تَفْسِيرُ سُورَةِ النَّحْلِ
(Lebah)
Makkiyyah,
128 ayat Kecuali tiga ayat terakhir Madaniyyah Turun sesudah surat Al-Kahfi
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan
nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
More:
An-Nahl, ayat 1
{أَتَى أَمْرُ اللَّهِ
فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (1) }
Telah pasti datangnya
ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang)nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari
apa yang mereka persekutukan.
Allah Swt. menceritakan tentang dekat masa
datangnya hari kiamat, yang hal ini diungkapkan dalam bentuk madi, menunjukkan
bahwa hal itu pasti terjadi. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي
غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ}
Telah dekat kepada manusia hari menghisab
segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya).
(Al-Anbiya: l)
{اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ
وَانْشَقَّ الْقَمَرُ}
Telah dekat (datangnya) saat itu dan
telah terbelah bulan. (Al-Qamar: l)
Adapun firman Allah
Swt.:
{فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ}
maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya.
(An-Nahl: 1)
Yakni telah dekat hal yang dianggap jauh itu,
maka janganlah kalian meminta agar disegerakan datangnya. Damir yang ada
pada tastajiluhu dapat diinterpretasikan bahwa ia merujuk kepada Allah.
Dapat pula diinterpretasikan bahwa ia kembali kepada azab (siksa), keduanya
saling menguatkan. Perihalnya sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَوْلا
أَجَلٌ مُسَمًّى لَجَاءَهُمُ الْعَذَابُ وَلَيَأْتِيَنَّهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ يَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ
بِالْكَافِرِينَ}
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera
diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar
telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada
mereka dengan tiba-tiba, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Mereka meminta
kepadamu supaya segera diturunkan azab. Dan sesungguhnya Jahanam benar-benar
meliputi orang-orang kafir. (Al-'Ankabut: 53-54)
Sehubungan dengan tafsir ayat ini, yaitu
firman-Nya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah. (An-Nahl: 1)
Ad-Dahhak mengemukakan suatu pendapat yang aneh. Ia mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan amrullah ialah hal-hal yang difardukan oleh-Nya dan
batasan-batasan larangan-Nya. Akan tetapi, Ibnu Jarir menyanggahnya. Untuk itu
ia mengatakan, "Kami tidak pernah mengetahui ada seorang yang meminta agar
hal-hal yang fardu dan hukum-hukum syariat disegerakan pelaksanaannya sebelum
waktu keberadaannya. Lain halnya dengan azab, mereka meminta agar azab
disegerakan sebelum tiba masa turunnya, sebagai ungkapan rasa tidak percaya dan
anggapan mustahil akan terjadi."
Menurut kami, pendapat ini sama dengan yang
disebutkan dalam firman-Nya:
{يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ آمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ
أَنَّهَا الْحَقُّ أَلا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلالٍ
بَعِيدٍ}
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari
kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang beriman
merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan
terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang- orang yang membantah tentang
terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (Asy-Syura:
18)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكر عَنْ يَحْيَى بْنِ آدَمَ، عَنْ
أَبِي بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ -مَوْلَى الْمُغِيرَةِ
بْنِ شُعْبَةَ -عَنْ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
حُجيرة، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "تَطْلُعُ عَلَيْكُمْ عِنْدَ السَّاعَةِ سَحَابَةٌ
سَوْدَاءُ مِنَ الْمَغْرِبِ مِثْلُ التُّرْسِ، فَمَا تَزَالُ تَرْتَفِعُ فِي
السَّمَاءِ، ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ فِيهَا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ. فَيُقْبِلُ
النَّاسُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ: هَلْ سَمِعْتُمْ؟ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ:
نَعَمْ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَشُكُّ. ثُمَّ يُنَادِي الثَّانِيَةَ: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ. فَيَقُولُ النَّاسُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: هَلْ سَمِعْتُمْ؟
فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. ثُمَّ يُنَادِي الثَّالِثَةَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَتَى
أَمْرُ اللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنِ الرَّجُلَيْنِ
لَيَنْشُرَانِ الثَّوْبَ فَمَا يَطْوِيَانِهِ أَبَدًا، وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَمُدَّنَّ حَوْضَهُ فَمَا يَسْقِي فِيهِ شَيْئًا أَبَدًا، وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَحْلِبُ نَاقَتَهُ فَمَا يَشْرَبُهُ أبدًا -قال -ويشتغل الناس"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan
dari Yahya ibnu Adam, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Muhammad ibnu Abdullah
maula Al-Mugirah ibnu Syu'bah, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu
Hujairah, dari Uqbah ibnu Amir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Kelak di dekat hari kiamat akan muncul kepada kalian awan hitam
dari ufuk barat seperti tameng. Awan itu terus meninggi di langit. Kemudian
dari dalamnya terdengar suara yang menyerukan, "Hai manusia!" Maka
semua manusia terpusatkan perhatiannya kepada suara itu dan berkata,
"Apakah kalian mendengar suara itu?” Maka sebagian dari mereka ada yang
mengatakan, "Ya, " dan sebagian yang lain meragukan. Kemudian
berserulah suara itu untuk kedua kalinya, "Hai manusia!" Maka
sebagian dari mereka menanyakan kepada sebagian yang lain, "Apakah kalian
mendengarnya?” Maka mereka mengatakan, "Ya.” Kemudian suara itu berseru
lagi untuk ketiga kalinya, "Hai manusia, telah pasti datangnya ketetapan
Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang)nya.” Selanjutnya
Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaanNya, sesungguhnya dua orang lelaki benar-benar -menggelarkan pakaian,
maka keduanya tidak sempat melipatnya kembali selama-lamanya (karena hari
kiamat terjadi). Dan sesungguhnya seorang lelaki benar-benar sedang membedah
saluran airnya, maka ternyata dia tidak sempat mengalirkannya barang sedikit
pun untuk selama-lamanya. Dan sesungguhnya seorang lelaki benar-benar sedang
memerah susu untanya, tetapi ia tidak dapat meminumnya untuk selama-lamanya.
Perawi mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan
semua orang sibuk dengan keadaan dirinya sendiri dan lupa kepada yang lainnya.
Kemudian Allah Swt. menyucikan diri-Nya dari
kemusyrikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap-Nya dengan yang lain
dan penyembahan mereka terhadap tuhan yang lain di samping Allah, yaitu berupa
berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang mereka jadikan sebagai sekutu
Allah. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dengan ketinggian yang setinggi-tingginya
dari apa yang mereka lakukan, mereka adalah orang-orang yang mendustakan adanya
hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang
mereka persekutukan. (An-Nahl: 1)
An-Nahl, ayat 2
{يُنزلُ الْمَلائِكَةَ
بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاتَّقُونِ (2) }
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah
olehmu sekalian, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kalian
bertakwa kepada-Ku."
Firman
Allah Swt.:
{يُنزلُ الْمَلائِكَةَ بِالرُّوحِ}
Dia
menurunkan malaikat-malaikat dengan (membawa)
wahyu. (An-Nahl: 2)
Yang
dimaksud dengan ar-ruh dalam ayat ini ialah wahyu. Perihalnya sama
dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا
مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ
جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا}
dan
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami.
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula
mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. (Asy-Syura: 52)
adapun firman Allah SWT:
{عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ}
“kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” (An
Nahl: 2)
Yang
dimaksud adalah para nabi, seperti pengertian dalam firman-Nya:
{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ
رِسَالَتَهُ}
“Allah
lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124)
{اللَّهُ
يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ}
“Allah
memilih utusan-utusan-Nya, dari malaikat dan dari manusia.” (Al Hajj: 75)
{يُلْقِي
الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ
التَّلاقِ يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ
لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ}
dia
memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari
kiamat). (Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada
suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Allah
berfirman), "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” Hanya
kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mu’min: 15-16)
Firman Allah Swt.:
{أَنْ أَنْذِرُوا}
Peringatkanlah oleh kamu sekalian. (An-Nahl: 2)
Yakni
agar mereka mendapat peringatan,
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاتَّقُونِ
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kalian bertakwa
kepada-Ku. (An-Nahl: 2)
Artinya,
takutlah kalian kepada siksaan-Ku kepada setiap orang yang menentang
perintah-Ku dan menyembah selain-Ku.
An-Nahl, ayat 3-4
{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضَ بِالْحَقِّ تَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (3) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ
نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (4) }
Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Mahatinggi Allah
daripada apa yang mereka persekutukan. Dia telah menciptakan manusia dari mani,
tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.
Allah
Swt. menceritakan makhluk-Nya, alam yang ada di atas, yakni langit; dan alam
yang ada di bawah, yakni bumi berikut dengan segala sesuatu yang ada padanya,
bahwa Dia menciptakan semuanya dengan benar dan tidak sia-sia, bahkan:
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا
عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
supaya
Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang
telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik
dengan pahala yang lebih baik (surga).
(An-Najm: 31)
Kemudian
Allah Swt. membersihkan diri-Nya dari kemusyrikan orang-orang yang menyembah selain
Dia di samping Dia, padahal Dialah semata yang menciptakan makhluk, tiada
sekutu bagi-Nya. Karena itu, hanya Dialah yang berhak disembah.
Selanjutnya
Allah mengingatkan tentang penciptaan makhluk jenis manusia dari nutfah yang
hina lagi lemah. Tetapi setelah ia menjadi manusia dan tumbuh dewasa, tiba-tiba
ia menjadi pembantah terhadap Tuhannya, mendustakan-Nya, dan memerangi
rasul-rasul-Nya; padahal tidaklah ia diciptakan melainkan untuk menjadi hamba
Allah, bukan lawan. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam
firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ
بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا * وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُهُمْ وَلا يَضُرُّهُمْ وَكَانَ الْكَافِرُ
عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا}
Dan
Dia (pula) yang menciptakan manusia
dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan musaharah,
dan adalah Tuhanmu Mahakuasa. Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak
memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudarat kepada
mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (setan untuk berbuat durhaka)
terhadap Tuhannya. (Al-Furqan: 54-55)
Dan
firman Allah Swt.:
{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا
خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا
وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا
الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan
apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata! Dan
dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata,
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur
luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakan kali
yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." (Yasin:
77-79)
Di
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah, dari
Bisyr ibnu Jahhasy yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. meludah pada telapak
tangannya, kemudian bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ:
ابْنَ آدَمَ، أنَّى تُعجِزني وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ، حَتَّى إِذَا
سَوَّيْتُكَ فَعَدَلْتُكَ مَشَيْتَ بَيْنَ بُرْدَيْكَ وَلِلْأَرْضِ مِنْكَ
وَئِيدٌ، فَجَمَعْتَ وَمَنَعْتَ، حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ:
أتصدقُ. وَأَنَّى أَوَانُ الصَّدَقَةِ؟ "
Allah
Swt. berfirman, "Hai anak Adam, mana mungkin kamu melemahkan-Ku, sedangkan
Akulah yang menciptakanmu dari ini, hingga manakala Aku sempurnakan bentukmu
dan Aku besarkan kamu, lalu kamu berjalan dengan memakai dua lapis bajumu,
sedangkan bumi telah menyediakan tempat pengebumian bagimu. Lalu kamu
menghimpun harta dan tidak mau bersedekah, dan manakala roh mencapai
tenggorokanmu (menjelang ajal), kemudian kamu
katakan, 'Saya akan bersedekah, 'padahal masa bersedekah telah habis."
An-Nahl, ayat 5-7
{وَالأنْعَامَ خَلَقَهَا
لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ (5) وَلَكُمْ فِيهَا
جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ (6) وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى
بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ (7) }
Dan Dia telah
menciptakan binatang ternak untuk kalian, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan beraneka ragam manfaat (kegunaan),
dan sebagiannya kamu makan. Dan kalian memperoleh pandangan yang indah
padanya, ketika kalian membawanya kembali ke kandang dan ketika kalian
melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-beban kalian ke
suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan
kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah Swt. menyebutkan nikmat yang Dia limpahkan
kepada hamba-hamba-Nya, antara lain Dia menciptakan binatang ternak untuk
mereka, yaitu unta, sapi, dan kambing, seperti yang telah dirinci di dalam
surat Al-An'am sampai dengan firman-Nya, "Samaniyata azwaf (delapan
ekor ternak yang berpasang-pasangan). Allah pun telah menjadikan pada
binatang-binatang ternak itu berbagai manfaat dan kegunaan buat mereka, yaitu
bulunya mereka jadikan pakaian dan hamparan, air susunya mereka minum, dan
anak-anaknya mereka makan, serta pandangan yang indah pada ternak mereka
sebagai perhiasan buat mereka. Untuk itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ}
Dan kalian memperoleh pandangan yang indah
ketika kalian membawanya kembali ke kandang. (An-Nahl: 6)
Artinya, di saat ternak kembali dari tempat
penggembalaannya di petang hari, maka ternak unta kelihatan sebagai ternak yang
memiliki pinggang paling panjang, tetek paling besar, dan punuk yang paling
tinggi.
{وَحِينَ تَسْرَحُونَ}
dan ketika kalian melepaskannya ke tempat
penggembalaan (An-Nahl: 6)
Yakni di pagi hari ketika kalian melepaskannya ke
tempat penggembalaan.
{وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ}
Dan ia memikul beban-beban kalian. (An-Nahl:
7)
Maksudnya, bawaan kalian yang berat-berat yang
kalian tidak mampu mengangkat dan membawanya.
{إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ
إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ}
ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup
sampai kepadanya melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri.
(An-Nahl: 7)
Yakni dalam perjalanan kalian menuju ibadah haji
dan umrah, berperang dan berniaga serta tujuan-tujuan lainnya; kalian dapat
menggunakannya untuk berbagai keperluan, yaitu sebagai kendaraan dan pembawa
muatan barang-barang kalian. Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang
lain, yaitu:
{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً
نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا
تَأْكُلُونَ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ}
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak
benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kalian. Kami memberi minum air
susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak
itu terdapat faedah yang banyak untuk kalian, dan sebagian darinya kalian
makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di
atas perahu-perahu kalian diangkut. (Al-Mu’minun: 21-22)
{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
الأنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ
وَلِتَبْلُغُوا عَلَيْهَا حَاجَةً فِي صُدُورِكُمْ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ
تُحْمَلُونَ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَأَيَّ آيَاتِ اللَّهِ تُنْكِرُون}
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak
untuk kalian, sebagiannya untuk kalian kendarai dan sebagiannya untuk kalian
makan. Dan (ada lagi) manfaat-manfaat lain pada binatang ternak itu
untuk kalian dan supaya kalian mencapai suatu keperluan yang tersimpan dalam
hati dengan mengendarainya. Dan kalian dapat diangkut dengan mengendarai
binatang-binatang itu dan dengan mengendarai bahtera. Dan Dia memperlihatkan
kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan-Nya); maka tanda-tanda (kekuasaan)
Allah yang manakah yang kalian ingkari? (Al-Mu’min: 79-81)
Karena itulah setelah menyebutkan berbagai macam
nikmat melalui firman-Nya, dalam ayat berikut ini disebutkan:
{إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 7)
Yakni Tuhanlah yang telah menyediakan hewan-hewan
ternak itu buat kalian dan yang menundukkannya buat kalian, sama halnya dengan
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ
مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ وَذَلَّلْنَاهَا
لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu
sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka
menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka
sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. (Yasin:
71-72)
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ
الْفُلْكِ وَالأنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ
تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا
إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ}
dan menjadikan untuk kalian kapal dan binatang
ternak yang kalian tunggangi, supaya kalian duduk di atas punggungnya, kemudian
kalian ingat nikmat Tuhan kalian apabila kalian telah duduk di atasnya; dan
supaya kalian mengucapkan, "Mahasuci Tuhan yang telah menundukkan semua
ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (Az-Zukhruf: 12-14)
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: padanya ada (bulu) yang menghangatkan. (An-Nahl: 5)
yang dapat mereka jadikan sebagai pakaian. dan berbagai manfaat. (An-Nahl:
5) Yakni manfaat lainnya, yaitu dagingnya dapat kalian makan dan susunya dapat
kalian minum.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa yang
dimaksud dengan dif'un dan manafi' ialah keturunan dari semua
hewan ternak.
Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya: padanya
ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat. (An-Nahl: 5)
Artinya pakaian dari hasil tenunan bulunya; dan berbagai manfaat lainnya dari
hewan ternak, yaitu sebagai kendaraan, dimakan dagingnya, dan diminum air
susunya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat. (An-Nahl:
5) Yakni pada binatang ternak terdapat bahan pakaian, makanan dan minuman,
serta sarana transportasi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh banyak
kalangan ulama tafsir dengan ungkapan yang berdekatan.
An-Nahl, ayat 8
{وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ
وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (8) }
dan (Dia telah menciptakan) kuda,
bagal, dan keledai, agar kalian menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan.
Dan Allah menciptakan apa yang kalian tidak mengetahuinya.
Jenis
hewan lain yang diciptakan oleh Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya sebagai
anugerah-Nya buat mereka ialah kuda, bagal, dan keledai yang dapat dipergunakan
untuk kendaraan dan perhiasan. Itulah kegunaan hewan-hewan tersebut yang paling
menonjol.
Mengingat
ketiga jenis hewan ini dipisahkan penyebutannya dari hewan ternak, maka ada
sebagian ulama yang dengan berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa daging kuda
hukumnya haram.
Di
antara mereka yang berpendapat demikian ialah Imam Abu Hanifah dan ulama fiqih
lainnya yang sependapat dengannya, dengan alasan bahwa Allah Swt. menyebutkan
kuda bersama dengan penyebutan bagal dan keledai; karena itulah maka kuda
haram, seperti yang disebutkan juga di dalam sunnah nabawi dan pendapat
sebagian besar ulama.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam
Ad-Dustuwa-i, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari maula
Nafi' ibnu Alqamah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas tidak menyukai
(memakruhkan) daging kuda, bagal, dan keledai.
Ia
mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Dia telah
menciptakan binatang ternak untuk kalian; padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kalian makan. (An-Nahl:
5) Yang disebutkan dalam ayat ini adalah hewan ternak yang dapat dimakan
dagingnya. Sedangkan firman berikutnya: dan (Dia telah menciptakan) kuda,
bagal, dan keledai agar kalian menungganginya. (An-Nahl: 8) menerangkan
jenis hewan yang kegunaannya untuk dikendarai.
Hal
yang sama telah diriwayatkan melalui jalur Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya,
dari Ibnu Abbas, dengan lafaz yang semisal.
Abu
Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal yang sama telah dikatakan pula oleh
Al-Hakam ibnu Utaibah r.a.
Mereka
mengatakan demikian dengan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
di dalam kitab Musnad-nya; disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ
عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ
يَزِيدَ، عَنْ صَالِحِ بْنِ يَحْيَى بْنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ
لُحُومِ الْخَيْلِ، وَالْبِغَالِ، وَالْحَمِيرِ.
telah
menceritakan kepada kami Yazid Ibnu Abdu Rabbihi, telah menceritakan kepada
kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari
Saleh ibnu Yahya ibnul Miqdam ibnu Ma'dikariba, dari ayahnya, dari kakeknya,
dari Khalid ibnul Walid yang mengatakan bahwa: Rasulullah Saw. melarang
memakan daging kuda, bagal, dan keledai.
Imam
Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah mengetengahkannya melalui hadis Saleh
ibnu Yahya ibnul Miqdam, tetapi predikat siqah-nya masih disangsikan.
Imam
Ahmad meriwayatkan pula melalui jalur lain secara lebih panjang daripada
riwayat yang pertama. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
سُلَيْمٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ يَحْيَى بْنِ الْمِقْدَامِ، عَنْ جَدِّهِ
الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ
الصَّائِفَةَ، فقَرِم أَصْحَابُنَا إِلَى اللَّحْمِ، فَسَأَلُونِي رَمَكة،
فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِمْ فَحبَلوها وَقُلْتُ: مَكَانَكُمْ حَتَّى آتِيَ خَالِدًا
فَأَسْأَلَهُ. فَأَتَيْتُهُ فَسَأَلْتُهُ، فَقَالَ: غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةَ خَيْبَرَ، فَأَسْرَعَ
النَّاسُ فِي حَظَائِرِ يَهُودَ، فَأَمَرَنِي أَنْ أُنَادِيَ: "الصَّلَاةُ
جَامِعَةٌ، وَلَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا مُسْلِمٌ" ثُمَّ قَالَ:
"أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ قَدْ أَسْرَعْتُمْ فِي حَظَائِرِ يَهُودَ،
أَلَا لَا تَحِلُّ أَمْوَالُ الْمُعَاهَدِينَ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحَرَامٌ
عَلَيْكُمْ لُحُومُ الْأُتُنِ الْأَهْلِيَّةِ وَخَيْلِهَا وَبِغَالِهَا، وَكُلِّ
ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَكُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ"
telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Salim, dari
Saleh ibnu Yahya ibnul Miqdam, dari kakeknya (yaitu Al-Miqdam ibnu Ma'dikariba)
yang mengatakan, "Kami bersama Khalid ibnul Walid memerangi As-Sa-ifah,
kemudian teman-teman kami memberikan daging kepada kami, dan sebagai imbalannya
mereka meminta seekor kuda, maka saya berikan kuda itu kepada mereka dan mereka
mengikatnya. Maka saya katakan kepada mereka, 'Kalian tunggu dahulu, hingga aku
datang kepada Khalid untuk bertanya kepadanya." Maka saya datang kepada
Khalid dan menanyakan masalah itu kepadanya, maka Khalid menjawab, 'Kami
berperang bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Khaibar.' Maka pasukan kaum
muslim bersegera menyerbu kandang ternak milik orang-orang Yahudi, dan
Rasulullah Saw. memerintahkan kepadaku untuk menyerukan bahwa salat didirikan
dengan berjamaah dan tidak akan masuk surga kecuali hanya seorang muslim.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, sesungguhnya kalian telah
bersegera menuju tempat kandang ternak orang-orang Yahudi. Ingatlah, tidaklah
halal harta benda orang-orang mu'ahad kecuali dengan alasan yang hak, dan
diharamkan kepada kalian daging keledai kampung, kuda, dan bagalnya; juga (diharamkan
kepada kalian) setiap hewan pemangsa yang bertaring dan setiap burung yang
berkuku tajam (burung pemangsa).
Seakan-akan
peristiwa ini terjadi sesudah orang-crang Yahudi mau mengadakan perjanjian
perdamaian dengan kaum muslim dan mereka bersedia memberikan separo hasil
pertanian mereka kepada kaum muslim."
Seandainya
hadis ini sahih, tentulah ia menjadi nas yang mengharamkan daging kuda,
tetapi hadis ini tidak dapat melawan hadis sahih yang terdapat di dalam kitab Sahihain
melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُحُومٍ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ،
وَأَذِنَ فِي لُحُومِ الْخَيْلِ
Rasulullah
Saw. telah melarang (memakan) daging keledai kampung
dan membolehkan daging kuda.
Imam
Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkannya*berikut kedua sanad yang ada pada
masing-masing dengan syarat Muslim melalui Jabir yang telah mengatakan:
ذَبَحْنَا يَوْمَ
خَيْبَرَ الْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ، فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ، وَلَمْ يَنْهَنَا عَنِ
الْخَيْلِ
Pada
Perang Khaibar kami menyembelih kuda dan bagal serta keledai, maka Rasulullah
Saw. melarang kami (memakan) bagal dan keledai,
tetapi tidak melarang kami (memakan) kuda.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Asma binti Abu
Bakar r.a. yang mengatakan:
نَحَرْنَا عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ
وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ
Di
masa Rasulullah Saw. kami pernah menyembelih kuda, lalu kami memakannya,
sedangkan kami berada di Madinah.
Dalil
ini lebih kuat dan lebih teguh, dan hadis inilah yang dijadikan pegangan oleh
Jumhur ulama, antara lain Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad serta semua
murid masing-masing; dan kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu
Mulaikah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kuda itu pada asal mulanya
adalah hewan liar, lalu Allah menjinakkannya buat Ismail ibnu Ibrahim a.s.
Wahb
ibnu Munabbih menyebutkan di dalam hadis Israiliyatnya, bahwa Allah menciptakan
kuda dari angin selatan.
Nas
hadis menunjukkan boleh mengendarai binatang-binatang ini, antara lain bagal.
Rasulullah Saw. pernah menerima hadiah seekor bagal, lalu dijadikannya sebagai
hewan kendaraannya, padahal beliau sendiri melarang menginseminasikan
(mengawinsilangkan) antara keledai dan kuda, agar keturunan keledai tidak
terputus (punah).
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ مِنْ آلِ
حُذَيْفَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ دَحْية الْكَلْبِيِّ قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أَحْمِلُ لَكَ حِمَارًا عَلَى فَرَسٍ، فَتُنْتِجَ لَكَ
بَغْلًا فَتَرْكَبَهَا؟ قَالَ: "إنما يفعل ذلك الذين لا يعلمون"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid, telah
menceritakan kepada kami Umar, dari keluarga Huzaifah, dari Huzaifah, dari
Asy-Sya'bi, dari Dahiyyah Al-Kalabi yang mengatakan bahwa ia pernah berkata
kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, maukah engkau bila aku
mengawinsilangkan keledai dan kuda, maka anaknya nanti (bagal) untukmu buat
kendaraanmu?" Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya yang
melakukan demikian hanyalah orang-orang yang tidak mengetahui."
An-Nahl, ayat 9
{وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ
السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ (9) }
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan itu
ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kalian
semuanya (kepada jalan yang benar).
Setelah
Allah Swt. menyebutkan berbagai hewan dan manfaat serta kegunaannya di jalan
yang bersifat kongkret, maka Allah Swt. mengingatkan kepada jalan agama yang
bersifat abstrak. Di dalam Al-Qur'an sering sekali terjadi peralihan ungkapan
dari hal-hal yang kongkret kepada hal-hal yang maknawi (abstrak), seperti yang
terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى}
Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. (Al-Baqarah: 197)
{يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ}
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. (Al-A'raf: 26)
Setelah
menyebutkan berbagai jenis hewan yang mereka kendarai sehingga dapat mengantarkan
mereka kepada keperluan yang ada di dalam hati mereka—hewan-hewan itulah yang
mengangkut barang-barang berat mereka ke berbagai negeri, tempat yang jauh, dan
perjalanan yang melelahkan— Allah menyebutkan jalan-jalan yang ditempuh oleh
manusia untuk menuju kepada Allah. Maka dijelaskan bahwa hanya jalan yang hak
sajalah yang dapat mengantarkan seseorang kepada Allah. Untuk itu disebutkan
dalam firman-Nya:
{وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ}
Dan
hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl:
9)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu
dari jalannya. (Al-An'am: 153)
{هَذَا
صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ}
ini adalah jalan yang lurus; kewajiban Akulah (menjaganya).
(Al-Hijr: 41) "
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan)
jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Maksudnya, jalan yang benar ialah jalan
menuju kepada Allah.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan)
jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Yakni agama Islam.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Artinya,
Allah-lah yang menjelaskannya, yakni menjelaskan jalan petunjuk dan jalan yang
sesat.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas; telah
dikatakan pula oleh Qatadah dan Ad-Dahhak.
Tetapi
pendapat Mujahid lebih kuat, sebab lebih serasi dengan konteks kalimat
sebelumnya. Allah Swt. memberitahukan bahwa banyak jalan yang ditempuh untuk
menuju kepada-Nya, tetapi tidak dapat mengantarkan kepada-Nya kecuali hanya
jalan yang hak (benar), yaitu jalan yang disyariatkan dan diridai-Nya.
Sedangkan selain dari jalan itu tertutup (buntu) dan semua amal perbuatan yang
dilakukan padanya ditolak. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَمِنْهَا جَائِرٌ}
dan
di antara jalan-jalan itu ada yang bengkok. (An-Nahl:
9)
Yakni
menyimpang dari jalan yang benar.
Menurut
Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan jalan yang bengkok ialah
jalan yang ditempuh oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Ibnu
Mas'ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut,
"وَمِنْكُمْ
جَائِرٌ"
"Dan
di antara kalian ada yang menyimpang dari jalan yang benar."
Kemudian
Allah Swt. memberitahukan bahwa hal itu semuanya terjadi karena kekuasaan-Nya
dan atas kehendak-Nya. Maka Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ}
Dan
jikalau dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). (An-Nahl: 9)
Sama
seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي
الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا}
Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. (Yunus: 99)
{وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ
لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ}
Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusanNya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan
memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) kesemuanya.
(Hud: 118-119)
An-Nahl, ayat 10-11
{هُوَ الَّذِي أَنزلَ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ (10)
يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ
كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (11) }
Dialah Yang telah
menurunkan air hujan dari langit untuk kalian, sebagiannya menjadi minuman dan
sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan,
yang pada (tempat tumbuhnya) kalian menggembalakan ternak kalian. Dia
menumbuhkan bagi kalian dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma,
anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Setelah Allah Swt. menyebutkan tentang hewan
ternak dan binatang lainnya sebagai karunia-Nya buat mereka, maka hal itu
diiringi-Nya dengan menyebutkan nikmat lainnya yang Dia limpahkan kepada
mereka, yaitu penurunan hujan, nikmat yang datang dari atas. Hujan dapat
memberikan bekal hidup dan kesenangan bagi mereka, juga bagi ternak mereka.
Allah Swt. berfirman:
{لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ}
pada sebagian dari air hujan itu kalian
beroleh minuman. (An-Nahl: 10)
Artinya, air hujan itu dijadikan oleh Allah
berasa tawar dan mudah diminum oleh kalian, Dia tidak menjadikannya berasa
asin.
{وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ}
dan dari sebagiannya pepohonan (menjadi
subur), yang pada (tempat tumbuhnya) kalian menggembalakan ternak
kalian. (An-Nahl: 10)
Dengan kata lain, dari pengaruh air hujan itu
Allah menjadikan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat kalian jadikan sebagai tempat
untuk menggembalakan ternak kalian. Ibnu Abbas, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah,
dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{فِيهِ تُسِيمُونَ}
yang pada (tempat tumbuhnya) kalian
menggembalakan ternak kalian. (An-Nahl: 10)
Yakni kalian menggembalakan ternak kalian,
berasal dari kata as-saum yang artinya gembala. Dikatakan Al-ibilus
sa-imah, artinya unta yang digembalakan.
Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. melarang melakukan penggembalaan sebelum matahari terbit.
Firman Allah Swt.:
{يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ
وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ}
Dia menumbuhkan bagi kalian dengan air hujan
itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. (An-Nahl:
11)
Allah menumbuhkan semuanya dari bumi dengan air
yang sama, tetapi hasilnya berbeda jenis, rasa, warna, bau. dan bentuknya.
Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An-Nahl:
11)
Yakni petunjuk dan bukti yang menyatakan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh
Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
وَأَنزلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ
بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ
هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ}
Atau siapakah yang telah menciptakan langit
dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan
air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak
mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang
lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari
kebenaran). (An-Naml: 60)
An-Nahl, ayat 12-13
{وَسَخَّرَ لَكُمُ
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ
بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (12) وَمَا ذَرَأَ
لَكُمْ فِي الأرْضِ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَذَّكَّرُونَ (13) }
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untuk
kalian. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untuk kalian) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahaminya), dan Dia (menundukkan pula) apa yangDia ciptakan untuk
kalian di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran.
Allah
Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya akan tanda-tanda kekuasaan-Nya dan
karunia-Nya yang sangat besar. Dia telah menundukkan malam dan siang hari yang
silih berganti, matahari dan bulan yang terus berputar, serta bintang-bintang
yang tetap dan bintang-bintang yang beredar di seluruh cakrawala langit;
semuanya sebagai cahaya dan penerangan untuk dijadikan petunjuk di dalam
kegelapan malam hari. Masing-masing beredar di garis edarnya yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt. Masing-masing darinya bergerak dengan gerakan yang
telah ditentukan, tidak bertambah, tidak pula berkurang dari apa yang telah
ditetapkan untuknya.
Semuanya
itu berada di bawah kekuasaan dan pengaruh Allah Swt. Semuanya telah
ditundukkan oleh-Nya, diatur, dan dimudahkan menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ
اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya
Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya
pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Dalam
surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaumyang mengambil pelajaran. (An-Nahl:
13)
Maksudnya,
padanya terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. yang sangat
menakjubkan dan menunjukkan akan kekuasaanNya Yang Mahabesar bagi orang-orang
yang mengambil pelajaran dari Allah dan memahami bukti-bukti-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا ذَرَأَ لَكُمْ فِي الأرْضِ
مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ}
dan
Dia (menundukkan pula) apa yang Dia
ciptakan untuk kalian di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. (An-Nahl:
13)
Setelah
mengingatkan kekuasaan-Nya yang ada di alam samawi (alam atas), Allah kembali
mengingatkan (manusia) kepada segala sesuatu yang diciptakan-Nya di bumi, yaitu
berbagai macam ciptaan yang menakjubkan dan segala macam hewan (makhluk hidup),
mineral-mineral, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya yang beraneka ragam
warna dan bentuknya, yang masing-masing mempunyai berbagai manfaat (kegunaan)
dan ciri-ciri khasnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَذَّكَّرُونَ}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. (An-Nahl:
13)
Yaitu
tanda-tanda kekuasaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, agar mereka bersyukur
kepada-Nya.
An-Nahl, ayat 14-18
{وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ
الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (14) وَأَلْقَى فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ
بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (15) وَعَلامَاتٍ
وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ (16) أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ
أَفَلا تَذَكَّرُونَ (17) وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ
اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (18) }
Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untuk kalian), agar kalian dapat memakan
darinya daging yang segar (ikan), dan kalian mengeluarkan dari lautan
itu perhiasan yang kalian pakai; dan kalian melihat bahtera berlayar padanya
dan supaya kalian mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya
kalian bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu
tidak guncang bersama kalian, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kalian mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda
(petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat
petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak
mempelajari. Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Allah
Swt. menyebutkan tentang laut yang luas dengan ombaknya yang gemuruh, Dia telah
menundukkannya. Allah menyebutkan pula karuniaNya kepada hamba-hamba-Nya,
bahwa Dia telah menundukkan laut untuk mereka sehingga mereka dapat
mengarunginya; Dia telah menciptakan padanya ikan-ikan kecil dan ikan-ikan
besar, lalu menghalalkannya bagi hamba-hamba-Nya untuk dimakan dagingnya, baik
dalam keadaan hidup maupun telah mati, baik mereka dalam keadaan tidak ihram
maupun sedang ihram.
Allah
telah menciptakan padanya mutiara-mutiara dan berbagai macam perhiasan yang
berharga, serta memudahkan bagi hamba-hamba-Nya dalam mengeluarkannya dari
tempatnya untuk perhiasan yang mereka pakai.
Allah
telah menundukkan laut untuk mengangkut kapal-kapal yang membelah jalan
melaluinya.
Menurut
pendapat lain, makna mawakhira ialah membelakangi arah angin; kedua
makna ini benar. Menurut pendapat lainnya lagi, laut dengan anjungannya, yaitu
bagian depan perahu (kapal) yang bangunannya agak tinggi. Itulah cara membuat
perahu yang telah ditunjukkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui kakek
moyang mereka, Nabi Nuh a.s.; lalu diterima oleh mereka secara turun-temurun.
Nabi
Nuh a.s. adalah orang pertama yang membuat kapal dan yang menaikinya, kemudian
manusia menerima keahlian ini dari suatu generasi ke generasi lainnya secara
turun-temurun. Mereka menaiki perahu dari satu kawasan ke kawasan yang lain
melalui jalan laut, dan dari suatu kota ke kota yang lain serta dari suatu
pulau ke pulau yang lain. Dengan menaiki perahu, mereka melakukan kegiatan
ekspor impor. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ}
dan
supaya kalian mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya dan supaya kalian bersyukur. (An-Nahl: 14)
Yakni
mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan kebajikan yangdiberikan-Nya.
Al-Hafiz
Abu Bakar Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa dalam
kitabnya ia menjumpai sebuah riwayat dari Muhammad ibnu Mu'awiyah Al-Bagdadi
yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu
Amr, dari Sahl Ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Allah berfirman kepada Laut Barat dan Laut Timur. Kepada Laut Barat
dikatakan, "Sesungguhnya Aku akan membawa sebagian dari hamba-hamba-Ku
berlayar melaluimu, maka apakah yang akan engkau lakukan terhadap mereka?"
Laut Barat menjawab, "Saya akan menenggelamkan mereka." Maka
dikatakan kepadanya, "Bahayamu berada di sekitarmu, tetapi Aku membawa mereka
dengan kekuasaan-Ku, dan Aku haramkan perhiasan dan berburu (padamu)."
Lalu Allah berfirman kepada Laut Timur, "Sesungguhnya Aku akan membawa
sebagian dari hamba-hamba-Ku dengan melaluimu, maka apakah yang akan engkau
lakukan terhadap mereka?" Laut Timur menjawab, "Aku akan membawa
mereka di atas permukaanku, dan aku akan menjadi seperti seorang ibu kepada
anaknya terhadap mereka." Maka Allah memberinya balasan berupa perhiasan
dan hewan buruan laut.
Kemudian
Al-Bazzar mengatakan, "Kami belum pernah mengetahui ada yang
meriwayatkannya dari Sahl selain Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Amr, sedangkan
hadisnya berpredikat munkar." Riwayat ini telah dikemukakan pula
oleh Sahl, dari An-Nu'man ibnu Abu Ayyasy, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf.
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan tentang bumi dan gunung-gunung yang menjulang tinggi
lagi kokoh, semuanya Dia" tancapkan di bumi agar bumi stabil, tidak
guncang; yakni tidak mengguncangkan semua makhluk hidup yang ada di
permukaannya. Karena bila bumi terus berguncang, hidup mereka tidak akan
tenang. Disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا}
Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at:
32)
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah; ia
pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, bumi
terus berguncang, maka mereka (para malaikat) berkata, "Bumi ini tidak
layak menjadi tempat bagi seorang manusia pun." Kemudian pada keesokan
harinya gunung-gunung telah diciptakan padanya, dan para malaikat tidak
mengetahui mengapa gunung-gunung itu diciptakan.
Sa'id
telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Qais ibnu Ubadah, bahwa
setelah Allah menciptakan bumi, maka bumi terus berguncang, lalu para malaikat
berkata, "Ini tidak layak bagi seorang pun yang bertempat tinggal di
permukaannya." Kemudian pada keesokan harinya ternyata telah ada
gunung-gunung (yang menstabilkannya).
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku
Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ata ibnus
Sa-ib, dari Abdullah ibnu Habib, dari Ali bin Abu Thalib RA yang mengatakan
bahwa setelah Allah menciptakan bumi, Dia membiarkannya, kemudian bumi berkata,
"Wahai Tuhanku, Engkau akan menciptakan di atasku Bani Adam yang gemar
mengerjakan dosa-dosa dan menimbulkan kekotoran di atasku?" Maka Allah
menancapkan padanya gunung-gunung yang dapat kalian lihat dan yang tidak
terlihat oleh kalian. Sebelum itu bumi tidak tetap, selalu berguncang seperti
daging yang hidup (berdenyut).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَنْهَارًا وَسُبُلا}
dan
(Dia menciptakan) sungai-sungai
dan jalan-jalan. (An-Nahl: 15)
Maksudnya,
Allah menciptakan padanya sungai-sungai yang mengalir dari suatu tempat ke
tempat yang lain sebagai rezeki buat hamba-hamba-Nya. Sungai berhulu dari suatu
tempat dan menjadi rezeki bagi orang-orang yang ada di tempat lain (yang
dilaluinya). Sungai menempuh berbagai kawasan dan daerah melalui hutan-hutan,
padang-padang, dan membelah bukit-bukit serta lembah-lembah, lalu sampai pada
suatu negeri yang penduduknya beroleh manfaat besar darinya. Dalam alirannya
air sungai berbelok-belok, terkadang ke arah kanan, ke arah kiri, terkadang
menciut, melebar, serta ada yang berarus deras, ada pula yang berarus tenang.
Terkadang sebagian lembah ada yang diairinya dalam suatu waktu, sedangkan di
waktu yang lain tidak diairinya, dalam perjalanannya dari sumber menuju
muaranya. Kekuatan dan lemahnya arus air telah ditetapkan oleh kehendak-Nya dan
menuruti sunnah yang telah ditetapkanNya. Maka tidak ada Tuhan selain Allah
dan tidak ada Rabb selain Dia.
Allah
pun telah menjadikan padanya jalan-jalan yang dapat dilalui dari suatu negeri
ke negeri yang lain, sehingga ada jalan yang membelah gunung, yakni jalan yang
ada di antara dua gunung membentuk celah sebagai jalan yang dapat dilalui,
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan
telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang
luas. (Al-Anbiya: 31), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَعَلامَاتٍ}
dan
(Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk
jalan). (An-Nahl: 16)
Yakni
petunjuk-petunjuk berupa gunung-gunung yang besar, bukit-bukit yang kecil,
serta lain-lainnya yang dapat dijadikan oleh para musafir sebagai tanda-tanda
mereka dalam perjalanannya—baik di darat maupun di laut— bila mereka sesat
jalan.
Firman
Allah Swt.:
{وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ}
Dan
dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16)
Yaitu
di malam hari, menurut Ibnu Abbas.
Diriwayatkan
dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda
(penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat
petunjuk. (An-Nahl: 16) Bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda itu adalah
gunung-gunung.
Kemudian
Allah Swt. mengingatkan (manusia) akan kebesaran Zat-Nya, bahwa yang patut
disembah hanyalah Dia, bukan berhala-berhala itu yang tidak dapat membuat
sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri dibuat orang. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ
أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Maka
apakah (Allah) yang menciptakan itu sama
dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak
mengambil pelajaran. (An-Nahl: 17)
Kemudian
Allah Swt. mengingatkan mereka atas sangat berlimpahnya nikmat-nikmat serta
kebaikan-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Dan
jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18)
Yakni
memaafkan kalian. Sekiranya kalian dituntut untuk mensyukuri semua nikmat-Nya,
tentulah kalian tidak akan mampu melakukannya. Dan seandainya kalian
diperintahkan untuk itu, pastilah kalian lemah dan meninggalkannya (tidak dapat
bersyukur secara semestinya). Seandainya Dia mengazab kalian, tentulah Dia
berhak mengazab kalian tanpa berbuat aniaya terhadap kalian. Akan tetapi, Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dia selalu mengampuni dosa-dosa yang banyak
dan membalas pahala kebaikan sekecil apa pun.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun. (An-Nahl: 18) Hal ini dinyatakan-Nya mengingat
ada di antara kalian yang lupa untuk bersyukur kepada-Nya atas sebagian dari
nikmat yang telah diberikan kepadanya. Allah Maha Pengampun bila kalian
bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan
kepada-Nya serta menempuh jalan yang diridai-Nya. lagi Maha Penyayang. (An-Nahl:
18) Yakni Maha Penyayang kepada kalian, Dia tidak mengazab kalian sesudah
kalian kembali dan bertobat kepada-Nya.
An-Nahl, ayat 19-21
{وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ (19) وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا
يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ (20) أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ وَمَا
يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (21) }
Dan Allah mengetahui
apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan. Dan berhala-berhala
yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan
berhala-berhala itu (sendiri) dibuat
orang. (Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup, dan
berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan
dibangkitkan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengetahui semua
yang terkandung di dalam hati dan semua rahasia, sebagaimana Dia mengetahui
hal-hal yang lahir (nyata). Di hari kiamat kelak Dia akan memberikan balasanNya
kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya
baik, maka balasannya baik; tetapi jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya
buruk pula.
Selanjutnya Dia menyebutkan bahwa berhala-berhala
yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan
mereka sendiri dibuat oleh manusia; seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam firman-Nya menyitir kata-kata kekasih-Nya Nabi Ibrahim a.s., yaitu:
{أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ وَاللَّهُ
خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ}
Apakah kalian menyembah patung-patung yang
kalian pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian
perbuat itu? (Ash-Shaffat: 95-96)
Firman Allah Swt.:
{أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ}
(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup.
(An-Nahl: 21)
Artinya, benda-benda mati tidak bernyawa; maka
tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, dan tidak berakal.
{وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ}
dan berhala-berhala itu tidak mengetahui
bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan. (An-Nahl: 21)
Berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah hari
kiamat terjadi. Maka bagaimanakah dapat diharapkan darinya manfaat atau pahala
atau balasan? Sesungguhnya yang dapat diharapkan manfaat, pahala, dan
balasannya hanyalah Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, Dialah Yang menciptakan
segala sesuatu.
An-Nahl, ayat 22-23
{إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ قُلُوبُهُمْ مُنْكِرَةٌ وَهُمْ
مُسْتَكْبِرُونَ (22) لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا
يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ (23) }
Tuhan kalian adalah
Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati
mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan
mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka
lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.
Allah Swt. menyebutkan bahwa tidak ada Tuhan
selain Dia Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Lalu Dia
memberitahukan bahwa orang-orang kafir itu ingkar hatinya akan hal tersebut,
seperti yang diceritakan-Nya menyitir ucapan mereka yang bernada heran:
{أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ
هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ}
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan
Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
(Shad: 5)
Demikian pula dalam firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ
اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ
الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
Dan apabila hanya nama Allah saja yang
disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat;
dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka
bergirang hati. (Az-Zumar: 45)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang
yang sombong. (An-Nahl: 22)
Maksudnya, tidak mau menyembah Allah selain hati
mereka ingkar kepada keesaan-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain
melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min:
60)
Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{لَا جَرَمَ
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا
يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. (An-Nahl:
23)
Dengan kata lain, Dia akan membalas mereka atas
hal tersebut dengan balasan yang sempurna.
{إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong. (An-Nahl: 23)
An-Nahl, ayat 24-25
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ
مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (24) لِيَحْمِلُوا
أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ
يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ (25) }
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan
Tuhanmu?” Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu." (ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa
orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka
disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.
Allah
Swt. berfirman kepada mereka yang mendustakan-Nya:
{مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا}
"Apakah
yang telah diturunkan oleh Tuhan kalian?” Mereka menjawab. (An-Nahl: 24)
dengan
jawaban yang memalingkan pembicaraan dari jawaban yang sebenarnya, yaitu:
{أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
Dongengan-dongengan
orang-orang dahulu. (An-Nahl: 24)
Dengan
kata lain, Allah tidak menurunkan sesuatu pun yang berarti, dan sesungguhnya
apa yang dibacakan kepada kami hanyalah dongengan-dongengan orang dahulu, yakni
diambil dari kitab-kitab terdahulu; sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt.
menyitir kata-kata mereka dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ
اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا}
Dan
mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya
dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al-Furqan: 5)
Artinya,
mereka membuat-buat kedustaan terhadap Rasul dan mengatakan kata-kata yang
semuanya tidak benar, bertentangan serta berbeda dengan kenyataannya; seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ
فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}
Perhatikanlah,
bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah
mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan)
jalan (untuk menentang kerasulanmu). (Al-Furqan: 9)
Demikian
itu karena sesungguhnya setiap orang yang keluar dari jalan yang benar, maka
apa pun yang dikatakannya adalah keliru belaka. Mereka mengatakan Nabi Saw.
sebagai seorang penyihir, tukang syair, ahli ramal (tenung), dan orang gila.
Kemudian pendapat mereka menjadi satu, menuruti apa yang dibuat-buat oleh
pemimpin mereka yang dikenal dengan sebutan Al-Walid ibnul Mugirah Al-Makhzumi,
yaitu setelah dia:
{فَكَّرَ وَقَدَّرَ فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ
ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ثُمَّ نَظَرَ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ثُمَّ أَدْبَرَ
وَاسْتَكْبَرَ فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ يُؤْثَرُ}
memikirkan
dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka
celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia!
Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam
muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan
menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain
hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)."
(Al-Muddatstsir: 18-24)
Yakni
Al-Qur'an itu merupakan nukilan, lalu dibacakan. Kemudian mereka (orang-orang
kafir) bubar dengan suatu kesepakatan yang bulat menurut apa yang telah ditetapkan
oleh pendapat Al-Walid ibnul Mugirah itu; semoga Allah melaknat mereka.
Mengenai mereka, Allah Swt. berfirman:
{لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
(ucapan
mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada
hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak
mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25)
Yaitu
sesungguhnya Kami menetapkan atas mereka untuk mengatakan hal tersebut yang
menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya berikut dosa-dosa orang-orang yang
mengikuti dan menyetujui mereka. Dengan kata lain, mereka beroleh dosa-dosa
diri mereka dan dosa menyesatkan orang lain yang mengikuti jejak mereka. Di
dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ دَعَا إِلَى
هُدى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنِ اتَّبَعَهُ، لَا يَنْقُصُ
ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ
مِنَ الْإِثْمِ مثلُ آثَامِ مَنِ اتَّبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم
شيئًا".
Barang
siapa yang menyeru kepada hidayah (petunjuk),
dia akan beroleh pahalanya semisal dengan pahala orang-orang yang mengikuti
jejaknya, tanpa mengurangi pahala mereka barang sedikit pun. Dan barang siapa
yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosanya semisal dengan dosa
orang-orang yang mengikuti jejaknya, tanpa mengurangi dosa mereka barang
sedikit pun.
Dan
Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا
مَعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا
يَفْتَرُونَ}
Dan
sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa)
mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban
mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang
apa yang selalu mereka ada-adakan. (Al-'Ankabut: 13)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan
makna firman-Nya: (ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya
dengan sepenuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).
(An-Nahl: 25) Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban-beban (dosa) mereka, dan
beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Al-'Ankabut:
13)
Mujahid
mengatakan bahwa mereka memikul beban dosa-dosa mereka berikut dosa orang-orang
yang mengikuti jejak mereka, tanpa mengurangi azab yang diterima oleh
orang-orang yang taat kepada mereka barang sedikit pun.
An-Nahl, ayat 26-27
{قَدْ مَكَرَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ
عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا
يَشْعُرُونَ (26) ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُخْزِيهِمْ وَيَقُولُ أَيْنَ
شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تُشَاقُّونَ فِيهِمْ قَالَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ إِنَّ الْخِزْيَ الْيَوْمَ وَالسُّوءَ عَلَى الْكَافِرِينَ (27) }
Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan
makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas,
dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.
Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman, "Di
manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kalian selalu
memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?” Berkatalah
orang-orang yang telah diberi ilmu, "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari
ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir.”
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar. (An-Nahl: 26)
Orang yang dimaksud ialah Raja Namruz yang telah membangun pencakar langit (di
masa dahulu).
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa orang yang
mula-mula berlaku sewenang-wenang di muka bumi ialah Raja Namruz. Kemudian
Allah mengirimkan seekor nyamuk kepadanya, lalu nyamuk itu memasuki lubang
hidungnya. Maka Namruz hidup selama empat ratus tahun yang setiap harinya ia
memukuli kepalanya dengan palu (untuk meringankan rasa sakit kepalanya akibat
nyamuk itu). Lama-kelamaan ada seseorang yang merasa kasihan kepada orang-orang
yang ditugaskan untuk memukulinya setiap hari, lalu ia memukul kepala raja itu
dengan keras hingga terbelah dan matilah raja itu. Dia hidup sewenang-wenang
selama empat ratus tahun, maka Allah mengazabnya selama empat ratus tahun sama
dengan masa pemerintahannya, lalu Allah mematikannya. Dialah yang membangun
pencakar langit, yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: maka Allah
menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya. (An-Nahl: 26)
Ulama
lainnya mengatakan bahwa dia bukanlah Namruz, melainkan Bukhtanasar. Lalu
mereka menyebutkan salah satu dari makarnya yang dikisahkan oleh Allah Swt.
dalam ayat ini, sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam surat
Ibrahim melalui firman-Nya:
{وَإِنْ كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ
الْجِبَالُ}
Dan
sesungguhnya makar mereka itu (amat
besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46)
Ulama
lainnya mengatakan, apa yang diungkapkan dalam ayat ini merupakan perumpamaan
yang menggambarkan kebatilan dari apa yang telah diperbuat oleh orang-orang
yang kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain dari
ibadahnya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya yang
menceritakan perkataan Nabi Nuh a.s.:
{وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا}
dan
melakukan tipu daya yang amat besar. (Nuh:
22)
Artinya,
mereka telah melakukan tipu muslihat untuk menyesatkan manusia dengan segala
upaya, dan dengan berbagai cara mereka memikat manusia untuk menyukai
kemusyrikan mereka. Para pengikut mereka berkata kepada mereka pada hari
kiamat:
{بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا
أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا}
(Tidak)
sebenarnya tipu daya (kalian) di waktu malam dan siang (yang
menghalangi kami), ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah
dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya. (Saba: 33), hingga akhir ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ
الْقَوَاعِدِ}
maka
Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya. (An-Nahl: 26)
Yakni
Allah mencabutnya dari dasarnya dan membatalkan amal perbuatan mereka. Sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ
أَطْفَأَهَا اللَّهُ}
Setiap
mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. (Al-Maidah: 64)
{فَأَتَاهُمُ
اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ
يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا
يَا أُولِي الأبْصَارِ}
maka
Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman)
dari azab yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menimpakan ketakutan ke
dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumahnya sendiri dengan tangan
mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian
itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (Al-Hasyr:2)
Dan
dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ
الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ
الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُخْزِيهِمْ}
maka
Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah
azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. Kemudian Allah
menghinakan mereka di hari kiamat. (An-Nahl: 26-27)
Maksudnya,,
Allah bakal menampakkan kemaluan mereka dan menampakkan segala sesuatu yang
mereka sembunyikan dalam hatinya sehingga hal itu menjadi terang dan jelas.
Sama dengan pengertian yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ}
Pada
hari ditampakkan segala rahasia. (Ath-Thariq:
9)
Yaitu
ditampakkan dan diumumkan, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui
hadis Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يُنْصَبُ لِكُلِّ
غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اسْتِهِ بِقَدْرِ غَدْرَته،
فَيُقَالُ: هَذِهِ غَدْرَة فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ"
Kelak
di hari kiamat akan ditegakkan suatu panji bagi setiap orang yang berkhianat di
pantatnya sesuai dengan perbuatan khianatnya, lalu dikatakan bahwa inilah
pengkhianatan si Fulan bin Fulan.
Demikian
pula halnya dengan mereka, pada hari kiamat nanti Allah menampakkan kepada
semua orang tipu muslihat yang disembunyikan oleh mereka, lalu Allah
menghinakan mereka di mata semua makhluk. Kemudian Tuhan berfirman kepada
mereka dengan nada mencemoohkan dan mencela mereka:
{أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ
تُشَاقُّونَ فِيهِمْ}
Di
manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang
karena menyembahnya) kalian selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan
orang-orang mukmin)? (An-Nahl: 27)
Maksudnya,
di manakah sembahan-sembahan yang karenanya kalian berperang dan memusuhi para
nabi dan orang-orang yang beriman? Di manakah mereka? Apakah mereka dapat
menolong kalian dan menyelamatkan kalian dari sini?
{هَلْ يَنْصُرُونَكُمْ أَوْ يَنْتَصِرُونَ}
Dapatkah
mereka menolong kalian atau menolong diri mereka sendiri? (Asy-Syu'ara: 93)
{فَمَا
لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلا نَاصِرٍ}
maka
sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong. (Ath-Thariq: 10)
Dan
manakala hujah telah mengarah kepada mereka, bukti telah ditegakkan terhadap
mereka, serta kalimat azab telah pasti atas diri mereka, maka mereka diam
—tidak dapat beralasan lagi— di saat tiada jalan lari bagi mereka.
{قَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ}
Berkatalah
orang-orang yang telah diberi ilmu. (An-Nahl:
27)
Mereka
adalah orang-orang yang terkemuka di dunia dan akhirat, dan mereka adalah
orang-orang yang selalu memberitakan tentang perkara yang hak di dunia dan di
akhirat. Pada saat itu mereka mengatakan:
{إِنَّ الْخِزْيَ الْيَوْمَ وَالسُّوءَ عَلَى
الْكَافِرِينَ}
Sesungguhnya
kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 27)
Yakni
orang yang dipermalukan dan mendapat azab yang menyelimutinya pada hari itu
adalah orang-orang yang ingkar kepada Allah dan memper-sekutukan-Nya dengan
sesuatu yang tidak dapat membahayakannya, tidak pula dapat memberikan manfaat
kepadanya.
An-Nahl, ayat 28-29
{الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ
الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ
مِنْ سُوءٍ بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (28)
فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى
الْمُتَكَبِّرِينَ (29) }
(yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam
keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka berserah diri (sambil
berkata), "Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan
pun.” (Malaikat menjawab), "Ada, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan.” Maka masukilah pintu-pintu neraka
Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang
menyombongkan diri itu.
Allah
Swt. menceritakan keadaan orang-orang musyrik yang menganiaya diri mereka
sendiri di saat mereka menghadapi kematiannya dan para malaikat datang kepada
mereka untuk mencabut nyawa mereka yang buruk.
{فَأَلْقَوُا السَّلَمَ}
lalu
mereka berserah diri. (An-Nahl:
28)
Yakni
mereka menampakkan, rasa tunduk, patuh, dan menurut seraya berkata:
{مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ}
Kami
sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun (An-Nahl: 28)
Perihalnya
sama dengan apa yang dikatakan oleh mereka nanti pada hari mereka dibangkitkan
(di hari kiamat), seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{وَاللَّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ}
Demi
Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An’am: 23)
{يَوْمَ
يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ}
(Ingatlah)
hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah
kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik), sebagaimana mereka
bersumpah kepadamu. (Al-Mujadilah: 18)
Maka
Allah berfirman mendustakan perkataan mereka itu:
{بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ
مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ}
Ada,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan. Maka
masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah
tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (An-Nahl: 28-29)
Artinya,
seburuk-buruk tempat tinggal ialah tempat kehinaan bagi orang-orang yang
menyombongkan dirinya terhadap ayat-ayat Allah dan tidak mau mengikuti
rasul-rasul-Nya. Mereka memasuki neraka Jahanam sejak kematian mereka berikut
arwahnya, dan jasad mereka di dalam kuburnya beroleh panas dan angin yang
membakar dari neraka Jahanam. Dan apabila hari kiamat terjadi, maka arwah
mereka dimasukkan ke dalam tubuhnya masing-masing, lalu mereka tinggal kekal di
dalam neraka Jahanam.
{لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا
يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا}
Mereka
tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. (Fathir: 36)
Dalam
ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا
وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ
الْعَذَابِ}
Kepada
mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya
kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah
Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46)
An-Nahl, ayat 30-32
{وَقِيلَ لِلَّذِينَ
اتَّقَوْا مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا خَيْرًا لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي
هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ
الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
(31) الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ
عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (32) }
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa, "Apakah yang
telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, "(Allah telah menurunkan) kebaikan.”
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang
baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik
tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke
dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka
mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan
kepada orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan
dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), "Salamun
'alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian
kerjakan.”
Apa
yang disebutkan dalam ayat-ayat ini menceritakan perihal orang-orang yang
berbahagia, berbeda dengan apa yang diceritakan-Nya tentang orang-orang yang
celaka. Karena sesungguhnya orang-orang yang celaka itu ketika dikatakan kepada
mereka:
{مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ}
Apakah
yang telah diturunkan oleh Tuhanmu? (An-Nahl:
24)
Mereka
menjawab dengan jawaban yang menyimpang, "yaitu: "Allah tidak
menurunkan sesuatu pun yang berarti, sesungguhnya apa yang diturunkanNya
hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu." Sedangkan orang-orang
yang berbahagia menjawab, "Allah telah menurunkan kebaikan," yakni
rahmat dan berkah bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya dan beriman
kepada-Nya.
Kemudian
Allah Swt. menceritakan tentang janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui apa
yang diturunkan-Nya melalui rasul-rasul-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ
الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ}
Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan)
yang baik (An-Nahl: 30), hingga akhir ayat.
Semisal
dengan makna yang terkandung dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Barang
siapa yang mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik; dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)
Dengan
kata lain, barang siapa yang berbuat baik dalam dunia ini, pastilah Allah akan
membalas amalnya dengan balasan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan bahwa kehidupan di akhirat adalah lebih baik daripada
kehidupan di dunia, karena balasan di akhirat jauh lebih sempurna daripada
balasan di dunia, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ}
Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagi kalian,
pahala Allah adalah lebih baik. (Al-Qashash:
80), hingga akhir ayat.
{وَمَا
عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِلأبْرَارِ}
Dan
apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (Ali Imran: 198)
{وَالآخِرَةُ
خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Sedangkan
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'la: 17)
{وَلَلآخِرَةُ
خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأولَى}
Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada
permulaan. (Adh-Dhuha: 4)
Kemudian
Allah Swt. menggambarkan tentang kampung akhirat. Untuk itu Dia berfirman:
{وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ}
dan
itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 30)
*******************
Mengenai
firman Allah Swt.:
{جَنَّاتُ عَدْنٍ}
(yaitu)
surga ‘Adn. (An-Nahl: 31)
Lafaz
ayat ini berkedudukan menjadi badal (kata ganti) dari tempat bagi
orang-orang yang bertakwa. Dengan kata lain, di akhirat kelak mereka akan mendapat
surga' Adn sebagai tempat tinggal mereka.
{تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
Mengalir
di bawahnya sungai-sungai. (An-Nahl:
31)
Yakni
mengalir di bawah pepohonan dan gedung-gedungnya.
{لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ}
di
dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. (An-Nahl: 31)
Sama
halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:
{وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الأنْفُسُ
وَتَلَذُّ الأعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
dan
di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya. (Az-Zukhruf:71)
Di
dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
"إِنَّ السَّحَابَةَ
لَتَمُرُّ بِالْمَلَأِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَهُمْ جُلُوسٌ عَلَى شَرَابِهِمْ،
فَلَا يَشْتَهِي أَحَدٌ مِنْهُمْ شَيْئًا إِلَّا أَمْطَرَتْهُ عَلَيْهِمْ، حَتَّى
إِنَّ مِنْهُمْ لَمَنْ يَقُولُ: أَمْطِرِينَا كواعب أترابًا، فيكون ذلك "
Sesungguhnya
awan benar-benar melalui sejumlah orang dari kalangan penduduk surga di saat
mereka sedang duduk-duduk dalam jamuan minumnya. Maka tiada seorang pun dari
mereka menginginkan sesuatu melainkan awan itu menurunkan apa yang diingininya,
hingga sesungguhnya di antara mereka benar-benar ada orang yang mengatakan,
"Hai awan, turunkanlah kepada kami gadis-gadis remaja yang sebaya (bidadari-bidadari).” Maka keinginannya itu dituruti.
*******************
Firman
Allah Swt.:
كَذَلِكَ
يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Demikianlah
Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 31)
Artinya,
demikianlah Allah membalas setiap orang yang beriman kepada-Nya dan bertakwa
kepada-Nya serta berbuat baik dalam amalnya.
Kemudian
Allah Swt. menceritakan tentang keadaan mereka di saat mereka menghadapi
kematiannya, bahwa mereka dalam keadaan baik; yakni dalam keadaan bersih dari
kemusyrikan, kekotoran, dan semua keburukan. Dan sesungguhnya para malaikat
datang kepada mereka seraya mengucapkan salam dan menyampaikan berita gembira
surga kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ
ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا
تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ
أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا
تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ
رَحِيمٍ}
Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kalian merasa takut
dan janganlah kalian merasa sedih; dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian.” Kamilah
Pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya
kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di
dalamnya apa yang kalian minta. Sebagai hidangan (bagi kalian) dari
Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 30-32)
Dalam
keterangan terdahulu telah kami kemukakan hadis-hadis yang menceritakan tentang
kisah dicabutnya nyawa orang mukmin dan orang kafir, yaitu pada pembahasan
tafsir firman Allah Swt.:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ
اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ}
Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman
dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim:
27)
An-Nahl, ayat 33-34
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا
أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ كَذَلِكَ فَعَلَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ كَانُوا
أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (33) فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا عَمِلُوا وَحَاقَ
بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (34) }
Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya
para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang
telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allah tidak menganiaya mereka,
tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. Maka mereka
ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi
oleh azab yang selalu merekaperolok-olokkan.
Allah
Swt. berfirman mengancam orang-orang musyrik karena mereka terlalu
berkepanjangan dalam kebatilannya dan teperdaya oleh keduniawian, bahwa
tiadalah yang mereka tunggu-tunggu melainkan kedatangan para malaikat kepada
mereka untuk mencabut nyawa mereka. Demikianlah menurut keterangan yang
dikemukakan oleh Qatadah.
{أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ}
atau
datangnya perintah Tuhanmu. (An-Nahl:
33)
Yakni
hari kiamat beserta kengerian-kengerian yang mereka derita di dalamnya.
Firman
Allah Swt.:
{كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
Demikianlah
yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir)
sebelum mereka. (An-Nahl: 33)
Maksudnya,
demikianlah telah berlarut-larut dalam kemusyrikannya para pendahulu mereka,
orang-orang yang setara dan serupa dengan mereka dari kalangan kaum musyrik,
hingga mereka merasakan pembalasan Allah, dan tertimpa azab serta murka Allah
akibat perbuatannya.
{وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ}
Dan
Allah tidak menganiaya mereka. (An-Nahl:
33)
Karena
Allah Swt. mempunyai alasan yang kuat terhadap mereka dan telah menegakkan
hujah-hujah (bukti-bukti)-Nya terhadap mereka, yaitu melalui utusan-utusan-Nya
dan penurunan kitab-kitab-Nya.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
tetapi
merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. (An-Nahl: 33)
Karena
menentang para rasul dan mendustakan apa yang disampaikan oleh mereka, maka
orang-orang musyrik itu tertimpa hukuman dari Allah atas perbuatannya sendiri.
{وَحَاقَ بِهِمْ}
dan
mereka diliputi. (An-Nahl: 34)
Artinya,
mereka diliputi oleh azab yang sangat pedih.
{مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
oleh
azab yang selalu merekaperolok-olokan. (An-Nahl:
34)
Yakni
mereka memperolok-olokkan para rasul bilamana para rasul mengancam mereka
dengan siksa Allah. Karena itulah pada hari kiamat nanti dikatakan kepada
mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا
تُكَذِّبُونَ}
Inilah
neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya. (Ath-Thur: 14)
An-Nahl, ayat 35-37
{وَقَالَ الَّذِينَ
أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ
وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ فَعَلَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ (35)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ
عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُكَذِّبِينَ (36) إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (37) }
Dan berkatalah
orang-orang musyrik, "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan
menyembah sesuatu apa pun selain Dia baik kami maupun bapak-bapak kami, dan
tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya " Demikianlah
yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para
rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut itu,
" maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah, ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Jika kamu sangat
mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi
petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada
mempunyai penolong.
Allah
Swt. menyebutkan tentang teperdayanya orang-orang musyrik oleh kemusyrikan
mereka dan alasan mereka yang berpegang kepada takdir, yang hal ini terungkapkan
melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ
دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ
شَيْءٍ}
Jika
Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah suatu apa pun selain Dia,
baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun
tanpa (izin)-Nya. (An-Nahl: 35)
seperti
mengharamkan hewan ternak bahirah, saibah, wasilah, dan lain sebagainya
yang mereka buat-buat sendiri tanpa ada keterangan dari Allah yang
menjelaskannya.
Dengan
kata lain. perkataan mereka mengandung kesimpulan bahwa seandainya Allah Swt.
tidak suka dengan apa yang mereka perbuat, tentulah Allah mengingkari perbuatan
itu dengan menurunkan hukuman, dan tentulah Dia tidak akan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk melakukannya.
Allah
Swt. membantah alasan mereka yang keliru itu melalui firman-Nya:
{فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا الْبَلاغُ
الْمُبِينُ}
maka
tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (An-Nahl: 35)
Yakni
duduk perkaranya tidaklah seperti yang kalian duga, bahwa Allah tidak
mengingkari perbuatan kalian itu. Sesungguhnya Allah telah mengingkari
perbuatan kalian dengan pengingkaran yang keras, dan Dia telah melarang kalian
melakukannya dengan larangan yang kuat. Dia telah mengutus seorang rasul kepada
setiap umat, yakni kepada setiap generasi dan sejumlah manusia. Semua rasul
menyeru mereka untuk menyembah Allah dan melarang mereka menyembah selain-Nya:
{أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ}
Sembahlah
Allah (saja) dan jauhilah Tagut. (An-Nahl:
36)
Allah
Swt. terus-menerus mengutus rasul-rasul-Nya kepada manusia dengan membawa
risalah (tauhid) itu sejak terjadinya kemusyrikan di kalangan Bani Adam, yaitu
sejak kaumnya Nabi Nuh, Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka. Nuh a.s.
adalah.rasul yang mula-mula diutus oleh Allah kepada penduduk bumi, lalu
diakhiri oleh Nabi Muhammad Saw. yang seruannya mencakup semua lapisan manusia
dan jin, di belahan timur dan belahan barat bumi
Semua
rasul Allah menyerukan hal yang sama, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku.” (Al-Anbiya:
25)
{وَاسْأَلْ
مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ
الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ}
Dan
tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,
"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha
Pemurah?” (Az-Zukhruf: 45)
Dan
dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Tagut itu.” (An-Nahl: 36)
Maka
sesudah adanya keterangan ini, bagaimanakah seorang musyrik dapat diperkenankan
mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ
دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ}
Jika
Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain
Dia. (An-Nahl: 35)
Kehendak
Allah secara syar'i tentang mereka tidak ada, karena Allah Swt. telah
melarang mereka berbuat hal itu melalui lisan rasul-rasul-Nya. Adapun mengenai
kehendak Allah yang bersifat kauni (kenyataan) yang mendorong mereka
untuk melakukan hal tersebut secara takdir, maka tidak ada hujah (alasan)
bagi mereka dalam hal ini. Karena Allah telah menciptakan neraka dan para
penduduknya dari kalangan setan dan orang-orang kafir. Dia tidak rela hamba-hamba-Nya
berlaku kafir. Dalam menentukan hal tersebut Allah mempunyai alasan yang kuat
dan hikmah yang bijak.
Kemudian
sesungguhnya Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia mengingkari parbuatan
mereka dengan menimpakan siksaan kepada mereka di dunia sesudah para rasul
memberikan peringatan kepada mereka. Untuk itulah Allah Swt. menyebutkan dalam
firman-Nya:
{فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ
مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ}
Maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula
di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl: 36)
Dengan
kata lain, tanyakanlah nasib yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan
perkara yang hak dan menentang rasul-rasul Allah, bagaimanakah:
{دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا}
Allah
telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)
Allah
Swt. telah berfirman pula:
{وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
Dan
sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al-Mulk:
18)
Kemudian
Allah Swt. memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa keinginannya yang mendambakan
agar mereka (orang-orang kafir) mendapat petunjuk tidak ada manfaatnya bagi
mereka bilamana Allah telah menghendaki kesesatan mereka. Sama halnya dengan
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ
تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}
Barang
siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan
mampu menolak sesuatu pun (yang
datang) dari Allah. (Al-Maidah: 41)
Nuh
a.s. berkata kepada kaumnya yang disitir oleh firman-Nya:
{وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ
أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ}
Dan tidaklah bermanfaat kepada kalian nasihatku jika aku
hendak memberi nasihat kepada kalian, sekiranya Allah hendak menyesatkan
kalian. (Hud: 34)
Dan
dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:
{إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ}
Jika
kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah
tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37)
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ
وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Barang
siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi
petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (Al-A'raf: 186)
{إِنَّ
الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ
جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman,
meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka
menyaksikan azab yang pedih. (Yunus:
96-97)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَإِنَّ اللَّهَ}
maka
sesungguhnya Allah. (An-Nahl: 37)
Yakni
perihal dan urusan-Nya ialah bahwa apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan
apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dalam ayat berikutnya
disebutkan:
{لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ}
tiada
memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37)
Maka
siapakah yang dapat memberinya petunjuk bila bukan Allah? Jawabannya tentu saja
tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
{وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
dan
sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (An-Nahl:
37)
yang
dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan belenggu siksaan-Nya.
{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ
اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta
alam. (Al-A'raf: 54)
An-Nahl, ayat 38-40
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ
جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَا يَبْعَثُ اللَّهُ مَنْ يَمُوتُ بَلَى وَعْدًا عَلَيْهِ
حَقًّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (38) لِيُبَيِّنَ لَهُمُ
الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ كَانُوا
كَاذِبِينَ (39) إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ
كُنْ فَيَكُونُ (40) }
Mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan
membangkitkan orang yang mati.” (Tidak
demikian), bahkan (pasti akan membangkitkannya), sebagai suatu janji
yang benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui, agar Allah
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan agar
orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta.
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya. Kami
hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.” Maka jadilah ia.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal
orang-orang musyrik; mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah yang
sungguh-sungguh, yakni dengan sumpah yang berat, bahwa Allah tidak akan
membangkitkan orang yang telah mati. Dengan kata lain, mereka menganggap hal
tersebut mustahil; mereka mendustakan para rasul yang menyampaikan berita itu,
dan mereka bersumpah menentang hal itu. Maka Allah Swt. berfirman, mendustakan
mereka dan membantahnya:
{بَلَى}
(Tidak demikian) bahkan. (An-Nahl: 38)
Yakni tidaklah seperti yang mereka duga, bahkan
kebangkitan itu pasti terjadi.
{وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا}
sebagai suatu janji yang benar dari Allah. (An-Nahl:
38)
Yaitu sebagai suatu hal yang pasti terjadi.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (An-Nahl:
38)
Karena ketidaktahuan mereka, maka mereka
menentang rasul-rasul dan terjerumus ke dalam kekafiran.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan hikmah
diadakan-Nya hari kembali dan dibangkitkan-Nya semua jasad pada hari
pembalasan. Untuk itu disebutkan dalam firman-Nya:
{لِيُبَيِّنَ لَهُمُ}
agar Allah menjelaskan kepada mereka. (An-Nahl:
39)
Maksudnya, kepada manusia.
{الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ}
apa yang mereka perselisihkan itu. (An-Nahl:
39)
Yaitu segala sesuatunya.
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا
عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang
yang berbual jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).
(An-Najm: 31)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ
كَانُوا كَاذِبِينَ}
dan agar orang-orang kafir itu mengetahui
bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta. (An-Nahl: 39)
Yakni dalam sumpah mereka yang menyatakan bahwa
Allah tidak akan menghidupkan orang yang mati. Karena itulah, maka kelak di
hari kiamat mereka yang berbuat demikian akan diseru untuk masuk neraka
Jahannam dengan digiring, dan Malaikat Zabaniyah (juru siksa) berkata kepada
mereka:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا
تُكَذِّبُونَ أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ اصْلَوْهَا
فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
(Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka
yang dahulu kalian selalu mendustakannya.” Maka apakah ini sihir? Ataukah
kalian tidak melihat? Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas
apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian, kalian
hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur:
14-16)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan tentang
kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, bahwa tiada sesuatu pun
yang tidak mampu dilakukan-Nya, baik di bumi maupun di langit. Dan sesungguhnya
urusan Allah itu apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia hanya mengatakan
kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. Dan membangkitkan makhluk yang
telah mati termasuk ke dalam pengertian ini. Apabila Allah menghendaki hal itu
terjadi, sesungguhnya Dia hanya memerintahkannya dengan sekali perintah, maka
terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ
بِالْبَصَرِ}
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan
seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا
بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan
kalian (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan
dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا
أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu
apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.”
Maka jadilah ia. (An-Nahl: 40)
Artinya, Kami tinggal memerintahkan kepadanya
sekali perintah, maka dengan serta merta hal itu telah ada. Sehubungan dengan
hal ini, salah seorang penyair mengatakan dalam salah satu baitnya:
إِذَا مَا أَرَادَ اللَّهُ أَمْرًا فَإِنَّمَا ... يَقُولُ لَهُ:
"كُنْ"، قَوْلَةً فَيَكُونُ ...
Apabila
Allah menghendaki suatu urusan, maka sesungguhnya
Dia
hanya berkata kepadanya, "Jadilah kamu, " dengan sekali perkataan;
maka jadilah ia.
Dengan kata lain, Allah tidak memerlukan
penegasan apa pun dalam perintah-Nya untuk mengadakan sesuatu. Karena
sesungguhnya tiada sesuatu pun yang dapat mencegah kehendak-Nya dan tiada
sesuatu pun yang dapat menentang-Nya, sebab hanya Dia sematalah Tuhan Yang
Mahaperkasa lagi Mahabesar, segala sesuatu tunduk di bawah kekuasaan dan
keagungan-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb kecuali hanya
Dia semata.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabbah pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata yang pernah mendengar
Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman (dalam hadis
Qudsi-Nya): Anak Adam mencaci-Ku, padahal tidaklah layak baginya mencaciKu.
Anak Adam mendustakan Aku, padahal tidak layak baginya mendustakan Aku. Adapun
pendustaannya kepada-Ku ialah: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang
mati" (An-Nahl: 38). Maka Aku berfirman, "(Tidak demikian)
bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang
benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (An-Nahl:
38). Adapun caciannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang mengatakan,
"Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga " (Al-Maidah: 73). Maka
Aku berfirman, "Katakanlah. 'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada
pula diperanakkan, dan tidak pula seorangpun yang setara dengan Dia' (Al-Ikhlas:
1 - 4).'"
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh
Ibnu Abu Hatim secara mauquf. tetapi hadis ini dalam kitab Sahihain berpredikat
marfu dengan lafaz yang lain.
An-Nahl, ayat 41-42
{وَالَّذِينَ هَاجَرُوا
فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَلأجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (41) الَّذِينَ صَبَرُوا
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (42) }
Dan orang-orang yang
berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan
tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat
adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka
bertawakal.
Allah Swt. menyebutkan tentang balasan-Nya kepada
orang-orang yang berhijrah di jalan-Nya dengan mengharapkan rida-Nya. Mereka
adalah orang-orang yang meninggalkan tempat kelahirannya dan teman-temannya
serta sanak familinya dengan mengharapkan pahala dan balasan dari Allah Swt.
Dapat pula dikatakan bahwa penyebab turunnya ayat
ini berkenaan dengan orang-orang muslim yang berhijrah ke negeri Habsyah
(Abesinia), yaitu mereka yang mendapat tekanan keras dari kaumnya di Mekah,
hingga terpaksa keluar meninggalkan kaumnya menuju negeri Habsyah, agar mereka
dapat menyembah Tuhannya dengan tenang, tiada yang mengganggu. Di antara mereka
yang hijrah ke negeri Habsyah dan yang termasuk orang yang paling terhormat di
kalangan mereka ialah Usman ibnu Affan dan istrinya (yaitu Siti Ruqayyah binti
Rasulullah), Ja'far ibnu Abu Talib (anak paman Rasulullah), Abu Salamah ibnu
Abdul Aswad beserta sejumlah orang —kurang lebih delapan puluh orang— yang
terdiri atas laki-laki dan wanita, dan istri Abu Bakar As-Siddiq; semoga Allah
melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan memuaskan mereka, Allah memang telah
memperkenankannya.
Allah menjanjikan akan memberikan balasan yang
baik kepada mereka di dunia dan akhirat.
Allah Swt. berfirman:
{لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً}
pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus
kepada mereka di dunia. (An-Nahl: 41)
Ibnu Abbas. Asy-Sya'bi. dan Qatadah mengatakan
bahwa tempat yang bagus itu adalah kota Madinah.
Menurut pendapat lain adalah rezeki yang baik,
kata Mujahid.
Pada hakikatnya di antara kedua pendapat ini
tidak ada pertentangan, karena mereka meninggalkan tempat tinggal dan harta
benda mereka, maka Allah menggantikannya dengan tempat tinggal dan harta benda
yang lebih baik di dunia ini. Karena sesungguhnya barang siapa yang
meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberinya ganti dengan
sesuatu yang lebih baik baginya daripada apa yang ditinggalkannya itu. Dan
memang kenyataannya demikian, karena sesungguhnya Allah memperkuat mereka
tinggal di berbagai negeri dan menjadikan mereka berkuasa atas hamba-hamba-Nya,
sehingga jadilah mereka para raja dan para penguasa, dan masing-masing dari
mereka menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. memberitahukan pula bahwa pahala-Nya
bagi orang-orang yang berhijrah di hari akhirat nanti jauh lebih besar daripada
apa yang diberikan kepada mereka di dunia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلأجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ}
Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah
lebih besar. (An-Nahl: 41)
Yakni jauh lebih besar daripada apa yang
diberikan kepada mereka di dunia.
{لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
kalau mereka mengetahui. (An-Nahl: 41)
Maksudnya, seandainya orang-orang yang tidak ikut
hijrah bersama kaum Muhajirin mengetahui pahala yang disimpan oleh Allah Swt.
di sisi-Nya bagi orang-orang yang taat kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya.
Hasyim telah meriwayatkan dari Al-Awwam, dari
seseorang yang menceritakan kepadanya bahwa Umar ibnul Khattab r.a. bilamana
memberikan ‘ata kepada seseorang dari kalangan kaum Muhajirin selalu
mengatakan, '"Ambillah, semoga Allah memberkatimu dalam pemberian ini.
Inilah balasan yang dijanjikan oleh Allah di dunia, dan apa yang disimpan-Nya
buatmu kelak di kampung akhriat adalah jauh lebih utama." Kemudian ia
membacakan firman-Nya: pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada
mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhriat adalah lebih besar, kalau
mereka mengetahui. (An-Nahl: 41)
*******************
Kemudian Allah Swt. menyebutkan ciri-ciri khas
mereka melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ}
(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya
kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (An-Nahl: 42)
Yakni mereka sabar dalam menghadapi gangguan dari
kaumnya dan bertawakal kepada Allah Yang memberikan kesudahan yang baik bagi
mereka di dunia dan akhirat.
An-Nahl, ayat 43-44
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43) بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ
الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ (44) }
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Ad-Dahhak
mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Allah mengutus Nabi Muhammad menjadi
seorang rasul, orang-orang Arab mengingkarinya, atau sebagian dari mereka
ingkar akan hal ini. Mereka mengatakan bahwa Mahabesar Allah dari menjadikan
utusan-Nya seorang manusia. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا
إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ}
Patutkah
menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki
di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia.” (Yunus: 2), hingga akhir ayat.
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا
رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui. (An-Nahl:
43)
Maksudnya,
bertanyalah kamu kepada ahli kitab yang terdahulu, apakah rasul yang diutus
kepada mereka itu manusia ataukah malaikat? Jika rasul-rasul yang diutus kepada
mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika ternyata para
rasul itu adalah manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila Nabi Muhammad
Saw. adalah seorang rasul.
Allah
Swt. telah berfirman:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا
رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang lelaki yang Kami berikan wahyu
kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf:
109)
Mereka
bukanlah berasal dari penduduk langit seperti yang kalian duga.
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud
dengan ahluz zikr dalam ayat ini ialah ahli kitab. Pendapat yang sama
dikatakan pula oleh Mujahid dan Al-A'masy.
Menurut
Abdur Rahman ibnu Zaid, yang dimaksud dengan az-zikr ialah Al-Qur'an. Ia
mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا
لَهُ لَحَافِظُونَ}
Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya. (Al-Hijr: 9)
Pendapat
ini memang benar, tetapi bukan makna tersebut yang dimaksud dalam ayat ini,
mengingat orang yang menentang tidak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk
membuktikannya sesudah ia sendiri mengingkarinya.
Hal
yang sama dikatakan oleh Abu Ja'far Al-Baqir, bahwa kami adalah ahli zikir.
Maksud
ucapannya ialah bahwa umat ini adalah ahluz zikir memang benar,
mengingat umat ini lebih berpengetahuan daripada umat-umat terdahulu. Lagi pula
ulama yang terdiri atas kalangan ahli bait Rasulullah Saw. adalah sebaik-baik
ulama bila mereka tetap pada sunnah yang lurus, seperti Ali ibnu Abu Talib,
Ibnu Abbas, kedua anak Ali (Hasan dan Husain), Muhammad ibnul Hanafiyah, Ali
ibnul Husain Zainal Abidin, dan Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dan Abu Ja'far
Al-Baqir yang nama aslinya ialah Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, sedangkan
Ja'far adalah nama putranya. Begitu pula ulama lainnya yang semisal dan serupa
dengan mereka dari kalangan ulama-ulama yang berpegang kepada tali Allah yang
kuat dan jalan-Nya yang lurus. Dia mengetahui hak tiap orang serta menempatkan
kedudukan masing-masing sesuai dengan apa yang telah diberikan kepadanya oleh
Allah dan RasulNya, dan telah disepakati oleh hati hamba-hamba-Nya yang
beriman.
Kesimpulan
dari makna ayat ini ialah bahwa para rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw.
adalah manusia, sebagaimana Nabi Muhammad sendiri juga seorang manusia, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا
بَشَرًا رَسُولا وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى
إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا}
Katakanlah,
"Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi
rasul?” Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala
datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, "Adakah Allah
mengutus seorang manusia menjadi rasul?” (Al-Isra:
93-94)
{وَمَا
أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ
الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأسْوَاقِ}
Dan
Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan:
20)
وَمَا
جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ
Dan
tidaklah Kami menjadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak
(pula) mereka itu orang-orang
yang kekal. (Al-Anbiya: 8)
{قُلْ
مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ}
Katakanlah,
"Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al-Ahqaf: 9)
{قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ}
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang
diwahyukan kepadaku.” (Al-Kahfi:
110)
Kemudian
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada orang-orang yang meragukan bahwa
rasul-rasul itu adalah manusia, agar mereka bertanya kepada ahli kitab terdahulu
tentang para nabi yang terdahulu, apakah mereka dari kalangan manusia ataukah
dari kalangan malaikat?
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengutus mereka yaitu:
{بِالْبَيِّنَاتِ}
dengan
membawa keterangan-keterangan. (An-Nahl:
44)
Yakni
hujah-hujah dan dalil-dalil.
{وَالزُّبُرِ}
dan
kitab-kitab. (An-Nahl: 44)
Demikianlah
menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan yang lainnya. Az-zubur adalah
bentuk jamak dari zabur. Orang-orang Arab mengatakan zabartul kitaba,
artinya saya telah menulis kitab.
Allah
Swt. telah berfirman:
{وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ}
Dan
segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. (Al-Qamar. 52)
وَلَقَدْ
كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا
عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
Dan
sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuz, bahwasanya bumi ini
dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ}
Dan
Kami turunkan kepadamu Az-Zikr. (An-Nahl:
44)
Maksudnya,
kitab Al-Qur'an.
{لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ}
agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. (An-Nahl: 44)
Yakni
dari Tuhannya, karena kamu telah mengetahui makna apa yang telah diturunkan
oleh Allah kepadamu-, dan karena keinginanmu yang sangat kepada Al-Qur'an serta
kamu selalu mengikuti petunjuknya. Karena Kami mengetahui bahwa kamu adalah
makhluk yang paling utama, penghulu anak Adam, maka sudah sepantasnya kamu
memberikan keterangan kepada mereka segala sesuatu yang global, serta memberi
penjelasan tentang hal-hal yang sulit mereka pahami.
{وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}
dan
supaya mereka memikirkan. (An-Nahl:
44)
Maksudnya,
agar mereka merenungkannya buat diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapat
petunjuk dan akhirnya mereka beroleh keberuntungan di dunia dan akhirat
(berkat Al-Qur'an).
An-Nahl, ayat 45-47
{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ
مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ
الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ (45) أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ
فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ (46) أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ
رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (47) }
Maka apakah orang-orang
yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya
bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat
yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan,
maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah
mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka
sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah
Swt. menyebutkan tentang kesabaran-Nya dalam memberikan masa tangguh terhadap
orang-orang yang durhaka, yaitu mereka yang mengerjakan hal-hal yang buruk dan
menyeru orang lain untuk melakukannya, serta, menjerat manusia dalam seruannya
agar mereka ikut mengerjakannya. Padahal Allah mampu untuk membenamkan mereka
ke dalam bumi atau mendatangkan azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka
duga-duga. yakni dari arah yang tidak mereka ketahui. Makna ayat ini sama
dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ
يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ}
Apakah
kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan
menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu
berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa
Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kalian akan mengetahui
bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?
(Al-Mulk: 16-17)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ}
atau
Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan. (An-Nahl: 46)
Yakni
dalam bolak-balik mereka di kala mencari penghidupan, dalam kesibukan mereka di
perjalanannya, dan kesibukan-kesibukan lainnya yang menyita waktu mereka.
Qatadah
dan As-Saddi mengatakan bahwa makna taqallubuhum ialah perjalanan
mereka.
Mujahid,
Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fi
taqallubihim," yakni di malam dan siang hari mereka. Perihalnya sama
dengan makna yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ
يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
Maka
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98)
*******************
Mengenai
firman Allah Swt.:
{فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ}
maka
sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab
itu). (An-Nahl: 46)
Sebagai
jawabannya dapat dikatakan bahwa mereka sama sekali tidak dapat menolak siksa
Allah dalam keadaan apa pun.
Firman
Allah Swt.:
{أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ}
atau
Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). (An-Nahl: 47)
Makna
yang dimaksud ialah 'atau Allah mengazab mereka di saat mereka dalam keadaan
dicekam ketakutan akan disiksa Allah, maka siksaan seperti ini lebih berat dan
lebih keras; karena di samping siksaan yang keras, rasa takut itu juga
merupakan siksaan lainnya'.
Karena
itulah Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: atau Allah mengazab mereka di saat (mereka) dalam keadaan
takut. (An-Nahl: 47) Allah Swt. berfirman, "Jika Aku menghendaki,
tentu Aku mengazabnya setelah kematian temannya dan di saat ia dicekam oleh
rasa ketakutan akan tertimpa azab."
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan
lain-lainnya.
Kemudian
Allah Swt. berfirman:
{فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Maka
sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 47)
Mengingat
Dia tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap kalian.
Di
dalam, kitab Sahihain disebutkan:
لَا أَحَدَ أَصْبَرُ
عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ
يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ
Tiada
seorang pun yang lebih sabar daripada Allah bila mendengar gangguan yang
menyakitkannya; sesungguhnya mereka menjadikan bagi Allah anak, padahal
Allah-lah yang memberi rezeki mereka, dan Allah membiarkan mereka (tidak mengazab mereka dengan segera).
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis lainnya, yaitu:
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي
لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ" ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا
أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya
Allah benar-benar menangguhkan orang yang berbuat aniaya; hingga manakala Dia
mengazabnya, maka Allah tidak membiarkannya terlepas (dari siksa-Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan
firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih
lagi keras. (Hud: 102)
Dan
Allah berfirman:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا
وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan
berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku)
kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan
hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj: 48)
An-Nahl, ayat 48-50
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى
مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ
وَالشَّمَائِلِ سُجَّدًا لِلَّهِ وَهُمْ دَاخِرُونَ (48) وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلائِكَةُ وَهُمْ لَا
يَسْتَكْبِرُونَ (49) يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ (50) }
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah
diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam
keadaan bersujud kepada Allah, sedangkan mereka berendah diri? Dan kepada Allah
sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata
di bumi dan (Juga) para malaikat,
sedangkan mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut
kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan
(kepada mereka).
Allah
Swt. menyebutkan tentang keagungan, kebesaran, dan kemuliaanNya, bahwa segala
sesuatu tunduk kepada-Nya dan semua makhluk berendah diri kepada-Nya, baik
berupa benda, makhluk hidup, maupun makhluk yang terkena taklif dari kalangan
manusia, jin, dan para malaikat.
Maka
Allah menyebutkan bahwa semua makhluk yang mempunyai bayangan yang
berbolak-balik ke kanan dan ke kiri, yakni di pagi dan petang hari,
sesungguhnya bayangan itu pada hakikatnya sedang bersujud kepada Allah Swt.
Mujahid
mengatakan bahwa apabila matahari tergelincir, maka bersujudlah segala sesuatu
kepada Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan yang
lainnya.
Firman
Allah Swt.:
{وَهُمْ دَاخِرُونَ}
sedangkan
mereka berendah diri. (An-Nahl:
48)
Yakni
merendahkan dirinya.
Mujahid
mengatakan pula bahwa sujudnya segala sesuatu (kepada Allah) ialah bayangannya.
Mujahid menyebutkan gunung-gunung, lalu ia mengatakan bahwa sujudnya
gunung-gunung ialah bayangannya.
Abu
Galib Asy-Syaibani mengatakan, laut berombak merupakan ungkapan salatnya, dan
laut diumpamakan sebagai makhluk yang berakal bila sujud dikaitkan kepadanya,
seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الأرْضِ مِنْ دَابَّةٍ}
Dan
kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua
makhluk yang melata di bumi. (An-Nahl:
49)
Sama
dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ}
Hanya
kepada Allah-lah sujud (patuh) segala
apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan
sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Ar-Ra'd:
15)
Firman
Allah Swt.:
{وَالْمَلائِكَةُ وَهُمْ لَا
يَسْتَكْبِرُونَ}
dan
(juga) para malaikat, sedangkan
mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. (An-Nahl: 49)
Para
malaikat bersujud kepada Allah, yakni mereka tidak merasa enggan untuk
menyembah Allah.
{يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ}
Mereka
takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka. (An-Nahl: 50)
Yakni
mereka bersujud dengan rasa takut dan malu kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahabesar.
{وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}
dan
melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada
mereka). (An-Nahl: 50)
Artinya,
para malaikat selalu tetap taat kepada Allah Swt. dan mengerjakan semua
perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan-Nya.
An-Nahl, ayat 51-55
{وَقَالَ اللَّهُ لَا
تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ
فَارْهَبُونِ (51) وَلَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَهُ الدِّينُ
وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَتَّقُونَ (52) وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ
اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ (53) ثُمَّ إِذَا
كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (54)
لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (55) }
Allah berfirman,
"Janganlah kalian menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha
Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kalian takut.” Dan kepunyaan-Nyalah segala
apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu
selama-lamanya. Maka mengapa kalian bertakwa kepada selain Allah? Dan apa saja
nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kalian ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kalian meminta
pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan itu dari kalian,
tiba-tiba sebagian dari kalian mempersekutukan Tuhannya (dengan yang lain),
biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka;
maka bersenang-senanglah kalian. Kelak kalian akan mengetahui (akibatnya).
Allah
Swt. menyebutkan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, dan bahwa penyembahan itu
hanyalah ditujukan kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya
Dialah yang memiliki segala sesuatu, yang menciptakannya, dan Dialahi Tuhan
semuanya.
{وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا}
dan
untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. (An-Nahl:
52)
Ibnu
Abbas, Mujahid, Ikrimah, Maimun ibnu Mahran, As-Saddi, Qatadah, dan
lain-lainnya mengatakan bahwa makna wasiban ialah selama-lamanya.
Diriwayatkan
pula dari Ibnu Abbas, bahwa wasiban artinya wajib.
Mujahid
mengatakan bahwa makna wasiban ialah murni hanya untuk-Nya, yakni yang
wajib disembah oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi hanyalah Allah
saja. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu:
{أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ
أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا}
Maka
apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah
berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
Berdasarkan
pendapat Ibnu Abbas dan Ikrimah, maka pengertiannya termasuk ke dalam Bab
"Kebaikan". Adapun berdasarkan pendapat Mujahid, maka pengertiannya
termasuk ke dalam Bab "Talab (Perintah)". Dengan kata lain, takutlah
kalian, janganlah kalian mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, dan
murnikanlah ketaatan kalian hanya kepadaKu. Pengertian ini sama dengan yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ}
Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). (Az-Zumar: 3)
Kemudian
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dialah yang memiliki manfaat dan mudarat, dan
bahwa segala sesuatu yang ada pada hamba-hamba-Nya berupa rezeki, nikmat,
kesehatan, dan pertolongan hanyalah semata-mata dari karunia dan kebajikan-Nya
kepada mereka.
{ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ
تَجْأَرُونَ}
dan
bila kalian ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kalian meminta
pertolongan. (An-Nahl: 53)
Karena
kalian telah mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melenyapkannya
kecuali hanya Allah, maka sesungguhnya kalian di saat darurat (tertimpa bahaya)
selalu meminta pertolongan kepada-Nya dengan permintaan yang sangat mendesak.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ
ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ
أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا}
Dan
apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian
seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian
berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (Al-Isra: 67)
Dalam
ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا
فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ}
Kemudian
apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan itu dari kalian, .tiba-tiba
sebagian dari kalian mempersekutukan Tuhannya (dengan yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat
yang telah Kami berikan kepada mereka. (An-Nahl: 54-55)
Menurut
suatu pendapat, huruf lam yang terdapat di dalam firman-Nya, "Liyakfuru"
menunjukkan makna akibat. Menurut pendapat yang lainnya bermakna ta'lil;
dengan kata lain, Kami tetapkan hal itu bagi mereka agar mereka kafir,
yakni mereka menyembunyikan dan mengingkari nikmat Allah yang dilimpahkan
kepada mereka. Padahal Dialah yang telah melimpahkan nikmat-nikmat itu kepada
mereka, Dialah yang melenyapkan bahaya itu dari mereka.
Kemudian
Allah Swt. mengancam mereka melalui firman-Nya:
{فَتَمَتَّعُوا}
maka
bersenang-senanglah kalian. (An-Nahl:
55)
Artinya,
berbuatlah sesuka hati kalian, dan bersenang-senanglah sebentar dengan
kehidupan kalian.
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
Kelak
kalian akan mengetahui. (An-Nahl:
55)
akibat
dari perbuatan kalian yang ingkar itu.
An-Nahl, ayat 56-60
{وَيَجْعَلُونَ لِمَا لَا
يَعْلَمُونَ نَصِيبًا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ تَاللَّهِ لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا
كُنْتُمْ تَفْتَرُونَ (56) وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ
مَا يَشْتَهُونَ (57) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ
مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ
بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
(59) لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ
الْمَثَلُ الأعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (60) }
Dan mereka sediakan untuk
berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bagian
dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka Demi Allah, sesungguhnya
kalian akan ditanyai tentang apa yang telah kalian ada-adakan. Dan mereka
menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah, sedangkan untuk
mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu
anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran)
anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat
marah, ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita
yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah,
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. Orang-orang yang tidak beriman
kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk, dan Allah mempunyai sifat
yang Mahatinggi; dan Dialah Yang Mahaperkasa. lagi Mahabijaksana.
Allah
Swt. menceritakan keburukan-keburukan orang-orang musyrik yang menyembah
berhala-berhala dan patung-patung serta tandingan-tandingan yang mereka
ada-adakan di samping Allah tanpa pengetahuan. Mereka sediakan untuk
berhala-berhala itu satu bagian dari apa yang direzekikan oleh Allah untuk
mereka. Seperti yang disitir oleh firman Allah yang menceritakan ucapan mereka:
{هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا
لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا
كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ}
Ini
untuk Allah, sesuai dengan persangkaan mereka, dan ini untuk berhala-berhala
kami. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak
sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian
itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. (Al-An’am: 136) .
Yakni
mereka menetapkan bagi tuhan-tuhan sembahan mereka suatu bagian bersama-sama
dengan bagian Allah, bahkan mereka menye-jajarkannya dengan Allah. Maka Allah
bersumpah dengan menyebut nama Zat-Nya sendiri Yang Mahamulia, bahwa
sesungguhnya Dia kelak akan meminta pertanggungjawaban dari mereka terhadap
hal-hal yang mereka buat-buat itu. Sesungguhnya mereka benar-benar akan
mendapat balasan dari perbuatannya dan kelak Allah akan membalasnya dengan
balasan yang sempurna, yaitu di neraka Jahanam. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{تَاللَّهِ لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ
تَفْتَرُونَ}
Demi
Allah, sesungguhnya kalian akan ditanyai tentang apa yang telah kalian
ada-adakan. (An-Nahl: 56)
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan perihal sikap mereka, bahwa mereka menjadikan para
malaikat—hamba-hamba Allah— sebagai makhluk jenis perempuan, lalu mereka
menganggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah, yang mereka sembah juga
selain-Nya. Mereka melakukan kekeliruan yang sangat besar dalam tiga penilaian
tersebut. Mereka menisbatkan kepada Allah Swt. bahwa Allah mempunyai anak,
padahal Allah tidak beranak. Kemudian mereka memberikan kepada-Nya bagian anak
yang paling rendah, yaitu anak-anak perempuan, padahal mereka tidak senang hal
tersebut buat diri mereka sendiri, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى تِلْكَ
إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى}
Apakah
(patut) untuk kalian (anak) laki-laki
dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu
pembagian yang tidakadil. (An-Najm: 21-22)
Dan
firman Allah Swt. dalam surat ini, yaitu:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ
سُبْحَانَهُ}
Dan
mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah. (An-Nahl: 57)
Yakni
Mahasuci Allah dari perkataan dan apa yang mereka buat-buat itu.
{أَلا إِنَّهُمْ مِنْ إِفْكِهِمْ
لَيَقُولُونَ وَلَدَ اللَّهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ أَصْطَفَى الْبَنَاتِ عَلَى
الْبَنِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ}
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan,
"Allah beranak.” Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang
berdusta. Apakah Tuhan memilih (mengutamakan)
anak-anak perempuan daripada anak laki-laki? Apakah yang terjadi pada
kalian? Bagaimana (caranya) kalian menetapkan? (Ash-Shaffat:
151-154)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ}
sedangkan
untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka
sukai (yaitu anak-anak laki-laki). (An-Nahl: 57)
Maksudnya,
untuk diri mereka sendiri mereka memilih anak-anak laki-laki, enggan menerima
anak-anak perempuan yang kemudian mereka nisbatkan kepada Allah. Mahatinggi
Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
{وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى
ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا}
Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah)
mukanya. (An-Nahl: 58)
Yakni
tampak murung karena sedih dengan karunia anak yang diterimanya.
{وَهُوَ كَظِيمٌ}
dan
dia sangat marah. (An-Nahl: 58)
Yaitu
diam karena sangat sedih.
{يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ}
Ia
menyembunyikan dirinya dari orang banyak. (An-Nahl:
59)
Maksudnya,
tidak suka bila dirinya dilihat oleh orang-orang.
{مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ
عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ}
disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya
dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? (An-Nahl: 59)
Yakni
jika dia membiarkan anak perempuannya hidup, berarti dia membiarkannya hidup
terhina; dia tidak memberikan hak waris kepadanya, tidak pula
memperhatikannya, dia lebih mengutamakan anak laki-laki daripada anak
perempuan.
{أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ}
ataukah
akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup).
(An-Nahl: 59)
Yaitu
mengebumikannya hidup-hidup, seperti yang biasa mereka lakukan di masa
Jahiliah. Maka apakah yang tidak mereka sukai itu dan mereka menolaknya buat
diri mereka, lalu mereka menjadikannya buat Allah?
{أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ}
Ketahuilah,
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl: 59)
Alangkah
buruknya apa yang mereka katakan itu, alangkah buruknya apa yang mereka bagikan
itu, dan alangkah buruknya apa yang mereka nisbatkan kepada-Nya. Makna ayat ini
sama dengan ayat lain yang mengatakan:
{وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ
لِلرَّحْمَنِ مَثَلا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ}
Padahal
apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang
dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah, jadilah mukanya hitam
pekat, sedangkan dia amat menahan sedih. (Az-Zukhruf:
17)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ
مَثَلُ السَّوْءِ}
Orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk. (An-Nahl: 60)
Maksudnya,
kekurangan itu hanyalah pantas dinisbatkan kepada mereka.
{وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأعْلَى}
dan
Allah mempunyai sifat Yang Mahatinggi. (An-Nahl:
60)
Yakni
Kesempurnaan yang mutlak dari segala seginya, hal inilah yang pantas
dinisbatkan kepada Allah.
{وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
dan
Dialah YangMahaperkasa lagi Mahabijaksana. (An-Nahl:
60)
An-Nahl, ayat 61-62
{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ
النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا
يَسْتَقْدِمُونَ (61) وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ وَتَصِفُ
أَلْسِنَتُهُمُ الْكَذِبَ أَنَّ لَهُمُ الْحُسْنَى لَا جَرَمَ أَنَّ لَهُمُ
النَّارَ وَأَنَّهُمْ مُفْرَطُون (62) }
Jikalau Allah
menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di
muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan
mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya. Dan
mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya, dan lidah
mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan
mendapat kebaikan. Tiadalah diragukan bahwa nerakalah bagi mereka, dan
sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke dalamnya).
Allah Swt. menyebutkan sifat penyantun-Nya dalam
menghadapi makhluk-Nya yang banyak berbuat aniaya, bahwa seandainya Allah
menghukum mereka karena perbuatan mereka, tentulah semua makhluk yang melata di
bumi ini tidak akan ada karena habis ditumpas-Nya. Dengan kata lain, semua
binatang yang melata di muka bumi ini ikut binasa karena semua manusia
dibinasakan. Akan tetapi, Tuhan Yang Maha Penyantun mempunyai sifat Penyantun;
karenanya Dia menghadapi mereka dengan sifat penyantun-Nya serta memaaf, dan
menangguhkan mereka sampai batas waktu yang telah ditentukan (yakni hari
kiamat). Dengan kata lain, Allah tidak menyegerakan hukuman-Nya terhadap
mereka, karena seandainya Dia melakukan hal tersebut, niscaya tidak akan ada
seorang manusia pun yang hidup.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu
lshaq, dari Abul Ahwas yang mengatakan bahwa hampir-hampir binatang landak ikut
diazab karena dosa manusia. Lalu ia membacakan firman-Nya: Jikalau Allah
menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di
muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata. (An-Nahl: 61)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-A'masy,
dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah yang mengatakan bahwa Abdullah (Ibnu Mas'ud)
pernah mengatakan, "Hampir saja landak binasa di dalam liangnya disebabkan
dosa manusia."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Hakim Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir Al-Hanafi,
dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah yang mengatakan bahwa sahabat Abu
Hurairah pernah mendengar seorang lelaki berkata, "Sesungguhnya orang yang
zalim itu tidak membahayakan kecuali terhadap dirinya sendiri." Maka Abu
Hurairah berpaling ke arah lelaki itu dan berkata, "Tidak demikian, demi
Allah, melainkan sesungguhnya ayam kalkun benar-benar mati di dalam sarangnya
karena perbuatan aniaya orang yang zalim."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
أَنْبَأَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
مُسَرِّحٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ مسْلَمة بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي مَشْجَعة بْنِ رِبْعي، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرْنَا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ شَيْئًا إِذَا
جَاءَ أَجَلُهُ، وَإِنَّمَا زِيَادَةُ الْعُمُرِ بِالذُّرِّيَّةِ الصَّالِحَةِ،
يَرْزُقُهَا اللَّهُ الْعَبْدَ فَيَدْعُونَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ، فَيَلْحَقُهُ
دُعَاؤُهُمْ فِي قَبْرِهِ، فَذَلِكَ زِيَادَةُ الْعُمُرِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu
Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Syurahbil, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata, dari Salamah ibnu Abdullah, dari
pamannya (Abu Misyja'ah ibnu Rib'i), dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa
kami berbincang-bincang di hadapan Rasulullah Saw., lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak memberikan masa tangguh kepada sesuatu pun bila telah tiba ajalnya,
dan sesungguhnya bertambahnya usia itu hanyalah karena anak cucu yang saleh
yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba, lalu mereka mendoakannya
sesudah ia tiada, maka doa mereka sampai ke kuburnya. Yang demikian itulah
penambahan umur.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ}
Dan mereka menguntukkan bagi Allah apa yang
mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62)
Yakni anak-anak perempuan dan sekutu-sekutu yang
pada hakikatnya mereka pun adalah hamba-hamba Allah juga, padahal orang-orang
musyrik itu tidak suka bilaseseorang di antara mereka mempunyai sekutu dalam
harta miliknya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَصِفُ أَلْسِنَتُهُمُ الْكَذِبَ أَنَّ
لَهُمُ الْحُسْنَى}
dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu
bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62)
Hal itu sebagai pengingkaran terhadap pengakuan
mereka yang mengatakan bahwa mereka beroleh kebaikan di dunia; dan jika ada
hari kemudian, maka mereka beroleh kebaikan pula. Ayat ini sekaligus sebagai
pemberitaan tentang apa yang diucapkan oleh sebagian di antara mereka (yang
kafir), seperti yang disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَئِنْ أَذَقْنَا الإنْسَانَ مِنَّا
رَحْمَةً ثُمَّ نزعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ
نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي
إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ}
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu
rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya,
pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami
rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan
berkata, "Telah hilang bencana-bencana itu dariku.” sesungguhnya dia
sangat gembira lagi bangga. (Hud: 9-10)
{وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ
رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا
أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ
لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Dan jika Kami merasakan kepadanya suatu rahmat
dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah
hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku
dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan
pada sisi-Nya.” Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang
kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab
yang keras. (Fushshilat: 50)
أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا
وَوَلَدًا
Maka apakah kamu telahjnelihat orang yang
kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi
harta dan anak.” (Maryam: 77)
Demikian pula dalam firman Allah Swt. yang
menceritakan perkataan salah seorang lelaki dari dua orang lelaki, yaitu:
{وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ
لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا وَمَا أَظُنُّ
السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا
مُنْقَلَبًا}
Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim
terhadap dirinya sendiri; ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan
binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan
jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat
kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu"(Al-Kahfi: 35-36)
Mereka menggabungkan antara perbuatan yang buruk
dan harapan yang kosong yang mengatakan bahwa mereka akan beroleh balasan
kebaikan dari kekafirannya; hal ini jelas mustahil.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Ishaq telah
menceritakan bahwa ketika mereka membongkar Ka'bah untuk memperbaharui
bangunannya, mereka menjumpai sebuah batu pada batu fondasinya. Pada batu itu
tertulis kata-kata bijak dan nasihat-nasihat, yang antara lain mengatakan,
"Apakah kalian mengerjakan keburukan, lalu dibalas dengan kebaikan? Ya,
perumpamaannya sama dengan memetik buah anggur dari pohon yang berduri."
Mujahid dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan lidahmereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa
sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Yakni
para pelayan.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl:
62) Yaitu kelak di hari kiamat, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya,
dan inilah pendapat yang benar.
Untuk itulah Allah Swt. membantah mereka sehubungan
dengan angan-angan mereka itu melalui firman-Nya:
{لَا جَرَمَ}
Tiadalah diragukan. (An-Nahl: 62)
Maksudnya, memang benar dan pasti.
{أَنَّ لَهُمُ النَّارَ}
bahwa nerakalah bagi mereka. (An-Nahl: 62)
Yakni di hari kiamat kelak.
{وَأَنَّهُمْ مُفْرَطُونَ}
dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke
dalamnya). (An-Nahl: 62)
Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, serta yang
lainnya mengatakan bahwa makna lafaz mufarratun ialah terlupakan dan
tersia-sia di dalam neraka. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا
لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka pada hari (kiamat) ini Kami
melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.
(Al-A'raf: 51)
Dari Qatadah, disebutkan pula sehubungan dengan
makna firman-Nya, "Mufarratun" yakni mereka disegerakan masuk
ke neraka, berasal dari al-fart yang artinya paling dahulu sampai.
Di antara pendapat-pendapat yang disebutkan di
atas tidak ada pertentangan, karena pada hakikatnya mereka disegerakan masuk ke
neraka pada hari kiamat nanti, lalu mereka terlupakan di dalam neraka, yakni
tinggal di dalam neraka selama-lamanya (kekal).
An-Nahl, ayat 63-65
{تَاللَّهِ لَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ
أَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63) وَمَا
أَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ
وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (64) وَاللَّهُ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَسْمَعُونَ (65) }
Demi Allah,
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum
kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari
itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. Dan Kami tiadalah menurunkan
kepadamu Al Kitab (Al-Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Dan Allah menurunkan dari langit
air (hujan) dan dengan air itu dihidupkannya bumi sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah mengutus
rasul-rasul kepada umat-umat terdahulu, tetapi mereka didustakan oleh kaumnya
masing-masing. Maka bagimu, hai Muhammad, terdapat suri teladan dari kalangan
saudara-saudaramu para rasul yang terdahulu. Untuk itu, janganlah kamu kendur
semangat dalam menghadapi pendustaan kaummu terhadap dirimu. Adapun orang-orang
musyrik yang mendustakan rasul-rasul itu, sesungguhnya mereka berbuat demikian
hanyalah karena dorongan setan yang menghiasi apa yang mereka lakukan, sehingga
mereka memandangnya baik.
{فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ}
maka setan menjadi pemimpin mereka di hari
itu. (An-Nahl: 63)
Artinya, mereka dan setan yang menjadi pemimpin
mereka berada dalam siksaan dan pembalasan Allah. Setan tidak dapat
menyelamatkan mereka, tiada yang dapat menolong mereka, dan bagi mereka azab
yang pedih.
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya
bahwa sesungguhnya Dia menurunkan Al-Qur'an kepadanya tiada lain agar dia menjelaskan
kepada manusia apa yang mereka perselisihkan itu. Al-Qur'an adalah
pemisah di antara manusia dalam setiap hal yang mereka persengketakan.
{وَهُدًى}
dan menjadi petunjuk. (An-Nahl: 64)
bagi hati manusia.
{وَرَحْمَةً}
dan (menjadi) rahmat. (An-Nahl: 64)
bagi semua orang yang berpegang teguh kepadanya.
{لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
bagi kaum yang beriman. (An-Nahl: 64)
Sebagaimana Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai
kehidupan buat hati yang mati karena tadinya ingkar kepada Al-Qur'an, demikian
pula Allah menghidupkan bumi yang telah mati dengan air hujan yang diturunkanNya
dari langit.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَسْمَعُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
mendengarkan (pelajaran). (An-Nahl: 65)
Yakni memahami Kalamullah dan maknanya.
An-Nahl, ayat 66-67
{وَإِنَّ لَكُمْ فِي
الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ
وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ (66) وَمِنْ ثَمَرَاتِ
النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (67) }
Dan sesungguhnya pada
binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kalian. Kami memberi
kalian minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang
mudah ditelan bagi orang-orang yang hendak meminumnya. Dan dari buah kurma dan
anggur, kalian buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang yang memikirkan.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ لَكُمْ}
Dan sesungguhnya bagi kalian. (An-Nahl:
66)
hai manusia.
{فِي الأنْعَامِ}
pada binatang ternak. (An-Nahl: 66)
seperti unta, sapi, dan kambing.
{لَعِبْرَةً}
benar-benar terdapat pelajaran. (An-Nahl:
66)
Yaitu tanda dan bukti yang menunjukkan
kebijaksanaan Penciptanya, kekuasaan-Nya, rahmat, dan kelembutan-Nya.
{نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ}
Kami memberi kalian minum dari apa yang
berada dalam perutnya. (An-Nahl: 66)
Damir yang terdapat pada lafaz butunihi
dalam bentuk tunggal, tetapi merujuknya kepada makna al-an'am (hewan-hewan
ternak); atau damir kembali kepada hewan (makhluk hidup), karena
sesungguhnya binatang ternak termasuk hewan yang bernyawa. Maksud ayat di atas,
Kami memberi kalian minum dari apa yang terdapat di dalam perut binatang ini.
Tetapi di dalam ayat yang lain disebutkan dengan bentuk jamak (damir muannas),
yaitu:
{مِمَّا فِي بُطُونِهَا}
dari air susu yang ada dalam perutnya. (
Al-Mu’minun: 21)
Yang ini dan yang itu boleh, keduanya sama-sama
boleh, seperti hal yang terdapat di dalam firman-Nya:
{كَلا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ
ذَكَرَهُ}
Sekali-kalijangan (demikian)! Sesungguhnya
ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang
menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. (Al Mudatstsir: 54-55)
Demikian pula dalam contoh yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ
فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ}
Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan utusan
kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu
apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. Maka tatkala utusan itu sampai
kepada Sulaiman. (An-Naml: 35-36)
Yakni dengan membawa hadiah yang berupa harta
benda (Al-Mal) itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا
خَالِصًا}
antara tahi dan darah berupa susu yang bersih.
(An-Nahl: 66)
Yaitu warna putihnya, rasa susunya, dan
kemanisannya terpisah dari darah di antara tahi dan darah melalui suatu proses
dalam perut hewan; maka masing-masing dari ketiganya berjalan ke tempat
salurannya masing-masing bila makanan yang ada di dalam perut hewan telah
diproses. Darah mengalir ke arah urat-urat, air susu mengalir ke arah tetek,
sedangkan air kencing mengalir ke arah kemaluan, dan tahi disalurkan ke tempat
pembuangan (anus)nya. Dengan kata lain, masing-masing dari ketiganya tidak
bercampur dengan yang lain setelah terpisah (teruraikan), tidak pula berubah.
Firman Allah Swt.:
{لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ}
berupa susu yang bersih yang mudah ditelan
bagi orang-orang yang hendak meminumnya. (An-Nahl: 66)
Artinya, tiada seorang pun yang merasa sulit
meminumnya. Setelah Allah menyebutkan perihal air susu, yang antara lain Dia
menyebutkan bahwa air susu itu dijadikan-Nya sebagai minuman yang mudah ditelan
oleh orang-orang yang meminumnya; kemudian Allah menyebutkan tentang jenis
minuman lain yang dibuat oleh manusia yang dihasilkan dari buah kurma dan buah
anggur, serta minuman perasan yang memabukkan yang dahulu sering mereka buat
sebelum diharamkan. Karena itulah, maka dalam ayat ini Allah menyebutkan
karunia yang telah diberikan-Nya kepada mereka melalui firman-Nya:
{وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ
تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا}
Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat
minuman yang memabukkan. (An-Nahl: 67)
Hal ini menunjukkan bahwa khamr dihalalkan
menurut syara' sebelum ada pengharamannya, sekaligus menunjukkan makna
persamaan antara yang memabukkan yang terbuat dari perasan buah kurma dan yang
terbuat dari perasan buah anggur. Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Imam
Syafii, dan Imam Ahmad serta jumhur ulama. Hukum yang sama diberlakukan pula
terhadap semua jenis minuman ini yang terbuat dari gandum, jewawut, jagung, dan
madu; seperti yang telah disebutkan secara rinci oleh sunnah, dan di sini tidak
akan diuraikan pembahasannya secara rinci.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. (An-Nahl:
67) . Minuman yang memabukkan ialah minuman haram yang terbuat dari keduanya
(kurma dan anggur), sedangkan yang dimaksud dengan rezeki yang baik ialah
hal-hal yang dihalalkan dari hasil keduanya.
Menurut riwayat yang lain, yang memabukkan adalah
yang diharamkan, sedangkan rezeki yang baik ialah yang dihalalkan. Dengan kata
lain, hasil yang kering dari kedua jenis buah ini (kurma dan anggur) dan jenis
minuman lain yang terbuat dari keduanya yang tidak memabukkan, seperti minuman
perasan anggur dan kurma sebelum berubah menjadi keras; begitu pula cuka yang
dihasilkan dari keduanya, seperti yang telah disebutkan oleh sunnah.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
(An-Nahl: 67)
Penyebutan akal dalam ayat ini sangat tepat,
karena akal merupakan bagian yang termulia dari manusia. Untuk itulah maka
Allah mengharamkan kepada umat ini semua jenis minuman yang memabukkan demi
menjaga akal mereka.
Sehubungan dengan buah kurma dan buah anggur ini,
Allah Swt. menyebutkannya pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ
وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ
وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ
الأزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الأرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا
يَعْلَمُونَ}
Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan
dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah
mereka tidak bersyukur? Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yasin: 34-36)
An-Nahl, ayat 68-69
{وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى
النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا
يَعْرِشُونَ (68) ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ
ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ
لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (69) }
Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia, "kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan
dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut
lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang memikirkan.
Yang dimaksud dengan 'wahyu' dalam ayat ini ialah
ilham, petunjuk, dan bimbingan dari Allah kepada lebah agar lebah membuat
sarangnya di bukit-bukit, juga di pohon-pohon serta di tempat-tempat yang
dibuat manusia. Kemudian berkat adanya ilham dari Allah ini lebah membangun
rumah (sarang)nya dengan sangat rapi struktur dan susunannya, sehingga tidak
ada cela padanya.
Kemudian Allah Swt. menganugerahkan insting
kepada lebah untuk makan dari sari buah-buahan dan menempuh jalan-jalan yang
telah dimudahkan oleh Allah baginya; sehingga lebah dapat menempuh jalan udara
yang luas, padang sahara yang membentang luas, lembah-lembah, dan gunung-gunung
yang tinggi menurut apa yang disukainya. Lalu masing-masing lebah dapat kembali
ke sarangnya tanpa menyimpang ke arah kanan atau ke arah kiri, melainkan
langsung menuju sarangnya, tempat ia meletakkan telur-telurnya dan madu yang
dibuatnya. Lebah membangun lilin untuk sarangnya dengan kedua sayapnya, dan
dari mulutnya ia memuntahkan madu; sedangkan lebah betina mengeluarkan telur
dari duburnya, kemudian menetas dan terbang ke tempat kehidupannya.
Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tempuhlah jalan Tuhanmu
yang telah dimudahkan (bagimu). (An-Nahl: 69) Yakni dengan penuh ketaatan.
Qatadah dan Abdur Rahman menjadikan lafaz zululan
sebagai hal (keterangan keadaan) dari lafaz fasluki, yakni
'dan tempuhlah jalan Tuhanmu dengan penuh ketaatan'.
Makna ayat menurut Ibnu Zaid mirip dengan apa
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا
رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}
Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk
mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka
makan. (Yasin: 72)
Ibnu Zaid mengatakan, tidakkah kamu lihat bahwa
orang-orang memindahkan lebah-lebah itu berikut sarangnya dari suatu negeri ke
negeri yang-lain, sedangkan lebah-lebah itu selalu mengikuti mereka.
Akan tetapi, pendapat yang pertama adalah
pendapat yang paling kuat, yaitu yang mengatakan bahwa lafaz zululan menjadi
hal dari lafaz subul (jalan). Dengan kata lain, tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Demikianlah menurut apa yang telah
dinaskan oleh Mujahid. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kedua pendapat tersebut
benar.
Sehubungan dengan hal ini Abu Ya'la Al-Mausuli
mengatakan:
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخ، حَدَّثَنَا سُكَيْن بْنُ عَبْدِ
الْعَزِيزِ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "عُمْرُ الذُّبَابِ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، وَالذُّبَابُ كُلُّهُ
فِي النَّارِ إِلَّا النَّحْلَ"
telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu
Farukh, telah menceritakan kepada kami Makin ibnu Abdul Aziz, dari ayahnya,
dari sahabat Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia
serangga empat puluh hari, dan semua jenis serangga dimasukkan ke dalam neraka
kecuali lebah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ}
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
bagi manusia. (An-Nahl: 69)
Maksudnya, dengan berbagai macam warnanya, ada
yang putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan
tempat peternakan dan makanannya.
Firman Allah Swt.
{فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ}
di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
bagi manusia. (An-NahJ: 69)
Di dalam madu terdapat obat penawar yang mujarab
bagi manusia untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang dialami mereka.
Salah seorang ulama yang membicarakan tentang
pengobatan cara Nabi mengatakan bahwa seandainya ayat ini menyebutkan Asy-syifa-u
lin nas, tentulah madu dapat dijadikan sebagai obat untuk segala macam
penyakit. Akan tetapi, disebutkan syifa-un lin rias, yakni obat
penyembuh bagi manusia dari penyakit-penyakit yang disebabkan kedinginan;
karena sesungguhnya madu itu panas, dan sesuatu itu diobati dengan lawannya.
Mujahid dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. (An-Nahl: 69) Bahwa damir yang ada pada fihi kembali
kepada Al-Qur'an.
Pendapat ini jika terpisah dari konteks dapat
dibenarkan; tetapi bila dikaitkan dengan kontek kalimat, jelas bukan makna yang
dimaksud, mengingat konteknya menyebutkan tentang masalah madu (bukan
Al-Qur'an).
Pendapat Mujahid dalam ayat ini tidak dapat
diikuti, dan sesungguhnya apa yang dimaksudkan oleh Mujahid hanyalah disebutkan
oleh para ulama sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ
وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada
kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus:
57)
Dalil yang menunjukkan bahwa makna yang dimaksud
oleh firman-Nya: di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-Nahl:
69) adalah madu yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui riwayat Qatadah:
عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ عَلِيِّ بْنِ دَاوُدَ النَّاجِيِّ، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ أَخِي
استَطْلَق بطنُه. فَقَالَ: "اسْقِهِ عَسَلًا". فَسَقَاهُ عَسَلًا ثُمَّ
جَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَقَيْتُهُ عَسَلًا فَمَا زَادَهُ إِلَّا
اسْتِطْلَاقًا! قَالَ: "اذْهَبْ فَاسْقِهِ عَسَلًا". فَذَهَبَ
فَسَقَاهُ، ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا زَادَهُ إِلَّا
اسْتِطْلَاقًا! فقال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَ اللَّهُ،
وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ! اذْهَبْ فَاسْقِهِ عَسَلًا". فَذَهَبَ فَسَقَاهُ
فَبَرِئَ
dari Abul Mutawakkil Ali ibnu Daud An-Naji, dari
Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang
kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Sesungguhnya saudara laki-lakiku
terkena penyakit buang air." Maka Nabi Saw. bersabda, "Berilah
minum madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada
saudaranya. Kemudian ia kembali dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah
memberinya minum madu, tetapi tiada membawa kebaikan melainkan bertambah parah
buang airnya." Rasulullah Saw. bersabda, "Pergilah dan berilah dia
minum madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada
saudaranya yang sakit itu. Tetapi dia kembali lagi dan berkata, "Wahai
Rasulullah, tiada kemajuan, melainkan makin parah." Maka Rasulullah Saw.
bersabda: "Mahabenar Allah dan dustalah perut saudaramu itu. Pulanglah
dan berilah dia minum madu lagi!" Maka lelaki itu pergi dan memberi minum
madu saudaranya, maka sembuhlah saudaranya itu.
Salah seorang ahli ketabiban memberikan
analisisnya tentang hadis ini, bahwa lelaki yang dimaksud (si penderita)
menderita sakit buang air. Setelah diberi minum madu, sedangkan madu itu panas,
maka penyakitnya menjadi teruraikan, sehingga cepat keluar dan mencretnya makin
bertambah. Akan tetapi, orang Badui itu mempunyai pengertian lain, bahwa madu
membahayakan kesehatan saudaranya, padahal kenyataannya bermanfaat bagi
saudaranya.
Kemudian ia memberi saudaranya minum madu sekali
lagi, tetapi mencret saudaranya itu kian bertambah, lalu diberinya minum madu
sekali lagi. Dan setelah semua endapan yang merusak kesehatan dalam perutnya
keluar, barulah perutnya sehat, ia tidak mulas lagi, dan semua penyakit hilang
berkat petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah Saw. dari Tuhannya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah
hadis melalui Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang telah
mengatakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُعْجِبُهُ الْحَلْوَاءُ وَالْعَسَلُ
Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. suka
makanan yang manis dan madu.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam
Bukhari. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan pula sebuah hadis
melalui Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: فِي شَرْطةِ مِحْجَم، أَوْ
شَرْبَةِ عَسَلٍ، أَوْ كيَّةٍ بِنَارٍ، وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ"
Penyembuhan itu dengan tiga macam cara, yaitu
melalui sayatan bekam, atau minuman madu, atau setrika dengan api; tetapi Aku
larang umatku berobat memakai cara setrika.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ الغَسِيل، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ، سَمِعْتُ
جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ،
أَوْ يكونُ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ خَيْرٌ: فَفِي شَرْطَةِ مِحْجَم، أَوْ
شَرْبَةِ عَسَلٍ، أَوْ لَذْعَةٍ بِنَارٍ تُوَافِقُ الدَّاءَ، وَمَا أُحِبُّ أَنْ
أَكْتَوِيَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Gasil,
dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah; ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Jikalau pada
sesuatu dari cara pengobatan kalian mengandung kebaikan, atau bila nanti ada
kebaikan dalam salah satu cara pengobatan kalian, maka adanya pada sayatan
bekam, atau minuman madu, atau sengatan api yang disesuaikan dengan jenis
penyakit; tetapi saya tidak suka dengan cara setrika.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Asim
ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Jabir, dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ،
أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَنْبَأَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي الْخَيْرِ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ
عَامِرٍ الجُهَني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم:
"ثَلَاثٌ إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ شِفَاءٌ: فشَرْطة مِحْجَم، أَوْ شَرْبَةُ
عَسَلٍ، أَوْ كيَّة تُصِيبُ أَلَمًا، وَأَنَا أَكْرَهُ الْكَيَّ وَلَا
أُحِبُّهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnul Walid, dari Abul Khair, dari Uqbah ibnu Amir Al-Juhani yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga cara: Jika pada
salah satunya terdapat kesembuhan, yaitu sayatan bekam, atau minuman madu, atau
setrikaan pada anggota yang terkena sakit; tetapi aku benci dan tidak suka
pengobatan cara setrika.
Imam Tabrani meriwayatkan hadis ini dari Harun
ibnu Salul Al-Masri, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri, dari Abdullah ibnul Walid
dengan sanad yang sama. Lafaznya berbunyi seperti berikut:
"إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ شِفَاءٌ: فَشَرْطَةُ مِحْجَمٍ"
Jikalau ada kesembuhan pada cara pengobatan,
maka adanya pada sayatan bekam.
Hadis ini disebutkan hingga selesai. Sanad hadis
berpredikat sahih, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو
عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ مَاجَهْ الْقَزْوِينِيُّ فِي
سُنَنِهِ: حَدَّثَنَا علي بن سلمة -هُوَ اللَّبَقِيُّ-حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
-هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ بِالشِّفَاءَيْنِ: الْعَسَلُ وَالْقُرْآنُ"
Imam Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah
Al-Qazwaini mengatakan di dalam kitab sunnahnya bahwa telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Salamah At-Tagallubi, telahmenceritakan kepada kami Zaid
ibnu Hubab, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abu Ishaq, dari Abul
Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Gunakanlah oleh kalian dua penawar, yaitu madu dan Al-Qur’an.
Sanad hadis ini berpredikat jayyid, Ibnu
Majah mengetengahkannya secara munfarid dengan predikat marfu’. Ibnu
Jarir telah meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Waki', dari ayahnya, dari Sufyan
As-Sauri dengan sanad yang sama secara mauquf dan riwayat inilah yang
lebih mendekati kebenaran.
Telah diriwayatkan pula kepada kami melalui
Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan,
"Apabila seseorang di antara kalian menghendaki kesembuhan, hendaklah
menulis sebuah ayat dari Kitabullah (Al-Qur'an) pada selembar kertas,
lalu cucilah kertas itu dengan air dari langit (air hujan). Kemudian hendaklah
ia meminta uang satu dirham dari istrinya secara suka rela, lalu uang itu
dibelikan madu, dan madu itu diminum, karena madu itu mengandung kesembuhan
pula," yakni penyembuh dari berbagai macam penyakit.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
{وَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً مُبَارَكًا}
Dan Kami turunkan air dari langit yang banyak
manfaatnya. (Qaf: 9)
{فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ
شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا}
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian
itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-Nisa: 4)
Dan firman Allah Swt. dalam masalah madu, yaitu:
{فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ}
di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
bagi manusia. (An-Nahl: 69)
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خِدَاش،
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَكَرِيَّا الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ
سَعِيدٍ الْهَاشِمِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَنْ لَعِق الْعَسَلَ ثَلَاثَ غَدَوَاتٍ فِي كُلِّ شَهْرٍ لَمْ يُصِبْهُ
عَظِيمٌ مِنَ الْبَلَاءِ"
Ibnu Majah mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Mahmud ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Zakaria Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Sa'id
Al-Hasyimi, dari Abdul Hamid ibnu Salim, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meneguk madu tiga
kali setiap bulannya, maka tidak akan terkena penyakit yang parah.
Az-Zubair ibnu Sa'id tidak dapat diterima
hadisnya (matruk).
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ بْنِ سَرْح الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
بَكْرٍ السَّكْسَكي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي عبَلة. سمعت أبا أبي ابن
أُمِّ حَرَام -وَكَانَ قَدْ صَلَّى الْقِبْلَتَيْنِ-يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بالسَّنَى
والسَّنُّوت، فَإِنَّ فِيهِمَا شِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلَّا السَّامَ".
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا السَّامُ؟ قَالَ: "الْمَوْتُ".
Ibnu Majah mengatakan pula bahwa telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Yusuf ibnu Sarh Al-Faryabi,
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Bakr As-Saksaki, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Abu Ablah; ia pernah mendengar Abu Ubay ibnu Ummu
Haram yang pernah salat menghadap ke arah dua kiblat, ia berkata bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Berobatlah kalian dengan biji as-sana
dan biji as-sanut, karena sesungguhnya pada keduanya terdapat penyembuh dari
berbagai macam penyakit, kecuali Sam. Ketika ditanyakan, "Wahai
Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan sam?" Rasulullah Saw. menjawab
bahwa sam adalah maut.
Amr berkata bahwa Abu Ablah mengatakan, "As-sanut
adalah biji pohon syabat." Menurut ulama lain, sanut adalah
madu yang disimpan di dalam wadah minyak samin, seperti yang dikatakan oleh
seorang penyair mereka, yaitu: "Mereka menyukai samin dan madu yang tidak
mereka campurkan, dan mereka selalu melindungi tetangganya, tidak pernah
berbuat aniaya kepadanya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
(An-Nahl: 67)
Yakni sesungguhnya ilham dari Allah kepada
serangga yang lemah ini —yang memerintahkan kepadanya agar menempuh jalan yang
telah ditetapkan untuknya seraya memikul tugas mengisap sari buah-buahan, lalu
mengumpulkannya dan memprosesnya secara alami menjadi lilin dan madu—
benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan
keagungan Penciptanya yang telah-mengaturnya, menundukkannya, dan yang
memperjalankannya; pada akhirnya mereka mengambil kesimpulan dari fenomena ini
bahwa Allah adalah Yang Menciptakan itu, Dia Mahakuasa, Mahabijaksana, Maha
Mengetahui, Mahamulia, dan Maha Pengasih.
An-Nahl, ayat 70
{وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ
ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ
لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (70) }
Allah menciptakan
kalian, kemudian mewafatkan kalian; dan di antara kalian ada yang dikembalikan
kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya
dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Allah Swt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya
terhadap hamba-hamba-Nya, bahwa Dialah yang menciptakan mereka dari tiada,
kemudian setelah itu Dia mematikan mereka. Di antara mereka ada sebagian orang
yang dibiarkan-Nya berusia lanjut hingga memasuki usia pikun, yakni menjadi
lemah kembali tubuhnya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ
ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari
keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah
itu menjadi kuat. (Ar-Rum: 54), hingga akhir ayat.
Telah diriwayatkan dari Ali r.a. bahwa usia yang
paling lemah atau usia pikun ialah tujuh puluh lima tahun. Dalam usia ini
seseorang akan memudar kekuatannya dan menjadi lemah, tubuhnya rapuh,
hafalannya buruk (pelupa), dan pengetahuannya berkurang. Karena itulah dalam
ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا}
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun
yang pernah diketahuinya. (An-Nahl: 70)
Artinya, pada mulanya seseorang menjadi orang
yang berpengetahuan, kemudian dalam usia pikun jadilah dia orang yang pelupa
dan linglung.
Karena itulah Imam Bukhari di dalam kitab
tafsirnya yang membahas ayat ini mengatakan:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ
مُوسَى أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَعْوَرُ، عَنْ شُعَيب، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كان يَدْعُو: "أَعُوذُ بِكَ مِنَ
الْبُخْلِ وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ وَأَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ،
وَفِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ".
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail,
telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Musa Abu Abdullah Al-A'war, dari
Syu'aib, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah berucap dalam
doanya: Aku berlindung kepada Engkau dari kekikiran, malas, pikun, umur yang
paling lemah, siksa kubur, fitnah Dajjal serta fitnah kehidupan dan kematian.
Zuhair ibnu Abu Salma dalam syair Mu'allaqat-nya
yang terkenal mengatakan:
سَئمتُ تَكَاليفَ الحيَاة
ومَنْ يعشْ ...
ثمانينَ عاما -لا أبَالك-يَسْأم ...
رَأيتُ المَنَايا خَبط عَشْواء مَنْ تصِبْ ... تمتْه ومَنْ تُخْطئ
يُعَمَّرْ فَيهْرَمِ
Saya
sudah bosan dengan beban-beban kehidupan, barang siapa yang diberi umur delapan
puluh tahun, saya katakan kepadamu tanpa peduli, bahwa dia pasti bosan.
Kulihat
maut tidak pandang bulu, siapa pun yang dikenainya pasti mati, dan siapa yang
luput darinya berusia panjang, lalu pikun.
An-Nahl, ayat 71
{وَاللَّهُ فَضَّلَ
بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي
رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ
اللَّهِ يَجْحَدُونَ (71) }
Dan Allah melebihkan sebagian kalian dari sebagian yang lain dalam
hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau
memberikan rezeki mereka kepada budahbudakyang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan)
rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?
Allah Swt. menjelaskan perihal kebodohan dan
kekafiran orang-orang musyrik dalam keyakinan mereka yang menjadikan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal dalam hati kecilnya mereka mengakui bahwa
sekutu-sekutu itu pun adalah hamba-hamba Allah juga. Seperti yang biasa mereka
katakan dalam talbiyah mereka saat berhaji, yaitu: "Labbaika (kupenuhi
seruan-Mu), tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milikMu; Engkau
memilikinya, sedangkan ia tidak mempunyai milik."
Maka Allah Swt. membantah mereka, "Kalian
tidak rela bila budak-budak kalian memiliki hak sama rata dengan kalian dalam
harta yang Kami rezekikan kepada kalian. Maka mana mungkin Allah rida bila
hamba-hamba-Nya dipersamakan dengan-Nya dalam memperoleh penyembahan dan pengagungan?"
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ
هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا
رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ
أَنْفُسَكُمْ}
Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri
kalian sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan
kanan kalian, sekutu bagi kalian dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami
berikan kepada kalian; maka kalian sama dengan mereka dalam (hak
mempergunakan) rezeki itu, kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian
takut kepada diri kalian sendiri? (Ar-Rum: 28), hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tiadalah mereka akan menjadikan hamba
sahaya mereka sebagai sekutu mereka dalam memiliki harta benda dan kaum wanita
mereka. Maka mengapa mereka mempersekutukan Aku dengan hamba-hamba-Ku dalam
kekuasaan-Ku? Yang demikian itu adalah makna firman-Nya:
{أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ}
Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl:
71)
Dalam riwayat lain Al-Aufi mengatakan dari Ibnu
Abbas, bahwa mengapa kalian rela menisbatkan kepada-Ku hal yang tidak kalian
sukai buat diri kalian sendiri?
Menurut Mujahid ayat ini merupakan perumpamaan
tentang keadaan tuhan-tuhan yang palsu.
Qatadah mengatakan, ayat ini merupakan
perumpamaan yang dibuat oleh Allah yang artinya 'adakah seseorang di antara
kalian yang mau menjadikan orang lain sebagai sekutunya dalam memiliki harta,
istri, dan pelaminannya; sehingga kamu dapat membandingkannya dengan apa yang
kalian dakwakan terhadap Allah, yaitu mempersekutukan-Nya dengan makhluk-Nya
yang merupakan hamba-hamba-Nya? Apabila kalian tidak rela dengan hal tersebut
untuk diri kalian, maka terlebih lagi untuk Allah, Dia harus lebih disucikan
dari hal tersebut dibandingkan dengan kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ}
Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl:
71)
Yakni mereka memperuntukkan bagi Allah satu
bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah. Maka ternyata
mereka mengingkari nikmat-nikmat-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain.
Dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa Khalifah
Umar ibnul Khattab menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari yang bunyinya
seperti berikut: "Puaslah dengan rezeki yang diberikan kepadamu, karena
sesungguhnya Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengutamakan sebagian di antara
hamba-hamba-Nya atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, sebagai cobaan untuk
menguji masing-masing (dari mereka). Maka Allah menguji orang yang telah Dia
luaskan rezekinya, bagaimanakah ia bersyukur kepada Allah dan apakah dia
menunaikan hak yang diwajibkan atas rezeki dan harta yang telah diberikan
kepadanya" (Diriwayatkan oleh ibnu Abu Hatim).
An-Nahl, ayat 72
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ
وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ
وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ (72) }
Allah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri
dan menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”
Allah
Swt. menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada
hamba-hamba-Nya, bahwa di antaranya ialah Dia menjadikan bagi mereka
istri-istri dari jenis dan rupa mereka sendiri. Seandainya Allah menjadikan
bagi mereka istri-istri dari jenis lain, tentulah tidak akan ada kerukunan,
cinta, dan kasih sayang. Tetapi berkat rahmat Allah, Dia menciptakan Bani Adam
jenis laki-laki dan perempuan, dan Dia menjadikan perempuan sebagai istri dari
laki-laki.
Selanjutnya
Allah menyebutkan bahwa dari hasil perkawinan itu Dia menjadikan anak-anak dan
cucu-cucu bagi mereka.
Hafadah
artinya anak-anak dari anak
laki-laki, menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas,
bahwa yang dimaksud ialah anak-anak dan cucu-cucu.
Sunaid
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Abu Bakar, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-banin ialah
anak-anakmu yang membantumu dan memberikan pelayanannya kepadamu, seperti yang
dikatakan oleh salah seorang penyair dalam bait syairnya, yaitu:
حفَد الْوَلَائِدُ
حَوْلهُن وأسلمت ... بِأكُفِّهن أزِمَّةَ الأجْمَال
"Anak-anak itu memberikan
pelayanan di sekitar mereka dan aku serahkan tali kendali unta kepada anak-anak
itu melalui telapak tangan mereka."
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Baruna wahafadah" bahwa
makna yang dimaksud ialah anak seseorang dan pelayannya.
Dalam
riwayat lain disebutkan pula bahwa hafadah ialah penolong, para
pembantu, dan para pelayan. Tawus dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang
mengatakan bahwa hafadah artinya para pelayan. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Qatadah, Abu Malik, dan Al-Hasan Al-Basri.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hakam ibnu
Aban, dari Ikrimah; ia mengatakan bahwa hafadah ialah orang-orang yang
melayanimu dari kalangan anak-anak dan cucu-cucumu.
Ad-Dahhak
mengatakan, sesungguhnya orang-orang Arab itu hanyalah dilayani oleh
anak-anaknya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: dan
menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu. (An-Nahl:
72) Bahwa yang dimaksud dengan hafadah ialah anak-anak tiri.
Dan
dikatakan hafadah bagi seseorang yang bekerja pada orang lain, misalnya,
"Fulanunyahfadu larid (si Fulan bekerja untuk kami)."
Tetapi
sebagian ulama mengatakan bahwa hafadah ialah besan seseorang.
Pendapat
terakhir yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ini bersumber dari Ibnu Mas'ud,
Masruq, Abud Duha, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, dan
Al-Qurazi. Ikrimah telah meriwayatkannya dari Ibnu Abbas.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hafadah adalah
menantu.
Ibnu
Jarir mengatakan, semua pendapat tersebut termasuk ke dalam pengertian hafadah,
yaitu pelayan yang termasuk ke dalam pengertian ini hal yang disebutkan di
dalam doa qunut, yaitu:
"وَإِلَيْكَ نَسْعَى
وَنَحْفِدُ"
"Dan
hanya karena Engkaulah usaha dan pelayanan kami."
Mengingat
pelayanan ini adakalanya berasal dari anak-anak, para pelayan, dan saudara
ipar, maka nikmat pelayanan itu telah terujudkan dengan adanya kesemuanya itu.
Untuk itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ
وَحَفَدَةً}
dan
menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian, anak-anak, dan cucu-cucu. (An-Nahl: 72)
Menurut
kami, siapa yang menjadikan lafaz hafadah ber-ta'alluq kepada lafaz azwajikum,
maka sudah seharusnya dikatakan bahwa makna yang dimaksud adalah cucu-cucu
atau menantu, sebab menantu adalah suami anak perempuan, dan termasuk ke dalam
pengertian ini anak-anak istri (anak tiri). Demikianlah yang dikatakan oleh
Asy-Sya'bi dan Ad-Dahhak. Karena sesungguhnya mereka itu kebanyakan berada di
bawah jaminan seorang lelaki dan berada di bawah asuhannya serta menjadi
pelayannya. Dan adakalanya pengertian inilah yang dimaksudkan dari sabda Nabi
Saw. dalam hadis Nadrah ibnu Aktam yang bunyinya:
"وَالْوَلَدُ عَبْدٌ
لَكَ"
Anak
adalah budakmu. (Riwayat Abu Daud)
Adapun
menurut pendapat orang yang mengatakan bahwa hafadah adalah para
pelayan, hal ini berarti lafaz hafadah ber-ta'alluq kepada firman-Nya:
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجًا}
Allah
menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri. (An-Nahl: 72)
Maksudnya,
Dia telah menjadikan bagi kalian istri-istri dan anak-anak sebagai
pelayan-pelayan kalian.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ}
dan
memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. (An-Nahl:
72)
Yakni
makanan-makanan dan minuman-minuman.
Kemudian
Allah Swt. berfirman mengingkari sikap orang-orang yang mempersekutukan
diri-Nya dalam penyembahan dengan selain-Nya, padahal Dialah yang memberikan
nikmat-nikmat itu kepada mereka:
{أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ}
Maka
mengapa mereka beriman kepada yang batil. (An-Nahl:
72)
Yang
dimaksnd dengan 'yang batil' dalam ayat ini ialah sekutu-sekutu dan
berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah.
{وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ}
dan
mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl:
72)
Yaitu
menyembunyikan nikmat-nikmat Allah, lalu mereka nisbatkan kepada selain-Nya. Di
dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
"أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ممتنا عليه" ألم أزوجك؟ ألم أُكْرِمْكَ؟ أَلَمْ
أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ ترأس وتَرْبع؟ "
Sesungguhnya
Allah berfirman kepada seorang hamba pada hari kiamat mengingatkan akan nikmat
Allah yang telah diberikan kepadanya, "Bukankah Aku telah mengawinkanmu?
Bukankah Aku telah memuliakannmu? Bukankah Aku tundukkan bagimu kuda dan unta,
serta membiarkanmu memimpin dan berkuasa?”
An-Nahl, ayat 73-74
{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ شَيْئًا
وَلا يَسْتَطِيعُونَ (73) فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ
يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (74) }
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat
memberikan rezeki kepada mereka sedikit pun dari langit dan bumi, dan tidak
berkuasa (sedikit jua pun). Maka
janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah
mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.
Allah
Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik yang menyembah selain
Allah bersama-Nya, padahal Allah-lah yang memberikan nikmat. Pemberi karunia.
Yang Menciptakan. Yang memberi rezeki, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Tetapi selain dari itu mereka menyembah selain Allah, yaitu berhala-berhala,
sekutu-sekutu, dan tandingan-tandingan yang tidak memiliki rezeki barang
sedikit pun bagi mereka dari langit dan bumi. Dengan kata lain, sekutu-sekutu
itu tidak dapat menurunkan hujan dan tidak dapat menumbuhkan tanam-tanaman dan
pohon-pohonan. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah memiliki hal tersebut bagi
diri mereka. Dengan kata lain, tiadalah bagi mereka hal tersebut dan mereka
tidak akan mampu melakukannya walaupun mereka memiliki kehendak. Karena itulah
Allah Swt. berfirman:
{فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ}
Maka
janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. (An-Nahl: 74)
Dengan
kata lain, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu, tandingan-tandingan, dan
penyerupaan-penyerupaan bagi-Nya.
{إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Sesungguhnya
Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (An-Nahl: 74)
Yakni
sesungguhnya Allah mengetahui dan menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia
sendiri, sedangkan kalian —karena kebodohan kalian sendiri— mempersekutukan-Nya
dengan yang lain.
An-Nahl, ayat 75
{ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا
عَبْدًا مَمْلُوكًا لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا
حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُونَ الْحَمْدُ
لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (75) }
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki
yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri
rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu
secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji
hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini adalah suatu perumpamaan yang
dibuat oleh Allah, menggambarkan perihal orang kafir dan orang mukmin. Hal yang
sama telah dikatakan pula oleh Qatadah, dan dipilih oleh Ibnu Jarir; bahwa
hamba sahaya yang tidak mampu berbuat sesuatu adalah perumpamaan orang kafir,
sedangkan orang yang diberi rezeki yang baik, lalu menafkahkan sebagian darinya
—baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan— adalah perumpamaan orang
mukmin.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini merupakan perumpamaan
yang dibuat untuk menggambarkan berhala dan Tuhan Yang Hak, maka apakah yang
satu sama dengan yang lainnya? Mengingat perbedaan di antara keduanya sangat
mencolok dan jelas, tiada yang buta mengenainya kecuali hanya orang yang bodoh,
maka disebutkan oleh firman-Nya:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ}
Segala
puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (An-Nahl: 75)
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا رَجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لَا
يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَى مَوْلاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّهْهُ لَا
يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَنْ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (76) }
Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki; yang seorang bisu, tidak
dapat berbuat sesuatu pun, dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana
saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu
kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan,
dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?
Mujahid
mengatakan, hal ini pun mengandung makna perumpamaan yang menggambarkan tentang
berhala dan Tuhan Yang Mahahak. Dengan kata lain, kalau berhala bisu tidak
dapat berbicara dan tidak dapat mengungkapkan kebaikan, tidak dapat melakukan
sesuatu pun dan sama sekali tidak mempunyai kemampuan apa pun, maka ia tidak
dapat bicara dan tidak dapat berbuat. Selain itu budak tersebut merupakan beban
dan tanggungan bagi pemiliknya.
{أَيْنَمَا يُوَجِّهْهُ}
ke
mana saja dia disuruh oleh penanggungnya. (An-Nahl:
76)
Artinya,
ke mana saja ia diarahkan dan disuruh oleh penanggungnya.
{لَا يَأْتِ بِخَيْرٍ}
Dia
tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. (An-Nahl: 76)
Yakni
segala upayanya tidak pernah berhasil.
{هَلْ يَسْتَوِي}
Samakah
orang itu. (An-Nahl: 76)
yang
memiliki sifat ini,
{وَمَنْ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ}
dengan
orang yang menyuruh berbuat keadilan. (An-Nahl:
76)
yang
ucapannya adalah benar dan perbuatannya tepat (lurus).
{وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
dan
dia berada di atas jalan yang lurus? (An-Nahl:
76)
Menurut
suatu pendapat, yang dimaksud dengan orang yang bisu adalah seorang budak milik
Usman. Demikianlah menurut As-Saddi, Qatadah, dan Ata Al-Khurrasani. Pendapat
ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini adalah perumpamaan tentang
orang kafir dan orang mukmin; sama dengan pendapat yang disebutkan di atas.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnus Sabbah
Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu lshaq As-Salihini, telah
menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Usman ibnu Khaisam, dari Ibrahim, dari Ikrimah, dari Ya'la ibnu Umayyah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Allah membuat perumpamaan dengan
seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu
pun. (An-Nahl: 75) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari
kalangan Quraisy dan hamba sahayanya, yakni firman-Nya: seorang hamba sahaya
yang dimiliki. (An-Nahl: 75), hingga akhir ayat. Dan sehubungan dengan
firman-Nya: Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki
yang seorang bisu. (An-Nahl: 76) sampai dengan firman-Nya: Dan dia
berada pula pada jalan yang lurus. (An-Nahl: 76) Bahwa dia adalah Usman
ibnu Affan. Sedangkan mengenai orang yang bisu, yang bila disuruh oleh
penanggungnya ke mana saja dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun,
dia adalah maula (bekas budak) Usman ibnu Affan. Usman-lah yang memberinya
nafkah, menjamin penghidupannya, dan mencukupi kebutuhannya; sedangkan orang
yang ditanggungnya itu tidak suka kepada Islam, menolaknya dan melarang Usman
bersedekah dan berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini.
An-Nahl, ayat 77-79
{وَلِلَّهِ غَيْبُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ
هُوَ أَقْرَبُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (77) وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (78) أَلَمْ
يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا يُمْسِكُهُنَّ
إِلا اللَّهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (79) }
Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan
di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau
lebih cepat (lagi). Sesungguhnya
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut
ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. Tidakkah mereka
memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada
yang menahannya selain dari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.
Allah
Swt. menyebutkan tentang pengetahuan dan kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna atas
segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang gaib yang ada di langit dan di bumi,
dan hanya Allah-lah yang mempunyai pengetahuan tentang perkara gaib. Maka tiada
seorang pun yang diberi-Nya ilmu gaib ini kecuali bila Allah menghendakinya
untuk memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan Allah
Mahasempurna, tiada dapat ditentang dan tiada dapat dicegah. Dan bahwa
Allah'itu apabila menghendaki sesuatu, Dia tinggal berfirman kepadanya,
"Jadilah kamu!" Maka jadilah ia. Seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ
بِالْبَصَرِ}
Dan
perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
Dengan
kata lain, apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi dalam sekejap mata. Hal yang
sama disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu:
{وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلا كَلَمْحِ
الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Tidak
adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi) Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nahl:
77)
Sama
halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا
كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah
Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari
kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu
jiwa saja. (Luqman: 28)
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan karunia-Nya yang telah Dia limpahkan kepada
hamba-hamba-Nya, yaitu Dia mengeluarkan mereka dari perut ibu mereka dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Sesudah itu Allah memberinya pendengaran
hingga ia dapat mendengar suara, penglihatan hingga ia dapat melihat, dan hati
(yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut
pendapat yang lain adalah otak. Dengan akal itu manusia dapat membedakan di
antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya.
Kemampuan
dan indera ini diperoleh oleh seseorang secara bertahap, yakni sedikit demi
sedikit. Semakin besar seseorang, maka bertambah pula kemampuan pendengaran,
penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya.
Sesungguhnya
Allah menjadikan kesemuanya dalam diri manusia agar manusia mampu melaksanakan
penyembahan kepada Tuhannya. Maka dengan bantuan semua anggota tubuhnya dan
kekuatan yang ada padanya ia dapat menjalankan amal ketaatan kepada Tuhannya,
seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sebuah
hadis dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"يَقُولُ تَعَالَى:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ
عَبْدِي بِمِثْلِ أَدَاءِ مَا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ. وَلَا يَزَالُ عَبْدِي
يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أحبَّه، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ
سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ
الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي
لأعطيته، وَلَئِنْ دَعَانِي لَأُجِيبَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَ بِي
لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ فِي شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي فِي
قَبْضِ نَفْسِ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ،
وَلَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ"
Allah
Swt. berfirman, "Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, berarti dia
menantang perang dengan-Ku. Dan tiadalah hambaKu mendekatkan dirinya kepada-Ku
dengan sesuatu yang lebih Aku sukai selain dari mengerjakan apa yang telah Aku
fardukan (wajibkan) baginya. Hamba-Ku
terus-menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan amalan-amalan
sunat hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku selalu
bersama pendengaran yang dipakainya untuk mendengar, selalu bersama penglihatan
yang dipakainya untuk melihat, selalu bersama tangan yang dipakainya untuk
berbuat, dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk melangkah. Dan
sesungguhnya jika dia meminta kepada-Ku, Aku benar-benar akan memberinya. Dan
sesungguhnya jika dia berdoa kepada-Ku, Aku benar-benar akan memperkenankannya.
Dan sesungguhnya jika dia meminta perlindungan kepada-Ku. Aku benar-benar akan
melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu-ragu terhadap sesuatu yang akan Aku
kerjakan seperti keragu-raguan-Ku dalam mencabut nyawa hambaKu yang mukmin.
Dia tidak suka mati dan Aku tidak suka menyakitinya, tetapi maut merupakan
suatu keharusan baginya.”
Makna
hadis di atas menunjukkan bahwa seorang hamba apabila ikhlas dalam ketaatannya
terhadap Allah; maka semua perbuatannya hanyalah karena Allah Swt. Untuk itu
tiadalah dia mendengar kecuali karena Allah, tiadalah dia melihat kecuali
karena Allah, yakni apa yang diperintahkan oleh Allah untuknya. Dan tiadalah
dia berbuat dan tiadalah dia melangkah melainkan dalam ketaatan kepada Allah
Swt. seraya meminta pertolongan kepada Allah dalam mengerjakan kesemuanya itu.
Dalam
riwayat lain yang berada di dalam kitab selain kitab sahih sesudah kalimat
"dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk melangkah" disebutkan
hal berikut:
"فَبِي يَسْمَعُ،
وَبِي يُبْصِرُ، وَبِي يَبْطِشُ، وَبِي يَمْشِي"
Maka
beserta Akulah dia mendengar, beserta Akulah dia melihat, dan beserta Akulah
dia melangkah (berjalan).
*******************
Firman
Allah Swt. yang mengatakan:
{وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ
وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Dan
Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. (An-Nahl: 78)
Sama
dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ قُلْ هُوَ
الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الأرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ}
Katakanlah,
"Dialah Yang menciptakan kalian dan menjadikan bagi kalian pendengaran,
penglihatan, dan hati.” (Tetapi) amat
sedikit kalian bersyukur. Katakanlah, "Dialah Yang menjadikan kalian
berkembang biak di muka bumi, dan hanya kepada-Nyalah kalian kelak
dikumpulkan.” (Al-Mulk: 23-24)
Selanjutnya
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya agar melihat burung yang telah
ditundukkan berada di antara langit dan bumi. Bagaimana Allah menjadikannya
dapat terbang dengan kedua sayapnya di antara langit dan bumi, mengudara di
angkasa. Tiada yang menahannya di udara kecuali Allah Swt. yang dengan
kekuasaan-Nya Dia membekali burung-burung itu dengan kekuatan yang dapat
membuatnya berbuat demikian, dan Allah menundukkan udara untuk dapat membawanya
terbang di udara. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ
فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ}
Dan
apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan
mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia
Mahamelihat segala sesuatu. (Al-Mulk: 19)
Dan
dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:
79)
An-Nahl, ayat 80-83
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ
مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ جُلُودِ الأنْعَامِ بُيُوتًا
تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا
وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ (80) وَاللَّهُ
جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا
وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ
كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ (81) فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ الْمُبِينُ (82) يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ
اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ (83) }
Dan Allah menjadikan bagi kalian rumah-rumah kalian sebagai tempat
tinggal dan Dia menjadikan bagi kalian rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang
kalian merasa ringan (membawa)nya di waktu kalian berjalan dan
waktu kalian bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu
unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian
pakai) sampai waktu (tertentu). Dan Allah menjadikan bagi kalian
tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagi kalian
tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagi kalian pakaian
yang memelihara kalian dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara
kalian dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas
kalian agar kalian berserah diri (kepada-Nya). Jika mereka tetap
berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Mereka mengetahui nikmat
Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
kafir.
Allah
Swt. menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang serba lengkap kepada hamba-hamba-Nya,
yaitu Dia menjadikan bagi mereka rumah-rumah tempat mereka menetap dan menutupi
dirinya, serta mereka menggunakannya untuk berbagai manfaat dan kegunaan
lainnya. Dia menjadikan bagi mereka kulit binatang ternak yang dapat digunakan
sebagai kemah-kemah yang mereka merasa ringan membawanya dalam perjalanan, lalu
mereka memasangnya bila hendak bermukim. Kemah-kemah itu dapat mereka gunakan
sebagai tempat tinggal mereka, baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal
mereka. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ
وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا}
yang
kalian merasa ringan (membawa)nya di waktu kalian
berjalan dan waktu kalian bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu
domba. (An-Nahl: 80)
Istilah
suf untuk bulu domba, aubar untuk bulu unta, dan asy'ar untuk
bulu kambing, sedangkan damir yang ada kembali kepada al-an'am (binatang
ternak).
{أَثَاثًا}
alat-alat
rumah tangga. (An-Nahl: 80)
Yakni
kalian membuat darinya alat-alat rumah tangga, yang dimaksud ialah harta.
Menurut pendapat lainnya perhiasan, dan menurut pendapat yang lainnya lagi
adalah pakaian. Tetapi pendapat yang benar lebih umum daripada semuanya itu,
karena sesungguhnya hal tersebut dapat dibuat menjadi permadani, pakaian, dan
lain sebagainya, serta dapat dijadikan harta dengan memperjualbelikannya.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa asas artinya perhiasan. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Atiyyah Al-Aufi,
Ata Al-Khurrasani, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِلَى حِينٍ}
sampai
waktu (tertentu). (An-Nahl: 80)
Yakni
sampai batas waktu yang tertentu.
Firman
Allah Swt.:
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ
ظِلالا}
Dan
Allah menjadikan bagi kalian tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan. (An-Nahl: 81)
Menurut
Qatadah, makna yang dimaksud ialah pohon.
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ
أَكْنَانًا}
dan
Dia jadikan bagi kalian tempat-tempat tinggal di gunung-gunung. (An-Nahl: 81)
Yaitu
benteng-benteng dan tempat-tempat peri indungan. Seperti juga yang disebutkan
dalam firman selanjutnya:
{جَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ
الْحَرَّ}
dan
Dia jadikan bagi kalian pakaian yang memelihara kalian dari panas. (An-Nahl: 81)
Maksudnya,
pakaian yang terbuat dari katun, kapas, dan bulu.
{وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ}
dan
pakaian (baju besi) yang memelihara
kalian dalam peperangan. (An-Nahl: 81)
Pakaian
jenis ini adalah seperti baju besi, tameng, dan lain sebagainya yang digunakan
untuk melindungi diri dalam peperangan.
{كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ}
Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nahl:
81)
Artinya,
demikianlah Dia menjadikan bagi kalian apa yang dapat kalian jadikan sebagai
sarana untuk urusan kalian, dan apa yang kalian perlukan agar hal tersebut
dapat dijadikan sebagai sarana bagi kalian untuk mengerjakan ketaatan dan
beribadah kepada-Nya.
{لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ}
agar
kalian berserah diri (kepada-Nya). (An-Nahl: 81)
Demikianlah
menurut tafsir yang dikemukakan oleh jumhur ulama. Mereka membacanya dengan
huruf lam yang di-kasrah-kan, yang berasal dari kata islam.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nahl: 81) Bahwa surat ini
dinamakan surat An-Niam’
Abdullah
ibnul Mubarak dan Abbad ibnul Awam telah meriwayatkan dari Hanzalah As-Sadusi,
dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas membacanya dengan
bacaan tuslamuna dengan huruf lam yang di-fathah-kan, yakni
agar kalian selamat dari pelukaan. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam telah
meriwayatkan asar ini dari Abbad. Ibnu Jarir mengetengahkannya dari dua jalur,
dan ia menjawab qiraat ini.
Ata
Al-Khurrasani mengatakan, sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan hanya sebatas
pengetahuan orang-orang Arab. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tidakkah
engkau melihat firman Allah Swt. berikut: Dan Allah menjadikan bagi kalian
tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagi kalian
tempat-tempat tinggal di gunung-gunung. (An-Nahl: 81) Padahal lembah atau
dataran rendah yang diciptakan oleh Allah Swt. jauh lebih luas dan lebih besar
daripada pegunungan. Dikatakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) adalah
orang-orang pegunungan. Dan tidakkah engkau memperhatikan akan firman-Nya yang
mengatakan: dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan
bulu kambing/alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian pakai) sampai
waktu (tertentu). (An-Nahl: 80) Padahal apa yang dijadikan-Nya selain dari
itu jauh lebih banyak dan lebih besar. Dikatakan demikian karena mereka
(orang-orang Arab) adalah para pemakai bulu unta dan bulu kambing. Tidakkah
engkau perhatikan firman Allah Swt. yang menyebutkan: dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan
awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43) Dikatakan demikian karena
mereka merasa takjub dengan adanya butiran-butiran es, padahal salju yang
diturunkan oleh Allah Swt. di luar Arab jauh lebih banyak dan lebih besar,
tetapi mereka (orang-orang Arab) tidak mengetahuinya. Tidakkah engkau
perhatikan firman Allah Swt. yang menyebutkan: pakaian yang memelihara
kalian dari panas. (An-Nahl: 81) Padahal pakaian untuk melindungi diri dari
kedinginan jauh lebih banyak, tetapi dikatakan demikian karena mereka adalah
orang-orang sahara dan tinggal di daerah yang panas.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Jika
mereka tetap berpaling. (An-Nah I:
82)
Yakni
sesudah adanya keterangan ini dan penjelasan akan nikmat-nikmat yang telah
dikaruniakan oleh Allah, maka tiada tanggung jawab bagimu (Muhammad) atas
perbuatan mereka.
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ الْمُبِينُ}
maka
sesungguhnya kewajiban yang dibebankan kepadamu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang. (An-Nahl: 82)
Dan
sesungguhnya kamu telah menyampaikan tugasmu itu kepada mereka.
{يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ
يُنْكِرُونَهَا}
Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya. (An-Nahl: 83)
Maksudnya,
mereka mengetahui bahwa Allah-lah yang memberikan semuanya itu kepada mereka,
dan Dialah yang mengaruniakannya kepada mereka. Tetapi sekalipun demikian,
mereka mengingkari hal itu dan menyembah selain-Nya bersama Dia, dan mereka
sandarkan pertolongan dan rezeki kepada selain-Nya.
{وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ}
dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 83)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Mujahid,
bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw., lalu berbicara dengan Nabi
Saw. Maka Nabi Saw. membacakan kepadanya firman-Nya berikut ini: Dan Allah
menjadikan bagi kalian rumah-rumah kalian sebagai tempat tinggal. (An-Nahl:
80) Maka orang Badui itu menjawab, "Ya." Lalu Rasulullah Saw. membacakan
lagi firman-Nya: dan Dia menjadikan bagi kalian rumah-rumah (kemah-kemah)
dari kulit binatang ternak. (An-Nahl: 80), hingga akhir ayat. Kemudian
orang Badui itu menjawab, "Ya." Lalu Nabi Saw. membacakan lagi
kepadanya ayat lain yang semuanya dia jawab dengan kalimat, "Ya."
Hingga manakala Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Demikianlah Allah menyempurnakan
nikmat-Nya atas kalian agar kalian berserah diri (kepada-Nya). (An-Nahl:
81) Maka orang Badui itu berpaling pergi, dan Allah menurunkan firman-Nya: Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya. (An-Nahl: 83),
hingga akhir ayat.
An-Nahl, ayat 84-88
{وَيَوْمَ نَبْعَثُ مِنْ
كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا ثُمَّ لَا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَلا هُمْ
يُسْتَعْتَبُونَ (84) وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ ظَلَمُوا الْعَذَابَ فَلا يُخَفَّفُ
عَنْهُمْ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (85) وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ أَشْرَكُوا
شُرَكَاءَهُمْ قَالُوا رَبَّنَا هَؤُلاءِ شُرَكَاؤُنَا الَّذِينَ كُنَّا نَدْعُوا
مِنْ دُونِكَ فَأَلْقَوْا إِلَيْهِمُ الْقَوْلَ إِنَّكُمْ لَكَاذِبُونَ (86)
وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ السَّلَمَ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا
يَفْتَرُونَ (87) الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ
عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ (88) }
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul),
kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela
diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf. Dan apabila
orang-orang zalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi
mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh. Dan apabila orang-orang yang
mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata,
"Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah
selain dari Engkau.” Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka,
"Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta.” Dan mereka
menyatakan ketun-dukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka
apa yang selalu mereka ada-adakan. Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan
disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
Allah
Swt. menceritakan perihal orang-orang musyrik kelak di kala mereka dikembalikan
di hari akhirat, dan bahwa Dia membangkitkan dari setiap umat seorang saksi
—yakni nabi mereka— yang mempersaksikan terhadap mereka tentang sambutan
mereka kepada apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dari Allah Swt.
{ثُمَّ لَا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا}
kemudian
tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 84)
Artinya,
mereka tidak diizinkan mengemukakan alasan dalam rangka pembelaan dirinya,
karena mereka sendiri mengetahui kebatilan dan kedustaan alasannya. Makna ayat
ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هَذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُونَ وَلا يُؤْذَنُ
لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ}
Ini
adalah hari yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu), dan tidak diizinkan kepada mereka
meminta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur. (Al-Mursalat:
35-36)
Oleh
karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
{وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ وَإِذَا رَأَى
الَّذِينَ ظَلَمُوا}
dan
tidak (pula) mereka dibolehkan meminta
maaf. Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan. (An-Nahl: 84-85)
Yakni
orang-orang musyrik itu telah menyaksikan:
{الْعَذَابَ فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ}
azab,
maka tidaklah diringankan azab bagi mereka. (An-Nahl:
85)
Maksudnya,
azab itu tiada putus-putusnya menimpa mereka dan tidak pernah berhenti barang
sesaat pun.
{وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}
dan
tidak pula mereka diberi tangguh. (An-Nahl:
85)
Tiadalah
azab ditangguhkan dari mereka, bahkan azab langsung mengambil mereka dari
Mauqif (tempat mereka dihentikan) tanpa hisab lagi.
Sesungguhnya
neraka Jahanam itu didatangkan dengan ditarik oleh tujuh puluh ribu kendali,
pada tiap kendali terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang menyeretnya. Lalu
muncullah salah satu leher neraka Jahanam kepada makhluk seraya mengeluarkan
suara gemuruh, nyalanya sekali nyala, sehingga tiada seorang manusia pun
melainkan pasti bersideku di atas kedua lututnya (karena sangat ketakutan).
Kemudian neraka Jahanam berkata, "Sesungguhnya aku diperintahkan untuk
menyiksa setiap orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, yaitu
orang-orang yang menjadikan tuhan lain di samping Allah," disebutkan pula
macam-macam manusia lainnya, seperti yang disebutkan dalam hadis secara
lengkapnya. Kemudian neraka Jahanam langsung menukik dan mengambil mereka dari
Mauqif, sebagaimana burung mengambil (menyambar) biji-bijian.
Allah
Swt. berfirman menggambarkan keadaan neraka Jahanam:
{إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا وَإِذَا أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا
مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُورًا لَا تَدْعُوا الْيَوْمَ ثُبُورًا
وَاحِدًا وَادْعُوا ثُبُورًا كَثِيرًا}
Apabila
neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya
dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di
neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka), "Jangan kamu
sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang
banyak.”(Al-Furqan: 12-14)
{وَرَأَى
الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا
عَنْهَا مَصْرِفًا}
Dan
orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan
jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53)
{لَوْ
يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلا
عَنْ ظُهُورِهِمْ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً فَتَبْهَتُهُمْ
فَلا يَسْتَطِيعُونَ رَدَّهَا وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}
Andaikata
orang-orang kafir itu mengetahui waktu (di
mana) mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak
pula) dari punggung mereka, sedangkan mereka (tidak pula) mendapat
pertolongan, (tentulah mereka tiada meminta disegerakan). Sebenarnya (azab)
itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka
menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka
diberi tangguh. (Al-Anbiya: 39-40)
Kemudian
Allah Swt. menceritakan tentang sikap berlepas diri tuhan-tuhan mereka dari
perbuatan mereka di saat mereka sangat memerlukan sembahan-sembahan mereka.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ أَشْرَكُوا
شُرَكَاءَهُمْ}
Dan
apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah)
melihat sekutu-sekutu mereka. (An-Nahl: 86)
Yakni
apabila orang-orang yang menyembah berhala-berhala itu sewaktu di dunia melihat
sembahan-sembahan mereka.
{قَالُوا رَبَّنَا هَؤُلَاءِ شُرَكَاؤُنَا
الَّذِينَ كُنَّا نَدْعُو مِنْ دُونِكَ فَأَلْقَوْا إِلَيْهِمُ الْقَوْلَ
إِنَّكُمْ لَكَاذِبُونَ}
Mereka
berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami
sembah selain dari Engkau.” Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka,
"Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta.” (An-Nahl: 86)
Yakni
sembahan-sembahan mereka menjawab, "Kalian dusta, tiadalah kami
perintahkan kalian untuk menyembah kami," seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ
دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً
وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ}
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah
sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai
hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan
apabila manusia (mereka) dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya
sembahan -sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan
mereka. ( Al-Ahqaf: 5-6)
{وَاتَّخَذُوا
مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا كَلا سَيَكْفُرُونَ
بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
Dan
mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan
itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya)
terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi' musuh
bagi mereka. (Maryam: 81-82)
Al-khalil
(yakni Nabi Ibrahim) mengatakan
seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ
بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ}
kemudian
di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian yang lain. (Al-'Ankabut: 25), hingga akhir ayat.
Dan
firman Allah Swt.: Dikatakan (kepada mereka), "Serulah oleh
kalian sekutu-sekutu kalian." (Al-Qashash 64), hingga akhir ayat.
Ayat-ayat
yang menjelaskan hal ini —yaitu pernyataan lepas diri dari para sekutu kepada
para penyembahnya— cukup banyak.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ
السَّلَمَ}
Dan mereka menyatakan ketundakannya kepada Allah pada hari
itu. (An-Nahl: 87)
Qatadah
dan Ikrimah mengatakan bahwa mereka (sembahan-sembahan itu) menyatakan
ketundukan dan penyerahan dirinya kepada Allah pada hari itu. Dengan kata lain,
mereka semua tunduk kepada Allah, dan tiada seorang pun melainkan tunduk patuh
kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ
يَأْتُونَنَا}
Alangkah
terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada
hari mereka datang kepada kami. (Maryam:
38)
Artinya,
pada hari itu pendengaran mereka sangat terang dan penglihatan mereka sangat
tajam.
Dan
Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو
رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا
نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan
(alangkah ngerinya) jika
sekiranya kalian melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan
kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami,
kami telah melihat dan mendengar." (As-Sajdah: 12), hingga akhir ayat.
{وَعَنَتِ
الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}
Dan
tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada
Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)
Yakni
tunduk, merasa hina, diam serta berserah diri.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ
السَّلَمَ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Dan
mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari
mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (An-Nahl:
87)
Maksudnya,
surut dan lenyaplah semua sembahan yang mereka ada-adakan terhadap Allah. Maka
tiada yang dapat menolong mereka, tiada yang dapat membantu mereka, dan tiada
yang dapat melindungi mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ}
Orang-orang
yang kafir dan menghalangi (manusia) dari
jalan Allah. Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga
akhir ayat.
Yakni
azab atas kekafiran mereka dan azab karena menghalangi manusia dari mengikuti
perkara yang hak, sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ
عَنْهُ}
Mereka
melarang (orang lain) mendengarkan
Al-Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. (Al-An'am : 26)
Mereka
mencegah manusia dari mengikuti perkara yang hak, dan mereka sendiri menjauh
dari perkara yang hak.
{وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا
يَشْعُرُونَ}
dan
mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak
menyadari. (Al-An'am: 26)
Hal
ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu berbeda-beda dalam menerima
azabnya. Sebagaimana orang-orang mukmin, berbeda-beda tingkatannya di dalam
surga, begitu pula derajat (kedudukan)nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah
Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Allah
berfirman, ''Masing-masing mendapat (siksaan)
yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui." (Al-A'raf:
38)
Al-Hafiz
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy. dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah sehubungan
dengan makna firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas
siksaan. (An-Nahl: 88) Mereka diberi siksaan tambahan, yaitu dengan
kalajengking yang taring-taringnya sebesar pohon kurma yang tinggi.
Telah
menceritakan pula kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Hasan,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Ibnu Abbas mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas
siksaan. (An-Nahl: 88) Bahwa siksaan tambahan itu diadakan di lima buah
sungai yang terletak di bawah 'Arasy; pada sebagiannya mereka disiksa di malam
hari, dan pada sebagian yang lainnya mereka disiksa di siang hari.
An-Nahl, ayat 89
{وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي
كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا
عَلَى هَؤُلاءِ وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89) }
Dan (ingatlah) akan hari (ketika)
Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.
Allah
Swt. berfirman kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
{وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ
شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلاءِ}
Dan
(ingatlah) akan hari (ketika)
Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl:
89)
Yakni
atas umatmu.
Maksudnya,
ingatlah kamu akan hari itu dan kengerian yang ada padanya serta kemuliaan yang
besar dan kedudukan yang tinggi yang diberikan oleh Allah kepadamu pada hari
itu.
Ayat
ini mempunyai makna yang mirip dengan ayat yang sahabat Abdullah ibnu Mas'ud
menghentikan bacaannya pada ayat tersebut. Ayat yang dimaksud adalah ayat
surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
{فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ
بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا}
Maka
bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila
Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu. (An-Nisa:
41)
Ketika
bacaan sahabat Ibnu Mas'ud sampai pada ayat ini, Rasulullah Saw. bersabda
kepadanya, "Cukup," yakni hentikan bacaanmu. Ibnu Mas'ud mengatakan
bahwa lalu ia berpaling melihat Rasulullah Saw., tiba-tiba ia melihat kedua
mata Rasulullah Saw. mencucurkan air matanya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا
لِكُلِّ شَيْءٍ}
Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an)
untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89)
Ibnu
Mas'ud mengatakan bahwa telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur'an ini
semua ilmu dan segala sesuatu.
Menurut
Mujahid, telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an semua perkara halal dan haram.
Pendapat
Ibnu Mas'ud lebih umum dan lebih mencakup, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu
mencakup semua ilmu yang bermanfaat, menyangkut berita yang terdahulu dan
pengetahuan tentang masa mendatang. Disebutkan pula semua perkara halal dan
haram, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam urusan dunia, agama,
penghidupan, dan akhiratnya.
{وَهُدًى}
dan
sebagai petunjuk. (An-Nahl: 89)
buat
manusia yang berhati.
وَرَحْمَةً
وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89)
Al-Auza'i
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl:
89) Yang dimaksud dengan menjelaskan dalam ayat ini ialah menjelaskan
Al-Qur'an dengan Sunnah.
Segi
kaitan yang terdapat antara firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan Kami
turunkan kepadamu Al-Kitab. (An-Nahl: 89) dengan firman-Nya yang
mengatakan: dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
mereka. (An-Nahl: 89) Dimaksudkan —hanya Allah Yang Lebih Mengetahui— bahwa
Tuhan yang mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an yang diturunkan
kepadamu, kelak Dia akan menanyakan hal tersebut pada hari kiamat.
{فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ
إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Maka
sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada
mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6)
{فَوَرَبِّكَ
لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka
demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah
mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr:
92-93)
{يَوْمَ
يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا
إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ}
(Ingatlah)
hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada
mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?"
Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya
Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib." (Al-Maidah: 109)
Adapun
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ}
Sesungguhnya
yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali. (Al-Qashash: 85)
Maksudnya,
sesungguhnya Tuhan yang telah mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an
benar-benar akan mengembalikan kamu kepada-Nya. Dia akan mengembalikan kamu
pada hari kiamat dan akan menanyai kamu tentang penyampaian apa yang telah
diwajibkan atas dirimu. Demikianlah menurut salah satu pendapat yang ada, dan
pendapat ini menyampaikan alasan yang cukup baik.
An-Nahl, ayat 90
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) }
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.
Allah
Swt. menyebutkan bahwa Dia memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berlaku
adil, yakni pertengahan dan seimbang. Dan Allah memerintahkan untuk berbuat
kebajikan, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ
مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ}
Dan
jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi, jika kalian bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)
{وَجَزَاءُ
سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan
dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan
) Allah. (Asy-Syura: 40)
{وَالْجُرُوحَ
قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}
dan luka-luka(pun) ada qisasnya. Barang siapa yang
melepaskan (hak qisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus
dosa baginya. (Al-Maidah: 45)
Dan
ayat-ayat lainnya yang menunjukkan perintah berbuat adil serta anjuran berbuat
kebajikan.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil. (An-Nahl:
90) Yakni mengucapkan persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Lain
pula dengan Sufyan ibnu Uyaynah, ia mengatakan bahwa istilah adil dalam ayat
ini ialah sikap pertengahan antara lahir dan batin bagi setiap orang yang
mengamalkan suatu amal karena Allah Swt. Al-ihsan artinya ialah
'bilamana hatinya lebih baik daripada lahiriahnya'. Al fahsya serta al-munkar
ialah 'bila lahiriahnya lebih baik daripada hatinya'.
*******************
Dan
yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى}
dan
memberi kepada kaum kerabat. (An-Nahl:
90)
Yaitu
hendaknya dia menganjurkan untuk bersilaturahmi, seperti pengertian yang
terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا}
Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)
Firman
Allah Swt.:
{وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ}
dan
Allah melarang dari perbuatan keji dan kemungkaran. (An-Nahl: 90)
Yang
dimaksud dengan fahsya ialah hal-hal yang diharamkan, dan munkar ialah
segala sesuatu yang ditampakkan dari perkara haram itu oleh pelakunya. Karena
itulah dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ}
Katakanlah,
"Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun
yang tersembunyi.” (Al-A'raf: 33)
Adapun
yang dimaksud dengan al-bagyu ialah permusuhan dengan orang lain. Di
dalam sebuah hadis diterangkan:
"مَا مِنْ ذَنْبٍ
أَجْدَرَ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يُدَّخَرُ لِصَاحِبِهِ فِي
الْآخِرَةِ، مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ"
Tiada
suatu dosa pun yang lebih berhak Allah menyegerakan siksaan terhadap (pelaku)nya di dunia ini, di samping siksaan yang
disediakan buat pelakunya di akhirat nanti, selain dari permusuhan dan
memutuskan tali silaturahmi.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَعِظُكُمْ}
Dia
memberi pengajaran kepada kalian. (An-Nahl:
90)
Yaitu
melalui apa yang diperintahkannya kepada kalian agar berbuat kebaikan dan
melarang kalian dari perbuatan yang jahat.
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
agar
kalian dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl:
90)
Asy-Sya'bi
telah meriwayatkan dari Basyir ibnuNuhaik, bahwa ia pernah mendengar Ibnu
Mas'ud mengatakan, "Sesungguhnya ayat yang paling mencakup dalam Al-Qur'an
adalah ayat surat An-Nahl," yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah
menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90),
hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Sa'id
ibnu Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
Allah menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl:
90), hingga akhir ayat. Bahwa tiada suatu akhlak baik pun yang dahulu dilakukan
oleh orang-orang Jahiliah dan mereka memandangnya sebagai perbuatan yang baik,
melainkan Allah Swt. menganjurkannya. Dan tiada suatu akhlak buruk pun yang
dahulu mereka pandang sebagai suatu keaiban di antara sesama mereka melainkan
Allah melarangnya. Yang paling diprioritaskan ialah, sesungguhnya Allah
melarang akhlak yang buruk dan yang tercela.
Karena
itulah —menurut kami— di dalam sebuah hadis disebutkan:
"إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلَاقِ، وَيَكْرَهُ سَفْسافها"
Sesungguhnya
Allah menyukai akhlak-akhlak yang tinggi dan benci terhadap akhlak-akhlak yang
rendah.
Al-Hafiz
Abu Ya'la dalam kitab Ma'rifatus Sahabah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar Muhammad ibnul Fath A!-Hambali, telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu Muhammad maula (pelayan) Bani Hasyim, telah menceritakan kepada
kami Al-Hasan ibnu Daud Al-Munkadiri, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu
Ali Al-Maqdami, dari Ali ibnu Abdul Malik ibnu Umair, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa Aksam ibnu Saifi sampai di tempat Nabi Saw. biasa keluar, maka
dia bermaksud datang langsung menemui Nabi Saw. tetapi kaumnya tidak
membiarkannya berbuat begitu. Mereka berkata, "Engkau adalah pemimpin kami,
tidaklah pantas bila engkau datang sendiri kepadanya." Aksam ibnu Saifi
berkata, "Kalau begitu, carilah seseorang yang menjadi perantara untuk
menyampaikan dariku dan seseorang perantara untuk menyampaikan darinya."
Maka ditugaskanlah dua orang lelaki, lalu keduanya datang menghadap kepada Nabi
Saw. dan berkata, "Kami berdua adalah utusan Aksam ibnu Saifi, dia ingin
bertanya kepadamu, siapakah kamu dan apakah kedudukanmu?" Nabi Saw.
bersabda, "Aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Adapun kedudukanku adalah
Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (utusan Allah)." Kemudian Nabi
Saw. membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah
menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90),
hingga akhir ayat. Mereka berkata, "Ulangilah kalimat itu kepada
kami." Maka Nabi Saw. mengulang-ulang sabdanya kepada mereka hingga mereka
hafal. Setelah itu keduanya datang menghadap kepada Aksam ibnu Saifi dan
mengatakan, "Dia menolak, tidak mau meninggikan nasabnya. Ketika kami
tanyakan kepada orang lain tentang nasabnya, ternyata kami jumpai dia (Nabi
Saw.) bersih nasabnya (tinggi), dan dimuliakan di kalangan Mudar. Sesungguhnya
dia telah melontarkan kepada kami kalimat-kalimat yang pernah kami
dengar." Setelah Aksam mendengar kalimat-kalimat tersebut, ia mengatakan,
"Sesungguhnya saya melihat dia adalah orang yang memerintahkan kepada
akhlak-akhlak yang mulia dan melarang akhlak-akhlak yang buruk. Maka jadilah
kalian semua dalam urusan ini sebagai pemimpin-pemimpin dan janganlah kalian
menjadi pengekor-pengekor."
Disebutkan
di dalam hadis yang berpredikat hasan sehubungan dengan penyebab
turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah
menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid,
telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di halaman rumahnya
sedang duduk-duduk, tiba-tiba lewatlah Usman ibnu Maz'un (yang tuna netra).
Lalu Usman ibnu Maz'un tersenyum kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tidak duduk (bersamaku)?"
Usman ibnu Maz'un menjawab, "Baiklah." Maka duduklah Usman ibnu
Maz'un berhadapan dengan Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. sedang
berbincang-bincang dengannya, tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan
matanya ke arah langit, lalu memandang ke arah langit sesaat, setelah itu
beliau menurunkan pandangan matanya ke arah sebelah kanannya, dan saat itu juga
Rasulullah Saw. beralih duduk ke tempat yang tadi dipandang oleh matanya,
sedangkan teman duduknya (yaitu Usman ibnu Maz'un) ditinggalkannya. Setelah itu
Rasulullah Saw. menundukkan kepalanya, seakan-akan sedang mencerna apa yang
diucapkan kepadanya, sementara itu Ibnu Maz'un terus mengamatinya (dengan
indera perasanya). Sesudah keperluannya selesai dan memahami apa yang diucapkan
kepadanya, maka Rasulullah Saw. kembali menatapkan pandangannya ke arah langit,
sebagaimana tatapannya yang pertama kali tadi. Nabi Saw. menatapkan pandangan
matanya ke arah langit seakan-akan mengikuti kepergian (malaikat) hingga
malaikat itu tidak kelihatan tertutup oleh langit. Kemudian Rasulullah Saw.
menghadap kepada Usman di tempat duduknya yang semula tadi. Maka Usman ibnu
Maz'un bertanya, "Hai Muhammad, selama saya duduk denganmu saya belum
pernah melihatmu melakukan perbuatan seperti yang kamu lakukan siang hari
ini." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Apa sajakah yang kamu lihat
aku melakukannya?" Usman ibnu Maz'un berkata, "Saya lihat engkau
menatapkan pandanganmu ke arah langit, kemudian kamu turunkan pandangan matamu
ke suatu tempat di sebelah kananmu, lalu kamu pindah ke tempat itu seraya
meninggalkan diriku. Setelah itu engkau menundukkan kepala seakan-akan sedang
menerima sesuatu yang diucapkan kepadamu." Rasulullah Saw. bertanya,
"Apakah kamu (yang tuna netra) dapat melihat hal tersebut?"
Usman ibnu Maz'un menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku
baru saja kedatangan utusan Allah saat kamu sedang duduk." Usman Ibnu
Maz'un bertanya, "Utusan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya."
Usman ibnu Maz'un bertanya, "Apa sajakah yang dia sampaikan
kepadamu?" Rasulullah Saw. bersabda membacakan firman-Nya: Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl:
90), hingga akhir ayat. Usman ibnu Maz'un mengatakan, "Yang demikian itu
terjadi di saat imanku telah mantap dalam hatiku dan aku mulai mencintai
Muhammad Saw."
Sanad
hadis ini cukup baik, muttasil lagi hasan, telah disebutkan di
dalamnya sima'i secara muttasil. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
melalui hadis Abdul Hamid ibnu Bahram secara ringkas.
Hadis
lain mengenai hal tersebut berasal dari Usman ibnu Abul As As-Saqafi. Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah
menceritakan kepada kami Harim, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Usman
ibnu Abul As yang mengatakan, "Dahulu saya pernah duduk di hadapan
Rasulullah Saw., tetapi tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan matanya
(ke arah langit). Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, 'Jibril baru datang
kepadaku, dan memerintahkan kepadaku agar meletakkan ayat berikut pada suatu
tempat dari surat (An-Nahl) ini,' yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah
menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90),
hingga akhir ayat."
Sanad
hadis ini tidak ada celanya, dan barangkali hadis ini yang ada pada Syahr ibnu
Hausyab diriwayatkan melalui dua jalur.
An-Nahl, ayat 91-92
{وَأَوْفُوا بِعَهْدِ
اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ
جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
(91) وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى
مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92) }
Dan tepatilah perjanjian
dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan
sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya, sedangkan kalian telah
menjadikan Allah sebagai saksi kalian (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. Dan janganlah kalian seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai-berai kembali, kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian
sebagai alat penipu di antara kalian, disebabkan adanya satu golongan yang
lebih banyak jumlahnya daripada golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya
menguji kalian dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan itu.
Apa
yang.disebutkan dalam ayat di atas mengandung perintah Allah, antara lain
menepati janji, ikrar, serta memelihara sumpah yang telah dikukuhkan. Untuk
itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ
تَوْكِيدِهَا}
dan
janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian)
itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Tiada
kontradiksi antara apa yang disebutkan oleh ayat ini dan apa yang disebutkan
dalam firman-Nya:
وَلا
تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا
Janganlah
kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian
sebagai penghalang. (Al-Baqarah: 224), hingga akhir ayat.
{ذَلِكَ
كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ}
Yang
demikian itu adalah kifarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kalian langgar). Dan jagalah sumpah kalian. (Al-Maidah:
89)
Dengan
kata lain, janganlah kalian meninggalkan sumpah tanpa membayar kifaratnya.
Tidak ada pertentangan pula dengan sabda Nabi Saw. yang disebutkan di dalam
kitab Sahihain, yaitu:
إِنِّي وَاللَّهِ إِنْ
شَاءَ اللَّهُ، لَا أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ فَأَرَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا،
إِلَّا أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَتَحَلَّلْتُهَا". وَفِي رِوَايَةٍ:
"وَكَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي"
Sesungguhnya
aku, demi Allah, jika Allah menghendaki, tidak sekali-kali aku bersumpah, lalu
aku melihat bahwa ada hal yang lebih baik dari sumpahku itu, melainkan aku akan
mengerjakan hal yang kupandang lebih baik, lalu aku bertahallul dari sumpahku. Dalam riwayat lain disebutkan, lalu aku bayar kifarat
sumpahku.
Pada
garis besarnya tidak ada pertentangan di antara semua dalil di atas dengan ayat
yang disebutkan dalam surat ini, yaitu firman-Nya:
وَلا
تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
dan
janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian)
itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Karena
sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah Al Aiman (sumpah-sumpah) ini
termasuk ke dalam pengertian janji-janji dan ikatan-ikatan, bukan hanya sekadar
sumpah-sumpah yang diutarakan untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.
Karena
itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah
kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah mengukuhkannya. (An-Nahl:
91) Yakni sumpah, jelasnya sumpah pakta Jahiliah.
Pendapat
ini didukung oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan
bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي
شَيْبَةَ-حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر وَأَبُو أُسَامَةَ، عَنْ زَكَرِيَّا -هُوَ
ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ-عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جُبَيْر
بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا حِلْف فِي الْإِسْلَامِ، وَأَيُّمَا حِلْفٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
لَمْ يَزِدْهُ الْإِسْلَامُ إِلَّا شِدَّةً".
telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (ibnu Abu Syaibah), telah
menceritakan kepada kami Ibnu Namir dan Abu Usamah, dari Zakaria (yakni Ibnu
Abu Zaidah), dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari ayahnya, dari Jubair ibnu Mut'im yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sumpah sepakta dalam
Islam; dan sumpah sepakta mana pun yang terjadi di zaman Jahiliah, maka
sesungguhnya Islam tidak menambahkan kepadanya melainkan menambah kekukuhannya.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Abu Syaibah dengan
sanad yang sama.
Makna
hadis menunjukkan bahwa dengan keberadaan agama Islam tidak diperlukan lagi
adanya sumpah pakta yang biasa dilakukan di masa Jahiliah; karena sesungguhnya
dengan berpegang kepada agama Islam sudah merupakan kecukupan untuk tujuan itu
tanpa memerlukan lagi apa yang dahulu biasa mereka lakukan (di masa Jahiliah).
Adapun
apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Asim Al-Ahwal, dari
Anas r.a., yang mengatakan:
حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي
دَارِنَا
Rasulullah
Saw. pernah mengikat sumpah pakta di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di
kampung halaman kami.
Makna
yang dimaksud dari hadis ini ialah, Rasulullah Saw. mempersaudarakan di antara
sesama mereka menjadi saudara-saudara angkat. Dahulu setelah adanya pakta ini
mereka saling mewaris di antara sesamanya, hingga Allah menghapusnya.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Imarah Al-Asadi,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, telah menceritakan kepada
kami Abu Laila, dari Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91)
Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berbaiat (menyatakan janji setia)
kepada Nabi Saw. Tersebutlah bahwa orang yang masuk Islam berbaiat kepada Nabi
Saw. untuk menolong Islam. Lalu turunlah firman-Nya: Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Yakni janji
setia yang kalian baiatkan untuk menolong Islam ini. dan janganlah kalian
membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl:
91) Artinya, janganlah sekali-kali kenyataan minoritas pengikut Nabi Muhammad
dan mayoritas kaum musyrik mendorong kalian membatalkan baiat yang telah kalian
ikrarkan untuk membela Islam.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا صَخْرُ بْنُ جُوَيرية، عَنْ
نَافِعٍ قَالَ: لَمَّا خَلَعَ النَّاسُ يَزِيدَ بْنَ مُعَاوِيَةَ، جَمَعَ ابْنُ
عُمَرَ بَنِيهِ وَأَهْلَهُ، ثُمَّ تَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ،
فَإِنَّا قَدْ بَايَعْنَا هَذَا الرَّجُلَ عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ،
وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "إن
الْغَادِرَ يُنصب لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُقَالُ هَذِهِ غَدْرة
فُلَانٍ وَإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الغَدْر -إِلَّا أَنْ يَكُونَ الْإِشْرَاكَ
بِاللَّهِ-أَنْ يُبَايِعَ رَجُلٌ رَجُلًا عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ،
ثُمَّ يَنْكُثُ بَيْعَتَهُ، فَلَا يَخْلَعَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَزِيدَ وَلَا
يُسْرِفَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ فِي هَذَا الْأَمْرِ، فَيَكُونَ صَيْلم بَيْنِي
وَبَيْنَهُ
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan
kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi' yang mengatakan bahwa tatkala
orang-orang (kaum muslim) memecat Yazid ibnu Mu'awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan
semua anaknya dan keluarganya, kemudian ia membaca syahadat, lalu berkata, "Amma
ba'du, sesungguhnya kita telah membaiat lelaki ini (yakni Yazid) dengan
baiat Allah dan Rasul-Nya, dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: 'Sesungguhnya bagi seorang pengkhianat itu akan dipancangkan
untuknya sebuah panji nanti di hari kiamat, lalu dikatakan bahwa panji ini
adalah panji pengkhianatan si Fulan. Dan sesungguhnya pengkhianatan yang paling
besar —terkecuali terhadap perbuatan mempersekutukan Allah— ialah bila
seseorang lelaki membaiat lelaki yang lain dengan baiat Allah dan Rasul-Nya,
kemudian ia mengkhianati baiatnya (janji setianya).' Maka janganlah
sekali-kali ada seseorang di antara kalian mencabut kembali baiatnya, dan
janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian menyimpang dalam urusan ini,
maka hal itu akan menjadi pemisah antara aku dan dia."
Sebagian
dari hadis ini yang berpredikat marfu', ada di dalam kitab Sahihain.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَابِسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ شَرَطَ لِأَخِيهِ شَرْطًا، لَا
يُرِيدُ أَنْ يَفِيَ لَهُ بِهِ، فَهُوَ كَالْمُدْلِي جَارَهُ إِلَى غَيْرِ
مَنْعَة"
Imam
Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan
kepada kami Hajjaj, dari Abdur Rahman ibnu Abis, dari ayahnya, dari Huzaifah
yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa mensyaratkan bagi saudaranya suatu syarat dengan niat tidak akan memenuhi
syarat itu kepada saudaranya, maka keadaannya sama dengan orang yang
menjerumuskan orang yang dilindunginya ke dalam keadaan tanpa perlindungan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. (An-Nahl:
91)
Ayat
ini mengandung makna ancaman dan peringatan terhadap orang yang membatalkan
sumpahnya sesudah mengukuhkannya.
Firman
Allah Swt.:
{وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ
غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا}
Dan
janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya sesudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Abdullah
ibnu Kasir dan As-Saddi mengatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita yang
kurang akalnya, ia tinggal di Mekah di masa silam. Apabila telah memintal
sesuatu, ia menguraikannya kembali sesudah kuat pintalannya.
Mujahid,
Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan, hal ini merupakan perumpamaan bagi orang
yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya. Pendapat ini lebih kuat dan
lebih jelas, tanpa memandang apakah di Mekah ada wanita yang menguraikan
pintalannya itu ataukah tidak.
*******************
Firman-Nya:
{أَنْكَاثًا}
menjadi
cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Dapat
diartikan bahwa lafaz ankasa ini adalah isim masdar, artinya
'wanita itu menguraikan kembali pintalannya menjadi cerai-berai'. Dapat pula
diartikan sebagai badal dari khabar kana, yakni 'janganlah kalian
menjadi orang yang gemar melanggar sumpahnya', bentuk jamak dari نَكْثٍ berasal dari نَاكِثٍ.
Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا
بَيْنَكُمْ}
kalian
menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat
penipu di antara kalian. (An-Nahl: 92)
Yakni
makar dan tipu muslihat.
{أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ
أُمَّةٍ}
disebabkan
adanya satu golongan yang lebih banyak dari golongan yang lain. (An-Nahl: 92)
Artinya,
kalian mau berpakta dengan orang lain bila mereka lebih banyak jumlahnya
daripada jumlah kalian demi ketenangan kalian. Tetapi bila kalian mempunyai
kesempatan untuk berkhianat, maka kalian berkhianat terhadap mereka. Karenanya
Allah Swt. melarang sikap tersebut, sebagai gambaran pihak yang sedikit
terhadap pihak yang lebih banyak. Bilamana dalam keadaan demikian Allah Swt.
melarangnya, maka terlebih lagi bila disertai dengan kemampuan dan kekuatan
(untuk berbuat khianat), tentunya lebih dilarang.
Dalam
surat Al-Anfal telah kami ceritakan kisah Mu'awiyah, ketika terjadi perjanjian
gencatan senjata antara dia dengan Raja Romawi. Manakala perjanjian gencatan
senjata itu hampir habis; Mu'awiyah berangkat bersama pasukannya menyerang
mereka. Dan tepat di saat habisnya masa gencatan senjata, Mu'awiyah telah
berada di dekat negeri mereka, maka Mu'awiyah langsung menyerang mereka tanpa
menyadari bahwa Mu'awiyahlah pihak yang menyerang (yang memulai dahulu). Maka
berkatalah Amr ibnu Anbasah kepadanya, "Allah Mahabesar, hai Mu'awiyah.
Tepatilah perjanjianmu, janganlah kamu berbuat khianat! Karena aku pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ كَانَ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ أَجْلٌ فَلَا يَحِلَّنَّ عُقدة حَتَّى يَنْقَضِيَ
أمَدها"
'Barang
siapa yang antara dia dan suatu kaum terdapat suatu perjanjian, maka janganlah
dia melepaskan ikatannya sebelum habis masa berlakunya'.”
Maka
Mu'awiyah r.a. surut mundur dan pulang bersama pasukannya.
Ibnu
Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: disebabkan adanya suatu
golongan yang lebih banyak daripada golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Arba
artinya lebih banyak, yakni lebih kuat.
Mujahid
mengatakan, dahulu di masa Jahiliah mereka biasa mengadakan perjanjian pakta di
antara sesama mereka. Bilamana suatu golongan menjumpai golongan lain yang
lebih banyak jumlahnya daripada diri mereka serta lebih kuat, maka
dirusaknyalah perjanjian pakta yang ada, lalu mereka mengadakan perjanjian
pakta yang baru dengan golongan yang lebih kuat itu. Maka dilaranglah mereka
dari perbuatan seperti itu. Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid telah mengatakan
hal yang semisal.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ}
Sesungguhnya
Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. (An-Nahl:
92)
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan, makna yang dimaksud ialah Allah menguji mereka dengan
adanya golongan yang lebih banyak. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa Allah sengaja menguji kalian melalui perintah-Nya yang
menganjurkan agar kalian memenuhi janji kalian.
{وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}
Dan
sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu
kalian perselisihkan. (An-Nahl:
92)
Kemudian
Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan
baik buruk amalnya.
An-Nahl, ayat 93-96
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ
يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (93) وَلا تَتَّخِذُوا
أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا
السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (94)
وَلا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا إِنَّمَا عِنْدَ اللَّهِ هُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (95) مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا
عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (96) }
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu
umat (saja), tetapi Allah
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kalian akan ditanya tentang apa yang telah
kalian kerjakan. Dan janganlah kalian jadikan sumpah-sumpah kalian sebagai alat
penipu di antara kalian, yang menyebabkan tergelincir kaki (kalian) sesudah
kokoh tegaknya, dan kalian rasakan kemelaratan (di dunia) karena kalian
menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagi kalian azab yang besar.
Dan janganlah kalian tukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang
sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang
lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan
lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik
daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Firman
Allah Swt.:
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ}
أَيُّهَا النَّاسُ {أُمَّةً وَاحِدَةً}
Dan
kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian (hai manusia) satu umat saja. (An-Nahl: 93)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي
الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا}
Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. (Yunus: 99)
Yakni
niscaya Dia benar-benar merukunkan di antara sesama kalian dan tentulah Dia
tidak akan menjadikan perselisihan, permusuhan, dan perdebatan di antara
kalian. Dalam ayat yang lain disebutkan pula:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ}
Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. (Hud: 118-119)
Hal
yang semakna dikatakan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu:
{وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي
مَنْ يَشَاءُ}
tetapi
Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. (An-Nahl:
93)
Kemudian
Dia akan meminta pertanggungjawaban dari kalian kelak di hari kiamat tentang
semua amal perbuatan kalian, lalu Dia akan membalaskannya terhadap kalian, baik
yang besar, yang pertengahan, maupun yang terkecil, tanpa ada yang terlewatkan.
Selanjutnya
Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya, bahwa janganlah seseorang menjadikan
sumpahnya sebagai sarana untuk menipu dan makar, agar kakinya tidak tergelincir
sesudah kokoh. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang tadinya berada
pada jalan yang lurus, lalu menyimpang dan tergelincir dari jalan petunjuk
disebabkan sumpah yang dilanggarnya dan berakibat terhalangnya jalan Allah.
Dikatakan demikian karena orang kafir itu apabila melihat ada orang mukmin yang
bersumpah menjamin keselamatannya, kemudian ternyata orang mukmin itu melanggar
sumpahnya, maka tiada kepercayaan lagi bagi si kafir terhadap agama si mukmin.
Sebagai akibatnya, maka si kafir itu merasa anti pati untuk masuk Islam. Karena
itulah maka disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ}
dan
kalian rasakan kemelaratan (di dunia)
karena kalian menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagi kalian
azab yang besar. (An-Nahl: 94)
Kemudian
dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا
قَلِيلا}
Dan
janganlah kalian tukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang sedikit
(murah). (An-Nahl: 95)
Maksudnya,
janganlah kalian menukar iman kepada Allah dengan harta benda duniawi dan
perhiasannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu sedikit. Dan sekiranya
diberikan dunia berikut isinya kepada seseorang, tentulah pahala yang ada di
sisi Allah lebih baik baginya. Yakni balasan Allah dan pahala-Nya adalah lebih
baik bagi orang yang berharap kepada Allah, beriman kepada-Nya, memohon
kepada-Nya,dan memelihara janjinya dengan Allah karena mengharapkan pahala yang
dijanjikan-Nya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ مَا عِنْدَكُمْ
يَنْفَدُ}
jika
kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan lenyap. (An-Nahl: 95-96)
Yaitu
akan habis dan lenyap, karena sesungguhnya hal itu mempunyai batas waktu yang
tertentu dan ada masa habisnya.
{وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ}
dan
apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (An-Nahl:
96)
Pahala
Allah untuk kalian di surga nanti kekal, tiada habis-habisnya dan tiada
putus-putusnya, karena sesungguhnya pahala di surga itu bersifat kekal, tidak
berubah, dan tidak akan lenyap.
{وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 96)
Ungkapan
sumpah dari Allah yang diperkuat dengan memakai huruf lam mengandung
makna bahwa sesungguhnya Dia akan memberikan balasan kepada orang-orang yang
penyabar dengan pahala yang lebih baik daripada amal perbuatan mereka, yakni
selain itu Allah memaafkan keburukan-keburukan amal perbuatan mereka.
An-Nahl, ayat 97
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97) }
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh —baik laki-laki maupun
perempuan— dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik: dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Janji
Allah ini ditujukan kepada orang yang beramal saleh. Yang dimaksud dengan amal
saleh ialah amal perbuatan yang mengikuti petunjuk Kitabullah dan Sunnah
Nabi-Nya, baik dia laki-laki ataupun perempuan dari kalangan anak Adam,
sedangkan hatinya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bahwa
amal yang dilakukannya itu merupakan amal yang diperintahkan serta
disyariatkan dari sisi Allah. Maka Allah berjanji akan memberinya kehidupan
yang baik di dunia, dan akan memberinya pahala yang jauh lebih baik daripada
amalnya kelak di akhirat.
Pengertian
kehidupan yang baik ialah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari
berbagai aspeknya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa
mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeki yang halal lagi baik.
Dari
Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qana'ah
(puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud
ialah kebahagiaan. Al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah mengatakan.”Tiada suatu
kehidupan pun yang dapat menyenangkan seseorang kecuali kehidupan di dalam
surga."
Ad-Dahhak
mengatakan, makna yang dimaksud ialah rezeki yang halal dan kemampuan beribadah
dalam kehidupan di dunia. Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa yang dimaksud ialah
mengamalkan ketaatan, dan hati merasa lega dalam mengerjakannya.
Tetapi
pendapat yang benar tentang makna kehidupan yang baik ini menyatakan bahwa
pengertian kehidupan yang baik mencakup semua yang telah disebutkan di atas.
Di
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمرو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ ورُزق كَفَافًا،
وقَنَّعه اللَّهُ بِمَا آتَاهُ".
telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id
ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Syurahbil ibnu Syarik, dari Abu
Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar. bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Sesungguhnya beruntunglah orang yang telah masuk Islam dan diberi
rezeki secukupnya serta Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana'ah terhadap
apa yang diberikan kepadanya.
Imam
Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri dengan sanad
yang sama.
Imam
Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Ummu Hani', dari Abu
Ali Al-Juhani, dari Fudalah ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
هُدي إِلَى الْإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا، وَقَنِعَ به".
Sesungguhnya
beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, sedangkan rezekinya
secukupnya dan ia menerimanya dengan penuh rasa syukur.
Imam
Turmuzi mengatakan, hadis ini berpredikat sahih.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هَمَّام، عَنْ يَحْيَى، عَنْ قَتَادَةَ،
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي
الدُّنْيَا [وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُعْطِيهِ
حَسَنَاتِهِ فِي الدُّنْيَا] حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ، لَمْ تَكُنْ
لَهُ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا خَيْرًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Yahya, dari
Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menganiaya orang mukmin dalam suatu
kebaikan pun yang Dia berikan kepadanya di dunia dan Dia berikan pahalanya di
akhirat. Adapun orang kafir, maka ia diberi balasan di dunia karena
kebaikan-kebaikannya, hingga manakala ia sampai di akhirat, tiada suatu
kebaikan pun yang tersisa baginya yang dapat diberikan kepadanya sebagai
balasan kebaikan.
Hadis
ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim.
An-Nahl, ayat 98-100
{فَإِذَا قَرَأْتَ
الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98) إِنَّهُ
لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
(99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ
مُشْرِكُونَ (100) }
Apabila kalian membaca Al-Qur’an, hendaklah kalian meminta
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu
tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada
Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin
dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
Perintah
ini dari Allah, ditujukan kepada hamba-hamba-Nya melalui lisan Nabi-Nya; bahwa
apabila mereka hendak membaca Al-Qur'an, terlebih dahulu hendaklah meminta
perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Perintah ini adalah
perintah sunat, bukan perintah wajib, menurut kesepakatan ulama yang
diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir dan lain-lainnya dari kalangan para
imam.
Dalam
pembahasan isti'azah dalam permulaan tafsir ini telah disebutkan
sejumlah hadis yang menerangkan tentang isti'azah secara panjang lebar.
Makna
membaca isti’azah pada permulaan membaca Al-Qur'an dimaksudkan agar si
pembaca tidak mengalami kekeliruan dalam bacaannya yang berakibat campur aduk
bacaannya sehingga ia tidak dapat merenungkan dan memikirkan makna apa yang
dibacanya. Untuk itulah jumhur ulama berpendapat bahwa bacaan istia'zah itu
hanya dilakukan sebelum bacaan Al-Qur'an. Akan tetapi, telah diriwayatkan dari
Hamzah dan Abu Hatim As-Sijistani bahwa isti'a'zah dilakukan sesudah
membaca Al-Qur'an. Keduanya mengatakan ini dengan berdalilkan ayat di atas.
Imam Nawawi di dalam Syarah Muhazzab-nya mengatakan pula hal yang
semisal dari Abu Hurairah, Muhammad ibnu Sirin, dan Ibrahim An-Nakha'i.
Tetapi
pendapat yang sahih adalah yang pertama (yakni bacaan ta'awwuz dilakukan
sebelum membaca Al-Qur'an), karena berdasarkan hadis-hadis yang menunjukkan
bahwa ta'awwuz dilakukan sebelum membaca Al-Qur'an.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
Sesungguhnya
setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal
kepada Tuhannya. (An-Nahl: 99)
As-Sauri
mengatakan, makna yang dimaksud ialah setan tidak mempunyai kekuasaan untuk
dapat menjerumuskan hamba-hamba Allah ke dalam suatu dosa yang mereka tidak
bertobat darinya. Ulama lainnya mengatakan bahwa makna ayat ialah setan tidak
mempunyai kemampuan untuk menggoda mereka. Ulama lainnya lagi mengatakan, ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ}
kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka (Al-Hijr:
40; Shad: 83)
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ
يَتَوَلَّوْنَهُ}
Sesungguhnya
kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang
yang mengambilnya jadi pemimpin. (An-Nahl: 100)
Mujahid
mengatakan, makna yatawallaunahu ialah orang-orang yang taat kepada
setan. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan
setan sebagai penolongnya, bukan Allah.
{وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ}
sedangkan
mereka mempersekutukannya dengan Allah. (An-Nahl:
100)
Yakni
mereka mempersekutukan setan dengan Allah dalam penyembahannya. Dapat ditakwilkan
bahwa huruf ha pada ayat ini bermakna sababiyah, yakni
'disebabkan ketaatan mereka kepada setan, jadilah mereka orang-orang yang
mempersekutukan Allah Swt.'. Ulama lainnya mengatakan bahwa makna ayat ialah
mereka bersekutu dengan setan dalam harta benda dan anak-anaknya.
An-Nahl, ayat 101-102
{وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً
مَكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنزلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ
بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101) قُلْ نزلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ
رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ (102) }
Dan apabila Kami
letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya, padahal
Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata,
"Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja.” Bahkan kebanyakan
mereka tiada mengetahui. Katakanlah, "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan
benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan
menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)."
Allah Swt. menyebutkan kelemahan akal orang-orang
musyrik, rapuhnya pendirian, dan tipisnya keyakinan mereka; sehingga tidak
tergambarkan mereka mau beriman, dan sesungguhnya mereka telah dipastikan
menjadi orang-orang yang celaka. Demikian itu apabila mereka melihat ada
perubahan hukum-hukum yang di-rnansukh oleh hukum yang baru dari Allah,
maka dengan spontan mereka berkata kepada Rasulullah Saw., seperti yang disitir
oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ}
Sesungguhnya kamu adalah orang yang
mengada-ada saja. (An-Nahl: 101)
Dengan kata lain, mereka menuduh Nabi Saw.
sebagai seorang pendusta. Padahal sesungguhnya penggantian hukum itu hanyalah
dari Allah Swt. belaka, Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya dan
memutuskan menurut apa yang disukai-Nya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kami gantikan suatu ayat dengan ayat yang lain. (An-Nahl:
101) Artinya, Kami hapus ayat yang pertama, lalu Kami turunkan ayat yang lain
menggantikan kedudukannya.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini sama artinya
dengan firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا}
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami
jadikan (manusia) lupa kepadanya. (Al-Baqarah: 106), hingga akhir
ayat.
Maka Allah Swt. berfirman membantah mereka
melalui ayat ini:
قُلْ نزلَهُ رُوحُ
الْقُدُسِ} أَيْ: جِبْرِيلُ {مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ}
Katakanlah, "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan
Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar.” (An-Nahl: 102)
Yakni dengan sesungguhnya dan adil.
{لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا}
untuk meneguhkan (hati) orang-orang
yang telah beriman. (An-Nahl: 102)
Maka pastilah mereka membenarkan ayat yang
diturunkan pertama, juga yang diturunkan kemudian serta hati mereka tunduk
patuh kepada-Nya.
{وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). (An-Nahl: 102)
Maksudnya, Allah menjadikannya sebagai petunjuk
dan berita gembira bagi orang-orang muslim yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.
An-Nahl, ayat 103
{وَلَقَدْ نَعْلَمُ
أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ
إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103) }
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata,
"Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang
mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam,
sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.
Allah
Swt. menyebutkan tentang kedustaan, buat-buatan, dan kebohongan orang-orang
musyrik dalam tuduhan mereka terhadap Nabi Saw., bahwa sesungguhnya Al-Qur'an
yang dibacakan oleh Muhammad kepada mereka tiada lain diajarkan oleh seorang
manusia kepadanya. Lalu mereka mengisyaratkan kepada seorang lelaki 'Ajam yang
ada di antara mereka, yaitu seorang pelayan milik salah satu puak dari kabilah
Quraisy. Lelaki itu seorang pedagang yang menjajakan barang-barangnya di Safa.
Adakalanya Rasulullah Saw. duduk dengannya dan berbincang-bincang dengannya
mengenai sesuatu hal.
Padahal
orang tersebut berbahasa 'Ajam, tidak mengetahui bahasa Arab, atau hanya
mengetahui sedikit bahasa Arab, menyangkut keperluannya yang darurat untuk
berkomunikasi. Karena itulah Allah membantah tuduhan tersebut melalui
firman-Nya:
{لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ
أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ}
Padahal
bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam
bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103)
Dengan
kata lain, mana mungkin Al-Qur'an yang bahasanya sangat fasih, berparamasastra
sangat tinggi, dan mengandung makna-makna yang sempurna lagi mencakup segalanya
—yang menjadikannya jauh lebih sempurna daripada makna-makna yang terkandung di
dalam semua kitab yang diturunkan kepada kaum Bani Israil— merupakan buah dari
pelajaran yang diterimanya! Dan mana mungkin dia belajar dari seorang 'Ajam
(non-Arab)! Jelas hal ini tidak akan dikatakan oleh seorang yang berakal rendah
pun.
Muhammad
ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah mengatakan, "Dahulu Rasulullah
Saw. —menurut berita yang sampai kepadaku— sering duduk di Marwah di tenda (jongko)
seorang budak beragama Nasrani bernama Jabar, dia adalah seorang budak milik
seseorang dari Banil Hadrami." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan
sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur’an
itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa
orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa
'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl:
103)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Kasir. Dari Ikrimah dan Qatadah,
disebutkan bahwa nama budak itu Ya'isy.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi,
telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Tuhman, dari Muslim ibnu Abdullah Al-Malai, dari Mujahid, dari ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepada seorang
penyanyi di Mekah, namanya Bal'am, padahal dia berbahasa 'Ajam. Orang-orang
musyrik melihat Rasulullah Saw. sering mengunjunginya, lalu mereka mengatakan,
"Sesungguhnya dia diajari oleh Bal'am," Maka Allah menurunkan firman
berikut: sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata,
"Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)."
Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar
kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang
terang. (An-Nahl: 103)
Ad-Dahhak
ibnu Muzahim mengatakan bahwa budak lelaki tersebut adalah Salman Al-Farisi.
Tetapi pendapat Ad-Dahhak ini lemah, karena ayat ini adalah ayat Makkiyyah,
sedangkan Salman baru masuk Islam di Madinah.
Ubaidillah
ibnu Muslim mengatakan, "Dahulu kami mempunyai dua orang budak Romawi yang
membaca kitab milik keduanya dengan bahasanya. Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw.
mampir kepada keduanya, lalu berdiri dan mendengarkan bacaan yang dilakukan
keduanya. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Muhammad sedang belajar
dari kedua orang itu.' Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini."
Az-Zuhri
telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa orang yang
melancarkan tuduhan ini adalah seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik yang
pernah bertugas menjadi juru tulis wahyu bagi Rasulullah Saw. Tetapi dia murtad
sesudah masuk Islam, lalu ia melancarkan tuduhan ini; semoga Allah melaknatnya.
An-Nahl, ayat 104-105
{إِنَّ الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(104) إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105) }
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al-Qur'an), Allah tidak akan memberi petunjuk
kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. Sesungguhnya yang mengada-adakan
kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan
mereka itulah orang-orang pendusta.
Allah
Swt. menyebutkan bahwa Dia tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang
berpaling dari mengingat-Nya dan berpura-pura tidak tahu terhadap apa yang Dia
turunkan kepada Rasul-Nya, serta tidak ada niat dalam dirinya untuk beriman
kepada apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya dari sisi-Nya. Manusia yang
berkarakter seperti ini tidak akan diberi petunjuk oleh Allah untuk beriman
kepada ayat-ayat-Nya dan apa yang disampaikan oleh rasul-rasul-Nya di dunia. Dan
bagi mereka di akhirat nanti ada azab'yang pedih lagi sangat menyakitkan.
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bukanlah orang yang mengada-ada,
bukan pula pendusta, bahkan sebaliknya hanyalah makhluk yang jahatlah yang
berani membuat kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah:
{الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ
اللَّهِ}
orang-orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. (An-Nahl:
104)
dari
kalangan orang-orang kafir dan orang-orang ateis yang terkenal kedustaannya di
kalangan manusia. Utusan Allah —yaitu Nabi Muhammad Saw.— adalah orang yang
paling benar, paling bertakwa, serta paling sempurna ilmu, pengamalan, iman,
dan keyakinannya. Dia terkenal dengan kejujurannya di kalangan kaumnya. Tiada
seorang pun yang meragukan hal ini dari kalangan mereka, sehingga mereka
memberinya julukan di antara sesama mereka dengan panggilan "Al-Amin".
Ketika
Heraklius, Raja Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan tentang sifat yang dimiliki
oleh Rasulullah Saw., yaitu antara lain Heraklius mengatakan, "Apakah
kalian pernah menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mempermaklumatkan
seruannya?" Abu Sufyan menjawab, "Tidak pernah." Maka Heraklius
berkata, "Tidaklah logis bila dia meninggalkan kedustaan terhadap manusia,
lalu ia pergi dan berbuat kedustaan terhadap Allah Swt."
An-Nahl, ayat 106-109
{مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ
مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ
وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (106) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
(107) أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ
وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (108) لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي
الآخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (109) }
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang
yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu
disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih
daripada akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang
kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya
telah dikunci mati oleh Allah; dan mereka itulah orang-orang yang lalai.
Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi.
Allah
Swt. menyebutkan perihal orang yang kafir sesudah beriman dan menyaksikan
kebenaran, lalu ia melegakan dadanya untuk kekafiran dan merasa tenang dengan
kekafirannya. Allah Swt. murka terhadap orang tersebut, karena ia telah
beriman, tetapi kemudian menggantikannya dengan kekafiran. Di hari akhirat
nanti mereka akan mendapat siksa yang besar, disebabkan mereka lebih menyukai
kehidupan dunia daripada akhirat. Sebagai buktinya ialah mereka rela murtad
dari Islam demi memperoleh imbalan duniawi. Allah tidak memberi petunjuk kepada
hati mereka serta tidak mengukuhkan mereka pada agama yang hak, karenanya hati
mereka terkunci mati, dan mereka tidak dapat memikirkan sesuatu pun yang
bermanfaat bagi diri mereka (di hari kemudian); pendengaran serta penglihatan
mereka terkunci pula, sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan secara
semestinya, dan pendengaran serta penglihatan mereka tidak dapat memberikan
suatu manfaat pun kepada mereka. Mereka dalam keadaan lalai akan akibat buruk
yang ditakdirkan atas diri mereka.
{لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الآخِرَةِ
هُمُ الْخَاسِرُونَ}
Pastilah
bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi. (An-Nahl: 109)
Yakni
sudah pasti dan tidak mengherankan, begitulah sifatnya, mereka adalah
orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya kelak di hari
kiamat.
Adapun
mengenai makna firman-Nya:
{إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ
بِالإيمَانِ}
kecuali
orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). (An-Nahl: 106)
Hal
ini merupakan pengecualian, ditujukan kepada orang yang kafir hanya dengan
lisannya saja; dan kata-katanya menuruti orang-orang musyrik, sebab ia dipaksa
dan dalam keadaan tekanan, pukulan, dan penindasan, sedangkan hatinya menolak
apa yang diucapkannya, serta dalam keadaan tetap tenang dalam beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
peristiwa yang dialami oleh Ammar ibnu Yasir di saat ia disiksa oleh
orang-orang musyrik sehingga ia kafir kepada Nabi Muhammad Saw. Ia mau menuruti
kemauan mereka dalam hal tersebut karena terpaksa. Setelah itu Ammar datang
menghadap kepada Nabi Saw. seraya meminta maaf, maka Allah menurunkan ayat ini.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Abu Malik.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَور، عَنْ
مَعْمَر، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الجَزَريّ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ [بْنِ]
مُحَمَّدِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ: أَخَذَ الْمُشْرِكُونَ عَمَّارَ بْنَ
يَاسِرٍ فَعَذَّبُوهُ حَتَّى قَارَبَهُمْ فِي بَعْضِ مَا أَرَادُوا، فَشَكَا
ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ " قَالَ:
مُطَمْئِنًا بِالْإِيمَانِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ عَادُوا فَعُدْ"
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Abdul Karim
Al-Jazari, dari Abu Ubaidah Muhammad ibnu Ammar ibnu Yasir yang mengatakan
bahwa orang-orang musyrik menangkap Ammar, lalu mereka menyiksanya sehingga
Ammar terpaksa mau mendekati sebagian dari apa yang dikehendaki oleh mereka
karena dalam tekanan siksaan. Setelah itu Ammar mengadukan perkaranya kepada
Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. bersabda, "Bagaimanakah kamu
jumpai hatimu?" Ammar menjawab, "Tetap tenang dalam keadaan
beriman." Nabi Saw. bersabda: Jika mereka kembali menyiksamu, maka
lakukanlah pula hal itu.
Imam
Baihaqi telah meriwayatkan hadis ini secara panjang lebar, lebih panjang
daripada hadis ini; antara lain disebutkan di dalamnya:
أَنَّهُ سَبَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَذَكَرَ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ، وَأَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تُركتُ حَتَّى
سَببتك وَذَكَرْتُ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ! قَالَ: "كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟
" قَالَ: مُطَمْئِنًا بِالْإِيمَانِ. فَقَالَ: "إِنْ عَادُوا
فَعُدْ". وَفِي ذَلِكَ أَنْزَلَ اللَّهُ: {إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ}
bahwa
Ammar terpaksa mencaci Nabi Saw. dan menyebut tuhan-tuhan mereka dengan sebutan
yang baik. Sesudah itu Ammar datang menghadap kepada Nabi Saw. dan mengadukan
perihal apa yang telah dilakukannya, "Wahai Rasulullah, saya terus-menerus
disiksa hingga saya terpaksa mencacimu dan menyebutkan tuhan-tuhan mereka
dengan sebutan yang baik." Nabi Saw. bertanya, "Bagaimanakah
dengan hatimu?" Ammar menjawab bahwa hatinya tetap tenang dalam
beriman. Maka Nabi Saw. bersabda: Jika mereka (orang-orang musyrik) kembali
menyiksamu, maka lakukan pula hal itu. Sehubungan dengan peristiwa ini
Allah menurunkan firman-Nya: kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman. (An-Nahl: 106)
Karena
itulah para ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa untuk melakukan kekufuran
diperbolehkan berpura-pura menuruti kemauan si pemaksa demi menjaga keselamatan
jiwanya. Ia diperbolehkan pula tetap menolak, seperti apa yang pernah dilakukan
oleh sahabat Bilal r.a.; dia menolak keinginan mereka yang memaksanya untuk
kafir. Karena itulah mereka menyiksanya dengan berbagai macam siksaan, sehingga
mereka meletakkan batu besar di atas dadanya di hari yang sangat panas.
Mereka
memerintahkan Bilal untuk musyrik (mempersekutukan Allah), tetapi Bilal menolak
seraya mengucapkan, "Esa, Esa (yakni Allah Maha Esa)."
Bilal
r.a. mengatakan, "Demi Allah, seandainya saya mengetahui ada kalimat yang
lebih membuat kalian marah, tentulah aku akan mengatakannya." Semoga Allah
melimpahkan rida-Nya kepada Bilal dan memberinya pahala yang memuaskannya.
Hal
yang sama dilakukan oleh Habib ibnu Zaid Al-Ansari. Ketika Musailamah berkata
kepadanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Habib
menjawab, "Ya." Musailamah bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa
diriku adalah utusan Allah?" Habib menjawab, "Saya tidak
mendengar." Lalu Musailamah memotongi anggota tubuh Habib sedikit demi
sedikit, sedangkan Habib tetap pada pendirian imannya.
وَقَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عِكْرِمة، أَنَّ
عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَرَّق نَاسًا ارْتَدَوْا عَنِ الْإِسْلَامِ،
فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: لَمْ أَكُنْ لِأُحَرِّقَهُمْ بِالنَّارِ،
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا
تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ". وَكُنْتُ قَاتِلَهُمْ بِقَوْلِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ
فَاقْتُلُوهُ" فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَقَالَ: وَيْحَ أُمِّ ابْنِ
عَبَّاسٍ
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan
kepada kami Ayyub, dari Ikrimah, bahwa Ali r.a. pernah membakar hidup-hidup
sejumlah orang yang murtad dari agama Islam. Ketika berita itu sampai kepada
Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas mengatakan, "Jika aku, maka sesungguhnya aku
tidak akan menghukum mereka dengan membakar mereka, karena sesungguhnya
Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Janganlah kalian menyiksa dengan memakai
siksaan Allah (yakni memakai api).' Sedangkan engkau perangi mereka atas
dasar sabda Rasulullah Saw. pula yang mengatakan: 'Barang siapa yang
mengganti agamanya, maka bunuhlah dia'.” Ketika berita ucapan Ibnu Abbas
sampai kepada Ali, maka ia berkata, "Beruntunglah ibu Ibnu Abbas!"
Imam
Bukhari telah meriwayatkan hadis ini pula.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا مَعْمَر، عَنْ
أَيُّوبَ، عَنْ حُمَيْد بْنِ هِلَالٍ العَدَويّ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ:
قَدِمَ عَلَى أَبِي مُوسَى معاذُ بْنُ جَبَلٍ بِالْيَمَنِ، فَإِذَا رَجُلٌ
عِنْدَهُ، قَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ رَجُلٌ كَانَ يَهُودِيًّا فَأَسْلَمَ، ثُمَّ
تَهَوَّدَ، وَنَحْنُ نُرِيدُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ مُنْذُ -قَالَ:
أَحْسَبُ-شَهْرَيْنِ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا أَقْعُدُ حَتَّى تَضْرِبُوا عُنُقَهُ.
فَضُرِبَتْ عُنُقُهُ. فَقَالَ: قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَنَّ مَنْ رَجَعَ عَنْ
دِينِهِ فَاقْتُلُوهُ-أَوْ قَالَ: مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Humaid ibnu Hilal Al-Adawi,
dari Abu Burdah yang menceritakan bahwa Mu'az ibnu Jabal datang kepada Abu Musa
di negeri Yaman, tiba-tiba ia menjumpai seorang lelaki sedang bersama Abu Musa.
Maka Mu'az bertanya, "Apakah yang telah terjadi dengan orang ini?"
Abu Musa menjawab, "Dia adalah seorang Yahudi dan masuk Islam, kemudian
kembali memeluk agama Yahudi, sedangkan kami menginginkan agar dia tetap Islam
sejak dia mengatakannya dua bulan yang silam." Maka sahabat Anas berkata,
"Demi Allah, aku tidak akan duduk sebelum kamu penggal lehernya."
Maka lelaki itu dipenggal lehernya. Setelah itu Mu'az ibnu Jabal mengatakan
bahwa Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan bahwa barang siapa yang murtad dari
agamanya, maka kalian harus membunuhnya. Atau Mu'az mengatakan: Barang siapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia oleh kalian.
Kisah
ini yang terdapat di dalam kitab Sahihain disebutkan dengan lafaz yang
lain.
Tetapi
yang lebih afdal dan paling utama hendaknya seorang muslim tetap pada agamanya,
sekalipun sikap ini akan membuatnya mati terbunuh.
Al-Hafiz
ibnu Asakir dalam biografi Abdullah ibnu Huzafah As-Sahmi —salah seorang
sahabat— menceritakan bahwa Ibnu Huzafah ditawan oleh orang-orang (pasukan)
Romawi, lalu mereka menghadapkannya kepada raja mereka. Raja mereka berkata,
"'Masuk Nasranilah kamu, maka aku akan menjadikanmu sekutuku dalam
kerajaanku. dan aku akan mengawinkanmu dengan anak perempuanku." Ibnu
Huzafah menjawab, "Seandainya engkau berikan kepadaku semua yang engkau
miliki dan semua apa yang dimiliki oleh bangsa Arab agar aku murtad dari agama
Muhammad Saw., barang sekejap saja saya tetap menolak." Raja Romawi
berkata, "Kalau begitu, saya akan membunuhmu." Ibnu Huzafah menjawab,
"Itu terserah kamu." Maka Raja Romawi memerintahkan agar Ibnu Huzafah
disalib, dan memerintahkan para juru pemanah agar memanahinya pada sasaran yang
berdekatan dengan kedua tangan dan kedua kakinya, sedangkan si Raja Romawi itu
sendiri terus menawarkan, kepadanya untuk menjadi seorang Nasrani. Tetapi Ibnu
Huzafah tetap menolak. Kemudian Raja Romawi memerintahkan agar Ibnu Huzafah
diturunkan dari penyalibannya, dan ia memerintahkan agar disediakan sebuah
ketel besar—menurut riwayat lain panci tembaga yang besar— lalu dipanaskan. Dan
didatangkanlah seorang tawanan dari pasukan kaum muslim, kemudian dilemparkan
ke dalam panci panas itu, sedangkan Ibnu Huzafah melihat kejadian itu.
Tiba-tiba orang yang dimasukkan ke dalamnya itu tulang-tulangnya kelihatan
dalam waktu tidak lama. Raja Romawi menawarkan kepada Ibnu Huzafah untuk masuk
Nasrani, tetapi Ibnu Huzafah tetap menolak, maka Raja Romawi memerintahkan agar
Ibnu Huzafah dicampakkan ke dalam panci tersebut. Lalu tubuhnya diangkat
memakai pelontar untuk dimasukkan ke dalam panci yang mendidih itu. Maka
menangislah Ibnu Huzafah, hal ini membuat Raja Romawi ingin tahu penyebabnya,
lalu dia memanggilnya (memerintahkan agar dia diturunkan dan menghadap kepadanya).
Maka Ibnu Huzafah berkata, "Sesungguhnya saya menangis tiada lain karena
jiwaku hanya satu yang akan dilemparkan ke dalam panci panas ini demi membela
agama Allah. Padahal aku menginginkan bila setiap helai rambut dari tubuhku
memiliki jiwa yang disiksa dengan siksaan ini demi membela agama Allah."
Menurut
riwayat yang lainnya, Raja Romawi memenjarakannya dan tidak memberinya makan
dan minum selama beberapa hari. Kemudian dikirimkan kepadanya khamr dan daging
babi, tetapi Ibnu Huzafah jangankan menjamah, mendekatinya pun tidak. Lalu Raja
Romawi memanggilnya dan berkata, "Apakah gerangan yang menghalang-halangi
dirimu untuk makan?" Ibnu Huzafah menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya
makanan tersebut sebenarnya boleh kumakan (karena keadaan darurat), tetapi aku
tidak ingin menjadi penyebab kamu menertawakan diriku." Maka Raja Romawi
mencium kepalanya dan berkata kepadanya, "Aku akan melepaskanmu menjadi
bebas." Ibnu Huzafah berkata, "Apa kamu bebaskan pula bersamaku semua
tawanan kaum muslim?" Raja Romawi menjawab, "Ya." Lalu Raja
Romawi mencium kepala Ibnu Huzafah dan membebaskannya bersama-sama dengan semua
tawanan kaum muslim yang ada padanya. Ketika Ibnu Huzafah kembali, maka
Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. berkata kepadanya, "Sudah sepantasnya
bagi setiap muslim mencium kepala Abdullah ibnu Huzafah. dan sayalah orang yang
memulainya." Umar r.a. berdiri, lalu mencium kepala Ibnu Huzafah r.a.
An-Nahl, ayat 110-111
{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ
لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ
رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (110) يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ
تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا وَتُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا
يُظْلَمُونَ (111) }
Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita
cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ingatlah) suatu hari (ketika)
tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri
disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka
tidak dianiaya (dirugikan).
Mereka
adalah golongan lain yang dahulu di Mekah dalam keadaan lemah dan tertindas
oleh kaumnya, keadaan mereka yang lemah itu membuat mereka terpaksa menyetujui
fitnah yang menimpa mereka. Kemudian mereka dapat meloloskan dirinya dengan
berhijrah. Mereka rela meninggalkan negerinya, keluarga, dan harta bendanya
demi mencari keridaan Allah dan ampunan-Nya.
Kemudian
mereka bergabung ke dalam barisan orang-orang mukmin dan berjihad melawan
orang-orang kafir bersama saudara-saudara seiman mereka, dan mereka bersabar
(dalam menghadapi semua tantangan).
Maka
Allah Swt. memberitakan bahwa Dia benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang kepada mereka atas perbuatan (terpaksa menyetujui fitnah) yang telah
dilakukannya kelak di hari mereka dikembalikan ke sisi-Nya.
{يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا}
(Yaitu)
suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri.
(An-Nahl: 111)
Tiada
seorang pun yang membela ayahnya atau anaknya atau saudaranya atau istrinya.
{وَتُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ}
dan
tiap-tiap diri disempurnakan (balasan)
apa yang telah dikerjakannya. (An-Nahl: 111)
apakah
perbuatan baik ataukah perbuatan buruk.
{وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
sedangkan
mereka tidak dianiaya (dirugikan).
(An-Nahl: 111)
Maksudnya,
tiada pahala kebaikannya yang dikurangi dan tiada balasan keburukannya yang
ditambahkan, serta mereka tidak dianiaya barang sekecil apa pun.
An-Nahl, ayat 112-113
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا
قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ
مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112) وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ
فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ (113) }
Dan Allah telah
membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman
lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat,
tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah
merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang
selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang
rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka
dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Apa
yang disebutkan oleh kedua ayat di atas merupakan suatu perumpamaan yang
menggambarkan keadaan penduduk Mekah. Karena sesungguhnya Mekah adalah kota
yang aman, tenteram, dan tenang; sedangkan orang-orang yang tinggal di
sekitarnya tinggal dalam keadaan tidak aman. Barang siapa yang memasuki kota
Mekah, amanlah dia dan tidak takut lagi, seperti yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ
نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى
إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا}
Dan
mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami
akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan
mereka dalam daerah haram (Tanah
Suci) yang aman. yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala
macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagi kalian) dari
Kami? (Al-Qashash: 57)
Hal
yang sama disebutkan pula dalam ayat berikut ini melalui firman-Nya:
{يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا}
rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah. (An-Nahl:
112)
Yakni
enak dan mudah.
{مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ
اللَّهِ}
dari
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 112)
Artinya,
mereka mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada padanya; dan yang
paling besar ialah diutus-NyaNabi Muhammad Saw. kepada mereka.
Di
dalam ayat lain disebutkan:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ جَهَنَّمَ
يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ}
Tidakkah
kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran
dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahanam, mereka
masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (Ibrahim: 28-29)
Karena
itulah maka Allah mengganti kedua keadaan yang mereka peroleh itu dengan dua
keadaan yang kebalikannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ}
karena
itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan. (An-Nahl: 112)
Yakni
merasakan dan menimpakan secara menyeluruh kepada mereka kelaparan, padahal sebelumnya
didatangkan kepada mereka segala macam buah-buahan; dan rezekinya datang
kepadanya dengan melimpah ruah dari segenap tempat.
Demikian
itu karena mereka durhaka kepada Rasulullah Saw. dan selalu menentangnya. Maka
Rasulullah Saw. berdoa memohon kepada Allah semoga Dia menimpakan musim
paceklik kepada mereka, seperti musim paceklik yang dialami oleh Nabi Yusuf.
Maka mereka tertimpa paceklik yang menghabiskan segala sesuatu milik mefeka,
sehingga mereka terpaksa memakan bulu unta yang dicampur dengan darahnya
bilamana mereka menyembelihnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَالْخَوْفِ}
dan
ketakutan. (An-Nahl: 112)
Demikian
itu karena mereka mengganti keamanan mereka dengan rasa takut kepada Rasulullah
Saw. dan para sahabatnya setelah beliau dan para sahabatnya hijrah ke Madinah.
Yakni orang-orang kafir Mekah selalu dicekam oleh rasa takut terhadap,
pembalasan Nabi Saw. dan pasukan kaum muslim. Dan mereka membuat semua yang
merekamiliki menjadi hancur dan rendah, sehingga Allah memberikan kemenangan
kepada Rasul-Nya atas kota Mekah.
Demikian
itu terjadi disebabkan perbuatan mereka (orang-orang kafir Mekah) sendiri,
kelaliman serta kedustaan mereka terhadap Rasulullah Saw. yang diutus oleh
Allah kepada mereka dari kalangan mereka sendiri. Padahal kerasulan Nabi
Muhammad Saw. yang diangkat dari kalangan mereka merupakan suatu anugerah yang
diberikan kepada mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.
{فَاتَّقُوا
اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ
ذِكْرًا رَسُولا}
maka
bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal, (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah
telah menurunkan peringatan kepada kalian, (dan mengutus) seorang rasul.
(Ath-Thalaq: 10-11), hingga akhir ayat.
Dan
firman Allah Swt.
{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ
يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ}
Sebagaimana
Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada
kalian Al-Kitab dan hikmah. (Al-Baqarah:
151)
sampai
dengan firman-Nya:
{وَلا تَكْفُرُونِ}
dan
janganlah kalian mengingkari (nikmat).
(Al-Baqarah: 152)
Sebagaimana
keadaan orang-orang kafir terbalik, dari aman menjadi takut, dan dari hidup
makmur menjadi kelaparan; maka Allah mengganti keadaan orang-orang mukmin
sesudah mereka hidup dalam ketakutan, kini mereka hidup aman. Allah memberi
mereka rezeki yang berlimpah sesudah mereka hidup miskin. Allah juga menjadikan
mereka para raja, para penguasa, para pemimpin, para panglima, dan para imam.
Apa
yang kami katakan, bahwa makna ayat ini adalah perumpamaan yang menggambarkan
tentang penduduk Mekah, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas. Pendapat yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam. Malik meriwayatkannya dari Az-Zuhri.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Barqi, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi'
ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Syuraih, bahwa
Abdul Karim ibnul Haris Al-Hadrami pernah bercerita kepadanya bahwa ia pernah
mendengar Masyrah ibnu Ha'an mengatakan, "Aku pernah mendengar Sulaim ibnu
Namir mengatakan bahwa kami pulang dari melakukan ibadah haji bersama Siti
Hafsah, istri Nabi Saw.; sedangkan Khalifah Usman dalam keadaan terkepung di
Madinah." Siti Hafsah selalu menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh
Usman r.a. hingga ia bersua dengan dua orang pengendara (musafir yang
berlawanan arah dengannya). Maka ia mengutus kurirnya untuk menanyakan perihal
Usman kepada kedua musafir tersebut Kedua orang pengendara itu menjawab bahwa
khalifah Usman telah gugur. Siti Hafsah berkata, "Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud dengan
kampung itu adalah Madinah." Yakni kampung yang disebutkan di dalam
firman-Nya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari
nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 112)
Ibnu
Syuraih mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnul Mugirah, dari
seseorang yang menceritakan kepadanya bahwa orang tersebut mengatakan,
"Yang dimaksud dengan kampung dalam ayat ini ialah Madinah."
An-Nahl, ayat 114-117
{فَكُلُوا مِمَّا
رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (114) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (115) وَلا تَقُولُوا لِمَا
تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى
اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا
يُفْلِحُونَ (116) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (117) }
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepada kalian; dan syukurilah nikmat Allah, jika kalian hanya kepada-Nya
saja menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atas kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan apa
yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang
terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas,
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah
kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara
dusta.”Ini halal dan ini haram, " untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi
mereka azab yang pedih.
Allah
Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar memakan rezeki-Nya
yang halal lagi baik, dan bersyukur kepada-Nya atas karunia tersebut. Karena
sesungguhnya Allah-lah yang mengaruniakan nikmat itu kepada mereka, Dialah
yang berhak disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Kemudian
Allah menyebutkan apa-apa yang diharamkan-Nya atas mereka, karena di dalamnya
terkandung mudarat atau bahaya bagi mereka, baik menyangkut agama maupun urusan
dunia mereka; yaitu bangkai, darah, dan daging babi, serta:
{وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ}
dan
apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. (An-Nahl: 115)
Yakni
hewan yang disembelih bukan dengan menyebut nama Allah. Akan tetapi, sekalipun
demikian disebutkan oleh firman-Nya:
{فَمَنِ اضْطُرَّ}
tetapi
barang siapa yang terpaksa memakannya. (An-Nahl:
115)
Yaitu
dalam keadaan terdesak dan darurat, maka ia boleh memakannya dengan tidak
menganiaya dan tidak pula melampaui batas.
{فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 115)
Dalam
pembahasan terdahulu telah diterangkan tafsir ayat yang semisal, yaitu dalam
surat Al-Baqarah; sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir ayat surat
An-Nahl ini.
Kemudian
Allah melarang menempuh jalan orang-orang musyrik, yaitu mereka yang
menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanya berdasarkan nama-nama dan
istilah-istilah yang mereka ada-adakan menurut pendapat mereka sendiri.
Misalnya mereka mengharamkan bahirah, saibah. wasilah, dan ham serta
lain-lainnya yang diberlakukan di kalangan mereka oleh buatan mereka sendiri di
masa Jahiliah.
Allah
Swt. telah berfirman:
{وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ
الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ}
Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta, "Ini halal dan ini haram," untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. (An-Nahl: 116)
Termasuk
ke dalam pengertian ini setiap orang yang mengadakan suatu bid'ah yang tidak
ada sandarannya dari hukum syara', atau ia menghalalkan sesuatu yang diharamkan
Allah, atau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, hanya berdasarkan
pendapat sendiri dan kemauan hawa nafsunya.
Huruf
ma yang terdapat di dalam firman-Nya:
{لِمَا}
apa
yang disebut-sebut. (An-Nahl: 116)
adalah
ma masdariyah, yakni janganlah kalian mengatakan secara dusta terhadap
apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian.
Kemudian
Allah Swt. mengancam pelakunya melalui firman berikutnya, yaitu:
{إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ
الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (An-Nahl: 116)
Yakni
tidak beruntung di dunia, tidak pula di akhirat. Adapun di dunia, yang didapat
hanyalah kesenangan yang sementara; sedangkan di akhirat nanti para pelakunya
akan mendapat azab yang pedih, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ
إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Kami
biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras. (Luqman: 24)
{إِنَّ
الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ مَتَاعٌ فِي
الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ
بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung. (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia,
kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka
siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka. (Yunus: 69-70)
An-Nahl, ayat 118-119
{وَعَلَى الَّذِينَ
هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ
وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (118) ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ
عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا
إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (119) }
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami
ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, tetapi merekalah
yang menganiaya diri mereka sendiri. Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan
kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan
memperbaiki (dirinya); sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setelah
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengharamkan atas kita bangkai, darah, daging
babi, dan hewan ternak yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah,
sesungguhnya Allah memberikan rukhsah padanya hanya bagi orang yang
dalam keadaan darurat. Di dalam hal ini terkandung keluasan bagi umat ini yang
Allah,menghendaki untuk mereka kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi
mereka. Setelah itu Allah Swt. menyebutkan apa yang dahulu pernah Dia haramkan
atas orang-orang Yahudi dalam syariat mereka, sebelum di-mansukh. Di
dalamnya terdapat belenggu-belenggu, kesempitan, dan beban-beban yang
memberatkan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا
قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ}
Dan
terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu
kepadamu. (An-Nahl: 118)
Dan
dalam surat Al-An'am disebutkan oleh firman-Nya:
{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ
ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلا
مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا }
Dan
kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku: dan dari
sapi dan domba. Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain
lemak yang melekat di punggung keduanya. (Al-An'am:
146)
sampai
dengan firman-Nya:
وَإِنَّا
لَصَادِقُونَ
benar-benar
Mahabenar. (Al-An'am: 146)
Karena
itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ}
dan
Kami tiada menganiaya mereka. (An-Nahl:
118)
Yakni
melalui apa yang Kami sempitkan atas diri mereka.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Al-An 'am: 118)
Dengan
kata lain, dapat disebutkan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan perlakuan
itu. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang
lain melalui firman-Nya:
{فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ كَثِيرًا}
Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang
dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)
dari jalan Allah. (An-Nisa: 160)
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan sifat Kemuliaan-Nya dan Kelapangan-Nya terhadap
orang-orang mukmin yang durhaka, bahwa barang siapa di antara mereka yang
bertobat kepada Allah, tentulah Allah menerima tobatnya. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا
السُّوءَ بِجَهَالَةٍ}
Kemudian
sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang
yang mengerjakan kesalahan karena kebodohan. (An-Nahl: 119)
Sebagian
ulama Salaf mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat durhaka, dia adalah
orang yang bodoh.
{ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ
وَأَصْلَحُوا}
kemudian
mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya).
(An-Nahl: 119)
Maksudnya,
mereka berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mulai
mengerjakan amal-amal ketaatan.
{إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
sesungguhnya
Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 119)
Yakni
sesungguhnya Allah Swt. —sesudah mereka mengerjakan perbuatan itu dan
tergelincir— benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka yang
bertobat.
An-Nahl, ayat 120-123
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ
أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (120)
شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (121)
وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ
الصَّالِحِينَ (122) ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (123) }
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah
memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya
kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah
agama Ibrahim seorang yang hanif, " dan bukanlah dia termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan.
Allah
Swt. memuji hamba, rasul, dan kekasih-Nya—yaitu Nabi Ibrahim, imam orang-orang
yang hanif dan orang tua para nabi— bahwa dia bersih dari kemusyrikan, juga
dari Yahudi dan Nasrani. Untuk itulah Allah Swt. berfirman.
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا
لِلَّهِ حَنِيفًا}
Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah
dan hanif. (An-Nahl: 120)
Makna
al-ummah dalam ayat ini ialah imam yang dijadikan panutan. Al-qanit artinya
patuh dan taat, al-hanif artinya menyimpang dari kemusyrikan dan
menempuh jalan tauhid. Karena itulah disebutkan dalam akhir ayat.
{وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (An-Nahl: 120)
Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin,
dari Abul Abidin, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang
makna al-ummatul adnitu. Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Ummah artinya
mu'allim (guru) kebaikan, sedangkan al-qanit artinya taat kepada
Allah dan Rasul-Nya."
Dari
Malik, disebutkan bahwa Ibnu Umar mengatakan bahwa al-ummah ialah orang
yang mengajar manusia akan agama mereka.
Al-A'masy
mengatakan dari Yahya ibnul Jazzar, dari Abul Abidin, bahwa ia datang kepada
Abdullah ibnu Mas'ud, lalu ia berkata, "Kepada siapa lagi kami bertanya
kalau bukan kepada engkau?" Maka Ibnu Mas'ud kelihatan seakan-akan kasihan
kepadanya, lalu Abul Abidin bertanya, "Ceritakanlah kepadaku apakah makna al-ummah
itu!" Abdullah ibnu Mas'ud menjawab bahwa al-ummah ialah orang
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.
Asy-Sya'bi
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Farwah ibnu Naufal Al-Asyja'i yang
mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Mu'az adalah
seorang yang mengajarkan kebaikan lagi taat kepada Allah dan hanif. Maka
aku berkata dalam hatiku bahwa Abu Abdur Rahman keliru. Lalu Mu'az berkata
bahwa sesungguhnya Allah Swi. berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan. (An-Nahl: 120) Lalu Mu'az berkata,
"Tahukah kamu apakah makna ummah dan qanit!" Saya
menjawab, "Allah lebih mengetahui." Mu'az berkata, "Ummah ialah
orang yang mengajarkan kebaikan, dan qanit ialah orang yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula keadaan Mu'az. Asar ini telah
diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud, diketengahkan oieh Ibnu
Jarir.
Mujahid
mengatakan bahwa al-ummah artinya suatu umat, dan al-qanit ialah
orang yang taat.
Mujahid
mengatakan pula bahwa Ibrahim a.s. adalah seorang ummah, yakni orang
yang beriman sendirian, sedangkan manusia semuanya di masa itu kafir.
Qatadah
mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang imam yang memberi petunjuk,
sedangkan al-qanit artinya orang yang taat kepada Allah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{شَاكِرًا لأنْعُمِهِ}
(lagi)
mensyukuri nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 121)
Yaitu
selalu menetapi syukur atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah
kepadanya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang mengatakan:
{وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى}
dan
lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37)
Artinya,
selalu mengerjakan semua yang diperintahkan Allah kepadanya.
Firman
Allah Swt.:
{اجْتَبَاهُ}
Allah
telah memilihnya. (An-Nahl: 121)
Yakni
memilihnya menjadi orang pilihan-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain
melalui Firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ
مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ}
Dan
sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.
(Al-Anbiya: 51)
Kemudian
Allah Swt. berfirman:
{وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan
menunjukinya kepada jalan yang lurus. (An-Nahl:
121)
Yaitu
menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, menurut syariat yang
diridai-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً}
Dan
Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl:
122)
Maksudnya,
Kami himpunkan baginya kebaikan dunia dari seluruh apa yang diperlukan oleh
orang mukmin dalam kehidupannya yang sempurna lagi baik.
{وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ
الصَّالِحِينَ}
Dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (An-Nahl: 122)
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami berikan
kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl: 122) Yakni berupa lisan yang benar.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ
مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Kemudian
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad),
"Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” (An-Nahl: 123)
Yakni
karena kesempurnaannya dan kebenaran tauhid dan jalannya, maka Kami wahyukan
kepadamu, hai penutup para rasul, penghulu para nabi:
{أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Ikutilah
agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl:
123)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan
Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 161)
Dalam
firman selanjutnya Allah mengingkari orang-orang Yahudi.
An-Nahl, ayat 124
{إِنَّمَا جُعِلَ
السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (124) }
Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang
berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan
di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan.
Tidak
diragukan bahwa Allah Swt. mensyariatkan atas setiap umat suatu hari dari satu
minggu agar mereka berkumpul padanya guna melakukan ibadah.
Maka
Allah mensyariatkan bagi umat ini hari Jumat, mengingat hari Jumat adalah hari
keenam. Pada hari Jumatlah Allah merampungkan penciptaan-Nya, dan semua
makhluk dikumpulkan pada hari itu serta sempurnalah nikmat Allah atas
hamba-hamba-Nya.
Menurut
suatu pendapat, sesungguhnya Allah Swt. mensyariatkan hal tersebut kepada kaum
Bani lsrail melalui lisan Nabi Musa a.s. (yakni berkumpul melakukan ibadah pada
hari Jumat). Tetapi mereka menggantinya dan memilih hari Sabtu, karena
sesungguhnya hari Sabtu adalah hari yang Allah tidak menciptakan sesuatu pun
padanya; mengingat semua penciptaan telah diselesaikan pada hari sebelumnya,
yaitu hari Jumat. Maka Allah menetapkan hari Sabtu buat mereka dalam syariat
kitab Taurat, dan memerintahkan mereka agar berpegang teguh padanya serta
memeliharanya. Selain dari itu Allah memerintahkan kepada mereka agar mengikuti
Nabi Muhammad Saw. bila telah diutus oleh Allah Swt. Kemudian Allah mengambil
janji-janji dan sumpah-sumpah mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِيهِ}
Sesungguhnya
diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas
orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. (An-Nahl: 124)
Mujahid
mengatakan bahwa mereka memakai hari Sabtu dan meninggalkan hari Jumat.
Kemudian mereka terus-menerus berpegang pada hari Sabtu hingga Allah mengutus
Isa putra Maryam.
Menurut
suatu pendapat, sesungguhnya Nabi Isa memindahkan mereka kepada hari Ahad.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, Isa tidak meninggalkan syariat Kitab Taurat
kecuali apa yang di-mansukh pada sebagian hukum-hukumnya, dan bahwa
sesungguhnya Isa masih tetap memelihara hari Sabtu hingga ia diangkat.
Sesungguhnya orang-orang Nasrani sesudahnya—yaitu di zaman
Konstantinopel—mengalihkannya ke hari Ahad untuk membedakan dengan orang-orang
Yahudi, dan mereka mengalihkan arah salatnya menghadap ke arah timur, tidak
lagi menghadap ke arah Sakhrah (kubah Baitul Maqdis).
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar,
dari Hammam, dari Abu.Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ الْآخِرُونَ
السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِي فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ لَهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ،
الْيَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ".
Kami
adalah umat yang terakhir, tetapi umat yang paling terdahulu di hari kiamat,
hanya bedanya mereka diberikan Al-Kitab sebelum kami. Kemudian hari ini (Jumat) adalah hari mereka juga yang telah difardukan
Allah atas mereka, tetapi mereka berselisih pendapat tentangnya, dan Allah
memberi kami petunjuk kepadanya. Manusia sehubungan dengan hal ini mengikuti
kami, orang-orang Yahudi besok, dan orang-orang Nasrani lusanya.
Lafaz
hadis ini berdasarkan apa yang ada pada imam Bukhari.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah dan Huzaifah: keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"أَضَلَّ اللَّهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا،
فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتَ، وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الْأَحَدِ،
فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ ليوم الْجُمُعَةِ، فَجَعَلَ
الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَالْأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، نَحْنُ الْآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالْأَوَّلُونَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، وَالْمَقْضِيُّ بَيْنَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ".
Allah
menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka orang-orang Yahudi
menjadi hari Sabtu, dan orang-orang Nasrani menjadi hari Ahad. Dan Allah
mendatangkan kita, lalu Dia memberi kita petunjuk kepada hari Jumat. Dia
menjadikan hari Jumat, lalu hari Sabtu dan hari Ahad; demikian pula halnya
mereka adalah mengikut kita pada hari kiamat. Kita adalah umat yang terakhir
dari kalangan penduduk dunia, tetapi merupakan orang-orang yang pertama pada
hari kiamat, dan yang diputuskan peradilan di antara sesama mereka sebelum
umat-umat lainnya. (Riwayat Muslim)
An-Nahl, ayat 125
{ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125) }
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesal dari jalan-Nya. dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Allah
Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad Saw. agar menyeru manusia
untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang
diturunkan kepadanya berupa Al-Qur'an, Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni
semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan
kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu
agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah Swt. (terhadap
mereka yang durhaka).
Firman
Allah Swt.
{وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ}
dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl:
125)
Yakni
terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan
bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. yaitu dengan
lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Ayat ini sama
pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ}
Dan
janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling
baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46), hingga akhir ayat.
Allah
Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang
telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus oleh Allah
Swt. kepada Fir'aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى}
maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha:
44)
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ
عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya. (An-Nahl: 125), hingga akhir ayat.
Maksudnya,
Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara
mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan
kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu
merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka.
Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya
tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Kamilah yang akan menghisab. Dalam ayat yang
lain disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ}
Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. (Al-Qashash: 56)
{لَيْسَ
عَلَيْكَ هُدَاهُمْ}
Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk (Al-Baqarah: 272)
An-Nahl, ayat 126-128
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ
فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ
لِلصَّابِرِينَ (126) وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ وَلا تَحْزَنْ
عَلَيْهِمْ وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127) إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128) }
Dan jika kalian
memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang
lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesaharanmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran)
mereka, dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu
dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.
Allah Swt. memerintahkan untuk berbuat adil dalam
qisas (pembalasan) dan seimbang dalam menunaikan hak, seperti yang
disebutkan dalam riwayat Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Khalid, dari Ibnu
Sirin yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}
maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl: 126)
Bahwa jika seseorang mengambil sesuatu dari
kalian, maka ambillah darinya yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Ibrahim, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih
oleh Ibnu Jarir. '
Ibnu Zaid mengatakan bahwa pada mulanya kaum
muslim diperintahkan memaaf terhadap sikap orang-orang musyrik. Tetapi setelah
masuk Islam, banyak lelaki yang mempunyai kekuatan, maka mereka mengatakan,
"Wahai Rasulullah, sekiranya Allah memberi izin kepada kita (untuk
membalas), tentulah kami akan balas anjing-anjing itu." Maka turunlah ayat
ini, yang kemudian di-mansukh oleh ayat jihad.
Muhammad ibnu lshaq telah meriwayatkan dari salah
seorang temannya, dari Ata ibnu Yasar yang mengatakan bahwa surat An-Nahl
seluruhnya diturunkan di Mekah, maka ia termasuk surah Makkiyyah; kecuali tiga
ayatyang tertetak di akhirnya, ketigaayat tersebut diturunkan di Madinah
sesudah Perang Uhud, ketika Hamzah r.a. gugur dalam keadaan tercincang. Maka
Rasulullah Saw. bersabda:
"لَئِنْ ظَهَرْنَا عَلَيْهِمْ لَنُمَثِّلَنَّ بِثَلَاثِينَ
رَجُلًا مِنْهُمْ"
Sesungguhnya jika Allah memberikan kemenangan
kepadaku atas mereka, sesungguhnya aku akan balas mencincang tiga puluh orang
lelaki dari kalangan mereka (sebagai pembalasan atas kematian Hamzah).
Ketika kaum muslim mendengar hal tersebut, mereka
berkata, "Demi Allah, seandainya Allah memenangkan kita atas mereka,
sungguh kita akan mencincang mereka dengan cincangan yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun dari kalangan orang-orang Arab." Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka
balaslah dengan balasan 'yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada
kalian. (An-Nahl: 126), hingga akhir surat.
Hadis ini mursal di dalam sanadnya
terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya.
Tetapi hadis ini telah diriwayatkan pula melalui
jalur lain secara muttasil oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا صَالِحُ الْمُرِّيُّ ، عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ
أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَفَ عَلَى حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حِينَ اسْتُشْهِدَ، فَنَظَرَ إِلَى مَنْظَرٍ
لَمْ يَنْظُرْ أَوْجَعَ لِلْقَلْبِ مِنْهُ. أَوْ قَالَ: لِقَلْبِهِ [مِنْهُ]
فَنَظَرَ إِلَيْهِ وَقَدْ مُثِّل بِهِ فَقَالَ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ،
إِنْ كُنْتَ -لَمَا علمتُ-لَوَصُولًا لِلرَّحِمِ، فَعُولًا لِلْخَيْرَاتِ،
وَاللَّهِ لَوْلَا حُزْنُ مَنْ بَعْدَكَ عَلَيْكَ، لَسَرَّنِي أَنْ أَتْرُكَكَ
حَتَّى يَحْشُرَكَ اللَّهُ مِنْ بُطُونِ السِّبَاعِ -أَوْ كَلِمَةً
نَحْوَهَا-أَمَا وَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ، لَأُمَثِّلَنَّ بِسَبْعِينَ
كَمُثْلَتِكَ. فَنَزَلَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذِهِ السُّورَةِ وَقَرَأَ: {وَإِنْ عَاقَبْتُمْ
فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ، فَكَفَّرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي: عَنْ
يَمِينِهِ-وَأَمْسَكَ عَنْ ذَلِكَ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Asim, telah
menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu
Usman, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. berdiri di dekat jenazah
Hamzah ibnu Abdul Muttalib r.a. setelah ia gugur sebagai syuhada. Nabi Saw.
melihat suatu pemandangan yang belum pernah beliau lihat sangat menyakitkan
seperti pemandangan kala itu. Nabi Saw. melihat jenazah Hamzah dalam keadaan
telah dicincang (dirobek dadanya). Beliau bersabda: Semoga rahmat Allah
lerlimpahkan kepadamu, sesungguhnya engkau menurut sepengetahuanku tiada lain
seorang yang suka menghubungkan tali silaturahmi lagi banyak berbuat kebaikan.
Demi Allah, seandainya tiada kesedihan atas dirimu karena tidak tega melihat
keadaanmu, tentulah aku suka bila kubiarkan engkau, hingga Allah
membangkitkanmu dari perut binatang-binatang buas (atau dengan kalimat yang
semisal). Ingatlah, demi Allah, atas kejadian ini; sungguh aku akan
mencincang tujuh puluh orang (dari mereka) seperti cincangan yang
dialami olehmu. Maka Malaikat Jibril a.s. turun kepada Nabi Muhammad Saw.
dengan membawa ayat ini, lalu ia membacakannya: Dan jika kalian memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepada kalian. (An-Nahl: I26), hingga akhir surat. Lalu Rasulullah Saw.
membayar kifarat sumpahnya dan menahan diri dari apa yang diniatkannya itu.
Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena
sesungguhnya Saleh Al-Murri orangnya daif menurut pendapat para imam ahli
hadis. Bahkan Imam Bukhari mengatakan bahwa hadisnya berpredikat munkar.
Asy-Sya'bi dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan ucapan kaum muslim dalam Perang Uhud sehubungan
dengan orang-orang mereka yang gugur dalam keadaan tercincang.
Mereka mengatakan, "Sungguh kami akan
mencincang mereka sebagaimana mereka mencincang kami." Lalu Allah Swt.
menurunkan ayat-ayat ini berkenaan dengan hal tersebut.
Abdullah (putra Imam Ahmad) mengatakan di dalam
kitab musnad ayahnya, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Abdul Wahhab
Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Isa ibnu Ubaid, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul
Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa dalam Perang Uhud telah gugur
dari kalangan Ansar sebanyak enam puluh orang lelaki, sedangkan dari kalangan
Muhajirin hanya enam orang. Maka para sahabat Rasulullah Saw. berkata, "Seandainya
kita mendapat kemenangan dalam perang berikutnya dari orang-orang musyrik,
sungguh kami akan balas mencincang mereka." Dan ketika hari kemenangan
atas kota Mekah terjadi, seorang lelaki berkata, "Sesudah hari ini Quraisy
tidak akan dikenal lagi." Maka terdengarlah suara seruan yang mengatakan
bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah memberikan jaminan keamanan kepada
semua orang, baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit putih, kecuali si
anu dan si anu. Disebutkan nama sejumlah orang yang dimaksud. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahi:
126), hingga akhir surat. Dan Rasulullah Saw. bersabda: Kami akan bersabar
dan tidak akan membalas.
Ayat ini mempunyai persamaan dengan ayat-ayat
lain, yang intinya mengandung perintah untuk bersikap adil dan dianjurkan
bersikap pemurah (memaaf), seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan
yang serupa. (Asy-Syura: 40)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى
اللَّهِ}
maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik,
maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. (Asy-Syura: 40), hingga
akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ}
dan luka-luka (pun) ada qisasnya. (Al-Maidah:
45)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ
لَهُ}
Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya,
maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah:
45)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ
مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}
Dan jika kalian memberikan balasan, maka
balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian.
(An-Nahl: 126)
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ
لِلصَّابِرِينَ}
Tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya
itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ}
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah
kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah. (An-Nahl: 127)
Hal ini mengukuhkan perintah bersabar, sekaligus
sebagai pemberitaan bahwa kesabaran itu tidak dapat diraih melainkan berkat
kehendak Allah dan pertolongan-Nya, serta berkat upaya dan kekuatan-Nya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ}
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran)
mereka. (An-Nahl: 127)
Yakni terhadap orang-orang yang menentangmu,
karena sesungguhnya Allah telah menakdirkan hal tersebut.
{وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا
يَمْكُرُونَ}
dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa
yang mereka tipu dayakan. (An-Nahl: 127)
Artinya, janganlah kamu merasa duka cita terhadap
upaya keras mereka dalam memusuhimu dan memasukkan kemusyrikan terhadapmu,
karena sesungguhnya Allah-lah yang mencukupi, menolongmu, mendukungmu,
menampakkan kamu, dan memenangkan kamu atas mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا
وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ}
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl: 128)
Yakni Allah beserta mereka melalui dukungan-Nya,
pertolongan-Nya, bantuan-Nya, petunjuk dan upaya-Nya. Makna kebersamaan ini
bersifat khusus, seperti pengertian kebersamaan yang terdapat di dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ
أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا}
(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada
para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.”(Al-Anfal: 12)
Dan firman Allah Swt. kepada Musa dan Harun,
yaitu:
{لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ
وَأَرَى}
Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya
Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha: 46)
Demikian pula dalam sabda Nabi Saw. kepada Abu
Bakar As-Siddiq di dalam gua:
{لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا}
Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya
Allah beserta kita. (At-Taubah: 40)
Adapun kebersamaan yang mengandung makna umum,
maka pengertiannya hanya melalui pendengaran, penglihatan, dan pengetahuan;
seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}
Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ
رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا
أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا}
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada
pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan
tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya.
Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu
atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. (Al-Mujadilah:
7)
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ
وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلا كُنَّا
عَلَيْكُمْ شُهُودًا
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan
tidak membaca ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan
melainkan Kami menjadi saksi atasmu. (Yunus: 61). Hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ اتَّقَوْا}
orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 128)
Maksudnya, orang-orang yang meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
{وَالَّذِينَ هُمْ
مُحْسِنُونَ}
dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl:
128)
Yakni orang-orang yang mengerjakan ketaatan.
Mereka adalah orang-orang yang dijaga oleh Allah, dipelihara-Nya, ditolong-Nya,
didukungNya, dan dimenangkan-Nya atas musuh-musuh mereka dan orang-orang yang
menentang mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basyar, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubair, telah menceritakan kepada kami
Mis'ar, dari Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Hatib yang mengatakan bahwa Khalifah
Usman ibnu Affan termasuk orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebaikan.
Demikianlah akhir dari tafsir surat An-Nahl.
Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya. semoga salawat dan salam-Nya
terlimpah-kan kepada junjungan kita —Nabi Muhammad— beserta segenap keluarga
dan sahabat-sahabatnya.
[آخِرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ
النَّحْلِ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ أَجْمَعُهُ وَالْمِنَّةُ، وَبِهِ الْمُسْتَعَانُ
وَهُوَ حَسَبُنَا وَنَعِمَ الوكيل]
**************************************
Akhir juz 14
**************************************
Rev.
15.05.2013