Senin, 18 April 2016

16. SURAH AN-NAHL



تَفْسِيرُ سُورَةِ النَّحْلِ
(Lebah)
Makkiyyah, 128 ayat Kecuali tiga ayat terakhir Madaniyyah Turun sesudah surat Al-Kahfi
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
More:

An-Nahl, ayat 1

{أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (1) }
Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang)nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Allah Swt. menceritakan tentang dekat masa datangnya hari kiamat, yang hal ini diungkapkan dalam bentuk madi, menunjukkan bahwa hal itu pasti terjadi. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ}
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: l)
{اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ}
Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: l)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ}
maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. (An-Nahl: 1)
Yakni telah dekat hal yang dianggap jauh itu, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan datangnya. Damir yang ada pada tastajiluhu dapat diinterpretasikan bahwa ia merujuk kepada Allah. Dapat pula diinterpretasikan bahwa ia kembali kepada azab (siksa), keduanya saling menguatkan. Perihalnya sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَوْلا أَجَلٌ مُسَمًّى لَجَاءَهُمُ الْعَذَابُ وَلَيَأْتِيَنَّهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ يَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ}
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Dan sesungguhnya Jahanam benar-benar meliputi orang-orang kafir. (Al-'Ankabut: 53-54)
Sehubungan dengan tafsir ayat ini, yaitu firman-Nya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah. (An-Nahl: 1) Ad-Dahhak mengemukakan suatu pendapat yang aneh. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan amrullah ialah hal-hal yang difardukan oleh-Nya dan batasan-batasan larangan-Nya. Akan tetapi, Ibnu Jarir menyanggahnya. Untuk itu ia mengatakan, "Kami tidak pernah mengetahui ada seorang yang meminta agar hal-hal yang fardu dan hukum-hukum syariat disegerakan pelaksanaannya sebelum waktu keberadaannya. Lain halnya dengan azab, mereka meminta agar azab disegerakan sebelum tiba masa turunnya, sebagai ungkapan rasa tidak percaya dan anggapan mustahil akan terjadi."
Menurut kami, pendapat ini sama dengan yang disebutkan dalam firman-Nya:
{يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ آمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ أَلا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلالٍ بَعِيدٍ}
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang ber­iman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang- orang yang membantah tentang terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (Asy-Syura: 18)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكر عَنْ يَحْيَى بْنِ آدَمَ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ -مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ -عَنْ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حُجيرة، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "تَطْلُعُ عَلَيْكُمْ عِنْدَ السَّاعَةِ سَحَابَةٌ سَوْدَاءُ مِنَ الْمَغْرِبِ مِثْلُ التُّرْسِ، فَمَا تَزَالُ تَرْتَفِعُ فِي السَّمَاءِ، ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ فِيهَا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ. فَيُقْبِلُ النَّاسُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ: هَلْ سَمِعْتُمْ؟ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ: نَعَمْ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَشُكُّ. ثُمَّ يُنَادِي الثَّانِيَةَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ. فَيَقُولُ النَّاسُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: هَلْ سَمِعْتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. ثُمَّ يُنَادِي الثَّالِثَةَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنِ الرَّجُلَيْنِ لَيَنْشُرَانِ الثَّوْبَ فَمَا يَطْوِيَانِهِ أَبَدًا، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَمُدَّنَّ حَوْضَهُ فَمَا يَسْقِي فِيهِ شَيْئًا أَبَدًا، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَحْلِبُ نَاقَتَهُ فَمَا يَشْرَبُهُ أبدًا -قال -ويشتغل الناس"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Yahya ibnu Adam, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Muhammad ibnu Abdullah maula Al-Mugirah ibnu Syu'bah, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu Hujairah, dari Uqbah ibnu Amir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak di dekat hari kiamat akan muncul kepada kalian awan hitam dari ufuk barat seperti tameng. Awan itu terus meninggi di langit. Kemudian dari dalamnya terdengar suara yang menyerukan, "Hai manusia!" Maka semua manusia terpusatkan perhatiannya kepada suara itu dan berkata, "Apakah kalian mendengar suara itu?” Maka sebagian dari mereka ada yang mengatakan, "Ya, " dan sebagian yang lain meragukan. Kemudian berserulah suara itu untuk kedua kalinya, "Hai manusia!" Maka sebagian dari mereka menanyakan kepada sebagian yang lain, "Apakah kalian mendengarnya?” Maka mereka mengatakan, "Ya.” Kemudian suara itu berseru lagi untuk ketiga kalinya, "Hai manusia, telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang)nya.” Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, sesungguhnya dua orang lelaki benar-benar -menggelarkan pakaian, maka keduanya tidak sempat melipatnya kembali selama-lamanya (karena hari kiamat terjadi). Dan sesungguhnya seorang lelaki benar-benar sedang membedah saluran airnya, maka ternyata dia tidak sempat mengalirkannya barang sedikit pun untuk selama-lamanya. Dan sesungguhnya seorang lelaki benar-benar sedang memerah susu untanya, tetapi ia tidak dapat meminumnya untuk selama-lamanya.
Perawi mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan semua orang sibuk dengan keadaan dirinya sendiri dan lupa kepada yang lainnya.
Kemudian Allah Swt. menyucikan diri-Nya dari kemusyrikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap-Nya dengan yang lain dan penyembahan mereka terhadap tuhan yang lain di samping Allah, yaitu berupa berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang mereka jadikan sebagai sekutu Allah. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dengan ketinggian yang setinggi-tingginya dari apa yang mereka lakukan, mereka adalah orang-orang yang mendustakan adanya hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka perse­kutukan. (An-Nahl: 1)

An-Nahl, ayat 2

{يُنزلُ الْمَلائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاتَّقُونِ (2) }
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku."
Firman Allah Swt.:
{يُنزلُ الْمَلائِكَةَ بِالرُّوحِ}
Dia menurunkan malaikat-malaikat dengan (membawa) wahyu. (An-Nahl: 2)
Yang dimaksud dengan ar-ruh dalam ayat ini ialah wahyu. Perihalnya sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا}
dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. (Asy-Syura: 52)
adapun firman Allah SWT:
{عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ}
“kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” (An Nahl: 2)
Yang dimaksud adalah para nabi, seperti pengertian dalam firman-Nya:
{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ}
Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124)
{اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ}
Allah memilih utusan-utusan-Nya, dari malaikat dan dari manusia.” (Al Hajj: 75)
{يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلاقِ يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ}
dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat). (Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Allah berfirman), "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mu’min: 15-16)
Firman Allah Swt.:
{أَنْ أَنْذِرُوا}
Peringatkanlah oleh kamu sekalian. (An-Nahl: 2)
Yakni agar mereka mendapat peringatan,
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاتَّقُونِ
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku. (An-Nahl: 2)
Artinya, takutlah kalian kepada siksaan-Ku kepada setiap orang yang menentang perintah-Ku dan menyembah selain-Ku.

An-Nahl, ayat 3-4

{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ تَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (3) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (4) }
Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Mahatinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan. Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.
Allah Swt. menceritakan makhluk-Nya, alam yang ada di atas, yakni langit; dan alam yang ada di bawah, yakni bumi berikut dengan segala sesuatu yang ada padanya, bahwa Dia menciptakan semuanya dengan benar dan tidak sia-sia, bahkan:
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (An-Najm: 31)
Kemudian Allah Swt. membersihkan diri-Nya dari kemusyrikan orang-orang yang menyembah selain Dia di samping Dia, padahal Dialah semata yang menciptakan makhluk, tiada sekutu bagi-Nya. Karena itu, hanya Dialah yang berhak disembah.
Selanjutnya Allah mengingatkan tentang penciptaan makhluk jenis manusia dari nutfah yang hina lagi lemah. Tetapi setelah ia menjadi manusia dan tumbuh dewasa, tiba-tiba ia menjadi pembantah terhadap Tuhannya, mendustakan-Nya, dan memerangi rasul-rasul-Nya; padahal tidaklah ia diciptakan melainkan untuk menjadi hamba Allah, bukan lawan. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا * وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُهُمْ وَلا يَضُرُّهُمْ وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا}
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan musaharah, dan adalah Tuhanmu Mahakuasa. Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudarat kepada mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (setan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya. (Al-Furqan: 54-55)
Dan firman Allah Swt.:
{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami mencipta­kannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakan kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." (Yasin: 77-79)
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah, dari Bisyr ibnu Jahhasy yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. meludah pada telapak tangannya, kemudian bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ: ابْنَ آدَمَ، أنَّى تُعجِزني وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ، حَتَّى إِذَا سَوَّيْتُكَ فَعَدَلْتُكَ مَشَيْتَ بَيْنَ بُرْدَيْكَ وَلِلْأَرْضِ مِنْكَ وَئِيدٌ، فَجَمَعْتَ وَمَنَعْتَ، حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ: أتصدقُ. وَأَنَّى أَوَانُ الصَّدَقَةِ؟ "
Allah Swt. berfirman, "Hai anak Adam, mana mungkin kamu melemahkan-Ku, sedangkan Akulah yang menciptakanmu dari ini, hingga manakala Aku sempurnakan bentukmu dan Aku besarkan kamu, lalu kamu berjalan dengan memakai dua lapis bajumu, sedangkan bumi telah menyediakan tempat pengebumian bagimu. Lalu kamu menghimpun harta dan tidak mau bersedekah, dan manakala roh mencapai tenggorokanmu (menjelang ajal), kemudian kamu katakan, 'Saya akan bersedekah, 'padahal masa bersedekah telah habis."

An-Nahl, ayat 5-7

{وَالأنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ (5) وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ (6) وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (7) }
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kalian, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan beraneka ragam manfaat (kegunaan), dan sebagiannya kamu makan. Dan kalian memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kalian membawanya kembali ke kandang dan ketika kalian melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-beban kalian ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesung­guhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah Swt. menyebutkan nikmat yang Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya, antara lain Dia menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu unta, sapi, dan kambing, seperti yang telah dirinci di dalam surat Al-An'am sampai dengan firman-Nya, "Samaniyata azwaf (delapan ekor ternak yang berpasang-pasangan). Allah pun telah menjadikan pada binatang-binatang ternak itu berbagai manfaat dan kegunaan buat mereka, yaitu bulunya mereka jadikan pakaian dan hamparan, air susunya mereka minum, dan anak-anaknya mereka makan, serta pandangan yang indah pada ternak mereka sebagai perhiasan buat mereka. Untuk itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ}
Dan kalian memperoleh pandangan yang indah ketika kalian membawanya kembali ke kandang. (An-Nahl: 6)
Artinya, di saat ternak kembali dari tempat penggembalaannya di petang hari, maka ternak unta kelihatan sebagai ternak yang memiliki pinggang paling panjang, tetek paling besar, dan punuk yang paling tinggi.
{وَحِينَ تَسْرَحُونَ}
dan ketika kalian melepaskannya ke tempat penggembalaan (An-Nahl: 6)
Yakni di pagi hari ketika kalian melepaskannya ke tempat penggembalaan.
{وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ}
Dan ia memikul beban-beban kalian. (An-Nahl: 7)
Maksudnya, bawaan kalian yang berat-berat yang kalian tidak mampu mengangkat dan membawanya.
{إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ}
ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. (An-Nahl: 7)
Yakni dalam perjalanan kalian menuju ibadah haji dan umrah, berperang dan berniaga serta tujuan-tujuan lainnya; kalian dapat menggunakannya untuk berbagai keperluan, yaitu sebagai kendaraan dan pembawa muatan barang-barang kalian. Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ}
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kalian. Kami memberi minum air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kalian, dan sebagian darinya kalian makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kalian diangkut. (Al-Mu’minun: 21-22)
{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَلِتَبْلُغُوا عَلَيْهَا حَاجَةً فِي صُدُورِكُمْ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَأَيَّ آيَاتِ اللَّهِ تُنْكِرُون}
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kalian, sebagiannya untuk kalian kendarai dan sebagiannya untuk kalian makan. Dan (ada lagi) manfaat-manfaat lain pada binatang ternak itu untuk kalian dan supaya kalian mencapai suatu keperluan yang tersimpan dalam hati dengan mengendarainya. Dan kalian dapat diangkut dengan mengendarai binatang-binatang itu dan dengan mengendarai bahtera. Dan Dia memperlihatkan kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan-Nya); maka tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang manakah yang kalian ingkari? (Al-Mu’min: 79-81)
Karena itulah setelah menyebutkan berbagai macam nikmat melalui firman-Nya, dalam ayat berikut ini disebutkan:
{إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 7)
Yakni Tuhanlah yang telah menyediakan hewan-hewan ternak itu buat kalian dan yang menundukkannya buat kalian, sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. (Yasin: 71-72)
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالأنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ}
dan menjadikan untuk kalian kapal dan binatang ternak yang kalian tunggangi, supaya kalian duduk di atas punggungnya, kemudian kalian ingat nikmat Tuhan kalian apabila kalian telah duduk di atasnya; dan supaya kalian mengucapkan, "Maha­suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (Az-Zukhruf: 12-14)
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: padanya ada (bulu) yang menghangatkan. (An-Nahl: 5) yang dapat mereka jadikan sebagai pakaian. dan berbagai manfaat. (An-Nahl: 5) Yakni manfaat lainnya, yaitu dagingnya dapat kalian makan dan susunya dapat kalian minum.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan dif'un dan manafi' ialah keturunan dari semua hewan ternak.
Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya: padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat. (An-Nahl: 5) Artinya pakaian dari hasil tenunan bulunya; dan berbagai manfaat lainnya dari hewan ternak, yaitu sebagai kendaraan, dimakan dagingnya, dan diminum air susunya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:  (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat. (An-Nahl: 5) Yakni pada binatang ternak terdapat bahan pakaian, makanan dan minuman, serta sarana transportasi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh banyak kalangan ulama tafsir dengan ungkapan yang berdekatan.

An-Nahl, ayat 8

{وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (8) }
dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kalian menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kalian tidak mengetahuinya.
Jenis hewan lain yang diciptakan oleh Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya sebagai anugerah-Nya buat mereka ialah kuda, bagal, dan keledai yang dapat dipergunakan untuk kendaraan dan perhiasan. Itulah kegunaan hewan-hewan tersebut yang paling menonjol.
Mengingat ketiga jenis hewan ini dipisahkan penyebutannya dari hewan ternak, maka ada sebagian ulama yang dengan berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa daging kuda hukumnya haram.
Di antara mereka yang berpendapat demikian ialah Imam Abu Hanifah dan ulama fiqih lainnya yang sependapat dengannya, dengan alasan bahwa Allah Swt. menyebutkan kuda bersama dengan penyebutan bagal dan keledai; karena itulah maka kuda haram, seperti yang disebutkan juga di dalam sunnah nabawi dan pendapat sebagian besar ulama.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa-i, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari maula Nafi' ibnu Alqamah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas tidak menyukai (memakruhkan) daging kuda, bagal, dan keledai.
Ia mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kalian; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kalian makan. (An-Nahl: 5) Yang disebutkan dalam ayat ini adalah hewan ternak yang dapat dimakan dagingnya. Sedangkan firman berikutnya: dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai agar kalian menungganginya. (An-Nahl: 8) menerangkan jenis hewan yang kegunaannya untuk dikendarai.
Hal yang sama telah diriwayatkan melalui jalur Sa'id ibnu Jubair dan lain-lainnya, dari Ibnu Abbas, dengan lafaz yang semisal.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal yang sama telah dikatakan pula oleh Al-Hakam ibnu Utaibah r.a.
Mereka mengatakan demikian dengan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya; disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ صَالِحِ بْنِ يَحْيَى بْنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْخَيْلِ، وَالْبِغَالِ، وَالْحَمِيرِ.
telah menceritakan kepada kami Yazid Ibnu Abdu Rabbihi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Saleh ibnu Yahya ibnul Miqdam ibnu Ma'dikariba, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Khalid ibnul Walid yang mengatakan bahwa: Rasulullah Saw. melarang memakan daging kuda, bagal, dan keledai.
Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah mengetengahkannya melalui hadis Saleh ibnu Yahya ibnul Miqdam, tetapi predikat siqah-nya masih disangsikan.
Imam Ahmad meriwayatkan pula melalui jalur lain secara lebih panjang daripada riwayat yang pertama. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُلَيْمٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ يَحْيَى بْنِ الْمِقْدَامِ، عَنْ جَدِّهِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ الصَّائِفَةَ، فقَرِم أَصْحَابُنَا إِلَى اللَّحْمِ، فَسَأَلُونِي رَمَكة، فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِمْ فَحبَلوها وَقُلْتُ: مَكَانَكُمْ حَتَّى آتِيَ خَالِدًا فَأَسْأَلَهُ. فَأَتَيْتُهُ فَسَأَلْتُهُ، فَقَالَ: غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةَ خَيْبَرَ، فَأَسْرَعَ النَّاسُ فِي حَظَائِرِ يَهُودَ، فَأَمَرَنِي أَنْ أُنَادِيَ: "الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ، وَلَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا مُسْلِمٌ" ثُمَّ قَالَ: "أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ قَدْ أَسْرَعْتُمْ فِي حَظَائِرِ يَهُودَ، أَلَا لَا تَحِلُّ أَمْوَالُ الْمُعَاهَدِينَ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحَرَامٌ عَلَيْكُمْ لُحُومُ الْأُتُنِ الْأَهْلِيَّةِ وَخَيْلِهَا وَبِغَالِهَا، وَكُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَكُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Salim, dari Saleh ibnu Yahya ibnul Miqdam, dari kakeknya (yaitu Al-Miqdam ibnu Ma'dikariba) yang mengatakan, "Kami bersama Khalid ibnul Walid memerangi As-Sa-ifah, kemudian teman-teman kami memberikan daging kepada kami, dan sebagai imbalannya mereka meminta seekor kuda, maka saya berikan kuda itu kepada mereka dan mereka mengikatnya. Maka saya katakan kepada mereka, 'Kalian tunggu dahulu, hingga aku datang kepada Khalid untuk bertanya kepadanya." Maka saya datang kepada Khalid dan menanyakan masalah itu kepadanya, maka Khalid menjawab, 'Kami berperang bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Khaibar.' Maka pasukan kaum muslim bersegera menyerbu kandang ternak milik orang-orang Yahudi, dan Rasulullah Saw. memerintahkan kepadaku untuk menyerukan bahwa salat didirikan dengan berjamaah dan tidak akan masuk surga kecuali hanya seorang muslim. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, sesungguhnya kalian telah bersegera menuju tempat kandang ternak orang-orang Yahudi. Ingatlah, tidaklah halal harta benda orang-orang mu'ahad kecuali dengan alasan yang hak, dan diharamkan kepada kalian daging keledai kampung, kuda, dan bagalnya; juga (diharamkan kepada kalian) setiap hewan pemangsa yang bertaring dan setiap burung yang berkuku tajam (burung pemangsa).
Seakan-akan peristiwa ini terjadi sesudah orang-crang Yahudi mau mengadakan perjanjian perdamaian dengan kaum muslim dan mereka bersedia memberikan separo hasil pertanian mereka kepada kaum muslim."
Seandainya hadis ini sahih, tentulah ia menjadi nas yang mengharamkan daging kuda, tetapi hadis ini tidak dapat melawan hadis sahih yang terdapat di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُحُومٍ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ، وَأَذِنَ فِي لُحُومِ الْخَيْلِ
Rasulullah Saw. telah melarang (memakan) daging keledai kampung dan membolehkan daging kuda.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkannya*berikut kedua sanad yang ada pada masing-masing dengan syarat Muslim melalui Jabir yang telah mengatakan:
ذَبَحْنَا يَوْمَ خَيْبَرَ الْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ، فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ، وَلَمْ يَنْهَنَا عَنِ الْخَيْلِ
Pada Perang Khaibar kami menyembelih kuda dan bagal serta keledai, maka Rasulullah Saw. melarang kami (memakan) bagal dan keledai, tetapi tidak melarang kami (memakan) kuda.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Asma binti Abu Bakar r.a. yang mengatakan:
نَحَرْنَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ
Di masa Rasulullah Saw. kami pernah menyembelih kuda, lalu kami memakannya, sedangkan kami berada di Madinah.
Dalil ini lebih kuat dan lebih teguh, dan hadis inilah yang dijadikan pegangan oleh Jumhur ulama, antara lain Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad serta semua murid masing-masing; dan kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kuda itu pada asal mulanya adalah hewan liar, lalu Allah menjinakkannya buat Ismail ibnu Ibrahim a.s.
Wahb ibnu Munabbih menyebutkan di dalam hadis Israiliyatnya, bahwa Allah menciptakan kuda dari angin selatan.
Nas hadis menunjukkan boleh mengendarai binatang-binatang ini, antara lain bagal. Rasulullah Saw. pernah menerima hadiah seekor bagal, lalu dijadikannya sebagai hewan kendaraannya, padahal beliau sendiri melarang menginseminasikan (mengawinsilangkan) antara keledai dan kuda, agar keturunan keledai tidak terputus (punah).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ مِنْ آلِ حُذَيْفَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ دَحْية الْكَلْبِيِّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا أَحْمِلُ لَكَ حِمَارًا عَلَى فَرَسٍ، فَتُنْتِجَ لَكَ بَغْلًا فَتَرْكَبَهَا؟ قَالَ: "إنما يفعل ذلك الذين لا يعلمون"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Umar, dari keluarga Huzaifah, dari Huzaifah, dari Asy-Sya'bi, dari Dahiyyah Al-Kalabi yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, maukah engkau bila aku mengawinsilangkan keledai dan kuda, maka anaknya nanti (bagal) untukmu buat kendaraanmu?" Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya yang melakukan demikian hanyalah orang-orang yang tidak mengetahui."

An-Nahl, ayat 9

{وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ (9) }
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan itu ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kalian semuanya (kepada jalan yang benar).
Setelah Allah Swt. menyebutkan berbagai hewan dan manfaat serta kegunaannya di jalan yang bersifat kongkret, maka Allah Swt. mengingatkan kepada jalan agama yang bersifat abstrak. Di dalam Al-Qur'an sering sekali terjadi peralihan ungkapan dari hal-hal yang kongkret kepada hal-hal yang maknawi (abstrak), seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى}
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. (Al-Baqarah: 197)
{يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ}
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. (Al-A'raf: 26)
Setelah menyebutkan berbagai jenis hewan yang mereka kendarai sehingga dapat mengantarkan mereka kepada keperluan yang ada di dalam hati mereka—hewan-hewan itulah yang mengangkut barang-barang berat mereka ke berbagai negeri, tempat yang jauh, dan perjalanan yang melelahkan— Allah menyebutkan jalan-jalan yang ditempuh oleh manusia untuk menuju kepada Allah. Maka dijelaskan bahwa hanya jalan yang hak sajalah yang dapat mengantarkan seseorang kepada Allah. Untuk itu disebutkan dalam firman-Nya:
{وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ}
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan­nya. (Al-An'am: 153)
{هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ}
ini adalah jalan yang lurus; kewajiban Akulah (menjaganya). (Al-Hijr: 41) "
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Maksudnya, jalan yang benar ialah jalan menuju kepada Allah.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Yakni agama Islam.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Artinya, Allah-lah yang menjelaskannya, yakni menjelaskan jalan petunjuk dan jalan yang sesat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas; telah dikatakan pula oleh Qatadah dan Ad-Dahhak.
Tetapi pendapat Mujahid lebih kuat, sebab lebih serasi dengan konteks kalimat sebelumnya. Allah Swt. memberitahukan bahwa banyak jalan yang ditempuh untuk menuju kepada-Nya, tetapi tidak dapat mengantarkan kepada-Nya kecuali hanya jalan yang hak (benar), yaitu jalan yang disyariatkan dan diridai-Nya. Sedangkan selain dari jalan itu tertutup (buntu) dan semua amal perbuatan yang dilakukan padanya ditolak. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَمِنْهَا جَائِرٌ}
dan di antara jalan-jalan itu ada yang bengkok. (An-Nahl: 9)
Yakni menyimpang dari jalan yang benar.
Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan jalan yang bengkok ialah jalan yang ditempuh oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Ibnu Mas'ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut,
"وَمِنْكُمْ جَائِرٌ"
"Dan di antara kalian ada yang menyimpang dari jalan yang benar."
Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa hal itu semuanya terjadi karena kekuasaan-Nya dan atas kehendak-Nya. Maka Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ}
Dan jikalau dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). (An-Nahl: 9)
Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا}
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (Yunus: 99)
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ}
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan­Nya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) kesemuanya. (Hud: 118-119)

An-Nahl, ayat 10-11

{هُوَ الَّذِي أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ (10) يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (11) }
Dialah Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kalian, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kalian meng­gembalakan ternak kalian. Dia menumbuhkan bagi kalian dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Setelah Allah Swt. menyebutkan tentang hewan ternak dan binatang lainnya sebagai karunia-Nya buat mereka, maka hal itu diiringi-Nya dengan menyebutkan nikmat lainnya yang Dia limpahkan kepada mereka, yaitu penurunan hujan, nikmat yang datang dari atas. Hujan dapat memberikan bekal hidup dan kesenangan bagi mereka, juga bagi ternak mereka.
Allah Swt. berfirman:
{لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ}
pada sebagian dari air hujan itu kalian beroleh minuman. (An-Nahl: 10)
Artinya, air hujan itu dijadikan oleh Allah berasa tawar dan mudah diminum oleh kalian, Dia tidak menjadikannya berasa asin.
{وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ}
dan dari sebagiannya pepohonan (menjadi subur), yang pada (tempat tumbuhnya) kalian menggembalakan ternak kalian. (An-Nahl: 10)
Dengan kata lain, dari pengaruh air hujan itu Allah menjadikan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat kalian jadikan sebagai tempat untuk meng­gembalakan ternak kalian. Ibnu Abbas, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{فِيهِ تُسِيمُونَ}
yang pada (tempat tumbuhnya) kalian menggembalakan ternak kalian. (An-Nahl: 10)
Yakni kalian menggembalakan ternak kalian, berasal dari kata as-saum yang artinya gembala. Dikatakan Al-ibilus sa-imah, artinya unta yang digembalakan.
Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. melarang melakukan penggembalaan sebelum matahari terbit.
Firman Allah Swt.:
{يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ}
Dia menumbuhkan bagi kalian dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. (An-Nahl: 11)
Allah menumbuhkan semuanya dari bumi dengan air yang sama, tetapi hasilnya berbeda jenis, rasa, warna, bau. dan bentuknya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An-Nahl: 11)
Yakni petunjuk dan bukti yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَأَنزلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ}
Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). (An-Naml: 60)

An-Nahl, ayat 12-13

{وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (12) وَمَا ذَرَأَ لَكُمْ فِي الأرْضِ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ (13) }
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untuk kalian. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untuk kalian) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahaminya), dan Dia (menundukkan pula) apa yangDia ciptakan untuk kalian di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya akan tanda-tanda kekuasaan-Nya dan karunia-Nya yang sangat besar. Dia telah menun­dukkan malam dan siang hari yang silih berganti, matahari dan bulan yang terus berputar, serta bintang-bintang yang tetap dan bintang-bintang yang beredar di seluruh cakrawala langit; semuanya sebagai cahaya dan penerangan untuk dijadikan petunjuk di dalam kegelapan malam hari. Masing-masing beredar di garis edarnya yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Masing-masing darinya bergerak dengan gerakan yang telah ditentukan, tidak bertambah, tidak pula berkurang dari apa yang telah ditetapkan untuknya.
Semuanya itu berada di bawah kekuasaan dan pengaruh Allah Swt. Semuanya telah ditundukkan oleh-Nya, diatur, dan dimudahkan menurut apa yang dikehendaki-Nya. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaumyang mengambil pelajaran. (An-Nahl: 13)
Maksudnya, padanya terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. yang sangat menakjubkan dan menunjukkan akan kekuasaan­Nya Yang Mahabesar bagi orang-orang yang mengambil pelajaran dari Allah dan memahami bukti-bukti-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا ذَرَأَ لَكُمْ فِي الأرْضِ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ}
dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kalian di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. (An-Nahl: 13)
Setelah mengingatkan kekuasaan-Nya yang ada di alam samawi (alam atas), Allah kembali mengingatkan (manusia) kepada segala sesuatu yang diciptakan-Nya di bumi, yaitu berbagai macam ciptaan yang menakjubkan dan segala macam hewan (makhluk hidup), mineral-mineral, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya yang beraneka ragam warna dan bentuknya, yang masing-masing mempunyai berbagai manfaat (kegunaan) dan ciri-ciri khasnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. (An-Nahl: 13)
Yaitu tanda-tanda kekuasaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, agar mereka bersyukur kepada-Nya.

An-Nahl, ayat 14-18

{وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (14) وَأَلْقَى فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (15) وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ (16) أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (17) وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (18) }
Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untuk kalian), agar kalian dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kalian mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kalian pakai; dan kalian melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kalian mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kalian ber­syukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak guncang bersama kalian, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak mempelajari. Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah Swt. menyebutkan tentang laut yang luas dengan ombaknya yang gemuruh, Dia telah menundukkannya. Allah menyebutkan pula karunia­Nya kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia telah menundukkan laut untuk mereka sehingga mereka dapat mengarunginya; Dia telah menciptakan padanya ikan-ikan kecil dan ikan-ikan besar, lalu menghalalkannya bagi hamba-hamba-Nya untuk dimakan dagingnya, baik dalam keadaan hidup maupun telah mati, baik mereka dalam keadaan tidak ihram maupun sedang ihram.
Allah telah menciptakan padanya mutiara-mutiara dan berbagai macam perhiasan yang berharga, serta memudahkan bagi hamba-hamba-Nya dalam mengeluarkannya dari tempatnya untuk perhiasan yang mereka pakai.
Allah telah menundukkan laut untuk mengangkut kapal-kapal yang membelah jalan melaluinya.
Menurut pendapat lain, makna mawakhira ialah membelakangi arah angin; kedua makna ini benar. Menurut pendapat lainnya lagi, laut dengan anjungannya, yaitu bagian depan perahu (kapal) yang bangunannya agak tinggi. Itulah cara membuat perahu yang telah ditunjukkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui kakek moyang mereka, Nabi Nuh a.s.; lalu diterima oleh mereka secara turun-temurun.
Nabi Nuh a.s. adalah orang pertama yang membuat kapal dan yang menaikinya, kemudian manusia menerima keahlian ini dari suatu generasi ke generasi lainnya secara turun-temurun. Mereka menaiki perahu dari satu kawasan ke kawasan yang lain melalui jalan laut, dan dari suatu kota ke kota yang lain serta dari suatu pulau ke pulau yang lain. Dengan menaiki perahu, mereka melakukan kegiatan ekspor impor. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
dan supaya kalian mencari (keuntungan) dari karunia-Nya dan supaya kalian bersyukur. (An-Nahl: 14)
Yakni mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan kebajikan yangdiberikan-Nya.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa dalam kitabnya ia menjumpai sebuah riwayat dari Muhammad ibnu Mu'awiyah Al-Bagdadi yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Amr, dari Sahl Ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Allah berfirman kepada Laut Barat dan Laut Timur. Kepada Laut Barat dikatakan, "Sesungguhnya Aku akan membawa sebagian dari hamba-hamba-Ku berlayar melaluimu, maka apakah yang akan engkau lakukan terhadap mereka?" Laut Barat menjawab, "Saya akan menenggelamkan mereka." Maka dikatakan kepadanya, "Bahayamu berada di sekitarmu, tetapi Aku membawa mereka dengan kekuasaan-Ku, dan Aku haramkan perhiasan dan berburu (padamu)." Lalu Allah berfirman kepada Laut Timur, "Sesungguhnya Aku akan membawa sebagian dari hamba-hamba-Ku dengan melaluimu, maka apakah yang akan engkau lakukan terhadap mereka?" Laut Timur menjawab, "Aku akan membawa mereka di atas permukaanku, dan aku akan menjadi seperti seorang ibu kepada anaknya terhadap mereka." Maka Allah memberinya balasan berupa perhiasan dan hewan buruan laut.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami belum pernah mengetahui ada yang meriwayatkannya dari Sahl selain Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Amr, sedangkan hadisnya berpredikat munkar." Riwayat ini telah dikemukakan pula oleh Sahl, dari An-Nu'man ibnu Abu Ayyasy, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan tentang bumi dan gunung-gunung yang menjulang tinggi lagi kokoh, semuanya Dia" tancapkan di bumi agar bumi stabil, tidak guncang; yakni tidak mengguncangkan semua makhluk hidup yang ada di permukaannya. Karena bila bumi terus berguncang, hidup mereka tidak akan tenang. Disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا}
Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at: 32)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah; ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, bumi terus berguncang, maka mereka (para malaikat) berkata, "Bumi ini tidak layak menjadi tempat bagi seorang manusia pun." Kemudian pada keesokan harinya gunung-gunung telah diciptakan padanya, dan para malaikat tidak mengetahui mengapa gunung-gunung itu diciptakan.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Qais ibnu Ubadah, bahwa setelah Allah menciptakan bumi, maka bumi terus berguncang, lalu para malaikat berkata, "Ini tidak layak bagi seorang pun yang bertempat tinggal di permukaannya." Kemudian pada keesokan harinya ternyata telah ada gunung-gunung (yang menstabilkannya).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ata ibnus Sa-ib, dari Abdullah ibnu Habib, dari Ali bin Abu Thalib RA yang mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, Dia membiarkannya, kemudian bumi berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau akan menciptakan di atasku Bani Adam yang gemar mengerjakan dosa-dosa dan menimbulkan kekotoran di atasku?" Maka Allah menancapkan padanya gunung-gunung yang dapat kalian lihat dan yang tidak terlihat oleh kalian. Sebelum itu bumi tidak tetap, selalu berguncang seperti daging yang hidup (berdenyut).
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَنْهَارًا وَسُبُلا}
dan (Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan. (An-Nahl: 15)
Maksudnya, Allah menciptakan padanya sungai-sungai yang mengalir dari suatu tempat ke tempat yang lain sebagai rezeki buat hamba-hamba-Nya. Sungai berhulu dari suatu tempat dan menjadi rezeki bagi orang-orang yang ada di tempat lain (yang dilaluinya). Sungai menempuh berbagai kawasan dan daerah melalui hutan-hutan, padang-padang, dan membelah bukit-bukit serta lembah-lembah, lalu sampai pada suatu negeri yang penduduknya beroleh manfaat besar darinya. Dalam alirannya air sungai berbelok-belok, terkadang ke arah kanan, ke arah kiri, terkadang menciut, melebar, serta ada yang berarus deras, ada pula yang berarus tenang. Terkadang sebagian lembah ada yang diairinya dalam suatu waktu, sedangkan di waktu yang lain tidak diairinya, dalam perjalanannya dari sumber menuju muaranya. Kekuatan dan lemahnya arus air telah ditetapkan oleh kehendak-Nya dan menuruti sunnah yang telah ditetapkan­Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada Rabb selain Dia.
Allah pun telah menjadikan padanya jalan-jalan yang dapat dilalui dari suatu negeri ke negeri yang lain, sehingga ada jalan yang membelah gunung, yakni jalan yang ada di antara dua gunung membentuk celah sebagai jalan yang dapat dilalui, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَعَلامَاتٍ}
dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). (An-Nahl: 16)
Yakni petunjuk-petunjuk berupa gunung-gunung yang besar, bukit-bukit yang kecil, serta lain-lainnya yang dapat dijadikan oleh para musafir sebagai tanda-tanda mereka dalam perjalanannya—baik di darat maupun di laut— bila mereka sesat jalan.
Firman Allah Swt.:
{وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ}
Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16)
Yaitu di malam hari, menurut Ibnu Abbas.
Diriwayatkan dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16) Bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda itu adalah gunung-gunung.
Kemudian Allah Swt. mengingatkan (manusia) akan kebesaran Zat-­Nya, bahwa yang patut disembah hanyalah Dia, bukan berhala-berhala itu yang tidak dapat membuat sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri dibuat orang. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran. (An-Nahl: 17)
Kemudian Allah Swt. mengingatkan mereka atas sangat berlimpahnya nikmat-nikmat serta kebaikan-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18)
Yakni memaafkan kalian. Sekiranya kalian dituntut untuk mensyukuri semua nikmat-Nya, tentulah kalian tidak akan mampu melakukannya. Dan seandainya kalian diperintahkan untuk itu, pastilah kalian lemah dan meninggalkannya (tidak dapat bersyukur secara semestinya). Seandainya Dia mengazab kalian, tentulah Dia berhak mengazab kalian tanpa berbuat aniaya terhadap kalian. Akan tetapi, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dia selalu mengampuni dosa-dosa yang banyak dan membalas pahala kebaikan sekecil apa pun.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun. (An-Nahl: 18) Hal ini dinyatakan-Nya mengingat ada di antara kalian yang lupa untuk bersyukur kepada-Nya atas sebagian dari nikmat yang telah diberikan kepadanya. Allah Maha Pengampun bila kalian bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan kepada-Nya serta menempuh jalan yang diridai-Nya. lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18) Yakni Maha Penyayang kepada kalian, Dia tidak mengazab kalian sesudah kalian kembali dan bertobat kepada-Nya.

An-Nahl, ayat 19-21

{وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ (19) وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ (20) أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (21) }
Dan Allah mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan. Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengetahui semua yang terkandung di dalam hati dan semua rahasia, sebagaimana Dia mengetahui hal-hal yang lahir (nyata). Di hari kiamat kelak Dia akan memberikan balasan­Nya kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik; tetapi jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya buruk pula.
Selanjutnya Dia menyebutkan bahwa berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan mereka sendiri dibuat oleh manusia; seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya menyitir kata-kata kekasih-Nya Nabi Ibrahim a.s., yaitu:
{أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ}
Apakah kalian menyembah patung-patung yang kalian pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu? (Ash-Shaffat: 95-96)
Firman Allah Swt.:
{أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ}
(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup. (An-Nahl: 21)
Artinya, benda-benda mati tidak bernyawa; maka tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, dan tidak berakal.
{وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ}
dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan. (An-Nahl: 21)
Berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah hari kiamat terjadi. Maka bagaimanakah dapat diharapkan darinya manfaat atau pahala atau balasan? Sesungguhnya yang dapat diharapkan manfaat, pahala, dan balasannya hanyalah Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, Dialah Yang mencipta­kan segala sesuatu.

An-Nahl, ayat 22-23

{إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ قُلُوبُهُمْ مُنْكِرَةٌ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ (22) لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ (23) }
Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.
Allah Swt. menyebutkan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Lalu Dia memberi­tahukan bahwa orang-orang kafir itu ingkar hatinya akan hal tersebut, seperti yang diceritakan-Nya menyitir ucapan mereka yang bernada heran:
{أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ}
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat menghe­rankan. (Shad: 5)
Demikian pula dalam firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati. (Az-Zumar: 45)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (An-Nahl: 22)
Maksudnya, tidak mau menyembah Allah selain hati mereka ingkar kepada keesaan-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. (An-Nahl: 23)
Dengan kata lain, Dia akan membalas mereka atas hal tersebut dengan balasan yang sempurna.
{إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (An-Nahl: 23)

An-Nahl, ayat 24-25

{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (24) لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ (25) }
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah di­turunkan Tuhanmu?” Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu." (ucapan mereka) menyebabkan mereka me­mikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.
Allah Swt. berfirman kepada mereka yang mendustakan-Nya:
{مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا}
"Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhan kalian?” Mereka menjawab. (An-Nahl: 24)
dengan jawaban yang memalingkan pembicaraan dari jawaban yang sebenarnya, yaitu:
{أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
Dongengan-dongengan orang-orang dahulu. (An-Nahl: 24)
Dengan kata lain, Allah tidak menurunkan sesuatu pun yang berarti, dan sesungguhnya apa yang dibacakan kepada kami hanyalah dongengan-dongengan orang dahulu, yakni diambil dari kitab-kitab terdahulu; sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. menyitir kata-kata mereka dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا}
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al-Furqan: 5)
Artinya, mereka membuat-buat kedustaan terhadap Rasul dan mengatakan kata-kata yang semuanya tidak benar, bertentangan serta berbeda dengan kenyataannya; seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}
Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). (Al-Furqan: 9)
Demikian itu karena sesungguhnya setiap orang yang keluar dari jalan yang benar, maka apa pun yang dikatakannya adalah keliru belaka. Mereka mengatakan Nabi Saw. sebagai seorang penyihir, tukang syair, ahli ra­mal (tenung), dan orang gila. Kemudian pendapat mereka menjadi satu, menuruti apa yang dibuat-buat oleh pemimpin mereka yang dikenal dengan sebutan Al-Walid ibnul Mugirah Al-Makhzumi, yaitu setelah dia:
{فَكَّرَ وَقَدَّرَ فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ثُمَّ نَظَرَ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ يُؤْثَرُ}
memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)." (Al-Muddatstsir: 18-24)
Yakni Al-Qur'an itu merupakan nukilan, lalu dibacakan. Kemudian mereka (orang-orang kafir) bubar dengan suatu kesepakatan yang bulat menurut apa yang telah ditetapkan oleh pendapat Al-Walid ibnul Mugirah itu; semoga Allah melaknat mereka. Mengenai mereka, Allah Swt. berfirman:
{لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25)
Yaitu sesungguhnya Kami menetapkan atas mereka untuk mengatakan hal tersebut yang menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya berikut dosa-dosa orang-orang yang mengikuti dan menyetujui mereka. Dengan kata lain, mereka beroleh dosa-dosa diri mereka dan dosa menyesatkan orang lain yang mengikuti jejak mereka. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ دَعَا إِلَى هُدى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنِ اتَّبَعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مثلُ آثَامِ مَنِ اتَّبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم شيئًا".
Barang siapa yang menyeru kepada hidayah (petunjuk), dia akan beroleh pahalanya semisal dengan pahala orang-orang yang mengikuti jejaknya, tanpa mengurangi pahala mereka barang sedikit pun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosanya semisal dengan dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya, tanpa mengurangi dosa mereka barang sedikit pun.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan. (Al-'Ankabut: 13)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: (ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25) Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban-beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Al-'Ankabut: 13)
Mujahid mengatakan bahwa mereka memikul beban dosa-dosa mereka berikut dosa orang-orang yang mengikuti jejak mereka, tanpa mengurangi azab yang diterima oleh orang-orang yang taat kepada mereka barang sedikit pun.

An-Nahl, ayat 26-27

{قَدْ مَكَرَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ (26) ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُخْزِيهِمْ وَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تُشَاقُّونَ فِيهِمْ قَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ إِنَّ الْخِزْيَ الْيَوْمَ وَالسُّوءَ عَلَى الْكَافِرِينَ (27) }
Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah meng­adakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman, "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kalian selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?” Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu, "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir.”
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah meng­adakan makar. (An-Nahl: 26) Orang yang dimaksud ialah Raja Namruz yang telah membangun pencakar langit (di masa dahulu).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa orang yang mula-mula berlaku sewenang-wenang di muka bumi ialah Raja Namruz. Kemudian Allah mengirimkan seekor nyamuk kepadanya, lalu nyamuk itu memasuki lubang hidungnya. Maka Namruz hidup selama empat ratus tahun yang setiap harinya ia memukuli kepalanya dengan palu (untuk meringankan rasa sakit kepalanya akibat nyamuk itu). Lama-kelamaan ada seseorang yang merasa kasihan kepada orang-orang yang ditugaskan untuk memukulinya setiap hari, lalu ia memukul kepala raja itu dengan keras hingga terbelah dan matilah raja itu. Dia hidup sewenang-wenang selama empat ratus tahun, maka Allah mengazabnya selama empat ratus tahun sama dengan masa pemerin­tahannya, lalu Allah mematikannya. Dialah yang membangun pencakar langit, yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: maka Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya. (An-Nahl: 26)
Ulama lainnya mengatakan bahwa dia bukanlah Namruz, melainkan Bukhtanasar. Lalu mereka menyebutkan salah satu dari makarnya yang dikisahkan oleh Allah Swt. dalam ayat ini, sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam surat Ibrahim melalui firman-Nya:
{وَإِنْ كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ الْجِبَالُ}
Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46)
Ulama lainnya mengatakan, apa yang diungkapkan dalam ayat ini merupakan perumpamaan yang menggambarkan kebatilan dari apa yang telah diperbuat oleh orang-orang yang kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain dari ibadahnya, seperti penger­tian yang terdapat di dalam firman-Nya yang menceritakan perkataan Nabi Nuh a.s.:
{وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا}
dan melakukan tipu daya yang amat besar. (Nuh: 22)
Artinya, mereka telah melakukan tipu muslihat untuk menyesatkan manusia dengan segala upaya, dan dengan berbagai cara mereka memikat manusia untuk menyukai kemusyrikan mereka. Para pengikut mereka berkata kepada mereka pada hari kiamat:
{بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا}
(Tidak) sebenarnya tipu daya (kalian) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya. (Saba: 33), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ}
maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya. (An-Nahl: 26)
Yakni Allah mencabutnya dari dasarnya dan membatalkan amal perbuatan mereka. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ}
Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. (Al-Maidah: 64)
{فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ}
maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari azab yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menimpakan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumahnya sendiri dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (Al-Hasyr:2)
Dan dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُخْزِيهِمْ}
maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datang­lah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat. (An-Nahl: 26-27)
Maksudnya,, Allah bakal menampakkan kemaluan mereka dan menampakkan segala sesuatu yang mereka sembunyikan dalam hatinya sehingga hal itu menjadi terang dan jelas. Sama dengan pengertian yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ}
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (Ath-Thariq: 9)
Yaitu ditampakkan dan diumumkan, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يُنْصَبُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اسْتِهِ بِقَدْرِ غَدْرَته، فَيُقَالُ: هَذِهِ غَدْرَة فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ"
Kelak di hari kiamat akan ditegakkan suatu panji bagi setiap orang yang berkhianat di pantatnya sesuai dengan perbuatan khianatnya, lalu dikatakan bahwa inilah pengkhianatan si Fulan bin Fulan.
Demikian pula halnya dengan mereka, pada hari kiamat nanti Allah menampakkan kepada semua orang tipu muslihat yang disembunyikan oleh mereka, lalu Allah menghinakan mereka di mata semua makhluk. Kemudian Tuhan berfirman kepada mereka dengan nada mencemoohkan dan mencela mereka:
{أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تُشَاقُّونَ فِيهِمْ}
Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena menyembahnya) kalian selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang muk­min)? (An-Nahl: 27)
Maksudnya, di manakah sembahan-sembahan yang karenanya kalian berperang dan memusuhi para nabi dan orang-orang yang beriman? Di manakah mereka? Apakah mereka dapat menolong kalian dan menye­lamatkan kalian dari sini?
{هَلْ يَنْصُرُونَكُمْ أَوْ يَنْتَصِرُونَ}
Dapatkah mereka menolong kalian atau menolong diri mereka sendiri? (Asy-Syu'ara: 93)
{فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلا نَاصِرٍ}
maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong. (Ath-Thariq: 10)
Dan manakala hujah telah mengarah kepada mereka, bukti telah ditegak­kan terhadap mereka, serta kalimat azab telah pasti atas diri mereka, maka mereka diam —tidak dapat beralasan lagi— di saat tiada jalan lari bagi mereka.
{قَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ}
Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu. (An-Nahl: 27)
Mereka adalah orang-orang yang terkemuka di dunia dan akhirat, dan mereka adalah orang-orang yang selalu memberitakan tentang perkara yang hak di dunia dan di akhirat. Pada saat itu mereka mengatakan:
{إِنَّ الْخِزْيَ الْيَوْمَ وَالسُّوءَ عَلَى الْكَافِرِينَ}
Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 27)
Yakni orang yang dipermalukan dan mendapat azab yang menyelimutinya pada hari itu adalah orang-orang yang ingkar kepada Allah dan memper-sekutukan-Nya dengan sesuatu yang tidak dapat membahayakannya, tidak pula dapat memberikan manfaat kepadanya.

An-Nahl, ayat 28-29

{الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (28) فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ (29) }
(yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka berserah diri (sambil berkata), "Kami sekali-kali tidak ada menger­jakan sesuatu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab), "Ada, sesung­guhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan.” Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.
Allah Swt. menceritakan keadaan orang-orang musyrik yang menganiaya diri mereka sendiri di saat mereka menghadapi kematiannya dan para malaikat datang kepada mereka untuk mencabut nyawa mereka yang buruk.
{فَأَلْقَوُا السَّلَمَ}
lalu mereka berserah diri. (An-Nahl: 28)
Yakni mereka menampakkan, rasa tunduk, patuh, dan menurut seraya berkata:
{مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ}
Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun (An-Nahl: 28)
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh mereka nanti pada hari mereka dibangkitkan (di hari kiamat), seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{وَاللَّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ}
Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An’am: 23)
{يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ}
(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik), sebagaimana mereka bersumpah kepadamu. (Al-Mujadilah: 18)
Maka Allah berfirman mendustakan perkataan mereka itu:
{بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ}
Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan. Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (An-Nahl: 28-29)
Artinya, seburuk-buruk tempat tinggal ialah tempat kehinaan bagi orang-orang yang menyombongkan dirinya terhadap ayat-ayat Allah dan tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya. Mereka memasuki neraka Jahanam sejak kematian mereka berikut arwahnya, dan jasad mereka di dalam kuburnya beroleh panas dan angin yang membakar dari neraka Jahanam. Dan apabila hari kiamat terjadi, maka arwah mereka dimasukkan ke dalam tubuhnya masing-masing, lalu mereka tinggal kekal di dalam neraka Jahanam.
{لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا}
Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. (Fathir: 36)
Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ}
Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), "Masuk­kanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46)

An-Nahl, ayat 30-32

{وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا خَيْرًا لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (31) الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (32) }
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa, "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, "(Allah telah menurunkan) kebaikan.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demi­kianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertak­wa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), "Salamun 'alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan.”
Apa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini menceritakan perihal orang-orang yang berbahagia, berbeda dengan apa yang diceritakan-Nya tentang orang-orang yang celaka. Karena sesungguhnya orang-orang yang celaka itu ketika dikatakan kepada mereka:
{مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ}
Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu? (An-Nahl: 24)
Mereka menjawab dengan jawaban yang menyimpang, "yaitu: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun yang berarti, sesungguhnya apa yang diturunkan­Nya hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu." Sedangkan orang-orang yang berbahagia menjawab, "Allah telah menurunkan kebaikan," yakni rahmat dan berkah bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya dan beriman kepada-Nya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui apa yang diturunkan-Nya melalui rasul-rasul-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ}
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik (An-Nahl: 30), hingga akhir ayat.
Semisal dengan makna yang terkandung dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik; dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)
Dengan kata lain, barang siapa yang berbuat baik dalam dunia ini, pastilah Allah akan membalas amalnya dengan balasan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa kehidupan di akhirat adalah lebih baik daripada kehidupan di dunia, karena balasan di akhirat jauh lebih sempurna daripada balasan di dunia, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ}
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik. (Al-Qashash: 80), hingga akhir ayat.
{وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِلأبْرَارِ}
Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (Ali Imran: 198)
{وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'la: 17)
{وَلَلآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأولَى}
Dan  sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. (Adh-Dhuha: 4)
Kemudian Allah Swt. menggambarkan tentang kampung akhirat. Untuk itu Dia berfirman:
{وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ}
dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 30)
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{جَنَّاتُ عَدْنٍ}
(yaitu) surga ‘Adn. (An-Nahl: 31)
Lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal (kata ganti) dari tempat bagi orang-orang yang bertakwa. Dengan kata lain, di akhirat kelak mereka akan mendapat surga' Adn sebagai tempat tinggal mereka.
{تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
Mengalir di bawahnya sungai-sungai. (An-Nahl: 31)
Yakni mengalir di bawah pepohonan dan gedung-gedungnya.
{لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ}
di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. (An-Nahl: 31)
Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:
{وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الأنْفُسُ وَتَلَذُّ الأعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya. (Az-Zukhruf:71)
Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
"إِنَّ السَّحَابَةَ لَتَمُرُّ بِالْمَلَأِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَهُمْ جُلُوسٌ عَلَى شَرَابِهِمْ، فَلَا يَشْتَهِي أَحَدٌ مِنْهُمْ شَيْئًا إِلَّا أَمْطَرَتْهُ عَلَيْهِمْ، حَتَّى إِنَّ مِنْهُمْ لَمَنْ يَقُولُ: أَمْطِرِينَا كواعب أترابًا، فيكون ذلك "
Sesungguhnya awan benar-benar melalui sejumlah orang dari kalangan penduduk surga di saat mereka sedang duduk-duduk dalam jamuan minumnya. Maka tiada seorang pun dari mereka menginginkan sesuatu melainkan awan itu menurunkan apa yang diingininya, hingga sesungguhnya di antara mereka benar-benar ada orang yang mengatakan, "Hai awan, turunkanlah kepada kami gadis-gadis remaja yang sebaya (bidadari-bidadari).” Maka keinginannya itu dituruti.
*******************
Firman Allah Swt.:
كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 31)
Artinya, demikianlah Allah membalas setiap orang yang beriman kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya serta berbuat baik dalam amalnya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang keadaan mereka di saat mereka menghadapi kematiannya, bahwa mereka dalam keadaan baik; yakni dalam keadaan bersih dari kemusyrikan, kekotoran, dan semua keburukan. Dan sesungguhnya para malaikat datang kepada mereka seraya mengucapkan salam dan menyampaikan berita gembira surga kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih; dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian.” Kamilah Pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Sebagai hidangan (bagi kalian) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 30-32)
Dalam keterangan terdahulu telah kami kemukakan hadis-hadis yang menceritakan tentang kisah dicabutnya nyawa orang mukmin dan orang kafir, yaitu pada pembahasan tafsir firman Allah Swt.:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ}
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim: 27)

An-Nahl, ayat 33-34

{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (33) فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا عَمِلُوا وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (34) }
Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu merekaperolok-olokkan.
Allah Swt. berfirman mengancam orang-orang musyrik karena mereka terlalu berkepanjangan dalam kebatilannya dan teperdaya oleh keduniawian, bahwa tiadalah yang mereka tunggu-tunggu melainkan kedatangan para malaikat kepada mereka untuk mencabut nyawa mereka. Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Qatadah.
{أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ}
atau datangnya perintah Tuhanmu. (An-Nahl: 33)
Yakni hari kiamat beserta kengerian-kengerian yang mereka derita di dalamnya.
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ}
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. (An-Nahl: 33)
Maksudnya, demikianlah telah berlarut-larut dalam kemusyrikannya para pendahulu mereka, orang-orang yang setara dan serupa dengan mereka dari kalangan kaum musyrik, hingga mereka merasakan pembalasan Allah, dan tertimpa azab serta murka Allah akibat perbuatannya.
{وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ}
Dan Allah tidak menganiaya mereka. (An-Nahl: 33)
Karena Allah Swt. mempunyai alasan yang kuat terhadap mereka dan telah menegakkan hujah-hujah (bukti-bukti)-Nya terhadap mereka, yaitu melalui utusan-utusan-Nya dan penurunan kitab-kitab-Nya.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. (An-Nahl: 33)
Karena menentang para rasul dan mendustakan apa yang disampaikan oleh mereka, maka orang-orang musyrik itu tertimpa hukuman dari Allah atas perbuatannya sendiri.
{وَحَاقَ بِهِمْ}
dan mereka diliputi. (An-Nahl: 34)
Artinya, mereka diliputi oleh azab yang sangat pedih.
{مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
oleh azab yang selalu merekaperolok-olokan. (An-Nahl: 34)
Yakni mereka memperolok-olokkan para rasul bilamana para rasul mengancam mereka dengan siksa Allah. Karena itulah pada hari kiamat nanti dikatakan kepada mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ}
Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya. (Ath-Thur: 14)

An-Nahl, ayat 35-37

{وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ (35) وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (36) إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (37) }
Dan berkatalah orang-orang musyrik, "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya " Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhi­lah Tagut itu, " maka di antara umat itu ada orang-orang yang di­beri petunjuk oleh Allah, ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada mem­beri petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.
Allah Swt. menyebutkan tentang teperdayanya orang-orang musyrik oleh kemusyrikan mereka dan alasan mereka yang berpegang kepada takdir, yang hal ini terungkapkan melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ}
Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah suatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya. (An-Nahl: 35)
seperti mengharamkan hewan ternak bahirah, saibah, wasilah, dan lain sebagainya yang mereka buat-buat sendiri tanpa ada keterangan dari Allah yang menjelaskannya.
Dengan kata lain. perkataan mereka mengandung kesimpulan bahwa seandainya Allah Swt. tidak suka dengan apa yang mereka perbuat, tentulah Allah mengingkari perbuatan itu dengan menurunkan hukuman, dan tentulah Dia tidak akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukannya.
Allah Swt. membantah alasan mereka yang keliru itu melalui firman-Nya:
{فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ}
maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampai­kan (amanat Allah) dengan terang. (An-Nahl: 35)
Yakni duduk perkaranya tidaklah seperti yang kalian duga, bahwa Allah tidak mengingkari perbuatan kalian itu. Sesungguhnya Allah telah meng­ingkari perbuatan kalian dengan pengingkaran yang keras, dan Dia telah melarang kalian melakukannya dengan larangan yang kuat. Dia telah mengutus seorang rasul kepada setiap umat, yakni kepada setiap generasi dan sejumlah manusia. Semua rasul menyeru mereka untuk menyembah Allah dan melarang mereka menyembah selain-Nya:
{أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut. (An-Nahl: 36)
Allah Swt. terus-menerus mengutus rasul-rasul-Nya kepada manusia dengan membawa risalah (tauhid) itu sejak terjadinya kemusyrikan di kalangan Bani Adam, yaitu sejak kaumnya Nabi Nuh, Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka. Nuh a.s. adalah.rasul yang mula-mula diutus oleh Allah kepada penduduk bumi, lalu diakhiri oleh Nabi Muhammad Saw. yang seruannya mencakup semua lapisan manusia dan jin, di belahan timur dan belahan barat bumi
Semua rasul Allah menyerukan hal yang sama, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku.” (Al-Anbiya: 25)
{وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ}
Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk di­sembah selain Allah Yang Maha Pemurah?” (Az-Zukhruf: 45)
Dan dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut itu.” (An-Nahl: 36)
Maka sesudah adanya keterangan ini, bagaimanakah seorang musyrik dapat diperkenankan mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ}
Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia. (An-Nahl: 35)
Kehendak Allah secara syar'i tentang mereka tidak ada, karena Allah Swt. telah melarang mereka berbuat hal itu melalui lisan rasul-rasul-Nya. Adapun mengenai kehendak Allah yang bersifat kauni (kenyataan) yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut secara takdir, maka tidak ada hujah (alasan) bagi mereka dalam hal ini. Karena Allah telah menciptakan neraka dan para penduduknya dari kalangan setan dan orang-orang kafir. Dia tidak rela hamba-hamba-Nya berlaku kafir. Dalam menentukan hal tersebut Allah mempunyai alasan yang kuat dan hikmah yang bijak.
Kemudian sesungguhnya Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia mengingkari parbuatan mereka dengan menimpakan siksaan kepada mereka di dunia sesudah para rasul memberikan peringatan kepada mereka. Untuk itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ}
Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl: 36)
Dengan kata lain, tanyakanlah nasib yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan perkara yang hak dan menentang rasul-rasul Allah, bagaimanakah:
{دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا}
Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)
Allah Swt. telah berfirman pula:
{وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al-Mulk: 18)
Kemudian Allah Swt. memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa keinginannya yang mendambakan agar mereka (orang-orang kafir) mendapat petunjuk tidak ada manfaatnya bagi mereka bilamana Allah telah menghendaki kesesatan mereka. Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}
Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. (Al-Maidah: 41)
Nuh a.s. berkata kepada kaumnya yang disitir oleh firman-Nya:
{وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ}
Dan tidaklah bermanfaat kepada kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian, sekiranya Allah hendak menye­satkan kalian. (Hud: 34)
Dan dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:
{إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ}
Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (Al-A'raf: 186)
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَإِنَّ اللَّهَ}
maka sesungguhnya Allah. (An-Nahl: 37)
Yakni perihal dan urusan-Nya ialah bahwa apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ}
tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37)
Maka siapakah yang dapat memberinya petunjuk bila bukan Allah? Jawabannya tentu saja tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
{وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (An-Nahl: 37)
yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan belenggu siksaan-Nya.
{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)

An-Nahl, ayat 38-40

{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَا يَبْعَثُ اللَّهُ مَنْ يَمُوتُ بَلَى وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (38) لِيُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ كَانُوا كَاذِبِينَ (39) إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (40) }
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.” (Tidak demikian), bahkan (pasti akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui, agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta. Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya. Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.” Maka jadilah ia.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik; mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh, yakni dengan sumpah yang berat, bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang telah mati. Dengan kata lain, mereka menganggap hal tersebut mustahil; mereka mendustakan para rasul yang menyampaikan berita itu, dan mereka bersumpah menentang hal itu. Maka Allah Swt. berfirman, mendustakan mereka dan membantahnya:
{بَلَى}
(Tidak demikian) bahkan. (An-Nahl: 38)
Yakni tidaklah seperti yang mereka duga, bahkan kebangkitan itu pasti terjadi.
{وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا}
sebagai suatu janji yang benar dari Allah. (An-Nahl: 38)
Yaitu sebagai suatu hal yang pasti terjadi.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (An-Nahl: 38)
Karena ketidaktahuan mereka, maka mereka menentang rasul-rasul dan terjerumus ke dalam kekafiran.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan hikmah diadakan-Nya hari kembali dan dibangkitkan-Nya semua jasad pada hari pembalasan. Untuk itu disebutkan dalam firman-Nya:
{لِيُبَيِّنَ لَهُمُ}
agar Allah menjelaskan kepada mereka. (An-Nahl: 39)
Maksudnya, kepada manusia.
{الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ}
apa yang mereka perselisihkan itu. (An-Nahl: 39)
Yaitu segala sesuatunya.
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbual jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (An-Najm: 31)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ كَانُوا كَاذِبِينَ}
dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta. (An-Nahl: 39)
Yakni dalam sumpah mereka yang menyatakan bahwa Allah tidak akan menghidupkan orang yang mati. Karena itulah, maka kelak di hari kiamat mereka yang berbuat demikian akan diseru untuk masuk neraka Jahannam dengan digiring, dan Malaikat Zabaniyah (juru siksa) berkata kepada mereka:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
(Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya.” Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat? Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian, kalian hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur: 14-16)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak mampu dilakukan-Nya, baik di bumi maupun di langit. Dan sesungguhnya urusan Allah itu apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. Dan membangkitkan makhluk yang telah mati termasuk ke dalam pengertian ini. Apabila Allah menghendaki hal itu terjadi, sesungguhnya Dia hanya memerintah­kannya dengan sekali perintah, maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ}
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membang­kitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.” Maka jadilah ia. (An-Nahl: 40)
Artinya, Kami tinggal memerintahkan kepadanya sekali perintah, maka dengan serta merta hal itu telah ada. Sehubungan dengan hal ini, salah seorang penyair mengatakan dalam salah satu baitnya:
إِذَا مَا أَرَادَ اللَّهُ أَمْرًا فَإِنَّمَا ... يَقُولُ لَهُ: "كُنْ"، قَوْلَةً فَيَكُونُ ...
Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka sesungguhnya
Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah kamu, " dengan sekali perkataan; maka jadilah ia.
Dengan kata lain, Allah tidak memerlukan penegasan apa pun dalam perintah-Nya untuk mengadakan sesuatu. Karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang dapat mencegah kehendak-Nya dan tiada sesuatu pun yang dapat menentang-Nya, sebab hanya Dia sematalah Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahabesar, segala sesuatu tunduk di bawah kekuasaan dan keagungan-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb kecuali hanya Dia semata.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata yang pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman (dalam hadis Qudsi-Nya): Anak Adam mencaci-Ku, padahal tidaklah layak baginya mencaci­Ku. Anak Adam mendustakan Aku, padahal tidak layak baginya mendustakan Aku. Adapun pendustaannya kepada-Ku ialah: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati" (An-Nahl: 38). Maka Aku berfirman, "(Tidak demikian) bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak menge­tahui" (An-Nahl: 38). Adapun caciannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga " (Al-Maidah: 73). Maka Aku berfirman, "Katakan­lah. 'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak pula seorangpun yang setara dengan Dia' (Al-Ikhlas: 1 - 4).'"
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mauquf. tetapi hadis ini dalam kitab Sahihain berpredikat marfu dengan lafaz yang lain.

An-Nahl, ayat 41-42

{وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلأجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (41) الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (42) }
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal.
Allah Swt. menyebutkan tentang balasan-Nya kepada orang-orang yang berhijrah di jalan-Nya dengan mengharapkan rida-Nya. Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan tempat kelahirannya dan teman-teman­nya serta sanak familinya dengan mengharapkan pahala dan balasan dari Allah Swt.
Dapat pula dikatakan bahwa penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim yang berhijrah ke negeri Habsyah (Abesinia), yaitu mereka yang mendapat tekanan keras dari kaumnya di Mekah, hingga terpaksa keluar meninggalkan kaumnya menuju negeri Habsyah, agar mereka dapat menyembah Tuhannya dengan tenang, tiada yang mengganggu. Di antara mereka yang hijrah ke negeri Habsyah dan yang termasuk orang yang paling terhormat di kalangan mereka ialah Usman ibnu Affan dan istrinya (yaitu Siti Ruqayyah binti Rasulullah), Ja'far ibnu Abu Talib (anak paman Rasulullah), Abu Salamah ibnu Abdul Aswad beserta sejumlah orang —kurang lebih delapan puluh orang— yang terdiri atas laki-laki dan wanita, dan istri Abu Bakar As-Siddiq; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan memuaskan mereka, Allah memang telah memperkenankannya.
Allah menjanjikan akan memberikan balasan yang baik kepada mereka di dunia dan akhirat.
Allah Swt. berfirman:
{لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً}
pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. (An-Nahl: 41)
Ibnu Abbas. Asy-Sya'bi. dan Qatadah mengatakan bahwa tempat yang bagus itu adalah kota Madinah.
Menurut pendapat lain adalah rezeki yang baik, kata Mujahid.
Pada hakikatnya di antara kedua pendapat ini tidak ada pertentangan, karena mereka meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka, maka Allah menggantikannya dengan tempat tinggal dan harta benda yang lebih baik di dunia ini. Karena sesungguhnya barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberinya ganti dengan sesuatu yang lebih baik baginya daripada apa yang ditinggalkannya itu. Dan memang kenyataannya demikian, karena sesungguhnya Allah memperkuat mereka tinggal di berbagai negeri dan menjadikan mereka berkuasa atas hamba-hamba-Nya, sehingga jadilah mereka para raja dan para penguasa, dan masing-masing dari mereka menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. memberitahukan pula bahwa pahala-Nya bagi orang-orang yang berhijrah di hari akhirat nanti jauh lebih besar daripada apa yang diberikan kepada mereka di dunia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلأجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ}
Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar. (An-Nahl: 41)
Yakni jauh lebih besar daripada apa yang diberikan kepada mereka di dunia.
{لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
kalau mereka mengetahui. (An-Nahl: 41)
Maksudnya, seandainya orang-orang yang tidak ikut hijrah bersama kaum Muhajirin mengetahui pahala yang disimpan oleh Allah Swt. di sisi-Nya bagi orang-orang yang taat kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya.
Hasyim telah meriwayatkan dari Al-Awwam, dari seseorang yang menceritakan kepadanya bahwa Umar ibnul Khattab r.a. bilamana memberikan ‘ata kepada seseorang dari kalangan kaum Muhajirin selalu mengatakan, '"Ambillah, semoga Allah memberkatimu dalam pemberian ini. Inilah balasan yang dijanjikan oleh Allah di dunia, dan apa yang disimpan-Nya buatmu kelak di kampung akhriat adalah jauh lebih utama." Kemudian ia membacakan firman-Nya: pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhriat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (An-Nahl: 41)
*******************
Kemudian Allah Swt. menyebutkan ciri-ciri khas mereka melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (An-Nahl: 42)
Yakni mereka sabar dalam menghadapi gangguan dari kaumnya dan bertawakal kepada Allah Yang memberikan kesudahan yang baik bagi mereka di dunia dan akhirat.

An-Nahl, ayat 43-44

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43) بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (44) }
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Ad-Dahhak mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Allah mengutus Nabi Muhammad menjadi seorang rasul, orang-orang Arab menging­karinya, atau sebagian dari mereka ingkar akan hal ini. Mereka mengatakan bahwa Mahabesar Allah dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ}
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami me­wahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia.” (Yunus: 2), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (An-Nahl: 43)
Maksudnya, bertanyalah kamu kepada ahli kitab yang terdahulu, apakah rasul yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah malaikat? Jika rasul-rasul yang diutus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya. Jika ternyata para rasul itu adalah manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang lelaki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109)
Mereka bukanlah berasal dari penduduk langit seperti yang kalian duga.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ahluz zikr dalam ayat ini ialah ahli kitab. Pendapat yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Al-A'masy.
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid, yang dimaksud dengan az-zikr ialah Al-Qur'an. Ia mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesung­guhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9)
Pendapat ini memang benar, tetapi bukan makna tersebut yang dimaksud dalam ayat ini, mengingat orang yang menentang tidak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk membuktikannya sesudah ia sendiri menging­karinya.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Ja'far Al-Baqir, bahwa kami adalah ahli zikir.
Maksud ucapannya ialah bahwa umat ini adalah ahluz zikir memang benar, mengingat umat ini lebih berpengetahuan daripada umat-umat terdahulu. Lagi pula ulama yang terdiri atas kalangan ahli bait Rasulullah Saw. adalah sebaik-baik ulama bila mereka tetap pada sunnah yang lurus, seperti Ali ibnu Abu Talib, Ibnu Abbas, kedua anak Ali (Hasan dan Husain), Muhammad ibnul Hanafiyah, Ali ibnul Husain Zainal Abidin, dan Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dan Abu Ja'far Al-Baqir yang nama aslinya ialah Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, sedangkan Ja'far adalah nama putranya. Begitu pula ulama lainnya yang semisal dan serupa dengan mereka dari kalangan ulama-ulama yang berpegang kepada tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus. Dia mengetahui hak tiap orang serta menempatkan kedudukan masing-masing sesuai dengan apa yang telah diberikan kepadanya oleh Allah dan Rasul­Nya, dan telah disepakati oleh hati hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kesimpulan dari makna ayat ini ialah bahwa para rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw. adalah manusia, sebagaimana Nabi Muhammad sendiri juga seorang manusia, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا بَشَرًا رَسُولا وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا}
Katakanlah, "Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?” (Al-Isra: 93-94)
{وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأسْوَاقِ}
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20)
وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ
Dan tidaklah Kami menjadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. (Al-Anbiya: 8)
{قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ}
Katakanlah, "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al-Ahqaf: 9)
{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku.” (Al-Kahfi: 110)
Kemudian Allah Swt. memberikan petunjuk kepada orang-orang yang meragukan bahwa rasul-rasul itu adalah manusia, agar mereka bertanya kepada ahli kitab terdahulu tentang para nabi yang terdahulu, apakah mereka dari kalangan manusia ataukah dari kalangan malaikat?
Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengutus mereka yaitu:
{بِالْبَيِّنَاتِ}
dengan membawa keterangan-keterangan. (An-Nahl: 44)
Yakni hujah-hujah dan dalil-dalil.
{وَالزُّبُرِ}
dan kitab-kitab. (An-Nahl: 44)
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan yang lainnya. Az-zubur adalah bentuk jamak dari zabur. Orang-orang Arab mengatakan zabartul kitaba, artinya saya telah menulis kitab.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ}
Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. (Al-Qamar. 52)
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ}
Dan Kami turunkan kepadamu Az-Zikr. (An-Nahl: 44)
Maksudnya, kitab Al-Qur'an.
{لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ}
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. (An-Nahl: 44)
Yakni dari Tuhannya, karena kamu telah mengetahui makna apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu-, dan karena keinginanmu yang sangat kepada Al-Qur'an serta kamu selalu mengikuti petunjuknya. Karena Kami mengetahui bahwa kamu adalah makhluk yang paling utama, penghulu anak Adam, maka sudah sepantasnya kamu memberikan keterangan kepada mereka segala sesuatu yang global, serta memberi penjelasan tentang hal-hal yang sulit mereka pahami.
{وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}
dan supaya mereka memikirkan. (An-Nahl: 44)
Maksudnya, agar mereka merenungkannya buat diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapat petunjuk dan akhirnya mereka beroleh keber­untungan di dunia dan akhirat (berkat Al-Qur'an).

An-Nahl, ayat 45-47

{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ (45) أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ (46) أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (47) }
Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah Swt. menyebutkan tentang kesabaran-Nya dalam memberikan masa tangguh terhadap orang-orang yang durhaka, yaitu mereka yang mengerjakan hal-hal yang buruk dan menyeru orang lain untuk melaku­kannya, serta, menjerat manusia dalam seruannya agar mereka ikut mengerjakannya. Padahal Allah mampu untuk membenamkan mereka ke dalam bumi atau mendatangkan azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka duga-duga. yakni dari arah yang tidak mereka ketahui. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ}
Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kalian akan mengetahui bagai­mana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (Al-Mulk: 16-17)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ}
atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan. (An-Nahl: 46)
Yakni dalam bolak-balik mereka di kala mencari penghidupan, dalam kesibukan mereka di perjalanannya, dan kesibukan-kesibukan lainnya yang menyita waktu mereka.
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa makna taqallubuhum ialah perjalanan mereka.
Mujahid, Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fi taqallubihim," yakni di malam dan siang hari mereka. Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98)
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ}
maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu). (An-Nahl: 46)
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa mereka sama sekali tidak dapat menolak siksa Allah dalam keadaan apa pun.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ}
atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). (An-Nahl: 47)
Makna yang dimaksud ialah 'atau Allah mengazab mereka di saat mereka dalam keadaan dicekam ketakutan akan disiksa Allah, maka siksaan seperti ini lebih berat dan lebih keras; karena di samping siksaan yang keras, rasa takut itu juga merupakan siksaan lainnya'.
Karena itulah Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau Allah mengazab mereka di saat (mereka) dalam keadaan takut. (An-Nahl: 47) Allah Swt. berfirman, "Jika Aku menghendaki, tentu Aku mengazabnya setelah kematian temannya dan di saat ia dicekam oleh rasa ketakutan akan tertimpa azab."
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan lain-lainnya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Maka sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 47)
Mengingat Dia tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap kalian.
Di dalam, kitab Sahihain disebutkan:
لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ
Tiada seorang pun yang lebih sabar daripada Allah bila mendengar gangguan yang menyakitkannya; sesungguhnya mereka menjadikan bagi Allah anak, padahal Allah-lah yang memberi rezeki mereka, dan Allah membiarkan mereka (tidak mengazab mereka dengan segera).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis lainnya, yaitu:
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ" ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar menangguhkan orang yang berbuat aniaya; hingga manakala Dia mengazabnya, maka Allah tidak membiarkannya terlepas (dari siksa-Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud: 102)
Dan Allah berfirman:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj: 48)

An-Nahl, ayat 48-50

{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ سُجَّدًا لِلَّهِ وَهُمْ دَاخِرُونَ (48) وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (49) يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (50) }
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan bersujud kepada Allah, sedangkan mereka berendah diri? Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (Juga) para malaikat, sedangkan mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).
Allah Swt. menyebutkan tentang keagungan, kebesaran, dan kemuliaan­Nya, bahwa segala sesuatu tunduk kepada-Nya dan semua makhluk berendah diri kepada-Nya, baik berupa benda, makhluk hidup, maupun makhluk yang terkena taklif dari kalangan manusia, jin, dan para malaikat.
Maka Allah menyebutkan bahwa semua makhluk yang mempunyai bayangan yang berbolak-balik ke kanan dan ke kiri, yakni di pagi dan petang hari, sesungguhnya bayangan itu pada hakikatnya sedang bersujud kepada Allah Swt.
Mujahid mengatakan bahwa apabila matahari tergelincir, maka bersujudlah segala sesuatu kepada Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan yang lainnya.
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ دَاخِرُونَ}
sedangkan mereka berendah diri. (An-Nahl: 48)
Yakni merendahkan dirinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa sujudnya segala sesuatu (kepada Allah) ialah bayangannya. Mujahid menyebutkan gunung-gunung, lalu ia mengatakan bahwa sujudnya gunung-gunung ialah bayangannya.
Abu Galib Asy-Syaibani mengatakan, laut berombak merupakan ungkapan salatnya, dan laut diumpamakan sebagai makhluk yang berakal bila sujud dikaitkan kepadanya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مِنْ دَابَّةٍ}
Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi. (An-Nahl: 49)
Sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ}
Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Ar-Ra'd: 15)
Firman Allah Swt.:
{وَالْمَلائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ}
dan (juga) para malaikat, sedangkan mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. (An-Nahl: 49)
Para malaikat bersujud kepada Allah, yakni mereka tidak merasa enggan untuk menyembah Allah.
{يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ}
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka. (An-Nahl: 50)
Yakni mereka bersujud dengan rasa takut dan malu kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahabesar.
{وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}
dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl: 50)
Artinya, para malaikat selalu tetap taat kepada Allah Swt. dan mengerjakan semua perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan-Nya.

An-Nahl, ayat 51-55

{وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (51) وَلَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَتَّقُونَ (52) وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ (53) ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (54) لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (55) }
Allah berfirman, "Janganlah kalian menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kalian takut.” Dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kalian bertakwa kepada selain Allah? Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kalian ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kalian meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan itu dari kalian, tiba-tiba sebagian dari kalian mempersekutukan Tuhannya (dengan yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kalian. Kelak kalian akan mengetahui (akibatnya).
Allah Swt. menyebutkan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, dan bahwa penyembahan itu hanyalah ditujukan kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya Dialah yang memiliki segala sesuatu, yang menciptakannya, dan Dialahi Tuhan semuanya.
{وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا}
dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. (An-Nahl: 52)
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Maimun ibnu Mahran, As-Saddi, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna wasiban ialah selama-lamanya.
Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa wasiban artinya wajib.
Mujahid mengatakan bahwa makna wasiban ialah murni hanya untuk-Nya, yakni yang wajib disembah oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi hanyalah Allah saja. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu:
{أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا}
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
Berdasarkan pendapat Ibnu Abbas dan Ikrimah, maka pengertiannya termasuk ke dalam Bab "Kebaikan". Adapun berdasarkan pendapat Mujahid, maka pengertiannya termasuk ke dalam Bab "Talab (Perintah)". Dengan kata lain, takutlah kalian, janganlah kalian mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, dan murnikanlah ketaatan kalian hanya kepada­Ku. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ}
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az-Zumar: 3)
Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa Dialah yang memiliki manfaat dan mudarat, dan bahwa segala sesuatu yang ada pada hamba-hamba-Nya berupa rezeki, nikmat, kesehatan, dan pertolongan hanyalah semata-mata dari karunia dan kebajikan-Nya kepada mereka.
{ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ}
dan bila kalian ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kalian meminta pertolongan. (An-Nahl: 53)
Karena kalian telah mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melenyapkannya kecuali hanya Allah, maka sesungguhnya kalian di saat darurat (tertimpa bahaya) selalu meminta pertolongan kepada-Nya dengan permintaan yang sangat mendesak. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا}
Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamat­kan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (Al-Isra: 67)
Dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ}
Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan itu dari kalian, .tiba-tiba sebagian dari kalian mempersekutukan Tuhannya (dengan yang lain), biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka. (An-Nahl: 54-55)
Menurut suatu pendapat, huruf lam yang terdapat di dalam firman-Nya, "Liyakfuru" menunjukkan makna akibat. Menurut pendapat yang lainnya bermakna ta'lil; dengan kata lain, Kami tetapkan hal itu bagi mereka agar mereka kafir, yakni mereka menyembunyikan dan mengingkari nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka. Padahal Dialah yang telah melimpahkan nikmat-nikmat itu kepada mereka, Dialah yang melenyapkan bahaya itu dari mereka.
Kemudian Allah Swt. mengancam mereka melalui firman-Nya:
{فَتَمَتَّعُوا}
maka bersenang-senanglah kalian. (An-Nahl: 55)
Artinya, berbuatlah sesuka hati kalian, dan bersenang-senanglah sebentar dengan kehidupan kalian.
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
Kelak kalian akan mengetahui. (An-Nahl: 55)
akibat dari perbuatan kalian yang ingkar itu.

An-Nahl, ayat 56-60

{وَيَجْعَلُونَ لِمَا لَا يَعْلَمُونَ نَصِيبًا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ تَاللَّهِ لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَفْتَرُونَ (56) وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ (57) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59) لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (60) }
Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka Demi Allah, sesungguhnya kalian akan ditanyai tentang apa yang telah kalian ada-adakan. Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah, sedangkan untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah, ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memelihara­nya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkan­nya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk, dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi; dan Dialah Yang Mahaperkasa. lagi Mahabijaksana.
Allah Swt. menceritakan keburukan-keburukan orang-orang musyrik yang menyembah berhala-berhala dan patung-patung serta tandingan-tandingan yang mereka ada-adakan di samping Allah tanpa pengetahuan. Mereka sediakan untuk berhala-berhala itu satu bagian dari apa yang direzekikan oleh Allah untuk mereka. Seperti yang disitir oleh firman Allah yang menceritakan ucapan mereka:
{هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ}
Ini untuk Allah, sesuai dengan persangkaan mereka, dan ini untuk berhala-berhala kami. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. (Al-An’am: 136) .
Yakni mereka menetapkan bagi tuhan-tuhan sembahan mereka suatu bagian bersama-sama dengan bagian Allah, bahkan mereka menye-jajarkannya dengan Allah. Maka Allah bersumpah dengan menyebut nama Zat-Nya sendiri Yang Mahamulia, bahwa sesungguhnya Dia kelak akan meminta pertanggungjawaban dari mereka terhadap hal-hal yang mereka buat-buat itu. Sesungguhnya mereka benar-benar akan mendapat balasan dari perbuatannya dan kelak Allah akan membalasnya dengan balasan yang sempurna, yaitu di neraka Jahanam. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{تَاللَّهِ لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَفْتَرُونَ}
Demi Allah, sesungguhnya kalian akan ditanyai tentang apa yang telah kalian ada-adakan. (An-Nahl: 56)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan perihal sikap mereka, bahwa mereka menjadikan para malaikat—hamba-hamba Allah— sebagai makhluk jenis perempuan, lalu mereka menganggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah, yang mereka sembah juga selain-Nya. Mereka melakukan kekeli­ruan yang sangat besar dalam tiga penilaian tersebut. Mereka menisbatkan kepada Allah Swt. bahwa Allah mempunyai anak, padahal Allah tidak beranak. Kemudian mereka memberikan kepada-Nya bagian anak yang paling rendah, yaitu anak-anak perempuan, padahal mereka tidak senang hal tersebut buat diri mereka sendiri, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى}
Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidakadil. (An-Najm: 21-22)
Dan firman Allah Swt. dalam surat ini, yaitu:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ}
Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah. (An-Nahl: 57)
Yakni Mahasuci Allah dari perkataan dan apa yang mereka buat-buat itu.
{أَلا إِنَّهُمْ مِنْ إِفْكِهِمْ لَيَقُولُونَ وَلَدَ اللَّهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ أَصْطَفَى الْبَنَاتِ عَلَى الْبَنِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ}
Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan, "Allah beranak.” Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Apakah Tuhan memilih (mengutamakan) anak-anak perempuan daripada anak laki-laki? Apakah yang terjadi pada kalian? Bagaimana (caranya) kalian menetapkan? (Ash-Shaffat: 151-154)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ}
sedangkan untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). (An-Nahl: 57)
Maksudnya, untuk diri mereka sendiri mereka memilih anak-anak laki-laki, enggan menerima anak-anak perempuan yang kemudian mereka nisbatkan kepada Allah. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
{وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا}
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya. (An-Nahl: 58)
Yakni tampak murung karena sedih dengan karunia anak yang diterimanya.
{وَهُوَ كَظِيمٌ}
dan dia sangat marah. (An-Nahl: 58)
Yaitu diam karena sangat sedih.
{يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ}
Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak. (An-Nahl: 59)
Maksudnya, tidak suka bila dirinya dilihat oleh orang-orang.
{مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ}
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? (An-Nahl: 59)
Yakni jika dia membiarkan anak perempuannya hidup, berarti dia membiarkannya hidup terhina; dia tidak memberikan hak waris kepada­nya, tidak pula memperhatikannya, dia lebih mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan.
{أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ}
ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). (An-Nahl: 59)
Yaitu mengebumikannya hidup-hidup, seperti yang biasa mereka lakukan di masa Jahiliah. Maka apakah yang tidak mereka sukai itu dan mereka menolaknya buat diri mereka, lalu mereka menjadikannya buat Allah?
{أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ}
Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl: 59)
Alangkah buruknya apa yang mereka katakan itu, alangkah buruknya apa yang mereka bagikan itu, dan alangkah buruknya apa yang mereka nisbatkan kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang mengatakan:
{وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَنِ مَثَلا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ}
Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gem­bira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah, jadilah mukanya hitam pekat, sedangkan dia amat menahan sedih. (Az-Zukhruf: 17)
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ}
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk. (An-Nahl: 60)
Maksudnya, kekurangan itu hanyalah pantas dinisbatkan kepada mereka.
{وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأعْلَى}
dan Allah mempunyai sifat Yang Mahatinggi. (An-Nahl: 60)
Yakni Kesempurnaan yang mutlak dari segala seginya, hal inilah yang pantas dinisbatkan kepada Allah.
{وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
dan Dialah YangMahaperkasa lagi Mahabijaksana. (An-Nahl: 60)

An-Nahl, ayat 61-62

{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ (61) وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ وَتَصِفُ أَلْسِنَتُهُمُ الْكَذِبَ أَنَّ لَهُمُ الْحُسْنَى لَا جَرَمَ أَنَّ لَهُمُ النَّارَ وَأَنَّهُمْ مُفْرَطُون (62) }
Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya. Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya, dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. Tiadalah diragukan bahwa nerakalah bagi mereka, dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke dalamnya).
Allah Swt. menyebutkan sifat penyantun-Nya dalam menghadapi makhluk-Nya yang banyak berbuat aniaya, bahwa seandainya Allah menghukum mereka karena perbuatan mereka, tentulah semua makhluk yang melata di bumi ini tidak akan ada karena habis ditumpas-Nya. Dengan kata lain, semua binatang yang melata di muka bumi ini ikut binasa karena semua manusia dibinasakan. Akan tetapi, Tuhan Yang Maha Penyantun mempunyai sifat Penyantun; karenanya Dia menghadapi mereka dengan sifat penyantun-Nya serta memaaf, dan menangguhkan mereka sampai batas waktu yang telah ditentukan (yakni hari kiamat). Dengan kata lain, Allah tidak menyegerakan hukuman-Nya terhadap mereka, karena seandainya Dia melakukan hal tersebut, niscaya tidak akan ada seorang manusia pun yang hidup.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu lshaq, dari Abul Ahwas yang mengatakan bahwa hampir-hampir binatang landak ikut diazab karena dosa manusia. Lalu ia membacakan firman-Nya: Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata. (An-Nahl: 61)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-A'masy, dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah yang mengatakan bahwa Abdullah (Ibnu Mas'ud) pernah mengatakan, "Hampir saja landak binasa di dalam liangnya disebabkan dosa manusia."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hakim Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir Al-Hanafi, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah yang mengatakan bahwa sahabat Abu Hurairah pernah mendengar seorang lelaki berkata, "Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak membahayakan kecuali terhadap dirinya sendiri." Maka Abu Hurairah berpaling ke arah lelaki itu dan berkata, "Tidak demikian, demi Allah, melainkan sesungguhnya ayam kalkun benar-benar mati di dalam sarangnya karena perbuatan aniaya orang yang zalim."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، أَنْبَأَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مُسَرِّحٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ مسْلَمة بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي مَشْجَعة بْنِ رِبْعي، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرْنَا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ شَيْئًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهُ، وَإِنَّمَا زِيَادَةُ الْعُمُرِ بِالذُّرِّيَّةِ الصَّالِحَةِ، يَرْزُقُهَا اللَّهُ الْعَبْدَ فَيَدْعُونَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ، فَيَلْحَقُهُ دُعَاؤُهُمْ فِي قَبْرِهِ، فَذَلِكَ زِيَادَةُ الْعُمُرِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Syurahbil, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata, dari Salamah ibnu Abdullah, dari pamannya (Abu Misyja'ah ibnu Rib'i), dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa kami berbincang-bincang di hadapan Rasulullah Saw., lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memberikan masa tangguh kepada sesuatu pun bila telah tiba ajalnya, dan sesungguhnya bertambah­nya usia itu hanyalah karena anak cucu yang saleh yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba, lalu mereka mendoakannya sesudah ia tiada, maka doa mereka sampai ke kuburnya. Yang demikian itulah penambahan umur.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ}
Dan mereka menguntukkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62)
Yakni anak-anak perempuan dan sekutu-sekutu yang pada hakikatnya mereka pun adalah hamba-hamba Allah juga, padahal orang-orang musyrik itu tidak suka bilaseseorang di antara mereka mempunyai sekutu dalam harta miliknya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَصِفُ أَلْسِنَتُهُمُ الْكَذِبَ أَنَّ لَهُمُ الْحُسْنَى}
dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguh­nya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62)
Hal itu sebagai pengingkaran terhadap pengakuan mereka yang mengata­kan bahwa mereka beroleh kebaikan di dunia; dan jika ada hari kemudian, maka mereka beroleh kebaikan pula. Ayat ini sekaligus sebagai pemberita­an tentang apa yang diucapkan oleh sebagian di antara mereka (yang kafir), seperti yang disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَئِنْ أَذَقْنَا الإنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نزعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ}
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana-bencana itu dariku.” sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. (Hud: 9-­10)
{وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Dan jika Kami merasakan kepadanya suatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya.” Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. (Fushshilat: 50)
أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا
Maka apakah kamu telahjnelihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77)
Demikian pula dalam firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan salah seorang lelaki dari dua orang lelaki, yaitu:
{وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا}
Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu"(Al-Kahfi: 35-36)
Mereka menggabungkan antara perbuatan yang buruk dan harapan yang kosong yang mengatakan bahwa mereka akan beroleh balasan kebaikan dari kekafirannya; hal ini jelas mustahil.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Ishaq telah menceritakan bahwa ketika mereka membongkar Ka'bah untuk memperbaharui bangunannya, mereka menjumpai sebuah batu pada batu fondasinya. Pada batu itu tertulis kata-kata bijak dan nasihat-nasihat, yang antara lain mengatakan, "Apakah kalian mengerjakan keburukan, lalu dibalas dengan kebaikan? Ya, perumpamaannya sama dengan memetik buah anggur dari pohon yang berduri."
Mujahid dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lidahmereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguh­nya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Yakni para pelayan.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Yaitu kelak di hari kiamat, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, dan inilah pendapat yang benar.
Untuk itulah Allah Swt. membantah mereka sehubungan dengan angan-angan mereka itu melalui firman-Nya:
{لَا جَرَمَ}
Tiadalah diragukan. (An-Nahl: 62)
Maksudnya, memang benar dan pasti.
{أَنَّ لَهُمُ النَّارَ}
bahwa nerakalah bagi mereka. (An-Nahl: 62)
Yakni di hari kiamat kelak.
{وَأَنَّهُمْ مُفْرَطُونَ}
dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke dalamnya). (An-Nahl: 62)
Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, serta yang lainnya mengatakan bahwa makna lafaz mufarratun ialah terlupakan dan tersia-sia di dalam neraka. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51)
Dari Qatadah, disebutkan pula sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mufarratun" yakni mereka disegerakan masuk ke neraka, berasal dari al-fart yang artinya paling dahulu sampai.
Di antara pendapat-pendapat yang disebutkan di atas tidak ada pertentangan, karena pada hakikatnya mereka disegerakan masuk ke neraka pada hari kiamat nanti, lalu mereka terlupakan di dalam neraka, yakni tinggal di dalam neraka selama-lamanya (kekal).

An-Nahl, ayat 63-65

{تَاللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63) وَمَا أَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (64) وَاللَّهُ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (65) }
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. Dan Kami tiadalah menurunkan kepadamu Al­ Kitab (Al-Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan­nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat terdahulu, tetapi mereka didustakan oleh kaumnya masing-masing. Maka bagimu, hai Muhammad, terdapat suri teladan dari kalangan saudara-saudaramu para rasul yang terdahulu. Untuk itu, janganlah kamu kendur semangat dalam menghadapi pendustaan kaummu terhadap dirimu. Adapun orang-orang musyrik yang mendustakan rasul-rasul itu, sesungguhnya mereka berbuat demikian hanyalah karena dorongan setan yang menghiasi apa yang mereka lakukan, sehingga mereka memandangnya baik.
{فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ}
maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu. (An-Nahl: 63)
Artinya, mereka dan setan yang menjadi pemimpin mereka berada dalam siksaan dan pembalasan Allah. Setan tidak dapat menyelamatkan mereka, tiada yang dapat menolong mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya bahwa sesung­guhnya Dia menurunkan Al-Qur'an kepadanya tiada lain agar dia men­jelaskan kepada manusia apa yang mereka perselisihkan itu. Al-Qur'an  adalah pemisah di antara manusia dalam setiap hal yang mereka persengketakan.
{وَهُدًى}
dan menjadi petunjuk. (An-Nahl: 64)
bagi hati manusia.
{وَرَحْمَةً}
dan (menjadi) rahmat. (An-Nahl: 64)
bagi semua orang yang berpegang teguh kepadanya.
{لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
bagi kaum yang beriman. (An-Nahl: 64)
Sebagaimana Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai kehidupan buat hati yang mati karena tadinya ingkar kepada Al-Qur'an, demikian pula Allah menghidupkan bumi yang telah mati dengan air hujan yang diturunkan­Nya dari langit.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). (An-Nahl: 65)
Yakni memahami Kalamullah dan maknanya.

An-Nahl, ayat 66-67

{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ (66) وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (67) }
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kalian. Kami memberi kalian minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang hendak meminumnya. Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memikirkan.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ لَكُمْ}
Dan sesungguhnya bagi kalian. (An-Nahl: 66)
hai manusia.
{فِي الأنْعَامِ}
pada binatang ternak. (An-Nahl: 66)
seperti unta, sapi, dan kambing.
{لَعِبْرَةً}
benar-benar terdapat pelajaran. (An-Nahl: 66)
Yaitu tanda dan bukti yang menunjukkan kebijaksanaan Penciptanya, kekuasaan-Nya, rahmat, dan kelembutan-Nya.
{نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ}
Kami memberi kalian minum dari apa yang berada dalam perutnya. (An-Nahl: 66)
Damir yang terdapat pada lafaz butunihi dalam bentuk tunggal, tetapi merujuknya kepada makna al-an'am (hewan-hewan ternak); atau damir kembali kepada hewan (makhluk hidup), karena sesungguhnya binatang ternak termasuk hewan yang bernyawa. Maksud ayat di atas, Kami memberi kalian minum dari apa yang terdapat di dalam perut binatang ini. Tetapi di dalam ayat yang lain disebutkan dengan bentuk jamak (damir muannas), yaitu:
{مِمَّا فِي بُطُونِهَا}
dari air susu yang ada dalam perutnya. ( Al-Mu’minun: 21)
Yang ini dan yang itu boleh, keduanya sama-sama boleh, seperti hal yang terdapat di dalam firman-Nya:
{كَلا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ}
Sekali-kalijangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya. (Al Mudatstsir: 54-55)
Demikian pula dalam contoh yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ}
Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman. (An-Naml: 35-36)
Yakni dengan membawa hadiah yang berupa harta benda (Al-Mal) itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا}
antara tahi dan darah berupa susu yang bersih. (An-Nahl: 66)
Yaitu warna putihnya, rasa susunya, dan kemanisannya terpisah dari darah di antara tahi dan darah melalui suatu proses dalam perut hewan; maka masing-masing dari ketiganya berjalan ke tempat salurannya masing-masing bila makanan yang ada di dalam perut hewan telah diproses. Darah mengalir ke arah urat-urat, air susu mengalir ke arah tetek, sedangkan air kencing mengalir ke arah kemaluan, dan tahi disalurkan ke tempat pembuangan (anus)nya. Dengan kata lain, masing-masing dari ketiganya tidak bercampur dengan yang lain setelah terpisah (teruraikan), tidak pula berubah.
Firman Allah Swt.:
{لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ}
berupa susu yang bersih yang mudah ditelan bagi orang-orang yang hendak meminumnya. (An-Nahl: 66)
Artinya, tiada seorang pun yang merasa sulit meminumnya. Setelah Allah menyebutkan perihal air susu, yang antara lain Dia menyebutkan bahwa air susu itu dijadikan-Nya sebagai minuman yang mudah ditelan oleh orang-orang yang meminumnya; kemudian Allah menyebutkan tentang jenis minuman lain yang dibuat oleh manusia yang dihasilkan dari buah kurma dan buah anggur, serta minuman perasan yang memabukkan yang dahulu sering mereka buat sebelum diharamkan. Karena itulah, maka dalam ayat ini Allah menyebutkan karunia yang telah diberikan-Nya kepada mereka melalui firman-Nya:
{وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا}
Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat minuman yang memabukkan. (An-Nahl: 67)
Hal ini menunjukkan bahwa khamr dihalalkan menurut syara' sebelum ada pengharamannya, sekaligus menunjukkan makna persamaan antara yang memabukkan yang terbuat dari perasan buah kurma dan yang terbuat dari perasan buah anggur. Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad serta jumhur ulama. Hukum yang sama diberlakukan pula terhadap semua jenis minuman ini yang terbuat dari gandum, jewawut, jagung, dan madu; seperti yang telah disebutkan secara rinci oleh sunnah, dan di sini tidak akan diuraikan pembahasannya secara rinci.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. (An-Nahl: 67) . Minuman yang memabukkan ialah minuman haram yang terbuat dari keduanya (kurma dan anggur), sedangkan yang dimaksud dengan rezeki yang baik ialah hal-hal yang dihalalkan dari hasil keduanya.
Menurut riwayat yang lain, yang memabukkan adalah yang diharamkan, sedangkan rezeki yang baik ialah yang dihalalkan. Dengan kata lain, hasil yang kering dari kedua jenis buah ini (kurma dan anggur) dan jenis minuman lain yang terbuat dari keduanya yang tidak memabukkan, seperti minuman perasan anggur dan kurma sebelum berubah menjadi keras; begitu pula cuka yang dihasilkan dari keduanya, seperti yang telah disebutkan oleh sunnah.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (An-Nahl: 67)
Penyebutan akal dalam ayat ini sangat tepat, karena akal merupakan bagian yang termulia dari manusia. Untuk itulah maka Allah mengharam­kan kepada umat ini semua jenis minuman yang memabukkan demi menjaga akal mereka.
Sehubungan dengan buah kurma dan buah anggur ini, Allah Swt. menyebutkannya pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الأزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الأرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ}
Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yasin: 34-36)

An-Nahl, ayat 68-69

{وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68) ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (69) }
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia, "kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
Yang dimaksud dengan 'wahyu' dalam ayat ini ialah ilham, petunjuk, dan bimbingan dari Allah kepada lebah agar lebah membuat sarangnya di bukit-bukit, juga di pohon-pohon serta di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian berkat adanya ilham dari Allah ini lebah membangun rumah (sarang)nya dengan sangat rapi struktur dan susunannya, sehingga tidak ada cela padanya.
Kemudian Allah Swt. menganugerahkan insting kepada lebah untuk makan dari sari buah-buahan dan menempuh jalan-jalan yang telah dimudahkan oleh Allah baginya; sehingga lebah dapat menempuh jalan udara yang luas, padang sahara yang membentang luas, lembah-lembah, dan gunung-gunung yang tinggi menurut apa yang disukainya. Lalu masing-masing lebah dapat kembali ke sarangnya tanpa menyimpang ke arah kanan atau ke arah kiri, melainkan langsung menuju sarangnya, tempat ia meletakkan telur-telurnya dan madu yang dibuatnya. Lebah membangun lilin untuk sarangnya dengan kedua sayapnya, dan dari mulutnya ia memuntahkan madu; sedangkan lebah betina mengeluarkan telur dari duburnya, kemudian menetas dan terbang ke tempat kehidupannya.
Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). (An-Nahl: 69) Yakni dengan penuh ketaatan.
Qatadah dan Abdur Rahman menjadikan lafaz zululan sebagai hal (keterangan keadaan) dari lafaz fasluki, yakni 'dan tempuhlah jalan Tuhanmu dengan penuh ketaatan'.
Makna ayat menurut Ibnu Zaid mirip dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}
Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. (Yasin: 72)
Ibnu Zaid mengatakan, tidakkah kamu lihat bahwa orang-orang memin­dahkan lebah-lebah itu berikut sarangnya dari suatu negeri ke negeri yang-lain, sedangkan lebah-lebah itu selalu mengikuti mereka.
Akan tetapi, pendapat yang pertama adalah pendapat yang paling kuat, yaitu yang mengatakan bahwa lafaz zululan menjadi hal dari lafaz subul (jalan). Dengan kata lain, tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Demikianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Mujahid. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kedua pendapat tersebut benar.
Sehubungan dengan hal ini Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan:
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخ، حَدَّثَنَا سُكَيْن بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عُمْرُ الذُّبَابِ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، وَالذُّبَابُ كُلُّهُ فِي النَّارِ إِلَّا النَّحْلَ"
telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Farukh, telah menceritakan kepada kami Makin ibnu Abdul Aziz, dari ayahnya, dari sahabat Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia serangga empat puluh hari, dan semua jenis serangga dimasukkan ke dalam neraka kecuali lebah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ}
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-Nahl: 69)
Maksudnya, dengan berbagai macam warnanya, ada yang putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan tempat peternakan dan makanannya.
Firman Allah Swt.
{فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ}
di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-NahJ: 69)
Di dalam madu terdapat obat penawar yang mujarab bagi manusia untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang dialami mereka.
Salah seorang ulama yang membicarakan tentang pengobatan cara Nabi mengatakan bahwa seandainya ayat ini menyebutkan Asy-syifa-u lin nas, tentulah madu dapat dijadikan sebagai obat untuk segala macam penyakit. Akan tetapi, disebutkan syifa-un lin rias, yakni obat penyembuh bagi manusia dari penyakit-penyakit yang disebabkan kedinginan; karena sesungguhnya madu itu panas, dan sesuatu itu diobati dengan lawannya.
Mujahid dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-Nahl: 69) Bahwa damir yang ada pada fihi kembali kepada Al-Qur'an.
Pendapat ini jika terpisah dari konteks dapat dibenarkan; tetapi bila dikaitkan dengan kontek kalimat, jelas bukan makna yang dimaksud, mengingat konteknya menyebutkan tentang masalah madu (bukan Al-Qur'an).
Pendapat Mujahid dalam ayat ini tidak dapat diikuti, dan sesungguhnya apa yang dimaksudkan oleh Mujahid hanyalah disebutkan oleh para ulama sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus: 57)
Dalil yang menunjukkan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-Nahl: 69) adalah madu yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui riwayat Qatadah:
عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ عَلِيِّ بْنِ دَاوُدَ النَّاجِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ أَخِي استَطْلَق بطنُه. فَقَالَ: "اسْقِهِ عَسَلًا". فَسَقَاهُ عَسَلًا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سَقَيْتُهُ عَسَلًا فَمَا زَادَهُ إِلَّا اسْتِطْلَاقًا! قَالَ: "اذْهَبْ فَاسْقِهِ عَسَلًا". فَذَهَبَ فَسَقَاهُ، ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا زَادَهُ إِلَّا اسْتِطْلَاقًا! فقال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَ اللَّهُ، وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ! اذْهَبْ فَاسْقِهِ عَسَلًا". فَذَهَبَ فَسَقَاهُ فَبَرِئَ
dari Abul Mutawakkil Ali ibnu Daud An-Naji, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Sesungguhnya saudara laki-lakiku terkena penyakit buang air." Maka Nabi Saw. bersabda, "Berilah minum madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada saudaranya. Kemudian ia kembali dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah memberinya minum madu, tetapi tiada membawa kebaikan melainkan bertambah parah buang airnya." Rasulullah Saw. bersabda, "Pergilah dan berilah dia minum madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada saudaranya yang sakit itu. Tetapi dia kembali lagi dan berkata, "Wahai Rasulullah, tiada kemajuan, melainkan makin parah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Mahabenar Allah dan dustalah perut saudaramu itu. Pulanglah dan berilah dia minum madu lagi!" Maka lelaki itu pergi dan memberi minum madu saudaranya, maka sembuhlah saudaranya itu.
Salah seorang ahli ketabiban memberikan analisisnya tentang hadis ini, bahwa lelaki yang dimaksud (si penderita) menderita sakit buang air. Setelah diberi minum madu, sedangkan madu itu panas, maka penyakitnya menjadi teruraikan, sehingga cepat keluar dan mencretnya makin bertambah. Akan tetapi, orang Badui itu mempunyai pengertian lain, bahwa madu membahayakan kesehatan saudaranya, padahal kenyataannya bermanfaat bagi saudaranya.
Kemudian ia memberi saudaranya minum madu sekali lagi, tetapi mencret saudaranya itu kian bertambah, lalu diberinya minum madu sekali lagi. Dan setelah semua endapan yang merusak kesehatan dalam perutnya keluar, barulah perutnya sehat, ia tidak mulas lagi, dan semua penyakit hilang berkat petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah Saw. dari Tuhannya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْجِبُهُ الْحَلْوَاءُ وَالْعَسَلُ
Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. suka makanan yang manis dan madu.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan pula sebuah hadis melalui Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: فِي شَرْطةِ مِحْجَم، أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ، أَوْ كيَّةٍ بِنَارٍ، وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ"
Penyembuhan itu dengan tiga macam cara, yaitu melalui sayatan bekam, atau minuman madu, atau setrika dengan api; tetapi Aku larang umatku berobat memakai cara setrika.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الغَسِيل، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ، سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ، أَوْ يكونُ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ خَيْرٌ: فَفِي شَرْطَةِ مِحْجَم، أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ، أَوْ لَذْعَةٍ بِنَارٍ تُوَافِقُ الدَّاءَ، وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِيَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Gasil, dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah; ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Jikalau pada sesuatu dari cara pengobatan kalian mengandung kebaikan, atau bila nanti ada kebaikan dalam salah satu cara pengobatan kalian, maka adanya pada sayatan bekam, atau minuman madu, atau sengatan api yang disesuaikan dengan jenis penyakit; tetapi saya tidak suka dengan cara setrika.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Jabir, dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَنْبَأَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي الْخَيْرِ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الجُهَني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "ثَلَاثٌ إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ شِفَاءٌ: فشَرْطة مِحْجَم، أَوْ شَرْبَةُ عَسَلٍ، أَوْ كيَّة تُصِيبُ أَلَمًا، وَأَنَا أَكْرَهُ الْكَيَّ وَلَا أُحِبُّهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid, dari Abul Khair, dari Uqbah ibnu Amir Al-Juhani yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga cara: Jika pada salah satunya terdapat kesembuhan, yaitu sayatan bekam, atau minuman madu, atau setrikaan pada anggota yang terkena sakit; tetapi aku benci dan tidak suka pengobatan cara setrika.
Imam Tabrani meriwayatkan hadis ini dari Harun ibnu Salul Al-Masri, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri, dari Abdullah ibnul Walid dengan sanad yang sama. Lafaznya berbunyi seperti berikut:
"إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ شِفَاءٌ: فَشَرْطَةُ مِحْجَمٍ"
Jikalau ada kesembuhan pada cara pengobatan, maka adanya pada sayatan bekam.
Hadis ini disebutkan hingga selesai. Sanad hadis berpredikat sahih, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ  بْنِ مَاجَهْ الْقَزْوِينِيُّ فِي سُنَنِهِ: حَدَّثَنَا علي بن سلمة -هُوَ اللَّبَقِيُّ-حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ بِالشِّفَاءَيْنِ: الْعَسَلُ وَالْقُرْآنُ"
Imam Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah Al-Qazwaini mengatakan di dalam kitab sunnahnya bahwa telah menceri­takan kepada kami Ali ibnu Salamah At-Tagallubi, telahmenceritakan kepada kami Zaid ibnu Hubab, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Gunakanlah oleh kalian dua penawar, yaitu madu dan Al-Qur’an.
Sanad hadis ini berpredikat jayyid, Ibnu Majah mengetengahkannya secara munfarid dengan predikat marfu’. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Waki', dari ayahnya, dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama secara mauquf dan riwayat inilah yang lebih mendekati kebenaran.
Telah diriwayatkan pula kepada kami melalui Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan, "Apabila seseorang di antara kalian menghendaki kesembuhan, hendaklah menulis sebuah ayat dari Kitabullah (Al-Qur'an) pada selembar kertas, lalu cucilah kertas itu dengan air dari langit (air hujan). Kemudian hendaklah ia meminta uang satu dirham dari istrinya secara suka rela, lalu uang itu dibelikan madu, dan madu itu diminum, karena madu itu mengandung kesembuhan pula," yakni penyembuh dari berbagai macam penyakit.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
{وَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا}
Dan Kami turunkan air dari langit yang banyak manfaatnya. (Qaf: 9)
{فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا}
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-Nisa: 4)
Dan firman Allah Swt. dalam masalah madu, yaitu:
{فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ}
di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (An-Nahl: 69)
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خِدَاش، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَكَرِيَّا الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ سَعِيدٍ الْهَاشِمِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ لَعِق الْعَسَلَ ثَلَاثَ غَدَوَاتٍ فِي كُلِّ شَهْرٍ لَمْ يُصِبْهُ عَظِيمٌ مِنَ الْبَلَاءِ"
Ibnu Majah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zakaria Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Sa'id Al-Hasyimi, dari Abdul Hamid ibnu Salim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meneguk madu tiga kali setiap bulannya, maka tidak akan terkena penyakit yang parah.
Az-Zubair ibnu Sa'id tidak dapat diterima hadisnya (matruk).
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ بْنِ سَرْح الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ بَكْرٍ السَّكْسَكي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي عبَلة. سمعت أبا أبي ابن أُمِّ حَرَام -وَكَانَ قَدْ صَلَّى الْقِبْلَتَيْنِ-يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بالسَّنَى والسَّنُّوت، فَإِنَّ فِيهِمَا شِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلَّا السَّامَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا السَّامُ؟ قَالَ: "الْمَوْتُ".
Ibnu Majah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Yusuf ibnu Sarh Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Bakr As-Saksaki, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Ablah; ia pernah mendengar Abu Ubay ibnu Ummu Haram yang pernah salat menghadap ke arah dua kiblat, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Berobatlah kalian dengan biji as-sana dan biji as-sanut, karena sesungguhnya pada keduanya terdapat penyembuh dari berbagai macam penyakit, kecuali Sam. Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan sam?" Rasulullah Saw. menjawab bahwa sam adalah maut.
Amr berkata bahwa Abu Ablah mengatakan, "As-sanut adalah biji pohon syabat." Menurut ulama lain, sanut adalah madu yang disimpan di dalam wadah minyak samin, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair mereka, yaitu: "Mereka menyukai samin dan madu yang tidak mereka campurkan, dan mereka selalu melindungi tetangganya, tidak pernah berbuat aniaya kepadanya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (An-Nahl: 67)
Yakni sesungguhnya ilham dari Allah kepada serangga yang lemah ini —yang memerintahkan kepadanya agar menempuh jalan yang telah ditetapkan untuknya seraya memikul tugas mengisap sari buah-buahan, lalu mengumpulkannya dan memprosesnya secara alami menjadi lilin dan madu— benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan keagungan Penciptanya yang telah-mengaturnya, menundukkannya, dan yang memperjalankannya; pada akhirnya mereka mengambil kesimpulan dari fenomena ini bahwa Allah adalah Yang Menciptakan itu, Dia Mahakuasa, Mahabijaksana, Maha Mengetahui, Mahamulia, dan Maha Pengasih.

An-Nahl, ayat 70

{وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (70) }
Allah menciptakan kalian, kemudian mewafatkan kalian; dan di antara kalian ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Allah Swt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya, bahwa Dialah yang menciptakan mereka dari tiada, kemudian setelah itu Dia mematikan mereka. Di antara mereka ada sebagian orang yang dibiarkan-Nya berusia lanjut hingga memasuki usia pikun, yakni menjadi lemah kembali tubuhnya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat. (Ar-Rum: 54), hingga akhir ayat.
Telah diriwayatkan dari Ali r.a. bahwa usia yang paling lemah atau usia pikun ialah tujuh puluh lima tahun. Dalam usia ini seseorang akan memudar kekuatannya dan menjadi lemah, tubuhnya rapuh, hafalannya buruk (pelupa), dan pengetahuannya berkurang. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا}
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. (An-Nahl: 70)
Artinya, pada mulanya seseorang menjadi orang yang berpengetahuan, kemudian dalam usia pikun jadilah dia orang yang pelupa dan linglung.
Karena itulah Imam Bukhari di dalam kitab tafsirnya yang membahas ayat ini mengatakan:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مُوسَى أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَعْوَرُ، عَنْ شُعَيب، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كان يَدْعُو: "أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ وَأَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ، وَفِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ".
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Musa Abu Abdullah Al-A'war, dari Syu'aib, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah berucap dalam doanya: Aku berlindung kepada Engkau dari kekikiran, malas, pikun, umur yang paling lemah, siksa kubur, fitnah Dajjal serta fitnah kehidupan dan kematian.
Zuhair ibnu Abu Salma dalam syair Mu'allaqat-nya yang terkenal mengatakan:
سَئمتُ تَكَاليفَ الحيَاة ومَنْ يعشْ ... ثمانينَ عاما -لا أبَالك-يَسْأم ...
رَأيتُ المَنَايا خَبط عَشْواء مَنْ تصِبْ ... تمتْه ومَنْ تُخْطئ يُعَمَّرْ فَيهْرَمِ
Saya sudah bosan dengan beban-beban kehidupan, barang siapa yang diberi umur delapan puluh tahun, saya katakan kepadamu tanpa peduli, bahwa dia pasti bosan.
Kulihat maut tidak pandang bulu, siapa pun yang dikenainya pasti mati, dan siapa yang luput darinya berusia panjang, lalu pikun.

An-Nahl, ayat 71

{وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (71) }
Dan Allah melebihkan sebagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budahbudakyang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?
Allah Swt. menjelaskan perihal kebodohan dan kekafiran orang-orang musyrik dalam keyakinan mereka yang menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal dalam hati kecilnya mereka mengakui bahwa sekutu-sekutu itu pun adalah hamba-hamba Allah juga. Seperti yang biasa mereka katakan dalam talbiyah mereka saat berhaji, yaitu: "Labbaika (kupenuhi seruan-Mu), tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik­Mu; Engkau memilikinya, sedangkan ia tidak mempunyai milik."
Maka Allah Swt. membantah mereka, "Kalian tidak rela bila budak-budak kalian memiliki hak sama rata dengan kalian dalam harta yang Kami rezekikan kepada kalian. Maka mana mungkin Allah rida bila hamba-hamba-Nya dipersamakan dengan-Nya dalam memperoleh penyembahan dan pengagungan?" Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ}
Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri kalian sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kanan kalian, sekutu bagi kalian dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian; maka kalian sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian takut kepada diri kalian sendiri? (Ar-Rum: 28), hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tiadalah mereka akan menjadikan hamba sahaya mereka sebagai sekutu mereka dalam memiliki harta benda dan kaum wanita mereka. Maka mengapa mereka mempersekutukan Aku dengan hamba-hamba-Ku dalam kekuasaan-Ku? Yang demikian itu adalah makna firman-Nya:
{أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ}
Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl: 71)
Dalam riwayat lain Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa mengapa kalian rela menisbatkan kepada-Ku hal yang tidak kalian sukai buat diri kalian sendiri?
Menurut Mujahid ayat ini merupakan perumpamaan tentang keadaan tuhan-tuhan yang palsu.
Qatadah mengatakan, ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah yang artinya 'adakah seseorang di antara kalian yang mau menjadikan orang lain sebagai sekutunya dalam memiliki harta, istri, dan pelaminannya; sehingga kamu dapat mem­bandingkannya dengan apa yang kalian dakwakan terhadap Allah, yaitu mempersekutukan-Nya dengan makhluk-Nya yang merupakan hamba-hamba-Nya? Apabila kalian tidak rela dengan hal tersebut untuk diri kalian, maka terlebih lagi untuk Allah, Dia harus lebih disucikan dari hal tersebut dibandingkan dengan kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ}
Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl: 71)
Yakni mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah. Maka ternyata mereka mengingkari nikmat-nikmat-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain.
Dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari yang bunyinya seperti berikut: "Puaslah dengan rezeki yang diberikan kepadamu, karena sesungguhnya Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengutamakan sebagian di antara hamba-hamba-Nya atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, sebagai cobaan untuk menguji masing-masing (dari mereka). Maka Allah menguji orang yang telah Dia luaskan rezekinya, bagaimanakah ia bersyukur kepada Allah dan apakah dia menunaikan hak yang diwajibkan atas rezeki dan harta yang telah diberikan kepadanya" (Diriwayatkan oleh ibnu Abu Hatim).

An-Nahl, ayat 72

{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ (72) }
Allah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan meng­ingkari nikmat Allah?”
Allah Swt. menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya, bahwa di antaranya ialah Dia menjadikan bagi mereka istri-istri dari jenis dan rupa mereka sendiri. Seandainya Allah menjadikan bagi mereka istri-istri dari jenis lain, tentulah tidak akan ada kerukunan, cinta, dan kasih sayang. Tetapi berkat rahmat Allah, Dia menciptakan Bani Adam jenis laki-laki dan perempuan, dan Dia menjadikan perempuan sebagai istri dari laki-laki.
Selanjutnya Allah menyebutkan bahwa dari hasil perkawinan itu Dia menjadikan anak-anak dan cucu-cucu bagi mereka.
Hafadah artinya anak-anak dari anak laki-laki, menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud ialah anak-anak dan cucu-cucu.
Sunaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Abu Bakar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-banin ialah anak-anakmu yang membantumu dan memberikan pelayanan­nya kepadamu, seperti yang dikatakan oleh salah seorang penyair dalam bait syairnya, yaitu:
حفَد الْوَلَائِدُ حَوْلهُن وأسلمت ... بِأكُفِّهن أزِمَّةَ الأجْمَال
"Anak-anak itu memberikan pelayanan di sekitar mereka dan aku serahkan tali kendali unta kepada anak-anak itu melalui telapak tangan mereka."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Baruna wahafadah" bahwa makna yang dimaksud ialah anak seseorang dan pelayannya.
Dalam riwayat lain disebutkan pula bahwa hafadah ialah penolong, para pembantu, dan para pelayan. Tawus dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa hafadah artinya para pelayan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Abu Malik, dan Al-Hasan Al-Basri.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah; ia mengatakan bahwa hafadah ialah orang-orang yang melayanimu dari kalangan anak-anak dan cucu-cucumu.
Ad-Dahhak mengatakan, sesungguhnya orang-orang Arab itu hanyalah dilayani oleh anak-anaknya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: dan menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu. (An-Nahl: 72) Bahwa yang dimaksud dengan hafadah ialah anak-anak tiri.
Dan dikatakan hafadah bagi seseorang yang bekerja pada orang lain, misalnya, "Fulanunyahfadu larid (si Fulan bekerja untuk kami)."
Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa hafadah ialah besan seseorang.
Pendapat terakhir yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ini bersumber dari Ibnu Mas'ud, Masruq, Abud Duha, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, dan Al-Qurazi. Ikrimah telah meriwayatkannya dari Ibnu Abbas.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hafadah adalah menantu.
Ibnu Jarir mengatakan, semua pendapat tersebut termasuk ke dalam pengertian hafadah, yaitu pelayan yang termasuk ke dalam pengertian ini hal yang disebutkan di dalam doa qunut, yaitu:
"وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ"
"Dan hanya karena Engkaulah usaha dan pelayanan kami."
Mengingat pelayanan ini adakalanya berasal dari anak-anak, para pelayan, dan saudara ipar, maka nikmat pelayanan itu telah terujudkan dengan adanya kesemuanya itu. Untuk itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً}
dan menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian, anak-anak, dan cucu-cucu. (An-Nahl: 72)
Menurut kami, siapa yang menjadikan lafaz hafadah ber-ta'alluq kepada lafaz azwajikum, maka sudah seharusnya dikatakan bahwa makna yang dimaksud adalah cucu-cucu atau menantu, sebab menantu adalah suami anak perempuan, dan termasuk ke dalam pengertian ini anak-anak istri (anak tiri). Demikianlah yang dikatakan oleh Asy-Sya'bi dan Ad-Dahhak. Karena sesungguhnya mereka itu kebanyakan berada di bawah jaminan seorang lelaki dan berada di bawah asuhannya serta menjadi pelayannya. Dan adakalanya pengertian inilah yang dimaksudkan dari sabda Nabi Saw. dalam hadis Nadrah ibnu Aktam yang bunyinya:
"وَالْوَلَدُ عَبْدٌ لَكَ"
Anak adalah budakmu. (Riwayat Abu Daud)
Adapun menurut pendapat orang yang mengatakan bahwa hafadah adalah para pelayan, hal ini berarti lafaz hafadah ber-ta'alluq kepada firman-Nya:
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا}
Allah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri. (An-Nahl: 72)
Maksudnya, Dia telah menjadikan bagi kalian istri-istri dan anak-anak sebagai pelayan-pelayan kalian.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ}
dan memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. (An-Nahl: 72)
Yakni makanan-makanan dan minuman-minuman.
Kemudian Allah Swt. berfirman mengingkari sikap orang-orang yang mempersekutukan diri-Nya dalam penyembahan dengan selain-Nya, padahal Dialah yang memberikan nikmat-nikmat itu kepada mereka:
{أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ}
Maka mengapa mereka beriman kepada yang batil. (An-Nahl: 72)
Yang dimaksnd dengan 'yang batil' dalam ayat ini ialah sekutu-sekutu dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah.
{وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ}
dan mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl: 72)
Yaitu menyembunyikan nikmat-nikmat Allah, lalu mereka nisbatkan kepada selain-Nya. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
"أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ممتنا عليه" ألم أزوجك؟ ألم أُكْرِمْكَ؟ أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ ترأس وتَرْبع؟ "
Sesungguhnya Allah berfirman kepada seorang hamba pada hari kiamat mengingatkan akan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, "Bukankah Aku telah mengawinkanmu? Bukankah Aku telah memuliakannmu? Bukankah Aku tundukkan bagimu kuda dan unta, serta membiarkanmu memimpin dan berkuasa?”

An-Nahl, ayat 73-74

{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ شَيْئًا وَلا يَسْتَطِيعُونَ (73) فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (74) }
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezeki kepada mereka sedikit pun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah bersama-Nya, padahal Allah-lah yang memberi­kan nikmat. Pemberi karunia. Yang Menciptakan. Yang memberi rezeki, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Tetapi selain dari itu mereka menyembah selain Allah, yaitu berhala-berhala, sekutu-sekutu, dan tandingan-tandingan yang tidak memiliki rezeki barang sedikit pun bagi mereka dari langit dan bumi. Dengan kata lain, sekutu-sekutu itu tidak dapat menurunkan hujan dan tidak dapat menumbuhkan tanam-tanaman dan pohon-pohonan. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah memiliki hal tersebut bagi diri mereka. Dengan kata lain, tiadalah bagi mereka hal tersebut dan mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun mereka memiliki kehendak. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ}
Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. (An-Nahl: 74)
Dengan kata lain, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu, tandingan-tandingan, dan penyerupaan-penyerupaan bagi-Nya.
{إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (An-Nahl: 74)
Yakni sesungguhnya Allah mengetahui dan menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia sendiri, sedangkan kalian —karena kebodohan kalian sendiri— mempersekutukan-Nya dengan yang lain.

An-Nahl, ayat 75

{ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا عَبْدًا مَمْلُوكًا لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُونَ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (75) }
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini adalah suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah, menggambarkan perihal orang kafir dan orang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah, dan dipilih oleh Ibnu Jarir; bahwa hamba sahaya yang tidak mampu berbuat sesuatu adalah perumpamaan orang kafir, sedangkan orang yang diberi rezeki yang baik, lalu menafkahkan sebagian darinya —baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan— adalah perumpamaan orang mukmin.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat untuk menggambarkan berhala dan Tuhan Yang Hak, maka apakah yang satu sama dengan yang lainnya? Mengingat perbedaan di antara keduanya sangat mencolok dan jelas, tiada yang buta mengenainya kecuali hanya orang yang bodoh, maka disebutkan oleh firman-Nya:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (An-Nahl: 75)
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا رَجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَى مَوْلاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّهْهُ لَا يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَنْ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (76) }
Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki; yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun, dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?
Mujahid mengatakan, hal ini pun mengandung makna perumpamaan yang menggambarkan tentang berhala dan Tuhan Yang Mahahak. Dengan kata lain, kalau berhala bisu tidak dapat berbicara dan tidak dapat mengung­kapkan kebaikan, tidak dapat melakukan sesuatu pun dan sama sekali tidak mempunyai kemampuan apa pun, maka ia tidak dapat bicara dan tidak dapat berbuat. Selain itu budak tersebut merupakan beban dan tanggungan bagi pemiliknya.
{أَيْنَمَا يُوَجِّهْهُ}
ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya. (An-Nahl: 76)
Artinya, ke mana saja ia diarahkan dan disuruh oleh penanggungnya.
{لَا يَأْتِ بِخَيْرٍ}
Dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. (An-Nahl: 76)
Yakni segala upayanya tidak pernah berhasil.
{هَلْ يَسْتَوِي}
Samakah orang itu. (An-Nahl: 76)
yang memiliki sifat ini,
{وَمَنْ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ}
dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan. (An-Nahl: 76)
yang ucapannya adalah benar dan perbuatannya tepat (lurus).
{وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
dan dia berada di atas jalan yang lurus? (An-Nahl: 76)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan orang yang bisu adalah seorang budak milik Usman. Demikianlah menurut As-Saddi, Qatadah, dan Ata Al-Khurrasani. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini adalah perumpamaan tentang orang kafir dan orang mukmin; sama dengan pendapat yang disebutkan di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnus Sabbah Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu lshaq As-Salihini, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Ibrahim, dari Ikrimah, dari Ya'la ibnu Umayyah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun. (An-Nahl: 75) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan Quraisy dan hamba sahayanya, yakni firman-Nya: seorang hamba sahaya yang dimiliki. (An-Nahl: 75), hingga akhir ayat. Dan sehubungan dengan firman-Nya: Dan Allah membuat (pula) perumpamaan dua orang lelaki yang seorang bisu. (An-Nahl: 76) sampai dengan firman-Nya: Dan dia  berada pula pada jalan yang lurus. (An-Nahl: 76) Bahwa dia adalah Usman ibnu Affan. Sedangkan mengenai orang yang bisu, yang bila disuruh oleh penanggungnya ke mana saja dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun, dia adalah maula (bekas budak) Usman ibnu Affan. Usman-lah yang memberinya nafkah, menjamin penghidupannya, dan mencukupi kebutuhannya; sedangkan orang yang ditanggungnya itu tidak suka kepada Islam, menolaknya dan melarang Usman bersedekah dan berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini.

An-Nahl, ayat 77-79

{وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (77) وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (78) أَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلا اللَّهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (79) }
Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha­kuasa atas segala sesuatu. Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain dari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.
Allah Swt. menyebutkan tentang pengetahuan dan kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang gaib yang ada di langit dan di bumi, dan hanya Allah-lah yang mempunyai pengetahuan tentang perkara gaib. Maka tiada seorang pun yang diberi-Nya ilmu gaib ini kecuali bila Allah menghendakinya untuk memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan Allah Mahasempurna, tiada dapat ditentang dan tiada dapat dicegah. Dan bahwa Allah'itu apabila menghendaki sesuatu, Dia tinggal berfirman kepadanya, "Jadilah kamu!" Maka jadilah ia. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ}
Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50)
Dengan kata lain, apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi dalam sekejap mata. Hal yang sama disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu:
{وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi) Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nahl: 77)
Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan karunia-Nya yang telah Dia limpah­kan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu Dia mengeluarkan mereka dari perut ibu mereka dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Sesudah itu Allah memberinya pendengaran hingga ia dapat mendengar suara, penglihatan hingga ia dapat melihat, dan hati (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan akal itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya.
Kemampuan dan indera ini diperoleh oleh seseorang secara bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang, maka bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya.
Sesungguhnya Allah menjadikan kesemuanya dalam diri manusia agar manusia mampu melaksanakan penyembahan kepada Tuhannya. Maka dengan bantuan semua anggota tubuhnya dan kekuatan yang ada padanya ia dapat menjalankan amal ketaatan kepada Tuhannya, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sebuah hadis dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"يَقُولُ تَعَالَى: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِمِثْلِ أَدَاءِ مَا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ. وَلَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أحبَّه، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأعطيته، وَلَئِنْ دَعَانِي لَأُجِيبَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَ بِي لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ فِي شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي فِي قَبْضِ نَفْسِ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ، وَلَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ"
Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, berarti dia menantang perang dengan-Ku. Dan tiadalah hamba­Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai selain dari mengerjakan apa yang telah Aku fardukan (wajibkan) baginya. Hamba-Ku terus-menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan amalan-amalan sunat hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku selalu bersama pendengaran yang dipakainya untuk mendengar, selalu bersama penglihatan yang dipakainya untuk melihat, selalu ber­sama tangan yang dipakainya untuk berbuat, dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk melangkah. Dan sesungguhnya jika dia meminta kepada-Ku, Aku benar-benar akan memberinya. Dan sesungguhnya jika dia berdoa kepada-Ku, Aku benar-benar akan memperkenankannya. Dan sesungguhnya jika dia meminta perlindungan kepada-Ku. Aku benar-benar akan melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu-ragu terhadap sesuatu yang akan Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku dalam mencabut nyawa hamba­Ku yang mukmin. Dia tidak suka mati dan Aku tidak suka menyakitinya, tetapi maut merupakan suatu keharusan baginya.”
Makna hadis di atas menunjukkan bahwa seorang hamba apabila ikhlas dalam ketaatannya terhadap Allah; maka semua perbuatannya hanyalah karena Allah Swt. Untuk itu tiadalah dia mendengar kecuali karena Allah, tiadalah dia melihat kecuali karena Allah, yakni apa yang diperintahkan oleh Allah untuknya. Dan tiadalah dia berbuat dan tiadalah dia melangkah melainkan dalam ketaatan kepada Allah Swt. seraya meminta pertolongan kepada Allah dalam mengerjakan kesemuanya itu.
Dalam riwayat lain yang berada di dalam kitab selain kitab sahih sesudah kalimat "dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk melangkah" disebutkan hal berikut:
"فَبِي يَسْمَعُ، وَبِي يُبْصِرُ، وَبِي يَبْطِشُ، وَبِي يَمْشِي"
Maka beserta Akulah dia mendengar, beserta Akulah dia melihat, dan beserta Akulah dia melangkah (berjalan).
*******************
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur. (An-Nahl: 78)
Sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الأرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ}
Katakanlah, "Dialah Yang menciptakan kalian dan menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati.” (Tetapi) amat sedikit kalian bersyukur. Katakanlah, "Dialah Yang menjadikan kalian berkembang biak di muka bumi, dan hanya kepada-Nyalah kalian kelak dikumpulkan.” (Al-Mulk: 23-24)
Selanjutnya Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya agar melihat burung yang telah ditundukkan berada di antara langit dan bumi. Bagaimana Allah menjadikannya dapat terbang dengan kedua sayapnya di antara langit dan bumi, mengudara di angkasa. Tiada yang menahannya di udara kecuali Allah Swt. yang dengan kekuasaan-Nya Dia membekali burung-burung itu dengan kekuatan yang dapat membuatnya berbuat demikian, dan Allah menundukkan udara untuk dapat membawanya terbang di udara. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Mahamelihat segala sesuatu. (Al-Mulk: 19)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl: 79)

An-Nahl, ayat 80-83

{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ جُلُودِ الأنْعَامِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ (80) وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ (81) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ الْمُبِينُ (82) يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ (83) }
Dan Allah menjadikan bagi kalian rumah-rumah kalian sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kalian rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kalian merasa ringan (membawa)nya di waktu kalian berjalan dan waktu kalian bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian pakai) sampai waktu (tertentu). Dan Allah menjadikan bagi kalian tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagi kalian tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagi kalian pakaian yang memelihara kalian dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kalian dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian agar kalian berserah diri (kepada-Nya). Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir.
Allah Swt. menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang serba lengkap kepada hamba-hamba-Nya, yaitu Dia menjadikan bagi mereka rumah-rumah tempat mereka menetap dan menutupi dirinya, serta mereka meng­gunakannya untuk berbagai manfaat dan kegunaan lainnya. Dia menjadikan bagi mereka kulit binatang ternak yang dapat digunakan sebagai kemah-kemah yang mereka merasa ringan membawanya dalam perjalanan, lalu mereka memasangnya bila hendak bermukim. Kemah-kemah itu dapat mereka gunakan sebagai tempat tinggal mereka, baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal mereka. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا}
yang kalian merasa ringan (membawa)nya di waktu kalian berjalan dan waktu kalian bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba. (An-Nahl: 80)
Istilah suf untuk bulu domba, aubar untuk bulu unta, dan asy'ar untuk bulu kambing, sedangkan damir yang ada kembali kepada al-an'am (binatang ternak).
{أَثَاثًا}
alat-alat rumah tangga. (An-Nahl: 80)
Yakni kalian membuat darinya alat-alat rumah tangga, yang dimaksud ialah harta. Menurut pendapat lainnya perhiasan, dan menurut pendapat yang lainnya lagi adalah pakaian. Tetapi pendapat yang benar lebih umum daripada semuanya itu, karena sesungguhnya hal tersebut dapat dibuat menjadi permadani, pakaian, dan lain sebagainya, serta dapat dijadikan harta dengan memperjualbelikannya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa asas artinya perhiasan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Atiyyah Al-Aufi, Ata Al-Khurrasani, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِلَى حِينٍ}
sampai waktu (tertentu). (An-Nahl: 80)
Yakni sampai batas waktu yang tertentu.
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا}
Dan Allah menjadikan bagi kalian tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan. (An-Nahl: 81)
Menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah pohon.
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا}
dan Dia jadikan bagi kalian tempat-tempat tinggal di gunung-gunung. (An-Nahl: 81)
Yaitu benteng-benteng dan tempat-tempat peri indungan. Seperti juga yang disebutkan dalam firman selanjutnya:
{جَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ}
dan Dia jadikan bagi kalian pakaian yang memelihara kalian dari panas. (An-Nahl: 81)
Maksudnya, pakaian yang terbuat dari katun, kapas, dan bulu.
{وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ}
dan pakaian (baju besi) yang memelihara kalian dalam peperangan. (An-Nahl: 81)
Pakaian jenis ini adalah seperti baju besi, tameng, dan lain sebagainya yang digunakan untuk melindungi diri dalam peperangan.
{كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ}
Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nahl: 81)
Artinya, demikianlah Dia menjadikan bagi kalian apa yang dapat kalian jadikan sebagai sarana untuk urusan kalian, dan apa yang kalian perlukan agar hal tersebut dapat dijadikan sebagai sarana bagi kalian untuk mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya.
{لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ}
agar kalian berserah diri (kepada-Nya). (An-Nahl: 81)
Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh jumhur ulama. Mereka membacanya dengan huruf lam yang di-kasrah-kan, yang berasal dari kata islam.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nahl: 81) Bahwa surat ini dinamakan surat An-Niam’
Abdullah ibnul Mubarak dan Abbad ibnul Awam telah meriwayatkan dari Hanzalah As-Sadusi, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas membacanya dengan bacaan tuslamuna dengan huruf lam yang di-fathah-kan, yakni agar kalian selamat dari pelukaan. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam telah meriwayatkan asar ini dari Abbad. Ibnu Jarir mengetengahkannya dari dua jalur, dan ia menjawab qiraat ini.
Ata Al-Khurrasani mengatakan, sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan hanya sebatas pengetahuan orang-orang Arab. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tidakkah engkau melihat firman Allah Swt. berikut: Dan Allah menjadikan bagi kalian tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagi kalian tempat-tempat tinggal di gunung-gunung. (An-Nahl: 81) Padahal lembah atau dataran rendah yang diciptakan oleh Allah Swt. jauh lebih luas dan lebih besar daripada pegunungan. Dikatakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) adalah orang-orang pegunungan. Dan tidakkah engkau memperhatikan akan firman-Nya yang mengatakan: dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing/alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian pakai) sampai waktu (tertentu). (An-Nahl: 80) Padahal apa yang dijadikan-Nya selain dari itu jauh lebih banyak dan lebih besar. Dikatakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) adalah para pemakai bulu unta dan bulu kambing. Tidakkah engkau perhatikan firman Allah Swt. yang menyebutkan: dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43) Dikatakan demikian karena mereka merasa takjub dengan adanya butiran-butiran es, padahal salju yang diturunkan oleh Allah Swt. di luar Arab jauh lebih banyak dan lebih besar, tetapi mereka (orang-orang Arab) tidak mengetahuinya. Tidakkah engkau perhatikan firman Allah Swt. yang menyebutkan: pakaian yang memelihara kalian dari panas. (An-Nahl: 81) Padahal pakaian untuk melindungi diri dari kedinginan jauh lebih banyak, tetapi dikatakan demikian karena mereka adalah orang-orang sahara dan tinggal di daerah yang panas.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Jika mereka tetap berpaling. (An-Nah I: 82)
Yakni sesudah adanya keterangan ini dan penjelasan akan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah, maka tiada tanggung jawab bagimu (Muhammad) atas perbuatan mereka.
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ الْمُبِينُ}
maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan kepadamu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (An-Nahl: 82)
Dan sesungguhnya kamu telah menyampaikan tugasmu itu kepada mereka.
{يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا}
Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka meng­ingkarinya. (An-Nahl: 83)
Maksudnya, mereka mengetahui bahwa Allah-lah yang memberikan semuanya itu kepada mereka, dan Dialah yang mengaruniakannya kepada mereka. Tetapi sekalipun demikian, mereka mengingkari hal itu dan menyembah selain-Nya bersama Dia, dan mereka sandarkan pertolongan dan rezeki kepada selain-Nya.
{وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ}
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 83)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Mujahid, bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw., lalu berbicara dengan Nabi Saw. Maka Nabi Saw. membacakan kepadanya firman-Nya berikut ini: Dan Allah menjadikan bagi kalian rumah-rumah kalian sebagai tempat tinggal. (An-Nahl: 80) Maka orang Badui itu menjawab, "Ya." Lalu Rasulullah Saw. membaca­kan lagi firman-Nya: dan Dia menjadikan bagi kalian rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak. (An-Nahl: 80), hingga akhir ayat. Kemudian orang Badui itu menjawab, "Ya." Lalu Nabi Saw. membacakan lagi kepadanya ayat lain yang semuanya dia jawab dengan kalimat, "Ya." Hingga manakala Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian agar kalian berserah diri (kepada-Nya). (An-Nahl: 81) Maka orang Badui itu berpaling pergi, dan Allah menurunkan firman-Nya: Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya. (An-Nahl: 83), hingga akhir ayat.

An-Nahl, ayat 84-88

{وَيَوْمَ نَبْعَثُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا ثُمَّ لَا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ (84) وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ ظَلَمُوا الْعَذَابَ فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (85) وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ أَشْرَكُوا شُرَكَاءَهُمْ قَالُوا رَبَّنَا هَؤُلاءِ شُرَكَاؤُنَا الَّذِينَ كُنَّا نَدْعُوا مِنْ دُونِكَ فَأَلْقَوْا إِلَيْهِمُ الْقَوْلَ إِنَّكُمْ لَكَاذِبُونَ (86) وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ السَّلَمَ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (87) الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ (88) }
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf. Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh. Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau.” Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta.” Dan mereka menyatakan ketun-dukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang musyrik kelak di kala mereka dikembalikan di hari akhirat, dan bahwa Dia membangkitkan dari setiap umat seorang saksi —yakni nabi mereka— yang memper­saksikan terhadap mereka tentang sambutan mereka kepada apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dari Allah Swt.
{ثُمَّ لَا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا}
kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 84)
Artinya, mereka tidak diizinkan mengemukakan alasan dalam rangka pembelaan dirinya, karena mereka sendiri mengetahui kebatilan dan kedustaan alasannya. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هَذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُونَ وَلا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ}
Ini adalah hari yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu), dan tidak diizinkan kepada mereka meminta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur. (Al-Mursalat: 35-36)
Oleh karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
{وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ ظَلَمُوا}
dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf. Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan. (An-Nahl: 84-85)
Yakni orang-orang musyrik itu telah menyaksikan:
{الْعَذَابَ فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ}
azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka. (An-Nahl: 85)
Maksudnya, azab itu tiada putus-putusnya menimpa mereka dan tidak pernah berhenti barang sesaat pun.
{وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}
dan tidak pula mereka diberi tangguh. (An-Nahl: 85)
Tiadalah azab ditangguhkan dari mereka, bahkan azab langsung mengambil mereka dari Mauqif (tempat mereka dihentikan) tanpa hisab lagi.
Sesungguhnya neraka Jahanam itu didatangkan dengan ditarik oleh tujuh puluh ribu kendali, pada tiap kendali terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang menyeretnya. Lalu muncullah salah satu leher neraka Jahanam kepada makhluk seraya mengeluarkan suara gemuruh, nyalanya sekali nyala, sehingga tiada seorang manusia pun melainkan pasti bersideku di atas kedua lututnya (karena sangat ketakutan). Kemudian neraka Jahanam berkata, "Sesungguhnya aku diperintahkan untuk menyik­sa setiap orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, yaitu orang-orang yang menjadikan tuhan lain di samping Allah," disebutkan pula macam-macam manusia lainnya, seperti yang disebutkan dalam hadis secara lengkapnya. Kemudian neraka Jahanam langsung menukik dan mengam­bil mereka dari Mauqif, sebagaimana burung mengambil (menyambar) biji-bijian.
Allah Swt. berfirman menggambarkan keadaan neraka Jahanam:
{إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا وَإِذَا أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُورًا لَا تَدْعُوا الْيَوْمَ ثُبُورًا وَاحِدًا وَادْعُوا ثُبُورًا كَثِيرًا}
Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka), "Jangan kamu sekalian mengharap­kan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak.”(Al-Furqan: 12-14)
{وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا}
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53)
{لَوْ يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلا عَنْ ظُهُورِهِمْ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً فَتَبْهَتُهُمْ فَلا يَسْتَطِيعُونَ رَدَّهَا وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}
Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui waktu (di mana) mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka, sedangkan mereka (tidak pula) mendapat pertolongan, (tentulah mereka tiada meminta dise­gerakan). Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. (Al-Anbiya: 39-40)
Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang sikap berlepas diri tuhan-tuhan mereka dari perbuatan mereka di saat mereka sangat memerlukan sembahan-sembahan mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا رَأَى الَّذِينَ أَشْرَكُوا شُرَكَاءَهُمْ}
Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka. (An-Nahl: 86)
Yakni apabila orang-orang yang menyembah berhala-berhala itu sewaktu di dunia melihat sembahan-sembahan mereka.
{قَالُوا رَبَّنَا هَؤُلَاءِ شُرَكَاؤُنَا الَّذِينَ كُنَّا نَدْعُو مِنْ دُونِكَ فَأَلْقَوْا إِلَيْهِمُ الْقَوْلَ إِنَّكُمْ لَكَاذِبُونَ}
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau.” Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta.” (An-Nahl: 86)
Yakni sembahan-sembahan mereka menjawab, "Kalian dusta, tiadalah kami perintahkan kalian untuk menyembah kami," seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ}
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperke­nankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (mem­perhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia (mereka) dikumpul­kan (pada hari kiamat) niscaya sembahan -sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. ( Al-Ahqaf: 5-6)
{وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi' musuh bagi mereka. (Maryam: 81-82)
Al-khalil (yakni Nabi Ibrahim) mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ}
kemudian di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian yang lain. (Al-'Ankabut: 25), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.: Dikatakan (kepada mereka), "Serulah oleh kalian sekutu-sekutu kalian." (Al-Qashash 64), hingga akhir ayat.
Ayat-ayat yang menjelaskan hal ini —yaitu pernyataan lepas diri dari para sekutu kepada para penyembahnya— cukup banyak.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ السَّلَمَ}
Dan mereka menyatakan ketundakannya kepada Allah pada hari itu. (An-Nahl: 87)
Qatadah dan Ikrimah mengatakan bahwa mereka (sembahan-sembahan itu) menyatakan ketundukan dan penyerahan dirinya kepada Allah pada hari itu. Dengan kata lain, mereka semua tunduk kepada Allah, dan tiada seorang pun melainkan tunduk patuh kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا}
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajam­nya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada kami. (Maryam: 38)
Artinya, pada hari itu pendengaran mereka sangat terang dan penglihatan mereka sangat tajam.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kalian melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar." (As-Sajdah: 12), hingga akhir ayat.
{وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}
Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)
Yakni tunduk, merasa hina, diam serta berserah diri.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَلْقَوْا إِلَى اللَّهِ يَوْمَئِذٍ السَّلَمَ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (An-Nahl: 87)
Maksudnya, surut dan lenyaplah semua sembahan yang mereka ada-adakan terhadap Allah. Maka tiada yang dapat menolong mereka, tiada yang dapat membantu mereka, dan tiada yang dapat melindungi mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ}
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga akhir ayat.
Yakni azab atas kekafiran mereka dan azab karena menghalangi manusia dari mengikuti perkara yang hak, sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ}
Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. (Al-An'am : 26)
Mereka mencegah manusia dari mengikuti perkara yang hak, dan mereka sendiri menjauh dari perkara yang hak.
{وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ}
dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-An'am: 26)
Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu berbeda-beda dalam menerima azabnya. Sebagaimana orang-orang mukmin, berbeda-beda tingkatannya di dalam surga, begitu pula derajat (kedudukan)nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ}
Allah berfirman, ''Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui." (Al-A'raf: 38)
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy. dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Mereka diberi siksaan tambahan, yaitu dengan kalajengking yang taring-taringnya sebesar pohon kurma yang tinggi.
Telah menceritakan pula kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Bahwa siksaan tambahan itu diadakan di lima buah sungai yang terletak di bawah 'Arasy; pada sebagiannya mereka disiksa di malam hari, dan pada sebagian yang lainnya mereka disiksa di siang hari.

An-Nahl, ayat 89

{وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلاءِ وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89) }
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami da­tangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Allah Swt. berfirman kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
{وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلاءِ}
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl: 89)
Yakni atas umatmu.
Maksudnya, ingatlah kamu akan hari itu dan kengerian yang ada padanya serta kemuliaan yang besar dan kedudukan yang tinggi yang diberikan oleh Allah kepadamu pada hari itu.
Ayat ini mempunyai makna yang mirip dengan ayat yang sahabat Abdullah ibnu Mas'ud meng­hentikan bacaannya pada ayat tersebut. Ayat yang dimaksud adalah ayat surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
{فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا}
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu. (An-Nisa: 41)
Ketika bacaan sahabat Ibnu Mas'ud sampai pada ayat ini, Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Cukup," yakni hentikan bacaanmu. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa lalu ia berpaling melihat Rasulullah Saw., tiba-tiba ia melihat kedua mata Rasulullah Saw. mencucurkan air matanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ}
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk men­jelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89)
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur'an ini semua ilmu dan segala sesuatu.
Menurut Mujahid, telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an semua perkara halal dan haram.
Pendapat Ibnu Mas'ud lebih umum dan lebih mencakup, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu mencakup semua ilmu yang bermanfaat, menyangkut berita yang terdahulu dan pengetahuan tentang masa mendatang. Disebutkan pula semua perkara halal dan haram, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam urusan dunia, agama, penghidupan, dan akhiratnya.
{وَهُدًى}
dan sebagai petunjuk. (An-Nahl: 89)
buat manusia yang berhati.
وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89)
Al-Auza'i mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk men­jelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89) Yang dimaksud dengan menjelaskan dalam ayat ini ialah menjelaskan  Al-Qur'an dengan Sunnah.
Segi kaitan yang terdapat antara firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab. (An-Nahl: 89) dengan firman-Nya yang mengatakan: dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl: 89) Dimaksudkan —hanya Allah Yang Lebih Mengetahui— bahwa Tuhan yang mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, kelak Dia akan menanyakan hal tersebut pada hari kiamat.
{فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6)
{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)
{يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ}
(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?" Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib." (Al-Maidah: 109)
Adapun Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ}
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85)
Maksudnya, sesungguhnya Tuhan yang telah mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu kepada-Nya. Dia akan mengembalikan kamu pada hari kiamat dan akan menanyai kamu tentang penyampaian apa yang telah diwajibkan atas dirimu. Demikianlah menurut salah satu pendapat yang ada, dan pendapat ini menyampaikan alasan yang cukup baik.

An-Nahl, ayat 90

{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) }
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berlaku adil, yakni pertengahan dan seimbang. Dan Allah memerintahkan untuk berbuat kebajikan, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ}
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi, jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan ) Allah. (Asy-Syura: 40)
{وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}
dan luka-luka(pun) ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan perintah berbuat adil serta anjuran berbuat kebajikan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil. (An-Nahl: 90) Yakni mengucapkan persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Lain pula dengan Sufyan ibnu Uyaynah, ia mengatakan bahwa istilah adil dalam ayat ini ialah sikap pertengahan antara lahir dan batin bagi setiap orang yang mengamalkan suatu amal karena Allah Swt. Al-ihsan artinya ialah 'bilamana hatinya lebih baik daripada lahiriahnya'. Al fahsya serta al-munkar ialah 'bila lahiriahnya lebih baik daripada hatinya'.
*******************
Dan yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى}
dan memberi kepada kaum kerabat. (An-Nahl: 90)
Yaitu hendaknya dia menganjurkan untuk bersilaturahmi, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا}
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)
Firman Allah Swt.:
{وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ}
dan Allah melarang dari perbuatan keji dan kemungkaran. (An-Nahl: 90)
Yang dimaksud dengan fahsya ialah hal-hal yang diharamkan, dan munkar ialah segala sesuatu yang ditampakkan dari perkara haram itu oleh pelakunya. Karena itulah dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ}
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.” (Al-A'raf: 33)
Adapun yang dimaksud dengan al-bagyu ialah permusuhan dengan orang lain. Di dalam sebuah hadis diterangkan:
"مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرَ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يُدَّخَرُ لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ"
Tiada suatu dosa pun yang lebih berhak Allah menyegerakan siksaan terhadap (pelaku)nya di dunia ini, di samping siksaan yang disediakan buat pelakunya di akhirat nanti, selain dari permusuhan dan memutuskan tali silaturahmi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَعِظُكُمْ}
Dia memberi pengajaran kepada kalian. (An-Nahl: 90)
Yaitu melalui apa yang diperintahkannya kepada kalian agar berbuat kebaikan dan melarang kalian dari perbuatan yang jahat.
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
agar kalian dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl: 90)
Asy-Sya'bi telah meriwayatkan dari Basyir ibnuNuhaik, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud mengatakan, "Sesungguhnya ayat yang paling mencakup dalam Al-Qur'an adalah ayat surat An-Nahl," yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90), hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90), hingga akhir ayat. Bahwa tiada suatu akhlak baik pun yang dahulu dilakukan oleh orang-orang Jahiliah dan mereka memandangnya sebagai perbuatan yang baik, melainkan Allah Swt. menganjurkannya. Dan tiada suatu akhlak buruk pun yang dahulu mereka pandang sebagai suatu keaiban di antara sesama mereka melainkan Allah melarangnya. Yang paling diprioritaskan ialah, sesungguhnya Allah melarang akhlak yang buruk dan yang tercela.
Karena itulah —menurut kami— di dalam sebuah hadis disebutkan:
"إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلَاقِ، وَيَكْرَهُ سَفْسافها"
Sesungguhnya Allah menyukai akhlak-akhlak yang tinggi dan benci terhadap akhlak-akhlak yang rendah.
Al-Hafiz Abu Ya'la dalam kitab Ma'rifatus Sahabah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad ibnul Fath A!-Hambali, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad maula (pelayan) Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Daud Al-Munkadiri, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali Al-Maqdami, dari Ali ibnu Abdul Malik ibnu Umair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Aksam ibnu Saifi sampai di tempat Nabi Saw. biasa keluar, maka dia bermaksud datang langsung menemui Nabi Saw. tetapi kaumnya tidak membiarkannya berbuat begitu. Mereka berkata, "Engkau adalah pemimpin kami, tidaklah pantas bila engkau datang sendiri kepadanya." Aksam ibnu Saifi berkata, "Kalau begitu, carilah seseorang yang menjadi perantara untuk menyampaikan dariku dan seseorang perantara untuk menyampaikan darinya." Maka ditugaskanlah dua orang lelaki, lalu keduanya datang menghadap kepada Nabi Saw. dan berkata, "Kami berdua adalah utusan Aksam ibnu Saifi, dia ingin bertanya kepadamu, siapakah kamu dan apakah kedudukanmu?" Nabi Saw. bersabda, "Aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Adapun kedudukanku adalah Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (utusan Allah)." Kemudian Nabi Saw. membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90), hingga akhir ayat. Mereka berkata, "Ulangilah kalimat itu kepada kami." Maka Nabi Saw. mengulang-ulang sabdanya kepada mereka hingga mereka hafal. Setelah itu keduanya datang menghadap kepada Aksam ibnu Saifi dan mengatakan, "Dia menolak, tidak mau meninggikan nasabnya. Ketika kami tanyakan kepada orang lain tentang nasabnya, ternyata kami jumpai dia (Nabi Saw.) bersih nasabnya (tinggi), dan dimuliakan di kalangan Mudar. Sesungguhnya dia telah melontarkan kepada kami kalimat-kalimat yang pernah kami dengar." Setelah Aksam mendengar kalimat-kalimat tersebut, ia mengatakan, "Sesungguhnya saya melihat dia adalah orang yang memerintahkan kepada akhlak-akhlak yang mulia dan melarang akhlak-akhlak yang buruk. Maka jadilah kalian semua dalam urusan ini sebagai pemimpin-pemimpin dan janganlah kalian menjadi pengekor-pengekor."
Disebutkan di dalam hadis yang berpredikat hasan sehubungan dengan penyebab turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di halaman rumahnya sedang duduk-duduk, tiba-tiba lewatlah Usman ibnu Maz'un (yang tuna netra). Lalu Usman ibnu Maz'un tersenyum kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tidak duduk (bersamaku)?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Baiklah." Maka duduklah Usman ibnu Maz'un berhadapan dengan Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. sedang berbincang-bincang dengannya, tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan matanya ke arah langit, lalu memandang ke arah langit sesaat, setelah itu beliau menurunkan pandangan matanya ke arah sebelah kanannya, dan saat itu juga Rasulullah Saw. beralih duduk ke tempat yang tadi dipandang oleh matanya, sedangkan teman duduknya (yaitu Usman ibnu Maz'un) ditinggalkannya. Setelah itu Rasulullah Saw. menundukkan kepalanya, seakan-akan sedang mencerna apa yang diucapkan kepadanya, sementara itu Ibnu Maz'un terus mengamatinya (dengan indera perasanya). Sesudah keperluannya selesai dan memahami apa yang diucapkan kepadanya, maka Rasulullah Saw. kembali menatapkan pandangannya ke arah langit, sebagaimana tatapannya yang pertama kali tadi. Nabi Saw. menatapkan pandangan matanya ke arah langit seakan-akan mengikuti kepergian (malaikat) hingga malaikat itu tidak kelihatan tertutup oleh langit. Kemudian Rasulullah Saw. menghadap kepada Usman di tempat duduknya yang semula tadi. Maka Usman ibnu Maz'un bertanya, "Hai Muhammad, selama saya duduk denganmu saya belum pernah melihat­mu melakukan perbuatan seperti yang kamu lakukan siang hari ini." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Apa sajakah yang kamu lihat aku me­lakukannya?" Usman ibnu Maz'un berkata, "Saya lihat engkau mena­tapkan pandanganmu ke arah langit, kemudian kamu turunkan pandangan matamu ke suatu tempat di sebelah kananmu, lalu kamu pindah ke tempat itu seraya meninggalkan diriku. Setelah itu engkau menundukkan kepala seakan-akan sedang menerima sesuatu yang diucapkan kepadamu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu (yang tuna netra) dapat melihat hal tersebut?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku baru saja kedatangan utusan Allah saat kamu sedang duduk." Usman Ibnu Maz'un bertanya, "Utusan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Usman ibnu Maz'un bertanya, "Apa sajakah yang dia sampaikan kepadamu?" Rasulullah Saw. bersabda membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90), hingga akhir ayat. Usman ibnu Maz'un mengatakan, "Yang demikian itu terjadi di saat iman­ku telah mantap dalam hatiku dan aku mulai mencintai Muhammad Saw."
Sanad hadis ini cukup baik, muttasil lagi hasan, telah disebutkan di dalamnya sima'i secara muttasil. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Abdul Hamid ibnu Bahram secara ringkas.
Hadis lain mengenai hal tersebut berasal dari Usman ibnu Abul As As-Saqafi. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Harim, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Usman ibnu Abul As yang mengatakan, "Dahulu saya pernah duduk di hadapan Rasulullah Saw., tetapi tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan matanya (ke arah langit). Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, 'Jibril baru datang kepadaku, dan memerintahkan kepadaku agar meletakkan ayat berikut pada suatu tempat dari surat (An-Nahl) ini,' yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90), hingga akhir ayat."
Sanad hadis ini tidak ada celanya, dan barangkali hadis ini yang ada pada Syahr ibnu Hausyab diriwayatkan melalui dua jalur.

An-Nahl, ayat 91-92

{وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91) وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92) }
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya, sedangkan kalian telah menjadikan Allah sebagai saksi kalian (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya daripada golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan itu.
Apa yang.disebutkan dalam ayat di atas mengandung perintah Allah, antara lain menepati janji, ikrar, serta memelihara sumpah yang telah dikukuhkan. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا}
dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Tiada kontradiksi antara apa yang disebutkan oleh ayat ini dan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا
Janganlah kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian sebagai penghalang. (Al-Baqarah: 224), hingga akhir ayat.
{ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ}
Yang demikian itu adalah kifarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kalian langgar). Dan jagalah sumpah kalian. (Al-Maidah: 89)
Dengan kata lain, janganlah kalian meninggalkan sumpah tanpa membayar kifaratnya. Tidak ada pertentangan pula dengan sabda Nabi Saw. yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, yaitu:
إِنِّي وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، لَا أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ فَأَرَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَتَحَلَّلْتُهَا". وَفِي رِوَايَةٍ: "وَكَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي"
Sesungguhnya aku, demi Allah, jika Allah menghendaki, tidak sekali-kali aku bersumpah, lalu aku melihat bahwa ada hal yang lebih baik dari sumpahku itu, melainkan aku akan mengerjakan hal yang kupandang lebih baik, lalu aku bertahallul dari sumpahku. Dalam riwayat lain disebutkan, lalu aku bayar kifarat sumpahku.
Pada garis besarnya tidak ada pertentangan di antara semua dalil di atas dengan ayat yang disebutkan dalam surat ini, yaitu firman-Nya:
وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah Al Aiman (sumpah-sumpah) ini termasuk ke dalam pengertian janji-janji dan ikatan-ikatan, bukan hanya sekadar sumpah-sumpah yang diutarakan untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.
Karena itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah mengukuhkannya. (An-Nahl: 91) Yakni sumpah, jelasnya sumpah pakta Jahiliah.
Pendapat ini didukung oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ-حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر وَأَبُو أُسَامَةَ، عَنْ زَكَرِيَّا -هُوَ ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ-عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جُبَيْر بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا حِلْف فِي الْإِسْلَامِ، وَأَيُّمَا حِلْفٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ لَمْ يَزِدْهُ الْإِسْلَامُ إِلَّا شِدَّةً".
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir dan Abu Usamah, dari Zakaria (yakni Ibnu Abu Zaidah), dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari ayahnya, dari Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sumpah sepakta dalam Islam; dan sumpah sepakta mana pun yang terjadi di zaman Jahiliah, maka sesungguhnya Islam tidak menambahkan kepadanya melainkan menambah kekukuhannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Abu Syaibah dengan sanad yang sama.
Makna hadis menunjukkan bahwa dengan keberadaan agama Islam tidak diperlukan lagi adanya sumpah pakta yang biasa dilakukan di masa Jahiliah; karena sesungguhnya dengan berpegang kepada agama Islam sudah merupakan kecukupan untuk tujuan itu tanpa memerlukan lagi apa yang dahulu biasa mereka lakukan (di masa Jahiliah).
Adapun apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Asim Al-Ahwal, dari Anas r.a., yang mengatakan:
حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا
Rasulullah Saw. pernah mengikat sumpah pakta di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di kampung halaman kami.
Makna yang dimaksud dari hadis ini ialah, Rasulullah Saw. memper­saudarakan di antara sesama mereka menjadi saudara-saudara angkat. Dahulu setelah adanya pakta ini mereka saling mewaris di antara sesamanya, hingga Allah menghapusnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Imarah Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Laila, dari Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berbaiat (menyatakan janji setia) kepada Nabi Saw. Tersebutlah bahwa orang yang masuk Islam berbaiat kepada Nabi Saw. untuk menolong Islam. Lalu turunlah firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Yakni janji setia yang kalian baiatkan untuk menolong Islam ini. dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91) Artinya, janganlah sekali-kali kenyataan minoritas pengikut Nabi Muhammad dan mayoritas kaum musyrik mendorong kalian membatalkan baiat yang telah kalian ikrarkan untuk membela Islam.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا صَخْرُ بْنُ جُوَيرية، عَنْ نَافِعٍ قَالَ: لَمَّا خَلَعَ النَّاسُ يَزِيدَ بْنَ مُعَاوِيَةَ، جَمَعَ ابْنُ عُمَرَ بَنِيهِ وَأَهْلَهُ، ثُمَّ تَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّا قَدْ بَايَعْنَا هَذَا الرَّجُلَ عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "إن الْغَادِرَ يُنصب لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُقَالُ هَذِهِ غَدْرة فُلَانٍ وَإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الغَدْر -إِلَّا أَنْ يَكُونَ الْإِشْرَاكَ بِاللَّهِ-أَنْ يُبَايِعَ رَجُلٌ رَجُلًا عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، ثُمَّ يَنْكُثُ بَيْعَتَهُ، فَلَا يَخْلَعَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَزِيدَ وَلَا يُسْرِفَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ فِي هَذَا الْأَمْرِ، فَيَكُونَ صَيْلم بَيْنِي وَبَيْنَهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi' yang mengatakan bahwa tatkala orang-orang (kaum muslim) memecat Yazid ibnu Mu'awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan semua anaknya dan keluarganya, kemudian ia membaca syahadat, lalu berkata, "Amma ba'du, sesungguhnya kita telah membaiat lelaki ini (yakni Yazid) dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya bagi seorang pengkhianat itu akan dipancangkan untuknya sebuah panji nanti di hari kiamat, lalu dikatakan bahwa panji ini adalah panji pengkhianatan si Fulan. Dan sesungguhnya pengkhianatan yang paling besar —terkecuali terhadap perbuatan mempersekutukan Allah— ialah bila seseorang lelaki membaiat lelaki yang lain dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mengkhianati baiatnya (janji setianya).' Maka janganlah sekali-kali ada seseorang di antara kalian mencabut kembali baiatnya, dan janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian menyimpang dalam urusan ini, maka hal itu akan menjadi pemisah antara aku dan dia."
Sebagian dari hadis ini yang berpredikat marfu', ada di dalam kitab Sahihain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَابِسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ شَرَطَ لِأَخِيهِ شَرْطًا، لَا يُرِيدُ أَنْ يَفِيَ لَهُ بِهِ، فَهُوَ كَالْمُدْلِي جَارَهُ إِلَى غَيْرِ مَنْعَة"
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Abdur Rahman ibnu Abis, dari ayahnya, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa mensyaratkan bagi saudaranya suatu syarat dengan niat tidak akan memenuhi syarat itu kepada saudaranya, maka keadaannya sama dengan orang yang menjerumuskan orang yang dilindunginya ke dalam keadaan tanpa perlindungan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. (An-Nahl: 91)
Ayat ini mengandung makna ancaman dan peringatan terhadap orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya.
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا}
Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang meng­uraikan benangnya sesudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Abdullah ibnu Kasir dan As-Saddi mengatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita yang kurang akalnya, ia tinggal di Mekah di masa silam. Apabila telah memintal sesuatu, ia menguraikannya kembali sesudah kuat pintalannya.
Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan, hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya. Pendapat ini lebih kuat dan lebih jelas, tanpa memandang apakah di Mekah ada wanita yang menguraikan pintalannya itu ataukah tidak.
*******************
Firman-Nya:
{أَنْكَاثًا}
menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Dapat diartikan bahwa lafaz ankasa ini adalah isim masdar, artinya 'wanita itu menguraikan kembali pintalannya menjadi cerai-berai'. Dapat pula diartikan sebagai badal dari khabar kana, yakni 'janganlah kalian menjadi orang yang gemar melanggar sumpahnya', bentuk jamak dari نَكْثٍ  berasal dari نَاكِثٍ. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ}
kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian. (An-Nahl: 92)
Yakni makar dan tipu muslihat.
{أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ}
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak dari golongan yang lain. (An-Nahl: 92)
Artinya, kalian mau berpakta dengan orang lain bila mereka lebih banyak jumlahnya daripada jumlah kalian demi ketenangan kalian. Tetapi bila kalian mempunyai kesempatan untuk berkhianat, maka kalian berkhianat terhadap mereka. Karenanya Allah Swt. melarang sikap tersebut, sebagai gambaran pihak yang sedikit terhadap pihak yang lebih banyak. Bilamana dalam keadaan demikian Allah Swt. melarangnya, maka terlebih lagi bila disertai dengan kemampuan dan kekuatan (untuk berbuat khianat), tentunya lebih dilarang.
Dalam surat Al-Anfal telah kami ceritakan kisah Mu'awiyah, ketika terjadi perjanjian gencatan senjata antara dia dengan Raja Romawi. Manakala perjanjian gencatan senjata itu hampir habis; Mu'awiyah berangkat bersama pasukannya menyerang mereka. Dan tepat di saat habisnya masa gencatan senjata, Mu'awiyah telah berada di dekat negeri mereka, maka Mu'awiyah langsung menyerang mereka tanpa menyadari bahwa Mu'awiyahlah pihak yang menyerang (yang memulai dahulu). Maka berkatalah Amr ibnu Anbasah kepadanya, "Allah Mahabesar, hai Mu'awiyah. Tepatilah perjanjianmu, janganlah kamu berbuat khianat! Karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ أَجْلٌ فَلَا يَحِلَّنَّ عُقدة حَتَّى يَنْقَضِيَ أمَدها"
'Barang siapa yang antara dia dan suatu kaum terdapat suatu perjanjian, maka janganlah dia melepaskan ikatannya sebelum habis masa berlakunya'.”
Maka Mu'awiyah r.a. surut mundur dan pulang bersama pasukannya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak daripada golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Arba artinya lebih banyak, yakni lebih kuat.
Mujahid mengatakan, dahulu di masa Jahiliah mereka biasa mengadakan perjanjian pakta di antara sesama mereka. Bilamana suatu golongan menjumpai golongan lain yang lebih banyak jumlahnya daripada diri mereka serta lebih kuat, maka dirusaknyalah perjanjian pakta yang ada, lalu mereka mengadakan perjanjian pakta yang baru dengan golongan yang lebih kuat itu. Maka dilaranglah mereka dari perbuatan seperti itu. Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ}
Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. (An-Nahl: 92)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, makna yang dimaksud ialah Allah menguji mereka dengan adanya golongan yang lebih banyak. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah sengaja menguji kalian melalui perintah-Nya yang menganjurkan agar kalian memenuhi janji kalian.
{وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}
Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan. (An-Nahl: 92)
Kemudian Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan baik buruk amalnya.

An-Nahl, ayat 93-96

{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (93) وَلا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (94) وَلا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا إِنَّمَا عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (95) مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (96) }
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kalian akan ditanya tentang apa yang telah kalian kerjakan. Dan janganlah kalian jadikan sumpah-sumpah kalian sebagai alat penipu di antara kalian, yang menyebabkan tergelincir kaki (kalian) sesudah kokoh tegaknya, dan kalian rasakan kemelaratan (di dunia) karena kalian menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagi kalian azab yang besar. Dan janganlah kalian tukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ} أَيُّهَا النَّاسُ {أُمَّةً وَاحِدَةً}
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian (hai manusia) satu umat saja. (An-Nahl: 93)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا}
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (Yunus: 99)
Yakni niscaya Dia benar-benar merukunkan di antara sesama kalian dan tentulah Dia tidak akan menjadikan perselisihan, permusuhan, dan perdebatan di antara kalian. Dalam ayat yang lain disebutkan pula:
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ}
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. (Hud: 118-119)
Hal yang semakna dikatakan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu:
{وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nahl: 93)
Kemudian Dia akan meminta pertanggungjawaban dari kalian kelak di hari kiamat tentang semua amal perbuatan kalian, lalu Dia akan membalaskannya terhadap kalian, baik yang besar, yang pertengahan, maupun yang terkecil, tanpa ada yang terlewatkan.
Selanjutnya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya, bahwa janganlah seseorang menjadikan sumpahnya sebagai sarana untuk menipu dan makar, agar kakinya tidak tergelincir sesudah kokoh. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang tadinya berada pada jalan yang lurus, lalu menyimpang dan tergelincir dari jalan petunjuk disebabkan sumpah yang dilanggarnya dan berakibat terhalangnya jalan Allah. Dikatakan demikian karena orang kafir itu apabila melihat ada orang mukmin yang bersumpah menjamin keselamatannya, kemudian ternyata orang mukmin itu melanggar sumpahnya, maka tiada kepercayaan lagi bagi si kafir terhadap agama si mukmin. Sebagai akibatnya, maka si kafir itu merasa anti pati untuk masuk Islam. Karena itulah maka disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ}
dan kalian rasakan kemelaratan (di dunia) karena kalian menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagi kalian azab yang besar. (An-Nahl: 94)
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا}
Dan janganlah kalian tukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah). (An-Nahl: 95)
Maksudnya, janganlah kalian menukar iman kepada Allah dengan harta benda duniawi dan perhiasannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu sedikit. Dan sekiranya diberikan dunia berikut isinya kepada seseorang, tentulah pahala yang ada di sisi Allah lebih baik baginya. Yakni balasan Allah dan pahala-Nya adalah lebih baik bagi orang yang berharap kepada Allah, beriman kepada-Nya, memohon kepada-Nya,dan memelihara janjinya dengan Allah karena mengharapkan pahala yang dijanjikan-Nya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ}
jika kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan lenyap. (An-Nahl: 95-96)
Yaitu akan habis dan lenyap, karena sesungguhnya hal itu mempunyai batas waktu yang tertentu dan ada masa habisnya.
{وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ}
dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (An-Nahl: 96)
Pahala Allah untuk kalian di surga nanti kekal, tiada habis-habisnya dan tiada putus-putusnya, karena sesungguhnya pahala di surga itu bersifat kekal, tidak berubah, dan tidak akan lenyap.
{وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 96)
Ungkapan sumpah dari Allah yang diperkuat dengan memakai huruf lam mengandung makna bahwa sesungguhnya Dia akan memberikan balasan kepada orang-orang yang penyabar dengan pahala yang lebih baik daripada amal perbuatan mereka, yakni selain itu Allah memaafkan keburukan-keburukan amal perbuatan mereka.

An-Nahl, ayat 97

{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97) }
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh —baik laki-laki maupun perempuan— dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik: dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Janji Allah ini ditujukan kepada orang yang beramal saleh. Yang dimaksud dengan amal saleh ialah amal perbuatan yang mengikuti petunjuk Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, baik dia laki-laki ataupun perempuan dari kalangan anak Adam, sedangkan hatinya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bahwa amal yang dilakukan­nya itu merupakan amal yang diperintahkan serta disyariatkan dari sisi Allah. Maka Allah berjanji akan memberinya kehidupan yang baik di dunia, dan akan memberinya pahala yang jauh lebih baik daripada amalnya kelak di akhirat.
Pengertian kehidupan yang baik ialah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai aspeknya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeki yang halal lagi baik.
Dari Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qana'ah (puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah kebahagiaan. Al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah mengatakan.”Tiada suatu kehidupan pun yang dapat menyenangkan seseorang kecuali kehidupan di dalam surga."
Ad-Dahhak mengatakan, makna yang dimaksud ialah rezeki yang halal dan kemampuan beribadah dalam kehidupan di dunia. Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa yang dimaksud ialah mengamalkan ketaatan, dan hati merasa lega dalam mengerjakannya.
Tetapi pendapat yang benar tentang makna kehidupan yang baik ini menyatakan bahwa pengertian kehidupan yang baik mencakup semua yang telah disebutkan di atas.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمرو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ ورُزق كَفَافًا، وقَنَّعه اللَّهُ بِمَا آتَاهُ".
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Syurahbil ibnu Syarik, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya beruntunglah orang yang telah masuk Islam dan diberi rezeki secukupnya serta Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana'ah terhadap apa yang diberikan kepadanya.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Ummu Hani', dari Abu Ali Al-Juhani, dari Fudalah ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدي إِلَى الْإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا، وَقَنِعَ به".
Sesungguhnya beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, sedangkan rezekinya secukupnya dan ia menerimanya dengan penuh rasa syukur.
Imam Turmuzi mengatakan, hadis ini berpredikat sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هَمَّام، عَنْ يَحْيَى، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا [وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُعْطِيهِ حَسَنَاتِهِ فِي الدُّنْيَا] حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ، لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا خَيْرًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Yahya, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menganiaya orang mukmin dalam suatu kebaikan pun yang Dia berikan kepadanya di dunia dan Dia berikan pahalanya di akhirat. Adapun orang kafir, maka ia diberi balasan di dunia karena kebaikan-kebaikannya, hingga manakala ia sampai di akhirat, tiada suatu kebaikan pun yang tersisa baginya yang dapat diberikan kepadanya sebagai balasan kebaikan.
Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim.

An-Nahl, ayat 98-100

{فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98) إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ (100) }
Apabila kalian membaca Al-Qur’an, hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
Perintah ini dari Allah, ditujukan kepada hamba-hamba-Nya melalui lisan Nabi-Nya; bahwa apabila mereka hendak membaca Al-Qur'an, terlebih dahulu hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Perintah ini adalah perintah sunat, bukan perintah wajib, menurut kesepakatan ulama yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir dan lain-lainnya dari kalangan para imam.
Dalam pembahasan isti'azah dalam permulaan tafsir ini telah disebutkan sejumlah hadis yang menerangkan tentang isti'azah secara panjang lebar.
Makna membaca isti’azah pada permulaan membaca Al-Qur'an dimaksudkan agar si pembaca tidak mengalami kekeliruan dalam bacaannya yang berakibat campur aduk bacaannya sehingga ia tidak dapat merenungkan dan memikirkan makna apa yang dibacanya. Untuk itulah jumhur ulama berpendapat bahwa bacaan istia'zah itu hanya dilakukan sebelum bacaan Al-Qur'an. Akan tetapi, telah diriwayatkan dari Hamzah dan Abu Hatim As-Sijistani bahwa isti'a'zah dilakukan sesudah membaca Al-Qur'an. Keduanya mengatakan ini dengan berdalilkan ayat di atas. Imam Nawawi di dalam Syarah Muhazzab-nya mengatakan pula hal yang semisal dari Abu Hurairah, Muhammad ibnu Sirin, dan Ibrahim An-Nakha'i.
Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama (yakni bacaan ta'awwuz dilakukan sebelum membaca Al-Qur'an), karena berdasarkan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa ta'awwuz dilakukan sebelum membaca Al-Qur'an.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. (An-Nahl: 99)
As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud ialah setan tidak mempunyai kekuasaan untuk dapat menjerumuskan hamba-hamba Allah ke dalam suatu dosa yang mereka tidak bertobat darinya. Ulama lainnya mengatakan bahwa makna ayat ialah setan tidak mempunyai kemampuan untuk menggoda mereka. Ulama lainnya lagi mengatakan, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ}
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka (Al-Hijr: 40; Shad: 83)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ}
Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin. (An-Nahl: 100)
Mujahid mengatakan, makna yatawallaunahu ialah orang-orang yang taat kepada setan. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan setan sebagai penolongnya, bukan Allah.
{وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ}
sedangkan mereka mempersekutukannya dengan Allah. (An-Nahl: 100)
Yakni mereka mempersekutukan setan dengan Allah dalam penyem­bahannya. Dapat ditakwilkan bahwa huruf ha pada ayat ini bermakna sababiyah, yakni 'disebabkan ketaatan mereka kepada setan, jadilah mereka orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt.'. Ulama lainnya mengatakan bahwa makna ayat ialah mereka bersekutu dengan setan dalam harta benda dan anak-anaknya.

An-Nahl, ayat 101-102

{وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنزلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101) قُلْ نزلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (102) }
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja.” Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui. Katakanlah, "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."
Allah Swt. menyebutkan kelemahan akal orang-orang musyrik, rapuhnya pendirian, dan tipisnya keyakinan mereka; sehingga tidak tergambarkan mereka mau beriman, dan sesungguhnya mereka telah dipastikan menjadi orang-orang yang celaka. Demikian itu apabila mereka melihat ada perubahan hukum-hukum yang di-rnansukh oleh hukum yang baru dari Allah, maka dengan spontan mereka berkata kepada Rasulullah Saw., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ}
Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-ada saja. (An-Nahl: 101)
Dengan kata lain, mereka menuduh Nabi Saw. sebagai seorang pendusta. Padahal sesungguhnya penggantian hukum itu hanyalah dari Allah Swt. belaka, Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya dan memutuskan menurut apa yang disukai-Nya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami gantikan suatu ayat dengan ayat yang lain. (An-Nahl: 101) Artinya, Kami hapus ayat yang pertama, lalu Kami turunkan ayat yang lain menggantikan kedudukannya.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini sama artinya dengan firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا}
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. (Al-Baqarah: 106), hingga akhir ayat.
Maka Allah Swt. berfirman membantah mereka melalui ayat ini:
قُلْ نزلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ} أَيْ: جِبْرِيلُ {مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ}
Katakanlah, "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar.” (An-Nahl: 102)
Yakni dengan sesungguhnya dan adil.
{لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا}
untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman. (An-Nahl: 102)
Maka pastilah mereka membenarkan ayat yang diturunkan pertama, juga yang diturunkan kemudian serta hati mereka tunduk patuh kepada-Nya.
{وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). (An-Nahl: 102)
Maksudnya, Allah menjadikannya sebagai petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

An-Nahl, ayat 103

{وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103) }
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.
Allah Swt. menyebutkan tentang kedustaan, buat-buatan, dan kebohongan orang-orang musyrik dalam tuduhan mereka terhadap Nabi Saw., bahwa sesungguhnya Al-Qur'an yang dibacakan oleh Muhammad kepada mereka tiada lain diajarkan oleh seorang manusia kepadanya. Lalu mereka mengisyaratkan kepada seorang lelaki 'Ajam yang ada di antara mereka, yaitu seorang pelayan milik salah satu puak dari kabilah Quraisy. Lelaki itu seorang pedagang yang menjajakan barang-barangnya di Safa. Adakalanya Rasulullah Saw. duduk dengannya dan berbincang-bincang dengannya mengenai sesuatu hal.
Padahal orang tersebut berbahasa 'Ajam, tidak mengetahui bahasa Arab, atau hanya mengetahui sedikit bahasa Arab, menyangkut keperluannya yang darurat untuk berkomunikasi. Karena itulah Allah membantah tuduhan tersebut melalui firman-Nya:
{لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ}
Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103)
Dengan kata lain, mana mungkin Al-Qur'an yang bahasanya sangat fasih, berparamasastra sangat tinggi, dan mengandung makna-makna yang sempurna lagi mencakup segalanya —yang menjadikannya jauh lebih sempurna daripada makna-makna yang terkandung di dalam semua kitab yang diturunkan kepada kaum Bani Israil— merupakan buah dari pelajaran yang diterimanya! Dan mana mungkin dia belajar dari seorang 'Ajam (non-Arab)! Jelas hal ini tidak akan dikatakan oleh seorang yang berakal rendah pun.
Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah mengatakan, "Dahulu Rasulullah Saw. —menurut berita yang sampai kepadaku— sering duduk di Marwah di tenda (jongko) seorang budak beragama Nasrani bernama Jabar, dia adalah seorang budak milik seseorang dari Banil Hadrami." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Kasir. Dari Ikrimah dan Qatadah, disebutkan bahwa nama budak itu Ya'isy.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Tuhman, dari Muslim ibnu Abdullah Al-Malai, dari Mujahid, dari ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepada seorang penyanyi di Mekah, namanya Bal'am, padahal dia berbahasa 'Ajam. Orang-orang musyrik melihat Rasulullah Saw. sering mengunjunginya, lalu mereka mengatakan, "Sesungguhnya dia diajari oleh Bal'am," Maka Allah menurunkan firman berikut: sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103)
Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan bahwa budak lelaki tersebut adalah Salman Al-Farisi. Tetapi pendapat Ad-Dahhak ini lemah, karena ayat ini adalah ayat Makkiyyah, sedangkan Salman baru masuk Islam di Madinah.
Ubaidillah ibnu Muslim mengatakan, "Dahulu kami mempunyai dua orang budak Romawi yang membaca kitab milik keduanya dengan bahasanya. Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. mampir kepada keduanya, lalu berdiri dan mendengarkan bacaan yang dilakukan keduanya. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Muhammad sedang belajar dari kedua orang itu.' Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini."
Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa orang yang melancarkan tuduhan ini adalah seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik yang pernah bertugas menjadi juru tulis wahyu bagi Rasulullah Saw. Tetapi dia murtad sesudah masuk Islam, lalu ia melancarkan tuduhan ini; semoga Allah melaknatnya.

An-Nahl, ayat 104-105

{إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (104) إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105) }
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al-Qur'an), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang berpaling dari mengingat-Nya dan berpura-pura tidak tahu terhadap apa yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya, serta tidak ada niat dalam dirinya untuk beriman kepada apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya dari sisi-Nya. Manusia yang berkarakter seperti ini tidak akan diberi petunjuk oleh Allah untuk beriman kepada ayat-ayat-Nya dan apa yang disampaikan oleh rasul-rasul-Nya di dunia. Dan bagi mereka di akhirat nanti ada azab'yang pedih lagi sangat menyakitkan.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bukanlah orang yang mengada-ada, bukan pula pendusta, bahkan sebaliknya hanyalah makhluk yang jahatlah yang berani membuat kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah:
{الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ}
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. (An-Nahl: 104)
dari kalangan orang-orang kafir dan orang-orang ateis yang terkenal kedustaannya di kalangan manusia. Utusan Allah —yaitu Nabi Muhammad Saw.— adalah orang yang paling benar, paling bertakwa, serta paling sempurna ilmu, pengamalan, iman, dan keyakinannya. Dia terkenal dengan kejujurannya di kalangan kaumnya. Tiada seorang pun yang meragukan hal ini dari kalangan mereka, sehingga mereka memberinya julukan di antara sesama mereka dengan panggilan "Al-Amin".
Ketika Heraklius, Raja Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan tentang sifat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw., yaitu antara lain Heraklius mengatakan, "Apakah kalian pernah menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mempermaklumatkan seruannya?" Abu Sufyan menjawab, "Tidak pernah." Maka Heraklius berkata, "Tidaklah logis bila dia meninggalkan kedustaan terhadap manusia, lalu ia pergi dan berbuat kedustaan terhadap Allah Swt."

An-Nahl, ayat 106-109

{مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (106) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (107) أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (108) لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الآخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (109) }
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih daripada akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah; dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi.
Allah Swt. menyebutkan perihal orang yang kafir sesudah beriman dan menyaksikan kebenaran, lalu ia melegakan dadanya untuk kekafiran dan merasa tenang dengan kekafirannya. Allah Swt. murka terhadap orang tersebut, karena ia telah beriman, tetapi kemudian menggantikannya dengan kekafiran. Di hari akhirat nanti mereka akan mendapat siksa yang besar, disebabkan mereka lebih menyukai kehidupan dunia daripada akhirat. Sebagai buktinya ialah mereka rela murtad dari Islam demi memperoleh imbalan duniawi. Allah tidak memberi petunjuk kepada hati mereka serta tidak mengukuhkan mereka pada agama yang hak, karenanya hati mereka terkunci mati, dan mereka tidak dapat memikirkan sesuatu pun yang bermanfaat bagi diri mereka (di hari kemudian); pendengaran serta penglihatan mereka terkunci pula, sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan secara semestinya, dan pendengaran serta penglihatan mereka tidak dapat memberikan suatu manfaat pun kepada mereka. Mereka dalam keadaan lalai akan akibat buruk yang ditakdirkan atas diri mereka.
{لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الآخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ}
Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi. (An-Nahl: 109)
Yakni sudah pasti dan tidak mengherankan, begitulah sifatnya, mereka adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya kelak di hari kiamat.
Adapun mengenai makna firman-Nya:
{إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ}
kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). (An-Nahl: 106)
Hal ini merupakan pengecualian, ditujukan kepada orang yang kafir hanya dengan lisannya saja; dan kata-katanya menuruti orang-orang musyrik, sebab ia dipaksa dan dalam keadaan tekanan, pukulan, dan penindasan, sedangkan hatinya menolak apa yang diucapkannya, serta dalam keadaan tetap tenang dalam beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Ammar ibnu Yasir di saat ia disiksa oleh orang-orang musyrik sehingga ia kafir kepada Nabi Muhammad Saw. Ia mau menuruti kemauan mereka dalam hal tersebut karena terpaksa. Setelah itu Ammar datang menghadap kepada Nabi Saw. seraya meminta maaf, maka Allah menurunkan ayat ini. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Abu Malik.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَور، عَنْ مَعْمَر، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الجَزَريّ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ [بْنِ] مُحَمَّدِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ: أَخَذَ الْمُشْرِكُونَ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ فَعَذَّبُوهُ حَتَّى قَارَبَهُمْ فِي بَعْضِ مَا أَرَادُوا، فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ " قَالَ: مُطَمْئِنًا بِالْإِيمَانِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ عَادُوا فَعُدْ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Abu Ubaidah Muhammad ibnu Ammar ibnu Yasir yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik menangkap Ammar, lalu mereka menyiksanya sehingga Ammar terpaksa mau mendekati sebagian dari apa yang dikehendaki oleh mereka karena dalam tekanan siksaan. Setelah itu Ammar mengadukan perkaranya kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. bersabda, "Bagaimanakah kamu jumpai hatimu?" Ammar menjawab, "Tetap tenang dalam keadaan beriman." Nabi Saw. bersabda: Jika mereka kembali menyiksamu, maka lakukanlah pula hal itu.
Imam Baihaqi telah meriwayatkan hadis ini secara panjang lebar, lebih panjang daripada hadis ini; antara lain disebutkan di dalamnya:
أَنَّهُ سَبَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرَ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ، وَأَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تُركتُ حَتَّى سَببتك وَذَكَرْتُ آلِهَتَهُمْ بِخَيْرٍ! قَالَ: "كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟ " قَالَ: مُطَمْئِنًا بِالْإِيمَانِ. فَقَالَ: "إِنْ عَادُوا فَعُدْ". وَفِي ذَلِكَ أَنْزَلَ اللَّهُ: {إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ}
bahwa Ammar terpaksa mencaci Nabi Saw. dan menyebut tuhan-tuhan mereka dengan sebutan yang baik. Sesudah itu Ammar datang menghadap kepada Nabi Saw. dan mengadukan perihal apa yang telah dilakukannya, "Wahai Rasulullah, saya terus-menerus disiksa hingga saya terpaksa mencacimu dan menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan sebutan yang baik." Nabi Saw. bertanya, "Bagaimanakah dengan hatimu?" Ammar menjawab bahwa hatinya tetap tenang dalam beriman. Maka Nabi Saw. bersabda: Jika mereka (orang-orang musyrik) kembali menyiksamu, maka lakukan pula hal itu. Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya: kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman. (An-Nahl: 106)
Karena itulah para ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa untuk melakukan kekufuran diperbolehkan berpura-pura menuruti kemauan si pemaksa demi menjaga keselamatan jiwanya. Ia diperbolehkan pula tetap menolak, seperti apa yang pernah dilakukan oleh sahabat Bilal r.a.; dia menolak keinginan mereka yang memaksanya untuk kafir. Karena itulah mereka menyiksanya dengan berbagai macam siksaan, sehingga mereka meletakkan batu besar di atas dadanya di hari yang sangat panas.
Mereka memerintahkan Bilal untuk musyrik (mempersekutukan Allah), tetapi Bilal menolak seraya mengucapkan, "Esa, Esa (yakni Allah Maha Esa)."
Bilal r.a. mengatakan, "Demi Allah, seandainya saya mengetahui ada kalimat yang lebih membuat kalian marah, tentulah aku akan mengatakannya." Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada Bilal dan memberinya pahala yang memuaskannya.
Hal yang sama dilakukan oleh Habib ibnu Zaid Al-Ansari. Ketika Musailamah berkata kepadanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Habib menjawab, "Ya." Musailamah bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa diriku adalah utusan Allah?" Habib menjawab, "Saya tidak mendengar." Lalu Musailamah memotongi anggota tubuh Habib sedikit demi sedikit, sedangkan Habib tetap pada pendirian imannya.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عِكْرِمة، أَنَّ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَرَّق نَاسًا ارْتَدَوْا عَنِ الْإِسْلَامِ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: لَمْ أَكُنْ لِأُحَرِّقَهُمْ بِالنَّارِ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ". وَكُنْتُ قَاتِلَهُمْ بِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ" فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَقَالَ: وَيْحَ أُمِّ ابْنِ عَبَّاسٍ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Ikrimah, bahwa Ali r.a. pernah membakar hidup-hidup sejumlah orang yang murtad dari agama Islam. Ketika berita itu sampai kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas mengatakan, "Jika aku, maka sesungguhnya aku tidak akan menghukum mereka dengan membakar mereka, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Janganlah kalian menyiksa dengan memakai siksaan Allah (yakni memakai api).' Sedangkan engkau perangi mereka atas dasar sabda Rasulullah Saw. pula yang mengatakan: 'Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia'.” Ketika berita ucapan Ibnu Abbas sampai kepada Ali, maka ia berkata, "Beruntunglah ibu Ibnu Abbas!"
Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini pula.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا مَعْمَر، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ حُمَيْد بْنِ هِلَالٍ العَدَويّ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ: قَدِمَ عَلَى أَبِي مُوسَى معاذُ بْنُ جَبَلٍ بِالْيَمَنِ، فَإِذَا رَجُلٌ عِنْدَهُ، قَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ رَجُلٌ كَانَ يَهُودِيًّا فَأَسْلَمَ، ثُمَّ تَهَوَّدَ، وَنَحْنُ نُرِيدُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ مُنْذُ -قَالَ: أَحْسَبُ-شَهْرَيْنِ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا أَقْعُدُ حَتَّى تَضْرِبُوا عُنُقَهُ. فَضُرِبَتْ عُنُقُهُ. فَقَالَ: قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَنَّ مَنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ فَاقْتُلُوهُ-أَوْ قَالَ: مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Humaid ibnu Hilal Al-Adawi, dari Abu Burdah yang menceritakan bahwa Mu'az ibnu Jabal datang kepada Abu Musa di negeri Yaman, tiba-tiba ia menjumpai seorang lelaki sedang bersama Abu Musa. Maka Mu'az bertanya, "Apakah yang telah terjadi dengan orang ini?" Abu Musa menjawab, "Dia adalah seorang Yahudi dan masuk Islam, kemudian kembali memeluk agama Yahudi, sedangkan kami menginginkan agar dia tetap Islam sejak dia mengatakannya dua bulan yang silam." Maka sahabat Anas berkata, "Demi Allah, aku tidak akan duduk sebelum kamu penggal lehernya." Maka lelaki itu dipenggal lehernya. Setelah itu Mu'az ibnu Jabal mengatakan bahwa Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan bahwa barang siapa yang murtad dari agamanya, maka kalian harus membunuhnya. Atau Mu'az mengatakan: Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia oleh kalian.
Kisah ini yang terdapat di dalam kitab Sahihain disebutkan dengan lafaz yang lain.
Tetapi yang lebih afdal dan paling utama hendaknya seorang muslim tetap pada agamanya, sekalipun sikap ini akan membuatnya mati terbunuh.
Al-Hafiz ibnu Asakir dalam biografi Abdullah ibnu Huzafah As-Sahmi —salah seorang sahabat— menceritakan bahwa Ibnu Huzafah ditawan oleh orang-orang (pasukan) Romawi, lalu mereka menghadap­kannya kepada raja mereka. Raja mereka berkata, "'Masuk Nasranilah kamu, maka aku akan menjadikanmu sekutuku dalam kerajaanku. dan aku akan mengawinkanmu dengan anak perempuanku." Ibnu Huzafah menjawab, "Seandainya engkau berikan kepadaku semua yang engkau miliki dan semua apa yang dimiliki oleh bangsa Arab agar aku murtad dari agama Muhammad Saw., barang sekejap saja saya tetap menolak." Raja Romawi berkata, "Kalau begitu, saya akan membunuhmu." Ibnu Huzafah menjawab, "Itu terserah kamu." Maka Raja Romawi memerintahkan agar Ibnu Huzafah disalib, dan memerintahkan para juru pemanah agar memanahinya pada sasaran yang berdekatan dengan kedua tangan dan kedua kakinya, sedangkan si Raja Romawi itu sendiri terus menawarkan, kepadanya untuk menjadi seorang Nasrani. Tetapi Ibnu Huzafah tetap menolak. Kemudian Raja Romawi memerintahkan agar Ibnu Huzafah diturunkan dari penyalibannya, dan ia memerintahkan agar disediakan sebuah ketel besar—menurut riwayat lain panci tembaga yang besar— lalu dipanaskan. Dan didatangkanlah seorang tawanan dari pasukan kaum muslim, kemudian dilemparkan ke dalam panci panas itu, sedangkan Ibnu Huzafah melihat kejadian itu. Tiba-tiba orang yang dimasukkan ke dalamnya itu tulang-tulangnya kelihatan dalam waktu tidak lama. Raja Romawi menawarkan kepada Ibnu Huzafah untuk masuk Nasrani, tetapi Ibnu Huzafah tetap menolak, maka Raja Romawi memerintahkan agar Ibnu Huzafah dicampakkan ke dalam panci tersebut. Lalu tubuhnya diangkat memakai pelontar untuk dimasukkan ke dalam panci yang mendidih itu. Maka menangislah Ibnu Huzafah, hal ini membuat Raja Romawi ingin tahu penyebabnya, lalu dia memanggilnya (memerintahkan agar dia diturunkan dan menghadap kepadanya). Maka Ibnu Huzafah berkata, "Sesungguhnya saya menangis tiada lain karena jiwaku hanya satu yang akan dilemparkan ke dalam panci panas ini demi membela agama Allah. Padahal aku menginginkan bila setiap helai rambut dari tubuhku memiliki jiwa yang disiksa dengan siksaan ini demi membela agama Allah."
Menurut riwayat yang lainnya, Raja Romawi memenjarakannya dan tidak memberinya makan dan minum selama beberapa hari. Kemudian dikirimkan kepadanya khamr dan daging babi, tetapi Ibnu Huzafah jangankan menjamah, mendekatinya pun tidak. Lalu Raja Romawi memanggilnya dan berkata, "Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk makan?" Ibnu Huzafah menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya makanan tersebut sebenarnya boleh kumakan (karena keadaan darurat), tetapi aku tidak ingin menjadi penyebab kamu menertawakan diriku." Maka Raja Romawi mencium kepalanya dan berkata kepadanya, "Aku akan melepaskanmu menjadi bebas." Ibnu Huzafah berkata, "Apa kamu bebaskan pula bersamaku semua tawanan kaum muslim?" Raja Romawi menjawab, "Ya." Lalu Raja Romawi mencium kepala Ibnu Huzafah dan membebaskannya bersama-sama dengan semua tawanan kaum muslim yang ada padanya. Ketika Ibnu Huzafah kembali, maka Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. berkata kepadanya, "Sudah sepantasnya bagi setiap muslim mencium kepala Abdullah ibnu Huzafah. dan sayalah orang yang memulainya." Umar r.a. berdiri, lalu mencium kepala Ibnu Huzafah r.a.

An-Nahl, ayat 110-111

{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (110) يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا وَتُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (111) }
Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).
Mereka adalah golongan lain yang dahulu di Mekah dalam keadaan lemah dan tertindas oleh kaumnya, keadaan mereka yang lemah itu membuat mereka terpaksa menyetujui fitnah yang menimpa mereka. Kemudian mereka dapat meloloskan dirinya dengan berhijrah. Mereka rela meninggalkan negerinya, keluarga, dan harta bendanya demi mencari keridaan Allah dan ampunan-Nya.
Kemudian mereka bergabung ke dalam barisan orang-orang mukmin dan berjihad melawan orang-orang kafir bersama saudara-saudara seiman mereka, dan mereka bersabar (dalam menghadapi semua tantangan).
Maka Allah Swt. memberitakan bahwa Dia benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka atas perbuatan (terpaksa menyetujui fitnah) yang telah dilakukannya kelak di hari mereka dikembalikan ke sisi-Nya.
{يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا}
(Yaitu) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri. (An-Nahl: 111)
Tiada seorang pun yang membela ayahnya atau anaknya atau saudaranya atau istrinya.
{وَتُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ}
dan tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya. (An-Nahl: 111)
apakah perbuatan baik ataukah perbuatan buruk.
{وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan). (An-Nahl: 111)
Maksudnya, tiada pahala kebaikannya yang dikurangi dan tiada balasan keburukannya yang ditambahkan, serta mereka tidak dianiaya barang sekecil apa pun.

An-Nahl, ayat 112-113

{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112) وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ (113) }
Dan Allah telah  membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Apa yang disebutkan oleh kedua ayat di atas merupakan suatu perumpamaan yang menggambarkan keadaan penduduk Mekah. Karena sesungguhnya Mekah adalah kota yang aman, tenteram, dan tenang; sedangkan orang-orang yang tinggal di sekitarnya tinggal dalam keadaan tidak aman. Barang siapa yang memasuki kota Mekah, amanlah dia dan tidak takut lagi, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا}
Dan mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (Tanah Suci) yang aman. yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagi kalian) dari Kami? (Al-Qashash: 57)
Hal yang sama disebutkan pula dalam ayat berikut ini melalui firman-Nya:
{يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا}
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah. (An-Nahl: 112)
Yakni enak dan mudah.
{مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ}
dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 112)
Artinya, mereka mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada padanya; dan yang paling besar ialah diutus-NyaNabi Muhammad Saw. kepada mereka.
Di dalam ayat lain disebutkan:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ}
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahanam, mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (Ibrahim: 28-29)
Karena itulah maka Allah mengganti kedua keadaan yang mereka peroleh itu dengan dua keadaan yang kebalikannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ}
karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan. (An-Nahl: 112)
Yakni merasakan dan menimpakan secara menyeluruh kepada mereka kelaparan, padahal sebelumnya didatangkan kepada mereka segala macam buah-buahan; dan rezekinya datang kepadanya dengan melimpah ruah dari segenap tempat.
Demikian itu karena mereka durhaka kepada Rasulullah Saw. dan selalu menentangnya. Maka Rasulullah Saw. berdoa memohon kepada Allah semoga Dia menimpakan musim paceklik kepada mereka, seperti musim paceklik yang dialami oleh Nabi Yusuf. Maka mereka tertimpa paceklik yang menghabiskan segala sesuatu milik mefeka, sehingga mereka terpaksa memakan bulu unta yang dicampur dengan darahnya bilamana mereka menyembelihnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْخَوْفِ}
dan ketakutan. (An-Nahl: 112)
Demikian itu karena mereka mengganti keamanan mereka dengan rasa takut kepada Rasulullah Saw. dan para sahabatnya setelah beliau dan para sahabatnya hijrah ke Madinah. Yakni orang-orang kafir Mekah selalu dicekam oleh rasa takut terhadap, pembalasan Nabi Saw. dan pasukan kaum muslim. Dan mereka membuat semua yang merekamiliki menjadi hancur dan rendah, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya atas kota Mekah.
Demikian itu terjadi disebabkan perbuatan mereka (orang-orang kafir Mekah) sendiri, kelaliman serta kedustaan mereka terhadap Rasulullah Saw. yang diutus oleh Allah kepada mereka dari kalangan mereka sendiri. Padahal kerasulan Nabi Muhammad Saw. yang diangkat dari kalangan mereka merupakan suatu anugerah yang diberikan kepada mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.
{فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا رَسُولا}
maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal, (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian, (dan mengutus) seorang rasul. (Ath-Thalaq: 10-11), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.
{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ}
Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al-Kitab dan hikmah. (Al-Baqarah: 151)
sampai dengan firman-Nya:
{وَلا تَكْفُرُونِ}
dan janganlah kalian mengingkari (nikmat). (Al-Baqarah: 152)
Sebagaimana keadaan orang-orang kafir terbalik, dari aman menjadi takut, dan dari hidup makmur menjadi kelaparan; maka Allah mengganti keadaan orang-orang mukmin sesudah mereka hidup dalam ketakutan, kini mereka hidup aman. Allah memberi mereka rezeki yang berlimpah sesudah mereka hidup miskin. Allah juga menjadikan mereka para raja, para penguasa, para pemimpin, para panglima, dan para imam.
Apa yang kami katakan, bahwa makna ayat ini adalah perumpamaan yang menggambarkan tentang penduduk Mekah, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Pendapat yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Malik meriwayatkannya dari Az-Zuhri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Barqi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Syuraih, bahwa Abdul Karim ibnul Haris Al-Hadrami pernah bercerita kepadanya bahwa ia pernah mendengar Masyrah ibnu Ha'an mengatakan, "Aku pernah mendengar Sulaim ibnu Namir mengatakan bahwa kami pulang dari melakukan ibadah haji bersama Siti Hafsah, istri Nabi Saw.; sedangkan Khalifah Usman dalam keadaan terkepung di Madinah." Siti Hafsah selalu menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh Usman r.a. hingga ia bersua dengan dua orang pengendara (musafir yang berlawanan arah dengannya). Maka ia mengutus kurirnya untuk menanyakan perihal Usman kepada kedua musafir tersebut Kedua orang pengendara itu menjawab bahwa khalifah Usman telah gugur. Siti Hafsah berkata, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud dengan kampung itu adalah Madinah." Yakni kampung yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 112)
Ibnu Syuraih mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnul Mugirah, dari seseorang yang menceritakan kepadanya bahwa orang tersebut mengatakan, "Yang dimaksud dengan kampung dalam ayat ini ialah Madinah."

An-Nahl, ayat 114-117

{فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (114) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (115) وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (116) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (117) }
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian; dan syukurilah nikmat Allah, jika kalian hanya kepada-Nya saja menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atas kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta.”Ini halal dan ini haram, " untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar memakan rezeki-Nya yang halal lagi baik, dan bersyukur kepada-Nya atas karunia tersebut. Karena sesungguhnya Allah-lah yang mengarunia­kan nikmat itu kepada mereka, Dialah yang berhak disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Kemudian Allah menyebutkan apa-apa yang diharamkan-Nya atas mereka, karena di dalamnya terkandung mudarat atau bahaya bagi mereka, baik menyangkut agama maupun urusan dunia mereka; yaitu bangkai, darah, dan daging babi, serta:
{وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ}
dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. (An-Nahl: 115)
Yakni hewan yang disembelih bukan dengan menyebut nama Allah. Akan tetapi, sekalipun demikian disebutkan oleh firman-Nya:
{فَمَنِ اضْطُرَّ}
tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya. (An-Nahl: 115)
Yaitu dalam keadaan terdesak dan darurat, maka ia boleh memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas.
{فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 115)
Dalam pembahasan terdahulu telah diterangkan tafsir ayat yang semisal, yaitu dalam surat Al-Baqarah; sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir ayat surat An-Nahl ini.
Kemudian Allah melarang menempuh jalan orang-orang musyrik, yaitu mereka yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanya berdasarkan nama-nama dan istilah-istilah yang mereka ada-adakan menurut pendapat mereka sendiri. Misalnya mereka mengharamkan bahirah, saibah. wasilah, dan ham serta lain-lainnya yang diberlakukan di kalangan mereka oleh buatan mereka sendiri di masa Jahiliah.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ}
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, "Ini halal dan ini haram," untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. (An-Nahl: 116)
Termasuk ke dalam pengertian ini setiap orang yang mengadakan suatu bid'ah yang tidak ada sandarannya dari hukum syara', atau ia menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, atau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, hanya berdasarkan pendapat sendiri dan kemauan hawa nafsunya.
Huruf ma yang terdapat di dalam firman-Nya:
{لِمَا}
apa yang disebut-sebut. (An-Nahl: 116)
adalah ma masdariyah, yakni janganlah kalian mengatakan secara dusta terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian.
Kemudian Allah Swt. mengancam pelakunya melalui firman berikutnya, yaitu:
{إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (An-Nahl: 116)
Yakni tidak beruntung di dunia, tidak pula di akhirat. Adapun di dunia, yang didapat hanyalah kesenangan yang sementara; sedangkan di akhirat nanti para pelakunya akan mendapat azab yang pedih, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras. (Luqman: 24)
{إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ مَتَاعٌ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung. (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka. (Yunus: 69-70)

An-Nahl, ayat 118-119

{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (118) ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (119) }
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya); sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setelah Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengharamkan atas kita bangkai, darah, daging babi, dan hewan ternak yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, sesungguhnya Allah memberikan rukhsah padanya hanya bagi orang yang dalam keadaan darurat. Di dalam hal ini terkandung keluasan bagi umat ini yang Allah,menghendaki untuk mereka kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi mereka. Setelah itu Allah Swt. menyebutkan apa yang dahulu pernah Dia haramkan atas orang-orang Yahudi dalam syariat mereka, sebelum di-mansukh. Di dalamnya terdapat belenggu-belenggu, kesempitan, dan beban-beban yang memberatkan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ}
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu. (An-Nahl: 118)
Dan dalam surat Al-An'am disebutkan oleh firman-Nya:
{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا }
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku: dan dari sapi dan domba. Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya. (Al-An'am: 146)
sampai dengan firman-Nya:
وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
benar-benar Mahabenar. (Al-An'am: 146)
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ}
dan Kami tiada menganiaya mereka. (An-Nahl: 118)
Yakni melalui apa yang Kami sempitkan atas diri mereka.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Al-An 'am: 118)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan perlakuan itu. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا}
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (An-Nisa: 160)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat Kemuliaan-Nya dan Kelapangan-Nya terhadap orang-orang mukmin yang durhaka, bahwa barang siapa di antara mereka yang bertobat kepada Allah, tentulah Allah menerima tobatnya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ}
Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohan. (An-Nahl: 119)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat durhaka, dia adalah orang yang bodoh.
{ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا}
kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). (An-Nahl: 119)
Maksudnya, mereka berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mulai mengerjakan amal-amal ketaatan.
{إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 119)
Yakni sesungguhnya Allah Swt. —sesudah mereka mengerjakan perbuatan itu dan tergelincir— benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka yang bertobat.

An-Nahl, ayat 120-123

{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (120) شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (121) وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (122) ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (123) }
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, " dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Allah Swt. memuji hamba, rasul, dan kekasih-Nya—yaitu Nabi Ibrahim, imam orang-orang yang hanif dan orang tua para nabi— bahwa dia bersih dari kemusyrikan, juga dari Yahudi dan Nasrani. Untuk itulah Allah Swt. berfirman.
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. (An-Nahl: 120)
Makna al-ummah dalam ayat ini ialah imam yang dijadikan panutan. Al-qanit artinya patuh dan taat, al-hanif artinya menyimpang dari kemusyrikan dan menempuh jalan tauhid. Karena itulah disebutkan dalam akhir ayat.
{وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (An-Nahl: 120)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Mus­lim Al-Batin, dari Abul Abidin, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang makna al-ummatul adnitu. Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Ummah artinya mu'allim (guru) kebaikan, sedangkan al-qanit artinya taat kepada Allah dan Rasul-Nya."
Dari Malik, disebutkan bahwa Ibnu Umar mengatakan bahwa al-ummah ialah orang yang mengajar manusia akan agama mereka.
Al-A'masy mengatakan dari Yahya ibnul Jazzar, dari Abul Abidin, bahwa ia datang kepada Abdullah ibnu Mas'ud, lalu ia berkata, "Kepada siapa lagi kami bertanya kalau bukan kepada engkau?" Maka Ibnu Mas'ud kelihatan seakan-akan kasihan kepadanya, lalu Abul Abidin bertanya, "Ceritakanlah kepadaku apakah makna al-ummah itu!" Abdullah ibnu Mas'ud menjawab bahwa al-ummah ialah orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.
Asy-Sya'bi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Farwah ibnu Naufal Al-Asyja'i yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Mu'az adalah seorang yang mengajarkan kebaikan lagi taat kepada Allah dan hanif. Maka aku berkata dalam hatiku bahwa Abu Abdur Rahman keliru. Lalu Mu'az berkata bahwa sesungguhnya Allah Swi. berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan. (An-Nahl: 120) Lalu Mu'az berkata, "Tahukah kamu apakah makna ummah dan qanit!" Saya menjawab, "Allah lebih mengetahui." Mu'az berkata, "Ummah ialah orang yang mengajarkan kebaikan, dan qanit ialah orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula keadaan Mu'az. Asar ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud, diketengahkan oieh Ibnu Jarir.
Mujahid mengatakan bahwa al-ummah artinya suatu umat, dan al-qanit ialah orang yang taat.
Mujahid mengatakan pula bahwa Ibrahim a.s. adalah seorang ummah, yakni orang yang beriman sendirian, sedangkan manusia semuanya di masa itu kafir.
Qatadah mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang imam yang memberi petunjuk, sedangkan al-qanit artinya orang yang taat kepada Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{شَاكِرًا لأنْعُمِهِ}
(lagi) mensyukuri nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 121)
Yaitu selalu menetapi syukur atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepadanya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang mengatakan:
{وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى}
dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37)
Artinya, selalu mengerjakan semua yang diperintahkan Allah kepadanya.
Firman Allah Swt.:
{اجْتَبَاهُ}
Allah telah memilihnya. (An-Nahl: 121)
Yakni memilihnya menjadi orang pilihan-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui Firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Al-Anbiya: 51)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (An-Nahl: 121)
Yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, menurut syariat yang diridai-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً}
Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl: 122)
Maksudnya, Kami himpunkan baginya kebaikan dunia dari seluruh apa yang diperlukan oleh orang mukmin dalam kehidupannya yang sempurna lagi baik.
{وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (An-Nahl: 122)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl: 122) Yakni berupa lisan yang benar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” (An-Nahl: 123)
Yakni karena kesempurnaannya dan kebenaran tauhid dan jalannya, maka Kami wahyukan kepadamu, hai penutup para rasul, penghulu para nabi:
{أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 161)
Dalam firman selanjutnya Allah mengingkari orang-orang Yahudi.

An-Nahl, ayat 124

{إِنَّمَا جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (124) }
Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan.
Tidak diragukan bahwa Allah Swt. mensyariatkan atas setiap umat suatu hari dari satu minggu agar mereka berkumpul padanya guna melakukan ibadah.
Maka Allah mensyariatkan bagi umat ini hari Jumat, mengingat hari Jumat adalah hari keenam. Pada hari Jumatlah Allah merampung­kan penciptaan-Nya, dan semua makhluk dikumpulkan pada hari itu serta sempurnalah nikmat Allah atas hamba-hamba-Nya.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Allah Swt. mensyariatkan hal tersebut kepada kaum Bani lsrail melalui lisan Nabi Musa a.s. (yakni berkumpul melakukan ibadah pada hari Jumat). Tetapi mereka menggantinya dan memilih hari Sabtu, karena sesungguhnya hari Sabtu adalah hari yang Allah tidak menciptakan sesuatu pun padanya; mengingat semua penciptaan telah diselesaikan pada hari sebelumnya, yaitu hari Jumat. Maka Allah menetapkan hari Sabtu buat mereka dalam syariat kitab Taurat, dan memerintahkan mereka agar berpegang teguh padanya serta memeliharanya. Selain dari itu Allah memerintahkan kepada mereka agar mengikuti Nabi Muhammad Saw. bila telah diutus oleh Allah Swt. Kemudian Allah mengambil janji-janji dan sumpah-sumpah mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ}
Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. (An-Nahl: 124)
Mujahid mengatakan bahwa mereka memakai hari Sabtu dan meninggal­kan hari Jumat. Kemudian mereka terus-menerus berpegang pada hari Sabtu hingga Allah mengutus Isa putra Maryam.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Nabi Isa memindahkan mereka kepada hari Ahad. Menurut pendapat yang lainnya lagi, Isa tidak meninggalkan syariat Kitab Taurat kecuali apa yang di-mansukh pada sebagian hukum-hukumnya, dan bahwa sesungguhnya Isa masih tetap memelihara hari Sabtu hingga ia diangkat. Sesungguhnya orang-orang Nasrani sesudahnya—yaitu di zaman Konstantinopel—mengalihkannya ke hari Ahad untuk membedakan dengan orang-orang Yahudi, dan mereka mengalihkan arah salatnya menghadap ke arah timur, tidak lagi menghadap ke arah Sakhrah (kubah Baitul Maqdis).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu.Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ الْآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِي فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ لَهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ، الْيَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ".
Kami adalah umat yang terakhir, tetapi umat yang paling ter­dahulu di hari kiamat, hanya bedanya mereka diberikan Al-Kitab sebelum kami. Kemudian hari ini (Jumat) adalah hari mereka juga yang telah difardukan Allah atas mereka, tetapi mereka berselisih pendapat tentangnya, dan Allah memberi kami petunjuk kepadanya. Manusia sehubungan dengan hal ini mengikuti kami, orang-orang Yahudi besok, dan orang-orang Nasrani lusanya.
Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Huzaifah: keduanya mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَضَلَّ اللَّهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا، فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتَ، وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الْأَحَدِ، فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ ليوم الْجُمُعَةِ، فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَالْأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، نَحْنُ الْآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَالْمَقْضِيُّ بَيْنَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ".
Allah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka orang-orang Yahudi menjadi hari Sabtu, dan orang-orang Nasrani menjadi hari Ahad. Dan Allah mendatangkan kita, lalu Dia memberi kita petunjuk kepada hari Jumat. Dia menjadikan hari Jumat, lalu hari Sabtu dan hari Ahad; demikian pula halnya mereka adalah mengikut kita pada hari kiamat. Kita adalah umat yang terakhir dari kalangan penduduk dunia, tetapi merupakan orang-orang yang pertama pada hari kiamat, dan yang diputuskan peradilan di antara sesama mereka sebelum umat-umat lainnya. (Riwayat Muslim)

An-Nahl, ayat 125

{ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125) }
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesal dari jalan-Nya. dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad Saw. agar menyeru manusia untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang diturunkan kepadanya berupa Al-Qur'an, Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah Swt. (terhadap mereka yang durhaka).
Firman Allah Swt.
{وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ}
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125)
Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Ayat ini sama pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ}
Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46), hingga akhir ayat.
Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus oleh Allah Swt. kepada Fir'aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى}
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya. (An-Nahl: 125), hingga akhir ayat.
Maksudnya, Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Kamilah yang akan menghisab. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ}
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. (Al-Qashash: 56)
{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ}
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk (Al-Baqarah: 272)

An-Nahl, ayat 126-128

{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126) وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127) إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128) }
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesaharanmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Allah Swt. memerintahkan untuk berbuat adil dalam qisas (pembalasan) dan seimbang dalam menunaikan hak, seperti yang disebutkan dalam riwayat Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Khalid, dari Ibnu Sirin yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}
maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl: 126)
Bahwa jika seseorang mengambil sesuatu dari kalian, maka ambillah darinya yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibrahim, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. '
Ibnu Zaid mengatakan bahwa pada mulanya kaum muslim diperin­tahkan memaaf terhadap sikap orang-orang musyrik. Tetapi setelah masuk Islam, banyak lelaki yang mempunyai kekuatan, maka mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sekiranya Allah memberi izin kepada kita (untuk membalas), tentulah kami akan balas anjing-anjing itu." Maka turunlah ayat ini, yang kemudian di-mansukh oleh ayat jihad.
Muhammad ibnu lshaq telah meriwayatkan dari salah seorang temannya, dari Ata ibnu Yasar yang mengatakan bahwa surat An-Nahl seluruhnya diturunkan di Mekah, maka ia termasuk surah Makkiyyah; kecuali tiga ayatyang tertetak di akhirnya, ketigaayat tersebut diturunkan di Madinah sesudah Perang Uhud, ketika Hamzah r.a. gugur dalam keadaan tercincang. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَئِنْ ظَهَرْنَا عَلَيْهِمْ لَنُمَثِّلَنَّ بِثَلَاثِينَ رَجُلًا مِنْهُمْ"
Sesungguhnya jika Allah memberikan kemenangan kepadaku atas mereka, sesungguhnya aku akan balas mencincang tiga puluh orang lelaki dari kalangan mereka (sebagai pembalasan atas kematian Hamzah).
Ketika kaum muslim mendengar hal tersebut, mereka berkata, "Demi Allah, seandainya Allah memenangkan kita atas mereka, sungguh kita akan mencincang mereka dengan cincangan yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan orang-orang Arab." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan 'yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126), hingga akhir surat.
Hadis ini mursal di dalam sanadnya terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya.
Tetapi hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain secara muttasil oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا صَالِحُ الْمُرِّيُّ ، عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَفَ عَلَى حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حِينَ اسْتُشْهِدَ، فَنَظَرَ إِلَى مَنْظَرٍ لَمْ يَنْظُرْ أَوْجَعَ لِلْقَلْبِ مِنْهُ. أَوْ قَالَ: لِقَلْبِهِ [مِنْهُ] فَنَظَرَ إِلَيْهِ وَقَدْ مُثِّل بِهِ فَقَالَ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ، إِنْ كُنْتَ -لَمَا علمتُ-لَوَصُولًا لِلرَّحِمِ، فَعُولًا لِلْخَيْرَاتِ، وَاللَّهِ لَوْلَا حُزْنُ مَنْ بَعْدَكَ عَلَيْكَ، لَسَرَّنِي أَنْ أَتْرُكَكَ حَتَّى يَحْشُرَكَ اللَّهُ مِنْ بُطُونِ السِّبَاعِ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-أَمَا وَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ، لَأُمَثِّلَنَّ بِسَبْعِينَ كَمُثْلَتِكَ. فَنَزَلَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذِهِ السُّورَةِ وَقَرَأَ: {وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ، فَكَفَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي: عَنْ يَمِينِهِ-وَأَمْسَكَ عَنْ ذَلِكَ
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. berdiri di dekat jenazah Hamzah ibnu Abdul Muttalib r.a. setelah ia gugur sebagai syuhada. Nabi Saw. melihat suatu pemandangan yang belum pernah beliau lihat sangat menyakitkan seperti pemandangan kala itu. Nabi Saw. melihat jenazah Hamzah dalam keadaan telah dicincang (dirobek dadanya). Beliau bersabda: Semoga rahmat Allah lerlimpahkan kepadamu, sesungguhnya engkau menurut sepengetahuanku tiada lain seorang yang suka menghubungkan tali silaturahmi lagi banyak berbuat kebaikan. Demi Allah, seandainya tiada kesedihan atas dirimu karena tidak tega melihat keadaanmu, tentulah aku suka bila kubiarkan engkau, hingga Allah membangkitkanmu dari perut binatang-binatang buas (atau dengan kalimat yang semisal). Ingatlah, demi Allah, atas kejadian ini; sungguh aku akan mencincang tujuh puluh orang (dari mereka) seperti cincangan yang dialami olehmu. Maka Malaikat Jibril a.s. turun kepada Nabi Muhammad Saw. dengan membawa ayat ini, lalu ia membacakannya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: I26), hingga akhir surat. Lalu Rasulullah Saw. membayar kifarat sumpahnya dan menahan diri dari apa yang diniatkannya itu.
Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena sesungguhnya Saleh Al-Murri orangnya daif menurut pendapat para imam ahli hadis. Bahkan Imam Bukhari mengatakan bahwa hadisnya berpredikat munkar.
Asy-Sya'bi dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan ucapan kaum muslim dalam Perang Uhud sehubungan dengan orang-orang mereka yang gugur dalam keadaan tercincang.
Mereka mengatakan, "Sungguh kami akan mencincang mereka sebagaimana mereka mencincang kami." Lalu Allah Swt. menurunkan ayat-ayat ini berkenaan dengan hal tersebut.
Abdullah (putra Imam Ahmad) mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Abdul Wahhab Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Ubaid, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa dalam Perang Uhud telah gugur dari kalangan Ansar sebanyak enam puluh orang lelaki, sedangkan dari kalangan Muhajirin hanya enam orang. Maka para sahabat Rasulullah Saw. berkata, "Seandainya kita mendapat kemenangan dalam perang berikutnya dari orang-orang musyrik, sungguh kami akan balas mencincang mereka." Dan ketika hari kemenangan atas kota Mekah terjadi, seorang lelaki berkata, "Sesudah hari ini Quraisy tidak akan dikenal lagi." Maka terdengarlah suara seruan yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah memberikan jaminan keamanan kepada semua orang, baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit putih, kecuali si anu dan si anu. Disebutkan nama sejumlah orang yang dimaksud. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahi: 126), hingga akhir surat. Dan Rasulullah Saw. bersabda: Kami akan bersabar dan tidak akan membalas.
Ayat ini mempunyai persamaan dengan ayat-ayat lain, yang intinya mengandung perintah untuk bersikap adil dan dianjurkan bersikap pemurah (memaaf), seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. (Asy-Syura: 40), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ}
dan luka-luka (pun) ada qisasnya. (Al-Maidah: 45)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}
Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126)
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ}
Tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ}
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah. (An-Nahl: 127)
Hal ini mengukuhkan perintah bersabar, sekaligus sebagai pemberitaan bahwa kesabaran itu tidak dapat diraih melainkan berkat kehendak Allah dan pertolongan-Nya, serta berkat upaya dan kekuatan-Nya. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ}
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. (An-Nahl: 127)
Yakni terhadap orang-orang yang menentangmu, karena sesungguhnya Allah telah menakdirkan hal tersebut.
{وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ}
dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (An-Nahl: 127)
Artinya, janganlah kamu merasa duka cita terhadap upaya keras mereka dalam memusuhimu dan memasukkan kemusyrikan terhadapmu, karena sesungguhnya Allah-lah yang mencukupi, menolongmu, mendukungmu, menampakkan kamu, dan memenangkan kamu atas mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ}
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl: 128)
Yakni Allah beserta mereka melalui dukungan-Nya, pertolongan-Nya, bantuan-Nya, petunjuk dan upaya-Nya. Makna kebersamaan ini bersifat khusus, seperti pengertian kebersamaan yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا}
(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.”(Al-Anfal: 12)
Dan firman Allah Swt. kepada Musa dan Harun, yaitu:
{لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى}
Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha: 46)
Demikian pula dalam sabda Nabi Saw. kepada Abu Bakar As-Siddiq di dalam gua:
{لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا}
Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. (At-Taubah: 40)
Adapun kebersamaan yang mengandung makna umum, maka pengertiannya hanya melalui pendengaran, penglihatan, dan pengetahuan; seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}
Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا}
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. (Al-Mujadilah: 7)
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu. (Yunus: 61). Hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ اتَّقَوْا}
orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 128) Maksudnya, orang-orang yang meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
{وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ}
dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl: 128)
Yakni orang-orang yang mengerjakan ketaatan. Mereka adalah orang-orang yang dijaga oleh Allah, dipelihara-Nya, ditolong-Nya, didukung­Nya, dan dimenangkan-Nya atas musuh-musuh mereka dan orang-orang yang menentang mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubair, telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Hatib yang mengatakan bahwa Khalifah Usman ibnu Affan termasuk orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Demikianlah akhir dari tafsir surat An-Nahl. Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya. semoga salawat dan salam-Nya terlimpah-kan kepada junjungan kita —Nabi Muhammad— beserta segenap keluarga dan sahabat-sahabatnya.
[آخِرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ النَّحْلِ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ أَجْمَعُهُ وَالْمِنَّةُ، وَبِهِ الْمُسْتَعَانُ وَهُوَ حَسَبُنَا وَنَعِمَ الوكيل]
**************************************
Akhir juz 14
**************************************
Rev. 15.05.2013