Rabu, 13 April 2016

8.01. Al Anfal 1-35



8. SURAT AL-ANFAL

تَفْسِيرُ سُورَةِ الْأَنْفَالِ
(Rampasan perang)
Madaniyyah, 75 ayat kecuali ayat 30 hingga 36 Makkiyyah. Turun sesudah Surat Al-Baqarah
Surat ini Madaniyah, terdiri atas tujuh puluh lima ayat, seluruh kalimatnya berjumlah seribu enam ratus tiga puluh satu, sedangkan hurufnya ada lima ribu dua ratus sembilan puluh empat.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

An-Anfal, ayat 1


{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (1) }
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.
Imam Bukhari mengatakan, "Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan anfal ialah harta rampasan perang."
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman,-telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang surat Al-Anfal. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Surat ini diturunkan di Badar."
Adapun riwayat yang berpredikat mu’allaq dari Ibnu Abbas, maka ia diriwayatkan oleh Ali Ibnu Abu Talhah , dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan, "Yang dimaksud dengan anfal ialah ganimah (harta rampasan perang). Pada awal mulanya harta rampasan perang hanyalah untuk Rasulullah Saw., tiada seorang pun yang berhak mengambilnya barang sedikit pun."
Pendapat yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata Ad-Dahhak, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, Muqatil ibnu Hayyan, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang; mereka mengatakan bahwa anfal ialah ganimah.
Al-Kalbi telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; ia mengatakan bahwa anfal ialah ganimah.
Sehubungan dengan pengertian ini, Labid —seorang penyair— dalam salah satu bait syairnya mengatakan:
إِنَّ تَقْوَى رَبّنَا خيرُ نَفَلوَبِإِذْنِ اللهِ رَيثي وَعَجَلْ
Sesungguhnya takwa kepada Tuhan kami merupakan ganimah yang paling baik, dan ketenangan serta ketergesa-gesaanku hanyalah semata-mata karena seizin Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, dari Ibnu Syihab, dari Al-Qasim ibnu Muhammad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna anfal. Maka Ibnu Abbas r.a. menjawab bahwa kuda termasuk harta rampasan, dan harta benda termasuk harta rampasan. Kemudian lelaki itu mengulangi lagi pertanyaannya, maka Ibnu Abbas menjawabnya dengan jawaban yang serupa. Tetapi lelaki itu bertanya lagi, "Al-Anfal yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an itu apa maksudnya?' Al-Qasim ibnu Muhammad melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu terus mencecar Ibnu Abbas dengan pertanyaannya hingga hampir membuat Ibnu Abbas marah (karena lelaki itu masih juga tidak mau mengerti). Maka Ibnu Abbas berkata, "Tahukah kalian, siapakah yang mirip dengan orang ini? Ia mirip dengan tukang samak kulit yang dipukul oleh Umar ibnul Khattab."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mamar, dari Az-Zuhri dari Al Qasim Ibnul Muhammad yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah bercerita, Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. apabila ditanya mengenai suatu masalah, maka ia mengatakan, 'Saya bukan orang yang memerintahmu, bukan pula orang yang melarangmu." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, tidak sekali-kali Allah mengutus Nabi-Nya Saw. melainkan sebagai juru pemberi peringatan lagi memerintah dan menghalalkan serta mengharamkan." Al-Qasim melanjutkan kisahnya, "Lalu ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai makna anfal. Ibnu Abbas menjawab, 'Seorang lelaki dapat saja menghadiahkan kuda dan senjatanya kepada lelaki lain,' Lelaki itu mengulangi lagi pertanyaannya, dan Ibnu Abbas menjawabnya dengan jawaban yang serupa. Lalu lelaki itu kembali bertanya kepada Ibnu Abbas, sehingga Ibnu Abbas emosi karenanya. Kemudian Ibnu Abbas berkata, 'Tahukah kalian, siapakah yang mirip dengan orang ini? Dia mirip dengan tukang samak kulit yang pernah dipukul oleh Umar ibnul Khattab, hingga darahnya mengalir sampai kedua tumitnya atau sampai membasahi kedua kakinya. Maka lelaki itu mengatakan, 'Adapun engkau, maka Allahlah yang akan memberikan pembalasannya mengingat usiamu'."
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Dalam asar ini disebutkan bahwa Ibnu Abbas menafsirkan kata anfal dengan pengertian 'hadiah yang diberikan oleh imam kepada sebagian orang', hadiah itu diambil oleh imam dari harta rampasan atau harta lainnya, sesudah imam membagi-bagikan rampasan yang pokok. Pengertian inilah yang cepat ditangkap oleh kebanyakan ulama fiqih dari lafaz an-nafl.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa sesungguhnya mereka (para sahabat) pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang seperlima ganimah sesudah empat perlimanya dibagikan. Maka turunlah firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal: 1)
Ibnu Mas'ud dan Masruq mengatakan bahwa tidak ada nafl pada hari pertempuran. Sesungguhnya Nafl hanya dilakukan sebelum kedua barisan bertempur. Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari keduanya.
Ibnul Mubarak dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al- Anfal: 1) Bahwa mereka menanyakan kepadamu tentang harta rampasan yang diperoleh kaum muslim dari kaum musyrik tanpa melalui perang, baik berupa hewan kendaraan ataupun budak laki-laki atau budak perempuan atau harta benda. Maka hal itu merupakan nafl’ buat Nabi Saw., beliau dapat melakukannya menurut apa yang disukainya. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa makna nafl sama dengan fai’ yaitu barang yang diambil dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut ialah harta rampasan pasukan khusus. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Saleh ibnu Hay yang mengatakan bahwa telah sampai suatu berita yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal: 1) Yang dimaksud ialah saraya (bentuk jamak dari sariyyah yang artinya pasukan khusus). Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud ialah hadiah yang diberikan oleh imam kepada sebagian anggota pasukan sebagai tambahan dari bagian mereka lebih dari bagian pasukan lainnya. Hal ini telah dijelaskan oleh Asy-Sya'bi, dan Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa anfal ialah bagian ganimah yang dilebihkan.
Pendapat ini diperkuat dengan sebuah riwayat yang menerangkan tentang latar belakang turunnya ayat ini. yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ، وَقُتِلَ أَخِي عُمَيْر، وَقَتَلْتُ سَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَأَخَذْتُ سَيْفَهُ، وَكَانَ يُسَمَّى "ذَا الْكَتِيفَةِ"، فَأَتَيْتُ بِهِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "اذْهَبْ فَاطْرَحْهُ فِي الْقَبَضِ". قَالَ: فَرَجَعْتُ وَبِي مَا لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَتْلِ أَخِي وَأَخْذِ سَلَبِي. قَالَ: فَمَا جَاوَزْتُ إِلَّا يَسِيرًا حَتَّى نَزَلَتْ سُورَةُ الْأَنْفَالِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "اذهب فخذ سيفك"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Muhammad ibnu Ubaidillah As-Saqafi. dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan.”Ketika Perang Badar berkecamuk dan saudaraku Umar gugur, maka aku membunuh Sa'id ibnul As dan aku rampas pedangnya yang diberi nama Zal Katffah. Kemudian aku menyerahkannya kepada Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda: 'Pergilah, dan letakkanlah pedang itu di tempatnya semula'.” Lalu Sa'd ibnu Abu Waqqas meletakkan pedang itu dan kembali dalam keadaan sangat sedih —hanya Allah yang mengetahuinya— karena saudaranya telah gugur dan harta rampasannya diambil. Tidak berapa lama sesudah itu turunlah surat Al-Anfal. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Pergilah kamu dan ambillah harta rampasanmu!
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجود، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ شَفَانِي اللَّهُ الْيَوْمَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَهَبْ لِي هَذَا السَّيْفَ. فَقَالَ: "إِنَّ هَذَا السَّيْفَ لَا لَكَ وَلَا لِي، ضَعْهُ" قَالَ: فَوَضَعْتُهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ، قُلْتُ: عَسَى أَنْ يُعْطَى هَذَا السَّيْفُ الْيَوْمَ مَنْ لَا يُبْلِي بَلَائِي! قَالَ: رَجُلٌ يَدْعُونِي مِنْ وَرَائِي، قَالَ: قُلْتُ: قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ فِيَّ شَيْئًا؟ قَالَ: "كُنْتَ سَأَلْتَنِي السَّيْفَ، وَلَيْسَ هُوَ لِي وَإِنَّهُ قَدْ وُهِبَ لِي، فَهُوَ لَكَ" قَالَ: وَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ}
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Asim ibnu Abun Nujud, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd ibnu Malik yang menceritakan bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah memuaskanku pada hari ini dari orang-orang musyrik, mdka berikanlah pedang ini kepadaku." Tetapi Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya pedang ini bukan untukmu, bukan pula untukku Letakkanlah pedang ini. Lalu aku (Sa'd ibnu Malik) meletakkannya dan aku pergi seraya berkata kepada diriku sendiri, "Barangkali pedang ini akan diberikan kepada orang yang tidak mendapat cobaan seperti cobaan yang aku alami.  Sa'd ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Tidak lama kemudian ada seorang lelaki menyeruku dari arah belakang, sehingga aku berkata kepada diriku, 'Sesungguhnya Allah telah menurunkan sesuatu berkenaan denganku.' Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya engkau pernah meminta kepadaku pedang ini, padahal pedang ini bukan hasil rampasanku, tetapi diberikan kepadaku. Maka sekarang pedang ini kukembalikan kepadamu sebagai milikmu." Sa'd ibnu Malik mengata­kan bahwa Allah Swt. telah menurunkan ayat ini: Mereka menanyakan kepadaku tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul.” (Al-Anfal: 1)
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi. dan Imam Nasai telah meriwayat­kannya melalui berbagai jalur dari Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi:
أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنَا سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ مُصْعَبَ بْنَ سَعْدٍ، يُحَدِّثُ عَنْ سَعْدٍ قَالَ: نَزَلَتْ فِيَّ أَرْبَعُ آيَاتٍ: أَصَبْتُ سَيْفًا يَوْمَ بَدْرٍ، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: نَفِّلْنِيه. فَقَالَ: "ضَعْهُ مِنْ حَيْثُ أَخَذْتَهُ" مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ عَاوَدْتُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ضَعْهُ مِنْ حَيْثُ أَخَذْتَهُ"، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: "يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Sammak ibnu Harb yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Sa'd menceritakan hadis dari Sa'd yang mengatakan bahwa telah diturunkan empat ayat berkenaan dengan dirinya. Ia pernah memperoleh sebilah pedang dalam perang badar, lalu ia datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Bolehkah pedang ini untukku sebagai nafilah?" Nabi Saw. bersabda, "Letakkanlah pedang itu di tempat semula ketika engkau mengambilnya," sebanyak dua kali. Kemudian ia mengulangi permintaan, tetapi Nabi Saw. bersabda, "Letakkanlah pedang itu di tempat semula ketika engkau mengambilnya." Maka turunlah ayat ini, yaitu: mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan (Al-Anfal: 1), hingga akhir ayat.
Hadis dalam bentuk lengkapnya ada pada penyebab turunnya firman Allah Swt:
{وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا}
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. (Al-Ankabut: 8)
{إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ}
sesungguhnya (meminum) khamr dan berjudi. (Al-Maidah: 90)
Dan ayat lainnya mengenai wasiat.
Imam Muslim telah meriwayat­kannya di dalam kitab Sahih-nya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Abu Bakar, dari sebagian orang dari kalangan Bani Sa'idah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Usaid (yaitu Malik ibnu Rabi'ah) mengatakan bahwa ia berhasil merampas pedang Ibnu Aiz dalam Perang Badar, pedangnya itu diberi nama Al-Mirzabun. Ketika Rasulullah Saw. memerintahkan kepada semua orang untuk mengumpulkan semua rampasan yang berada di tangan mereka, maka ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. seraya membawa pedang rampasan itu, lalu ia melemparkannya di tempat pengumpulan ganimah. Dan Rasulullah Saw. tidak pernah menolak sesuatu pun yang diminta darinya. Kemudian Al-Arqam ibnu Abul Arqam Al-Makhzumi melihat pedang tersebut, lalu ia memintanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan pedang itu kepadanya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur periwayatan yang lain.
Penyebab lain yang melatarbelakangi turunnya ayat ini
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Abdur Rahman, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Mak-hul, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubadah tentang makna Al-Anfal. Maka Ubadah menjawab bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang ikut dalam Perang Badar, yaitu ketika kami berselisih pendapat tentang harta rampasan sehingga pekerti kami menjadi buruk karenanya. Maka Allah Swt. mencabutnya dari tangan kami dan menjadikannya di bawah kekuasaan tangan Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw. membagikannya di antara sesama kami dengan pembagian yang rata.
Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq, dari Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Abdullah ibnu Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Abu Salamah, dari Abu Umamah, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah Saw., dan saya ikut berperang bersamanya di medan Perang Badar. Kedua belah pasukan bertempur dan Allah mengalahkan musuh kami. Kemudian segolongan dari kami mengejar pasukan musuh yang melarikan diri dan memerangi mereka, sedangkan segolongan lagi tetap berada di medan perang, mengumpulkan ganimah. Segolongan yang lainnya ada tetap di markas pasukan kaum muslim menjaga keselamatan Rasulullah Saw. agar jangan dibokong oleh musuh saat sedang dalam keadaan lalai. Dan pada malam harinya sebagian di antara pasukan kaum muslim berebutan ganimah dengan sebagian yang lainnya. Orang-orang yang mengumpulkan ganimah mengatakan, 'Kamilah yang mengumpul­kannya, maka tiada seorang pun yang beroleh bagian selain kami.' Sedangkan orang-orang yang pergi mengejar musuh mengatakan, "Kalian bukanlah orang-orang yang lebih berhak padanya daripada kami. Kamilah yang menjadi benteng Nabi Saw. dari pasukan musuh, dan kami berhasil mengalahkan mereka. Dan orang-orang yang tetap mengawal Rasulullah Saw. berkata, 'Kami merasa khawatir bila musuh menyerang Rasulullah. Saw. dengan serangan bokongan saat tidak terkawal, sehingga kami sibuk dengan pekerjaan kami.' Maka saat itulah turun firman Allah Swt.: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian." (Al-Anfal: 1) Maka Rasulullah Saw. membagi-bagikannya di antara semua kaum muslim. Rasulullah Saw. apabila melakukan peperangan di tanah musuh, maka beliau Saw. selalu beroleh seperempat dari harta rampasan. Apabila melakukan perang dalam perjalanan pulangnya, beliau mendapat sepertiga dari harta rampasan, dan beliau Saw. tidak menyukai harta rampasan."
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri, dari Abdur Rahman ibnul Haris dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.
Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nys. telah meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahman ibnul Haris. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Abu Daud, Imam Nasai, Ibnu jarir, dan Ibnu Murdawaih yang lafaz (teks) hadis berikut menurut yang ada padanya, demikian pula Ibnu Hibban serta Imam Hakim, semuanya meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar, Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa yang berbuat anu dan anu, maka baginya hadiah anu dan anu." Maka pasukan kaum muslim yang berusia muda segera melaksanakannya, sedangkan yang berusia tua tetap berada di bawah panji-panji, mempertahankan diri. Kemudian ketika ganimah diperoleh mereka, maka para pemuda datang untuk menuntut hadiah yang disediakan bagi mereka. Tetapi orang-orang yang telah berusia tua berkata, "Janganlah kalian mementingkan diri sendiri dan melalaikan kami, karena sesungguhnya kami adalah, sebagai benteng bagi kalian.”Sekiranya kalian terpukul mundur, niscaya kalian akan kembali kepada kami." Mereka bersengketa. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal: 1) sampai dengan firman-Nya: dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. (Al-Anfal: 1)
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar, Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa yang membunuh musuh, maka baginya hadiah anu dan anu; dan barang siapa yang berhasil menawan musuh, maka baginya hadiah anu dan anu." Lalu datanglah Abul Yusr dengan membawa dua orang tawanan dan berkata, "Wahai Rasulullah, semoga Allah melimpahkan salawat­Nya kepadamu, manakah hadiah kami?" Maka Sa'd ibnu Ubadah berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau, jika memberi mereka, niscaya sahabat-sahabatmu tidak kebagian sesuatu pun. Dan sesungguhnya tiada yang mencegah kami dari hal ini karena enggan dengan upah (hadiah) dan takut kepada musuh, melainkan kami tetap di posisi kami demi mengawal engkau dan karena khawatir bila musuh datang menyerangmu dari arah belakang." Akhirnya mereka bersengketa, lalu turunlah firman Allah Swt.: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul." (Al-A'raf: 1) Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa turun pula firman-Nya yang lain, yaitu: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah. (Al-Anfal: 41), hingga akhir ayat.
Imam Abu Ubaidillah Al-Qasim ibnu Salam rahimahullah di dalam kitab 'Harta-harta yang Diakui oleh Syariat dan Penjelasan mengenai Sumber-sumber serta Pengalokasiannya' mengatakan bahwa anfal adalah harta rampasan perang, dan termasuk pula semua yang diperoleh kaum muslim dari harta benda kafir harbi. Dan mula-mula seluruh anfal yang diperoleh kaum muslim diberikan kepada Rasulullah Saw. Allah Swt. telah berfirman sehubungan hal ini: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul." (Al-Anfal: 1) Kemudian Rasulullah Saw. membagi-bagikannya dalam Perang Badar sesuai dengan petunjuk Allah, tanpa membagikannya menjadi lima bagian, seperti yang kami sebutkan dalam hadis Sa'd di atas tadi. Setelah itu turunlah ayat khumus yang berfungsi me-nasakh ayat ini.
Menurut kami, demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, mengatakan hal yang sama. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, dan As-Saddi.
Lain pula dengan Ibnu Zaid, ia mengatakan bahwa ayat ini tidak di-nasakh, bahkan tetap muhkam. Abu Ubaid mengatakan bahwa sehubungan dengan hal ini banyak asar yang mengisahkannya.
Anfal menurut kata asalnya berarti himpunan semua ganimah, hanya saja istilah khumus adalah sebagian dari anfal yang dikhususkan buat pemiliknya sesuai dengan petunjuk dari Al-Qur'an dan yang diberlakukan oleh sunnah.
Makna anfal menurut istilah bahasa orang Arab artinya setiap kebaikan yang diberikan oleh pelakunya sebagai hadiah darinya dan tidak wajib baginya melakukan hal tersebut. Dan anfal yang dihalalkan oleh Allah bagi kaum mukmin dari harta musuh mereka itu tiada lain merupakan sesuatu yang dikhususkan oleh Allah untuk mereka, sebagai  karunia dari Allah buat mereka. Demikian itu karena pada masa yang lalu ganimah diharamkan atas umat-umat yang terdahulu sebelum kaum muslim, kemudian Allah menghalalkannya bagi umat ini. Demikianlah asal mula riwayat anfal.
Menurut kami, hal yang membuktikan kebenarannya disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Jabir r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ، إِلَى أَنْ قَالَ: "وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي"
Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Jabir melanjutkan hadisnya sampai pada sabda Rasul Saw.: Dan dihalalkan bagiku ganimah, padahal sebelumnya tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku. hingga akhir hadis.
Selanjutnya Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa hadiah yang diberikan oleh imam kepada pasukan tempur dinamakan nafilah, yakni memberikan hadiah kepada sebagian pasukan karena perannya yang utama sehingga ia beroleh bagian lebih dari bagian yang lainnya. Hal ini dilakukan oleh imam berdasarkan kriteria pengorbanan­nya kepada Islam dan perannya dalam mengacaukan barisan musuh.
Sehubungan dengan nafilah yang diberikan oleh imam, ada empat perkara yang disunatkan, masing-masing mempunyai kedudukan tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya, yaitu:
Pertama, nafilah yang tidak ada bagian seperlimanya. Hal ini dinamakan salab (rampasan dari musuh yang dibunuh),
Kedua, nafilah yang berasal dari ganimah sesudah bagian seperlima dikeluarkan dari keseluruhannya. Misalnya seorang imam mengirimkan suatu pasukan ke suatu daerah pertempuran, lalu pasukan yang dikirimkannya itu kembali dengan membawa ganimah, maka bagi pasukan itu mendapat seperempat atau sepertiga dari apa yang berhasil diraihnya, sesudah terlebih dahulu mengambil bagian seperlimanya.
Ketiga, nafilah yang berasal dari seperlima itu sendiri. Misalnya ganimah diperoleh, lalu seluruhnya dikumpulkan dan dibagi menjadi lima bagian. Apabila imam telah mengambil bagian seperlimanya, maka imam boleh memberikan nafilah dari bagiannya itu kepada pasukan yang bersangkutan menurut kebijaksanaannya.
Keempat, nafilah yang termasuk ke dalam keseluruhan ganimah, sebelum sesuatu dari ganimah tersebut dibagi menjadi lima bagian. Misalnya imam memberikan hadiah kepada para penunjuk jalan, para penggembala ternak, dan orang-orang yang mengiringnya.
Sehubungan dengan masing-masing dari yang tersebut di atas, masalahnya masih diperselisihkan. Ar-Rabi' mengatakan bahwa Imam Syafi'i mengatakan.”Anfal tidak boleh dikeluarkan dari pokok ganimah sebelum dibagi menjadi lima bagian, selain dari salab."
Abu Ubaid mengatakan.”Termasuk nafilah ialah sesuatu yang ditambahkan kepada mereka selain dari bagian yang merupakan hak mereka (pasukan). Hal ini diambil dari seperlima bagian Nabi Saw., karena sesungguhnya Nabi Saw. beroleh seperlima dari seperlima tiap-tiap ganimah. Sehubungan dengan hal ini seorang imam dituntut untuk berijtihad dalam membagi-bagikannya. Dengan kata lain, apabila jumlah musuh banyak dan kekuatan mereka lebih kuat, sedangkan pasukan kaum muslim yang menghadapinya tidak berimbang, maka imam boleh menyediakan nafilah (hadiah) karena mengikut kepada sunnah Rasulullah Saw. Apabila keadaannya tidak demikian, maka imam tidak perlu memberikan nafilah."
Pendapat yang ketiga mengatakan, "Termasuk nafilah ialah apabila imam mengirimkan suatu pasukan khusus atau pasukan biasa, lalu imam mengatakan kepada mereka sebelum bertempur dengan musuh, bahwa mereka akan mendapat sesuatu hadiah sesudah khumus. Maka hadiah tersebut berhak mereka peroleh sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh imam, karena mereka bertempur dengan imbalan tersebut dan hal itulah yang mereka setujui."
Sehubungan dengan perkataan Abu Ubaid yang menyatakan bahwa sesungguhnya ganimah Badar tidak di-takhmis (dibagi lima), kebenarannya masih perlu dipertimbangkan. Hal ini dapat dibantah oleh kisah Ali ibnu Abu Talib sehubungan dengan kedua mata-matanya yang berhasil memperoleh bagian dari khumus karenanya pada hari Perang Badar. Kami telah menjelaskan hal tersebut di dalam Kitab As-Sirah dengan keterangan yang memuaskan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ}
sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaiki/ah hubungan di antara sesama kalian. (An-Anfal: 1)
Artinya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam semua urusan kalian, dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, janganlah kalian saling aniaya, saling bertengkar, dan saling perang mulut. Karena hidayah dan ilmu yang telah diberikan oleh Allah kepada kalian jauh lebih baik daripada apa yang kalian persengketakan itu.
{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ}
dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. (Al-Anfal: 1)
Yakni terimalah apa yang dibagikan Nabi Saw. kepada kalian, karena sesungguhnya pembagian yang dilakukan olehnya semata-mata hanyalah berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, yaitu berdasarkan keadilan dan kebijaksanaan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal ini merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya agar mereka bertakwa dan memperbaiki hubungan di antara sesama mereka; pelanggaran terhadap hal ini berarti dosa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian. (Al-Anfal: 1) Yakni janganlah kalian saling mencaci.
Sehubungan dengan hal ini kami akan mengetengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Ahmad ibnu Ali ibnu Al-Musanna Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مجاهد بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ شَيْبَةَ الْحَبَطِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ، إِذْ رَأَيْنَاهُ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ ثَنَايَاهُ، فَقَالَ عُمَرُ: مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي؟ فَقَالَ: "رَجُلَانِ جَثَيَا مِنْ أُمَّتِي بَيْنَ يَدَيْ رَبِّ الْعِزَّةِ، تَبَارَكَ وَتَعَالَى، فَقَالَ أَحَدُهُمَا: يَا رَبِّ، خُذْ لِي مَظْلَمَتِي مِنْ أَخِي. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَعْطِ أَخَاكَ مَظْلَمَتَكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، لَمْ يَبْقَ مِنْ حَسَنَاتِي شَيْءٌ. قَالَ: رَبِّ، فَلْيَحْمِلْ عَنِّي مِنْ أَوْزَارِي" قَالَ: وَفَاضَتْ عَيْنَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبُكَاءِ، ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ ذَلِكَ لَيَوْمٌ عَظِيمٌ، يَوْمٌ يَحْتَاجُ النَّاسُ إِلَى مَنْ يَتَحَمَّلُ عَنْهُمْ مِنْ أَوْزَارِهِمْ، فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِلطَّالِبِ: ارْفَعْ بَصَرَكَ فَانْظُرْ فِي الْجِنَانِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: يَا رَبِّ، أَرَى مَدَائِنَ مِنْ فِضَّةٍ وَقُصُورًا مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّلَةً بِاللُّؤْلُؤِ، لِأَيِّ نَبِيٍّ هَذَا؟ لِأَيِّ صِدِّيقٍ هَذَا؟ لِأَيِّ شَهِيدٍ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا لِمَنْ أَعْطَى الثَّمَنَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ يَمْلِكُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْتَ تَمْلِكُهُ. قَالَ: مَاذَا يَا رَبِّ؟ قَالَ: تَعْفُو عَنْ أَخِيكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، فَإِنِّي قَدْ عَفَوْتُ عَنْهُ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: خُذْ بِيَدِ أَخِيكَ فَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُصْلِحُ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
telah menceritakan kepada kami Mujahid ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Syaibah Al-Habti, dari Sa'id ibnu Anas, dari Anas r.a. yang mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. sedang duduk, kami melihat beliau tersenyum sehingga kelihatan gigi serinya. Maka Umar berkata, 'Apakah yang membuat engkau tertawa, wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ada dua orang lelaki dari kalangan umatku sedang bersideku di hadapan Tuhan Yang Mahaagung, Mahasuci, lagi Mahatinggi. Lalu salah seorangnya berkata, 'Wahai Tuhanku, ambillah hakku dari saudaraku ini.' Allah Swt. berfirman, 'Berikanlah kepada saudaramu itu akan haknya.' Lelaki yang dituntut berkata, 'Wahai Tuhanku, tiada sesuatu pun dari amal baikku yang tersisa." Lelaki yang menuntut berkata, 'Wahai Tuhanku, bebankanlah kepadanya sebagian dari dosa-dosaku'." Anas melanjutkan kisahnya, "Lalu kedua mata Rasulullah Saw. mencucurkan air matanya, kemudian bersabda, 'Sesungguhnya hari itu adalah hari yang sangat berat, yaitu hari manusia memerlukan orang-orang yang menanggung sebagian dari dosa-dosa mereka.' Maka Allah Swt. berfirman kepada si penuntut, 'Angkatlah penglihatanmu dan lihatlah ke surga-surga itu!' lelaki itu mengangkat kepalanya dan berkata, 'Wahai Tuhanku, saya melihat kota-kota dari perak dan gedung-gedung dari emas yang dihiasi dengan batu permata. Untuk nabi manakah ini, untuk siddiq siapakah ini, dan untuk syahid siapakah ini?' Allah berfirman, 'Untuk orang yang mau membayar harganya.' Lelaki itu bertanya, 'Siapakah yang memiliki harganya?' Allah berfirman, 'Engkau pun memiliki harganya.' Lelaki itu bertanya, 'Apakah harganya, wahai Tuhanku?' Allah berfirman, 'Kamu maafkan saudaramu ini.' Lelaki itu berkata, 'Wahai Tuhanku sesungguhnya sekarang saya memaafkannya.' Allah Swt. berfirman, 'Peganglah tangan saudaramu ini, dan masuklah kamu berdua ke surga'." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian. Karena sesungguhnya Allah kelak di hari kiamat akan memperbaiki hubungan di antara sesama orang-orang mukmin.

Al-Anfal, ayat 2-4

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (4) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang munafik itu tiada sesuatu pun dari sebutan nama Allah yang dapat mempengaruhi hati mereka untuk mendorong mereka mengerjakan hal-hal yang difardukan-Nya. Mereka sama sekali tidak beriman kepada sesuatu pun dari ayat-ayat Allah, tidak bertawakal, tidak salat apabila sendirian, dan tidak menunaikan zakat harta bendanya. Maka Allah menyebutkan bahwa mereka bukan orang-orang yang beriman. Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat orang-orang mukmin melalui firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Karena itu, maka mereka mengerjakan hal-hal yang difardukan-Nya. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambah­lah iman mereka (karenanya). (Al-Anfal: 2) Maksudnya, kepercayaan mereka makin bertambah tebal dan mendalam. dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (Al-Anfal: 2) Yakni mereka tidak mengharapkan kepada seorang pun selain-Nya.
Mujahid mengatakan bahwa orang mukmin itu ialah orang yang apabila disebut nama Allah hatinya gemetar karena takut kepada-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Demikianlah sifat orang yang beriman dengan sesungguhnya, yaitu orang yang apabila disebut Allah gemetarlah hatinya karena takut kepada-Nya, lalu mengerjakan semua perintah­Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon smpun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (Ali Imran: 135)
Semakna pula dengan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى}
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguh­nya surgalah tempat tinggalnya). (An-Naziat: 40-41)
Sufyan As-Sauri mengatakan, ia pernah mendengar As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Bahwa yang dimaksud ialah seorang lelaki yang apabila ia hendak berbuat aniaya (dosa) atau hampir berbuat maksiat, lalu dikatakan kepadanya.”Bertakwalah kepada Allah!" Maka gemetarlah hatinya (dan membatalkan perbuatan aniaya atau maksiatnya)
As-Sauri telah mengatakan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam. dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Darda sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka (Al-Anfal: 2) Pengertian lafaz al-wajal fil qalbi atau hati yang gemetar, perumpamaannya sama dengan rasa sakit akibat bisul, tidakkah engkau merasakan denyutan sakitnya? Dikatakan, "Ya." Maka Ummu Darda berkata, ”Apabila engkau merasakan hal tersebut, maka berdoalah kepada Allah saat itu juga, karena sesungguhnya doa dapat melenyapkan hal itu."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). (Al-Anfal: 2)
Perihalnya sama dengan firman-Nya:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira (At-Taubah: 124)
Imam Bukhari dan lain-lainnya dari kalangan para imam mengambil kesimpulan dalil dari ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna, bahwa iman itu dapat bertambah (dan dapat berkurang), serta iman itu dalam hati mempunyai grafik naik turunnya. Demikianlah menurut mazhab jumhur ulama, bahkan ada yang mengatakan bahwa hal ini telah disepakati, seperti apa yang dikatakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad ibnu Hambal, dan Abu Ubaid. Hal ini telah kami terangkan dengan penjelasan yang terinci dalam permulaan kitab Syarah Bukhari.
*******************
{وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (Al-Anfal: 2)
Yakni mereka tidak mengharapkan' kepada selain-Nya, dan tidak bertujuan kecuali hanya kepada-Nya. Mereka tidak berlindung kecuali hanya kepada naungan-Nya. tidak meminta keperluan-keperluan mereka selain hanya kepada-Nya. mereka tidak suka kecuali hanya kepada-Nya. dan mereka mengetahui bahwa apa yang dikehendaki Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dialah yang mengatur kerajaan-(Nya). hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, tiada akibat bagi keputusan hukum-Nya, dan Dia Mahacepat perhitungan-Nya. Karena itulah Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa tawakal kepada Allah merupakan induk keimanan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}
(yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3)
Melalui ayat ini Allah Swt. menyinggung amal perbuatan mereka yang beriman, setelah terlebih dahulu menyebutkan perihal keyakinan dan akidah mereka. Amal perbuatan ini mengandung semua kebajikan, yaitu mendirikan salat yang merupakan hak Allah Swt.
Sehubungan dengan hal ini Qatadah mengatakan bahwa mendirikan salat ialah memelihara waktu-waktu penunaiannya, wudunya, rukuk dan sujudnya.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, mendirikan salat artinya memelihara waktu-waktu penunaiannya; menyempurnakan bersuanya, melakukan rukuk dan sujudnya dengan sempurna, membaca Al-Qur'an di dalamnya, serta membaca tasyahhud dan salawat untuk Nabi Saw. Sifat orang yang beriman lainnya ialah menafkahkan sebagian dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka; termasuk ke dalam pengertian ini ialah mengeluarkan zakat dan semua hak hamba-hamba Allah, baik yang wajib maupun yang sunat. Semua makhluk adalah tanggungan Allah, maka orang yang paling disukai oleh Allah di antara mereka adalah orang yang paling bermanfaat bagi makhluk-Nya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3) Yakni belanjakanlah sebagian dari rezeki Allah yang diberikan kepada kalian karena sesungguhnya harta ini adalah pinjaman dan titipan yang diserahkan kepadamu, hai anak Adam! Dan dalam waktu yang dekat kamu akan berpisah dengannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا}
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. (Al-Anfal: 4)
Maksudnya, mereka yang menyandang sifat-sifat ini adalah orang-orang yang beriman dengan sesungguhnya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ السَّكْسَكِيّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الْجَهْمِ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ مَالِكٍ الْأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّهُ مَرَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: "كَيْفَ أَصْبَحْتَ يَا حَارِثُ؟ " قَالَ: أَصْبَحْتُ مُؤْمِنًا حَقًّا. قَالَ: "انْظُرْ مَاذَا تَقُولُ، فَإِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ حَقِيقَةً، فَمَا حَقِيقَةُ إِيمَانِكَ؟ " فَقَالَ: عَزَفَت نَفْسِي عَنِ الدُّنْيَا، فَأَسْهَرْتُ لَيْلِي، وَأَظْمَأْتُ نَهَارِي، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى عَرْشِ رَبِّي بَارِزًا، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ الْجَنَّةِ يَتَزَاوَرُونَ فِيهَا، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ النَّارِ يَتَضاغَوْن فِيهَا، فَقَالَ: "يَا حَارِثُ، عَرَفْتَ فَالْزَمْ" ثَلَاثًا
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Yazid As-Saksiki, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Muhammad ibnu Abul Jahm, dari Al-Haris ibnu Malik Al-Ansari, bahwa ia bersua dengan Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, "Bagaimanakah keadaanmu pagi hari ini, hai Haris? Al-Haris menjawab, "Kini aku menjadi orang yang beriman sesungguhnya. Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Pikirkanlah apa yang telah kamu katakan itu, karena sesungguhnya setiap sesuatu itu mempunyai hakikatnya masing-masing. Maka bagaimanakah hakikat imanmu? Al-Haris menjawab, "Aku jauhkan diriku dari duniawi. Aku bergadang di malam hariku (seraya melakukan salat sunat) dan kuhauskan diriku di siang harinya (seraya menjalankan puasa), sehingga seakan-akan diriku melihat 'Arasy Tuhanku tampak jelas, melihat ahli surga yang sedang saling berkunjung di antara sesamanya di dalam surga, dan melihat penduduk neraka sedang menjerit-jerit di dalamnya." Maka Nabi" Saw. bersabda, "Hai Haris, sekarang engkau telah mengetahui, maka tetaplah pada jalanmu," sebanyak tiga kali.
Amr ibnu Marrah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. {Al-Anfal: 4) Sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan dengan bahasa Arab, perihalnya sama dengan ucapanmu, "Fulanun sayyidun haqqan." yakni si Fulan benar-benar seorang yang utama, dan di kalangan kaumnya banyak orang yang diutamakan. Contoh lainnya ialah, "Fulanun tajirun haqqan wafil qaumi tujjarun" yakni si fulan benar-benar seorang pedagang dan di kalangan kaumnya banyak pedagang. Contoh lainnya ialah, "Fulanun sya'irun haqqan wafilqaumisyu'ara" yakni si Fulan benar-benar seorang penyair, di kalangan kaumnya banyak didapat penyair.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ}
Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya (Al-Anfal: 4)
Artinya, tempat dan kedudukan serta derajat di dalam surga. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu:
{هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Ali Imran: 163)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَغْفِرَةٌ}
dan ampunan. (Al-Anfal: 4)
Maksudnya, Allah mengampuni dosa-dosa mereka dan membalas mereka dengan kebaikan-kebaikan.
Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. (Al-Anfal: 4) Ahli surga itu sebagian mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada sebagian yang lain, maka orang yang berada di atas kedudukan yang tinggi dapat melihat orang yang kedudukannya berada di bawahnya. Akan terapi, orang yang berada di tingkatan bawah tidak mempunyai pandangan bahwa tiada seorang pun yang lebih utama daripada dirinya. Karena itulah di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ أَهْلَ علِّيين لَيَرَاهُمْ مَنْ أَسْفَلُ مِنْهُمْ كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاقِ السَّمَاءِ"، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ، لَا يَنَالُهَا غَيْرُهُمْ؟ فَقَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ"
Sesungguhnya ahli 'Illiyyin (surga yang paling tinggi) benar-benar dapat dilihat oleh orang-orang yang ada di bawah mereka, sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang jauh berada di ufuk langit yang sangat luas. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, surga 'Illiyyin itu tentu kedudukan para nabi, dan tidak dapat diraih oleh selain mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, bahkan (termasuk pula) orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab Sunnah disebutkan melalui hadis Ibnu Atiyyah, dari Abu Said, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ، وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ مِنْهُمْ وأنْعَمَا"
Sesungguhnya ahli surga itu benar-benar dapat melihat para penghuni kedudukan yang tertinggi sebagaimana kalian melihat  bintang-bintang yang jauh berada di cakrawala langit. Dan sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk di antara mereka (yang berada pada kedudukan yang tertinggi) serta beroleh kenikmatan (yang berlimpah)

Al-Anfal, ayat 5-8

{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (5) يُجَادِلُونَكَ فِي الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ (6) وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ (7) لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ (8) }
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebabnya). Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang kalian hadapi) adalah untuk kalian, sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat­-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir, agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan yang batil walaupun orang-orang (musyrik) yang berdosa tidak menyukainya
Imam Abu Ja'far At-Tabari mengatakan bahwa ulama tafsir berbeda pendapat tentang penyebab yang mendatangkan kebenaran huruf kaf dalam firman-Nya:
{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ}
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal: 5)
Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa keadaan orang-orang mukmin saat itu diserupakan dengan keadaan orang-orang mukmin di saat Allah menyuruh mereka pergi dari rumah mereka demi kemaslahatan mereka sendiri, yaitu untuk menguji ketaatan mereka kepada Tuhannya dan untuk memperbaiki hubungan di antara sesama mereka serta ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah.
Makna yang dimaksud ialah, Allah Swt. berfirman kepada mereka bahwasanya sebagaimana kalian di saat berselisih pendapat tentang ganimah dan kalian saling ngotot mengenainya, maka Allah mencabut­nya dari tangan kalian, dan menyerahkannya sebagai bagian dari milik Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. membagi-bagikannya di antara mereka dengan adil dan sama rata. Dan ternyata hal tersebut merupakan hal yang terbaik bagi kalian.
Yakni demikian pula ketika kalian dipaksa keluar untuk menemui musuh-musuh kalian guna berperang melawan golongan yang ber­senjata. Mereka adalah pasukan kaum muslim yang berangkat untuk membela agamanya dan merebut kafilah dagang orang-orang musyrik. Dan ternyata akibat dari ketidaksukaan kalian untuk berperang, Allah membuat kalian mampu melakukannya dan mempertemukan kalian dengan musuh-musuh kalian, tanpa ada penentuan waktu sebelumnya; hal tersebut dimaksudkan sebagai bimbingan, petunjuk, pertolongan, dan kemenangan dari Allah buat kalian. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran. (Al-Anfal: 5) Bahwa sekalipun sebagian orang mukmin tidak menyukainya, demikian pula keadaan mereka ketika disuruh berperang, mereka membantahmu dalam strategi tersebut, padahal perkaranya sudah jelas bagi mereka.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, bahwa Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal: 5) Demikian pula mereka membantah kamu dalam perkara yang hak.
As-Saddi mengatakan bahwa sehubungan dengan keberangkatan kaum muslim menuju medan Perang Badar serta bantahan mereka kepada Nabi Saw. dalam hal ini, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya. (Al-Anfal: 5) Mereka berangkat untuk mencari orang-orang musyrik.  Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu). (Al-Anfal: 6)
Sebagian ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa mereka menanyakan tentang pembagian harta rampasan perang kepadamu (Muhammad),  sebagaimana mereka membantahmu dalam peristiwa Perang Badar, mereka mengatakan, "Engkau memberangkatkan kami untuk menghadang iringan kafilah, mengapa engkau tidak memberi tahu kami sejak semula bahwa kita akan menghadapi peperangan, sehingga kami dapat membuat persiapan terlebih dahulu untuk menghadapinya?"
Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah. Saw. berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum muslim pada awal mulanya hanyalah untuk menghadang iringan kafilah dagang Abu Sufyan yang beritanya telah diketahuinya, bahwa kafilah tersebut pulang dari negeri Syam dengan membawa harta yang berlimpah milik orang-orang kafir Quratsy. Maka Rasulullah Saw. membangkitkan semangat kaum muslim yang mempunyai kemampuan untuk berangkat. Kemudian beliau Saw. berangkat bersama tiga ratus orang lebih beberapa belas.
Rasulullah Saw. memakai jalan yang menuju ke pantai dengan memakai jalan yang melewati Badar. Sedangkan Abu Sufyan menge­tahui Keberangkatan Rasulullah Saw. untuk menghadangnya. Maka Abu Sufyan mengirimkan Damdam ibnu Amr untuk menyampaikan peringatan kepada penduduk Mekah akan bahaya yang sedang dihadapinya. Maka bangkitlah dari kalangan penduduk Mekah suatu pasukan besar yang terdiri atas seribu personel dengan senjata yang lengkap, jumlah mereka antara sembilan ratus sampai seribu orang.
Selanjutnya Abu Sufyan sendiri mengambil jalan kanan bersama kafilah dagangnya, yaitu meniti jalan tepi pantai, sehingga selamat dari hadangan pasukan kaum muslim. Lalu tibalah pasukan kaum musyrikin, kemudian mereka sampat di sumur Badar. Lalu Allah mempertemukan pasukan kaum muslim dan pasukan orang-orang kafir, tanpa ada penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah untuk meninggikan kalimat kaum muslim dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, serta untuk membedakan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Kaitan yang dimaksud ialah, ketika Rasulullah Saw. menerima berita tentang keberangkatan pasukan kaum musyrik Mekah, maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Saw. untuk memilih salah satu di antara kedua golongan tersebut, yaitu antara kafilah atau pasukan kaum musyrik. Sedangkan kebanyakan kaum muslim memilih untuk menghadang kafilah, mengingat hasilnya sudah pasti dan tanpa melalui peperangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ}
sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. (Al-Anfal: 7)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ الطَّبَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ أَسْلَمَ أَبِي عِمْرَانَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ: إِنِّي أُخْبِرْتُ عَنْ عِيرِ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّهَا مُقْبِلَةٌ فَهَلْ لَكُمْ أَنْ نَخْرُجَ قَبْلَ هَذِهِ الْعِيرِ لَعَلَّ اللَّهَ يُغْنمناهَا؟ " فَقُلْنَا: نَعَمْ، فَخَرَجَ وَخَرَجْنَا، فَلَمَّا سِرْنا يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ قَالَ لَنَا: " مَا تَرَوْنَ فِي قِتَالِ الْقَوْمِ؛ فَإِنَّهُمْ قَدْ أُخْبِرُوا بِمَخْرَجِكُمْ؟ " فَقُلْنَا: لَا وَاللَّهِ مَا لَنَا طَاقَةٌ بِقِتَالِ الْعَدُوِّ، وَلَكِنَّا أَرَدْنَا الْعِيرَ، ثُمَّ قَالَ: " مَا تَرَوْنَ فِي قِتَالِ الْقَوْمِ؟ " فَقُلْنَا مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ عَمْرٍو: إذًا لَا نَقُولُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى لِمُوسَى: {فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ} [الْمَائِدَةِ: 24] قَالَ: فَتَمَنَّيْنَا -مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ-أَنْ لَوْ قُلْنَا كَمَا قَالَ الْمِقْدَادُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَنْ يَكُونَ لَنَا مَالٌ عَظِيمٌ، قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ} وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab Tafsir­nya, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Sahi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Aslam Abu Imran, bahwa ia pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. bersabda ketika kami (para sahabat) berada di Madinah, "Sesungguhnya aku mendapat berita bahwa iringan kafilah Abu Sufyan telah kembali, maka maukah kalian berangkat untuk menghadang kafilah ini? Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai ganimah buat kita." Maka kami (para sahabat) menjawab, "Ya." Lalu Nabi berangkat dan kami ikut bersamanya. Ketika perjalanan satu atau dua hari telah kami lampaui, Nabi Saw. bersabda kepada kami, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan memerangi kaum itu, karena sesungguhnya mereka telah mendengar keberangkatan kalian (sehingga mereka meminta bala bantuan)?" Kami menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk berperang melawan musuh, tetapi kami hanya menginginkan iringan kafilah itu." Nabi Saw. bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang memerangi kaum itu?" Kami menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Al-Miqdad ibnu Amr mengatakan, "Kalau demikian, kami tidak akan mengatakan kepada engkau, wahai Rasulullah, seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa," yang disebutkan di dalam firman-Nya: pergilah kamu bersama Tuhanmu. dan berperanglah kamu berdua. sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (Al-Maidah: 24) Abu Ayyub Al-Ansari mengatakan, "Setelah itu kami —semua golongan Ansar— berharap seandainya saja kami mengatakan seperti apa yang tadi dikatakan oleh Al-Miqdad. Hal itu lebih kami sukai daripada memiliki harta yang besar." Selanjutnya ia mengatakan, "Lalu Allah Swt. menurunkan firman kepada Rasul-Nya." yaitu: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (Al-Anfal: 5)
Kemudian Ibnu Murdawaih melanjutkan hadis ini hingga selesai. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Luhai'ah dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui hadis Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berangkat menuju medan Badar. Ketika sampai di Rauha, beliau berkhotbah kepada semua orang, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa mereka (pasukan kaum musyrik) telah berada di tempat anu dan anu." Nabi Saw. berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Maka berkatalah Umar seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar. Rasulullah Saw. berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami yang engkau maksudkan? Demi Tuhan yang telah memuliakanmu dan telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu, saya hanya mengikuti jalanmu saja dan saya tidak tahu menahu. Seandainya engkau berjalan sampai ke  Barkil Gimad bagian yang jauh dari negeri Yaman, niscaya saya akan berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan seperti orang-orang yang mengatakan kepada Musa: pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (Al-Maidah: 24) Tetapi kami akan mengatakan, 'Pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami akan berperang menyertaimu.' Barangkali engkau berangkat karena suatu perintah, lalu Allah memerintahkan lagi kepadamu hal yang lainnya, maka tunggulah apa yang bakal diputuskan oleh Allah kepadamu, kemudian berangkat­lah menunaikannya. Hubungkanlah tali orang yang engkau kehendaki, dan putuskanlah tali orang yang engkau kehendaki. Perangilah orang yang engkau kehendaki, dan berdamailah dengan orang yang engkau kehendaki. Ambillah dari harta kami sebanyak apa yang engkau kehendaki." Sehubungan dengan perkataan Sa'd itu, Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya (Al-Anfal: 5), hingga beberapa ayat berikutnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Nabi Saw. bermusyawarah sehubungan dengan menghadapi musuh, lalu Sa'd ibnu Ubadah mengatakan apa yang telah dikatakannya; hal tersebut terjadi sebelum Perang Badar. Nabi Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, dan memerintahkan untuk menghadapi golongan kaum musyrik yang bersenjata. Lalu orang-orang yang beriman tidak menyukai hal tersebut, maka Allah Swt. Menurunkan Firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 5-6)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Menurutnya, yang dimaksud dengan 'kebenaran' dalam ayat ini ialah peperangan melawan orang-orang musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Yakni karena terdorong oleh rasa tidak suka menghadapi orang-orang musyrik, serta ketidakpercayaan mereka perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy saat mereka mendapat berita bahwa kafilahnya terancam.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata. (Al-Anfal: 6) Yaitu sesudah nyata bagi mereka bahwa Nabi Saw. tidak sekali-kali berbuat melainkan berdasarkan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama tafsir lainnya menakwilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka yang melakukan bantahan adalah orang-orang musyrik. Telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata, seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 6) Mereka adalah orang-orang musyrik yang membantah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Saw., seakan-akan mereka digiring ke arah kematian ketika mereka diseru untuk masuk Islam, sedangkan mereka melihat penyebab kematian itu. Apa yang disebutkan di dalam ayat ini bukan merupakan kelanjutan dari sifat orang-orang mukmin, kata Ibnu Zaid, melainkan merupakan kalimat baru yang menggambarkan tentang sifat orang-orang kafir.
Kemudian Ibnu Jarir memberikan komentarnya, bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Zaid tidak dimengerti, mengingat kalimat sebelumnya menyebutkan: mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Hal ini menceritakan perihal orang-orang yang beriman, sedangkan yang dimaksudkan oleh Ibnu Zaid ialah berita tentang orang-orang kafir.
Pendapat yang benar ialah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, bahwa kisah dalam ayat ini menceritakan perihal orang-orang mukmin. Pendapat yang didukung oleh Ibnu Jarir ini adalah pendapat yang benar, karena bersesuaian dengan konteks ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ وَعَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سِمَال، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ مِنْ بَدْرٍ: عَلَيْكَ بِالْعِيرِ لَيْسَ دُونَهَا شَيْءٌ فَنَادَاهُ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ -قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: وَهُوَ أَسِيرٌ فِي وِثَاقِهِ -ثُمَّ اتَّفَقَا: إِنَّهُ لَا يَصْلُحُ لَكَ، قَالَ: وَلِمَ؟ قَالَ: لِأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا وَعَدَكَ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَقَدْ أَعْطَاكَ مَا وَعَدَكَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair dan Abdur Razzaq, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil,  dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau selesai Perang Badar, "Sebaiknya engkau kejar iringan kafilah itu, kafilah itu tidak ada yang melindunginya." Kemudian Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menyeru Nabi Saw. Menurut Abdur Razzaq, saat itu Al-Abbas dalam keadaan terikat sebagai tawanan perang. Al-Abbas berseru, "Sesungguhnya iringan kafilah itu tidak baik bagimu." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa?" Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menjawab, "Karena sesungguhnya Allah Swt. hanya menjanjikan kepadamu salah satu di antara dua golongan. Dan sesungguhnya sekarang Allah telah memberimu apa yang telah Dia janjikan kepadamu."
Sanad hadis ini Jayyid, tetapi Imam Ahmad sendiri tidak mengetengahkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ}
sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian. (Al-Anfal: 7)
Maksudnya, mereka lebih suka memilih golongan yang tidak bersenjata, tidak terlindungi, dan tidak ada peperangan; kemudian kafilah berhasil mereka kuasai.
{وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ}
dan Allah Menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya. (Al-Anfal: 7)
Yakni Allah menghendaki agar kalian bersua dengan golongan yang bersenjata, lalu terjadilah peperangan, agar Dia memenangkan kalian atas mereka dan menolong kalian dalam menghadapi mereka. Dengan demikian, maka menanglah agama-Nya dan tinggilah kalimat Islam, Dia akan menjadikannya berada di atas agama lainnya. Dia Maha Mengetahui tentang semua akibat segala urusan. Dialah Yang Mengatur kalian dengan aturan yang baik, sekalipun hamba-hamba-Nya menghendaki yang selain dari itu, mengingat pandangan mereka terbatas dan yang tampak hanyalah luarnya saja. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ [الْبَقَرَةِ: 216] }
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. (Al-Baqarah: 216)
Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri dan Asim ibnu Umar ibnu Qatadah serta Abdullah ibnu Abu Bakar dan Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama kami, dari Abdullah ibnu Abbas. Masing-masing dari mereka telah menceritakan kepadaku sebagian dari hadis ini sehingga terhimpunlah hadis mereka menurut apa yang saya rangkaikan mengenai Perang Badar. Mereka mengatakan.”Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tentang Abu Sufyan yang dalam perjalanan pulangnya dari negeri Syam (dengan membawa banyak harta), maka Rasulullah Saw. menyeru kaum muslim untuk mencegat mereka." Nabi Saw. bersabda kepada mereka, "Kafilah dagang orang-orang Quraisy sekarang sedang dalam perjalanannya, padanya terdapat harta mereka. Karena itu, berangkatlah kalian untuk mencegatnya, mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai harta rampasan perang bagi kalian.” Maka orang-orang (kaum muslim) pun bersiaga, sebagian di antara mereka ada yang ringan menyambut seruan itu, sedangkan sebagian lainnya ada yang keberatan. Demikian itu karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah Saw. akan menjumpai peperangan. Dan tersebutlah bahwa Abu Sufyan sesampainya di perbatasan tanah Hijaz selalu bertindak waspada dan mencari-cari informasi, serta selalu menanyakan kepada kafilah yang dijumpainya, karena merasa khawatir terhadap kaum muslim. Pada akhirnya ia menerima berita dari salah satu kafilah yang menyampaikan bahwa Muhammad telah mempersiapkan pasukan dari kalangan sahabat-sahabatnya untuk mencegat kafilahnya. Setelah Abu Sufyan menerima berita itu, maka dengan sigap ia menyewa Damdam ibnu Amr Al-Gifari untuk pergi ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah akan keadaannya. Abu Sufyan dalam pesannya memerintahkan kepada kaum Quraisy agar membentuk pasukan besar untuk melindungi harta mereka. Ia pun memberitahukan bahwa Muhammad beserta para sahabatnya akan mencegat mereka. Maka Damdam ibnu Amr memacu kendaraannya dengan kecepatan maksimal menuju Mekah (untuk menyampaikan berita tersebut). Rasulullah Saw. berangkat bersama para sahabatnya hingga sampai di suatu lembah yang dikenal dengan nama Lembah Zafran, lalu beliau Saw. keluar dari lembah itu. Ketika beliau sampai di pertengahan perjalanannya, beliau turun istirahat, dan saat itulah beliau mendapat berita perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy untuk melindungi harta mereka yang ada dalam kafilahnya. Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya dan menyampaikan perihal pasukan kaum Quraisy. Maka berdirilah Abu Bakar r.a. dan mengatakan, "Itu lebih baik." Umar berdiri pula, lalu mengatakan, "Itu lebih baik." Kemudian- Al-Miqdad ibnu Amr berdiri dan mengatakan, "Hai Rasulullah, teruskanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, dan kami akan selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa," yaitu: Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja. (Al-Maidah: 24) Tetapi kami katakan, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami ikut berperang bersamamu. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke Barkil Gimad yakni nama sebuah kota di negeri Habsyah—, niscaya kami akan tetap teguh bersamamu menuju ke tempat tujuan hingga engkau sampai kepadanya." Maka Rasulullah Saw. mengatakan hal yang baik bagi Al-Miqdad dan mendoakan kebaikan buatnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Hai orang-orang, berilah saya saran!" Sesungguhnya yang dimaksud oleh Nabi Saw. adalah orang-orang Ansar. Demikian itu karena mereka adalah mayoritas hadirin yang ada saat itu. Ketika mereka berbai'at (mengucapkan janji setia) kepada Rasul Saw. di 'Aqabah, mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berlepas diri dari melindungimu kecuali bila engkau telah sampai di kampung halaman kami. Apabila engkau telah sampai di kampung halaman kami, maka engkau berada dalam lindungan kami. Kami akan membelamu sebagaimana kami membela anak-anak dan kaum wanita kami." Saat itu Rasulullah Saw. merasa khawatir bila orang-orang Ansar tidak menolongnya melainkan hanya dari serangan musuh di saat beliau berada di Madinah saja, dan beliau khawatir pula bila mereka mempunyai perasaan bahwa diri mereka tidak diharuskan berangkat bersama Nabi Saw. untuk menghadapi musuh di luar negeri mereka. Ketika Rasulullah Saw. telah mengucapkan sabdanya itu, maka Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Demi Allah, seakan-akan kamilah yang engkau maksudkan, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. menjawab, "Memang benar." Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Sesungguhnya kami telah beriman kepadamu dan membenarkanmu serta bersaksi bahwa apa yang engkau sampaikan adalah hak (benar). Kami pun telah memberikan janji dan ikrar kami kepadamu atas hal tersebut, bahwa kami bersedia tunduk dan patuh. Maka berangkatlah,-wahai Rasulullah, untuk menunaikan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, seandainya engkau memperlihatkan kepada kami laut ini, lalu engkau mengarunginya, niscaya kami akan ikut mengarunginya bersamamu, tiada seorang pun dari kami yang ketinggalan. Dan kami sama sekali tidak benci bila kami harus menghadapi musuh kami besok. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang teguh dalam peperangan dan pantang mundur dalam menghadapi musuh. Mudah-mudahan Allah akan memperlihatkan kepadamu sikap dan sepak terjang kami yang dapat menyejukkan hatimu. Maka bawalah kami bersamamu, semoga mendapat berkah dari Allah." Mendengar perkataan Sa'd dan semangatnya, hati Rasulullah Saw. amat gembira. Kemudian beliau Saw. bersabda:
" سِيرُوا عَلَى بَرَكَةِ اللَّهِ وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ وَعَدَنِي إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَاللَّهِ لَكَأَنِّي الْآنَ أَنْظُرُ إِلَى مَصَارِعِ الْقَوْمِ"
Berangkatlah kalian, semoga Allah melimpahkan berkah-Nya; dan bergembiralah, karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan. Demi Allah, seakan-akan aku sekarang melihat tempat-tempat kematian kaum (kafir itu).
Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh As-Saddi, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Kami tidak mengutarakan riwayat-riwayat dari mereka karena merasa cukup dengan konteks yang telah diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini.

Al-Anfal, ayat 9-10

{إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ (9) وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (10) }
(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang berturut-turut." Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Maha­bijaksana.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُوحٍ قُرَاد، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّار، حَدَّثَنَا سِمَاكٌ الحَنَفي أَبُو زُميل، حَدَّثَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ ثَلَاثُمِائَةٍ ونَيّف، وَنَظَرَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ فَإِذَا هُمْ أَلْفٌ وَزِيَادَةٌ، فَاسْتَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ، ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ، وَعَلَيْهِ رِدَاؤُهُ وَإِزَارُهُ، ثُمَّ قَالَ: " اللَّهُمَّ أَيْنَ مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ فَلَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ أَبَدًا"، قَالَ: فَمَا زَالَ يَسْتَغِيثُ رَبَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] وَيَدْعُوهُ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ فَرَدَّاهُ، ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ} فَلَمَّا كَانَ يَوْمَئِذٍ وَالْتَقَوْا، فَهَزَمَ اللَّهُ الْمُشْرِكِينَ، فقُتِل مِنْهُمْ سَبْعُونَ رَجُلًا وَأُسِرَ مِنْهُمْ سَبْعُونَ رَجُلًا وَاسْتَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ وَعَلِيًّا وَعُمَرَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَؤُلَاءِ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةُ وَالْإِخْوَانُ، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمُ الْفِدْيَةَ، فَيَكُونَ مَا أَخَذْنَاهُ مِنْهُمْ قُوَّةً لَنَا عَلَى الْكُفَّارِ، وَعَسَى أَنْ يَهْدِيَهُمُ اللَّهُ فَيَكُونُوا لَنَا عَضُدا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَرَى يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ " قَالَ: قُلْتُ: وَاللَّهِ مَا أَرَى مَا رَأَى أَبُو بَكْرٍ، وَلَكِنِّي أَرَى أَنْ تُمْكنَني مِنْ فُلَانٍ -قَرِيبٍ لِعُمَرَ -فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ، وتُمكن عَلِيًّا مِنْ عَقِيلٍ فيضربَ عُنُقَهُ، وتُمكن حَمْزَةَ مِنْ فُلَانٍ -أَخِيهِ -فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ، حَتَّى يَعْلَمَ اللَّهُ أَنْ لَيْسَ فِي قُلُوبِنَا هَوَادَةٌ لِلْمُشْرِكِينَ، هَؤُلَاءِ صَنَادِيدُهُمْ وَأَئِمَّتُهُمْ وَقَادَتُهُمْ، فَهَوَى رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قَالَ أَبُو بَكْرٍ، وَلَمْ يَهْوَ مَا قُلْتُ، وَأَخَذَ مِنْهُمُ الْفِدَاءَ، فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ -قَالَ عُمَرُ-غَدَوْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَهُمَا يَبْكِيَانِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، [أَخْبِرْنِي] مَا يُبْكِيكَ أَنْتَ وَصَاحِبَكَ، فَإِنْ وجدتُ بُكَاءً بَكَيتُ، وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكيتُ لِبُكَائِكُمَا! قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لِلَّذِي عَرض عَلَيَّ أَصْحَابُكَ مِنْ أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ، قَدْ عُرِضَ عليَّ عَذَابُكُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ -لِشَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ"، وَأَنْزَلَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] {مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأرْضِ} إِلَى قَوْلِهِ: {لَوْلا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ} [الْأَنْفَالِ: 67، 68] مِنَ الْفِدَاءِ، ثُمَّ أَحَلَّ لَهُمُ الْغَنَائِمَ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ، عُوقِبُوا مِمَّا صَنَعُوا يَوْمَ بَدْرٍ، مِنْ أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ فَقُتِلَ مِنْهُمْ سَبْعُونَ، وفَرَّ أصحابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكُسِرَتْ ربَاعيته، وَهُشِمَتِ الْبَيْضَةُ عَلَى رَأْسِهِ، وَسَالَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِهِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] {أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [آلِ عِمْرَانَ: 165] بِأَخْذِكُمُ الْفِدَاءَ..
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh Qirad, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sammak Al-Hanafi Abu Zamit, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar Nabi Saw. memandang kepada semua sahabatnya yang saat itu berjumlah tiga ratus orang lebih. Nabi Saw. juga memandang kepada pasukan kaum musyrik, ternyata jumlah mereka seribu orang lebih. Kemudian Nabi Saw. menghadapkan dirinya ke arah kiblat —saat itu beliau memakai kain selendang dan kain sarungnya— lalu berdoa: Ya Allah tunaikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika golongan kaum muslim ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini selama-lamanya. Nabi Saw. terus-menerus memohon pertolongan kepada Tuhannya dan berdoa kepada-Nya sehingga kain selendangnya terlepas dari pundaknya. Lalu Abu Bakar datang menghampirinya dan memungut kain selendangnya, kemudian disandangkan di tempatnya, dan Abu Bakar tetap berdiri di belakangnya. Kemudian Abu Bakar berkata, "Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia pasti akan menunaikan apa yang telah dijanjikan­Nya kepadamu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: (Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al-Anfal: 9) Maka setelah terjadi pertempuran di antara kedua pasukan, dan Allah mengalahkan pasukan kaum musyrik—sehingga tujuh puluh orang dari mereka gugur, sedangkan tujuh puluh orang lainnya tertawan— lalu Rasulullah bermusyawarah dengan Abu Bakar, Umar, dan Ali. Abu Bakar mengatakan, "Wahai Rasulullah, mereka adalah saudara-saudara sepupu, satu famili dan teman-teman. Sesungguhnya saya berpendapat sebaiknya engkau memungut tebusan dari mereka, sehingga hasilnya akan menjadi kekuatan bagi kita guna menghadapi orang-orang kafir. Dan mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada mereka, sehingga pada akhirnya mereka akan menjadi pendukung bagi perjuangan kita." Rasulullah Saw. bertanya." Bagaimanakah menurut pendapatmu, hai Ibnu Khattab?" Umar menjawab, "Demi Allah, saya mempunyai pendapat yang berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Abu Bakar tadi. Saya berpendapat bahwa sebaiknya engkau memberikan izin kepadaku terhadap si Fulan (salah seorang kerabatnya yang tertawan), lalu saya akan memenggal lehernya. Engkau mengizinkan pula kepada Ali terhadap Uqail, lalu Ali memenggal lehernya. Dan engkau memberi izin pula kepada Hamzah terhadap si Fulan, saudaranya; lalu Hamzah memenggal lehernya. Sehingga Allah mengetahui dengan nyata bahwa hati kita tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang-orang musyrik; mereka adalah para pendekar, pemimpin, dan panglimanya." Rasulullah Saw. lebih menyukai pendapat yang diutarakan oleh Abu Bakar dan tidak menyukai pendapat yang dikemukakan Umar. Karena itu, maka beliau Saw. memungut tebusan dari mereka. Kemudian pada keesokan harinya Umar menghadap kepada Nabi Saw. yang sedang ditemani Abu Bakar, saat itu keduanya sedang menangis. Lalu Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau dan temanmu menangis? Jika saya dapat menangis, maka saya ikut menangis; dan jika saya tidak dapat menemukan penyebabnya, maka saya akan pura-pura menangis karena tangisan kamu berdua." Nabi Saw. bersabda, "Saya menangis karena usulan yang telah diutarakan oleh temanmu yang menyarankan untuk menerima tebusan. Sesungguhnya telah ditampakkan kepadaku azab yang akan menimpa kalian dalam jarak yang lebih dekat daripada pohon ini," seraya mengisyaratkan ke arah sebuah pohon yang dekat dengan Nabi Saw. Lalu Allah Swt menurunkan firman-Nya: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. (Al-Anfal: 67) Sampai dengan firman-Nya: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik (Al-Anfal: 69); Sejak saat itu dihalalkan bagi kaum muslim memakan ganimah (harta rampasan perang). Kemudian ketika terjadi Perang Uhud, yaitu pada tahun berikutnya, pasukan kaum muslim mendapat siksaan akibat dari apa yang telah mereka lakukan dalam Perang Badar, yaitu karena mereka menerima tebusan. Sehingga yang gugur dari kalangan kaum muslim dalam Perang Uhud adalah tujuh puluh orang. Sahabat-sahabat Nabi Saw. lari meninggalkan Nabi Saw. sehingga gigi geraham beliau ada yang rontok, topi besi yang dikenakan di kepalanya pecah, dan darah mengalir dari wajahnya. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada peperangan Badar) kalian berkata, "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah.”Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri.” Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Ali-Imran: 165); Yakni sebagai akibat dari perbuatan kalian sendiri yang mau menerima tebusan tawanan perang.
Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamani dengan lafaz yang sama. Ali Ibnul Madini dan Imam Turmuzi menilainya sahih. Keduanya mengatakan bahwa hadis ini tidak dikenal melainkan hanya melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamani.
Demikian pula menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan Al-AuFi, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang mulia ini, yaitu: (Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian (Al-Anfal: 9) diturunkan berkenaan dengan doa Nabi Saw. Hal yang sama telah dikatakan oleh Yazid ibnu Tabi', As-Saddi, dan Ibnu Juraij.
Abu Bakar ibnu Ayyasy telah meriwayatkan dari Abu Husain, dari Abu Saleh yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar. Nabi Saw. berdoa memohon kepada Tuhannya dengan doa yang sangat. Lalu Umar ibnul Khattab datang menghampirinya dan berkata, "Wahai Rasulullah, sebagian dari seruanmu itu, demi Allah, benar-benar akan membuat Allah menunaikan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu."
Imam Bukhari mengatakan di dalam kitab Al-Magazi-nya, yaitu dalam bab firman-Nya: (Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian. (Al-Anfal: 9) Sampai dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal: 13)
Bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab yang mengatakan, ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia telah menyaksikan suatu sikap dari Al-Miqdad ibnul Aswad, sehingga membuatnya lebih menyukai apa yang dilakukan oleh Miqdad daripada sikap yang dilakukannya. Yaitu pada suatu hari Rasulullah Saw. sedang berdoa untuk kebinasaan orang-orang musyrik, lalu datanglah Al-Miqdad dan mengatakan, "Kami tidak akan mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh kaum Nabi Musa, yaitu: pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. (Al-Maidah: 24). Tetapi kami akan berperang di sebelah kanan dan di sebelah kiri serta di hadapan muka dan di belakangmu." Dan ia melihat wajah Nabi Saw. bersinar karena gembira (mendengarnya).
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَوْشَب، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ الحَذَّاء، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ بَدْرٍ: "اللَّهُمَّ أَنْشُدُكَ عَهدك وَوَعْدَكَ، اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَد"، فَأَخَذَ أَبُو بَكْرٍ بِيَدِهِ، فَقَالَ: حَسْبُكَ! فَخَرَجَ وَهُوَ يَقُولُ: {سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ}
Telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hausyab, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khatid Al-Hazza, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa ketika Perang Badar Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, saya memohon kepada Engkau ketetapan dan janji-Mu. Ya Allah jika Engkau menghendaki, niscaya Engkau tidak akan disembah. Lalu Abu Bakar memegang tangan Nabi Saw. seraya berkata, "Cukuplah." Maka Nabi Saw. keluar (dari kemah kecilnya) seraya membacakan firman-Nya: Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Al-Qamar: 45)
Imam Nasai meriwayatkannya dari Bandar, dari Abdul Wahhab, dari Abdul Majid As-Saqafi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ}
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. (Al-Anfal: 9)
Artinya, sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang lainnya secara berturut-turut. Demikian pula menurut Harun ibnu Hubairah, dari Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya berturut-turut. Tetapi dapat pula ditakwilkan bahwa makna murdifin iatah sebagat pertolongan buat kalian. Seperti apa yang dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya bantuan taktis, sebagaimana engkau katakan kepada seseorang, 'Tambahkanlah kepadanya bantuan sebanyak sekian dan sekian."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibnu Kasir Al-Qari', dan Ibnu Zaid, bahwa murdifin artinya bala bantuan.
Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. (Al-Anfal: 9) Bahwa di belakang setiap malaikat ada malaikat lagi. Menurut riwayat lain masih dalam sanad ini juga, murdifin artinya sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang lainnya. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Zabyan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Imran, dari. Ar-Rab'i, dari Abul Huwairis, dari Muhammad ibnu Jubair, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Jibril turun bersama seribu malaikat disebelah kanan Nabi Saw. yang padanya terdapat Abu Bakar, sedangkan Mikail turun bersama seribu malaikat lainnya di sebelah kiri Nabi Saw. Saat itu aku (Ali) berada di sebelah kirinya. Riwayat ini jika sanadnya sahih membuktikan bahwa jumlah seribu malaikat diiringi dengan seribu malaikat lainnya. Karena itulah sebagian ulama ada yang membacanya murdafin, dengan huruf dal yang di-fathah-kan.
Pendapat yang terkenal ialah yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sebagai berikut: Allah memberikan bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di sebelah Nabi Saw., dan Malaikat Mikail turun bersama lima ratus malaikat lainnya di sebelah lain dari sisi Nabi Saw.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dan Imam Muslim telah meriwayatkan melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil Sammak ibnu Walid Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas, dari Umar, hadis yang telah disebutkan di atas. Kemudian Abu Zamil mengatakan, Ibnu Abbas telah menceritakan kepadaku bahwa ketika seorang lelaki dari pasukan kaum muslim sedang bertempur sengit melawan salah seorang pasukan kaum musyrik yang ada di hadapannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan cambuk di atas kepalanya dan suara penunggang kuda seraya berkata, "Majulah, Haizum!" Tiba-tiba lelaki muslim itu melihat lelaki musyrik yang ada di hadapannya jatuh terjungkal dan mati dalam keadaan telentang. Kemudian lelaki muslim itu memandangnya, ternyata lelaki musyrik itu telah hangus, sedangkan wajahnya terbelah seperti bekas pukulan cambuk; maka hal tersebut membuat seluruh pasukan kaum muslim bersemangat. Seorang lelaki dari kalangan Ansar datang kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan peristiwa tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Engkau benar, itu adalah bantuan dari langit yang ketiga." Pada hari itu telah terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik sebanyak tujuh puluh orang, sedangkan tujuh puluh orang lainnya tertawan.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: "بَابُ شُهُودِ الْمَلَائِكَةِ بَدْرًا ": حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ رِفاعة بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقي، عَنْ أَبِيهِ -وَكَانَ أَبُوهُ مِنْ أَهْلِ بَدْرٍ -قَالَ: جَاءَ جبريلإِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: مَا تَعُدُّونَ أَهْلَ بَدْرٍ فِيكُمْ؟ قَالَ: " مِنْ أَفْضَلِ الْمُسْلِمِينَ" -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -قَالَ: "وَكَذَلِكَ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ.
Imam Bukhari dalam Bab "Kesaksian para Malaikat dalam Perang Badar" mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Mu'az ibnu Rifa'ah ibnu Rafi* Az-Zuraqi Ar-Rizqi, dari ayahnya, sedangkan ayahnya adalah salah seorang yang ikut dalam Perang Badar. Ayahnya menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Apakah yang telah engkau persiapkan guna menghadapi Perang Badar?" Nabi Saw. menjawab, "Pasukan yang terdiri atas kaum muslim yang paling pilihan," atau kalimat yang serupa. Jibril berkata, "Demikian pula malaikat yang ikut dalam Perang Badar."
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Imam Tabrani telah meriwayatkannya di dalam kitab Al-Mu'jamul Kabir melalui hadis Rafi’ ibnu Khadij, tetapi keliru; yang benar adalah riwayat Imam Bukhari.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Umar ketika Umar meminta pendapat darinya tentang niat Umar yang hendak membunuh Hatib ibnu Abu Balta'ah:
"إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ قَدِ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ "
Sesungguhnya dia adalah orang yang telah ikut dalam Perang Badar, Tahukah kamu apakah yang bakal diperlihatkan oleh Allah untuk ahli Perang Badar? Allah berfirman, "Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagi kalian."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَا جَعَلَهُ اللهُ إِلا بُشْرَى
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira. (Al-Anfal: 10), hingga akhir ayat.
Artinya, tidak sekali-kali Allah mengirim para malaikat dan kalian diberi tahu oleh-Nya tentang bantuan mereka buat kalian, melainkan sebagai berita gembira buat kalian.
{وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ}
dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya. (Al-Anfal: 10)
Tetapi pada prinsipnya Allah Swt. mampu menjadikan kalian menang atas musuh-musuh kalian tanpa bantuan para malaikat, melainkan hanya dengan kekuasaan Allah semata.
{وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ}
Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. (Al-Anfal: 10)
Yakni sekalipun tanpa hal tersebut. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya: Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. (Al-Anfal: 10)
Pengertiannya sama dengan apa yang difirmankan-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْ وَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ عَرَّفَهَا لَهُمْ}
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi petunjuk kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka. (Muhammad: 4-6)
{وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ}
Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 140-141)
Hal ini merupakan suatu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, yaitu berjihad melawan orang-orang kafir dibebankan kepada orang-orang mukmin. Karena sesungguhnya Allah Swt. menghukum umat-umat terdahulu yang mendustakan nabi-nabi mereka hanyalah dengan azab-azab yang menimpa keseluruhan umat yang mendustakan­Nya. Sebagaimana Dia membinasakan kaum Nabi Nuh dengan banjir besar, kaum ' Ad yang pertama dengan angin kencang yang sangat dingin, kaum Samud dengan pekikan yang sangat keras, kaum Nabi Lut dengan gempa besar yang membalikkan tempat tinggal mereka serta dengan hujan batu dari Sijjil, dan kaum Nabi Syu'aib dengan awan. Ketika Allah mengutus Nabi Musa, maka Allah membinasakan musuhnya —yaitu Fir'aun— dengan ditenggelamkan bersama para pendukungnya di dalam laut.
Kemudian Allah menurunkan kitab Taurat kepada Musa yang di dalamnya disyariatkan memerangi orang-orang kafir. Kemudian hukum ini tetap berlangsung sampai kepada syariat-syariat lainnya yang datang sesudah Nabi Musa, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ [لِلنَّاسِ] }
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita. (Al-Qashash: 43)
Bila orang-orang kafir dibunuh oleh orang-orang mukmin, maka hal itu terasa lebih menghinakan orang-orang kafir, dan sekaligus menjadi penawar bagi hati orang-orang mukmin dan melegakannya. Seperti yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam perintahnya kepada umat ini, yaitu:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرُكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ}
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14)
Karena itulah terbunuhnya para pemimpin kaum Quraisy di tangan musuh mereka yang mereka pandang dengan pandangan yang hina lagi meremehkan merupakan suatu azab yang lebih menyakitkan bagi mereka dan melegakan hati golongan kaum mukmin. Abu Jahal terbunuh dalam peperangan, yaitu dalam perang Badar; hal tersebut lebih menghina­kannya daripada dia mati di atas tempat tidurnya karena azab atau halilintar atau sejenisnya, seperti yang dialami oleh Abu Lahab la'natullahi 'alaihi yang ditimpa penyakit adasah, sehingga tidak ada seorang pun dari keluarganya yang berani mendekatinya. Dan sesungguhnya mereka memandikannya hanya dari jarak jauh, yaitu dengan menyiramkan air padanya dari kejauhan, lalu mereka menguburnya dengan cara merajaminya dengan batu hingga tubuhnya tertutup oleh batu. Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa. (Al-Anfal: 10)
Maksudnya, kemenangan itu hanyalah milik Dia, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman kepada keduanya di dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ }
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51)
*******************
{حَكِيم}
lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal: 10)
Yakni dalam syariat-Nya yang memerintahkan "untuk memerangi orang-orang kafir, sekalipun Dia sendiri mampu menghancurkan dan membinasakan mereka dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah.

Al-Anfal, ayat 11-14

{إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ (11) إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13) ذَلِكُمْ فَذُوقُوهُ وَأَنَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابَ النَّارِ (14) }
(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kalian mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya. dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk menyucikan kalian dengan hujan itu dan  menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hati kalian dan memperteguh dengannya telapak kaki (kalian). (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atas kalian), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. (Al-Anfal: 11-14)
Allah mengingatkan mereka akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu rasa kantuk yang membuai mereka; hal ini menjadi penenteram hati mereka dari rasa ketakutan yang diakibatkan dari minimnya bilangan mereka, sedangkan jumlah musuh mereka sangat banyak. Hal yang sama telah dilakukan pula oleh Allah sesudah Perang Uhud sebagai penenteram hati mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ أَنزلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ}
Kemudian setelah kalian berduka cita Allah menurunkan kepada kalian keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. (Ali Imran: 154), hingga akhir ayat,
Abu Talhah mengatakan bahwa dia termasuk salah seorang yang terkena rasa kantuk itu dalam Perang Uhud, dan sesungguhnya pedangnya sampai terjatuh berkali-kali dari tangannya. Bila pedangnya jatuh, maka ia memungutnya; dan bila jatuh lagi, ia memungutnya kembali. Dan sesungguhnya dia melihat pasukan kaum muslim menelentangkan tubuh mereka, sedangkan mereka berada di bawah lindungan tamengnya masing-masing.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Mudarrib, dari Ali r.a. yang mengatakan, "Di antara kami tiada seorang penunggang kuda pun selain Al-Miqdad dalam Perang Badar. Dan sesungguhnya di antara kami tiada seorang pun melainkan dalam keadaan tertidur, kecuali Rasulullah Saw. yang sedang salat di bawah sebuah pohon seraya menangis hingga pagi harinya."
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa rasa kantuk dalam situasi perang merupakan penenteram hati dari Allah Swt., sedangkan kalau kantuk dalam salat merupakan godaan dari setan.
Qatadah mengatakan bahwa kantuk mempengaruhi kepala, sedangkan tidur mempengaruhi hati. Menurut kami, kantuk telah menimpa mereka dalam Perang Uhud; kisah mengenainya telah dikenal. Adapun mengenai apa yang disebutkan di dalam ayat ini tiada lain berkaitan dengan kisah dalam Perang Badar. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kantuk itu pun telah dialami pula oleh mereka saat itu. Seakan-akan hal tersebut selalu menimpa kaum mukmin di saat menghadapi peperangan, dimaksudkan agar hati mereka tenteram dan percaya akan pertolongan Allah. Hal ini merupakan karunia dari Allah dan merupakan rahmat-Nya bagi mereka serta nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا}
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)
Karena itulah di dalam kitab Sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika dalam Perang Badar berada di dalam kemah kecilnya dengan Abu Bakar As-Siddiq r.a. —sedang berdoa— terkena rasa kantuk, kemudian beliau terbangun seraya tersenyum dan bersabda:
"أَبْشِرْ يَا أَبَا بَكْرٍ، هَذَا جِبْرِيلُ عَلَى ثَنَايَاهُ النَّقْعُ" ثُمَّ خَرَجَ مِنْ بَابِ الْعَرِيشِ، وَهُوَ يَتْلُو قَوْلَهُ تَعَالَى: {سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ}
Bergembiralah, hai Abu Bakar, ini Malaikat Jibril datang (dengan mengendarai kuda) yang pada kedua sisinya beterbangan debu-debu. Kemudian Nabi Saw. keluar (berangkat) melalui pintu Al-Arisy seraya membacakan firman-Nya: Golongan (kaum musyrik) itu pasti akan dikalahkan, dan mereka akan mundur ke belakang. (Al-Qamar: 45)
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً}
dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit. (Al-Anfal: 11)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. ketika berangkat menuju medan Badar dan sampai padanya, lalu turun beristirahat. Saat itu pasukan kaum musyrik berada di dalam posisi yang antara mereka dan mata air terdapat banyak gundukan pasir, sedangkan keadaan pasukan kaum muslim sangat lemah, lalu setan menyusupkan rasa kebencian di dalam hati mereka dan membisikkan godaannya di antara mereka seraya mengatakan, "Kalian mengakui bahwa diri kalian adalah kekasih-kekasih Allah, dan di antara kalian terdapat Rasul-Nya, tetapi kaum musyrik ternyata dapat mengalahkan kalian dalam menguasai mata air; sedangkan kalian, salat pun kalian kerjakan dalam keadaan berjinabah."
Maka Allah menurunkan hujan kepada pasukan kaum muslim, yaitu hujan yang cukup lebat, sehingga kaum muslim beroleh minum dan dapat bersuci. Allah pun menghilangkan godaan setan dari mereka, dan tanah yang berpasir itu setelah terkena hujan menjadi padat dan kuat, sehingga orang-orang dengan mudah dapat berjalan di atasnya, begitu pula hewan-hewan kendaraan mereka; lalu pasukan kaum muslim maju menuju ke arah pasukan kaum musyrik. Kemudian Allah menurunkan bala bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di suatu sisi, sedangkan di sisi lain turun Malaikat Mikail dengan membawa lima ratus malaikat lagi.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya pasukan kaum musyrik dari kalangan Quraisy ketika berangkat untuk melindungi iringan kafilah mereka dan membelanya dari serangan kaum muslim, mereka turun istirahat di dekat mata air Badar, sehingga mereka menguasai sumber air itu dan mendahului kaum muslim. Karenanya pasukan kaum muslim mengalami kehausan hingga mereka salat dalam keadaan mempunyai jinabah dan berhadas (tanpa bersuci), hal tersebut membuat mereka merasa berdosa besar.
Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, hujan yang deras, sehingga lembah tempat mereka berada dialiri oleh air yang banyak. Lalu pasukan kaum mukmin minum dan memenuhi wadah-wadah air mereka serta memberi minum kendaraan-kendaraan mereka, dan mereka melakukan mandi jinabah. Maka hal itu dijadikan oleh Allah sebagai sarana bersuci buat mereka dan untuk memantapkan pijakan mereka. Demikian itu karena antara mereka dan kaum terdapat padang pasir maka Allah menurunkan hujan di atas pasir itu sehingga membuat tanah pasir itu keras dan kuat dipijak oleh kaki.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi. Telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi, Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka tertimpa hujan dalam Perang Badar.
Tetapi kisah yang dikenal mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berjalan menuju medan Perang Badar, beliau turun istirahat di dekat sumber air yang ada di tempat itu, yakni permulaan mata airyang dijumpainya. Maka Al-Habbab ibnul Munzir menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti padanya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan sebagai tempat untuk menyusun strategi perang dan melancarkan tipu muslihat perang?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, bahkan ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang dan menyusun tipu muslihatnya."
Al-Habbab ibnul Munzir berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis untuk berperang dan melancarkan siasatnya. Tetapi bawalah kami hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita keringkan semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum, sedangkan mereka tidak mempunyai air." Maka Rasulullah Saw. berangkat untuk melakukan strategi tersebut
Di dalam 'kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa ketika Al-Habbab melakukan hal tersebut, turunlah malaikat dari langit, sedangkan Malaikat Jibril sedang duduk di dekat Rasulullah Saw. Lalu malaikat itu berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam buatmu. Dia berfirman bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang diutarakan oleh Al-Habbah ibnul Munzir."
Maka Rasulullah Saw. menoleh ke arah Malaikat Jibril a.s. dan bersabda, "Tahukah kamu siapakah ini?" Jibril memandang ke arah malaikat itu dan berkata, "Tidak semua malaikat dapat aku kenal. Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan."
Hal yang lebih baik dari riwayat ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi rahimahullah; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Allah me­nurunkan hujan dari langit yang sebelumnya lembah itu (Badar) dalam keadaan kering. Maka Rasulullah Saw. dan para sahabatnya terkena hujan yang membuat tanah berpijak mereka menjadi kuat dan tidak menghalangi mereka untuk berjalan. Sedangkan hujan yang menimpa kaum musyrik membuat mereka tidak mampu bergerak dengan bebas.
Mujahid mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan kepada kaum muslim sebelum rasa kantuk menyerang mereka. Dengan air hujan itu debu tidak ada lagi, dan tanah menjadi keras karenanya, sehingga hati mereka menjadi senang dan kaki mereka menjadi kokoh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Jariyah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa di malam hari kami tertimpa hujan —yakni malam hari yang keesokan harinya terjadi Perang Badar Hingga kami berlindung di bawah pepohonan dan  memakai tameng-tameng untuk menaungi diri dari siraman air hujan. Sedangkan Rasulullah Saw. malam itu terus-menerus memberikan semangat untuk berperang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ}
untuk menyucikan kalian dengan hujan itu. (Al-Anfal: 11)
Maksudnya, menyucikan kalian dari hadas kecil atau hadas besar, yakni penyucian lahiriah.
{وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ}
dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan. (Al-Anfal: II)
Yaitu melenyapkan gangguan setan dan bisikannya yang jahat, hal ini merupakan penyucian batin. Pengertian ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Allah Swt. dalam kisah ahli surga, yaitu:
{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ}
Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak (Al-Insan:21)
Hal ini merupakan perhiasan lahiriah.  Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا}
dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (Al-Insan: 21)
Yakni untuk menyucikan kedengkian, kebencian, dan permusuhan yang ada di dalam hati mereka; hal ini merupakan, perhiasan batin dan penyuciannya. 
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ}
dan untuk menguatkan hati kalian. (Al-Anfal: 11)
Yaitu dengan kesabaran dan pendirian yang kokoh dalam menghadapi musuh. Hal ini merupakan sifat keberanian yang tidak kelihatan,
{وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ}
dan untuk memperteguh dengannya telapak kaki(kalian). (Al-Anfal: 11)
Hal ini merupakan keberanian yang lahir, yakni yang tampak.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا}
(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfal: 12)
Sebenarnya hal ini adalah nikmat tersembunyi yang ditampakkan oleh Allah kepada mereka agar mereka mensyukurinya, yaitu Allah Swt. berfirman kepada para malaikat yang Dia turunkan untuk menolong Nabi-Nya, agama-Nya, dan golongan orang-orang mukmin, agar mengembuskan rasa semangat di kalangan pasukan kaum mukmin dengan mengatakan kepada mereka bahwa hendaklah mereka memperteguh telapak kakinya.
Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud 'ialah dukunglah mereka. Sedangkan menurut yang lain yaitu berperanglah kalian bersama mereka. Menurut pendapat lainnya, perbanyaklah bilangan pasukan mereka. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, contoh hal tersebut ialah misalnya malaikat datang kepada seorang sahabat Nabi Saw., lalu mengatakan kepadanya, "Saya telah mendengar perkataan mereka (yakni pasukan kaum musyrik) demi Allah seandainya kamu menyerang mereka, niscaya mereka akan terpukul dan mundur” Maka sebagian dari pasukan kaum muslim membicarakan hal tersebut kepada sebagian yang lainnya, hingga hal itu membuat hati pasukan kaum muslim bertambah kuat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan apa yang telah diketengahkan merupakan lafaznya tanpa ada yang dibuang barang sedikit pun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ}
Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir. (Al-Anfal: 12)
Dengan kata lain, teguhkanlah hati kalian —hai orang-orang mukmin— dan kuatkanlah jiwa kalian dalam menghadapi musuh kalian. Ini adalah perintah dari-Ku kepada kalian, kelak Aku akan menimpakan rasa gentar, takut, dan hina kepada orang-orang yang menentang perintah-Ku dan mendustakan Rasul-Ku.
{فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ}
maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12)
Artinya, pukullah kepala mereka dan belahkanlah, penggallah batang leher mereka dan jadikanlah terputus, serta tebaslah jari-jemari tangan dan kaki mereka.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat ini:
{فَوْقَ الأعْنَاقِ}
bagian atas lehernya. (Al-Anfal: 12)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah pukullah kepala mereka; pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah. Menurut pendapat lain, 'alal a'naq ialah batang leher; pendapat ini dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Atiyyah Al-Aufi. Pengertian ini diperkuat oleh firman Allah Swt. dalam petunjuk-Nya kepada kaum mukmin dalam melakukan hal ini, yaitu melalui Firman–Nya:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ}
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka. (Muhammad: 4)
Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim yang mengatakan bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
"إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لِأُعَذِّبَ بِعَذَابِ اللَّهِ، إِنَّمَا بُعِثْتُ بِضَرْبِ الرِّقَابِ وَشَدِّ الْوَثَاقِ"
Sesungguhnya aku tidak diutus untuk mengazab dengan azab Allah sesungguhnya aku hanya diutus untuk memenggal batang leher dan mengencangkan ikatan (menawan musuh).
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian memukul batang leher dan menghantam kepala.
Menurut kami, di dalam kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa Rasulullah Saw. berjalan memeriksa orang-orang yang gugur dalam Perang Badar, lalu beliau Saw. bersabda, "Pecahlah kepala." Kemudian Abu Bakar melanjutkan apa yang dimaksudkan oleh Nabi Saw.: banyak kaum lelaki yang sombong terhadap kita, mereka adalah orang-orang yang paling menyakitkan dan paling aniaya.
Rasulullah Saw. memulai menyitir suatu bait syair, sedangkan yang melanjutkannya adalah Abu Bakar r.a. karena Nabi Saw. tidak pandai bersyair, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
{وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ}
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, kaum muslim, dalam Perang Badar mengetahui orang-orang kafir yang dibunuh oleh para malaikat dan yang dibunuh oleh mereka sendiri, yaitu dengan tanda adanya bekas pukulan pada batang leher dan jari-jemari, seperti bekas terkena api dan hangus.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ}
dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12)
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah pukullah musuh kalian —hai orang-orang mukmin— pada setiap bagian anggota dan persendian jari-jemari tangan dan kaki mereka. Menurut pengertian bahasa, al-banan adalah bentuk jamak dari bananah, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
أَلا لَيْتَنِي قَطَّعْتُ مِنْهُ بَنَانَةًوَلاقَيْتُهُ فِي الْبَيْتِ يَقْظَانَ حَاذِرَا
Aduhai, seandainya saja sebuah jari tanganku terputus, lalu saya jumpai dia di dalam rumah itu dalam keadaan terjaga dan waspada.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12) Yakni pada tiap-tiap ujung jari mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Ibnu Jarir.
As-Saddi mengatakan bahwa al-banan artinya ujung jari, sedangkan menurut pendapat lain yaitu setiap persendiannya. Juga Ikrimah, Atiyah, dan Ad-Dahhak di dalam riwayat lain mengatakan, "Setiap persendiannya."
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12) Artinya, pukullah muka dan bagian mata serta lemparilah dengan pijaran api; apabila engkau telah menangkapnya, berarti semuanya itu tidak boleh kamu lakukan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas menceritakan perihal Perang Badar; lalu ia melanjutkan kisahnya, bahwa Abu Jahal mengatakan (kepada pasukannya), "Janganlah kalian bunuh mereka secara langsung, tetapi tangkaplah mereka terlebih dahulu hingga kalian dapat mengenal mereka, siapa di antara mereka yang telah mencaci maki agama kalian dan membenci Lata dan 'Uzza." Lalu Allah Swt. berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12) Maka Abu Jahal terbunuh bersama enam puluh sembilan orang pasukan kaum musyrik, dia termasuk seseorang dari mereka. Kemudian Uqbah ibnu Abu Mu'it tertawan, lalu ia dibunuh tanpa perlawanan, sehingga jumlah mereka yang terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik genap tujuh puluh orang.
*******************
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ}
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Anfal: 13)
Yakni mereka menentang Allah dan Rasul-Nya dengan cara meninggalkan syariat dan tidak mau beriman kepada-Nya serta menentang keduanya. Pengertian lafaz syaqqun ini dapat pula diambi! dari kata syaqqul 'asa yang artinya membelahnya menjadi dua bagian.
{وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}
Dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal: 13)
Maksudnya, Allahlah yang akan menuntut dan Mahamenang atas orang-orang yang menentang-Nya dan yang membangkang terhadap-Nya. Tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang dapat bertahan terhadap murka-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia.
{ذَلِكُمْ فَذُوقُوهُ وَأَنَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابَ النَّارِ}
Itulah (hukuman dunia yang ditimpakan atas kalian), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. (Al-Anfal: 14)
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir yakni rasakanlah siksa dan pembalasan dunia ini; dan ketahuilah pula oleh kalian bahwa azab neraka di akhirat pun akan menimpa orang-orang kafir.

Al-Anfal, ayat 15-16

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلا تُوَلُّوهُمُ الأدْبَارَ (15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16) }
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan orang-orqng yang kafir yang sedang menyerang kalian, maka janganlah kalian  membelakangi mereka (Mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.
Allah Swt. berfirman mengutarakan ancaman-Nya kepada orang yang melarikan diri dari medan perang karena diserang musuh, bahwa Dia akan memasukan orang (muslim) yang berbuat demikian ke dalam neraka. Hal ini diungkapkan-Nya melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا}
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerang kalian. (Al-Anfal: 15)
Yakni apabila kalian telah berdekatan dan saling berhadapan dengan mereka dalam medan perang.
{فَلا تُوَلُّوهُمُ الأدْبَارَ}
maka janganlah kalian membelakangi mereka (Al-Anfal: 15)
Maksudnya, janganlah kalian lari dan meninggalkan teman-teman kalian yang tetap bertahan.
{وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ}
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang. (Al-Anfal: 16)
Yaitu lari dari teman-temannya sebagai siasat perang, untuk memperlihatkan kepada musuh bahwa dia takut kepada musuh, hingga musuh mengejarnya. Kemudian secara mendadak ia berbalik menyerang dan membunuh musuhnya, maka cara seperti ini tidak dilarang. Demi­kianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi.
Ad-Dahhak mengatakan, misalnya seseorang maju di hadapan teman-temannya karena dia melihat adanya kelalaian pada pihak musuh, sehingga ia berhasil memanfaatkan situasi ini dan dapat membunuh musuhnya.
{أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ}
atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain. (Al-Anfal: 16)
Artinya, lari dari suatu kelompok ke kelompok yang lain di dalam pasukan kaum muslim untuk membantu mereka atau untuk meminta bantuan mereka; hal ini diperbolehkan. Hingga seandainya ia berada di dalam suatu sariyyah (pasukan khusus), lalu ia lari ke arah amirnya atau kepada imam besarnya, maka hal ini termasuk ke dalam pengertian kemurahan yang disebutkan dalam ayat ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْر، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كُنْتُ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَحَاصَ النَّاسُ حَيْصَةً -وَكُنْتُ فِيمَنْ حَاصَ -فَقُلْنَا: كَيْفَ نَصْنَعُ وَقَدْ فَرَرْنَا مِنَ الزَّحْفِ وَبُؤْنَا بِالْغَضَبِ؟ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ فَبِتْنَا؟ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ عَرَضْنَا أَنْفُسَنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنْ كَانَتْ لَنَا تَوْبَةٌ وَإِلَّا ذَهَبْنَا؟ فَأَتَيْنَاهُ قَبْلَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ، فَخَرَجَ فَقَالَ: "مَنِ الْقَوْمُ؟ " فَقُلْنَا: نَحْنُ الْفَرَّارُونَ. فَقَالَ: "لَا بَلْ أَنْتُمُ العَكَّارون، أَنَا فِئَتُكُمْ، وَأَنَا فِئَةُ الْمُسْلِمِينَ" قَالَ: فَأَتَيْنَاهُ حَتَّى قَبَّلنا يَدَهُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan, "Saya termasuk di dalam suatu pasukan yang dikirimkan oleh Rasulullah Saw. Kemudian orang-orang terpukul mundur dan lari, sedangkan saya termasuk orang-orang yang mundur. Lalu kami berkata, 'Apakah yang harus kita perbuat, sedangkan kita telah lari dari serangan musuh dan kita kembali dalam keadaan beroleh murka Allah?' Akhirnya kami mengatakan, 'Sebaiknya kita kembali ke Madinah dan menginap.' Dan kami berkata lagi, "Bagaimana kalau kita tanyakan perihal diri kita ini kepada Rasulullah Saw. Jika masih ada pintu tobat buat kita, kita akan bertobat; dan jika tidak ada, maka kita akan berangkat kembali.' Kemudian kami menghadap kepadanya sebelum salat Subuh. Beliau Saw. keluar (dari rumahnya) seraya bertanya, 'Siapakah kaum ini?' Maka kami menjawab, 'Kami adalah orang-orang yang lari dari medan perang? Nabi Saw. bersabda: 'Bukan, bahkan kalian adalah orang-orang yang sedang melakukan siasat perang, saya sendiri termasuk golongan pasukan kaum muslim. Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Lalu kami (para sahabat yang bertugas dalam sariyyah itu) mendekati beliau dan mencium tangan beliau."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmuzi. dan Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Abu Ziyad. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Ibnu Abi Ziyad.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad dengan sanad yang sama, yang pada penghujungnya disebutkan bahwa lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:
{أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ}
atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. (Al-Anfal: 16)
Menurut ahlul 'ilmi, makna al-'akkaruna yang ada dalam hadis ini ialah orang-orang yang menggunakan siasat perang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan gugurnya Abu Ubaidah di atas sebuah jembatan di negeri Persia ketika berperang melawan musuh. Ia gugur karena banyaknya pasukan pihak Majusi yang menyerangnya. Lalu Umar berkata, "Sekiranya dia bergabung kepadaku (yakni mundur untuk mencari bantuan), niscaya aku akan menjadi pasukan pembantunya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Sirin, dari Umar.
Menurut riwayat Abu Usman An-Nahdi melalui Umar, ketika Abu Ubaidah gugur, Umar berkata, "Hai manusia, aku adalah pasukan kalian juga." Mujahid mengatakan bahwa Umar telah mengatakan, "Saya adalah pasukan semua orang muslim.""
Abdul Malik ibnu Umair telah meriwayatkan dari Umar, "Hai manusia, jangan sekali-kali kalian salah pengertian terhadap ayat ini, sesungguhnya kisah dalam ayat ini hanya terjadi dalam Perang Badar, aku adalah pasukan setiap orang muslim."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hissan ibnu Abdullah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Sulaiman Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Nafi', bahwa Nafi' pernah bertanya kepada ibnu Umar, "Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang tidak kokoh dalam peperangan melawan musuh, sedangkan kami tidak mengerti apakah yang dimaksud dengan lafaz al-fi-ah, apakah ia imam kami atau basis pasukan kami?" Ibnu Umar menjawab, "Sesung­guhnya yang dimaksud dengan al-fi-ah ialah Rasulullah Saw. sendiri." Saya (Nafi') mengatakan, sesungguhnya Allah Swt telah berfirman: apabila kalian bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerang kalian. (Al-Anfal: 15), hingga akhir ayat. Ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya ayat ini hanyalah diturunkan di waktu Perang Badar, bukan sebelumnya, bukan pula sesudahnya."
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. (Al-Anfal: 16) Yakni yang lari untuk menggabungkan diri dengan Nabi dan para sahabatnya.
Hal yang sama dikatakan terhadap orang yang lari dari medan perang pada hari itu (di masa pemerintahan Khal ifah Umar) untuk bergabung dengan amir dan teman-temannya.
Adapun jika lari bukan karena suatu penyebab dari sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, maka hukumnya haram dan merupakan suatu dosa besar.
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: "الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، والتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وقَذْفِ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ"
"Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan.” Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah apa sajakah ketujuh dosa besar itu?" Rasulullah Saw. bersabda. ”Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang saat diserang, dan menuduh berzina wanita-wanita mukmin yang terpelihara kehormatannya yang sedang dalam keadaan lalai.”
Hadis ini mempunyai syawahid yang menguatkannya, diriwayatkan melalui jalur-jalur lain. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ}
Maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempat kembalinya. (Al-Anfal: 16)
Artinya, orang yang berbuat demikian kembali dari medan perangnya dengan membawa murka Allah yang menimpa dirinya, dan kelak tempat kembalinya di hari kemudian disebutkan oleh firman selanjutnya, yaitu:
{جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
ialah neraka jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya (Al-Anfal: 16)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّي، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَة، حَدَّثَنَا جَبَلَةُ بْنُ سُحَيْم، عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى الْعَبْدِيُّ، سَمِعْتُ السَّدُوسِيَّ -يَعْنِي ابْنَ الْخَصَاصِيَةِ، وَهُوَ بَشِيرُ بْنُ مَعْبَدٍ -قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُبَايِعَهُ، فَاشْتَرَطَ عَلَيَّ: "شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنْ أُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَأَنْ أُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ، وَأَنْ أَحُجَّ حَجَّة الْإِسْلَامِ، وَأَنْ أَصُومَ شَهْرَ رَمَضَانَ، وَأَنْ أُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَّا اثْنَتَانِ فَوَاللَّهِ لَا أُطِيقُهُمَا: الْجِهَادُ، فَإِنَّهُمْ زَعَمُوا أَنَّهُ مَنْ وَلَّى الدُّبُر فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ، فَأَخَافُ إِنْ حَضَرْتُ ذَلِكَ خَشَعَتْ نَفْسِي وَكَرِهَتِ الْمَوْتَ. وَالصَّدَقَةُ، فَوَاللَّهِ مَا لِي إِلَّا غُنَيْمَةٌ وَعَشْرُ ذَوْدٍ هُنَّ رَسَل أَهْلِي وحَمُولتهم. فَقَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ، ثُمَّ حَرَّكَ يَدَهُ، ثُمَّ قَالَ: "فَلَا جِهَادَ وَلَا صَدَقَةَ، فِيمَ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِذًا؟ " فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا أُبَايِعُكَ. فَبَايَعْتُهُ عليهنَّ كلهنَّ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Ar-Riqqi, dari Zaid ibnu Abu Anisah, telah menceritakan kepada kami Jabalah ibnu Suhaim, dari Abul Musanna Al-Abdi, bahwa ia pernah mendengar As-Sadusi (yakni Ibnul Khassiyah, yaitu Basyir ibnu Ma'bad) mengatakan bahwa ia datang kepada Nabi Saw. untuk berbai'at kepadanya. Maka Nabi Saw. mempersyaratkan kepadanya untuk membaca syahadat, yaitu: Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; mendirikan salat, menunaikan zakat, melakukan ibadah haji, yaitu haji Islam (bukan haji jahiliyah); puasa dalam bulan Ramadan, dan terakhir berjihad di jalan Allah. Basyir ibnu Ma'bad melanjutkan kisahnya, "Lalu ia berkata 'Wahai Rasulullah, dua perkara tersebut tidak mampu saya kerjakan, yaitu jihad. Karena sesungguhnya mereka menduga bahwa barang siapa yang melarikan diri dari medan perang, maka sesungguhnya dia kembali dengan membawa murka dari Allah. Maka saya khawatir bila menghadapi peperangan, lalu hati saya menjadi kecut dan takut mati. Kedua ialah zakat, demi Allah, saya tidak memiliki ternak kecuali hanya beberapa ekor kambing dan sepuluh ekor unta untuk keperluan keluarga saya dan sebagai kendaraan angkutan mereka'." Maka Rasulullah Saw. memegang tangannya dan menggerak-gerakkan tangannya, lalu bersabda, "Tidak ada jihad dan tidak ada zakat, lalu dengan apakah kamu dapat masuk surga?" Ia (Basyir ibnu Ma'bad) akhirnya mengatakan, "Wahai Rasulullah, sekarang saya mau berbai'at kepadamu, dan saya berbai'at (berjanji setia) kepadanya atas kesemua­nya itu."
Hadis ini garib bila ditinjau dari jalur ini, karena mereka tidak mengetengahkannya dalam kitab-kitab mereka yang sittah (enam).
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ رَبِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَشْعَثِ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "ثَلَاثَةٌ لَا يَنْفَعُ مَعَهُنَّ عَمَلٌ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ".
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Rabi'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Asy'as, dari Tasuban secara marfu', dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ada tiga perkara, tiada suatu amal pun yang bermanfaat bersamanya, yaitu mempersekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, dan lari dari medan perang ketika musuh menyerang.
Hadis ini pun dinilai garib sekali.
وَقَالَ الطَّبَرَانِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ الأسْفَاطِيّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ الشَّنِّي، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ قَالَ: سَمِعْتُ بِلَالَ بْنَ يَسَارِ بْنِ زَيْدٍ -مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي حَدَّثَ عَنْ جَدِّي قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ".
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muqatil Al-Isfati, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar As-Sinni. telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Murrah. Ia pernah mendengar Bilal ibnu Yasar ibnu Zaid maula Rasulullah Saw. menceritakan hadis berikut: Ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis ini dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. telah besabda: Barang siapa mengucapkan, "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, dan saya bertobat kepada-Nya, diberikan ampunan baginya, sekalipun dia telah lari dari medan perang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Musa Ibnu Ismail, dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengetengah­kannya dari Imam Bukhari, dari Musa ibnu Ismail dengan sanad yang sama. Lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. kami tidak mengenalnya melainkan hanya dari jalur ini.
Menurut kami, Zaid maula Rasulullah Saw. belum pernah menceritakan hadis dari Rasulullah Saw. selain hadis ini.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa lari dari medan perang hukumnya haram bagi para sahabat, tiada lain karena jihad adalah fardu 'ain bagi mereka. Menurut pendapat lain, hal ini hanya khusus bagi kalangan Ansar, karena mereka telah berbai'at untuk tunduk patuh, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Menurut pendapat lainnya lagi, makna yang dimaksud oleh ayat ini khusus bagi ahli Badar (kaum muslim yang ikut dalam Perang Badar). Hal yang menyatakan demikian telah diriwayatkan melalui Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa'id, Abu Nadrah, Nafi' maufa Ibnu Umar, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Alasan mereka mengatakan demikian karena pada zaman itu tidak ada suatu golongan yang mempunyai kekuatan bersenjata untuk dapat dijadikan sebagai pelindung dan dimintai bantuannya selain golongan mereka sendiri, seperti yang disebutkan oleh Nabi Saw. dalam doanya:
"اللَّهُمَّ إِنَّ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ"
Ya Allah, jika golongan ini binasa, niscaya Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.
Karena itulah Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Mubarak ibnu Fudalah dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu (Al-Anfal: 16) Yang dimaksud adalah dalam Perang Badar.  Adapun di masa sekarang ini, jika suatu pasukan kaum muslim bergabung dengan pasukan kaum muslim lainnya, atau masuk ke dalam kota muslim, menurut saya hukumnya tidak mengapa.
Ibnul Mubarak mengatakan pula dari Ibnu Luhai'ah (Lahi'ah), telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib yang mengatakan bahwa Allah memastikan masuk neraka bagi orang yang lari dari Perang Badar, karena Allah Swt. telah berfirman: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok  untuk (siasat)perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah (Al-Anfal: 16) Ketika terjadi Perang Uhud pada tahun berikutnya. Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu. (Ali-lmrah: 155) sampat dengan firman-Nya: dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. (Ali-Imran: 155) Kemudian pada waktu Perang Hunain —tujuh tahun kemudian— Allah Swt. berfirman: kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) sampai dengan firman-Nya: Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. (At-Taubah: 27)
Di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan Nasai, Mustadrak Imam Hakim, serta kitab Tafsir Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih disebutkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari AbuNadrah, dari Abu Sa'id, ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu. (Al-Anfal: 16) Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang muslim yang terlibat dalam Perang Badar. Tetapi hal ini bukan berarti me-nafi-kan pengertian haram bagi selain mereka yang lari dari medan perangnya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan mereka (ahli Badar). Seperti apa yang ditunjukkan oleh makna hadis Abu Hurairah di atas yang menyatakan bahwa lari dari medan perang merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan. Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama.

Al-Anfal, ayat 17-18

{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (17) ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِينَ (18) }
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepada kalian), dan sesungguhnya melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir.
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dialah Yang menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Terpuji atas semua perbuatan baik yang dilakukan oleh mereka, karena Dia-lah yang menggerakkan mereka untuk melakukannya dan membantu mereka untuk menyelesaikannya. Karena itu disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ}
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka,, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka. (Al-Anfal: 17)
Maksudnya, bukan karena upaya kalian, bukan pula karena kekuatan kalian. Kalian dapat membunuh musuh-musuh kalian karena jumlah mereka jauh-lebih banyak daripada jumlah kalian. Dengan kata lain, bahkan Allah-lah yang membuat kalian beroleh kemenangan atas mereka. Seperti pengertian yang ada dalam ayat lain, yaitu:
{وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ }
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran: 123), hingga akhir ayat.
{لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ}
Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai para mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25)
Allah Swt. memberitahukan bahwa kemenangan itu bukan diperoleh karena banyaknya bilangan personel, bukan pula karena lengkapnya peralatan, melainkan karena ada pertolongan dari sisi Allah Swt., seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lainnya:
{كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ}
Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 249)
Kemudian Allah Swt. berfirman pula kepada Nabi-Nya berkenaan dengan segenggam pasir yang ditaburkan Nabi Saw. ke arah wajah orang-orang kafir dalam Perang Badar, yaitu ketika beliau keluar dari Al-'Arisy setelah beliau berdoa dan memohon kepada Allah dengan rendah diri dan khusyuk. Beliau melempar mereka dengan segenggam pasir itu seraya bersabda, "Mudah-mudahan mata-mata mereka kelilipan." Kemudian Nabi Saw. memerintahkan pasukannya untuk membuktikan hal tersebut dengan menelusuri jejaknya, lalu mereka melakukan apa yang diperintahkannya. Ternyata Allah menyampaikan pasir itu ke mata semua kaum musyrik, sehingga tidak ada seorang pun dari mereka melainkan terkena oleh pasir tersebut dan menyibukkan dirinya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَمَارَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ}
dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Yakni Allah-lah yang menyampaikan pasir itu ke mata mereka dan yang membuat mereka semua kelilipan, bukan kamu, hai Muhammad.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya —yakni pada waktu Perang Badar— seraya berdoa:
" يَا رَبِّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ، فَلَنْ تُعْبَدَ فِي الْأَرْضِ أَبَدًا"
Ya Tuhanku, jika golongan ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini untuk selama-lamanya.
Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ambillah segenggam pasir, lalu lemparkanlah ke arah muka mereka." Maka Nabi Saw. mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah muka mereka. Maka tidak ada seorang musyrik pun melainkan matanya terkena pasir itu, hidung serta mulut mereka pun terkena pasir itu pula, sehingga akhirnya mereka mundur bercerai-berai.
As-Saddi mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Ali r.a. pada hari Perang Badar, "Berikanlah kepadaku segenggam pasir." Lalu Ali memberikan segenggam pasir kepadanya, kemudian Nabi Saw. melemparkan pasir itu ke arah wajah kaum musyrik. Maka tidak ada seorang musyrik pun melainkan matanya kemasukan pasir itu. Kemudian pasukan kaum mukmin datang mengiringinya dan membunuh serta menahan mereka. Allah berfirman:
{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى}
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka; dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Abu Ma'syar Al-Madani telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Qais dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Mereka mengatakan bahwa ketika kedua belah pasukan saling berhadapan satu sama lainnya, maka Rasulullah Saw. mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan kaum musyrik seraya bersabda, "Semoga wajah mereka kelilipan." Maka masuklah pasir itu ke mata mereka semuanya. Kemudian sahabat Rasulullah Saw. datang menyerang dan membunuh serta menahan mereka. Tersebutlah bahwa kekalahan pasukan kaum musyrik terjadi karena lemparan Rasulullah itu. Lalu Allah Swt. menu­runkan firman-Nya: dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Aliahlah yang melempar. (Al-Anfal: 17) Hal ini terjadi dalam Perang Badar. Rasulullah Saw. mengambil tiga genggam pasir, lalu melemparkannya ke arah sayap kanan pasukan musuh, dan melemparkannya lagi ke arah sayap kiri pasukan musuh, kemudian melemparkannya lagi ke arah sayap depan pasukan musuh, seraya bersabda, "Semoga mata-mata mereka kelilipan." Akhirnya musuh terpukul mundur.
Kisah ini telah diriwayatkan pula dari Urwah, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam ahli hadis. Mereka mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan lemparan pasir yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Badar, sekalipun beliau Saw. melakukan pula hal yang sama dalam Perang Hunain.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Rabi'ah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah, dari Hakim ibnu Hizam yang menceritakan, "Ketika Perang Badar meletus, kami mendengar suara dari langit seakan-akan seperti suara batu kerikil yang jatuh ke dalam sebuah piala. Rasulullah Saw. lah yang melakukan lemparan itu sehingga kami dapat memukul mundur musuh." Bila ditinjau dari segi ini maka riwayat ini garib. Berikut ini ada dua pendapat lainnya yang garib sekali, yaitu:
Pertama, Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Auf At-Ta'i, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Jubair, bahwa Rasulullah Saw. ketika berperang melawan Ibnu Abul Haqiq di Khaibar, beliau meminta sebuah busur, lalu didatangkan kepadanya sebuah busur yang panjang, tetapi Rasul Saw. bersabda, "Berikanlah kepadaku busur lainnya!" Maka mereka mendatangkan busur yang tidak panjang, kemudian Nabi Saw. membidikkan panahnya ke arah benteng Khaibar. Maka panah yang dilepaskan oleh Nabi Saw. melesat tinggi dan jatuh mengenai Ibnu Abul Haqiq yang berada di tempat tidurnya hingga ia mati. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Riwayat ini berpredikat garib, tetapi sanadnya jayyid (baik) sampai kepada Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir. Barangkali ia keliru, atau dia bermaksud bahwa ayat ini bermakna umum mencakup kesemuanya. Jika tidak demikian maka konteks ayat dalam surat Al-Anfal menunjukkan kisah Perang Badar, tanpa diragukan lagi; dan hal ini tidaklah samar bagi semua imam ahlul 'ilmi.
Kedua, Ibnu Jarir meriwayatkan —begitu juga Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya— dengan sanad yang sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan Az-Zuhri. Disebutkan bahwa keduanya mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan lemparan yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Uhud, ditujukan kepada Ubay ibnu Khalaf. Yaitu lemparan tombak kecil, sedangkan saat itu Ubay ibnu Khalaf memakai baju besi. Lalu tombak itu melukai bagian tenggorokannya, sehingga ia jatuh terjungkal berkali-kali dari atas kudanya, dan luka itulah yang membawa kepada kematiannya beberapa hari kemudian. Selama lukanya itu dia mengalami siksaan yang sangat pedih, dan siksaannya itu terus berlangsung sampai ke alam barzakh yang terus berhubungan dengan azab akhirat."
Kedua pendapat yang diutarakan oleh kedua imam ini pun garib sekali. Barangkali keduanya bermaksud bahwa ayat ini bersifat umum dan mencakup kesemuanya itu, bukan hanya diturunkan berkenaan dengan Perang Badar saja secara khusus.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnu Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehu­bungan dengan firman-Nya: (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. (Al-Anfal: 17)
Yakni agar orang-orang mukmin merasakan nikmat-Nya kepada mereka, yaitu dimenangkan-Nya mereka atas musuh-musuh mereka sekalipun bilangan musuh mereka jauh lebih banyak, sedangkan bilangan mereka sendiri sedikit. Dan agar dengan hal tersebut mereka mengakui apa yang harus mereka lakukan kepada-Nya, yaitu mensyukuri nikmat-Nya kepada mereka. Demikian pula menurut apa yang ditafsirkan oleh Ibnu Jarir. Di dalam sebuah hadis disebutkan,
"وَكُلُّ بَلَاءٍ حَسَنٌ أَبْلَانَا"
"Semua ujian yang baik pernah ditimpakan oleh Allah kepada kami."
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anfal: 17)
Artinya, Maha Mendengar semua doa, lagi Maha Mengetahui siapa orang-orang yang berhak beroleh pertolongan dan kemenangan.
*******************
{ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِينَ}
Firman Allah Swt.:
Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepada kalian), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir. (Al-Anfal: 18)
Hal ini merupakan berita gembira lainnya bagi orang-orang mukmin di samping berita gembira kemenangan. Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dialah yang akan mematahkan semua tipu daya orang-orang kafir di masa mendatang. Dia pulalah yang akan membuat urusan orang-orang kafir menjadi terhina, dan bahwasanya semua orang musyrik serta segala sesuatu yang mereka miliki pasti akan hancur dan binasa.

Al-Anfal, ayat 19

{إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ (19) }
Jika kalian (orang-orang musyrik) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepada kalian; dan jika kalian berhenti, maka itulah yang lebih baik bagi kalian; dan jika kalian kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perang kalian sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kalian suatu bahaya pun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.
Allah Swt. berfirman kepada orang-orang kafir:
{إِنْ تَسْتَفْتِحُوا}
Jika kalian mencari keputusan. (Al-Anfal: 19)
Yakni meminta pertolongan, meminta peradilan kepada Allah, dan meminta keputusan dari-Nya untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara kalian dan musuh-musuh kalian dari kalangan orang-orang mukmin, maka sesungguhnya telah datang apa yang kalian minta itu. Menurut riwayat Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Sa'labah ibnu Sa'ir, dalam Perang Badar Abu Jahal mengatakan, "Ya Allah, siapakah di antara kami yang memutuskan silaturahmi dan mendatangkan hal-hal yang tidak kami kenal, maka putuskanlah esok hari!" Maka hal tersebut dianggap sebagai permintaan keputusan darinya. Lalu turunlah firman-Nya: Jika kalian (orang-orang musyrik) mencari keputusan, maka telah datang keputusan itu kepada kalian. (Al-Anfal: 19), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid (yakni Ibnu Harun), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Sa'labah, bahwa Abu Jahal ketika menghadapi Perang Badar mengatakan, "Ya Allah, dia memutuskan silaturahmi kami dan mendatangkan perkara yang tidak kami kenal, maka putuskanlah besok paginya." Maka dialah yang meminta keputusan itu.
Imam Nasai mengetengahkannya di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Saleh ibnu Kaisan, dari Az-Zuhri, dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-ny&melalui jalur Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Yazid ibnu Ruman, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
As-Saddi mengatakan bahwa ketika pasukan kaum musyrik berangkat dari Mekah menuju medan Perang Badar, terlebih dahulu mereka memegang kain kelambu Ka'bah dan meminta pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Allah, tolonglah salah satu di antara kedua pasukan yang paling tinggi, salah satu di antara dua golongan yang paling mulia, dan salah satu dari dua kabilah yang terbaik." Maka Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya yang mengatakan: Jika kalian (orang-orang musyrik) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepada kalian. (Al-Anfal: 19) Allah bermaksud bahwa Dia telah memutuskan apa yang mereka minta, yaitu kemenangan bagi Muhammad Saw.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa firman Allah Swt. berikut menceritakan permintaan mereka, yaitu: Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau.” (Al-Anfal: 32), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَنْتَهُوا}
dan jika kalian berhenti. (Al-Anfal: 19)
Maksudnya, dari kekufuran kepada Allah dan mendustakan Rasul-Nya yang selama ini kalian kerjakan.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ}
maka itulahyang-lebih baik bagi kalian. (Al-Anfal: 19) Yakni untuk kebaikan dunia dan akhirat kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ}
dan jika kalian kembali, niscaya Kami kembali pula. (Al-Anfal: 19)
Perihalnya sama dengan firman-Nya:
{وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا}
Dan sekiranya kalian kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazab kalian) (Al-Isra: 8)
Makna yang dimaksud ialah, jika kalian kembali mengerjakan kekufuran dan kesesatan, niscaya Kami akan kembali menimpakan kejadian seperti ini kepada kalian.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: jika kalian kembali. (Al-Anfal: 19) Yaitu kembali meminta keputusan. niscaya Kami kembali (pula). (Al-Anfal: 19) Maksudnya, kembali memberikan keputusan buat kemenangan Muhammad Saw. dan menolongnya dalam menghadapi musuh-musuhnya hingga beroleh kemenangan. Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat.
{وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ}
dan angkatan perang kalian tidak akan dapat menolak dari kalian suatu bahaya pun, biarpun jumlahnya banyak (Al-Anfal: 19)
Yakni seandainya kalian himpunkan semua pasukan yang ada pada kalian, maka yang menang tetaplah pihak yang didukung oleh Allah, tiada seorang pun yang dapat mengalahkannya.
وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (Al-Anfal: 19)
Mereka adalah golongan yang bersama Nabi dan berada di sisinya

Al-Anfal, ayat 20-23

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ (20) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ (21) إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (22) وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (23) }
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berpaling dari-Nya, sedangkan kalian mendengar (perintah-perintah-Nya), dan janganlah kalian menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata, "Kami mendengar­kan, "padahal mereka tidak mendengarkan. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Lalu Allah memperingatkan mereka agar jangan menentang-Nya dan menyerupakan diri dengan orang-orang yang kafir kepada-Nya serta menentang-Nya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ}
dan janganlah kalian berpaling dari-Nya. (Al-Anfal: 20)
Artinya, janganlah kalian meninggalkan taat kepada-Nya dan berpaling dari mengerjakan perintah-perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan-Nya.
{وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ}
sedangkan kalian mendengar (perintah-perintah-Nya). (Al-Anfal: 20)
Yakni sesudah kalian mengetahui apa yang diserukannya kepada kalian untuk kalian kerjakan.
{وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ}
dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang (munafik) yang berkata, "Kami mendengarkan," padahal mereka tidak mendengar­kan. (Al-Anfal: 21)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik. Pendapat inilah yang dipilih oleh ibnu Jarir.
Sedangkan menurut Ibnu Ishaq, yang dimaksud dengan mereka ialah orang-orang munafik, karena sesungguhnya mereka menampakkan dirinya seakan-akan mereka mendengar dan menanggapinya, padahal hati mereka tidaklah demikian.
Kemudian Allah Swt memberitahukan bahwa manusia jenis ini merupakan makhluk yang paling buruk, dan kedudukannya sama dengan binatang. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ}
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli. (Al-Anfal: 22)
Yakni tidak mau mendengarkan perkara yang hak.
{الْبُكْمُ}
dan bisu. (Al-Anfal: 22)
yaitu tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ}
yang tidak mengerti apa pun. (Al-Anfal: 22)
Mereka adalah seburuk-buruk makhluk, karena sesungguhnya semua makhluk selain mereka taat kepada Allah menuruti apa yang mereka diciptakan untuknya. Sedangkan mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, tetapi mereka ingkar kepada-Nya. Karena itulah mereka diserupakan dengan binatang, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلا دُعَاءً وَنِدَاءً }
Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat.
Dalam ayat lainnya lagi disebutkan:
{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ}
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179)
Menurut pendapat lainnya lagi, yang dimaksud dengan mereka yang disebutkan dalam ayat ini ialah segolongan orang dari kalangan Bani Abdud Dar, suatu puak dari kabilah Quraisy. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik.
Menurut kami, dalam hal ini tidak ada bedanya antara kaum musyrik dan orang-orang kafir serta orang-orang munafik, karena masing-masing dari mereka tidak mempunyai pemahaman yang benar dan tidak mempunyai tujuan beramal saleh.
Kemudian Allah Swt. memberitakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai pemahaman yang benar, tidak pula mempunyai niat yang benar, sekalipun diumpamakan mempunyai pemahaman.
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ}
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. (Al-Anfal: 23)
Yakni niscaya Allah menjadikan mereka dapat memahami. Bentuk lengkapnya ialah 'tetapi tidak ada kebaikan pada diri mereka, maka mereka tidak dijadikan mempunyai pemahaman, karena sesungguhnya Allah mengetahui bahwa seandainya Dia membuat mereka dapat mendengar, yakni mempunyai pemahaman.
{لَتَوَلَّوْا}
niscaya mereka pasti berpaling juga. (Al-Anfal: 23)
Yakni berpaling dari hal itu dengan sengaja dan terdorong oleh keingkarannya, padahal mereka sudah memahaminya.
{وَهُمْ مُعْرِضُونَ}
sedangkan mereka memalingkan diri. (Al-Anfal: 23)
Memalingkan diri dari apa yang telah mereka dengar dan mereka pahami itu.

Al-Anfal, ayat 24

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24) }
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kalian akan dihimpunkan.
Imam Bukhari mengatakan bahwa makna istajibu ialah penuhilah, dan limayuhyikum artinya sesuatu yang memperbaiki keadaan kalian.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَمِعْتُ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي، فَمَرَّ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَانِي فَلَمْ آتِهِ حَتَّى صَلَّيْتُ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ فَقَالَ: "مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْتِيَنِي؟ " أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} ثُمَّ قَالَ: "لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ أَخْرُجَ"، فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَخْرُجَ، فَذَكَرْتُ لَهُ -وَقَالَ مُعَاذٌ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْب بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعَ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا -وَقَالَ: " هِيَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} السَّبْعُ الْمَثَانِي"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari khubaib ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang menceritakan bahwa ketika ia sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan memanggilnya, tetapi ia tidak memenuhi panggilannya hingga ia menyelesaikan salatnya. Setelah itu barulah datang kepada beliau. Maka beliau Saw. bertanya,' Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk datang kepadaku? Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan'Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling besar dari Al-Qur’an sebelum aku keluar dari Masjid ini.' Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari masjid, lalu saya mengingatkan janji beliau itu."  Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khubaib ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hal berikut dari Abu Sa'id, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan surat yang dimaksud di atas, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Fatihah: 2) hingga akhir surat. Itulah yang dimaksud dengan sab’ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam salat).
Demikianlah menurut lafaz yang di­ketengahkannya berikut huruf-hurufnya tanpa ada yang dikurangi. Pembahasan mengenai hadis ini telah disebutkan dalam tafsir surat Al-Fatihah berikut semua jalur periwayatannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada perkara yang hak.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Maksudnya kepada Al-Qur'an ini; di dalamnya terkandung keselamatan, kelestarian, dan kehidupan.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Di dalam agama Islam terkandung kehidupan bagi mereka yang pada sebelumnya mereka mati karena kekafiran.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada peperangan yang menyebabkan Allah memenangkan kalian dengan melaluinya, sebelum itu kalian dalam keadaan terhina (kalah). Allah menjadikan kalian kuat karenanya, sebelum itu kalian dalam keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian untuk dapat menyerang kalian, sebelum itu kalian kalah oleh mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ}
dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya. (Al-Anfal: 24)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang mukmin dan kekafiran, serta orang kafir dan keimanan. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secara mauquf (hanya sampai pada Ibnu Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Mus­lim) tidak mengetengahkannya. Imam Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu' (sampai kepada Nabi Saw.), tetapi predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah, justru yang berpredikat mauquf-lah yang sahih sanadnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Atiyyah, Muqatil bin Hayyan, dan As-Saddi.
Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya: mendinding antara manusia dan hatinya. (Al-Anfal: 24) Maksudnya yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak menyadarinya.
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah menghalang-halangi antara seseorang dan hatinya, sehingga ia tidak dapat beriman —tidak pula kafir— kecuali hanya dengan seizin Allah.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)
Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang selaras dengan pengertian ayat ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولُ: " يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman kami?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Dia membolak-balikkannya'.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam pembahasan mengenai takdir, bagian dari kitab Jami-nya, dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna netra), dari Al-A'masy yang namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya Talhah ibnu Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang, semuanya bersumber dari Al-A'masy. Dan sebagian dari mereka telah meriwayatkannya dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis Abu Sufyan dari Anas lebih sahih sanadnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya. Dia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ بِلَالٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو: "يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ ثَبِّت قَلْبِي عَلَى دينك".
telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu
Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’. Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جَابِرٍ يَقُولُ: حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَان الْكِلَابِيَّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، إِذَا شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ". وَكَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ". قَالَ: "وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ".
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak ada suatu hati pun melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya; dan jika Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah bersabda pula: Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah; Dialah Yang merendahkan dan yang mengangkatnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad menga­takan:
حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنِ الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ، عَنِ الْحَسَنِ؛ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: دَعَوَاتٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهَا: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُكْثِرُ تَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ. فَقَالَ: "إِنَّ قَلْبَ الْآدَمِيِّ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَزَاغَهُ وَإِذَا شَاءَ أَقَامَهُ
telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Al-Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa di antara doa-doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati. tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering sekali mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya kalbu anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah jika Dia menghendaki kesesatannya (niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika Dia menghendaki kelurusannya (niscaya Dia membuatnya lurus)
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا هَاشِمُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنِي شَهْرٌ، سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكْثِرُ فِي دُعَائِهِ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قالت: فقلت  يا رسول الله، أو إن الْقُلُوبَ لَتُقَلَّبُ  ؟ قَالَ: "نَعَمْ، مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ بَشَرٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ شَاءَ أَقَامَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَزَاغَهُ. فَنَسْأَلُ اللَّهَ رَبَّنَا أَنْ لَا يُزِيغَ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا، وَنَسْأَلُهُ أَنْ يَهَبَ لَنَا مِنْ لَدُنْهُ رَحْمَةً إِنَّهُ هُوَ الْوَهَّابُ". قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تُعَلِّمُنِي دَعْوَةً أَدْعُو بِهَا لِنَفْسِي؟ قَالَ: " بَلَى، قُولِي: اللَّهُمَّ رَبَّ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ، اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ مَا أَحْيَيْتَنِي"
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepadanya Syahr; ia telah mendengar Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia melurus­kannya), dan jika Dia menghendaki kesesatannya (tentu Dia menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia tidak menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya semoga Dia menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah kiranya engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah Saw. bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama Engkau membiarkan aku hidup.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبَلي  أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو؛ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: " إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّف كَيْفَ شَاءَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ مُصَرِّف الْقُلُوبِ، صَرِّف قُلُوبَنَا إلى طاعتك".
telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepadanya Abu Hani; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya hati Bani Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari Imam Bukhari. Dan ia meriwayatkannya bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih Al-Misri.

Al-Anfal, ayat 25

{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (25) }
Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
Allah Swt. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap fitnah. Yang dimaksud dengan fitnah ialah cobaan dan bencana. Apabila ia datang menimpa, maka pengaruhnya meluas dan menimpa semua orang secara umum, tidak hanya orang-orang durhaka dan orang yang melakukan dosa saja, melainkan bencana dan siksaan itu mencakup kesemuanya; tidak ada yang dapat menolaknya, tidak ada pula yang dapat melenyapkannya. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad; dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jarir, dari Mutarrif yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zubair, "Wahai Abu Abdullah, apakah yang mendorong kamu datang? Kamu telah menyia-nyiakan khalifah yang telah terbunuh, lalu sekarang kamu datang untuk menuntut darahnya." Az-Zubair menjawab, "Kami dahulu di masa Rasulullah Saw.. Abu Bakar, Umar, dan Usinan r.a. biasa membaca firman-Nya yang mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Kami tidak menduga bahwa kami adalah orang-orang yang dimaksud," hingga fitnah  itu terjadi di kalangan kita seperti yang kita alami sekarang.
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar melalui Mutarrif, dari Az-Zubair. Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui Mutarrif pernah meriwayatkan dari Az-Zubair selain dalam hadis ini." Imam Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Jarir ibnu Hazim, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami (para sahabat) merasa takut." Yang dimaksudkannya adalah tentang makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) "Saat itu kami bersama dengan Rasulullah Saw. dan kami tidak menduga bahwa ayat tersebut berkaitan khusus dengan kami." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Humaid, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair r.a.
Daud ibnu Abu Hindun telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali, Ammar, Talhah, dan Az-Zubair; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar, dari Uqbah ibnu Sahban; ia pernah mendengar Az-Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ia membaca ayat berikut selama beberapa tahun, sedangkan kami menduga bahwa kami bukan orang yang dimaksud, tetapi ternyata kamilah orang-orang yang dimaksud olehnya, yaitu firmannya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal: 25)
Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, bersumber dari Az-Zubair ibnul Awwam.
As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum muslim yang terlibat dalam Perang Badar secara khusus, dan ternyata dalam Perang Jamal fitnah itu melanda mereka sehingga mereka saling berperang satu sama lainnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Khitab ayat ini secara khusus ditujukan kepada sahabat-sahabat Nabi Saw.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan pula dari Ibnu Abbas dalam riwayat yang lainnya sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin, janganlah mereka menyetujui perkara yang mungkar yang terjadi di hadapan mereka, maka akibatnya Allah akan menimpakan siksaan secara umum kepada mereka. Tafsir ini terbilang sangat baik.
Karena itulah sehubungan dengan tafsir firman-Nya, Mujahid mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Bahwa ayat ini berkenaan dengan mereka pula.
Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Yazid ibnu Abu Habib serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Tiada seorang pun di antara kalian melainkan akan tertimpa fitnah. Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian). (At-Taghabun: 15) Maka barang siapa yang memohon perlindungan di antara kalian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan." Riwayat Ibnu Jarir.
Pendapat yang mengatakan bahwa fitnah ini secara umum menimpa para sahabat dan lainnya, sekalipun khitab ini ditujukan kepada mereka; pendapat inilah yang benar. Hal ini didukung oleh hadis-hadis yang memperingatkan agar bersikap waspada terhadap fitnah-fitnah. Karena itulah kami akan menjelaskan masalah ini dalam suatu pembahasan terpisah seperti halnya yang banyak dilakukan oleh para imam, mereka secara khusus menulis kitab-kitab mengenainya. Di antara yang terpenting untuk disebutkan secara khusus dalam hal ini ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَجَّاجِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ الْمُبَارَكِ-أَنْبَأَنَا سَيْفُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ عَدِيّ بْنَ عَدِيّ الْكِنْدِيَّ يَقُولُ: حَدَّثَنِي مَوْلًى لَنَا أَنَّهُ سَمِعَ جَدِّي -يَعْنِي عَدِيّ بْنَ عَمِيرَةَ -يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوُا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهم، وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّب اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnul Mubarak), telah menceritakan kepada kami Saif ibnu Abu Sulaiman; ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yakni Addi ibnu Umairah) mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. tidak akan menyiksa kalangan umum karena perbuatan yang dilakukan- oleh kalangan khusus, sebelum kalangan umum melihat di hadapan mereka perbuatan mungkar, sedangkan mereka mampu mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Apabila mereka melakukan hal tersebut (yakni diam saja melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka), maka barulah Allah akan mengazab kalangan khusus (yang terlibat) dan kalangan umum (yang menyaksikannya)
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang dicurigai predikatnya, tidak ada seorang pun di antara pemilik kitab sittah yang mengetengahkannya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْهَاشِمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ -أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِ، عَنْ حُذَيفة بْنِ الْيَمَانِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقابا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لتَدعُنّه فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ"
telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Ja'far), telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Umar, dari Abdullalh ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksaan dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankannya bagi kalian.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Sa'id dari Ismail ibnu Ja'far, dan ia mengatakan:
"أَوْ لَيَبْعَثَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ "
Atau Allah benar-benar akan mengirimkan suatu kaum kepada kalian, kemudian kalian berdoa (memohon pertolongan) kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Imam Ahmad'mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Habib Al-Juhanni Abur Raqqad yang mengatakan bahwa ia berangkat bersama maulanya ke rumah Huzaifah. saat itu ia sedang mengatakan, "Sesungguhnya dahulu di masa Rasulullah Saw. ada seorang lelaki yang mengucapkan suatu kalimat, lalu ia menjadi orang munafik. Dan sesungguhnya saya telah mendengar kalimat itu dari seseorang di antara kalian lebih empat kali dalam suatu majelis. Sesungguhnya kalian benar-benar mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar, dan kalian benar-benar saling menganjurkan kepada kebaikan, atau Allah akan menimpa­kan kepada kalian semua suatu azab, atau Dia akan menguasakan kalian kepada orang-orang yang jahat di antara kalian, kemudian orang-orang pilihan kalian berdoa, tetapi doa mereka tidak diperkenankan."
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dia mengatakan:
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، حَدَّثَنَا عَامِرٌ، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَخْطُبُ يَقُولُ -وَأَوْمَأَ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ -يَقُولُ: مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فيها -أو المُداهن فِيهَا -كَمَثَلِ قَوْمٍ رَكِبُوا سَفِينَةً، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا وَأَوْعَرَهَا وَشَرَّهَا، وَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوُا الْمَاءَ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَآذُوهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ خَرَقْنا فِي نَصِيبِنَا خَرْقا، فَاسْتَقَيْنَا مِنْهُ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ تَرَكُوهُمْ وَأَمْرَهُمْ هَلَكوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا جَمِيعًا.
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Zakaria; telah menceritakan kepada kami Amir r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir r.a. berkhotbah, antara lain ia mengatakan seraya mengisyaratkan kepada telinganya dengan kedua jari telunjuknya (yang maksudnya dia telah mendengar ucapannya itu dari Nabi Saw.): Perumpamaan orang yang menegakkan batasan-batasan Allah dan arang yang melanggarnya serta orang yang berdiplomasi terhadapnya sama dengan suatu kaum yang menaiki sebuah kapal laut. Sebagian 'dari mereka ada yang menempati bagian bawah dari kapal itu, yaitu bagian yang paling tidak enak dan buruk; sedangkan sebagian yang lain menempati bagian atas (geladak)nya. Orang-orang yang menempati bagian bawah kapal itu apabila mengambil air minum harus melalui orang-orang yang bertempat di atas mereka, sehingga mengganggunya. Akhirnya orang-orang yang tinggal di bagian bawah kapal itu mengatakan, "Seandainya saja kita membuat lubang untuk mengambil bagian kita hingga dapat mengambil air dan tidak mengganggu orang-orang yang ada di atas kita.” Jika orang-orang yang berada di atas membiarkan mereka untuk melakukan niatnya itu, niscaya mereka semuanya binasa (karena kapal akan tenggelam). Dan jika orang-orang yang berada di atas mau saling bantu dengan orang-orang yang ada di bawah mereka, niscaya mereka semuanya selamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid tanpa Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Bab "Syirkah" dan Bab "Syahadat" (Persaksian). Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan" melalui berbagai jalur, dari Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Amir ibnu Syurahil Asy-Sya'bi dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا خَلَف بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ لَيْث، عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثد، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي، عَمَّهم اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا فِيهِمْ أُنَاسٌ صَالِحُونَ؟ قَالَ: "بَلَى"، قَالَتْ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ؟ قَالَ: "يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسُ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ"
telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Lais, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ummu Salamah —istri Nabi Saw.— yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah menimpakan azab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh. Ummu Salamah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang yang saleh?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, ikut tertimpa azab pula." Ummu Salamah bertanya, "Lalu bagaimanakah nasib mereka selanjutnya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Orang-orang saleh itu ikut tertimpa azab yang menimpa kaumnya, kemudian mendapat ampunan dan rida dari Allah Swt"
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حَجَّاج بْنُ مُحَمَّدٍ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَعْمَلُونَ بِالْمَعَاصِي، وَفِيهِمْ رَجُلٌ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَمْنَعُ لَا يُغَيِّرُونَ، إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ -أَوْ: أَصَابَهُمُ الْعِقَابُ".
telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu kaum pun yang mengerjakan kemaksiatan, sedangkan di antara mereka terdapat seorang lelaki yang paling kuat dan paling berpengaruh di antara mereka, lalu ia tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara menyeluruh, atau Allah menimpakan bencana siksaan kepada mereka.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَاقَ يُحَدِّثُ، عَنْ عُبَيد اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَل فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، هُمْ أعَزّ وَأَكْثَرُ مِمَّنْ يَعْمَلُهُ، لَمْ يُغَيِّرُوهُ، إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Abu Ishaq menceritakan hadis berikut dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang dilakukan perbuatan maksiat di kalangan mereka, sedangkan kaum itu lebih kuat dan lebih berpengaruh (lebih mayoritas) daripada orang-orang yang berbuat maksiat, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara menyeluruh.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Waki’ dari Israil. Juga dari Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Aswad, dari Syarik dan Yunus; semuanya dari Abu Ishaq As-Subai'i dengan sanad yang sama. Ibnu Majah telah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Wakj', dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ مُنْذِر، عَنْ حَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ امْرَأَتِهِ، عَنْ عَائِشَةَ تَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا ظَهَرَ السُّوءُ فِي الْأَرْضِ، أَنْزَلَ اللَّهُ بِأَهْلِ الْأَرْضِ بَأْسَهُ". قَالَتْ: وَفِيهِمْ أَهْلُ طَاعَةِ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى رحمة الله"
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Jami* ibnu Abu Rasyid, dari Munzir. dari Al-Hasan ibnu Muhammad, dari istrinya, dari Aisyah yang sampai kepada Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila kejahatan muncul di muka bumi, maka Allah menurunkan siksa-Nya kepada penduduk bumi. Siti Aisyah r.a. bertanya, "Bagaimanakah nasib orang-orang yang taat kepada Allah di antara mereka?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya ikut tertimpa pula, kemudian mereka beroleh rahmat dari Allah Swt."

Al-Anfal, ayat 26

{وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (26) }
Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kalian takut orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Allah memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan~Nya dan diberi-Nya kalian rezeki dari yang baik-baik agar kalian bersyukur.
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dan kebajikan-Nya kepada mereka. Pada awalnya mereka berjumlah minoritas, kemudian Allah menjadikan mereka sebagai golongan mayoritas; dan pada mulanya mereka lemah lagi dalam keadaan dicekam rasa takut, kemudian Allah menguatkan mereka dan menolong mereka. Mereka pun pada mulanya miskin lagi papa, kemudian Allah memberi mereka rezeki dari barang-barang yang baik (halal). Kemudian Allah memerin­tahkan mereka untuk bersyukur kepada-Nya, menaati-Nya, dan mengerjakan semua yang diperintahkan-Nya kepada mereka.
Demikianlah keadaan dan kondisi orang-orang mukmin dalam periode Mekah. Mereka minoritas, dicekam oleh rasa takut, tertindas, dan selalu dibayangi oleh rasa takut diculik oleh orang-orang musyrik dari berbagai kawasan, baik mereka orang musyrik ataupun orang Majusi atau orang Romawi, karena semuanya adalah musuh-musuh mereka. Demikian itu karena jumlah kaum muslim sedikit dan tidak mempunyai kekuatan. Demikianlah keadaan mereka selama itu, hingga Allah mengizinkan mereka untuk hijrah ke Madinah, lalu Allah memberikan tempat tinggal kepada mereka di Madinah, dan menjadikan penduduknya senang kepada mereka, memberikan tempat, dan menolong mereka dalam Perang Badar dan peperangan lainnya. Bahkan penduduk Madinah berbagi harta dengan mereka serta rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Qatadah ibnu Di'amah As-Sudusi rahimahullah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah). (Al-Anfal: 26) Kabilah Arab ini pada mulanya adalah manusia yang paling rendah, kehidupannya melarat, perutnya lapar, dan miskin pakaian serta paling jelas kesesatannya. Orang yang hidup di antara mereka kehidupannya celaka dan melarat, dan orang yang mati dari mereka dijerumuskan ke dalam neraka; mereka dimakan dan tidak mendapat makan. Demi Allah, kami belum pernah mendengar bahwa di masa itu ada penduduk bumi yang lebih buruk kedudukannya daripada mereka. Kemudian hal itu berakhir setelah Allah menurunkan agama Islam kepada mereka. Maka berkat agama Islam itulah Allah menguatkan mereka hingga dipengaruhi di seluruh negeri, dan melalui Islamlah Allah meluaskan rezeki mereka serta menjadikan mereka raja-raja di atas semua manusia. Berkat Islam pula Allah memberikan banyak hal kepada mereka, seperti yang kalian lihat sendiri. Karena itu, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya karena sesungguhnya Tuhan kalian Yang memberikan nikmat suka kepada perbuatan bersyukur, dan orang-orang yang bersyukur selalu beroleh tambahan nikmat dari Allah.

Al-Anfal, ayat 29

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (29) }
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian Furqan dan menghapuskan segala kesalahan kalian dan mengampuni (dosa-dosa) kalian. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Ibnu Abbas, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:. Furqan. (Al-Anfal: 29) Bahwa yang dimaksud ialah jalan keluar.
Menurut Mujahid di tambahkan di dunia dan akhirat.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, yang dimaksiat dengan Furqan ialah keselamatan. Sedangkan menurut  riwayat yang lain —Juga dari Ibnu Abbas— yang dimaksud dengan furqan ialah pertolongan Allah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna furqan ialah pemisah antara perkara yang hak dan yang batil.
Tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq ini pengertiannya lebih mencakup daripada pendapat lainnya, dan memang apa yang dikemukakannya itu mencakup kesemuanya. Karena sesungguhnya orang yang bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya berarti dia mendapat taufik untuk mengetahui perbedaan antara perkara yang hak dan yang batil. Maka yang demikian itu merupakan penyebab datangnya pertolongan Allah, jalan keselamatan, dan jalan keluar dari semua urusan dunia serta kebahagiaan di hari kiamat, penghapus segala dosa, beroleh ampunan dan disembunyikan dari semua orang serta menjadi penyebab beroleh pahala Allah yang berlimpah. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat­-Nya kepada kalian dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya yang dengan cahaya itu kalian dapat berjalan dan Dia mengampuni kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hadid: 28)

Al-Anfal, ayat 30

{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (30) }
Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: untuk menangkapmu. (Al-Anfal: 30) Yakni untuk membelenggumu.
Ata dan Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'untuk menangkapmu'. As-Saddi mengatakan bahwa al-isbat artinya memenjarakan dan mengikat. Apa yang dikatakan oleh As-Saddi ini mencakup semua pendapat yang disebutkan di atas. Dalam pendapat ini tersimpulkan semua pendapat di atas, mengingat pengertian inilah yang kebanyakan dilakukan oleh seseorang yang hendak berbuat jahat terhadap orang lain.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, bahwa Ata pernah mengatakan bahwa dia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair berkata bahwa ketika orang-orang Quraisy merencanakan usaha mereka terhadap diri Nabi Saw. untuk menangkapnya atau membunuhnya atau mengusirnya, maka pamannya (yaitu Abu Talib) bertanya kepada beliau, "Tahukah kamu apakah yang direncanakan oleh mereka terhadap dirimu?"Nabi Saw. menjawab, "Mereka hendak memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu Talib bertanya keheranan, "Siapa­kah yang memberitahukanmu?" Nabi Saw. menjawab, "Tuhanku." Abu Talib berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, perintahkanlah kepadanya untuk tetap berbuat baik." Nabi Saw. menyangkal, "Saya memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan Dialah yang memerintah­kan kepadaku."
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ismail Al-Masri yang dikenal dengan nama julukan Al-Wasawisi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Abu Daud, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Al-Muttalib ibnu Abu Wida'ah, bahwa Abu Talib berkata kepada Rasulullah Saw., "Apakah yang direncanakan kaummu terhadap dirimu?" Nabi Saw menjawab, "Mereka bermaksud untuk memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu Talib bertanya, "Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Tuhanku." Abu Talib berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, maka pesankanlah kepada-Nya untuk tetap berbuat baik.' Nabi Saw. menyangkal, "Aku memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan Dialah yang memerintahkan kepadaku."
Al-Muttalib ibnu Wida'ah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah firman-Nya: ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkapmu dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. (Al-Anfal: 30), hingga akhir ayat.
Penyebutan Abu Talib dalam hadis ini sangat aneh, bahkan tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyah.
Kemudian kisah ini dan persekongkolan orang-orang Quraisy untuk melakukan makar guna memenjarakan Nabi Saw. atau mengusirnya atau membunuhnya hanyalah terjadi di malam hijrah. Hal ini pun baru terjadi selang tiga tahun kemudian, sesudah Abu Talib meninggal dunia. Dengan mening­galnya Abu Talib barulah mereka berani berbuat seenaknya terhadap diri Nabi Saw.; di masa Abu Talib masih ada, mereka tidak berani berbuat demikian karena Abu Talib selalu melindungi dan membelanya serta menanggung semua bebannya.
Dalil yang menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami katakan ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi. Ia meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadanya Al-Kalbi, dari Bazan maula Ummu Hani, dari Ibnu Abbas. bahwa segolongan orang dari kalangan orang-orang terhormat kabilah Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nudwah. Kemudian Iblis muncul di kalangan mereka dalam rupa seorang syekh yang anggun. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, "Siapakah engkau ini?" Iblis yang berupa orang tua itu menjawab, "Aku seseorang dari Najd. Aku mendengar bahwa kalian mengadakan pertemuan, maka aku berkeinginan untuk menghadiri pertemuan kalian ini, dan saran serta pendapatku nanti niscaya tidak akan sia-sia bagi kalian." Mereka berkata, "Kalau begitu, silakan masuk." Maka iblis pun bergabung bersama dengan mereka. Iblis membuka pembicaraannya, "Kemukakanlah pendapat kalian terhadap lelaki ini (Nabi Saw.). Demi Allah, benar-benar telah dekat waktunya dia akan menyaingi urusan kalian dengan urusannya." Seseorang di antara mereka berkata, "Penjarakanlah dia dalam ikatan, kemudian tunggulah saat kematiannya dalam keadaan demikian, sebagaimana telah mati orang-orang yang sebelumnya yang semisal dengan dia dari kalangan ahli syair, seperti Zuhair dan Nabigah. Sesungguhnya dia hanyalah salah seorang dari mereka." Maka si iblis —musuh Allah itu yang berupa seorang tua dari Najd itu— menjerit seraya berkata, "Demi Allah, ini bukanlah pendapat yang tepat bagi kalian. Demi Allah, Tuhannya kelak benar-benar akan membebaskannya dari tahanannya untuk dihantarkan lagi kepada para sahabatnya. Dan dalam waktu yang dekat para sahabatnya pasti akan berhamburan menuju kepadanya untuk membebaskannya dari tangan kalian, lalu para sahabatnya membelanya dari ulah kalian. Maka saya tidak dapat menjamin keselamatan kalian, mereka pasti akan mengeluarkan (mengusir) kalian dari negeri kalian sendiri." Para hadirin dalam pertemuan itu berkata, "Orang tua ini benar, maka kemukakanlah oleh kalian pendapat lainnya." Salah seorang dari mereka ada yang mengatakan, "Kita usir saja dia sehingga kita terbebas darinya, karena sesungguhnya apabila dia telah diusir, niscaya tidak akan membahayakan kalian apa yang diper­buatnya di mana pun ia berada selagi jauh dari kalian; dan urusannya bukan lagi di antara kalian, tetapi di kalangan orang lain." Iblis berkata, "Demi Allah, ini pun bukan pendapat yang tepat bagi kalian, bukankah kalian telah mendengar sendiri tutur katanya yang manis dan lisannya yang fasih sehingga dapat mengetuk hati orang yang mendengar pembicaraannya? Demi Allah, seandainya kalian melakukan hal itu, dan dia menyeru orang-orang Arab, niscaya semua orang Arab akan mendukungnya. Kemudian mereka benar-benar akan datang kepada kalian untuk mengusir kalian dari negeri kalian dan membunuh para pemimpin kalian."  Mereka berkata, "Benarlah apa yang dikatakannya, demi Allah. Maka kemukakanlah pendapat lainnya." Abu Jahal la'natullahi 'alaihi mengemukakan pendapatnya, "Demi Allah, sesungguhnya aku menyarankan kepada kalian suatu pendapat yang belum kalian sadari sebelumnya. Menurutku tiada pendapat lain kecuali yang akan kukemukakan." Mereka berkata, "Pendapat apakah itu?" Abu Jahal berkata, "Kalian harus mengambil seorang pemuda yang kuat dan sigap dari setiap kabilah. Kemudian setiap pemuda dipersenjatai dengan pedang yang tajam, lalu mereka memukulnya secara beramai-ramai dengan sekali pukul. Apabila dia (Muhammad) terbunuh, maka darahnya terbagi-bagi di kalangan semua kabilah yang terlibat. Maka menurut dugaanku kabilah Bani Hasyim tidak akan kuat berperang menghadapi semua kabilah Quraisy. Apabila mereka menyadari kemampuannya, niscaya mereka mau menerima 'aql (diat), sehingga kita terbebas darinya dan kita telah memutuskan gangguannya." Maka si orang tua dari Najd itu berkata, "Ini baru suatu pendapat yang jitu, demi Allah. Menurut hematku pendapat yang terbaik adalah apa yang baru dikemukakan oleh orang ini." Maka mereka bubar dengan kesepakatan yang bulat atas usul Abu Jahal itu. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw. dan memerintahkan kepadanya agar jangan menginap di tempat tidur yang biasa ditempatinya, dan memberitahukan kepadanya tentang tipu muslihat dan makar yang akan dilakukan oleh kaumnya. Pada malam itu Rasulullah Saw. tidak menginap di rumahnya, dan saat itu juga Allah memerintahkan kepadanya untuk berhijrah, lalu Allah menurunkan kepadanya surat Al-Anfal setibanya di Madinah. Di dalam surat Al-Anfal disebutkan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepadanya dan ujian yang telah ditimpakan kepadanya dari sisi- Nya.
{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ}
Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau  membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Al-Anfal: 30)
Sehubungan dengan ucapan orang-orang kafir Quraisy yang mengatakan, "Tunggulah saat kematiannya seperti kematian orang-orang yang sebelumnya dari kalangan para penyair," Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ}
Bahkan mereka mengatakan, "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya " (Ath-Thur: 30)
Hal tersebut terjadi pada hari pertemuan mereka untuk berbuat makar terhadap Nabi Saw. yang dikenal dengan 'hari Zahmah'. Hal seperti ini pun telah diriwayatkan dari As-Saddi. Dan sehubungan dengan niat mereka untuk mengusirnya dari Mekah, Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لَا يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا}
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya; dan kalau terjadi demikian, niscaya-sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja. (Al-Isra: 76)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, Musa ibnu Uqbah, Qatadah, Miqsam, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa lalu Rasulullah Saw. tinggal dalam keadaan menunggu perintah Allah (untuk hijrah). Hingga manakala kabilah Quraisy mengadakan pertemuan dan sepakat untuk berbuat makar terhadap dirinya menurut apa yang mereka kehendaki, maka Jibril a.s. datang kepada Nabi Saw. dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak tidur di tempat biasanya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Ali ibnu Abu Talib dan memerin­tahkannya untuk tidur di tempat tidurnya serta menyelimuti dirinya dengan kain selimut hijau yang biasa dipakainya, maka Ali mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya. Selanjutnya Rasulullah Saw. sendiri keluar dengan melewati kaum , musyrik yang telah berada di depan pintu rumahnya. Nabi Saw. keluar dengan membawa segenggam pasir, kemudian beliau taburkan pasir itu ke atas kepala mereka. Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya. Nabi Saw. keluar seraya membacakan firman-Nya:
{يس وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ}
YaSin, Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah. (Yasin: 1-2) sampai dengan firman-Nya:
{فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ}
dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Yasin: 9)
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, hal yang menguatkan riwayat di atas telah diriwayatkan dari Ikrimah.
Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak telah meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu Usman ibnu Khatsyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Siti Fatimah masuk menemui Rasulullah Saw. seraya menangis. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai putriku, apakah yang menyebabkan engkau menangis?" Siti Fatimah menjawab, "Wahai ayahku, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan golongan orang-orang yang terkemuka dari kabilah Quraisy telah membuat perjanjian dengan nama Lata, Uzza, dan Manat yang ketiga di Hijir, bahwa seandainya mereka melihatmu, maka mereka akan bersama-sama bangkit ke arahmu untuk membunuh­mu secara beramai-ramai. Tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah mengenali bagiannya dari darahmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Ambilkanlah air wudu untukku." Lalu Rasulullah Saw. berwudu, kemudian keluar menuju masjid. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, "Ini dia orangnya!" Tetapi dengan serta merta kepala mereka tertunduk dan mereka tidak dapat mengangkat pandangannya. Lalu Rasulullah Saw. mengambil segenggam pasir dan menaburkannya kepada mereka seraya bersabda, "Semoga wajah-wajah ini kelilipan." Maka tiada seorang lelaki pun dari mereka yang terkena oleh pasir itu melainkan pasti gugur dalam Perang Badar dalam keadaan kafir.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya cela dalam sanad hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Usinan Al-Jariri, dari Miqsam maula Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir Quraisy memikirkan tipu muslihat terhadapmu. (Al-Anfal: 30), hingga akhir ayat, Bahwa orang-orang Quraisy mengadakan musyawarah di Mekah pada suatu malam. Sebagian dari mereka mengatakan, "Besok pagi kita tangkap dia, lalu kita ikat." Yang mereka maksudkan adalah Nabi Saw. Sebagian yang lain mengatakan, "Tidak, tetapi kita harus membunuhnya." Sedangkan sebagian lagi mengatakan, "Tidak, tetapi kita usir saja dia." Lalu Allah Swt. memperlihatkan makar tersebut kepada Nabi-Nya. Maka Ali r.a. tidur di tempat tidur Rasulullah Saw., dan Nabi Saw. sendiri berangkat menuju gua, sedangkan orang-orang musyrik semalaman menjaga Ali yang mereka sangka Nabi Saw. Kemudian pada pagi harinya mereka menyerangnya secara bersamaan, tetapi ketika mereka membukanya ternyata dia adalah Ali. Allah membalas tipu muslihat mereka. Lalu mereka bertanya, "Ke manakah temanmu ?” Lalu mereka menelusuri jejaknya. Ketika mereka sampai di bukit, mereka kehilangan jejak, kemudian mereka mendaki bukit itu dan melewati gua yang dimaksud, tetapi mereka melihat di pintu gua itu ada sarang laba-laba. Maka mereka berkata, "Seandainya dia memasuki gua ini, niscaya sarang laba-laba itu tidak akan ada lagi di mulutnya. Nabi Saw. tinggal di dalam gua itu selama tiga malam.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembatas tipu daya, (Al-Anfal: 30) Yakni engkau (Muhammad) membalas tipu daya mereka dengan tipu daya-Ku Yang Mahateguh, hingga Aku selamatkan kamu dari mereka.

Al-Anfal, ayat 31-33

{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا قَالُوا قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَذَا إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (31) وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (32) وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (33) }
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini). Kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala.” Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab  yang pedih " Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.
Allah Swt. menceritakan perihal kekufuran orang-orang Quraisy, kesombongan mereka, pembangkangan mereka, keingkaran mereka, dan seruan mereka kepada kebatilan di saat mendengar ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, sehingga disebutkan di dalam firman-Nya bahwa mereka mengatakan:
{قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَذَا}
Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Anfal: 31)
Demikianlah perkataan mereka yang hanya sekadar perkataan tanpa kenyataan. Karena kalau tidak demikian pengertiannya, niscayalah mereka menantangnya bukan hanya sekali untuk mendatangkan hal yang semisal dengan Al-Qur'an, tetapi mereka tidak menemukan jalan untuk melakukan hal itu. Sesungguhnya ucapan mereka ini hanyalah merupakan pembesar hati mereka sendiri dan untuk memberikan semangat kepada para pengikutnya dalam kebatilan mereka.
Menurut suatu pendapat, orang yang mengatakan demikian adalah An-Nadr ibnul Haris. seperti apa yang telah di-nas-kan oleh riwayat Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya. Karena sesungguhnya dia telah mengadakan perjalanan menuju negeri Persia. Lalu dia mempelajari kisah raja-raja mereka dari Rustum dan Isfindiyar. Ketika ia kembali, ia menjumpai Rasulullah Saw. telah diangkat menjadi rasul oleh Allah Swt., sedang membacakan Al-Qur'an kepada semua orang.
Dan tersebutlah bahwa apabila Rasulullah Saw. meninggalkan suatu majelis, maka An-Nadr ibnul Haris duduk di majelis itu, kemudian ia menceritakan kepada mereka berita tentang raja-raja Persia. Seusai itu ia berkata, "Siapakah yang lebih baik kisahnya, aku ataukah Muhammad?"
Karena itulah ketika Allah menguasakan dirinya ke tangan pasukan kaum muslim dalam perang Badar dan ia menjadi tawanan perang, maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepalanya dipenggal di hadapan beliau dalam keadaan hidup-hidup, lalu mereka melaksanakan perintah ini.
Orang yang menangkapnya adalah Al-Miqdad ibnul Aswad r.a., seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ia mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah. dari Abu Bisyr. dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa Nabi Saw. dalam Perang Badar telah membunuh Uqbah ibnu Abu Mu'it, Tu'aimah ibnu Addi, dan An-Nadr ibnul Haris dalam keadaan tak berdaya. Tersebutlah bahwa Al-Miqdad adalah orang yang menangkap An-Nadr. Ketika ia diperintahkan untuk membunuhnya, Al-Miqdad berkata, "Wahai Rasulullah, dia adalah tawananku." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya dia telah berani berbuat kurang ajar terhadap Kitabullah." Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar An-Nadr dihukum mati. Al-Miqdad kembali berkata, "Wahai Rasulullah, dia adalah tawananku." Maka Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, berilah kecukupan kepada Al-Miqdad dari karunia-Mu. Maka Al-Miqdad berkata, "Itulah yang saya kehendaki." Perawi mengatakan, sehubungan dengan peristiwa ini Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini); kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang serupa ini. (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala.” (Al-Anfal: 31)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dari Abu Bisyr  Ja'far ibnu Abu Dahiyyah, dari Sa'id ibnu Jubair, hanya Hasyim menyebutkan Al-Mut'im ibnu Addi sebagai pengganti dari Tu'aimah. Tetapi hal ini keliru, mengingat Al-Mut'im ibnu Addi sudah mati sebelum Perang Badar. Karena itu, seusai Perang Badar Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya Al-Mut'im ibnu Addi masih hidup, lalu ia meminta kepadaku untuk membebaskan tawanan-tawanan itu, niscaya aku akan menyerahkan mereka kepadanya." Rasulullah Saw. mengatakan demikian karena Al-Mut'im ibnu Addi pernah menjamin keselamatan diri Rasulullah Saw. pada hari beliau kembali dari Taif.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
dongengan-dongengan orang-orang purbakala. (Al-Anfal: 31)
Asatir adalah bentuk jamak dari usturah, yakni diambil dari kitab-kitab orang-orang terdahulu, lalu ia kutip. Dia mempelajarinya, lalu menceritakannya kepada orang-orang. Tuduhan seperti ini adalah dusta yang murni. Tuduhan tersebut diungkapkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain yang menceritakan perihal mereka, yaitu melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا قُلْ أَنزلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” Katakanlah, "Al-Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al-Furqan: 5-6)
Artinya, kepada orang yang bertobat kepada-Nya dan kembali taat kepada-Nya, maka sesungguhnya Dia menerima tobatnya dan memaafkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih " (Al-Anfal: 32)
Hal ini menunjukkan kebodohan mereka yang terlalu parah dan kerasnya mereka dalam mendustakan Al-Qur'an; mereka sombong dan ingkar kepada Al-Qur'an. Ungkapan tersebut justru berbalik membuat keaiban bagi diri mereka sendiri. Seharusnya hal yang lebih utama bagi mereka ialah hendaknya mereka mengatakan, "Ya Allah, jika Al-Qur'an ini benar dari sisi Engkau, maka berilah kami petunjuk kepadanya dan berilah kami kekuatan untuk mengikuti ajaran-ajarannya." Akan tetapi, mereka meminta keputusan yang berakibat membinasakan diri mereka sendiri, dan mereka meminta untuk segera diturunkan azab dan siksaan. Hal ini dikisahkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَوْلا أَجَلٌ مُسَمًّى لَجَاءَهُمُ الْعَذَابُ وَلَيَأْتِيَنَّهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedangkan mereka tidak menyadarinya. (Al-Ankabut: 53)
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ}
Dan mereka berkata.”Ya Tuhan kami. cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab." (Shad: 16)
{سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ}
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. (Al-Ma'arij: 1-3)
Hal yang sama dikatakan pula oleh orang-orang yang bodoh dari kalangan umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu'aib yang mengatakan kepadanya, disitir oleh firman Allah Swt.:
{فَأَسْقِطْ عَلَيْنَا كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Asy-Syu'ara: 187)
Sedangkan dalam ayat ini disebutkan:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abdul Hamid (murid Az-Ziyadi), dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Jahal ibnu Hisyamlah yang mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ahmad dan Muhammad ibnun Nadr, keduanya dari Ubaid illah ibnu Mu'az, dari ayahnya, dari Syu'bah dengan sanad yang sama. Ahmad yang disebutkan dalam sanad ini adalah Ahmad ibnun Nadr ibnu Abdul Wahhab. Demikianlah menurut Al-Hakim Abu Ahmad dan Al-Hakim Abu Ubaidillah An-Naisaburi.
Al-Ahmasy telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (Al-Anfal: 32) Menurutnya orang yang mengatakan demikian adalah An-Nadr ibnul Haris ibnu Kaidah. Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, sehubungan dengan hal ini Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya. (Al-Ma'arij: 1-2)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Saddi, bahwa sesungguhnya dia adalah An-Nadr ibnul Haris. Menurut riwayat Ata ditambahkan firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِالْحِسَابِ}
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab.”(Shad: 16)
{وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya (Al-An'am: 94)
{سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ}
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir. (Al-Ma'arij: 1-2)
Ata mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. telah menurunkan belasan ayat sehubungan dengan hal ini.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad ibnul Lais, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengata­kan bahwa dalam Perang Uhud ia melihat Amr ibnul As berdiri di atas kuda kendaraannya seraya berkata, "Ya Allah, jika Al-Qur'an yang dikatakan oleh Muhammad adalah benar, maka benamkanlah diriku dan kudaku ini ke tanah."
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau.” (Al-Anfal: 32), hingga akhir ayat. Bahwa yang mengatakan demikian adalah orang-orang yang bodoh dan yang kurang akalnya dari kalangan umat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah Musa ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil Sammak Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik bertawaf di Baitullah seraya mengatakan, "Kami penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Kami penuhi panggilan-Mu, kami penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu." Maka Nabi Saw. bersabda, "Ya, ya." Mereka mengatakan pula, "Kami penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Kami penuhi panggilan-Mu, kami penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu. Engkau memilikinya, sedangkan dia tidak memiliki." Lalu mengatakan pula, "Ampunan-Mu, ampunan-Mu." Maka Alah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan engkau berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33), hingga akhir ayat.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa di kalangan mereka (orang-orang musyrik Mekah) terdapat dua keamanan yang menyelamatkan mereka dari azab Allah, yaitu diri Nabi Saw. dan permohonan ampun. Setelah Nabi Saw. tiada, maka yang tertinggal hanyalah permohonan ampun (istigfar).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar-dari Yazid ibnu Ruman dan Muhammad ibnu Qais; keduanya mengatakan bahwa sebagian orang-orang Quraisy berkata kepada sebagian lainnya, "Muhammad telah dimuliakan oleh Allah di antara kita." "ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau. (Al-Anfal: 32), hingga akhir ayat. Ketika sore hari mereka menyesali apa yang telah mereka katakan seraya mengatakan, "Ampunan-Mu ya Allah." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya; Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka. (Al-Anfal: 33) sampai dengan firman-Nya: tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfal: 34)
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayat­kan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33) Allah tidak akan menurunkan azabnya kepada suatu kaum, sedangkan nabi-nabi mereka berada di antara mereka, hingga Allah mengeluarkan nabi-nabi itu dari kalangan mereka. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun (Al Anfal: 33) Maksudnya, di kalangan mereka terdapat orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah termasuk golongan orang-orang yang beriman, lalu mereka meminta ampun. Yang dimaksud dengan istigfar ialah salat, dan yang dimaksudkan dengan mereka adalah penduduk Mekah. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Saddi.
Ad-Dahhak dan Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Yakni kaum mukmin yang masih berada di Mekah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Addi, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi umat ini dua keamanan, karenanya mereka terus-menerus dalam keadaan terpelihara dan terlindungi dari azab selagi dua keamanan itu ada di kalangan mereka. Salah satu di antaranya telah dicabut oleh Allah Swt., sedangkan yang lainnya masih tetap ada di antara mereka." Allah Swt. telah berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Abu Saleh Abdul Gaffar mengatakan, telah menceritakan kepadaku salah seorang teman kami, bahwa An-Nadr ibnu Addi pernah menceritakan hadis ini kepadanya, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih dan Ibnu Jarir. melalui Abu Musa Al-Asy'ari. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah dan Abul Ala An-Nahwi Al-Muqri.
Imam Turmuzi mengatakan:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُهَاجِرٍ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ يُوسُفَ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْزَلَ اللَّهُ عليَّ أَمَانَيْنِ لِأُمَّتِي: {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ} فَإِذَا مَضَيْتُ، تركتُ فِيهِمُ الِاسْتِغْفَارَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki’, tefah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Ismail ibnu Ibrahim ibnu Muhajir, dari Abbad ibnu Yusuf, dari Abu Burdah ibnu Abu Musa, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Allah menurunkan dua keamanan bagi umatku," yaitu disebutkan dalam firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Selanjutnya Nabi Saw. bersabda, "Apabila aku telah tiada, maka aku tinggalkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah) di kalangan mereka sampai hari kiamat."
Hal ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Haisam. dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الشَّيْطَانَ قَالَ: وَعَزَّتِكَ يَا رَبِّ، لَا أَبْرَحُ أغْوِي عِبَادَكَ مَا دَامَتْ أَرْوَاحُهُمْ فِي أَجْسَادِهِمْ. فَقَالَ الرَّبُّ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي، لَا أَزَالُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا اسْتَغْفَرُونِي".
Sesungguhnya setan berkata, "Demi keagungan-Mu, wahai Tuhanku, aku senantiasa akan menyesatkan hamba-hamba-Mu selagi roh masih berada di kandung badan mereka.” Maka Tuhan berfirman “Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku Aku Senantiasa  memberikan ampun kepada mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku."
Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sanadnya sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا رِشْدِين -هُوَ ابْنُ سَعْدٍ -حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ سَعْدٍ التُّجيبي، عَمَّنْ حَدَّثَهُ، عَنْ فَضَالة بْنِ عُبَيد، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "الْعَبْدُ آمِنٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مَا استغفر الله، عز وجل"
telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Umar, telah menceritakan pula kepada kami Rasyid (yaitu Ibnu Sa'd), telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Sa'd At-Tajibi, dari seseorang yang menceritakannya kepada dia, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Seorang hamba dalam keadaan aman dari azab Allah selagi ia masih memohon ampun kepada Allah Swt.

Al-Anfal, ayat 34-35

{وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (34) وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (35) }
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram,' dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? (Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu
Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka adalah orang yang layak untuk ditimpa azab oleh Allah, tetapi azab tidak ditimpakan kepada mereka berkat keberadaan Rasulullah Saw. di antara mereka. Karena itu, ketika Rasulullah Saw. pergi dari kalangan mereka, maka Allah menimpakan siksaan-Nya kepada mereka dalam Perang Badar, sehingga banyak di antara pendekar mereka yang gugur dan orang-orang hartawannya menjadi tahanan perang. Dan Allah memberikan petunjuk­Nya kepada mereka untuk meminta ampun kepada-Nya dari segala dosa yang selama itu mereka kerjakan, yaitu kemusyrikan dan kerusakan.
Qatadah dan As-Saddi serta selain keduanya mengatakan bahwa kaum itu (orang-orang musyrik) tidak beristigfar. Seandainya mereka beristigfar, niscaya mereka tidak akan disiksa. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Dia mengatakan, seandainya di kalangan mereka tidak terdapat kaum duafa dari kalangan kaum mukmin yang senantiasa memohon ampun, niscaya siksaan Allah akan menimpa mereka tanpa dapat dielakkan lagi. Tetapi siksaan itu tertolak berkat keberadaan kaum duafa dari kalangan kaum mukmin. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya pada hari perjanjian Hudaibiyyah, yaitu:
{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Orang-orang yang kafir yang menghalang-halangi kalian dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kalian ketahui, bahwa kalian akan membunuh mereka yang menyebabkan kalian ditimpa kesusahan tanpa pengetahuan kalian (tentulah Allah tidak akan menahan tangan kalian dari membinasa­kan mereka), supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki­nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25)
Ibnu Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Ibnu Abza; ketika "Nabi Saw. berada di Mekah, Allah menurunkan firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33) Tetapi setelah Nabi Saw. berangkat ke Madinah, maka Allah menurun­kan firman-Nya: Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Ibnu Jarir mengatakan, mereka adalah orang-orang lemah dari kalangan kaum muslim yang masih tertinggal di Mekah, dan mereka selalu beristigfar memohon ampun kepada Allah. Tetapi setelah mereka semua pergi meninggalkan Mekah, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? (Al-Anfal: 34) Maka Allah mengizinkan Nabi Saw. untuk membuka kota Mekah, dan hal ini merupakan azab yang diancamkan kepada mereka.
Hal yang semisal dengan riwayat ini telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Abu Malik, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa ayat ini memansukh (merevisi) firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Tetapi dengan maksud bahwa istigfar itu yang dilakukan oleh mereka (orang-orang kafir Mekah).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri. Keduanya mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Anfal, yaitu: Dan sekali-kali Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Lalu ayat ini di-mansukh oleh ayat berikutnya, yaitu: Mengapa Allah tidak mengazab mereka (Al-Anfal: 34) sampai dengan firman-Nya: Maka rasakanlah azab disebabkan kekqfiran kalian. (Al-Anfal: 35) Akhirnya mereka diperangi di Mekah, dan mereka tertimpa kelaparan dan kesengsaraan.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Abu Namilah Yahya ibnu Wadih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij dan Usman ibnu Ata, dari Ata, dari Ibnul Abbas sesuai dengan makna Firman-Nya : Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Kemudian Allah mengecualikan orang-orang yang musyrik, melalui firman-Nya: Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka meng­halangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram. (Al-Anfal: 34)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? (Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfal: 34)
Maksudnya, mengapa Allah tidak mengazab mereka, sedangkan mereka menghalangi manusia untuk mendatangi Masjidil Haram? Mereka menghalang-halangi orang-orang mukmin, padahal orang-orang mukmin adalah orang-orang yang berhak menguasainya dengan mengerjakan salat dan tawaf di dalamnya. Untuk itulah maka dalam ayat berikut ini disebutkan:
{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ}
dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. (Al-Anfal: 34)
Yakni orang-orang musyrik itu bukanlah ahli Masjidil Haram, sesungguhnya yang ahli Masjidil Haram hanyalah Nabi Saw. dan para sahabatnya. Seperti juga yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah; maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (At-Taubah: 17-18)
{وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}
tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad (yaitu At Tabrani) telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Ilyas ibnu Sadaqah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada Kami Nuh Ibnu Abu Maryam. dari Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Siapakah kekasih-kekasihmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Semua orang yang bertakwa." Lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34)
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو حُذَيْفَةَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ رِفَاعَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَقَالَ: "هَلْ فِيكُمْ مِنْ غَيْرِكُمْ؟ " قَالُوا: فِينَا ابْنُ أُخْتِنَا وَفِينَا حَلِيفُنَا، وَفِينَا مَوْلَانَا. فَقَالَ: "حَلِيفُنَا مِنَّا، وَابْنُ أُخْتِنَا مِنَّا، وَمَوْلَانَا مِنَّا، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْكُمُ الْمُتَّقُونَ".
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Asy-Syafi'i, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Khaisam. dari Ismail ibnu Ubaid ibnu Rifa'ah, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengumpulkan kabilah Quraisy, lalu beliau Saw. bertanya, "Apakah di antara kalian terdapat orang-orang selain dari kalangan kalian?" Mereka menjawab, "Di kalangan kami sekarang terdapat anak lelaki saudara perempuan kami, teman sepakta kami, dan maula kami." Rasulullah Saw. bersabda: Teman sepakta kami adalah sebagian dari kami, anak laki-laki saudara perempuan kami adalah sebagian dari kami, dan maula kami adalah sebagian dari kami, tetapi kekasih-kekasihku (orang-orang yang berhak kepadaku) di antara kalian adalah orang-orang yang bertakwa.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Urwah, As-Saddi, dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34) Mereka adalah Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya.
Menurut Mujahid, mereka adalah kaum Mujahidin, siapa pun mereka adanya dan di mana pun mereka berada.
*******************
Kemudian Allah Swt. menyebutkan perihal apa yang biasa mereka kerjakan di Masjidil Haram dan segala sesuatu yang mereka amalkan. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً}
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal: 35)
Abdullah ibnu Amr, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Raja Al-Utaridi, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Hajar ibnu Abbas, Nabit ibnu Syarit, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, semuanya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'siulan'. Mujahid menambahkan bahwa mereka memasukkan jari telunjuknya ke mulut mereka.
As-Saddi mengatakan, al-muka artinya siulan; dikatakan demikian karena bunyinya sama dengan suara burung muka, sejenis burung yang berbulu putih dari tanah Hijaz.
Mengenai makna tasdiyah, Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Khallad Sulaiman ibnu KhalEad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, telah menceritakan kepada kami Ya'qub (yakni Ibnu Abdullah A1-Asy'ari), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal: 35) Dahulu orang-orang Quraisy melakukan tawafnya di sekitar Baitullah dalam keadaan telanjang bulat seraya bersiul dan bertepuk tangan. Al-muka artinya bersiul, sedangkan tasdiyah artinya bertepuk tangan.
Hal  yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas; telah diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ad-Dahhak, Qatadah, Atiyyah Al-Aufi, Hajar ibnu Unais, dan Ibnu Abza.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah mencerita­kan kepada kami Qurrah, dari Atiyyah, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal: 35) Al-muka artinya siulan, sedangkan tasdiyah artinya tepuk tangan. Qurrah mengatakan, Atiyyah memperagakan kepada kami sikap yang dilakukan oleh Ibnu Umar (ketika mengetengahkan hadis ini), Ibnu Umar bersiul dan memiringkan pipinya, lalu bertepuk tangan. Dari Ibnu Umar pula disebutkan bahwa mereka (orang-orang Jahiliyah) meletakkan pipi mereka ke tanah, lalu bertepuk tangan dan bersiul. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim di dalam tafsirnya berikut sanadnya dari Ibnu Umar.
Ikrimah mengatakan, "Dahulu mereka melakukan tawaf di Baitullah pada sisi kirinya." Mujahid mengatakan bahwa sesungguhnya mereka sengaja melakukan demikian untuk mengganggu salat yang dilakukan oleh Nabi Saw. Menurut Az-Zuhri, mereka melakukan demikian dengan maksud mengejek kaum mukmin.
Dari Sa'id ibnu Jubair dan Abdur Rahman ibnu Zaid disebutkan sehubungan dengan makna lafaz tasdiyah bahwa makna yang dimaksud ialah menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ}
Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu. (Al-Anfal: 35)
Ad-Dahhak, Ibnu Juraij, dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa hal itu merupakan musibah yang menimpa mereka dalam Perang Badar, banyak dari kalangan mereka yang mati dan tertawan. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, tiada selainnya yang meriwayatkan hal ini.
Ibnu Abu Hattm mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Majih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa azab yang menimpa orang-orang yang kafir adalah dengan pedang, sedangkan yang menimpa para pendusta ialah dengan pekikan dan gempa bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar