Rabu, 13 April 2016

9.01. At Taubah 1-64



9. SURAT AT-TAUBAH



تَفْسِيرُ سُورَةِ التَّوْبَةِ

(Pengampunan)

Madaniyyah, 129 ayat. Kecuali ayat 128-129 Makkiyyah.

Turun sesudah surat Al-Maidah.



At-Taubah, ayat 1-2

{بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (1) فَسِيحُوا فِي الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ وَأَنَّ اللَّهَ مُخْزِي الْكَافِرِينَ (2) }

(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan rang-orang kafir.

Surat yang mulia ini merupakan akhir dari apa yang diturunkan kepada Rasulullah Saw.. seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra mengatakan bahwa akhir ayat yang diturunkan adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah.” (An-Nisa: 176) dan surat yang paling akhir diturunkan ialah surat Al-Bara’ah (yakni surat At-Taubah).
Sesungguhnya surat At-Taubah tidak memakai basmalah pada permulaannya, tiada lain karena para sahabat tidak menuliskan basmalah pada permulaannya di dalam mushaful imam (mushaf induk), bahkan mereka dalam hal ini mengikut kepada cara Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a.
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id dan Muhammad ibnu Abu Ja'far. serta Ibnu Abu Addi dan Suhail ibnu Yusuf; mereka mengatakan bahwa Auf ibnu Abu Jamilah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Farisi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas bahwa ia pernah bertanya kepada Usman ibnu Affan, "Apakah yang mendorongmu sengaja membarengkan antara surat Al-Anfal dan surat Al-Bara’ah (At-Taubah) padahal keduanya termasuk surat masani, sehingga jumlah ayat keduanya menjadi dua ratusan, tanpa engkau tuliskan Bismillahir Rahmanir Rahim: di antara keduanya, kemudian engkau letakkan keduanya ke dalam kategori Sab’ut Tiwal (tujuh surat yang panjang-panjang), apakah alasanmu?" Usman menjawab, "Dahulu semasa Rasulullah Saw. masih menerima penurunan surat-surat yang ayat-ayatnya mempunyai bilangan  tertentu, apabila ada sesuatu yang diturunkan kepadanya, maka iapun  memanggil sebagian juru tulis wahyunya, lalu bersabda, 'Letakkanlah ayat ini dalam surat yang ada di dalamnya disebutkan masalah anu dan anu.' Dan surat An-Anfal termasuk surat yang mula-mula diturunkan di Madinah, sedangkan surat Al-Bara’ah (Taubah) termasuk surat Al-Qur'an yang paling akhir diturunkan. Tersebut pula bahwa kisah yang disebutkan di dalam surat Al-Bara’ah mirip dengan kisah yang disebut­kan di dalam surat Al-Anfal. Saya merasa khawatir bila surat Al-Bara’ah ini termasuk bagian dari surat Al-Anfal, karena Rasulullah Saw. diwafatkan, sedangkan beliau belum menjelaskan kepada kami bahwa Al-Bara’ah termasuk bagian dari surat Al-Anfal. Mengingat hal tersebut, maka saya menggandengkan kedua surat tersebut tanpa menuliskan Bismillahir Rahmanir Rahim di antara keduanya, kemudian saya meletakkan keduanya ke dalam kelompok tujuh surat yang panjang-panjang."
Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur lainnya dari Auf Al-A'rabi. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Permulaan dari surat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau kembali dari Perang Tabuk dan mereka dalam keadaan menunaikan haji. Kemudian disebutkan bahwa kaum musyrik di musim haji tahun itu datang pula sebagaimana kebiasaan mereka. Mereka melakukan tawafnya di Baitullah dengan bertelanjang. Maka Nabi Saw. tidak suka berbarengan dengan mereka. Untuk itu, beliau mengirimkan Abu Bakar r.a. sebagai amir haji pada tahun itu, untuk memimpin manasik haji orang-orang muslim, sekaligus untuk memberitahukan kepada kaum musyrik bahwa sesudah tahun itu mereka tidak boleh menunaikan haji lagi. Secara khusus Abu Bakar r.a. ditugaskan oleh Nabi Saw. untuk menyerukan firman Allah Swt. berikut ini kepada semua orang: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya (At-Taubah :1 ); Setelah Abu Bakar kembali ke Madinah, maka Nabi Saw. mengiringkannya dengar Ali Ibnu Abu Talib sebagai utusan khusus dari Nabi Saw., mengingat Ali adalah 'asabah Nabi Saw., seperti yang akan dijelaskan kemudian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ}
Ini adalah pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 1)
Hal ini adalah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya yang ditujukan:
{إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَسِيحُوا فِي الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ}
kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan,
Ulama tafsir berbeda pendapal tentang makna ayat ini. perbedaannya cukup banyak. Sebagian mengatakan bahwa ayat ini ditujukan bagi orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian perdamaian secara mutlak tanpa ikatan waktu. atau mereka yang terikat perjanjian yang masanya kurang dari empat bulan, yang karenanya masa perjanjiannya dilengkapkan menjadi empat bulan. Adapun bagi mereka yang mempunyai perjanjian perdamaian berwaktu, maka batas pemutusannya ialah bila telah habis masa perjanjiannya, berapapun lamanya, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
maka terhadap mereka itu patuhilah janjinya sampai habis waktunya. (At-Taubah: 4)
Juga karena hadis yang akan dikemukakan kemudian.  Pada garis besarnya hadis itu menyatakan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka batas pemutusannya sampai habis masa perjanjiannya."
Pendapat ini merupakan pendapat yang paling baik dan paling kuat.
Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan ia telah meriwayatkan hal ini dari Al-Kalbi, Muhammad Ibnu Ka’ab Al-Qurazi, dan lain-lainnya yang bukan hanya scorang.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan; Allah Swt. memberikan batas waktu selama empat bulan terhadap orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw. Dalam masa itu mereka bebas berjalan di muka bumi dalam keadaan aman. Allah Swt. pun memberikan batas waktu terhadap orang-orang yang tidak mempunyai perjanjian perdamaian sampai dengan berakhir bulan-bulan suci, dimulai dari Hari Raya Kurban sampai dengan lepasnya bulan Muharram, yang seluruhnya berjumlah lima puluh hari. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya apabila bulan Muharram telah habis untuk mengangkat senjata terhadap orang-orang yang tidak mempunyai perjanjian perdamaian dengannya, yaitu dengan memerangi mereka hingga mereka mau masuk Islam. Dan Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya berkaitan dengan orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian dengannya bahwa apabila empat bulan yang telah ditetapkan telah habis, yang permulaannya dimulai dari Hari Raya Kurban dan berakhir sampai dengan tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir, hendaklah ia mengangkat senjata terhadap mereka hingga mereka mau masuk Islam.
Abu Ma'syar Al-Madani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya yang mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Abu Bakar sebagai amir haji pada tahun sembilan Hijriah, dan beliau mengutus Ali ibnu Abu Talib untuk menyampaikan tiga puluh atau empat puluh ayat surat At-Taubah. Maka Ali membacakannya kepada orang-orang, yang isinya tentang pemberian masa tangguh bagi orang-orang musyrik selama empat bulan. mereka dapat berjalan dengan bebas di muka bumi selama itu. Ali ibnu Abu Talib membacakannya kepada mereka pada hari Arafah, bahwa masa penangguhan mereka dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah dan berakhir sampai tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir. Dan Ali membacakannya pula di rumah-rumah mereka, seraya mengatakan bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik menunaikan haji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf sambil telanjang.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 1) Yakni ditujukan kepada Bani Khuza'ah dan Bani Mudlaj serta orang-orang lain yang telah mengadakan perjanjian damai atau selain mereka. Ketika Rasulullah Saw. kembali dari medan Tabuk setelah menyelesai­kan urusannya, lalu beliau berniat untuk menunaikan haji, tetapi beliau Saw. bersabda, ”Akan tetapi, orang-orang musyrik pasti hadir dan akan melakukan tawafnya dengan telanjang, maka saya tidak suka berhaji sebelum hal tersebut ditiadakan." Maka beliau Saw. mengirimkan Abu Bakar dan Ali untuk ber­keliling kepada semua orang di Zul Majaz. di tempat-tempat mereka biasa melakukan perdagangannya dan di semua pasar musiman mereka. Nabi Saw. memerintahkan kepada keduanya bahwa beritahukanlah kepada orang-orang musyrik yang ada dalam ikatan perjanjian, bahwa mereka dalam keadaan aman selama empat bulan secara berturut-turut. dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah berakhir sampai tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir, setelah itu tidak ada lagi perjanjian perdamaian dengan mereka. Dan permaklumatkanlah kepada seluruh kaum musyrik akan keadaan perang terkecuali jika mereka mau beriman. Demikianlah menurut riwayat As-Saddi dan Qatadah.
Az-Zuhri mengatakan bahwa permulaan masa tangguh itu dimulai dari bulan Syawwal dan berakhir pada akhir bulan Muharram. Pendapat ini garib, karena mengapa mereka dihitung mulai dari masa yang hukumnya belum sampai kepada mereka. Sesunguhnya perkara ini hanya baru muncul pada Hari Raya Kurban, yaitu di saat Rasulullah Saw. mempermaklumatkan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

At-Taubah, ayat 3


{وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (3) }

Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik Kemudian jika kalian (kaum musyrik) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagi kalian; dan jika kalian berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.

Firman Allah Swt.:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
(Dan inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah 3)
Yakni pemberitahuan dan pendahuluan peringatan kepada semua orang
{يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ}
pada hari haji akbar. (At-Taubah: 3)
Haji akbar ialah Hari Raya Kurban, yang merupakan hari manasik yang paling utama, paling jelas, dan paling besar di antara hari-hari manasik lainnya.
{أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ}
bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. (At-Taubah: 3)
Yaitu Rasul-Nya berlepas diri pula dari mereka, kemudian Allah menyerukan kepada mereka untuk bertobat kepada-Nya melalui firman-Nya:
{فَإِنْ تُبْتُمْ}
Kemudian jika kalian (kaum musyrik) bertobat. (At-Taubah: 3)
Maksudnya, bertobat dari kemusyrikan dan kesesatan yang biasa kalian kerjakan.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ}
maka bertobat itu lebih baik bagi kalian, dan jika kalian berpaling. (At-Taubah: 3)
Yakni kalian tetap mengerjakan perbuatan kalian yang dahulu.
{فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ}
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan Allah. (At-Taubah: 3)
Bahkan Allah kuasa terhadap kalian, dan kalian berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, berada di bawah keperkasaan dan kehebatan-Nya.
{وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (At-Taubah: 3)
Yaitu di dunia dengan kehinaan dan kekalahan, dan di akhirat dengan gada pemukul dan belenggu-belenggu.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada Kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Al-Lais telah menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Humaid ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan, "Pada musim haji itu Abu Bakar r.a. menyuruhku bergabung dengan orang-orang yang telah dikirim olehnya pada Hari Raya Kurban untuk menyerukan maklumat di Mina, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh haji lagi seorang musyrik pun, dan tidak boleh ada lagi orang yang tawaf di Baitu!lah dengan telanjang." Humaid mengatakan, 'Kemudian Nabi Saw. mengirim dan meme­rintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menyerukan tentang pemutusan hubungan ini." Abu Hurairah mengatakan, "Maka Ali bergabung bersama kami untuk menyerukan pemutusan hubungan ini kepada orang-orang yang ada di Mina pada Hari Raya Kurban, yaitu tidak boleh berhaji lagi seorang musyrik pun sesudah tahun ini, dan tidak boleh lagi ada orang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang."
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula, bahwa telah mencerita­kan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah telah mengatakan, "Abu Bakar mengirimku bersama orang-orang yang ditugaskannya untuk menyerukan permaklumatan di Mina, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi seorang musyrik pun melakukan haji, dan tidak boleh lagi ada seseorang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang." Hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban, sesungguhnya hari ini disebut 'akbar' karena sebagian orang ada yang membuat istilah 'haji asgar" Maka Abu Bakar menyerukan hal tersebut kepada semua orang pada tahun itu. sehingga pada tahun haji wada' —yang pada tahun itu Rasulullah Saw. melakukan ibadah hajinya— tidak ada lagi seorang musyrik pun yang melakukan haji.
Demikianlah lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam Kitabul Jihad-nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar dari Az-Zuhri dari Ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 1) Bahwa Nabi Saw. di masa Perang Hunain melakukan umrah dan Ji'ranah, kemudian memerintahkan Abu Bakar mempermaklumatkan pemutusan itu pada musim haji tahun itu juga. Ma'mar mengatakan, Az-Zuhri berkata bahwa Abu Hurairah telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pemutusan hubungan tersebut di tahun itu di mana Abu Bakar mengerjakan hajinya. Abu Hurairah mengatakan, "Kemudian Nabi Saw. mengirimkan Ali untuk menyerukan permaklumatan yang sama, sedangkan Abu Bakar menyerukan permaklumatan itu dalam musim haji seperti apa yang diperintahkan kepadanya."
Teks hadis ini mengan­dung garabah bila ditinjau dari segi bahwa amir haji di tahun umrah Ji'ranah sebenarnya adalah Attab ibnul Usaid, sedangkan Abu Bakar hanya menjadi amir haji pada tahun kesembilan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Muharriz ibnu Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa ia bersama Ali ibnu Abu Talib, ketika Rasulullah Saw. mengutusnya untuk menyerukan pemutusan hubungan kepada penduduk Mekah. Muharriz bertanya, "Apakah yang kamu serukan?" Abu Hurairah menjawab, "Kami menyerukan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang beriman, dan tidak boleh ada orang yang telanjang melakukan tawaf di Baitullah. Dan barang siapa yang antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka masa penangguh­annya sampai dengan empat bulan. Apabila empat bulan telah berlalu, maka sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Dan sesudah tahun ini tidak boleh ada lagi seorang musyrik melakukan haji." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya bahwa ia terus-menerus menyerukan permaklumatan tersebut hingga suaranya serak. Asy-Sya'bi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muharriz ibnu Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa ia bersama Ali ibnu Abu Talib ketika Nabi Saw. mengutusnya untuk menyerukan permaklumatan itu. Apabila suara Ali telah serak, maka dialah yang menggantikannya. Muharriz bertanya, "Apa sajakah yang kamu serukan? Abu Hurairah menjawab, "Empat perkara, yaitu tidak boleh ada lagi orang yang telanjang melakukan tawaf di Baitullah, dan barang siapa yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah Saw maka Keamanannya berakhir sampai habis masa perjanjiannya, dan tidak dapat masuk surga kecuali orang yang beriman, dan sesudah tahun ini tidak boleh ada lagi orang musyrik yang melakukan haji."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari Asy-Sya'bi, dan Syu'bah telah meriwayatkannya dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi dengan sanad yang sama, hanya saja di dalam riwayatnya disebutkan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka batas perjanjiannya berakhir setelah lewat empat bulan, hingga akhir hadis." Ibnu Jarir mengatakan, ”Aku merasa khawatir bila hal ini merupakan ilusi dari sebagian yang aku nukil, mengingat berita tentang masalah ini cukup banyak perselisihannya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ، عَنْ سِماك، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ بِ"بَرَاءَةَ" مَعَ أَبِي بَكْرٍ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَا الْحُلَيْفَةِ قَالَ: "لَا يُبَلِّغُهَا إِلَّا أَنَا أَوْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي". فَبَعَثَ بِهَا مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sammak, dari Anas ibnu Malik r.a.. bahwa Rasulullah Saw. mengutusnya bersama Abu Bakar untuk mempermaklumatkan seruan ini. Ketika Rasulullah Saw. sampai di Zul Hulaifah, beliau bersabda, "Tiada yang pantas menyampaikannya kecuali seorang lelaki dari kalangan ahli baitku." Maka beliau Saw. mengutus Ali ibnu Abu Talib r.a. untuk menyerukannya.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir, dari Bandar, dari Affan dan Abdus Samad —keduanya dari Hammad ibnu Salamah— dengan lafaz yang semisal. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini yang dari Anas r.a. berpredikat garib.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ -لُوَين -حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَابِرٍ، عَنْ سِمَاكٍ، عَنْ حَنَش، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَشْرُ آيَاتٍ مِنْ "بَرَاءَةَ" عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ، فَبَعَثَهُ بِهَا لِيَقْرَأَهَا عَلَى أَهْلِ مَكَّةَ، ثُمَّ دَعَانِي فَقَالَ (9) أَدْرِكْ أَبَا بَكْرٍ، فَحَيْثُمَا لَحِقْتَهُ فَخُذِ الْكِتَابَ مِنْهُ، فَاذْهَبْ إِلَى أَهْلِ مَكَّةَ فَاقْرَأْهُ عَلَيْهِمْ". فَلَحِقْتُهُ بالجُحْفة، فَأَخَذْتُ الْكِتَابَ مِنْهُ، وَرَجَعَ أَبُو بَكْرٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَزَلَ فِيَّ شَيْءٌ؟ فَقَالَ: "لَا وَلَكِنَّ جِبْرِيلَ جَاءَنِي فَقَالَ: لَنْ يُؤَدِّيَ عَنْكَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ رَجُلٌ مِنْكَ"
Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Lawin, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir, dari Sammak ibnu Hanasy, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa ketika diturunkan sepuluh ayat dari surat Bara’ah kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. memanggil Abu Bakar dan mengutusnya untuk membacakan ayat-ayat tersebut kepada penduduk Mekah. Kemudian Nabi Saw. memanggil Ali dan bersabda, "Susullah Abu Bakar. Manakala kamu menyusulnya, maka ambillah surat itu darinya, lalu pergilah ke Mekah dan bacakanlah isinya kepada mereka!" Ali melanjutkan kisahnya, bahwa ia menyusul Abu Bakar ketika ia berada di Juhfah. Lalu ia mengambil surat itu dari tangan Abu Bakar, sedangkan Abu Bakar sendiri kembali kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah telah diturunkan sesuatu mengenai diriku?" Nabi Saw. menjawab, "Tidak, tetapi Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa tiada yang layak untuk menjadi gantimu kecuali engkau sendiri atau seseorang dari kalangan ahli baitmu."
Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena makna yang dimaksud bukanlah Abu Bakar r.a. kembali pada saat itu juga setelah suratnya diambil alih oleh Ali, melainkan ia kembali sesudah menunaikan manasik yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk memimpinnya dan dia sebagai amirnya, seperti apa yang akan diterangkan di dalam riwayat yang lain.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَيْضًا: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ أَسْبَاطِ بن نصر، عن سماك، عَنْ حَنَشٍ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم حِينَ بَعَثَهُ بِ"بَرَاءَةَ" قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنِّي لَسْتُ بِاللَّسِنِ وَلَا بِالْخَطِيبِ، قَالَ: "مَا بُدُّ لِي أَنْ أَذْهَبَ بِهَا أَنَا أَوْ تَذْهَبَ بِهَا أَنْتَ". قَالَ: فَإِنْ كَانَ وَلَا بدَّ فَسَأَذْهَبُ أَنَا. قَالَ: "انْطَلِقْ فَإِنَّ اللَّهَ يُثَبِّتُ لِسَانَكَ وَيَهْدِي قَلْبَكَ". قَالَ: ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى فِيهِ
Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal telah meriwayatkan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hammad. dari Asbat ibnu Nasr, dari Sammak, dari Hanasy, dari Ali r.a.. bahwa ketika Rasulullah Saw. mengutusnya untuk menyerukan pemutusan hubungan, ia berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bukan ahli bicara dan bukan pula ahli berkhotbah." Nabi Saw. bersabda, ”Seharusnya aku sendiri yang menyampaikannya atau kamu yang menyampaikannya." Ali berkata, ”Jika merupakan keharusan, maka saya akan berangkat." Nabi Saw. bersabda, "Berangkat­lah, sesungguhnya Allah akan meneguhkan lisanmu dan memberikan petunjuk ke hatimu." Nabi Saw. mengatakan demikian seraya meletak­kan tangannya ke mulut Ali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Yasig (seorang lelaki,  dari Hamdan. bahwa kami pernah bertanya kepada Ali, "Misi apakah yang pernah engkau bawa?", yakni di saat Nabi Saw. mengutusnya bersama Abu Bakar dalam musim haji itu. Ali menjawab, "Saya diutus untuk menyampaikan empat perkara, yaitu: Tidak akan masuk surga kecuali  jiwa yang beriman, tidak boleh ada lagi orang yang melakukan tawaf dengan telanjang. Dan barang siapa yang antara dia dengan Nabi Saw. terdapat perjanjian, maka batas keamanannya sampai habis masa perjanjiannya. Dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang yang musyrik mengerjakan haji."
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qilabah, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Syu'bah meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dan dia mengatakan bahwa Zaid ibnu Asyal orangnya dicurigai dalam periwayatannya.
As-Sauri meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari sebagian teman-temannya, dari Ali r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah. dari Zakariya, dari Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Yasig, dari Ali yang mengatakan, "Rasulullah Saw. ketika diturunkan kepadanya surat Bara’ah mengutusku untuk menyerukan empat perkara yaitu tidak boleh lagi ada orang yang melakukan tawafnya dengan telanjang, dan tidak boleh mendekati Masjidil Haram seorang musyrik pun sesudah tahun ini. Dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka batasnya sampai habis masa perjanjiannya. Dan tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Abdul Ala, dari Ibnu Saur dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan.”Saya pernah diutus untuk menyampaikan empat perkara, hingga akhir hadis."
Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Yasig yang mengatakan bahwa setelah surat Bara’ah diturunkan, Rasulullah Saw. mengutus Abu Bakar, kemudian mengutus pula Ali untuk mengganti­kannya, maka Alilah yang menggantikannya. Ketika Abu Bakar kembali, ia bertanya, ”Apakah telah diturunkan sesuatu mengenai diriku?" Nabi Saw bersabda.” Tidak, tetapi aku diperintahkan untuk menyampaikan­nya sendiri atau oleh seorang lelaki dari kalangan ahli baitku." Ali pergi menemui penduduk Mekah dan menyerukan empat perkara itu kepada mereka, "Sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik memasuki Mekah, tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang, tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman, dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka batasnya adalah bila habis masa perjanjiannya."
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Hakim ibnu Abbad ibnu Hanif, dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnul Husain ibnu Ali yang mengatakan bahwa ketika surat Bara’ah diturunkan kepada Rasulullah Saw. yang saat itu beliau telah mengutus Abu Bakar untuk memimpin haji orang-orang di tahun itu. dikatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, sebaiknya engkau mengirimkan utusan kepada Abu Bakar." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak pantas menjadi waliku kecuali hanya seseorang dari ahli baitku." Kemudian Nabi Saw. memanggil Ali dan bersabda, "Berangkatlah kamu dengan membawa kisah dari surat Bara’ah ini dan serukanlah kepada semua orang pada Hari Raya Kurban bila mereka telah ber­kumpul di Mina, bahwa tidak akan masuk surga orang yang kafir, tidak boleh haji lagi seorang musyrik pun sesudah tahun ini, dan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf di Baitullah dengan telanjang.  Dan Barang siapa yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw., maka masa tangguhnya sampai berakhirnya masa perjanjiannya." Maka Ali berangkat dengan mengendarai unta Rasulullah Saw. yang diberi nama Al-Adba, hingga menyusul Abu Bakar di tengah perjalanannya. Lalu Abu Bakar bertanya, "Apakah engkau datang sebagai pemerintah ataukah sebagai orang yang diperintah?" Ali men­jawab, "Tidak, bahkan saya datang sebagai orang yang diperintah." Lalu keduanya melanjutkan perjalanannya. Maka Abu Bakar memimpin ibadah haji orang-orang pada tahun itu di tempat-tempat yang biasa mereka lakukan manasik haji di masa Jahiliahnya. Kemudian ketika Hari Raya Kurban tiba, Ali berdiri, lalu mempermaklumatkan seruan yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. Ia mengatakan, "Hai manusia, sesungguhnya tidak akan masuk surga orang yang kafir, dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik menunaikan haji, dan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf dengan telanjang; dan barang siapa yang mempunyai perjanjian per­damaian dengan Rasulullah Saw., maka batas penangguhannya ialah sampai habis masa perjanjiannya." Sesudah tahun itu tidak ada lagi orang musyrik yang menunaikan haji, tidak ada pula orang yang tawaf dengan telanjang. Kemudian keduanya kembali kepada Rasulullah Saw. Hal tersebut merupakan pemutusan hubungan terhadap orang-orang musyrik dan orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian yang tak terikat dengan waktu maupun yang terikat dengan waktu sampai masa yang ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah dan Abdullah ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sakhr, bahwa dia pernah mendengar Abu Mu'awiyah Al-Bajali (seorang ulama Kufah) mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abus Sahba Al-Bakri bercerita bahwa ia pernah bertanya kepada Ali tentang hari haji akbar. Ali menjawab, "Rasulullah Saw. mengutus Abu Bakar ibnu Abu Quhafah untuk memimpin ibadah haji orang-orang (kaum muslim), dan Nabi Saw. mengutusku bersamanya dengan membawa empat puluh ayat dari surat Bara’ah. Ketika berada di Arafah Abu Bakar berkhotbah kepada semua orang di hari Arafah. Setelah menyelesaikan khotbahnya, ia menoleh ke arahku dan berkata, 'Berdirilah, hai Ali, sampaikanlah risalah dari Rasulullah Saw. itu.' Aku bangkit dan membacakan kepada mereka empat puluh ayat dari surat Bara’ah. Setelah itu kami berangkat dan mendatangi Mina, lalu aku melempar jumrah, menyembelih kurban, dan selanjutnya memotong rambut. Aku menyadari bahwa tidak semua orang yang berkumpul di hari Arafah menghadiri khotbah Abu Bakar itu. Maka aku berkeliling ke seluruh perkemahan seraya membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka dari satu kemah ke kemah yang lain. Karena itulah kalian menduga bahwa hal itu terjadi pada Hari Raya Kurban, padahal tidak, melainkan pada hari Arafah."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Juhaifah tentang hari haji akbar. Kemudian dijawab bahwa hari itu adalah hari Arafah. Ia bertanya, "Apakah hal itu dari dirimu sendiri ataukah dari sahabat Nabi Muhammad Saw.?" Abu Juhaifah menjawab bahwa semuanya mengatakan demikian.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, dari Ata yang mengatakan bahwa hari haji akbar ialah hari Arafah.
Amr ibnul Walid As-Sahmi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syihab ibnu Abbad Al-Basri, dari ayahnya yang mengata­kan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab mengatakan, "Hari ini adalah hari Arafah, hari ini adalah hari haji akbar, maka jangan sekali-kali ada seseorang yang melakukan puasa padanya." Perawi (Syibah ibnu Abbad Al-Basri) melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mengerjakan haji sesudah ayahnya dan mendatangi Madinah, lalu menanyakan tentang penduduknya yang paling utama. Orang-orang Madinah menjawab bahwa dia adalah Sa'id ibnul Musayyab. Maka saya (perawi) datang kepadanya dan bertanya, "Sesungguh­nya saya telah bertanya kepada mereka tentang penduduk Madinah yang paling utama, ternyata mereka mengatakan Sa'id ibnul Musayyab, maka ceritakanlah kepadaku tentang puasa hari Arafah." Sa'id ibnul Musayyab menjawab, "Aku akan menceritakan kepada­mu tentang apa yang telah dikatakan oleh orang-orang yang lebih utama  daripada diriku sebanyak seratus kali lipat. Dia adalah Umar atau Ibnu Umar, bahwa dia telah melarang melakukan puasa pada hari Arafah, dan dia mengatakan bahwa hari Arafah adalah hari haji akbar."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abdullah ibnuz Zubair, Mujahid, Ikrimah, dan Tawus, bahwa mereka telah mengatakan bahwa hari Arafah adalah hari haji akbar.
Sehubungan dengan hal ini terdapat sebuah hadis mursal yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij.
أُخْبِرْتُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمة أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ يَوْمَ عَرَفَةَ، فَقَالَ: "هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Ia telah menceritakan dari Muhammad ibnu Qais, dari Ibnu Makhramah, bahwa pada hari Arafah Rasulullah Saw. berkhotbah, yang antara lain mengatakan: Hari ini adalah hari haji akbar.
Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Ibnu Juraij:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ المِسْوَر بْنِ مَخْرَمَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ خَطَبَهُمْ بِعَرَفَاتٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ".
dari Muhammad ibnu Qais. dari Al-Miswar ibnu Makhramah. dari Rasululllah Saw., bahwa beliau berkhotbah kepada mereka di Arafah. Pada pembukaannya beliau membaca hamdalah dan pujian kepada-Nya, setelah itu beliau bersabda: Amma’ ba'du, sesungguhnya hari ini adalah hari haji akbar.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada Hari Raya Kurban.
Hasyim telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa hari haji akbar adalah Hari Raya Kurban.
Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari Al-Haris Al-A'war, bahwa ia pernah bertanya kepada Ali r.a. tentang hari haji akbar, maka Ali menjawab bahwa hari haji akbar adalah Hari Raya Kurban.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, ia pernah mendengar Yahya ibnul Jazzar menceritakan dari Ali r.a. bahwa pada Hari Raya Kurban ia keluar dengan mengendarai bagal putihnya menuju Al-Jibanah. Tiba-tiba ada seorang lelaki datang yang langsung memegang tali kendali bagal kendaraannya dan menanyakan kepadanya tentang hari haji  akbar. Maka Ali menjawab, "Hari haji akbar ialah harimu sekarang ini. Lepaskanlah kendaraanku!"
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan, dari Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abdullah ibnu Abu Aufa, bahwa ia telah mengatakan, "Hari haji akbar adalah Hari Raya Kurban." Syu'bah dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Umair dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan lain-lainnya, dari Asy-Syaibani, dari Abdullah ibnu Abu Aufa.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Sinan yang menceritakan bahwa Al-Mugirah ibnu Syu'bah berkhotbah kepada kami pada Hari Raya Kurban di atas unta kendaraannya. Ia antara lain mengatakan.”Hari ini adalah Hari Raya Kurban, dan hari ini adalah Hari Raya Adha. dan hari ini adalah hari haji akbar."
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sammak, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas: ia pernah mengatakan bahwa hari akbar adalah Hari Raya Kurban. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Juhaifah, Sa'id ibnu Jubair, Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had,Nafi' ibnu Jubair ibnu Mut'im, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Ikrimah, Abu Ja'far Al-Baqir, Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam; mereka semuanya telah mengatakan bahwa hari haji akbar ialah Hari Raya Kurban. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Dalam hadis yang terdahulu dari Abu Hurairah yang ada di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan bahwa Abu Bakar mengirim mereka pada Hari Raya Kurban untuk menyerukan permaklumatan ini di Mina.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis-hadis yang menceritakan­nya, antara lain ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir;
حَدَّثَنِي سَهْلُ بْنُ مُحَمَّدٍ السِّجِسْتَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو جَابِرٍ الْحَرَمِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ الْغَازِ الْجُرَشِيُّ-عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ عِنْدَ الْجَمَرَاتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، فَقَالَ: "هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Muhammad Al-Hassani, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Al-Harbi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnul Gazi Al-Jarasyi, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa pada Hari Raya Kurban Nabi Saw. berdiri di tempat pelemparan jumrah, yaitu pada haji wada'. Lalu beliau Saw. bersabda: Hari ini adalah hari haji akbar.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih melalui hadis Abu Jabir yang nama aslinya Muhammad ibnu Abdul Malik dengan sanad yang sama.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula melalui hadis Al-Walid ibnu Muslim, dari Hisyam ibnul Gazi dengan sanad yang sama. Kemudian ia meriwayat­kannya pula melalui hadis Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Nazi' dengan sanad yang sama.
قَالَ شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة عَنْ مُرَّةَ الهَمْداني، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَاقَةٍ حَمْرَاءَ مُخَضْرَمَةٍ، فَقَالَ: "أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ يَوْمُكُمْ هَذَا؟ " قَالُوا: يَوْمُ النَّحْرِ. قَالَ: "صَدَقْتُمْ، يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Murrah, dari Murrah Al-Hamdani, dari seorang sahabat Rasulullah Saw. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri di atas kendaraan unta merahnya di antara mereka, lalu bersabda: "Tahukah kalian, hari apakah yang kalian jalani sekarang?” Mereka menjawab, "Hari ini adalah Hari Raya Kurban.” Rasulullah Saw. bersabda, "Kalian benar, hari ini adalah hari haji akbar."
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيع، حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا كَانَ ذَلِكَ الْيَوْمُ، قَعَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَعِيرٍ لَهُ، وَأَخَذَ النَّاسُ بِخِطَامِهِ -أَوْ: زِمَامِهِ -فَقَالَ: "أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قَالَ: فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ، فَقَالَ: "أَلَيْسَ هَذَا يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai". telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah. dari ayahnya yang mengatakan bahwa pada hari itu Rasulullah Saw. berdiri di atas unta kendaraannya, sedangkan orang-orang memegang tali kendalinya. Lalu beliau bertanya, "Hari apakah hari ini?" Kami diam, sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama selain nama lazimnya. Lalu beliau bersabda: Bukankah hari ini adalah hari haji akbar?
Sanad hadis ini sahih, pokok hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahih.
Abul Ahwas telah meriwayatkan dari Syabib, dari Urwah, dari Sulaiman ibnu Amr ibnul Ahwas dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. dalam haji wada'-nya bersabda, "Hari apakah sekarang?" Mereka menjawab, "Hari ini adalah hari haji akbar."
Dari Sa'id ibnul Musayyab, disebutkan bahwa ia telah mengatakan, "Hari haji akbar ialah hari kedua dari Hari Raya Kurban." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Mujahid mengatakan bahwa hari haji akbar adalah semua hari haji. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Ubaid.
Sufyan mengatakan bahwa hari haji, hari Perang Jamal, dan hari Perang Siffin, semuanya terjadi dalam hari-hari haji.
Sahl As-Siraj mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri pernah ditanya mengenai hari haji akbar, maka ia menjawab, "Mengapa kalian menanya­kan tentang haji akbar? Hari haji akbar ialah hari ketika Abu Bakar diangkat oleh Rasulullah Saw. menjadi amir haji untuk memimpin haji kaum muslim." Demikianlah menurut riwayat ibnu Abi Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ibnu Aun, bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad (yakni Ibnu Sirin) tentang hari haji akbar. Maka Ibnu Sirin menjawab, "Hari haji akbar ialah suatu hari yang bertepatan dengan hari Rasulullah Saw. mengerjakan ibadah haji dan berhaji pula seluruh penduduk Badui (daerah pedalaman)."

At-Taubah, ayat 4


{إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (4) }

kecuali orang-orang musyrik yang kalian telah mengadakan perjanjian  (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) kalian dan tidak (pula) mereka membantu orang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itupenuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa

Hal ini merupakan pengecualian bagi masa tangguh yang batas maksimalnya adalah empat bulan, berlaku bagi orang yang telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw. secara mutlak tanpa dibatasi dengan waktu tertentu. Selama itu orang yang bersangkutan boleh dengan bebas berjalan di muka bumi untuk menyelamatkan dirinya. Terkecuali bagi orang yang mempunyai per­janjian terikat dengan waktu, maka masa tangguhnya ialah bila masa perjanjiannya telah habis.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis-hadis yang menyatakan bahwa 'orang yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan Rasulullah, maka masa tangguhnya ialah bila masa perjanjian telah habis'. Demikian itu dengan syarat, yaitu hendaknya orang yang bersangkutan tidak merusak janjinya dan tidak membantu seseorang yang bermusuhan dengan kaum muslim, yakni tidak bersekongkol dengan musuh kaum muslim yang dari selain kalangan mereka untuk memerangi kaum muslim. Maka jenis orang-orang inilah yang harus ditunaikan jaminan dan keamanannya sesuai dengan perjanjian terhadapnya, sampai masa berlaku perjanjian dengannya habis. Karena itulah Allah Swt. menganjurkan kepada kaum muslim untuk memenuhi perjanjian tersebut melalui firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 4)

At-Taubah, ayat 5


{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5) }

Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang  musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai makna yang dimaksud dari 'bulan-bulan haram' dalam ayat ini. Ibnu Jarir berpendapat, yang dimaksud dengan bulan-bulan haram di sini adalah seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah, 36), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut Abu Ja'far Al-Baqir, tetapi Ibnu Jarir mengatakan bahwa akhir dari bulan-bulan haram bagi mereka adalah bulan Muharram. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini bersumberkan dari apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu AbuTalhah, dari ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ad-Dahhak, tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ditinjau dan segi teksny a berasal dari riwayat Al-Aufi dari dia (Ibnu Abbas), yakni bukan melalui Ad-Dahhak.
Pendapat yang sama dikatakan oleh Mujahid, Amr ibnu Syu'aib, Muhammad ibnu Ishaq. Qatadah, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. bahwa y ang dimaksud ialah bulan-bulan kemudahan bagi orang-orang musyrik yang lamanya empat bulan. Hal ini di-nas-kan di dalam firman-Nya:
{فَسِيحُوا فِي الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ}
Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan. (At-Taubah: 2)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ}
Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu. (At-Taubah: 5)
Artinya, apabila telah habis masa empat bulan yang Kami haramkan bagi kalian memerangi orang-orang musyrik di masa-masa tersebut sebagai masa tangguh dari Kami buat mereka, maka di mana saja kalian jumpai mereka, bunuhlah mereka. Penyebutan kembali lafaz al-asyhurul hurum dalam ayat ini lebih baik daripada seandainya dirujukkan dengan memakai damir. Kemudian sehubungan dengan empat bulan Haram (suci) ini, kelak akan diterangkan hukum-hukumnya pada ayat lain sesudah At-Taubah ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ}
maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5)
Yakni di kawasan mana saja mereka berada. Pengertian ayat ini umum. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, keumuman makna di-takhsis oleh hukum haram melakukan perang di Tanah Suci, yaitu oleh firman-Nya:
{وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ}
dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. (Al-Baqarah: 191)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَخُذُوهُمْ}
dan tangkaplah mereka. (At-Taubah: 5)
Maksudnya, tawanlah mereka. Dengan kata lain, jika kalian ingin membunuh mereka, kalian boleh membunuhnya; dan jika kalian ingin menahan mereka, kalian boleh menahan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ}
Kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat pengintaian. (At-Taubah: 5)
Yakni janganlah kalian merasa puas hanya dengan keberadaan kalian di mata mereka, tetapi kepunglah mereka di benteng-benteng dan tempat-tempat perlindungannya, dan intailah mereka di jalan-jalan yang biasa mereka lalui, hingga bumi yang luas ini terasa sempit bagi mereka, dan akhirnya mereka terpaksa harus berperang melawan kalian atau masuk Islam.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 5)
Karena itulah Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a. memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat dengan berpegang kepada ayat yang mulia ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna sebagai dalilnya. Ayat ini mengharamkan memerangi mereka dengan syarat bila mereka mau melakukan perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu masuk Islam dan menunaikan semua kewajibannya.
Pada permulaannya disebutkan hal yang paling tinggi di antara kewajiban-kewajiban tersebut, kemudian menyusul yang di bawahnya. Karena sesungguhnya Rukun Islam yang paling mulia sesudah membaca kedua kalimah syahadat ialah salat yang merupakan hak Allah Swt. Sesudah itu menunaikan zakat yang merupakan pertolongan buat orang-orang miskin dan orang-orang yang memerlukan bantuan. Hal ini merupakan perbuatan mulia yang berkaitan dengan makhluk. Untuk itulah salat dan zakat sering disebutkan secara bergandengan.
Di dalam kitab Sahihain dari Ibnu Umar r.a., dari Rasulullah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ"
Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang hingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, dan menunai­kan zakat.
Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan, "Kalian diperintahkan untuk mendirikan salat dan menunaikan zakat. Barang siapa yang tidak mau menunaikan zakat, maka salatnya tidak diterima."
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah tidak mau menerima salat kecuali dengan zakat. Dan ia mengatakan, "Semoga Allah merahmati Abu Bakar, alangkah mendalamnya ilmu fiqihnya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، أَنْبَأَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَاسْتَقْبَلُوا قِبْلَتَنَا، وَأَكَلُوا ذَبِيحَتَنَا، وَصَلُّوا صَلَاتَنَا، فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْنَا دِمَاؤُهُمْ وَأَمْوَالُهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، لَهُمْ مَا لِلْمُسْلِمِينَ، وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَيْهِمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mereka menghadap ke arah kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan mengerjakan salat kami, maka sesungguhnya telah diharamkan bagiku darah dan harta benda mereka kecuali menurut haknya; mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslim.
Imam Bukhari di dalam kitab Sahih-nya dan ahlus sunan —kecuali Ibnu Majah—telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ وَاصِلٍ الْأَسَدِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ [عَنْ أَنَسٍ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "من فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ وَحْدَهُ، وَعِبَادَتِهِ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَارَقَهَا وَاللَّهُ عَنْهُ رَاضٍ"
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Wasil Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan ikhlas kepada Allah semata dan menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, maka ia meninggal dunia sedangkan Allah rida kepadanya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berpegang kepada agama Allah yang didatangkan serta disampaikan oleh para rasul dari Tuhan mereka sebelum terjadi kekacauan dan perbedaan kecenderungan (yakni sebelum diubah oleh para pengikutnya sepeninggal mereka). Hal yang membenarkan hal tersebut ada di dalam Kitabullah pada bagian yang paling akhir diturunkan, yaitu firman-Nya:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ}
Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. (At-Taubah: 5)
Tobat mereka menghentikan penyembahan semua berhala, lalu beribadah (menyembah) Tuhan mereka (yakni Allah), mendirikan salat dan menunaikan zakat, kemudian Allah Swt. berfirman di dalam ayat lain:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ}
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. (At-Taubah: 11)
Ibnu Murdawaih dan Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi telah meriwayatkannya di dalam Kitabus Salat-nya bahwa telah mencerita­kan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Jafar Ar-Razi dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Ayat yang mulia ini disebut ayat saif '(ayat perang) yang dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa ayat ini me-mansukh semua perjanjian perdamaian antara Nabi Saw. dan semua orang dari kalangan kaum musyrik, begitu pula semua transaksi dan semua batas masa perjanjian.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa tidak ada lagi perjanjian dan tidak ada lagi jaminan terhadap seorang pun dari kalangan kaum musyrik sejak surat Bara’ah diturunkan dan berlalunya bulan-bulan haram (suci). Sedangkan masa tangguh bagi orang musyrik yang mempunyai perjanjian perdamaian sebelum diturunkan surat Bara’ah ialah empat bulan, dimulai sejak dipermaklumatkan surat Bara’ah sampai dengan tanggal sepuluh dari permulaan bulan Rabi'ul Akhir.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan makna ayat ini, bahwa Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk mengangkat senjata terhadap orang-orang yang telah mengadakan perjanjian perdamaian dari kalangan kaum musyrik jika mereka tidak mau masuk Islam, dan terhadap orang-orang yang berani merusak dan melanggar perjanjian serta jaminannya, dan menghapuskan syarat yang pertama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Musa Al-Ansari yang mengatakan bahwa Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan, "Ali ibnu Abu Talib pernah menceritakan bahwa Nabi Saw. telah mengirimkan empat pedang. Pedang yang pertama ditujukan terhadap orang-orang musyrik Arab." Allah Swt. berfirman: maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara ringkas.
Menurut kami, pedang yang kedua ditujukan untuk memerangi kaum Ahli Kitab, karena Allah Swt. telah berfirman:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29)
Pedang yang ketiga untuk memerangi orang-orang munafik, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu. (At-Taubah: 73), hingga akhir ayat.
Pedang yang keempat untuk memerangi para pemberontak, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. (Al-Hujurat: 9)
Kemudian ulama tafsir berbeda pendapat tentang ayat saif ini. Menurut Ad-Dahhak dan As-Saddi, ayat saif ini dimansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً}
dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. (Muhammad: 4)
Tetapi Qatadah berpendapat sebaliknya.

At-Taubah, ayat 6


{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ (6) }

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.

Allah Swt. berfirman mengingatkan Nabi-Nya:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu. (At-Taubah : 6)
Yakni di antara orang-orang yang Aku perintahkan kamu untuk memera­ngi mereka dan Aku halalkan kepadamu jiwa dan harta benda mereka.
{اسْتَجَارَكَ}
meminta perlindungan kepadamu. (At-Taubah: 6)
Maksudnya, meminta keamanan kepadamu, maka perkenankanlah permintaannya hingga ia sempat mendengar Kalamullah, yakni Al-Qur'an yang engkau bacakan kepadanya dan kamu ingatkan dia tentang sesuatu dari perkara agama yang menegakkan hujah Allah atas dirinya.
{ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ}
kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. (At-Taubah: 6)
Yaitu antarkanlah dia sampai ke tempat yang aman hingga ia dapat kembali ke tanah airnya dan dapat pulang ke rumahnya penuh rasa aman.
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ}
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (At-Taubah: 6)
Artinya, sesungguhnya Kami syariatkan memberikan keamanan kepada mereka agar mereka mengetahui agama Allah dan agar seruan Allah tersebar di kalangan semua hamba-Nya.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa "seseorang yang datang kepadamu untuk mendengarkan apa yang kamu katakan dan apa yang diturunkan kepadamu, maka dia dalam keadaan aman hingga ia sampai kepadamu, lalu kamu perdengarkan Kalamullah kepadanya. Setelah itu kamu mengantarkannya pulang sampai ke tempat yang aman".
Karena itulah maka Rasulullah Saw. selalu memberikan jaminan keamanan kepada orang yang datang kepadanya untuk meminta petunjuk atau sebagai delegasi. Hal ini seperti yang terjadi pada hari Perjanjian Hudaibiyyah. Pada hari itu datang sejumlah delegasi dari kalangan Quraisy, antara lain Urwah ibnu Mas’ud, Mukarriz Ibnu Hafs, Suhail ibnu Amr, dan yang lainnya. Mereka datang bolak-balik seorang demi seorang untuk menyelesaikan perkara antara Nabi Saw. dan kaum musyrik.
Maka mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri pengagungan dan penghormatan kaum muslim kepada Rasulullah Saw. yang membuat mereka merasa terpana, karena hal semisal belum pernah mereka lihat pada seorang raja pun, juga belum pernah pada seorang kaisar pun. Lalu mereka kembali kepada kaumnya dan menceritakan segala sesuatu yang telah mereka saksikan itu. Maka hal tersebut dan faktor lainnya merupakan penyebab bagi masuknya hidayah di kalangan mayoritas dari mereka.
Sehubungan dengan hal ini pula pernah datang seorang utusan dari pihak Musailamah Al-Kazzab kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya,
"أَتَشْهَدُ أَنَّ مُسَيْلِمَةَ رَسُولُ اللَّهِ؟ " قَالَ: نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ عُنُقَكَ"
"Apakah kamu bersaksi bahwa Musailamah itu adalah seorang utusan Allah?" Utusan itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Seandainya utusan (delegasi) itu dapat (boleh) dibunuh, niscaya aku akan memenggal lehermu.
Tetapi Allah telah menakdirkan lelaki itu untuk dipenggal kepalanya, yaitu terjadi di saat Abdullah ibnu Mas'ud menjadi amir Kufah. Mantan utusan Musailamah itu dikenal dengan nama Ibnun Nawwahah. Di masa ibnu Mas'ud, ia muncul dan bersaksi bahwa Musailamah adalah seorang rasul. Maka Ibnu Mas'ud memanggilnya. Setelah datang, lalu ia ditanya, "Sesungguhnya sekarang engkau bukan lagi sebagai utusan." Maka Ibnu Mas'ud memerintahkan agar ia dihukum mati, lalu, dipenggallah kepalanya.
Kesimpulan, barang siapa yang datang dari kawasan musuh ke dalam kawasan Islam untuk menyampaikan suatu pesan sebagai seorang delegasi, untuk keperluan berniaga, untuk meminta perdamaian, gencatan senjata, membawa jizyah, atau untuk keperluan lainnya. Lalu ia meminta jaminan keamanan kepada imam atau wakilnya, maka ia diberi jaminan keamanan selagi masih bertugas di kawasan Islam dan hingga ia sampai ke tempat yang aman baginya.
Tetapi ulama mengatakan bahwa ia tidak diizinkan tinggal di negeri Islam dalam masa satu tahun, tetapi diperbolehkan untuk tinggal dalam batas maksimal empat bulan. Adapun mengenai masa tinggal yang lebih dari empat bulan, tetapi kurang dari satu tahun, menurut Imam Syafii dan lain-lainnya ada dua pendapat mengenainya.

At-Taubah, ayat 7


{كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِ إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (7) }

Tidak mungkin ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya terhadap orang-orang musyrik, kecuali orang-orang yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram, maka selama mereka berlaku lurus terhadap kalian, hendaklah kalian berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

Allah Swt. menjelaskan hikmah pemutusan hubungan dengan kaum musyrik dan memberikan masa tangguh selama empat bulan kepada mereka. Sesudah itu pedang yang bicara terhadap mereka di mana pun mereka dijumpai. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ}
Tidak mungkin ada perjanjian (aman) terhadap orang-orang musyrik. (At-Taubah: 7)
Yakni jaminan keamanan dan membiarkan mereka bebas dengan kemusyrikannya kepada Allah Swt., juga kafir kepada-Nya dan Rasul-Nya.
{إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
kecuali orang-orang yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram. (At-Taubah: 7)
Yaitu pada hari Hudaibiyyah, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ} الْآيَةَ
Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kalian dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan)fjya. (Al-Fath: 25), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ}
maka selama mereka berlaku lurus terhadap kalian, hendaklah kalian berlaku lurus (pula) terhadap mereka. (At-Taubah: 7)
Artinya, manakala mereka berpegang kepada apa yang kalian ikatkan kepada mereka dan janji mereka untuk tidak menyalakan api peperangan antara kalian dan mereka selama sepuluh tahun.
{فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
hendaklah kalian berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 7)
Rasulullah Saw. beserta kaum muslim melakukan hal tersebut. Perjanjian perdamaian dan gencatan senjata dengan penduduk Mekah ini ber­langsung mulai dari bulan Zul Qa'dah tahun enam Hijriah hingga orang-orang Quraisy merusak perjanjian tersebut. Mereka dan para hulafa-nya (teman-teman sepaktanya) —yaitu Bani Bakar— bersekong­kol untuk memerangi Bani Khuza'ah, teman sepakta Rasulullah Saw. Lalu mereka bersama teman sepaktanya membunuh orang-orang Bani Khuza'ah di Tanah Suci.
Maka sejak saat itu Rasulullah Saw. berangkat memerangi mereka pada tahun delapan Hijriah, hingga Allah memberikan kemenangan kepada Rasulullah Saw. atas Tanah Suci dan menguasai seluruhnya. Kemudian Rasulullah Saw. melepaskan orang-orang dari kalangan mereka yang mau masuk Islam sesudah kalah dan tak berdaya, lalu mereka diberi nama julukan Tulaqa (orang-orang yang dibebaskan); jumlah mereka kurang lebih ada dua ribu orang. Sedangkan orang-orang yang masih tetap pada kekafirannya melarikan diri dari Rasulullah Saw., dan beliau memerintahkan agar memberikan jaminan keamanan dan kemudahan bagi mereka di muka bumi selama empat bulan; dalam masa itu mereka yang lari boleh pergi ke mana pun yang mereka sukai dengan bebas dan aman. Di antara mereka adalah Safwan ibnu Umayyah, Ikrimah ibnu Abu Jahal, dan lain-lainnya. Tetapi pada akhirnya Allah memberikan hidayah kepada mereka, lalu mereka masuk Islam dengan sempurna. Terpujilah Allah dalam semua apa yang ditakdirkan dan apa yang dilakukan-Nya.

At-Taubah, ayat 8


{كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلا وَلا ذِمَّةً يُرْضُونَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَى قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ (8) }

Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kalian, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hati kalian dengan mulutnya, sedangkan hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menetapi perjanjian).

Allah Swt. berfirman memberikan semangat kepada kaum mukmin dalam memusuhi orang-orang musyrik dan berlepas diri dari mereka, seraya menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu tidak layak untuk mendapat perjanjian karena kemusyrikannya terhadap Allah dan kekafirannya kepada Rasulullah Saw. Demikian pula seandainya mereka beroleh kemenangan atas kaum muslim serta dapat mengalahkannya, niscaya mereka tidak akan membiarkan kaum muslim hidup dan tidak akan mengindahkan lagi hubungan kekerabatan dan jaminan keamanan.
Ali ibnu Abu Talhah, Ikrimah, dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa "الْإِلُّ" al-illu artinya hubungan kekerabatan, sedangkan az-zimmah ialah perjanjian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan As-Saddi. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini Tamim ibnu Muqbil dalam salah satu bait syairnya mengatakan:
أَفْسَدَ النَّاسَ خُلوفٌ خَلَفُوا ... قَطَعُوا الإلَّ وأعراقَ الرَّحِمِ
Perbuatan melanggar perjanjian telah merusak manusia di masa silam, mereka memutuskan hubungan kekerabatan dan pertalian silaturahmi.
Hissan ibnu Sabit r.a. telah berkata dalam salah satu bait syairnya:
وجدناهُمُ كَاذِبًا إِلّهُمْ ... وَذُو الإلِّ وَالْعَهْدِ لَا يَكْذِبُ
Kami jumpai mereka mendustakan kekerabatannya dan sebenarnya orang yang mempunyai hubungan kerabat dan terikat dengan perjanjian tidak pantas berdusta.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah: 8) Yang dimaksud dengan al-illu ialah Allah.
Menurut riwayat lain, mereka tidak lagi mempedulikan Allah, tidak pula yang lain-Nya
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sulaiman, dari Abu Mijlaz sehubungan dengan firman Allah Swt.; Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah: 8) Kalimat ayat ini perumpamaannya sama dengan perkataan Jibril, Mikail, dan Israfil. Seakan-akan bermaksud bahwa mereka sama sekali tidak mengindahkan Allah.
Tetapi pendapat pertamalah yang kuat dan terkenal serta dianut oleh kebanyakan ulama.
Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa al-illu artinya perjanjian; sedangkan menurut Qatadah, al-illu artinya sumpah.
At-Taubah, ayat 9-11 '

{اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (9) لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلا وَلا ذِمَّةً وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُعْتَدُونَ (10) فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (11) }

Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.

Allah Swt. mencela orang-orang musyrik dan memberikan semangat kepada orang-orang mukmin untuk memerangi mereka.
{اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا}
Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. (At-Taubah: 9)
Artinya, mereka menukarkan ayat-ayat Allah —yakni tidak mau mengikutinya— dengan harga yang sedikit, yakni dengan kesenangan duniawi yang rendah dan tiada artinya bila dibandingkan dengan pahala akhirat.
{فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ}
lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (At-Taubah: 9)
Mereka menghalang-halangi orang mukmin dari mengikuti jalan yang benar.
{إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلا وَلا ذِمَّةً}
Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah: 9-10)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di atas, begitu pula ayat yang sesudahnya.
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ}
Jika mereka bertobat dan mendirikan salat. (At-Taubah: 11) hingga akhir ayat.
Tafsirnya telah dikemukakan sebelum ini.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بَكْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ وَعِبَادَتِهِ، لَا يُشْرِكُ  بِهِ، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، فَارَقَهَا وَاللَّهُ عَنْهُ رَاضٍ، وَهُوَ دِينُ اللَّهِ الَّذِي جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ وَبَلَّغُوهُ عَنْ رَبِّهِمْ، قَبْلَ هَرْج الْأَحَادِيثِ وَاخْتِلَافِ الْأَهْوَاءِ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan ikhlas kepada Allah dan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan-Nya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, berarti ia meninggal dunia dalam keadaan Allah rida kepadanya.
Yang dimaksud ialah dia berpegangan kepada agama Allah, yaitu agama yang didatangkan oleh para rasul dan disampaikan oleh mereka dari Tuhannya, sebelum terjadi penyimpangan dan perbedaan keinginan. Yang membenarkan hal ini terdapat di dalam Kitabullah.
{فَإِنْ تَابُوا}
Jika mereka bertobat. (At-Taubah: 11)
Yakni jika mereka menanggalkan semua berhala dan penyembahan terhadapnya.
{وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ}
dan mendirikan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. (At-Taubah: 5)
Di dalam ayat lain disebutkan pula:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ}
Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. (At-Taubah: 11)
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa akhir hadis ini berada padaku —hanya Allah yang lebih mengetahui— yaitu: "Dia meninggal dunia dalam keadaan Allah rida kepadanya'. Sedangkan sisa yang ada padaku berasal dari perkataan Ar-Rabi ibnu Anas.
At-Taubah, ayat 12
{وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ (12) }
Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, supaya mereka berhenti.
Allah Swt. berfirman bahwa jika orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian gencatan senjata dalam masa tertentu merusak perjanjiannya.
{وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ}
dan mereka mencerca agama kalian. (At-Taubah: 12)
Yakni mereka mencela dan mengecam agama Islam. Berdasarkan ayat inilah ditetapkan hukuman mati terhadap orang yang mencaci Rasulullah Saw., mencerca agama Islam, mendiskreditkannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ}
maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, supaya mereka berhenti. (At-Taubah: 12)
Maksudnya agar mereka sadar akan kekufuran, keingkaran, dan kesesatannya, lalu menghentikannya.
Qatadah dan lain-lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan Aimmatal kufri atau 'para pemimpin orang-orang kafir' ialah seperti Abu Jahal. Atabah, Syaibah, Umayyah ibnu Khalaf, serta sejumlah pemuka Quraisy lainnya.
Disebutkan dari Mus'ab ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, bahwa Sa'd ibnu Abu Waqqas bersua dengan seorang lelaki dari kalangan Khawarij. Maka orang Khawarij itu berkata, ""orang ini termasuk aimatul kufri." Sa'd menjawab, "Kamu dusta, bahkan aku telah memerangi aimmatal kufri." Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Wahb, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa jenis orang yang disebutkan di dalam ayat ini, sesudahnya tidak diperangi lagi. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib r.a.
Tetapi pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa makna ayat ini umum, sekalipun penyebab turunnya berkaitan dengan orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy. Untuk itu, makna ayat ini mencakup orang-orang kafir Quraisy dan lain-lainnya.
Al-Walid ibnu Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir. bahwa ketika ia di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukannya ke negeri Syam dan berpesan kepada pasukannya, "Sesungguhnya kalian akan menjumpai suatu kaum yang kepalanya berlubang. Maka pukullah dengan pedang tempat bercokolnya setan pada mereka. Demi Allah, sesungguhnya membunuh seseorang dari mereka lebih aku sukai daripada membunuh tujuh puluh orang dari kalangan selain mereka. Demikian itu karena Allah Swt. berfirman: maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir. (At-Taubah: 12)."
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

At-Taubah, ayat 13-15
{أَلا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (13) قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ (14) وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (15) }

Mengapa kalian tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya),padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kalian? Mengapakah kalian takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak untuk kalian takuti, jika kalian benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Hal ini pun mengandung makna yang menggugah dan memberi semangat Kepada orang-orang muslim untuk memerangi orang-orang musyrik yang merusak perjanjian mereka. Mereka adalah orang-orang yang bertekad bulat untuk mengusir Rasul dan Mekah. seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain:
{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ}
Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu dara itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Al-Anfal: 30)
يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian. (Al-Mumtahanah: 1)
{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لَا يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا}
Dan sesungguhnya mereka benar-benar hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya. (Al-Isra: 76), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kalian. (At-Taubah: 13)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah Perang Badar, yaitu ketika mereka berangkat meninggalkan Mekah untuk melindungi kafilah niaga mereka. Setelah kafilah niaga mereka selamat dari cegatan pasukan kaum muslim, dan mereka benar-benar mengetahui hal itu, mereka tetap meneruskan perjalanannya untuk berperang sebagai ungkapan perbuatan angkara murka dan keangkuhan mereka, seperti yang telah disebutkan sebelum ini.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik itu telah merusak perjanjian mereka, karena mereka bersama Bani Bakar —sekutu mereka— bersekongkol memerangi Bani Khuza'ah, teman sepakta Rasulullah Saw. Pada akhirnya Rasulullah Saw. berangkat untuk memerangi mereka di tahun kemenangan atas kota Mekah. Dan akhirnya terjadilah apa yang telah terjadi. Segala puji bagi Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
'Apakah kalian takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak untuk kalian takuti, jika kalian benar-benar orang yang beriman (At-Taubah: 13)
Allah Swt. berfirman, "Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku. Akulah yang selayaknya ditakuti oleh hamba-hamba-Ku karena siksaan dan hukuman-Ku. Segala urusan berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Segala sesuatu yang Aku kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Aku kehendaki pasti tidak akan terjadi."
Kemudian Allah Swt. memberikan tekad dan semangat kepada orang-orang mukmin seraya menjelaskan hikmah yang terkandung di dalam perintah-Nya yang mensyariatkan mereka untuk berjihad, padahal Allah Swt. sendiri mampu menghancurkan musuh-musuh-Nya dengan perintah dari sisi-Nya:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ}
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14)
Makna ayat ini umum berkenaan dengan semua orang mukmin.
Mujahid, Ikrimah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14) Yakni orang-orang Bani Khuza'ah. Dan damir yang terkandung di dalam firman-Nya: dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. (At-Taubah: 15) dikembalikan kepada mereka juga (yakni kepada Bani Khuza'ah).
Ibnu Asakir di dalam biografi juru azan —Umar ibnu Abdul Aziz— telah menyebutkan sebuah hadis melalui Muslim ibnu Yasar, dari Siti Aisyah r.a., bahwa apabila Rasulullah Saw. melihatnya sedang marah, beliau memegang hidungnya dan bersabda:
"يَا عُوَيْشُ، قَوْلِي: اللَّهُمَّ، رَبَّ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ اغْفِرْ ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ".
Hai 'Uwaisy (panggilan kesayangan Siti Aisyah), katakanlah, "Ya Allah Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, lenyapkan-lah panas hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.”
Imam Hakim mengetengahkan hadis ini melalui jalur Abu Ahmad, dari Al-Bagindi, dari Hisyam ibnu Ammar, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abul Jauza darinya.
{وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ}
Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. (At-Taubah: 1 5)
Yakni dari kalangan hamba-hamba-Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ}
Allah Maha Mengetahui. (At-Taubah: 15)
Mengetahui semua hai yang layak bagi hamba-hamba-Nya.
{حَكِيمٌ}
Lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 15)
Yaitu dalam semua perbuatan dan perkataan-Nya, baik yang berkaitan dengan tatanan alam ini ataupun yang berkaitan dengan hukum syariat- Nya. Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan memutuskan apa yang disukai-Nya, Dia Mahaadil lagi Mahabijaksana yang tidak akan zalim selamanya. Dia tidak akan menyia-nyiakan kebajikan barang seberat zarrah pun, dan tidak akan melupakan keburukan seberat zarrah pun, bahkan Dia akan memberikan balasan-Nya di dunia dan akhirat.

At-Taubah, ayat 16
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (16) }
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Firman Allah Swt.:
{أَمْ حَسِبْتُمْ}
Apakah kalian mengira. (At-Taubah: 16)
hai orang-orang mukmin, bahwa Kami membiarkan kalian terlupakan tanpa menguji kalian dengan urusan-urusan yang melaluinya akan kelihatan orang-orang yang mempunyai kesabaran dan keteguhan yang benar dari orang yang dusta. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً}
sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 16)
Yang dimaksud dengan walijah ialah teman yang setia dan teman yang akrab, bahkan mereka secara lahir batin selalu bernasihat baik karena Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, cukuplah dengan salah satunya tanpa yang lainnya, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
وَمَا أَدْرِي إِذَا يَمَّمْتُ أَرْضًا ... أُرِيدُ الْخَيْرَ أَيُّهُمَا يَلِينِي ...
Aku tidak mengetahui jika aku bertujuan ke suatu daerah yang aku berkeinginan untuk mendapat kebaikan, manakah di antara keduanya yang akan membantuku.
Dalam ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
{ [الم] أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ}
Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabut: 1-3)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga. (Ali Imran: 142), hingga akhir ayat.
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini. (Ali Imran: 179), hingga akhir ayat
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjihad, setelah itu Dia menjelaskan hikmah yang terkandung di dalam jihad. Yaitu untuk menguji hamba-hamba-Nya, siapakah di antara mereka yang taat kepada-Nya dan siapakah yang durhaka terhadap-Nya. Allah Swt. mengetahui apa yang telah ada, apa yang akan ada, dan apa yang tidak ada; seandainya ia ada, maka apakah yang bakal terjadi? Dia mengetahui sesuatu sebelum kejadiannya dan sesudah kejadiannya menurut apa adanya. Tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak apa yang telah ditakdirkan dan apa yang telah diputuskan­Nya.

At-Taubah, ayat 17-18

{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ (17) إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (18) }
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Allah Swt. menyebutkan bahwa tidaklah layak bagi orang-orang musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah yang dibangun atas nama-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Sebagian ulama ada yang membacanya masjidallahi (dalam bentuk tunggal). Makna yang dimaksud ialah Masjidil Haram, masjid yang paling mulia di bumi ini, yang sejak pertama dibangun untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Orang yang membangunnya adalah kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu Nabi Ibrahim a.s.
Sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir, yakni keadaan dan ucapan mereka mengungkapkan kekafiran mereka. As-Saddi telah mengatakan, "Seandainya Anda tanyakan kepada seorang Nasrani, 'Apakah agamamu?' Niscaya dia menjawab, 'Nasrani.' Dan seandainya Anda tanyakan kepada seorang Yahudi, 'Apakah agamamu?' Niscaya dia menjawab. 'Yahudi.' Dan terhadap orang sabiin, niscaya dia menjawab bahwa dia adalah pemeluk agama sabiah, dan terhadap orang musyrik dia akan menjawab sebagai seorang musyrik."
{أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya. (At-Taubah: 17)
karena kemusyrikan mereka.
{وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ}
Dan mereka kekal di dalam neraka. (At-Taubah: 17)
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
{وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anfal: 34)
itulah Allah Swt. berfirman:
{إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 18)
Allah Swt. mempersaksikan keimanan orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ؛ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيمَانِ؛ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, bahwa Darij —yakni Abus Samah—pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian melihat seorang lelaki biasa pergi ke masjid, maka saksikanlah oleh kalian bahwa dia beriman. Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (At-Taubah: 18)
Imam Turmuzi, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Mu.stadrak-nya telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb dengan sanad yang sama.
Abdur Rahman ibnu Humaid telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa:
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا صَالِحٌ الْمُرِّيُّ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ سِيَاهٍ، وَجَعْفَرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا عُمَّارُ المساجد هم أهل الله"
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit Al-Bannani, dari Maimun ibnu Siyah dan Ja'far ibnu Zaid, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah.
وَرَوَاهُ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ، عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ غِيَاثٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ بَشِيرٍ الْمُرِّيِّ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إنما عُمَّارُ الْمَسَاجِدِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya dari Abdul Wahid ibnu Gayyas, dari Saleh ibnu Basyir Al-Murri, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah.
Kemudian Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, "'Kami tidak mengetahuinya diriwayatkan dari Sabit selain oleh Saleh."
Imam Daruqutni di dalam kitab Ifrad-nya telah meriwayatkannya melalui jalur Hikamah binti Usman ibnu Dinar, dari ayahnya, dari saudaranya—yaitu Malik ibnu Dinar—dari Anas secara marfu':
"إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَاهَةً، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْمَسَاجِدِ، فَصَرَفَ عَنْهُمْ"
Apabila Allah menghendaki azab atas suatu kaum, maka Dia memandang kepada ahli masjidnya (orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid); maka Allah berpaling dari mereka (tidak jadi mengazab mereka).
Kemudian Imam Daruqutni mengatakan bahwa hadis ini garib.
Al-Hafiz Al-Baha’i di dalam kitab Al-Mustaqsa telah meriwayatkan dari ayahnya berikut sanadnya sampai kepada Abu Umayyah At-Tarsusi, bahwa telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Safir, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit, dari Anas secara marfu', bahwa Allah Swt. telah berfirman:
إِنِّي لَأَهِمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا، فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي وَإِلَى الْمُتَحَابِّينَ فِيَّ، وَإِلَى الْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ، صَرَفْتُ ذَلِكَ عَنْهُمْ"
Demi keagungan dan kebesaran-Ku, sesungguhnya Aku hendak menimpakan azab kepada penduduk bumi. tetapi apabila Aku memandang kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu dan memandang kepada orang-orang yang saling menyukai karena Aku, dan memandang kepada orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur, maka Aku palingkan azab itu dari mereka.
Kemudian Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، حَدَّثَنَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الْإِنْسَانِ، كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاةَ الْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ، فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ، وَعَلَيْكُمْ بالجماعة والعامة والمسجد"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, telah mencerita­kan kepada kami Al-Ala ibnu Ziyad, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya setan itu adalah serigala manusia, sama halnya dengan serigala kambing: ia memangsa kambing yang jauh dan kambing yang memisahkan diri. Karena itu, hati-hatilah kalian terhadap perpecahan, berpeganglah kalian kepada jamaah (persatuan), publik, dan masjid.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi yang mengatakan bahwa ia sempat menjumpai masa sahabat Nabi Muhammad Saw., sedangkan mereka sering mengatakan bahwa masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah yang ada di bumi, dan sesungguhnya sudah merupakan hak Allah memuliakan orang-orang yang menziarahi-Nya di dalam masjid-masjid itu.
Al-Mas'udi telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit dan Addi ibnu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, "Barang siapa yang mendengar seruan azan salat, kemudian ia tidak memenuhinya dan tidak mendatangi masjid, lalu ia mengerjakan salat (di rumahnya), maka tidak ada salat baginya, dan ia telah berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 18), hingga akhir ayat.
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Ia telah meriwayatkannya pula secara marfu' melalui jalur lain, dan asar ini mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya, diriwayatkan melalui jalur-jalur lain yang bukan dalam kitab ini pembahasannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَقَامَ الصَّلاةَ}
dan mendirikan salat. (At-Taubah: 18)
Salat merupakan ibadah badaniah yang paling besar.
{وَآتَى الزَّكَاةَ}
dan menunaikan zakat. (At-Taubah: 18)
Zakat adalah amal yang paling utama, manfaatnya mengalir sampai kepada orang lain dalam bentuk santunan.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ}
dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. (At-Taubah: 18)
Yakni tidak takut dan tidak gentar kecuali hanya kepada Allah Swt.
{فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah: 18)
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 18) Yakni orang yang menauhidkan Allah dan beriman dengan adanya hari kemudian, yakni beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah. dan mendirikan salat. (At-Taubah: 18) Yaitu salat lima waktu. dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. (At-Taubah: 18) Maksudnya, tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah. Kemudian Allah Swt. berfirman: maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah: 18) Yakni sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang berbahagia, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt. kepada Nabi­Nya:
{عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-lsra: 79)
Yaitu syafaat. Semua lafaz 'asa yang terdapat di dalam Al-Qur'an mengandung arti "hal yang pasti'.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa 'asa (mudah-mudahan) yang dari Allah mengandung nal yang pasti.

At-Taubah, ayat 19-22
{أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (19) الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (20) يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ (21) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (22) }

Apakah (orang-orang ) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kalian samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari-Nya, keridaan, dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lahpahala yang besar.

Al-Aufi sehubungan dengan tafsir ayat ini telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya melalui Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang musyrik mengatakan bahwa memakmurkan Baitullah dan mengurus air minum untuk orang-orang haji adalah lebih baik daripada orang-orang yang beriman dan berjihad. Mereka membanggakan tanah sucinya dan bersikap angkuh karenanya dengan perasaan bahwa mereka adalah pemilik dan yang memakmurkannya. Maka Allah menyebutkan perihal ketakaburan mereka dan berpalingnya mereka dari keimanan."
Untuk itu, Allah Swt. berfirman kepada penduduk Tanah Suci dari kalangan orang-orang musyrik:
قَدْ كانَتْ آياتِي تُتْلى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلى أَعْقابِكُمْ تَنْكِصُونَ مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سامِراً تَهْجُرُونَ
Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al-Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling ke belakang, dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Al-Mu’minun: 66-67)
Artinya, mereka selalu membanggakan dirinya dengan tanah suci mereka, mereka mempergunjingkannya di malam hari dan mengucapkan kata-kata yang keji terhadap Al-Qur'an dan Nabi Saw. Maka Allah lebih mengutamakan iman dan jihad bersama Nabi Saw. daripada memakmur­kan Baitullah dan mengurusi air minum jamaah haji yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, karena amal tersebut tidaklah bermanfaat bagi mereka selagi mereka masih dalam keadaan musyrik, sekalipun mereka memakmurkan Baitullah dan menghormatinya.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. (At-Taubah: 19)
Yakni orang-orang yang menduga bahwa diri mereka adalah ahli me­makmurkan masjid. Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang zalim karena kemusyrikan mereka, maka tiada manfaatnya amal mereka barang sedikit pun.
Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib ketika ia ditawan dalam Perang Badar. Al-Abbas mengatakan, "Jikalau kalian mendahului kami karena Islam, hijrah, dan jihad, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang memakmurkan Mesjidil Haram, memberi minum orang-orang haji, dan membebaskan (mengentaskan) kemiskinan." Maka Allah Swt. berfirman: Apakah (orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji kalian jadikan. (At-Taubah: 19) Sampai dengan firman-Nya: dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. (At-Taubah: 19) Maksudnya, hal tersebut dilakukannya ketika ia masih dalam keadaan musyrik, karena Allah tidak mau menerima amal yang dilakukan dalam kemusyrikan.
Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan bahwa orang-orang muslim datang menemui Al-Abbas dan teman-temannya yang tertawan dalam Perang Badar dengan maksud mengecam mereka atas kemusyrikan mereka. Maka Al-Abbas berkata, "Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang memakmurkan Masjidil Haram, mengen­taskan kemiskinan, mengurus Baitullah, dan memberi minum orang-orang yang haji." Maka Allah Swt. berfirman: Apakah (orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji kalian jadikan. (At-Taubah: 19), hingga akhir ayat.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali dan Al-Abbas mengenai pembicaraan mereka tentang hal tersebut.
Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Abu Sakhrah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Talhah ibnu Syaibah dari kalangan Bani Abdud Dar, Abbas ibnu Abdul Muttalib, dan Ali ibnu Abu Talib saling membanggakan diri. Talhah berkata, "Saya adalah pengurus Baitullah, kuncinya berada padaku. Jika aku suka, aku dapat menginap di dalamnya." Al-Abbas berkata.”Aku adalah pengurus Siqayah dan yang mengaturnya. Jika aku suka, aku dapat menginap di dalam masjid." Ali r.a. berkata, "Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan. Sesungguhnya aku telah salat menghadap ke arah kiblat sejak enam bulan sebelum orang lain melakukannya, dan aku adalah ahli jihad." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kalian jadikan orang-orang yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji. (At-Taubah: 19), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi, hanya dia menyebutkan bahwa orang-orang yang saling membanggakan dirinya adalah Ali, Al-Abbas, dan Syaibah ibnu Usman, sedangkan teks lainnya sama.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَمْرٍو عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: نَزَلَتْ فِي عَلِيٍّ وعباس وعثمان وشيبة تَكَلَّمُوا فِي ذَلِكَ، فَقَالَ الْعَبَّاسُ: مَا أَرَانِي إلا أني تَارِكٌ سِقَايَتَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَقِيمُوا عَلَى سِقَايَتِكُمْ فَإِنَّ لَكُمْ فِيهَا خَيْرًا»
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Amr, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali, Abbas, Usman, dan Syaibah. Mereka membicarakan masalah tersebut. Lalu Abbas berkata, "Menurutku sebaiknya aku harus meninggalkan jabatan siqayahku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Uruslah oleh kalian jabatan siqayah kalian, karena sesungguhnya dalam jabatan ini terkandung kebaikan bagi kalian.
Muhammad ibnu Saur meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Al-Hasan, lalu ia menyebutkan hal yang semisal.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini telah disebutkan sebuah hadis marfu' yang harus disebutkan di sini.
Abdur Razzaq mengatakan telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari An-Nu'man ibnu Basyir r.a., bahwa ada seorang lelaki mengatakan, "Saya tidak akan mempedulikan suatu amalan apa pun sesudah Islam kecuali memberi minum orang-orang yang mengerjakan haji." Orang lainnya mengatakan, "Saya tidak mem­pedulikan suatu amalan pun sesudah Islam kecuali memakmurkan Masjidil Haram." Dan lelaki yang ketiga mengatakan, "Berjihad di jalan Allah lebih utama daripada apa yang telah kalian katakan itu." Maka Umar r.a. menghardik mereka seraya berkata, "Janganlah kalian mengangkat suara di hadapan mimbar Rasulullah Saw.!" Saat itu adalah hari Jumat. Setelah menyelesaikan salat Jumat, kami masuk menemui Nabi Saw. dan menanyakan hal tersebut. Maka turunlah firman-Nya: Apakah (orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram kalian jadikan. (At-Taubah: 19) Sampai dengan firman-Nya: Mereka tidak sama di sisi Allah. (At-Taubah: 19)
Jalur lain, Al-Walid ibnu Muslim mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Salam, dari kakeknya (yaitu Abu Salam Al-Aswad), dari An-Nu'man ibnu Basyir Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika ia berada di dekat mimbar Rasulullah Saw. bersama sejumlah sahabatnya, maka seseorang dari mereka berkata, ”Saya tidak mempedulikan lagi suatu amalan pun karena Allah sesudah Islam kecuali memberi minum orang-orang yang mengerjakan haji." Orang lainnya mengatakan, "Tidak, bahkan memakmurkan Masjidil Haram." Dan orang yang lainnya lagi mengatakan, "Tidak, bahkan berjihad di jalan Allah adalah lebih baik daripada apa yang kalian katakan itu." Maka Umar r.a. menghardik mereka dan mengatakan.”Jangan kalian keraskan suara kalian di hadapan mimbar Rasulullah Saw." Saat itu adalah hari Jumat.  Setelah mengerjakan salat Jumat, saya masuk menemui Rasullulah Saw. dan meminta fatwa kepadanya tentang apa yang diperselisihkan oleh mereka. Maka pada saat itu juga turunlah firman Allah Swt.: Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram kalian jadikan. (At-Taubah: 19) Sampai dengan firman-Nya: dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. (At-Taubah: 19)
Hadis ini merupakan riwayat Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya, dan diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Jarir; apa yang disebutkan di atas menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim. Ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya di dalam kitab tafsir masing-masing, sedangkan Ibnu Hibban meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya.

At-Taubah, ayat 23-24

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آباءَكُمْ وَإِخْوانَكُمْ أَوْلِياءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (23) قُلْ إِنْ كانَ آباؤُكُمْ وَأَبْناؤُكُمْ وَإِخْوانُكُمْ وَأَزْواجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوالٌ اقْتَرَفْتُمُوها وَتِجارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسادَها وَمَساكِنُ تَرْضَوْنَها أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفاسِقِينَ (24)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan bapak-bapak dan saudara-saudara kalian pemimpin-pemimpin (kalian), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kalian yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpin, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak. saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memiliki sikap yang berbeda dengan orang-orang kafir, sekalipun mereka adalah bapak-bapak dan anak-anaknya. Dan Allah melarang orang-orang mukmin menjadikan mereka sebagai pemimpin, jika mereka lebih menyukai kekafiran daripada keimanan. Allah Swt. mengancam orang mukmin yang berani melakukannya, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ} الْآيَةَ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasuk-kan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Al-Mujadilah: 22), hingga akhir ayat.
Al-Hafiz Al-Baihaqi telah meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu Syaizab yang mengatakan bahwa ayah Abu Ubaidah ibnul Jarrah dalam Perang Badar menyebut-nyebut nama berhala-berhalanya kepada anaknya, lalu anaknya (yakni Abu Ubaidah) menjauh darinya. Tetapi setelah ayahnya banyak mengeluarkan darah dari luka-lukanya, Abu Ubaidah datang kepadanya dan membunuhnya. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut, yaitu firman-Nya: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah: 22), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya mengancam orang yang lebih mementingkan keluarga, kerabat, dan sanak familinya daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
(قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا)
Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan. (At-Taubah: 24)
Maksudnya, harta benda yang merupakan hasil jerih payah kalian.
(وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا)
perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai. (At-Taubah: 24)
Yakni rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai karena keindahan dan kenyamanannya. Dengan kata lain, jika semuanya itu:
(أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا)
lebih kalian sukai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah  (At-Taubah: 24)
Yakni tunggulah apakah yang akan menimpa kalian dari siksaan dan pembalasan-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
(حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ)
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah: 24)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ زُهْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ". فَقَالَ عُمَرُ: فَأَنْتَ الْآنَ وَاللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "الْآنَ يَا عُمَرُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Zahrah ibnu Ma bad, dari kakeknya yang mengatakan bahwa kami bersama Rasulullah Saw., pada saat itu beliau Saw. sedang memegang tangan Umar ibnul Khattab. Umar ibnul Khattab "berkata, Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku sukai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidaklah beriman (dengan iman yang sempurna) seseorang di antara kalian sebelum aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri. Lalu Umar ibnul Khattab berkata, "Sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Dan Rasulullah Saw. bersabda, "Memang begitulah seharusnya, hai Umar."
Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini secara munfarid. Dia meriwayatkannya dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Ibnu Wahb, dari Hauwah ibnu Syuraih, dari Abu Aqil Zahrah ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Hisyam) mencerita­kan hadis ini dari Nabi Saw.
Di dalam hadis yang sahih telah disebutkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sebelum diriku ini lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan semua orang.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini berdasarkan lafaz yang ada pada Imam Abu Daud, melalui hadis Abu Abdurrahman Al-Khurrasani, dari Ata Al-Khurrasani, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ بِأَذْنَابِ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ"
Apabila kalian melakukan transaksi barang dagangan, dan kalian mengikuti ekor sapi, serta kalian puas dengan pertanian, sedangkan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian yang tidak dapat dicabut, kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Yazid ibnu Harun, dari Abu Hubab, dari Syahr ibnu Hausyab, bahwa ia mendengar Abdullah ibnu Amr, dari Rasulullah Saw., hadis yang semisal. Hadis ini menjadi syahid yang menguatkan hadis di atas.
At-Taubah, ayat 25-27
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَواطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْها وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذلِكَ جَزاءُ الْكافِرِينَ (26) ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذلِكَ عَلى مَنْ يَشاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27)
Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai kaum mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun; dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurun­kan bala bantuan tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini merupakan ayat pertama dari surat Bara’ah yang diturunkan oleh Allah Swt. Di dalamnya disebutkan kemurahan dan kebajikan Allah yang dilimpahkan kepada kaum mukmin, Dia telah menolong mereka di berbagai medan pertempuran mereka bersama Rasulullah Saw. Pertolongan itu datangnya dari sisi Allah dan merupakan bantuan dari-Nya yang sudah ditakdirkan oleh-Nya. Dan kemenangan itu bukanlah karena banyaknya bilangan mereka, bukan pula karena perlengkapan senjata mereka.
Allah Swt. mengingatkan bahwa kemenangan itu datang dari sisi­Nya, tanpa memandang apakah jumlah pasukan itu banyak atau sedikit. Di saat Perang Hunain, kaum muslim merasa kagum dengan jumlah mereka yang banyak. Tetapi sekalipun demikian, jumlah yang banyak itu tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka, karena pada akhirnya mereka lari mundur, kecuali sebagian kecil dari mereka yang tetap bertahan dengan Rasulullah Saw.
Kemudian Allah menurunkan pertolongan dan bantuan-Nya kepada Rasul-Nya dan kaum mukmin yang bersamanya, kisahnya akan kami jelaskan kemudian. Hal tersebut merupakan pemberitahuan dari Allah kepada mereka, bahwa kemenangan itu hanyalah dari sisi-Nya semata dan berkat pertolongan dan bantuan-Nya, sekalipun jumlah pasukan sedikit; karena sesungguhnya berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan seizin Allah, dan Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، سَمِعْتُ يُونُسَ يُحَدِّثُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ الصَّحَابَةِ أَرْبَعَةٌ، وَخَيْرُ السَّرَايَا أَرْبَعُمِائَةٍ، وَخَيْرُ الْجُيُوشِ أَرْبَعَةُ آلَافٍ، وَلَنْ تُغْلَبَ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا مِنْ قِلَّةٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Yunus bercerita, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sebaik-baik sahabat ada empat orang, sebaik-baik sariyyah (pasukan khusus) ada empat ratus, sebaik-baik bala tentara adalah berjumlah empat ribu orang, dan empat ribu tidak akan dapat mengalahkan dua belas ribu karena jumlahnya yang sedikit.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib jiddan, tidak ada seorang pun yang meng-isnad-kannya selain Jarir ibnu Hazim. Sesungguhnya dia meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Nabi Saw. hanyalah secara mursal. Ibnu Majah dan Imam Baihaqi serta lain-lainnya telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Aksarh ibnul Jun, dari Rasulullah Saw.
Perang Hunain terjadi sesudah kemenangan atas kota Mekah ,yaitu pada bulan Syawwal tahun delapan Hijriah. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari membuka kota Mekah dan membenahi urusannya serta mayoritas penduduknya telah masuk Islam, lalu Rasulullah Saw. membebaskan mereka. Maka setelah itu sampailah berita kepada Rasulullah Saw. bahwa orang-orang Hawazin telah mempersiapkan bala tentara untuk memeranginya di bawah pimpinan amir mereka (yaitu Malik ibnu Auf An-Nadri) dengan dibantu oleh semua orang Saqif. Bani Jusym. Bani Sa'd ibnu Bakr, dan beberapa puak dari Bani Hilal yang jumlahnya tidak banyak, serta sejumlah orang dari kalangan Bani Amr ibnu Amri dan Aun Ibnu Amir.
Mereka datang membawa kaum wanita, anak-anaknya, dan semua ternak kambing serta ternak lainnya milik mereka; mereka datang dengan segala sesuatunya tanpa ada yang ketinggalan.
Maka Rasulullah Saw. berangkat untuk menghadapi mereka dengan pasukannya yang terdiri atas orang-orang yang ikut bersamanya dalam membuka kota Mekah. Jumlah mereka terdiri atas sepuluh ribu orang personel dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta kabilah-kabilah Arab lainnya. Dan ikut bergabung dengan pasukan Nabi Saw. orang-orang yang telah masuk Islam dari kalangan penduduk Mekah yang disebut sebagai kaum Tulaqa (orang-orang yang dibebaskan), mereka berjumlah dua ribu orang.
Rasulullah Saw. membawa mereka menuju daerah musuh. Akhirnya mereka bersua di Lembah Hunain, yaitu sebuah lembah yang terletak di antara Mekah dan Taif. Pertempuran terjadi di lembah itu pada pagi-pagi benar, yaitu di saat pagi buta (hitam).
Mereka menuruni lembah itu. sedangkan orang-orang Hawazin telah memasang perangkap buat pasukan kaum muslim. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, maka pasukan kaum muslim merasa terkejut karena mereka dibokong secara mendadak. Musuh melempari mereka dengan anak-anak panahnya, dan mereka menghunus pedangnya masing-masing, lalu secara beramai-ramai menyerang pasukan kaum muslim, sesuai dengan perintah raja mereka.
Menghadapi serangan dari dua arah itu pasukan kaum muslim terpukul mundur, lalu mereka lari, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. tadi. Sedangkan Rasulullah Saw. sendiri tetap bertahan seraya mengendarai hewan bagalnya yang berwarna merah, dan beliau maju terus menuju jantung pertahanan musuh. Paman Rasul Saw. (yaitu Al-Abbas) memegang kendalinya di sebelah kanan, sedangkan yang memegang kendali di sebelah kirinya adalah Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. Keduanya sedikit mengekang tali begal Nabi Saw. agar jalannya tidak terlalu cepat. Saat itu Rasulullah Saw. menyebutkan namanya sendiri seraya menyerukan kepada pasukan kaum muslim untuk kembali ke medan perang. Beliau Saw. bersabda:
" أَيْنَ يَا عِبَادَ اللَّهِ؟ إليَّ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ"
Hai hamba-hamba Allah, kemarilah kepadaku. Hai hamba-hamba Allah, kembalilah kepadaku. Aku adalah utusan Allah.
Saat itu Rasulullah Saw. bersabda pula:
أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ ... أَنَا ابْنُ عَبدِ الْمُطَّلِبْ ...
Aku adalah seorang nabi yang tidak pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib (yakni seorang pemberani).
Ikut bertahan bersama Rasulullah Saw. sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabatnya yang jumlahnya kurang lebih seratus orang, tetapi ada yang mengatakan delapan puluh orang. Di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Al-Abbas, Ali, Al-Fadl ibnu Abbas, Abu Sufyan ibnul Haris, Aiman ibnu Ummu Aiman, Usamah ibnu Zaid, dan sahabat-sahabat lainnya; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Kemudian Nabi Saw. memerintahkan pamannya (yaitu Al-Abbas) yang terkenal mempunyai suara yang keras untuk menyerukan kata-kata. 'Hai orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon." dengan sekeras suaranya. Pohon tersebut adalah pohon tempat Baiat Ridwan dilaksanakan. Kaum muslim dari kalangan Muhajirin dan Ansar berbaiat kepada Nabi Saw. di tempat itu, bahwa mereka tidak akan lari meninggal­kan Nabi Saw. dalam keadaan apa pun.
Maka Al-Abbas menyeru mereka dengan kata-kata, "Hai As-habus Samrah” Adakalanya pula ia menyerukan, "Hai orang-orang yang memiliki surat Al-Baqarah!" Maka kaum muslim menjawabnya dengan ucapan, "Labbaika, ya labbaika.”
Pasukan kaum muslim berbalik dan bergabung dengan Rasulullah Saw. sehingga seorang lelaki yang untanya menolak berbalik turun dari untanya dan memakai baju besinya, lalu melepaskan untanya dan bergabung dengan Rasulullah Saw.
Setelah sejumlah pasukan dari kalangan kaum muslim bergabung dengan Rasulullah Saw., maka beliau memerintahkan untuk mulai membalas serangan dengan sungguh-sungguh. Lalu beliau mengambil segenggam pasir setelah berdoa kepada Tuhannya dan meminta pertolongan kepada-Nya, lalu beliau bersabda;
"اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي"
Ya Allah, tunaikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku.
Kemudian beliau Saw. melempar pasukan kaum musyrik dengan pasir itu. Maka tidak ada seorang pun dari pasukan musuh melainkan kedua mata dan mulutnya terkena pasir itu yang membuatnya sibuk dengan keadaan dirinya sehingga lupa kepada peperangan yang dihadapinya. Akhirnya mereka terpukul mundur, dan kaum muslim mengejar mereka dari belakang seraya membunuh dan menawan mereka. Sehingga ketika seluruh pasukan kaum muslim telah bergabung, mereka melihat para tawanan telah digelarkan di hadapan Rasulullah Saw.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan. telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah mencerita­kan kepada kami Ya" la ibnu Ata, dari Ubaidillah ibnu Yasar, dari Abu Hammam, dari Abu Abdur Rahman Al-Fihri yang namanya adalah Yazid ibnu Usaid; menurut pendapat lain namanya adalah Yazid ibnu Unais. sedangkan menurut pendapat lainnya lagi adalah Kurz. Dia mengatakan.”Ketika aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, pasukan kaum muslim berangkat di hari yang sangat terik dan panas. Lalu kami (pasukan kaum muslim) turun istirahat di bawah naungan pepohonan. Setelah matahari bergeser dari pertengahan langit, aku memakai baju besi dan menaiki kuda kendaraanku. Maka aku berangkat menuju kepada Rasulullah Saw. yang saat itu  berada di dalam kemah kecilnya, lalu aku berucap, 'Assalamu 'a'laika wahai Rasulullah, warahmatullahi wabarakatuh, telah tiba masa keberangkatan.' Rasulullah Saw. menjawab, 'Benar.' Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai Bilal.' Maka bangkitlah Bilal dengan cepat dari bawah sebuah pohon samurah yang naungannya seakan-akan seperti sarang burung. Bilal berkata, 'Labbaika wasa daika, diriku menjadi tebusanmu.' Rasulullah Saw. bersabda.”Pelanailah kudaku!' Maka Bilal mengeluarkan sebuah pelana yang terbuat dari anyaman serat yang tampak sederhana, tidak mewah Setelah pelana dipasang. Nabi Saw. Menaiki kudanya kamipun menaiki kendaraan kami. Kami berhadapan dengan musuh pada petang hari dan malam harinya. Pasukan berkuda masing-masing pasukan berhadapan dan bertempur. Ternyata pasukan kaum muslim terpukul mundur, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) Maka Rasulullah Saw. berseru: Hai hamba-hamba Allah, aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya! Kemudian Rasulullah Saw. berseru pula: Hai golongan orang-orang Muhajirin, aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Lalu Nabi Saw. turun dari kudanya dan mengambil segenggam pasir. Telah menceritakan kepadaku (perawi) orang yang berada lebih dekat kepada Rasulullah Saw. daripada aku, bahwa beliau Saw. melempar wajah mereka (musuh) dengan pasir itu seraya bersabda: Semoga wajah-wajah itu kemasukan pasir. Maka Allah Swt. mengalahkan mereka."
Ya'la ibnu Ata mengatakan, telah menceritakan kepadaku anak-anak orang-orang Hawazin dari bapak-bapak mereka, bahwa mereka mengatakan, "Tidak ada seorang pun dari kami melainkan kedua mata dan mulutnya dipenuhi pasir, dan kami mendengar suara gemerencing bel antara langit dan bumi seperti suara besi yang dipukulkan kepada lonceng besi."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi di dalam kitab Daldilun Nubuwwah melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Abdur Rahman ibnu Jabir, dari ayahnya (yaitu Jabir ibnu Abdullah) yang mengatakan bahwa Malik ibnu Auf keluar bersama para pengikutnya menuju Lembah Hunain, hingga ia mendahului kedatangan Rasulullah Saw. di tempat itu. Kemudian mereka mempersiapkan diri dan berjaga-jaga di semua jalan yang sempit dan seluruh kawasan lembah itu. Ketika Rasulullah Saw. dan pasukannya tiba, mereka datang menyerang bagaikan air bah dari atas lembah di suasana pagi hari yang masih gelap. Manakala pasukan musuh datang menyerang, kuda-kuda yang dinaiki oleh pasukan kaum muslim mogok, sehingga menghambat mereka (yang berjalan kaki). Maka pasukan kaum muslim terpukul, mundur, tidak ada seorang pun yang berhadapan dengan musuhnya. Sedangkan Rasulullah Saw. tersisihkan ke sebelah kanan seraya bersabda: Hai manusia, kemarilah kalian kepadaku, aku adalah utusan Allah, aku adalah utusan Allah, aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Tetapi suaranya tenggelam ke dalam suara hiruk pikuk, dan keadaan unta-unta kendaraan saat itu sangat kacau. Ketika melihat situasi yang dialami oleh pasukannya itu, maka beliau bersabda: Hai Abbas, serukanlah, "Hai golongan Ansar, hai orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon samurah!" Setelah kalimat itu diserukan, maka mereka menjawab, "Labbaika, labbaika.” Maka salah seorang dari mereka membelokkan (membalik kan) unta kendaraannya, tetapi ia tidak mampu melakukannya. Lalu ia memakai baju besinya, mengambil pedang serta busur panahnya (dan turun dari untanya), lalu berjalan menuju arah suara seruan itu, akhirnya bergabung dengan Rasulullah Saw. sebanyak seratus orang dari kalangan pasukan kaum muslim, dan mereka maju menghadang musuh. Maka terjadilah pertempuran yang seru. Seruan itu pada mulanya ditujukan kepada semua orang Ansar. kemudian secara khusus ditujukan kepada orang-orang Khazraj, karena mereka dikenal sebagai orang-orang yang teguh dan sabar dalam peperangan. Rasulullah Saw. datang dengan mengendarai hewan kendaraannya seraya memandang kepada medan pertempuran, lalu beliau bersabda: Sekarang pertempuran berlangsung sangat sengit.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa tidaklah semua pasukan kaum muslim bergabung dengan Nabi Saw. melainkan para tawanan telah di­hadapkan di hadapan Rasulullah Saw. Allah membunuh sebagian dari pasukan musuh yang telah ditakdirkan-Nya harus terbunuh, sedangkan yang lainnya lari meninggalkan medan perang. Dan Allah memberikan harta rampasan dari harta benda dan anak-anak mereka kepada Rasulullah Saw.
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah, dari Abu Ishaq. dari Al-Barra ibnu Azib r.a. disebutkan bahwa seorang lelaki bertanya kepadanya, "Wahai Abu Imarah, apakah engkau lari meninggalkan Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain?" Al-Barra ibnu Azib menjawab, "Tetapi Rasulullah Saw. tidak lari."
Al-Barra melanjutkan kisahnya, "Sesungguhnya orang-orang Hawazin itu (musuh) adalah suatu kaum yang dikenal ahli dalam me­manah. Ketika kami berhadapan dengan mereka dan menyerang mereka, maka mereka terpukul mundur. Maka pasukan kaum muslim menjarah harta rampasan, tetapi pasukan musuh menghadang kami dengan panah-panah mereka: akhirnya pasukan kaum muslim terpukul mundur. Dan sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW bersama Abu Sufyan Ibnul Haris yang memegang tali kendali begal yang dikendarainya, sedangkan Nabi Saw. mengucapkan: 'Aku adalah nabi. tidak pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib'.”
Menurut kami, dari kisah ini dapat ditarik kesimpulan keberanian Nabi Saw. yang terperikan. Dalam situasi seperti itu —di mana pertempuran sedang sengitnya— pasukan beliau telah mundur dan lari meninggalkan dirinya. Tetapi beliau tetap berada di atas begal kendaraannya, padahal kendaraan begal tidak cepat larinya dan tidak layak untuk lari atau untuk menyerang, tidak layak pula untuk melarikan diri. Sekalipun demikian, beliau memacunya menuju arah jantung musuh seraya mengisyaratkan nama dirinya, agar orang yang tidak mengenalnya menjadi kenal kepadanya, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya sampai hari pembalasan. Sikap seperti itu tiada lain hanyalah karena percaya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya, bahwa Allah pasti akan menolongnya dan akan menyempurnakan risalah yang diembannya, serta pasti meninggikan agama-Nya di atas semua agama lain. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ)
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya. (At-Taubah: 26)
Artinya, ketenangan dan keteguhan hati kepada Rasul-Nya.
(وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ)
dan kepada orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 26)
Yakni orang-orang mukmin yang bersamanya.
(وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا)
dan Allah menurunkan bala bantuan tentara yang kalian tiada melihatnya. (At-Taubah: 26)
mereka adalah para malaikat.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Auf (yaitu Ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi) bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman maula Ibnu Bursun mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang bersama kaum musyrik dalam Perang Hunain. Ia mengatakan bahwa ketika kami berhadapan dengan sahabat-sahabat Rasulullah dalam Perang Hunain, para sahabat itu berperang dengan kami dalam waktu yang singkat. Setelah kami berhasil memukul mundur para sahabat, maka kami mengejar para sahabat itu dari belakang, hingga sampailah kami kepada seseorang yang mengendarai begal putihnya. Ternyata dia adalah Rasulullah Saw. sendiri. Ketika kami sampai di dekatnya, tiba-tiba kami dihadang oleh banyak kaum lelaki yang semuanya berpakaian putih dengan wajah yang tampan-tampan, lalu kaum lelaki itu berkata kepada kami, 'Semoga wajah-wajah itu terkena pasir, kembalilah kalian!' Maka pada akhirnya kami terpukul mundur, dan orang-orang itu menaiki pundak-pundak kami. Ternyata orang-orang tersebut adalah para malaikat."
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ahmad ibnu Balawaih, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Hadirah, telah mencerita­kan kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud r.a. pernah menceritakan, "Aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, saat pasukan kaum muslim lari meninggalkan beliau. Ketika itu aku dan beliau ditemani oleh delapan puluh orang dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Kami maju menerjang musuh dan tidak membelakangi mereka. Orang-orang yang bersama Rasulullah Saw. saat itu adalah orang-orang yang diturunkan ketenangan oleh Allah kepada mereka." Ibnu Mas'ud.r.a. melanjutkan kisahnya, "Saat itu Rasulullah Saw. dengan mengendarai bagal pun ia menerjang musuh. Bagalnnya miring sehingga Nabi Saw bergeser dari pelananya, maka aku katakan, 'Tegaklah kamu, semoga Allah menegakkanmu.' Nabi Saw. bersabda, 'Ambilkanlah segenggam pasir untukku!' Maka aku mengambilnya, dan pasir itu beliau Saw. gunakan untuk memukul wajah mereka, sehingga mata mereka dipenuhi pasir. Lalu Nabi Saw. bersabda, 'Di manakah kaum Muhajirin dan kaum Ansar?' Aku menjawab, 'Di sana.' Nabi Saw. bersabda, 'Serulah mereka!' Maka aku menyeru mereka, dan mereka segera datang dengan pedang-pedang yang ada di tangan kanan masing-masing, pedang mereka berkilauan bagaikan bintang-bintang meteor. Maka pasukan kaum musyrik lari membelakangi pasukan kaum muslim."
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Musnad-nya melalui Affan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Al-Walid ibnu Muslim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Mubarak, dari Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah maula ibnu Abbas, dari Syaibah ibnu Usman yang menceritakan bahwa ketika ia melihat Rasulullah Saw. di medan Perang Hunain dalam keadaan tidak bersenjata, maka ia teringat ayah dan pamannya yang telah dibunuh oleh Ali dan Hamzah. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Sekarang aku menemui kesempatan untuk melampiaskan dendamku kepadanya." Lalu ia pergi mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kanannya. Tiba-tiba ia bersua dengan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib yang sedang berdiri melindunginya dengan memegang tameng perisai putih: kilauan cahayanya seperti perak, menembus debu yang beterbangan. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Al-Abbas adalah paman Nabi Saw., pasti beliau membelanya sampai mati." Lalu ia mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kirinya, tiba-tiba ia bersua dengan Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. Maka ia berkata, "Abu Sufyan adalah anak pamannya, pasti ia mempertahankannya sampai tetes darah penghabisan " Kemudian ia mendatangi Nabi Saw. dari arah belakangnya, sehingga jarak antara Nabi Saw dan dia cukup untuk memukulkan pedang kepadanya. Tetapi tiba-tiba muncullah kilatan api yang menghalang-halangi antara ia dan Nabi Saw.. seakan-akan seperti kilat yang menyambar sehingga  ia mundur karena takut api itu mengenainya. Kemudian ia meletakkan tangannya di matanya karena silau, lalu mundur. Saat itu Rasulullah Saw. menoleh ke arahnya, lalu bersabda: Hai Syaibah, hai Syaibah, mendekatlah kepadaku. Ya Allah, lenyapkanlah setan dari dirinya. Syaibah ibnu Usman melanjutkan kisahnya, lalu ia mengangkat pandangannya ke arah Nabi Saw., dan pada saat itu juga ia merasakan bahwa Nabi Saw. lebih ia cintai daripada pendengaran dan penglihatannya. Dan Nabi Saw. bersabda memerintahkan kepadanya, "Hai Syaibah, perangilah orang-orang kafir itu.'
Imam Baihaqi meriwayatkan hadis ini melalui Al-Walid, lalu ia mengetengahkan hal yang semisal. Kemudian Imam Baihaqi meriwayat­kan melalui hadis Ayyub ibnu Jabir, dari Sadaqah ibnu Sa'id ibnu Syaibah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia berangkat bersama Nabi Saw. dalam Perang Hunain. Syaibah mengatakan, "Demi Allah, saya mau keluar bukanlah karena Islam, bukan pula karena mengetahui tentang Islam, tetapi saya sedang menunggu-nunggu kesempatan dengan harapan semoga orang-orang Hawazin menang atas kaum Quraisy." Aku (Syaibah) yang sedang dalam keadaan berdiri bersama Rasulullah Saw. berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat kuda yang berwarna hitam keputih-putihan (abu-abu)," yakni pasukan berkuda yang semua warnanya abu-abu (pasukan malaikat). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Syaibah, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya kecuali orang kafir. Maka Nabi Saw. mengusapkan tangannya ke dadaku seraya berdoa, "Ya Allah, berilah hidayah kepada Syaibah." Nabi Saw. mengusap dadaku kedua kalinya seraya berdoa, "Ya Allah, berilah Syaibah petunjuk." lalu mengusap dadaku lagi ketiga kalinya seraya berdoa, "Ya Allah, berilah Syaibah petunjuk”.  Syaibah melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, sebelum tangan beliau terangkat dari dadaku dalam usapannya yang ketiga, terasa dalam diriku bahwa tiada seorang pun dari makhluk Allah yang lebih aku cintai daripada Nabi Saw."
Kemudian Imam Baihaqi melanjutkan hadisnya yang menceritakan perihal bertemunya dua pasukan, terpukul mundur­nya pasukan kaum muslim, lalu seruan Al-Abbas, dan doa Rasulullah Saw. guna memohon pertolongan Allah hingga Allah Swt. mengalahkan pasukan kaum musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari orang yang menceritakan hadis ini kepadanya, dari Jubair ibnu Mut'im r.a. yang menceritakan, "Ketika kami bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, saat orang-orang bertempur dengan sengitnya, tiba-tiba aku melihat sesuatu seperti gumpalan hitam yang jatuh dari langit, lalu terjatuh di antara kami dan musuh. Tiba-tiba gumpalan itu menebarkan semut yang memenuhi lembah, maka tidak lama kemudian pasukan musuh pun terpukul mundur. Kami tidak meragukan lagi bahwa hal itu adalah para malaikat."
Sa'id ibnus Saib ibnu Yasar telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ayahnya pernah mendengar Yazid ibnu Amir As-Sawa-i, seseorang yang ikut dalam Perang Hunain bersama kaum musyrik, lalu masuk Islam sesudahnya, "Kami menanyakan kepadanya tentang rasa takut dan gentar yang ditimpakan oleh Allah Swt. ke dalam hati orang-orang musyrik pada Perang Hunain. Maka ia mengambil sebuah batu kerikil, lalu melemparkannya ke dalam sebuah piala, dan terdengarlah suara lentingan. Lalu ia berkata, 'Kami dahulu mendengar suara seperti ini terngiang-ngiang di telinga kami (saat Perang Hunain)'."
Dalam hadis terdahulu telah disebutkan syahid yang menguatkannya yang diriwayatkan melalui Al-Fihri Yazid ibnu Usaid.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang pernah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami. Rasulullah Saw. telah bersabda:
"نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَأُوتِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ"
Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh) dan aku dianugerahi jawami'ul kalim.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ)
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (At-Taubah: 26)
*******************
{ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27) }
Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 27)
Allah mengampuni sisa-sisa orang-orang Hawazin karena mereka pada akhirnya masuk Islam dan datang menghadap kepada Nabi Saw. dalam keadaan menyerahkan dirinya.
Mereka menyusul Nabi Saw. yang saat itu telah berada di dekat Mekah, yaitu di Ja'ranah, sesudah kurang lebih dua puluh hari setelah Perang Hunain. Maka pada saat itu Rasulullah Saw. menyuruh mereka memilih antara tawanan atau harta benda mereka. Akhirnya mereka memilih tawanan mereka yang jumlah seluruhnya ada enam ribu orang termasuk anak-anak dan wanitanya. Lalu Rasulullah saw. mengembali­kan para tawanan itu kepada mereka, dan membagi-bagikan ganimah kepada kaum muslim yang ikut dalam perang itu. Bahkan Nabi Saw. memberikan hadiah kepada sejumlah orang dari golongan orang-orang Tulaqa (mereka yang dibebaskan) untuk menjinakkan hati mereka agar mau masuk Islam. Rasulullah Saw. memberi masing-masing dari mereka sebanyak seratus ekor unta. Termasuk di antara yang beroleh hadiah itu adalah Malik Ibnu Auf' An-Nadri. Kemudian Nabi SAW, mengangkatnya menjadi pemimpin kaumnya seperti keadaan semula. Maka Malik memuji Nabi Saw. melalui kasidah gubahannya yang antara lain adalah sebagai berikut:
مَا إنْ رَأيتُ وَلَا سَمعتُ بمثْلِه ... فِي النَّاس كُلّهم بِمِثْلِ مُحَمَّد ...
أوْفَى وأعْطَى لِلْجَزِيلِ إِذَا اجتُدى ... ومَتى تَشَأ يُخْبرْكَ عَمّا فِي غَد ...
وإذَا الْكَتِيبَةُ عَرّدَتْ أنيابُها ... بالسَّمْهَريّ وَضَرْب كُلّ مُهَنَّد ...
فَكَأنَّه لَيْثٌ عَلَى أشْبَاله ... وَسْطَ الهَبَاءة خَادر فِي مَرْصَد
Aku belum pernah melihat dan belum pernah mendengar di kalangan manusia seluruhnya orang seperti Muhammad.
Dia adalah orang yang selalu menepati janjinya dan selalu memberi dengan pemberian yang berlimpah bila memberi; dan jika dia menghendaki, ia dapat menceritakan kepadamu apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Dan apabila pasukan melemparkan tombak-tombaknya dan memukulkan pedang-pedangnya, maka dia bagaikan singa yang berada di tengah-tengah anak-anaknya di tengah medan perang, selalu waspada dan mengincar musuhnya.

At-Taubah, ayat 28-29
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (28) قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (29) }
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.

Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi suci agama dan dirinya agar mengusir orang-orang musyrik dari Masjidil Haram, karena mereka adalah orang-orang yang najis agama (akidah)nya. Dan sesudah turunnya ayat ini mereka tidak boleh lagi mendekati Masjidil Haram.
Ayat ini diturunkan pada tahun sembilan Hijriah. Karena itulah maka Rasulullah Saw. mengutus Ali untuk menemani Abu Bakar r.a. di tahun itu. Dan Nabi Saw. memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pengumuman di kalangan orang-orang musyrik, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik berhaji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang. Dengan demikian, maka Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan menetapkan hal ini sebagai syariat dan keputusan-Nya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28) Kecuali sebagai seorang budak atau seseorang dari kalangan ahli zimmah (kafir zimmi).
Telah diriwayatkan pula secara marfu' dari jalur lain. Imam Ahmad mengatakan,
حَدَّثَنَا حُسَين حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنِ الْأَشْعَثِ -يَعْنِي: ابْنَ سَوَّار -عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَدْخُلُ مَسْجِدَنَا بَعْدَ عَامِنَا هَذَا مُشْرِكٌ، إِلَّا أَهْلُ الْعَهْدِ وَخَدَمُهُمْ "
telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Al-Asy'as (yakni Ibnu Siwar), dari Al-Hasan, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak boleh lagi memasuki masjid kita ini sesudah tahun ini seorang musyrik pun terkecuali kafir zimmi dan pelayan-pelayan (budak-budak) mereka.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dengan predikat marfu'. tetapi yang lebih sahih sanadnya berpredikat mauquf.
Imam Abu Amr A!-Aaza"i telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz menulis surat yang menyatakan, "Laranglah orang-orang Yahudi dan Nasrani memasuki masjid-masjid kaum muslim!" Lalu larangannya itu ia iringkan dengan menyebutkan firman Allah Swt.: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis. (At-Taubah: 28)
Ata mengatakan bahwa seluruh Tanah Suci Mekah adalah masjid, karena Allah Swt. telah berfirman: maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa orang musyrik itu najis, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih (lawan katanya), yaitu:
"الْمُؤْمِنُ لَا يَنْجُسُ"
Orang mukmin itu tidak najis.
Adapun kenajisan tubuh orang musyrik, menurut pendapat jumhur ulama sebenarnya tubuh dan diri orang musyrik tidaklah najis, karena Allah Swt. telah menghalalkan sembelihan Ahli Kitab. Tetapi sebagian kalangan mazhab Zahiri mengatakan bahwa tubuh orang musyrik najis.
Asy'as telah meriwayatkan dari Al-Hasan, "Barang siapa yang berjabat tangan dengan mereka (orang musyrik), hendaklah ia berwudu." Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ}
Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya. (At-Taubah: 28)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikian itu karena orang-orang muslim mengatakan, "Niscaya semua pemasaran akan terputus dari kita, perniagaan kita akan bangkrut, dan akan lenyaplah pangsa pasar yang biasa kita kuasai dan menghasilkan keuntungan bagi kita." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya. (At-Taubah: 28) Yakni dari sumber lain. Firman Allah Swt.: jika Dia menghendaki. (At-Taubah: 28) Sampai dengan firman-Nya: sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29) Maksudnya, hal tersebut merupakan ganti dari apa yang kalian khawatirkan, yaitu khawatir pemasaran kalian akan terputus. Maka Allah memberikan ganti kepada mereka dari apa yang diputuskan oleh kaum musyrik berupa upeti yang diberikan oleh kaum Ahli Kitab kepada kaum muslim, sebagai jizyah.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah. Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
*******************
{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (At-Taubah: 28) Dia mengetahui semua y ang menjadi maslahat bagi kalian.
{حَكِيم}
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 28)
Dia Mahabijaksana dalam semua yang diperintahkan dan yang dilarang­Nya, karena sesungguhnya Allah Mahasempurna dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya, lagi Mahaadil terhadap makhluk-Nya dan Mahaadil dalam semua urusan-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah. Karena itulah maka Dia memberikan ganti kepada kaum muslim atas usaha mereka yang hilang itu dengan harta jizyah yang mereka ambil dari orang-orang kafir zimmi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak -eragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang­ yang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk ( At-Taubah: 29)
Mereka dalam waktu yang sama tidak beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Karena itu, tiada keimanan yang benar bagi seseorang di antara mereka terhadap seorang rasul, dan tidak beriman pula kepada apa yang telah disampaikan oleh para rasul. Sesungguhnya mereka hanya mengikuti pendapat mereka sendiri dan hawa nafsu mereka serta nenek moyang mereka dalam segala perbuatannya, bukan karena Allah telah mensyariatkannya, bukan pula hal itu berasal dari agama Allah. Sekiranya mereka benar-benar beriman kepada apa yang ada di tangan mereka dengan keimanan yang benar, niscaya hal itu akan menuntun mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Karena sesung­guhnya semua para nabi telah menyampaikan berita gembira akan kedatangannya, dan mereka memerintahkan kepada umatnya masing-masing agar mengikuti Nabi Muhammad Saw. bila telah muncul.
Ketika Nabi Muhammad Saw. tiba, mereka kafir kepadanya, padahal Nabi Muhammad Saw. adalah rasul yang paling mulia. Dapat disimpulkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang berpegangan kepada syariat nabi-nabi terdahulu, karena syariat nabi-nabi terdahulu adalah dari sisi Allah, bahkan mereka hanya menuruti kemauan hawa nafsunya. Tiada manfaat keimanan mereka kepada nabi-nabi lain­nya, sebab mereka kafir kepada pemimpin para nabi, nabi yang paling utama, penutup para nabi, dan nabi yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad Saw. Maka dari itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka. (At-Taubah: 29)
Ayat ini merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk memerangi kaum Ahli Kitab- sesudah menyelesaikan perkara yang menyangkut kaum musyrik dan sesudah manusia masuk ke dalam agama Allah (agama Islam) secara bergelombang-gelombang, serta seluruh Jazirah Arabia telah tegak di dalam kekuasaan agama Islam. Setelah itu Allah memerin­tahkan kepada Rasul-Nya agar memerangi kaum Ahli Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.
Untuk itu, Nabi Saw. bersiap-siap untuk memerangi orang-orang Romawi dan menyerukan kepada segenap orang untuk melakukan perintah ini. Nabi Saw. mengirimkan utusannya kepada segenap kabilah Arab yang tinggal di sekitar kota Madinah untuk menyerukan hal tersebut. Pada akhirnya mereka bergabung dengan Nabi Saw. dan berhasil dikumpulkan sejumlah tiga puluh ribu orang personel dari kalangan mereka. Sebagian orang dari kalangan orang-orang munafik penduduk Madinah dan sekitarnya serta orang-orang selain mereka tidak ikut. Hal tersebut terjadi di tahun paceklik dan musim panas yang sangat menyengat.
Kemudian Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan negeri Syam untuk memerangi orang-orang Romawi. Ketika sampai di Tabuk, beliau turun istirahat di sana dan bermukim selama kurang lebih dua puluh hari. Lalu beliau beristikharah kepada Allah untuk kembali. Akhirnya beliau kembali di tahun itu juga karena dicekam oleh keadaan (situasi) yang sempit dan kondisi orang-orang dalam keadaan lemah, seperti yang akan diterangkan kemudian.
Sebagian ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini bahwa jizyah itu hanya dipungut dari kaum Ahli Kitab atau orang-orang yang serupa dengan mereka, misalnya orang-orang Majusi. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. memungut jizyah dari orang-orang Majusi penduduk Hajar. Hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad menurut riwayat yang masyhur darinya, Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa jizyah dipungut pula dari semua orang 'Ajam, baik yang dari kalangan Ahli Kitab ataupun kalangan orang-orang musyrik, tetapi tidak dipungut dari orang-orang Arab selain dari kalangan Ahli Kitabnya saja.
Imam Malik mengatakan.”'Bahkan diperbolehkan memungut Jizyah dari semua orang    kafir, baik yang Kitabi. yang Majusi, dan yang Wasani, ataupun yang lainnya." Pendapat mazhab-mazhab tersebut dan keterangan mengenai dalil-dalilnya disebutkan di dalam kitab yang lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ}
sampai mereka membayar jizyah. (At-Taubah: 29)
Maksudnya, jika mereka tidak mau masuk Islam.
{عَنْ يَدٍ}
Dengan patuh. (At-Taubah: 29)
Yakni dengan patuh dan menyerah kalah.
{وَهُمْ صَاغِرُونَ}
sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29)
Yaitu dalam keadaan hina, rendah, dan kalah. Karena itulah tidak boleh membanggakan ahli zimmah, tidak boleh pula meninggikan mereka atas kaum muslim; bahkan mereka harus dipandang terhina, kecil lagi celaka, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ، وَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ"
Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan apabila kalian bersua dengan seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah mereka ke sisi yang paling sempit.
Karena itulah Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. menetapkan syarat-syarat tertentu yang telah dikenal, bertujuan untuk menganggap mereka hina, kecil, dan lemah. Hal tersebut telah diriwayatkan oleh para huffaz melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'an yang menceritakan bahwa ia menulis surat kepada Umar Ibnul Khattab r.a. ketika ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang Nasrani penduduk negeri Syam. Isinya sebagai berikut:
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada hamba Allah, Umar ibnul Khattab Amirul Mu’minin, dari orang-orang Nasrani kota anu dan anu.
Sesungguhnya ketika kalian tiba di negeri kami, kami meminta keamanan kepada kalian bagi diri kami, anak-anak kami, harta benda kami, dan para pemeluk agama kami. Kami telah mempersyaratkan atas diri kami bagi kalian, bahwa kami tidak akan membangun lagi suatu kuil dan gereja pun di kota kami, tidak pula di sekitarnya; juga tidak akan membangun tempat peribadatan untuk rahib, serta tidak pula akan memperbarui apa yang telah rusak darinya. Kami tidak akan menghidupkan sebagian darinya yang biasa dilalui oleh kaum muslim. Kami tidak akan melarang gereja-gereja kami untuk menjadi tempat istirahat bagi orang-orang muslim di malam hari atau di siang hari, dan kami akan membuka lebar pintu-pintunya buat musafir dan Ibnu sabil. Kami akan menjamu orang muslim yang turun istirahat di kalangan kami selama tiga hari dengan memberi makan kepada mereka. Kami tidak akan memberikan tempat di dalam gereja-gereja kami, tidak pula di rumah-rumah kami bagi seorang mata-mata. Kami tidak akan menyembunyikan suatu tipu muslihat pun terhadap kaum muslim, dan tidak akan mengajarkan anak-anak kami tentang Al-Qur'an. Kami tidak akan menampakkan suatu kemusyrikan pun, tidak pula akan mengajak seorang pun kepadanya. Kami tidak akan melarang seorang pun dari kalangan kerabat kami untuk masuk Islam jika dia menghendakinya, kami akan menghormati kaum muslim, dan kami akan bangkit berdiri dari majelis kami jika mereka menghendaki duduk padanya. Kami tidak akan menyerupai mereka dalam sesuatu pun yang berkenaan dengan pakaian mereka, seperti peci, sorban, sepasang terompah, dan cara membelah rambut mereka. Kami tidak akan berbicara seperti pembicaraan mereka, dan tidak akan memakai nama julukan seperti nama julukan mereka: Kami tidak akan berkendaraan dengan memakai pelana, tidak akan menyandang pedang, tidak akan membeli suatu senjata pun, dan tidak akan membawanya bersama kami. Kami tidak akan mengukir cincin kami dengan huruf Arab dan tidak akan Memperjualbelikan Khamr.
Kami akan memotong pendek bagian depan rambut kepala kami, dan kami akan biasa memakai pakaian tradisi kami seperti biasa. Kami akan mengikatkan tali zanar pada perut kami, dan tidak akan menonjolkan salib pada gereja-gereja kami. Kami tidak akan menampak­kan salib kami, tidak pula kitab-kitab kami di suatu tempat yang biasa dilalui oleh kaum muslim, juga di pasar-pasar mereka.
Kami tidak akan memukul lonceng di gereja-gereja kami melainkan dengan pukulan yang perlahan, dan kami tidak akan mengeraskan suara dalam membaca kitab di gereja-gereja yang berada di dekat lingkungan kaum muslim. Kami tidak akan keluar untuk merayakan hari Ahad, tidak pula untuk mengadakan misa umum. Kami tidak akan mengeraskan suara bila ada yang mati. Kami pun tidak akan menampakkan api karena kematian pada sesuatu tempat yang banyak dilalui oleh kaum muslim, tidak pula pada pasar-pasar mereka. Kami tidak akan menjadikan kuburan orang-orang mati kami bersebelahan dengan mereka. Kami tidak akan mengambil dari budak apa yang biasa diberlakukan oleh kaum muslim, akan memberi petunjuk kepada kaum muslim, dan tidak akan mengintai mereka di rumah-rumah mereka.
Perawi mengatakan bahwa setelah dia mengantarkan surat itu kepada Umar, lalu Umar membacanya. Maka Umar menambahkan hal berikut:
Kami tidak akan memukul seseorang pun dari kalangan kaum muslim. Kami mempersyaratkan hal tersebut terhadap kalian sebagai suatu kewajiban bagi kami dan orang-orang yang seagama dengan kami, dan sebagai imbalannya kami beroleh jaminan keamanan dari kalian. Jika kami melanggar sesuatu dari apa yang telah kami persyaratkan kepada kalian dan kami lakukan hal itu untuk kepentingan diri kami sendiri, maka tidak ada jaminan keamanan lagi bagi kami; dan telah dihalalkan bagi kalian terhadap kami apa yang dihalalkan terhadap orang-orang yang menentang dan melanggar perjanjiannya.

At-Taubah, ayat 30-31
{وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (30) اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (31) }
Orang-orang Yahudi berkata, "Uzair itu putra Allah, " dan orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain-Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Allah menganjurkan kepada kaum mukmin untuk memerangi orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab —yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani— karena mereka telah mengucapkan perkataan yang sangat keji itu dan membuat kedustaan terhadap Allah Swt.
Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa sesungguhnya Uzair itu adalah putra Allah. Mahatinggi Allah Swt. dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
As-Saddi dan lain-lainnya menuturkan bahwa kekeliruan yang terjadi di kalangan mereka dalam hal tersebut bermula di saat kaum Amaliqah mengalahkan kaum Bani Israil, lalu kaum Amaliqah mem­bunuh ulama mereka dan menahan para pemimpin mereka. Uzair selamat dan ia menangisi nasib kaum Bani Israil dan lenyapnya ilmu dari mereka, sehingga bulu matanya rontok.
Pada suatu hari ia melewati sebuah padang sahara, tiba-tiba ia menjumpai seorang wanita yang sedang menangis di sebuah kuburan seraya berkata, "Aduhai pemberi makan, aduhai pemberi pakaian." Maka Uzair berkata kepada wanita itu, "Celakalah kamu, siapakah yang memberimu makan sebelum orang yang telah mati ini?" Wanita men­jawab, "Allah" Uzair berkata, "Sesungguhnya Allah Mahahidup. Tidak akan mati
Wanita itu balik bertanya, "Hai Uzair, siapakah yang mengajar ulama sebelum Bani Israil?" Uzair menjawab.”Allah." Wanita itu balik bertanya, "Maka mengapa engkau tangisi kepergian mereka?"
Uzair sadar bahwa hal ini merupakan nasihat bagi dirinya. Kemudian dikatakan kepada Uzair, "Pergilah kamu ke sungai anu. lalu mandilah padanya serta salatlah dua rakaat. Maka sesungguhnya kamu akan bersua dengan seseorang yang sudah tua di sana, dan makanan apa saja yang diberikannya kepadamu, makanlah makanan itu."
Uzair berangkat dan melakukan semua yang diperintahkan kepadanya. Tiba-tiba ia bersua dengan seseorang yang sudah tua, lalu orang tua itu berkata kepadanya, "Bukalah mulutmu!"' Maka Uzair membuka mulutnya, dan orang tua itu memasukkan sesuatu yang bentuknya seperti bara api yang besar sebanyak tiga kali ke dalam mulut Uzair. Sesudah itu Uzair kembali dalam keadaan sebagai orang yang paling alim mengenai isi kitab Taurat.
Uzair berkata (kepada kaumnya), "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku datang kepada kalian dengan membawa Taurat." Mereka menjawab,' "Hai Uzair, engkau bukanlah seorang pendusta." Lalu Uzair mengambil sebuah pena dan mengikatkannya ke salah satu jari tangannya, kemudian mulai menulis seluruh isi kitab Taurat dengan pena itu. Setelah orang-orang Bani Israil pulang dari peperangan melawan musuhnya, para ulama mereka ikut pulang pula, lalu mereka diberi tahu perihal Uzair. Maka mereka mengeluarkan salinan kitab Taurat yang mereka simpan di bukit, lalu menyamakannya dengan hasil tulisan Uzair. Ternyata mereka menjumpai apa yang ditulis oleh Uzair benar, sama dengan salinan Taurat yang ada pada mereka. Maka sebagian orang-orang yang bodoh dari kalangan Bani Israil mengatakan, "Sesungguhnya dia mampu berbuat demikian tiada lain karena dia putra Allah."
Adapun mengenai kesesatan orang-orang Nasrani mengenai Al-Masih sudah jelas. Karena itulah maka Allah membantah kedustaan kedua golongan itu melalui firman-Nya:
{ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ}
Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. (At-Taubah: 30)
Artinya tidak ada sandarannya bagi mereka dalam apa yang mereka dakwakan itu kecuali hanya semata-mata buat-buatan dan kebohongan mereka sendiri.
{يُضَاهِئُونَ}
mereka meniru-niru. (At-Taubah: 30)
Yakni menjiplak.
{قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ}
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. (At-Taubah: 30)
Yaitu umat-umat sebelum mereka yang sesat. Akhirnya mereka sesat seperti umat-umat terdahulu yang sesat.
{قَاتَلَهُمُ اللَّهُ}
Dilaknati Allah-lah mereka. (At-Taubah: 30)
Menurut Ibnu Abbas, makna ayat ini ialah 'semoga Allah melaknati mereka'.
{أَنَّى يُؤْفَكُونَ}
bagaimana mereka sampai berpaling? (At-Taubah: 30)
Maksudnya, bagaimana mereka sampai sesat dari jalan yang benar, padahal jalan yang hak sudah jelas; dan mengapa mereka bisa cenderung kepada yang batil?
*******************
Firman Allah Swt.:
{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ}
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam. (At-Taubah: 31)
Imam Ahmad, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Addi ibnu Hatim r.a. yang menceritakan:
أَنَّهُ لَمَّا بَلَغَتْهُ دَعْوَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فرَّ إِلَى الشَّامِ، وَكَانَ قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَأُسِرَتْ أُخْتُهُ وَجَمَاعَةٌ مِنْ قَوْمِهِ، ثمَّ منَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُخْتِهِ وَأَعْطَاهَا، فَرَجَعَتْ إِلَى أَخِيهَا، ورَغَّبته فِي الْإِسْلَامِ وَفِي الْقُدُومِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَدِمَ عَدِيّ الْمَدِينَةَ، وَكَانَ رَئِيسًا فِي قَوْمِهِ طَيِّئٍ، وَأَبُوهُ حَاتِمٌ الطَّائِيُّ الْمَشْهُورُ بِالْكَرَمِ، فتحدَّث النَّاسُ بِقُدُومِهِ، فَدَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِ عَدِيّ صَلِيبٌ مِنْ فِضَّةٍ، فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ} قَالَ: فَقُلْتُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَعْبُدُوهُمْ. فَقَالَ: "بَلَى، إِنَّهُمْ حَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، وَأَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا عَدِيُّ، مَا تَقُولُ؟ أيُفرّك أَنْ يُقَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ؟ فَهَلْ تَعْلَمُ شَيْئًا أَكْبَرَ مِنَ اللَّهِ؟ مَا يُفرك؟ أَيُفِرُّكَ أَنْ يُقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ فَهَلْ تَعْلَمُ مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ"؟ ثُمَّ دَعَاهُ إِلَى الْإِسْلَامِ فَأَسْلَمَ، وَشَهِدَ شَهَادَةَ الْحَقِّ، قَالَ: فَلَقَدْ رأيتُ وَجْهَهُ اسْتَبْشَرَ ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ الْيَهُودَ مَغْضُوبٌ عَلَيْهِمْ، وَالنَّصَارَى ضَالُّونَ"
bahwa ketika sampai kepadanya dakwah dari Rasulullah Saw., ia lari ke negeri Syam. Sejak zaman Jahiliah ia telah masuk agama Nasrani, kemudian saudara perempuannya ditahan bersama sejumlah orang dari kaumnya. Lalu Rasulullah Saw. menganugerahkan kebebasan kepada saudara perempuan Addi ibnu Hatim dan memberinya hadiah. Saudara perempuan Addi ibnu Hatim kembali kepada saudara lelakinya dan menganjurkannya untuk masuk Islam dan menghadap kepada Rasulullah Saw. Akhirnya Addi datang ke Madinah. Dia adalah pemimpin kaumnya, yaitu kabilah Tayyi'; dan ayahnya (yaitu Hatim At-Tai') terkenal dengan kedermawanannya. Maka orang-orang Madinah ramai membicarakan kedatangan Addi ibnu Hatim. Addi masuk menemui Rasulullah Saw., sedangkan pada leher Addi tergantung salib yang terbuat dari perak. Saat itu Rasulullah Saw. sedang membacakan firman-Nya: Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31) Addi melanjutkan kisahnya, bahwa ia menjawab, "Sesungguhnya mereka tidak menyembahnya." Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, sesungguhnya mereka mengharamkan hal yang halal bagi para pengikutnya dan menghalalkan hal yang haram bagi mereka, lalu mereka mengikutinya; yang demikian itulah ibadah mereka kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Addi, bagaimanakah pendapatmu. Apakah membahayakan bila dikatakan Allah Mahabesar? Apakah kamu mengetahui sesuatu yang lebih besar daripada Allah bila Allah menimpakan bahaya kepadamu? Apakah membahayakanmu bila dikatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah? Apakah kamu mengetahui ada Tuhan selain Allah?" Rasulullah Saw. mengajaknya masuk Islam. Akhirnya Addi masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang benar. Addi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu ia melihat wajah Rasulullah Saw. bersinar ceria, lalu bersabda: Sesungguhnya orang-orang Yahudi itu dimurkai dan orang-orang Nasrani itu orang-orang yang sesat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Huzaifah ibnul Yaman, Abdullah ibnu Abbas, dan lain-lainnya sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31) Bahwa sesungguhnya mereka mengikuti ulama dan rahibnya dalam semua yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh mereka.
As-Saddi mengatakan, "Mereka meminta saran dari orang-orang alim mereka, sedangkan Kitabullah mereka lemparkan di belakang punggungnya."
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا}
padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. (At-Taubah: 31)
Maksudnya, Tuhan yang apabila mengharamkan sesuatu, maka jadilah sesuatu itu diharamkan, apa yang dihalalkan-Nya menjadi halal, apa yang disyariatkan-Nya (diperintahkan-Nya) harus diikuti, dan apa yang telah diputuskan-Nya harus dilaksanakan.
{لَا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Tidak ada Tuhan selain Dia, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah: 31)
Yakni Mahatinggi, Mahasuci, dan Mahabersih Allah dari sekutu-sekutu, tandingan-tandingan, pembantu-pembantu, serta lawan-lawan dan anak. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.

At-Taubah, ayat 32-33
{يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (32) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (33) }
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab:
{أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ}
Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah. (At-Taubah: 32)
Yakni petunjuk dan agama yang hak yang Allah turunkan melalui Rasulullah Saw. Mereka bermaksud memadamkannya dengan bantahan dan kedustaan yang mereka buat-buat. Allah mengumpamakan perbuatan mereka itu dengan seseorang yang berkeinginan memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan tiupan. Dengan kata lain hal ini jelas tidak mungkin dan tidak ada jalan untuk itu. Maka demikian pula apa yang disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya, pasti akan sempurna dan akan menang. Karena itulah Allah Swt. menjawab niat dan kehendak mereka itu melalui firman-Nya:
{وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}
dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (At-Taubah: 32)
Istilah kafir menurut pengertian bahasa ialah 'orang yang menutupi sesuatu dan menyembunyikannya'. Karena itu, maka malam hari dina­makan kafir, sebab ia menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. Seorang petani dinamakan pula kafir menurut istilah bahasa, karena ia mengubur biji (benih) tanaman ke dalam tanah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya (menurut salah satu qiraat), yaitu:  {أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ}"Menyenangkan hati penanam-penanamnya". Kemudian Allah Swt. berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ}
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33)
Petunjuk ialah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. berupa berita-berita yang benar, iman yang benar, dan ilmu yang bermanfaat. Dan agama yang hak ialah amal-amal yang benar lagi bermanfaat di dunia dan akhirat.
{لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ}
untuk dimenangkan-Nya atas segala agama. (At-Taubah: 33)
Yakni atas semua agama lain, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي مَا زُوي لِي مِنْهَا"
Sesungguhnya Allah melipatkan bumi untukku bagian barat dan bagian timurnya, dan kelak kerajaan umatku akan mencapai semua bagian yang dilipatkan bagiku darinya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ: سَمِعْتُ شَقِيقَ بْنَ حَيَّانَ يُحَدِّثُ عَنْ مَسْعُودِ بْنِ قَبِيصة -أَوْ: قَبِيصَةَ بْنِ مَسْعُودٍ -يَقُولُ: صَلَّى هَذَا الْحَيُّ مِنْ "مُحَارب" الصُّبْحَ، فَلَمَّا صَلَّوْا قَالَ شَابٌّ مِنْهُمْ: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيُفْتَحُ لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ وَمَغَارِبُهَا، وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ، إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ya'qub, bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Hayyan menceritakan hadis berikut dari Mas'ud ibnu Qubaisah atau Qubaisah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa suatu kabilah dari Bani Muharib melakukan salat Subuh. Setelah mereka menyelesaikan salatnya, salah seorang pemuda mereka berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kelak akan dibukakan bagi kalian belahan timur dan belahan barat bumi ini, dan sesungguhnya orang-orang yang menguasainya dimasukkan ke dalam neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan amanat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الأمرُ مَا بَلَغَ الليلُ وَالنَّهَارُ، وَلَا يَتْرُكُ اللَّهُ بَيْتَ مَدَر وَلَا وَبَر إِلَّا أَدْخَلَهُ هَذَا الدِّينَ، بعِزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ، عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الْإِسْلَامَ، وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ"،
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Tamim Ad-Dari r.a. yang mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya perkara ini (agama Islam) akan mencapai apa yang dicapai oleh malam dan siang hari. Dan Allah tidak akan  membiarkan suatu kota pun tidak pula suatu kampung punmelainkan dimasuki oleh agama ini. Agama ini memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina; ia menjadi mulia karena Allah memuliakannya melalui agama Islam, dan menjadi terhina karena Allah menghinakan orang kafir melaluinya.
Tamim Ad-Dari mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah mengenal dengan baik semua orang yang ada di lingkungan keluarganya. Orang yang masuk Islam dari kalangan mereka memperoleh kebaikan, kemuliaan, dan kehormatan; dan orang yang kafir di antara mereka tertimpa oleh kehinaan, dipandang remeh, dan dikenakan jizyah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ جَابِرٍ، سَمِعْتُ سُلَيْمَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر، إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلَامِ بعزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بذلِّ ذَلِيلٍ، إِمَّا يُعِزُّهُمُ اللَّهُ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أهلها، وإما يذلهم فيدينون لها"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jabir; ia pernah mendengar Salim ibnu Amir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Miqdad ibnul Aswad mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada yang tersisa di muka bumi ini suatu rumah pun, baik di kota maupun di kampung melainkan dimasuki oleh kalimah Islam. Islam memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina. Adapun orang yang ditakdirkan mulia oleh Allah, maka Allah menjadikannya termasuk ahlinya; dan orang yang ditakdirkan hina oleh Allah, maka mereka dihinakan oleh kalimah Islam (yakni tidak mau masuk Islam).
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan pula bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيّ، عَنْ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ سَمِعَهُ يَقُولُ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَا عَدِيُّ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ". فَقُلْتُ: إِنِّي مِنْ أَهْلِ دِينٍ. قَالَ: "أَنَا أَعْلَمُ بِدِينِكَ مِنْكَ". فَقُلْتُ: أَنْتَ أَعْلَمُ بِدِينِي مِنِّي؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلَسْتَ مَنِ الرَّكُوسِيَّة، وَأَنْتَ تَأْكُلُ مِرْبَاعَ قَوْمِكَ؟ ". قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: "فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ لَكَ فِي دِينِكَ". قَالَ: فَلَمْ يَعْدُ أَنْ قَالَهَا فَتَوَاضَعْتُ لَهَا، قَالَ: "أَمَا إِنِّي أَعْلَمُ مَا الَّذِي يَمْنَعُكَ مِنَ الْإِسْلَامِ، تَقُولُ: إِنَّمَا اتَّبَعَهُ ضَعَفَةُ النَّاسِ وَمَنْ لَا قُوَّةَ لَهُ، وَقَدْ رَمَتْهم الْعَرَبُ، أَتَعْرِفُ الْحِيرَةَ؟ " قُلْتُ: لَمْ أَرَهَا، وَقَدْ سَمِعْتُ بِهَا. قَالَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لِيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينة مِنَ الْحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَتَفْتَحُنَّ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ". قُلْتُ: كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ؟. قَالَ: "نَعَمْ، كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ، وليُبْذَلنَّ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ". قَالَ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: فَهَذِهِ الظَّعِينَةُ تَخْرُجُ مِنْ الْحِيرَةِ، فَتَطُوفُ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَقَدْ كُنْتُ فِيمَنْ فَتَحَ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَكُونَنَّ الثَّالِثَةَ؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد قَالَهَا
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Abu Huzaifah, dari Addi ibnu Hatim. Abu Huzaifah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Addi ibnu Hatim menceritakan hadis berikut bahwa ia masuk menemui  Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Addi, masuk Islamlah kamu, maka selamatlah kamu." Addi menjawab, "Saya telah memeluk suatu agama." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku lebih mengetahui agamamu daripada kamu." Addi bertanya, "Benarkah engkau lebih mengetahui agamaku daripada aku sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bukankah kamu dari kalangan Raksawiyyah, dan kamu biasa memakan (memungut) upeti kaummu?" Addi ibnu Hatim menjawab, "Memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya hal itu tidak dihalalkan me­nurut agamamu." Addi ibnu Hatim mengatakan bahwa Nabi Saw. tidak mengulangi ucapannya itu sehingga ia merasa rendah diri dan malu kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui hal yang menghambatmu untuk masuk Islam. Kamu menduga bahwa agama Islam hanyalah diikuti oleh orang-orang yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan, dan memang dugaan yang serupa telah dilontarkan pula oleh orang-orang Arab. Tahukah kamu Hirah?' Addi ibnu Hatim menjawab, "Saya belum pernah melihatnya, tetapi saya pernah mendengarnya." Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, sesungguhnya Allah akan menyempurnakan urusan ini (agama Islam) sehingga seorang wanita bepergian dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun (yakni keadaan atau situasi masa itu sangat aman). Dan sesung­guhnya kelak perbendaharaan kerajaan Persia benar-benar akan dibuka (dikuasai oleh kaum muslim). Addi ibnu Hatim berkata, "Apakah yang dimaksud adalah kerajaan Kisra Ibnu Hurmuz?, Nabi SAW Bersabda : Ya, Kisra ibnu Hurmuz; dan sesungguhnya harta benda akan diberikan hingga tidak ada lagi seseorang yang mau menerimanya. Addi ibnu Hatim mengatakan, "Musafir wanita itu memang telah berangkat dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun. Dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang yang ikut membuka perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, akan terjadi hal yang ketiga, karena Rasulullah Saw. telah menyebutkannya (yakni saat harta benda diberikan, kemudian tiada seorang pun yang mau menerimanya; yang dimaksud ialah dekat hari kiamat. Pent.)."
قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْنٍ زَيْدُ بْنُ يَزِيدَ الرّقَاشِيّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَد اللاتُ والعُزّى". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ} أَنَّ ذَلِكَ تَامٌّ، قَالَ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً [فَيَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّة خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ] فَيَبْقَى مَنْ لَا خَيْرَ فِيهِ، فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ"
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'an Zaid ibnu Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Al-Aswad ibnul Ala, dari Abu Salamah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Malam dan siang hari tidak akan lenyap sebelum Lata dan 'Uzza disembah (kembali) Aku (Siti Aisyah r.a.) bertanya.”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menduga bahwa ketika Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 'Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an ) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33), hingga akhir ayat." Hal tersebut memberikan pengertian bahwa segala sesuatunya telah sempurna."Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kelak sebagian dari hal itu (penyembahan kepada berhala) akan terjadi menurut apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian Allah mengirimkan angin yang harum, maka matilah semua orang yang di dalam kalbunya terdapat iman (walau) seberat zarrah, dan yang masih hidup adalah orang-orang yang di dalam dirinya tidak terdapat suatu kebaikan pun, maka mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka.

At-Taubah, ayat 34-35
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ (35) }
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.”

As-Saddi mengatakan bahwa al-ahbar adalah menurut istilah orang Yahudi, sedang ar-ruhban adalah menurut istilah di kalangan orang-orang Nasrani. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ}
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendata mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? (Al-Maidah: 63)
Ar-Ruhban adalah ahli ibadah di kalangan orang-orang Nasrani, sedangkan ulama mereka disebut pastur, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ}
Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib. (Al-Maidah: 82)
Makna yang dimaksud ialah perintah untuk waspada terhadap ulama su' (ulama yang jahat) dan ahli ibadah yang sesat, seperti apa yang dikatakan oleh Sufyan ibnu Uyaynah, "Orang yang rusak dari kalangan ulama kami, maka dia lebih mirip dengan orang Yahudi; dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kami, maka dia lebih mirip dengan orang Nasrani.'"
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
لَتَرْكَبُنَّ سَنَن مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْو القُذّة بالقُذّة". قَالُوا: الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ ". وَفِي رِوَايَةٍ: فَارِسَ وَالرُّومَ؟ قَالَ: "وَمَن النَّاسُ إِلَّا هَؤُلَاءِ؟ "
Sesungguhnya kalian benar-benar akan meniru perbuatan orang-orang sebelum kalian, satu langkah demi satu langkah. Para sahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Nabi Saw. menjawab, "Lalu siapa lagi?" Menurut riwayat lain, mereka mengatakan Persia dan Romawi, maka Nabi Saw. menjawab, "Lalu siapa lagi kalau bukan mereka?"
Makna yang dimaksud ialah peringatan agar kita jangan meniru mereka dalam ucapan dan keadaan kita.
*******************
Allah Swt. telah berfirman:
{لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ}
benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. (At-Taubah: 34)
Demikian itu karena mereka (para rahib dan orang-orang alim Yahudi) menukar agama mereka dengan duniawiah, dan mereka memakan harta para pengikutnya melalui kedudukan dan kepemimpinan mereka, seperti yang terjadi di kalangan orang-orang alim Yahudi di masa Jahiliah, mereka mempunyai kehormatan tersendiri, dan mereka membebankan kepada para pengikutnya untuk membayar upeti, hadiah, serta pajak untuk kepentingan diri mereka sendiri.
Setelah Allah mengutus Rasul-Nya, mereka tetap menjalankan kesesatan, kekufuran, dan keingkaran mereka karena ketamakan mereka untuk mempertahankan kedudukan tersebut. Tetapi Allah memadamkan­nya dengan nur (cahaya) kenabian, mencabutnya dari mereka, memberi ganti mereka dengan kehinaan dan dipandang remeh, serta mereka kembali dengan membawa murka dari Allah Swt.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. (At-Taubah: 34)
Yakni di samping mereka memakan barang yang haram, mereka juga menghalang-halangi manusia supaya jangan mengikuti jalan yang benar; dan mencampuradukkan perkara yang hak dengan perkara yang batil, lalu menampakkan di kalangan orang-orang bodohnya bahwa mereka menyeru kepada kebaikan, padahal kenyataannya tidaklah seperti apa yang mereka duga. Bahkan mereka adalah para penyeru kepada neraka, dan kelak di hari kiamat mereka tidak akan mendapat pertolongan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. (At-Taubah: 34), hingga akhir ayat.
Mereka yang disebutkan oleh ayat ini merupakan golongan yang ketiga dari pemimpin manusia, karena sesungguhnya manusia itu merupakan beban bagi para ulama, semua hamba Allah, dan orang-orang yang memiliki harta. Apabila keadaan mereka rusak, maka keadaan manusia pun rusak pula, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Mubarak dalam bait syairnya:
وَهَل أفْسَدَ الدِّينَ إِلَّا المُلوكُ ... وَأحبارُ سُوءٍ وَرُهْبَانُها ...
Tiada yang merusak agama kecuali para raja, orang-orang alim. dan rahib-rahib yang su' (jahat).
Pengertian al-kanzu menurut riwayat Malik, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar ialah harta yang tidak ditunaikan zakatnya.
As-Sauri dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ubaidillah Dari  Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa harta yang zakatnya dibayar bukanlah al-kanzu (harta simpanan), sekalipun harta tersebut disimpan di bawah bumi lapis ketujuh. Dan harta benda yang tampak, tetapi tidak dibayarkan zakatnya, maka harta itulah yang disebut al-kanzu. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jabir, dan Abu Hurairah secara mauquf dan marfu’.
Umar ibnul Khattab dan lain-lainnya mengatakan bahwa suatu harta yang zakatnya ditunaikan bukan dinamakan harta simpanan, sekalipun ditanam di dalam tanah. Sedangkan suatu harta yang tidak ditunaikan zakatnya, maka harta itu adalah harta simpanan; kelak pemiliknya akan disetrika dengannya (di hari kiamat), sekalipun harta itu ada di permukaan bumi.
Imam Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Khalid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa kami keluar bersama Abdullah ibnu Umar, lalu Abdullah ibnu Umar berkata, "Ini sebelum diturunkan ayat zakat. Setelah ayat zakat diturunkan, maka Allah menjadikan zakat sebagai pencuci harta benda."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnu Abdul Aziz dan Irak ibnu Malik, bahwa ayat ini di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. (At-Taubah: 103), hingga akhir ayat.
Sa'id ibnu Muhammad ibnu Ziyad telah meriwayatkan dari Abu Umamah yang mengatakan, "Perhiasan pedang termasuk barang simpanan, dan aku tidak sekali-kali berbicara kepada kalian melainkan apa yang aku dengar dari Rasulullah Saw."
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Husain. dari Abud Duha. dari Ja'dah ibnu Hubairah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa empat ribu (dirham) ke bawah adalah untuk nafkah, dan jumlah yang lebih besar daripada itu dinamakan harta simpanan. Asar ini garib.
Cukup banyak hadis yang menyebutkan tentang pujian kepada mempersedikit emas dan perak, dan celaan terhadap memperbanyak memiliki keduanya. Berikut ini kami ketengahkan sebagian dariny apa yang cukup untuk membuktikan keseluruhannya.
فقال عبد الرازق: أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، أَخْبَرَنِي أَبُو حَصِينٍ، عَنْ أَبِي الضحى، بن جَعْدَةَ بْنِ هُبَيْرَةَ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فِي قَوْلِهِ: {وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَبّا لِلذَّهَبِ، تَبّا لِلْفِضَّةِ" يَقُولُهَا ثَلَاثًا، قَالَ: فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم وَقَالُوا: فَأَيُّ مَالٍ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ: عُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَا أَعْلَمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَصْحَابَكَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمْ [وَ] قَالُوا: فأيَّ مَالٍ نَتَّخِذُ؟ قَالَ: "لِسَانًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا شَاكِرًا وَزَوْجَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى دِينِهِ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, telah menceritakan kepadaku Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ja'dah ibnu Hubairah, dari Ali r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak. (At-Taubah: 34), hingga, akhir  ayat.  Bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Celakalah bagi emas. celakalah bagi perak. Nabi Saw. mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa hal tersebut terasa berat oleh para sahabat, dan mereka mengatakan, "Harta apakah yang boleh kami miliki?" Maka Umar r.a. berkata, "Aku akan mempertanyakan hal ini buat kalian." Umar r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sahabat-sahabatmu merasa keberatan. Mereka menanyakan harta apakah yang boleh mereka miliki?" Rasulullah Saw. bersabda: Lisan yang selalu berzikir kepada Allah, hati yang selalu bersyukur, dan istri yang membantu seorang di antara kalian untuk agamanya.
hadis lain:
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي سَالِمٌ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الهُذَيْل، حَدَّثَنِي صَاحِبٌ لِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَبًّا لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ". قَالَ: فَحَدَّثَنِي صَاحِبِي أَنَّهُ انْطَلَقَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَوْلُكُ: "تَبًّا لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ"، مَاذَا نَدَّخِرُ؟. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِسَانًا ذَاكِرًا، وقلبا شاكرا، وزوجة تُعين على الآخرة"
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Abu Muhammad ibnu Ja'far. telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Salim ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Abul Huzail, telah menceritakan kepada kami seorang temanku, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Celakalah bagi emas dan perak. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa temannya itu berangkat bersama Umar ibnul Khattab menghadap Rasulullah Saw., lalu Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, sabdamu mengatakan, 'Celakalah bagi emas dan perak.' lalu harta apa yang boleh kami simpan0'" Rasulullah Saw. menjawab: Lisan yang berzikir, hati yang bersyukur, dan istri yang membantu urusan akhirat.
Dalam hadis lainnya Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوا: فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ [عُمَرُ: أَنَا أَعْلَمُ ذَلِكَ لَكُمْ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيرٍ فَأَدْرَكَهُ، وَأَنَا فِي أَثَرِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ] لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ ".
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari ayahnya, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat mengenai emas dan perak pada permulaannya, mereka bertanya, "Harta apakah yang boleh kami ambil?" Umar melanjutkan kisahnya, bahwa dialah yang akan menanyakan masalah itu kepada Rasulullah Saw. Kemudian ia memacu untanya hingga berada di belakang unta Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, harta apakah yang boleh kami ambil? Maksudnya yang boleh mereka miliki. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, dan istri yang membantu seseorang di antara kalian untuk urusan akhiratnya.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Salim ibnu Abul Ja'd. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan pula dari Imam Bukhari. bahwa Salim mendengar hadis ini dari Sauban.
Menurut kami, karena itulah sebagian dari mereka meriwayat­kannya secara mursal (yakni hanya sampai kepada tabi’in saja).
Dalam hadis lainnya lagi Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَالِكٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا غَيْلان بْنُ جَامِعٍ الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ أَبِي الْيَقْظَانِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ} الْآيَةَ، كَبُر ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَقَالُوا: مَا يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ مِنَّا أَنْ يَتْرُكَ لِوَلَدِهِ مَا لَا يَبْقَى بَعْدَهُ. فَقَالَ عُمَرُ: أَنَا أفرِّج عَنْكُمْ. فَانْطَلَقَ عُمَرُ وَاتَّبَعَهُ ثَوْبَانُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا نبيَّ اللَّهِ، إِنَّهُ قَدْ كَبُر عَلَى أَصْحَابِكَ هَذِهِ الْآيَةَ. فَقَالَ نبيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَفْرِضِ الزَّكَاةَ إِلَّا لِيُطَيِّبَ بِهَا مَا بَقِيَ مِنْ أَمْوَالِكُمْ، وَإِنَّمَا فَرَضَ الْمَوَارِيثَ مِنْ أَمْوَالٍ تَبْقَى بَعْدَكُمْ". قَالَ: فكبَّر عُمَرُ، ثُمَّ قَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ؟ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ الَّتِي إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ".
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Malik, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ya'la Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jami' Al-Muharibi. dari Usman ibnu Abul Yaqzan, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak. (At-Taubah:34) hingga akhir ayat Maka hal itu terasa berat oleh kaum muslim, dan mereka mengatakan, "Tiada seorang pun di antara kita yang bakal meninggalkan harta simpanan sepeninggalnya buat anak-anaknya." Maka Umar berkata, "Aku akan memberi jalan kepada kalian." Maka Umar pergi menghadap Nabi Saw., dan kepergiannya itu diikuti oleh Sauban, lalu Umar bertanya, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya sahabat-sahabatmu merasa keberatan dengan ayat ini." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memfardukan zakat kecuali hanya untuk membersihkan harta kalian yang masih tersisa (tersimpan), dan sesungguhnya Allah telah memfardukan mawaris (pembagian waris) hanyalah terhadap harta kalian yang masih tersisa sepeninggal kalian. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah mendengar jawaban itu Umar r.a. bertakbir. Kemudian Nabi Saw. bersabda pula kepadanya: Maukah aku ceritakan kepadamu tentang simpanan yang paling baik buat seseorang?' Yaitu wanita (istri) yang saleh, apabila suami memandangnya, maka ia membuat suaminya gembira; dan apabila suami memerintahinya. maka ia menaati suaminya; dan apabila suami tidak ada di tempat, maka ia memelihara kehormatan suaminya.
Imam Abu Daud dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya serta Ibnu Murdawaih telan meriwayatkan pula hadis ini melalui Yahya ibnu Ya'la dengan sanad yang sama. Imam Hakim mengatakan, hadis ini sahih dengan syarat Bukhari dan Muslim; tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Dalam hadis lain Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ: كَانَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فِي سَفَرٍ، فَنَزَلَ مَنْزِلًا فَقَالَ لِغُلَامِهِ: ائْتِنَا بالشَّفْرَةِ نعْبَث بِهَا. فَأَنْكَرْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ إِلَّا وَأَنَا أخْطمُها وأزمُّها غَيْرَ كَلِمَتِي هَذِهِ، فَلَا تَحْفَظُونَهَا عَلَيَّ، وَاحْفَظُوا مَا أَقُولُ لَكُمْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إنك أنت علام الغيوب"
telah mencerita­kan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Hissan ibnu Atiyyah yang mengatakan bahwa Syaddad ibnu Aus r.a. pernah melakukan suatu perjalanan, lalu ia turun istirahat di suatu tempat, kemudian berkata kepada pelayannya, "Ambilkanlah bekal makanan kita untuk kita main-mainkan." Maka aku (perawi) memprotes kata-katanya itu. Lalu ia berkata, "Tidak sekali-kali aku berbicara suatu kalimat sejak aku masuk Islam melainkan aku mengungkapkannya dengan kata-kata kiasan, selain dari kalimatku berikut. Maka janganlah kamu menghafal kata-kataku tadi, tetapi hafalkanlah apa yang akan aku kemukakan kepada kalian sekarang ini. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila seseorang ingin menyimpan emas dan perak, maka simpanlah (hafalkanlah) kalimat-kalimat berikut, 'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kesabaran dalam mengerjakan perkara (agama) ini dan keteguhan hati dalam hidayah. Dan aku memohon kepada Engkau (jadikanlah diriku orang yang) bersyukur atas nikmat-Mu. Aku memohon kepada Engkau (jadikanlah diriku orang yang) beribadah kepada-Mu dengan baik. Aku memohon kepada Engkau ( anugerahilah diriku) hati yang selamat. Aku memohon kepada Engkau (anugerahilah diriku) lisan yang benar. Aku memohon kepada Engkau (anugerahi­lah diriku) dari kebaikan segala sesuatu yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan semua yang Engkau ketahui. Dan aku memohon ampun kepada Engkau dari segala dosa yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ}
pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.” (At-Taubah: 35)
Ucapan ini dikatakan sebagai kecaman, penghinaan, dan ejekan buat mereka; sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat berikut:
{ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ}
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang panas. Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. (Ad-Dukhan: 48-49)
Yakni pembalasan ini karena sikapmu yang dahulu, dan inilah hasil dari apa yang dahulu kalian simpan buat diri kalian. Karena itulah dikatakan, "Barang siapa yang mencintai sesuatu hingga ia memprio­ritaskannya lebih dahulu atas taat kepada Allah, maka ia akan diazab dengannya."
Mengingat mereka telah menghimpun harta benda itu dan lebih mementingkannya daripada keridaan Allah, maka mereka disiksa dengan harta benda itu. Seperti apa yang dialami oleh Abu Lahab laknatullah, dia berusaha dengan sekuat tenaga memusuhi Rasulullah Saw. Istrinya pun membantunya untuk melampiaskan permusuhannya itu. Maka kelak di hari kiamat si istri akan membantu mengazabnya, yaitu di lehernya ada tali dari sabut untuk mengumpulkan kayu di neraka, lalu kayu itu dilemparkan kepada Abu Lahab, agar menambah pedih siksaan yang sedang dialaminya. Sebagaimana harta benda tersebut sangat disayangi oleh pemiliknya, maka kelak di hari akhirat harta benda itu berubah ujud menjadi sesuatu yang paling membahayakan pemiliknya. Harta benda itu dipanaskan di dalam neraka Jahanam yang panasnya tak terperikan, lalu disetrikakan ke wajah, lambung, dan punggung mereka.
Sufyan telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Umar ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidaklah seseorang hamba disetrika dengan harta simpanannya, sehingga dinar bersentuhan dengan dinar lainnya, tidak pula dirham bersentuhan dengan dirham lainnya; tetapi kulit hamba yang bersangkutan dilebarkan, lalu setiap dinar dan dirham (yang telah dipanggang itu) diletakkan padanya, masing-masing mempunyai tempatnya sendiri."
Asar ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui Abu Hurairah secara marfu', tetapi predikat marfu -nya tidak sahih.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang mengatakan, "Telah sampai kepadaku suatu riwayat yang mengatakan bahwa harta simpanan itu kelak di hari kiamat akan berubah menjadi ular yang botak, mengejar pemiliknya yang lari darinya seraya berkata." Akulah harta simpananmu ' Tiada sesuatu pun dari anggota tubuh si pemiliknya yang dijangkaunya melainkan ia langsung mencabiknya.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ مَعْدَان بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "مَنْ تَرَكَ بَعْدَهُ كَنْزًا مَثَل لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجاعًا أَقْرَعَ لَهُ زبيبتَان، يَتْبَعُهُ، يَقُولُ: وَيْلَكَ مَا أَنْتَ؟ فَيَقُولُ: أَنَا كَنْزُكَ الَّذِي تَرَكْتَهُ بَعْدَكَ! وَلَا يَزَالُ يَتْبَعُهُ حَتَّى يُلقمه يَدَهُ فَيُقَصْقِصَها ثُمَّ يُتْبِعُهَا سَائِرَ جَسَدِهِ".
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Sauban, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang meninggalkan kanzu (harta simpanan) sesudah ia mati, maka harta simpanan itu akan berubah ujud baginya kelak di hari kiamat berupa ular yang botak dengan dua taring. Ular botak itu mengejarnya, lalu ia bertanya, "Celakalah kamu, siapakah kamu ini?” Ular botak itu menjawab, "Aku adalah harta simpananmu yang kamu tinggalkan sesudah (mati)mu.” Ular botak itu terus mengejarnya hingga berhasil memakan tangannya, lalu dikunyahnya, kemudian ular botak itu memakan seluruh anggota tubuhnya.
Hadis ini adalah riwayat Ibnu Hibban yang disebutkan di dalam kitab Sahih-nya melalui riwayat Yazid dari Sa'id dengan sanad yang sama. Pada mulanya hadis ini berada di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abuz Zanad, dari Al-A'raj dari Abu Hurairah r.a.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Suhail ibnu. Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَا مِنْ رَجُلٍ لَا يُؤَدِّي زَكَاةَ مَالِهِ إِلَّا جُعِلَ  يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ يُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبْهَتُهُ وَظَهْرُهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ، ثُمَّ يَرَى سَبِيلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ" وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ
Tidak sekali-kali seseorang tidak menunaikan zakat harta bendanya melainkan akan dijadikan baginya kelak di hari kiamat lempengan-lempengan dari api, lalu disetrikakan ke lambung, dahi, dan punggungnya dalam suatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, hingga perkara hisab di antara sesama hamba diselesaikan. Kemudian diperlihatkan jalan yang akan ditempuhnya, adakalanya ke surga, dan adakalanya ke neraka.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Husain, dari Zaid ibnu Wahb yang mengatakan bahwa ia bersua dengan Abu Zar di Rabzah, lalu ia bertanya, "Apakah yang mendorongmu sampai datang di daerah ini?" Abu Zar menjawab bahwa pada asal mulanya ia tinggal di negeri Syam, lalu ia membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka gembirakanlah mereka dengan siksaan yang pedih. (At-Taubah: 34) Maka Mu'awiyah berkata, "Ayat ini bukanlah ditujukan kepada kami, tiada lain apa yang dimaksud oleh ayat ini terjadi di kalangan kaum Ahli Kitab." Abu Zar menjawab, "Sesungguhnya hal itu terjadi di kalangan kita dan kalangan mereka (Ahli Kitab)."
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ubaid ibnul Qasim, dari Husain, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar r.a. Hanya dalam riwayat ini ditambahkan 'maka ketegangan pun terjadi antara Abu Zar dan Mu'awiyah mengenai masalah ini'. Lalu Muawiyah berkirim surat kepada Khalifah Usman, mengadukan perihalku. Lalu Khalifah Usman berkirim surat kepadaku, isinya memerintahkan kepadaku untuk meng­hadap kepadanya. Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Ketika aku tiba di Madinah, maka orang-orang selalu mengerumuniku seakan-akan mereka belum pernah melihatku sebelum hari itu. Lalu aku mengadu kepada Khalifah Usman tentang hal tersebut, maka Khalifah Usman berkata, 'Menjauhlah kamu dari Madinah, tetapi jangan terlalu jauh." Aku (Abu Zar) berkata, 'Demi Allah, aku tidak akan beranjak dari pendapatku'."
Mazhab Abu Zar r.a. mengatakan bahwa haram menyimpan harta lebih dari apa yang diperlukan untuk nafkah orang-orang yang berada di dalam tanggungannya. Dan ia selalu memberi fatwa dengan pendapat ini dan menganjurkan serta memerintahkan orang-orang untuk meng­amalkannya, bahkan dia bersikap keras terhadap orang yang melanggar nya. Maka sikapnya itu dicegah oleh Mu'awiyah, tetapi Abu Zar tidak menurut dan terus melanjutkan fatwanya itu.
Mu'awiyah merasa khawatir bila orang-orang tertimpa mudarat dalam masalah itu. Maka ia menulis surat kepada Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan, mengadukan perkara Abu Zar dan meminta agar Abu Zar ditarik ke Madinah. Maka Usman ibnu Affan memanggilnya ke Madinah dan menempatkannya di Rabzah seorang diri. Di Rabzah itu pula Abu Zar r.a. meninggal dunia dalam masa pemerintahan Khalifah Usman.
Mu'awiyah pernah mengujinya—apakah ucapannya itu sesuai dengan sikapnya— di saat Abu Zar masih berada di dekatnya. Maka Mu'awiyah mengirimkan uang sebanyak seribu dinar kepada Abu Zar, dan ternyata pada hari itu juga Abu Zar membagi-bagikannya kepada orang-orang sampai habis. Kemudian Mu'awiyah mengirimkan orang yang disuruhnya tadi untuk mengatakan, "Sesungguhnya Mu'awiyah mengutusku hanya kepada orang lain, bukan kamu; tetapi saya keliru. Karena itu, berikanlah uang emas tadi." Abu Zar menjawab, "Celakalah kamu, sesungguhnya uang itu telah saya nafkahkan semuanya. Tetapi jika hartaku datang, maka aku akan mengembalikannya kepadamu."
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini mengandung makna yang umum. Tetapi As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada ahli kiblat (kaum muslim).
Al-Ahnaf ibnu Qais mengatakan bahwa ketika ia tiba di Madinah dan berada di sebuah halqah yang di dalamnya terdapat para pembesar dari kalangan orang-orang Quraisy, tiba-tiba datanglah seorang lelaki berpakaian kasar, tubuhnya tampak berdebu, dan wajahnya kasar. Lalu lelaki itu berdiri di kalangan mereka dan berkata, "Gembirakanlah orang-orang yang menyimpan harta kanz (simpanan)nya dengan besi tusukan yang dipanaskan di dalam neraka Jahanam. Lalu ditusukkan pada puting susu seseorang dari mereka hingga tembus ke tulang belikatnya. lalu ditusukkan pada tulang belikatnya hingga tembus ke puting susu­nyaa dalam keadaan ambrol." Perawi melanjutkan kisahnya, "Semua kaum yang ada hanya menundukkan kepalanya, ia tidak melihat seseorang di antara mereka yang menjawab perkataannya. Ketika lelaki itu pergi, aku membuntutinya hingga ia duduk di salah satu tiang masjid. Maka aku berkata, 'Menurutku, mereka tidak menyukai apa yang kamu katakan kepada mereka itu.' Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya mereka tidak mengetahui sesuatu pun'."
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda kepada Abu Zar:
"مَا يَسُرُّنِي أَنَّ عِنْدِي مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا يَمُرُّ عَلَيْهِ ثَالِثَةً وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا دِينَارٌ أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ"
Tidaklah menggembirakanku bila aku memiliki emas sebanyak Bukit Uhud, lalu lewat masa tiga hari, sedangkan padaku masih tersisa sesuatu darinya, kecuali satu dinar yang aku simpan untuk membayar utang.
Hal ini —hanya Allah yang lebih mengetahui— merupakan dalil yang mendorong Abu Zar berpegangan dengan pendapatnya itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Sa'id ibnu Abul Hasan. dari Abdullah ibnus Samit r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah bersama Abu Zar. Ia mendapat kiriman 'ata-nya, dan saat itu ia bersama seorang pelayan perempuannya. Lalu pelayan perempuannya itu melayani semua keperluan Abu Zar dan menyisakan tujuh keping dari ata itu. Tetapi Abu Zar memerintahkan kepada pelayan perempuannya itu agar tujuh keping uang emas itu ditukar dengan uang kecil (untuk disedekahkan). Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu aku mengatakan kepada Abu Zar, 'Sebaiknya engkau simpan saja untuk keperluan rumahmu dan keperluan tamu yang singgah di rumahmu.' Abu Zar menjawab, 'Sesungguhnya kekasihku (yakni Nabi Saw.) telah memerintahkan kepadaku bahwa emas atau perak yang aku simpan, maka hal itu merupakan bara api bagi pemiliknya, hingga ia membelanjakannya di jalan Allah Swt.'."
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Yazid, dari Hammam dengan sanad yang sama, hanya ditambahkan lafaz ifragan (sampai habis). .
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Abu Bakar Asy-Syibli dalam biografinya, dari Muhammad ibnu Mahdi.
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ صَدَقَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي فَرْوَة الرُّهَاوِيِّ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْقَ اللَّهَ فَقِيرًا وَلَا تَلْقَهُ غَنِيًّا". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ لِي بِذَلِكَ؟ قَالَ: "مَا سُئِلتَ فَلَا تَمْنَع، وَمَا رُزقْت فَلَا تَخْبَأ"، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ لِي بِذَلِكَ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُوَ ذَاكَ وَإِلَّا فَالنَّارُ"
Telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Salamah, dari Sadaqah ibnu Abdullah. dari Talhah ibnu Zaid, dari Abu Wafrah Ar-Rahawi, dari Ata, dari Abu Sa’id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Menghadaplah kepada Allah dalam keadaan miskin, dan janganlah menghadap kepada Allah dalam keadaan kaya. Abu Sa'id bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya bagiku untuk itu?" Rasulullah Saw. bersabda: Apa yang diminta Jarimu janganlah kamu mencegahnya, dan apa yang direzekikan kepadamu janganlah kamu simpan. Abu Sa'id bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya aku dapat melakukan hal itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, seperti itu. Jika tidak, maka neraka."
Sanad hadis ini daif.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا عُتَيْبَةُ، عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَصْرَمَ قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: مَاتَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّة، وَتَرَكَ دِينَارَيْنِ -أَوْ: دِرْهَمَيْنِ -فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كيَّتان، صلوا على صاحبكم"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah mencerita­kan kepada kami Uyaynah. dari Yazid ibnus Sarm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. berkata, "Ada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah( orang-orang miskin yang tinggal di pinggir masjid), sedangkan dia meninggalkan uang sebanyak dua dinar atau dua dirham. Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Dua setrikaan, maka mohonlah ampunan bagi teman kalian ini "
Hadis ini telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur yang lain.
قَالَ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ صُدَي بْنِ عَجْلان قَالَ: مَاتَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّة، فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كيَّة". ثُمَّ تُوفي رَجُلٌ آخَرُ فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارَانِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيَّتَانِ"
Qatadah telah meriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan) yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah meninggal dunia, lalu pada kain sarungnya ditemukan uang sebanyak satu dinar. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Satu setrikaan," Kemudian ada lagi lelaki lain yang juga dari kalangan ahli suffah meninggal dunia, dan di dalam kain sarungnya ditemukan uang sebanyak dua dinar. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Dua setrikaan."
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr Ishaq ibnu Ibrahim Al-Faradisi, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Yahya Al-Atrablusi, telah menceritakan kepadaku Artah, telah menceritakan kepadaku Abu Amir Al-Hauzani, bahwa ia pernah mendengar Sauban maula Rasulullah Saw. mengatakan: Tidak sekali-kali seorang lelaki meninggal dunia, sedangkan dia memiliki merah (emas) dan putih (perak), melainkan Allah menjadikan tiap karatnya sebuah lempengan api yang akan disetrikakan kepadanya mulai dari lelapak kaki hingga janggutnya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خِدَاشٍ، حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ مُحَمَّدٍ الثَّوْرِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يُوضَعُ الدِّينَارُ عَلَى الدِّينَارِ، وَلَا الدِّرْهَمُ عَلَى الدِّرْهَمِ، وَلَكِنْ يُوَسَّع جِلْدُهُ فَيُكْوَى  بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجَنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ، هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Saif ibnu Muhammad As-Sauri, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dan Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Dinar tidak diletakkan di atas dinar lain, dan dirham tidak pernah diletakkan di atas dirham lainnya. Tetapi kulit orang yang bersangkutan diperlebar. lalu disetrika dengan mata uang tersebut wajah, lambung, dan punggung mereka; (lalu dikatakan kepada mereka), "Inilah balasan dari apa yang kalian simpan untuk diri kalian, maka rasakanlah akibat dari apa yang kalian simpan ini.”
Tetapi Saif yang disebutkan di atas dikenal sebagai pendusta, dan hadisnya tidak terpakai.

At-Taubah, ayat 36

{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36) }
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي بَكْرَة، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ فِي حَجَّتِهِ، فَقَالَ: "أَلَا إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ [حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ] مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ". ثُمَّ قَالَ: "أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: "أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ؟ " قُلْنَا؛ بَلَى. ثُمَّ قَالَ: "أَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟ " قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: "أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ؟ " قُلْنَا: بَلَى. ثُمَّ قَالَ: "أَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ ". قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: "أَلَيْسَتِ الْبَلْدَةُ؟ " قُلْنَا: بَلَى. قَالَ: "فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ -قَالَ: وَأَحْسَبُهُ قَالَ: وَأَعْرَاضَكُمْ -عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ، أَلَا لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي ضُلالا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ، أَلَا هَلْ بَلَغْتُ؟ أَلَا لِيُبَلِّغَ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ مِنْكُمْ، فَلَعَلَّ مَنْ يُبَلَّغُهُ يَكُونُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ يَسْمَعُهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sirin. dari Abu Bakrah, bahwa Nabi Saw. berkhotbah dalam haji wada'nya. Antara lain beliau Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Q 'dah, Zul Hijjah, dan Muharram; yang lainnya ialah Rajab Mudar, yang terletak di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban. Lalu Nabi Saw. bertanya, "Ingatlah, hari apakah sekarang?" Kami (para sahabat) menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau bersabda.”Bukankah hari ini adalah Hari Raya Kurban?" Kami menjawab, "Memang benar." Kemudian beliau Saw. bertanya, "Bulan apakah sekarang?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau Saw. diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau Saw. bersabda, "Bukankah sekarang ini bulan Zul Hijjah?" Kami menjawab, "Memang benar." Kemudian beliau Saw. bertanya, "Negeri apakah ini?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau Saw. diam sehingga kami men­duga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau Saw. bersabda, "Bukankah negeri ini?" Kami menjawab, "Memang benar." Setelah itu Nabi Saw. bersabda: Maka sesungguhnya darah dan harta benda kalian —menurut seingat (perawi) beliau mengatakan pula 'dan kehormatan kalian'diharamkan atas kalian seperti keharaman (kesucian) hari kalian sekarang, dalam bulan kalian, dan di negeri kalian ini. Dan kelak kalian akan menghadap kepada Tuhan kalian, maka Dia akan menanyai kalian tentang amal perbuatan kalian. Ingatlah, janganlah kalian berbalik menjadi sesat sesudah (sepeninggal)ku, sebagian dari kalian memukul (memancung) leher sebagian yang lain. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan? Ingatlah, hendaklah orang yang hadir (sekarang) di antara kalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, karena barangkali orang yang menerimanya dari si penyampai lebih memahaminya daripada sebagian orang yang mendengarnya secara langsung.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir dan lain-lainnya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَر، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا أَشْعَثُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شهرا في كتاب الله يوم خلق السموات وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ، وَرَجَبُ مُضَرَ بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ"
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Asy'as, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya semula sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan Langit dan bumi diantaranya empat  bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa'dah, Zul Hijjah, dan Muharram, sedangkan lainnya ialah Rajab Mudar yang terletak di antara bulan Jumada dan bulan Sya'ban.
Al-Bazzar meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu Ma'mar dengan sanad yang sama, kemudian ia mengatakan bahwa tidak diriwayatkan melalui Abu Hurairah kecuali melalui jalur ini. Ibnu Aun dan Qurrah telah meriwayatkannya dari Ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَسْرُوقِيُّ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَاب، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ الربَذي، حَدَّثَنِي صَدَقَةُ بْنُ يَسَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِمِنًى فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ: "أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ، فَهُوَ الْيَوْمَ كَهَيْئَتِهِ يوم خلق الله السموات وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، أَوَّلُهُنَّ رَجَب مُضَرَ بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ، وَذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ"
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabazi, telah menceritakan kepadaku Sadaqah ibnu Yasar, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan khotbahnya dalam haji wada' di Mina pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Antara lain beliau Saw. bersabda: Hai manusia, sesungguhnya zaman itu berputar, keadaan zaman pada hari ini sama dengan keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan-bulan haram (suci); yang pertama ialah Rajab Mudar yang jatuh di antara bulan Jumada dan Sya’ban. lalu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan hal yang semisal atau sama dengan hadis di atas, dari hadis Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar.
قَالَ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي حُرّة  حَدَّثَنِي الرَّقَاشِيُّ، عَنْ عَمِّهِ -وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ -قَالَ: كُنْتُ آخِذًا بِزِمَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، أَذُودُ النَّاسَ عَنْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السموات والأرض، منها أربعة حرم فلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ"
Hammad ibnu Salamah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Zaid, dari Abu Hamzah Ar-Raqqasyi, dari pamannya yang berpredikat sebagai sahabat. Paman Abu Hamzah Ar-Raqqasyi mengata­kan bahwa ia memegang tali kendaraan unta Rasulullah Saw. pada pertengahan hari-hari Tasyriq seraya menguakkan orang-orang agar menjauh darinya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya zaman itu berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan itu di sisi Allah ada dua belas bulan menurut ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram (suci), maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat itu.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: di antaranya empat bulan haram (suci). (At-Taubah: 36) Yaitu bulan Rajab, Zul Qa'dah, Muharram, dan Zul Hijjah.
Mengenai sabda Rasulullah Saw. dalam salah satu hadis, yaitu:
" إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يوم خلق الله السموات وَالْأَرْضَ"،
Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi.
Hal ini merupakan taqrir (pengakuan) dari Rasulullah Saw. dan sebagai pengukuhan terhadap urusan itu sesuai dengan apa yang telah dijadikan oleh Allah Swt. sejak semua, tanpa mendahulukan dan menangguh-nangguhkan dan mengganti. Seperti yang disabdakannya sehubungan dengan keharaman (kesucian) kota Mekah, yaitu:
"إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"،
Sesungguhnya kota ini disucikan oleh Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini tetap suci karena disucikan oleh Allah Swt. sampai hari kiamat.
Hal yang sama dikatakannya pula dalam bab ini, yaitu: Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi.
Dengan kata lain, keadaan zaman pada hari ini sama dengan keadaannya sejak diciptakan oleh Allah —yakni tetap berputar— sebagai suatu ketetapan dari-Nya sejak Dia menciptakan langit dan bumi.
Sebagian ulama tafsir dan ahli ilmu kalam telah mengatakan berkenaan dengan hadis tersebut, bahwa yang dimaksud dengan sabdanya, "Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi", sesungguhnya hal itu bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. di tahun itu, yaitu dalam bulan Zul Hijjah. Orang-orang Arab di masa dahulu pun sering menangguh-nangguhkan bulan haram ini. Selama bertahun-tahun mereka selalu mengerjakan hajinya di luar bulan Zul Hijjah, bahkan kebanyakan ibadah haji mereka dilakukan di luar bulan Zul Hijjah. Dan mereka menduga bahwa haji yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq dalam tahun sembilan Hijriah dilakukan bulan Zul Qa'dah. Tetapi kebenaran pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, seperti apa yang akan kami jelaskan dalam pembahasan tentang Nasi’.
Hal yang lebih aneh daripada ini ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani dari sebagian ulama Salaf dalam sejumlah hadis yang menyatakan, "Sesungguhnya haji kaum muslim, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Nasrani pernah bertepatan dalam hari yang sama, yaitu Hari Raya Kurban pada tahun haji wada'."
Syekh Alamud Din As-Sakhawi di dalam kitabnya Al-Masyhurfi Asmail Ayyam wasy Syuhur telah menyebutkan bahwa bulan Muharram di namakan Muharram karena ia merupakan bulan yang diharamkan (disucikan). Menurut pendapat penulis (As-Sakhawi), dinamakan demikian untuk mengukuhkan keharamannya. Mengingat orang-orang Arab di masa lalu berpandangan labil terhadapnya, terkadang dalam satu tahun mereka menghalalkannya, sedangkan di tahun yang lain mengharamkannya. Kata muharram dijamakkan menjadi muharramat, maharim, dan maharim.
Bulan Safar, dinamakan demikian karena rumah-rumah mereka kosong dari para penghuninya, sebab penghuninya pergi untuk berperang dan mengadakan perjalanan. Dikatakan safaral makanu, apabila tempat yang dimaksud kosong, tak berpenghuni. Dijamakkan menjadi asfar, sama wazannya dengan lafaz jamal yang bentuk jamaknya ajmal.
Bulan Rabi'ul AwwaL dinamakan demikian karena mereka menetap di rumahnya masing-masing. Al-irtiba' artinya tinggal di keramaian daerah tempat tinggal. Bentuk jamaknya adalah arbi’a, sama wazannya dengan lafaz nasibun yang bentuk jamaknya ansiba. Dapat pula dijamakkan menjadi arba'ah, sama wazannya dengan ragifun yang bentuk jamaknya argifah. Rabi'ul Akhir sama ketentuannya dengan Rabi'ul Awwal.
Jumada, dinamakan demikian karena pada bulan itu air membeku. Menurut perhitungan mereka (orang-orang Arab di masa Jahiliah) bulan-bulan itu tidak berputar-putar —tetapi pendapat As-Sakhawi kali ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya—, sebab bulan-bulan itu menurut mereka dikaitkan dengan hilal. Dengan demikian, berarti bulan-bulan itu harus berputar. Barangkali mereka menamakannya dengan sebutan Jumada pada awal mulanya ialah di saat air sedang membeku, seperti yang disebutkan oleh seorang penyair mereka, yaitu:
وَلَيلَةٍ منْ جُمادى ذَاتِ أنْدِيَة ... لَا يُبْصِرُ العبدُ فِي ظَلماتها الطُّنُبَا ...
لَا يَنْبَحُ الكلبُ فِيهَا غَير وَاحدَةٍ ... حَتَّى يَلُفَّ عَلَى خُرْطُومه الذَّنَبَا ...
Dan malam hari dari bulan Jumada yang berkabut tebal, seorang hamba tidak dapat melihat tali pemancang kemah dalam kegelapannya. Dan anjing tidak ada yang melolong kecuali hanya sekali sebelum melilitkan ekornya pada moncongnya.
Jumada dijamakkan menjadi jumadiyat, sama wazannya dengan lafaz hubara yang jamaknya hubariyat. Lafaz jumada terkadang di-muzakkar-kan dan terkadang di-muannas-kan, maka dikatakan Jumadil Ula dan Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, dan Jumadil Akhirah.-
Rajab, berasal dari tarjib, artinya menghormat; dijamakkan dalam bentuk arjab, rajah, dan rajabat.
Sya'ban berasal dari sya'abai qabailu, artinya kabilah-kabilan itu mulai berpencar untuk mengadakan serangan. Dijamakkan dalam bentuk sya'abin dan Sya’banat.
Ramadan berasal dari kata syiddatur ramda yang artinya panas yang terik. Bila dikatakan ramadatil fisalu, artinya anak-anak unta itu kehausan. Dijamakkan dalam bentuk ramadanat, ramadina dan armidah.
As-Sakhawi mengatakan, "Pendapat orang yang mengatakan bahwa Ramadan berasal dari salah satu asma Allah merupakan suatu kekeliruan yang tidak dapat dijadikan pegangan dan tidak bisa dijadikan rujukan."'
Menurut kami, memang ada sebuah hadis yang mengatakan demikian (bahwa Ramadan adalah salah satu dari asma Allah Swt.), tetapi predikat hadisnya daif. Hal ini telah kami kemukakan di dalam permulaan Kitabus Siyam.
Syawwal berasal dari kata syalatil ibilu aznabaha lit taraq yang artinya unta itu mengangkat ekornya untuk kawin. Dijamakkan dalam bentuk syawawil, syawawil, dan syawalat.
Al-Qa'dah, dapat juga disebut Al-Qi'dah. Dinamakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) diam di tempatnya, tidak mengadakan peperangan, tidak pula bepergian. Dijamakkan menjadi zawatul qa’dah.
Al-Hijjah dan Al-Hajjah, dinamakan demikian karena mereka melakukan haji di bulan itu. Dijamakkan menjadi zawatul hijjah.
Nama-nama hari ialah Ahad sebagai hari pertama, dijamakkan menjadi Ahad,  Ahad dan Wahud. Kemudian hari Senin dijamakan menjadi Asanin. Selasa dengan bacaan panjang, yaitu Sulasa, yakni dapat Ai-muzakkar-kan dan dimu'annaskan: ]amaknya Salasawat dan Asalis. Kemudian Arbi’a (hari Rabu), dijamakkan menjadi Arbi awat dan arabi. Khamis dijamakkan menjadi Akhmisah dan Akhamis. Lalu Jumu'ah dan Jum'ah atau Juma'ah. dijamakkan menjadi Juma dan Juma'at. As-Sabt berasal dari kata As-Sabt, artinya terputus, karena bilangan hari telah habis padanya.
Di masa dahulu orang-orang Arab menamakan hari-hari dengan sebutan Awwal untuk hari pertama, lalu Ahwan, lalu Jubar, kemudian Dubar, lalu Mu'nis, lalu 'Arubah, dan terakhir Syubar. Salah seorang penyair dari kalangan orang-orang Arab Uraba dan Aribah di masa silam mengatakan:
أُرَجِّي أَنْ أعيشَ وَأَنَّ يَومِي ... بِأَوَّلَ أَوْ بِأَهْوَنَ أَوْ جُبَار ...
أَوِ التَّالِي دُبَار فِإِنْ أفُتهُ ... فمؤنس أو عروبةَ أو شيار ...
Aku berharap untuk berusia panjang, dan sesungguhnya hari-hariku ialah Awwal atau Ahwan atau Jubar atau berikutnya, yaitu Dubar. Dan jika aku melewatkannya, maka Mu'nis atau 'Arubah atau Syubar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
di antaranya empat bulan haram. (At-Taubah: 36)
Hal ini diharamkan pula oleh orang-orang Arab di masa silam. Demi­kianlah menurut kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar dari mereka, kecuali sejumlah orang dari kalangan mereka yang dikenal dengan sebutan golongan Al-Basal. Mereka mengharamkan delapan bulan dari setiap tahunnya sebagai ungkapan rasa fanatik dan pengetatan hukum atas diri mereka.
Adapun mengenai sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ،
Tiga bulan di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram; lalu Rajab Mudar yang terletak di antara bulan Jumada dan Sya'ban.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. meng-idafah-kan (mengaitkan)nya dengan Mudar, untuk menjelaskan kepada mereka kebenaran perkataan orang-orang Mudar terhadap bulan Rajab, bahwa bulan Rajab terletak di antara bulan Jumada dan Sya'ban. Bukan seperti yang diduga oleh orang-orang Rabi'ah yang mengatakan bahwa bulan Rajab yang diharamkan (disucikan) ialah bulan yang terletak di antara bulan Sya'ban dan Syawwal, yaitu Ramadan sekarang. Maka Nabi Saw. menjelaskan, bahwa yang dimaksud adalah Rajab Mudar, bukan Rajab Rabi'ah.
Sesungguhnya bulan yang diharamkan ada empat, tiga bulan di antaranya berurutan letaknya, sedangkan yang satunya lagi terpisah; hal ini tiada lain demi menunaikan manasik haji dan umrah. Maka diharamkan (disucikan) satu bulan sebelum bulan haji, yaitu bulan Zul Qa'dah, karena mereka dalam bulan itu beristirahat tidak mau berperang; dan diharamkan bulan Zul Hijjah karena dalam bulan itu mereka menunaikan ibadah haji dan sibuk dengan penunaian manasiknya. Kemudian diharamkan pula satu bulan sesudahnya —yaitu bulan Muharram— agar orang-orang yang telah menunaikan haji pulang ke negerinya yang jauh dalam keadaan aman.
Kemudian diharamkan bulan Rajab di pertengahan tahun, untuk melakukan ziarah ke Baitullah dan melakukan ibadah umrah padanya, bagi orang yang datang kepadanya dari daerah yang jauh dari Jazirah Arabia. Maka mereka dapat menunaikan ibadah umrahnya, lalu kembali ke negerinya masing-masing dalam keadaan aman.
{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
Itulah (ketetapan) agama yang lurus. (At-Taubah: 36)
Maksudnya, itulah syariat yang lurus yang harus diikuti demi menger­jakan perintah Allah sehubungan dengan bulan bulan yang Haram yang  dijadikan-Nya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya di dalam ketetapan Allah yang dahulu. Dalam firman selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36)
Yakni dalam bulan-bulan Haram itu janganlah kalian berbuat aniaya terhadap diri kalian sendiri, karena dalam bulan-bulan Haram itu sanksi berbuat dosa jauh lebih berat daripada dalam hari-hari lainnya. Sebagai­mana perbuatan maksiat yang dilakukan di dalam Kota Suci Mekah, berlipat ganda dosanya, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang dimaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25)
Demikian pula dalam bulan suci, perbuatan dosa diperberat sanksinya. Karena itulah di dalam mazhab Imam Syafii dan segolongan ulama disebutkan bahwa hukuman diat diperberat dalam bulan itu. Sebagai­mana diat diperberat pula terhadap orang yang melakukan pembunuhan di dalam Tanah Suci atau membunuh orang yang sedang ihram.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah:36) Yakni dalam semua bulan.
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah. (At-Taubah: 36), hingga akhir ayat. Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam semua bulan. Kemudian dikecualikan dari semua bulan itu sebanyak empat bulan. Keempat bulan itu dijadikan sebagai bulan Haram (suci) yang kesuciannya diagungkan, dan sanksi atas perbuatan dosa yang dilakukan padanya diperbesar serta pahala amal saleh yang dilakukan di dalamnya diperbesar pula.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36) Sesungguhnya melakukan perbuatan aniaya dalam bulan-bulan Haram, maka dosa dan sanksinya jauh lebih besar daripada melakukan perbuatan aniaya dalam bulan-bulan yang lain, sekalipun pada prinsipnya perbuatan aniaya itu —kapan saja dilakukan— dosanya tetap besar. Tetapi Allah lebih memperbesar urusan-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Selanjutnya Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah memilih banyak pilihan dari kalangan makhluk-Nya. Dia memilih dari kalangan para malaikat yang dijadikan-Nya sebagai utusan-utusan-Nya, juga dari kalangan manusia Dia memilih orang-orang yang dijadikan-Nya sebagai utusan-utusan-Nya. Dia memilih dari Kalam-Nya, yaitu Al-Qur'an; dari bumi ini masjid-masjid, dari bulan-bulan ini bulan Ramadan dan bulan-bulan Haram, dari hari-hari ini memilih hari Jumat, dan dari malam-malam hari Dia memilih Lailatul Qadar. Oleh sebab itu, agungkanlah apa yang diagungkan oleh Allah, karena sesungguhnya pengagungan itu hanyalah kepada apa yang diagungkan oleh Allah. Demikianlah menurut orang yang berakal dan berpemahaman."
As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan, dari Muhammad Ibnul HAnafiah bahwa makna yang dimaksud ialah 'Janganlah kalian melakukan hal-hal yang diharamkan padanya demi menghormati kesuciannya'.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36) Maksudnya, janganlah kalian menjadikan keharamannya berubah menjadi halal, janganlah pula kalian menghalalkan keharamannya seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang musyrik, karena sesungguhnya nasi’ (penangguhan bulan Haram) yang biasa mereka lakukan itu merupakan penambahan kekafiran mereka. disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undur itu. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً}
Dan perangilah kaum musyrik itu semuanya. (At-Taubah: 36)
Artinya, perangilah oleh kalian semua orang musyrik itu.
{كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً}
sebagaimana mereka pun memerangi kalian semua. (At-Taubah: 36)
Yaitu sebagaimana mereka semua memerangi kalian.
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ}
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 36)
Para ulama berbeda pendapat tentang keharaman hukum melalui peperangan dalam bulan-bulan Haram, apakah hukum ini di-mansukh atau muhkam. Ada dua pendapat mengenainya, yaitu:
Pendapat pertama, merupakan pendapat yang terkenal. Menurut pendapat ini hukumnya telah di-mansukh, karena di sini Allah Swt. berfirman:
{فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36)
Lalu diperintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik. Makna lahiriah nas (teks) menunjukkan keumuman pengertiannya, yakni perintah ini bersifat umum tanpa ada ikatan waktu. Seandainya melakukan peperangan terhadap kaum musyrik diharamkan dalam bulan-bulan Haram, sudah dipastikan ada ikatannya, yaitu dengan lepasnya bulan-bulan Haram. Juga karena Rasulullah Saw. ketika mengepung penduduk Taif terjadi dalam bulan Haram. yaitu bulan Zul Qa'dah; seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Nabi Saw. berangkat untuk memerangi orang-orang Hawazin dalam bulan Syawwal. Setelah Nabi Saw. berhasil mematahkan dan mencerai-beraikan mereka, lalu menjarah harta rampasan mereka, maka sisa-sisa mereka berlindung di kota Taif. Maka Nabi Saw. menuju Taif dan mengepung mereka selama empat puluh hari, lalu pulang ke Madinah tanpa membukanya. Dan terbukti bahwa Nabi Saw. melakukan pengepungannya itu dalam bulan Haram.
Pendapat kedua mengatakan bahwa memulai peperangan dalam bulan-bulan Haram hukumnya haram, dan bahwa keharaman melakukan peperangan dalam bulan-bulan Haram ini tidak di-mansukh, karena firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram. (Al-Maidah: 2)
{الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ}
Bulan Haram dengan bulan Haram dan pada sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia yang seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194), hingga akhir ayat.
{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ}
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu. (At-Taubah: 5), hinggaakhirayat.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa bulan-bulan Haram itu adalah empat bulan yag telah ditetapkan setiap tahunnya, bukan bulan-bulan tas-yir, menurut salah satu di antara dua pendapat.
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً}
dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. (At-Taubah: 36)
Dapat ditakwilkan bahwa ayat ini terputus dari ayat sebelumnya, kemudian ia dianggap sebagai kalimat baru yang menjelaskan hukum yang lain. Dan hal ini termasuk ke dalam Bab "Menggugah dan Memberikan Semangat untuk Hal yang Dimaksud". Dengan kata lain, sebagaimana mereka menghimpun kekuatannya untuk memerangi kalian saat mereka hendak memerangi kalian, maka himpunlah kekuatan kalian untuk memerangi mereka, bila kalian hendak memerangi mereka. Dan perangilah mereka sama dengan apa yang mereka lakukan terhadap kalian.
Dapat pula diinterprestasikan bahwa telah diberi izin oleh Allah bagi kaum mukmin untuk memerangi orang-orang musyrik dalam bulan-bulan Haram, jika mereka (orang-orang musyrik) memulainya terlebih dahulu, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ}
Bulan Haram dengan bulan Haram dan pada sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. (Al-Baqarah: 194)
{وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ}
dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. (Al-Baqarah: 191), hingga akhir ayat.
Demikianlah jawaban tentang pengepungan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap ahli Taif yang pengepungan tersebut terus berlangsung sampai masuk bulan Haram, karena sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. itu merupakan kelanjutan dari pepe­rangan melawan orang-orang Hawazin dan para hulafa (teman-teman sepakta)nya dari kalangan Bani Saqif (penduduk kota Taif). Karena sesungguhnya merekalah yang terlebih dahulu memulai peperangan, menghimpun pasukan, serta menyerukan perang dan bertanding di medan perang. Maka pada saat itu juga Rasulullah Saw. menerima tantangan mereka, seperti yang telah disebutkan jauh sebelum ini.
Ketika orang-orang Hawazin berlindung di benteng kota Taif, maka Rasulullah Saw. dan kaum muslim datang ke Taif untuk mengeluarkan mereka dari Benteng Taif. Akhirnya mereka berhasil membunuh sebagian dari pasukan kaum muslim yang mencoba naik ke benteng mereka. Kemudian pengepungan dilanjutkan dengan manjaniq (pelontar batu) dan senjata jarak jauh lainnya selama kurang lebih empat puluh.
Pengepungan tersebut dimulai pada bulan Halal dan berlanjut sampai ke bulan Haram selama beberapa hari. Setelah itu Rasulullah Saw. kembali ke Madinah meninggalkan mereka. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw. karena mengingat bahwa dapat dimaafkan melanjutkan sesuatu itu dalam kondisi tertentu yang tidak dapat dimaafkan bila dilakukan pada permulaannya. Hal seperti ini merupakan suatu perkara yang telah menjadi ketetapan hukum, dan hal yang semisal dengannya dalam hukum banyak di dapat.
Berikut ini akan kami sebutkan hadis-hadis yang menceritakan tentang hal tersebut. Hal ini telah kami catat di dalam kitab Sirah.
[Penulis (Ibnu Kasir) tidak menuturkan hadis-hadis yang telah dijanjikannya itu, maka harap direnungkan. pent]

At-Taubah, ayat 37

{إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37) }
Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu; mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharam­kannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Melalui ayat ini Allah mencela orang-orang musyrikin karena perbuatan mereka yang dengan seenaknya mengubah syariat Allah dengan pendapat-pendapat mereka yang rusak. Mereka berani mengubah hukum-hukum Allah dengan hawa nafsu mereka, berani pula menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh-Nya. Karena sesungguhnya mereka dengan kekuatan yang mereka miliki, kefanatikan, keberanian, dan kekerasan hati mereka, mereka berani melanggar kesucian tiga bulan Haram yang mengharam­kan mereka melakukan keperluan mereka, yaitu memerangi musuh-musuh mereka. Di masa lalu sebelum Islam, mereka pernah menghalal­kan bulan Haram dan menangguhkannya sampai bulan Safar. Karenanya mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan bulan Halal, dengan tujuan agar bersesuaian dengan bilangan bulan yang diharamkan oleh Allah Swt., yaitu empat bulan. Salah seorang penyair mereka yang bernama Umair ibnu Qais yang dikenal dengan julukan 'Jazlut Ta'an' mengatakan:
لَقَدْ عَلمت مَعد أنَّ قَومِي ... كرَامُ النَّاس أنَّ لَهُمْ كِراما ...
ألسْنا الناسئينَ عَلَى مَعد ... شُهُورَ الحِل نَجْعلُهَا حَرَاما ...
فَأَيُّ النَّاسِ لَم تُدْرَك بوتْر? ... وأيّ النَّاس لم نُعْلك لجاما
Sesungguhnya Ma'ad telah mengetahui bahwa kaumku adalah orang-orang mulia, mereka mempunyai kemuliaan.
Bukankah kami adalah orang-orang yang suka menangguh-nangguhkan kesucian bulan Haram terhadap Ma'ad, bulan-bulan Halal kami jadikan bulan-bulan Haram.
Maka siapakah orangnya yang tidak kami kejar dengan panah, dan siapakah orangnya yang tidak kami belenggukan kepadamu?
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undur bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37) Bahwa istilah 'menangguh-nangguhkan bulan Haram' pada awal mulanya dilakukan oleh Junadah Ibnu Auf Ibnu Umayyah Al-Kannani. Dia biasa datang ke musim haji setiap tahunnya, dan ia diberi nama julukan 'Abu Sumamah'. Lalu ia berseru, "Ingatlah, sesungguhnya Abu Sumamah adalah orang yang tidak pernah memutuskan (silaturahmi) dan tidak pernah dicela. Ingatlah, sesungguhnya Safar tahun ini halal." Dia menghalalkannya untuk orang-orang, kemudian di tahun berikutnya dia mengharamkannya untuk mereka.Yang demikian itulah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. ( At-Taubah: 37) Makna yang dimaksud ialah ' mereka menghalalkan bulan Haram dalam satu tahun, sedangkan pada tahun berikutnya mereka mengharamkan­nya'. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah, setiap tahunnya ia selalu datang ke musim haji dengan mengendarai keledai miliknya. Lalu ia berkata, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah orang yang tidak pernah dicela dan tidak pernah diputuskan, dan tidak ada yang menolak apa yang aku katakan. Sesungguhnya kami mengharamkan bulan Haram dan menangguhkan bulan Safar." Kemudian ia datang lagi pada tahun berikutnya dan mengatakan kata-kata yang semisal, lalu ia berkata.”Sesungguhnya sekarang kami haramkan bulan Safar dan kami  menangguhkan bulan Haram." Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37) Yakni yang empat bulan itu. maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (At-Taubah: 37) karena mereka, menangguhkan bulan yang haram itu.
Hal yang semisal dengan di atas telah diriwayatkan pula dari Abu Wail, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah yang dikenal dengan nama julukan "Al-Qalmas', dia hidup di masa Jahiliah. Pada awal mulanya mereka di masa Jahiliah tidak berani melakukan serangan terhadap sebagian dari mereka dalam bulan-bulan Haram. Seseorang bersua dengan pembunuh ayahnya tanpa berani memanjangkan tangan terhadapnya (tidak berani menyentuhnya) karena menghormat bulan Haram. Tetapi di saat Al-Qalmas muncul, dia berkata, "Marilah kita berangkat untuk mengadakan serangan." Mereka menjawab, "Bulan ini adalah bulan Muharram." Al-Qalmas menjawab, "Kita tangguhkan untuk tahun ini, dua bulan sekarang kita kosongkan saja. Apabila datang tahun depan, kita bayar, lalu kita jadikan keduanya sebagai bulan Haram." Maka hal tersebut diberlakukan. Kemudian ketika tahun depan tiba, ia berkata, "Janganlah kalian mengadakan peperangan dalam bulan Safar. Jadikanlah ia sebagai bulan Haram, sama dengan bulan Muharram. kedua-duanya kita haramkan."
Apa yang disebutkan dalam riwayat Ini terkandung ke-garib-an, dan kebenarannya masih perlu dipertimbang­kan. Dikatakan demikian karena sesungguhnya mereka dalam satu tahun hanya mengharamkan tiga bulan itu saja, sedangkan pada tahun berikutnya mereka mengharamkan lima bulan. Lalu manakah kebenaran riwayat ini bila ditinjau dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ}
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37)
Telah diriwayatkan dari Mujahid gambaran yang lain, tetapi garib pula kandungannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Allah memfardukan ibadah haji dalam bulan Zul Hijjah. Tetapi orang-orang musyrik di masa lalu menamakan Zul Hijjah dengan sebutan bulan Muharram, bulan Safar menjadi Rabi', bulan Rabi' menjadi bulan Jumada, sedangkan bulan Jumada mereka namakan menjadi Rajab, Sya'ban menjadi Ramadan. Syawwal menjadi Zul Qa'dah. Terkadang mereka melakukan hajinya dalam bulan Zul Hijjah, kemudian mereka diam, tidak menyebutkan Muharram. Lalu mereka kembali dan menamakannya menjadi Safar. dan mereka menamakan Rajab menjadi Jumadil Akhir, lalu Sya'ban menjadi Ramadan, Syawwal menjadi Ramadan, Zul Qa'dah menjadi Syawwal. Zul Hijjah menjadi Zul Qa'dah, Muharram menjadi Zul Hijjah dan mereka melakukan hajinya dalam bulan itu, yang menurut peristilahan mereka disebut Zul Hijjah. Kemudian mereka kembali melakukan keadaan tersebut, dan mereka melakukan hajinya setiap bulan selama dua tahun, hingga pada bulan yang terakhir dari dua tahun itu (yakni dalam bulan Zul Qa'dah) bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Abu Bakar. Kemudian Nabi Saw. melakukan hajinya yang bersesuaian dengan bulan Zul Hijjah. Yang demikian itu dinyatakan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan, "Sesungguhnya zaman ini berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi."
Apa yang dikatakan oleh Mujahid ini masih perlu dipertimbangkan pula kebenarannya. karena mengapa bisa dianggap sah haji yang dilakukan oleh Abu Bakar, padahal hal itu dilakukan dalam bulan Zul Qa'dah. Kalau demikian. berarti mana kebenaran dari pendapat ini? Sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
{وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ}
Dan (ini lah) suatu permaklumatan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. (At-Taubah: 3), hingga akhir ayat.
Karena sesungguhnya hal itu dipermaklumatkan dalam hajinya Abu Bakar. Seandainya haji yang dilakukannya itu bukan dalam bulan Zul Hijjah, niscaya Allah tidak akan mengatakan dalam firman-Nya:
{يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ}
pada hari haji akbar. (At-Taubah: 3)
Dan bukanlah suatu kepastian adanya perbuatan mereka yang selalu menangguh-nangguhkan bulan Haram menjadi penyebab adanya apa yang disebutkan olehnya bahwa tahun terus berputar atas mereka, dan haji yang dilakukan oleh mereka setiap bulan selama dua tahun. Karena sesungguhnya perbuatan nasi' (menangguh-nangguhkan bulan Haram) tetap terjadi, sekalipun tanpa itu.
Sesungguhnya mereka di saat menghalalkan bulan Muharram dalam satu tahun, maka mereka mengharamkan penggantinya (yaitu bulan Safar), dan sesudahnya adalah bulan Rabi', dan dari Rabi' hingga akhir tahun tetap seperti tatanan yang semula, begitu pula bilangan dan nama bulan-bulannya.
Kemudian pada tahun yang kedua mereka mengharamkan bulan Muharram dan tetap membiarkan keharamannya yang sesudahnya adalah bulan Safar, kemudian Rabi' hingga akhir tahun. mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharam-kannya pada tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang dinaramkan Allah. (At-Taubah: 37) Yakni menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah, yaitu selama empat bulan. Hanya mereka terkadang mendahulukan pengharaman bulan ketiga dari ketiga bulan yang berturut-turut itu (yakni bulan Muharram) dan terkadang mereka menangguhkannya sampai bulan Safar.
Dalam pembahasan yang lalu—sehubungan dengan sabdaNabi Saw. yang mengatakan, "Sesungguhnya zaman itu berputar," hingga akhir hadis— telah disebutkan bahwa sesungguhnya perkara mengenai bilangan bulan-bulan itu dan pengharaman sebagian darinya adalah sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam ketetapan Allah, baik bilangannya maupun urutannya. Dan bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh sebagian orang-orang Arab Jahiliah yang bodoh yang memutuskan pengharaman sebagian darinya atas sebagian yang lain melalui nasi'.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ بِشْرِ بْنِ سَلَمَةَ الطَّبَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَقَبَةِ، فَاجْتَمَعَ إِلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ: "وَإِنَّمَا النَّسِيءُ مِنَ الشَّيْطَانِ، زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ، يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا، يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عاما". فكانوا يحرمون المحرم عاما، ويستحلون صفر وَيَسْتَحِلُّونَ الْمُحَرَّمَ، وَهُوَ النَّسِيءُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Bisyr ibnu Salamah At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasullah Saw. berdiri di Aqabah dan sejumlah kaum muslim sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. berkumpul menghadap Nabi Saw. untuk mendengarkan khotbahnya. Mula-mula Nabi Saw. memuji kepada Allah Swt. dengan pujian-pujian yang layak bagi-Nya, kemudian beliau Saw. bersabda: Dan sesungguhnya perbuatan menangguh-nangguhkan bulan Haram itu termasuk perbuatan setan, menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu; mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain.
Mereka menganggap haram bulan Muharram dan menghalalkan bulan Safar di suatu tahun. sedangkan di tahun lainnya mereka menghalalkan bulan Muharram. Itulah yang dinamakan nasi'
Imam Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya. telah mengupas masalah ini dengan kupasan yang baik lagi berfaedah. Ia mengatakan. orang yang mula-mula menangguh-nangguhkan bulan Haram di kalangan orang-orang Arab, yang karenanya ia menghalal­kan sebagian dari yang diharamkan Allah dan mengharamkan sebagian dari apa yang dihalalkan oleh-Nya di antara bulan-bulan itu, adalah Al-Qalmas. Nama aslinya ialah Huzaifah ibnu Abdu Faqim ibnu Addi ibnu Amir ibnu Sa'labah ibnul Haris ibnu Malik ibnu Kinanah ibnu Khuzaimah ibnu Mudrikah ibnu Ilyas ibnu Mudar ibnu Nizar ibnu Ma'ad ibnu Adnan. Kemudian kedudukannya digantikan oleh anaknya yang bernama Abbad. Setelah Abbad, diganti oleh anaknya (yaitu Qala' ibnu Abbad), lalu diganti oleh anaknya (yaitu Umayyah ibnu Qala'), lalu diganti oleh anaknya (yaitu Auf ibnu Umayyah), dan terakhir oleh anaknya (yaitu Abu Sumamah) yang nama aslinya yaitu Junadah ibnu Auf. Dia adalah orang terakhir yang berbuat nasi’, di masanya berdirilah agama Islam.
Di masa lalu orang- orang Arab apabila selesai dari hajinya berkumpul menghadap kepada Junadah ibnu Auf, lalu Junadah berdiri di kalangan mereka dan berkhotbah kepada mereka. Di dalam isi khotbahnya itu ia mengharamkan bulan Rajab, bulan Zul Qa'dah, dan bulan Zul Hijjah; dan menghalalkan bulan Muharram di suatu tahun, lalu menggantikannya dengan bulan Safar, dan di tahun lainnya ia mengharamkannya. Dia melakukan demikian untuk menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah. Dengan kata lain, ia menghalalkan bulan yang diharamkan oleh Allah.

At-Taubah. ayat 38-39

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ (38) إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (39) }
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian?” Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih dan ditukarnya (kalian) dengan kaum yang lain, dan kalian tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Ini adalah permulaan celaan yang ditujukan kepada orang-orang yang tidak ikut dengan Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk. Saat itu buah-buahan sedang meranum dan masak, dan cuaca sangat terik dan panas. Maka Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah.  (At-Taubah: 38)
Artinya, apabila kalian diseru untuk berperang di jalan Allah.
{اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ}
kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian? (At-Taubah: 38)
Yakni kalian malas dan cenderung untuk tetap tinggal di tempat dengan penuh kesantaian dan menikmati buah-buahan yang telah masak.
{أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ}
Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? (At-Taubah: 38)
Maksudnya, mengapa kalian melakukan demikian; kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan akhirat (Pahala akhirat) ?
Kemudian Allah Swt. memerintahkan berzuhud terhadap kehidupan di dunia dan menganjurkan kepada pahala akhirat. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ}
padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ. حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسٍ، عَنِ المستَوْرِد أَخِي بَني فِهْر قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا كَمَا يَجْعَلُ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي اليم، فلينظر بما تَرْجِعُ؟ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yahya ibnu Sa'id; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Abu Khalid, dari Qais, dari Al-Mustaurid (saudara lelaki Bani Fihr) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada kehidupan di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, melainkan sebagaimana seseorang di antara kalian memasukkan jarinya ke dalam laut, maka hendaklah ia melihat apa yng didapati oleh jarinya? Rasulullah Saw. mengucapkan demikian seraya berisyarat dengan jari telunjuknya.
Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الحِمْصي، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ رَوْح، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ الْوَهْبِيُّ، حَدَّثَنَا زِيَادٌ -يَعْنِي الْجَصَّاصَ -عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ: قُلْتُ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، سَمِعْتُ مِنْ إِخْوَانِي بِالْبَصْرَةِ أَنَّكَ تَقُولُ: سَمِعْتُ نَبِيَّ اللَّهِ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي بِالْحَسَنَةِ أَلْفَ أَلْفَ حَسَنَةٍ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: بَلْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يجزي بالحسنة ألفي ألف حَسَنَةٍ" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Muslim ibnu Abdul Hamid Al-Himsi di Himsa, telah menceri­takan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid Al-Wahbi, telah menceritakan kepada kami Ziyad (yakni Al-Jassas), dari Abu Usman yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hurairah, "Aku telah mendengar dari teman-temanku di Basrah bahwa engkau pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas perbuatan kebaikan dengan sejuta pahala kebaikan'.” Abu Hurairah menjawab.”Bahkan aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas kebaikan dengan dua juta pahala kebaikan'.” Selanjutnya beliau membacakan firman-Nya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
Kehidupan di dunia yang telah lalu dan yang kemudian tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat (yakni pahala-Nya).
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy sehubungan dengan makna firman-Nya: padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38) Menurutnya, perumpamaannya sama dengan bekal yang dibawa oleh seorang musafir.
Abdul Aziz ibnu Abu Hazim telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ketika Abdul Aziz ibnu Marwan menjelang kematiannya, ia mengatakan, "Berikanlah kepadaku kain kafan yang akan dipakai untuk mengafani diriku. untuk aku lihat." Ketika kain kafan itu diletakkan di hadapannya, maka ia memandang ke arah kain itu dan berkata, "Bukankah aku memiliki yang banyak, tiada yang menemaniku dari dunia ini kecuali hanya kain kafan ini?" Kemudian ia memalingkan punggungnya seraya menangis dan berkata, "Celakalah engkau, hai dunia, sebagai rumah. Sesungguhnya banyakmu hanyalah sedikit, sedikitmu hanyalah kecil, dan sesungguhnya kami yang bergelimang denganmu benar-benar dalam keadaan teperdaya."
*******************
Kemudian Allah Swt. mengancam orang yang meninggalkan jihad melalui firman-Nya:
{إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. (At-Taubah: 39)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menyuruh suatu kabilah dari orang-orang Arab untuk berangkat berperang, tetapi mereka merasa keberatan untuk berangkat berjihad. Maka Allah menahan hujan dari mereka, itulah azab yang mereka terima.
{وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ}
dan ditukarnya (kalian) dengan kaum yang lain. (At-Taubah: 39)
untuk menolong Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ}
dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا}
dan kalian tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. (At-Taubah: 39)
Artinya, kalian sama sekali tidak dapat membahayakan Allah barang sedikit pun dengan berpalingnya kalian dari jihad, pembangkangan kalian, dan keberatan kalian dari melakukannya.
{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taubah: 39)
Yakni Dia Mahakuasa untuk menang atas musuh-musuh-Nya tanpa kalian. Menurut pendapat lain, ayat ini dan firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
{مَا كَانَ لأهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ}
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinahdan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berperang). (At-Taubah: 120)
bahwa semuanya itu telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ}
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, dan Zaid ibnu Aslam.
Ibnu Jarir menyanggahnya dan mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk berangkat jihad, maka sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka untuk memperkenankan seruannya. Jikalau mereka tidak menuruti seruannya, niscaya mereka akan mendapat siksaan. Pendapat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir ini mempunyai alasan yang tepat.

At-Taubah, ayat 40

{إِلا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40) }
Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguh­nya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrik Mekah) mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang yang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Firman Allah Swt.:
{إِلا تَنْصُرُوهُ}
Jikalau kalian tidak menolongnya. (At-Taubah: 40)
Yakni jika kalian tidak menolong Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah-lah yang menolong, yang membantu. yang mencukupi, dan yang memeliharanya, seperti yang telah dilakukan-Nya:
{إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ}
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang. (At-Taubah: 40)
Hal ini terjadi pada tahun beliau Saw. melakukan hijrahnya. Saat itu orang-orang musyrikin bertekad hendak membunuhnya atau menahannya atau mengusirnya. Maka Nabi Saw. lari dari mereka bersama sahabatnya, yaitu Abu Bakar As-Siddiq. Lalu keduanya berlindung di dalam Gua Sur selama tiga hari, menunggu agar orang-orang yang mencari dan menelusuri jejaknya kembali ke Mekah. Sesudah itu beliau bersama Abu Bakar meneruskan perjalanan ke Madinah.
Abu Bakar merasa takut bila seseorang dari kaum musyrik yang mengejarnya itu dapat melihatnya yang akhirnya nanti Rasulullah Saw. akan disakiti oleh mereka. Maka Nabi Saw. menenangkan hatinya dan meneguhkannya seraya bersabda:
" يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا"
Hai Abu Bakar, bagaimanakah dugaanmu terhadap dua orang yang ketiganya adalah Allah?
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، أَنْبَأَنَا ثَابِتٌ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ حَدَّثَهُ قَالَ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي الْغَارِ: لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ لَأَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ. قَالَ: فَقَالَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا".
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas; Abu Bakar telah bercerita kepadanya bahwa ketika ia berada di dalam gua bersama Nabi Saw., ia berkata kepada Nabi Saw., "Seandainya seseorang dari mereka itu memandang ke arah kedua telapak kakinya, niscaya dia akan dapat melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah?
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahih-nya masing-masing. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ}
Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad). (At-Taubah: 40)
Maksudnya, dukungan dan pertolongan Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Demikianlah menurut salah satu di antara dua pendapat yang terkenal. Menurut pendapat lain, ketenangan-Nya itu diturunkan kepada Abu Bakar. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. selalu disertai oleh ketenangan. Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan bila dikatakan bahwa ketenangan tersebut diperbarui dalam keadaan yang khusus itu. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا}
dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya. (At-Taubah: 40)
Yaitu para malaikat.
{وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا}
dan Allah menjadikan seruan orang-orang yang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. (At-Taubah: 40)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah kalimat orang-orang kafir adalah kemusyrikan. sedangkan kalimat Allah ialah kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah"".
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang seorang lelaki yang berperang karena pemberani dan seorang lelaki yang berperang karena fanatisme dan pamer, manakah di antara keduanya yang termasuk di jalan Allah Swt.? Rasulullah Saw. menjawab:
"مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Barang siapa yang berperang untuk membela agar kalimat Allah tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَزِيزٌ}
Allah Mahaperkasa. (At-Taubah: 40)
Yakni dalam pembalasan dan pertolongan-Nya, lagi Mahakebal Zat-Nya, tidak akan tertimpa bahaya orangyang berlindung kepada naungan-Nya dan mengungsi kepada-Nya dengan berpegang kepada khitab (perintah)-Nya.
{حَكِيمٌ}
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 40)
Mahabijaksana dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya.

At-Taubah, ayat 41

{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (41) }
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abud Duha Muslim ibnu Sabih sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 4l) Ayat ini adalah ayat yang mula-mula diturunkan dari surat Bara’ah.
Mu'tamir ibnu Sulaiman telah meriwayatkan dari ayahnya yang mengatakan bahwa Hadrami menduga sejumlah orang telah menceritakan kepadanya bahwa barangkali ada seseorang di antara mereka yang sakit  dan berusia lanjut. Lalu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku tidak berdosa." Maka Allah menurunkan firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Maka Allah Swt. memerintahkan untuk mobilisasi umum ikut dengan Rasulullah Saw. pada tahun Perang Tabuk untuk memerangi musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang Romawi yang kafir dari Ahli Kitab. Allah mengharuskan kaum mukmin untuk berangkat berperang bersama Rasulullah Saw. dalam keadaan apa pun, baik ia dalam keadaan semangat maupun dalam keadaan malas, dan baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah. Maka Allah Swt. berfirman:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Ali ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Anas, dari Abu Talhah, bahwa baik telah berusia tua maupun masih berusia muda semuanya harus berangkat; Allah tidak mau mendengar alasan dari seseorang pun. Kemudian Abu Talhah berangkat menuju Syam dan berjihad hingga gugur.
Menurut riwayat lain, Abu Talhah membaca surat Bara’ah, lalu bacaannya itu sampai pada firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. (At-Taubah: 41)
Lalu ia berkata, "Saya berpendapat bahwa Tuhan kita telah meme­rintahkan kepada kita untuk berangkat berperang, baik yang telah berusia tua maupun yang masih muda. Hai anak-anakku persiapkanlah perbekalan untukku!" Maka anak-anaknya berkata, "Semoga Allah merahmatimu. Sesungguhnya engkau telah ikut berperang bersama Rasulullah Saw. hingga beliau wafat, dan bersama Abu Bakar hingga ia wafat, juga bersama Umar hingga ia wafat. Maka biarkanlah kami yang berperang sebagai ganti darimu, wahai ayah." Tetapi Abu Talhah menolak. Maka ia pergi berjihad dengan menaiki kapal laut, lalu ia gugur. Mereka yang bersamanya tidak menemukan suatu pulau pun untuk mengebumikan jenazahnya, kecuali sesudah sembilan hari. Tetapi selama itu jenazahnya tidak membusuk. Lalu mereka mengebumikannya di pulau yang baru mereka jumpai itu.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ikrimah, Abu Saleh, Al-Hasan Al-Basri. Suhail ibnu Atiyyah, Muqatil ibnu Hayyan, Asy-Sya'bi, dan Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. ( At-Taubah: 41) Yakni baik telah berusia lanjut maupun berusia muda, semuanya harus berangkat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan  dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, Mujahid mengatakan bahwa baik berusia muda maupun berusia tua. dan baik kaya maupun miskin, semuanya harus berangkat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Saleh dan lain-lainnya. Al-Hakam ibnu Utaibah mengatakan, baik dalam keadaan sibuk maupun dalam keadaan tidak sibuk.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Artinya, berangkatlah kalian, baik dalam keadaan semangat ataupun dalam keadaan tidak bersemangat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Para sahabat mengatakan, di kalangan kami terdapat orang yang keberatan, orang yang mempunyai keperluan, orang yang miskin, orang yang sibuk, dan orang yang keadaannya mudah. Maka Allah menurunkan firman-Nya menolak alasan mereka. Tiada lain bagi mereka kecuali harus berangkat, baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat. Yakni mereka tetap harus berangkat dalam keadaan apa pun yang mereka alami.
Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan pula bahwa baik dalam keadaan mudah ataupun dalam keadaan sulit, tetap harus berangkat. Semua pendapat di atas berpandangan kepada pengertian umum yang terkandung di dalam ayat, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Imam Abu Amr Al-Auza'i mengatakan, "Apabila perintah untuk berangkat berjihad ke arah negeri Romawi, maka semua orang yang merasa ringan dan berkendaraan harus berangkat. Dan apabila perintah untuk berangkat berjihad ditujukan ke arah pantai-pantai ini, maka semua orang harus berangkat, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan baik mempunyai kendaraan ataupun jalan kaki." Pendapat ini mengandung pengertian rincian tentang masalah tersebut.
Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini telah di-mansukh oleh firman Allah Swt.:
{فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ}
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pembahasannya akan diterangkan kemudian.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Baik dalam keadaan kaya ataupun miskin, dan baik dalam keadaan kuat ataupun lemah. Pernah datang kepada beliau Saw. seorang lelaki pada hari itu juga. Mereka (para perawi) menduga bahwa lelaki itu adalah Al-Miqdad, seorang yang gemuk lagi besar. Lalu Al-Miqdad mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang kegemukannya itu, dan meminta izin kepada beliau untuk tidak ikut berangkat. Tetapi beliau menolak, dan pada hari itu juga turunlah firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41). Setelah ayat ini diturunkan, para sahabat merasa keberatan dengan perintah itu. Maka Allah me-mansukh-nya dengan firman Allah Swt.:
{لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ}
Tidak dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 91)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Muhammad yang mengatakan bahwa Abu Ayyub ikut bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Badar, kemudian ia tidak pernah ketinggalan dalam suatu peperangan pun bersama kaum muslim, kecuali sekali. Abu Ayyub apabila membacakan firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Lalu ia berkata, "Tiada pilihan lain bagiku kecuali harus berangkat berperang, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Maisarah, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid Al-Harrani yang mengatakan bahwa ia bersua dengan Al-Miqdad ibnul Aswad —seorang pasukan berkuda Rasulullah Saw.— sedang duduk di atas sebuah peti uang di Himsa. Ia kelihatan jauh lebih besar daripada peti yang didudukinya itu karena tubuhnya yang gemuk lagi besar; saat itu ia hendak pergi berperang. Lalu aku (perawi) bertanya, "Sesungguh­nya Allah telah memberi maaf terhadap orang yang keadaannya seperti engkau ini." Maka ia menjawab, "Telah diturunkan kepada kami surat Al-Bu'us (yakni ayat yang memerintahkan berangkat untuk berperang)," yaitu firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Hibban ibnu Zaid Asy-Syar'ubi yang'mengatakan, "Kami berangkat berperang bersama Safwan ibnu Amr yang saat itu menjabat sebagai wali kota Himsa. Kami akan menuju ke arah Afsus sampai ke Jarajimah. Kemudian di antara orang-orang yang berangkat itu aku melihat seorang lelaki yang sangat tua. Karena usianya yang sangat tua itu kedua alis matanya hampir menutupi kedua matanya. Ia dari kalangan penduduk kota Dimasyq. Ia datang dengan mengendarai unta kendaraannya. Lalu aku menghadap (mendekat) kepadanya dan berkata, 'Hai paman sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada orang yang seusiamu ini.' Lelaki tua itu menjawab seraya mengerenyitkan kedua alisnya, 'Hai anak saudaraku, Allah telah memerintahkan kepada kita untuk berangkat berperang, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. Ingatlah, sesungguhnya orang yang disukai oleh Allah pasti akan diberi cobaan, kemudian Allah mengembalikannya dan mengekalkannya. Dan sesungguhnya Allah itu mencoba hamba-hamba-Nya hanyalah kepada orang yang bersyukur, bersabar, dan berzikir, dan tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah Swt.'."
*******************
Kemudian Allah Swt. menganjurkan untuk berinfak di jalan-Nya dan mengorbankan jiwa dan raga untuk memperoleh rida Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt. berfirman:
{وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (At-Taubah: 41)
Maksudnya, hal itu lebih baik bagi kalian di dunia dan akhirat, karena kalian membelanjakan harta yang sedikit, lalu Allah memberi kalian ganimah yang banyak dari musuh kalian di dunia, selain pahala kemulia-an yang kalian simpan di akhirat nanti di sisi-Nya, seperti apa yang telah disebutkan oleh Nabi Saw. dalam salah satu hadisnya:
"وتَكفَّل اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِهِ إِنْ تَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ يَرُدَّهُ إِلَى مَنْزِلِهِ نَائِلًا مَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ"
Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya, jika Allah mewafatkannya, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga, atau mengembalikannya ke rumahnya (dalam keadaan selamat) dengan menggondolpahala atau ganimah (harta rampasan perang).
Karena itulah dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
Termasuk pula ke dalam pengertian ini sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Saya masih belum suka." Rasulullah Saw. bersabda:
"أَسْلِمْ وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"
Masuk Islamlah kamu, sekalipun dirimu belum suka.

At-Taubah, ayat 42

{لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (42) }
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, "Jikalau kami sanggup, tentulah kami berangkat bersama-sama kalian.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang dusta.

Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak ikut dengan Nabi Saw. dalam Perang Tabuk. Mereka lebih suka tinggal di tempat, padahal mereka telah diseru untuk berangkat berperang; dengan beralasan bahwa mereka adalah orang-orang yang mempunyai uzur, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا}
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh. (At-Taubah: 42)
Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan 'aradan qariban ialah ganimah (rampasan perang) yang dekat (mudah diperoleh).
{وَسَفَرًا قَاصِدًا}
Dan perjalanan yang tidak berapa jauh. (At-Taubah: 42)
Yang dimaksud, dengan qasidan ialah dekat, tidak berapa jauh.
{لاتَّبَعُوكَ}
pastilah mereka mengikutimu. (At-Taubah: 42)
Yakni niscaya mereka mau datang bersamamu untuk tujuan tersebut.
{وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ}
tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. (At-Taubah: 42)
Yang dimaksud dengan syuqqah ialah jauh, yakni menuju ke negeri Syam.
{وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ}
Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah. (At-Taubah: 42)
Yaitu kepada kalian jika kalian pulang dari medan perang kepada mereka.
{لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ}
Jikalau kami sanggup, tentulah kami berangkat bersama-sama kalian. (At-Taubah: 42)
Artinya, seandainya kami tidak mempunyai uzur (halangan), pastilah kami akan ikut dengan kalian. Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang dusta.


At-Taubah, ayat 43-45

{عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ (43) لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (44) إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ (45) }
Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu. Karena itu Mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Husain ibnu Sulaiman Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Mis'ar, dari Aun yang mengatakan, "Apakah kalian pernah mendengar suatu teguran yang lebih baik daripada ayat ini? Yaitu seruan yang menyatakan pemberian maaf sebelum penyaksian." Allah Swt. telah berfirman: Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang)? (At-Taubah: 43)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muwarraq Al-Ajali dan lain-lainnya.
Qatadah mengatakan bahwa Allah menegurnya sebagaimana yang kalian dengar, kemudian Dia menurunkan ayat yang terdapat di dalam surat An-Nur, maka diberikan rukhsah bagi Nabi Saw. untuk memberi izin kepada mereka (untuk tidak ikut berperang) jika Nabi menyukainya. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ}
maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka. (An-Nur: 62), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata Al-Khurrasani dalam suatu riwayat yang bersumberkan darinya. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang yang mengatakan, "Mintalah izin kepada Rasulullah Saw. Apabila beliau memberi izin kepada kalian, maka tinggallah kalian di tempat kalian. Dan jika beliau tidak memberi izin kepada kalian, tetaplah kalian tinggal di tempat kalian." Karena itulah Allah Swt. berfirrnan:
{حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا}
sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzuran-nya). (At-Taubah: 43)
Yakni dalam alasan yang dikemukakannya.
{وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ}
dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (At-Taubah: 43)
Allah Swt. berfirman bahwa mengapa engkau (Muhammad) tidak membiarkan mereka di saat mereka meminta izin kepadamu untuk tidak ikut perang. Yakni janganlah terlebih dahulu engkau beri izin seorang pun dari mereka untuk tinggal di tempatnya, untuk kamu ketahui siapa yang benar dan siapa yang dusta di antara mereka dalam mengemukakan alasannya. Karena sesungguhnya mereka tetap bertekad akan tinggal di tempat dan tidak mau ikut perang, sekalipun engkau tidak memberi izin kepada mereka untuk tinggal di tempat. Karena itulah Allah Swt. tidak memberi izin kepada seorang pun yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk tinggal di tempatnya dan tidak ikut perang.
Allah Swt. berfirman:
{لَا يَسْتَأْذِنُكَ}
Tidak akan meminta izin kepadamu. (At-Taubah: 44)
untuk tidak ikut perang, melainkan tetap duduk di tempat tinggalnya.
{الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ}
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. (At-Taubah: 44)
Karena mereka berpandangan bahwa jihad merupakan amal pendekatan diri kepada Allah, maka ketika Allah menyerukan mereka untuk berjihad, mereka menyambutnya dengan segera dan mengerjakannya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ}
Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguh­nya yang akan meminta izin kepadamu. (At-Taubah: 44-45)
Yakni untuk tidak ikut perang tanpa ada alasan yang membenarkannya untuk tetap tinggal di tempatnya.
{الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 45)
Maksudnya, mereka tidak mengharapkan pahala Allah di hari akhirat sebagai balasan amal (baik) mereka.
{وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ}
dan hati mereka ragu-ragu. (At-Taubah: 45)
Yaitu merasa ragu terhadap kebenaran dari apa yang engkau sampaikan kepada mereka.
{فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ}
Karena itu, mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. (At-Taubah: 45)
Yakni mereka tenggelam di dalam kebimbangannya. Mereka melangkahkan satu kaki. sedangkan dalam waktu yang sama mereka mengundurkan kaki yang lainnya (yakni dalam keadaan ragu). Tidak ada langkah yang tetap bagi mereka dalam suatu urusan. Mereka adalah kaum yang bimbang lagi binasa, tidak cenderung kepada golongan kaum mukmin, tidak pula kepada kaum kafir. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka kamu tidak akan dapat menemukan jalan selamat baginya.

At-Taubah, ayat 46-47

{وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (46) لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا خَبَالا وَلأوْضَعُوا خِلالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (47) }
Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka.”Tinggallah kalian bersama orang-orang yang tinggal itu.” Jika mereka berangkat bersama-sama kalian niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisan kalian, untuk mengadakan kekacauan di antara kalian; sedangkan di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.

Firman Allah Swt.:
{وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ}
Dan jika mereka mau berangkat. (At-Taubah: 46)
Yakni berangkat berperang bersamamu.
{لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً}
tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu. (At-Taubah: 46)
Maksudnya, niscaya mereka bersiap-siap untuk berangkat berperang.
{وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ}
tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. (At-Taubah:46)
Yaitu benci dan tidak suka berangkat berperang bersamamu secara takdir.
{فَثَبَّطَهُمْ}
maka Allah melemahkan keinginan mereka. (At-Taubah: 46)
Yakni menjadikan mereka malas untuk berangkat.
{وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ}
dan dikatakan kepada mereka.”Tinggallah kalian bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 47)
Hal itu sebagai takdir (buat mereka). Kemudian Allah menjelaskan segi kebencian mereka untuk berangkat berperang bersama kaum mukmin. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا خَبَالا}
Jika mereka berangkat bersama-sama kalian, niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka. (At-Taubah: 47)
karena mereka adalah orang-orang pengecut lagi berjiwa kecil.
{وَلأوْضَعُوا خِلالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ}
dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisan kalian untuk mengadakan kekacauan di antara kalian. (At-Taubah: 47)
Yaitu niscaya mereka bersegera berangkat dan berjalan di antara kalian sambil mengadu domba, dan menyebarkan permusuhan dan fitnah.
{وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ}
sedangkan di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At-Taubah: 47)
Maksudnya, terdapat orang-orang yang taat kepada mereka dan menganggap baik perkataan dan cerita mereka, serta menganggap mereka sebagai pemberi nasihat, sekalipun orang-orang tersebut tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari mereka. Sehingga hal itu berakibat terjadinya keburukan di kalangan kaum mukmin dan kerusakan yang besar.
Mujahid, Zaid ibnu Aslam, dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sedangkan di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At-Taubah: 47) Yakni di antara kalian terdapat mata-mata mereka yang menyadap berita dari kalian, lalu menyampaikannya kepada mereka. Hal ini bukan meru­pakan suatu kekhususan yang menyangkut keberangkatan mereka bersama kaum muslim, bahkan hal ini umum mencakup semua keadaan.
Makna yang pertama lebih kuat dan lebih serasi dengan konteks ayat, serta dipegang oleh Qatadah dan lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang yang meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak berangkat terdiri atas kalangan orang-orang yang terhormat. Demikianlah menurut berita yang sampai kepadaku. Di antara mereka ialah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan Al-Jadd ibnu Qais; mereka adalah orang-orang yang terhormat di kalangan kaumnya. Maka Allah menjadikan mereka malas untuk berangkat, sebab Allah mengetahui bahwa bila mereka berangkat bergama Nabi Saw., pastilah mereka akan membuat kerusakan dan keonaran di kalangan pasukan kaum muslim. Di kalangan pasukan Rasulullah Saw. pun terdapat suatu kaum yang taat dan menyukai mereka karena segan kepada kedudukan mereka yang terhormat di kalangannya. Maka Allah Swt. berfirman: dan di antara kalian terdapat orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At-Taubah: 47)
Kemudian Allah Swt. memberitahukan tentang pengetahuan-Nya yang sempurna melalui firman Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ}
Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 47)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan terjadi, lalu bagaimana akibatnya bila terjadi. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا خَبَالا}
Jika mereka berangkat bersama-sama kalian, niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka. (At-Taubah: 47)
Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan tentang keadaan mereka yang meminta izin untuk tidak berangkat, apakah yang akan terjadi sekiranya mereka berangkat, sekalipun pada kenyataannya mereka tidak berangkat. Perihalnya sama dengan makna ayat lainnya, yaitu firman Allah Swt.:
{وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An’am: 28)
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ}
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23)
{وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا وَإِذًا لآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian, " niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelqjaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 66-68)
Ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat ini cukup banyak.

At-Taubah, ayat 48

{لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ وَقَلَّبُوا لَكَ الأمُورَ حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ (48) }
Sesungguhnya dari dahulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya.
Allah Swt. berfirman mengingatkan Nabi-Nya terhadap orang-orang munafik. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ وَقَلَّبُوا لَكَ الأمُورَ}
Sesungguhnya dari dahulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan) mu. (At-Taubah: 48) .
Yakni sesungguhnya mereka telah menggunakan pikiran dan pendapatnya untuk membuat makar dan tipu muslihat terhadap dirimu dan sahabat-sahabatmu dengan tujuan menghinakan agamamu dan memadamkannya dalam kurun waktu yang panjang. Hal ini terjadi di masa permulaan Nabi Saw. tiba di Madinah. Semua orang Arab bergabung menjadi satu melancarkan permusuhan mereka terhadap beliau, dan orang-orang Yahudi Madinah serta orang-orang munafiknya gencar memerangi beliau. Tetapi setelah Allah memberinya kemenangan dalam Perang Badar dan meninggikan kalimah-Nya, maka Abdullah ibnu Ubay dan kawan-kawannya (dari kaum munafik) berkata bahwa agama ini merupakan perkara yang tidak boleh dianggap enteng. Maka mereka (orang-orang munafik) mulai masuk Islam lahiriahnya secara beramai-ramai. Kemudian setiap Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya, maka hal tersebut membuat mereka mendongkol dan tidak suka. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ}
hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama Allah padahal mereka tidak menyukainya. (At-Taubah: 48)

At-Taubah, ayat 49

{وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلا تَفْتِنِّي أَلا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ (49) }
Di antara mereka ada orang yang berkata, "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.

Allah Swt. berfirman bahwa di antara orang-orang munafik itu, hai Muhammad, terdapat orang yang mengatakan kepadamu:
{ائْذَنْ لِي}
Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang). (At-Taubah: 49)
Yakni tetap tinggal di tempat.
{وَلا تَفْتِنِّي}
dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah. (At-Taubah: 49)
Maksudnya, berangkat bersamamu ke medan perang. disebabkan wanita-wanita Romawi. Maka Allah Swt. berfirman:
{أَلا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا}
Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. (At-Taubah: 49)
Yaitu karena ucapan mereka yang demikian itu. berarti mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman, Abdullah ibnu Abu Bakar. Asim ibnu Qatadah dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa pada suatu hari ketika Rasulullah Saw. sedang bersiap-siap untuk berangkat berjihad, beliau bersabda kepada Jadd ibnu Qais. saudara lelaki Bani Salamah, "Hai Jadd, mengapa tahun ini kamu tidak berangkat untuk memerangi Banil Asfar (orang-orang Romawi)?" Jadd menjawab, "Wahai Rasulullah, berilah saya izin untuk tidak berangkat, dan janganlah engkau jerumuskan diriku ke dalam fitnah. Demi Allah, sesungguhnya semua kaumku telah mengetahui bahwa tidak ada seorang lelaki pun yang lebih suka kepada wanita selain diriku. Dan sesungguhnya aku merasa khawatir bila melihat kaum wanita Banil Asfar, maka aku tidak dapat mengekang diriku lagi dari mereka." Maka Rasulullah Saw. berpaling darinya dan bersabda, "Saya memberi izin kepadamu untuk tidak berangkat." Sehubungan dengan peristiwa Al-Jadd ibnu Qais inilah diturunkan firman-Nya: Di antara mereka ada yang berkata, "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah" (At-Taubah: 49), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, sesungguhnya Al-Jadd merasa takut terhadap wanita Banil Asfar sebagai alasannya untuk tidak berangkat berperang, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Karena dengan demikian berarti dia telah terjerumus ke dalam fitnah yang lebih parah, sebab ia tidak mau berangkat dengan Rasulullah Saw. dan sikapnya yang mementingkan dirinya sendiri.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Jadd ibnu Qais. Al-Jadd ibnu Qais ini adalah salah seorang yang terpandang lagi terhormat dari kalangan Bani Salamah. Di dalam kitab Sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka:
"مَنْ سَيِّدُكُمْ يَا بَنِي سَلَمَةَ؟ " قَالُوا: الْجَدُّ بْنُ قَيْسٍ، عَلَى أَنَّا نُبَخِّله فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَأُ مِنَ الْبُخْلِ، وَلَكِنْ سَيِّدكم الْفَتَى الْأَبْيَضُ الجَعْد بِشْر بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُور".
Siapakah pemimpin kalian, hai Bani Salamah? Mereka menjawab, "Al-Jadd ibnu Qais, tetapi kami menilainya orang yang kikir." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Penyakit apa lagikah yang lebih parah daripada kikir? Tetapi pemimpin kalian yang sebenarnya adalah seorang pemuda yang berambut keriting dan berkulit putih, yaitu Bisyar ibnul Barra ibnu Ma'rur.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ}
Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (At-Taubah: 49)
Maksudnya, tidak ada jalan selamat bagi mereka dari neraka Jahannam, dan tidak ada jalan untuk melarikan diri bagi mereka dari neraka Jahannam. Jahannam merupakan suatu kepastian bagi mereka.

At-Taubah, ayat 50-51

{إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ (50) قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (51) }
Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh suatu bencana, mereka berkata, "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang),'' dan mereka berpaling dengan rasa gembira. Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”

Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal permusuhan yang terpendam di dalam hati orang-orang munafik itu. bahwa apabila Nabi beroleh kebaikan (yakni kemenangan dan pertolongan serta ganimah dari musuh-musuhnya yang membuat Nabi Saw. dan para sahabatnya hidup dalam kemudahan), maka hal itu membuat mereka tidak senang.
{وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ}
dan jika kamu ditimpa oleh suatu bencana, mereka berkata, "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)." (At-Taubah: 50)
Yakni kami sebelumnya selalu menghindar untuk tidak mengikutimu.
{وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ}
dan mereka berpaling dengan rasa gembira (At-Taubah :  50)
Kemudian Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Rasulullah Saw. bagaimana cara menjawab permusuhan mereka yang sangat keras itu. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{قُلْ}
Katakanlah. (At-Taubah: 51)
Hai Muhammad, kepada mereka.
{لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا}
Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. (At-Taubah: 51)
Artinya. kami sepenuhnya berada di bawah kehendak dan kekuasaan Allah Swt.
{هُوَ مَوْلانَا}
Dialah Pelindung kami. (At-Taubah: 51)
Yaitu Tuhan kami dan tempat kami berlindung.
{وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}
dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal. (At-Taubah: 51)
Yakni kami bertawakal kepada-Nya, Dialah yang mencukupi kami, Dia adalah sebaik-baik Pelindung.

At-Taubah, ayat 52-54

{قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ مُتَرَبِّصُونَ (52) قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ إِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ (53) وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ (54) }
Katakanlqh, "Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian azab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (azab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersama kalian.” Katakanlah, "Nafkahkanlah harta kalian, baik dengan sukarela ataupun terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kalian. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang fasik. Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.

Allah Swt. berfirman:
{قُلْ}
Katakanlah. (At-Taubah: 52)
Kepada mereka, hai Muhammad.
{هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا}
Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami. (At-Taubah: 52)
Yakni tidak ada yang kalian nanti-nantikan bagi kami.
{إِلا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ}
kecuali salah satu dari dua kebaikan. (At-Taubah: 52)
Yaitu mati syahid atau beroleh kemenangan atas kalian. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas. Mujahid. Qatadah, dan lain-Lainnya.
{وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ }
Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian. (At-Taubah: 52)
Sedangkan yang kami nanti-nantikan bagi kalian.
أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا
bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian azab (yang besar) dari sisi-Nya atau (azab) dengan tangan kami. (At-Taubah: 52)
Yakni kami menanti-nantikan kalian akan tertimpa ini atau itu, yaitu:
أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا
bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian azab (yang besar) dari sisi-Nya atau (azab) dengan tangan kami. (At-Taubah: 52)
Maksudnya dengan ditawan atau dihukum mati.
{فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ مُتَرَبِّصُونَ}
Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersama kalian (At-Taubah: 52)
*******************
Firman Allah Swt.
{قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا}
Katakanlah Nafkahkanlah harta kalian, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa.” (At-Taubah: 53)
Dengan kata lain, belanjakanlah harta kalian secara sukarela atau terpaksa.
{لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ إِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ}
namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kalian. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 53)
Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang penyebab nafkah itu tidak diterima dari mereka.
{إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ}
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 54)
Yakni sesungguhnya segala amal perbuatan itu dianggap sah hanyalah karena iman.
{وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى}
dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas. (At-Taubah: 54)
Maksudnya, tidak ada semangat bagi mereka untuk beramal, dan tidak ada sikap mereka yang benar.
{وَلا يُنْفِقُونَ}
dan tidak (pula) mereka menafkahkan. (At-Taubah: 54)
suatu harta pun.
{إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ}
melainkan dengan rasa enggan. (At-Taubah: 54)
Padahal Nabi Saw. telah bersabda bahwa Allah tidak akan merasa bosan sehingga kalian sendiri yang bosan. Dan bahwa Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah Allah tidak menerima suatu nafkah pun dari mereka, tidak pula suatu amal pun; Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.

At-Taubah, ayat 55
{فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (55) }
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedangkan mereka dalam keadaan kafir.

Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:
{فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ}
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. (At-Taubah: 55)
Ayat ini sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131)
{أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ}
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka dibebani untuk membayar zakatnya dan menginfakkan sebagian darinya di jalan Allah (padahal semuanya itu tidak diterima dari mereka).
Qatadah mengatakan bahwa di dalam ayat ini terkandung taqdim dan takhir. Bentuk lengkapnya ialah, "Janganlah kamu terpesona dengan harta dan anak-anak mereka di dalam kehidupan dunia ini. Sesungguhnya Allah hanya menghendaki untuk mengazab mereka di akhirat nanti dengan harta dan anak-anak mereka itu."
Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan. Apa yang dikatakan oleh Al-Hasan kuat lagi baik.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ}
dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedangkan mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 55)
Artinya, Allah menghendaki agar mereka mati dalam keadaan kafir. Dengan demikian, hal tersebut lebih pedih dan lebih keras bagi siksaan yang akan diterima mereka; semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut. Apa yang disebutkan oleh ayat ini merupakan istidraj bagi mereka.
At-Taubah, ayat 56-57
{وَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ (56) لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلا لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ (57) }
Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golongan kalian; padahal mereka bukanlah dari golongan kalian, tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepada kalian). Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya.

Allah Swt. menceritakan kepada Nabi-Nya tentang keterkejutan, kekagetan, ketegangan. dan ketakutan yang mencekam hati orang-orang munafik, bahwa:
{يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ}
mereka bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golongan kalian. (At-Taubah: 56)
Yakni mereka menyatakan sumpah yang kuat.
{وَمَا هُمْ مِنْكُمْ}
padahal mereka bukanlah dari golongan kalian. (At-Taubah: 56)
Maksudnya, pada hakikatnya mereka bukan termasuk golongan kalian.
{وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ}
tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepada kalian). (At-Taubah: 56)
Yakni perasaan takutlah yang mendorong mereka mengemukakan sumpahnya.
{لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً}
Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan. (At-Taubah: 57)
Maksudnya tempat untuk mereka berlindung dan benteng yang dapat dijadikan tempat bersembunyi.
{أَوْ مَغَارَاتٍ}
atau gua-gua. (At-Taubah: 57)
Yaitu gua-gua yang terdapat di bukit-bukit.
{أَوْ مُدَّخَلا}
atau lubang-lubang. (At-Taubah: 57)
Yakni lubang di dalam tanah (bungker) dan terowongan. Tafsir ketiga lafaz di atas dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.
{لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ}
niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. (At-Taubah: 57)
Maksudnya, mereka pasti akan bersegera pergi dari kalian, karena sesungguhnya mereka mau bergaul dengan kalian hanyalah karena terpaksa, bukan karena senang; bahkan hati mereka berharap seandainya saja mereka tidak bergaul dengan kalian, tetapi keadaan darurat rupanya membuat mereka terpaksa melakukannya. Karena itulah mereka selalu dicekam oleh rasa sedih dan susah, sebab Islam dan para pemeluknya terus-menerus meraih kemenangan dan ketinggian. Untuk itu, ketika kaum muslim beroleh kegembiraan, maka mereka tidak senang melihatnya, sedangkan hati mereka tidak suka bergaul dengan kaum mukmin. Allah Swt. berfirman menceritakan apa yang terpendam di dalam hati mereka:
{لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلا لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ}
Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. (At-Taubah: 57)

At-Taubah, ayat 58-59
{وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ (58) وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ (59) }
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat: jika mereka diberi sebagian darinya, mereka bersenang hati: dan jika tidak diberi sebagian darinya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. dan berkata, "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, " (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).

Firman Allah Swt.:
{وَمِنْهمْ}
Dan di antara mereka. (At-Taubah: 58)
Yakni dari kalangan orang-orang munafik itu.
{مَنْ يَلْمِزُكَ}
ada orang yang mencelamu. (At-Taubah: 58)
Maksudnya, mengkritikmu dan mencelamu.
{فِي} قَسْم {الصَّدَقَاتِ}
tentang (pembagian) zakat. (At-Taubah: 58)
Yaitu di saat kamu sedang membagi-bagikannya, maka orang-orang itu menuduhmu berbuat tidak adil dalam hal tersebut, padahal kenyataannya mereka sendirilah yang tertuduh dan terputuskan. Mereka yang berbuat demikian bukanlah orang-orang yang mengingkari agama (Islam), sesungguhnya yang mereka ingkari hanyalah bagian dari diri mereka sendiri. Karena itulah jika diberikan kepada mereka sebagian dari harta zakat itu, maka:
{أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ}
mereka bersenang hati; dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (At-Taubah: 58)
Yakni marah karena diri mereka tidak mendapat bagian.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Daud ibnu Abu Asim yang mengatakan bahwa Nabi Saw. kedatangan harta zakat, maka beliau Saw. membagi-bagikannya ke sana dan kemari hingga habis. Tiba-tiba seorang lelaki dari kalangan Ansar yang ada di belakangnya berkata, "Ini pembagian yang tidak adil." Maka turunlah ayat tersebut.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat. (At-Taubah: 58) Menurut Qatadah, artinya yaitu di antara mereka terdapat orang yang menuduhmu tidak adil dalam pembagian zakat'.
وذُكر لَنَا أَنَّ رَجُلًا مِنْ [أَهْلِ] الْبَادِيَةِ حديثَ عَهْدٍ بِأَعْرَابِيَّةٍ، أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ ذَهَبًا وَفِضَّةً، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، وَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ اللَّهُ أَمَرَكَ أَنْ تَعْدِلَ، مَا عَدَلْتَ. فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَيْلَكَ فَمَنْ ذَا يَعْدِلُ عَلَيْكَ بَعْدِي". ثُمَّ قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ: "احْذَرُوا هَذَا وَأَشْبَاهَهُ، فَإِنَّ فِي أُمَّتِي أَشْبَاهَ هَذَا، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقيَهم، فَإِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ". وَذُكِرَ لَنَا أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُعْطِيكُمْ شَيْئًا وَلَا أَمْنَعُكُمُوهُ، إِنَّمَا أَنَا خَازِنٌ".
Dan diceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk daerah pedalaman (orang Badui) yang baru masuk kota, ia datang kepada Nabi Saw. yang sedang membagi-bagikan emas dan perak. Lalu lelaki Badui itu berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, seandainya Allah memerintahkan kepadamu untuk berlaku adil, niscaya engkau tidak akan berbuat adil." Maka Nabi Saw. menjawab, "Celakalah kamu ini! Siapakah yang akan berbuat adil kepadamu sesudahku?" Kemudian Nabi Saw. bersabda: Waspadalah kalian terhadap orang ini dan orang-orang yang serupa dengannya, karena sesungguhnya di kalangan umatku akan terdapat orang-orang yang seperti orang ini. Mereka pandai membaca Al-Qur’an. tetapi Al-Qur’an tidak melewati tenggorokan mereka (yakni tidak meresap ke dalam hati mereka). Apabila mereka keluar (memberontak). bunuhlah mereka; apabila mereka keluar, bunuhlah mereka; dan apabila mereka keluar, bunuhlah mereka. Telah diriwayatkan pula kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwa aku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku tidak akan memberikan sesuatu pun kepada kalian, tidak pula mencegahnya kepada kalian. Sesungguhnya aku hanyalah sebagai bendaharawan.
Apa yang disebutkan oleh Qatadah ini mirip dengan apa yang diriwayat­kan oleh Syaikhain melalui hadis Az-Zuhri:
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ فِي قِصَّةِ ذِي الخُوَيصرة -وَاسْمُهُ حُرْقوص -لَمَّا اعْتَرَضَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ، فَقَالَ لَهُ: اعْدِلْ، فَإِنَّكَ لَمْ تَعْدِلْ. فَقَالَ: "لَقَدْ خِبتُ وخسرتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَآهُ مُقَفِّيًا إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئ هَذَا قَوْمٌ يحقرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ، وَصِيَامَهِ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوق السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّة، فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّهُمْ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ" وَذَكَرَ بَقِيَّةَ الْحَدِيثِ
dari Abu Salamah, dari Abu Sa' id dalam kisah Zul Khuwaisirah (si pinggang kecil) yang nama aslinya adalah Hurqus. Saat itu ia menentang Nabi Saw. yang sedang membagi-bagikan ganimah Hunain. Hurqus berkata kepada Nabi Saw., "Berlaku adillah, karena sesungguhnya engkau tidak berlaku adil." Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku pasti kecewa dan merugi jika aku bersikap tidak adil. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda setelah melihat Hurqus pergi: Sesungguhnya kelak akan keluar dari keturunan orang ini suatu kaum, yang seseorang di antara kalian pasti memandang remeh salatnya dibandingkan dengan salat mereka, dan puasanya dengan puasa mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus sasarannya. Di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah mereka, karena sesungguhnya mereka adalah bangkai hidup yang paling jahat di bawah kolong langit ini.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman mengingatkan mereka kepada apa yang sebaiknya mereka lakukan dalam keadaan seperti itu:
{وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ}
Jikalau mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, " (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). (At-Taubah: 59)
Ayat yang mulia ini mengandung etika yang agung dan rahasia yang mulia, mengingat disebutkan bahwa rida itu hanyalah kepada apa yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya; dan hanya kepada Allah sematalah bertawakal, yaitu melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ}
dan mereka berkata, "Cukuplah Allah bagi kami.” (At-Taubah:59)   
Demikian pula berharap kepada Allah semata dalam memohon kekuatan untuk taat kepada Rasulullah. mengerjakan perintah-perintahnya, meninggalkan larangan-larangannya, membenarkan berita-beritanya, dan mengikuti jejak-jejaknya.

At-Taubah, ayat 60
{إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60) }
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Setelah Allah menyebutkan bantahan orang-orang munafik yang bodoh kepada Nabi Saw. serta celaan mereka kepada Nabi Saw. dalam pembagian harta zakat. maka Allah menjelaskan bahwa Dialah yang membagikannya dan Dialah yang menjelaskan hukumnya serta mengatur urusannya, Dia tidak akan menyerahkan hal tersebut kepada siapa pun. Maka Allah membagi-bagikannya di antara mereka yang telah disebut­kan di dalam ayat ini.
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya telah meriwayatkan melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ziyad ibnu An'am —yang berpredikat agak daif-—. dan Ziyad ibnu Na'im, dari Ziyad ibnul Haris As-Sadai r.a. yang menceritakan bahwa ia datang kepada Nabi Saw., lalu ia berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadanya. Kemudian datanglah seorang lelaki. dan lelaki itu berkata kepada Nabi Saw., "Berilah saya sebagian dari zakat itu." Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya:
"إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَرْضَ بِحُكْمِ نَبِيٍّ وَلَا غَيْرِهِ فِي الصَّدَقَاتِ حَتَّى حَكَمَ فِيهَا هُوَ، فَجَزَّأَهَا ثَمَانِيَةَ أَصْنَافٍ، فَإِنْ كُنْتَ مِنْ تِلْكَ الْأَجْزَاءِ أَعْطَيْتُكَ"
Sesungguhnya Allah tidak rela kepada keputusan seorang nabi pun, tidak pula orang lain dalam masalah zakat-zakat itu, melainkan Dia sendirilah yang memutuskannya. Maka Dia membagi-bagikannya kepada delapan golongan. Jika engkau termasuk di antara delapan golongan itu, maka aku akan memberimu.
Para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan delapan golongan ini, apakah pembagian harta zakat harus diberikan kepada delapan golongan itu secara penuh, ataukah hanya kepada yang ada saja di antara kedelapan golongan itu? Ada dua pendapat mengenainya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa harta zakat harus dibagikan kepada semua golongan yang delapan itu. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii dan sejumlah ulama.
Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak wajib membagikan harta zakat kepada semua golongan yang delapan itu, melainkan boleh diberi­kan kepada satu golongan saja di antara mereka. Semua harta zakat boleh diberikan kepadanya, sekalipun golongan yang lain ada. Pen­dapat ini dikatakan oleh Imam Malik dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, antara lain ialah Umar, Huzaifah, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Sa'id ibnu Jubair dan Maimun ibnu Mahran.
Ibnu Jarir memberikan komentarnya, bahwa pendapat inilah yang dipegang oleh kebanyakan ahlul 'ilmi. Dengan demikian, penyebutan kedelapan golongan dalam ayat ini hanyalah semata-mata untuk menerangkan pengalokasiannya saja, bukan wajib memenuhi kesemuanya. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai alasan dan dalil masing-masing kedua golongan tersebut, uraiannya disebutkan di dalam kitab lain.
Sesungguhnya kaum fakir miskin disebutkan lebih dahulu dalam ayat ini daripada golongan yang lain, karena mereka lebih memerlukannya ketimbang golongan lain, menurut pendapat yang terkenal; juga mengingat hajat dan keperluan mereka yang sangat mendesak.
Menurut Imam Abu Hanifah, orang miskin lebih buruk keadaannya daripada orang fakir. Pendapatnya ini seirama dengan apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah mengatakan. '"Orang fakir bukan orang yang tidak mempunyai harta, tetapi orang yang miskin akhlak dan pekerjaan (usaha)." Ibnu Ulayyah mengatakan.”'Menurut kami, istilah akhlak artinya pekerjaan, sedangkan menurut jumhur ulama kebalikannya."
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan Ibnu Zaid; serta dipilih oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa orang fakir ialah orang yang menjaga kehormatannya dari meminta-minta dia tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain. Sedangkan orang miskin ialah orang yang meminta-minta, berkeliling mengemis dan mengikuti orang-orang untuk meminta darinya.
Qatadah mengatakan. orang fakir ialah orang yang berpenyakit menahun, sedangkan orang miskin ialah orang (yang tidak punya, tetapi) tubuhnya sehat.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa yang dimaksud dengan fuqara dalam ayat ini ialah kaum fuqara Muhajirin.
Sufyan As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang Arab Badui tidak boleh diberi sesuatu pun dari harta zakat itu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Sa'id ibnu Abdur Rahman ibnu Abza.
Ikrimah mengatakan. ''Janganlah kalian katakan kepada orang-orang muslim yang tidak punya bahwa mereka adalah orang-orang miskin. Sesungguhnya orang-orang miskin itu hanyalah kaum Ahli Kitab."
Berikut ini kami sebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan delapan golongan tersebut.
Mengenai orang-orang fakir diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda."
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّة سَويّ"
Zakat itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi bermata pencaharian.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Ahmad, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abu Hurairah.
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ: أَنَّ رَجُلَيْنِ أَخْبَرَاهُ: أَنَّهُمَا أَتَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلَانِهِ مِنَ الصَّدَقَةِ، فَقَلَّبَ إِلَيْهِمَا الْبَصَرَ، فَرَآهُمَا جَلْدين، فَقَالَ: "إِنْ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا، وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ".
Dari Ubaidillah ibnu Addi ibnul Khiyar, disebutkan bahwa dua orang lelaki pernah menceritakan kepadanya; keduanya pernah datang kepada Nabi Saw. meminta bagian harta zakat. Maka Nabi Saw. memandang tajam kepada keduanya, dan Nabi Saw. menilai keduanya adalah orang yang kuat lagi sehat. Lalu Nabi Saw. bersabda: Jika kamu berdua menginginkannya, maka aku akan memberi kamu berdua; tetapi tidak ada bagian dari zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi mempunyai kasab (mata pencaharian).
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai dengan sanad yang jayyid lagi kuat.
Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Al-Jarh Wat Ta'dil mengatakan bahwa Abu Bakar Al-Absi mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir. (At-Taubah: 60) Lalu ia berkata bahwa mereka adalah Ahli Kitab. Umar ibnu Nafi meriwayatkannya dari dia, bahwa ia telah mendengar ayahnya mengata­kan hal tersebut.
Pendapat ini sangat aneh, sekalipun sanadnya dianggap sahih; karena sesungguhnya Abu Bakar Al-Absi ini —sekalipun Abu Hatim tidak me-nas-kan predikat majhul (misteri)nya— (tetapi) kedudukannya sama dengan orang yang majhul.
Adapun mengenai orang-orang miskin, hadisnya disebutkan melalui Abu Hurairah r.a.,, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ، فتردُّه اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ". قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الَّذِي لَا يجدُ غِنًى يُغْنِيهِ، وَلَا يُفْطَن لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسُ شَيْئًا".
Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling meminta-minta kepada orang lain, lalu ia pergi setelah diberi sesuap atau dua suap makanan. dan setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma. Mereka (para sahabat) bertanya, "Lalu siapakah orang yang miskin itu, wahai Rasulullah?'" Nabi Saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan kecukupan yang menjamin kehidupannya; dan keadaannya tidak dikenal, hingga sulit untuk diberi sedekah; dan ia tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain.
Hadis riwayat Syaikham.
Adapun orang-orang yang menjadi pengurus zakat atau amilin, maka mereka adalah orang-orang yang ditugaskan menagih zakat dan mengumpulkannya: mereka mendapat hak dari sebagian zakat. Tetapi para 'amilin itu tidak boleh dari kalangan kerabat Rasulullah Saw. yang haram memakan harta zakat. karena berdasarkan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abdul Muttalib ibnu Rabi'ah ibnul Haris yang mengatakan bahwa ia pergi bersama Al-Fadl ibnu Abbas menghadap Rasulullah Saw. untuk menawarkan dirinya menjadi amil zakat. Tetapi Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ"
Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad, tidak pula bagi keluarga Muhammad. Sesungguhnya zakat itu hanyalah kotoran (harta) manusia.
Adapun mengenai muallafah qulubuhum atau orang-orang yang dijinakkan hatinya untuk masuk Islam, mereka terdiri atas berbagai golongan. Antara lain ialah orang yang diberi agar mau masuk Islam, seperti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw. kepada Safwan ibnu Umayyah. Beliau Saw. memberinya bagian dari ganimah Perang Hunain, padahal Safwan ibnu Umayyah ikut dalam Perang Hunain dalam keadaan masih musyrik. Safwan ibnu Umayyah mengatakan, "Rasulullah Saw. terus-menerus memberiku," sehingga beliau menjadi orang yang paling ia sukai, padahal sebelumnya Rasulullah Saw. adalah orang yang paling ia benci.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnu Musayyab, dari Safwan ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memberinya bagian dalam Perang Hunain. Dan bahwa saat itu Rasulullah Saw. merupakan orang yang paling tidak disukai olehnya. Tetapi Rasulullah Saw. terus-menerus memberinya hingga Rasulullah Saw. menjadi orang yang paling dia sukai.
Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yunus, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Di antara mereka ada orang yang diberi agar Islamnya bertambah baik dan imannya bertambah mantap dalam hatinya, seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain kepada sejumlah orang dari kalangan pemimpin-pemimpin dan orang-orang terhormat Mekah yang dibebaskan. Kepada setiap orang dari mereka, Rasulullah Saw. memberinya seratus ekor unta. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنِّي لَأُعْطِي الرَّجُلَ وَغَيْرُهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ، مَخَافَةَ أَنْ يَكُبَّه اللَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ"
Sesungguhnya aku benar-benar memberi kepada seorang lelaki, padahal ada orang lain yang lebih aku sukai daripadanya, karena aku takut bila Allah menyeretnya dengan muka di bawah ke dalam neraka Jahannam.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Sa'id, bahwa Ali r.a. mengirimkan bongkahan emas yang masih ada tanahnya dari negeri Yaman kepada Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. membagi-bagikannya di antara empat orang, yaitu Al-Aqra' ibnu Habis, Uyaynah ibnu Badar, Alqamah ibnu Ilasah, dan Zaid Al-Khair, lalu beliau Saw. bersabda:
"أَتَأَلَّفُهُمْ"
(Aku memberi mereka untuk) aku jinakkan hati mereka (kepada Islam).
Di antara mereka ada orang yang diberi dengan harapan agar orang-orang yang semisal dengannya mau masuk Islam pula. Dan di antara mereka terdapat orang yang diberi agar dia memungut zakat dari orang-orang yang berdekatan dengannya, atau agar dia mau membela negeri kaum muslim dari segala marabahaya yang datang dari perbatasan. Perincian keterangan mengenai hal ini disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih.
Apakah kaum muallafah qulubuhum tetap diberi sesudah masa Nabi Saw.? Hal ini masih diperselisihkan. Telah diriwayatkan dari Umar, Amir, Asy-Sya’bi. dan sejumlah ulama, bahwa mereka tidak pernah memberi kaum muallafah qulubuhum sesudah Nabi Saw., karena Allah telah menguatkan Islam dan para pemeluknya serta menjadikan mereka berkuasa penuh di negerinya dengan mantap dan stabil, serta semua hamba tunduk kepada mereka.
Ulama lainnya mengatakan, "Bahkan mereka masih tetap diberi, karena Rasulullah Saw. masih tetap memberi mereka sesudah kemenangan atas Mekah dan sesudah kalahnya orang-orang Hawazin. Hal ini merupakan suatu perkara yang terkadang diperlukan, maka sebagian dari harta zakat diberikan kepada mereka yang masih dijinakkan hatinya untuk memeluk Islam."
Adapun mengenai budak-budak, maka diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, Umar ibnu Abdul Aziz, Sa'id ibnu Jubair, An-Nakha'i, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa mereka adalah budah-budak Mukatab. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Abu Musa Al-Asy'ari. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Imam Syafii dan Al-Lais.
Ibnu Abbas dan Al-Hasan mengatakan bahwa tidak mengapa budak dimerdekakan dari harta zakat. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Ishaq. Dengan kata lain, istilah ar-riqab lebih umum, mencakup mukatab dan lainnya. Harta zakat itu dibelikan budak, lalu dimerdekakan.
Telah disebutkan oleh banyak hadis tentang pahala memerdekakan budak dari belenggu perbudakan, dan bahwa Allah memerdekakan setiap anggota tubuh dari budak itu setiap anggota tubuh dari orang yang memerdekakannya, hingga kemaluan dengan kemaluan (yakni dari api neraka). Hal ini tiada lain karena pembalasan itu disesuaikan dengan jenis amalnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا تُجْزَوْنَ إِلا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Dan tidaklah kalian diberi pembalasan melainkan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ash-Shaffat: 39)
Dari Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عونُهم: الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ".
Ada tiga macam orang yang pasti ditolong oleh Allah, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, budak mukatab yang berniat untuk melunasinya, dan orang yang menikah dengan niat hendak memelihara kehormatannya.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan, kecuali Imam Abu Daud.
Di dalam kitab Musnad disebutkan melalui Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa pernah datang seorang lelaki. lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku kepada suatu amal yang dapat mendekatkan diriku ke surga dan menjauhkan diriku dari neraka." Maka Nabi Saw. bersabda:
"أَعْتِقِ النسَمة وَفُكَّ الرَّقَبَةَ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله، أو ليسا وَاحِدًا؟ قَالَ: "لَا عِتْقُ النَّسَمَةِ أَنْ تُفرد بِعِتْقِهَا، وَفَكُّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِينَ فِي ثَمَنِهَا"
Merdekakanlah budak dan lepaskanlah tanggungan (leher)nya. Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah pengertian keduanya sama?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak. Memerdekakan budak artinya kamu memerdekakannya sendiri, sedangkan melepaskan tanggungannya ialah kamu membantu pelunasannya.
Adapun istilah garimun atau orang-orang yang berutang, mereka terdiri atas beberapa golongan. di antaranya ialah orang yang menanggung suatu tanggungan atau menjamin suatu utang, hingga ia diharuskan melunasinya. lalu utangnya itu menghabiskan semua hartanya. Atau ia tenggelam dalam utangnya sehingga tidak mampu melunasinya, atau utang yang menghabiskan semua hartanya itu ia lakukan dalam maksiat, kemudian ia bertobat. maka terhadap mereka semua diberikan sebagian dari harta zakat.
Dalil asal dalam bab ini ialah hadis Qubaisah ibnu Mukhariq Al-Hilali yang menceritakan bahwa ia menanggung suatu tanggungan utang, lalu ia datang menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta sebagian dari harta zakat guna melunasinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ، فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا". قَالَ: ثُمَّ قَالَ: "يَا قَبِيصة، إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ: رَجُلٍ تحمَّل حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكَ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ: أَوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ -وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ، فَيَقُولُونَ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ، حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ -أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ -فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ سُحْتٌ، يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا".
Tinggallah kamu hingga harta zakat datang kepada kita, maka akan kami perintahkan untuk memberikan sebagiannya kepadamu. Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Hai Qubaisah, sesungguhnya meminta itu tidak halal kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam orang, yaitu bagi seorang lelaki yang menanggung suatu tanggungan utang, maka dihalalkan baginya meminta hingga ia dapat melunasinya, kemudian menahan diri dari meminta-minta. Dan seorang lelaki yang tertimpa suatu musibah hingga semua hartanya habis, maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga ia memperoleh pegangan bagi kehidupannya, atau kecukupan bagi kehidupannya. Dan seorang lelaki yang tertimpa kemiskinan, hingga ada tiga orang yang berakal (bijak) dari kalangan kerabat dalam kaumnya mengatakan bahwa sesungguhnya si Fulan telah jatuh miskin, maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga beroleh pegangan kehidupan atau ke­cukupan bagi penghidupannya. Adapun meminta-minta yang bukan berdasarkan alasan tersebut, maka hal itu merupakan barang haram yang dimakan oleh pelakunya.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Muslim.
Dari Abu Sa'id, disebutkan bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada seorang lelaki yang tertimpa suatu musibah, karena buah-buahan yang dibelinya busuk semua, hingga ia berutang banyak. Maka Nabi Saw. bersabda,
تَصَدَّقُوا عَلَيْهِ". فَتَصَدَّقَ النَّاسُ فَلَمْ يَبْلُغْ ذَلِكَ وَفَاءَ دَيْنِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِغُرَمَائِهِ: "خُذُوا مَا وَجَدْتُمْ، وَلَيْسَ لَكُمْ إِلَّا ذَلِكَ".
"Bersedekahlah kalian untuknya." Maka orang-orang (para sahabat) memberikan sedekah mereka kepadanya, tetapi hal tersebut masih juga belum dapat melunasi utangnya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada para pemilik piutangnya: Ambillah apa yang kalian jumpai, dan tidak ada lagi bagi kalian kecuali hanya itu (Riwayat Muslim).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، أَنْبَأَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ قَيْسِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ قَاضِي الْمِصْرَيْنِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَدْعُو اللَّهُ بِصَاحِبِ الدَّيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حتى يوقف بين يديه، فيقول: يا بن آدَمَ، فِيمَ أَخَذْتَ هَذَا الدَّيْنَ؟ وَفِيمَ ضَيَّعْتَ حُقُوقَ النَّاسِ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي أَخَذْتُهُ فَلَمْ آكُلْ وَلَمْ أَشْرَبْ وَلَمْ أُضَيِّعْ، وَلَكِنْ أَتَى عَلَى يَدَيَّ إِمَّا حَرْقٌ وَإِمَّا سَرَقٌ وَإِمَّا وَضِيعَةٌ. فَيَقُولُ اللَّهُ: صَدَقَ عَبْدِي، أَنَا أَحَقُّ مَنْ قَضَى عَنْكَ الْيَوْمَ. فَيَدْعُو اللَّهُ بِشَيْءٍ فَيَضَعُهُ فِي كِفَّةِ مِيزَانِهِ، فَتَرْجَحُ حَسَنَاتُهُ عَلَى سَيِّئَاتِهِ، فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, dari Abu Imran Al-Juni, dari Qais ibnu Yazid, dari Qadi Masriyyain, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menyeru orang yang berutang kelak di hari kiamat hingga orang itu diberdirikan di hadapan-Nya. Lalu Allah berfirman, "Hai anak Adam, mengapa kamu mengambil utang ini, dan mengapa engkau sia-siakan hak-hak orang lain?” Maka ia menjawab, "Wahai Tuhanku. sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah mengambil utang itu dan aku tidak memakan dan meminum serta tidak menyia-nyiakannya, tetapi aku terkena kebakaran, dan adakalanya kecurian dan adakalanya kehilangan.” Maka Allah berfirman, "Benarlah apa yang dikatakan hamba-Ku, Aku lebih berhak untuk melunaskannya pada hari ini daripada kamu.” Kemudian Allah memerintahkan kepada sesuatu, lalu sesuatu itu diletakkan pada salah satu sisi neraca orang itu sehingga kebaikan-kebaikannya lebih berat ketimbang keburukan-keburukannya, akhirnya dia masuk surga berkat karunia dan rahmat Allah.
Adapun mengenai sabilillah, di antara mereka adalah orang-orang yang berperang tetapi tidak memperoleh hak (gaji/bayaran) dari pemerintah.
Menurut Imam Ahmad dan Al-Hasan ibnu Ishaq, melakukan ibadah haji termasuk sabilillah, karena berdasarkan hadis yang me-nas-kannya.
Ibnu Sabil ialah seorang musafir yang melewati suatu kota, sedang­kan ia tidak lagi mempunyai suatu bekal pun untuk melanjutkan perjalanannya. Maka ia diberi dari harta zakat sejumlah bekal yang cukup untuk memulangkannya, sekalipun di negerinya dia adalah orang yang berharta. Demikian pula hukumnya terhadap orang yang hendak melaku­kan suatu perjalanan dari negerinya, sedangkan ia tidak mempunyai bekal; maka ia dapat diberi dari harta zakat untuk bekal yang mencukupinya pulang pergi.
Dalil yang menyatakan hal ini adalah ayat di atas, dan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah melalui Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yazar, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ: الْعَامِلِ عَلَيْهَا، أَوْ رَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ، أَوْ غَارِمٍ، أَوْ غَازٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوْ مِسْكِينٍ تُصُدِّقَ عَلَيْهِ مِنْهَا فَأَهْدَى لِغَنِيٍّ"
Zakat tidak halal bagi orang yang berkecukupan kecuali lima macam orang, yaitu orang yang mengurusi zakat. atau seorang lelaki yang membelinya dari hartanya, atau orang yang berutang, atau orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang diberi bagian dari harta zakat, lalu ia menghadiahkannya kepada orang yang kaya.
Kedua Sufyan telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam. dari Ata secara mursal.
Menurut riwayat Imam Abu Daud dari Atiyyah Al-Aufi. dari Abu Sa'id Al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَابْنِ السَّبِيلِ، أَوْ جَارٍ فَقِيرٍ فيُهدي لَكَ أَوْ يَدْعُوكَ"
Zakat tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi yang sedang berjuang di jalan Allah dan yang sedang menjadi ibnu sabil, atau tetangga yang fakir, lalu ia menghadiahkannya kepadamu atau mengundangmu (kepada jamuannya).
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ}
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. (At-Taubah: 60)
Yakni ketetapan yang telah dipastikan oleh Allah, Dialah yang memutuskan dan yang membagi-bagikannya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
dan A llah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 6 0)
Maksudnya, mengetahui lahiriah semua perkara, juga batiniahnya serta mengetahui kemaslahatan hamba-hamba-Nya:
{حَكِيمٌ}
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60)
dalam semua ucapan-Nya. perbuatan-Nya, semua hukum serta syariat-Nya. Tidak ada Tuhan seiain Dia, dan tidak ada Rabb kecuali Dia.

At-Taubah, ayat 61
{وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (61) }
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, "Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.

Allah Swt. menyebutkan bahwa di antara orang-orang munafik terdapat suatu kaum yang senantiasa menyakiti Rasulullah Saw. dengan ucapannya mengenai diri Rasulullah Saw., dan mereka mengatakan:
{هُوَ أُذُنٌ}
Dia mempercayai semua apa yang didengarnya. (At-Taubah: 61)
Yakni orang yang mengucapkan sesuatu kepadanya, maka dia membenarkannya di antara kami; dan orang yang bercerita kepadanya, maka dia selalu mempercayainya. Dan apabila kita datang kepadanya, lalu kita bersumpah kepadanya, niscaya dia membenarkan kita. Demikianlah menurut penafsiran yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ}
Katakanlah, "Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian.” (At-Taubah: 61)
Dengan kata lain, telinga yang dimilikinya adalah lebih baik, ia menge­tahui mana yang benar dan mana yang dusta.
{يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ}
ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin. (At-Taubah: 61)
Artinya percaya dan membenarkan orang-orang mukmin.
{وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ}
dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian. (At-Taubah: 61)
Yakni ia merupakan hujah yang menghantam orang-orang kafir. Karena itulah dalam Firman selanjutnya disebutkan:
{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (At-Taubah: 61)

At-Taubah, ayat 62-63
{يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ (62) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ (63) }
Mereka bersumpah kepada kalian dengan (nama) Allah untuk mencari keridaan kalian, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka bersumpah kepada kalian dengan (nama) Allah untuk mencari keridaan kalian. (At-Taubah: 62), hingga akhir ayat. Qatadah mengatakan. telah menceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki munafik berkata, "Demi Allah, sesungguhnya mereka (orang-orang munafik sebangsanya) adalah orang-orang pilihan kami dan orang-orang terhormat kami. Sekalipun apa yang dikatakan oleh Muhammad adalah benar bagi mereka, tetapi lebih buruk daripada keledai." Kemudian seorang lelaki dari kalangan kaum muslim mendengarnya, maka ia langsung menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Muhammad adalah benar, dan sesungguhnya kami lebih buruk daripada keledai." Maka orang-orang melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa itu, lalu Nabi Saw. memanggil lelaki tersebut dan bertanya, "Apakah yang mendorongmu mengatakan apa yang telah kamu ucapkan itu?" Lelaki yang berkata demikian itu memaki lawannya dan bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa dia tidak mengucapkannya. Sedangkan lelaki muslim itu berkata, "Ya Allah, benarkanlah yang benar dan salahkanlah yang dusta." Maka Allah menurunkan ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا}
Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwa barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 63), hingga akhir ayat.
Maksudnya, tidakkah mereka menyelidiki dan mengetahui bahwa barang siapa yang menentang Allah Swt, yakni menentang, memerangi, dan membangkang terhadap-Nya, maka ia berada di suatu sisi, sedangkan Allah dan Rasul-Nya berada di sisi lainnya.
{فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا}
maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. (At-Taubah: 63)
Yakni terhina dan disiksa di dalamnya.
{ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ}
Itu adalah kehinaan yang besar. (At-Taubah: 63)
Yaitu kehinaan dan kecelakaan yang besar.

At-Taubah, ayat 64
{يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) }
Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, "Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap Allah dan Rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti itu.

Mujahid mengatakan bahwa orang-orang munafik itu mengucapkan suatu ucapan di antara sesama mereka, kemudian mereka mengatakan, "Mudah-mudahan Allah tidak membuka rahasia kita ini yang akibatnya membahayakan diri kita.''
Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt.:
{وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri. 'Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8)
Dan dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ}
Katakanlah, "Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap Allah dan Rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti itu. (At-Taubah: 64) .
Dengan kata lain, sesungguhnya Allah akan menurunkan kepada Rasul-Nya hal-hal yang mempermalukan kalian dan yang menceritakan urusan kalian itu. Ayat ini semakna dengan Firman-Nya:
{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ}
Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? (Muhammad: 29)
Sampai dengan firman-Nya:
{وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ}
Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 30), hingga akhir ayat.
Karena itulah Qatadah mengatakan bahwa surat ini dinamakan surat Al-Fadihah, yakni fadihah (permaluan) bagi orang-orang munafik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar