Al-A'raf,
ayat 65-69
{وَإِلَى عَادٍ
أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ
غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ (65) قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ
إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (66)
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (67) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ
أَمِينٌ (68) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ
مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ
قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (69) }
Dan (Kami telah mengutus) kepada
kaum Ad saudara mereka (Hud). Ia berkata "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain dari-Nya. Maka mengapa kalian
tidak bertakwa kepada-Nya?” Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata,
"Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal
dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” Hud
berkata, "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi
aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat
Tuhanku kepada kalian dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya
bagi kalian.” Apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang
kepada kalian peringatan dari Tuhan kalian yang dibawa oleh seorang laki-laki
di antara kalian untuk memberi peringatan kepada kalian? Dan ingatlah oleh kamu
sekalian di waktu Allah menjadikan kalian sebagai pengganti-pengganti (yang
berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan
tubuh dan perawakan kalian (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.
Allah
Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami utuskan Nuh kepada kaumnya, maka Kami
pun mengutus kepada kaum 'Ad saudara mereka, yaitu Hud."
Menurut
Muhammad ibnu Ishaq, kaum Nabi Hud berasal dari ‘Ad ibnu Iram ibnu Iwad ibnu
Sam ibnu Nuh a.s. Menurut kami, mereka adalah kaum 'Ad pertama yang disebut
oleh Allah dalam KitabNya. Mereka adalah keturunan dari 'Ad ibnu Iram yang
bertempat tinggal di gedung-gedung yang tinggi tiang-tiangnya di daerah
pedalaman. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
* إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ * الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلادِ}
Apakah
kamu belum memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang
tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di
negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 6-8)
Demikian
itu karena besarnya tubuh mereka dan dahsyatnya kekuatan mereka, sebagaimana
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya yang lain:
{فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الأرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ
اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا
يَجْحَدُونَ}
Adapun
kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar
dan berkata.”Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?” Dan apakah
mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih
besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda
(kekuatan) Kami. (Fushshilat: 15)
Tempat
tinggal mereka di negeri Yaman adalah di Ahqaf, yakni suatu daerah yang
semuanya terdiri atas bukit-bukit pasir.
Muhammad
ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abu Sa’id Al-Khuza'i,
dari Abut Tufail (yaitu Amir ibnu Wasilah) bahwa ia pernah mendengar Ali
berkata kepada seorang lelaki dari Hadramaut, "Apakah engkau pernah
melihat gundukan pasir merah yang dicampuri dengan tanah liat keras yang merah,
dan dipenuhi dengan pohon arak dan pohon siar, tepatnya terletak
di bagian anu dari kawasan Hadramaut?" Lelaki itu menjawab, "Ya saya
pernah melihatnya, hai Amirul Mu’minin. Demi Allah, engkau benar-benar
menggambarkannya seperti orang yang pernah melihatnya." Ali r.a. berkata,
"Tidak, tetapi saya pernah diberi tahu oleh hadis tentangnya." Lelaki
dari Hadramaut itu bertanya lagi, "Mengapa engkau tanyakan tempat tersebut,
wahai Amirul Mu’minin?" Ali r.a. menjawab, "Padanya terdapat kuburan
Hud a.s."
Demikianlah
menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Di dalamnya terkandung
informasi yang menyatakan bahwa tempat tinggal kaum Nabi Hud adalah negeri
Yaman karena Nabi Hud sendiri dimakamkan di tempat tersebut.
Nabi
Hud adalah seorang yang paling mulia keturunannya di antara kaumnya. Karena
sesungguhnya semua rasul diutus oleh Allah Swt. dari kalangan kabilah yang
paling utama dan paling dihormati di kalangan kaumnya. Tetapi kaum Nabi Hud
—sebagaimana tubuh mereka yang besar lagi perkasa, begitu pula hati mereka
sangat keras— mereka adalah suatu umat yang paling mendustakan perkara hak.
Karena
itulah Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. yang menyeru mereka untuk
menyembah Allah semata, taat kepada-Nya, dan bertakwa kepada-Nya.
{قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
قَوْمِهِ}
Pemuka-pemuka
yang kafir dari kaumnya berkata. (Al-A'raf:
66)
Al-Mala’,
pembesar dan pemuka dari kalangan
suatu kaum.
{إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا
لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ}
"Sesungguhnya
kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami
menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (Al-A'raf: 66)
Maksudnya,
kalian berada dalam kesesatan; karena kamu menyeru kami untuk meninggalkan
berhala-berhala kami, dan menyeru kami untuk menyembah Allah semata. Perihal
mereka sama dengan apa yang dilakukan oleh pemuka-pemuka Quraisy terhadap
seruan yang disampaikan oleh Nabi Saw. yang mengajak mereka kepada menyembah
Allah semata. Seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
أَجَعَلَ
الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا
Mengapa
ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Maha Esa? (Shad: 5), hingga akhir ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ
وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Hud
berkata, "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi
aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam.” (Al-A'raf:
67)
Yakni
saya tidaklah seperti apa yang kalian dugakan, bahkan saya datang kepada kalian
untuk menyampaikan perkara yang hak dari Allah Yang Menciptakan segala sesuatu,
Dia adalah Tuhan segala sesuatu dan Yang Memilikinya.
{أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا
لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ}
Aku
menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian, dan aku hanyalah pemberi
nasihat yang dapat dipercaya bagi kalian. (Al-A'raf:
68)
Hal
yang disebutkan dalam ayat ini merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh semua
rasul, yaitu menyampaikan risalah Allah, memberi nasihat, dan dipercaya.
{أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ
رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ}
Apakah
kalian (tidak percaya) dan heran bahwa
datang kepada kalian peringatan dari Tuhan kalian yang dibawa oleh seorang
laki-laki di antara kalian untuk memberi peringatan kepada kalian. (Al-A'raf:
69)
Artinya,
janganlah kalian heran bila Allah mengirimkan kepada kalian seorang utusan dari
kalangan kalian untuk memberi peringatan kepada kalian akan hari-hari Allah
yang pada hari itu kalian menghadap kepada-Nya. Mengapa kalian tidak bersyukur
kepada Allah atas karunia ini?
{وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ
بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ}
Dan
ingatlah oleh kalian di waktu Allah menjadikan kalian sebagai
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya
kaum Nuh. (Al-A'raf: 69)
Yaitu
ingatlah oleh kalian akan nikmat Allah kepada kalian karena Dia telah
menjadikan dari keturunan Nuh yang berkat doanya Allah membinasakan seluruh
penduduk bumi, sebab mereka menentangnya dan mendustakannya.
{وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً}
dan
Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakan kalian (daripada kaum Nuh itu). (Al-A'raf: 69)
Yakni
Dia menjadikan tinggi perawakan kalian dan kekuatan kalian lebih daripada
manusia sejenis kalian. Dengan kata lain, Allah menjadikan tubuh mereka sangat
tinggi dan sangat kuat perawakannya. Pengertian ini sama dengan makna yang
terkandung di dalam firman-Nya yang mengisahkan perihal Talut, yaitu:
{وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ
وَالْجِسْمِ}
dan
menambahinya dengan ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. (Al-Baqarah: 247)
{فَاذْكُرُوا
آلاءَ اللَّهِ}
Maka
ingatlah nikmat-nikmat Allah. (Al-A'raf:
69)
Yang
dimaksud dengan ala ialah nikmat-nikmat Allah dan karunia-Nya kepada
kalian.
{لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
supaya
kalian mendapat keberuntungan. (Al-A'raf:
69)
Lafaz
ala adalah bentuk jamak dari Ila, tetapi menurut pendapat yang
lain ia adalah bentuk jamak dari ala.
Al-A'raf,
ayat 70-72
{قَالُوا أَجِئْتَنَا
لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا
بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (70) قَالَ قَدْ وَقَعَ
عَلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ رِجْسٌ وَغَضَبٌ أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا نزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ (71) فَأَنْجَيْنَاهُ
وَالَّذِينَ مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَقَطَعْنَا دَابِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا وَمَا كَانُوا مُؤْمِنِينَ (72) }
Mereka berkata, "Apakah kamu datang kepada kami agar kami
menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak
kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.” Ia berkata, “Sungguh sudah pasti kalian akan ditimpa
azab dan kemarahan dari Tuhan kalian. Apakah kamu sekalian hendak berbantah
dengan aku tentang nama-nama yang kalian beserta nenek moyang kalian
menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujah untuk itu? Maka
tunggulah (azab itu), sesungguhnya
aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian.” Maka Kami selamatkan Hud
beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan
Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka
orang-orang yang beriman.
Allah
Swt. menceritakan perihal pembangkangan, ketidakpercayaan, dan keingkaran
mereka terhadap Nabi Hud a.s.
قَالُوا
أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ
Mereka
berkata, "Apakah kamu datang kepada kami agar kami hanya menyembah Allah
saja?” (Al-A'raf: 70), hingga akhir ayat.
Ayat
ini semakna dengan apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang musyrik dari
kalangan Quraisy, yaitu seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا
هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ
ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Ya
Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang
benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau
datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Muhammad
ibnu Ishaq dan lain-lainnya menceritakan bahwa kaum Nabi Hud adalah kaum
penyembah berhala-berhala. Di antaranya ada berhala yang diberi nama Samad, ada
yang diberi nama Sumud, dan yang lainnya lagi diberi nama Al-Hana. Karena
itulah Nabi Hud a.s. bersabda kepada mereka, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ
رِجْسٌ وَغَضَبٌ}
Sungguh
telah pasti kalian akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhan kalian. (Al-A'raf: 71)
Dengan
kata lain, azab dari Tuhan kalian telah pasti akan menimpa kepada kalian
disebabkan ucapan kalian itu. Menurut suatu pendapat, lafaz rijsun merupakan
bentuk maqlub dari lafaz rijzun. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwa maknanya ialah kemurkaan dan kemarahan.
{أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ}
Apakah
kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama yang kalian beserta
nenek moyang kalian menamakannya? (Al-A’raf:71)
Yakni
apakah kalian membantahku sehubungan dengan kebatilan berhala-berhala yang
diberi nama oleh kalian dan nenek moyang kalian sebagai tuhan-tuhan yang kalian
sembah. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat menimpakan bahaya, tidak pula
memberikan manfaat, dan Allah tidak pernah menjadikan dalil atau hujah bagi
kalian untuk menyembah berhala-berhala itu. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{مَا نزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ}
padahal
Allah sekali-kali tidak menurunkan hujah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang
menunggu bersama kalian. (Al-A'raf: 71)
Di
dalam ayat ini terkandung makna ancaman dan peringatan keras dari seorang rasul
kepada kaumnya. Untuk itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ
بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَقَطَعْنَا دَابِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَمَا
كَانُوا مُؤْمِنِينَ}
Maka
Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang
besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami,
dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman. (Al-A'raf: 72)
Allah
Swt telah menyebutkan gambaran tentang pembinasaan mereka di berbagai ayat dari
Al-Qur'an, yang intinya menyebutkan bahwa Allah mengirimkan kepada mereka angin
besar yang sangat dingin. Tidak ada sesuatu pun yang diterjang angin ini,
melainkan pasti hancur berserakan, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ
صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ * سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ
أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ
خَاوِيَةٍ * فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِنْ بَاقِيَةٍ}
Adapun
kaum 'Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi
amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam
dan delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong
(lapuk). Maka kamu tidak melihat
seorang pun yang tinggal di antara mereka. (Al-Haqqah: 6-8)
Setelah
mereka membangkang dan durhaka kepada Nabi-Nya, maka Allah membinasakan mereka
dengan angin yang sangat dingin. Angin tersebut dapat menerbangkan seseorang
dari mereka, lalu menjatuhkannya dengan kepala di bawah sehingga kepalanya
hancur dan terpisah dari tubuhnya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ}
seakan-akan
mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (Al-Haqqah: 7)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka mendiami negeri Yaman, tepatnya di suatu
daerah yang terletak di antara Amman dan Hadramaut. Tetapi sekalipun demikian,
mereka berhasil menyebar ke seluruh penjuru bumi dan dapat mengalahkan
penduduknya berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Mereka
adalah orang-orang yang menyembah berhala, bukan menyembah Allah. Kemudian
Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. yang nasabnya berasal dari kalangan
menengah mereka dan berkedudukan' terhormat di kalangan mereka.
Maka
Nabi Hud a.s. memerintahkan kepada mereka agar mengesakan Allah, jangan
menjadikan bersama-Nya tuhan-tuhan selain Dia, dan jangan menganiaya manusia
lagi. Tetapi mereka menolak seruannya, bahkan mendustakannya. Mereka
mengatakan, "Siapakah yang lebih kuat dari kami?'
Tetapi
ada segolongan orang dari mereka yang mengikuti Nabi Hud a.s., hanya jumlahnya
sedikit dan mereka menyembunyikan keimanannya. Setelah kaum ‘Ad bertambah
durhaka terhadap Allah dan mendustakan Nabi-Nya serta banyak menimbulkan
kerusakan di muka bumi, dengan berlaku sewenang-wenang padanya dan meninggalkan
jejak-jejak mereka di setiap tanah tinggi tempat-tempat bermainnya tanpa ada
gunanya, maka Nabi Hud a.s. berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{أَتَبْنُونَ بِكُلِّ رِيعٍ آيَةً
تَعْبَثُونَ * وَتَتَّخِذُونَ مَصَانِعَ لَعَلَّكُمْ تَخْلُدُونَ * وَإِذَا
بَطَشْتُمْ بَطَشْتُمْ جَبَّارِينَ * فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ}
Apakah
kalian mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, dan
kalian membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kalian kekal (di dunia)? Dan apabila kalian menyiksa, maka kalian
menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Allah
dan taatlah kepadaku. (Asy-Syu'ara: 128-131)
Tetapi
mereka menjawab, seperti yang disebutkan di dalam ayat-ayat lainnya, yaitu
firman-Nya:
{قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا
بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ
بِمُؤْمِنِينَ. إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ}
Kaum
'Ad berkata "Hai Hud. kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami
karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan
keburukan kepadamu.” (Hud: 53-54)
Yang
dimaksud dengan su' atau keburukan ialah penyakit gila.
{قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا
أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا
تُنْظِرُونِ * إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ
دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Hud menjawab, "Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah
dan saksikanlah oleh kamu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kalian persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu daya
kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhan kalian. Tidak ada
suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 54-56)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah mereka membangkang, tidak mau beriman dan
hanya tetap kepada kekufurannya, maka Allah menahan hujan dari mereka selama
tiga tahun —menurut apa yang didugakan oleh mereka (para perawinya)— sehingga
keadaan tersebut membuat mereka benar-benar parah. Konon di zaman itu apabila
orang-orang mengalami musim paceklik yang parah, dan mereka memohon kepada
Allah agar dibebaskan dari paceklik, maka sesungguhnya mereka hanya mendoa
kepada-Nya di tempat suci-Nya, yaitu di tempat bait-Nya.
Tempat
tersebut di masa itu telah dikenal, sedangkan di tempat itu terdapat para
penghuninya dari golongan amatiq (raksasa). Mereka adalah keturunan dari
‘Amliq Ibnu Lawuz ibnu Sam ibnu Nuh. Pemimpin mereka saat itu adalah
seorang lelaki yang bernama Mu'awiyah ibnu Bakar. Sedangkan ibunya berasal dari
kaum ‘Ad yang dikenal dengan nama Jahlazah, anak perempuan Al-Khubairi.
Ibnu
Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kaum 'Ad mengirimkan suatu delegasi
yang jumlahnya kurang lebih tujuh puluh orang menuju tanah suci, untuk meminta istisqa
(hujan) di tanah suci buat kaumnya.
Mereka
bersua dengan Mu'awiyah ibnu Bakar di luar kota Mekah, lalu mereka tinggal di
rumahnya selama satu bulan. Selama itu mereka mabuk-mabukan dan mendengarkan
nyanyian yang didendangkan oleh dua orang penyanyi wanita Mu'awiyah.
Walaupun
telah cukup lama mereka tinggal di tempat Mu'awiyah, tetapi ternyata mereka
tidak beranjak juga dari rumahnya, sedangkan Mu'awiyah merasa kasihan kepada
kaumnya (yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka); sementara itu
Mu'awiyah sendiri merasa malu untuk mengusir mereka pergi dari rumahnya. Maka
ia membuat syair yang menyindir mereka untuk pergi, lalu memerintahkan kepada
biduannya untuk mendendangkan syair itu kepada mereka. Isi syair tersebut
adalah seperti berikut:
أَلَا يَا قَيْلُ وَيْحَكَ قُْم فَهَيْنم ... لَعَلَّ اللَّهَ
يُصْبحُنَا غَمَاما ...
فَيَسْقي أرضَ عادٍ إِنَّ عَادًا ... قَد امْسَوا لَا يُبِينُونَ الكَلاما ...
مِنَ الْعَطَشِ الشَّدِيدِ فَلَيْسَ نَرجُو ... بِهِ الشيخَ الكبيرَ
وَلَا الغُلاما ...
وَقَد كانَت نساؤهُم بخيرٍ ... فَقَدْ أَمْسَتْ نِسَاؤهم عَيَامى
وَإِنَّ الوحشَ تأتيهمْ جِهارا ... وَلَا تَخْشَى لعاديَ سِهَاما ...
وَأَنْتُمْ هاهُنَا فِيمَا اشتَهَيْتُمْ ... نهارَكُمُ وَلَيْلَكُمُ
التَّمَامَا ...
فقُبّحَ وَفُْدكم مِنْ وَفْدِ قَوْمٍ ... ولا لُقُّوا التحيَّةَ
والسَّلاما ...
Ingatlah, hai Qil, celakalah engkau,
bangunlah dan sadarlah engkau, mudah-mudahan Allah memberikan hujan di pagi
hari.
Karenanya maka tanah kaum 'Ad menjadi
tersirami hujan.
Sesungguhnya kaum Ad sekarang menjadi
orang-orang yang tidak mengerti perkataan karena rasa haus berat yang menimpa
mereka.
Kami tujukan kata-kata ini bukan kepada
orang yang sudah pikun, bukan pula kepada anak-anak
Dahulu kaum wanita mereka dalam keadaan
baik-baik, tetapi sekarang kaum wanita mereka dalam kesedihan dan kemurungan.
Dan sesungguhnya binatang-binatang liar
berani datang kepada mereka secara terang-terangan, tanpa rasa takut sedikit
pun kepada anak panah pemburu.
Sedangkan kalian di sini tenggelam ke
dalam hura-hura sepanjang siang dan malam hari.
Maka seburuk-buruk delegasi dari suatu
kaum adalah delegasi kalian.
Mereka tidak mendapat kehormatan, tidak
pula mendapat salam
(kesejahteraan).
Setelah
syair tersebut dikemukakan kepada mereka, barulah mereka sadar akan tugas
kedatangannya ke tanah suci itu. Lalu mereka bangkit menuju tanah suci dan
berdoa untuk kaumnya. Mereka berdoa dipimpin oleh ketua mereka yang dikenal
dengan nama Qil ibnu Anaz.
Maka
Allah memunculkan tiga jenis awan, ada yang putih, ada yang hitam, dan ada yang
merah. Lalu Qil mendengar suara dari langit yang mengatakan, "Pilihlah
untukmu atau untuk kaummu dari awan-awan ini!"
Qil
berkata, "Saya memilih awan yang hitam ini, karena sesungguhnya awan
hitam ini banyak mengandung air." Maka dijawablah oleh seruan itu,
"Ternyata kamu memilih awan yang mengandung debu yang membinasakan."
Maka tidak ada seorang pun dan tidak ada seorang tua pun dari kaum 'Ad serta
tidak ada seorang anak pun dari mereka melainkan binasa saat itu, kecuali Bani
Wuzyah Al-Muhannada.
Menurut
Ibnu Ishaq, Banil Wuzyah adalah suatu kabilah dari kaum 'Ad yang tinggal di
Mekah, maka mereka tidak tertimpa azab yang menimpa kaumnya.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa Banil Wuzyah adalah orang-orang yang tersisa dari
keturunan kaum 'Ad karena selamat dari azab itu; mereka disebut generasi
terakhir dari kaum 'Ad.
Ibnu
Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa Allah lalu mengarak awan hitam itu —menurut
kisah mereka— yaitu awan yang dipilih oleh Qil ibnu Anaz. Di dalam awan itu
terkandung azab yang akan membinasakan kaum 'Ad. Awan itu muncul dari suatu
lembah di tempat mereka yang dikenal dengan nama Lembah Mugis. Ketika mereka
(kaum 'Ad) melihat awan hitam itu datang bergulung-gulung, mereka merasa
gembira dan mengatakan, "Inilah awan yang akan membawa hujan kepada
kita." Tetapi dijawab oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ
فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ * تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا}
Bukan,
bahkan itulah azab yang kalian minta supaya disegerakan. yaitu angin yang
mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 24-25)
Yakni
yang membinasakan segala sesuatu yang dilewatinya.
Disebutkan
bahwa orang yang mula-mula melihatnya dan mengenal bahwa apa yang dikandungnya
itu merupakan angin puting beliung, menurut yang dikisahkan para perawinya,
ialah seorang wanita 'Ad yang dikenal dengan sebutan Mumid.
Setelah
Mumid melihat dengan jelas apa yang terkandung di dalam awan tersebut, ia
menjerit dan pingsan. Ketika ia sadar, kaumnya bertanya, "Hai Mumid,
apakah yang telah engkau lihat?" Mumid menjawab, "Saya melihat angin
yang di dalamnya terdapat semisal api digiring oleh banyak kaum laki-laki yang
menuntunnya dari depan."
Maka
Allah menimpakan angin itu kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus. (Al-Haqqah:
7)
Al-husumah
artinya terus-menerus, tiada
henti-hentinya.
Maka
tidak ada seorang pun dari kaum 'Ad melainkan binasa. Sedangkan Nabi Hud a.s.
menurut kisah yang sampai kepadaku (Ibnu Ishaq) bersama orang-orang yang
beriman berlindung di dalam sebuah tempat perlindungan; tidak ada sesuatu pun
yang menimpa dia bersama para pengikutnya, melainkan hal-hal yang menyegarkan
dan mengenakkan. Sesungguhnya angin puting beliung itu menimpa perkampungan
kaum 'Ad, lalu menerbangkannya di antara langit dan bumi, kemudian
menghancurkan mereka ke daerah berbatuan.
Muhammad
ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya ini secara panjang lebar hingga selesai, tetapi
konteks yang diketengahkannya garib, hanya di dalamnya terkandung banyak
faedah yang dapat disimpulkan darinya.
Allah
Swt. telah berfirman:
{وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُودًا
وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَنَجَّيْنَاهُمْ مِنْ عَذَابٍ
غَلِيظٍ}
Dan
tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman
bersama dia dengan rahmat dari Kami, dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat. (Hud:
58)
Memang
telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di
dalam kitab musnadnya hal yang berdekatan pengertiannya dengan kisah yang diutarakan
oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar tadi.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي أَبُو الْمُنْذِرِ
سَلَّامُ بْنُ سُلَيْمَانَ النَّحْوِيُّ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ أَبِي
النَّجُود، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنِ الْحَارِثِ الْبَكْرِيِّ قَالَ: خَرَجْتُ
أَشْكُو الْعَلَاءَ بْنَ الْحَضْرَمِيِّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرَرْتُ بِالرَّبَذَةِ فَإِذَا عَجُوزٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ
مُنْقَطِعٌ بِهَا، فَقَالَتْ لِي: يَا عَبْدَ اللَّهِ، إِنَّ لِي إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجَةً، فَهَلْ أَنْتَ مُبَلِّغِي
إِلَيْهِ؟ قَالَ: فَحَمَلْتُهَا فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ، فَإِذَا الْمَسْجِدُ
غَاصٌّ بِأَهْلِهِ، وَإِذَا رَايَةٌ سَوْدَاءُ تَخْفِقُ، وَإِذَا بِلَالٌ
مُتَقَلِّدٌ بِسَيْفٍ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقُلْتُ: مَا شَأْنُ النَّاسِ؟ فَقَالُوا: يُرِيدُ أَنْ يَبْعَثَ عَمْرَو بْنَ
الْعَاصِ وَجْهًا. قَالَ: فَجَلَسْتُ، فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ -أَوْ قَالَ: رَحْلَهُ
فَاسْتَأْذَنْتُ عَلَيْهِ، فَأَذِنَ لِي، فَدَخَلْتُ فَسَلَّمْتُ، قَالَ: هَلْ
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ تَمِيمٍ شَيْءٌ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، وَكَانَتْ لَنَا الدّبَرة
عَلَيْهِمْ، وَمَرَرْتُ بِعَجُوزٍ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ مُنْقَطِعٍ بِهَا،
فَسَأَلَتْنِي أَنْ أَحْمِلَهَا إِلَيْكَ، وَهَا هِيَ بِالْبَابِ.
فَأَذِنَ لَهَا، فَدَخَلَتْ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ رَأَيْتَ أَنْ
تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ تَمِيمٍ حَاجِزًا، فَاجْعَلِ الدَّهْنَاءَ.
فَحَمِيَتِ الْعَجُوزُ وَاسْتَوْفَزَتْ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِلَى
أَيْنَ يُضْطَرُّ مُضطَرُك ؟ قَالَ: قُلْتُ: إِنَّ مَثَلِي مَثَلُ مَا قَالَ
الْأَوَّلُ: "معْزَى حَمَلت حَتْفَهَا"، حَمَلْتُ هَذِهِ وَلَا أَشْعُرُ
أَنَّهَا كَانَتْ لِي خَصْمًا، أُعُوذُ بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ أَنْ أَكُونَ
كَوَافِدِ عَادٍ! قَالَ: هِيهْ، وَمَا وَافِدُ عَادٍ؟ -وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْحَدِيثِ مِنْهُ، وَلَكِنْ يَسْتَطْعِمُهُ -قُلْتُ: إِنْ عَادًا قُحطوا
فَبَعَثُوا وَافِدًا لَهُمْ يُقَالُ لَهُ: "قَيْلُ"، فَمَرَّ
بِمُعَاوِيَةَ بْنِ بَكْرٍ، فَأَقَامَ عِنْدَهُ شَهْرًا يَسْقِيهِ الْخَمْرَ
وَتُغَنِّيهِ جَارِيَتَانِ، يُقَالُ لَهُمَا: "الْجَرَادَتَانِ"،
فَلَمَّا مَضَى الشَّهْرُ خَرَجَ إِلَى جِبَالِ مَهْرة، فَقَالَ: اللَّهُمَّ
إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي لَمْ أَجِئْ إِلَى مَرِيضٍ فَأُدَاوِيهِ، وَلَا إِلَى
أَسِيرٍ فَأُفَادِيهِ. اللَّهُمَّ اسْقِ عَادًا مَا كُنْتَ تَسْقِيهِ، فَمَرَّتْ
بِهِ سَحَّابَاتٌ سُودُ، فَنُودِيَ: مِنْهَا "اخْتَرْ". فَأَوْمَأَ
إِلَى سَحَابَةٍ مِنْهَا سَوْدَاءَ، فَنُودِيَ مِنْهَا: "خُذْهَا رَمَادًا
رِمْدِدا، لَا تُبْقِي مِنْ عَادٍ أَحَدًا". قَالَ: فَمَا بَلَغَنِي أَنَّهُ
بُعث عَلَيْهِمْ مِنَ الرِّيحِ إِلَّا قَدْرُ مَا يَجْرِي فِي خَاتَمِي هَذَا،
حَتَّى، هَلَكُوا -قَالَ أَبُو وَائِلٍ: وَصَدَقَ -قَالَ: وَكَانَتِ الْمَرْأَةُ
وَالرَّجُلُ إِذَا بَعَثُوا وَافِدًا لَهُمْ قَالُوا: "لَا تَكُنْ كَوَافِدِ
عَادٍ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, telah
menceritakan kepadaku Abul Munzir Salam ibnu Sulaiman An-Nahwi, telah
menceritakan kepada kami Asim ibnu Abun Nujud, dari Abu Wail, dari Al-HariS
Al-Bakri yang menceritakan bahwa ia berangkat untuk mengadukan perkara kepada
Rasulullah Saw. tentang Al-Ala ibnul Hadrami. Aku (Al-Haris) melewati Rabzah,
ternyata aku bersua dengan seorang nenek tua dari Bani Tamim yang tidak dapat
melanjutkan perjalanannya. Nenek itu berkata, "Hai hamba Allah,
sesungguhnya saya mempunyai suatu keperluan dengan Rasulullah, maka sudilah
kiranya engkau membawa saya menghadap kepadanya." Saya membawa nenek itu
sampai di Madinah, dan saya menjumpai masjid penuh sesak, lalu saya melihat
bendera hitam berkibar dan sahabat Bilal menyandang pedangnya berdiri di
hadapan Rasulullah Saw. Saya bertanya, "Apakah gerangan yang terjadi
dengan orang banyak ini?" Mereka (yang ditanya) menjawab, "Beliau
Saw. hendak mengirimkan Amr ibnul As (bersama pasukannya) ke suatu
daerah." Maka saya duduk, lalu masuk ke dalam rumahnya atau ke dalam
kemahnya dan meminta izin agar diperkenankan masuk, kemudian saya diberi izin
untuk masuk menemuinya. Saya masuk dan mengucapkan salam penghormatan, lalu
beliau Saw. bertanya, "Apakah antara kamu dan Bani Tamim terdapat suatu
masalah?" Saya menjawab, "Ya, dan saya beroleh kemenangan atas
mereka. Kemudian saya bersua dengan seorang nenek tua dari kalangan Bani Tamim
yang tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Nenek itu meminta kepada saya untuk
membawanya sampai ke hadapanmu, sekarang dia berada di pintu." Nenek tua
itu pun diizinkan masuk. Saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
jika engkau setuju membuat batas antara kami dan Bani Tamim, jadikanlah Dahna
sebagai batasannya." Dengan serta merta si nenek tua itu menjadi panas dan
bergejolak, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah yang hendak
dilakukan oleh orang yang meminta kepadamu dengan paksa ini?" Saya
berkata, "Sesungguhnya perumpamaanku sama dengan apa yang dikatakan oleh
orang-orang terdahulu, 'Orang yang meminta belasungkawa kepadaku ternyata
membawa sendiri kematiannya.' Saya telah membawa nenek ini tanpa menyadari
bahwa dia mempunyai rasa permusuhan terhadap diri saya. Saya berlindung kepada
Allah bila diri saya ini seperti delegasi kaum 'Ad." Rasulullah Saw.
bertanya kepadaku, "Apakah yang dimaksud dengan delegasi kaum 'Ad?"
Padahal Rasulullah Saw. lebih mengetahuinya, tetapi hanya meminta ketegasan
dariku. Saya bercerita, bahwa sesungguhnya dahulu kaum 'Ad mengalami musim
paceklik yang sangat parah. Lalu mereka mengirimkan suatu delegasinya yang
dipimpin oleh seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Qil. Qil bersua
dengan Mu'awiyah ibnu Bakar, lalu ia tinggal padanya selama satu bulan, ia
menghabiskan hari-harinya dengan minum khamr dan mendengar nyanyian dari dua
orang penyanyi. Setelah satu bulan tinggal, maka Qil berangkat ke Bukit Mahrah,
lalu ia berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya bukan
datang kepada yang sakit, lalu saya mengobatinya; juga bukan kepada tawanan,
lalu saya menebusnya. Ya Allah, siramilahkaum 'Ad selagi Engkau masih memberi
mereka air." Maka lewatlah kepadanya berbagai kumpulan awan hitam, lalu
diserukan kepadanya, "Pilihlah mana yang kamu suka!" Maka Qil
mengisyaratkan kepada awan yang paling hitam, lalu diserukan kepadanya,
"Ambillah awan yang mengandung debu ini yang tidak akan menyisakan seorang
pun dari kaum 'Ad." Al-Haris mengatakan, "Tidak ada yang sampai
kepadaku berita yang menyatakan bahwa Allah mengirimkan angin kepada mereka
kecuali sekadar apa yang dimasukkan ke dalam cincinku ini (yakni tidak banyak)
hingga mereka binasa." Abu Wail mengatakan bahwa Al-Haris benar. Sesudah
peristiwa itu istilah "Janganlah kamu seperti delegasi kaum ‘Ad"
menjadi tenar. Tersebutlah bahwa lelaki dan wanita itu apabila mengirimkan
utusannya (delegasinya) selalu berpesan kepada mereka, "Janganlah kamu seperti
delegasi kaum "Ad."
Demikianlah
menurut apa yang diriwayatkan oleh imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Imam
Turmuzi meriwayatkannya dari Abdu ibnu Humaid, dari Zaid ibnul Hubab dengan
sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Imam
Nasai meriwayatkannya melalui hadis Salam ibnu Abul Munzir, dari Asim (yaitu
Ibnu Bandalah). Melalui jalur ini pula Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu
Wail, dari Al-Haris ibnu Hisan Al-Bakri dengan lafaz yang semisal.
Ibnu
Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraih, dari Zaid ibnu Hubab, tetapi di dalam
sanadnya disebutkan dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Bakri, lalu ia menceritakannya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Abu Kuraib, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy,
dari Asim Al-Haris ibnu Hisan, kemudian iamengetengahkannya. Ibnu Jarir
mengatakan bahwa dia tidak melihat nama Abu Wail dalam salinannya.
Al-A'raf,
ayat 73-78
{وَإِلَى ثَمُودَ
أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ
غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ
لَكُمْ آيَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ وَلا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ
فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (73) وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ
بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الأرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا
وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي
الأرْضِ مُفْسِدِينَ (74) قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ
لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ آمَنَ مِنْهُمْ أَتَعْلَمُونَ أَنَّ صَالِحًا
مُرْسَلٌ مِنْ رَبِّهِ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلَ بِهِ مُؤْمِنُونَ (75) قَالَ
الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي آمَنْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (76)
فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَقَالُوا يَا صَالِحُ
ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (77) فَأَخَذَتْهُمُ
الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ (78) }
Dan (Kami telah mengutus) kepada
kaum Samud saudara mereka Saleh. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. Unta betina Allah ini menjadi
tanda bagi kalian, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah
kalian mengganggunya dengan gangguan apa pun, maka kalian ditimpa siksaan yang
pedih. Dan ingatlah oleh kalian di waktu Tuhan menjadikan kalian
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Ad dan memberikan
tempat bagi kalian di bumi. Kalian dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang
datar dan kalian pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kalian merajalela di muka bumi membuat
kerusakan.” Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata
kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka,
"Tahukah kalian bahwa Saleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?”
Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu yang Saleh diutus
untuk menyampaikannya." Orang-orang yang menyombongkan diri berkata,
"Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kalian
imani itu.” Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh
terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata, "Hai Saleh, datangkanlah apa
yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk
orang-orang yang diutus (Allah)." Karena itu mereka ditimpa gempa,
maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumahnya.
Ulama
tafsir mengatakan bahwa nasab kaum Samud ialah Samud ibnu Asir ibnu Iram ibnu
Sam ibnu Nuh. Dia adalah saudara lelaki Jadis ibnu Asir, demikian pula kabilah
Tasm. Mereka semuanya adalah kabilah-kabilah dari kalangan bangsa Arabul Aribah
sebelum Nabi Ibrahim a.s. Kaum Samud ada sesudah kaum 'Ad, tempat tinggal
mereka terkenal, yaitu terletak di antara Hijaz dan negeri Syam serta Wadil
Qura dan daerah sekitarnya.
Rasulullah
Saw. pernah melalui bekas tempat tinggal mereka ketika dalam perjalanannya
menuju medan Tabuk, yaitu pada tahun sembilan Hijriah.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا صَخْر بْنُ جُوَيرية، عَنْ
نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ عَلَى تَبُوكَ، نَزَلَ بِهِمُ الْحِجْرَ عِنْدَ
بُيُوتِ ثَمُودَ، فَاسْتَسْقَى النَّاسُ مِنَ الْآبَارِ الَّتِي كَانَتْ تَشْرَبُ
مِنْهَا ثَمُودُ، فَعَجَنُوا مِنْهَا وَنَصَبُوا مِنْهَا الْقُدُورَ. فَأَمَرَهُمُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَهْرَقُوا الْقُدُورَ،
وَعَلَفُوا العجينَ الإبلَ، ثُمَّ ارْتَحَلَ بِهِمْ حَتَّى نَزَلَ بِهِمْ عَلَى
الْبِئْرِ الَّتِي كَانَتْ تَشْرَبُ مِنْهَا النَّاقَةُ، وَنَهَاهُمْ أَنْ
يَدْخُلُوا عَلَى الْقَوْمِ الَّذِينَ عُذِّبُوا وَقَالَ: "إِنِّي أَخْشَى
أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَهُمْ، فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِمْ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad. telah
menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dalam perjalanannya menuju medan Tabuk
memerintahkan orang-orang beristirahat di daerah Al-Hajar, yaitu di bekas
tempat tinggal kaum Samud. Kemudian orang-orang (para sahabat) mengambil air
dari sumur-sumur yang dahulu dipakai untuk minum oleh kaum Samud. Mereka
membuat adonan roti dengan air sumur-sumur itu dan menempatkannya di
panci-panci besar. Tetapi Nabi Saw. memerintahkan kepada mereka agar
menumpahkan air yang ada di panci-panci itu dan memberikan adonan mereka
kepada unta-unta mereka sebagai makanannya. Kemudian Nabi Saw. membawa mereka
berangkat hingga turun istirahat bersama mereka di sebuah sumur yang pernah
dijadikan sebagai tempat minum unta tersebut (unta Nabi Saleh). Nabi Saw.
melarang mereka memasuki bekas daerah kaum yang pernah diazab, dan Rasulullah
Saw. bersabda: Sesungguhnya saya merasa khawatir bila kalian akan ditimpa
oleh azab seperti yang menimpa mereka, maka janganlah kalian memasuki bekas
tempat tinggal mereka.
وَقَالَ[الْإِمَامُ]
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
بِالْحِجْرِ: "لَا تَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلَاءِ المعذَّبين إِلَّا أَنْ
تَكُونُوا بَاكِينَ، فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِينَ، فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِمْ
أَنْ يُصِيبَكُمْ مثلُ مَا أَصَابَهُمْ"
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah
ibnu Dinar, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
ketika di Al-Hajar pernah bersabda: Janganlah kalian memasuki daerah mereka
yang pernah diazab itu kecuali bila kalian sambil menangis. Dan jika kalian
tidak dapat menangis, janganlah kalian memasukinya, (sebab) dikhawatirkan
kalian akan ditimpa azab seperti yang pernah menimpa mereka.
Pokok
hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui berbagai jalur.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا
الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَوْسَطَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي
كَبْشَة الْأَنْمَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ،
تَسَارَعَ النَّاسُ إِلَى أَهْلِ الْحِجْرِ، يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ، فَبَلَغَ
ذَلِكَ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَادَى فِي النَّاسِ:
"الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ". قَالَ: فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهو مُمْسِكٌ بِعِيرَهُ وَهُوَ يَقُولُ: "مَا
تَدْخُلُونَ عَلَى قَوْمٍ غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ". فَنَادَاهُ رَجُلٌ
مِنْهُمْ: نعجبُ مِنْهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "أَفَلَا أُنْبِئُكُمْ
بِأَعْجَبَ مِنْ ذَلِكَ: رَجُلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كَانَ قَبْلَكُمْ،
وَبِمَا هُوَ كَائِنٌ بَعْدَكُمْ، فَاسْتَقِيمُوا وسَدِّدوا، فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يَعْبَأُ بِعَذَابِكُمْ شَيْئًا، وَسَيَأْتِي قَوْمٌ لَا يَدْفَعُونَ عَنْ
أَنْفُسِهِمْ شَيْئًا"
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun
Al-Mas'udi, dari Ismail ibnu Wasit, dari Muhammad ibnu Abu Kabsyah Al-Anmari,
dari ayahnya yang mengatakan bahwa dalam masa Perang Tabuk orang-orang bergegas
memasuki daerah Al-Hajar. Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita itu, maka
beliau menyerukan kepada orang-orang, "Salat berjamaah didirikan!"
Lalu saya (perawi) datang menghadap Rasulullah Saw. yang saat itu sedang
memegang tombak kecil seraya bersabda, "Apakah yang mendorong kalian
hingga berani memasuki daerah kaum yang dimurkai oleh Allah Swt.?"
Maka ada seorang lelaki dari kalangan mereka yang menjawab dengan suara yang
keras, "Kami kagum kepada mereka, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw.
menjawab, "Maukah kalian aku ceritakan tentang hal yang lebih
mengagumkan daripada itu? Yaitu seorang lelaki dari kalangan kalian sendiri
akan menceritakan kepada kami apa yang telah terjadi sebelum kalian dan apa
yang akan terjadi sesudah kalian. Maka luruslah kalian dan luruskanlah diri
kalian, karena sesungguhnya Allah tidak mempedulikan sesuatu pun bila mengazab
kalian. Kelak akan datang suatu kaum yang tidak dapat berbuat sesuatu pun untuk
membela dirinya."
Tidak
ada seorang pun dari kalangan pemilik kitab sunnah yang mengetengahkan hadis
ini. Abu Kabsyah nama aslinya adalah Umar ibnu Sa'd, menurut pendapat yang lain
bernama Amir ibnu Sa'd.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ: حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ
قَالَ: لَمَّا مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْحِجْرِ قَالَ: "لَا تَسْأَلُوا الْآيَاتِ، فَقَدْ سَأَلَهَا قَوْمُ
صَالِحٍ فَكَانَتْ -يَعْنِي النَّاقَةَ -تَرِدُ مِنْ هَذَا الفَجّ، وتَصْدُر مِنْ
هَذَا الْفَجِّ، فَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ فَعَقَرُوهَا، وَكَانَتْ
تَشْرَبُ مَاءَهُمْ يَوْمًا وَيَشْرَبُونَ لَبَنَهَا يَوْمًا، فَعَقَرُوهَا،
فَأَخَذَتْهُمْ صَيْحَةٌ، أهمد الله مَنْ تحت أَدِيمِ السَّمَاءِ
مِنْهُمْ، إِلَّا رَجُلًا وَاحِدًا كَانَ فِي حَرَمِ اللَّهِ". فَقَالُوا:
مَنْ هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "أَبُو رِغال. فَلَمَّا خَرَجَ مِنَ
الْحَرَمِ أَصَابَهُ مَا أَصَابَ قَوْمَهُ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari
Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw, melewati
daerah Al-Hajar, beliau bersabda: Janganlah kalian meminta mukjizat, karena
sesungguhnya kaum Nabi Saleh pernah memintanya. Dan unta itu datang dari lembah
ini dan keluar dari lembah itu Tetapi mereka (kaum Saleh) durhaka
terhadap perintah Tuhan mereka, lalu mereka menyembelihnya. Pada mulanya unta
itu meminum bagian air mereka selama satu hari, sedangkan pada hari yang lain
mereka minum dari air susu unta itu. Akhirnya mereka menyembelih unta itu, maka
mereka diazab oleh suatu teriakan yang dengan teriakan itu Allah membinasakan
semua manusia di kolong langit ini dari kalangan mereka, kecuali seorang lelaki
(dari mereka) yang sedang berada di tanah suci Allah. Mereka (para
sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah lelaki itu?"
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Dia adalah Abu Rigal; tetapi
ketika ia keluar dari tanah suci, maka ia pun tertimpa azab seperti apa yang
menimpa kaumnya.
Hadis
ini tidak terdapat di dalam suatu kitab pun dari kitab Sittah, dan
dinilai sahih dengan syarat Imam Muslim.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا}
Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum
Samud. (Al-A'raf: 73)
Yaitu
sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kabilah Samud saudara mereka, Saleh.
{قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا
لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ}
Ia
berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi
kalian selain-Nya.” (Al-A'raf: 73)
Pada
garis besarnya semua utusan Allah menyerukan untuk menyembah Allah semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam
ayat yang lain, yaitu:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh
kamu sekalian akan Aku." (Al-Anbiya:
25)
{وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah tagut itu." (An-Nahl: 36)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً}
Sesungguhnya
telah datang bukti yang nyata kepada kalian dari Tuhan kalian. Unta betina
Allah ini menjadi tanda bagi kalian. (Al-A'raf:
73)
Artinya,
telah datang hujah Allah kepada kalian yang membenarkan apa yang aku sampaikan
kepada kalian. Sebelum itu mereka selalu meminta Suatu tanda dari Allah
(mukjizat) kepada Nabi Saleh. Mereka meminta agar Saleh mengeluarkan dari
sebuah batu besar seekor unta untuk mereka yang hal itu disaksikan oleh mata
kepala mereka sendiri. Batu besar itu memang lain dari yang lain, terdapat di
suatu bagian dari daerah Al-Hajar; batu itu dinamakan Al-Katibah.
Mereka
meminta kepada Nabi Saleh untuk mengeluarkan seekor unta betina yang unggul
dari batu besar itu buat mereka. Maka Nabi Saleh membuat perjanjian dan ikrar
terhadap mereka: Jika Allah mengabulkan permintaan mereka, maka mereka mau
beriman kepada Nabi Saleh dan benar-benar akan mengikutinya. Setelah mereka
bersedia dan memberikan janji dan ikrar mereka kepadanya, maka Nabi Saleh a.s.
bangkit menuju ke tempat salatnya dan berdoa memohon kepada Allah Swt. Maka batu
besar itu mendadak bergerak dan terbelah, kemudian keluarlah darinya seekor
unta betina yang janinnya bergerak pada kedua sisi lambungnya (yakni sedang
mengandung kembar), persis seperti apa yang mereka minta.
Pada
saat itu juga berimanlah kepada Nabi Saleh pemimpin mereka (yaitu Junda:
ibnu Amr) bersama para pengikutnya yang taat kepada perintahnya. Ketika
orang-orang terhormat lainnya dari kalangan kabilah Samud hendak beriman,
mereka dihalang-halangi oleh Zu-ab ibnu Amr ibnu Labid dan Al-Hubab, pengurus
berhala mereka; juga dihalang-halangi oleh Rabab ibnu Sa'r ibnu Jahlas.
Junda’
ibnu Amr mempunyai saudara sepupu yang dikenal dengan nama Syihab ibnu Khalifah
ibnu Mihlah ibnu Labid ibnu Hiras, dia adalah orang yang terhormat dan
terkemuka di kalangan kabilah Samud. Ketika dia mau masuk Islam, ia
dihalang-halangi oleh orang-orang tadi, akhirnya dia menuruti kemauan mereka.
Sehubungan
dengan peristiwa itu seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang beriman dari
kaum Samud yang dikenal dengan nama Muhawwisy ibnu Asamah ibnud Damil
mengatakan melalui bait-bait syairnya:
وَكَانَتْ عُصْبةٌ مِنْ آلِ عَمْرو ... إِلَى دِينِ النَّبِيِّ دَعَوا شِهَابا ...
عَزيزَ ثَمُودَ كُلَّهمُ جَمِيعًا ... فَهَمّ بِأَنْ يُجِيبَ فَلَوْ أَجَابَا ...
لأصبحَ صالحٌ فِينَا عَزيزًا ... وَمَا عَدَلوا بِصَاحِبِهِمْ ذُؤابا ...
وَلَكِنَّ الغُوَاة مِنْ آلِ حُجْرٍ ... تَوَلَّوْا بَعْدَ رُشْدهم ذِئَابَا ...
Segolongan orang dari keluarga Amr yang
dipimpin oleh Syihab diajak untuk memeluk agama Nabi (Saleh).
Dia adalah pemuka seluruh kaum Samud.
Maka ia berniat memenuhi seruan Nabi
itu Seandainya dia memenuhi seruannya, niscaya Saleh hidup di kalangan kami
menjadi orang kuat.
Dan mereka tidak rela bila pemimpin
mereka menjadi mengekor.
Orang-orang yang sesat dari kalangan
penduduk Hajar berpaling murtad sesudah mendapat petunjuk.
Unta
betina itu beserta anaknya sesudah ia melahirkannya tinggal bersama mereka
dalam suatu masa. Unta itu minum dari air sumur mereka sehari, dan hari yang
lainnya air sumur itu merupakan bagian untuk minum mereka. Pada hari minum unta
itu mereka dapat minum dari air susu unta itu yang mereka perah. Air susunya
dapat memenuhi semua wadah dan panci besar mereka menurut sekehendak mereka.
Hal ini dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَنَبِّئْهُمْ أَنَّ الْمَاءَ قِسْمَةٌ
بَيْنَهُمْ كُلُّ شِرْبٍ مُحْتَضَرٌ}
Dan
beritakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka (dengan unta betina itu); tiap-tiap giliran minum
dihadiri (oleh yang punya giliran). (Al-Qamar: 28)
Dan
firman Allah Swt. lainnya yang mengatakan:
{هَذِهِ نَاقَةٌ لَهَا شِرْبٌ وَلَكُمْ
شِرْبُ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}
Saleh
menjawab, "Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan
air, dan kalian mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang
tertentu.” (Asy-Syu'ara: 155)
Tersebutlah
bahwa unta betina itu hidup bebas di lembah-lembah tempat mereka tinggal,
datang dari suatu lembah dan keluar menuju lembah yang lain mencari kebebasan.
Unta tersebut konon hidup dari air, dan menurut kisahnya unta betina itu sangat
besar tubuhnya dan mempunyai penampilan yang sangat cantik. Apabila unta betina
itu melewati ternak milik mereka, maka semua ternak mereka memisahkan diri
darinya karena ketakutan.
Setelah
hal tersebut berlangsung cukup lama di kalangan mereka, dan mereka makin gencar
dalam mendustakan Nabi Saleh a.s., maka mereka bertekad membunuh unta betina
itu dengan tujuan agar bagian airnya dapat mereka peroleh setiap harinya.
Menurut
suatu pendapat, mereka semuanya sepakat untuk membunuh unta betina itu.
Qatadah mengatakan, telah sampai kepadaku suatu kisah yang mengatakan bahwa
lelaki yang membunuh unta itu terlebih dahulu berkeliling menemui semua kaumnya
untuk memperoleh persetujuan dalam membunuhnya; yang dimintai persetujuan
termasuk kaum wanita yang berada di dalam kemah-kemah pingitannya, juga
anak-anak.
Menurut
kami, memang demikianlah pengertian lahiriahnya karena berdasarkan kepada
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ
عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا}
Lalu
mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan
mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah). (Asy-Syams: 14)
{وَآتَيْنَا
ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا}
Dan
telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka
menganiaya unta betina itu. (Al-Isra: 59)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَعَقَرُوا النَّاقَةَ}
Kemudian
mereka sembelih unta betina itu. (Al-A'raf:
77)
Perbuatan
membunuh unta itu disandarkan kepada keseluruhan kabilah, maka hal ini
menunjukkan bahwa mereka semuanya setuju dengan perbuatannya.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir dan lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir mengatakan
bahwa penyebab terbunuhnya unta betina itu ialah karena ulah seorang wanita
dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Unaizah binti Ganam ibnu Mijlaz
yang dijuluki dengan sebutan Ummu Usman. Dia adalah seorang nenek-nenek
yang kafir, juga seorang yang sangat sengit dalam memusuhi Nabi Saleh a.s. Dia
seorang wanita yang berharta dan mempunyai banyak anak perempuan yang semuanya
cantik. Suaminya bernama Zuab ibnu Amr, salah seorang pemuka kaum Samud.
Juga
karena ulah seorang wanita lainnya yang dikenal dengan nama Sadaqah binti
Al-Muhayya ibnu Zuhair ibnul Mukhtar, seorang wanita yang mempunyai kedudukan
tinggi, berharta, lagi cantik. Pada asalnya ia menjadi istri seorang lelaki
muslim dari kaum Samud, tetapi suaminya telah menceraikannya.
Kedua
wanita itulah biang keladi yang menyebabkan terbunuhnya unta betina tersebut,
dan keduanya menyediakan hadiah buat orang yang mau membunuhnya.
Sadaqah
memanggil seorang lelaki yang dikenal dengan nama Al-Hubab, lalu Sadaqah
menawarkan dirinya kepada Al-Hubab jika Al-Hubab berhasil menyembelih unta
betina itu. Tetapi Al-Hubab menolaknya. Kemudian Sadaqah memanggil sepupunya
yang dikenal dengan nama Musadda' ibnu Muharrij ibnul Muhayya, dan ternyata
saudara sepupunya ini mau menerima tawarannya.
Sedangkan
Unaizah binti Ganam memanggil Qaddar ibnu Salif ibnu Jadza', seorang lelaki
berkulit merah, bermata biru, dan bertubuh pendek. Mereka menduga bahwa Qaddar
adalah anak zina, bukan anak orang yang ia dinisbatkan kepadanya, yaitu Salif.
Sesungguhnya dia adalah hasil hubungan gelap antara ibunya dengan seorang
laki-laki bernama Sahyad, tetapi ia dilahirkan di dalam ikatan perkawinan
Salif. Unaizah berkata kepadanya, "Aku akan memberikan anak perempuanku
yang kamu sukai jika kamu berhasil membunuh unta betina itu."
Maka
pada saat itu berangkatlah Qaddar ibnu Salif bersama Musadda' ibnu Muharrjj,
lalu mereka membujuk orang-orang yang sesat dari kalangan kaum Samud. Akhirnya
mereka berdua dapat membawa tujuh orang lagi untuk mengikuti mereka, sehingga
mereka semuanya berjumlah sembilan orang. Mereka disebutkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{وَكَانَ فِي الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ
يُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ وَلا يُصْلِحُونَ}
Dan
adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka
bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan, (An-Naml:
48)
Mereka
yang sembilan orang itu merupakan pemimpin-pemimpin pada kaumnya masing-masing.
Akhirnya mereka beroleh dukungan dari semua kabilah Samud yang kafir dan setuju
dilakukannya perbuatan tersebut. Mereka berangkat dan mengintai unta itu di
saat unta itu keluar dari tempat air. Qaddar memasang perangkap yang
dipancangkan pada sebuah batu besar di jalan yang biasa dilaluinya, sedangkan
Musadda' memasang perangkap pula pada bagian lainnya.
Ketika
unta betina itu melewati perangkap Musadda', ia membidikkan anak panahnya dan
mengenai bagian betisnya. Lalu anak perempuan Ganam yang bernama Unaizah
memerintahkan kepada anak perempuannya yang memiliki paras paling cantik untuk
membukakan penutup wajahnya di hadapan Qaddar dan teman-temannya. Dengan serta
merta Qaddar menebaskan pedangnya ke bagian belakang teracaknya, maka unta
betina itu terjungkal ke tanah, mengeluarkan rintihan sekali rintih,
memperingatkan kepada anaknya agar melarikan diri. Kemudian Qaddar menusuk
bagian tenggorokannya dan langsung menyembelihnya.
Sedangkan
anak unta betina itu lari menuju sebuah bukit yang kokoh dan menaiki sebuah
batu besar yang ada padanya.
Abdur
Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari orang yang pernah mendengar dari Al-Hasan
Al-Basri, yang telah menceritakan bahwa anak unta betina itu berkata, "Hai
Tuhanku, di manakah ibuku?" Menurut suatu pendapat, anak unta itu merintih
sebanyak tiga kali, lalu ia masuk ke dalam batu besar itu dan lenyap dari
pandangan mata. Menurut pendapat yang lain, mereka dapat mengejarnya dan
menyembelihnya seperti nasib yang dialami induknya.
Setelah
mereka melakukan hal tersebut dan penyembelihan unta betina itu telah selesai
mereka kerjakan, beritanya terdengar oleh Nabi Saleh a.s. Maka Nabi Saleh
mendatangi mereka di saat mereka sedang berkumpul. Ketika Nabi Saleh melihat
bahwa unta betina itu telah disembelih, ia menangis dan berkata, seperti yang
dikisahkan oleh firman-Nya:
تَمَتَّعُوا
فِي دَارِكُمْ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ
Bersuku
rialah kalian di rumah kalian selama tiga hari. (Hud: 65), hingga akhir ayat.
Pembunuhan
unta tersebut terjadi pada hari Rabu. Pada petang harinya kesembilan orang
lelaki itu bertekad akan membunuh Nabi Saleh. Mereka mengatakan, "Jika dia
benar, maka berarti kita mendahuluinya mati sebelum kita mati (karena azab).
Jika dia dusta,~maka kita timpakan kepadanya nasib yang sama seperti yang
dialami untanya itu."
{قَالُوا تَقَاسَمُوا بِاللَّهِ
لَنُبَيِّتَنَّهُ وَأَهْلَهُ ثُمَّ لَنَقُولَنَّ لِوَلِيِّهِ مَا شَهِدْنَا
مَهْلِكَ أَهْلِهِ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ. وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا
وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ * فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ مَكْرِهِمْ أَنَّا
دَمَّرْنَاهُمْ وَقَوْمَهُمْ أَجْمَعِينَ * فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَا
ظَلَمُوا}
Mereka
berkata, "Bersumpahlah kalian dengan nama Allah, bahwa kita
sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam
hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa)
kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita
adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka pun merencanakan makar dengan
sungguh-sungguh, dan Kami merencanakan makar (pula), sedangkan mereka
tidak menyadari. Maka perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka
itu. (An-Naml: 49-51), hingga akhir ayat.
Ketika
mereka bertekad melaksanakan niatnya dan telah sepakat, maka mereka datang di
malam hari untuk membunuh Nabi Saleh secara mengejutkan. Tetapi Allah
mengirimkan batu-batuan yang membendung mereka sampai kepada Nabi Saleh.
Pada
pagi hari Kamis (yaitu hari pertama penangguhan tersebut) wajah mereka berubah
warnanya menjadi kuning, persis seperti apa yang dijanjikan oleh Nabi Saleh
kepada mereka. Selanjutnya pada hari keduanya dari hari-hari tersebut (yakni
hari Jumat) wajah mereka berubah menjadi merah. Pada hari ketiganya (yaitu hari
Sabtu) wajah mereka berubah menjadi hitam. Dan pada pagi hari Ahadnya mereka
dalam keadaan kaku dan duduk seraya memandang kepada azab Allah dan siksa-Nya
yang menimpa mereka; semoga Allah melindungi kita dari hal seperti itu. Mereka
tidak mengetahui apakah yang harus mereka lakukan dan tidak mengerti pula
bagaimanakah azab itu dapat datang menimpa mereka.
Matahari
terbit dengan cerahnya, dan datanglah kepada mereka suatu teriakan dari langit
dan gempa yang dahsyat dari bagian bawah mereka. Maka semua roh mereka
sekaligus tercabut dalam masa yang sama saat itu juga.
{فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ}
Maka
jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumahnya. (Al-A'raf: 78)
Yakni
mereka mati tidak bernyawa lagi; tiada seorang pun yang luput dari azab itu,
baik anak kecil, orang dewasa, laki-laki, maupun perempuan. Mereka mengatakan
bahwa kecuali seorang wanita muda yang lumpuh, namanya Kalbah binti Salaq,
tetapi nama panggilannya adalah Zari'ah. Dia sangat kafir dan paling sengit
dalam memusuhi Nabi Saleh a.s.
Ketika
ia menyaksikan pemandangan azab yang menimpa kaumnya itu, dengan serta merta
kakinya yang lumpuh tadi dapat bergerak dan ia dapat berlari, lalu ia melarikan
diri dengan sangat cepatnya. Ia mendatangi suatu kabilah dari kalangan kabilah
lainnya, kemudian menceritakan kepada mereka apa yang telah dilihatnya dan
azab yang menimpa kaumnya. Lalu ia meminta minum; dan setelah diberi air minum,
ia langsung mati.
Ulama
tafsir mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tersisa dari keturunan kaum
Samud selain Nabi Saleh a.s. beserta orang-orang yang mengikutinya, dan seorang
lelaki dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama panggilan Abu Rigal.
Ketika azab menimpa kaumnya, ia sedang bermukim di tanah suci selama beberapa
waktu, sehingga ia selamat dari azab itu dan tidak ada sesuatu pun yang menimpanya.
Tetapi
ketika di suatu hari ia keluar dari tanah suci menuju ke tanah lainnya yang
tidak suci, maka datanglah batu dari langit dan menimpa dirinya, lalu ia mati
seketika itu juga. Hadis yang menceritakan hal ini telah disebut pada permulaan
kisah ini melalui hadis Jabir ibnu Abdullah.
Mereka
menyebutkan bahwa Abu Rigal ini adalah orang tua dari Bani Saqif yang bertempat
tinggal di Taif.
قَالَ عَبْدُ
الرَّزَّاقِ: قَالَ مَعْمَر: أَخْبَرَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ؛ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَبْرِ أَبِي رِغَالٍ
فَقَالَ: "أَتُدْرُونَ مَنْ هَذَا؟ " فَقَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ. قَالَ: "هَذَا قَبْرُ أَبِي رِغَالٍ، رَجُلٍ مِنْ ثَمُودَ، كَانَ
فِي حَرَمِ اللَّهِ، فَمَنَعَهُ حرمُ اللَّهِ عَذَابَ اللَّهِ. فَلَمَّا خَرَجَ
أَصَابَهُ مَا أَصَابَ قَوْمَهُ، فَدُفِنَ هَاهُنَا، وَدُفِنَ مَعَهُ غُصْنٌ مِنْ
ذَهَبٍ، فَنَزَلَ الْقَوْمُ فَابْتَدَرُوهُ بِأَسْيَافِهِمْ، فَبَحَثُوا عَنْهُ،
فَاسْتَخْرَجُوا الْغُصْنَ".
Abdur
Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, telah menceritakan kepadanya Ismail ibnu
Umayyah, bahwa Nabi Saw. lewat di kuburan Abu Rigal, lalu beliau bersabda,
"Tahukah kalian kuburan siapakah ini?" Mereka menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda: Ini
adalah kuburan Abu Rigal, seorang lelaki dari kaum Samud Dia tinggal di tanah
suci Allah, maka kesucian tanah-Nya menghindarkan dia dari azab-Nya. Tetapi
setelah dia keluar darinya, maka dia pun tertimpa azab yang telah menimpa
kaumnya, kemudian ia dikuburkan di tempat ini dan dimakamkan bersamanya
sebatang emas. Maka orang-orang yang ada saat itu segera menggali kuburan
itu dengan pedang mereka untuk mencari emas tersebut, lalu mereka mengeluarkan
emas itu.
Abdur
Razzaq mengatakan bahwa Ma'mar mengatakan, Az-Zuhri pernah mengatakan bahwa Abu
Rigal adalah bapak moyangnya orang-orang Saqif.
Riwayat
ini berpredikat mursal bila ditinjau dari segi sanadnya.
Diriwayatkan
pula melalui jalur lain secara muttasil, seperti yang dikatakan oleh
Muhammad ibnu lshaq, dari Ismail ibnu Umayyah, dari Bujair ibnu Abu Bujair yang
mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda di saat para sahabat berangkat bersamanya
menuju Taif dan di tengah jalan menjumpai sebuah kuburan, lalu beliau Saw.
bersabda:
"هَذَا قَبْرُ أَبِي رِغَالٍ، وَهُوَ أَبُو ثَقِيفٍ، وَكَانَ
مِنْ ثَمُودَ، وَكَانَ بِهَذَا الْحَرَمِ فَدَفَعَ عَنْهُ، فَلَمَّا خَرَجَ [مِنْهُ]
أَصَابَتْهُ النِّقْمَةُ الَّتِي أَصَابَتْ قَوْمَهُ بِهَذَا الْمَكَانِ، فَدُفِنَ
فِيهِ. وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّهُ دُفِنَ مَعَهُ غصن من ذهب، إن أنتم نبشم عَنْهُ
أَصَبْتُمُوهُ [مَعَهُ] فَابْتَدَرَهُ النَّاسُ فَاسْتَخْرَجُوا مِنْهُ
الْغُصْنَ".
Ini adalah kuburan Abu Rigal, bapak moyangnya orang-orang
Saqif. dia berasal dari kabilah Samud. Dia tinggal di tanah suci ini sehingga
ia beroleh perlindungan. Tetapi ketika ia keluar darinya, maka ia pun tertimpa
azab yang telah menimpa kaumnya di tempat ini, lalu ia dikuburkan di tempat
ini. Sebagai tandanya ialah ia dikuburkan bersama sebatang emas. Jika kalian
menggalinya, niscaya kalian akan memperolehnya.
Maka
orang-orang segera menggali kuburan itu dan mengeluarkan batang emas darinya.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Yahya ibnu Mu'in, dari Wahb
ibnu Jarir ibnu Hazim, dari ayahnya, dari Ibnu Ishaq dengan sanad yang sama.
Menurut guru kami (yaitu Abul Hajjaj Al-Mazi), hadis ini hasan 'aziz.
Menurut
kami, predikat mausul-nya diriwayatkan secara munfarid oleh
Bujair ibnu Abu Bujair. Bujair ini adalah seorang guru yang tidak dikenal
kecuali melalui hadis ini. Yahya ibnu Mu'in mengatakan bahwa ia belum pernah
mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Ismail ibnu Umayyah.
Menurut
kami, berdasarkan pertimbangan ini dikhawatirkan predikat marfu' hadis
ini hanyalah ilusi semata. Sesungguhnya hal yang tidak meragukan ialah bila
dianggap sebagai perkataan Abdullah ibnu Amr sendiri yang ia kutip dari kedua
temannya. Guru kami mengatakan, "Abul Hajjaj setelah saya ketengahkan
hadis ini kepadanya mengatakan bahwa pendapat tersebut barangkali ada
benarnya."
Al-A'raf,
ayat 79
{فَتَوَلَّى عَنْهُمْ
وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ
وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ (79) }
Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata, "Hai kaumku,
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian amanat Tuhanku, dan aku telah
memberi nasihat kepada kalian, tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang
memberi nasihat.”
Ungkapan
ini merupakan kecaman dari Nabi Saleh a.s. terhadap kaumnya setelah Allah
memusnahkan mereka karena menentangnya, membangkang terhadap perintah Allah,
serta takabur tidak mau menerima kebenaran, dan berpaling dari petunjuk menuju
kepada kebutaan.
Nabi
Saleh mengatakan demikian kepada mereka setelah mereka dibinasakan sebagai
kecaman dan cemoohan, karena mereka memang mendengarnya.
Seperti
yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa ketika Rasulullah Saw.
beroleh kemenangan dalam Perang Badar, maka beliau tinggal di Badar selama tiga
hari. Setelah itu beliau memerintahkan agar unta kendaraannya dipersiapkan
untuk berangkat; hal ini terjadi setelah tiga malam berlangsung, yaitu pada
penghujungnya. Rasulullah Saw. menaiki unta kendaraannya dan berjalan sampai di
sumur Qulaib, lalu berhenti di dekatnya dan bersabda:
"يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، يَا عُتْبَةُ بْنَ
رَبِيعَةَ، يَا شَيْبَةُ بْنَ رَبِيعَةَ، وَيَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ: هَلْ
وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟ فَإِنِّي وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي
حَقًّا". فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تُكَلّم مِنْ
أَقْوَامٍ قَدْ جُيِّفُوا؟ فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا
أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا يُجِيبُونَ".
Hai
Abu Jahal ibnu Hisyam, hai Atabah ibnu Rabi'ah, haiSyaibah ibnu Rabi'ah, dan
hai Fulan bin Fulan, bukankah kalian sekarang telah menjumpai apa yang telah
dijanjikan oleh Tuhan kalian sebagai suatu kenyataan. Karena sesungguhnya aku
pun telah menjumpai apa yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku secara
nyata. Maka Umar bertanya kepada Nabi Saw.,
"Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara kepada orang-orang yang telah
menjadi bangkai?" Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian sekali-kali bukanlah
orang-orang yang lebih mendengar perkataanku daripada mereka, tetapi mereka
tidak dapat menjawab.
Di
dalam kitab Sirah disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada mereka
(orang-orang musyrik Mekah yang terbunuh dalam Perang Badar):
"بِئْسَ عَشِيرَةُ
النَّبِيِّ كُنْتُمْ لِنَبِيِّكُمْ، كَذَّبْتُمُونِي وَصَدَقَنِي النَّاسُ،
وَأَخْرَجْتُمُونِي وَآوَانِي النَّاسُ، وَقَاتَلْتُمُونِي وَنَصَرَنِي النَّاسُ،
فَبِئْسَ عَشِيرَةُ النَّبِيِّ كُنْتُمْ لِنَبِيِّكُمْ".
Kalian
adalah keluarga seorang nabi yang paling buruk terhadap nabinya. Kalian telah
mendustakan aku, sedangkan orang-orang lain membenarkan aku. Kalian mengusir
aku, sedangkan orang lain memberikan perlindungannya kepadaku. Kalian memerangi
aku, sedangkan orang lain menolongku. Maka kalian adalah seburuk-buruk keluarga
nabi terhadap nabinya.
Demikian
pula yang dikatakan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي
وَنَصَحْتُ لَكُمْ}
Sesungguhnya
aku telah menyampaikan kepada kalian amanat Tuhanku, dan aku telah memberi
nasihat kepada kalian. (Al-A'raf:
79)
Maksudnya,
kalian tidak mau mengambil manfaat apa yang telah aku sampaikan kepada kalian,
karena memang kalian tidak menyukai perkara yang hak dan tidak mau menuruti
nasihat.
*******************
Dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ}
tetapi
kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat. (Al-A'raf: 79)
Menurut
sebagian ahli tafsir, setiap nabi yang umatnya dibinasakan, nabinya pergi dari
tempat kaumnya, lalu bermukim di tanah suci Mekah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا زَمْعَة
بْنُ صَالِحٍ، عَنِ سَلَمَةَ بْنِ وَهْرَامَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِوَادِي عُسْفان حِينَ حَجّ قال: "يا أبا بكر، أيّ وادي هَذَا؟ "
قَالَ: هَذَا وَادِي عُسْفَان. قَالَ: "لَقَدْ مَرَّ بِهِ هُودٌ وَصَالِحٌ،
عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، عَلَى بَكَرات حُمْر خُطُمها اللِّيفُ، أزُرُهم العبَاء،
وَأَرْدِيَتُهُمُ النِّمَارُ، يُلَبُّونَ يَحُجُّونَ الْبَيْتَ الْعَتِيقَ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan
kepada kami Zam'ah ibnu Saleh, dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. melewati Lembah Asfan
dalam tujuan hajinya, beliau bertanya, "Hai Abu Bakar, lembah apakah
ini?" Abu Bakar menjawab, "Ini Lembah Asfan." Nabi Saw.
bersabda: Sesungguhnya Nabi Hud a.s. dan Nabi Saleh a.s. pernah lewat daerah
ini dengan mengendarai untanya yang tali kendalinya dari tambang, kain
sarungnya adalah kain abaya. dan selendangnya adalah kain nimar, mereka
mengucapkan talbiyahnya berhaji ke Baitullah yang Atiq.
Hadis
ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya, tidak ada seorang pun di
antara mereka yang mengetengahkannya.
Al-A'raf,
ayat 80-81
{وَلُوطًا إِذْ قَالَ
لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
(80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ
أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (81) }
Dan (Kami juga telah
mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada
mereka, "Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum
pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?"
Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada
mereka), bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui
batas."
Firman
Allah Swt.:
{وَ لُوطًا}
Dan
Lut. (Al-A'raf: 80)
Bentuk
lengkapnya ialah: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Lut. Atau dan ingatlah
Lut, ketika ia berkata kepada kaumnya.
Lut
adalah Ibnu Haran ibnu Azar, yaitu anak saudara lelaki Nabi Ibrahim Al-Khalil
a.s. Dia telah beriman bersama Nabi Ibrahim a.s. dan hijrah ke tanah Syam
bersamanya. Kemudian Allah mengutus Nabi Lut kepada kaum Sodom dan
daerah-daerah sekitarnya untuk menyeru mereka agar menyembah Allah Swt.,
memerintahkan mengerjakan kebajikan, dan melarang mereka melakukan perbuatan
mungkar. Saat itu kaum Sodom tenggelam di dalam perbuatan-perbuatan yang
berdosa, hal-hal yang diharamkan, serta perbuatan fahisyah yang mereka adakan
sendiri dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan Bani Adam dan
juga oleh lainnya; yaitu mendatangi jenis laki-laki, bukannya jenis perempuan
(homoseks). Perbuatan ini merupakan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh
Bani Adam, belum dikenal dan belum pernah terbetik dalam hati mereka untuk
melakukannya selain penduduk Sodom; semoga laknat Allah tetap menimpa mereka.
Amr
ibnu Dinar telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang belum
pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? (Al-A'raf:
80) Amr ibnu Dinar berkata, "Tidak ada seorang lelaki pun yang menyetubuhi
lelaki lain kecuali kaum Nabi Lut yang pertama-tama melakukannya."
Al-Walid
ibnu Abdul Malik —Khalifah Umawiyah, pendiri masjid Dimasyq (Damaskus)—
mengatakan, "Sekiranya Allah Swt. tidak menceritakan kepada kita mengenai
berita kaum Nabi Lut, niscaya saya tidak percaya bahwa ada lelaki menaiki
lelaki lainnya."
Karena
itulah maka Nabi Lut mengatakan kepada kaumnya, seperti yang disitir oleh
firman Allah Swt.:
{أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ
بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ * إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ
شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ}
Mengapa
kalian mengerjakan perbuatan Jahisyah ituyang belum pernah dikerjakan oleh
seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?
Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada
mereka), bukan kepada wanita. (Al-A'raf: 80-81)
Yakni
mengapa kalian enggan terhadap kaum wanita yang telah diciptakan oleh Allah
buat kalian, lalu kalian beralih menyukai laki-laki. Hal ini merupakan
perbuatan kalian yang melampaui batas dan suatu kebodohan kalian sendiri,
karena perbuatan seperti itu berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Lut berkata kepada
kaumnya:
{ [قَالَ] هَؤُلاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ
فَاعِلِينَ}
Inilah
putri-putriku (kawinilah mereka), jika kalian
hendak berbuat (secara halal). (Al-Hijr: 71)
Nabi
Lut memberikan petunjuk kepada mereka untuk mengawini putri-putrinya. Tetapi
mereka merasa keberatan dan beralasan tidak menginginkannya.
{قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي
بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ}
Mereka
menjawab, "Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami tidak mempunyai
keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya engkau tentu mengetahui apa
yang sebenarnya kami kehendaki.”(Hud:
79)
Yaitu
sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami tidak berselera terhadap
putri-putrimu, tidak pula mempunyai kehendak kepada mereka. Sesungguhnya engkau
pun mengetahui apa yang kami maksudkan terhadap tamu-tamumu itu.
Para
ahli tafsir mengatakan bahwa kaum lelaki mereka melampiaskan nafsunya kepada
lelaki lain, sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain. Demikian pula kaum
wanitanya, sebagian dari mereka merasa puas dengan sebagian yang lainnya.
Al-A'raf,
ayat 82
{وَمَا كَانَ جَوَابَ
قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ
يَتَطَهَّرُونَ (82) }
Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, "Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kota
kalian ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan
diri.”
Mereka
tidak menjawab tawaran Nabi Lut, melainkan sebaliknya berniat mengusir Lut a.s.
dan membuangnya bersama-sama para pengikutnya dari kota mereka. Maka Allah
mengeluarkan mereka dalam keadaan selamat dan membinasakan kaumnya di negerinya
sendiri dalam keadaan terhina lagi tercela.
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ}
Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri. (Al-A'raf: 82)
Menurut
Qatadah, mereka mencela Nabi Lut dan para pengikutnya tanpa alasan yang
dibenarkan. Mujahid mengatakan, sesungguhnya Lut a.s. dan para pengikutnya
adalah orang-orang yang berpura-pura suci dari liang anus lelaki dan liang anus
perempuan. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Al-A'raf,
ayat 83-84
{فَأَنْجَيْنَاهُ
وَأَهْلَهُ إِلا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ (83) وَأَمْطَرْنَا
عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ (84) }
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali
istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka
hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
berdosa itu.
Allah
Swt. berfirman, "Kami selamatkan Lut bersama keluarganya dan tidak ada
seorang pun dari kaumnya yang beriman selain keluarga dan ahli baitnya
sendiri," sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ * فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ}
Lalu
Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Lut itu. Dan
Kami tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang
berserah diri. (ADz-Dzariyat: 35-36)
Kecuali
istri Nabi Lut sendiri, karena sesungguhnya dia tidak beriman kepadanya, bahkan
dia tetap berpegang kepada agama kaumnya. Dialah yang memberikan informasi dan
memberitahukan kepada kaumnya perihal tamu-tamu yang datang kepada Nabi Lut
dengan bahasa isyarat yang hanya dimengerti oleh mereka.
Karena
itu, ketika Nabi Lut diperintahkan agar memberangkatkan keluarganya di malam
hari. Allah memberitahukan kepadanya bahwa janganlah Lut memberitahukan
keberangkatannya kepada istrinya dan janganlah membawa serta istrinya keluar
dari negeri itu.
Di
antara ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa bahkan istri Nabi Lut mengikuti
Nabi Lut dan orang-orang yang bersamanya; tetapi ketika azab turun, istri Nabi
Lut menoleh ke belakang, maka ia tertimpa azab yang menimpa kaumnya.
Tetapi
menurut pendapat yang kuat. istri Lut a.s. tidak ikut keluar dari negerinya dan
Lut a.s. tidak memberitahukan kepadanya perihal keberangkatannya, bahkan
istrinya tetap tinggal bersama kaumnya. Karena itulah dalam ayat ini
disebutkan:
{إِلا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ
الْغَابِرِينَ}
kecuali
istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). (Al-A'rlf: 83)
Yakni
tetap tinggal bersama kaumnya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud
ialah termasuk orang-orang yang dibinasakan. Penafsiran ini merupakan
penafsiran berdasarkan kesimpulan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا}
Dan
Kami turunkan kepada mereka hujan. (Al-A'raf:
84)
Ayat
ini ditafsirkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ
سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ
بِبَعِيدٍ}
dan
Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,
yang diberi tanda oleh Tuhan kalian dan siksaan itu tiadalah jauh dari
orang-orang yang zalim. (Hud:
82-83)
Karena
itulah maka dalam firman selanjutnya dari surat ini disebutkan:
{فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُجْرِمِينَ}
maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (Al-A'raf: 84)
Dengan
kata lain, lihatlah hai Muhammad, bagaimana akibat yang dialami oleh
orang-orang yang berani berbuat durhaka terhadap Allah Swt. dan mendustakan
rasul-rasul-Nya.
Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang melakukan homoseks hukumannya ialah
dilemparkan dari ketinggian, kemudian disusul dengan lemparan-lemparan batu,
seperti yang dilakukan terhadap kaum Lut a.s.
Ulama
lainnya berpendapat bahwa pelaku homoseks dikenai hukuman rajam, baik dia telah
muhsan ataupun belum.
Pendapat
ini merupakan salah satu qaul dari Imam Syafii. Hujahnya berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam
Ibnu Majah melalui hadis Darawardi, dari Amr ibnu Abu Umar, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ
يَعَمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ"
Barang
siapa yang kalian jumpai sedang melakukan perbuatan kaum Lut, maka bunuhlah
pelaku dan yang dikerjainya.
Sedangkan
menurut ulama yang lain, pelakunya dikenai hukuman yang sama seperti hukuman
berbuat zina. Dengan kata lain, jika dia seorang yang telah muhsan, maka
dikenai hukuman rajam; dan jika dia adalah orang yang belum muhsan. maka
dikenai hukuman seratus kali dera. Pendapat ini merupakan qaul (pendapat)
yang lain dari Imam Syafii.
Adapun
mengenai perbuatan mendatangi wanita pada liang anusnya dinamakan lutiyatus
sugra (perbuatan kaum Lut yang kecil), hukumnya haram menurut ijmak ulama.
Kecuali menurut pendapat yang syaz dari sebagian ulama Salaf (seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Abbas, pent.).
Larangan
melakukan perbuatan tersebut telah banyak diungkapkan oleh hadis-hadis dari
Rasulullah Saw. Pembahasan mengenainya telah dikemukakan dalam tafsir surat
Al-Baqarah.
Al-A'raf,
ayat 85
{وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ
شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ
وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ
إِصْلاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (85) }
Dan (Kami telah mengutus) kepada
penduduk Madyan saudara mereka Syu'aib. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya. Sesungguhnya telah
datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kalian kurangkan bagi manusia barang-barang
takaran dan timbangannya, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika
betul-betul kalian orang-orang yang beriman.”
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Madyan ibnu Ibrahim.
Syu'aib adalah Ibnu Maikil ibnu Yasyjur, nama aslinya menurut bahasa Siryani
ialah Yasrun.
Menurut
kami, Madyan adalah nama kabilah, dapat pula diartikan nama kota. Kalau
yang dimaksud dengan kota, terletak di dekat Ma'an bila dari jalur
Hijaz.
Allah
Swt. telah berfirman:
{وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ
عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ}
Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan, ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya).
(Al-Qashash: 23)
Mereka
adalah orang-orang yang memiliki sumur Aikah, seperti yang akan kami jelaskan
nanti —insya Allah— pada tempatnya.
{قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا
لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ}
Ia
berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi
kalian selain-Nya.” (Al-A'raf: 85)
Itulah
seruan yang dikemukakan oleh semua rasul.
قَدْ
جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ}
Sesungguhnya
telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. (Al-A'raf: 85)
Maksudnya,
Allah telah menegakkan hujah-hujah dan bukti-bukti bagi kebenaran dari apa yang
saya sampaikan kepada kalian ini.
Kemudian
Nabi Syu'aib menasihati mereka agar dalam muamalah mereka dengan orang lain,
hendaknya mereka berlaku adil dalam menakar dan menimbang barang-barangnya, dan
janganlah sedikit pun mengurangi barang milik orang lain. Dengan kata lain,
janganlah mereka berlaku khianat terhadap orang lain dalam harta bendanya, lalu
mengambilnya dengan cara yang licik, yaitu dengan mengurangi takaran dan
timbangannya secara sembunyi-sembunyi dan pemalsuan. Dalam ayat yang lain Allah
Swt. telah berfirman, mengancam para pelakunya:
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ
Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang. (Al-Muthaffifin:
1)
sampai
dengan firman-Nya:
لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ
menghadap
Tuhan semesta alam. (Al-Muthaffifin: 6)
Di
dalam ungkapan ayat-ayat ini terkandung pengertian ancaman yang keras dan
peringatan yang pasti; semoga Allah menyelamatkan kita dari perbuatan tersebut.
Kemudian Allah Swt. memberitakan perihal Nabi Syu'aib yang dijuluki sebagai
"ahli pidato para nabi" mengingat kefasihan ungkapannya dan
kemurahan nasihatnya.
Al-A'raf,
ayat 86-87
{وَلا تَقْعُدُوا بِكُلِّ
صِرَاطٍ تُوعِدُونَ وَتَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِهِ
وَتَبْغُونَهَا عِوَجًا وَاذْكُرُوا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلا فَكَثَّرَكُمْ
وَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (86) وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ
مِنْكُمْ آمَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ لَمْ يُؤْمِنُوا
فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ (87)
}
Dan janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti
dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan
agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kalian
berjumlah sedikit, kemudian Allah menjadikan jumlah kalian banyak, lalu
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika ada segolongan
dari kalian beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka
bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukum-Nya diantara kita, dan Dia adalah
Hakim yang sebaik-baiknya
Nabi
Syu'aib a.s. melarang mereka melakukan pembegalan di jalan, baik secara fisik
maupun secara mental, yaitu melalui apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَقْعُدُوا بِكُلِّ صِرَاطٍ
تُوعِدُونَ}
Dan
janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti. (Al-A'raf: 86)
Yaitu
menakut-nakuti akan membunuhnya bila ia tidak memberikan hartanya kepada
kalian. As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka adalah para pemungut
liar (pemeras).
Tetapi
diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya
seorang sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian duduk di
tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti. (Al-A'raf: 86) Yakni kalian
menakut-nakuti orang-orang mukmin yang datang kepada Nabi Syu'aib untuk
mengikutinya. Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat, karena lafaz as-sirat
artinya jalan.
Yang
kedua disebutkan oleh firman-Nya:
{وَتَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ
آمَنَ بِهِ وَتَبْغُونَهَا عِوَجًا}
dan
menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan
Allah itu menjadi bengkok. (Al-A'raf:
86)
Maksudnya,
kalian menghendaki agar jalan Allah bengkok dan menyimpang.
{وَاذْكُرُوا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلا
فَكَثَّرَكُمْ}
Dan
ingatlah di waktu dahulunya kalian berjumlah sedikit, kemudian Allah menjadikan
kalian berjumlah banyak. (Al-A'raf:
86)
Yaitu
pada asal mulanya kalian lemah karena bilangan kalian yang sedikit (minoritas),
kemudian menjadi kuat karena bilangan kalian telah banyak (mayoritas). Maka
ingatlah kalian akan nikmat Allah kepada kalian dalam hal tersebut.
{وَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُفْسِدِينَ}
lalu
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-A'raf: 86)
Yakni
nasib yang dialami oleh umat-umat terdahulu dan generasi-generasi di masa
silam, serta azab dan pembalasan Allah yang menimpa mereka karena mereka berani
berbuat durhaka terhadap Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ آمَنُوا
بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ لَمْ يُؤْمِنُوا}
Jika
ada segolongan dari kalian beriman kepada apa yang aku diutus untuk
menyampaikannya dan ada (pula) segolongan
yang tidak beriman. (Al-A'raf: 87)
Yaitu
kalian berselisih pendapat tentang Aku.
{فَاصْبِرُوا}
maka
bersabarlah kalian. (Al-A'raf: 87)
Artinya,
tunggulah oleh kalian.
{حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا}
hingga
Allah menetapkan hukum-Nya di antara kita. (Al-A'raf:
87)
Maksudnya,
antara kalian dan kami. yakni Allah akan memutuskannya.
{وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ}
dan
Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf:
87)
Karena
sesungguhnya Dia akan menjadikan kesudahan yang terpuji bagi orang-orang yang
bertakwa, sedangkan orang-orang kafir mendapat kehancuran dan kebinasaan.
**************************************
Akhir Juz ke 8
**************************************
Rev. 04.06.2013
JUZ KE – 9
Al-A'raf,
ayat 88-89
{قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ
اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا قَالَ أَوَلَوْ كُنَّا
كَارِهِينَ (88) قَدِ افْتَرَيْنَا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِي مِلَّتِكُمْ
بَعْدَ إِذْ نَجَّانَا اللَّهُ مِنْهَا وَمَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَعُودَ فِيهَا
إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّنَا وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا عَلَى
اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ
وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ (89) }
Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib yang menyombongkan diri berkata,
"Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang
beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kamu."
Berkata Syu’aib, "Dan apakah (kalian akan mengusir kami) kendatipun kami tidak menyukainya?”
Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang besar terhadap Allah, jika kami
kembali kepada agama kalian, sesudah Allah melepaskan kami darinya. Dan
tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah —Tuhan kami—
menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada
Allah sajalah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan
kaum kami dengan hak (adil), dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya
Demikianlah
kisah dari Allah mengenai jawaban orang-orang kafir terhadap nabinya, yaitu
Nabi Syu'aib dan pengikutnya dari kalangan kaum mukmin. Mereka mengancam akan
mengusir dan mengasingkan Nabi Syu'aib dan pengikutnya dari tanah tempat tinggalnya.
Orang-orang kafir dari kaumnya menekannya agar kembali kepada agama mereka
bersama-sama mereka. Pembicaraan dalam ayat ini ditujukan kepada seorang rasul,
tetapi makna yang dimaksud menyertakan pula para pengikutnya yang memeluk
agamanya.
Firman
Allah Swt.:
{أَوَلَوْ كُنَّا كَارِهِينَ}
Dan
apakah (akan tetap mengusir kami) kendatipun
kami tidak, menyukainya? (Al-A'raf: 88)
Nabi
Syu'aib berkata kepada mereka, "Apakah kalian tetap akan melakukan ancaman
terhadap kami, sekalipun kami tidak menyukai apa yang kalian serukan kepada
kami? Karena sesungguhnya jika kami kembali kepada agama kalian dan bergabung
dengan kalian melakukan kebiasaan kalian, berarti kami melakukan suatu
kedustaan besar terhadap Allah, sebab hal itu berarti menjadikan sekutu-sekutu
bagi Allah yang menandingi-Nya." Ungkapan ini mengandung pengertian
antipati Nabi Syu'aib untuk mengikuti seruan mereka.
{وَمَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَعُودَ فِيهَا
إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّنَا}
Dan
tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah —Tuhan kami— menghendakinya). (Al-A'raf: 89)
Ungkapan
ini merupakan pernyataan pengembalian segala sesuatu kepada Allah yang
dibenarkan, karena sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, dan
ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
{عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا}
Kepada
Allah sajalah kami bertawakal. (Al-A'raf:
89)
Yaitu
dalam semua urusan kami, baik yang kami kerjakan maupun yang kami tinggalkan.
{رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
قَوْمِنَا بِالْحَقِّ}
Ya
Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (Al-A'raf: 89)
Maksudnya,
putuskanlah perkara yang terjadi antara kami dan kaum kami, dan tolonglah kami
dalam menghadapi mereka.
{وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ}
dan
Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 89)
Yakni
sebaik-baik Pemberi keputusan, karena sesungguhnya Engkau Mahaadil dan tidak
akan menyimpang selamanya.
Al-A'raf,
ayat 90-92
{وَقَالَ الْمَلأ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا إِنَّكُمْ إِذًا
لَخَاسِرُونَ (90) فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ
جَاثِمِينَ (91) الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا
الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَانُوا هُمُ الْخَاسِرِينَ (92) }
Pemuka-pemuka Kaum Syu'aib yang kafir berkata (kepada sesamanya), "Sesungguhnya jika
kalian mengikuti Syu’aib, tentu kalian jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang
yang merugi.” Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat
yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, (yaitu) orang-orang
yang mendustakan Syu’aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu;
orang-orang yang mendustakan Syu’aib, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Allah
Swt. menceritakan perihal kekerasan kekufuran mereka, juga kebinalan,
kesombongan, kesesatan yang mereka lakukan, dan tabiat hati mereka yang suka
menentang kebenaran. Mereka nyatakan hal ini melalui sumpah mereka yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا إِنَّكُمْ
إِذًا لَخَاسِرُونَ}
Sesungguhnya
jika kalian mengikuti Syu’aib. tentulah kalian jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 90)
Maka
Allah Swt berfirman dalam ayat selanjutnya:
{فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا
فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ}
Kemudian
mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di
dalam rumah-rumah mereka. (Al-A'rif:
91)
Dalam
ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka ditimpa gempa yang dahsyat,
sebagaimana mereka telah membuat Syu'aib dan sahabat-sahabatnya terguncang oleh
ancaman mereka yang hendak mengusirnya. Seperti yang disebutkan perihal mereka
dalam surat Hud melalui firman-Nya:
{وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا
شُعَيْبًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ
ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ}
Dan
tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman
bersama-sama dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim
dibinasakan oleh satu teriakan yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumahnya. (Hud:
94)
Kaitannya
dengan ayat di atas —hanya Allah yang lebih mengetahui— ialah, ketika mereka
melancarkan cemoohan kepada Syu'aib a.s. melalui perkataan mereka, seperti yang
disitir oleh firman-Nya:
{أَصَلاتُكَ تَأْمُرُكَ}
Apakah
salatmu yang menyuruh kamu. (Hud:
87), hingga akhir ayat.
Maka
datanglah teriakan yang mengguntur dan mendiamkan mereka (yakni mematikan
mereka). Dalam surat Asy-Syu'ara Allah Swt. berfirman menceritakan perihal
mereka:
{فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ
الظُّلَّةِ إِنَّهُ كَانَ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Kemudian
mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi
awan. Sesungguhnya azab itu adalah azab hari yang besar. (Asy-Syu'ara: 189)
Hal
tersebut tidak sekali-kali terjadi melainkan karena mereka mengatakan kepada
Nabi Syu'aib seperti yang disebutkan dalam konteks kisahnya melalui firman
Allah Swt.:
فَأَسْقِطْ
عَلَيْنَا كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ
Maka
jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit. (Asy-Syu'ara:
187)
Allah
Swt menceritakan bahwa mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi, sedangkan
mereka semuanya dalam keadaan berkumpul. Azab yang menimpa mereka pada hari
mereka dinaungi itu berupa awan yang menaungi mereka, di dalam awan terdapat
percikan dan nyala api serta kobaran yang hebat. Lalu pekikan yang mengguntur
datang menimpa mereka dari langit, sedangkan bumi mengalami gempa besar dari
bawah mereka, sehingga nyawa mereka dicabut dan mati, sedangkan tubuh mereka
kaku.
{فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ}
maka
jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka. (Al-A'raf: 91)
Kemudian
Allah Swt. berfirman:
{كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا}
seolah-olah
mereka belum pernah berdiam di kota itu. (Al-Araf:92)
Artinya,
setelah tertimpa azab itu mereka seakan-akan tidak bertempat tinggal di tanah
tempat mereka hendak mengusir Syu'aib dan sahabat-sahabatnya.
Kemudian
Allah Swt. menjawab perkataan mereka metalui firman-Nya:
{الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَانُوا هُمُ
الْخَاسِرِينَ}
orang-orang
yang mendustakan Syu’aib. mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 92)
Al-A'raf,
ayat 93
{فَتَوَلَّى عَنْهُمْ
وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ
فَكَيْفَ آسَى عَلَى قَوْمٍ كَافِرِينَ (93) }
Maka Syu’aib meninggalkan mereka seraya berkata, "Hai kaumku,
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku, dan
aku telah memberi nasihat kepada kalian. Maka bagaimana aku akan bersedih hati
terhadap orang-orang yang kafir?
Syu'aib
berpaling meninggalkan mereka setelah mereka tertimpa azab, pembalasan, dan
siksa-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman mengecam dan mengejek mereka, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالاتِ
رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ}
Hai
kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian amanat-amanat
Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepada kalian. (Al-A'raf: 93)
Maksudnya,
aku telah menyampaikan kepada kalian apa yang diutuskan kepadaku untuk membawanya.
Maka tidak ada kekecewaan atas kalian, karena kalian telah ingkar kepada
Al-Kitab yang aku bawa ini.
Firman
selanjutnya mengatakan:
{فَكَيْفَ آسَى عَلَى قَوْمٍ كَافِرِينَ}
Maka
bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir? (Al-A'raf: 93)
Al-A'raf,
ayat 94-95
{وَمَا أَرْسَلْنَا فِي
قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ
لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ (94) ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ
الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَوْا وَقَالُوا قَدْ مَسَّ آبَاءَنَا الضَّرَّاءُ
وَالسَّرَّاءُ فَأَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (95) }
Kami tidaklah mengutus seorang nabi pun kepada suatu kota, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan
Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka
tunduk dengan merendahkan diri. Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan
kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka
berkata, "Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasai penderitaan dan
kesenangan.” Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong,
sedangkan mereka tidak menyadarinya
Allah
Swt. menceritakan perihal cobaan yang telah menimpa umat-umat terdahulu berupa
penderitaan dan kesengsaraan, yaitu mereka yang telah diutuskan para nabi. Mereka
mengalami penderitaan berupa penyakit dan gangguan pada tubuh, juga mengalami
kesengsaraan dalam hidup, yaitu keadaan miskin dan papa. Ditimpakan demikian
kepada mereka agar mereka mau tunduk dengan merendahkan diri. Dengan kata lain,
agar mereka berdoa dengan khusyuk kepada Allah Swt. untuk melenyapkan apa yang
menimpa diri mereka.
Allah
mencoba mereka dengan kesengsaraan agar mereka mau tunduk merendahkan diri
kepada Allah, tetapi mereka tidak melakukan sesuatu pun yang dituntutkan
kepada mereka. Setelah itu keadaan mereka dibalik hingga menjadi makmur, hal
ini merupakan cobaan pula bagi mereka. Karena itulah disebutkan dalam
firman-Nya:
{ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ
الْحَسَنَةَ}
Kemudian
Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan. (Al-A'raf:
95)
Maksudnya,
Kami ubah keadaan mereka dari keadaan semula, dari sengsara menjadi senang,
dari sakit menjadi sehat, dan dari miskin menjadi kaya, agar mereka bersyukur.
Tetapi ternyata mereka tidak melakukannya.
Firman
Allah Swt.:
{حَتَّى عَفَوْا}
hingga
keturunan dan harta mereka bertambah banyak. (Al-A'raf:
95)
Makna
yang dimaksud ialah keturunan dan harta mereka menjadi bertambah banyak.
Dikatakan عَفَا الشَّيْءُ apabila sesuatu menjadi bertambah
banyak.
{وَقَالُوا قَدْ مَسَّ آبَاءَنَا الضَّرَّاءُ
وَالسَّرَّاءُ فَأَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
dan
mereka berkata, "Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan
penderitaan dan kesenangan." Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan
sekonyong-konyong, sedangkan mereka tidak menyadarinya. (Al-A'raf: 95)
Allah
menceritakan bahwa Dia menguji mereka dengan kesengsaraan dan kesenangan agar
mereka berendah diri dan kembali kepada Allah. Tetapi cara ini ternyata tidak
berhasil terhadap mereka, begitu pula cara lainnya, mereka tidak juga mau
berhenti dari kekufurannya dengan cara-cara tersebut. Bahkan mereka menjawab,
"Telah menimpa kami kesengsaraan dan penderitaan, lalu disusul dengan
kemakmuran, sama seperti yang dialami oleh nenek moyang kami di masa silam.
Karena sesungguhnya hal tersebut hanyalah terjadi karena perputaran
masa." Mereka sama sekali tidak mengerti tentang urusan Allah terhadap
diri mereka, tidak pula mereka rasakan cobaan Allah terhadap diri mereka dalam
dua keadaan tersebut.
Hal
ini berbeda dengan keadaan orang-orang mukmin; mereka selalu bersyukur kepada
Allah Swt. bila beroleh kesenangan, dan bersabar bila mendapat kesengsaraan,
seperti apa yang telah disebutkan di dalam hadis Sahihain:
"عَجَبًا
لِلْمُؤْمِنِ، لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ،
وَإِنْ أَصَابَتْهُ سَراء شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاء صَبَر فَكَانَ خَيْرًا لَهُ"
Sungguh
mengagumkan perihal orang mukmin, tidak sekali-kali Allah memutuskan baginya
suatu keputusan melainkan hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika dia tertimpa
kesengsaraan, bersabar; dan sabar itu baik baginya, jika beroleh kesenangan,
bersyukur; dan bersyukur itu baik baginya.
Orang
mukmin ialah orang yang mengerti tentang ujian Allah yang sedang ditimpakan
kepadanya, baik ujian itu berupa kesengsaraan maupun berupa kesenangan. Karena
itulah di dalam sebuah hadis disebutkan:
"لَا يَزَالُ
الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيِّا مِنْ ذُنُوبِهِ،
وَالْمُنَافِقُ مَثَلُهُ كَمَثَلِ الْحِمَارِ، لَا يَدْرِي فِيمَ رَبَطَهُ
أَهْلُهُ، وَلَا فِيمَ أَرْسَلُوهُ"
Penyakit
masih terus-menerus akan menimpa orang mukmin sehingga ia keluar dalam keadaan
bersih dari dosa-dosanya. Sedangkan orang munafik perumpamaannya sama dengan
keledai, ia tidak mengerti mengapa pemiliknya mengikatnya dan mengapa
melepaskannya,
Atau
seperti apa yang disabdakannya.
Karena
itulah dalam ayat itu sesudah itu disebutkan oleh firman-Nya:
{فَأَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ}
maka
Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong, sedangkan mereka
tidak menyadarinya. (Al-A'raf: 95)
Yakni
Kami timpakan kepada mereka siksaan yang sekonyong-konyong sehingga mereka
tidak menyadari kedatangannya, seperti yang dijelaskan di dalam sebuah hadis:
"مَوْتُ الْفَجْأَةِ
رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ للكافر"
Mati
sekonyong-konyong merupakan rahmat bagi orang mukmin dan merupakan siksaan dan
kekecewaan bagi orang kafir.
Al-A'raf,
ayat 96-99
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ
الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96)
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ
نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى
وَهُمْ يَلْعَبُونَ (98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ
اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ (99) }
Jikalau penduduk kota-kota beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk kota-kota
itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika
mereka sedang bermain-main? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang
tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali
orang-orang yang merugi.
Allah
Swt. menceritakan perihal tipisnya keimanan penduduk kota-kota yang para rasul
diutus kepada mereka. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَوْلا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ
فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ
عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ}
Dan
mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang
beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala
mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang
menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka
sampai kepada waktu yang tertentu. (Yunus: 98)
Maksudnya,
tidak ada suatu penduduk kota pun yang seluruhnya beriman kecuali kaum Nabi
Yunus. Demikian itu terjadi setelah mereka menyaksikan adanya azab. Perihalnya
sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ
يَزِيدُونَ * فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ}
Dan
Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih, lalu mereka beriman. Karena
itu, Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.
(Ash-Shaffat: 147-148)
وَمَا
أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ
Dan
Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun. (Saba: 34), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt,:
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا
وَاتَّقَوْا}
Jikalau
penduduk kota-kota beriman dan bertakwa. (Al-A'raf:
96)
Yaitu
hati mereka beriman kepada apa yang disampaikan oleh rasul-rasul,
membenarkannya, mengikutinya, dan bertakwa dengan mengerjakan amal-amal
ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan.
{لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالأرْضِ}
pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (Al-A'raf: 96)
Maksudnya
hujan dari langit dan tetumbuhan dari bumi. Tetapi dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا
كَانُوا يَكْسِبُونَ}
tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al-A'raf: 96)
Artinya,
tetapi mereka mendustakan rasul-rasul-Nya, maka kami siksa mereka dengan
menimpakan kebinasaan atas mereka karena perbuatan-perbuatan dosa dan hal-hal
haram yang mereka kerjakan.
Kemudian
Allah Swt. berfirman memperingatkan orang-orang yang berani menentang
perintah-perintah-Nya dan bersikap berani melanggar larangan-Iarangan-Nya,
yaitu:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى}
Maka
apakah penduduk kota-kota itu merasa aman. (Al-A'raf:
97)
Maksudnya
penduduk kota-kota yang kafir.
{أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا}
dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka. (Al-A'raf:
97)
Yakni
azab dan pembalasan Kami.
{بَيَاتًا}
di
malam hari. (Al-A'raf: 97)
Al
bayat artinya di malam hari.
{وَهُمْ نَائِمُونَ * أَوَأَمِنَ أَهْلُ
الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika
mereka sedang bermain? (Al-A'raf:
97-98)
Yaitu
di saat mereka sedang sibuk dan lalai.
{أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ}
Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah? (Al-A'raf:
99)
Yakni
azab, pembalasan, dan kekuasaan-Nyaterhadap diri mereka serta siksaan-Nya
terhadap mereka di saat mereka dalam keadaan lalai dan tidak menyadari
kedatangannya
{فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا
الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ}
Tiada
yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 99)
Karena
itulah Al-Hasan Al-Basri rahimahullah pernah mengatakan bahwa orang
mukmin mengerjakan amal-amal ketaatan, sedangkan hatinya dalam keadaan takut,
bergetar, dan khawatir; sementara orang yang durhaka mengerjakan
perbuatan-perbuatan maksiat dengan penuh rasa aman.
Al-A'raf,
ayat 100
{أَوَلَمْ يَهْدِ
لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الأرْضَ مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ
أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
(100) }
Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu
negeri sesudah (lenyap) penduduknya,
bahwa kalau Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan
Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran
lagi)?
Ibnu
Abbas r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah
belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya.
(Al-A'raf: 100) Yakni apakah masih belum terang bagi mereka. bahwa kalau
Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya. (Al-A'raf:
100)
Ha!
yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya.
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa apakah masih
belum terang bagi orang-orang yang menjadi pengganti di tempat itu sesudah
kebinasaan orang-orang sebelum mereka yang mendiaminya? Kemudian pada akhirnya
mereka mengikuti perjalanan hidup mereka, dan mengerjakan perbuatan yang sama
dengan mereka, yakni mereka berbuat durhaka terhadap Tuhannya. bahwa kalau
Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya. (Al-A'raf:
100) Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami akan menimpakan atas mereka azab
seperti apa yang pernah menimpa orang-orang sebelum mereka. dan Kami kunci
mati hati mereka. (Al-A'raf: 100) Maksudnya, Kami tutup rapat-rapat dan
Kami lak hati mereka. sehingga mereka tidak dapat mendengar? (Al-A'raf:
100) Yakni tidak dapat mendengar pelajaran dan peringatan lagi.
Menurut
hemat kami, hal yang semakna telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat
lain, yaitu:
{أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا
قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ
لأولِي النُّهَى}
Maka
tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum
musyrik) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka,
padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu.
Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Thaha:
128)
{أَوَلَمْ
يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي
مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ أَفَلا يَسْمَعُونَ}
Dan
apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat-umat sebelum
mereka yang telah Kami binasakan, sedangkan mereka sendiri berjalan
ditempat-tempat kediaman mereka itu Sesungguhnya yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Tuhan). Maka apakah
mereka tidak mendengarkan (memperhatikan)? (As-Sajdah: 26)
{أَوَلَمْ
تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ. وَسَكَنْتُمْ فِي
مَسَاكِنِ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ [وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا
بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ الأمْثَالَ] }
(Kepada
mereka dikatakan), "Bukankah kalian telah bersumpah dahulu (di
dunia) bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa." dan kalian telah
terdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka
sendiri. (Ibrahim: 44-45), hingga akhir ayat.
Mengenai
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ
هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ مِنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا}
Dan
berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu
melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?
(Maryam: 98)
Artinya,
apakah kamu melihat seseorang dari mereka, atau apakah kamu mendengar suara
mereka?
Dalam
ayat lain Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ
قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ
وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الأنْهَارَ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ
قَرْنًا آخَرِينَ}
Apakah
mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka, padahal (generasi
itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi, yaitu keteguhan yang
belum pernah Kami berikan kepada kalian; Kami curahkan higanyang lebat atas
mereka, dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami
binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka
generasi yang lain. (Al-An’am: 6)
Sesudah
menceritakan kebinasaan kaum 'Ad Allah Swt. berfirman:
{فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ
كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ. وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ
مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا
أَغْنَى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلا أَبْصَارُهُمْ وَلا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ
إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ. وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا
الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa. Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal
yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukan kalian dalam hal itu, dan Kami memberikan
kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran,
penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun bagi mereka,
karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh
siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. Dan sesungguhnya Kami
telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian, dan Kami telah datangkan
tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat).
(Al-Ahqaf: 25-27)
{وَكَذَّبَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَمَا بَلَغُوا مِعْشَارَ مَا آتَيْنَاهُمْ فَكَذَّبُوا
رُسُلِي فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
Dan
orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan, sedangkan orang-orang kafir
Mekah itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada
orang-orang dahulu, yaitu mereka mendustakan rasul-rasul-Ku. Makaalangkah
hebatnya akibat kemurkaan-Ku (Saba
: 45)
{وَلَقَدْ
كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
Dan
sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al-Mulk:
18)
{فَكَأَيِّنْ
مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا
وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ. أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ
لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا
تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Berapalah
banyaknya kota yang Kami telah membmasakannya, yang penduduknya dalam keadaan
zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh
menutupi atap-atapnya, dan (berapa banyak pula) sumur yang telah
ditinggalkan dan istana yang tinggi, maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj:
45-46)
{وَلَقَدِ
اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا
كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan
sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah
kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokkan mereka. (Al-An'am: 10)
Masih
banyak ayat Al-Qur’an lainnya yang menunjukkan bahwa azab Allah menimpa
musuh-musuh-Nya, dan nikmat-Nya selalu diberikan kepada kekasih-kekasih-Nya.
Karena itulah dalam firman-firman selanjutnya disebutkan seperti berikut:
Al-A’raf,
ayat 101-102
{تِلْكَ الْقُرَى نَقُصُّ
عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَائِهَا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ
فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ يَطْبَعُ
اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الْكَافِرِينَ (101) وَمَا وَجَدْنَا لأكْثَرِهِمْ مِنْ
عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ (102) }
Kota-kota (yang
telah Kami binasakan) itu Kami ceritakan sebagian dari
berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul
mereka dengan membawa bukti-bukti nyata, maka mereka (juga) tidak
beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah
Allah mengunci mati hati orang-orang kafir. Dan Kami tidak mendapati kebanyakan
mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka
orang-orang yang fasih
Allah
menceritakan berita kaum Nuh, Hud, Saleh, Lut, dan Syu'aib kepada Nabi-Nya Saw.
Dia pun menceritakan pembinasaan orang-orang kafir dan penyelamatan orang-orang
mukmin, dan Allah Swt. telah memberikan alasan-Nya kepada mereka bahwa Dia
telah menjelaskan kepada mereka perkara yang hak melalui hujah-hujah yang
disampaikan oleh para rasul. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{تِلْكَ الْقُرَى نَقُصُّ عَلَيْكَ}
kota-kota
(yang telah Kami binasakan) itu
Kami ceritakan kepadamu. (Al-A'raf: 101)
Hai
Muhammad.
{مِنْ أَنْبَائِهَا}
sebagian
dari berita-beritanya (Al-A'raf:
101) Yakni kisah-kisah mereka
{وَلَقَدْ
جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ}
Dan
sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata (Al-A'raf:
101)
Yaitu
hujah-hujah yang membuktikan kebenaran mereka dalam semua yang mereka sampaikan
kepada kaumnya masing-masing, seperti juga yang disebutkan oleh firman-Nya
dalam ayat lain, yaitu:
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ
رَسُولا}
Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
{ذَلِكَ
مِنْ أَنْبَاءِ الْقُرَى نَقُصُّهُ عَلَيْكَ مِنْهَا قَائِمٌ وَحَصِيدٌ وَمَا
ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ}
Itu
adalah sebagian dari berita-berita negeri (yang
telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di
antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula)
yang telah musnah. Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah
yang menganiaya diri mereka sendiri. (Hud: 100-101)
*******************
Mengenai
firman Allah Swt.:
{فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا
مِنْ قَبْلُ}
maka
mereka (juga) tidak beriman kepada apa
yang dahulunya mereka telah mendustakannya. (Al-A'raf: 101)
Huruf
ba pada ayat ini mengandung makna sababiyah (kausalita). Dengan
kata lain, mereka sama sekali tidak beriman kepada apa yang disampaikan oleh
para rasul kepada mereka, karena kedustaan mereka terhadap perkara yang hak
sejak pertama kali perkara hak datang kepada mereka. Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Atiyyah rahimahullah.
Pendapat
ini merupakan pendapat yang baik. Pengertian ayat ini sama dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ
لَا يُؤْمِنُونَ * وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ
يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ [فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُون] َ}
Dan
apakah yang memberitahukan kepada kalian bahwa apabila mukjizat datang mereka
tidak akan beriman. Dan (begitu
pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am:
109-110), hingga akhir ayat.
Karena
itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ
الْكَافِرِينَ * وَمَا وَجَدْنَا لأكْثَرِهِمْ}
Demikianlah
Allah mengunci mati hati orang-orang kafir. Dan Kami tidak mendapati kebanyakan
mereka. (Al-A'raf: 101-102)
Yakni
kebanyakan dari umat-umat terdahulu.
{مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ
لَفَاسِقِينَ}
memenuhi
janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 102)
Artinya
sesungguhnya Kami menjumpai kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik
yang menyimpang dari jalan ketaatan dan keteladanan serta menyimpang dari janji
yang telah mereka ambil, yaitu janji yang membuat mereka diciptakan dan telah
difitrahkan di dalam diri mereka. Janji itu telah diambil dari mereka sejak
mereka masih berada di dalam tulang sulbi, yaitu bahwa Tuhan dan Penguasa
mereka adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu mereka mengikrarkan janji
itu dan bersaksi terhadap diri mereka sendiri mengenainya, tetapi mereka
melanggar janji itu dan meninggalkannya di belakang mereka. Kemudian mereka menyemabh
selain Allah Bersama-Nya tanpa ada dalil dan bukti yang membenarkannya.
Baik ditinjau dari segi rasio maupun syara' dan menurut fitrah yang sehat pun
hal tersebut jelas ditentang. Lalu datanglah para rasul yang mulia, mulai dari
yang pertama hingga yang terakhir, semuanya melarang hal tersebut; seperti yang
disebutkan di dalam hadis Sahih Muslim, bahwa Allah Swt. telah berfirman
dalam hadis qudsi:
"إِنِّي خَلَقْتُ
عِبَادِي حُنَفَاء، فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ،
وحَرّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أحللتُ لَهُمْ"
Sesungguhnya
Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang benar), kemudian datanglah
setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan mengharamkan
kepada mereka apa-apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan:
"كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ
وَيُمَجِّسَانِهِ"
Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Allah
Swt. telah berfirman di dalam ayat lain, yaitu:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku. (Al-Anbiya: 25)
{وَاسْأَلْ
مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ
الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ}
Dan
tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,
"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha
Pemurah?" (Az-Zukhruf: 45)
{وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasulpada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah tagul itu." (An-Nahl:36)
Dan
ayat-ayat lainnya yang semakna.
Tetapi
ada yang mengemukakan tafsirnya sehubungan dengan makna firman-Nya:
{فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا
مِنْ قَبْلُ}
maka
mereka (juga) tidak beriman kepada apa
yang dahulunya mereka telah mendustakannya. (Al-A'raf: 101)
Sebagaimana
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas,
dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan ayat ini, bahwa hal itu
telah diketahui oleh Allah Swt. sejak hari mereka mengikrarkan janji
kepada-Nya. Dengan kata lain, mereka tidak akan beriman karena sikap mereka
yang demikian itu telah diketahui oleh Allah sejak zaman azali. Hal yang sama
dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b, dari
Anas, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka (juga) tidak
beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. (Al-A'raf:
101) Menurutnya hal tersebut ialah pada hari ketika Allah mengambil janji dari
mereka, lalu mereka beriman secara paksa.
Sedangkan
menurut Mujahid, ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain,
yaitu:
وَلَوْ
رُدُّوا لَعَادُوا
Sekiranya
mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali. (Al-An' am: 28), hingga akhir ayat.
Al-A'raf,
ayat 103
{ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ
بَعْدِهِمْ مُوسَى بِآيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَظَلَمُوا بِهَا
فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (103) }
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa
ayat-ayat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka
mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
membuat kerusakan.
Firman
Allah Swt.:
{ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ}
Kemudian
Kami utus sesudah rasul-rasul itu. (Al-A'raf:
103)
Artinya,
sesudah rasul-rasul yang telah disebutkan di atas, seperti Nabi Nuh, Nabi Hud,
Nabi Saleh, Nabi Lut, dan Nabi Syu'aib; semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya
kepada mereka, juga kepada seluruh para nabi.
مُوسَى
بِآيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ
Musa
dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir’aun. (Al- A'raf : 103)
Yakni
dengan membawa bukti-bukti dan dalil-dalil Kami yang jelas kepada Raja Fir’aun,
Raja negeri Mesir di zamannya.
{وَمَلَئِهِ فَظَلَمُوا بِهَا}
dan
pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 103)
Yang
dimaksud dengan al-mala' ialah kaumnya, yakni pembesar-pembesar
negerinya. Tetapi mereka mengingkari ayat-ayat itu dan mengafirinya secara
aniaya dan sombong yang timbul dari diri mereka. Perihalnya sama dengan makna
yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا
أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُفْسِدِينَ}
Dan
mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenarannya.
Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (An-Naml:
14)
Yakni
orang-orang yang menghalang-halangi jalan Allah dan mendustakan
rasul-rasul-Nya. Dengan kata lain, lihatlah, hai Muhammad, bagaimana Kami
berbuat terhadap mereka, Kami tenggelamkan mereka ke akar-akarnya di hadapan
pandangan mata Musa dan para pengikutnya. Hal ini merupakan suatu pembalasan
yang lebih menyakitkan terhadap Firaun dan kaumnya, serta melegakan kalbu
kekasih-kekasih Allah, yaitu Musa dan orang-orang mukmin yang bersamanya.
Al-A'raf,
ayat 104-106
{وَقَالَ مُوسَى يَا
فِرْعَوْنُ إِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (104) حَقِيقٌ عَلَى أَنْ لَا
أَقُولَ عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ قَدْ جِئْتُكُمْ بِبَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
فَأَرْسِلْ مَعِيَ بَنِي إِسْرَائِيلَ (105) قَالَ إِنْ كُنْتَ جِئْتَ بِآيَةٍ فَأْتِ
بِهَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (106) }
Dan Musa berkata, "Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah
seorang utusan dari Tuhan semesta alam, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang, kepada kalian dengan
membawa bukti yang nyata dari Tuhan kalian, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.” Fir’aun menjawab,
"Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul)
kamu termasuk orang-orang yang benar."
Allah
Swt. menceritakan perdebatan Musa terhadap Fir'aun dan tekanannya terhadap
Fir'aun dengan hujah dan menampilkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang jelas.
Hal ini dilakukannya di hadapan Fir'aun dan kaumnya dari bangsa Qibti penghuni
negeri Mesir. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَقَالَ مُوسَى يَا فِرْعَوْنُ إِنِّي
رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Dan
Musa berkata, "Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan
dari Tuhan semesta alam.” (Al-A'raf:
104)
Maksudnya,
Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu telah mengutusku menjadi seorang
rasul, Dia adalah Pemilik dan Penguasa segala sesuatu.
{حَقِيقٌ عَلَى أَنْ لَا أَقُولَ عَلَى
اللَّهِ إِلا الْحَقَّ}
wajib
bagiku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak (Al-A'raf: 105)
Menurut
sebagian ulama tafsir, makna ayat ini ialah 'suatu keharusan bagiku untuk tidak
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar'. Dengan kata lain, hal itu
merupakan suatu keharusan dan suatu hal yang pantas dikatakan terhadap-'Nya.
Mereka mengatakan bahwa huruf ba dan 'ala mempunyai makna-makna
yang satu sama lainnya dapat dipertukarkan bila dikatakan ramaitu bil qausi
dan ramaitu 'alal qausi,
maknanya
sama, yaitu 'saya melepaskan anak panah dari busurnya’. Dikatakan pula ja-a
'ala halin hasanah atau bihalin hasanah, artinya sama, yaitu 'saya
datang dengan keadaan yang baik'.
Sebagian
ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa makna ayat ini ialah sudah selayaknya
bagiku untuk tidak mengatakan terhadap Allah kecuali perkataan yang benar.
Ulama
tafsir lainnya dari kalangan penduduk Madinah membaca ayat ini dengan
pengertian 'sudah seharusnya dan sudah sewajibnya bagiku hal tersebut'. Dengan
kata lain, sudah seharusnya bagiku untuk tidak menyampaikan dari-Nya kecuali
menurut apa yang dibenarkan dan yang hak sesuai dengan apa yang aku terima
dari-Nya.
{قَدْ جِئْتُكُمْ بِبَيِّنَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ}
Sesungguhnya
aku datang kepada kalian dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhan kalian (Al-A'raf: 105)
Maksudnya,
hujjah yang pasti dari Allah yang telah diberikan-Nya kepadaku sebagai bukti
akan kebenaran perkara hak yang kusampaikan kepada kalian.
{فَأَرْسِلْ مَعِيَ بَنِي إِسْرَائِيلَ}
maka
lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama
aku. (Al-A'raf: 105)
Maksudnya,
lepaskanlah mereka dari tahanan dan penindasanmu, dan biarkanlah mereka
menyembah Tuhanmu dan Tuhan mereka (yakni Allah), karena sesungguhnya mereka
berasal dari keturunan seorang nabi yang mulia —yaitu Israil— atau Nabi
Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, kekasih Allah Yang Maha Pemurah.
{قَالَ إِنْ كُنْتَ جِئْتَ بِآيَةٍ فَأْتِ
بِهَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Firaun
menjawab, "Jika kamu benar membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti
itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang
yang benar.” (Al-A'raf: 106)
Yakni
Fir'aun berkata, "Saya tidak akan percaya kepadamu tentang semua yang kamu
katakan, dan tidak akan mengabulkan apa yang kamu minta. Dan jika engkau
membawa suatu bukti, maka kemukakanlah agar kami dapat melihatnya jika engkau
benar dalam pengakuanmu itu."
Al-A'raf,
ayat 107-108
{فَأَلْقَى عَصَاهُ
فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُبِينٌ (107) وَنزعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ
لِلنَّاظِرِينَ (108) }
Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat
itu menjadi ular yang sebenarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika
itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: ular yang sebenarnya. (Al-A'raf: 107) Yakni ular jantan.
Hal
yang sama telah dikatakan pula oleh As-Saddi dan Ad-Dahhak.
Di
dalam hadis yang menerangkan perihal fitnah-fitnah disebutkan melalui riwayat
Yazid ibnu Harun ibnu Al-Asbag ibnu Zaid, dari Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka
Musa menjatuhkan tongkatnya. (Al-A'raf: 107) Kemudian berubahlah tongkat
itu menjadi ular yang besar seraya mengangakan mulutnya, merayap dengan cepat
ke arah Fir'aun. Ketika Fir'aun melihat ular itu berjalan menuju dirinya, ia
segera melompat dari singgasananya dan lari meminta tolong kepada Musa untuk
mencegahnya maka Nabi Musa melakukannya.
Qatadah
mengatakan bahwa tongkat itu berubah menjadi ular yang sangat besar. Saking
besarnya, hingga dapat dikatakan memenuhi suatu kota.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu seketika itu juga
tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. (Al-A'raf: 107) Su'ban adalah
ular jantan. Ular itu membuka mulutnya, bagian bawah mulutnya berada di tanah,
sedangkan bagian atasnya sampai ke tembok yang paling tinggi dari gedung yang
terdekat. Kemudian ular itu berjalan ke arah Raja Fir'aun untuk menelannya.
Ketika Fir'aun melihat ular itu berjalan ke arahnya, ia merasa takut tak
terhingga, lalu ia melompat seraya terkencing-kencing, padahal keadaan seperti
itu belum pernah ia alami sebelumnya. Fir'aun menjerit meminta tolong kepada
Musa seraya berkata, "Hai Musa, hentikanlah ular itu, saya mau beriman
kepadamu dan saya akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Maka
Musa a.s. memegang ular itu, dan kembalilah ular itu ke ujud semulanya, yaitu
tongkat. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas.
Wahb
ibnu Munabbih mengatakan bahwa ketika Musa masuk menemui Fir'aun, berkatalah
Fir'aun kepadanya, "Engkau tentu telah mengenalku?" Musa menjawab,
"Ya." Maka Fir'aun berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Bukankah
kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, sewaktu kamu masih
kanak-kanak?” (Asy-Syu'ara: 18) Musa menjawab Fir'aun dengan jawaban yang
mengtakan. Lalu Fir'aun berkata, "Hentikanlah ular ini!" Maka Musa
segera menghentikannya. Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu
juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. (Al-A'raf: 107) Kemudian
ular itu menyerang orang-orang yang ada (dari kaum Fir'aun), maka mereka lari
tunggang langgang, dan dua puluh lima ribu orang dari mereka mati; sebagian
dari mereka terbunuh oleh sebagian yang lainnya (karena kepanikannya), dan
Fir'aun sendiri lari, lalu masuk ke dalam istananya.
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir dan Imam Ahmad —di dalam kitab Az-Zuhd-nya—
serta Ibnu Abu Hatim, tetapi di dalam teksnya terkandung garabah (keganjilan).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنزعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاءُ
لِلنَّاظِرِينَ}
Dan
ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih
bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang
melihatnya (Al-A'raf: 108)
Yakni
Musa mengeluarkan tangannya dari leher bajunya sesudah ia memasukkannya, maka
ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya, bukan karena penyakit kulit
atau penyakit lainnya. Hal ini diungkapkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{وَأَدْخِلْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ
بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ}
Dan
masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan keluar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (An-Naml: 12),
hingga akhir ayat.
Di
dalam hadis yang menerangkan perihal fitnah-fitnah, Ibnu Abbas mengatakan bahwa
makna min gairi sauin ialah bukan karena penyakit. Kemudian Musa
memasukkannya kembali ke leher bajunya, maka tangannya kembali kepada keadaan
semula. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang.
Al-A'raf,
ayat 109-110
{قَالَ الْمَلأ مِنْ
قَوْمِ فِرْعَوْنَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ (109) يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَكُمْ
مِنْ أَرْضِكُمْ فَمَاذَا تَأْمُرُونَ (110) }
Pemuka-pemuka kaum Fir’aun berkata, "Sesungguhnya Musa ini
adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kalian dari
negeri kalian.”(Fir'aun berkata), "Maka
apakah yang kalian anjurkan?”
Para
pembesar atau para pemuka dari kalangan kaum Fir'aun mengucapkan kalimat yang
senada dengan perkataan Fir'aun sesudah ia terbebas dari rasa takutnya dan kembali
duduk di atas singgasananya. Lalu ia mengatakan kepada pemuka-pemuka kaumnya
yang ada di sekitarnya, seperti yang disitir oleh firman Allah Swt.:
{إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya
Musa ini adalah ahli sihir yang pandai. (Al-A'raf:
109)
Maka
mereka pun mengucapkan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh raja
mereka, kemudian mereka bermusyawarah untuk menentukan sikap mereka terhadap
Musa, yang tujuannya ialah cara tipu muslihat apakah yang akan mereka pakai
guna memadamkan cahaya Musa dan kalimahnya, sehingga kedustaan dan buat-buatan
mereka beroleh kemenangan. Mereka merasa khawatir bila orang-orang tertarik
dengan apa yang dikemukakan oleh Musa melalui mukjizatnya yang sesuai dengan
keyakinan mereka. Maka hal itu menjadi penyebab bagi kemenangan Musa atas
Fir'aun dan golongannya, sehingga Musa kelak akan mengusir Fir'aun dan
golongannya dari tanah airnya. Dan memang apa yang mereka khawatirkan
benar-benar terjadi, seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
{وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ
وَجُنُودَهُمَا مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ}
dan
akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang
selalu mereka khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash:
6)
Tatkala
mereka telah bermusyawarah sehubungan dengan masalah Musa dan mereka sepakat
untuk melancarkan tipu muslihatnya terhadap Musa, hal ini dikisahkan oleh Allah
Swt. melalui firman selanjutnya.
Al-A'raf,
ayat 111-112
{قَالُوا أَرْجِهْ
وَأَخَاهُ وَأَرْسِلْ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ (111) يَأْتُوكَ بِكُلِّ
سَاحِرٍ عَلِيمٍ (112) }
Pemuka-pemuka itu menjawab, "Beri tangguhlah dia dan
saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa
kepadamu semua ahli sihir yang pandai.”
Ibnu
Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya. ”Arjih" bahwa
artinya ialah 'beri tangguhlah dia. Sedangkan menurut Qatadah artinya adalah
'tahanlah dia'.
{وَأَرْسِلْ فِي الْمَدَائِنِ }
dan
kirimlah ke kota-kota beberapa orang. (Al-A'raf:
111)
Artinya,
utuslah beberapa orang ke seluruh penjuru kota yang berada di bawah
kekuasaanmu.
حَاشِرِينَ
yang
akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir). (Al-A'raf: 111)
Yakni
beberapa orang yang akan mengumpulkan para ahli sihir untukmu dari semua
penjuru kota negerimu.
Di
masa itu kebanyakan orang pandai memainkan sihir, dan sihir merupakan hal yang
populer serta diyakini. Karena itulah ada sebagian dari mereka yang menduga
bahwa apa yang dikeluarkan oleh Musa a.s. termasuk ke dalam permainan sihir
mereka. Maka mereka mengumpulkan semua ahli sihir menghadap Raja Fir'aun guna
melawan Musa, yaitu untuk melawan mukjizat Musa yang pernah mereka lihat
sebelumnya dengan sihir mereka yang menurut dugaan mereka sama dengan permainan
sihirnya. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya, mengutip apa
yang dikatakan oleh Fir'aun, yaitu:
{قَالَ أَجِئْتَنَا لِتُخْرِجَنَا مِنْ
أَرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى. فَلَنَأْتِيَنَّكَ بِسِحْرٍ مِثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا لَا نُخْلِفُهُ نَحْنُ وَلا أَنْتَ مَكَانًا سُوًى. قَالَ
مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى. فَتَوَلَّى
فِرْعَوْنُ فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى}
Adakah
kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa? Dan kami pun pasti akan
mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu. Maka buatlah suatu waktu
untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan
tidak (pula) kamu, di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)."
Berkata Musa, "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kalian itu
ialah di hari raya, dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari
sepenggalah naik " Maka Fir'aun meninggalkan (tempat itu), lalu
mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. (Thaha: 57-60)
Sedangkan
dalam ayat surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
Al-A'raf,
ayat 113-114
{وَجَاءَ السَّحَرَةُ
فِرْعَوْنَ قَالُوا إِنَّ لَنَا لأجْرًا إِنْ كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ (113)
قَالَ نَعَمْ وَإِنَّكُمْ لَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ (114) }
Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan, "(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat
upah jika kamilah yang menang?" Fir'aun menjawab, "Ya, dan
sesungguhnya kalian benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)."
Allah
Swt. menceritakan perihal persyaratan yang dilakukan oleh Fir'aun dan para ahli
sihir yang diundang oleh Fir'aun untuk melawan Musa a.s. Fir'aun menjanjikan
bahwa jika para ahli sihir beroleh kemenangan atas Musa, maka dia akan
mengangkat martabat mereka dan memberikan hadiah yang berlimpah kepada mereka.
Fir'aun
menjanjikan kepada mereka bahwa dia akan memberikan semua yang mereka kehendaki
dan akan menjadikan mereka teman duduknya yang terdekat. Setelah mereka
melakukan perjanjiannya dengan Fir'aun yang terlaknat.
Al-A'raf,
ayat 115-116
{قَالُوا يَا مُوسَى
إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ (115) قَالَ
أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ
وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ (116) }
Ahli-ahli sihir berkata, "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan
lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” Musa menjawab,
"Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka
tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang
banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).
Demikianlah
tantangan para ahli sihir kepada Musa a.s. dalam ucapan mereka, seperti yang
disitir oleh firman-Nya:
{إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ
نَحْنُ الْمُلْقِينَ}
Kamukah
yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kamiyang akan melemparkan? (Al-A''raf: 115)
Maksudnya,
apakah kamu terlebih dahulu yang melemparkan. Pengertian ini sama dengan yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ
أَلْقَى}
atau
kamikah orang yang mula-mula melemparkan? (Thaha:
65)
MakaNabi
Musa a.s. menjawab:
{أَلْقُوا}
Lemparkanlah
(lebih dahulu) ! (Al-A'raf: 116)
Yakni
kalianlah yang melemparkan lebih dahulu. Menurut suatu pendapat, hikmah yang
terkandung di dalam hal ini —hanya Allah yang lebih mengetahui— ialah agar
orang-orang melihat apa yang akan diperbuat oleh ahli-ahli sihir itu, lalu
mereka merenungkannya. Setelah orang-orang melihat permainan sulap
tukang-tukang sihir itu, maka barulah ditampilkan perkara yang hak lagi jelas
dan gamblang, setelah Nabi Musa a.s. dituntut untuk mengemukakannya dan mereka
menunggu-nunggunya. Dengan demikian, pengaruh dari apa yang ditampakkan oleh Nabi
Musa a.s. berupa mukjizat akan lebih mendalam kesannya di dalam hati mereka,
dan memang kenyataannya demikian, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
firman selanjutnya:
{فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ
النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ}
Maka
tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang
banyak itu takut. (Al-A'raf: 116)
Yaitu
diilusikan (dikhayalkan) di mata orang-orang bahwa apa yang dilakukan oleh
tukang-tukang sihir Fir'aun itu seakan-akan merupakan kenyataan, padahal
hakikatnya hanyalah sulap dan ilusi belaka, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى * فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ
خِيفَةً مُوسَى * قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الأعْلَى * وَأَلْقِ مَا فِي
يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلا يُفْلِحُ
السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}
Maka
tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang oleh Musa seakan-akan
ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya
Kami berkata, "Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling
unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia
akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu
adalah tipu daya tukang sihir (belaka).
Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (Thaha:
66-69)
Sufyan
ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa para ahli sihir itu melemparkan
tambang-tambang yang kasar dan tongkat-tongkat yang panjang. Kemudian
terbayangkan di mata orang-orang bahwa semuanya itu seakan-akan berjalan karena
pengaruh ilmu sihir mereka.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa Fir'aun membariskan lima belas ribu tukang sihir,
setiap orang dari tukang sihir itu membawa tali dan tongkatnya masing-masing.
Kemudian Musa a.s. muncul bersama saudaranya (Harun) seraya memegang tongkatnya
hingga sampai di hadapan para ahli sihir dan Fir'aun di majelisnya yang
dikelilingi oleh para hulubalang dan para pembantu terdekatnya. Kemudian para
ahli sihir itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Hai Musa
(pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamikah
orang yang mula-mula melemparkan?” Berkata Musa, "Silakan kamu sekalian
melemparkan." Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka. (Thaha:
65-66)
Disebutkan
bahwa mula-mula yang disulap oleh sihir mereka adalah pandangan Musa a.s. dan
Fir'aun, kemudian menyusul mata semua orang yang hadir. Setelah itu barulah
setiap orang dari para ahli sihir itu melemparkan tali dan tongkat yang ada di
tangannya masing-masing, Tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat itu semuanya
menjadi ular yang banyaknya seperti bukit. Lembah mereka berada seakan-akan
penuh dengan ular-ular yang sebagian di antaranya bertumpang tindih dengan sebagian
lainnya.
As-Saddi
mengatakan bahwa para ahli sihir Fir'aun berjumlah tiga puluh ribu orang lebih,
tiada seorang pun dari mereka melainkan di tangannya membawa tali dan
tongkatnya masing-masing. Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap
mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut. (Al-A'raf: 116) Yakni
para ahli sihir itu mencerai-beraikan mereka karena ketakutan.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i; telah
menceritakan kepada kami Al-Qasim Ibnu Abu Burrah yang mengatakan bahwa Fir'aun
mengumpulkan tujuh puluh ribu tukang sihir, lalu mereka melemparkan tujuh puluh
ribu tali dan tujuh puluh ribu tongkatnya. Kemudian terbayangkan bahwa seakan-akan
tali-tali dan tongkat-tongkat itu di mata Musa seakan-akan berjalan karena
pengaruh sihir mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ}
mereka
mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).
(Al-A'raf: 116)
Al-A'raf,
ayat 117-122
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى
مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ (117) فَوَقَعَ
الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (118) فَغُلِبُوا هُنَالِكَ
وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ (119) وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ (120) قَالُوا
آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (121) رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ (122) }
Dan kami wahyukan kepada Musa.”Lemparkanlah tongkatmu.” Maka
sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu.
Nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah
di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu
serta-merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata, "Kami
beriman kepada Tuhan semesta alam (yaitu) Tuhan Musa dan Harun."
Allah
Swt. memberikan wahyu kepada hamba dan rasul-Nya —yaitu Musa a.s.— dalam
situasi yang kritis itu. Saat itulah Allah akan membedakan antara perkara yang
hak dan yang batil, hendaknyalah Musa melemparkan tongkat yang ada di tangan
kanannya.
{فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ}
Maka
sekonyong-konyong tongkat itu menelan. (Al-A'raf:
117)
Yakni
menelan bulat-bulat.
{مَا يَأْفِكُونَ}
apa
yang mereka sulapkan. (Al-A'raf:
117)
Maksudnya,
semua yang mereka lemparkan dan mereka sulapkan itu untuk menunjukkan bahwa apa
yang dilemparkan oleh Musa a.s. adalah hak (benar), sedangkan yang mereka
lemparkan adalah batil.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa ular Nabi Musa itu tidak sekali-kali melewati sesuatu
dari tali dan tongkat mereka melainkan ia menelannya bulat-bulat. Sejak itulah
para ahli sihir mengetahui bahwa apa yang didatangkan oleh Musa adalah dari
langit, bukan sihir. Lalu mereka menyungkur bersujud seraya berkata, seperti
yang diungkapkan oleh firman-Nya:
{آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ. رَبِّ
مُوسَى وَهَارُونَ}
Kami
beriman kepada Tuhan semesta alam (yaitu)
Tuhan Musa dan Harun. (Al-A'raf: 121-122)
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, ular Nabi Musa terus mengejar semua tali dan tongkat
mereka satu demi satu hingga tidak ada sedikit pun —apalagi banyak— melainkan
semuanya ditelan bulat-bulat olehnya. Apa yang mereka lemparkan di lembah itu
tiada sedikit pun kelihatan masih tersisa. Kemudian Nabi Musa memegangnya, maka
ular tersebut kembali ke ujud yang semula, yaitu tongkat; sedangkan para ahli
sihir menyungkur bersujud seraya berkata, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: Mereka berkata, "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam (yaitu)
Tuhan Musa dan Harun.” (Al-A'raf: 121-122) Mereka mengatakan pula,
"Sekiranya apa yang dilakukan oleh Musa itu adalah sihir, niscaya dia
tidak akan dapat mengalahkan kami."
Al-Qasim
ibnu Abu Burrah mengatakan bahwa Allah mewahyukan kepada Musa,
"Lemparkanlah tongkatmu." lalu seketika itu juga tongkat itu
menjadi ular yang sebenarnya (Al-A'raf: 107) Ular itu mengangakan mulutnya
dan menelan tali-tali serta tongkat-tongkat mereka. Maka saat itu juga para
ahli sihir menyungkur bersujud, dan mereka tidak berani mengangkat kepala
mereka sehingga mereka melihat surga dan neraka serta balasan yang diterima
oleh para penghuninya masing-masing.
Al-A'raf,
ayat 123-126
{قَالَ فِرْعَوْنُ
آمَنْتُمْ بِهِ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّ هَذَا لَمَكْرٌ مَكَرْتُمُوهُ فِي
الْمَدِينَةِ لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (123) لأقَطِّعَنَّ
أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلافٍ ثُمَّ لأصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ
(124) قَالُوا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ (125) وَمَا تَنْقِمُ مِنَّا
إِلا أَنْ آمَنَّا بِآيَاتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاءَتْنَا رَبَّنَا أَفْرِغْ
عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (126) }
Fir’aun berkata, "Apakah kalian beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepada kalian? Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kalian
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka
kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian ini); demi,
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara
bertimbal balik kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kalian semuanya.”
Ahli-ahli sihir itu menjawab, "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali.
Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami
telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada
kami." (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran
kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)."
Allah
Swt. menceritakan perihal ancaman yang dikemukakan oleh Fir'aun la'natullah kepada
para ahli sihirnya, ketika mereka beriman kepada Nabi Musa a.s. Juga
menceritakan tentang apa yang ditampakkan oleh Fir'aun kepada khalayak ramai,
yaitu berupa siasat dan tipu muslihatnya dalam memutarbalikkan kenyataan,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ هَذَا لَمَكْرٌ مَكَرْتُمُوهُ فِي
الْمَدِينَةِ لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا}
Sesungguhnya
(perbuatan) ini adalah suatu
muslihat yang telah kalian rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan
penduduknya darinya. (Al-A'raf: 123)
Dengan
kata lain, sesungguhnya kemenangan Musa atas kalian di hari kalian ini hanyalah
sandiwara saja dan berdasarkan kerelaan kalian sendiri. Karena itulah di dalam
ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ
السِّحْرَ}
Sesungguhnya
ia (Musa) adalah pemimpin kalian
yang mengajarkan sihir Kepada kamu sekalian. (Thaha : 71)
Nabi
Musa mengetahui dan semua orang yang mempunyai pemikiran yang sehat mengetahui
bahwa apa yang dikatakan oleh Fir'aun adalah suatu kebatilan yang parah, karena
sesungguhnya Nabi Musa a.s. begitu datang dari Madyan langsung menyeru Fir'aun
untuk menyembah Allah. Lalu Musa menampakkan beberapa mukjizat yang jelas dan
hujah-hujah yang mematahkan untuk membuktikan kebenaran dari apa yang
disampaikannya. Tetapi saat itulah Fir'aun mengirimkan beberapa utusannya ke
pelbagai kota yang berada di bawah kekuasaannya untuk mengundang semua ahli
sihir.
Kemudian
Fir'aun mengumpulkan semua ahli sihir dari berbagai negeri yang tunduk pada
kekuasaannya di Mesir, mereka adalah ahli sihir pilihan hasil seleksi para
pemimpin dari kaum Fir'aun. Lalu semuanya dihadapkan kepada Fir'aun, dan
Fir'aun menjanjikan akan memberikan harta yang berlimpah kepada mereka. Karena
itulah para ahli sihir terdorong untuk memenangkan pertandingan tersebut di
hadapan Raja Fir'aun.
Nabi
Musa a.s. sama sekali tidak mengenal seorang pun dari mereka, tidak pernah pula
melihatnya, dan sama sekali tidak pernah bersua dengan mereka. Fir'aun sendiri
mengetahui hal tersebut. Maka sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Fir'aun
setelah semua jagonya kalah hanyalah semata-mata sebagai sikap diplomasi dan
menutupi kekalahannya di mata rakyatnya dan orang-orang yang tidak mengerti
dari kalangan kaumnya. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui Firman-Nya:
{فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ}
Maka
Fir’aun mempengaruhi kaumnya {dengan
perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. (Az-Zukhruf: 54)
Karena
sesungguhnya di antara kaumnya terdapat orang-orang yang percaya kepada
kata-kata Fir'aun yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى}
Akulah
tuhan kalian yang paling tinggi. (An-Naziat:
24)
Sesungguhnya
orang-orang tersebut adalah makhluk Allah yang paling bodoh dan paling sesat.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan tafsirnya dalam suatu riwayatnya yang terkenal,
bersumber dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas serta sahabat lainnya mengenai makna
firman-Nya: sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang
telah kalian rencanakan di dalam kota ini. (Al-A'raf: 123) Musa a.s.
berhadapan dengan pemimpin para ahli sihir, maka ia berkata kepadanya,
"Bagaimanakah pendapatmu jika aku dapat mengalahkanmu, apakah kamu mau
beriman kepadaku dan bersaksi bahwa apa yang aku sampaikan adalah hak
(benar)?" Pemimpin ahli sihir itu menjawab, "Sungguh besok aku akan
menggunakan sihir yang tidak dapat dikalahkan oleh sihir apa pun. Demi Allah,
jika engkau dapat mengalahkan aku, maka saya sungguh akan beriman kepadamu dan
benar-benar akan bersaksi bahwa engkau adalah benar," sedangkan Raja
Fir'aun memandang keduanya. Menurut para ulama tafsir, karena itulah Fir'aun
mengatakan apa yang telah dikatakannya itu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا}
untuk
mengeluarkan penduduknya darinya. (Al-A'raf:
123)
Artinya
kalian dan dia (Musa) telah sepakat-sehingga akhirnya negara dan kekuasaan
dapat kalian rebut, kemudian kalian usir darinya semua orang besar dan para
pemimpinnya. Dengan demikian, kelak kekuasaan dan wewenang berada di tangan
kalian.
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
maka
kelak kalian akan mengetahui (akibat
perbuatan kalian ini). (Al-A'raf: 123)
Maksudnya,
kelak kalian akan mengetahui apa yang akan aku lakukan terhadap kalian.
Kemudian ancaman ini dijelaskan oleh firman selanjutnya:
{لأقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
مِنْ خِلافٍ}
demi,
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara
bertimbal balik (Al-A'raf: 124)
Yakni
kaki kanan dipotong bersama tangan kiri, atau sebaliknya.
{لأصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ}
kemudian
sungguh aku akan menyalib kalian semuanya. (Al-A'raf:
124)
Di
dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{فِي جُذُوعِ النَّخْلِ}
pada
pangkal pohon kurma. (Thaha: 71)
Yaitu
disalib pada batang pohon kurma.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa orang yang mula-mula memberlakukan hukuman salib dan
memotong kaki dan tangan secara bersilang adalah Raja Fir'aun.
Ucapan
para ahli sihir yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ}
Sesungguhnya
kepada Tuhanlah kami kembali. (Al-A'raf:
125)
Artinya,
kami telah yakin bahwa sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali, azab-Nya lebih
keras daripada siksaanmu dan pembalasanNya lebih hebat daripada apa yang
engkau ancamkan kepada kami hari ini. Dan ilmu sihir yang engkau paksakan kami
melakukannya lebih besar dosanya ketimbang pembalasanmu. Maka sungguh kami akan
bersabar hari ini dalam menghadapi siksaanmu, agar kami terbebaskan dari azab
Allah. Karena itulah mereka mengatakan seperti yang disebutkan dalam Firman-Nya
:
{رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا}
Ya
Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami. (Al-A'raf: 126)
Yakni
curahkanlah kepada kami kesabaran dalam membela agama-Mu, dan teguhkanlah hati
kami padanya.
{وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ}
dan
wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).
(Al-A'raf: 126)
Maksudnya
dalam keadaan mengikuti Nabi-Mu, yaitu Musa a.s. Dan mereka mengatakan kepada
Fir'aun, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي
هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا
خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ
وَأَبْقَى * إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا
يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا * وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ
الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُالدَّرَجَاتُ الْعُلا}
Maka
putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat
memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman
kepada Tuhan kami. agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang
telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)." Sesungguhnya
barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya
baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi
sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang
memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia) (Thaha : 72-75)
Pada
pagi harinya mereka masih sebagai ahli sihir, tetapi pada akhirnya di petang
hari mereka adalah para syuhada yang berbakti.
Ibnu
Abbas, Ubaid ibnu Umair, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka pada
permulaan siang hari sebagai ahli sihir, kemudian pada petang harinya menjadi
para syuhada.
Al-A'raf,
ayat 127-129
{وَقَالَ الْمَلأ مِنْ
قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ مُوسَى وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوا فِي الأرْضِ
وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ قَالَ سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي
نِسَاءَهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُونَ (127) قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ
اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (128) قَالُوا أُوذِينَا
مِنْ قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا قَالَ عَسَى رَبُّكُمْ
أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأرْضِ فَيَنْظُرَ كَيْفَ
تَعْمَلُونَ (129) }
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir'aun) "Apakah kamu membiarkan
Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan
meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab, "Akan kita bunuh
anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka, dan
sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka." Musa berkata kepada
kaumnya, "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya
bumi (ini) kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa." Kaum Musa berkata, "Kami telah ditindas (oleh
Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa
menjawab, "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh kalian dan menjadikan
kalian khalifah di bumi-(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatan
kalian.
Allah
Swt. menceritakan tentang persekongkolan Fir'aun dan para pemuka kaumnya
terhadap Musa, serta kedengkian dan kemarahan yang mereka pendam terhadap Musa
a.s. dan kaumnya.
{وَقَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ}
Berkatalah
pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun. (Al-A'raf:
127)
Yakni
mereka berkata kepada Fir'aun.
{أَتَذَرُ مُوسَى وَقَوْمَهُ}
Apakah
kamu membiarkan Musa dan kaumnya. (Al-A'raf:
127)
Artinya,
apakah engkau biarkan mereka menimbulkan kerusakan di bumi, yakni merusak
rakyatmu dan menyeru mereka untuk menyembah Tuhan mereka, bukan menyembah
kepadamu? Alangkah mengherankannya, mengapa mereka merasa khawatir Musa dan
kaumnya akan menimbulkan kerusakan. Bukankah sebenarnya Fir'aun dan kaumnyalah
orang-orang yang membuat kerusakan itu, tetapi Fir'aun dan kaumnya tidak
merasa, bahwa diri mereka sebenarnya adalah para perusak? Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan bahwa mereka mengatakan:
{وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ}
dan
meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu? (Al-A'raf:
127)
Sebagian
ulama tafsir mengatakan bahwa huruf wawu dalam ayat ini adalah wawu
haliyah (kata keterangan keadaan), yakni apakah engkau biarkan Musa dan
kaumnya membuat kerusakan, sedangkan penyembahan kepadamu ditinggalkan?' Orang
yang membaca dengan pengertian ini adalah Ubay ibnu Ka'b, yakni sedangkan
mereka meninggalkan penyembahan mereka kepadamu dan tuhan-tuhanmu? Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ulama
lain mengatakan bahwa huruf wawu ini adalah huruf 'ataf, yakni
'apakah engkau biarkan mereka melakukan kerusakan seperti yang engkau lihat
sendiri? Mereka juga tidak mau menyembah tuhan-tuhanmu.
Sebagian
ulama ada yang membacanya ilahataka yang artinya 'menyembah kepadamu'.
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya.
Berdasarkan
pengertian bacaan yang pertama dapat disimpulkan oleh sebagian ulama bahwa
Fir'aun memang mempunyai tuhan-tuhan yang selalu disembahnya.
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan, bahwa Fir'aun mempunyai tuhan yang selalu ia sembah secara
rahasia. Dalam riwayat lain disebutkan pula bahwa Fir'aun mempunyai sebuah
patung kecil yang dikalungkan pada lehernya dan selalu ia sembah.
As-Saddi
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan meninggalkan kamu
dan tuhan-tuhanmu? (Al-A'raf: 127) Yakni tuhan-tuhan Fir'aun.
Menurut
dugaan Ibnu Abbas, apabila mereka melihat seekor sapi betina yang bagus, maka
Fir'aun menyuruh mereka untuk menyembah sapi betina itu. Karena itulah Samiri membuatkan
patung anak sapi yang dapat bersuara bagi mereka.
Lalu
Fir'aun memperkenankan permintaan pembesar-pembesar kaumnya itu melalui
perkataannya, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي
نِسَاءَهُمْ}
Akan
kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan
mereka. (Al-A'raf: 127)
Hal
ini merupakan perbuatan kedua kalinya yang diperintahkan oleh Fir'aun terhadap
kaumnya. Hal yang serupa pernah ia lakukan terhadap kaum Bani Israil, yaitu
ketika menjelang kelahiran Musa a.s., karena merasa khawatir akan
keberadaannya. Tetapi ternyata kejadiannya bertentangan dengan apa yang dituju
dan yang dimaksud oleh Fir'aun (yakni Musa tetap lahir dengan selamat). Ia pun
mendapat perlakuan yang sama di saat dia hendak menghinakan kaum Bani Israil
dan menindas mereka. Maka kenyataannya menjadi kebalikan dari apa yang
diinginkannya, yaitu Allah memenangkan kaum Bani Israil dan menghinakan Fir'aun
beserta bala tentaranya- serta menenggelamkan mereka semua di dalam lautan.
Setelah
Fir'aun bertekad bulat hendak melaksanakan niatnya seperti yang telah
disebutkan pada ayat di atas, yaitu berbuat jahat terhadap kaum Bani Israil,
maka kelanjutannya disebutkan oleh firman Allah Swt. berikut:
{قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا
بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا}
Musa
berkata kepada kaumnya, "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah. {Al-A'raf: 128)
Musa
menjanjikan kepada mereka bahwa akibat yang terpuji akan mereka peroleh, dan
kelak mereka akan beroleh kemenangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ * قَالُوا أُوذِينَا مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا}
sesungguhnya
bumi (ini) kepunyaan Allah;
dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." Kaum Musa
berkata, "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang
kepada kami dan sesudah kamu datang.” (Al-A'raf: 128-129)
Yakni
mereka benar-benar telah mengerjai kami seperti apa yang engkau lihat sendiri,
mereka telah menindas dan menghina kami sebelum engkau tiba, hai Musa, juga
sesudahnya.
Kemudian
Musa berkata kepada mereka seraya mengingatkan perihal keadaan mereka di masa
itu dan apa yang bakal mereka alami di masa berikutnya, seperti yang dikisahkan
oleh firman-Nya:
عَسَى
رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ
Mudah-mudahan
Allah membinasakan musuh kalian. (Al-A'raf:129)
hingga akhir ayat
Di
dalam kalimat ini terkandung anjuran yang mendorong mereka untuk bersyukur
secara meyakinkan bila mereka mendapat nikmat dan lenyapnya semua penderitaan
dari diri mereka.
Al-A'raf,
ayat 130-131
{وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ
فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
(130) فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ
سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ
اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (131) }
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya (mendatangkan) musim
kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil
pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata,
"Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa
kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang
besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari
Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun
dan) kaumnya. (Al-A'raf: 130)
Maksudnya,
Kami telah menguji dan mencoba serta menimpakan musibah kepada mereka.
{بِالسِّنِينَ}
dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang
panjang. (Al-A'raf:130)
Yakni
tahun-tahun yang kering, paceklik yang berkepanjangan, dan kelaparan karena
minimnya tetumbuhan.
{وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ}
dan
kekurangan buah-buahan. (Al-A'raf:
130)
Mujahid
mengatakan bahwa keparahan ini masih di bawah keparahan yang pertama. Abi Ishaq
mengatakan dari Raja ibnu Haiwah bahwa masa-masa itu pohon kurma hanya
membuahkan sebiji buahnya.
{لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ * فَإِذَا
جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ}
supaya
mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran. (Al-A'raf: 130-131)
Yaitu
berupa kesuburan dan rezeki yang banyak.
{قَالُوا لَنَا هَذِهِ}
mereka
berkata, "Ini adalah karena (usaha)
kami." (Al-A'raf: 131)
Artinya,
keadaan ini dihasilkan karena usaha dan jerih payah kami.
{وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}
Dan
jika mereka ditimpa kesusahan. (Al-A'raf:
131)
Yakni
kekeringan dan paceklik.
{يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}
mereka
lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. (Al-A'raf: 131)
Maksudnya,
hal tersebut terjadi karena ulah Musa dan para pengikutnya serta apa yang
dibawa oleh mereka.
{أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ}
Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah. (Al-A'raf: 131)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan
dari Allah (Al-A'raf: 131) Yakni musibah yang menimpa mereka itu
berdasarkan ketetapan dari Allah. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(Al-A'raf: 131)
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah. (Al-A1rif:
131) Yakni datangnya dari Allah Swt.
Al-A'raf,
ayat 132-135
{وَقَالُوا مَهْمَا
تَأْتِنَا بِهِ مِنْ آيَةٍ لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
(132) فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ
وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُفَصَّلاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا
مُجْرِمِينَ (133) وَلَمَّا وَقَعَ عَلَيْهِمُ الرِّجْزُ قَالُوا يَا مُوسَى ادْعُ
لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِنْدَكَ لَئِنْ كَشَفْتَ عَنَّا الرِّجْزَ
لَنُؤْمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرْسِلَنَّ مَعَكَ بَنِي إِسْرَائِيلَ (134) فَلَمَّا
كَشَفْنَا عَنْهُمُ الرِّجْزَ إِلَى أَجَلٍ هُمْ بَالِغُوهُ إِذَا هُمْ
يَنْكُثُونَ (135) }
Mereka berkata, "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan
kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali
tidak akan beriman kepadamu." Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang,
kutu, katak, dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. Dan ketika mereka
ditimpa azab (yang telah diterangkan
itu), merekapun berkata, "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu
dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada di sisimu.
Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan
beriman kepadamu, dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu." Maka
setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka
sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya
Demikianlah
kisah dari Allah Swt. mengenai keingkaran Fir'aun dan kaumnya, kekerasan dan
kesombongan mereka terhadap perkara yang hak, serta tenggelamnya mereka dalam
kebatilan. Hal ini dapat dipahami dari ucapan mereka yang dikisahkan oleh
firman-Nya:
{مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِنْ آيَةٍ
لِتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ}
Bagaimanapun
kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan
itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.”(Al-A'raf: 132)
Mereka
mengatakan bahwa mukjizat apa pun yang kamu datangkan kepada kami, dan dalil
serta hujah apa pun yang kamu tegakkan terhadap kami niscaya kami tolak
mentah-mentah. Kami tidak akan menerimanya dan tidak akan beriman kepadamu,
tidak pula kepada ajaran yang kamu sampaikan.
Allah
Swt. berfirman:
{فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ}
Maka
Kami kirimkan kepada mereka topan. (Al-A'raf:
133)
Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna topan ini.
Dari
Ibnu Abbas, dalam salah satu riwayat darinya disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan topan ini adalah hujan besar yang menenggelamkan dan merusak semua
tanaman dan buah-buahan. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.
Dalam
riwayat lainnya lagi Ibnu Abbas menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah
banyaknya kematian. Hal yang sama dikatakan oleh Ata.
Mujahid
mengatakan, yang dimaksud dengan topan ialah air bah dan penyakit ta'un (kolera).
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا أَبُو هِشَامٍ الرِّفَاعِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَمان،
حَدَّثَنَا المِنْهَال بْنُ خَلِيفَةَ، عَنِ الْحَجَّاجِ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ
مِيناء، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "الطُّوفَانُ الْمَوْتُ".
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hisyam Ar-Rifa'i, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami
Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Al-Hajjaj, dari Al-Hakam ibnu Mina, dari Siti
Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Topan
artinya kematian.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadis Yahya ibnu Yaman
dengan lafaz yang sama, tetapi hadis ini garib.
Dalam
riwayat lainnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan topan ialah
azab dari Allah yang meliputi mereka. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman
Allah Swt. yang mengatakan: lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang
datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (Al-Qalam: 19)
Adapun
mengenai al-jarad atau belalang, sudah dikenal, yaitu sejenis serangga
yang dapat dimakan, karena berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam hadis
Sahihain dari Abu Ya'fur yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya
kepada Abdullah ibnu Abu Aufa tentang belalang. Maka Abdullah ibnu Abu Aufa
menceritakan:
غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ نَأْكُلُ الْجَرَادَ
Kami
pernah ikut berperang bersama Rasulullah Saw. sebanyak tujuh kali peperangan,
makanan kami adalah belalang.
Imam
Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hambal serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan
melalui hadis Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"أُحِلَّتْ لَنَا
مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ: الْحُوتُ وَالْجَرَادُ، وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ"
Dihalalkan
bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, yaitu ikan, belalang, hati,
dan limpa.
Abul
Qasim Al-Bagawi telah meriwayatkannya dari Daud ibnu Rasyid, dari Suwaid ibnu
Abdul Aziz, dari Abu Tamam Al-Aili, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara
marfu dengan lafaz yang semisal.
وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَرَجِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الزِّبْرِقان
الْأَهْوَازِيِّ، عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ
سَلْمَانَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الْجَرَادِ فَقَالَ: "أَكْثَرُ جُنُودِ اللَّهِ، لَا آكُلُهُ، وَلَا
أُحَرِّمُهُ"
Abu
Daud telah meriwayatkan dari Muhammad ibnul Faraj, dari Muhammad ibnu Zabarqan
Al-Ahwazi, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman, dari Salman yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai belalang. Maka beliau Saw.
bersabda: Balatentara Allah yang paling banyak jumlahnya. Aku tidak
memakannya, tidak pula mengharamkannya.
Sesungguhnya
Rasulullah Saw. tidak mau memakannya hanyalah karena tidak suka, sebagaimana
beliau yang mulia tidak suka makan biawak, tetapi mengizinkannya untuk dimakan.
Al-Hafiz
Ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam Bab "Belalang" yang ia
himpunkan dalam satu juz, melalui hadis Abu Sa'id Al-Hasan ibnu Ali Al-Adawi,
bahwa telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij dari Ata, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak mau memakan belalang,
ginjal, tidak pula dab (semacam biawak) tanpa mengharamkannya. Adapun
belalang, karena ia berasal dari azab dan pembalasan Allah; sedangkan kedua
ginjal, karena letaknya yang berdekatan dengan kandung kemih. Mengenai dab (biawak),
beliau Saw. bersabda:
"أَتَخَوَّفُ أَنْ
يَكُونَ مَسْخًا"
Aku
merasa khawatir bila ia berasal dari kutukan.
Kemudian
Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini garib, dan ia tidak menulisnya
melainkan hanya dari jalur ini.
Disebutkan
bahwa Amirul Mukminin Umaribnul Khattab r.a. sangat menyukai belalang.
Telah
diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Khalifah Umar
pernah ditanya mengenai belalang. Maka ia menjawab, "Aduhai, sekiranya
pada kita terdapat setumpuk atau dua tumpuk darinya untuk kita makan."
Ibnu
Majah telah meriwayatkan bahwa Ahmad ibnu Mani’ telah menceritakan kepada kami,
dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abu Sa'd Sa'id ibnul Mirzaban Al-Baqqal yang
pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan.”Dahulu istri-istri Nabi Saw.
saling berkirim hadiah belalang di antara sesama mereka yang dikirimkan dengan
memakai piring besar."
وَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ
الْبَغَوِيُّ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْد، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الوليد،
عن نُمَيْر بن يزيد القَيْني حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ صُدَيّ بْنِ عَجْلان، عَنْ أَبِي
أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، عَلَيْهَا السَّلَامُ، سَأَلَتْ رَبَّهَا
[عَزَّ وَجَلَّ] أَنْ يُطْعِمَهَا لَحْمًا لَا دَمَ لَهُ، فَأَطْعَمَهَا
الْجَرَادَ، فَقَالَتْ: اللَّهُمَّ أَعِشْهُ بِغَيْرِ رَضَاعٍ، وَتَابِعْ بَيْنَه
بِغَيْرِ شِيَاعٍ" وَقَالَ نُمَير: "الشَيَاع": الصَّوْتُ.
Abul
Qasim Al-Bagawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Rasyid,
telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, dari Yahya ibnu Yazid
Al-Qa'nabi, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sada ibnu Ajian, dari Abu
Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
Maryam binti Imran a.s. pernah memohon kepada Tuhannya agar Dia memberinya
makan daging yang tidak ada darahnya. Maka Allah memberinya makan belalang, dan
Maryam berdoa, "Ya Allah, berilah ia kehidupan tanpa menyusu (yakni
lsa), dan lahirkaanlah ia tanpa bersuara.”
Menurut
Numair, syiya’ artinya suara tangisan.
وَقَالَ أَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِي دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَقِيٍّ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ
اليَزَني حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ
عَيَّاشٍ، عَنْ ضَمْضَم بْنِ زُرْعَة، عَنْ شُرَيْح بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي
زُهَيْر النُّمَيْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا تُقَاتِلُوا الْجَرَادَ، فَإِنَّهُ جُنْدُ اللَّهِ
الْأَعْظَمُ".
Abu
Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Baqi Hisyam
ibnu Abdul Malik Al-Muzani, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul
Walid, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari pamdam ibnu
Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Zuhair An-Numatri yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian membunuh belalang,
karena sesungguhnya belalang itu adalah balatentara Allah yang sangat besar.
Hadis
ini berpredikat garib sekali.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah
Swt. Maka Kami kirimkan kepada mereka topan dan belalang. (Al-A'raf:
133) Bahwa belalang-belalang itu memakan habis semua paku pintu-pintu mereka
tanpa memakan kayunya.
Ibnu
Asakir telah meriwayatkan melalui hadis Ali ibnu Zaid Al-Kharaiti, dari
Muhammad ibnu Kasir, ia pernah mendengar Al-Auza'i mengatakan bahwa ia pernah
keluar menuju Padang Sahara, tiba-tiba ia melihat seorang lelaki di dalam
kumpulan belalang di langit. Ternyata lelaki itu menaiki seekor belalang dari
kumpulan belalang yang ada bersamanya, sedangkan lelaki itu menyandang senjatanya.
Setiap kali lelaki itu mengisyaratkan tangannya (seperti ini), maka pasukan
belalangnya mengarah ke tujuan yang diisyaratkan oleh tangannya. Sedangkan
lelaki itu tiada hentinya mengatakan, "Dunia ini batil, batillah semua
yang ada padanya. Dunia ini fana, fanalah semua yang ada padanya. Dunia ini
batil, dan batillah semua yang ada padanya."'
Al-Hafiz
Abul Faraj Al-Mu'afa Ibnu Zakaria Al-Hariri mengatakan, mengatakan dan
menceritakan kepada kami Al Hasan Ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Waki, dari Al-A'masy,
telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Syuraih Al-Qadi
pernah ditanya mengenai belalang. Maka ia menjawab, "Semoga Allah
memburukkan belalang, padanya terdapat tujuh ciri khas makhluk yang angkuh,
kepalanya mirip kepala kuda, lehernya mirip leher banteng, dadanya mirip dada
harimau (singa), sayapnya mirip sayap burung elang, kakinya mirip kaki unta,
jantan, ekornya mirip ekor ular, dan perutnya mirip perut kalajengking."
Dalam
tafsir firman Allah Swt. yang lalu, yaitu:
{أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ
وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ}
Dihalalkan
bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian dan bagi
orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Maidah: 96)
telah
disebutkan hadis Hammad ibnu Salamah, dari Abul Mihzam, dari Abu Hurairah yang
di dalamnya disebutkan, "Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. untuk
menunaikan ibadah haji atau umrah. Maka kami bersua dengan sekumpulan belalang.
Lalu kami memukulinya dengan tongkat-tongkat yang ada pada kami, sedangkan kami
dalam keadaan ihram. Kemudian kami bertanya kepada Rasulullah Saw. (tentang
perbuatan kami itu), maka beliau Saw. menjawab:
"لَا بَأْسَ
بِصَيْدِ الْبَحْرِ"
'Tidak
mengapa dengan binatang buruan laut'."
وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ،
عَنْ هَارُونَ الْحَمَّالِ عَنْ هَاشِمِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ زِيَادِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُلاثة، عَنْ مُوسَى بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَنَسٍ وَجَابِرٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا]
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ كَانَ إِذَا
دَعَا عَلَى الْجَرَادِ قَالَ: "اللَّهُمَّ أَهْلِكْ كِبَارَهُ، وَاقْتُلْ
صِغَارَهُ، وَأَفْسِدْ بَيْضَهُ، وَاقْطَعْ دَابِرَهُ، وَخُذْ بِأَفْوَاهِهِ عَنْ
مَعَايِشِنَا وَأَرْزَاقِنَا، إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ". فَقَالَ لَهُ
جَابِرٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَدْعُو عَلَى جُنْدٍ مِنْ أَجْنَادِ اللَّهِ
بِقَطْعِ دَابِرِهِ؟ فَقَالَ: "إِنَّمَا هُوَ نَثْرَةُ حُوتٍ فِي الْبَحْرِ"
Ibnu
Majah telah meriwayatkan dari Harun Al-Hamani, dari Hisyam ibnul Qasim, dari
Ziyad ibnu Abdullah ibnu Ilasah dan dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim
At-Taimi, dari ayahnya, dari Anas dan Jabir, dari Rasulullah Saw. Disebutkan
bahwa apabila Rasulullah Saw. berdoa dalam menghadapi wabah belalang, beliau
mengucapkan: Ya Allah, binasakanlah yang besar-besarnya, matikanlah yang
kecil-kecilnya, rusakkanlah telur-telurnya, hancurkanlah keturunannya serta
hindarkanlah mulutnya dari tempat penghidupan kami dan dari rezeki kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Memperkenankan doa. Maka Jabir bertanya kepadanya,
"Wahai Rasulullah, apakah engkau mendoakan untuk kebinasaan suatu pasukan
dari balatentara Allah agar mereka dihancurkan?" Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya belalang itu bersumber dari apa yang disebarkan oleh ikan di
laut.
Hisyam
mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ziyad. Ziyad mendapat berita dari
seseorang yang pernah melihat ikan menyebarkan belalang, bahwa belalang itu
disebarkan oleh ikan di laut. Ziyad melanjutkan perkataannya,
"Sesungguhnya ikan itu apabila bertelur di tepi pantai, lalu airnya
mengalami surut sehingga telur-telur itu terkena sinar mentari, maka semuanya
menetaskan belalang yang langsung terbang."
Dalam
tafsir firman-Nya yang mengatakan:
{إِلا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ}
melainkan
umat-umat (juga) seperti kalian. (Al-An'am:
38)
Telah
disebutkan hadis Umar r .a., bahwa Allah Swt. telah menciptakan seribu umat;
enam ratus di antaranya di laut, sedangkan yang empat ratusnya hidup di daratan.
Dan sesungguhnya umat yang mula-mula dibinasakan (punah) adalah belalang.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي دَاوُدَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ قَيْس، حَدَّثَنَا سَالِمُ بْنُ سَالِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو
الْمُغِيرَةِ الْجَوْزَجَانِيُّ مُحَمَّدُ بْنُ مَالِكٍ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ
عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا وَباء مَعَ السَّيْفِ، وَلَا نَجَاءَ مَعَ الْجَرَادِ".
Abu
Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnul
Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Qais, telah
menceritakan kepada kami Salim ibnu Salim, telah menceritakan kepada kami Abul
Mugirah Al-Jaurjani Muhammad ibnu Malik, dari Al-Barra ibnu Azib yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda : Tidak ada wabah (penyakit)
bersama pedang, dan tidak ada janggut bersama belalang.
Hadis
ini garib.
Adapun
mengenai kutu, maka disebutkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan kutu
ialah semacam ulat yang keluar dari biji gandum. Dari Ibnu Abbas pula
disebutkan bahwa kutu adalah belalang kecil yang tidak bersayap. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah. Disebutkan pula dari
Al-Hasan serta Sa'id ibnu Jubair bahwa kutu ialah hewan kecil lagi hitam.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, al-qummal artinya nyamuk kecil.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa al-qummal adalah bentuk jamak, sedangkan
bentuk tunggalnya ialah qumlah, artinya sejenis serangga yang menyerupai
kutu yang suka menyedot darah unta. Menurut berita yang sampai kepadaku,
serangga inilah yang dimaksudkan oleh Al-A'sya dalam syairnya yang mengatakan:
قَوْمٌ تُعَالِجُ
قُمَّلا أَبْنَاؤُهُمْ وَسَلَاسِلًا أجُدا وَبَابًا مُؤْصَدَا
Mereka adalah suatu kaum yang
anak-anaknya sedang menanggulangi wabah kutu, dan rantai-rantai besi serta
pintu yang terkunci.
Sebagian
ahli nahwu dari kalangan ulama Basrah menduga bahwa qummal menurut orang
Arab artinya sama dengan hamnan yang bentuk tunggalnya ialah hamnanah,
artinya sejenis serangga yang bentuknya seperti kera, lebih besar sedikit
daripada kutu.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid
Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul
Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ketika Musa a.s. datang
kepada Fir'aun, Musa a.s. berkata kepadanya, "Lepaskanlah kaum Bani Israil
untuk pergi bersamaku." Lalu Allah mengirimkan topan, yakni hujan yang
sangat lebat kepada Fir'aun dan kaumnya. Dan ketika sesuatu dari hujan itu
menimpa mereka, mereka merasa khawatir bila hujan itu merupakan azab. Lalu
mereka berkata kepada Musa a.s.”Doakanlah buat kami kepada Tuhanmu agar Dia
menghentikan hujan ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan
melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Lalu Nabi Musa a.s. berdoa
kepada Tuhannya (hingga hujan itu berhenti), tetapi mereka tidak mau beriman
dan tidak melepaskan kaum Bani Israil bersamanya. Maka pada tahun itu juga
Allah Swt. menumbuhkan tetumbuhan, rerumputan, dan buah-buahan yang banyak,
sebelum itu belum pernah terjadi demikian. Maka mereka berkata, "Inilah
yang selalu kami dambakan." Lalu Allah mengirimkan belalang kepada mereka
yang merusak semua tetumbuhan mereka. Ketika mereka melihat kerusakan yang diakibatkan
oleh belalang itu, maka mereka mengetahui bahwa tiada sesuatu pun dari tanaman
mereka yang selamat. Mereka berkata, "Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu
buat kami agar Dia mengusir belalang ini dari kami, maka kami akan beriman
kepadamu dan akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Nabi Musa
a.s. berdoa kepada Tuhannya, maka Allah mengusir belalang itu dari mereka,
tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil pergi
bersama Musa. Dan mereka berlindung masuk ke dalam rumah-rumah mereka, lalu
mereka berkata, "Kami telah berlindung." Maka Allah mengirimkan kutu,
yakni ulat yang keluar dari bebijian, kepada mereka. Tersebutlah bahwa
seseorang lelaki bila keluar dengan membawa sepuluh karung biji gandum ke
tempat penggilingannya, maka begitu ia sampai ke tempat penggilingannya tiada
yang tersisa kecuali hanya tiga genggam gandum saja (semuanya berubah menjadi
ulat). Mereka berkata, "Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia
melenyapkan kutu ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskan
kaum Bani Israil pergi bersamamu." Nabi Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya,
maka lenyaplah kutu itu dari mereka. Tetapi mereka menolak, tidak mau
melepaskan kaum Bani Israil pergi bersama Musa. Ketika Musa a.s. sedang duduk
di hadapan Raja Fir'aun, tiba-tiba terdengarlah suara katak. Lalu Musa berkata
kepada Fir'aun, "Apakah yang kamu dan kaummu jumpai dari katak ini?"
Fir'aun berkata, "Barangkali ini pun merupakan tipu muslihat yang
lain." Maka tidak lama kemudian —yakni pada petang harinya— tiada seorang
pun yang duduk melainkan seluruh negeri penuh dengan katak sampai mencapai
dagunya. Dan bila seseorang hendak berkata, begitu ia membuka mulutnya, maka
pasti ada katak yang masuk ke dalam mulutnya. Kemudian mereka berkata,
"Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan katak-katak ini
dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan nfelepaskan kaum Bani Israil
bersamamu." (Setelah katak lenyap) mereka tetap tidak juga mau beriman.
Lalu Allah mengirimkan darah kepada mereka, sehingga tidak sekali-kali mereka
mengambil air minum —baik dari sungai ataupun dari sumur-sumur— melainkan
mereka menjumpai air itu dalam wadahnya berubah menjadi merah, yakni berubah
menjadi darah segar. Lalu mereka mengadu kepada Fir'aun, "Sesungguhnya kami
telah dicoba dengan darah, dan kami tidak lagi mempunyai air minum."
Fir'aun berkata, "Sesungguhnya dia (Musa) telah menyihir kalian."
Mereka berkata, "Mana mungkin dia menyihir kami, tidak sekali-kali kami
menjumpai air dalam wadah-wadah kami melainkan kami menjumpainya berubah
menjadi darah yang segar."' Mereka datang kepada Musa dan berkata
kepadanya, "Hai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan darah
ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan kami akan melepaskan kaum
Bani Israil pergi bersamamu." Musa berdoa kepada Tuhannya, maka Allah
melenyapkan darah itu dari mereka, tetapi mereka tetap tidak mau beriman, tidak
mau pula melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamanya.
Hal
yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, As-Saddi, Qatadah, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa
masing-masing telah menceritakan hal tersebut.
Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengatakan bahwa musuh Allah —yaitu Fir'aun—
kembali kepada kekufurannya ketika para ahli sihirnya telah beriman dalam
keadaan kalah dan terhina. Ia tetap tidak mau beriman, melainkan hanya menetapi
kekufurannya serta tenggelam ke dalam kejahatannya. Maka Allah mengirimkan
berbagai tanda (mukjizat-mukjizat) kepada Fir'aun. Maka pada awal mulanya
Fir'aun dan kaumnya mengalami musim paceklik yang panjang, kemudian menyusul
topan, lalu belalang, kutu, katak, dan darah serta berbagai mukjizat lainnya
yang terinci. Allah mengirimkan topan dalam bentuk air bah yang memenuhi semua
permukaan tanah, sehingga mereka tidak dapat lagi bercocok tanam, juga tidak
dapat berbuat sesuatu pun; akhirnya mereka kelaparan. Ketika keadaan mereka
sangat kritis, maka disebutkan oleh firman-Nya: Mereka berkata, "Hai
Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kendbianyang
diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan
azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani
Israil pergi bersamamu." (Al-A'raf: 134) Maka Musa a.s. berdoa kepada
Tuhannya, dan Allah melenyapkan azab itu dari mereka, tetapi mereka tidak
memenuhi sesuatu pun dari apa yang telah mereka janjikan. Karena itu, Allah
mengirimkan belalang kepada mereka. Menurut berita yang disampaikan kepadaku,
belalang itu memakan semua pepohonan, hingga memakan pula semua paku
pintu-pintu dan kusen-kusen rumah mereka, padahal paku-paku tersebut terbuat
dari besi. Pada akhirnya rumah dan tempat tinggal mereka ambruk semua. Maka
mereka mengatakan pula kepada Musa seperti apa yang disebutkan di dalam ayat di
atas. Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya agar melenyapkan azab itu dari mereka.
Tetapi setelah azab dilenyapkan, mereka tidak memenuhi sesuatu pun dari apa
yang telah mereka janjikan. Lalu Allah mengirimkan kutu kepada mereka. Menurut
kisah yang sampai kepadaku, Nabi Musa a.s. diperintahkan oleh Allah untuk berjalan
menuju sebuah bukit pasir, lalu memukulnya dengan tongkatnya. Kemudian Nabi
Musa a.s. berjalan menuju bukit pasir Uhail yang sangat besar, lalu ia
memukulnya dengan tongkatnya, maka berhamburanlah kutu-kutu itu menuju mereka,
hingga memenuhi rumah-rumah dan makanan mereka. Mereka tidak dapat tidur dan
tidak dapat menetap dengan tenang. Ketika keadaan mareka sangat kritis, maka
mereka mengatakan kepada Musa seperti apa yang mereka katakan semula. Musa a.s.
berdoa kepada Tuhannya, memohon agar bencana itu dilenyapkan. Maka Allah
melenyapkan azab itu dari mereka, tetapi mereka tidak memenuhi sesuatu pun dari
apa yang telah mereka janjikan. Kemudian Allah mengirimkan katak kepada mereka,
akhirnya katak memenuhi rumah, makanan, dan semua wadah milik mereka. Sehingga
tidak sekali-kali seseorang membuka tempat pakaian dan makanan melainkan ia
menjumpai katak; katak benar-benar telah memenuhinya Ketika hal tersebut
membuat mereka benar-benar dalam keadaan kritis, lalu mereka mengatakan kepada
Musa a.s. seperti perkataan mereka sebelumnya. Maka Musa a.s. memohon kepada
Tuhannya, dan Allah melenyapkan azab dari mereka, tetapi ternyata mereka tidak
memenuhi sesuatu pun dari apa yang telah mereka janjikan itu. Maka Allah
mengirimkan darah kepada mereka, sehingga semua air keluarga Fir'aun berubah
menjadi darah. Mereka tidak dapat minum baik dari sungai ataupun dari sumur,
dan tidak sekali-kali mereka menciduk air dari tempatnya melainkan air itu berubah
menjadi darah segar.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur
Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada
kami Israil, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Yazid, dari Ikrimah,
dari Ubaidillah ibnu Amr yang mengatakan, "Janganlah kalian membunuh
katak, karena sesungguhnya ketika katak dikirimkan kepada kaum Fir'aun, maka
ada seekor katak darinya yang menjatuhkan diri ke dalam pemanggangan roti yang
ada apinya. Katak itu melakukan demikian demi memperoleh rida Allah. Maka Allah
menggantikan panasnya api itu dengan kesejukan yang lebih daripada kesejukan
air yang pernah ia rasakan, dan Allah menjadikan suaranya sebagai tasbih."
Telah
diriwayatkan pula melalui jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas, hal yang semisal.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan darah ialah seperti darah
mimisan. Demikian menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Al-A'raf,
ayat 136-137
{فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ
فَأَغْرَقْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا
عَنْهَا غَافِلِينَ (136) وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا
يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا
وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ
(137) }
Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di
laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang
yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah
ditindas itu negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah
Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan
kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya
dan apa yang telah dibangun mereka.
Allah
Swt. menceritakan bahwa ketika mereka bersikap sombong dan ingkar, padahal Allah
telah menimpakan berbagai ayat (mukjizat) yang bertubi-tubi kepada mereka satu
demi satu, dan mereka masih tetap sombong serta ingkar, maka Allah menghukum
mereka dengan menenggelamkan mereka (Fir'aun dan balatentaranya) ke dalam laut.
Laut itu adalah laut yang dibelah oleh Nabi Musa a.s., lalu ia menyeberanginya
bersama kaum Bani Israil yang mengikutinya. Kemudian Fir'aun dan balatentaranya
memakai jalan yang sama untuk mengejar mereka. Setelah mereka semuanya masuk ke
dalam laut itu, maka laut kembali menutup, menenggelamkan mereka sampai habis.
Demikian itu terjadi karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan kelalaian
mereka terhadapnya.
Kemudian
Allah menceritakan bahwa setelah itu Dia mempusaka-kan belahan timur dan
belahan barat bumi kepada orang-orang yang dahulunya hidup tertindas dari
kalangan kaum Bani Israil. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ
اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
* وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا
مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ}
Dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan
menjadikan mereka orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan
Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka (kaum
Bani Israil) itu. (Al-Qashash: 5-6)
{كَمْ
تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ * وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيم وَنَعْمَةٍ
كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ * كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آخَرِينَ}
Alangkah
banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta
tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka
menikmatinya, demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. (Ad-Dukhan: 25-28)
Diriwayatkan
dari Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: negeri-negeri
bagian timur bumi dan bagian baratnya, yang telah Kami beri berkah padanya. (Al-A'raf:
137) Menurutnya, makna yang dimaksud adalah negeri Syam.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى
عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا}
Dan
telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untukBani Israil disebabkan kesabaran
mereka. (Al-A'raf: 137)
Menurut
Mujahid dan Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan perkataan 'Tuhanmu yang baik'
ialah apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam surat lain, yaitu:
{وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ
اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
* وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا
مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ}
Dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan
menjadikan mereka orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan
Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka (kaum
Bani Israil) itu. (Al-Qashash: 5-6)
Adapun
firman Allah Swt:
{وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ
وَقَوْمُهُ}
Dan
Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya. (Al-A'raf: 137)
artinya.
Kami rusak semua yang telah dibuat oleh Fir'aun dan kaumnya berupa
bangunan-bangunan dan lahan-lahan pertanian.
{وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ}
dan
apa yang telah dibangun mereka. (Al-A'raf:
137)
Menurut
Mujahid dan Ibnu Abbas, makna ya'risyun ialah bangunan-bangunan mereka,
yakni apa yang telah mereka bangun.
Al-A'raf,
ayat 138-139
{وَجَاوَزْنَا بِبَنِي
إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ
لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ
إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ
وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139) }
Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani Israil berkata, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa
menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat
Tuhan)." Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
Allah
Swt. menceritakan apa yang diucapkan oleh orang-orang yang bodoh dari kalangan
kaum Bani Israil kepada Musa a.s. setelah mereka menyeberangi lautan itu, dan
mereka telah menyaksikan beberapa ayat kebesaran Allah dan kebesaran
kekuasaan-Nya dengan mata kepala mereka sendiri.
{فَأَتَوْا}
maka
setelah mereka sampai. (Al-A'raf:
138)
yakni
setelah mereka menyeberang, maka mereka bersua.
{عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ
لَهُمْ}
dengan
suatu kaum yang sedang menyembah berhala mereka. (Al-A'rif: 138)
Sebagian
kalangan ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa kaum tersebut berasal dari
orang-orang Kan'an. Menurut pendapat lain, mereka adalah orang-orang Lakham.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa kaum tersebut menyembah berhala yang berbentuk sapi.
Karena itulah maka hal tersebut memberikan pengaruh kesyubhatan bagi kaum Bani
Israil dalam penyembahan mereka terhadap anak sapi sesudah peristiwa tersebut.
Kemudian
mereka berkata, seperti yang dikisahkan firman-Nya:
{يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا
لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ}
Hai
Musa, buatlah untuk kami sebuah berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa
berhala. Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Tuhan)."
(Al-A'raf: 138)
Maksudnya,
kalian adalah kaum yang tidak mengetahui keagungan dan kebesaran Allah serta
hal-hal yang wajib dibersihkan dari-Nya berupa sekutu dan persamaan.
{إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ}
Sesungguhnya
mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya. (Al-A'raf: 139)
yakni
mereka akan dibinasakan oleh kepercayaannya sendiri.
{وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
dan
akan batallah apa yang selalu mereka kerjakan. (Al-A'raf: 139)
وَرَوَى الْإِمَامُ أَبُو
جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ [رَحِمَهُ اللَّهُ] تَفْسِيرَ هَذِهِ الْآيَةِ مِنْ حَدِيثِ
مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ وعَقِيل، وَمَعْمَرٍ كُلِّهِمْ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
سِنَانِ بْنِ أَبِي سِنَانٍ، عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ: أَنَّهُمْ خَرَجُوا
مِنْ مَكَّةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
حُنَيْنٍ، قَالَ: وَكَانَ لِلْكُفَّارِ سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا،
وَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، يُقَالُ لَهَا: "ذَاتُ
أَنْوَاطٍ"، قَالَ: فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ خَضْرَاءَ عَظِيمَةٍ، قَالَ: فَقُلْنَا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ
أَنْوَاطٍ. فَقَالَ: "قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، كَمَا قَالَ
قَوْمُ مُوسَى لِمُوسَى: {اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ
إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ. إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini melalui
hadis Muhammad ibnu Ishaq, Uqail, dan Ma'mar yang ketiga-tiganya dari Az-Zuhri,
dari Sinan ibnu Abu Sinan, dari Abu Waqid Al-Laisi, bahwa mereka (sahabat)
berangkat keluar dari Mekah bersama-sama Rasulullah Saw. menuju ke Medan
Hunain. Disebutkan bahwa dahulu orang-orang kafir mempunyai sebuah pohon sidrah
tempat mereka melakukan semedi dan menggantungkan senjata-senjata mereka, pohon
tersebut mereka namai Zatu Anwat. Kemudian kami melewati sebuah pohon
sidrah yang hijau lagi besar. Maka kami katakan "Wahai Rasulullah
jadikanlah untuk kami Zatu Anwat sebagaimana dahulu mereka mempunyai Zatu
Anwat" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada
di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian ini telah mengatakan perkataan seperti
yang diucapkan oleh kaum Musa kepada Musa, yaitu: "Buatlah untuk kami
sebuah berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa berhala. Musa menjawab,
'Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat
Tuhan)*," Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
وَقَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عن الزُّهْرِيِّ،
عَنْ سِنَانِ بْنِ أَبِي سِنَانٍ الدِّيلي، عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ
قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبل
حُنَيْنٍ، فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ، فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا
هَذِهِ "ذَاتَ أَنْوَاطٍ"، كَمَا لِلْكَفَّارِ ذَاتُ أَنْوَاطٍ، وَكَانَ
الْكَفَّارُ يَنُوطُونَ سِلَاحَهُمْ بِسِدْرَةٍ، وَيَعْكُفُونَ حَوْلَهَا. فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا
كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ لِمُوسَى: {اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ
آلِهَةٌ [قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ] } إِنَّكُمْ تَرْكَبُونَ سَنَنَ
مَنْ قَبِلَكُمْ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sinan ibnu Abu Sinan
Ad-Daili, dari Abu Waqid Al-Laisi.yang mengatakan, "Kami keluar bersama
Rasulullah Saw. menuju ke arah Hunain. Lalu kami melewati sebuah pohon sidrah,
maka saya berkata, *Hai Nabi Allah, jadikanlah untuk kami pohon ini sebagai
Zatu Anwat seperti yang dipunyat oleh orang-orang kafir.' Di masa silam
orang-orang kafir selalu menggantungkan senjata mereka di pohon sidrah, lalu
mereka bersemedi di sekitarnya." Maka Nabi Saw. bersabda: Allah
Mahahesar, ini sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Bani Israil kepada
Musa, (yaitu): "Jadikanlah untuk kami sebuah berhala sebagaimana
mereka mempunyai beberapa berhala”. Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan
seperti yang pernah dilakukan oleh umat-umat terdahulu sebelum kalian.
Kedua
hadis diketengahkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui
hadis Kasir ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Auf Al-Muzanni, dari ayahnya, dari
kakeknya secara marfu'.
Al-A'raf,
ayat 140-141
{قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ
أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (140) وَإِذْ
أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ
يُقَتِّلُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاءٌ
مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ (141) }
Musa menjawab.”Patutkah aku mencari tuhan untuk kalian yang selain
dari Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kalian atas segala umat.” Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami
menyelamatkan kalian dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kalian
dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelaki kalian
dan membiarkan hidup wanita-wanita kalian. Dan pada yang demikian itu cobaan
yang besar dari Tuhan kalian.
Nabi
Musa a.s. mengingatkan mereka (kaum Bani Israil) akan nikmat-nikmat Allah yang
telah dilimpahkan kepada mereka, yang antara lain diselamatkan-Nya mereka dari
penindasan Fir'aun dan kezalimannya yang membuat mereka hidup terhina. Kemudian
mengingatkan mereka pula dengan kesudahan yang mereka peroleh, yaitu kejayaan
dan perasaan puas mereka melihat musuh mereka terhina, binasa, dihancurkan, dan
ditenggelamkan. Tafsir ayat ini telah diterangkan di dalam surat Al-Baqarah.
Al-A'raf,
ayat 142
{وَوَاعَدْنَا مُوسَى
ثَلاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ
أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لأخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي
وَأَصْلِحْ وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (142) }
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah
malam itu dengan sepuluh (malam
lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh
malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun, "Gantikanlah aku
dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah, dan jangan kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan."
Allah
Swt. menceritakan perihal anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kaum Bani
Israil, yaitu berupa hidayah yang mereka peroleh, Musa a.s, diajak bicara
langsung oleh-Nya dan diberi-Nya kitab Taurat yang di dalamnya terkandung
hukum-hukum buat mereka dan perincian syariat mereka. Untuk itu, Allah
menceritakan bahwa Dia telah menjanjikan hal itu kepada Musa selang tiga puluh
hari kemudian.
Ulama
tafsir mengatakan bahwa selama itu Nabi Musa a.s. melakukan puasa secara
lengkap. Setelah waktu yang telah dijanjikan itu sempurna, maka Musa bersiwak
terlebih dahulu dengan akar kayu. Tetapi Allah Swt. memerintahkan kepadanya
agar menggenapkannya dengan sepuluh hari lagi hingga genap menjadi empat puluh
hari.
Ulama
tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan sepuluh hari tambahannya itu, yaitu
bulan apa jatuhnya.
Menurut
kebanyakan ulama tafsir, yang tiga puluh hari adalah bulan Zul Qa’dah,
sedangkan yang sepuluh hari tambahannya jatuh pada bulan Zul Hijjah.
Demikianlah menurut Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.
Hal
yang serupa telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas. Berdasarkan pendapat ini,
berarti miqat telah disempurnakan pada Hari Raya Kurban. Pada hari itu
pula terjadilah pembicaraan Allah kepada Musa a.s. secara langsung. Dan pada
hari itu pula Allah Swt. menyempurnakan agama Islam bagi Nabi Muhammad Saw,,
seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا}
Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan
kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. (Al-Maidah: 3)
Setelah
masa yang telah dijanjikan tiba dan Musa bersiap-siap hendak berangkat menuju
Bukit Tursina, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ قَدْ
أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ الأيْمَنَ}
Hai
Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuh
kalian, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu. (Tana:
80)
Maka
saat itu Musa mengangkat saudaranya, yaitu Harun untuk menggantikan dirinya
memimpin kaum Bani Israil. Musa mewasiatkan kepada saudaranya agar berbuat baik
terhadap kaumnya dan tidak menimbulkan kerusakan. Hal ini semata-mata hanyalah
sebagai peringatan belaka, karena sesungguhnya Harun a.s. adalah seorang nabi
yang dimuliakan oleh Allah, sama dengan kedudukan nabi-nabi lainnya.
Al-A'raf,
ayat 143
{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى
لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ
لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ
فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ
مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا
أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (143) }
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan
Tuhan berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, "Ya Tuhanku,
tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau."
Tuhan berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi
melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai
sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya menampakkan
diri pada gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa
pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci
Engkau, aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang yangpertama-tama
beriman."
Allah
Swt. menceritakan perihal Musa a.s., bahwa ketika masa yang telah dijanjikan
oleh Allah kepadanya telah tiba, dan pembicaraan langsung kepada Allah sedang
berlangsung, maka Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat-Nya. Musa
berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ
تَرَانِي}
Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri
Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Tuhan berfirman.”Kamu
sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku" (Al-A'raf: 143)
Makna
huruf lan dalam ayat ini menyulitkan analisis kebanyakan ulama tafsir,
mengingat pada asalnya huruf lan diletakkan untuk menunjukkan makna ta-bid
(selamanya). Karena itulah orang-orang Mu'tazilah berpendapat bahwa melihat
Zat Allah merupakan suatu hal yang mustahil di dunia ini dan di akhirat nanti.
Tetapi pendapat ini sangat lemah, mengingat banyak hadis mutawatir dari
Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di
akhirat nanti, pembahasannya akan kami ketengahkan dalam tafsir firman Allah
Swt.:
{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى
رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}
Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari
itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)
Dan
firman Allah SWT yang menceritakan perihal orang-orang kafir:
{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ
لَمَحْجُوبُونَ}
Sekali-kali
tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)
Menurut
suatu pendapat, huruf lan dalam ayat ini menunjukkan makna pe-nafi-an
terhadap pengertian ta-bid di dunia, karena menggabungkan antara
pengertian ayat ini dengan dalil qat'i yang membenarkan adanya
penglihatan kelak di hari akhirat.
Menurut
pendapat lain, makna kalimat ayat ini sama dengan makna kalimat yang terdapat
di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
Dan
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 103)
Tafsir
ayat ini telah dikemukakan dalam surat Al-An' am.
Menurut
yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu, Allah Swt. berfirman kepada Musa
a.s., "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat-Ku
melainkan pasti mati, dan tiada suatu benda mati pun melainkan ia pasti hancur
luluh." Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya:
{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ
جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}
Tatkala
Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf:
143)
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari di dalam kitabnya
mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
سُهَيْل الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا قُرَّة بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ،
عَنْ رَجُلٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال:
"لما تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ، أَشَارَ بِإِصْبَعِهِ فَجَعَلَهُ
دَكًّا" وَأَرَانَا أَبُو إِسْمَاعِيلَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ
telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sahl Al-Wasiti, telah menceritakan kepada
kami Qurah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari seorang
lelaki, dari Anas, dari Nabi Saw., "Ketika Tuhannya menampakkan diriNya
pada gunung itu dan menunjukkan isyarat-Nya ke gunung itu, maka dengan serta
merta gunung, itu menjadi hancur karenaNya." Abu Ismail (perawi)
menceritakan hadis ini seraya memperlihatkan kepada kami isyarat dengan jari
telunjuknya.
Di
dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan
namanya."
Kemudian
Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا حجَّاج بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا حَمَّاد، عَنْ لَيْث، عَنْ أَنَسٍ؛
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ:
{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ: "هَكَذَا بِإِصْبَعِهِ
-وَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِصْبَعَهُ الْإِبْهَامَ
عَلَى الْمَفْصِلِ الْأَعْلَى مِنَ الْخِنْصَرِ-فَسَاخَ الْجَبَلُ"
telah
menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu
Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Lais, dari Anas, bahwa Nabi
Saw. membaca ayat berikut: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunitng itu,
kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu Nabi
Saw. mengisyaratkan dengan salah satu jarinya, beliau meletakkan jari jempolnya
pada ujung jari kelingkingnya dan bersabda, "Maka hancur luluhlah
gunung itu."
Demikianlah
sanad yang disebutkan di dalam riwayat ini, yaitu Hammad ibnu Salamah, dari
Lais, dari Anas, Tetapi menurut riwayat yang masyhur adalah Hammad ibnu
Salamah, dari Sabit, dari Anas.
Seperti
apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا هُدْبَة بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ
ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: قَالَ {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ:
وَضَعَ الْإِبْهَامَ قَرِيبًا مِنْ طَرْفِ خِنْصَرِهِ، قَالَ: فَسَاخَ الْجَبَلُ
-قَالَ حُمَيْدٌ لِثَابِتٍ: تَقُولُ هَذَا؟ فَرَفَعَ ثَابِتٌ يَدَهُ فَضَرَبَ
صَدَرَ حُمَيْدٍ، وَقَالَ: يَقُولُهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَيَقُولُهُ أَنَسٌ وَأَنَا أَكْتُمُهُ؟
telah
menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu
Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman Allah Swt.: Tatkala
Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu beliau Saw. meletakkan jari jempolnya pada
ujung jari kelingkingnya seraya bersabda, "Maka seketika itu juga
gunung itu hancur luluh." Humaid berkata kepada Sabit, "Apakah
beliau Saw. mengisyaratkan seperti itu?" Maka Sabit menarik tangannya dan
memukulkannya ke dada Humaid seraya berkata, "Hal ini diisyaratkan oleh
Rasulullah Saw, diisyaratkan pula oleh Anas, lalu apakah saya
menyembunyikannya?"
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya, bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُثَنَّى، مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ،
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ [جَعَلَهُ دَكًّا] } قال: قال هكذا -يعني
أنه خرج طَرَفَ الْخِنْصَرِ -قَالَ أَحْمَدُ: أَرَانَا مُعَاذٌ، فَقَالَ لَهُ
حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ: مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟ قَالَ:
فَضَرَبَ صَدْرَهُ ضَرْبَةً شَدِيدَةً وَقَالَ: مَنْ أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! وَمَا
أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! يُحَدِّثُنِي بِهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَقُولُ أَنْتَ: مَا تُرِيدُ إِلَيْهِ؟!
telah
menceritakan kepada kami Abul Musanna Mu’az ibnu Mu’az Al-Anbari, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami
Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna
firmanNya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143)
Maka Nabi Saw. mengisyaratkan demikian, yakni beliau Saw. mengeluarkan jari
kelingkingnya. Ahmad mengatakan bahwa Mu'az memperagakannya kepada kami
demikian. Humaid At Tawil berkata kepadanya, "Apakah yang engkau maksudkan
dengan isyarat itu, hai Abu Muhammad?" Maka Mu'az memukul dadanya dengan
pukulan yang cukup kuat, lalu berkata, "Siapakah engkau ini, hai Humaid;
dan mengapa engkau ini, hai Humaid? Yang menceritakan demikian kepadaku ialah
Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. Lalu apakah yang kamu maksudkan?"
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dalam tafsir ayat ini, dari
Abdul Wahhab ibnul Hakam Al-Warraq, dari Mu'az ibnu Mu'az dengan sanad yang
sama. Juga dari Abdullah ibnu Abdur Rahim Ad-Darimi, dari Sulaiman ibnu Harb,
dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih garib, kami tidak mengenalnya
melainkan melalui hadis Hammad.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui
berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Lalu Imam Hakim
mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Abu
Muhammad Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Ali Al-Khalal telah meriwayatkan dari
Muhammad ibnu Ali ibnu Suwaid, dari Abul Qasim Al-Bagawi, dari Hudbah ibnu
Khalid, dari Hammad ibnu Salamah, lalu ia mengetengahkannya. Dan ia mengatakan
bahwa sanad hadis ini sahih, tidak ada cacatnya.
Daud
ibnul Muhabbar telah meriwayatkannya dari Syu'bah, dari Sabit, dari Anas secara
marfu'. Tetapi riwayat ini tidak dianggap, mengingat Daud Ibnul Muhabbar
seorang pendusta.
Abul
Qasim At-Tabrani dan Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua
jalur, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas secara marfu dengan
lafaz yang semisal. Ibnu Murdawaih menyandarkannya melalui jalur Ibnul
Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu', hal ini pun tidak
sahih. Imam Turmuzi meriwayatkannya, dan Imam Hakim menilainya sahih,
tetapi dengan syarat Imam Muslim.
As-Saddi
telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah
Swt.: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143) Bahwa
tiada yang ditampakkan oleh Allah melainkan hanya sebesar jari kelingking. kejadian
itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Dakkan artinya
'menjadi abu'. dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Yakni jatuh
tak sadarkan dirinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Musa pun jatuh
pingsan. (Al-A'raf: 143) Maksudnya, jatuh dalam keadaan mati.
Sufyan
As-Sauri mengatakan bahwa bukit itu jebol dan jatuh menggelinding ke laut.
Sedangkan Nabi Musa ikut bersama gunung itu.
Sunaid
telah meriwayatkan dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Abu Bakar Al-Huzali
sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu,
kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, (Al-A'raf: 143) Disebutkan
bahwa gunung itu amblas ke dalam bumi dan tidak akan muncul lagi sampai hari
kiamat. Di dalam sebagian kisah disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam
tanah dan terns amblas ke dalamnya sampai hari kiamat. Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Murdawaih.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى أَبُو
غَسَّانَ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عِمْرَانَ، عَنْ
مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْجَلْدِ بْنِ أيوب، عَنْ مُعَاوِيَةَ
بْنِ قُرَّة، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِلْجِبَالِ طَارَتْ لِعَظَمَتِهِ
سِتَّةُ أَجْبُلٍ، فَوَقَعَتْ ثَلَاثَةٌ بِالْمَدِينَةِ وَثَلَاثَةٌ بِمَكَّةَ،
بِالْمَدِينَةِ: أُحُدٌ، وَوَرْقَانُ، وَرَضْوَى. وَوَقَعَ بِمَكَّةَ: حِرَاءٌ،
وثَبِير، وَثَوْرٌ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Abu Gassan Al-Kannani, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, dari Mu'awiyah ibnu Abdullah,
dari Al-Jalad ibnu Ayyub, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik,
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ketika Allah tampak bagi gunung-gunung itu,
maka beterbanganlah karena kebesaran-Nya enam buah gunung; tiga di antaranya
jatuh di Madinah, dan yang tiga lagi jatuh di Mekah. Di Madinah adalah Uhud,
Warqan, dan Radwa; sedangkan yang di Mekah ialah Hira, Sabir, dan Saur.
Hadis
ini garib, bahkan munkar.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abul
Balah, bahwa telah menceritakan kepada kami Ai-Ha isain ibnu Kharijah, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Husain ibnul Allaf, dari Urwah ibnu
Ruwayyim yang mengatakan bahwa sebelum Allah menampakkan Diri-Nya kepada Musa di
Tursina, gunung-gunung itu dalam keadaan rata lagi licin. Tetapi setelah Allah
menampakkan diri-Nya kepada Musa di Tursina, maka hancur leburlah gunungnya,
sedangkan gunung-gunung lainnya terbelah dan retak-retak serta terbentuklah
gua-gua.
Ar-Rabi'
ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya
tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan
Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Bahwa ketika hijab Allah dibuka-Nya
kepada gunung itu dan gunung itu melihat cahaya-Nya, maka jadilah bukit itu
seperti tepung.
Sebagian
ulama ada yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kejadian itu
menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Bahwa makna yang
dimaksud dengan dakka ialah fitnah.
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi melihatiah ke bukit
itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya kamu
dapat melihat-Ku. (Al-A'raf: 143) Menurutnya, dikatakan demikian karena
gunung itu lebih besar dan lebih kuat daripada Musa sendiri. Tatkala
Tuhannya tampak bagi gunung itu. kejadian itu menjadikan gunung itu. (Al-A'raf:
143) Allah memandang gunung itu, maka gunung itu tidak kuat, lalu hancur luluh
sampai ke akarnya. Melihat pemandangan itu, yakni yang terjadi pada gunung itu,
maka Musa pun jatuh pingsan.
Ikrimah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kejadian itu menjadikan
gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Bahwa Allah memandang ke gunung
itu, maka gunung itu berubah menjadi padang pasir.
Sebagian
ulama qiraat membacanya dengan bacaan demikian, kemudian dipilih oleh Ibnu
Jarir. Dan bacaan ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis marfu' mengenainya
yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Pengertian
as-sa'qu dalam ayat ini ialah pingsan, menurut tafsiran Ibnu Abbas dan
lain-lainnya, tidak seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Qatadah yang
mengatakan bahwa makna as-sa'qu dalam ayat ini ialah mati, sekalipun
tafsir yang dikemukakan oleh Qatadah dibenarkan menurut peristilahan bahasa.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ
أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ}
Dan
ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali
siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka
tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya
masing-masing). (Az-Zumar: 68)
Karena
sesungguhnya dalam ayat ini terdapat qarinah (bukti) yang menunjukkan
makna mati, sebagaimana dalam ayat yang sedang kita bahas terdapat qarinah yang
menunjukkan makna pingsan, yaitu firman-Nya:
{فَلَمَّا أَفَاقَ}
Maka
setelah Musa sadar kembali. (Al-A'raf:
143)
Al-Ifaqah
atau sadar tiada lain dari orang
yang tadinya pingsan.
{قَالَ سُبْحَانَكَ}
Musa
berkata, "Mahasuci Engkau." (Al-A'raf:
143)
Sebagai
ungkapan memahasucikan. mengagungkan, dan memuliakan Allah, bahwa bila ada
seseorang yang melihat-Nya di dunia ini niscaya dia akan mati.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{تُبْتُ إِلَيْكَ}
aku
bertobat kepada Engkau. (Al-A'raf:
143)
Mujahid
mengatakan makna yang dimaksud ialah 'saya kapok, tidak akan meminta untuk
melihat-Mu lagi'.
{وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}
dan
aku orang yang pertama-tama beriman. (Al-A'raf:
143)
Demikianlah
menurut takwil Ibnu Abbas dan Mujahid, dari Bani Israil; pendapat ini dipilih
oleh Ibnu Jarir.
Menurut
riwayat yang lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
aku orang yang pertama-tama beriman. (Al-A'raf: 143) Disebutkan bahwa tidak
ada seorang pun yang dapat melihat-Mu.
Hal
yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, bahwa sebelum itu memang telah ada orang-orang
yang beriman, tetapi makna yang dimaksud di sini ialah "saya orang yang
mula-mula beriman kepada Engkau, bahwa tidak ada seorang makhluk-Mu yang dapat
melihat-Mu sampai hari kiamat". Pendapat ini cukup baik dan mempunyai
alasan.
Muhammad
ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya. sehubungan dengan ayat ini telah
mengetengahkan sebuah asar yang cukup panjang mengenainya di dalamnya terdapat
banyak hal yang garib dan ajaib, bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu
Yasar. Tetapi seakan-akan Muhammad ibnu Ishaq menerimanya dari berita-berita
Israiliyat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}
Dan
Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf:
143)
Sehubungan
dengan makna ayat ini terdapat hadis Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi
Saw., yang menerangkan tentangnya.
Hadis
Abu Sa'id di-sanad-kan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya, dalam
bab tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ اليهود إلى النبي
صلى الله عليه وسلم قَدْ لُطِمَ وَجْهُهُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ رَجُلًا
مِنْ أَصْحَابِكَ مِنَ الْأَنْصَارِ لَطَمَ وَجْهِي. قَالَ: "ادْعُوهُ"
فَدَعَوْهُ، قَالَ: "لِمَ لَطَمْتَ وَجْهَهُ؟ " قَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنِّي مَرَرْتُ بِالْيَهُودِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: وَالَّذِي
اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْبَشَرِ. قَالَ: قُلْتُ: وَعَلَى مُحَمَّدٍ؟ فَأَخَذَتْنِي غَضْبَةٌ
فَلَطَمْتُهُ، قَالَ: "لَا تُخَيِّرُونِي مِنْ بَيْنِ الْأَنْبِيَاءِ،
فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ
يُفِيقُ، فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى آخِذٌ بِقَائِمَةٍ مِنْ قَوَائِمِ الْعَرْشِ،
فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ".
telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al-Khudri
r.a. yang menceritakan bahwa seorang lelaki Yahudi datang kepada Nabi Saw.,
sedangkan mukanya baru saja ditampar, lalu ia mengadu, "Hai Muhammad,
sesungguhnya seseorang dari sahabatmu dari kalangan Ansar telah menampar
wajahku." Nabi Saw. bersabda, "Panggillah dia!" Lalu
mereka memanggil lelaki itu dan bersabda kepadanya, "Mengapa engkau
tampar mukanya?" Lelaki Ansar menjawab, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ketika saya sedang lewat bersua dengan orang Yahudi, lalu orang
Yahudi itu kudengar mengatakan, 'Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas
manusia semuanya.' Lalu saya mengatakan kepadanya, 'Dan juga di atas Muhammad?'
Lelaki itu menjawab, 'Ya juga di atas Muhammad.' Maka saya menjadi emosi, lalu
kutampar mukanya," Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian
melebihkan aku di atas para nabi semuanya, karena sesungguhnya manusia pasti
pingsan di hari kiamat, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba
aku menjumpai Musa sedang memegang kaki A’rasy. Aku Tidak mengetahui apakah dia
sadar sebelumku ataukah dia telah beroleh balasannya ketika mengalami pingsan
di Bukit Tur.
Imam
Bukhari telah meriwayatkannya di berbagai tempat (bab) dari kitab Sahih-nya,
dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dalam
pembahasan "Kisah-kisah para Nabi".
Imam
Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui
berbagai jalur dari Amr ibnu Yahya ibnu Imarah ibnu Abul Hasan Al-Mazini
Al-Ansari Al-Madani, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan
Al-Khudri dengan lafaz yang sama.
Adapun
mengenai hadis Abu Hurairah, Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya menyebutkan
bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو
كَامِلٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: اسْتَبَّ رَجُلَانِ: رَجُلٌ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ، وَرَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ الْمُسْلِمُ: وَالَّذِي
اصْطَفَى مُحَمَّدًا عَلَى الْعَالَمِينَ. وَقَالَ الْيَهُودِيُّ: وَالَّذِي
اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْعَالَمِينَ، فَغَضِبَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْيَهُودِيِّ
فَلَطَمَهُ، فَأَتَى الْيَهُودِيُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ، فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاعْتَرَفَ بِذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى؛ فَإِنَّ
النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ،
فَأَجِدُ مُوسَى مُمْسِكًا بِجَانِبِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَكَانَ مِمَّنْ
صَعِقَ فَأَفَاقَ قَبْلِي، أَمْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَاهُ اللَّهُ، عَزَّ
وَجَلَّ"
telah
menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu Abdur
Rahman dan Abdur Rahman Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan
bahwa ada dua orang lelaki bertengkar, salah seorangnya adalah orang muslim,
sedangkan yang lain orang Yahudi. Orang Muslim mengatakan, "Demi Tuhan
yang telah memilih Muhammad atas semua manusia." Maka si Yahudi berkata,
"Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka orang
muslim itu marah kepada si Yahudi, lalu ia menamparnya. Kemudian orang Yahudi
itu datang kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. menanyakan
kedatangannya, maka lelaki Yahudi itu mengadukan perkaranya. Lalu Rasulullah
Saw. memanggil si lelaki muslim itu, dan si lelaki muslim mengakui hal
tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku
atas Musa, karena sesungguhnya semua orang mengalami pingsan di hari kiamat
nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku melihat Musa
sedang memegang bagian sisi 'Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia termasuk
orang-orang yang pingsan, lalu ia sadar sebelumku, ataukah dia termasuk orang
yang dikecualikan oleh Allah Swt. (tidak mengalami pingsan)
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui
hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz
Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkan bahwa orang yang menampar si
Yahudi itu dalam kasus tersebut adalah sahabat Abu Bakar As- Siddiq r.a. Akan
tetapi, menurut keterangan hadis yang terdahulu dari kitab Sahihain disebutkan
bahwa lelaki yang menampar si Yahudi itu adalah seorang Ansar; hal ini lebih
sahih dan lebih jelas.
Pengertian
yang tersirat dari sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"لَا تُخَيِّرُونِي
عَلَى مُوسَى"
Janganlah
kalian mengutamakan aku atas Musa.
Sama
halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam sabdanya yang lain, yaitu:
"لَا تُفَضِّلُونِي
عَلَى الْأَنْبِيَاءِ وَلَا عَلَى يُونُسَ بْنِ مَتَّى"
Janganlah
kalian mengutamakan diriku atas para nabi, jangan pula atas Yunus ibnu Mata
Menurut
suatu pendapat, hal ini termasuk ke dalam Bab "Tawadu’ (rendah diri) Nabi
Saw.".
Tetapi
menurut pendapat lain, hal tersebut diungkapkan oleh Nabi Saw. sebelum Nabi
Saw. mengetahui keutamaan dirinya di atas semua makhluk. Menurut pendapat
lainnya,-Nabi Saw. melarang bila dirinya paling diutamakan di antara para nabi
lainnya dengan cara emosi dan fanatisme. Dan menurut pendapat lainnya lagi, hal
tersebut dilarang bila dikatakan hanya sekadar pendapat sendiri dan seenaknya.
Sabda
Nabi Saw. yang mengatakan:
"فَإِنَّ النَّاسَ
يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sesungguhnya
semua manusia akan mengalami pingsan pada hari kiamat nanti.
Menurut
makna lahiriahnya 'pingsan' ini terjadi menjelang hari kiamat, karena pada hari
itu terjadilah suatu perkara yang membuat mereka semuanya tidak sadarkan
dirinya.
Barangkali
pula hal tersebut terjadi di saat Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi datang
untuk memutuskan peradilan, lalu Dia menampakkan diri-Nya pada semua makhluk
untuk melakukan pembalasan terhadap mereka. Perihalnya sama dengan pingsan yang
dialami oleh Musa a.s. karena Tuhan menampakkan diri-Nya. Untuk itulah, maka
dalam hadis ini disebutkan melalui sabdanya:
"فَلَا أَدْرِي
أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ"؟
Aku
tidak mengetahui apakah Musa sadar sebelumku. ataukah dia sudah cukup mendapat
balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Al-Qadi
Iyad di dalam permulaan kitab Asy-Syifa telah meriwayatkan berikut
sanadnya dari Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq:
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ،
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِمُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يُبْصِرُ
النَّمْلَةَ عَلَى الصَّفَا فِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ، مَسِيرَةَ عَشَرَةِ
فَرَاسِخَ"
bahwa
telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah, dari Nabi
Saw. yang telah bersabda: Ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa as.,
maka Musa dapat melihat semut yang berada di Bukit Safa (Mekah) dalam
kegelapan malam sejauh perjalanan sepuluh farsakh (pos).
Kemudian
Al-Qadi Iyad mengatakan, "Tidaklah jauh pengertian hal ini dengan apa yang
dialami oleh Nabi kita. sebagai keistimewaan buatnya, sesudah beliau mengalami
Isra dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang terbesar."
Demikianlah
menurut Al-Qadi Iyad, seakan-akan dia menilai sahih hadis ini. Tetapi
kesahihan hadis ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat para perawi yang
disebutkan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak dikenal. Sedangkan
hal semisal ini hanya dapat diterima bila diketengahkan melalui periwayatan
orang-orang yang adil lagi dabit sampai ke penghujung sumbernya.
Al-A'raf,
ayat 144-145
{قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي
اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ
وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (144) وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ
يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ (145) }
Allah berfirman, "Hai Musa. sesungguhnya Aku memilih kamu
lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepada kalian, dan hendaklah kalian termasuk orang-orang yang bersyukur.” Dan
telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh, dan suruhlah kaummu
berpegang teguh kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti
Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik
Allah
Swt. menceritakan bahwa Dia berbicara kepada Musa, Dia memilihnya di atas semua
orang-orang yang semasanya untuk membawa risalah-Nya dan untuk berbicara
langsung dengan-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah
penghulu semua anak Adam dari yang pertama hingga yang terakhir. Karena itulah
Allah Swt. menjadikannya sebagai penutup para nabi dan para rasul, dan
syariatnya terus berlaku sampai hari kiamat terjadi. Para pengikutnya lebih
banyak daripada para pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya. Sesudah beliau
Saw. dalam hal kemuliaan dan keutamaan menyusul Nabi Ibrahim a.s. kekasih
Allah, kemudian Musa ibnu Imran yang pernah diajak berbicara langsung dengan
Tuhan Yang Maha Pemurah. Dalam ayat ini disebutkan:
{فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ}
sebab
itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu. (Al-A'raf: 144)
Yakni
pembicaraan dan munajat secara langsung ini.
{وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ}
dan
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. (Al-A'raf: 144)
Maksudnya,
bersyukur atas karunia tersebut, dan janganlah kamu meminta apa yang tidak ada
kekuatan bagimu terhadapnya.
Selanjutnya
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah menuliskan untuk Musa di dalam luh-luh
(kitab Taurat) segala sesuatunya sebagai pelajaran dan keterangan bagi
segala sesuatu. Menurut suatu pendapat, luh-luh tersebut dari pertama,
dan bahwa Allah Swt. menuliskan di dalamnya semua pelajaran dan hukum-hukum
yang terinci menerangkan tentang halal dan haram. Dan luh-luh tersebut
di dalamnya tercakup isi kitab Taurat yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya.
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ
بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ}
Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang
terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia. (Al-Qashash: 43)
Menurut
suatu pendapat, luh-luh itu diberikan kepada Musa sebelum dia menerima
kitab Taurat.
Pada
garis besarnya luh-luh tersebut merupakan pengganti bagi Musa dari
permohonan yang dia mintakan untuk dapat melihat Allah, lalu Allah Swt
melarangnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ}
Berpeganglah
kepadanya dengan teguh. (Al-A'raf:
145)
Yakni
dengan tekad yang bulat untuk taat.
{وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا
بِأَحْسَنِهَا}
dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya)
yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 145)
Sufyan
ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'b, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Musa a.s. diperintahkan (oleh Allah)
untuk memegang teguh perintah-perintah yang paling berat yang ia anjurkan
kepada kaumnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ}
nanti
Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 145)
Yaitu
kamu akan melihat akibat orang-orang yang menentang perintahKu dan menyimpang
dari jalan ketaatan kepada-Ku, bagaimanakah kehancuran dan kebinasaan serta
kerusakan yang akan mereka alami.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa sesungguhnya dikatakan oleh firman Allah Swt.: nanti
Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf:
145) Hal ini perumpamaannya sama dengan perkataan seseorang kepada lawan
bicaranya, "Besok saya akan memperlihatkan kepadamu apa yang akan dialami
oleh orang yang menentang perintahku," mengandung nada ancaman dan
peringatan terhadap orang yang membangkang dan menentang perintahnya. Kemudian
dinukil pula hal yang semisal dari Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri.
Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud oleh firman-Nya: nanti Aku akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik (Al-A'raf: 145) Yakni
penduduk negeri Syam, dan Aku akan memberikannya kepadamu.
Sedangkan
menurut pendapat lainnya lagi, negeri yang dimaksud ialah negeri tempat tinggal
kaum Fir'aun. Tetapi pendapat yang pertamalah yang lebih utama, karena hal ini
terjadi setelah Musa dan kaumnya meninggalkan negeri Mesir, sedangkan khitab
ini ditujukan kepada kaum Bani Israil sebelum mereka memasuki Padang Tih.
Al-A'raf,
ayat 146-147
{سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ
الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ
آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ
سَبِيلا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ (146) وَالَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ (147) }
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka
bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat
tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat
jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya; tetapi jika
mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu
adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari
padanya. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan
menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan
selain dari apa yang telah mereka kerjakan.
Firman
Allah Swt.:
{سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ
يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ}
Aku
akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa
alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (Al-A'raf: 146)
Artinya
Aku akan mencegah hati orang-orang yang sombong, tidak mau taat kepada-Ku, lagi
menyombongkan dirinya terhadap orang lain tanpa alasan yang dibenarkan untuk
dapat memahami hujah-hujah dan dalil-dalil yang menunjukkan akan kebesaran-Ku,
syariat-Ku, dan hukum-hukum-Ku. Dengan kata lain, sebagaimana mereka
menyombongkan dirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka Allah balas
menghinakan mereka dengan kebodohan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan
di dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan
(begitu pula) Kami memalingkan
hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an)
pada permulaannya. (Al-An'am: 110)
{فَلَمَّا
زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
Maka
tatkala mereka berpaling (dari
kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5)
Sebagian
ulama Salaf mengatakan bahwa orang yang pemalu dan orang yang menyombongkan
dirinya tidak akan memperoleh ilmu (agama). Ulama lainnya ada pula yang
mengatakan, "Barang siapa yang tidak sabar terhadap kesulitan menuntut
ilmu, selama sesaat, niscaya ia akan tetap berada dalam kehinaan
kebodohan selamanya."
Sufyan
ibnu Uyaynah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaanKu. (Al-A'raf: 146) Makna yang
dimaksud ialah 'Aku mencabut dari hati mereka pemahaman mengenai Al-Qur'an, dan
Aku akan memalingkan mereka dari ayat-ayat-Ku'.
Ibnu
Jarir mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa Khitab ayat ini ditujukan
kepada umat ini (umat Nabi Saw.)
Menurut
hemat kami hal tersebut tidaklah pasti, mengingat Ibnu Uyaynah hanya bermaksud
bahwa hal ini berlaku atas semua umat. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara
satu individu dengan individu lainnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا
بِهَا}
Mereka
jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. (Al-A'raf: 146)
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا
الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan
beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka
menyaksikan azab yang pedih. (Yunus:
96-97)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا
يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا}
Dan
jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya. (Al-A'raf: 146)
Maksudnya,
apabila mereka melihat jalan yang menuju kepada keselamatan, mereka tidak mau
menempuhnya; dan apabila mereka melihat jalan kebinasaan dan kesesatan, maka
mereka menjadikannya sebagai jalannya.
Dalam
firman berikutnya Allah menyebutkan penyebab mereka terjerumus ke dalam keadaan
itu, yaitu:
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}
Yang
demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 146)
Artinya,
hal tersebut terjadi karena hati mereka mendustakan ayat-ayat Allah.
{وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ}
Dan
mereka selalu lalai darinya. (Al-A'raf:
146)
Yakni
mereka sama sekali tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat
Allah.
*******************
Firman
Allah Swt.
{وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
وَلِقَاءِ الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
Dan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui
akhirat, sia-sialah perbuatannya. (Al-A'raf:
147)
Maksudnya,
barang siapa yang melakukan hal tersebut di antara mereka, kemudian
perbuatannya itu berlangsung sampai ia meninggal dunia, maka semua amalannya
sia-sia.
Firman
Allah Swt.:
{هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ}
Mereka
tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Al-A'raf: 147)
Ayat
di atas mengandung arti, sesungguhnya Kami membalas mereka hanyalah sesuai
dengan amal perbuatan mereka yang telah mereka kerjakan, Jika amalnya baik,
maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula;
sebagaimana engkau berbuat, maka engkau akan mendapat balasannya'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar