9. SURAT AT-TAUBAH
تَفْسِيرُ سُورَةِ التَّوْبَةِ
(Pengampunan)
Madaniyyah,
129 ayat. Kecuali ayat 128-129 Makkiyyah.
Turun
sesudah surat Al-Maidah.
At-Taubah, ayat 1-2
{بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (1) فَسِيحُوا فِي
الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ
وَأَنَّ اللَّهَ مُخْزِي الْكَافِرِينَ (2) }
(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan
Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum
muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah
kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya
Allah menghinakan rang-orang kafir.
Surat
yang mulia ini merupakan akhir dari apa yang diturunkan kepada Rasulullah Saw..
seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari. Dia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra mengatakan bahwa akhir ayat
yang diturunkan adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Mereka meminta
fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa
kepada kalian tentang kalalah.” (An-Nisa: 176) dan surat yang paling akhir
diturunkan ialah surat Al-Bara’ah (yakni surat At-Taubah).
Sesungguhnya
surat At-Taubah tidak memakai basmalah pada permulaannya, tiada lain
karena para sahabat tidak menuliskan basmalah pada permulaannya di dalam mushaful
imam (mushaf induk), bahkan mereka dalam hal ini mengikut kepada cara
Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a.
Imam
Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id dan Muhammad ibnu Abu Ja'far.
serta Ibnu Abu Addi dan Suhail ibnu Yusuf; mereka mengatakan bahwa Auf ibnu Abu
Jamilah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Farisi, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas bahwa ia pernah bertanya kepada Usman
ibnu Affan, "Apakah yang mendorongmu sengaja membarengkan antara surat
Al-Anfal dan surat Al-Bara’ah (At-Taubah) padahal keduanya termasuk surat masani,
sehingga jumlah ayat keduanya menjadi dua ratusan, tanpa engkau tuliskan Bismillahir
Rahmanir Rahim: di antara keduanya, kemudian engkau letakkan keduanya ke
dalam kategori Sab’ut Tiwal (tujuh surat yang panjang-panjang), apakah
alasanmu?" Usman menjawab, "Dahulu semasa Rasulullah Saw. masih
menerima penurunan surat-surat yang ayat-ayatnya mempunyai bilangan
tertentu, apabila ada sesuatu yang diturunkan kepadanya, maka iapun
memanggil sebagian juru tulis wahyunya, lalu bersabda, 'Letakkanlah ayat ini
dalam surat yang ada di dalamnya disebutkan masalah anu dan anu.' Dan surat
An-Anfal termasuk surat yang mula-mula diturunkan di Madinah, sedangkan surat
Al-Bara’ah (Taubah) termasuk surat Al-Qur'an yang paling akhir diturunkan.
Tersebut pula bahwa kisah yang disebutkan di dalam surat Al-Bara’ah mirip
dengan kisah yang disebutkan di dalam surat Al-Anfal. Saya merasa khawatir
bila surat Al-Bara’ah ini termasuk bagian dari surat Al-Anfal, karena
Rasulullah Saw. diwafatkan, sedangkan beliau belum menjelaskan kepada kami
bahwa Al-Bara’ah termasuk bagian dari surat Al-Anfal. Mengingat hal tersebut,
maka saya menggandengkan kedua surat tersebut tanpa menuliskan Bismillahir
Rahmanir Rahim di antara keduanya, kemudian saya meletakkan keduanya ke
dalam kelompok tujuh surat yang panjang-panjang."
Hal
yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan
Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya
melalui berbagai jalur lainnya dari Auf Al-A'rabi. Imam Hakim mengatakan
bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam
Muslim) tidak mengetengahkannya.
Permulaan
dari surat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau kembali dari
Perang Tabuk dan mereka dalam keadaan menunaikan haji. Kemudian disebutkan
bahwa kaum musyrik di musim haji tahun itu datang pula sebagaimana kebiasaan
mereka. Mereka melakukan tawafnya di Baitullah dengan bertelanjang. Maka Nabi
Saw. tidak suka berbarengan dengan mereka. Untuk itu, beliau mengirimkan Abu
Bakar r.a. sebagai amir haji pada tahun itu, untuk memimpin manasik haji
orang-orang muslim, sekaligus untuk memberitahukan kepada kaum musyrik bahwa
sesudah tahun itu mereka tidak boleh menunaikan haji lagi. Secara khusus Abu
Bakar r.a. ditugaskan oleh Nabi Saw. untuk menyerukan firman Allah Swt. berikut
ini kepada semua orang: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah
dan Rasul-Nya (At-Taubah :1 ); Setelah Abu Bakar kembali ke Madinah, maka
Nabi Saw. mengiringkannya dengar Ali Ibnu Abu Talib sebagai utusan khusus dari
Nabi Saw., mengingat Ali adalah 'asabah Nabi Saw., seperti yang akan
dijelaskan kemudian.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ}
Ini
adalah pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 1)
Hal
ini adalah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya yang
ditujukan:
{إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ فَسِيحُوا فِي الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ}
kepada
orang-orang musyrik yang kalian (kaum
muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah
kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan,
Ulama
tafsir berbeda pendapal tentang makna ayat ini. perbedaannya cukup banyak.
Sebagian mengatakan bahwa ayat ini ditujukan bagi orang-orang musyrik yang
telah mengadakan perjanjian perdamaian secara mutlak tanpa ikatan waktu. atau
mereka yang terikat perjanjian yang masanya kurang dari empat bulan, yang karenanya
masa perjanjiannya dilengkapkan menjadi empat bulan. Adapun bagi mereka yang
mempunyai perjanjian perdamaian berwaktu, maka batas pemutusannya ialah bila
telah habis masa perjanjiannya, berapapun lamanya, karena ada firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى
مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
maka
terhadap mereka itu patuhilah janjinya sampai habis waktunya. (At-Taubah: 4)
Juga
karena hadis yang akan dikemukakan kemudian. Pada garis besarnya hadis
itu menyatakan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat
perjanjian perdamaian, maka batas pemutusannya sampai habis masa
perjanjiannya."
Pendapat
ini merupakan pendapat yang paling baik dan paling kuat.
Ibnu
Jarir memilih pendapat ini dan ia telah meriwayatkan hal ini dari Al-Kalbi,
Muhammad Ibnu Ka’ab Al-Qurazi, dan lain-lainnya yang bukan hanya scorang.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan
Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum
muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah
kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan; Allah Swt.
memberikan batas waktu selama empat bulan terhadap orang-orang musyrik yang
telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw. Dalam masa itu
mereka bebas berjalan di muka bumi dalam keadaan aman. Allah Swt. pun
memberikan batas waktu terhadap orang-orang yang tidak mempunyai perjanjian
perdamaian sampai dengan berakhir bulan-bulan suci, dimulai dari Hari Raya
Kurban sampai dengan lepasnya bulan Muharram, yang seluruhnya berjumlah lima
puluh hari. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya apabila bulan Muharram
telah habis untuk mengangkat senjata terhadap orang-orang yang tidak mempunyai
perjanjian perdamaian dengannya, yaitu dengan memerangi mereka hingga mereka
mau masuk Islam. Dan Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya berkaitan dengan
orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian dengannya bahwa apabila empat
bulan yang telah ditetapkan telah habis, yang permulaannya dimulai dari Hari
Raya Kurban dan berakhir sampai dengan tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir,
hendaklah ia mengangkat senjata terhadap mereka hingga mereka mau masuk
Islam.
Abu
Ma'syar Al-Madani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan
Abu Bakar sebagai amir haji pada tahun sembilan Hijriah, dan beliau mengutus
Ali ibnu Abu Talib untuk menyampaikan tiga puluh atau empat puluh ayat surat
At-Taubah. Maka Ali membacakannya kepada orang-orang, yang isinya tentang
pemberian masa tangguh bagi orang-orang musyrik selama empat bulan. mereka
dapat berjalan dengan bebas di muka bumi selama itu. Ali ibnu Abu Talib
membacakannya kepada mereka pada hari Arafah, bahwa masa penangguhan mereka
dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah dan berakhir sampai tanggal
sepuluh bulan Rabi'ul Akhir. Dan Ali membacakannya pula di rumah-rumah mereka,
seraya mengatakan bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik
menunaikan haji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf sambil telanjang.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah:
1) Yakni ditujukan kepada Bani Khuza'ah dan Bani Mudlaj serta orang-orang lain
yang telah mengadakan perjanjian damai atau selain mereka. Ketika Rasulullah
Saw. kembali dari medan Tabuk setelah menyelesaikan urusannya, lalu beliau
berniat untuk menunaikan haji, tetapi beliau Saw. bersabda, ”Akan tetapi,
orang-orang musyrik pasti hadir dan akan melakukan tawafnya dengan telanjang,
maka saya tidak suka berhaji sebelum hal tersebut ditiadakan." Maka
beliau Saw. mengirimkan Abu Bakar dan Ali untuk berkeliling kepada semua orang
di Zul Majaz. di tempat-tempat mereka biasa melakukan perdagangannya dan di
semua pasar musiman mereka. Nabi Saw. memerintahkan kepada keduanya bahwa
beritahukanlah kepada orang-orang musyrik yang ada dalam ikatan perjanjian,
bahwa mereka dalam keadaan aman selama empat bulan secara berturut-turut.
dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah berakhir sampai tanggal sepuluh
bulan Rabi'ul Akhir, setelah itu tidak ada lagi perjanjian perdamaian dengan
mereka. Dan permaklumatkanlah kepada seluruh kaum musyrik akan keadaan perang
terkecuali jika mereka mau beriman. Demikianlah menurut riwayat As-Saddi dan
Qatadah.
Az-Zuhri
mengatakan bahwa permulaan masa tangguh itu dimulai dari bulan Syawwal dan
berakhir pada akhir bulan Muharram. Pendapat ini garib, karena mengapa
mereka dihitung mulai dari masa yang hukumnya belum sampai kepada mereka.
Sesunguhnya perkara ini hanya baru muncul pada Hari Raya Kurban, yaitu di saat
Rasulullah Saw. mempermaklumatkan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
At-Taubah, ayat 3
{وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى
النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
وَرَسُولُهُ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ
فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (3) }
Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya
kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik Kemudian jika kalian (kaum
musyrik) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagi kalian; dan jika kalian
berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan
Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih.
Firman Allah Swt.:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ
(Dan inilah) suatu permakluman dari
Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah 3)
Yakni pemberitahuan dan pendahuluan peringatan
kepada semua orang
{يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ}
pada hari haji akbar. (At-Taubah: 3)
Haji akbar ialah Hari Raya Kurban, yang merupakan
hari manasik yang paling utama, paling jelas, dan paling besar di antara
hari-hari manasik lainnya.
{أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
وَرَسُولُهُ}
bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
berlepas diri dari orang-orang musyrik. (At-Taubah: 3)
Yaitu Rasul-Nya berlepas diri pula dari mereka,
kemudian Allah menyerukan kepada mereka untuk bertobat kepada-Nya melalui
firman-Nya:
{فَإِنْ تُبْتُمْ}
Kemudian jika kalian (kaum musyrik) bertobat.
(At-Taubah: 3)
Maksudnya, bertobat dari kemusyrikan dan
kesesatan yang biasa kalian kerjakan.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ}
maka bertobat itu lebih baik bagi kalian, dan
jika kalian berpaling. (At-Taubah: 3)
Yakni kalian tetap mengerjakan perbuatan kalian
yang dahulu.
{فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي
اللَّهِ}
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian
tidak dapat melemahkan Allah. (At-Taubah: 3)
Bahkan Allah kuasa terhadap kalian, dan kalian
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, berada di bawah keperkasaan dan
kehebatan-Nya.
{وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ}
Dan beritakanlah kepada orang-orang
kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (At-Taubah: 3)
Yaitu di dunia dengan kehinaan dan kekalahan, dan
di akhirat dengan gada pemukul dan belenggu-belenggu.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada Kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Al-Lais telah
menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepadanya Humaid ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah
menceritakan, "Pada musim haji itu Abu Bakar r.a. menyuruhku bergabung
dengan orang-orang yang telah dikirim olehnya pada Hari Raya Kurban untuk
menyerukan maklumat di Mina, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh haji lagi seorang
musyrik pun, dan tidak boleh ada lagi orang yang tawaf di Baitu!lah dengan
telanjang." Humaid mengatakan, 'Kemudian Nabi Saw. mengirim dan memerintahkan
Ali bin Abi Thalib untuk menyerukan tentang pemutusan hubungan ini." Abu
Hurairah mengatakan, "Maka Ali bergabung bersama kami untuk menyerukan
pemutusan hubungan ini kepada orang-orang yang ada di Mina pada Hari Raya
Kurban, yaitu tidak boleh berhaji lagi seorang musyrik pun sesudah tahun ini,
dan tidak boleh lagi ada orang melakukan tawaf di Baitullah dengan
telanjang."
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula, bahwa
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami
Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Abdur Rahman,
bahwa Abu Hurairah telah mengatakan, "Abu Bakar mengirimku bersama
orang-orang yang ditugaskannya untuk menyerukan permaklumatan di Mina, bahwa
sesudah tahun ini tidak boleh lagi seorang musyrik pun melakukan haji, dan
tidak boleh lagi ada seseorang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang."
Hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban, sesungguhnya hari ini disebut 'akbar'
karena sebagian orang ada yang membuat istilah 'haji asgar" Maka Abu Bakar
menyerukan hal tersebut kepada semua orang pada tahun itu. sehingga pada tahun
haji wada' —yang pada tahun itu Rasulullah Saw. melakukan ibadah hajinya— tidak
ada lagi seorang musyrik pun yang melakukan haji.
Demikianlah lafaz hadis yang diketengahkan oleh
Imam Bukhari dalam Kitabul Jihad-nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar dari
Az-Zuhri dari Ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan
Rasul-Nya. (At-Taubah: 1) Bahwa Nabi Saw. di masa Perang Hunain melakukan
umrah dan Ji'ranah, kemudian memerintahkan Abu Bakar mempermaklumatkan
pemutusan itu pada musim haji tahun itu juga. Ma'mar mengatakan, Az-Zuhri
berkata bahwa Abu Hurairah telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar
memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pemutusan hubungan tersebut di tahun
itu di mana Abu Bakar mengerjakan hajinya. Abu Hurairah mengatakan,
"Kemudian Nabi Saw. mengirimkan Ali untuk menyerukan permaklumatan yang
sama, sedangkan Abu Bakar menyerukan permaklumatan itu dalam musim haji seperti
apa yang diperintahkan kepadanya."
Teks hadis ini mengandung garabah bila
ditinjau dari segi bahwa amir haji di tahun umrah Ji'ranah sebenarnya adalah
Attab ibnul Usaid, sedangkan Abu Bakar hanya menjadi amir haji pada tahun
kesembilan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Muharriz ibnu Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa
ia bersama Ali ibnu Abu Talib, ketika Rasulullah Saw. mengutusnya untuk
menyerukan pemutusan hubungan kepada penduduk Mekah. Muharriz bertanya,
"Apakah yang kamu serukan?" Abu Hurairah menjawab, "Kami
menyerukan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang beriman, dan tidak
boleh ada orang yang telanjang melakukan tawaf di Baitullah. Dan barang siapa yang
antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian perdamaian, maka masa
penangguhannya sampai dengan empat bulan. Apabila empat bulan telah berlalu,
maka sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.
Dan sesudah tahun ini tidak boleh ada lagi seorang musyrik melakukan
haji." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya bahwa ia terus-menerus menyerukan
permaklumatan tersebut hingga suaranya serak. Asy-Sya'bi mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Muharriz ibnu Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa ia bersama
Ali ibnu Abu Talib ketika Nabi Saw. mengutusnya untuk menyerukan permaklumatan
itu. Apabila suara Ali telah serak, maka dialah yang menggantikannya. Muharriz
bertanya, "Apa sajakah yang kamu serukan? Abu Hurairah menjawab,
"Empat perkara, yaitu tidak boleh ada lagi orang yang telanjang melakukan
tawaf di Baitullah, dan barang siapa yang mempunyai perjanjian dengan
Rasulullah Saw maka Keamanannya berakhir sampai habis masa perjanjiannya, dan
tidak dapat masuk surga kecuali orang yang beriman, dan sesudah tahun ini tidak
boleh ada lagi orang musyrik yang melakukan haji."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir melalui
berbagai jalur dari Asy-Sya'bi, dan Syu'bah telah meriwayatkannya dari Mugirah,
dari Asy-Sya'bi dengan sanad yang sama, hanya saja di dalam riwayatnya
disebutkan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah Saw. terdapat
perjanjian perdamaian, maka batas perjanjiannya berakhir setelah lewat empat
bulan, hingga akhir hadis." Ibnu Jarir mengatakan, ”Aku merasa khawatir
bila hal ini merupakan ilusi dari sebagian yang aku nukil, mengingat berita
tentang masalah ini cukup banyak perselisihannya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا
حَمَّادُ، عَنْ سِماك، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ
بِ"بَرَاءَةَ" مَعَ أَبِي بَكْرٍ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَا الْحُلَيْفَةِ
قَالَ: "لَا يُبَلِّغُهَا إِلَّا أَنَا أَوْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ
بَيْتِي". فَبَعَثَ بِهَا مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sammak, dari Anas ibnu
Malik r.a.. bahwa Rasulullah Saw. mengutusnya bersama Abu Bakar untuk
mempermaklumatkan seruan ini. Ketika Rasulullah Saw. sampai di Zul Hulaifah,
beliau bersabda, "Tiada yang pantas menyampaikannya kecuali seorang
lelaki dari kalangan ahli baitku." Maka beliau Saw. mengutus Ali ibnu
Abu Talib r.a. untuk menyerukannya.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir,
dari Bandar, dari Affan dan Abdus Samad —keduanya dari Hammad ibnu Salamah—
dengan lafaz yang semisal. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini yang dari
Anas r.a. berpredikat garib.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ -لُوَين -حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَابِرٍ، عَنْ
سِمَاكٍ، عَنْ حَنَش، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا
نَزَلَتْ عَشْرُ آيَاتٍ مِنْ "بَرَاءَةَ" عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَبَا بَكْرٍ، فَبَعَثَهُ بِهَا لِيَقْرَأَهَا عَلَى أَهْلِ مَكَّةَ، ثُمَّ
دَعَانِي فَقَالَ (9) أَدْرِكْ أَبَا بَكْرٍ، فَحَيْثُمَا لَحِقْتَهُ فَخُذِ
الْكِتَابَ مِنْهُ، فَاذْهَبْ إِلَى أَهْلِ مَكَّةَ فَاقْرَأْهُ عَلَيْهِمْ".
فَلَحِقْتُهُ بالجُحْفة، فَأَخَذْتُ الْكِتَابَ مِنْهُ، وَرَجَعَ أَبُو بَكْرٍ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، نَزَلَ فِيَّ شَيْءٌ؟ فَقَالَ: "لَا وَلَكِنَّ جِبْرِيلَ جَاءَنِي
فَقَالَ: لَنْ يُؤَدِّيَ عَنْكَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ رَجُلٌ مِنْكَ"
Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada
kami Lawin, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir, dari Sammak
ibnu Hanasy, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa ketika diturunkan sepuluh
ayat dari surat Bara’ah kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. memanggil Abu Bakar
dan mengutusnya untuk membacakan ayat-ayat tersebut kepada penduduk Mekah.
Kemudian Nabi Saw. memanggil Ali dan bersabda, "Susullah Abu Bakar.
Manakala kamu menyusulnya, maka ambillah surat itu darinya, lalu pergilah ke
Mekah dan bacakanlah isinya kepada mereka!" Ali melanjutkan kisahnya,
bahwa ia menyusul Abu Bakar ketika ia berada di Juhfah. Lalu ia mengambil surat
itu dari tangan Abu Bakar, sedangkan Abu Bakar sendiri kembali kepada Nabi Saw.
dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah telah diturunkan sesuatu mengenai
diriku?" Nabi Saw. menjawab, "Tidak, tetapi Jibril datang kepadaku
dan mengatakan bahwa tiada yang layak untuk menjadi gantimu kecuali engkau sendiri
atau seseorang dari kalangan ahli baitmu."
Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena
makna yang dimaksud bukanlah Abu Bakar r.a. kembali pada saat itu juga setelah
suratnya diambil alih oleh Ali, melainkan ia kembali sesudah menunaikan manasik
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk memimpinnya dan dia sebagai
amirnya, seperti apa yang akan diterangkan di dalam riwayat yang lain.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ
أَيْضًا: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ
أَسْبَاطِ بن نصر، عن سماك، عَنْ حَنَشٍ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم حِينَ بَعَثَهُ بِ"بَرَاءَةَ" قَالَ: يَا
نَبِيَّ اللَّهِ، إِنِّي لَسْتُ بِاللَّسِنِ وَلَا بِالْخَطِيبِ، قَالَ: "مَا
بُدُّ لِي أَنْ أَذْهَبَ بِهَا أَنَا أَوْ تَذْهَبَ بِهَا أَنْتَ". قَالَ:
فَإِنْ كَانَ وَلَا بدَّ فَسَأَذْهَبُ أَنَا. قَالَ: "انْطَلِقْ فَإِنَّ
اللَّهَ يُثَبِّتُ لِسَانَكَ وَيَهْدِي قَلْبَكَ". قَالَ: ثُمَّ وَضَعَ
يَدَهُ عَلَى فِيهِ
Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal telah
meriwayatkan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Bakar, telah
menceritakan kepada kami Umar ibnu Hammad. dari Asbat ibnu Nasr, dari Sammak,
dari Hanasy, dari Ali r.a.. bahwa ketika Rasulullah Saw. mengutusnya untuk
menyerukan pemutusan hubungan, ia berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya
aku bukan ahli bicara dan bukan pula ahli berkhotbah." Nabi Saw. bersabda,
”Seharusnya aku sendiri yang menyampaikannya atau kamu yang
menyampaikannya." Ali berkata, ”Jika merupakan keharusan, maka saya
akan berangkat." Nabi Saw. bersabda, "Berangkatlah, sesungguhnya
Allah akan meneguhkan lisanmu dan memberikan petunjuk ke hatimu." Nabi
Saw. mengatakan demikian seraya meletakkan tangannya ke mulut Ali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Yasig (seorang lelaki, dari
Hamdan. bahwa kami pernah bertanya kepada Ali, "Misi apakah yang pernah
engkau bawa?", yakni di saat Nabi Saw. mengutusnya bersama Abu Bakar dalam
musim haji itu. Ali menjawab, "Saya diutus untuk menyampaikan empat
perkara, yaitu: Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman, tidak
boleh ada lagi orang yang melakukan tawaf dengan telanjang. Dan barang siapa
yang antara dia dengan Nabi Saw. terdapat perjanjian, maka batas keamanannya
sampai habis masa perjanjiannya. Dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada
orang yang musyrik mengerjakan haji."
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qilabah, dari
Sufyan ibnu Uyaynah, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Syu'bah meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dan dia
mengatakan bahwa Zaid ibnu Asyal orangnya dicurigai dalam periwayatannya.
As-Sauri meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari
sebagian teman-temannya, dari Ali r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah. dari Zakariya, dari
Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Yasig, dari Ali yang mengatakan, "Rasulullah
Saw. ketika diturunkan kepadanya surat Bara’ah mengutusku untuk menyerukan
empat perkara yaitu tidak boleh lagi ada orang yang melakukan tawafnya dengan
telanjang, dan tidak boleh mendekati Masjidil Haram seorang musyrik pun sesudah
tahun ini. Dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah Saw. terdapat perjanjian
perdamaian, maka batasnya sampai habis masa perjanjiannya. Dan tidak akan masuk
surga kecuali jiwa yang beriman."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Muhammad
ibnu Abdul Ala, dari Ibnu Saur dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari
Ali yang mengatakan.”Saya pernah diutus untuk menyampaikan empat perkara,
hingga akhir hadis."
Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari
Zaid ibnu Yasig yang mengatakan bahwa setelah surat Bara’ah diturunkan,
Rasulullah Saw. mengutus Abu Bakar, kemudian mengutus pula Ali untuk menggantikannya,
maka Alilah yang menggantikannya. Ketika Abu Bakar kembali, ia bertanya,
”Apakah telah diturunkan sesuatu mengenai diriku?" Nabi Saw bersabda.” Tidak,
tetapi aku diperintahkan untuk menyampaikannya sendiri atau oleh seorang
lelaki dari kalangan ahli baitku." Ali pergi menemui penduduk Mekah
dan menyerukan empat perkara itu kepada mereka, "Sesudah tahun ini tidak
boleh lagi ada orang musyrik memasuki Mekah, tidak boleh lagi ada orang tawaf
di Baitullah dengan telanjang, tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang
beriman, dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah Saw. terdapat
perjanjian perdamaian, maka batasnya adalah bila habis masa
perjanjiannya."
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim
ibnu Hakim ibnu Abbad ibnu Hanif, dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnul
Husain ibnu Ali yang mengatakan bahwa ketika surat Bara’ah diturunkan kepada
Rasulullah Saw. yang saat itu beliau telah mengutus Abu Bakar untuk memimpin
haji orang-orang di tahun itu. dikatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah,
sebaiknya engkau mengirimkan utusan kepada Abu Bakar." Maka Rasulullah
Saw. bersabda, "Tidak pantas menjadi waliku kecuali hanya seseorang
dari ahli baitku." Kemudian Nabi Saw. memanggil Ali dan bersabda,
"Berangkatlah kamu dengan membawa kisah dari surat Bara’ah ini dan
serukanlah kepada semua orang pada Hari Raya Kurban bila mereka telah berkumpul
di Mina, bahwa tidak akan masuk surga orang yang kafir, tidak boleh haji lagi
seorang musyrik pun sesudah tahun ini, dan tidak boleh lagi ada orang yang
tawaf di Baitullah dengan telanjang. Dan Barang siapa yang mempunyai
perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw., maka masa tangguhnya sampai
berakhirnya masa perjanjiannya." Maka Ali berangkat dengan mengendarai
unta Rasulullah Saw. yang diberi nama Al-Adba, hingga menyusul Abu Bakar di
tengah perjalanannya. Lalu Abu Bakar bertanya, "Apakah engkau datang
sebagai pemerintah ataukah sebagai orang yang diperintah?" Ali menjawab,
"Tidak, bahkan saya datang sebagai orang yang diperintah." Lalu
keduanya melanjutkan perjalanannya. Maka Abu Bakar memimpin ibadah haji
orang-orang pada tahun itu di tempat-tempat yang biasa mereka lakukan manasik
haji di masa Jahiliahnya. Kemudian ketika Hari Raya Kurban tiba, Ali berdiri,
lalu mempermaklumatkan seruan yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. Ia
mengatakan, "Hai manusia, sesungguhnya tidak akan masuk surga orang yang
kafir, dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik menunaikan
haji, dan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf dengan telanjang; dan barang
siapa yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw., maka batas
penangguhannya ialah sampai habis masa perjanjiannya." Sesudah tahun itu
tidak ada lagi orang musyrik yang menunaikan haji, tidak ada pula orang yang
tawaf dengan telanjang. Kemudian keduanya kembali kepada Rasulullah Saw. Hal
tersebut merupakan pemutusan hubungan terhadap orang-orang musyrik dan
orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian yang tak terikat dengan waktu
maupun yang terikat dengan waktu sampai masa yang ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami
Abu Zar'ah dan Abdullah ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu
Syuraih, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sakhr, bahwa dia pernah mendengar
Abu Mu'awiyah Al-Bajali (seorang ulama Kufah) mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Abus Sahba Al-Bakri bercerita bahwa ia pernah bertanya kepada Ali
tentang hari haji akbar. Ali menjawab, "Rasulullah Saw. mengutus Abu Bakar
ibnu Abu Quhafah untuk memimpin ibadah haji orang-orang (kaum muslim), dan Nabi
Saw. mengutusku bersamanya dengan membawa empat puluh ayat dari surat Bara’ah.
Ketika berada di Arafah Abu Bakar berkhotbah kepada semua orang di hari Arafah.
Setelah menyelesaikan khotbahnya, ia menoleh ke arahku dan berkata,
'Berdirilah, hai Ali, sampaikanlah risalah dari Rasulullah Saw. itu.' Aku
bangkit dan membacakan kepada mereka empat puluh ayat dari surat Bara’ah.
Setelah itu kami berangkat dan mendatangi Mina, lalu aku melempar jumrah,
menyembelih kurban, dan selanjutnya memotong rambut. Aku menyadari bahwa tidak
semua orang yang berkumpul di hari Arafah menghadiri khotbah Abu Bakar itu.
Maka aku berkeliling ke seluruh perkemahan seraya membacakan ayat-ayat tersebut
kepada mereka dari satu kemah ke kemah yang lain. Karena itulah kalian menduga
bahwa hal itu terjadi pada Hari Raya Kurban, padahal tidak, melainkan pada hari
Arafah."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari
Abu Ishaq, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Juhaifah tentang hari haji
akbar. Kemudian dijawab bahwa hari itu adalah hari Arafah. Ia bertanya,
"Apakah hal itu dari dirimu sendiri ataukah dari sahabat Nabi Muhammad
Saw.?" Abu Juhaifah menjawab bahwa semuanya mengatakan demikian.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu
Juraij, dari Ata yang mengatakan bahwa hari haji akbar ialah hari Arafah.
Amr ibnul Walid As-Sahmi mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Syihab ibnu Abbad Al-Basri, dari ayahnya yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab mengatakan, "Hari ini adalah
hari Arafah, hari ini adalah hari haji akbar, maka jangan sekali-kali ada
seseorang yang melakukan puasa padanya." Perawi (Syibah ibnu Abbad
Al-Basri) melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mengerjakan haji sesudah ayahnya
dan mendatangi Madinah, lalu menanyakan tentang penduduknya yang paling utama.
Orang-orang Madinah menjawab bahwa dia adalah Sa'id ibnul Musayyab. Maka saya
(perawi) datang kepadanya dan bertanya, "Sesungguhnya saya telah bertanya
kepada mereka tentang penduduk Madinah yang paling utama, ternyata mereka
mengatakan Sa'id ibnul Musayyab, maka ceritakanlah kepadaku tentang puasa hari
Arafah." Sa'id ibnul Musayyab menjawab, "Aku akan menceritakan kepadamu
tentang apa yang telah dikatakan oleh orang-orang yang lebih utama
daripada diriku sebanyak seratus kali lipat. Dia adalah Umar atau Ibnu Umar,
bahwa dia telah melarang melakukan puasa pada hari Arafah, dan dia mengatakan
bahwa hari Arafah adalah hari haji akbar."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu
Abu Hatim. Dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abdullah ibnuz
Zubair, Mujahid, Ikrimah, dan Tawus, bahwa mereka telah mengatakan bahwa hari
Arafah adalah hari haji akbar.
Sehubungan dengan hal ini terdapat sebuah hadis mursal
yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij.
أُخْبِرْتُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمة أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ يَوْمَ عَرَفَةَ، فَقَالَ:
"هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Ia telah menceritakan dari Muhammad ibnu Qais,
dari Ibnu Makhramah, bahwa pada hari Arafah Rasulullah Saw. berkhotbah, yang
antara lain mengatakan: Hari ini adalah hari haji akbar.
Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari
Ibnu Juraij:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ المِسْوَر بْنِ مَخْرَمَةَ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ خَطَبَهُمْ
بِعَرَفَاتٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّ هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ".
dari Muhammad ibnu Qais. dari Al-Miswar ibnu
Makhramah. dari Rasululllah Saw., bahwa beliau berkhotbah kepada mereka di
Arafah. Pada pembukaannya beliau membaca hamdalah dan pujian kepada-Nya,
setelah itu beliau bersabda: Amma’ ba'du, sesungguhnya hari ini adalah hari
haji akbar.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa
peristiwa itu terjadi pada Hari Raya Kurban.
Hasyim telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu
Khalid, dari Asy-Sya'bi, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa hari haji akbar
adalah Hari Raya Kurban.
Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari
Al-Haris Al-A'war, bahwa ia pernah bertanya kepada Ali r.a. tentang hari haji
akbar, maka Ali menjawab bahwa hari haji akbar adalah Hari Raya Kurban.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, ia
pernah mendengar Yahya ibnul Jazzar menceritakan dari Ali r.a. bahwa pada Hari
Raya Kurban ia keluar dengan mengendarai bagal putihnya menuju Al-Jibanah.
Tiba-tiba ada seorang lelaki datang yang langsung memegang tali kendali bagal
kendaraannya dan menanyakan kepadanya tentang hari haji akbar. Maka Ali
menjawab, "Hari haji akbar ialah harimu sekarang ini. Lepaskanlah
kendaraanku!"
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan, dari
Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abdullah ibnu Abu Aufa, bahwa ia
telah mengatakan, "Hari haji akbar adalah Hari Raya Kurban." Syu'bah
dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Umair dengan lafaz
yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan lain-lainnya,
dari Asy-Syaibani, dari Abdullah ibnu Abu Aufa.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu
Sinan yang menceritakan bahwa Al-Mugirah ibnu Syu'bah berkhotbah kepada kami
pada Hari Raya Kurban di atas unta kendaraannya. Ia antara lain
mengatakan.”Hari ini adalah Hari Raya Kurban, dan hari ini adalah Hari Raya
Adha. dan hari ini adalah hari haji akbar."
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari
Sammak, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas: ia pernah mengatakan bahwa hari akbar
adalah Hari Raya Kurban. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Juhaifah,
Sa'id ibnu Jubair, Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had,Nafi' ibnu Jubair ibnu
Mut'im, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Ikrimah, Abu Ja'far Al-Baqir,
Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam; mereka semuanya telah mengatakan
bahwa hari haji akbar ialah Hari Raya Kurban. Pendapat inilah yang dipilih oleh
Ibnu Jarir.
Dalam hadis yang terdahulu dari Abu Hurairah yang
ada di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan bahwa Abu Bakar
mengirim mereka pada Hari Raya Kurban untuk menyerukan permaklumatan ini di
Mina.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis-hadis
yang menceritakannya, antara lain ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir;
حَدَّثَنِي سَهْلُ بْنُ مُحَمَّدٍ السِّجِسْتَانِيُّ، حَدَّثَنَا
أَبُو جَابِرٍ الْحَرَمِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ الْغَازِ الْجُرَشِيُّ-عَنْ
نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ عِنْدَ الْجَمَرَاتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ،
فَقَالَ: "هَذَا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Muhammad
Al-Hassani, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Al-Harbi, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnul Gazi Al-Jarasyi, dari Nafi', dari Ibnu
Umar yang menceritakan bahwa pada Hari Raya Kurban Nabi Saw. berdiri di tempat
pelemparan jumrah, yaitu pada haji wada'. Lalu beliau Saw. bersabda: Hari
ini adalah hari haji akbar.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim dan Ibnu Murdawaih melalui hadis Abu Jabir yang nama aslinya Muhammad
ibnu Abdul Malik dengan sanad yang sama.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula melalui
hadis Al-Walid ibnu Muslim, dari Hisyam ibnul Gazi dengan sanad yang sama.
Kemudian ia meriwayatkannya pula melalui hadis Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari
Nazi' dengan sanad yang sama.
قَالَ شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة عَنْ مُرَّةَ الهَمْداني،
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَاقَةٍ
حَمْرَاءَ مُخَضْرَمَةٍ، فَقَالَ: "أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ يَوْمُكُمْ
هَذَا؟ " قَالُوا: يَوْمُ النَّحْرِ. قَالَ: "صَدَقْتُمْ، يَوْمُ
الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah,
dari Murrah, dari Murrah Al-Hamdani, dari seorang sahabat Rasulullah Saw. yang
telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri di atas kendaraan unta
merahnya di antara mereka, lalu bersabda: "Tahukah kalian, hari apakah
yang kalian jalani sekarang?” Mereka menjawab, "Hari ini adalah Hari
Raya Kurban.” Rasulullah Saw. bersabda, "Kalian benar, hari ini adalah
hari haji akbar."
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ،
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيع، حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
سِيرِينَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ:
لَمَّا كَانَ ذَلِكَ الْيَوْمُ، قَعَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى بَعِيرٍ لَهُ، وَأَخَذَ النَّاسُ بِخِطَامِهِ -أَوْ: زِمَامِهِ
-فَقَالَ: "أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قَالَ: فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا
أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ، فَقَالَ: "أَلَيْسَ هَذَا يَوْمَ
الْحَجِّ الْأَكْبَرِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai".
telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abdur
Rahman ibnu Abu Bakrah. dari ayahnya yang mengatakan bahwa pada hari itu
Rasulullah Saw. berdiri di atas unta kendaraannya, sedangkan orang-orang
memegang tali kendalinya. Lalu beliau bertanya, "Hari apakah hari ini?"
Kami diam, sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama selain nama
lazimnya. Lalu beliau bersabda: Bukankah hari ini adalah hari haji akbar?
Sanad hadis ini sahih, pokok hadis ini
diketengahkan di dalam kitab Sahih.
Abul Ahwas telah meriwayatkan dari Syabib, dari
Urwah, dari Sulaiman ibnu Amr ibnul Ahwas dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. dalam haji wada'-nya bersabda, "Hari
apakah sekarang?" Mereka menjawab, "Hari ini adalah hari haji
akbar."
Dari Sa'id ibnul Musayyab, disebutkan bahwa ia
telah mengatakan, "Hari haji akbar ialah hari kedua dari Hari Raya
Kurban." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Mujahid mengatakan bahwa hari haji akbar adalah
semua hari haji. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Ubaid.
Sufyan mengatakan bahwa hari haji, hari Perang
Jamal, dan hari Perang Siffin, semuanya terjadi dalam hari-hari haji.
Sahl As-Siraj mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri
pernah ditanya mengenai hari haji akbar, maka ia menjawab, "Mengapa kalian
menanyakan tentang haji akbar? Hari haji akbar ialah hari ketika Abu Bakar
diangkat oleh Rasulullah Saw. menjadi amir haji untuk memimpin haji kaum
muslim." Demikianlah menurut riwayat ibnu Abi Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ibnu Aun,
bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad (yakni Ibnu Sirin) tentang hari haji
akbar. Maka Ibnu Sirin menjawab, "Hari haji akbar ialah suatu hari yang
bertepatan dengan hari Rasulullah Saw. mengerjakan ibadah haji dan berhaji pula
seluruh penduduk Badui (daerah pedalaman)."
At-Taubah, ayat 4
{إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ
أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (4) }
kecuali
orang-orang musyrik yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun
(dari isi perjanjian) kalian dan tidak (pula) mereka membantu
orang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itupenuhilah janjinya sampai
batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa
Hal ini merupakan pengecualian bagi masa tangguh
yang batas maksimalnya adalah empat bulan, berlaku bagi orang yang telah
mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah Saw. secara mutlak tanpa
dibatasi dengan waktu tertentu. Selama itu orang yang bersangkutan boleh dengan
bebas berjalan di muka bumi untuk menyelamatkan dirinya. Terkecuali bagi orang
yang mempunyai perjanjian terikat dengan waktu, maka masa tangguhnya ialah
bila masa perjanjiannya telah habis.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan
hadis-hadis yang menyatakan bahwa 'orang yang mempunyai perjanjian perdamaian
dengan Rasulullah, maka masa tangguhnya ialah bila masa perjanjian telah
habis'. Demikian itu dengan syarat, yaitu hendaknya orang yang bersangkutan
tidak merusak janjinya dan tidak membantu seseorang yang bermusuhan dengan kaum
muslim, yakni tidak bersekongkol dengan musuh kaum muslim yang dari selain
kalangan mereka untuk memerangi kaum muslim. Maka jenis orang-orang inilah yang
harus ditunaikan jaminan dan keamanannya sesuai dengan perjanjian terhadapnya,
sampai masa berlaku perjanjian dengannya habis. Karena itulah Allah Swt.
menganjurkan kepada kaum muslim untuk memenuhi perjanjian tersebut melalui
firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa. (At-Taubah: 4)
At-Taubah, ayat 5
{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ
وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا
الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5) }
Apabila
sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu
di mana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan
intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai makna yang
dimaksud dari 'bulan-bulan haram' dalam ayat ini. Ibnu Jarir berpendapat, yang
dimaksud dengan bulan-bulan haram di sini adalah seperti yang disebutkan di
dalam firman-Nya:
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan
yang empat itu. (At-Taubah, 36), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut Abu Ja'far Al-Baqir, tetapi
Ibnu Jarir mengatakan bahwa akhir dari bulan-bulan haram bagi mereka adalah
bulan Muharram. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini bersumberkan dari apa
yang diriwayatkan oleh Ali ibnu AbuTalhah, dari ibnu Abbas. Hal yang sama
dikatakan pula oleh Ad-Dahhak, tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan,
mengingat apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ditinjau dan segi teksny a berasal
dari riwayat Al-Aufi dari dia (Ibnu Abbas), yakni bukan melalui Ad-Dahhak.
Pendapat yang sama dikatakan oleh Mujahid, Amr
ibnu Syu'aib, Muhammad ibnu Ishaq. Qatadah, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu
Zaid ibnu Aslam. bahwa y ang dimaksud ialah bulan-bulan kemudahan bagi
orang-orang musyrik yang lamanya empat bulan. Hal ini di-nas-kan di
dalam firman-Nya:
{فَسِيحُوا فِي الأرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ}
Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di
muka bumi selama empat bulan. (At-Taubah: 2)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ}
Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu. (At-Taubah:
5)
Artinya, apabila telah habis masa empat bulan
yang Kami haramkan bagi kalian memerangi orang-orang musyrik di masa-masa
tersebut sebagai masa tangguh dari Kami buat mereka, maka di mana saja kalian
jumpai mereka, bunuhlah mereka. Penyebutan kembali lafaz al-asyhurul hurum dalam
ayat ini lebih baik daripada seandainya dirujukkan dengan memakai damir. Kemudian
sehubungan dengan empat bulan Haram (suci) ini, kelak akan diterangkan
hukum-hukumnya pada ayat lain sesudah At-Taubah ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ
وَجَدْتُمُوهُمْ}
maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana
saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5)
Yakni di kawasan mana saja mereka berada.
Pengertian ayat ini umum. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, keumuman makna
di-takhsis oleh hukum haram melakukan perang di Tanah Suci, yaitu oleh
firman-Nya:
{وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ}
dan janganlah kalian memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka
memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. (Al-Baqarah:
191)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَخُذُوهُمْ}
dan tangkaplah mereka. (At-Taubah: 5)
Maksudnya, tawanlah mereka. Dengan kata lain,
jika kalian ingin membunuh mereka, kalian boleh membunuhnya; dan jika kalian
ingin menahan mereka, kalian boleh menahan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ
مَرْصَدٍ}
Kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat
pengintaian. (At-Taubah: 5)
Yakni janganlah kalian merasa puas hanya dengan
keberadaan kalian di mata mereka, tetapi kepunglah mereka di benteng-benteng
dan tempat-tempat perlindungannya, dan intailah mereka di jalan-jalan yang
biasa mereka lalui, hingga bumi yang luas ini terasa sempit bagi mereka, dan
akhirnya mereka terpaksa harus berperang melawan kalian atau masuk Islam.
Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 5)
Karena itulah Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a.
memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat dengan berpegang kepada
ayat yang mulia ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna sebagai dalilnya. Ayat
ini mengharamkan memerangi mereka dengan syarat bila mereka mau melakukan
perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu masuk Islam dan menunaikan semua
kewajibannya.
Pada permulaannya disebutkan hal yang paling
tinggi di antara kewajiban-kewajiban tersebut, kemudian menyusul yang di
bawahnya. Karena sesungguhnya Rukun Islam yang paling mulia sesudah membaca
kedua kalimah syahadat ialah salat yang merupakan hak Allah Swt. Sesudah itu
menunaikan zakat yang merupakan pertolongan buat orang-orang miskin dan
orang-orang yang memerlukan bantuan. Hal ini merupakan perbuatan mulia yang
berkaitan dengan makhluk. Untuk itulah salat dan zakat sering disebutkan secara
bergandengan.
Di dalam kitab Sahihain dari Ibnu Umar
r.a., dari Rasulullah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا
الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ"
Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang
hingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, dan menunaikan zakat.
Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah,
dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan, "Kalian diperintahkan
untuk mendirikan salat dan menunaikan zakat. Barang siapa yang tidak mau
menunaikan zakat, maka salatnya tidak diterima."
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
bahwa Allah tidak mau menerima salat kecuali dengan zakat. Dan ia mengatakan,
"Semoga Allah merahmati Abu Bakar, alangkah mendalamnya ilmu
fiqihnya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ،
أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، أَنْبَأَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ،
عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَاسْتَقْبَلُوا قِبْلَتَنَا، وَأَكَلُوا
ذَبِيحَتَنَا، وَصَلُّوا صَلَاتَنَا، فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْنَا دِمَاؤُهُمْ
وَأَمْوَالُهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، لَهُمْ مَا لِلْمُسْلِمِينَ، وَعَلَيْهِمْ مَا
عَلَيْهِمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak,
telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil, dari Anas, bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang hingga
mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah. Apabila mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mereka menghadap ke arah kiblat
kami, memakan sembelihan kami, dan mengerjakan salat kami, maka sesungguhnya
telah diharamkan bagiku darah dan harta benda mereka kecuali menurut haknya;
mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslim.
Imam Bukhari di dalam kitab Sahih-nya dan
ahlus sunan —kecuali Ibnu Majah—telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah
ibnul Mubarak dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْأَعْلَى بْنُ وَاصِلٍ الْأَسَدِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى،
أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ [عَنْ
أَنَسٍ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "من فَارَقَ
الدُّنْيَا عَلَى الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ وَحْدَهُ، وَعِبَادَتِهِ لَا يُشْرِكُ بِهِ
شَيْئًا، فَارَقَهَا وَاللَّهُ عَنْهُ رَاضٍ"
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Wasil Al-Asadi, telah menceritakan
kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far
Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan ikhlas kepada
Allah semata dan menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun, maka ia meninggal dunia sedangkan Allah rida kepadanya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah berpegang kepada agama Allah yang didatangkan serta disampaikan
oleh para rasul dari Tuhan mereka sebelum terjadi kekacauan dan perbedaan
kecenderungan (yakni sebelum diubah oleh para pengikutnya sepeninggal mereka).
Hal yang membenarkan hal tersebut ada di dalam Kitabullah pada bagian
yang paling akhir diturunkan, yaitu firman-Nya:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ}
Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. (At-Taubah: 5)
Tobat mereka menghentikan penyembahan semua
berhala, lalu beribadah (menyembah) Tuhan mereka (yakni Allah), mendirikan
salat dan menunaikan zakat, kemudian Allah Swt. berfirman di dalam ayat lain:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ}
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan
menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian
seagama. (At-Taubah: 11)
Ibnu Murdawaih dan Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi
telah meriwayatkannya di dalam Kitabus Salat-nya bahwa telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu
Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Jafar Ar-Razi dengan sanad yang
sama dan lafaz yang semisal.
Ayat yang mulia ini disebut ayat saif '(ayat
perang) yang dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa ayat ini me-mansukh
semua perjanjian perdamaian antara Nabi Saw. dan semua orang dari kalangan
kaum musyrik, begitu pula semua transaksi dan semua batas masa perjanjian.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan ayat ini, bahwa tidak ada lagi perjanjian dan tidak ada lagi
jaminan terhadap seorang pun dari kalangan kaum musyrik sejak surat Bara’ah
diturunkan dan berlalunya bulan-bulan haram (suci). Sedangkan masa tangguh bagi
orang musyrik yang mempunyai perjanjian perdamaian sebelum diturunkan surat
Bara’ah ialah empat bulan, dimulai sejak dipermaklumatkan surat Bara’ah sampai
dengan tanggal sepuluh dari permulaan bulan Rabi'ul Akhir.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah Swt. memerintahkan Nabi
Saw. untuk mengangkat senjata terhadap orang-orang yang telah mengadakan
perjanjian perdamaian dari kalangan kaum musyrik jika mereka tidak mau masuk
Islam, dan terhadap orang-orang yang berani merusak dan melanggar perjanjian
serta jaminannya, dan menghapuskan syarat yang pertama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Musa Al-Ansari
yang mengatakan bahwa Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan, "Ali ibnu Abu Talib
pernah menceritakan bahwa Nabi Saw. telah mengirimkan empat pedang. Pedang yang
pertama ditujukan terhadap orang-orang musyrik Arab." Allah Swt.
berfirman: maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai
mereka. (At-Taubah: 5)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim secara ringkas.
Menurut kami, pedang yang kedua ditujukan untuk
memerangi kaum Ahli Kitab, karena Allah Swt. telah berfirman:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang
diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh,
sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29)
Pedang yang ketiga untuk memerangi orang-orang
munafik, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang
kafir dan orang-orang munafik itu. (At-Taubah: 73), hingga akhir ayat.
Pedang yang keempat untuk memerangi para
pemberontak, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah. (Al-Hujurat: 9)
Kemudian ulama tafsir berbeda pendapat tentang
ayat saif ini. Menurut Ad-Dahhak dan As-Saddi, ayat saif ini
dimansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً}
dan sesudah itu kalian boleh membebaskan
mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. (Muhammad: 4)
Tetapi Qatadah berpendapat sebaliknya.
At-Taubah, ayat 6
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ
مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ (6) }
Dan
jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian
antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum
yang tidak mengetahui.
Allah Swt. berfirman mengingatkan Nabi-Nya:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik
itu. (At-Taubah : 6)
Yakni di antara orang-orang yang Aku perintahkan
kamu untuk memerangi mereka dan Aku halalkan kepadamu jiwa dan harta benda
mereka.
{اسْتَجَارَكَ}
meminta perlindungan kepadamu. (At-Taubah:
6)
Maksudnya, meminta keamanan kepadamu, maka
perkenankanlah permintaannya hingga ia sempat mendengar Kalamullah, yakni
Al-Qur'an yang engkau bacakan kepadanya dan kamu ingatkan dia tentang sesuatu
dari perkara agama yang menegakkan hujah Allah atas dirinya.
{ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ}
kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman
baginya. (At-Taubah: 6)
Yaitu antarkanlah dia sampai ke tempat yang aman
hingga ia dapat kembali ke tanah airnya dan dapat pulang ke rumahnya penuh rasa
aman.
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ}
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui. (At-Taubah: 6)
Artinya, sesungguhnya Kami syariatkan memberikan
keamanan kepada mereka agar mereka mengetahui agama Allah dan agar seruan Allah
tersebar di kalangan semua hamba-Nya.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa "seseorang yang datang kepadamu
untuk mendengarkan apa yang kamu katakan dan apa yang diturunkan kepadamu, maka
dia dalam keadaan aman hingga ia sampai kepadamu, lalu kamu perdengarkan Kalamullah
kepadanya. Setelah itu kamu mengantarkannya pulang sampai ke tempat yang
aman".
Karena itulah maka Rasulullah Saw. selalu
memberikan jaminan keamanan kepada orang yang datang kepadanya untuk meminta
petunjuk atau sebagai delegasi. Hal ini seperti yang terjadi pada hari Perjanjian
Hudaibiyyah. Pada hari itu datang sejumlah delegasi dari kalangan Quraisy,
antara lain Urwah ibnu Mas’ud, Mukarriz Ibnu Hafs, Suhail ibnu Amr, dan yang
lainnya. Mereka datang bolak-balik seorang demi seorang untuk menyelesaikan
perkara antara Nabi Saw. dan kaum musyrik.
Maka mereka menyaksikan dengan mata kepala
sendiri pengagungan dan penghormatan kaum muslim kepada Rasulullah Saw. yang
membuat mereka merasa terpana, karena hal semisal belum pernah mereka lihat
pada seorang raja pun, juga belum pernah pada seorang kaisar pun. Lalu mereka
kembali kepada kaumnya dan menceritakan segala sesuatu yang telah mereka
saksikan itu. Maka hal tersebut dan faktor lainnya merupakan penyebab bagi
masuknya hidayah di kalangan mayoritas dari mereka.
Sehubungan dengan hal ini pula pernah datang
seorang utusan dari pihak Musailamah Al-Kazzab kepada Rasulullah Saw. Maka
Rasulullah Saw. bertanya kepadanya,
"أَتَشْهَدُ أَنَّ مُسَيْلِمَةَ رَسُولُ اللَّهِ؟ "
قَالَ: نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَوْلَا أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ عُنُقَكَ"
"Apakah kamu bersaksi bahwa Musailamah
itu adalah seorang utusan Allah?" Utusan itu menjawab, "Ya."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Seandainya utusan (delegasi) itu dapat
(boleh) dibunuh, niscaya aku akan memenggal lehermu.
Tetapi Allah telah menakdirkan lelaki itu untuk
dipenggal kepalanya, yaitu terjadi di saat Abdullah ibnu Mas'ud menjadi amir
Kufah. Mantan utusan Musailamah itu dikenal dengan nama Ibnun Nawwahah. Di masa
ibnu Mas'ud, ia muncul dan bersaksi bahwa Musailamah adalah seorang rasul. Maka
Ibnu Mas'ud memanggilnya. Setelah datang, lalu ia ditanya, "Sesungguhnya
sekarang engkau bukan lagi sebagai utusan." Maka Ibnu Mas'ud memerintahkan
agar ia dihukum mati, lalu, dipenggallah kepalanya.
Kesimpulan, barang siapa yang datang dari kawasan
musuh ke dalam kawasan Islam untuk menyampaikan suatu pesan sebagai seorang
delegasi, untuk keperluan berniaga, untuk meminta perdamaian, gencatan senjata,
membawa jizyah, atau untuk keperluan lainnya. Lalu ia meminta jaminan
keamanan kepada imam atau wakilnya, maka ia diberi jaminan keamanan selagi
masih bertugas di kawasan Islam dan hingga ia sampai ke tempat yang aman
baginya.
Tetapi ulama mengatakan bahwa ia tidak diizinkan
tinggal di negeri Islam dalam masa satu tahun, tetapi diperbolehkan untuk
tinggal dalam batas maksimal empat bulan. Adapun mengenai masa tinggal yang
lebih dari empat bulan, tetapi kurang dari satu tahun, menurut Imam Syafii dan
lain-lainnya ada dua pendapat mengenainya.
At-Taubah, ayat 7
{كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ
عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِ إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (7) }
Tidak
mungkin ada perjanjian (aman) dari
sisi Allah dan Rasul-Nya terhadap orang-orang musyrik, kecuali orang-orang yang
kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil
Haram, maka selama mereka berlaku lurus terhadap kalian, hendaklah kalian
berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. menjelaskan hikmah pemutusan hubungan
dengan kaum musyrik dan memberikan masa tangguh selama empat bulan kepada
mereka. Sesudah itu pedang yang bicara terhadap mereka di mana pun mereka
dijumpai. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ}
Tidak mungkin ada perjanjian (aman) terhadap
orang-orang musyrik. (At-Taubah: 7)
Yakni jaminan keamanan dan membiarkan mereka
bebas dengan kemusyrikannya kepada Allah Swt., juga kafir kepada-Nya dan
Rasul-Nya.
{إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
kecuali orang-orang yang kalian telah
mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram. (At-Taubah:
7)
Yaitu pada hari Hudaibiyyah, seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ} الْآيَةَ
Merekalah orang-orang yang kafir yang
menghalangi kalian dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan
kurban sampai ke tempat (penyembelihan)fjya. (Al-Fath: 25), hingga akhir
ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا
لَهُمْ}
maka selama mereka berlaku lurus terhadap
kalian, hendaklah kalian berlaku lurus (pula) terhadap mereka. (At-Taubah:
7)
Artinya, manakala mereka berpegang kepada apa
yang kalian ikatkan kepada mereka dan janji mereka untuk tidak menyalakan api
peperangan antara kalian dan mereka selama sepuluh tahun.
{فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ}
hendaklah kalian berlaku lurus (pula) terhadap
mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah:
7)
Rasulullah Saw. beserta kaum muslim melakukan hal
tersebut. Perjanjian perdamaian dan gencatan senjata dengan penduduk Mekah ini
berlangsung mulai dari bulan Zul Qa'dah tahun enam Hijriah hingga orang-orang
Quraisy merusak perjanjian tersebut. Mereka dan para hulafa-nya (teman-teman
sepaktanya) —yaitu Bani Bakar— bersekongkol untuk memerangi Bani Khuza'ah,
teman sepakta Rasulullah Saw. Lalu mereka bersama teman sepaktanya membunuh
orang-orang Bani Khuza'ah di Tanah Suci.
Maka sejak saat itu Rasulullah Saw. berangkat
memerangi mereka pada tahun delapan Hijriah, hingga Allah memberikan kemenangan
kepada Rasulullah Saw. atas Tanah Suci dan menguasai seluruhnya. Kemudian
Rasulullah Saw. melepaskan orang-orang dari kalangan mereka yang mau masuk
Islam sesudah kalah dan tak berdaya, lalu mereka diberi nama julukan Tulaqa (orang-orang
yang dibebaskan); jumlah mereka kurang lebih ada dua ribu orang. Sedangkan
orang-orang yang masih tetap pada kekafirannya melarikan diri dari Rasulullah
Saw., dan beliau memerintahkan agar memberikan jaminan keamanan dan kemudahan
bagi mereka di muka bumi selama empat bulan; dalam masa itu mereka yang lari
boleh pergi ke mana pun yang mereka sukai dengan bebas dan aman. Di antara
mereka adalah Safwan ibnu Umayyah, Ikrimah ibnu Abu Jahal, dan lain-lainnya.
Tetapi pada akhirnya Allah memberikan hidayah kepada mereka, lalu mereka masuk
Islam dengan sempurna. Terpujilah Allah dalam semua apa yang ditakdirkan dan
apa yang dilakukan-Nya.
At-Taubah, ayat 8
{كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا
يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلا وَلا ذِمَّةً يُرْضُونَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَى
قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ (8) }
Bagaimana
bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan
Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik), padahal jika mereka memperoleh
kemenangan terhadap kalian, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan
terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka
menyenangkan hati kalian dengan mulutnya, sedangkan hatinya menolak. Dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menetapi
perjanjian).
Allah Swt. berfirman memberikan semangat kepada
kaum mukmin dalam memusuhi orang-orang musyrik dan berlepas diri dari mereka,
seraya menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu tidak layak untuk mendapat
perjanjian karena kemusyrikannya terhadap Allah dan kekafirannya kepada
Rasulullah Saw. Demikian pula seandainya mereka beroleh kemenangan atas kaum
muslim serta dapat mengalahkannya, niscaya mereka tidak akan membiarkan kaum
muslim hidup dan tidak akan mengindahkan lagi hubungan kekerabatan dan jaminan
keamanan.
Ali ibnu Abu Talhah, Ikrimah, dan Al-Aufi telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa "الْإِلُّ" al-illu artinya hubungan kekerabatan, sedangkan az-zimmah
ialah perjanjian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan
As-Saddi. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini Tamim ibnu Muqbil dalam salah
satu bait syairnya mengatakan:
أَفْسَدَ النَّاسَ خُلوفٌ خَلَفُوا ... قَطَعُوا الإلَّ وأعراقَ الرَّحِمِ
Perbuatan
melanggar perjanjian telah merusak manusia di masa silam, mereka memutuskan
hubungan kekerabatan dan pertalian silaturahmi.
Hissan ibnu Sabit r.a. telah berkata dalam salah
satu bait syairnya:
وجدناهُمُ كَاذِبًا إِلّهُمْ ... وَذُو الإلِّ وَالْعَهْدِ لَا يَكْذِبُ
Kami
jumpai mereka mendustakan kekerabatannya dan sebenarnya orang yang mempunyai
hubungan kerabat dan terikat dengan perjanjian tidak pantas berdusta.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tidak memelihara hubungan
kekerabatan terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah:
8) Yang dimaksud dengan al-illu ialah Allah.
Menurut riwayat lain, mereka tidak lagi
mempedulikan Allah, tidak pula yang lain-Nya
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan
kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sulaiman,
dari Abu Mijlaz sehubungan dengan firman Allah Swt.; Mereka tidak memelihara
(hubungan) kerabat terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.
(At-Taubah: 8) Kalimat ayat ini perumpamaannya sama dengan perkataan
Jibril, Mikail, dan Israfil. Seakan-akan bermaksud bahwa mereka sama sekali
tidak mengindahkan Allah.
Tetapi pendapat pertamalah yang kuat dan terkenal
serta dianut oleh kebanyakan ulama.
Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa al-illu artinya
perjanjian; sedangkan menurut Qatadah, al-illu artinya sumpah.
At-Taubah, ayat 9-11 '
{اشْتَرَوْا بِآيَاتِ
اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ (9) لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلا وَلا ذِمَّةً وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُعْتَدُونَ (10) فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ
فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (11) }
Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu
mereka menghalangi (manusia) dari jalan
Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak
memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula
mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas. Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka
itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat
itu bagi kaum yang mengetahui.
Allah
Swt. mencela orang-orang musyrik dan memberikan semangat kepada orang-orang
mukmin untuk memerangi mereka.
{اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا
قَلِيلا}
Mereka
menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. (At-Taubah: 9)
Artinya,
mereka menukarkan ayat-ayat Allah —yakni tidak mau mengikutinya— dengan harga
yang sedikit, yakni dengan kesenangan duniawi yang rendah dan tiada artinya
bila dibandingkan dengan pahala akhirat.
{فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ}
lalu
mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (At-Taubah:
9)
Mereka
menghalang-halangi orang mukmin dari mengikuti jalan yang benar.
{إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلا وَلا ذِمَّةً}
Sesungguhnya
amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula
mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah: 9-10)
Tafsir
ayat ini telah disebutkan di atas, begitu pula ayat yang sesudahnya.
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ}
Jika
mereka bertobat dan mendirikan salat. (At-Taubah:
11) hingga akhir ayat.
Tafsirnya
telah dikemukakan sebelum ini.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو
بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ أَبِي بَكْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ
بْنُ أَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى
الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ وَعِبَادَتِهِ، لَا يُشْرِكُ بِهِ، وَأَقَامَ
الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، فَارَقَهَا وَاللَّهُ عَنْهُ رَاضٍ، وَهُوَ دِينُ
اللَّهِ الَّذِي جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ وَبَلَّغُوهُ عَنْ رَبِّهِمْ، قَبْلَ
هَرْج الْأَحَادِيثِ وَاخْتِلَافِ الْأَهْوَاءِ".
Al-Hafiz
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musanna, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bakar, telah
menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami
Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
meninggal dunia dalam keadaan ikhlas kepada Allah dan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan-Nya,
mendirikan salat, dan menunaikan zakat, berarti ia meninggal dunia dalam
keadaan Allah rida kepadanya.
Yang
dimaksud ialah dia berpegangan kepada agama Allah, yaitu agama yang didatangkan
oleh para rasul dan disampaikan oleh mereka dari Tuhannya, sebelum terjadi
penyimpangan dan perbedaan keinginan. Yang membenarkan hal ini terdapat di
dalam Kitabullah.
{فَإِنْ تَابُوا}
Jika
mereka bertobat. (At-Taubah: 11)
Yakni
jika mereka menanggalkan semua berhala dan penyembahan terhadapnya.
{وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ
فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ}
dan
mendirikan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka
untuk berjalan. (At-Taubah: 5)
Di
dalam ayat lain disebutkan pula:
{فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ}
Jika
mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama. (At-Taubah:
11)
Kemudian
Al-Bazzar mengatakan bahwa akhir hadis ini berada padaku —hanya Allah yang
lebih mengetahui— yaitu: "Dia meninggal dunia dalam keadaan Allah rida
kepadanya'. Sedangkan sisa yang ada padaku berasal dari perkataan Ar-Rabi ibnu
Anas.
At-Taubah, ayat 12
{وَإِنْ نَكَثُوا
أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا
أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ (12)
}
Jika mereka merusak
sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama
kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena
sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya,
supaya mereka berhenti.
Allah
Swt. berfirman bahwa jika orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian
gencatan senjata dalam masa tertentu merusak perjanjiannya.
{وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ}
dan
mereka mencerca agama kalian. (At-Taubah:
12)
Yakni
mereka mencela dan mengecam agama Islam. Berdasarkan ayat inilah ditetapkan
hukuman mati terhadap orang yang mencaci Rasulullah Saw., mencerca agama Islam,
mendiskreditkannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ
لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ}
maka
perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka
itu adalah orang-orang (yang
tidak dapat dipegang) janjinya, supaya mereka berhenti. (At-Taubah:
12)
Maksudnya
agar mereka sadar akan kekufuran, keingkaran, dan kesesatannya, lalu
menghentikannya.
Qatadah
dan lain-lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan Aimmatal kufri atau
'para pemimpin orang-orang kafir' ialah seperti Abu Jahal. Atabah, Syaibah,
Umayyah ibnu Khalaf, serta sejumlah pemuka Quraisy lainnya.
Disebutkan
dari Mus'ab ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, bahwa Sa'd ibnu Abu Waqqas bersua dengan
seorang lelaki dari kalangan Khawarij. Maka orang Khawarij itu berkata,
""orang ini termasuk aimatul kufri." Sa'd menjawab,
"Kamu dusta, bahkan aku telah memerangi aimmatal kufri." Asar
ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Al-A'masy
telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Wahb, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa
jenis orang yang disebutkan di dalam ayat ini, sesudahnya tidak diperangi lagi.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib r.a.
Tetapi
pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa makna ayat ini umum, sekalipun
penyebab turunnya berkaitan dengan orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy.
Untuk itu, makna ayat ini mencakup orang-orang kafir Quraisy dan lain-lainnya.
Al-Walid
ibnu Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim,
telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair
ibnu Nafir. bahwa ketika ia di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, Khalifah
Abu Bakar mengirimkan pasukannya ke negeri Syam dan berpesan kepada pasukannya,
"Sesungguhnya kalian akan menjumpai suatu kaum yang kepalanya berlubang.
Maka pukullah dengan pedang tempat bercokolnya setan pada mereka. Demi Allah,
sesungguhnya membunuh seseorang dari mereka lebih aku sukai daripada membunuh
tujuh puluh orang dari kalangan selain mereka. Demikian itu karena Allah Swt.
berfirman: maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir. (At-Taubah:
12)."
Asar
ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
At-Taubah, ayat 13-15
{أَلا تُقَاتِلُونَ
قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ
بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (13) قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ
وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ (14)
وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ (15) }
Mengapa kalian tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya),padahal mereka telah keras
kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai
memerangi kalian? Mengapakah kalian takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang
berhak untuk kalian takuti, jika kalian benar-benar orang yang beriman.
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan
kalian, dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka,
serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati
orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah
Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Hal
ini pun mengandung makna yang menggugah dan memberi semangat Kepada orang-orang
muslim untuk memerangi orang-orang musyrik yang merusak perjanjian mereka.
Mereka adalah orang-orang yang bertekad bulat untuk mengusir Rasul dan Mekah.
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain:
{وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا
لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ
اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ}
Dan
(ingatlah) ketika orang-orang
kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya untuk menangkap dan memenjarakanmu
atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu dara itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Al-Anfal:
30)
يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ
mereka
mengusir Rasul dan (mengusir) kalian karena kalian
beriman kepada Allah, Tuhan kalian. (Al-Mumtahanah: 1)
{وَإِنْ
كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لَا
يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا}
Dan
sesungguhnya mereka benar-benar hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya. (Al-Isra: 76),
hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
dan
merekalah yang pertama kali memulai memerangi kalian. (At-Taubah: 13)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah Perang Badar, yaitu ketika mereka
berangkat meninggalkan Mekah untuk melindungi kafilah niaga mereka. Setelah
kafilah niaga mereka selamat dari cegatan pasukan kaum muslim, dan mereka
benar-benar mengetahui hal itu, mereka tetap meneruskan perjalanannya untuk
berperang sebagai ungkapan perbuatan angkara murka dan keangkuhan mereka,
seperti yang telah disebutkan sebelum ini.
Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik itu telah merusak
perjanjian mereka, karena mereka bersama Bani Bakar —sekutu mereka—
bersekongkol memerangi Bani Khuza'ah, teman sepakta Rasulullah Saw. Pada
akhirnya Rasulullah Saw. berangkat untuk memerangi mereka di tahun kemenangan
atas kota Mekah. Dan akhirnya terjadilah apa yang telah terjadi. Segala puji
bagi Allah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ
تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
'Apakah
kalian takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak untuk kalian takuti,
jika kalian benar-benar orang yang beriman
(At-Taubah: 13)
Allah
Swt. berfirman, "Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah
kalian kepada-Ku. Akulah yang selayaknya ditakuti oleh hamba-hamba-Ku karena
siksaan dan hukuman-Ku. Segala urusan berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku.
Segala sesuatu yang Aku kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak
Aku kehendaki pasti tidak akan terjadi."
Kemudian
Allah Swt. memberikan tekad dan semangat kepada orang-orang mukmin seraya
menjelaskan hikmah yang terkandung di dalam perintah-Nya yang mensyariatkan
mereka untuk berjihad, padahal Allah Swt. sendiri mampu menghancurkan
musuh-musuh-Nya dengan perintah dari sisi-Nya:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ
بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ
مُؤْمِنِينَ}
Perangilah
mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14)
Makna
ayat ini umum berkenaan dengan semua orang mukmin.
Mujahid,
Ikrimah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: serta
melegakan hati orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 14) Yakni orang-orang
Bani Khuza'ah. Dan damir yang terkandung di dalam firman-Nya: dan
menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. (At-Taubah: 15) dikembalikan
kepada mereka juga (yakni kepada Bani Khuza'ah).
Ibnu
Asakir di dalam biografi juru azan —Umar ibnu Abdul Aziz— telah menyebutkan
sebuah hadis melalui Muslim ibnu Yasar, dari Siti Aisyah r.a., bahwa apabila
Rasulullah Saw. melihatnya sedang marah, beliau memegang hidungnya dan
bersabda:
"يَا عُوَيْشُ، قَوْلِي: اللَّهُمَّ، رَبَّ النَّبِيِّ
مُحَمَّدٍ اغْفِرْ ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ
مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ".
Hai
'Uwaisy (panggilan kesayangan Siti Aisyah), katakanlah,
"Ya Allah Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, lenyapkan-lah panas
hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.”
Imam
Hakim mengetengahkan hadis ini melalui jalur Abu Ahmad, dari Al-Bagindi, dari
Hisyam ibnu Ammar, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abul
Jauza darinya.
{وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ}
Dan
Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. (At-Taubah: 1 5)
Yakni
dari kalangan hamba-hamba-Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ}
Allah
Maha Mengetahui. (At-Taubah: 15)
Mengetahui
semua hai yang layak bagi hamba-hamba-Nya.
{حَكِيمٌ}
Lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 15)
Yaitu
dalam semua perbuatan dan perkataan-Nya, baik yang berkaitan dengan tatanan
alam ini ataupun yang berkaitan dengan hukum syariat- Nya.
Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan memutuskan apa yang disukai-Nya, Dia
Mahaadil lagi Mahabijaksana yang tidak akan zalim selamanya. Dia tidak akan
menyia-nyiakan kebajikan barang seberat zarrah pun, dan tidak akan
melupakan keburukan seberat zarrah pun, bahkan Dia akan memberikan
balasan-Nya di dunia dan akhirat.
At-Taubah, ayat 16
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ
تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ
يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (16) }
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum
mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian
dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Firman
Allah Swt.:
{أَمْ حَسِبْتُمْ}
Apakah
kalian mengira. (At-Taubah: 16)
hai
orang-orang mukmin, bahwa Kami membiarkan kalian terlupakan tanpa menguji
kalian dengan urusan-urusan yang melaluinya akan kelihatan orang-orang yang
mempunyai kesabaran dan keteguhan yang benar dari orang yang dusta. Karena
itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ
جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا
الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً}
sedangkan
Allah belum mengetahui (dalam
kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil
menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.
(At-Taubah: 16)
Yang
dimaksud dengan walijah ialah teman yang setia dan teman yang akrab,
bahkan mereka secara lahir batin selalu bernasihat baik karena Allah dan
Rasul-Nya. Dengan demikian, cukuplah dengan salah satunya tanpa yang lainnya,
seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
وَمَا أَدْرِي إِذَا
يَمَّمْتُ أَرْضًا ... أُرِيدُ الْخَيْرَ أَيُّهُمَا يَلِينِي ...
Aku tidak mengetahui jika aku bertujuan
ke suatu daerah yang aku berkeinginan untuk mendapat kebaikan, manakah di
antara keduanya yang akan membantuku.
Dalam
ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
{ [الم] أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا
أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ}
Alif
Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman,"
sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabut:
1-3)
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ
Apakah
kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga. (Ali Imran: 142), hingga akhir ayat.
مَا
كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian
sekarang ini. (Ali Imran: 179), hingga akhir ayat
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk berjihad, setelah itu Dia menjelaskan hikmah yang terkandung di dalam
jihad. Yaitu untuk menguji hamba-hamba-Nya, siapakah di antara mereka yang taat
kepada-Nya dan siapakah yang durhaka terhadap-Nya. Allah Swt. mengetahui apa
yang telah ada, apa yang akan ada, dan apa yang tidak ada; seandainya ia ada,
maka apakah yang bakal terjadi? Dia mengetahui sesuatu sebelum kejadiannya dan
sesudah kejadiannya menurut apa adanya. Tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada
Rabb selain Dia, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak apa yang telah
ditakdirkan dan apa yang telah diputuskanNya.
At-Taubah, ayat 17-18
{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا
مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ (17) إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ
اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى
الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ
الْمُهْتَدِينَ (18) }
Tidaklah
pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan
mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Yang memakmurkan masjid-masjid
Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta
tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain
kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Allah Swt. menyebutkan bahwa tidaklah layak bagi
orang-orang musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah yang dibangun atas nama-Nya
semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Sebagian ulama ada yang membacanya masjidallahi
(dalam bentuk tunggal). Makna yang dimaksud ialah Masjidil Haram, masjid
yang paling mulia di bumi ini, yang sejak pertama dibangun untuk menyembah
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Orang yang membangunnya adalah kekasih
Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu Nabi Ibrahim a.s.
Sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri
kafir, yakni keadaan dan ucapan mereka mengungkapkan kekafiran mereka. As-Saddi
telah mengatakan, "Seandainya Anda tanyakan kepada seorang Nasrani,
'Apakah agamamu?' Niscaya dia menjawab, 'Nasrani.' Dan seandainya Anda tanyakan
kepada seorang Yahudi, 'Apakah agamamu?' Niscaya dia menjawab. 'Yahudi.' Dan
terhadap orang sabiin, niscaya dia menjawab bahwa dia adalah pemeluk agama sabiah,
dan terhadap orang musyrik dia akan menjawab sebagai seorang musyrik."
{أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya. (At-Taubah:
17)
karena kemusyrikan mereka.
{وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ}
Dan mereka kekal di dalam neraka. (At-Taubah:
17)
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
{وَمَا لَهُمْ أَلا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ
وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ
أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Mengapa Allah tidak mengazab mereka, padahal
mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram, dan mereka
bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak
menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (Al-Anfal: 34)
itulah Allah Swt. berfirman:
{إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 18)
Allah Swt. mempersaksikan keimanan orang-orang
yang memakmurkan masjid-masjid, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرُو بْنُ
الْحَارِثِ؛ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ
فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيمَانِ؛ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّمَا يَعْمُرُ
مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, bahwa Darij —yakni
Abus Samah—pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id
Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian melihat
seorang lelaki biasa pergi ke masjid, maka saksikanlah oleh kalian bahwa dia
beriman. Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang
memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian.” (At-Taubah: 18)
Imam Turmuzi, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di
dalam kitab Mu.stadrak-nya telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah
ibnu Wahb dengan sanad yang sama.
Abdur Rahman ibnu Humaid telah mengatakan di
dalam kitab Musnad-nya bahwa:
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا صَالِحٌ الْمُرِّيُّ،
عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ سِيَاهٍ، وَجَعْفَرِ بْنِ
زَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا عُمَّارُ المساجد هم أهل الله"
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit Al-Bannani,
dari Maimun ibnu Siyah dan Ja'far ibnu Zaid, dari Anas ibnu Malik yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang
yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada
Allah.
وَرَوَاهُ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ، عَنْ عَبْدِ
الْوَاحِدِ بْنِ غِيَاثٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ بَشِيرٍ الْمُرِّيِّ، عَنْ ثَابِتٍ،
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إنما
عُمَّارُ الْمَسَاجِدِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya dari
Abdul Wahid ibnu Gayyas, dari Saleh ibnu Basyir Al-Murri, dari Sabit, dari Anas
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya
orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah.
Kemudian Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan,
"'Kami tidak mengetahuinya diriwayatkan dari Sabit selain oleh
Saleh."
Imam Daruqutni di dalam kitab Ifrad-nya telah
meriwayatkannya melalui jalur Hikamah binti Usman ibnu Dinar, dari ayahnya,
dari saudaranya—yaitu Malik ibnu Dinar—dari Anas secara marfu':
"إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَاهَةً، نَظَرَ إِلَى
أَهْلِ الْمَسَاجِدِ، فَصَرَفَ عَنْهُمْ"
Apabila Allah menghendaki azab atas suatu
kaum, maka Dia memandang kepada ahli masjidnya (orang-orang yang
memakmurkan masjid-masjid); maka Allah berpaling dari mereka (tidak jadi
mengazab mereka).
Kemudian Imam Daruqutni mengatakan bahwa hadis
ini garib.
Al-Hafiz Al-Baha’i di dalam kitab Al-Mustaqsa telah
meriwayatkan dari ayahnya berikut sanadnya sampai kepada Abu Umayyah
At-Tarsusi, bahwa telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Safir, telah
menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit, dari Anas secara marfu',
bahwa Allah Swt. telah berfirman:
إِنِّي لَأَهِمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا، فَإِذَا نَظَرْتُ
إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي وَإِلَى الْمُتَحَابِّينَ فِيَّ، وَإِلَى
الْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ، صَرَفْتُ ذَلِكَ عَنْهُمْ"
Demi keagungan dan kebesaran-Ku, sesungguhnya
Aku hendak menimpakan azab kepada penduduk bumi. tetapi apabila Aku memandang
kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu dan memandang kepada
orang-orang yang saling menyukai karena Aku, dan memandang kepada orang-orang
yang memohon ampun di waktu sahur, maka Aku palingkan azab itu dari
mereka.
Kemudian Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini
berpredikat garib.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، حَدَّثَنَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ؛
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ
الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الْإِنْسَانِ، كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاةَ
الْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ، فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ، وَعَلَيْكُمْ بالجماعة
والعامة والمسجد"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, telah menceritakan
kepada kami Al-Ala ibnu Ziyad, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Sesungguhnya setan itu adalah serigala manusia, sama halnya dengan
serigala kambing: ia memangsa kambing yang jauh dan kambing yang memisahkan
diri. Karena itu, hati-hatilah kalian terhadap perpecahan, berpeganglah kalian
kepada jamaah (persatuan), publik, dan masjid.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari
Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi yang mengatakan bahwa ia sempat
menjumpai masa sahabat Nabi Muhammad Saw., sedangkan mereka sering mengatakan
bahwa masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah yang ada di bumi, dan
sesungguhnya sudah merupakan hak Allah memuliakan orang-orang yang
menziarahi-Nya di dalam masjid-masjid itu.
Al-Mas'udi telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu
Sabit dan Addi ibnu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang
mengatakan, "Barang siapa yang mendengar seruan azan salat, kemudian ia
tidak memenuhinya dan tidak mendatangi masjid, lalu ia mengerjakan salat (di
rumahnya), maka tidak ada salat baginya, dan ia telah berbuat durhaka kepada
Allah dan Rasul-Nya." Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya
orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 18), hingga akhir ayat.
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Ia
telah meriwayatkannya pula secara marfu' melalui jalur lain, dan asar
ini mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya, diriwayatkan melalui
jalur-jalur lain yang bukan dalam kitab ini pembahasannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَقَامَ الصَّلاةَ}
dan mendirikan salat. (At-Taubah: 18)
Salat merupakan ibadah badaniah yang paling
besar.
{وَآتَى الزَّكَاةَ}
dan menunaikan zakat. (At-Taubah: 18)
Zakat adalah amal yang paling utama, manfaatnya
mengalir sampai kepada orang lain dalam bentuk santunan.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ}
dan tidak takut (kepada siapa pun) selain
kepada Allah. (At-Taubah: 18)
Yakni tidak takut dan tidak gentar kecuali hanya
kepada Allah Swt.
{فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ
الْمُهْتَدِينَ}
maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk. (At-Taubah: 18)
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang
memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian. (At-Taubah: 18) Yakni orang yang menauhidkan Allah dan
beriman dengan adanya hari kemudian, yakni beriman kepada apa yang diturunkan
oleh Allah. dan mendirikan salat. (At-Taubah: 18) Yaitu salat lima
waktu. dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. (At-Taubah:
18) Maksudnya, tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah. Kemudian Allah Swt.
berfirman: maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah: 18) Yakni sesungguhnya
mereka itulah orang-orang yang berbahagia, seperti pengertian yang terkandung
di dalam firman Allah Swt. kepada NabiNya:
{عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا
مَحْمُودًا}
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke
tempat yang terpuji. (Al-lsra: 79)
Yaitu syafaat. Semua lafaz 'asa yang
terdapat di dalam Al-Qur'an mengandung arti "hal yang pasti'.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa
'asa (mudah-mudahan) yang dari Allah mengandung nal yang pasti.
At-Taubah, ayat 19-22
{أَجَعَلْتُمْ
سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ
اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (19) الَّذِينَ آمَنُوا
وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (20)
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا
نَعِيمٌ مُقِيمٌ (21) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ (22) }
Apakah (orang-orang
) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus
Masjidil Haram, kalian samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah,
dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri
mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat dari-Nya, keridaan, dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan
yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi
Allah-lahpahala yang besar.
Al-Aufi
sehubungan dengan tafsir ayat ini telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya
melalui Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang musyrik
mengatakan bahwa memakmurkan Baitullah dan mengurus air minum untuk
orang-orang haji adalah lebih baik daripada orang-orang yang beriman dan
berjihad. Mereka membanggakan tanah sucinya dan bersikap angkuh karenanya
dengan perasaan bahwa mereka adalah pemilik dan yang memakmurkannya. Maka Allah
menyebutkan perihal ketakaburan mereka dan berpalingnya mereka dari
keimanan."
Untuk
itu, Allah Swt. berfirman kepada penduduk Tanah Suci dari kalangan orang-orang
musyrik:
قَدْ
كانَتْ آياتِي تُتْلى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلى أَعْقابِكُمْ تَنْكِصُونَ
مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سامِراً تَهْجُرُونَ
Sesungguhnya
ayat-ayat-Ku (Al-Qur'an) selalu dibacakan
kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling ke belakang, dengan
menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan keji
terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Al-Mu’minun:
66-67)
Artinya,
mereka selalu membanggakan dirinya dengan tanah suci mereka, mereka
mempergunjingkannya di malam hari dan mengucapkan kata-kata yang keji terhadap
Al-Qur'an dan Nabi Saw. Maka Allah lebih mengutamakan iman dan jihad bersama
Nabi Saw. daripada memakmurkan Baitullah dan mengurusi air minum jamaah
haji yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, karena amal tersebut tidaklah
bermanfaat bagi mereka selagi mereka masih dalam keadaan musyrik, sekalipun
mereka memakmurkan Baitullah dan menghormatinya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
لَا
يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Mereka
tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang
zalim. (At-Taubah: 19)
Yakni
orang-orang yang menduga bahwa diri mereka adalah ahli memakmurkan masjid.
Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang zalim karena kemusyrikan mereka,
maka tiada manfaatnya amal mereka barang sedikit pun.
Ibnu
Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat
ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib
ketika ia ditawan dalam Perang Badar. Al-Abbas mengatakan, "Jikalau kalian
mendahului kami karena Islam, hijrah, dan jihad, maka sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang memakmurkan Mesjidil Haram, memberi minum orang-orang haji,
dan membebaskan (mengentaskan) kemiskinan." Maka Allah Swt. berfirman: Apakah
(orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan
haji kalian jadikan. (At-Taubah: 19) Sampai dengan firman-Nya: dan Allah
tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. (At-Taubah: 19)
Maksudnya, hal tersebut dilakukannya ketika ia masih dalam keadaan musyrik,
karena Allah tidak mau menerima amal yang dilakukan dalam kemusyrikan.
Ad-Dahhak
ibnu Muzahim mengatakan bahwa orang-orang muslim datang menemui Al-Abbas dan
teman-temannya yang tertawan dalam Perang Badar dengan maksud mengecam mereka
atas kemusyrikan mereka. Maka Al-Abbas berkata, "Ingatlah, demi Allah,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang memakmurkan Masjidil Haram, mengentaskan
kemiskinan, mengurus Baitullah, dan memberi minum orang-orang yang
haji." Maka Allah Swt. berfirman: Apakah (orang-orang) yang
memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji kalian jadikan. (At-Taubah:
19), hingga akhir ayat.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Ismail,
dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali
dan Al-Abbas mengenai pembicaraan mereka tentang hal tersebut.
Ibnu
Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Abu Sakhrah
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
mengatakan bahwa Talhah ibnu Syaibah dari kalangan Bani Abdud Dar, Abbas ibnu
Abdul Muttalib, dan Ali ibnu Abu Talib saling membanggakan diri. Talhah
berkata, "Saya adalah pengurus Baitullah, kuncinya berada padaku.
Jika aku suka, aku dapat menginap di dalamnya." Al-Abbas berkata.”Aku
adalah pengurus Siqayah dan yang mengaturnya. Jika aku suka, aku dapat menginap
di dalam masjid." Ali r.a. berkata, "Aku tidak mengerti apa yang kalian
katakan. Sesungguhnya aku telah salat menghadap ke arah kiblat sejak enam bulan
sebelum orang lain melakukannya, dan aku adalah ahli jihad." Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kalian jadikan orang-orang yang memberi
minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji. (At-Taubah: 19), hingga
akhir ayat.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi, hanya dia menyebutkan bahwa
orang-orang yang saling membanggakan dirinya adalah Ali, Al-Abbas, dan Syaibah
ibnu Usman, sedangkan teks lainnya sama.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَمْرٍو عَنِ
الْحَسَنِ قَالَ: نَزَلَتْ فِي عَلِيٍّ وعباس وعثمان وشيبة تَكَلَّمُوا فِي ذَلِكَ،
فَقَالَ الْعَبَّاسُ: مَا أَرَانِي إلا أني تَارِكٌ سِقَايَتَنَا، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَقِيمُوا عَلَى سِقَايَتِكُمْ
فَإِنَّ لَكُمْ فِيهَا خَيْرًا»
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Amr, dari
Al-Hasan yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali, Abbas,
Usman, dan Syaibah. Mereka membicarakan masalah tersebut. Lalu Abbas berkata,
"Menurutku sebaiknya aku harus meninggalkan jabatan siqayahku." Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Uruslah oleh kalian jabatan siqayah kalian, karena
sesungguhnya dalam jabatan ini terkandung kebaikan bagi kalian.
Muhammad
ibnu Saur meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Al-Hasan, lalu ia menyebutkan hal
yang semisal.
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini telah disebutkan sebuah hadis marfu' yang harus
disebutkan di sini.
Abdur
Razzaq mengatakan telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Yahya ibnu Abu
Kasir, dari An-Nu'man ibnu Basyir r.a., bahwa ada seorang lelaki mengatakan,
"Saya tidak akan mempedulikan suatu amalan apa pun sesudah Islam kecuali
memberi minum orang-orang yang mengerjakan haji." Orang lainnya
mengatakan, "Saya tidak mempedulikan suatu amalan pun sesudah Islam
kecuali memakmurkan Masjidil Haram." Dan lelaki yang ketiga mengatakan,
"Berjihad di jalan Allah lebih utama daripada apa yang telah kalian
katakan itu." Maka Umar r.a. menghardik mereka seraya berkata,
"Janganlah kalian mengangkat suara di hadapan mimbar Rasulullah
Saw.!" Saat itu adalah hari Jumat. Setelah menyelesaikan salat Jumat, kami
masuk menemui Nabi Saw. dan menanyakan hal tersebut. Maka turunlah firman-Nya: Apakah
(orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan
haji dan mengurus Masjidil Haram kalian jadikan. (At-Taubah: 19) Sampai
dengan firman-Nya: Mereka tidak sama di sisi Allah. (At-Taubah: 19)
Jalur
lain, Al-Walid ibnu Muslim mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku
Mu'awiyah ibnu Salam, dari kakeknya (yaitu Abu Salam Al-Aswad), dari An-Nu'man
ibnu Basyir Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika ia berada di dekat mimbar
Rasulullah Saw. bersama sejumlah sahabatnya, maka seseorang dari mereka berkata,
”Saya tidak mempedulikan lagi suatu amalan pun karena Allah sesudah Islam
kecuali memberi minum orang-orang yang mengerjakan haji." Orang lainnya
mengatakan, "Tidak, bahkan memakmurkan Masjidil Haram." Dan orang
yang lainnya lagi mengatakan, "Tidak, bahkan berjihad di jalan Allah
adalah lebih baik daripada apa yang kalian katakan itu." Maka Umar r.a.
menghardik mereka dan mengatakan.”Jangan kalian keraskan suara kalian di
hadapan mimbar Rasulullah Saw." Saat itu adalah hari Jumat. Setelah mengerjakan
salat Jumat, saya masuk menemui Rasullulah Saw. dan meminta fatwa kepadanya
tentang apa yang diperselisihkan oleh mereka. Maka pada saat itu juga turunlah
firman Allah Swt.: Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada
orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram kalian jadikan. (At-Taubah:
19) Sampai dengan firman-Nya: dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
kaum yang zalim. (At-Taubah: 19)
Hadis
ini merupakan riwayat Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya, dan
diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Jarir; apa yang disebutkan di
atas menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim. Ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya di dalam kitab tafsir masing-masing, sedangkan Ibnu Hibban
meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya.
At-Taubah, ayat 23-24
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آباءَكُمْ
وَإِخْوانَكُمْ أَوْلِياءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمانِ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (23) قُلْ إِنْ كانَ
آباؤُكُمْ وَأَبْناؤُكُمْ وَإِخْوانُكُمْ وَأَزْواجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ
وَأَمْوالٌ اقْتَرَفْتُمُوها وَتِجارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسادَها وَمَساكِنُ
تَرْضَوْنَها أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهادٍ فِي سَبِيلِهِ
فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْفاسِقِينَ (24)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan
bapak-bapak dan saudara-saudara kalian pemimpin-pemimpin (kalian), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kalian yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpin,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Jika bapak-bapak,
anak-anak. saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan
yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang fasik.
Allah
Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memiliki sikap yang
berbeda dengan orang-orang kafir, sekalipun mereka adalah bapak-bapak dan
anak-anaknya. Dan Allah melarang orang-orang mukmin menjadikan mereka sebagai
pemimpin, jika mereka lebih menyukai kekafiran daripada keimanan. Allah Swt.
mengancam orang mukmin yang berani melakukannya, seperti yang disebutkan oleh
firman Allah Swt.:
{لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ} الْآيَةَ
Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
dari-Nya. Dan dimasuk-kan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. (Al-Mujadilah: 22), hingga akhir
ayat.
Al-Hafiz
Al-Baihaqi telah meriwayatkan melalui hadis Abdullah ibnu Syaizab yang
mengatakan bahwa ayah Abu Ubaidah ibnul Jarrah dalam Perang Badar
menyebut-nyebut nama berhala-berhalanya kepada anaknya, lalu anaknya (yakni Abu
Ubaidah) menjauh darinya. Tetapi setelah ayahnya banyak mengeluarkan darah dari
luka-lukanya, Abu Ubaidah datang kepadanya dan membunuhnya. Maka Allah Swt.
menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut, yaitu firman-Nya: Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah:
22), hingga akhir ayat.
Kemudian
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya mengancam orang yang lebih
mementingkan keluarga, kerabat, dan sanak familinya daripada Allah dan
Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
(قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا)
Katakanlah,
"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga
kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan. (At-Taubah:
24)
Maksudnya,
harta benda yang merupakan hasil jerih payah kalian.
(وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا)
perniagaan
yang kalian khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian
sukai. (At-Taubah: 24)
Yakni
rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai karena keindahan dan
kenyamanannya. Dengan kata lain, jika semuanya itu:
(أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا)
lebih
kalian sukai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah (At-Taubah:
24)
Yakni
tunggulah apakah yang akan menimpa kalian dari siksaan dan pembalasan-Nya.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
(حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ)
sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik. (At-Taubah: 24)
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ
زُهْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ،
فَقَالَ: وَاللَّهِ لَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ
نَفْسِهِ". فَقَالَ عُمَرُ: فَأَنْتَ الْآنَ وَاللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ
نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "الْآنَ يَا عُمَرُ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Zahrah ibnu Ma bad, dari kakeknya yang
mengatakan bahwa kami bersama Rasulullah Saw., pada saat itu beliau Saw. sedang
memegang tangan Umar ibnul Khattab. Umar ibnul Khattab "berkata, Demi
Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku sukai daripada segala
sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidaklah
beriman (dengan iman yang sempurna) seseorang di antara kalian sebelum
aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri. Lalu Umar ibnul
Khattab berkata, "Sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku
sendiri." Dan Rasulullah Saw. bersabda, "Memang begitulah
seharusnya, hai Umar."
Imam
Bukhari mengetengahkan hadis ini secara munfarid. Dia meriwayatkannya
dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Ibnu Wahb, dari Hauwah ibnu Syuraih, dari Abu
Aqil Zahrah ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yaitu Abdullah
ibnu Hisyam) menceritakan hadis ini dari Nabi Saw.
Di
dalam hadis yang sahih telah disebutkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw.
pernah bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ
وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ"
Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, tidaklah beriman
seseorang di antara kalian sebelum diriku ini lebih dicintai olehnya daripada
orang tuanya, anak-anaknya, dan semua orang.
Imam
Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini berdasarkan lafaz yang ada
pada Imam Abu Daud, melalui hadis Abu Abdurrahman Al-Khurrasani, dari Ata
Al-Khurrasani, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ بِأَذْنَابِ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ
بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا
يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ"
Apabila
kalian melakukan transaksi barang dagangan, dan kalian mengikuti ekor sapi,
serta kalian puas dengan pertanian, sedangkan kalian meninggalkan jihad,
niscaya Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian yang tidak dapat dicabut,
kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian.
Imam
Ahmad telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Yazid ibnu Harun, dari Abu
Hubab, dari Syahr ibnu Hausyab, bahwa ia mendengar Abdullah ibnu Amr, dari
Rasulullah Saw., hadis yang semisal. Hadis ini menjadi syahid yang
menguatkan hadis di atas.
At-Taubah, ayat 25-27
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَواطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ
حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً
وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25)
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
وَأَنْزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْها وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذلِكَ جَزاءُ
الْكافِرِينَ (26) ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذلِكَ عَلى مَنْ يَشاءُ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27)
Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai kaum mukmin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi
congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfaat kepada kalian sedikit pun; dan bumi yang luas itu telah terasa
sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai.
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang
yang beriman, dan Allah menurunkan bala bantuan tentara yang kalian tiada
melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan
demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah
menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini merupakan ayat pertama
dari surat Bara’ah yang diturunkan oleh Allah Swt. Di dalamnya disebutkan
kemurahan dan kebajikan Allah yang dilimpahkan kepada kaum mukmin, Dia telah
menolong mereka di berbagai medan pertempuran mereka bersama Rasulullah Saw.
Pertolongan itu datangnya dari sisi Allah dan merupakan bantuan dari-Nya yang
sudah ditakdirkan oleh-Nya. Dan kemenangan itu bukanlah karena banyaknya
bilangan mereka, bukan pula karena perlengkapan senjata mereka.
Allah
Swt. mengingatkan bahwa kemenangan itu datang dari sisiNya, tanpa memandang
apakah jumlah pasukan itu banyak atau sedikit. Di saat Perang Hunain, kaum
muslim merasa kagum dengan jumlah mereka yang banyak. Tetapi sekalipun
demikian, jumlah yang banyak itu tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka,
karena pada akhirnya mereka lari mundur, kecuali sebagian kecil dari mereka
yang tetap bertahan dengan Rasulullah Saw.
Kemudian
Allah menurunkan pertolongan dan bantuan-Nya kepada Rasul-Nya dan kaum mukmin
yang bersamanya, kisahnya akan kami jelaskan kemudian. Hal tersebut merupakan
pemberitahuan dari Allah kepada mereka, bahwa kemenangan itu hanyalah dari
sisi-Nya semata dan berkat pertolongan dan bantuan-Nya, sekalipun jumlah
pasukan sedikit; karena sesungguhnya berapa banyak golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan seizin Allah, dan Allah senantiasa
bersama orang-orang yang sabar.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ،
حَدَّثَنَا أَبِي، سَمِعْتُ يُونُسَ يُحَدِّثُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ الصَّحَابَةِ أَرْبَعَةٌ، وَخَيْرُ السَّرَايَا
أَرْبَعُمِائَةٍ، وَخَيْرُ الْجُيُوشِ أَرْبَعَةُ آلَافٍ، وَلَنْ تُغْلَبَ اثْنَا
عَشَرَ أَلْفًا مِنْ قِلَّةٍ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah
menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Yunus bercerita,
dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Sebaik-baik sahabat ada empat orang,
sebaik-baik sariyyah (pasukan khusus) ada empat ratus, sebaik-baik bala
tentara adalah berjumlah empat ribu orang, dan empat ribu tidak akan dapat
mengalahkan dua belas ribu karena jumlahnya yang sedikit.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi, kemudian Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib jiddan, tidak ada seorang
pun yang meng-isnad-kannya selain Jarir ibnu Hazim. Sesungguhnya dia
meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Nabi Saw. hanyalah secara mursal. Ibnu
Majah dan Imam Baihaqi serta lain-lainnya telah meriwayatkan pula hal yang
semisal dari Aksarh ibnul Jun, dari Rasulullah Saw.
Perang
Hunain terjadi sesudah kemenangan atas kota Mekah ,yaitu pada bulan Syawwal
tahun delapan Hijriah. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari membuka kota Mekah
dan membenahi urusannya serta mayoritas penduduknya telah masuk Islam, lalu
Rasulullah Saw. membebaskan mereka. Maka setelah itu sampailah berita kepada
Rasulullah Saw. bahwa orang-orang Hawazin telah mempersiapkan bala tentara
untuk memeranginya di bawah pimpinan amir mereka (yaitu Malik ibnu Auf
An-Nadri) dengan dibantu oleh semua orang Saqif. Bani Jusym. Bani Sa'd ibnu
Bakr, dan beberapa puak dari Bani Hilal yang jumlahnya tidak banyak, serta
sejumlah orang dari kalangan Bani Amr ibnu Amri dan Aun Ibnu Amir.
Mereka
datang membawa kaum wanita, anak-anaknya, dan semua ternak kambing serta ternak
lainnya milik mereka; mereka datang dengan segala sesuatunya tanpa ada yang
ketinggalan.
Maka
Rasulullah Saw. berangkat untuk menghadapi mereka dengan pasukannya yang
terdiri atas orang-orang yang ikut bersamanya dalam membuka kota Mekah. Jumlah
mereka terdiri atas sepuluh ribu orang personel dari kalangan kaum Muhajirin
dan kaum Ansar serta kabilah-kabilah Arab lainnya. Dan ikut bergabung dengan
pasukan Nabi Saw. orang-orang yang telah masuk Islam dari kalangan penduduk
Mekah yang disebut sebagai kaum Tulaqa (orang-orang yang dibebaskan),
mereka berjumlah dua ribu orang.
Rasulullah
Saw. membawa mereka menuju daerah musuh. Akhirnya mereka bersua di Lembah
Hunain, yaitu sebuah lembah yang terletak di antara Mekah dan Taif. Pertempuran
terjadi di lembah itu pada pagi-pagi benar, yaitu di saat pagi buta (hitam).
Mereka
menuruni lembah itu. sedangkan orang-orang Hawazin telah memasang perangkap
buat pasukan kaum muslim. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, maka pasukan
kaum muslim merasa terkejut karena mereka dibokong secara mendadak. Musuh
melempari mereka dengan anak-anak panahnya, dan mereka menghunus pedangnya
masing-masing, lalu secara beramai-ramai menyerang pasukan kaum muslim, sesuai
dengan perintah raja mereka.
Menghadapi
serangan dari dua arah itu pasukan kaum muslim terpukul mundur, lalu mereka
lari, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. tadi. Sedangkan Rasulullah
Saw. sendiri tetap bertahan seraya mengendarai hewan bagalnya yang berwarna
merah, dan beliau maju terus menuju jantung pertahanan musuh. Paman Rasul Saw.
(yaitu Al-Abbas) memegang kendalinya di sebelah kanan, sedangkan yang memegang
kendali di sebelah kirinya adalah Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib.
Keduanya sedikit mengekang tali begal Nabi Saw. agar jalannya tidak terlalu
cepat. Saat itu Rasulullah Saw. menyebutkan namanya sendiri seraya menyerukan kepada
pasukan kaum muslim untuk kembali ke medan perang. Beliau Saw. bersabda:
" أَيْنَ يَا
عِبَادَ اللَّهِ؟ إليَّ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ"
Hai
hamba-hamba Allah, kemarilah kepadaku. Hai hamba-hamba Allah, kembalilah
kepadaku. Aku adalah utusan Allah.
Saat
itu Rasulullah Saw. bersabda pula:
أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ ... أَنَا ابْنُ عَبدِ الْمُطَّلِبْ ...
Aku adalah seorang nabi yang tidak
pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib (yakni seorang pemberani).
Ikut
bertahan bersama Rasulullah Saw. sejumlah orang dari kalangan
sahabat-sahabatnya yang jumlahnya kurang lebih seratus orang, tetapi ada yang
mengatakan delapan puluh orang. Di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Al-Abbas,
Ali, Al-Fadl ibnu Abbas, Abu Sufyan ibnul Haris, Aiman ibnu Ummu Aiman, Usamah
ibnu Zaid, dan sahabat-sahabat lainnya; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada
mereka.
Kemudian
Nabi Saw. memerintahkan pamannya (yaitu Al-Abbas) yang terkenal mempunyai suara
yang keras untuk menyerukan kata-kata. 'Hai orang-orang yang telah berbaiat di
bawah pohon." dengan sekeras suaranya. Pohon tersebut adalah pohon tempat
Baiat Ridwan dilaksanakan. Kaum muslim dari kalangan Muhajirin dan Ansar
berbaiat kepada Nabi Saw. di tempat itu, bahwa mereka tidak akan lari meninggalkan
Nabi Saw. dalam keadaan apa pun.
Maka
Al-Abbas menyeru mereka dengan kata-kata, "Hai As-habus Samrah” Adakalanya
pula ia menyerukan, "Hai orang-orang yang memiliki surat Al-Baqarah!"
Maka kaum muslim menjawabnya dengan ucapan, "Labbaika, ya labbaika.”
Pasukan
kaum muslim berbalik dan bergabung dengan Rasulullah Saw. sehingga seorang
lelaki yang untanya menolak berbalik turun dari untanya dan memakai baju
besinya, lalu melepaskan untanya dan bergabung dengan Rasulullah Saw.
Setelah
sejumlah pasukan dari kalangan kaum muslim bergabung dengan Rasulullah Saw.,
maka beliau memerintahkan untuk mulai membalas serangan dengan sungguh-sungguh.
Lalu beliau mengambil segenggam pasir setelah berdoa kepada Tuhannya dan
meminta pertolongan kepada-Nya, lalu beliau bersabda;
"اللَّهُمَّ
أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي"
Ya
Allah, tunaikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku.
Kemudian
beliau Saw. melempar pasukan kaum musyrik dengan pasir itu. Maka tidak ada
seorang pun dari pasukan musuh melainkan kedua mata dan mulutnya terkena pasir
itu yang membuatnya sibuk dengan keadaan dirinya sehingga lupa kepada
peperangan yang dihadapinya. Akhirnya mereka terpukul mundur, dan kaum muslim
mengejar mereka dari belakang seraya membunuh dan menawan mereka. Sehingga
ketika seluruh pasukan kaum muslim telah bergabung, mereka melihat para tawanan
telah digelarkan di hadapan Rasulullah Saw.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan. telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ya" la
ibnu Ata, dari Ubaidillah ibnu Yasar, dari Abu Hammam, dari Abu Abdur Rahman
Al-Fihri yang namanya adalah Yazid ibnu Usaid; menurut pendapat lain namanya
adalah Yazid ibnu Unais. sedangkan menurut pendapat lainnya lagi adalah Kurz.
Dia mengatakan.”Ketika aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, pasukan
kaum muslim berangkat di hari yang sangat terik dan panas. Lalu kami (pasukan
kaum muslim) turun istirahat di bawah naungan pepohonan. Setelah matahari
bergeser dari pertengahan langit, aku memakai baju besi dan menaiki kuda
kendaraanku. Maka aku berangkat menuju kepada Rasulullah Saw. yang saat
itu berada di dalam kemah kecilnya, lalu aku berucap, 'Assalamu
'a'laika wahai Rasulullah, warahmatullahi wabarakatuh, telah tiba
masa keberangkatan.' Rasulullah Saw. menjawab, 'Benar.' Lalu Rasulullah
Saw. bersabda, 'Hai Bilal.' Maka bangkitlah Bilal dengan cepat dari
bawah sebuah pohon samurah yang naungannya seakan-akan seperti sarang burung.
Bilal berkata, 'Labbaika wasa daika, diriku menjadi tebusanmu.'
Rasulullah Saw. bersabda.”Pelanailah kudaku!' Maka Bilal mengeluarkan
sebuah pelana yang terbuat dari anyaman serat yang tampak sederhana, tidak
mewah Setelah pelana dipasang. Nabi Saw. Menaiki kudanya kamipun menaiki
kendaraan kami. Kami berhadapan dengan musuh pada petang hari dan malam
harinya. Pasukan berkuda masing-masing pasukan berhadapan dan bertempur.
Ternyata pasukan kaum muslim terpukul mundur, seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. melalui firman-Nya: kemudian kalian lari ke belakang dengan
bercerai-berai. (At-Taubah: 25) Maka Rasulullah Saw. berseru: Hai
hamba-hamba Allah, aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya! Kemudian
Rasulullah Saw. berseru pula: Hai golongan orang-orang Muhajirin, aku adalah
hamba Allah dan utusan-Nya. Lalu Nabi Saw. turun dari kudanya dan mengambil
segenggam pasir. Telah menceritakan kepadaku (perawi) orang yang berada lebih
dekat kepada Rasulullah Saw. daripada aku, bahwa beliau Saw. melempar wajah
mereka (musuh) dengan pasir itu seraya bersabda: Semoga wajah-wajah itu
kemasukan pasir. Maka Allah Swt. mengalahkan mereka."
Ya'la
ibnu Ata mengatakan, telah menceritakan kepadaku anak-anak orang-orang Hawazin
dari bapak-bapak mereka, bahwa mereka mengatakan, "Tidak ada seorang pun
dari kami melainkan kedua mata dan mulutnya dipenuhi pasir, dan kami mendengar
suara gemerencing bel antara langit dan bumi seperti suara besi yang dipukulkan
kepada lonceng besi."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi di dalam kitab Daldilun
Nubuwwah melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi dari Hammad ibnu Salamah dengan
sanad yang sama.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Umar ibnu Qatadah,
dari Abdur Rahman ibnu Jabir, dari ayahnya (yaitu Jabir ibnu Abdullah) yang
mengatakan bahwa Malik ibnu Auf keluar bersama para pengikutnya menuju Lembah
Hunain, hingga ia mendahului kedatangan Rasulullah Saw. di tempat itu. Kemudian
mereka mempersiapkan diri dan berjaga-jaga di semua jalan yang sempit dan
seluruh kawasan lembah itu. Ketika Rasulullah Saw. dan pasukannya tiba, mereka
datang menyerang bagaikan air bah dari atas lembah di suasana pagi hari yang
masih gelap. Manakala pasukan musuh datang menyerang, kuda-kuda yang dinaiki
oleh pasukan kaum muslim mogok, sehingga menghambat mereka (yang berjalan kaki).
Maka pasukan kaum muslim terpukul, mundur, tidak ada seorang pun yang
berhadapan dengan musuhnya. Sedangkan Rasulullah Saw. tersisihkan ke sebelah
kanan seraya bersabda: Hai manusia, kemarilah kalian kepadaku, aku adalah
utusan Allah, aku adalah utusan Allah, aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Tetapi
suaranya tenggelam ke dalam suara hiruk pikuk, dan keadaan unta-unta kendaraan
saat itu sangat kacau. Ketika melihat situasi yang dialami oleh pasukannya itu,
maka beliau bersabda: Hai Abbas, serukanlah, "Hai golongan Ansar, hai
orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon samurah!" Setelah
kalimat itu diserukan, maka mereka menjawab, "Labbaika, labbaika.” Maka
salah seorang dari mereka membelokkan (membalik kan) unta kendaraannya, tetapi ia
tidak mampu melakukannya. Lalu ia memakai baju besinya, mengambil pedang serta
busur panahnya (dan turun dari untanya), lalu berjalan menuju arah suara seruan
itu, akhirnya bergabung dengan Rasulullah Saw. sebanyak seratus orang dari
kalangan pasukan kaum muslim, dan mereka maju menghadang musuh. Maka terjadilah
pertempuran yang seru. Seruan itu pada mulanya ditujukan kepada semua orang
Ansar. kemudian secara khusus ditujukan kepada orang-orang Khazraj, karena
mereka dikenal sebagai orang-orang yang teguh dan sabar dalam peperangan.
Rasulullah Saw. datang dengan mengendarai hewan kendaraannya seraya memandang
kepada medan pertempuran, lalu beliau bersabda: Sekarang pertempuran
berlangsung sangat sengit.
Perawi
melanjutkan kisahnya, bahwa tidaklah semua pasukan kaum muslim bergabung dengan
Nabi Saw. melainkan para tawanan telah dihadapkan di hadapan Rasulullah Saw.
Allah membunuh sebagian dari pasukan musuh yang telah ditakdirkan-Nya harus
terbunuh, sedangkan yang lainnya lari meninggalkan medan perang. Dan Allah
memberikan harta rampasan dari harta benda dan anak-anak mereka kepada
Rasulullah Saw.
Di
dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah, dari Abu Ishaq. dari
Al-Barra ibnu Azib r.a. disebutkan bahwa seorang lelaki bertanya kepadanya,
"Wahai Abu Imarah, apakah engkau lari meninggalkan Rasulullah Saw. dalam
Perang Hunain?" Al-Barra ibnu Azib menjawab, "Tetapi Rasulullah Saw.
tidak lari."
Al-Barra
melanjutkan kisahnya, "Sesungguhnya orang-orang Hawazin itu (musuh) adalah
suatu kaum yang dikenal ahli dalam memanah. Ketika kami berhadapan dengan
mereka dan menyerang mereka, maka mereka terpukul mundur. Maka pasukan kaum
muslim menjarah harta rampasan, tetapi pasukan musuh menghadang kami dengan
panah-panah mereka: akhirnya pasukan kaum muslim terpukul mundur. Dan sesungguhnya
aku melihat Rasulullah SAW bersama Abu Sufyan Ibnul Haris yang memegang tali
kendali begal yang dikendarainya, sedangkan Nabi Saw. mengucapkan: 'Aku
adalah nabi. tidak pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib'.”
Menurut
kami, dari kisah ini dapat ditarik kesimpulan keberanian Nabi Saw. yang
terperikan. Dalam situasi seperti itu —di mana pertempuran sedang sengitnya—
pasukan beliau telah mundur dan lari meninggalkan dirinya. Tetapi beliau tetap
berada di atas begal kendaraannya, padahal kendaraan begal tidak cepat larinya
dan tidak layak untuk lari atau untuk menyerang, tidak layak pula untuk
melarikan diri. Sekalipun demikian, beliau memacunya menuju arah jantung musuh
seraya mengisyaratkan nama dirinya, agar orang yang tidak mengenalnya menjadi
kenal kepadanya, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya sampai
hari pembalasan. Sikap seperti itu tiada lain hanyalah karena percaya kepada
Allah dan bertawakal kepada-Nya, bahwa Allah pasti akan menolongnya dan akan
menyempurnakan risalah yang diembannya, serta pasti meninggikan agama-Nya di
atas semua agama lain. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى
رَسُولِهِ)
Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya. (At-Taubah: 26)
Artinya,
ketenangan dan keteguhan hati kepada Rasul-Nya.
(وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ)
dan
kepada orang-orang yang beriman. (At-Taubah:
26)
Yakni
orang-orang mukmin yang bersamanya.
(وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا)
dan
Allah menurunkan bala bantuan tentara yang kalian tiada melihatnya. (At-Taubah: 26)
mereka
adalah para malaikat.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu
Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Auf (yaitu
Ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi) bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman maula Ibnu
Bursun mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang bersama
kaum musyrik dalam Perang Hunain. Ia mengatakan bahwa ketika kami berhadapan
dengan sahabat-sahabat Rasulullah dalam Perang Hunain, para sahabat itu
berperang dengan kami dalam waktu yang singkat. Setelah kami berhasil memukul
mundur para sahabat, maka kami mengejar para sahabat itu dari belakang, hingga
sampailah kami kepada seseorang yang mengendarai begal putihnya. Ternyata dia
adalah Rasulullah Saw. sendiri. Ketika kami sampai di dekatnya, tiba-tiba kami
dihadang oleh banyak kaum lelaki yang semuanya berpakaian putih dengan wajah
yang tampan-tampan, lalu kaum lelaki itu berkata kepada kami, 'Semoga
wajah-wajah itu terkena pasir, kembalilah kalian!' Maka pada akhirnya kami
terpukul mundur, dan orang-orang itu menaiki pundak-pundak kami. Ternyata
orang-orang tersebut adalah para malaikat."
Al-Hafiz
Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah
Al-Hafiz, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ahmad ibnu Balawaih, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan Al-Jurmi, telah menceritakan kepada
kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad,
telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Hadirah, telah menceritakan
kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ibnu
Mas'ud r.a. pernah menceritakan, "Aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang
Hunain, saat pasukan kaum muslim lari meninggalkan beliau. Ketika itu aku dan
beliau ditemani oleh delapan puluh orang dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum
Ansar. Kami maju menerjang musuh dan tidak membelakangi mereka. Orang-orang
yang bersama Rasulullah Saw. saat itu adalah orang-orang yang diturunkan
ketenangan oleh Allah kepada mereka." Ibnu Mas'ud.r.a. melanjutkan
kisahnya, "Saat itu Rasulullah Saw. dengan mengendarai bagal pun ia
menerjang musuh. Bagalnnya miring sehingga Nabi Saw bergeser dari pelananya,
maka aku katakan, 'Tegaklah kamu, semoga Allah menegakkanmu.' Nabi Saw.
bersabda, 'Ambilkanlah segenggam pasir untukku!' Maka aku mengambilnya,
dan pasir itu beliau Saw. gunakan untuk memukul wajah mereka, sehingga mata
mereka dipenuhi pasir. Lalu Nabi Saw. bersabda, 'Di manakah kaum Muhajirin
dan kaum Ansar?' Aku menjawab, 'Di sana.' Nabi Saw. bersabda, 'Serulah
mereka!' Maka aku menyeru mereka, dan mereka segera datang dengan pedang-pedang
yang ada di tangan kanan masing-masing, pedang mereka berkilauan bagaikan
bintang-bintang meteor. Maka pasukan kaum musyrik lari membelakangi pasukan
kaum muslim."
Imam
Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Musnad-nya melalui Affan
dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Al-Walid
ibnu Muslim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Mubarak,
dari Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah maula ibnu Abbas, dari Syaibah ibnu
Usman yang menceritakan bahwa ketika ia melihat Rasulullah Saw. di medan Perang
Hunain dalam keadaan tidak bersenjata, maka ia teringat ayah dan pamannya yang
telah dibunuh oleh Ali dan Hamzah. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri),
"Sekarang aku menemui kesempatan untuk melampiaskan dendamku kepadanya."
Lalu ia pergi mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kanannya. Tiba-tiba ia bersua
dengan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib yang sedang berdiri melindunginya dengan
memegang tameng perisai putih: kilauan cahayanya seperti perak, menembus debu
yang beterbangan. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Al-Abbas
adalah paman Nabi Saw., pasti beliau membelanya sampai mati." Lalu ia
mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kirinya, tiba-tiba ia bersua dengan Abu
Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. Maka ia berkata, "Abu Sufyan
adalah anak pamannya, pasti ia mempertahankannya sampai tetes darah penghabisan
" Kemudian ia mendatangi Nabi Saw. dari arah belakangnya, sehingga jarak
antara Nabi Saw dan dia cukup untuk memukulkan pedang kepadanya. Tetapi
tiba-tiba muncullah kilatan api yang menghalang-halangi antara ia dan Nabi
Saw.. seakan-akan seperti kilat yang menyambar sehingga ia mundur karena
takut api itu mengenainya. Kemudian ia meletakkan tangannya di matanya karena
silau, lalu mundur. Saat itu Rasulullah Saw. menoleh ke arahnya, lalu bersabda:
Hai Syaibah, hai Syaibah, mendekatlah kepadaku. Ya Allah, lenyapkanlah setan
dari dirinya. Syaibah ibnu Usman melanjutkan kisahnya, lalu ia mengangkat
pandangannya ke arah Nabi Saw., dan pada saat itu juga ia merasakan bahwa Nabi
Saw. lebih ia cintai daripada pendengaran dan penglihatannya. Dan Nabi Saw.
bersabda memerintahkan kepadanya, "Hai Syaibah, perangilah orang-orang
kafir itu.'
Imam
Baihaqi meriwayatkan hadis ini melalui Al-Walid, lalu ia mengetengahkan hal
yang semisal. Kemudian Imam Baihaqi meriwayatkan melalui hadis Ayyub ibnu
Jabir, dari Sadaqah ibnu Sa'id ibnu Syaibah, dari ayahnya yang menceritakan
bahwa ia berangkat bersama Nabi Saw. dalam Perang Hunain. Syaibah mengatakan,
"Demi Allah, saya mau keluar bukanlah karena Islam, bukan pula karena
mengetahui tentang Islam, tetapi saya sedang menunggu-nunggu kesempatan dengan
harapan semoga orang-orang Hawazin menang atas kaum Quraisy." Aku
(Syaibah) yang sedang dalam keadaan berdiri bersama Rasulullah Saw. berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku melihat kuda yang berwarna hitam keputih-putihan
(abu-abu)," yakni pasukan berkuda yang semua warnanya abu-abu (pasukan
malaikat). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Syaibah, sesungguhnya tidak ada
seorang pun yang dapat melihatnya kecuali orang kafir. Maka Nabi Saw.
mengusapkan tangannya ke dadaku seraya berdoa, "Ya Allah, berilah
hidayah kepada Syaibah." Nabi Saw. mengusap dadaku kedua kalinya
seraya berdoa, "Ya Allah, berilah Syaibah petunjuk." lalu
mengusap dadaku lagi ketiga kalinya seraya berdoa, "Ya Allah, berilah
Syaibah petunjuk”. Syaibah melanjutkan kisahnya, "Demi Allah,
sebelum tangan beliau terangkat dari dadaku dalam usapannya yang ketiga, terasa
dalam diriku bahwa tiada seorang pun dari makhluk Allah yang lebih aku cintai
daripada Nabi Saw."
Kemudian
Imam Baihaqi melanjutkan hadisnya yang menceritakan perihal bertemunya dua
pasukan, terpukul mundurnya pasukan kaum muslim, lalu seruan Al-Abbas, dan doa
Rasulullah Saw. guna memohon pertolongan Allah hingga Allah Swt. mengalahkan
pasukan kaum musyrik.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari
orang yang menceritakan hadis ini kepadanya, dari Jubair ibnu Mut'im r.a. yang
menceritakan, "Ketika kami bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain,
saat orang-orang bertempur dengan sengitnya, tiba-tiba aku melihat sesuatu
seperti gumpalan hitam yang jatuh dari langit, lalu terjatuh di antara kami dan
musuh. Tiba-tiba gumpalan itu menebarkan semut yang memenuhi lembah, maka tidak
lama kemudian pasukan musuh pun terpukul mundur. Kami tidak meragukan lagi
bahwa hal itu adalah para malaikat."
Sa'id
ibnus Saib ibnu Yasar telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ayahnya pernah
mendengar Yazid ibnu Amir As-Sawa-i, seseorang yang ikut dalam Perang Hunain
bersama kaum musyrik, lalu masuk Islam sesudahnya, "Kami menanyakan
kepadanya tentang rasa takut dan gentar yang ditimpakan oleh Allah Swt. ke
dalam hati orang-orang musyrik pada Perang Hunain. Maka ia mengambil sebuah
batu kerikil, lalu melemparkannya ke dalam sebuah piala, dan terdengarlah suara
lentingan. Lalu ia berkata, 'Kami dahulu mendengar suara seperti ini
terngiang-ngiang di telinga kami (saat Perang Hunain)'."
Dalam
hadis terdahulu telah disebutkan syahid yang menguatkannya yang
diriwayatkan melalui Al-Fihri Yazid ibnu Usaid.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur
Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam yang
mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang pernah diceritakan oleh Abu
Hurairah kepada kami. Rasulullah Saw. telah bersabda:
"نُصِرْتُ
بِالرُّعْبِ، وَأُوتِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ"
Aku
diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang
mencekam hati musuh) dan aku dianugerahi jawami'ul kalim.
Karena
itulah Allah Swt. berfirman:
(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى
رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ
الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ)
Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang
beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kalian tiada melihatnya, dan
Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah
pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (At-Taubah:
26)
*******************
{ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ
عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27) }
Sesudah
itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah:
27)
Allah
mengampuni sisa-sisa orang-orang Hawazin karena mereka pada akhirnya masuk
Islam dan datang menghadap kepada Nabi Saw. dalam keadaan menyerahkan dirinya.
Mereka
menyusul Nabi Saw. yang saat itu telah berada di dekat Mekah, yaitu di
Ja'ranah, sesudah kurang lebih dua puluh hari setelah Perang Hunain. Maka pada
saat itu Rasulullah Saw. menyuruh mereka memilih antara tawanan atau harta
benda mereka. Akhirnya mereka memilih tawanan mereka yang jumlah seluruhnya ada
enam ribu orang termasuk anak-anak dan wanitanya. Lalu Rasulullah saw.
mengembalikan para tawanan itu kepada mereka, dan membagi-bagikan ganimah
kepada kaum muslim yang ikut dalam perang itu. Bahkan Nabi Saw. memberikan
hadiah kepada sejumlah orang dari golongan orang-orang Tulaqa (mereka
yang dibebaskan) untuk menjinakkan hati mereka agar mau masuk Islam. Rasulullah
Saw. memberi masing-masing dari mereka sebanyak seratus ekor unta. Termasuk di
antara yang beroleh hadiah itu adalah Malik Ibnu Auf' An-Nadri. Kemudian Nabi
SAW, mengangkatnya menjadi pemimpin kaumnya seperti keadaan semula. Maka Malik
memuji Nabi Saw. melalui kasidah gubahannya yang antara lain adalah sebagai
berikut:
مَا إنْ رَأيتُ وَلَا سَمعتُ بمثْلِه ... فِي النَّاس كُلّهم
بِمِثْلِ مُحَمَّد ...
أوْفَى وأعْطَى لِلْجَزِيلِ إِذَا اجتُدى ... ومَتى تَشَأ يُخْبرْكَ
عَمّا فِي غَد ...
وإذَا الْكَتِيبَةُ عَرّدَتْ أنيابُها ... بالسَّمْهَريّ وَضَرْب
كُلّ مُهَنَّد ...
فَكَأنَّه لَيْثٌ عَلَى أشْبَاله ... وَسْطَ الهَبَاءة خَادر فِي مَرْصَد
Aku belum pernah melihat dan belum
pernah mendengar di kalangan manusia seluruhnya orang seperti Muhammad.
Dia adalah orang yang selalu menepati
janjinya dan selalu memberi dengan pemberian yang berlimpah bila memberi; dan
jika dia menghendaki, ia dapat menceritakan kepadamu apa yang akan terjadi di
masa mendatang.
Dan apabila pasukan melemparkan
tombak-tombaknya dan memukulkan pedang-pedangnya, maka dia bagaikan singa yang
berada di tengah-tengah anak-anaknya di tengah medan perang, selalu waspada dan
mengincar musuhnya.
At-Taubah, ayat 28-29
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ
الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ
اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (28) قَاتِلُوا
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ
مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (29)
}
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun
ini. Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan
kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab
kepada mereka sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka
dalam keadaan tunduk.
Allah
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi suci agama dan dirinya
agar mengusir orang-orang musyrik dari Masjidil Haram, karena mereka adalah
orang-orang yang najis agama (akidah)nya. Dan sesudah turunnya ayat ini mereka
tidak boleh lagi mendekati Masjidil Haram.
Ayat
ini diturunkan pada tahun sembilan Hijriah. Karena itulah maka Rasulullah Saw.
mengutus Ali untuk menemani Abu Bakar r.a. di tahun itu. Dan Nabi Saw.
memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pengumuman di kalangan orang-orang
musyrik, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik berhaji dan
tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang. Dengan
demikian, maka Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan menetapkan hal ini
sebagai syariat dan keputusan-Nya.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan
kepadaku Abuz Zubair, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu
najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah:
28) Kecuali sebagai seorang budak atau seseorang dari kalangan ahli zimmah (kafir
zimmi).
Telah
diriwayatkan pula secara marfu' dari jalur lain. Imam Ahmad mengatakan,
حَدَّثَنَا حُسَين
حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنِ الْأَشْعَثِ -يَعْنِي: ابْنَ سَوَّار -عَنِ الْحَسَنِ،
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا يَدْخُلُ مَسْجِدَنَا بَعْدَ عَامِنَا هَذَا مُشْرِكٌ، إِلَّا أَهْلُ
الْعَهْدِ وَخَدَمُهُمْ "
telah
menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari
Al-Asy'as (yakni Ibnu Siwar), dari Al-Hasan, dari Jabir yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak boleh lagi memasuki masjid kita ini
sesudah tahun ini seorang musyrik pun terkecuali kafir zimmi dan
pelayan-pelayan (budak-budak) mereka.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dengan predikat marfu'.
tetapi yang lebih sahih sanadnya berpredikat mauquf.
Imam
Abu Amr A!-Aaza"i telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
menulis surat yang menyatakan, "Laranglah orang-orang Yahudi dan Nasrani
memasuki masjid-masjid kaum muslim!" Lalu larangannya itu ia iringkan
dengan menyebutkan firman Allah Swt.: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu
najis. (At-Taubah: 28)
Ata
mengatakan bahwa seluruh Tanah Suci Mekah adalah masjid, karena Allah Swt.
telah berfirman: maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah
tahun ini. (At-Taubah: 28)
Ayat
ini menunjukkan bahwa orang musyrik itu najis, seperti yang disebutkan di dalam
sebuah hadis sahih (lawan katanya), yaitu:
"الْمُؤْمِنُ لَا
يَنْجُسُ"
Orang
mukmin itu tidak najis.
Adapun
kenajisan tubuh orang musyrik, menurut pendapat jumhur ulama sebenarnya tubuh
dan diri orang musyrik tidaklah najis, karena Allah Swt. telah menghalalkan
sembelihan Ahli Kitab. Tetapi sebagian kalangan mazhab Zahiri mengatakan bahwa
tubuh orang musyrik najis.
Asy'as
telah meriwayatkan dari Al-Hasan, "Barang siapa yang berjabat tangan
dengan mereka (orang musyrik), hendaklah ia berwudu." Demikian menurut
riwayat Ibnu Jarir.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ
يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ}
Dan
jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan
kepada kalian dari karunia-Nya. (At-Taubah:
28)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikian itu karena orang-orang muslim mengatakan,
"Niscaya semua pemasaran akan terputus dari kita, perniagaan kita akan
bangkrut, dan akan lenyaplah pangsa pasar yang biasa kita kuasai dan
menghasilkan keuntungan bagi kita." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan
kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya. (At-Taubah: 28) Yakni dari sumber
lain. Firman Allah Swt.: jika Dia menghendaki. (At-Taubah: 28) Sampai
dengan firman-Nya: sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah:
29) Maksudnya, hal tersebut merupakan ganti dari apa yang kalian khawatirkan,
yaitu khawatir pemasaran kalian akan terputus. Maka Allah memberikan ganti
kepada mereka dari apa yang diputuskan oleh kaum musyrik berupa upeti yang diberikan
oleh kaum Ahli Kitab kepada kaum muslim, sebagai jizyah.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah. Sa'id ibnu
Jubair, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
*******************
{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui. (At-Taubah:
28) Dia mengetahui semua y ang menjadi maslahat bagi kalian.
{حَكِيم}
lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 28)
Dia
Mahabijaksana dalam semua yang diperintahkan dan yang dilarangNya, karena
sesungguhnya Allah Mahasempurna dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya, lagi
Mahaadil terhadap makhluk-Nya dan Mahaadil dalam semua urusan-Nya. Mahasuci
lagi Mahatinggi Allah. Karena itulah maka Dia memberikan ganti kepada kaum
muslim atas usaha mereka yang hilang itu dengan harta jizyah yang mereka
ambil dari orang-orang kafir zimmi.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak -eragama dengan
agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang yang) yang diberikan Al-Kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka
dalam keadaan tunduk ( At-Taubah: 29)
Mereka
dalam waktu yang sama tidak beriman kepada Nabi Muhammad Saw. Karena itu, tiada
keimanan yang benar bagi seseorang di antara mereka terhadap seorang rasul, dan
tidak beriman pula kepada apa yang telah disampaikan oleh para rasul.
Sesungguhnya mereka hanya mengikuti pendapat mereka sendiri dan hawa nafsu
mereka serta nenek moyang mereka dalam segala perbuatannya, bukan karena Allah
telah mensyariatkannya, bukan pula hal itu berasal dari agama Allah. Sekiranya
mereka benar-benar beriman kepada apa yang ada di tangan mereka dengan keimanan
yang benar, niscaya hal itu akan menuntun mereka untuk beriman kepada Nabi
Muhammad Saw. Karena sesungguhnya semua para nabi telah menyampaikan berita
gembira akan kedatangannya, dan mereka memerintahkan kepada umatnya
masing-masing agar mengikuti Nabi Muhammad Saw. bila telah muncul.
Ketika
Nabi Muhammad Saw. tiba, mereka kafir kepadanya, padahal Nabi Muhammad Saw.
adalah rasul yang paling mulia. Dapat disimpulkan bahwa mereka bukanlah
orang-orang yang berpegangan kepada syariat nabi-nabi terdahulu, karena syariat
nabi-nabi terdahulu adalah dari sisi Allah, bahkan mereka hanya menuruti
kemauan hawa nafsunya. Tiada manfaat keimanan mereka kepada nabi-nabi lainnya,
sebab mereka kafir kepada pemimpin para nabi, nabi yang paling utama, penutup
para nabi, dan nabi yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad Saw. Maka dari
itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: Perangilah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian
dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka. (At-Taubah: 29)
Ayat
ini merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk memerangi kaum Ahli Kitab-
sesudah menyelesaikan perkara yang menyangkut kaum musyrik dan sesudah manusia
masuk ke dalam agama Allah (agama Islam) secara bergelombang-gelombang, serta
seluruh Jazirah Arabia telah tegak di dalam kekuasaan agama Islam. Setelah itu
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerangi kaum Ahli Kitab, yaitu
orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.
Untuk
itu, Nabi Saw. bersiap-siap untuk memerangi orang-orang Romawi dan menyerukan
kepada segenap orang untuk melakukan perintah ini. Nabi Saw. mengirimkan
utusannya kepada segenap kabilah Arab yang tinggal di sekitar kota Madinah
untuk menyerukan hal tersebut. Pada akhirnya mereka bergabung dengan Nabi Saw.
dan berhasil dikumpulkan sejumlah tiga puluh ribu orang personel dari kalangan
mereka. Sebagian orang dari kalangan orang-orang munafik penduduk Madinah dan
sekitarnya serta orang-orang selain mereka tidak ikut. Hal tersebut terjadi di
tahun paceklik dan musim panas yang sangat menyengat.
Kemudian
Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan negeri Syam untuk memerangi orang-orang
Romawi. Ketika sampai di Tabuk, beliau turun istirahat di sana dan bermukim
selama kurang lebih dua puluh hari. Lalu beliau beristikharah kepada Allah
untuk kembali. Akhirnya beliau kembali di tahun itu juga karena dicekam oleh
keadaan (situasi) yang sempit dan kondisi orang-orang dalam keadaan lemah, seperti
yang akan diterangkan kemudian.
Sebagian
ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini bahwa jizyah itu hanya dipungut
dari kaum Ahli Kitab atau orang-orang yang serupa dengan mereka, misalnya
orang-orang Majusi. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. memungut jizyah dari orang-orang Majusi penduduk Hajar. Hal inilah
yang dikatakan oleh mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad menurut riwayat yang
masyhur darinya, Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa jizyah
dipungut pula dari semua orang 'Ajam, baik yang dari kalangan Ahli Kitab
ataupun kalangan orang-orang musyrik, tetapi tidak dipungut dari orang-orang
Arab selain dari kalangan Ahli Kitabnya saja.
Imam
Malik mengatakan.”'Bahkan diperbolehkan memungut Jizyah dari semua orang
kafir, baik yang Kitabi. yang Majusi, dan yang Wasani, ataupun
yang lainnya." Pendapat mazhab-mazhab tersebut dan keterangan mengenai
dalil-dalilnya disebutkan di dalam kitab yang lain.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ}
sampai
mereka membayar jizyah. (At-Taubah:
29)
Maksudnya,
jika mereka tidak mau masuk Islam.
{عَنْ يَدٍ}
Dengan
patuh. (At-Taubah: 29)
Yakni
dengan patuh dan menyerah kalah.
{وَهُمْ صَاغِرُونَ}
sedangkan
mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah:
29)
Yaitu
dalam keadaan hina, rendah, dan kalah. Karena itulah tidak boleh membanggakan
ahli zimmah, tidak boleh pula meninggikan mereka atas kaum muslim; bahkan
mereka harus dipandang terhina, kecil lagi celaka, seperti yang disebutkan di
dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda:
"لَا تَبْدَءُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ، وَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ
فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ"
Janganlah
kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan
apabila kalian bersua dengan seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah
mereka ke sisi yang paling sempit.
Karena
itulah Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. menetapkan syarat-syarat
tertentu yang telah dikenal, bertujuan untuk menganggap mereka hina, kecil, dan
lemah. Hal tersebut telah diriwayatkan oleh para huffaz melalui riwayat Abdur
Rahman ibnu Ganam Al-Asy'an yang menceritakan bahwa ia menulis surat kepada
Umar Ibnul Khattab r.a. ketika ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan
orang-orang Nasrani penduduk negeri Syam. Isinya sebagai berikut:
Dengan
nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada hamba Allah,
Umar ibnul Khattab Amirul Mu’minin, dari orang-orang Nasrani kota anu dan anu.
Sesungguhnya
ketika kalian tiba di negeri kami, kami meminta keamanan kepada kalian bagi
diri kami, anak-anak kami, harta benda kami, dan para pemeluk agama kami. Kami
telah mempersyaratkan atas diri kami bagi kalian, bahwa kami tidak akan
membangun lagi suatu kuil dan gereja pun di kota kami, tidak pula di
sekitarnya; juga tidak akan membangun tempat peribadatan untuk rahib, serta
tidak pula akan memperbarui apa yang telah rusak darinya. Kami tidak akan
menghidupkan sebagian darinya yang biasa dilalui oleh kaum muslim. Kami tidak
akan melarang gereja-gereja kami untuk menjadi tempat istirahat bagi
orang-orang muslim di malam hari atau di siang hari, dan kami akan membuka
lebar pintu-pintunya buat musafir dan Ibnu sabil. Kami akan menjamu
orang muslim yang turun istirahat di kalangan kami selama tiga hari dengan
memberi makan kepada mereka. Kami tidak akan memberikan tempat di dalam
gereja-gereja kami, tidak pula di rumah-rumah kami bagi seorang mata-mata. Kami
tidak akan menyembunyikan suatu tipu muslihat pun terhadap kaum muslim, dan
tidak akan mengajarkan anak-anak kami tentang Al-Qur'an. Kami tidak akan
menampakkan suatu kemusyrikan pun, tidak pula akan mengajak seorang pun
kepadanya. Kami tidak akan melarang seorang pun dari kalangan kerabat kami
untuk masuk Islam jika dia menghendakinya, kami akan menghormati kaum muslim,
dan kami akan bangkit berdiri dari majelis kami jika mereka menghendaki duduk
padanya. Kami tidak akan menyerupai mereka dalam sesuatu pun yang berkenaan
dengan pakaian mereka, seperti peci, sorban, sepasang terompah, dan cara
membelah rambut mereka. Kami tidak akan berbicara seperti pembicaraan mereka,
dan tidak akan memakai nama julukan seperti nama julukan mereka: Kami tidak
akan berkendaraan dengan memakai pelana, tidak akan menyandang pedang, tidak
akan membeli suatu senjata pun, dan tidak akan membawanya bersama kami. Kami
tidak akan mengukir cincin kami dengan huruf Arab dan tidak akan
Memperjualbelikan Khamr.
Kami
akan memotong pendek bagian depan rambut kepala kami, dan kami akan biasa
memakai pakaian tradisi kami seperti biasa. Kami akan mengikatkan tali zanar
pada perut kami, dan tidak akan menonjolkan salib pada gereja-gereja kami.
Kami tidak akan menampakkan salib kami, tidak pula kitab-kitab kami di suatu
tempat yang biasa dilalui oleh kaum muslim, juga di pasar-pasar mereka.
Kami
tidak akan memukul lonceng di gereja-gereja kami melainkan dengan pukulan yang
perlahan, dan kami tidak akan mengeraskan suara dalam membaca kitab di
gereja-gereja yang berada di dekat lingkungan kaum muslim. Kami tidak akan
keluar untuk merayakan hari Ahad, tidak pula untuk mengadakan misa umum. Kami
tidak akan mengeraskan suara bila ada yang mati. Kami pun tidak akan
menampakkan api karena kematian pada sesuatu tempat yang banyak dilalui oleh
kaum muslim, tidak pula pada pasar-pasar mereka. Kami tidak akan menjadikan
kuburan orang-orang mati kami bersebelahan dengan mereka. Kami tidak akan
mengambil dari budak apa yang biasa diberlakukan oleh kaum muslim, akan memberi
petunjuk kepada kaum muslim, dan tidak akan mengintai mereka di rumah-rumah
mereka.
Perawi
mengatakan bahwa setelah dia mengantarkan surat itu kepada Umar, lalu Umar
membacanya. Maka Umar menambahkan hal berikut:
Kami
tidak akan memukul seseorang pun dari kalangan kaum muslim. Kami
mempersyaratkan hal tersebut terhadap kalian sebagai suatu kewajiban bagi kami
dan orang-orang yang seagama dengan kami, dan sebagai imbalannya kami beroleh
jaminan keamanan dari kalian. Jika kami melanggar sesuatu dari apa yang telah
kami persyaratkan kepada kalian dan kami lakukan hal itu untuk kepentingan diri
kami sendiri, maka tidak ada jaminan keamanan lagi bagi kami; dan telah
dihalalkan bagi kalian terhadap kami apa yang dihalalkan terhadap orang-orang
yang menentang dan melanggar perjanjiannya.
At-Taubah, ayat 30-31
{وَقَالَتِ الْيَهُودُ
عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ
قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ
قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (30) اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ (31) }
Orang-orang Yahudi berkata, "Uzair itu putra Allah, "
dan orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih itu putra Allah.” Demikian
itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang
kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai
berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai
Tuhan selain-Allah, dan (juga
mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Allah dari
apa yang mereka persekutukan.
Allah
menganjurkan kepada kaum mukmin untuk memerangi orang-orang kafir dari kalangan
Ahli Kitab —yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani— karena mereka telah
mengucapkan perkataan yang sangat keji itu dan membuat kedustaan terhadap Allah
Swt.
Orang-orang
Yahudi mengatakan bahwa sesungguhnya Uzair itu adalah putra Allah. Mahatinggi
Allah Swt. dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
As-Saddi
dan lain-lainnya menuturkan bahwa kekeliruan yang terjadi di kalangan mereka
dalam hal tersebut bermula di saat kaum Amaliqah mengalahkan kaum Bani Israil,
lalu kaum Amaliqah membunuh ulama mereka dan menahan para pemimpin mereka.
Uzair selamat dan ia menangisi nasib kaum Bani Israil dan lenyapnya ilmu dari
mereka, sehingga bulu matanya rontok.
Pada
suatu hari ia melewati sebuah padang sahara, tiba-tiba ia menjumpai seorang
wanita yang sedang menangis di sebuah kuburan seraya berkata, "Aduhai
pemberi makan, aduhai pemberi pakaian." Maka Uzair berkata kepada wanita
itu, "Celakalah kamu, siapakah yang memberimu makan sebelum orang yang
telah mati ini?" Wanita menjawab, "Allah" Uzair berkata,
"Sesungguhnya Allah Mahahidup. Tidak akan mati
Wanita
itu balik bertanya, "Hai Uzair, siapakah yang mengajar ulama sebelum Bani
Israil?" Uzair menjawab.”Allah." Wanita itu balik bertanya, "Maka
mengapa engkau tangisi kepergian mereka?"
Uzair
sadar bahwa hal ini merupakan nasihat bagi dirinya. Kemudian dikatakan kepada
Uzair, "Pergilah kamu ke sungai anu. lalu mandilah padanya serta salatlah
dua rakaat. Maka sesungguhnya kamu akan bersua dengan seseorang yang sudah tua
di sana, dan makanan apa saja yang diberikannya kepadamu, makanlah makanan
itu."
Uzair
berangkat dan melakukan semua yang diperintahkan kepadanya. Tiba-tiba ia bersua
dengan seseorang yang sudah tua, lalu orang tua itu berkata kepadanya,
"Bukalah mulutmu!"' Maka Uzair membuka mulutnya, dan orang tua itu
memasukkan sesuatu yang bentuknya seperti bara api yang besar sebanyak tiga
kali ke dalam mulut Uzair. Sesudah itu Uzair kembali dalam keadaan sebagai
orang yang paling alim mengenai isi kitab Taurat.
Uzair
berkata (kepada kaumnya), "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku datang kepada
kalian dengan membawa Taurat." Mereka menjawab,' "Hai Uzair, engkau
bukanlah seorang pendusta." Lalu Uzair mengambil sebuah pena dan
mengikatkannya ke salah satu jari tangannya, kemudian mulai menulis seluruh isi
kitab Taurat dengan pena itu. Setelah orang-orang Bani Israil pulang dari
peperangan melawan musuhnya, para ulama mereka ikut pulang pula, lalu mereka
diberi tahu perihal Uzair. Maka mereka mengeluarkan salinan kitab Taurat yang
mereka simpan di bukit, lalu menyamakannya dengan hasil tulisan Uzair. Ternyata
mereka menjumpai apa yang ditulis oleh Uzair benar, sama dengan salinan Taurat
yang ada pada mereka. Maka sebagian orang-orang yang bodoh dari kalangan Bani
Israil mengatakan, "Sesungguhnya dia mampu berbuat demikian tiada lain
karena dia putra Allah."
Adapun
mengenai kesesatan orang-orang Nasrani mengenai Al-Masih sudah jelas. Karena
itulah maka Allah membantah kedustaan kedua golongan itu melalui firman-Nya:
{ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ}
Demikian
itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. (At-Taubah:
30)
Artinya
tidak ada sandarannya bagi mereka dalam apa yang mereka dakwakan itu kecuali
hanya semata-mata buat-buatan dan kebohongan mereka sendiri.
{يُضَاهِئُونَ}
mereka
meniru-niru. (At-Taubah: 30)
Yakni
menjiplak.
{قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ}
perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. (At-Taubah:
30)
Yaitu
umat-umat sebelum mereka yang sesat. Akhirnya mereka sesat seperti umat-umat
terdahulu yang sesat.
{قَاتَلَهُمُ اللَّهُ}
Dilaknati
Allah-lah mereka. (At-Taubah: 30)
Menurut
Ibnu Abbas, makna ayat ini ialah 'semoga Allah melaknati mereka'.
{أَنَّى يُؤْفَكُونَ}
bagaimana
mereka sampai berpaling? (At-Taubah:
30)
Maksudnya,
bagaimana mereka sampai sesat dari jalan yang benar, padahal jalan yang hak
sudah jelas; dan mengapa mereka bisa cenderung kepada yang batil?
*******************
Firman
Allah Swt.:
{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ}
Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putra Maryam. (At-Taubah: 31)
Imam
Ahmad, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui berbagai
jalur dari Addi ibnu Hatim r.a. yang menceritakan:
أَنَّهُ لَمَّا
بَلَغَتْهُ دَعْوَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فرَّ
إِلَى الشَّامِ، وَكَانَ قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَأُسِرَتْ أُخْتُهُ
وَجَمَاعَةٌ مِنْ قَوْمِهِ، ثمَّ منَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى أُخْتِهِ وَأَعْطَاهَا، فَرَجَعَتْ إِلَى أَخِيهَا، ورَغَّبته فِي
الْإِسْلَامِ وَفِي الْقُدُومِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَدِمَ عَدِيّ الْمَدِينَةَ، وَكَانَ رَئِيسًا فِي قَوْمِهِ طَيِّئٍ،
وَأَبُوهُ حَاتِمٌ الطَّائِيُّ الْمَشْهُورُ بِالْكَرَمِ، فتحدَّث النَّاسُ
بِقُدُومِهِ، فَدَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَفِي عُنُقِ عَدِيّ صَلِيبٌ مِنْ فِضَّةٍ، فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ} قَالَ: فَقُلْتُ: إِنَّهُمْ لَمْ يَعْبُدُوهُمْ.
فَقَالَ: "بَلَى، إِنَّهُمْ حَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، وَأَحَلُّوا
لَهُمُ الْحَرَامَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ".
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا عَدِيُّ،
مَا تَقُولُ؟ أيُفرّك أَنْ يُقَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ؟ فَهَلْ تَعْلَمُ شَيْئًا
أَكْبَرَ مِنَ اللَّهِ؟ مَا يُفرك؟ أَيُفِرُّكَ أَنْ يُقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ؟ فَهَلْ تَعْلَمُ مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ"؟ ثُمَّ دَعَاهُ إِلَى
الْإِسْلَامِ فَأَسْلَمَ، وَشَهِدَ شَهَادَةَ الْحَقِّ، قَالَ: فَلَقَدْ رأيتُ
وَجْهَهُ اسْتَبْشَرَ ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ الْيَهُودَ مَغْضُوبٌ عَلَيْهِمْ، وَالنَّصَارَى
ضَالُّونَ"
bahwa
ketika sampai kepadanya dakwah dari Rasulullah Saw., ia lari ke negeri Syam.
Sejak zaman Jahiliah ia telah masuk agama Nasrani, kemudian saudara
perempuannya ditahan bersama sejumlah orang dari kaumnya. Lalu Rasulullah Saw.
menganugerahkan kebebasan kepada saudara perempuan Addi ibnu Hatim dan
memberinya hadiah. Saudara perempuan Addi ibnu Hatim kembali kepada saudara
lelakinya dan menganjurkannya untuk masuk Islam dan menghadap kepada Rasulullah
Saw. Akhirnya Addi datang ke Madinah. Dia adalah pemimpin kaumnya, yaitu
kabilah Tayyi'; dan ayahnya (yaitu Hatim At-Tai') terkenal dengan
kedermawanannya. Maka orang-orang Madinah ramai membicarakan kedatangan Addi
ibnu Hatim. Addi masuk menemui Rasulullah Saw., sedangkan pada leher Addi
tergantung salib yang terbuat dari perak. Saat itu Rasulullah Saw. sedang
membacakan firman-Nya: Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib
mereka sebagai Tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31) Addi melanjutkan
kisahnya, bahwa ia menjawab, "Sesungguhnya mereka tidak
menyembahnya." Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, sesungguhnya mereka
mengharamkan hal yang halal bagi para pengikutnya dan menghalalkan hal yang
haram bagi mereka, lalu mereka mengikutinya; yang demikian itulah ibadah mereka
kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka. Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda, "Hai Addi, bagaimanakah pendapatmu. Apakah membahayakan bila
dikatakan Allah Mahabesar? Apakah kamu mengetahui sesuatu yang lebih
besar daripada Allah bila Allah menimpakan bahaya kepadamu? Apakah membahayakanmu
bila dikatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah? Apakah kamu mengetahui ada
Tuhan selain Allah?" Rasulullah Saw. mengajaknya masuk Islam. Akhirnya
Addi masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang benar. Addi melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah itu ia melihat wajah Rasulullah Saw. bersinar ceria,
lalu bersabda: Sesungguhnya orang-orang Yahudi itu dimurkai dan orang-orang
Nasrani itu orang-orang yang sesat.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Huzaifah ibnul Yaman, Abdullah ibnu Abbas, dan
lain-lainnya sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Mereka menjadikan
orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (At-Taubah:
31) Bahwa sesungguhnya mereka mengikuti ulama dan rahibnya dalam semua yang
dihalalkan dan yang diharamkan oleh mereka.
As-Saddi
mengatakan, "Mereka meminta saran dari orang-orang alim mereka, sedangkan Kitabullah
mereka lemparkan di belakang punggungnya."
Karena
itulah Allah Swt. berfirman:
{وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا
وَاحِدًا}
padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. (At-Taubah: 31)
Maksudnya,
Tuhan yang apabila mengharamkan sesuatu, maka jadilah sesuatu itu diharamkan,
apa yang dihalalkan-Nya menjadi halal, apa yang disyariatkan-Nya
(diperintahkan-Nya) harus diikuti, dan apa yang telah diputuskan-Nya harus
dilaksanakan.
{لَا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ}
Tidak
ada Tuhan selain Dia, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah: 31)
Yakni
Mahatinggi, Mahasuci, dan Mahabersih Allah dari sekutu-sekutu,
tandingan-tandingan, pembantu-pembantu, serta lawan-lawan dan anak. Tidak ada
Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
At-Taubah, ayat 32-33
{يُرِيدُونَ أَنْ
يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ
نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (32) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ
بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُشْرِكُونَ (33) }
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)
mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya,
walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus
Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang
benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik
tidak menyukai.
Allah
Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir dari kalangan kaum
musyrik dan kaum Ahli Kitab:
{أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ}
Mereka
berkehendak memadamkan cahaya Allah. (At-Taubah:
32)
Yakni
petunjuk dan agama yang hak yang Allah turunkan melalui Rasulullah Saw. Mereka
bermaksud memadamkannya dengan bantahan dan kedustaan yang mereka buat-buat. Allah
mengumpamakan perbuatan mereka itu dengan seseorang yang berkeinginan
memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan tiupan. Dengan kata lain
hal ini jelas tidak mungkin dan tidak ada jalan untuk itu. Maka demikian pula
apa yang disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya, pasti akan sempurna dan akan
menang. Karena itulah Allah Swt. menjawab niat dan kehendak mereka itu melalui
firman-Nya:
{وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ
نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}
dan
Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang
yang kafir tidak menyukai. (At-Taubah:
32)
Istilah
kafir menurut pengertian bahasa ialah 'orang yang menutupi sesuatu dan
menyembunyikannya'. Karena itu, maka malam hari dinamakan kafir, sebab ia
menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. Seorang petani dinamakan pula
kafir menurut istilah bahasa, karena ia mengubur biji (benih) tanaman ke dalam
tanah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya (menurut salah satu qiraat),
yaitu: {أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ}"Menyenangkan
hati penanam-penanamnya". Kemudian Allah Swt. berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ}
Dialah
yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan
membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33)
Petunjuk
ialah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. berupa berita-berita yang
benar, iman yang benar, dan ilmu yang bermanfaat. Dan agama yang hak ialah
amal-amal yang benar lagi bermanfaat di dunia dan akhirat.
{لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ}
untuk
dimenangkan-Nya atas segala agama. (At-Taubah:
33)
Yakni
atas semua agama lain, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari
Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
زَوَى لِيَ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي
مَا زُوي لِي مِنْهَا"
Sesungguhnya
Allah melipatkan bumi untukku bagian barat dan bagian timurnya, dan kelak
kerajaan umatku akan mencapai semua bagian yang dilipatkan bagiku darinya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ: سَمِعْتُ شَقِيقَ بْنَ حَيَّانَ يُحَدِّثُ عَنْ
مَسْعُودِ بْنِ قَبِيصة -أَوْ: قَبِيصَةَ بْنِ مَسْعُودٍ -يَقُولُ: صَلَّى هَذَا
الْحَيُّ مِنْ "مُحَارب" الصُّبْحَ، فَلَمَّا صَلَّوْا قَالَ شَابٌّ
مِنْهُمْ: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيُفْتَحُ
لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ وَمَغَارِبُهَا، وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ،
إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ya'qub, bahwa ia
pernah mendengar Syaqiq ibnu Hayyan menceritakan hadis berikut dari Mas'ud ibnu
Qubaisah atau Qubaisah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa suatu kabilah dari
Bani Muharib melakukan salat Subuh. Setelah mereka menyelesaikan salatnya,
salah seorang pemuda mereka berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya kelak akan dibukakan bagi kalian belahan timur dan
belahan barat bumi ini, dan sesungguhnya orang-orang yang menguasainya
dimasukkan ke dalam neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan
menunaikan amanat.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا
سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الأمرُ مَا بَلَغَ الليلُ وَالنَّهَارُ، وَلَا يَتْرُكُ
اللَّهُ بَيْتَ مَدَر وَلَا وَبَر إِلَّا أَدْخَلَهُ هَذَا الدِّينَ، بعِزِّ
عَزِيزٍ، أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ، عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الْإِسْلَامَ،
وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ"،
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu
Amir, dari Tamim Ad-Dari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Sesungguhnya perkara ini (agama Islam) akan mencapai apa
yang dicapai oleh malam dan siang hari. Dan Allah tidak akan membiarkan
suatu kota pun —tidak pula suatu kampung pun— melainkan dimasuki
oleh agama ini. Agama ini memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang
yang hina; ia menjadi mulia karena Allah memuliakannya melalui agama Islam, dan
menjadi terhina karena Allah menghinakan orang kafir melaluinya.
Tamim
Ad-Dari mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah mengenal dengan baik semua
orang yang ada di lingkungan keluarganya. Orang yang masuk Islam dari kalangan
mereka memperoleh kebaikan, kemuliaan, dan kehormatan; dan orang yang kafir di
antara mereka tertimpa oleh kehinaan, dipandang remeh, dan dikenakan jizyah.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ
مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ جَابِرٍ، سَمِعْتُ سُلَيْمَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ:
سَمِعْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر، إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلَامِ بعزِّ
عَزِيزٍ، أَوْ بذلِّ ذَلِيلٍ، إِمَّا يُعِزُّهُمُ اللَّهُ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ
أهلها، وإما يذلهم فيدينون لها"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah
menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Ibnu
Jabir; ia pernah mendengar Salim ibnu Amir mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Al-Miqdad ibnul Aswad mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: Tiada yang tersisa di muka bumi ini suatu rumah pun,
baik di kota maupun di kampung melainkan dimasuki oleh kalimah Islam. Islam
memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina. Adapun orang yang
ditakdirkan mulia oleh Allah, maka Allah menjadikannya termasuk ahlinya; dan
orang yang ditakdirkan hina oleh Allah, maka mereka dihinakan oleh kalimah
Islam (yakni tidak mau masuk Islam).
Di
dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan pula bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِي عَدِيّ، عَنْ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي
حُذَيْفَةَ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ سَمِعَهُ يَقُولُ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَا عَدِيُّ، أَسْلِمْ
تَسْلَمْ". فَقُلْتُ: إِنِّي مِنْ أَهْلِ دِينٍ. قَالَ: "أَنَا أَعْلَمُ
بِدِينِكَ مِنْكَ". فَقُلْتُ: أَنْتَ أَعْلَمُ بِدِينِي مِنِّي؟ قَالَ:
"نَعَمْ، أَلَسْتَ مَنِ الرَّكُوسِيَّة، وَأَنْتَ تَأْكُلُ مِرْبَاعَ
قَوْمِكَ؟ ". قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: "فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ لَكَ
فِي دِينِكَ". قَالَ: فَلَمْ يَعْدُ أَنْ قَالَهَا فَتَوَاضَعْتُ لَهَا،
قَالَ: "أَمَا إِنِّي أَعْلَمُ مَا الَّذِي يَمْنَعُكَ مِنَ الْإِسْلَامِ،
تَقُولُ: إِنَّمَا اتَّبَعَهُ ضَعَفَةُ النَّاسِ وَمَنْ لَا قُوَّةَ لَهُ، وَقَدْ
رَمَتْهم الْعَرَبُ، أَتَعْرِفُ الْحِيرَةَ؟ " قُلْتُ: لَمْ أَرَهَا، وَقَدْ
سَمِعْتُ بِهَا. قَالَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لِيُتِمَّنَّ اللَّهُ
هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينة مِنَ الْحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ
بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَتَفْتَحُنَّ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ
هُرْمُزَ". قُلْتُ: كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ؟. قَالَ: "نَعَمْ، كِسْرَى
بْنُ هُرْمُزَ، وليُبْذَلنَّ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ". قَالَ
عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: فَهَذِهِ الظَّعِينَةُ تَخْرُجُ مِنْ الْحِيرَةِ، فَتَطُوفُ
بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَقَدْ كُنْتُ فِيمَنْ فَتَحَ كُنُوزَ
كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَكُونَنَّ الثَّالِثَةَ؛
لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد قَالَهَا
telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Ibnu Aun, dari Ibnu
Sirin, dari Abu Huzaifah, dari Addi ibnu Hatim. Abu Huzaifah mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Addi ibnu Hatim menceritakan hadis berikut bahwa ia masuk
menemui Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Addi,
masuk Islamlah kamu, maka selamatlah kamu." Addi menjawab, "Saya
telah memeluk suatu agama." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku lebih
mengetahui agamamu daripada kamu." Addi bertanya, "Benarkah
engkau lebih mengetahui agamaku daripada aku sendiri?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Ya, bukankah kamu dari kalangan Raksawiyyah, dan kamu biasa
memakan (memungut) upeti kaummu?" Addi ibnu Hatim menjawab,
"Memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya hal
itu tidak dihalalkan menurut agamamu." Addi ibnu Hatim mengatakan
bahwa Nabi Saw. tidak mengulangi ucapannya itu sehingga ia merasa rendah diri
dan malu kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku
mengetahui hal yang menghambatmu untuk masuk Islam. Kamu menduga bahwa agama
Islam hanyalah diikuti oleh orang-orang yang lemah yang tidak mempunyai
kekuatan, dan memang dugaan yang serupa telah dilontarkan pula oleh orang-orang
Arab. Tahukah kamu Hirah?' Addi ibnu Hatim menjawab,
"Saya belum pernah melihatnya, tetapi saya pernah mendengarnya."
Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaannya, sesungguhnya Allah akan menyempurnakan urusan ini (agama
Islam) sehingga seorang wanita bepergian dari Hirah, lalu melakukan tawaf di
Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun (yakni keadaan atau
situasi masa itu sangat aman). Dan sesungguhnya kelak perbendaharaan
kerajaan Persia benar-benar akan dibuka (dikuasai oleh kaum muslim). Addi
ibnu Hatim berkata, "Apakah yang dimaksud adalah kerajaan Kisra Ibnu
Hurmuz?, Nabi SAW Bersabda : Ya, Kisra ibnu Hurmuz; dan sesungguhnya harta
benda akan diberikan hingga tidak ada lagi seseorang yang mau menerimanya. Addi
ibnu Hatim mengatakan, "Musafir wanita itu memang telah berangkat dari
Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki
pun. Dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang yang ikut membuka
perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, akan terjadi hal yang ketiga, karena Rasulullah Saw.
telah menyebutkannya (yakni saat harta benda diberikan, kemudian tiada seorang
pun yang mau menerimanya; yang dimaksud ialah dekat hari kiamat. Pent.)."
قَالَ مُسْلِمٌ:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْنٍ زَيْدُ بْنُ يَزِيدَ الرّقَاشِيّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ
بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ
بْنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"لَا يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَد اللاتُ والعُزّى".
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ،
عَزَّ وَجَلَّ: {هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ}
إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ} أَنَّ ذَلِكَ تَامٌّ، قَالَ:
"إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ
يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً [فَيَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ حَبَّة خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ] فَيَبْقَى مَنْ لَا خَيْرَ فِيهِ،
فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ"
Imam
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'an Zaid ibnu Yazid
Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnul Haris, telah
menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Al-Aswad ibnul Ala, dari
Abu Salamah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Malam dan siang hari tidak akan lenyap
sebelum Lata dan 'Uzza disembah (kembali) Aku (Siti Aisyah r.a.)
bertanya.”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menduga bahwa ketika Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: 'Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan
membawa) petunjuk (Al-Qur’an ) dan agama yang benar. (At-Taubah:
33), hingga akhir ayat." Hal tersebut memberikan pengertian bahwa segala
sesuatunya telah sempurna."Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kelak
sebagian dari hal itu (penyembahan kepada berhala) akan terjadi menurut
apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian Allah mengirimkan angin yang harum,
maka matilah semua orang yang di dalam kalbunya terdapat iman (walau) seberat
zarrah, dan yang masih hidup adalah orang-orang yang di dalam dirinya tidak
terdapat suatu kebaikan pun, maka mereka kembali kepada agama nenek moyang
mereka.
At-Taubah, ayat 34-35
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ
أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ
يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ
جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا
كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ (35) }
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar
dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada
mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan
itu.”
As-Saddi
mengatakan bahwa al-ahbar adalah menurut istilah orang Yahudi, sedang ar-ruhban
adalah menurut istilah di kalangan orang-orang Nasrani. Perihalnya sama
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ
وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ}
Mengapa
orang-orang alim mereka, pendeta-pendata mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? (Al-Maidah: 63)
Ar-Ruhban
adalah ahli ibadah di kalangan
orang-orang Nasrani, sedangkan ulama mereka disebut pastur, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ
وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ}
Yang
demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-orang
Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib. (Al-Maidah: 82)
Makna
yang dimaksud ialah perintah untuk waspada terhadap ulama su' (ulama
yang jahat) dan ahli ibadah yang sesat, seperti apa yang dikatakan oleh Sufyan
ibnu Uyaynah, "Orang yang rusak dari kalangan ulama kami, maka dia lebih
mirip dengan orang Yahudi; dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kami,
maka dia lebih mirip dengan orang Nasrani.'"
Di
dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
لَتَرْكَبُنَّ سَنَن مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْو القُذّة بالقُذّة". قَالُوا: الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: "فَمَنْ؟ ". وَفِي رِوَايَةٍ: فَارِسَ
وَالرُّومَ؟ قَالَ: "وَمَن النَّاسُ إِلَّا هَؤُلَاءِ؟ "
Sesungguhnya
kalian benar-benar akan meniru perbuatan orang-orang sebelum kalian, satu
langkah demi satu langkah. Para
sahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan
Nasrani?" Nabi Saw. menjawab, "Lalu siapa lagi?" Menurut
riwayat lain, mereka mengatakan Persia dan Romawi, maka Nabi Saw. menjawab,
"Lalu siapa lagi kalau bukan mereka?"
Makna
yang dimaksud ialah peringatan agar kita jangan meniru mereka dalam ucapan dan
keadaan kita.
*******************
Allah
Swt. telah berfirman:
{لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ
بِالْبَاطِلِ}
benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. (At-Taubah: 34)
Demikian
itu karena mereka (para rahib dan orang-orang alim Yahudi) menukar agama mereka
dengan duniawiah, dan mereka memakan harta para pengikutnya melalui kedudukan
dan kepemimpinan mereka, seperti yang terjadi di kalangan orang-orang alim
Yahudi di masa Jahiliah, mereka mempunyai kehormatan tersendiri, dan mereka
membebankan kepada para pengikutnya untuk membayar upeti, hadiah, serta pajak
untuk kepentingan diri mereka sendiri.
Setelah
Allah mengutus Rasul-Nya, mereka tetap menjalankan kesesatan, kekufuran, dan
keingkaran mereka karena ketamakan mereka untuk mempertahankan kedudukan
tersebut. Tetapi Allah memadamkannya dengan nur (cahaya) kenabian,
mencabutnya dari mereka, memberi ganti mereka dengan kehinaan dan dipandang
remeh, serta mereka kembali dengan membawa murka dari Allah Swt.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. (At-Taubah: 34)
Yakni
di samping mereka memakan barang yang haram, mereka juga menghalang-halangi
manusia supaya jangan mengikuti jalan yang benar; dan mencampuradukkan perkara
yang hak dengan perkara yang batil, lalu menampakkan di kalangan orang-orang
bodohnya bahwa mereka menyeru kepada kebaikan, padahal kenyataannya tidaklah
seperti apa yang mereka duga. Bahkan mereka adalah para penyeru kepada neraka,
dan kelak di hari kiamat mereka tidak akan mendapat pertolongan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ}
Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah. (At-Taubah: 34), hingga akhir ayat.
Mereka
yang disebutkan oleh ayat ini merupakan golongan yang ketiga dari pemimpin
manusia, karena sesungguhnya manusia itu merupakan beban bagi para ulama, semua
hamba Allah, dan orang-orang yang memiliki harta. Apabila keadaan mereka rusak,
maka keadaan manusia pun rusak pula, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul
Mubarak dalam bait syairnya:
وَهَل أفْسَدَ الدِّينَ
إِلَّا المُلوكُ ... وَأحبارُ سُوءٍ وَرُهْبَانُها ...
Tiada
yang merusak agama kecuali para raja, orang-orang alim. dan rahib-rahib yang
su' (jahat).
Pengertian
al-kanzu menurut riwayat Malik, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar
ialah harta yang tidak ditunaikan zakatnya.
As-Sauri
dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ubaidillah Dari Nafi', dari Ibnu
Umar yang mengatakan bahwa harta yang zakatnya dibayar bukanlah al-kanzu (harta
simpanan), sekalipun harta tersebut disimpan di bawah bumi lapis ketujuh. Dan
harta benda yang tampak, tetapi tidak dibayarkan zakatnya, maka harta itulah
yang disebut al-kanzu. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Jabir, dan Abu Hurairah secara mauquf dan marfu’.
Umar
ibnul Khattab dan lain-lainnya mengatakan bahwa suatu harta yang zakatnya
ditunaikan bukan dinamakan harta simpanan, sekalipun ditanam di dalam tanah.
Sedangkan suatu harta yang tidak ditunaikan zakatnya, maka harta itu adalah
harta simpanan; kelak pemiliknya akan disetrika dengannya (di hari kiamat),
sekalipun harta itu ada di permukaan bumi.
Imam
Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Khalid ibnu Aslam yang
mengatakan bahwa kami keluar bersama Abdullah ibnu Umar, lalu Abdullah ibnu
Umar berkata, "Ini sebelum diturunkan ayat zakat. Setelah ayat zakat
diturunkan, maka Allah menjadikan zakat sebagai pencuci harta benda."
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnu Abdul Aziz dan Irak ibnu Malik, bahwa
ayat ini di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka. (At-Taubah:
103), hingga akhir ayat.
Sa'id
ibnu Muhammad ibnu Ziyad telah meriwayatkan dari Abu Umamah yang mengatakan,
"Perhiasan pedang termasuk barang simpanan, dan aku tidak sekali-kali berbicara
kepada kalian melainkan apa yang aku dengar dari Rasulullah Saw."
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Abu Husain. dari Abud Duha. dari Ja'dah ibnu Hubairah,
dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa empat ribu (dirham) ke bawah adalah untuk
nafkah, dan jumlah yang lebih besar daripada itu dinamakan harta simpanan. Asar
ini garib.
Cukup
banyak hadis yang menyebutkan tentang pujian kepada mempersedikit emas dan
perak, dan celaan terhadap memperbanyak memiliki keduanya. Berikut ini kami
ketengahkan sebagian dariny apa yang cukup untuk membuktikan keseluruhannya.
فقال عبد الرازق:
أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، أَخْبَرَنِي أَبُو حَصِينٍ، عَنْ أَبِي الضحى، بن
جَعْدَةَ بْنِ هُبَيْرَةَ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فِي قَوْلِهِ:
{وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَبّا
لِلذَّهَبِ، تَبّا لِلْفِضَّةِ" يَقُولُهَا ثَلَاثًا، قَالَ: فَشَقَّ ذَلِكَ
عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم وَقَالُوا: فَأَيُّ
مَالٍ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ: عُمَرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَا أَعْلَمُ لَكُمْ
ذَلِكَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَصْحَابَكَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمْ
[وَ] قَالُوا: فأيَّ مَالٍ نَتَّخِذُ؟ قَالَ: "لِسَانًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا
شَاكِرًا وَزَوْجَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى دِينِهِ"
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, telah menceritakan
kepadaku Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ja'dah ibnu Hubairah, dari Ali r.a.
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak. (At-Taubah: 34), hingga, akhir ayat. Bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Celakalah bagi emas. celakalah bagi perak. Nabi Saw.
mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa hal
tersebut terasa berat oleh para sahabat, dan mereka mengatakan, "Harta
apakah yang boleh kami miliki?" Maka Umar r.a. berkata, "Aku akan
mempertanyakan hal ini buat kalian." Umar r.a. bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya sahabat-sahabatmu merasa keberatan. Mereka menanyakan
harta apakah yang boleh mereka miliki?" Rasulullah Saw. bersabda: Lisan
yang selalu berzikir kepada Allah, hati yang selalu bersyukur, dan istri yang
membantu seorang di antara kalian untuk agamanya.
hadis
lain:
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي
سَالِمٌ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الهُذَيْل، حَدَّثَنِي صَاحِبٌ لِي
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَبًّا
لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ". قَالَ: فَحَدَّثَنِي صَاحِبِي أَنَّهُ انْطَلَقَ
مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَوْلُكُ:
"تَبًّا لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ"، مَاذَا نَدَّخِرُ؟. قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِسَانًا ذَاكِرًا، وقلبا
شاكرا، وزوجة تُعين على الآخرة"
Imam
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr ibnu
Murrah, dari Abu Muhammad ibnu Ja'far. telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
telah menceritakan kepadaku Salim ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnul Abul Huzail, telah menceritakan kepada kami seorang temanku,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Celakalah bagi emas dan perak. Perawi
melanjutkan kisahnya, bahwa temannya itu berangkat bersama Umar ibnul Khattab
menghadap Rasulullah Saw., lalu Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, sabdamu
mengatakan, 'Celakalah bagi emas dan perak.' lalu harta apa yang boleh kami
simpan0'" Rasulullah Saw. menjawab: Lisan yang berzikir,
hati yang bersyukur, dan istri yang membantu urusan akhirat.
Dalam
hadis lainnya Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَالِمِ
بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ
وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوا: فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ [عُمَرُ:
أَنَا أَعْلَمُ ذَلِكَ لَكُمْ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيرٍ فَأَدْرَكَهُ، وَأَنَا فِي
أَثَرِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ]
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً تُعِينُ
أَحَدَكُمْ فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ ".
telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Amr ibnu Murrah, dari ayahnya, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang
mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat mengenai emas dan perak pada
permulaannya, mereka bertanya, "Harta apakah yang boleh kami ambil?"
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa dialah yang akan menanyakan masalah itu kepada
Rasulullah Saw. Kemudian ia memacu untanya hingga berada di belakang unta Nabi
Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, harta apakah yang boleh kami
ambil? Maksudnya yang boleh mereka miliki. Maka Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya: Hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, dan istri yang
membantu seseorang di antara kalian untuk urusan akhiratnya.
Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari
Salim ibnu Abul Ja'd. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah
diriwayatkan pula dari Imam Bukhari. bahwa Salim mendengar hadis ini dari
Sauban.
Menurut
kami, karena itulah sebagian dari mereka meriwayatkannya secara mursal (yakni
hanya sampai kepada tabi’in saja).
Dalam
hadis lainnya lagi Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَالِكٍ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَعْلَى الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا غَيْلان بْنُ
جَامِعٍ الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ أَبِي الْيَقْظَانِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ
إِيَاسٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ: {وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ} الْآيَةَ، كَبُر ذَلِكَ
عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَقَالُوا: مَا يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ مِنَّا أَنْ يَتْرُكَ
لِوَلَدِهِ مَا لَا يَبْقَى بَعْدَهُ. فَقَالَ عُمَرُ: أَنَا أفرِّج عَنْكُمْ.
فَانْطَلَقَ عُمَرُ وَاتَّبَعَهُ ثَوْبَانُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا نبيَّ اللَّهِ، إِنَّهُ قَدْ كَبُر عَلَى
أَصْحَابِكَ هَذِهِ الْآيَةَ. فَقَالَ نبيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَفْرِضِ الزَّكَاةَ إِلَّا لِيُطَيِّبَ
بِهَا مَا بَقِيَ مِنْ أَمْوَالِكُمْ، وَإِنَّمَا فَرَضَ الْمَوَارِيثَ مِنْ
أَمْوَالٍ تَبْقَى بَعْدَكُمْ". قَالَ: فكبَّر عُمَرُ، ثُمَّ قَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ
مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ؟ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ الَّتِي إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا
سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا
حَفِظَتْهُ".
telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Malik,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ya'la Al-Muharibi, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jami'
Al-Muharibi. dari Usman ibnu Abul Yaqzan, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman
Allah Swt.: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak. (At-Taubah:34)
hingga akhir ayat Maka hal itu terasa berat oleh kaum muslim, dan mereka
mengatakan, "Tiada seorang pun di antara kita yang bakal meninggalkan
harta simpanan sepeninggalnya buat anak-anaknya." Maka Umar berkata,
"Aku akan memberi jalan kepada kalian." Maka Umar pergi menghadap
Nabi Saw., dan kepergiannya itu diikuti oleh Sauban, lalu Umar bertanya,
"Wahai Nabi Allah, sesungguhnya sahabat-sahabatmu merasa keberatan dengan
ayat ini." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak
memfardukan zakat kecuali hanya untuk membersihkan harta kalian yang masih
tersisa (tersimpan), dan sesungguhnya Allah telah memfardukan mawaris (pembagian
waris) hanyalah terhadap harta kalian yang masih tersisa sepeninggal kalian.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah mendengar jawaban itu Umar r.a.
bertakbir. Kemudian Nabi Saw. bersabda pula kepadanya: Maukah aku ceritakan
kepadamu tentang simpanan yang paling baik buat seseorang?' Yaitu wanita
(istri) yang saleh, apabila suami memandangnya, maka ia membuat suaminya
gembira; dan apabila suami memerintahinya. maka ia menaati suaminya; dan
apabila suami tidak ada di tempat, maka ia memelihara kehormatan suaminya.
Imam
Abu Daud dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya serta Ibnu
Murdawaih telan meriwayatkan pula hadis ini melalui Yahya ibnu Ya'la dengan
sanad yang sama. Imam Hakim mengatakan, hadis ini sahih dengan syarat Bukhari
dan Muslim; tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Dalam
hadis lain Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا رَوْحٌ،
حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ: كَانَ شَدَّادُ
بْنُ أَوْسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فِي سَفَرٍ، فَنَزَلَ مَنْزِلًا فَقَالَ
لِغُلَامِهِ: ائْتِنَا بالشَّفْرَةِ نعْبَث بِهَا. فَأَنْكَرْتُ عَلَيْهِ،
فَقَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ إِلَّا وَأَنَا أخْطمُها
وأزمُّها غَيْرَ كَلِمَتِي هَذِهِ، فَلَا تَحْفَظُونَهَا عَلَيَّ، وَاحْفَظُوا مَا
أَقُولُ لَكُمْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ فَاكْنِزُوا
هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ،
وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
حُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا
صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا
تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إنك أنت علام الغيوب"
telah
menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari
Hissan ibnu Atiyyah yang mengatakan bahwa Syaddad ibnu Aus r.a. pernah
melakukan suatu perjalanan, lalu ia turun istirahat di suatu tempat, kemudian
berkata kepada pelayannya, "Ambilkanlah bekal makanan kita untuk kita
main-mainkan." Maka aku (perawi) memprotes kata-katanya itu. Lalu ia
berkata, "Tidak sekali-kali aku berbicara suatu kalimat sejak aku masuk
Islam melainkan aku mengungkapkannya dengan kata-kata kiasan, selain dari
kalimatku berikut. Maka janganlah kamu menghafal kata-kataku tadi, tetapi
hafalkanlah apa yang akan aku kemukakan kepada kalian sekarang ini. Aku pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Apabila seseorang ingin menyimpan emas
dan perak, maka simpanlah (hafalkanlah) kalimat-kalimat berikut, 'Ya
Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kesabaran dalam mengerjakan perkara (agama)
ini dan keteguhan hati dalam hidayah. Dan aku memohon kepada Engkau (jadikanlah
diriku orang yang) bersyukur atas nikmat-Mu. Aku memohon kepada Engkau (jadikanlah
diriku orang yang) beribadah kepada-Mu dengan baik. Aku memohon kepada
Engkau ( anugerahilah diriku) hati yang selamat. Aku memohon kepada
Engkau (anugerahilah diriku) lisan yang benar. Aku memohon kepada
Engkau (anugerahilah diriku) dari kebaikan segala sesuatu yang Engkau
ketahui, dan aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan semua
yang Engkau ketahui. Dan aku memohon ampun kepada Engkau dari segala dosa yang
Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.”
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ
جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا
كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ}
pada
hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung, dan punggung mereka, (lalu
dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta benda kalian yang kalian simpan
untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa
yang kalian simpan itu.” (At-Taubah: 35)
Ucapan
ini dikatakan sebagai kecaman, penghinaan, dan ejekan buat mereka; sama halnya
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat berikut:
{ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ
الْحَمِيمِ ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ}
Kemudian
tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari)
air yang panas. Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.
(Ad-Dukhan: 48-49)
Yakni
pembalasan ini karena sikapmu yang dahulu, dan inilah hasil dari apa yang
dahulu kalian simpan buat diri kalian. Karena itulah dikatakan, "Barang
siapa yang mencintai sesuatu hingga ia memprioritaskannya lebih dahulu atas
taat kepada Allah, maka ia akan diazab dengannya."
Mengingat
mereka telah menghimpun harta benda itu dan lebih mementingkannya daripada
keridaan Allah, maka mereka disiksa dengan harta benda itu. Seperti apa yang
dialami oleh Abu Lahab laknatullah, dia berusaha dengan sekuat tenaga
memusuhi Rasulullah Saw. Istrinya pun membantunya untuk melampiaskan
permusuhannya itu. Maka kelak di hari kiamat si istri akan membantu
mengazabnya, yaitu di lehernya ada tali dari sabut untuk mengumpulkan kayu di
neraka, lalu kayu itu dilemparkan kepada Abu Lahab, agar menambah pedih siksaan
yang sedang dialaminya. Sebagaimana harta benda tersebut sangat disayangi oleh
pemiliknya, maka kelak di hari akhirat harta benda itu berubah ujud menjadi
sesuatu yang paling membahayakan pemiliknya. Harta benda itu dipanaskan di
dalam neraka Jahanam yang panasnya tak terperikan, lalu disetrikakan ke wajah,
lambung, dan punggung mereka.
Sufyan
telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Umar ibnu Murrah, dari
Masruq, dari Abdullah Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Demi Tuhan yang tidak
ada Tuhan selain Dia, tidaklah seseorang hamba disetrika dengan harta
simpanannya, sehingga dinar bersentuhan dengan dinar lainnya, tidak pula dirham
bersentuhan dengan dirham lainnya; tetapi kulit hamba yang bersangkutan
dilebarkan, lalu setiap dinar dan dirham (yang telah dipanggang itu) diletakkan
padanya, masing-masing mempunyai tempatnya sendiri."
Asar
ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui Abu Hurairah secara marfu',
tetapi predikat marfu -nya tidak sahih.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari
ayahnya yang mengatakan, "Telah sampai kepadaku suatu riwayat yang
mengatakan bahwa harta simpanan itu kelak di hari kiamat akan berubah menjadi
ular yang botak, mengejar pemiliknya yang lari darinya seraya berkata."
Akulah harta simpananmu ' Tiada sesuatu pun dari anggota tubuh si pemiliknya
yang dijangkaunya melainkan ia langsung mencabiknya.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو
جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ مَعْدَان بْنِ أَبِي
طَلْحَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "مَنْ تَرَكَ بَعْدَهُ كَنْزًا مَثَل لَهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شُجاعًا أَقْرَعَ لَهُ زبيبتَان، يَتْبَعُهُ، يَقُولُ: وَيْلَكَ مَا
أَنْتَ؟ فَيَقُولُ: أَنَا كَنْزُكَ الَّذِي تَرَكْتَهُ بَعْدَكَ! وَلَا يَزَالُ
يَتْبَعُهُ حَتَّى يُلقمه يَدَهُ فَيُقَصْقِصَها ثُمَّ يُتْبِعُهَا سَائِرَ
جَسَدِهِ".
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah
menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari
Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Sauban,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang meninggalkan kanzu (harta
simpanan) sesudah ia mati, maka harta simpanan itu akan berubah ujud baginya
kelak di hari kiamat berupa ular yang botak dengan dua taring. Ular botak itu
mengejarnya, lalu ia bertanya, "Celakalah kamu, siapakah kamu ini?” Ular
botak itu menjawab, "Aku adalah harta simpananmu yang kamu tinggalkan
sesudah (mati)mu.” Ular botak itu terus mengejarnya hingga
berhasil memakan tangannya, lalu dikunyahnya, kemudian ular botak itu memakan
seluruh anggota tubuhnya.
Hadis
ini adalah riwayat Ibnu Hibban yang disebutkan di dalam kitab Sahih-nya melalui
riwayat Yazid dari Sa'id dengan sanad yang sama. Pada mulanya hadis ini berada
di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abuz Zanad, dari Al-A'raj dari
Abu Hurairah r.a.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Suhail ibnu. Abu
Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَا مِنْ رَجُلٍ
لَا يُؤَدِّي زَكَاةَ مَالِهِ إِلَّا جُعِلَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَفَائِحُ
مِنْ نَارٍ يُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبْهَتُهُ وَظَهْرُهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ
مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ، ثُمَّ
يَرَى سَبِيلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ" وَذَكَرَ
تَمَامَ الْحَدِيثِ
Tidak
sekali-kali seseorang tidak menunaikan zakat harta bendanya melainkan akan
dijadikan baginya kelak di hari kiamat lempengan-lempengan dari api, lalu
disetrikakan ke lambung, dahi, dan punggungnya dalam suatu hari yang lamanya
sama dengan lima puluh ribu tahun, hingga perkara hisab di antara sesama hamba
diselesaikan. Kemudian diperlihatkan jalan yang akan ditempuhnya, adakalanya ke
surga, dan adakalanya ke neraka.
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Husain,
dari Zaid ibnu Wahb yang mengatakan bahwa ia bersua dengan Abu Zar di Rabzah,
lalu ia bertanya, "Apakah yang mendorongmu sampai datang di daerah
ini?" Abu Zar menjawab bahwa pada asal mulanya ia tinggal di negeri Syam,
lalu ia membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka gembirakanlah mereka dengan
siksaan yang pedih. (At-Taubah: 34) Maka Mu'awiyah berkata, "Ayat ini
bukanlah ditujukan kepada kami, tiada lain apa yang dimaksud oleh ayat ini
terjadi di kalangan kaum Ahli Kitab." Abu Zar menjawab, "Sesungguhnya
hal itu terjadi di kalangan kita dan kalangan mereka (Ahli Kitab)."
Ibnu
Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ubaid ibnul Qasim, dari Husain, dari Zaid
ibnu Wahb, dari Abu Zar r.a. Hanya dalam riwayat ini ditambahkan 'maka
ketegangan pun terjadi antara Abu Zar dan Mu'awiyah mengenai masalah ini'. Lalu
Muawiyah berkirim surat kepada Khalifah Usman, mengadukan perihalku. Lalu
Khalifah Usman berkirim surat kepadaku, isinya memerintahkan kepadaku untuk
menghadap kepadanya. Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Ketika aku tiba di
Madinah, maka orang-orang selalu mengerumuniku seakan-akan mereka belum pernah
melihatku sebelum hari itu. Lalu aku mengadu kepada Khalifah Usman tentang hal
tersebut, maka Khalifah Usman berkata, 'Menjauhlah kamu dari Madinah, tetapi
jangan terlalu jauh." Aku (Abu Zar) berkata, 'Demi Allah, aku tidak akan
beranjak dari pendapatku'."
Mazhab
Abu Zar r.a. mengatakan bahwa haram menyimpan harta lebih dari apa yang
diperlukan untuk nafkah orang-orang yang berada di dalam tanggungannya. Dan ia
selalu memberi fatwa dengan pendapat ini dan menganjurkan serta memerintahkan
orang-orang untuk mengamalkannya, bahkan dia bersikap keras terhadap orang
yang melanggar nya. Maka sikapnya itu dicegah oleh Mu'awiyah, tetapi Abu
Zar tidak menurut dan terus melanjutkan fatwanya itu.
Mu'awiyah
merasa khawatir bila orang-orang tertimpa mudarat dalam masalah itu. Maka ia
menulis surat kepada Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan, mengadukan perkara Abu
Zar dan meminta agar Abu Zar ditarik ke Madinah. Maka Usman ibnu Affan
memanggilnya ke Madinah dan menempatkannya di Rabzah seorang diri. Di Rabzah
itu pula Abu Zar r.a. meninggal dunia dalam masa pemerintahan Khalifah Usman.
Mu'awiyah
pernah mengujinya—apakah ucapannya itu sesuai dengan sikapnya— di saat Abu Zar
masih berada di dekatnya. Maka Mu'awiyah mengirimkan uang sebanyak seribu dinar
kepada Abu Zar, dan ternyata pada hari itu juga Abu Zar membagi-bagikannya
kepada orang-orang sampai habis. Kemudian Mu'awiyah mengirimkan orang yang
disuruhnya tadi untuk mengatakan, "Sesungguhnya Mu'awiyah mengutusku hanya
kepada orang lain, bukan kamu; tetapi saya keliru. Karena itu, berikanlah uang
emas tadi." Abu Zar menjawab, "Celakalah kamu, sesungguhnya uang itu
telah saya nafkahkan semuanya. Tetapi jika hartaku datang, maka aku akan
mengembalikannya kepadamu."
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa
ayat ini mengandung makna yang umum. Tetapi As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini
ditujukan kepada ahli kiblat (kaum muslim).
Al-Ahnaf
ibnu Qais mengatakan bahwa ketika ia tiba di Madinah dan berada di sebuah halqah
yang di dalamnya terdapat para pembesar dari kalangan orang-orang Quraisy,
tiba-tiba datanglah seorang lelaki berpakaian kasar, tubuhnya tampak berdebu,
dan wajahnya kasar. Lalu lelaki itu berdiri di kalangan mereka dan berkata,
"Gembirakanlah orang-orang yang menyimpan harta kanz (simpanan)nya
dengan besi tusukan yang dipanaskan di dalam neraka Jahanam. Lalu ditusukkan
pada puting susu seseorang dari mereka hingga tembus ke tulang belikatnya. lalu
ditusukkan pada tulang belikatnya hingga tembus ke puting susunyaa dalam
keadaan ambrol." Perawi melanjutkan kisahnya, "Semua kaum yang ada
hanya menundukkan kepalanya, ia tidak melihat seseorang di antara mereka yang
menjawab perkataannya. Ketika lelaki itu pergi, aku membuntutinya hingga ia
duduk di salah satu tiang masjid. Maka aku berkata, 'Menurutku, mereka tidak
menyukai apa yang kamu katakan kepada mereka itu.' Lelaki itu berkata,
'Sesungguhnya mereka tidak mengetahui sesuatu pun'."
Di
dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda kepada
Abu Zar:
"مَا يَسُرُّنِي
أَنَّ عِنْدِي مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا يَمُرُّ عَلَيْهِ ثَالِثَةً وَعِنْدِي مِنْهُ
شَيْءٌ إِلَّا دِينَارٌ أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ"
Tidaklah
menggembirakanku bila aku memiliki emas sebanyak Bukit Uhud, lalu lewat masa
tiga hari, sedangkan padaku masih tersisa sesuatu darinya, kecuali satu dinar
yang aku simpan untuk membayar utang.
Hal
ini —hanya Allah yang lebih mengetahui— merupakan dalil yang mendorong Abu Zar
berpegangan dengan pendapatnya itu.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Sa'id ibnu
Abul Hasan. dari Abdullah ibnus Samit r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah
bersama Abu Zar. Ia mendapat kiriman 'ata-nya, dan saat itu ia bersama seorang
pelayan perempuannya. Lalu pelayan perempuannya itu melayani semua keperluan Abu
Zar dan menyisakan tujuh keping dari ‘ata itu. Tetapi Abu Zar
memerintahkan kepada pelayan perempuannya itu agar tujuh keping uang emas itu
ditukar dengan uang kecil (untuk disedekahkan). Perawi melanjutkan kisahnya,
"Lalu aku mengatakan kepada Abu Zar, 'Sebaiknya engkau simpan saja untuk
keperluan rumahmu dan keperluan tamu yang singgah di rumahmu.' Abu Zar
menjawab, 'Sesungguhnya kekasihku (yakni Nabi Saw.) telah memerintahkan
kepadaku bahwa emas atau perak yang aku simpan, maka hal itu merupakan bara api
bagi pemiliknya, hingga ia membelanjakannya di jalan Allah Swt.'."
Imam
Ahmad meriwayatkannya pula dari Yazid, dari Hammam dengan sanad yang sama,
hanya ditambahkan lafaz ifragan (sampai habis). .
Al-Hafiz
ibnu Asakir telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Abu Bakar
Asy-Syibli dalam biografinya, dari Muhammad ibnu Mahdi.
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ صَدَقَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ زَيْدٍ،
عَنْ أَبِي فَرْوَة الرُّهَاوِيِّ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الْقَ اللَّهَ فَقِيرًا وَلَا تَلْقَهُ غَنِيًّا". قَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، كَيْفَ لِي بِذَلِكَ؟ قَالَ: "مَا سُئِلتَ فَلَا تَمْنَع، وَمَا
رُزقْت فَلَا تَخْبَأ"، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ لِي بِذَلِكَ؟
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُوَ ذَاكَ
وَإِلَّا فَالنَّارُ"
Telah
menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Salamah, dari Sadaqah ibnu Abdullah.
dari Talhah ibnu Zaid, dari Abu Wafrah Ar-Rahawi, dari Ata, dari Abu Sa’id r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Menghadaplah kepada
Allah dalam keadaan miskin, dan janganlah menghadap kepada Allah dalam keadaan
kaya. Abu Sa'id bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya
bagiku untuk itu?" Rasulullah Saw. bersabda: Apa yang diminta Jarimu
janganlah kamu mencegahnya, dan apa yang direzekikan kepadamu janganlah kamu
simpan. Abu Sa'id bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya
aku dapat melakukan hal itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya,
seperti itu. Jika tidak, maka neraka."
Sanad
hadis ini daif.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا
عُتَيْبَةُ، عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَصْرَمَ قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: مَاتَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّة، وَتَرَكَ
دِينَارَيْنِ -أَوْ: دِرْهَمَيْنِ -فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كيَّتان، صلوا على صاحبكم"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Uyaynah. dari
Yazid ibnus Sarm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. berkata,
"Ada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah( orang-orang miskin yang
tinggal di pinggir masjid), sedangkan dia meninggalkan uang sebanyak dua dinar
atau dua dirham. Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Dua setrikaan, maka
mohonlah ampunan bagi teman kalian ini "
Hadis
ini telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur yang lain.
قَالَ قَتَادَةَ، عَنْ
شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ صُدَي بْنِ عَجْلان قَالَ: مَاتَ رَجُلٌ
مِنْ أَهْلِ الصُّفَّة، فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارٌ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كيَّة". ثُمَّ تُوفي رَجُلٌ
آخَرُ فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارَانِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيَّتَانِ"
Qatadah
telah meriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Umamah (yaitu Sada ibnu
Ajlan) yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan ahli
suffah meninggal dunia, lalu pada kain sarungnya ditemukan uang sebanyak satu
dinar. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Satu setrikaan,"
Kemudian ada lagi lelaki lain yang juga dari kalangan ahli suffah meninggal
dunia, dan di dalam kain sarungnya ditemukan uang sebanyak dua dinar. Maka
Rasulullah Saw. bersabda, "Dua setrikaan."
Ibnu
Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abun Nadr Ishaq ibnu Ibrahim Al-Faradisi, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Yahya Al-Atrablusi, telah menceritakan
kepadaku Artah, telah menceritakan kepadaku Abu Amir Al-Hauzani, bahwa ia
pernah mendengar Sauban maula Rasulullah Saw. mengatakan: Tidak sekali-kali
seorang lelaki meninggal dunia, sedangkan dia memiliki merah (emas) dan putih
(perak), melainkan Allah menjadikan tiap karatnya sebuah lempengan api yang
akan disetrikakan kepadanya mulai dari lelapak kaki hingga janggutnya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو
يَعْلَى: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خِدَاشٍ، حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ مُحَمَّدٍ
الثَّوْرِيُّ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يُوضَعُ الدِّينَارُ عَلَى الدِّينَارِ، وَلَا
الدِّرْهَمُ عَلَى الدِّرْهَمِ، وَلَكِنْ يُوَسَّع جِلْدُهُ فَيُكْوَى بِهَا
جِبَاهُهُمْ وَجَنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ، هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ"
Al-Hafiz
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khaddasy,
telah menceritakan kepada kami Saif ibnu Muhammad As-Sauri, telah menceritakan
kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dan Abu Hurairah r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Dinar tidak diletakkan di atas dinar
lain, dan dirham tidak pernah diletakkan di atas dirham lainnya. Tetapi kulit
orang yang bersangkutan diperlebar. lalu disetrika dengan mata uang tersebut
wajah, lambung, dan punggung mereka; (lalu dikatakan kepada mereka), "Inilah
balasan dari apa yang kalian simpan untuk diri kalian, maka rasakanlah akibat
dari apa yang kalian simpan ini.”
Tetapi
Saif yang disebutkan di atas dikenal sebagai pendusta, dan hadisnya tidak
terpakai.
At-Taubah, ayat 36
{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36) }
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian
menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik
itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah
bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا
أَيُّوبُ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي بَكْرَة، أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ فِي حَجَّتِهِ، فَقَالَ:
"أَلَا إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
[حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ] مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ،
وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ".
ثُمَّ قَالَ: "أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ. فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ،
قَالَ: "أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ؟ " قُلْنَا؛ بَلَى. ثُمَّ قَالَ:
"أَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟ " قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَسَكَتَ
حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: "أَلَيْسَ
ذَا الْحِجَّةِ؟ " قُلْنَا: بَلَى. ثُمَّ قَالَ: "أَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟
". قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ
سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، قَالَ: "أَلَيْسَتِ الْبَلْدَةُ؟ " قُلْنَا: بَلَى. قَالَ:
"فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ -قَالَ: وَأَحْسَبُهُ قَالَ:
وَأَعْرَاضَكُمْ -عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ
هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ
أَعْمَالِكُمْ، أَلَا لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي ضُلالا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ، أَلَا هَلْ بَلَغْتُ؟ أَلَا لِيُبَلِّغَ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ مِنْكُمْ،
فَلَعَلَّ مَنْ يُبَلَّغُهُ يَكُونُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ يَسْمَعُهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Sirin. dari Abu Bakrah, bahwa Nabi Saw. berkhotbah dalam
haji wada'nya. Antara lain beliau Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya
zaman telah berputar seperti keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan
bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah
bulan-bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Q
'dah, Zul Hijjah, dan Muharram; yang lainnya ialah Rajab Mudar, yang terletak
di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban. Lalu Nabi Saw.
bertanya, "Ingatlah, hari apakah sekarang?" Kami (para
sahabat) menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw.
diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama
biasanya. Lalu beliau bersabda.”Bukankah hari ini adalah Hari Raya Kurban?"
Kami menjawab, "Memang benar." Kemudian beliau Saw. bertanya, "Bulan
apakah sekarang?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui." Beliau Saw. diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan
memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau Saw. bersabda, "Bukankah
sekarang ini bulan Zul Hijjah?" Kami menjawab, "Memang
benar." Kemudian beliau Saw. bertanya, "Negeri apakah ini?"
Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau Saw.
diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama
biasanya. Lalu beliau Saw. bersabda, "Bukankah negeri ini?"
Kami menjawab, "Memang benar." Setelah itu Nabi Saw. bersabda: Maka
sesungguhnya darah dan harta benda kalian —menurut seingat (perawi) beliau
mengatakan pula 'dan kehormatan kalian'— diharamkan atas kalian seperti
keharaman (kesucian) hari kalian sekarang, dalam bulan kalian, dan di
negeri kalian ini. Dan kelak kalian akan menghadap kepada Tuhan kalian, maka
Dia akan menanyai kalian tentang amal perbuatan kalian. Ingatlah, janganlah
kalian berbalik menjadi sesat sesudah (sepeninggal)ku, sebagian
dari kalian memukul (memancung) leher sebagian yang lain. Ingatlah,
bukankah aku telah menyampaikan? Ingatlah, hendaklah orang yang hadir (sekarang)
di antara kalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, karena
barangkali orang yang menerimanya dari si penyampai lebih memahaminya daripada
sebagian orang yang mendengarnya secara langsung.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir
dan lain-lainnya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Ayyub, dari
Muhammad ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya dengan
sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَر، حَدَّثَنَا
رَوْحٌ، حَدَّثَنَا أَشْعَثُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ
خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شهرا في كتاب الله يوم خلق السموات وَالْأَرْضَ مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ، وَرَجَبُ مُضَرَ بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ"
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan
kepada kami Asy'as, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya zaman telah berputar
seperti keadaannya semula sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dan
sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan Langit dan bumi diantaranya empat bulan
haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa'dah, Zul
Hijjah, dan Muharram, sedangkan lainnya ialah Rajab Mudar yang terletak di
antara bulan Jumada dan bulan Sya'ban.
Al-Bazzar meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu
Ma'mar dengan sanad yang sama, kemudian ia mengatakan bahwa tidak diriwayatkan
melalui Abu Hurairah kecuali melalui jalur ini. Ibnu Aun dan Qurrah telah
meriwayatkannya dari Ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari
ayahnya dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الْمَسْرُوقِيُّ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَاب، حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنُ عُبَيْدَةَ الربَذي، حَدَّثَنِي صَدَقَةُ بْنُ يَسَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ
الْوَدَاعِ بِمِنًى فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ: "أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ، فَهُوَ الْيَوْمَ كَهَيْئَتِهِ يوم
خلق الله السموات وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، أَوَّلُهُنَّ رَجَب مُضَرَ بَيْنَ
جُمَادَى وَشَعْبَانَ، وَذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ"
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah
menceritakan kepadaku Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan
kepada kami Zaid ibnu Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah
Ar-Rabazi, telah menceritakan kepadaku Sadaqah ibnu Yasar, dari Ibnu Umar yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan khotbahnya dalam haji wada' di Mina
pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Antara lain beliau Saw. bersabda: Hai
manusia, sesungguhnya zaman itu berputar, keadaan zaman pada hari ini sama
dengan keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan
sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, empat bulan di
antaranya ialah bulan-bulan haram (suci); yang pertama ialah Rajab Mudar yang
jatuh di antara bulan Jumada dan Sya’ban. lalu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan
Muharram.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan hal yang
semisal atau sama dengan hadis di atas, dari hadis Musa ibnu Ubaidah, dari
Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar.
قَالَ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ
أَبِي حُرّة حَدَّثَنِي الرَّقَاشِيُّ، عَنْ عَمِّهِ -وَكَانَتْ لَهُ
صُحْبَةٌ -قَالَ: كُنْتُ آخِذًا بِزِمَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، أَذُودُ النَّاسَ عَنْهُ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا إِنَّ
الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السموات والأرض، منها أربعة حرم فلا تَظْلِمُوا
فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ"
Hammad ibnu Salamah mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ali ibnu Zaid, dari Abu Hamzah Ar-Raqqasyi, dari pamannya
yang berpredikat sebagai sahabat. Paman Abu Hamzah Ar-Raqqasyi mengatakan
bahwa ia memegang tali kendaraan unta Rasulullah Saw. pada pertengahan
hari-hari Tasyriq seraya menguakkan orang-orang agar menjauh darinya. Lalu
Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya zaman itu berputar seperti
keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan
bulan itu di sisi Allah ada dua belas bulan menurut ketetapan Allah di waktu
Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram (suci), maka
janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat itu.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: di antaranya empat bulan haram (suci).
(At-Taubah: 36) Yaitu bulan Rajab, Zul Qa'dah, Muharram, dan Zul Hijjah.
Mengenai sabda Rasulullah Saw. dalam salah satu
hadis, yaitu:
" إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يوم خلق
الله السموات وَالْأَرْضَ"،
Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana
keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi.
Hal ini merupakan taqrir (pengakuan) dari
Rasulullah Saw. dan sebagai pengukuhan terhadap urusan itu sesuai dengan apa
yang telah dijadikan oleh Allah Swt. sejak semua, tanpa mendahulukan dan
menangguh-nangguhkan dan mengganti. Seperti yang disabdakannya sehubungan
dengan keharaman (kesucian) kota Mekah, yaitu:
"إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ"،
Sesungguhnya kota ini disucikan oleh Allah
sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini tetap suci karena
disucikan oleh Allah Swt. sampai hari kiamat.
Hal yang sama dikatakannya pula dalam bab ini,
yaitu: Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah
menciptakan langit dan bumi.
Dengan kata lain, keadaan zaman pada hari ini
sama dengan keadaannya sejak diciptakan oleh Allah —yakni tetap berputar—
sebagai suatu ketetapan dari-Nya sejak Dia menciptakan langit dan bumi.
Sebagian ulama tafsir dan ahli ilmu kalam telah
mengatakan berkenaan dengan hadis tersebut, bahwa yang dimaksud dengan
sabdanya, "Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya ketika
Allah menciptakan langit dan bumi", sesungguhnya hal itu bertepatan dengan
haji yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. di tahun itu, yaitu dalam bulan Zul
Hijjah. Orang-orang Arab di masa dahulu pun sering menangguh-nangguhkan bulan
haram ini. Selama bertahun-tahun mereka selalu mengerjakan hajinya di luar
bulan Zul Hijjah, bahkan kebanyakan ibadah haji mereka dilakukan di luar bulan
Zul Hijjah. Dan mereka menduga bahwa haji yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq
dalam tahun sembilan Hijriah dilakukan bulan Zul Qa'dah. Tetapi kebenaran
pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, seperti apa yang akan kami jelaskan
dalam pembahasan tentang Nasi’.
Hal yang lebih aneh daripada ini ialah apa yang
diriwayatkan oleh Imam Tabrani dari sebagian ulama Salaf dalam sejumlah hadis
yang menyatakan, "Sesungguhnya haji kaum muslim, orang-orang Yahudi, dan
orang-orang Nasrani pernah bertepatan dalam hari yang sama, yaitu Hari Raya
Kurban pada tahun haji wada'."
Syekh Alamud Din As-Sakhawi di dalam kitabnya Al-Masyhurfi
Asmail Ayyam wasy Syuhur telah menyebutkan bahwa bulan Muharram di
namakan Muharram karena ia merupakan bulan yang diharamkan (disucikan).
Menurut pendapat penulis (As-Sakhawi), dinamakan demikian untuk mengukuhkan
keharamannya. Mengingat orang-orang Arab di masa lalu berpandangan labil
terhadapnya, terkadang dalam satu tahun mereka menghalalkannya, sedangkan di
tahun yang lain mengharamkannya. Kata muharram dijamakkan menjadi muharramat,
maharim, dan maharim.
Bulan Safar, dinamakan demikian
karena rumah-rumah mereka kosong dari para penghuninya, sebab penghuninya pergi
untuk berperang dan mengadakan perjalanan. Dikatakan safaral makanu, apabila
tempat yang dimaksud kosong, tak berpenghuni. Dijamakkan menjadi asfar, sama
wazannya dengan lafaz jamal yang bentuk jamaknya ajmal.
Bulan Rabi'ul AwwaL dinamakan
demikian karena mereka menetap di rumahnya masing-masing. Al-irtiba' artinya
tinggal di keramaian daerah tempat tinggal. Bentuk jamaknya adalah arbi’a,
sama wazannya dengan lafaz nasibun yang bentuk jamaknya ansiba. Dapat
pula dijamakkan menjadi arba'ah, sama wazannya dengan ragifun yang
bentuk jamaknya argifah. Rabi'ul Akhir sama ketentuannya dengan
Rabi'ul Awwal.
Jumada, dinamakan demikian karena
pada bulan itu air membeku. Menurut perhitungan mereka (orang-orang Arab di
masa Jahiliah) bulan-bulan itu tidak berputar-putar —tetapi pendapat As-Sakhawi
kali ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya—, sebab bulan-bulan itu
menurut mereka dikaitkan dengan hilal. Dengan demikian, berarti bulan-bulan itu
harus berputar. Barangkali mereka menamakannya dengan sebutan Jumada pada
awal mulanya ialah di saat air sedang membeku, seperti yang disebutkan oleh
seorang penyair mereka, yaitu:
وَلَيلَةٍ
منْ جُمادى ذَاتِ أنْدِيَة ... لَا يُبْصِرُ العبدُ فِي ظَلماتها الطُّنُبَا ...
لَا يَنْبَحُ الكلبُ فِيهَا غَير وَاحدَةٍ ... حَتَّى يَلُفَّ عَلَى
خُرْطُومه الذَّنَبَا ...
Dan
malam hari dari bulan Jumada yang berkabut tebal, seorang hamba tidak dapat
melihat tali pemancang kemah dalam kegelapannya. Dan anjing tidak ada yang
melolong kecuali hanya sekali sebelum melilitkan ekornya pada moncongnya.
Jumada dijamakkan menjadi jumadiyat, sama
wazannya dengan lafaz hubara yang jamaknya hubariyat. Lafaz jumada
terkadang di-muzakkar-kan dan terkadang di-muannas-kan, maka
dikatakan Jumadil Ula dan Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, dan Jumadil
Akhirah.-
Rajab, berasal dari tarjib, artinya
menghormat; dijamakkan dalam bentuk arjab, rajah, dan rajabat.
Sya'ban berasal dari sya'abai
qabailu, artinya kabilah-kabilan itu mulai berpencar untuk mengadakan
serangan. Dijamakkan dalam bentuk sya'abin dan Sya’banat.
Ramadan berasal dari kata syiddatur
ramda yang artinya panas yang terik. Bila dikatakan ramadatil fisalu, artinya
anak-anak unta itu kehausan. Dijamakkan dalam bentuk ramadanat, ramadina dan
armidah.
As-Sakhawi mengatakan, "Pendapat orang yang
mengatakan bahwa Ramadan berasal dari salah satu asma Allah merupakan
suatu kekeliruan yang tidak dapat dijadikan pegangan dan tidak bisa dijadikan
rujukan."'
Menurut kami, memang ada sebuah hadis yang
mengatakan demikian (bahwa Ramadan adalah salah satu dari asma Allah Swt.),
tetapi predikat hadisnya daif. Hal ini telah kami kemukakan di dalam
permulaan Kitabus Siyam.
Syawwal berasal dari kata syalatil
ibilu aznabaha lit taraq yang artinya unta itu mengangkat ekornya untuk
kawin. Dijamakkan dalam bentuk syawawil, syawawil, dan syawalat.
Al-Qa'dah, dapat juga disebut Al-Qi'dah.
Dinamakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) diam di tempatnya,
tidak mengadakan peperangan, tidak pula bepergian. Dijamakkan menjadi zawatul
qa’dah.
Al-Hijjah dan Al-Hajjah, dinamakan
demikian karena mereka melakukan haji di bulan itu. Dijamakkan menjadi zawatul
hijjah.
Nama-nama hari ialah Ahad sebagai hari
pertama, dijamakkan menjadi Ahad, Ahad dan Wahud. Kemudian hari
Senin dijamakan menjadi Asanin. Selasa dengan bacaan panjang, yaitu Sulasa,
yakni dapat Ai-muzakkar-kan dan dimu'annaskan: ]amaknya Salasawat
dan Asalis. Kemudian Arbi’a (hari Rabu), dijamakkan menjadi Arbi
awat dan arabi. Khamis dijamakkan menjadi Akhmisah dan Akhamis.
Lalu Jumu'ah dan Jum'ah atau Juma'ah. dijamakkan
menjadi Juma dan Juma'at. As-Sabt berasal dari kata As-Sabt, artinya
terputus, karena bilangan hari telah habis padanya.
Di masa dahulu orang-orang Arab menamakan
hari-hari dengan sebutan Awwal untuk hari pertama, lalu Ahwan, lalu
Jubar, kemudian Dubar, lalu Mu'nis, lalu 'Arubah, dan
terakhir Syubar. Salah seorang penyair dari kalangan orang-orang Arab
Uraba dan Aribah di masa silam mengatakan:
أُرَجِّي
أَنْ أعيشَ وَأَنَّ يَومِي ... بِأَوَّلَ أَوْ بِأَهْوَنَ أَوْ جُبَار ...
أَوِ التَّالِي دُبَار فِإِنْ أفُتهُ ... فمؤنس أو عروبةَ أو شيار ...
Aku
berharap untuk berusia panjang, dan sesungguhnya hari-hariku ialah Awwal atau
Ahwan atau Jubar atau berikutnya, yaitu Dubar. Dan jika aku melewatkannya, maka
Mu'nis atau 'Arubah atau Syubar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
di antaranya empat bulan haram. (At-Taubah:
36)
Hal ini diharamkan pula oleh orang-orang Arab di
masa silam. Demikianlah menurut kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar
dari mereka, kecuali sejumlah orang dari kalangan mereka yang dikenal dengan
sebutan golongan Al-Basal. Mereka mengharamkan delapan bulan dari setiap
tahunnya sebagai ungkapan rasa fanatik dan pengetatan hukum atas diri mereka.
Adapun mengenai sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ،
Tiga bulan di antaranya berturut-turut, yaitu
Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram; lalu Rajab Mudar yang terletak di antara
bulan Jumada dan Sya'ban.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. meng-idafah-kan (mengaitkan)nya
dengan Mudar, untuk menjelaskan kepada mereka kebenaran perkataan orang-orang
Mudar terhadap bulan Rajab, bahwa bulan Rajab terletak di antara bulan Jumada
dan Sya'ban. Bukan seperti yang diduga oleh orang-orang Rabi'ah yang mengatakan
bahwa bulan Rajab yang diharamkan (disucikan) ialah bulan yang terletak di
antara bulan Sya'ban dan Syawwal, yaitu Ramadan sekarang. Maka Nabi Saw.
menjelaskan, bahwa yang dimaksud adalah Rajab Mudar, bukan Rajab Rabi'ah.
Sesungguhnya bulan yang diharamkan ada empat,
tiga bulan di antaranya berurutan letaknya, sedangkan yang satunya lagi
terpisah; hal ini tiada lain demi menunaikan manasik haji dan umrah. Maka
diharamkan (disucikan) satu bulan sebelum bulan haji, yaitu bulan Zul Qa'dah,
karena mereka dalam bulan itu beristirahat tidak mau berperang; dan diharamkan
bulan Zul Hijjah karena dalam bulan itu mereka menunaikan ibadah haji dan sibuk
dengan penunaian manasiknya. Kemudian diharamkan pula satu bulan sesudahnya
—yaitu bulan Muharram— agar orang-orang yang telah menunaikan haji pulang ke
negerinya yang jauh dalam keadaan aman.
Kemudian diharamkan bulan Rajab di pertengahan
tahun, untuk melakukan ziarah ke Baitullah dan melakukan ibadah umrah padanya,
bagi orang yang datang kepadanya dari daerah yang jauh dari Jazirah Arabia.
Maka mereka dapat menunaikan ibadah umrahnya, lalu kembali ke negerinya
masing-masing dalam keadaan aman.
{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
Itulah (ketetapan) agama yang lurus. (At-Taubah:
36)
Maksudnya, itulah syariat yang lurus yang harus
diikuti demi mengerjakan perintah Allah sehubungan dengan bulan bulan yang
Haram yang dijadikan-Nya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya di
dalam ketetapan Allah yang dahulu. Dalam firman selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
{فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
maka janganlah kalian menganiaya diri kalian
dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36)
Yakni dalam bulan-bulan Haram itu janganlah
kalian berbuat aniaya terhadap diri kalian sendiri, karena dalam bulan-bulan
Haram itu sanksi berbuat dosa jauh lebih berat daripada dalam hari-hari
lainnya. Sebagaimana perbuatan maksiat yang dilakukan di dalam Kota Suci
Mekah, berlipat ganda dosanya, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ
نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang dimaksud di dalamnya melakukan
kejahatan secara zalim, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa yang
pedih. (Al-Hajj: 25)
Demikian pula dalam bulan suci, perbuatan dosa
diperberat sanksinya. Karena itulah di dalam mazhab Imam Syafii dan segolongan
ulama disebutkan bahwa hukuman diat diperberat dalam bulan itu. Sebagaimana
diat diperberat pula terhadap orang yang melakukan pembunuhan di dalam
Tanah Suci atau membunuh orang yang sedang ihram.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali
ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan
yang empat itu. (At-Taubah:36) Yakni dalam semua bulan.
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah. (At-Taubah: 36), hingga akhir ayat. Maka janganlah kalian
menganiaya diri kalian sendiri dalam semua bulan. Kemudian dikecualikan dari
semua bulan itu sebanyak empat bulan. Keempat bulan itu dijadikan sebagai bulan
Haram (suci) yang kesuciannya diagungkan, dan sanksi atas perbuatan dosa yang
dilakukan padanya diperbesar serta pahala amal saleh yang dilakukan di dalamnya
diperbesar pula.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan
yang empat itu. (At-Taubah: 36) Sesungguhnya melakukan perbuatan aniaya
dalam bulan-bulan Haram, maka dosa dan sanksinya jauh lebih besar daripada
melakukan perbuatan aniaya dalam bulan-bulan yang lain, sekalipun pada
prinsipnya perbuatan aniaya itu —kapan saja dilakukan— dosanya tetap besar.
Tetapi Allah lebih memperbesar urusan-Nya sesuai dengan apa yang
dikehendaki-Nya.
Selanjutnya Qatadah mengatakan,
"Sesungguhnya Allah telah memilih banyak pilihan dari kalangan
makhluk-Nya. Dia memilih dari kalangan para malaikat yang dijadikan-Nya sebagai
utusan-utusan-Nya, juga dari kalangan manusia Dia memilih orang-orang yang
dijadikan-Nya sebagai utusan-utusan-Nya. Dia memilih dari Kalam-Nya, yaitu
Al-Qur'an; dari bumi ini masjid-masjid, dari bulan-bulan ini bulan Ramadan dan
bulan-bulan Haram, dari hari-hari ini memilih hari Jumat, dan dari malam-malam
hari Dia memilih Lailatul Qadar. Oleh sebab itu, agungkanlah apa yang
diagungkan oleh Allah, karena sesungguhnya pengagungan itu hanyalah kepada apa
yang diagungkan oleh Allah. Demikianlah menurut orang yang berakal dan
berpemahaman."
As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu
Muslim, dari Al-Hasan, dari Muhammad Ibnul HAnafiah bahwa makna yang dimaksud
ialah 'Janganlah kalian melakukan hal-hal yang diharamkan padanya demi
menghormati kesuciannya'.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam
bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36) Maksudnya, janganlah kalian
menjadikan keharamannya berubah menjadi halal, janganlah pula kalian
menghalalkan keharamannya seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang
musyrik, karena sesungguhnya nasi’ (penangguhan bulan Haram) yang biasa
mereka lakukan itu merupakan penambahan kekafiran mereka. disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undur itu. (At-Taubah: 37), hingga
akhir ayat.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً}
Dan perangilah kaum musyrik itu semuanya. (At-Taubah:
36)
Artinya, perangilah oleh kalian semua orang
musyrik itu.
{كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً}
sebagaimana mereka pun memerangi kalian semua.
(At-Taubah: 36)
Yaitu sebagaimana mereka semua memerangi kalian.
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ}
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 36)
Para ulama berbeda pendapat tentang keharaman
hukum melalui peperangan dalam bulan-bulan Haram, apakah hukum ini di-mansukh
atau muhkam. Ada dua pendapat mengenainya, yaitu:
Pendapat pertama, merupakan pendapat yang
terkenal. Menurut pendapat ini hukumnya telah di-mansukh, karena di sini
Allah Swt. berfirman:
{فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
maka janganlah kalian menganiaya diri kalian
dalam bulan yang empat itu. (At-Taubah: 36)
Lalu diperintahkan untuk memerangi orang-orang
musyrik. Makna lahiriah nas (teks) menunjukkan keumuman pengertiannya, yakni
perintah ini bersifat umum tanpa ada ikatan waktu. Seandainya melakukan
peperangan terhadap kaum musyrik diharamkan dalam bulan-bulan Haram, sudah
dipastikan ada ikatannya, yaitu dengan lepasnya bulan-bulan Haram. Juga karena
Rasulullah Saw. ketika mengepung penduduk Taif terjadi dalam bulan Haram. yaitu
bulan Zul Qa'dah; seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa
Nabi Saw. berangkat untuk memerangi orang-orang Hawazin dalam bulan Syawwal.
Setelah Nabi Saw. berhasil mematahkan dan mencerai-beraikan mereka, lalu
menjarah harta rampasan mereka, maka sisa-sisa mereka berlindung di kota Taif.
Maka Nabi Saw. menuju Taif dan mengepung mereka selama empat puluh hari, lalu
pulang ke Madinah tanpa membukanya. Dan terbukti bahwa Nabi Saw. melakukan
pengepungannya itu dalam bulan Haram.
Pendapat kedua mengatakan bahwa memulai
peperangan dalam bulan-bulan Haram hukumnya haram, dan bahwa keharaman
melakukan peperangan dalam bulan-bulan Haram ini tidak di-mansukh, karena
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram. (Al-Maidah:
2)
{الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ
الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا
عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ}
Bulan Haram dengan bulan Haram dan pada
sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. Oleh sebab itu, barang siapa
yang menyerang kalian, maka seranglah ia yang seimbang dengan serangannya
terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194), hingga akhir ayat.
{فَإِذَا انْسَلَخَ
الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ}
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu,
maka bunuhlah orang-orang musyrik itu. (At-Taubah: 5), hinggaakhirayat.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa
bulan-bulan Haram itu adalah empat bulan yag telah ditetapkan setiap tahunnya,
bukan bulan-bulan tas-yir, menurut salah satu di antara dua pendapat.
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا
يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً}
dan perangilah kaum musyrik itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. (At-Taubah: 36)
Dapat ditakwilkan bahwa ayat ini terputus dari
ayat sebelumnya, kemudian ia dianggap sebagai kalimat baru yang menjelaskan
hukum yang lain. Dan hal ini termasuk ke dalam Bab "Menggugah dan
Memberikan Semangat untuk Hal yang Dimaksud". Dengan kata lain,
sebagaimana mereka menghimpun kekuatannya untuk memerangi kalian saat mereka
hendak memerangi kalian, maka himpunlah kekuatan kalian untuk memerangi mereka,
bila kalian hendak memerangi mereka. Dan perangilah mereka sama dengan apa yang
mereka lakukan terhadap kalian.
Dapat pula diinterprestasikan bahwa telah diberi
izin oleh Allah bagi kaum mukmin untuk memerangi orang-orang musyrik dalam
bulan-bulan Haram, jika mereka (orang-orang musyrik) memulainya terlebih
dahulu, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ
وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ}
Bulan Haram dengan bulan Haram dan pada
sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. (Al-Baqarah: 194)
{وَلا تُقَاتِلُوهُمْ
عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ
فَاقْتُلُوهُمْ}
dan janganlah kalian memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka
memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. (Al-Baqarah:
191), hingga akhir ayat.
Demikianlah jawaban tentang pengepungan yang dilakukan
oleh Rasulullah Saw. terhadap ahli Taif yang pengepungan tersebut terus
berlangsung sampai masuk bulan Haram, karena sesungguhnya apa yang dilakukan
oleh Rasulullah Saw. itu merupakan kelanjutan dari peperangan melawan
orang-orang Hawazin dan para hulafa (teman-teman sepakta)nya dari
kalangan Bani Saqif (penduduk kota Taif). Karena sesungguhnya merekalah yang
terlebih dahulu memulai peperangan, menghimpun pasukan, serta menyerukan perang
dan bertanding di medan perang. Maka pada saat itu juga Rasulullah Saw.
menerima tantangan mereka, seperti yang telah disebutkan jauh sebelum ini.
Ketika orang-orang Hawazin berlindung di benteng
kota Taif, maka Rasulullah Saw. dan kaum muslim datang ke Taif untuk
mengeluarkan mereka dari Benteng Taif. Akhirnya mereka berhasil membunuh
sebagian dari pasukan kaum muslim yang mencoba naik ke benteng mereka. Kemudian
pengepungan dilanjutkan dengan manjaniq (pelontar batu) dan senjata
jarak jauh lainnya selama kurang lebih empat puluh.
Pengepungan tersebut dimulai pada bulan Halal dan
berlanjut sampai ke bulan Haram selama beberapa hari. Setelah itu Rasulullah
Saw. kembali ke Madinah meninggalkan mereka. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah
Saw. karena mengingat bahwa dapat dimaafkan melanjutkan sesuatu itu dalam
kondisi tertentu yang tidak dapat dimaafkan bila dilakukan pada permulaannya.
Hal seperti ini merupakan suatu perkara yang telah menjadi ketetapan hukum, dan
hal yang semisal dengannya dalam hukum banyak di dapat.
Berikut ini akan kami sebutkan hadis-hadis yang
menceritakan tentang hal tersebut. Hal ini telah kami catat di dalam kitab Sirah.
[Penulis (Ibnu Kasir)
tidak menuturkan hadis-hadis yang telah dijanjikannya itu, maka harap
direnungkan. pent]
At-Taubah, ayat 37
{إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي
الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ
عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ
اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ (37) }
Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu; mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka
menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan)
menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Melalui ayat ini Allah mencela orang-orang
musyrikin karena perbuatan mereka yang dengan seenaknya mengubah syariat Allah
dengan pendapat-pendapat mereka yang rusak. Mereka berani mengubah hukum-hukum
Allah dengan hawa nafsu mereka, berani pula menghalalkan apa yang diharamkan
oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh-Nya. Karena sesungguhnya
mereka dengan kekuatan yang mereka miliki, kefanatikan, keberanian, dan
kekerasan hati mereka, mereka berani melanggar kesucian tiga bulan Haram yang mengharamkan
mereka melakukan keperluan mereka, yaitu memerangi musuh-musuh mereka. Di masa
lalu sebelum Islam, mereka pernah menghalalkan bulan Haram dan menangguhkannya
sampai bulan Safar. Karenanya mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan
bulan Halal, dengan tujuan agar bersesuaian dengan bilangan bulan yang
diharamkan oleh Allah Swt., yaitu empat bulan. Salah seorang penyair mereka
yang bernama Umair ibnu Qais yang dikenal dengan julukan 'Jazlut Ta'an'
mengatakan:
لَقَدْ
عَلمت مَعد أنَّ قَومِي ... كرَامُ النَّاس أنَّ لَهُمْ كِراما ...
ألسْنا
الناسئينَ عَلَى مَعد ... شُهُورَ الحِل نَجْعلُهَا حَرَاما ...
فَأَيُّ النَّاسِ لَم تُدْرَك بوتْر? ... وأيّ النَّاس لم نُعْلك
لجاما
Sesungguhnya
Ma'ad telah mengetahui bahwa kaumku adalah orang-orang mulia, mereka mempunyai
kemuliaan.
Bukankah
kami adalah orang-orang yang suka menangguh-nangguhkan kesucian bulan Haram
terhadap Ma'ad, bulan-bulan Halal kami jadikan bulan-bulan Haram.
Maka
siapakah orangnya yang tidak kami kejar dengan panah, dan siapakah orangnya
yang tidak kami belenggukan kepadamu?
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undur bulan Haram
itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37) Bahwa istilah
'menangguh-nangguhkan bulan Haram' pada awal mulanya dilakukan oleh Junadah
Ibnu Auf Ibnu Umayyah Al-Kannani. Dia biasa datang ke musim haji setiap
tahunnya, dan ia diberi nama julukan 'Abu Sumamah'. Lalu ia berseru,
"Ingatlah, sesungguhnya Abu Sumamah adalah orang yang tidak pernah memutuskan
(silaturahmi) dan tidak pernah dicela. Ingatlah, sesungguhnya Safar tahun ini
halal." Dia menghalalkannya untuk orang-orang, kemudian di tahun
berikutnya dia mengharamkannya untuk mereka.Yang demikian itulah apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan
bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. ( At-Taubah: 37) Makna yang
dimaksud ialah ' mereka menghalalkan bulan Haram dalam satu tahun, sedangkan
pada tahun berikutnya mereka mengharamkannya'. Al-Aufi telah meriwayatkan hal
yang semisal dari Ibnu Abbas.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari
Mujahid bahwa dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah, setiap
tahunnya ia selalu datang ke musim haji dengan mengendarai keledai miliknya.
Lalu ia berkata, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah orang yang tidak
pernah dicela dan tidak pernah diputuskan, dan tidak ada yang menolak apa yang
aku katakan. Sesungguhnya kami mengharamkan bulan Haram dan menangguhkan bulan
Safar." Kemudian ia datang lagi pada tahun berikutnya dan mengatakan
kata-kata yang semisal, lalu ia berkata.”Sesungguhnya sekarang kami haramkan
bulan Safar dan kami menangguhkan bulan Haram." Yang demikian itu
disebutkan oleh firman-Nya: agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan
yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37) Yakni yang empat bulan itu. maka
mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (At-Taubah: 37) karena
mereka, menangguhkan bulan yang haram itu.
Hal yang semisal dengan di atas telah
diriwayatkan pula dari Abu Wail, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah:
37), hingga akhir ayat. Ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah yang
dikenal dengan nama julukan "Al-Qalmas', dia hidup di masa Jahiliah. Pada
awal mulanya mereka di masa Jahiliah tidak berani melakukan serangan terhadap
sebagian dari mereka dalam bulan-bulan Haram. Seseorang bersua dengan pembunuh
ayahnya tanpa berani memanjangkan tangan terhadapnya (tidak berani
menyentuhnya) karena menghormat bulan Haram. Tetapi di saat Al-Qalmas muncul,
dia berkata, "Marilah kita berangkat untuk mengadakan serangan."
Mereka menjawab, "Bulan ini adalah bulan Muharram." Al-Qalmas
menjawab, "Kita tangguhkan untuk tahun ini, dua bulan sekarang kita
kosongkan saja. Apabila datang tahun depan, kita bayar, lalu kita jadikan
keduanya sebagai bulan Haram." Maka hal tersebut diberlakukan. Kemudian
ketika tahun depan tiba, ia berkata, "Janganlah kalian mengadakan
peperangan dalam bulan Safar. Jadikanlah ia sebagai bulan Haram, sama dengan
bulan Muharram. kedua-duanya kita haramkan."
Apa yang disebutkan dalam riwayat Ini terkandung ke-garib-an,
dan kebenarannya masih perlu dipertimbangkan. Dikatakan demikian karena
sesungguhnya mereka dalam satu tahun hanya mengharamkan tiga bulan itu saja,
sedangkan pada tahun berikutnya mereka mengharamkan lima bulan. Lalu manakah
kebenaran riwayat ini bila ditinjau dengan yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam firman-Nya:
{يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ
عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ}
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37)
Telah diriwayatkan dari Mujahid gambaran yang
lain, tetapi garib pula kandungannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, dari Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah
kekafiran. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Allah memfardukan ibadah
haji dalam bulan Zul Hijjah. Tetapi orang-orang musyrik di masa lalu menamakan
Zul Hijjah dengan sebutan bulan Muharram, bulan Safar menjadi Rabi', bulan Rabi'
menjadi bulan Jumada, sedangkan bulan Jumada mereka namakan menjadi Rajab,
Sya'ban menjadi Ramadan. Syawwal menjadi Zul Qa'dah. Terkadang mereka melakukan
hajinya dalam bulan Zul Hijjah, kemudian mereka diam, tidak menyebutkan
Muharram. Lalu mereka kembali dan menamakannya menjadi Safar. dan mereka
menamakan Rajab menjadi Jumadil Akhir, lalu Sya'ban menjadi Ramadan, Syawwal
menjadi Ramadan, Zul Qa'dah menjadi Syawwal. Zul Hijjah menjadi Zul Qa'dah,
Muharram menjadi Zul Hijjah dan mereka melakukan hajinya dalam bulan itu, yang
menurut peristilahan mereka disebut Zul Hijjah. Kemudian mereka kembali
melakukan keadaan tersebut, dan mereka melakukan hajinya setiap bulan selama
dua tahun, hingga pada bulan yang terakhir dari dua tahun itu (yakni dalam
bulan Zul Qa'dah) bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Abu Bakar.
Kemudian Nabi Saw. melakukan hajinya yang bersesuaian dengan bulan Zul Hijjah.
Yang demikian itu dinyatakan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan,
"Sesungguhnya zaman ini berputar seperti keadaannya ketika Allah
menciptakan langit dan bumi."
Apa yang dikatakan oleh Mujahid ini masih perlu
dipertimbangkan pula kebenarannya. karena mengapa bisa dianggap sah haji yang
dilakukan oleh Abu Bakar, padahal hal itu dilakukan dalam bulan Zul Qa'dah.
Kalau demikian. berarti mana kebenaran dari pendapat ini? Sedangkan Allah Swt.
telah berfirman:
{وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى
النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
وَرَسُولُهُ}
Dan (ini lah) suatu permaklumatan dari
Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa
sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. (At-Taubah:
3), hingga akhir ayat.
Karena sesungguhnya hal itu dipermaklumatkan
dalam hajinya Abu Bakar. Seandainya haji yang dilakukannya itu bukan dalam
bulan Zul Hijjah, niscaya Allah tidak akan mengatakan dalam firman-Nya:
{يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ}
pada hari haji akbar. (At-Taubah: 3)
Dan bukanlah suatu kepastian adanya perbuatan
mereka yang selalu menangguh-nangguhkan bulan Haram menjadi penyebab adanya apa
yang disebutkan olehnya bahwa tahun terus berputar atas mereka, dan haji yang
dilakukan oleh mereka setiap bulan selama dua tahun. Karena sesungguhnya
perbuatan nasi' (menangguh-nangguhkan bulan Haram) tetap terjadi,
sekalipun tanpa itu.
Sesungguhnya mereka di saat menghalalkan bulan
Muharram dalam satu tahun, maka mereka mengharamkan penggantinya (yaitu bulan
Safar), dan sesudahnya adalah bulan Rabi', dan dari Rabi' hingga akhir tahun
tetap seperti tatanan yang semula, begitu pula bilangan dan nama
bulan-bulannya.
Kemudian pada tahun yang kedua mereka
mengharamkan bulan Muharram dan tetap membiarkan keharamannya yang sesudahnya
adalah bulan Safar, kemudian Rabi' hingga akhir tahun. mereka
menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharam-kannya pada tahun yang lain agar
mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka
mereka menghalalkan apa yang dinaramkan Allah. (At-Taubah: 37) Yakni
menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah, yaitu selama
empat bulan. Hanya mereka terkadang mendahulukan pengharaman bulan ketiga dari
ketiga bulan yang berturut-turut itu (yakni bulan Muharram) dan terkadang
mereka menangguhkannya sampai bulan Safar.
Dalam pembahasan yang lalu—sehubungan dengan
sabdaNabi Saw. yang mengatakan, "Sesungguhnya zaman itu berputar,"
hingga akhir hadis— telah disebutkan bahwa sesungguhnya perkara mengenai
bilangan bulan-bulan itu dan pengharaman sebagian darinya adalah sesuai dengan
apa yang telah disebutkan di dalam ketetapan Allah, baik bilangannya maupun
urutannya. Dan bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh sebagian orang-orang
Arab Jahiliah yang bodoh yang memutuskan pengharaman sebagian darinya atas
sebagian yang lain melalui nasi'.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ بِشْرِ بْنِ
سَلَمَةَ الطَّبَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّهُ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْعَقَبَةِ، فَاجْتَمَعَ إِلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ،
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ:
"وَإِنَّمَا النَّسِيءُ مِنَ الشَّيْطَانِ، زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ، يُضَلُّ
بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا، يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عاما".
فكانوا يحرمون المحرم عاما، ويستحلون صفر وَيَسْتَحِلُّونَ الْمُحَرَّمَ، وَهُوَ
النَّسِيءُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan
kepada kami Saleh ibnu Bisyr ibnu Salamah At-Tabrani, telah menceritakan kepada
kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari
Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasullah Saw.
berdiri di Aqabah dan sejumlah kaum muslim sebanyak apa yang dikehendaki oleh
Allah Swt. berkumpul menghadap Nabi Saw. untuk mendengarkan khotbahnya.
Mula-mula Nabi Saw. memuji kepada Allah Swt. dengan pujian-pujian yang layak
bagi-Nya, kemudian beliau Saw. bersabda: Dan sesungguhnya perbuatan
menangguh-nangguhkan bulan Haram itu termasuk perbuatan setan, menambah
kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu;
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang
lain.
Mereka menganggap haram bulan Muharram dan
menghalalkan bulan Safar di suatu tahun. sedangkan di tahun lainnya mereka
menghalalkan bulan Muharram. Itulah yang dinamakan nasi'
Imam Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya.
telah mengupas masalah ini dengan kupasan yang baik lagi berfaedah. Ia
mengatakan. orang yang mula-mula menangguh-nangguhkan bulan Haram di kalangan
orang-orang Arab, yang karenanya ia menghalalkan sebagian dari yang diharamkan
Allah dan mengharamkan sebagian dari apa yang dihalalkan oleh-Nya di antara
bulan-bulan itu, adalah Al-Qalmas. Nama aslinya ialah Huzaifah ibnu Abdu Faqim
ibnu Addi ibnu Amir ibnu Sa'labah ibnul Haris ibnu Malik ibnu Kinanah ibnu
Khuzaimah ibnu Mudrikah ibnu Ilyas ibnu Mudar ibnu Nizar ibnu Ma'ad ibnu Adnan.
Kemudian kedudukannya digantikan oleh anaknya yang bernama Abbad. Setelah
Abbad, diganti oleh anaknya (yaitu Qala' ibnu Abbad), lalu diganti oleh anaknya
(yaitu Umayyah ibnu Qala'), lalu diganti oleh anaknya (yaitu Auf ibnu Umayyah),
dan terakhir oleh anaknya (yaitu Abu Sumamah) yang nama aslinya yaitu Junadah
ibnu Auf. Dia adalah orang terakhir yang berbuat nasi’, di masanya
berdirilah agama Islam.
Di masa lalu orang- orang Arab apabila selesai
dari hajinya berkumpul menghadap kepada Junadah ibnu Auf, lalu Junadah berdiri
di kalangan mereka dan berkhotbah kepada mereka. Di dalam isi khotbahnya itu ia
mengharamkan bulan Rajab, bulan Zul Qa'dah, dan bulan Zul Hijjah; dan
menghalalkan bulan Muharram di suatu tahun, lalu menggantikannya dengan bulan
Safar, dan di tahun lainnya ia mengharamkannya. Dia melakukan demikian untuk
menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah. Dengan kata lain,
ia menghalalkan bulan yang diharamkan oleh Allah.
At-Taubah. ayat 38-39
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ
إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ (38) إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (39) }
Hai
orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian,
"Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah, kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian?” Apakah
kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?
Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di
akhirat hanyalah sedikit. Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya
Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih dan ditukarnya (kalian) dengan
kaum yang lain, dan kalian tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya
sedikit pun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ini adalah permulaan celaan yang ditujukan kepada
orang-orang yang tidak ikut dengan Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk. Saat itu
buah-buahan sedang meranum dan masak, dan cuaca sangat terik dan panas. Maka
Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ
إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya
apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah. (At-Taubah: 38)
Artinya, apabila kalian diseru untuk berperang di
jalan Allah.
{اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ}
kalian merasa berat dan ingin tinggal di
tempat kalian? (At-Taubah: 38)
Yakni kalian malas dan cenderung untuk tetap
tinggal di tempat dengan penuh kesantaian dan menikmati buah-buahan yang telah
masak.
{أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ
الآخِرَةِ}
Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia
sebagai ganti kehidupan di akhirat? (At-Taubah: 38)
Maksudnya, mengapa kalian melakukan demikian;
kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan akhirat (Pahala akhirat)
?
Kemudian Allah Swt. memerintahkan berzuhud
terhadap kehidupan di dunia dan menganjurkan kepada pahala akhirat. Untuk itu,
Allah Swt. berfirman:
{فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي
الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ}
padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan
dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ. حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسٍ، عَنِ المستَوْرِد أَخِي بَني فِهْر
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا
الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا كَمَا يَجْعَلُ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي اليم،
فلينظر بما تَرْجِعُ؟ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Waki' dan Yahya ibnu Sa'id; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Isma'il ibnu Abu Khalid, dari Qais, dari Al-Mustaurid (saudara lelaki Bani
Fihr) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada kehidupan
di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, melainkan sebagaimana
seseorang di antara kalian memasukkan jarinya ke dalam laut, maka hendaklah ia
melihat apa yng didapati oleh jarinya? Rasulullah Saw. mengucapkan demikian
seraya berisyarat dengan jari telunjuknya.
Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh
Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ
عَبْدِ الْحَمِيدِ الحِمْصي، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ رَوْح، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ الْوَهْبِيُّ، حَدَّثَنَا زِيَادٌ -يَعْنِي الْجَصَّاصَ
-عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ: قُلْتُ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، سَمِعْتُ مِنْ
إِخْوَانِي بِالْبَصْرَةِ أَنَّكَ تَقُولُ: سَمِعْتُ نَبِيَّ اللَّهِ يَقُولُ:
"إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي بِالْحَسَنَةِ أَلْفَ أَلْفَ حَسَنَةٍ" قَالَ
أَبُو هُرَيْرَةَ: بَلْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يجزي بالحسنة ألفي ألف حَسَنَةٍ"
ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ
إِلا قَلِيلٌ}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Bisyr ibnu Muslim ibnu Abdul Hamid Al-Himsi di Himsa, telah menceritakan
kepada kami Ar-Rabi' ibnu Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Khalid Al-Wahbi, telah menceritakan kepada kami Ziyad (yakni Al-Jassas), dari
Abu Usman yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hurairah,
"Aku telah mendengar dari teman-temanku di Basrah bahwa engkau pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas perbuatan
kebaikan dengan sejuta pahala kebaikan'.” Abu Hurairah menjawab.”Bahkan aku
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas kebaikan
dengan dua juta pahala kebaikan'.” Selanjutnya beliau membacakan
firman-Nya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan
kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
Kehidupan di dunia yang telah lalu dan yang
kemudian tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat (yakni
pahala-Nya).
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy
sehubungan dengan makna firman-Nya: padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan
dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
Menurutnya, perumpamaannya sama dengan bekal yang dibawa oleh seorang musafir.
Abdul Aziz ibnu Abu Hazim telah meriwayatkan dari
ayahnya, bahwa ketika Abdul Aziz ibnu Marwan menjelang kematiannya, ia
mengatakan, "Berikanlah kepadaku kain kafan yang akan dipakai untuk
mengafani diriku. untuk aku lihat." Ketika kain kafan itu diletakkan di
hadapannya, maka ia memandang ke arah kain itu dan berkata, "Bukankah aku memiliki
yang banyak, tiada yang menemaniku dari dunia ini kecuali hanya kain kafan
ini?" Kemudian ia memalingkan punggungnya seraya menangis dan berkata,
"Celakalah engkau, hai dunia, sebagai rumah. Sesungguhnya banyakmu
hanyalah sedikit, sedikitmu hanyalah kecil, dan sesungguhnya kami yang
bergelimang denganmu benar-benar dalam keadaan teperdaya."
*******************
Kemudian Allah Swt. mengancam orang yang
meninggalkan jihad melalui firman-Nya:
{إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا
أَلِيمًا}
Jika kalian tidak berangkat untuk berperang,
niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. (At-Taubah: 39)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah menyuruh suatu kabilah dari orang-orang Arab untuk berangkat berperang,
tetapi mereka merasa keberatan untuk berangkat berjihad. Maka Allah menahan
hujan dari mereka, itulah azab yang mereka terima.
{وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ}
dan ditukarnya (kalian) dengan kaum
yang lain. (At-Taubah: 39)
untuk menolong Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya,
seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ}
dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan
mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti
kalian (ini). (Muhammad: 38)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا}
dan kalian tidak akan dapat memberi
kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. (At-Taubah: 39)
Artinya, kalian sama sekali tidak dapat
membahayakan Allah barang sedikit pun dengan berpalingnya kalian dari jihad,
pembangkangan kalian, dan keberatan kalian dari melakukannya.
{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taubah:
39)
Yakni Dia Mahakuasa untuk menang atas
musuh-musuh-Nya tanpa kalian. Menurut pendapat lain, ayat ini dan firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
{مَا كَانَ لأهْلِ
الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ}
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinahdan
orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai
Rasulullah (untuk pergi berperang). (At-Taubah: 120)
bahwa semuanya itu telah di-mansukh oleh
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ}
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Ikrimah, Al-Hasan, dan Zaid ibnu Aslam.
Ibnu Jarir menyanggahnya dan mengatakan bahwa
sesungguhnya hal ini hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang diperintahkan
oleh Rasulullah Saw. untuk berangkat jihad, maka sudah merupakan suatu
keharusan bagi mereka untuk memperkenankan seruannya. Jikalau mereka tidak
menuruti seruannya, niscaya mereka akan mendapat siksaan. Pendapat yang
diketengahkan oleh Ibnu Jarir ini mempunyai alasan yang tepat.
At-Taubah, ayat 40
{إِلا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ
إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنزلَ اللَّهُ
سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ
الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40) }
Jikalau
kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrik
Mekah) mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya,
"Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah
menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan
tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang
yang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Firman Allah Swt.:
{إِلا تَنْصُرُوهُ}
Jikalau kalian tidak menolongnya. (At-Taubah:
40)
Yakni jika kalian tidak menolong Rasul-Nya, maka
sesungguhnya Allah-lah yang menolong, yang membantu. yang mencukupi, dan yang
memeliharanya, seperti yang telah dilakukan-Nya:
{إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ
اثْنَيْنِ}
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari
Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang. (At-Taubah: 40)
Hal ini terjadi pada tahun beliau Saw. melakukan
hijrahnya. Saat itu orang-orang musyrikin bertekad hendak membunuhnya atau
menahannya atau mengusirnya. Maka Nabi Saw. lari dari mereka bersama
sahabatnya, yaitu Abu Bakar As-Siddiq. Lalu keduanya berlindung di dalam Gua
Sur selama tiga hari, menunggu agar orang-orang yang mencari dan menelusuri
jejaknya kembali ke Mekah. Sesudah itu beliau bersama Abu Bakar meneruskan
perjalanan ke Madinah.
Abu Bakar merasa takut bila seseorang dari kaum
musyrik yang mengejarnya itu dapat melihatnya yang akhirnya nanti Rasulullah
Saw. akan disakiti oleh mereka. Maka Nabi Saw. menenangkan hatinya dan
meneguhkannya seraya bersabda:
" يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ
ثَالِثُهُمَا"
Hai Abu Bakar, bagaimanakah dugaanmu terhadap
dua orang yang ketiganya adalah Allah?
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan
bahwa:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، أَنْبَأَنَا ثَابِتٌ،
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ حَدَّثَهُ قَالَ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي الْغَارِ: لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ
إِلَى قَدَمَيْهِ لَأَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ. قَالَ: فَقَالَ: "يَا
أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا".
telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari
Anas; Abu Bakar telah bercerita kepadanya bahwa ketika ia berada di dalam gua
bersama Nabi Saw., ia berkata kepada Nabi Saw., "Seandainya seseorang dari
mereka itu memandang ke arah kedua telapak kakinya, niscaya dia akan dapat
melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi Saw.
bersabda: Hai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua orang, sedangkan yang
ketiganya adalah Allah?
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis
ini di dalam kitab Sahih-nya masing-masing. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ}
Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya
(Muhammad). (At-Taubah: 40)
Maksudnya, dukungan dan pertolongan Allah
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Demikianlah menurut salah satu di antara
dua pendapat yang terkenal. Menurut pendapat lain, ketenangan-Nya itu
diturunkan kepada Abu Bakar. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan
lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. selalu disertai oleh
ketenangan. Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan bila dikatakan bahwa
ketenangan tersebut diperbarui dalam keadaan yang khusus itu. Dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا}
dan membantunya dengan tentara yang kalian
tidak melihatnya. (At-Taubah: 40)
Yaitu para malaikat.
{وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا
السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا}
dan Allah menjadikan seruan orang-orang yang
kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. (At-Taubah:
40)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah
kalimat orang-orang kafir adalah kemusyrikan. sedangkan kalimat Allah ialah
kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah"".
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari
Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang seorang
lelaki yang berperang karena pemberani dan seorang lelaki yang berperang karena
fanatisme dan pamer, manakah di antara keduanya yang termasuk di jalan Allah
Swt.? Rasulullah Saw. menjawab:
"مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Barang siapa yang berperang untuk membela agar
kalimat Allah tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَزِيزٌ}
Allah Mahaperkasa. (At-Taubah: 40)
Yakni dalam pembalasan dan pertolongan-Nya, lagi
Mahakebal Zat-Nya, tidak akan tertimpa bahaya orangyang berlindung kepada
naungan-Nya dan mengungsi kepada-Nya dengan berpegang kepada khitab (perintah)-Nya.
{حَكِيمٌ}
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 40)
Mahabijaksana dalam semua perbuatan dan
ucapan-Nya.
At-Taubah, ayat 41
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا
بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (41) }
Berangkatlah
kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah
dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagi kalian jika kalian mengetahui.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya,
dari Abud Duha Muslim ibnu Sabih sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu
firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadan merasa ringan ataupun
merasa berat. (At-Taubah: 4l) Ayat ini adalah ayat yang mula-mula
diturunkan dari surat Bara’ah.
Mu'tamir ibnu Sulaiman telah meriwayatkan dari
ayahnya yang mengatakan bahwa Hadrami menduga sejumlah orang telah menceritakan
kepadanya bahwa barangkali ada seseorang di antara mereka yang sakit dan
berusia lanjut. Lalu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku tidak berdosa."
Maka Allah menurunkan firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Maka Allah Swt. memerintahkan untuk mobilisasi
umum ikut dengan Rasulullah Saw. pada tahun Perang Tabuk untuk memerangi
musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang Romawi yang kafir dari Ahli Kitab.
Allah mengharuskan kaum mukmin untuk berangkat berperang bersama Rasulullah
Saw. dalam keadaan apa pun, baik ia dalam keadaan semangat maupun dalam keadaan
malas, dan baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah. Maka Allah Swt.
berfirman:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Ali ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Anas, dari
Abu Talhah, bahwa baik telah berusia tua maupun masih berusia muda semuanya
harus berangkat; Allah tidak mau mendengar alasan dari seseorang pun. Kemudian
Abu Talhah berangkat menuju Syam dan berjihad hingga gugur.
Menurut riwayat lain, Abu Talhah membaca surat
Bara’ah, lalu bacaannya itu sampai pada firman-Nya:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا
بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di
jalan Allah. (At-Taubah: 41)
Lalu ia berkata, "Saya berpendapat bahwa
Tuhan kita telah memerintahkan kepada kita untuk berangkat berperang, baik
yang telah berusia tua maupun yang masih muda. Hai anak-anakku persiapkanlah
perbekalan untukku!" Maka anak-anaknya berkata, "Semoga Allah
merahmatimu. Sesungguhnya engkau telah ikut berperang bersama Rasulullah Saw.
hingga beliau wafat, dan bersama Abu Bakar hingga ia wafat, juga bersama Umar
hingga ia wafat. Maka biarkanlah kami yang berperang sebagai ganti darimu,
wahai ayah." Tetapi Abu Talhah menolak. Maka ia pergi berjihad dengan
menaiki kapal laut, lalu ia gugur. Mereka yang bersamanya tidak menemukan suatu
pulau pun untuk mengebumikan jenazahnya, kecuali sesudah sembilan hari. Tetapi
selama itu jenazahnya tidak membusuk. Lalu mereka mengebumikannya di pulau yang
baru mereka jumpai itu.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Ikrimah, Abu Saleh, Al-Hasan Al-Basri. Suhail ibnu Atiyyah, Muqatil ibnu
Hayyan, Asy-Sya'bi, dan Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka telah mengatakan
sehubungan dengan makna ayat ini: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan
merasa ringan ataupun merasa berat. ( At-Taubah: 41) Yakni baik telah
berusia lanjut maupun berusia muda, semuanya harus berangkat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah,
Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang,
Mujahid mengatakan bahwa baik berusia muda maupun berusia tua. dan baik kaya
maupun miskin, semuanya harus berangkat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu
Saleh dan lain-lainnya. Al-Hakam ibnu Utaibah mengatakan, baik dalam keadaan
sibuk maupun dalam keadaan tidak sibuk.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan
merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Artinya, berangkatlah
kalian, baik dalam keadaan semangat ataupun dalam keadaan tidak bersemangat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Para sahabat mengatakan, di
kalangan kami terdapat orang yang keberatan, orang yang mempunyai keperluan,
orang yang miskin, orang yang sibuk, dan orang yang keadaannya mudah. Maka
Allah menurunkan firman-Nya menolak alasan mereka. Tiada lain bagi mereka
kecuali harus berangkat, baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat. Yakni
mereka tetap harus berangkat dalam keadaan apa pun yang mereka alami.
Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan pula
bahwa baik dalam keadaan mudah ataupun dalam keadaan sulit, tetap harus
berangkat. Semua pendapat di atas berpandangan kepada pengertian umum yang
terkandung di dalam ayat, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Imam Abu Amr Al-Auza'i mengatakan, "Apabila
perintah untuk berangkat berjihad ke arah negeri Romawi, maka semua orang yang
merasa ringan dan berkendaraan harus berangkat. Dan apabila perintah untuk
berangkat berjihad ditujukan ke arah pantai-pantai ini, maka semua orang harus
berangkat, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan baik
mempunyai kendaraan ataupun jalan kaki." Pendapat ini mengandung
pengertian rincian tentang masalah tersebut.
Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ata
Al-Khurrasani, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini telah di-mansukh oleh
firman Allah Swt.:
{فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ}
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pembahasannya akan diterangkan kemudian.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan
firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan
ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Baik dalam keadaan kaya ataupun
miskin, dan baik dalam keadaan kuat ataupun lemah. Pernah datang kepada beliau
Saw. seorang lelaki pada hari itu juga. Mereka (para perawi) menduga bahwa
lelaki itu adalah Al-Miqdad, seorang yang gemuk lagi besar. Lalu Al-Miqdad
mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang kegemukannya itu, dan meminta izin
kepada beliau untuk tidak ikut berangkat. Tetapi beliau menolak, dan pada hari
itu juga turunlah firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan
merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41). Setelah ayat ini
diturunkan, para sahabat merasa keberatan dengan perintah itu. Maka Allah me-mansukh-nya
dengan firman Allah Swt.:
{لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى
الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا
نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ}
Tidak dosa (lantaran tidak pergi berjihad)
atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang
yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku
ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 91)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan
kepada kami Ayyub, dari Muhammad yang mengatakan bahwa Abu Ayyub ikut bersama
Rasulullah Saw. dalam Perang Badar, kemudian ia tidak pernah ketinggalan dalam
suatu peperangan pun bersama kaum muslim, kecuali sekali. Abu Ayyub apabila
membacakan firman Allah Swt.: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa
ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41) Lalu ia berkata, "Tiada
pilihan lain bagiku kecuali harus berangkat berperang, baik dalam keadaan
merasa ringan ataupun merasa berat."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah,
telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman
ibnu Maisarah, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid Al-Harrani yang mengatakan
bahwa ia bersua dengan Al-Miqdad ibnul Aswad —seorang pasukan berkuda
Rasulullah Saw.— sedang duduk di atas sebuah peti uang di Himsa. Ia kelihatan
jauh lebih besar daripada peti yang didudukinya itu karena tubuhnya yang gemuk
lagi besar; saat itu ia hendak pergi berperang. Lalu aku (perawi) bertanya,
"Sesungguhnya Allah telah memberi maaf terhadap orang yang keadaannya
seperti engkau ini." Maka ia menjawab, "Telah diturunkan kepada kami
surat Al-Bu'us (yakni ayat yang memerintahkan berangkat untuk berperang),"
yaitu firman-Nya: Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan
ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Hibban ibnu Zaid Asy-Syar'ubi yang'mengatakan, "Kami berangkat
berperang bersama Safwan ibnu Amr yang saat itu menjabat sebagai wali kota
Himsa. Kami akan menuju ke arah Afsus sampai ke Jarajimah. Kemudian di antara
orang-orang yang berangkat itu aku melihat seorang lelaki yang sangat tua.
Karena usianya yang sangat tua itu kedua alis matanya hampir menutupi kedua
matanya. Ia dari kalangan penduduk kota Dimasyq. Ia datang dengan mengendarai
unta kendaraannya. Lalu aku menghadap (mendekat) kepadanya dan berkata, 'Hai
paman sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada orang yang seusiamu ini.'
Lelaki tua itu menjawab seraya mengerenyitkan kedua alisnya, 'Hai anak
saudaraku, Allah telah memerintahkan kepada kita untuk berangkat berperang,
baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. Ingatlah, sesungguhnya
orang yang disukai oleh Allah pasti akan diberi cobaan, kemudian Allah
mengembalikannya dan mengekalkannya. Dan sesungguhnya Allah itu mencoba
hamba-hamba-Nya hanyalah kepada orang yang bersyukur, bersabar, dan berzikir,
dan tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah Swt.'."
*******************
Kemudian Allah Swt. menganjurkan untuk berinfak
di jalan-Nya dan mengorbankan jiwa dan raga untuk memperoleh rida Allah dan
Rasul-Nya.
Allah Swt. berfirman:
{وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian
di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian
mengetahui. (At-Taubah: 41)
Maksudnya, hal itu lebih baik bagi kalian di
dunia dan akhirat, karena kalian membelanjakan harta yang sedikit, lalu Allah
memberi kalian ganimah yang banyak dari musuh kalian di dunia, selain pahala
kemulia-an yang kalian simpan di akhirat nanti di sisi-Nya, seperti apa yang
telah disebutkan oleh Nabi Saw. dalam salah satu hadisnya:
"وتَكفَّل اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِهِ إِنْ
تَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ يَرُدَّهُ إِلَى مَنْزِلِهِ نَائِلًا
مَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ"
Allah menjamin bagi orang yang berjihad di
jalan-Nya, jika Allah mewafatkannya, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam
surga, atau mengembalikannya ke rumahnya (dalam keadaan selamat) dengan
menggondolpahala atau ganimah (harta rampasan perang).
Karena itulah dalam ayat lain disebutkan oleh
firman-Nya:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ
لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ
تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci
sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui,
sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
Termasuk pula ke dalam pengertian ini sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas, dari Rasulullah
Saw. yang telah bersabda kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah
kamu!" Lelaki itu menjawab, "Saya masih belum suka." Rasulullah
Saw. bersabda:
"أَسْلِمْ وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"
Masuk Islamlah kamu, sekalipun dirimu belum
suka.
At-Taubah, ayat 42
{لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا
قَاصِدًا لاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (42) }
Kalau
yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan
perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat
yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, "Jikalau kami sanggup, tentulah
kami berangkat bersama-sama kalian.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri
dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang
dusta.
Allah Swt. mencela orang-orang yang tidak ikut
dengan Nabi Saw. dalam Perang Tabuk. Mereka lebih suka tinggal di tempat,
padahal mereka telah diseru untuk berangkat berperang; dengan beralasan bahwa
mereka adalah orang-orang yang mempunyai uzur, padahal kenyataannya tidaklah
demikian. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا}
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu
keuntungan yang mudah diperoleh. (At-Taubah: 42)
Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan 'aradan
qariban ialah ganimah (rampasan perang) yang dekat (mudah diperoleh).
{وَسَفَرًا قَاصِدًا}
Dan perjalanan yang tidak berapa jauh. (At-Taubah:
42)
Yang dimaksud, dengan qasidan ialah dekat,
tidak berapa jauh.
{لاتَّبَعُوكَ}
pastilah mereka mengikutimu. (At-Taubah:
42)
Yakni niscaya mereka mau datang bersamamu untuk
tujuan tersebut.
{وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ}
tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa
oleh mereka. (At-Taubah: 42)
Yang dimaksud dengan syuqqah ialah jauh,
yakni menuju ke negeri Syam.
{وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ}
Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah.
(At-Taubah: 42)
Yaitu kepada kalian jika kalian pulang dari medan
perang kepada mereka.
{لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ}
Jikalau kami sanggup, tentulah kami berangkat
bersama-sama kalian. (At-Taubah: 42)
Artinya, seandainya kami tidak mempunyai uzur
(halangan), pastilah kami akan ikut dengan kalian. Dalam ayat selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
{يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang dusta.
At-Taubah, ayat 43-45
{عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ (43) لَا
يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ
يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
(44) إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ (45) }
Semoga
Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu
orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui
orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad
dengan harta dan diri mereka Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu. Karena itu
Mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Husain ibnu Sulaiman
Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Mis'ar, dari
Aun yang mengatakan, "Apakah kalian pernah mendengar suatu teguran yang
lebih baik daripada ayat ini? Yaitu seruan yang menyatakan pemberian maaf
sebelum penyaksian." Allah Swt. telah berfirman: Semoga Allah
memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi
berperang)? (At-Taubah: 43)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muwarraq
Al-Ajali dan lain-lainnya.
Qatadah mengatakan bahwa Allah menegurnya
sebagaimana yang kalian dengar, kemudian Dia menurunkan ayat yang terdapat di
dalam surat An-Nur, maka diberikan rukhsah bagi Nabi Saw. untuk memberi izin
kepada mereka (untuk tidak ikut berperang) jika Nabi menyukainya. Untuk itu,
Allah Swt. berfirman:
{فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ
فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ}
maka apabila mereka meminta izin kepadamu
karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara
mereka. (An-Nur: 62), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata Al-Khurrasani
dalam suatu riwayat yang bersumberkan darinya. Mujahid mengatakan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang yang mengatakan, "Mintalah
izin kepada Rasulullah Saw. Apabila beliau memberi izin kepada kalian, maka
tinggallah kalian di tempat kalian. Dan jika beliau tidak memberi izin kepada
kalian, tetaplah kalian tinggal di tempat kalian." Karena itulah Allah
Swt. berfirrnan:
{حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ
صَدَقُوا}
sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam
keuzuran-nya). (At-Taubah: 43)
Yakni dalam alasan yang dikemukakannya.
{وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ}
dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang
berdusta? (At-Taubah: 43)
Allah Swt. berfirman bahwa mengapa engkau
(Muhammad) tidak membiarkan mereka di saat mereka meminta izin kepadamu untuk
tidak ikut perang. Yakni janganlah terlebih dahulu engkau beri izin seorang pun
dari mereka untuk tinggal di tempatnya, untuk kamu ketahui siapa yang benar dan
siapa yang dusta di antara mereka dalam mengemukakan alasannya. Karena
sesungguhnya mereka tetap bertekad akan tinggal di tempat dan tidak mau ikut
perang, sekalipun engkau tidak memberi izin kepada mereka untuk tinggal di tempat.
Karena itulah Allah Swt. tidak memberi izin kepada seorang pun yang mengaku
dirinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk tinggal di tempatnya dan tidak
ikut perang.
Allah Swt. berfirman:
{لَا يَسْتَأْذِنُكَ}
Tidak akan meminta izin kepadamu. (At-Taubah:
44)
untuk tidak ikut perang, melainkan tetap duduk di
tempat tinggalnya.
{الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ}
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. (At-Taubah:
44)
Karena mereka berpandangan bahwa jihad merupakan
amal pendekatan diri kepada Allah, maka ketika Allah menyerukan mereka untuk
berjihad, mereka menyambutnya dengan segera dan mengerjakannya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ إِنَّمَا
يَسْتَأْذِنُكَ}
Dan Allah mengetahui orang-orang yang
bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu. (At-Taubah: 44-45)
Yakni untuk tidak ikut perang tanpa ada alasan
yang membenarkannya untuk tetap tinggal di tempatnya.
{الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. (At-Taubah: 45)
Maksudnya, mereka tidak mengharapkan pahala Allah
di hari akhirat sebagai balasan amal (baik) mereka.
{وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ}
dan hati mereka ragu-ragu. (At-Taubah: 45)
Yaitu merasa ragu terhadap kebenaran dari apa
yang engkau sampaikan kepada mereka.
{فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ}
Karena itu, mereka selalu bimbang dalam
keragu-raguannya. (At-Taubah: 45)
Yakni mereka tenggelam di dalam kebimbangannya.
Mereka melangkahkan satu kaki. sedangkan dalam waktu yang sama mereka
mengundurkan kaki yang lainnya (yakni dalam keadaan ragu). Tidak ada langkah
yang tetap bagi mereka dalam suatu urusan. Mereka adalah kaum yang bimbang lagi
binasa, tidak cenderung kepada golongan kaum mukmin, tidak pula kepada kaum
kafir. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka kamu tidak akan dapat
menemukan jalan selamat baginya.
At-Taubah, ayat 46-47
{وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ
عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا
مَعَ الْقَاعِدِينَ (46) لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا خَبَالا
وَلأوْضَعُوا خِلالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (47) }
Dan
jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah
melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka.”Tinggallah kalian
bersama orang-orang yang tinggal itu.” Jika mereka berangkat bersama-sama
kalian niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka, dan
tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisan kalian,
untuk mengadakan kekacauan di antara kalian; sedangkan di antara kalian ada
orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui
orang-orang yang zalim.
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ}
Dan jika mereka mau berangkat. (At-Taubah:
46)
Yakni berangkat berperang bersamamu.
{لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً}
tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu. (At-Taubah: 46)
Maksudnya, niscaya mereka bersiap-siap untuk
berangkat berperang.
{وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ}
tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan
mereka. (At-Taubah:46)
Yaitu benci dan tidak suka berangkat berperang
bersamamu secara takdir.
{فَثَبَّطَهُمْ}
maka Allah melemahkan keinginan mereka. (At-Taubah:
46)
Yakni menjadikan mereka malas untuk berangkat.
{وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ}
dan dikatakan kepada mereka.”Tinggallah kalian
bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 47)
Hal itu sebagai takdir (buat mereka). Kemudian
Allah menjelaskan segi kebencian mereka untuk berangkat berperang bersama kaum
mukmin. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا
خَبَالا}
Jika mereka berangkat bersama-sama kalian,
niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka. (At-Taubah:
47)
karena mereka adalah orang-orang pengecut lagi
berjiwa kecil.
{وَلأوْضَعُوا خِلالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ
الْفِتْنَةَ}
dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke
muka di celah-celah barisan kalian untuk mengadakan kekacauan di antara kalian.
(At-Taubah: 47)
Yaitu niscaya mereka bersegera berangkat dan
berjalan di antara kalian sambil mengadu domba, dan menyebarkan permusuhan dan
fitnah.
{وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ}
sedangkan di antara kalian ada orang-orang
yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At-Taubah: 47)
Maksudnya, terdapat orang-orang yang taat kepada
mereka dan menganggap baik perkataan dan cerita mereka, serta menganggap mereka
sebagai pemberi nasihat, sekalipun orang-orang tersebut tidak mengetahui
keadaan yang sebenarnya dari mereka. Sehingga hal itu berakibat terjadinya
keburukan di kalangan kaum mukmin dan kerusakan yang besar.
Mujahid, Zaid
ibnu Aslam, dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sedangkan
di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At-Taubah:
47) Yakni di antara kalian terdapat mata-mata mereka yang menyadap berita dari
kalian, lalu menyampaikannya kepada mereka. Hal ini bukan merupakan suatu kekhususan
yang menyangkut keberangkatan mereka bersama kaum muslim, bahkan hal ini umum
mencakup semua keadaan.
Makna yang pertama lebih kuat dan lebih serasi
dengan konteks ayat, serta dipegang oleh Qatadah dan lain-lainnya dari kalangan
ulama tafsir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang
yang meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak berangkat terdiri atas
kalangan orang-orang yang terhormat. Demikianlah menurut berita yang sampai
kepadaku. Di antara mereka ialah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan Al-Jadd ibnu
Qais; mereka adalah orang-orang yang terhormat di kalangan kaumnya. Maka Allah
menjadikan mereka malas untuk berangkat, sebab Allah mengetahui bahwa bila
mereka berangkat bergama Nabi Saw., pastilah mereka akan membuat kerusakan dan
keonaran di kalangan pasukan kaum muslim. Di kalangan pasukan Rasulullah Saw.
pun terdapat suatu kaum yang taat dan menyukai mereka karena segan kepada
kedudukan mereka yang terhormat di kalangannya. Maka Allah Swt. berfirman: dan
di antara kalian terdapat orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan
mereka. (At-Taubah: 47)
Kemudian Allah
Swt. memberitahukan tentang pengetahuan-Nya yang sempurna melalui firman Nya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ}
Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (At-Taubah:
47)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengetahui apa
yang telah terjadi, yang sedang terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan
terjadi, lalu bagaimana akibatnya bila terjadi. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلا
خَبَالا}
Jika mereka berangkat bersama-sama kalian,
niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka. (At-Taubah:
47)
Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan
tentang keadaan mereka yang meminta izin untuk tidak berangkat, apakah yang
akan terjadi sekiranya mereka berangkat, sekalipun pada kenyataannya mereka
tidak berangkat. Perihalnya sama dengan makna ayat lainnya, yaitu firman Allah
Swt.:
{وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا
عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia,
tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya.
Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An’am: 28)
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ
فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ
مُعْرِضُونَ}
Kalau
kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan
mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar,
niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23)
{وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا
فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا وَإِذًا لآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا
أَجْرًا عَظِيمًا وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada
mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian,
" niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari
mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelqjaran yang diberikan
kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih
menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada
mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada
jalan yang lurus. (An-Nisa: 66-68)
Ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat ini cukup
banyak.
At-Taubah, ayat 48
{لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ
وَقَلَّبُوا لَكَ الأمُورَ حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ
كَارِهُونَ (48) }
Sesungguhnya
dari dahulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur
berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu,
hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama
Allah, padahal mereka tidak menyukainya.
Allah Swt. berfirman mengingatkan Nabi-Nya
terhadap orang-orang munafik. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ
وَقَلَّبُوا لَكَ الأمُورَ}
Sesungguhnya dari dahulu pun mereka telah
mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)
mu. (At-Taubah: 48) .
Yakni sesungguhnya mereka telah menggunakan
pikiran dan pendapatnya untuk membuat makar dan tipu muslihat terhadap dirimu
dan sahabat-sahabatmu dengan tujuan menghinakan agamamu dan memadamkannya dalam
kurun waktu yang panjang. Hal ini terjadi di masa permulaan Nabi Saw. tiba di
Madinah. Semua orang Arab bergabung menjadi satu melancarkan permusuhan mereka
terhadap beliau, dan orang-orang Yahudi Madinah serta orang-orang munafiknya gencar
memerangi beliau. Tetapi setelah Allah memberinya kemenangan dalam Perang Badar
dan meninggikan kalimah-Nya, maka Abdullah ibnu Ubay dan kawan-kawannya (dari
kaum munafik) berkata bahwa agama ini merupakan perkara yang tidak boleh
dianggap enteng. Maka mereka (orang-orang munafik) mulai masuk Islam
lahiriahnya secara beramai-ramai. Kemudian setiap Allah memenangkan Islam dan
para pemeluknya, maka hal tersebut membuat mereka mendongkol dan tidak suka.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ
اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ}
hingga datanglah kebenaran (pertolongan
Allah), dan menanglah agama Allah padahal mereka tidak menyukainya. (At-Taubah:
48)
At-Taubah, ayat 49
{وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلا
تَفْتِنِّي أَلا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ
بِالْكَافِرِينَ (49) }
Di
antara mereka ada orang yang berkata, "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan
saya terjerumus ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke
dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang
yang kafir.
Allah Swt. berfirman bahwa di antara orang-orang
munafik itu, hai Muhammad, terdapat orang yang mengatakan kepadamu:
{ائْذَنْ لِي}
Berilah saya keizinan (tidak pergi
berperang). (At-Taubah: 49)
Yakni tetap tinggal di tempat.
{وَلا تَفْتِنِّي}
dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus
ke dalam fitnah. (At-Taubah: 49)
Maksudnya, berangkat bersamamu ke medan perang.
disebabkan wanita-wanita Romawi. Maka Allah Swt. berfirman:
{أَلا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا}
Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke
dalam fitnah. (At-Taubah: 49)
Yaitu karena ucapan mereka yang demikian itu.
berarti mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari
Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman, Abdullah ibnu Abu Bakar. Asim ibnu Qatadah dan
lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa pada suatu hari ketika Rasulullah Saw.
sedang bersiap-siap untuk berangkat berjihad, beliau bersabda kepada Jadd ibnu
Qais. saudara lelaki Bani Salamah, "Hai Jadd, mengapa tahun ini kamu tidak
berangkat untuk memerangi Banil Asfar (orang-orang Romawi)?" Jadd
menjawab, "Wahai Rasulullah, berilah saya izin untuk tidak berangkat, dan janganlah
engkau jerumuskan diriku ke dalam fitnah. Demi Allah, sesungguhnya semua kaumku
telah mengetahui bahwa tidak ada seorang lelaki pun yang lebih suka kepada
wanita selain diriku. Dan sesungguhnya aku merasa khawatir bila melihat kaum
wanita Banil Asfar, maka aku tidak dapat mengekang diriku lagi dari
mereka." Maka Rasulullah Saw. berpaling darinya dan bersabda, "Saya
memberi izin kepadamu untuk tidak berangkat." Sehubungan dengan
peristiwa Al-Jadd ibnu Qais inilah diturunkan firman-Nya: Di antara mereka
ada yang berkata, "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan
janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah" (At-Taubah:
49), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, sesungguhnya Al-Jadd merasa
takut terhadap wanita Banil Asfar sebagai alasannya untuk tidak berangkat
berperang, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Karena dengan demikian
berarti dia telah terjerumus ke dalam fitnah yang lebih parah, sebab ia tidak
mau berangkat dengan Rasulullah Saw. dan sikapnya yang mementingkan dirinya
sendiri.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Al-Jadd ibnu Qais. Al-Jadd ibnu Qais ini adalah salah seorang
yang terpandang lagi terhormat dari kalangan Bani Salamah. Di dalam kitab Sahih
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka:
"مَنْ سَيِّدُكُمْ
يَا بَنِي سَلَمَةَ؟ " قَالُوا: الْجَدُّ بْنُ قَيْسٍ، عَلَى أَنَّا
نُبَخِّله فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَأُ مِنَ الْبُخْلِ، وَلَكِنْ سَيِّدكم الْفَتَى
الْأَبْيَضُ الجَعْد بِشْر بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُور".
Siapakah pemimpin kalian, hai Bani Salamah? Mereka
menjawab, "Al-Jadd ibnu Qais, tetapi kami menilainya orang yang
kikir." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Penyakit apa lagikah yang lebih
parah daripada kikir? Tetapi pemimpin kalian yang sebenarnya adalah seorang
pemuda yang berambut keriting dan berkulit putih, yaitu Bisyar ibnul Barra ibnu
Ma'rur.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ
بِالْكَافِرِينَ}
Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar
meliputi orang-orang yang kafir. (At-Taubah: 49)
Maksudnya, tidak ada jalan selamat bagi mereka
dari neraka Jahannam, dan tidak ada jalan untuk melarikan diri bagi mereka dari
neraka Jahannam. Jahannam merupakan suatu kepastian bagi mereka.
At-Taubah, ayat 50-51
{إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ
تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ
وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ (50) قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ
اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
(51) }
Jika
kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika
kamu ditimpa oleh suatu bencana, mereka berkata, "Sesungguhnya kami
sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak
pergi berperang),'' dan mereka berpaling dengan rasa gembira. Katakanlah,
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah
orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal
permusuhan yang terpendam di dalam hati orang-orang munafik itu. bahwa apabila
Nabi beroleh kebaikan (yakni kemenangan dan pertolongan serta ganimah dari
musuh-musuhnya yang membuat Nabi Saw. dan para sahabatnya hidup dalam
kemudahan), maka hal itu membuat mereka tidak senang.
{وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ
أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ}
dan jika kamu ditimpa oleh suatu bencana,
mereka berkata, "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan
kami (tidak pergi berperang)." (At-Taubah: 50)
Yakni kami sebelumnya selalu menghindar untuk
tidak mengikutimu.
{وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ}
dan mereka berpaling dengan rasa gembira (At-Taubah
: 50)
Kemudian Allah Swt. memberikan petunjuk kepada
Rasulullah Saw. bagaimana cara menjawab permusuhan mereka yang sangat keras
itu. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{قُلْ}
Katakanlah. (At-Taubah: 51)
Hai Muhammad, kepada mereka.
{لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ
لَنَا}
Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. (At-Taubah: 51)
Artinya. kami sepenuhnya berada di bawah kehendak
dan kekuasaan Allah Swt.
{هُوَ مَوْلانَا}
Dialah Pelindung kami. (At-Taubah: 51)
Yaitu Tuhan kami dan tempat kami berlindung.
{وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ}
dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal. (At-Taubah: 51)
Yakni kami bertawakal kepada-Nya, Dialah yang
mencukupi kami, Dia adalah sebaik-baik Pelindung.
At-Taubah, ayat 52-54
{قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلا إِحْدَى
الْحُسْنَيَيْنِ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ
مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ مُتَرَبِّصُونَ
(52) قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ إِنَّكُمْ
كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ (53) وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ
نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ
الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ (54) }
Katakanlqh,
"Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari
dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan
kepada kalian azab (yang besar) dari
sisi-Nya, atau (azab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah,
sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersama kalian.” Katakanlah,
"Nafkahkanlah harta kalian, baik dengan sukarela ataupun terpaksa, namun
nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kalian. Sesungguhnya kalian
adalah orang-orang yang fasik. Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk
diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas
dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan
rasa enggan.
Allah Swt. berfirman:
{قُلْ}
Katakanlah. (At-Taubah: 52)
Kepada mereka, hai Muhammad.
{هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا}
Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami.
(At-Taubah: 52)
Yakni tidak ada yang kalian nanti-nantikan bagi
kami.
{إِلا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ}
kecuali salah satu dari dua kebaikan. (At-Taubah:
52)
Yaitu mati syahid atau beroleh kemenangan atas
kalian. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas. Mujahid. Qatadah, dan
lain-Lainnya.
{وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ }
Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian. (At-Taubah:
52)
Sedangkan yang kami nanti-nantikan bagi kalian.
أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ
بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا
bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian azab
(yang besar) dari sisi-Nya atau (azab) dengan tangan kami. (At-Taubah:
52)
Yakni kami menanti-nantikan kalian akan tertimpa
ini atau itu, yaitu:
أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ
بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا
bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian azab
(yang besar) dari sisi-Nya atau (azab) dengan tangan kami. (At-Taubah:
52)
Maksudnya dengan ditawan atau dihukum mati.
{فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ
مُتَرَبِّصُونَ}
Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami
menunggu-nunggu bersama kalian (At-Taubah: 52)
*******************
Firman Allah Swt.
{قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا}
Katakanlah Nafkahkanlah harta kalian, baik
dengan sukarela ataupun dengan terpaksa.” (At-Taubah: 53)
Dengan kata lain, belanjakanlah harta kalian
secara sukarela atau terpaksa.
{لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ إِنَّكُمْ
كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ}
namun nafkah itu sekali-kali tidak akan
diterima dari kalian. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang fasik. (At-Taubah:
53)
Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang penyebab
nafkah itu tidak diterima dari mereka.
{إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ
وَبِرَسُولِهِ}
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya. (At-Taubah: 54)
Yakni sesungguhnya segala amal perbuatan itu
dianggap sah hanyalah karena iman.
{وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى}
dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan
dengan malas. (At-Taubah: 54)
Maksudnya, tidak ada semangat bagi mereka untuk
beramal, dan tidak ada sikap mereka yang benar.
{وَلا يُنْفِقُونَ}
dan tidak (pula) mereka menafkahkan. (At-Taubah:
54)
suatu harta pun.
{إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ}
melainkan dengan rasa enggan. (At-Taubah:
54)
Padahal Nabi Saw. telah bersabda bahwa Allah
tidak akan merasa bosan sehingga kalian sendiri yang bosan. Dan bahwa Allah itu
Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah Allah tidak
menerima suatu nafkah pun dari mereka, tidak pula suatu amal pun; Allah hanya
menerima dari orang-orang yang bertakwa.
At-Taubah, ayat 55
{فَلا تُعْجِبْكَ
أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (55) }
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka
dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedangkan mereka
dalam keadaan kafir.
Allah
Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:
{فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ}
Maka
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. (At-Taubah: 55)
Ayat
ini sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا
مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ
فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Dan
janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada
golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai
mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131)
{أَيَحْسَبُونَ
أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي
الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ}
Apakah
mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan
kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun:
55-56)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ
بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Sesungguhnya
Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa
mereka dalam kehidupan di dunia.
(At-Taubah: 55)
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka dibebani untuk
membayar zakatnya dan menginfakkan sebagian darinya di jalan Allah (padahal
semuanya itu tidak diterima dari mereka).
Qatadah
mengatakan bahwa di dalam ayat ini terkandung taqdim dan takhir. Bentuk
lengkapnya ialah, "Janganlah kamu terpesona dengan harta dan anak-anak
mereka di dalam kehidupan dunia ini. Sesungguhnya Allah hanya menghendaki untuk
mengazab mereka di akhirat nanti dengan harta dan anak-anak mereka itu."
Tetapi
Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan. Apa yang dikatakan
oleh Al-Hasan kuat lagi baik.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ}
dan
kelak akan melayang nyawa mereka, sedangkan mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 55)
Artinya,
Allah menghendaki agar mereka mati dalam keadaan kafir. Dengan demikian, hal
tersebut lebih pedih dan lebih keras bagi siksaan yang akan diterima mereka;
semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut. Apa yang disebutkan oleh ayat
ini merupakan istidraj bagi mereka.
At-Taubah, ayat 56-57
{وَيَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ
يَفْرَقُونَ (56) لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلا
لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ (57) }
Dan mereka (orang-orang
munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka
termasuk golongan kalian; padahal mereka bukanlah dari golongan kalian, tetapi
mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepada kalian). Jikalau
mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lubang-lubang (dalam
tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya.
Allah
Swt. menceritakan kepada Nabi-Nya tentang keterkejutan, kekagetan, ketegangan.
dan ketakutan yang mencekam hati orang-orang munafik, bahwa:
{يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنَّهُمْ
لَمِنْكُمْ}
mereka
bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya
mereka termasuk golongan kalian. (At-Taubah: 56)
Yakni
mereka menyatakan sumpah yang kuat.
{وَمَا هُمْ مِنْكُمْ}
padahal
mereka bukanlah dari golongan kalian. (At-Taubah:
56)
Maksudnya,
pada hakikatnya mereka bukan termasuk golongan kalian.
{وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ}
tetapi
mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepada
kalian). (At-Taubah: 56)
Yakni
perasaan takutlah yang mendorong mereka mengemukakan sumpahnya.
{لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً}
Jikalau
mereka memperoleh tempat perlindungan. (At-Taubah:
57)
Maksudnya
tempat untuk mereka berlindung dan benteng yang dapat dijadikan tempat
bersembunyi.
{أَوْ مَغَارَاتٍ}
atau
gua-gua. (At-Taubah: 57)
Yaitu
gua-gua yang terdapat di bukit-bukit.
{أَوْ مُدَّخَلا}
atau
lubang-lubang. (At-Taubah: 57)
Yakni
lubang di dalam tanah (bungker) dan terowongan. Tafsir ketiga lafaz di atas
dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.
{لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ}
niscaya
mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. (At-Taubah: 57)
Maksudnya,
mereka pasti akan bersegera pergi dari kalian, karena sesungguhnya mereka mau
bergaul dengan kalian hanyalah karena terpaksa, bukan karena senang; bahkan
hati mereka berharap seandainya saja mereka tidak bergaul dengan kalian, tetapi
keadaan darurat rupanya membuat mereka terpaksa melakukannya. Karena itulah
mereka selalu dicekam oleh rasa sedih dan susah, sebab Islam dan para
pemeluknya terus-menerus meraih kemenangan dan ketinggian. Untuk itu, ketika
kaum muslim beroleh kegembiraan, maka mereka tidak senang melihatnya, sedangkan
hati mereka tidak suka bergaul dengan kaum mukmin. Allah Swt. berfirman
menceritakan apa yang terpendam di dalam hati mereka:
{لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ
أَوْ مُدَّخَلا لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ}
Jikalau
mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan
secepat-cepatnya. (At-Taubah: 57)
At-Taubah, ayat 58-59
{وَمِنْهُمْ مَنْ
يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ
يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ (58) وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا
آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ
مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ (59) }
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat: jika mereka diberi
sebagian darinya, mereka bersenang hati: dan jika tidak diberi sebagian
darinya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau mereka
sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada
mereka. dan berkata, "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan
kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, " (tentulah
yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
Firman
Allah Swt.:
{وَمِنْهمْ}
Dan
di antara mereka. (At-Taubah: 58)
Yakni
dari kalangan orang-orang munafik itu.
{مَنْ يَلْمِزُكَ}
ada
orang yang mencelamu. (At-Taubah:
58)
Maksudnya,
mengkritikmu dan mencelamu.
{فِي} قَسْم {الصَّدَقَاتِ}
tentang
(pembagian) zakat. (At-Taubah:
58)
Yaitu
di saat kamu sedang membagi-bagikannya, maka orang-orang itu menuduhmu berbuat
tidak adil dalam hal tersebut, padahal kenyataannya mereka sendirilah yang
tertuduh dan terputuskan. Mereka yang berbuat demikian bukanlah orang-orang
yang mengingkari agama (Islam), sesungguhnya yang mereka ingkari hanyalah
bagian dari diri mereka sendiri. Karena itulah jika diberikan kepada mereka
sebagian dari harta zakat itu, maka:
{أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ
يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ}
mereka
bersenang hati; dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta
merta mereka menjadi marah. (At-Taubah:
58)
Yakni
marah karena diri mereka tidak mendapat bagian.
Ibnu
Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Daud ibnu Abu Asim yang
mengatakan bahwa Nabi Saw. kedatangan harta zakat, maka beliau Saw.
membagi-bagikannya ke sana dan kemari hingga habis. Tiba-tiba seorang lelaki
dari kalangan Ansar yang ada di belakangnya berkata, "Ini pembagian yang
tidak adil." Maka turunlah ayat tersebut.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara mereka
ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat. (At-Taubah: 58)
Menurut Qatadah, artinya yaitu di antara mereka terdapat orang yang menuduhmu
tidak adil dalam pembagian zakat'.
وذُكر لَنَا أَنَّ رَجُلًا مِنْ [أَهْلِ] الْبَادِيَةِ حديثَ عَهْدٍ
بِأَعْرَابِيَّةٍ، أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ يَقْسِمُ ذَهَبًا وَفِضَّةً، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، وَاللَّهِ لَئِنْ
كَانَ اللَّهُ أَمَرَكَ أَنْ تَعْدِلَ، مَا عَدَلْتَ. فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَيْلَكَ فَمَنْ ذَا يَعْدِلُ عَلَيْكَ
بَعْدِي". ثُمَّ قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ: "احْذَرُوا هَذَا
وَأَشْبَاهَهُ، فَإِنَّ فِي أُمَّتِي أَشْبَاهَ هَذَا، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا
يُجَاوِزُ تَرَاقيَهم، فَإِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا
فَاقْتُلُوهُمْ ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ". وَذُكِرَ لَنَا أَنَّ
نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُعْطِيكُمْ شَيْئًا وَلَا أَمْنَعُكُمُوهُ،
إِنَّمَا أَنَا خَازِنٌ".
Dan
diceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk
daerah pedalaman (orang Badui) yang baru masuk kota, ia datang kepada Nabi Saw.
yang sedang membagi-bagikan emas dan perak. Lalu lelaki Badui itu berkata,
"Hai Muhammad, demi Allah, seandainya Allah memerintahkan kepadamu untuk
berlaku adil, niscaya engkau tidak akan berbuat adil." Maka Nabi Saw.
menjawab, "Celakalah kamu ini! Siapakah yang akan berbuat adil kepadamu
sesudahku?" Kemudian Nabi Saw. bersabda: Waspadalah kalian terhadap
orang ini dan orang-orang yang serupa dengannya, karena sesungguhnya di
kalangan umatku akan terdapat orang-orang yang seperti orang ini. Mereka pandai
membaca Al-Qur’an. tetapi Al-Qur’an tidak melewati tenggorokan mereka (yakni
tidak meresap ke dalam hati mereka). Apabila mereka keluar (memberontak).
bunuhlah mereka; apabila mereka keluar, bunuhlah mereka; dan apabila mereka
keluar, bunuhlah mereka. Telah diriwayatkan pula kepada kami bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwa aku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, aku tidak akan memberikan sesuatu pun kepada kalian, tidak pula
mencegahnya kepada kalian. Sesungguhnya aku hanyalah sebagai bendaharawan.
Apa
yang disebutkan oleh Qatadah ini mirip dengan apa yang diriwayatkan oleh
Syaikhain melalui hadis Az-Zuhri:
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ فِي قِصَّةِ ذِي الخُوَيصرة -وَاسْمُهُ حُرْقوص -لَمَّا اعْتَرَضَ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَسَمَ غَنَائِمَ
حُنَيْنٍ، فَقَالَ لَهُ: اعْدِلْ، فَإِنَّكَ لَمْ تَعْدِلْ. فَقَالَ: "لَقَدْ
خِبتُ وخسرتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رَآهُ مُقَفِّيًا إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ
ضِئْضِئ هَذَا قَوْمٌ يحقرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ، وَصِيَامَهِ
مَعَ صِيَامِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوق السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّة،
فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّهُمْ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ
أَدِيمِ السَّمَاءِ" وَذَكَرَ بَقِيَّةَ الْحَدِيثِ
dari
Abu Salamah, dari Abu Sa' id dalam kisah Zul Khuwaisirah (si pinggang kecil)
yang nama aslinya adalah Hurqus. Saat itu ia menentang Nabi Saw. yang sedang
membagi-bagikan ganimah Hunain. Hurqus berkata kepada Nabi Saw., "Berlaku
adillah, karena sesungguhnya engkau tidak berlaku adil." Maka Nabi
Saw. bersabda: Sesungguhnya aku pasti kecewa dan merugi jika aku bersikap
tidak adil. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda setelah melihat Hurqus pergi:
Sesungguhnya kelak akan keluar dari keturunan orang ini suatu kaum, yang
seseorang di antara kalian pasti memandang remeh salatnya dibandingkan dengan
salat mereka, dan puasanya dengan puasa mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana
anak panah menembus sasarannya. Di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah
mereka, karena sesungguhnya mereka adalah bangkai hidup yang paling jahat di
bawah kolong langit ini.
*******************
Kemudian
Allah Swt. berfirman mengingatkan mereka kepada apa yang sebaiknya mereka
lakukan dalam keadaan seperti itu:
{وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ}
Jikalau
mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka, dan berkata, "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan
memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang berharap kepada Allah, " (tentulah yang demikian itu lebih baik
bagi mereka). (At-Taubah: 59)
Ayat
yang mulia ini mengandung etika yang agung dan rahasia yang mulia, mengingat
disebutkan bahwa rida itu hanyalah kepada apa yang diberikan oleh Allah dan
Rasul-Nya; dan hanya kepada Allah sematalah bertawakal, yaitu melalui
firman-Nya:
{وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ}
dan
mereka berkata, "Cukuplah Allah bagi kami.” (At-Taubah:59)
Demikian
pula berharap kepada Allah semata dalam memohon kekuatan untuk taat kepada
Rasulullah. mengerjakan perintah-perintahnya, meninggalkan larangan-larangannya,
membenarkan berita-beritanya, dan mengikuti jejak-jejaknya.
At-Taubah, ayat 60
{إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ
السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60) }
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin. pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Setelah
Allah menyebutkan bantahan orang-orang munafik yang bodoh kepada Nabi Saw.
serta celaan mereka kepada Nabi Saw. dalam pembagian harta zakat. maka Allah
menjelaskan bahwa Dialah yang membagikannya dan Dialah yang menjelaskan
hukumnya serta mengatur urusannya, Dia tidak akan menyerahkan hal tersebut
kepada siapa pun. Maka Allah membagi-bagikannya di antara mereka yang telah
disebutkan di dalam ayat ini.
Imam
Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya telah meriwayatkan melalui hadis
Abdur Rahman ibnu Ziyad ibnu An'am —yang berpredikat agak daif-—. dan
Ziyad ibnu Na'im, dari Ziyad ibnul Haris As-Sadai r.a. yang menceritakan bahwa
ia datang kepada Nabi Saw., lalu ia berbaiat (mengucapkan janji setia)
kepadanya. Kemudian datanglah seorang lelaki. dan lelaki itu berkata kepada
Nabi Saw., "Berilah saya sebagian dari zakat itu." Maka Nabi Saw.
bersabda kepadanya:
"إِنَّ اللَّهَ لَمْ
يَرْضَ بِحُكْمِ نَبِيٍّ وَلَا غَيْرِهِ فِي الصَّدَقَاتِ حَتَّى حَكَمَ فِيهَا
هُوَ، فَجَزَّأَهَا ثَمَانِيَةَ أَصْنَافٍ، فَإِنْ كُنْتَ مِنْ تِلْكَ
الْأَجْزَاءِ أَعْطَيْتُكَ"
Sesungguhnya
Allah tidak rela kepada keputusan seorang nabi pun, tidak pula orang lain dalam
masalah zakat-zakat itu, melainkan Dia sendirilah yang memutuskannya. Maka Dia
membagi-bagikannya kepada delapan golongan. Jika engkau termasuk di antara
delapan golongan itu, maka aku akan memberimu.
Para
ulama berselisih pendapat sehubungan dengan delapan golongan ini, apakah
pembagian harta zakat harus diberikan kepada delapan golongan itu secara penuh,
ataukah hanya kepada yang ada saja di antara kedelapan golongan itu? Ada dua
pendapat mengenainya.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa harta zakat harus dibagikan kepada semua golongan yang
delapan itu. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii dan sejumlah ulama.
Pendapat
kedua mengatakan bahwa tidak wajib membagikan harta zakat kepada semua golongan
yang delapan itu, melainkan boleh diberikan kepada satu golongan saja di
antara mereka. Semua harta zakat boleh diberikan kepadanya, sekalipun golongan
yang lain ada. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Malik dan sejumlah ulama dari
kalangan ulama Salaf dan Khalaf, antara lain ialah Umar, Huzaifah, Ibnu Abbas,
Abul Aliyah, Sa'id ibnu Jubair dan Maimun ibnu Mahran.
Ibnu
Jarir memberikan komentarnya, bahwa pendapat inilah yang dipegang oleh
kebanyakan ahlul 'ilmi. Dengan demikian, penyebutan kedelapan golongan
dalam ayat ini hanyalah semata-mata untuk menerangkan pengalokasiannya saja,
bukan wajib memenuhi kesemuanya. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai alasan
dan dalil masing-masing kedua golongan tersebut, uraiannya disebutkan di dalam
kitab lain.
Sesungguhnya
kaum fakir miskin disebutkan lebih dahulu dalam ayat ini daripada golongan yang
lain, karena mereka lebih memerlukannya ketimbang golongan lain, menurut
pendapat yang terkenal; juga mengingat hajat dan keperluan mereka yang sangat
mendesak.
Menurut
Imam Abu Hanifah, orang miskin lebih buruk keadaannya daripada orang fakir.
Pendapatnya ini seirama dengan apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad yang
menceritakan bahwa Umar r.a. pernah mengatakan. '"Orang fakir bukan orang
yang tidak mempunyai harta, tetapi orang yang miskin akhlak dan pekerjaan
(usaha)." Ibnu Ulayyah mengatakan.”'Menurut kami, istilah akhlak artinya
pekerjaan, sedangkan menurut jumhur ulama kebalikannya."
Telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan Ibnu Zaid; serta
dipilih oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa orang
fakir ialah orang yang menjaga kehormatannya dari meminta-minta dia tidak
pernah meminta sesuatu pun dari orang lain. Sedangkan orang miskin ialah orang
yang meminta-minta, berkeliling mengemis dan mengikuti orang-orang untuk
meminta darinya.
Qatadah
mengatakan. orang fakir ialah orang yang berpenyakit menahun, sedangkan orang
miskin ialah orang (yang tidak punya, tetapi) tubuhnya sehat.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa yang dimaksud dengan fuqara
dalam ayat ini ialah kaum fuqara Muhajirin.
Sufyan
As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang Arab Badui tidak
boleh diberi sesuatu pun dari harta zakat itu. Hal yang sama telah diriwayatkan
dari Sa'id ibnu Jubair dan Sa'id ibnu Abdur Rahman ibnu Abza.
Ikrimah
mengatakan. ''Janganlah kalian katakan kepada orang-orang muslim yang tidak
punya bahwa mereka adalah orang-orang miskin. Sesungguhnya orang-orang miskin
itu hanyalah kaum Ahli Kitab."
Berikut
ini kami sebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan delapan golongan tersebut.
Mengenai
orang-orang fakir diriwayatkan
dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda."
"لَا تَحِلُّ
الصَّدَقَةُ لغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّة سَويّ"
Zakat
itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat
lagi bermata pencaharian.
Hadis
ini merupakan riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Ahmad,
Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abu
Hurairah.
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
بْنِ عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ: أَنَّ رَجُلَيْنِ أَخْبَرَاهُ: أَنَّهُمَا أَتَيَا
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلَانِهِ مِنَ الصَّدَقَةِ،
فَقَلَّبَ إِلَيْهِمَا الْبَصَرَ، فَرَآهُمَا جَلْدين، فَقَالَ: "إِنْ
شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا، وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ
مُكْتَسِبٍ".
Dari
Ubaidillah ibnu Addi ibnul Khiyar, disebutkan bahwa dua orang lelaki pernah
menceritakan kepadanya; keduanya pernah datang kepada Nabi Saw. meminta bagian
harta zakat. Maka Nabi Saw. memandang tajam kepada keduanya, dan Nabi Saw.
menilai keduanya adalah orang yang kuat lagi sehat. Lalu Nabi Saw. bersabda: Jika
kamu berdua menginginkannya, maka aku akan memberi kamu berdua; tetapi tidak
ada bagian dari zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang
kuat lagi mempunyai kasab (mata pencaharian).
Hadis
riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai dengan sanad yang jayyid lagi
kuat.
Ibnu
Abu Hatim di dalam kitab Al-Jarh Wat Ta'dil mengatakan bahwa Abu Bakar
Al-Absi mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir. (At-Taubah: 60) Lalu ia
berkata bahwa mereka adalah Ahli Kitab. Umar ibnu Nafi meriwayatkannya dari
dia, bahwa ia telah mendengar ayahnya mengatakan hal tersebut.
Pendapat
ini sangat aneh, sekalipun sanadnya dianggap sahih; karena sesungguhnya Abu
Bakar Al-Absi ini —sekalipun Abu Hatim tidak me-nas-kan predikat majhul
(misteri)nya— (tetapi) kedudukannya sama dengan orang yang majhul.
Adapun
mengenai orang-orang miskin, hadisnya
disebutkan melalui Abu Hurairah r.a.,, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَيْسَ
الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ، فتردُّه
اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ". قَالُوا:
فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الَّذِي لَا يجدُ غِنًى
يُغْنِيهِ، وَلَا يُفْطَن لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسُ
شَيْئًا".
Orang
miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling meminta-minta kepada orang
lain, lalu ia pergi setelah diberi sesuap atau dua suap makanan. dan setelah
diberi sebiji atau dua biji buah kurma. Mereka
(para sahabat) bertanya, "Lalu siapakah orang yang miskin itu, wahai
Rasulullah?'" Nabi Saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan kecukupan
yang menjamin kehidupannya; dan keadaannya tidak dikenal, hingga sulit untuk
diberi sedekah; dan ia tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain.
Hadis
riwayat Syaikham.
Adapun
orang-orang yang menjadi pengurus zakat atau amilin, maka mereka adalah orang-orang yang
ditugaskan menagih zakat dan mengumpulkannya: mereka mendapat hak dari sebagian
zakat. Tetapi para 'amilin itu tidak boleh dari kalangan kerabat
Rasulullah Saw. yang haram memakan harta zakat. karena berdasarkan apa yang
disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abdul Muttalib ibnu Rabi'ah
ibnul Haris yang mengatakan bahwa ia pergi bersama Al-Fadl ibnu Abbas menghadap
Rasulullah Saw. untuk menawarkan dirinya menjadi amil zakat. Tetapi Rasulullah
Saw. bersabda:
"إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ
النَّاسِ"
Sesungguhnya
zakat itu tidak halal bagi Muhammad, tidak pula bagi keluarga Muhammad.
Sesungguhnya zakat itu hanyalah kotoran (harta)
manusia.
Adapun
mengenai muallafah qulubuhum
atau orang-orang yang dijinakkan
hatinya untuk masuk Islam, mereka terdiri atas berbagai golongan. Antara lain
ialah orang yang diberi agar mau masuk Islam, seperti apa yang pernah dilakukan
oleh Nabi Saw. kepada Safwan ibnu Umayyah. Beliau Saw. memberinya bagian dari
ganimah Perang Hunain, padahal Safwan ibnu Umayyah ikut dalam Perang Hunain
dalam keadaan masih musyrik. Safwan ibnu Umayyah mengatakan, "Rasulullah
Saw. terus-menerus memberiku," sehingga beliau menjadi orang yang paling
ia sukai, padahal sebelumnya Rasulullah Saw. adalah orang yang paling ia benci.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah
menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Sa'id
ibnu Musayyab, dari Safwan ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
memberinya bagian dalam Perang Hunain. Dan bahwa saat itu Rasulullah Saw.
merupakan orang yang paling tidak disukai olehnya. Tetapi Rasulullah Saw.
terus-menerus memberinya hingga Rasulullah Saw. menjadi orang yang paling dia
sukai.
Imam
Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yunus, dari Az-Zuhri
dengan sanad yang sama.
Di
antara mereka ada orang yang diberi agar Islamnya bertambah baik dan imannya
bertambah mantap dalam hatinya, seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
dalam Perang Hunain kepada sejumlah orang dari kalangan pemimpin-pemimpin dan
orang-orang terhormat Mekah yang dibebaskan. Kepada setiap orang dari mereka,
Rasulullah Saw. memberinya seratus ekor unta. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنِّي لَأُعْطِي
الرَّجُلَ وَغَيْرُهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ، مَخَافَةَ أَنْ يَكُبَّه اللَّهُ
عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ"
Sesungguhnya
aku benar-benar memberi kepada seorang lelaki, padahal ada orang lain yang
lebih aku sukai daripadanya, karena aku takut bila Allah menyeretnya dengan
muka di bawah ke dalam neraka Jahannam.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Sa'id, bahwa Ali r.a.
mengirimkan bongkahan emas yang masih ada tanahnya dari negeri Yaman kepada
Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. membagi-bagikannya di antara empat orang, yaitu
Al-Aqra' ibnu Habis, Uyaynah ibnu Badar, Alqamah ibnu Ilasah, dan Zaid
Al-Khair, lalu beliau Saw. bersabda:
"أَتَأَلَّفُهُمْ"
(Aku
memberi mereka untuk) aku jinakkan hati mereka (kepada Islam).
Di
antara mereka ada orang yang diberi dengan harapan agar orang-orang yang
semisal dengannya mau masuk Islam pula. Dan di antara mereka terdapat orang
yang diberi agar dia memungut zakat dari orang-orang yang berdekatan dengannya,
atau agar dia mau membela negeri kaum muslim dari segala marabahaya yang datang
dari perbatasan. Perincian keterangan mengenai hal ini disebutkan di dalam
kitab-kitab fiqih.
Apakah
kaum muallafah qulubuhum tetap diberi sesudah masa Nabi Saw.? Hal ini
masih diperselisihkan. Telah diriwayatkan dari Umar, Amir, Asy-Sya’bi. dan
sejumlah ulama, bahwa mereka tidak pernah memberi kaum muallafah qulubuhum sesudah
Nabi Saw., karena Allah telah menguatkan Islam dan para pemeluknya serta
menjadikan mereka berkuasa penuh di negerinya dengan mantap dan stabil, serta
semua hamba tunduk kepada mereka.
Ulama
lainnya mengatakan, "Bahkan mereka masih tetap diberi, karena Rasulullah
Saw. masih tetap memberi mereka sesudah kemenangan atas Mekah dan sesudah
kalahnya orang-orang Hawazin. Hal ini merupakan suatu perkara yang terkadang
diperlukan, maka sebagian dari harta zakat diberikan kepada mereka yang masih
dijinakkan hatinya untuk memeluk Islam."
Adapun
mengenai budak-budak, maka diriwayatkan dari Al-Hasan
Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, Umar ibnu Abdul Aziz, Sa'id ibnu Jubair,
An-Nakha'i, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa mereka adalah budah-budak Mukatab.
Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Abu Musa Al-Asy'ari. Pendapat
inilah yang dikatakan oleh Imam Syafii dan Al-Lais.
Ibnu
Abbas dan Al-Hasan mengatakan bahwa tidak mengapa budak dimerdekakan dari harta
zakat. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Ishaq.
Dengan kata lain, istilah ar-riqab lebih umum, mencakup mukatab dan
lainnya. Harta zakat itu dibelikan budak, lalu dimerdekakan.
Telah
disebutkan oleh banyak hadis tentang pahala memerdekakan budak dari belenggu
perbudakan, dan bahwa Allah memerdekakan setiap anggota tubuh dari budak itu
setiap anggota tubuh dari orang yang memerdekakannya, hingga kemaluan dengan
kemaluan (yakni dari api neraka). Hal ini tiada lain karena pembalasan itu
disesuaikan dengan jenis amalnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا تُجْزَوْنَ إِلا مَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ}
Dan
tidaklah kalian diberi pembalasan melainkan terhadap apa yang telah kalian
kerjakan. (Ash-Shaffat: 39)
Dari
Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"ثَلَاثَةٌ حَقٌّ
عَلَى اللَّهِ عونُهم: الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي
يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ".
Ada
tiga macam orang yang pasti ditolong oleh Allah, yaitu orang yang berperang di
jalan Allah, budak mukatab yang berniat untuk melunasinya, dan orang yang
menikah dengan niat hendak memelihara kehormatannya.
Hadis
ini merupakan riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan, kecuali Imam Abu Daud.
Di
dalam kitab Musnad disebutkan melalui Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan
bahwa pernah datang seorang lelaki. lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,
tunjukkanlah aku kepada suatu amal yang dapat mendekatkan diriku ke surga dan
menjauhkan diriku dari neraka." Maka Nabi Saw. bersabda:
"أَعْتِقِ النسَمة
وَفُكَّ الرَّقَبَةَ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله، أو ليسا وَاحِدًا؟ قَالَ:
"لَا عِتْقُ النَّسَمَةِ أَنْ تُفرد بِعِتْقِهَا، وَفَكُّ الرَّقَبَةِ أَنْ
تُعِينَ فِي ثَمَنِهَا"
Merdekakanlah
budak dan lepaskanlah tanggungan (leher)nya. Lelaki
itu berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah pengertian keduanya sama?"
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak. Memerdekakan budak artinya kamu
memerdekakannya sendiri, sedangkan melepaskan tanggungannya ialah kamu membantu
pelunasannya.
Adapun
istilah garimun atau orang-orang yang berutang, mereka terdiri atas beberapa golongan. di antaranya ialah
orang yang menanggung suatu tanggungan atau menjamin suatu utang, hingga ia
diharuskan melunasinya. lalu utangnya itu menghabiskan semua hartanya. Atau ia
tenggelam dalam utangnya sehingga tidak mampu melunasinya, atau utang yang
menghabiskan semua hartanya itu ia lakukan dalam maksiat, kemudian ia bertobat.
maka terhadap mereka semua diberikan sebagian dari harta zakat.
Dalil
asal dalam bab ini ialah hadis Qubaisah ibnu Mukhariq Al-Hilali yang
menceritakan bahwa ia menanggung suatu tanggungan utang, lalu ia datang
menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta sebagian dari harta zakat guna
melunasinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَقِمْ حَتَّى
تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ، فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا". قَالَ: ثُمَّ قَالَ:
"يَا قَبِيصة، إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ:
رَجُلٍ تحمَّل حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ
يُمْسِكَ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ
الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ: أَوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ
عَيْشٍ -وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي
الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ، فَيَقُولُونَ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ
فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ، حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ -أَوْ قَالَ
سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ -فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ سُحْتٌ، يَأْكُلُهَا
صَاحِبُهَا سُحْتًا".
Tinggallah
kamu hingga harta zakat datang kepada kita, maka akan kami perintahkan untuk
memberikan sebagiannya kepadamu. Selanjutnya
Rasulullah Saw. bersabda: Hai Qubaisah, sesungguhnya meminta itu tidak halal
kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam orang, yaitu bagi seorang
lelaki yang menanggung suatu tanggungan utang, maka dihalalkan baginya meminta
hingga ia dapat melunasinya, kemudian menahan diri dari meminta-minta. Dan
seorang lelaki yang tertimpa suatu musibah hingga semua hartanya habis, maka
dihalalkan baginya meminta-minta hingga ia memperoleh pegangan bagi
kehidupannya, atau kecukupan bagi kehidupannya. Dan seorang lelaki yang
tertimpa kemiskinan, hingga ada tiga orang yang berakal (bijak) dari
kalangan kerabat dalam kaumnya mengatakan bahwa sesungguhnya si Fulan telah
jatuh miskin, maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga beroleh pegangan
kehidupan atau kecukupan bagi penghidupannya. Adapun meminta-minta yang bukan
berdasarkan alasan tersebut, maka hal itu merupakan barang haram yang dimakan
oleh pelakunya.
Hadis
ini merupakan riwayat Imam Muslim.
Dari
Abu Sa'id, disebutkan bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada seorang lelaki
yang tertimpa suatu musibah, karena buah-buahan yang dibelinya busuk semua,
hingga ia berutang banyak. Maka Nabi Saw. bersabda,
تَصَدَّقُوا
عَلَيْهِ". فَتَصَدَّقَ النَّاسُ فَلَمْ يَبْلُغْ ذَلِكَ وَفَاءَ دَيْنِهِ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِغُرَمَائِهِ:
"خُذُوا مَا وَجَدْتُمْ، وَلَيْسَ لَكُمْ إِلَّا ذَلِكَ".
"Bersedekahlah
kalian untuknya." Maka orang-orang (para
sahabat) memberikan sedekah mereka kepadanya, tetapi hal tersebut masih juga
belum dapat melunasi utangnya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada para pemilik
piutangnya: Ambillah apa yang kalian jumpai, dan tidak ada lagi bagi kalian
kecuali hanya itu (Riwayat Muslim).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، أَنْبَأَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى، عَنْ أَبِي
عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ قَيْسِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ قَاضِي الْمِصْرَيْنِ عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَدْعُو اللَّهُ بِصَاحِبِ الدَّيْنِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حتى يوقف بين يديه، فيقول: يا بن آدَمَ، فِيمَ أَخَذْتَ هَذَا
الدَّيْنَ؟ وَفِيمَ ضَيَّعْتَ حُقُوقَ النَّاسِ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، إِنَّكَ
تَعْلَمُ أَنِّي أَخَذْتُهُ فَلَمْ آكُلْ وَلَمْ أَشْرَبْ وَلَمْ أُضَيِّعْ،
وَلَكِنْ أَتَى عَلَى يَدَيَّ إِمَّا حَرْقٌ وَإِمَّا سَرَقٌ وَإِمَّا وَضِيعَةٌ.
فَيَقُولُ اللَّهُ: صَدَقَ عَبْدِي، أَنَا أَحَقُّ مَنْ قَضَى عَنْكَ الْيَوْمَ.
فَيَدْعُو اللَّهُ بِشَيْءٍ فَيَضَعُهُ فِي كِفَّةِ مِيزَانِهِ، فَتَرْجَحُ
حَسَنَاتُهُ عَلَى سَيِّئَاتِهِ، فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ اللَّهِ
وَرَحْمَتِهِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, dari Abu Imran Al-Juni, dari Qais
ibnu Yazid, dari Qadi Masriyyain, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakar yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menyeru orang yang
berutang kelak di hari kiamat hingga orang itu diberdirikan di hadapan-Nya.
Lalu Allah berfirman, "Hai anak Adam, mengapa kamu mengambil utang ini,
dan mengapa engkau sia-siakan hak-hak orang lain?” Maka ia menjawab,
"Wahai Tuhanku. sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah mengambil
utang itu dan aku tidak memakan dan meminum serta tidak menyia-nyiakannya,
tetapi aku terkena kebakaran, dan adakalanya kecurian dan adakalanya
kehilangan.” Maka Allah berfirman, "Benarlah apa yang dikatakan hamba-Ku,
Aku lebih berhak untuk melunaskannya pada hari ini daripada kamu.” Kemudian
Allah memerintahkan kepada sesuatu, lalu sesuatu itu diletakkan pada salah satu
sisi neraca orang itu sehingga kebaikan-kebaikannya lebih berat ketimbang
keburukan-keburukannya, akhirnya dia masuk surga berkat karunia dan rahmat
Allah.
Adapun
mengenai sabilillah,
di antara mereka adalah orang-orang
yang berperang tetapi tidak memperoleh hak (gaji/bayaran) dari pemerintah.
Menurut
Imam Ahmad dan Al-Hasan ibnu Ishaq, melakukan ibadah haji termasuk sabilillah,
karena berdasarkan hadis yang me-nas-kannya.
Ibnu
Sabil ialah seorang musafir yang melewati
suatu kota, sedangkan ia tidak lagi mempunyai suatu bekal pun untuk
melanjutkan perjalanannya. Maka ia diberi dari harta zakat sejumlah bekal yang
cukup untuk memulangkannya, sekalipun di negerinya dia adalah orang yang
berharta. Demikian pula hukumnya terhadap orang yang hendak melakukan suatu
perjalanan dari negerinya, sedangkan ia tidak mempunyai bekal; maka ia dapat
diberi dari harta zakat untuk bekal yang mencukupinya pulang pergi.
Dalil
yang menyatakan hal ini adalah ayat di atas, dan hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud dan Ibnu Majah melalui Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata
ibnu Yazar, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"لَا تَحِلُّ
الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ: الْعَامِلِ عَلَيْهَا، أَوْ رَجُلٍ
اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ، أَوْ غَارِمٍ، أَوْ غَازٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوْ
مِسْكِينٍ تُصُدِّقَ عَلَيْهِ مِنْهَا فَأَهْدَى لِغَنِيٍّ"
Zakat
tidak halal bagi orang yang berkecukupan kecuali lima macam orang, yaitu orang
yang mengurusi zakat. atau seorang lelaki yang membelinya dari hartanya, atau
orang yang berutang, atau orang yang berperang di jalan Allah, atau orang
miskin yang diberi bagian dari harta zakat, lalu ia menghadiahkannya kepada
orang yang kaya.
Kedua
Sufyan telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam. dari Ata secara mursal.
Menurut
riwayat Imam Abu Daud dari Atiyyah Al-Aufi. dari Abu Sa'id Al-Khudri disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا تَحِلُّ
الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَابْنِ السَّبِيلِ، أَوْ
جَارٍ فَقِيرٍ فيُهدي لَكَ أَوْ يَدْعُوكَ"
Zakat
tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi yang sedang berjuang di jalan Allah
dan yang sedang menjadi ibnu sabil, atau tetangga yang fakir, lalu ia
menghadiahkannya kepadamu atau mengundangmu (kepada
jamuannya).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ}
sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. (At-Taubah:
60)
Yakni
ketetapan yang telah dipastikan oleh Allah, Dialah yang memutuskan dan yang
membagi-bagikannya.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
dan
A llah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah:
6 0)
Maksudnya,
mengetahui lahiriah semua perkara, juga batiniahnya serta mengetahui
kemaslahatan hamba-hamba-Nya:
{حَكِيمٌ}
lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 60)
dalam
semua ucapan-Nya. perbuatan-Nya, semua hukum serta syariat-Nya. Tidak ada Tuhan
seiain Dia, dan tidak ada Rabb kecuali Dia.
At-Taubah, ayat 61
{وَمِنْهُمُ الَّذِينَ
يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (61) }
Di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, "Nabi mempercayai
semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, "Ia mempercayai semua yang baik
bagi kalian, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan
menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian. Dan orang-orang
yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.
Allah
Swt. menyebutkan bahwa di antara orang-orang munafik terdapat suatu kaum yang
senantiasa menyakiti Rasulullah Saw. dengan ucapannya mengenai diri Rasulullah
Saw., dan mereka mengatakan:
{هُوَ أُذُنٌ}
Dia
mempercayai semua apa yang didengarnya. (At-Taubah:
61)
Yakni
orang yang mengucapkan sesuatu kepadanya, maka dia membenarkannya di antara
kami; dan orang yang bercerita kepadanya, maka dia selalu mempercayainya. Dan
apabila kita datang kepadanya, lalu kita bersumpah kepadanya, niscaya dia
membenarkan kita. Demikianlah menurut penafsiran yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, Mujahid, dan Qatadah.
Firman
Allah Swt.:
{قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ}
Katakanlah,
"Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian.” (At-Taubah: 61)
Dengan
kata lain, telinga yang dimilikinya adalah lebih baik, ia mengetahui mana yang
benar dan mana yang dusta.
{يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِينَ}
ia
beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin. (At-Taubah: 61)
Artinya
percaya dan membenarkan orang-orang mukmin.
{وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ}
dan
menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian. (At-Taubah: 61)
Yakni
ia merupakan hujah yang menghantam orang-orang kafir. Karena itulah dalam
Firman selanjutnya disebutkan:
{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ
لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Dan
orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (At-Taubah: 61)
At-Taubah, ayat 62-63
{يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ
لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا
مُؤْمِنِينَ (62) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ (63) }
Mereka bersumpah kepada kalian dengan (nama) Allah untuk mencari keridaan kalian,
padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya
jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. Tidakkah mereka (orang-orang
munafik itu) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya.
Itu adalah kehinaan yang besar.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka bersumpah kepada
kalian dengan (nama) Allah untuk mencari keridaan kalian. (At-Taubah:
62), hingga akhir ayat. Qatadah mengatakan. telah menceritakan kepada kami
bahwa pernah ada seorang lelaki munafik berkata, "Demi Allah, sesungguhnya
mereka (orang-orang munafik sebangsanya) adalah orang-orang pilihan kami dan
orang-orang terhormat kami. Sekalipun apa yang dikatakan oleh Muhammad adalah
benar bagi mereka, tetapi lebih buruk daripada keledai." Kemudian seorang
lelaki dari kalangan kaum muslim mendengarnya, maka ia langsung menjawab,
"Demi Allah, sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Muhammad adalah benar,
dan sesungguhnya kami lebih buruk daripada keledai." Maka orang-orang
melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa itu, lalu
Nabi Saw. memanggil lelaki tersebut dan bertanya, "Apakah yang mendorongmu
mengatakan apa yang telah kamu ucapkan itu?" Lelaki yang berkata demikian
itu memaki lawannya dan bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa dia tidak
mengucapkannya. Sedangkan lelaki muslim itu berkata, "Ya Allah,
benarkanlah yang benar dan salahkanlah yang dusta." Maka Allah menurunkan
ayat ini.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا}
Tidakkah
mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui
bahwa barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah: 63), hingga
akhir ayat.
Maksudnya,
tidakkah mereka menyelidiki dan mengetahui bahwa barang siapa yang menentang
Allah Swt, yakni menentang, memerangi, dan membangkang terhadap-Nya, maka ia
berada di suatu sisi, sedangkan Allah dan Rasul-Nya berada di sisi lainnya.
{فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا
فِيهَا}
maka
sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. (At-Taubah: 63)
Yakni
terhina dan disiksa di dalamnya.
{ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ}
Itu
adalah kehinaan yang besar. (At-Taubah:
63)
Yaitu
kehinaan dan kecelakaan yang besar.
At-Taubah, ayat 64
{يَحْذَرُ
الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي
قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) }
Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap
mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
Katakanlah kepada mereka, "Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap Allah dan Rasul-Nya)." Sesungguhnya
Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti itu.
Mujahid
mengatakan bahwa orang-orang munafik itu mengucapkan suatu ucapan di antara
sesama mereka, kemudian mereka mengatakan, "Mudah-mudahan Allah tidak
membuka rahasia kita ini yang akibatnya membahayakan diri kita.''
Ayat
ini semakna dengan firman Allah Swt.:
{وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ
يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا
اللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Dan
apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan
memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka
mengatakan pada diri mereka sendiri. 'Mengapa Allah tidak menyiksa kita
disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam
yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8)
Dan
dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ
مَا تَحْذَرُونَ}
Katakanlah,
"Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap
Allah dan Rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang
kalian takuti itu. (At-Taubah: 64) .
Dengan
kata lain, sesungguhnya Allah akan menurunkan kepada Rasul-Nya hal-hal yang
mempermalukan kalian dan yang menceritakan urusan kalian itu. Ayat ini semakna
dengan Firman-Nya:
{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ
مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ}
Atau
apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak
akan menampakkan kedengkian mereka? (Muhammad:
29)
Sampai
dengan firman-Nya:
{وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ}
Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari
kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 30), hingga akhir ayat.
Karena
itulah Qatadah mengatakan bahwa surat ini dinamakan surat Al-Fadihah, yakni fadihah
(permaluan) bagi orang-orang munafik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar