8. SURAT AL-ANFAL
تَفْسِيرُ سُورَةِ الْأَنْفَالِ
(Rampasan
perang)
Madaniyyah,
75 ayat kecuali ayat 30 hingga 36 Makkiyyah. Turun sesudah Surat Al-Baqarah
Surat ini Madaniyah, terdiri atas
tujuh puluh lima ayat, seluruh kalimatnya berjumlah seribu enam ratus tiga
puluh satu, sedangkan hurufnya ada lima ribu dua ratus sembilan puluh empat.
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.
An-Anfal, ayat 1
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (1) }
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah,
"Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu
bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.
Imam Bukhari
mengatakan, "Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan anfal ialah
harta rampasan perang."
Disebutkan bahwa
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman,-telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan,
bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang surat Al-Anfal. Maka Ibnu
Abbas menjawab, "Surat ini diturunkan di Badar."
Adapun riwayat yang
berpredikat mu’allaq dari Ibnu Abbas, maka ia diriwayatkan oleh Ali Ibnu
Abu Talhah , dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan, "Yang
dimaksud dengan anfal ialah ganimah (harta rampasan perang). Pada
awal mulanya harta rampasan perang hanyalah untuk Rasulullah Saw., tiada
seorang pun yang berhak mengambilnya barang sedikit pun."
Pendapat yang sama
telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata Ad-Dahhak, Qatadah, Ata
Al-Khurrasani, Muqatil ibnu Hayyan, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang; mereka mengatakan bahwa anfal ialah
ganimah.
Al-Kalbi telah
meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; ia mengatakan bahwa anfal ialah
ganimah.
Sehubungan dengan
pengertian ini, Labid —seorang penyair— dalam salah satu bait syairnya
mengatakan:
إِنَّ تَقْوَى رَبّنَا خيرُ نَفَلوَبِإِذْنِ اللهِ رَيثي وَعَجَلْ
Sesungguhnya takwa kepada
Tuhan kami merupakan ganimah yang paling baik, dan ketenangan serta
ketergesa-gesaanku hanyalah semata-mata karena seizin Allah.
Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, dari Ibnu Syihab, dari
Al-Qasim ibnu Muhammad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang
lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna anfal. Maka Ibnu Abbas
r.a. menjawab bahwa kuda termasuk harta rampasan, dan harta benda termasuk
harta rampasan. Kemudian lelaki itu mengulangi lagi pertanyaannya, maka Ibnu
Abbas menjawabnya dengan jawaban yang serupa. Tetapi lelaki itu bertanya lagi, "Al-Anfal
yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an itu apa maksudnya?' Al-Qasim
ibnu Muhammad melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu terus mencecar Ibnu Abbas
dengan pertanyaannya hingga hampir membuat Ibnu Abbas marah (karena lelaki itu
masih juga tidak mau mengerti). Maka Ibnu Abbas berkata, "Tahukah kalian,
siapakah yang mirip dengan orang ini? Ia mirip dengan tukang samak kulit yang
dipukul oleh Umar ibnul Khattab."
Abdur Razzaq
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mamar, dari Az-Zuhri dari Al Qasim
Ibnul Muhammad yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah bercerita, Khalifah Umar
ibnul Khattab r.a. apabila ditanya mengenai suatu masalah, maka ia mengatakan,
'Saya bukan orang yang memerintahmu, bukan pula orang yang melarangmu."
Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, tidak sekali-kali Allah
mengutus Nabi-Nya Saw. melainkan sebagai juru pemberi peringatan lagi
memerintah dan menghalalkan serta mengharamkan." Al-Qasim melanjutkan
kisahnya, "Lalu ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Abbas
mengenai makna anfal. Ibnu Abbas menjawab, 'Seorang lelaki dapat saja
menghadiahkan kuda dan senjatanya kepada lelaki lain,' Lelaki itu mengulangi
lagi pertanyaannya, dan Ibnu Abbas menjawabnya dengan jawaban yang serupa. Lalu
lelaki itu kembali bertanya kepada Ibnu Abbas, sehingga Ibnu Abbas emosi
karenanya. Kemudian Ibnu Abbas berkata, 'Tahukah kalian, siapakah yang mirip
dengan orang ini? Dia mirip dengan tukang samak kulit yang pernah dipukul oleh
Umar ibnul Khattab, hingga darahnya mengalir sampai kedua tumitnya atau sampai
membasahi kedua kakinya. Maka lelaki itu mengatakan, 'Adapun engkau, maka
Allahlah yang akan memberikan pembalasannya mengingat usiamu'."
Sanad asar ini sahih
sampai kepada Ibnu Abbas. Dalam asar ini disebutkan bahwa Ibnu Abbas
menafsirkan kata anfal dengan pengertian 'hadiah yang diberikan oleh
imam kepada sebagian orang', hadiah itu diambil oleh imam dari harta rampasan
atau harta lainnya, sesudah imam membagi-bagikan rampasan yang pokok.
Pengertian inilah yang cepat ditangkap oleh kebanyakan ulama fiqih dari lafaz an-nafl.
Ibnu Abu Nujaih
telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa sesungguhnya mereka (para sahabat)
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang seperlima ganimah sesudah empat
perlimanya dibagikan. Maka turunlah firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu
tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal: 1)
Ibnu Mas'ud dan
Masruq mengatakan bahwa tidak ada nafl pada hari pertempuran.
Sesungguhnya Nafl hanya dilakukan sebelum kedua barisan bertempur. Asar
ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari keduanya.
Ibnul Mubarak dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu
Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-
Anfal: 1) Bahwa mereka menanyakan kepadamu tentang harta rampasan yang
diperoleh kaum muslim dari kaum musyrik tanpa melalui perang, baik berupa hewan
kendaraan ataupun budak laki-laki atau budak perempuan atau harta benda. Maka
hal itu merupakan nafl’ buat Nabi Saw., beliau dapat melakukannya
menurut apa yang disukainya. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa makna nafl
sama dengan fai’ yaitu barang yang diambil dari orang-orang kafir
tanpa melalui peperangan.
Ibnu Jarir
mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut
ialah harta rampasan pasukan khusus. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Saleh ibnu Hay yang mengatakan bahwa telah
sampai suatu berita yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal:
1) Yang dimaksud ialah saraya (bentuk jamak dari sariyyah yang artinya
pasukan khusus). Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud ialah hadiah yang
diberikan oleh imam kepada sebagian anggota pasukan sebagai tambahan dari
bagian mereka lebih dari bagian pasukan lainnya. Hal ini telah dijelaskan oleh
Asy-Sya'bi, dan Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa anfal ialah
bagian ganimah yang dilebihkan.
Pendapat ini
diperkuat dengan sebuah riwayat yang menerangkan tentang latar belakang
turunnya ayat ini. yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ،
حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الثَّقَفِيِّ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ
بَدْرٍ، وَقُتِلَ أَخِي عُمَيْر، وَقَتَلْتُ سَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَأَخَذْتُ
سَيْفَهُ، وَكَانَ يُسَمَّى "ذَا الْكَتِيفَةِ"، فَأَتَيْتُ بِهِ
نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "اذْهَبْ
فَاطْرَحْهُ فِي الْقَبَضِ". قَالَ: فَرَجَعْتُ وَبِي مَا لَا يَعْلَمُهُ
إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَتْلِ أَخِي وَأَخْذِ سَلَبِي. قَالَ: فَمَا جَاوَزْتُ إِلَّا
يَسِيرًا حَتَّى نَزَلَتْ سُورَةُ الْأَنْفَالِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "اذهب فخذ سيفك"
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan
kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Muhammad ibnu Ubaidillah As-Saqafi.
dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan.”Ketika Perang Badar berkecamuk dan
saudaraku Umar gugur, maka aku membunuh Sa'id ibnul As dan aku rampas pedangnya
yang diberi nama Zal Katffah. Kemudian aku menyerahkannya kepada Nabi
Saw., lalu beliau Saw. bersabda: 'Pergilah, dan letakkanlah pedang itu di
tempatnya semula'.” Lalu Sa'd ibnu Abu Waqqas meletakkan pedang itu dan
kembali dalam keadaan sangat sedih —hanya Allah yang mengetahuinya— karena
saudaranya telah gugur dan harta rampasannya diambil. Tidak berapa lama sesudah
itu turunlah surat Al-Anfal. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Pergilah
kamu dan ambillah harta rampasanmu!
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا:
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ
أَبِي النَّجود، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ شَفَانِي اللَّهُ الْيَوْمَ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ، فَهَبْ لِي هَذَا السَّيْفَ. فَقَالَ: "إِنَّ هَذَا
السَّيْفَ لَا لَكَ وَلَا لِي، ضَعْهُ" قَالَ: فَوَضَعْتُهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ،
قُلْتُ: عَسَى أَنْ يُعْطَى هَذَا السَّيْفُ الْيَوْمَ مَنْ لَا يُبْلِي بَلَائِي!
قَالَ: رَجُلٌ يَدْعُونِي مِنْ وَرَائِي، قَالَ: قُلْتُ: قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ
فِيَّ شَيْئًا؟ قَالَ: "كُنْتَ سَأَلْتَنِي السَّيْفَ، وَلَيْسَ هُوَ لِي
وَإِنَّهُ قَدْ وُهِبَ لِي، فَهُوَ لَكَ" قَالَ: وَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ
الْآيَةَ: {يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأنْفَالِ قُلِ الأنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ}
Imam Ahmad
mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar ibnu Asim ibnu Abun Nujud, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari
Sa'd ibnu Malik yang menceritakan bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah telah memuaskanku pada hari ini dari orang-orang musyrik,
mdka berikanlah pedang ini kepadaku." Tetapi Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
pedang ini bukan untukmu, bukan pula untukku Letakkanlah pedang ini. Lalu
aku (Sa'd ibnu Malik) meletakkannya dan aku pergi seraya berkata kepada diriku
sendiri, "Barangkali pedang ini akan diberikan kepada orang yang tidak
mendapat cobaan seperti cobaan yang aku alami. Sa'd ibnu Malik
melanjutkan kisahnya, "Tidak lama kemudian ada seorang lelaki menyeruku
dari arah belakang, sehingga aku berkata kepada diriku, 'Sesungguhnya Allah
telah menurunkan sesuatu berkenaan denganku.' Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya
engkau pernah meminta kepadaku pedang ini, padahal pedang ini bukan hasil
rampasanku, tetapi diberikan kepadaku. Maka sekarang pedang ini kukembalikan
kepadamu sebagai milikmu." Sa'd ibnu Malik mengatakan bahwa Allah Swt.
telah menurunkan ayat ini: Mereka menanyakan kepadaku tentang (pembagian)
harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan
Allah dan Rasul.” (Al-Anfal: 1)
Imam Abu Daud, Imam
Turmuzi. dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu
Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan sahih.
Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi:
أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنَا
سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ مُصْعَبَ بْنَ سَعْدٍ، يُحَدِّثُ عَنْ
سَعْدٍ قَالَ: نَزَلَتْ فِيَّ أَرْبَعُ آيَاتٍ: أَصَبْتُ سَيْفًا يَوْمَ بَدْرٍ،
فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: نَفِّلْنِيه.
فَقَالَ: "ضَعْهُ مِنْ حَيْثُ أَخَذْتَهُ" مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ
عَاوَدْتُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ضَعْهُ
مِنْ حَيْثُ أَخَذْتَهُ"، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: "يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْأَنْفَالِ
telah menceritakan
kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Sammak ibnu Harb yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Sa'd menceritakan hadis dari
Sa'd yang mengatakan bahwa telah diturunkan empat ayat berkenaan dengan
dirinya. Ia pernah memperoleh sebilah pedang dalam perang badar, lalu ia datang
kepada Nabi Saw. dan berkata, "Bolehkah pedang ini untukku sebagai
nafilah?" Nabi Saw. bersabda, "Letakkanlah pedang itu di tempat
semula ketika engkau mengambilnya," sebanyak dua kali. Kemudian ia
mengulangi permintaan, tetapi Nabi Saw. bersabda, "Letakkanlah pedang
itu di tempat semula ketika engkau mengambilnya." Maka turunlah ayat
ini, yaitu: mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta
rampasan (Al-Anfal: 1), hingga akhir ayat.
Hadis dalam bentuk
lengkapnya ada pada penyebab turunnya firman Allah Swt:
{وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا}
Dan Kami wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. (Al-Ankabut:
8)
{إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ}
sesungguhnya (meminum)
khamr dan berjudi. (Al-Maidah: 90)
Dan ayat lainnya mengenai
wasiat.
Imam Muslim telah
meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya melalui hadis Syu'bah dengan
lafaz yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq
mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Abu Bakar, dari sebagian
orang dari kalangan Bani Sa'idah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar
Abu Usaid (yaitu Malik ibnu Rabi'ah) mengatakan bahwa ia berhasil merampas
pedang Ibnu Aiz dalam Perang Badar, pedangnya itu diberi nama Al-Mirzabun. Ketika
Rasulullah Saw. memerintahkan kepada semua orang untuk mengumpulkan semua
rampasan yang berada di tangan mereka, maka ia datang menghadap kepada
Rasulullah Saw. seraya membawa pedang rampasan itu, lalu ia melemparkannya di
tempat pengumpulan ganimah. Dan Rasulullah Saw. tidak pernah menolak sesuatu
pun yang diminta darinya. Kemudian Al-Arqam ibnu Abul Arqam Al-Makhzumi melihat
pedang tersebut, lalu ia memintanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw.
memberikan pedang itu kepadanya.
Ibnu Jarir telah
meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur periwayatan yang lain.
Penyebab lain
yang melatarbelakangi turunnya ayat ini
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu
Ishaq, dari Abdur Rahman, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Mak-hul, dari Abu
Umamah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubadah tentang makna Al-Anfal.
Maka Ubadah menjawab bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang ikut dalam Perang Badar, yaitu ketika kami berselisih pendapat tentang
harta rampasan sehingga pekerti kami menjadi buruk karenanya. Maka Allah Swt.
mencabutnya dari tangan kami dan menjadikannya di bawah kekuasaan tangan
Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw. membagikannya di antara sesama kami
dengan pembagian yang rata.
Imam Ahmad
mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah ibnu Umar,
telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq, dari Abdur Rahman ibnul Haris ibnu
Abdullah ibnu Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Abu
Salamah, dari Abu Umamah, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan, "Kami
berangkat bersama Rasulullah Saw., dan saya ikut berperang bersamanya di medan
Perang Badar. Kedua belah pasukan bertempur dan Allah mengalahkan musuh kami.
Kemudian segolongan dari kami mengejar pasukan musuh yang melarikan diri dan
memerangi mereka, sedangkan segolongan lagi tetap berada di medan perang,
mengumpulkan ganimah. Segolongan yang lainnya ada tetap di markas pasukan kaum
muslim menjaga keselamatan Rasulullah Saw. agar jangan dibokong oleh musuh saat
sedang dalam keadaan lalai. Dan pada malam harinya sebagian di antara pasukan
kaum muslim berebutan ganimah dengan sebagian yang lainnya. Orang-orang yang
mengumpulkan ganimah mengatakan, 'Kamilah yang mengumpulkannya, maka tiada
seorang pun yang beroleh bagian selain kami.' Sedangkan orang-orang yang pergi
mengejar musuh mengatakan, "Kalian bukanlah orang-orang yang lebih berhak
padanya daripada kami. Kamilah yang menjadi benteng Nabi Saw. dari pasukan
musuh, dan kami berhasil mengalahkan mereka. Dan orang-orang yang tetap
mengawal Rasulullah Saw. berkata, 'Kami merasa khawatir bila musuh menyerang
Rasulullah. Saw. dengan serangan bokongan saat tidak terkawal, sehingga kami
sibuk dengan pekerjaan kami.' Maka saat itulah turun firman Allah Swt.: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab
itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama
kalian." (Al-Anfal: 1) Maka Rasulullah Saw. membagi-bagikannya di
antara semua kaum muslim. Rasulullah Saw. apabila melakukan peperangan di tanah
musuh, maka beliau Saw. selalu beroleh seperempat dari harta rampasan. Apabila
melakukan perang dalam perjalanan pulangnya, beliau mendapat sepertiga dari
harta rampasan, dan beliau Saw. tidak menyukai harta rampasan."
Imam Turmuzi dan
Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri, dari Abdur
Rahman ibnul Haris dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini sahih.
Ibnu Hibban di dalam
kitab Sahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nys. telah
meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahman ibnul Haris. Imam Hakim mengatakan
bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya
(Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Abu Daud, Imam
Nasai, Ibnu jarir, dan Ibnu Murdawaih yang lafaz (teks) hadis berikut menurut
yang ada padanya, demikian pula Ibnu Hibban serta Imam Hakim, semuanya
meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar, Rasulullah
Saw. bersabda, "Barang siapa yang berbuat anu dan anu, maka baginya
hadiah anu dan anu." Maka pasukan kaum muslim yang berusia muda segera
melaksanakannya, sedangkan yang berusia tua tetap berada di bawah panji-panji,
mempertahankan diri. Kemudian ketika ganimah diperoleh mereka, maka para pemuda
datang untuk menuntut hadiah yang disediakan bagi mereka. Tetapi orang-orang
yang telah berusia tua berkata, "Janganlah kalian mementingkan diri
sendiri dan melalaikan kami, karena sesungguhnya kami adalah, sebagai benteng
bagi kalian.”Sekiranya kalian terpukul mundur, niscaya kalian akan kembali
kepada kami." Mereka bersengketa. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. (Al-Anfal:
1) sampai dengan firman-Nya: dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika
kalian adalah orang-orang yang beriman. (Al-Anfal: 1)
As-Sauri telah
meriwayatkan dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa ketika Perang Badar, Rasulullah Saw. bersabda, "Barang siapa yang
membunuh musuh, maka baginya hadiah anu dan anu; dan barang siapa yang berhasil
menawan musuh, maka baginya hadiah anu dan anu." Lalu datanglah Abul
Yusr dengan membawa dua orang tawanan dan berkata, "Wahai Rasulullah,
semoga Allah melimpahkan salawatNya kepadamu, manakah hadiah kami?" Maka
Sa'd ibnu Ubadah berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
engkau, jika memberi mereka, niscaya sahabat-sahabatmu tidak kebagian sesuatu
pun. Dan sesungguhnya tiada yang mencegah kami dari hal ini karena enggan
dengan upah (hadiah) dan takut kepada musuh, melainkan kami tetap di posisi
kami demi mengawal engkau dan karena khawatir bila musuh datang menyerangmu
dari arah belakang." Akhirnya mereka bersengketa, lalu turunlah firman
Allah Swt.: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta
rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah
dan Rasul." (Al-A'raf: 1) Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa turun pula
firman-Nya yang lain, yaitu: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat
kalian peroleh sebagai rampasan perang maka sesungguhnya seperlimanya untuk
Allah. (Al-Anfal: 41), hingga akhir ayat.
Imam Abu Ubaidillah
Al-Qasim ibnu Salam rahimahullah di dalam kitab 'Harta-harta yang Diakui
oleh Syariat dan Penjelasan mengenai Sumber-sumber serta Pengalokasiannya'
mengatakan bahwa anfal adalah harta rampasan perang, dan termasuk pula
semua yang diperoleh kaum muslim dari harta benda kafir harbi. Dan
mula-mula seluruh anfal yang diperoleh kaum muslim diberikan kepada
Rasulullah Saw. Allah Swt. telah berfirman sehubungan hal ini: Mereka
menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul." (Al-Anfal:
1) Kemudian Rasulullah Saw. membagi-bagikannya dalam Perang Badar sesuai dengan
petunjuk Allah, tanpa membagikannya menjadi lima bagian, seperti yang kami
sebutkan dalam hadis Sa'd di atas tadi. Setelah itu turunlah ayat khumus yang
berfungsi me-nasakh ayat ini.
Menurut kami,
demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, mengatakan
hal yang sama. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, dan
As-Saddi.
Lain pula dengan
Ibnu Zaid, ia mengatakan bahwa ayat ini tidak di-nasakh, bahkan tetap muhkam.
Abu Ubaid mengatakan bahwa sehubungan dengan hal ini banyak asar yang
mengisahkannya.
Anfal menurut
kata asalnya berarti himpunan semua ganimah, hanya saja istilah khumus adalah
sebagian dari anfal yang dikhususkan buat pemiliknya sesuai dengan
petunjuk dari Al-Qur'an dan yang diberlakukan oleh sunnah.
Makna anfal menurut
istilah bahasa orang Arab artinya setiap kebaikan yang diberikan oleh pelakunya
sebagai hadiah darinya dan tidak wajib baginya melakukan hal tersebut. Dan anfal
yang dihalalkan oleh Allah bagi kaum mukmin dari harta musuh mereka itu
tiada lain merupakan sesuatu yang dikhususkan oleh Allah untuk mereka,
sebagai karunia dari Allah buat mereka. Demikian itu karena pada masa
yang lalu ganimah diharamkan atas umat-umat yang terdahulu sebelum kaum muslim,
kemudian Allah menghalalkannya bagi umat ini. Demikianlah asal mula riwayat anfal.
Menurut kami, hal
yang membuktikan kebenarannya disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui
Jabir r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُعْطِيتُ خَمْسًا
لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ، إِلَى أَنْ قَالَ:
"وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي"
Aku diberi lima
perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Jabir
melanjutkan hadisnya sampai pada sabda Rasul Saw.: Dan dihalalkan bagiku
ganimah, padahal sebelumnya tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku. hingga
akhir hadis.
Selanjutnya Abu
Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa hadiah yang diberikan oleh imam
kepada pasukan tempur dinamakan nafilah, yakni memberikan hadiah kepada
sebagian pasukan karena perannya yang utama sehingga ia beroleh bagian lebih
dari bagian yang lainnya. Hal ini dilakukan oleh imam berdasarkan kriteria
pengorbanannya kepada Islam dan perannya dalam mengacaukan barisan musuh.
Sehubungan dengan nafilah
yang diberikan oleh imam, ada empat perkara yang disunatkan, masing-masing
mempunyai kedudukan tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya, yaitu:
Pertama, nafilah yang
tidak ada bagian seperlimanya. Hal ini dinamakan salab (rampasan dari
musuh yang dibunuh),
Kedua, nafilah yang
berasal dari ganimah sesudah bagian seperlima dikeluarkan dari keseluruhannya.
Misalnya seorang imam mengirimkan suatu pasukan ke suatu daerah pertempuran,
lalu pasukan yang dikirimkannya itu kembali dengan membawa ganimah, maka bagi
pasukan itu mendapat seperempat atau sepertiga dari apa yang berhasil
diraihnya, sesudah terlebih dahulu mengambil bagian seperlimanya.
Ketiga, nafilah yang
berasal dari seperlima itu sendiri. Misalnya ganimah diperoleh, lalu seluruhnya
dikumpulkan dan dibagi menjadi lima bagian. Apabila imam telah mengambil bagian
seperlimanya, maka imam boleh memberikan nafilah dari bagiannya itu
kepada pasukan yang bersangkutan menurut kebijaksanaannya.
Keempat, nafilah yang
termasuk ke dalam keseluruhan ganimah, sebelum sesuatu dari ganimah tersebut
dibagi menjadi lima bagian. Misalnya imam memberikan hadiah kepada para
penunjuk jalan, para penggembala ternak, dan orang-orang yang mengiringnya.
Sehubungan dengan
masing-masing dari yang tersebut di atas, masalahnya masih diperselisihkan.
Ar-Rabi' mengatakan bahwa Imam Syafi'i mengatakan.”Anfal tidak boleh
dikeluarkan dari pokok ganimah sebelum dibagi menjadi lima bagian, selain dari salab."
Abu Ubaid
mengatakan.”Termasuk nafilah ialah sesuatu yang ditambahkan kepada
mereka selain dari bagian yang merupakan hak mereka (pasukan). Hal ini diambil
dari seperlima bagian Nabi Saw., karena sesungguhnya Nabi Saw. beroleh
seperlima dari seperlima tiap-tiap ganimah. Sehubungan dengan hal ini seorang
imam dituntut untuk berijtihad dalam membagi-bagikannya. Dengan kata lain,
apabila jumlah musuh banyak dan kekuatan mereka lebih kuat, sedangkan pasukan
kaum muslim yang menghadapinya tidak berimbang, maka imam boleh menyediakan nafilah
(hadiah) karena mengikut kepada sunnah Rasulullah Saw. Apabila keadaannya
tidak demikian, maka imam tidak perlu memberikan nafilah."
Pendapat yang ketiga
mengatakan, "Termasuk nafilah ialah apabila imam mengirimkan suatu pasukan
khusus atau pasukan biasa, lalu imam mengatakan kepada mereka sebelum bertempur
dengan musuh, bahwa mereka akan mendapat sesuatu hadiah sesudah khumus. Maka
hadiah tersebut berhak mereka peroleh sesuai dengan persyaratan yang diajukan
oleh imam, karena mereka bertempur dengan imbalan tersebut dan hal itulah yang
mereka setujui."
Sehubungan dengan
perkataan Abu Ubaid yang menyatakan bahwa sesungguhnya ganimah Badar tidak di-takhmis
(dibagi lima), kebenarannya masih perlu dipertimbangkan. Hal ini dapat
dibantah oleh kisah Ali ibnu Abu Talib sehubungan dengan kedua mata-matanya
yang berhasil memperoleh bagian dari khumus karenanya pada hari Perang
Badar. Kami telah menjelaskan hal tersebut di dalam Kitab As-Sirah dengan
keterangan yang memuaskan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ}
sebab itu
bertakwalah kepada Allah dan perbaiki/ah hubungan di antara sesama kalian. (An-Anfal:
1)
Artinya, bertakwalah
kalian kepada Allah dalam semua urusan kalian, dan perbaikilah hubungan di
antara sesama kalian, janganlah kalian saling aniaya, saling bertengkar, dan
saling perang mulut. Karena hidayah dan ilmu yang telah diberikan oleh Allah
kepada kalian jauh lebih baik daripada apa yang kalian persengketakan itu.
{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ}
dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya. (Al-Anfal: 1)
Yakni terimalah apa
yang dibagikan Nabi Saw. kepada kalian, karena sesungguhnya pembagian yang dilakukan
olehnya semata-mata hanyalah berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Allah
kepadanya, yaitu berdasarkan keadilan dan kebijaksanaan. Ibnu Abbas mengatakan
bahwa hal ini merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya agar mereka bertakwa
dan memperbaiki hubungan di antara sesama mereka; pelanggaran terhadap hal ini
berarti dosa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
As-Saddi telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebab itu bertakwalah kepada
Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian. (Al-Anfal: 1) Yakni
janganlah kalian saling mencaci.
Sehubungan dengan
hal ini kami akan mengetengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz
Abu Ya'la Ahmad ibnu Ali ibnu Al-Musanna Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya.
Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مجاهد بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا
عَبَّادُ بْنُ شَيْبَةَ الْحَبَطِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسٍ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ جَالِسٌ، إِذْ رَأَيْنَاهُ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ ثَنَايَاهُ، فَقَالَ
عُمَرُ: مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي؟ فَقَالَ:
"رَجُلَانِ جَثَيَا مِنْ أُمَّتِي بَيْنَ يَدَيْ رَبِّ الْعِزَّةِ، تَبَارَكَ
وَتَعَالَى، فَقَالَ أَحَدُهُمَا: يَا رَبِّ، خُذْ لِي مَظْلَمَتِي مِنْ أَخِي.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَعْطِ أَخَاكَ مَظْلَمَتَكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، لَمْ
يَبْقَ مِنْ حَسَنَاتِي شَيْءٌ. قَالَ: رَبِّ، فَلْيَحْمِلْ عَنِّي مِنْ
أَوْزَارِي" قَالَ: وَفَاضَتْ عَيْنَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِالْبُكَاءِ، ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ ذَلِكَ لَيَوْمٌ عَظِيمٌ،
يَوْمٌ يَحْتَاجُ النَّاسُ إِلَى مَنْ يَتَحَمَّلُ عَنْهُمْ مِنْ أَوْزَارِهِمْ،
فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِلطَّالِبِ: ارْفَعْ بَصَرَكَ فَانْظُرْ فِي
الْجِنَانِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: يَا رَبِّ، أَرَى مَدَائِنَ مِنْ فِضَّةٍ
وَقُصُورًا مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّلَةً بِاللُّؤْلُؤِ، لِأَيِّ نَبِيٍّ هَذَا؟
لِأَيِّ صِدِّيقٍ هَذَا؟ لِأَيِّ شَهِيدٍ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا لِمَنْ أَعْطَى
الثَّمَنَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ يَمْلِكُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْتَ تَمْلِكُهُ.
قَالَ: مَاذَا يَا رَبِّ؟ قَالَ: تَعْفُو عَنْ أَخِيكَ. قَالَ: يَا رَبِّ،
فَإِنِّي قَدْ عَفَوْتُ عَنْهُ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: خُذْ بِيَدِ أَخِيكَ
فَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ،
فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُصْلِحُ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ"
telah menceritakan
kepada kami Mujahid ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Bukair, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Syaibah Al-Habti, dari Sa'id
ibnu Anas, dari Anas r.a. yang mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. sedang
duduk, kami melihat beliau tersenyum sehingga kelihatan gigi serinya. Maka Umar
berkata, 'Apakah yang membuat engkau tertawa, wahai Rasulullah, demi ayah dan
ibuku yang menjadi tebusanmu?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ada dua orang
lelaki dari kalangan umatku sedang bersideku di hadapan Tuhan Yang Mahaagung,
Mahasuci, lagi Mahatinggi. Lalu salah seorangnya berkata, 'Wahai Tuhanku,
ambillah hakku dari saudaraku ini.' Allah Swt. berfirman, 'Berikanlah kepada
saudaramu itu akan haknya.' Lelaki yang dituntut berkata, 'Wahai Tuhanku, tiada
sesuatu pun dari amal baikku yang tersisa." Lelaki yang menuntut berkata,
'Wahai Tuhanku, bebankanlah kepadanya sebagian dari dosa-dosaku'." Anas
melanjutkan kisahnya, "Lalu kedua mata Rasulullah Saw. mencucurkan air
matanya, kemudian bersabda, 'Sesungguhnya hari itu adalah hari yang sangat
berat, yaitu hari manusia memerlukan orang-orang yang menanggung sebagian dari
dosa-dosa mereka.' Maka Allah Swt. berfirman kepada si penuntut, 'Angkatlah
penglihatanmu dan lihatlah ke surga-surga itu!' lelaki itu mengangkat kepalanya
dan berkata, 'Wahai Tuhanku, saya melihat kota-kota dari perak dan
gedung-gedung dari emas yang dihiasi dengan batu permata. Untuk nabi manakah
ini, untuk siddiq siapakah ini, dan untuk syahid siapakah ini?' Allah
berfirman, 'Untuk orang yang mau membayar harganya.' Lelaki itu bertanya,
'Siapakah yang memiliki harganya?' Allah berfirman, 'Engkau pun memiliki harganya.'
Lelaki itu bertanya, 'Apakah harganya, wahai Tuhanku?' Allah berfirman, 'Kamu
maafkan saudaramu ini.' Lelaki itu berkata, 'Wahai Tuhanku sesungguhnya
sekarang saya memaafkannya.' Allah Swt. berfirman, 'Peganglah tangan saudaramu
ini, dan masuklah kamu berdua ke surga'." Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda: Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, dan perbaikilah
hubungan di antara sesama kalian. Karena sesungguhnya Allah kelak di hari
kiamat akan memperbaiki hubungan di antara sesama orang-orang mukmin.
Al-Anfal, ayat 2-4
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ
دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (4) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (yaitu)
orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Ali ibnu Abu Talhah
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah
gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang
munafik itu tiada sesuatu pun dari sebutan nama Allah yang dapat mempengaruhi
hati mereka untuk mendorong mereka mengerjakan hal-hal yang difardukan-Nya.
Mereka sama sekali tidak beriman kepada sesuatu pun dari ayat-ayat Allah, tidak
bertawakal, tidak salat apabila sendirian, dan tidak menunaikan zakat harta
bendanya. Maka Allah menyebutkan bahwa mereka bukan orang-orang yang beriman.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat orang-orang mukmin melalui firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah
gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Karena itu, maka mereka mengerjakan
hal-hal yang difardukan-Nya. Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). (Al-Anfal: 2)
Maksudnya, kepercayaan mereka makin bertambah tebal dan mendalam. dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakal. (Al-Anfal: 2) Yakni mereka tidak mengharapkan
kepada seorang pun selain-Nya.
Mujahid mengatakan
bahwa orang mukmin itu ialah orang yang apabila disebut nama Allah hatinya
gemetar karena takut kepada-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi
dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Demikianlah sifat
orang yang beriman dengan sesungguhnya, yaitu orang yang apabila disebut Allah
gemetarlah hatinya karena takut kepada-Nya, lalu mengerjakan semua perintahNya
dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Ayat ini semakna dengan ayat lain,
yaitu firman-Nya:
{وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا
اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}
Dan (juga) orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah, lalu memohon smpun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (Ali Imran: 135)
Semakna pula dengan
firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ
الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى}
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya).
(An-Naziat: 40-41)
Sufyan As-Sauri
mengatakan, ia pernah mendengar As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka. (Al-Anfal: 2) Bahwa yang
dimaksud ialah seorang lelaki yang apabila ia hendak berbuat aniaya (dosa) atau
hampir berbuat maksiat, lalu dikatakan kepadanya.”Bertakwalah kepada
Allah!" Maka gemetarlah hatinya (dan membatalkan perbuatan aniaya atau
maksiatnya)
As-Sauri telah
mengatakan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam. dari Syahr ibnu Hausyab,
dari Ummu Darda sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati
mereka (Al-Anfal: 2) Pengertian lafaz al-wajal fil qalbi atau hati
yang gemetar, perumpamaannya sama dengan rasa sakit akibat bisul, tidakkah
engkau merasakan denyutan sakitnya? Dikatakan, "Ya." Maka Ummu Darda
berkata, ”Apabila engkau merasakan hal tersebut, maka berdoalah kepada Allah
saat itu juga, karena sesungguhnya doa dapat melenyapkan hal itu."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya).
(Al-Anfal: 2)
Perihalnya sama
dengan firman-Nya:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ
زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا
وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
Dan apabila
diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya)
surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah
imannya sedang mereka merasa gembira (At-Taubah: 124)
Imam Bukhari dan
lain-lainnya dari kalangan para imam mengambil kesimpulan dalil dari ayat ini
dan ayat-ayat lainnya yang semakna, bahwa iman itu dapat bertambah (dan dapat
berkurang), serta iman itu dalam hati mempunyai grafik naik turunnya.
Demikianlah menurut mazhab jumhur ulama, bahkan ada yang mengatakan bahwa hal
ini telah disepakati, seperti apa yang dikatakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad
ibnu Hambal, dan Abu Ubaid. Hal ini telah kami terangkan dengan penjelasan yang
terinci dalam permulaan kitab Syarah Bukhari.
*******************
{وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakal. (Al-Anfal: 2)
Yakni mereka tidak
mengharapkan' kepada selain-Nya, dan tidak bertujuan kecuali hanya kepada-Nya.
Mereka tidak berlindung kecuali hanya kepada naungan-Nya. tidak meminta
keperluan-keperluan mereka selain hanya kepada-Nya. mereka tidak suka kecuali
hanya kepada-Nya. dan mereka mengetahui bahwa apa yang dikehendaki Nya pasti
terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dialah
yang mengatur kerajaan-(Nya). hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, tiada
akibat bagi keputusan hukum-Nya, dan Dia Mahacepat perhitungan-Nya. Karena
itulah Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa tawakal kepada Allah merupakan induk
keimanan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ}
(yaitu) orang-orang
yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka. (Al-Anfal: 3)
Melalui ayat ini
Allah Swt. menyinggung amal perbuatan mereka yang beriman, setelah terlebih
dahulu menyebutkan perihal keyakinan dan akidah mereka. Amal perbuatan ini
mengandung semua kebajikan, yaitu mendirikan salat yang merupakan hak Allah
Swt.
Sehubungan dengan
hal ini Qatadah mengatakan bahwa mendirikan salat ialah memelihara waktu-waktu
penunaiannya, wudunya, rukuk dan sujudnya.
Muqatil ibnu Hayyan
mengatakan, mendirikan salat artinya memelihara waktu-waktu penunaiannya;
menyempurnakan bersuanya, melakukan rukuk dan sujudnya dengan sempurna, membaca
Al-Qur'an di dalamnya, serta membaca tasyahhud dan salawat untuk Nabi Saw.
Sifat orang yang beriman lainnya ialah menafkahkan sebagian dari apa yang
direzekikan oleh Allah kepada mereka; termasuk ke dalam pengertian ini ialah
mengeluarkan zakat dan semua hak hamba-hamba Allah, baik yang wajib maupun yang
sunat. Semua makhluk adalah tanggungan Allah, maka orang yang paling disukai
oleh Allah di antara mereka adalah orang yang paling bermanfaat bagi
makhluk-Nya.
Qatadah telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan yang menafkahkan sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3) Yakni
belanjakanlah sebagian dari rezeki Allah yang diberikan kepada kalian karena
sesungguhnya harta ini adalah pinjaman dan titipan yang diserahkan kepadamu,
hai anak Adam! Dan dalam waktu yang dekat kamu akan berpisah dengannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا}
Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. (Al-Anfal: 4)
Maksudnya, mereka
yang menyandang sifat-sifat ini adalah orang-orang yang beriman dengan
sesungguhnya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ
الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ،
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنَا ابْنُ
لَهِيعَة، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ السَّكْسَكِيّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي
هِلَالٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الْجَهْمِ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ مَالِكٍ
الْأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّهُ مَرَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: "كَيْفَ أَصْبَحْتَ يَا حَارِثُ؟ " قَالَ:
أَصْبَحْتُ مُؤْمِنًا حَقًّا. قَالَ: "انْظُرْ مَاذَا تَقُولُ، فَإِنَّ
لِكُلِّ شَيْءٍ حَقِيقَةً، فَمَا حَقِيقَةُ إِيمَانِكَ؟ " فَقَالَ: عَزَفَت
نَفْسِي عَنِ الدُّنْيَا، فَأَسْهَرْتُ لَيْلِي، وَأَظْمَأْتُ نَهَارِي، وَكَأَنِّي
أَنْظُرُ إِلَى عَرْشِ رَبِّي بَارِزًا، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ
الْجَنَّةِ يَتَزَاوَرُونَ فِيهَا، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ النَّارِ
يَتَضاغَوْن فِيهَا، فَقَالَ: "يَا حَارِثُ، عَرَفْتَ فَالْزَمْ"
ثَلَاثًا
Al-Hafiz Abul Qasim
At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah
Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah,
dari Khalid ibnu Yazid As-Saksiki, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Muhammad
ibnu Abul Jahm, dari Al-Haris ibnu Malik Al-Ansari, bahwa ia bersua dengan
Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, "Bagaimanakah
keadaanmu pagi hari ini, hai Haris? Al-Haris menjawab, "Kini aku
menjadi orang yang beriman sesungguhnya. Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Pikirkanlah
apa yang telah kamu katakan itu, karena sesungguhnya setiap sesuatu itu
mempunyai hakikatnya masing-masing. Maka bagaimanakah hakikat imanmu?
Al-Haris menjawab, "Aku jauhkan diriku dari duniawi. Aku bergadang di
malam hariku (seraya melakukan salat sunat) dan kuhauskan diriku di siang
harinya (seraya menjalankan puasa), sehingga seakan-akan diriku melihat 'Arasy
Tuhanku tampak jelas, melihat ahli surga yang sedang saling berkunjung di
antara sesamanya di dalam surga, dan melihat penduduk neraka sedang
menjerit-jerit di dalamnya." Maka Nabi" Saw. bersabda, "Hai
Haris, sekarang engkau telah mengetahui, maka tetaplah pada jalanmu,"
sebanyak tiga kali.
Amr ibnu Marrah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Itulah orang-orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya. {Al-Anfal: 4) Sesungguhnya Al-Qur'an ini
diturunkan dengan bahasa Arab, perihalnya sama dengan ucapanmu, "Fulanun
sayyidun haqqan." yakni si Fulan benar-benar seorang yang utama, dan
di kalangan kaumnya banyak orang yang diutamakan. Contoh lainnya ialah, "Fulanun
tajirun haqqan wafil qaumi tujjarun" yakni si fulan benar-benar
seorang pedagang dan di kalangan kaumnya banyak pedagang. Contoh lainnya ialah,
"Fulanun sya'irun haqqan wafilqaumisyu'ara" yakni si Fulan
benar-benar seorang penyair, di kalangan kaumnya banyak didapat penyair.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ}
Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya (Al-Anfal: 4)
Artinya, tempat dan
kedudukan serta derajat di dalam surga. Perihalnya sama dengan pengertian yang
terkandung di dalam ayat lain, yaitu:
{هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا
يَعْمَلُونَ}
(Kedudukan) mereka
itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan. (Ali Imran: 163)
Adapun firman Allah
Swt.:
{وَمَغْفِرَةٌ}
dan ampunan. (Al-Anfal:
4)
Maksudnya, Allah
mengampuni dosa-dosa mereka dan membalas mereka dengan kebaikan-kebaikan.
Ad-Dahhak telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. (Al-Anfal: 4) Ahli surga itu
sebagian mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada sebagian yang lain,
maka orang yang berada di atas kedudukan yang tinggi dapat melihat orang yang
kedudukannya berada di bawahnya. Akan terapi, orang yang berada di tingkatan
bawah tidak mempunyai pandangan bahwa tiada seorang pun yang lebih utama
daripada dirinya. Karena itulah di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ أَهْلَ
علِّيين لَيَرَاهُمْ مَنْ أَسْفَلُ مِنْهُمْ كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ
الْغَابِرَ فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاقِ السَّمَاءِ"، قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ، لَا يَنَالُهَا غَيْرُهُمْ؟ فَقَالَ:
"بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا
الْمُرْسَلِينَ"
Sesungguhnya ahli
'Illiyyin (surga yang paling tinggi) benar-benar dapat dilihat oleh
orang-orang yang ada di bawah mereka, sebagaimana kalian melihat
bintang-bintang yang jauh berada di ufuk langit yang sangat luas. Mereka
(para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, surga 'Illiyyin itu tentu
kedudukan para nabi, dan tidak dapat diraih oleh selain mereka."
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, bahkan (termasuk pula) orang-orang yang beriman
kepada Allah dan membenarkan para rasul
Di dalam hadis lain
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab Sunnah disebutkan
melalui hadis Ibnu Atiyyah, dari Abu Said, yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى كَمَا تَرَوْنَ
الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ، وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ
مِنْهُمْ وأنْعَمَا"
Sesungguhnya ahli
surga itu benar-benar dapat melihat para penghuni kedudukan yang tertinggi
sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang jauh berada di
cakrawala langit. Dan sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk di antara mereka
(yang berada pada kedudukan yang tertinggi) serta beroleh kenikmatan (yang
berlimpah)
Al-Anfal, ayat 5-8
{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ
فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (5) يُجَادِلُونَكَ فِي الْحَقِّ
بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ
(6) وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ
وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ
أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ (7)
لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ (8) }
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak
menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu), seolah-olah mereka dihalau kepada
kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebabnya). Dan (ingatlah) ketika
Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang
kalian hadapi) adalah untuk kalian, sedangkan kalian menginginkan bahwa yang
tidak mempunyai kekuatan senjatalah untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir,
agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan yang batil walaupun orang-orang (musyrik)
yang berdosa tidak menyukainya
Imam Abu Ja'far
At-Tabari mengatakan bahwa ulama tafsir berbeda pendapat tentang penyebab yang
mendatangkan kebenaran huruf kaf dalam firman-Nya:
{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ}
Sebagaimana
Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal: 5)
Sebagian di antara
mereka mengatakan bahwa keadaan orang-orang mukmin saat itu diserupakan dengan
keadaan orang-orang mukmin di saat Allah menyuruh mereka pergi dari rumah
mereka demi kemaslahatan mereka sendiri, yaitu untuk menguji ketaatan mereka
kepada Tuhannya dan untuk memperbaiki hubungan di antara sesama mereka serta
ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal yang sama telah diriwayatkan
dari Ikrimah.
Makna yang dimaksud
ialah, Allah Swt. berfirman kepada mereka bahwasanya sebagaimana kalian di saat
berselisih pendapat tentang ganimah dan kalian saling ngotot mengenainya, maka
Allah mencabutnya dari tangan kalian, dan menyerahkannya sebagai bagian dari
milik Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. membagi-bagikannya di
antara mereka dengan adil dan sama rata. Dan ternyata hal tersebut merupakan
hal yang terbaik bagi kalian.
Yakni demikian pula
ketika kalian dipaksa keluar untuk menemui musuh-musuh kalian guna berperang
melawan golongan yang bersenjata. Mereka adalah pasukan kaum muslim yang berangkat
untuk membela agamanya dan merebut kafilah dagang orang-orang musyrik. Dan
ternyata akibat dari ketidaksukaan kalian untuk berperang, Allah membuat kalian
mampu melakukannya dan mempertemukan kalian dengan musuh-musuh kalian, tanpa
ada penentuan waktu sebelumnya; hal tersebut dimaksudkan sebagai bimbingan,
petunjuk, pertolongan, dan kemenangan dari Allah buat kalian. Perihalnya sama
dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ
شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Diwajibkan atas
kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh
jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi
kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui,
sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
ibnu Jarir
mengatakan bahwa ulama lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran. (Al-Anfal: 5) Bahwa sekalipun sebagian orang mukmin tidak
menyukainya, demikian pula keadaan mereka ketika disuruh berperang, mereka
membantahmu dalam strategi tersebut, padahal perkaranya sudah jelas bagi
mereka.
Kemudian Ibnu Jarir
meriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, bahwa Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal:
5) Demikian pula mereka membantah kamu dalam perkara yang hak.
As-Saddi mengatakan
bahwa sehubungan dengan keberangkatan kaum muslim menuju medan Perang Badar
serta bantahan mereka kepada Nabi Saw. dalam hal ini, maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu
dengan kebenaran dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak
menyukainya. (Al-Anfal: 5) Mereka berangkat untuk mencari orang-orang
musyrik. Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran
itu). (Al-Anfal: 6)
Sebagian ulama
tafsir ada yang mengatakan bahwa mereka menanyakan tentang pembagian harta
rampasan perang kepadamu (Muhammad), sebagaimana mereka membantahmu dalam
peristiwa Perang Badar, mereka mengatakan, "Engkau memberangkatkan kami
untuk menghadang iringan kafilah, mengapa engkau tidak memberi tahu kami sejak
semula bahwa kita akan menghadapi peperangan, sehingga kami dapat membuat
persiapan terlebih dahulu untuk menghadapinya?"
Menurut kami,
sesungguhnya Rasulullah. Saw. berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum
muslim pada awal mulanya hanyalah untuk menghadang iringan kafilah dagang Abu
Sufyan yang beritanya telah diketahuinya, bahwa kafilah tersebut pulang dari
negeri Syam dengan membawa harta yang berlimpah milik orang-orang kafir Quratsy.
Maka Rasulullah Saw. membangkitkan semangat kaum muslim yang mempunyai
kemampuan untuk berangkat. Kemudian beliau Saw. berangkat bersama tiga ratus
orang lebih beberapa belas.
Rasulullah Saw.
memakai jalan yang menuju ke pantai dengan memakai jalan yang melewati Badar.
Sedangkan Abu Sufyan mengetahui Keberangkatan Rasulullah Saw. untuk
menghadangnya. Maka Abu Sufyan mengirimkan Damdam ibnu Amr untuk menyampaikan
peringatan kepada penduduk Mekah akan bahaya yang sedang dihadapinya. Maka
bangkitlah dari kalangan penduduk Mekah suatu pasukan besar yang terdiri atas
seribu personel dengan senjata yang lengkap, jumlah mereka antara sembilan
ratus sampai seribu orang.
Selanjutnya Abu
Sufyan sendiri mengambil jalan kanan bersama kafilah dagangnya, yaitu meniti
jalan tepi pantai, sehingga selamat dari hadangan pasukan kaum muslim. Lalu
tibalah pasukan kaum musyrikin, kemudian mereka sampat di sumur Badar. Lalu
Allah mempertemukan pasukan kaum muslim dan pasukan orang-orang kafir, tanpa
ada penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah untuk
meninggikan kalimat kaum muslim dan menolong mereka dalam menghadapi
musuh-musuhnya, serta untuk membedakan antara perkara yang hak dengan perkara
yang batil, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Kaitan yang dimaksud
ialah, ketika Rasulullah Saw. menerima berita tentang keberangkatan pasukan
kaum musyrik Mekah, maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Saw. untuk
memilih salah satu di antara kedua golongan tersebut, yaitu antara kafilah atau
pasukan kaum musyrik. Sedangkan kebanyakan kaum muslim memilih untuk menghadang
kafilah, mengingat hasilnya sudah pasti dan tanpa melalui peperangan. Hal ini
diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ
اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ}
sedangkan kalian
menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian,
dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan
memusnahkan orang-orang kafir. (Al-Anfal: 7)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ
مَرْدُويه فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ
الطَّبَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
يُوسُفَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ
أَسْلَمَ أَبِي عِمْرَانَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا أَيُّوبَ
الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ: إِنِّي أُخْبِرْتُ عَنْ عِيرِ أَبِي سُفْيَانَ
أَنَّهَا مُقْبِلَةٌ فَهَلْ لَكُمْ أَنْ نَخْرُجَ قَبْلَ هَذِهِ الْعِيرِ لَعَلَّ
اللَّهَ يُغْنمناهَا؟ " فَقُلْنَا: نَعَمْ، فَخَرَجَ وَخَرَجْنَا، فَلَمَّا
سِرْنا يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ قَالَ لَنَا: " مَا تَرَوْنَ فِي قِتَالِ
الْقَوْمِ؛ فَإِنَّهُمْ قَدْ أُخْبِرُوا بِمَخْرَجِكُمْ؟ " فَقُلْنَا: لَا
وَاللَّهِ مَا لَنَا طَاقَةٌ بِقِتَالِ الْعَدُوِّ، وَلَكِنَّا أَرَدْنَا
الْعِيرَ، ثُمَّ قَالَ: " مَا تَرَوْنَ فِي قِتَالِ الْقَوْمِ؟ "
فَقُلْنَا مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ عَمْرٍو: إذًا لَا نَقُولُ
لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى لِمُوسَى: {فَاذْهَبْ أَنْتَ
وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ} [الْمَائِدَةِ: 24] قَالَ:
فَتَمَنَّيْنَا -مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ-أَنْ لَوْ قُلْنَا كَمَا قَالَ
الْمِقْدَادُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَنْ يَكُونَ لَنَا مَالٌ عَظِيمٌ، قَالَ:
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {كَمَا
أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ} وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ
Al-Hafiz Abu Bakar
ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Bakr
ibnu Sahi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Aslam
Abu Imran, bahwa ia pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis
berikut: Rasulullah Saw. bersabda ketika kami (para sahabat) berada di Madinah,
"Sesungguhnya aku mendapat berita bahwa iringan kafilah Abu Sufyan
telah kembali, maka maukah kalian berangkat untuk menghadang kafilah ini?
Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai ganimah buat kita." Maka
kami (para sahabat) menjawab, "Ya." Lalu Nabi berangkat dan kami ikut
bersamanya. Ketika perjalanan satu atau dua hari telah kami lampaui, Nabi Saw.
bersabda kepada kami, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan memerangi
kaum itu, karena sesungguhnya mereka telah mendengar keberangkatan kalian
(sehingga mereka meminta bala bantuan)?" Kami menjawab, "Tidak, demi
Allah, kami tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk berperang melawan
musuh, tetapi kami hanya menginginkan iringan kafilah itu." Nabi Saw.
bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang memerangi kaum itu?"
Kami menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Al-Miqdad ibnu Amr mengatakan,
"Kalau demikian, kami tidak akan mengatakan kepada engkau, wahai
Rasulullah, seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa," yang
disebutkan di dalam firman-Nya: pergilah kamu bersama Tuhanmu. dan
berperanglah kamu berdua. sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (Al-Maidah:
24) Abu Ayyub Al-Ansari mengatakan, "Setelah itu kami —semua golongan
Ansar— berharap seandainya saja kami mengatakan seperti apa yang tadi dikatakan
oleh Al-Miqdad. Hal itu lebih kami sukai daripada memiliki harta yang
besar." Selanjutnya ia mengatakan, "Lalu Allah Swt. menurunkan firman
kepada Rasul-Nya." yaitu: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari
rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya. (Al-Anfal: 5)
Kemudian Ibnu
Murdawaih melanjutkan hadis ini hingga selesai. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
melalui hadis Ibnu Luhai'ah dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Murdawaih telah
meriwayatkan pula melalui hadis Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah ibnu Abu Waqqas
Al-Laisi, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
berangkat menuju medan Badar. Ketika sampai di Rauha, beliau berkhotbah kepada
semua orang, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Maka Abu Bakar
berkata, "Wahai Rasulullah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa
mereka (pasukan kaum musyrik) telah berada di tempat anu dan anu." Nabi
Saw. berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?"
Maka berkatalah Umar seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar. Rasulullah Saw.
berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?"
Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami yang engkau
maksudkan? Demi Tuhan yang telah memuliakanmu dan telah menurunkan Al-Kitab
(Al-Qur'an) kepadamu, saya hanya mengikuti jalanmu saja dan saya tidak tahu
menahu. Seandainya engkau berjalan sampai ke Barkil Gimad bagian yang
jauh dari negeri Yaman, niscaya saya akan berjalan bersamamu. Dan kami tidak
akan seperti orang-orang yang mengatakan kepada Musa: pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja. (Al-Maidah: 24) Tetapi kami akan mengatakan, 'Pergilah engkau
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami akan berperang
menyertaimu.' Barangkali engkau berangkat karena suatu perintah, lalu Allah
memerintahkan lagi kepadamu hal yang lainnya, maka tunggulah apa yang bakal
diputuskan oleh Allah kepadamu, kemudian berangkatlah menunaikannya.
Hubungkanlah tali orang yang engkau kehendaki, dan putuskanlah tali orang yang
engkau kehendaki. Perangilah orang yang engkau kehendaki, dan berdamailah
dengan orang yang engkau kehendaki. Ambillah dari harta kami sebanyak apa yang
engkau kehendaki." Sehubungan dengan perkataan Sa'd itu, Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu
dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman
itu tidak menyukainya (Al-Anfal: 5), hingga beberapa ayat berikutnya.
Al-Aufi telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Nabi Saw. bermusyawarah sehubungan
dengan menghadapi musuh, lalu Sa'd ibnu Ubadah mengatakan apa yang telah
dikatakannya; hal tersebut terjadi sebelum Perang Badar. Nabi Saw.
memerintahkan kepada kaum muslim untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, dan
memerintahkan untuk menghadapi golongan kaum musyrik yang bersenjata. Lalu
orang-orang yang beriman tidak menyukai hal tersebut, maka Allah Swt.
Menurunkan Firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu
dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman
itu tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa
mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan
mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 5-6)
Mujahid mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal:
6) Menurutnya, yang dimaksud dengan 'kebenaran' dalam ayat ini ialah peperangan
melawan orang-orang musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang
kebenaran. (Al-Anfal: 6) Yakni karena terdorong oleh rasa tidak suka
menghadapi orang-orang musyrik, serta ketidakpercayaan mereka perihal
keberangkatan pasukan kaum Quraisy saat mereka mendapat berita bahwa kafilahnya
terancam.
As-Saddi telah
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka membantahmu tentang
kebenaran sesudah nyata. (Al-Anfal: 6) Yaitu sesudah nyata bagi mereka
bahwa Nabi Saw. tidak sekali-kali berbuat melainkan berdasarkan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Ibnu Jarir
mengatakan, ulama tafsir lainnya menakwilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka
yang melakukan bantahan adalah orang-orang musyrik. Telah menceritakan kepada
kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang
kebenaran sesudah nyata, seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan
mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 6) Mereka adalah
orang-orang musyrik yang membantah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Saw.,
seakan-akan mereka digiring ke arah kematian ketika mereka diseru untuk masuk
Islam, sedangkan mereka melihat penyebab kematian itu. Apa yang disebutkan di
dalam ayat ini bukan merupakan kelanjutan dari sifat orang-orang mukmin, kata
Ibnu Zaid, melainkan merupakan kalimat baru yang menggambarkan tentang sifat
orang-orang kafir.
Kemudian Ibnu Jarir
memberikan komentarnya, bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Zaid tidak
dimengerti, mengingat kalimat sebelumnya menyebutkan: mereka membantahmu
tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Hal ini menceritakan perihal orang-orang
yang beriman, sedangkan yang dimaksudkan oleh Ibnu Zaid ialah berita tentang
orang-orang kafir.
Pendapat yang benar
ialah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, bahwa kisah dalam ayat ini
menceritakan perihal orang-orang mukmin. Pendapat yang didukung oleh Ibnu Jarir
ini adalah pendapat yang benar, karena bersesuaian dengan konteks ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ
اللَّهُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ وَعَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَا
حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سِمَال، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ
مِنْ بَدْرٍ: عَلَيْكَ بِالْعِيرِ لَيْسَ دُونَهَا شَيْءٌ فَنَادَاهُ الْعَبَّاسُ
بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ -قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: وَهُوَ أَسِيرٌ فِي
وِثَاقِهِ -ثُمَّ اتَّفَقَا: إِنَّهُ لَا يَصْلُحُ لَكَ، قَالَ: وَلِمَ؟ قَالَ:
لِأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا وَعَدَكَ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ،
وَقَدْ أَعْطَاكَ مَا وَعَدَكَ
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair dan Abdur Razzaq,
keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau selesai Perang
Badar, "Sebaiknya engkau kejar iringan kafilah itu, kafilah itu tidak ada
yang melindunginya." Kemudian Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menyeru Nabi
Saw. Menurut Abdur Razzaq, saat itu Al-Abbas dalam keadaan terikat sebagai
tawanan perang. Al-Abbas berseru, "Sesungguhnya iringan kafilah itu tidak
baik bagimu." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa?" Al-Abbas
ibnu Abdul Muttalib menjawab, "Karena sesungguhnya Allah Swt. hanya
menjanjikan kepadamu salah satu di antara dua golongan. Dan sesungguhnya
sekarang Allah telah memberimu apa yang telah Dia janjikan kepadamu."
Sanad hadis ini Jayyid,
tetapi Imam Ahmad sendiri tidak mengetengahkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ}
sedangkan kalian
menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian. (Al-Anfal:
7)
Maksudnya, mereka
lebih suka memilih golongan yang tidak bersenjata, tidak terlindungi, dan tidak
ada peperangan; kemudian kafilah berhasil mereka kuasai.
{وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ}
dan Allah
Menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya. (Al-Anfal:
7)
Yakni Allah
menghendaki agar kalian bersua dengan golongan yang bersenjata, lalu terjadilah
peperangan, agar Dia memenangkan kalian atas mereka dan menolong kalian dalam
menghadapi mereka. Dengan demikian, maka menanglah agama-Nya dan tinggilah
kalimat Islam, Dia akan menjadikannya berada di atas agama lainnya. Dia Maha
Mengetahui tentang semua akibat segala urusan. Dialah Yang Mengatur kalian
dengan aturan yang baik, sekalipun hamba-hamba-Nya menghendaki yang selain dari
itu, mengingat pandangan mereka terbatas dan yang tampak hanyalah luarnya saja.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang
lain, yaitu:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ
شَرٌّ لَكُمْ [الْبَقَرَةِ: 216] }
Diwajibkan atas
kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci Boleh
jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula)
kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. (Al-Baqarah:
216)
Muhammad Ibnu Ishaq
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri dan Asim
ibnu Umar ibnu Qatadah serta Abdullah ibnu Abu Bakar dan Yazid ibnu Ruman, dari
Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama kami, dari Abdullah
ibnu Abbas. Masing-masing dari mereka telah menceritakan kepadaku sebagian dari
hadis ini sehingga terhimpunlah hadis mereka menurut apa yang saya rangkaikan
mengenai Perang Badar. Mereka mengatakan.”Ketika Rasulullah Saw. mendengar
berita tentang Abu Sufyan yang dalam perjalanan pulangnya dari negeri Syam
(dengan membawa banyak harta), maka Rasulullah Saw. menyeru kaum muslim untuk
mencegat mereka." Nabi Saw. bersabda kepada mereka, "Kafilah
dagang orang-orang Quraisy sekarang sedang dalam perjalanannya, padanya
terdapat harta mereka. Karena itu, berangkatlah kalian untuk mencegatnya,
mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai harta rampasan perang bagi kalian.” Maka
orang-orang (kaum muslim) pun bersiaga, sebagian di antara mereka ada yang
ringan menyambut seruan itu, sedangkan sebagian lainnya ada yang keberatan.
Demikian itu karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah Saw. akan menjumpai
peperangan. Dan tersebutlah bahwa Abu Sufyan sesampainya di perbatasan tanah
Hijaz selalu bertindak waspada dan mencari-cari informasi, serta selalu
menanyakan kepada kafilah yang dijumpainya, karena merasa khawatir terhadap
kaum muslim. Pada akhirnya ia menerima berita dari salah satu kafilah yang
menyampaikan bahwa Muhammad telah mempersiapkan pasukan dari kalangan
sahabat-sahabatnya untuk mencegat kafilahnya. Setelah Abu Sufyan menerima
berita itu, maka dengan sigap ia menyewa Damdam ibnu Amr Al-Gifari untuk pergi
ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah akan keadaannya. Abu Sufyan
dalam pesannya memerintahkan kepada kaum Quraisy agar membentuk pasukan besar untuk
melindungi harta mereka. Ia pun memberitahukan bahwa Muhammad beserta para
sahabatnya akan mencegat mereka. Maka Damdam ibnu Amr memacu kendaraannya
dengan kecepatan maksimal menuju Mekah (untuk menyampaikan berita tersebut).
Rasulullah Saw. berangkat bersama para sahabatnya hingga sampai di suatu lembah
yang dikenal dengan nama Lembah Zafran, lalu beliau Saw. keluar dari lembah
itu. Ketika beliau sampai di pertengahan perjalanannya, beliau turun istirahat,
dan saat itulah beliau mendapat berita perihal keberangkatan pasukan kaum
Quraisy untuk melindungi harta mereka yang ada dalam kafilahnya. Rasulullah
Saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya dan menyampaikan perihal pasukan kaum
Quraisy. Maka berdirilah Abu Bakar r.a. dan mengatakan, "Itu lebih baik."
Umar berdiri pula, lalu mengatakan, "Itu lebih baik." Kemudian-
Al-Miqdad ibnu Amr berdiri dan mengatakan, "Hai Rasulullah, teruskanlah
apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, dan kami akan selalu bersamamu.
Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh
Bani Israil kepada Musa," yaitu: Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan
berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja. (Al-Maidah:
24) Tetapi kami katakan, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah
kamu berdua, sesungguhnya kami ikut berperang bersamamu. Demi Tuhan Yang telah
mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke Barkil Gimad
yakni nama sebuah kota di negeri Habsyah—, niscaya kami akan tetap teguh
bersamamu menuju ke tempat tujuan hingga engkau sampai kepadanya." Maka
Rasulullah Saw. mengatakan hal yang baik bagi Al-Miqdad dan mendoakan kebaikan
buatnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Hai orang-orang, berilah
saya saran!" Sesungguhnya yang dimaksud oleh Nabi Saw. adalah
orang-orang Ansar. Demikian itu karena mereka adalah mayoritas hadirin yang ada
saat itu. Ketika mereka berbai'at (mengucapkan janji setia) kepada Rasul Saw.
di 'Aqabah, mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
berlepas diri dari melindungimu kecuali bila engkau telah sampai di kampung
halaman kami. Apabila engkau telah sampai di kampung halaman kami, maka engkau
berada dalam lindungan kami. Kami akan membelamu sebagaimana kami membela
anak-anak dan kaum wanita kami." Saat itu Rasulullah Saw. merasa khawatir
bila orang-orang Ansar tidak menolongnya melainkan hanya dari serangan musuh di
saat beliau berada di Madinah saja, dan beliau khawatir pula bila mereka
mempunyai perasaan bahwa diri mereka tidak diharuskan berangkat bersama Nabi
Saw. untuk menghadapi musuh di luar negeri mereka. Ketika Rasulullah Saw. telah
mengucapkan sabdanya itu, maka Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Demi Allah,
seakan-akan kamilah yang engkau maksudkan, wahai Rasulullah." Rasulullah
Saw. menjawab, "Memang benar." Sa'd ibnu Mu'az berkata,
"Sesungguhnya kami telah beriman kepadamu dan membenarkanmu serta bersaksi
bahwa apa yang engkau sampaikan adalah hak (benar). Kami pun telah memberikan
janji dan ikrar kami kepadamu atas hal tersebut, bahwa kami bersedia tunduk dan
patuh. Maka berangkatlah,-wahai Rasulullah, untuk menunaikan apa yang
diperintahkan oleh Allah kepadamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak,
seandainya engkau memperlihatkan kepada kami laut ini, lalu engkau
mengarunginya, niscaya kami akan ikut mengarunginya bersamamu, tiada seorang
pun dari kami yang ketinggalan. Dan kami sama sekali tidak benci bila kami
harus menghadapi musuh kami besok. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
teguh dalam peperangan dan pantang mundur dalam menghadapi musuh. Mudah-mudahan
Allah akan memperlihatkan kepadamu sikap dan sepak terjang kami yang dapat
menyejukkan hatimu. Maka bawalah kami bersamamu, semoga mendapat berkah dari
Allah." Mendengar perkataan Sa'd dan semangatnya, hati Rasulullah Saw.
amat gembira. Kemudian beliau Saw. bersabda:
" سِيرُوا عَلَى
بَرَكَةِ اللَّهِ وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ وَعَدَنِي إِحْدَى
الطَّائِفَتَيْنِ، وَاللَّهِ لَكَأَنِّي الْآنَ أَنْظُرُ إِلَى مَصَارِعِ
الْقَوْمِ"
Berangkatlah
kalian, semoga Allah melimpahkan berkah-Nya; dan bergembiralah, karena
sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua
golongan. Demi Allah, seakan-akan aku sekarang melihat tempat-tempat kematian
kaum (kafir itu).
Al-Aufi telah
meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan
pula oleh As-Saddi, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Kami tidak mengutarakan riwayat-riwayat dari mereka karena merasa cukup dengan
konteks yang telah diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini.
Al-Anfal, ayat 9-10
{إِذْ تَسْتَغِيثُونَ
رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ
مُرْدِفِينَ (9) وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ
قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ (10) }
(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan
kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang
berturut-turut." Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan
itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hati kalian menjadi tenteram
karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُوحٍ قُرَاد،
حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّار، حَدَّثَنَا سِمَاكٌ الحَنَفي أَبُو زُميل،
حَدَّثَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ ثَلَاثُمِائَةٍ ونَيّف، وَنَظَرَ
إِلَى الْمُشْرِكِينَ فَإِذَا هُمْ أَلْفٌ وَزِيَادَةٌ، فَاسْتَقْبَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ، ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ، وَعَلَيْهِ
رِدَاؤُهُ وَإِزَارُهُ، ثُمَّ قَالَ: " اللَّهُمَّ أَيْنَ مَا وَعَدْتَنِي،
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ
الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ فَلَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ
أَبَدًا"، قَالَ: فَمَا زَالَ يَسْتَغِيثُ رَبَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ]
وَيَدْعُوهُ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ
فَرَدَّاهُ، ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ
لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ} فَلَمَّا
كَانَ يَوْمَئِذٍ وَالْتَقَوْا، فَهَزَمَ اللَّهُ الْمُشْرِكِينَ، فقُتِل مِنْهُمْ
سَبْعُونَ رَجُلًا وَأُسِرَ مِنْهُمْ سَبْعُونَ رَجُلًا وَاسْتَشَارَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ وَعَلِيًّا وَعُمَرَ
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَؤُلَاءِ بَنُو الْعَمِّ
وَالْعَشِيرَةُ وَالْإِخْوَانُ، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمُ
الْفِدْيَةَ، فَيَكُونَ مَا أَخَذْنَاهُ مِنْهُمْ قُوَّةً لَنَا عَلَى
الْكُفَّارِ، وَعَسَى أَنْ يَهْدِيَهُمُ اللَّهُ فَيَكُونُوا لَنَا عَضُدا،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَرَى يَا
ابْنَ الْخَطَّابِ؟ " قَالَ: قُلْتُ: وَاللَّهِ مَا أَرَى مَا رَأَى أَبُو
بَكْرٍ، وَلَكِنِّي أَرَى أَنْ تُمْكنَني مِنْ فُلَانٍ -قَرِيبٍ لِعُمَرَ
-فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ، وتُمكن عَلِيًّا مِنْ عَقِيلٍ فيضربَ عُنُقَهُ، وتُمكن
حَمْزَةَ مِنْ فُلَانٍ -أَخِيهِ -فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ، حَتَّى يَعْلَمَ اللَّهُ
أَنْ لَيْسَ فِي قُلُوبِنَا هَوَادَةٌ لِلْمُشْرِكِينَ، هَؤُلَاءِ صَنَادِيدُهُمْ
وَأَئِمَّتُهُمْ وَقَادَتُهُمْ، فَهَوَى رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قَالَ
أَبُو بَكْرٍ، وَلَمْ يَهْوَ مَا قُلْتُ، وَأَخَذَ مِنْهُمُ الْفِدَاءَ، فَلَمَّا
كَانَ مِنَ الْغَدِ -قَالَ عُمَرُ-غَدَوْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَهُمَا يَبْكِيَانِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، [أَخْبِرْنِي] مَا يُبْكِيكَ أَنْتَ وَصَاحِبَكَ، فَإِنْ وجدتُ بُكَاءً
بَكَيتُ، وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكيتُ لِبُكَائِكُمَا! قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لِلَّذِي عَرض عَلَيَّ أَصْحَابُكَ
مِنْ أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ، قَدْ عُرِضَ عليَّ عَذَابُكُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ
الشَّجَرَةِ -لِشَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ"، وَأَنْزَلَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ]
{مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأرْضِ} إِلَى قَوْلِهِ: {لَوْلا
كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ} [الْأَنْفَالِ: 67،
68] مِنَ الْفِدَاءِ، ثُمَّ أَحَلَّ لَهُمُ الْغَنَائِمَ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ
أُحُدٍ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ، عُوقِبُوا مِمَّا صَنَعُوا يَوْمَ بَدْرٍ، مِنْ
أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ فَقُتِلَ مِنْهُمْ سَبْعُونَ، وفَرَّ أصحابُ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَكُسِرَتْ ربَاعيته، وَهُشِمَتِ الْبَيْضَةُ عَلَى رَأْسِهِ، وَسَالَ
الدَّمُ عَلَى وَجْهِهِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] {أَوَلَمَّا
أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ
هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [آلِ
عِمْرَانَ: 165] بِأَخْذِكُمُ الْفِدَاءَ..
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Nuh Qirad, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah
menceritakan kepada kami Sammak Al-Hanafi Abu Zamit, telah menceritakan
kepadaku Ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab r.a. yang
mengatakan bahwa ketika Perang Badar Nabi Saw. memandang kepada semua
sahabatnya yang saat itu berjumlah tiga ratus orang lebih. Nabi Saw. juga
memandang kepada pasukan kaum musyrik, ternyata jumlah mereka seribu orang
lebih. Kemudian Nabi Saw. menghadapkan dirinya ke arah kiblat —saat itu beliau
memakai kain selendang dan kain sarungnya— lalu berdoa: Ya Allah tunaikanlah
kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika golongan kaum
muslim ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini
selama-lamanya. Nabi Saw. terus-menerus memohon pertolongan kepada Tuhannya
dan berdoa kepada-Nya sehingga kain selendangnya terlepas dari pundaknya. Lalu
Abu Bakar datang menghampirinya dan memungut kain selendangnya, kemudian
disandangkan di tempatnya, dan Abu Bakar tetap berdiri di belakangnya. Kemudian
Abu Bakar berkata, "Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada
Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia pasti akan menunaikan apa yang telah
dijanjikanNya kepadamu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu
diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al-Anfal:
9) Maka setelah terjadi pertempuran di antara kedua pasukan, dan Allah
mengalahkan pasukan kaum musyrik—sehingga tujuh puluh orang dari mereka gugur,
sedangkan tujuh puluh orang lainnya tertawan— lalu Rasulullah bermusyawarah
dengan Abu Bakar, Umar, dan Ali. Abu Bakar mengatakan, "Wahai Rasulullah,
mereka adalah saudara-saudara sepupu, satu famili dan teman-teman. Sesungguhnya
saya berpendapat sebaiknya engkau memungut tebusan dari mereka, sehingga
hasilnya akan menjadi kekuatan bagi kita guna menghadapi orang-orang kafir. Dan
mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada mereka, sehingga pada akhirnya
mereka akan menjadi pendukung bagi perjuangan kita." Rasulullah Saw.
bertanya." Bagaimanakah menurut pendapatmu, hai Ibnu Khattab?" Umar
menjawab, "Demi Allah, saya mempunyai pendapat yang berbeda dengan apa
yang diutarakan oleh Abu Bakar tadi. Saya berpendapat bahwa sebaiknya engkau
memberikan izin kepadaku terhadap si Fulan (salah seorang kerabatnya yang
tertawan), lalu saya akan memenggal lehernya. Engkau mengizinkan pula kepada
Ali terhadap Uqail, lalu Ali memenggal lehernya. Dan engkau memberi izin pula
kepada Hamzah terhadap si Fulan, saudaranya; lalu Hamzah memenggal lehernya.
Sehingga Allah mengetahui dengan nyata bahwa hati kita tidak mempunyai rasa belas
kasihan terhadap orang-orang musyrik; mereka adalah para pendekar, pemimpin,
dan panglimanya." Rasulullah Saw. lebih menyukai pendapat yang diutarakan
oleh Abu Bakar dan tidak menyukai pendapat yang dikemukakan Umar. Karena itu,
maka beliau Saw. memungut tebusan dari mereka. Kemudian pada keesokan harinya
Umar menghadap kepada Nabi Saw. yang sedang ditemani Abu Bakar, saat itu
keduanya sedang menangis. Lalu Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
yang menyebabkan engkau dan temanmu menangis? Jika saya dapat menangis, maka
saya ikut menangis; dan jika saya tidak dapat menemukan penyebabnya, maka saya
akan pura-pura menangis karena tangisan kamu berdua." Nabi Saw. bersabda, "Saya
menangis karena usulan yang telah diutarakan oleh temanmu yang menyarankan untuk
menerima tebusan. Sesungguhnya telah ditampakkan kepadaku azab yang akan
menimpa kalian dalam jarak yang lebih dekat daripada pohon ini,"
seraya mengisyaratkan ke arah sebuah pohon yang dekat dengan Nabi Saw. Lalu
Allah Swt menurunkan firman-Nya: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai
tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. (Al-Anfal: 67)
Sampai dengan firman-Nya: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang
telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik (Al-Anfal: 69);
Sejak saat itu dihalalkan bagi kaum muslim memakan ganimah (harta
rampasan perang). Kemudian ketika terjadi Perang Uhud, yaitu pada tahun
berikutnya, pasukan kaum muslim mendapat siksaan akibat dari apa yang telah
mereka lakukan dalam Perang Badar, yaitu karena mereka menerima tebusan.
Sehingga yang gugur dari kalangan kaum muslim dalam Perang Uhud adalah tujuh
puluh orang. Sahabat-sahabat Nabi Saw. lari meninggalkan Nabi Saw. sehingga
gigi geraham beliau ada yang rontok, topi besi yang dikenakan di kepalanya
pecah, dan darah mengalir dari wajahnya. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal
kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada
peperangan Badar) kalian berkata, "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah.”Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri.” Sesungguhnya
Allah Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Ali-Imran: 165); Yakni sebagai
akibat dari perbuatan kalian sendiri yang mau menerima tebusan tawanan perang.
Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamani
dengan lafaz yang sama. Ali Ibnul Madini dan Imam Turmuzi menilainya sahih. Keduanya
mengatakan bahwa hadis ini tidak dikenal melainkan hanya melalui hadis Ikrimah
ibnu Ammar Al-Yamani.
Demikian pula menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan
Al-AuFi, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang mulia ini, yaitu: (Ingatlah) ketika
kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian (Al-Anfal: 9) diturunkan
berkenaan dengan doa Nabi Saw. Hal yang sama telah dikatakan oleh Yazid ibnu
Tabi', As-Saddi, dan Ibnu Juraij.
Abu Bakar ibnu Ayyasy telah meriwayatkan dari Abu Husain,
dari Abu Saleh yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar. Nabi Saw. berdoa
memohon kepada Tuhannya dengan doa yang sangat. Lalu Umar ibnul Khattab datang
menghampirinya dan berkata, "Wahai Rasulullah, sebagian dari seruanmu itu,
demi Allah, benar-benar akan membuat Allah menunaikan apa yang telah dijanjikan-Nya
kepadamu."
Imam Bukhari mengatakan di dalam kitab Al-Magazi-nya, yaitu
dalam bab firman-Nya: (Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada
Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian. (Al-Anfal: 9) Sampai
dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal:
13)
Bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Israil, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab yang
mengatakan, ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia telah menyaksikan
suatu sikap dari Al-Miqdad ibnul Aswad, sehingga membuatnya lebih menyukai apa
yang dilakukan oleh Miqdad daripada sikap yang dilakukannya. Yaitu pada suatu
hari Rasulullah Saw. sedang berdoa untuk kebinasaan orang-orang musyrik, lalu
datanglah Al-Miqdad dan mengatakan, "Kami tidak akan mengatakan seperti
apa yang pernah dikatakan oleh kaum Nabi Musa, yaitu: pergilah kamu bersama
Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. (Al-Maidah: 24). Tetapi kami akan
berperang di sebelah kanan dan di sebelah kiri serta di hadapan muka dan di
belakangmu." Dan ia melihat wajah Nabi Saw. bersinar karena gembira
(mendengarnya).
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَوْشَب،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ الحَذَّاء، عَنْ عِكْرِمَةَ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَ بَدْرٍ: "اللَّهُمَّ أَنْشُدُكَ عَهدك وَوَعْدَكَ،
اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَد"، فَأَخَذَ أَبُو بَكْرٍ بِيَدِهِ،
فَقَالَ: حَسْبُكَ! فَخَرَجَ وَهُوَ يَقُولُ: {سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ
الدُّبُرَ}
Telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Hausyab, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada
kami Khatid Al-Hazza, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan
bahwa ketika Perang Badar Nabi Saw. berdoa: Ya Allah, saya memohon kepada
Engkau ketetapan dan janji-Mu. Ya Allah jika Engkau menghendaki, niscaya Engkau
tidak akan disembah. Lalu Abu Bakar memegang tangan Nabi Saw. seraya
berkata, "Cukuplah." Maka Nabi Saw. keluar (dari kemah kecilnya)
seraya membacakan firman-Nya: Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka
akan mundur ke belakang. (Al-Qamar: 45)
Imam Nasai meriwayatkannya dari Bandar, dari Abdul Wahhab,
dari Abdul Majid As-Saqafi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ}
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. (Al-Anfal: 9)
Artinya, sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang
lainnya secara berturut-turut. Demikian pula menurut Harun ibnu Hubairah, dari
Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya berturut-turut. Tetapi dapat pula
ditakwilkan bahwa makna murdifin iatah sebagat pertolongan buat kalian.
Seperti apa yang dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya
bantuan taktis, sebagaimana engkau katakan kepada seseorang, 'Tambahkanlah
kepadanya bantuan sebanyak sekian dan sekian."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibnu Kasir
Al-Qari', dan Ibnu Zaid, bahwa murdifin artinya bala bantuan.
Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus, dari ayahnya,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut. (Al-Anfal: 9) Bahwa di belakang setiap malaikat ada
malaikat lagi. Menurut riwayat lain masih dalam sanad ini juga, murdifin artinya
sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang lainnya. Hal yang sama
dikatakan oleh Abu Zabyan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada
kami Ya'qub ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu
Imran, dari. Ar-Rab'i, dari Abul Huwairis, dari Muhammad ibnu Jubair, dari Ali
r.a. yang mengatakan bahwa Jibril turun bersama seribu malaikat disebelah kanan
Nabi Saw. yang padanya terdapat Abu Bakar, sedangkan Mikail turun bersama
seribu malaikat lainnya di sebelah kiri Nabi Saw. Saat itu aku (Ali) berada di
sebelah kirinya. Riwayat ini jika sanadnya sahih membuktikan bahwa
jumlah seribu malaikat diiringi dengan seribu malaikat lainnya. Karena itulah
sebagian ulama ada yang membacanya murdafin, dengan huruf dal yang
di-fathah-kan.
Pendapat yang terkenal ialah yang diriwayatkan oleh Ali ibnu
Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sebagai berikut: Allah memberikan
bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril
turun bersama lima ratus malaikat di sebelah Nabi Saw., dan Malaikat Mikail
turun bersama lima ratus malaikat lainnya di sebelah lain dari sisi Nabi Saw.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dan Imam Muslim telah
meriwayatkan melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil Sammak ibnu Walid
Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas, dari Umar, hadis yang telah disebutkan di atas.
Kemudian Abu Zamil mengatakan, Ibnu Abbas telah menceritakan kepadaku bahwa
ketika seorang lelaki dari pasukan kaum muslim sedang bertempur sengit melawan
salah seorang pasukan kaum musyrik yang ada di hadapannya, tiba-tiba ia
mendengar suara pukulan cambuk di atas kepalanya dan suara penunggang kuda
seraya berkata, "Majulah, Haizum!" Tiba-tiba lelaki muslim itu
melihat lelaki musyrik yang ada di hadapannya jatuh terjungkal dan mati dalam
keadaan telentang. Kemudian lelaki muslim itu memandangnya, ternyata lelaki
musyrik itu telah hangus, sedangkan wajahnya terbelah seperti bekas pukulan
cambuk; maka hal tersebut membuat seluruh pasukan kaum muslim bersemangat. Seorang
lelaki dari kalangan Ansar datang kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan
peristiwa tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Engkau benar, itu
adalah bantuan dari langit yang ketiga." Pada hari itu telah terbunuh
dari kalangan pasukan kaum musyrik sebanyak tujuh puluh orang, sedangkan tujuh
puluh orang lainnya tertawan.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: "بَابُ شُهُودِ الْمَلَائِكَةِ بَدْرًا
": حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ
يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ رِفاعة بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقي، عَنْ
أَبِيهِ -وَكَانَ أَبُوهُ مِنْ أَهْلِ بَدْرٍ -قَالَ: جَاءَ جبريلإِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: مَا تَعُدُّونَ أَهْلَ بَدْرٍ
فِيكُمْ؟ قَالَ: " مِنْ أَفْضَلِ الْمُسْلِمِينَ" -أَوْ كَلِمَةً
نَحْوَهَا -قَالَ: "وَكَذَلِكَ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ.
Imam Bukhari dalam Bab "Kesaksian para Malaikat dalam
Perang Badar" mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Mu'az
ibnu Rifa'ah ibnu Rafi* Az-Zuraqi Ar-Rizqi, dari ayahnya, sedangkan ayahnya
adalah salah seorang yang ikut dalam Perang Badar. Ayahnya menceritakan bahwa
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Apakah yang telah
engkau persiapkan guna menghadapi Perang Badar?" Nabi Saw. menjawab, "Pasukan
yang terdiri atas kaum muslim yang paling pilihan," atau kalimat yang
serupa. Jibril berkata, "Demikian pula malaikat yang ikut dalam Perang
Badar."
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Imam Tabrani telah meriwayatkannya di dalam kitab Al-Mu'jamul
Kabir melalui hadis Rafi’ ibnu Khadij, tetapi keliru; yang benar adalah
riwayat Imam Bukhari.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. bersabda kepada Umar ketika Umar meminta pendapat darinya tentang niat
Umar yang hendak membunuh Hatib ibnu Abu Balta'ah:
"إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ
اللَّهَ قَدِ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ
فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ "
Sesungguhnya dia adalah orang yang telah ikut dalam Perang
Badar, Tahukah kamu apakah yang bakal diperlihatkan oleh Allah untuk ahli
Perang Badar? Allah berfirman, "Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya Aku
telah memberikan ampunan bagi kalian."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَا
جَعَلَهُ اللهُ إِلا بُشْرَى
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar
gembira. (Al-Anfal: 10), hingga akhir ayat.
Artinya, tidak sekali-kali Allah mengirim para malaikat dan
kalian diberi tahu oleh-Nya tentang bantuan mereka buat kalian, melainkan
sebagai berita gembira buat kalian.
{وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ}
dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya. (Al-Anfal: 10)
Tetapi pada prinsipnya Allah Swt. mampu menjadikan kalian
menang atas musuh-musuh kalian tanpa bantuan para malaikat, melainkan hanya
dengan kekuasaan Allah semata.
{وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ}
Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. (Al-Anfal: 10)
Yakni sekalipun tanpa hal tersebut. Karena itulah dalam ayat
ini disebutkan melalui firman-Nya: Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. (Al-Anfal: 10)
Pengertiannya sama dengan apa yang difirmankan-Nya dalam
ayat yang lain, yaitu:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ
فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا
ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ
بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ
أَعْمَالَهُمْ سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْ وَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ
عَرَّفَهَا لَهُمْ}
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka.
Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan
sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang
berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan
membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan
sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak
akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi petunjuk kepada mereka dan
memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah
diperkenalkan-Nya kepada mereka. (Muhammad: 4-6)
{وَتِلْكَ
الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ وَلِيُمَحِّصَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ}
Dan masa (kejadian
dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar
Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan
membinasakan orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 140-141)
Hal ini merupakan suatu ketentuan hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt, yaitu berjihad melawan orang-orang kafir dibebankan
kepada orang-orang mukmin. Karena sesungguhnya Allah Swt. menghukum umat-umat
terdahulu yang mendustakan nabi-nabi mereka hanyalah dengan azab-azab yang
menimpa keseluruhan umat yang mendustakanNya. Sebagaimana Dia membinasakan
kaum Nabi Nuh dengan banjir besar, kaum ' Ad yang pertama dengan angin kencang
yang sangat dingin, kaum Samud dengan pekikan yang sangat keras, kaum Nabi Lut
dengan gempa besar yang membalikkan tempat tinggal mereka serta dengan hujan
batu dari Sijjil, dan kaum Nabi Syu'aib dengan awan. Ketika Allah mengutus Nabi
Musa, maka Allah membinasakan musuhnya —yaitu Fir'aun— dengan ditenggelamkan
bersama para pendukungnya di dalam laut.
Kemudian Allah menurunkan kitab Taurat kepada Musa yang di
dalamnya disyariatkan memerangi orang-orang kafir. Kemudian hukum ini tetap
berlangsung sampai kepada syariat-syariat lainnya yang datang sesudah Nabi
Musa, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ
بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ [لِلنَّاسِ] }
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang
terdahulu, untuk menjadi pelita. (Al-Qashash: 43)
Bila orang-orang kafir dibunuh oleh orang-orang mukmin, maka
hal itu terasa lebih menghinakan orang-orang kafir, dan sekaligus menjadi
penawar bagi hati orang-orang mukmin dan melegakannya. Seperti yang diungkapkan
oleh Allah Swt. dalam perintahnya kepada umat ini, yaitu:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ
بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرُكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ
مُؤْمِنِينَ}
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan
(perantaraan) tangan-tangan
kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka,
serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14)
Karena itulah terbunuhnya para pemimpin kaum Quraisy di
tangan musuh mereka yang mereka pandang dengan pandangan yang hina lagi
meremehkan merupakan suatu azab yang lebih menyakitkan bagi mereka dan
melegakan hati golongan kaum mukmin. Abu Jahal terbunuh dalam peperangan, yaitu
dalam perang Badar; hal tersebut lebih menghinakannya daripada dia mati di
atas tempat tidurnya karena azab atau halilintar atau sejenisnya, seperti yang
dialami oleh Abu Lahab la'natullahi 'alaihi yang ditimpa penyakit
adasah, sehingga tidak ada seorang pun dari keluarganya yang berani
mendekatinya. Dan sesungguhnya mereka memandikannya hanya dari jarak jauh,
yaitu dengan menyiramkan air padanya dari kejauhan, lalu mereka menguburnya
dengan cara merajaminya dengan batu hingga tubuhnya tertutup oleh batu. Karena
itulah dalam ayat berikutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa. (Al-Anfal: 10)
Maksudnya, kemenangan itu hanyalah milik Dia, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman kepada keduanya di dunia dan akhirat. Seperti yang
disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ
آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ }
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51)
*******************
{حَكِيم}
lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal:
10)
Yakni dalam syariat-Nya yang memerintahkan "untuk
memerangi orang-orang kafir, sekalipun Dia sendiri mampu menghancurkan dan
membinasakan mereka dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi
Allah.
Al-Anfal, ayat 11-14
{إِذْ يُغَشِّيكُمُ
النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى
قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ (11) إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى
الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي
قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا
مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13)
ذَلِكُمْ فَذُوقُوهُ وَأَنَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابَ النَّارِ (14) }
(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kalian
mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya. dan Allah menurunkan kepada
kalian hujan dari langit untuk menyucikan kalian dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hati
kalian dan memperteguh dengannya telapak kaki (kalian). (Ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian,
maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah
kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya,
dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat
keras siksaan-Nya Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atas kalian), maka
rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi)
azab neraka. (Al-Anfal: 11-14)
Allah mengingatkan mereka akan nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu rasa kantuk yang membuai mereka; hal ini
menjadi penenteram hati mereka dari rasa ketakutan yang diakibatkan dari
minimnya bilangan mereka, sedangkan jumlah musuh mereka sangat banyak. Hal yang
sama telah dilakukan pula oleh Allah sesudah Perang Uhud sebagai penenteram
hati mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ أَنزلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ
الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ
أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ}
Kemudian setelah kalian berduka cita Allah menurunkan kepada
kalian keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedangkan
segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. (Ali Imran: 154), hingga akhir ayat,
Abu Talhah mengatakan bahwa dia termasuk salah seorang yang
terkena rasa kantuk itu dalam Perang Uhud, dan sesungguhnya pedangnya sampai
terjatuh berkali-kali dari tangannya. Bila pedangnya jatuh, maka ia
memungutnya; dan bila jatuh lagi, ia memungutnya kembali. Dan sesungguhnya dia
melihat pasukan kaum muslim menelentangkan tubuh mereka, sedangkan mereka
berada di bawah lindungan tamengnya masing-masing.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Syu'bah, dari Abu
Ishaq, dari Harisah ibnu Mudarrib, dari Ali r.a. yang mengatakan, "Di
antara kami tiada seorang penunggang kuda pun selain Al-Miqdad dalam Perang
Badar. Dan sesungguhnya di antara kami tiada seorang pun melainkan dalam
keadaan tertidur, kecuali Rasulullah Saw. yang sedang salat di bawah sebuah
pohon seraya menangis hingga pagi harinya."
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Abu
Razin, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa rasa kantuk dalam
situasi perang merupakan penenteram hati dari Allah Swt., sedangkan kalau
kantuk dalam salat merupakan godaan dari setan.
Qatadah mengatakan bahwa kantuk mempengaruhi kepala,
sedangkan tidur mempengaruhi hati. Menurut kami, kantuk telah menimpa mereka
dalam Perang Uhud; kisah mengenainya telah dikenal. Adapun mengenai apa yang
disebutkan di dalam ayat ini tiada lain berkaitan dengan kisah dalam Perang
Badar. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kantuk itu pun telah dialami pula oleh
mereka saat itu. Seakan-akan hal tersebut selalu menimpa kaum mukmin di saat
menghadapi peperangan, dimaksudkan agar hati mereka tenteram dan percaya akan
pertolongan Allah. Hal ini merupakan karunia dari Allah dan merupakan
rahmat-Nya bagi mereka serta nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا}
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)
Karena itulah di dalam kitab Sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. ketika dalam Perang Badar berada di dalam kemah kecilnya dengan
Abu Bakar As-Siddiq r.a. —sedang berdoa— terkena rasa kantuk, kemudian beliau
terbangun seraya tersenyum dan bersabda:
"أَبْشِرْ يَا أَبَا بَكْرٍ، هَذَا جِبْرِيلُ عَلَى
ثَنَايَاهُ النَّقْعُ" ثُمَّ خَرَجَ مِنْ بَابِ الْعَرِيشِ، وَهُوَ يَتْلُو
قَوْلَهُ تَعَالَى: {سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ}
Bergembiralah, hai Abu Bakar, ini Malaikat Jibril datang (dengan mengendarai kuda) yang pada kedua sisinya
beterbangan debu-debu. Kemudian Nabi Saw. keluar (berangkat) melalui pintu Al-Arisy
seraya membacakan firman-Nya: Golongan (kaum musyrik) itu pasti
akan dikalahkan, dan mereka akan mundur ke belakang. (Al-Qamar: 45)
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً}
dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit. (Al-Anfal: 11)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Nabi Saw. ketika berangkat menuju medan Badar dan sampai padanya, lalu
turun beristirahat. Saat itu pasukan kaum musyrik berada di dalam posisi yang
antara mereka dan mata air terdapat banyak gundukan pasir, sedangkan keadaan
pasukan kaum muslim sangat lemah, lalu setan menyusupkan rasa kebencian di
dalam hati mereka dan membisikkan godaannya di antara mereka seraya mengatakan,
"Kalian mengakui bahwa diri kalian adalah kekasih-kekasih Allah, dan di
antara kalian terdapat Rasul-Nya, tetapi kaum musyrik ternyata dapat
mengalahkan kalian dalam menguasai mata air; sedangkan kalian, salat pun kalian
kerjakan dalam keadaan berjinabah."
Maka Allah menurunkan hujan kepada pasukan kaum muslim,
yaitu hujan yang cukup lebat, sehingga kaum muslim beroleh minum dan dapat
bersuci. Allah pun menghilangkan godaan setan dari mereka, dan tanah yang
berpasir itu setelah terkena hujan menjadi padat dan kuat, sehingga orang-orang
dengan mudah dapat berjalan di atasnya, begitu pula hewan-hewan kendaraan
mereka; lalu pasukan kaum muslim maju menuju ke arah pasukan kaum musyrik.
Kemudian Allah menurunkan bala bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan
seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di suatu
sisi, sedangkan di sisi lain turun Malaikat Mikail dengan membawa lima ratus
malaikat lagi.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas, bahwa sesungguhnya pasukan kaum musyrik dari kalangan Quraisy ketika
berangkat untuk melindungi iringan kafilah mereka dan membelanya dari serangan
kaum muslim, mereka turun istirahat di dekat mata air Badar, sehingga mereka
menguasai sumber air itu dan mendahului kaum muslim. Karenanya pasukan kaum
muslim mengalami kehausan hingga mereka salat dalam keadaan mempunyai jinabah
dan berhadas (tanpa bersuci), hal tersebut membuat mereka merasa berdosa besar.
Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, hujan yang
deras, sehingga lembah tempat mereka berada dialiri oleh air yang banyak. Lalu
pasukan kaum mukmin minum dan memenuhi wadah-wadah air mereka serta memberi
minum kendaraan-kendaraan mereka, dan mereka melakukan mandi jinabah. Maka hal
itu dijadikan oleh Allah sebagai sarana bersuci buat mereka dan untuk
memantapkan pijakan mereka. Demikian itu karena antara mereka dan kaum terdapat
padang pasir maka Allah menurunkan hujan di atas pasir itu sehingga membuat
tanah pasir itu keras dan kuat dipijak oleh kaki.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, Ad-Dahhak,
dan As-Saddi. Telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi,
Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka tertimpa hujan dalam
Perang Badar.
Tetapi kisah yang dikenal mengatakan bahwa ketika Rasulullah
Saw. berjalan menuju medan Perang Badar, beliau turun istirahat di dekat
sumber air yang ada di tempat itu, yakni permulaan mata airyang dijumpainya.
Maka Al-Habbab ibnul Munzir menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah
agar engkau berhenti padanya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat
ini engkau jadikan sebagai tempat untuk menyusun strategi perang dan
melancarkan tipu muslihat perang?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak,
bahkan ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang dan
menyusun tipu muslihatnya."
Al-Habbab ibnul Munzir berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis untuk berperang dan
melancarkan siasatnya. Tetapi bawalah kami hingga sampai di mata air yang
paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita keringkan semua sumur
lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum, sedangkan mereka tidak
mempunyai air." Maka Rasulullah Saw. berangkat untuk melakukan strategi
tersebut
Di dalam 'kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa ketika
Al-Habbab melakukan hal tersebut, turunlah malaikat dari langit, sedangkan
Malaikat Jibril sedang duduk di dekat Rasulullah Saw. Lalu malaikat itu
berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam buatmu.
Dia berfirman bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang diutarakan oleh
Al-Habbah ibnul Munzir."
Maka Rasulullah Saw. menoleh ke arah Malaikat Jibril a.s.
dan bersabda, "Tahukah kamu siapakah ini?" Jibril memandang ke
arah malaikat itu dan berkata, "Tidak semua malaikat dapat aku kenal.
Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan."
Hal yang lebih baik dari riwayat ini ialah apa yang telah
diriwayatkan oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi
rahimahullah; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah
ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit yang
sebelumnya lembah itu (Badar) dalam keadaan kering. Maka Rasulullah Saw. dan
para sahabatnya terkena hujan yang membuat tanah berpijak mereka menjadi kuat
dan tidak menghalangi mereka untuk berjalan. Sedangkan hujan yang menimpa kaum
musyrik membuat mereka tidak mampu bergerak dengan bebas.
Mujahid mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan kepada kaum
muslim sebelum rasa kantuk menyerang mereka. Dengan air hujan itu debu tidak
ada lagi, dan tanah menjadi keras karenanya, sehingga hati mereka menjadi senang
dan kaki mereka menjadi kokoh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun
ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah
menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari
Jariyah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa di malam hari kami tertimpa hujan
—yakni malam hari yang keesokan harinya terjadi Perang Badar Hingga kami
berlindung di bawah pepohonan dan memakai tameng-tameng untuk menaungi
diri dari siraman air hujan. Sedangkan Rasulullah Saw. malam itu terus-menerus
memberikan semangat untuk berperang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ}
untuk menyucikan kalian dengan hujan itu. (Al-Anfal: 11)
Maksudnya, menyucikan kalian dari hadas kecil atau hadas besar,
yakni penyucian lahiriah.
{وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ}
dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan. (Al-Anfal: II)
Yaitu melenyapkan gangguan setan dan bisikannya yang jahat,
hal ini merupakan penyucian batin. Pengertian ini sama dengan apa yang
dikatakan oleh Allah Swt. dalam kisah ahli surga, yaitu:
{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ
وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ}
Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera
tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak (Al-Insan:21)
Hal ini merupakan perhiasan lahiriah. Dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا}
dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (Al-Insan: 21)
Yakni untuk menyucikan kedengkian, kebencian, dan permusuhan
yang ada di dalam hati mereka; hal ini merupakan, perhiasan batin dan
penyuciannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ}
dan untuk
menguatkan hati kalian. (Al-Anfal: 11)
Yaitu dengan kesabaran dan pendirian yang kokoh dalam
menghadapi musuh. Hal ini merupakan sifat keberanian yang tidak kelihatan,
{وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ}
dan untuk memperteguh dengannya telapak kaki(kalian). (Al-Anfal: 11)
Hal ini merupakan keberanian yang lahir, yakni yang tampak.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ
أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا}
(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfal: 12)
Sebenarnya hal ini adalah nikmat tersembunyi yang
ditampakkan oleh Allah kepada mereka agar mereka mensyukurinya, yaitu Allah
Swt. berfirman kepada para malaikat yang Dia turunkan untuk menolong Nabi-Nya,
agama-Nya, dan golongan orang-orang mukmin, agar mengembuskan rasa semangat di
kalangan pasukan kaum mukmin dengan mengatakan kepada mereka bahwa hendaklah
mereka memperteguh telapak kakinya.
Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud 'ialah dukunglah
mereka. Sedangkan menurut yang lain yaitu berperanglah kalian bersama mereka.
Menurut pendapat lainnya, perbanyaklah bilangan pasukan mereka. Dan menurut
pendapat yang lainnya lagi, contoh hal tersebut ialah misalnya malaikat datang
kepada seorang sahabat Nabi Saw., lalu mengatakan kepadanya, "Saya telah
mendengar perkataan mereka (yakni pasukan kaum musyrik) demi Allah seandainya
kamu menyerang mereka, niscaya mereka akan terpukul dan mundur” Maka sebagian
dari pasukan kaum muslim membicarakan hal tersebut kepada sebagian yang
lainnya, hingga hal itu membuat hati pasukan kaum muslim bertambah kuat.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan apa yang telah diketengahkan
merupakan lafaznya tanpa ada yang dibuang barang sedikit pun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا
الرُّعْبَ}
Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati
orang-orang yang kafir. (Al-Anfal:
12)
Dengan kata lain, teguhkanlah hati kalian —hai orang-orang
mukmin— dan kuatkanlah jiwa kalian dalam menghadapi musuh kalian. Ini adalah
perintah dari-Ku kepada kalian, kelak Aku akan menimpakan rasa gentar, takut,
dan hina kepada orang-orang yang menentang perintah-Ku dan mendustakan
Rasul-Ku.
{فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا
مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ}
maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung
jari mereka. (Al-Anfal: 12)
Artinya, pukullah kepala mereka dan belahkanlah, penggallah
batang leher mereka dan jadikanlah terputus, serta tebaslah jari-jemari tangan
dan kaki mereka.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat
ini:
{فَوْقَ الأعْنَاقِ}
bagian atas lehernya. (Al-Anfal:
12)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah pukullah
kepala mereka; pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah. Menurut pendapat lain, 'alal
a'naq ialah batang leher; pendapat ini dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Atiyyah
Al-Aufi. Pengertian ini diperkuat oleh firman Allah Swt. dalam petunjuk-Nya
kepada kaum mukmin dalam melakukan hal ini, yaitu melalui Firman–Nya:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ}
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka.
Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka. (Muhammad:
4)
Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim yang
mengatakan bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
"إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لِأُعَذِّبَ بِعَذَابِ اللَّهِ،
إِنَّمَا بُعِثْتُ بِضَرْبِ الرِّقَابِ وَشَدِّ الْوَثَاقِ"
Sesungguhnya aku tidak diutus untuk mengazab dengan azab
Allah sesungguhnya aku hanya diutus untuk memenggal batang leher dan
mengencangkan ikatan (menawan musuh).
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini
menunjukkan pengertian memukul batang leher dan menghantam kepala.
Menurut kami, di dalam kitab Magazil Umawi disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. berjalan memeriksa orang-orang yang gugur dalam Perang
Badar, lalu beliau Saw. bersabda, "Pecahlah kepala." Kemudian
Abu Bakar melanjutkan apa yang dimaksudkan oleh Nabi Saw.: banyak kaum lelaki
yang sombong terhadap kita, mereka adalah orang-orang yang paling menyakitkan
dan paling aniaya.
Rasulullah Saw. memulai menyitir suatu bait syair, sedangkan
yang melanjutkannya adalah Abu Bakar r.a. karena Nabi Saw. tidak pandai
bersyair, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
{وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا
يَنْبَغِي لَهُ}
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin:
69)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, kaum muslim, dalam Perang
Badar mengetahui orang-orang kafir yang dibunuh oleh para malaikat dan yang
dibunuh oleh mereka sendiri, yaitu dengan tanda adanya bekas pukulan pada
batang leher dan jari-jemari, seperti bekas terkena api dan hangus.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ}
dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12)
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah pukullah
musuh kalian —hai orang-orang mukmin— pada setiap bagian anggota dan persendian
jari-jemari tangan dan kaki mereka. Menurut pengertian bahasa, al-banan adalah
bentuk jamak dari bananah, seperti pengertian yang terdapat di dalam
perkataan seorang penyair:
أَلا لَيْتَنِي قَطَّعْتُ مِنْهُ
بَنَانَةًوَلاقَيْتُهُ فِي الْبَيْتِ يَقْظَانَ حَاذِرَا
Aduhai, seandainya
saja sebuah jari tanganku terputus, lalu saya jumpai dia di dalam rumah itu
dalam keadaan terjaga dan waspada.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pancunglah tiap-tiap ujung jari
mereka. (Al-Anfal: 12) Yakni pada tiap-tiap ujung jari mereka. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Ibnu Jarir.
As-Saddi mengatakan bahwa al-banan artinya ujung
jari, sedangkan menurut pendapat lain yaitu setiap persendiannya. Juga Ikrimah,
Atiyah, dan Ad-Dahhak di dalam riwayat lain mengatakan, "Setiap
persendiannya."
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12)
Artinya, pukullah muka dan bagian mata serta lemparilah dengan pijaran api;
apabila engkau telah menangkapnya, berarti semuanya itu tidak boleh kamu
lakukan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas
menceritakan perihal Perang Badar; lalu ia melanjutkan kisahnya, bahwa Abu
Jahal mengatakan (kepada pasukannya), "Janganlah kalian bunuh mereka
secara langsung, tetapi tangkaplah mereka terlebih dahulu hingga kalian dapat
mengenal mereka, siapa di antara mereka yang telah mencaci maki agama kalian
dan membenci Lata dan 'Uzza." Lalu Allah Swt. berfirman kepada para
malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati
orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka. (Al-Anfal: 12) Maka Abu Jahal terbunuh bersama enam
puluh sembilan orang pasukan kaum musyrik, dia termasuk seseorang dari mereka.
Kemudian Uqbah ibnu Abu Mu'it tertawan, lalu ia dibunuh tanpa perlawanan,
sehingga jumlah mereka yang terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik genap
tujuh puluh orang.
*******************
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ}
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Anfal: 13)
Yakni mereka menentang Allah dan Rasul-Nya dengan cara
meninggalkan syariat dan tidak mau beriman kepada-Nya serta menentang keduanya.
Pengertian lafaz syaqqun ini dapat pula diambi! dari kata syaqqul
'asa yang artinya membelahnya menjadi dua bagian.
{وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}
Dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal:
13)
Maksudnya, Allahlah yang akan menuntut dan Mahamenang atas
orang-orang yang menentang-Nya dan yang membangkang terhadap-Nya. Tiada sesuatu
pun yang luput dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang dapat bertahan terhadap
murka-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada
Rabb selain Dia.
{ذَلِكُمْ فَذُوقُوهُ وَأَنَّ لِلْكَافِرِينَ
عَذَابَ النَّارِ}
Itulah (hukuman
dunia yang ditimpakan atas kalian), maka rasakanlah hukuman itu.
Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. (Al-Anfal:
14)
Khitab atau
pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir yakni rasakanlah siksa
dan pembalasan dunia ini; dan ketahuilah pula oleh kalian bahwa azab neraka di
akhirat pun akan menimpa orang-orang kafir.
Al-Anfal, ayat 15-16
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلا تُوَلُّوهُمُ الأدْبَارَ
(15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ
مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ
جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16) }
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
bertemu dengan orang-orqng yang kafir yang sedang menyerang kalian, maka
janganlah kalian membelakangi
mereka (Mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu
itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan
diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan
membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya.
Allah Swt. berfirman mengutarakan ancaman-Nya kepada orang
yang melarikan diri dari medan perang karena diserang musuh, bahwa Dia akan
memasukan orang (muslim) yang berbuat demikian ke dalam neraka. Hal ini
diungkapkan-Nya melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا}
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan
orang-orang kafir yang sedang menyerang kalian. (Al-Anfal: 15)
Yakni apabila kalian telah berdekatan dan saling berhadapan
dengan mereka dalam medan perang.
{فَلا تُوَلُّوهُمُ الأدْبَارَ}
maka janganlah kalian membelakangi mereka (Al-Anfal: 15)
Maksudnya, janganlah kalian lari dan meninggalkan
teman-teman kalian yang tetap bertahan.
{وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ
إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ}
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)
perang. (Al-Anfal: 16)
Yaitu lari dari teman-temannya sebagai siasat perang, untuk
memperlihatkan kepada musuh bahwa dia takut kepada musuh, hingga musuh
mengejarnya. Kemudian secara mendadak ia berbalik menyerang dan membunuh
musuhnya, maka cara seperti ini tidak dilarang. Demikianlah menurut apa yang
telah dinaskan oleh Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi.
Ad-Dahhak mengatakan, misalnya seseorang maju di hadapan
teman-temannya karena dia melihat adanya kelalaian pada pihak musuh, sehingga
ia berhasil memanfaatkan situasi ini dan dapat membunuh musuhnya.
{أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ}
atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan lain. (Al-Anfal: 16)
Artinya, lari dari suatu kelompok ke kelompok yang lain di
dalam pasukan kaum muslim untuk membantu mereka atau untuk meminta bantuan
mereka; hal ini diperbolehkan. Hingga seandainya ia berada di dalam suatu sariyyah
(pasukan khusus), lalu ia lari ke arah amirnya atau kepada imam besarnya,
maka hal ini termasuk ke dalam pengertian kemurahan yang disebutkan dalam ayat
ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْر،
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي
لَيْلَى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ:
كُنْتُ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَحَاصَ النَّاسُ حَيْصَةً -وَكُنْتُ فِيمَنْ حَاصَ -فَقُلْنَا: كَيْفَ
نَصْنَعُ وَقَدْ فَرَرْنَا مِنَ الزَّحْفِ وَبُؤْنَا بِالْغَضَبِ؟ ثُمَّ قُلْنَا:
لَوْ دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ فَبِتْنَا؟ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ عَرَضْنَا
أَنْفُسَنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنْ
كَانَتْ لَنَا تَوْبَةٌ وَإِلَّا ذَهَبْنَا؟ فَأَتَيْنَاهُ قَبْلَ صَلَاةِ
الْغَدَاةِ، فَخَرَجَ فَقَالَ: "مَنِ الْقَوْمُ؟ " فَقُلْنَا: نَحْنُ
الْفَرَّارُونَ. فَقَالَ: "لَا بَلْ أَنْتُمُ العَكَّارون، أَنَا فِئَتُكُمْ،
وَأَنَا فِئَةُ الْمُسْلِمِينَ" قَالَ: فَأَتَيْنَاهُ حَتَّى قَبَّلنا
يَدَهُ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan,
telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid
ibnu Abu Ziyad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Abdullah ibnu Umar r.a.
yang mengatakan, "Saya termasuk di dalam suatu pasukan yang dikirimkan
oleh Rasulullah Saw. Kemudian orang-orang terpukul mundur dan lari, sedangkan
saya termasuk orang-orang yang mundur. Lalu kami berkata, 'Apakah yang harus
kita perbuat, sedangkan kita telah lari dari serangan musuh dan kita kembali
dalam keadaan beroleh murka Allah?' Akhirnya kami mengatakan, 'Sebaiknya kita
kembali ke Madinah dan menginap.' Dan kami berkata lagi, "Bagaimana kalau
kita tanyakan perihal diri kita ini kepada Rasulullah Saw. Jika masih ada pintu
tobat buat kita, kita akan bertobat; dan jika tidak ada, maka kita akan
berangkat kembali.' Kemudian kami menghadap kepadanya sebelum salat Subuh.
Beliau Saw. keluar (dari rumahnya) seraya bertanya, 'Siapakah kaum ini?'
Maka kami menjawab, 'Kami adalah orang-orang yang lari dari medan perang? Nabi
Saw. bersabda: 'Bukan, bahkan kalian adalah orang-orang yang sedang
melakukan siasat perang, saya sendiri termasuk golongan pasukan kaum muslim. Ibnu
Umar melanjutkan kisahnya, "Lalu kami (para sahabat yang bertugas dalam
sariyyah itu) mendekati beliau dan mencium tangan beliau."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmuzi. dan
Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Abu Ziyad. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya melainkan
melalui hadis Ibnu Abi Ziyad.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid
ibnu Abu Ziyad dengan sanad yang sama, yang pada penghujungnya disebutkan bahwa
lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:
{أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ}
atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. (Al-Anfal: 16)
Menurut ahlul 'ilmi, makna al-'akkaruna yang
ada dalam hadis ini ialah orang-orang yang menggunakan siasat perang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnul Khattab r.a.
sehubungan dengan gugurnya Abu Ubaidah di atas sebuah jembatan di negeri Persia
ketika berperang melawan musuh. Ia gugur karena banyaknya pasukan pihak Majusi
yang menyerangnya. Lalu Umar berkata, "Sekiranya dia bergabung kepadaku
(yakni mundur untuk mencari bantuan), niscaya aku akan menjadi pasukan
pembantunya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Sirin,
dari Umar.
Menurut riwayat Abu Usman An-Nahdi melalui Umar, ketika Abu
Ubaidah gugur, Umar berkata, "Hai manusia, aku adalah pasukan kalian
juga." Mujahid mengatakan bahwa Umar telah mengatakan, "Saya adalah
pasukan semua orang muslim.""
Abdul Malik ibnu Umair telah meriwayatkan dari Umar,
"Hai manusia, jangan sekali-kali kalian salah pengertian terhadap ayat
ini, sesungguhnya kisah dalam ayat ini hanya terjadi dalam Perang Badar, aku
adalah pasukan setiap orang muslim."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Hissan ibnu Abdullah Al-Masri, telah
menceritakan kepada kami Khallad ibnu Sulaiman Al-Hadrami, telah menceritakan
kepada kami Nafi', bahwa Nafi' pernah bertanya kepada ibnu Umar,
"Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang tidak kokoh dalam peperangan
melawan musuh, sedangkan kami tidak mengerti apakah yang dimaksud dengan lafaz al-fi-ah,
apakah ia imam kami atau basis pasukan kami?" Ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya
yang dimaksud dengan al-fi-ah ialah Rasulullah Saw. sendiri." Saya
(Nafi') mengatakan, sesungguhnya Allah Swt telah berfirman: apabila kalian
bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerang kalian. (Al-Anfal:
15), hingga akhir ayat. Ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya ayat ini
hanyalah diturunkan di waktu Perang Badar, bukan sebelumnya, bukan pula
sesudahnya."
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau
hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. (Al-Anfal: 16) Yakni
yang lari untuk menggabungkan diri dengan Nabi dan para sahabatnya.
Hal yang sama dikatakan terhadap orang yang lari dari medan
perang pada hari itu (di masa pemerintahan Khal ifah Umar) untuk bergabung
dengan amir dan teman-temannya.
Adapun jika lari bukan karena suatu penyebab dari
sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, maka hukumnya haram dan merupakan
suatu dosa besar.
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan
sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ". قِيلَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: "الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا،
وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، والتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وقَذْفِ
الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ"
"Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan.” Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah apa sajakah
ketujuh dosa besar itu?" Rasulullah Saw. bersabda. ”Mempersekutukan
Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) kecuali
dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari
medan perang saat diserang, dan menuduh berzina wanita-wanita mukmin yang
terpelihara kehormatannya yang sedang dalam keadaan lalai.”
Hadis ini mempunyai syawahid yang menguatkannya,
diriwayatkan melalui jalur-jalur lain. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ
وَمَأْوَاهُ}
Maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan
dari Allah dan tempat kembalinya. (Al-Anfal:
16)
Artinya, orang yang berbuat demikian kembali dari medan
perangnya dengan membawa murka Allah yang menimpa dirinya, dan kelak tempat
kembalinya di hari kemudian disebutkan oleh firman selanjutnya, yaitu:
{جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
ialah neraka jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya (Al-Anfal: 16)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيّ،
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّي، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي
أُنَيْسَة، حَدَّثَنَا جَبَلَةُ بْنُ سُحَيْم، عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى
الْعَبْدِيُّ، سَمِعْتُ السَّدُوسِيَّ -يَعْنِي ابْنَ الْخَصَاصِيَةِ، وَهُوَ
بَشِيرُ بْنُ مَعْبَدٍ -قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأُبَايِعَهُ، فَاشْتَرَطَ عَلَيَّ: "شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنْ أُقِيمَ
الصَّلَاةَ، وَأَنْ أُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ، وَأَنْ أَحُجَّ حَجَّة الْإِسْلَامِ،
وَأَنْ أَصُومَ شَهْرَ رَمَضَانَ، وَأَنْ أُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ".
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَّا اثْنَتَانِ فَوَاللَّهِ لَا أُطِيقُهُمَا:
الْجِهَادُ، فَإِنَّهُمْ زَعَمُوا أَنَّهُ مَنْ وَلَّى الدُّبُر فَقَدْ بَاءَ
بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ، فَأَخَافُ إِنْ حَضَرْتُ ذَلِكَ خَشَعَتْ نَفْسِي
وَكَرِهَتِ الْمَوْتَ. وَالصَّدَقَةُ، فَوَاللَّهِ مَا لِي إِلَّا غُنَيْمَةٌ
وَعَشْرُ ذَوْدٍ هُنَّ رَسَل أَهْلِي وحَمُولتهم. فَقَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ، ثُمَّ حَرَّكَ يَدَهُ، ثُمَّ قَالَ:
"فَلَا جِهَادَ وَلَا صَدَقَةَ، فِيمَ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِذًا؟ "
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا أُبَايِعُكَ. فَبَايَعْتُهُ عليهنَّ كلهنَّ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Ar-Riqqi,
dari Zaid ibnu Abu Anisah, telah menceritakan kepada kami Jabalah ibnu Suhaim,
dari Abul Musanna Al-Abdi, bahwa ia pernah mendengar As-Sadusi (yakni Ibnul
Khassiyah, yaitu Basyir ibnu Ma'bad) mengatakan bahwa ia datang kepada Nabi
Saw. untuk berbai'at kepadanya. Maka Nabi Saw. mempersyaratkan kepadanya untuk
membaca syahadat, yaitu: Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah
hamba dan utusan Allah; mendirikan salat, menunaikan zakat, melakukan ibadah
haji, yaitu haji Islam (bukan haji jahiliyah); puasa dalam bulan Ramadan, dan
terakhir berjihad di jalan Allah. Basyir ibnu Ma'bad melanjutkan kisahnya,
"Lalu ia berkata 'Wahai Rasulullah, dua perkara tersebut tidak mampu saya
kerjakan, yaitu jihad. Karena sesungguhnya mereka menduga bahwa barang siapa
yang melarikan diri dari medan perang, maka sesungguhnya dia kembali dengan
membawa murka dari Allah. Maka saya khawatir bila menghadapi peperangan, lalu
hati saya menjadi kecut dan takut mati. Kedua ialah zakat, demi Allah, saya
tidak memiliki ternak kecuali hanya beberapa ekor kambing dan sepuluh ekor unta
untuk keperluan keluarga saya dan sebagai kendaraan angkutan mereka'."
Maka Rasulullah Saw. memegang tangannya dan menggerak-gerakkan tangannya, lalu
bersabda, "Tidak ada jihad dan tidak ada zakat, lalu dengan apakah kamu
dapat masuk surga?" Ia (Basyir ibnu Ma'bad) akhirnya mengatakan,
"Wahai Rasulullah, sekarang saya mau berbai'at kepadamu, dan saya
berbai'at (berjanji setia) kepadanya atas kesemuanya itu."
Hadis ini garib bila ditinjau dari jalur ini, karena
mereka tidak mengetengahkannya dalam kitab-kitab mereka yang sittah (enam).
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ رَبِيعَةَ، حَدَّثَنَا
أَبُو الْأَشْعَثِ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "ثَلَاثَةٌ لَا يَنْفَعُ مَعَهُنَّ عَمَلٌ: الشِّرْكُ
بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ".
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Hamzah, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Abun Nadr, telah menceritakan
kepada kami Yazid ibnu Rabi'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Asy'as,
dari Tasuban secara marfu', dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Ada tiga perkara, tiada suatu amal pun yang bermanfaat bersamanya,
yaitu mempersekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, dan lari dari medan
perang ketika musuh menyerang.
Hadis ini pun dinilai garib sekali.
وَقَالَ الطَّبَرَانِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا
الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ الأسْفَاطِيّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ،
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ الشَّنِّي، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ قَالَ:
سَمِعْتُ بِلَالَ بْنَ يَسَارِ بْنِ زَيْدٍ -مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي حَدَّثَ عَنْ جَدِّي قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنَ
الزَّحْفِ".
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Abbas ibnu Muqatil Al-Isfati, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Ismail, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar As-Sinni. telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Murrah. Ia pernah mendengar Bilal ibnu Yasar ibnu Zaid maula
Rasulullah Saw. menceritakan hadis berikut: Ia pernah mendengar ayahnya
menceritakan hadis ini dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. telah besabda: Barang
siapa mengucapkan, "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada Tuhan
selain Dia, dan saya bertobat kepada-Nya, diberikan ampunan baginya, sekalipun
dia telah lari dari medan perang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari
Musa Ibnu Ismail, dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengetengahkannya dari
Imam Bukhari, dari Musa ibnu Ismail dengan sanad yang sama. Lalu Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini garib. kami tidak mengenalnya melainkan hanya
dari jalur ini.
Menurut kami, Zaid maula Rasulullah Saw. belum pernah
menceritakan hadis dari Rasulullah Saw. selain hadis ini.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa lari dari medan
perang hukumnya haram bagi para sahabat, tiada lain karena jihad adalah fardu
'ain bagi mereka. Menurut pendapat lain, hal ini hanya khusus bagi kalangan
Ansar, karena mereka telah berbai'at untuk tunduk patuh, baik dalam keadaan
suka maupun dalam keadaan duka. Menurut pendapat lainnya lagi, makna yang
dimaksud oleh ayat ini khusus bagi ahli Badar (kaum muslim yang ikut dalam
Perang Badar). Hal yang menyatakan demikian telah diriwayatkan melalui Umar,
Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa'id, Abu Nadrah, Nafi' maufa Ibnu
Umar, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan
lain-lainnya.
Alasan mereka mengatakan demikian karena pada zaman itu
tidak ada suatu golongan yang mempunyai kekuatan bersenjata untuk dapat
dijadikan sebagai pelindung dan dimintai bantuannya selain golongan mereka
sendiri, seperti yang disebutkan oleh Nabi Saw. dalam doanya:
"اللَّهُمَّ إِنَّ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لَا تُعْبَدْ
فِي الْأَرْضِ"
Ya Allah, jika golongan ini binasa, niscaya Engkau tidak
akan disembah di muka bumi ini.
Karena itulah Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari
Mubarak ibnu Fudalah dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang
siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu (Al-Anfal: 16)
Yang dimaksud adalah dalam Perang Badar. Adapun di masa sekarang ini,
jika suatu pasukan kaum muslim bergabung dengan pasukan kaum muslim lainnya,
atau masuk ke dalam kota muslim, menurut saya hukumnya tidak mengapa.
Ibnul Mubarak mengatakan pula dari Ibnu Luhai'ah (Lahi'ah),
telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib yang mengatakan bahwa Allah
memastikan masuk neraka bagi orang yang lari dari Perang Badar, karena Allah
Swt. telah berfirman: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di
waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)perang atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah (Al-Anfal: 16) Ketika terjadi
Perang Uhud pada tahun berikutnya. Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya
orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu. (Ali-lmrah:
155) sampat dengan firman-Nya: dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf
kepada mereka. (Ali-Imran: 155) Kemudian pada waktu Perang Hunain —tujuh
tahun kemudian— Allah Swt. berfirman: kemudian kalian lari ke belakang
dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) sampai dengan firman-Nya: Sesudah
itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. (At-Taubah:
27)
Di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan Nasai, Mustadrak Imam
Hakim, serta kitab Tafsir Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih disebutkan
melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari AbuNadrah, dari Abu Sa'id, ia telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang
membelakangi mereka (mundur) di waktu itu. (Al-Anfal: 16)
Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang muslim yang
terlibat dalam Perang Badar. Tetapi hal ini bukan berarti me-nafi-kan
pengertian haram bagi selain mereka yang lari dari medan perangnya, sekalipun
penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan mereka (ahli Badar). Seperti apa
yang ditunjukkan oleh makna hadis Abu Hurairah di atas yang menyatakan bahwa
lari dari medan perang merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan.
Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama.
Al-Anfal, ayat 17-18
{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ
وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ
رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ (17) ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِينَ (18) }
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, tetapi
Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepada kalian), dan
sesungguhnya melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir.
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dialah Yang menciptakan
perbuatan-perbuatan hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Terpuji atas semua perbuatan
baik yang dilakukan oleh mereka, karena Dia-lah yang menggerakkan mereka untuk
melakukannya dan membantu mereka untuk menyelesaikannya. Karena itu disebutkan
oleh firman-Nya:
{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ
قَتَلَهُمْ}
Maka (yang
sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka,, tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka. (Al-Anfal: 17)
Maksudnya, bukan karena upaya kalian, bukan pula karena
kekuatan kalian. Kalian dapat membunuh musuh-musuh kalian karena jumlah mereka
jauh-lebih banyak daripada jumlah kalian. Dengan kata lain, bahkan Allah-lah
yang membuat kalian beroleh kemenangan atas mereka. Seperti pengertian yang ada
dalam ayat lain, yaitu:
{وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ
وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ }
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar,
padahal kalian adalah (ketika
itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran: 123), hingga akhir ayat.
{لَقَدْ
نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ
أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ
الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ}
Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai para mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah)
peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya
jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian
sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian
kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25)
Allah Swt. memberitahukan bahwa kemenangan itu bukan
diperoleh karena banyaknya bilangan personel, bukan pula karena lengkapnya
peralatan, melainkan karena ada pertolongan dari sisi Allah Swt., seperti
pengertian yang disebutkan di dalam ayat lainnya:
{كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً
كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ}
Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang
yang sabar. (Al-Baqarah: 249)
Kemudian Allah Swt. berfirman pula kepada Nabi-Nya berkenaan
dengan segenggam pasir yang ditaburkan Nabi Saw. ke arah wajah orang-orang
kafir dalam Perang Badar, yaitu ketika beliau keluar dari Al-'Arisy setelah beliau
berdoa dan memohon kepada Allah dengan rendah diri dan khusyuk. Beliau melempar
mereka dengan segenggam pasir itu seraya bersabda, "Mudah-mudahan
mata-mata mereka kelilipan." Kemudian Nabi Saw. memerintahkan
pasukannya untuk membuktikan hal tersebut dengan menelusuri jejaknya, lalu
mereka melakukan apa yang diperintahkannya. Ternyata Allah menyampaikan pasir
itu ke mata semua kaum musyrik, sehingga tidak ada seorang pun dari mereka
melainkan terkena oleh pasir tersebut dan menyibukkan dirinya. Karena itulah
disebutkan dalam firman-Nya:
{وَمَارَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ}
dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Al-Anfal:
17)
Yakni Allah-lah yang menyampaikan pasir itu ke mata mereka
dan yang membuat mereka semua kelilipan, bukan kamu, hai Muhammad.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Rasulullah Saw. mengangkat kedua tangannya —yakni pada waktu Perang
Badar— seraya berdoa:
" يَا رَبِّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ، فَلَنْ
تُعْبَدَ فِي الْأَرْضِ أَبَدًا"
Ya Tuhanku, jika golongan ini binasa, maka Engkau tidak akan
disembah lagi di muka bumi ini untuk selama-lamanya.
Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ambillah
segenggam pasir, lalu lemparkanlah ke arah muka mereka." Maka Nabi Saw. mengambil
segenggam pasir dan melemparkannya ke arah muka mereka. Maka tidak ada seorang
musyrik pun melainkan matanya terkena pasir itu, hidung serta mulut mereka pun
terkena pasir itu pula, sehingga akhirnya mereka mundur bercerai-berai.
As-Saddi mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
Ali r.a. pada hari Perang Badar, "Berikanlah kepadaku segenggam
pasir." Lalu Ali memberikan segenggam pasir kepadanya, kemudian Nabi Saw.
melemparkan pasir itu ke arah wajah kaum musyrik. Maka tidak ada seorang musyrik
pun melainkan matanya kemasukan pasir itu. Kemudian pasukan kaum mukmin datang
mengiringinya dan membunuh serta menahan mereka. Allah berfirman:
{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ
قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى}
Maka (yang
sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka; dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Abu Ma'syar Al-Madani telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu
Qais dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Mereka mengatakan bahwa ketika kedua
belah pasukan saling berhadapan satu sama lainnya, maka Rasulullah Saw.
mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan kaum musyrik
seraya bersabda, "Semoga wajah mereka kelilipan." Maka
masuklah pasir itu ke mata mereka semuanya. Kemudian sahabat Rasulullah Saw.
datang menyerang dan membunuh serta menahan mereka. Tersebutlah bahwa kekalahan
pasukan kaum musyrik terjadi karena lemparan Rasulullah itu. Lalu Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,
tetapi Allahlah yang melempar. (Al-Anfal: 17)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Aliahlah yang melempar. (Al-Anfal: 17) Hal ini terjadi dalam Perang Badar.
Rasulullah Saw. mengambil tiga genggam pasir, lalu melemparkannya ke arah sayap
kanan pasukan musuh, dan melemparkannya lagi ke arah sayap kiri pasukan musuh,
kemudian melemparkannya lagi ke arah sayap depan pasukan musuh, seraya
bersabda, "Semoga mata-mata mereka kelilipan." Akhirnya musuh
terpukul mundur.
Kisah ini telah diriwayatkan pula dari Urwah, Mujahid,
Ikrimah, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para
imam ahli hadis. Mereka mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
lemparan pasir yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Badar, sekalipun
beliau Saw. melakukan pula hal yang sama dalam Perang Hunain.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad,
telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, telah menceritakan kepada
kami Musa ibnu Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Rabi'ah, dari Yazid ibnu Abdullah,
dari Abu Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah, dari Hakim ibnu Hizam yang
menceritakan, "Ketika Perang Badar meletus, kami mendengar suara dari
langit seakan-akan seperti suara batu kerikil yang jatuh ke dalam sebuah piala.
Rasulullah Saw. lah yang melakukan lemparan itu sehingga kami dapat memukul
mundur musuh." Bila ditinjau dari segi ini maka riwayat ini garib. Berikut
ini ada dua pendapat lainnya yang garib sekali, yaitu:
Pertama, Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Auf At-Ta'i, telah
menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan
ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Jubair, bahwa
Rasulullah Saw. ketika berperang melawan Ibnu Abul Haqiq di Khaibar, beliau
meminta sebuah busur, lalu didatangkan kepadanya sebuah busur yang panjang,
tetapi Rasul Saw. bersabda, "Berikanlah kepadaku busur lainnya!"
Maka mereka mendatangkan busur yang tidak panjang, kemudian Nabi Saw.
membidikkan panahnya ke arah benteng Khaibar. Maka panah yang dilepaskan oleh
Nabi Saw. melesat tinggi dan jatuh mengenai Ibnu Abul Haqiq yang berada di
tempat tidurnya hingga ia mati. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan
bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Al-Anfal:
17)
Riwayat ini berpredikat garib, tetapi sanadnya jayyid
(baik) sampai kepada Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir. Barangkali ia
keliru, atau dia bermaksud bahwa ayat ini bermakna umum mencakup kesemuanya.
Jika tidak demikian maka konteks ayat dalam surat Al-Anfal menunjukkan kisah
Perang Badar, tanpa diragukan lagi; dan hal ini tidaklah samar bagi semua imam ahlul
'ilmi.
Kedua, Ibnu Jarir
meriwayatkan —begitu juga Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya—
dengan sanad yang sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan Az-Zuhri.
Disebutkan bahwa keduanya mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan lemparan yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Uhud, ditujukan
kepada Ubay ibnu Khalaf. Yaitu lemparan tombak kecil, sedangkan saat itu Ubay
ibnu Khalaf memakai baju besi. Lalu tombak itu melukai bagian tenggorokannya,
sehingga ia jatuh terjungkal berkali-kali dari atas kudanya, dan luka itulah
yang membawa kepada kematiannya beberapa hari kemudian. Selama lukanya itu dia
mengalami siksaan yang sangat pedih, dan siksaannya itu terus berlangsung
sampai ke alam barzakh yang terus berhubungan dengan azab akhirat."
Kedua pendapat yang diutarakan oleh kedua imam ini pun garib
sekali. Barangkali keduanya bermaksud bahwa ayat ini bersifat umum dan
mencakup kesemuanya itu, bukan hanya diturunkan berkenaan dengan Perang Badar
saja secara khusus.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Muhammad ibnu Ja'far ibnu Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan
firman-Nya: (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. (Al-Anfal:
17)
Yakni agar orang-orang mukmin merasakan nikmat-Nya kepada
mereka, yaitu dimenangkan-Nya mereka atas musuh-musuh mereka sekalipun bilangan
musuh mereka jauh lebih banyak, sedangkan bilangan mereka sendiri sedikit. Dan
agar dengan hal tersebut mereka mengakui apa yang harus mereka lakukan
kepada-Nya, yaitu mensyukuri nikmat-Nya kepada mereka. Demikian pula menurut
apa yang ditafsirkan oleh Ibnu Jarir. Di dalam sebuah hadis disebutkan,
"وَكُلُّ بَلَاءٍ حَسَنٌ أَبْلَانَا"
"Semua ujian yang baik pernah ditimpakan oleh Allah
kepada kami."
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anfal: 17)
Artinya, Maha Mendengar semua doa, lagi Maha Mengetahui
siapa orang-orang yang berhak beroleh pertolongan dan kemenangan.
*******************
{ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ
الْكَافِرِينَ}
Firman Allah Swt.:
Itulah (karunia
Allah yang dilimpahkan kepada kalian), dan sesungguhnya Allah melemahkan
tipu daya orang-orang yang kafir. (Al-Anfal: 18)
Hal ini merupakan berita gembira lainnya bagi orang-orang
mukmin di samping berita gembira kemenangan. Allah memberitahukan kepada mereka
bahwa Dialah yang akan mematahkan semua tipu daya orang-orang kafir di masa
mendatang. Dia pulalah yang akan membuat urusan orang-orang kafir menjadi
terhina, dan bahwasanya semua orang musyrik serta segala sesuatu yang mereka
miliki pasti akan hancur dan binasa.
Al-Anfal, ayat 19
{إِنْ تَسْتَفْتِحُوا
فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ
تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ
وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ (19) }
Jika kalian (orang-orang musyrik) mencari keputusan, maka telah datang
keputusan kepada kalian; dan jika kalian berhenti, maka itulah yang lebih baik
bagi kalian; dan jika kalian kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan
angkatan perang kalian sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kalian suatu
bahaya pun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
beriman.
Allah Swt. berfirman kepada orang-orang kafir:
{إِنْ تَسْتَفْتِحُوا}
Jika kalian mencari keputusan. (Al-Anfal: 19)
Yakni meminta pertolongan, meminta peradilan kepada Allah,
dan meminta keputusan dari-Nya untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara
kalian dan musuh-musuh kalian dari kalangan orang-orang mukmin, maka
sesungguhnya telah datang apa yang kalian minta itu. Menurut riwayat Muhammad
ibnu Ishaq dan lain-lainnya, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Sa'labah ibnu
Sa'ir, dalam Perang Badar Abu Jahal mengatakan, "Ya Allah, siapakah di
antara kami yang memutuskan silaturahmi dan mendatangkan hal-hal yang tidak kami
kenal, maka putuskanlah esok hari!" Maka hal tersebut dianggap sebagai
permintaan keputusan darinya. Lalu turunlah firman-Nya: Jika kalian (orang-orang
musyrik) mencari keputusan, maka telah datang keputusan itu kepada kalian. (Al-Anfal:
19), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid
(yakni Ibnu Harun), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Sa'labah, bahwa Abu Jahal
ketika menghadapi Perang Badar mengatakan, "Ya Allah, dia memutuskan
silaturahmi kami dan mendatangkan perkara yang tidak kami kenal, maka
putuskanlah besok paginya." Maka dialah yang meminta keputusan itu.
Imam Nasai mengetengahkannya di dalam kitab tafsirnya
melalui hadis Saleh ibnu Kaisan, dari Az-Zuhri, dengan sanad yang sama. Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-ny&melalui
jalur Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih
dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Yazid ibnu Ruman, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang.
As-Saddi mengatakan bahwa ketika pasukan kaum musyrik
berangkat dari Mekah menuju medan Perang Badar, terlebih dahulu mereka memegang
kain kelambu Ka'bah dan meminta pertolongan kepada Allah seraya mengatakan,
"Ya Allah, tolonglah salah satu di antara kedua pasukan yang paling
tinggi, salah satu di antara dua golongan yang paling mulia, dan salah satu
dari dua kabilah yang terbaik." Maka Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya
yang mengatakan: Jika kalian (orang-orang musyrik) mencari keputusan,
maka telah datang keputusan kepada kalian. (Al-Anfal: 19) Allah bermaksud
bahwa Dia telah memutuskan apa yang mereka minta, yaitu kemenangan bagi
Muhammad Saw.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa firman
Allah Swt. berikut menceritakan permintaan mereka, yaitu: Dan (ingatlah)
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika
betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau.” (Al-Anfal:
32), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَنْتَهُوا}
dan jika kalian berhenti. (Al-Anfal:
19)
Maksudnya, dari kekufuran kepada Allah dan mendustakan
Rasul-Nya yang selama ini kalian kerjakan.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ}
maka itulahyang-lebih baik bagi kalian. (Al-Anfal: 19) Yakni untuk kebaikan dunia dan akhirat
kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ}
dan jika kalian
kembali, niscaya Kami kembali pula. (Al-Anfal: 19)
Perihalnya sama dengan firman-Nya:
{وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا}
Dan sekiranya kalian kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazab kalian)
(Al-Isra: 8)
Makna yang dimaksud ialah, jika kalian kembali mengerjakan
kekufuran dan kesesatan, niscaya Kami akan kembali menimpakan kejadian seperti
ini kepada kalian.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: jika
kalian kembali. (Al-Anfal: 19) Yaitu kembali meminta keputusan. niscaya
Kami kembali (pula). (Al-Anfal: 19) Maksudnya, kembali memberikan keputusan
buat kemenangan Muhammad Saw. dan menolongnya dalam menghadapi musuh-musuhnya
hingga beroleh kemenangan. Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat.
{وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ
شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ}
dan angkatan perang kalian tidak akan dapat menolak dari
kalian suatu bahaya pun, biarpun jumlahnya banyak (Al-Anfal: 19)
Yakni seandainya kalian himpunkan semua pasukan yang ada
pada kalian, maka yang menang tetaplah pihak yang didukung oleh Allah, tiada
seorang pun yang dapat mengalahkannya.
وَأَنَّ اللَّهَ
مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (Al-Anfal: 19)
Mereka adalah golongan yang bersama Nabi dan berada di
sisinya
Al-Anfal, ayat 20-23
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ
تَسْمَعُونَ (20) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا
يَسْمَعُونَ (21) إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ
الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (22) وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا
لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (23) }
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berpaling dari-Nya, sedangkan kalian
mendengar (perintah-perintah-Nya), dan
janganlah kalian menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata,
"Kami mendengarkan, "padahal mereka tidak mendengarkan. Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah
orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya
Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka
dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya
mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa
yang mereka dengar itu).
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
agar taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Lalu Allah memperingatkan
mereka agar jangan menentang-Nya dan menyerupakan diri dengan orang-orang yang
kafir kepada-Nya serta menentang-Nya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ}
dan janganlah kalian berpaling dari-Nya. (Al-Anfal: 20)
Artinya, janganlah kalian meninggalkan taat kepada-Nya dan
berpaling dari mengerjakan perintah-perintah-Nya serta meninggalkan semua
larangan-Nya.
{وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ}
sedangkan kalian mendengar (perintah-perintah-Nya). (Al-Anfal: 20)
Yakni sesudah kalian mengetahui apa yang diserukannya kepada
kalian untuk kalian kerjakan.
{وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا
سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ}
dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang (munafik) yang berkata, "Kami mendengarkan,"
padahal mereka tidak mendengarkan. (Al-Anfal: 21)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah
orang-orang musyrik. Pendapat inilah yang dipilih oleh ibnu Jarir.
Sedangkan menurut Ibnu Ishaq, yang dimaksud dengan mereka ialah
orang-orang munafik, karena sesungguhnya mereka menampakkan dirinya seakan-akan
mereka mendengar dan menanggapinya, padahal hati mereka tidaklah demikian.
Kemudian Allah Swt memberitahukan bahwa manusia jenis ini
merupakan makhluk yang paling buruk, dan kedudukannya sama dengan binatang.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ
الصُّمُّ}
Sesungguhnya binatang (makhluk)
yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli. (Al-Anfal:
22)
Yakni tidak mau mendengarkan perkara yang hak.
{الْبُكْمُ}
dan bisu. (Al-Anfal:
22)
yaitu tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ}
yang tidak mengerti apa pun. (Al-Anfal: 22)
Mereka adalah seburuk-buruk makhluk, karena sesungguhnya
semua makhluk selain mereka taat kepada Allah menuruti apa yang mereka
diciptakan untuknya. Sedangkan mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah
kepada-Nya, tetapi mereka ingkar kepada-Nya. Karena itulah mereka diserupakan
dengan binatang, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ
الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلا دُعَاءً وَنِدَاءً }
Dan perumpamaan (orang
yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil
binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. (Al-Baqarah:
171), hingga akhir ayat.
Dalam ayat lainnya lagi disebutkan:
{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ}
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179)
Menurut pendapat lainnya lagi, yang dimaksud dengan mereka
yang disebutkan dalam ayat ini ialah segolongan orang dari kalangan Bani Abdud
Dar, suatu puak dari kabilah Quraisy. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas
dan Mujahid, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang munafik.
Menurut kami, dalam hal ini tidak ada bedanya antara kaum
musyrik dan orang-orang kafir serta orang-orang munafik, karena masing-masing
dari mereka tidak mempunyai pemahaman yang benar dan tidak mempunyai tujuan
beramal saleh.
Kemudian Allah Swt. memberitakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang tidak mempunyai pemahaman yang benar, tidak pula mempunyai
niat yang benar, sekalipun diumpamakan mempunyai pemahaman.
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا
لأسْمَعَهُمْ}
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka,
tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. (Al-Anfal: 23)
Yakni niscaya Allah menjadikan mereka dapat memahami. Bentuk
lengkapnya ialah 'tetapi tidak ada kebaikan pada diri mereka, maka mereka tidak
dijadikan mempunyai pemahaman, karena sesungguhnya Allah mengetahui bahwa
seandainya Dia membuat mereka dapat mendengar, yakni mempunyai pemahaman.
{لَتَوَلَّوْا}
niscaya mereka pasti berpaling juga. (Al-Anfal: 23)
Yakni berpaling dari hal itu dengan sengaja dan terdorong
oleh keingkarannya, padahal mereka sudah memahaminya.
{وَهُمْ مُعْرِضُونَ}
sedangkan mereka memalingkan diri. (Al-Anfal: 23)
Memalingkan diri dari apa yang telah mereka dengar dan
mereka pahami itu.
Al-Anfal, ayat 24
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ
إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24) }
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan
Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi
kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding
antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kalian akan
dihimpunkan.
Imam Bukhari mengatakan bahwa makna istajibu ialah
penuhilah, dan limayuhyikum artinya sesuatu yang memperbaiki keadaan
kalian.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: سَمِعْتُ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ يُحَدِّثُ
عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي، فَمَرَّ بِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَانِي فَلَمْ آتِهِ حَتَّى
صَلَّيْتُ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ فَقَالَ: "مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْتِيَنِي؟
" أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا
لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} ثُمَّ قَالَ:
"لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ
أَخْرُجَ"، فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِيَخْرُجَ، فَذَكَرْتُ لَهُ -وَقَالَ مُعَاذٌ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْب
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعَ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ
رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا
-وَقَالَ: " هِيَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} السَّبْعُ الْمَثَانِي"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq,
telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
dari khubaib ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, "Saya pernah mendengar
Hafs ibnu Asim menceritakan hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang
menceritakan bahwa ketika ia sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan
memanggilnya, tetapi ia tidak memenuhi panggilannya hingga ia menyelesaikan
salatnya. Setelah itu barulah datang kepada beliau. Maka beliau Saw. bertanya,'
Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk datang kepadaku?
Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan'Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada
suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu
surat yang paling besar dari Al-Qur’an sebelum aku keluar dari Masjid ini.'
Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari masjid, lalu saya mengingatkan janji
beliau itu." Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Khubaib ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu
Asim menceritakan hal berikut dari Abu Sa'id, bahwa ada seorang lelaki dari
kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan surat yang dimaksud di atas, yaitu
firman Allah Swt. yang mengatakan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam. (Al-Fatihah: 2) hingga akhir surat. Itulah yang dimaksud
dengan sab’ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam
salat).
Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkannya berikut
huruf-hurufnya tanpa ada yang dikurangi. Pembahasan mengenai hadis ini telah
disebutkan dalam tafsir surat Al-Fatihah berikut semua jalur periwayatannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada
perkara yang hak.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Maksudnya
kepada Al-Qur'an ini; di dalamnya terkandung keselamatan, kelestarian, dan
kehidupan.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al-Anfal: 24) Di dalam agama
Islam terkandung kehidupan bagi mereka yang pada sebelumnya mereka mati karena
kekafiran.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu
Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
kalian. (Al-Anfal: 24) Yakni kepada peperangan yang menyebabkan Allah
memenangkan kalian dengan melaluinya, sebelum itu kalian dalam keadaan terhina
(kalah). Allah menjadikan kalian kuat karenanya, sebelum itu kalian dalam
keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian untuk dapat menyerang kalian,
sebelum itu kalian kalah oleh mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ}
dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara
manusia dan hatinya. (Al-Anfal: 24)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang
mukmin dan kekafiran, serta orang kafir dan keimanan. Demikianlah menurut
riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secara mauquf (hanya
sampai pada Ibnu Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih,
tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Imam Ibnu
Murdawaih telah meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu' (sampai
kepada Nabi Saw.), tetapi predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah,
justru yang berpredikat mauquf-lah yang sahih sanadnya. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh,
Atiyyah, Muqatil bin Hayyan, dan As-Saddi.
Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna
firman-Nya: mendinding antara manusia dan hatinya. (Al-Anfal: 24) Maksudnya
yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak menyadarinya.
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah
menghalang-halangi antara seseorang dan hatinya, sehingga ia tidak dapat
beriman —tidak pula kafir— kecuali hanya dengan seizin Allah.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ
الْوَرِيدِ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)
Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang
selaras dengan pengertian ayat ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ
الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ
يَقُولُ: " يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ".
قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ
تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ
أَصَابِعِ اللَّهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang
menceritakan bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan)
yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu
Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami
telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau
merasa khawatir terhadap iman kami?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya,
sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt.
Dia membolak-balikkannya'.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam
pembahasan mengenai takdir, bagian dari kitab Jami-nya, dari Hannad
ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna netra), dari
Al-A'masy yang namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya
Talhah ibnu Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Telah diriwayatkan pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang,
semuanya bersumber dari Al-A'masy. Dan sebagian dari mereka telah
meriwayatkannya dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis Abu
Sufyan dari Anas lebih sahih sanadnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab
Musnad-nya. Dia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ بِلَالٍ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَدْعُو: "يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ ثَبِّت قَلْبِي عَلَى دينك".
telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari
Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai (Tuhan)
yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu
Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’.
Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini sesuai syarat ahlus sunan,
hanya mereka tidak mengetengahkannya.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan
bahwa:
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جَابِرٍ
يَقُولُ: حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ
أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَان
الْكِلَابِيَّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ
أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، إِذَا شَاءَ أَنْ
يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ". وَكَانَ
يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى
دِينِكَ". قَالَ: "وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ".
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan
kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris
Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an
Al-Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak
ada suatu hati pun melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang
Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia
akan meluruskannya; dan jika Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan
menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa
berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah
hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah bersabda pula: Neraca itu berada
di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah; Dialah Yang merendahkan dan yang
mengangkatnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam
Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan
hal yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنِ
الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ، عَنِ الْحَسَنِ؛ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: دَعَوَاتٌ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهَا:
"يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَتْ:
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُكْثِرُ تَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ.
فَقَالَ: "إِنَّ قَلْبَ الْآدَمِيِّ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ
اللَّهِ، فَإِذَا شَاءَ أَزَاغَهُ وَإِذَا شَاءَ أَقَامَهُ
telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Al-Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa
Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa di antara doa-doa yang sering diucapkan
oleh Rasulullah Saw. ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati.
tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa
lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering sekali
mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya kalbu
anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah jika Dia menghendaki
kesesatannya (niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika Dia menghendaki
kelurusannya (niscaya Dia membuatnya lurus)
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا هَاشِمُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنِي
شَهْرٌ، سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكْثِرُ فِي دُعَائِهِ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قالت: فقلت يا
رسول الله، أو إن الْقُلُوبَ لَتُقَلَّبُ ؟ قَالَ: "نَعَمْ، مَا خَلَقَ
اللَّهُ مِنْ بَشَرٍ مِنْ بَنِي آدَمَ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ
مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ شَاءَ أَقَامَهُ، وَإِنْ شَاءَ
أَزَاغَهُ. فَنَسْأَلُ اللَّهَ رَبَّنَا أَنْ لَا يُزِيغَ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَانَا، وَنَسْأَلُهُ أَنْ يَهَبَ لَنَا مِنْ لَدُنْهُ رَحْمَةً إِنَّهُ هُوَ
الْوَهَّابُ". قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تُعَلِّمُنِي
دَعْوَةً أَدْعُو بِهَا لِنَفْسِي؟ قَالَ: " بَلَى، قُولِي: اللَّهُمَّ رَبَّ
النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ، اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي،
وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ مَا أَحْيَيْتَنِي"
telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan
kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepadanya Syahr; ia telah mendengar
Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa yang sering diucapkan oleh
Rasulullah Saw. ialah: Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa
lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat
dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-kali
Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara
dua jari kekuasaan Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia
meluruskannya), dan jika Dia menghendaki kesesatannya (tentu Dia
menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia tidak
menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya
semoga Dia menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas.
Sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya,
bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah kiranya engkau mengajarkan
kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah
Saw. bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad,
ampunilah dosa-dosaku, lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari
fitnah-fitnah yang menyesatkan selama Engkau membiarkan aku hidup.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ،
أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الحُبَلي أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو؛ أَنَّهُ سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: " إِنَّ قُلُوبَ
بَنِي آدَمَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ
يُصَرِّف كَيْفَ شَاءَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ مُصَرِّف الْقُلُوبِ، صَرِّف قُلُوبَنَا إلى
طاعتك".
telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepadanya Abu Hani; ia
pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya hati Bani Adam itu berada di antara dua jari
kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya
menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. berdoa: Ya
Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat
kepada Engkau.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari
Imam Bukhari. Dan ia meriwayatkannya bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah
ibnu Syuraih Al-Misri.
Al-Anfal, ayat 25
{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا
تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ (25) }
Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya.
Allah Swt. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar
waspada terhadap fitnah. Yang dimaksud dengan fitnah ialah cobaan dan bencana.
Apabila ia datang menimpa, maka pengaruhnya meluas dan menimpa semua orang
secara umum, tidak hanya orang-orang durhaka dan orang yang melakukan dosa
saja, melainkan bencana dan siksaan itu mencakup kesemuanya; tidak ada yang
dapat menolaknya, tidak ada pula yang dapat melenyapkannya. Seperti yang
disebutkan oleh Imam Ahmad; dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jarir, dari Mutarrif yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zubair, "Wahai Abu Abdullah, apakah
yang mendorong kamu datang? Kamu telah menyia-nyiakan khalifah yang telah terbunuh,
lalu sekarang kamu datang untuk menuntut darahnya." Az-Zubair menjawab,
"Kami dahulu di masa Rasulullah Saw.. Abu Bakar, Umar, dan Usinan r.a.
biasa membaca firman-Nya yang mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari
siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.
(Al-Anfal: 25) Kami tidak menduga bahwa kami adalah orang-orang yang
dimaksud," hingga fitnah itu terjadi di kalangan kita seperti yang
kita alami sekarang.
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar melalui Mutarrif, dari
Az-Zubair. Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui
Mutarrif pernah meriwayatkan dari Az-Zubair selain dalam hadis ini." Imam
Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Jarir ibnu Hazim, dari
Al-Hasan, dari Az-Zubair.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris,
telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami
Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah
mengatakan, "Sesungguhnya kami (para sahabat) merasa takut." Yang
dimaksudkannya adalah tentang makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian
dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kalian. (Al-Anfal: 25) "Saat itu kami bersama dengan Rasulullah Saw.
dan kami tidak menduga bahwa ayat tersebut berkaitan khusus dengan kami."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Humaid, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair
r.a.
Daud ibnu Abu Hindun telah meriwayatkan dari Al-Hasan
sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali,
Ammar, Talhah, dan Az-Zubair; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada
mereka.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar,
dari Uqbah ibnu Sahban; ia pernah mendengar Az-Zubair mengatakan bahwa
sesungguhnya ia membaca ayat berikut selama beberapa tahun, sedangkan kami
menduga bahwa kami bukan orang yang dimaksud, tetapi ternyata kamilah
orang-orang yang dimaksud olehnya, yaitu firmannya: Dan peliharalah diri
kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di
antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal:
25)
Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, bersumber
dari Az-Zubair ibnul Awwam.
As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan kaum muslim yang terlibat dalam Perang Badar secara khusus, dan ternyata
dalam Perang Jamal fitnah itu melanda mereka sehingga mereka saling berperang
satu sama lainnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan peliharalah diri kalian dari
siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.
(Al-Anfal: 25) Khitab ayat ini secara khusus ditujukan kepada
sahabat-sahabat Nabi Saw.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan pula dari Ibnu Abbas dalam
riwayat yang lainnya sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah
memerintahkan kepada orang-orang mukmin, janganlah mereka menyetujui perkara
yang mungkar yang terjadi di hadapan mereka, maka akibatnya Allah akan
menimpakan siksaan secara umum kepada mereka. Tafsir ini terbilang sangat baik.
Karena itulah sehubungan dengan tafsir firman-Nya, Mujahid
mengatakan: Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. (Al-Anfal: 25) Bahwa
ayat ini berkenaan dengan mereka pula.
Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Yazid ibnu Abu
Habib serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Tiada seorang pun di
antara kalian melainkan akan tertimpa fitnah. Sesungguhnya Allah Swt. telah
berfirman: Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi
kalian). (At-Taghabun: 15) Maka barang siapa yang memohon perlindungan di
antara kalian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah yang
menyesatkan." Riwayat Ibnu Jarir.
Pendapat yang mengatakan bahwa fitnah ini secara umum
menimpa para sahabat dan lainnya, sekalipun khitab ini ditujukan kepada
mereka; pendapat inilah yang benar. Hal ini didukung oleh hadis-hadis yang
memperingatkan agar bersikap waspada terhadap fitnah-fitnah. Karena itulah kami
akan menjelaskan masalah ini dalam suatu pembahasan terpisah seperti halnya
yang banyak dilakukan oleh para imam, mereka secara khusus menulis kitab-kitab mengenainya.
Di antara yang terpenting untuk disebutkan secara khusus dalam hal ini ialah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَجَّاجِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ
-يَعْنِي ابْنَ الْمُبَارَكِ-أَنْبَأَنَا سَيْفُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ
عَدِيّ بْنَ عَدِيّ الْكِنْدِيَّ يَقُولُ: حَدَّثَنِي مَوْلًى لَنَا أَنَّهُ
سَمِعَ جَدِّي -يَعْنِي عَدِيّ بْنَ عَمِيرَةَ -يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ،
لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوُا الْمُنْكَرَ
بَيْنَ ظَهْرَانَيْهم، وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا
يُنْكِرُوهُ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّب اللَّهُ الْخَاصَّةَ
وَالْعَامَّةَ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnul Mubarak), telah menceritakan
kepada kami Saif ibnu Abu Sulaiman; ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi
mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami,
bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yakni Addi ibnu Umairah) mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. tidak
akan menyiksa kalangan umum karena perbuatan yang dilakukan- oleh kalangan
khusus, sebelum kalangan umum melihat di hadapan mereka perbuatan mungkar,
sedangkan mereka mampu mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Apabila
mereka melakukan hal tersebut (yakni diam saja melihat perkara mungkar
dikerjakan di hadapan mereka), maka barulah Allah akan mengazab kalangan
khusus (yang terlibat) dan kalangan umum (yang menyaksikannya)
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang
dicurigai predikatnya, tidak ada seorang pun di antara pemilik kitab sittah yang
mengetengahkannya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْهَاشِمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
-يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ -أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِ، عَنْ حُذَيفة بْنِ الْيَمَانِ؛
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ
الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقابا مِنْ
عِنْدِهِ، ثُمَّ لتَدعُنّه فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ"
telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah
menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Ja'far), telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Abu Umar, dari Abdullalh ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari
Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan Yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian benar-benar harus
memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah
benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksaan
dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak
memperkenankannya bagi kalian.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Sa'id dari
Ismail ibnu Ja'far, dan ia mengatakan:
"أَوْ لَيَبْعَثَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلَا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ "
Atau Allah benar-benar akan mengirimkan suatu kaum kepada
kalian, kemudian kalian berdoa (memohon
pertolongan) kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Imam Ahmad'mengatakan: telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Habib Al-Juhanni
Abur Raqqad yang mengatakan bahwa ia berangkat bersama maulanya ke rumah
Huzaifah. saat itu ia sedang mengatakan, "Sesungguhnya dahulu di masa
Rasulullah Saw. ada seorang lelaki yang mengucapkan suatu kalimat, lalu ia
menjadi orang munafik. Dan sesungguhnya saya telah mendengar kalimat itu dari
seseorang di antara kalian lebih empat kali dalam suatu majelis. Sesungguhnya
kalian benar-benar mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar, dan
kalian benar-benar saling menganjurkan kepada kebaikan, atau Allah akan menimpakan
kepada kalian semua suatu azab, atau Dia akan menguasakan kalian kepada
orang-orang yang jahat di antara kalian, kemudian orang-orang pilihan kalian
berdoa, tetapi doa mereka tidak diperkenankan."
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dia mengatakan:
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، حَدَّثَنَا
عَامِرٌ، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
يَخْطُبُ يَقُولُ -وَأَوْمَأَ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ -يَقُولُ: مَثَلُ
الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فيها -أو المُداهن فِيهَا
-كَمَثَلِ قَوْمٍ رَكِبُوا سَفِينَةً، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا
وَأَوْعَرَهَا وَشَرَّهَا، وَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا، فَكَانَ الَّذِينَ
فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوُا الْمَاءَ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ
فَآذُوهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ خَرَقْنا فِي نَصِيبِنَا خَرْقا، فَاسْتَقَيْنَا
مِنْهُ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ تَرَكُوهُمْ وَأَمْرَهُمْ هَلَكوا
جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا جَمِيعًا.
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari
Zakaria; telah menceritakan kepada kami Amir r.a. yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir r.a. berkhotbah, antara lain ia
mengatakan seraya mengisyaratkan kepada telinganya dengan kedua jari
telunjuknya (yang maksudnya dia telah mendengar ucapannya itu dari Nabi Saw.): Perumpamaan
orang yang menegakkan batasan-batasan Allah dan arang yang melanggarnya serta
orang yang berdiplomasi terhadapnya sama dengan suatu kaum yang menaiki sebuah
kapal laut. Sebagian 'dari mereka ada yang menempati bagian bawah dari kapal
itu, yaitu bagian yang paling tidak enak dan buruk; sedangkan sebagian yang
lain menempati bagian atas (geladak)nya. Orang-orang yang menempati
bagian bawah kapal itu apabila mengambil air minum harus melalui orang-orang
yang bertempat di atas mereka, sehingga mengganggunya. Akhirnya orang-orang
yang tinggal di bagian bawah kapal itu mengatakan, "Seandainya saja kita
membuat lubang untuk mengambil bagian kita hingga dapat mengambil air dan tidak
mengganggu orang-orang yang ada di atas kita.” Jika orang-orang yang berada di
atas membiarkan mereka untuk melakukan niatnya itu, niscaya mereka semuanya binasa
(karena kapal akan tenggelam). Dan jika orang-orang yang berada di atas
mau saling bantu dengan orang-orang yang ada di bawah mereka, niscaya mereka
semuanya selamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid tanpa
Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Bab "Syirkah" dan
Bab "Syahadat" (Persaksian). Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam
Bab "Fitan" melalui berbagai jalur, dari Sulaiman ibnu Mahran
Al-A'masy, dari Amir ibnu Syurahil Asy-Sya'bi dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا خَلَف بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ لَيْث،
عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثد، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا ظَهَرَتِ
الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي، عَمَّهم اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ".
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا فِيهِمْ أُنَاسٌ صَالِحُونَ؟ قَالَ:
"بَلَى"، قَالَتْ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ؟ قَالَ:
"يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسُ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ
اللَّهِ وَرِضْوَانٍ"
telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan
kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Lais, dari Alqamah ibnu Marsad, dari
Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ummu Salamah —istri Nabi Saw.— yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila
perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah menimpakan
azab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh. Ummu Salamah bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang
yang saleh?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, ikut tertimpa azab
pula." Ummu Salamah bertanya, "Lalu bagaimanakah nasib mereka
selanjutnya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Orang-orang saleh itu
ikut tertimpa azab yang menimpa kaumnya, kemudian mendapat ampunan dan rida
dari Allah Swt"
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حَجَّاج بْنُ مُحَمَّدٍ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَعْمَلُونَ
بِالْمَعَاصِي، وَفِيهِمْ رَجُلٌ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَمْنَعُ لَا يُغَيِّرُونَ،
إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ -أَوْ: أَصَابَهُمُ الْعِقَابُ".
telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada
suatu kaum pun yang mengerjakan kemaksiatan, sedangkan di antara mereka
terdapat seorang lelaki yang paling kuat dan paling berpengaruh di antara
mereka, lalu ia tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan
kepada mereka secara menyeluruh, atau Allah menimpakan bencana siksaan kepada
mereka.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul
Ahwas, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ
أَبَا إِسْحَاقَ يُحَدِّثُ، عَنْ عُبَيد اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ
قَوْمٍ يُعْمَل فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، هُمْ أعَزّ وَأَكْثَرُ مِمَّنْ يَعْمَلُهُ،
لَمْ يُغَيِّرُوهُ، إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Abu Ishaq menceritakan
hadis berikut dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang dilakukan perbuatan
maksiat di kalangan mereka, sedangkan kaum itu lebih kuat dan lebih berpengaruh
(lebih mayoritas) daripada orang-orang yang berbuat maksiat, lalu mereka
tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara
menyeluruh.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Waki’ dari
Israil. Juga dari Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Aswad, dari Syarik dan Yunus;
semuanya dari Abu Ishaq As-Subai'i dengan sanad yang sama. Ibnu Majah telah
meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Wakj', dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ، عَنْ
مُنْذِر، عَنْ حَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ امْرَأَتِهِ، عَنْ عَائِشَةَ تَبْلُغُ
بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا ظَهَرَ السُّوءُ
فِي الْأَرْضِ، أَنْزَلَ اللَّهُ بِأَهْلِ الْأَرْضِ بَأْسَهُ". قَالَتْ:
وَفِيهِمْ أَهْلُ طَاعَةِ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى
رحمة الله"
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada
kami Jami* ibnu Abu Rasyid, dari Munzir. dari Al-Hasan ibnu Muhammad, dari
istrinya, dari Aisyah yang sampai kepada Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Apabila kejahatan muncul di muka bumi, maka Allah
menurunkan siksa-Nya kepada penduduk bumi. Siti Aisyah r.a. bertanya,
"Bagaimanakah nasib orang-orang yang taat kepada Allah di antara
mereka?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya ikut tertimpa pula,
kemudian mereka beroleh rahmat dari Allah Swt."
Al-Anfal, ayat 26
{وَاذْكُرُوا إِذْ
أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ
النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (26) }
Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah sedikit, lagi
tertindas di muka bumi (Mekah), kalian takut orang-orang (Mekah) akan
menculik kalian, maka Allah memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan
dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan~Nya dan diberi-Nya kalian rezeki
dari yang baik-baik agar kalian bersyukur.
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap
nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dan kebajikan-Nya kepada
mereka. Pada awalnya mereka berjumlah minoritas, kemudian Allah menjadikan
mereka sebagai golongan mayoritas; dan pada mulanya mereka lemah lagi dalam
keadaan dicekam rasa takut, kemudian Allah menguatkan mereka dan menolong
mereka. Mereka pun pada mulanya miskin lagi papa, kemudian Allah memberi mereka
rezeki dari barang-barang yang baik (halal). Kemudian Allah memerintahkan
mereka untuk bersyukur kepada-Nya, menaati-Nya, dan mengerjakan semua yang
diperintahkan-Nya kepada mereka.
Demikianlah keadaan dan kondisi orang-orang mukmin dalam
periode Mekah. Mereka minoritas, dicekam oleh rasa takut, tertindas, dan selalu
dibayangi oleh rasa takut diculik oleh orang-orang musyrik dari berbagai
kawasan, baik mereka orang musyrik ataupun orang Majusi atau orang Romawi,
karena semuanya adalah musuh-musuh mereka. Demikian itu karena jumlah kaum
muslim sedikit dan tidak mempunyai kekuatan. Demikianlah keadaan mereka selama
itu, hingga Allah mengizinkan mereka untuk hijrah ke Madinah, lalu Allah
memberikan tempat tinggal kepada mereka di Madinah, dan menjadikan penduduknya
senang kepada mereka, memberikan tempat, dan menolong mereka dalam Perang Badar
dan peperangan lainnya. Bahkan penduduk Madinah berbagi harta dengan mereka
serta rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Qatadah ibnu Di'amah As-Sudusi rahimahullah telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah (hai para
Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi
(Mekah). (Al-Anfal: 26) Kabilah Arab ini pada mulanya adalah manusia yang
paling rendah, kehidupannya melarat, perutnya lapar, dan miskin pakaian serta
paling jelas kesesatannya. Orang yang hidup di antara mereka kehidupannya
celaka dan melarat, dan orang yang mati dari mereka dijerumuskan ke dalam
neraka; mereka dimakan dan tidak mendapat makan. Demi Allah, kami belum pernah
mendengar bahwa di masa itu ada penduduk bumi yang lebih buruk kedudukannya
daripada mereka. Kemudian hal itu berakhir setelah Allah menurunkan agama Islam
kepada mereka. Maka berkat agama Islam itulah Allah menguatkan mereka hingga
dipengaruhi di seluruh negeri, dan melalui Islamlah Allah meluaskan rezeki
mereka serta menjadikan mereka raja-raja di atas semua manusia. Berkat Islam
pula Allah memberikan banyak hal kepada mereka, seperti yang kalian lihat
sendiri. Karena itu, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya
karena sesungguhnya Tuhan kalian Yang memberikan nikmat suka kepada perbuatan
bersyukur, dan orang-orang yang bersyukur selalu beroleh tambahan nikmat dari
Allah.
Al-Anfal, ayat 29
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (29) }
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian Furqan dan
menghapuskan segala kesalahan kalian dan mengampuni (dosa-dosa) kalian. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.
Ibnu Abbas, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah,
dan Muqatil ibnu Hayyan serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:. Furqan. (Al-Anfal: 29)
Bahwa yang dimaksud ialah jalan keluar.
Menurut Mujahid di tambahkan di dunia dan akhirat.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, yang dimaksiat dengan
Furqan ialah keselamatan. Sedangkan menurut riwayat yang lain —Juga dari
Ibnu Abbas— yang dimaksud dengan furqan ialah pertolongan Allah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna furqan ialah
pemisah antara perkara yang hak dan yang batil.
Tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq ini pengertiannya
lebih mencakup daripada pendapat lainnya, dan memang apa yang dikemukakannya
itu mencakup kesemuanya. Karena sesungguhnya orang yang bertakwa kepada Allah
dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya berarti dia
mendapat taufik untuk mengetahui perbedaan antara perkara yang hak dan yang
batil. Maka yang demikian itu merupakan penyebab datangnya pertolongan Allah,
jalan keselamatan, dan jalan keluar dari semua urusan dunia serta kebahagiaan
di hari kiamat, penghapus segala dosa, beroleh ampunan dan disembunyikan dari
semua orang serta menjadi penyebab beroleh pahala Allah yang berlimpah.
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ
لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian
dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya yang dengan cahaya itu kalian
dapat berjalan dan Dia mengampuni kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-Hadid: 28)
Al-Anfal, ayat 30
{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ
وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (30) }
Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan
daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu,
atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya
itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: untuk menangkapmu. (Al-Anfal: 30) Yakni untuk
membelenggumu.
Ata dan Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah
'untuk menangkapmu'. As-Saddi mengatakan bahwa al-isbat artinya
memenjarakan dan mengikat. Apa yang dikatakan oleh As-Saddi ini mencakup semua
pendapat yang disebutkan di atas. Dalam pendapat ini tersimpulkan semua
pendapat di atas, mengingat pengertian inilah yang kebanyakan dilakukan oleh
seseorang yang hendak berbuat jahat terhadap orang lain.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij,
bahwa Ata pernah mengatakan bahwa dia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair berkata
bahwa ketika orang-orang Quraisy merencanakan usaha mereka terhadap diri Nabi
Saw. untuk menangkapnya atau membunuhnya atau mengusirnya, maka pamannya (yaitu
Abu Talib) bertanya kepada beliau, "Tahukah kamu apakah yang direncanakan
oleh mereka terhadap dirimu?"Nabi Saw. menjawab, "Mereka hendak
memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu Talib bertanya
keheranan, "Siapakah yang memberitahukanmu?" Nabi Saw. menjawab,
"Tuhanku." Abu Talib berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah
Tuhanmu, perintahkanlah kepadanya untuk tetap berbuat baik." Nabi Saw.
menyangkal, "Saya memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan Dialah yang
memerintahkan kepadaku."
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Ismail Al-Masri yang dikenal dengan nama julukan
Al-Wasawisi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Abu Daud, dari
Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Al-Muttalib ibnu Abu
Wida'ah, bahwa Abu Talib berkata kepada Rasulullah Saw., "Apakah yang
direncanakan kaummu terhadap dirimu?" Nabi Saw menjawab, "Mereka
bermaksud untuk memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu
Talib bertanya, "Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?" Nabi
Saw. menjawab, "Tuhanku." Abu Talib berkata, "Sebaik-baik
Tuhan adalah Tuhanmu, maka pesankanlah kepada-Nya untuk tetap berbuat baik.'
Nabi Saw. menyangkal, "Aku memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan
Dialah yang memerintahkan kepadaku."
Al-Muttalib ibnu Wida'ah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu
turunlah firman-Nya: ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan
daya upaya terhadapmu untuk menangkapmu dan memenjarakanmu atau membunuhmu,
atau mengusirmu. (Al-Anfal: 30), hingga akhir ayat.
Penyebutan Abu Talib dalam hadis ini sangat aneh, bahkan
tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyah.
Kemudian kisah ini dan persekongkolan orang-orang Quraisy
untuk melakukan makar guna memenjarakan Nabi Saw. atau mengusirnya atau
membunuhnya hanyalah terjadi di malam hijrah. Hal ini pun baru terjadi selang
tiga tahun kemudian, sesudah Abu Talib meninggal dunia. Dengan meninggalnya
Abu Talib barulah mereka berani berbuat seenaknya terhadap diri Nabi Saw.; di
masa Abu Talib masih ada, mereka tidak berani berbuat demikian karena Abu Talib
selalu melindungi dan membelanya serta menanggung semua bebannya.
Dalil yang menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami
katakan ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu lshaq ibnu
Yasar, penulis kitab Al-Magazi. Ia meriwayatkannya dari Abdullah ibnu
Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan
pula bahwa telah menceritakan kepadanya Al-Kalbi, dari Bazan maula Ummu Hani,
dari Ibnu Abbas. bahwa segolongan orang dari kalangan orang-orang terhormat
kabilah Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nudwah. Kemudian Iblis muncul di
kalangan mereka dalam rupa seorang syekh yang anggun. Ketika mereka melihatnya,
mereka berkata, "Siapakah engkau ini?" Iblis yang berupa orang tua
itu menjawab, "Aku seseorang dari Najd. Aku mendengar bahwa kalian
mengadakan pertemuan, maka aku berkeinginan untuk menghadiri pertemuan kalian
ini, dan saran serta pendapatku nanti niscaya tidak akan sia-sia bagi
kalian." Mereka berkata, "Kalau begitu, silakan masuk." Maka
iblis pun bergabung bersama dengan mereka. Iblis membuka pembicaraannya,
"Kemukakanlah pendapat kalian terhadap lelaki ini (Nabi Saw.). Demi Allah,
benar-benar telah dekat waktunya dia akan menyaingi urusan kalian dengan
urusannya." Seseorang di antara mereka berkata, "Penjarakanlah dia
dalam ikatan, kemudian tunggulah saat kematiannya dalam keadaan demikian,
sebagaimana telah mati orang-orang yang sebelumnya yang semisal dengan dia dari
kalangan ahli syair, seperti Zuhair dan Nabigah. Sesungguhnya dia hanyalah
salah seorang dari mereka." Maka si iblis —musuh Allah itu yang berupa
seorang tua dari Najd itu— menjerit seraya berkata, "Demi Allah, ini
bukanlah pendapat yang tepat bagi kalian. Demi Allah, Tuhannya kelak
benar-benar akan membebaskannya dari tahanannya untuk dihantarkan lagi kepada
para sahabatnya. Dan dalam waktu yang dekat para sahabatnya pasti akan
berhamburan menuju kepadanya untuk membebaskannya dari tangan kalian, lalu para
sahabatnya membelanya dari ulah kalian. Maka saya tidak dapat menjamin
keselamatan kalian, mereka pasti akan mengeluarkan (mengusir) kalian dari
negeri kalian sendiri." Para hadirin dalam pertemuan itu berkata,
"Orang tua ini benar, maka kemukakanlah oleh kalian pendapat
lainnya." Salah seorang dari mereka ada yang mengatakan, "Kita usir
saja dia sehingga kita terbebas darinya, karena sesungguhnya apabila dia telah
diusir, niscaya tidak akan membahayakan kalian apa yang diperbuatnya di mana
pun ia berada selagi jauh dari kalian; dan urusannya bukan lagi di antara
kalian, tetapi di kalangan orang lain." Iblis berkata, "Demi Allah,
ini pun bukan pendapat yang tepat bagi kalian, bukankah kalian telah mendengar
sendiri tutur katanya yang manis dan lisannya yang fasih sehingga dapat
mengetuk hati orang yang mendengar pembicaraannya? Demi Allah, seandainya
kalian melakukan hal itu, dan dia menyeru orang-orang Arab, niscaya semua orang
Arab akan mendukungnya. Kemudian mereka benar-benar akan datang kepada kalian untuk
mengusir kalian dari negeri kalian dan membunuh para pemimpin kalian."
Mereka berkata, "Benarlah apa yang dikatakannya, demi Allah. Maka
kemukakanlah pendapat lainnya." Abu Jahal la'natullahi 'alaihi mengemukakan
pendapatnya, "Demi Allah, sesungguhnya aku menyarankan kepada kalian suatu
pendapat yang belum kalian sadari sebelumnya. Menurutku tiada pendapat lain
kecuali yang akan kukemukakan." Mereka berkata, "Pendapat apakah
itu?" Abu Jahal berkata, "Kalian harus mengambil seorang pemuda yang
kuat dan sigap dari setiap kabilah. Kemudian setiap pemuda dipersenjatai dengan
pedang yang tajam, lalu mereka memukulnya secara beramai-ramai dengan sekali
pukul. Apabila dia (Muhammad) terbunuh, maka darahnya terbagi-bagi di kalangan
semua kabilah yang terlibat. Maka menurut dugaanku kabilah Bani Hasyim tidak
akan kuat berperang menghadapi semua kabilah Quraisy. Apabila mereka menyadari
kemampuannya, niscaya mereka mau menerima 'aql (diat), sehingga kita
terbebas darinya dan kita telah memutuskan gangguannya." Maka si orang tua
dari Najd itu berkata, "Ini baru suatu pendapat yang jitu, demi Allah.
Menurut hematku pendapat yang terbaik adalah apa yang baru dikemukakan oleh
orang ini." Maka mereka bubar dengan kesepakatan yang bulat atas usul Abu
Jahal itu. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw. dan memerintahkan
kepadanya agar jangan menginap di tempat tidur yang biasa ditempatinya, dan
memberitahukan kepadanya tentang tipu muslihat dan makar yang akan
dilakukan oleh kaumnya. Pada malam itu Rasulullah Saw. tidak menginap di
rumahnya, dan saat itu juga Allah memerintahkan kepadanya untuk berhijrah, lalu
Allah menurunkan kepadanya surat Al-Anfal setibanya di Madinah. Di dalam surat
Al-Anfal disebutkan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepadanya
dan ujian yang telah ditimpakan kepadanya dari sisi- Nya.
{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا
لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ
اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ}
Dan (ingatlah)
ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.
Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Al-Anfal: 30)
Sehubungan dengan ucapan orang-orang kafir Quraisy yang
mengatakan, "Tunggulah saat kematiannya seperti kematian orang-orang yang
sebelumnya dari kalangan para penyair," Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ
رَيْبَ الْمَنُونِ}
Bahkan mereka mengatakan, "Dia adalah seorang penyair
yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya " (Ath-Thur: 30)
Hal tersebut terjadi pada hari pertemuan mereka untuk
berbuat makar terhadap Nabi Saw. yang dikenal dengan 'hari Zahmah'. Hal
seperti ini pun telah diriwayatkan dari As-Saddi. Dan sehubungan dengan niat
mereka untuk mengusirnya dari Mekah, Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ
الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لَا يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا}
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah
di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya;
dan kalau terjadi demikian, niscaya-sepeninggalmu mereka tidak tinggal,
melainkan sebentar saja. (Al-Isra: 76)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu
Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Urwah ibnuz Zubair,
Musa ibnu Uqbah, Qatadah, Miqsam, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa
lalu Rasulullah Saw. tinggal dalam keadaan menunggu perintah Allah (untuk
hijrah). Hingga manakala kabilah Quraisy mengadakan pertemuan dan sepakat untuk
berbuat makar terhadap dirinya menurut apa yang mereka kehendaki, maka
Jibril a.s. datang kepada Nabi Saw. dan memerintahkan beliau agar malam itu
tidak tidur di tempat biasanya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Ali ibnu Abu
Talib dan memerintahkannya untuk tidur di tempat tidurnya serta menyelimuti
dirinya dengan kain selimut hijau yang biasa dipakainya, maka Ali mengerjakan
apa yang diperintahkan kepadanya. Selanjutnya Rasulullah Saw. sendiri keluar
dengan melewati kaum , musyrik yang telah berada di depan pintu rumahnya. Nabi
Saw. keluar dengan membawa segenggam pasir, kemudian beliau taburkan pasir itu
ke atas kepala mereka. Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah
menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya. Nabi
Saw. keluar seraya membacakan firman-Nya:
{يس وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ}
YaSin, Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah. (Yasin: 1-2) sampai dengan firman-Nya:
{فَأَغْشَيْنَاهُمْ
فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ}
dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat
melihat. (Yasin: 9)
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, hal yang
menguatkan riwayat di atas telah diriwayatkan dari Ikrimah.
Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya dan Imam Hakim
di dalam kitab Mustadrak telah meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu
Usman ibnu Khatsyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa Siti Fatimah masuk menemui Rasulullah Saw. seraya menangis. Maka Nabi Saw.
bertanya, "Hai putriku, apakah yang menyebabkan engkau menangis?"
Siti Fatimah menjawab, "Wahai ayahku, bagaimana aku tidak menangis,
sedangkan golongan orang-orang yang terkemuka dari kabilah Quraisy telah
membuat perjanjian dengan nama Lata, Uzza, dan Manat yang ketiga di Hijir,
bahwa seandainya mereka melihatmu, maka mereka akan bersama-sama bangkit ke
arahmu untuk membunuhmu secara beramai-ramai. Tidak ada seorang pun dari
mereka melainkan telah mengenali bagiannya dari darahmu." Rasulullah Saw.
bersabda, "Ambilkanlah air wudu untukku." Lalu Rasulullah Saw.
berwudu, kemudian keluar menuju masjid. Ketika mereka melihatnya, mereka
berkata, "Ini dia orangnya!" Tetapi dengan serta merta kepala mereka
tertunduk dan mereka tidak dapat mengangkat pandangannya. Lalu Rasulullah Saw.
mengambil segenggam pasir dan menaburkannya kepada mereka seraya bersabda,
"Semoga wajah-wajah ini kelilipan." Maka tiada seorang lelaki
pun dari mereka yang terkena oleh pasir itu melainkan pasti gugur dalam Perang
Badar dalam keadaan kafir.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan
syarat Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim
mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya cela dalam sanad hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur
Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku
Usinan Al-Jariri, dari Miqsam maula Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika
orang-orang kafir Quraisy memikirkan tipu muslihat terhadapmu. (Al-Anfal:
30), hingga akhir ayat, Bahwa orang-orang Quraisy mengadakan musyawarah di
Mekah pada suatu malam. Sebagian dari mereka mengatakan, "Besok pagi kita
tangkap dia, lalu kita ikat." Yang mereka maksudkan adalah Nabi Saw.
Sebagian yang lain mengatakan, "Tidak, tetapi kita harus
membunuhnya." Sedangkan sebagian lagi mengatakan, "Tidak, tetapi kita
usir saja dia." Lalu Allah Swt. memperlihatkan makar tersebut
kepada Nabi-Nya. Maka Ali r.a. tidur di tempat tidur Rasulullah Saw., dan Nabi
Saw. sendiri berangkat menuju gua, sedangkan orang-orang musyrik semalaman
menjaga Ali yang mereka sangka Nabi Saw. Kemudian pada pagi harinya mereka
menyerangnya secara bersamaan, tetapi ketika mereka membukanya ternyata dia adalah
Ali. Allah membalas tipu muslihat mereka. Lalu mereka bertanya, "Ke
manakah temanmu ?” Lalu mereka menelusuri jejaknya. Ketika mereka sampai di
bukit, mereka kehilangan jejak, kemudian mereka mendaki bukit itu dan melewati
gua yang dimaksud, tetapi mereka melihat di pintu gua itu ada sarang laba-laba.
Maka mereka berkata, "Seandainya dia memasuki gua ini, niscaya sarang
laba-laba itu tidak akan ada lagi di mulutnya. Nabi Saw. tinggal di dalam gua
itu selama tiga malam.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu
Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair yang telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan
tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembatas tipu daya, (Al-Anfal: 30) Yakni
engkau (Muhammad) membalas tipu daya mereka dengan tipu daya-Ku Yang Mahateguh,
hingga Aku selamatkan kamu dari mereka.
Al-Anfal, ayat 31-33
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ
آيَاتُنَا قَالُوا قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَذَا إِنْ هَذَا
إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (31) وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا
هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ
ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (32) وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ
فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (33) }
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat
Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini). Kalau kami
menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al-Qur'an) ini
tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala.” Dan (ingatlah)
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah jika
betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab
yang pedih " Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka,
sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan
mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.
Allah Swt. menceritakan perihal kekufuran orang-orang
Quraisy, kesombongan mereka, pembangkangan mereka, keingkaran mereka, dan
seruan mereka kepada kebatilan di saat mendengar ayat-ayat-Nya dibacakan kepada
mereka, sehingga disebutkan di dalam firman-Nya bahwa mereka mengatakan:
{قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا
مِثْلَ هَذَا}
Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki,
niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Anfal: 31)
Demikianlah perkataan mereka yang hanya sekadar perkataan
tanpa kenyataan. Karena kalau tidak demikian pengertiannya, niscayalah mereka
menantangnya bukan hanya sekali untuk mendatangkan hal yang semisal dengan
Al-Qur'an, tetapi mereka tidak menemukan jalan untuk melakukan hal itu.
Sesungguhnya ucapan mereka ini hanyalah merupakan pembesar hati mereka sendiri
dan untuk memberikan semangat kepada para pengikutnya dalam kebatilan mereka.
Menurut suatu pendapat, orang yang mengatakan demikian
adalah An-Nadr ibnul Haris. seperti apa yang telah di-nas-kan oleh riwayat
Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya. Karena sesungguhnya
dia telah mengadakan perjalanan menuju negeri Persia. Lalu dia mempelajari
kisah raja-raja mereka dari Rustum dan Isfindiyar. Ketika ia kembali, ia
menjumpai Rasulullah Saw. telah diangkat menjadi rasul oleh Allah Swt., sedang
membacakan Al-Qur'an kepada semua orang.
Dan tersebutlah bahwa apabila Rasulullah Saw. meninggalkan
suatu majelis, maka An-Nadr ibnul Haris duduk di majelis itu, kemudian ia
menceritakan kepada mereka berita tentang raja-raja Persia. Seusai itu ia
berkata, "Siapakah yang lebih baik kisahnya, aku ataukah Muhammad?"
Karena itulah ketika Allah menguasakan dirinya ke tangan
pasukan kaum muslim dalam perang Badar dan ia menjadi tawanan perang, maka
Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepalanya dipenggal di hadapan beliau dalam
keadaan hidup-hidup, lalu mereka melaksanakan perintah ini.
Orang yang menangkapnya adalah Al-Miqdad ibnul Aswad r.a.,
seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah. dari Abu Bisyr. dari Sa'id
ibnu Jubair yang menceritakan bahwa Nabi Saw. dalam Perang Badar telah membunuh
Uqbah ibnu Abu Mu'it, Tu'aimah ibnu Addi, dan An-Nadr ibnul Haris dalam keadaan
tak berdaya. Tersebutlah bahwa Al-Miqdad adalah orang yang menangkap An-Nadr.
Ketika ia diperintahkan untuk membunuhnya, Al-Miqdad berkata, "Wahai
Rasulullah, dia adalah tawananku." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya
dia telah berani berbuat kurang ajar terhadap Kitabullah." Lalu
Rasulullah Saw. memerintahkan agar An-Nadr dihukum mati. Al-Miqdad kembali
berkata, "Wahai Rasulullah, dia adalah tawananku." Maka Rasulullah
Saw. berdoa: Ya Allah, berilah kecukupan kepada Al-Miqdad dari karunia-Mu. Maka
Al-Miqdad berkata, "Itulah yang saya kehendaki." Perawi mengatakan,
sehubungan dengan peristiwa ini Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata,
"Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini); kalau
kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang serupa ini. (Al-Qur'an)
ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala.” (Al-Anfal:
31)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dari Abu
Bisyr Ja'far ibnu Abu Dahiyyah, dari Sa'id ibnu Jubair, hanya Hasyim
menyebutkan Al-Mut'im ibnu Addi sebagai pengganti dari Tu'aimah. Tetapi hal ini
keliru, mengingat Al-Mut'im ibnu Addi sudah mati sebelum Perang Badar. Karena
itu, seusai Perang Badar Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya
Al-Mut'im ibnu Addi masih hidup, lalu ia meminta kepadaku untuk membebaskan
tawanan-tawanan itu, niscaya aku akan menyerahkan mereka kepadanya."
Rasulullah Saw. mengatakan demikian karena Al-Mut'im ibnu Addi pernah menjamin
keselamatan diri Rasulullah Saw. pada hari beliau kembali dari Taif.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
dongengan-dongengan orang-orang purbakala. (Al-Anfal: 31)
Asatir adalah
bentuk jamak dari usturah, yakni diambil dari kitab-kitab orang-orang
terdahulu, lalu ia kutip. Dia mempelajarinya, lalu menceritakannya kepada
orang-orang. Tuduhan seperti ini adalah dusta yang murni. Tuduhan tersebut
diungkapkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain yang menceritakan perihal mereka,
yaitu melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ
اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا قُلْ أَنزلَهُ الَّذِي
يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya
setiap pagi dan petang.” Katakanlah, "Al-Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al-Furqan:
5-6)
Artinya, kepada orang yang bertobat kepada-Nya dan kembali
taat kepada-Nya, maka sesungguhnya Dia menerima tobatnya dan memaafkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا
هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ
ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan (ingatlah)
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "ya Allah, jika
betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih " (Al-Anfal: 32)
Hal ini menunjukkan kebodohan mereka yang terlalu parah dan
kerasnya mereka dalam mendustakan Al-Qur'an; mereka sombong dan ingkar kepada
Al-Qur'an. Ungkapan tersebut justru berbalik membuat keaiban bagi diri mereka
sendiri. Seharusnya hal yang lebih utama bagi mereka ialah hendaknya mereka
mengatakan, "Ya Allah, jika Al-Qur'an ini benar dari sisi Engkau, maka
berilah kami petunjuk kepadanya dan berilah kami kekuatan untuk mengikuti
ajaran-ajarannya." Akan tetapi, mereka meminta keputusan yang berakibat
membinasakan diri mereka sendiri, dan mereka meminta untuk segera diturunkan
azab dan siksaan. Hal ini dikisahkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَوْلا
أَجَلٌ مُسَمًّى لَجَاءَهُمُ الْعَذَابُ وَلَيَأْتِيَنَّهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ}
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab.
Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar telah datang
azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan
tiba-tiba, sedangkan mereka tidak menyadarinya. (Al-Ankabut: 53)
{وَقَالُوا
رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ}
Dan mereka berkata.”Ya Tuhan kami. cepatkanlah untuk kami
azab yang diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab." (Shad: 16)
{سَأَلَ
سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ مِنَ اللَّهِ ذِي
الْمَعَارِجِ}
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal
terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat
naik. (Al-Ma'arij: 1-3)
Hal yang sama dikatakan pula oleh orang-orang yang bodoh
dari kalangan umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu'aib yang mengatakan
kepadanya, disitir oleh firman Allah Swt.:
{فَأَسْقِطْ عَلَيْنَا كِسَفًا مِنَ
السَّمَاءِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar. (Asy-Syu'ara:
187)
Sedangkan dalam ayat ini disebutkan:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ
مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an)
ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu
dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abdul Hamid (murid
Az-Ziyadi), dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Jahal ibnu Hisyamlah yang mengatakan
seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ
مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an)
ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu
dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ
وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan
kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula)
Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal:
33)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ahmad dan
Muhammad ibnun Nadr, keduanya dari Ubaid illah ibnu Mu'az, dari ayahnya, dari
Syu'bah dengan sanad yang sama. Ahmad yang disebutkan dalam sanad ini adalah
Ahmad ibnun Nadr ibnu Abdul Wahhab. Demikianlah menurut Al-Hakim Abu Ahmad dan
Al-Hakim Abu Ubaidillah An-Naisaburi.
Al-Ahmasy telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah)
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika
betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih." (Al-Anfal: 32) Menurutnya orang yang mengatakan demikian
adalah An-Nadr ibnul Haris ibnu Kaidah. Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan,
sehubungan dengan hal ini Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Seorang peminta
telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir, yang
tidak seorang pun dapat menolaknya. (Al-Ma'arij: 1-2)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Sa'id ibnu
Jubair, dan As-Saddi, bahwa sesungguhnya dia adalah An-Nadr ibnul Haris.
Menurut riwayat Ata ditambahkan firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا
قَبْلَ يَوْمِالْحِسَابِ}
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk
kami azab yang diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab.”(Shad: 16)
{وَلَقَدْ
جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya (Al-An'am: 94)
{سَأَلَ
سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ}
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal
terjadi, untuk orang-orang kafir. (Al-Ma'arij:
1-2)
Ata mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. telah menurunkan
belasan ayat sehubungan dengan hal ini.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad ibnul
Lais, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepada kami
Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Ibnu Buraidah, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa dalam Perang Uhud ia melihat Amr ibnul As
berdiri di atas kuda kendaraannya seraya berkata, "Ya Allah, jika
Al-Qur'an yang dikatakan oleh Muhammad adalah benar, maka benamkanlah diriku
dan kudaku ini ke tanah."
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata,
"Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi
Engkau.” (Al-Anfal: 32), hingga akhir ayat. Bahwa yang mengatakan demikian
adalah orang-orang yang bodoh dan yang kurang akalnya dari kalangan umat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ
وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan
kamu berada di antara mereka Dan tidaklah (pula)
Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal:
33)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah Musa ibnu Mas'ud, telah
menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil Sammak Al-Hanafi,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik bertawaf di Baitullah
seraya mengatakan, "Kami penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Kami penuhi
panggilan-Mu, kami penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu." Maka
Nabi Saw. bersabda, "Ya, ya." Mereka mengatakan pula,
"Kami penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Kami penuhi panggilan-Mu, kami penuhi
panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu.
Engkau memilikinya, sedangkan dia tidak memiliki." Lalu mengatakan pula,
"Ampunan-Mu, ampunan-Mu." Maka Alah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan
Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan engkau berada di antara
mereka. (Al-Anfal: 33), hingga akhir ayat.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa di kalangan mereka (orang-orang
musyrik Mekah) terdapat dua keamanan yang menyelamatkan mereka dari azab Allah,
yaitu diri Nabi Saw. dan permohonan ampun. Setelah Nabi Saw. tiada, maka yang
tertinggal hanyalah permohonan ampun (istigfar).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris
telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu
Ma'syar-dari Yazid ibnu Ruman dan Muhammad ibnu Qais; keduanya mengatakan bahwa
sebagian orang-orang Quraisy berkata kepada sebagian lainnya, "Muhammad
telah dimuliakan oleh Allah di antara kita." "ya Allah, jika betul
(Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau. (Al-Anfal: 32),
hingga akhir ayat. Ketika sore hari mereka menyesali apa yang telah mereka
katakan seraya mengatakan, "Ampunan-Mu ya Allah." Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya; Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka. (Al-Anfal:
33) sampai dengan firman-Nya: tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfal:
34)
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka.
(Al-Anfal: 33) Allah tidak akan menurunkan azabnya kepada suatu kaum,
sedangkan nabi-nabi mereka berada di antara mereka, hingga Allah mengeluarkan
nabi-nabi itu dari kalangan mereka. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan
tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta
ampun (Al Anfal: 33) Maksudnya, di kalangan mereka terdapat orang-orang
yang telah ditakdirkan oleh Allah termasuk golongan orang-orang yang beriman,
lalu mereka meminta ampun. Yang dimaksud dengan istigfar ialah salat,
dan yang dimaksudkan dengan mereka adalah penduduk Mekah. Hal yang semisal
telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, Sa'id ibnu
Jubair, dan As-Saddi.
Ad-Dahhak dan Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta
ampun. (Al-Anfal: 33) Yakni kaum mukmin yang masih berada di Mekah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Addi, bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan,
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi umat ini dua keamanan, karenanya
mereka terus-menerus dalam keadaan terpelihara dan terlindungi dari azab selagi
dua keamanan itu ada di kalangan mereka. Salah satu di antaranya telah dicabut
oleh Allah Swt., sedangkan yang lainnya masih tetap ada di antara mereka."
Allah Swt. telah berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab
mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah
akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Abu Saleh Abdul Gaffar mengatakan, telah menceritakan
kepadaku salah seorang teman kami, bahwa An-Nadr ibnu Addi pernah menceritakan
hadis ini kepadanya, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah
diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih dan Ibnu Jarir. melalui Abu Musa Al-Asy'ari.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah dan Abul Ala An-Nahwi Al-Muqri.
Imam Turmuzi mengatakan:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُهَاجِرٍ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ يُوسُفَ، عَنْ
أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْزَلَ اللَّهُ عليَّ أَمَانَيْنِ
لِأُمَّتِي: {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ
اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ} فَإِذَا مَضَيْتُ، تركتُ فِيهِمُ
الِاسْتِغْفَارَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki’, tefah
menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Ismail ibnu Ibrahim ibnu Muhajir,
dari Abbad ibnu Yusuf, dari Abu Burdah ibnu Abu Musa, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Allah menurunkan dua
keamanan bagi umatku," yaitu disebutkan dalam firman-Nya: Dan Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka.
Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta
ampun. (Al-Anfal: 33) Selanjutnya Nabi Saw. bersabda, "Apabila aku
telah tiada, maka aku tinggalkan istigfar (permohonan ampun kepada
Allah) di kalangan mereka sampai hari kiamat."
Hal ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad di dalam kitab Musnad-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya
melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris,
dari Darij, dari Abul Haisam. dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ الشَّيْطَانَ قَالَ: وَعَزَّتِكَ يَا رَبِّ، لَا
أَبْرَحُ أغْوِي عِبَادَكَ مَا دَامَتْ أَرْوَاحُهُمْ فِي أَجْسَادِهِمْ. فَقَالَ
الرَّبُّ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي، لَا أَزَالُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا
اسْتَغْفَرُونِي".
Sesungguhnya setan berkata, "Demi keagungan-Mu, wahai
Tuhanku, aku senantiasa akan menyesatkan hamba-hamba-Mu selagi roh masih berada
di kandung badan mereka.” Maka Tuhan berfirman “Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku
Aku Senantiasa memberikan ampun kepada mereka selama mereka memohon ampun
kepada-Ku."
Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sanadnya sahih,
tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا رِشْدِين -هُوَ
ابْنُ سَعْدٍ -حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ سَعْدٍ التُّجيبي، عَمَّنْ حَدَّثَهُ،
عَنْ فَضَالة بْنِ عُبَيد، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: "الْعَبْدُ آمِنٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مَا استغفر الله، عز
وجل"
telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Umar, telah
menceritakan pula kepada kami Rasyid (yaitu Ibnu Sa'd), telah menceritakan kepadaku
Mu'awiyah ibnu Sa'd At-Tajibi, dari seseorang yang menceritakannya kepada dia,
dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Seorang
hamba dalam keadaan aman dari azab Allah selagi ia masih memohon ampun kepada
Allah Swt.
Al-Anfal, ayat 34-35
{وَمَا لَهُمْ أَلا
يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا
كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (34) وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا
مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (35) }
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal
mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram,' dan mereka bukanlah orang-orang
yang berhak menguasainya? (Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah
orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan
tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu
Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka adalah orang yang
layak untuk ditimpa azab oleh Allah, tetapi azab tidak ditimpakan kepada mereka
berkat keberadaan Rasulullah Saw. di antara mereka. Karena itu, ketika
Rasulullah Saw. pergi dari kalangan mereka, maka Allah menimpakan siksaan-Nya
kepada mereka dalam Perang Badar, sehingga banyak di antara pendekar mereka
yang gugur dan orang-orang hartawannya menjadi tahanan perang. Dan Allah
memberikan petunjukNya kepada mereka untuk meminta ampun kepada-Nya dari
segala dosa yang selama itu mereka kerjakan, yaitu kemusyrikan dan kerusakan.
Qatadah dan As-Saddi serta selain keduanya mengatakan bahwa
kaum itu (orang-orang musyrik) tidak beristigfar. Seandainya mereka
beristigfar, niscaya mereka tidak akan disiksa. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu
Jarir. Dia mengatakan, seandainya di kalangan mereka tidak terdapat kaum duafa
dari kalangan kaum mukmin yang senantiasa memohon ampun, niscaya siksaan
Allah akan menimpa mereka tanpa dapat dielakkan lagi. Tetapi siksaan itu
tertolak berkat keberadaan kaum duafa dari kalangan kaum mukmin. Seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya pada hari perjanjian
Hudaibiyyah, yaitu:
{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلا
رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ
فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي
رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Orang-orang yang kafir yang menghalang-halangi kalian dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan kurban
sampai ke tempat (penyembelihan)nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki
yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kalian ketahui,
bahwa kalian akan membunuh mereka yang menyebabkan kalian ditimpa kesusahan
tanpa pengetahuan kalian (tentulah Allah tidak akan menahan tangan kalian
dari membinasakan mereka), supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendakinya
ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan
mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath:
25)
Ibnu Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah,
dari Ibnu Abza; ketika "Nabi Saw. berada di Mekah, Allah menurunkan
firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu
berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33) Tetapi setelah Nabi Saw. berangkat
ke Madinah, maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan tidaklah (pula) Allah
akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33)
Ibnu Jarir mengatakan, mereka adalah orang-orang lemah dari
kalangan kaum muslim yang masih tertinggal di Mekah, dan mereka selalu
beristigfar memohon ampun kepada Allah. Tetapi setelah mereka semua pergi
meninggalkan Mekah, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mengapa Allah
tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil
Haram, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? (Al-Anfal:
34) Maka Allah mengizinkan Nabi Saw. untuk membuka kota Mekah, dan hal ini
merupakan azab yang diancamkan kepada mereka.
Hal yang semisal dengan riwayat ini telah diriwayatkan pula
dari Ibnu Abbas, Abu Malik, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang.
Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa ayat ini memansukh
(merevisi) firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan tidaklah (pula) Allah
akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Tetapi
dengan maksud bahwa istigfar itu yang dilakukan oleh mereka (orang-orang
kafir Mekah).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, dari Al-Husain ibnu
Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri. Keduanya
mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Anfal, yaitu: Dan
sekali-kali Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara
mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka
meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Lalu ayat ini di-mansukh oleh ayat
berikutnya, yaitu: Mengapa Allah tidak mengazab mereka (Al-Anfal: 34)
sampai dengan firman-Nya: Maka rasakanlah azab disebabkan kekqfiran kalian. (Al-Anfal:
35) Akhirnya mereka diperangi di Mekah, dan mereka tertimpa kelaparan dan
kesengsaraan.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui
hadis Abu Namilah Yahya ibnu Wadih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu
Muhammad, dari Ibnu Juraij dan Usman ibnu Ata, dari Ata, dari Ibnul Abbas
sesuai dengan makna Firman-Nya : Dan tidaklah (pula) Allah akan
mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (Al-Anfal: 33) Kemudian
Allah mengecualikan orang-orang yang musyrik, melalui firman-Nya: Mengapa
Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi)
Masjidil Haram. (Al-Anfal: 34)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ
وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ
أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka
menghalangi orang untuk (mendatangi)
Masjidil Haram, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya?
(Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa,
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfal: 34)
Maksudnya, mengapa Allah tidak mengazab mereka, sedangkan
mereka menghalangi manusia untuk mendatangi Masjidil Haram? Mereka
menghalang-halangi orang-orang mukmin, padahal orang-orang mukmin adalah
orang-orang yang berhak menguasainya dengan mengerjakan salat dan tawaf di
dalamnya. Untuk itulah maka dalam ayat berikut ini disebutkan:
{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ}
dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. (Al-Anfal: 34)
Yakni orang-orang musyrik itu bukanlah ahli Masjidil Haram,
sesungguhnya yang ahli Masjidil Haram hanyalah Nabi Saw. dan para sahabatnya.
Seperti juga yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا
مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى
الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ
الْمُهْتَدِينَ}
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan
masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir.
Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat,
dan tidak takut (kepada siapa pun) selain
kepada Allah; maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk (At-Taubah: 17-18)
{وَصَدٌّ
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ
أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}
tetapi menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil
Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di
sisi Allah. (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Al-Hafiz Abu Bakar ibnu
Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad
(yaitu At Tabrani) telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Ilyas ibnu
Sadaqah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah
menceritakan kepada Kami Nuh Ibnu Abu Maryam. dari Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari,
dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya,
"Siapakah kekasih-kekasihmu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Semua
orang yang bertakwa." Lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Orang-orang
yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34)
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan
bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو حُذَيْفَةَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ
رِفَاعَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَقَالَ: "هَلْ فِيكُمْ مِنْ
غَيْرِكُمْ؟ " قَالُوا: فِينَا ابْنُ أُخْتِنَا وَفِينَا حَلِيفُنَا،
وَفِينَا مَوْلَانَا. فَقَالَ: "حَلِيفُنَا مِنَّا، وَابْنُ أُخْتِنَا
مِنَّا، وَمَوْلَانَا مِنَّا، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْكُمُ الْمُتَّقُونَ".
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Asy-Syafi'i, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu
Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Khaisam.
dari Ismail ibnu Ubaid ibnu Rifa'ah, dari ayahnya, dari kakeknya yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengumpulkan kabilah Quraisy, lalu beliau
Saw. bertanya, "Apakah di antara kalian terdapat orang-orang selain
dari kalangan kalian?" Mereka menjawab, "Di kalangan kami
sekarang terdapat anak lelaki saudara perempuan kami, teman sepakta kami, dan
maula kami." Rasulullah Saw. bersabda: Teman sepakta kami adalah
sebagian dari kami, anak laki-laki saudara perempuan kami adalah sebagian dari
kami, dan maula kami adalah sebagian dari kami, tetapi kekasih-kekasihku (orang-orang
yang berhak kepadaku) di antara kalian adalah orang-orang yang bertakwa.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Urwah, As-Saddi, dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang berhak menguasai(nya)
hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34) Mereka adalah Nabi
Muhammad Saw. dan para sahabatnya.
Menurut Mujahid, mereka adalah kaum Mujahidin, siapa pun
mereka adanya dan di mana pun mereka berada.
*******************
Kemudian Allah Swt. menyebutkan perihal apa yang biasa
mereka kerjakan di Masjidil Haram dan segala sesuatu yang mereka amalkan. Untuk
itu, Allah Swt. berfirman:
{وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ
إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً}
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah
siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal:
35)
Abdullah ibnu Amr, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu
Jubair, Abu Raja Al-Utaridi, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Hajar ibnu Abbas,
Nabit ibnu Syarit, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, semuanya mengatakan
bahwa makna yang dimaksud ialah 'siulan'. Mujahid menambahkan bahwa mereka
memasukkan jari telunjuknya ke mulut mereka.
As-Saddi mengatakan, al-muka artinya siulan;
dikatakan demikian karena bunyinya sama dengan suara burung muka, sejenis
burung yang berbulu putih dari tanah Hijaz.
Mengenai makna tasdiyah, Ibnu Abu Hatim mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Khallad Sulaiman ibnu KhalEad, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, telah menceritakan
kepada kami Ya'qub (yakni Ibnu Abdullah A1-Asy'ari), telah menceritakan kepada
kami Ja'far ibnul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu tidak
lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal: 35) Dahulu orang-orang
Quraisy melakukan tawafnya di sekitar Baitullah dalam keadaan telanjang
bulat seraya bersiul dan bertepuk tangan. Al-muka artinya bersiul,
sedangkan tasdiyah artinya bertepuk tangan.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu
Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas; telah diriwayatkan pula dari Ibnu Umar,
Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ad-Dahhak, Qatadah,
Atiyyah Al-Aufi, Hajar ibnu Unais, dan Ibnu Abza.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada
kami Qurrah, dari Atiyyah, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: Sembahyang
mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (Al-Anfal:
35) Al-muka artinya siulan, sedangkan tasdiyah artinya tepuk
tangan. Qurrah mengatakan, Atiyyah memperagakan kepada kami sikap yang
dilakukan oleh Ibnu Umar (ketika mengetengahkan hadis ini), Ibnu Umar bersiul
dan memiringkan pipinya, lalu bertepuk tangan. Dari Ibnu Umar pula disebutkan
bahwa mereka (orang-orang Jahiliyah) meletakkan pipi mereka ke tanah, lalu
bertepuk tangan dan bersiul. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim di
dalam tafsirnya berikut sanadnya dari Ibnu Umar.
Ikrimah mengatakan, "Dahulu mereka melakukan tawaf di Baitullah
pada sisi kirinya." Mujahid mengatakan bahwa sesungguhnya mereka
sengaja melakukan demikian untuk mengganggu salat yang dilakukan oleh Nabi Saw.
Menurut Az-Zuhri, mereka melakukan demikian dengan maksud mengejek kaum mukmin.
Dari Sa'id ibnu Jubair dan Abdur Rahman ibnu Zaid disebutkan
sehubungan dengan makna lafaz tasdiyah bahwa makna yang dimaksud ialah
menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْفُرُونَ}
Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu. (Al-Anfal: 35)
Ad-Dahhak, Ibnu Juraij, dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
bahwa hal itu merupakan musibah yang menimpa mereka dalam Perang Badar, banyak
dari kalangan mereka yang mati dan tertawan. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu
Jarir, tiada selainnya yang meriwayatkan hal ini.
Ibnu Abu Hattm mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Ibnu Abu Majih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa azab yang
menimpa orang-orang yang kafir adalah dengan pedang, sedangkan yang menimpa
para pendusta ialah dengan pekikan dan gempa bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar