Al-An'am, ayat 116-117
وَإِنْ تُطِعْ
أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ
إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ (116) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ
أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (117)
Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang orang yang tersesal dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui
tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.
Allah Swt. memberitahukan perihal kebanyakan
penduduk bumi dari kalangan Bani Adam, bahwa mereka dalam keadaan sesat.
Seperti yang disebut dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدْ ضَلَّ
قَبْلَهُمْ أَكْثَرُ الأوَّلِينَ}
Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy)
sebagian besar dari orang-orang yang dahulu. (Ash-Shaffat: 71)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَمَا أَكْثَرُ
النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman,
walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
Mereka dalam kesesatannya itu tidak merasa yakin
akan perihal mereka sendiri, melainkan mereka berada dalam dugaan yang dusta
dan perkiraan yang batil. Sebagaimana yang dinyatakan oleh firman-Nya:
{إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا
الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ}
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (Al-An'am:
116)
Makna lafaz al-khars ialah al-hazr. artinya
mandul. Dikatakan kharasan nakhlu yang artinya pohon kurma itu tidak
berbuah; semuanya itu terjadi karena takdir dan kehendak Allah semata.
{هُوَ أَعْلَمُ مَنْ
يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ}
Dialah yang lebih mengetahui tentang orang
yang tersesat dari jalan-Nya. (Al-An'am: 117)
Yakni Allah memudahkannya untuk tersesat.
{وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ}
dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang
yang mendapat petunjuk (Al-An'am: 117)
Maka Dia memudahkannya untuk menempuh hal itu,
dan setiap manusia itu dimudahkan untuk menempuh apa yang sengaja dia
diciptakan untuk itu (yakni setiap orang itu diciptakan menurut bakatnya
masing-masing).
Al-An'am, ayat 118-119
فَكُلُوا مِمَّا
ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ (118) وَمَا لَكُمْ
أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ
مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا
لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُعْتَدِينَ (119)
Maka makanlah
binatang-binatang (yang halal)yang disebut
nama Allah ketika menyembelihnya, jika kalian beriman kepada ayat-ayat-Nya.
Mengapa kalian tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang
terpaksa kalian memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar
hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas.
Hal ini merupakan izin dari Allah bagi
hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memakan sembelihan-sembelihan yang
disebutkan nama Allah pada saat menyembelihnya. Kesimpulan dari makna ayat ini
menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan memakan hasil sembelihan yang di saat
menyembelihnya tidak disebutkan nama Allah, seperti yang diperbolehkan oleh
orang-orang kafir Quraisy di masa Jahiliah. Mereka biasa memakan bangkai dan
semua sembelihan yang dikorbankan untuk berhala-berhala dan lain-lainnya.
Kemudian Allah menganjurkan (kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman) agar memakan sembelihan yang disebutkan nama
Allah ketika menyembelihnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَمَا لَكُمْ أَلا
تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمْ}
Mengapa kalian tidak mau memakan (binatang-binatang
yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas
kalian. (Al-An'am: 119)
Maksudnya ialah Allah Swt. telah menerangkan
kepada kalian semua yang diharamkan atas kalian (memakannya), dan Dia telah
menjelaskannya sejelas-jelasnya. Sebagian ulama membaca fassala dengan
memakai tasydid, ada pula yang membacanya fasala tanpa memakai tasydid.
Tetapi kedua bacaan tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu menjelaskan
dan menerangkan.
{إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ
إِلَيْهِ}
kecuali apa yang terpaksa kalian memakannya. (Al-An'am:
119)
Yakni kecuali bila dalam keadaan darurat, karena
sesungguhnya saat itu diperbolehkan bagi kaitan memakan apa yang kalian jumpai.
Selanjutnya Allah Swt. menyebutkan tentang
kebodohan orang-orang musyrik dalam pandangan mereka yang rusak, karena mereka
menghalalkan bangkai dan sembelihan yang disebutkan nama selain Allah ketika
menyembelihnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِنَّ كَثِيرًا
لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُعْتَدِينَ}
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia)
benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka
tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang melampaui batas. (Al-An'am: 119)
Artinya, Dia Maha Mengetahui tentang pelanggaran,
kedustaan, dan buat-buatan mereka.
Al-An'am, ayat 120
وَذَرُوا
ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ
سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ (120)
Dan tinggalkanlah
dosa yang tampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang
mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat) disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. (Al-An'am:
120)
Makna yang dimaksud ialah perbuatan maksiat
secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Menurut riwayat lain yang
bersumberkan darinya, makna yang dimaksud ialah niat yang menggerakkannya untuk
melakukan dosa.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. (Al-An'am:
120) Yaitu dosa yang tersembunyi dan yang terang-terangan, yang sedikit dan
yang banyak.
Menurut As-Saddi, dosa yang tampak ialah berbuat
zina dengan pelacur-pelacur yang dilokalisasi; sedangkan dosa yang tersembunyi
ialah berbuat zina dengan kekasih (yang belum dikawini), teman, dan gundik.
Menurut Ikrimah, dosa yang tampak ialah mengawini
wanita yang masih ada kaitan mahram.
Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan
bahwa ayat ini mengandung makna yang umum mencakup keseluruhannya. Perihalnya
sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ}
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.” (Al-A’raf:
33), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam Firman selanjutnya
disebutkan:
{إِنَّ الَّذِينَ
يَكْسِبُونَ الإثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan
dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat) disebabkan apa
yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 120)
Baik dosa yang terang-terangan ataupun yang
tersembunyi, Allah Swt. pasti akan melakukan pembalasan yang setimpal terhadap
para pelakunya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صالح، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْر بْنِ نُفَير، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّوَّاسِ
بْنِ سَمْعَانَ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم
عَنِ الْإِثْمِ فَقَالَ: "الْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ
يَطَّلِعَ النَّاسُ عَلَيْهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman
ibnu Mahdi, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu
Nafir, dari ayahnya, dari An-Nawwas ibnu Sam'an yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai definisi dosa. Maka beliau Saw.
menjawab melalui sabdanya: Dosa itu ialah sesuatu yang terdetik dalam
hatimu, sedangkan kamu tidak suka bila orang lain melihatnya.
Al-An'am, ayat 121
وَلَا
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ
أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ (121)
Dan janganlah kalian
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan
jika kalian menuruti mereka, sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik
Ayat yang mulia ini dijadikan dalil oleh orang
yang berpendapat bahwa hewan sembelihan tidak halal bila tidak disebutkan nama
Allah ketika menyembelihnya, sekalipun si penyembelih sendiri adalah orang
muslim.
Para imam berselisih pendapat mengenai masalah
ini. Maka ada tiga pendapat di kalangan mereka sehubungan dengannya. Ada yang
mengatakan bahwa sembelihan dengan spesifikasi ini tidak halal, baik tasmiyah
ditinggalkan karena sengaja ataupun lupa. Pendapat ini diriwayatkan dari
Ibnu Umar, Nafi' maulanya, Amir Asy-Sya'bi, dan Muhammad ibnu Sirin. Juga
menurut suatu riwayat dari Imam Malik dan suatu riwayat dari Imam Ahmad ibnu
Hambal yang didukung oleh sejumlah murid-muridnya dari kalangan ulama terdahulu
dan ulama sekarang.
Pendapat ini dipilih oleh Abu Saur dan Daud
Az-Zahiri. Dipilih pula oleh Abul Futuh Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ali At-Ta-i
dari kalangan ulama Mutaakhkhirin mazhab Syafti di dalam kitabnya yang berjudul
Al-Arba'in.
Mereka memperkuat mazhabnya dengan berdalilkan
ayat ini dan firman Allah Swt. dalam ayat mengenai berburu hewan, yaitu
firman-Nya:
{فَكُلُوا مِمَّا
أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ}
Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk
kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).
(Al-Maidah: 4)
Kemudian hal ini dikuatkan dengan sebutan dalam
ayat berikut:
{وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ}
Sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah
suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)
Menurut suatu pendapat, damir yang
terdapat pada lafaz innahu kembali kepada 'memakan'. Sedangkan menurut
pendapat lain, kembali kepada 'menyembelih untuk selain Allah'.
Pendapat ini diperkuat pula dengan hadis-hadis
yang menyebutkan perintah membaca tasmiyah (Bismillah) di saat
menyembelih hewan sembelihan dan memburunya, seperti yang disebutkan pada dua
hadis Addi ibnu Hatim dan Abu Sa'labah, yaitu:
"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ الْمُعَلَّمَ وَذَكَرْتَ اسْمَ
اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ"
Apabila engkau lepaskan anjing pemburumu yang
telah terlatih dan engkau bacakan nama Allah ketika melepasnya, maka makanlah
apa yang ditangkapnya untukmu.
Keduanya berada di dalam kitab Sahihain.
Dalil lainnya yaitu hadis Rafi' ibnu Khadij yang
mengatakan:
"مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
فَكُلُوهُ"
Sesuatu (alat) yang dapat mengalirkan
darah dan disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, maka makanlah (hasil
sembelihan)nya.
Hadis ini pun terdapat di dalam kitab Sahihain.
Terdapat pula hadis Ibnu Mas'ud yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada makhluk jin:
"لَكُمْ كُلُّ عَظْمٍ ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ"
Dihalalkan bagi kalian setiap tulang yang
disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya.
Hadis riwayat Imam Muslim.
Dalil lainnya yaitu hadis Jundub ibnu Sufyan
Al-Bajali yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا
أُخْرَى، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ حَتَّى صَلَّيْنَا فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ
اللَّهِ".
Barang siapa yang menyembelih sebelum salat,
hendaklah ia menyembelih lagi hewan lain sebagai gantinya; dan barang siapa
yang belum menyembelih (kurban) hingga kami selesai melakukan salat (Hari
Raya Kurban), hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
Disebutkan dari Siti Aisyah r.a. bahwa
orang-orang bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya banyak kaum yang
datang kepada kami dengan membawa daging, tanpa kami ketahui apakah disebutkan
nama Allah ketika menyembelihnya ataukah tidak." Maka Rasulullah Saw.
menjawab:
"سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوا"
Bacakanlah tasmiyah padanya oleh kalian,
kemudian makanlah!
Siti Aisyah mengatakan bahwa mereka masih baru
meninggalkan masa kekafirannya (yakni baru masuk Islam).
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Segi penyimpulan dalilnya memberikan pengertian
yaitu mereka memahami bahwa bacaan tasmiyah (basmalah) merupakan suatu
keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Mereka merasa khawatir bila tasmiyah
belum dibacakan oleh kaum-kaum tersebut, mengingat mereka baru masuk Islam.
Maka Nabi Saw. memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan tindakan
preventif, yaitu membaca tasmiyah di saat hendak memakannya, dengan
maksud agar tasmivah yang terakhir ini sebagai ganti dari tasmiyah yang
tidak diucapkan di saat menyembelihnya, jika memang belum dibacakan. Untuk
meluruskannya Nabi Saw. memerintahkan para sahabatnya untuk memberlakukan
hukum-hukum kaum muslim terhadap mereka.
Pendapat yang kedua sehubungan dengan masalah ini
mengatakan bahwa bacaan tasmiyah tidak disyaratkan, atau dengan kata
lain tidak wajib, melainkan hanya sunat. Jika bacaan tasmiyah ditinggalkan,
baik secara sengaja ataupun lupa, tidak membahayakan hasil sembelihan (selagi
yang menyembelihnya adalah orang muslim). Demikianlah menurut mazhab Syafii dan
semua sahabatnya, juga menurut suatu riwayat dari Imam Ahmad yang dinukil
darinya oleh Hambal. Pendapat ini dikatakan pula oleh suatu riwayat dari Imam
Malik, yang dinaskan oleh Asyhab ibnu Abdul Aziz dari teman-ieman Imam Malik.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ata
ibnu Abu Rabah.
Imam Syafii menakwilkan ayat ini, yaitu
firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121) dengan pengertian yang
ditujukan kepada hewan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Al-An'am: 145)
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) Bahwa
Allah melarang memakan hasil sembelihan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy
untuk berhala-berhalanya, dan Allah melarang memakan hasil sembelihan
orang-orang Majusi.
Metode pengambilan dalil yang ditempuh oleh Imam
Syafii ini kuat. Sebagian dari ulama mutaakhkhirin berupaya menguatkan pendapat
ini dengan menginterpretasikan huruf wawu yang ada pada firman-Nya, {وإِنَّهُ
لَفِسْقٌ} sebagai wawu hal, yang
artinya 'janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya, sedangkan hewan tersebut berstatus fasik: dan
tidak sekali-kali seekor binatang dinamakan fasik, melainkan karena binatang
tersebut disembelih untuk selain Allah'. Kemudian sebagian dari ulama
mutaakhkhirin itu mengatakan bahwa takwil ini adalah suatu ketentuan dan tidak
boleh menganggap wawu sebagai wawu 'ataf, karena bila dianggap
sebagai wawu ataf berarti mengharuskan adanya ataf jumlah ismiyah
khabariyah kepada jumlah fi'liyah talabiyah.
Akan tetapi, pendapat ini dapat dibantah dengan
firman selanjutnya yang mengatakan:
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ
لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya. (Al-An'am: 121)
Karena sesungguhnya huruf wawu pada ayat
ini sudah pasti merupakan huruf 'ataf. Jika wawu yang didakwakan
olehnya bahwa wawu itu adalah wawu haliyah yang sesungguhnya,
seperti yang telah dikatakannya, niscaya jumlah ini tidak dapat
di-'ataf-kan kepada jumlah yang sebelumnya. Jika jumlah ini di-'ataf-kan
kepada jumlah talabiyah, berarti diberlakukan terhadapnya apa yang
diberlakukan terhadap selainnya. Jika terbukti bahwa huruf wawu tersebut
bukan wawu haliyah, berarti batallah apa yang dikatakan oleh sebagian
ulama mutaakhkhirin tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah
mewartakan kepada kami Jarir. dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna ayat: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121) Bahwa
yang dimaksud adalah bangkai. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu
Zar'ah, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ibnu Luhai'ah, dari Ata ibnus Saib
dengan lafaz yang sama.
Dapat pula dijadikan dalil oleh mazhab ini yaitu
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam hadis-hadis mursal-nya
melalui hadis Saur ibnu Yazid, dari As-Suit As-Sudusi maula Suwaid ibnu
Maimun, salah seorang tabi'in yang disebut oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam Kitabbus
Siqat termasuk orang-orang yang berpredikat siqah. Ia mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ذَبِيحَة الْمُسْلِمِ حَلَالٌ ذُكِر اسمُ اللهِ أَوْ لَمْ
يُذْكَرْ، إِنَّهُ إِنْ ذَكَرَ لَمْ يَذْكُرْ إِلَّا اسْمَ اللَّهِ"
Sembelihan orang muslim adalah halal, baik ia
menyebut nama Allah ataupun tidak (ketika menyembelihnya). Karena
sesungguhnya jika ia menyebut (dalam doanya), maka yang disebutnya
hanyalah nama Allah belaka.
Hadis ini mursal, diperkuat oleh hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Daraqutni melalui Ibnu Abbas yang mengatakan:
إِذَا ذَبَحَ
الْمُسْلِمُ -وَلَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ فَلْيَأْكُلْ، فَإِنَّ الْمُسْلِمَ
فِيهِ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ
Apabila orang muslim melakukan sembelihan dan
tidak menyebut nama Allah, maka makanlah (hasil sembelihannya), karena
sesungguhnya nama Muslim itu sendiri merupakan salah satu dari nama Allah.
Imam Baihaqi mengetengahkan dalilnya pula dengan
hadis Siti Aisyah yang tadi, yaitu yang mengatakan bahwa ada orang-orang yang
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya banyak orang yang masih baru
meninggalkan masa Jahiliahnya datang kepada kami dengan membawa daging, tanpa
kami ketahui apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya ataukah
tidak." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Bacakanlah tasmiyah oleh kalian,
kemudian makanlah!
Imam Baihaqi mengatakan, "Seandainya bacaan tasmiyah
merupakan suatu syarat bagi kehalalannya, niscaya tidak di-rukhsah (didispensasikan)
bagi mereka, kecuali harus dengan dibacakan tasmiyah secara nyata."
Pendapat ketiga sehubungan dengan masalah ini
mengatakan bahwa sesungguhnya meninggalkan bacaan basmalah ketika
menyembelih karena lupa tidak membahayakan sembelihan. Tetapi jika orang yang
bersangkutan meninggalkannya secara sengaja, maka hasil sembelihannya tidak
halal. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam Malik dan Imam
Ahmad ibnu Hambal. Hal yang sama dikatakan oleh Imam Abu Hanifah dan
teman-temannya serta Ishaq ibnu Rahawath. Pendapat ini bersumber dari riwayat
yang diketengahkan dari Ali. Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Ata, Tawus,
Al-Hasan Al-Basri, Abu Malik, Abdur Rahman ibnu Abu Laila. Ja'far ibnu
Muhammad, dan Rabi'ah ibnu Abu Abdur Rahman.
Imam Abul Hasan Al-Marginani di dalam kitabnya Al-Hidayah
menyebutkan adanya ijma' sebelum Imam Syafii yang mengatakan haram
memakan hasil sembelihan tanpa menyebut nama Allah dengan sengaja. Karena
itulah Abu Yusuf dan semua ulama yang berpredikat syekh mengatakan bahwa
seandainya seorang hakim memutuskan boleh menjualnya, maka keputusannya itu
tidak boleh dilaksanakan karena bertentangan dengan ijma'. Apa yang
dikatakannya ini sangatlah garib, karena dalam pembahasan di atas telah
disebutkan adanya nukilan yang menyatakan adanya perbedaan pendapat di kalangan
para ulama sebelum masa Imam Syafii.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan.”Barang
siapa yang mengharamkan hasil sembelihan orang yang lupa (membaca tasmiyah),
sesungguhnya ia telah menyimpang dari pendapat yang berlandaskan pada
dalil-dalil mengenainya dan bertentangan dengan hadis Rasulullah Saw. mengenai
masalah ini."
Yang dimaksud ialah apa yang telah diriwayatkan
oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi,
أَنْبَأَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، حَدَّثَنَا أَبُو
الْعَبَّاسِ الْأَصَمُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُمَيَّةَ الطَّرْسُوسِيُّ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُسْلِمُ يَكْفِيهِ اسْمُهُ، إِنْ
نَسِيَ أَنْ يُسَمِّيَ حِينَ يَذْبَحُ، فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ
وَلْيَأْكُلْهُ"
telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah
Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan
kepada kami Abu Umayyah At-Tarsusi, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Ma'qal ibnu Ubaidillah, dari Amr
ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang
muslim dicukupkan oleh namanya. Jika ia lupa membaca tasmiyah saat melakukan
penyembelihan, hendaklah ia menyebut nama Allah dan hendaklah ia memakan (hasil
sembelihan)nya.
Predikat hadis ini bila dinilai marfu' adalah
keliru, kekeliruannya terletak pada Ma'qal ibnu Ubaidillah Al-Jazari. Karena
sesungguhnya sekalipun dia termasuk perawi yang dicatat oleh Imam Muslim,
tetapi Sa'id ibnu Mansur dan Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi meriwayatkannya
dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Abusy Sya'sa, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, bahwa ini merupakan perkataan Ibnu Abbas. Keduanya menambahkan Abusy
Sya'sa dalam sanadnya dan menilainya siqah; jalur ini lebih sahih,
dinaskan oleh Imam Baihaqi dan ahli huffaz lainnya.
Kemudian Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari
Asy-Sya'bu dan Muhammad ibnu Sirin. Keduanya memakruhkan memakan sembelihan
yang dilakukan tanpa tasmiyah karena lupa. Tetapi ulama Salaf
mengucapkan istilah makruh menunjukkan makna haram, menurut kebiasaan
yang mereka lakukan. Hanya saja tersimpul dari kaidah Ibnu Jarir yang
menyatakan bahwa perkataan satu orang atau dua orang tidak dapat dianggap
sebagai menentang pendapat jumhur, karena itu ia menganggapnya sebagai ijma.
Hal ini harap diperhatikan; semoga Allah memberikan taufik-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Jahir ibnu
Yazid yang menceritakan bahwa Al-Hasan pernah ditanya oleh seseorang,
"Saya datang dengan membawa burung-burung anu. Di antaranya ada yang
disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, ada pula yang lupa
disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya; tetapi burung-burung ini bercampur
baur menjadi satu (sulit dibedakan)," Maka Al-Hasan menjawab.”Makanlah,
makanlah." Kemudian saya (perawi) bertanya kepada Muhammad ibnu Sirin
(mengenai hal tersebut). Maka Ibnu Sirin membacakan firman-Nya: Dan
janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. (Al-An'am: 121)
Pendapat ini berpegang kepada dalil hadis yang
diriwayatkan melalui berbagai jalur yang ada pada Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas
dan Abu Hurairah; serta Abu Zar, Uqbah ibnu Amir, dan Abdullah ibnu Amr, dari
Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ
وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ"
Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku yang
keliru, lupa. dan hal yang dipaksakan kepada mereka.
Tetapi hal ini masih perlu dipertimbangkan.
وَقَدْ رَوَى الْحَافِظُ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ، مِنْ حَدِيثِ
مَرْوَانَ بْنِ سَالِمٍ الْقُرْقُسَانِيِّ، عن الأوزاعي، عن يَحْيَى
بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ مِنَّا يَذْبَحُ وَيَنْسَى أَنْ يُسَمِّيَ؟ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْمُ اللَّهِ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ"
Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Addi telah meriwayatkan
melalui hadis Marwan ibnu Salim Al-Qarqasani, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu
Kasir, dari Abu Salamah. dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa pernah ada
seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki dari kalangan kami yang
melakukan sembelihan, tetapi ia lupa membaca tasmiyah?" Maka Nabi
Saw. menjawab melalui sabdanya: Nama Allah sudah terdapat pada setiap orang
muslim.
Tetapi sanad hadis ini daif karena sesungguhnya
Marwan ibnu Salim Al-Qarqasani yang dikenal dengan julukan Abu Abdullah
Asy-Syami orangnya berpredikat daif. Perihal predikatnya yang daif ini
sering dibicarakan bukan hanya oleh seorang saja dari kalangan para imam.
Kami bahas masalah ini secara terpisah dengan
pembahasan yang cukup rinci, di dalamnya disebutkan mazhab-mazhab para imam dan
dalil serta sumber mereka; disebutkan pula segi-segi pengambilan dalilnya
serta kontradiksi dan pertentangannya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ahlul 'ilmi berselisih
pendapat mengenai ayat ini, apakah ada sesuatu dari hukum ayat ini yang di-mansukh
ataukah tidak. Sebagian dari mereka mengatakan, tidak ada sesuatu pun darinya
yang di-mansukh; dan bahwa ayat ini bersifat muhkam dalam
pembahasan yang diketengahkannya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Mujahid
dan kebanyakan ahlul ‘ilmi.
Telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dan
Ikrimah apa yang diceritakan kepada kami oleh Ibnu Humaid, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Wadih, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Ikrimah dan
Al-Hasan Al-Basri, bahwa keduanya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ
اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ}
Maka makanlah binatang-binatang (yang
halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kalian beriman
kepada ayal-ayat-Nya. (Al-An'am: 118)
{وَلا
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ}
Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan
yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (Al-An'am: 121)
Ayat-ayat tersebut di-mansukh dan
dikecualikan darinya apa yang disebut oleh firman-Nya:
{وَطَعَامُ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}
Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi
mereka. (Al-Maidah: 5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah membacakan
kepadanya Al-Abbas ibnul Walid ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Syu'aib. telah menceritakan kepadanya An-Nu'man (yakni Ibnul
Munzir). dari Mak-hul yang mengatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman di dalam
Kitab-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut
nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121} Kemudian Allah me-mansukh-nya.
karena kasih sayang kepada kaum muslim. Untuk itu Allah Swt. berfirman
dalam ayat lainnya: Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagi
kalian. (Al-Maidah: 5) Dengan demikian, berarti Allah telah me-mansukh-nya
dan menghalalkan makanan (sembelihan) Ahli Kitab.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, "'Yang benar
adalah tidak ada pertentangan antara penghalalan makanan (sembelihan) Ahli
Kitab dengan pengharaman sembelihan yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya."
Pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini
memang benar, sedangkan ulama Salaf yang mengatakannya di-mansukh, sesungguhnya
yang mereka maksudkan hanyalah takhsis.
****
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ
لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kalian. (Al-An'am: 121)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu
Ayyasy, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya
kepada Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Al-Mukhtar menduga dirinya mendapat wahyu.
Maka Ibnu Umar berkata, "Dia benar." Lalu Ibnu Umar membacakan
firman-Nya: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. {Al-An'am:
121)
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Huzaifah. telah menceritakan kepada kami Ikrimah
ibnu Ammar, dari Abu Zamil yang mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk di
hadapan Ibnu Abbas —dan bertepatan saat itu Al-Mukhtar ibnu Abu Ubaid sedang
mengerjakan hajinya—, lalu datanglah seorang lelaki kepada Ibnu Abbas dan
bertanya.”Hai Ibnu Abbas, Abu Ishaq (Al-Mukhtar) menduga bahwa dirinya telah
mendapat wahyu malam ini." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Benar."
Maka aku (perawi) merasa antipati dan mengatakan, "Ibnu Abbas mengatakan
bahwa Al-Mukhtar benar!" Maka Ibnu Abbas berkata, "Keduanya memang
dinamakan wahyu, yaitu wahyu Allah dan wahyu setan. Wahyu Allah diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw., sedangkan wahyu setan diturunkan kepada
kawan-kawannya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah Swt.: Sesungguhnya
setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya. (Al-Maidah: 121)
Dalam keterangan sebelum ini disebutkan dari
Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagian mereka membisikkan
kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
(Al-An'am: 112) Telah disebutkan hal yang semisal dengan keterangan dalam
tafsir ayat ini.
****
Firman Allah Swt.:
{لِيُجَادِلُوكُمْ}
agar mereka membantah kalian. (Al-An’am:
121)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu
Uyaynah, dari Ata ibnus-Saib. dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa
orang-orang Yahudi pernah berdebat dengan Nabi Saw. Mereka mengatakan,
"Kami memakan apa yang kami bunuh dan mengapa kami tidak boleh memakan apa
yang dibunuh oleh Allah?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan
janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
(Al-An'am: 121)
Demikianlah Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya secara
mursal. Tetapi Abu Daud meriwayatkannya secara muttasil, untuk
itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah,
telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, dari Ata ibnus Saib, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi
datang kepada Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Mengapa kita dibolehkan
memakan hewan yang kita bunuh, sedangkan kita tidak boleh memakan hewan yang
dibunuh oleh Allah (yakni mati dengan sendirinya)?" Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121)), hingga
akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari
Muhammad ibnu Abdul A'la dan Sufyan ibnu Waki'; keduanya dari Imran ibnu
Uyaynah dengan sanad yang sama. Al-Bazzar meriwayatkannya dari Muhammad ibnu
Musa Al-Jarasi, dari Imran ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Akan tetapi, hal ini masih perlu dipertimbangkan
dari tiga segi, yaitu:
Pertama, orang-orang Yahudi tidak
berpendapat menghalalkan bangkai, sehingga mereka perlu mendebat.
Kedua, ayat ini termasuk Makkiyyah.
Ketiga, hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Turmuzi dari Muhammad ibnu Musa Al-Jarasi, dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Buka-u
dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Imam Turmuzi
meriwayatkannya dengan teks, bahwa telah datang kepada Nabi Saw. Lalu ia
menuturkan hadis hingga habis, dan mengatakan sesudahnya bahwa predikat hadis
ini adalah hasan garib. Hadis ini diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair
secara mursal.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul
Mubarak, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdul Aziz, telah
menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,
bahwa ketika diturunkannya firman Allah Swt.: Dan janganlah kalian memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am:
121) Maka orang-orang Persia mengirimkan utusannya kepada orang-orang Quraisy
untuk mendebat Muhammad Saw. Mereka memerintahkan kepada orang-orang Quraisy
agar mengatakan kepada Muhammad, "Mengapa hewan yang engkau sembelih
dengan tanganmu sendiri memakai pisau hukumnya halal, sedangkan hewan yang
disembelih oleh Allah Swt. dengan pisau dari emas (yakni mati dengan
sendirinya) hukumnya haram?" Maka turunlah firman-Nya: Sesungguhnya
setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan
jika kalian menuruti mereka. sesungguhnya kalian tentu menjadi orang-orang yang
musyrik. (Al-An'am: 121)
Dengan kata lain, sesungguhnya setan-setan yang
dari Persia itu membisikkan kepada kawan-kawannya dari kalangan Quraisy.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Israil, telah
menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya.
(Al-An’am: 121) Mereka mengatakan, "Apa yang disembelih oleh Allah,
jangan kalian makan; dan apa yang kalian sembelih sendiri, makanlah." Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am:
121)
Ibnu Majah dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
dari Amr ibnu Abdullah, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama; sanad
hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari
Ibnu Abbas, tetapi di dalamnya tidak disebut orang-orang Yahudi. Hadis inilah
yang dipelihara, mengingat ayat yang bersangkutan adalah ayat Makkiyyah,
sedangkan orang-orang Yahudi pun tidak menyukai bangkai .
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya: Dan janganlah kalian
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am:
121) sampai dengan firman-Nya: agar mereka membantah kalian. (Al-An'am:
121) Bahwa setan membisikkan kepada teman-temannya untuk mengatakan,
"Mengapa kamu dibolehkan memakan apa yang kalian bunuh, dan dilarang
memakan apa yang dibunuh oleh Allah?"
Menurut lafaz lain yang juga dari Ibnu Abbas,
hewan yang kalian bunuh maksudnya hewan yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, dan hewan yang mati ialah hewan yang tidak disebutkan nama
Allah ketika menyembelihnya."
Juraij mengatakan, Amr ibnu Dinar telah
meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik Quraisy
selalu berkirim surat kepada orang-orang Persia, mendukung perlawanan mereka
terhadap orang-orang Romawi; dan orang-orang Persia selalu membalas surat mereka.
Orang-orang Persia berkirim surat kepada orang-orang musyrik Quraisy yang
isinya mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad dan sahabat-sahabatnya menduga
mereka mengikuti perintah Allah. Tetapi mengapa hewan yang disembelih oleh
Allah dengan pisau dari emas, tidak mau mereka memakannya. Sedangkan hewan yang
mereka sembelih sendiri mereka makan? Kemudian orang-orang musyrik mengutip
kata-kata tersebut dalam suratnya yang ditujukan kepada sahabat-sahabat
Rasulullah Saw. Maka hal tersebut membuat suatu ganjalan dalam hati orang-orang
muslim, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan jika kalian menuruti mereka, sesungguhnya
kalian temulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121) Turun pula
firman-Nya yang mengatakan: sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
(Al-An'am: 112)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat
ini, sesungguhnya orang-orang musyrik pernah mengatakan kepada orang-orang
muslim, ""Mengapa kalian menduga bahwa kalian mengikuti jalan yang
diridai Allah, tetapi hewan yang dibunuh oleh Allah (mati) tidak mau kalian
memakannya, sedangkan hewan yang kalian sembelih mau kalian memakannya?"
Maka Allah Swt. berfirman: sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik. (Al-An'am: 121)
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak,
dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf Firman
Allah Swt.: Dan jika kalian menaati mereka, sesungguhnya kalian tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 121) Yakni karena kalian
menyimpang dari perintah Allah dan syariat-Nya yang telah ditetapkan-Nya kepada
kalian, lalu kalian menempuh jalan yang lain, dan kalian lebih menaati selain
Allah. Maka hal seperti ini dinamakan perbuatan syirik. Perihalnya sama dengan
apa yang disebutkan oleh firman-Nya: dan jika kalian menuruti mereka. (Al-An'am:
121) dalam memakan bangkai. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan
rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (At-Taubah: 31), hingga
akhir ayat.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Turmuzi di
dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari Addi ibnu Hatim yang mengatakan
bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka tidak menyembahnya."
Rasulullah Saw. bersabda:
"بَلْ إِنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وَحَرَّمُوا
عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ"
Tidak, sesungguhnya mereka menghalalkan bagi
pengikut-pengtkutnya hal yang diharamkan, dan mengharamkan yang halal, lalu
para pengikut mereka menurutinya. Yang demikian itulah penyembahan mereka
kepada orang-orang alim dan para rahibnya.
Al-An'am, ayat 122
أَوَمَنْ كَانَ
مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ
كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ
لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (122)
Dan apakah orang yang
sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang
terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah Kami jadikan orang yang
kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.
Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh
Allah Swt. untuk menggambarkan perihal orang mukmin. Pada mulanya dia binasa
dalam kesesatannya, lalu Allah menghidupkannya, yakni menghidupkan hatinya
dengan iman, menunjukinya, dan memberinya taufik (dorongan) untuk mengikuti
rasul-rasul-Nya. Seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا
يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ}
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang
yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia. (Al-An'am:
122)
Yaitu mendapat petunjuk, bagaimana menempuh jalan
yang dilaluinya dan bagaimana dia harus berbuat. Yang dimaksud dengan 'cahaya'
dalam ayat ini ialah Al-Qur'an, seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dan
Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Sedangkan menurut As-Saddi, yang dimaksud
dengan 'cahaya' dalam ayat ini ialah agama Islam. Tetapi pada garis besarnya
kedua pendapat di atas benar.
{كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ}
serupa dengan orang yang keadaannya berada di
dalam gelap gulita. (Al-An'am: 122)
Maksudnya, berada di dalam kebodohan, tenggelam
di dalam hawa nafsu dan kesesatan yang berpecah belah.
{لَيْسَ بِخَارِجٍ
مِنْهَا}
yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? (Al-An'am:
122)
Yakni tidak menemukan jalan keluar —tidak pula
jalan selamat— dari kegelapan yang mengungkungnya. Di dalam kitab Musnad
Imam Ahmad disebutkan sebuah hadis Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ رَشَّ
عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ ذَلِكَ النُّورُ اهْتَدَى وَمَنْ
أَخْطَأَهُ ضَلَّ"
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya
dalam kegelapan, kemudian Dia cipratkan sebagian dari Nur-Nya kepada mereka.
Maka barang siapa yang dikenai oleh cipratan nur itu, berarti ia mendapat
hidayah; dan barang siapa yang luput darinya, berarti sesatlah ia.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{اللَّهُ وَلِيُّ
الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى
الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu
adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)
{أَفَمَنْ يَمْشِي
مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ}
Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di
atas mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan
tegap di atas jalan yang lurus? (Al-Mulk: 22)
{مَثَلُ
الْفَرِيقَيْنِ كَالأعْمَى وَالأصَمِّ وَالْبَصِيرِ وَالسَّمِيعِ هَلْ
يَسْتَوِيَانِ مَثَلا أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang
kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang
dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan
sifatnya? Maka tidakkah kalian mengambil pelajaran (dari perbandingan itu)?
(Hud: 24)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا يَسْتَوِي الأعْمَى
وَالْبَصِيرُ * وَلا الظُّلُمَاتُ وَلا النُّورُ * وَلا الظِّلُّ وَلا الْحَرُورُ
* وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا الأمْوَاتُ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ
يَشَاءُ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ * إِنْ أَنْتَ إِلا نَذِيرٌ}
Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang
yang melihat, dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya, dan
tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas, dan tidak (pula) sama
orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan
pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada
sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. Kamu tidak lain
hanyalah seorang pemberi peringatan. (Fathir: 19-23)
Ayat-ayat yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Segi kaitan dalam pengetengahan kedua perumpamaan di sini yakni dengan cahaya
dan kegelapan, karena hal yang sama telah disebutkan pada permulaan surat ini,
yaitu firman-Nya:
{وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ
وَالنُّورَ}
dan mengadakan gelap dan terang. (Al-An'am:
1)
Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang
dimaksud dengan 'kedua perumpamaan' ini adalah dua orang lelaki tertentu. Suatu
pendapat menyebutkan Umar ibnui Khattab, karena pada mulanya dia dalam keadaan
mati (kafir), kemudian Allah menghidupkannya dan menjadikan cahaya baginya
untuk menerangi jalannya dalam berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia.
Menurut pendapat lain, orang yang dimaksud ialah Ammar ibnu Yasir,
Yang dimaksud dengan orang yang berada dalam
kegelapan dan tidak dapat keluar darinya adalah Abu Jahal yang nama aslinya Amr
Ibnu Hisyam, la'natullahi 'Alaihi.
Tetapi yang benar ayat ini bersifat umum. Dengan
kata lain, termasuk ke dalam pengertiannya semua orang mukmin dan orang kafir.
*****
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ زُيِّنَ
لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 122)
Yaitu dijadikan baik di mata mereka segala
kebodohan dan kesesatan yang mereka kerjakan, sebagai takdir dari Allah karena
mengandung hikmah yang dalam; tidak ada Tuhan selain Dia semata dan tiada
sekutu bagi-Nya.
Al-An'am, ayat 123-124
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا
يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (123) وَإِذَا جَاءَتْهُمْ
آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ
اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ أَجْرَمُوا
صَغَارٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا كَانُوا يَمْكُرُونَ (124)
Dan demikianlah Kami
adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan
tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya
sendiri, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Apabila datang sesuatu ayat
kepada mereka, mereka berkata, "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan
kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan
Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.
Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah, dan siksa
yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya
Allah Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami
jadikan di dalam negerimu, hai Muhammad, pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar yang jahat serta orang-orang yang menyeru kepada kekafiran
dan menghalang-halangi jalan Allah, mereka semua menentang dan memusuhimu.
Sesungguhnya di masa lalu di kalangan para rasul sebelum kamu, mereka mendapat
cobaan yang sama. Akan tetapi, akibat yang terpuji pada akhirnya bagi para
rasul." Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا
لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ}
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi
tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. (Al-Furqan: 31).
hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt. lainnya mengatakan:
{وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ
نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا }
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu
negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri
itu. (Al-Isra: 16), hingga akhir ayat.
Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah Kami
perintahkan kepada mereka untuk taat, tetapi mereka menentang; akhirnya Kami
binasakan mereka. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah Kami
perintahkan mereka, yakni perintah yang berdasarkan takdir. Seperti yang
disebutkan dalam ayat ini melalui firman-Nya:
{لِيَمْكُرُوا فِيهَا}
agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri
itu. (Al-An'am: 123)
****
Mengenai firman Allah Swt.:
{أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا
لِيَمْكُرُوا فِيهَا}
pembesar-pembesar yang jahat agar mereka
melakukan tipu daya dalam negeri itu. (Al-An'am: 123)
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat agar mereka
melakukan tipu daya dalam negeri itu. (Al-An'am: 123) Yakni Kami jadikan
orang-orang jahat mereka berkuasa, lalu mereka melakukan kedurhakaan di
dalamnya. Apabila mereka melakukan hal tersebut, maka kami binasakan mereka
dengan azab.
Mujahid dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An'am: 123)
Maksudnya, para pembesar dan para pemimpinnya.
Menurut kami, hal ini sama dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا فِي
قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ
كَافِرُونَ * وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالا وَأَوْلادًا وَمَا نَحْنُ
بِمُعَذَّبِينَ}
Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri
seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian diutus
untuk menyampaikannya.” Dan mereka berkata, "Kami lebih banyak mempunyai
harta dan anak-anak (daripada kalian) dan kami sekali-kali tidak akan
diazab.” (Saba": 34-35)
{وَكَذَلِكَ
مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا
إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ}
Dan demikianlah Kami tidak mengutus sebelum
kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut
jejak mereka.” (Az-Zukhruf: 23)
Yang dimaksud dengan istilah makar atau tipu daya
di sini ialah seruan mereka yang mengajak kepada kesesatan dengan melalui
perkataan-perkataan yang indah-indah dan perbuatan-perbuatan yang menggiurkan.
Perihalnya sama dengan pengertian yang diungkapkan dalam firman Allah yang
menceritakan perihal kaum Nabi Nuh, yaitu:
{وَمَكَرُوا مَكْرًا
كُبَّارًا}
Dan mereka melakukan tipu daya yang amat
besar. (Nuh: 22)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ
الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلا
أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ * قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ
اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ
كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ * وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا
بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ
وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا}
Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu
lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebagian
dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang
dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "Kalau
tidaklah karena kalian, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman.”
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap
lemah, "Kamikah yang telah menghalangi kalian dari petunjuk sesudah
petunjuk itu datang kepada kalian? (Tidak), sebenarnya kalian sendirilah
orang-orang yang berdosa.” Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada
orang-orang yang menyombongkan diri," (Tidak) sebenarnya tipu daya (kalian)
di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kalian
menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu
bagi-Nya.”(Saba: 31-33)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar. telah
menceritakan kepada kami Sufyan yang mengatakan bahwa setiap makar di dalam
Al-Qur'an artinya perbuatan.
****
Firman Allah Swt.:
{وَمَا يَمْكُرُونَ إِلا
بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ}
Dan mereka tidak memperdayakan melainkan
dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak menyadarinya. (Al-An'am: 123)
Yakni hasil tipu daya mereka yang demikian dan penyesatan
terhadap orang-orang yang mereka sesatkan tidaklah menimpa kepada orang lain,
melainkan hanya kepada diri mereka sendiri. Perihalnya sama dengan yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَلَيَحْمِلُنَّ
أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ}
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa)
mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban mereka
sendiri. (Al-'Ankabut:13)
{وَمِنْ
أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ}
dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah,
amat buruklah apa (dosa) yang mereka pikul itu. (An-Nahl: 25)
****
{وَإِذَا جَاءَتْهُمْ
آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ}
Apabila datang suatu ayat kepada mereka,
mereka berkata, "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami
yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah." (Al-An'am:
124)
Maksudnya, apabila datang kepada mereka suatu
ayat, bukti, dan hujan yang pasti, maka mereka mengatakan:
{لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى
نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ}
Kami tidak akan beriman sehingga diberikan
kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan
Allah. {Al-An'am: 124)
Yaitu sehingga datang kepada kami para malaikat
dari Allah membawa risalah, sebagaimana para malaikat itu datang kepada
rasul-rasul. Makna ayat ini senada dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ لَا
يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلا أُنزلَ عَلَيْنَا الْمَلائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا}
Berkatalah orang-orang yang tidak
menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, "Mengapakah tidak diturunkan
kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan
kita?” (Al-Furqan: 21)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ
يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ}
Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan
tugas kerasulan (Al-An'am: 124)
Artinya, Dia lebih mengetahui peletakan risalah
yang tepat dan orang yang layak mengembannya dari kalangan makhluk-Nya.
Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقَالُوا لَوْلا نزلَ
هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ أَهُمْ يَقْسِمُونَ
رَحْمَةَ رَبِّك}
Dan mereka berkata.”Mengapa Al-Qur’an ini
tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri ini. Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu. (Az-Zukhruf: 31-32), hingga akhir
ayat.
Mereka bermaksud bahwa mengapa Al-Qur'an ini
tidak diturunkan kepada seorang lelaki pembesar, dihormati, dan berpengaruh di
mata mereka. Yang dimaksud dengan istilah qaryataini atau dua negeri
dalam ayat ini ialah Mekah dan Taif. Demikian itu karena mereka —semoga Allah
melaknat mereka— menghina Rasulullah Saw. akibat rasa dengki dan permusuhan mereka
kepadanya serta keingkaran dan kesombongan mereka terhadapnya. Seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya yang ditujukan kepada Nabi Saw.,
yaitu:
{وَإِذَا رَآكَ الَّذِينَ
كَفَرُوا إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ
وَهُمْ بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ}
Dan apabila orang-orang kafir itu melihat
kamu, niscaya mereka tidak lain hanyalah membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka
mengatakan), "Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhan kalian?"
Padahal mereka adalah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Maha
Pemurah. (Al-Anbiya: 36)
{وَإِذَا
رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ
رَسُولا}
Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad),
mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan), "Inikah
orangnya yang diutus Allah sebagai rasul?" (Al-Furqan: 41)
{وَلَقَدِ
اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا
كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa
rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di
antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. (Al-An'am: 10)
Sekalipun demikian, pada kenyataannya mereka
mengakui keutamaan yang dimiliki oleh Rasulullah Saw., kedudukannya yang
terhormat, dan nasabnya yang baik, juga kesucian ahli bait-nya. serta
tempat beliau dididik dan dibesarkan. Semoga Allah melimpahkan salawat
kepadanya, semoga pula para malaikat dan orang-orang yang mukmin membacakan
salawat untuknya. Sehingga mereka menjulukinya di kalangan sesama
mereka—sebelum beliau Saw. menerima wahyu—dengan sebutan yang terhormat, yaitu Al-Amin.
Kenyataan ini diakui oleh pemimpin orang-orang
kafir (yaitu Abu Sufyan) ketika ditanya oleh Kaisar Heraklius, Raja Romawi,
"Bagaimanakah nasabnya di kalangan kalian?" Abu Sufyan menjawab,
"Dia di kalangan kami adalah orang yang bernasab terhormat."
Heraklius bertanya, "Apakah kalian pernah menuduhnya sebagai pendusta
sebelum dia mengatakan apa yang dikatakannya itu?" Abu Sufyan menjawab,
'Tidak pernah." Hadisnya cukup panjang, dan tersimpulkan darinya bahwa
Kaisar Romawi berdasarkan berita tersebut mengakui kesucian sifat-sifat Nabi
Saw. yang menunjukkan kebenaran dari kenabiannya dan kebenaran dari apa yang
disampaikannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُصعب،
حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ شَدَّاد أَبِي عَمَّارٍ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ
الْأَسْقَعِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ
إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيلَ بَنِي كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى
مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ،
وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ".
Imam Ahmad berkata, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Mus'ab, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari
Syaddad Abu Ammar, dari Wasilah ibnul Asqa' r.a. yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah memilih dari
kalangan anak Ibrahim yaitu Nabi Ismail, dan Dia telah memilih dari keturunan
Ismail Bani Kinanah, dan memilih dari Bani Kinanah Kabilah Quraisy, dan memilih
dari Kabilah Quraisy Bani Hasyim, dan Dia memilihku dari kalangan Bani Hasyim.
Imam Muslim mengetengahkan secara munfarid melalui
hadis Al-Auza'i, yaitu Abdur Rahman ibnu Amr (imam penduduk Syam) dengan lafaz
yang semisal.
Di dalam Sahih Bukhari disebutkan melalui
Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"بُعِثت مِنْ خَيْرِ قُرون بَنِي آدَمَ قَرْنًا فَقَرْنًا،
حَتَّى بُعِثْتُ مِنَ الْقَرْنِ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ"
Aku dibangkitkan melalui generasi-generasi
yang terbaik dari keturunan Bani Adam, satu generasi demi satu generasi,
sehingga aku dibangkitkan melalui generasi yang aku berada di dalamnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، عَنْ
سُفْيَانُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحارث ابن
نَوْفَلٍ، عَنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ أَبِي وَدَاعَةَ قَالَ: قَالَ الْعَبَّاسُ:
بَلَغَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بعضُ مَا يَقُولُ النَّاسُ، فَصَعِدَ
الْمِنْبَرَ فَقَالَ: "مَنْ أَنَا؟ ". قَالُوا: أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ.
قَالَ: "أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ،
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِ خَلْقِهِ، وَجَعَلَهُمْ
فِرْقَتَيْنِ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِ فِرْقَةٍ، وَخَلَقَ الْقَبَائِلَ فَجَعَلَنِي
فِي خَيْرِ قَبِيلَةٍ. وَجَعَلَهُمْ بُيُوتًا فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ بَيْتًا،
فَأَنَا خَيْرُكُمْ بَيْتًا وَخَيْرُكُمْ نَفْسًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Na'im, dari Sufyan, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdullah ibnul
Haris ibnu Naufal, dari Al-Muttalib ibnu Abu Wada'ah yang mengatakan bahwa
Al-Abbas telah menceritakan bahwa pernah sampai kepada Rasulullah Saw. sebagian
dari apa yang dikatakan oleh orang-orang mengenai dirinya. Maka Rasulullah Saw.
naik ke atas mimbar dan bersabda (kepada mereka), "Siapakah aku ini?"
Mereka menjawab, "Engkau adalah utusan Allah." "Nabi Saw.
bersabda: Aku adalah Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Muttalib,
sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-(Nya) dan menjadikan diriku di dalam
sebaik-baik makhluk-Nya. Dan Allah menjadikan mereka dua golongan, maka Dia
menjadikan diriku di dalam golongan yang terbaik. Dia menciptakan
kabilah-kabilah, maka Dia menjadikan diriku di dalam kabilah yang terbaik Dan
Dia menjadikan mereka terbagi-bagi dalam banyak ahli bait, maka Dia menjadikan
diriku di dalam sebaik-baik ahli bait mereka. Maka saya memiliki ahli bait dan
diri yang paling baik di antara kalian.
Masih dalam seputar hadis ini, diriwayatkan dari
Siti Aisyah r.a.; ia telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"قَالَ لِي جِبْرِيلُ: قَلَّبْتُ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا
وَمَغَارِبَهَا فَلَمْ أَجِدْ رَجُلًا أَفْضَلَ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَقَلَّبْتُ
الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا فَلَمْ أَجِدْ بَنِي أَبٍ أَفْضَلَ مِنْ
بَنِي هَاشِمٍ".
Jibril pernah berkata kepadaku, "Saya
pernah mengelilingi bumi ini arah timur dan arah baratnya, maka saya tidak
menjumpai seorang lelaki pun yang lebih utama daripada Muhammad. Dan saya
pernah mengelilingi bumi ini arah timur dan arah baratnya, maka saya tidak
menjumpai suatu puakpun dari suatu kabilah yang lebih utama daripada Bani
Hasyim.
Hadis riwayat Imam Hakim dan Imam Baihaqi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Asim, dari Zurr ibnu Hubaisy,
dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah pernah
memandang kepada semua kalbu hamba-hamba-Nya. Dia menjumpai kalbu Muhammad Saw.
adalah sebaik-baik kalbu hamba-hamba-Nya. Karena itu, Dia memilihnya sebagai
kekasih-Nya dan mengutusnya sebagai Rasul-Nya. Kemudian Allah memandang kepada
semua kalbu hamba-hamba-Nya sesudah kalbu Muhammad Saw. Maka Dia menjumpai kalbu
sahabat-sahabatnya adalah sebaik-baik kalbu hamba-hamba-Nya, lalu Dia
menjadikan mereka sebagai pembantu-pembantu Nabi-Nya; mereka berperang membela
agama-Nya. Karena itu, apa yang dipandang oleh orang-orang muslim baik, maka
hal itu baik pula menurut Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh orang-orang
muslim, maka hal itu buruk pula menurut Allah.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا شُجاع بْنُ الْوَلِيدِ قَالَ: ذَكَرَ
قَابُوسُ بْنُ أَبِي ظَبْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: قَالَ لِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "يَا سَلْمَانُ، لَا
تُبْغِضْنِي فَتُفَارِقَ دِينَكَ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ
أبْغِضُك وَبِكَ هَدَانَا اللَّهُ؟ قَالَ: "تُبْغِضُ الْعَرَبَ
فَتُبْغِضُنِي"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Syuja' ibnul Walid, bahwa Qabus ibnu Abu Zabyan telah menceritakan dari
ayahnya, dari Salman yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda
kepadanya: "Hai Salman, janganlah engkau membenciku, karena akibatnya
engkau akan meninggalkan agamamu.” Saya (Salman) bertanya, "Wahai
Rasulullah, mana mungkin saya benci kepadamu, padahal dengan melaluimulah Allah
memberi kami petunjuk?" Rasulullah Saw. bersabda, "Bila engkau
membenci Arab, berarti engkau membenciku."
Ibnu Abu Hatim menuturkan sehubungan dengan tafsir
ayat ini suatu riwayat dari Muhammad ibnu Mansur Al-Jawaz, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Abu Husain yang menceritakan bahwa seorang lelaki
melihat Ibnu Abbas yang sedang masuk ke dalam masjid melalui pintu besarnya.
Ketika Ibnu Abbas memandang kepada lelaki itu, maka lelaki itu takut kepadanya,
dan bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka (yang hadir) menjawab,
"Ibnu Abbas, anak paman Rasulullah Saw." Lalu lelaki itu membacakan
firman-Nya: Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am:
124)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{سَيُصِيبُ الَّذِينَ
أَجْرَمُوا صَغَارٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ}
Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa
kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras. (Al-An'am: 124). hingga akhir
ayat.
Makna ayat ini mengandung ancaman yang keras dari
Allah dan peringatan yang kuat, ditujukan kepada orang-orang yang sombong,
tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya dan tidak mau taat kepada para rasul dalam
semua apa yang didatangkan oleh para rasul kepada mereka. Maka orang-orang
tersebut kelak di hari kiamat pasti akan tertimpa kehinaan di hadapan Allah
selama-lamanya, sebagai pembalasan terhadap perbuatan sombong mereka ketika di
dunia. Perbuatan mereka yang demikian itu menjerumuskan diri mereka ke dalam
kehinaan di hari kiamat kelak. Makna ayat ini senada dengan apa yang disebutkan
dalam firman lainnya, yaitu:
{إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min:
60)
dalam keadaan kecil, hina dina. dan terlecehkan.
****
Firman Allah Swt.:
{وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا
كَانُوا يَمْكُرُونَ}
dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu
membuat tipu daya. (Al-An'am: 124)
Mengingat tipu muslihat itu kebanyakan hanya
dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi (yakni dengan cara yang halus dalam
melancarkan tipu daya dan tidak kelihatan), maka para pelakunya akan mendapat
siksa yang keras dari Allah di hari kiamat kelak sebagai pembalasan yang
setimpal:
{وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ
أَحَدًا}
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi:
49)
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{يَوْمَ تُبْلَى
السَّرَائِرُ}
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (At-Tariq:
9)
Yakni segala sesuatu yang rahasia, yang
tersembunyi, dan yang ada di dalam hati ditampakkan. Di dalam kitab Sahihain
disebutkan oleh sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"يُنْصَب لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ عِنْدَ اسُتِه يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، فَيُقَالُ: هَذِهِ غَدْرة فَلَانٍ ابْنِ فُلَانٍ"
Ditegakkan bagi setiap perbuatan khianat
sebuah panji di medan terbuka kelak di hari kiamat, lalu dikatakan bahwa panji
ini adalah pengkhianatan si Fulan bin Fulan.
Hikmah yang terkandung di dalam hadis ini ialah
bahwa mengingat perbuatan tipu muslihat (pengkhianatan) itu tersembunyi, tidak
ada seorang manusia pun yang melihatnya; maka di hari kiamat kelak akan menjadi
panji yang berkibar menandakan pelakunya.
Al-An'am, ayat 125
فَمَنْ يُرِدِ
اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ
يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي
السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
(125)
Barang siapa yang
Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah
Allah menimpakan siksa pada orang-orang yang tidak beriman.
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ
أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ}
Barang siapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. (Al-An'am: 125)
Yaitu memudahkan jalan baginya untuk memeluk
Islam, memberinya semangat, serta melancarkannya untuk memeluknya; hal ini
merupakan alamat kebaikan bagi orang yang bersangkutan. Perihalnya sama dengan
makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ
صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ }
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah
hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari
Tuhannya. (Az-Zumar: 22), hingga akhir ayat.
{وَلَكِنَّ
اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ
إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ}
tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada
keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan
kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah
orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-Hujurat: 7)
Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am:
125) mengatakan bahwa Allah melapangkan dadanya kepada ajaran tauhid dan
iman kepada-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Malik dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Makna ini sudah jelas.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: سُئل
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟
قَالَ: "أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَكْثَرُهُمْ لِمَا بعده
استعدادًا". قال: وَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ
الْآيَةِ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ}
وَقَالُوا: كَيْفَ يَشْرَحُ صَدْرَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نُورٌ
يُقْذَف فِيهِ، فَيَنْشَرِحُ لَهُ وَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ
مِنْ أَمَارَةٍ يُعرف بِهَا؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الخُلُود،
والتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لِقَاءِ
الْمَوْتِ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami As-Sauri, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far
yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya, "Orang beriman manakah
yang paling cerdas akalnya?" Nabi Saw. menjawab: Orang yang paling
banyak mengingat mati di antara mereka dan yang paling banyak membekali dirinya
untuk kehidupan sesudah mati. Dan Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna
firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am:
125) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan
melapangkan dadanya?" Rasulullah Saw. bersabda: Merupakan suatu nur
yang dipancarkan ke dalam dadanya, sehingga dada orang yang bersangkutan
menjadi lapang dan mau menerimanya. Mereka bertanya, "Apakah hal
tersebut ada tanda-tanda yang menjadi alamatnya?" Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya: Selalu ingat hari kembali ke alam kekekalan, menjauh
keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk menghadapi kematian
sebelum maut datang menjemputnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, dari Sufyan (yakni
As-Sauri), dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki yang dijuluki dengan
panggilan Abu Ja'far tinggal di Madain, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai
makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan
kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
(Al-An'am: 125) Kemudian disebutkan hadis yang semisal dengan hadis di
atas.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ،
حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْقَزَّازِ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ
صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِذَا دَخَلَ الْإِيمَانُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ لَهُ الْقَلْبُ وَانْشَرَحَ
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ؟ قَالَ: "نَعَمْ،
الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ،
وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari
Al-Hasan ibnu Furat Al-Qazzaz, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang
Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Lalu Rasulullah
Saw. bersabda: "Apabila iman telah masuk ke dalam kalbu, maka kalbu
menjadi lapang dan senang menerimanya.” Mereka bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah hal tersebut ada tanda-tandanya?”Rasulullah Saw. menjawab,
"Ya, yaitu selalu ingat kepada hari kembali ke alam keabadian (akhirat),
menjauhi keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk kematian
sebelum maut datang kepadanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari
Siwar ibnu Abdullah Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu
Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis dari Abdullah
ibnu Murrah, dari Abu Ja'far, kemudian disebutkan hadis yang semisal.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ،
حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْس، عَنْ عَمْرِو
بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ المِسْوَر قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هذه الآية: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ
يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالُوا:: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا
هَذَا الشَّرْحُ؟ قَالَ: "نُورٌ يُقْذَفُ بِهِ فِي الْقَلْبِ". قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ ؟ قَالَ "نَعَمْ"
قَالُوا: وَمَا هِيَ؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ،
وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ
الْمَوْتِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid
Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Miswar
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Barang
siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125)
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kelapangan
ini?' Rasulullah Saw. bersabda "Merupakan nur yang dimasukkan ke dalam
kalbu orang yang bersangkutan." Mereka bertanya, "Apakah hal
tersebut mempunyai tanda untuk mengenalnya?" Rasulullah Saw. menjawab,
"Ya." Mereka bertanya, "Apakah tanda-tanda itu?"
Rasulullah Saw. bersabda: Selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari
akhirat), menjauhi perkara duniawi yang memperdayakan, dan bersiap-siap
untuk mati sebelum maut datang.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ،
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ وَاقَدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ سَلمَة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أنَيْسة، عَنْ
عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ ابن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
[رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ وَانْشَرَحَ".
قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ عَلَامَةٍ يُعْرَفُ بِهَا؟ قَالَ:
"الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّنَحِّي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ،
وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لُقي الْمَوْتِ"
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan
kepadaku Hilal ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Malik
ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, dari Abu Abdur
Rahman, dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah ibnu
Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila
nur masuk ke dalam kalbu, maka dada terasa lapang dan lega. Mereka
bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda pengenalnya?" Rasulullah
Saw. menjawab: Mengingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari
akhirat), menghindari keduniawian yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk
mati (berbekal untuk mati) sebelum maut datang menjemput.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur lain dari
Ibnu Mas'ud secara muttasil dan marfu.
فَقَالَ: حَدَّثَنِي بن سِنان الْقَزَّازُ، حَدَّثَنَا مَحْبُوبُ
بْنُ الْحَسَنِ الْهَاشِمِيُّ، عَنْ يُونُسَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ
يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يُشْرَح
صَدْرُهُ؟ قَالَ: "يَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: وَهَلْ
لِذَلِكَ عَلَامَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "التَّجَافِي عَنْ دَارِ
الْغُرُورِ، وَالْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ
قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ الْمَوْتُ"
Untuk itu ia
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Sinan Al-Fazzaz, telah
menceritakan kepada kami Mahbub ibnul Hasan Al-Hasyim dari Yunus, dari Abdur
Rahman ibnu Ubaidillah ibnu Atabah, dari Abdullah ibnu Mas'ud dari Rasulullah
Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka (para sahabat) bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah proses pelapangan dadanya?"
Rasulullah Saw. bersabda: Nur masuk ke dalam kalbunya, lalu kalbunya menjadi
lapang. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tandanya, wahai
Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Menjauh dari keduniawian yang
memperdayakan, dan selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari
akhirat), serta bersiap-siap menghadapi kemaiian sebelum maut datang
menjemputnya.
Demikianlah jalur-jalur hadis ini, sebagiannya
ada yang mursal, sebagian lainnya muttasil, sebagian darinya
memperkuat sebagian yang lain.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُرِدْ أَنْ
يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا}
Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am:
125)
Lafaz dayyiqan ada yang membacanya daiqan
tanpa tasydid, yakni dengan huruf ya yang di-sukun-kan, tetapi
kebanyakan ulama ahli qiraat membacanya dayyiqan. Kedua qiraat ini sama
halnya dengan lafaz hainin dan hayyin.
Sebagian ulama membaca haruan yang artinya
berdosa, menurut apa yang dikatakan oleh As-Saddi. Menurut pendapat yang lain
bermakna seperti pada qiraat lainnya, yaitu harijan, yang artinya tidak
dapat menampung sesuatu pun dari hidayah dan tidak ada sesuatu pun bermanfaat
dapat menembusnya, yaitu berupa iman. Maksudnya, iman tidak dapat menembus
hatinya. Sahabat Umar ibnul Khattab r.a. pernah bertanya kepada seorang lelaki
dari kalangan orang-orang Arab Badui dari Bani Mudlaj mengenai makna al-harijah.
Maka lelaki Badui itu menjawab bahwa harijah ialah sejenis pohon
yang terletak di antara pepohonan lainnya, tetapi sulit dicapai oleh ternak
gembala, sulit pula dicapai oleh hewan liar. Dengan kata lain, tiada sesuatu
pun yang dapat mencapainya. Demikian pula kalbu orang-orang munafik, tiada
suatu kebaikan pun yang dapat mencapai (menembus)nya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah
menjadikan Islam sebagai hal yang sempit untuknya, padahal Islam luas. Seperti
yang diungkapkan-Nya dalam firman-Nya:
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ
فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}
dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk
kalian agama Islam sebagai suatu kesempitan.
Mujahid dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Yaitu sakit.
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Maksudnya, tiada
jalan masuk bagi kebaikan untuk menembusnya.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Juraij
sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125)
Yakni tidak dapat memuat kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Kaiimah ini
tidak dapat masuk ke dalam kalbunya, seakan-akan bagaikan orang yang naik ke
langit karena sulitnya hal itu baginya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am:125)
Bahwa hidayah tidak menemukan jalan masuk ke dalam kalbunya, melainkan
hanya kesulitan belaka yang dijumpainya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125)
karena dadanya terasa sempit.
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am:
125) Bahwa perumpamaan orang tersebut sama dengan orang yang tidak mampu naik
ke langit.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia
sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125)
Bahwa sebagaimana seorang manusia tidak mampu
mencapai langit, maka tauhid dan iman tidak mampu pula masuk ke dalam kalbunya,
kecuali jika Allah sendiri yang memasukkannya.
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang naik ke langit. (Al-An'am: 125)
Yakni mana
mungkin seseorang yang hatinya dijadikan sempit oleh Allah menjadi seorang
muslim.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal
ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan
kalbu orang kafir dalam hal kesempitannya yang sangat sehingga iman tidak dapat
sampai kepadanya. Ibnu Jarir mengatakan, sikap si kafir yang menolak tidak mau
menerima iman dan kesempitan kalbunya untuk dapat dicapai oleh iman diumpamakan
dengan keengganannya untuk naik ke langit dan ketidakmampuannya untuk melakukan
hal tersebut, mengingat pekerjaan itu memang tidak akan mampu dilakukannya dan
di luar kemampuannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula sehubungan dengan
makna firman-Nya:
{كَذَلِكَ يَجْعَلُ
اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ}
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman. (Al-An'am: 125) Sebagaimana Allah
menjadikan dada orang yang Dia kehendaki kesesatannya menjadi sesak lagi
sempit, maka Allah menguasakan setan kepadanya dan kepada orang-orang yang
semisal dengannya dari kalangan orang-orang yang menolak untuk beriman kepada
Allah dan Rasui-Nya. Lalu setan menyesatkannya dan menghalang-halanginya dari
jalan Allah.
Ibnu Abu
Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna rijsun dalam ayat ini
ialah setan.
Mujahid
mengatakan, rijsun artinya setiap sesuatu yang tidak ada suatu kebaikan
pun di dalamnya.
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, rijsun
artinya azab.
Al-An'am, ayat 126-127
وَهَذَا صِرَاطُ
رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ (126)
لَهُمْ دَارُ السَّلَامِ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ (127)
Dan inilah jalan
Tuhanmu; (jalan) yang lurus.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang
yang mengambil pelajaran. Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga)
pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh
yang selalu mereka kerjakan.
Setelah Allah Swt menyebutkan jalan orang-orang
yang sesat dari jalan-Nya lagi menolaknya, maka Dia mengisyaratkan perihal
kemuliaan apa yang Dia sampaikan kepada Rasul-Nya, yaitu berupa hidayah dan
agama yang benar. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ
مُسْتَقِيمًا}
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang
lurus. (Al-An'am: 126)
Lafaz mustaaqiman di-nasab-kan karena
menjadi hal (kata keterangan keadaan), yakni inilah agama yang Kami
syariatkan buatmu, hai Muhammad, melalui apa yang Kami wahyukan kepadamu berupa
Al-Qur'an ini, yaitu jalan Allah yang lurus. Seperti yang telah disebutkan
dalam hadis Al-Haris, dari Ali mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:
"هُوَ صِرَاطُ اللَّهِ الْمُسْتَقِيمُ، وَحَبْلُ اللَّهِ
الْمَتِينُ، وَهُوَ الذِّكْرُ الْحَكِيمُ"
Al-Qur’an adalah jalan Allah yang lurus, dan
merupakan tali Allah yang kuat, serta Al-Qur’an adalah suatu peringatan yang
bijaksana.
Hadis ini secara panjang lebar diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Imam Turmuzi.
{قَدْ فَصَّلْنَا
الآيَاتِ}
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami).
(Al-An'am: 126)
Maksudnya, kami telah menjelaskan, menerangkan,
dan menafsirkannya.
{لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ}
kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. (Al-An’am:
126)
Yaitu kepada orang yang berpemahaman dan
berkesadaran serta mau menggunakan akalnya untuk mengetahui Allah dan
Rasul-Nya.
{لَهُمْ دَارُ السَّلامِ}
Bagi mereka (disediakan) Darussalam. (Al-An'ain:
127)
Yakni surga.
{عِنْدَ رَبِّهِمْ}
Pada sisi Tuhannya. (Al-An'am: 127)
Yaitu kelak di hari kiamat. Allah menggambarkan
surga dengan sebutan Darussalam dalam ayat ini mengingat mereka telah
menempuh jalan yang membawa kepada keselamatan, yaitu jalan yang lurus
mengikuti jejak dan sepak terjang para nabi. Dengan kata lain, sebagaimana
mereka selamat dari malapetaka penyelewengan, maka mereka pun dapat sampat ke Darussalam
(surga).
{وَهُوَ وَلِيُّهُمْ}
dan Dialah Pelindung mereka. (Al-An'am:
127)
Allah Yang memelihara mereka, Yang menolong, dan
Yang mendukung mereka.
{بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ}
disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka
kerjakan. (Al-An'am: 127)
Yakni sebagai balasan atas amal-amal mereka yang
saleh, maka Allah menyerahkan kepada mereka dan memberi mereka surga dari
karunia dan kemurahan-Nya.
Al-An'am, ayat 128
وَيَوْمَ
يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ
وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ
وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ
خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (128)
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpun mereka
semuanya, (dan Allah berfirman), "Hai golongan jin (setan), sesungguhnya
kalian telah banyak (menyesatkan) manusia," lalu berkatalah
kawan-kawan mereka dari golongan manusia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya
sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan
kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” Allah
berfirman, "Neraka itulah tempat diam kalian, sedangkan kalian kekal di
dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)," Sesungguhnya
Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Allah berfirman:
{وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ
جَمِيعًا}
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah
menghimpun mereka semuanya. (Al-An'am: 128)
Artinya, dan ingatlah hai Muhammad, ceritakanlah
kepada mereka dan peringatkanlah mereka dengan suatu hari di waktu Allah
menghimpun mereka semua. Yang dimaksud dengan 'mereka' ialah jin dan
teman-temannya dari kalangan manusia, yaitu mereka yang menyembahnya ketika di
dunia, berlindung kepadanya serta taat kepadanya, dan sebagian dari mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain kata-kata yang indah untuk menipu.
{يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ
قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ}
Hai golongan jin (setan), sesungguhnya
kalian telah banyak (menyesatkan) manusia. (Al-An'am: 128)
Yakni Allah berfirman, "Hai golongan
jin." Dalam ayat ini konteks pembicaraan menunjukkan ada kalimat yang
tidak disebutkan.
Makna firman-Nya:
{قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ
مِنَ الإنْسِ}
sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan)
manusia. (Al-An'am: 128)
Bahwa kalian telah banyak menipu dan menyesatkan
manusia. Perihalnya sama dengan yang dikatakan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{أَلَمْ أَعْهَدْ
إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ * وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ * وَلَقَدْ
أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ}
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada
kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan
itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.”Dan hendaklah kalian menyembah-Ku;
inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian
besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak memikirkan? (Yasin: 60-62)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai golongan jin, sesungguhnya kalian
telah banyak (menyesatkan) manusia. (Al-An'am: 128) Maksudnya,
kalian telah banyak menyesatkan sebagian besar dari mereka.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid,
Al-Hasan, dan Qatadah.
{وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ
مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ}
Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari
golongan manusia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah
dapat kesenangan dari sebagian (yang lain)." (Al-An'am: 128)
Yakni teman-teman jin dari kalangan manusia
menjawab kepada Allah Swt. dengan perkataan tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab (yaitu Hauzah
ibnu Khalifah), telah menceritakan kepada kami Auf, dari Al-Hasan sehubungan
dengan ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah "kalian telah
memperbanyak penghuni neraka pada hari kiamat". Maka teman-teman mereka
dari kalangan manusia menjawab, "Ya Tuhan kami, sebagian dari kami telah
dapat kesenangan dari sebagian yang lain." Al-Hasan mengatakan,
"Tidak sekali-kali sebagian dari mereka mendapat kesenangan dari sebagian
yang lain, melainkan karena jin memerintahkan kepada teman-temannya dari
kalangan manusia, lalu manusia-manusia yang diperintahkannya
mengamalkannya."
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat
kesenangan dari sebagian (yang lain). (Al-An'am: 128) Makna yang dimaksud
ialah teman-teman jin sewaktu di dunia.
Ibnu Juraij mengatakan, dahulu di masa Jahiliah
bila seorang lelaki singgah di suatu tempat, ia mengatakan, "Saya
berlindung kepada penghuni lembah ini." Yang demikian itulah kesenangan
mereka, lalu hal ini mereka jadikan alasan di hari kiamat kelak. Adapun
mengenai kesenangan yang diperoleh jin dari manusia ialah menurut kisahnya
disebutkan bahwa hal tersebut merupakan penghormatan yang diperoleh jin dari
manusia di saat manusia meminta tolong kepada mereka. Lalu para jin mengatakan,
"Kami telah menguasai manusia dan jin."
{وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا
الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا}
dan kami telah sampai kepada waktu yang telah
Engkau tentukan bagikami. (Al-An'am: 128)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah ajal
kematian.
{النَّارُ مَثْوَاكُمْ}
Allah berfirman, "Neraka itulah tempat
diam kalian!" (Al-An'am: 128)
Yakni tempat menetap dan tempat tinggal kalian,
mereka, serta teman-teman kalian adalah neraka.
{خَالِدِينَ فِيهَا}
sedangkan kalian kekal di dalamnya. (Al-An'am:
128)
Maksudnya, tinggal di dalamnya sebagai penghuni
tetap untuk selama-lamanya, kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah.
Menurut sebagian ulama tafsir, istisna atau
pengecualian ini pengertiannya mengisyaratkan kepada alam barzakh. Sedangkan
menurut sebagian yang lain, hal ini mengisyaratkan kepada lamanya masa mereka
tinggal di dunia. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah selain itu. Banyak
pendapat mengenai masalah ini yang kelak akan diterangkan pada tafsir firman
Allah Swt. dalam surat Hud, yaitu:
{خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ
السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ إِلا مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا
يُرِيدُ}
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan
bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (Hud: 107)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim di dalam tafsir
ayat ini meriwayatkan melalui jalur Abdullah ibnu Saleh (Juru tulis Lais) bahwa
telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Ali ibnu Abu Hatim ibnu
Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Neraka
itulah tempat diam kalian, sedangkan kalian kekal di dalamnya, kecuali kalau
Allah menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi
Maha Mengetahui. (Al-An'am: 128) Sesungguhnya ayat ini merupakan suatu ayat
yang intinya bermakna bahwa tidak layak bagi seorang pun memutuskan terhadap
Allah sehubungan dengan masalah makhluk-Nya, tidak pula mengenai penempatan
mereka ke dalam surga atau ke dalam neraka oleh-Nya.
Al-An'am, ayat 129
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ (129)
Dan demikianlah Kami
jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang
lain disebabkan apa yang mereka usahakan.
Sa'id meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan
takwil ayat ini, bahwa sesungguhnya Allah mempertemankan manusia berdasarkan
amal perbuatan mereka. Dengan kata lain, orang mukmin adalah teman orang mukmin
lainnya di masa kapan pun dan di mana saja. Orang kafir adalah teman orang
kafir, di mana saja dan kapan pun berada. Iman bukanlah hanya sekadar
angan-angan, bukan pula sebagai perhiasan (melainkan harus disertai dengan amal
perbuatan). Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ma'mar meriwayatkan dari Qatadah sehubungan
dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan teman sebagian orang-orang yang
zalim dengan sebagian yang lain di dalam neraka; sebagian dari mereka mengikuti
sebagian yang lainnya.
Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa ia pernah
membaca kitab Zabur yang isinya antara lain, "Sesungguhnya Aku akan
membalas orang-orang munafik dengan orang-orang munafik lagi, kemudian Aku
menimpakan pembalasan (azab) kepada orang-orang munafik semuanya." Yang
demikian itu terdapat di dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya: Dan demikianlah
Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu berkuasa atas sebagian yang
lainnya. (Al-An'am: 129)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan demikianlah Kami jadikan sebagian
orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain. (Al-An;am:
129) Yang dimaksud ialah orang-orang yang zalim dari kalangan umat jin dan umat
manusia, Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan firman-Nya: Barang
siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami
adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36). Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini ialah: Kami jadikan jin yang zalim
berkuasa atas orang-orang yang zalim dari kalangan umat manusia.
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan hadis
berikut ini dalam biografi Abdul Baqi ibnu Ahmad melalui jalur Sa'id ibnu Abdul
Jabbar Al-Karabisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim, dari Zar, dari Ibnu
Mas'ud secara marfu’ yaitu:
"مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا سَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Barang siapa yang menolong orang yang zalim,
maka Allah akan menjadikan orang zalim itu berkuasa atas dirinya.
Hadis ini berpredikat garib.
Sebagian penyair mengatakan:
وَمَا مِن يَد إِلَّا يدُ اللَّهِ فَوْقَهَا ... وَلَا ظَالِمٍ إِلَّا
سَيُبلى بِظَالِمٍ ...
Tiada
suatu kekuatan pun melainkan kekuatan Allah berada di atasnya, dan tidak ada
seorang zalim pun melainkan dia akan mendapat cobaan dari orang zalim lainnya.
Makna ayat ini ialah 'sebagaimana Kami kuasakan
orang-orang yang merugi dari kalangan umat manusia itu kepada segolongan kaum
jin yang telah menyesatkan mereka, maka Kami berbuat hal yang sama terhadap
orang-orang yang zalim. Yakni Kami kuasakan sebagian dari mereka atas sebagian
yang lain, Kami binasakan sebagian dari mereka melalui sebagian yang lain, dan
Kami timpakan pembalasan atas sebagian mereka dengan melalui sebagian yang
lainnya, sebagai pembalasan Kami atas perbuatan aniaya mereka dan kesesatan
mereka.
Al-An'am, ayat 130
يَا مَعْشَرَ
الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ
آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى
أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ (130)
Hai golongan jin dan
manusia, apakah belum datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian
sendiri, yang menyampaikan kepada kalian ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan
kepada kalian terhadap pertemuan kalian dengan hari ini? Mereka berkata,
"Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri, "kehidupan dunia telah
menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka
adalah orang-orang yang kafir.
Ayat ini pun termasuk kecaman Allah yang
ditujukan kepada kaum yang kafir dari kalangan makhluk jin dan manusia di hari
kiamat nanti, yaitu di saat Allah menanyai mereka —padahal Allah lebih mengetahui—
bahwa bukankah telah datang kepada mereka rasul-rasul yang menyampaikan risalah
kepada mereka. Istijham atau kata tanya di sini mengandung makna taqrir.
{يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ
وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ}
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum
datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian sendiri. (Al-An'am:
130)
Minkum yakni dari kalangan kalian sendiri,
karena memang para rasul itu hanyalah dari golongan manusia saja, tiada satu
pun dari kalangan makhluk jin yang menjadi rasul. Demikianlah menurut apa yang
telah dinaskan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya
seorang dari kalangan para imam, baik yang Salaf maupun yang Khalaf.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa para rasul adalah
dari kalangan Bani Adam, sedangkan dari kalangan jin sedikit sekali (jarang).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ad-Dahhak ibnu
Muzahim; ia menduga bahwa dari kalangan jin terdapat rasul-rasul, dan
pendapatnya itu berlandaskan pada dalil ayat ini. Pendapat tersebut masih perlu
dipertimbangkan, mengingat apa yang dikatakannya itu masih bersifat ihtimal (hipotesis)
dan makna ayat tidak jelas menunjukkan pengertian itu. Perihalnya—hanya Allah
yang lebih mengetahui— sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ
يَلْتَقِيَانِ. بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ} إِلَى أَنْ قَالَ:
{يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ}
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang
keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh
masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:
19-21) sampai firman-Nya: Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman:
22)
Kita maklumi bahwa mutiara dan marjan hanyalah
dihasilkan dari air yang asin (laut), bukan air yang manis (tawar); hal ini
jelas dan gamblang. Jawaban atau sanggahan ini diketengahkan oleh Ibnu Jarir
sendiri.
Dalil yang menyatakan bahwa para rasul itu
hanyalah dari kalangan manusia ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ}
إِلَى أَنْ قَالَ: {رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ
عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ }
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi
sesudahnya. (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya: (Mereka Kami utus) selaku
rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan
bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (An-Nisa:
165)
Dan pada firman Allah Swt. tentang Nabi Ibrahim,
yaitu:
{وَجَعَلْنَا فِي
ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ}
dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada
keturunannya. (Al-'Ankabut: 27)
Disebutkan bahwa kenabian dan Al-Kitab hanya
terbatas pada keturunan Ibrahim a.s. sesudah Ibrahim a.s. tiada. Tidak ada
seorang pun yang mengatakan bahwa kenabian ada di kalangan makhluk jin sebelum
Ibrahim Al-Khalil, lalu kenabian terputus dari mereka (jenis jin) dengan
diutus-Nya Nabi Ibrahim.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lainnya,
yaitu:
{وَمَا أَرْسَلْنَا
قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ
فِي الأسْوَاقِ}
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu.
melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan:
20)
{وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami tidak mengutus sebelum kamu. melainkan
orang-orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk
kota. (Yusuf: 109)
Dimaklumi bahwa jin merupakan yang diikutkan
kepada manusia dalam bab ini, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika
menceritakan perihal mereka:
{وَإِذْ صَرَفْنَا
إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ
قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ.
قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى
مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ
مُسْتَقِيمٍ * يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ
لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وَمَنْ لَا يُجِبْ
دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الأرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُونِهِ
أَولِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan
serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka tatkala mereka
menghadiri pembacaan{nya), lalu mereka berkata, "Diamlah kalian (untuk
mendengarkannya)." Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali
kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Hai
kaum kami. sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang
telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi
memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah
(seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepadaNya.
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan melepaskan kalian dari azab
yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru
kepada Allah, maka dia tidak dapat melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi
dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata "(Al-Ahqaf: 29-32)
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Turmuzi dan lain-lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membacakan surat
Ar-Rahman kepada mereka (kaum jin), yang antara lain terdapat firman Allah
Swt.:
{سَنَفْرُغُ لَكُمْ
أَيُّهَا الثَّقَلانِ * فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ}
Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepada
kalian, hai manusia dan jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan? (Ar-Rahman: 31-32)
Allah Swt. telah berfirman dalam surat berikut
ini:
{يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ
وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي
وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا}
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum
datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian sendiri, yang
menyampaikan kepada kalian ayat-ayat-Kudan memberi peringatan kepada kalian
terhadap pertemuan dengan hari ini? Mereka berkata, "Kami menjadi saksi
atas diri kami sendiri.” (Al-An'am: 130)
Artinya, kami mengakui bahwa para rasul itu telah
menyampaikan kepada kami risalah dari-Mu; mereka telah memberikan peringatan
kepada kami terhadap pertemuan dengan-Mu dan bahwa hari ini merupakan hari yang
pasti terjadi.
****
Firman Allah Swt.:
{وَغَرَّتْهُمُ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا}
kehidupan dunia telah menipu mereka. (Al-An'am:
130)
Yakni mereka telah menyia-nyiakan hidup mereka di
dunia dan mereka menjadi binasa karena mendustakan rasul-rasul serta tidak
percaya kepada mukjizat-mukjizat karena kehidupan duniawi, kesenangan, dan
perhiasannya telah memperdayakan mereka.
{وَشَهِدُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ}
dan mereka menjadi saksi atas diri mereka
sendiri. (Al-An'am: 130)
Yaitu di hari kiamat kelak.
{أَنَّهُمْ كَانُوا
كَافِرِينَ}
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (Al-An'am:
130)
Maksudnya, mereka kafir ketika di dunia, ingkar
terhadap apa yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka.
Al-An'am, ayat 131-132
ذَلِكَ أَنْ
لَمْ يَكُنْ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ (131) وَلِكُلٍّ
دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (132)
Yang demikian itu
adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedangkan
penduduknya dalam keadaan lengah. Dan masing-masing orang memperoleh
derajat-derajat (seimbang) dengan apa
yang dikerjakannya Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ أَنْ لَمْ يَكُنْ
رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ}
Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu
tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedangkan penduduknya dalam
keadaan lengah. (Al-An'am: 131)
Yakni sesungguhnya Kami beralasan terhadap
manusia dan jin dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada
mereka, agar tidak ada seseorang dihukum karena perbuatan zalimnya, padahal ia
belum tersentuh oleh dakwah. Terhadap semua umat, Kami katakan bahwa tidak
sekali-kali Kami mengazab seseorang melainkan setelah Kami utuskan para rasul
kepada mereka. Makna ayat ini semisal dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ
إِلا خَلا فِيهَا نَذِيرٌ}
Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah
ada padanya seorang pemberi peringatan. (Fathir: 24)
{وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja)
dan jauhilah Tagut." (An-Nahl:36)
{وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا}
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami
mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
{كُلَّمَا
أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ *
قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا}
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan
(orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada
mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang
pemberi peringatan?" Mereka menjawab, "Benar ada. Sesungguhnya telah
datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) (Al-Mulk:
8-9)
Masih banyak ayat lain yang bermakna semisal
dengan ayat ini.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa makna
firman-Nya, {بِظُلْمٍ} mengandung dua pengertian, yaitu:
Pertama, yang demikian itu adalah karena
Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota karena perbuatan aniaya para
penghuninya yang melakukan kemusyrikan ketika mereka sedang dalam keadaan
lengah. Dengan kata lain, Allah tidak akan menyegerakan azabnya kepada mereka
sebelum Dia mengirimkan seorang rasul kepada mereka yang bertugas memperingatkan
mereka akan hujah-hujah Allah atas mereka dan memperingatkan mereka terhadap
azab Allah di hari mereka dikembalikan. Allah sama sekali tidak akan menyiksa
mereka ketika mereka sedang dalam keadaan lalai, yang pada akhirnya mereka akan
beralasan dengan mengatakan, "Tidak pernah datang kepada kami seorang
pembawa berita gembira, tidak pula seorang pemberi peringatan pun."
Kedua, firman-Nya: Yang demikian itu
adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya. (Al-An'am:
131) Artinya, Tuhanmu tidak akan membinasakan mereka sebelum menyadarkan dan
memperingatkan mereka melalui para rasul dan mukjizat-mukjizat serta
pelajaran-pelajaran. Karena dengan demikian berarti Allah berbuat aniaya
terhadap mereka, sedangkan Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap
hamba-hamba-Nya.
Kemudian Ibnu Jarir sendiri men-rajih-kan
(menguatkan) pendapat yang pertama, dan pendapat tersebut memang lebih kuat,
tidak diragukan lagi.
****
Firman Allah Swt.:
{وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ
مِمَّا عَمِلُوا}
Dan masing-masing orang memperoleh
derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am:
132)
Maksudnya, setiap orang yang beramal —baik amal
taat kepada Allah ataupun durhaka terhadap-Nya— mempunyai tingkatan dan
kedudukannya sendiri. Barang siapa yang mengerjakannya, maka Allah akan
menyampaikan hal itu kepadanya dan membalaskannya. Jika amal perbuatannya baik,
maka balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, balasannya buruk pula.
Menurut kami, firman Allah Swt.; Dan
masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa
yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132) dapat diinterpretasikan bahwa yang
dimaksud dengan lafaz kullin di sini kembali kepada orang-orang yang
kafir dari kalangan jin dan manusia. Yakni masing-masing akan memperoleh
kedudukan dan tingkatannya di dalam neraka sesuai dengan amal perbuatannya.
Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ}
Allah berfirman, "Masing-masing mendapat
(siksaan) yang berlipat ganda."(Al-‘Araf: 38)
{الَّذِينَ
كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ
بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ}
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan
disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ
عَمَّا يَعْمَلُونَ}
Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan. (Al-An'am: 132)
Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah
bahwa semua amal perbuatan mereka itu, hai Muhammad, diketahui oleh Tuhanmu;
Dia menghitung-hitungnya dan membalaskannya kepada mereka di sisi-Nya. Allah
akan membalas amal perbuatan mereka pada hari mereka bersua dengan-Nya, yaitu
di hari mereka dikembalikan kepada-Nya.
Al-An'am, ayat 133-135
وَرَبُّكَ
الْغَنِيُّ ذُو الرَّحْمَةِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَسْتَخْلِفْ مِنْ
بَعْدِكُمْ مَا يَشَاءُ كَمَا أَنْشَأَكُمْ مِنْ ذُرِّيَّةِ قَوْمٍ آخَرِينَ (133)
إِنَّ مَا تُوعَدُونَ لَآتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ (134) قُلْ يَا قَوْمِ
اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ
لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (135)
Dan Tuhanmu Mahakaya,
lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian dan
mengganti kalian dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kalian (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kalian dari
keturunan orang-orang lain. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian
pasti datang, dan kalian sekali-kali tidak sanggup menolaknya. Katakanlah,
"Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuan kalian, sesungguhnya aku pun
berbuat (pula). Kelak kalian akan mengetahui, siapakah (di antara
kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapat keberuntungan."
Firman Allah Swt.:
{وَرَبُّكَ}
Dan Tuhanmu. (Al-An'am: 133)
hai Muhammad.
{الْغَنِيُّ}
Mahakaya. (Al-An'am: 133)
Yakni Mahakaya dari semua makhluk-Nya dari segala
segi, sedangkan mereka (makhluk-Nya) membutuhkan Allah dalam semua keadaan.
{ذُو الرَّحْمَةِ}
lagi mempunyai rahmat. (Al-An'am: 133)
Artinya, selain itu Allah Maha Penyayang kepada
mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Hajj: 65 dan Al Baqarah 143)
{إِنْ يَشَأْ
يُذْهِبْكُمْ}
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan
kalian. (Al-An'am: 133)
Yaitu apabila kalian menentang perintah-Nya.
{وَيَسْتَخْلِفْ مِنْ
بَعْدِكُمْ مَا يَشَاءُ}
dan mengganti kalian dengan siapa yang
dikehendaki-Nya setelah kalian (musnah). (Al-An’am: 133)
Allah akan mengganti kalian dengan kaum yang lain
yang akan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.
{كَمَا أَنْشَأَكُمْ مِنْ
ذُرِّيَّةِ قَوْمٍ آخَرِينَ}
sebagaimana Dia telah menjadikan kalian dari
keturunan orang-orang lain. (Al-An'am: 133)
Artinya, Dia berkuasa untuk melakukan hal itu dan
mudah serta gampang bagi-Nya; sebagaimana Dia telah memusnahkan
generasi-generasi terdahulu, lalu menggantinya dengan generasi berikutnya. Maka
Dia berkuasa pula untuk memusnahkan mereka, kemudian mendatangkan kaum yang
lain sebagai pengganti mereka. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{إِنْ يَشَأْ
يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى ذَلِكَ
قَدِيرًا}
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan
kalian, wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti
kalian). Dan adalah Allah Mahakuasa berbuat demikian. (An-Nisa: 133)
{يَا أَيُّهَا
النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ
الْحَمِيدُ * إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ}
Hai manusia, kamulah yang berhajat kepada
Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi
Maha Terpuji. Jika dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian dan
mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kalian). Dan
sekali-kali yang demikian itu bagi Allah tidak sulit. (Fathir: 15-17)
{وَاللَّهُ
الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ}
Dan Allah-lah Yang Mahakaya, sedangkan
kalianlah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya). Dan jika kalian berpaling,
niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, dan mereka
tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ya'qub ibnu
Atabah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Aban ibnu Usman mengatakan
sehubungan dengan makna ayat berikut, yaitu firman-Nya: sebagaimana Dia
menjadikan kalian dari keturunan orang-orang lain. (Al-An'am: 133)
Maksudnya, keturunan orang-orang tua dan keturunan anak cucu.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ مَا تُوعَدُونَ
لآتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ}
Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian
pasti datang, dan kalian sekali-kali tidak sanggup menolaknya. (Al-An'am:
134)
Yakni ceritakanlah kepada mereka, hai Muhammad,
bahwa apa yang dijanjikan kepada mereka mengenai urusan hari akhirat pasti akan
terjadi.
{وَمَا أَنْتُمْ
بِمُعْجِزِينَ}
dan kalian sekali-kali tidak sanggup
menolaknya. (Al-An'am: 134)
Artinya, kalian tidak dapat membuat Allah tidak
mampu. Bahkan Dia mampu untuk mengembalikan kalian menjadi hidup kembali,
sekalipun kalian telah menjadi tanah dan tulang-belulang kalian telah hancur.
Dia Mahakuasa, tiada sesuatu pun yang tidak dapat dilakukan-Nya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ فِي تَفْسِيرِهَا: حَدَّثَنَا أَبِي،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرٍ، عَنْ
أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنِ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الخدُرْي، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "يَا بَنِي آدَمَ، إِنْ كُنْتُمْ
تَعْقِلُونَ فَعُدُّوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ الْمَوْتَى. وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
إِنَّمَا تُوعَدُونَ لِآتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ"
Ibnu Abu Hatim
di dalam kitab tafsirnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Humair, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Ata ibnu
Abu Rabah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hai
Bani Adam, jika kalian adalah orang-orang yang berakal, maka anggaplah diri
kalian termasuk orang-orang mati. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian
benar-benar akan terjadi, dan kalian sekali-kali tidak dapat mengelakkannya.
****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ يَا قَوْمِ
اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Hai kaumku, berbuatlah
sepenuh kemampuan kalian, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak
kalian akan mengetahui." (Al-An’am: 135)
Di dalam ayat ini terkandung makna ancaman yang
keras dan peringatan yang tajam. Dengan kata lain, teruskanlah jalan kalian dan
arah yang sedang kalian tuju, jika kalian menduga bahwa kalian berada dalam
jalan petunjuk. Aku pun akan terus berjalan pada jalan dan metodeku sendiri.
Makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{وَقُلْ لِلَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنَّا عَامِلُونَ * وَانْتَظِرُوا
إِنَّا مُنْتَظِرُونَ}
Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak
beriman.”Berbuatlah menurut kemampuan kalian; sesungguhnya kamiptm berbuat
pula. Dan tunggulah (akibat perbuatan kalian), sesungguhnya kami pun
menunggu (pula)-" (Hud: 121-122)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: sepenuh kemampuan kalian. (Al-An'am:
135) Yaitu menurut lingkungan kalian.
*****
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ}
Kelak kalian akan mengetahui siapakah (di
antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini.
Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapat keberuntungan. (Al-An'am:
135)
Artinya, apakah bagiku atau bagi kalian?
Sesungguhnya Allah telah menunaikan janji-Nya kepada Rasul-Nya. Yakni Allah
telah memapankan kedudukannya di seluruh negeri dan menjadikan kekuasaannya
berpengaruh atas diri orang-orang yang menentangnya dari kalangan hamba-hamba
Allah; Allah membukakan kota Mekah baginya, menampakkan (memenangkan) agamanya
di atas semua orang dari kalangan kaumnya yang mendustakannya, juga di atas
semua orang yang memusuhi dan bersikap oposisi terhadapnya. Akhirnya Allah
memantapkan urusannya di seluruh wilayah Jazirah Arabia. Demikian pula halnya
negeri Yaman dan Bahrain, yang semuanya itu terjadi di masa beliau Saw. masih
hidup. Kemudian Allah membukakan kota-kota besar, semua negeri, dan kawasan
lainnya sesudah beliau wafat, yaitu di masa-masa pemerintahan para khalifahnya.
Semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka semua. Seperti yang
ditegaskan oleh firman-Nya:
{كَتَبَ اللَّهُ
لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي}
Allah telah menetapkan, "Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti menang.” (Al-Mujadilah; 21)
{إِنَّا
لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
يَقُومُ الأشْهَادُ. يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ
اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
Sesunggguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami
dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi
orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi
merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52)
{وَلَقَدْ
كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا
عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ}
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur
sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz, bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105)
Juga dalam firman Allah Swt. yang menceritakan
perihal rasul-rasul-Nya:
{فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ
رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ. وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الأرْضَ مِنْ
بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ}
Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka,
"Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, dan Kami pasti
akan menempatkan kalian di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah
untuk) orang-orang yang takut (akan menghadapi) ke hadirat-Ku dan
yang takut kepada ancaman-Ku.” (Ibrahim: 13-14)
Dan firman Allah Swt. lainnya yang mengatakan:
{وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي
الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا}
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apa pun dengan Aku. (An-Nur: 55), hingga akhir ayat.
Memang Allah
telah melakukan hal tersebut dan memenuhinya buat umat Nabi Muhammad Saw.
Al-An'am, ayat 136
وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ
نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا
كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ
يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (136)
Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan
persangkaan mereka, "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami.”
Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai
kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu
sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.
Makna
ayat ini mengandung celaan dan cemoohan Allah terhadap orang-orang musyrik yang
telah banyak membuat-buat bid'ah, kekufuran, dan kemusyrikan. Yaitu mereka
menjadikan bagi Allah sekutu dan bagian dari makhluk-Nya, padahal Dia adalah
Pencipta segala sesuatu; Mahasuci Allah lagi Mahatinggi. Disebutkan melalui
firman-Nya:
{وَجَعَلُوا لِلَّهِ
مِمَّا ذَرَأَ}
Dan
mereka memperuntukkan bagi Allah dari apa yang telah diciptakannya. (Al-An'am: 136)
Yakni
dari apa yang telah dijadikan dan diadakan oleh-Nya.
{مِنَ الْحَرْثِ}
berupa
tanaman. (Al-An'am: 136)
Maksudnya,
dari hasil tanaman dan buah-buahan.
{وَالأنْعَامِ نَصِيبًا}
dan
ternak suatu bagian. (Al-An'am: 136)
Yaitu
suatu bagian tertentu.
{فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ
بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا}
lalu
mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, "Ini untuk Allah dan ini
untuk berhala-berhala kami.” (Al-An'am:
136)
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَمَا كَانَ
لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ
إِلَى شُرَكَائِهِمْ}
Maka
saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada
Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai
kepada berhala-berhala mereka (Al-An'am:
136)
Ali
ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu
Abbas mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini sebagai berikut: Sesungguhnya
musuh-musuh Allah apabila menanam tanaman, lalu mereka menghasilkan buahnya
dari tanaman mereka itu, maka mereka menjadikan bagi Allah dari hasil itu suatu
bagian tertentu dan bagi berhala sembahan mereka satu bagian lainnya. Kemudian
hasil tanaman atau buah-buahan atau sesuatu lainnya yang menjadi bagian
berhala-berhala mereka itu mereka simpan dan mereka hitung-hitung. Jika ada
sesuatu darinya yang terjatuh, yang menurut peristilahan mereka disebut untuk samad,
maka mereka mengembalikannya kepada bagian yang diperuntukkan bagi berhala.
Apabila mereka kedahuluan oleh air yang sedianya mereka akan gunakan untuk
mengairi bagian untuk berhala, lalu air itu mengairi sesuatu dari bagian yang
diperuntukkan buat Allah, maka mereka menjadikannya untuk berhala. Jika ada
sesuatu yang gugur dari hasil tanaman dan buah-buahan yang mereka jadikan untuk
Allah, hingga bercampur baur dengan bagian yang diperuntukkan buat berhala,
maka mereka mengatakan, "Ini miskin," lalu mereka tidak
mengembalikannya kepada bagian yang diperuntukkan buat Allah. Apabila mereka
kedahuluan oleh air yang sedianya mereka akan menggunakannya buat mengairi
bagian Allah, lalu air itu mengairi bagian yang diperuntukkan buat berhala,
maka mereka membiarkannya untuk berhala mereka. Mereka mengharamkan sebagian
dari harta (ternak) mereka yang disebutkan oleh peristilahan mereka dengan nama
bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Mereka memperuntukkan hal
tersebut bagi berhala-berhala mereka, dengan dugaan bahwa mereka
mengharamkannya sebagai amal pendekatan diri kepada Allah. Maka Allah Swt.
berfirman: Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah diciptakan Allah. (Al-An'am: 136), hingga akhir ayat.
Hal
yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa
segala sesuatu yang mereka peruntukkan bagi Allah berupa sembelihan yang mereka
sembelih, mereka tidak memakannya selama-lamanya kecuali jika mereka
menyebutkan beserta sebutan-Nya nama berhala-berhala mereka (saat
menyembelihnya). Sedangkan hewan yang mereka sembelih untuk berhala-berhala
mereka, mereka sama sekali tidak mau menyebut nama Allah bersama nama berhala
mereka. Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan ayat ini sampai
dengan firman-Nya: Amatlah buruk ketetapan mereka. (Al-An'am: 136)
Maksudnya,
amat buruklah apa yang mereka bagikan itu, karena sesungguhnya mereka pada
dasarnya telah membuat kekeliruan dalam pembagian. Karena Allah Swt. adalah
Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya serta Yang menciptakannya; hanya
milik-Nyalah semuanya itu, Dialah Raja. Segala sesuatu berada dalam
pengaturan-Nya dan tunduk pada kekuasaan serta kehendak-Nya, tidak ada Tuhan
selain Dia, dan tidak ada Rabb (Pemilik) selain Dia. Dan manakala mereka
melakukan pembagian, kerusakanlah yang dilakukannya, karena menurut hawa nafsu
mereka sendiri mereka tidak adil, bahkan berbuat aniaya dan melampaui batas
dalam pembagian tersebut. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah
Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ
الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ}
Dan
mereka memperuntukkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah, sedangkan
untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (yaitu
anak laki-laki). (An-Nahl: 57)
{وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ
مُبِينٌ}
Dan
mereka menjadikan sebagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bagian dari-Nya.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (Az-Zukhruf: 15)
{أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى * تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ
ضِيزَى}
Apakah
(patut) untuk kalian (anak) laki-laki
dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 21) Yang demikian itu
tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm: 22)
Al-An'am, ayat 137
وَكَذَلِكَ
زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ
لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا
فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (137)
Dan demikianlah
pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang
musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka
dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya. Dan kalau Allah menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan.
Allah Swt. berfirman bahwa sebagaimana setan-setan
telah menghiaskan kepada mereka memandang baik perbuatan memperuntukkan bagi
Allah suatu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, maka
setan-setan itu pun menghiaskan kepada mereka memandang baik membunuh anak-anak
mereka sendiri karena takut kelaparan, dan membunuh anak-anak perempuan mereka
karena takut aib.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka
telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik
membunuh anak-anak mereka. (Al-An'am: 137) Yakni para pemimpin mereka telah
menghiaskan kepada mereka memandang baik membunuh anak-anak mereka sendiri.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan {شُرَكَاؤُهُمْ} ialah setan-setan
mereka, yang memerintahkan kepada mereka agar mengubur hidup-hidup anak-anak
mereka karena takut kelaparan.
As-Saddi mengatakan bahwa setan memerintahkan
kepada mereka supaya membunuh anak-anak perempuan mereka, adakalanya untuk
menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan, adakalanya pula untuk mengaburkan
pandangan mereka terhadap agama mereka, sehingga pikiran mereka terhadap agama
menjadi kacau; atau karena faktor lainnya yang semisal.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa maknanya semisal dengan
firman Allah Swt.:
{وَإِذَا بُشِّرَ
أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ * يَتَوَارَى
مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِه}
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar
dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya,
dan dia sangat marah, Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. (An-Nahl: 58-59)
Sama dengan firman-Nya:
{وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
* بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ}
apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh? (At-Takwir: 8-9)
Dahulu mereka sering membunuh anak-anak mereka
karena takut kelaparan, yakni takut jatuh miskin atau takut harta mereka
menjadi hancur. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan tersebut, karena
sesungguhnya perbuatan itu merupakan hiasan dari setan dan peraturan mereka di
masa Jahiliah.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
مَا فَعَلُوهُ}
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka
tidak mengerjakannya. (Al-An'am: 137)
Semuanya itu terjadi karena kehendak Allah Swt.
dan pilihan-Nya karena terkandung di dalamnya hikmah yang sempurna yang hanya
Dia saja yang mengetahui-Nya. Dia tidak ditanya mengenai apa yang telah
diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.
{فَذَرْهُمْ وَمَا
يَفْتَرُونَ}
maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka
ada-adakan. (Al-An'am: 157)
Maksudnya, biarkanlah mereka, jauhilah mereka dan
apa yang mereka perbuat, kelak Allah akan memutuskan perkaranya antara kamu dan
mereka.
Al-An'am, ayat 138
وَقَالُوا
هَذِهِ أَنْعَامٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لَا يَطْعَمُهَا إِلَّا مَنْ نَشَاءُ
بِزَعْمِهِمْ وَأَنْعَامٌ حُرِّمَتْ ظُهُورُهَا وَأَنْعَامٌ لَا يَذْكُرُونَ اسْمَ
اللَّهِ عَلَيْهَا افْتِرَاءً عَلَيْهِ سَيَجْزِيهِمْ بِمَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
(138)
Dan mereka
mengatakan, "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh
memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki, "menurut anggapan mereka,
dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya, dan binatang ternak
yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata
membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka
terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa al-hijru ialah hal yang diharamkan, yaitu berupa ternak wasilah
dan lain-lainnya yang mereka haramkan sendiri. Hal yang sama dikatakan oleh
Mujahid, Ad-Dahhak, As-Saddi, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan
yang lainnya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan mereka mengatakan, "Inilah binatang ternak dan tanaman
yang dilarang.” (Al-An'am: 138) Artinya, pengharaman sebagian dari harta
mereka ini berasal dari setan, yang dibarengi dengan ancaman dan kecaman bagi
pelanggarnya; semuanya ini sama sekali bukan dari Allah Swt.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: yang dilarang. (Al-An'am: 138)
Sesungguhnya mereka melarangnya hanyalah semata-mata demi sembahan-sembahan
mereka.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: tidak boleh memakannya kecuali orang yang kami kehendaki,
menurut anggapan mereka. (Al-An'am: 138) Maksudnya, ini haram dimakan oleh
siapa pun kecuali oleh orang yang kami kehendaki.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا
أَنزلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلالا قُلْ
آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ}
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku
tentang rezeki yang diturunkan Allah kepada kalian, lalu kalian jadikan
sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.”Katakanlah, "Apakah
Allah telah memberikan izin kepada kalian (tentang ini) atau kalian
mengada-adakan saja terhadap Allah?” (Yunus: 59)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ
بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ}
Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan
adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Akan tetapi, orang-orang kafir
membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti (Al-Maidah:
103)
As-Saddi mengatakan, ternak yang diharamkan menungganginya
ialah bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Adapun ternak yang tidak
disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, yakni tidak disebutkan nama Allah
ketika ternak itu melahirkan dan tidak disebutkan pula nama Allah ketika
menyembelihnya.
Abu Bakar ibnu Ayyasy meriwayatkan dari Asim ibnu
Abun Nujud yang menceritakan bahwa Abu Wail pernah berkata kepadanya,
"Tahukah engkau makna yang terkandung di dalam firman-Nya: 'dan ada
binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka
tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya' (Al-An'am: 138)."
Saya menjawab, "Tidak." Abu Wail berkata, "Ternak itu adalah bahirah,
mereka tidak berani memakainya sebagai tunggangan untuk ibadah haji."
Mujahid mengatakan bahwa di antara ternak mereka
terdapat sekelompok ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah pada saat
menyembelihnya, tidak pula pada saat melakukan sesuatu dari hal-hal yang
menyangkutnya, seperti menungganginya, memerah susunya, menginseminasikannya,
dan di saat melahirkan anaknya, tidak pula di saat mempekerjakannya.
****
{افْتِرَاءً عَلَيْهِ}
semata-mata membuat kedustaan terhadap Allah (Al-An'am:
138)
Yakni hanyalah kedustaan mereka belaka yang
mereka nisbatkan sendiri kepada Allah sebagai perintah dan syariat-Nya, padahal
sesungguhnya Allah Swt. tidak mengizinkan mereka melakukan hal tersebut, tidak
pula merestuinya.
{سَيَجْزِيهِمْ بِمَا
كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Kelak Allah
akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan. (Al-An'am: 138)
Yaitu hal-hal
yang mereka dustakan terhadap Allah dan mereka sandarkan hal-hal itu
kepada-Nya.
Al-An'am, ayat 139
وَقَالُوا مَا
فِي بُطُونِ هَذِهِ الْأَنْعَامِ خَالِصَةٌ لِذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَى
أَزْوَاجِنَا وَإِنْ يَكُنْ مَيْتَةً فَهُمْ فِيهِ شُرَكَاءُ سَيَجْزِيهِمْ
وَصْفَهُمْ إِنَّهُ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (139)
Dan mereka
mengatakan, "Apa yang dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk
pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam perut itu
dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah
akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah
Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Abu Ishaq As-Subai'i meriwayatkan dari Abdullah
ibnu Abul Huzail, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
mereka mengatakan, "Apa yang dalam perut binatang ternak ini adalah khusus
untuk pria kami.”(Al-An'am: 139), hingga akhir ayat. Makna yang dimaksud
ialah air susunya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan mereka mengatakan, "Apa yang dalam perut
binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita
kami." (Al-An'am: 139) Makna yang dimaksud ialah air susunya.
Mereka mengharamkannya atas kaum wanita mereka
dan hanya boleh diminum kaum pria mereka saja. Tersebutlah bahwa apabila seekor
kambing melahirkan anak jantan, maka mereka menyembelih anak kambing itu (bila
telah besar) dan hanya diperuntukkan bagi kaum pria saja, tidak untuk kaum
wanita. Apabila kambing itu melahirkan anak betina, maka mereka membiarkannya
dan tidak menyembelihnya. Tetapi apabila anak kambing itu mati, mereka (kaum
pria dan wanita) boleh memakannya bersama-sama. Maka Allah Swt. melarang
tradisi tersebut.
Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi. Asy-Sya'bi
mengatakan bahwa bahirah ialah ternak yang air susunya tidak boleh
diminum kecuali hanya oleh kaum pria. Apabila hewan bahirah itu mati,
maka kaum pria dan kaum wanita boleh memakannya bersama-sama. Hal yang sama
dikatakan oleh Ikrimah, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan mereka mengatakan, "Apa yang dalam perut binatang
ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami "
(Al-An'am: 139) Hewan yang dimaksud ialah saibah dan bahirah.
Abul Aliyah, Mujahid, dan Qatadah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah akan membalas mereka terhadap
ketetapan mereka. (Al-An'am: 139) Yaitu ucapan mereka yang dusta dalam hal
tersebut, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَلا تَقُولُوا لِمَا
تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى
اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا
يُفْلِحُونَ * مَتَاعٌ} الْآيَةَ
Danjanganiah kalian mengatakan terhadap apa
yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta, "Ini halal dan ini
haram, " untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung. (Itu
adalah) kesenangan yang sedikit. (An-Nahl: 116-117), hingga akhir ayat.
****
{حَكِيمٌ}
Sesungguhnya Allah Mahabijaksana. (Al-An'am:
139)
Yakni dalam semua perbuatan-Nya, ucapan-Nya,
syariat dan takdirNya.
{عَلِيمٌ}
lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 139)
Allah Maha Mengetahui semua amal perbuatan
hamba-hamba-Nya, yang baik dan yang buruknya; dan kelak Dia akan mengadakan
pembalasan terhadap mereka atas hal itu dengan pembalasan yang lengkap.
Al-An'am, ayat 141-142
وَهُوَ الَّذِي
أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ
مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ
مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ
حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (141) وَمِنَ
الْأَنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (142)
Dan Dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma,
tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), tetapi tidak sama (rasanya). Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan
janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan, dan di antara binatang ternak itu ada yang
dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki
yang telah diberikan Allah kepada kalian, dan janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.
Allah Swt. dalam firman-Nya menjelaskan bahwa Dia
adalah Yang menciptakan segala sesuatu yang ada, baik tanam-tanaman,
buah-buahan, dan ternak yang orang-orang musyrik berbuat sekehendak hatinya
terhadap ternak-ternak mereka berdasarkan pendapat-pendapat mereka yang rusak.
Mereka menjadikannya ke dalam beberapa bagian dan pengkategorjan, lalu mereka
menjadikan sebagiannya haram dan sebagian yang lainnya halal. Untuk itu Allah
Swt. berfirman:
{وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ
جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ}
Dan Dialah yang menciptakan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung. (Al-An’am: 141)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa makna ma'rusyatin ialah yang merambat Menurut riwayat yang lain, ma'rusyat
artinya tanaman yang ditanam oleh manusia. Sedangkan gairu ma’rusyat artinya
tanam-tanaman berbuah yang tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan dan
bukit-bukit.
Ata Al-Khurasani meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa makna ma'rusyat ialah tanaman anggur yang dirambatkan, sedangkan gairu
ma'rusyat ialah tanaman anggur yang tidak dirambatkan. Hal yang sama
dikatakan oleh As-Saddi.
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: yang serupa dan yang tidak serupa. (Al-An'am: 141)
Maksudnya, yang serupa bentuknya, tetapi tidak sama rasanya.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Makanlah dari buahnya bila berbuah. (Al-An'am: 141)
Yaitu buah kurma dan buah anggurnya.
****
Firman Allah Swt.:
{وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ
حَصَادِهِ}
dan tunaikanlah haknya di hari memetik
buahnya. (Al-An'am: 141)
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ulama mengatakan
bahwa makna yang dimaksud ialah zakat fardu.
Telah menceritakan kepada kami Amr, telah
menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu
Dirham yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik
buahnya (Al-An'am: 141) Yaitu zakat fardu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik
buahnya. (Al-An'am: 141) Maksudnya, zakat fardu di hari dilakukan penakaran
hasilnya dan setelah diketahui jumlah takarannya.
Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnul
Musayyab.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An'am:
141) Pada mulanya apabila seorang lelaki menanam tanaman dan menghasilkan buah
dari tanaman itu pada hari penilaiannya, maka ia tidak mengeluarkan sedekah
barang sedikit pun dari hasil panennya itu. Maka Allah Swt. berfirman: dan
tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An'am: 141) Demikian itu
dilakukan setelah diketahui jumlah takarannya, dan hak yang diberikan ialah
sepersepuluh dari hasil yang dipetik dari bulir-bulirnya.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkan di
dalam kitab sunannya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban, dari pamannya (yaitu Wasi' ibnu
Hibban), dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. telah memerintahkan untuk
menyedekahkan setangkai buah kurma dari tiap-tiap pohon yang menghasilkan
sepuluh wasaq, kemudian digantungkan di masjid buat kaum fakir miskin.
Sanad hadis ini jayyid lagi kuat.
Tawus, Abusy Sya'sa, Qatadah, Al-Hasan,
Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ialah
zakat.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, makna yang dimaksud
ialah sedekah biji-bijian dan buah-buahan. Hal yang sama dikatakan oleh Ziad
ibnu Aslam.
Ulama lainnya mengatakan bahwa hal ini merupakan hak
lainnya di luar zakat.
Asy'as meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin dan
Nafi', dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An'am: 141) Bahwa mereka biasa
memberikan sesuatu dari hasilnya selain zakat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu
Murdawaih.
Abdullah ibnul Mubarak dan lain-lainnya
meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya. (Al-An'am: 141) Pemilik hendaknya memberikan sebagian yang mudah
dari hasil panennya dalam jumlah yang tidak banyak diberikan kepada orang-orang
yang hadir, tetapi pemberian itu bukan zakat.
Mujahid mengatakan, "Apabila ada orang-orang
miskin menghadiri panenmu, hendaklah engkau memberi sebagiannya kepada
mereka."
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Uyaynah, dari
Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An'am: 141) Bahwa di saat menanamnya memberi
segenggam, dan di saat memanennya memberi segenggam, kemudian membiarkan mereka
(kaum fakir miskin) memunguti apa yang terjatuh dari apa yang diangkut.
As-Sauri meriwayatkan dari Hammad, dari Ibrahim
An-Nakha'i yang mengatakan, "Hendaknya si pemilik memberikan sebagian dari
hasilnya dalam jumlah yang lebih banyak daripada segenggam."
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Syarik, dari
Salim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An'am: 141) Hal ini
terjadi sebelum ada zakat buat kaum fakir miskin, yaitu diberikan dalam jumlah
segenggam dan setumpuk buat makanan unta kendaraannya.
Di dalam hadis Ibnu Luhai'ah, dari Darraj, dari
Abul Haisam, dari Sa'id secara marfu' sehubungan dengan firman-Nya: dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An'am: 141) disebutkan,
"Buah yang terjatuh dari bulirnya." Demikianlah menurut apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Menurut ulama yang lain, ketentuan tersebut pada
mulanya diwajibkan, kemudian di-nasakh oleh Allah dengan kewajiban memberikan
sepersepuluhnya atau setengah dari sepersepuluh. Demikianlah menurut riwayat
Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnul Hanafiyah, Ibrahim An-Nakha' i.
Al-Hasan, As-Saddi, Atiyyah Al-Aufi, dan lain-lainnya; kemudian Ibnu Jarir
memilih pendapat ini.
Menurut kami, penamaan istilah nasakh dalam
hal ini masih perlu dipertimbangkan, karena sesungguhnya sejak semula ketentuan
ini merupakan suatu kewajiban. Kemudian dirincikan penjelasannya, yaitu
menyangkut kadar dan jumlah yang harus dikeluarkannya. Mereka mengatakan bahwa
hal ini terjadi pada tahun kedua Hijriah.
Allah Swt. mencela orang-orang yang melakukan
panen, lalu tidak bersedekah. Seperti yang disebutkan oleh-Nya dalam surat Nun
mengenai para pemilik kebun, yaitu:
{إِذْ أَقْسَمُوا
لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ * وَلا يَسْتَثْنُونَ * فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ
مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ * فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ}
Ketika mereka bersumpah bahwa mereka
sungguh-sungguh akan memetik (hasilnya di pagi hari, dan mereka tidak
menyisihkan (hak fakir miskin), lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang
datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu
seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 17-20)
Yaitu seperti malam yang kelam hitamnya karena
terbakar.
{فَتَنَادَوْا
مُصْبِحِينَ * أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ *
فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ * أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ
عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ * وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ}
lalu mereka pangil-memanggil di pagi hari,
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebun kalian jika kalian hendak
memetik buahnya.” Maka pergilah mereka saling berbisik, "Pada hari ini
janganlah sekali-kali seorang miskin pun masuk ke dalam kebun kalian.” Dan
berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi. (Al-Qalam: 21-25)
Maksudnya, dengan penuh kekuatan, keuletan, dan
semangat yang menyala-nyala.
{قَادِرِينَ * فَلَمَّا
رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ * بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ * قَالَ
أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ * قَالُوا سُبْحَانَ
رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ * فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ
يَتَلاوَمُونَ * قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ * عَسَى رَبُّنَا
أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ * كَذَلِكَ
الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
lagi dalam keadaan berkemampuan.
Tatkala mereka melihat kebun-kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita
benar-benar orang-orang yang sesat (Jalan), bahkan kita dihalangi (dari
memperoleh hasilnya)." Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya
di antara mereka, "Bukankah aku telah mengatakan kepada kalian, hendaklah
kalian bertasbih (kepada Tuhanmu)?" Mereka mengucapkan,
"Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka
berkata, "Aduhai, celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang
yang melampaui batas.”Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita
dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita
mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan
sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (Al-Qalam:
25-33)
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ}
dan janganlah kalian berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-An'am:
141)
Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah
janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memberi, lalu kalian memberi lebih dari
kebiasaannya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa pada mulanya mereka
memberikan sebagian kecil dari hasil panen mereka di waktu penunaiannya,
kemudian mereka melakukan perlombaan dalam hal ini, akhirnya mereka
berlebih-lebihan dalam memberi. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan
janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-An'am: 141)
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Sabit ibnu Qais ibnu Syimas yang memetik hasil pohon kurmanya.
Lalu saat itu ia mengatakan, "Tidak sekali-kali ada seseorang datang
kepadaku hari ini, melainkan aku akan memberinya makan." Maka Sabit
memberi makan sehari penuh hingga petang hari, hingga pada akhirnya ia tidak
memperoleh hasil apa pun dari buah yang dipetiknya itu. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-An'am: 141)
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu
Juraij.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata bahwa mereka
dilarang bersikap berlebih-lebihan dalam segala hal.
Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan, "Segala
sesuatu yang melampaui apa yang telah diperintahkan oleh Allah dinamakan
berlebih-lebihan."
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya,
"Janganlah kalian berlebih-lebihan." Maksudnya, janganlah kalian
memberikan semua harta kalian sehingga pada akhirnya kalian menjadi orang yang
miskin.
Sa'id ibnul Musayyab dan Muhammad ibnu Ka'b
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-An'am:
141) Yakni janganlah kalian mencegah sedekah, karena akibatnya kalian berbuat
durhaka terhadap Tuhan kalian.
Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang
dikatakan oleh Ata, yaitu yang mengatakan bahwa makna ayat ini mengandung
larangan bersikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Memang tidak diragukan
lagi makna inilah yang benar. Tetapi makna lahiriah ayat bila ditinjau dari
segi teksnya yang mengatakan: Maka makanlah dari buahnya bila dia berbuah,
dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya, dan janganlah kalian
berlebih-lebihan. (Al-An'am: 141) maka damir yang ada dikembalikan
kepada al-akl (makan). Dengan kata lain, janganlah kalian
berlebih-lebihan dalam makan, karena hal ini mengakibatkan mudarat (bahaya)
terhadap akal dan tubuh. Perihalnya sama dengan pengertian yang ada dalam ayat
lain, yaitu firman-Nya:
وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا
makan dan minumlah dan janganlah
berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan
sebuah hadis secara ta'liq, yaitu:
"كُلُوا وَاشْرَبُوا، وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِي غَيْرِ
إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ"
Makan, minum, dan berpakaianlah kalian dengan
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula sombong.
Menurut kami, makna ayat tersebut selaras dengan
hadis ini.
****
Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ الأنْعَامِ
حَمُولَةً وَفَرْشًا}
dan di antara binatang ternak itu ada yang
dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. (Al-An'am: 142)
Allah menjadikan untuk kalian binatang ternak
yang sebagian darinya dapat dijadikan sebagai kendaraan angkutan, ada pula yang
dijadikan hewan potong.
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud
dengan hamulah ialah unta yang dijadikan sebagai kendaraan angkutan;
sedangkan al-farsy ialah unta yang masih muda.
Seperti yang dikatakan oleh As-Sauri, dari Abu
Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: untuk
pengangkutan. (Al-An'am: 142) Maksudnya, unta yang dijadikan sebagai
kendaraan angkutan, sedangkan yang dimaksud dengan farsy ialah unta yang
masih muda. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim. Imam Hakim mengatakan sanad
asar ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak
mengetengahkannya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hamulah ialah
unta dewasa, sedangkan farsy ialah unta yang masih muda. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Mujahid.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di antara binatang ternak ada yang
dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. (Al-An'am:
142) Termasuk ke dalam pengertian hamulah (hewan yang dijadikan sarana
angkutan) ialah unta, kuda, begal, dan keledai serta hewan lainnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan Farsy (khusus hewan potong) hanyalah kambing.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir; Ibnu Jarir mengatakan, hewan jenis
ini dinamakan farsy karena tubuhnya yang rendah hingga dekat ke tanah.
Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Qatadah,
dan lain-lainnya mengatakan bahwa hamulah ialah unta dan sapi, sedangkan
farsy ialah kambing.
As-Saddi mengatakan bahwa hamulah adalah
unta, sedangkan farsy ialah anak unta, anak sapi, dan kambing; serta
hewan yang dijadikan sebagai sarana angkutan dinamakan hamulah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
bahwa hamulah ialah hewan ternak yang kalian jadikan sebagai sarana angkutan,
sedangkan farsy ialah hewan ternak yang kalian jadikan hewan potong dan
hewan perahan, yaitu kambing; karena kambing tidak dapat dijadikan sebagai
sarana angkutan, sedangkan dagingnya kalian makan dan bulunya kalian buat
permadani dan seprai.
Apa yang dikatakan oleh Abdur Rahman sehubungan
dengan makna ayat yang mulia ini baik dan diperkuat oleh ayat lainnya yang
mengatakan:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا
خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ
* وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu
sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu
mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka;
maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. (Yasin:
71-72)
Juga firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ لَكُمْ فِي
الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ
وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ} إِلَى أَنْ قَالَ:
{وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى
حِينٍ}
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi kalian. Kami memberi kalian minum dari apa
yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan
darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang hendak meminumnya. (An-Nahl:
66) sampai dengan firman-Nya: dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu
domba, bulu unta, dan bulu kambing alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang
kalian pakai) sampai waktu (tertentu). (An-Nahl: 80)
Demikian pula firman Allah Swt.:
{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ
لَكُمُ الأنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ * وَلَكُمْ فِيهَا
مَنَافِعُ وَلِتَبْلُغُوا عَلَيْهَا حَاجَةً فِي صُدُورِكُمْ وَعَلَيْهَا وَعَلَى
الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ * وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَأَيَّ آيَاتِ اللَّهِ
تُنْكِرُونَ}
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak
untuk kalian, sebagiannya untuk kalian kendarai dan sebagiannya untuk kalian
makan. Dan (ada lagi) manfaat-manfaat yang lain pada binatang ternak itu
untuk kalian dan supaya kalian mencapai suatu keperluan yang tersimpan dalam
hati dengan mengendarainya. Dan kalian dapat diangkut dengan mengendarai
binatang-binatang itu dan dengan mengendarai bahtera. Dan Dia memperlihatkan
kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan-Nya), maka tanda-tanda (kekuasaan)
Allah yang manakah yang kalian ingkari? (Al-Mu’min: 79-81)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{كُلُوا مِمَّا
رَزَقَكُمُ اللَّهُ}
Makanlah dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepada kalian. (Al-An'am: 142)
Yakni berupa buah-buahan, hasil-hasil tanaman,
dan binatang ternak; semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan dijadikan-Nya
sebagai rezeki untuk kalian.
{وَلا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ}
dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah
setan. (Al-An’am: 142)
Yaitu jalan yang dianjurkan oleh setan,
sebagaimana yang ditempuh oleh orang-orang musyrik; mereka berani mengharamkan
buah-buahan dan hasil tanam-tanaman yang direzekikan oleh Allah buat mereka
sebagai buat-buatan mereka yang mereka nisbatkan kepada Allah Swt.
{إِنَّهُ لَكُمْ}
Sesungguhnya setan itu bagi kalian. (Al-An'am:
142)
Artinya, sesungguhnya setan itu, hai manusia.
{عَدُوٌّ مُبِينٌ}
musuh yang nyata. (Al-An'am: 142)
Yakni jelas dan terang permusuhannya. Seperti
yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ الشَّيْطَانَ
لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا
مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ}
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi
kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian) karena sesungguhnya setan itu
hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala. (Fathir: 6)
{يَا بَنِي
آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ
الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا}
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian
dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak
kalian dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya auratnya. (Al-A'raf: 27), hingga akhir ayat.
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ
وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ
لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya
sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat
buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang
zalim. (Al-Kahfi: 50)
Ayat-ayat Al-Qur'an yang semakna cukup banyak
jumlahnya.
Al-An'am, ayat 143-144
ثَمَانِيَةَ
أَزْوَاجٍ مِنَ الضَّأْنِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْمَعْزِ اثْنَيْنِ قُلْ
آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ
أَرْحَامُ الْأُنْثَيَيْنِ نَبِّئُونِي بِعِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (143)
وَمِنَ الْإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ
حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ
الْأُنْثَيَيْنِ أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَذَا فَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ
عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (144)
(yaitu) delapan
binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing.
Katakanlah, "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah
kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kalian memang orang-orang yang benar,
dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah "Apakah dua
yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam
kandungan dua betinanya? Apakah kalian menyaksikan di waktu Allah menetapkan
ini bagi kalian? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?”
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Hal ini menerangkan tentang kebodohan orang-orang
Arab di masa sebelum Islam, karena mereka telah mengharamkan sebagian dari
binatang ternak dan mengkategorikannya ke dalam beberapa golongan, antara lain
ada yang disebut bahirah, saibah, wasilah, dan ham serta
lain-lainnya yang mereka buat-buat sendiri. Hal tersebut bukan hanya terbatas
pada hewan ternak, bahkan sampai kepada tanam-tanaman dan buah-buahan.
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung; dan Dialah
yang menjadikan hewan ternak, sebagian darinya dapat dijadikan sarana angkutan
dan sebagian yang lain dapat dijadikan hewan potong.
Kemudian Dia menjelaskan berbagai jenis ternak
sampai kepada keterangan mengenai kambing. Ada kambing yang berbulu putih, yang
lazim disebut da’n (domba); ada yang berbulu hitam, disebut ma'iz (kambing);
sampai kepada unta yang dijelaskan ada yang jenis jantan dan jenis betina.
Begitu pula ternak sapi.
Lalu disebutkan bahwa Allah Swt. tidak
mengharamkan sesuatu pun dari hal tersebut, tidak pula satu pun dari
anak-anaknya. Bahkan semuanya Dia ciptakan untuk Bani Adam; dapat dimakan oleh
mereka, dapat dijadikan sebagai unta kendaraan, dapat dijadikan sarana
angkutan, dapat pula dijadikan sebagai hewan perah, dan banyak lagi kegunaan
lainnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنزلَ لَكُمْ مِنَ
الأنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ}
dan Dia menurunkan untuk kalian delapan ekor
yang berpasangan dari binatang ternak. (Az-Zumar: 6), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{أَمَّا اشْتَمَلَتْ
عَلَيْهِ أَرْحَامُ الأنْثَيَيْنِ}
ataukah yang ada dalam kandungan dua
betinanya? (Al-An'am: 143)
Ayat ini merupakan sanggahan terhadap ucapan mereka
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{مَا فِي بُطُونِ هَذِهِ
الأنْعَامِ خَالِصَةٌ لِذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَى أَزْوَاجِنَا}
Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini
adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami. (Al-An'am: 139),
hingga akhir ayat.
****
Sedangkan firman Allah Swt.:
{نَبِّئُونِي بِعِلْمٍ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Terangkanlah kepadaku dengan berdasar
pengetahuan jika kalian memang orang-orang yang benar. (Al-An'am: 143)
Maksudnya, ceritakanlah kepadaku dengan penuh
keyakinan, mengapa Allah mengharamkan atas kalian apa yang kalian duga haram
dari hewan bahirah, saibah, wasilah, ham, dan lain-lainnya?
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: (yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang
dari domba dan sepasang dari kambing. (Al-An'am: 143) Yang disebutkan dalam
ayat ini merupakan empat pasang. Katakanlah.”Apakah dua yang jantan yang
diharamkan Allah ataukah dua yang betina?" (Al-An'am: 143) Yaitu
mengapa ada sesuatu dari hal tersebut yang diharamkan? ataukah yang ada
dalam kandungan dua betinanya? (Al-An'am: 143) Artinya, tiada yang
dikandung oleh suatu rahim melainkan adakalanya jenis jantan atau jenis betina;
maka mengapa kalian mengharamkan sebagiannya dan menghalalkan sebagian yang
lainnya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kalian
memang orang-orang yang benar. (Al-An'am: 143) Allah Swt. berfirman,
menyatakan bahwa semuanya itu halal hukumnya.
****
Firman Allah Swt.:
{أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ
إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَذَا}
Apakah kalian menyaksikan di waktu Allah
menetapkan ini bagi kalian. (Al-An'am: 144)
Makna ayat ini mengandung pengertian kecaman yang
ditujukan kepada mereka karena mereka telah berani membuat-buat kedustaan
terhadap Allah dalam mengharamkan apa yang mereka haramkan dari hewan ternak
itu.
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan? (Al-An'am: 144)
Yakni tidak ada seorang pun yang lebih zalim dan
lebih aniaya daripada orang tersebut.
{إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim (Al-An'am: 144)
Orang yang mula-mula termasuk ke dalam kecaman
ayat ini ialah Amr ibnu Luhai ibnu Qum'ah, karena dialah orang yang mula-mula
mengubah agama para nabi dan yang mula-mula mengadakan hewan saibah,
wasilah, dan ham, seperti yang diterangkan di dalam hadis sahih
mengenai hal tersebut.
Al-An'am, ayat 145
قُلْ لَا أَجِدُ
فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ
فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ
فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (145)
Katakanlah,
"Tiadalah aku beroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya
semuanya itu kotor— atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak dalam keadaan
memberontak dan tidak (pula) melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Nabi
dan hamba-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.):
قُلْ
Katakanlah. (Al-An'am: 145)
hai Muhammad, kepada mereka yang mengharamkan apa
yang direzekikan oleh Allah kepada mereka dengan membuat-buat kedustaan
terhadap Allah.
{لَا أَجِدُ فِي مَا
أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ}
Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya.
(Al-An'am: 145)
Yakni bagi orang yang memakan makanan. Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud ialah bahwa saya tidak menjumpai sesuatu pun
dari apa yang diharamkan kalian itu sebagai sesuatu yang diharamkan, selain
dari apa yang disebutkan berikut. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah
bahwa saya tidak menjumpai sesuatu pun dari hewan-hewan tersebut diharamkan
selain dari jenis-jenis berikut. Berdasarkan pengertian ini, berarti
pengharaman yang disebut sesudah ini di dalam surat Al-Maidah —juga di dalam
hadis-hadis yang menerangkannya— merupakan hal yang menghapuskan makna ayat ini.
Sebagian ulama menamakan hal ini sebagai nasakh. Tetapi kebanyakan ulama
mutaakhkhirin tidak menamakannya sebagai nasakh karena hal ini termasuk
ke dalam Bab "Menghapuskan Hal yang Diperbolehkan Asalnya".
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: atau darah yang mengalir. (Al-An'am: 145) Yaitu darah
yang tercurahkan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: atau darah yang mengalir. (Al-An'am: 145) Bahwa seandainya
tidak ada ayat ini, niscaya orang-orang akan mencari-cari darah yang ada di
semua urat, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
Hammad meriwayatkan dari Imran ibnu Jarir yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Mijlaz mengenai masalah darah,
dan darah yang masih menempel pada bekas sembelihan serta sesuatu dari darah
yang kelihatan merah dalam kadar tertentu. Maka Abu Mijlaz menjawab,
"Sesungguhnya yang dilarang oleh Allah hanyalah darah yang mengalir."
Qatadah mengatakan, "Diharamkan dari jenis
darah ialah darah yang mengalir. Adapun daging yang dicampuri oleh darah,
hukumnya tidak mengapa."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhaj, telah
menceritakan kepada kami Hammad, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Al-Qasim, dari
Siti Aisyah r.a., bahwa ia membolehkan daging yang dihasilkan dari buruan hewan
pemangsa, membolehkan pula merah-merah dan darah yang masih ada dalam kadar
tertentu. Lalu ia membacakan ayat ini. Asar ini sahih garib.
A!-Humaidi mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar yang mengatakan
bahwa ia pernah berkata kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sesungguhnya mereka
menduga bahwa Rasulullah Saw. melarang (memakan) daging keledai kampung pada
masa Perang Khaibar." Maka Jabir ibnu Abdullah menjawab bahwa dahulu hal
yang sama pernah dikatakan oleh Al-Hakam ibnu Amr dari Rasulullah Saw. Tetapi
Ibnu Abbas menolak hal tersebut, lalu membacakan firman-Nya: Katakanlah,
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya.” (Al-An'am: 145). hingga
akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari
Ali ibnul Madini, dari Sufyan dengan sanad yang sama. Abu Daud
mengetengahkannya melalui hadis Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar. Imam Hakim
meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, padahal hal ini terdapat
di dalam kitab Sahih Bukhari. seperti yang Anda lihat sendiri.
Abu Bakar ibnu Murdawaih dan Imam Hakim didalam
kitab Mustadraknya mengatakan, teiah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ali ibnu Dahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah
menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Syarik, dari Amr ibnu Dinar,dari Abusy Sya'sa, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan, "Pada masa jahiliah orang-orang memakan banyak
jenis makanan dan meninggalkan banyak jenis makanan hanya semata-mata karena
jijik. Maka Allah mengutus Nabi-Nya, menurunkan Kitab-Nya, menghalalkan hal-hal
yang dihalalkan-Nya, dan mengharamkan hal-hal yang diharamkan-Nya. Apa yang
dihalalkan-Nya berarti halal, dan apa yang diharamkan-Nya berarti haram,
sedangkan apa yang didiamkan oleh-Nya berarti dimaafkan." Lalu Ibnu Abbas
membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam -wahyu
yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya.” (Al-An'am: 145), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkan oleh
Ibnu Murdawaih. Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz
yang sama, dari Muhammad ibnu Daud ibnu Sabih, dari Abu Na'im dengan sanad yang
sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya
(Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو
عَوَانة، عَنْ سِمَاك بْنِ حَرْبٍ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
مَاتَتْ شَاةٌ لسَوْدَة بِنْتِ زَمْعَة، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَاتَتْ
فُلَانَةٌ -تَعْنِي الشَّاةَ -قَالَ: "فَلِمَ لَاأَخَذْتُمْ مَسْكها؟ ".
قَالَتْ: نَأْخُذُ مَسْك شَاةٍ قَدْ مَاتَتْ؟! فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا قَالَ اللَّهُ: {قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ
يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزيرٍ} وَإِنَّكُمْ لَا
تَطْعَمُونَهُ، أَنْ تَدْبِغُوهُ فَتَنْتَفِعُوا بِهِ". فَأَرْسَلَتْ
فَسَلَخَتْ مَسْكَهَا فَدَبَغَتْهُ، فَاتَّخَذَتْ مِنْهُ قِرْبَةً، حَتَّى
تَخَرَّقَتْ عِنْدَهَا
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah. dari Sammak ibnu Harb,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa seekor kambing betina
milik Saudah binti Zam'ah mati. Lalu Saudah berkata, "Wahai Rasulullah,
kambingku telah mati." Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa kalian
tidak mengambil kulitnya?" Saudah bertanya, "Engkau membolehkan
mengambil kulit kambing yang telah mati?" Maka Rasulullah Saw. bersabda
kepadanya, bahwa sesungguhnya yang dikatakan oleh Allah hanyalah: Katakanlah,
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi.” (Al-An'am: 145). Sesungguhnya
kalian tidak diperintahkan untuk memakannya, melainkan diperintahkan untuk
menyamaknya sehingga kalian dapat memanfaatkan kulitnya. Maka Saudah
mengirimkan seseorang untuk menguliti bangkai kambingnya, lalu kulit itu
disamaknya. Saudah menjadikan kulit samakan itu untuk qirbah (tempat
air) hingga qirbah itu rusak (lapuk) padanya.
Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Imam Nasai
meriwayatkannya melalui hadis Asy-Sya'bi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari
Saudah binti Zam'ah dengan lafaz yang sama atau yang semisal.
قَالَ سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ
نُميلَة الْفَزَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ،
فَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ أَكْلِ الْقُنْفُذِ، فَقَرَأَ عَلَيْهِ: {قُلْ لَا أَجِدُ
فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ [إِلا أَنْ يَكُونَ
مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزيرٍ] } الْآيَةَ، فقال شيخ عنده:
سمعت أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "خَبِيثٌ مِنَ الْخَبَائِثِ". فَقَالَ
ابْنُ عُمَرَ: إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَهُ
فَهُوَ كَمَا قَالَ.
Sa'id ibnu Mansur menceritakan, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Isa ibnu Namilah
Al-Fazzari, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah berada di sisi Ibnu
Umar, yaitu ketika seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Umar mengenai daging
landak. Maka Ibnu Umar membacakan ayat berikut kepadanya, yaitu firman-Nya: Katakanlah,
"Tiadalah aku peroleh dalam waliyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya." (Al-An'am: 145), hingga
akhir ayat. Lalu ada seorang yang sudah lanjut usia —yang juga ada di tempat
itu— berkata bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan dalam kisahnya
ketika berada di dekat Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Landak
adalah termasuk hewan yang kotor (yakni tidak halal). Maka Ibnu Umar
berkata, "Jika Nabi Saw. memang mengatakannya, maka hukumnya adalah
seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw."
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abu Saur, dari
Sa’id ibnu Mansur dengan sanad yang sama.
*****
Firman Allah Swt.:
{فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلا عَادٍ}
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa,
sedangkan dia tidak dalam keadaan memberontak dan tidak pula melampaui batas. (Al-An'am:
145)
Maksudnya, barang siapa dalam keadaan terpaksa
memakan sesuatu dari yang diharamkan oleh Allah dalam ayat ini, sedangkan dia
bukan dalam keadaan memberontak (terhadap sultan), tidak pula melampaui batas
(membegal jalan).
{فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ}
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Al-An'am: 145)
Yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
kepadanya. Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Baqarah sehingga
sudah cukup jelas.
Makna dari konteks ayat ini ialah sebagai
sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang suka mengada-adakan banyak hal yang
mereka buat-buat sendiri, menyangkut masalah pengharaman hal-hal yang
diharamkan atas diri mereka sendiri hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka
yang rusak, sepeni mengadakan bahirah. saibah. wasilah, ham dan lain
sebagainya.
Maka Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar
memberitahukan kepada mereka bahwa tiadalah ditemukan dalam apa yang diwahyukan
oleh Allah kepadanya bahwa hal tersebut diharamkan. Sesungguhnya yang
diharamkan-Nya hanyalah apa yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu bangkai,
darah yang mengalir, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan dengan
menyebut nama Allah. Apa pun yang selain dari itu tidak haram, melainkan
dianggap sebagai hal yang dimaafkan dan didiamkan. Mengapa kalian menduga bahwa
hal itu diharamkan dan dari manakah kalian mengharamkannya, padahal Allah tidak
mengharamkannya?
Berdasarkan pengertian ini tiada lagi pengharaman
terhadap jenis lainnya sesudah keterangan ini, seperti larangan yang disebutkan
terhadap memakan daging keledai kampung, daging hewan pemangsa, dan setiap
burung yang bercakar tajam, menurut pendapat yang terkenal di kalangan para
ulama.
Al-An'am, ayat 146
وَعَلَى
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ
الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ
وَإِنَّا لَصَادِقُونَ (146)
Dan kepada
orang-orang Yahudi Kami haramkan segala binatang yang berkuku; dan dari sapi
dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain
lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau
yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan
kedurhakaan mereka dan sesungguhnya Kami adalah Mahabenar,
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman,
"Kami telah mengharamkan kepada semua orang Yahudi semua hewan yang
berkuku, yaitu hewan ternak dan burung selagi kukunya tidak terbelah, seperti unta,
burung unta, angsa, dan bebek."
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Dan kepada orang-orang Yahudi Kami haramkan
segala binatang yang berkuku. (Al-An'am: 146) Yakni unta dan burung unta.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dan As-Saddi dalam suatu riwayatnya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud ialah
segala jenis hewan yang kukunya tidak terbelah. Menurut suatu riwayat darinya,
yang dimaksud ialah segala hewan yang terbelah kukunya, antara lain ayam kalkun.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan kepada orang-orang Yahudi Kami haramkan segala binatang yang
berkuku. (Al-An'am: 146) Pengharaman ini disebutkan untuk unta dan burung
unta serta yang lain-lainnya, seperti burung dan ikan. Menurut riwayat yang
lain adalah unta dan burung unta, lalu diharamkan atas mereka dari jenis
unggas, yaitu bebek dan sejenisnya serta semua jenis hewan yang kukunya tidak
terbelah.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang
dimaksud ialah segala hewan yang berkuku, yaitu burung unta dan unta,
kedua-duanya terbelah kukunya. Saya (perawi) bertanya kepada. Al-Qasim ibnu Abu
Buzzah, "Apakah yang dimaksud dengan kedua-duanya terbelah kukunya?"
Al-Qasim berkata, "Setiap hewan yang jari-jemari kakinya tidak terbelah.
Semua jenis hewan yang terbelah, boleh dimakan." Perawi bertanya,
"Hewan ternak dan burung pipit mempunyai jari-jemari kaki yang
terbelah." Al-Qasim menjawab, ''Orang-orang Yahudi memakannya."
Al-Qasim berkata.” Sedangkan telapak unta tidak terbelah, tidak juga telapak
kaki burung unta, demikian pula telapak kaki angsa. Maka orang-orang Yahudi
tidak memakan unta, burung unta, angsa, tidak pula semua jenis hewan yang
telapak kakinya tidak terbelah, dan orang-orang Yahudi tidak memakan kuda
zebra."
*****
Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ الْبَقَرِ
وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا}
dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas
mereka lemak dari kedua binatang itu. (Al-An'am: 146)
As-Saddi mengatakan, yang dimaksud ialah lemak
yang ada pada usus, perut, dan kedua pinggul. Orang-orang Yahudi mengatakan,
"Sesungguhnya hal tersebut diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub), maka kami
pun mengharamkannya pula." Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Qatadah mengatakan bahwa lemak yang diharamkan
ialah lemak yang ada pada usus, perut, serta semua lemak yang tidak menempel
pada tulang.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: selain lemak yang melekat di punggung
keduanya. (Al-An'am: 146) Yakni selain lemak yang menempel pada
punggungnya.
As-Saddi dan Abu Saleh mengatakan bahwa lemak
yang ada pada pantat termasuk lemak yang menempel pada punggung keduanya.
****
Firman Allah Swt.:
{أَوِ الْحَوَايَا}
atau yang di perut besar dan usus. (Al-An'am:
146)
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, hawaya adalah
bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya ialah hawiya dan hawiyah, artinya
perut besar yang dikenai dengan nama lain banatul lahan, maba'ir, dan marabid,
di dalamnya terdapat apa yang dinamakan am'a. Abu Ja'far ibnu Jarir
mengatakan bahwa makna ayat ialah dari jenis sapi dan kambing Kami haramkan
kepada mereka lemak keduanya, kecuali lemak yang menempel pada punggung
keduanya dan lemak yang dikandung oleh perut besarnya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: atau yang di perut besar dan usus. (Al-An'am:
146) Yang dimaksud ialah mab'ar atau perut. Mujahid mengatakan bahwa hawaya
pengertiannya mencakup mab'ar dan marbad (bagian perut yang
memproses kotoran). Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak,
Qatadah, Abu Malik, dan As-Saddi.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa hawaya ialah marabid
yang di dalamnya terdapat am'a, sedangkan bagian dindingnya dinamakan
banatul lahan yang menurut perkataan orang Arab disebut marabid.
****
Firman Allah Swt.:
{أَوْ مَا اخْتَلَطَ
بِعَظْمٍ}
atau yang bercampur dengan tulang. (Al-An'am:
146)
Kecuali lemak yang menempel pada tulang, semuanya
itu Kami halalkan bagi mereka (orang-orang Yahudi).
Ibnu Juraij mengatakan bahwa lemak pantat yang
bercampur dengan tulang pangkal kaki dihalalkan; dan semua lemak yang ada pada
kaki, lambung, kepala, mata serta yang bercampur dengan tulang dihalalkan. Hal
yang semisal dikatakan oleh As-Saddi.
****
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ
بِبَغْيِهِمْ}
Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan
kedurhakaan mereka. (Al-An'am: 146)
Yakni kesempitan ini sengaja Kami berlakukan
terhadap mereka dan Kami bebankan atas diri mereka sebagai hukuman atas
kedurhakaan mereka dan menentang perintah-perintah Kami. Sebagaimana yang
disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{فَبِظُلْمٍ مِنَ
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا}
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi,
Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang
dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)
dari jalan Allah. (An-Nisa: 160)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنَّا لَصَادِقُونَ}
dan sesungguhnya Kami adalah Mahabenar. (Al-An'am:
146)
Maksudnya, sesungguhnya Kami benar-benar adil
dalam menghukum mereka dengan hukuman tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, Allah Swt. berfirman bahwa
sesungguhnya Kami benar-benar jujur dalam pemberitaan Kami kepadamu Muhammad,
menyangkut pengharaman Kami akan hal tersebut terhadap mereka (orang-orang
Yahudi). Sama sekali bukan seperti dugaan mereka yang menyangka bahwa Israil
(Nabi Ya'qub)lah yang mengharamkan hal itu atas dirinya sendiri.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ: بَلَغَ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ سَمُرَة بَاعَ خَمْرًا، فَقَالَ:
قَاتَلَ اللَّهُ سَمُرَةَ! أَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ، حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ
الشُّحُومُ فَجَمَّلُوهَا فَبَاعُوهَا".
Abdullah ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika
sampai kepada Khalifah Umar ibnul Khattab berita tentang Samurah yang menjual
khamr, maka Khalifah Umar berkata, "Semoga Allah melaknat Samurah.
Tidakkah dia mengetahui bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Semoga Allah
melaknat orang-orang Yahudi; diharamkan atas mereka lemak, tetapi mereka
memprosesnya dalam bentuk lain, lalu mereka menjualnya'.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya
melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Tawus, dari Ibnu
Abbas, dari Umar dengan lafaz yang sama.
قَالَ اللَّيْثُ: حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ قَالَ:
قَالَ عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول عَامَ الْفَتْحِ:
"إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرّم بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ
وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ". فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ
شُحُومَ الْمَيْتَةِ، فَإِنَّهُ يُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ ويُطلى بِهَا
السُّفُنُ، ويَسْتَصبِح بِهَا النَّاسُ. فَقَالَ: "لَا هُوَ حَرَامٌ".
ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ:
"قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ
شُحُومَهَا جَمَلوه، ثُمَّ بَاعُوهُ وَأَكَلُوا ثَمَنَهُ".
Al-Lais
mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yazid ibnu Abu Habib; Ata ibnu Abu
Rabah pernah mengatakan, ia telah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan
bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda pada hari kemenangan atas
kota Mekah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan memperjualbelikan
khamr, bangkai, babi, dan patung-patung. Maka ada yang bertanya.”Wahai
Rasulullah, bagaimanakah menurutmu mengenai lemak bangkai, karena sesungguhnya
lemak bangkai dipakai untuk meminyaki kulit dan mengecat perahu serta minyaknya
dipakai untuk lampu penerangan oleh banyak orang?" Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Tidak, ia tetap haram. Kemudian pada saat itu juga Rasulullah
Saw. bersabda: Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi, sesungguhnya ketika
Allah mengharamkan untuk mereka lemaknya (hewan ternak), maka mereka
memprosesnya dalam bentuk lain, kemudian mereka jual dan mereka makan hasil
jualannya.
Jama'ah meriwayatkannya melalui berbagai jalur
dari Yazid ibnu Abu Humaid dengan lafaz yang sama.
قَالَ الزُّهْرِيُّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ! حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ، فَبَاعُوهَا
وَأَكَلُوا ثَمَنَهُ"
Az-Zuhri meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab.
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Semoga Allah
melaknat orang-orang Yahudi; diharamkan bagi mereka lemak, tetapi mereka
menjualnya dan memakan hasil jualannya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim secara bersamaan
meriwayatkannya dari Abdan, dari Ibnul Mubarak, dari Yunus, dari Az-Zuhri
dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا وُهَيْب، حَدَّثَنَا خَالِدٌ الحَذَّاء، عَنْ
بَرَكَةَ أَبِي الْوَلِيدِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ قَاعِدًا خَلْفَ الْمَقَامِ، فَرَفَعَ بَصَرَهُ
إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: "لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ -ثَلَاثًا -إِنَّ
اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْهِمُ الشُّحُومَ، فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا ثَمَنَهَا، إِنَّ
اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ إِلَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ishaq. telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah
menceritakan kepada kami Wahib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Hazza,
dari Barakah Abul Walid, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. duduk di
belakang maqam Ibrahim, lalu mengangkat pandangannya ke langit seraya
berdoa: Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi —tiga kali—; Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas mereka lemak, tetapi mereka memperjualbelikannya dan
memakan hasil jual belinya. Dan sesungguhnya Allah tidak mengharamkan atas
suatu kaum memakan sesuatu, melainkan mengharamkan pula atas mereka memakan
hasil penjualannya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، أَنْبَأَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ،
عَنْ بَرَكَةَ أَبِي الْوَلِيدِ، أَنْبَأَنَا ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا فِي الْمَسْجِدِ
مُسْتَقْبِلًا الحِجْر، فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَضَحِكَ، ثم قَالَ:
"لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ، حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ فَبَاعُوهَا
وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ
شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ".
Imam Ahmad
meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah memberitakan
kepada kami Khalid Al-Hazza dari Barakah Abul Walid, telah memberitakan kepada
kami Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. duduk di Masjidil Haram menghadap Hijir
Ismail, lalu beliau memandang ke langit dan tertawa seraya berdoa: Semoga
Allah melaknat orang-orang Yahudi; diharamkan atas mereka lemak, tetapi mereka
memperjualbelikannya dan memakan hasil jual belinya. Dan sesungguhnya Allah itu
apabila mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, berarti diharamkan pula
atas mereka memakan hasil penjualannya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis
Khalid Al-Hazza.
قَالَ الْأَعْمَشُ، عَنْ جَامِعِ بْنِ شَدَّاد، عَنْ كُلْثُومٍ، عَنْ
أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: دَخَلْنَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم وَهُوَ
مَرِيضٌ نَعُودُهُ، فَوَجَدْنَاهُ نَائِمًا قَدْ غَطَّى وَجْهَهُ بِبُرْدٍ عَدني،
فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ وَقَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ يُحَرِّمُونَ شُحُومَ
الْغَنَمِ وَيَأْكُلُونَ أَثْمَانَهَا"، وَفِي رِوَايَةٍ: "حُرِّمَتْ
عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ فَبَاعُوهَا وأكلوا أثمانها"
Al-A'masy meriwayatkan dari Jami’ ibnu Syaddad,
dari Kalsum, dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan, "Kami masuk
menjenguk Rasulullah Saw, yang sedang sakit. Maka kami menjumpai beliau sedang
tidur seraya menutupi wajahnya dengan kain burdah buatan Adn. Tidak lama
kemudian beliau Saw. membuka penutup wajahnya dan bersabda: 'semoga Allah
melaknat orang-orang Yahudi; mereka mengharamkan lemak kambing, tetapi mereka
memakan hasil penjualannya'." Menurut riwayat yang lain disebutkan: Diharamkan
atas mereka lemak, tetapi mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya.'
Menurut lafaz lain yang ada pada Imam Abu Daud,
dari Ibnu Abbas, secara marfu disebutkan:
«إن الله إذا حرم أكل شيء
حرم عليهم ثمنه»
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan
memakan sesuatu, maka diharamkan pula atas mereka hasil penjualannya.
Al-An'am, ayat 147
فَإِنْ
كَذَّبُوكَ فَقُلْ رَبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ
الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ (147)
Maka jika mereka
mendustakan kamu, katakanlah, "Tuhan kalian mempunyai rahmat yang luas;
dan siksanya tidak dapat ditolak dari kaum yang berdosa.”
Allah Swt. berfirman, "Jika engkau
didustakan, hai Muhammad, oleh orang-orang yang menentangmu dari kalangan kaum
musyrik dan orang-orang Yahudi serta orang-orang yang serupa dengan mereka,
maka katakanlah:
{رَبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ
وَاسِعَةٍ}
'Tuhan kalian mempunyai rahmat yang luas' (Al-An'am:
147)."
Di dalam makna ayat ini terkandung pemikat buat
mereka untuk mencari rahmat Allah yang luas dan mengikuti Rasul-Nya.
{وَلا يُرَدُّ بَأْسُهُ
عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ}
dan siksanya tidak dapat ditolak dari kaum
yang berdosa. (Al-An'am: 147)
Hal ini mengandung ancaman terhadap mereka bila
mereka menentang Rasul penutup semua nabi. Dalam Al-Qur’an banyak didapati targib
(pemikat) dan tarhib (ancaman) disebutkan secara beriringan, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam akhir surat ini melalui firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ
الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya,
dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An'am: 165)
Dan firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو
مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai
ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksa-Nya. (Ar-Ra'd: 6)
{نَبِّئْ
عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ
الألِيمُ}
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku. bahwa
sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa
sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (Al-Hijr: 49-50)
{غَافِرِ
الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ}
Yang Mengampuni dosa dan menerima tobat lagi
keras hukumanNya. (Al-Mu’min: 3)
{إِنَّ بَطْشَ
رَبِّكَ لَشَدِيدٌ إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ}
Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.
Sesungguhnya Dialah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan
menghidupkannya (kembali), Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Pengasih. (Al-Buruj: 12-14)
Ayat-ayat yang semakna banyak sekali didapati di
dalam Al-Qur'an.
Al-An'am, ayat 148-150
سَيَقُولُ
الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا
مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا
قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا
الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ (148) قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ
الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ (149) قُلْ هَلُمَّ
شُهَدَاءَكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ حَرَّمَ هَذَا فَإِنْ شَهِدُوا
فَلَا تَشْهَدْ مَعَهُمْ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَهُمْ بِرَبِّهِمْ
يَعْدِلُونَ (150)
Orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan, nanti akan mengatakan, "Jika Allah menghendaki,
niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun.” Demikian
pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai
mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, "Adakah kalian mempunyai
sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada Kami?” Kalian
tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalian tidak lain hanya
berdusta. Katakanlah, "Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat; maka
jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kalian semuanya."
Katakanlah, "Bawalah kemari saksi-saksi kalian yang dapat mempersaksikan
bahwa Allah telah mengharamkan (makanan yang kalian) haramkan ini.” Jika
mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi
bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan
akhirat, sedangkan mereka mempersekutukan Tuhan mereka.
Hal ini merupakan dialog yang dikisahkan oleh
Allah Swt. dan syubhat yang dilancarkan oleh kaum musyrik dalam kemusyrikan
mereka, serta pengharaman mereka terhadap banyak hal yang mereka haramkan
sendiri. Maka sesungguhnya Allah mengetahui kemusyrikan dan pengharaman yang
mereka lakukan terhadap banyak hal yang mereka haramkan terhadap diri mereka
sendiri. Allah mampu untuk mengubahnya dengan memberikan ilham kepada kita
iman dan menghalang-halangi antara kita dan kekufuran, tetapi Allah Ternyata
tidak mengubahnya. Maka hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan kehendak,
keinginan, dan rida-Nyalah kita ditakdirkan demikian. Karena itulah mereka
mengatakan seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا
أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ}
Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan
bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan tidak (pula) kami
mengharamkan barang sesuatu apa pun. (Al-An'am: 148)
Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam
ayat lain, yaitu oleh firman-Nya:
{وَقَالُوا لَوْ شَاءَ
الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ}
Dan mereka berkata, "Jikalau Allah Yang
Maha Pemurah menghendaki, tentulah kami tidak menyembah (mereka)."
(Az-Zukhruf: 20), hingga akhir ayat.
Demikian pula ayat yang terdapat di dalam surat
An-Nahl, semakna dengan ayat ini.
*****
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ كَذَّبَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
Demikian pulalah orang-orang yang sebelum
mereka telah mendustakan (para rasul). (Al-An'am: 148)
Maksudnya, dengan kesyubhatan ini telah banyak
orang yang sesat sebelum mereka. Alasan yang mereka kemukakan itu batil dan
tidak benar; karena seandainya alasan mereka benar, niscaya Allah tidak akan
menimpakan kepada mereka azab-Nya dan tidak akan membinasakan mereka serta
tidak akan mengirimkan rasul-rasul-Nya kepada mereka secara silih berganti, dan
tidak akan menimpakan siksa yang pedih terhadap mereka yang musyrik.
{قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ
مِنْ عِلْمٍ}
Katakanlah, Adakah kalian mempunyai
sesuatu pengetahuan.” (Al-An'am: 148)
Misalnya Allah rida kepada kalian sehubungan
dengan perbuatan yang kalian lakukan itu.
{فَتُخْرِجُوهُ لَنَا}
"sehingga dapat kalian mengemukakannya
kepada Kami?" (Al-An'am)
Yakni kalian perlihatkan dan kalian jelaskan
serta kalian kemukakan hal itu kepada kami.
{إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا
الظَّنَّ}
Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan
belaka. (Al-An'am: 148)
Yaitu dugaan dan ilusi belaka. Makna yang
dimaksud zan dalam ayal ini ialah keyakinan yang tidak benar (rusak).
{وَإِنْ أَنْتُمْ إِلا
تَخْرُصُونَ}
dan kalian tidak lain hanya berdusta. (Al-An'am:
148)
Kalian hanya berdusta belaka terhadap Allah dalam
apa yang kalian persangkakan itu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak
mempersekutukan-Nya. (Al-An'am: 148) dan firman-Nya: Demikian pulalah
orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul). (Al-An'am:
148) Dan firman Allah Swt.: Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka
tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 107) Karena sesungguhnya mereka
mengatakan bahwa penyembahan mereka kepada sembahan-sembahan mereka dapat
mendekatkan diri mereka kepada Allah. Maka Allah memberitahukan kepada mereka
bahwa perbuatan itu sama sekali tidak mendekatkan mereka kepada Allah.
Dan Firman Allah Swt.: Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka
tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 107) Allah Swt. berfirman bahwa
seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia dapat menghimpun mereka semua ke dalam
jalan petunjuk.
*****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ فَلِلَّهِ
الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ}
Katakanlah, "Allah mempunyai hujah yang
jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada
kalian semuanya.”(Al-An'am: 149)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad:
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-An’am: 149)
kepada mereka, hai Muhammad.
{فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ
الْبَالِغَةُ}
Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat. (Al-An’am:
149)
Artinya, Allah mempunyai hikmah yang sempurna dan
hujah yang jelas dan kuat dalam memberikan petunjuk kepada orang yang
ditunjuki-Nya dan menyesatkan orang yang disesatkan-Nya.
{فَلَوْ شَاءَ
لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ}
Jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi
petunjuk kepada kalian semuanya. (Al-An'am: 149)
Dengan kata lain, semuanya itu terjadi dengan
takdir, kehendak, dan pilihan-Nya. Selain dari itu Dia rida kepada orang-orang
mukmin serta murka terhadap orang-orang kafir, seperti yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَى}
Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah
menjadikan mereka semua dalam petunjuk. (Al-An'am: 35)
{وَلَوْ شَاءَ
رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ}
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah
beriman semua orang yang di muka bumi. (Yunus: 99)
{وَلَوْ شَاءَ
رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا
مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ
جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ}
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia
menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih
pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah
Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusanNya) telah
ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan
manusia (yang durhaka) semuanya. (Hud: 118-119)
Menurut Ad-Dahhak. tidak ada hujah bagi orang
yang durhaka terhadap Allah, tetapi Allah-lah yang mempunyai hujah yang jelas
lagi kuat terhadap hamba-hamba-Nya.
*****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ هَلُمَّ
شُهَدَاءَكُمُ}
Katakanlah, "Kemarikanlah saksi-saksi
kalian." (Al-An'am: 150)
Maksudnya, datangkanlah saksi-saksi kalian.
{الَّذِينَ يَشْهَدُونَ
أَنَّ اللَّهَ حَرَّمَ هَذَا}
yang dapat mempersaksikan bahwa Allah
mengharamkan (makanan yang kalian) haramkan ini. (Al-An'am: 150)
Yakni apa yang kalian haramkan, kalian dustakan,
dan kalian buat-buat dengan menjual nama Allah padanya.
{فَإِنْ شَهِدُوا فَلا
تَشْهَدْ مَعَهُمْ}
Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah
kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka. (Al-An'am: 150)
karena sesungguhnya apa yang mereka persaksikan
—dalam keadaan seperti ibu— hanyalah kesaksian dusta dan buat-buatan semata.
{وَلا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِالآخِرَةِ وَهُمْ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ}
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman
kepada kehidupan akhirat, sedangkan mereka mempersekutukan Tuhan mereka. (Al-An'am:
150)
Yaitu mempersekutukan-Nya dan menjadikan
tandingan bagi-Nya.
Al-An'am, ayat 151
قُلْ تَعَالَوْا
أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (151)
Katakanlah,
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian;
yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian
karena takut kemiskinan —Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada
mereka—,- dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan oleh
Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya).
Daud Al-Audi telah meriwayatkan dari Asy-Sya'bi,
dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang
ingin melihat wasiat Rasulullah Saw. yang padanya terdapat cap cincinnya,
hendaklah ia membaca ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Katakanlah,
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian,
yaitu: "Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.”
(Al-An'am: 151) sampai dengan firman-Nya: supaya kalian memahaminya). (Al-An'am:
151)
Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Muhammad As-Sairafi, dari Urwah,
telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnul Fadl, telah menceritakan
kepada kami Malik ibnu Ismail Al-Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil,
dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa di dalam surat Al-An'am terdapat ayat-ayat muhkom
yang semuanya adalah Ummul Kitab, lalu ia membacakan firman-Nya: Katakanlah,
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An'am:
151), hingga beberapa ayat berikutnya.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini
sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Menurut kami, asar ini diriwayatkan pula oleh
Zuhair, Qais ibnur Rabi' —keduanya dari Abu Ishaq—, dari Abdullah ibnu Qais,
dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.
Imam Hakim meriwayatkan pula di dalam kitab
mustadraknya:
مِنْ حَدِيثِ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمْ يُبَايِعُنِي
عَلَى ثَلَاثٍ؟ " -ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: {قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ} حَتَّى
فَرَغَ مِنَ الْآيَاتِ -فَمَنْ وَفَّى فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنِ انْتَقَصَ
مِنْهُنَّ شَيْئًا فَأَدْرَكَهُ اللَّهُ بِهِ فِي الدُّنْيَا كَانَتْ عُقُوبَتَهُ
وَمَنْ أُخِّرَ إِلَى الْآخِرَةِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
وَإِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ".
melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu
Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Siapakah di antara kalian yang
mau berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadaku sebanyak tiga kali."
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am:
151), hingga beberapa ayat berikutnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang menunaikannya, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah kepadanya.
Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah
kepadanya di dunia ini, maka hal itu merupakan hukumannya. Dan barang siapa
yang ditangguhkan sampai di akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah; jika
Allah menghendaki, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Allah menghendaki, niscaya
memaafkannya.
Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sahih
sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Sesungguhnya yang disepakati oleh keduanya
(Bukhari dan Muslim) hanyalah hadis Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah yang
mengatakan:
"بَايِعُونِي عَلَى أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ
شَيْئًا"
Berbaiatlah kalian kepadaku, yaitu: Janganlah
kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir hadis.
Sufyan ibnu Husain meriwayatkan kedua hadis
tersebut, maka tidaklah layak menisbatkan salah satu dari kedua hadis itu
kepada dugaan (yang tidak pasti) jika keduanya dapat digabungkan pengertiannya.
Mengenai tafsir ayat ini dapat dikatakan bahwa
Allah berfirman kepada Nabi dan Rasul-Nya (yaitu Muhammad Saw.),
"Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu yang telah
menyembah selain Allah dan mengharamkan apa yang Dia rezekikan kepada mereka,
serta membunuh anak-anak mereka sendiri, yang perbuatan tersebut mereka lakukan
hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka sendiri yang dipengaruhi oleh
bisikan setan."
{قُلْ}
Katakanlah
kepada mereka
{تَعَالَوْا}
"Marilah.” (Al-An'am: 151)
Yakni kemarilah dan menghadaplah kalian.
{أَتْلُ مَا حَرَّمَ
رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ}
kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh
Tuhan kalian. (Al-An'am: 151)
Maksudnya, aku akan menceritakan kepada kalian
dan akan kusampaikan kepada kalian tentang apa yang diharamkan atas kalian
oleh Tuhan kalian dengan sesungguhnya, bukan dengan dugaan, bukan pula atas
dasar prasangka, melainkan berdasarkan wahyu dan perintah dari sisiNya.
{أَلا تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا}
janganlah kalian mempersekutukan sesuatu
dengan Dia. (Al-An'am: 151)
Seakan-akan dalam konteks ayat ini terdapat
kalimat yang tidak disebutkan. Bentuk lengkapnya ialah seperti berikut,
"Saya perintahkan kepada kalian." janganlah kalian mempersekutukan
sesuatu dengan Dia. (Al-An'am: 151)
Karenanya dalam akhir ayat ini disebutkan:
{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan
kalian kepada kalian supaya kalian memahami(nya). (Al-An'am: 151)
Hal ini sama dengan perkataan seorang penyair:
حَجَّ وأوصَى بسُلَيمى
الأعْبُدَا ...
أنْ لَا تَرَى وَلَا تُكَلِّم أحَدا ...
وَلَا يَزَلْ
شَرَابُها مُبَرَّدا
Berhajilah
dan perintahkanlah kepada Sulaima Al-A'buda; janganlah ia memperlihatkan
dirinya dan jangan pula berbicara kepada seorang pun. Biarkanlah minumannya
tetap dalam keadaan dingin.
Orang-orang Arab mengatakan, "Saya
perintahkan kepadamu, janganlah kamu berdiri."
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu
Zar r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَتَانِي جِبْرِيلُ فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لَا
يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا مِنْ أُمَّتِكَ، دَخَلَ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: وَإِنْ
زَنَا وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَا
وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ
سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ شَرِبَ الْخَمْرَ"
Jibril telah datang kepadaku dan menyampaikan
berita gembira kepadaku bahwa barang siapa dari kalangan umatku mati dalam
keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun niscaya masuk surga. Aku
bertanya, "Sekalipun dia berzina dan mencuri?”Jibril menjawab, "Ya,
sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya, "Sekalipun dia berzina dan
mencuri? Jibril menjawab, "Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku
bertanya,"Sekalipun dia berzina dan mencuri?” Jibril menjawab, "Ya,
sekalipun berzina, mencuri, dan meminum khamr.”
Menurut sebagian riwayat, yang menanyakan
demikian adalah Abu Zar, ditujukan kepada Rasulullah Saw. Kemudian disebutkan
bahwa pada yang ketiga kalinya Rasulullah Saw. bersabda:
"وَإِنْ رَغِمَ أنفُ أَبِي ذَرٍّ"
Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.
Tersebutlah bahwa Abu Zar setiap kali
menyampaikan hadis ini pada penghujungnya selalu mengatakan: Ya, sekalipun
hidung Abu Zar keropos.
Di dalam sebagian kitab musnad dan kitab sunnah
disebutkan dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا
دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي فَإِنِّي أَغْفِرُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا
أُبَالِي، وَلَوْ أَتَيْتَنِي بِقِرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً أَتَيْتُكَ
بِقِرَابِهَا مَغْفِرَةً مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي شَيْئًا، وَإِنْ أَخْطَأْتَ حَتَّى
تَبْلُغَ خَطَايَاكَ عَنَان السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي، غَفَرْتُ
لَكَ"
"Allah Swt. berfirman: 'Hai anak
Adam, sesungguhnya kamu selama masih mau berdoa kepada-Ku dan berharap
kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memberikan ampunan bagi-Mu terhadap semua dosa
yang ada padamu, tanpa Aku pedulikan lagi. Seandainya kamu datang kepada-Ku
dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa
ampunan sepenuh bumi, selagi kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun.
Dan jika kamu banyak berdosa sehingga dosamu mencapai puncak langit, kemudian
kamu memohon ampun kepada-Ku. niscaya Aku memberikan ampunan bagimu'.”
Makna hadis ini mempunyai syahid (bukti)
yang menguatkannya di dalam Al-Qur'an, yaitu oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ لَا
يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah
hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
"مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، دَخَلَ
الْجَنَّةَ"
Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak
mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.
Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis yang
menerangkan hal ini cukup banyak.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis
Ubadah dan Abu Darda:
"لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وإن قُطِّعتم أو صُلِّبتم
أو حُرِّقتم"
Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan
sesuatu pun, sekalipun kalian dipotong-potong atau disalib atau dibakar.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْف
الحِمْصي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ
حَدَّثَنِي سَيَّارُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ قَوْذر، عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ شُرَيح، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: أَوْصَانَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعِ خِصَالٍ: "أَلَّا
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَإِنْ حُرِّقْتُمْ وَقُطِّعْتُمْ
وَصُلِّبْتُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan
kepadaku Sayyar ibnu Abdur Rahman, dari Yazid ibnu Qauzar, dari Salamah ibnu
Syuraih, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
berwasiat kepada kami akan tujuh perkara, antara lain: Janganlah kalian
mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dibakar,
dipotong-potong, dan disalib. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)
****
Firman Allah Swt.:
{وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا}
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak
(Al-An'am: 151)
Tuhan telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada
kalian untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, yakni perlakukanlah mereka
dengan perlakuan yang baik. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain oleh
firman-Nya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا
تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak
kalian. (Al-Isra: 23)
Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan
berikut, yaitu:
"وَوَصَّى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا".
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan, janganlah
kalian menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua."
Yakni perlakukanlah orang tua kalian dengan baik.
Allah Swt. sering sekali mengiringi perintah taat
kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَنِ اشْكُرْ لِي
وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ * وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي
مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا
مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. kemudian hanya
kepada-Kulah kembali kalian, maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah
kalian kerjakan. (Luqman: 14-15)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan berbuat baik
kepada kedua orang tua, sekalipun keduanya musyrik; kemusyrikannya itu
ditanggung oleh keduanya. Allah Swt. telah berfirman pula:
{وَإِذْ أَخَذْنَا
مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil
janji dari Bani Israil, (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak. (Al-Baqarah: 83), hingga
akhir ayat.
Ayat-ayat yang bermakna senada banyak didapati di
dalam Al-Qur’an.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari
sahabat Ibnu Mas'ud r.a.. :
قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى
وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ".
قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ". قَالَ
ابْنُ مَسْعُودٍ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي
bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Amal apakah yang paling utama?" Rasul Saw. menjawab, "Mengerjakan
salat tepat pada waktunya." Ia bertanya, "Kemudian apa
lagi?"" Rasul Saw. menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua."
Ia bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Jihad
di jalan Allah."' Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, "Kesemuanya itu
disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepadaku secara langsung. Seandainya aku
meminta tambahan keterangan, niscaya beliau Saw. memberikan tambahannya
kepadaku."
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah
meriwayatkan berikut sanadnya, dari Abu Darda dan Ubadah ibnus Samit;
masing-masing dari keduanya mengatakan bahwa kekasihnya (yakni Rasulullah Saw.)
telah memerintahkan kepadanya:
"أَطِعْ وَالِدَيْكَ، وَإِنْ أَمَرَاكَ أَنْ تَخْرُجَ لَهُمَا
مِنَ الدُّنْيَا، فَافْعَلْ"
Taatilah kedua orang tuamu; dan jika keduanya
memerintahkan kepadamu untuk keluar dari dunia ini (mati) buat (membela)
keduanya, maka lakukanlah.
Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kedaifan.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَقْتُلُوا
أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ}
dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian
karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. (Al-An'am:
151)
Setelah Allah memerintahkan berbuat baik kepada
kedua orang tua dan juga kakek nenek, Dia mengiringi hal ini dengan perintah
berbuat baik kepada anak cucu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَقْتُلُوا
أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ}
dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian
karena kemiskinan. (Al-An'am: 151)
Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak
mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi
perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi
laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam
kitab Sahihain:
مِنْ حديث عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ
تَجْعَلَ لله ندا وهو خلَقَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ
تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَم مَعَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قال:
"أن تُزَاني حَلِيلَةَ جَارِكَ". ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا
آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا
يَزْنُونَ}
melalui hadis Abdullah ibnu Mas'ud r.a., bahwa
Abdullah Ibnu Mas'ud pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Dosa apakah
yang paling besar?" Rasulullah Saw. bersabda, "Bila kamu
menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakan kamu."
Ibnu Mas'ud bertanya, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab,
"Bila kamu membunuh anakmu karena takut si anak ikut makan bersamamu."
Ibnu Mas'ud bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasul Saw.
menjawab, "Bila kamu menzinai istri tetanggamu." Kemudian
Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang
yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.
****
Firman Allah Swt.:
{مِنْ إِمْلاقٍ}
karena kemiskinan. (Al-An’am: 151)
Ibnu Abbas, Qatadah. dan As-Saddi serta
lain-lainnya mengatakan bahwa imlaq artinya kemiskinan. Dengan kata
lain, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang kalian
alami. Dalam surat Al-Isra disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{وَلا تَقْتُلُوا
أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ}
Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian
karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)
Artinya, janganlah kalian membunuh mereka karena
takut jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ
وَإِيَّاكُمْ}
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka
dan juga kepada kalian. (Al-Isra: 31)
Dalam surat Al-Isra ini Allah mulai menyebutkan
jaminan rezeki buat anak-anak mereka, karena itulah yang menjadi pokok
permasalahannya. Dengan kata lain, janganlah kalian takut jatuh miskin karena
memberi mereka makan; sesungguhnya rezeki mereka ditanggung oleh Allah. Adapun
dalam surat Al-An'am ini, mengingat kemiskinan telah ada, maka yang disebutkan
adalah seperti berikut:
{نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ
وَإِيَّاهُمْ}
Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan
kepada mereka. (Al-An’am: 151)
Disebutkan demikian karena yang diprioritaskan
adalah para orang tua.
****
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَقْرَبُوا
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ}
dan janganlah kalian mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang
tersembunyi. (Al-An'am: 151)
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk
itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang
tidak kalian ketahui.” (Al-A’raf: 33)
Mengenai tafsirnya telah disebutkan ketika
membahas makna firman-Nya:
{وَذَرُوا ظَاهِرَ
الإثْمِ وَبَاطِنَهُ}
Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang
tersembunyi. (Al-An'am: 120)
Di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu
Mas'ud r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لا أحد أغْيَر من اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حَرَّم
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطنَ"
Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu
daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan semua hal yang keji, baik yang
tampak ataupun yang tersembunyi.
َقَالَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْر، عَنْ وَرّاد، عَنْ مَوْلَاهُ
الْمُغَيَّرَةِ قَالَ: قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ: لَوْ رَأَيْتُ مَعَ
امْرَأَتِي رَجُلًا لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَح. فَبَلَغَ ذَلِكَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَتَعْجَبُونَ
مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ! فَوَاللَّهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْ سَعْدٍ، وَاللَّهُ
أَغْيَرُ مِنِّي، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حَرّم الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَن".
Abdul Malik ibnu Umair mengatakan bahwa
Al-Mugirah menambahkan 'dari maulanya' yang mengatakan bahwa Sa'd ibnu Ubadah
pernah berkata, "Seandainya aku melihat istriku bersama lelaki lain,
niscaya aku pukul lelaki itu dengan pedang, bukan dengan bagian
tumpulnya." Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah
Saw. bersabda: Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa'd? Demi
Allah, aku lebih cemburu daripada Sa'd, dan Allah lebih cemburu dariku. Karena
itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang
tersembunyi.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
قَالَ كَامِلٌ أَبُو الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا. نَغَارُ. قَالَ:
"وَاللَّهِ إِنِّي لَأَغَارُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي، وَمِنْ غَيْرَتِهِ
نَهَى عَنِ الْفَوَاحِشِ"
Kamil (alias Abul Ala) telah meriwayatkan dari
Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada
Rasulullah Saw., "Sesungguhnya kami adalah pencemburu?" Rasulullah
Saw. bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar pencemburu, dan
Allah lebih pencemburu dariku, dan termasuk kecemburuan-Nya ialah Dia melarang
perbuatan-perbuatan keji.
Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, tetapi tidak ada
seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini
dengan syarat Imam Turmuzi, dan sesungguhnya Imam Turmuzi telah meriwayatkan
hadis lain dengan sanad ini, yaitu hadis yang mengatakan:
"أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى
السَّبْعِينَ"
Usia-usia umatku antara enam puluh sampai
tujuh puluh tahun.
****
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ}
dan janganlah kalian membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar. (Al-An'am: 151)
Firman ini merupakan nas dari Allah yang
mengukuhkan apa yang dilarang-Nya, karena sesungguhnya makna firman ini telah
terkandung di dalam pengertian perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak
ataupun yang tersembunyi. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui
Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبِ
الزَّانِي، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق للجماعة"
Tidak halal darah seorang muslim yang telah
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah utusan Allah,
terkecuali karena salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Duda (janda)
yang berzina, membunuh jiwa, dan meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari
jamaah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim
disebutkan:
وَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ لَا يَحِلُّ دَمُ رَجُلٍ مُسْلِمٍ ... " وَذَكَرَهُ
Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia,
tidak halal darah seorang lelaki muslim, hingga akhir hadis.
Al-A'masy mengatakan bahwa ia menceritakan hadis
ini kepada Ibrahim, lalu Ibrahim menceritakan kepadaku, dari Al-Aswad. dari
Siti Aisyah hal yang semisal.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui
Siti Aisyah r.a.. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثِ
خِصَالٍ: زانٍ مُحْصَن يُرْجَم، وَرَجُلٍ قَتَلَ رَجُلا مُتَعمِّدا فَيُقْتَلُ،
وَرَجُلٍ يَخْرُجُ مِنَ الْإِسْلَامِ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَيُقْتَلُ
أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنَ الْأَرْضِ"
Tidak halal darah seorang muslim
kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Pezina muhsan dirajam,
seorang lelaki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka ia dihukum mati;
dan seorang lelaki yang keluar dari Islam dan memerangi Allah dan Rasul-Nya,
maka ia dihukum mati atau disalib atau diasingkan dari tanah airnya.
Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam
Nasai.
Dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a.
Disebutkan bahwa ketika dalam keadaan terkepung, ia mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى
ثَلَاثٍ: رَجُلٍ كَفَر بَعْدَ إِسْلَامِهِ، أَوْ زَنَا بَعْدَ إِحْصَانِهِ، أَوْ
قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ".
Tidak halal darah seorang muslim kecuali
karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Seorang lelaki yang kafir sesudah
masuk Islam, atau melakukan zina sesudah muhsan (terpelihara), atau
membunuh jiwa bukan karena telah melakukan pembunuhan.
Khalifah Usman berkata, "Demi Allah, aku
belum pernah berbuat zina, baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam. Dan aku
tidak pernah berharap untuk menggantikan agamaku sesudah Allah memberi petunjuk
kepadaku, tidak pernah pula aku membunuh seseorang. Mengapa kalian hendak
membunuhku?"
Imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam
Ibnu Majah telah meriwayatkannya; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Disebutkan adanya larangan dan peringatan serta
ancaman terhadap perbuatan membunuh kafir mu’ahad, yakni orang kafir
yang diamankan dari kalangan kafir harbi.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr
r.a., dari Nabi Saw. secara marfu':
"من قتل مُعاهِدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ
رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا"
Barang siapa yang membunuh kafir mu'ahad. maka
ia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya bau surga itu
benar-benar dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.
Dari sahabat Abu Hurairah r.a.. dari Nabi Saw.
yang telah bersabda:
"مِنْ قَتْلَ معاهَدًا لَهُ ذِمَّة اللَّهِ وذمَّة رَسُولِهِ،
فَقَدَ أَخَفَرَ بِذِمَّةِ اللَّهِ، فَلَا يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ
رِيحَهَا لِيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ خَريفًا"
Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahad
yang berada di dalam jaminan keselamatan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah
melanggar jaminan Allah. Maka dia tidak dapat mencium baunya surga, padahal
sesungguhnya baunya surga dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh musim
gugur (tahun).
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Imam Turmuzi. Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
*****
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan
kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya). (Al-An'am: 151)
Yakni inilah di antara apa yang diperintahkan
Allah kepada kalian, supaya kalian memahami perintah Allah dan larangan-Nya.
Al-An'am, ayat 152
وَلَا
تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ
أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا
إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(152)
Dan janganlah kalian
dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya Dan
apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia
adalah kerabat (kalian), dan penuhilah
janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian
ingat.
Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan
janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir
ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu
memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari
minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap
dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan
begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka
mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan
mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan
mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka
adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali
mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak
yatim mereka.
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.
*****
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ}
hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)
Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang
bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi,
hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang
lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi
sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran.
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ}
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. (Al-An'am: 152)
Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan
dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam
orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:
{وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
* الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ * وَإِذَا كَالُوهُمْ
أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ * أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ *
لِيَوْمٍ عَظِيمٍ * يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari
(ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin:
1-6)
Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa
lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya.
وَفِي كِتَابِ الْجَامِعِ لِأَبِي عِيسَى التِّرْمِذِيِّ، مِنْ
حَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ قَيْسٍ أَبِي عَلِيٍّ الرّحَبي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِأَصْحَابِ الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ: "إِنَّكُمْ وُلّيتم أَمْرًا هَلَكَتْ
فِيهِ الْأُمَمُ السَّالِفَةُ قَبْلَكُمْ".
Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa
Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian
diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum
kalian karenanya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak
mengenalnya sebagai hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain,
padahal dia orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah
diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Menurut kami,
وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدُوَيه فِي تَفْسِيرِهِ، مِنْ حَدِيثِ
شَرِيك، عَنِ الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكُمْ
مَعْشَر الْمَوَالِي قَدْ بَشَّرَكم اللَّهُ بِخَصْلَتَيْنِ بِهَا هَلَكَتِ
الْقُرُونُ الْمُتَقَدِّمَةُ: الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ"
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab
tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara
yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu
takaran dan timbangan.
*****
Firman Allah Swt.:
{لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا
إِلا وُسْعَهَا}
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekadar kemampuannya. (Al-An'am: 152)
Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh
dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan
semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada
dosa atas dirinya.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حَدِيثِ بَقِيَّة، عَنْ مُبَشر
بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونِ بْنِ مهْران، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: {وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ
نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا} فَقَالَ: "مِنْ أَوْفَى عَلَى يَدِهِ فِي الْكَيْلِ
وَالْمِيزَانِ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ صِحَّةَ نِيَّتِهِ بِالْوَفَاءِ فِيهِمَا، لَمْ
يُؤَاخَذْ". وَذَلِكَ تَأْوِيلُ {وُسْعَهَا}
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis
Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari
ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.
(Al-An'am: 152) pernah bersabda: Barang siapa yang menunaikan dengan
sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya —Allah lebih mengetahui
kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya—, maka ia tidak berdosa. Demikianlah
takwil 'sebatas kemampuannya'.
Hadis ini berpredikat mursal garib.
****
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قُلْتُمْ
فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}
Dan apabila kalian berkata, maka
hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am:
152)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di
dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ}
hai orang-orang yang beriman, hendaklah
kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), hingga akhir ayat.
Hal yang sama disebutkan pula dalam surat
An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan
ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu
memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan
keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَبِعَهْدِ اللَّهِ
أَوْفُوا}
dan penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152)
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan
wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah
hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada
kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamalkan
Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan
janji Allah.
{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan
kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)
Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan
dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan.
{لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ}
agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)
Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran
darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian
ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya
dengan tazkuruna.
Al-An'am, ayat 153
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (153)
dan bahwa (yang
Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. (Al-An'am: 153)
Juga mengenai firman-Nya: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah
belah tentangnya. (Asy-Syura: 13) dan ayat lainnya yang semakna dalam
Al-Qur'an. Ibnu Abbas berkata bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukmin
untuk berjamaah (bersatu) dan melarang mereka berselisih pendapat dan
bercerai-berai. Kemudian Allah memberitahukan kepada mereka, sesungguhnya telah
binasa orang-orang sebelum mereka hanyalah karena pertikaian dan permusuhan
mereka dalam agama Allah. Hal yang semisal disebutkan pula oleh Mujahid dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ: شَاذَانُ،
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ -هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ -عَنْ عَاصِمٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي
النُّجُودِ -عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ: خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا سَبِيل اللَّهِ
مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ:
"هَذِهِ السُّبُل لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو
إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
Imam
Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir
Syazan. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yaitu Ibnu Ayyasy), dari Asim
(yaitu Ibnu Abun Nujud), dari Abu Wail, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw, membuat sebuah garis dengan tangannya (di
tanah), kemudian bersabda: "Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu
beliau Saw. membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda,
"Ini jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat
setan yang menyerukan kepadanya." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan
firman-Nya: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Kuyang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalanNya. (Al-An'am:
153)
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim, dari Al-Asam, dari Ahmad ibnu Abdul
Jabbar, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan sanad yang sama. Selanjutnya Imam
Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan
Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, Warqa, dan Amr ibnu Abu
Qaus, dari Asim, dari Abu Wail (yaitu Syaqiq ibnu Salamah), dari Ibnu Mas'ud
secara marfu’ dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh Yazid ibnu Harun dan Musaddad serta An-Nasai, dari Yahya ibnu
Habib ibnu Arabi dan Ibnu Hibban melalui hadis Ibnu Wahb, keempat-empatnya dari
Hammad ibnu Zaid, dari Asim, dari Abu Wail, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang
semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna,
dari Al-Hammani, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang semisal. Imam Hakim
meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Ishaq, dari Ismail ibnu Ishaq Al-Qadi, dari
Sulaiman ibnu Harb, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama pula; dan Imam
Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Imam
Nasai dan Imam Hakim telah meriwayatkan hadis ini melalui hadis Ahmad ibnu
Abdullah ibnu Yunus, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr, dari
Abdullah ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama secara marfu.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih melalui hadis
Yahya Al-Hammani, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr dengan lafaz
yang semisal.
Imam
Hakim menilainya sahih, seperti yang Anda ketahui melalui dua jalur. Barangkali
hadis ini bersumberkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Zurr, juga dari Abu Wail
Syaqiq ibnu Salamah; kedua-duanya dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama.
Imam
Hakim mengatakan bahwa syahid (bukti) dari hadis ini diperkuat oleh
hadis Asy-Sya'bi, dari Jabir melalui jalur yang tidak dikukuhkan. Imam Hakim
seakan-akan mengisyaratkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
Abdu ibnu Humaid, sedangkan lafaznya berdasarkan Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الله
بن محمد -وهو أبو بكر بن أَبِي شَيْبَةَ -أَنْبَأَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ،
عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَطَّ خَطًّا هَكَذَا أَمَامَهُ،
فَقَالَ: "هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ". وَخَطَّيْنِ عَنْ يَمِينِهِ،
وَخَطَّيْنِ عَنْ شِمَالِهِ، وَقَالَ: "هَذِهِ سَبِيلُ الشَّيْطَانِ".
ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ فِي الْخَطِّ الْأَوْسَطِ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ}
Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (yaitu Abu Bakar
ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari
Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan, "Ketika kami sedang
duduk di dekat Nabi Saw., maka beliau membuat suatu garis seperti ini di
hadapannya, lalu bersabda: 'Ini adalah jalan Allah,’ lalu membuat dua
garis di sebelah kanan dan dua garis lagi di sebelah kiri garis pertama, lalu
bersabda, 'Ini jalan-jalan setan.' Sesudah itu Nabi Saw. meletakkan
tangannya pada garis yang paling tengah seraya membacakan firman-Nya: 'dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa' (Al-An'am:
153)."
Imam
Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam kitab sunnah dari Sunan-nya, begitu juga
Imam Al-Bazzar, semuanya dari Abu Sa'id (yaitu Abdullah ibnu Sa'id), dari Abu
Khalid Al-Ahmar dengan lafaz yang sama.
Menurut
kami, Al-Hafiz ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Abu
Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Mujalid, dari
Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membuat suatu
garis, lalu membuat garis lagi di sebelah kanan dan sebelah kirinya
masing-masing satu garis. Kemudian beliau meletakkan tangan (tongkat)nya pada
garis yang paling tengah, lalu membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang
Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. (Al-An'am:
153)
Tetapi
yang dijadikan pegangan adalah hadis Ibnu Mas'ud, sekalipun di dalamnya ada hal
yang diperselisihkan, jika dianggap sebagai asar, dan memang telah
diriwayatkan secara mauquf hanya sampai pada dia.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la,
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Aban ibnu Usman,
bahwa pernah seorang lelaki berkata kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah siratal
mustaqim (jalan yang lurus) itu?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi
Muhammad Saw. meninggalkan kami di bawahnya, sedangkan di ujung jalan yang
lurus itu terdapat surga. Tetapi di sebelah kanannya terdapat jembatan dan di
sebelah kirinya terdapat jembatan lagi. Kemudian dipanggillah semua orang yang
harus melewatinya. Barang siapa yang mengambil jalan jembatan tersebut, maka
jembatan itu mengantarkannya ke neraka. Tetapi barang siapa yang mengambil
jalan yang lurus itu, maka jalan yang lurus itu menghantarkannya ke
surga." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang
Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia: dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya (Al-An’am: 153), hingga akhir
ayat.
Ibnu
Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahab, telah menceritakan kepada
kami Adam, telah menceritakan kepada kaini Ismail ibnu Ayyasy, telah
menceritakan kepada kami Aban ibnu Ayyasy, dari Muslim ibnu Abu Imran, dari
Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud mengenai makna
jalan yang lurus. Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi Muhammad Saw.
meninggalkan kita di bawahnya yang ujungnya berakhir sampai ke surga,"
hingga akhir hadis, sama dengan sebelumnya.
Telah
diriwayatkan melalui hadis An-Nuwwas ibnu Sam'an hal yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَوَّار أَبُو الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا لَيْث
-يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ؛ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ جُبَيْر بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ
سَمْعَانَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا صِراطًا مُسْتَقِيمًا، وَعَنْ جَنْبتَي الصِّرَاطِ
سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ، وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ
مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ: أَيُّهَا النَّاسُ، ادْخُلُوا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ جَمِيعًا، وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مَنْ
جَوْفِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ الْإِنْسَانُ أَنْ يَفْتَحَ شَيْئًا مِنْ
تِلْكَ الْأَبْوَابِ قَالَ: وَيْحَكَ. لَا تَفْتَحْهُ، فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ
تَلِجْهُ، فَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ، وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ،
وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ، وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى
رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ، وَالدَّاعِي مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ وَاعِظُ
اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Siwar Abul Ala,
telah menceritakan kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'd), dari Mu'awiyah ibnu
Saleh, bahwa Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir telah menceritakan kepadanya,
dari ayahnya, dari An-Nuwwas ibnu Sam'an, dari Rasulullah Saw. yang telah
bersabda: Allah membuat suatu perumpamaan, yaitu jalan yang lurus, pada
kedua sisi jalan yang lurus terdapat dua buah tembok, yang pada kedua tembok
itu terdapat banyak pintu yang terbuka dalam keadaan tertutup oleh penutup yang
dijuraikan. Pada pintu jalan terdapat juru seru yang mengatakan.”Hai manusia,
marilah kalian semua masuki jalan yang lurus ini, dan janganlah kalian bercerai
berai!" Dan ada juru penyeru lagi dari atas jalan itu: maka apabila
seseorang hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu, juru seru tersebut
berkata.”Celakalah kamu. jangan kamu buka. Jika kamu membukanya, kamu pasti
memasukinya (yakni neraka).' 'Jalan tersebut adalah perumpamaan agama
Islam, sedangkan kedua tembok itu perumpamaan batasan-batasan Allah, dan
pintu-pintu yang terbuka itu perumpamaan hal-hal yang diharamkan Allah. Juru
penyeru yang ada di pintu jalan adalah perumpamaan Kitabullah, sedangkan juru
penyeru yang dari atas jalan adalah nasihat Allah yang ada di dalam kalbu
setiap orang muslim.
Imam
Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya dari Ali ibnu Hijr, Imam Nasai
menambahkan dari Amr ibnu Usman; kedua-duanya dari Baqiyyah ibnul Walid, dari
Yahya ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Jubair ibnu Nafir, dari
An-Nuwwas ibnu Sam'an dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan garib.
*****
Firman
Allah Swt.:
{فَاتَّبِعُوهُ وَلا
تَتَّبِعُوا السُّبُلَ }
maka
ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain. (Al-An'am: 153)
Sesungguhnya
lafaz sirat atau jalan-Nya dikemukakan dalam bentuk tunggal karena
perkara yang hak itu hanyalah satu. Mengingat hal itu, maka lafaz sabil dikemukakan
dalam bentuk jamak (yaitu subul) karena berbeda-beda dan
bercabang-cabang, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{اللَّهُ وَلِيُّ
الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى
الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Allah
Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang
yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ
هَارُونَ، حَدَّثَنَا سفيان بن حسين، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ
الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمْ يُبَايِعُنِي عَلَى هَذِهِ الْآيَاتِ الثَّلَاثِ؟
". ثُمَّ تَلَا {قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ}
حَتَّى فَرَغَ مِنْ ثَلَاثِ الْآيَاتِ، ثُمَّ قَالَ: "وَمَنْ وَفَّى بِهِنَّ
أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْهُنَّ شَيْئًا أَدْرَكَهُ اللَّهُ
فِي الدُّنْيَا كَانَتْ عُقُوبَتَهُ، وَمَنْ أخَّرَه إِلَى الْآخِرَةِ كَانَ
أَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ أَخَذَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari
Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Siapakah
di antara kalian yang mau berbaiat (berjanji setia) kepadaku untuk berpegang
teguh kepada ketiga ayat ini?" Kemudian Rasulullah Saw. membacakan
firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151) hingga selesai sampai akhir
ketiga ayat berikutnya. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa
yang menunaikan ketiganya, maka pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang
mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah di dunia, maka hal
itu adalah hukumannya. Barang siapa yang menangguhkannya sampai hari akhirat,
maka urusannya terserah kepada Allah. Jika Allah berkehendak menyiksanya,
niscaya Dia menyiksanya; dan jika Dia berkehendak memaafkannya, niscaya Dia
memaafkannya.
Al-An'am; ayat 154-155
ثُمَّ آتَيْنَا
مُوسَى الْكِتَابَ تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ
وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (154) وَهَذَا
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ (155)
Kemudian Kami telah
memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa
untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan,
dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar
mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka. Dan Al-Qur’an
itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah
agar kalian diberi rahmat.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada
Musa. (Al-An'am: 154) Bentuk lengkapnya ialah, "Kemudian katakanlah,
hai Muhammad, sebagai penyampai berita dari Kami bahwa Kami telah memberikan
kitab Taurat kepada Musa." Ditafsirkan demikian karena berdasarkan
hal yang ditunjukkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151)
Menurut kami, pendapat ini masih perlu diteliti,
mengingat lafaz summa di sini hanyalah menunjukkan pengertian 'ataf
khabar sesudah khabar, bukan untuk menunjukkan makna tartib (urutan).
Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu:
قُلْ لِمَنْ سَادَ
ثُم سَادَ أبوهُ ... ثُمّ قَدْ سَادَ قَبْلَ ذَلكَ جَده
Katakanlah
kepada orang yang berkuasa, kemudian ayahnya berkuasa, kemudian sebelum itu
kakeknya telah berkuasa pula.
Dalam ayat berikut ini ketika Allah memberitakan
perihal Al-Qur'an melalui firman-Nya:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ}
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. (Al-An'am: 153)
maka Allah meng-'ataf-kannya dengan sanjungan
yang ditujukan kepada kitab Taurat dan rasul yang membawanya melalui
firman-Nya:
{ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى
الْكِتَابَ}
Kemudian Kami memberikan Al-Kitab (Taurat)
kepada Musa. (Al-An'am: 154)
Banyak sekali penyebutan Al-Qur'an diiringi
dengan sebutan Taurat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ
مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُصَدِّقٌ لِسَانًا عَرَبِيًّا}
Dan sebelum Al-Qur’an itu telah ada kitab Musa
sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang
membenarkannya dalam bahasa Arab. (Al-Ahqaf: 12)
Juga dalam firman Allah Swt. sebelum ayat ini,
yaitu firman-Nya:
{قُلْ مَنْ أَنزلَ
الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ
قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا}
Katakanlah, "Siapakah yang menurunkan
kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi
manusia, kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai,
kalian perlihatkan (sebagiannya) dan kalian sembunyikan sebagian besarnya.
(Al-An'am: 91), hingga akhir ayat.
Lalu sesudahnya, yaitu firman-Nya:
{وَهَذَا كِتَابٌ
أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ}
Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang
telah Kami turunkan yang diberkahi. (Al-An'am: 92), hingga akhir ayat)
Dan Allah Swt. berfirman menceritakan perihal
orang-orang musyrik:
{فَلَمَّا جَاءَهُمُ
الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ مُوسَى}
Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran
dari sisi Kami, mereka berkata.”Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad)
seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?” (Al-Qashash: 48)
Kemudian dalam Firman selanjutnya disebutkan:
{أَوَلَمْ يَكْفُرُوا
بِمَا أُوتِيَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ قَالُوا سِحْرَانِ تَظَاهَرَا وَقَالُوا إِنَّا
بِكُلٍّ كَافِرُونَ}
Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga)
kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata,
"Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu." Dan
mereka (juga) berkata, "Sesungguhnya kami tidak mempercayai
masing-masing mereka itu.” (Al-Qashash: 48)
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal jin,
bahwa mereka mengatakan:
{قَالُوا يَا قَوْمَنَا
إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ
يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ}
Mereka berkata, "Hai kaum kami,
sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah
diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi
memimpin kepada kebenaran. (Al-Ahqaf: 30)
*****
Firman Allah Swt.:
{تَمَامًا عَلَى الَّذِي
أَحْسَنَ وَتَفْصِيلا}
untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada
orang yang berbuat kebaikan dan untuk menjelaskan segala sesuatu. (Al-An'am:
154)
Artinya Kami berikan kepadanya Al-Kitab yang Kami
turunkan kepadanya dalam keadaan lengkap, sempurna, dan mencakup semua yang
diperlukan di dalam syariatnya. Hal ini semakna dengan firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا لَهُ فِي
الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ}
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa luh-luh (Taurat)
segala sesuatu. (Al-A'raf: 145)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ}
kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am:
154)
Yakni sebagai balasan atas kebaikannya dalam
beramal, menegakkan perintah-perintah Kami, dan taat kepada Kami. Perihalnya
sama dengan makna firman-Nya:
{هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ
إِلا الإحْسَانُ}
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
(Ar-Rahman: 60)
وَإِذِ
ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَامًا
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji
Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia.”(Al-Baqarah: 124)
{وَجَعَلْنَا
مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا
يُوقِنُونَ}
Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (As-Sajdah: 24)
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari
Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian Kami telah
memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat
Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am: 154) Yaitu berbuat
baik terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Menurut Qatadah, orang yang berbuat kebaikan di
dunia akan disempurnakan baginya pahala hal tersebut di hari akhirat nanti.
Tetapi Ibnu Jarir memilih makna yang menafsirkan
firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada
Musa untuk menyempurnakan. (Al-An 'am: 154) Yakni menyempurnakan
kebaikannya. Maka seakan-akan lafaz Al-lazi yang sesudahnya dianggap
sebagai masdar, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَخُضْتُمْ كَالَّذِي
خَاضُوا}
dan kalian mempercakapkan (hal yang batil)
sebagaimana mereka mempercakapkannya. (At-Taubah: 69)
Yaitu seperti percakapan mereka. Juga sama dengan
pengertian yang terdapat di dalam perkataan Ibnu Rawwahah dalam salah satu bait
syairnya berikut ini:
فَثَبَّتَ اللهُ
مَا آتاكَ مِنْ حَسَنٍ ... فِي الْمَرْسَلِينَ وَنَصْرًا كَالَّذِي نُصِرُوا
Semoga
Allah menetapkan kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada engkau di kalangan
para rasul, juga kemenangan seperti kemenangan mereka.
Ulama lainnya mengatakan bahwa الَّذِي dalam ayat ini bermakna الَّذِينَ.
Ibnu Jarir mengatakan,telah diriwayatkan dari
Ibnu Mas'ud bahwa dia membacanya seperti bacaan berikut, yaitu: "تَمَامًا عَلَى
الَّذِينَ أَحْسَنُوا"
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid
bahwa makna {تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ} ialah untuk
menyempurnakan nikmat Kami kepada orang-orang mukmin dan orang-orang yang
berbuat baik.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Ubaidah.
Al-Bagawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
orang-orang yang berbuat baik ialah para nabi dan orang-orang mukmin. Dengan
kata lain, Kami tampakkan keutamaan Musa atas mereka.
Pendapat ini semakna dengan pengertian yang
terdapat di dalam firman Allah Swt. yang mengatakan:
{قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي
اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي}
Allah berfirman, "Hai Musa, sesungguhnya
Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa
risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku.” (Al-A'raf: 144)
Tetapi bukan berarti terpilihnya Musa berada di
atas Nabi Muhammad —penutup para nabi— dan Nabi Ibrahim Al-Khalil karena ada
dalil-dalil lain yang menyanggahnya.
Ibnu Jarir mengatakan, Abu Amr ibnul Ala telah
meriwayatkan dari Yahya ibnu Ya'mur bahwa Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini
dengan bacaan berikut: Tamaman 'alal lazi ahsanu, dengan bacaan rafa'
yang takwil-nya ialah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa bacaan ini tidak boleh dipakai, sekalipun
menurut penilaian bahasa Arab dapat dibenarkan.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud
ialah sebagai karunia Allah untuk menambahkan karunia yang telah diberikan
Allah kepadanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Al-Bagawi, tidak
ada pertentangan antara pendapat ini dengan pendapat yang pertama. Kedua
pengertian tersebut digabungkan oleh Ibnu Jarir, seperti yang telah kami
sebutkan.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَتَفْصِيلا لِكُلِّ
شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً}
dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan
sebagai petunjuk dan rahmat. (Al An’am: 154)
Di dalam makna ayat ini terkandung pujian kepada Al-Kitab
yang diturunkan oleh Allah kepada mereka.
{لَعَلَّهُمْ بِلِقَاءِ
رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ
وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
agar mereka beriman (bahwa) mereka akan
menemui Tuhan mereka. Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang
diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (Al-An'am:
154-155)
Makna ayat mengandung seruan untuk mengikuti
Al-Qur'an yang dianjurkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka
menyukainya, dan memerintahkan kepada mereka untuk memikirkan maknanya,
mengamalkan kandungannya, dan menyerukan orang lain untuk mengikutinya. Allah
menyifati Al-Qur'an sebagai kitab yang diberkahi, yakni barang siapa yang
mengikuti ajaran Al-Qur'an dan mengamalkannya, niscaya ia mendapat berkah di
dunia dan akhirat, karena sesungguhnya Al-Qur'an adalah tali yang menghubungkan
kepada Allah, tali Allah yang kuat.
Al-An'am, ayat 156-157
أَنْ تَقُولُوا
إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا
عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ (156) أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنْزِلَ
عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ
عَنْهَا سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا
كَانُوا يَصْدِفُونَ (157)
(Kami turunkan Al-Qur'an
itu) agar kalian (tidak) mengatakan, "Bahwa kitab itu hanya
diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak
memperhatikan apa yang mereka baca.” Atau agar kalian (tidak) mengatakan,
"Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami
lebih mendapat petunjuk dari mereka.” Sesungguhnya telah datang kepada kalian
keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling
darinya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari
ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat adalah seperti
berikut. Bahwa ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan agar kalian
tidak mengatakan:
{إِنَّمَا أُنزلَ
الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا}
Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan
saja sebelum kami. (Al-An'am: 156)
Dengan kata lain, agar kalian tidak mempunyai
alasan lagi untuk berkilah. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di
dalam firman lainnya, yaitu:
{وَلَوْلا أَنْ
تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلا
أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ}
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab
menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan, "Ya Tuhan kami,
mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti
ayat-ayat Engkau.” (Al-Qashash: 47), hingga akhir ayat.
****
Firman Allah Swt.:
{عَلَى طَائِفَتَيْنِ
مِنْ قَبْلِنَا}
kepada dua golongan saja sebelum kami. (Al-An'am:
156)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwa yang dimaksud dengan kedua golongan tersebut ialah orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, As-Saddi, dan Qatadah
serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ
لَغَافِلِينَ}
dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa
yang mereka baca. (Al-An'am: 156)
Yakni kami tidak memahami apa yang mereka katakan
karena mereka tidak sebahasa dengan kami, selain itu kami dalam keadaan lalai
dan sibuk dari memperhatikan apa yang mereka baca itu.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ تَقُولُوا لَوْ
أَنَّا أُنزلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ}
Atau agar kalian (tidak) mengatakan,
"Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami. tentulah kami
lebih mendapat petunjuk daripada mereka.” (Al-An'am: 157)
Dengan kata lain, Kami sengaja memutuskan alasan
kalian agar kalian jangan mengatakan, "Sekiranya diturunkan kepada kami
Kitab seperti apa yang diturunkan kepada mereka, niscaya kami akan lebih
mendapat petunjuk daripada mereka dalam memahami apa yang diturunkan kepada
mereka." Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang disebutkan melalui
firman-Nya:
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ
جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَهُمْ نَذِيرٌ لَيَكُونُنَّ أَهْدَى مِنْ إِحْدَى
الأمَمِ}
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi
peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk daripada salah satu
umat-umat (yang lain). (Fathir: 42)
Hal yang sama dikatakan dalam surat ini melalui
firman-Nya:
{فَقَدْ جَاءَكُمْ
بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ}
Sesungguhnya telah datang kepada kalian
keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk, dan rahmat. (Al-An'am:
157)
Disebutkan bahwa telah datang kepada kalian dari
Allah melalui lisan Nabi Muhammad Saw. yang Arab, yaitu Al-Quran yang di
dalamnya terkandung penjelasan mengenai halal dan haram sebagai petunjuk hati
serta sebagai rahmat dari Allah buat hamba-hamba-Nya yang mau mengikutinya dan
menelusuri apa yang terkandung di dalamnya.
****
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ
كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا}
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya. (Al-An’am: 157)
Maksudnya tidak mau mengambil manfaat dari apa
yang disampaikan oleh Rasul, tidak mau mengikuti tuntunan yang diajarkannya,
serta tidak mau meninggalkan selainnya. Bahkan berpaling, tidak mau mengikuti
ayat-ayat Allah dan memalingkan orang lain darinya serta menghalang-halangi
mereka untuk menerimanya. Demikianlah menurut penafsiran As-Saddi.
Dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah disebutkan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan berpaling darinya. (Al-An'am:
157) Yaitu memalingkan diri dari ayat-ayat Allah.
Pendapat As-Saddi dalam tafsir ayat ini
mengandung kekuatan, mengingat Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling
darinya? (Al-An'am: 157)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam
permulaan surat, yaitu melalui firman-Nya:
{وَهُمْ يَنْهَوْنَ
عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ}
Mereka melarang (orang lain) mendengarkan
Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya, dan mereka hanyalah
membinasakan diri mereka sendiri. (Al-An'am: 26)
{الَّذِينَ
كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ}
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl:
88)
Sedangkan dalam ayat surat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{سَنَجْزِي الَّذِينَ
يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ}
Kelak Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk,
disebabkan mereka selalu berpaling. (Al-An'am: 157)
Barangkali makna yang dimaksud sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah: Maka siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling
darinya? (Al-An'am: 157) Yakni tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak
pula mengamalkannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat-lainnya melalui
firman-Nya:
{فَلا صَدَّقَ وَلا
صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan
Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul)
dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32)
Masih banyak ayat lain yang menunjukkan makna
bahwa orang kafir itu hatinya ingkar dan seluruh anggota tubuhnya tidak mau
digerakkan untuk beramal. Tetapi pendapat As-Saddi lebih kuat dan lebih jelas,
karena Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am:
157) Sama dengan firman lainnya: Orang-orang yang kafir dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada
mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl:
88)
Al-An'am, ayat 158
هَلْ
يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ
يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا
يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي
إِيمَانِهَا خَيْرًا قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ (158)
Yang mereka
nanti-nantikan tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan (siksa)
Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya beberapa
ayat Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri
yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan
dalam masa imannya. Katakanlah, "Tunggulah oleh kalian, sesungguhnya kami
pun menunggu (pula):"
Allah Swt. berfirman, mengancam orang-orang kafir
yang menentang rasul-rasul-Nya, mendustakan ayat-ayat-Nya, dan
menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا
أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ}
Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah
kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau
kedatangan (siksa) Tuhanmu. (Al-An'am: 158)
Hal ini pasti terjadi pada hari kiamat nanti.
{أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ
آيَاتِ رَبِّكَ}
atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada
hari datangnya beberapa ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang kepada dirinya sendiri. (Al-An'am: 158)
Demikian itu terjadi sebelum hari kiamat dan
termasuk salah satu alamat bagi kedatangan hari kiamat, yaitu di saat mereka
menyaksikan sesuatu dari tanda-tanda kiamat tersebut.
قَالَ الْبُخَارِيُّ فِي
تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ،
حَدَّثَنَا عُمَارَةُ، حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ
مَغْرِبها، فَإِذَا رَآهَا النَّاسُ آمَنَ مَنْ عَلَيْهَا. فَذَلِكَ حِينَ {لَا
يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ}
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Imarah, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari kiamat tidak akan terjadi
sebelum matahari terbit dari arah barat. Apabila manusia melihat matahari
terbit dari arah barat, maka berimanlah semua orang yang ada di bumi. Yang
demikian itu terjadi ketika: tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada
dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu. (Al-An'am: 158)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا
مَعْمَر، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبِّه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا، فَإِذَا طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ آمَنُوا
أَجْمَعُونَ، وَذَلِكَ حِينَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا" ثُمَّ قَرَأَ
هَذِهِ الْآيَةَ.
Telah menceritakan kepada kami lshaq, telah
menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar,
dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari
arah barat. Apabila matahari terbit dari arah barat dan manusia
melihatnya, maka mereka semuanya beriman. Yang demikian itu terjadi di saat
iman seseorang tidak bermanfaat bagi dirinya jika ia tidak beriman sebelum (peristiwa
itu). Kemudian Nabi Saw. membacakan ayat ini.
Hal yang sama telah diriwayatkan melalui dua
arah: Arah yang pertama diketengahkan oleh Jamaah lainnya di dalam kitab
masing-masing, kecuali Imam Turmuzi, melalui berbagai jalur dari Imarah ibnul
Qa'qa' ibnu Syubramah, dari Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir, dari Abu Hurairah
dengan lafaz yang sama. Adapun arah yang kedua diriwayatkan dari Ishaq tanpa
dinisbatkan kepada orang tuanya; menurut suatu pendapat Ibnu Mansur Al-Kausaj,
dan menurut pendapat yang lainnya disebutkan Ishaq ibnu Nasr.
Imam Muslim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu
Rafi' Al-Jandisaburi, keduanya (Ishaq dan Muhammad ibnu Rafi’) dari Abdur
Razaq.
Hadis ini memang telah disebutkan melalui
berbagai jalur dari Abu Hurairah, sebagaimana Imam Muslim pun meriwayatkannya
secara munfarid melalui hadis Al-A'la ibnu Abdur Rahman ibnu Ya’qub
maula Al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا ابْنُ
فُضَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلَاثٌ إِذَا خَرَجْنَ
{لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ
فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا} طُلُوعُ الشَّمْسِ من مغربها، والدجال، ودابة
الأرض".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari ayahnya, dari
Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Ada tiga perkara, apabila telah muncul, maka tidak bermanfaat iman
seseorang bagi dirinya bila sebelum itu ia tidak beriman; atau (telah
beriman), tetapi tidak pernah melakukan suatu kebaikan pun dalam imannya,
yaitu: Terbitnya matahari dari arah barat, Dajjal, dan dabbah (hewan dari) bumi.
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari
Fudail ibnu Gazwan, dari Abu Hazim Salman, dari Abu Hurairah,di dalam lafaznya
disebutkan 'Dukhan' (Asap).
Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu
Abu Syaibah dan Zuhair ibnu Harb. dari Waki'.
Imam Muslim telah meriwayatkannya pula, begitu
juga Imam Turmuzi melalui bukan hanya satu jalur, dari Fudail ibnu Gazwan
dengan lafaz yang sama.
Ishaq ibnu Abdullah Al-Qurawi telah
meriwayatkannya dari Malik, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah.
Tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab hadis yang meriwayatkannya dari
jalur ini karena ke-daif-an (kelemahan) yang ada pada Al-Qurawi.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقُومُ
السَّاعَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا، فَإِذَا طَلَعَتْ آمَنَ
النَّاسُ كُلُّهُمْ، وَذَلِكَ حِينَ {لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ
تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ} الْآيَةَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnul Lais,
dari ayahnya, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kiamat
tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah baratnya. Apabila matahari
terbit dari arah baratnya, maka semua manusia beriman. Yang demikian itu
terjadi di saat iman seseorang tidak bermanfaat bagi dirinya jika ia tidak
beriman sebelumnya.
Ibnu Lahi'ah meriwayatkannya dari Al-A'raj, dari
Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Waki’ meriwayatkannya dari Fudail ibnu
Gazwan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Semua jalur
di atas diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab
tafsirnya.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثْنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى،
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنِ ابْنِ
سِيرين، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ
مَغْرِبِهَا، قُبِل مِنْهُ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, bahwa
telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari Abu
Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa
yang bertobat sebelum matahari terbit dari arah baratnya, maka tobatnya
diterima.
Tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab
yang sittah (enam orang) yang mengetengahkannya.
Hadis lain dari Abu Zar Al-Gifari di dalam kitab Sahihain
dan lain-lainnya melalui berbagai jalur:
عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ شَرِيكٍ التَّيْمِيِّ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدُب بْنِ جُنَادة، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَدْري أَيْنَ
تَذْهَبُ الشَّمْسُ إِذَا غَرَبَتْ؟ ". قُلْتُ: لَا أَدْرِي، قَالَ:
"إِنَّهَا تَنْتَهِي دُونَ الْعَرْشِ، ثُمَّ تَخِرُّ سَاجِدَةً، ثُمَّ
تَقُومُ حَتَّى يُقَالَ لَهَا: ارْجِعِي فَيُوشِكُ يَا أَبَا ذَرٍّ أَنْ يُقَالَ
لَهَا: ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ، وَذَلِكَ حِينَ: {لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا
لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ}
dari Ibrahim ibnu Yazid ibnu Syarik At-Taimi,
dari ayahnya, dari Abu Zar (yaitu Jundub ibnu Junadah r.a.) yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Tahukah kamu, ke manakah
matahari itu pergi apabila tenggelam?” Saya (Abu Zar) menjawab, "Saya
tidak tahu.” Rasul Saw. bersabda, "Sesungguhnya matahari itu (apabila
tenggelam) sampai ke bagian bawah Arasy, lalu menyungkur bersujud (kepada
Allah), kemudian bangkit dan dikatakan kepadanya, "Kembalilah kamu,
" maka sudah dekat masanya, hai Abu Zar, akan dikatakan kepada matahari,
'Kembalilah kamu dari tempat kamu datang.' Yang demikian itu terjadi di saat,
'Tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya selagi ia tidak beriman
sebelumnya' (Al-An'am: 158)"
Hadis yang lain dari Huzaifah ibnu Usaid ibnu Abu
Syarihah Al-Gifari r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنْ فُرَات، عَنْ أَبِي الطُّفَيْل، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ الْغِفَارِيِّ
قَالَ: أَشْرَفَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ غُرْفَةٍ، وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ، فَقَالَ: "لَا تقوم الساعة حَتَّى
تَرَوْا عَشْرَ آيَاتٍ: طُلوع الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبها، والدُّخَان،
وَالدَّابَّةُ، وَخُرُوجُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَخُرُوجُ عِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ، وَالدَّجَّالُ، وَثَلَاثَةُ خُسوف: خَسْف بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ
بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْر
عَدَن تَسُوقُ -أَوْ: تَحْشُرُ -النَّاسَ، تَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا،
وتَقيل مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Furat, dari Abut Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid Al-Gifari
yang menceritakan, "Rasulullah Saw. menghampiri kami dari kamarnya, saat
itu kami sedang berbincang-bincang mengenai perkara hari kiamat. Maka
Rasulullah Saw. bersabda: 'Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian
melihat sepuluh tanda-tandanya, yaitu terbitnya matahari dari arah baratnya, (keluarnya)
asap, dabbah (hewan), munculnya ya-juj dan ma-juj, keluarnya Nabi Isa
ibnu Maryam, munculnya Dajjal, terjadinya tiga gempa (gempa besar di timur,
gempa besar di barat, dan gempa besar di Jazirah Arabia) serta munculnya api
dari pedalaman 'Adh, api itu menggiring atau menghimpunkan manusia; ia menginap
bersama mereka di mana pun mereka menginap dan istirahat siang hari bersama
mereka di mana pun mereka beristirahat siang hari'."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim
dan Ahlus Sunan yang empat orang melalui hadis Furat Al-Qazzaz, dari Abut
Tufail (yaitu Amir ibnu Wasilah), dari Huzaifah ibnu Usaid dengan lafaz yang
sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hadis yang lain dari Huzaifah ibnul Yaman r.a.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Rib'i, dari Huzaifah yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.”Wahai Rasulullah,
apakah pertanda akan terbitnya matahari dari arah baratnya?" Maka Nabi
Saw. menjawab melalui sabdanya:
"تَطُولُ تِلْكَ اللَّيْلَةُ حَتَّى تَكُونَ قَدْر
لَيْلَتَيْنِ، فَبَيْنَمَا الَّذِينَ كَانُوا يُصَلُّونَ فِيهَا،
يَعْمَلُونَ كَمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ قَبْلَهَا وَالنُّجُومُ لَا تَسْرِي،
قَدْ قَامَتْ مَكَانَهَا، ثُمَّ يَرْقُدُونَ، ثُمَّ يَقُومُونَ فَيُصَلُّونَ،
ثُمَّ يَرْقُدُونَ، ثُمَّ يَقُومُونَ فَيَطُلُّ عَلَيْهِمْ جُنُوبُهُمْ، حَتَّى
يَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ اللَّيْلُ، فَيَفْزَعُ النَّاسُ وَلَا يُصْبِحُونَ،
فَبَيْنَمَا هُمْ يَنْتَظِرُونَ طُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَشْرِقِهَا إِذْ طَلَعَتْ
مِنْ مَغْرِبِهَا، فَإِذَا رَآهَا النَّاسُ آمَنُوا، وَلَا يَنْفَعُهُمْ
إِيمَانُهُمْ"
Malam itu sangat panjang hingga panjangnya
sama dengan dua malam. Maka terbangunlah orang-orang yang dahulunya selalu
mengerjakan salat di waktu itu, lalu mereka mengerjakan apa yang biasa mereka
lakukan sebelumnya, sedangkan biniang-bintang tidak kelihatan, semuanya
tenggelam di tempatnya masing-masing. Kemudian mereka tidur, lalu bangun dan
kembali mengerjakan salatnya, lalu tidur lagi dan bangun (sesudahnya), lambung
mereka merasa enggan untuk tidur lagi dan malam terasa amat panjang oleh
mereka. Semua manusia merasa terkejut karena mereka tidak mengalami pagi hari.
Ketika mereka sedang menunggu terbitnya matahari dari arah timurnya, tiba-tiba
matahari terbit dari arah baratnya. Maka apabila manusia telah melihatnya,
berimanlah mereka, tetapi iman mereka tidak memberi manfaat bagi diri mereka.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, tetapi hadis ini
tidak didapat di dalam sesuatu pun dari kitab sittah yang melalui jalur
ini.
Hadis yang lain dari Abu Sa'id Al-Khudri yang
nama aslinya ialah Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي لَيْلَى، عَنْ عَطِيَّةَ العَوْفي، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْري، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ
رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا} قَالَ: "طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ
مَغْرِبِهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Laila, dari Atiyyah
Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan
firman-Nya: Pada hari datangnya beberapa ayat Tuhanmu, tidaklah bermanfaat
lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri. (Al-An'am: 158) Nabi Saw.
bersabda: Terbitnya matahari dari arah baratnya.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Sufyan ibnu
Waki', dari ayahnya dengan lafaz yang sama, lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini garib. Sebagian dari mereka meriwayatkannya tanpa me-rafa'-kannya
(menyampaikan sanadnya kepada Rasulullah Saw.).
Di dalam hadis Talut ibnu Abbad. dari Fudal ibnu
Jubair, dari Abu Umamah Sada ibnu Ajlan disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"أن أوّلَ الْآيَاتِ طلوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا"
Sesungguhnya mula-mula pertanda kiamat ialah
terbitnya matahari dari arah baratnya.
Di dalam hadis Asim ibnu Abun Nujud, dari Zur
ibnu Hubaisy, dari Safwan ibnu Assal dikatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
فَتَحَ بَابًا قَبْلَ الْمَغْرِبِ عَرْضُهُ سَبْعُونَ عَامًا لِلتَّوْبَةِ" قَالَ:
"لَا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ".
Sesungguhnya Allah membuka sebuah pintu di
arah barat yang lebarnya perjalanan tujuh puluh tahun untuk pintu tobat; pintu
itu tidak akan ditutup hingga matahari terbit darinya.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dinilai
sahih oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah dalam suatu hadis yang cukup panjang.
Hadis yang lain dari Abdullah ibnu Abu
Aufa.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ
دُحَيم، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَازِمٍ، حَدَّثَنَا ضِرَارُ بْنُ صُرَد،
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ زَيد، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِي أَوْفَى قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ لَيْلَةٌ تَعْدِلُ ثَلَاثَ لَيَالٍ
مِنْ لَيَالِيكُمْ هَذِهِ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ يَعْرِفُهَا الْمُتَنَفِّلُونَ،
يَقُومُ أَحَدُهُمْ فَيَقْرَأُ حِزْبَهُ، ثُمَّ يَنَامُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيَقْرَأُ
حِزْبَهُ، ثُمَّ يَنَامُ. فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ صَاحَ النَّاسُ
بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ فَقَالُوا: مَا هَذَا؟ فَيَفْزَعُونَ إِلَى الْمَسَاجِدِ،
فَإِذَا هُمْ بِالشَّمْسِ قَدْ طَلَعَتْ مِنْ مَغْرِبِهَا، فَضَجَّ النَّاسُ
ضَجَّةً وَاحِدَةً، حَتَّى إِذَا صَارَتْ فِي وَسَطِ السَّمَاءِ رَجَعَتْ
وَطَلَعَتْ مِنْ مَطْلِعِهَا". قَالَ: "حِينَئِذٍ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا
إِيمَانُهَا".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Diraribnu Sard, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Fudail, dari Sulaiman ibnu Zaid, dari Abdullah ibnu Abu Aufa
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sungguh
kelak akan datang kepada manusia suatu malam yang panjangnya sama dengan tiga
malam dari malam-malam kalian sekarang ini. Apabila hal itu terjadi, maka
diketahui oleh orang-orang yang biasa mengerjakan salat sunat (di malam
hari). Seseorang dari mereka bangun, lalu membaca hizib (bacaan
Al-Qur’an)nya, kemudian tidur lagi, lalu bangun dan berdiri (salat) seraya
membaca hizibnya, kemudian tidur lagi. Ketika mereka (orang-orang yang
salat sunat malam hari) dalam keadaan demikian, tiba-tiba sebagian dari orang-orang
dengan sebagian yang lain saling menjerii, lalu mereka berkata, "Apakah
yang terjadi?” Kemudian mereka berhamburan menuju masjid-masjid. Tiba-tiba
mereka melihat matahari terbit, hingga matahari itu sampai di pertengahan
langit, maka matahari kembali lagi ke tempat terbitnya. Nabi Saw.
melanjutkan sabdanya, "Saat itu tidak bermanfaat iman seseorang bagi
dirinya."
Hadis ini garib bila dipandang dari jalur
ini, dan hadis ini tidak terdapat dalam suatu kitab pun dari kitab sittah.
Hadis yang lain dari Abdullah ibnu Amr.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّانَ،
عَنْ أَبِي زُرْعَة بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ قَالَ: جَلَسَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ
مِنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَى مَرْوَانَ بِالْمَدِينَةِ فَسَمِعُوهُ يَقُولُ -وَهُوَ
يُحَدِّثُ فِي الْآيَاتِ -: إِنَّ أَوَّلَهَا خُرُوجُ الدَّجَّالِ. قَالَ:
فَانْصَرَفَ النَّفَرُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، فَحَدَّثُوهُ بِالَّذِي
سَمِعُوهُ مِنْ مَرْوَانَ فِي الْآيَاتِ، فَقَالَ لَمْ يَقُلْ مَرْوان شَيْئًا
قَدْ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مِثْلِ
ذَلِكَ حَدِيثًا لَمْ أَنْسَهُ بَعْدُ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنْ أَوَّلَ الْآيَاتِ خُرُوجًا طُلُوعُ
الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ ضُحًى، فَأَيَّتُهُمَا كَانَتْ
قَبْلَ صَاحِبَتِهَا فَالْأُخْرَى عَلَى أَثَرِهَا". ثُمَّ قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ -وَكَانَ يَقْرَأُ الْكُتُبَ -: وَأَظُنُّ أَوَّلَهَا خُرُوجًا طُلُوعَ
الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَذَلِكَ أَنَّهَا كُلَّمَا غَرَبَتْ أَتَتْ تَحْتَ
الْعَرْشِ فَسَجَدَتْ وَاسْتَأْذَنَتْ فِي الرُّجُوعِ فَأُذِنَ لَهَا فِي
الرُّجُوعِ، حَتَّى إِذَا بَدَا اللَّهُ أَنْ تَطْلُعَ مِنْ مَغْرِبِهَا فَعَلَتْ
كَمَا كَانَتْ تَفْعَلُ: أَتَتْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَسَجَدَتْ وَاسْتَأْذَنَتْ فِي
الرُّجُوعِ، فَلَمْ يُرَدَّ عَلَيْهَا شَيْءٌ، ثُمَّ تستأذنُ فِي الرُّجُوعِ فَلَا
يُرَدُّ عَلَيْهَا شَيْءٌ، ثُمَّ تَسْتَأْذِنُ فَلَا يُرَدُّ عَلَيْهَا شَيْءٌ،
حَتَّى إِذَا ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَذْهَبَ، وَعَرَفَتْ
أَنَّهُ إِذَا أَذِنَ لَهَا فِي الرُّجُوعِ لَمْ تُدْرِكِ الْمَشْرِقَ، قَالَتْ:
رَبِّي، مَا أَبْعَدَ الْمَشْرِقَ. مَنْ لِي بِالنَّاسِ. حَتَّى إِذَا صَارَ
الْأُفُقُ كَأَنَّهُ طَوْقٌ اسْتَأْذَنَتْ فِي الرُّجُوعِ، فَيُقَالُ لَهَا: مِنْ
مَكَانِكِ فَاطْلَعِي. فَطَلَعَتْ عَلَى النَّاسِ مِنْ مَغْرِبِهَا"، ثُمَّ
تَلَا عَبْدُ اللَّهِ هَذِهِ الْآيَةَ: {لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ
تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ } الْآيَةَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan, dari Abu
Zar'ah, dari Amr ibnu Jarir yang mengatakan bahwa ada tiga orang dari kalangan
kaum muslim duduk di dalam majelis Marwan di Madinah, lalu mereka mendengarnya
menceritakan perihal tanda-tanda hari kiamat, antara lain ia mengatakan bahwa
mula-mula tandanya adalah muncul Dajjal. Amr ibnu Jarir melanjutkan kisahnya
bahwa lalu ketiga orang itu menuju ke tempat Abdullah ibnu Amr dan menceritakan
apa yang baru mereka dengar dari Marwan tentang tanda-tanda hari kiamat. Maka
Abdullah ibnu Amr berkata, "Marwan tidak mengatakan sesuatu pun (yang
benar). Saya hafal hadis dari Rasulullah Saw. yang mengatakan: 'Sesungguhnya
mula-mula pertanda hari kiamat yang muncul ialah terbitnya matahari dari arah
baratnya, munculnya dabbah (hewan) Duha. Maka mana saja di antara
keduanya yang muncul, pasti akan diiringi oleh lainnya'. Kemudian Abdullah
berkata —dia adalah orang yang suka membaca kitab-kitab terdahulu— bahwa
menurut dugaannya pertanda kiamat yang paling pertama munculnya ialah terbitnya
matahari dari arah baratnya. Demikian itu karena setiap kali matahari
tenggelam, matahari datang ke Arasy dan bersujud (kepada Allah), lalu meminta
izin untuk kembali, maka diizinkan baginya untuk kembali. Hingga apabila Allah
berkehendak menerbitkan matahari dari arah baratnya, maka saat matahari
melakukan seperti kebiasaannya dan datang ke bawah Arasy, lalu bersujud dan
meminta izin untuk kembali terbit, maka tidak dijawab dengan suatu jawaban pun.
Kemudian matahari meminta izin untuk kembali, tetapi tidak dijawab dengan suatu
jawaban pun, hingga berlalulah sebagian dari malam hari menurut apa yang
dikehendaki Allah, sedangkan matahari mengetahui jika ia diizinkan kembali,
pasti ia tidak dapat mengejar arah timur, lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku,
alangkah jauhnya arah timur, siapakah yang menggantikan ku untuk manusia?"
Ketika cakrawala telah menjadi seperti kalungan bunga, matahari diizinkan untuk
terbit, lalu dikatakan kepadanya, "Terbitlah dari tempatmu sekarang."
Maka terbitlah matahari dari arah baratnya. Selanjutnya Abdullah ibnu Amr membacakan
firman-Nya: tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri
yang belum beriman sebelum itu. (Al-An'am: 158), hingga akhir ayat.
Hadis diketengahkan oleh Imam Muslim di dalam
kitab sahihnya dan Imam Abu Daud serta Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunan
masing-masing melalui hadis Abu Hayyan At-Taimi yang nama aslinya adalah Yahya
ibnu Sa'id ibnu Hayyan, dari Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir dengan lafaz yang
sama.
Hadis yang lain.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ
خَالِدِ بْنِ حَبَّانَ الرَّقِّي، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ -بْنِ
زِبْرِيقٍ الْحِمْصِيُّ -حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ كَثِيرِ بْنِ
دِينَارٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ حُيَيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ
الْعَاصِ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا
طَلَعَتِ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا خَرَّ إِبْلِيسُ سَاجِدًا يُنَادِي
وَيَجْهَرُ: إِلَهِي، مُرْني أَنْ أَسْجُدَ لِمَنْ شِئْتَ". قَالَ:
"فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ زَبَانِيَتُهُ فَيَقُولُونَ: يَا سَيِّدَهُمْ، مَا
هَذَا التَّضَرُّعُ؟ فَيَقُولُ: إِنَّمَا سَأَلْتُ رَبِّي أَنْ يُنْظِر إِلَى
الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ، وَهَذَا الْوَقْتُ الْمَعْلُومُ". قَالَ "ثُمَّ
تَخْرُجُ دَابَّةُ الْأَرْضِ مِنْ صَدْع فِي الصَّفَا". قَالَ:
"فَأَوَّلُ خطوة تضعها بأنطاكيا، فَتَأْتِي إِبْلِيسَ فَتَخْطمه
Imam Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya ibnu Khalid ibnu Hayyan Ar-Ruqqi,
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zuraiq Al-Himsi, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Kasir ibnu Dinar, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Yahya ibnu Abdullah, dari Abu Abdur
Rahman Al-Habli. dari Abdullah ibnu Amr Ibnul As yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila matahari terbit dari arah baratnya,
maka iblis menyungkur bersujud seraya berseru dengan suara kerasnya,
"Wahai Tuhanku, perintahkanlah kepadaku untuk sujud kepada orang yang
Engkau kehendaki" Maka para malaikat juru siksanya berkumpul mengerumuninya,
semuanya mengatakan, "Apakah yang sedang kamu pinta dengan
merintih-rintih?” Iblis menjawab, "Sesungguhnya saya hanya meminta kepada
Tuhanku agar memberikan masa tangguh sampai hari yang telah dimaklumi (hari
kiamat), dan sekarang telah tiba masanya.” Kemudian muncullah hewan bumi
dari retakan Bukit Safa, mula-mula ia menginjak kota Intakiyah, lalu datang
kepada iblis dan langsung menamparnya.
Hadis ini garib sekali dan sanadnya daif.
Barangkali kisah ini didapat dari dua tawanan wanita yang berhasil diperoleh
Abdullah ibnu Amr dalam Perang Yarmuk. Adapun mengenai predikat marfu-nya
hadis ini merupakan suatu hal yang diingkari.
Hadis yang lain dari Abdullah ibnu Amr, Abdur
Rahman ibnu Auf, dan Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan radiyallahu anhum ajmain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ،
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ ضَمْضَم بْنِ زُرْعَة، عَنْ شُرَيح
بْنِ عُبَيْدٍ يَرُدُّهُ إِلَى مَالِكِ بْنِ يُخَامر، عَنِ ابْنِ السَّعْدِيِّ؛
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا
تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا دَامَ الْعَدُوُّ يُقَاتِلُ". فَقَالَ
مُعَاوِيَةُ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو
بْنِ الْعَاصِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"إِنَّ الْهِجْرَةَ خَصْلَتَانِ: إِحْدَاهُمَا تَهْجُرُ السَّيِّئَاتِ،
وَالْأُخْرَى تُهَاجِرُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَلَا تَنْقَطِعُ مَا تُقِبِّلَتِ
التَّوْبَةُ، وَلَا تَزَالُ التَّوْبَةُ مَقْبُولَةً حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
مِنَ الْمَغْرِبِ فَإِذَا طَلَعَتْ طُبِعَ عَلَى كُلِّ قَلْبٍ بِمَا فِيهِ،
وَكُفِيَ النَّاسُ الْعَمَلَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy,
dari Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid yang ia kembalikan kepada
Malik ibnu Yukhamir, dari Ibnus Sa'di, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hijrah
tidak terputus selagi musuh masih terus berperang. Maka Mu'awiyah, Abdur
Rahman ibnu Auf, dan Abdullah ibnu Amr ibnul As mengatakan bahwa sesungguhnya
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya hijrah itu ada dua macam, yang
salah satunya ialah hijrah meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, dan yang
lainnya ialah hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya Hijrah tidak akan terputus
selagi pintu tobat masih terbuka dan tobat masih tetap diterima sebelum
matahari terbit dari arah baratnya Maka apabila matahari terbit dari arah
baratnya, maka ditutuplah semua hati dengan apa yang terkandung di dalamnya,
dan cukuplah amal perbuatan bagi manusia.
Hadis ini hasan sanadnya, tetapi tidak ada
seorang pun dari pemilik kitab sittah yang mengetengahkannya.
Hadis yang lain dari Ibnu Mas'ud r.a. Auf
Al-A'rabi telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin, telah menceritakan
kepadaku Abu Ubaidah, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia pernah menuturkan perihal
tanda-tanda hari kiamat, maka ia mengatakan bahwa semuanya telah ada kecuali
empat perkara, yaitu: Terbitnya matahari dari arah baratnya, munculnya Dajjal, dabbatul
ard (hewan dari bumi), serta munculnya Ya-juj dan Ma-juj.
Abu Ubaidah mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud
mengatakan, tanda yang menutup semua amal perbuatan ialah terbitnya matahari
dari arah baratnya. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah Swt. telah berfirman: Pada
hari datangnya beberapa ayat Tuhanmu. (Al-An'am: 158), hingga akhir ayat.
Yakni terbitnya matahari dari arah baratnya.
Hadis Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan oleh Al-Hafiz
Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Abdul Mun'im
ibnu Idris, dari ayahnya, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas secara Marfu’.
Lalu Ibnu Murdawaih menuturkan sebuah hadis yang cukup panjang berpredikat garib
lagi munkar bila dikatakan marfu. Di dalamnya disebutkan
bahwa matahari dan bulan pada hari itu sama-sama terbit dari arah barat;
apabila telah sampai di tengah-tengah langit, maka keduanya kembali lagi ke
tempat terbitnya. Pada garis besarnya hadis ini garib sekali, bahkan munkar
atau maudu', jika didakwakan bahwa ia marfu’. Adapun mengenai
predikat mauquf-nya hanya sampai pada Ibnu Abbas atau Wahb ibnu
Munabbih, maka hal ini lebih mendekati kebenaran dan dapat diterima.
Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Amir, dari
Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa apabila pertanda kiamat yang pertama
telah muncul, maka para malaikat pencatat amal perbuatan menahan diri dan
menghentikan tugasnya, lalu semua jasad (manusia) mempersaksikan amal
perbuatannya masing-masing. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
*****
Firman Allah Swt.:
{لَا يَنْفَعُ نَفْسًا
إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ}
Tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada
dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu. (Al-An'am: 158)
Yakni apabila orang kafir mulai beriman pada hari
pemunculan sebagian tanda-tanda Tuhan (hari kiamat), maka imannya tidak dapat
diterima. Adapun orang yang telah beriman sebelum itu dan ia berbuat baik dalam
amalnya, maka ia mendapat pahala yang besar. Jika ia belum pernah melakukan
suatu amal kebaikan pun, lalu ia melakukan tobat pada hari itu, maka tobatnya
tidak dapat diterima. Demikianlah menurut apa yang ditunjukkan oleh hadis-hadis
terdahulu. Berdasarkan pengertian ini pula ditakwilkan firman Allah Swt.
berikut, yaitu:
{أَوْ كَسَبَتْ فِي
إِيمَانِهَا خَيْرًا}
atau dia (belum) mengusahakan kebaikan
dalam masa imannya. (Al-An'am: 158)
Yakni tidak diterima usaha amal saleh seseorang
apabila ia belum pernah melakukannya sebelum itu.
***
Firman Allah Swt.:
{قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا
مُنْتَظِرُونَ}
Katakanlah, "Tunggulah oleh kalian,
sesungguhnya kami pun menunggu (pula)," (Al-An'am: 158)
Makna ayat ini mengandung ancaman yang keras
kepada orang-orang kafir dan peringatan yang tegas terhadap orang yang menangguh-nangguhkan
iman dan tobatnya sampai pada hari yang hal itu tidak membawa manfaat bagi
dirinya.
Sesungguhnya ketentuan tersebut hanya terjadi
bilamana matahari terbit dari arah baratnya, karena hari kiamat telah dekat dan
semua pertandanya telah muncul. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلا
السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ
إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ}
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu
melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan
tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah
faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang? (Muhammad:
18)
{فَلَمَّا
رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا
بِهِ مُشْرِكِينَ. فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا
بَأْسَنَا}
Maka tatkala mereka melihat azab Kami mereka
berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada
sembahan-sembahanyang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah.” Maka iman
mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. (Al-Mu’min:
84-85), hingga akhir ayat.
Al-An'am, ayat 159
إِنَّ الَّذِينَ
فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا
أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (159)
Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak
ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah (terserah) kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.
Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nasrani.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan. (Al-An'am: 159) Demikian itu
karena orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani berselisih pendapat sebelum
Nabi Muhammad Saw. diutus, lalu mereka terpecah belah menjadi banyak golongan
dan sekte. Ketika Allah Swt. telah mengutus Nabi Muhammad Saw., maka Allah Swt.
menurunkan firman berikut kepadanya: Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikit pun tanggung
jawabmu terhadap mereka. (Al-An'am: 159), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي سَعْدُ بْنُ عَمْرو السَّكُونِيُّ،
حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ: كَتَبَ إِلَيَّ عَبَّادُ بْنُ كَثِيرٍ،
حَدَّثَنِي لَيْث، عَنْ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ فِي هَذِهِ الأمَّة {الَّذِينَ
فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ} وَلَيْسُوا
مِنْكَ، هُمْ أَهْلُ الْبِدَعِ، وَأَهْلُ الشُّبَهَاتِ، وَأَهْلُ الضَّلَالَةِ،
مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Sa'id ibnu Umar As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah
ibnul Walid yang menulis surat kepada Abbad ibnu Kasir, telah menceritakan
kepadaku Lais, dari Tawus, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda sehubungan dengan makna ayat ini: Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikit pun
tanggung jawabmu terhadap mereka. (Al-An'am: 159) Mereka bukan termasuk
golonganmu, yakni mereka adalah ahli bidah ahli syubhat, dan ahli dalalah
(sesat) dari kalangan umat ini.
Tetapi sanad hadis ini tidak sahih karena Abbad
ibnu Kasir hadisnya tidak terpakai. Hadis ini bukan buatan, tetapi predikat marfu'-nya
hanyalah dugaan (ilusi) belaka, mengingat hadis ini diriwayatkan pula oleh
Sufyan As-Sauri, dari Lais (yaitu Ibnu Abu Sulaim), dari Tawus, dari Abu
Hurairah. Disebutkan bahwa Abu Hurairah telah mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan umat ini.
Abu Galib telah meriwayatkan dari Abu Umamah
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka menjadi bergolongan. (Al-An'am:
159) Mereka adalah orang-orang Khawarij.
Telah diriwayatkan pula dari Abu Umamah secara marfu',
tetapi predikatnya tidak sahih.
Syu'bah meriwayatkan dari Mujalid, dari
Asy-Sya'bi, dari Syuraih, dari Umar r.a,, bahwa Umar pernah berkata kepada Siti
Aisyah r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang
yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan. (Al-An'am: 159)
bahwa mereka adalah ahli bid'ah.
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih,
predikatnya garib pula, tidak sah dikatakan marfu'.
Makna lahiriah ayat bersifat umum mencakup semua
orang yang memecah belah agama Allah dan bertentangan dengannya, karena
sesungguhnya Allah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar untuk memenangkannya atas agama lainnya, dan syariatnya adalah satu,
tidak ada pertentangan padanya serta tidak ada pemecah belah. Maka barang siapa
yang berselisih pendapat mengenainya:
{وَكَانُوا شِيَعًا}
dan mereka menjadi bergolongan. (Al-An'am:
159)
Yakni menjadi bersekte-sekte, seperti yang
terjadi pada agama-agama lain yang terdiri atas banyak golongan, kecenderungan,
dan kesesatan. Maka sesungguhnya Allah membersihkan diri Rasulullah Saw. dari
apa yang dilakukan mereka. Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan
melalui firman-Nya:
شَرَعَ لَكُمْ
مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu. (Asy-Syura: 13)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات، دِينُنَا
وَاحِدٌ"
Kami golongan para nabi semuanya bersaudara,
agama kami satu.
Yaitu jalan yang lurus yang disampaikan oleh para
rasul semuanya, seperti menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
berpegang kepada syariat rasul yang terakhir. Maka hal-hal yang bertentangan
dengan ketentuan tersebut dinamakan kesesatan dan kejahilan serta hawa nafsu,
sedangkan para rasul membersihkan dirinya dari hal tersebut. Sebagaimana yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{لَسْتَ مِنْهُمْ فِي
شَيْءٍ}
tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu
terhadap mereka. (Al-An’am: 159)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا أَمْرُهُمْ
إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah)
kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang
telah mereka perbuat. (Al-An'am: 159)
Semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui
firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى
وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang
Yahudi, orang-orang Sabi ah, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan
orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (Al-Hajj: 17)
Kemudian Allah menjelaskan perihal kelembutan-Nya
dalam keputusan hukum-Nya dan keadilan-Nya kelak di hari kiamat. Untuk itu
Allah Swt. berfirman:
Al-An'am, ayat 160
مَنْ جَاءَ
بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا
يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (160)
Barang siapa membawa
amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa membawa perbuatan yang jahat. maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan
mereka sedikit pun tidakdianiaya (dirugikan).
Ayat yang mulia ini merupakan rincian dari apa
yang diglobalkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{مَنْ جَاءَ
بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا}
Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan,
maka baginya (pahala) yang lebih baik dari pada kebaikannya itu. (Al-Qashash:
84 dan An-Naml 89)
Banyak hadis yang menyebutkan hal yang serupa
dengan makna ayat ini, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
ibnu Hambal.
حَدَّثَنَا عَفَّانُ،
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا الْجَعْدُ أَبُو عُثْمَانَ،
عَنْ أَبِي رَجَاءٍ العُطاردي، عن ابن عباس، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ،
عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم:
"أن رَبَّكُمْ [عَزَّ وَجَلَّ] رَحِيمٌ، مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كُتبت لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا إِلَى
سَبْعِمِائَةٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ. وَمَنْ هُمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ وَاحِدَةً،
أَوْ يَمْحُوهَا اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، وَلَا يَهْلَكُ عَلَى اللَّهِ إِلَّا
هَالَكٌ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Affan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan
kepada kami Al-Ja'd Abu Usman, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Ibnu Abbas r.a.,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda dalam riwayat yang dikemukakannya dari
Tuhannya, yaitu: Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Penyayang. Barang
siapa berniat melakukan suatu kebaikan, lalu ia tidak mengerjakannya,
dicatatkan baginya pahala satu kebaikan; dan jika ia mengerjakannya, maka
dicatatkan baginya sepuluh pahala kebaikan sampai tujuh ratus pahala kebaikan
hingga lipat ganda yang sangat banyak Barang siapa berniat hendak mengerjakan
suatu kejahatan, lalu ia tidak melakukannya, maka dicatatkan baginya pahala
satu kebaikan. Jika ia melakukannya, maka dicatatkan baginya dosa satu
kejahatan atau Allah menghapuskannya. Dan tidak ada seorang pun yang binasa
karena Allah melainkan hanyalah orang yang (ditakdirkan) binasa.
Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai
meriwayatkannya melalui hadis Al-Ja'd Abu Usman dengan lafaz yang sama.
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ،
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنْ أَبِي ذَرٍّ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ عَمِل حَسَنَةً فَلَهُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ. وَمَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَجَزَاؤُهَا مِثْلُهَا
أَوْ أَغْفِرُ. وَمَنْ عَمِلَ قُرَاب الْأَرْضِ خَطِيئَةً ثُمَّ لَقِيَنِي لَا
يُشْرِكُ بِي شَيْئًا جَعَلْتُ لَهُ مِثْلَهَا مَغْفِرَةً. وَمَنِ اقْتَرَبَ إليَّ
شِبْرًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَمَنِ اقْتَرَبَ إليَّ ذِرَاعًا
اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَمَنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَة".
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari
Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Abu Zar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Barang siapa mengerjakan suatu
kebaikan, maka baginya pahala sepuluh kebaikan yang semisal dengannya dan lebih
dari itu. Dan barang siapa mengerjakan suatu kejahatan, maka balasannya adalah
kejahatan yang semisal atau Aku ampuni (dia). Barang siapa yang
mengerjakan sepenuh bumi berupa dosa, kemudian ia menemui-Ku dalam keadaan
tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, maka Aku jadikan baginya ampunan
yang semisal dengan dosanya itu. Barang siapa mendekatkan dirinya kepada-Ku
satu jengkal, niscaya Aku mendekat kepadanya satu hasta. Barang siapa
mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, niscaya aku mendekatinya satu depa (rentangan
tangan). Dan barang siapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan kaki,
niscaya Aku datangi dia dengan berlari kecil.
Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari
Abu Mu'awiyah dengan lafaz yang sama, dan dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari
Waki', dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Ibnu Majah meriwayatkannya dari
Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, dari Waki’ dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يُعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا
شَيْبَان، حَدَّثَنَا حَمَّاد، حَدَّثَنَا ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً،
فإن عملها كتبت لَهُ عَشْرًا. وَمِنْ هُمْ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ
يُكْتَبْ عَلَيْهِ شَيْءٌ، فَإِنَّ عَمِلَهَا كُتِبَتْ عَلَيْهِ سَيِّئَةً
وَاحِدَةً"
Al-Hafiz Abu Ya'Ia Al-Mausuli mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Hammad. telah
menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a., bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berniat mengerjakan suatu kebaikan,
lalu tidak melakukannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan: dan jika
ia melakukannya, maka dicatatkan baginya sepuluh pahala kebaikan. Dan barang
siapa berniat melakukan suatu kejahatan, lalu tidak mengerjakannya, maka tidak
dicatatkan sesuatu pun atasnya. Dan jika ia mengerjakannya, maka dicatatkan
baginya dosa satu kejahatan.
Perlu diketahui bahwa orang yang meninggalkan
kejahatan, yakni yang tidak mengerjakannya (padahal ia sudah berniat) ada tiga
macam, yaitu: Seseorang yang meninggalkannya karena Allah, maka baginya
dicatatkan pahala satu kebaikan karena berkat upayanya dalam menahan diri untuk
tidak mengerjakan kejahatan demi karena Allah. Hal ini terdiri dari amal dan
niat. Karena itu, disebutkan di dalam hadis bahwa dicatatkan baginya satu
pahala kebaikan. Seperti yang disebutkan di dalam salah satu lafaz hadis sahih,
yaitu:
"فَإِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّائِي"
Sesungguhnya dia meninggalkannya demi Aku.
Adakalanya seseorang meninggalkannya karena lupa
dan tidak ingat lagi kepadanya. Maka orang yang demikian tidak beroleh pahala,
tidak pula dosa, karena dia tidak berniat suatu kebaikan pun dan tidak pula
mengerjakan suatu kejahatan pun.
Adakalanya seseorang meninggalkannya karena tidak
mampu dan malas sesudah berupaya menelusuri penyebab-penyebabnya dan
mengerjakan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada perbuatan jahat. Maka orang
seperti ini sama kedudukannya dengan orang yang mengerjakannya, seperti yang
disebutkan di dalam hadis sahih dari Nabi Saw, yang telah bersabda:
"إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا
فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
هَذَا الْقَاتِلُ، فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: "إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا
عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ"
Apabila dua orang muslim bersua dengan
pedangnya masing-masing, maka si pembunuh dan si terbunuh masuk neraka. Mereka
bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau si pembunuh sudah jelas, tetapi
bagaimana dengan si terbunuh?" Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya
dia sangat berkeinginan untuk membunuh temannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو يُعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا
مُجَاهِدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا عَلِيٌّ -وَحَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ
الصَّبَّاحِ وَأَبُو خَيْثَمَة -قَالَا حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عبيد الله ابن
أَنَسٍ، عَنْ جَدِّهِ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ حَسَنَةً،
فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا. وَمِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ لَمْ تُكْتَبْ
عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ عَلَيْهِ سَيِّئَةً،
فَإِنْ تَرَكَهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً. يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّمَا
تَرَكَهَا مِنْ مَخَافَتِي".
Imam Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Mujahid ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ali,
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnus Sabah serta Abu Khaisamah;
keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman;
keduanya dari Musa ibnu Ubaidah, dari Abu Bakar ibnu Ubaidillah ibnu Anas, dari
kakeknya (yaitu Anas) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang
siapa berniat melakukan suatu kebaikan, maka Allah mencatatkan satu pahala
kebaikan baginya. Jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya sepuluh
pahala kebaikan. Dan barang siapa berniat mengerjakan suatu kejahatan, maka
tidak dicatatkan baginya sebelum dia mengerjakannya. Jika dia mengerjakannya,
maka dicatatkan atas dirinya dosa satu kejahatan. Jika ia meninggalkannya (tidak
mengerjakannya), maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan, Allah Swt. berfirman,
"Sesungguhnya dia meninggalkannya karena takut kepada-Ku.”
Ini menurut lafaz hadis Mujahid, yakni Ibnu Musa.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
مَهْدِيّ، حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الرُّكَيْن بْنِ
الرَّبِيعِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمِّهِ فُلَانِ بْنِ عَمِيلة، عَنْ خُرَيْم بْنِ
فَاتِكٍ الْأَسَدِيِّ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"النَّاسُ أَرْبَعَةٌ، وَالْأَعْمَالُ سِتَّةٌ. فَالنَّاسُ مُوَسَّع لَهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمُوَسَّعٌ لَهُ فِي الدُّنْيَا مَقْتور عَلَيْهِ فِي
الْآخِرَةِ، وَمَقْتُورٌ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا مُوَسَّعٌ لَهُ فِي الْآخِرَةِ،
وشَقِيٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ. وَالْأَعْمَالُ مُوجبتان، وَمِثْلٌ
بِمِثْلٍ، وَعَشَرَةُ أَضْعَافٍ، وَسَبْعُمِائَةِ ضِعْفٍ؛ فَالْمُوجِبَتَانِ مَنْ
مَاتَ مُسْلِمًا مُؤْمِنًا لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا وَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةُ، وَمَنْ مَاتَ كَافِرًا وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ. وَمَنْ هَمَّ
بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، فَعَلِمَ اللَّهُ أَنَّهُ قَدْ أشعَرَها قَلْبَه
وَحَرَصَ عَلَيْهَا، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً. وَمِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ لَمْ
تُكْتَبْ عَلَيْهِ، وَمَنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ وَاحِدَةً وَلَمْ تُضَاعَفْ
عَلَيْهِ. وَمِنْ عَمِلَ حَسَنَةً كَانَتْ عَلَيْهِ بِعَشَرَةِ أَمْثَالِهَا.
وَمَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، كَانَتْ لَهُ
بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Abdur
Rahman, dari Ar-Rakiin ibnur Rabi', dari ayahnya, dari pamannya (yaitu Fulan
ibnu Amilah), dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya manusia itu ada empat macam, dan amal perbuatan ada enam macam.
Manusia yang diberi keluasan di dunia dan di akhirat; manusia yang diberi
keluasan hanya di dunia, sedangkan di akhirat disempitkan; manusia yang disempitkan
di dunianya, sedangkan di akhirat ia diberi keluasan; dan manusia yang celaka
di dunia dan akhirat. Sedangkan amal perbuatan itu terdiri atas dua hal yang
memastikan, pembalasan yang setimpal, sepuluh kali lipat pahala dan tujuh ratus
kali lipat pahala. Dua hal yang mewajibkan ialah barang siapa yang meninggal
dunia dalam keadaan muslim lagi mukmin, tidak mempersekutukan Allah dengan
sesuatu pun, maka wajib baginya (masuk) surga. Dan barang siapa yang
mati dalam keadaan kafir, maka wajib baginya (masuk) neraka. Dan barang
siapa yang berniat mengerjakan suatu kebaikan, lalu ia tidak mengerjakannya dan
Allah mengetahui bahwa niat itu timbul dalam kalbunya serta berkeinginan untuk
mengerjakannya, maka dicatatkan baginya satu pahala kebaikan. Dan barang siapa
yang berniat hendak melakukan suatu kejahatan, maka tidak dicatatkan hal itu
atas dirinya; dan barang siapa yang mengerjakannya, dicatatkan atas dirinya
dosa satu kejahatan tanpa dilipatgandakan. Barang siapa yang mengerjakan suatu
kebaikan, baginya pahala sepuluh kali kebaikan yang semisal dengannya. Dan
barang siapa yang mengeluarkan suatu pembelanjaan di jalan Allah Swt., maka
dilipatgandakan (pahalanya) menjadi tujuh ratus kali lipat.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya
melalui hadis Ar-Rakin ibnur Rabi, dari ayahnya, dari Basyir ibnu Amilah, dari
Kharim ibnu Fatik dengan sanad yang sama, tetapi sebagian dari lafaznya saja.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا يزيد بن زُرَيْع، حَدَّثَنَا
حَبِيبٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَحْضُرُ
الْجُمُعَةَ ثلاثةُ نَفَر: رَجُلٌ حَضَرها بِلَغْوٍ فَهُوَ حَظُّه مِنْهَا، وَرَجُلٌ
حَضَرَهَا بِدُعَاءٍ، فَهُوَ رَجُلٌ دَعَا اللَّهَ، فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ،
وَإِنْ شَاءَ مَنَعه، وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِإِنْصَاتٍ وَسُكُوتٍ وَلَمْ يَتَخَطَّ
رَقَبَة مُسْلِمٍ وَلَمْ يُؤْذ أَحَدًا، فَهِيَ كَفَّارَةٌ لَهُ إِلَى الْجُمُعَةِ
الَّتِي تَلِيهَا وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّ اللَّهَ
يَقُولُ: {مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Umar
Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah
menceritakan kepada kami Habib ibnul MualJim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Yang menghadiri
salat Jumat ada tiga macam orang, yaitu seseorang yang menghadirinya dengan
lagwu, maka perbuatannya yang lagwu itu adalah bagiannya dari salat Jumat (yakni
tidak ada pahalanya). Seseorang yang menghadirinya dengan doa, maka dia
adalah seseorang yang berdoa kepada Allah; jika Allah menghendaki, niscaya memberinya;
dan jika Allah menghendaki yang lain, niscaya Dia tidak memberinya. Dan
seseorang yang menghadirinya dengan insat, diam, tidak melangkahi leher seorang
muslim pun dan tidak pula mengganggu seseorang pun, maka hal itu merupakan
penghapus dosanya sampai Jumat berikutnya dan lebih tiga hari. Yang demikian
itu karena Allah Swt. telah berfirman, "Barang siapa membawa amal yang
baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya " (Al-An'am:
160).
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا
هَاشِمُ بْنُ مَرْثَد، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنِي أَبِي،
حَدَّثَنِي ضَمْضَم بْنُ زُرْعَةَ، عَنْ شُرَيْح بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي
مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "الْجُمُعَةُ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ
الَّتِي تَلِيهَا وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّ اللَّهَ
تَعَالَى قَالَ: {مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا}
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Marsad, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ismail, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan
kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Salat Jumat merupakan
kifarat (penghapus dosa) yang terjadi antara Jumat itu dengan Jumat
berikutnya dan lebih tiga hari. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman,
"Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya "(Al-An'am: 160).
Dari Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"مَنْ صَامَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ
صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ".
Barang siapa melakukan puasa tiga hari pada
setiap bulan, maka sesungguhnya ia melakukan puasa setahun penuh.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan apa yang
tertera di atas menurut lafaznya. Telah meriwayatkannya pula Imam Nasai, Ibnu
Majah, dan Imam Turmuzi. Sedangkan Imam Turmuzi menambahkan:
فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَصْدِيقَ ذَلِكَ فِي كِتَابِهِ: {مَنْ جَاءَ
بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا} الْيَوْمُ بِعَشَرَةِ أَيَّامٍ"
Maka Allah menurunkan hal yang membenarkan itu
dalam Kitabnya, yaitu: "Barang siapa membawa amal yang baik. maka baginya
{pahala) sepuluh kali lipat amalnya" (Al-An'am: 160). Satu hari
sama dengan sepuluh hari.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Barang
siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya. (Al-An'am: 160) mengatakan bahwa barang siapa datang membawa
kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah' dan barang siapa yang datang dengan
membawa amal jahat, yakni musyrik.
Hal yang sama diriwayatkan dari sejumlah ulama
Salaf, dan memang ada hadis marfu' yang mengatakan demikian, tetapi
kesahihannya hanya Allah yang mengetahui; hanya saya sendiri tidak
meriwayatkannya dari jalur yang dapat dipegang. Hadis-hadis dan asar-asar
mengenai masalah ini cukup banyak, apa yang telah kami sebutkan mudah-mudahan
sudah mencukupi.
Al-An'am, ayat 161-163
قُلْ إِنَّنِي
هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (161) قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus,
(yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik." Katakanlah, "Sesungguhnya
salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada
Nabi-Nya —penghulu semua rasul— untuk memberitahukan (kepada manusia) perihal
nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada dirinya, berupa hidayah
(petunjuk) ke jalan yang lurus, yang tidak ada penyimpangan dan kebengkokan
padanya, yaitu:
{دِينًا قِيَمًا}
agama yang lurus. (Al-An'am: 161)
Yakni tegak lagi kokoh.
{مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
agama Ibrahim yang lurus: dan Ibrahim itu
bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik (Al-An'am: 161)
Sama dengan makna yang disebutkan dalam ayat
lain, yaitu:
{وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ
مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ}
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim,
melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri. (Al-Baqarah: 130)
{وَجَاهِدُوا
فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي
الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ}
Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan
jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tua kalian Ibrahim. (Al-Hajj: 78)
{إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ. وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ
لَمِنَ الصَّالِحِينَ. ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang
dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang
mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada
jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim
seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan. (An-Nahl: 120-123)
Tetapi adanya perintah untuk mengikuti agamaNabi
Ibrahim yang hanif ini bukan berarti sebagai suatu pertanda yang
menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim lebih sempurna daripada Nabi Muhammad dalam
menjalankannya, karena telah terbukti bahwa Nabi Saw. telah menegakkannya
secara lebih sempurna yang belum pernah dicapai oleh seorang manusia pun. Sebab
itulah maka Nabi Saw. menjadi penutup para nabi dan penghulu Bani Adam secara
mutlak, serta pemilik kedudukan yang terpuji, yang didambakan oleh semua
makhluk, termasuk Nabi Ibrahim sendiri.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ حَفْص، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِصام، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ
الطَّيَالِسِيُّ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَنْبَأَنَا سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْل،
سَمِعْتُ ذَرَّ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الهَمْدَاني، يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ أبْزَى،
عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
أَصْبَحَ قَالَ: "أَصْبَحْنَا عَلَى مِلَّة الْإِسْلَامِ، وَكَلِمَةِ
الْإِخْلَاصِ، وَدِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَمِلَّةِ [أَبِينَا] إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu
Kahil; ia pernah mendengar Zar ibnu Abdullah Al-Hamdani menceritakan hadis dari
Ibnu Abza, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. apabila pagi hari selalu
mengucapkan doa berikut: Kami berpagi hari dalam keadaan beragama Islam,
kalimah ikhlas, agama Nabi kita (yaitu Muhammad) dan agama bapak kita (yaitu
Ibrahim) yang hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ الحُصَين، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: "الْحَنِيفِيَّةُ
السَّمْحَةُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Daud ibnul
Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa pernah
ditanyakan kepada Rasulullah Saw., "Agama apakah yang paling disukai oleh
Allah Swt.?7' Maka Nabi Saw. menjawab, "Agama yang hanif
lagi penuh toleransi."
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan,kepada kami Abdur Rahman
ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menyanggah daguku dengan pundaknya agar
aku dapat menyaksikan pertunjukan tari zifin orang-orang Habsyah, hingga aku
sendiri merasa bosan, lalu pergi meninggalkan Nabi Saw.
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ لِي عُرْوَةُ:
إِنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ: "لِتَعْلَمَ يَهودُ أَنَّ فِي دِينِنَا فُسْحَةً،
إِنِّي أُرْسِلْتُ بِحَنيفيَّة سَمْحَة
Abdur Rahman mengatakan dari ayahnya, bahwa Urwah
mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa
Rasulullah Saw, pada hari itu bersabda: 'Hendaklah orang-orang Yahudi
mengetahui bahwa di dalam agama kita terdapat kelapangan, sesungguhnya aku
diutus dengan membawa agama yang hanif lagi penuh dengan toleransi'."
Asal hadis diketengahkan di dalam kitab Sahihain,
sedangkan selebihnya merupakan syawahid-nya diketengahkan melalui
berbagai jalur. Saya telah merincikan semua jalurnya di dalam Syarah
Bukhari.
****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ إِنَّ صَلاتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya salatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam." (Al-An'am:
162}
Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk
memberitakan kepada orang-orang musyrik penyembah selain Allah dan kalau
menyembelih hewan bukan menyebut nama Allah, bahwa dia (Nabi Saw.) berbeda
dengan mereka dalam hal tersebut. Karena sesungguhnya salatnya hanyalah untuk
Allah, dan ibadahnya hanya semata-mata untuk Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Hal
ini sama dengan yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ}
Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan
berkorbanlah. (Al-Kausar: 2)
Artinya, berikhlaslah kamu untuk Dia dalam salat
dan kurbanmu. Karena sesungguhnya orang-orang musyrik menyembah berhala dan
menyembelih untuk berhala. Maka Allah memerintahkan kepada NabiNya agar
membedakan diri dengan mereka dan menyimpang dari kebiasaan yang mereka
lakukan, serta menghadapkan diri dengan seluruh tekad dan niat yang tulus dalam
berikhlas kepada Allah Swt.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya
salatku dan ibadahku. (Al-An'am: 162} Nusuk artinya melakukan kurban
di musim haji dan umrah.
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Sa'id
ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya, "Nusuki" bahwa
makna yang dimaksud ialah kurbanku. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi dan
Ad-Dahhak.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْف،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ الوَهْبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
إِسْحَاقَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عيدٍ بِكَبْشَيْنِ وَقَالَ حين ذبحهما: " وَجَّهْت وجهي
للذي فَطَر السموات وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ المشرِكين، {إِنَّ
صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا
شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Khalid
Az-Zahabi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu
Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pada Hari Raya Adha berkurban dengan menyembelih dua ekor
domba, dan ketika menyembelihnya membaca doa berikut: Aku hadapkan mukaku
kepada Zat Yang Menciptakan langit dan bumi dengan hati yang hanif'
(cenderung kepada agama yang hak}, dan saya bukanlah termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah}.
****
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ}
dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah). (Al-An'am: 163)
Menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah dari
kalangan umat ini, dan memang apa yang dikatakan oleh Qatadah benar karena
sesungguhnya dakwah yang diserukan oleh semua nabi sebelumnya adalah Islam,
yang pokoknya ialah menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Seperti yang
disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا
فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”(Al-Anbiya: 25)
Allah Swt. menceritakan kepada kita tentang Nabi
Nuh, bahwa dia berkata kepada kaumnya:
{فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ
فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ
أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ}
Jika kalian berpaling (dari peringatanku),
aku tidak meminta upah sedikit pun dari kalian. Upahku tidak lain hanyalah
dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang
yang berserah diri (kepada-Nya). (Yunus: 72)
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ
مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي
الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ. إِذْ قَالَ لَهُ
رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ. وَوَصَّى بِهَا
إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ
الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}
Dan tidak ada yang benci kepada agama
Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami
telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, "Tunduk
patuhlah!"Ibrahim menjawab, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam.” Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya'qub, (Ibrahim berkata), "Hai anak-anakku, sesungguhya Allah
telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.” (Al-Baqarah: 130-132)
Nabi Yusuf a.s. berkata seperti yang disebutkan
firman-Nya:
{رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي
مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا
وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ}
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah
menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku
sebagian ta'bir mimpi (ya Tuhan), Pencipta langit dan bumi.
Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”(Yusuf: 101)
Nabi Musa a.s. telah berkata seperti yang
disebutkan firman-Nya:
{يَا قَوْمِ إِنْ
كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ *
فَقَالُوا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً
لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
Hai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah,
maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kalian benar-benar orang yang berserah
diri. Lalu mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan
selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang
yang kafir.” (Yunus: 84-86)
Firman Allah Swt yang mengatakan:
{إِنَّا أَنزلْنَا
التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ [بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ}
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab
Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang
dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang
menyerahkan diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta
mereka. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى
الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ
بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ}
Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan
kepada pengikut Isa yang setia, "Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada
Rasul-Ku.” Mereka menjawab, "Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai
rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada
semanmu}." (Al-Maidah: 111)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah
mengutus rasul-rasul-Nya untuk membawa agama Islam, tetapi mereka berbeda-beda
dalam praktiknya sesuai dengan syariat mereka yang khusus, sebagiannya merevisi
sebagian yang lainnya, sampai seluruhnya di-mansukh (direvisi) oleh
syariat Nabi Muhammad Saw. yang tidak akan di-mansukh lagi
selama-lamanya. Syariat Nabi Muhammad Saw. masih tetap tegak lagi berjaya, dan
panji-panjinya tetap berkibar sampai hari kiamat nanti. Karena itulah maka Nabi
Saw. dalam salah satu hadisnya bersabda:
"نَحْنُ مَعاشِر الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات دِينُنَا
وَاحِدٌ"
Kami para nabi adalah saudara-saudara seayah,
agama kami satu (yakni Islam).
Yang dimaksud dengan istilah auladun 'illatun ialah
saudara-saudara seayah, tetapi berbeda ibu. Agamanya adalah satu, yaitu
menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sekalipun
syariat-syariatnya yang diumpamakan sebagai ibu-ibu mereka berbeda-beda. Lawan
kata dari istilah ini ialah saudara-saudara seibu, tetapi berbeda ayahnya.
Sedangkan saudara yang seibu dan seayah disebut saudara-saudara sekandung.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الماجشُون، حَدَّثَنَا عبد الله ابن
الْفَضْلِ الْهَاشِمِيُّ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي
رَافِعٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا كَبَّرَ اسْتَفْتَحَ، ثُمَّ قَالَ: "
{وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ} [الْأَنْعَامِ: 79] ، {إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah
Al-Majisyun, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Fadl Al-Hasyimi,
dari Al-A'raj, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari Ali r.a., bahwa Rasulullah
Saw. apabila telah melakukan takbiratul ihram membuka salatnya dengan bacaan
doa iftitah, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am:
79) dan firman-Nya: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An'am: 162), hingga akhir
ayat berikutnya.
Kemudian membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَنْتَ
رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ
لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. وَاهْدِنِي
لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ. وَاصْرِفْ
عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ. تَبَارَكْتَ
وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ".
Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada Tuhan
melainkan Engkau, Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, aku menganiaya
diriku sendiri dan aku mengakui dosa-dosaku, maka berilah ampunan bagi
dosa-dosaku semuanya, tiada seorang pun yang mengampuni dosa-dosaku kecuali
hanya Engkau. Dan berilah aku petunjuk kepada akhlak yang paling baik, tidak
ada seorang pun yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang paling baik kecuali
hanya Engkau. Dan palingkanlah dariku akhlak-akhlak yang jahat, tidak ada
seorang pun yang dapat memalingkannya dariku kecuali hanya Engkau. Mahasuci
lagi Mahatinggi Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu.
Kemudian hadis dilanjutkan sampai doa yang dibaca
dalam rukuk, sujud, dan tasyahhudnya. Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim di
dalam kitab sahihnya.
Al-An'am, ayat 164
قُلْ أَغَيْرَ
اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ
إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ
مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (164)
Katakanlah,
"Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi
segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa, melainkan kemudaratannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhan kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan-Nya
kepada kalian apa yang kalian perselisihkan.
Firman Allah,
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-An'am: 164)
"Hai Muhammad, katakanlah kepada
orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam ibadahnya, yang seharusnya mereka
mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dan hanya kepada-Nya mereka
bertawakal."
{أَغَيْرَ اللَّهِ
أَبْغِي رَبًّا}
Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah. (Al-An'am:
164)
Yakni pantaskah aku mencari Tuhan selain Allah.
وَهُوَ رَبُّ
كُلِّ شَيْءٍ
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. (Al-An'am:
164)
Dialah yang memelihara, menjaga, mengawasi, dan
mengatur urusanku. Dengan kata lain, aku tidak bertawakal kecuali hanya
kepada-Nya; dan aku tidak kembali kecuali hanya kepada-Nya, karena Dia adalah
Tuhan segala sesuatu, Pemilik segala sesuatu, kepunyaan Dialah semua makhluk
dan urusan.
Di dalam ayat ini terkandung perintah berbuat
ikhlas dan bertawakal kepada Allah, seperti juga yang terkandung di dalam ayat
sebelumnya, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah, yakni hanya untuk Dia
semata, tiada sekutu bagi-Nya. Makna seperti ini banyak didapati di dalam
Al-Qur'an, seperti firman Allah Swt. yang mengandung petunjuk bagi
hamba-hamba-Nya agar mereka mengatakan kepada-Nya:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
{فَاعْبُدْهُ
وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ}
maka sembahlah Dia dan bertawakallah
kepada-Nya. (Hud: 123}
{قُلْ هُوَ
الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا}
Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha
Penyayang, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nyalah kami bertawakal.” (Al-Mulk:
29)
{رَبُّ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}
(Dialah) Tuhan masyrik dan magrib, tiada Tuhan
melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)
Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا تَكْسِبُ كُلُّ
نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى}
Dan tidaklah seorang membuat dosa,
melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Al-An'am: 164)
Hal ini menceritakan perihal kejadian di hari
kiamat nanti sehubungan dengan pembalasan Allah, keputusan hukum-Nya, dan
keadilan-Nya. Disebutkan bahwa setiap diri itu hanyalah diberi balasan sesuai
dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik
pula. Tetapi jika amal perbuatannya jahat, balasannya jahat pula. Tiada seorang
pun yang akan menanggung dosa orang lain. Hal ini termasuk keadilan Allah Swt.,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنْ تَدْعُ
مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}
Dan jika seseorang yang berat dosanya
memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan
untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir:
18)
{فَلا يَخَافُ
ظُلْمًا وَلا هَضْمًا}
Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang
tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan
haknya. (Thaha: 112}
Ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan tidak akan dianiaya ialah tidak akan dipikulkan kepadanya dosa-dosa
orang lain. Yang dimaksud dengan 'tidak akan dikurangi haknya’ ialah kebaikan-kebaikannya
tidak akan dikurangi pahalanya. Allah Swt telah berfirman dalam ayat lain,
yaitu:
{كُلُّ نَفْسٍ بِمَا
كَسَبَتْ رَهِينَةٌ * إِلا أَصْحَابَ الْيَمِينِ}
tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang
telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan. (Al-Muddassir: 38-39)
Maknanya, setiap orang bertanggung jawab terhadap
amal jahatnya, kecuali golongan kanan (ahli surga), karena sesungguhnya berkah
amal mereka yang saleh adakalanya dapat dilimpahkan kepada anak cucu dan kaum
kerabat mereka. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam surat Ath-Thur
melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ}
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak
cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka
dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (Ath-Thur:
21)
Artinya, Kami susulkan kepada mereka anak cucu
mereka untuk menempati kedudukan yang tinggi di surga (bersama mereka),
sekalipun anak cucu mereka tidak ikut beramal seperti mereka, tetapi hanya
dalam pokok keimanan saja.
{وَمَا أَلَتْنَاهُمْ}
dan Kami tiada mengurangi mereka. (Ath-Thur:
21)
Yakni Kami tidak mengurangi mereka yang terhormat
lagi berkedudukan tinggi itu dari amal mereka barang sedikit pun, karena Kami
menyamakan mereka dengan anak cucu mereka yang kedudukannya jauh berada di
bawah mereka. Tetapi Allah sengaja mengangkat anak cucu mereka ke dalam
kedudukan orang tua-orang tua mereka, karena berkah dari amal perbuatan orang
tua-orang tua mereka, sebagai kemurahan dan karunia dari Allah Swt. Dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{كُلُّ امْرِئٍ بِمَا
كَسَبَ رَهِينٌ}
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya. (Ath-Thur: 21)
Yaitu perbuatan jahatnya.
****
Adapun firman Allah Swt.:
{ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ
مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}
Kemudian kepada Tuhan kalianlah kalian
kembali, dan akan diberitakan-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan. (Al-An'am:
164)
Artinya, berbuatlah sepenuh kemampuan kalian.
Sesungguhnya kami pun berbuat semampu kami; dan kelak kalian akan melihat amal
perbuatan kalian sendiri, sebagaimana kami pun akan melihat hasil amal
perbuatan kami sendiri. Kemudian akan diberitakan kepada kita tentang amal
perbuatan kita masing-masing, juga akan diberitakan tentang apa yang kita
perselisihkan semasa kita hidup di dunia. Makna ayat ini sama dengan firman
Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{قُلْ لَا تُسْأَلُونَ
عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ. قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا
رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ}
Katakanlah, "Kalian tidak akan ditanya (bertanggung
jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula)
tentang apa yang kalian perbuat.” Katakanlah, "Tuhan kita akan
mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan
benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” (Saba:
25-26)
Al-An'am, ayat 165
وَهُوَ الَّذِي
جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ
لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ
لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (165)
Dan Dialah yang
menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kalian
atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk menguji kalian tentang apa yang diberikanNya kepada kalian.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي
جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ}
Dan Dialah yang menjadikan kalian
penguasa-penguasa di bumi. (Al-An'am: 165)
Dialah yang menjadikan kalian meramaikan bumi
generasi demi generasi, kurun demi kurun, dan yang sudah lanjut diganti oleh
penerusnya. Demikianlah menurut Ibnu Zaid dan lain-lainnya. Ayat ini semakna
dengan firman-Nya:
{وَلَوْ نَشَاءُ
لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ}
Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami
jadikan sebagai ganti kalian di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun.
(Az-Zukhruf: 60)
{وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الأرْضِ}
dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai
khalifah di bumi. (An-Naml: 62)
{إِنِّي
جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً}
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30)
{عَسَى
رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأرْضِ فَيَنْظُرَ
كَيْفَ تَعْمَلُونَ}
Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh kalian
dan menjadikan kalian khalifah di bumi (Nya), maka Allah akan melihat
bagaimana perbuatan kalian. (Al-A'raf: 129)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ
فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ}
dan Dia meninggikan sebagian kalian atas
sebagian (yang lain) beberapa derajat. (Al-An'am: 165)
Yakni Dia membeda-bedakan di antara kalian dalam
hal rezeki, akhlak, kebaikan, kejahatan, penampilan, bentuk, dan warna; hanya
Dialah yang mengetahui hikmah di balik itu. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan oleh ayat lain dalam firman-Nya:
{نَحْنُ قَسَمْنَا
بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ
فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا}
Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain sebagai pekerja (jasa/berupah).
(Az-Zukhruf: 32)
{انْظُرْ
كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ
وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا}
Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian
dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih
tinggi tingkatannya dan lebih besar keutamaannya. (Al-Isra: 21)
****
Firman Allah Swt.:
{لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
آتَاكُمْ}
untuk menguji kalian tentang apa yang
diberikan-Nya kepada kalian. (Al-An'am: 165)
Maksudnya, untuk menguji kalian dalam nikmat yang
telah dikarunia-kan-Nya kepada kalian. Dia melakukan ujian kepada kalian; orang
kaya diuji dalam kekayaannya yang menuntutnya harus mensyukuri nikmat itu, dan
orang yang miskin diuji dalam kemiskinannya yang menuntutnya untuk bersikap
sabar.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
melalui hadis Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَة خَضِرَة وَإِنَّ اللَّهَ
مُسْتَخْلِفكم فِيهَا لِيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا،
وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي
النِّسَاءِ"
Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan
sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah padanya, maka Dia akan
melihat apa yang akan kalian kerjakan. Karena itu, berhati-hatilah kalian
terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita, karena sesungguhnya
mula-mula fitnah (cobaan) yang melanda kaum Bani Israil ialah tentang
wanita.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ
الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya,
dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An'am: 165)
Makna ayat mengandung pengertian tarhib dan
targib, yakni ancaman dan sekaligus anjuran, bahwa perhitungan dan
siksa-Nya amat cepat terhadap orang yang durhaka kepada-Nya dan menentang
rasul-rasul-Nya.
{وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ
رَحِيمٌ}
dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-An'am: 165)
Yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada
orang yang taat kepada-Nya dan mengikuti rasul-rasul-Nya dalam mengamalkan apa
yang mereka sampaikan, baik berupa berita maupun perintah. Menurut Muhammad
ibnu Ishaq, makna yang dimaksud ialah Allah Swt. benar-benar mengasihi
hamba-hamba-Nya, sekalipun mereka berlumuran dengan dosa. (Riwayat Ibnu Abu
Hatim)
Di dalam Al-Qur'an banyak didapati kedua sifat
tersebut diungkapkan secara bergandengan, seperti yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو
مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai
ampunan (yang luas) bagi manusia, sekalipun mereka zalim; dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar sangat keras siksaannya. (Ar-Ra'd: 6)
{نَبِّئْ
عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ * وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ
الألِيمُ}
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa
sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa
sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (Al-Hijr: 49-50)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan makna targib
dan tarhib. Adakalanya Allah Swt. menyeru hamba-hamba-Nya ke
jalan-Nya dengan ungkapan yang mengandung ragbah dan gambaran tentang
surga, serta pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya menyeru mereka dengan
ungkapan rahbah, yaitu dengan menyebutkan tentang neraka, siksaan, dan
azab yang ada padanya, juga hari kiamat dan kengerian-kengerian yang ada
padanya. Adakalanya diungkapkan kedua-duanya secara bersamaan agar
masing-masing orang menjadi sadar sesuai dengan kondisinya masing-masing.
Semoga Allah menjadikan diri kita ini termasuk orang yang taat kepada apa yang
diperintahkan-Nya, meninggalkan apa yang dilarang dan diperingatkan oleh-Nya,
serta percaya kepada semua apa yang diberitakan oleh-Nya. Sesungguhnya Dia
Mahadekat, Maha Memperkenankan lagi Maha Mendengar doa, Maha Pemurah, Mahamulia
lagi Maha Pemberi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ،
حَدَّثَنَا زُهَيْر، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
[رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ مَا
طَمِع بِالْجَنَّةِ أَحَدٌ، وَلَوْ يُعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ
الرَّحْمَةِ مَا قَنطَ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدٌ، خَلَقَ اللَّهُ مِائَةَ رَحْمَة
فَوَضَعَ وَاحِدَةً بَيْنَ خَلْقِهِ يَتَرَاحَمُونَ بِهَا، وَعِنْدَ اللَّهِ
تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Al-Ala, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu', bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Seandainya orang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah,
niscaya tidak ada seorang pun yang menginginkan surgaNya. Dan seandainya orang
kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun
yang putus asa dari surga. Allah menciptakan seratus (macam) rahmat,
lalu Dia memberikan satu macam rahmat di antara makhluk-Nya, dengan satu rahmat
itu mereka dapat saling mengasihi (di antara sesamanya), sedangkan yang
sembilan puluh sembilannya berada di sisi Allah.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qutaibah, dari
Abdul Aziz Ad-Darawardi, dari Al-Ala dengan lafaz yang sama, lalu Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Imam Muslim meriwayatkannya dari Yahya ibnu
Yahya, Qutaibah, dan Ali ibnu Hijr; ketiga-tiganya dari Ismail ibnu Ja'far,
dari Al-Ala, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«لما خلق الله الخلق كتب في كتاب فهو عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
إِنَّ رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي»
Setelah Allah menciptakan makhluk-Nya, maka
Dia menulis di dalam Kitab-Nya yang ada di sisi-Nya di atas Arasy,
"Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku."
Dari Abu Hurairah pula disebutkan, ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
«جَعَلَ اللهُ الرَّحْمَةَ
مِائَةَ جُزْءٍ، فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ وَأَنْزَلَ فِي
الْأَرْضِ جُزْءًا وَاحِدًا، فَمِنْ ذَلِكَ الْجُزْءِ تَتَرَاحَمُ الْخَلَائِقُ، حَتَّى تَرْفَعَ الدَّابَّةُ حَافِرَهَا
عَنْ وَلَدِهَا، خَشْيَةَ أَنْ تُصِيبَهُ»
Allah menjadikan rahmat terdiri atas seratus
bagian, maka Dia memegang di sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagiannya, dan
menurunkan ke bumi satu bagiannya. Maka dengan satu bagian itu seluruh makhluk
saling mengasihi, sehingga unta betina mengangkat teracaknya dari anaknya
karena khawatir akan menginjaknya.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Demikianlah akhir surat Al-An'am, dan segala puji
serta karunia hanyalah kepunyaan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar