Sabtu, 16 April 2016

Kitab 12. SURAH YUSUF

12. Surah Yusuf

تَفْسِيرُ سُورَةِ يُوسُفَ
Makkiyyah, 111 ayat. Kecuali ayat 1, 2, 3 dan 7 Madaniyyah Turun sesudah surat Hud

As-Sa'labi dan lain-lainnya telah meriwayatkan melalui jalur Salam ibnu Salim yang dikenal dengan julukan Salim Al-Madaini—yang orangnya berpredikat matruk (tidak terpakai hadisnya)—, dari Harun ibnu Kasir, dan Abu Hatim telah menegaskan dalam ketetapannya sebagai orang yang tidak dikenal, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Abu Umamah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" عَلِّمُوا أَرِقَّاءَكُمْ سُورَةَ يُوسُفَ، فَإِنَّهُ أَيُّمَا مُسْلِمٍ تَلَاهَا، أَوْ عَلَّمَهَا أَهْلَهُ، أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُهُ، هَوَّن اللَّهُ عَلَيْهِ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَأَعْطَاهُ مِنَ الْقُوَّةِ أَلَّا يَحْسِدَ مُسْلِمًا "
Ajarkanlah kepada budak-budak kalian surat Yusuf, karena sesungguhnya seorang muslim yang membacanya atau meng­ajarkannya kepada keluarganya atau kepada budak-budak milik­nya, niscaya Allah akan memudahkan baginya dalam sakaratul maut, dan Allah memberinya kekuatan untuk tidak mempunyai rasa dengki terhadap seorang muslim pun.
Bila ditinjau dari segi jalur periwayatan ini hadis ini tidak sahih, mengingat sanadnya yang daif secara menyeluruh.
Tetapi Al-Hafiz ibnu Asakir mengetengahkannya juga secara ikut-ikutan melalui jalur Al-Qasim ibnul Hakam, dari Harun ibnu Kasir dengan sanad yang sama. Juga melalui jalur Syababah, dari Muhammad ibnu Abdul Wahid An-Nadri, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an. Juga dari Ata ibnu Abu Maimunah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi Saw., lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. Akan tetapi, hadis ini ditinjau dari semua jalurnya berpredikat munkar.
Imam Baihaqi di dalam kitab Dalail-nya telah meriwayatkan bahwa sejumlah orang Yahudi masuk Islam ketika mereka mendengar Rasulullah Saw. membacakan surat Yusuf ini, karena kandungannya sesuai dengan apa yang ada pada kitab mereka. Hadis ini diriwayatkan melalui Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.



Yusuf, ayat 1-3

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
{الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ (1) إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (2) نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ (3) }
Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum itu adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.
Adapun mengenai keterangan yang menyangkut huruf-huruf yang ada pada permulaan surat Al-Qur'an, telah dijelaskan dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah.
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ}
Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an). (Yusuf: 1)
Maksudnya ayat-ayat Kitab ini, yaitu Al-Qur'an yang jelas dan terang, yang mengungkapkan segala sesuatu yang samar hingga menjadi jelas dengan melalui keterangan dan penjelasannya.
{إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. (Yusuf: 2)
Demikian itu karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas, paling terang, paling luas, dan paling banyak perbendaharaan kata-katanya untuk mengungkapkan berbagai pengertian guna meluruskan jiwa manusia. Karena itulah Allah menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan bahasa yang paling mulia di antara bahasa-bahasa lainnya yang disampaikan-Nya kepada rasul yang paling mulia melalui perantaraan malaikat yang paling mulia. Dan penurunannya terjadi di belahan bumi yang paling mulia, serta awal penurunannya (Al-Qur'an) terjadi di dalam bulan yang paling mulia, yaitu bulan Ramadan; sehingga sempurnalah kitab Al-Qur'an ini dari berbagai seginya. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ}
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik melalui wahyu Al-Qur’an ini kepadamu. (Yusuf: 3)
Yakni dengan perantaraan penurunan Kami akan Al-Qur'an ini kepadamu.
Di dalam sebuah hadis disebutkan penyebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Hakam Ar-Razi, dari Ayyub, dari Amr (yakni Ibnu Qais Al-Mala-i), dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa para sahabat pernah berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau menceritakan kisah-kisah kepada kami." Maka turunlah firman-Nya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 3)
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Amr ibnu Qais secara mursal.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Khalid As-Saffar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari ayahnya yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Nabi Saw. wahyu selama beberapa masa, dan Nabi Saw. langsung membacakannya kepada mereka (para sahabat). Maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita tentang kisah-kisah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). (Yusuf: 1) Sampai dengan firman-Nya: agar kalian memahaminya. (Yusuf: 2) Kemudian Rasulullah Saw. membacakannya kepada mereka selama beberapa masa. Maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita kepada kami." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23), hingga akhir ayat. Lalu Ibnu Jarir menceritakan hadis ini hingga selesai.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui hadis Ishaq ibnu Rahawaih, dari Amr ibnu Muhammad Al-Qurasyi Al-Minqari dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya berikut sanadnya melalui Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Saw. merasa bosan, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23) Kemudian mereka merasa bosan lagi untuk kedua kalinya, maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami suatu kisah selain hukum-hukum Al-Qur'an." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 1-3), hingga akhir ayat.
Mereka bermaksud sesuatu yang berupa kisah, maka Allah menunjukkan kepada mereka kisah yang paling baik; dan mereka bermaksud suatu cerita, maka Allah menunjukkan mereka kepada cerita yang paling baik.
Sehubungan dengan makna ayat ini yang mengandung pujian terhadap Al-Qur'an —yang menyatakan bahwa Al-Qur'an sudah merupakan suatu kecukupan, tanpa memerlukan yang lainnya— maka kami ketengahkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Umar ibnul Khattab datang kepada Nabi Saw. dengan membawa sebuah kitab yang ia peroleh dari salah seorang Ahli Kitab. Lalu Umar membacakannya kepada Nabi Saw. Nabi Saw. marah dan bersabda:
"أمُتَهوكون فيها يا ابن الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُونَهُ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُونَهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، لَمَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي"
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau merasa bimbang terhadapnya? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih. Jangan sekali-kali kalian menanyakan kepada mereka (Ahli Kitab) tentang sesuatu, lalu mereka menceritakannya kepada kalian dengan benar, dan kalian pasti akan mendusta­kannya, atau dengan secara batil, dan kalian pasti akan membenarkannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka tiada jalan lain baginya melainkan mengikutiku.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit yang mengatakan bahwa Umar datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bersua dengan seorang saudaraku dari kalangan Bani Quraizah, lalu ia menuliskan buatku sejumlah kisah dari kitab Taurat, apakah boleh aku memaparkannya kepadamu?" Wajah Rasulullah Saw. berubah. Abdullah ibnu Sabit berkata kepada Umar, "Tidakkah engkau melihat perubahan pada roman muka Rasulullah?" Umar berkata, "Kami rela kepada Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai rasul kami." Maka wajah Rasulullah Saw. kembali seperti biasanya (tidak marah), lalu beliau Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ، إِنَّكُمْ حَظِّي مِنَ الْأُمَمِ، وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنَ النَّبِيِّينَ"
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam geng­gaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih berada di antara kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, niscaya kalian sesat. Sesungguhnya kalian adalah umat bagianku, dan aku adalah nabi bagian kalian.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Khalifah ibnu Qais. dari Khalid ibnu Urfutahyang mengatakan.”Ketika aku sedang duduk dengan Khalifah Umar, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani Abdul Qais yang bertempat tinggal di As-Sus. Maka Umar berkata kepadanya, 'Apakah engkau pun adalah Fulan ibnu Fulan Al-Abdi?' Lelaki itu menjawab, 'Ya.' Umar bertanya, 'Apakah engkau yang bertempat tinggal di As-Sus?' Lelaki itu menjawab, 'Ya.' Maka Umar memukulnya dengan gagang tombak yang ada di tangannya, sehingga lelaki itu bertanya, 'Apakah salahku, hai Amirul Mu’minin?' Umar berkata kepadanya, 'Duduklah kamu!' Maka lelaki itu duduk, dan Umar membacakan kepadanya firman Allah Swt. berikut, yaitu: 'Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif Lam Ra.. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.' (Yusuf: 1-3) Sampai dengan firman-Nya: 'termasuk orang-orang yang belum mengetahui.' (Yusuf: 3) Umar membacakan ayat-ayat tersebut kepada lelaki itu sebanyak tiga kali dan memukulnya sebanyak tiga kali pula. Maka lelaki itu bertanya, 'Hai Amirul Mu’minin, apakah salahku?' Umar menjawab, 'Engkau adalah orang yang telah menyalin kitab (nabi) Danial.' Lelaki itu berkata, 'Perintahkanlah kepadaku apa yang engkau inginkan, maka aku akan melakukannya.' Umar berkata, "Pergilah dan hapuslah salinan itu dengan arang dan kain wol putih. Kemudian janganlah kamu baca lagi, jangan pula kamu membacakannya kepada seseorang. Jika sampai kepadaku suatu berita tentang kamu bahwa kamu membacanya atau membaca­kannya kepada orang lain, niscaya aku benar-benar akan menimpakan hukuman yang berat kepadamu." Kemudian Umar berkata, 'Duduklah!' Maka lelaki itu duduk di hadapannya. Setelah itu Umar pergi dan menyalin sebuah kitab dari sebagian Ahli Kitab. Kemudian ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. seraya membawa kitab salinan itu. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, 'Hai Umar, apakah yang kamu pegang itu?' Umar menjawab, 'Wahai Rasulullah, ini adalah sebuah kitab yang aku salin untuk menambah pengetahuanku selain dari ilmu yang telah ada pada kami.' Rasulullah Saw. marah sehingga kedua pelipisnya tampak memerah, lalu diserukan azan untuk salat berjamaah. Maka orang-orang Ansar berkata, 'Nabi kalian sedang marah.' Maka mereka bergegas datang seraya membawa senjatanya masing-masing, lalu berkumpul di hadapan mimbar Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai manusia, sesungguhnya aku telah dianugerahi Jawami'ul Kalim dan semua penutupnya, yang semuanya itu diberikan khusus kepadaku. Dan sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih, maka janganlah kalian bimbang, janganlah pula kalian teperdaya oleh orang-orang yang bimbang.' Umar berkata bahwa lalu ia berdiri dan berkata, 'Aku rela Allah sebagai Tuhan (ku), Islam sebagai agama (ku), dan engkau sebagai rasul (ku).' Setelah itu Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya."
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara ringkas di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq dengan sanad yang sama. Tetapi bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib, karena Abdur Rahman ibnu Ishaq yang terkenal dengan nama julukan Abu Syaibah Al-Wasiti dinilai daif oleh kalangan ahli hadis, demikian pula gurunya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Ishaq tidak sahih.
Menurut kami, hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memper­kuatnya yang diriwayatkan melalui jalur lain.
Untuk itu, Al-Hafiz Abu Bakar (yaitu Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili) mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim Al-Asy'ari, dari Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir; Jubair ibnu Nafir pernah menceritakan kepada mereka bahwa pernah ada dua orang lelaki di Himsa di masa pemerintahan Khalifah Umar, kemudian kedua lelaki itu menjadi delegasi kaumnya di antara delegasi penduduk Himsa lainnya. Keduanya telah menyalin sebuah kitab yang terdiri atas lembaran-lembaran kulit dari orang-orang Yahudi. Maka keduanya membawa serta kitabnya itu untuk meminta fatwa kepada Amirul Mu’minin tentang kitab tersebut. Mereka berniat, "Jika Amirul Mu’minin suka kami melakukannya, maka kami akan bertambah rajin menyalinnya; dan jika Amirul Mu’minin melarang kami menyalinnya, maka kami akan membuangnya." Ketika kedua lelaki itu tiba di hadapan Amirul Mu’minin, maka keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli Kitab. Dan sesungguhnya kami sering mendengar suatu kalam dari mereka yang membuat bulu kuduk kami merinding karenanya. Bolehkah kami mengambil kalam itu, ataukah kami harus meninggalkannya?" Umar bertanya, "Apakah kamu berdua telah menulis sendiri sesuatu dari kalam itu?" Keduanya menjawab, "Tidak." Umar berkata bahwa ia akan menceritakan kepada keduanya suatu hadis. Umar mengatakan, di masa Nabi Saw. masih hidup ia pergi menuju tanah Khaibar, lalu bersua dengan seorang Yahudi yang mengucapkan suatu kalam yang membuatnya kagum. Umar berkata, "Apakah engkau mau menuliskan apa yang telah kamu katakan itu buatku?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka aku (Umar) mengambil lembaran kulit, dan lelaki Yahudi itu menuliskannya buatku, sehingga tiada yang tersisa dari kulit itu melainkan dipenuhinya sampai ke kulit bagian kaki dari kulit tersebut. Umar mengatakan, "Setelah aku kembali, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku akan menceritakannya kepada Nabi Saw. dan mudah-mudahan Nabi Saw. menyuruhku untuk mendatangkannya. Pada awal mulanya aku pergi untuk mencari berita dengan harapan mudah-mudahan aku dapat mendatangkan sesuatu yang membuat hati Rasulullah Saw. suka. Ketika aku tiba di hadapannya, beliau bersabda, "Duduklah dan bacakanlah kepadaku!' Maka aku membacakannya selama sesaat kepada beliau. Ketika aku pandang wajah Rasulullah Saw., ternyata roman wajahnya telah berubah memerah: lalu aku menjadi gemetar karena takut, sehingga aku tidak mampu membacakannya lagi barang satu huruf pun. Setelah beliau melihat keadaanku, maka beliau mengambilnya dan memeriksanya tulisan demi tulisan, lalu beliau hapus dengan ludahnya. Setelah itu beliau bersabda, 'Janganlah kalian mengikuti jejak mereka, karena sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah ragu dan benar-benar menjadi orang-orang yang ragu.’ Sehingga seluruh huruf yang tertera pada kulit itu semuanya terhapus." Umar berkata, 'Seandainya aku mengetahui bahwa kalian berdua menulis sesuatu dari kitab itu, niscaya aku akan menimpakan hukuman kepada kalian sebagai pelajaran bagi umat ini." Keduanya berkata, "Demi Allah, kami sama sekali tidak menulis sesuatu pun dari kitab itu." Kemudian keduanya keluar dan membawa lembaran kulitnya itu, lalu keduanya menggali tanah dengan galian yang sangat dalam, kemudian lembaran-lembaran itu dikuburkannya. Demikianlah kisah yang paling akhir menyangkut tentang tulisan tersebut pada kami.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Sabit Al-Ansari, dari Umar ibnul Khattab dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Marasil-nya melalui hadis Abu Qilabah, dari Umar dengan sanad yang semisal.

Yusuf, ayat 4

{إِذْ قَالَ يُوسُفُ لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ (4) }
(Ingatlah) ketika Yusuf berkala kepada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Allah Swt. berfirman, "Ceritakanlah kepada kaummu, hai Muhammad, dalam kisah-kisahmu kepada mereka tentang kisah Yusuf. Yaitu ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَرِيمُ، ابْنُ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia adalah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Abdus Samad dengan sanad yang sama.
قَالَ الْبُخَارِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِل رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارِكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهوا".
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat?" Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling terhormat di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia adalah Yusuf Nabi Allah anak Nabi Allah anak Nabi Allah anak kekasih Allah. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kalian menanyakan kepadaku tentang orang-orang Arab yang paling mulia?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terpandang dari kalian di masa Jahiliah adalah orang-orang yang terpandang pula di masa Islam jika mereka mengerti (yakni masuk Islam).
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Usamah, dari Ubaidillah.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Ulama tafsir telah membahas tentang makna mimpi ini, bahwa ungkapan sebelas bintang dimaksudkan adalah saudara-saudara Nabi Yusuf yang jumlah keseluruhannya ada sebelas orang; jumlah anak Nabi Ya'qub ada dua belas orang termasuk Nabi Yusuf. Sedangkan yang dimaksud dengan matahari dan bulan adalah ayah dan ibunya. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, Sufyan As-Sauri, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Takwil mimpi Nabi Yusuf ini baru terealisasi sesudah selang empat puluh tahun kemudian, pendapat lain mengatakan sesudah delapan puluh tahun. Yang demikian itu terjadi ketika Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk menduduki kursi singgasananya, sedangkan semua saudaranya berada di hadapannya.
{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}
Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.”(Yusuf: 100)
Di dalam sebuah hadis disebutkan nama bintang-bintang yang sebelas tersebut.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الْكِنْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ ظُهَيْرٍ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، [عَنْ جَابِرٍ] قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مَنْ يَهُودَ يُقَالُ لَهُ: "بُسْتَانَةُ الْيَهُودِيُّ"، فَقَالَ لَهُ: يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الْكَوَاكِبِ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ أَنَّهَا سَاجِدَةٌ لَهُ، مَا أَسْمَاؤُهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاعَةً فَلَمْ يُجِبْهُ بِشَيْءٍ، وَنَزَلَ [عَلَيْهِ] جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَأَخْبَرَهُ بِأَسْمَائِهَا. قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَقَالَ: "هَلْ أَنْتَ مُؤْمِنٌ إِنْ أَخْبَرْتُكَ بِأَسْمَائِهَا؟ " فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "خَرْتَانِ والطارِقُ، والذَّيَّال وَذُو الكَنَفَات، وَقَابِسٌ، ووَثَّاب، وعَمُودَان، والْفَيلَقُ، والمُصَبِّحُ، والضَّرُوحُ، وَذُو الْفَرْغِ، والضِّيَاُء، والنُّور"، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: إيْ وَاللَّهِ، إِنَّهَا لَأَسْمَاؤُهَا.
telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi, dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir yang menceritakan bahwa seorang Yahudi yang dikenal dengan nama Bustanah datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku bintang-bintang yang dilihat oleh Yusuf dalam mimpinya bersujud kepadanya, apa sajakah nama-nama bintang-bintang tersebut?" Rasulullah Saw. diam sesaat, tidak men­jawab sepatah kata pun. Lalu Jibril a.s. turun dan menceritakan kepada Nabi Saw. semua nama bintang itu. Maka Nabi Saw. menyuruh agar lelaki Yahudi itu dipanggil menghadap. Setelah lelaki Yahudi itu sampai, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah engkau mau beriman jika aku sebutkan kepadamu nama bintang-bintang itu?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jiryan, Tariq, Zayyal, Zul Kanfat, Qabis, Wassab, 'Amudan, Faliq, Misbah, Daruh, Zul Farag, Diya, dan Nur. Lelaki Yahudi itu berkata, "Memang benar, demi Allah, itulah nama bintang-bintang tersebut."
Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya melalui hadis Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Hakam ibnu Zahir.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh dua orang Hafiz, yaitu Abu Ya'la Al-Mausuli dan Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad masing-masing, juga oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya. Adapun menurut riwayat Abu Ya’la, maka ia menceritakannya dari empat orang gurunya, dari Al-Hakam ibnu Zahir, dengan sanad yang sama. Di dalam riwayatnya ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَمَّا رَآهَا يُوسُفُ قَصّها عَلَى أَبِيهِ يَعْقُوبَ، فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ: هَذَا أَمْرٌ مُتَشَتَّتٌ يَجْمَعُهُ اللَّهُ مِنْ بَعْدُ؛ قَالَ: وَالشَّمْسُ أَبُوهُ، وَالْقَمَرُ أُمُّهُ"
Setelah Yusuf melihat mimpinya itu dan ia menceritakannya kepada ayahnya Ya’qub, maka Ya’qub berkata kepadanya, "Ini merupakan suatu perkara yang berpecah belah, lalu Allah menghimpunkannya kembali sesudah itu.” Matahari adalah ayahnya, sedangkan bulan adalah ibunya.
Hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir Al-Fazzari. Para imam menilainya daif dan banyak ulama yang tidak memakai hadisnya. Al-Jauzani mengatakan bahwa hal itu tidak benar, dia adalah pemilik hadis yang hasan. Kemudian ia menceritakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, bahwa seorang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang nama bintang-bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf dalam mimpinya, yakni apakah nama bintang-bintang tersebut. Lalu Nabi Saw. menjawabnya. Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir yang dinilai daif oleh Arba'ah.

Yusuf, ayat 5

{قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ (5) }
Ayahnya berkata "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
Allah Swt. menyebutkan tentang perkataan Nabi Ya'qub kepada anaknya —yaitu Nabi Yusuf— setelah Yusuf menceritakan kepadanya apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya itu. Mimpi itu berarti bahwa kelak semua saudara Yusuf akan tunduk dan menghormatinya dengan penghormatan yang sangat besar; karena kelak mereka akan bersujud kepadanya demi menghormati, mengagungkan, dan memuliakannya. Maka Ya'qub merasa khawatir bila Yusuf menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, karena mereka pasti akan merasa dengki terhadapnya, lalu mereka akan membuat tipu daya untuk membinasakannya. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا}
Janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk mem­binasakan)mu. (Yusuf: 5)
Yakni niscaya mereka akan membuat makar dan tipu daya terhadapmu untuk membinasakan dirimu.
Di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلْيُحَدِّثْ بِهِ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فليتحوَّل إِلَى جَنْبِهِ الْآخَرِ وَلْيَتْفُلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا، وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ"
Apabila seseorang di antara kalian melihat (dalam mimpinya) sesuatu yang disukainya, hendaklah ia membicarakannya. Dan apabila ia melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia beralih ke sisi yang lain (dalam tidurnya), lalu hendaklah ia meludah ke arah kirinya sebanyak tiga kali dan hendaklah ia minta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimptnya itu, dan janganlah ia membicarakannya kepada seorang pun; maka sesungguhnya mimpi buruknya itu tidak akan membahayakannya.
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan sebagian penulis kitab Sunan disebutkan melalui riwayat Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر، فَإِذَا عُبرت وَقَعَتْ"
Mimpi itu merupakan bayangan bagi seseorang selagi dia tidak membicarakannya; apabila dia membicarakannya, maka akan menjadi kenyataan.
Dari pengertian hadis ini dapat disimpulkan, hendaklah seseorang menyembunyikan nikmat kabar gembira melalui mimpinya itu sebelum menjadi kenyataan, seperti yang disebutkan di dalam hadis lainnya yang mengatakan:
"اسْتَعِينُوا عَلَى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ بِكِتْمَانِهَا، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ"
Jadikanlah menyembunyikan tujuan sebagai sarana untuk meraih hal-hal yang didambakan, karena sesungguhnya semua orang yang beroleh kenikmatan itu ada yang iri kepadanya.

Yusuf, ayat 6

{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (6) }
Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Allah Swt. berfirman menceritakan ucapan Ya'qub kepada Yusuf —anaknya— bahwa sebagaimana Tuhanmu telah memilihmu dan memperlihatkan bintang-bintang itu bersama matahari dan bulan yang semuanya bersujud kepadamu.
{وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ}
demikianlah Tuhanmu memilih kamu. (Yusuf: 6)
Yakni memilih dan menyeleksimu untuk menjadi Nabi-Nya.
{وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ}
dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta’bir mimpi-mimpi. (Yusuf: 6)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, makna ahadis di sini ialah ta'bir mimpi-mimpi.
{وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ}
dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu. (Yusuf: 6)
yaitu dengan mengutusmu sebagai Rasul-Nya dan menurunkan wahyu­Nya kepadamu. Karena itulah disebutkan dalam ayat selanjutnya:
{كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ}
sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu (yaitu) Ibrahim. (Yusuf: 6)
yang dikenal sebagai Khalilullah atau kekasih Allah.
{وَإِسْحَاقَ}
dan Ishaq. (Yusuf: 6)
Yakni putranya, yang menurut suatu pendapat merupakan anak yang disembelihnya, tetapi pendapat ini bukanlah pendapat yang kuat.
{إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Yusuf: 6)
Artinya, Dia Maha Mengetahui bagaimana meletakkan risalah-Nya, yakni kepada siapakah akan diberikan, seperti yang disebutkan juga dalam ayat lainnya.

Yusuf, ayat 11-12

{قَالُوا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ (11) أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (12) }
Mereka berkata, "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya."
Setelah mereka bersekongkol untuk mengambil Yusuf dan akan membuangnya ke dasar sumur—seperti pendapat yang diutarakan oleh saudara tertua mereka Rubel—, lalu mereka datang menghadap ayah mereka (yaitu Ya'qub a.s.) dan mereka berkata:
{يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ}
Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. (Yusuf: 11)
Apa yang disebutkan oleh ayat ini merupakan pendahuluan, sekaligus sebagai pengakuan akan kejujuran mereka, padahal mereka bermaksud lain dari itu, karena di dalam hati mereka terpendam rasa dengki dan iri hati, mengingat cinta kasih ayah mereka lebih besar kepada Yusuf daripada kepada mereka.
{أَرْسِلْهُ مَعَنَا}
Biarkanlah dia pergi bersama kami. (Yusuf: 12)
Maksudnya, berilah kesempatan kepadanya untuk pergi bersama kami.
{غَدًا نَرْتَعْ وَنَلْعَبْ}
besok pagi agar kami (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main. (Yusuf: 12)
sebagian ulama membacanya dengan huruf ya, sehingga artinya menjadi seperti berikut:
{يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ}
agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main. (Yusuf: 12)
Menurut Ibnu Abbas, artinya berlari-lari dan berolah raga. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dan lain-lainnya.
{وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Dan sesungguhnya kami pasti menjaganya. (Yusuf: 12)
Mereka mengatakan, "Kami sanggup menjaganya dan mengawasi keselamatannya demi engkau."

Yusuf, ayat 13-14

{قَالَ إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ (13) قَالُوا لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ (14) }
Berkata Ya'qub, "Sesungguhnya kepergian kalian bersama Yusuf amat menyedihkan dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedangkan kalian lengah darinya.” Mereka berkata, "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedangkan kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi."
Allah Swt. menceritakan perihal Nabi Ya'qub, bahwa ia berkata kepada anak-anaknya dalam jawaban permintaan mereka yang meminta kepadanya agar membiarkan Yusuf pergi bersama mereka ke tempat penggembalaan ternak di padang sahara.
{إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ}
Sesungguhnya kepergian kalian bersama Yusuf amat menyedihkanku. (Yusuf: 13)
Yakni sebenarnya aku merasa keberatan berpisah dengan Yusuf selama dia pergi dengan kalian hingga dia kembali lagi kepadaku. Demikian itu karena Ya'qub sangat mencintai Yusuf, mengingat di dalam diri Yusuf telah terdapat pertanda kebaikan yang besar dan sifat-sifat kenabian serta kesempurnaan pada akhlak dan bentuk (rupa)nya.
Firman Allah Swt.:
{وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ}
dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedangkan kalian lengah darinya. (Yusuf: 13)
Nabi Ya'qub mengatakan bahwa dirinya merasa takut dan khawatir bila anak-anaknya nanti sibuk dengan permainan dan gembalaan mereka sehingga melupakan penjagaannya terhadap Yusuf, lalu datanglah serigala memangsanya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.
Mereka (saudara-saudara Yusuf) menangkap pesan-pesan itu dari lisan ayah mereka dan mereka simpan di dalam hati mereka, kelak hal itu akan dijadikan sebagai alasan mereka dalam tindak kejahatannya.
Seketika itu juga mereka mengemukakan jawabannya kepada ayah mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ}
Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedangkan kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi. (Yusuf: 14)
Mereka mengatakan, sesungguhnya jika Yusuf dimangsa oleh serigala di antara mereka, sedangkan mereka berjumlah banyak, berarti mereka adalah orang-orang yang binasa dan lemah.

Yusuf, ayat 15

{فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (15) }
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkan­nya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur), Kami wahyukan kepada Yusuf, "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan-perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi.”
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah Yusuf dibawa oleh saudara-saudaranya dari sisi ayahnya sesudah mereka mendesaknya.
{وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ}
dan mereka sepakat untuk memasukkannya ke dasar sumur. (Yusuf: 15)
Hal ini menggambarkan tentang perbuatan mereka yang sangat jahat, yaitu sepakat untuk mencampakkan Yusuf ke dasar sumur tersebut. Mereka berpura-pura mengambil Yusuf dari sisi ayah mereka sebagai penghormatan mereka kepadanya, untuk menenangkan hatinya serta untuk menggembirakannya.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Ya'qub a.s. ketika melepas Yusuf pergi bersama mereka terlebih dahulu memeluk, menciumi, dan mendoakannya.
As-Saddi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa tiada jarak waktu antara penghormatan mereka kepada ayahnya dengan penyiksaan mereka kepada Yusuf, melainkan setelah mereka menghilang dari pandangan mata ayahnya dan suara mereka tidak kedengaran lagi. Setelah itu mereka mulai menyakiti Yusuf, baik dengan kata-kata makian ataupun dengan cara lainnya yang serupa, yaitu memukulinya dan lain sebagainya.
Kemudian mereka membawa Yusuf ke sumur yang telah mereka sepakati sebagai tempat untuk membuangnya. Mereka mengikat Yusuf terlebih dahulu dengan tambang, lalu memasukkannya ke dalam sumur itu.
Sebelum itu manakala Yusuf meminta perlindungan kepada seseorang dari mereka bila disakiti oleh yang lainnya, maka yang dimintai perlindungan itu justru menampar dan mencaci makinya. Dan ketika Yusuf berpegangan pada pinggir sumur itu, mereka memukuli tangannya, lalu memutuskan tambang pengikatnya setelah Yusuf sampai di pertengahan kedalaman sumur; maka terjatuhlah Yusuf ke dalam air sumur itu yang menenggelamkannya. Maka Yusuf naik ke sebuah batu besar —disebut Ragufah— yang ada di tengah lubang sumur itu, lalu berdiri di atasnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf, "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi.” (Yusuf: 15)
Allah Swt. menyebutkan tentang kasih sayang, rahmat, dan pertolongan­Nya kepada Yusuf; serta menurunkan kemudahan kepadanya di saat kesulitan. Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Yusuf di saat ia benar-benar berada dalam kesulitan guna menenteramkan dan meneguhkan hatinya, "Janganlah kamu bersedih hati terhadap nasib yang sedang kamu alami, karena sesungguhnya engkau akan menemui kemudahan dan jalan keluar yang baik. Allah pasti akan menolongmu terhadap mereka dan Dia akan mengangkatmu serta meninggikan derajatmu. Dan Engkau kelak akan menceritakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan terhadap dirimu dari perbuatan mereka ini."
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
sedangkan mereka tiada ingat lagi. (Yusuf: 15)
Mujahid dan Qatadah mengatakan, mereka tidak menyadari bahwa Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Yusuf saat itu. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, maksudnya adalah engkau kelak akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka sekarang terhadapmu, sedangkan mereka tidak ingat lagi kepadamu dan tidak mengenalmu.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Ubadah Al-Asadi, dari ayahnya; ia pernah mendengar Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika saudara-saudara Yusuf masuk ke dalam istana Yusuf, maka Yusuf langsung dapat mengenali mereka, sedangkan mereka tidak mengenalnya. Lalu Yusuf berkata, "Ambilkanlah piala itu." Kemudian Yusuf meletakkan piala itu di tangannya dan memukul piala itu hingga berdenting suaranya. Lalu Yusuf berkata, "Sesungguhnya piala ini akan menceritakan kepadaku berita tentang golongan orang-orang ini, bahwa sesungguhnya di masa lalu kalian mempunyai seorang saudara seayah kalian yang dikenal dengan nama Yusuf yang sangat dicintai oleh ayah kalian, sedangkan kalian tidak. Lalu kalian membawanya pergi dan melemparkannya ke dasar sebuah sumur."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu Yusuf kembali memukul piala itu, dan piala itu berdenting untuk kedua kalinya. Kemudian Yusuf berkata, 'Setelah itu kalian datang menghadap kepada ayah kalian dan kalian katakan kepadanya bahwa serigala telah memangsa Yusuf, dan kalian pun datang kepadanya dengan membawa baju gamisnya yang dilumuri oleh darah yang dusta (palsu).' Maka sebagian dari mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata kepada sebagian yang lainnya, 'Sesungguhnya piala ini benar-benar menceritakan kisah kalian'."
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Kami merasa yakin bahwa ayat ini diturunkan menceritakan kisah mereka," yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi. (Yusuf: 15)

Yusuf, ayat 16-18

{وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ (16) قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ (17) وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ (18) }
Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka berkata, " Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata, "Sebenarnya diri kalian sendiri yang memandang baik perbuatan (yang buruk) ini; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.”
Allah Swt. menceritakan tentang alasan yang dipegang oleh saudara-saudara Yusuf setelah mereka melemparkannya ke dalam dasar sumur. Bahwa mereka pulang dan menemui ayah mereka di malam hari seraya menangis mengeluarkan air mata buaya. Mereka memperlihatkan seakan-akan mereka kecewa dan sedih atas nasib yang dialami oleh Yusuf, dan mereka meminta maaf atas apa yang telah menimpa Yusuf sesuai dengan rencana yang mereka buat.
{إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ}
sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba. (Yusuf: 17)
Yakni berlomba memanah.
{وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا}
dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami. (Yusuf: 17)
Yaitu di dekat pakaian dan barang-barang kami.
{فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ}
lalu dia dimakan serigala. (Yusuf: 17)
Hal itulah yang sebelumnya sangat dikhawatirkan dan ditakuti oleh Ya'qub.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ}
dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. (Yusuf: 17)
Kalimat ini merupakan ungkapan permohonan belas kasihan mereka dengan tujuan agar mereka memperoleh kepercayaan dari Ya'qub atas makar mereka. Mereka mengatakan, "Kami merasa yakin bahwa engkau tidak akan mempercayai kami, sekalipun kami menceritakan hal yang sebenarnya. Tidaklah heran bila engkau menuduh kami dalam hal ini, karena sebelumnya engkau merasa khawatir bila Yusuf dimakan serigala, lalu ternyata dia dimakan oleh serigala. Engkau dimaaf bila mendustakan cerita kami, karena secara kebetulan hal yang dikhawatirkan itu betul-betul terjadi persis seperti kenyataannya."
{وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ}
Mereka datang dengan membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. (Yusuf: 18)
maksudnya, darah buatan. Ini merupakan bagian dari rencana makar dan tipu muslihat yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Mujahid, As-Saddi, serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, saudara-saudara Yusuf menangkap seekor kambing muda, lalu mereka sembelih, dan darahnya mereka lumurkan ke baju Yusuf, sebagai bukti bahwa inilah baju Yusuf yang telah dimangsa oleh serigala, dan padanya terdapat bekas-bekas darahnya. Akan tetapi, mereka lupa merobek baju itu. Karena itulah Nabi Ya'qub tidak percaya kepada bukti yang diajukan kepadanya itu. Bahkan dia berkata menyindir mereka yang telah menipunya:
{بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ}
Sebenarnya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (Yusuf: 18)
Dengan kata lain, aku akan bersabar dengan kesabaran yang baik atas musibahku ini yang kalian sepakat untuk menimpakannya kepadaku, hingga Allah memberikan jalan keluarnya berkat pertolongan dan kasih sayang-Nya.
{وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ}
Dan Allah sajalah yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan. (Yusuf: 18)
Yakni atas kedustaan dan makar yang kalian buat itu.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Samak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. (Yusuf: 18) Bahwa seandainya Yusuf benar-benar dimangsa oleh serigala, niscaya bajunya terkoyak. Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya.
Mujahid mengatakan bahwa sabar yang baik ialah sabar yang tidak ada keluhannya.
وَرَوَى هُشَيْم، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ حبَّان بْنِ أَبِي جَبَلة قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِهِ: {فَصَبْرٌ جَمِيلٌ} فَقَالَ: "صَبْرٌ لَا شَكْوَى فِيهِ"
Hasyim telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Yahya, dari Hiban ibnu Abu Hablah, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (Yusuf: 18) Maka beliau Saw. bersabda, "Sabar yang baik ialah sabar yang tidak ada keluhannya." Hadis ini berpredikat mursal.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa As-Sauri telah meriwayatkan dari salah seorang temannya yang mengatakan, "Kriteria sabar itu ada tiga, yaitu janganlah kamu membicarakan sakitmu (kepada orang lain), jangan menceritakan musibah yang menimpa dirimu, jangan pula kamu membersihkan dirimu sendiri."
Sehubungan dengan hal ini Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis Siti Aisyah dalam kisah tuduhan palsu yang ditujukan terhadap dirinya, antara lain Siti Aisyah mengatakan, "Demi Allah, aku tidak menemukan suatu misal pun bagiku terhadap kalian kecuali seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf: 'maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.' (Yusuf: 18)."

Yusuf, ayat 19-20

{وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (19) وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (20) }
Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air mereka, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata, "Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Allah Swt. menceritakan apa yang dialami oleh Yusuf setelah ia dilemparkan oleh saudara-saudaranya di dalam dasar sumur, lalu ia ditinggalkan seorang diri di dalam sumur itu oleh saudara-saudaranya. Yusuf a.s. tinggal di dasar sumur itu selama tiga hari, menurut Abu Bakar ibnu Ayyasy.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah saudara-saudara Yusuf melemparkannya ke dalam sumur itu, mereka duduk-duduk di sekeliling sumur tersebut seraya memikirkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Maka Allah menggerakkan suatu kafilah ke arah Yusuf, dan mereka turun istirahat di dekat sumur tersebut. Lalu mereka menyuruh tukang mengambil air mereka untuk menimbakan air buat mereka.
Setelah penimba air itu datang ke sumur tersebut dan menjulurkan timbanya ke dalam sumur, maka Nabi Yusuf bergantung kepada tali timba itu. Akhirnya ia keluar dari sumur itu, dan si penimba air merasa gembira dengannya, lalu berkata:
{يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ}
Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda! (Yusuf: 19)
Sebagian ulama membacanya, "Ya Busyraya'' As-Saddi menduga bahwa kata-kata ini adalah nama seorang yang dipanggil oleh si penimba air itu yang memberitahukan kepadanya bahwa dia telah mendapatkan (menemukan) seorang anak muda. Pendapat yang dikemukakan oleh As-Saddi ini garib, karena sesungguhnya As-Saddi belum pernah mengemukakan tafsir qiraat ayat ini kecuali dalam riwayat dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya makna qiraat ini berarti me-mudaf-kan lafaz busyra kepada ya mutakallim, lalu ya idafah-nya dibuang, tetapi makna yang dimaksud menyatakan bahwa si pembicara menghendakinya.
Perihalnya sama dengan kata-kata orang Arab, "Hai diriku, bersabarlah." dan "Hai pelayan, datanglah kepadaku!", yakni dengan membuang huruf idafah. Dalam keadaan seperti ini diperbolehkan bacaan kasrah dan rafa’ Sedangkan penafsiran seperti itu merujuk kepada qiraat lainnya yang mengatakan, "Ya Busyraya"
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً}
Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. (Yusuf: 19)
Yakni dan para pengambil air itu menjadikan Yusuf sebagai budak belian. Mereka mengatakan, "Kami telah membelinya dari pemilik air, karena takut iringan kafilah mereka ikut ambil bagian jika mereka mengetahui cerita yang sebenarnya." Demikianlah yang dikatakan Mujahid, As-Saddi, dan Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. (Yusuf: 19) Artinya, saudara-saudara Yusuf menyembunyikan identitas Yusuf, dan Yusuf sendiri tidak menyangkalnya karena dia merasa khawatir saudara-saudaranya akan membunuhnya bila ia menyebutkan identitas pribadinya yang sesungguhnya, bahwa dia adalah saudara mereka. Yusuf rela dirinya diperjualbelikan demi keselamatan dirinya. Lalu saudara-saudara Yusuf bercerita kepada si penimba air itu bahwa Yusuf adalah budak mereka. Maka si penimba air kaum itu berseru memanggil teman-temannya: Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda! (Yusuf: 19) yang diperjualbelikan, dan saudara-saudara Yusuf menjualnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Yusuf: 19)
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan oleh saudara-saudara Yusuf dan orang-orang yang membelinya. Dengan kata lain, Allah berkuasa untuk mengubah hal itu dan menolaknya, tetapi kebijaksanaan dan takdir­Nya telah menentukan hal tersebut; maka Dia biarkan hal itu untuk dilangsungkan sesuai dengan takdir dan apa yang telah direncanakan­Nya.
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Di dalam ayat ini terkandung makna kiasan yang ditujukan kepada Rasulullah Saw., sekaligus sebagai pemberitahuan kepadanya bahwa Allah mengetahui semua gangguan yang menyakitkan dari kaum Rasulullah terhadap diri Rasul Saw. Dan Allah mampu untuk menangkal hal itu, tetapi sengaja Allah menangguhkan mereka dan membiarkan takdir-Nya berjalan, kelak Allah akan menjadikan akibat yang terpuji dan kekuasaan bagi Rasul-Nya atas mereka. Sama halnya seperti yang dilakukan Allah kepada Nabi Yusuf, Dia menjadikan akibat yang terpuji dan kekuasaan baginya atas saudara-saudaranya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ}
Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja. (Yusuf: 20)
Allah Swt. menceritakan bahwa saudara-saudara Yusuf menjual Yusuf dengan harga yang sangat murah. Demikianlah menurut Mujahid dan Ikrimah. Al-bakhs artinya murah, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya:
{فَلا يَخَافُ بَخْسًا وَلا رَهَقًا}
maka ia tidak takut akan kekurangan pahala. (Al-Jin: 13)
Maksudnya, mereka menukar Yusuf dengan harga yang jauh di bawah standar atau sangat murah. Selain itu mereka (saudara-saudara Yusuf) adalah orang-orang yang sangat tidak menginginkannya. Bahkan seandainya pembeli itu memintanya tanpa imbalan apa pun, niscaya mereka memberikan Yusuf kepadanya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan mereka menjualnya. (Yusuf: 20) kembali kepada saudara-saudara Yusuf.
Sedangkan menurut Qatadah, yang dimaksud dengan mereka adalah kelompok orang-orang musafir.
Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat karena firman-Nya:
{وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ}
dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (Yusuf: 20)
Sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah saudara-saudara Yusuf, bukan orang-orang musafir; sebab orang-orang musafir itu merasa gembira dengan Yusuf, dan saudara-saudara Yusuf menyembunyikan identitas Yusuf yang sebenarnya. Seandainya saudara-saudara Yusuf bukan orang-orang yang tidak tertarik hatinya kepada Yusuf, niscaya mereka tidak akan menjualnya. Dengan demikian, dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa damir yang terdapat pada lafaz syarauhu tiada lain maksudnya adalah saudara-saudara Yusuf.
Menurut suatu pendapat, lafaz bakhsin artinya haram, sedangkan pendapat lainnya lagi mengatakan zalim. Sekalipun makna-makna tersebut merupakan makna lafaz ini, tetapi makna yang dimaksud dalam ayat ini tidaklah demikian. Permasalahannya telah diketahui dan dimengerti oleh semua orang, bahwa hasil jualan tersebut adalah haram, mengingat Nabi Yusuf adalah anak Nabi, cucu Nabi, cicit Nabi kekasih Allah, yaitu Nabi Ibrahim. Dia adalah orang mulia anak orang mulia anak orang mulia anak orang mulia.
Sesungguhnya makna yang dimaksud dengan al-bakhs dalam ayat ini ialah kurang atau harga yang murah atau harga palsu di bawah standar. Dengan kata lain, mereka menjualnya dengan harga yang jauh di bawah standar. Dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ}
yaitu beberapa dirham saja. (Yusuf: 20)
Dari Ibnu Mas'ud, disebutkan bahwa mereka menjual Yusuf dengan harga dua puluh dirham. Demikian pula menurut Ibnu Abbas, Nauf Al-Bakali, As-Saddi, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi; dan ditambahkan bahwa mereka membagi-bagi hasilnya, masing-masing orang dua dirham. Menurut Mujahid dua puluh dua dirham. Menurut Muhammad ibnu Ishaq dan Ikrimah empat puluh dirham.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (Yusuf: 20) Demikian itu karena mereka tidak mengetahui kenabian dan kedudukan Yusuf di sisi Allah Swt.
Mujahid mengatakan bahwa setelah mereka menjual Yusuf, mereka mengikutinya dan mengatakan kepada sesama mereka, "Marilah kita ikuti dia sampai kita merasa tenang bahwa dia tidak minggat," hingga mereka mengikutinya sampai ke negeri Mesir.
Lalu si pembeli berkata, "Siapakah yang akan membeli anak ini sebagai penghibur hatinya?" Maka Yusuf dibeli oleh raja yang muslim.
{وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (21) وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (22) }
Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, "Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa. Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Allah Swt. menceritakan belas kasihan-Nya kepada Yusuf a.s., bahwa Dia telah menggerakkan seseorang yang membelinya di Mesir, lalu orang itu memeliharanya dan memuliakannya serta berpesan kepada keluarga (istri)nya agar memperlakukannya dengan baik dan selayaknya. Maka ia berkata kepada istrinya:
{أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا}
Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak (Yusuf: 21)
Orang yang membelinya dari negeri Mesir itu adalah Aziz negeri Mesir, yakni perdana menterinya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa nama si pembeli itu adalah Qitfir. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, nama si pembeli itu adalah Itfir ibnu Ruhaib, menteri negeri Mesir yang menjabat sebagai menteri perbendaharaan Mesir saat itu. Dan yang menjadi raja di zaman itu adalah Ar-Rayyan ibnul Walid, seorang lelaki dari keturunan bangsa 'Amaliq (raksasa). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa nama istri menteri itu adalah Ra'il binti Ra'abil. Menurut selain Muhammad ibnu Ishaq, nama istrinya adalah Zulaikha.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad ibnus Saib, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, bahwa orang yang membelinya di Mesir adalah Malik ibnu Za'r ibnu Qarib ibnu Anqa ibnu Madyan ibnu Ibrahim.
Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa orang yang ahli dalam firasat ada tiga orang, yaitu: Pertama, menteri negeri Mesir saat dia mengatakan kepada istrinya dalam pesannya: Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik. (Yusuf: 21) Kedua, seorang wanita yang mengatakan kepada ayahnya: Ya bapakku, ambillah dia sebagai orang yang bekerja (pada kita). (Al-Qashash: 26), hingga akhir ayat. Yang ketiga adalah Abu Bakar As-Siddiq ketika mengangkat Umar ibnul Khattab sebagai khalifah penggantinya.
Allah Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami selamatkan Yusuf dari cengkeraman saudara-saudaranya."
{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ}
Demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir). (Yusuf: 21)
Yang dimaksud ialah negeri Mesir.
{وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ}
dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. (Yusuf: 21)
Mujahid dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ta'bir mimpi.
{وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ}
Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya. (Yusuf: 21)
Yakni apabila Dia menghendaki sesuatu, maka tidak dapat ditolak, dicegah, dan ditentang, bahkan Dia Mahamenang di atas segalanya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya (Yusuf: 21) Yakni Allah Maha Melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Yusuf: 21)
Manusia tidak mengetahui kebijakan Allah kepada makhluk-Nya, belas kasihan-Nya kepada mereka, dan apa yang dikehendaki-Nya bagi mereka.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ}
Dan tatkala dia cukup dewasa. (Yusuf: 22)
Yakni setelah Yusuf menginjak usia dewasa. Dengan kata lain, tubuh dan akalnya telah dewasa.
{آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا}
Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. (Yusuf: 22)
Yaitu kenabian. Dengan kata lain, Allah memilihnya di antara mereka untuk menjadi nabi-Nya.
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 22)
Dengan kata lain, Yusuf baik dalam amalnya serta selalu mengamalkan ketaatan kepada Allah Swt.
Para ulama berbeda pendapat mengenai usia kedewasaan Nabi Yusuf. Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan tiga puluh tiga tahun. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas adalah tiga puluh tahun lebih. Menurut Ad-Dahhak dua puluh tahun, dan menurut Al-Hasan empat puluh tahun. Ikrimah mengatakan dua puluh lima tahun, As-Saddi mengatakan tiga puluh tahun, sedangkan Sa'id ibnu Jubair mengatakan delapan belas tahun. Imam Malik, Rabi'ah ibnu Zaid ibnu Aslam, dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa asyuddahu artinya mencapai usia akil balig. Dan menurut pendapat yang lainnya dikatakan selain itu.

Yusuf, ayat 23

{وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (23) }
Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, "Marilah ke sini.” Yusuf berkata, "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik " Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Allah Swt. menceritakan perihal istri Aziz yang Yusuf tinggal di dalam rumahnya di Mesir. Suaminya telah berpesan kepadanya agar mem­perlakukan dan melayani Yusuf dengan baik. Maka pada suatu hari istri Aziz merayu Yusuf, yakni menggodanya untuk melakukan perbuatan mesum, karena istri Aziz sangat cinta kepada Yusuf, sebab Yusuf telah menjadi seorang lelaki yang sangat tampan dan berwibawa. Hal inilah yang mendorongnya untuk mempercantik dirinya buat Yusuf, lalu ia menutup semua pintu rumah yang Yusuf ada di dalamnya, kemudian ia mengajak Yusuf untuk berbuat mesum.
{وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ}
dan ia berkata, "Marilah ke sini.” (Yusuf: 23)
Yusuf menolak ajakan itu dengan tolakan yang keras, dan ia mengatakan:
{قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي [أَحْسَنَ مَثْوَايَ] }
Yusuf berkata.”Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” (Yusuf: 23)
Mereka menyebut kata Rabb untuk tuan dan orang besar di kalangan mereka. Dengan kata lain, maksudnya adalah 'sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah memperlakukan diriku dengan perlakuan yang baik dan menempatkan diriku pada kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan perbuatan keji (zina) terhadap istrinya'.
{إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (Yusuf: 23)
Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya.
Ulama qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan firman-Nya:
{هَيْتَ لَكَ}
Marilah ke sini. (Yusuf: 23)
Kebanyakan ulama membacanya dengan harakat fathah pada huruf ha, yaitu haita. Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna haita lak ialah si wanita itu mengajaknya untuk berbuat mesum.
Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Yakni kemarilah kamu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Zur ibnu Hubaisy, Ikrimah, Al-Hasan, dan Qatadah. Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa lafaz haita lak adalah bahasa Siryani yang artinya 'kemarilah ke sini'.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Lafaz ini berasal dari bahasa Qibti yang artinya 'marilah ke sini'. Mujahid mengatakan bahwa haita lak adalah bahasa Arab yang maksudnya ialah ajakan.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Yakni 'kemarilah kamu' memakai bahasa Haurani.
Demikianlah menurut Imam Bukhari secara mu'allaq.
Tetapi disebutkan secara isnad oleh Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Sahi Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ali Al-Jazari, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Maksudnya, hai kamu, kemarilah ke sini'. Ikrimah mengatakan bahwa kata-kata ini memakai bahasa Haurani.
Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa Imam Kisai' pernah meriwayatkan qiraat ayat ini, yakni firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Lalu ia mengatakan bahwa kata-kata ini berasal dari penduduk Hauran yang biasa dipakai oleh penduduk Hijaz, artinya 'kemarilah’.
Abu Ubaidah mengatakan bahwa ia pernah menanyakan kepada seorang syekh (guru) yang alim dari kalangan penduduk Hauran, dan ternyata ia menjawab bahwa kata-kata itu berasal dari bahasa mereka yang biasa mereka pakai.
Imam Ibnu Jarir memperkuat pendapatnya sehubungan dengan qiraat ini dengan sebuah syair yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib r.a., yaitu:
أَبْلْغ أَمِيَر المؤمِنين ... أَخا العِراَقِ إذَا أَتَينَا ...
إنَّ العِراقَ وَأَهْلَهُ ... عُنُقٌ إليكَ فَهَيتَ هَيْتا ...
Sampaikanlah kepada Amirul Muminin tentang gangguan yang dilakukan oleh penduduk Irak ketika kami datang kepada mereka.
Sesungguhnya negeri Irak dan penduduknya merupakan halangannya, maka kemarilah ke sini, kemarilah ke sini.
Yakni kemarilah dan mendekatlah.
Sedangkan sebagian ulama membacanya  "هِئتُ لَكَ"yang artinya 'aku telah bersiap-siap untukmu', berasal dari kata hi-tu lil amri, yakni aku telah bersiap-siap mengerjakan urusan itu; bentuk mudari '-nya ialah ahi-u, dan bentuk masdar-nya ialah hi-atan. Di antara ulama yang meriwayatkan qiraat ini ialah Ibnu Abbas, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu Wail, Ikrimah, dan Qatadah; semuanya menafsirkannya dengan makna 'aku telah bersiap-siap untukmu'.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abu Amr dan Al-Kisai membantah qiraat ini.
Abdullah ibnu Ishaq membacanya haiti, tetapi qiraat ini garib. Sedangkan yang lainnya dari kalangan kebanyakan ulama Madinah membacanya dengan bacaan haitu, seperti yang terdapat pada ucapan seorang penyair:
لَيسَ قَومِي بالأبْعَدِين إِذَا مَا ... قَالَ دَاعٍ منَ العَشِيرِةَ: هَيتُ ...
Kaumku bukanlah orang-orang yang jauh, apabila ada juru penyeru mereka memanggil mereka, 'Hai kemarilah,' maka mereka spontan datang dengan segera.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud mengatakan setelah mendengar para ahli qurra membaca, bahwa ia mendengar qiraat mereka berdekatan. Maka bacalah menurut apa yang diajarkan kepada kalian, dan janganlah kalian bertengkar dan berselisih pendapat, sesungguhnya makna lafaz ini hanyalah seperti perkataan kalian, "Kemarilah, kesinilah." Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Marilah ke sini. (Yusuf: 23) Perawi bertanya, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya orang-orang membacanya haitu." Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Mansur, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud membacanya dengan bacaan haita laka. Maka Masruq bertanya kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang membacanya haitu laka." Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Biarkanlah aku, sesungguhnya aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku."
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Syaqiq, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia membacanya haita. Sedangkan ulama lainnya membacanya haitu.
Abu Ubaid Ma'mar ibnul Musanna mengatakan bahwa lafaz haita tidak di-tasniyah-kan, tidak di-jamak-kan, dan tidak di-muannas-kan, melainkan dapat dipakai semuanya dalam satu bentuk. Untuk itu dikatakan haita laka, haita lakum, haita lakuma, haita lakunna, dan haita lahunna.

Yusuf, ayat 24

{وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24) }
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Pendapat ulama dan ungkapan mereka (yakni penafsirannya) sehubungan dengan makna ayat ini berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan banyak riwayat oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan sejumlah ulama Salaf lainnya.
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud dengan hamma dalam ayat ini ialah bisikan hati. Demikianlah menurut riwayat Al-Bagawi, dari sebagian ulama ahli tahqiq.
Kemudian Al-Bagawi —sehubungan dengan hal ini— mengetengahkan hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِذَا هَمّ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، فَإِنَّ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا حَسَنَةً، فَإِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرّائي، فَإِنْ عَمَلِهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا"
Allah Swt. berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat melakukan suatu amal kebaikan, maka catatlah untuknya pahala satu amal kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah baginya sepuluh kali lipat amal kebaikannya. Dan jika dia berniat hendak melakukan suatu perbuatan buruk (dosa), lalu dia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah satu kebaikan. Karena sesungguhnya dia meninggal­kannya sebab (takut kepada)-Ku, dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah satu amal keburukan.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dengan berbagai lafaz dan apa yang disebutkan di atas merupakan salah satunya.
Menurut pendapat lain, makna hamma di sini ialah berniat hendak mengerjainya. Dan menurut pendapat yang lainnya, Yusuf berniat menjadikannya sebagai istrinya.
Menurut pendapat lainnya lagi, Yusuf tidak tergiur oleh godaannya. Tetapi bila ditinjau dari segi bahasa, pendapat ini masih perlu dipertim­bangkan kebenarannya, menurut riwayat Ibnu Jarir dan lain-lainnya.
Adapun mengenai tanda yang dilihat oleh Nabi Yusuf, sehubungan dengannya pendapat para ulama berbeda-beda pula. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, Qatadah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, disebutkan bahwa Yusuf melihat gambar ayahnya Ya'qub sedang menggigit jari telunjuknya.
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq, disebutkan bahwa lalu ayah Yusuf memukul dada Yusuf.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Yusuf melihat bayangan tuannya. Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq menurut riwayat sebagian di antara mereka, bahwa sesungguhnya tanda yang dilihat oleh Yusuf adalah bayangan tuannya —Qiftir— saat Qitfir mendekati pintu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Amu Maudud; ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Yusuf mengangkat pandangan matanya ke atap rumah, tiba-tiba di atap rumah itu terdapat tulisan firman-Nya yang mengatakan:
{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا}
Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ma'syar Al-Madani, dari Muhammad ibnu Ka'b.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Abu Sakhr yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna tanda yang dilihat oleh Yusuf. Tanda tersebut merupakan tiga ayat dari Kitabullah, yaitu firman-Nya:
{وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ}
Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaan kalian). (Al-Infithar: 10)
{وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ}
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan. (Yunus: 61), hingga akhir ayat.
{أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ}
Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya. (Ar-Ra'd: 33), hingga akhir ayat.
Nafi' mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hilal mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Al-Qurazi, tetapi ia me­nambahkan ayat yang keempat, yaitu firman-Nya:
{وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا}
Dan janganlah kalian dekati zina. (Al-Isra: 32)
Al-Auza'i mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu ayat dari Kitabullah di tembok rumah itu yang melarangnya berbuat hal itu.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu tanda dari tanda-tanda Allah yang mencegah­nya untuk melangsungkan niatnya. Mungkin saja tanda itu berupa gambar ayahnya, Nabi Ya'qub; mungkin berupa gambar tuannya, mungkin pula yang dilihatnya berupa tulisan larangan pada tembok rumah itu yang melarangnya berbuat demikian. Tetapi tidak ada bukti yang kuat yang menentukan sesuatu dari tanda-tanda tersebut. Maka yang benar ialah bila dimutlakkan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ}
Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. (Yusuf: 24)
Yakni sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya suatu tanda yang memalingkannya dari apa yang diniatkannya, demikian pula Kami menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar dalam semua urusannya.
{إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ}
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Yusuf: 24)
Yakni termasuk orang yang terpilih, disucikan, dan didekatkan kepada­Nya; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.

Yusuf, ayat 25-29

{وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (25) قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (26) وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ (27) فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ (28) يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ (29) }
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata, "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?" Yusuf berkata, "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya),'' dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, "Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar, dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.” Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia, "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu besar. (Hai) Yusuf, 'Berpalinglah dari ini,' dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”
Allah Swt. menceritakan perihal keduanya ketika keduanya berlomba mencapai pintu. Yusuf melarikan diri, sedangkan si wanita itu mengejarnya untuk mengembalikan Yusuf ke dalam rumah. Dan di tengah-tengah itu wanita tersebut dapat mengejar Yusuf, lalu ia memegang baju gamis Yusuf dari arah belakang; karena kuatnya pegangan dan kuatnya upaya Yusuf dalam menghindarkan diri,.maka baju gamisnya robek lebar. Menurut suatu pendapat, Yusuf terjatuh setelah bajunya robek, lalu ia bangkit meneruskan pelariannya, sedangkan si wanita itu tetap mengejarnya.
Keduanya menjumpai suami si wanita itu telah berada di pintu sedang berdiri. Maka pada saat itu juga timbul niat jahat dalam diri wanita untuk menyelamatkan dirinya dari keadaannya yang terjepit. Maka ia membuat tipu dan makar dengan membalikkan kenyataan, yaitu bahwa Yusuflah yang memulainya, Yusuf hendak memperkosanya. Demikianlah kilah si wanita itu kepada suaminya.
{مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا}
Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu. (Yusuf: 25)
Yakni hendak melakukan perkosaan (perzinaan).
{إِلا أَنْ يُسْجَنَ}
selain dipenjarakan. (Yusuf: 25)
Maksudnya, disekap di dalam penjara.
{أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
atau dihukum dengan azab yang pedih. (Yusuf: 25)
Yaitu dipukuli dengan pukulan yang keras lagi menyakitkan. Maka pada saat itu juga Yusuf membela dirinya karena dia merasa tidak bersalah, lalu ia membersihkan dirinya dari tuduhan khianat yang dilancarkan oleh wanita itu.
{هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي}
Yusuf berkata, "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)." (Yusuf: 26)
Dalam pembelaannya Yusuf menyebutkan bahwa wanita itulah yang mengajaknya untuk berbuat mesum dan menarik baju gamisnya hingga robek.
{وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ}
dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, "Jika baju gamisnya koyak di muka. (Yusuf: 26)
Yakni jika baju gamis Yusuf koyak bagian depannya.
{فَصَدَقَتْ}
maka wanita itu benar. (Yusuf: 26)
Dalam ucapannya yang menyatakan bahwa Yusuflah yang mengajaknya dan menggodanya untuk serong. Karena bila demikian, berarti Yusuf yang mengajaknya berbuat mesum, lalu ia menolak dan mendorong dada Yusuf, maka baju gamisnya koyak pada bagian mukanya. Hal ini berarti si wanita itu benar dalam pengakuannya.
{وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
"Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf: 27)
Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataannya, sebab di saat Yusuf lari dari wanita itu —sedangkan wanita itu mengejarnya— maka yang terpegang olehnya adalah baju gamis bagian belakang Yusuf. Tujuan wanita itu hendak mengembalikan Yusuf kepadanya, tetapi Yusuf menolaknya sehingga robeklah baju Yusuf dari arah belakangnya.
Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian saksi yang disebutkan oleh ayat, apakah dia bayi atau orang dewasa? Ada dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksian­nya. (Yusuf: 26) Bahwa saksi itu telah berjenggot, yakni orang dewasa.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Jabir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas, bahwa saksi itu adalah seseorang yang dekat dengan raja (orang kepercayaannya).
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, bahwa saksi itu adalah seorang lelaki dewasa.
Zaid ibnu Aslam dan As-Saddi mengatakan bahwa saksi itu adalah saudara sepupu si wanita itu.
Menurut Ibnu Abbas, saksi tersebut adalah salah seorang kepercayaan raja.
Ibnu Ishaq telah menyebutkan bahwa Zulaikha —nama si wanita itu— adalah anak perempuan dari saudara perempuan Raja Ar-Rayyan ibnul Walid.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksian­nya. (Yusuf: 26) Bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang masih dalam ayunan.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Hilal ibnu Yusaf, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang ada di dalam rumah itu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sehubungan dengan hal ini disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah men­ceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Ada tiga orang yang dapat berbicara selagi masih bayi." Disebutkan di dalamnya bahwa di antaranya adalah saksi Nabi Yusuf:
Selain Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ada empat orang yang dapat berbicara selagi bayinya, yaitu bayi lelaki Masyitah (juru rias anak perempuan Fir'aun), saksi Nabi Yusuf, saksi Juraij, dan Isa ibnu Maryam.
Lais ibnu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa saksi itu adalah berupa perintah Allah Swt., bukan berupa manusia. Tetapi pendapat ini garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ}
Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang. (Yusuf: 28)
Yaitu setelah nyata bagi suami wanita itu kebenaran Yusuf dan kedustaan istrinya dalam pengakuannya yang mendiskreditkan Yusuf.
{قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ}
berkatalah dia, "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu. (Yusuf: 28)
Yakni sesungguhnya kejadian ini yang mencemarkan harga diri pemuda ini (Yusuf) termasuk salah satu dari tipu daya kamu, kaum wanita.  
{إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ}
sesungguhnya tipu daya kamu besar.” (Yusuf: 28)
Kemudian suami wanita itu memerintahkan Yusuf a.s. agar menyem­bunyikan peristiwa ini dan tidak membicarakannya kepada orang lain. Untuk itu ia berkata:
{يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا}
(Hai) Yusuf, berpalinglah dari ini. (Yusuf: 29)
Maksudnya, lupakanlah peristiwa ini dan janganlah kamu membicarakannya kepada seorang pun.
{وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ}
dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu. (Yusuf: 29)
Suami wanita itu ternyata orang yang lemah lembut dan mudah memaafkan, atau dia memaklumi perbuatan istrinya, karena si istri menghadapi sesuatu yang tiada kesabaran baginya untuk menghindarinya. Untuk itu dia berkata kepada istrinya, "Mohon ampunlah atas dosamu," yakni dosa niat melakukan serong dengan pemuda itu (Yusuf) dan dosa menuduh pemuda itu berlaku serong, padahal si pemuda itu bersih dari niat yang dituduhkan kepadanya.
{إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ}
karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah. (Yusuf: 29)

Yusuf, ayat 30-34

{وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (30) فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلا مَلَكٌ كَرِيمٌ (31) قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ (32) قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ (33) فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (34) }
Dan wanita-wanita di kota itu berkata, "Istri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujang itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.” Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka'.” Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keindahan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguh­nya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia." Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina." Yusuf berkata, "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah Swt. menceritakan bahwa kisah atau kejadian antara Yusuf dan istri Al-Aziz tersebar ke seantero penduduk kota Mesir sehingga menjadi topik pembicaraan mereka.
{وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ}
Dan wanita-wanita di kota itu berkata. (Yusuf: 30)
Yang antara lain istri para pejabat dan orang-orang terkemuka kota itu. Mereka memprotes tindakan istri Al-Aziz, karena Al-Aziz adalah seorang menteri negeri itu; juga terhadap suaminya yang mendiamkan perbuatan itu.
 {امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ}
Istri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya). (Yusuf: 30)
Artinya, dia berupaya menundukkan bujangnya untuk memenuhi keinginannya dan menggoda bujangnya agar mau diajak serong dengannya.
{قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا}
sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. (Yusuf: 30)
Yakni cintanya kepada bujangnya itu sampai menutupi hatinya, hingga membuatnya tergila-gila kepadanya. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa syagaf artinya cinta yang memabukkan, diambil dari kata syagaf  yang artinya lapisan yang melindungi hati.
{إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata. (Yusuf: 30)
Dalam perbuatannya itu, yakni mencintai bujangnya dan menggodanya agar mau berbuat mesum dengannya.
{فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ}
Maka tatkala wanita itu mendengar cercaan mereka. (Yusuf: 31)
Yang dimaksud ialah perkataan mereka (kaum wanita) kepada sebagian dari mereka, bahwa cinta telah membuat istri Al-Aziz mabuk kepayang.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, "Bahkan telah sampai kepada mereka berita tentang ketampanan Yusuf, maka mereka ingin menyak­sikannya. Lalu mereka melontarkan kata-kata tersebut sebagai siasat agar mereka dapat menyaksikan dan melihat dengan mata kepala mereka sendiri akan ketampanan Yusuf." Maka pada saat itu istri Al-Aziz:
{أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ}
mengundang mereka. (Yusuf: 31)
ke rumahnya dan menjamu mereka sebagai tamu-tamunya.
{وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً}
dan menyediakan bagi mereka tempat duduk. (Yusuf: 31)
Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muttaka-an ialah tempat duduk (majelis) yang berhamparkan permadani dilengkapi dengan bantal-bantal, lalu padanya terdapat hidangan yang harus dikupas dengan pisau, seperti buah lemon dan lain-lainnya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا}
dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau. (Yusuf: 31)
Hal ini merupakan siasat dan tipu muslihat wanita itu untuk membalas cercaan mereka terhadap dirinya, yaitu dengan memperlihatkan Yusuf kepada mereka.
{وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ}
kemudian dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkan lan dirimu) kepada mereka!" (Yusuf: 31)
Sebelum itu Zulaikha menyembunyikan Yusuf di tempat yang lain agar tidak kelihatan oleh mereka.
{فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ}
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (ketampanan rupa)nya. (Yusuf: 31)
Ketika Yusuf keluar menemui mereka, maka mereka merasa kagum dan terpesona oleh ketampanannya, sehingga lupa diri dan pisau yang ada di tangan mereka melukai tangan mereka sendiri. Mereka menduga (merasa) bahwa dirinya sedang memotong buah lemon dengan pisau masing-masing. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka memotong tangan mereka dengan pisau, menurut ulama yang bukan hanya seorang. Di­sebutkan dari Mujahid dan Qatadah bahwa mereka memotong tangannya hingga terputus jatuh.
Banyak ulama yang menyebutkan bahwa wanita itu (Zulaikha) berkata kepada mereka sesudah menjamu mereka makan hingga mereka senang, lalu menyajikan hidangan buah lemon kepada mereka, dan masing-masing dari mereka diberinya sebuah pisau, "Apakah kalian hendak melihat Yusuf?" Mereka menjawab, "Ya." Zulaikha memanggil Yusuf dan menyuruhnya agar memperlihatkan dirinya kepada mereka. Ketika mereka melihat Yusuf, tanpa terasa mereka memotong tangannya masing-masing. Lalu Zulaikha kembali memerintahkan kepada Yusuf untuk menampakkan dirinya kepada mereka dari arah depan dan belakang, dan seiring dengan itu mereka kembali memotong tangan mereka sendiri. Ketika mereka sadar, barulah merasakan sakitnya sambil mengaduh. Zulaikha berkata kepada mereka, "Kalian baru sekali pandang telah melakukan hal itu, maka terlebih lagi diriku (yang serumah dengannya)."
وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ
dan berkatalah mereka, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.” (Yusuf: 31)
Kemudian mereka berkata kepada Zulaikha, "Kami tidak mencelamu lagi sesudah ini yang kami lihat sendiri," karena pada diri Yusuf mereka melihat ketampanan yang tiada taranya di kalangan manusia, dan tiada seorang pun yang mirip dengannya dalam hal ketampanan. Sesungguhnya Nabi Yusuf telah dianugerahi separo dari ketampanan, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih yang diriwayatkan dalam hadis Isra, bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan Yusuf a.s. di langit yang ketiga, lalu beliau bersabda:
"فَإِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ"
Dan ternyata Yusuf dianugerahi separo dari ketampanan rupa.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُعْطِيَ يوسف وأمه شطر الْحُسْنِ"
Yusuf dan ibunya dianugerahi separo ketampanan rupa.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Yusuf dan ibunya dikaruniai sepertiga ketampanan rupa.
Abu Ishaq telah meriwayatkan pula dari Abul Ahwas, dari Abdullah, bahwa wajah Yusuf bagaikan kilat (kemilaunya); apabila ada seorang wanita yang datang kepadanya karena suatu keperluan, maka Yusuf menutupi wajahnya karena khawatir bila wanita itu tergoda oleh ketampanannya.
Al-Hasan Al-Basri telah meriwayatkan secara mursal dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"أُعْطِيَ يُوسُفُ وَأُمُّهُ ثُلُثَ حُسْنِ أَهْلِ الدُّنْيَا، وَأُعْطِيَ النَّاسُ الثُّلُثَيْنِ -أَوْ قَالَ: أُعْطِيَ يُوسُفُ وَأُمُّهُ الثُّلُثَيْنِ وَالنَّاسُ الثُّلُثَ"
Yusuf dan ibunya dianugerahi sepertiga keindahan penduduk dunia, sedangkan seluruh manusia dianugerahi dua pertiganya. Atau Al-Hasan Al-Basri mengatakan: Yusuf dan ibunya dianugerahi dua pertiga, sedangkan manusia dianugerahi sepertiganya.
Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid, dari Rabi'ah Al-Jarasyi yang mengatakan bahwa keindahan itu dibagi menjadi dua bagian, separonya diberikan kepada Yusuf dan ibunya (yaitu Sarah), sedangkan separonya lagi diberikan kepada manusia semuanya di antara sesama mereka.
Imam Abul Qasim As-Suhaili mengatakan bahwa Yusuf a.s. mem­punyai ketampanan separo dari ketampanan Adam a.s., karena sesung­guhnya Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dalam rupa dan bentuk yang paling indah (tampan). Tiada seorang pun dari anak cucunya yang menyamai ketampanannya, dan Yusuf dianugerahi separo dari ketampanannya. Karena itulah di saat kaum wanita itu melihat­nya, mereka mengatakan: Mahasempurna Allah. (Yusuf: 31)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, makna kalimat ini ialah 'Kami berlindung kepada Allah'.
{مَا هَذَا بَشَرًا}
ini bukanlah manusia. (Yusuf: 31)
Sebagian ulama membacanya bisyara yang artinya 'Ini bukanlah orang yang didapat dari pembelian'.
{إِنْ هَذَا إِلا مَلَكٌ كَرِيمٌ قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ}
Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia. Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kalian cela aku karena (tertarik) kepadanya.” (Yusuf: 31-32)
Wanita itu mengatakan alasannya kepada mereka, bahwa orang yang seperti Yusuf ini pantas disukai karena ketampanan dan kesempurnaannya.
{وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ}
dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak. (Yusuf: 32)
Artinya, Yusuf menolak ajakannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa setelah mereka menyaksikan ketampanan Yusuf dengan mata kepala mereka sendiri, lalu wanita itu menceritakan kepada mereka sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Yusuf—yang hal ini tidak terlihat oleh mereka— yaitu memelihara kehormatannya di samping ketampanan yang dimilikinya. Kemudian Zulaikha berkata mengancam Yusuf:
{وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونَنْ مِنَ الصَّاغِرِينَ}
Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina. (Yusuf: 32)
Maka pada saat itu juga Yusuf memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan dan tipu muslihat mereka (kaum wanita).
{رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ}
Yusuf berkata, " Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (Yusuf: 33)
Yakni ajakan berbuat fahisyah (zina).
{وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ}
Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka). (Yusuf: 33)
Jika Engkau serahkan hal ini kepada diriku, niscaya aku tidak mampu mengelakkannya, dan aku tidak memiliki kemampuan membuat mudarat dan manfaat baginya melainkan berkat pertolongan dan kekuatan-Mu. Engkaulah Tuhan yang dimintai pertolongan-Nya, dan hanya kepada Engkaulah aku bertawakal; maka janganlah Engkau serahkan diriku kepada hawa nafsuku.
{أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
tentu aku akan cenderung untuk memenuhi keinginan, mereka dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh. Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf. (Yusuf: 33-34), hingga akhir ayat.
Yusuf a.s. dipelihara oleh Allah dengan pemeliharaan yang besar dan dilindungi, sehingga dia menolak ajakan wanita itu dengan tolakan yang keras, dan ia lebih memilih penjara daripada hal tersebut. Ini merupakan kedudukan kesempurnaan yang paling tinggi; karena selain muda, tampan, dan sempurna, ia tetap menolak ajakan tuan wanitanya yang merupakan permaisuri Aziz negeri Mesir, sekalipun wanita itu sangat cantik, berharta, lagi mempunyai pengaruh. Yusuf lebih memilih penjara daripada meme­nuhi ajakan mesum wanita itu, karena takut kepada Allah dan mengharap­kan pahala-Nya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَافْتَرَقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا أَنْفَقَتْ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ جَمَالٍ وَمَنْصِبٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ"
Ada tujuh macam orang yang mendapat perlindungan dari Allah di hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu imam yang adil; pemuda yang dibesarkan dalam beribadah kepada Allah; seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; dua orang lelaki yang saling menyukai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang lelaki yang menyedekahkan suatu sedekah, lalu ia menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya; seorang lelaki yang diajak (berbuat zina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah," dan seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesen­diriannya, lalu berlinanganlah air matanya.

Yusuf, ayat 35

{ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا رَأَوُا الآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ (35) }
Kemudian timbul pikiran kepada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebesaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu.
Allah menceritakan bahwa kemudian timbul dalam pikiran mereka suatu pendapat sebaiknya mereka memenjarakan Yusuf sampai waktu tertentu. Demikian itu terjadi setelah mereka menyaksikan kebersihan nama Yusuf dan tampak jelas tanda-tanda yang membuktikan kebenarannya dan kesuciannya serta sifat 'iffah-nya. Seakan-akan —hanya Allah yang Maha Mengetahui— mereka dalam tindakannya memenjarakan Yusuf hanyalah untuk membuat opini di kalangan masyarakat, bahwa Yusuflah yang menggoda Zulaikha untuk diajak berbuat zina dengannya, lalu mereka memenjarakannya. Karena apa dikata, berita telah tersebar ke seluruh antero kota.
Karena itulah ketika raja negeri itu meminta agar Yusuf dikeluarkan dari penjara, Yusuf menolak. Ia tidak mau keluar sebelum dirinya dibersih­kan dari tuduhan khianat yang dilancarkan terhadap dirinya. Setelah hal tersebut ditetapkan dan namanya telah dibersihkan, maka barulah Yusuf mau keluar dari penjara dalam keadaan telah dibersihkan kehormatan namanya.
As-Saddi mengatakan bahwa mereka memenjarakan Yusuf hanyalah agar berita tentang perbuatan Zulaikha terhadapnya tidak tersiar dan agar kebersihan nama Yusuf tidak menyebar karena berarti akan memper­malukan Zulaikha.

Yusuf, ayat 36

{وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا وَقَالَ الآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزًا تَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (36) }
Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. Berkata salah seorang di antara keduanya, "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku memeras buah anggur. Dan yang lainnya berkata, "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.” Beritakanlah kepada kami ta'birnya: sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (mena'bir-kan mimpi).
Qatadah mengatakan, salah seorang dari kedua tahanan itu adalah tukang menyuguhkan minuman raja, sedangkan yang lainnya adalah seorang pembuat rotinya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa nama tukang penyuguh minuman itu adalah Nabwa, sedangkan yang lainnya bernama Mijlas.
As-Saddi mengatakan, keduanya dipenjarakan karena raja merasa curiga bahwa keduanya telah bersekongkol untuk meracuninya melalui minuman dan makanan yang disuguhkan kepadanya.
Di dalam penjara Yusuf dikenal sebagai orang yang dermawan, dapat dipercaya, jujur pembicaraannya, berakhlak baik, dan banyak ibadahnya. Selain itu ia dikenal mempunyai pengetahuan tentang ta'bir mimpi, selalu berbuat baik kepada penduduk penjara itu, gemar melayat mereka yang sakit, dan selalu memenuhi hak-hak mereka.
Setelah kedua pemuda itu memasuki penjara, keduanya merasa simpati kepada Yusuf dan mencintainya dengan kecintaan yang sangat. Keduanya berkata kepada Yusuf, "Demi Allah, sesungguhnya kami sangat menyukaimu." Yusuf menjawab, "Semoga Allah memberkati kamu berdua. Sesungguhnya tiada seorang pun yang mencintaiku melainkan akan mengakibatkan mudarat terhadap diriku karena kecintaannya kepadaku. Bibiku pernah mencintaiku dan ternyata kecintaannya itu justru menimpakan mudarat terhadap diriku. Ayahku mencintaiku, maka aku memperoleh gangguan yang menyakitkan karenanya. Dan istri Al-Aziz menyukaiku, maka akibatnya sama seperti itu."
Keduanya berkata, "Demi Allah, kami tidak mampu membendung rasa sukaku kepadamu." Kemudian keduanya bermimpi, si penyuguh minuman melihat dalam mimpinya bahwa dirinya sedang memeras anggur.
Kata khamr dalam ayat ini berarti perasan anggur, seperti yang disebutkan di dalam qiraat sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud, yaitu: "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku memeras anggur."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Ahmad ibnu Sinan, dari Yazid ibnu Harun, dari Syarik, dari Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Ibnu Mas'ud, bahwa Ibnu Mas'ud membacanya Unaban (yakni bukan Khamran).
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku memeras anggur. (Yusuf: 36) Yang dimaksud dengan khamr adalah anggur. Ad-Dahhak mengatakan bahwa penduduk 'Amman menamakan 'inab dengan sebutan khamr.
Ikrimah mengatakan bahwa salah seorang dari keduanya berkata kepada Yusuf, "Sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menanam biji buah anggur, lalu tanaman itu tumbuh dan mengeluarkan buah anggur yang sangat banyak, lalu aku memerasnya dan menyuguhkan perasan itu kepada raja. Maka Yusuf berkata kepadanya, 'Engkau akan tinggal dalam penjara ini selama tiga hari, kemudian kamu keluar dari penjara ini dan menjadi juru penyuguh minuman raja lagi, lalu kamu menyuguhinya minuman perasan anggur'."
Sedangkan yang lainnya —yaitu bekas pelayan pembuat roti raja— berkata: "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.” Beritakanlah kepada kami ta’birnya. (Yusuf: 36), hingga akhir ayat.
Pendapat yang terkenal di kalangan kebanyakan ulama mengatakan seperti yang telah kami sebutkan di atas, yaitu bahwa keduanya melihat sesuatu dalam mimpinya, lalu meminta ta'birnya kepada Yusuf a.s.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ibnu Humaid; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Imarah, dari Al-Qa'qa', dari Ibrahim, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kedua teman Yusuf sama sekali tidak melihat sesuatu pun dalam mimpinya. Sesungguhnya keduanya menga­takan demikian kepada Yusuf a.s. untuk menguji kepandaian Yusuf a.s.

Yusuf, ayat 37-38

{قَالَ لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكُمَا ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ (37) وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ (38) }
Yusuf berkata, "Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu, melainkan aku telah dapat mene­rangkan ta’bir mimpi itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikut agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukurinya."
Yusuf a.s. menceritakan kepada keduanya bahwa apa pun yang dilihat keduanya dalam mimpinya, maka dia mengetahui ta'birnya dan dapat menceritakan kepada keduanya sebelum kenyataannya terjadi. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكُمَا}
Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepada kamu berdua melainkan aku telah dapat menerangkan ta'bir mimpi itu. (Yusuf: 37)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan di­berikan kepadamu. (Yusuf: 37) Yakni pada hari kamu berdua. melainkan aku telah dapat menerangkan ta’bir mimpi itu sebelum makanan itu sampai kepadamu. (Yusuf: 37)
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid (salah seorang gurunya), telah menceritakan kepada kami Rasyidin, dari Al-Hasan ibnu Sauban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku tidak mengetahui secara pasti barangkali Yusuf a.s. saat itu sedang menebak. Dan memang demikianlah keadaannya karena aku tidak menemukan di dalam Kitabullah suatu keterangan pun yang menjelaskannya di saat Yusuf berkata kepada keduanya: Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu. (Yusuf: 37) Bahwa apabila makanan itu datang, aku dapat menebaknya apakah makanan itu manis atau pahit."
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa sesungguhnya Yusuf diberi tahu sehingga ia mengetahui. Asar ini berpredikat garib.
Kemudian Yusuf mengatakan, "Sesungguhnya pengetahuan itu berkat apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku, karena aku menjauhi agama orang-orang yang kafir kepada Allah dan hari kemudian. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengharapkan pahala dan tidak takut akan siksaan di hari kemudian."
{وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ}
Dan aku mengikut agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. (Yusuf: 38), hingga akhir ayat.
Yusuf a.s. berkata, "Aku menjauhi jalan kekafiran dan kemusyrikan, dan aku mengikuti jalan para rasul. Demikianlah keadaan orang yang menempuh jalan hidayah dan mengikuti jalan para rasul serta berpaling dari jalan orang-orang yang sesat. Maka sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk ke hatinya dan mengajarkan kepadanya hal yang belum ia ketahui, serta akan menjadikannya sebagai pemimpin yang diikuti kebaikannya dan akan menjadi penyeru kepada jalan petunjuk."
{مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ}
Tiadalah patut bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya). (Yusuf: 38)
Inilah pernyataan tauhid, yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا}
dari karunia Allah kepada kami. (Yusuf: 38)
yang diwahyukan kepada kami, dan kami diperintahkan untuk mengerja­kannya.
{وَعَلَى النَّاسِ}
dan kepada manusia (seluruhnya). (Yusuf: 38)
Karena Allah telah menjadikan kami (para nabi) sebagai penyeru mereka yang mengajak mereka kepada hal tersebut.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ}
tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukurinya. (Yusuf: 38)
Yakni mereka tidak mengetahui akan nikmat Allah kepada mereka yang telah mengutus para rasul kepada mereka, bahkan:
{بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ}
mereka menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan. (Ibrahim: 28)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa kakek disebut pula dengan sebutan ayah. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, siapakah yang berani bersumpah denganku di dekat Al-Hijir, bahwa Allah tidak pernah menyebutkan kata kakek dan nenek?" Allah telah berfirman menceritakan perihal Yusuf a.s.: Dan aku mengikut agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. (Yusuf: 38)

Yusuf, ayat 39-40

{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (40) }
Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa? Kalian tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kalian dan nenek moyang kalian membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kemudian Yusuf berbicara kepada kedua pemuda —temannya dalam penjara itu— seraya mengajaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya, dan meninggalkan semua berhala yang disembah oleh kaum keduanya. Untuk itu Yusuf a.s. berkata:
{أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ}
manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa? (Yusuf: 39)
Yakni Tuhan yang segala sesuatu tampak hina bila dibandingkan dengan keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya. Kemudian Yusuf menjelaskan bahwa berhala-berhala yang disembah oleh mereka —yang mereka namakan sebagai tuhan-tuhan mereka— hal itu tiada lain merupakan buatan mereka sendiri, lalu mereka memberinya nama-nama oleh mereka sendiri. Selanjutnya generasi baru mereka menerima ajaran itu dari para pendahulunya tanpa ada sandaran dari sisi Allah sama sekali. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ}
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. (Yusuf: 40)
Maksudnya, tiada suatu hujah atau keterangan pun dari Allah yang memperkuatnya. Selanjutnya Yusuf memberitahukan kepada mereka bahwa keputusan dan pengaturan serta kehendak dan kerajaan hanyalah milik Allah semuanya. Dia pun telah memerintahkan kepada semua hamba-Nya, janganlah menyembah kecuali hanya kepada Dia. Kemudian Allah Swt. berfirman:
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Itulah agama yang lurus. (Yusuf: 40)
Yakni apa yang aku serukan kepada kalian —yaitu mengesakan Allah dan mengikhlaskan diri kepada-Nya dalam beramal— adalah agama yang lurus yang diperintahkan oleh Allah untuk dijalankan, dan Allah menurun­kan hujah serta bukti yang disukai dan diridai-Nya tentang agama ini.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Yusuf: 40)
Karena itulah kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang musyrik, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
Ibnu Juraij mengatakan, sesungguhnya Yusuf membelokkan pembicaraannya kepada mereka dari ta'bir mimpi kepada seruan ini tiada lain karena ia mengetahui bahwa ta'bir mimpi itu mengandung bahaya bagi salah seorang dari keduanya. Untuk itulah, maka Yusuf membelokkan pembicaraannya dengan hal lain agar mereka tidak menanyainya. Dan ketika mereka kembali menanyainya tentang ta'bir mimpi, Yusuf kembali pula menasihati mereka.
Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertim­bangkan kebenarannya, karena pada mulanya Yusuf telah berjanji akan menceritakan ta'bir mimpi keduanya. Pertanyaan yang diajukan oleh keduanya kepada Yusuf a.s. dengan penuh rasa hormat ini dijadikan oleh Yusuf a.s. sebagai sarana (media) untuk menyeru keduanya memeluk ajaran tauhid. Pada tabiat dan watak keduanya Yusuf a.s. melihat benih kebaikan yang siap menerima kebaikan dan mau mendengarkan perkata­annya dengan rasa penuh taat. Karena itulah setelah Yusuf a.s. menyeru keduanya, ia menjelaskan ta'bir mimpi yang dialami keduanya tanpa mengulangi pertanyaan lagi. Dalam ayat berikutnya dijelaskan jawaban Nabi Yusuf a.s. kepada keduanya.

Yusuf, ayat 41

{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ قُضِيَ الأمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ (41) }
Hai kedua temanku dalam penjara, adapun salah seorang di antara kamu berdua akan memberi minuman tuannya dengan khamr; adapun yang seorang lagi, maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).
Yusuf a.s. berkata kepada kedua teman sepenjaranya:
{يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا}
Hai kedua temanku dalam penjuru, adapun salah seorang di antara kamu berdua kelak akan memberi minum tuannya dengan khamr. (Yusuf: 41)
Orang itu adalah yang bermimpi memeras anggur. Dalam jawabannya ini Nabi Yusuf a.s. tidak menyebutkan nama orang yang dimaksud, agar dia tidak bersedih hati karenanya. Karena itulah ia menyamarkan orangnya dalam jawaban berikut:
{وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ}
adapun yang seorang lagi. maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. (Yusuf: 4!)
Padahal apa yang dilihatnya dalam mimpinya itu membawa roti di atas kepalanya. Kemudian Yusuf a.s. memberitahukan kepada keduanya bahwa ta'bir itu telah diutarakannya dan pasti akan menjadi kenyataan; karena mimpi itu bagi yang mengalaminya masih menjadi ramalan baginya selama dia tidak menceritakannya. Apabila ia menceritakannya (kepada orang lain), maka mimpi itu akan menjadi kenyataan.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Ibrahim ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa setelah kedua orang itu menceri­takan apa yang dikatakannya, lalu keduanya berkata, "Sebenarnya kami tidak melihat apa pun dalam mimpi kami." Maka Nabi Yusuf berkata:
{قُضِيَ الأمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ}
Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku). (Yusuf: 41)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Fudail, dari Imarah, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud. Dan penafsiran yang sama telah diutarakan pula oleh Mujahid, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Kesimpulan: Barang siapa yang berpura-pura bermimpi, lalu ta'birnya diutarakan kepadanya, maka apa yang dita'birkan kepadanya pasti akan terjadi.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Mu'awiyah ibnu Haidah, dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبر فَإِذَا عُبِّرت وَقَعَتْ"
Mimpi yang dialami oleh seseorang masih merupakan ramalan nasib baginya selagi belum diungkapkan ta'birnya; apabila ta'birnya telah diungkapkan, maka akan menjadi kenyataan (baginya).
Di dalam kitab Musnad Abu Ya'la disebutkan sebuah hadis secara marfu' melalui jalur Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas:
"الرُّؤْيَا لِأَوَّلِ عَابِرٍ"
Kenyataan mimpi itu diungkapkan oleh orang yang pertama-tama mena'birkannya.

Yusuf, ayat 43-49

{وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ (43) قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلامٍ وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الأحْلامِ بِعَالِمِينَ (44) وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ (45) يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ (46) قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلا قَلِيلا مِمَّا تَأْكُلُونَ (47) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلا قَلِيلا مِمَّا تُحْصِنُونَ (48) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ (49) }
Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya), "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka, "Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kalian dapat mena'birkan mimpi.” Mereka menjawab, "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu mena'birkan mimpi itu.” Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya, "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)." (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf, dia berseru), "Yusuf, hai orang yang dapat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” Yusuf berkata, "Supaya kalian bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kalian panen hendaklah kalian biarkan dibulirnya, kecuali sedikit untuk kalian makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kalian simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur."
Mimpi yang dialami oleh Raja Mesir ini merupakan takdir Allah yang menjadi penyebab bagi keluarnya Nabi Yusuf dari penjara dalam keadaan terhormat dan disegani. Demikian itu karena ketika si raja mengalami mimpi itu, maka ia merasa kaget serta heran menyaksikannya, dan hatinya terdorong untuk mengetahui ta'birnya. Untuk itu ia mengumpulkan semua tukang ramal, para normal, dan para pembesar kerajaannya. Kemudian ia menceritakan mimpi yang dialaminya dan meminta ta'birnya dari mereka, tetapi mereka tidak mengetahui ta'birnya dan beralasan kepada raja dengan mengatakan bahwa mimpi itu adalah:
{أَضْغَاثُ أَحْلامٍ}
mimpi-mimpi yang kosong. (Yusuf: 44)
Yakni hanya sekadar ilusi yang dibayangkan olehmu sehingga terbawa dalam tidurmu.
{وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الأحْلامِ بِعَالِمِينَ}
dan kami sekali-kali tidak tahu mena'birkan mimpi itu (Yusuf 44)
Dengan kata lain, seandainya mimpi itu benar berasal dari angan-angan yang kosong, pastilah kami tidak akan mengetahui ta'birnya.
Maka pada saat itu juga teringatlah orang yang selamat dari kedua pemuda yang teman sepenjara dengan Yusuf itu kepada Yusuf. Pada mulanya setan telah menjadikannya lupa pada apa yang dipesankan Yusuf a.s. kepadanya, yaitu menceritakan keadaan Yusuf kepada raja. Keadaan itu membuatnya ingat kepada Yusuf a.s. setelah selang beberapa waktu lamanya.
Sebagian ulama membaca ummatin menjadi amahin, yakni sesudah lupa. Lalu ia berkata kepada raja dan orang-orang yang dikumpulkan oleh raja untuk tujuan itu:
{أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ}
Aku akan memberitakan kepada kalian tentang (orang yang pandai) mena'birkannya. (Yusuf: 45)
Maksudnya yaitu seseorang mengetahui ta'bir mimpi itu.
{فَأَرْسِلُونِ}
maka utuslah aku (kepadanya). (Yusuf: 45)
Yakni suruhlah aku untuk menemui Yusuf yang jujur di dalam penjaranya. Lalu mereka mengutusnya kepada Yusuf. Ketika pelayan itu datang, ia berkata:
{يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا}
Yusuf, hai orang yang sangat dapat dipercaya, terangkanlah kepada kami. (Yusuf: 46)
Selanjutnya si pelayan menceritakan tentang apa yang dilihat oleh raja dalam mimpinya. Saat itu juga Yusuf a.s. menceritakan ta'bir mimpi itu kepada si pelayan raja tanpa menegurnya atas kelalaiannya terhadap apa yang ia pesankan kepadanya, juga tanpa mensyaratkan agar dia dikeluarkan dari penjara sebelumnya, melainkan Yusuf a.s. berkata kepadanya:
 {تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا}
Supaya kalian bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. (Yusuf: 47)
Artinya, kelak akan datang musim subur dan banyak hujan kepada kalian selama tujuh tahun berturut-turut. Sapi dita'birkan dengan tahun karena sapilah yang dipakai untuk membajak tanah dan lahan yang digarap untuk menghasilkan buah-buahan dan tanam-tanaman, yaitu bulir-bulir gandum yang hijau (subur). Kemudian Yusuf a.s. memberikan pengarahan kepada mereka mengenai apa yang harus mereka kerjakan selama tujuh tahun subur itu. Ia berkata:
{فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلا قَلِيلا مِمَّا تَأْكُلُونَ}
maka apa yang kalian panen hendaklah kalian biarkan di bulirnya, kecuali sedikit untuk makan kalian. (Yusuf: 47)
Yakni betapapun banyaknya hasil yang kalian peroleh dari panen kalian di musim-musim subur selama tujuh tahun itu, kalian harus membiarkan hasilnya pada bulir-bulirnya, agar dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama dan menghindari kebusukan. Terkecuali sekadar apa yang kalian makan, maka boleh dipisahkan dari bulirnya. Dan makanlah dalam kadar yang minim, jangan berlebih-lebihan agar jumlah makanan yang ada dapat cukup menutupi kebutuhan makan kalian selama musim-musim paceklik yang lamanya tujuh tahun. Musim paceklik yang berturut-turut selama tujuh tahun yang mengiringi musim-musim subur adalah ibarat sapi-sapi kurus yang memakan sapi-sapi yang gemuk. Karena dalam musim paceklik semua persediaan makanan yang mereka kumpulkan di musim subur habis mereka makan (konsumsi). Musim paceklik inilah yang dimaksudkan dengan bulir-bulir yang kering.
Kemudian Yusuf a.s. memberitakan kepada mereka bahwa selama tujuh tahun musim paceklik itu tidak ada suatu tumbuh-tumbuhan pun yang dapat tumbuh, dan semua tanaman yang mereka semaikan tidak akan menghasilkan sesuatu pun. Karena itulah maka Yusuf a.s. berkata kepada mereka:
{يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلا قَلِيلا مِمَّا تُحْصِنُونَ}
yang menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghidupinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kalian simpan. (Yusuf: 48)
Selanjutnya Nabi Yusuf menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa sesudah musim paceklik yang lama itu akan datang tahun-tahun yang subur. Pada tahun-tahun itu banyak hujan turun, seluruh negeri menjadi subur serta menghasilkan panen yang berlimpah, dan orang-orang kembali membuat perasan anggur, buah zaitun, dan lain sebagainya sebagaimana biasanya; mereka juga memeras tebu untuk dijadikan gula. Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian memeras ialah memerah susu.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di masa itu mereka memeras anggur. (Yusuf: 49) Bahwa yang dimaksud dengan ya'sirun ialah memerah air susu.

Yusuf, ayat 50-52

{وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ (50) قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (51) ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ (52) }
berkata, "Bawalah dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf, "Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.” Raja berkata (kepada wanita-wanita itu), "Bagaimana keadaan kalian ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada kalian)?" Mereka berkata, "Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya.” Berkata Istri Al-Aziz, "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf berkata), "Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.”
Allah Swt. berfirman menceritakan keadaan Raja Mesir, bahwa setelah mereka mendapat jawaban yang mengagumkan dari Yusuf tentang ta'bir mimpi raja, maka sejak itulah raja mengetahui keutamaan yang dimiliki oleh Nabi Yusuf a.s., juga ilmunya serta penalarannya yang baik atas ta'bir mimpinya, dan akhlaknya yang baik terhadap semua rakyat yang ada di negerinya. Maka si Raja berkata:
{ائْتُونِي بِهِ}
Bawalah dia kepadaku. (Yusuf: 50)
Dengan kata lain, keluarkanlah dia (Yusuf) dari penjara dan datangkanlah dia ke hadapanku.
Setelah utusan raja datang kepada Yusuf untuk menyampaikan pesan raja, Yusuf menolak untuk keluar dari penjara sebelum raja dan seluruh penduduk negeri mengetahui kebersihan nama dan kehormatannya dari apa yang dituduhkan oleh istri Al-Aziz; dan bahwa dia dimasukkan ke dalam penjara bukan karena sesuatu hal yang mengharuskannya masuk penjara, melainkan dia difitnah dan dizalimi. Untuk itulah Yusuf a.s. berkata kepada utusan raja:
ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ
Kembalilah kepada tuanmu. (Yusuf: 50), hingga akhir ayat.
Di dalam hadis disebutkan hal yang memujinya dan menonjolkan keutamaan, kemuliaan, ketinggian kedudukannya, serta kesabarannya. Di dalam kitab Musnad dan kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Sa'id dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ أَحَقُّ بِالشَّكِّ مِنْ إِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ {رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي} [الْبَقَرَةِ: 260] وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا لَقَدْ كَانَ يَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ، وَلَوْ لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا لَبِثَ يُوسُفُ لَأَجَبْتُ الدَّاعِيَ"
Kita lebih berhak ragu daripada Ibrahim, yaitu ketika beliau berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang telah mati.” Dan semoga Allah merahmati Lut, sesungguhnya dia telah berlindung di bawah naungan golongan yang kuat. Seandainya aku tinggal di dalam penjara selama apa yang dialami oleh Yusuf, niscaya aku memenuhi ajakan (tawaran) utusan (raja) itu.
Menurut lafaz lain yang ada pada Imam Ahmad disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah. dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka. (Yusuf: 50)
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لو كُنْتُ أَنَا لَأَسْرَعْتُ الْإِجَابَةَ، وَمَا ابْتَغَيْتُ الْعُذْرَ"
Seandainya aku (seperti Yusuf), niscaya aku cepat-cepat memenuhi tawaran itu dan tidak akan mencari alasan lain.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَقَدْ عَجِبْتُ مِنْ يُوسُفَ وَصَبْرِهِ وَكَرَمِهِ، وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ، حِينَ سُئل عَنِ الْبَقَرَاتِ العِجاف والسِّمان، وَلَوْ كُنْتُ مَكَانَهُ مَا أَجَبْتُهُمْ حَتَّى أَشْتَرِطَ أَنْ يُخْرِجُونِي. وَلَقَدْ عَجِبْتُ مِنْ يُوسُفَ وَصَبْرِهِ وَكَرَمِهِ، وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ، حِينَ أَتَاهُ الرَّسُولُ، ولو كنت مكانه لبادرتهم الباب، َ وَلَكِنَّهُ أَرَادَ أَنْ يَكُونَ لَهُ الْعُذْرُ"
Sesungguhnya aku kagum kepada Yusuf karena kesabaran dan ke­muliaannya, semoga Allah memberikan ampunan kepadanya, ketika ditanya tentang sapi-sapi yang kurus dan yang gemuk. Seandainya aku seperti dia, tentulah aku tidak akan memberikan jawaban kepada mereka sebelum mempersyaratkan bahwa mereka mengeluarkanku (dari penjara). Sesungguhnya aku merasa kagum kepada Yusuf karena kesabaran dan kemuliaannya, semoga Allah memberikan ampunan baginya, ketika utusan raja datang kepada­nya. Seandainya aku seperti dia, niscaya aku bersegera menuju ke pintu keluar, tetapi dia menghendaki agar namanya dibersihkan dahulu.
Hadis ini berpredikat mursal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ}
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu), "Bagaimanakah keadaan kalian ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada kalian)?” (Yusuf: 51)
Hal ini mengisahkan keadaan raja ketika dia mengumpulkan semua wanita yang melukai tangannya di rumah istri Al-Aziz. Raja berkata kepada mereka semua, tetapi makna yang dimaksud ditujukan kepada istri menteri negeri Mesir, yaitu Al-Aziz:
{مَا خَطْبُكُنَّ}
Bagaimanakah keadaan kalian. (Yusuf: 51)
Artinya, bagaimana berita dan keadaan kalian.
{إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ}
ketika kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada kalian)? (Yusuf: 51)
Yakni ketika istri Al-Aziz menjamu mereka.
{قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ}
Mereka berkata, "Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya.” (Yusuf: 51)
Wanita-wanita itu mengatakan dalam jawabannya kepada raja, "Maha­sempurna Allah, Yusuf bukanlah orang yang layak mendapat tuduhan itu. Demi Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya." Maka pada saat itu juga istri Al-Aziz berkata:
{قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ}
Istri Al-Aziz berkata. Sekarang jelaslah kebenaran itu.” (Yusuf 51)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa istri Al-Aziz berkata, "Sekarang telah jelas dan gamblanglah perkara yang hak."
{أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ}
akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. (Yusuf: 51)
Yakni dalam ucapannya yang mengatakan:
{هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي}
Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya). (Yusuf: 26)
{ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ}
Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguh­nya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya. (Yusuf: 52)
Istri Al-Aziz berkata, "Sesungguhnya aku mengakui perbuatanku ini tiada lain agar suamiku mengetahui bahwa aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, karena hal yang terlarang masih belum terjadi. Dan memang akulah yang menggoda pemuda ini, tetapi dia menolak ajakanku. Pengakuan ini sengaja aku nyatakan agar suamiku mengetahui bahwa diriku masih suci."
وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
dan bahwa Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang ber­khianat. (Yusuf: 52)
**************************************
Akhir juz 12
**************************************
Rev. 11.05.2013

Yusuf, ayat 53

{وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (53) }
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Istri Al-Aziz mengatakan, "Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, sebab hawa nafsu diriku selalu membisikkan godaan dan angan-angan kepadaku. Karena itulah aku menggodanya."
إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Yusuf: 53)
kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Swt. dari kesalahan.
{إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Yusuf: 53)
Pendapat inilah yang terkenal, yang lebih sesuai, dan lebih serasi dengan konteks kisah dan makna-makna kalimat.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Al-Mawardi di dalam kitab tafsirnya, dan pendapatnya ini didukung oleh Imam Abul Abbas ibnu Taimiyyah yang menulisnya secara tersendiri di dalam suatu pembahasan secara detail. Menurut pendapat lainnya, kalimat dalam ayat ini termasuk perkataan Nabi Yusuf a.s. Yusuf a.s. berkata:
{ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ}
Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya. (Yusuf: 52)
Yakni tidak berbuat yang tidak senonoh terhadap istrinya.
{بِالْغَيْبِ}
di belakangnya. (Yusuf: 52)
Dengan kata lain, sesungguhnya aku menyuruh si utusan raja kembali tiada lain agar raja mengetahui kebersihan diriku dari apa yang dituduhkan kepadaku dan agar Al-Aziz (suami si wanita yang menggodanya) mengetahui.
{أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ}
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya. (Yusuf: 52)
Yakni dengan melakukan perbuatan itu kepada istrinya.
{بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ}
di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat. (Yusuf: 52)
Hanya pendapat ini yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa setelah raja mengumpulkan semua wanita, lalu ia mengajukan pertanyaan kepada mereka, "Apakah kalian menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepada keinginan mereka?" Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan pun darinya. Berkata istri Al-Aziz, "Sekarang jelaslah kebenaran itu.” (Yusuf: 51), hingga akhir ayat. Maka Yusuf berkata: Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguh­nya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya. (Yusuf: 52) Lalu Malaikat Jibril berkata kepada Yusuf, "Apakah memang engkau tidak pernah merasakan keinginan itu di suatu hari pun?" Yusuf menjawab: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan). (Yusuf: 53), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Ibnu Abu Huzail, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi.
Pendapat yang pertama adalah yang paling kuat dan paling jelas, karena konteks pembicaraan berkenaan dengan perkataan istri Al-Aziz di hadapan raja, dan Yusuf saat itu tidak ada, ia baru dipanggil oleh raja setelah itu.

Yusuf, ayat 54-55

{وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ (54) قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ (55) }
Dan raja berkata, "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku.” Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata, "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.” Berkata Yusuf, "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”
Allah Swt. menceritakan perihal Raja Mesir ketika telah nyata baginya kebersihan nama dan kehormatan Nabi Yusuf a.s. dari tuduhan yang dilancarkan terhadap dirinya, bahwa si raja berkata:
{ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي}
Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat (dekat) kepadaku.” (Yusuf: 54)
Maksudnya, aku akan mengangkatnya menjadi orang terdekatku dan juru pemberi nasihatku.
{فَلَمَّا كَلَّمَهُ}
Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia. (Yusuf: 54)
Yakni setelah raja berbicara dengannya, mengenalnya dari dekat, mengetahui keutamaan serta keahlian yang dimilikinya, mengetahui pula pribadi dan akhlak serta kesempurnaan dirinya, maka raja berkata kepadanya:
{إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ}
Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami. (Yusuf: 54)
Yakni sesungguhnya kamu sejak sekarang diangkat menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai. Maka Yusuf berkata:
{اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ}
Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Yusuf: 55)
Yusuf memuji dirinya, hal ini diperbolehkan jika lawan bicara tidak mengetahui perihal dirinya karena sesuatu yang penting. Yusuf a.s. menyebutkan bahwa dirinya adalah orang yang pandai menjaga—yakni seorang bendaharawan yang dapat dipercaya— lagi berpengetahuan, yakni mempunyai ilmu yang luas dan pengalaman yang mendalam dalam pekerjaan yang ditanganinya.
Syaibah ibnu Nu'amah mengatakan bahwa lafaz hafiz artinya dapat menjaga apa yang dititipkan kepadanya; dan lafaz 'alim artinya mengetahui akan musim paceklik mendatang dan hal ikhwalnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Yusuf meminta pekerjaan itu karena ia memiliki pengetahuan yang menguasai bidang tersebut dan ia dapat menanganinya, serta akan membawa kemaslahatan bagi manusia.
Sesungguhnya Yusuf a.s. meminta kepada raja agar menduduk­kannya di jabatan kebendaharaan negara —yang saat itu bermarkas di piramida-piramida sebagai lumbung tempat pengumpulan bahan makanan— guna menghadapi musim paceklik mendatang yang diberitakan olehnya. Dengan demikian, Yusuf a.s. dapat mengaturnya dengan cara yang hati-hati, baik, dan tepat. Dan ternyata permintaannya itu dikabulkan sebagai kehormatan buatnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

Yusuf, ayat 56-57

{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (56) وَلأجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (57) }
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.
Allah Swt. berfirman:
{وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأرْضِ}
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri itu. (Yusuf: 56)
Yakni negeri Mesir.
{يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ}
(dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. (Yusuf: 56)
Menurut As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Yusuf berkuasa penuh di negeri Mesir, dia dapat pergi ke mana pun yang dikehendakinya.
Menurut Ibnu Jarir, Yusuf dapat bertempat tinggal di mana pun yang disukainya di negeri Mesir sesudah mengalami masa kesempitan, dipenjara, dan dijadikan tawanan.
{نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ}
Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 56)
Artinya, Kami tidak akan menyia-nyiakan kesabaran Yusuf yang telah mengalami gangguan yang menyakitkan dari saudara-saudaranya, juga kesabarannya dalam menanggung derita dipenjara karena ulah istri Al-Aziz. Karena itulah Allah Swt. memberinya akibat yang terbaik, yaitu diberi kemenangan dan pengukuhan.
{وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ وَلأجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ}
dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. (Yusuf: 56-57)
Allah Swt. menceritakan bahwa apa yang disimpan-Nya bagi Nabi Yusuf di hari kemudian jauh lebih besar, lebih banyak, dan lebih agung daripada pengaruh dan kekuasaan yang diperolehnya di dunia ini. Perihalnya sama dengan apa yang dialami oleh Nabi Sulaiman a.s. yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ}
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shad: 39-40)
Makna yang dimaksud ialah, Yusuf diangkat oleh Raja Mesir —Ar-Rayyan ibnul Walid— sebagai perdana menteri di negeri Mesir, menggantikan kedudukan orang yang pernah membelinya dahulu, yaitu suami wanita yang pernah menggodanya. Raja Mesir masuk Islam di tangan Nabi Yusuf a.s. Demikianlah menurut Mujahid.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Yusuf berkata kepada Raja Mesir: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Yusuf: 55) Raja berkata kepadanya, "Saya terima," lalu raja mengangkatnya yang menurut pendapat ulama menyebutkan bahwa Yusuf menggantikan kedudukan Qitfir, sedangkan Qitfir sendiri dipecat dari jabatannya.
Allah Swt. berfirman: Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (Yusuf: 56)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa menurut kisah yang sampai kepadanya —hanya Allah yang lebih mengetahui— Qitfir meninggal dunia di hari-hari itu. Lalu Raja Ar-Rayyan ibnul Walid mengawinkan Yusuf dengan bekas istri Qitfir, yaitu Ra'il. Ketika Rail masuk ke kamar Yusuf, maka Yusuf berkata kepadanya, "Bukankah ini lebih baik daripada apa yang engkau inginkan dahulu?" Menurut mereka, Ra'il berkata kepada Yusuf, "Hai orang yang dipercaya, janganlah engkau mencelaku, sesungguhnya aku seperti apa yang engkau lihat sendiri adalah seorang wanita yang cantik jelita lagi bergelimang di dalam kemewahan kerajaan dan duniawi, sedangkan bekas suamiku dahulu tidak dapat menggauli wanita. Dan keadaanmu seperti apa yang dijadikan oleh Allah dalam keadaan demikian ganteng dan tampannya (sehingga membuatku tergoda karenanya)."
Mereka menduga bahwa ketika Yusuf menggaulinya menjumpainya dalam keadaan masih perawan, dan melahirkan anak darinya dua orang lelaki, yaitu Ifrasim ibnu Yusuf dan Maisya ibnu Yusuf. Lalu Ifrasim melahirkan Nun —orang tua Yusya' ibnu Nun— dan Rahmah, istri Nabi Ayyub a.s.
Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan bahwa istri Al-Aziz berdiri di pinggir jalan saat Yusuf sedang lewat, lalu ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan budak seorang raja berkat ketaatannya, dan raja menjadi budak karena kedurhakaannya."

Yusuf, ayat 58-62

{وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (58) وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنزلِينَ (59) فَإِنْ لَمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِي وَلا تَقْرَبُونِ (60) قَالُوا سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ (61) وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ اجْعَلُوا بِضَاعَتَهُمْ فِي رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُونَهَا إِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (62) }
Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir), lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedangkan mereka tidak kenal (lagi) kepadanya. Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata, "Bawalah kepadaku saudara kalian yang seayah dengan kalian (Bunyamin), tidakkah kalian melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu? Jika kalian tidak membawanya kepadaku, maka kalian tidak akan mendapat sukatan lagi dariku dan jangan kalian mendekatiku.” Mereka berkata, "Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (kemari), dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya.” Yusuf berkata kepada bujang-bujangnya, "Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahui apabila mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.”
As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq, dan yang lainnya dari kalangan ahli tafsir menyebutkan bahwa penyebab yang mendatangkan saudara-saudara Yusuf ke negeri Mesir ialah bahwa ketika Yusuf menjabat sebagai perdana menteri di negeri Mesir, lalu lewatlah masa tujuh tahun yang subur, kemudian diiringi dengan tujuh tahun musim paceklik yang melanda seluruh negeri Mesir. Paceklik itu konon sampai juga melanda kawasan yang berdekatan dengan negeri Mesir hingga sampai ke Kan'an, tempat tinggal Nabi Ya'qub a.s. dan anak-anaknya.
Saat itu Yusuf a.s. melakukan penghematan dalam mempergunakan bahan makanan pokok mereka dan menghimpunnya dengan baik, sehingga bahan makanan pokok berhasil dikumpulkan dalam jumlah yang sangat besar. Dan karena keberhasilannya itu Yusuf a.s. berhasil memperoleh bermacam-macam hadiah. Orang-orang dari berbagai kawasan dan bagian negeri Mesir berdatangan kepadanya untuk mendapatkan bagian jatah makanan bagi diri mereka dan orang-orang yang berada di dalam tanggungan mereka.
Disebutkan bahwa Yusuf a.s. tidak pernah memberi seseorang lebih banyak daripada jumlah yang mampu dimuat oleh seekor unta untuk satu tahunnya. Dan tersebutlah bahwa Yusuf a.s. tidak pernah makan sampai kenyang; dia dan raja Mesir serta seluruh pasukannya bila makan hanya cukup dengan satu kali saja, yaitu di tengah siang hari, agar jumlah makanan pokok yang ada itu cukup buat semua orang selama tujuh tahun musim paceklik. Hal tersebut merupakan rahmat dari Allah buat penduduk negeri Mesir.
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa Yusuf a.s. menjual makanan pokok itu kepada mereka di tahun pertama paceklik dengan uang, di tahun keduanya dengan barang-barang, tahun ketiganya dengan anu, dan tahun keempatnya dengan lainnya, hingga mereka menukar diri mereka dan anak-anak mereka dengan bahan makanan itu setelah semua yang mereka miliki habis ditukarkan dengan makanan. Setelah itu Yusuf memerdekakan mereka semuanya dan mengembalikan kepada mereka semua harta benda mereka. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kesahihan riwayat ini. Riwayat ini bersumber dari kisah Israiliyat yang tidak dapat dipercaya, tidak dapat pula didustakan.
Maksud yang dikehendaki dalam pengetengahan kisah ini ialah bahwa saudara-saudara Yusuf termasuk di antara para pendapat yang meminta jatah makanan karena diperintahkan oleh ayah mereka; sebab telah sampai kepada mereka suatu berita yang menyatakan bahwa Aziz negeri Mesir (yang saat itu dijabat oleh Yusuf a.s.) menjual makanan kepada semua orang. Maka saudara-saudara Yusuf datang dengan membawa barang-barang yang akan mereka tukarkan dengan bahan makanan pokok. Mereka berangkat sepuluh orang, dan Nabi Ya'qub menahan anaknya yang bernama Bunyamin untuk tinggal bersamanya, dia adalah saudara sekandung Yusuf. Bunyamin adalah anak yang pal­ing dicintainya sesudah Yusuf tiada.
Ketika mereka masuk menemui Yusuf yang saat itu sedang duduk di atas singgasananya dengan pakaian kebesarannya, ia langsung mengenal mereka ketika melihat mereka, tetapi mereka tidak kenal lagi kepadanya karena mereka telah berpisah dengan Yusuf ketika usia Yusuf masih anak-anak; lalu mereka menjual Yusuf kepada kafilah yang lewat, dan mereka tidak mengetahui lagi ke mana Yusuf dibawa orang-orang yang membelinya. Mereka juga tidak merasa curiga sedikit pun bila Yusuf berhasil meraih kedudukan yang setinggi itu. Karenanya mereka tidak mengenalnya. Lain halnya dengan Yusuf, ia masih kenal baik kepada mereka.
As-Saddi dan lain-lainnya menceritakan bahwa Yusuf langsung berbicara dan berkata kepada mereka dengan nada keheranan, "Apakah yang mendorong kalian datang ke negeriku ini?" Mereka menjawab, "Wahai Aziz, sesugguhnya kami datang untuk membeli jatah makanan." Yusuf berkata, "Barangkali kalian adalah mata-mata." Mereka menjawab, "Kami berlindung kepada Allah dari mata-mata." Yusuf bertanya, "Kalau demikian, kalian berasal dari mana?" Mereka menjawab, "Kami dari negeri Kan'an, ayah kami adalah Nabi Ya'qub."
Yusuf bertanya, "Apakah ayah kalian mempunyai anak selain kalian?" Mereka menjawab, "Ya, pada asalnya kami berjumlah dua belas orang, lalu yang terkecil di antara kami pergi dan hilang di padang sahara, padahal dia adalah anak yang paling dicintai oleh ayah kami. Sedangkan yang ada sekarang adalah saudara sekandungnya, karena itu ia ditahan oleh ayah kami sebagai pelampiasan kerinduannya kepada Yusuf."
Yusuf memerintahkan agar mereka diberi tempat peristirahatan dan dihormati.
{وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ}
Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya. (Yusuf: 59)
Yakni setelah Yusuf memberikan kepada mereka sukatannya secara sempurna, lalu bahan makanan itu dinaikkan ke atas unta kendaraan mereka, maka Yusuf berkata, "Bawalah kemari saudara kalian yang kalian ceritakan itu, agar aku dapat mengecek kebenaran dari kisah kalian.'
{أَلا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنزلِينَ}
tidakkah kalian melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu? (Yusuf: 59)
Nabi Yusuf mengatakan demikian untuk menarik mereka agar kembali kepadanya, kemudian ia mempertakuti dan mengancam mereka:
{فَإِنْ لَمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِي وَلا تَقْرَبُونِ}
Jika kalian tidak membawanya kepadaku, maka kalian tidak akan mendapat sukatan lagi dariku. (Yusuf: 60), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, jika kalian tidak datang membawa saudara kalian itu bersama kalian di lain waktu, maka kalian tidak akan mendapat bagian makanan lagi dariku.
{وَلا تَقْرَبُونِ قَالُوا سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ}
"dan jangan kalian mendekatiku.” Mereka berkata, "Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (kemari) dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya.” (Yusuf: 60-61)
Maksudnya, kami akan berusaha keras untuk mendatangkannya kepadamu dengan segala kemampuan kami, agar engkau mengetahui kebenaran dari apa yang telah kami katakan.
As-Saddi menyebutkan bahwa Yusuf mengambil jaminan dari mereka agar mereka berusaha keras untuk mendatangkan Bunyamin bersama mereka ke hadapannya. Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat Nabi Yusuf a.s. menghormati mereka dan berbuat banyak kebaikan kepada mereka; hal ini untuk memikat hati mereka agar mau kembali kepadanya.
{وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ}
Yusuf berkata kepada bujang-bujangnya. (Yusuf: 62)
Yakni kepada pelayan-pelayannya.
{اجْعَلُوا بِضَاعَتَهُمْ}
Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan) mereka. (Yusuf:62)
yang mereka datangkan untuk ditukarkan dengan jatah makanan.
{فِي رِحَالِهِمْ}
ke dalam karung-karung mereka. (Yusuf: 62)
Yaitu ke dalam peti tempat barang-barang mereka tanpa sepengetahuan mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
mudah-mudahan mereka kembali. (Yusuf: 62)
Yakni dengan membawanya (di lain waktu). Menurut suatu pendapat, Yusuf a.s. merasa khawatir bila mereka tidak mempunyai barang-barang lagi untuk mereka tukarkan dengan jatah makanan di lain waktu (maka ia mengembalikannya tanpa sepengetahuan mereka).
Menurutpendapat lain, Yusuf merasa kurang enak bila ia mengambil penukaran itu dari ayahnya dan saudara-saudaranya sebagai pengganti dari makanan.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, Yusuf bermaksud mengembali­kan mereka kepadanya bila mereka menjumpai barang-barang mereka ada di dalam karungnya; mereka pasti merasa berdosa dan tidak enak dengan hal tersebut, sebab Yusuf mengetahui benar watak mereka.

Yusuf, ayat 63-64

{فَلَمَّا رَجَعُوا إِلَى أَبِيهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ فَأَرْسِلْ مَعَنَا أَخَانَا نَكْتَلْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (63) قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلا كَمَا أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (64) }
Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka (Ya'qub), mereka berkata, "Wahai ayah kami, kami tidak mendapat sukatan (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami). Sebab itu, biarkanlah saudara kami pergi bersama-sama kami supaya kami mendapat sukatan, dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.” Berkata Ya'qub, "Bagaimana aku akan memper­cayakannya (Bunyamin) kepada kalian, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kalian dahulu?” Maka Allah adalah sebaik-baikPenjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para Penyayang.
Allah Swt. menceritakan perihal saudara-saudara Yusuf, bahwa mereka kembali kepada ayah mereka.
{قَالُوا يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ}
mereka berkata,”Wahai ayah kami, kami tidak mendapat sukatan (gandum) lagi. (Yusuf: 63)
Mereka bermaksud sesudah kali ini, yakni jika engkau tidak membiarkan saudara kami Bunyamin pergi bersama kami, niscaya kami tidak akan mendapat jatah makanan lagi. Maka izinkanlah dia pergi bersama kami agar kami mendapat jatah makanan, dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.
Sebagian ulama membacanya yaktal, yakni supaya dia mendapat -jatah makanan.
{وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya. (Yusuf:63)
Yakni janganlah khawatir terhadap keselamatan Bunyamin, karena sesungguhnya dia akan dikembalikan kepadamu, sebagaimana alasan mereka sama seperti yang dikatakan dalam peristiwa Yusuf:
{أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya. (Yusuf: 12)
Karena itulah ayah mereka berkata kepada mereka:
{هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلا كَمَا أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ}
Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepada kalian, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kalian dahulu. (Yusuf: 64)
Yakni tiadalah kalian akan memperlakukannya kecuali seperti apa yang telah kalian lakukan kepada saudaranya (Yusuf) sebelumnya. Kalian menjauhkannya dariku dan menghalang-halangi antara aku dan dia.
{فَاللَّهُ خَيْرٌ حفظًا}
Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga. (Yusuf: 64)
Sebagian ulama membacanya hifzan.
{وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 64)
Yakni Dia Maha Penyayang di antara para penyayang kepadaku, dan Dia pasti akan merahmatiku karena usiaku yang telah lanjut, kelemahanku, dan kerinduanku kepada anakku (Yusuf); aku pun selalu berharap kepada Allah, semoga Dia mengembalikan Yusuf kepadaku dan menghimpunkan kekuatanku berkat bersatu dengannya. Sesungguhnya Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.

Yusuf, ayat 65-66

{وَلَمَّا فَتَحُوا مَتَاعَهُمْ وَجَدُوا بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنزدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ (65) قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ (66) }
Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka mene­mukan kembali barang-barang {penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata, "Wahai ayah kami, apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah sukatan yang mudah (bagi Raja Mesir)." Ya'qub berkata, "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kalian, sebelum kalian memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kalian pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kalian dikepung musuh." Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya'qub berkata, "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)."
Allah Swt. menceritakan bahwa ketika saudara-saudara Yusuf membuka karung-karung mereka, ternyata mereka menjumpai barang-barangnya dikembalikan kepada mereka. Yusuflah yang memerintahkan kepada pelayan-pelayannya agar memasukkan kembali barang-barang mereka ke dalam karungnya masing-masing. Setelah mereka mendapati barang-barang mereka ada di dalam karungnya:
{قَالُوا يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا}
Mereka berkata, "Wahai ayah kami, apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita.” (Yusuf: 65)
Menurut Qatadah, artinya adalah 'tiada yang kita inginkan selain ini, sesungguhnya barang-barang kita dikembalikan kepada kita, padahal sukatan kita telah disempurnakan bagi kita'.
{وَنَمِيرُ أَهْلَنَا}
dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami. (Yusuf: 65)
Yakni jika engkau melepaskan saudara kami pergi bersama-sama kami, niscaya kami dapat memberikan jatah makanan kepada keluarga kami.
{وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنزدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ}
dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. (Yusuf: 65)
Demikian itu karena Yusuf memberikan kepada setiap orang seberat beban seekor unta. Mujahid mengatakan bahwa makanan itu seberat beban seekor keledai, dengan alasan bahwa menurut sebagian dialek terkadang keledai disebut dengan sebutan ba'ir (unta).
{ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ}
Itu adalah sukatan yang mudah (bagi Raja Mesir). (Yusuf: 65)
Ayat ini merupakan kesempurnaan bagi kalam sebelumnya dan berfungsi memperindahnya. Dengan kata lain, sesungguhnya sukatan itu amatlah mudah bila dibandingkan dengan imbalannya, yaitu jasa membawa saudara mereka.
{قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ}
Ya’qub berkata "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kalian, sebelum kalian memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah.” (Yusuf: 66)
Yakni kalian ucapkan janji dan kesetiaan dengan menyebut nama Allah.
{لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ}
bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh. (Yusuf: 66)
Artinya, terkecuali jika kalian semua dikalahkan oleh musuh dan kalian tidak mampu lagi menyelamatkannya.
{فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ}
Tatkala mereka memberikan janji mereka. (Yusuf: 66)
Nabi Ya'qub mengukuhkan sumpah mereka seraya berkata:
{اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ}
Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini). (Yusuf: 66)
Ibnu Ishaq mengatakan, sesungguhnya Ya'qub melakukan hal tersebut karena dia tidak menemukan cara lain kecuali harus melepaskan Bunyamin pergi bersama mereka demi mendapatkan sukatan gandum yang merupakan makanan pokok mereka. Karena itulah, maka Ya'qub terpaksa melepaskan Bunyamin pergi bersama-sama mereka.

Yusuf, ayat 67-68

{وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ (67) وَلَمَّا دَخَلُوا مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِلا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (68) }
Dan Ya’qub berkata, "Hai anak-anakku, janganlah kalian (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang lain-lain; namun demikian, aku tiada dapat melepaskan kalian barang sedikitpun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri.” Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Allah Swt. menceritakan tentang Nabi Ya'qub a.s., bahwa dia memerintahkan kepada anak-anaknya ketika melepas keberangkatan mereka bersama Bunyamin menuju negeri Mesir, bahwa janganlah mereka masuk dari satu pintu gerbang semuanya, tetapi hendaklah masuk dari berbagai pintu gerbang yang berlainan.
Menurut Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, hal itu untuk menghindari 'ain (kesialan). Demikian itu karena mereka adalah orang-orang yang berpenampilan bagus dan mempunyai rupa yang tampan-tampan serta kelihatan berwibawa. Maka Ya'qub a.s. merasa khawatir bila mereka tertimpa 'ain disebabkan pandangan mata orang-orang. Karena sesungguhnya 'ain itu adalah benar, ia dapat menurunkan pengendara kuda dari kudanya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha'i sehubungan dengan firman-Nya: dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lainan. (Yusuf: 67) Ya'qub merasa yakin bahwa Yusuf pasti akan menjumpai salah seorang dari saudara-saudaranya di antara pintu-pintu gerbang itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ}
namun demikian, aku tiada dapat melepaskan kalian barang sedikit pun dari (takdir) Allah. (Yusuf: 67)
Yakni sesungguhnya tindakan hati-hati ini tidak dapat menolak takdir dan keputusan Allah; karena sesungguhnya apabila Allah menghendaki sesuatu, maka kehendak-Nya itu tidak dapat dicegah, tidak dapat pula ditolak.
{إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ وَلَمَّا دَخَلُوا مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِلا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا}
Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri. Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. (Yusuf: 67-68)
Menurut banyak ulama tafsir, Ya'qub melakukan hal itu untuk meng­hindarkan anak-anaknya dari terkena penyakit 'ain.
{وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ}
Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. (Yusuf: 68)
Qatadah dan As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Ya'qub adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Menurut Ibnu Jarir, sesungguhnya Ya'qub mempunyai pengetahuan karena Kami telah mengajarkan kepadanya.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Yusuf: 68)

Yusuf, ayat 69

{وَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ قَالَ إِنِّي أَنَا أَخُوكَ فَلا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (69) }
Dan tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya. Yusuf berkata, "Sesungguh­nya aku (ini) adalah saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Allah Swt. menceritakan tentang saudara-saudara Yusuf, ketika mereka tiba ke hadapan Yusuf bersama saudara sekandungnya (yaitu Bunyamin), bahwa lalu Yusuf membawa mereka masuk ke dalam ruangan kehormatannya, yaitu tempat tamu-tamu terhormatnya. Dan Yusuf melimpahkan kepada mereka semua penghormatannya, sikap lemah lembut, dan kebajikannya. Kemudian ia sendiri membawa saudara sekandungnya terpisah dari mereka, dan Yusuf membuka rahasia dirinya kepada Bunyamin serta menceritakan kepadanya tentang semua yang telah dialaminya.
Selanjutnya Yusuf berkata, "Janganlah kamu bersedih hati atas apa yang telah mereka perbuat terhadap diriku." Yusuf memerintahkan kepada Bunyamin agar merahasiakan hal itu dari mereka dan jangan menceritakan kepada mereka bahwa dirinya adalah saudara mereka. Yusuf bersepakat dengan Bunyamin. bahwa dirinya akan membuat tipu daya terhadap mereka untuk membiarkan Bunyamin tinggal di dekatnya dalam keadaan dihormati dan dimuliakan.

Yusuf, ayat 70-72

{فَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِي رَحْلِ أَخِيهِ ثُمَّ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُونَ (70) قَالُوا وَأَقْبَلُوا عَلَيْهِمْ مَاذَا تَفْقِدُونَ (71) قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ (72) }
Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung sauda­ranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, "Hai kafilah, sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang mencuri.” Mereka menjawab sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu, "Barang apakah yang hilang dari kalian?” Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
Setelah disiapkan bahan makanan mereka, lalu dimuatkan ke atas unta-unta mereka, Yusuf memerintahkan kepada salah seorang dari pelayannya untuk menaruh piala, yaitu tempat untuk minum yang terbuat dari perak, menurut kebanyakan ulama; menurut Ibnu Zaid terbuat dari emas. Piala ialah wadah minuman —juga dipakai untuk menakar makanan— yang mahal di saat itu, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa piala raja adalah tempat minum yang terbuat dari perak, bentuknya seperti mangkuk. Al-Abbas memiliki hal yang serupa di masa Jahiliahnya.
Lalu piala itu diletakkan di tempat (karung) milik Bunyamin tanpa sepengetahuan seorang pun. Kemudian berserulah orang-orang yang berseru di antara mereka seraya mengatakan:
{أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُونَ}
Hai kafilah, sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang mencuri. (Yusuf: 70)
Maka mereka menoleh kepada orang yang berseru itu, dan bertanya:
{مَاذَا تَفْقِدُونَ قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ}
"Barang apakah yang hilang dari kalian?” Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan piala raja.” (Yusuf: 71-72)
Yakni sa' atau alat takarnya.
{وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ}
dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan -makanan (seberat) beban unta. (Yusuf: 72)
Hal ini termasuk ke dalam Bab "Ju'alah" (hadiah).
{وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ}
dan aku menjamin terhadapnya. (Yusuf: 72)
Dalam hal ini termasuk ke dalam Bab "Daman" (garansi) dan "Kafalah (tanggungan).
Yusuf, ayat 73-76
{قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الأرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ (73) قَالُوا فَمَا جَزَاؤُهُ إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ (74) قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (75) فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ (76) }
Saudara-saudara Yusuf menjawab, "Demi Allah, sesungguh­nya kalian mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah orang-orang yang mencuri." Mereka berkata, "Tetapi apa balasannya jikalau kalian betul-betul pendusta?” Mereka menjawab, "Balasannya ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya)." Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang zalim. Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluar­kan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
Ketika penyeru-penyeru itu menuduh saudara-saudara Yusuf mencuri, maka saudara-saudara Yusuf berkata kepada mereka:
{تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الأرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ}
Demi Allah, sesungguhnya kalian mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah orang-orang yang mencuri. (Yusuf: 73)
Dengan kata lain, sesungguhnya kalian telah mengecek dan mengetahui kami sejak kalian mengenal kami. Karena mereka mengetahui dan menyaksikan dari sepak terjang saudara-saudara Yusuf perilaku yang baik. Sesungguhnya kami: datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah orang-orang yang mencuri. (Yusuf: 73) Maksudnya, watak dan tabiat kami bukanlah watak pencuri. Maka para penyeru itu berkata kepada mereka:
{فَمَا جَزَاؤُهُ}
Tetapi apa balasannya. (Yusuf: 74)
Yakni balasan bagi pencuri jika memang ternyata ada di antara kalian.
{إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ}
jikalau kalian betul-betul pendusta. (Yusuf: 74)
Yaitu hukuman apakah yang pantas bagi si pencuri, jika kami men­jumpainya ada di antara kalian dan ternyata dia telah mengambilnya?
{قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}
Mereka menjawab, "Balasannya ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya)." Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang zalim. (Yusuf: 75)
Demikianlah hukum yang berlaku di dalam syariat Nabi Ibrahim a.s., yaitu bahwa si pencuri diserahkan nasibnya kepada orang yang dicuri. Dan hal inilah yang diinginkan oleh Yusuf a.s. Untuk menyembunyikan tujuannya, Yusuf memulai pemeriksaan terhadap karung-karung mereka sebelum karung milik saudara sekandungnya.
{ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ}
kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. (Yusuf: 76)
Dan Yusuf menetapkan hukum atas mereka berdasarkan pengakuan dan ketetapan mereka sendiri, serta sekaligus mengharuskan bagi mereka menuruti ketentuan hukum yang diyakini oleh mereka (yaitu syariat Nabi Ibrahim a.s.). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ}
Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. (Yusuf: 76)
Cara ini merupakan tipu muslihat yang disukai dan diridai Allah, karena mengandung hikmah dan maslahat yang diperlukan.
Firman Allah Swt.:
{مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ}
Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja. (Yusuf: 76)
Artinya, hukuman yang dijatuhkan oleh Yusuf terhadap saudaranya bukanlah berdasarkan undang-undang raja yang berlaku. Demikianlah menurut Ad-Dahhak dan lain-lainnya. Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi Yusuf agar memberikan keputusan terhadap saudara-saudaranya dengan keputusan yang mereka ketahui dari syariat mereka. Atas hal itu dalam firman selanjutnya dipuji oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ}
Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki. (Yusuf: 76)
Ayat ini semisal dengan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya:
{يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadilah: 11)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ}
dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, tiada seorang alim pun melainkan di atasnya ada orang yang lebih alim lagi, hingga hal ini berakhir sampai kepada Allah Swt.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Sufyan As-Sauri, dari Abdul A'Ia As-Sa'Iabi, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan, "Ketika kami sedang berada di hadapan Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas menceritakan suatu hadis yang menakjubkan. Kemudian ada seorang lelaki yang karena takjubnya lalu berkata, 'Segala puji bagi Allah, di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang lebih alim (daripadanya).' Ibnu Abbas berkata, 'Seburuk-buruk ucapan adalah apa yang kamu katakan. Maksudnya Allah Maha Mengetahui di atas semua orang yang berpengetahuan'."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76) Maksudnya, orang ini lebih alim (berpengetahuan) daripada yang lainnya; dan ada lagi yang lebih berpengetahuan darinya, sedangkan Allah di atas semua orang yang berpengetahuan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 76) hingga pengetahuan ini sampai kepada Allah, dan hanya dari Allah-lah pengetahuan itu, lalu dipelajari oleh para ulama; dan hanya kepada-Nyalah ilmu pengetahuan kembali.
Menurut qiraat sahabat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan wafauqa kulli alimin 'alim, yang artinya 'dan di atas tiap-tiap orang yang alim ada lagi Yang Mahaalim'.

Yusuf, ayat 78-79

{قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (78) قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ نَأْخُذَ إِلا مَنْ وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهُ إِنَّا إِذًا لَظَالِمُونَ (79) }
Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang dari kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.” Berkata Yusuf, "Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang zalim."
Setelah terbukti kesalahan Bunyamin dan telah ditetapkan ia harus ditinggalkan pada Yusuf sesuai dengan pengakuan mereka, maka mereka meminta belas kasihan kepada Yusuf agar Bunyamin dilepaskan:
{قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا}
Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya.” (Yusuf: 78)
Mereka bermaksud bahwa ayah mereka sangat mencintainya dan menjadikannya sebagai hiburannya dan pelampiasan kerinduannya terhadap anaknya yang lain yang hilang.
{فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ}
lantaran itu ambillah salah seorang dari kami sebagai gantinya.  (Yusuf: 78)
Yakni sebagai gantinya untuk ditahan olehmu.
{إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ}
sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 78)
Yaitu orang yang adil, penyantun lagi menerima perkara yang baik.
{قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ نَأْخُذَ إِلا مَنْ وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهُ}
Berkata Yusuf, "Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya.” (Yusuf: 79)
Seperti yang kalian katakan dan kalian akui sebelumnya.
{إِنَّا إِذًا لَظَالِمُونَ}
jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami termasuk orang-orang yang berbuat zalim. (Yusuf: 79)
Yakni jika kami mengambil orang yang tidak bersalah sebagai ganti dari orang yang bersalah, berarti kami benar-benar orang yang zalim.

Yusuf, ayat 80-82

{فَلَمَّا اسْتَيْأَسُوا مِنْهُ خَلَصُوا نَجِيًّا قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ (80) ارْجِعُوا إِلَى أَبِيكُمْ فَقُولُوا يَا أَبَانَا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَمَا شَهِدْنَا إِلا بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ (81) وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ (82) }
Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan bisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara mereka, "Tidakkah kalian ketahui bahwa sesungguhnya ayah kalian telah mengambil janji dari kalian dengan nama Allah dan sebelum itu kalian telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” Kembalilah kepada ayah kalian dan katakanlah, "Wahai ayah kami, sesungguhnya anakmu telah mencuri, dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui, dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) hal yang gaib. Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar.”
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah saudara-saudara Yusuf putus asa dalam upaya mereka menyelamatkan saudara mereka Bunyamin, padahal sebelum itu mereka telah berjanji kepada ayah mereka bahwa mereka akan membawanya pulang kembali bersama-sama mereka, dan mereka bersumpah dengan nama Allah untuk itu. Usaha mereka ditolak, lalu:
{خَلَصُوا}
mereka menyendiri. (Yusuf: 80)
Maksudnya, mereka memisahkan diri dari orang-orang.
{نَجِيًّا}
sambil berunding dengan berbisik-bisik. (Yusuf: 80)
Yakni mereka berbisik-bisik di antara sesama mereka.
{قَالَ كَبِيرُهُمْ}
Berkatalah yang tertua di antara mereka. (Yusuf: 80)
Dia adalah Rubel. Menurut pendapat lain, dia adalah Yahuza; dialah yang mengisyaratkan kepada mereka agar melemparkan Yusuf ke dalam sumur ketika mereka berniat hendak membunuhnya. Ia berkata kepada mereka:
{أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ}
Tidakkah kalian ketahui bahwa sesungguhnya ayah kalian telah mengambil janji dari kalian dengan nama Allah. (Yusuf: 80)
bahwa sesungguhnya kalian benar-benar akan membawa Bunyamin pulang kembali kepadanya. Dan sekarang telah kalian alami sendiri bagaimana kalian telah berusaha, tetapi tetap tidak berhasil, padahal sebelumnya kalian telah menyia-nyiakan Yusuf dan memisahkannya dari dia.
{فَلَنْ أَبْرَحَ الأرْضَ}
Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir. (Yusuf: 80)
Artinya, aku tidak akan meninggalkan negeri ini.
{حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي}
sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali). (Yusuf: 80)
Yakni untuk kembali kepadanya dalam keadaan rela kepadaku.
{أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي}
atau Allah memberi keputusan terhadapku. (Yusuf: 80)
Menurut suatu pendapat adalah dijatuhi hukuman mati dengan pedang. Sedangkan menurut pendapat lainnya, Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk mengambil saudaraku pulang.
{وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ}
Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (Yusuf: 80)
Kemudian saudara tertua mereka memerintahkan kepada mereka untuk menceritakan semua yang terjadi kepada ayah mereka, sehingga mereka mempunyai alasan di hadapannya, sekaligus untuk membela diri mereka dan membersihkan nama mereka dari apa yang terjadi melalui ucapan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ}
dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) hal yang gaib. (Yusuf: 81)
Qatadah dan Ikrimah mengatakan, maksudnya adalah 'kami tidak mengetahui bahwa anakmu mencuri'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa 'kami tidak mengetahui di belakang kami bahwa dia (Bunyamin) mencuri sesuatu. Sesungguhnya kami hanya menanyakan apakah balasan bagi pencuri itu.'
{وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا}
Dan tanyakanlah (penduduk) negeri yang kami berada di situ. (Yusuf: 82)
Menurut Qatadah, yang dimaksud adalah negeri Mesir. Menurut pendapat lain adalah yang lainnya.
{وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا}
dan kafilah yang kami datang bersamanya. (Yusuf: 82)
Maksudnya kafilah yang datang bersama kami, yakni tanyakanlah kepada mereka kebenaran dari kisah kami ini dan kepercayaan, penjagaan serta pemeliharaan kami terhadap saudara kami.
{وَإِنَّا لَصَادِقُونَ}
dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar. (Yusuf: 82)
Yaitu dalam kisah kami tentang saudara kami itu, bahwa dia telah mencuri dan mereka menangkapnya.

Yusuf, ayat 83-86

{قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (83) وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ (84) قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ (85) قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (86) }
Ya'qub berkata, "Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, "Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf, " dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan, dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata, "Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa.” Ya’qub menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya.”
Ya'qub berkata kepada mereka seperti perkataannya ketika mereka datang dengan membawa baju gamis Yusuf yang berlumuran darah palsu di masa lalu:
{بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ}
Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (Yusuf: 83)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, "Ketika mereka datang kepada ayah mereka (Nabi Ya'qub) dan menceritakan kepadanya semua yang terjadi, maka dalam diri Nabi Ya'qub terdetik rasa curiga. Ia menduga bahwa mereka telah melakukan hal yang sama seperti apa yang mereka lakukan terhadap Yusuf dahulu. Untuk itulah ia berkata: 'Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).' (Yusuf: 83)."
Sebagian ulama mengatakan bahwa mengingat perbuatan mereka di masa lalu seperti itu, maka apa yang terjadi pada mereka saat itu disimpulkan sama dengan perbuatan mereka yang terdahulu, dan benarlah apa yang dikatakan Ya'qub: Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baikperbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (Yusuf: 83)
Kemudian Nabi Ya'qub memohon kepada Allah semoga Dia mengem­balikan ketiga anaknya, yaitu Yusuf, saudaranya Bunyamin, dan anak tertuanya (yaitu Rubel) yang tinggal di negeri Mesir menunggu keputusan Allah Swt. mengenai nasib dirinya. Adakalanya ayahnya memaafkannya, lalu memerintahkannya untuk pulang; dan adakalanya ia harus berusaha menculik saudaranya untuk dipulangkan kepada ayahnya. Dalam doanya itu Nabi Ya'qub berkata:
{عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ}
Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepada­ku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 83)
Yakni Allah Swt. Maha Mengetahui tentang keadaanku.
{الْحَكِيمُ}
lagi Mahabijaksana. (Yusuf: 83)
dalam semua perbuatan, keputusan, dan takdir-Nya.
{وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ}
Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, "Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf.” (Yusuf: 84)
Yakni berpaling dari anak-anaknya dan berkata mengingatkan akan kesedihannya terhadap Yusuf di masa lalu. Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf. (Yusuf: 84)
Kesedihan akan kehilangan anaknya yang kedua ini membangkitkan kesedihan yang pertama yang lebih mendalam.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Sufyan Al-Usfuri, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa ia telah mengatakan bahwa tiada seorang pun yang diberi istirja' (kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raji'un di saat tertimpa musibah) selain dari umat ini (yakni umat Nabi Muhammad Saw.). Nabi Ya'qub sendiri telah mengatakan: "Aduhai kesedihanku terhadap Yusuf, " dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). (Yusuf: 84)
Makna kazim artinya diam tidak mengadukan urusannya kepada seorang makhluk pun. Demikianlah menurut pendapat Qatadah dan lain-lainnya. Ad-Dahhak mengatakan, kazim artinya dukacita dan sedih.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ [حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى] ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: يَا رَبِّ، إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ يَسْأَلُونَكَ بِإِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ، فَاجْعَلْنِي لَهُمْ رَابِعًا. فَأَوْحَى اللَّهُ تَعَالَى إِلَيْهِ أَنْ يَا دَاوُدُ، إِنَّ إِبْرَاهِيمَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ بِسَبَبِي فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ تَنَلْكَ، وَإِنَّ إِسْحَاقَ بَذَلَ مُهْجَةَ دَمِهِ فِي سَبَبِي فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ تَنَلْكَ، وَإِنَّ يَعْقُوبَ أَخَذْتُ مِنْهُ حَبِيبَهُ حَتَّى ابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ، فَصَبَرَ، وَتِلْكَ بَلِيَّةٌ لَمْ تَنَلْكَ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Daud a.s. pernah berdoa, "Wahai Tuhanku, se­sungguhnya kaum Bani Israil memohon kepada Engkau melalui Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub; maka jadikanlah diriku orang yang keempatnya bagi mereka.” Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Daud, "Bahwasanya, hai Daud, sesungguhnya Ibrahim pernah dilemparkan ke dalam api karena Aku, dan dia bersabar. Dan itu adalah cobaan yang belum pernah kamu alami. Dan sesungguhnya Ishaq telah mengorbankan darah dirinya karena Aku dan dia bersabar. Dan itu merupakan cobaan yang belum pernah kamu alami. Dan sesungguhnya Ya'qub telah diambil orang yang dikasihinya dari sisinya, sehingga kedua matanya putih karena menangis kesedihan, dia bersabar, dan itu adalah cobaan yang belum pernah kamu alami."
Hadis ini mursal, dan di dalam isinya terdapat hal yang munkar. Karena sesungguhnya hal yang benar ialah bahwa Ismaillah yang disembelih (bukan Ishaq). Dan lagi Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an (salah seorang yang disebutkan dalam sanad hadis ini) mempunyai banyak hadis yang berpredikat munkar dan garib.
Penilaian yang lebih dekat kepada kebenaran sehubungan dengan hadis ini ialah bahwa Al-Ahnaf ibnu Qais meriwayatkan hal ini dari sebagian kaum Bani Israil (yang telah masuk Islam), seperti Ka'b, Wahb, dan lain-lainnya. Karena orang-orang Bani Israil telah menukil dari Nabi Ya'qub, bahwa ia berkirim surat kepada Yusuf ketika Yusuf menahan saudaranya karena dituduh mencuri, dalam suratnya itu Ya'qub memohon belas kasihan kepada Yusuf untuk mengembalikan anaknya kepadanya. Disebutkan pula bahwa mereka adalah ahli bait yang tertimpa musibah; Ibrahim diuji dengan api, Ishaq disembeiih, dan Ya'qub berpisah dari Yusuf. Hal ini disebutkan di dalam sebuah hadis panjang yang tidak sahih predikatnya.
Maka pada saat itu anak-anaknya merasa belas kasihan kepada ayahnya, lalu mereka berkata kepada ayahnya dengan nada memelas dan lemah lembut:
{قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ}
Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf. (Yusuf: 85)
Yakni engkau masih tetap ingat kepada Yusuf.
{حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا}
sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat. (Yusuf: 85)
Yaitu kekuatanmu menjadi memudar dan lemah.
{أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ}
atau termasuk orang-orang yang binasa. (Yusuf: 85)
Mereka mengatakan bahwa jika keadaan ini terus-menerus berlangsung atas dirimu, kami merasa khawatir kamu akan menjadi orang yang binasa.
{قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ}
Ya'qub menjawab, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (Yusuf: 86)
Ya'qub menjawab ucapan mereka dengan kalimat berikut: Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. (Yusuf: 86) Yakni hanya kepada Allah sajalah aku mengadukan kesusahanku dan penderitaan yang kualami ini. dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya. (Yusuf: 86) Artinya, aku mengharap semua kebaikan dari Allah.
Dari Ibnu Abbas disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya. (Yusuf: 86) Yakni mimpi yang dialami oleh Yusuf itu adalah benar, dan Allah pasti akan menampakkannya menjadi kenyataan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa aku mengetahui mimpi Yusuf itu benar, dan kelak aku akan bersujud menghormat kepadanya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي غَنَيَّة، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُمَرَ بْنِ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ لِيَعْقُوبَ النَّبِيِّ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَخٌ مُؤاخ لَهُ، فَقَالَ لَهُ ذَاتَ يَوْمٍ: مَا الَّذِي أَذْهَبَ بَصَرَكَ وَقَوَّسَ ظَهْرَكَ؟ قَالَ: الَّذِي أَذْهَبَ بَصَرِي الْبُكَاءُ عَلَى يُوسُفَ، وَأَمَّا الَّذِي قَوَّسَ ظَهْرِي فَالْحُزْنُ عَلَى بِنْيَامِينَ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا يَعْقُوبُ، إِنَّ اللَّهَ يُقرئك السَّلَامَ وَيَقُولُ لَكَ: أَمَا تَسْتَحْيِي أَنْ تَشْكُوَنِي إِلَى غَيْرِي؟ فَقَالَ يَعْقُوبُ: إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ. فَقَالَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ: اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَشْكُو"
Ibnu AbuHatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Malik ibnu Abu Buhainah, dari Hafs ibnu Umar ibnu Abuz Zubair, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Nabi Ya’qub mempunyai seorang saudara angkat, di suatu hari saudara angkatnya bertanya kepadanya, "Apakah yang membuat matamu buta dan punggungmu bongkok?” Ya’qub menjawab, "Hal yang membutakan mataku adalah karena menangisi Yusuf, dan hal yang menyebabkan punggungku bongkok ialah kesedihan karena kehilangan Bunyamin.” Maka Jibril a.s. datang kepadanya dan mengatakan, "Hai Ya’qub, sesungguhnya Allah menyampaikan salam kepadamu, dan berfirman kepadamu, 'Tidakkah kamu malu mengadu kepada selain Aku'?” Ya’qub berkata, "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.”Jibrila.s. berkata, "Allah mengetahui apa yang kamu adukan."
Hadis ini berpredikat garib di dalamnya terdapat hal yang mungkar.

Yusuf, ayat 87-88

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (87) فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ (88) }
"Hai anak-anakku, pergilah kalian, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata, "Hai Al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”
Allah Swt. menceritakan perihal Nabi Ya'qub, bahwa Ya'qub me­merintahkan kepada anak-anaknya untuk pergi ke negeri itu untuk mencari berita tentang Yusuf dan saudaranya Bunyamin.
Lafaz tahassus digunakan untuk mencari berita kebaikan, sedangkan tajassus digunakan untuk mencari berita keburukan. Ya'qub memberi semangat kepada mereka, bahwa janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah Swt. Dengan kata lain, janganlah kalian putus harapan dari rahmat Allah dalam menghadapi tantangan dan meraih cita-cita yang dituju. Karena sesungguhnya tiada yang berputus harapan dari rahmat Allah kecuali hanyalah orang-orang kafir.
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ}
Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf. (Yusuf: 88)
Bentuk lengkapnya adalah seperti berikut: Bahwa lalu mereka berangkat dan masuk ke negeri Mesir, kemudian masuk ke tempat Yusuf.
{قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ}
Mereka berkata, "Hai Al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan.” (Yusuf: 88)
Yakni musim kering, paceklik, dan minimnya bahan makanan pokok.
{وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ}
dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga. (Yusuf: 88)
Maksudnya, kami membawa barang yang tak berharga sebagai penukaran  dari sukatan yang kami kehendaki. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Al-Hasan, dan lain-lainnya.
Menurut Ibnu Abbas, makna muzjatin ialah barang-barang bekas yang tidak berharga lagi, seperti baju bekas, tali, dan lain-lainnya.
Menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya, dirham yang buruk yang nilai tukarnya kurang dari aslinya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan As-Saddi.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa yang dimaksud adalah uang dirham yang sudah cacat.
Abu Saleh mengatakan, yang dimaksud adalah buah sanubar dan biji hijau.
Ad-Dahhak mengatakan, yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tak laku lagi untuk dijadikan alat pertukaran.
Abu Saleh mengatakan bahwa mereka datang dengan membawa biji Al-Batm yang berwarna hijau dan buah sanubar. Orang yang memiliki barang yang tak berharga ini ditolak karena nilai barangnya sudah tidak ada lagi.
Firman Allah Swt. menceritakan tentang ucapan mereka:
{فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ}
maka sempurnakanlah sukatan untuk kami (Yusuf: 88)
Yakni berikanlah kepada kami dengan harga yang tak berarti ini sukatan seperti yang pernah engkau berikan kepada kami sebelumnya. Menurut qiraat ibnu Mas'ud disebutkan fa-auqir rikabana watasaddaq alaina, yakni penuhilah muatan kami dan bersedekahlah kepada kami. Ibnu Juraij mengatakan bahwa bersedekahlah kepada kami dengan mengembalikan saudara kami kepada kami.
Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bersedekahlah kepada kami. (Yusuf: 88) Mereka mengatakan, bersedekahlah kepada kami dengan menerima barang yang tak berharga ini dan memaafkannya.
Sufyan ibnu Uyaynah pernah ditanya, "Apakah sedekah pernah diharamkan atas seseorang dari kalangan para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.?" Maka Sufyan ibnu Uyaynah menjawab, "Tidakkah engkau pernah mendengar firman-Nya: 'maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.' (Yusuf: 88)."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Al-Haris, dari Al-Qasim, dari Sufyan ibnu Uyaynah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, dari Usman ibnul Aswad, bahwa ia pernah mendengar Mujahid ketika ditanya, "Apakah makruh bila seseorang mengatakan dalam doanya, 'Ya Allah, bersedekahlah kepadaku'?" Mujahid menjawab, "Ya, sesungguhnya sedekah itu hanyalah bagi orang yang mencari pahala (sedangkan Allah tidak memerlukannya)."

Yusuf, ayat 89-92

{قَالَ هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ (89) قَالُوا أَئِنَّكَ لأنْتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَا يُوسُفُ وَهَذَا أَخِي قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (90) قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ (91) قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (92) }
Yusuf berkata, "Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu?” Mereka berkata, "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpah­kan karunia-Nya kepada kami.” Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” Mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)." Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian; mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Allah Swt. menceritakan perihal Yusuf a.s., bahwa ketika saudara-saudaranya menceritakan kesengsaraan, kesempitan, serta keminiman bahan makanan pokok dan musim paceklik yang menimpa mereka, dan Yusuf teringat akan kesedihan yang menimpa ayahnya karena kehilangan kedua putra terkasihnya, sedangkan dia sendiri berada dalam kerajaan dan memiliki kekuasaan serta keluasan, maka pada saat itu juga timbullah rasa kasihan kepada ayahnya dan saudara-saudaranya. Yusuf saat itu menangis, maka mereka menjadi mengenalnya. Menurut suatu pendapat, Yusuf mengangkat (membuka) mahkotanya sehingga tahi lalat yang ada di keningnya kelihatan. Yusuf berkata:
{هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ}
"Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu?” (Yusuf: 89)
Yaitu mengapa kalian memisahkan antara dia dan saudaranya?
{إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ}
ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu? (Yusuf: 89)
Yakni sesungguhnya yang mendorong kalian berbuat demikian tiada lain karena kebodohan kalian sendiri akan akibat dari perbuatan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama Salaf, bahwa barang siapa yang durhaka kepada Allah, maka dia adalah orang yang bodoh, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain:
{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ}
Kemudian, sesungguhnya Tuhan kalian (mengampuni) bagi orang­ orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya. (An-Nahl: 119), hingga akhir ayat.
Menurut lahiriahnya Yusuf a.s. sendirilah yang mengenalkan dirinya kepada mereka dengan seizin Allah Swt. yang memerintahkan kepadanya untuk membuka rahasia dirinya. Sebagaimana dia menyembunyikan identitas pribadinya pada permulaannya yang juga atas perintah Allah Swt. Akan tetapi, setelah keadaan mendesak dan urusan sangat genting, maka Allah Swt. memberikan kepadanya jalan keluar dari kesempitan itu, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا}
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)
Maka pada saat itu juga mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata:
{أَئِنَّكَ لأنْتَ يُوسُفُ}
Apakah kamu ini benar-benar Yusuf? (Yusuf: 90)
Ubay ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"أَوَ أَنْتَ  يُوسُفُ"
Sesungguhnya Engkau benar-benar yusuf .
Ibnu Muhaisin membacanya dengan bacaan berikut :
"إنَّك لأنتَ يُوسُفُ"
Apakah kamu ini Yusuf?
Tetapi qiraat (bacaan) yang terkenal adalah bacaan yang pertama, karena istifham (kata tanya) menunjukkan makna kagum. Dengan kata lain, mereka merasa heran akan hal tersebut; mereka telah berkali-kali datang kepada Yusuf selama dua tahun —bahkan lebih—tanpa mengenalinya, sedangkan Yusuf mengenal mereka dengan baik dan menyembunyikan perihal dirinya. Karena itulah mereka berkata dengan nada tanya: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf, dan ini saudaraku.” (Yusuf: 90)
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا}
sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. (Yusuf: 90)
Yakni dengan mengumpulkan kami kembali sesudah berpisah sekian lamanya.
{إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ}
Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” Mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami.” (Yusuf: 90-91)
Mereka mengakui keutamaan dan kelebihan yang dimiliki oleh Yusuf atas diri mereka dalam hal penampilan, akhlak, kekayaan, kerajaan, kekuasaan, juga kenabian, menurut orang yang tidak menganggap mereka menjadi nabi. Dan mereka mengakui bahwa diri mereka telah berbuat kejahatan terhadapnya dan melanggar haknya.
{قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ}
Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian." (Yusuf: 92)
Yusuf mengatakan, "Tiada kecaman atas diri kalian dan tiada celaan terhadap kalian pada hari ini, dan aku tidak akan mengungkit-ungkit lagi dosa kalian terhadap diriku sesudah hari ini." Kemudian Yusuf mendoakan mereka agar diampuni. Untuk itu ia berdoa:
{يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 92)
As-Saddi mengatakan bahwa mereka meminta maaf kepada Yusuf. Maka Yusuf berkata: Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. (Yusuf: 92) Yakni aku tidak akan menyebutkan dosa kalian lagi.
Ibnu Ishaq dan As-Sauri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. (Yusuf: 92) Artinya, tiada celaan atas kalian hari ini di hadapanku atas apa yang telah kalian kerjakan di masa lalu. mudah-mudahan Allah mengampuni kalian. (Yusuf: 92) Yaitu semoga Allah mengampuni apa yang telah kalian kerjakan. dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 92)

Yusuf, ayat 93-95

{اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ (93) وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ (94) قَالُوا تَاللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلالِكَ الْقَدِيمِ (95) }
"Pergilah kalian dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah baju ini ke wajah ayahku nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluarga kalian semuanya kepadaku.” Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), berkata ayah mereka, "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku).” Keluarganya berkata, "Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.”
Yusuf a.s. berkata kepada saudara-saudaranya, "Pergilah kalian dengan membawa baju gamisku ini,
{فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا}
dan letakkanlah baju ini ke wajah ayahku, niscaya ia akan dapat melihat kembali.” (Yusuf: 93)
Saat itu Nabi Ya'qub telah buta akibat banyak menangis (karena berpisah dengan Yusuf).
{وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ}
dan bawalah keluarga kalian semuanya kepadaku. (Yusuf: 93)
Yakni semua Bani Ya'qub.
{وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ}
Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir). (Yusuf: 94)
Maksudnya, setelah meninggalkan negeri Mesir.
{قَالَ أَبُوهُمْ}
berkata ayah mereka. (Yusuf: 94)
Yakni Nabi Ya'qub a.s. kepada anak-anaknya yang ada bersamanya.
{إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ}
Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Yakni sekiranya kalian tidak menuduhku pikun.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Sinan, dari Abdullah ibnu Abul Huzail yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir). (Yusuf: 94) Bahwa ketika kafilah meninggalkan negeri Mesir, bertiuplah angin kencang, hingga angin itu sampai ke tempat Ya'qub a.s. dengan membawa bau baju gamis Yusuf. Maka Nabi Ya'qub berkata: Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94) Nabi Ya'qub dapat mencium bau Yusuf dari jarak perjalanan delapan hari.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri dan Syu'bah serta lain-lainnya, dari Abu Sinan dengan sanad yang sama.
Al-Hasan dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa jarak di antara keduanya adalah delapan puluh farsakh (pos), dan lama berpisah antara Nabi Ya'qub dengan Nabi Yusuf adalah delapan puluh tahun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ}
sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Ibnu Abbas, Mujahid, Ata, Qatadah, dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah lemah akal. Mujahid dan Al-Hasan mengatakan pula bahwa makna yang dimaksud ialah pikun.
Firman Allah Swt. menyitir ucapan mereka:
{إِنَّكَ لَفِي ضَلالِكَ الْقَدِيمِ}
Sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu. (Yusuf: 95)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya engkau masih dalam kekeliruanmu yang dahulu. Qatadah mengatakan bahwa cintamu kepada Yusuf masih tetap melekat, tidak pernah engkau lupakan. Mereka mengatakan kalimat yang kurang ajar terhadap ayah mereka, padahal kata-kata itu tidak pantas mereka katakan kepada ayah mereka, terlebih lagi ayah mereka adalah seorang Nabi Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya.

Yusuf, ayat 96-98

{فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (96) قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ (97) قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (98) }
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkan­nya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya’qub, "Tidakkah aku katakan kepada kalian bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya.” Mereka berkata, "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” Ya’qub berkata, "Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Basyir, " tukang pos. Menurut Mujahid dan As-Saddi, tukang pos itu adalah Yahuza ibnu Ya'qub. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya dialah yang membawa baju gamis Yusuf, karena dialah dahulu yang mendatangkan baju gamis Yusuf yang dilumuri dengan darah palsu. Maka Yahuza bermaksud ingin membersihkan kesalahan yang dahulu dengan perbuatannya sekarang. Lalu ia datang dengan membawa baju gamis Yusuf dan ia letakkan baju gamis itu ke wajah ayahnya; maka seketika itu juga ayahnya dapat melihat kembali dan langsung berkata kepada anak-anaknya:
{أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Tidakkah aku katakan kepada kalian bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya. (Yusuf: 96)
Yakni aku mengetahui bahwa Allah akan mengembalikan Yusuf kepadaku, dan aku katakan kepada kalian:
{إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ}
Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Maka pada saat itu mereka berkata kepada ayah mereka dengan nada meminta belas kasihan:
{يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). Ya’qub berkata, "Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 97-98)
Barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya.
Ibnu Mas'ud, Ibrahim At-Taimi, Amr ibnu Qais, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya mengatakan bahwa Nabi Ya'qub menangguhkan permohonan mereka sampai waktu sahur.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman ibnu Ishaq menceritakan asar berikut dari Muharib ibnu Disar, bahwa Khalifah Umar r.a. datang ke masjid, lalu ia mendengar seseorang mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, Engkau telah menyeru­ku, lalu aku memenuhi seruan-Mu. Dan Engkau telah memerintahkan kepadaku, lalu aku taati. Demi waktu sahur ini, berilah ampunan kepadaku." Umar mendengarkan suara itu, lalu menyelidikinya, dan ternyata suara itu berasal dari rumah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ketika ia ditanya tentang bacaan doanya itu, ia menjawab, "Sesungguhnya Ya'qub menangguhkan permintaan anak-anaknya sampai waktu sahur melalui ucapannya yang disitir oleh firman Allah Swt.: 'Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku.' (Yusuf: 98)."
Di dalam hadis disebutkan bahwa hal itu terjadi pada malam Jumat, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir pula dalam riwayat lainnya; bahwa:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو أَيُّوبَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنْ عَطَاءٍ وعِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي} يَقُولُ: حَتَّى تَأْتِيَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، وَهُوَ قَوْلُ أَخِي يَعْقُوبَ لِبَنِيهِ
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Abu Ayyub Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. mengenai firman-Nya: Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. (Yusuf: 98) Bahwa yang dimaksud ialah hingga datang malam Jumat. Itulah yang dimaksudkan oleh perkataan saudaraku Ya'qub kepada anak-anaknya.
Bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib; dan mengenai predikat marfu'-nya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.

Yusuf, ayat 99-100

{فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ (99) وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (100) }
Maka tatkala mereka masuk ke (negeri) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapaknya, dan dia berkata, "Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
Allah Swt. menceritakan kisah keberangkatan Ya'qub ke tempat Yusuf a.s. dan kedatangannya di negeri Mesir atas perintah Yusuf yang memerintahkan kepada saudara-saudaranya agar mendatangkan semua keluarga mereka ke negeri Mesir. Maka mereka membawa semua keluarga mereka dan berangkat meninggalkan negeri Kan'an —tempat tinggal mereka— menuju negeri Mesir.
Tatkala Yusuf a.s. mendapat berita bahwa mereka telah berada di dekat perbatasan Mesir, maka ia keluar untuk menyambut kedatangan mereka. Yusuf memerintahkan pula kepada semua pembantu dan orang-orang terkemuka negeri itu untuk menyambut kedatangan Nabi Allah Ya'qub a.s. Menurut suatu pendapat, Raja Mesir pun ikut keluar menyambut kedatangannya; pendapat inilah yang mendekati kebenaran.
Kebanyakan kalangan ulama tafsir merasa kesulitan dalam menafsirkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ}
Yusuf memberikan tempat kepada ibu bapaknya dan berkata, "Masuklah kalian ke negeri Mesir.” (Yusuf: 99)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat taqdim dan ta-khir. Makna yang dimaksud ialah:
{وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ}
dan dia berkata "Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” (Yusuf: 99)
Lalu ia memberikan tempat kepada kedua orang tuanya dan menaik­kannya ke singgasana.
Tetapi Ibnu Jarir membantah penafsiran ini dengan bantahan yang cukup beralasan. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang diriwayatkan oleh As-Saddi, yaitu Yusuf merangkul ibu bapaknya ketika menyambutnya; dan setelah mereka tiba di pintu gerbang kota, ia berkata kepada mereka: Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman. (Yusuf: 99)
Akan tetapi, penafsiran ini pun masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena makna al-iwa hanyalah dipakai untuk pengertian memberikan tempat. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu:
{آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ}
Yusuf membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya. (Yusuf: 69)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ آوَى مُحْدِثًا
Barang siapa yang memberikan tempat kepada seorang ahli bid'ah, hingga akhir hadis.
Dengan demikian, tiada halangan bila dikatakan bahwa setelah mereka masuk ke tempat Yusuf dan Yusuf memberikan tempat kepada mereka, lalu ia berkata, "Masuklah kalian ke negeri Mesir"; dan Yusuf memberikan jaminan keamanan kepada mereka seraya berkata, "Tinggallah di negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman," yakni aman dari kesengsaraan dan paceklik yang selama ini menimpa kalian.
Menurut suatu pendapat —hanya Allah Yang Maha Mengetahui kebenarannya— sesungguhnya Allah melenyapkan musim paceklik selanjutnya dari penduduk negeri Mesir berkat kedatangan Nabi Ya'qub kepada mereka, sebagaimana dilenyapkan-Nya musim paceklik yang didoakan oleh Rasulullah Saw. atas penduduk Mekah. Rasulullah Saw. berdoa atas mereka:
"اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ"
Ya Allah, tolonglah aku dengan menimpakan musim paceklik atas mereka seperti musim pacekliknya Yusuf.
Kemudian mereka (penduduk Mekah yang kafir) memohon kepada Nabi Saw. dengan merendahkan diri melalui utusan mereka Abu Sufyan agar musim paceklik itu dilenyapkan dari mereka. Maka sisa musim paceklik itu dilenyapkan berkat doa Rasulullah Saw.
*******************
Firman Allah Swt.:
{آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ}
Yusuf merangkul ibu bapaknya. (Yusuf: 99)
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sesungguhnya yang dimaksud dengan keduanya ialah ayah dan bibinya, karena ibu Nabi Yusuf telah meninggal dunia di masa lalu.
Menurut Muhammad ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, keduanya adalah ayah dan ibunya, kedua-duanya masih hidup.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa tiada suatu dalil pun yang menunjukkan bahwa ibu Nabi Yusuf telah meninggal dunia saat itu. Makna lahiriah Al-Qur'an menunjukkan bahwa ibu Nabi Yusuf masih hidup. Pendapat yang dibela oleh Ibnu Jarir ini merupakan pendapat yang dimenangkan karena sesuai dengan konteks ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ}
Dan Yusuf menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. (Yusuf: 100)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al- arsy dalam ayat ini ialah singgasana. Yakni Yusuf mendudukkan kedua orang tuanya ke atas singgasananya bersama-sama dengan dia.
{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا}
Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. (Yusuf: 100)
Maksudnya, bersujud kepada Yusuf kedua orang tuanya dan semua saudaranya yang jumlahnya ada sebelas orang.
{وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ}
Dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu." (Yusuf: 100)
Yakni mimpi yang pernah ia ceritakan kepada ayahnya jauh sebelum itu, yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا
sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang. (Yusuf: 4), hingga akhir ayat.
Hal ini masih diperbolehkan di dalam syariat mereka, bilamana memberikan salam penghormatan kepada orang besar, yakni boleh bersujud kepadanya. Hal ini diperbolehkan sejak zaman Nabi Adam sampai kepada syariat Nabi Isa a.s. Kemudian dalam syariat Nabi Muhammad Saw. hal ini diharamkan, dan hanya dikhususkan kepada Allah Tuhan sekalian alam. Demikianlah ringkasan dari apa yang dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Mu'az tiba di negeri Syam, ia menjumpai mereka masih bersujud kepada uskup-uskup mereka. Ketika Mu'az bersujud kepada Rasulullah Saw., Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau lakukan ini, hai Mu'az?" Mu'az menjawab, "Sesungguhnya aku melihat penduduk negeri Syam bersujud kepada uskup-uskup mereka, maka engkau lebih berhak untuk disujudi, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الزَّوْجَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظم حَقِّهِ عَلَيْهَا"
Seandainya aku memerintahkan kepada seseorang untuk ber­sujud kepada orang lain, tentu aku akan perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena hak suaminya atas dirinya sangatlah besar.
Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Salman bersua dengan Nabi Saw. di salah satu jalan kota Madinah; saat itu Salman baru masuk Islam, maka ia bersujud kepada Nabi Saw. (sebagai penghormatan kepadanya). Nabi Saw. bersabda membantah:
"لَا تَسْجُدْ لِي يَا سَلْمَانُ، وَاسْجُدْ لِلْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ"
Hai Salman, janganlah kamu sujud kepadaku. Bersujudlah kepada Tuhan Yang Hidup, Yang tak pernah mati.
Keterangan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa bersujud dalam penghormatan kepada seorang pembesar diperbolehkan dalam syariat mereka. Maka dari itu, mereka semuanya bersujud kepada Yusuf; dan saat itu juga Yusuf berkata: Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf: 100) Yakni inilah kenyataan dari mimpiku itu.
Penggunaan kata 'takwil dalam ayat ini ditujukan kepada pengertian kesimpulan dari suatu perkara atau kenyataannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.dalam ayat yang lain:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ}
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya ' kebenaran) Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur'an. (Al-A'raf: 53)
Artinya, pada hari kiamat nanti akan datang kepada mereka apa yang telah dijanjikan kepada mereka, yaitu balasan kebaikan dan balasan keburukan (mereka).
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}
Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf: 100)
Yakni menjadi kenyataan yang benar. Lalu Yusuf menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya:
{وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ}
Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang pasir. (Yusuf: 100)
Yaitu dari daerah pedalaman.
Ibnu Juraij dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka adalah penduduk daerah pedalaman yang bermata pencaharian beternak. Ibnu Juraij mengatakan, mereka tinggal di daerah pedalaman Palestina, bagian dari negeri Syam. Menurut pendapat lainnya mereka tinggal di Aulaj, lereng pegunungan Hasma; mereka adalah or­ang-orang pedalaman, beternak kambing dan unta.
{مِنْ بَعْدِ أَنْ نزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ}
setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. (Yusuf: 100)
Maksudnya, apabila Dia menghendaki sesuatu perkara, maka Dia menetapkan baginya semua penyebab kejadiannya dan memutuskannya serta memudahkan terlaksananya.
{إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ}
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 100)
akan kemaslahatan hamba-hamba-Nya.
{الْحَكِيمُ}
lagi Mahabijaksana. (Yusuf: 100)
dalam ucapan, perbuatan, ketetapan, takdir, dan semua yang dipilih dan yang dikehendaki-Nya.
Abu Usman An-Nahdi telah meriwayatkan dari Sulaiman, bahwa jarak masa antara mimpi Yusuf dan kenyataannya adalah empat puluh tahun. Abdullah ibnu Syaddad mengatakan bahwa masa itulah batas maksimal kenyataan suatu mimpi. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan yang mengatakan, "Jarak masa antara perpisahan dengan Nabi Yusuf sampai Nabi Ya'qub bersua dengannya adalah delapan puluh tahun. Selama itu kesedihan selalu melanda hati Ya'qub a.s., dan air matanya selalu berlinangan mengalir ke pipinya tiada henti-hentinya. Tiada seorang hamba pun di muka bumi ini yang lebih disukai oleh Allah selain Nabi Ya'qub."
Hasyim telah meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Hasan, bahwa masa itu adalah delapan puluh tiga tahun. Mubarak ibnu Fudalah mengata­kan dari Al-Hasan, bahwa Yusuf dilemparkan ke dasar sumur ketika berusia tujuh belas tahun, dan menghilang dari pandangan ayahnya selama delapan puluh tahun. Sesudah itu ia hidup selama dua puluh tiga tahun. Yusuf a.s. wafat dalam usia seratus dua puluh tahun.
Qatadah mengata­kan, masa perpisahan antara Ya'qub dan Yusuf adalah tiga puluh lima tahun.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa menghilangkan Yusuf dari ayahnya adalah selama delapan belas tahun. Selanjutnya Ibnu Ishaq mengatakan, orang-orang ahli kitab menduga bahwa masa itu empat puluh tahun atau yang mendekatinya. Ya'qub tinggal bersama Yusuf sesudah Ya'qub tiba di negeri Mesir adalah selama tujuh belas tahun, kemudian Allah mewafatkannya.
Abi Ishaq As-Subai'i mengatakan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kaum Bani Israil masuk ke negeri Mesir sebanyak tiga ratus enam puluh orang; ketika pergi meninggalkan Mesir, jumlah mereka mencapai enam ratus tujuh puluh ribu orang.
Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Masruq, bahwa mereka masuk ke negeri Mesir dalam jumlah tiga ratus sembilan puluh orang yang terdiri atas kaum pria dan wanitanya.
Musa ibnu Ubaidah telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abdullah ibnu Syaddad, bahwa keluarga Ya'qub berkumpul dengan Yusuf di negeri Mesir, sedangkan jumlah mereka ada delapan puluh enam orang termasuk anak-anak kecil, orang dewasa, kaum pria dan wanitanya. Ketika mereka pergi meninggalkan negeri Mesir, jumlah mereka mencapai enam ratus ribu orang lebih.

Yusuf, ayat 101

{رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (101) }
Ya tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.
Itulah doa Nabi Yusuf yang dipanjatkannya kepada Allah Swt. setelah limpahan nikmat Allah buatnya disempurnakan, yaitu di kala ia dapat berkumpul kembali dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Juga atas nikmat lainnya yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya, yaitu berupa kenabian dan kerajaan. Kemudian ia memohon kepada Allah Swt. agar nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di dunia ini terus berkelanjutan sampai ke hari akhirat, dan hendaknya Allah mewafatkannya dalam keadaan Islam. Demikianlah menurut Ad-Dahhak. Dan hendaknya Allah menghimpunkannya bersama-sama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi dan para rasul, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua.
Doa ini barangkali dipanjatkan oleh Nabi Yusuf a.s. ketika ia sedang menjelang kewafatannya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Srti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. ketika menjelang kewafatannya mengangkat jari telunjuknya seraya berdoa:
"اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى"
Ya Allah, (gabungkanlah diriku) bersama-sama teman-teman (ku) di (tempat) yang tertinggi (surga).
Doa ini diucapkannya sebanyak tiga kali.
Barangkali Yusuf a.s. pun meminta diwafatkan dalam keadaan Is­lam serta bergabung dengan orang-orang saleh apabila ajalnya telah tiba.
Bukan berarti dia meminta hal tersebut secara tanjiz (mohon diperkenankan), seperti doa seseorang kepada lawan bicaranya, "Semoga Allah mewafatkanmu dalam keadaan Islam," dan seorang yang mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan Islam, wafatkanlah kami dalam keadaan Islam, dan gabungkanlah kami dengan orang-orang saleh."
Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa Yusuf a.s. mendoa hal itu dengan permohonan tanjiz; dan hal ini diperbolehkan dalam syariat mereka. Demikianlah menurut Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ}
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)
Setelah Allah menghimpunkan semua anggota keluarganya dan membuatnya senang sehingga saat itu Yusuf dalam keadaan bergelimangan dengan kenikmatan duniawi, kerajaannya, dan semua perhiasannya, maka ia merindukan orang-orang saleh yang sebelumnya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa sebelum Yusuf a.s. tiada seorang nabi pun yang mengharapkan untuk diwafatkan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Jarir dan As-Saddi, dari Ibnu Abbas, bahwa Yusuf a.s. adalah nabi yang mula-mula mengatakan demikian dalam doanya. Hal ini dapat diartikan pula bahwa dialah orang yang mula-mula meminta diwafatkan dalam keadaan Islam. Perihalnya sama dengan Nabi Nuh a.s., dialah orang yang mula-mula mengatakan dalam doanya:
{رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا}
Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke dalam rumahku dengan beriman. (Nuh: 28)
Dapat pula diartikan bahwa dialah (Yusuflah) orang yang mula-mula memohon diperkenankannya hal tersebut; inilah yang tersimpulkan dari pengertian lahiriah pendapat Qatadah, tetapi hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat kita sekarang.
Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "لَا يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا الْمَوْتَ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي"
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya yang menimpanya. Jika tiada jalan lain baginya kecuali mengharapkan mati, hendaklah ia mengatakan, "Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya. Dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini, yang menurut lafaz keduanya disebutkan seperti berikut:
" لَا يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ إِمَّا مُحْسِنًا فَيَزْدَادُ، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ يَسْتَعْتِبُ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ، أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوفاة خَيْرًا لِي"
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya (musibah) yang menimpanya, karena apabila dia orang yang berbuat baik, maka akan bertambah (kebaikannya); dan apabila dia orang yang buruk, maka mudah-mudahan ia bertobat. Tetapi hendaklah ia mengucapkan, "Ya Allah, hidupkan­lah saya selagi hidup lebih baik bagi saya, dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعُان بْنُ رِفَاعَةَ، حَدَّثَنِي عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أمامة قَالَ: جَلَسْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكَّرنا ورقَّقنا، فَبَكَى سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَاصٍ فَأَكْثَرَ الْبُكَاءَ، فَقَالَ: يَا لَيْتَنِي مُتُّ! فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا سَعْدُ أَعِنْدِي تَتَمَنَّى الْمَوْتَ؟ " فردَّد ذَلِكَ [ثَلَاثَ] مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ: "يَا سَعْدُ، إِنْ كُنْتَ خُلِقْتَ لِلْجَنَّةِ، فَمَا طَالَ  عُمُرُكَ، أَوْ حَسُن مِنْ عَمَلِكَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Rifa'ah, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan, "Kami duduk di majelis Rasulullah, lalu beliau memberikan peringatan kepada kami dan melunakkan hati kami, maka menangislah Sa'd ibnu Abu Waqqas dengan tangisan yang lama seraya berkata, 'Aduhai, seandainya saja diriku ini mati.' Maka Nabi Saw. bersabda: 'Hai Sa’d, apakah di hadapanku engkau berharap kematian?' Nabi Saw. mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, lalu beliau melanjutkan sabdanya, 'Hai Sa’d, jika engkau diciptakan untuk surga, maka usiamu yang panjang dan amalmu yang baik itu adalah lebih baik bagi kamu'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا أَبُو يُونُسَ -هُوَ سُلَيم بْنُ جُبير -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ قَالَ: "لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ وَلَا يدعوَن  بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ قَدْ وَثق بِعَمَلِهِ، فَإِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمُرُهُ إِلَّا خَيْرًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu Muslim ibnu Jubair), dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena musibah (bahaya) yang menimpanya, jangan pula ia mendoakannya sebelum maut datang sendiri kepadanya, terkecuali jika dia telah merasa yakin dengan amalnya. Karena sesungguhnya apabila seseorang di antara kalian mati, terputuslah amal perbuatannya. Dan sesungguhnya seorang mukmin itu tiada menambahkan pada amalnya kecuali hanya kebaikan.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Hal ini berlaku jika bahaya atau musibah ini hanya khusus menimpa dirinya. Jika musibah itu berupa Fitnah dalam agama, maka diperbolehkan memohon dimatikan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam kisah-Nya yang menceritakan tentang para ahli sihir di saat Fir'aun hendak memurtadkan mereka dari agama mereka dan mengancam akan membunuh mereka, yaitu:
{رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ}
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu). (Al-A'raf: 126)
Maryam juga berkata ketika ia merasakan akan melahirkan anak sambil bersandar pada pangkal pohon kurma:
{يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا}
Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan. (Maryam: 23)
Karena ia merasa yakin bahwa orang-orang pasti akan menuduh dirinya berbuat fahisyah (zina); karena ia belum bersuami, sedangkan ia telah mengandung dan melahirkan anak. Dan mereka memang mengatakan:
{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}
Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (Maryam: 27-28)
Maka Allah menjadikan baginya jalan keluar dan keselamatan dari hal tersebut, yaitu dengan menjadikan bayinya dapat berbicara dalam usia ayunan, mengucapkan kata-kata berikut, "Sesungguhnya aku adalah hamba dan rasul Allah." Kejadian ini merupakan suatu tanda kekuasaan Allah yang amat besar dan sebagai mukjizat yang jelas bagi Isa a.s.
Di dalam hadis Mu'az yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam kisah mimpi —yaitu mengenai doa— antara lain disebutkan seperti berikut:
"وَإِذَا أَرَدْتَ بِقَوْمٍ فِتْنَةً، فَتَوَفَّنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ"
Apabila Engkau berkehendak menurunkan fitnah pada suatu kaum, maka cabutlah nyawaku kembali kepada-Mu dalam keadaan tidak terfitnah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، أَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرٍو عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدم الموت، والموت خير لِلْمُؤْمِنِ [مِنَ الْفِتْنَةِ] وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ، وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ"
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Amr ibnu Asim, dari Kasir ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid secara marfu’ bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ada dua hal yang dibenci oleh anak Adam, yaitu dia benci akan mati, padahal mati lebih baik bagi orang mukmin daripada ter­fitnah. Dan dia benci akan kekurangan harta, padahal kekurangan harta meringankan hisab.
Di saat fitnah melanda agama, diperbolehkan memohon untuk mati. Karena itulah ketika Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. di akhir masa kekhalifahannya, yaitu ketika ia melihat bahwa kesatuan kaum muslim tidak dapat dipertahankan lagi dalam kepemimpinannya, dan perkaranya makin bertambah parah saja, maka ia berdoa seperti berikut:
اللهمَّ، خُذْنِي إِلَيْكَ، فَقَدْ سَئِمْتُهُمْ وَسَئِمُونِي.
Ya Allah, ambillah aku kembali kepada-Mu; sesungguhnya aku telah bosan kepada mereka, dan mereka pun bosan kepadaku.
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa ketika fitnah itu terjadi menimpanya dan terjadi pula perselisihan antara dia (Ali r.a.) dengan Amir Khurrasan, maka Imam Ali berdoa: "Ya Allah, wafatkanlah aku kembali kepada-Mu."
Di dalam hadis disebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَمُرُّ بِالْقَبْرِ -أَيْ فِي زَمَانِ الدَّجَّالِ -فَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي مَكَانَكَ"
Sesungguhnya seorang lelaki melewati sebuah kuburan —yakni di zaman Dajjal nanti— sedangkan ia benar-benar mengatakan, "Aduhai seandainya saja aku berada di tempatmu (yakni sudah mati)"
Lelaki itu mengatakan demikian karena banyaknya fitnah, gempa, huru hara, dan peristiwa-peristiwa yang menggemparkan di masa itu; hal tersebut merupakan fitnah yang melanda umat manusia.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa anak-anak Nabi Ya'qub yang telah melakukan perbuatan buruk terhadap Yusuf a.s. dimohonkan ampunan oleh ayah mereka. Maka Allah menerima tobat mereka, memaafkan mereka, dan mengampuni dosa-dosa mereka.
Pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Ya’qub memohonkan ampun kepada Allah buat mereka
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Saleh Al-Murri, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. setelah menghimpunkan semua anggota keluarga Ya'qub a.s. di hadapan Ya'qub, maka Ya'qub mengajak putranya (Yusuf) menyendiri, lalu ia berbisik dengannya.
Sebagian putra lainnya berkata kepada sebagian yang lain, "Bukankah kalian telah mengetahui apa yang telah kalian kerjakan dan apa yang telah dialami oleh orang tua kita dan Yusuf sebagai akibatnya?" Mereka menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Karena itulah kalian terpusatkan untuk meminta maaf dari keduanya, lalu bagaimana keadaan kalian dengan Tuhan kalian?"
Akhirnya mereka sepakat untuk menghadap kepada orang tua mereka (Nabi Ya'qub), lalu duduk di hadapannya, sedangkan Yusuf duduk di samping ayahnya. Mereka berkata, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami sengaja datang kepadamu karena suatu urusan yang belum pernah kami datang kepadamu karena sesuatu yang seperti ini, dan kami telah tertimpa suatu perkara yang belum pernah menimpa kami sebelumnya." Kata-kata mereka membuat hati Nabi Ya'qub tergugah, sedangkan para nabi itu adalah orang-orang yang paling belas kasihan. Maka Nabi Ya'qub bertanya, "Apakah yang telah menimpa kalian, hai anak-anakku?"
Mereka menjawab, "Bukankah engkau telah mengetahui apa yang telah kami lakukan terhadapmu dan apa yang telah kami lakukan terhadap saudara kami Yusuf?" Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Bukankah kamu berdua telah memaafkan kami?" Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Sesungguhnya maafmu berdua tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kami jika Allah tidak memaafkan kami."
Nabi Ya'qub bertanya, "Lalu apakah yang kalian kehendaki dariku, hai anak-anakku?" Mereka berkata, "Kami menghendaki agar kamu mendoakan kami kepada Allah. Apabila wahyu dari Allah telah datang kepadamu yang menyatakan bahwa Dia memaafkan kami, maka barulah hati kami merasa senang dan tenteram. Jika tidak, maka tiada kesenangan bagi kami di dunia ini selamanya."
Nabi Ya'qub bangkit, lalu menghadap ke arah kiblat; Yusuf bangkit pula berdiri di belakang ayahnya, sedangkan saudara-saudaranya berdiri di belakang keduanya dengan perasaan rendah diri dan khusyuk. Nabi Ya'qub berdoa, dan Nabi Yusuf mengamininya; tetapi permohonan ampun mereka masih belum diperkenankan selama dua puluh tahun.
Saleh Al-Murri mengatakan bahwa selama itu mereka selalu dicekam oleh rasa takut, dan setelah dua puluh tahun berlalu —yakni pada permulaan tahun yang kedua puluhnya— turunlah Malaikat Jibril a.s. kepada Nabi Ya'qub a.s.
Jibril a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah Swt. telah mengutusku kepadamu untuk menyampaikan berita gembira, bahwa Dia telah memperkenankan doamu buat anak-anakmu. Allah telah memaafkan apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah telah mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan menjadi nabi sesudahmu."
Asar ini mauquf, yakni hanya sampai kepada sahabat Anas; selain itu adalah Yazid Ar-Raqqasyi serta Saleh Al-Murri, kedua-duanya berpredikat sangat daif (lemah).
As-Saddi menyebutkan bahwa ketika Nabi Ya'qub menjelang kematiannya, ia berwasiat kepada Yusuf agar menguburkan jenazahnya di dekat kuburan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. Maka setelah Nabi Ya'qub wafat, jenazahnya dibalsam, lalu dikirimkan ke negeri Syam dan dikebumikan di dekat kuburan keduanya.

Yusuf, ayat 102-104

{ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ (102) وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ (103) وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (104) }
Demikian itu (adalah) di antara berita-berita yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka sedang mengatur tipu daya. Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad Saw. setelah men­ceritakan kisah saudara-saudara Yusuf, bagaimana Allah mengangkat derajat Yusuf di atas mereka, serta menjadikan bagi Yusuf akibat yang terpuji, kemenangan, kerajaan, dan kekuasaan; padahal di awalnya mereka menghendaki kejahatan, kebinasaan, dan pembunuhan terhadap diri Yusuf. Kisah ini dan lain-lainnya yang semisal, hai Muhammad, termasuk berita-berita yang gaib di masa lalu.
{نُوحِيهِ إِلَيْكَ}
yang Kami wahyukan kepadamu. (Yusuf: 102)
dan Kami beritahukan kepadamu, hai Muhammad, karena di dalamnya terkandung pelajaran bagimu dan nasihat bagi orang-orang yang sesudahmu.
{وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ}
padahal kamu tidak berada pada sisi mereka. (Yusuf: 102)
Yakni berada di dekat mereka dan tidak pula menyaksikan mereka.
{إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ}
ketika mereka memutuskan rencananya. (Yusuf: 102)
untuk memasukkan Yusuf ke dasar sumur.
{وَهُمْ يَمْكُرُونَ}
dan mereka sedang mengatur tipu daya. (Yusuf: 102)
terhadap Yusuf, tetapi Kamilah yang memberitahukannya kepadamu melalui wahyu yang diturunkan kepadamu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ}
padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi). (Ali Imran: 44), hingga akhir ayat.
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ وَمَا كُنْتَ مِنَ الشَّاهِدِينَ}
dan tiadalah kamu berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44)
sampai dengan firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ}
Dan tiadalah kamu berada di dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa). (Al-Qashash: 46)
{وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ}
dan tiadalah kamu tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka (Al-Qashash: 45), hingga akhir ayat.
{مَا كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالْمَلإ الأعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ إِنْ يُوحَى إِلَيَّ إِلا أَنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِ}
Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang malaikat-malaikat itu ketika mereka berbantah-bantahan. Tidak diwahyu­kan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. (Shad: 69-70)
Allah Swt. bermaksud bahwa dia (Nabi Muhammad) adalah rasul-Nya, dan bahwa Dia telah memberitahukan kepadanya kisah-kisah terdahulu yang mengandung pelajaran dan keselamatan bagi agama dan kehidupan dunia mereka. Sekalipun demikian, tiadalah kebanyakan manusia beriman. Karena itu, disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
Dalam ayat yang lain disebutkan:
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat), tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. (Asy-Syu'ara: 67)
Dan ayat-ayat lainnya yang semisal. 
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ}
Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini). (Yusuf: 104)
Yakni kamu, hai Muhammad, sama sekali tidak meminta suatu upah pun sebagai imbalan dari nasihat, seruan kepada kebaikan dan jalan petunjuk ini, melainkan kamu melakukannya hanya semata-mata ingin mencari rida Allah dan memberi nasihat kepada makhluk-Nya.
{إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ}
itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (Yusuf: 104)
yang dijadikan sebagai peringatan bagi mereka, yang memberi petunjuk kepada mereka, dan yang menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.

Yusuf, ayat 105-107

{وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ (105) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (106) أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107) }
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling darinya. Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedangkan mereka tidak menyadarinya?
Allah Swt. menceritakan tentang kelalaian kebanyakan manusia dari memikirkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah dan bukti-bukti keesaan-Nya melalui makhluk yang diciptakan oleh Allah di langit dan di bumi, yaitu berupa bintang-bintang yang cemerlang sinarnya, yang tetap dan yang beredar serta gugusan-gugusan bintang-bintang lainnya, semuanya itu ditundukkan oleh kekuasaan Allah. Berapa banyak di bumi ini bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun, taman-taman, gunung-gunung yang terpancang dengan kokohnya, laut-laut yang luas dengan ombaknya yang berdebur, serta padang sahara yang luas-luas. Berapa banyak pula di bumi ini makhluk hidup dan benda mati, juga berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan, dan buah-buahan yang berbeda-beda rasa, bau, warna, dan spesifikasinya. Mahasuci Allah Yang Maha Esa, Pencipta semua makhluk, Yang Maha Menyendiri dengan sifat kekal dan abadi-Nya, serta Mahasumber bagi asma dan sifat-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ}
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)
Ibnu Abbas mengatakan, termasuk pengertian 'iman' di kalangan mereka yang memiliki sifat ini ialah apabila ditanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit, siapakah yang menciptakan bumi, dan siapakah yang menciptakan gunung-gunung itu?" Mereka menjawab, "Allah," padahal mereka masih dalam keadaan mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ikrimah, Asy-Sya'bi, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa kaum musyrik di masa lalu mengatakan dalam talbiyah mereka, "Labbaika, tiada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu; Engkau memilikinya, sedangkan dia tidak memiliki."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa dahulu apabila kaum musyrik mengatakan, "Labbaika, tiada sekutu bagi-Mu," maka Rasulullah Saw. bersabda: Cukup, cukup!
Maksudnya, jangan diteruskan dan jangan dilebihkan dari itu.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Inilah yang disebutkan syirik yang paling besar, yaitu menyembah Allah dengan selain-Nya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Rasul Saw. menjawab,
"أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَك"
Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia-lahyang menciptakan kamu.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106) Bahwa hal tersebut berkenaan dengan orang munafik. Apabila dia beramal, maka amalnya adalah karena riya (pamer); hal itu berarti dia musyrik dalam amalnya. Maksudnya adalah seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bersalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)
Masih ada satu jenis syirik lagi, yaitu syirik khafi yang kebanyakan pelakunya tidak menyadarinya, seperti yang diriwayatkan oleh Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Urwah yang mengatakan bahwa Huzaifah menjenguk seorang yang sedang sakit. Lalu Huzaifah melihat di lengan si sakit itu ada tambangnya, maka Huzaifah memutuskan —atau melepaskan— tali itu, kemudian Huzaifah membacakan firman-Nya: Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ"
Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, berarti dia telah musyrik.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Turmuzi yang dinilainya hasan melalui Ibnu Umar.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, serta lain-lainnya disebutkan melalui Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الرُّقَى والتَّمائِم والتِّوَلة شرْك"
Sesungguhnya ruqyah (jampi), tamimah (kalung penangkal), dan tiwalah (jimat) adalah perbuatan syirik.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan seperti berikut:
" [الطيَرة شِرْكٌ] وَمَا منَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ"
Tiyarah (ramalan kesialan) adalah perbuatan syirik yang tiada kaitannya dengan agama kita, tetapi Allah menghapuskannya dengan bertawakal kepada-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara lebih rinci daripada ini. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرّة، عَنْ يَحْيَى الْجَزَّارِ عَنِ ابْنِ أَخِي، زَيْنَبَ [عَنْ زَيْنَبَ] امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَتْ: كَانَ عَبْدُ اللَّهِ إِذَا جَاءَ مِنْ حَاجَةٍ فَانْتَهَى إِلَى الْبَابِ تَنَحْنَحَ وَبَزَقَ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَهْجُمَ مِنَّا عَلَى أَمْرٍ يَكْرَهُهُ، قَالَتْ: وَإِنَّهُ جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَتَنَحْنَحَ وَعِنْدِي عَجُوزٌ تَرْقِينِي مِنَ الحُمْرَة فَأَدْخَلْتُهَا تَحْتَ السَّرِيرِ، قَالَتْ: فَدَخَلَ فَجَلَسَ إِلَى جَانِبِي، فَرَأَى فِي عُنُقِي خَيْطًا، قَالَ: مَا هَذَا الْخَيْطُ؟ قَالَتْ: قُلْتُ: خَيْطٌ رُقِى لِي فِيهِ. قَالَتْ: فَأَخَذَهُ فَقَطَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ آلَ عَبْدِ اللَّهِ لأغنياءٌ عَنِ الشِّرْكِ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ والتِّوَلة شِرْكٌ". قَالَتْ، قُلْتُ لَهُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا وَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ، فَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِيهَا، فَكَانَ إِذَا رَقَاهَا سَكَنَتْ؟ قَالَ: إِنَّمَا ذَاكَ مِنَ الشَّيْطَانِ. كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ، فَإِذَا رَقَيْتِهَا كَفَّ عَنْهَا: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا"
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Yahya Al-Jazzar, dari anak lelaki saudara Zainab, dari Zainab istri Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan, "Kebiasaan Abdullah apabila datang dari suatu keperluan, lalu sampai di depan pintu rumah pintu rumah, terlebih dahulu ia berdehem dan meludah, karena dia tidak suka bila melihat kami dalam keadaan yang tidak disukai olehnya. Pada suatu hari ia datang dari suatu urusan, lalu ia berdehem; saat itu di dekatku ada seorang nenek-nenek yang mengobatiku dengan ruqyah (jampi) karena aku sedang sakit humrah (demam). Maka aku memasukkan jimat yang diberikannya ke bawah ranjang. Abdullah masuk ke dalam rumah, lalu duduk di sampingku; maka ia melihat benang di leherku, lalu ia bertanya, 'Benang apakah ini?' Aku menjawab, 'Benang ruqyahku.' Abdullah ibnu Mas'ud menarik benang itu dan memutuskannya, lalu berkata, 'Sesungguhnya keluarga Abdullah benar-benar tidak membutuhkan perbuatan syirik. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya ruayah, tamimah, dan tiwalah adalah perbuatan syirik. Aku bertanya, 'Mengapa engkau berkata demikian, padahal dahulu mataku selalu belekan, dan aku bila mengalaminya selalu pergi ke Fulan orang Yahudi itu untuk me-ruqyah-nya. Apabila telah di-ruqyah olehnya, maka mataku normal kembali.' Ibnu Mas'ud menjawab, 'Sesungguhnya hal itu dari setan, dialah yang meludahinya dengan tangannya. Apabila setan telah me-ruqyah-nya, maka sembuhlah penyakit mata itu. Padahal cukuplah bagimu mengucapkan doa seperti yang pernah diucapkan oleh Nabi Saw., yaitu: 'Lenyapkanlah penyakit ini, wahai Tuhan manusia, sembuhkanlah (penyakitku). Engkaulah Yang menyembuhkannya), tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan suatu penyakit pun'.”
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Waki', dari Ibnu Abu Laila, dari Isa ibnu Abdur Rahman disebutkan bahwa ia (Isa ibnu Abdur Rahman) masuk menjenguk Abdullah ibnu Ukaim yang sedang sakit. Lalu ada yang berkata, "Sebaiknya engkau memakai kalung penangkal penyakit." Abdullah ibnu Ukaim menjawab, "Apakah engkau biasa menggunakan tamimah, padahal Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ تَعَلَّق شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ"
'Barang siapa menggantungkan sesuatu (jimat), maka nasibnya diserahkan kepadanya'."
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Hurairah.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan hadis Uqbah ibnu Amir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ علَّق تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ"
Barang siapa yang menggantungkan tamimah, sesungguhnya dia telah berbuat syirik.
Di dalam riwayat lain disebutkan seperti berikut:
"مَنْ تَعَّلق تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ ودَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ"
Barang siapa yang memakai kalung tamimah, maka semoga Allah tidak menjadikannya sebagai penangkal sakitnya. Dan barang siapa yang memakai kalung wada'ah, semoga Allah tidak menjadikannya sebagai penjagaan dari sakitnya.
Disebutkan dari Al-'Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"قَالَ اللَّهُ: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وشِرْكه".
Allah berfirman, "Akulah yang memberikan kecukupan kepada or­ang-orang yang mempersekutukan-(Ku) dari perbuatan musyriknya. Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang di dalamnya ia mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia bersama perbuatan syiriknya.”
Hadis ini merupakan riwayat Imam Muslim.
Dari Abu Sa'id ibnu Abu Fudalah, disebutkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ، يُنَادِي مُنَادٍ: مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ لِلَّهِ فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ".
Apabila Allah telah menghimpunkan orang-orang yang terdahulu dan yang terkemudian untuk menghadiri suatu hari yang tiada keraguan padanya (hari kiamat), maka berserulah (malaikat) juru penyeru mengatakan, "Barang siapa berbuat syirik dalam suatu amal yang dikerjakannya bagi Allah, maka hendaklah ia meminta pahalanya dari selain Allah. Karena sesungguhnya Allah-lah Yang memberikan kecukupan kepada orang-orang musyrik dari perbuatan syiriknya."
Hadis riwayat Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْث، عَنْ يَزِيدَ -يَعْنِي: ابْنَ الْهَادِ -عَنْ عَمْرٍو، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "إن أخْوَف ما أخاف عليكم الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ". قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رسول الله؟ قال: "الرياء، يقول الله يوم القيامة إذا جزى الناس بأعمالهم: اذهبوا إلى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Yazid (yakni Ibnul Had), dari Amr, dari Mahmud ibnu Labid, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya hal yang sangat aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah syirik kecil.” Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?” Rasulullah Saw. menjawab, "Riya (pamer). Allah Swt. berfirman di hari kiamat bila manusia diberi balasan amal perbuatannya, 'Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu kalian pamer kepada mereka ketika di dunia, lalu lihatlah, apakah kalian menjumpai balasan amal kalian di sisi mereka?'."
Ismail ibnu Ja'far telah meriwayatkannya dari Amr ibnu Abu Amr maula Al-Muttalib, dari Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، أَنْبَأَنَا ابْنُ لَهِيعة، أَنْبَأَنَا ابْنُ هُبَيْرة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "من رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: "أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ: اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hubairah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang kembali karena tiyarah-nya (alamat kesialannya) dari keperluannya, maka sesungguhnya dia telah syirik. Ketika mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kifarat perbuatan tersebut?" Rasulullah Saw. bersabda: Hendaknya seseorang di antara kalian mengucapkan,.”Ya Allah, tiada kebaikan kecuali hanya kebaikan-Mu, dan tiada tiyarah kecuali hanya tiyarah-Mu, dan tiada Tuhan selain Engkau.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ أَبِي عَلِيٍّ -رَجُلٍ مِنْ بَنِي كَاهِلٍ -قَالَ: خَطَبَنَا أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقَوْا هَذَا الشِّرْكَ، فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيب النَّمْلِ. فَقَامَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حَزْن وَقَيْسُ بْنُ الْمُضَارِبِ فَقَالَا وَاللَّهِ لَتُخْرِجَنَّ مِمَّا قُلْتَ أَوْ لَنَأْتِيَنَّ عُمَرَ مَأْذُونًا لَنَا أَوْ غَيْرَ مَأْذُونٍ، قَالَ: بَلْ أخرج مما قلت، خطبنا رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [ذَاتَ يَوْمٍ] فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقَوْا هَذَا الشِّرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ". فَقَالَ لَهُ مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ: فَكَيْفَ نَتَّقِيهِ وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "قُولُوا: اللَّهُمَّ إِنَّا نُعُوذُ بِكَ [مِنْ] أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman Al-Azrami, dari Abu Ali (seorang lelaki dari Bani Kahil) yang menceritakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah berkhotbah kepada kami yang isinya antara lain mengatakan, "Hai manusia, peliharalah diri kalian dari perbuatan syirik ini, karena sesungguhnya perbuatan syirik itu lebih tersembunyi daripada langkah-langkah semut." Maka berdirilah Abdullah ibnu Harb dan Qais ibnul Mudarib, lalu keduanya berkata, "Demi Allah, kamu harus mengeluarkan bukti apa yang kamu ucapkan atau kami benar-benar akan melaporkannya kepada Umar, baik kami diberi izin ataupun tidak." Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Aku akan mengeluarkan bukti dari apa yang aku ucapkan tadi, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami, antara lain beliau bersabda: 'Hai manusia, peliharalah diri kalian dari perbuatan syirik ini, karena sesungguhnya perbuatan syirik itu lebih tersembunyi daripada langkah-langkah semut.' Lalu ada seseorang yang ditakdirkan oleh Allah bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami menjaganya, padahal perbuatan itu lebih tersembunyi daripada langkah-langkah semut?' Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Katakanlah oleh kalian, 'Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan mempersekutukan Engkau dengan sesuatu yang kami ketahui, dan memohon ampun kepada-Mu terhadap perbuatan syirik yang tidak kami ketahui'.”
Menurut riwayat dari jalur lain, orang yang bertanya itu adalah Abu Bakar As-Siddiq, seperti yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli:
مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ لَيْث بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ، عَنْ مَعْقِل بْنِ يَسَار قَالَ: شَهِدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -أَوْ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "الشِّرْكُ أَخْفَى فِيكُمْ مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ". فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَهَلِ الشِّرْكُ إِلَّا مَنْ دَعَا مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشِّرْكُ فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ". ثُمَّ قَالَ: "أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا يُذهب عَنْكَ صَغِير ذَلِكَ وَكَبِيرَهُ؟ قُلِ: اللَّهُمَّ، أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لَا أَعْلَمُ"
melalui hadis Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Lais ibnu Abu Salim, dari Abu Muhammad, dari Ma'qal ibnu Yasar yang mengatakan bahwa ia menyaksikan Nabi Saw.; atau ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Bakar As-Siddiq, dari Rasulullah S^w. yang bersabda: "Syirik lebih tersembunyi di antara kalian daripada langkah-langkah semut.” Maka Abu Bakar bertanya, "Bukankah syirik itu hanyalah perbuatan orang yang menyeru Allah bersama tuhan lain­Nya?” Rasulullah Saw. bersabda, "Syirik lebih tersembunyi di antara kalian daripada langkah-langkah semut.” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang dapat melenyapkan darimu hal yang paling kecil dan yang paling besar dari perbuatan syirik itu? Yaitu ucapkanlah, 'Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu agar saya tidak mem­persekutukan Engkau (dengan sesuatu), sedangkan saya mengetahuinya), dan saya memohon ampun kepada Engkau dari perbuatan syirik yang tidak saya ketahui'.”
وَقَدْ رَوَاهُ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الْبَغَوِيُّ، عَنْ شَيْبَانَ بْنِ فَرُّوخ، عَنْ يَحْيَى بْنِ كَثِيرٍ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "الشِّرْكُ أَخْفَى فِي أُمَّتِي مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ عَلَى الصَّفَا". قَالَ: فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ النَّجَاةُ وَالْمَخْرَجُ مِنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكَ بِشَيْءٍ إِذَا قَلْتَهُ برئتَ مِنْ قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ وَصَغِيرِهِ وَكَبِيرِهِ؟ ". قَالَ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ"
Al-Hafiz Abul Qasim Al-Bagawi telah meriwayatkannya melalui Syaiban ibnu Farukh, dari Yahya ibnu Kasir, dari As-Sauri, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Abu Bakar As-Siddiq yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Syirik lebih tersembunyi di kalangan umatku daripada langkah-langkah semut di atas Bukit Safa. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Abu Bakar bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah jalan selamat dan jalan keluar dari hal tersebut?" Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah aku ceritakan kepadamu sesuatu yang apabila kamu mengucapkannya tentulah kamu terbebaskan dari yang sedikit dan dari yang banyaknya, serta dari yang kecil dan yang besarnya?" Abu Bakar menjawab, "Tentu saja mau, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Katakanlah, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau agar aku tidak mempersekutukan Engkau (dengan sesuatu), sedangkan aku mengetahuinya), dan aku memohon ampun kepada Engkau dari perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.”
Imam Daruqutni mengatakan bahwa Yahya ibnu Abu Kasir dikenal dengan nama julukan Abun Nadr, hadisnya matruk (tidak terpakai).
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi di dalam kitab sahih-nya, dan Imam Nasai telah meriwayatkan:
مِنْ حَدِيثِ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ عَاصِمٍ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي شَيْئًا أَقُولُهُ إِذَا أصبحتُ، وَإِذَا أمسيتُ، وَإِذَا أَخَذْتُ مَضْجَعِي. قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ، فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ"
melalui hadis Ya'la ibnu Ata; ia pernah mendengar Amr ibnu Asim yang pernah mendengar dari Abu Hurairah bahwa Abu Bakar As-Siddiq pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sesuatu doa yang aku ucapkan di pagi hari, petang hari, dan bila aku akan pergi ke peraduanku." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah, "Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan hawa nafsuku dan dari kejahatan setan serta kemusyrikannya.”
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya, dan dinilai sahih oleh Imam Nasai.
Menurut Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang bersumber darinya melalui hadis Lais ibnu Abu Salim, dari Mujahid, dari Abu Bakar As-Siddiq, "Abu Bakar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menganjurkan kepadaku untuk mengucapkan doa berikut." Kemudian disebutkan doa di atas, dan di akhirnya ditambahkan kalimat berikut:
"وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أجُرّه إِلَى مُسْلِمٍ"
Dan (aku berlindung kepada Engkau) agar aku tidak melakukan kejahatan atas diriku sendiri, atau aku menimpakannya kepada seorang muslim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka. (Yusuf: 107), hingga akhir ayat.
Yakni apakah mereka yang musyrik kepada Allah merasa aman akan kedatangan azab Allah yang meliputi mereka, sedangkan mereka tidak menyadari kedatangan azab itu? Ayat ini semakna dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 45-47)
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ}
Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 97-99)

Yusuf, ayat 108

{قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (108) }
Katakanlah, "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kepada manusia dan jin bahwa inilah jalan agamaku dan sunnahku, yaitu menyeru kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku menyeru kepada Allah dengan hujah yang nyata, keyakinan dan bukti akan kebenaran seruan ini. Seruan ini dilakukan pula oleh semua orang yang mengikuti jalanku atas dasar hujah yang nyata dan bukti yang jelas menurut rasio dan syara'.
Firman Allah Swt.:
{وَسُبْحَانَ اللَّهِ}
Mahasuci Allah. (Yusuf: 108)
Artinya, aku menyucikan Allah, mengagungkan-Nya, dan membesarkan­Nya dari semua kemusyrikan, tandingan, persamaan, anak, orang tua, istri, pembantu atau penasihat. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari memiliki kesemuanya itu dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra:44)

Yusuf, ayat 109

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا أَفَلا تَعْقِلُونَ (109) }
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memikirkannya?
Allah Swt. memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia mengutus rasul-rasul-Nya hanyalah dari kalangan kaum laki-laki, bukan kaum wanita. Demikianlah menurut pendapatjumhur ulama, seperti yang ditunjukkan oleh konteks ayat yang mulia ini. Disebutkan bahwa Allah Swt. tidak memberikan wahyu kepada seorang wanita pun dari kalangan anak Adam, yaitu wahyu yang mengandung hukum.
Sebagian di antara ulama menduga bahwa Sarah (istri Nabi Ibrahim), ibu Nabi Musa, dan Maryam binti Imran (ibu Nabi Isa) adalah nabi-nabi wanita. Mereka yang mengatakan demikian berpegangan kepada dalil yang mengatakan bahwa para malaikat telah menyampaikan berita gembira akan kelahiran Ishaq kepada Sarah, dan sesudah Ishaq akan dilahirkan pula Ya'qub. Demikian pula dalam Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ}
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susukanlah dia. (Al-Qashash: 7), hingga akhir ayat.
Dalil lain, malaikat datang kepada Maryam, lalu menyampaikan berita gembira akan kelahiran Isa kepadanya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:
{وَإِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (Ali Imran: 42-43)
Kedudukan itu memang diterima oleh mereka, tetapi bukan berarti bahwa mereka adalah nabi-nabi wanita. Apabila orang yang mengatakan demikian (bahwa mereka adalah nabi-nabi wanita) bermaksud dengan kedudukan itu sebagai kedudukan yang terhormat, maka tidak diragukan lagi kebenarannya. Timbul suatu pertanyaan, apakah dengan kedudukan ini sudah cukup dapat dianggap ke dalam kategori kenabian ataukah tidak?
Menurut pendapat ahli sunnah wal jamaah yang dinukil oleh Syekh Abul Hasan Ali ibnu Ismail Al-Asy'ari dari kalangan ulama ahli sunnah wal jamaah, tidak ada wanita yang menjadi nabi, sesungguhnya yang ada pada kalangan kaum wanita hanyalah sampai pada kedudukan siddiqah, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika menceritakan wanita yang paling mulia—yaitu Maryam binti Imran— melalui firman-Nya:
{مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang se­sungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar (siddiqah), kedua-duanya biasa memakan makanan. (Al-Maidah: 75)
Allah menyebutkan kedudukannya yang sangat terhormat dan mulia, yaitu wanita yang siddiqah. Seandainya Maryam adalah seorang nabi wanita, tentulah hal ini disebutkan; karena konteks kalimat dalam kaitan menyebutkan kedudukannya yang amat mulia dan terhormat. Akan tetapi, yang disebutkan hanyalah 'dia adalah seorang siddiqah'.
Ad-Dahhak telah mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki. (Yusuf: 109), hingga akhir ayat. Yakni bukanlah dari kalangan penduduk langit (malaikat) seperti yang kalian katakan.
Pendapat dari Ibnu Abbas ini diperkuat oleh firman-firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأسْوَاقِ}
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20), hingga akhir ayat.
{وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ}
Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas. (Al-Anbiya: 8-9)
{قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ} الْآيَةَ
Katakanlah, "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al-Ahqaf: 9), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
di antara penduduk kota. (Yusuf: 109)
Yang dimaksud dengan istilah qura ialah kota, bukan daerah pedalaman yang penduduknya adalah orang-orang yang kasar watak dan akhlaknya. Hal ini telah dimaklumi, bahwa penduduk kota itu mempunyai watak yang lebih lemah lembut ketimbang penduduk daerah pedalaman. Dan orang-orang yang tinggal di daerah yang ramai lebih mudah untuk diajak berkomunikasi daripada orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{الأعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ}
Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat kekafiran dan ke­munafikannya. (At-Taubah: 97), hingga akhir ayat.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: di antara penduduk kota. (Yusuf: 109) Bahwa demikian itu karena mereka lebih berpengetahuan dan lebih penyantun ketimbang orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman.
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk daerah pedalaman menghadiahkan seekor unta kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. terus-menerus membalas hadiahnya dengan memberinya yang lebih banyak hingga orang Badui itu puas. Lalu Nabi Saw. bersabda:
"لَقَدْ هَمَمْتُ أَلَّا أَتَّهِبَ هِبَةً إِلَّا مِنْ قُرَشِيٍّ، أَوْ أَنْصَارِيٍّ، أَوْ ثَقَفِيٍّ، أَوْ دَوْسِي".
Sesungguhnya aku berniat bahwa aku tidak mau menerima pemberian kecuali dari orang Quraisy atau orang Ansar atau ' orang Saqafi atau orang Dausi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ شَيْخٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ الْأَعْمَشُ: هُوَ [ابْنُ] عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، خَيْرٌ مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُمْ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Yahya ibnu Wassab, dari seorang syekh dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. yang menurut Al-A'masy adalah [Ibnu] Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar menghadapi gangguan, mereka adalah lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak pula sabar terhadap gangguan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi. (Yusuf: 109)
Yakni orang-orang yang mendustakan kamu, hai Muhammad, mengapa mereka tidak bepergian di muka bumi.
{فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. (Yusuf: 109)
dari kalangan umat-umat terdahulu yang mendustakan rasul-rasul, bagaimana Allah membinasakan mereka dan orang-orang kafir yang semisal dengan mereka. Makna ayat ini semisal dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami. (Al-Hajj: 46), hingga akhir ayat.
Apabila mereka mendengar berita itu, tentulah mereka berpikir bahwa Allah telah membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang mulariin. Itulah ketentuan hukum Allah pada makhluk-Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا}
dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. (Yusuf: 109)
Dengan kata lain, sebagaimana Kami selamatkan orang-orang mukmin di dunia ini, demikian pula Kami tetapkan keselamatan bagi mereka di dalam kehidupan akhirat nanti; dan kehidupan akhirat itu jauh lebih baik daripada kehidupan di dunia bagi mereka. Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang mengatakan:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi  orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi mereka­lah laknat, dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52)
Lafaz ad-dar di-mudaf-kan kepada lafaz al-akhirah. Untuk itu disebutkan:
{وَلَدَارُ الآخِرَةِ}
dan sesungguhnya kampung akhirat. (Yusuf: 109)
Perihalnya sama dengan idafah yang ada pada lafaz "صَلَاةُ الْأُولَى", مَسْجِدُ الْجَامِعِ, "عَامُ الْأَوَّلِ", بَارِحَةُ الْأُولَى, dan يَوْمُ الْخَمِيسِ.
Seorang penyair mengatakan:
أَتَمْدَحُ فَقْعَسًا وَتذمّ عَبْسًا ... أَلَا لِلَّهِ أمَّكَ مِنْ هَجين ...
وَلو أقْوتْ عَلَيك ديارُ عَبْسٍ ... عَرَفْتَ الذُّلَّ عرْفانَ اليَقين
Apakah engkau memuji Faq'asan dan mencela Abs?
Demi Allah, cegahlah kamu dari mencela,
seandainya aku ajak kamu keliling ke rumah-rumah Abs,
tentulah kamu mengetahui kehinaan (yang ada padanya) dengan pengetahuan yang meyakinkan.

Yusuf, ayat 110

{حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ (110) }
Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.
Allah Swt. menyebutkan bahwa pertolongan-Nya diturunkan atas rasul-rasul-Nya semuanya di saat mereka dalam kesempitan dan menunggu pertolongan dari Allah dalam waktu-waktu yang sangat genting. Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu:
{وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ}
dan diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?” (Al-Baqarah: 214), hingga akhir ayat.
Sehubungan dengan firman Allah Swt.:
{كُذِبُوا}
mereka telah didustakan. (Yusuf: 110)
Ada dua qiraat mengenainya, salah satu membacanya dengan memakai tasydid sehingga menjadi قَدْ كُذِّبُوا; qira’at inilah yang dibacakan oleh Siti Aisyah r.a.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Saleh, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka). (Yusuf: 110), hingga akhir ayat. Kuzibu ataukah kuzzibu! Maka Siti Aisyah menjawab, "Kuzzibu." Urwah berkata, "Berarti para rasul merasa yakin bahwa kaum mereka telah mendustakan mereka? Lalu bagaimanakah kedudukan lafaz zan (dugaan)?" Siti Aisyah menjawab, "Memang, demi umurku, para rasul itu telah yakin akan hal tersebut." Urwah berkata kepada Aisyah menyitir firman Allah Swt. yang mengatakan: dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, (Yusuf: 110) Siti Aisyah berkata, "Na'uzu Billah, jauh dari kemungkinan rasul-rasul mempunyai dugaan seperti itu kepada Tuhannya." Urwah berkata, "Lalu apakah yang dimaksud oleh ayat ini?" Siti Aisyah menjawab bahwa mereka adalah para pengikut rasul-rasul yang beriman kepada Tuhan mereka dan membenarkan rasul-rasul. Maka ketika bencana terus-menerus menimpa mereka dan pertolongan dari Allah dirasakan lambat oleh mereka: sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi. (Yusuf: 110) . tentang keimanan orang-orang yang mendustakan mereka dari kalangan kaumnya, dan para rasul menduga bahwa para pengikutnya telah mendustakan mereka, maka datanglah pertolongan Allah saat itu juga.
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Urwah; ia berkata kepada Siti Aisyah, "Barangkali ayat ini dibaca kuzibu tanpa memakai tasydid." Siti Aisyah menjawab, "Ma 'azallah, jauh dari kemungkinan." Demikianlah menurut Imam Bukhari.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan berikut: dan merasa yakin bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Yakni dengan bacaan takhfif, tanpa tasydid. Ibnu Abu Mulaikah (yakni Abdullah) melanjutkan kisahnya, "Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa para rasul itu adalah manusia." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Ibnu Juraij mengatakan, Ibnu Abu Mulaikah berkata kepadanya bahwa Urwah telah bercerita kepadanya, dari Siti Aisyah, bahwa Siti Aisyah menentang bacaan takhfif itu, tidak mau menerimanya, dan berkata, "Tidak sekali-kali Allah menjanjikan kepada Nabi Muhammad sesuatu hal kecuali Nabi Muhammad merasa yakin bahwa hal itu pasti terjadi, hingga beliau wafat. Akan tetapi bencana terus-menerus menimpa para rasul sehingga mereka menduga bahwa orang-orang yang bersama mereka dari kalangan orang-orang yang beriman telah mendustakan mereka."
Ibnu Abu Mulaikah mengatakan dalam hadis Urwah, bahwa Siti Aisyah membacanya kuzzibu dengan tasydid berasal dari masdar takzib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa seseorang datang kepada Al-Qasim ibnu Muhammad, lalu berkata, "Sesungguhnya Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Maka Al-Qasim berkata, "Katakanlah kepadanya dariku bahwa aku telah mendengar Siti Aisyah —istri Nabi Saw.— membacanya dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan.' (Yusuf: 110) Yakni kuzzibu, dan Siti Aisyah mengatakan bahwa para rasul didustakan oleh pengikut-pengikutnya." Sanad asar ini sahih juga.
Bacaan yang kedua ialah bacaan takhfif tanpa tasydid. Para ulama berbeda pendapat mengenai tafsirnya.
Ibnu Abbas telah mengatakan seperti yang telah disebutkan di atas. Dan dari Ibnu Mas'ud — menurut riwayat Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah— disebutkan bahwa ia (Abdullah ibnu Mas'ud) membacanya dengan bacaan berikut: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) dengan bacaan takhfif tanpa tasydid. Abdullah mengatakan bahwa inilah bacaan yang makruh.
Demikianlah dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh perawi lainnya yang bersumber dari keduanya. Yang dari Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Al-A'masy, dari Muslim, dari Ibnu Abbas, disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Bahwa setelah para rasul tidak mempunyai harapan lagi kaumnya akan menaati mereka, dan kaumnya menduga bahwa para rasul telah berdusta kepada mereka, maka saat itu datanglah pertolongan Allah. lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. (Yusuf: 110)
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Imran ibnul Haris As-Sulami, Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah, Ali ibnu AbuTalhah, dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Arim Abun Nu' man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah Al-Jazari yang mengatakan bahwa seorang pemuda dari kabilah Quraisy bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair, "Jelaskanlah kepadaku, hai Abu Abdullah, bagaimana bacaan ayat ini; karena sesungguhnya apabila bacaanku sampai kepadanya, aku berharap tidak membacanya," yaitu firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan. (Yusuf: 110) Sa'id ibnu Jubair menjawab, "Ya, setelah para rasul tidak mempunyai harapan lagi bahwa kaumnya membenarkan mereka, dan rasul yang diutus kepada mereka (kaumnya) menduga bahwa para rasul (terdahulu) telah didustakan." Maka Ad-Dahhak ibnu Muzahim berkata bahwa ia belum pernah melihat seorang lelaki seperti hari ini yang mengakui dirinya berilmu, pastilah dia akan terpesona.”Seandainya aku berangkat ke negeri Yaman untuk keperluan seperti ini, maka itu masih ringan."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari jalur lain yang menyebutkan bahwa Muslim ibnu Yasar bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang hal itu, lalu Sa'id ibnu Jubair menjawab dengan jawaban tersebut. Lalu Muslim ibnu Yasar bangkit dan memeluk Sa'id ibnu Jubair dan berkata, "Semoga Allah memberikan pertolongan kepadamu sebagaimana engkau telah memberikan pertolongan kepadaku." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh beberapa jalur, dari Sa'id ibnu Jubair; bahwa Sa'id ibnu Jubair menafsirkannya dengan pengertian tersebut. Penafsiran yang sama telah dikemukakan pula oleh Mujahid ibnu Jabr dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya seorang, sehingga disebutkan bahwa Mujahid membacanya dengan bacaan kazabu dengan huruf zal yang di-fathah-kan. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, hanya sebagian ulama yang menafsirkannya dengan qiraat ini mengembalikan damir yang ada dalam firman-Nya, "Annahum," kepada para pengikut rasul-rasul dari kalangan kaum mukmin. Di antara ulama lainnya ada yang mengembalikan damir ini kepada orang-orang kafir dari kalangan umat mereka. Yakni orang-orang kafir itu menduga bahwa para rasul telah berdusta terhadap janji yang mereka katakan, yaitu pertolongan Allah akan datang.
Adapun pendapat Ibnu Mas'ud, maka diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah, menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari Muhammasy ibnu Ziyad Ad-Dabbi, dari Tamim ibnu Hazm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi. (Yusuf: 110) Yaitu tentang keimanan kaumnya kepada mereka, dan kaum mereka —ketika pertolongan Allah datang terlambat— menduga bahwa para rasul itu dusta. Yakni dengan bacaan takhfif.
Kedua riwayat yang masing-masing dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas ditolak oleh Siti Aisyah. Penolakannya itu dikemukakannya di hadapan orang-orang yang menafsirkannya dengan tafsiran tersebut. Pendapat Siti Aisyah ini dibela oleh Ibnu Jarir, dan ia meluruskan pendapat yang terkenal dari jumhur ulama serta menolak mentah-mentah pendapat lainnya; ia tidak mau menerimanya dan tidak merestuinya.

Yusuf, ayat 111

{لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (111) }
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Allah Swt. menyebutkan bahwa sesungguhnya di dalam kisah-kisah para rasul dengan kaumnya masing-masing, dan bagaimana Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman serta Kami binasakan orang-orang yang kafir:
{عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ}
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Yusuf: 111)
Al-albab adalah bentuk jamak lubb, artinya akal.
{مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى}
Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat. (Yusuf: 111)
Artinya, Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang dibuat-buat oleh selain Allah, yakni bukanlah hal yang dusta, bukan pula buat-buatan.
{وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ}
tetapi membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya. (Yusuf: 111)
Yakni membenarkan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan dari langit. Al-Qur'an membenarkan apa yang benar yang ada dalam kitab-kitab terdahulu itu, juga membuang semua perubahan, penggantian, dan penyelewengan yang ada pada kitab-kitab terdahulu; serta menghukuminya dengan me-mansukh (merevisi)nya, atau menguatkannya jika benar.
{وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ}
dan menjelaskan segala sesuatu. (Yusuf: 111)
Halal dan haram, hal yang disukai serta hal yang dibenci, dan lain sebagainya yang berupa perintah ketaatan, kewajiban, dan hal-hal yang disunatkan, serta larangan mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan yang sejenisnya dari hal-hal yang dimakruhkan. Di dalam Al-Qur'an terdapat berita tentang perkara-perkara yang besar, hal-hal gaib yang akan terjadi di masa mendatang secara global dan terinci. Juga berita tentang Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahasuci asma-asma dan sifat-sifat-Nya, dan kesucian Allah dari persamaan dengan makhluk-Nya. Karena itulah Al-Qur'an disebutkan:
{هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yusuf: 111)
Yakni memberi petunjuk hati mereka dari kesesatan- menuju jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju jalan yang lurus, dengan mengharapkan rahmat Tuhan semua hamba di dunia ini dan di akhirat nanti saat semuanya dikembalikan.
Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung, semoga Dia menjadikan kita termasuk di antara mereka yang mendapat rahmat Allah Swt. di dunia dan akhirat, yaitu di hari mendapat keberuntungan orang-orang yang wajah mereka putih bersih, sedangkan orang-orang yang merugi wajah mereka hitam legam.
آخَرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ يُوسُفَ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ وَبِهِ الْمُسْتَعَانُ وَعَلَيْهِ التكلان، وهو حسبنا ونعم الوكيل.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar