12. Surah Yusuf
تَفْسِيرُ سُورَةِ يُوسُفَ
Makkiyyah, 111 ayat. Kecuali ayat 1, 2, 3 dan 7 Madaniyyah Turun
sesudah surat Hud
As-Sa'labi
dan lain-lainnya telah meriwayatkan melalui jalur Salam ibnu Salim yang dikenal
dengan julukan Salim Al-Madaini—yang orangnya berpredikat matruk (tidak
terpakai hadisnya)—, dari Harun ibnu Kasir, dan Abu Hatim telah menegaskan
dalam ketetapannya sebagai orang yang tidak dikenal, dari Zaid ibnu Aslam, dari
ayahnya, dari Abu Umamah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
" عَلِّمُوا
أَرِقَّاءَكُمْ سُورَةَ يُوسُفَ، فَإِنَّهُ أَيُّمَا مُسْلِمٍ تَلَاهَا، أَوْ عَلَّمَهَا أَهْلَهُ،
أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُهُ، هَوَّن اللَّهُ عَلَيْهِ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ،
وَأَعْطَاهُ مِنَ الْقُوَّةِ أَلَّا يَحْسِدَ مُسْلِمًا "
Ajarkanlah
kepada budak-budak kalian surat Yusuf, karena sesungguhnya seorang muslim yang
membacanya atau mengajarkannya kepada keluarganya atau kepada budak-budak
miliknya, niscaya Allah akan memudahkan baginya dalam sakaratul maut, dan
Allah memberinya kekuatan untuk tidak mempunyai rasa dengki terhadap seorang
muslim pun.
Bila
ditinjau dari segi jalur periwayatan ini hadis ini tidak sahih, mengingat
sanadnya yang daif secara menyeluruh.
Tetapi
Al-Hafiz ibnu Asakir mengetengahkannya juga secara ikut-ikutan melalui jalur
Al-Qasim ibnul Hakam, dari Harun ibnu Kasir dengan sanad yang sama. Juga
melalui jalur Syababah, dari Muhammad ibnu Abdul Wahid An-Nadri, dari Ali ibnu
Zaid ibnu Jad'an. Juga dari Ata ibnu Abu Maimunah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari
Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi Saw., lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. Akan
tetapi, hadis ini ditinjau dari semua jalurnya berpredikat munkar.
Imam
Baihaqi di dalam kitab Dalail-nya telah meriwayatkan bahwa sejumlah
orang Yahudi masuk Islam ketika mereka mendengar Rasulullah Saw. membacakan
surat Yusuf ini, karena kandungannya sesuai dengan apa yang ada pada kitab
mereka. Hadis ini diriwayatkan melalui Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas.
Yusuf, ayat 1-3
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan
nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
{الر تِلْكَ
آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ (1) إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (2) نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ
الْغَافِلِينَ (3) }
Alif
Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an)
yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa
Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu, dan
sesungguhnya kamu sebelum itu adalah termasuk orang-orang yang belum
mengetahui.
Adapun mengenai keterangan yang menyangkut
huruf-huruf yang ada pada permulaan surat Al-Qur'an, telah dijelaskan dalam
permulaan tafsir surat Al-Baqarah.
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ}
Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an).
(Yusuf: 1)
Maksudnya ayat-ayat Kitab ini, yaitu Al-Qur'an
yang jelas dan terang, yang mengungkapkan segala sesuatu yang samar hingga
menjadi jelas dengan melalui keterangan dan penjelasannya.
{إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa
Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. (Yusuf: 2)
Demikian itu karena bahasa Arab adalah bahasa
yang paling jelas, paling terang, paling luas, dan paling banyak perbendaharaan
kata-katanya untuk mengungkapkan berbagai pengertian guna meluruskan jiwa
manusia. Karena itulah Allah menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan
bahasa yang paling mulia di antara bahasa-bahasa lainnya yang disampaikan-Nya
kepada rasul yang paling mulia melalui perantaraan malaikat yang paling mulia.
Dan penurunannya terjadi di belahan bumi yang paling mulia, serta awal
penurunannya (Al-Qur'an) terjadi di dalam bulan yang paling mulia, yaitu bulan
Ramadan; sehingga sempurnalah kitab Al-Qur'an ini dari berbagai seginya. Karena
itulah disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ
بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ}
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling
baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu. (Yusuf: 3)
Yakni dengan perantaraan penurunan Kami akan
Al-Qur'an ini kepadamu.
Di dalam sebuah hadis disebutkan penyebab
turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah
menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada
kami Hakam Ar-Razi, dari Ayyub, dari Amr (yakni Ibnu Qais Al-Mala-i), dari Ibnu
Abbas yang menceritakan bahwa para sahabat pernah berkata, "Wahai
Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau menceritakan kisah-kisah kepada
kami." Maka turunlah firman-Nya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang
paling baik. (Yusuf: 3)
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur
lain, dari Amr ibnu Qais secara mursal.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Amr
ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Khalid As-Saffar, dari Amr ibnu
Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari ayahnya yang mengatakan
bahwa diturunkan kepada Nabi Saw. wahyu selama beberapa masa, dan Nabi Saw.
langsung membacakannya kepada mereka (para sahabat). Maka para sahabat berkata,
"Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita tentang
kisah-kisah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif
Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari
Allah). (Yusuf: 1) Sampai dengan firman-Nya: agar kalian memahaminya. (Yusuf:
2) Kemudian Rasulullah Saw. membacakannya kepada mereka selama beberapa masa.
Maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau
bercerita kepada kami." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23), hingga akhir
ayat. Lalu Ibnu Jarir menceritakan hadis ini hingga selesai.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui hadis Ishaq
ibnu Rahawaih, dari Amr ibnu Muhammad Al-Qurasyi Al-Minqari dengan sanad yang
sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya berikut sanadnya
melalui Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa
sahabat-sahabat Rasulullah Saw. merasa bosan, lalu mereka berkata, "Wahai
Rasulullah, berceritalah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar:
23) Kemudian mereka merasa bosan lagi untuk kedua kalinya, maka mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami suatu kisah selain hukum-hukum
Al-Qur'an." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah
ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kalian
memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf:
1-3), hingga akhir ayat.
Mereka bermaksud sesuatu yang berupa kisah, maka
Allah menunjukkan kepada mereka kisah yang paling baik; dan mereka bermaksud
suatu cerita, maka Allah menunjukkan mereka kepada cerita yang paling baik.
Sehubungan dengan makna ayat ini yang mengandung
pujian terhadap Al-Qur'an —yang menyatakan bahwa Al-Qur'an sudah merupakan
suatu kecukupan, tanpa memerlukan yang lainnya— maka kami ketengahkan
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Syuraih ibnun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan
kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Umar
ibnul Khattab datang kepada Nabi Saw. dengan membawa sebuah kitab yang ia
peroleh dari salah seorang Ahli Kitab. Lalu Umar membacakannya kepada Nabi Saw.
Nabi Saw. marah dan bersabda:
"أمُتَهوكون فيها يا ابن الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ
شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُونَهُ، أَوْ بِبَاطِلٍ
فَتُصَدِّقُونَهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا،
لَمَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي"
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau merasa
bimbang terhadapnya? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya,
sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih.
Jangan sekali-kali kalian menanyakan kepada mereka (Ahli Kitab) tentang
sesuatu, lalu mereka menceritakannya kepada kalian dengan benar, dan kalian
pasti akan mendustakannya, atau dengan secara batil, dan kalian pasti akan
membenarkannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
seandainya Musa masih hidup, maka tiada jalan lain baginya melainkan
mengikutiku.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir,
dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit yang mengatakan bahwa Umar datang
kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
pernah bersua dengan seorang saudaraku dari kalangan Bani Quraizah, lalu ia
menuliskan buatku sejumlah kisah dari kitab Taurat, apakah boleh aku
memaparkannya kepadamu?" Wajah Rasulullah Saw. berubah. Abdullah ibnu
Sabit berkata kepada Umar, "Tidakkah engkau melihat perubahan pada roman
muka Rasulullah?" Umar berkata, "Kami rela kepada Allah sebagai Tuhan
kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai rasul kami." Maka wajah
Rasulullah Saw. kembali seperti biasanya (tidak marah), lalu beliau Saw.
bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ
مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ، إِنَّكُمْ حَظِّي
مِنَ الْأُمَمِ، وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنَ النَّبِيِّينَ"
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di
dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih berada di antara kalian,
lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, niscaya kalian sesat.
Sesungguhnya kalian adalah umat bagianku, dan aku adalah nabi bagian kalian.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari
Khalifah ibnu Qais. dari Khalid ibnu Urfutahyang mengatakan.”Ketika aku sedang
duduk dengan Khalifah Umar, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan
Bani Abdul Qais yang bertempat tinggal di As-Sus. Maka Umar berkata kepadanya,
'Apakah engkau pun adalah Fulan ibnu Fulan Al-Abdi?' Lelaki itu menjawab, 'Ya.'
Umar bertanya, 'Apakah engkau yang bertempat tinggal di As-Sus?' Lelaki itu
menjawab, 'Ya.' Maka Umar memukulnya dengan gagang tombak yang ada di
tangannya, sehingga lelaki itu bertanya, 'Apakah salahku, hai Amirul Mu’minin?'
Umar berkata kepadanya, 'Duduklah kamu!' Maka lelaki itu duduk, dan Umar
membacakan kepadanya firman Allah Swt. berikut, yaitu: 'Dengan nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif Lam Ra.. Ini adalah ayat-ayat Kitab
(Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya.
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.' (Yusuf: 1-3) Sampai
dengan firman-Nya: 'termasuk orang-orang yang belum mengetahui.' (Yusuf:
3) Umar membacakan ayat-ayat tersebut kepada lelaki itu sebanyak tiga kali dan
memukulnya sebanyak tiga kali pula. Maka lelaki itu bertanya, 'Hai Amirul
Mu’minin, apakah salahku?' Umar menjawab, 'Engkau adalah orang yang telah
menyalin kitab (nabi) Danial.' Lelaki itu berkata, 'Perintahkanlah kepadaku apa
yang engkau inginkan, maka aku akan melakukannya.' Umar berkata, "Pergilah
dan hapuslah salinan itu dengan arang dan kain wol putih. Kemudian janganlah
kamu baca lagi, jangan pula kamu membacakannya kepada seseorang. Jika sampai
kepadaku suatu berita tentang kamu bahwa kamu membacanya atau membacakannya
kepada orang lain, niscaya aku benar-benar akan menimpakan hukuman yang berat
kepadamu." Kemudian Umar berkata, 'Duduklah!' Maka lelaki itu duduk di
hadapannya. Setelah itu Umar pergi dan menyalin sebuah kitab dari sebagian Ahli
Kitab. Kemudian ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. seraya membawa kitab
salinan itu. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, 'Hai Umar, apakah yang
kamu pegang itu?' Umar menjawab, 'Wahai Rasulullah, ini adalah sebuah kitab
yang aku salin untuk menambah pengetahuanku selain dari ilmu yang telah ada
pada kami.' Rasulullah Saw. marah sehingga kedua pelipisnya tampak memerah,
lalu diserukan azan untuk salat berjamaah. Maka orang-orang Ansar berkata,
'Nabi kalian sedang marah.' Maka mereka bergegas datang seraya membawa
senjatanya masing-masing, lalu berkumpul di hadapan mimbar Rasulullah Saw. Lalu
Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai manusia, sesungguhnya aku telah dianugerahi
Jawami'ul Kalim dan semua penutupnya, yang semuanya itu diberikan khusus
kepadaku. Dan sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan
putih bersih, maka janganlah kalian bimbang, janganlah pula kalian teperdaya
oleh orang-orang yang bimbang.' Umar berkata bahwa lalu ia berdiri dan
berkata, 'Aku rela Allah sebagai Tuhan (ku), Islam sebagai agama (ku), dan
engkau sebagai rasul (ku).' Setelah itu Rasulullah Saw. turun dari
mimbarnya."
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara
ringkas di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq
dengan sanad yang sama. Tetapi bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini
berpredikat garib, karena Abdur Rahman ibnu Ishaq yang terkenal dengan
nama julukan Abu Syaibah Al-Wasiti dinilai daif oleh kalangan ahli
hadis, demikian pula gurunya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis yang
diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Ishaq tidak sahih.
Menurut kami, hadis ini mempunyai syahid (bukti)
yang memperkuatnya yang diriwayatkan melalui jalur lain.
Untuk itu, Al-Hafiz Abu Bakar (yaitu Ahmad ibnu
Ibrahim Al-Ismaili) mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu
Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Sufyan, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi, telah menceritakan
kepadaku Amr ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim
Al-Asy'ari, dari Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir;
Jubair ibnu Nafir pernah menceritakan kepada mereka bahwa pernah ada dua orang lelaki
di Himsa di masa pemerintahan Khalifah Umar, kemudian kedua lelaki itu menjadi
delegasi kaumnya di antara delegasi penduduk Himsa lainnya. Keduanya telah
menyalin sebuah kitab yang terdiri atas lembaran-lembaran kulit dari
orang-orang Yahudi. Maka keduanya membawa serta kitabnya itu untuk meminta
fatwa kepada Amirul Mu’minin tentang kitab tersebut. Mereka berniat, "Jika
Amirul Mu’minin suka kami melakukannya, maka kami akan bertambah rajin
menyalinnya; dan jika Amirul Mu’minin melarang kami menyalinnya, maka kami akan
membuangnya." Ketika kedua lelaki itu tiba di hadapan Amirul Mu’minin,
maka keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli
Kitab. Dan sesungguhnya kami sering mendengar suatu kalam dari mereka yang
membuat bulu kuduk kami merinding karenanya. Bolehkah kami mengambil kalam itu,
ataukah kami harus meninggalkannya?" Umar bertanya, "Apakah kamu
berdua telah menulis sendiri sesuatu dari kalam itu?" Keduanya menjawab,
"Tidak." Umar berkata bahwa ia akan menceritakan kepada keduanya
suatu hadis. Umar mengatakan, di masa Nabi Saw. masih hidup ia pergi menuju
tanah Khaibar, lalu bersua dengan seorang Yahudi yang mengucapkan suatu kalam
yang membuatnya kagum. Umar berkata, "Apakah engkau mau menuliskan apa
yang telah kamu katakan itu buatku?" Lelaki Yahudi itu menjawab,
"Ya." Maka aku (Umar) mengambil lembaran kulit, dan lelaki Yahudi itu
menuliskannya buatku, sehingga tiada yang tersisa dari kulit itu melainkan
dipenuhinya sampai ke kulit bagian kaki dari kulit tersebut. Umar mengatakan,
"Setelah aku kembali, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku akan
menceritakannya kepada Nabi Saw. dan mudah-mudahan Nabi Saw. menyuruhku untuk
mendatangkannya. Pada awal mulanya aku pergi untuk mencari berita dengan
harapan mudah-mudahan aku dapat mendatangkan sesuatu yang membuat hati
Rasulullah Saw. suka. Ketika aku tiba di hadapannya, beliau bersabda, "Duduklah
dan bacakanlah kepadaku!' Maka aku membacakannya selama sesaat kepada
beliau. Ketika aku pandang wajah Rasulullah Saw., ternyata roman wajahnya telah
berubah memerah: lalu aku menjadi gemetar karena takut, sehingga aku tidak
mampu membacakannya lagi barang satu huruf pun. Setelah beliau melihat
keadaanku, maka beliau mengambilnya dan memeriksanya tulisan demi tulisan, lalu
beliau hapus dengan ludahnya. Setelah itu beliau bersabda, 'Janganlah kalian
mengikuti jejak mereka, karena sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah ragu dan
benar-benar menjadi orang-orang yang ragu.’ Sehingga seluruh huruf yang
tertera pada kulit itu semuanya terhapus." Umar berkata, 'Seandainya aku
mengetahui bahwa kalian berdua menulis sesuatu dari kitab itu, niscaya aku akan
menimpakan hukuman kepada kalian sebagai pelajaran bagi umat ini."
Keduanya berkata, "Demi Allah, kami sama sekali tidak menulis sesuatu pun
dari kitab itu." Kemudian keduanya keluar dan membawa lembaran kulitnya
itu, lalu keduanya menggali tanah dengan galian yang sangat dalam, kemudian
lembaran-lembaran itu dikuburkannya. Demikianlah kisah yang paling akhir
menyangkut tentang tulisan tersebut pada kami.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri,
dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit
Al-Ansari, dari Umar ibnul Khattab dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam
kitab Marasil-nya melalui hadis Abu Qilabah, dari Umar dengan sanad yang
semisal.
Yusuf, ayat 4
{إِذْ قَالَ يُوسُفُ
لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ (4) }
(Ingatlah) ketika
Yusuf berkala kepada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi
melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku.”
Allah Swt. berfirman, "Ceritakanlah kepada
kaummu, hai Muhammad, dalam kisah-kisahmu kepada mereka tentang kisah Yusuf. Yaitu
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim
a.s."
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَرِيمُ، ابْنُ
الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ
إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah
ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia adalah Yusuf ibnu
Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Abdus Samad
dengan sanad yang sama.
قَالَ الْبُخَارِيُّ
أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ،
عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: سُئِل رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ
أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ". قَالُوا:
لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ،
ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ".
قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ
تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارِكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهوا".
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah,
dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat?"
Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling terhormat di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami
tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling
mulia adalah Yusuf Nabi Allah anak Nabi Allah anak Nabi Allah anak kekasih
Allah. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada
engkau." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kalian menanyakan
kepadaku tentang orang-orang Arab yang paling mulia?" Mereka menjawab,
"Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terpandang dari
kalian di masa Jahiliah adalah orang-orang yang terpandang pula di masa Islam
jika mereka mengerti (yakni masuk Islam).
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa
periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Usamah, dari Ubaidillah.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mimpi para nabi
adalah wahyu. Ulama tafsir telah membahas tentang makna mimpi ini, bahwa
ungkapan sebelas bintang dimaksudkan adalah saudara-saudara Nabi Yusuf yang
jumlah keseluruhannya ada sebelas orang; jumlah anak Nabi Ya'qub ada dua belas
orang termasuk Nabi Yusuf. Sedangkan yang dimaksud dengan matahari dan bulan
adalah ayah dan ibunya. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak,
Qatadah, Sufyan As-Sauri, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Takwil mimpi
Nabi Yusuf ini baru terealisasi sesudah selang empat puluh tahun kemudian,
pendapat lain mengatakan sesudah delapan puluh tahun. Yang demikian itu terjadi
ketika Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk menduduki kursi singgasananya,
sedangkan semua saudaranya berada di hadapannya.
{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ
هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}
Dan mereka (semuanya) merebahkan diri
seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf "Wahai ayahku, inilah ta'bir
mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu
kenyataan.”(Yusuf: 100)
Di dalam sebuah hadis disebutkan nama
bintang-bintang yang sebelas tersebut.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ
سَعِيدٍ الْكِنْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ ظُهَيْرٍ، عَنِ السُّدِّيِّ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، [عَنْ جَابِرٍ] قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مَنْ يَهُودَ يُقَالُ لَهُ:
"بُسْتَانَةُ الْيَهُودِيُّ"، فَقَالَ لَهُ: يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي
عَنِ الْكَوَاكِبِ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ أَنَّهَا سَاجِدَةٌ لَهُ، مَا
أَسْمَاؤُهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سَاعَةً فَلَمْ يُجِبْهُ بِشَيْءٍ، وَنَزَلَ [عَلَيْهِ] جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، فَأَخْبَرَهُ بِأَسْمَائِهَا. قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَقَالَ: "هَلْ أَنْتَ مُؤْمِنٌ إِنْ
أَخْبَرْتُكَ بِأَسْمَائِهَا؟ " فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "خَرْتَانِ
والطارِقُ، والذَّيَّال وَذُو الكَنَفَات، وَقَابِسٌ، ووَثَّاب، وعَمُودَان،
والْفَيلَقُ، والمُصَبِّحُ، والضَّرُوحُ، وَذُو الْفَرْغِ، والضِّيَاُء،
والنُّور"، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: إيْ وَاللَّهِ، إِنَّهَا لَأَسْمَاؤُهَا.
telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sa'id
Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi,
dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir yang menceritakan bahwa seorang Yahudi
yang dikenal dengan nama Bustanah datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya,
"Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku bintang-bintang yang dilihat oleh
Yusuf dalam mimpinya bersujud kepadanya, apa sajakah nama-nama bintang-bintang
tersebut?" Rasulullah Saw. diam sesaat, tidak menjawab sepatah kata pun.
Lalu Jibril a.s. turun dan menceritakan kepada Nabi Saw. semua nama bintang
itu. Maka Nabi Saw. menyuruh agar lelaki Yahudi itu dipanggil menghadap.
Setelah lelaki Yahudi itu sampai, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah
engkau mau beriman jika aku sebutkan kepadamu nama bintang-bintang itu?"
Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jiryan,
Tariq, Zayyal, Zul Kanfat, Qabis, Wassab, 'Amudan, Faliq, Misbah, Daruh, Zul
Farag, Diya, dan Nur. Lelaki Yahudi itu berkata, "Memang benar, demi
Allah, itulah nama bintang-bintang tersebut."
Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya
melalui hadis Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Hakam ibnu Zahir.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh dua orang Hafiz,
yaitu Abu Ya'la Al-Mausuli dan Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad masing-masing,
juga oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya. Adapun menurut
riwayat Abu Ya’la, maka ia menceritakannya dari empat orang gurunya, dari
Al-Hakam ibnu Zahir, dengan sanad yang sama. Di dalam riwayatnya ditambahkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَمَّا رَآهَا يُوسُفُ قَصّها عَلَى أَبِيهِ يَعْقُوبَ،
فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ: هَذَا أَمْرٌ مُتَشَتَّتٌ يَجْمَعُهُ اللَّهُ مِنْ بَعْدُ؛
قَالَ: وَالشَّمْسُ أَبُوهُ، وَالْقَمَرُ أُمُّهُ"
Setelah Yusuf melihat mimpinya itu dan ia
menceritakannya kepada ayahnya Ya’qub, maka Ya’qub berkata kepadanya, "Ini
merupakan suatu perkara yang berpecah belah, lalu Allah menghimpunkannya
kembali sesudah itu.” Matahari adalah ayahnya, sedangkan bulan adalah ibunya.
Hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh
Al-Hakam ibnu Zahir Al-Fazzari. Para imam menilainya daif dan banyak
ulama yang tidak memakai hadisnya. Al-Jauzani mengatakan bahwa hal itu tidak
benar, dia adalah pemilik hadis yang hasan. Kemudian ia menceritakan
sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, bahwa seorang Yahudi bertanya kepada
Nabi Saw. tentang nama bintang-bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf dalam
mimpinya, yakni apakah nama bintang-bintang tersebut. Lalu Nabi Saw.
menjawabnya. Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid
oleh Al-Hakam ibnu Zahir yang dinilai daif oleh Arba'ah.
Yusuf, ayat 5
{قَالَ يَا بُنَيَّ لَا
تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ
لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ (5) }
Ayahnya berkata
"Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu,
maka mereka membuat makar (untuk
membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia.”
Allah Swt. menyebutkan tentang perkataan Nabi
Ya'qub kepada anaknya —yaitu Nabi Yusuf— setelah Yusuf menceritakan kepadanya
apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya itu. Mimpi itu berarti bahwa kelak
semua saudara Yusuf akan tunduk dan menghormatinya dengan penghormatan yang
sangat besar; karena kelak mereka akan bersujud kepadanya demi menghormati,
mengagungkan, dan memuliakannya. Maka Ya'qub merasa khawatir bila Yusuf
menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, karena mereka pasti akan
merasa dengki terhadapnya, lalu mereka akan membuat tipu daya untuk
membinasakannya. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ
فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا}
Janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada
saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. (Yusuf:
5)
Yakni niscaya mereka akan membuat makar dan tipu
daya terhadapmu untuk membinasakan dirimu.
Di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw.
disebutkan bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلْيُحَدِّثْ بِهِ،
وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فليتحوَّل إِلَى جَنْبِهِ الْآخَرِ وَلْيَتْفُلْ عَنْ
يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا، وَلَا يُحَدِّثْ
بِهَا أَحَدًا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ"
Apabila seseorang di antara kalian melihat (dalam
mimpinya) sesuatu yang disukainya, hendaklah ia membicarakannya. Dan apabila
ia melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia beralih ke sisi yang
lain (dalam tidurnya), lalu hendaklah ia meludah ke arah kirinya
sebanyak tiga kali dan hendaklah ia minta perlindungan kepada Allah dari
kejahatan mimptnya itu, dan janganlah ia membicarakannya kepada seorang pun;
maka sesungguhnya mimpi buruknya itu tidak akan membahayakannya.
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan sebagian penulis kitab Sunan disebutkan melalui riwayat
Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر، فَإِذَا
عُبرت وَقَعَتْ"
Mimpi itu merupakan bayangan bagi seseorang
selagi dia tidak membicarakannya; apabila dia membicarakannya, maka akan
menjadi kenyataan.
Dari pengertian hadis ini dapat disimpulkan,
hendaklah seseorang menyembunyikan nikmat kabar gembira melalui mimpinya itu
sebelum menjadi kenyataan, seperti yang disebutkan di dalam hadis lainnya yang
mengatakan:
"اسْتَعِينُوا عَلَى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ بِكِتْمَانِهَا،
فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ"
Jadikanlah menyembunyikan tujuan sebagai
sarana untuk meraih hal-hal yang didambakan, karena sesungguhnya semua orang
yang beroleh kenikmatan itu ada yang iri kepadanya.
Yusuf, ayat 6
{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ
رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ
وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (6) }
Dan demikianlah
Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan
diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya
nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah
menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim
dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Allah Swt. berfirman menceritakan ucapan Ya'qub
kepada Yusuf —anaknya— bahwa sebagaimana Tuhanmu telah memilihmu dan
memperlihatkan bintang-bintang itu bersama matahari dan bulan yang semuanya
bersujud kepadamu.
{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ}
demikianlah Tuhanmu memilih kamu. (Yusuf:
6)
Yakni memilih dan menyeleksimu untuk menjadi
Nabi-Nya.
{وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ}
dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari
ta’bir mimpi-mimpi. (Yusuf: 6)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang, makna ahadis di sini ialah ta'bir mimpi-mimpi.
{وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ}
dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu. (Yusuf:
6)
yaitu dengan mengutusmu sebagai Rasul-Nya dan
menurunkan wahyuNya kepadamu. Karena itulah disebutkan dalam ayat selanjutnya:
{كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ
قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ}
sebagaimana Dia telah menyempurnakan
nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu (yaitu) Ibrahim. (Yusuf:
6)
yang dikenal sebagai Khalilullah atau
kekasih Allah.
{وَإِسْحَاقَ}
dan Ishaq. (Yusuf: 6)
Yakni putranya, yang menurut suatu pendapat
merupakan anak yang disembelihnya, tetapi pendapat ini bukanlah pendapat yang
kuat.
{إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. (Yusuf: 6)
Artinya, Dia Maha Mengetahui bagaimana meletakkan
risalah-Nya, yakni kepada siapakah akan diberikan, seperti yang disebutkan juga
dalam ayat lainnya.
Yusuf, ayat 11-12
{قَالُوا يَا أَبَانَا مَا
لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ (11) أَرْسِلْهُ
مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (12) }
Mereka berkata,
"Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf,
padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.
Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main,
dan sesungguhnya kami pasti menjaganya."
Setelah mereka bersekongkol untuk mengambil Yusuf
dan akan membuangnya ke dasar sumur—seperti pendapat yang diutarakan oleh
saudara tertua mereka Rubel—, lalu mereka datang menghadap ayah mereka (yaitu
Ya'qub a.s.) dan mereka berkata:
{يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى
يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ}
Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak
mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang mengingini kebaikan baginya. (Yusuf: 11)
Apa yang disebutkan oleh ayat ini merupakan
pendahuluan, sekaligus sebagai pengakuan akan kejujuran mereka, padahal mereka
bermaksud lain dari itu, karena di dalam hati mereka terpendam rasa dengki dan
iri hati, mengingat cinta kasih ayah mereka lebih besar kepada Yusuf daripada
kepada mereka.
{أَرْسِلْهُ مَعَنَا}
Biarkanlah dia pergi bersama kami. (Yusuf:
12)
Maksudnya, berilah kesempatan kepadanya untuk
pergi bersama kami.
{غَدًا نَرْتَعْ وَنَلْعَبْ}
besok pagi agar kami (dapat) bersenang-senang
dan (dapat) bermain-main. (Yusuf: 12)
sebagian ulama membacanya dengan huruf ya, sehingga
artinya menjadi seperti berikut:
{يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ}
agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat)
bermain-main. (Yusuf: 12)
Menurut Ibnu Abbas, artinya berlari-lari dan
berolah raga. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi,
dan lain-lainnya.
{وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Dan sesungguhnya kami pasti menjaganya. (Yusuf:
12)
Mereka mengatakan, "Kami sanggup menjaganya
dan mengawasi keselamatannya demi engkau."
Yusuf, ayat 13-14
{قَالَ إِنِّي
لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ
وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ (13) قَالُوا لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ
عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ (14) }
Berkata Ya'qub,
"Sesungguhnya kepergian kalian bersama Yusuf amat menyedihkan dan aku
khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedangkan kalian lengah darinya.”
Mereka berkata, "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedangkan kami
golongan (yang kuat), sesungguhnya kami
kalau demikian adalah orang-orang yang merugi."
Allah Swt. menceritakan perihal Nabi Ya'qub,
bahwa ia berkata kepada anak-anaknya dalam jawaban permintaan mereka yang
meminta kepadanya agar membiarkan Yusuf pergi bersama mereka ke tempat
penggembalaan ternak di padang sahara.
{إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ}
Sesungguhnya kepergian kalian bersama Yusuf
amat menyedihkanku. (Yusuf: 13)
Yakni sebenarnya aku merasa keberatan berpisah
dengan Yusuf selama dia pergi dengan kalian hingga dia kembali lagi kepadaku.
Demikian itu karena Ya'qub sangat mencintai Yusuf, mengingat di dalam diri
Yusuf telah terdapat pertanda kebaikan yang besar dan sifat-sifat kenabian
serta kesempurnaan pada akhlak dan bentuk (rupa)nya.
Firman Allah Swt.:
{وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ
وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ}
dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan
serigala, sedangkan kalian lengah darinya. (Yusuf: 13)
Nabi Ya'qub mengatakan bahwa dirinya merasa takut
dan khawatir bila anak-anaknya nanti sibuk dengan permainan dan gembalaan
mereka sehingga melupakan penjagaannya terhadap Yusuf, lalu datanglah serigala
memangsanya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.
Mereka (saudara-saudara Yusuf) menangkap
pesan-pesan itu dari lisan ayah mereka dan mereka simpan di dalam hati mereka,
kelak hal itu akan dijadikan sebagai alasan mereka dalam tindak kejahatannya.
Seketika itu juga mereka mengemukakan jawabannya
kepada ayah mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ
عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ}
Jika ia benar-benar dimakan serigala,
sedangkan kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian
adalah orang-orang yang merugi. (Yusuf: 14)
Mereka mengatakan, sesungguhnya jika Yusuf
dimangsa oleh serigala di antara mereka, sedangkan mereka berjumlah banyak,
berarti mereka adalah orang-orang yang binasa dan lemah.
Yusuf, ayat 15
{فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ
وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ
لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (15) }
Maka tatkala mereka
membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah
dalam sumur), Kami wahyukan kepada Yusuf, "Sesungguhnya kamu akan
menceritakan kepada mereka perbuatan-perbuatan mereka ini, sedangkan mereka
tiada ingat lagi.”
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah Yusuf
dibawa oleh saudara-saudaranya dari sisi ayahnya sesudah mereka mendesaknya.
{وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي
غَيَابَةِ الْجُبِّ}
dan mereka sepakat untuk memasukkannya ke
dasar sumur. (Yusuf: 15)
Hal ini menggambarkan tentang perbuatan mereka
yang sangat jahat, yaitu sepakat untuk mencampakkan Yusuf ke dasar sumur
tersebut. Mereka berpura-pura mengambil Yusuf dari sisi ayah mereka sebagai
penghormatan mereka kepadanya, untuk menenangkan hatinya serta untuk
menggembirakannya.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Ya'qub a.s.
ketika melepas Yusuf pergi bersama mereka terlebih dahulu memeluk, menciumi,
dan mendoakannya.
As-Saddi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa tiada
jarak waktu antara penghormatan mereka kepada ayahnya dengan penyiksaan mereka
kepada Yusuf, melainkan setelah mereka menghilang dari pandangan mata ayahnya
dan suara mereka tidak kedengaran lagi. Setelah itu mereka mulai menyakiti
Yusuf, baik dengan kata-kata makian ataupun dengan cara lainnya yang serupa,
yaitu memukulinya dan lain sebagainya.
Kemudian mereka membawa Yusuf ke sumur yang telah
mereka sepakati sebagai tempat untuk membuangnya. Mereka mengikat Yusuf
terlebih dahulu dengan tambang, lalu memasukkannya ke dalam sumur itu.
Sebelum itu manakala Yusuf meminta perlindungan
kepada seseorang dari mereka bila disakiti oleh yang lainnya, maka yang
dimintai perlindungan itu justru menampar dan mencaci makinya. Dan ketika Yusuf
berpegangan pada pinggir sumur itu, mereka memukuli tangannya, lalu memutuskan
tambang pengikatnya setelah Yusuf sampai di pertengahan kedalaman sumur; maka
terjatuhlah Yusuf ke dalam air sumur itu yang menenggelamkannya. Maka Yusuf
naik ke sebuah batu besar —disebut Ragufah— yang ada di tengah lubang
sumur itu, lalu berdiri di atasnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ
بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami
wahyukan kepada Yusuf, "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka
perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi.” (Yusuf: 15)
Allah Swt. menyebutkan tentang kasih sayang,
rahmat, dan pertolonganNya kepada Yusuf; serta menurunkan kemudahan kepadanya
di saat kesulitan. Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Yusuf di saat ia
benar-benar berada dalam kesulitan guna menenteramkan dan meneguhkan hatinya,
"Janganlah kamu bersedih hati terhadap nasib yang sedang kamu alami,
karena sesungguhnya engkau akan menemui kemudahan dan jalan keluar yang baik.
Allah pasti akan menolongmu terhadap mereka dan Dia akan mengangkatmu serta
meninggikan derajatmu. Dan Engkau kelak akan menceritakan kepada mereka apa
yang telah mereka lakukan terhadap dirimu dari perbuatan mereka ini."
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
sedangkan mereka tiada ingat lagi. (Yusuf:
15)
Mujahid dan Qatadah mengatakan, mereka tidak
menyadari bahwa Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Yusuf saat itu. Sedangkan
menurut Ibnu Abbas, maksudnya adalah engkau kelak akan menceritakan kepada
mereka perbuatan mereka sekarang terhadapmu, sedangkan mereka tidak ingat lagi
kepadamu dan tidak mengenalmu.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Ubadah Al-Asadi, dari
ayahnya; ia pernah mendengar Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika
saudara-saudara Yusuf masuk ke dalam istana Yusuf, maka Yusuf langsung dapat
mengenali mereka, sedangkan mereka tidak mengenalnya. Lalu Yusuf berkata,
"Ambilkanlah piala itu." Kemudian Yusuf meletakkan piala itu di
tangannya dan memukul piala itu hingga berdenting suaranya. Lalu Yusuf berkata,
"Sesungguhnya piala ini akan menceritakan kepadaku berita tentang golongan
orang-orang ini, bahwa sesungguhnya di masa lalu kalian mempunyai seorang
saudara seayah kalian yang dikenal dengan nama Yusuf yang sangat dicintai oleh
ayah kalian, sedangkan kalian tidak. Lalu kalian membawanya pergi dan
melemparkannya ke dasar sebuah sumur."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu Yusuf
kembali memukul piala itu, dan piala itu berdenting untuk kedua kalinya.
Kemudian Yusuf berkata, 'Setelah itu kalian datang menghadap kepada ayah kalian
dan kalian katakan kepadanya bahwa serigala telah memangsa Yusuf, dan kalian
pun datang kepadanya dengan membawa baju gamisnya yang dilumuri oleh darah yang
dusta (palsu).' Maka sebagian dari mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata
kepada sebagian yang lainnya, 'Sesungguhnya piala ini benar-benar menceritakan
kisah kalian'."
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Kami merasa
yakin bahwa ayat ini diturunkan menceritakan kisah mereka," yaitu firman
Allah Swt.: Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan
mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi. (Yusuf: 15)
Yusuf, ayat 16-18
{وَجَاءُوا أَبَاهُمْ
عِشَاءً يَبْكُونَ (16) قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا
يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا
وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ (17) وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ
الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ (18) }
Kemudian mereka
datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka berkata, "
Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan
Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali
tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.”
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang
berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata, "Sebenarnya diri kalian
sendiri yang memandang baik perbuatan (yang buruk) ini; maka kesabaran
yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon
pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.”
Allah Swt. menceritakan tentang alasan yang
dipegang oleh saudara-saudara Yusuf setelah mereka melemparkannya ke dalam dasar
sumur. Bahwa mereka pulang dan menemui ayah mereka di malam hari seraya
menangis mengeluarkan air mata buaya. Mereka memperlihatkan seakan-akan mereka
kecewa dan sedih atas nasib yang dialami oleh Yusuf, dan mereka meminta maaf
atas apa yang telah menimpa Yusuf sesuai dengan rencana yang mereka buat.
{إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ}
sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba. (Yusuf:
17)
Yakni berlomba memanah.
{وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا}
dan kami tinggalkan Yusuf di dekat
barang-barang kami. (Yusuf: 17)
Yaitu di dekat pakaian dan barang-barang kami.
{فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ}
lalu dia dimakan serigala. (Yusuf: 17)
Hal itulah yang sebelumnya sangat dikhawatirkan
dan ditakuti oleh Ya'qub.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ
كُنَّا صَادِقِينَ}
dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada
kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. (Yusuf: 17)
Kalimat ini merupakan ungkapan permohonan belas
kasihan mereka dengan tujuan agar mereka memperoleh kepercayaan dari Ya'qub
atas makar mereka. Mereka mengatakan, "Kami merasa yakin bahwa engkau
tidak akan mempercayai kami, sekalipun kami menceritakan hal yang sebenarnya.
Tidaklah heran bila engkau menuduh kami dalam hal ini, karena sebelumnya engkau
merasa khawatir bila Yusuf dimakan serigala, lalu ternyata dia dimakan oleh
serigala. Engkau dimaaf bila mendustakan cerita kami, karena secara kebetulan
hal yang dikhawatirkan itu betul-betul terjadi persis seperti
kenyataannya."
{وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ}
Mereka datang dengan membawa baju gamisnya (yang
berlumuran) dengan darah palsu. (Yusuf: 18)
maksudnya, darah buatan. Ini merupakan bagian
dari rencana makar dan tipu muslihat yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Mujahid,
As-Saddi, serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, saudara-saudara Yusuf
menangkap seekor kambing muda, lalu mereka sembelih, dan darahnya mereka
lumurkan ke baju Yusuf, sebagai bukti bahwa inilah baju Yusuf yang telah
dimangsa oleh serigala, dan padanya terdapat bekas-bekas darahnya. Akan tetapi,
mereka lupa merobek baju itu. Karena itulah Nabi Ya'qub tidak percaya kepada
bukti yang diajukan kepadanya itu. Bahkan dia berkata menyindir mereka yang
telah menipunya:
{بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ}
Sebenarnya diri kalian sendirilah yang
memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik
itulah (kesabaranku). (Yusuf: 18)
Dengan kata lain, aku akan bersabar dengan
kesabaran yang baik atas musibahku ini yang kalian sepakat untuk menimpakannya
kepadaku, hingga Allah memberikan jalan keluarnya berkat pertolongan dan kasih
sayang-Nya.
{وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا
تَصِفُونَ}
Dan Allah sajalah yang dimohonkan
pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan. (Yusuf: 18)
Yakni atas kedustaan dan makar yang kalian buat
itu.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Samak, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. (Yusuf:
18) Bahwa seandainya Yusuf benar-benar dimangsa oleh serigala, niscaya bajunya
terkoyak. Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, dan
lain-lainnya.
Mujahid mengatakan bahwa sabar yang baik ialah
sabar yang tidak ada keluhannya.
وَرَوَى هُشَيْم، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ حبَّان
بْنِ أَبِي جَبَلة قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِهِ: {فَصَبْرٌ جَمِيلٌ} فَقَالَ: "صَبْرٌ لَا شَكْوَى
فِيهِ"
Hasyim telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu
Yahya, dari Hiban ibnu Abu Hablah, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya
mengenai makna firman-Nya: maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).
(Yusuf: 18) Maka beliau Saw. bersabda, "Sabar yang baik ialah sabar
yang tidak ada keluhannya." Hadis ini berpredikat mursal.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa As-Sauri telah
meriwayatkan dari salah seorang temannya yang mengatakan, "Kriteria sabar
itu ada tiga, yaitu janganlah kamu membicarakan sakitmu (kepada orang lain),
jangan menceritakan musibah yang menimpa dirimu, jangan pula kamu membersihkan
dirimu sendiri."
Sehubungan dengan hal ini Imam Bukhari telah
meriwayatkan hadis Siti Aisyah dalam kisah tuduhan palsu yang ditujukan
terhadap dirinya, antara lain Siti Aisyah mengatakan, "Demi Allah, aku
tidak menemukan suatu misal pun bagiku terhadap kalian kecuali seperti apa yang
dikatakan oleh ayah Yusuf: 'maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).
Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian
ceritakan.' (Yusuf: 18)."
Yusuf, ayat 19-20
{وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ
فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ
وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (19) وَشَرَوْهُ
بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (20) }
Kemudian datanglah
kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air
mereka, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata, "Oh, kabar gembira, ini
seorang anak muda!" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang
dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka
menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka
merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Allah Swt. menceritakan apa yang dialami oleh
Yusuf setelah ia dilemparkan oleh saudara-saudaranya di dalam dasar sumur, lalu
ia ditinggalkan seorang diri di dalam sumur itu oleh saudara-saudaranya. Yusuf
a.s. tinggal di dasar sumur itu selama tiga hari, menurut Abu Bakar ibnu
Ayyasy.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah
saudara-saudara Yusuf melemparkannya ke dalam sumur itu, mereka duduk-duduk di
sekeliling sumur tersebut seraya memikirkan apa yang akan mereka lakukan
selanjutnya. Maka Allah menggerakkan suatu kafilah ke arah Yusuf, dan mereka
turun istirahat di dekat sumur tersebut. Lalu mereka menyuruh tukang mengambil
air mereka untuk menimbakan air buat mereka.
Setelah penimba air itu datang ke sumur tersebut
dan menjulurkan timbanya ke dalam sumur, maka Nabi Yusuf bergantung kepada tali
timba itu. Akhirnya ia keluar dari sumur itu, dan si penimba air merasa gembira
dengannya, lalu berkata:
{يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ}
Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda! (Yusuf:
19)
Sebagian ulama membacanya, "Ya Busyraya''
As-Saddi menduga bahwa kata-kata ini adalah nama seorang yang dipanggil
oleh si penimba air itu yang memberitahukan kepadanya bahwa dia telah
mendapatkan (menemukan) seorang anak muda. Pendapat yang dikemukakan oleh
As-Saddi ini garib, karena sesungguhnya As-Saddi belum pernah
mengemukakan tafsir qiraat ayat ini kecuali dalam riwayat dari Ibnu Abbas.
Sesungguhnya makna qiraat ini berarti me-mudaf-kan lafaz busyra kepada
ya mutakallim, lalu ya idafah-nya dibuang, tetapi makna yang
dimaksud menyatakan bahwa si pembicara menghendakinya.
Perihalnya sama dengan kata-kata orang Arab,
"Hai diriku, bersabarlah." dan "Hai pelayan, datanglah
kepadaku!", yakni dengan membuang huruf idafah. Dalam keadaan
seperti ini diperbolehkan bacaan kasrah dan rafa’ Sedangkan
penafsiran seperti itu merujuk kepada qiraat lainnya yang mengatakan, "Ya
Busyraya"
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً}
Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai
barang dagangan. (Yusuf: 19)
Yakni dan para pengambil air itu menjadikan Yusuf
sebagai budak belian. Mereka mengatakan, "Kami telah membelinya dari
pemilik air, karena takut iringan kafilah mereka ikut ambil bagian jika mereka
mengetahui cerita yang sebenarnya." Demikianlah yang dikatakan Mujahid,
As-Saddi, dan Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai
barang dagangan. (Yusuf: 19) Artinya, saudara-saudara Yusuf menyembunyikan
identitas Yusuf, dan Yusuf sendiri tidak menyangkalnya karena dia merasa
khawatir saudara-saudaranya akan membunuhnya bila ia menyebutkan identitas
pribadinya yang sesungguhnya, bahwa dia adalah saudara mereka. Yusuf rela
dirinya diperjualbelikan demi keselamatan dirinya. Lalu saudara-saudara Yusuf
bercerita kepada si penimba air itu bahwa Yusuf adalah budak mereka. Maka si
penimba air kaum itu berseru memanggil teman-temannya: Oh, kabar gembira,
ini seorang anak muda! (Yusuf: 19) yang diperjualbelikan, dan
saudara-saudara Yusuf menjualnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan. (Yusuf: 19)
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan oleh
saudara-saudara Yusuf dan orang-orang yang membelinya. Dengan kata lain, Allah
berkuasa untuk mengubah hal itu dan menolaknya, tetapi kebijaksanaan dan takdirNya
telah menentukan hal tersebut; maka Dia biarkan hal itu untuk dilangsungkan
sesuai dengan takdir dan apa yang telah direncanakanNya.
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ
وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah, Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Di dalam ayat ini terkandung makna kiasan yang
ditujukan kepada Rasulullah Saw., sekaligus sebagai pemberitahuan kepadanya
bahwa Allah mengetahui semua gangguan yang menyakitkan dari kaum Rasulullah
terhadap diri Rasul Saw. Dan Allah mampu untuk menangkal hal itu, tetapi
sengaja Allah menangguhkan mereka dan membiarkan takdir-Nya berjalan, kelak
Allah akan menjadikan akibat yang terpuji dan kekuasaan bagi Rasul-Nya atas
mereka. Sama halnya seperti yang dilakukan Allah kepada Nabi Yusuf, Dia
menjadikan akibat yang terpuji dan kekuasaan baginya atas saudara-saudaranya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ
مَعْدُودَةٍ}
Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang
murah, yaitu beberapa dirham saja. (Yusuf: 20)
Allah Swt. menceritakan bahwa saudara-saudara
Yusuf menjual Yusuf dengan harga yang sangat murah. Demikianlah menurut Mujahid
dan Ikrimah. Al-bakhs artinya murah, seperti pengertian yang terdapat di
dalam ayat lainnya:
{فَلا يَخَافُ بَخْسًا وَلا رَهَقًا}
maka ia tidak takut akan kekurangan pahala. (Al-Jin:
13)
Maksudnya, mereka menukar Yusuf dengan harga yang
jauh di bawah standar atau sangat murah. Selain itu mereka (saudara-saudara
Yusuf) adalah orang-orang yang sangat tidak menginginkannya. Bahkan seandainya
pembeli itu memintanya tanpa imbalan apa pun, niscaya mereka memberikan Yusuf
kepadanya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ad-Dahhak mengatakan
bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan mereka menjualnya.
(Yusuf: 20) kembali kepada saudara-saudara Yusuf.
Sedangkan menurut Qatadah, yang dimaksud dengan
mereka adalah kelompok orang-orang musafir.
Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat karena
firman-Nya:
{وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ}
dan mereka merasa tidak tertarik hatinya
kepada Yusuf. (Yusuf: 20)
Sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah
saudara-saudara Yusuf, bukan orang-orang musafir; sebab orang-orang musafir itu
merasa gembira dengan Yusuf, dan saudara-saudara Yusuf menyembunyikan identitas
Yusuf yang sebenarnya. Seandainya saudara-saudara Yusuf bukan orang-orang yang
tidak tertarik hatinya kepada Yusuf, niscaya mereka tidak akan menjualnya.
Dengan demikian, dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa damir yang
terdapat pada lafaz syarauhu tiada lain maksudnya adalah saudara-saudara
Yusuf.
Menurut suatu pendapat, lafaz bakhsin artinya
haram, sedangkan pendapat lainnya lagi mengatakan zalim. Sekalipun makna-makna
tersebut merupakan makna lafaz ini, tetapi makna yang dimaksud dalam ayat ini
tidaklah demikian. Permasalahannya telah diketahui dan dimengerti oleh semua
orang, bahwa hasil jualan tersebut adalah haram, mengingat Nabi Yusuf adalah
anak Nabi, cucu Nabi, cicit Nabi kekasih Allah, yaitu Nabi Ibrahim. Dia adalah
orang mulia anak orang mulia anak orang mulia anak orang mulia.
Sesungguhnya makna yang dimaksud dengan al-bakhs
dalam ayat ini ialah kurang atau harga yang murah atau harga palsu di bawah
standar. Dengan kata lain, mereka menjualnya dengan harga yang jauh di bawah
standar. Dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ}
yaitu beberapa dirham saja. (Yusuf: 20)
Dari Ibnu Mas'ud, disebutkan bahwa mereka menjual
Yusuf dengan harga dua puluh dirham. Demikian pula menurut Ibnu Abbas, Nauf
Al-Bakali, As-Saddi, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi; dan ditambahkan bahwa mereka
membagi-bagi hasilnya, masing-masing orang dua dirham. Menurut Mujahid dua
puluh dua dirham. Menurut Muhammad ibnu Ishaq dan Ikrimah empat puluh dirham.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (Yusuf:
20) Demikian itu karena mereka tidak mengetahui kenabian dan kedudukan Yusuf di
sisi Allah Swt.
Mujahid mengatakan bahwa setelah mereka menjual Yusuf,
mereka mengikutinya dan mengatakan kepada sesama mereka, "Marilah kita
ikuti dia sampai kita merasa tenang bahwa dia tidak minggat," hingga
mereka mengikutinya sampai ke negeri Mesir.
Lalu si pembeli berkata, "Siapakah yang akan
membeli anak ini sebagai penghibur hatinya?" Maka Yusuf dibeli oleh raja
yang muslim.
{وَقَالَ الَّذِي
اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا
أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ
وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (21) وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ
آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (22) }
Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya,
"Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada
kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan
kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami
ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa. Kami
berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.
Allah
Swt. menceritakan belas kasihan-Nya kepada Yusuf a.s., bahwa Dia telah
menggerakkan seseorang yang membelinya di Mesir, lalu orang itu memeliharanya
dan memuliakannya serta berpesan kepada keluarga (istri)nya agar
memperlakukannya dengan baik dan selayaknya. Maka ia berkata kepada istrinya:
{أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا
أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا}
Berikanlah
kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh
jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak (Yusuf:
21)
Orang
yang membelinya dari negeri Mesir itu adalah Aziz negeri Mesir, yakni perdana
menterinya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa nama si pembeli itu adalah Qitfir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, nama si pembeli itu adalah Itfir ibnu Ruhaib,
menteri negeri Mesir yang menjabat sebagai menteri perbendaharaan Mesir saat
itu. Dan yang menjadi raja di zaman itu adalah Ar-Rayyan ibnul Walid, seorang
lelaki dari keturunan bangsa 'Amaliq (raksasa). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
bahwa nama istri menteri itu adalah Ra'il binti Ra'abil. Menurut selain
Muhammad ibnu Ishaq, nama istrinya adalah Zulaikha.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad ibnus Saib, dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas, bahwa orang yang membelinya di Mesir adalah Malik ibnu Za'r ibnu Qarib
ibnu Anqa ibnu Madyan ibnu Ibrahim.
Abu
Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
mengatakan bahwa orang yang ahli dalam firasat ada tiga orang, yaitu: Pertama,
menteri negeri Mesir saat dia mengatakan kepada istrinya dalam pesannya: Berikanlah
kepadanya tempat (dan layanan) yang baik. (Yusuf: 21) Kedua,
seorang wanita yang mengatakan kepada ayahnya: Ya bapakku,
ambillah dia sebagai orang yang bekerja (pada kita). (Al-Qashash: 26),
hingga akhir ayat. Yang ketiga adalah Abu Bakar As-Siddiq ketika
mengangkat Umar ibnul Khattab sebagai khalifah penggantinya.
Allah
Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami selamatkan Yusuf dari cengkeraman
saudara-saudaranya."
{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي
الأرْضِ}
Demikian
pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir). (Yusuf: 21)
Yang
dimaksud ialah negeri Mesir.
{وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ
الأحَادِيثِ}
dan
agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. (Yusuf:
21)
Mujahid
dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ta'bir mimpi.
{وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ}
Dan
Allah berkuasa terhadap urusan-Nya. (Yusuf:
21)
Yakni
apabila Dia menghendaki sesuatu, maka tidak dapat ditolak, dicegah, dan
ditentang, bahkan Dia Mahamenang di atas segalanya.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah
berkuasa terhadap urusan-Nya (Yusuf: 21) Yakni Allah Maha Melaksanakan apa
yang dikehendaki-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Yusuf:
21)
Manusia
tidak mengetahui kebijakan Allah kepada makhluk-Nya, belas kasihan-Nya kepada
mereka, dan apa yang dikehendaki-Nya bagi mereka.
Firman
Allah Swt.:
{وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ}
Dan
tatkala dia cukup dewasa. (Yusuf:
22)
Yakni
setelah Yusuf menginjak usia dewasa. Dengan kata lain, tubuh dan akalnya telah
dewasa.
{آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا}
Kami
berikan kepadanya hikmah dan ilmu. (Yusuf:
22)
Yaitu
kenabian. Dengan kata lain, Allah memilihnya di antara mereka untuk menjadi
nabi-Nya.
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}
Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 22)
Dengan
kata lain, Yusuf baik dalam amalnya serta selalu mengamalkan ketaatan kepada
Allah Swt.
Para
ulama berbeda pendapat mengenai usia kedewasaan Nabi Yusuf. Ibnu Abbas,
Mujahid, dan Qatadah mengatakan tiga puluh tiga tahun. Menurut riwayat dari
Ibnu Abbas adalah tiga puluh tahun lebih. Menurut Ad-Dahhak dua puluh tahun,
dan menurut Al-Hasan empat puluh tahun. Ikrimah mengatakan dua puluh lima
tahun, As-Saddi mengatakan tiga puluh tahun, sedangkan Sa'id ibnu Jubair
mengatakan delapan belas tahun. Imam Malik, Rabi'ah ibnu Zaid ibnu Aslam, dan
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa asyuddahu artinya mencapai usia akil balig.
Dan menurut pendapat yang lainnya dikatakan selain itu.
Yusuf, ayat 23
{وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي
هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ
قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ
الظَّالِمُونَ (23) }
Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia
menutup pintu-pintu, seraya berkata, "Marilah ke sini.” Yusuf berkata,
"Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku
dengan baik " Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan
beruntung.
Allah
Swt. menceritakan perihal istri Aziz yang Yusuf tinggal di dalam rumahnya di
Mesir. Suaminya telah berpesan kepadanya agar memperlakukan dan melayani Yusuf
dengan baik. Maka pada suatu hari istri Aziz merayu Yusuf, yakni menggodanya
untuk melakukan perbuatan mesum, karena istri Aziz sangat cinta kepada Yusuf,
sebab Yusuf telah menjadi seorang lelaki yang sangat tampan dan berwibawa. Hal
inilah yang mendorongnya untuk mempercantik dirinya buat Yusuf, lalu ia menutup
semua pintu rumah yang Yusuf ada di dalamnya, kemudian ia mengajak Yusuf untuk
berbuat mesum.
{وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ}
dan
ia berkata, "Marilah ke sini.” (Yusuf:
23)
Yusuf
menolak ajakan itu dengan tolakan yang keras, dan ia mengatakan:
{قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي
[أَحْسَنَ مَثْوَايَ] }
Yusuf
berkata.”Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku
dengan baik.” (Yusuf: 23)
Mereka
menyebut kata Rabb untuk tuan dan orang besar di kalangan mereka. Dengan
kata lain, maksudnya adalah 'sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah
memperlakukan diriku dengan perlakuan yang baik dan menempatkan diriku pada
kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan
perbuatan keji (zina) terhadap istrinya'.
{إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (Yusuf:
23)
Demikianlah
menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq,
dan lain-lainnya.
Ulama
qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan firman-Nya:
{هَيْتَ لَكَ}
Marilah
ke sini. (Yusuf: 23)
Kebanyakan
ulama membacanya dengan harakat fathah pada huruf ha, yaitu haita.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan
bahwa makna haita lak ialah si wanita itu mengajaknya untuk berbuat
mesum.
Ali
ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Yakni kemarilah kamu.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Zur ibnu Hubaisy, Ikrimah, Al-Hasan, dan
Qatadah. Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa lafaz haita
lak adalah bahasa Siryani yang artinya 'kemarilah ke sini'.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23)
Lafaz ini berasal dari bahasa Qibti yang artinya 'marilah ke sini'. Mujahid
mengatakan bahwa haita lak adalah bahasa Arab yang maksudnya ialah
ajakan.
Imam
Bukhari mengatakan bahwa Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Yakni 'kemarilah kamu' memakai bahasa
Haurani.
Demikianlah
menurut Imam Bukhari secara mu'allaq.
Tetapi
disebutkan secara isnad oleh Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan bahwa
telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Sahi Al-Wasiti, telah menceritakan
kepada kami Qurrah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ali
Al-Jazari, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Marilah
ke sini. (Yusuf: 23) Maksudnya, hai kamu, kemarilah ke sini'. Ikrimah
mengatakan bahwa kata-kata ini memakai bahasa Haurani.
Abu
Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa Imam Kisai' pernah meriwayatkan
qiraat ayat ini, yakni firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Lalu ia
mengatakan bahwa kata-kata ini berasal dari penduduk Hauran yang biasa dipakai
oleh penduduk Hijaz, artinya 'kemarilah’.
Abu
Ubaidah mengatakan bahwa ia pernah menanyakan kepada seorang syekh (guru) yang
alim dari kalangan penduduk Hauran, dan ternyata ia menjawab bahwa kata-kata
itu berasal dari bahasa mereka yang biasa mereka pakai.
Imam
Ibnu Jarir memperkuat pendapatnya sehubungan dengan qiraat ini dengan sebuah
syair yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib r.a., yaitu:
أَبْلْغ أَمِيَر المؤمِنين ... أَخا العِراَقِ إذَا أَتَينَا ...
إنَّ العِراقَ وَأَهْلَهُ
... عُنُقٌ إليكَ فَهَيتَ
هَيْتا ...
Sampaikanlah kepada Amirul Mu’minin tentang gangguan yang dilakukan
oleh penduduk Irak ketika kami datang kepada mereka.
Sesungguhnya negeri Irak dan
penduduknya merupakan halangannya, maka kemarilah ke sini, kemarilah ke sini.
Yakni
kemarilah dan mendekatlah.
Sedangkan
sebagian ulama membacanya "هِئتُ لَكَ"yang
artinya 'aku telah bersiap-siap untukmu', berasal dari kata hi-tu lil amri, yakni
aku telah bersiap-siap mengerjakan urusan itu; bentuk mudari '-nya ialah
ahi-u, dan bentuk masdar-nya ialah hi-atan. Di antara
ulama yang meriwayatkan qiraat ini ialah Ibnu Abbas, Abu Abdur Rahman
As-Sulami, Abu Wail, Ikrimah, dan Qatadah; semuanya menafsirkannya dengan makna
'aku telah bersiap-siap untukmu'.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa Abu Amr dan Al-Kisai membantah qiraat ini.
Abdullah
ibnu Ishaq membacanya haiti, tetapi qiraat ini garib. Sedangkan
yang lainnya dari kalangan kebanyakan ulama Madinah membacanya dengan bacaan haitu,
seperti yang terdapat pada ucapan seorang penyair:
لَيسَ قَومِي
بالأبْعَدِين إِذَا مَا ... قَالَ دَاعٍ منَ العَشِيرِةَ: هَيتُ ...
Kaumku bukanlah orang-orang yang jauh,
apabila ada juru penyeru mereka memanggil mereka, 'Hai kemarilah,' maka mereka
spontan datang dengan segera.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy,
dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud mengatakan setelah mendengar
para ahli qurra membaca, bahwa ia mendengar qiraat mereka berdekatan. Maka
bacalah menurut apa yang diajarkan kepada kalian, dan janganlah kalian
bertengkar dan berselisih pendapat, sesungguhnya makna lafaz ini hanyalah
seperti perkataan kalian, "Kemarilah, kesinilah." Kemudian Abdullah
ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Perawi
bertanya, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya orang-orang membacanya haitu."
Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Aku lebih suka membacanya seperti apa
yang diajarkan kepadaku."
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki', telah menceritakan
kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Mansur, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa
Abdullah ibnu Mas'ud membacanya dengan bacaan haita laka. Maka Masruq
bertanya kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang membacanya haitu
laka." Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Biarkanlah aku, sesungguhnya
aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku."
Ibnu
Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Syaqiq, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia membacanya haita. Sedangkan
ulama lainnya membacanya haitu.
Abu
Ubaid Ma'mar ibnul Musanna mengatakan bahwa lafaz haita tidak di-tasniyah-kan,
tidak di-jamak-kan, dan tidak di-muannas-kan, melainkan dapat
dipakai semuanya dalam satu bentuk. Untuk itu dikatakan haita laka, haita
lakum, haita lakuma, haita lakunna, dan haita lahunna.
Yusuf, ayat 24
{وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ
وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ
السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24) }
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)
dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan
darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba
Kami yang terpilih.
Pendapat
ulama dan ungkapan mereka (yakni penafsirannya) sehubungan dengan makna ayat
ini berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan banyak riwayat
oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id
ibnu Jubair, dan sejumlah ulama Salaf lainnya.
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud dengan hamma dalam ayat ini ialah
bisikan hati. Demikianlah menurut riwayat Al-Bagawi, dari sebagian ulama ahli
tahqiq.
Kemudian
Al-Bagawi —sehubungan dengan hal ini— mengetengahkan hadis Abdur Razzaq, dari
Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى:
إِذَا هَمّ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنَّ عَمِلَهَا
فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا حَسَنَةً، فَإِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرّائي، فَإِنْ
عَمَلِهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا"
Allah
Swt. berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat melakukan suatu amal kebaikan,
maka catatlah untuknya pahala satu amal kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka
catatkanlah baginya sepuluh kali lipat amal kebaikannya. Dan jika dia berniat hendak
melakukan suatu perbuatan buruk (dosa),
lalu dia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah satu kebaikan. Karena
sesungguhnya dia meninggalkannya sebab (takut kepada)-Ku, dan jika
dia mengerjakannya, maka catatkanlah satu amal keburukan.
Hadis
ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dengan berbagai lafaz dan apa
yang disebutkan di atas merupakan salah satunya.
Menurut
pendapat lain, makna hamma di sini ialah berniat hendak mengerjainya.
Dan menurut pendapat yang lainnya, Yusuf berniat menjadikannya sebagai
istrinya.
Menurut
pendapat lainnya lagi, Yusuf tidak tergiur oleh godaannya. Tetapi bila ditinjau
dari segi bahasa, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya,
menurut riwayat Ibnu Jarir dan lain-lainnya.
Adapun
mengenai tanda yang dilihat oleh Nabi Yusuf, sehubungan dengannya pendapat para
ulama berbeda-beda pula. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id, Mujahid, Sa'id
ibnu Jubair, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, Qatadah, Abu Saleh, Ad-Dahhak,
Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, disebutkan bahwa Yusuf melihat gambar
ayahnya Ya'qub sedang menggigit jari telunjuknya.
Menurut
riwayat lain yang bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq, disebutkan bahwa lalu
ayah Yusuf memukul dada Yusuf.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Yusuf melihat bayangan tuannya. Hal
yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq menurut riwayat sebagian di antara
mereka, bahwa sesungguhnya tanda yang dilihat oleh Yusuf adalah bayangan
tuannya —Qiftir— saat Qitfir mendekati pintu.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Waki', dari Amu Maudud; ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi mengatakan bahwa Yusuf mengangkat pandangan matanya ke atap rumah,
tiba-tiba di atap rumah itu terdapat tulisan firman-Nya yang mengatakan:
{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ
فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا}
Dan
janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra:
32)
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ma'syar Al-Madani, dari Muhammad ibnu
Ka'b.
Abdullah
ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Abu
Sakhr yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Qurazi mengatakan sehubungan
dengan makna tanda yang dilihat oleh Yusuf. Tanda tersebut merupakan tiga ayat
dari Kitabullah, yaitu firman-Nya:
{وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ}
Padahal
sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat)
yang mengawasi (pekerjaan kalian). (Al-Infithar: 10)
{وَمَا
تَكُونُ فِي شَأْنٍ}
Kamu
tidak berada dalam suatu keadaan. (Yunus:
61), hingga akhir ayat.
{أَفَمَنْ
هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ}
Maka
apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya. (Ar-Ra'd: 33), hingga akhir ayat.
Nafi'
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hilal mengatakan hal yang sama seperti
yang dikatakan oleh Al-Qurazi, tetapi ia menambahkan ayat yang keempat, yaitu
firman-Nya:
{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا}
Dan
janganlah kalian dekati zina. (Al-Isra:
32)
Al-Auza'i
mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu ayat dari Kitabullah di tembok rumah
itu yang melarangnya berbuat hal itu.
Ibnu
Jarir mengatakan, pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa Yusuf melihat
suatu tanda dari tanda-tanda Allah yang mencegahnya untuk melangsungkan
niatnya. Mungkin saja tanda itu berupa gambar ayahnya, Nabi Ya'qub; mungkin
berupa gambar tuannya, mungkin pula yang dilihatnya berupa tulisan larangan
pada tembok rumah itu yang melarangnya berbuat demikian. Tetapi tidak ada bukti
yang kuat yang menentukan sesuatu dari tanda-tanda tersebut. Maka yang benar
ialah bila dimutlakkan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
ayat ini.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ
وَالْفَحْشَاءَ}
Demikianlah,
agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. (Yusuf: 24)
Yakni
sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya suatu tanda yang memalingkannya dari
apa yang diniatkannya, demikian pula Kami menjaganya dari perbuatan keji dan
mungkar dalam semua urusannya.
{إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ}
Sesungguhnya
Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Yusuf: 24)
Yakni
termasuk orang yang terpilih, disucikan, dan didekatkan kepadaNya; semoga
salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.
Yusuf, ayat 25-29
{وَاسْتَبَقَا الْبَابَ
وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ
مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ (25) قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ
أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ
الْكَاذِبِينَ (26) وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ
مِنَ الصَّادِقِينَ (27) فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ
إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ (28) يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ
هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ (29) }
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik
baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami
wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata, "Apakah pembalasan terhadap
orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?" Yusuf
berkata, "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya),'' dan
seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, "Jika baju
gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar, dan Yusuf termasuk orang-orang
yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang
dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.” Maka tatkala suami wanita
itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia,
"Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu,
sesungguhnya tipu daya kamu besar. (Hai) Yusuf, 'Berpalinglah dari ini,'
dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu
sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”
Allah
Swt. menceritakan perihal keduanya ketika keduanya berlomba mencapai pintu.
Yusuf melarikan diri, sedangkan si wanita itu mengejarnya untuk mengembalikan
Yusuf ke dalam rumah. Dan di tengah-tengah itu wanita tersebut dapat mengejar
Yusuf, lalu ia memegang baju gamis Yusuf dari arah belakang; karena kuatnya
pegangan dan kuatnya upaya Yusuf dalam menghindarkan diri,.maka baju gamisnya
robek lebar. Menurut suatu pendapat, Yusuf terjatuh setelah bajunya robek, lalu
ia bangkit meneruskan pelariannya, sedangkan si wanita itu tetap mengejarnya.
Keduanya
menjumpai suami si wanita itu telah berada di pintu sedang berdiri. Maka pada
saat itu juga timbul niat jahat dalam diri wanita untuk menyelamatkan dirinya
dari keadaannya yang terjepit. Maka ia membuat tipu dan makar dengan
membalikkan kenyataan, yaitu bahwa Yusuflah yang memulainya, Yusuf hendak
memperkosanya. Demikianlah kilah si wanita itu kepada suaminya.
{مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ
سُوءًا}
Apakah
pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu. (Yusuf: 25)
Yakni
hendak melakukan perkosaan (perzinaan).
{إِلا أَنْ يُسْجَنَ}
selain
dipenjarakan. (Yusuf: 25)
Maksudnya,
disekap di dalam penjara.
{أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
atau
dihukum dengan azab yang pedih. (Yusuf:
25)
Yaitu
dipukuli dengan pukulan yang keras lagi menyakitkan. Maka pada saat itu juga
Yusuf membela dirinya karena dia merasa tidak bersalah, lalu ia membersihkan
dirinya dari tuduhan khianat yang dilancarkan oleh wanita itu.
{هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي}
Yusuf
berkata, "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)." (Yusuf: 26)
Dalam
pembelaannya Yusuf menyebutkan bahwa wanita itulah yang mengajaknya untuk
berbuat mesum dan menarik baju gamisnya hingga robek.
{وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ
قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ}
dan
seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, "Jika baju
gamisnya koyak di muka. (Yusuf:
26)
Yakni
jika baju gamis Yusuf koyak bagian depannya.
{فَصَدَقَتْ}
maka
wanita itu benar. (Yusuf: 26)
Dalam
ucapannya yang menyatakan bahwa Yusuflah yang mengajaknya dan menggodanya untuk
serong. Karena bila demikian, berarti Yusuf yang mengajaknya berbuat mesum,
lalu ia menolak dan mendorong dada Yusuf, maka baju gamisnya koyak pada bagian
mukanya. Hal ini berarti si wanita itu benar dalam pengakuannya.
{وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ
فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
"Dan
jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf
termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf:
27)
Hal
ini dapat dibuktikan dengan kenyataannya, sebab di saat Yusuf lari dari wanita
itu —sedangkan wanita itu mengejarnya— maka yang terpegang olehnya adalah baju
gamis bagian belakang Yusuf. Tujuan wanita itu hendak mengembalikan Yusuf
kepadanya, tetapi Yusuf menolaknya sehingga robeklah baju Yusuf dari arah
belakangnya.
Para
ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian saksi yang disebutkan oleh
ayat, apakah dia bayi atau orang dewasa? Ada dua pendapat di kalangan para
ulama mengenainya.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan seorang
saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya. (Yusuf: 26) Bahwa
saksi itu telah berjenggot, yakni orang dewasa.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Jabir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas, bahwa
saksi itu adalah seseorang yang dekat dengan raja (orang kepercayaannya).
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi,
Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, bahwa saksi itu adalah seorang lelaki
dewasa.
Zaid
ibnu Aslam dan As-Saddi mengatakan bahwa saksi itu adalah saudara sepupu si
wanita itu.
Menurut
Ibnu Abbas, saksi tersebut adalah salah seorang kepercayaan raja.
Ibnu
Ishaq telah menyebutkan bahwa Zulaikha —nama si wanita itu— adalah anak
perempuan dari saudara perempuan Raja Ar-Rayyan ibnul Walid.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya. (Yusuf:
26) Bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang masih dalam ayunan.
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Hilal ibnu Yusaf, Al-Hasan,
Sa'id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa saksi itu adalah seorang
bayi yang ada di dalam rumah itu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sehubungan
dengan hal ini disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Salamah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Ada tiga orang
yang dapat berbicara selagi masih bayi." Disebutkan di dalamnya bahwa
di antaranya adalah saksi Nabi Yusuf:
Selain
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ada empat orang yang dapat
berbicara selagi bayinya, yaitu bayi lelaki Masyitah (juru rias anak perempuan
Fir'aun), saksi Nabi Yusuf, saksi Juraij, dan Isa ibnu Maryam.
Lais
ibnu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa saksi itu adalah berupa
perintah Allah Swt., bukan berupa manusia. Tetapi pendapat ini garib.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ
دُبُرٍ}
Maka
tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang. (Yusuf: 28)
Yaitu
setelah nyata bagi suami wanita itu kebenaran Yusuf dan kedustaan istrinya
dalam pengakuannya yang mendiskreditkan Yusuf.
{قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ}
berkatalah
dia, "Sesungguhnya (kejadian)
itu adalah di antara tipu daya kamu. (Yusuf: 28)
Yakni
sesungguhnya kejadian ini yang mencemarkan harga diri pemuda ini (Yusuf)
termasuk salah satu dari tipu daya kamu, kaum wanita.
{إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ}
sesungguhnya
tipu daya kamu besar.” (Yusuf:
28)
Kemudian
suami wanita itu memerintahkan Yusuf a.s. agar menyembunyikan peristiwa ini
dan tidak membicarakannya kepada orang lain. Untuk itu ia berkata:
{يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا}
(Hai)
Yusuf, berpalinglah dari ini. (Yusuf: 29)
Maksudnya,
lupakanlah peristiwa ini dan janganlah kamu membicarakannya kepada seorang pun.
{وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ}
dan
(kamu hai istriku) mohon ampunlah
atas dosamu itu. (Yusuf: 29)
Suami
wanita itu ternyata orang yang lemah lembut dan mudah memaafkan, atau dia
memaklumi perbuatan istrinya, karena si istri menghadapi sesuatu yang tiada
kesabaran baginya untuk menghindarinya. Untuk itu dia berkata kepada istrinya,
"Mohon ampunlah atas dosamu," yakni dosa niat melakukan serong dengan
pemuda itu (Yusuf) dan dosa menuduh pemuda itu berlaku serong, padahal si
pemuda itu bersih dari niat yang dituduhkan kepadanya.
{إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ}
karena
kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah. (Yusuf: 29)
Yusuf, ayat 30-34
{وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي
الْمَدِينَةِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ
شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (30) فَلَمَّا سَمِعَتْ
بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ
كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا
رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا
هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلا مَلَكٌ كَرِيمٌ (31) قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي
لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ
لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ (32)
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا
تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ (33)
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (34) }
Dan wanita-wanita di kota itu berkata, "Istri Al-Aziz menggoda
bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujang itu adalah
sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk,
dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong
jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkanlah
dirimu) kepada mereka'.” Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka
kagum kepada (keindahan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya
dan berkata, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini
tidak lain hanyalah malaikat yang mulia." Wanita itu berkata, "Itulah
dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan
sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi
dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan
kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan
orang-orang yang hina." Yusuf berkata, "Wahai Tuhanku, penjara lebih
aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau
hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku cenderung untuk (memenuhi
keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka
Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya
mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah
Swt. menceritakan bahwa kisah atau kejadian antara Yusuf dan istri Al-Aziz
tersebar ke seantero penduduk kota Mesir sehingga menjadi topik pembicaraan
mereka.
{وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ}
Dan
wanita-wanita di kota itu berkata. (Yusuf:
30)
Yang
antara lain istri para pejabat dan orang-orang terkemuka kota itu. Mereka
memprotes tindakan istri Al-Aziz, karena Al-Aziz adalah seorang menteri negeri
itu; juga terhadap suaminya yang mendiamkan perbuatan itu.
{امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا
عَنْ نَفْسِهِ}
Istri
Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya). (Yusuf: 30)
Artinya,
dia berupaya menundukkan bujangnya untuk memenuhi keinginannya dan menggoda
bujangnya agar mau diajak serong dengannya.
{قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا}
sesungguhnya
cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. (Yusuf: 30)
Yakni
cintanya kepada bujangnya itu sampai menutupi hatinya, hingga membuatnya
tergila-gila kepadanya. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa syagaf
artinya cinta yang memabukkan, diambil dari kata syagaf yang
artinya lapisan yang melindungi hati.
{إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya
kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata. (Yusuf: 30)
Dalam
perbuatannya itu, yakni mencintai bujangnya dan menggodanya agar mau berbuat
mesum dengannya.
{فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ}
Maka
tatkala wanita itu mendengar cercaan mereka. (Yusuf:
31)
Yang
dimaksud ialah perkataan mereka (kaum wanita) kepada sebagian dari mereka,
bahwa cinta telah membuat istri Al-Aziz mabuk kepayang.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, "Bahkan telah sampai kepada mereka berita tentang
ketampanan Yusuf, maka mereka ingin menyaksikannya. Lalu mereka melontarkan
kata-kata tersebut sebagai siasat agar mereka dapat menyaksikan dan melihat
dengan mata kepala mereka sendiri akan ketampanan Yusuf." Maka pada saat
itu istri Al-Aziz:
{أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ}
mengundang
mereka. (Yusuf: 31)
ke
rumahnya dan menjamu mereka sebagai tamu-tamunya.
{وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً}
dan
menyediakan bagi mereka tempat duduk. (Yusuf:
31)
Ibnu
Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi, dan lain-lainnya
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muttaka-an ialah tempat duduk
(majelis) yang berhamparkan permadani dilengkapi dengan bantal-bantal, lalu
padanya terdapat hidangan yang harus dikupas dengan pisau, seperti buah lemon
dan lain-lainnya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ
سِكِّينًا}
dan
diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau. (Yusuf: 31)
Hal
ini merupakan siasat dan tipu muslihat wanita itu untuk membalas cercaan mereka
terhadap dirinya, yaitu dengan memperlihatkan Yusuf kepada mereka.
{وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ}
kemudian
dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkan
lan dirimu) kepada mereka!" (Yusuf: 31)
Sebelum
itu Zulaikha menyembunyikan Yusuf di tempat yang lain agar tidak kelihatan oleh
mereka.
{فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ}
Maka
tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (ketampanan rupa)nya. (Yusuf: 31)
Ketika
Yusuf keluar menemui mereka, maka mereka merasa kagum dan terpesona oleh
ketampanannya, sehingga lupa diri dan pisau yang ada di tangan mereka melukai tangan
mereka sendiri. Mereka menduga (merasa) bahwa dirinya sedang memotong buah
lemon dengan pisau masing-masing. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka
memotong tangan mereka dengan pisau, menurut ulama yang bukan hanya seorang. Disebutkan
dari Mujahid dan Qatadah bahwa mereka memotong tangannya hingga terputus jatuh.
Banyak
ulama yang menyebutkan bahwa wanita itu (Zulaikha) berkata kepada mereka
sesudah menjamu mereka makan hingga mereka senang, lalu menyajikan hidangan
buah lemon kepada mereka, dan masing-masing dari mereka diberinya sebuah pisau,
"Apakah kalian hendak melihat Yusuf?" Mereka menjawab,
"Ya." Zulaikha memanggil Yusuf dan menyuruhnya agar memperlihatkan
dirinya kepada mereka. Ketika mereka melihat Yusuf, tanpa terasa mereka
memotong tangannya masing-masing. Lalu Zulaikha kembali memerintahkan kepada
Yusuf untuk menampakkan dirinya kepada mereka dari arah depan dan belakang, dan
seiring dengan itu mereka kembali memotong tangan mereka sendiri. Ketika mereka
sadar, barulah merasakan sakitnya sambil mengaduh. Zulaikha berkata kepada
mereka, "Kalian baru sekali pandang telah melakukan hal itu, maka terlebih
lagi diriku (yang serumah dengannya)."
وَقُلْنَ
حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ
dan
berkatalah mereka, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya
ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.” (Yusuf: 31)
Kemudian
mereka berkata kepada Zulaikha, "Kami tidak mencelamu lagi sesudah ini
yang kami lihat sendiri," karena pada diri Yusuf mereka melihat ketampanan
yang tiada taranya di kalangan manusia, dan tiada seorang pun yang mirip
dengannya dalam hal ketampanan. Sesungguhnya Nabi Yusuf telah dianugerahi
separo dari ketampanan, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih yang
diriwayatkan dalam hadis Isra, bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan Yusuf a.s.
di langit yang ketiga, lalu beliau bersabda:
"فَإِذَا هُوَ قَدْ
أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ"
Dan
ternyata Yusuf dianugerahi separo dari ketampanan rupa.
Hammad
ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُعْطِيَ يوسف وأمه شطر الْحُسْنِ"
Yusuf
dan ibunya dianugerahi separo ketampanan rupa.
Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu
Mas'ud yang mengatakan bahwa Yusuf dan ibunya dikaruniai sepertiga ketampanan
rupa.
Abu
Ishaq telah meriwayatkan pula dari Abul Ahwas, dari Abdullah, bahwa wajah Yusuf
bagaikan kilat (kemilaunya); apabila ada seorang wanita yang datang kepadanya
karena suatu keperluan, maka Yusuf menutupi wajahnya karena khawatir bila
wanita itu tergoda oleh ketampanannya.
Al-Hasan
Al-Basri telah meriwayatkan secara mursal dari Nabi Saw. yang telah
bersabda:
"أُعْطِيَ يُوسُفُ
وَأُمُّهُ ثُلُثَ حُسْنِ أَهْلِ الدُّنْيَا، وَأُعْطِيَ النَّاسُ الثُّلُثَيْنِ
-أَوْ قَالَ: أُعْطِيَ يُوسُفُ وَأُمُّهُ الثُّلُثَيْنِ وَالنَّاسُ
الثُّلُثَ"
Yusuf
dan ibunya dianugerahi sepertiga keindahan penduduk dunia, sedangkan seluruh
manusia dianugerahi dua pertiganya. Atau
Al-Hasan Al-Basri mengatakan: Yusuf dan ibunya dianugerahi dua pertiga,
sedangkan manusia dianugerahi sepertiganya.
Sufyan
telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid, dari Rabi'ah Al-Jarasyi yang
mengatakan bahwa keindahan itu dibagi menjadi dua bagian, separonya diberikan
kepada Yusuf dan ibunya (yaitu Sarah), sedangkan separonya lagi diberikan
kepada manusia semuanya di antara sesama mereka.
Imam
Abul Qasim As-Suhaili mengatakan bahwa Yusuf a.s. mempunyai ketampanan separo
dari ketampanan Adam a.s., karena sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan
tangan kekuasaan-Nya sendiri dalam rupa dan bentuk yang paling indah (tampan).
Tiada seorang pun dari anak cucunya yang menyamai ketampanannya, dan Yusuf
dianugerahi separo dari ketampanannya. Karena itulah di saat kaum wanita itu
melihatnya, mereka mengatakan: Mahasempurna Allah. (Yusuf: 31)
Menurut
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, makna kalimat ini ialah
'Kami berlindung kepada Allah'.
{مَا هَذَا بَشَرًا}
ini
bukanlah manusia. (Yusuf: 31)
Sebagian
ulama membacanya bisyara yang artinya 'Ini bukanlah orang yang didapat
dari pembelian'.
{إِنْ هَذَا إِلا مَلَكٌ كَرِيمٌ قَالَتْ
فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ}
Sesungguhnya
ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia. Wanita itu berkata, "Itulah
dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik)
kepadanya.” (Yusuf: 31-32)
Wanita
itu mengatakan alasannya kepada mereka, bahwa orang yang seperti Yusuf ini
pantas disukai karena ketampanan dan kesempurnaannya.
{وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ
فَاسْتَعْصَمَ}
dan
sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak. (Yusuf: 32)
Artinya,
Yusuf menolak ajakannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa setelah mereka
menyaksikan ketampanan Yusuf dengan mata kepala mereka sendiri, lalu wanita itu
menceritakan kepada mereka sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Yusuf—yang hal
ini tidak terlihat oleh mereka— yaitu memelihara kehormatannya di samping
ketampanan yang dimilikinya. Kemudian Zulaikha berkata mengancam Yusuf:
{وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ
لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونَنْ مِنَ الصَّاغِرِينَ}
Dan
sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya
dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina. (Yusuf: 32)
Maka
pada saat itu juga Yusuf memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan dan
tipu muslihat mereka (kaum wanita).
{رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا
يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ}
Yusuf
berkata, " Wahai Tuhanku, penjara
lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (Yusuf: 33)
Yakni
ajakan berbuat fahisyah (zina).
{وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ
إِلَيْهِنَّ}
Dan
jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung
untuk (memenuhi keinginan mereka). (Yusuf:
33)
Jika
Engkau serahkan hal ini kepada diriku, niscaya aku tidak mampu mengelakkannya,
dan aku tidak memiliki kemampuan membuat mudarat dan manfaat baginya melainkan
berkat pertolongan dan kekuatan-Mu. Engkaulah Tuhan yang dimintai
pertolongan-Nya, dan hanya kepada Engkaulah aku bertawakal; maka janganlah
Engkau serahkan diriku kepada hawa nafsuku.
{أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ
الْجَاهِلِينَ فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
tentu
aku akan cenderung untuk memenuhi keinginan, mereka dan tentulah aku termasuk
orang-orang yang bodoh. Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf. (Yusuf: 33-34), hingga akhir ayat.
Yusuf
a.s. dipelihara oleh Allah dengan pemeliharaan yang besar dan dilindungi,
sehingga dia menolak ajakan wanita itu dengan tolakan yang keras, dan ia lebih
memilih penjara daripada hal tersebut. Ini merupakan kedudukan kesempurnaan
yang paling tinggi; karena selain muda, tampan, dan sempurna, ia tetap menolak
ajakan tuan wanitanya yang merupakan permaisuri Aziz negeri Mesir, sekalipun
wanita itu sangat cantik, berharta, lagi mempunyai pengaruh. Yusuf lebih
memilih penjara daripada memenuhi ajakan mesum wanita itu, karena takut kepada
Allah dan mengharapkan pahala-Nya.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ
عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ، وَرَجُلَانِ
تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَافْتَرَقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ
تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا أَنْفَقَتْ
يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ
دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ جَمَالٍ وَمَنْصِبٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ
اللَّهَ"
Ada
tujuh macam orang yang mendapat perlindungan dari Allah di hari tiada naungan
kecuali hanya naungan-Nya, yaitu imam yang adil; pemuda yang dibesarkan dalam
beribadah kepada Allah; seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid bila
ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; dua orang lelaki yang saling
menyukai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang
lelaki yang menyedekahkan suatu sedekah, lalu ia menyembunyikannya, sehingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya;
seorang lelaki yang diajak (berbuat
zina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik, lalu ia berkata,
"Sesungguhnya aku takut kepada Allah," dan seorang lelaki yang
berzikir kepada Allah dalam kesendiriannya, lalu berlinanganlah air matanya.
Yusuf, ayat 35
{ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ
بَعْدِ مَا رَأَوُا الآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ (35) }
Kemudian timbul pikiran kepada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebesaran Yusuf) bahwa mereka harus
memenjarakannya sampai sesuatu waktu.
Allah
menceritakan bahwa kemudian timbul dalam pikiran mereka suatu pendapat
sebaiknya mereka memenjarakan Yusuf sampai waktu tertentu. Demikian itu terjadi
setelah mereka menyaksikan kebersihan nama Yusuf dan tampak jelas tanda-tanda
yang membuktikan kebenarannya dan kesuciannya serta sifat 'iffah-nya. Seakan-akan
—hanya Allah yang Maha Mengetahui— mereka dalam tindakannya memenjarakan Yusuf
hanyalah untuk membuat opini di kalangan masyarakat, bahwa Yusuflah yang
menggoda Zulaikha untuk diajak berbuat zina dengannya, lalu mereka
memenjarakannya. Karena apa dikata, berita telah tersebar ke seluruh antero
kota.
Karena
itulah ketika raja negeri itu meminta agar Yusuf dikeluarkan dari penjara,
Yusuf menolak. Ia tidak mau keluar sebelum dirinya dibersihkan dari tuduhan
khianat yang dilancarkan terhadap dirinya. Setelah hal tersebut ditetapkan dan
namanya telah dibersihkan, maka barulah Yusuf mau keluar dari penjara dalam
keadaan telah dibersihkan kehormatan namanya.
As-Saddi
mengatakan bahwa mereka memenjarakan Yusuf hanyalah agar berita tentang
perbuatan Zulaikha terhadapnya tidak tersiar dan agar kebersihan nama Yusuf
tidak menyebar karena berarti akan mempermalukan Zulaikha.
Yusuf, ayat 36
{وَدَخَلَ مَعَهُ
السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا وَقَالَ
الآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزًا تَأْكُلُ الطَّيْرُ
مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (36) }
Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang
pemuda. Berkata salah seorang di antara keduanya, "Sesungguhnya aku
bermimpi bahwa aku memeras buah anggur. Dan yang lainnya berkata,
"Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku,
sebagiannya dimakan burung.” Beritakanlah kepada kami ta'birnya: sesungguhnya
kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (mena'bir-kan mimpi).
Qatadah
mengatakan, salah seorang dari kedua tahanan itu adalah tukang menyuguhkan
minuman raja, sedangkan yang lainnya adalah seorang pembuat rotinya.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa nama tukang penyuguh minuman itu adalah Nabwa,
sedangkan yang lainnya bernama Mijlas.
As-Saddi
mengatakan, keduanya dipenjarakan karena raja merasa curiga bahwa keduanya
telah bersekongkol untuk meracuninya melalui minuman dan makanan yang disuguhkan
kepadanya.
Di
dalam penjara Yusuf dikenal sebagai orang yang dermawan, dapat dipercaya, jujur
pembicaraannya, berakhlak baik, dan banyak ibadahnya. Selain itu ia dikenal
mempunyai pengetahuan tentang ta'bir mimpi, selalu berbuat baik kepada penduduk
penjara itu, gemar melayat mereka yang sakit, dan selalu memenuhi hak-hak
mereka.
Setelah
kedua pemuda itu memasuki penjara, keduanya merasa simpati kepada Yusuf dan
mencintainya dengan kecintaan yang sangat. Keduanya berkata kepada Yusuf,
"Demi Allah, sesungguhnya kami sangat menyukaimu." Yusuf menjawab,
"Semoga Allah memberkati kamu berdua. Sesungguhnya tiada seorang pun yang
mencintaiku melainkan akan mengakibatkan mudarat terhadap diriku karena
kecintaannya kepadaku. Bibiku pernah mencintaiku dan ternyata kecintaannya itu
justru menimpakan mudarat terhadap diriku. Ayahku mencintaiku, maka aku
memperoleh gangguan yang menyakitkan karenanya. Dan istri Al-Aziz menyukaiku,
maka akibatnya sama seperti itu."
Keduanya
berkata, "Demi Allah, kami tidak mampu membendung rasa sukaku
kepadamu." Kemudian keduanya bermimpi, si penyuguh minuman melihat dalam
mimpinya bahwa dirinya sedang memeras anggur.
Kata
khamr dalam ayat ini berarti perasan anggur, seperti yang disebutkan di
dalam qiraat sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud, yaitu: "Sesungguhnya aku
bermimpi bahwa aku memeras anggur."
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Ahmad ibnu Sinan, dari Yazid ibnu Harun,
dari Syarik, dari Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Ibnu Mas'ud, bahwa Ibnu
Mas'ud membacanya Unaban (yakni bukan Khamran).
Ad-Dahhak
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
memeras anggur. (Yusuf: 36) Yang dimaksud dengan khamr adalah anggur.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa penduduk 'Amman menamakan 'inab dengan sebutan
khamr.
Ikrimah
mengatakan bahwa salah seorang dari keduanya berkata kepada Yusuf,
"Sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menanam biji buah
anggur, lalu tanaman itu tumbuh dan mengeluarkan buah anggur yang sangat
banyak, lalu aku memerasnya dan menyuguhkan perasan itu kepada raja. Maka Yusuf
berkata kepadanya, 'Engkau akan tinggal dalam penjara ini selama tiga hari,
kemudian kamu keluar dari penjara ini dan menjadi juru penyuguh minuman raja
lagi, lalu kamu menyuguhinya minuman perasan anggur'."
Sedangkan
yang lainnya —yaitu bekas pelayan pembuat roti raja— berkata: "Sesungguhnya
aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan
burung.” Beritakanlah kepada kami ta’birnya. (Yusuf: 36), hingga akhir
ayat.
Pendapat
yang terkenal di kalangan kebanyakan ulama mengatakan seperti yang telah kami
sebutkan di atas, yaitu bahwa keduanya melihat sesuatu dalam mimpinya, lalu
meminta ta'birnya kepada Yusuf a.s.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ibnu Humaid;
keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Imarah,
dari Al-Qa'qa', dari Ibrahim, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa
kedua teman Yusuf sama sekali tidak melihat sesuatu pun dalam mimpinya.
Sesungguhnya keduanya mengatakan demikian kepada Yusuf a.s. untuk menguji
kepandaian Yusuf a.s.
Yusuf, ayat 37-38
{قَالَ لَا يَأْتِيكُمَا
طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ
يَأْتِيَكُمَا ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ
لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ (37) وَاتَّبَعْتُ
مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ
نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى
النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ (38) }
Yusuf berkata, "Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan
yang akan diberikan kepadamu, melainkan aku telah dapat menerangkan ta’bir
mimpi itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah sebagian
dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah
meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan
mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikut agama bapak-bapakku, yaitu
Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun
dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan
kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia itu tidak
mensyukurinya."
Yusuf
a.s. menceritakan kepada keduanya bahwa apa pun yang dilihat keduanya dalam
mimpinya, maka dia mengetahui ta'birnya dan dapat menceritakan kepada keduanya
sebelum kenyataannya terjadi. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ
إِلا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكُمَا}
Tidak
disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepada kamu berdua
melainkan aku telah dapat menerangkan ta'bir mimpi itu. (Yusuf: 37)
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidak disampaikan kepada kamu
berdua makanan yang akan diberikan kepadamu. (Yusuf: 37) Yakni pada hari
kamu berdua. melainkan aku telah dapat menerangkan ta’bir mimpi itu sebelum
makanan itu sampai kepadamu. (Yusuf: 37)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
Ibnu
Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid (salah seorang gurunya), telah
menceritakan kepada kami Rasyidin, dari Al-Hasan ibnu Sauban, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku tidak mengetahui secara pasti
barangkali Yusuf a.s. saat itu sedang menebak. Dan memang demikianlah
keadaannya karena aku tidak menemukan di dalam Kitabullah suatu keterangan
pun yang menjelaskannya di saat Yusuf berkata kepada keduanya: Tidak
disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan
aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu. (Yusuf: 37) Bahwa apabila
makanan itu datang, aku dapat menebaknya apakah makanan itu manis atau
pahit."
Selanjutnya
Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya Yusuf diberi tahu sehingga ia
mengetahui. Asar ini berpredikat garib.
Kemudian
Yusuf mengatakan, "Sesungguhnya pengetahuan itu berkat apa yang telah
diajarkan oleh Allah kepadaku, karena aku menjauhi agama orang-orang yang kafir
kepada Allah dan hari kemudian. Mereka adalah orang-orang yang tidak
mengharapkan pahala dan tidak takut akan siksaan di hari kemudian."
{وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ}
Dan
aku mengikut agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. (Yusuf: 38), hingga akhir ayat.
Yusuf
a.s. berkata, "Aku menjauhi jalan kekafiran dan kemusyrikan, dan aku
mengikuti jalan para rasul. Demikianlah keadaan orang yang menempuh jalan
hidayah dan mengikuti jalan para rasul serta berpaling dari jalan orang-orang
yang sesat. Maka sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk ke hatinya dan
mengajarkan kepadanya hal yang belum ia ketahui, serta akan menjadikannya
sebagai pemimpin yang diikuti kebaikannya dan akan menjadi penyeru kepada jalan
petunjuk."
{مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ
مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ}
Tiadalah
patut bagi kami (para nabi) mempersekutukan
sesuatu apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah
kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya). (Yusuf: 38)
Inilah
pernyataan tauhid, yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya.
{مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا}
dari
karunia Allah kepada kami. (Yusuf:
38)
yang
diwahyukan kepada kami, dan kami diperintahkan untuk mengerjakannya.
{وَعَلَى النَّاسِ}
dan
kepada manusia (seluruhnya). (Yusuf: 38)
Karena
Allah telah menjadikan kami (para nabi) sebagai penyeru mereka yang mengajak
mereka kepada hal tersebut.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَشْكُرُونَ}
tetapi
kebanyakan manusia itu tidak mensyukurinya. (Yusuf:
38)
Yakni
mereka tidak mengetahui akan nikmat Allah kepada mereka yang telah mengutus
para rasul kepada mereka, bahkan:
{بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا
وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ}
mereka
menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah
kebinasaan. (Ibrahim: 28)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hajjaj,
dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa kakek disebut pula dengan sebutan ayah. Lalu
Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, siapakah yang berani bersumpah
denganku di dekat Al-Hijir, bahwa Allah tidak pernah menyebutkan kata kakek dan
nenek?" Allah telah berfirman menceritakan perihal Yusuf a.s.: Dan aku
mengikut agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. (Yusuf: 38)
Yusuf, ayat 39-40
{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا
تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُونَ (40) }
Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa? Kalian
tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kalian dan nenek
moyang kalian membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun
tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah
memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kemudian
Yusuf berbicara kepada kedua pemuda —temannya dalam penjara itu— seraya
mengajaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya, dan meninggalkan
semua berhala yang disembah oleh kaum keduanya. Untuk itu Yusuf a.s. berkata:
{أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ
اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ}
manakah
yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi
Mahaperkasa? (Yusuf: 39)
Yakni
Tuhan yang segala sesuatu tampak hina bila dibandingkan dengan keagungan,
kebesaran, dan kekuasaan-Nya. Kemudian Yusuf menjelaskan bahwa berhala-berhala
yang disembah oleh mereka —yang mereka namakan sebagai tuhan-tuhan mereka— hal
itu tiada lain merupakan buatan mereka sendiri, lalu mereka memberinya
nama-nama oleh mereka sendiri. Selanjutnya generasi baru mereka menerima ajaran
itu dari para pendahulunya tanpa ada sandaran dari sisi Allah sama sekali.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ}
Allah
tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. (Yusuf: 40)
Maksudnya,
tiada suatu hujah atau keterangan pun dari Allah yang memperkuatnya.
Selanjutnya Yusuf memberitahukan kepada mereka bahwa keputusan dan pengaturan
serta kehendak dan kerajaan hanyalah milik Allah semuanya. Dia pun telah memerintahkan
kepada semua hamba-Nya, janganlah menyembah kecuali hanya kepada Dia. Kemudian
Allah Swt. berfirman:
ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ
Itulah
agama yang lurus. (Yusuf: 40)
Yakni
apa yang aku serukan kepada kalian —yaitu mengesakan Allah dan mengikhlaskan
diri kepada-Nya dalam beramal— adalah agama yang lurus yang diperintahkan oleh
Allah untuk dijalankan, dan Allah menurunkan hujah serta bukti yang disukai
dan diridai-Nya tentang agama ini.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Yusuf:
40)
Karena
itulah kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang musyrik, seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ
بِمُؤْمِنِينَ}
Dan
sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat
menginginkannya. (Yusuf: 103)
Ibnu
Juraij mengatakan, sesungguhnya Yusuf membelokkan pembicaraannya kepada mereka
dari ta'bir mimpi kepada seruan ini tiada lain karena ia mengetahui bahwa
ta'bir mimpi itu mengandung bahaya bagi salah seorang dari keduanya. Untuk
itulah, maka Yusuf membelokkan pembicaraannya dengan hal lain agar mereka tidak
menanyainya. Dan ketika mereka kembali menanyainya tentang ta'bir mimpi, Yusuf
kembali pula menasihati mereka.
Akan
tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena pada
mulanya Yusuf telah berjanji akan menceritakan ta'bir mimpi keduanya.
Pertanyaan yang diajukan oleh keduanya kepada Yusuf a.s. dengan penuh rasa
hormat ini dijadikan oleh Yusuf a.s. sebagai sarana (media) untuk menyeru
keduanya memeluk ajaran tauhid. Pada tabiat dan watak keduanya Yusuf a.s.
melihat benih kebaikan yang siap menerima kebaikan dan mau mendengarkan perkataannya
dengan rasa penuh taat. Karena itulah setelah Yusuf a.s. menyeru keduanya, ia
menjelaskan ta'bir mimpi yang dialami keduanya tanpa mengulangi pertanyaan
lagi. Dalam ayat berikutnya dijelaskan jawaban Nabi Yusuf a.s. kepada keduanya.
Yusuf, ayat 41
{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ
أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ
فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ قُضِيَ الأمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ
(41) }
Hai kedua temanku dalam penjara, adapun salah seorang di antara
kamu berdua akan memberi minuman tuannya dengan khamr; adapun yang seorang
lagi, maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah
diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).
Yusuf
a.s. berkata kepada kedua teman sepenjaranya:
{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا
فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا}
Hai kedua temanku dalam penjuru, adapun salah seorang di
antara kamu berdua kelak akan memberi minum tuannya dengan khamr. (Yusuf:
41)
Orang
itu adalah yang bermimpi memeras anggur. Dalam jawabannya ini Nabi Yusuf a.s.
tidak menyebutkan nama orang yang dimaksud, agar dia tidak bersedih hati
karenanya. Karena itulah ia menyamarkan orangnya dalam jawaban berikut:
{وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ
الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ}
adapun
yang seorang lagi. maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari
kepalanya. (Yusuf: 4!)
Padahal
apa yang dilihatnya dalam mimpinya itu membawa roti di atas kepalanya. Kemudian
Yusuf a.s. memberitahukan kepada keduanya bahwa ta'bir itu telah diutarakannya
dan pasti akan menjadi kenyataan; karena mimpi itu bagi yang mengalaminya masih
menjadi ramalan baginya selama dia tidak menceritakannya. Apabila ia
menceritakannya (kepada orang lain), maka mimpi itu akan menjadi kenyataan.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Ibrahim ibnu Abdullah yang
mengatakan bahwa setelah kedua orang itu menceritakan apa yang dikatakannya,
lalu keduanya berkata, "Sebenarnya kami tidak melihat apa pun dalam mimpi
kami." Maka Nabi Yusuf berkata:
{قُضِيَ الأمْرُ الَّذِي فِيهِ
تَسْتَفْتِيَانِ}
Telah
diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku). (Yusuf: 41)
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Fudail, dari Imarah, dari
Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud. Dan penafsiran yang sama telah
diutarakan pula oleh Mujahid, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan
lain-lainnya.
Kesimpulan:
Barang siapa yang berpura-pura
bermimpi, lalu ta'birnya diutarakan kepadanya, maka apa yang dita'birkan
kepadanya pasti akan terjadi.
Di
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Mu'awiyah ibnu
Haidah, dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى
رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر فَإِذَا عُبِّرت وَقَعَتْ"
Mimpi
yang dialami oleh seseorang masih merupakan ramalan nasib baginya selagi belum
diungkapkan ta'birnya; apabila ta'birnya telah diungkapkan, maka akan menjadi
kenyataan (baginya).
Di
dalam kitab Musnad Abu Ya'la disebutkan sebuah hadis secara marfu' melalui
jalur Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas:
"الرُّؤْيَا لِأَوَّلِ عَابِرٍ"
Kenyataan
mimpi itu diungkapkan oleh orang yang pertama-tama mena'birkannya.
Yusuf, ayat 43-49
{وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي
أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلاتٍ
خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ
كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ (43) قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلامٍ وَمَا نَحْنُ
بِتَأْوِيلِ الأحْلامِ بِعَالِمِينَ (44) وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا
وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ (45)
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ
يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ
لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ (46) قَالَ تَزْرَعُونَ
سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلا قَلِيلا
مِمَّا تَأْكُلُونَ (47) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ
يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلا قَلِيلا مِمَّا تُحْصِنُونَ (48) ثُمَّ
يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
(49) }
Raja berkata (kepada
orang-orang terkemuka dari kaumnya), "Sesungguhnya aku bermimpi melihat
tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina
yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh lainnya
yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka, "Terangkanlah kepadaku
tentang ta’bir mimpiku itu jika kalian dapat mena'birkan mimpi.” Mereka
menjawab, "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak
tahu mena'birkan mimpi itu.” Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka
berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya,
"Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan
mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)." (Setelah pelayan itu
berjumpa dengan Yusuf, dia berseru), "Yusuf, hai orang yang dapat
dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi yang gemuk-gemuk
yang dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum)
yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada
orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” Yusuf berkata, "Supaya kalian
bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kalian
panen hendaklah kalian biarkan dibulirnya, kecuali sedikit untuk kalian makan.
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan
apa yang kalian simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kalian simpan. Kemudian setelah itu
akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan
di masa itu mereka memeras anggur."
Mimpi
yang dialami oleh Raja Mesir ini merupakan takdir Allah yang menjadi penyebab
bagi keluarnya Nabi Yusuf dari penjara dalam keadaan terhormat dan disegani.
Demikian itu karena ketika si raja mengalami mimpi itu, maka ia merasa kaget
serta heran menyaksikannya, dan hatinya terdorong untuk mengetahui ta'birnya.
Untuk itu ia mengumpulkan semua tukang ramal, para normal, dan para pembesar
kerajaannya. Kemudian ia menceritakan mimpi yang dialaminya dan meminta
ta'birnya dari mereka, tetapi mereka tidak mengetahui ta'birnya dan beralasan
kepada raja dengan mengatakan bahwa mimpi itu adalah:
{أَضْغَاثُ أَحْلامٍ}
mimpi-mimpi
yang kosong. (Yusuf: 44)
Yakni
hanya sekadar ilusi yang dibayangkan olehmu sehingga terbawa dalam tidurmu.
{وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الأحْلامِ
بِعَالِمِينَ}
dan
kami sekali-kali tidak tahu mena'birkan mimpi itu (Yusuf 44)
Dengan
kata lain, seandainya mimpi itu benar berasal dari angan-angan yang kosong,
pastilah kami tidak akan mengetahui ta'birnya.
Maka
pada saat itu juga teringatlah orang yang selamat dari kedua pemuda yang teman
sepenjara dengan Yusuf itu kepada Yusuf. Pada mulanya setan telah menjadikannya
lupa pada apa yang dipesankan Yusuf a.s. kepadanya, yaitu menceritakan keadaan
Yusuf kepada raja. Keadaan itu membuatnya ingat kepada Yusuf a.s. setelah
selang beberapa waktu lamanya.
Sebagian
ulama membaca ummatin menjadi amahin, yakni sesudah lupa. Lalu ia
berkata kepada raja dan orang-orang yang dikumpulkan oleh raja untuk tujuan
itu:
{أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ}
Aku
akan memberitakan kepada kalian tentang (orang
yang pandai) mena'birkannya. (Yusuf: 45)
Maksudnya
yaitu seseorang mengetahui ta'bir mimpi itu.
{فَأَرْسِلُونِ}
maka
utuslah aku (kepadanya). (Yusuf: 45)
Yakni
suruhlah aku untuk menemui Yusuf yang jujur di dalam penjaranya. Lalu mereka
mengutusnya kepada Yusuf. Ketika pelayan itu datang, ia berkata:
{يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا}
Yusuf,
hai orang yang sangat dapat dipercaya, terangkanlah kepada kami. (Yusuf: 46)
Selanjutnya
si pelayan menceritakan tentang apa yang dilihat oleh raja dalam mimpinya. Saat
itu juga Yusuf a.s. menceritakan ta'bir mimpi itu kepada si pelayan raja tanpa
menegurnya atas kelalaiannya terhadap apa yang ia pesankan kepadanya, juga
tanpa mensyaratkan agar dia dikeluarkan dari penjara sebelumnya, melainkan
Yusuf a.s. berkata kepadanya:
{تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا}
Supaya
kalian bertanam tujuh tahun (lamanya)
sebagaimana biasa. (Yusuf: 47)
Artinya,
kelak akan datang musim subur dan banyak hujan kepada kalian selama tujuh tahun
berturut-turut. Sapi dita'birkan dengan tahun karena sapilah yang dipakai untuk
membajak tanah dan lahan yang digarap untuk menghasilkan buah-buahan dan
tanam-tanaman, yaitu bulir-bulir gandum yang hijau (subur). Kemudian Yusuf a.s.
memberikan pengarahan kepada mereka mengenai apa yang harus mereka kerjakan
selama tujuh tahun subur itu. Ia berkata:
{فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ
إِلا قَلِيلا مِمَّا تَأْكُلُونَ}
maka
apa yang kalian panen hendaklah kalian biarkan di bulirnya, kecuali sedikit
untuk makan kalian. (Yusuf: 47)
Yakni
betapapun banyaknya hasil yang kalian peroleh dari panen kalian di musim-musim
subur selama tujuh tahun itu, kalian harus membiarkan hasilnya pada
bulir-bulirnya, agar dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama dan
menghindari kebusukan. Terkecuali sekadar apa yang kalian makan, maka boleh
dipisahkan dari bulirnya. Dan makanlah dalam kadar yang minim, jangan
berlebih-lebihan agar jumlah makanan yang ada dapat cukup menutupi kebutuhan
makan kalian selama musim-musim paceklik yang lamanya tujuh tahun. Musim
paceklik yang berturut-turut selama tujuh tahun yang mengiringi musim-musim
subur adalah ibarat sapi-sapi kurus yang memakan sapi-sapi yang gemuk. Karena
dalam musim paceklik semua persediaan makanan yang mereka kumpulkan di musim
subur habis mereka makan (konsumsi). Musim paceklik inilah yang dimaksudkan
dengan bulir-bulir yang kering.
Kemudian
Yusuf a.s. memberitakan kepada mereka bahwa selama tujuh tahun musim paceklik
itu tidak ada suatu tumbuh-tumbuhan pun yang dapat tumbuh, dan semua tanaman
yang mereka semaikan tidak akan menghasilkan sesuatu pun. Karena itulah maka
Yusuf a.s. berkata kepada mereka:
{يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلا
قَلِيلا مِمَّا تُحْصِنُونَ}
yang
menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghidupinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang
kalian simpan. (Yusuf: 48)
Selanjutnya
Nabi Yusuf menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa sesudah musim
paceklik yang lama itu akan datang tahun-tahun yang subur. Pada tahun-tahun itu
banyak hujan turun, seluruh negeri menjadi subur serta menghasilkan panen yang
berlimpah, dan orang-orang kembali membuat perasan anggur, buah zaitun, dan
lain sebagainya sebagaimana biasanya; mereka juga memeras tebu untuk dijadikan
gula. Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian
memeras ialah memerah susu.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan di masa itu mereka memeras anggur. (Yusuf: 49) Bahwa
yang dimaksud dengan ya'sirun ialah memerah air susu.
Yusuf, ayat 50-52
{وَقَالَ الْمَلِكُ
ائْتُونِي بِهِ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ
فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي
بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ (50) قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ
نَفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ قَالَتِ
امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ
وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (51) ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ
بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ (52) }
berkata,
"Bawalah dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf,
berkatalah Yusuf, "Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya
bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.” Raja berkata (kepada wanita-wanita itu), "Bagaimana keadaan
kalian ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada
kalian)?" Mereka berkata, "Mahasempurna Allah, kami tiada
mengetahui sesuatu keburukan pun darinya.” Berkata Istri Al-Aziz,
"Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk
menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang benar.” (Yusuf berkata), "Yang demikian itu agar
dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat
kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya
orang-orang yang berkhianat.”
Allah Swt. berfirman menceritakan keadaan Raja
Mesir, bahwa setelah mereka mendapat jawaban yang mengagumkan dari Yusuf
tentang ta'bir mimpi raja, maka sejak itulah raja mengetahui keutamaan yang
dimiliki oleh Nabi Yusuf a.s., juga ilmunya serta penalarannya yang baik atas
ta'bir mimpinya, dan akhlaknya yang baik terhadap semua rakyat yang ada di
negerinya. Maka si Raja berkata:
{ائْتُونِي بِهِ}
Bawalah dia kepadaku. (Yusuf: 50)
Dengan kata lain, keluarkanlah dia (Yusuf) dari
penjara dan datangkanlah dia ke hadapanku.
Setelah utusan raja datang kepada Yusuf untuk
menyampaikan pesan raja, Yusuf menolak untuk keluar dari penjara sebelum raja
dan seluruh penduduk negeri mengetahui kebersihan nama dan kehormatannya dari
apa yang dituduhkan oleh istri Al-Aziz; dan bahwa dia dimasukkan ke dalam
penjara bukan karena sesuatu hal yang mengharuskannya masuk penjara, melainkan
dia difitnah dan dizalimi. Untuk itulah Yusuf a.s. berkata kepada utusan raja:
ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ
Kembalilah kepada tuanmu. (Yusuf: 50),
hingga akhir ayat.
Di dalam hadis disebutkan hal yang memujinya dan
menonjolkan keutamaan, kemuliaan, ketinggian kedudukannya, serta kesabarannya.
Di dalam kitab Musnad dan kitab Sahihain disebutkan melalui hadis
Az-Zuhri, dari Sa'id dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ أَحَقُّ بِالشَّكِّ مِنْ إِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ
{رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى
وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي} [الْبَقَرَةِ: 260] وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا
لَقَدْ كَانَ يَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ، وَلَوْ لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا
لَبِثَ يُوسُفُ لَأَجَبْتُ الدَّاعِيَ"
Kita lebih berhak ragu daripada Ibrahim, yaitu
ketika beliau berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana
Engkau menghidupkan orang-orang yang telah mati.” Dan semoga Allah merahmati
Lut, sesungguhnya dia telah berlindung di bawah naungan golongan yang kuat.
Seandainya aku tinggal di dalam penjara selama apa yang dialami oleh Yusuf,
niscaya aku memenuhi ajakan (tawaran) utusan (raja) itu.
Menurut lafaz lain yang ada pada Imam Ahmad
disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Amr, dari Abu Salamah. dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang
telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.
(Yusuf: 50)
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لو كُنْتُ أَنَا لَأَسْرَعْتُ الْإِجَابَةَ، وَمَا ابْتَغَيْتُ
الْعُذْرَ"
Seandainya aku (seperti Yusuf), niscaya
aku cepat-cepat memenuhi tawaran itu dan tidak akan mencari alasan lain.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَقَدْ
عَجِبْتُ مِنْ يُوسُفَ وَصَبْرِهِ وَكَرَمِهِ، وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ، حِينَ
سُئل عَنِ الْبَقَرَاتِ العِجاف والسِّمان، وَلَوْ كُنْتُ مَكَانَهُ مَا
أَجَبْتُهُمْ حَتَّى أَشْتَرِطَ أَنْ يُخْرِجُونِي. وَلَقَدْ عَجِبْتُ مِنْ
يُوسُفَ وَصَبْرِهِ وَكَرَمِهِ، وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ، حِينَ أَتَاهُ
الرَّسُولُ، ولو كنت مكانه لبادرتهم الباب، َ وَلَكِنَّهُ أَرَادَ أَنْ يَكُونَ
لَهُ الْعُذْرُ"
Sesungguhnya aku kagum kepada Yusuf karena
kesabaran dan kemuliaannya, semoga Allah memberikan ampunan kepadanya, ketika
ditanya tentang sapi-sapi yang kurus dan yang gemuk. Seandainya aku seperti
dia, tentulah aku tidak akan memberikan jawaban kepada mereka sebelum
mempersyaratkan bahwa mereka mengeluarkanku (dari penjara). Sesungguhnya
aku merasa kagum kepada Yusuf karena kesabaran dan kemuliaannya, semoga Allah
memberikan ampunan baginya, ketika utusan raja datang kepadanya. Seandainya
aku seperti dia, niscaya aku bersegera menuju ke pintu keluar, tetapi dia
menghendaki agar namanya dibersihkan dahulu.
Hadis ini berpredikat mursal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ
يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ}
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu), "Bagaimanakah
keadaan kalian ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada
kalian)?” (Yusuf: 51)
Hal ini mengisahkan keadaan raja ketika dia
mengumpulkan semua wanita yang melukai tangannya di rumah istri Al-Aziz. Raja
berkata kepada mereka semua, tetapi makna yang dimaksud ditujukan kepada istri
menteri negeri Mesir, yaitu Al-Aziz:
{مَا خَطْبُكُنَّ}
Bagaimanakah keadaan kalian. (Yusuf: 51)
Artinya, bagaimana berita dan keadaan kalian.
{إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ}
ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan
dirinya (kepada kalian)? (Yusuf: 51)
Yakni ketika istri Al-Aziz menjamu mereka.
{قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا
عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ}
Mereka berkata, "Mahasempurna Allah, kami
tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya.” (Yusuf: 51)
Wanita-wanita itu mengatakan dalam jawabannya
kepada raja, "Mahasempurna Allah, Yusuf bukanlah orang yang layak
mendapat tuduhan itu. Demi Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun
darinya." Maka pada saat itu juga istri Al-Aziz berkata:
{قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ
الْحَقُّ}
Istri Al-Aziz berkata. Sekarang jelaslah
kebenaran itu.” (Yusuf 51)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang mengatakan bahwa istri Al-Aziz berkata, "Sekarang telah
jelas dan gamblanglah perkara yang hak."
{أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ
لَمِنَ الصَّادِقِينَ}
akulah yang menggodanya untuk menundukkan
dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang
benar. (Yusuf: 51)
Yakni dalam ucapannya yang mengatakan:
{هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي}
Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya).
(Yusuf: 26)
{ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي
لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ}
Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya. (Yusuf:
52)
Istri Al-Aziz berkata, "Sesungguhnya aku
mengakui perbuatanku ini tiada lain agar suamiku mengetahui bahwa aku tidak
berkhianat kepadanya di belakangnya, karena hal yang terlarang masih belum
terjadi. Dan memang akulah yang menggoda pemuda ini, tetapi dia menolak ajakanku.
Pengakuan ini sengaja aku nyatakan agar suamiku mengetahui bahwa diriku masih
suci."
وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
dan bahwa Allah tidak meridai tipu daya
orang-orang yang berkhianat. (Yusuf: 52)
**************************************
Akhir juz 12
**************************************
Rev.
11.05.2013
Yusuf, ayat 53
{وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي
إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي
غَفُورٌ رَحِيمٌ (53) }
Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Istri Al-Aziz mengatakan, "Aku tidak
membebaskan diriku dari kesalahan, sebab hawa nafsu diriku selalu membisikkan
godaan dan angan-angan kepadaku. Karena itulah aku menggodanya."
إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Yusuf:
53)
kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Swt.
dari kesalahan.
{إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Yusuf: 53)
Pendapat inilah yang terkenal, yang lebih sesuai,
dan lebih serasi dengan konteks kisah dan makna-makna kalimat.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Al-Mawardi di
dalam kitab tafsirnya, dan pendapatnya ini didukung oleh Imam Abul Abbas ibnu
Taimiyyah yang menulisnya secara tersendiri di dalam suatu pembahasan secara
detail. Menurut pendapat lainnya, kalimat dalam ayat ini termasuk perkataan
Nabi Yusuf a.s. Yusuf a.s. berkata:
{ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ}
Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz)
mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya. (Yusuf: 52)
Yakni tidak berbuat yang tidak senonoh terhadap
istrinya.
{بِالْغَيْبِ}
di belakangnya. (Yusuf: 52)
Dengan kata lain, sesungguhnya aku menyuruh si
utusan raja kembali tiada lain agar raja mengetahui kebersihan diriku dari apa
yang dituduhkan kepadaku dan agar Al-Aziz (suami si wanita yang menggodanya)
mengetahui.
{أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ}
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat
kepadanya. (Yusuf: 52)
Yakni dengan melakukan perbuatan itu kepada
istrinya.
{بِالْغَيْبِ
وَأَنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ}
di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak
meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat. (Yusuf: 52)
Hanya pendapat ini yang diketengahkan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari
Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa setelah raja mengumpulkan semua
wanita, lalu ia mengajukan pertanyaan kepada mereka, "Apakah kalian
menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepada keinginan mereka?" Mahasempurna
Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya. Berkata istri
Al-Aziz, "Sekarang jelaslah kebenaran itu.” (Yusuf: 51), hingga akhir
ayat. Maka Yusuf berkata: Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya. (Yusuf:
52) Lalu Malaikat Jibril berkata kepada Yusuf, "Apakah memang engkau tidak
pernah merasakan keinginan itu di suatu hari pun?" Yusuf menjawab: Dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan). (Yusuf: 53), hingga akhir
ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id
ibnu Jubair, Ikrimah, Ibnu Abu Huzail, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan
As-Saddi.
Pendapat yang pertama adalah yang paling kuat dan
paling jelas, karena konteks pembicaraan berkenaan dengan perkataan istri
Al-Aziz di hadapan raja, dan Yusuf saat itu tidak ada, ia baru dipanggil oleh
raja setelah itu.
Yusuf, ayat 54-55
{وَقَالَ الْمَلِكُ
ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ
الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ (54) قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ
الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ (55) }
Dan raja berkata, "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih
dia sebagai orang yang dekat kepadaku.” Maka tatkala raja telah bercakap-cakap
dengan dia, dia berkata, "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.” Berkata Yusuf,
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”
Allah
Swt. menceritakan perihal Raja Mesir ketika telah nyata baginya kebersihan nama
dan kehormatan Nabi Yusuf a.s. dari tuduhan yang dilancarkan terhadap dirinya,
bahwa si raja berkata:
{ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي}
Bawalah
Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat (dekat) kepadaku.” (Yusuf: 54)
Maksudnya,
aku akan mengangkatnya menjadi orang terdekatku dan juru pemberi nasihatku.
{فَلَمَّا كَلَّمَهُ}
Maka
tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia. (Yusuf: 54)
Yakni
setelah raja berbicara dengannya, mengenalnya dari dekat, mengetahui keutamaan
serta keahlian yang dimilikinya, mengetahui pula pribadi dan akhlak serta
kesempurnaan dirinya, maka raja berkata kepadanya:
{إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ
أَمِينٌ}
Sesungguhnya
kamu (mulai) hari ini menjadi seorang
yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami. (Yusuf: 54)
Yakni
sesungguhnya kamu sejak sekarang diangkat menjadi orang yang berkedudukan
tinggi lagi dipercayai. Maka Yusuf berkata:
{اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي
حَفِيظٌ عَلِيمٌ}
Jadikanlah
aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Yusuf: 55)
Yusuf
memuji dirinya, hal ini diperbolehkan jika lawan bicara tidak mengetahui
perihal dirinya karena sesuatu yang penting. Yusuf a.s. menyebutkan bahwa
dirinya adalah orang yang pandai menjaga—yakni seorang bendaharawan yang dapat
dipercaya— lagi berpengetahuan, yakni mempunyai ilmu yang luas dan pengalaman
yang mendalam dalam pekerjaan yang ditanganinya.
Syaibah
ibnu Nu'amah mengatakan bahwa lafaz hafiz artinya dapat menjaga apa yang
dititipkan kepadanya; dan lafaz 'alim artinya mengetahui akan musim
paceklik mendatang dan hal ikhwalnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu
Hatim.
Yusuf
meminta pekerjaan itu karena ia memiliki pengetahuan yang menguasai bidang
tersebut dan ia dapat menanganinya, serta akan membawa kemaslahatan bagi
manusia.
Sesungguhnya
Yusuf a.s. meminta kepada raja agar mendudukkannya di jabatan kebendaharaan
negara —yang saat itu bermarkas di piramida-piramida sebagai lumbung tempat
pengumpulan bahan makanan— guna menghadapi musim paceklik mendatang yang
diberitakan olehnya. Dengan demikian, Yusuf a.s. dapat mengaturnya dengan cara
yang hati-hati, baik, dan tepat. Dan ternyata permintaannya itu dikabulkan
sebagai kehormatan buatnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Yusuf, ayat 56-57
{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا
لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا
مَنْ نَشَاءُ وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (56) وَلأجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ
لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (57) }
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri
Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi
menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat
Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.
Allah
Swt. berfirman:
{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي
الأرْضِ}
Dan
demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri itu. (Yusuf: 56)
Yakni
negeri Mesir.
{يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ}
(dia
berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. (Yusuf:
56)
Menurut
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Yusuf berkuasa penuh di negeri
Mesir, dia dapat pergi ke mana pun yang dikehendakinya.
Menurut
Ibnu Jarir, Yusuf dapat bertempat tinggal di mana pun yang disukainya di negeri
Mesir sesudah mengalami masa kesempitan, dipenjara, dan dijadikan tawanan.
{نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلا
نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ}
Kami
melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 56)
Artinya,
Kami tidak akan menyia-nyiakan kesabaran Yusuf yang telah mengalami gangguan
yang menyakitkan dari saudara-saudaranya, juga kesabarannya dalam menanggung
derita dipenjara karena ulah istri Al-Aziz. Karena itulah Allah Swt. memberinya
akibat yang terbaik, yaitu diberi kemenangan dan pengukuhan.
{وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
وَلأجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ}
dan
Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
selalu bertakwa. (Yusuf: 56-57)
Allah
Swt. menceritakan bahwa apa yang disimpan-Nya bagi Nabi Yusuf di hari kemudian
jauh lebih besar, lebih banyak, dan lebih agung daripada pengaruh dan kekuasaan
yang diperolehnya di dunia ini. Perihalnya sama dengan apa yang dialami oleh
Nabi Sulaiman a.s. yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ}
Inilah
anugerah Kami; maka berikanlah (kepada
orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada
pertanggungjawaban. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada
sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shad: 39-40)
Makna
yang dimaksud ialah, Yusuf diangkat oleh Raja Mesir —Ar-Rayyan ibnul Walid—
sebagai perdana menteri di negeri Mesir, menggantikan kedudukan orang yang
pernah membelinya dahulu, yaitu suami wanita yang pernah menggodanya. Raja
Mesir masuk Islam di tangan Nabi Yusuf a.s. Demikianlah menurut Mujahid.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Yusuf berkata kepada Raja Mesir: Jadikanlah
aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Yusuf: 55) Raja berkata kepadanya,
"Saya terima," lalu raja mengangkatnya yang menurut pendapat ulama
menyebutkan bahwa Yusuf menggantikan kedudukan Qitfir, sedangkan Qitfir sendiri
dipecat dari jabatannya.
Allah
Swt. berfirman: Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia
kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang
Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik (Yusuf: 56)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa menurut kisah yang sampai kepadanya —hanya Allah
yang lebih mengetahui— Qitfir meninggal dunia di hari-hari itu. Lalu Raja
Ar-Rayyan ibnul Walid mengawinkan Yusuf dengan bekas istri Qitfir, yaitu Ra'il.
Ketika Rail masuk ke kamar Yusuf, maka Yusuf berkata kepadanya, "Bukankah
ini lebih baik daripada apa yang engkau inginkan dahulu?" Menurut mereka,
Ra'il berkata kepada Yusuf, "Hai orang yang dipercaya, janganlah engkau
mencelaku, sesungguhnya aku seperti apa yang engkau lihat sendiri adalah
seorang wanita yang cantik jelita lagi bergelimang di dalam kemewahan kerajaan
dan duniawi, sedangkan bekas suamiku dahulu tidak dapat menggauli wanita. Dan
keadaanmu seperti apa yang dijadikan oleh Allah dalam keadaan demikian ganteng
dan tampannya (sehingga membuatku tergoda karenanya)."
Mereka
menduga bahwa ketika Yusuf menggaulinya menjumpainya dalam keadaan masih
perawan, dan melahirkan anak darinya dua orang lelaki, yaitu Ifrasim ibnu Yusuf
dan Maisya ibnu Yusuf. Lalu Ifrasim melahirkan Nun —orang tua Yusya' ibnu Nun—
dan Rahmah, istri Nabi Ayyub a.s.
Al-Fudail
ibnu Iyad mengatakan bahwa istri Al-Aziz berdiri di pinggir jalan saat Yusuf
sedang lewat, lalu ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan budak seorang raja berkat ketaatannya, dan raja menjadi budak karena
kedurhakaannya."
Yusuf, ayat 58-62
{وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (58) وَلَمَّا
جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلا
تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنزلِينَ (59) فَإِنْ لَمْ
تَأْتُونِي بِهِ فَلا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِي وَلا تَقْرَبُونِ (60) قَالُوا
سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ (61) وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ
اجْعَلُوا بِضَاعَتَهُمْ فِي رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُونَهَا إِذَا
انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (62) }
Dan saudara-saudara Yusuf
datang (ke Mesir), lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka
Yusuf mengenal mereka, sedangkan mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.
Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata,
"Bawalah kepadaku saudara kalian yang seayah dengan kalian (Bunyamin),
tidakkah kalian melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah
sebaik-baik penerima tamu? Jika kalian tidak membawanya kepadaku, maka kalian
tidak akan mendapat sukatan lagi dariku dan jangan kalian mendekatiku.” Mereka
berkata, "Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (kemari), dan
sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya.” Yusuf berkata kepada
bujang-bujangnya, "Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan
mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahui apabila
mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.”
As-Saddi,
Muhammad ibnu Ishaq, dan yang lainnya dari kalangan ahli tafsir menyebutkan
bahwa penyebab yang mendatangkan saudara-saudara Yusuf ke negeri Mesir ialah
bahwa ketika Yusuf menjabat sebagai perdana menteri di negeri Mesir, lalu
lewatlah masa tujuh tahun yang subur, kemudian diiringi dengan tujuh tahun
musim paceklik yang melanda seluruh negeri Mesir. Paceklik itu konon sampai
juga melanda kawasan yang berdekatan dengan negeri Mesir hingga sampai ke
Kan'an, tempat tinggal Nabi Ya'qub a.s. dan anak-anaknya.
Saat
itu Yusuf a.s. melakukan penghematan dalam mempergunakan bahan makanan pokok
mereka dan menghimpunnya dengan baik, sehingga bahan makanan pokok berhasil
dikumpulkan dalam jumlah yang sangat besar. Dan karena keberhasilannya itu
Yusuf a.s. berhasil memperoleh bermacam-macam hadiah. Orang-orang dari berbagai
kawasan dan bagian negeri Mesir berdatangan kepadanya untuk mendapatkan bagian
jatah makanan bagi diri mereka dan orang-orang yang berada di dalam tanggungan
mereka.
Disebutkan
bahwa Yusuf a.s. tidak pernah memberi seseorang lebih banyak daripada jumlah
yang mampu dimuat oleh seekor unta untuk satu tahunnya. Dan tersebutlah bahwa
Yusuf a.s. tidak pernah makan sampai kenyang; dia dan raja Mesir serta seluruh
pasukannya bila makan hanya cukup dengan satu kali saja, yaitu di tengah siang
hari, agar jumlah makanan pokok yang ada itu cukup buat semua orang selama
tujuh tahun musim paceklik. Hal tersebut merupakan rahmat dari Allah buat
penduduk negeri Mesir.
Sebagian
ulama tafsir mengatakan bahwa Yusuf a.s. menjual makanan pokok itu kepada
mereka di tahun pertama paceklik dengan uang, di tahun keduanya dengan
barang-barang, tahun ketiganya dengan anu, dan tahun keempatnya dengan lainnya,
hingga mereka menukar diri mereka dan anak-anak mereka dengan bahan makanan itu
setelah semua yang mereka miliki habis ditukarkan dengan makanan. Setelah itu
Yusuf memerdekakan mereka semuanya dan mengembalikan kepada mereka semua harta
benda mereka. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kesahihan riwayat ini.
Riwayat ini bersumber dari kisah Israiliyat yang tidak dapat dipercaya, tidak
dapat pula didustakan.
Maksud
yang dikehendaki dalam pengetengahan kisah ini ialah bahwa saudara-saudara
Yusuf termasuk di antara para pendapat yang meminta jatah makanan karena
diperintahkan oleh ayah mereka; sebab telah sampai kepada mereka suatu berita
yang menyatakan bahwa Aziz negeri Mesir (yang saat itu dijabat oleh Yusuf a.s.)
menjual makanan kepada semua orang. Maka saudara-saudara Yusuf datang dengan
membawa barang-barang yang akan mereka tukarkan dengan bahan makanan pokok.
Mereka berangkat sepuluh orang, dan Nabi Ya'qub menahan anaknya yang bernama
Bunyamin untuk tinggal bersamanya, dia adalah saudara sekandung Yusuf. Bunyamin
adalah anak yang paling dicintainya sesudah Yusuf tiada.
Ketika
mereka masuk menemui Yusuf yang saat itu sedang duduk di atas singgasananya
dengan pakaian kebesarannya, ia langsung mengenal mereka ketika melihat mereka,
tetapi mereka tidak kenal lagi kepadanya karena mereka telah berpisah dengan
Yusuf ketika usia Yusuf masih anak-anak; lalu mereka menjual Yusuf kepada
kafilah yang lewat, dan mereka tidak mengetahui lagi ke mana Yusuf dibawa
orang-orang yang membelinya. Mereka juga tidak merasa curiga sedikit pun bila
Yusuf berhasil meraih kedudukan yang setinggi itu. Karenanya mereka tidak
mengenalnya. Lain halnya dengan Yusuf, ia masih kenal baik kepada mereka.
As-Saddi
dan lain-lainnya menceritakan bahwa Yusuf langsung berbicara dan berkata kepada
mereka dengan nada keheranan, "Apakah yang mendorong kalian datang ke
negeriku ini?" Mereka menjawab, "Wahai Aziz, sesugguhnya kami datang
untuk membeli jatah makanan." Yusuf berkata, "Barangkali kalian
adalah mata-mata." Mereka menjawab, "Kami berlindung kepada Allah
dari mata-mata." Yusuf bertanya, "Kalau demikian, kalian berasal dari
mana?" Mereka menjawab, "Kami dari negeri Kan'an, ayah kami adalah
Nabi Ya'qub."
Yusuf
bertanya, "Apakah ayah kalian mempunyai anak selain kalian?" Mereka
menjawab, "Ya, pada asalnya kami berjumlah dua belas orang, lalu yang
terkecil di antara kami pergi dan hilang di padang sahara, padahal dia adalah
anak yang paling dicintai oleh ayah kami. Sedangkan yang ada sekarang adalah
saudara sekandungnya, karena itu ia ditahan oleh ayah kami sebagai pelampiasan
kerinduannya kepada Yusuf."
Yusuf
memerintahkan agar mereka diberi tempat peristirahatan dan dihormati.
{وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ}
Dan
tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya. (Yusuf: 59)
Yakni
setelah Yusuf memberikan kepada mereka sukatannya secara sempurna, lalu bahan
makanan itu dinaikkan ke atas unta kendaraan mereka, maka Yusuf berkata,
"Bawalah kemari saudara kalian yang kalian ceritakan itu, agar aku dapat
mengecek kebenaran dari kisah kalian.'
{أَلا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ
وَأَنَا خَيْرُ الْمُنزلِينَ}
tidakkah
kalian melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik
penerima tamu? (Yusuf: 59)
Nabi
Yusuf mengatakan demikian untuk menarik mereka agar kembali kepadanya, kemudian
ia mempertakuti dan mengancam mereka:
{فَإِنْ لَمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلا كَيْلَ لَكُمْ
عِنْدِي وَلا تَقْرَبُونِ}
Jika
kalian tidak membawanya kepadaku, maka kalian tidak akan mendapat sukatan lagi
dariku. (Yusuf: 60), hingga akhir ayat.
Dengan
kata lain, jika kalian tidak datang membawa saudara kalian itu bersama kalian
di lain waktu, maka kalian tidak akan mendapat bagian makanan lagi dariku.
{وَلا تَقْرَبُونِ قَالُوا سَنُرَاوِدُ
عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ}
"dan
jangan kalian mendekatiku.” Mereka berkata, "Kami akan membujuk ayahnya
untuk membawanya (kemari) dan sesungguhnya kami
benar-benar akan melaksanakannya.” (Yusuf: 60-61)
Maksudnya,
kami akan berusaha keras untuk mendatangkannya kepadamu dengan segala kemampuan
kami, agar engkau mengetahui kebenaran dari apa yang telah kami katakan.
As-Saddi
menyebutkan bahwa Yusuf mengambil jaminan dari mereka agar mereka berusaha
keras untuk mendatangkan Bunyamin bersama mereka ke hadapannya. Tetapi pendapat
ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat Nabi Yusuf a.s.
menghormati mereka dan berbuat banyak kebaikan kepada mereka; hal ini untuk
memikat hati mereka agar mau kembali kepadanya.
{وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ}
Yusuf
berkata kepada bujang-bujangnya. (Yusuf:
62)
Yakni
kepada pelayan-pelayannya.
{اجْعَلُوا بِضَاعَتَهُمْ}
Masukkanlah
barang-barang (penukar kepunyaan) mereka. (Yusuf:62)
yang
mereka datangkan untuk ditukarkan dengan jatah makanan.
{فِي رِحَالِهِمْ}
ke
dalam karung-karung mereka. (Yusuf:
62)
Yaitu
ke dalam peti tempat barang-barang mereka tanpa sepengetahuan mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
mudah-mudahan
mereka kembali. (Yusuf: 62)
Yakni
dengan membawanya (di lain waktu). Menurut suatu pendapat, Yusuf a.s. merasa
khawatir bila mereka tidak mempunyai barang-barang lagi untuk mereka tukarkan
dengan jatah makanan di lain waktu (maka ia mengembalikannya tanpa
sepengetahuan mereka).
Menurutpendapat
lain, Yusuf merasa kurang enak bila ia mengambil penukaran itu dari ayahnya dan
saudara-saudaranya sebagai pengganti dari makanan.
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, Yusuf bermaksud mengembalikan mereka kepadanya
bila mereka menjumpai barang-barang mereka ada di dalam karungnya; mereka pasti
merasa berdosa dan tidak enak dengan hal tersebut, sebab Yusuf mengetahui benar
watak mereka.
Yusuf, ayat 63-64
{فَلَمَّا رَجَعُوا إِلَى
أَبِيهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ فَأَرْسِلْ مَعَنَا
أَخَانَا نَكْتَلْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (63) قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ
إِلا كَمَا أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا
وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (64) }
Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka (Ya'qub), mereka berkata, "Wahai ayah kami,
kami tidak mendapat sukatan (gandum) lagi, (jika tidak membawa
saudara kami). Sebab itu, biarkanlah saudara kami pergi bersama-sama kami
supaya kami mendapat sukatan, dan sesungguhnya kami benar-benar akan
menjaganya.” Berkata Ya'qub, "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin)
kepada kalian, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf)
kepada kalian dahulu?” Maka Allah adalah sebaik-baikPenjaga dan Dia adalah
Maha Penyayang di antara para Penyayang.
Allah
Swt. menceritakan perihal saudara-saudara Yusuf, bahwa mereka kembali kepada
ayah mereka.
{قَالُوا يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا
الْكَيْلُ}
mereka
berkata,”Wahai ayah kami, kami tidak mendapat sukatan (gandum) lagi. (Yusuf: 63)
Mereka
bermaksud sesudah kali ini, yakni jika engkau tidak membiarkan saudara kami
Bunyamin pergi bersama kami, niscaya kami tidak akan mendapat jatah makanan
lagi. Maka izinkanlah dia pergi bersama kami agar kami mendapat jatah makanan,
dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.
Sebagian
ulama membacanya yaktal, yakni supaya dia mendapat -jatah makanan.
{وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
dan
sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya. (Yusuf:63)
Yakni
janganlah khawatir terhadap keselamatan Bunyamin, karena sesungguhnya dia akan
dikembalikan kepadamu, sebagaimana alasan mereka sama seperti yang dikatakan
dalam peristiwa Yusuf:
{أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ
وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Biarkanlah
dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat)
bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami
pasti menjaganya. (Yusuf: 12)
Karena
itulah ayah mereka berkata kepada mereka:
{هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلا كَمَا
أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ}
Bagaimana
aku akan mempercayakannya (Bunyamin)
kepada kalian, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf)
kepada kalian dahulu. (Yusuf: 64)
Yakni
tiadalah kalian akan memperlakukannya kecuali seperti apa yang telah kalian
lakukan kepada saudaranya (Yusuf) sebelumnya. Kalian menjauhkannya dariku dan
menghalang-halangi antara aku dan dia.
{فَاللَّهُ خَيْرٌ حفظًا}
Maka
Allah adalah sebaik-baik Penjaga. (Yusuf:
64)
Sebagian
ulama membacanya hifzan.
{وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
dan
Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 64)
Yakni
Dia Maha Penyayang di antara para penyayang kepadaku, dan Dia pasti akan
merahmatiku karena usiaku yang telah lanjut, kelemahanku, dan kerinduanku
kepada anakku (Yusuf); aku pun selalu berharap kepada Allah, semoga Dia
mengembalikan Yusuf kepadaku dan menghimpunkan kekuatanku berkat bersatu
dengannya. Sesungguhnya Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.
Yusuf, ayat 65-66
{وَلَمَّا فَتَحُوا
مَتَاعَهُمْ وَجَدُوا بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مَا
نَبْغِي هَذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ
أَخَانَا وَنزدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ (65) قَالَ لَنْ
أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ
إِلا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَى مَا
نَقُولُ وَكِيلٌ (66) }
Tatkala mereka
membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang {penukaran)
mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata, "Wahai ayah kami, apa
lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan
kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara
saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah sukatan
yang mudah (bagi Raja Mesir)." Ya'qub berkata, "Aku
sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kalian,
sebelum kalian memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa
kalian pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kalian dikepung
musuh." Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya'qub berkata,
"Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)."
Allah Swt. menceritakan bahwa ketika
saudara-saudara Yusuf membuka karung-karung mereka, ternyata mereka menjumpai
barang-barangnya dikembalikan kepada mereka. Yusuflah yang memerintahkan kepada
pelayan-pelayannya agar memasukkan kembali barang-barang mereka ke dalam
karungnya masing-masing. Setelah mereka mendapati barang-barang mereka ada di
dalam karungnya:
{قَالُوا يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَذِهِ
بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا}
Mereka berkata, "Wahai ayah kami, apa
lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita.” (Yusuf:
65)
Menurut Qatadah, artinya adalah 'tiada yang kita
inginkan selain ini, sesungguhnya barang-barang kita dikembalikan kepada kita,
padahal sukatan kita telah disempurnakan bagi kita'.
{وَنَمِيرُ أَهْلَنَا}
dan kami akan dapat memberi makan keluarga
kami. (Yusuf: 65)
Yakni jika engkau melepaskan saudara kami pergi
bersama-sama kami, niscaya kami dapat memberikan jatah makanan kepada keluarga
kami.
{وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنزدَادُ كَيْلَ
بَعِيرٍ}
dan kami akan dapat memelihara saudara kami,
dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta.
(Yusuf: 65)
Demikian itu karena Yusuf memberikan kepada
setiap orang seberat beban seekor unta. Mujahid mengatakan bahwa makanan itu
seberat beban seekor keledai, dengan alasan bahwa menurut sebagian dialek
terkadang keledai disebut dengan sebutan ba'ir (unta).
{ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ}
Itu adalah sukatan yang mudah (bagi Raja
Mesir). (Yusuf: 65)
Ayat ini merupakan kesempurnaan bagi kalam
sebelumnya dan berfungsi memperindahnya. Dengan kata lain, sesungguhnya sukatan
itu amatlah mudah bila dibandingkan dengan imbalannya, yaitu jasa membawa
saudara mereka.
{قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى
تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ}
Ya’qub berkata "Aku sekali-kali tidak
akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kalian, sebelum kalian
memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah.” (Yusuf: 66)
Yakni kalian ucapkan janji dan kesetiaan dengan
menyebut nama Allah.
{لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلا أَنْ يُحَاطَ
بِكُمْ}
bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku
kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh. (Yusuf: 66)
Artinya, terkecuali jika kalian semua dikalahkan
oleh musuh dan kalian tidak mampu lagi menyelamatkannya.
{فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ}
Tatkala mereka memberikan janji mereka. (Yusuf:
66)
Nabi Ya'qub mengukuhkan sumpah mereka seraya
berkata:
{اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ}
Allah adalah saksi terhadap apa yang kita
ucapkan (ini). (Yusuf: 66)
Ibnu Ishaq mengatakan, sesungguhnya Ya'qub
melakukan hal tersebut karena dia tidak menemukan cara lain kecuali harus
melepaskan Bunyamin pergi bersama mereka demi mendapatkan sukatan gandum yang
merupakan makanan pokok mereka. Karena itulah, maka Ya'qub terpaksa melepaskan
Bunyamin pergi bersama-sama mereka.
Yusuf, ayat 67-68
{وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا
تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا
أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ عَلَيْهِ
تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ (67) وَلَمَّا دَخَلُوا
مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ
شَيْءٍ إِلا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا
عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (68) }
Dan Ya’qub berkata,
"Hai anak-anakku, janganlah kalian (bersama-sama)
masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang
lain-lain; namun demikian, aku tiada dapat melepaskan kalian barang sedikitpun
dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak
Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang
yang bertawakal berserah diri.” Dan tatkala mereka masuk menurut yang
diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah
melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, tetapi itu hanya suatu
keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia
mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi,
kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Allah Swt. menceritakan tentang Nabi Ya'qub a.s.,
bahwa dia memerintahkan kepada anak-anaknya ketika melepas keberangkatan mereka
bersama Bunyamin menuju negeri Mesir, bahwa janganlah mereka masuk dari satu
pintu gerbang semuanya, tetapi hendaklah masuk dari berbagai pintu gerbang yang
berlainan.
Menurut Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Mujahid,
Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, hal
itu untuk menghindari 'ain (kesialan). Demikian itu karena mereka adalah
orang-orang yang berpenampilan bagus dan mempunyai rupa yang tampan-tampan
serta kelihatan berwibawa. Maka Ya'qub a.s. merasa khawatir bila mereka
tertimpa 'ain disebabkan pandangan mata orang-orang. Karena sesungguhnya
'ain itu adalah benar, ia dapat menurunkan pengendara kuda dari kudanya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibrahim
An-Nakha'i sehubungan dengan firman-Nya: dan masuklah dari pintu-pintu
gerbang yang berlain-lainan. (Yusuf: 67) Ya'qub merasa yakin bahwa Yusuf
pasti akan menjumpai salah seorang dari saudara-saudaranya di antara
pintu-pintu gerbang itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ
شَيْءٍ}
namun demikian, aku tiada dapat melepaskan
kalian barang sedikit pun dari (takdir) Allah. (Yusuf: 67)
Yakni sesungguhnya tindakan hati-hati ini tidak
dapat menolak takdir dan keputusan Allah; karena sesungguhnya apabila Allah
menghendaki sesuatu, maka kehendak-Nya itu tidak dapat dicegah, tidak dapat
pula ditolak.
{إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ عَلَيْهِ
تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ وَلَمَّا دَخَلُوا مِنْ
حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ
إِلا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا}
Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah
hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja
orang-orang yang bertawakal berserah diri. Dan tatkala mereka masuk menurut
yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah
melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, tetapi itu hanya suatu
keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. (Yusuf: 67-68)
Menurut banyak ulama tafsir, Ya'qub melakukan hal
itu untuk menghindarkan anak-anaknya dari terkena penyakit 'ain.
{وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ}
Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan,
karena Kami telah mengajarkan kepadanya. (Yusuf: 68)
Qatadah dan As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud
ialah sesungguhnya Ya'qub adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Menurut Ibnu
Jarir, sesungguhnya Ya'qub mempunyai pengetahuan karena Kami telah mengajarkan
kepadanya.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada
mengetahui. (Yusuf: 68)
Yusuf, ayat 69
{وَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى
يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ قَالَ إِنِّي أَنَا أَخُوكَ فَلا تَبْتَئِسْ بِمَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ (69) }
Dan tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf
membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya. Yusuf berkata,
"Sesungguhnya aku (ini) adalah saudaramu, maka janganlah kamu
berduka cita terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Allah Swt. menceritakan tentang saudara-saudara
Yusuf, ketika mereka tiba ke hadapan Yusuf bersama saudara sekandungnya (yaitu
Bunyamin), bahwa lalu Yusuf membawa mereka masuk ke dalam ruangan
kehormatannya, yaitu tempat tamu-tamu terhormatnya. Dan Yusuf melimpahkan
kepada mereka semua penghormatannya, sikap lemah lembut, dan kebajikannya.
Kemudian ia sendiri membawa saudara sekandungnya terpisah dari mereka, dan
Yusuf membuka rahasia dirinya kepada Bunyamin serta menceritakan kepadanya
tentang semua yang telah dialaminya.
Selanjutnya Yusuf berkata, "Janganlah kamu
bersedih hati atas apa yang telah mereka perbuat terhadap diriku." Yusuf
memerintahkan kepada Bunyamin agar merahasiakan hal itu dari mereka dan jangan
menceritakan kepada mereka bahwa dirinya adalah saudara mereka. Yusuf
bersepakat dengan Bunyamin. bahwa dirinya akan membuat tipu daya terhadap mereka
untuk membiarkan Bunyamin tinggal di dekatnya dalam keadaan dihormati dan
dimuliakan.
Yusuf, ayat 70-72
{فَلَمَّا جَهَّزَهُمْ
بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِي رَحْلِ أَخِيهِ ثُمَّ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ
أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُونَ (70) قَالُوا وَأَقْبَلُوا عَلَيْهِمْ
مَاذَا تَفْقِدُونَ (71) قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ
حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ (72) }
Maka tatkala telah
disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian
berteriaklah seseorang yang menyerukan, "Hai kafilah, sesungguhnya kalian
adalah orang-orang yang mencuri.” Mereka menjawab sambil menghadap kepada
penyeru-penyeru itu, "Barang apakah yang hilang dari kalian?”
Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban
unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
Setelah disiapkan bahan makanan mereka, lalu
dimuatkan ke atas unta-unta mereka, Yusuf memerintahkan kepada salah seorang
dari pelayannya untuk menaruh piala, yaitu tempat untuk minum yang terbuat dari
perak, menurut kebanyakan ulama; menurut Ibnu Zaid terbuat dari emas. Piala
ialah wadah minuman —juga dipakai untuk menakar makanan— yang mahal di saat
itu, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu
Zaid.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa piala raja adalah tempat minum yang
terbuat dari perak, bentuknya seperti mangkuk. Al-Abbas memiliki hal yang
serupa di masa Jahiliahnya.
Lalu piala itu diletakkan di tempat (karung)
milik Bunyamin tanpa sepengetahuan seorang pun. Kemudian berserulah orang-orang
yang berseru di antara mereka seraya mengatakan:
{أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ
لَسَارِقُونَ}
Hai kafilah, sesungguhnya kalian adalah
orang-orang yang mencuri. (Yusuf: 70)
Maka mereka menoleh kepada orang yang berseru
itu, dan bertanya:
{مَاذَا تَفْقِدُونَ قَالُوا نَفْقِدُ
صُوَاعَ الْمَلِكِ}
"Barang apakah yang hilang dari kalian?”
Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan piala raja.” (Yusuf:
71-72)
Yakni sa' atau alat takarnya.
{وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ}
dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan -makanan (seberat) beban unta. (Yusuf: 72)
Hal ini termasuk ke dalam Bab "Ju'alah"
(hadiah).
{وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ}
dan aku menjamin terhadapnya. (Yusuf: 72)
Dalam hal ini termasuk ke dalam Bab "Daman"
(garansi) dan "Kafalah (tanggungan).
Yusuf, ayat 73-76
{قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ
عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الأرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ (73)
قَالُوا فَمَا جَزَاؤُهُ إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ (74) قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ
وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (75)
فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ
وِعَاءِ أَخِيهِ كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي
دِينِ الْمَلِكِ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ (76) }
Saudara-saudara Yusuf menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya
kalian mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah orang-orang yang
mencuri." Mereka berkata, "Tetapi apa balasannya jikalau kalian
betul-betul pendusta?” Mereka menjawab, "Balasannya ialah pada siapa
diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah
balasannya (tebusannya)." Demikianlah Kami memberi pembalasan
kepada orang-orang yang zalim. Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung
mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia
mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur
untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya
menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan
derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
Ketika
penyeru-penyeru itu menuduh saudara-saudara Yusuf mencuri, maka saudara-saudara
Yusuf berkata kepada mereka:
{تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا
لِنُفْسِدَ فِي الأرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ}
Demi
Allah, sesungguhnya kalian mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat
kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah
orang-orang yang mencuri. (Yusuf: 73)
Dengan
kata lain, sesungguhnya kalian telah mengecek dan mengetahui kami sejak kalian
mengenal kami. Karena mereka mengetahui dan menyaksikan dari sepak terjang
saudara-saudara Yusuf perilaku yang baik. Sesungguhnya kami: datang bukan
untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah orang-orang
yang mencuri. (Yusuf: 73) Maksudnya, watak dan tabiat kami bukanlah watak
pencuri. Maka para penyeru itu berkata kepada mereka:
{فَمَا جَزَاؤُهُ}
Tetapi
apa balasannya. (Yusuf: 74)
Yakni
balasan bagi pencuri jika memang ternyata ada di antara kalian.
{إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ}
jikalau
kalian betul-betul pendusta. (Yusuf:
74)
Yaitu
hukuman apakah yang pantas bagi si pencuri, jika kami menjumpainya ada di
antara kalian dan ternyata dia telah mengambilnya?
{قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ وُجِدَ فِي رَحْلِهِ
فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}
Mereka
menjawab, "Balasannya ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah
balasannya (tebusannya)." Demikianlah Kami memberi pembalasan
kepada orang-orang yang zalim. (Yusuf: 75)
Demikianlah
hukum yang berlaku di dalam syariat Nabi Ibrahim a.s., yaitu bahwa si pencuri
diserahkan nasibnya kepada orang yang dicuri. Dan hal inilah yang diinginkan
oleh Yusuf a.s. Untuk menyembunyikan tujuannya, Yusuf memulai pemeriksaan
terhadap karung-karung mereka sebelum karung milik saudara sekandungnya.
{ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ}
kemudian
dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. (Yusuf: 76)
Dan
Yusuf menetapkan hukum atas mereka berdasarkan pengakuan dan ketetapan mereka
sendiri, serta sekaligus mengharuskan bagi mereka menuruti ketentuan hukum yang
diyakini oleh mereka (yaitu syariat Nabi Ibrahim a.s.). Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ}
Demikianlah
Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. (Yusuf:
76)
Cara
ini merupakan tipu muslihat yang disukai dan diridai Allah, karena mengandung
hikmah dan maslahat yang diperlukan.
Firman
Allah Swt.:
{مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ
الْمَلِكِ}
Tiadalah
patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja. (Yusuf: 76)
Artinya,
hukuman yang dijatuhkan oleh Yusuf terhadap saudaranya bukanlah berdasarkan
undang-undang raja yang berlaku. Demikianlah menurut Ad-Dahhak dan
lain-lainnya. Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi Yusuf agar memberikan
keputusan terhadap saudara-saudaranya dengan keputusan yang mereka ketahui dari
syariat mereka. Atas hal itu dalam firman selanjutnya dipuji oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ}
Kami
tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki. (Yusuf:
76)
Ayat
ini semisal dengan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya:
{يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ}
Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadilah:
11)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ}
dan
di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76)
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan, tiada seorang alim pun melainkan di atasnya ada orang yang
lebih alim lagi, hingga hal ini berakhir sampai kepada Allah Swt.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Sufyan As-Sauri, dari
Abdul A'Ia As-Sa'Iabi, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan, "Ketika
kami sedang berada di hadapan Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas menceritakan suatu
hadis yang menakjubkan. Kemudian ada seorang lelaki yang karena takjubnya lalu
berkata, 'Segala puji bagi Allah, di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan
itu ada lagi yang lebih alim (daripadanya).' Ibnu Abbas berkata, 'Seburuk-buruk
ucapan adalah apa yang kamu katakan. Maksudnya Allah Maha Mengetahui di atas
semua orang yang berpengetahuan'."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76) Maksudnya,
orang ini lebih alim (berpengetahuan) daripada yang lainnya; dan ada lagi yang
lebih berpengetahuan darinya, sedangkan Allah di atas semua orang yang
berpengetahuan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di atas tiap-tiap orang
yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76) hingga
pengetahuan ini sampai kepada Allah, dan hanya dari Allah-lah pengetahuan itu,
lalu dipelajari oleh para ulama; dan hanya kepada-Nyalah ilmu pengetahuan
kembali.
Menurut
qiraat sahabat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan wafauqa kulli alimin 'alim, yang
artinya 'dan di atas tiap-tiap orang yang alim ada lagi Yang Mahaalim'.
Yusuf, ayat 78-79
{قَالُوا يَا أَيُّهَا
الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا
نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (78) قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ نَأْخُذَ إِلا مَنْ
وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهُ إِنَّا إِذًا لَظَالِمُونَ (79) }
Mereka berkata,
"Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya,
lantaran itu ambillah salah seorang dari kami sebagai gantinya, sesungguhnya
kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.” Berkata Yusuf,
"Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seorang, kecuali orang
yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian, maka
benar-benarlah kami orang-orang yang zalim."
Setelah terbukti kesalahan Bunyamin dan telah
ditetapkan ia harus ditinggalkan pada Yusuf sesuai dengan pengakuan mereka,
maka mereka meminta belas kasihan kepada Yusuf agar Bunyamin dilepaskan:
{قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ
أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا}
Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz,
sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya.” (Yusuf: 78)
Mereka bermaksud bahwa ayah mereka sangat mencintainya
dan menjadikannya sebagai hiburannya dan pelampiasan kerinduannya terhadap
anaknya yang lain yang hilang.
{فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ}
lantaran itu ambillah salah seorang dari kami
sebagai gantinya. (Yusuf: 78)
Yakni sebagai gantinya untuk ditahan olehmu.
{إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ}
sesungguhnya kami melihat kamu termasuk
orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 78)
Yaitu orang yang adil, penyantun lagi menerima
perkara yang baik.
{قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ نَأْخُذَ إِلا
مَنْ وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهُ}
Berkata Yusuf, "Aku mohon perlindungan
kepada Allah dari menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta
benda kami padanya.” (Yusuf: 79)
Seperti yang kalian katakan dan kalian akui
sebelumnya.
{إِنَّا إِذًا لَظَالِمُونَ}
jika kami berbuat demikian, maka
benar-benarlah kami termasuk orang-orang yang berbuat zalim. (Yusuf: 79)
Yakni jika kami mengambil orang yang tidak
bersalah sebagai ganti dari orang yang bersalah, berarti kami benar-benar orang
yang zalim.
Yusuf, ayat 80-82
{فَلَمَّا اسْتَيْأَسُوا
مِنْهُ خَلَصُوا نَجِيًّا قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ
قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي
يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ
لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ (80) ارْجِعُوا إِلَى أَبِيكُمْ فَقُولُوا يَا
أَبَانَا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَمَا شَهِدْنَا إِلا بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا
لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ (81) وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا
وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ (82) }
Maka tatkala mereka
berputus asa dari (putusan) Yusuf,
mereka menyendiri sambil berunding dengan bisik-bisik. Berkatalah yang tertua
di antara mereka, "Tidakkah kalian ketahui bahwa sesungguhnya ayah kalian
telah mengambil janji dari kalian dengan nama Allah dan sebelum itu kalian
telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri
Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah
memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.”
Kembalilah kepada ayah kalian dan katakanlah, "Wahai ayah kami,
sesungguhnya anakmu telah mencuri, dan kami hanya menyaksikan apa yang kami
ketahui, dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) hal yang
gaib. Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan
kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang benar.”
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah
saudara-saudara Yusuf putus asa dalam upaya mereka menyelamatkan saudara mereka
Bunyamin, padahal sebelum itu mereka telah berjanji kepada ayah mereka bahwa
mereka akan membawanya pulang kembali bersama-sama mereka, dan mereka bersumpah
dengan nama Allah untuk itu. Usaha mereka ditolak, lalu:
{خَلَصُوا}
mereka menyendiri. (Yusuf: 80)
Maksudnya, mereka memisahkan diri dari
orang-orang.
{نَجِيًّا}
sambil berunding dengan berbisik-bisik. (Yusuf:
80)
Yakni mereka berbisik-bisik di antara sesama
mereka.
{قَالَ كَبِيرُهُمْ}
Berkatalah yang tertua di antara mereka. (Yusuf:
80)
Dia adalah Rubel. Menurut pendapat lain, dia
adalah Yahuza; dialah yang mengisyaratkan kepada mereka agar melemparkan Yusuf
ke dalam sumur ketika mereka berniat hendak membunuhnya. Ia berkata kepada
mereka:
{أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ
أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ}
Tidakkah kalian ketahui bahwa sesungguhnya
ayah kalian telah mengambil janji dari kalian dengan nama Allah. (Yusuf:
80)
bahwa sesungguhnya kalian benar-benar akan
membawa Bunyamin pulang kembali kepadanya. Dan sekarang telah kalian alami
sendiri bagaimana kalian telah berusaha, tetapi tetap tidak berhasil, padahal
sebelumnya kalian telah menyia-nyiakan Yusuf dan memisahkannya dari dia.
{فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَ}
Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri
Mesir. (Yusuf: 80)
Artinya, aku tidak akan meninggalkan negeri ini.
{حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي}
sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk
kembali). (Yusuf: 80)
Yakni untuk kembali kepadanya dalam keadaan rela
kepadaku.
{أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي}
atau Allah memberi keputusan terhadapku. (Yusuf:
80)
Menurut suatu pendapat adalah dijatuhi hukuman
mati dengan pedang. Sedangkan menurut pendapat lainnya, Allah memberikan
kemampuan kepadaku untuk mengambil saudaraku pulang.
{وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ}
Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (Yusuf:
80)
Kemudian saudara tertua mereka memerintahkan
kepada mereka untuk menceritakan semua yang terjadi kepada ayah mereka,
sehingga mereka mempunyai alasan di hadapannya, sekaligus untuk membela diri
mereka dan membersihkan nama mereka dari apa yang terjadi melalui ucapan
mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ}
dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui)
hal yang gaib. (Yusuf: 81)
Qatadah dan Ikrimah mengatakan, maksudnya adalah
'kami tidak mengetahui bahwa anakmu mencuri'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
mengatakan bahwa 'kami tidak mengetahui di belakang kami bahwa dia (Bunyamin)
mencuri sesuatu. Sesungguhnya kami hanya menanyakan apakah balasan bagi pencuri
itu.'
{وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا
فِيهَا}
Dan tanyakanlah (penduduk) negeri yang
kami berada di situ. (Yusuf: 82)
Menurut Qatadah, yang dimaksud adalah negeri
Mesir. Menurut pendapat lain adalah yang lainnya.
{وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا}
dan kafilah yang kami datang bersamanya. (Yusuf:
82)
Maksudnya kafilah yang datang bersama kami, yakni
tanyakanlah kepada mereka kebenaran dari kisah kami ini dan kepercayaan,
penjagaan serta pemeliharaan kami terhadap saudara kami.
{وَإِنَّا لَصَادِقُونَ}
dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
benar. (Yusuf: 82)
Yaitu dalam kisah kami tentang saudara kami itu,
bahwa dia telah mencuri dan mereka menangkapnya.
Yusuf, ayat 83-86
{قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ
لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي
بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (83) وَتَوَلَّى عَنْهُمْ
وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ
كَظِيمٌ (84) قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا
أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ (85) قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي
إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (86) }
Ya'qub berkata, "Hanya diri kalian sendirilah yang memandang
baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka
kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah
mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana.” Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya
berkata, "Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf, " dan kedua matanya
menjadi putih karena kesedihan, dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap
anak-anaknya). Mereka berkata, "Demi Allah, senantiasa kamu mengingati
Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang
yang binasa.” Ya’qub menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang
kalian tiada mengetahuinya.”
Ya'qub
berkata kepada mereka seperti perkataannya ketika mereka datang dengan membawa
baju gamis Yusuf yang berlumuran darah palsu di masa lalu:
{بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ}
Hanya
diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).
(Yusuf: 83)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, "Ketika mereka datang kepada ayah mereka (Nabi
Ya'qub) dan menceritakan kepadanya semua yang terjadi, maka dalam diri Nabi
Ya'qub terdetik rasa curiga. Ia menduga bahwa mereka telah melakukan hal yang
sama seperti apa yang mereka lakukan terhadap Yusuf dahulu. Untuk itulah ia
berkata: 'Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).' (Yusuf:
83)."
Sebagian
ulama mengatakan bahwa mengingat perbuatan mereka di masa lalu seperti itu,
maka apa yang terjadi pada mereka saat itu disimpulkan sama dengan perbuatan
mereka yang terdahulu, dan benarlah apa yang dikatakan Ya'qub: Hanya diri
kalian sendirilah yang memandang baikperbuatan (yang buruk) itu. Maka
kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (Yusuf: 83)
Kemudian
Nabi Ya'qub memohon kepada Allah semoga Dia mengembalikan ketiga anaknya,
yaitu Yusuf, saudaranya Bunyamin, dan anak tertuanya (yaitu Rubel) yang tinggal
di negeri Mesir menunggu keputusan Allah Swt. mengenai nasib dirinya.
Adakalanya ayahnya memaafkannya, lalu memerintahkannya untuk pulang; dan
adakalanya ia harus berusaha menculik saudaranya untuk dipulangkan kepada
ayahnya. Dalam doanya itu Nabi Ya'qub berkata:
{عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ
جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ}
Mudah-mudahan
Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha
Mengetahui. (Yusuf: 83)
Yakni
Allah Swt. Maha Mengetahui tentang keadaanku.
{الْحَكِيمُ}
lagi
Mahabijaksana. (Yusuf: 83)
dalam
semua perbuatan, keputusan, dan takdir-Nya.
{وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى
عَلَى يُوسُفَ}
Dan
Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya)
seraya berkata, "Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf.” (Yusuf: 84)
Yakni
berpaling dari anak-anaknya dan berkata mengingatkan akan kesedihannya terhadap
Yusuf di masa lalu. Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf. (Yusuf: 84)
Kesedihan
akan kehilangan anaknya yang kedua ini membangkitkan kesedihan yang pertama
yang lebih mendalam.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Sufyan
Al-Usfuri, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa ia telah mengatakan bahwa tiada
seorang pun yang diberi istirja' (kalimat inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un di saat tertimpa musibah) selain dari umat ini (yakni umat Nabi
Muhammad Saw.). Nabi Ya'qub sendiri telah mengatakan: "Aduhai
kesedihanku terhadap Yusuf, " dan kedua matanya menjadi putih karena
kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap
anak-anaknya). (Yusuf: 84)
Makna
kazim artinya diam tidak mengadukan urusannya kepada seorang makhluk
pun. Demikianlah menurut pendapat Qatadah dan lain-lainnya. Ad-Dahhak
mengatakan, kazim artinya dukacita dan sedih.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ [حَدَّثَنَا أَبُو
مُوسَى] ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ
قَيْسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: يَا رَبِّ، إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ يَسْأَلُونَكَ
بِإِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ، فَاجْعَلْنِي لَهُمْ رَابِعًا. فَأَوْحَى
اللَّهُ تَعَالَى إِلَيْهِ أَنْ يَا دَاوُدُ، إِنَّ إِبْرَاهِيمَ أُلْقِيَ فِي
النَّارِ بِسَبَبِي فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ تَنَلْكَ، وَإِنَّ
إِسْحَاقَ بَذَلَ مُهْجَةَ دَمِهِ فِي سَبَبِي فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ
تَنَلْكَ، وَإِنَّ يَعْقُوبَ أَخَذْتُ مِنْهُ حَبِيبَهُ حَتَّى ابْيَضَّتْ
عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ، فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ تَنَلْكَ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan, dari
Al-Ahnaf ibnu Qais, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Daud a.s.
pernah berdoa, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaum Bani Israil memohon
kepada Engkau melalui Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub; maka jadikanlah diriku orang
yang keempatnya bagi mereka.” Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Daud,
"Bahwasanya, hai Daud, sesungguhnya Ibrahim pernah dilemparkan ke dalam
api karena Aku, dan dia bersabar. Dan itu adalah cobaan yang belum pernah kamu
alami. Dan sesungguhnya Ishaq telah mengorbankan darah dirinya karena Aku dan
dia bersabar. Dan itu merupakan cobaan yang belum pernah kamu alami. Dan sesungguhnya
Ya'qub telah diambil orang yang dikasihinya dari sisinya, sehingga kedua
matanya putih karena menangis kesedihan, dia bersabar, dan itu adalah cobaan
yang belum pernah kamu alami."
Hadis
ini mursal, dan di dalam isinya terdapat hal yang munkar. Karena
sesungguhnya hal yang benar ialah bahwa Ismaillah yang disembelih (bukan
Ishaq). Dan lagi Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an (salah seorang yang disebutkan dalam
sanad hadis ini) mempunyai banyak hadis yang berpredikat munkar dan garib.
Penilaian
yang lebih dekat kepada kebenaran sehubungan dengan hadis ini ialah bahwa
Al-Ahnaf ibnu Qais meriwayatkan hal ini dari sebagian kaum Bani Israil (yang
telah masuk Islam), seperti Ka'b, Wahb, dan lain-lainnya. Karena orang-orang
Bani Israil telah menukil dari Nabi Ya'qub, bahwa ia berkirim surat kepada
Yusuf ketika Yusuf menahan saudaranya karena dituduh mencuri, dalam suratnya
itu Ya'qub memohon belas kasihan kepada Yusuf untuk mengembalikan anaknya
kepadanya. Disebutkan pula bahwa mereka adalah ahli bait yang tertimpa musibah;
Ibrahim diuji dengan api, Ishaq disembeiih, dan Ya'qub berpisah dari Yusuf. Hal
ini disebutkan di dalam sebuah hadis panjang yang tidak sahih predikatnya.
Maka
pada saat itu anak-anaknya merasa belas kasihan kepada ayahnya, lalu mereka
berkata kepada ayahnya dengan nada memelas dan lemah lembut:
{قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ
يُوسُفَ}
Demi
Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf. (Yusuf:
85)
Yakni
engkau masih tetap ingat kepada Yusuf.
{حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا}
sehingga
kamu mengidapkan penyakit yang berat. (Yusuf:
85)
Yaitu
kekuatanmu menjadi memudar dan lemah.
{أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ}
atau
termasuk orang-orang yang binasa. (Yusuf:
85)
Mereka
mengatakan bahwa jika keadaan ini terus-menerus berlangsung atas dirimu, kami
merasa khawatir kamu akan menjadi orang yang binasa.
{قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي
إِلَى اللَّهِ}
Ya'qub
menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku.” (Yusuf: 86)
Ya'qub
menjawab ucapan mereka dengan kalimat berikut: Sesungguhnya hanyalah kepada
Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. (Yusuf: 86) Yakni hanya
kepada Allah sajalah aku mengadukan kesusahanku dan penderitaan yang kualami
ini. dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya. (Yusuf:
86) Artinya, aku mengharap semua kebaikan dari Allah.
Dari
Ibnu Abbas disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku mengetahui
dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya. (Yusuf: 86) Yakni mimpi
yang dialami oleh Yusuf itu adalah benar, dan Allah pasti akan menampakkannya
menjadi kenyataan.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa aku
mengetahui mimpi Yusuf itu benar, dan kelak aku akan bersujud menghormat
kepadanya.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ
الْمَلِكِ بْنِ أَبِي غَنَيَّة، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُمَرَ بْنِ أَبِي الزُّبَيْرِ،
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ لِيَعْقُوبَ النَّبِيِّ، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، أَخٌ مُؤاخ لَهُ، فَقَالَ لَهُ ذَاتَ يَوْمٍ: مَا الَّذِي أَذْهَبَ
بَصَرَكَ وَقَوَّسَ ظَهْرَكَ؟ قَالَ: الَّذِي أَذْهَبَ بَصَرِي الْبُكَاءُ عَلَى
يُوسُفَ، وَأَمَّا الَّذِي قَوَّسَ ظَهْرِي فَالْحُزْنُ عَلَى بِنْيَامِينَ،
فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا يَعْقُوبُ، إِنَّ اللَّهَ
يُقرئك السَّلَامَ وَيَقُولُ لَكَ: أَمَا تَسْتَحْيِي أَنْ تَشْكُوَنِي إِلَى
غَيْرِي؟ فَقَالَ يَعْقُوبُ: إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ.
فَقَالَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ: اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَشْكُو"
Ibnu
AbuHatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Malik ibnu Abu Buhainah, dari Hafs
ibnu Umar ibnu Abuz Zubair, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Nabi Ya’qub mempunyai seorang saudara
angkat, di suatu hari saudara angkatnya bertanya kepadanya, "Apakah yang
membuat matamu buta dan punggungmu bongkok?” Ya’qub menjawab, "Hal yang membutakan
mataku adalah karena menangisi Yusuf, dan hal yang menyebabkan punggungku
bongkok ialah kesedihan karena kehilangan Bunyamin.” Maka Jibril a.s. datang
kepadanya dan mengatakan, "Hai Ya’qub, sesungguhnya Allah menyampaikan
salam kepadamu, dan berfirman kepadamu, 'Tidakkah kamu malu mengadu kepada
selain Aku'?” Ya’qub berkata, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku.”Jibrila.s. berkata, "Allah
mengetahui apa yang kamu adukan."
Hadis
ini berpredikat garib di dalamnya terdapat hal yang mungkar.
Yusuf, ayat 87-88
{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا
فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ
إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (87)
فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا
الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ
عَلَيْنَا إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ (88) }
"Hai anak-anakku, pergilah kalian, maka carilah
berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kalian berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang
kafir.” Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata,
"Hai Al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami
datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan
untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan
kepada orang-orang yang bersedekah.”
Allah
Swt. menceritakan perihal Nabi Ya'qub, bahwa Ya'qub memerintahkan kepada
anak-anaknya untuk pergi ke negeri itu untuk mencari berita tentang Yusuf dan
saudaranya Bunyamin.
Lafaz
tahassus digunakan untuk mencari berita kebaikan, sedangkan tajassus digunakan
untuk mencari berita keburukan. Ya'qub memberi semangat kepada mereka, bahwa
janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah Swt. Dengan kata lain,
janganlah kalian putus harapan dari rahmat Allah dalam menghadapi tantangan dan
meraih cita-cita yang dituju. Karena sesungguhnya tiada yang berputus harapan
dari rahmat Allah kecuali hanyalah orang-orang kafir.
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ}
Maka
ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf.
(Yusuf: 88)
Bentuk
lengkapnya adalah seperti berikut: Bahwa lalu mereka berangkat dan masuk ke
negeri Mesir, kemudian masuk ke tempat Yusuf.
{قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا
وَأَهْلَنَا الضُّرُّ}
Mereka
berkata, "Hai Al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan.”
(Yusuf: 88)
Yakni
musim kering, paceklik, dan minimnya bahan makanan pokok.
{وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ}
dan
kami datang membawa barang-barang yang tak berharga. (Yusuf: 88)
Maksudnya,
kami membawa barang yang tak berharga sebagai penukaran dari sukatan yang
kami kehendaki. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Al-Hasan, dan
lain-lainnya.
Menurut
Ibnu Abbas, makna muzjatin ialah barang-barang bekas yang tidak berharga
lagi, seperti baju bekas, tali, dan lain-lainnya.
Menurut
riwayat lain yang bersumberkan darinya, dirham yang buruk yang nilai tukarnya
kurang dari aslinya.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan As-Saddi.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan bahwa yang dimaksud adalah uang dirham yang sudah cacat.
Abu
Saleh mengatakan, yang dimaksud adalah buah sanubar dan biji hijau.
Ad-Dahhak
mengatakan, yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tak laku lagi untuk
dijadikan alat pertukaran.
Abu
Saleh mengatakan bahwa mereka datang dengan membawa biji Al-Batm yang
berwarna hijau dan buah sanubar. Orang yang memiliki barang yang tak
berharga ini ditolak karena nilai barangnya sudah tidak ada lagi.
Firman
Allah Swt. menceritakan tentang ucapan mereka:
{فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ}
maka
sempurnakanlah sukatan untuk kami (Yusuf:
88)
Yakni
berikanlah kepada kami dengan harga yang tak berarti ini sukatan seperti yang
pernah engkau berikan kepada kami sebelumnya. Menurut qiraat ibnu Mas'ud
disebutkan fa-auqir rikabana watasaddaq alaina, yakni penuhilah muatan
kami dan bersedekahlah kepada kami. Ibnu Juraij mengatakan bahwa bersedekahlah
kepada kami dengan mengembalikan saudara kami kepada kami.
Sa'id
ibnu Jubair dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
bersedekahlah kepada kami. (Yusuf: 88) Mereka mengatakan, bersedekahlah
kepada kami dengan menerima barang yang tak berharga ini dan memaafkannya.
Sufyan
ibnu Uyaynah pernah ditanya, "Apakah sedekah pernah diharamkan atas
seseorang dari kalangan para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.?" Maka Sufyan
ibnu Uyaynah menjawab, "Tidakkah engkau pernah mendengar firman-Nya: 'maka
sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya
Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.' (Yusuf:
88)."
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Al-Haris, dari Al-Qasim, dari Sufyan ibnu
Uyaynah.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan
kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah,
dari Usman ibnul Aswad, bahwa ia pernah mendengar Mujahid ketika ditanya,
"Apakah makruh bila seseorang mengatakan dalam doanya, 'Ya Allah,
bersedekahlah kepadaku'?" Mujahid menjawab, "Ya, sesungguhnya sedekah
itu hanyalah bagi orang yang mencari pahala (sedangkan Allah tidak memerlukannya)."
Yusuf, ayat 89-92
{قَالَ هَلْ عَلِمْتُمْ
مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ (89) قَالُوا
أَئِنَّكَ لأنْتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَا يُوسُفُ وَهَذَا أَخِي قَدْ مَنَّ اللَّهُ
عَلَيْنَا إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ (90) قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ
كُنَّا لَخَاطِئِينَ (91) قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ
اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (92) }
Yusuf berkata, "Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian lakukan
terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan
kalian itu?” Mereka berkata, "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf
menjawab, "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah
melimpahkan karunia-Nya kepada kami.” Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa
dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik.” Mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah
melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
bersalah (berdosa)." Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari
ini tak ada cercaan terhadap kalian; mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian),
dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Allah
Swt. menceritakan perihal Yusuf a.s., bahwa ketika saudara-saudaranya
menceritakan kesengsaraan, kesempitan, serta keminiman bahan makanan pokok dan
musim paceklik yang menimpa mereka, dan Yusuf teringat akan kesedihan yang
menimpa ayahnya karena kehilangan kedua putra terkasihnya, sedangkan dia
sendiri berada dalam kerajaan dan memiliki kekuasaan serta keluasan, maka pada
saat itu juga timbullah rasa kasihan kepada ayahnya dan saudara-saudaranya.
Yusuf saat itu menangis, maka mereka menjadi mengenalnya. Menurut suatu
pendapat, Yusuf mengangkat (membuka) mahkotanya sehingga tahi lalat yang ada di
keningnya kelihatan. Yusuf berkata:
{هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ
وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ}
"Apakah
kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian
lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat)
perbuatan kalian itu?” (Yusuf: 89)
Yaitu
mengapa kalian memisahkan antara dia dan saudaranya?
{إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ}
ketika
kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan
kalian itu? (Yusuf: 89)
Yakni
sesungguhnya yang mendorong kalian berbuat demikian tiada lain karena kebodohan
kalian sendiri akan akibat dari perbuatan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh
sebagian ulama Salaf, bahwa barang siapa yang durhaka kepada Allah, maka dia
adalah orang yang bodoh, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
yang lain:
{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا
السُّوءَ بِجَهَالَةٍ}
Kemudian,
sesungguhnya Tuhan kalian (mengampuni)
bagi orang orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya. (An-Nahl:
119), hingga akhir ayat.
Menurut
lahiriahnya Yusuf a.s. sendirilah yang mengenalkan dirinya kepada mereka dengan
seizin Allah Swt. yang memerintahkan kepadanya untuk membuka rahasia dirinya.
Sebagaimana dia menyembunyikan identitas pribadinya pada permulaannya yang juga
atas perintah Allah Swt. Akan tetapi, setelah keadaan mendesak dan urusan
sangat genting, maka Allah Swt. memberikan kepadanya jalan keluar dari
kesempitan itu, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain
melalui firman-Nya:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا}
Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. (Alam
Nasyrah: 5-6)
Maka
pada saat itu juga mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata:
{أَئِنَّكَ لأنْتَ يُوسُفُ}
Apakah
kamu ini benar-benar Yusuf? (Yusuf:
90)
Ubay
ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"أَوَ أَنْتَ
يُوسُفُ"
Sesungguhnya
Engkau benar-benar yusuf .
Ibnu
Muhaisin membacanya dengan bacaan berikut :
"إنَّك لأنتَ
يُوسُفُ"
Apakah
kamu ini Yusuf?
Tetapi
qiraat (bacaan) yang terkenal adalah bacaan yang pertama, karena istifham (kata
tanya) menunjukkan makna kagum. Dengan kata lain, mereka merasa heran akan hal
tersebut; mereka telah berkali-kali datang kepada Yusuf selama dua tahun
—bahkan lebih—tanpa mengenalinya, sedangkan Yusuf mengenal mereka dengan baik
dan menyembunyikan perihal dirinya. Karena itulah mereka berkata dengan nada
tanya: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab,
"Akulah Yusuf, dan ini saudaraku.” (Yusuf: 90)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا}
sesungguhnya
Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. (Yusuf: 90)
Yakni
dengan mengumpulkan kami kembali sesudah berpisah sekian lamanya.
{إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ
اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ
اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ}
Sesungguhnya
barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” Mereka berkata,
"Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami.” (Yusuf: 90-91)
Mereka
mengakui keutamaan dan kelebihan yang dimiliki oleh Yusuf atas diri mereka
dalam hal penampilan, akhlak, kekayaan, kerajaan, kekuasaan, juga kenabian,
menurut orang yang tidak menganggap mereka menjadi nabi. Dan mereka mengakui
bahwa diri mereka telah berbuat kejahatan terhadapnya dan melanggar haknya.
{قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ}
Dia
(Yusuf) berkata, "Pada hari
ini tak ada cercaan terhadap kalian." (Yusuf: 92)
Yusuf
mengatakan, "Tiada kecaman atas diri kalian dan tiada celaan terhadap
kalian pada hari ini, dan aku tidak akan mengungkit-ungkit lagi dosa kalian
terhadap diriku sesudah hari ini." Kemudian Yusuf mendoakan mereka agar
diampuni. Untuk itu ia berdoa:
{يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ
الرَّاحِمِينَ}
mudah-mudahan
Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha
Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 92)
As-Saddi
mengatakan bahwa mereka meminta maaf kepada Yusuf. Maka Yusuf berkata: Pada
hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. (Yusuf: 92) Yakni aku tidak akan
menyebutkan dosa kalian lagi.
Ibnu
Ishaq dan As-Sauri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari
ini tak ada cercaan terhadap kalian. (Yusuf: 92) Artinya, tiada celaan atas
kalian hari ini di hadapanku atas apa yang telah kalian kerjakan di masa lalu. mudah-mudahan
Allah mengampuni kalian. (Yusuf: 92) Yaitu semoga Allah mengampuni apa yang
telah kalian kerjakan. dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang. (Yusuf: 92)
Yusuf, ayat 93-95
{اذْهَبُوا بِقَمِيصِي
هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ
أَجْمَعِينَ (93) وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لأجِدُ رِيحَ
يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ (94) قَالُوا تَاللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلالِكَ
الْقَدِيمِ (95) }
"Pergilah kalian dengan membawa baju gamisku ini, lalu
letakkanlah baju ini ke wajah ayahku nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah
keluarga kalian semuanya kepadaku.” Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), berkata ayah mereka,
"Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku
lemah akal (tentu kalian membenarkan aku).” Keluarganya berkata,
"Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.”
Yusuf
a.s. berkata kepada saudara-saudaranya, "Pergilah kalian dengan membawa
baju gamisku ini,
{فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ
بَصِيرًا}
dan
letakkanlah baju ini ke wajah ayahku, niscaya ia akan dapat melihat kembali.” (Yusuf: 93)
Saat
itu Nabi Ya'qub telah buta akibat banyak menangis (karena berpisah dengan
Yusuf).
{وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ}
dan
bawalah keluarga kalian semuanya kepadaku. (Yusuf:
93)
Yakni
semua Bani Ya'qub.
{وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ}
Tatkala
kafilah itu telah keluar (dari
negeri Mesir). (Yusuf: 94)
Maksudnya,
setelah meninggalkan negeri Mesir.
{قَالَ أَبُوهُمْ}
berkata
ayah mereka. (Yusuf: 94)
Yakni
Nabi Ya'qub a.s. kepada anak-anaknya yang ada bersamanya.
{إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ
تُفَنِّدُونِ}
Sesungguhnya
aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Yakni
sekiranya kalian tidak menuduhku pikun.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Sinan, dari
Abdullah ibnu Abul Huzail yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala kafilah itu telah
keluar (dari negeri Mesir). (Yusuf: 94) Bahwa ketika kafilah meninggalkan
negeri Mesir, bertiuplah angin kencang, hingga angin itu sampai ke tempat
Ya'qub a.s. dengan membawa bau baju gamis Yusuf. Maka Nabi Ya'qub berkata: Sesungguhnya
aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu
kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94) Nabi Ya'qub dapat mencium bau Yusuf dari
jarak perjalanan delapan hari.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri dan Syu'bah serta
lain-lainnya, dari Abu Sinan dengan sanad yang sama.
Al-Hasan
dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa jarak di antara keduanya adalah delapan puluh farsakh
(pos), dan lama berpisah antara Nabi Ya'qub dengan Nabi Yusuf adalah
delapan puluh tahun.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ}
sekiranya
kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu
kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Ibnu
Abbas, Mujahid, Ata, Qatadah, dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah lemah akal. Mujahid dan Al-Hasan mengatakan pula bahwa makna
yang dimaksud ialah pikun.
Firman
Allah Swt. menyitir ucapan mereka:
{إِنَّكَ لَفِي ضَلالِكَ الْقَدِيمِ}
Sesungguhnya
kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu. (Yusuf:
95)
Ibnu
Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya engkau masih dalam
kekeliruanmu yang dahulu. Qatadah mengatakan bahwa cintamu kepada Yusuf masih
tetap melekat, tidak pernah engkau lupakan. Mereka mengatakan kalimat yang
kurang ajar terhadap ayah mereka, padahal kata-kata itu tidak pantas mereka
katakan kepada ayah mereka, terlebih lagi ayah mereka adalah seorang Nabi
Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya.
Yusuf, ayat 96-98
{فَلَمَّا أَنْ جَاءَ
الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ
لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (96) قَالُوا يَا
أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ (97) قَالَ
سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (98) }
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya
baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata
Ya’qub, "Tidakkah aku katakan kepada kalian bahwa aku mengetahui dari
Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya.” Mereka berkata, "Wahai ayah
kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” Ya’qub berkata, "Kelak aku akan memohonkan
ampun bagi kalian kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Ibnu
Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Basyir,
" tukang pos. Menurut Mujahid dan As-Saddi, tukang pos itu adalah
Yahuza ibnu Ya'qub. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya dialah yang membawa
baju gamis Yusuf, karena dialah dahulu yang mendatangkan baju gamis Yusuf yang
dilumuri dengan darah palsu. Maka Yahuza bermaksud ingin membersihkan kesalahan
yang dahulu dengan perbuatannya sekarang. Lalu ia datang dengan membawa baju
gamis Yusuf dan ia letakkan baju gamis itu ke wajah ayahnya; maka seketika itu
juga ayahnya dapat melihat kembali dan langsung berkata kepada anak-anaknya:
{أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Tidakkah
aku katakan kepada kalian bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak
mengetahuinya. (Yusuf: 96)
Yakni
aku mengetahui bahwa Allah akan mengembalikan Yusuf kepadaku, dan aku katakan
kepada kalian:
{إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ
تُفَنِّدُونِ}
Sesungguhnya
aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Maka
pada saat itu mereka berkata kepada ayah mereka dengan nada meminta belas
kasihan:
{يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
Wahai
ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).
Ya’qub berkata, "Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf:
97-98)
Barang
siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya.
Ibnu
Mas'ud, Ibrahim At-Taimi, Amr ibnu Qais, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya
mengatakan bahwa Nabi Ya'qub menangguhkan permohonan mereka sampai waktu sahur.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Idris, bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman ibnu Ishaq
menceritakan asar berikut dari Muharib ibnu Disar, bahwa Khalifah Umar r.a.
datang ke masjid, lalu ia mendengar seseorang mengucapkan doa berikut: "Ya
Allah, Engkau telah menyeruku, lalu aku memenuhi seruan-Mu. Dan Engkau telah
memerintahkan kepadaku, lalu aku taati. Demi waktu sahur ini, berilah ampunan
kepadaku." Umar mendengarkan suara itu, lalu menyelidikinya, dan ternyata
suara itu berasal dari rumah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ketika ia ditanya
tentang bacaan doanya itu, ia menjawab, "Sesungguhnya Ya'qub menangguhkan
permintaan anak-anaknya sampai waktu sahur melalui ucapannya yang disitir oleh
firman Allah Swt.: 'Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada
Tuhanku.' (Yusuf: 98)."
Di
dalam hadis disebutkan bahwa hal itu terjadi pada malam Jumat, seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Jarir pula dalam riwayat lainnya; bahwa:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو أَيُّوبَ الدِّمَشْقِيُّ،
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنْ عَطَاءٍ وعِكْرِمة، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {سَوْفَ
أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي} يَقُولُ: حَتَّى تَأْتِيَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ،
وَهُوَ قَوْلُ أَخِي يَعْقُوبَ لِبَنِيهِ
telah
menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu
Abdur Rahman Abu Ayyub Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Abul Walid,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata dan Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, dari Rasulullah Saw. mengenai firman-Nya: Kelak aku akan memohonkan
ampun bagi kalian kepada Tuhanku. (Yusuf: 98) Bahwa yang dimaksud ialah
hingga datang malam Jumat. Itulah yang dimaksudkan oleh perkataan saudaraku
Ya'qub kepada anak-anaknya.
Bila
ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib; dan mengenai
predikat marfu'-nya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Yusuf, ayat 99-100
{فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى
يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
آمِنِينَ (99) وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا
وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا
وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ
الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ
رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (100) }
Maka tatkala mereka masuk ke (negeri) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapaknya, dan dia berkata,
"Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” Dan ia
menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan
diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah
ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu
kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia
membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang
pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antara aku dan
saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
Allah
Swt. menceritakan kisah keberangkatan Ya'qub ke tempat Yusuf a.s. dan
kedatangannya di negeri Mesir atas perintah Yusuf yang memerintahkan kepada
saudara-saudaranya agar mendatangkan semua keluarga mereka ke negeri Mesir.
Maka mereka membawa semua keluarga mereka dan berangkat meninggalkan negeri
Kan'an —tempat tinggal mereka— menuju negeri Mesir.
Tatkala
Yusuf a.s. mendapat berita bahwa mereka telah berada di dekat perbatasan Mesir,
maka ia keluar untuk menyambut kedatangan mereka. Yusuf memerintahkan pula
kepada semua pembantu dan orang-orang terkemuka negeri itu untuk menyambut
kedatangan Nabi Allah Ya'qub a.s. Menurut suatu pendapat, Raja Mesir pun ikut
keluar menyambut kedatangannya; pendapat inilah yang mendekati kebenaran.
Kebanyakan
kalangan ulama tafsir merasa kesulitan dalam menafsirkan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا
مِصْرَ}
Yusuf
memberikan tempat kepada ibu bapaknya dan berkata, "Masuklah kalian ke
negeri Mesir.” (Yusuf: 99)
Sebagian
ulama tafsir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat taqdim dan ta-khir.
Makna yang dimaksud ialah:
{وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ آمِنِينَ}
dan
dia berkata "Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan
aman.” (Yusuf: 99)
Lalu
ia memberikan tempat kepada kedua orang tuanya dan menaikkannya ke singgasana.
Tetapi
Ibnu Jarir membantah penafsiran ini dengan bantahan yang cukup beralasan.
Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang diriwayatkan oleh As-Saddi, yaitu
Yusuf merangkul ibu bapaknya ketika menyambutnya; dan setelah mereka tiba di
pintu gerbang kota, ia berkata kepada mereka: Masuklah kalian ke negeri
Mesir, insya Allah dalam keadaan aman. (Yusuf: 99)
Akan
tetapi, penafsiran ini pun masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena
makna al-iwa hanyalah dipakai untuk pengertian memberikan tempat.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. dalam ayat lainnya,
yaitu:
{آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ}
Yusuf
membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya. (Yusuf:
69)
Di
dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ آوَى مُحْدِثًا
Barang
siapa yang memberikan tempat kepada seorang ahli bid'ah, hingga akhir hadis.
Dengan
demikian, tiada halangan bila dikatakan bahwa setelah mereka masuk ke tempat
Yusuf dan Yusuf memberikan tempat kepada mereka, lalu ia berkata,
"Masuklah kalian ke negeri Mesir"; dan Yusuf memberikan jaminan
keamanan kepada mereka seraya berkata, "Tinggallah di negeri Mesir, insya
Allah dalam keadaan aman," yakni aman dari kesengsaraan dan paceklik
yang selama ini menimpa kalian.
Menurut
suatu pendapat —hanya Allah Yang Maha Mengetahui kebenarannya— sesungguhnya
Allah melenyapkan musim paceklik selanjutnya dari penduduk negeri Mesir berkat
kedatangan Nabi Ya'qub kepada mereka, sebagaimana dilenyapkan-Nya musim
paceklik yang didoakan oleh Rasulullah Saw. atas penduduk Mekah. Rasulullah
Saw. berdoa atas mereka:
"اللَّهُمَّ
أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ"
Ya
Allah, tolonglah aku dengan menimpakan musim paceklik atas mereka seperti musim
pacekliknya Yusuf.
Kemudian
mereka (penduduk Mekah yang kafir) memohon kepada Nabi Saw. dengan merendahkan
diri melalui utusan mereka Abu Sufyan agar musim paceklik itu dilenyapkan dari
mereka. Maka sisa musim paceklik itu dilenyapkan berkat doa Rasulullah Saw.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ}
Yusuf
merangkul ibu bapaknya. (Yusuf:
99)
As-Saddi
dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sesungguhnya yang dimaksud
dengan keduanya ialah ayah dan bibinya, karena ibu Nabi Yusuf telah meninggal
dunia di masa lalu.
Menurut
Muhammad ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, keduanya adalah ayah dan ibunya,
kedua-duanya masih hidup.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa tiada suatu dalil pun yang menunjukkan bahwa ibu Nabi
Yusuf telah meninggal dunia saat itu. Makna lahiriah Al-Qur'an menunjukkan
bahwa ibu Nabi Yusuf masih hidup. Pendapat yang dibela oleh Ibnu Jarir ini
merupakan pendapat yang dimenangkan karena sesuai dengan konteks ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ}
Dan
Yusuf menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. (Yusuf: 100)
Ibnu
Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan al- arsy dalam ayat ini ialah singgasana. Yakni Yusuf
mendudukkan kedua orang tuanya ke atas singgasananya bersama-sama dengan dia.
{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا}
Dan
mereka (semuanya) merebahkan diri seraya
bersujud kepada Yusuf. (Yusuf: 100)
Maksudnya,
bersujud kepada Yusuf kedua orang tuanya dan semua saudaranya yang jumlahnya
ada sebelas orang.
{وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ
رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ}
Dan
berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu."
(Yusuf: 100)
Yakni
mimpi yang pernah ia ceritakan kepada ayahnya jauh sebelum itu, yang disebutkan
di dalam firman-Nya:
إِنِّي
رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا
sesungguhnya
aku bermimpi melihat sebelas buah bintang. (Yusuf:
4), hingga akhir ayat.
Hal
ini masih diperbolehkan di dalam syariat mereka, bilamana memberikan salam
penghormatan kepada orang besar, yakni boleh bersujud kepadanya. Hal ini
diperbolehkan sejak zaman Nabi Adam sampai kepada syariat Nabi Isa a.s.
Kemudian dalam syariat Nabi Muhammad Saw. hal ini diharamkan, dan hanya
dikhususkan kepada Allah Tuhan sekalian alam. Demikianlah ringkasan dari apa
yang dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya.
Di
dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Mu'az tiba di negeri Syam, ia
menjumpai mereka masih bersujud kepada uskup-uskup mereka. Ketika Mu'az
bersujud kepada Rasulullah Saw., Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang
engkau lakukan ini, hai Mu'az?" Mu'az menjawab, "Sesungguhnya aku
melihat penduduk negeri Syam bersujud kepada uskup-uskup mereka, maka engkau
lebih berhak untuk disujudi, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw.
bersabda:
"لَوْ كُنْتُ آمِرًا
أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الزَّوْجَةَ أَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَا مِنْ عِظم حَقِّهِ عَلَيْهَا"
Seandainya
aku memerintahkan kepada seseorang untuk bersujud kepada orang lain, tentu aku
akan perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena hak
suaminya atas dirinya sangatlah besar.
Di
dalam hadis lain disebutkan bahwa Salman bersua dengan Nabi Saw. di salah satu
jalan kota Madinah; saat itu Salman baru masuk Islam, maka ia bersujud kepada
Nabi Saw. (sebagai penghormatan kepadanya). Nabi Saw. bersabda membantah:
"لَا تَسْجُدْ لِي
يَا سَلْمَانُ، وَاسْجُدْ لِلْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ"
Hai
Salman, janganlah kamu sujud kepadaku. Bersujudlah kepada Tuhan Yang Hidup,
Yang tak pernah mati.
Keterangan
ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa bersujud dalam penghormatan kepada
seorang pembesar diperbolehkan dalam syariat mereka. Maka dari itu, mereka
semuanya bersujud kepada Yusuf; dan saat itu juga Yusuf berkata: Wahai
ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah
menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf: 100) Yakni inilah kenyataan dari
mimpiku itu.
Penggunaan
kata 'takwil dalam ayat ini ditujukan kepada pengertian kesimpulan dari suatu
perkara atau kenyataannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman
Allah Swt.dalam ayat yang lain:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ
يَأْتِي تَأْوِيلُهُ}
Tiadalah
mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya
' kebenaran) Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan
Al-Qur'an. (Al-A'raf: 53)
Artinya,
pada hari kiamat nanti akan datang kepada mereka apa yang telah dijanjikan
kepada mereka, yaitu balasan kebaikan dan balasan keburukan (mereka).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}
Tuhanku
telah menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf:
100)
Yakni
menjadi kenyataan yang benar. Lalu Yusuf menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang
telah diberikan kepadanya:
{وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ
السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ}
Dan
sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku
dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang pasir. (Yusuf: 100)
Yaitu
dari daerah pedalaman.
Ibnu
Juraij dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka adalah penduduk daerah
pedalaman yang bermata pencaharian beternak. Ibnu Juraij mengatakan, mereka
tinggal di daerah pedalaman Palestina, bagian dari negeri Syam. Menurut
pendapat lainnya mereka tinggal di Aulaj, lereng pegunungan Hasma; mereka
adalah orang-orang pedalaman, beternak kambing dan unta.
{مِنْ بَعْدِ أَنْ نزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي
وَبَيْنَ إِخْوَتِي
إِنَّ
رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ}
setelah
setan merusakkan (hubungan) antaraku dan
saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia
kehendaki. (Yusuf: 100)
Maksudnya,
apabila Dia menghendaki sesuatu perkara, maka Dia menetapkan baginya semua
penyebab kejadiannya dan memutuskannya serta memudahkan terlaksananya.
{إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ}
Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mengetahui. (Yusuf:
100)
akan
kemaslahatan hamba-hamba-Nya.
{الْحَكِيمُ}
lagi
Mahabijaksana. (Yusuf: 100)
dalam
ucapan, perbuatan, ketetapan, takdir, dan semua yang dipilih dan yang dikehendaki-Nya.
Abu
Usman An-Nahdi telah meriwayatkan dari Sulaiman, bahwa jarak masa antara mimpi
Yusuf dan kenyataannya adalah empat puluh tahun. Abdullah ibnu Syaddad
mengatakan bahwa masa itulah batas maksimal kenyataan suatu mimpi. Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu
Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali, telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahhab As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami
Hisyam, dari Al-Hasan yang mengatakan, "Jarak masa antara perpisahan
dengan Nabi Yusuf sampai Nabi Ya'qub bersua dengannya adalah delapan puluh
tahun. Selama itu kesedihan selalu melanda hati Ya'qub a.s., dan air matanya
selalu berlinangan mengalir ke pipinya tiada henti-hentinya. Tiada seorang
hamba pun di muka bumi ini yang lebih disukai oleh Allah selain Nabi
Ya'qub."
Hasyim
telah meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Hasan, bahwa masa itu adalah delapan
puluh tiga tahun. Mubarak ibnu Fudalah mengatakan dari Al-Hasan, bahwa Yusuf
dilemparkan ke dasar sumur ketika berusia tujuh belas tahun, dan menghilang
dari pandangan ayahnya selama delapan puluh tahun. Sesudah itu ia hidup selama
dua puluh tiga tahun. Yusuf a.s. wafat dalam usia seratus dua puluh tahun.
Qatadah
mengatakan, masa perpisahan antara Ya'qub dan Yusuf adalah tiga puluh lima
tahun.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa menghilangkan Yusuf dari ayahnya adalah selama
delapan belas tahun. Selanjutnya Ibnu Ishaq mengatakan, orang-orang ahli kitab
menduga bahwa masa itu empat puluh tahun atau yang mendekatinya. Ya'qub tinggal
bersama Yusuf sesudah Ya'qub tiba di negeri Mesir adalah selama tujuh belas
tahun, kemudian Allah mewafatkannya.
Abi
Ishaq As-Subai'i mengatakan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
mengatakan bahwa kaum Bani Israil masuk ke negeri Mesir sebanyak tiga ratus
enam puluh orang; ketika pergi meninggalkan Mesir, jumlah mereka mencapai enam
ratus tujuh puluh ribu orang.
Abu
Ishaq telah meriwayatkan dari Masruq, bahwa mereka masuk ke negeri Mesir dalam
jumlah tiga ratus sembilan puluh orang yang terdiri atas kaum pria dan
wanitanya.
Musa
ibnu Ubaidah telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari
Abdullah ibnu Syaddad, bahwa keluarga Ya'qub berkumpul dengan Yusuf di negeri
Mesir, sedangkan jumlah mereka ada delapan puluh enam orang termasuk anak-anak
kecil, orang dewasa, kaum pria dan wanitanya. Ketika mereka pergi meninggalkan
negeri Mesir, jumlah mereka mencapai enam ratus ribu orang lebih.
Yusuf, ayat 101
{رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي
مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا
وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (101) }
Ya tuhanku, sesungguhnya
Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan
kepadaku sebagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi,
Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.
Itulah
doa Nabi Yusuf yang dipanjatkannya kepada Allah Swt. setelah limpahan nikmat
Allah buatnya disempurnakan, yaitu di kala ia dapat berkumpul kembali dengan
kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Juga atas nikmat lainnya yang telah
dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya, yaitu berupa kenabian dan kerajaan.
Kemudian ia memohon kepada Allah Swt. agar nikmat yang telah dilimpahkan
kepadanya di dunia ini terus berkelanjutan sampai ke hari akhirat, dan hendaknya
Allah mewafatkannya dalam keadaan Islam. Demikianlah menurut Ad-Dahhak. Dan
hendaknya Allah menghimpunkannya bersama-sama saudara-saudaranya dari kalangan
para nabi dan para rasul, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada
mereka semua.
Doa
ini barangkali dipanjatkan oleh Nabi Yusuf a.s. ketika ia sedang menjelang
kewafatannya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui
Srti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. ketika menjelang kewafatannya
mengangkat jari telunjuknya seraya berdoa:
"اللَّهُمَّ فِي
الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي
الرَّفِيقِ الْأَعْلَى"
Ya
Allah, (gabungkanlah diriku) bersama-sama
teman-teman (ku) di (tempat) yang tertinggi (surga).
Doa
ini diucapkannya sebanyak tiga kali.
Barangkali
Yusuf a.s. pun meminta diwafatkan dalam keadaan Islam serta bergabung dengan
orang-orang saleh apabila ajalnya telah tiba.
Bukan
berarti dia meminta hal tersebut secara tanjiz (mohon diperkenankan),
seperti doa seseorang kepada lawan bicaranya, "Semoga Allah mewafatkanmu
dalam keadaan Islam," dan seorang yang mengatakan dalam doanya, "Ya
Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan Islam, wafatkanlah kami dalam keadaan
Islam, dan gabungkanlah kami dengan orang-orang saleh."
Akan
tetapi, dapat pula dikatakan bahwa Yusuf a.s. mendoa hal itu dengan permohonan tanjiz;
dan hal ini diperbolehkan dalam syariat mereka. Demikianlah menurut
Qatadah.
Firman
Allah Swt.:
{تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي
بِالصَّالِحِينَ}
wafatkanlah
aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)
Setelah
Allah menghimpunkan semua anggota keluarganya dan membuatnya senang sehingga
saat itu Yusuf dalam keadaan bergelimangan dengan kenikmatan duniawi,
kerajaannya, dan semua perhiasannya, maka ia merindukan orang-orang saleh yang
sebelumnya.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa sebelum Yusuf a.s. tiada seorang nabi pun yang
mengharapkan untuk diwafatkan.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Jarir dan As-Saddi, dari Ibnu Abbas, bahwa
Yusuf a.s. adalah nabi yang mula-mula mengatakan demikian dalam doanya. Hal ini
dapat diartikan pula bahwa dialah orang yang mula-mula meminta diwafatkan dalam
keadaan Islam. Perihalnya sama dengan Nabi Nuh a.s., dialah orang yang
mula-mula mengatakan dalam doanya:
{رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ
دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا}
Ya
Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke dalam rumahku dengan
beriman. (Nuh: 28)
Dapat
pula diartikan bahwa dialah (Yusuflah) orang yang mula-mula memohon diperkenankannya
hal tersebut; inilah yang tersimpulkan dari pengertian lahiriah pendapat
Qatadah, tetapi hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat kita sekarang.
Imam
Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "لَا
يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ
مُتَمَنِّيًا الْمَوْتَ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ
خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي"
telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian
mengharapkan mati karena bahaya yang menimpanya. Jika tiada jalan lain baginya
kecuali mengharapkan mati, hendaklah ia mengatakan, "Ya Allah, hidupkanlah
saya selagi hidup lebih baik bagi saya. Dan wafatkanlah saya apabila wafat
lebih baik bagi saya.”
Imam
Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini, yang menurut lafaz
keduanya disebutkan seperti berikut:
" لَا يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ
بِهِ إِمَّا مُحْسِنًا فَيَزْدَادُ، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ يَسْتَعْتِبُ،
وَلَكِنْ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ، أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي،
وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوفاة خَيْرًا لِي"
Jangan
sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya (musibah) yang menimpanya, karena apabila dia orang yang
berbuat baik, maka akan bertambah (kebaikannya); dan apabila dia orang
yang buruk, maka mudah-mudahan ia bertobat. Tetapi hendaklah ia mengucapkan,
"Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya, dan
wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعُان بْنُ رِفَاعَةَ،
حَدَّثَنِي عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أمامة قَالَ:
جَلَسْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكَّرنا
ورقَّقنا، فَبَكَى سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَاصٍ فَأَكْثَرَ الْبُكَاءَ، فَقَالَ: يَا
لَيْتَنِي مُتُّ! فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"يَا سَعْدُ أَعِنْدِي تَتَمَنَّى الْمَوْتَ؟ " فردَّد ذَلِكَ [ثَلَاثَ]
مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ: "يَا سَعْدُ، إِنْ كُنْتَ خُلِقْتَ لِلْجَنَّةِ، فَمَا
طَالَ عُمُرُكَ، أَوْ حَسُن مِنْ عَمَلِكَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Rifa'ah, telah menceritakan kepadaku Ali
ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan, "Kami duduk di
majelis Rasulullah, lalu beliau memberikan peringatan kepada kami dan
melunakkan hati kami, maka menangislah Sa'd ibnu Abu Waqqas dengan tangisan
yang lama seraya berkata, 'Aduhai, seandainya saja diriku ini mati.' Maka Nabi
Saw. bersabda: 'Hai Sa’d, apakah di hadapanku engkau berharap kematian?' Nabi
Saw. mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, lalu beliau melanjutkan
sabdanya, 'Hai Sa’d, jika engkau diciptakan untuk surga, maka usiamu yang
panjang dan amalmu yang baik itu adalah lebih baik bagi kamu'.”
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا أَبُو يُونُسَ
-هُوَ سُلَيم بْنُ جُبير -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ قَالَ: "لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ
الْمَوْتَ وَلَا يدعوَن بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِلَّا أَنْ
يَكُونَ قَدْ وَثق بِعَمَلِهِ، فَإِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمُرُهُ إِلَّا خَيْرًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu
Muslim ibnu Jubair), dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jangan
sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena musibah (bahaya)
yang menimpanya, jangan pula ia mendoakannya sebelum maut datang sendiri
kepadanya, terkecuali jika dia telah merasa yakin dengan amalnya. Karena
sesungguhnya apabila seseorang di antara kalian mati, terputuslah amal
perbuatannya. Dan sesungguhnya seorang mukmin itu tiada menambahkan pada
amalnya kecuali hanya kebaikan.
Imam
Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Hal
ini berlaku jika bahaya atau musibah ini hanya khusus menimpa dirinya. Jika
musibah itu berupa Fitnah dalam agama, maka diperbolehkan memohon dimatikan.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam kisah-Nya yang
menceritakan tentang para ahli sihir di saat Fir'aun hendak memurtadkan mereka
dari agama mereka dan mengancam akan membunuh mereka, yaitu:
{رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ}
Ya
Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam
keadaan berserah diri (kepada-Mu).
(Al-A'raf: 126)
Maryam
juga berkata ketika ia merasakan akan melahirkan anak sambil bersandar pada
pangkal pohon kurma:
{يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ
نَسْيًا مَنْسِيًّا}
Aduhai,
alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak
berarti, lagi dilupakan. (Maryam:
23)
Karena
ia merasa yakin bahwa orang-orang pasti akan menuduh dirinya berbuat fahisyah
(zina); karena ia belum bersuami, sedangkan ia telah mengandung dan
melahirkan anak. Dan mereka memang mengatakan:
{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا
فَرِيًّا يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ
أُمُّكِ بَغِيًّا}
Kaumnya
berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat
mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang
jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (Maryam: 27-28)
Maka
Allah menjadikan baginya jalan keluar dan keselamatan dari hal tersebut, yaitu
dengan menjadikan bayinya dapat berbicara dalam usia ayunan, mengucapkan
kata-kata berikut, "Sesungguhnya aku adalah hamba dan rasul Allah."
Kejadian ini merupakan suatu tanda kekuasaan Allah yang amat besar dan sebagai
mukjizat yang jelas bagi Isa a.s.
Di
dalam hadis Mu'az yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam
kisah mimpi —yaitu mengenai doa— antara lain disebutkan seperti berikut:
"وَإِذَا أَرَدْتَ
بِقَوْمٍ فِتْنَةً، فَتَوَفَّنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ"
Apabila
Engkau berkehendak menurunkan fitnah pada suatu kaum, maka cabutlah nyawaku
kembali kepada-Mu dalam keadaan tidak terfitnah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، أَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرٍو عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ
قَتَادَةَ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدم الموت،
والموت خير لِلْمُؤْمِنِ [مِنَ الْفِتْنَةِ] وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ،
وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ"
Imam
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Amr ibnu Asim, dari
Kasir ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid secara marfu’ bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Ada dua hal yang dibenci oleh anak Adam, yaitu dia benci
akan mati, padahal mati lebih baik bagi orang mukmin daripada terfitnah. Dan
dia benci akan kekurangan harta, padahal kekurangan harta meringankan hisab.
Di
saat fitnah melanda agama, diperbolehkan memohon untuk mati. Karena itulah
ketika Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. di akhir masa kekhalifahannya, yaitu
ketika ia melihat bahwa kesatuan kaum muslim tidak dapat dipertahankan lagi
dalam kepemimpinannya, dan perkaranya makin bertambah parah saja, maka ia berdoa
seperti berikut:
اللهمَّ، خُذْنِي إِلَيْكَ، فَقَدْ سَئِمْتُهُمْ وَسَئِمُونِي.
Ya
Allah, ambillah aku kembali kepada-Mu; sesungguhnya aku telah bosan kepada
mereka, dan mereka pun bosan kepadaku.
Imam
Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa ketika fitnah itu terjadi
menimpanya dan terjadi pula perselisihan antara dia (Ali r.a.) dengan Amir
Khurrasan, maka Imam Ali berdoa: "Ya Allah, wafatkanlah aku kembali
kepada-Mu."
Di
dalam hadis disebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ
لَيَمُرُّ بِالْقَبْرِ -أَيْ فِي زَمَانِ الدَّجَّالِ -فَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي
مَكَانَكَ"
Sesungguhnya
seorang lelaki melewati sebuah kuburan —yakni
di zaman Dajjal nanti— sedangkan ia benar-benar mengatakan, "Aduhai
seandainya saja aku berada di tempatmu (yakni sudah mati)"
Lelaki
itu mengatakan demikian karena banyaknya fitnah, gempa, huru hara, dan
peristiwa-peristiwa yang menggemparkan di masa itu; hal tersebut merupakan
fitnah yang melanda umat manusia.
Abu
Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa anak-anak Nabi Ya'qub yang telah melakukan
perbuatan buruk terhadap Yusuf a.s. dimohonkan ampunan oleh ayah mereka. Maka
Allah menerima tobat mereka, memaafkan mereka, dan mengampuni dosa-dosa mereka.
Pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Ya’qub memohonkan ampun
kepada Allah buat mereka
Telah
menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain,
telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Saleh Al-Murri, dari Yazid
Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt.
setelah menghimpunkan semua anggota keluarga Ya'qub a.s. di hadapan Ya'qub,
maka Ya'qub mengajak putranya (Yusuf) menyendiri, lalu ia berbisik dengannya.
Sebagian
putra lainnya berkata kepada sebagian yang lain, "Bukankah kalian telah
mengetahui apa yang telah kalian kerjakan dan apa yang telah dialami oleh orang
tua kita dan Yusuf sebagai akibatnya?" Mereka menjawab, "Ya."
Maka dikatakan, "Karena itulah kalian terpusatkan untuk meminta maaf dari
keduanya, lalu bagaimana keadaan kalian dengan Tuhan kalian?"
Akhirnya
mereka sepakat untuk menghadap kepada orang tua mereka (Nabi Ya'qub), lalu
duduk di hadapannya, sedangkan Yusuf duduk di samping ayahnya. Mereka berkata,
"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami sengaja datang kepadamu karena suatu
urusan yang belum pernah kami datang kepadamu karena sesuatu yang seperti ini,
dan kami telah tertimpa suatu perkara yang belum pernah menimpa kami
sebelumnya." Kata-kata mereka membuat hati Nabi Ya'qub tergugah, sedangkan
para nabi itu adalah orang-orang yang paling belas kasihan. Maka Nabi Ya'qub
bertanya, "Apakah yang telah menimpa kalian, hai anak-anakku?"
Mereka
menjawab, "Bukankah engkau telah mengetahui apa yang telah kami lakukan
terhadapmu dan apa yang telah kami lakukan terhadap saudara kami Yusuf?"
Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Bukankah kamu berdua
telah memaafkan kami?" Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka
berkata, "Sesungguhnya maafmu berdua tidak memberi manfaat sedikit pun
kepada kami jika Allah tidak memaafkan kami."
Nabi
Ya'qub bertanya, "Lalu apakah yang kalian kehendaki dariku, hai anak-anakku?"
Mereka berkata, "Kami menghendaki agar kamu mendoakan kami kepada Allah.
Apabila wahyu dari Allah telah datang kepadamu yang menyatakan bahwa Dia
memaafkan kami, maka barulah hati kami merasa senang dan tenteram. Jika tidak,
maka tiada kesenangan bagi kami di dunia ini selamanya."
Nabi
Ya'qub bangkit, lalu menghadap ke arah kiblat; Yusuf bangkit pula berdiri di
belakang ayahnya, sedangkan saudara-saudaranya berdiri di belakang keduanya
dengan perasaan rendah diri dan khusyuk. Nabi Ya'qub berdoa, dan Nabi Yusuf
mengamininya; tetapi permohonan ampun mereka masih belum diperkenankan selama
dua puluh tahun.
Saleh
Al-Murri mengatakan bahwa selama itu mereka selalu dicekam oleh rasa takut, dan
setelah dua puluh tahun berlalu —yakni pada permulaan tahun yang kedua
puluhnya— turunlah Malaikat Jibril a.s. kepada Nabi Ya'qub a.s.
Jibril
a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah Swt. telah mengutusku kepadamu untuk
menyampaikan berita gembira, bahwa Dia telah memperkenankan doamu buat
anak-anakmu. Allah telah memaafkan apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah
telah mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan menjadi nabi
sesudahmu."
Asar
ini mauquf, yakni hanya sampai kepada sahabat Anas; selain itu adalah
Yazid Ar-Raqqasyi serta Saleh Al-Murri, kedua-duanya berpredikat sangat daif
(lemah).
As-Saddi
menyebutkan bahwa ketika Nabi Ya'qub menjelang kematiannya, ia berwasiat kepada
Yusuf agar menguburkan jenazahnya di dekat kuburan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq.
Maka setelah Nabi Ya'qub wafat, jenazahnya dibalsam, lalu dikirimkan ke negeri
Syam dan dikebumikan di dekat kuburan keduanya.
Yusuf, ayat 102-104
{ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ
الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ
وَهُمْ يَمْكُرُونَ (102) وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
(103) وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ
لِلْعَالَمِينَ (104) }
Demikian itu (adalah)
di antara berita-berita yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad);
padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan
rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka sedang
mengatur tipu daya. Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun
kamu sangat menginginkannya. Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada
mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi
semesta alam.
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad Saw. setelah menceritakan kisah
saudara-saudara Yusuf, bagaimana Allah mengangkat derajat Yusuf di atas mereka,
serta menjadikan bagi Yusuf akibat yang terpuji, kemenangan, kerajaan, dan
kekuasaan; padahal di awalnya mereka menghendaki kejahatan, kebinasaan, dan
pembunuhan terhadap diri Yusuf. Kisah ini dan lain-lainnya yang semisal, hai
Muhammad, termasuk berita-berita yang gaib di masa lalu.
{نُوحِيهِ إِلَيْكَ}
yang
Kami wahyukan kepadamu. (Yusuf:
102)
dan
Kami beritahukan kepadamu, hai Muhammad, karena di dalamnya terkandung
pelajaran bagimu dan nasihat bagi orang-orang yang sesudahmu.
{وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ}
padahal
kamu tidak berada pada sisi mereka. (Yusuf:
102)
Yakni
berada di dekat mereka dan tidak pula menyaksikan mereka.
{إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ}
ketika
mereka memutuskan rencananya. (Yusuf:
102)
untuk
memasukkan Yusuf ke dasar sumur.
{وَهُمْ يَمْكُرُونَ}
dan
mereka sedang mengatur tipu daya. (Yusuf:
102)
terhadap
Yusuf, tetapi Kamilah yang memberitahukannya kepadamu melalui wahyu yang
diturunkan kepadamu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ
أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ
يَخْتَصِمُونَ}
padahal
kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah
mereka (untuk mengundi). (Ali Imran: 44),
hingga akhir ayat.
{وَمَا
كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ وَمَا كُنْتَ
مِنَ الشَّاهِدِينَ}
dan
tiadalah kamu berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan
perintah kepada Musa. (Al-Qashash:
44)
sampai
dengan firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ
نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ}
Dan
tiadalah kamu berada di dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa). (Al-Qashash: 46)
{وَمَا
كُنْتَ ثَاوِيًا فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَلَكِنَّا
كُنَّا مُرْسِلِينَ}
dan
tiadalah kamu tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat
Kami kepada mereka (Al-Qashash: 45), hingga akhir ayat.
{مَا
كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالْمَلإ الأعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ إِنْ يُوحَى
إِلَيَّ إِلا أَنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِ}
Aku
tiada mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang malaikat-malaikat itu ketika
mereka berbantah-bantahan. Tidak diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa
sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. (Shad: 69-70)
Allah
Swt. bermaksud bahwa dia (Nabi Muhammad) adalah rasul-Nya, dan bahwa Dia telah
memberitahukan kepadanya kisah-kisah terdahulu yang mengandung pelajaran dan
keselamatan bagi agama dan kehidupan dunia mereka. Sekalipun demikian, tiadalah
kebanyakan manusia beriman. Karena itu, disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ
بِمُؤْمِنِينَ}
Dan
sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.
(Yusuf: 103)
Dalam
ayat yang lain disebutkan:
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am:
116)
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain,
yaitu: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda
yang besar (mukjizat), tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. (Asy-Syu'ara:
67)
Dan
ayat-ayat lainnya yang semisal.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ}
Dan
kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini). (Yusuf: 104)
Yakni
kamu, hai Muhammad, sama sekali tidak meminta suatu upah pun sebagai imbalan dari
nasihat, seruan kepada kebaikan dan jalan petunjuk ini, melainkan kamu
melakukannya hanya semata-mata ingin mencari rida Allah dan memberi nasihat
kepada makhluk-Nya.
{إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ}
itu
tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (Yusuf: 104)
yang
dijadikan sebagai peringatan bagi mereka, yang memberi petunjuk kepada mereka,
dan yang menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
Yusuf, ayat 105-107
{وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ
فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
(105) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (106)
أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ
السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107) }
Dan banyak sekali
tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit
dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling darinya. Dan
sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). Apakah mereka merasa
aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat
kepada mereka secara mendadak, sedangkan mereka tidak menyadarinya?
Allah Swt. menceritakan tentang kelalaian
kebanyakan manusia dari memikirkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah dan
bukti-bukti keesaan-Nya melalui makhluk yang diciptakan oleh Allah di langit
dan di bumi, yaitu berupa bintang-bintang yang cemerlang sinarnya, yang tetap
dan yang beredar serta gugusan-gugusan bintang-bintang lainnya, semuanya itu
ditundukkan oleh kekuasaan Allah. Berapa banyak di bumi ini bagian-bagian yang
berdampingan, kebun-kebun, taman-taman, gunung-gunung yang terpancang dengan
kokohnya, laut-laut yang luas dengan ombaknya yang berdebur, serta padang
sahara yang luas-luas. Berapa banyak pula di bumi ini makhluk hidup dan benda
mati, juga berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan, dan buah-buahan yang
berbeda-beda rasa, bau, warna, dan spesifikasinya. Mahasuci Allah Yang Maha
Esa, Pencipta semua makhluk, Yang Maha Menyendiri dengan sifat kekal dan
abadi-Nya, serta Mahasumber bagi asma dan sifat-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا
وَهُمْ مُشْرِكُونَ}
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman
kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain). (Yusuf: 106)
Ibnu Abbas mengatakan, termasuk pengertian 'iman'
di kalangan mereka yang memiliki sifat ini ialah apabila ditanyakan kepada
mereka, "Siapakah yang menciptakan langit, siapakah yang menciptakan bumi,
dan siapakah yang menciptakan gunung-gunung itu?" Mereka menjawab,
"Allah," padahal mereka masih dalam keadaan mempersekutukan-Nya
dengan yang lain. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ikrimah,
Asy-Sya'bi, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa
kaum musyrik di masa lalu mengatakan dalam talbiyah mereka, "Labbaika, tiada
sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu; Engkau memilikinya,
sedangkan dia tidak memiliki."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
bahwa dahulu apabila kaum musyrik mengatakan, "Labbaika, tiada
sekutu bagi-Mu," maka Rasulullah Saw. bersabda: Cukup, cukup!
Maksudnya, jangan diteruskan dan jangan
dilebihkan dari itu.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Inilah yang disebutkan syirik yang paling besar,
yaitu menyembah Allah dengan selain-Nya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah
hadis melalui Ibnu Mas'ud, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Rasul Saw.
menjawab,
"أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَك"
Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah,
padahal Dia-lahyang menciptakan kamu.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan
firman-Nya: Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain). (Yusuf: 106) Bahwa hal tersebut berkenaan dengan orang munafik. Apabila
dia beramal, maka amalnya adalah karena riya (pamer); hal itu berarti dia musyrik
dalam amalnya. Maksudnya adalah seperti yang disebutkan oleh Allah dalam
firman-Nya:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ
وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ
النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
bersalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat)
di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali. (An-Nisa: 142)
Masih ada satu jenis syirik lagi, yaitu syirik khafi
yang kebanyakan pelakunya tidak menyadarinya, seperti yang diriwayatkan
oleh Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Urwah yang mengatakan
bahwa Huzaifah menjenguk seorang yang sedang sakit. Lalu Huzaifah melihat di
lengan si sakit itu ada tambangnya, maka Huzaifah memutuskan —atau melepaskan—
tali itu, kemudian Huzaifah membacakan firman-Nya: Dan sebagian besar dari
mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan
Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ"
Barang siapa bersumpah dengan nama selain
Allah, berarti dia telah musyrik.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Turmuzi yang
dinilainya hasan melalui Ibnu Umar.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Imam Abu Daud, serta lain-lainnya disebutkan melalui Ibnu Mas'ud r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الرُّقَى والتَّمائِم والتِّوَلة شرْك"
Sesungguhnya ruqyah (jampi), tamimah (kalung
penangkal), dan tiwalah (jimat) adalah perbuatan syirik.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari dan Imam
Muslim disebutkan seperti berikut:
" [الطيَرة شِرْكٌ] وَمَا منَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ
يَذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ"
Tiyarah (ramalan kesialan) adalah
perbuatan syirik yang tiada kaitannya dengan agama kita, tetapi Allah
menghapuskannya dengan bertawakal kepada-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara lebih rinci
daripada ini. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ مُرّة، عَنْ يَحْيَى الْجَزَّارِ عَنِ ابْنِ أَخِي، زَيْنَبَ [عَنْ زَيْنَبَ]
امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَتْ: كَانَ عَبْدُ اللَّهِ إِذَا
جَاءَ مِنْ حَاجَةٍ فَانْتَهَى إِلَى الْبَابِ تَنَحْنَحَ وَبَزَقَ كَرَاهِيَةَ
أَنْ يَهْجُمَ مِنَّا عَلَى أَمْرٍ يَكْرَهُهُ، قَالَتْ: وَإِنَّهُ جَاءَ ذَاتَ
يَوْمٍ فَتَنَحْنَحَ وَعِنْدِي عَجُوزٌ تَرْقِينِي مِنَ الحُمْرَة فَأَدْخَلْتُهَا
تَحْتَ السَّرِيرِ، قَالَتْ: فَدَخَلَ فَجَلَسَ إِلَى جَانِبِي، فَرَأَى فِي
عُنُقِي خَيْطًا، قَالَ: مَا هَذَا الْخَيْطُ؟ قَالَتْ: قُلْتُ: خَيْطٌ رُقِى لِي
فِيهِ. قَالَتْ: فَأَخَذَهُ فَقَطَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ آلَ عَبْدِ اللَّهِ
لأغنياءٌ عَنِ الشِّرْكِ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ والتِّوَلة شِرْكٌ".
قَالَتْ، قُلْتُ لَهُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا وَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ، فَكُنْتُ
أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِيهَا، فَكَانَ إِذَا رَقَاهَا
سَكَنَتْ؟ قَالَ: إِنَّمَا ذَاكَ مِنَ الشَّيْطَانِ. كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ،
فَإِذَا رَقَيْتِهَا كَفَّ عَنْهَا: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَذْهِبِ
الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا
شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا"
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah,
telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Yahya
Al-Jazzar, dari anak lelaki saudara Zainab, dari Zainab istri Abdullah ibnu
Mas'ud yang menceritakan, "Kebiasaan Abdullah apabila datang dari suatu
keperluan, lalu sampai di depan pintu rumah pintu rumah, terlebih dahulu ia
berdehem dan meludah, karena dia tidak suka bila melihat kami dalam keadaan
yang tidak disukai olehnya. Pada suatu hari ia datang dari suatu urusan, lalu
ia berdehem; saat itu di dekatku ada seorang nenek-nenek yang mengobatiku
dengan ruqyah (jampi) karena aku sedang sakit humrah (demam).
Maka aku memasukkan jimat yang diberikannya ke bawah ranjang. Abdullah masuk ke
dalam rumah, lalu duduk di sampingku; maka ia melihat benang di leherku, lalu
ia bertanya, 'Benang apakah ini?' Aku menjawab, 'Benang ruqyahku.' Abdullah
ibnu Mas'ud menarik benang itu dan memutuskannya, lalu berkata, 'Sesungguhnya
keluarga Abdullah benar-benar tidak membutuhkan perbuatan syirik. Aku pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya ruayah, tamimah, dan
tiwalah adalah perbuatan syirik. Aku bertanya, 'Mengapa engkau berkata
demikian, padahal dahulu mataku selalu belekan, dan aku bila mengalaminya
selalu pergi ke Fulan orang Yahudi itu untuk me-ruqyah-nya. Apabila
telah di-ruqyah olehnya, maka mataku normal kembali.' Ibnu Mas'ud menjawab,
'Sesungguhnya hal itu dari setan, dialah yang meludahinya dengan tangannya.
Apabila setan telah me-ruqyah-nya, maka sembuhlah penyakit mata itu.
Padahal cukuplah bagimu mengucapkan doa seperti yang pernah diucapkan oleh Nabi
Saw., yaitu: 'Lenyapkanlah penyakit ini, wahai Tuhan manusia, sembuhkanlah (penyakitku).
Engkaulah Yang menyembuhkannya), tiada kesembuhan kecuali kesembuhan
dari-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan suatu penyakit pun'.”
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, dari Waki', dari Ibnu Abu Laila, dari Isa ibnu Abdur Rahman disebutkan
bahwa ia (Isa ibnu Abdur Rahman) masuk menjenguk Abdullah ibnu Ukaim yang
sedang sakit. Lalu ada yang berkata, "Sebaiknya engkau memakai kalung
penangkal penyakit." Abdullah ibnu Ukaim menjawab, "Apakah engkau
biasa menggunakan tamimah, padahal Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ تَعَلَّق شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ"
'Barang siapa menggantungkan sesuatu (jimat),
maka nasibnya diserahkan kepadanya'."
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Hurairah.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan
hadis Uqbah ibnu Amir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ علَّق تَمِيمَةً
فَقَدْ أَشْرَكَ"
Barang siapa yang menggantungkan tamimah,
sesungguhnya dia telah berbuat syirik.
Di dalam riwayat lain disebutkan seperti berikut:
"مَنْ تَعَّلق تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ
تَعَلَّقَ ودَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ"
Barang siapa yang memakai kalung tamimah, maka
semoga Allah tidak menjadikannya sebagai penangkal sakitnya. Dan barang siapa
yang memakai kalung wada'ah, semoga Allah tidak menjadikannya sebagai penjagaan
dari sakitnya.
Disebutkan dari Al-'Ala, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"قَالَ اللَّهُ: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ،
وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وشِرْكه".
Allah berfirman, "Akulah yang memberikan
kecukupan kepada orang-orang yang mempersekutukan-(Ku) dari perbuatan
musyriknya. Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang di dalamnya ia
mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia bersama
perbuatan syiriknya.”
Hadis ini merupakan riwayat Imam Muslim.
Dari Abu Sa'id ibnu Abu Fudalah, disebutkan bahwa
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ لِيَوْمٍ
لَا رَيْبَ فِيهِ، يُنَادِي مُنَادٍ: مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ
لِلَّهِ فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ
أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ".
Apabila Allah telah menghimpunkan orang-orang
yang terdahulu dan yang terkemudian untuk menghadiri suatu hari yang tiada
keraguan padanya (hari kiamat), maka berserulah (malaikat) juru
penyeru mengatakan, "Barang siapa berbuat syirik dalam suatu amal yang
dikerjakannya bagi Allah, maka hendaklah ia meminta pahalanya dari selain
Allah. Karena sesungguhnya Allah-lah Yang memberikan kecukupan kepada
orang-orang musyrik dari perbuatan syiriknya."
Hadis riwayat Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْث،
عَنْ يَزِيدَ -يَعْنِي: ابْنَ الْهَادِ -عَنْ عَمْرٍو، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ
لَبِيدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "إن
أخْوَف ما أخاف عليكم الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ". قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ
الْأَصْغَرُ يَا رسول الله؟ قال: "الرياء، يقول الله يوم القيامة إذا جزى
الناس بأعمالهم: اذهبوا إلى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا،
فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Yazid (yakni Ibnul Had),
dari Amr, dari Mahmud ibnu Labid, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya
hal yang sangat aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah syirik kecil.” Mereka
(para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?”
Rasulullah Saw. menjawab, "Riya (pamer). Allah Swt. berfirman di
hari kiamat bila manusia diberi balasan amal perbuatannya, 'Pergilah kalian
kepada orang-orang yang dahulu kalian pamer kepada mereka ketika di dunia, lalu
lihatlah, apakah kalian menjumpai balasan amal kalian di sisi mereka?'."
Ismail ibnu Ja'far telah meriwayatkannya dari Amr
ibnu Abu Amr maula Al-Muttalib, dari Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dari Mahmud
ibnu Labid dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، أَنْبَأَنَا ابْنُ
لَهِيعة، أَنْبَأَنَا ابْنُ هُبَيْرة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم: "من رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ".
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: "أَنْ يَقُولَ
أَحَدُهُمْ: اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ،
وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Hubairah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu
Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
kembali karena tiyarah-nya (alamat kesialannya) dari keperluannya, maka
sesungguhnya dia telah syirik. Ketika mereka (para sahabat) bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah kifarat perbuatan tersebut?" Rasulullah
Saw. bersabda: Hendaknya seseorang di antara kalian mengucapkan,.”Ya Allah,
tiada kebaikan kecuali hanya kebaikan-Mu, dan tiada tiyarah kecuali hanya
tiyarah-Mu, dan tiada Tuhan selain Engkau.”
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْمَلِكِ
بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ أَبِي عَلِيٍّ -رَجُلٍ مِنْ بَنِي
كَاهِلٍ -قَالَ: خَطَبَنَا أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ فَقَالَ: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، اتَّقَوْا هَذَا الشِّرْكَ، فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيب النَّمْلِ.
فَقَامَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حَزْن وَقَيْسُ بْنُ الْمُضَارِبِ فَقَالَا وَاللَّهِ
لَتُخْرِجَنَّ مِمَّا قُلْتَ أَوْ لَنَأْتِيَنَّ عُمَرَ مَأْذُونًا لَنَا أَوْ
غَيْرَ مَأْذُونٍ، قَالَ: بَلْ أخرج مما قلت، خطبنا رسول
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [ذَاتَ يَوْمٍ] فَقَالَ:
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقَوْا هَذَا الشِّرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ
دَبِيبِ النَّمْلِ". فَقَالَ لَهُ مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ: فَكَيْفَ
نَتَّقِيهِ وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
"قُولُوا: اللَّهُمَّ إِنَّا نُعُوذُ بِكَ [مِنْ] أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا
نَعْلَمُهُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu
Sulaiman Al-Azrami, dari Abu Ali (seorang lelaki dari Bani Kahil) yang
menceritakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah berkhotbah kepada kami yang
isinya antara lain mengatakan, "Hai manusia, peliharalah diri kalian dari
perbuatan syirik ini, karena sesungguhnya perbuatan syirik itu lebih
tersembunyi daripada langkah-langkah semut." Maka berdirilah Abdullah ibnu
Harb dan Qais ibnul Mudarib, lalu keduanya berkata, "Demi Allah, kamu
harus mengeluarkan bukti apa yang kamu ucapkan atau kami benar-benar akan
melaporkannya kepada Umar, baik kami diberi izin ataupun tidak." Abu Musa
Al-Asy'ari menjawab, "Aku akan mengeluarkan bukti dari apa yang aku
ucapkan tadi, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami,
antara lain beliau bersabda: 'Hai manusia, peliharalah diri kalian dari
perbuatan syirik ini, karena sesungguhnya perbuatan syirik itu lebih tersembunyi
daripada langkah-langkah semut.' Lalu ada seseorang yang ditakdirkan oleh
Allah bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami menjaganya, padahal
perbuatan itu lebih tersembunyi daripada langkah-langkah semut?' Rasulullah
Saw. menjawab melalui sabdanya: Katakanlah oleh kalian, 'Ya Allah,
sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan mempersekutukan Engkau
dengan sesuatu yang kami ketahui, dan memohon ampun kepada-Mu terhadap
perbuatan syirik yang tidak kami ketahui'.”
Menurut riwayat dari jalur lain, orang yang
bertanya itu adalah Abu Bakar As-Siddiq, seperti yang telah diriwayatkan oleh
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli:
مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ لَيْث بْنِ
أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ، عَنْ مَعْقِل بْنِ يَسَار قَالَ: شَهِدْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -أَوْ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو
بَكْرٍ الصِّدِّيقُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: "الشِّرْكُ أَخْفَى فِيكُمْ مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ".
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَهَلِ الشِّرْكُ إِلَّا مَنْ دَعَا مَعَ اللَّهِ إِلَهًا
آخَرَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الشِّرْكُ فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ". ثُمَّ قَالَ:
"أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا يُذهب عَنْكَ صَغِير ذَلِكَ وَكَبِيرَهُ؟ قُلِ:
اللَّهُمَّ، أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لَا
أَعْلَمُ"
melalui hadis Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Lais
ibnu Abu Salim, dari Abu Muhammad, dari Ma'qal ibnu Yasar yang mengatakan bahwa
ia menyaksikan Nabi Saw.; atau ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku
Abu Bakar As-Siddiq, dari Rasulullah S^w. yang bersabda: "Syirik lebih
tersembunyi di antara kalian daripada langkah-langkah semut.” Maka Abu
Bakar bertanya, "Bukankah syirik itu hanyalah perbuatan orang yang menyeru
Allah bersama tuhan lainNya?” Rasulullah Saw. bersabda, "Syirik lebih
tersembunyi di antara kalian daripada langkah-langkah semut.” Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang
dapat melenyapkan darimu hal yang paling kecil dan yang paling besar dari
perbuatan syirik itu? Yaitu ucapkanlah, 'Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu
agar saya tidak mempersekutukan Engkau (dengan sesuatu), sedangkan saya
mengetahuinya), dan saya memohon ampun kepada Engkau dari perbuatan syirik yang
tidak saya ketahui'.”
وَقَدْ رَوَاهُ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الْبَغَوِيُّ، عَنْ
شَيْبَانَ بْنِ فَرُّوخ، عَنْ يَحْيَى بْنِ كَثِيرٍ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي
بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم:
"الشِّرْكُ أَخْفَى فِي أُمَّتِي مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ عَلَى
الصَّفَا". قَالَ: فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ
النَّجَاةُ وَالْمَخْرَجُ مِنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكَ بِشَيْءٍ
إِذَا قَلْتَهُ برئتَ مِنْ قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ وَصَغِيرِهِ وَكَبِيرِهِ؟
". قَالَ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ،
إِنِّي أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ"
Al-Hafiz Abul Qasim Al-Bagawi telah
meriwayatkannya melalui Syaiban ibnu Farukh, dari Yahya ibnu Kasir, dari
As-Sauri, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Abu Bakar
As-Siddiq yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Syirik
lebih tersembunyi di kalangan umatku daripada langkah-langkah semut di atas
Bukit Safa. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Abu Bakar bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah jalan selamat dan jalan keluar dari hal
tersebut?" Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah aku ceritakan
kepadamu sesuatu yang apabila kamu mengucapkannya tentulah kamu terbebaskan
dari yang sedikit dan dari yang banyaknya, serta dari yang kecil dan yang
besarnya?" Abu Bakar menjawab, "Tentu saja mau, wahai
Rasulullah." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Katakanlah,
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau agar aku tidak
mempersekutukan Engkau (dengan sesuatu), sedangkan aku mengetahuinya),
dan aku memohon ampun kepada Engkau dari perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.”
Imam Daruqutni mengatakan bahwa Yahya ibnu Abu
Kasir dikenal dengan nama julukan Abun Nadr, hadisnya matruk (tidak
terpakai).
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi di dalam
kitab sahih-nya, dan Imam Nasai telah meriwayatkan:
مِنْ حَدِيثِ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ عَاصِمٍ
سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي شَيْئًا أَقُولُهُ إِذَا أصبحتُ، وَإِذَا
أمسيتُ، وَإِذَا أَخَذْتُ مَضْجَعِي. قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ، فَاطِرَ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ
وَمَلِيكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
نَفْسِي، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ"
melalui hadis Ya'la ibnu Ata; ia pernah mendengar
Amr ibnu Asim yang pernah mendengar dari Abu Hurairah bahwa Abu Bakar As-Siddiq
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, ajarkanlah
kepadaku sesuatu doa yang aku ucapkan di pagi hari, petang hari, dan bila aku
akan pergi ke peraduanku." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah,
"Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui yang gaib dan yang
nyata, Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya, aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Engkau, aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan hawa nafsuku
dan dari kejahatan setan serta kemusyrikannya.”
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya, dan
dinilai sahih oleh Imam Nasai.
Menurut Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang
bersumber darinya melalui hadis Lais ibnu Abu Salim, dari Mujahid, dari Abu
Bakar As-Siddiq, "Abu Bakar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah menganjurkan kepadaku untuk mengucapkan doa berikut." Kemudian
disebutkan doa di atas, dan di akhirnya ditambahkan kalimat berikut:
"وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أجُرّه إِلَى
مُسْلِمٍ"
Dan (aku berlindung kepada Engkau) agar
aku tidak melakukan kejahatan atas diriku sendiri, atau aku menimpakannya
kepada seorang muslim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ
مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ}
Apakah mereka merasa aman dari kedatangan
siksa Allah yang meliputi mereka. (Yusuf: 107), hingga akhir ayat.
Yakni apakah mereka yang musyrik kepada Allah
merasa aman akan kedatangan azab Allah yang meliputi mereka, sedangkan mereka
tidak menyadari kedatangan azab itu? Ayat ini semakna dengan yang disebutkan
oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا
السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ
بِمُعْجِزِينَ أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ}
maka apakah orang-orang yang membuat makar
yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh
Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak
mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan,
maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah
mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka
sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl:
45-47)
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ
الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ أَوَأَمِنَ
أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ
الْخَاسِرُونَ}
Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang
tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan
Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang
yang merugi. (Al-A'raf: 97-99)
Yusuf, ayat 108
{قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي
أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ
اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (108) }
Katakanlah,
"Inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujah
yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan
kepada manusia dan jin bahwa inilah jalan agamaku dan sunnahku, yaitu menyeru
kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Dan aku menyeru kepada Allah dengan hujah yang nyata, keyakinan dan
bukti akan kebenaran seruan ini. Seruan ini dilakukan pula oleh semua orang
yang mengikuti jalanku atas dasar hujah yang nyata dan bukti yang jelas menurut
rasio dan syara'.
Firman Allah Swt.:
{وَسُبْحَانَ اللَّهِ}
Mahasuci Allah. (Yusuf: 108)
Artinya, aku menyucikan Allah, mengagungkan-Nya,
dan membesarkanNya dari semua kemusyrikan, tandingan, persamaan, anak, orang
tua, istri, pembantu atau penasihat. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari
memiliki kesemuanya itu dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ
وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ
لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di
dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra:44)
Yusuf, ayat 109
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى أَفَلَمْ يَسِيرُوا
فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا أَفَلا تَعْقِلُونَ (109) }
Kami tidak mengutus
sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di
antara penduduk kota. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi, lalu melihat
bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat
adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian
memikirkannya?
Allah Swt. memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia
mengutus rasul-rasul-Nya hanyalah dari kalangan kaum laki-laki, bukan kaum
wanita. Demikianlah menurut pendapatjumhur ulama, seperti yang ditunjukkan oleh
konteks ayat yang mulia ini. Disebutkan bahwa Allah Swt. tidak memberikan wahyu
kepada seorang wanita pun dari kalangan anak Adam, yaitu wahyu yang mengandung
hukum.
Sebagian di antara ulama menduga bahwa Sarah
(istri Nabi Ibrahim), ibu Nabi Musa, dan Maryam binti Imran (ibu Nabi Isa)
adalah nabi-nabi wanita. Mereka yang mengatakan demikian berpegangan kepada
dalil yang mengatakan bahwa para malaikat telah menyampaikan berita gembira
akan kelahiran Ishaq kepada Sarah, dan sesudah Ishaq akan dilahirkan pula
Ya'qub. Demikian pula dalam Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ
أَرْضِعِيهِ}
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa,
"Susukanlah dia. (Al-Qashash: 7), hingga akhir ayat.
Dalil lain, malaikat datang kepada Maryam, lalu
menyampaikan berita gembira akan kelahiran Isa kepadanya. Dalam hal ini Allah
Swt. berfirman:
{وَإِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril)
berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan
kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan
kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud, dan rukuklah bersama
orang-orang yang rukuk.” (Ali Imran: 42-43)
Kedudukan itu memang diterima oleh mereka, tetapi
bukan berarti bahwa mereka adalah nabi-nabi wanita. Apabila orang yang
mengatakan demikian (bahwa mereka adalah nabi-nabi wanita) bermaksud dengan
kedudukan itu sebagai kedudukan yang terhormat, maka tidak diragukan lagi
kebenarannya. Timbul suatu pertanyaan, apakah dengan kedudukan ini sudah cukup
dapat dianggap ke dalam kategori kenabian ataukah tidak?
Menurut pendapat ahli sunnah wal jamaah yang
dinukil oleh Syekh Abul Hasan Ali ibnu Ismail Al-Asy'ari dari kalangan ulama ahli
sunnah wal jamaah, tidak ada wanita yang menjadi nabi, sesungguhnya yang
ada pada kalangan kaum wanita hanyalah sampai pada kedudukan siddiqah, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika menceritakan wanita yang paling
mulia—yaitu Maryam binti Imran— melalui firman-Nya:
{مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ
الطَّعَامَ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang
rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya
seorang yang sangat benar (siddiqah), kedua-duanya biasa memakan
makanan. (Al-Maidah: 75)
Allah menyebutkan kedudukannya yang sangat
terhormat dan mulia, yaitu wanita yang siddiqah. Seandainya Maryam
adalah seorang nabi wanita, tentulah hal ini disebutkan; karena konteks kalimat
dalam kaitan menyebutkan kedudukannya yang amat mulia dan terhormat. Akan
tetapi, yang disebutkan hanyalah 'dia adalah seorang siddiqah'.
Ad-Dahhak telah mengatakan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tidak mengutus sebelum kamu,
melainkan orang laki-laki. (Yusuf: 109), hingga akhir ayat. Yakni bukanlah
dari kalangan penduduk langit (malaikat) seperti yang kalian katakan.
Pendapat dari Ibnu Abbas ini diperkuat oleh
firman-firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ
الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي
الأسْوَاقِ}
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu,
melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan:
20), hingga akhir ayat.
{وَمَا جَعَلْنَاهُمْ
جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ
الْوَعْدَ فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ}
Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh
yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.
Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka.
Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami
binasakan orang-orang yang melampaui batas. (Al-Anbiya: 8-9)
{قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا
مِنَ الرُّسُلِ} الْآيَةَ
Katakanlah, "Aku bukanlah rasul yang
pertama di antara rasul-rasul.” (Al-Ahqaf: 9), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
di antara penduduk kota. (Yusuf: 109)
Yang dimaksud dengan istilah qura ialah
kota, bukan daerah pedalaman yang penduduknya adalah orang-orang yang kasar
watak dan akhlaknya. Hal ini telah dimaklumi, bahwa penduduk kota itu mempunyai
watak yang lebih lemah lembut ketimbang penduduk daerah pedalaman. Dan
orang-orang yang tinggal di daerah yang ramai lebih mudah untuk diajak
berkomunikasi daripada orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman. Karena
itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{الأعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا
وَأَجْدَرُ أَلا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ}
Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat
kekafiran dan kemunafikannya. (At-Taubah: 97), hingga akhir ayat.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman
Allah Swt.: di antara penduduk kota. (Yusuf: 109) Bahwa demikian itu
karena mereka lebih berpengetahuan dan lebih penyantun ketimbang orang-orang
yang tinggal di daerah pedalaman.
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seorang
lelaki dari kalangan penduduk daerah pedalaman menghadiahkan seekor unta kepada
Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. terus-menerus membalas hadiahnya dengan
memberinya yang lebih banyak hingga orang Badui itu puas. Lalu Nabi Saw.
bersabda:
"لَقَدْ هَمَمْتُ أَلَّا أَتَّهِبَ هِبَةً إِلَّا مِنْ
قُرَشِيٍّ، أَوْ أَنْصَارِيٍّ، أَوْ ثَقَفِيٍّ، أَوْ دَوْسِي".
Sesungguhnya aku berniat bahwa aku tidak mau
menerima pemberian kecuali dari orang Quraisy atau orang Ansar atau ' orang
Saqafi atau orang Dausi.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ
يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ شَيْخٍ
مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
-قَالَ الْأَعْمَشُ: هُوَ [ابْنُ] عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ
وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، خَيْرٌ مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُمْ وَلَا
يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Yahya
ibnu Wassab, dari seorang syekh dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. yang
menurut Al-A'masy adalah [Ibnu] Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang
mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar menghadapi gangguan, mereka
adalah lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan mereka dan
tidak pula sabar terhadap gangguan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi. (Yusuf:
109)
Yakni orang-orang yang mendustakan kamu, hai
Muhammad, mengapa mereka tidak bepergian di muka bumi.
{فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang
yang sebelum mereka. (Yusuf: 109)
dari kalangan umat-umat terdahulu yang
mendustakan rasul-rasul, bagaimana Allah membinasakan mereka dan orang-orang
kafir yang semisal dengan mereka. Makna ayat ini semisal dengan ayat lain yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ
لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا
تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami. (Al-Hajj:
46), hingga akhir ayat.
Apabila mereka mendengar berita itu, tentulah
mereka berpikir bahwa Allah telah membinasakan orang-orang kafir dan
menyelamatkan orang-orang mulariin. Itulah ketentuan hukum Allah pada
makhluk-Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ
اتَّقَوْا}
dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa. (Yusuf: 109)
Dengan kata lain, sebagaimana Kami selamatkan
orang-orang mukmin di dunia ini, demikian pula Kami tetapkan keselamatan bagi
mereka di dalam kehidupan akhirat nanti; dan kehidupan akhirat itu jauh lebih
baik daripada kehidupan di dunia bagi mereka. Ayat ini semakna dengan
firman-Nya yang mengatakan:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ
مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami
dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi
orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat, dan bagi merekalah
tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52)
Lafaz ad-dar di-mudaf-kan kepada lafaz al-akhirah.
Untuk itu disebutkan:
{وَلَدَارُ الآخِرَةِ}
dan sesungguhnya kampung akhirat. (Yusuf:
109)
Perihalnya sama dengan idafah yang ada
pada lafaz "صَلَاةُ الْأُولَى", مَسْجِدُ
الْجَامِعِ, "عَامُ الْأَوَّلِ",
بَارِحَةُ الْأُولَى, dan يَوْمُ
الْخَمِيسِ.
Seorang penyair mengatakan:
أَتَمْدَحُ فَقْعَسًا
وَتذمّ عَبْسًا ... أَلَا لِلَّهِ أمَّكَ مِنْ هَجين ...
وَلو أقْوتْ عَلَيك ديارُ عَبْسٍ ... عَرَفْتَ الذُّلَّ عرْفانَ اليَقين
Apakah
engkau memuji Faq'asan dan mencela Abs?
Demi
Allah, cegahlah kamu dari mencela,
seandainya
aku ajak kamu keliling ke rumah-rumah Abs,
tentulah
kamu mengetahui kehinaan (yang
ada padanya) dengan pengetahuan yang meyakinkan.
Yusuf, ayat 110
{حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ
الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ
نَشَاءُ وَلا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ (110) }
Sehingga apabila para
rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang
keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah
kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami
kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang
berdosa.
Allah Swt. menyebutkan bahwa pertolongan-Nya
diturunkan atas rasul-rasul-Nya semuanya di saat mereka dalam kesempitan dan
menunggu pertolongan dari Allah dalam waktu-waktu yang sangat genting. Ayat ini
semakna dengan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu:
{وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ
قَرِيبٌ}
dan diguncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?” (Al-Baqarah: 214), hingga akhir
ayat.
Sehubungan dengan firman Allah Swt.:
{كُذِبُوا}
mereka telah didustakan. (Yusuf: 110)
Ada dua qiraat mengenainya, salah satu membacanya
dengan memakai tasydid sehingga menjadi قَدْ
كُذِّبُوا; qira’at inilah yang dibacakan oleh Siti Aisyah r.a.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Sa'd, dari Saleh, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya
kepada Aisyah tentang firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak
mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka). (Yusuf: 110), hingga
akhir ayat. Kuzibu ataukah kuzzibu! Maka Siti Aisyah menjawab, "Kuzzibu."
Urwah berkata, "Berarti para rasul merasa yakin bahwa kaum mereka
telah mendustakan mereka? Lalu bagaimanakah kedudukan lafaz zan (dugaan)?"
Siti Aisyah menjawab, "Memang, demi umurku, para rasul itu telah yakin
akan hal tersebut." Urwah berkata kepada Aisyah menyitir firman Allah Swt.
yang mengatakan: dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, (Yusuf:
110) Siti Aisyah berkata, "Na'uzu Billah, jauh dari kemungkinan
rasul-rasul mempunyai dugaan seperti itu kepada Tuhannya." Urwah berkata,
"Lalu apakah yang dimaksud oleh ayat ini?" Siti Aisyah menjawab bahwa
mereka adalah para pengikut rasul-rasul yang beriman kepada Tuhan mereka dan
membenarkan rasul-rasul. Maka ketika bencana terus-menerus menimpa mereka dan
pertolongan dari Allah dirasakan lambat oleh mereka: sehingga apabila para
rasul tidak mempunyai harapan lagi. (Yusuf: 110) . tentang keimanan
orang-orang yang mendustakan mereka dari kalangan kaumnya, dan para rasul
menduga bahwa para pengikutnya telah mendustakan mereka, maka datanglah
pertolongan Allah saat itu juga.
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Urwah; ia berkata kepada Siti Aisyah, "Barangkali
ayat ini dibaca kuzibu tanpa memakai tasydid." Siti Aisyah
menjawab, "Ma 'azallah, jauh dari kemungkinan." Demikianlah
menurut Imam Bukhari.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa telah menceritakan
kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan
berikut: dan merasa yakin bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110)
Yakni dengan bacaan takhfif, tanpa tasydid. Ibnu Abu Mulaikah
(yakni Abdullah) melanjutkan kisahnya, "Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya
bahwa para rasul itu adalah manusia." Kemudian Ibnu Abbas membacakan
firman-Nya: sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Ibnu Juraij mengatakan, Ibnu Abu Mulaikah berkata
kepadanya bahwa Urwah telah bercerita kepadanya, dari Siti Aisyah, bahwa Siti
Aisyah menentang bacaan takhfif itu, tidak mau menerimanya, dan berkata,
"Tidak sekali-kali Allah menjanjikan kepada Nabi Muhammad sesuatu hal
kecuali Nabi Muhammad merasa yakin bahwa hal itu pasti terjadi, hingga beliau
wafat. Akan tetapi bencana terus-menerus menimpa para rasul sehingga mereka
menduga bahwa orang-orang yang bersama mereka dari kalangan orang-orang yang
beriman telah mendustakan mereka."
Ibnu Abu Mulaikah mengatakan dalam hadis Urwah,
bahwa Siti Aisyah membacanya kuzzibu dengan tasydid berasal dari masdar
takzib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraat, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu
Sa'id yang mengatakan bahwa seseorang datang kepada Al-Qasim ibnu Muhammad,
lalu berkata, "Sesungguhnya Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi membaca ayat ini
dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan
lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah
didustakan. (Yusuf: 110) Maka Al-Qasim berkata, "Katakanlah kepadanya
dariku bahwa aku telah mendengar Siti Aisyah —istri Nabi Saw.— membacanya
dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan
lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah
didustakan.' (Yusuf: 110) Yakni kuzzibu, dan Siti Aisyah mengatakan
bahwa para rasul didustakan oleh pengikut-pengikutnya." Sanad asar ini sahih
juga.
Bacaan yang kedua ialah bacaan takhfif tanpa
tasydid. Para ulama berbeda pendapat mengenai tafsirnya.
Ibnu Abbas telah mengatakan seperti yang telah
disebutkan di atas. Dan dari Ibnu Mas'ud — menurut riwayat Sufyan As-Sauri,
dari Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah— disebutkan bahwa ia
(Abdullah ibnu Mas'ud) membacanya dengan bacaan berikut: Sehingga apabila
para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan
telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) dengan bacaan takhfif
tanpa tasydid. Abdullah mengatakan bahwa inilah bacaan yang makruh.
Demikianlah dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud,
berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh perawi lainnya yang bersumber dari
keduanya. Yang dari Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Al-A'masy, dari Muslim, dari
Ibnu Abbas, disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: Sehingga apabila para
rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah
meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Bahwa setelah para
rasul tidak mempunyai harapan lagi kaumnya akan menaati mereka, dan kaumnya
menduga bahwa para rasul telah berdusta kepada mereka, maka saat itu datanglah
pertolongan Allah. lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. (Yusuf:
110)
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu
Jubair, Imran ibnul Haris As-Sulami, Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah, Ali ibnu
AbuTalhah, dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Arim Abun Nu' man, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami
Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah Al-Jazari yang
mengatakan bahwa seorang pemuda dari kabilah Quraisy bertanya kepada Sa'id ibnu
Jubair, "Jelaskanlah kepadaku, hai Abu Abdullah, bagaimana bacaan ayat
ini; karena sesungguhnya apabila bacaanku sampai kepadanya, aku berharap tidak
membacanya," yaitu firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak
mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini
bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Sa'id ibnu Jubair menjawab,
"Ya, setelah para rasul tidak mempunyai harapan lagi bahwa kaumnya
membenarkan mereka, dan rasul yang diutus kepada mereka (kaumnya) menduga bahwa
para rasul (terdahulu) telah didustakan." Maka Ad-Dahhak ibnu Muzahim
berkata bahwa ia belum pernah melihat seorang lelaki seperti hari ini yang
mengakui dirinya berilmu, pastilah dia akan terpesona.”Seandainya aku berangkat
ke negeri Yaman untuk keperluan seperti ini, maka itu masih ringan."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari jalur
lain yang menyebutkan bahwa Muslim ibnu Yasar bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair
tentang hal itu, lalu Sa'id ibnu Jubair menjawab dengan jawaban tersebut. Lalu
Muslim ibnu Yasar bangkit dan memeluk Sa'id ibnu Jubair dan berkata,
"Semoga Allah memberikan pertolongan kepadamu sebagaimana engkau telah
memberikan pertolongan kepadaku." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh
beberapa jalur, dari Sa'id ibnu Jubair; bahwa Sa'id ibnu Jubair menafsirkannya
dengan pengertian tersebut. Penafsiran yang sama telah dikemukakan pula oleh
Mujahid ibnu Jabr dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya
seorang, sehingga disebutkan bahwa Mujahid membacanya dengan bacaan kazabu dengan
huruf zal yang di-fathah-kan. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir, hanya sebagian ulama yang menafsirkannya dengan qiraat ini mengembalikan
damir yang ada dalam firman-Nya, "Annahum," kepada para
pengikut rasul-rasul dari kalangan kaum mukmin. Di antara ulama lainnya ada
yang mengembalikan damir ini kepada orang-orang kafir dari kalangan umat
mereka. Yakni orang-orang kafir itu menduga bahwa para rasul telah berdusta
terhadap janji yang mereka katakan, yaitu pertolongan Allah akan datang.
Adapun pendapat Ibnu Mas'ud, maka diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah, menceritakan kepada kami Al-Qasim,
telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Fudail, dari Muhammasy ibnu Ziyad Ad-Dabbi, dari Tamim ibnu Hazm
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan
sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Sehingga apabila para
rasul tidak mempunyai harapan lagi. (Yusuf: 110) Yaitu tentang keimanan
kaumnya kepada mereka, dan kaum mereka —ketika pertolongan Allah datang
terlambat— menduga bahwa para rasul itu dusta. Yakni dengan bacaan takhfif.
Kedua riwayat yang masing-masing dari Ibnu Mas'ud
dan Ibnu Abbas ditolak oleh Siti Aisyah. Penolakannya itu dikemukakannya di
hadapan orang-orang yang menafsirkannya dengan tafsiran tersebut. Pendapat Siti
Aisyah ini dibela oleh Ibnu Jarir, dan ia meluruskan pendapat yang terkenal
dari jumhur ulama serta menolak mentah-mentah pendapat lainnya; ia tidak mau
menerimanya dan tidak merestuinya.
Yusuf, ayat 111
{لَقَدْ كَانَ فِي
قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ
تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً
لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (111) }
Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Allah Swt. menyebutkan bahwa sesungguhnya di
dalam kisah-kisah para rasul dengan kaumnya masing-masing, dan bagaimana Kami
menyelamatkan orang-orang yang beriman serta Kami binasakan orang-orang yang
kafir:
{عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ}
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. (Yusuf: 111)
Al-albab adalah bentuk jamak lubb, artinya
akal.
{مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى}
Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat. (Yusuf: 111)
Artinya, Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang
dibuat-buat oleh selain Allah, yakni bukanlah hal yang dusta, bukan pula
buat-buatan.
{وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ
يَدَيْهِ}
tetapi membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya.
(Yusuf: 111)
Yakni membenarkan kitab-kitab terdahulu yang
diturunkan dari langit. Al-Qur'an membenarkan apa yang benar yang ada dalam
kitab-kitab terdahulu itu, juga membuang semua perubahan, penggantian, dan
penyelewengan yang ada pada kitab-kitab terdahulu; serta menghukuminya dengan me-mansukh
(merevisi)nya, atau menguatkannya jika benar.
{وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ}
dan menjelaskan segala sesuatu. (Yusuf:
111)
Halal dan haram, hal yang disukai serta hal yang
dibenci, dan lain sebagainya yang berupa perintah ketaatan, kewajiban, dan
hal-hal yang disunatkan, serta larangan mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan
yang sejenisnya dari hal-hal yang dimakruhkan. Di dalam Al-Qur'an terdapat
berita tentang perkara-perkara yang besar, hal-hal gaib yang akan terjadi di
masa mendatang secara global dan terinci. Juga berita tentang Tuhan Yang
Mahatinggi lagi Mahasuci asma-asma dan sifat-sifat-Nya, dan kesucian Allah dari
persamaan dengan makhluk-Nya. Karena itulah Al-Qur'an disebutkan:
{هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (Yusuf: 111)
Yakni memberi petunjuk hati mereka dari
kesesatan- menuju jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju jalan yang lurus,
dengan mengharapkan rahmat Tuhan semua hamba di dunia ini dan di akhirat nanti saat
semuanya dikembalikan.
Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung, semoga
Dia menjadikan kita termasuk di antara mereka yang mendapat rahmat Allah Swt.
di dunia dan akhirat, yaitu di hari mendapat keberuntungan orang-orang yang
wajah mereka putih bersih, sedangkan orang-orang yang merugi wajah mereka hitam
legam.
آخَرُ تَفْسِيرِ
سُورَةِ يُوسُفَ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ وَبِهِ الْمُسْتَعَانُ
وَعَلَيْهِ التكلان، وهو حسبنا ونعم الوكيل.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar