At-Taubah, ayat 65-66
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ
لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ
وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ
بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً
بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66) }
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah
mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja.” Katakanlah, "Apakah dengan Allah.
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian
minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan
dari kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab
golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu
berbuat dosa.
Abu
Ma'syar Al-Madini telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan
lain-lainnya yang semuanya mengatakan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan
orang-orang munafik mengatakan, "Menurut penilaianku, mereka yang menjadi
tamu kita tiada lain adalah orang-orang yang paling mengabdi kepada perutnya,
paling dusta lisannya, dan paling pengecut di saat perang berkecamuk."
Lalu hal itu disampaikan kepada Rasulullah Saw., dan lelaki itu datang kepada
Rasulullah Saw. yang telah berada di atas untanya dan memacunya untuk
berangkat, kemudian lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Maka Allah Swt.
menjawabnya melalui firman-Nya: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan
Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok1 (At-Taubah: 65) Sampai
dengan firman-Nya: mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (At-Taubah:
66) Sedangkan kedua telapak kaki lelaki itu terseret di atas batu-batuan,
tetapi Rasulullah Saw. tidak menolehnya, dan lelaki itu bergantungan pada
pedang Rasulullah Saw.
Abdullah
ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid
ibnu Aslam, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa seorang lelaki dalam
Perang Tabuk mengatakan dalam suatu majelis, ”Saya belum pernah melihat orang
seperti tamu-tamu kita itu. Mereka adalah pengabdi perutnya, paling dusta
lisannya, dan paling pengecut dalam perang." Maka seorang lelaki lain yang
ada di dalam masjid berkata, "Kamu dusta, sebenarnya kamu adalah orang munafik.
Aku benar-benar akan menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw." Maka
berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., dan Al-Qur'an yang mengenainya pun diturunkan.
Abdullah ibnu Umar mengatakan, "Aku melihat lelaki itu bergantung pada
tali pelana unta Rasulullah Saw. dan dikenai oleh batu-batuan yang terlemparkan
(oleh injakan kaki unta Nabi Saw.) seraya berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.' Lalu Rasulullah
Saw. membacakan firman-Nya: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? (At-Taubah: 65), hingga akhir
ayat'."
Al-Lais
meriwayatkan hal yang semisal dari Hisyam ibnu Sa'd.
Ibnu
Ishaq mengatakan bahwa segolongan orang munafik yang antara lain Wadi'ah ibnu
Sabit (saudara Bani Umayyah ibnu Zaid ibnu Amr ibnu Auf) dan seorang lelaki
dari Bani Asyja' (teman sepakta Bani Salamah yang dikenal dengan nama Makhsyi
ibnu Humair) berjalan bersama Rasulullah Saw. yang saat itu sedang menuju ke
medan Tabuk. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
"Apakah kalian menduga bahwa memerangi keperkasaan dan keteguhan Bani
Asfar (orang-orang Romawi) itu sama dengan peperangan yang terjadi di antara
orang-orang Arab sebagian dari mereka dengan sebagian yang lain? Demi Allah,
sesungguhnya kami dan kalian besok seakan-akan terjepit di bukit-bukit
itu." Mereka mengatakan demikian dengan maksud menakut-nakuti dan
melemahkan semangat kaum muslim.
Makhsyi
ibnu Humair berkata, "Demi Allah, saya lebih suka bila diputuskan hukuman
kepada setiap orang di antara kita dengan seratus kali deraan. Dan sesungguhnya
kita pasti kalah bila diturunkan Al-Qur'an yang membeberkan perkataan kalian
ini."
Menurut
berita yang sampai kepadaku (perawi), Rasulullah Saw. bersabda kepada Ammar
ibnu Yasir, "Susullah kaum munafik itu, karena sesungguhnya mereka
telah terbakar; dan tanyailah mereka tentang apa yang telah mereka ucapkan itu.
Jika mereka mengingkari ucapannya, maka katakanlah bahwa kalian telah
mengatakan anu dan anu."
Maka
Ammar berangkat menemui mereka dan mengatakan hal tersebut. Lalu mereka
menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta maaf.
Wadi'ah
ibnu Sabit berkata kepada Rasulullah Saw. yang saat itu telah berada di atas
unta kendaraannyam sedangkan Wadi’ah memegang tali pelananya seraya berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main
saja."
Makhsyi
ibnu Humair berkata, "Wahai Rasulullah, hapuslah namaku dan nama ayahku
(yakni gantilah)." Dan tersebutlah bahwa di antara orang yang dimaafkan
dalam ayat ini ialah Makhsyi ibnu Humair. Lalu ia mengganti namanya menjadi
Abdur Rahman, dan memohon kepada Allah agar dirinya gugur sebagai syuhada tanpa
diketahui tempatnya. Akhirnya ia gugur dalam Perang Yamamah dan tidak dijumpai
bekas-bekasnya.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan
menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja.” (At-Taubah: 65) Ketika Nabi Saw. berangkat menuju ke medan Tabuk,
sedangkan orang-orang munafik ikut berangkat bersamanya dengan mengambil posisi
di depannya, lalu mereka berkata, "Orang ini (yakni Nabi) menduga bahwa
dia dapat menaklukkan kerajaan Romawi berikut semua bentengnya. Alangkah
jauhnya dari kenyataan." Maka Allah memperlihatkan kepada Nabi-Nya apa
yang mereka perbincangkan itu. Rasulullah Saw. bersabda, ”Hadapkanlah
orang-orang itu kepadaku!"
Maka
mereka dipanggil, lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Kalian telah
mengatakan anu dan anu." Tetapi mereka bersumpah seraya berkata,
"Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja."
Ikrimah
telah mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa seorang lelaki dari kalangan
orang-orang yang dimaafkan —jika Allah menghendakinya— mengatakan dalam doanya,
"Ya Allah, sesungguhnya aku mendengar suatu ayat yang ditujukan terhadap
diriku sehingga membuat semua kulitku pucat dan hatiku bergetar ketakutan
karenanya. Ya Allah, jadikanlah kematianku dalam keadaan membela jalan-Mu,
tanpa ada seorang pun yang mengatakan, 'Saya telah memandikannya, saya telah
mengafaninya, dan saya telah menguburnya'."
Qatadah
melanjutkan kisahnya, "Setelah itu ia gugur dalam Perang Yamamah, dan
tidak ada seorang muslim pun yang mencarinya melainkan menemukan yang lainnya
(yakni mayat orang lain, sedangkan mayatnya tidak diketemukan)."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ}
Tidak
usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. (At-Taubah: 66)
Maksudnya,
karena ucapan yang kalian katakan itu, yaitu yang kalian keluarkan untuk
memperolok-olok Nabi Saw.
{إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ
نُعَذِّبْ طَائِفَةً}
Jika
kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran
mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain).
(At-Taubah: 66)
Yakni
kalian tidak dimaafkan secara keseluruhan, tetapi sebagian dari kalian tetap
harus diazab.
{بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ}
disebabkan
mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (At-Taubah: 66)
Artinya,
berdosa karena telah mengeluarkan kata-kata yang kotor dan keji itu.
At-Taubah, ayat 67-68
{الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (67) وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ
حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ (68) }
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama; mereka menyuruh membuat yang mungkar dan
melarang berbuat yang makruf, dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka
telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itulah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka
kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka,
dan bagi mereka azab yang kekal.
Allah
Swt. berfirman mengingkari sifat orang-orang munafik yang berbeda dengan sifat
yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Kalau orang-orang mukmin selalu
memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, maka orang-orang
munafik mempunyai ciri khas seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ}
mereka
menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf, dan mereka
menggenggamkan tangannya. (At-Taubah:
67)
Maksudnya,
tidak mau menginfakkan hartanya di jalan Allah.
{نَسُوا اللَّهَ}
Mereka
telah lupa kepada Allah. (At-Taubah:
67)
Yakni
lupa berzikir kepada Allah.
{فَنَسِيَهُمْ}
maka
Allah melupakan mereka. (At-Taubah:
67)
Allah
menghadapi mereka dengan perlakuan orang yang melupakan mereka. Maknanya sama
dengan yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَقِيلَ الْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا
نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا}
Pada
hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana kalian telah melupakan pertemuan (dengan) hari kalian sekarang ini. (Al-Jatsiyah: 34)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}
Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 67)
Yang
dimaksud dengan fasik ialah orang yang keluar dari jalan yang benar dan masuk
ke dalam jalan kesesatan.
Firman
Allah Swt.:
{وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ
وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ}
Allah
mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir
dengan neraka Jahannam. (At-Taubah:
68)
Yakni
sebagai balasan dari perbuatan mereka yang telah disebutkan di atas.
{خَالِدِينَ فِيهَا}
mereka
kekal di dalamnya. (At-Taubah: 68)
Artinya,
tinggal di dalamnya dengan kekal bersama orang-orang kafir.
{هِيَ حَسْبُهُمْ}
Cukuplah
neraka itu bagi mereka. (At-Taubah:
68)
Azab
neraka jahannam itu sudah cukup bagi mereka.
{وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ}
dan
Allah melaknati mereka. (At-Taubah:
68)
Maksudnya,
Allah mengusir mereka dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.
{وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}
dan
bagi mereka azab yang kekal. (At-Taubah:
68)
At-Taubah, ayat 69
{كَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَانُوا
أَشَدَّ مِنْكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالا وَأَوْلادًا فَاسْتَمْتَعُوا
بِخَلاقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُمْ بِخَلاقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ بِخَلاقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا أُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (69) }
(keadaan
kalian, hai orang-orang munafik dan musyrik adalah) seperti keadaan
orang-orang yang sebelum kalian, mereka lebih kuat daripada kalian, dan lebih
banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kalian. Maka mereka telah
menikmati bagian mereka, dan kalian telah menikmati bagian kalian sebagaimana
orang-orang yang sebelum kalian menikmati bagiannya, dan kalian mempercakapkan (hal
yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya
menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang
merugi.
Allah Swt. menyebutkan bahwa mereka (orang-orang
munafik) itu telah menerima azab Allah di dunia dan akhirat, sebagaimana azab yang
telah diterima oleh orang-orang yang sebelum mereka.
Firman Allah Swt.:
بِخَلاقِهِمْ
bagian mereka. (At-Taubah: 69)
Yakni kebaikan berkat agama mereka.
Firman Allah Swt.:
{كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ بِخَلاقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا}
dan kalian mempercakapkan (hal yang batil)
sebagaimana mereka mempercakapkannya. (At-Taubah: 69)
Maksudnya, mempercakapkan kebatilan dan
kedustaan.
{أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
Mereka itu amalannya menjadi sia-sia. (At-Taubah:
69)
Semua usaha mereka sia-sia, maka tidak ada pahala
bagi mereka karena amalan mereka rusak (batil).
{فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ
هُمُ الْخَاسِرُونَ}
di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah
orang-orang yang merugi. (At-Taubah: 69)
Dikatakan demikian karena mereka tidak mendapat
pahala dari amalannya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ata,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: seperti
keadaan orang-orang yang sebelum kalian. (At-Taubah: 69), hingga akhir
ayat.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa alangkah miripnya
malam ini dengan malam kemarin. seperti keadaan orang-orang yang sebelum
kalian. (At-Taubah: 69) Mereka adalah kaum Bani Israil, Allah telah
menyerupakan kita dengan mereka. Saya tidak mengetahui maksudnya, hanya saja
beliau Saw. telah bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَتَّبِعُنَّهُمْ حَتَّى لَوْ
دَخَلَ الرَّجُلُ مِنْهُمْ جُحر ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ".
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaannya, sesungguhnya kalian benar-benar akan mengikuti perilaku
mereka; sehingga jika ada seseorang dari mereka memasuki liang biawak, niscaya
kalian akan ikut memasukinya.
قَالَ ابْنُ جُرَيْج: وَأَخْبَرَنِي زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ مُهَاجِرٍ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ المَقْبُري،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَن الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ، شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ، وَبَاعًا بِبَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْر ضَبٍّ
لَدَخَلْتُمُوهُ". قَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ أَهْلُ
الْكِتَابِ؟ قَالَ: "فَمَه"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
Ziyad ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnu Ziyad ibnu Muhajir, dari Sa'id ibnu Abu
Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwa aku berada di dalam genggaman-Nya,
sungguh kalian akan mengikuti sunnah (perilaku) orang-orang yang sebelum
kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, dan sedepa demi sedepa;
sehingga jika mereka memasuki liang biawak, niscaya kalian akan memasukinya
pula. Para sahabat bertanya.”Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu? Apakah
mereka adalah kaum Ahli Kitab?" Rasulullah Saw. menjawab, "Lalu
siapa lagi kalau bukan mereka?"
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu
Ma'syar, dari Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., lalu
disebutkan hal yang semisal. Tetapi ditambahkan bahwa Abu Hurairah r.a.
berkata, "Jika kalian suka, bacalah firman-Nya: 'sebagaimana
orang-orang yang sebelum kalian. (At-Taubah: 69), hingga akhir ayat."
Abu Hurairah mengatakan bahwa al-khalaq artinya agama.
{وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا}
dan kalian mempercakapkan (hal yang batil)
sebagaimana mereka mempercakapkannya. (At-Taubah: 69)
Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah,
apakah seperti yang dilakukan oleh orang-orang Persia dan orang-orang
Romawi?" Rasulullah Saw. menjawab,
"فَهَلِ الناس إلا هم"
"Tiada lain orang yang dimaksud
adalah mereka."
Hadis ini mempunyai syahid sahih yang
menguatkannya.
At-Taubah, ayat 70
{أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ
مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ
اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (70) }
Belumkah
datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Samud. kaum Ibrahim, penduduk
Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang
kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah
tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri.
Allah Swt. berfirman menasihati orang-orang
munafik yang mendustakan rasul-rasul Allah. Untuk itu disebutkan:
{أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ}
Belumkah datang kepada mereka berita penting
tentang orang-orang sebelum mereka (At-Taubah : 70)
Artinya, apakah kalian belum pernah mendapat
berita tentang kisah orang-orang sebelum kalian dari kalangan umat terdahulu
yang mendustakan para rasul?
Yaitu kaum Nabi Nuh dan azab yang menimpa mereka
berupa banjir besar yang menenggelamkan semua penduduk bumi, kecuali
orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh a.s.
Kaum' Ad, bagaimana mereka dihancurkan dan dibinasakan
dengan angin yang membinasakan, karena mereka telah, mendustakan Nabi Hud a.s.
Kaum Samud, bagaimana mereka diazab dengan
teriakan yang keras, karena mereka telah mendustakan Nabi mereka (yaitu Nabi
Saleh a.s.) dan menyembelih untanya.
Kaum Nabi Ibrahim, bagaimana Allah menolong
Nabi-Nya dalam menghadapi mereka dan memberinya mukjizat yang jelas dalam
menghadapi kaumnya, dan Allah membinasakan raja mereka (yaitu Numruz ibnu
Kan'an ibnu Kausy Al-Kan'ani, la'natullah).
Penduduk Madyan, mereka adalah kaum Nabi Syu'aib
a.s., bagaimana mereka ditimpa gempa dan ditimpa azab pada hari mereka
dinaungi awan.
Dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah
(Al-Mu'tafikat), yaitu kaumnya Nabi Lut. mereka tinggal di banyak kota. Dalam
ayat lain disebutkan:
{وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَى}
dan negeri-negeri kaum Lut yang telah
dihancurkan Allah. (An-Najm: 53)
Yakni umat yang telah dihancurkan. Menurut suatu
pendapat, ibu kotanya adalah Sodom.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah 'Allah
Swt. membinasakan mereka hingga antek-anteknya karena mereka telah mendustakan
Nabi Allah, yaitu Lut a.s.: dan mereka gemar melakukan perbuatan fahisyah yang
belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelum mereka (yakni menggauli
lelaki pada liang anusnya)'.
*******************
{أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ}
Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan
membawa keterangan yang nyata. (At-Taubah: 70)
Maksudnya, dengan membawa hujah-hujah dan
dalil-dalil yang pasti.
{فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ}
maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya
mereka. (At-Taubah: 70)
Yaitu dengan membinasakan mereka tanpa alasan,
karena sesungguhnya Allah telah menegakkan hujah-Nya terhadap mereka dengan
mengirimkan rasul-rasul-Nya kepada mereka.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri. (At-Taubah: 70)
Karena mereka telah mendustakan rasul-rasul dan
menentang perkara yang hak, sehingga mereka mengalami azab dan kebinasaan.
At-Taubah, ayat 71
{وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71) }
Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yawg makruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Setelah
Allah Swt. menyebutkan sifat-sifat orang munafik yang tercela itu, lalu hal itu
diiringi dengan penyebutan tentang sifat-sifat orang mukmin yang terpuji. Untuk
itu, Allah Swt. berfirman:
{بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ}
sebagian
mereka (adalah ) menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. (At-Taubah: 71)
Maksudnya,
sebagian dari mereka saling bantu dan saling mendukung dengan sebagian yang
lain. seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, yaitu:
"المؤمن للمؤمن
كالبنان يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"
Seorang
mukmin bagi orang mukmin lain sama dengan bangunan, sebagian darinya mengikat
sebagian yang lain.
Lalu
Rasulullah Saw. merangkumkan jari-jemari kedua telapak tangannya.
Di
dalam hadis sahih yang lain disebutkan pula:
"مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ، كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ،
إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سائر الجسد بالحمى والسهر"
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam keakraban dan kasih-sayangnya sama dengan satu tubuh.
Apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka sakitnya itu menjalar ke
seluruh tubuh, hingga semua merasa demam dan tak dapat tidur.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ}
Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar. (At-Taubah: 71)
Sama
maknanya dengan firman Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu:
{وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Dan
hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. (Ali Imran: 104), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ}
mereka
mendirikan salat dan menunaikan zakat. (At-Taubah:
71)
Maksudnya,
taat kepada Allah dan berbuat baik kepada makhluk-Nya.
{وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ}
Dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (At-Taubah:
71)
Yakni
dalam semua yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya.
{أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ}
Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah. (At-Taubah:
71)
Allah
akan merahmati orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut.
{إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ}
sesungguhnya
Allah Mahaperkasa. (At-Taubah: 71)
Artinya,
Dia memenangkan orang yang taat kepada-Nya, karena sesungguhnya kemuliaan itu
adalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.
{حَكِيمٌ}
lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 71)
Dalam
memberikan sifat-sifat terpuji bagi orang-orang mukmin itu dan mengkhususkan
orang-orang munafik dengan sifat-sifat yang tercela itu, karena sesungguhnya
kebijaksanaan itu hanyalah milik Allah dalam semua apa yang dilakukan-Nya.
At-Taubah, ayat 72
{وَعَدَ اللَّهُ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ
اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (72) }
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin, lelaki dan
perempuan, (akan mendapat) surga
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat)
tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih
besar: itu adalah keberuntungan yang besar.
Allah
Swt. menceritakan apa yang disediakan-Nya bagi orang-orang mukmin, yaitu berupa
kebaikan dan kenikmatan yang kekal, yang semuanya itu berada di alam surga,
yaitu:
{جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا}
Surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya. (At-Taubah: 72)
Mereka
tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya.
{وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً}
dan
(mendapat) tempat-tempat yang
bagus. (At-Taubah: 72)
Yakni
yang bagus-bagus bangunannya dan harum semerbak tempat tinggalnya. Seperti yang
disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Imran Al-Juni. dari
Abu Bakar ibnu Abu Musa alias Abdullah ibnu Qais Al-Asy'ari, dari ayahnya yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"جَنَّتَانِ مِنْ
ذَهَبٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَجَنَّتَانِ مِنْ فِضَّةٍ آنِيَتُهُمَا
وَمَا فِيهِمَا، وَمَا بَيْنَ الْقَوْمِ وَبَيْنَ أَنْ يَنْظُرُوا إِلَى رَبِّهِمْ
إِلَّا رِدَاءُ الْكِبْرِيَاءِ عَلَى وَجْهِهِ فِي جَنَّةِ عَدْنٍ"
Dua
surga dari emas semua wadahnya dan segala sesuatu yang ada di dalam keduanya,
dan dua surga dari perak semua wadahnya serta segala sesuatu yang ada di dalam
keduanya. Tiada yang menghalang-halangi antara kaum (para penghuni surga) dan melihat kepada Tuhan mereka
kecuali hanya selendang (tirai) kebesaran-Nya yang ada pada zat-Nya di
dalam surga 'Adn.
Disebutkan
pula oleh sanad yang sama, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ لِلْمُؤْمِنِ
فِي الْجَنَّةِ لَخَيْمَة مِنْ لُؤْلُؤَةٍ وَاحِدَةٍ مُجَوَّفة، طُولُهَا سِتُّونَ
مِيلًا فِي السَّمَاءِ، لِلْمُؤْمِنِ فِيهَا أَهْلُونَ يَطُوفُ عَلَيْهِمْ، لَا
يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا"
Sesungguhnya
di dalam surga terdapat sebuah kemah untuk orang mukmin yang terbuat dari
sebuah mutiara yang berlubang, panjangnya enam puluh mil, yaitu di langit. Bagi
orang mukmin di dalam kemah itu terdapat banyak istri yang ia berkeliling
menggilir mereka, sebagian dari mereka tidak melihat sebagian yang lain.
Kedua
hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Di dalam kitab Sahihain
disebutkan pula dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَصَامَ رَمَضَانَ، فَإِنَّ حَقًّا
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوْ
جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَفَلَا نُخْبِرُ النَّاسَ؟ قَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ،
أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ، بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ
كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ
الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَعْلَى الْجَنَّةِ وَأَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَمِنْهُ
تَفَجَّر أَنْهَارُ الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ"
Barang
siapa yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan mendirikan salat serta puasa
bulan Ramadan, maka sesungguhnya sudah merujukkan kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya
ke dalam surga, baik ia berhijrah di jalan Allah ataupun tertahan di negeri
tempat kelahirannya. Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah, bolehkah kami menceritakannya kepada orang-orang?" Rasululah
Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan)
yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya.
Jarak di antara kedua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi Maka
apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah kepada-Nya surga Firdaus, karena
sesungguhnya surga Firdaus adalah surga yang tertinggi dan yang paling tengah.
Dari surga Firdaus mengalir sungai-sungai surga, dan di atas surga Firdaus
terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah.
Menurut
yang ada pada Imam Tabrani, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah melalui riwayat
Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Mu'az ibnu Jabal r.a., dia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda, lalu disebutkan hal yang semisal dengan
hadis di atas. Dan menurut yang ada pada Imam Turmuzi melalui Ubadah ibnus
Samit disebutkan pula hal yang semisal.
Dari
Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ الغُرفة فِي الْجَنَّةِ، كما تراؤون الْكَوْكَبَ فِي
السَّمَاءِ"
Sesungguhnya
ahli surga benar-benar saling melihat gedungnya (masing-masing) sebagaimana kalian melihat
bintang-bintang di langit
Kedua
hadis diketengahkan di dalam kitab Sahihain.
Kemudian
perlu diketahui bahwa kedudukan yang paling tinggi di surga ialah suatu tempat
yang diberi nama 'Al-Wasilah', karena letaknya dekat dengan ' Arasy, tempat itu
merupakan tempat Rasulullah Saw. di dalam surga.
Imam
Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا عبد الرازق،
أخبرنا سفيان، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا صَلَّيْتُمْ
عَلَيَّ فَسَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ" قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
وَمَا الْوَسِيلَةُ؟ قَالَ: "أَعْلَى دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، لَا
يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ"
telah
menceritakan kepada kami Abdur Razaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Lais, dari Ka'b, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Apabila kalian membaca salawat untukku, maka mintakanlah kepada Allah
Al-Wasilah untukku. Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah Al-Wasilah
itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kedudukan yang paling tinggi
di surga. Kedudukan itu tidak diperoleh kecuali hanya oleh seorang lelaki, dan
aku berharap semoga lelaki itu adalah aku sendiri."
Di
dalam Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ka'b ibnu Alqamah, dari
Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa dia pernah mendengar
Nabi Saw. bersabda:
"إِذَا سَمِعْتُمُ
الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صلُّوا عليَّ، فَإِنَّهُ مَنْ
صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا لِيَ
الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا
لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنِّي أَكُونُ أَنَا هُوَ، فَمَنْ
سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حلت عليه الشَّفَاعَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Apabila
kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah oleh kalian seperti apa yang
diucapkannya, kemudian mohonkanlah salawat untukku. Karena sesungguhnya barang
siapa yang membacakan salawat untukku sekali, maka Allah membalasnya sepuluh
kali. Kemudian mohonkanlah Al Wasilah untukku karena sesungguhnya
Al-Wasilah itu adalah suatu kedudukan di dalam surga yang tidak layak
kecuali hanya bagi seorang hamba Allah, dan aku berharap semoga orang itu
adalah aku sendiri. Barang siapa yang memohon kepada Allah Al-Wasilah buatku,
niscaya ia akan beroleh syafaat di hari kiamat nanti.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو
الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْأَبَّارُ،
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنُ أَعْيَنَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "سَلُوا اللَّهَ لي الوسيلة، فإنه لم يسألها لي عبد فِي
الدُّنْيَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا -أَوْ شَفِيعًا -يَوْمَ
الْقِيَامَةِ"
Al-Hafiz
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali
Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik Al-Harrani,
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ayun. dari Ibnu Abu Zi-b, dari
Muhammad ibnu Amr ibnu Ata. dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Mohonkanlah Al-Wasilah kepada Allah untukku, karena
sesungguhnya tidak sekali-kali seorang hamba memohonkannya buatku di dunia,
kecuali aku akan membelanya atau memberinya syafaat kelak di hari kiamat. (Riwayat
Tabrani)
Di
dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan melalui hadis Sa'd ibnu Mujahid
At-Ta-i. dari Abul Mudallah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan, "Kami
pernah berkata, 'Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang surga, dari
apakah bangunannya?' Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:
"لَبِنَةُ ذَهَبٍ،
وَلَبِنَةُ فِضَّةٍ، وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ، وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ
وَالْيَاقُوتُ، وَتُرَابُهَا الزَّعْفَرَانُ، مَنْ يَدْخُلُهَا يَنْعَمُ لَا
يَبْأَسُ، وَيَخْلُدُ لَا يَمُوتُ، لَا تَبْلَى ثِيَابُهُ وَلَا يَفْنَى
شَبَابُهُ"
'Ada
yang batanya dari emas, ada yang dari perak, plesterannya dari minyak kesturi,
batu kerikilnya adalah mutiara dan yaqut, sedangkan tanahnya dari minyak
zafaran. Barang siapa yang masuk ke dalamnya hidup senang dan tidak akan
susah, kekal dan tidak akan mati, pakaiannya tidak akan rusak dan kemudaannya
tidak akan pudar'.”
Telah
diriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu Umar secara marfu'.
Menurut
yang ada pada Imam Turmuzi melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari
An-Nu'man ibnu Sa'd, dari Ali r.a., Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ فِي
الْجَنَّةِ لغُرفا يُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا، وَبُطُونُهَا مِنْ
ظُهُورِهَا". فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَنْ
هِيَ؟ فَقَالَ: "لِمَنْ طَيَّبَ الْكَلَامَ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ،
وَأَدَامَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ"
Sesungguhnya
di dalam surga benar-benar terdapat gedung-gedung yang bagian luarnya dapat
terlihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian
luarnya.” Lalu berdirilah seorang Arab Badui
dan berkata, "Wahai Rasulullah, untuk siapakah gedung-gedung itu?"
Rasulullah Saw. menjawab: Bagi orang yang baik dalam bertutur kata. memberi
makan (orang lapar), mengerjakan puasa dengan rutin, dan salat (sunat)
di malam hari di saat orang-orang terlelap dalam tidurnya.
Kemudian
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.
Imam
Tabrani meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Amr dan Abu Malik
Al-Asy'ari, kedua-duanya dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Masing-masing dari kedua sanad berpredikat jayyid lagi hasan. Menurut
riwayat Imam Tabrani, orang yang bertanya itu adalah Abu Malik Al-Asy'ari.
Dari
Usamah ibnu Zaid, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَلَا هَلْ
مُشَمِّر إِلَى الْجَنَّةِ؟ فَإِنَّ الْجَنَّةَ لَا خَطَر لَهَا، هِيَ -وَرَبِّ
الْكَعْبَةِ -نُورٌ يَتَلَأْلَأُ وَرَيْحَانَةٌ تَهْتَزّ، وَقَصْرٌ مَشيدٌ،
وَنَهْرٌ مُطَّرد، وَثَمَرَةٌ نَضِيجة، وَزَوْجَةٌ حَسْنَاءُ جَميلة، وحُلَل
كَثِيرَةٌ، وَمَقَامٌ فِي أَبَدٍ، فِي دَارٍ سَلِيمَةٍ، وَفَاكِهَةٍ وَخُضْرَةٍ
وَحَبْرَةٍ وَنَعْمَةٍ فِي مَحَلَّةٍ عَالِيَةٍ بَهِيَّةٍ". قَالُوا: نَعَمْ
يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَحْنُ الْمُشَمِّرُونَ لَهَا، قَالَ: "قُولُوا: إِنْ
شَاءَ اللَّهُ". فَقَالَ الْقَوْمُ: إِنْ شَاءَ اللَّهُ.
Ingatlah,
apakah ada orang yang menginginkan surga? Sesungguhnya di dalam surga itu
tidak ada larangan. Demi Tuhan Ka'bah, surga itu merupakan nur yang berkilauan,
keharumannya sangat semerbak gedung-gedungnya terpancangkan, sungai-sungainya
mengalir, buah-buahannya masak, istri-istrinya cantik jelita, perhiasannya
sangat banyak, tempat tinggalnya untuk selama-lamanya di dalam negeri yang
sejahtera, dipenuhi dengan buah-buahan, sayur-mayur dan kain sutra serta nikmat
yang dihalalkan lagi dipenuhi kemew ahan. Mereka
berkata, "Ya. wahai Rasulullah, kami adalah orang-orang yang sangat
menginginkannya." Rasulullah Saw. bersabda, "Katakanlah Insya
Allah." Maka kaum mengatakan, "Insya Allah." Hadis
ini merupakan riwayat Ibnu Majah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Dan
keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah:
72)
Artinya,
rida Allah kepada mereka jauh lebih besar dan lebih agung daripada semua nikmat
yang mereka peroleh.
Imam
Malik rahimahullah telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata
ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ،
عَزَّ وَجَلَّ، يَقُولُ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ،
فَيَقُولُونَ: لَبَّيْكَ يَا رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ فِي يَدِكَ.
فَيَقُولُ: هَلْ رَضِيتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: وَمَا لَنَا لَا نَرْضَى يَا رَبِّ،
وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعط أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ. فَيَقُولُ: أَلَا
أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ؟ فَيَقُولُونَ: يَا رَبِّ، وَأَيُّ شَيْءٍ
أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ؟ فَيَقُولُ: أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلَا أَسْخَطُ
عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا"
Sesungguhnya
Allah berfirman kepada penghuni surga, "Hai para penghuni surga.” Maka
mereka menjawab, "Labbaik, wahai Tuhan kami, kami terima seruan-Mu dengan
penuh kebahagiaan, dan semua kebaikan berada di tangan kekuasaan-Mu.” Allah
berfirman, "Apakah kalian telah puas?” Mereka menjawab, "Mengapa kami
tidak puas, wahai Tuhan kami, sedangkan Engkau telah memberi kami segala
sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu?”
Allah berfirman, "Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih afdal
daripada semuanya itu? " Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, adakah
sesuatu yang lebih utama daripada semua ini?” Allah berfirman. 'Aku halalkan
bagi kalian rida-Ku, maka Aku tidak akan murka lagi kepada kalian sesudahnya
untuk selama-lamanya.”
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Malik.
Abu
Abdullah Al-Husain ibnu Ismail Al-Mahamili mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Fadl Ar-Raja-i, telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi. dari
Sufyan, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِذَا دَخَلَ
أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: هَلْ تَشْتَهُونَ
شَيْئًا فَأَزِيدُكُمْ؟ قَالُوا: يَا رَبَّنَا، مَا خَيْرٌ مِمَّا أعطيتنا؟ قال:
رضواني أكبر"
Apabila
ahli surga telah masuk ke dalam surga, Allah Swt. berfirman, "Apakah
kalian menginginkan sesuatu, maka Aku akan menambahkannya kepada kalian?”
Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, apakah yang lebih baik daripada apa
yang telah Engkau berikan kepada kami?” Allah Swt. berfirman, "Rida-Ku
lebih besar.”
Al-Bazzar
meriwayatkannya di dalam kitab Musnad-nya melalui hadis As-Sauri.
Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya Sifatul Jannah mengatakan.”Menurut
kami, hadis ini bergantung kepada syarat kesahihannya."
At-Taubah, ayat 73-74
{يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (73) يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا
قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ
وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ
يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (74) }
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang orang munafik itu. dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. Mereka (orang-orang munafik
itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu
yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan
kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang
mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan
Rasul-Nya}, kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya
kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka;
dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung
dan tidak (pula) penolong di muka bumi.
Allah
Swt. memerintahkan Rasul-Nya untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan
orang-orang munafik, memerintahkan pula agar bersikap kasar terhadap mereka.
Hal itu merupakan kebalikan dari apa yang telah diperintahkan-Nya terhadap
orang-orang mukmin, Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bersikap lemah lembut
kepada orang-orang yang mengikutinya, yaitu kaum mukmin. Dan Allah memberitahukan
bahwa tempat kembali orang-orang kafir dan orang-orang munafik kelak di hari
kemudian adalah neraka.
Dalam
pembahasan terdahulu telah disebutkan sebuah hadis melalui Amirul Mu’minin Ali
ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah mengirimkan empat
perintah berperang. Pertama ditujukan kepada orang-orang musyrik, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ}
Apabila
sudah habis bulan-bulan Haram (suci)
itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik. (At-Taubah: 5)
Lalu
perang terhadap orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang telah, diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan
agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan
Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan
mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29)
Kemudian
perang terhadap orang-orang munafik, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ}
berjihadlah
(melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik. (At-Taubah: 73)
Setelah
itu perang terhadap para pemberontak, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}
maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu telah kembali
kepada perintah Allah. (Al-Hujurat:
9)
Hadis
ini menunjukkan pengertian bahwa kaum mukmin diperintahkan untuk berjihad
melawan orang-orang munafik bila mereka muncul, yaitu dengan perlawanan
bersenjata. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu
Mas'ud telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: berjihadlah (melawan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu. (At-Taubah: 73) Yakni
dengan kekuatan; dan jika tidak mampu, maka hadapilah pelakunya dengan wajah
yang masam.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa Allah Swt. memerintahkan Rasulullah Saw. untuk berjihad
melawan orang-orang kafir dengan senjata dan orang-orang munafik dengan lisan,
serta meniadakan sikap lemah lembut terhadap mereka.
Ad-Dahhak
mengatakan, "Berjihadlah melawan orang-orang kafir dengan senjata, dan
bersikap kasarlah terhadap orang-orang munafik dalam bertutur kata. Itulah cara
mujahadah melawan mereka." Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari
Muqatil serta Ar-Rabi'.
Al-Hasan,
Qatadah, dan Mujahid mengatakan bahwa pengertian mujahadah melawan
mereka ialah dengan menegakkan hukuman had terhadap mereka. Akan tetapi, dapat
dikatakan pula bahwa tidak ada pertentangan di antara pendapat-pendapat ini;
karena adakalanya mereka diperlakukan dengan salah satunya, adakalanya dengan
hukum yang lainnya, segala sesuatunya disesuaikan dengan keadaan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ
قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ}
Mereka
(orang-orang munafik itu) bersumpah
dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang
menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran,
dan telah menjadi kafir sesudah Islam. (At-Taubah: 74)
Qatadah
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay. Pada
awal mulanya ada dua orang lelaki yang salah seorangnya dari Bani Juhani,
sedangkan yang lainnya dari kalangan Ansar; keduanya terlibat dalam suatu
perkelahian. Lalu orang Juhani itu dapat mengalahkan orang Ansar yang menjadi
lawannya. Maka Abdullah ibnu Ubay berkata kepada orang-orang Ansar,
"Tidakkah kalian menolong saudara kalian? Demi Allah, tiada perumpamaan
antara kita dan Muhammad melainkan seperti apa yang dikatakan oleh seseorang,
bahwa gemukkanlah anjingmu, niscaya anjing itu akan memakanmu." Abdullah
ibnu Ubay mengatakan pula, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, orang yang kuat benar-benar akan mengusir orang-orang yang lemah
darinya." Kemudian apa yang dikatakannya itu disampaikan kepada Nabi Saw.
oleh seseorang dari kalangan kaum muslim. Maka Nabi Saw. memanggil Abdullah
ibnu Ubay dan menanyainya. Lalu Abdullah ibnu Ubay mengingkari perkataannya itu
dan bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa dia tidak mengatakannya. Maka
Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Ismail
ibnu Ibrahim ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari pamannya (yaitu Musa ibnu
Uqbah) yang mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Fadl,
bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik r.a. mengatakan bahwa ia pernah
bersedih hati atas musibah yang menimpa kaumnya di Al-Harrah. Lalu Zaid ibnu
Arqam menulis surat kepadanya setelah mendengar kesedihan (kedukaan) yang
sedang dialaminya. Di dalam suratnya itu Zaid ibnu Arqam mengingatkan akan
sabda Nabi Saw. yang pernah didengarnya, bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
اللَّهُمَّ، اغْفِرْ
لِلْأَنْصَارِ وَلِأَبْنَاءِ الْأَنْصَارِ"
'Ya
Allah, berilah ampunan bagi orang-orang Ansar, juga bagi anak-anak mereka'.
Ibnul
Fadl merasa ragu tentang teks yang menyebutkan, "Anak-anak orang
Ansar." Ibnul Fadl melanjutkan kisahnya, "Lalu Anas r.a. bertanya
tentang Zaid ibnu Arqam kepada orang-orang yang ada di dekatnya. Maka ada
seseorang yang mengatakan bahwa Zaid ibnu Arqam adalah seseorang yang pernah
disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya,
"أَوْفَى اللَّهُ
لَهُ بِأُذُنِهِ"
'Allah
telah memperkenankan baginya berkat telinganya."
Demikian
itu terjadi ketika Zaid mendengar seorang lelaki dari kalangan orang-orang
munafik mengatakan, 'Jika dia (Nabi Saw.) benar, berarti kita ini lebih buruk
daripada keledai.' Saat itu Nabi Saw. sedang dalam khotbahnya. Maka Zaid ibnu
Arqam dengan spontan menjawab, 'Dia, demi Allah, benar. Dan sesungguhnya kamu
lebih buruk daripada keledai.' Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada
Rasulullah Saw., tetapi orang yang mengatakannya mengingkarinya, maka Allah
menurunkan ayat ini membenarkan Zaid, yakni firman Allah Swt.: 'Mereka
bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakannya. (At-Taubah:
74), hingga akhir ayat'."
Imam
Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dari Ismail ibnu Abu
Uwais, dari Isma'il Ibnu Ibrahim ibnu Uqbah sampai dengan teks yang menyebutkan
bahwa orang ini adalah orang yang telah dipenuhi oleh Allah dengan seizin-Nya
(yakni dibenarkan oleh Allah). Barangkali teks yang sesudahnya merupakan
perkataan Musa ibnu Uqbah.
Muhammad
ibnu Falih telah meriwayatkannya dari Musa ibnu Uqbah berikut sanadnya,
kemudian ia mengatakan bahwa Ibnu Syihab telah mengatakan, lalu disebutkan teks
yang sesudahnya berasal dari Musa, dari Ibnu Syihab.
Menurut
pendapat yang terkenal sehubungan dengan kisah ini, kisah ini terjadi dalam
perang melawan Banil Mustaliq. Barangkali si perawi menuturkan ayat ini hanya
berdasarkan dugaan; pada mulanya dia hendak menyebutkan yang lainnya, tetapi
pada akhirnya dia menyebutkan ayat ini.
Al-Umawi
di dalam kitab Magazi-nya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu
Ka'b ibnu Malik, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan, "Ketika
Rasulullah Saw. kembali dari medan perang, maka kaumku mendesakku melalui
perkataan mereka, 'Sesungguhnya engkau adalah seorang penyair. Jika engkau
menghendaki, dapat saja engkau mengemukakan alasan kepada Rasulullah Saw. bahwa
engkau berhalangan, tidak dapat ikut perang. Hal itu jelas merupakan suatu
dosa, lalu kamu memohon ampun kepada Allah dari dosa itu'."
Selanjutnya
disebutkan bahwa termasuk di antara orang-orang munafik yang tidak ikut
berangkat berjihad —dan diturunkan Al-Qur'an berkenaan dengan mereka— terdapat
seseorang yang berpihak kepada Nabi Saw., yaitu Al-Jallas ibnu Suwaid ibnus
Samit. Al-Jallas adalah suami Ummu Umair ibnu Sa'd, saat itu Umair berada di
dalam asuhannya.
Ketika
Al-Qur'an yang menyebutkan perihal sikap orang-orang munafik diturunkan, maka
Al-Jallas berkata, "Demi Allah, jika lelaki ini (Nabi Saw.) benar dalam
apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya kami ini lebih buruk daripada
keledai." Dan perkataannya itu terdengar oleh Umair ibnu Sa'd. Maka Umair
berkata, "Demi Allah, hai Jallas, sesungguhnya engkau benar-benar orang
yang paling aku sukai, paling membelaku, dan paling aku bela dari sesuatu yang
tidak disukainya bila menimpa dirinya. Dan sekarang engkau telah mengatakan
suatu ucapan yang bila aku tuturkan akan mempermalukan diriku; tetapi jika aku
sembunyikan, niscaya akan membinasakanku. Dan sesungguhnya salah satu di antara
dua pilihan itu ada yang lebih ringan bagiku."
Akhirnya
Umair berangkat menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan kepadanya tentang
semua yang telah dikatakan oleh Al-Jallas. Ketika hal itu terdengar oleh
Al-Jallas, maka Al-Jallas datang menghadap Nabi Saw., lalu bersumpah dengan
menyebut nama Allah bahwa dia tidak mengatakan apa yang telah diceritakan oleh
Umair itu dan bahwa Umair telah berdusta terhadapnya. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah
dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang
menyakitimu). Sesungguhmu mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan
telah menjadi kafir sesudah Islam. (At-Taubah: 74), hingga akhir ayat.
Maka
Rasulullah Saw. memberlakukan Al-Jallas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
ayat ini. Dan mereka (para perawi) menduga bahwa Al-Jallas bertobat sesudah itu
dan berbuat baik dalam tobatnya serta melucuti dirinya dari kemunafikan dengan
baik. Demikianlah kalimat yang disisipkan di dalam hadis yang muttasil sampai
kepada Ka'b ibnu Malik. Akan tetapi, hanya Allah yang lebih mengetahui;
seakan-akan hal ini merupakan perkataan Ibnu Ishaq sendiri, bukan perkataan Ka'b
ibnu Malik.
Urwah
ibnuz Zubair mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Jallas
ibnu Suwaid ibnus Samit. Ia datang bersama anak tirinya (yaitu Mus'ab) dari
Quba. Lalu Al-Jallas berkata, "Jika apa yang disampaikan oleh Muhammad ini
benar, berarti kami lebih buruk daripada keledai yang kita naiki sekarang
ini." Mus'ab berkata, "Ingatlah, demi Allah, hai musuh Allah, sungguh
aku akan menceritakan apa yang kamu katakan itu kepada Rasulullah Saw."
Ketika
aku (Mus'ab) tiba di hadapan Nabi Saw., diriku merasa khawatir bila diturunkan
Al-Qur'an yang menceritakan perihal diriku, atau aku akan tertimpa azab atau
akan dilibatkan ke dalam kesalahannya. Akhirnya aku berkata, "Wahai
Rasulullah, saya dan Al-Jallas datang dari Quba, lalu Al-Jallas mengatakan anu
dan anu. Sekiranya saya tidak merasa takut akan dilibatkan ke dalam
kesalahannya atau tertimpa suatu azab, niscaya saya tidak akan menceritakan hal
ini kepadamu."
Maka
Al-Jallas dipanggil, lalu Rasul Saw. bertanya, "Hai Jallas, apakah
engkau telah mengatakan apa yang diceritakan oleh Mus'ab?" Al-Jallas
bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,
bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). (At-Taubah: 74),
hingga akhir ayat.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, "Orang yang mengucapkan perkataan itu menurut apa
yang sampai kepadaku ialah Al-Jallas ibnu Suwaid ibnus Samit. Lalu ucapan itu
disampaikan kepada Nabi Saw. oleh seorang lelaki yang berada di dalam
asuhannya; lelaki itu dikenal dengan nama Umair ibnu Sa'd. Lalu Al-Jallas
mengingkari ucapannya itu dan bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa dia
tidak mengatakannya. Setelah diturunkan Al-Qur'an mengenainya, maka ia bertobat
dan meninggalkan perbuatannya itu serta berbuat baik dalam tobatnya.
Demikianlah berita yang sampai kepadaku."
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو
جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَيُّوبُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سِمَاكٍ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ فَقَالَ: "إِنَّهُ
سيأتيكم إنسان فينظر إِلَيْكُمْ بِعَيْنَيِ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا جَاءَ فَلَا
تُكَلِّمُوهُ". فَلَمْ يَلْبَثُوا أَنْ طَلَعَ رَجُلٌ أَزْرَقُ، فَدَعَاهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: "عَلَامَ
تَشْتُمُنِي أَنْتَ وَأَصْحَابُكَ؟ " فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَجَاءَ
بِأَصْحَابِهِ، فَحَلَفُوا بِاللَّهِ مَا قَالُوا، حَتَّى تَجَاوُزَ عَنْهُمْ،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا} الْآيَةَ
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ayyub ibnu
Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah
menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Sa' id ibnu Jubair. dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang duduk di bawah
naungan sebuah pohon, maka beliau Sawi bersabda: Sesungguhnya akan datang
kepada kalian seorang manusia, lalu ia memandang kalian dengan pandangan mata
setan. Maka apabila dia datang, janganlah kalian berbicara dengannya. Tidak
lama kemudian datanglah seorang lelaki yang bermata biru. Lalu Rasulullah Saw.
memanggilnya dan bertanya, "Mengapa engkau dan teman-temanmu mencaci
maki diriku?" Lalu lelaki itu pergi dan datang kembali dengan
teman-temannya, lalu mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa mereka
tidak mengatakannya, hingga Rasulullah Saw. memaafkan mereka. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah
dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang
menyakitimu). (At-Taubah: 74). hingga akhir ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
وَهَمُّوا
بِما لَمْ يَنالُوا
dan
mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)
Menurut
suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Jallas ibnus Suwaid.
Demikian itu karena dia berniat membunuh anak tirinya di saat anak tirinya
mengatakan kepadanya, "Sungguh aku akan menceritakan ucapanmu itu kepada
Rasulullah Saw."
Menurut
pendapat lainnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay yang
berniat membunuh Rasulullah Saw.
As-Saddi
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang yang
hendak mengangkat Abdullah ibnu Ubay sebagai pemimpin, sekalipun Rasulullah
Saw. tidak rela.
Di
dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang berniat
hendak membunuh Nabi Saw. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam ketika
Rasulullah Saw. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka terdiri
atas belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan
dengan mereka.
Hal
ini jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab
Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy,
dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang
menceritakan,
كُنْتُ آخِذًا بِخِطَامِ
نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقُودُ بِهِ،
وَعَمَّارٌ يَسُوقُ النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ يَقُودُهُ
-حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ رَاكِبًا قَدِ
اعْتَرَضُوهُ فِيهَا، قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ] فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ، فَقَالَ
لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عَرَفْتُمُ
الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا مُتَلَثِّمِينَ،
وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقُونَ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟ " قُلْنَا: لَا.
قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يَزْحَمُوا رَسُولَ اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ،
فَيُلْقُوهُ مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ
إِلَى عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟
قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا
قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ
يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ
بِالدُّبَيْلَةِ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟
قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ قَلْبِ أَحَدِهِمْ
فَيَهْلِكُ"
"Saya
memegang tali kendali unta Rasulullah Saw. seraya menuntunnya, sedangkan Ammar
menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya, sedangkan saya yang
menggiringnya. Ketika kami sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua
belas lelaki penunggang kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah Saw. ke
medan Tabuk. Maka saya mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu
Rasulullah Saw. meneriaki mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.
Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah kaum itu?'
Kami menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar. Tetapi
kami mengenali mereka dari pelana-pelananya.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Mereka
adalah orang-orang munafik sampai hari kiamat. Tahukah kalian apakah yang
hendak mereka lakukan?' Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Rasulullah Saw.
menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah Saw. di 'Aqabah. Dengan
demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah "Aqabah.' Kami
(para sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengirimkan orang
kepada keluarga mereka sehingga masing-masing kaum mengirimkan kepadamu kepala
teman mereka itu?' Rasulullah Saw. bersabda, 'Jangan, aku tidak suka bila
kelak orang-orang Arab mempergunjingkan di antara sesama mereka bahwa Muhammad
telah berperang bersama suatu kaum, tetapi setelah Allah memberikan kemenangan
kepadanya bersama mereka, lalu ia berbalik memerangi mereka.' Kemudian
Rasulullah Saw. berdoa, 'Ya Allah, lemparlah mereka dengan Dahilah' Kami
bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Dahilah itu?' Rasul Saw menjawab, 'Bara
api yang mengenai bagian dalam hati seseorang di antara mereka, lalu ia binasa.
Imam
Ahmad rahimahullah mengatakan:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ،
أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُمَيْعٍ، عَنْ أَبِي
الطُّفَيْلِ قَالَ: لَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ من غَزْوَةِ تَبُوكَ، أَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى: إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ الْعَقَبَةَ فَلَا يَأْخُذْهَا
أَحَدٌ. فَبَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُودُهُ
حُذَيْفَةُ وَيَسُوقُهُ عَمَّارٌ، إِذْ أَقْبَلَ رَهْطٌ مُتَلَثِّمُونَ عَلَى
الرَّوَاحِلِ فَغَشَوْا عَمَّارًا وَهُوَ يَسُوقُ بِرَسُولِ اللَّهِ، وَأَقْبَلَ
عَمَّارٌ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَضْرِبُ وُجُوهَ الرَّوَاحِلِ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحُذَيْفَةَ: "قَدْ، قَدْ"
حَتَّى هَبَطَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، [فَلَمَّا
هَبَطَ] نَزَلَ وَرَجَعَ عَمَّارٌ، فَقَالَ: "يَا عَمَّارُ، هَلْ عَرَفْتَ
الْقَوْمَ؟ " فَقَالَ: قَدْ عَرَفْتُ عَامَّةَ الرَّوَاحِلِ، وَالْقَوْمُ
مُتَلَثِّمُونَ. قَالَ: "هَلْ تَدْرِي مَا أَرَادُوا؟ " قَالَ: اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يُنْفِرُوا بِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَطْرَحُوهُ". قَالَ: فَسَارَّ عَمَّارٌ
رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
نَشَدْتُكَ بِاللَّهِ كَمْ تَعْلَمُ كَانَ أَصْحَابُ الْعَقَبَةِ؟ قَالَ:
أَرْبَعَةَ عَشَرَ. فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ مِنْهُمْ فَقَدْ كَانُوا خَمْسَةَ
عَشَرَ. قَالَ: فَعَذَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْهُمْ ثَلَاثَةً قَالُوا: وَاللَّهِ مَا سَمِعْنَا مُنَادِيَ رَسُولِ اللَّهِ،
وَمَا عَلِمْنَا مَا أَرَادَ الْقَوْمُ. فَقَالَ عَمَّارٌ: أَشْهَدُ أَنَّ
الِاثْنَيْ عَشَرَ الْبَاقِينَ حَرْبٌ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
telah
menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu
Abdullah ibnu Jami', dari Abut Tufail yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah
Saw. kembali dari medan Tabuk, beliau memerintahkan kepada juru penyeru untuk
menyerukan, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. akan mengambil jalan 'Aqabah,
maka janganlah ada seseorang yang menempuhnya." Ketika unta kendaraan
Rasulullah Saw. dituntun oleh Huzaifah dan digiring oleh Ammar, tiba-tiba
datanglah segolongan orang yang mengendarai unta, semuanya memakai cadar.
Mereka menutupi Ammar yang sedang menggiring unta kendaraan Rasulullah Saw. Maka
Ammar r.a. memukuli bagian depan pelana unta mereka, sedangkan Rasulullah Saw.
bersabda kepada Huzaifah, "Hentikanlah, hentikanlah." Setelah
unta kendaraan Rasulullah Saw. merunduk, maka Rasulullah Saw. turun dari unta
kendaraannya, dan saat itu Ammar telah kembali. Rasulullah Saw. bersabda, "Hai
Ammar, tahukah siapakah kaum itu tadi?" Ammar menjawab,
"Sesungguhnya saya mengenali pelana mereka, tetapi orang-orangnya kami
tidak tahu karena memakai cadar." Rasulullah Saw. bertanya. ”Tahukah
kamu, apakah yang mereka maksudkan?" Ammar menjawab, "Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. menjawab, "Mereka
bermaksud melaratkan unta kendaraan Rasulullah, lalu menjatuhkannya dari atas
unta kendaraannya." Lalu Ammar bertanya kepada salah seorang sahabat
Rasulullah Saw. Untuk itu ia berkata, "Aku memohon kepadamu dengan nama
Allah. Menurut pengetahuanmu ada berapakah jumlah orang-orang yang di 'Aqabah
itu?" Orang itu menjawab, "Ada empat belas orang lelaki." Ammar
berkata, "Jika engkau termasuk seseorang dari mereka, berarti jumlah
mereka ada lima belas orang." Rasulullah Saw. mengecualikan tiga orang di
antara mereka. Ketiga orang itu berkata, "Demi Allah, kami tidak mendengar
juru seru Rasulullah, dan kami tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh kaum
itu." Maka Ammar berkata, "Saya bersaksi bahwa kedua belas orang itu
mengobarkan peperangan terhadap Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan di dunia
dan pada hari semua saksi bangkit tegak (yakni hari kiamat).
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah
ibnuz Zubair.
Disebutkan
pula bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslim untuk menempuh jalan perut
lembah. Sedangkan beliau sendiri bersama Huzaifah dan Ammar menaiki lembah
menempuh jalan 'Aqabah. Maka mereka diikuti oleh segolongan orang-orang yang
hina itu seraya memakai cadar, lalu mereka menempuh jalan 'Aqabah. Tetapi Allah
Swt. memperlihatkan niat mereka kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw.
memerintahkan kepada Huzaifah untuk kembali kepada mereka (turun), lalu
Huzaifah memukuli bagian depan pelana unta mereka sehingga mereka terkejut dan
kembali dalam keadaan tercela. Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah
dan Ammar tentang nama-nama mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu
hendak mencelakakan diri Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan
kepada keduanya agar menyembunyikan nama mereka itu.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq, hanya di
dalam riwayatnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menyebutkan nama sejumlah
orang dari mereka.
Hal
yang sama telah diriwayatkan pula di dalam kitab Mu'jam Imam Tabrani,
menurut Imam Baihaqi.
Kesahihan
riwayat ini disaksikan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Harb, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami
Al-Walid ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Abut Tufail yang mengatakan
bahwa di antara seorang lelaki dari kalangan ahli 'Aqabah dengan Huzaifah
terdapat sesuatu hal yang biasa terjadi di kalangan orang banyak. Maka Huzaifah
bertanya, "Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, ada berapakah jumlah
orang-orang itu ketika di Aqabah?" Ia teringat akan pesan kaum itu yang
mengatakan kepadanya, "Ceritakanlah kepadanya bila dia bertanya
kepadamu." Maka ia menjawab, "Kami mendapat berita bahwa jumlah
mereka semuanya ada empat belas orang. Jika aku dimasukkan bersama mereka,
berarti seluruh kaum berjumlah lima belas orang. Dan aku bersaksi kepada Allah
bahwa dua belas orang di antara mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya dalam
kehidupan di dunia sampai hari para saksi bangkit (yakni hari kiamat) nanti.
Tiga orang diantara mereka dimaafkan. Merekalah yang mengatakan, 'Kami tidak
mendengar seruan juru seru Rasulullah, dan kami tidak mengetahui pula apa
tujuan dari kaum itu"." Lelaki itu pada mulanya berada di Harrah
sedang berjalan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya air sedikit, maka
sebaiknya jangan sampai ada seseorang yang mendahuluiku ke tempat air
itu." Tetapi ia menjumpai suatu kaum telah mendahuluinya, maka ia
melaknati mereka pada hari itu.
Imam
Muslim telah meriwayatkan pula melalui hadis Qatadah, dari Abu Nadrah, dari
Qais ibnu Abbad, dari Ammar ibnu Yasi ryang mengatakan bahwa Huzaifah telah
menceritakan kepadanya dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"فِي أَصْحَابِي
اثْنَا عَشَرَ مُنَافِقًا، لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدُونَ رِيحَهَا
حَتَّى يَلِجَ [الْجَمَلُ] فِي سَمِّ الْخِيَاطِ: ثَمَانِيَةٌ تَكْفِيكَهُمُ
الدُّبَيْلة: سِرَاجٌ مِنْ نَارٍ يَظْهَرُ بَيْنَ أكتافه حَتَّى يَنْجُمَ مِنْ
صُدُورِهِمْ"
Di
antara sahabatku terdapat dua belas orang munafik, mereka tidak dapat masuk
surga dan tidak pula dapat mencium baunya hingga unta dapat masuk ke dalam
lubang jarum (yakni mustahil mereka masuk surga).
Delapan orang di antaranya telah cukup dibalas dengan Dahilah, yaitu pelita
api yang muncul di antara kedua belikat mereka, lalu menembus dada mereka.
Karena
itulah maka Huzaifah dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh
diketahui oleh seorang pun, yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri orang-orang
munafik yang terlibat dalam peristiwa itu. Rasulullah Saw. telah memberitahukan
kepadanya mengenai mereka, tidak kepada selainnya.
Imam
Tabrani di dalam musnad Huzaifah telah menyebutkan nama orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa 'Aqabah itu. Kemudian ia meriwayatkan dari Ali ibnu
Abdul Aziz, dari Az-Zubair ibnu Bakkar, bahwa mereka adalah Mu'tib ibnu
Qusyair, Wadi'ah ibnu Sabit, Jad ibnu Abdullah ibnu Nabtal ibnul Haris dari
kalangan Bani Amr ibnu Auf, Al-Haris ibnu Yazid At-Ta'i, Aus ibnu Qaizi,
Al-Haris ibnu Suwaid, Sa'd ibnu Zurarah, Qais ibnu Fahd, Suwaid ibnu Da'is dari
kalangan Banil Habali, Qais ibnu Amr ibnu Sahi, Zaid ibnul Lasit, dan Sulalah
ibnul Hamam; kedua orang yang terakhir ini dari kalangan Bani Qainuqa', mereka
menampakkan dirinya seolah-olah masuk Islam.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ}
dan
mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali
karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. (At-Taubah:
74)
Yakni
Rasulullah Saw. tidak mempunyai kesalahan apa pun kepada mereka, kecuali karena
Allah telah memberikan kecukupan kepada mereka berkat kemurahan dan
karunia-Nya. Seandainya nikmat Allah telah disempurnakan kepada mereka, niscaya
mereka akan mendapat petunjuk dari Allah untuk mengikuti apa yang disampaikan
oleh Nabi Saw. Seperti yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada orang-orang Ansar:
"أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلالا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي؟
وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي؟ وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ
اللَّهُ بِي؟ " كُلَّمَا قَالَ شَيْئًا قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمَنُّ.
Bukankah
aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi kalian petunjuk
melaluiku; dan kalian dalam keadaan berpecah belah, lalu Allah mempersatukan
kalian dengan melaluiku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberikan
kecukupan kepada kalian dengan melaluiku. Pada
setiap kalimat yang diucapkan oleh Nabi Saw., mereka (orang-orang Ansar) selalu
berkata, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami beriman."
Ungkapan
ayat ini diucapkan dalam keadaan tidak ada dosa, seperti pengertian yang
terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ
يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang
mukmin itu beriman kepada Allah. (Al-Buruj:
8), hingga akhir ayat.
Demikian
pula dalam sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
مَا يَنْقِمُ ابْنُ
جَمِيلٍ إِلَّا أَنْ كَانَ فَقِيرًا فَأَغْنَاهُ اللَّهُ
Tidak
sekali-kali Ibnu Jamil mencela (Allah
dan Rasul-Nya) kecuali karena pada asal mulanya ia fakir, lalu Allah
memberinya kecukupan.
Kemudian
Allah Swt. menyeru mereka untuk bertobat. Hal ini diungkapkan melalui
firman-Nya:
{فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ
وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ}
Maka
jika mereka bertobat, itu adalah
lebih baik bagi mereka; dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat. (At-Taubah: 74)
Dengan
kata lain jika mereka berkelanjutan dalam menempuh jalannya, maka Allah akan
mengazab mereka dengan siksaan yang pedih di dunia, yaitu dengan dibunuh,
beroleh kesusahan, dan kesengsaraan; juga siksaan di akhirat, yaitu dengan azab
dan pembalasan Allah, serta kehinaan dan diremehkan.
{وَمَا لَهُمْ فِي الأرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا
نَصِيرٍ}
dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (At-Taubah: 74)
Artinya,
tidak ada seorang pun yang dapat membahagiakan mereka, tidak ada pula orang
yang dapat menyelamatkan mereka; mereka sama sekali tidak akan mendapat suatu
kebaikan pun, dan tidak ada seorang pun yang dapat membela mereka dari
keburukan.
At-Taubah, ayat 75-78
{وَمِنْهُمْ مَنْ
عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ
مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ
وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (76) فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ
إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا
كَانُوا يَكْذِبُونَ (77) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ
وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلامُ الْغُيُوبِ (78) }
Dan di antara mereka ada
orang yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.” Maka setelah Allah memberikan
kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu
mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang
telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.
Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka,
dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib?
Allah
Swt. menjelaskan bahwa di antara orang-orang munafik itu terdapat seseorang
yang telah memberikan janji dan ikrarnya kepada Allah dengan pernyataan, "Jika
Allah memberinya kecukupan dari karunia-Nya, niscaya dia benar-benar akan
menyedekahkan sebagian dari hartanya, dan niscaya dia benar-benar akan termasuk
orang-orang yang saleh." Akan tetapi, dia tidak memenuhi janji yang telah
diucapkannya itu, tidak pula menepati apa yang telah diikrarkannya. Maka Allah
menimpakan kepada orang-orang seperti itu sebagai akibat dari perbuatannya
sifat kemunafikan yang menetap dalam hatinya hingga hari mereka menghadap
kepada Allah Swt. pada hari kiamat nanti, semoga Allah melindungi kita dari hal
seperti ini.
Kebanyakan
ulama tafsir, antara lain Ibnu Abbas dan Al-Hasan Al-Basri, menyebutkan bahwa
ayat yang mulia ini diturunkan berkenaan dengan sikap Sa'labah ibnu Hatib
Al-Ansari.
Sehubungan
dengannya telah disebutkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dalam tafsir ayat ini, juga oleh Ibnu Abu Hatim, melalui hadis yang
diriwayatkan oleh Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Abu Abdur
Rahman Al-Qasim ibnu Abdur Rahman maula Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Mu'awiyah,
dari Abu Umamah Al-Bahili, dari Sa'labah ibnu Hatib Al-Ansari yang telah
berkata kepada Rasulullah, "Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memberiku
rezeki harta benda." Rasulullah Saw. bersabda, "Celakalah kamu,
hai Sa'labah. Sedikit rezeki yang engkau tunaikan syukurnya adalah lebih baik
daripada rezeki banyak yang kamu tidak mampu mensyukurinya."
Kemudian
di lain kesempatan Sa'labah memohon lagi. Maka Rasul Saw. bersabda, "Tidakkah
kamu puas bila kamu meniru jejak Nabi Allah? Demi Tuhan yang jiwaku berada di
dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki agar gunung-gunung
itu berubah menjadi emas dan perak untukku, niscaya akan berubah menjadi emas
dan perak."
Sa'labah
berkata.”Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau
berdoa kepada Allah dan Allah memberiku rezeki harta yang banyak, sungguh aku
akan memberikan kepada orang yang berhak bagiannya masing-masing." Maka
Rasulullah Saw. berdoa, "Ya Allah, berilah Sa'labah rezeki harta yang
banyak."
Perawi
melanjutkan kisahnya, "Lalu Sa'labah mengambil seekor kambing betina, maka
kambing itu berkembang dengan cepat seperti berkembangnya ulat. sehingga kota
Madinah penuh sesak dengan kambingnya.
Lalu
Sa'labah ke luar dari kota Madinah dan tinggal di sebuah lembah yang ada di
pinggiran kota Madinah, sehingga ia hanya dapat menunaikan salat berjamaah pada
salat Lohor dan Asar saja, sedangkan salat-salat lainnya tidak.
Kemudian
ternak kambingnya berkembang terus hingga makin bertambah banyak, lalu ia
menjauh lagi dari Madinah, sehingga tidak pernah salat berjamaah lagi kecuali
hanya salat Jumat.
Lama-kelamaan
kambingnya terus bertambah banyak dan berkembang dengan cepat sebagaimana ulat
berkembang, akhirnya salat Jumat pun ia tinggalkan. Dan ia hanya dapat menghadang
para pengendara di hari Jumat untuk menanyakan kepada mereka tentang berita
Madinah.
Maka
Rasulullah Saw. bersabda, 'Apakah yang telah dilakukan oleh Sa'labah?'
Mereka menjawab, 'Wahai Rasulullah, dia telah memelihara ternak kambing, hingga
kota Madinah penuh dengan ternaknya.' Lalu diceritakan kepada Nabi Saw. semua
yang dialami oleh Sa'labah. Maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Celakalah
Sa'labah, celakalah Sa'labah, celakalah Sa'labah.' Dan Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: 'Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. (At-Taubah:
103), hingga akhir ayat.' Ayat ini diturunkan berkenaan dengan fardu zakat.
Maka
Rasulullah Saw. mengirimkan dua orang lelaki untuk memungut zakat dari kaum
muslim; yang seorang dari kalangan Juhainah, sedangkan yang lainnya dari
kalangan Salim. Kemudian Rasul Saw. menyerahkan sepucuk surat kepada keduanya
yang di dalamnya tertera bagaimana caranya memungut zakat harta dari kaum
muslim. Dan Rasulullah Saw. berpesan kepada keduanya, 'Mampirlah kalian berdua
kepada Sa'labah dan Fulan—seorang lelaki dari kalangan Bani Salim— dan ambillah
zakat dari keduanya.'
Kedua
utusan itu berangkat hingga keduanya sampai di rumah Sa'labah, lalu keduanya
meminta zakat dari Sa'labah seraya membacakan surat Rasulullah Saw. kepadanya.
Tetapi Sa'labah menjawab, 'Ini tiada lain sama dengan jizyah (upeti),
ini tiada lain sejenis dengan jizyah, saya tidak mengerti apa-apaan ini?
Sekarang pergilah dahulu kalian berdua hingga selesai dari tugas kalian, lalu
kembalilah kalian kepadaku.'
Kedua
utusan itu pergi melanjutkan tugasnya, dan ketika orang dari Bani Salim yang
dituju oleh keduanya mendengar kedatangan keduanya, maka ia memeriksa ternak
untanya yang paling unggul, lalu ia pisahkan dari yang lainnya untuk zakat.
Setelah itu ia datang menyambut kedatangan keduanya seraya membawa ternak
pilihannya itu.
Ketika
kedua utusan itu melihat ternak unggul itu, mereka berdua berkata, 'Kamu tidak
diwajibkan memberikan yang jenis ini, dan kami tidak bermaksud mengambil jenis
ini darimu.' Lelaki dari Bani Salim itu menjawab, 'Memang benar, tetapi
ambillah ini, karena sesungguhnya saya berikan ini dengan sukarela, dan
sesungguhnya saya telah mempersiapkannya untuk zakat."
Maka
kedua utusan itu terpaksa menerimanya, lalu pergi melanjutkan tugasnya
memungut zakat dari kaum muslim. Setelah selesai, keduanya kembali kepada
Sa'labah, dan Sa'labah berkata, 'Perlihatkanlah kepadaku surat kalian
berdua." Lalu Sa'labah membacanya, sesudahnya ia berkata, 'Ini tiada lain
sama dengan jizyah, ini adalah sejenis jizyah. Pergilah kalian
berdua, nanti aku akan berpikir terlebih dahulu.'
Keduanya
pergi, kemudian langsung menghadap Nabi Saw. Ketika Nabi Saw. melihat keduanya,
maka beliau bersabda, 'Celakalah Sa'labah,' padahal keduanya belum
bercerita kepadanya. Lalu Nabi Saw. mendoakan keberkahan untuk lelaki dari
kalangan Bani Salim (yang telah menunaikan zakatnya itui. Kemudian keduanya
menceritakan kepada Nabi Saw. tentang apa yang dilakukan oleh Sa'labah dan apa
yang dilakukan oleh lelaki dan Bani Salim. Dan Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,
"Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunianya kepada kami.
pastilah kami akan bersedekah.” (At-Taubah: 75), hingga akhir ayat.
Saat
itu di hadapan Rasulullah Saw. terdapat seorang lelaki dari kalangan kerabat
Sa'labah dan ia mendengar tentang hal tersebut. Maka ia pergi dan mendatangi
Sa'labah, lalu berkata kepadanya, 'Celakalah engkau, hai Sa'labah, sesungguhnya
Allah telah menurunkan wahyu anu dan anu mengenai dirimu."
Maka
dengan serta merta Sa'labah berangkat hingga sampai kepada Nabi Saw., lalu
meminta kepada Nabi Saw. agar mau menerima zakatnya. Tetapi Nabi Saw.
bersabda: Sesungguhnya Allah telah melarang aku untuk menerima zakat darimu.
Maka
Sa'labah meraupkan debu ke kepalanya (sebagai ungkapan penyesalannya). Lalu
Rasulullah Saw. bersabda: Ini adalah balasan amal perbuatanmu. Aku telah
memerintahkannya kepadamu, tetapi kamu tidak menaatinya.
Setelah
Rasulullah Saw. menolak zakatnya, maka ia kembali ke rumahnya, dan Rasulullah
Saw. wafat tanpa menerima suatu zakat pun darinya.
Kemudian
Sa'labah datang kepada Abu Bakar r.a. ketika menjadi khalifah, lalu berkata
kepadanya, 'Sesungguhnya engkau telah mengetahui kedudukanku di sisi
Rasulullah dan kedudukanku di kalangan orang-orang Ansar, maka terimalah
zakatku ini.' Abu Bakar berkata, 'Rasulullah Saw. tidak mau menerimanya darimu
(lalu bagaimana aku mau menerimanya darimu)." Abu Bakar menolak dan tidak
mau menerimanya. Dan Abu Bakar wafat tanpa mau menerima zakat darinya.
Ketika
Umar r.a. menjadi khalifah, Sa'labah datang kepadanya dan berkata, 'Wahai
Amirul Mu’minin, terimalah zakatku ini.' Tetapi Umar r.a. menjawab, 'Rasulullah
Saw. tidak mau menerimanya, demikian pula Abu Bakar. Lalu bagaimana aku dapat
menerimanya?' Khalifah Umar r.a. wafat tanpa mau menerimanya.
Dan
di saat Usman menjabat sebagai khalifah, Sa'labah datang kepadanya dan berkata,
'Terimalah zakatku ini.' Khalifah Usman menjawab, 'Rasulullah Saw. tidak mau
menerimanya, begitu pula Abu Bakar dan Umar, maka mana mungkin aku dapat
menerimanya darimu?' Khalifah Usman tidak mau menerima zakatnya pula, dan
akhirnya Sa'labah mati di masa pemerintahan Khalifah Usman."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ
وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ}
karena
mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan
kepada-Nya. (At-Taubah: 77), hingga akhir ayat.
Artinya,
Allah menimbulkan kemunafikan dalam hati mereka karena mereka telah mengingkari
janjinya dan berdusta. Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis
dari Rasulullah Saw. yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ
ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ"
Pertanda
orang munafik itu ada tiga; apabila berbicara dusta, apabila berjanji ingkar,
dan apabila dipercaya khianat.
Hadis
ini mempunyai banyak syahid (bukti) yang menguatkannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ
سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلامُ الْغُيُوبِ}
Tidakkah
mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka. (At-Taubah: 78), hingga akhir ayat.
Allah
Swt. memberitahukan bahwa Dia mengetahui semua rahasia dan semua yang
tersembunyi. Dia pun mengetahui isi hati mereka, sekalipun pada lahiriahnya
mereka mengatakan bahwa jika mereka beroleh harta yang banyak, maka mereka akan
menyedekahkan sebagiannya dan mensyukurinya. Karena sesungguhnya Allah lebih
mengetahui tentang diri mereka daripada diri mereka sendiri. Allah Maha
Mengetahui semua yang gaib, yakni mengetahui semua yang gaib dan semua yang
lahir serta mengetahui semua rahasia dan semua bisikan hati, dan Allah
mengetahui semua yang lahir dan semua yang tersembunyi.
At-Taubah, ayat 79
{الَّذِينَ يَلْمِزُونَ
الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ
إِلا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ (79) }
(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang
mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang
yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.
Apa
yang disebutkan oleh ayat ini pun merupakan sebagian dari sifat orang-orang
munafik. Tidak ada seorang pun yang luput dari celaan dan cemoohan mereka dalam
semua keadaan, hingga orang-orang yang taat bersedakah pun tidak luput dari cercaan
mereka. Jika ada seseorang dari mereka yang taat datang dengan membawa zakat
yang banyak, maka orang-orang munafik mengatakan, "Ini pamer." Jika
seseorang datang dengan membawa zakat yang sedikit jumlahnya, maka mereka
berkata, "Sesungguhnya Allah Mahakaya dari sedekah orang ini."
Imam
Bukhari telah meriwayatkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu
Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man Al-Basri, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Abu Wail, dari Abu Mas'ud r.a. yang
mengatakan, "Ketika ayat mengenai zakat diturunkan, kami sedang mencari
nafkah sebagai pengangkut barang (tukang pikul) pada punggung kami. Lalu
datanglah seorang lelaki menyerahkan sedekahnya dalam jumlah yang banyak, maka
mereka (orang-orang munafik) berkata, 'Orang ini pamer.' Kemudian datang pula
lelaki lain menyedekahkan satu sa' makanan (yakni jumlah sedikit), maka
mereka berkata, 'Sesungguhnya Allah Mahakaya dari sedekah orang ini.' Lalu
turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: '(Orang-orang munafik) yaitu
orang-orang yang mencela para pemberi zakat yang sukarela. (At-Taubah: 79),
hingga akhir ayat'."
Imam
Muslim telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Sahih-nya melalui hadis
Syu'bah dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي السَّلِيلِ قَالَ:
وَقَفَ علينا رجل في مَجْلِسِنَا بِالْبَقِيعِ فَقَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي -أَوْ: عَمِّي
أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَقِيعِ،
وَهُوَ يَقُولُ: "مَنْ يَتَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ أَشْهَدُ لَهُ بِهَا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ"؟ قَالَ: فَحَلَلْتُ مِنْ عِمَامَتِي لَوْثًا أَوْ لَوْثَيْنِ،
وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِمَا، فَأَدْرَكَنِي مَا يُدْرِكُ ابْنَ
آدَمَ، فَعَقَدْتُ عَلَى عِمَامَتِي. فَجَاءَ رَجُلٌ لَمْ أَرَ بِالْبَقِيعِ
رَجُلًا أَشَدَّ سَوَادًا [وَلَا] َصْغَرَ مِنْهُ، وَلَا أدمَّ بِبَعِيرٍ سَاقَهُ،
لَمْ أَرَ بِالْبَقِيعِ نَاقَةً أَحْسَنَ مِنْهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَصَدَقَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ" فَقَالَ: دُونَكَ هَذِهِ النَّاقَةُ. قَالَ:
فَلَمَزَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: هَذَا يَتَصَدَّقُ بِهَذِهِ فَوَاللَّهِ لَهِيَ خَيْرٌ
مِنْهُ. قَالَ: فَسَمِعَهَا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: "كَذَبْتَ
بَلْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ وَمِنْهَا" ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ قَالَ:
"وَيْلٌ لِأَصْحَابِ الْمِئِينَ مِنَ الْإِبِلِ" ثَلَاثًا. قَالُوا:
إِلَّا مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "إِلَّا مَنْ قَالَ بِالْمَالِ
هَكَذَا وَهَكَذَا"، وَجَمَعَ بَيْنَ كَفَّيْهِ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ
شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "قَدْ أَفْلَحَ الْمُزْهِدُ الْمُجْهِدُ"
ثَلَاثًا: الْمُزْهِدُ فِي الْعَيْشِ، الْمُجْهِدُ فِي الْعِبَادَةِ
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid Al- Jariri, dari Abus
Salili yang mengatakan, "Ada seorang lelaki berdiri di tengah majelis kami
di Baqi', lalu ia berkata bahwa telah menceritakan kepadanya ayahnya atau
pamannya, bahwa ia telah melihat Rasulullah Saw. di Baqi’ ini mengucapkan
sabdanya: 'Barang siapa yang mengeluarkan suatu sedekah, maka aku akan
membelanya karena sedekahnya itu kelak di hari kiamat'.” Perawi melanjutkan
kisahnya, "Lalu aku melepaskan sebagian dari kain serbanku sekali atau dua
kali lipatan dengan maksud akan menyedekahkannya. Tiba-tiba aku mengalami
sesuatu yang biasa dialami oleh orang lain (pusing kepaia). maka aku
mengikatkan kembali kain serbanku. Lalu aku melihat seorang lelaki yang belum
pernah aku melihat seseorang di Baqi’ ini yang lebih hitam kulitnya, lebih
kecil tubuhnya, dan lebih jelek tampangnya daripada lelaki itu. Ia datang
dengan membawa seekor unta yang digiringnya; aku belum pernah melihat seekor
unta di Baqi’ ini yang lebih bagus daripada untanya. Lalu lelaki itu berkata,
'Wahai Rasulullah, apakah zakat?' Rasul Saw. menjawab, 'Ya.' Lelaki itu
berkata.”Silakan ambil unta ini'." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu
ada seorang lelaki (munafik) berkata, 'Orang ini menyedekahkan unta itu. Demi
Allah, unta itu lebih baik daripadanya.' Perkataannya itu terdengar oleh
Rasulullah Saw., maka beliau menjawab. Kamu dusta, bahkan orang ini jauh
lebih baik daripada kamu dan unta itu sendiri.' sebanyak tiga kali. Lalu
Rasulullah Saw. bersabda lagi, 'Celakalah bagi orang-orang yang mempunyai
dua ratus ekor unta," sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya,
'Kecuali siapa, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, 'Kecuali
orang yang menyedekahkan hartanya seperti ini dan ini," seraya
menghimpunkan kedua telapak tangannya ke arah kanan dan ke arah kirinya. Lalu
Rasulullah Saw. bersabda, 'Beruntunglah orang yang berzuhud dan bersusah
payah yakni berzuhud dalam kehidupannya dan bersusah payah dalam ibadahnya.'"
Sehubungan
dengan ayat ini Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
Abdur Rahman ibnu Auf datang dengan membawa empat puluh auqiyah emas
kepada Rasulullah Saw., lalu datang pula seorang lelaki dari kalangan Ansar
dengan membawa satu sa' makanan. Maka sebagian orang munafik berkata,
"Demi Allah, tidaklah Abdur Rahman datang dengan membawa apa yang
dibawanya itu melainkan hanya pamer semata-mata." Mereka mengatakan pula,
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar-benar tidak memerlukan satu sa'
itu."
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya di suatu hari Rasulullah Saw.
keluar menjumpai orang-orang, lalu beliau menyerukan agar mereka mengumpulkan
sedekah mereka. Maka orang-orang mengumpulkan zakatnya. Kemudian di penghujung
mereka datanglah seorang lelaki dengan membawa satu sa' buah kurma, lalu
ia berkata, "Wahai Rasulullah, ini satu sa' buah kurma. Semalaman
saya bekerja menimba air hingga saya memperoleh dua sa' buah kurma. Lalu
satu sa' saya ambil, sedangkan satu sa'-nya lagi adalah yang sekarang
ini yang saya datangkan kepadamu." Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan
agar buah kurma itu dikumpulkan bersama zakat lainnya.
Melihat
hal itu sejumlah lelaki dari kalangan orang-orang munafik mengejeknya, lalu
berkata, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar-benar tidak memerlukan
satu sa' kurma, lalu apakah yang dapat diperbuat dengan satu sa’ buah
kurmamu itu?"
Lalu
Abdur Rahman ibnu Auf berkata kepada Rasulullah Saw., "Apakah masih ada
orang yang wajib sedekah?" Rasul Saw. menjawab, "Tiada seorang pun
yang tertinggal kecuali hanya engkau sendiri." Lalu Abdur Rahman ibnu
Auf berkata, "Sesungguhnya aku mempunyai seratus auqiyah emas untuk
sedekah."
Umar
ibnu Khattab r.a. (yang ada di tempat) berkata, "Apakah engkau gila
(menyedekahkan sebanyak itu)?"Abdur Rahman menjawab, "Saya tidak
gila." Rasul Saw. bersabda, "Apakah engkau rela memberikannya?"
Abdurrahman Ibnu Auf menjawab “Ya Semua hartaku berjumlah delapan ribu. Yang
empat ribu telah saya pinjamkan kepada Tuhan saya, sedangkan yang empat ribu
lainnya saya pegang untuk saya sendiri." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Semoga
Allah memberkati apa yang engkau pegang (simpan) dan apa yang engkau
berikan (sedekahkan).
Tetapi
orang-orang munafik mencelanya dan mengatakan, "Demi Allah, tidak sekali-kali
Abdur Rahman memberikan pemberiannya itu melainkan pamer," padahal mereka
dusta dalam tuduhannya itu. Sesungguhnya yang dilakukan oleh Abdur Rahman itu
semata-mata hanyalah secara sukarela. Maka Allah menurunkan ayat yang membela
dia dan temannya yang miskin tadi yang datang dengan membawa sedekah satu sa'
buah kurma. Allah Swt. berfirman di dalam Kitab-Nya: (Orang-orang munafik)
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah
dengan sukarela. (At-Taubah : 79), hingga akhir ayat.
Hal
yang sama telah diriwayatkan pula dari Mujahid dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang.
Ibnu
Ishaq mengatakan bahwa di antara orang-orang mukmin yang mengeluarkan
sedekahnya secara sukarela ialah Abdur Rahman ibnu Auf—ia menyedekahkan empat
ribu dirham— dan Asim ibnu Addi, saudara lelaki Banil Ajlan.
Kisahnya
bermula ketika Rasulullah Saw. menganjurkan untuk bersedekah dan
memerintahkannya. Maka Abdur Rahman ibnu Auf berdiri, lalu menyedekahkan empat
ribu dirham. Lalu bangkit pula Asim ibnu Addi, kemudian menyedekahkan seratus wasaq
buah kurma. Tetapi orang-orang munafik mencela keduanya, mereka mengatakan,
"Ini tiada lain hanyalah pamer."
Di
antara mereka yang menyedekahkah hasil jerih payahnya ialah Abu Uqail. saudara
lelaki Bani Anif Al-Arasyi teman sepakta Bani Amr ibnu Auf. Ia datang dengan
membawa satu sa’ buah kurma, lalu menuangkannya ke dalam kumpulan zakat.
Maka orang-orang munafik menertawakannya, mereka berkata, "Sesungguhnya
Allah benar-benar tidak memerlukan satu sa' si Abu Uqail ini."
Abu
Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Talut ibnu Abbad,
telah menceritakan kepada kami Abu Awanah, dari Amr ibnu Abu Salamah, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya aku hendak
mengirimkan suatu pasukan. Maka datanglah Abdur Rahman ibnu Auf, lalu
berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai empat ribu dirham, dua ribu
dirham di antaranya aku pinjamkan kepada Tuhanku, sedangkan yang dua ribu lainnya
aku simpan buat anak-anakku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Semoga
Allah memberkatimu dalam apa yang engkau berikan, dan semoga Dia memberkahi apa
yang engkau pegang. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar kerja
semalaman, lalu ia memperoleh dua sa' tamar dari upah kerjanya. Maka ia
berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh dua sa' kurma. Satu
sa'-nya saya pinjamkan kepada Tuhan saya, sedangkan satu sa' lainnya
untuk anak-anak saya." Maka orang-orang munafik mencelanya, dan mereka mengatakan,
"Tidak sekali-kali Abdur Rahman memberikan apa yang telah diberikannya,
kecuali hanya pamer." Lalu mereka mengatakan pula, "Bukankah Allah
dan Rasul-Nya tidak memerlukan kedua sa' orang ini?" Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: (Orang-orang munafik) yaitu orang-orang
yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela)
orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain
sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. (At-Taubah:
79), hingga akhir ayat.
Kemudian
ia (Abu Bakar Al-Bazzar) meriwayatkannya pula melalui Abu Kamil, dari Abu
Awanah, dari Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya secara mursal. Lalu ia
berkata bahwa tidak ada seorang pun yang meng-isnad-kannya selain Talut.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah
menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, dari Musa ibnu Ubaidah; telah
menceritakan kepadaku Khalis ibnu Yasar, dari Ibnu Abu Aqil, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa semalaman ia bekerja menimba air dan dipanggul di atas
punggungnya dengan imbalan dua sa' kurma. Lalu ia memberikan satu sa'
darinya kepada keluarganya buat makan mereka, sedangkan satu sa’ lainnya
ia datangkan ke hadapan Rasulullah Saw. sebagai amal taqarrub. Ketika ia
datang kepada Rasulullah dan menceritakan perihalnya, maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Kumpulkanlah bersama harta zakat lainnya." Maka
kaum munafik mengejeknya dan mengatakan, "Sesungguhnya Allah tidak
memerlukan sedekah orang miskin ini." Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: (Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela para
pemberi sedekah dengan sukarela. (At-Taubah: 79), hingga akhir ayat
berikutnya.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tabrani melalui hadis Zaid ibnul Hubab
dengan sanad yang sama. Imam Tabrani mengatakan bahwa nama asli Abu Aqil adalah
Hubab. Sedangkan menurut pendapat yang lain, Abdur Rahman tersebut adalah Abdur
Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa'labah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ
مِنْهُمْ}
maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu. (At-Taubah: 79)
Hal
ini merupakan pembalasan yang setimpal sesuai dengan perbuatan mereka yang
jahat itu dan penghinaan mereka terhadap kaum mukmin, karena sesungguhnya
pembalasan itu disesuaikan dengan jenis amal perbuatannya. Maka Allah
memberlakukan terhadap mereka hukuman orang yang menghina mereka dengan melalui
kemenangan yang diraih oleh kaum mukmin di dunia, dan Allah telah menyediakan
bagi orang-orang munafik kelak di hari kemudian azab yang pedih, sesuai dengan
; amal perbuatan mereka itu.
At-Taubah, ayat 80
{اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ
لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ
لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (80) }
Kamu
memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun
bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun
kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
Allah Swt. menceritakan kepada Nabi-Nya bahwa
orang-orang munafik itu bukanlah orang-orang yang layak dimohonkan ampunan bagi
mereka. Sekalipun Nabi Saw. memohonkan ampun bagi mereka sebanyak tujuh puluh
kali, Allah tetap tidak akan mengampuni mereka.
Menurut suatu pendapat, kata 'tujuh puluh kali'
dalam ayat ini hanya disebutkan sebagai batas maksimal Dari bilangan istigfar
buat mereka, karena sesungguhnya dalam percakapan orang-orang Arab bilangan
tujuh puluh disebutkan untuk menunjukkan pengertian mubalagah dan bukan
sebagai batasan, tidak pula bilangan yang lebih dari tujuh puluh memberikan
pengertian yang sebaliknya.
Menurut pendapat lainnya lagi, sebenarnya
bilangan tujuh puluh ini mempunyai pengertian sesuai dengan bilangannya.
Seperti apa yang disebutkan di dalam riwayat Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَسْمَعُ رَبِّي قَدْ رَخَّصَ لِي فِيهِمْ، فَوَاللَّهِ
لَأَسْتَغْفِرَنَّ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ
يَغْفِرَ لَهُمْ! فَقَالَ اللَّهُ مِنْ شِدَّةِ غَضَبِهِ عَلَيْهِمْ: {سَوَاءٌ
عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ
اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
Ketika ayat ini diturunkan, aku mendengar
Tuhanku memberikan, kemurahan kepadaku sehubungan dengan mereka. Maka demi
Allah, aku benar-benar akan memohonkan ampun bagi mereka lebih dari tujuh puluh
kali. mudah-mudahan Allah memberikan ampunanNya bagi mereka. Maka Allah
berfirman karena kemurkaan-Nya yang sangat terhadap mereka: Kamu mohonkan
ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama
saja). (At-Taubah: 80), hingga akhir ayat.
قَالَ الشَّعْبِيُّ: لَمَّا ثَقُل عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ،
انْطَلَقَ ابْنُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
إِنَّ أَبِي قَدِ احْتُضَرَ، فَأُحِبُّ أَنْ تَشْهَدَهُ وَتُصَلِّيَ عَلَيْهِ.
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا اسْمُكَ".
قَالَ الْحُبَابُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ. قَالَ: "بَلْ أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، إِنَّ الْحُبَابَ اسْمُ شَيْطَانٍ". قَالَ: فَانْطَلَقَ
مَعَهُ حَتَّى شَهِدَهُ وَأَلْبَسَهُ قَمِيصَهُ وَهُوَ عَرِقٌ، وَصَلَّى عَلَيْهِ،
فَقِيلَ لَهُ: أَتُصَلِّي عَلَيْهِ [وَهُوَ مُنَافِقٌ] ؟ قَالَ: "إِنَّ
اللَّهَ قَالَ: {إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً} وَلَأَسْتَغْفِرَنَّ
لَهُ سَبْعِينَ وَسَبْعِينَ وَسَبْعِينَ".
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa ketika Abdullah ibnu
Ubay sakit keras, maka anaknya datang menghadap Nabi Saw. dan berkata,
"Sesungguhnya ayahku sedang menjelang kematiannya, maka aku sangat
menginginkan bila engkau menghadiri dan menyalatkannya." Nabi Saw.
bertanya kepadanya, "Siapakah namamu?" Ia menjawab,
"Al-Hubab ibnu Abdullah." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, engkau
adalah Abdullah ibnu Abdullah. Sesungguhnya Al-Hubab adalah nama setan." Maka
Rasulullah Saw. berangkat bersamanya hingga menghadiri jenazah ayahnya, lalu
Nabi Saw. memakaikan baju gamisnya yang sudah tua kepada jenazah itu dan ikut
menyalatkannya. Ketika ditanyakan kepada Nabi Saw., "Apakah engkau
menyalatkannya?" Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah
berfirman, "Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun
bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi
mereka tujuh puluh kali.” Dan sungguh aku akan memohonkan ampun bagi mereka
tujuh puluh kali. tujuh puluh kali, dan tujuh puluh kali.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Urwah ibnuz
Zubair, Mujahid, dan Qatadah ibnu Di'amah. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya
berikut semua sanadnya.
At-Taubah, ayat 81-82
{فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ
خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ
نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ (81) فَلْيَضْحَكُوا
قَلِيلا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (82) }
Orang-orang
yang ditinggalkan (tidak ikut berperang)
itu merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan
mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, dan
mereka berkata, "Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam
panas terik ini.” Katakanlah, "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas (nya),
" jikalau mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan
menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.
Allah Swt. berfirman mencela orang-orang munafik
yang tidak ikut menemani Rasulullah Saw. berangkat ke medan Perang Tabuk, dan
bahkan mereka gembira dengan ketidakberangkatan mereka setelah Nabi Saw.
berangkat.
{وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا}
dan mereka tidak suka berjihad. (At-Taubah:
81)
Bersama Rasulullah Saw.
{بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَقَالُوا}
dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah,
dan mereka berkata. (At-Taubah: 81)
Yakni sebagian dari orang-orang munafik itu
berkata kepada sebagian yang lainnya.
{لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ}
Janganlah kalian berangkat (pergi
berperang) dalam panas terik ini. (At-Taubah: 81)
Demikian itu karena keberangkatan ke medan Tabuk
bertepatan dengan musim panas yang terik, yaitu di saat orang-orang sedang suka
bernaung di bawah pohon yang sedang berbuah. Karena itulah mereka berkata
kepada sesamanya: Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam
panas terik ini. (At-Taubah: 81)
Maka Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:
{قُلْ} لَهُمْ: {نَارُ جَهَنَّمَ}
Katakanlah (kepada mereka), "Neraka
Jahannam itu.” (At-Taubah: 81)
Yaitu neraka Jahannam yang kelak bakal menjadi
tempat tinggal kalian.
{أَشَدُّ حَرًّا}
lebih sangat panas (nya). (At-Taubah: 81)
Panasnya lebih daripada panas terik yang kalian
hindari itu, bahkan jauh lebih panas pula daripada api (di dunia ini).
قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "نَارُ بَنِي آدَمَ الَّتِي يُوقِدُونَ بِهَا جزءٌ مِنْ سَبْعِينَ
جُزْءًا [مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ" فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ
كَانَتْ لَكَافِيَةٌ. قَالَ إِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ
جُزْءًا]
Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad,
dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Api
manusia yang biasa kalian nyalakan itu merupakan sepertujuh puluh dari
panasnya api neraka Jahannam.” Mereka (para sahabat bertanya), "Wahai
Rasulullah, sekalipun panas api itu sudah cukup.” Rasulullah Saw. bersabda,
"Api neraka Jahannam lebih panas enam puluh sembilan kali lipat daripada
api di dunia.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di
dalam kitab Sahihain melalui hadis Malik dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي
الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ
سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ،
وَلَوْلَا ذَلِكَ مَا جَعَلَ [اللَّهُ] فِيهَا مَنْفَعَةً لِأَحَدٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan suatu bagian dari
tujuh puluh bagian neraka Jahannam. padahal telah dicelup dua kali ke dalam
laut. Seandainya tidak dicelup dahulu, niscaya Allah tidak akjan memberikan
manfaat apapun padanya bagi seseorang.
Hadis ini pun sanadnya sahih.
Imam Abu Isa At-Turmuzi dan Ibnu Majah telah
meriwayatkan:
عَنْ عَبَّاسٍ الدُّورِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ
شَرِيكٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احمرَّت، ثُمَّ أُوقِدَ
عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابيضَّت، ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ
حَتَّى اسْوَدَّتْ، فَهِيَ سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ الْمُظْلِمِ".
dari Abbas Ad-Duri dan dari Yahya ibnu Abu
Bukair, dari Syarik, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menyalakan api
selama seribu tahun hingga berwarna merah, kemudian menyalakannya lagi selama
seribu tahun hingga warnanya menjadi putih, lalu menyalakannya lagi selama seribu
tahun hingga berubah warna menjadi hitam, maka api (neraka) itu berwarna
hitam seperti malam yang gelap gulita.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia tidak
mengetahui seorang pun yang me-rafa -kannya kecuali hanya Yahya.
Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih telah
meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Muhammad, dari Muhammad ibnul Husain ibnu
Makram, dari Ubaidillah ibnu Sa'id. dari pamannya, dari Syarik (yaitu Ibnu
Abdullah An-Nakhi') dengan lafaz yang semisal.
وَرَوَى أَيْضًا ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ رِوَايَةِ مُبَارَكِ بْنِ
فَضَالَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
[التَّحْرِيمِ:6] قَالَ: "أُوقد عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ،
وَأَلْفَ عَامٍ حَتَّى احْمَرَّتْ، وَأَلْفَ عَامٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ، فَهِيَ
سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ، لَا يُضِيءُ لَهَبُهَا"
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui
riwayat Mubarak ibnu Fudalah, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) Lalu beliau Saw. bersabda: Allah
menyalakannya selama seribu tahun hingga warnanya menjadi putih, dan seribu
tahun lagi hingga warnanya menjadi merah, lalu seribu tahun lagi hingga
warnanya menjadi hitam seperti malam hari, nyalanya tidak bersinar.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan
melalui hadis Tamam ibnu Najih —yang masih diperselisihkan predikatnya—, dari
Al-Hasan, dari Anas yang me-rafa'-kannya:
"لَوْ أَنَّ شَرَارَةً بِالْمَشْرِقِ -أَيْ مِنْ نَارِ
جَهَنَّمَ -لَوَجَدَ حَرَّهَا مَنْ بِالْمَغْرِبِ"
Seandainya suatu percikan (dari api neraka
Jahannam) ada di belahan timur (bumi), niscaya panasnya akan terasa
sampai ke belahan barat (nya).
وَرَوَى الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ أَبِي
إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ الْحَدَّادِ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ شَبِيبٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي وَحْشِيَّةَ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَير، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ كَانَ هَذَا الْمَسْجِدُ مِائَةَ أَلْفٍ أَوْ
يَزِيدُونَ، وَفِيهِمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَتَنَفَّسَ فَأَصَابَهُمْ
نَفَسُهُ، لَاحْتَرَقَ الْمَسْجِدُ وَمَنْ فِيهِ"
Al-Hafiz Abu Ya'la telah meriwayatkan dari Ishaq
ibnu Abu Israil, dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Hisyam ibnu Hissan ibnu
Muhammad ibnu Syabib, dari Ja'far ibnu Abu Wahsyiyah, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya
di dalam masjid ini terdapat seratus ribu orang atau lebih, sedangkan di antara
mereka terdapat seseorang dari ahli neraka Jahannam, lalu ia bernapas dan
mereka terkena oleh embusan napasnya, niscaya masjid ini berikut semua orang
yang di dalamnya akan terbakar olehnya.
Hadis ini berpredikat garib.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, darf
An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ لَمَنْ لَهُ نَعْلَانِ وشِرَاكان مِنْ نَارٍ، يَغْلِي مِنْهُمَا
دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِي الْمِرْجَلُ، لَا يَرَى أَحَدًا مِنْ أَهْلِ النَّارِ
أشدُّ عَذَابًا مِنْهُ، وَإِنَّهُ أَهُوَنُهُمْ عَذَابًا".
Sesungguhnya penghuni neraka yang paling
ringan siksanya kelak di hari kiamat adalah seseorang yang mengenakan sepasang
terompah dan sepasang tali terompah dari api neraka Jahannam. Karena keduanya
itu otak orang yang bersangkutan mendidih, sebagaimana panci mendidih.
Seakan-akan tidak ada seseorang dari kalangan penghuni neraka yang lebih berat
siksanya daripada dia, padahal kenyataannya dia adalah yang paling ringan
siksaannya daripada mereka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di
dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy.
Muslim telah mengatakan pula bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي
صَالِحٍ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ
أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ
مِنْ نَارٍ، يَغْلِي دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ"
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu
Syibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, telah menceritakan
kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari An-Nu'man
ibnu Abu Ayyasy, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya di hari
kiamat ialah seseorang yang dipakaikan kepadanya sepasang terompah dari api,
otaknya mendidih karena panas kedua terompahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنِ ابْنِ
عَجْلَانَ، سَمِعْتُ أَبِي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا
رَجُلٌ يُجْعَلُ لَهُ نَعْلَانِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yahya dari Ibnu Ajlan, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan
hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penghuni
neraka yang paling ringan siksaannya ialah seorang lelaki yang dipakaikan
kepadanya sepasang terompah, hingga otaknya mendidih karena panas kedua
terompahnya.
Sanad ini jayyid lagi kuat, semua
perawinya dengan syarat Imam Muslim. Hadis dan asar mengenai hal ini cukup
banyak.
Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya
yang mulia:
{كَلا إِنَّهَا لَظَى نزاعَةً لِلشَّوَى}
Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka
itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij:
15-16)
{يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ
رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ وَلَهُمْ
مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ
أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}
Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas
kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut
mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari
besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan
mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan),
"Rasakanlah azab yang membakar ini.”(Al-Hajj: 19-22)
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ
بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali
kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan azab (An–Nisa : 56)
Dan dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui
firman-Nya:
{قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ
كَانُوا يَفْقَهُونَ}
Katakanlah.”Api neraka Jahannam itu lebih
sangat panas (nya)," jikalau mereka mengetahui. (At-Taubah: 81)
Dengan kata lain, seandainya mereka mengerti dan
memahami hal itu, niscaya mereka ikut berangkat bersama Rasulullah berjihad di
jalan Allah, sekalipun cuaca panasnya terik; agar mereka terhindar dari
panasnya api neraka Jahannam, yang panasnya jauh lebih keras berlipat ganda.
Akan tetapi, ternyata sikap mereka sama halnya dengan apa yang diungkapkan oleh
seorang penyair:
كَالْمُسْتَجِيرِ مِنَ الرَّمْضَاءِ بِالنَّارِ
Seperti
orang yang berlindung dari teriknya matahari dengan menyalakan api unggun.
Penyair lainnya menyebutkan:
عُمرُكَ
بالحميَة أفْنَيْتَه ... مَخَافَةَ الْبَارِدِ والحَار ...
وَكانَ أولَى بِكَ أنْ تَتقي ... مِنَ المعَاصِي حَذرَ النَّار ...
Usiamu engkau habiskan untuk
menjaga kesehatan diri agar tidak kena (penyakit) dingin dan panas,
padahal sebaiknya kamu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat agar
terhindar dari (panasnya) api neraka.
Kemudian Allah Swt. berfirman mengancam
orang-orang munafik itu karena perbuatan mereka yang seperti itu:
{فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلا وَلْيَبْكُوا
كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Maka hendaklah mereka sedikit tertawa. (At-Taubah:
82), hingga akhir ayat
Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa hidup di dunia itu sebentar, maka hendaklah mereka tertawa
sesukanya di dalamnya. Apabila hidup di dunia telah habis dan mereka menghadap
kepada Allah Swt., maka mereka akan mulai tangisannya yang tidak pernah
berhenti untuk selama-lamanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Razin,
Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Khasyam, Aun Al-Uqaili, dan Zaid ibnu Aslam.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ أَبِي خِدَاشٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
حُمَيْدٍ عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا
يَزِيدُ الرَّقاشي، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ،
ابْكُوا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا، فَإِنَّ أَهْلَ النَّارِ يَبْكُونَ
حَتَّى تَسِيلَ دُمُوعُهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ كَأَنَّهَا جَدَاوِلُ، حَتَّى تَنْقَطِعَ
الدُّمُوعُ فَتَسِيلَ الدِّمَاءُ فَتَقَرَّحُ الْعُيُونُ. فَلَوْ أَنَّ سُفُنًا
أُزْجِيَتْ فِيهَا لَجرَت".
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Abu Khaddasy, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jubair, dari Ibnul Mubarak, dari Imran
ibnu Zaid; telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu
Malik yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Hai
manusia, menangislah kalian. Jika kalian tidak dapat menangis, maka
berpura-pura menangislah, karena sesungguhnya penghuni neraka itu akan terus
menangis hingga air mata mereka mengalir ke wajahnya bagaikan air pancuran.
Bila air mata mereka habis, maka yang mengalir adalah darah, dan mata mereka
bernanah. Seandainya perahu-perahu dilayarkan pada air mata mereka, niscaya
akan dapat berlayar (karena banyaknya air mata mereka seperti lautan).
Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis
Al-A'masy, dari Yazid Ar-Raqqasyi dengan sanad yang sama.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ الْجَزَرِيُّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ رُفَيْع، رَفَعَهُ قَالَ: "إِنَّ
أَهْلَ النَّارِ إِذَا دَخَلُوا النَّارَ بَكَوُا الدُّمُوعَ زَمَانًا، ثُمَّ
بَكَوُا الْقَيْحَ زَمَانًا" قَالَ: "فَتَقُولُ لَهُمُ الخَزَنَة: يَا
مَعْشَرَ الْأَشْقِيَاءِ، تَرَكْتُمُ الْبُكَاءَ فِي الدَّارِ الْمَرْحُومِ فِيهَا
أَهْلُهَا فِي الدُّنْيَا، هَلْ تَجِدُونَ الْيَوْمَ مَنْ تَسْتَغِيثُونَ بِهِ؟
قَالَ: فَيَرْفَعُونَ أَصْوَاتَهُمْ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، يَا مَعْشَرَ
الْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ وَالْأَوْلَادِ، خَرَجْنَا مِنَ الْقُبُورِ عِطَاشًا،
وَكُنَّا طُولَ الْمَوْقِفِ عِطَاشًا، وَنَحْنُ الْيَوْمَ عِطَاشٌ، فَأَفِيضُوا
عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ، فَيَدْعُونَ أَرْبَعِينَ
سَنَةً لَا يُجِيبُهُمْ، ثُمَّ يُجِيبُهُمْ: {إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ} [الزُّخْرُفِ:
77] فَيَيْأَسُونَ مِنْ كُلِّ خَيْرٍ"
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Muhammad
ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Abbas, telah menceritakan kepada kami Hammad-Al Jazari, dari Zaid ibnu Rafi'
yang me-rafa'-kannya, "Sesungguhnya ahli neraka itu apabila telah masuk
ke dalam neraka, mereka menangis dengan mengeluarkan air mata selama satu masa.
kemudian mereka menangis dengan mengeluarkan nanah selama satu masa. Lalu para
malaikat penjaga neraka berkata kepada mereka, 'Hai golongan orang-orang yang
celaka, kalian tidak mau menangis ketika hidup di dunia yang dibelaskasihani
bila kalian menangis padanya. Sekarang apakah kalian menemukan orang yang dapat
kalian mintai pertolongan?' Maka mereka mengeraskan suaranya seraya berkata,
'Hai penghuni surga, hai para bapak, ibu, dan anak-anak, kami keluar dari
kuburan dalam keadaan haus, dan kami selama di Mauqif dalam keadaan dahaga, dan
sekarang pun kami tetap dalam keadaan dahaga, maka limpahkanlah kepada kami
sebagian dari air yang telah Allah rezekikan kepada kalian.' Mereka dibiarkan
berseru selama empat puluh tahun tanpa mendapat jawaban, kemudian mereka
dijawab, 'Sesungguhnya kalian menetap (di dalam neraka).' Akhirnya mereka putus
asa dari semua kebaikan."
At-Taubah, ayat 83
{فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ
مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا
وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ
مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (83) }
Maka
jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka
minta izin kepadamu untuk keluar (pergi
berperang), maka katakanlah, "Kalian tidak boleh keluar dengan aku
selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kalian
telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu. duduklah (tinggallah)
bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang."
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya Saw.
melalui firman-Nya:
{فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ}
Maka jika Allah mengembalikanmu. (At-Taubah:
83)
Maksudnya, memulangkanmu dari peperanganmu
sekarang ini.
{إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ}
kepada satu golongan dari mereka. (At-Taubah:
83)
Qatadah mengatakan, "Menurut riwayat yang
sampai kepada kami, jumlah mereka yang tergabung dalam satu golongan itu
semuanya ada dua belas orang laki-laki."
{فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ}
kemudian mereka minta izin kepadamu untuk
keluar (pergi berperang). (At-Taubah: 83)
bersamamu ke peperangan lainnya.
{فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا
وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا}
maka katakanlah, "Kalian tidak boleh
keluar dengan aku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. (At-Taubah:
83)
Yakni sebagai sanksi dan hukuman terhadap mereka.
Kemudian disebutkan alasan pelarangan ini oleh firman selanjutnya:
{إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ
مَرَّةٍ}
Sesungguhnya kalian telah rela tidak pergi
berperang yang pertama. (At-Taubah: 83)
Ayat ini sama maknanya dengan apa yang disebutkan
oleh Allah dalam firman-Nya pada ayat yang lain, yaitu:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati
dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an)
pada permulaannya (Al An’am : 110) hingga akhir ayat
Karena sesungguhnya balasan perbuatan yang buruk
adalah buruk lagi sesudahnya, sebagaimana balasan perbuatan yang baik adalah
baik pula sesudahnya. Sama pula pengertiannya dengan firman Allah Swt. yang
menyebutkan tentang umrah Hudaibiyyah, yaitu:
{سَيَقُولُ الْمُخَلَّفُونَ إِذَا
انْطَلَقْتُمْ إِلَى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوهَا ذَرُونَا نَتَّبِعْكُمْ يُرِيدُونَ
أَنْ يُبَدِّلُوا كَلامَ اللَّهِ قُلْ لَنْ تَتَّبِعُونَا كَذَلِكُمْ قَالَ
اللَّهُ مِنْ قَبْلُ}
Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan
berkata apabila kalian berangkat untuk mengambil barang rampasan. (Al-Fath:
15), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ}
Karena itu. duduklah (tinggallah) bersama
orang-orang yang tidak ikut berperang. (At-Taubah: 83)
Ibnu Abbas mengatakan yang dimaksud dengan al-khalifin
ialah kaum lelaki yang tetap tinggal di tempatnya, tidak ikut berperang.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Karena itu, duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang
tidak ikut berperang. (At-Taubah: 83) Menurutnya, makna yang dimaksud ialah
bersama-sama kaum wanita.
Tetapi Ibnu Jarir memberikan komentarnya bahwa
apa yang dikatakan oleh Qatadah ini kurang lurus, karena jamak wanita tidak
dapat dibentuk dengan huruf ya dan nun. Sekiranya yang
dimaksudkan adalah kaum wanita, niscaya akan disebutkan menjadi al-khawalif atau
al-khalifat, yakni duduklah kalian bersama-sama kaum wanita yang tidak
ikut perang. Ibnu Jarir men-tarjih-kan pendapat Ibnu Abbas r.a.
At-Taubah, ayat 84
{وَلا تُصَلِّ عَلَى
أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ;;’’ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا
وَهُمْ فَاسِقُونَ (84) }
Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.
Allah
Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar berlepas diri dari orang-orang
munafik, jangan menyalatkan jenazah seorang pun dari mereka yang mati, dan
janganlah berdiri di kuburnya untuk memohonkan ampun baginya atau berdoa
untuknya; karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan mereka mati dalam kekafirannya.
Hal
ini merupakan hukum yang bersifat umum berlaku terhadap setiap orang yang telah
dikenal kemunafikannya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, pemimpin orang-orang munafik.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عُبَيد بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي أُسَامَةَ، عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ
اللَّهِ -هُوَ ابْنُ أُبَيٍّ -جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهُ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ أَنْ
يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ يُكَفِّن فِيهِ أَبَاهُ، فَأَعْطَاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ أَنْ
يُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ عُمَرُ فَأَخَذَ بِثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُصَلِّي عَلَيْهِ
وَقَدْ نَهَاكَ رَبُّكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ فَقَالَ:
{اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ
مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} وَسَأَزِيدُهُ عَلَى السَّبْعِينَ".
قَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ! قَالَ: فَصَلَّى عَلَيْهِ [رسولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، آيَةَ: {وَلا
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ}
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Isma'il, dari Abu
Usamah, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa
ketika Abdulah ibnu Ubay mati, maka anaknya yang juga bernama Abdullah datang
menghadap Rasulullah Saw. dan meminta baju gamis Rasul Saw. untuk dipakai
sebagai kain kafan ayahnya. Maka Rasulullah Saw. memberikan baju gamisnya
kepada Abdullah. Kemudian Abdullah meminta kepada Rasul Saw. untuk menyalatkan
jenazah ayahnya. Maka Rasulullah Saw. bangkit untuk menyalatkannya. Tetapi Umar
bangkit pula dan menarik baju Rasulullah Saw. seraya berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan jenazahnya, padahal Tuhanmu telah
melarangmu menyalatkannya?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
Allah hanya memberiku pilihan. Dia telah berfirman “Kamu mohonkan ampun bagi
mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun
kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali
tidak akan memberi ampun kepada mereka.” Dan aku akan melakukannya lebih
dari tujuh puluh kali. Umar berkata, "Dia orang munafik." Tetapi
Rasulullah Saw. tetap menyalatkannya. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini,
yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang
pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah:
84)
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah dengan sanad yang sama.
Kemudian
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Munzir, dari Anas ibnu Iyad,
dari Ubaidillah (yakni Ibnu Umar Al-Umari) dengan sanad yang sama. Antara lain
disebutkan bahwa Nabi Saw. tetap menyalatkannya, maka kami (para sahabat) ikut
salat bersamanya, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu
sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara
mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan,
dari Ubaidillah dengan sanad yang sama.
Imam
Ahmad telah meriwayatkan hal yang semisal dengan hadis ini melalui hadis Umar
ibnul Khattab juga. Untuk itu, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq;
telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab r.a.
mengatakan, "Ketika Abdullah ibnu Ubay mati, Rasulullah Saw. diundang
untuk ikut menyalatkan jenazahnya. Maka Rasulullah Saw. bangkit untuk
menyalatkannya. Ketika beliau berdiri di hadapan jenazah itu dengan maksud akan
menyalatkannya, maka aku (Umar) berpindah tempat hingga aku berdiri di depan
dadanya, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan
musuh Allah —si Abdullah ibnu Ubay— ini yang telah melakukan hasutan pada hari
anu dan hari anu?' seraya menyebutkan bilangan hari-hari yang telah
dilakukannya. Rasulullah Saw. hanya tersenyum, hingga ketika aku mendesaknya
terus, maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Minggirlah dariku, hai Umar.
Sesungguhnya aku disuruh memilih, maka aku memilih. Allah telah berfirman
kepadaku: Kamu mohonkan ampun bagi mereka. (At-Taubah: 80), hingga
akhir ayat. Seandainya aku mengetahui bahwa jika aku melakukannya lebih dari
tujuh puluh kali, lalu mendapat ampunan, niscaya aku akan menambahkannya.'
Kemudian Rasulullah Saw. menyalatkannya, berjalan mengiringi jenazahnya, dan
berdiri di kuburnya hingga selesai dari pengebumiannya. Umar berkata, 'Saya
sendiri merasa aneh mengapa kali ini saya berani berbuat demikian kepada
Rasulullah Saw. Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Tetapi tidak
lama kemudian turunlah ayat berikut,' yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu
sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang-pun yang mati di antara
mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat. Sesudah itu Rasulullah Saw.
tidak pernah lagi menyalatkan jenazah orang munafik, tidak pula berdiri di
kuburnya hingga beliau wafat."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tirmuzi di dalam kitab Tafsir-nya melalui
hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam
Bukhari meriwayatkannya dari Yahya ibnu Bukair, dari Al-Lais, dari Aqil, dari
Az-Zuhri dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hal yang semisal. Antara lain
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Minggirlah dariku, hai Umar."
Ketika Umar mendesaknya terus, maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
aku disuruh memilih, maka aku memilih. Dan seandainya aku mengetahui bahwa bila
aku memohonkan ampun baginya lebih dari tujuh puluh kali diampuni baginya,
niscaya aku akan menambahkannya. Lalu Rasulullah Saw. menyalatkannya.
Setelah itu beliau pergi, dan tidak lama kemudian turunlah dua ayat dari surat
Al-Bara’ah (At-Taubah) yang dimulai dari firman-Nya: Dan janganlah kamu
sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84), hingga akhir
ayat berikutnya. Umar berkata, "Sesudah itu saya merasa heran mengapa saya
begitu berani terhadap Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. jelas lebih
mengetahui."
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah
menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Ibnuz Zubair, dari Jabir yang
menceritakan bahwa ketika Abdullah ibnu Ubay meninggal dunia, maka anaknya
datang menghadap kepada Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau jika tidak mendatanginya, maka kami tetap akan merasa
kecewa karenanya." Maka Nabi Saw. datang dan menjumpai jenazahnya telah
dimasukkan ke dalam liang kuburnya. Rasul Saw. bersabda, "Mengapa
kalian tidak mengundangku sebelum kalian memasukkannya ke dalam liang kubur?"
Lalu jenazahnya dikeluarkan dari liang kubur, dan Rasul Saw. meludahinya dari
bagian atas hingga telapak kakinya, lalu memakaikan baju gamis yang dipakainya
kepada jenazah itu.
Imam
Nasai meriwayatkannya dari Abu Daud Al-Harrani, dari Ya'la ibnu Ubaid, dari
Abdul Malik (yaitu Ibnu Abu Sulaiman) dengan sanad yang sama.
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr yang telah mendengar Jabir ibnu
Abdullah menceritakanJiadis berikut, bahwa Nabi Saw. datang kepada jenazah
Abdullah ibnu Ubay sesudah dimasukkan ke dalam kuburnya. Beliau memerintahkan
agar dikeluarkan, maka jenazah itu dikeluarkan. Kemudian Rasulullah Saw.
meletakkannya di atas kedua lututnya dan meludahinya serta memakaikan baju
gamisnya kepada jenazah itu.
Imam
Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula melal ui berbagai jalur dari
Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Imam
Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada
kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Mujalid, telah menceritakan kepada
kami Amir. telah menceritakan kepada kami Jabir. Dan telah menceritakan kepada
kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Migra
Ad-Dausi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir
yang mengatakan bahwa ketika pemimpin orang-orang munafik mati —menurut Yahya
ibnu Sa'id disebutkan— di Madinah, sebelumnya ia berwasiat minta disalatkan
oleh Nabi Saw. Maka anaknya datang menghadap Nabi Saw. dan berkata,
"Sesungguhnya ayahku telah berwasiat bahwa ia minta agar dikafani dengan
baju gamismu." Teks ini ada pada hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman
ibnu Migra. Yahya dalam hadisnya mengatakan.”Lalu Nabi Saw. menyalatkannya dan
memakaikan baju gamisnya kepada jenazah itu." Lalu Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang
pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah:
84)
Dalam
riwayatnya Abdur Rahman menambahkan bahwa Nabi Saw. menanggalkan baju gamisnya,
kemudian memberikannya kepada anak pemimpin munafik itu, lalu beliau berangkat
dan menyalatkannya serta berdiri di kuburnya. Setelah beliau pergi dari tempat
itu, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu
sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)
Sanad
hadis ini tidak ada masalah, hadis yang sebelumnya menjadi syahid yang
menguatkannya.
Imam
Abu Ja'far At-Jabari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Ishaq. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Salamah, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. bahwa Rasulullah Saw.
bermaksud menyalatkan jenazah Abdullah ibnu Ubay. Maka Malaikat Jibril memegang
bajunya dan berkata menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali
menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan
janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)
Al-Hafiz
Abu Ya'la di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkannya melalui hadis
Yazid Ar-Raqqasyi, tetapi dia orangnya daif.
Qatadah
mengatakan bahwa Abdullah ibnu Ubay ketika sedang sakit keras mengirimkan
utusannya kepada Rasulullah Saw. untuk mengundangnya. Ketika Nabi Saw. masuk
menemuinya, maka Nabi Saw bersabda, "Cintamu kepada agama Yahudi
membinasakan dirimu." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku mengundangmu untuk memohonkan ampun bagiku, dan
aku tidak mengundangmu untuk menegurku." Kemudian Abdullah meminta kepada
Nabi Saw. agar baju gamis Nabi Saw. diberikan kepadanya untuk ia pakai sebagai
kain kafan. Lalu Nabi Saw. memberikannya. Setelah Abdullah ibnu Ubay mati, Nabi
Saw. menyalatkannya dan berdiri di kuburnya (mendoakannya). Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah)
seorang pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir
ayat.
Sebagian
ulama Salaf menyebutkan, "Sesungguhnya Nabi Saw. mau memberikan baju
gamisnya kepada Abdullah ibnu Ubay karena Abdullah ibnu Ubay pernah memberikan
baju gamisnya kepada Al-Abbas —paman Nabi Saw.— di saat datang ke Madinah. Saat
itu Nabi Saw. mencari baju gamis yang sesuai dengan ukuran tubuh pamannya,
tetapi tidak menemukannya kecuali pakaian Abdullah ibnu Ubay, karena Abdullah
ibnu Ubay sama tinggi dan besarnya dengan Al-Abbas. Maka Rasulullah Saw.
melakukan hal itu sebagai balas jasa kepadanya. Sesudah itu —yakni sesudah
turunnya ayat ini— Rasulullah Saw. tidak lagi menyalatkan jenazah seorang pun
dari orang-orang munafik yang mati, tidak pula berdiri di kuburnya."
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu
Qatadah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila diundang
untuk menghadiri jenazah, terlebih dahulu menanyakan tentangnya. Jika
orang-orang menyebutnya dengan sebutan memuji karena baik, maka beliau bangkit
dan mau menyalatkannya. Tetapi jika keadaan jenazah itu adalah sebaliknya, maka
beliau Saw. hanya bersabda, "Itu terserah kalian," dan beliau
tidak mau menyalatkannya.
Disebutkan
bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab tidak mau menyalatkan jenazah orang yang
tidak dikenalnya, kecuali bila Huzaifah ibnul Yaman mau menyalatkannya, maka
barulah ia mau menyalatkannya; karena Huzaifah ibnul Yaman mengetahui satu per
satu dari orang-orang munafik itu, Nabi Saw. telah menceritakan hal itu
kepadanya. Oleh sebab itu, Huzaifah ibnul Yaman diberi julukan sebagai pemegang
rahasia yang tidak diketahui oleh sahabat lainnya.
Abu
Ubaid di dalam Kitabul Garib mengatakan sehubungan dengan hadis Umar,
bahwa ia pernah hendak menyalatkan jenazah seorang lelaki, tetapi Huzaifah
menjentiknya seakan-akan bermaksud mencegahnya supaya jangan menyalatkan
jenazah orang itu. Kemudian diriwayatkan dari sebagian ulama bahwa istilah al-mirz
yang disebutkan dalam hadis ini ialah menjentik dengan ujung jari.
Setelah
Allah Swt. melarang menyalatkan jenazah orang-orang munafik dan berdiri di
kubur mereka untuk memohonkan ampun bagi mereka, maka perbuatan seperti itu
terhadap orang-orang mukmin merupakan amal taqarrub yang paling besar, yakni
melakukan kebalikannya; dan pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah,
seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab Sahih dan kitab-kitab hadis
yang lainnya melalui hadis Abu Hurairah r.a. yang menyebutkan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"مَنْ شَهِدَ الْجِنَازَةَ حَتَّى
يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ
قِيرَاطَانِ". قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: "أَصْغَرُهُمَا
مِثْلُ أُحُدٍ"
Barang
siapa yang menyaksikan jenazah hingga menyalatkannya, maka baginya pahala satu
qirat; dan barang siapa yang menyaksikannya hingga mengebumikannya, maka
baginya pahala dua qirat. Ketika
ditanyakan, "Apakah dua qirat itu?" Maka Nabi Saw. bersabda,
"Yang paling kecil di antara keduanya besarnya sama dengan Bukit Uhud."
Adapun
mengenai berdiri di kubur orang mukmin yang meninggal dunia. maka Imam Abu Daud
menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnu Musa Ar-Razi
telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Abdullah ibnu Buhair, dari Hani'
(yaitu Abu Sa'id Al-Bariri maula Usman ibnu Affan) dari Usman ibnu Affan yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah selesai dari mengebumikan
jenazah, maka beliau berdiri di kuburannya dan bersabda:
"اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ،
فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ".
Mohonkanlah
ampun bagi saudara kalian, dan mintakanlah keteguhan buatnya, karena
sesungguhnya sekarang ia akan ditanyai.
Hadis
diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Abu Daud.
At-Taubah, ayat 85
{وَلا تُعْجِبْكَ
أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُعَذِّبَهُمْ بِهَا
فِي الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (85) }
Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan
anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir.
Tafsir
ayat yang semisal dengan ayat ini telah diketengahkan sebelumnya.
At-Taubah, ayat 86-87
{وَإِذَا أُنزلَتْ
سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو
الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86) رَضُوا
بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا
يَفْقَهُونَ (87) }
Dan apabila diturunkan surat (yang memerintahkan kepada orang yang munafik itu), "Berimanlah
kalian kepada Allah dan berjihad-lah beserta Rasul-Nya, " niscaya
orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk
tidak berangkat) dan mereka berkata, "Biarkanlah kami berada bersama
orang-orang yang duduk.” Mereka rela untuk berada bersama orang-orang yang
tidak pergi berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak
mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad).
Allah
Swt. berfirman mengingkari dan mencela orang-orang yang tidak ikut berjihad dan
enggan melakukannya, padahal berkemampuan dan mempunyai keluasan serta biaya
untuk itu. Lalu mereka meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak ikut dan
diperbolehkan duduk di tempat tinggalnya. Mereka mengatakan, seperti yang
disitir oleh firman-Nya:
{ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ}
Biarkanlah
kami berada bersama orang-orang yang duduk. (At-Taubah:
86)
Mereka
rela diri mereka beroleh keaiban karena duduk di negeri, tidak ikut berperang
bersama-sama kaum wanita, setelah pasukan kaum muslim berangkat. Dan apabila
peperangan terjadi, maka mereka adalah orang yang paling pengecut. Apabila
keadaan telah aman, maka mereka adalah orang-orang yang paling banyak bicara.
Perihal mereka ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu
firman-Nya:
{فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ
يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ
الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ}
Apabila
datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu
memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan
karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu
dengan lidah yang tajam. (Al-Ahzab: 19)
Maksudnya,
lisan mereka berhamburan mengeluarkan kata-kata yang tajam bila situasi dalam
keadaan aman, tetapi dalam peperangan mereka adalah orang yang sangat pengecut.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
أَفِي السِّلْمِ
أَعْيَارًا جفَاءً وَغلْظَةً ... وَفي الحَرْب أشباهُ النّسَاءِ العَوارِكِ
Apakah dalam situasi aman mereka gemar
mencela, kasar, dan keras; sedangkan dalam keadaan situasi perang mereka lebih
mirip dengan kaum wanita yang penakut?
Allah
Swt. berfirman dalam ayat lainnya menggambarkan sifat orang-orang munafik itu:
{وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نزلَتْ
سُورَةٌ فَإِذَا أُنزلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ
الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ
عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَأَوْلَى لَهُمْ طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوفٌ فَإِذَا
عَزَمَ الأمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
Dan
orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tidak diturunkan suatu surat?”
Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di
dalamnya (perintah) perang, kamu lihat
orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti
pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.
Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila
telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau
mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih
baik bagi mereka. (Muhammad: 20-21)
*******************
Mengenai
firman Allah Swt. berikut ini:
{وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ}
Dan
hati mereka telah dikunci mati
(At-Taubah : 87)
Hal
itu disebabkan mereka membangkang, tidak mau berjihad dan tidak mau berangkat
berperang bersama Rasulullah Saw. di jalan Allah.
{فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ}
maka
mereka tidak mengetahui. (At-Taubah:
87)
Yakni
tidak mengerti apa yang mengandung kemaslahatan bagi diri mereka yang karenanya
lalu mereka mengerjakannya. Mereka tidak pula mengetahui apa yang membahayakan
diri mereka, yang karenanya lalu mereka menghindarinya.
At-Taubah, ayat 88-89
{لَكِنِ الرَّسُولُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ
لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ (89) }
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka
berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang
memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan
bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Setelah
menyebutkan dosa orang-orang munafik dan menjelaskan pujian-Nya kepada
orang-orang mukmin serta menyebutkan tempat kembali orang-orang yang beriman
kelak di hari kemudian, maka Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
مَعَهُ جَاهَدُوا}
Tetapi
Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad. (At-Taubah: 88), hingga akhir ayat berikutnya.
Hal
ini menerangkan tentang keadaan orang-orang mukmin dan tempat kembali mereka di
alam akhirat.
Firman
Allah Swt.:
{وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ}
Dan
mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan. (At-Taubah: 88)
Yaitu
di hari kemudian nanti, di surga Firdaus dan kedudukan-kedudukan yang tinggi.
At-Taubah, ayat 90
{وَجَاءَ
الْمُعَذِّرُونَ مِنَ الأعْرَابِ لِيُؤْذَنَ لَهُمْ وَقَعَدَ الَّذِينَ كَذَبُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (90)
}
Dan datang (kepada
Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur, yaitu orang-orang Arab penduduk padang
pasir agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak pergi berjihad), sedangkan
orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja.
Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih.
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan keadaan orang-orang yang mempunyai uzur untuk tidak
berjihad, yaitu mereka yang datang kepada Rasulullah Saw. meminta izin darinya
serta menjelaskan kepadanya bahwa mereka adalah orang-orang yang lemah, tidak
mempunyai kemampuan untuk berangkat berperang. Mereka itu adalah orang-orang
Arab Badui yang tinggal di sekitar kota Madinah.
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas membaca al-mu'azziruna dengan
bacaan al-mu'ziruna, yakni tanpa memakai tasydid; dan ia
mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai uzur untuk
tidak berangkat berjihad. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Uyaynah,
dari Humaid, dari Mujahid.
Ibnu
Ishaq mengatakan, telah sampai kepadanya bahwa mereka adalah segolongan kaum
dari kalangan Bani Gifar, antara lain ialah Khaffaf ibnu Ima ibnu Rukhsah.
Pendapat inilah yang paling kuat dalam menafsirkan makna ayat di atas, karena
dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَقَعَدَ الَّذِينَ كَذَبُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ}
sedangkan
orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. (At-Taubah: 90)
Maksudnya,
tidak menghadap dan tidak meminta izin kepada Nabi Saw. untuk tidak berangkat
berperang.
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur, yaitu
orang-orang Arab penduduk padang pasir. (At-Taubah: 90) Menurutnya, mereka
adalah segolongan orang dari kalangan Bani Gifar. Mereka datang menghadap Nabi
Saw. untuk mengemukakan uzurnya, tetapi Allah tidak menerima uzur mereka.
Hal
yang sama telah dikatakan pula oleh Al-Hasan, Qatadah, dan Muhammad ibnu Ishaq.
Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat, hanya Allah yang lebih mengetahui,
karena berdasarkan keterangan yang telah disebutkan di atas, yaitu firman Allah
yang menyebutkan: sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya
duduk berdiam diri saja. (At-Taubah: 90) Yakni sedangkan orang-orang Badui
lainnya duduk saja, tidak menghadap mengemukakan uzurnya.
Kemudian
Allah mengancam mereka yang tidak berangkat tanpa alasan dengan siksaan yang
pedih. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{سَيُصِيبُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Kelak
orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih. (At-Taubah: 90)
At-Taubah, ayat 94-96
{يَعْتَذِرُونَ
إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ
لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94) سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ
إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ
إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ
اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96) }
Mereka (orang-orang
munafik) mengemukakan uzurnya kepada kalian, apabila kalian telah kembali
kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah, "Janganlah kalian
mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepada kalian, (karena) sesungguhnya
Allah telah memberitahukan kepada kami di antara perkabaran-perkabaran (rahasia-rahasia)
kalian. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian, kemudian
kalian dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
Dia memberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” Kelak mereka
akan bersumpah kepada kalian dengan nama Allah, apabila kalian kembali kepada
mereka, supaya kalian berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka;
karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam; sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepada
kalian agar kalian rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kalian rida kepada
mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu.
Allah
Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa mereka apabila kalian
kembali ke Madinah (dari medan perang), maka mereka mengemukakan alasan
(uzur)nya.
{قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ
لَكُمْ}
Katakanlah,
"Janganlah kalian mengemukakan uzur, kami tidak percaya lagi kepada
kalian. (At-Taubah: 94)
Yakni
kami tidak akan percaya kepada alasan kalian.
{قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ}
karena
sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami tentang rahasia-rahasia
kalian. (At-Taubah: 94)
Maksudnya,
Allah Swt. telah memberitahukan kepada kami hal ikhwal kalian.
وَسَيَرَى
اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ}
Dan
Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian. (At-Taubah: 94)
Amal
perbuatan kalian akan dilihat oleh orang-orang di dunia ini.
{ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
kemudian
kalian dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia
memberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." (At-Taubah: 94)
Kelak
Allah akan memberitakan kepada kalian tentang semua amal perbuatan kalian, yang
baik dan yang buruknya, lalu Dia akan memberikan balasannya kepada kalian.
Kemudian
Allah memberitahukan perihal mereka, bahwa mereka akan bersumpah kepada kalian
seraya mengemukakan alasannya agar kalian berpaling dari mereka dan tidak
menegur mereka. Maka berpalinglah kalian dari mereka sebagai penghinaan
terhadap mereka.
{إِنَّهُمْ رِجْسٌ}
karena
sesungguhnya mereka itu adalah najis. (At-Taubah:
95)
Artinya,
batin dan akidah mereka najis lagi kotor, dan tempat mereka kelak di hari
kemudian adalah neraka Jahanam sebagai balasan dari apa yang dahulu biasa
mereka kerjakan, yakni dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.
*******************
Allah
Swt. memberitahukan bahwa jika orang-orang mukmin rida dengan sikap mereka
karena sumpah yang mereka nyatakan kepada orang-orang mukmin:
{فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ
الْفَاسِقِينَ}
maka
sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu. (At-Taubah: 96)
Yakni
menyimpang dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Fasik artinya
'keluar'. Tikus dinamai hewan yang fasik karena ia keluar dari liangnya untuk
menimbulkan kerusakan. Dan dikatakan fasaqatir ratbah apabila buah kurma
telah dikeluarkan dari tumpukannya.
At-Taubah, ayat 97-99
{الأعْرَابُ أَشَدُّ
كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى
رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97) وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا
يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ
السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98) وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ
وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي
رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99) }
Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat kekafirannya dan
kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan
Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Di antara
orang-orang Arab Badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagai suatu kerugian
dan dia menanti-nanti mara bahaya menimpa kalian; merekalah yang akan ditimpa
mara bahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan di antara
orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu,
sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh
doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka
untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka
ke dalam rahmat (surga)Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Allah
memberitahukan bahwa di antara orang-orang Arab Badui itu terdapat orang-orang
kafir, orang-orang munafik, dan orang-orang yang beriman. Tetapi kekufuran dan
kemunafikan yang ada pada mereka jauh lebih banyak daripada yang lainnya serta
lebih dominan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sudah sepantasnya
mereka tidak mengetahui hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepada
Rasul-Nya.
Sebagaimana
halnya Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim bahwa seorang Arab Badui ikut
duduk dalam majelis Zaid ibnu Sauhan yang saat itu Zaid sedang
berbincang-bincang dengan teman-temannya. Tangan Zaid telah terpotong dalam
Perang Nahawun. Maka orang Arab Badui itu berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya pembicaraanmu benar-benar memikat hatiku, tetapi tanganmu itu
benar-benar mencurigakanku." Zaid bertanya, "Apakah yang
mencurigakanmu tentang tanganku ini, sesungguhnya ini adalah tangan kiri?"
Orang Arab Badui itu berkata, "Demi Allah, saya tidak mengetahui, apakah
mereka memotong yang kanan ataukah yang kiri" (maksudnya Zaid terpotong
tangannya karena mencuri). Maka Zaid ibnu Sauhan berkata bahwa Maha Benar Allah
Yang telah berfirman: Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat kekafiran dan
kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan
Allah kepada Rasul-Nya. (At-Taubah: 97)
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنْ أَبِي مُوسَى، عن وهب بْنِ مُنَبِّه، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَكَنَ الْبَادِيَةَ جَفَا، وَمَنِ اتَّبَعَ
الصَّيْدَ غَفَل، وَمَنْ أَتَى السُّلْطَانَ افْتُتِنَ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Musa, dari Wahb ibnu Munabbih, dari
Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang
tinggal di daerah pedalaman, maka akan menjadi kasar; dan barang siapa yang
mengejar binatang buruan, maka akan menjadi lalai; dan barang siapa yang suka
mendatangi sultan (penguasa), maka akan terfitnah.
Imam
Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur
dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan atau garib. kami tidak mengenalnya melainkan
melalui hadis As-Sauri.
Mengingat
sifat keras dan kasar kebanyakan terjadi di kalangan Penduduk pedalaman, maka
Allah tidak pernah mengutus seorang rasul pun dari kalangan mereka, dan
sesungguhnya kerasulan itu hanya terjadi di kalangan penduduk kota, seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا
رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan
orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. (Yusuf:
109)
Dan
ketika ada seorang Arab Badui memberikan suatu hadiah kepada Rasulullah Saw.,
maka Rasulullah Saw. membalas hadiahnya itu dengan balasan yang berlipat ganda
untuk membuatnya puas. Rasulullah Saw. bersabda:
"لَقَدْ هَمَمْتُ
أَلَّا أَقْبَلَ هَدِيَّةً إِلَّا مِنْ قُرشي، أَوْ ثَقَفي أَوْ أَنْصَارِيٍّ،
أَوْ دَوْسِيّ"
Sesungguhnya
aku berniat untuk tidak menerima suatu hadiah pun kecuali dari orang Quraisy,
atau orang Saqafi atau orang Ansar atau orang Dausi.
Dikatakan
demikian karena mereka tinggal di kota-kota, yaitu Mekah, Taif, Madinah, dan Yaman.
Mereka pun mempunyai akhlak yang jauh lebih lembut ketimbang orang-orang
pedalaman, karena orang-orang pedalaman terkenal dengan kekasarannya.
Terdapat
sebuah hadis tentang orang Arab Badui sehubungan dengan mencium anak.
قَالَ مُسْلِمٌ:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْب قَالَا حَدَّثَنَا
أَبُو أُسَامَةَ وَابْنُ نُمَيْر، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ: قَدِمَ نَاسٌ مِنَ الْأَعْرَابِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أتقبِّلون صِبْيَانَكُمْ؟ قَالُوا: نَعَمْ.
قَالُوا: وَلَكِنَّا وَاللَّهِ مَا نقبِّل. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأمْلكُ أَنْ كَانَ اللَّهُ نَزَعَ مِنْكُمُ
الرَّحْمَةَ؟ ".
Imam
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah
dan Abu Kuraib. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah dan Ibnu Numair, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang
menceritakan bahwa segolongan orang Arab Badui tiba dan menghadap kepada Rasulullah
Saw. Lalu mereka bertanya, "Apakah kalian biasa mencium anak-anak
kalian?" Orang-orang Ansar (para sahabat) menjawab, "Ya."
Orang-orang Badui itu berkata, "Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah
mencium anak-anak." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Saya tidak
dapat berbuat apa pun jika Allah mencabut kasih sayang dari kalian."
Menurut
hadis yang ada pada Imam Bukhari disebutkan, "Apakah yang dapat saya
lakukan kepadamu jika Allah mencabut rahmat dari hatimu?"
Menurut
Ibnu Numair disebutkan min qalbikar rahmah (kasih sayang dari hatimu).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah:
97)
Allah
Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak untuk Dia ajarkan iman dan ilmu
kepadanya, lagi Mahabijaksana dalam pembagian ilmu, kebodohan, iman, kekufuran,
dan kemunafikan di antara hamba-hamba-Nya; tidak ada yang bertanya kepada-Nya
tentang apa yang dilakukanNya berkat ilmu dan kebijaksanaan-Nya.
Allah
Swt. memberitahukan bahwa di antara orang-orang Arab Badui itu:
{مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ}
ada
orang yang memandang apa yang dinafkahkannya. (At-Taubah: 98)
Yakni
yang ia belanjakan di jalan Allah.
{مَغْرَمًا}
sebagai
suatu kerugian. (At-Taubah: 98)
Maksudnya,
kerugian dan kebangkrutan.
{وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ}
dan
dia menanti-nanti mara bahaya menimpa kalian. (At-Taubah:98)
Mereka
selalu mengharapkan dan menunggu agar kejadian dan malapetaka menimpa diri
kalian.
{عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ}
merekalah
yang akan ditimpa mara bahaya. (At-Taubah:
98)
Yaitu
bahkan sebaliknya mara bahaya itu akan berbalik menimpa mereka.
{وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (At-Taubah:
98)
Allah
Maha Mendengar doa hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak
mendapat kemenangan dan siapa yang berhak mendapat kekalahan (kehinaan).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمِنَ الأعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ
وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ}
Dan
di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada
Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. (At-Taubah: 99)
Apa
yang disebutkan oleh ayat ini merupakan golongan yang terpuji dari kalangan
orang-orang Arab Badui. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan harta yang
mereka nafkahkan di jalan Allah sebagai amal pendekatan diri mereka kepada
Allah dengan melalui infak tersebut, dan dengan infak itu mereka berharap akan
beroleh doa Rasul buat mereka.
{أَلا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ}
Ketahuilah,
sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). (At-Taubah: 99)
Dengan
kata lain, ketahuilah bahwa hal itu berhasil mereka raih.
{سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Kelak
Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 99)
At-Taubah, ayat 100
{وَالسَّابِقُونَ
الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ (100) }
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
Muhajirin dari Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik Allah
rida kepada mereka dan menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya mereka kekal di dalammnya selama-lamanya, itulah
kemenangan yang besar.
Allah
Swt. menceritakan tentang rida-Nya kepada orang-orang yang terdahulu masuk
Islam dari kalangan kaum Muhajirin, Ansar, dan orang-orang yang mengikuti jejak
mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka, untuk itu Dia menyediakan bagi
mereka surga-surga yang penuh dengan kenikmatan dan kenikmatan yang kekal lagi
abadi.
Asy-Sya'bi
mengatakan bahwa orang-orang yang terdahulu masuk islam dari kalangan kaum
Muhajirin dan Ansar ialah mereka yang mengikuti bai'at Ridwan pada tahun
Perjanjian Hudaibiyyah.
Abu
Musa Al-Asy'ari, Sa'id ibnul Musayyab, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, dan
Qatadah mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang salat menghadap ke dua
arah kiblat bersama-sama Rasulullah Saw.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melewati
seorang lelaki yang sedang membaca firmanNya berikut ini: Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
Muhajirin dan Ansar. (At-Taubah: 100) Maka Umar memegang tangan lelaki itu
dan bertanya, "Siapakah yang mengajarkan ayat ini kepadamu?" Lelaki
itu menjawab, "Ubay ibnu Ka'b." Umar berkata, "Kamu jangan
berpisah dariku sebelum aku hadapkan kamu kepadanya." Setelah Umar
menghadapkan lelaki itu kepada Ubay, Umar bertanya, "Apakah engkau telah
mengajarkan bacaan ayat ini kepadanya dengan bacaan demikian?" Ubay ibnu
Ka'b menjawab, "Ya." Umar bertanya, "Apakah engkau mendengarnya
dari Rasulullah Saw.?" Ubay ibnu Ka'b menjawab, "Ya." Umar
berkata, "Sesungguhnya aku berpendapat sebelumnya bahwa kami (para
sahabat) telah menduduki tingkatan yang tinggi yang tidak akan dicapai oleh
orang-orang sesudah kita." Maka Ubay ibnu Ka'b menjawab bahwa yang
membenarkan ayat ini terdapat pada permulaan surat Al-Jumu'ah. yaitu firman-Nya:
{وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا
بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
dan
(juga) kepada kaum yang lain dari
mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana. (Al-Jumu'ah: 3)
Di
dalam surat Al-Hasyr disebutkan melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Ansar). (Al-Hasyr: 10)
Dan
dalam surat Al-Anfal disebutkan melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ
آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ
Dan
orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad
bersamamu. (Al-Anfal: 75), hingga akhir ayat.
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir.
Telah
diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri bahwa ia membaca rafa' lafaz Al-Ansar
karena di- ataf-kan kepada As-Sabiqunal Awwaluna.
Allah
Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada orang-orang yang terdahulu
masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Maka celakalah bagi orang yang membenci mereka,
mencaci mereka, atau membenci dan mencaci sebagian dari mereka. Terlebih lagi
terhadap penghulu para sahabat sesudah Rasul Saw. dan yang paling baik serta
paling utama di antara mereka, yaitu As-Siddiqul Akbar —khalifah
Rasulullah yang pertama— Abu Bakar ibnu Abu Quhafah r.a.
Lain
halnya dengan golongan yang terhina dari kalangan golongan Rafidah (Khawarij),
mereka memusuhi sahabat yang paling utama, membenci mereka serta memusuhinya;
semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
akal mereka telah terbalik dan kalbu mereka telah tertutup. Maka mana mungkin
mereka dinamakan sebagai orang yang beriman kepada Al-Qur'an bila mereka
mencaci orang-orang yang telah diridai oleh Allah Swt.?
Berbeda
dengan golongan ahli sunnah, maka mereka rida kepada orang-orang yang diridai
oleh Allah, mencaci orang-orang yang dicaci oleh Allah dan Rasul-Nya, memihak
kepada orang-orang yang dipihak oleh Allah, dan memusuhi orang-orang yang
dimusuhi oleh Allah. Dengan demikian, mereka adalah orang-orang yang mengikuti
(Rasul dan sahabat-sahabatnya), bukan orang-orang ahli bid'ah; dan mereka
adalah orang-orang yang bertaklid, bukan orang-orang yang memulai. Mereka
itulah golongan Allah yang beruntung dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
At-Taubah, ayat 101
{وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ
مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى
النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ
ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101) }
Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu ada
orang-orang munafik, dan (juga)
di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad)
tidak mengetahui mereka. Kami yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami
siksa dua kali. kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.
Allah
Swt. memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa di antara kabilah-kabilah Arab yang
tinggal di sekitar Madinah terdapat orang-orang munafik; di kalangan penduduk
Madinah pun terdapat orang-orang munafik.
{مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ}
Mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. (At-Taubah:
i 01)
Maksudnya,
terbiasa dengan kemunafikannya dan terus-menerus melakukannya. Dikatakan syaitainu
marid atau marid; dikatakan tamarrada fulanun 'Alallah, si
Fulan telah membangkang dan angkuh terhadap Allah.
Firman
Allah Swt:
{لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui
mereka. Kami yang mengetahui mereka. (At-Taubah: 101)
Hal
ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَوْ نَشَاءُ لأرَيْنَاكَهُمْ
فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ}
الْآيَةَ
Dan
kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu
benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar akan
mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 30)
Karena
apa yang disebutkan oleh ayat ini termasuk ke dalam pengertian mengenalkan
tanda-tanda yang ada di dalam diri orang-orang munafik itu melalui sifat-sifat
yang biasa mereka lakukan, sehingga mereka dapat dikenal melaluinya. Bukan
berarti Nabi Saw. mengetahui secara persis semua orang munafik yang ada
padanya. Dan Nabi Saw. mengetahui bahwa di kalangan sebagian orang-orang yang
bergaul dengannya dari kalangan penduduk Madinah terdapat orang-orang munafik,
sekalipun orang-orang itu melihat Nabi Saw. pada setiap pagi dan petangnya.
Hal
ini diakui kebenarannya melalui apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam
kitab Musnad-nya. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ
رَجُلٍ، عَنْ جُبَير بْنِ مُطْعِمٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ لَيْسَ لَنَا أَجْرٌ بِمَكَّةَ،
فَقَالَ: لَتَأْتِيَنَّكُمْ أُجُورُكُمْ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي جُحر ثَعْلَبٍ
وَأَصْغَى إليَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِهِ
فَقَالَ: "إِنَّ فِي أَصْحَابِي مُنَافِقِينَ"
telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim, dari seorang lelaki, dari Jubair ibnu
Mut'im r.a. yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka menduga bahwa tidak ada pahala bagi kami di
Mekah." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sungguh pahala
kalian akan datang kepada kalian, sekalipun kalian berada di dalam liang
musang. Jubair ibnu Mut'im mendengarkan sabda Rasulullah Saw. dengan penuh
perhatian, dan Rasul Saw. bersabda, "Sesungguhnya di kalangan
sahabat-sahabatku terdapat orang-orang munafik."
Dengan
kata lain. Nabi Saw. telah membuka sebagian kedok orang-orang munafik yang suka
mengisukan kata-kata yang tidak benar. Di antara mereka yang mengeluarkan
kata-kata tersebut adalah orang itu yang perkataannya terdengar oleh Jubair ibnu
Mut'im.
Dalam
tafsir firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا}
dan
mereka mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)
Disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah ibnul Yaman tentang empat
belas atau lima belas orang munafik secara pribadi. Hal ini merupakan suatu
kekhususan yang tidak memberikan pengertian bahwa Nabi Saw. telah mengetahui
semua nama dan orang-orangnya secara keseluruhan.
Al-Hafiz
ibnu Asakir di dalam biografi Abu Umar Al-Bairuti telah meriwayatkan melalui
jalur Hisyam ibnu Ammar, bahwa:
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ
خَالِدٍ، حَدَّثَنَا بْنُ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي شَيْخُ بَيْرُوتَ يُكَنَّى أَبَا
عُمَرَ، أَظُنُّهُ حَدَّثَنِي عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ؛ أَنَّ رَجُلًا يُقَالُ
لَهُ "حَرْمَلَةُ" أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: الْإِيمَانُ هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى لِسَانِهِ -وَالنِّفَاقُ
هَاهُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى قَلْبِهِ وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ إِلَّا
قَلِيلًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَهُ لِسَانًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا شَاكِرًا،
وَارْزُقْهُ حُبّي، وحبَّ مَنْ يُحِبُّنِي، وصَيِّر أَمْرَهُ إِلَى خَيْرٍ".
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ كَانَ لِي أَصْحَابٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ
وَكُنْتُ رَأْسًا فِيهِمْ، أَفَلَا آتِيكَ بِهِمْ؟ قَالَ: "مَنْ أَتَانَا
اسْتَغْفَرْنَا لَهُ، وَمَنْ أَصَرَّ عَلَى دِينِهِ فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِ، وَلَا
تَخْرِقَنَّ عَلَى أَحَدٍ سِتْرًا"
telah
menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku seorang syekh di Beirat yang dikenal
dengan nama julukan Abu Umar —yang menurut dugaan perawi dia telah mengatakan
bahwa telah diceritakan kepadanya melalui Abu Darda— bahwa seorang lelaki yang
bernama Harmalah datang menghadap Nabi Saw., lalu ia berkata, "Iman
terletak di sini —seraya berisyarat ke arah lisannya— dan nifaq terletak di
sini —seraya berisyarat dengan tangannya ke arah hatinya—, dan ia tidak ingat
kepada Allah kecuali hanya sedikit." Maka Rasulullah Saw. berdoa: Ya
Allah, jadikanlah baginya lisan yang selalu berzikir, hati yang selalu
bersyukur, dan berilah dia rezeki cinta kepadaku dan cinta kepada orang yang
mencintaiku, serta jadikanlah urusannya kepada kebaikan. Harmalah berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai banyak teman dari kalangan
orang-orang munafik. Dahulu saya adalah pemimpin mereka, bolehkah saya hadapkan
mereka kepadamu?" Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang datang
kepada kami, maka kami akan memohonkan ampun baginya; dan barang siapa yang
tetap pendiriannya pada kemunafikannya, maka Allah lebih utama terhadapnya, dan
jangan sekali-kali kamu menyingkap rahasia pribadi seorang pun.
Ibnu
Asakir mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad
Al-Hakim, dari Abu Bakar Al-Bagindi, dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang sama.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah
sehubungan dengan ayat ini: Qatadah pernah mengatakan bahwa apakah gerangan
yang telah dilakukan oleh banyak kaum, mereka memaksakan dirinya untuk
mengetahui hal ikhwal orang lain, dengan mengatakan bahwa si Fulan di surga dan
si Anu di neraka. Tetapi jika engkau tanyakan kepada seseorang di antara mereka
tentang dirinya, ia pasti menjawab, "Tidak tahu." Demi umurku, engkau
dengan bagianmu semestinya lebih engkau ketahui daripada bagian orang lain.
Sesungguhnya engkau (kalau demikian) berarti telah memaksakan dirimu untuk
melakukan sesuatu yang belum pernah dibebankan oleh seorang nabi pun sebelummu.
Nabi Allah —Nuh a.s.— telah berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ وَمَا عِلْمِي بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ}
Bagaimana
aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? (Asy -Syu'ara: 112)
Sedangkan
Nabi Syu'aib a.s. mengatakan (yang disitir oleh firman-Nya):
{بَقِيَّةُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ}
Sisa
(keuntungan) dari Allah adalah
lebih baik bagi kalian jika kalian orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah
seorang penjaga atas diri kalian. (Hud: 86)
Dan
Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi-Nya:
{لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ}
Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui
mereka, Kami yang mengetahui mereka. (At-Taubah: 101)
As-Saddi
telah meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini,
bahwa Rasulullah Saw. berdiri mengemukakan khotbahnya pada hari Jumat. Beliau
Saw. antara lain bersabda: Keluarlah engkau, hai Fulan, karena sesungguhnya
engkau adalah orang munafik! Dan keluarlah engkau, hai Anu, karena sesungguhnya
engkau adalah orang munafik! Maka dikeluarkanlah sebagian dari mereka yang
telah dibuka kedoknya dari dalam masjid. Ketika mereka sedang ke luar, Umar
r.a. datang. Maka Umar bersembunyi dari mereka karena malu tidak menghadiri
salat Jumat. Umar menduga bahwa orang-orang telah bubar dari salat Jumatnya.
Sebaliknya, mereka yang keluar pun bersembunyi dari Umar. Mereka menduga bahwa
Umar telah mengetahui perkara mereka. Akhirnya Umar masuk ke dalam masjid, dan
ternyata ia menjumpai orang-orang belum salat Jumat. Lalu ada seorang lelaki
dari kalangan kaum muslim berkata, "Bergembiralah, hai Umar. Sesungguhnya
Allah telah mempermalukan orang-orang munafik pada hari ini."
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa hal tersebut merupakan azab pertama, yaitu ketika mereka
dikeluarkan dari dalam masjid; sedangkan azab yang kedua ialah siksa kubur. Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari As-Saddi, dari Abu Malik.
Mujahid
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti mereka akan Kami
siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Yakni dibunuh dan ditawan. Dalam riwayat
lain disebutkan dengan kelaparan dan siksa kubur. kemudian mereka akan
dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah: 101)
Menurut
Ibnu Juraij adalah azab dunia dan azab kubur, kemudian mereka dikembalikan
kepada azab yang besar, yaitu neraka. Menurut Al-Hasan Al-Basri adalah azab di
dunia dan azab kubur.
Abdur
Rahman ibnu Zaid mengatakan, "Adapun azab di dunia, maka dalam bentuk
harta benda dan anak-anak." Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan
firman-Nya:
{فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا
أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا}
Maka
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah
menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah:
55)
Bagi
mereka musibah-musibah tersebut akan mengakibatkan azab, sedangkan bagi orang
mukmin akan menjadi pahala, dan azab di akhirat bagi mereka adalah di dalam
neraka.
{ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ}
kemudian
mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah :101)
Yang
dimaksud ialah dimasukkan ke dalam neraka.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti mereka akan
Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Menurut berita yang sampai kepadanya,
makna yang dimaksud ialah mereka melihat kemajuan Islam yang sangat pesat yang
di luar dugaan mereka, sehingga mengakibatkan mereka mendongkol dan terbakar
oleh dendamnya. Kemudian azab yang akan mereka alami di dalam kubur bila mereka
telah memasukinya, lalu azab yang besar di dalam neraka yang menjadi tempat
tinggal mereka kelak di hari kemudian, mereka kekal di dalamnya.
Sa'id
telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Nanti
mereka akan Kami siksa dua kali. (At-Taubah: 101) Yaitu azab di dunia dan
azab di alam kubur. kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang
besar. (At-Taubah: 101); Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw.
telah membisikkan kepada Huzaifah perihal dua belas orang lelaki dari kalangan
orang-orang munafik. Lalu Nabi Saw. mengatakan bahwa enam orang di antara
mereka telah cukup disiksa oleh Dabilah, yaitu pelita dari api neraka Jahanam
yang menyambar belikat salah seorang dari mereka hingga tembus sampai ke
dadanya, sedangkan yang enam lainnya sekarat dalam kematiannya.
Menurut
riwayat yang sampai kepada kami. Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. bila ada
seseorang yang mati dari kalangan mereka yang dicurigai, maka ia menunggu
Huzaifah. Jika Huzaifah menyalatkannya, maka barulah ia mau menyalatkannya.
Jika Huzaifah tidak mau menyalatkannya, maka Umar r.a. tidak mau menyalatkannya
pula.
Menurut
riwayat lain yang sampai kepada kami, Khalifah Umar pernah berkata kepada
Huzaifah, "Saya bertanya kepadamu dengan nama Allah, apakah saya termasuk
salah seorang dari mereka?" Huzaifah menjawab, "Tidak, dan aku tidak
akan membukanya kepada seseorang pun sesudahmu."
At-Taubah, ayat 102
{وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ
خَلَطُوا عَمَلا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102) }
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa
mereka yang mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Setelah Allah menjelaskan keadaan orang-orang
munafik yang tidak ikut berperang karena tidak suka berjihad, dan mendustakan
serta meragukannya, maka Allah menerangkan tentang keadaan orang-orang yang
berdosa, yaitu mereka yang tidak ikut berjihad karena malas dan cenderung
kepada keadaan yang santai, padahal mereka beriman dan membenarkan perkara yang
hak.
Allah Swt. berfirman:
{وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ}
Dan (ada pula) orang-orang lain yang
mengakui dosa-dosa mereka. (At-Taubah: 102)
Maksudnya, mereka mengakui dosa-dosa yang mereka
lakukan terhadap Tuhannya, tetapi mereka mempunyai amal perbuatan lain yang
saleh. Mereka mencampurbaurkan amal yang baik dan yang buruk. Mereka adalah
orang-orang yang masih berada di bawah pemaafan dan pengampunan Allah Swt.
Ayat ini sekalipun diturunkan berkenaan dengan
orang-orang tertentu, tetapi pengertiannya umum mencakup seluruh orang yang
berbuat dosa lagi bergelimang dalam kesalahannya, serta mencampurbaurkan amal
baik dan amal buruknya, hingga diri mereka tercemari oleh dosa-dosa.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah, yaitu ketika ia berkata kepada Bani
Quraizah melalui isyarat tangannya yang ditujukan ke arah lehernya, dengan
maksud bahwa perdamaian yang diketengahkan oleh Nabi Saw. terhadap mereka akan
membuat mereka tersembelih.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan
firman-Nya: dan (ada pula) orang-orang lain. (At-Taubah: 102)
Menurutnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah dan sejumlah orang
dari kalangan teman-temannya yang tidak ikut perang dengan Rasulullah Saw.
dalam Perang Tabuk.
Menurut sebagian ulama, mereka terdiri atas Abu
Lubabah dan lima orang temannya. Sedangkan pendapat yang lainnya lagi
mengatakan tujuh orang bersama Abu Lubabah, dan menurut yang lainnya lagi
adalah sembilan orang bersama Abu Lubabah.
Ketika Rasulullah Saw. kembali dari perangnya,
mereka mengikatkan diri ke tiang-tiang masjid dan bersumpah bahwa tidak boleh
ada orang yang melepaskan mereka kecuali Rasulullah Saw. sendiri.
Ketika Allah Swt. menurunkan ayat ini, yaitu
firman-Nya: Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa
mereka. (At-Taubah: 102) Maka Rasulullah Saw. melepaskan ikatan mereka dan
memaafkan mereka.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُؤمَّل بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ،
حَدَّثَنَا سَمُرَة بْنِ جُنْدَب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا: "أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ فَابْتَعَثَانِي
فَانْتَهَيْنَا إِلَى مَدِينَةٍ مَبْنِيَّةٍ بِلَبِنٍ ذَهَبٍ ولَبِن فِضَّةٍ،
فَتَلَقَّانَا رِجَالٌ شَطْر مِنْ خَلْقِهِمْ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاء،
وَشَطْرٌ كَأَقْبَحِ مَا أَنْتَ رَاءٍ، قَالَا لَهُمْ: اذْهَبُوا فَقَعُوا فِي
ذَلِكَ النَّهْرِ. فَوَقَعُوا فِيهِ، ثُمَّ رَجَعُوا إِلَيْنَا قَدْ ذَهَبَ ذَلِكَ
السُّوءُ عَنْهُمْ، فَصَارُوا فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ، قَالَا لِي: هَذِهِ جَنَّةُ
عَدْنٍ، وَهَذَا مَنْزِلُكَ. قَالَا أَمَّا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَانُوا شَطر
مِنْهُمْ حَسَن وَشَطْرٌ مِنْهُمْ قَبِيحٌ، فَإِنَّهُمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا
وَآخَرَ سَيِّئًا، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُمْ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muammal ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Auf, telah menceritakan kepada kami Abu
Raja, telah menceritakan kepada kami Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. bersabda kepada kami: Tadi malam aku kedatangan dua orang,
keduanya membawaku pergi, dan akhirnya keduanya membawaku ke suatu kota yang
dibangun dengan bata emas dan bata perak. Lalu kami disambut oleh banyak kaum
lelaki yang separo dari tubuh mereka berupa orang yang paling tampon yang
pernah engkau lihat,. sedangkan separo tubuh mereka berupa orang yang paling
buruk yang pernah engkau lihat. Lalu keduanya berkata kepada mereka 'Pergilah
kalian dan masukkanlah diri kalian ke sungai itu!" Maka mereka memasukkan diri
ke dalam sungai itu. Kemudian mereka kembali kepada kami. sedangkan tampang
yang buruk itu telah lenyap dari mereka, sehingga mereka secara utuh dalam
tampang yang sangat tampan. Kemudian keduanya berkata kepadaku.”Ini adalah
surga 'Adn, dan ini adalah tempatmu.” Keduanya mengatakan, "Adapun
mengenai kaum yang separo dari tubuh mereka berpenampilan baik dan separo yang
lainnya berpenampilan buruk, karena sesungguhnya mereka telah mencampurbaurkan
amal yang saleh dan amal lainnya yang buruk, lalu Allah memaafkan mereka..
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam
Bukhari secara ringkas dalam tafsir ayat ini.
At-Taubah, ayat 103-104
{خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103) أَلَمْ يَعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ
وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104) }
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidakkah
mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat, dan bahwa Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Allah
Swt. memerintahkan Rasul-Nya untuk mengambil zakat dari harta mereka guna
membersihkan dan menyucikan mereka melalui zakat itu. Pengertian ayat ini umum,
sekalipun sebagian ulama mengembalikan damir yang terdapat pada lafaz amwalihim
kepada orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka dan yang mencampurbaurkan
amal saleh dengan amal buruknya. Karena itulah ada sebagian orang yang enggan
membayar zakat dari kalangan orang-orang Arab Badui menduga bahwa pembayaran
zakat bukanlah kepada imam, dan sesungguhnya hal itu hanyalah khusus bagi
Rasulullah Saw. Mereka berhujah dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka. (At-Taubah:
103), hingga akhir ayat
Pemahaman
dan takwil yang rusak ini dijawab dengan tegas oleh Khalifah Abu Bakar
As-Siddiq dan sahabat lainnya dengan memerangi mereka, hingga mereka mau
membayar zakatnya kepada khalifah, sebagaimana dahulu mereka membayarnya kepada
Rasulullah Saw. hingga dalam kasus ini Khalifah Abu Bakar r.a. pernah berkata:
Demi Allah, seandainya mereka membangkang terhadapku, tidak mau menunaikan
zakat ternak untanya yang biasa mereka tunaikan kepada Rasulullah Saw., maka
sungguh aku benar-benar akan memerangi mereka karena pembangkangannya itu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَصَلِّ عَلَيْهِمْ}
dan
berdoalah untuk mereka. (At-Taubah:
103)
Maksudnya,
berdoalah untuk mereka dan mohonkanlah ampunan buat mereka.
Imam
Muslim di dalam kitab Sahih-nya telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu
Abu Aufa yang mengatakan bahwa Nabi Saw. apabila menerima zakat dari suatu
kaum, maka beliau berdoa untuk mereka. Lalu datanglah ayahku (perawi) dengan
membawa zakatnya, maka Rasulullah Saw. berdoa:
"اللَّهُمَّ صَل
عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى"
Ya
Allah, limpahkanlah rahmat kepada keluarga Abu Aufa.
Di
dalam hadis lain disebutkan bahwa seorang wanita berkata, "Wahai
Rasulullah, mendoalah untuk diriku dan suamiku." Maka Rasulullah Saw
berdoa:
"صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْكِ، وَعَلَى زَوْجِكِ"
"Semoga
Allah merahmati dirimu juga suamimu."
*******************
Firman
Allah Swt.
{إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ}
Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. (At-Taubah: 103)
Sebagian
ulama membacanya salawatika dalam bentuk jamak, sedangkan sebagian
ulama lain membacanya salataka dalam bentuk mufrad (tunggal).
{سَكَنٌ لَهُمْ}
(menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. (At-Taubah: 103)
Menurut
Ibnu Abbas, menjadi rahmat buat mereka. Sedangkan menurut Qatadah, menjadi
ketenteraman jiwa bagi mereka.
Firman
Allah Swt.:
{وَاللَّهُ سَمِيعٌ}
Dan
Allah Maha Mendengar. (At-Taubah:
103)
Yakni
kepada doamu.
{عَلِيمٌ}
lagi
Maha Mengetahui. ( At-Taubah: 103 )
Yaitu
terhadap orang yang berhak mendapatkan hal itu darimu dan orang yang pantas
untuk memperolehnya.
Imam
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan
kepada kami Abul Urnais, dari Abu Bakar ibnu Amr ibnu Atabah, dari Ibnu
Huzaifah, dari ayahnya, bahwa Nabi Saw. apabila berdoa untuk seorang lelaki,
maka doa Nabi Saw. itu mengenai dirinya, juga mengenai anak serta cucunya.
Kemudian
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abu Na'im, dari Mis'ar, dari Abu Bakar ibnu Amr
ibnu Atabah, dari seorang anak Huzaifah. Mis'ar mengatakan bahwa hadis ini
telah disebutkannya dalam kesempatan yang lain, dari Huzaifah, bahwa
sesungguhnya doa Nabi Saw. benar-benar mengenai diri lelaki yang bersangkutan,
juga anak serta cucunya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ
يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ}
Tidakkah
mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat. (At-Taubah: 104)
Ayat
ini mengandung makna perintah untuk bertobat dan berzakat, karena kedua perkara
tersebut masing-masing dapat menghapuskan dosa-dosa dan melenyapkannya. Allah
Swt. telah memberitakan pula bahwa setiap orang yang bertobat kepada-Nya,
niscaya Allah menerima tobatnya. Dan barang siapa yang mengeluarkan suatu
sedekah (zakat) dari usaha yang halal, sesungguhnya Allah menerimanya dengan
tangan kanan-Nya, lalu Dia memeliharanya untuk pemiliknya, hingga sebiji buah
kurma menjadi seperti Bukit Uhud.
Seperti
yang disebutkan di dalam sebuah hadis dari Rasulullah Saw. Sebagaimana As-Sauri
dan Waki' telah menceritakan, dari Ubadah ibnu Mansur, dari Al-Qasim ibnu
Muhammad bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan, Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا لِأَحَدِكُمْ،
كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ، حَتَّى إِنَّ اللُّقْمَةَ لتَصير مِثْلَ
أُحُدٍ"
Sesungguhnya
Allah menerima sedekah dan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia
memeliharanya buat seseorang di antara kalian (yang mengeluarkannya) sebagaimana seseorang di antara
kalian memelihara anak kudanya, hingga sesuap makanan menjadi besar seperti
Bukit Uhud.
Hal
yang membenarkan perkara ini berada di dalam Kitabullah, yaitu di dalam
firman-Nya:
{ [أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ] هُوَ
يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ}
Tidakkah
mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat. (At-Taubah: 104)
{يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ}
Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (Al-Baqarah:
276)
As-Sauri
dan Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abdullah ibnus Saib, dari Abdullah ibnu
Abu Qatadah yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata,
"Sesungguhnya sedekah itu diterima di tangan Allah Swt. sebelum sedekah
itu diterima oleh tangan peminta." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan
firman-Nya: Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat. (At-Taubah: 104)
Ibnu
Asakir di dalam kitab Tarikh-nya pada Bab "Biografi Abdullah ibnusy
Sya'ir As-Saksiki Ad-Dimasyqi —yang Asalnya adalah Al-Himsi, salah seorang
ulama fiqih—, Mu'awiyah, dan lain-lainnya" banyak mengambil riwayat
darinya. Hausyab ibnu Saif As-Saksiki Al-Himsi pun telah mengambil riwayat
darinya, bahwa di zaman Mu'awiyah r.a. orang-orang berangkat berperang di bawah
pimpinan Abdur Rahman ibnu Khalid ibnul Walid. Kemudian ada seorang lelaki dari
pasukan kaum muslim melakukan penggelapan harta rampasan sebanyak seratus dinar
Romawi. Ketika pasukan kaum muslim kembali, ia menyesal; lalu ia datang
menghadap panglimanya, tetapi si panglima tidak mau menerima hasil penggelapan
itu darinya. Panglima mengatakan, "Semua pasukan telah pulang, dan aku
tidak mau menerimanya darimu, hingga engkau menghadap kepada Allah dengan
membawanya kelak di hari kiamat." Maka lelaki itu menghubungi para sahabat
satu persatu, tetapi mereka mengatakan hal yang sama. Ketika sampai di
Damaskus, ia menghadap kepada Mu'awiyah untuk menyerahkannya, tetapi Mu'awiyah
menolak, tidak mau menerimanya. Lalu ia keluar dari sisi Mu'awiyah seraya
menangis dan mengucapkan istirja'. Akhirnya ia bersua dengan Abdullah
ibnusy Sya'ir As-Saksiki yang langsung menanyainya, "Apakah gerangan yang
membuatmu menangis?" Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepadanya.
Maka Abdullah As-Saksiki berkata, "Apakah engkau mau taat kepadaku?"
Lelaki itu menjawab, "Ya." Abdullah berkata, "Pergilah kepada
Mu'awiyah dan katakan kepadanya, 'Terimalah dariku khumusmu!', dan serahkanlah
kepadanya dua puluh dinar, lalu tangguhkanlah yang delapan puluh dinarnya.
Setelah itu sedekahkanlah yang delapan puluh dinar itu (kepada kaum fakir
miskin) sebagai ganti dari pasukan tersebut. Karena sesungguhnya Allah menerima
tobat dari hamba-hamba-Nya dan Dia Maha Mengetahui tentang nama-nama dan
tempat-tempat mereka." Lelaki itu mengerjakan apa yang dikatakannya, dan
Mu'awiyah berkata, "Sesungguhnya jika aku memberikan fatwa demikian
kepadanya, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang aku miliki sekarang
ini. Lelaki itu sungguh telah berbuat baik."
At-Taubah, ayat 105
{وَقُلِ اعْمَلُوا
فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى
عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(105) }
Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan
Rasul-Nya Serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kalian apa yang telah kalian kerjakan.”
Mujahid
mengatakan bahwa hal ini merupakan ancaman dari Allah terhadap orang-orang yang
menentang perintah-perintah-Nya, bahwa amal perbuatan mereka kelak akan
ditampilkan di hadapan Allah Swt. dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin. Hal
ini pasti akan terjadi kelak di hari kiamat, seperti yang disebutkan oleh Allah
Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى
مِنْكُمْ خَافِيَةٌ}
Pada
hari itu kalian akan dihadapkan (kepada
Tuhan kalian), tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi
Allah). (Al-Haqqah: 18)
{يَوْمَ
تُبْلَى السَّرَائِرُ}
Pada
hari ditampakkan segala rahasia. (At-Thariq:
9)
{وَحُصِّلَ
مَا فِي الصُّدُورِ}
Dan
dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat:
10)
Adakalanya
Allah Swt. menampakkan hal tersebut kepada orang-orang di dunia ini, seperti
yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ
مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَماء لَيْسَ
لَهَا بَابٌ وَلَا كُوَّة، لَأَخْرَجَ اللَّهُ عَمَلَهُ لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا
كَانَ".
telah
menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu
Sa'id secara marfu', dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu
besar, benda mati, tanpa ada pintu dan lubangnya, niscaya Allah akan mengeluarkan
amalnya kepada semua orang seperti apa yang telah diamalkannya.
Telah
disebutkan bahwa amal orang-orang yang masih hidup ditampilkan kepada kaum
kerabat dan kabilahnya yang telah mati di alam Barzakh, seperti apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, bahwa telah menceritakan kepada kami
As-Silt ibnu Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إن أَعْمَالَكُمْ
تُعْرَضُ عَلَى أَقْرِبَائِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا
اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: "اللَّهُمَّ،
أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ".
Sesungguhnya
amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian di dalam
kubur mereka Jika amal perbuatan kalian itu baik, maka mereka merasa gembira
dengannya. Dan jika amal perbuatan kalian itu sebaliknya, maka mereka berdoa,
"Ya Allah, berilah mereka ilham (kekuatan)
untuk mengamalkan amalan taat kepada-Mu."
Imam
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari
Sufyan, dari orang yang telah mendengarnya dari Anas, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"إِنَّ
أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ،
فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا:
اللَّهُمَّ، لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا"
Sesungguhnya
amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian yang telah
mati. Jika hal itu baik maka mereka bergembira karenanya; dan jika hal itu
sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka
sebelum Engkau beri mereka hidayah, sebagaimana Engkau telah memberi kami
hidayah.”
Imam
Bukhari mengatakan, Siti Aisyah pernah berkata bahwa apabila kamu merasa kagum
dengan kebaikan amal seorang muslim, maka ucapkanlah firman-Nya: Bekerjalah
kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaan kalian itu. (At-Taubah: 105)
Dalam
hadis terdapat hal yang semisal dengan asar di atas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ،
حَدَّثَنَا حُمَيد، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا عَلَيْكُمْ أَنْ تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى
تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ؟ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ
عُمُرِهِ -أَوْ: بُرهَة مِنْ دَهْرِهِ -بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ
لَدَخَلَ الْجَنَّةَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا، وَإِنَّ
الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ، لو مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ
النَّارَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا، وَإِذَا أَرَادَ
اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ". قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ: قَالَ: "يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ
صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan
kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Janganlah
dahulu kalian merasa kagum dengan (amal) seseorang sebelum kalian
melihat apa yang diamalkannya pada penghujung usianya. Karena sesungguhnya
seseorang melakukan amalnya pada suatu masa atau suatu hari dari usianya dengan
amal yang saleh. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia
masuk surga. Akan tetapi keadaannya berubah, ia mengamalkan amalan yang buruk.
Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengerjakan suatu amal buruk dalam
suatu saat dari usianya. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya,
niscaya ia masuk neraka. Tetapi keadaannya berubah, lalu ia mengamalkan amalan
yang saleh. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia
memberikan dorongan kepadanya untuk beramal sebelum matinya. Para sahabat
bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya Allah memberikan
dorongan untuk beramal kepadanya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Allah
memberinya taufik (bimbingan) untuk melakukan amal saleh, kemudian Allah
mencabut nyawanya dalam keadaan demikian."
Hadis
dengan melalui jalur ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
At-Taubah, ayat 106
{وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ
لأمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106) }
Dan ada (pula)
orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya
Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Ibnu
Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang
mengatakan bahwa mereka adalah tiga orang yang tidak ikut berperang. Dengan
kata lain, mereka ditangguhkan dari tobat. Mereka adalah Mararah ibnur Rabi',
Ka'b ibnu Malik, dan Hilal ibnu Umayyah. Mereka duduk —tidak ikut berperang
dalam Perang Tabuk— bersama orang-orang lainnya yang duduk karena malas dan
cenderung kepada kehidupan yang tenang, santai, dan bermalas-malasan di bawah
naungan pohon-pohon kurma yang berbuah. Mereka tidak ikut perang bukan karena
dorongan ragu atau munafik.
Di
antara mereka terdapat segolongan orang yang mengikatkan diri di tiang-tiang
masjid, seperti yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan teman-temannya. Segolongan
lainnya tidak melakukan hal tersebut, mereka adalah ketiga orang yang telah
disebutkan di atas. Lalu turunlah ayat yang menyatakan bahwa mereka yang
mengikatkan dirinya diterima tobatnya, sedangkan tobat yang lainnya
ditangguhkan, hingga turun ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya:
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ
وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ} الْآيَةَ
Sesungguhnya
Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar. (At-Taubah: 117), hingga akhir ayat.
{وَعَلَى
الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا
رَحُبَتْ } الْآيَةَ
dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan
tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal
bumi itu luas. (At-Taubah: 118), hingga akhir ayat.
Seperti
apa yang akan disebutkan nanti dalam hadis mengenai Ka'b ibnu Malik.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ
عَلَيْهِمْ}
adakalanya
Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. (At-Taubah: 106)
Artinya,
mereka berada di bawah pemaafan Allah, jika Dia menghendakinya buat mereka.
Dan jika Dia menghendaki yang lain, maka Dia pun akan melakukannya terhadap
mereka.
Akan
tetapi, rahmat Allah mengalahkan murka-Nya.
{ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ}
Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah:
106)
Allah
Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak menerima siksaan, dan Maha
Mengetahui tentang orang yang berhak mendapat pemaafan. Mahabijaksana Dia dalam
semua perbuatan dan ucapan-Nya; tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb
selain Dia.
At-Taubah, ayat 107-108
{وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ
وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ
إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107)
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ
يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108) }
Dan (di antara orang-orang
munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan
kemudaratan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran(nya), dan
untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan
orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka
sesungguhnya bersumpah, "Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan
Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam
sumpahnya). Janganlah kamu salat dalam masjid itu selama-lamanya.
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak
hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalamnya ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang
bersih.
Penyebab
turunnya ayat-ayat ini ialah bahwa sebelum kedatangan Nabi Saw. di Madinah
terdapat seorang lelaki dari kalangan kabilah Khazraj yang dikenal dengan nama
Abu Amir Ar-Rahib. Sejak masa Jahiliah dia telah masuk agama Nasrani dan telah
membaca ilmu ahli kitab. Ia melakukan ibadahnya di masa Jahiliah, dan ia
mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di kalangan kabilah Khazraj.
Ketika
Rasulullah Saw. tiba di Madinah untuk berhijrah, lalu orang-orang muslim
berkumpul bersamanya, dan kalimah Islam menjadi tinggi serta Allah
memenangkannya dalam Perang Badar, maka si terkutuk Abu Amir ini mulai terbakar
dan bersikap oposisi serta memusuhi beliau secara terang-terangan. Ia melarikan
diri bergabung dengan orang-orang kafir Mekah dari kalangan kaum musyrik
Quraisy dan membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah Saw.
Maka
bergabunglah bersamanya orang-orang dari kalangan Arab Badui yang setuju dengan
pendapatnya, lalu mereka datang pada tahun terjadinya Perang Uhud. Maka
terjadilah suatu cobaan yang menimpa kaum muslim dalam perang itu. tetapi
akibat yang terpuji hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Tersebutlah
bahwa si laknat Abu Amir ini telah membuat lubang-lubang di antara kedua
barisan pasukan, dan secara kebetulan Rasulullah Saw. terjatuh ke dalam salah
satunya. Dalam perang itu Rasulullah Saw. mengalami luka pada wajahnya, gigi
geraham bagian bawah kanannya ada yang rontok, dan kepalanya luka.
Pada
permulaan perang, Abu Amir maju menghadapi kaumnya yang tergabung ke dalam
barisan orang-orang Ansar, lalu ia berkhotbah kepada mereka, membujuk mereka
guna membantunya dan bergabung ke dalam barisannya. Setelah menyelesaikan pidatonya
itu, orang-orang mengatakan, "Semoga Allah tidak memberikan ketenangan
pada matamu, hai orang fasik, hai musuh Allah." Mereka melempari dan
mencacinya. Akhirnya Abu Amir kembali seraya berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya kaumku telah tertimpa keburukan sepeninggalku."
Pada
mulanya Rasulullah Saw. telah menyerunya untuk menyembah Allah —yaitu sebelum
ia melarikan diri—dan membacakan Al-Qur'an kepadanya, tetapi ia tetap tidak mau
masuk Islam, dan membangkang. Maka Rasulullah Saw. mendoa untuk kecelakaannya,
semoga dia mati dalam keadaan jauh dari tempat tinggalnya dan terusir. Maka doa
itu menimpanya.
Kejadian
itu terjadi ketika kaum muslim selesai dari Perang Uhudnya dan Abu Amir melihat
perkara Rasulullah Saw. makin bertambah tinggi dan makin muncul. Maka Abu Amir
pergi menemui Heraklius—Raja Romawi— untuk meminta pertolongan kepadanya dalam
menghadapi Nabi Saw. Kaisar Romawi memberikan janji dan harapan kepadanya, lalu
ia bermukim di kerajaan Romawi.
Sesudah
itu Abu Amir menulis surat kepada segolongan kaumnya dari kalangan Ansar yang
tergabung dalam golongan orang-orang munafik lagi masih ragu kepada Islam. Dia
menjanjikan dan memberikan harapan kepada mereka, bahwa kelak dia akan datang
kepada mereka dengan membawa pasukan Romawi untuk memerangi Rasulullah Saw. dan
mengalahkannya serta menghentikan kegiatannya. Lalu Abu Amir menganjurkan
orang-orangnya untuk membuat suatu benteng yang kelak akan dipakai untuk
berlindung bagi orang-orang yang datang kepada mereka dari sisinya guna
menunaikan ajaran kitabnya. Tempat itu sekaligus akan menjadi tempat
pengintaian baginya kelak di masa depan bila ia datang kepada mereka.
Maka
orang-orang Abu Amir mulai membangun sebuah masjid yang letaknya berdekatan
dengan Masjid Quba. Mereka membangun dan mengukuhkannya, dan mereka baru
selesai dari pembangunan masjidnya di saat Rasulullah Saw. hendak pergi ke
medan Tabuk. Lalu para pembangunnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan
memohon kepadanya agar sudi melakukan salat di masjid mereka. Tujuan mereka
untuk memperoleh bukti melalui salat Nabi Saw. di dalamnya, sehingga kedudukan
masjid itu diakui dan dikuatkan.
Mereka
mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya mereka membangun masjid ini hanyalah
untuk orang-orang yang lemah dari kalangan mereka dan orang-orang yang berhalangan
di malam yang sangat dingin. Tetapi Allah Swt. memelihara Nabi Saw. dari
melakukan salat di dalam masjid itu. Nabi Saw. menjawab permintaan mereka
melalui sabdanya:
"إِنَّا عَلَى
سَفَرٍ، وَلَكِنْ إِذَا رَجَعْنَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ"
Sesungguhnya
kami sedang dalam perjalanan. Tetapi jika kami kembali, insya Allah.
Ketika
Nabi Saw. kembali ke Madinah dari medan Tabuk, dan jarak antara perjalanan
untuk sampai ke Madinah hanya tinggal sehari atau setengah hari lagi, Malaikat
Jibril a.s. turun dengan membawa berita tentang Masjid Dirar dan niat para
pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat
Islam. Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim —yaitu Masjid Quba— yang
sejak semula dibangun dengan landasan takwa.
Maka
Rasulullah Saw. mengutus orang-orang ke Masjid Dirar itu untuk merobohkannya
sebelum beliau tiba di Madinah.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini,
bahwa mereka adalah sejumlah orang dari kalangan orang-orang Ansar yang
membangun sebuah masjid baru. Sebelum itu Abu Amir berkata kepada mereka,
"Bangunlah sebuah masjid, dan buatlah persiapan semampu kalian untuk
menghimpun senjata dan kekuatan, sesungguhnya aku akan berangkat menuju ke
Kaisar Romawi untuk meminta bantuan. Aku akan mendatangkan bala tentara dari
kerajaan Romawi untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari
Madinah." Setelah mereka selesai membangunnya, maka menghadaplah mereka
kepada Nabi Saw. dan berkata, "Sesungguhnya kami baru selesai membangun
sebuah masjid. Maka kami suka bila engkau melakukan salat di dalamnya dan
mendoakan keberkatan buat kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah
kamu salat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya, (At-Taubah: 108)
sampai dengan firman-Nya: kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah:
109)
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Urwah ibnuz
Zubair, dan Qatadah serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman,
Abdullah ibnu Abu Bakar, Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dan lain-lainnya. Mereka
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. kembali dari medan Tabuk, lalu turun istirahat
di Zu Awan, nama sebuah kampung yang jaraknya setengah hari dari Madinah.
Sebelum itu di tempat yang sama para pembangun Masjid Dirar pernah datang
kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang bersiap-siap menuju ke medan Tabuk.
Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun
sebuah masjid untuk orang-orang yang uzur dan orang-orang yang miskin di saat
malam yang hujan dan malam yang dingin. Dan sesungguhnya kami sangat
menginginkan jika engkau datang kepada kami dan melakukan salat di dalam masjid
kami serta mendoakan keberkatan bagi kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya: Sesungguhnya aku sedang dalam perjalanan dan dalam keadaan
sibuk. Atau dengan perkataan lainnya yang semisal. Selanjutnya Rasulullah
Saw. bersabda pula: Seandainya kami tiba, insya Allah, kami akan datang
kepada kalian dan kami akan melakukan salat padanya untuk memenuhi undangan
kalian. Ketika Rasulullah Saw. sampai di Zu Awan, datanglah berita (wahyu)
yang menceritakan perihal masjid tersebut. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Malik
ibnud Dukhsyum (saudara lelaki Bani Salim ibnu Auf) dan Ma'an ibnu Addi atau
saudara lelakinya (yaitu Amir ibnu Addi yang juga saudara lelaki Al-Ajian).
Lalu beliau Saw. bersabda: Berangkatlah kamu berdua ke masjid ini yang
pemiliknya zalim, dan robohkanlah serta bakarlah masjidnya. Maka keduanya
berangkat dengan langkah-langkah cepat, hingga datang ke tempat orang-orang
Bani Salim ibnu Auf yang merupakan golongan Malik ibnud Dukhsyum. Lalu Malik
berkata kepada Ma'an, "Tunggulah aku, aku akan membuatkan api untukmu dari
keluargaku." Lalu Malik masuk menemui keluarganya dan mengambil daun
kurma, lalu menyalakan api dengannya. Setelah itu keduanya berangkat dengan
cepat hingga datang ke masjid itu dan memasukinya. Di dalam masjid terdapat
orang-orangnya, maka keduanya membakar masjid itu dan merobohkannya, sedangkan
orang-orang yang tadi ada di dalamnya bubar keluar berpencar-pencar. Dan
diturunkanlah Al-Qur'an yang menceritakan perihal mereka, yaitu firman-Nya: Dan
(di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan
masjid untuk menimbulkan kemudaratan (kepada orang mukmin) dan karena
kekajiran(pya). (At-Taubah: 107)
Dan
tersebutlah bahwa orang-orang yang membangunnya terdiri atas dua belas orang
lelaki, yaitu Khaddam ibnu Khalid dari kalangan Bani Ubaid ibnu Zaid, salah
seorang dari Bani Amr ibnu Auf yang dari rumahnya dimulai pembangunan Masjid
Syiqaq ini, lalu Sa'labah ibnu Hatib dari Bani Ubaid, Mawali ibnu Umayyah ibnu
Yazid, Mut'ib ibnu Qusyair dari kalangan Bani Dabi'ah ibnu Zaid, Abu Habibah
ibnu Al-Az'ar dari kalangan Bani Dabi'ah ibnu Zaid, Ibad ibnu Hanif (saudara
Sahl ibnu Hanif) dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, Hari sah ibnu Amir dan kedua
anakn 'a (yaitu Majma' ibnu Harisah dan Zaid ibnu Hari sah), juga Nabtal
Al-Haris mereka dari kalangan Bani Dabi'ah, Mukharrij yang dari kalangan Bani Dabi'ah,
Yajad ibnu Imran dari kalangan Bani Dabi'ah, dan Wadi'ah ibnu Sabit serta
Mawali ibnu Umayyah golongan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَيَحْلِفُنَّ}
Mereka
sesungguhnya bersumpah. (At-Taubah:
107)
Yakni
mereka yang membangun masjid itu.
{إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى}
Kami
tidak menghendaki selain kebaikan. (At-Taubah:
107)
Maksudnya,
kami tidak menghendaki membangun masjid ini melainkan hanya kebaikan belaka dan
belas kasihan kepada orang-orang. Maka Allah Swt. menjawab perkataan mereka
melalui firman-Nya:
{وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan
Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah: 107)
Mereka
dusta dalam tujuannya dan mengelabui niat yang sebenarnya. Karena sesungguhnya
mereka membangunnya hanyalah semata-mata untuk menyaingi Masjid Quba, hendak
menimbulkan kemudaratan, serta karena terdorong oleh kekafiran mereka, dan
untuk memecah belah persatuan di antara kaum mukmin; juga menunggu kedatangan
orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu, yaitu Abu Amir, seorang
fasik yang dijuluki 'si Rahib la'natullah'.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا}
Janganlah
kamu melakukan salat dalam masjid itu selama-lamanya. (At-Taubah: 108)
Larangan
ini ditujukan kepada Nabi Saw., sedangkan umatnya mengikut kepada beliau dalam
hal tersebut, yakni dilarang melakukan salat di dalam Masjid Dirar itu untuk
selama-lamanya.
Kemudian
Allah menganjurkan Nabi Saw. untuk melakukan salat di Masjid Quba, karena
Masjid Quba sejak permulaan pembangunannya dilandasi dengan takwa, yaitu taat
kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya; juga untuk mempersatukan kalimat umat
mukmin serta menjadi benteng dan tempat berlindung bagi Islam dan para
pemeluknya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ
أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ}
Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid
Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. (At-Taubah:
108)
Konteks
ayat ini ditujukan kepada Masjid Quba. Karena itulah dalam hadis sahih dari
Rasulullah Saw. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda;
"صَلَاةٌ فِي
مَسْجِدِ قُباء كعُمرة".
Melakukan
salat di dalam masjid Quba sama pahalanya dengan melakukan umrah.
Di
dalam hadis sahih lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering mengunjungi
Masjid Quba, baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan. Dalam hadis
lainnya lagi disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membangun dan meletakkan batu
pertamanya begitu beliau tiba di tempatnya, dan tempat beristirahatnya adalah
di rumah Bani Amr ibnu Auf. Malaikat Jibrillah yang membantunya untuk
meluruskan arah kiblat masjid tersebut.
Abu
Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Yunus ibnul Hari's, dari
Ibrahim ibnu Abu Maimunah, dari AbuSaleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi
Saw., bahwa firman-Nya berikut ini: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. (At-Taubah: 108) berkenaan dengan ahli Quba. Mereka
selalu bersuci dengan air, maka diturunkan-Nyalah ayat ini mengenai mereka,
yakni sebagai pujian kepada mereka.
Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Yunus ibnul Haris,
tetapi ia daif. Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari jalur ini,
hadis ini berpredikat garib.
Imam
Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali
Al-Umari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Ar-Razi, telah
menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari
Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini
diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka Rasulullah Saw. mengirimkan utusan
kepada Uwaim ibnu Sa'idah untuk menanyakan, "Cara bersuci apakah yang
membuat Allah memuji kalian?" Maka Uwaim menjawab, "Wahai Rasulullah,
tidak sekali-kali seseorang dari kami —baik lelaki maupun wanita-— selesai dari
buang airnya, melainkan ia membasuh kemaluannya atau pantatnya." Maka Nabi
Saw. bersabda, "Itulah yang dimaksudkan."
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَين بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو أُوَيْسٍ،
حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ، عَنْ عُوَيم بْنِ سَاعِدَةَ الْأَنْصَارِيِّ: أَنَّهُ
حَدّثه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُمْ فِي
مَسْجِدِ قُباء، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَحْسَنَ [عَلَيْكُمُ
الثَّنَاءَ] فِي الطَّهور فِي قِصَّةِ مَسْجِدِكُمْ، فَمَا هَذَا الطَّهُورُ
الَّذِي تَطَهَّرُونَ بِهِ؟ " فَقَالُوا: وَاللَّهِ -يَا رَسُولَ اللَّهِ
-مَا نَعْلَمُ شَيْئًا إِلَّا أَنَّهُ كَانَ لَنَا جِيرَانٌ مِنَ الْيَهُودِ،
فَكَانُوا يَغْسِلُونَ أَدْبَارَهُمْ مِنَ الْغَائِطِ، فَغَسَلْنَا كَمَا
غَسَلُوا.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Abu Uwais telah menceritakan kepada kami Syurahbil,
dari Uwaim ibnu Sa'idah Al-Ansari; ia menceritakan hadis berikut, bahwa Nabi
Saw. datang kepada mereka di Masjid Quba, lalu bersabda: "Sesungguhnya
Allah Swt. telah memuji kalian dengan pujian yang baik dalam bersuci dalam
konteks kisah masjid kalian ini. Maka cara bersuci bagaimanakah yang biasa
kalian lakukan?” Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami
tidak mengetahui sesuatu pun melainkan kami mempunyai tetangga dari kalangan
orang-orang Yahudi. Mereka biasa membasuh pantat mereka sesudah buang air, maka
kami melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan mereka."
Ibnu
Khuzaimah telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Sahih-nya.
Hasyim
telah meriwayatkan dari Abdul Humaid Al-Madani, dari Ibrahim ibnul Ma'la
Al-Ansari, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Uwaim ibnu Sa'idah,
"Apakah yang membuat Allah memuji kalian melalui firman-Nya: 'Di
dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri.' (At-Taubah: 108),
hingga akhir ayat. Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
biasa membasuh dubur kami dengan air (sehabis buang air besar)."
Sa'd.
dari Ibrahim ibnu Muhammad, dari Syurahbil ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Khuzaimah ibnu Sabit berkata bahwa firman-Nya berikut ini
diturunkan: Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan
Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108) Mereka biasa
membasuh dubur mereka sehabis buang air besar.
Hadis
lain adalah, Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
آدَمَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ -يَعْنِي: ابْنَ مغْوَل -سَمِعْتُ سَيَّارًا أَبَا
الْحَكَمِ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
سَلَامٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
يَعْنِي: قُبَاءَ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، قَدْ أَثْنَى
عَلَيْكُمْ فِي الطَّهُورِ خَيْرًا، أَفَلَا تُخْبِرُونِي؟ ". يَعْنِي:
قَوْلَهُ تَعَالَى: {فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ} فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَجِدُهُ
مَكْتُوبًا عَلَيْنَا فِي التَّوْرَاةِ: الاستنجاءُ بِالْمَاءِ.
bahwa
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami
Malik (yakni Ibnu Migwal), bahwa ia pernah mendengar Sayyar (yakni Abul Hakam)
meriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Salam
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. tiba di Quba, lalu bersabda: Sesungguhnya
Allah Swt. telah memuji kalian dalam hal bersuci dengan pujian yang baik, maka
ceritakanlah kepadaku. Yang dimaksud Nabi Saw. adalah firman Allah Swt.: Di
dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka
mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menjumpainya telah
tercatat di dalam kitab Taurat sebagai suatu kewajiban, bahwa bersuci sehabis
buang air adalah memakai air."
Segolongan
ulama Salaf menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba demikianlah
menurut riawayat Ali bin Abu Talhah dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh
Abdur Razzaq, dari Ma'rnar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair. Atiyyah
Al-Aufi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri
telah mengatakan hal yang sama. Al-Bagawi menukil pendapat ini dari Sa'id ibnu
Jubair dan Qatadah.
Tetapi
di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa masjid Rasul yang ada di dalam
kota Madinah adalah masjid yang dibangun dengan landasan takwa.
Pendapat
ini benar pula, dan tidak ada pertentangan antara ayat dan makna hadis ini.
Karena apabila Masjid Quba telah didirikan dengan landasan takwa sejak
permulaannya, maka masjid Rasul pun demikian pula, bahkan lebih utama. Karena
itulah Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعيم،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرٍ الْأَسْلَمِيُّ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ
أَبِي أَنَسٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمَسْجِدُ الَّذِي
أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مَسْجِدِي هَذَا"
telah
menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdullah
ibnu Amir Al-Aslami, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa'd, dari Ubay
ibnu Ka'b, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Masjid yang didirikan atas dasar
takwa ialah masjidku ini.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadis
lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا وَكِيع،
حَدَّثَنَا رَبِيعَةُ بْنُ عُثْمَانَ التَّيْمِيُّ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي
أَنَسٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: اخْتَلَفَ رَجُلَانِ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ
الَّذِي أسِّسَ على التقوى، فقال أحدهما: هو مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu
Usman At-Taimi, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi yang
mengatakan, "Pada masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang lelaki
bersitegang mengenai masalah masjid yang didirikan atas dasar takwa. Salah
seorangnya mengatakan masjid Rasul, sedangkan yang lain mengatakan Masjid Quba.
Lalu keduanya menghadap Nabi Saw. dan menanyakan hal tersebut. Maka beliau Saw.
bersabda: 'Dia adalah masjidku ini.'
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadis
lainnya, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Daud, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sa'id
ibnu Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang lelaki
bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak permulaanny
a. Salah seorang darinya mengatakan Masjid Quba, sedangkan menurut yang lainnya
masjid Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah masjidku
ini.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Jalur
lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu
Isa, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepadaku Imran
ibnu Abu Anas, dari Ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa pernah
ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar
takwa sejak permulaannya. Maka yang seorang mengatakan Masjid Quba, sedangkan
yang lainnya mengatakan masjid Rasul Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia
adalah masjidku.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai, dari Qutaibah,
dari Al-Lais. Hadis ini dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Imam Muslim telah
meriwayatkannya pula, seperti yang akan disebutkan kemudian.
Jalur
lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari
Unais ibnu Abu Yahya, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa
ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri berkata, "Pernah ada dua orang
lelaki —salah seorang dari kalangan Bani Khudrah, dan yang lainnya dari
kalangan Bani Amr ibnu Auf— berselisih mengenai mas'id an didirikan atas dasar
takwa. Orang yang dari kalangan Bani Khudrah mengatakan masjid Rasulullah Saw..
sedangkan yang dari Bani Amr mengatakan Masjid Quba. Lalu keduanya menghadap
kepada Rasulullah Saw. dan menanyakan tentang hal tersebut. Maka Rasulullah
Saw. menjawab: 'Dia adalah masjid ini.' ditujukan kepada masjid
Rasulullah Saw. di Madinah." Dalam hal ini perawi mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah Masjid Quba.
Jalur
lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari
Unais. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan
kepada kami Humaid Al-Kharrat Al-Madani, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu
Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id. Untuk itu ia berkata, "Apakah
yang pernah engkau dengar dari ayahmu sehubungan dengan masjid yang didirikan
atas dasar takwa?" Maka Abu Salamah menjawab seraya mengisahkan apa yang
telah diceritakan oleh ayahnya, bahwa sesungguhnya ia datang menghadap
Rasulullah Saw. Ia masuk menemui Rasulullah Saw. di dalam rumah salah seorang
istrinya. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah masjid yang didirikan
atas dasar takwa?" Rasulullah Saw. mengambil segenggam batu kerikil, lalu
menjatuhkannya ke tanah seraya bersabda: Dia adalah masjid kalian ini. Humaid
Al-Kharrat Al-Madani mengatakan, "Aku pernah mendengar ayahmu menceritakan
hal itu."
Imam
Muslim meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz yang semisal melalui
Muhammad ibnu Hatim, dari Yahya ibnu Sa'id dengan sanad yang sama. Ia telah
meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan lain-lainnya, dari
Hatim ibnu Ismail, dari Humaid Al-Kharrat dengan sanad yang sama.
Sejumlah
orang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf mengatakan bahwa masjid yang
dimaksud adalah Masjid Nabawi. Hal ini diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab,
putranya (yaitu Abdullah Ibnu Umar), Zaid ibnu Sabit, dan Sa'id ibnul Musayyab.
Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ
أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ
يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ}
Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu mendirikan salat di
dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah
menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Ayat
ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sunat melakukan salat di
masjid-masjid kuno yang sejak permulaannya dibangun untuk beribadah kepada
Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Disunatkan pula melakukan salat
berjamaah dengan jamaah orang-orang saleh dan ahli ibadah yang mengamalkan
ilmunya, selalu memelihara dalam menyempurnakan wudu, dan membersihkan dirinya
dari segala macam kotoran.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، سَمِعْتُ شَبِيبًا أَبَا
رَوْحٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
بِهِمُ الصُّبْحَ فَقَرَأَ بِهِمُ الرُّومَ فَأَوْهَمَ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ:
"إِنَّهُ يَلْبَسُ عَلَيْنَا الْقُرْآنُ، إِنْ أَقْوَامًا مِنْكُمْ
يُصَلُّونَ مَعَنَا لَا يُحْسِنُونَ الْوُضُوءَ، فَمَنْ شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعَنَا
فَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, dari
Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair, bahwa ia pernah mendengar Syabib (yakni
Abu Ruh) menceritakan hadis berikut dari salah seorang sahabat Rasulullah Saw.,
bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan salat Subuh bersama mereka dan membaca
surat Ar-Rum, tetapi beliau mengalami hambatan dalam bacaannya. Setelah
selesai, beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya kami baru saja mengalami
hambatan dalam membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya banyak kaum dari kalangan kalian
yang salat bersama kami tanpa melakukan wudu dengan baik. Maka barang siapa
yang ikut salat bersama kami, hendaklah ia melakukan wudunya dengan baik.
Kemudian
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur lain dari Abdul Malik ibnu
Umair, dari Syabib Abu Rauh, dari Zul Kala', bahwa ia salat bersama Nabi Saw.,
lalu ia menceritakan hal yang sama.
Hal
ini menunjukkan bahwa menyempurnakan bersuci dapat memudahkan orang yang
bersangkutan dalam menjalankan ibadah, membantunya untuk menyelesaikan
ibadahnya dengan sempurna, dan membantunya untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya
dalam ibadah.
Abul
Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan Allah menyukai
orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108) Sesungguhnya bersuci dengan
memakai air adalah baik, tetapi mereka adalah orang-orang yang membersihkan
dirinya dari dosa-dosa. Al-A'masy mengatakan bahwa tobat adalah dari dosa-dosa,
dan bersuci adalah dari kemusyrikan.
Telah
disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur di dalam
kitab-kitab Sunnah dan kitab-kitab lainnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bertanya kepada penduduk Quba:
"قَدْ أَثْنَى اللَّهُ عَلَيْكُمْ فِي الطَّهُورِ، فَمَاذَا
تَصْنَعُونَ؟ " فَقَالُوا: نَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ.
"Sesungguhnya
Allah telah memuji kalian dalam hal bersuci, maka apakah yang telah kalian
perbuat?” Mereka menjawab, "Kami bersuci
dengan memakai air."
Al-Hafiz
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Syabib, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abdul Aziz yang
mengatakan bahwa ia telah menemukan hadis ini dalam kitab ayahnya, dari
Az-Zuhri. dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
ayat berikut diturunkan berkenaan dengan ahli Quba, yaitu firman-Nya: Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang
yang bersih. (At-Taubah: 108) Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka,
dan mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengiringi batu dengan siraman air
(dalam bersuci sehabis buang air)." (Hadis riwayat Al-Bazzar).
Kemudian
ia mengatakan bahwa hadis ini diketengahkan oleh Muhammad ibnu Abdul Aziz
secara munfarid dari Az-Zuhri. Tiada yang meriwayatkan hadis ini dari
Muhammad selain anaknya.
Sengaja
kami menyebutkan hadis ini dengan lafaz yang telah disebutkan di atas karena
memang hal inilah yang termasyhur di kalangan ulama fiqih. Dan hal ini tidak
banyak diketahui oleh ulama hadis mutaakhkhirin atau oleh mereka semuanya.
At-Taubah, ayat 109-110
{أَفَمَنْ أَسَّسَ
بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ
بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (109) لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ
الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (110) }
Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar
takwa kepada Allah dan keridaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh
bersama-sama dia ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk
kepada orang-orang yang zalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu
senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka
itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Allah
Swt. berfirman bahwa tidak sama antara orang yang membangun bangunannya atas
dasar takwa dan rida Allah dengan orang yang membangun Masjid Dirar karena
kekafirannya dan untuk memecah belah orang-orang mukmin serta menunggu
kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
Karena sesungguhnya mereka yang kafir itu membangun bangunannya di tepi jurang
yang runtuh, yakni perumpamaannya sama dengan orang yang membangun bangunannya
di tepi jurang yang longsor.
{عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
lalu
bangunannya itu jatuh bersama-sama dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak
memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109)
Artinya,
Allah tidak akan memperbaiki amal perbuatan orang-orang yang merusak.
Jabir
ibnu Abdullah mengatakan bahwa ia melihat masjid yang dibangun untuk
menimbulkan mudarat terhadap orang-orang mukmin itu keluar asap dari dalamnya
di masa Rasulullah Saw.
Ibnu
Juraij mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada sejumlah kaum
laki-laki membuat galian, dan mereka menjumpai sumber asap yang keluar darinya.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Khalaf ibnu Yasin Al-Kufi mengatakan
bahwa ia melihat masjid orang-orang munafik yang disebutkan oleh Allah di dalam
Al-Qur'an, di dalamnya terdapat sebuah liang yang mengeluarkan asap. Di masa
sekarang tempat itu menjadi tempat pembuangan sampah. Demikianlah menurut apa
yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir rahimahulldh.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا
رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ}
Bangunan-bangunan
yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka. (At-Taubah: 110)
Yakni
menjadi keraguan dan kemunafikan dalam hati mereka disebabkan kekurangajaran
mereka yang berani melakukan perbuatan jahat itu. Hal tersebut meninggalkan
kemunafikan dalam hati mereka. Sebagaimana para penyembah anak lembu di masa
Nabi Musa, hati mereka dijadikan senang dengan penyembahan mereka terhadap anak
lembu itu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِلا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ}
kecuali
bila hati mereka itu telah hancur. (At-Taubah:
110)
Yaitu
dengan kematian mereka. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Zaid
ibnu Aslam, As-Saddi, Habib ibnu Abu Sabit, Ad-Dahhak, Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya
seorang.
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ}
Dan
Allah Maha Mengetahui. (At-Taubah:
110)
Allah
Maha Mengetahui semua amal perbuatan makhluk-Nya.
{حَكِيمٌ}
lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 110)
dalam
memberikan balasan terhadap perbuatan mereka, yang baik ataupun yang buruk.
At-Taubah, ayat 111
{إِنَّ اللَّهَ
اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ
الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا
عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى
بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ
وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111) }
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari
Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Allah
Swt. memberitahukan bahwa Dia membeli dari hamba-hamba-Nya yang beriman, diri
dan harta benda mereka yang telah mereka korbankan di jalan Allah dengan surga.
Hal ini termasuk karunia dan kemurahan serta kebajikan-Nya kepada mereka.
Karena sesungguhnya Allah telah menerima apa yang telah dikorbankan oleh
hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya, lalu menukarnya dengan pahala yang ada di
sisi-Nya dari karunia-Nya. Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan,
"Mereka yang berjihad di jalan Allah, demi Allah, telah berjual beli
kepada Allah, lalu Allah memahalkan harganya."
Syamr
ibnu Atiyyah mengatakan, "Tiada seorang muslim pun melainkan pada lehernya
terkalungkan baiat kepada Allah yang harus ia tunaikan atau ia mati dalam
keadaan tidak menunaikannya." Kemudian Syamr ibnu Atiyyah membaca ayat
ini. Karena itulah maka dikatakan bahwa barang siapa yang berangkat di jalan Allah,
berarti dia telah berbaiat kepada Allah. Dengan kata lain, Dia menerima
transaksinya dan akan memenuhi balasannya.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ
كَعْبٍ القُرَظي وَغَيْرُهُ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي لَيْلَةَ
العقبةِ -: اشْتَرِطْ لِرَبِّكَ وَلِنَفْسِكَ مَا شِئْتَ! فَقَالَ: "أَشْتَرِطُ
لِرَبِّي أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَشْتَرِطُ لِنَفْسِي
أَنْ تَمْنَعُونِي مِمَّا تَمْنَعُونَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ".
قَالُوا: فَمَا لَنَا إِذَا فَعَلْنَا ذَلِكَ؟ قَالَ: "الْجَنَّةُ".
قَالُوا: رَبِح البيعُ، لَا نُقِيل وَلَا نَسْتَقِيلُ، فَنَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ
اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ} الْآيَةَ.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rawwahah
r.a. pernah berkata kepada Rasulullah Saw. dalam malam 'Aqabah, "Berilah
persyaratan bagi Tuhanmu dan bagi dirimu sesuka hatimu." Maka Rasulullah
Saw. menjawab melalui sabdanya: Aku memberikan syarat bagi Tuhanku,
hendaklah kalian menyembah-Nya dan janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan
sesuatu pun. Dan aku memberikan syarat bagi diriku, hendaklah kalian membelaku
sebagaimana kalian membela diri dan harta benda kalian sendiri. Mereka
(para sahabat) bertanya, "Apakah yang akan kami peroleh jika kami
mengerjakan hal tersebut?" Rasulullah Saw. menjawab, "Surga."
Mereka berkata, "Jual beli yang menguntungkan, kami tidak akan mundur dan
tidak akan mengundurkan diri." Lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri. (At-Taubah: 111), hingga
akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ}
Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (At-Taubah: 111)
Maksudnya,
baik mereka terbunuh atau membunuh, atau keduanya mereka alami, maka sudah
menjadi ketetapan bagi mereka beroleh Balasan surga karena itu dalam hadist
Sahihain disebutkan:
وَتَكَفَّلَ اللَّهُ
لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ، لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا جِهَادٌ فِي سَبِيلِي،
وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِي، بِأَنْ تَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ
يُرْجِعَهُ إِلَى مَسْكَنِهِ الَّذِي خَرَجَ مِنْهُ، نَائِلًا مَا نَالَ مِنْ
أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ"
Allah
menjamin bagi orang yang berangkat berjihad di jalan-Nya, yang tidak
sekali-kali ia berangkat melainkan untuk berjihad di jalan-Ku dan membenarkan
rasul-rasul-Ku; bahwa jika Allah mewafatkannya, maka Dia akan memasukkannya ke
dalam surga atau mengembalikannya pulang ke tempat tinggalnya yang ia berangkat
darinya seraya memperoleh pahala yang digondolnya atau ganimah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ
وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ}
(Itu
telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam kitab Taurat, Injil, dan
Al-Qur'an. (At-Taubah: 111)
Hal
ini merupakan pengukuhan dari janji tersebut, dan sebagai berita bahwa Allah
telah mencatat janji yang telah Dia ikrarkan kepada diriNya ini, lalu Dia
menurunkannya kepada rasul-rasul-Nya melalui kitab-kitab-Nya yang besar, yaitu
Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa,
dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Firman
Allah Swt.:
{وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ}
Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? (At-Taubah: 111)
Karena
sesungguhnya Dia tidak pernah mengingkari janji. Ayat ini semakna dengan firman
Allah Swt. lainnya yaitu:
{وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللهِ حَدِيثًا}
Dan
siapakah orang yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisa: 87)
{وَمَنْ
أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلا}
Dan
siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisa: 122)
Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي
بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Maka
bergembiralah dengan jual beli yang lelah kalian lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar. (At-Taubah:
111)
Maksudnya,
bergembiralah orang yang menjalani transaksi ini dan menunaikan janji ini,
karena dia akan mendapat keberuntungan yang besar dan nikmat yang kekal.
At-Taubah, ayat 112
{التَّائِبُونَ
الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ
الآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ
لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112) }
Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah,
yang memuji (Allah), yang
berpuasa, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat
mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang
mukmin itu.
Ayat
ini menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang pengorbanan jiwa dan harta benda
mereka diterima Allah SWT mereka mempunyai sifat-sifat yang baik dan pekerti
yang agung, yaitu:
{التَّائِبُونَ}
orang-orang
yang bertobat. (At-Taubah: 112)
Yakni
bertobat dari semua dosa dan meninggalkan semua perbuatan yang keji.
{الْعَابِدُونَ}
orang-orang
yang ahli ibadah. (At-Taubah: 112)
Yaitu
mereka menegakkan ibadahnya kepada Tuhan mereka dan memeliharanya dengan baik,
baik ibadah yang berkaitan dengan ucapan maupun pekerjaan. Secara khusus ibadah
lisan ialah membaca hamdalah (pujian) kepada Allah. Karena itu, dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{الْحَامِدُونَ}
orang-orang
yang memuji (Allah). (At-Taubah: 112)
Di
antara amal yang paling utama ialah berpuasa, yaitu meninggalkan kelezatan
makan dan minum serta bersetubuh. Pengertian inilah yang dimaksud dengan
istilah siyahah dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
{السَّائِحُونَ}
orang-orang
yang berpuasa. (At-Taubah: 112)
Sama
halnya dengan sifat yang dimiliki oleh istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di
dalam firman-Nya:
{سَائِحَاتٍ}
Yakni
wanita-wanita yang berpuasa. (At
Tahrim: 5)
Mengenai
rukuk dan sujud, keduanya merupakan bagian dari salat; dan makna yang dimaksud
adalah salat itu sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ}
yang
rukuk dan yang sujud. (At-Taubah:
112)
Sekalipun
demikian, mereka memberikan manfaat kepada makhluk Allah, membimbing mereka
untuk taat kepada Allah, dan memerintahkan mereka untuk mengerjakan hal yang
makruf dan melarang mereka dari perbuatan yang mungkar. Mereka juga mengetahui
semua hal yang harus mereka kerjakan dan semua hal yang wajib mereka
tinggalkan, yakni mereka selalu memelihara hukum-hukum Allah dalam pengharaman
dan penghalalan-Nya secara teori dan pengamalannya. Dengan demikian, berarti
mereka telah menegakkan ibadah kepada Yang Mahabenar dan memberikan nasihat
kepada makhluk-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ}
Dan
gembirakanlah orang-orang yang mukmin itu. (At-Taubah:
112)
Dikatakan
demikian karena iman mencakup semua sifat tersebut, dan kebahagiaan yang paling
puncak ialah bagi orang yang memiliki sifat-sifat itu.
Keterangan
mengenai makna Siyahah dalam ayat ini adalah puasa
Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
mengatakan sehubungan dengan makna lafaz as-saihuna, bahwa makna yang
dimaksud adalah orang-orang yang berpuasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh
riwayat Sa'id ibnu Jubair dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semua lafaz siyahah
yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Quran artinya puasa. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak rahimahullah.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Yazid, dari Al-Walid ibnu Abdullah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa siyahah
(pesiar)nya umat ini adalah puasa.
Hal
yang sama telah dikatakan ojeh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Abdur Rahman
As-Sulami, Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Sufyan ibnu Uyaynah, dan lain-lainnya.
Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-saihun ialah orang-orang
yang berpuasa.
Al-Hasan
Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang
yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang
mengerjakan puasa di bulan Ramadan.
Abu
Amr Al-Abdi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: orang-orang
yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Mereka adalah orang-orang mukmin yang
menjalankan puasanya secara terus-menerus.
Di
dalam sebuah hadis marfu' telah disebutkan hal yang semisal.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن
بَزِيع، حَدَّثَنَا حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "السَّائِحُونَ هُمُ الصَّائِمُونَ"
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Bazi', telah menceritakan kepada kami Hakim ibnu Hizam, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang ber-siyahah adalah
orang-orang yang berpuasa
Tetapi
predikat mauquf hadis ini lebih sahih.
قَالَ أَيْضًا:
حَدَّثَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عُبَيد بْنِ عُمَير قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّائِحِينَ فَقَالَ: "هُمُ
الصَّائِمُونَ"
Ibnu
Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb,
dari Umar ibnul Hari s, dari Amr ibnu Dinar, dari Ubaid ibnu Umair yang
mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna as-saihun. Maka
beliau menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berpuasa.
Hadis
ini berpredikat mursal lagi jayyid. Pendapat ini adalah pendapat
yang paling sahih dan paling terkenal.
Akan
tetapi, ada pendapat yang menunjukkan bahwa makna siyahah adalah jihad,
seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya melalui
hadis Abu Umamah, bahwa ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah,
izinkanlah saya untuk ber-siyahah." Maka Nabi Saw. menjawab melalui
sabdanya:
"سِيَاحَةُ
أُمَّتَيِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Siyahah
umatku adalah berjihad di jalan Allah.
Ibnul
Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah, bahwa telah menceritakan kepadaku
Imarah ibnu Gazyah; pernah disebutkan masalah siyahah di hadapan
Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَبْدَلَنَا
اللَّهُ بِذَلِكَ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالتَّكْبِيرَ عَلَى كُلِّ
شَرَفٍ".
Allah
telah menggantikannya buat kita dengan berjihad di jalan Allah dan bertakbir di
atas setiap tanjakan (tempat yang tinggi).
Dari
Ikrimah, disebutkan bahwa orang-orang yang ber-siyahah adalah nara
penuntut ilmu.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang
berhijrah.
Kedua
riwayat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Tetapi bukanlah yang dimaksud
dengan siyahah apa yang dipahami oleh sebagian orang, bahwa mereka
adalah orang-orang yang melakukan ibadah seraya ber-siyahah di muka bumi
dengan menyendiri di puncak-puncak bukit, atau di gua-gua, atau di
tempat-tempat yang sepi. Karena sesungguhnya hal ini tidaklah disyariatkan
kecuali hanya dalam masa fitnah sedang melanda umat dan terjadi keguncangan
dalam agama.
Di
dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan sebuah hadis melalui Abu Sa'id
Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يُوشِكُ أَنْ
يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَم يَتْبَع بِهَا شَعفَ الْجِبَالِ،
وَمَوَاقِعَ القَطْر، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ".
Hampir
tiba masanya di mana sebaik-baik harta seseorang berupa ternak kambing yang ia
ikuti sampai ke lereng-lereng bukit dan tempat-tempat yang berhujan, seraya
melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah-fitnah (yang sedang melanda).
Al-Aufi
dan Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya:
{وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ}
dan
orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah. (At-Taubah: 112)
Maksudnya
adalah orang-orang yang menjalankan ketaatan kepada Allah. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Dan
dari Al-Hasan Al-Basri dalam riwayat yang lain sehubungan dengan makna
firman-Nya: orang-orang yang memelihara hukum-hukum Allah. (At-Taubah:
112) Dalam riwayat itu disebutkan bahwa yang dimaksud adalah memelihara hal-hal
yang difardukan oleh Allah Swt. Dan dalam riwayat lainnya lagi disebutkan
orang-orang yang menegakkan perintah Allah.
At-Taubah, ayat 113-114
{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ (114) }
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya),
sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka Jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk
bapaknya tidak lain hanyalah karena sesuatu janji yang telah diikrarkannya
kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah
musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنِ الزَّهْرِيِّ،
عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَمَّا حَضَرت أَبَا طَالِبٍ
الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، فَقَالَ:
"أيْ عَمّ، قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. كَلِمَةٌ أُحَاجُّ لَكَ بِهَا
عِنْدَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ". فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ
أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ ملَّة عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟
[قَالَ: فَلَمْ يَزَالَا يُكَلِّمَانِهِ، حَتَّى قَالَ آخَرُ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ
بِهِ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ] . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ".
فَنَزَلَتْ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ
أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ} قَالَ: وَنَزَلَتْ فِيهِ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي
مَنْ أَحْبَبْتَ}
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib sedang menjelang ajalnya, Nabi
Saw. masuk menemuinya; saat itu di sisi Abu Talib terdapat Abu Jahal dan
Abdullah ibnu Abu Umayyah. Maka Nabi Saw. bersabda: Hai paman, ucapkanlah,
"Tidak ada Tuhan selain Allah!" sebagai suatu kalimat yang kelak aku
akan membelamu dengannya di hadapan Allah Swt. Maka Abu Jahal dan Abdullah
ibnu Abu Umayyah berkata, "Hai Abu Talib apakah engkau tidak suka dengan
agama Abdul Muttalib?" Abu Talib menjawab.”Saya berada pada agama Abdul
Muttalib." Maka Nabi Saw. bersabda: Sungguh aku benar-benar akan
memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang untuk mendoakanmu. Maka
turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya),
sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka Jahim. (At-Taubah: 113); Imam Ahmad mengatakan bahwa
sehubungan dengan peristiwa ini diturunkan pula firman Allah Swt.: Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 56)
Imam
Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah
menceritakan kepada kami Sufyan. dari Abu Ishaq, dari Abul Khalil, dari Ali
r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun
bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya itu musyrik. Maka aku (Ali)
berkata, "Apakah lelaki itu memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya,
padahal kedua orang tuanya musyrik?" Lelaki itu menjawab, "Bukankah
Ibrahim telah memohonkan ampun bagi ayahnya?" Ali r.a. melanjutkan
kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat
ini: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113),
hingga akhir ayat.
Imam
Ahmad mengatakan, "Kalimat 'ketika menjelang kematiannya' saya tidak tahu
apakah Sufyan yang mengatakannya ataukah dikatakan oleh Israil, atau memang
dalam hadisnya disebutkan kalimat ini." Menurut kami (penulis), hal ini
telah dibuktikan melalui riwayat dari Mujahid, bahwa Mujahid mengatakan 'bahwa
ketika Abu Talib menjelang kematiannya'.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا
زُبَيْدُ بْنُ الْحَارِثِ الْيَامِيُّ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنِ ابْنِ
بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَهُ قَرِيبٌ مِنْ أَلْفِ رَاكِبٍ، فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ وَعَيْنَاهُ تَذْرِفان،
فَقَامَ إِلَيْهِ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وفَداه بِالْأَبِ وَالْأُمِّ، وَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَكَ؟ قَالَ: "إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ
وَجَلَّ، فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي، فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، فَدَمِعَتْ
عَيْنَايَ رَحْمَةً لَهَا مِنَ النَّارِ، وَإِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ
ثَلَاثٍ: نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا،
لِتُذَكِّرَكُمْ زيارتُها خَيْرًا، وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ
بَعْدَ ثَلَاثٍ، فَكُلُوا وَأَمْسِكُوا مَا شِئْتُمْ، وَنَهَيْتُكُمْ عَنِ
الْأَشْرِبَةِ فِي الْأَوْعِيَةِ، فَاشْرَبُوا فِي أَيِّ وِعَاءٍ وَلَا تَشْرَبُوا
مُسْكِرًا".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Zubaid ibnul
Hari s Al-Yami, dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang
menceritakan, "Ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, lalu
Nabi Saw. membawa kami turun istirahat. Saat itu jumlah kami kurang lebih
seribu orang, semuanya berkendaraan. Lalu Nabi Saw. melakukan salat dua rakaat,
sesudah itu Nabi Saw. menghadapkan wajahnya ke arah kami, sedangkan air mata mengalir
dari kedua matanya. Umar ibnul Khattab bangkit mendekatinya dan mengucapkan
kesetiaannya, lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang telah
menimpamu?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah meminta kepada
Tuhanku untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkanku, maka
kedua mataku mengalirkan air mataku karena kasihan kepadanya di neraka. Dan
sesungguhnya aku telah melarang kalian dari tiga perkara; aku telah melarang
kalian ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, semoga ziarah kubur
mengingatkan kebaikan bagi kalian. Dan aku telah melarang kalian memakan daging
kurban sesudah tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah sesuka kalian.
Dan aku telah melarang kalian meminum minuman dengan memakai wadah, maka
sekarang minumlah kalian dengan memakai wadah apa pun, tetapi janganlah kalian
meminum minuman yang memabukkan'.”
وَرَوَى ابْنُ جَرِيرٍ،
مِنْ حَدِيثِ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثد، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيدة، عَنْ
أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ
مَكَّةَ أَتَى رَسْمَ قَبْرٍ، فَجَلَسَ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ يُخَاطِبُ، ثُمَّ قَامَ
مُسْتَعْبِرًا. فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا رَابَنَا مَا صَنَعْتَ.
قَالَ: "إِنِّي اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّي، فَأَذِنَ
لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي الِاسْتِغْفَارِ لَهَا فَلَمْ يَأْذَنْ لِي".
فَمَا رُئِيَ بَاكِيًا أَكْثَرَ مِنْ يَوْمَئِذٍ.
Ibnu
Jarir meriwayatkan melalui hadis Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu
Buraidah, dari ayahnya, bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Mekah, beliau mendatangi
suatu kuburan, lalu duduk di dekatnya dan kelihatan seperti orang yang sedang
berbicara, lalu bangkit seraya menangis. Maka kami bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami melihat semua yang engkau perbuat."
Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk
menziarahi kuburan ibuku, maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan aku meminta
izin kepada-Nya untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak
mengizinkannya. Maka belum pernah kelihatan Rasulullah Saw. menangis lebih
banyak daripada hari itu.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ، فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ خِداش،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ جرَيج عَنْ أَيُّوبَ بْنِ
هَانِئٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: خرجَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى الْمَقَابِرِ،
فَاتَّبَعْنَاهُ، فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ إِلَى قَبْرٍ مِنْهَا، فَنَاجَاهُ
طَوِيلًا ثُمَّ بَكَى فَبَكَيْنَا لِبُكَائِهِ ثُمَّ قَامَ فَقَامَ إِلَيْهِ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَدَعَاهُ ثُمَّ دَعَانَا، فَقَالَ: "مَا
أَبْكَاكُمْ؟ " فَقُلْنَا: بَكَيْنَا لِبُكَائِكَ. قَالَ: "إِنَّ
الْقَبْرَ الَّذِي جلستُ عِنْدَهُ قَبْرَ آمِنَةَ، وَإِنِّي استأذنتُ رَبِّي فِي
زِيَارَتِهَا فَأَذِنَ لِي"
Ibnu
Abu Hatim telah mengatakan dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Ayyub ibnu
Hani', dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Di suatu
hari Rasulullah Saw. keluar menuju pekuburan, lalu kami mengikutinya.
Rasulullah Saw. sampai di pekuburan itu dan duduk di salah satunya, lalu
melakukan munajat cukup lama. Setelah itu beliau menangis, dan kami pun ikut
menangis karena tangisannya. Kemudian bangkitlah Umar ibnul Khattab menuju ke
arahnya, maka Rasul Saw. memanggilnya dan memanggil kami, lalu bersabda,
'Apakah yang membuat kalian menangis?' Kami menjawab, 'Kami menangis karena
tangisanmu.' Rasul Saw . bersabda: 'Sesungguhnya kuburan yang tadi aku duduk
di dekatnya adalah kuburan Aminah (ibunda Nabi Saw.). Dan sesungguhnya
aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahinya, maka Dia memberikan izin
kepadaku'.”
Kemudian
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini pula melalui jalur lain bersumberkan
dari riwayat Ibnu Mas'ud yang isinya hampir sama. Di dalam riwayatnya ini
disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda,
"وَإِنِّي
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي الدُّعَاءِ لَهَا فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، وَأَنْزَلَ
عَلِيَّ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى} فَأَخَذَنِي مَا يَأْخُذُ الْوَلَدُ
لِلْوَالِدَةِ، وَكُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا،
فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ"
"Sesungguhnya
aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan ibuku, tetapi Dia tidak
mengizinkan aku melakukannya, dan diturunkanlah kepadaku firman Allah Swt. yang
mengatakan: 'Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang
beriman.' (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Maka aku pun merasa sedih
sebagaimana sedihnya seorang anak terhadap orang tuanya. Dan aku telah melarang
kalian menziarahi kuburan, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya
ziarah kubur itu mengingatkan akhirat."
Hadis
lain yang semakna yaitu, Imam Tabrani mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو
الدَّرْدَاءِ عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُنِيبٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ كَيْسَان، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ لَمَّا أَقْبَلَ مِنْ غَزْوَةِ
تَبُوكَ وَاعْتَمَرَ، فَلَمَّا هَبَطَ مِنْ ثَنِيَّةِ عُسْفان أَمَرَ أَصْحَابَهُ:
أَنِ اسْتَنِدُوا إِلَى الْعَقَبَةِ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكُمْ، فَذَهَبَ
فَنَزَلَ عَلَى قَبْرِ أُمِّهِ، فَنَاجَى ربَّه طَوِيلًا ثُمَّ إِنَّهُ بَكَى
فَاشْتَدَّ بُكَاؤُهُ، وَبَكَى هَؤُلَاءِ لِبُكَائِهِ، وَقَالُوا: مَا بَكَى
نَبِيُّ اللَّهِ بِهَذَا الْمَكَانِ إِلَّا وَقَدْ أُحدثَ فِي أُمَّتِهِ شَيْءٌ
لَا تُطيقه. فَلَمَّا بَكَى هَؤُلَاءِ قَامَ فَرَجَعَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ:
"مَا يُبْكِيكُمْ؟ ". قَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، بَكَيْنَا
لِبُكَائِكَ، فَقُلْنَا: لَعَلَّهُ أُحْدِثَ فِي أُمَّتِكَ شَيْءٌ لَا تُطِيقُهُ،
قَالَ: "لَا وَقَدْ كَانَ بَعْضُهُ، وَلَكِنْ نَزَلْتُ عَلَى قَبْرِ أمي فَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ
يَأْذَنَ لِي فِي شَفَاعَتِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَبَى اللَّهُ أَنْ
يَأْذَنَ لِي، فَرَحِمْتُهَا وَهِيَ أُمِّي، فَبَكَيْتُ، ثُمَّ جَاءَنِي جِبْرِيلُ
فَقَالَ: {وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ
وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ
مِنْهُ} فَتَبَرَّأْ أَنْتَ مِنْ أُمِّكَ، كَمَا تَبَرَّأَ إِبْرَاهِيمُ مِنْ
أَبِيهِ، فرحمْتُها وَهِيَ أُمِّي، وَدَعَوْتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْ أُمَّتِي
أَرْبَعًا، فَرَفَعَ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ، وَأَبَى أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ
اثْنَتَيْنِ: دعوتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ
والغَرَق مِنَ الأرض، وألا يلبسهم شيعا، وألا يذيق بعضهم بَأْسَ بَعْضٍ، فَرَفَعَ
اللَّهُ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ، وَالْغَرَقَ مِنَ الْأَرْضِ، وَأَبَى
اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ الْقَتْلَ وَالْهَرْجَ". وَإِنَّمَا عَدَلَ
إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ لِأَنَّهَا كَانَتْ مَدْفُونَةً تَحْتَ كَداء
وَكَانَتْ عُسْفان لَهُمْ.
bahwa
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Marwazi, telah
menceritakan kepada kami Abud Darda Abdul Aziz ibnu Munib, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. ketika kembali dari medan Tabuk melakukan
ibadah Umrah. Ketika turun dari Lereng Asfan, beliau memerintahkan para sahabatnya
untuk beristirahat di Aqabah menunggunya yang akan pergi hingga beliau
bergabung kembali dengan mereka. Nabi Saw. pergi, lalu turun di kuburan ibunya
dan bermunajat kepada Tuhannya cukup lama. Setelah itu beliau menangis dengan
tangisan yang berat, maka mereka yang menemaninya ikut menangis pula karena
tangisannya. Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali Nabi Allah menangis di
tempat seperti ini melainkan Allah telah menurunkan sesuatu buat umatnya yang
tidak akan mampu mereka melakukannya. Ketika mereka menangis, maka Nabi Saw.
bangkit dan kembali kepada mereka, lalu bertanya, "Apakah yang
menyebabkan kalian menangis?" Mereka menjawab, "Wahai Nabi Allah,
kami menangis karena tangisanmu." Mereka mengatakan kepadanya,
"Barangkali Allah telah memerintahkan sesuatu kepada umatmu yang tidak
mampu mereka sanggah." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, memang
sebagiannya. Tetapi aku turun di atas kubur ibuku, lalu aku memohon kepada
Allah agar Dia memberiku izin untuk memberikan syafaat buat ibuku di hari
kiamat nanti, tetapi Allah menolak dan tidak memberiku izin, sehingga aku
menangis karena dia adalah ibuku sendiri, aku kasihan kepadanya. Lalu datanglah
Jibril kepadaku dan membawakan firman-Nya: Dan permintaan ampun dari
Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu
janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi
Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri
darinya. (At-Taubah: 114); Jibril berkata, 'Maka berlepas dirilah kamu
dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari ayahnya.' Maka aku merasa
kasihan kepadanya karena dia adalah ibuku sendiri. Dan aku berdoa kepada
Tuhanku semoga Dia melenyapkan dari umatku empat perkara. Maka Allah
melenyapkan dari mereka dua perkara dan menolak tidak mau melenyapkan yang
duanya lagi. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia melenyapkan dari mereka
rajam dari langit dan banjir dari bumi yang menenggelamkan, dan hendaklah Dia
tidak memecah belah mereka menjadi berbagai golongan, serta hendaklah Dia tidak
merasakan kepada sebagian dari mereka dengan keganasan sebagian yang lainnya.
Maka ternyata Allah melenyapkan dari mereka azab rajam dari langit dan banjir
yang menenggelamkan dari tanah, tetapi Allah menolak, tidak mau melenyapkan
dari mereka pembunuhan dan perpecahan."
Dalam
hadis di atas disebutkan bahwa Nabi Saw. turun ke bawah karena letak kubur
ibunya di bawah Lereng Kida, sedangkan Asfan berada di lereng bagian atasnya.
Hadis
ini dinilai garib dan konteksnya aneh, tetapi ada lagi hadis yang lebih garib
dan lebih mungkar daripada hadis di atas, yaitu apa yang
diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam Kitab As-Sabiq wal Lahiq dengan
sanad yang majhul melalui Siti Aisyah. Di dalamnya disebutkan suatu
kisah bahwa Allah menghidupkan kembali ibu Aminah, lalu ibu Aminah beriman
kepada Rasul Saw., setelah itu dikembalikan kepada keadaan semula.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh As-Suhaili di dalam kitab Ar-Raud dengan
sanad yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpredikat majhul. Disebutkan
bahwa Allah menghidupkan kedua orang tua Nabi Saw. berkat permintaan Nabi Saw.,
lalu keduanya beriman kepada Nabi Saw.
Al-Hafiz
ibnu Dahiyyah telah mengatakan bahwa hadis ini maudu', bertentangan
dengan Al-Qur'an dan ijmak. Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ}
Dan
tidak (pula diterima tobat) orang-orang
yang mati, sedangkan mereka di dalam kekafiran. (An-Nisa: 18)
Abu
Abdullah Al-Qurtubi mengatakan, sesungguhnya pengertian hadis ini yang
disanggah oleh Ibnu Dahiyyah menunjukkan bahwa apa yang dimaksud oleh hadis
adalah kehidupan yang baru, perihalnya sama dengan kembalinya matahari sesudah
terbenamnya, lalu Nabi Saw. melakukan salat Asar. At-Tahawi mengatakan bahwa
hadis mengenai kembalinya matahari ini memang telah dikuatkan. Al-Qurtubi
mengatakan, dinilai dari segi akal dan syara' masalah dihidupkan-Nya kembali
kedua orang tua Nabi Saw. tidaklah mustahil. Al-Qurtubi mengatakan pula, ia
pernah mendengar bahwa Allah menghidupkan kembali paman Nabi Saw., Abu Talib;
lalu Abu Talib beriman kepada Nabi Saw.
Menurut
kami, semuanya itu bergantung kepada kesahihan hadis. Apabila hadisnya memang
berpredikat sahih, maka tidak mustahil hal itu dapat terjadi.
*******************
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.
Nabi Saw. bermaksud memohonkan ampun kepada Allah buat ibunya, tetapi Allah Swt.
melarangnya melakukan hal tersebut. Maka Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya
Ibrahim kekasih Allah telah memohonkan ampun kepada Engkau buat ayahnya."
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini,
bahwa pada awal mulanya mereka memohonkan ampun kepada Allah buat orang
tua-orang tua mereka (di masa Jahiliah), hingga ayat ini diturunkan. Maka sejak
itu mereka tidak lagi memohonkan ampun buat orang-orang mati mereka (di masa
Jahiliah). Mereka juga tidak dilarang memohonkan ampun kepada Allah buat orang-orang
yang masih hidup sebelum matinya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya: Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah:
114), hingga akhir ayat.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: telah diceritakan kepada
kami bahwa pernah ada sejumlah sahabat Nabi Saw. bertanya, "Wahai Nabi
Allah, sesungguhnya di antara bapak-bapak kita ada yang selalu berbuat baik
kepada tetangganya, menghubungkan silaturahmi, menolong orang-orang yang
kesusahan, dan menunaikan janji-janjinya. Maka bolehkah kami memohonkan ampun
kepada Allah buat mereka?" Nabi Saw. bersabda, "Memang benar, demi
Allah, sesungguhnya aku benar-benar akan memohonkan ampun kepada Allah buat
ayahku, sebagaimana Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah buat bapaknya."
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113) sampai dengan firman-Nya: adalah
penghuni neraka Jahim. (At-Taubah: 113) Kemudian Allah Swt. membela Nabi
Ibrahim a.s. melalui firman-Nya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat.
Qatadah
mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
"أَوْحِيَ إِلَيَّ
كَلِمَاتٌ، فَدَخَلْنَ فِي أُذُنِي ووقَرْن فِي قَلْبِي: أمِرْتُ أَلَّا أستغفرَ
لِمَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، وَمَنْ أَعْطَى فَضْلَ مَالِهِ فَهُوَ خيرٌ لَهُ، وَمَنْ
أَمْسَكَ فَهُوَ شرٌ لَهُ، وَلَا يَلُومُ اللَّهُ عَلَى كَفاف".
Allah
telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang kudengar dengan baik dan
menetap tinggal di hatiku, yaitu aku diperintahkan agar tidak memohonkan ampun
untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik. Barang siapa yang memberikan
lebihan dari hartanya, maka hal itu lebih baik baginya; dan barang siapa yang
memegangnya, maka hal itu lebih buruk baginya, tetapi tidaklah Allah mencela
orang yang beroleh pas-pasan.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi mati meninggalkan
seorang anak lelaki yang muslim. Maka anaknya itu tidak keluar mengantarkan
jenazah ayahnya. Ketika hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu
Abbas berkata bahwa seharusnya dia ikut berjalan mengiringinya dan
mengebumikannya serta mendoakan kebaikan baginya selagi ayahnya masih hidup.
Tetapi apabila ayahnya telah mati, hendaklah ia menyerahkan nasib ayahnya itu
kepada ayahnya sendiri. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan permintaan
ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain. (At-Taubah:
114) sampai dengan firman-Nya: maka Ibrahim berlepas diri darinya. (At-Taubah:
114) Yaitu tidak mendoakannya lagi.
Kesahihan
riwayat ini terbuktikan melalui apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
dan lain-lainnya melalui Ali r.a. Bahwa ketika Abu Talib meninggal dunia, aku
(Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu —syekh yang sesat
itu— telah meninggal dunia." Maka Nabi Saw. bersabda, ”Pergilah kamu
dan kebumikanlah jenazahnya, dan janganlah engkau menceritakan sesuatu pun
mengenai diriku sebelum kamu datang kepadaku." Lalu Imam Abu Daud
menceritakan hadis ini hingga selesai.
Diriwayatkan
pula bahwa ketika iringan jenazah Abu Talib —paman Nabi Saw.— melewatinya, maka
beliau Saw. berkata:
"وَصَلتكَ رَحِمٌ
يَا عَمِّ"
“semoga
rahmat mencapaimu hai paman.”
Ata
ibnu Abu Rabah pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan permohonan
rahmat (ampunan) buat seorang pun dari kalangan ahli kiblat, sekalipun dia
adalah seorang wanita Habsyah yang mengandung karena zina; karena sesungguhnya
dia belum pernah mendengar Allah melarang memohonkan rahmat kecuali hanya
terhadap orang-orang musyrik. Allah Swt. telah berfirman: Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.
Ibnu
Jarir meriwayatkan dari Ibnu Waki', dari ayahnya, dari Ismah ibnu Ramil, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata,
"Semoga Allah merahmati orang lelaki yang memohonkan ampun kepada Allah
untuk Abu Hurairah dan ibunya." Aku bertanya," Juga buat ayah Abu
Hurairah." Abu Hurairah menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya ayahku
mati dalam keadaan musyrik."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ
لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ}
Maka
tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim
berlepas diri darinya. (At-Taubah:
114)
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa Nabi Ibrahim masih terus memohonkan ampun kepada Allah
untuk bapaknya hingga bapaknya meninggal dunia. Setelah nyata bagi Nabi Ibrahim
bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari ayahnya.
Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah ayahnya itu mati, jelaslah bagi Ibrahim
a.s. bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, serta lain-lainnya.
Ubaid
ibnu Umair dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Nabi Ibrahim berlepas diri
dari bapaknya kelak di hari kiamat, yaitu di saat ia bersua dengan bapaknya
yang wajahnya hitam legam. Lalu bapaknya berkata, "Hai Ibrahim,
sesungguhnya dahulu aku mendurhakaimu, tetapi sekarang aku tidak akan
mendurhakaimu lagi." Maka Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah
Engkau telah berjanji kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku terhina di
hari manusia dibangkitkan. Maka kehinaan apalagi yang lebih berat daripada
mempunyai seorang bapak yang dijauhkan dari rahmat." Maka dikatakan,
"Lihatlah ke belakangmu." Maka tiba-tiba terdapat hewan kurban yang berlumuran
darah yang telah diubah wujudnya menjadi dubuk. Kemudian dubuk itu ditarik dan
diseret kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)
Sufyan
As-Sauri dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Asim
ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan
bahwa makna al-awwah ialah banyak berdoa. Hal yang sama telah
diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى: حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ بَهْرام، حَدَّثَنَا شَهْر بْنُ حَوشب، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ جَالِسٌ قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْأَوَّاهُ؟ قَالَ:
"الْمُتَضَرِّعُ"، قَالَ: {إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan
kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid ibnu
Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Abdullah ibnu
Syaddad ibnul Had yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. sedang duduk, seorang
lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah makna al-awwah?' Rasulullah
Saw. menjawab bahwa al-awwah artinya orang yang sangat lembut hatinya.
Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat
lembut hatinya lagi penyantun (At Taubah : 114)
Ibnu
Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dari Abdul Hamid ibnu
Bahram dengan sanad yang sama, yang lafaznya berbunyi seperti berikut: Al-awwah
artinya sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari Abul
Gadir, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-awwah. Maka
ia menjawab bahwa al-awwah artinya penyayang.
Hal
yang sama dikatakan oleh Mujahid, Abu Maisarah Umar ibnu Syurahbil, Al-Hasan
Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-awwah ialah
penyayang terhadap hamba-hamba Allah.
Ibnul
Mubarak telah meriwayatkan dari Khalid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang mempunyai keyakinan menurut
bahasa Habsyah (Etiopia).
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya
orang yang berkeyakinan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan
Ad-Dahhak.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan —begitu pula Mujahid— dari Ibnu Abbas, bahwa
al-awwah artinya orang yang beriman. Menurut riwayat Ali ibnu Abu
Talhah, dari Ibnu Abbas, ditambahkan bahwa al-awwah artinya orang yang
beriman lagi banyak bertobat.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah menurut bahasa
Habsyah artinya orang yang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu
Juraij, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang mukmin.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Lahi 'ah, dari Al-Hari s ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari
Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang lelaki yang
dikenal dengan julukan "Zun Nijddain' (orang yang memiliki dua
pedang), bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang lembut hatinya. Dikatakan
demikian karena lelaki itu setiap disebutkan nama Allah di dalam Al-Qur'an,
maka ia berdoa dengan suara yang keras. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir.
Sa'id
ibnu Jubair dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang
suka bertasbih (salat)
Ibnu
Wahb telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah, dari
Jubair ibnu Nafir, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, "Tiada yang dapat
memelihara salat duha kecuali hanya orang yang berhati lemah lembut."
Syafi
ibnu Mati', dari Ayyub, menyebutkan bahwa al-awwah artinya 'orang yang
apabila teringat akan kesalahan-kesalahannya, maka ia memohon ampun kepada
Allah darinya'.
Dari
Mujahid, disebutkan bahwa al-awwah ialah orang yang memelihara diri,
yakni seseorang yang berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi, lalu ia bertobat
dari dosanya itu dengan sembunyi-sembunyi pula. Semua riwayat di atas
diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ حَجَّاجٍ، عَنِ
الْحَكَمِ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ يَنَّاقٍ: أَنَّ رَجُلًا كَانَ
يُكْثِرُ ذِكْرَ اللَّهِ وَيُسَبِّحُ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "إِنَّهُ أَوَّاهٌ"
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan
kepada kami Al-Muharibi, dari Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Al-Hasan ibnu Muslim
ibnu Bayan, bahwa pernah ada seorang lelaki yang banyak berzikir dan bertasbih
kepada Allah. Kemudian perihalnya diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Rasul Saw.
bersabda: Sesungguhnya dia orang yang berhati lemah lembut.
قَالَ أَيْضًا حَدَّثَنَا
أَبُو كُرَيب، حَدَّثَنَا ابْنُ يَمَانٍ، حَدَّثَنَا المِنْهَال بْنُ خَلِيفَةَ،
عَنْ حَجّاج بْنِ أَرْطَأَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَفَنَ مَيِّتًا، فَقَالَ:
"رَحِمَكَ اللَّهُ إِنْ كنتَ لَأَوَّاهًا"! يَعْنِي: تَلاءً لِلْقُرْآنِ
Ibnu
Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Hani, telah menceritakan kepada kami Al-Minhal
ibnu Khalifah, dari Hajjaj ibnu Artah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari Nabi
Saw., bahwa Nabi Saw. pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau bersabda: Semoga
Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang yang awwah. Yakni
banyak membaca Al-Qur'an.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Abu Yunus Al-Bahili yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar seorang laki-laki dari Mekkah yang aslinya berasal dari Romawi,
dia ahli cerita. Dia menceritakan hadis ini dari Abu Zar yang telah mengatakan
bahwa pernah ada seorang lelaki tawaf di Baitullah seraya berdoa, dalam doanya
itu ia selalu mengucapkan kata-kata, "Aduh. aduh." Ketika disebutkan
hal itu kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda bahwa dia adalah orang yang
banyak mengaduh, Abu Zar melanjutkan kisahnya.”Lalu ia keluar di suatu malam,
tiba-tiba ia menjumpai Rasulullah Saw. sedang mengebumikan jenazah lelaki
tersebut di malam hari seraya membawa pelita." Hadis ini garib. diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir.
Telah
diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa ia mengatakan bahwa ia telah mendengar
firman-Nya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun. (At-Taubah: 114) Perawi mengatakan, tersebutlah apabila
Ka'bul Ahbar teringat kepada neraka, maka ia selalu mengatakan, "Aduh,
semoga dijauhkan dari neraka."
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah:
114) Yang dimaksud dengan awwah ialah faqih, yakni ahli fiqih.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah yang
mengatakan bahwa al-awwah artinya banyak berdoa, ini sesuai dengan
konteks, karena Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Ibrahim a.s. tidak
sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena dia
telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya. Nabi Ibrahim adalah orang yang
banyak berdoa lagi penyantun terhadap orang yang berbuat aniaya dan orang yang
menimpakan hal-hal yang tidak disukai terhadap dirinya. Karena itulah maka Nabi
Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya, sekalipun bapaknya itu
sangat menyakitinya, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
{أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا
إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا. قَالَ
سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا}
Berkata
bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu
tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu
yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku
akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik
kepadaku.” (Maryam: 46-47)
Ternyata
Nabi Ibrahim bersikap penyantun terhadap bapaknya, sekalipun bapaknya
menyakitinya. Beliau bahkan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Karena itulah
dalam akhir ayat ini disebutkan:
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)
At-Taubah, ayat 115-116
{وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ
إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115) إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ
وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (116) }
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah
Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa
yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan
mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagi kalian selain
Allah.
Allah
Swt. menceritakan perihal Diri-Nya Yang Mahamulia dan hukumNya yang adil,
bahwa sesungguhnya Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum, melainkan sesudah
disampaikan kepada mereka risalah dari sisiNya, sehingga hujah telah
ditegakkan atas mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ
فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى}
Dan
adapun kaum Samud, maka mereka telah Kami beri petunjuk. (Fushshilat: 17), hingga akhir ayat.
Mujahid
telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan Allah sekali-kali
tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada
mereka. (At-Taubah: 115), hingga akhir ayat. Hal ini merupakan penjelasan
dari Allah Swt. kepada orang-orang mukmin dalam masalah tidak memohonkan ampun
kepada-Nya khusus bagi kaum musyrik. Dan di dalam penjelasan-Nya untuk mereka
biasanya terkandung larangan dan perintah-Nya secara umum. Dengan kata lain,
kerjakanlah atau tinggalkanlah.
Ibnu
Jarir mengatakan, Allah Swt. berfirman bahwa tidak sekali-kali Allah akan
memutuskan terhadap kalian kesesatan karena kalian telah memintakan ampun
kepada-Nya buat orang-orang mati kalian yang musyrik, padahal Allah telah
memberikan hidayah kepada kalian dan memberikan taufik-Nya kepada kalian untuk
beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Terkecuali jika Dia telah
menyodorkan larangan hal itu kepada kalian, maka kalian harus meninggalkannya.
Adapun sebelum dijelaskan kepada kalian bahwa hal tersebut merupakan perbuatan
yang dilarang, kemudian kalian melakukannya, maka kalian tidak akan dihukumi
sebagai orang-orang yang melakukan kesesatan. Sesungguhnya maksiat dan taat itu
hanyalah berdasarkan perintah dan larangan. Adapun terhadap hal-hal yang tidak diperintahkan
dan tidak pula dilarang, maka melakukannya bukan terbilang sebagai orang yang
taat, tidak pula sebagai orang yang durhaka.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا
نَصِيرٍ}
Sesungguhnya
kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan.
Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagi kalian selain Allah. (At-Taubah: 116)
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa makna ayat ini mengandung pengertian anjuran dari Allah
Swt. kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memerangi orang-orang musyrik
dan pemimpin kekufuran. Dan hendaknyalah mereka percaya akan pertolongan Allah,
Raja langit dan bumi; dan janganlah mereka merasa gentar dalam menghadapi
musuh-musuhnya, karena sesungguhnya tidak ada pelindung bagi mereka dan tidak
ada penolong bagi mereka selain Dia.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي دُلَامَةَ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
صَفْوَانِ بْنِ مُحْرِز، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ إِذْ قَالَ لَهُمْ:
"هَلْ تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ؟ " قَالُوا مَا نَسْمَعُ مِنْ شَيْءٍ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي
لَأَسْمَعُ أَطِيطَ السَّمَاءِ، وَمَا تُلَامُ أَنْ تَئطَّ، وَمَا فِيهَا مِنْ
مَوْضِعِ شِبْرٍ إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ قَائِمٌ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Dilamah
Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah
menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz, dari
Hakim ibnu Hizam yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di antara
para sahabatnya, tiba-tiba beliau Saw. bertanya kepada mereka, "Apakah
kalian mendengar apa yang saya dengar?" Mereka menjawab, "Kami
tidak mendengar sesuatupun." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku
mendengar suara gemuruh langit, tetapi tidaklah dicela bila langit mengeluarkan
suara gemuruh, karena tiada suatu jengkal tempat pun darinya melainkan padanya
terdapat seorang malaikat sedang sujud atau sedang berdiri.
Ka'bul
Ahbar mengatakan bahwa tidak ada suatu tempat sebesar lubang jarum pun dari
bumi ini melainkan padanya terdapat malaikat yang ditugaskan menjaganya dan
melaporkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah. Dan sesungguhnya jumlah
malaikat langit benar-benar lebih banyak daripada bilangan pasir. Dan
sesungguhnya malaikat penyangga 'Arasy itu panjang antara tumit kaki seseorang
dari mereka sampai kepada betisnya sama dengan perjalanan seratus tahun.
At-Taubah, ayat 117
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ
عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي
سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117) }
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang
Muhajirin dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan,
setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima
tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka.
Mujahid
dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
dalam Perang Tabuk. Demikian itu karena mereka berangkat menuju medan Tabuk
dalam situasi yang sangat berat, yaitu di musim kering, panas yang terik, serta
sulit untuk mendapat bekal dan air.
Qatadah
mengatakan bahwa mereka berangkat menuju negeri Syam —yaitu medan Tabuk— dalam
musim panas yang sangat terik dan musim paceklik. Mereka mengalami musim
paceklik yang berat tahun itu, sehingga disebutkan bahwa ada dua orang lelaki
membagi dua sebiji buah kurma di antara keduanya. Tersebut pula bahwa sejumlah
pasukan terbiasa silih berganti mengisap sebiji kurma di antara sesama mereka,
setelah itu barulah minum air. Kemudian sebiji kurma itu berpindah tangan ke
yang lain, setelah minum diberikannya kepada yang belum. Akhirnya Allah
menerima tobat mereka dan memulangkan mereka dari medan perangnya.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Hari
s, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Atabah, dari Nafi' ibnu Jubair ibnu Mut'im,
dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa pernah ditanyakan kepada Umar ibnul Khattab
tentang kisah pasukan Usrah. Maka Umar ibnul Khattab menjawab, "Kami
berangkat ke medan Perang Tabuk dengan Rasulullah Saw. di tengah musim panas
yang keras. Lalu kami turun istirahat di suatu tempat, karena saat itu kami
mengalami kehausan, sehingga kami merasa seakan-akan leher kami akan terputus
(mati kehausan). Sesungguhnya seseorang di antara kami pergi untuk mencari air,
tetapi ia tidak mendapatkannya sehingga ia menduga bahwa lehernya terputus. Dan
ada seorang lelaki menyembelih untanya, lalu memeras bagian perut unta yang
mengandung air, kemudian meminumnya, lalu sisanya ia siramkan ke dadanya. Maka
Abu Bakar berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menjanjikan
kebaikan kepadamu dalam berdoa, maka doakanlah buat kami.' Rasul Saw. bertanya,
'Apakah kamu suka hal itu?' Abu Bakar menjawab, 'Ya.' Maka Rasulullah Saw.
mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Sebelum beliau menurunkan kedua
tangannya, langit menurunkan hujan yang lebat, kemudian keadaan menjadi tenang.
Maka mereka memenuhi semua wadah yang mereka bawa dengan air. Kemudian kami
berangkat memeriksa, dan ternyata hujan itu tidak melampaui markas pasukan kaum
muslim."
Ibnu
Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah
telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar yang
mengikuti Nabi dalam masa kesulitan. (At-Taubah: 117) Yakni sulit mendapat
biaya, kendaraan, bekal, dan air. setelah hati segolongan dari mereka hampir
berpaling. (At-Taubah: 117) Artinya, berpaling dari kebenaran, merasa ragu
kepada agama Rasulullah Saw., serta bimbang karena masyaqat dan kesengsaraan
yang mereka alami dalam perjalanan mereka menuju medan perang. kemudian
Allah menerima tobat mereka itu. (At-Taubah: 117) Yakni kemudian Allah
mengilhamkan kepada mereka bertobat kepada-Nya dan kembali teguh dalam membela
agama-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka. (At-Taubah: 117)
At-Taubah, 118-119
{وَعَلَى الثَّلاثَةِ
الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ
وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا
إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
(118) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ (119) }
dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila
bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka
pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam
tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami keponakan Az-Zuhri (yaitu Muhammad ibnu Abdullah),
dari pamannya (Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri), telah menceritakan kepadaku
Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, bahwa Ubaidillah ibnu Ka'b
ibnu Malik yang menjadi juru penuntun Ka'b ibnu Munabbih setelah matanya buta
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ka'b ibnu Malik menceritakan hadis tentang
dirinya ketika ia tidak ikut berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam Perang
Tabuk. Ka'b ibnu Malik mengatakan, "Aku tidak pernah absen dari Rasulullah
Saw. dalam suatu peperangan pun yang dilakukannya, kecuali dalam Perang Tabuk.
Hanya dalam Perang Badar aku tidak ikut, dan tidak ada seorang pun yang ditegur
karena tidak mengikutinya. Karena sesungguhnya saat itu Rasulullah Saw.
berangkat hanya bertujuan untuk menghadang kafilah orang-orang Ouraisy, tetapi
pada akhirnya Allah mempertemukan mereka dengan musuh mereka tanpa ada
perjanjian sebelumnya. Sesungguhnya aku ikut bersama Rasulullah Saw. dalam
malam 'Aqabah ketika kami mengucapkan janji setia kami kepada Islam, dan aku
tidak suka bila malam itu diganti dengan Perang Badar, sekalipun Perang Badar
lebih dikenal oleh orang daripadanya. Termasuk berita yang menyangkut diriku
ketika aku tidak ikut berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk
ialah bahwa pada saat itu keadaanku cukup kuat dan cukup mudah, yaitu ketika
aku absen dari Rasulullah Saw. dalam peperangan tersebut. Demi Allah, aku belum
pernah mengumpulkan dua rahilah (unta kendaraan lengkap dengan
perbekalannya) melainkan aku mampu mengumpulkannya buat perang itu. Rasulullah
Saw. apabila hendak berangkat menuju suatu medan perang jarang sekali
menyebutkan tujuannya, melainkan menyembunyikannya di balik tujuan yang lain.
Ketika tiba saat perang itu, maka Rasulullah Saw. berangkat menuju medannya
dalam musim yang panas sekali dan perjalanan yang sangat jauh serta padang
sahara yang luas, juga akan menghadapi musuh yang sangat banyak. Maka
Rasulullah Saw. memberikan kesempatan kepada kaum muslim untuk membuat
persiapan sesuai dengan musuh yang akan mereka hadapi, dan beliau Saw.
memberitahukan kepada mereka tujuan yang akan ditempuhnya. Saat itu jumlah kaum
muslim yang bersama Rasulullah Saw. sangat banyak sehingga sulit untuk dicatat
jumlahnya."
Ka'b
melanjutkan kisahnya, "Jarang sekali seorang lelaki yang berkeinginan
untuk absen melainkan ia menduga bahwa dirinya pasti tidak diketahui, selagi
tidak turun wahyu kepada Nabi Saw. dari Allah Swt. yang memberitahukannya.
Rasulullah Saw. berangkat ke medan Perang Tabuk di saat musim buah sedang masak
dan naungan yang rindang, sedangkan diriku (Ka'b) lebih cenderung kepada kedua
hal ini. Rasulullah Saw. melakukan persiapan untuk menghadapinya bersama-sama
kaum muslim, dan aku pun pergi dengan mereka untuk membuat persiapan, tetapi
aku kembali dalam keadaan masih belum dapat menyelesaikan sesuatu pun dari
persiapanku. Lalu aku berkata kepada diri sendiri, 'Aku mampu membuat persiapan
jika aku menghendakinya.' Hal tersebut berkepanjangan dalam diriku, sedangkan
orang lain terus membuat persiapannya dengan penuh kesungguhan. Hingga pada
suatu hari Rasulullah Saw. dan kaum muslim berangkat, sedangkan aku masih belum
menunaikan sesuatu pun dari persiapanku. Dan aku berkata kepada diriku sendiri,
'Aku akan membuat persiapanku dalam satu dua hari lagi, lalu aku akan berangkat
menyusul Rasulullah Saw.' Pada keesokan harinya setelah mereka semuanya pergi,
aku pergi untuk membuat persiapanku, tetapi akhirnya aku kembali dalam keadaan
masih belum mempersiapkan sesuatu pun dari urusanku itu. Lalu pada keesokan
harinya aku pergi lagi untuk membuat persiapan, tetapi aku kembali dalam
keadaan belum menunaikan apa-apa. Hal itu berkepanjangan atas diriku, hingga
pasukan kaum muslim telah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Kemudian aku
berniat berangkat dan menyusul mereka —sebenarnya alangkah baiknya bagiku bila
niat tersebut kulakukan—, tetapi aku tidak mampu melakukan hal itu. Sejak saat
itu apabila keluar menemui orang-orang sesudah keberangkatan Rasulullah Saw.,
aku selalu dilanda kesedihan, karena aku memandang diriku sendiri tiada lain
seperti seseorang yang tenggelam dalam kemunafikannya, atau sebagai seorang
lelaki yang dimaafkan oleh Allah Swt. karena berhalangan. Rasulullah Saw. tidak
menyebut tentang diriku melainkan sesudah sampai di medan Tabuk. Ketika beliau
sudah sampai di Tabuk di saat beliau sedang duduk di tengah-tengah kaum muslim,
beliau Saw. bertanya, 'Apakah yang telah dilakukan Ka'b ibnu Malik?' Seorang
lelaki dari kalangan Bani Salamah menjawab, 'Wahai Rasulullah, dia tertahan
oleh dua lapis kain burdahnya dan memandang kepada kedua sisi pundaknya,' yakni
cenderung kepada duniawi. Maka perkataannya itu dibantah oleh Mu'az ibnu Jabal,
'Perkataanmu itu buruk sekali. Demi Allah, wahai Rasulullah, sepanjang
pengetahuan kami dia adalah orang yang baik.' Rasulullah Saw. diam."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Ketika sampai kepadaku berita yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dalam perjalanan pulangnya dari medan Tabuk,
maka diriku dilanda kesedihan dan kesusahan, lalu aku mulai berpikir mencari
alasan dengan berdusta untuk menyelamatkan diriku dari murka Rasulullah Saw.
pada keesokan harinya. Untuk itu, aku bermusyawarah dengan orang-orang yang
pandai dari kalangan keluargaku. Tetapi ketika diberitakan bahwa Rasulullah
Saw. kini telah dekat, maka lenyaplah kebatilan dari diriku, dan kini aku sadar
bahwa diriku tidak akan selamat darinya dengan alasan apa pun. Maka akhirnya
aku Pada pagi harinya Rasulullah Saw. tiba. Kebiasaan Rasulullah Saw. apabila
baru tiba dari suatu perjalanan, beliau memasuki masjid terlebih dahulu, lalu
salat dua rakaat, setelah itu duduk menghadapi orang-orang. Ketika Rasulullah
Saw. telah melakukan hal itu, maka berdatanganlah kepadanya orang-orang yang
tidak ikut berperang, lalu mereka mengemukakan uzurnya dan bersumpah kepadanya
untuk menguatkan alasannya. Yang melakukan demikian ada delapan puluh orang
lebih, maka Rasulullah Saw. menerima lahiriah mereka dan memohonkan ampun
kepada Allah untuk mereka, sedangkan mengenai isi hati mereka beliau serahkan
kepada Allah Swt. Setelah itu aku tiba dan mengucapkan salam kepadanya, maka ia
kelihatan tersenyum sinis kepadaku, lalu bersabda, 'Kemarilah!' Aku
berjalan ke arahnya hingga duduk di hadapannya, lalu ia bersabda, 'Apakah
yang menyebabkan kamu tidak ikut perang? Bukankah kamu telah membeli
kendaraan?' Aku menjawab, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika aku duduk di
hadapan selain engkau dari kalangan penduduk dunia, niscaya aku dapat keluar
dari kemarahannya dengan berbagai alasan, sesungguhnya aku telah dianugerahi
pandai berbicara. Tetapi demi Allah, aku merasa yakin bahwa jika aku berbicara
kepadamu pada hari ini dengan pembicaraan yang dusta hingga aku dapat membuatmu
rida, niscaya Allah akan membuat engkau murka terhadap diriku dalam waktu yang
dekat (yakni melalui wahyu-Nya yang menerangkan hal sebenarnya). Dan
sesungguhnya jika aku mengatakan hal yang sebenarnya kepadamu, niscaya engkau
akan murka terhadap diriku karenanya; hanya saja aku benar-benar berharap
semoga Allah memberikan akibat yang terbaik bagiku dalam kejujuranku ini. Demi
Allah, sebenarnya aku tidak mempunyai uzur (halangan) apa pun. Demi Allah, aku
belum pernah mengalami keadaan yang luas dan mudah seperti ketika aku tidak
ikut perang bersamamu'."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. bersabda: Adapun
orang ini, maka ia berkata sejujurnya. Sekarang pergilah hingga Allah
memberikan keputusan. Maka aku bangkit dan pergi, lalu bangkitlah
banyak kaum lelaki dari kalangan Bani Salamah mengikuti diriku, lalu mereka
berkata kepadaku, "Demi Allah, kami belum pernah melihat engkau melakukan
suatu dosa (kesalahan) pun sebelum ini. Kali ini engkau tidak mampu mengemukakan
alasan seperti apa yang dikemukakan oleh mereka yang tidak ikut perang itu.
Padahal dosamu sudah cukup akan dihapus oleh permohonan ampun Rasulullah Saw.
kepada Allah buat dirimu."
Ka'b
melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, mereka terus-menerus menegurku hingga
timbul perasaan dalam hatiku seandainya aku kembali kepada Rasulullah Saw.,
lalu aku berdusta terhadap diriku. Kemudian aku bertanya kepada mereka, 'Apakah
ada orang lain yang mengalami seperti apa yang aku lakukan?' Mereka menjawab,
'Ya, engkau ditemani oleh dua orang lelaki yang kedua-duanya mengatakan hal
yang sama dengan apa yang telah kamu katakan, lalu dijawab dengan jawaban yang sama
seperti yang diutarakan kepadamu.' Aku bertanya, 'Siapakah keduanya itu?'
Mereka menjawab, 'Mararah ibnu Rabi' Al-Amiri dan Hilal ibnu Umayyah
Al-Waqifi.' Mereka menceritakan kepadaku perihal dua orang lelaki yang pernah
ikut dalam Perang Badar, kedua-duanya adalah orang yang saleh, dan pada diri
keduanya terdapat teladan yang baik bagi diriku. Lalu aku meneruskan
perjalananku setelah mereka menceritakan kedua orang itu kepadaku."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. melarang kaum muslim
berbicara dengan kami bertiga dari kalangan orang-orang yang tidak ikut perang
bersamanya. Maka kami dijauhi oleh orang-orang. Sikap mereka berubah total
terhadap kami, hingga terasa olehku bahwa bumi yang aku huni ini bukanlah bumi
yang pernah aku tinggal padanya dan bukanlah bumi yang aku kenal. Kami tinggal
dalam keadaan demikian selama lima puluh hari. Kedua temanku itu diam saja dan
hanya tinggal di dalam rumahnya masing-masing sambil menangis tiada
henti-hentinya (menyesali perbuatannya), tetapi aku adalah orang yang paling
sabar dan paling tahan dalam menderita di antara mereka. Aku tetap ikut salat
berjamaah bersama kaum muslim dan berkeliling Di pasar-pasar tanpa ada seorang
pun yang mau berbicara kepadaku. Dan aku datang menghadap Rasulullah Saw.
ketika beliau sedang berada di majelisnya sesudah salat, lalu aku mengucapkan
salam kepadanya, dan aku berkata kepada diriku sendiri bahwa apakah beliau
menggerakkan kedua bibirnya menjawab salamku ataukah tidak. Kemudian aku salat
di dekatnya dan mencuri pandang ke arahnya. Tetapi apabila aku menghadapi
salatku, beliau memandang ke arahku, dan apabila aku memandang ke arahnya, maka
beliau berpaling dariku. Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama kualami,
semua orang muslim tidak mau berbicara kepadaku, hingga aku berjalan menelusuri
tembok kebun milik Abu Qatadah. yaitu saudara sepupuku dan orang yang paling
aku sukai. Lalu aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi —demi Allah—- dia tidak
menjawab salamku. Lalu aku berkata, 'Hai Abu Qatadah. aku memohon kepadamu
dengan menyebut nama Allah, apakah engkau mengetahui bahwa aku cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya?'."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Sepupuku itu diam saja." Ka'b ibnu
Malik mengulangi salam dan pertanyaannya, tetapi sepupunya itu tetap diam.
Ketika Ka'b ibnu Malik mengulangi lagi hal itu kepadanya, barulah ia menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Maka berlinanganlah air mata
Ka'b ibnu Malik, hingga pergi dan meniti jalan dengan bersembunyi di balik
tembok. Ketika aku (Ka'b ibnu Malik) sedang berjalan di pasar Madinah,
tiba-tiba aku bersua dengan seorang Nabti dari negeri Syam yang biasa
mendatangkan bahan makanan untuk dijual di Madinah. Dia bertanya,
"Siapakah yang akan menunjukkan Ka'b ibnu Malik kepadaku?" Maka orang-orang
menunjukkan kepadanya rumahku, hingga orang itu datang kepadaku dan menyerahkan
sepucuk surat untukku dari Raja Gassan. Kebetulan aku adalah orang yang pandai
baca tulis. Ketika kubaca isinya, ternyata di dalamnya terdapat kata-kata
berikut, "Amma ba'du. Sesungguhnya telah sampai kepada kami suatu
berita yang mengatakan bahwa temanmu (yakni Nabi Saw.) telah menjauhimu, dan
sesungguhnya Allah tidak menjadikanmu berada di negeri yang semuanya menghina
dan menyia-nyiakanmu. Maka bergabunglah dengan kami, kami pasti akan
membantumu."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Setelah kubaca isi surat itu. jiku
berkata kepada diriku sendiri. Inipun suatu malapetaka lagi. Lalu aku menuju
tempat pembakaran roti. kemudian surat itu aku masukkan ke dalamnya. Setelah
berlalu empat puluh hari dari lima puluh hari yang telah kami sebutkan,
tiba-tiba Rasulullah Saw. —yakni utusannya— datang kepadaku seraya membawa
pesan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan aku agar menjauhi istriku. Aku
bertanya, 'Apakah aku harus menceraikannya ataukah harus bagaimana?' Utusan itu
menegaskan. 'Tidak, tetapi kamu harus menjauhinya, janganlah kamu
mendekatinya." Hal yang sama telah dikatakan pula kepada kedua orang
temanku."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu aku berkata kepada istriku,
'Pulanglah ke rumah orang tuamu dan tinggallah bersama mereka hingga Allah
memutuskan perkaraku ini menurut apa yang dikehendaki-Nya'." Lain halnya
dengan istri Hilal ibnu Umayyah (teman Ka'b yang juga dijauhkan). Ia datang
menghadap Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Hilal adalah orang yang telah berusia lanjut lagi lemah keadaannya, dia pun
tidak mempunyai pembantu, apakah engkau tidak suka bila aku melayaninya?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, tetapi dia tidak boleh mendekatimu."
Istri Hilal berkata, "Sesungguhnya dia, demi Allah, tidak mempunyai selera
apa pun. Dia, demi Allah, masih terus-menerus menangis sejak peristiwa yang
dialaminya sampai sekarang."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu salah seorang istriku ada yang
mengatakan kepadaku,' Sebaiknya engkau meminta izin kepada Rasulullah Saw. agar
istrimu diberi izin untuk melayanimu seperti apa yang diizinkan kepada istri
Hilal ibnu Umayyah untuk melayaninya.' Aku berkata, 'Demi Alah, aku tidak mau
meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk istriku itu, apakah nanti yang akan
dikatakan oleh Rasulullah Saw. tentang diriku yang masih muda ini bila aku
meminta izin kepadanya'."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Kami tinggal selama sepuluh hari dalam
keadaan demikian, hingga genaplah lima puluh hari sejak Rasulullah Saw.
melarang orang-orang berbicara kepada kami."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu aku melakukan salat Subuh pada pagi
hari yang kelima puluhnya di atas loteng salah satu rumahku. Ketika itu aku
sedang duduk dalam keadaan seperti apa yang disebutkan oleh Allah, bahwa jiwaku
merasa sempit dan bumi yang luas ini terasa sempit bagiku. Dalam keadaan
demikian aku mendengar suara seruan keras dari atas Bukit Sala' yang menyerukan
dengan suara keras sekali, 'Bergembiralah engkau, hai Ka'b ibnu Malik!' Maka
aku menyungkur bersujud, dan aku mengetahui bahwa telah datang jalan keluar
dari Allah Swt., yaitu dengan menerima tobat kami. Rasulullah Saw. seusai salat
Subuhnya memaklumatkan penerimaan tobat kami oleh Allah Swt. Maka orang-orang
pun pergi untuk menyampaikan berita gembira itu kepadaku dan kepada kedua orang
temanku. Ada seorang lelaki yang memacu kudanya dari kalangan kabilah Aslam,
dan seorang lagi berlari menaiki puncak Bukit (Sala') untuk menyerukan hal itu,
dan ternyata suara lebih cepat daripada kuda. Ketika datang kepadaku orang yang
telah kudengar suaranya menyampaikan berita gembira dari atas bukit itu, maka
aku tanggalkan kedua bajuku, lalu kuberikan kepadanya sebagai penghargaan atas
jasanya; padahal, demi Allah, aku tidak mempunyai baju lagi yang selainnya pada
saat itu. Lalu aku meminjam dua lapis baju dan kukenakan, lalu aku berangkat
dengan tujuan akan menghadap Rasulullah Saw. Setiap orang yang aku jumpai
secara berbondong-bondong menyampaikan ucapan selamat mereka kepadaku karena
tobatku diterima oleh Allah. Mereka mengatakan, 'Selamat dengan penerimaan
tobatmu oleh Allah.' Ketika aku memasuki masjid, kujumpai Rasulullah Saw.
sedang duduk dikelilingi oleh orang banyak. Maka Talhah ibnu Ubaidillah berlari
kecil datang kepadaku dan menyalamiku serta mengucapkan selamat kepadaku. Demi
Allah dialah satu-satunya orang dari kalangan Muhajirin yang bangkit
menyambutku."
Perawi
mengatakan bahwa atas peristiwa itu Ka'b tidak pernah melupakan kebaikan Talhah
ibnu Ubaidillah.
Ka'b
melanjutkan kisahnya, "Setelah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah
Saw. (dan beliau menjawab salamku), maka kelihatan wajah Rasulullah Saw.
bercahaya karena gembira, lalu bersabda: 'Bergembiralah engkau dengan sebaik-baik
hari yang kamu alami sejak kamu dilahirkan oleh ibumu.' Aku bertanya,
'Apakah dari sisimu, hai Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?' Rasul Saw.
menjawab, 'Tidak, tetapi dari sisi Allah.' Rasulullah Saw. bila wajahnya
bersinar hingga kelihatan seperti bulan purnama, maka hal itu merupakan suatu
pertanda bahwa beliau sedang gembira. Ketika aku duduk di hadapannya, aku
berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya untuk menunjukkan tobatku, aku
melepaskan semua hartaku untuk aku sedekahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.'
Rasulullah Saw. bersabda, 'Peganglah sebagian dari hartamu, hal itu lebih
baik bagimu.' Aku berkata, 'Sesungguhnya aku hanya mau memegang bagianku
yang ada di Khaibar.' Dan aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah
menyelamatkan diriku hanya dengan berkata benar, dan sesungguhnya termasuk
tobatku ialah aku tidak akan berbicara melainkan sejujurnya selagi aku masih
hidup'."
Ka'b
ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, aku tidak pernah mengetahui
seseorang dari kalangan kaum muslim yang diuji dengan kejujuran dalam berbicara
sejak aku mengucapkan kejujuran itu kepada Rasulullah, yakni dengan hasil yang
lebih baik daripada apa yang pernah diujikan oleh Allah kepadaku. Demi Allah,
aku tidak punya niat melakukan suatu kedustaan pun sejak aku mengucapkan hal
itu kepada Rasulullah Saw. sampai sekarang. Dan sesungguhnya aku berharap
semoga Allah Swt. memelihara diriku dari dusta dalam sisa usiaku."
Firman
Allah Swt.:
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ
وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ
إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى
إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ
أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ
عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}
Sesungguhnya
Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Ansar
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka
hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, dan terhadap tiga orang yang
ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga
apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas danjiwa
mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam
tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 117-119)
Ka'b
ibnu Malik mengatakan, "Demi Allah, tidak ada suatu nikmat yang telah
dianugerahkan oleh Allah kepadaku sesudah Dia memberiku petunjuk kepada Islam,
yakni nikmat yang paling besar artinya bagiku selain dari kejujuranku kepada
Rasulullah Saw. pada hari itu. Karena aku tidak mau berdusta kepadanya, sebab
aku akan dibinasakan oleh Allah seperti apa yang telah Dia lakukan kepada
orang-orang yang berdusta kepada Rasul Saw."
Allah
Swt. mengecam dengan kecaman yang sangat keras terhadap orang-orang yang
berdusta kepada Rasul Saw. melalui firman yang diturunkan-Nya, yaitu:
{سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا
انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ
رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. يَحْلِفُونَ
لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ}
Kelak
mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada
mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka,
karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam: sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu
agar kamu rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu rida kepada mereka,
maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu. (At-Taubah: 95-96)
Ka'b
ibnu Malik mengatakan, "Kami bertiga adalah orang-orang yang berbeda
dengan mereka yang diterima uzurnya oleh Rasulullah Saw.; ketika mereka tidak
ikut perang, lalu Rasulullah Saw. membaiat mereka dan memohonkan ampun kepada
Allah buat mereka. Sedangkan terhadap kami bertiga, Rasulullah Saw.
menangguhkan urusan kami hingga Allah Swt. sendiri yang memutuskannya. Karena
itulah Allah Swt. berfirman:
{وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا}
'dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan
tobat) mereka.' (At-Taubah: 118)
Penangguhan
Allah terhadap kami tentang urusan kami itu bukanlah karena pelanggaran kami
yang tidak ikut perang, melainkan ditangguhkan dari orang-orang yang
mengemukakan uzurnya dan bersumpah kepada Nabi untuk mempercayainya, lalu Nabi
Saw. menerima alasan mereka."
Hadis
ini sahih lagi terbuktikan kesahihannya dan telah disepakati kesahihannya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Az-Zuhri dengan
lafaz yang semisal. Hadis ini mengandung tafsir ayat ini dengan penafsiran yang
paling baik dan paling detail.
Hal
yang sama telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf
dalam tafsir ayat ini, seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Al-A'masy dari
Abu Sufyan, dari Jabir ibnu Abdullah sehubungan dengan firman Allah Swt.: dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka. (At-Taubah:
118); Mereka adalah Ka'b ibnu Malik, Hilal ibnu Umayyah, dan Mararah ibnu
Rabi', semuanya dari kalangan Ansar.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad- Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Semuanya mengatakan bahwa salah
seorangnya adalah Mararah ibnu Rabi'ah.
Hal
yang sama disebutkan dalam salah satu salinan dari kitab Muslim, disebutkan
Ibnu Rabi'ah; sedangkan dalam salinan yang lainnya disebutkan Mararah ibnur
Rabi'. Di dalam suatu riwayat dari Ad-Dahhak disebutkan Mararah ibnur Rabi',
seperti yang terdapat di dalam kitab Sahihain, dan ini adalah yang
benar.
Teks
hadis yang menyebutkan bahwa mereka (orang-orang dari Bani Salamah) menyebutkan
dua orang lelaki yang pernah mengikuti Perang Badar; menurut suatu pendapat,
ini merupakan kekeliruan dari Az-Zuhri, karena sesungguhnya keikutsertaan
seseorang dari mereka dalam Perang Badar tidak dikenal.
Setelah
Allah menyebutkan jalan keluar yang telah diberikan-Nya kepada mereka dari
kesempitan dan musibah yang menimpa mereka, yaitu diasingkan oleh kaum muslim
selama lima puluh hari, dalam masa-masa itu jiwa mereka terasa sempit dan bumi
yang luas ini terasa sempit oleh mereka. Semua jalan dan semua pemikiran
tertutup bagi mereka sehingga mereka tidak menemukan petunjuk tentang apa yang
harus mereka lakukan. Tetapi mereka tetap bersabar kepada perintah Allah dan
tenang menunggu perintah-Nya serta bersikap teguh, sehingga Allah memberikan
jalan keluar bagi mereka berkat kejujuran mereka terhadap Rasulullah Saw. dalam
mengemukakan alasan ketidakikut-sertaan mereka. Mereka mengatakan bahwa
ketidakikutsertaan mereka dalam perang bukanlah karena beruzur, sehingga mereka
mendapat hukuman selama masa itu. Kemudian pada akhirnya Allah menerima tobat
mereka, dan ternyata akibat yang baik bagi mereka adalah berkat kejujuran
mereka hingga tobat mereka diterima. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah:
119)
Yakni
jujurlah kalian dan tetaplah kalian pada kejujuran, niscaya kalian akan
termasuk orang-orang yang jujur dan selamat dari kebinasaan serta menjadikan
bagi kalian jalan keluar dari urusan kalian.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ ؛
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي
إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ
حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ،
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الكذب، حتى يُكْتَبُ عِنْدَ اللَّهِ
كَذَّابًا".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq. dari Abdullah (yaitu Ibnu
Mas'ud r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jujurlah
kalian, karena sesungguhnya kejujuran itu membimbing ke arah kebajikan; dan
sesungguhnya kebajikan itu membimbing ke arah surga. Dan seseorang yang
terus-menerus melakukan kejujuran serta berpegang teguh kepada kejujuran pada
akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (benar). Hati-hatilah
kalian terhadap kebohongan, karena sesungguhnya bohong itu membimbing kepada
kedurhakaan; dan sesungguhnya kedurhakaan itu membimbing ke arah neraka. Dan
seseorang yang terus-menerus melakukan kebohongan serta bersikeras dalam
kebohongannya, pada akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang
pembohong (pendusta).
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab shahihnya.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah bahwa ia pernah mendengar Abu Ubaidah
menceritakan hadis dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa dusta
itu tidak layak dilakukan, baik dalam keadaan sungguhan maupun dalam keadaan
bersenda gurau. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119) Demikianlah bunyi ayat
seperti yang dibacakan oleh Nabi Saw. Maka apakah kalian menjumpai padanya
suatu rukhsah (kemurahan) bagi seseorang?
Diriwayatkan
dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan firman-Nya: Bertakwalah kalian
kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah:
119) Yaitu bersama Muhammad Saw. dan para sahabatnya.
Menurut
Ad-Dahhak, bersama Abu Bakar dan Umar serta teman-teman keduanya.
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan, "Jika engkau ingin bersama orang-orang yang benar,
maka berzuhudlah kamu terhadap duniawi, dan cegahlah dirimu dari (menyakiti)
saudara seagamamu."
At-Taubah, ayat 120
{مَا كَانَ لأهْلِ
الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ وَلا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا
يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلا نَصَبٌ وَلا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا
يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلا
إِلا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ (120) }
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab
Badui yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berperang), dan tidak patut (pula)
bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul Yang
demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan
kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu
suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik.
Allah
Swt. mencela orang-orang dari kalangan penduduk Madinah dan sekitarnya —yang
terdiri atas orang-orang Arab Badui— yang tidak ikut perang bersama Rasulullah
Saw. dalam Perang Tabuk. Mereka dicela pula karena lebih mementingkan diri
mereka sendiri daripada membantu perjuangan Rasulullah Saw. dengan alasan
masyaqqat yang akan dialaminya. Maka sesungguhnya pahala mereka dikurangi dari
diri mereka, sebab:
{لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ}
mereka
tidak ditimpa kehausan. (At-Taubah:
120)
Kata
zama-un artinya 'atasyun, yakni kehausan.
{وَلا نَصَبٌ}
dan
tidak pula kepayahan. (At-Taubah:
120)
Yakni
kelelahan dan kepayahan.
{وَلا مَخْمَصَةٌ}
dan
tidak pula kelaparan. (At-Taubah:
120)
Makhmasah
artinya maja'ah, yakni
kelaparan.
{وَلا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ
الْكُفَّارَ}
dan
tidak (pula) menginjak suatu tempat
yang membangkitkan amarah orang-orang kafir. (At-Taubah: 120)
Artinya,
tidaklah mereka menginjak suatu tempat yang membuat hati musuh mereka gentar.
وَلَا
يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا
dan
tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh. (At-Taubah:
120)
Yaitu
beroleh kemenangan dan keberhasilan mengalahkan musuh di tempat itu.
إِلَّا
كُتِبَ لَهُمْ
melainkan
dituliskan bagi mereka. (At-Taubah:
120)
berkat
amal perbuatan mereka yang pada kenyataannya di luar kemampuan mereka. Tetapi
dari perbuatan mereka itu timbul amal-amal saleh dan pahala yang berlimpah.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (At-Taubah: 120)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ
عَمَلا}
tentulah
Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya)
dengan baik. (Al-Kahfi: 30)
At-Taubah, ayat 121
{وَلا يُنْفِقُونَ
نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً وَلا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلا كُتِبَ لَهُمْ
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (121) }
Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu
lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula), karena Allah
akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik
daripada apa yang telah mereka kerjakan.
Allah
Swt. berfirman, bahwa tidak sekali-kali mereka membelanjakan hartanya dalam
perang di jalan Allah:
{نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً}
suatu
nafkah yang kecil dan tidak (pula)
yang besar. (At-Taubah: 121)
Yakni
pembelanjaan yang sedikit dan pembelanjaan yang banyak.
{وَلا يَقْطَعُونَ وَادِيًا}
dan
tidak melintasi suatu lembah (At-Taubah:
121)
Yaitu
dalam perjalanan mereka menuju medan pertempuran melawan musuhi
{إِلا كُتِبَ لَهُمْ}
melainkan
dituliskan bagi mereka (amal
saleh pula). (At-Taubah: 121)
Dalam
ayat ini disebutkan lahum, bukan dengan memakai damir bihi, karena
perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh mereka. Karena itulah dalam ayat
selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ}
karena
Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan
balasan)yang lebih baik daripada apayang telah mereka kerjakan. (At-Taubah:
121)
Amirul
Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. telah mempunyai bagian yang sangat besar dari
apa yang disebutkan oleh ayat yang mulia ini. Demikian itu karena dalam perang
ini (Tabuk) ia telah membelanjakan pembelanjaan yang besar dan harta yang
sangat banyak, seperti apa yang disebutkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى
الْعَنَزِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنِي
سَكَن بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ أَبِي هَاشِمٍ، عَنْ
فَرْقَدٍ أَبِي طَلْحَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَبَّاب السُّلَمِيِّ
قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَثَّ عَلَى
جَيْشِ الْعُسْرَةِ، فَقَالَ عثمان بن عفان، رضي الله عنه: عليَّ مِائَةُ بَعِيرٍ
بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: ثُمَّ حَثَّ، فَقَالَ عُثْمَانُ: عليَّ
مِائَةٌ أُخْرَى بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: ثُمَّ نَزَلَ مرْقاة مِنَ
الْمِنْبَرِ ثُمَّ حَثَّ، فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ: علىَّ مِائَةٌ أُخْرَى
بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا. قَالَ: فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِيَدِهِ هَكَذَا -يُحَرِّكُهَا. وَأَخْرَجَ عَبْدُ
الصَّمَدِ يَدَهُ كَالْمُتَعَجِّبِ: "مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ
هَذَا".
Telah
menceritakan kepada kami Abu Musa Al-Ganawi, telah menceritakan kepada kami
Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnul
Mugirah. telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Abu Hisyam, dari Farqad ibnu
Abu Talhah, dari Abdur Rahman ibnu Hubab As-Sulami yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. berkhotbah dan menganjurkan kepada kaum muslim untuk
mempersiapkan pasukan Usrah. Maka Usman ibnu Affan berkata, "Saya
menyumbangkan seratus ekor unta berikut pelananya." Nabi Saw. kembali
menganjurkan, dan Usman ibnu Affan r.a. berkata lagi, "Saya sumbangkan
seratus ekor unta lagi berikut pelananya." Lalu Rasulullah Saw. turun satu
anak tangga dari mimbarnya, kemudian kembali menganjurkan kepada orang-orang
(untuk mempersiapkan pasukan Usrah). Maka Usman ibnu Affan berkata, "Saya
sumbangkan seratus ekor unta lagi berikut pelananya." - Perawi mengatakan
bahwa ia melihat Rasulullah Saw. berisyarat dengan tangannya menunjukan rasa
takjub. hal ini di peragakan oleh perawi- Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda: Tiada memudaratkan Usman sesudah apa yang dilakukannya sekarang.
Abdullah
mengatakan pula bahwa:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ
مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا ضَمْرَة، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَوْذَب، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ كَثِيرٍ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
سَمُرة، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: جَاءَ عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَلْفِ دِينَارٍ فِي ثَوْبِهِ حِينَ جَهَّز
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ قَالَ:
فَصَبَّهَا فِي حِجْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَعَلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ وَيَقُولُ:
"مَا ضَرّ ابْنَ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ". يُرَدِّدُهَا
مِرَارًا.
telah
menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami
Damrah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syauzab, dari Abdullah
ibnul Qasim, dari Kasir maula Abdur Rahman ibnu Samurah, dari Abdur Rahman ibnu
Samurah yang menceritakan bahwa Usman ibnu Affan r.a. datang kepada Nabi Saw.
dengan membawa seribu dinar yang digondol di dalam bajunya. Ketika itu Nabi
Saw. sedang mempersiapkan pasukan Usrah. Maka Usman r.a. menuangkan semua uang
yang dibawanya itu ke pangkuan Nabi Saw. Maka aku (Abdur Rahman ibnu Samurah)
melihat Nabi Saw. membolak-balikkan uang itu dengan tangannya seraya bersabda: Tiada
yang membahayakan Usman lagi sesudah apa yang diamalkannya pada hari ini. Kalimat
ini diucapkan oleh Rasulullah Saw. secara berulang-ulang.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak (pula) mereka
melintasi suatu lembah, melainkan dicatatkan bagi mereka (amal saleh).
(At-Taubah: 121), hinggaakhir ayat. Tidak sekali-kali suatu kaum yang berangkat
ke medan jihad di jalan Allah bertambah jauh dari keluarganya, melainkan mereka
makin bertambah dekat kepada Allah.
At-Taubah, ayat 122
{وَمَا كَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122) }
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Hal
ini merupakan penjelasan dari Allah Swt. mengenai apa yang dikehendaki-Nya,
yaitu berkenaan dengan keberangkatan semua kabilah bersama Rasulullah Saw. ke
medan Tabuk.
Segolongan
ulama Salaf ada yang berpendapat bahwa setiap muslim diwajibkan berangkat
dengan Rasulullah Saw. apabila beliau keluar (berangkat ke medan perang). Untuk
itulah dalam firman yang lain disebutkan:
{انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا}
Berangkatlah
kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
Kemudian
dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا كَانَ لأهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ
حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ}
Tidaklah
sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di
sekitar mereka. (At-Taubah: 120), hingga akhir ayat.
Selanjutnya
ayat-ayat di atas di-mansukh oleh ayat ini (At-Taubah: 122).
Dapat
pula ditakwilkan bahwa ayat ini merupakan penjelasan dari apa yang dimaksud
oleh Allah Swt. sehubungan dengan keberangkatan semua kabilah, dan sejumlah
kecil dari tiap-tiap kabilah apabila mereka tidak keluar semuanya (boleh tidak
berangkat). Dimaksudkan agar mereka yang berangkat bersama Rasul Saw.
memperdalam agamanya melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Rasul.
Selanjutnya apabila mereka kembali kepada kaumnya memberikan peringatan kepada
kaumnya tentang segala sesuatu yang menyangkut musuh mereka (agar mereka
waspada). Dengan demikian, maka golongan yang tertentu ini memikul dua tugas
sekaligus. Tetapi sesudah masa Nabi Saw., maka tugas mereka yang berangkat dari
kabilah-kabilah itu tiada lain adakalanya untuk belajar agama atau untuk
berjihad, karena sesungguhnya hal tersebut fardu kifayah bagi mereka.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). (At-Taubah: 122) Yakni tidaklah sepatutnya orang-orang
mukmin berangkat semuanya ke medan perang dan meninggalkan Nabi Saw. sendirian.
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang.
(At-Taubah: 122) Yaitu suatu golongan.
Makna
yang dimaksud ialah sepasukan Sariyyah (pasukan khusus) yang mereka
tidak berangkat kecuali dengan seizin Nabi Saw. Apabila pasukan Sariyyah itu
kembali kepada kaumnya, sedangkan setelah keberangkatan mereka diturunkan
ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dipelajari oleh mereka yang tinggal bersama Nabi
Saw. Maka mereka yang bersama Nabi Saw. akan mengatakan kepada Sariyyah, "Sesungguhnya
Allah telah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi kalian dan telah kami
pelajari."
Selanjutnya
Sariyyah itu tinggal untuk mempelajari apa yang telah diturunkan oleh Allah
kepada Nabi mereka, sesudah keberangkatan mereka; dan Nabi pun mengirimkan
Sariyyah lainnya. Yang demikian itulah pengertian firman Allah Swt.:
{لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ}
untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. (At-Taubah: 122)
Yakni
agar mereka mempelajari apa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi mereka. Selanjutnya
mereka akan mengajarkannya kepada Sariyyah apabila telah kembali kepada mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ}
supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah:
122)
Mujahid
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan sejumlah orang dari kalangan
sahabat Nabi Saw. yang pergi ke daerah-daerah pedalaman, lalu mereka beroleh
kebajikan dari para penduduknya dan beroleh manfaat dari kesuburannya, serta
menyeru orang-orang yang mereka jumpai ke jalan petunjuk (hidayah). Maka
orang-orang pedalaman berkata kepada mereka, "Tiada yang kami lihat dari
kalian melainkan kalian telah meninggalkan teman kalian (Nabi Saw.) dan kalian
datang kepada kami." Maka timbullah rasa berdosa dalam hati mereka, lalu
mereka pergi dari daerah pedalaman seluruhnya dan menghadap Nabi Saw. Maka
Allah Swt. berfirman: Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122) untuk mencari kebaikan. untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. (At-Taubah: 122) dan untuk
mendengarkan apa yang terjadi di kalangan orang-orang serta apa yang telah
diturunkan oleh Allah. Allah memaafkan mereka. dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya. (At-Taubah: 122) Yakni semua orang apabila
mereka kembali kepada kaumnya masing-masing. supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (At-Taubah: 122)
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan takwil ayat ini, bahwa apabila Rasulullah Saw.
mengirimkan pasukan, Allah memerintahkan kepada kaum muslim agar pergi
berperang, tetapi sebagian dari mereka harus tinggal bersama Rasul Saw. untuk
memperdalam pengetahuan agama: sedangkan segolongan yang lainnya menyeru
kaumnya dan memperingatkan mereka akan azab-azab Allah yang telah menimpa
umat-umat sebelum mereka.
Ad-Dahhak
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila ikut dalam peperangan, maka beliau
tidak mengizinkan seorang pun dari kalangan kaum muslim untuk tidak ikut
bersamanya, kecuali orang-orang yang berhalangan. Dan Rasulullah Saw. apabila
mempersiapkan suatu pasukan Sariyyah, beliau tidak membolehkan mereka langsung
berangkat melainkan dengan seizinnya. Dan apabila mereka sudah berangkat, lalu
diturunkan kepada Nabi-Nya ayat-ayat Al-Qur'an, maka Nabi Saw. Membacakannya
kepada sahabat-sahabatnya yang tinggal bersamanya. Apabila pasukan Sariyyah itu
kembali, maka mereka yang tinggal bersama Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya
Allah telah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi-Nya sesudah kalian
berangkat." Lalu mereka yang tinggal mengajarkan ayat-ayat itu kepada
mereka yang baru tiba dan memperdalam pengetahuan agama mereka. Hal inilah yang
dimaksudkan oleh firman Allah Swt.: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang
mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). (At-Taubah: 122) Yaitu apabila
Rasulullah Saw. tidak ikut berangkat dalam pasukan tersebut. Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah:
122) Dengan kata lain, tidak sepatutnya kaum muslim berangkat seluruhnya bila
Nabi Saw. tinggal di tempat. Apabila Nabi Saw. tinggal di tempat, hendaklah
yang berangkat hanyalah Sariyyah (pasukan khusus)nya saja, sedangkan sebagian
besar orang-orang harus tetap ada bersama Nabi Saw.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat
ini, yaitu firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang). (At-Taubah: 122) Ayat ini bukan berkenaan
dengan masalah jihad, tetapi ketika Rasulullah Saw. mendoakan musim paceklik
bagi orang-orang Mudar, maka negeri mereka menjadi kekeringan dan paceklik. Dan
tersebutlah bahwa ada salah satu kabilah dari mereka berikut semua keluarganya
datang ke Madinah dan tinggal padanya karena kelaparan yang mereka derita, lalu
mereka berpura-pura masuk Islam, padahal mereka dusta. Keadaan itu membuat
sahabat-sahabat Rasul Saw. menjadi terganggu dan membuat mereka kewalahan. Maka
Allah menurunkan kepada Rasul Saw. wahyu-Nya yang mengabarkan bahwa mereka
bukanlah orang-orang mukmin. Lalu Rasulullah Saw. memulangkan mereka kepada
induk kabilahnya dan memperingatkan kepada kaumnya agar jangan melakukan perbuatan
yang sama. Yang demikian itulah maksud dari firman Allah Swt.: dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya. (At-Taubah:
122). hingga akhir ayat.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa
segolongan orang dari tiap-tiap kabilah Arab Badui berangkat meninggalkan
daerahnya, lalu menghadap Nabi Saw. Mereka menanyakan kepada Nabi Saw. banyak
hal yang mereka kehendaki menyangkut urusan agama mereka. Dengan demikian,
mereka memperdalam pengetahuan agamanya. Dan mereka bertanya kepada Nabi Saw.,
"Apakah yang akan engkau perintahkan kepada kami untuk mengerjakannya? Dan
perintahkanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan kepada keluarga dan kaum
kami apabila kami kembali kepada mereka!" Maka Nabi Saw. memerintahkan
kepada mereka untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi Saw. juga mengutus
mereka kepada kaumnya untuk menyeru mereka agar mendirikan salat dan menunaikan
zakat. Dan tersebutlah bahwa apabila mereka telah kembali kepada kaumnya, maka
mereka mengatakan, "Barang siapa yang mau masuk Islam, sesungguhnya dia
termasuk golongan kami." Lalu mereka memberikan peringatan kepada kaumnya,
sehingga seseorang (dari kaumnya) yang masuk Islam benar-benar rela berpisah dari
ayah dan ibunya (yang tidak mau masuk) Islam.
Sebelum
itu Nabi Saw. telah berpesan dan memperingatkan mereka akan kaumnya, bahwa
apabila mereka kembali kepada kaumnya, hendaklah mereka menyeru kaumnya untuk
masuk Islam dan memperingatkan kaumnya akan neraka serta menyampaikan berita
gembira kepada mereka akan surga (bila mereka mau masuk Islam).
Ikrimah
mengatakan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Jika
kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan
siksa yang pedih. (At-Taubah: 39) Dan firman Allah Swt.: Tidaklah
sepatutnya bagi penduduk Madinah. (At-Taubah: 120), hingga akhir ayat.
Orang-orang munafik mengatakan, "Binasalah orang-orang Badui yang tidak
ikut berperang dengan Muhammad dan tidak ikut berangkat bersamanya."
Dikatakan demikian karena ada sejumlah sahabat Nabi Saw. yang pergi ke daerah
pedalaman, pulang kepada kaumnya masing-masing dalam rangka memperdalam
pegetahuan agama buat kaumnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). (At-Taubah: 122), hingga akhir ayat.
Turun
pula firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ
بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ}
Dan
orang-orang yang membantah (agama) Allah
sesudah agama itu diterima, maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi
Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab
yang sangat keras. (Asy-Syura: 16)
Al-Hasan
Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat. bahwa makna yang
dimaksud ialah agar orang-orang yang berangkat ke medan perang belajar melalui
apa yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada mereka, yaitu menguasai musuh
dan dapat mengalahkan mereka. Kemudian bila mereka kembali kepada kaumnya, maka
mereka memperingatkan kaumnya untuk bersikap waspada.
At-Taubah, ayat 123
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا
فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (123) }
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang
di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Allah
Swt. memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk memerangi orang-orang kafir
secara bertahap, mulai dari yang paling dekat jangkauannya dengan negeri Islam.
Karena itulah Rasulullah Saw. mulai memerangi kaum musyrik di Jazirah Arabia
terlebih dahulu.
Setelah
selesai dari mereka, maka Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya atas
kota Mekah, Madinah, Taif, Yaman. Yamamah, Hajar, Khaibar, dan Hadramaut serta
lain-lainnya dari daerah-daerah yang terdapat di dalam Jazirah Arabia. Dan
orang-orang dari seluruh kabilah Arab Badui mulai masuk ke dalam agama Allah
(Islam) secara Kemudian Rasulullah Saw. mulai memerangi ahli kitab. Untuk itu
beliau membuat persiapan guna berperang melawan kerajaan Romawi yang merupakan
daerah yang paling dekat dengan Jazirah Arabia; dan mereka adalah orang-orang
yang lebih utama untuk mendapat dakwah Islam, mengingat mereka adalah ahli
kitab. Hal ini telah dilakukan oleh Nabi Saw. sampai di Tabuk. kemudian beliau
Saw. kembali pulang karena melihat kondisi kaum muslim yang payah, negerinya
sedang paceklik dan penghidupan yang sempit. Hal ini terjadi pada tahun
sembilan Hijriah.
Pada
tahun sepuluh Hijriah Nabi Saw. sibuk dengan haji wada'nya. Tidak lama
kemudian, beliau wafat, yaitu delapan puluh satu hari sesudah menunaikan haji
wada'nya. Allah telah memilihnya untuk tinggal di sisi-Nya.
Kemudian
urusannya dipegang oleh penggantinya, yaitu Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a.
Saat itu agama mulai agak menyimpang dan hampir saja goyah, lalu ditegakkan
lagi oleh Allah Swt. melalui Khalifah Abu Bakar. Maka Abu Bakar mulai
mengukuhkan pilar-pilarnya, memperkuat pondasi agama, menghajar orang-orang
yang murtad dari agamanya hingga ke akar-akarnya, serta mengembalikan ahli
riddah kepada Islam. Dia memungut zakat dari orang-orang yang membandel tidak
mau bayar zakat, dan menjelaskan kebenaran kepada orang-orang yang tidak
mengerti. Dia melanjutkan misi yang dirintis oleh Rasulullah Saw.
Kemudian
Khalifah Abu Bakar mulai mempersiapkan pasukan Islam untuk memerangi
orang-orang Romawi penyembah salib, juga untuk memerangi orang-orang Persia
penyembah api. Maka Allah telah membukakan banyak negeri berkat
kepemimpinannya, dan mengalahkan Kisra dan Kaisar serta orang-orang yang tunduk
kepada keduanya, sehingga ia dapat membelanjakan perbendaharaan yang dihasilkan
dari kedua negeri itu untuk perjuangan di jalan Allah. Perihalnya persis
seperti yang pernah diberitakan oleh Rasulullah Saw. sebelum itu.
Urusan
itu baru dapat diselesaikan secara sempurna di tangan khalifah sesudahnya,
yaitu Umar Al-Faruq alias Abu Hafs Umar ibnul Khattab r.a. Melaluinya Allah
mengalahkan kecongkakan orang-orang kafir yang atheis dan menekan orang-orang
durhaka serta orang-orang munafik. Khalifah Umar berhasil menguasai berbagai
kerajaan di belahan timur dan barat dan membawa perbendaharaan harta dari
negeri-negeri yang dibukanya —baik yang dekat maupun yang jauh— ke Madinah.
Lalu ia mengalokasikannya ke jalan-jalan yang diridai oleh syariat.
Setelah
Khalifah Umar r.a. wafat sebagai seorang syahid yang selama hidupnya dijalani
dengan sikap yang terpuji, maka para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Ansar
sepakat untuk mengangkat Usman ibnu Affan r.a. sebagai khalifah yang
menggantikannya. Dalam masa pemerintahannya dia memakaikan kepada Islam pakaian
kepemimpinan (pengaruh) dan perhiasan yang berlimpah (kekayaan yang berlimpah)
dan hujah Allah berhasil ia sebarkan ke seluruh antero negeri yang dikuasainya,
sehingga Islam tampak menang di belahan timur dan barat dari bumi ini, kalimah
Allah menjadi tinggi, dan agama-Nya berada di atas. Misi agama Islam yang hanif
telah berhasil ia sampaikan kepada musuh-musuh Allah dengan cara yang
paling tepat. Setiap kali mereka beroleh kemenangan atas suatu umat, maka
mereka beralih kepada umat yang lainnya, kemudian beralih lagi kepada umat
lainnya yang durhaka lagi aniaya, demi mengamalkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا
الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ}
Hai
orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kalian
itu. (At-Taubah: 123)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً}
dan
hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian. (At-Taubah: 123)
Maksudnya,
hendaklah orang-orang kafir itu merasakan adanya sikap yang keras dari kalian
dalam perang kalian melawan mereka. Karena sesungguhnya orang mukmin yang kamil
ialah orang yang lemah lembut terhadap saudaranya yang mukmin dan keras
terhadap musuhnya yang kafir seperti yang telah disebutkan oleh Allah SWT
dalam firman Nya:
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
الْكَافِرِينَ}
Maka
Kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir. (Al-Maidah: 54)
{مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ}
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi kasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29)
{يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ}
Hai
Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah:
73)
Di
dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَا الضَّحوك
القَتَّال"،
Aku
adalah orang yang banyak tertawa, tetapi banyak berperang.
Artinya,
banyak tertawa di hadapan kekasihnya dan banyak berperang melawan
musuh-musuhnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ}
dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 123)
Yakni
perangilah orang-orang kafir dan bertawakallah kepada Allah serta ketahuilah
bahwa Allah selalu beserta kalian jika kalian bertakwa dan taat kepada-Nya.
Demikianlah
keadaan di masa tiga generasi yang merupakan sebaik-baik umat ini. Mereka
sangat lurus dan mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt. sehingga mereka selalu
mengalami kemenangan atas musuh-musuh mereka. Kemenangan demi kemenangan
berhasil mereka raih dengan sangat banyak, dan musuh-musuh mereka masih tetap
berada di bawah dan selalu mengalami kerugian.
Tetapi
setelah terjadi banyak fitnah, kecenderungan golongan mulai muncul, dan
perselisihan di antara raja-raja Islam terjadi di mana-mana, maka musuh-musuh
Islam mulai berani mengganggu perbatasan-perbatasan negeri Islam. Lalu
musuh-musuh Islam maju menyerangnya dan tidak menemukan perlawanan yang berarti
karena para raja sedang sibuk satu sama lainnya dengan urusan yang terjadi di
antara sesama mereka. Kemudian musuh lebih berani lagi majunya, lalu mereka
merebut banyak negeri yang terletak jauh dari pusat. Mereka maju terus dan menguasai
banyak negeri yang tadinya di bawah kekuasaan Islam. Semuanya itu terjadi atas
kehendak Allah Swt.
Setiap
kali muncul seorang raja Islam yang taat kepada perintah-perintah Allah serta
bertawakal kepada-Nya, maka Allah memberikan kemenangan kepadanya dan berhasil
merebut kembali negerinya dari tangan musuh-musuh Islam berkat ketaatannya
kepada Allah Swt.
Hanya
kepada Allah sajalah kita berharap, semoga kaum muslim dapat mengalahkan
musuh-musuh-Nya yang kafir dan meninggikan kalimat Islam di seluruh negeri.
Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia.
At-Taubah, ayat 124-125
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ
سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (124) وَأَمَّا
الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ
وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ (125) }
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata,
"Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat
ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya,
sedangkan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati
mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di
samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan
kafir.
Firman
Allah Swt.:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ}
Dan
apabila diturunkan suatu surat. (At-Taubah:
124)
maka
di antara orang-orang munafik:
{مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ
إِيمَانًا}
ada
yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” (At-Taubah: 124)
Yakni
sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Siapakah di
antara kalian yang bertambah imannya karena turunnya surat ini?" Maka
Allah Swt. berfirman:
فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
Adapun
orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka
merasa gembira. (At-Taubah: 124)
Ayat
yang mulia ini merupakan dalil yang paling besar yang menunjukkan bahwa iman
itu dapat bertambah dan dapat berkurang, seperti yang dikatakan oleh mazhab
kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf dari kalangan para imam ulama. Bahkan
bukan hanya seorang ada yang meriwayatkan pendapat ini sebagai suatu
kesepakatan. Masalah ini diterangkan pada permulaan Syarah Imam Bukhari rahimahallah.
*******************
{وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ}
Dan
adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat
itu bertambah kekafiran mereka. (At-Taubah:
125)
Keraguan
mereka makin bertambah dan kebimbangan mereka makin menjadi di samping keraguan
dan kebimbangan yang telah ada dalam diri mereka. Perihalnya sama dengan apa
yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ}
Dan
Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar. (Al-Isra: 82), hingga akhir ayat.
{قُلْ
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي
آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ
بَعِيدٍ}
Katakanlah,
"Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.
Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan
Al-Qur’an itu adalah suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang
jauh." (Fushshilat: 44)
Demikianlah
kesimpulan dari kecelakaan yang menimpa diri mereka, bahwa apa yang sebenarnya
dapat memberikan petunjuk kepada hati, justru bagi mereka menjadi penyebab
kesesatan dan kehancuran diri mereka. Perihal mereka sama dengan orang yang
sedang sakit, disuguhkan makanan apa pun akan terasa pahit olehnya, dan tidak
menambahkan kepada dirinya selain kelemahan dan kekurusan.
At-Taubah, ayat 126-127
{أَوَلا يَرَوْنَ
أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا
يَتُوبُونَ وَلا هُمْ يَذَّكَّرُونَ (126) وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ
اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (127) }
Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali
atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertobat dan
tidak (pula) mengambil pengajaran? Dan apabila diturunkan suatu surat,
sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata), "Adakah
seorang dari (orang-orang muslim) yang melihat kalian?” Sesudah itu
mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah
kaum yang tidak mengerti.
Allah
Swt. berfirman bahwa apakah orang-orang munafik itu tidak merasakan:
{أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ}
bahwa
mereka diuji. (At-Taubah: 126)
Yakni
mendapat ujian.
{فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ
ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلا هُمْ يَذَّكَّرُونَ}
sekali
atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga bertobat) dan tidak (pula) mengambil
pengajaran? (At-Taubah: 126)
Artinya,
mereka tidak juga mau bertobat dari dosa-dosa mereka yang terdahulu, tidak pula
mengambil pelajaran untuk menghadapi masa mendatang.
Mujahid
mengatakan bahwa mereka diuji dengan musim paceklik Dan kelaparan. Menurut
Qatadah ujian itu berupa perintah untuk berperang sekali atau dua kali dalam
setiap tahunnya.
Syarik
telah meriwayatkan dari Jabir, dari Al-Ju'fi, dari Abud Duha, dari Huzaifah
sehubungan dengan firman-Nya: Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan
bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun. (At-Taubah: 126)
Bahwa kami mendengar setiap tahunnya ada suatu kedustaan atau dua kedustaan
yang membuat banyak kalangan orang sesat karenanya. Demikian menurut riwayat
Ibnu Jarir.
Di
dalam sebuah hadis dari Anas disebutkan bahwa urusan ini tiadalah bertambah
melainkan hanya makin keras (parah), dan tiadalah manusia makin bertambah
melainkan hanya kekikirannya. Tiada suatu tahun pun yang dilalui melainkan
tahun berikutnya lebih parah daripada sebelumnya. Aku mendengar kalimat ini
dari Nabi kalian.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ
اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ}
Dan
apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang
lain (sambil berkata), "Adakah
seseorang dari (orang-orang muslim) yang melihat kalian?” Sesudah itu
mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah
kaum yang tidak mengerti. (At-Taubah: 127)
Ayat
ini pun menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa apabila diturunkan
suatu surat kepada Rasulullah Saw.:
{نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ}
sebagian
mereka memandang kepada sebagian yang lain. (At-Taubah:
127)
Yakni
saling pandang di antara sesama mereka, seraya berkata:
{هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ
انْصَرَفُوا}
Adakah
seorang dari (orang-orang muslim) yang melihat
kalian? Sesudah itu mereka pun pergi. (At-Taubah: 127)
Maksudnya,
mereka berpaling dari kebenaran dan pergi darinya. Demikianlah keadaan mereka
di dunia, labil dalam menghadapi perkara yang hak. tidak mau menerimanya, dan
tidak mau mengerti tentangnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya dalam ayat lain:
{فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ
مُعْرِضِينَ. كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ}
Maka
mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling
dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari
terkejut. (Al-Muddatstsir: 49-50)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَمَالِ الَّذِينَ كَفَرُوا قِبَلَكَ
مُهْطِعِينَ. عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِينَ}
Mengapakah
orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu. Dari kanan dan dari kiri
dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij:
36-37)
Yakni
mengapa orang-orang munafik itu berkelompok-kelompok memisahkan diri darimu di
sebelah kanan dan kirimu, mereka lari dari kebenaran dan pergi ke arah
kebatilan.
Firman
Allah Swt.:
{ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ
قُلُوبَهُمْ}
Sesudah
itu mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka. (At-Taubah: 127)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ
قُلُوبَهُمْ}
Maka
tatkala mereka berpaling (dari
kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (As-Saff: 5)
{بِأَنَّهُمْ
قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ}
disebabkan
mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (At-Taubah:
127)
Mereka
tidak mengerti tentang Allah dan perintah-Nya, dan mereka tidak berupaya untuk
memahaminya serta tidak pula menghendakinya. Bahkan mereka sibuk dengan yang
lain dan lari darinya. Karena itulah mereka mengalami nasib seperti yang mereka
alami itu.
At-Taubah, ayat 128-129
{لَقَدْ جَاءَكُمْ
رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ
الْعَظِيمِ (129) }
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum
kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian,
amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka
Berpaling (dari keimanan) maka katakanlah “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada
Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki 'Arasy yang agung."
Allah
Swt. menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang
mukmin melalui seorang rasul yang diutus olehNya dari kalangan mereka sendiri,
yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka. Hal ini telah didoakan
oleh Nabi Ibrahim a.s., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا
مِنْهُمْ}
Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 129)
Dan
firman Allah Swt.:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164)
Adapun
firman Allah Swt.:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ}
Sesungguhnya
telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128)
Yakni
dari kalangan kalian sendiri dan sebahasa dengan kalian. Ja'far ibnu Abu Talib
r.a. berkata kepada Raja Najasyi, dan Al-Mugirah ibnu Syu'bah berkata kepada
Kaisar Romawi, "Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang
rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengenal nasab (keturunan)nya, sifatnya,
tempat keluar dan tempat masuknya, serta kebenaran (kejujuran) dan amanatnya,
hingga akhir hadis."
Sufyan
ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya,
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya telah datang kepada kalian
seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128) Bahwa tiada
sesuatu pun dari perkawinan Jahiliah yang menyentuhnya.
Nabi
Saw. pernah bersabda:
"خَرَجْتُ مِنْ
نِكَاحٍ، وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفاح".
Aku
dilahirkan dari hasil pernikahan, dan bukan dilahirkan dari sifah (perkawinan ala Jahiliah).
Melalui
jalur lain secara mausul disebutkan oleh Al-Hafiz Abu Muhammad Al-Hasan
ibnu Abdur Rahman Ar-Ramharmuzi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Fasil
Bainar Rawi wal Wa'i. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو
أَحْمَدَ يُوسُفُ بْنُ هَارُونَ بْنِ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: أَشْهَدُ عَلَى أَبِي
لَحَدَّثَنِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ
أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ، مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِي وَأُمِّي
لَمْ يَمَسَّنِي مِنْ سِفَاحِ الْجَاهِلِيَّةِ شَيْءٌ".
telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad Yusuf ibnu Harun ibnu Ziyad, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ja'far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia bersumpah bahwa ayahnya
pernah menceritakan hadis berikut dari kakeknya, dari Ali yang mengatakan,
"Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Aku dilahirkan dari hasil pernikahan
dan bukan dilahirkan dari sifah, sejak Adam hingga ayah dan ibuku melahirkan
diriku. Dan tiada sesuatupun dari sifat Jahiliah yang
menyentuhku'.”
*******************
Firman
Allah Swt.:
{عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ}
berat
terasa olehnya penderitaan kalian. (At-Taubah:
128)
Yakni
terasa berat olehnya sesuatu yang membuat umatnya menderita karenanya. Karena
itu, di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur disebutkan
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"بُعِثْتُ
بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ"
Aku
diutus dengan membawa agama Islam yang hanif lagi penuh dengan toleransi.
Di
dalam hadis sahih disebutkan:
"إِنَّ هَذَا
الدِّينَ يُسْرٌ" وَشَرِيعَتَهُ كُلَّهَا سَهْلَةٌ سَمْحَةٌ كَامِلَةٌ،
يَسِيرَةٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهَا اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ.
Sesungguhnya
agama ini mudah, semua syariatnya mudah, penuh dengan toleransi lagi sempurna.
Ia mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah dalam mengerjakannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ}
sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi
kalian. (At-Taubah: 128)
Artinya,
sangat menginginkan kalian beroleh hidayah dan menghantarkan manfaat dunia dan
akhirat buat kalian.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ المقرئ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ فِطْر، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ.
تَرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ
يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلَّا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا
-قَالَ: وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا بَقِيَ شَيْءٌ
يُقرب مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم".
Imam
Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah
Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid
Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Qutn, dari
Abut Tufail, dari Abu Zar yang mengatakan, "Rasulullah Saw. meninggalkan
kami tanpa ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya di langit melainkan
beliau menyebutkan kepada kami ilmu mengenainya." Rasulullah Saw. telah
bersabda: Tiada sesuatu pun yang tersisa dari apa yang mendekatkan kepada
surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan semuanya telah dijelaskan kepada
kalian.
وقال الإمام أحمد: حدثنا
[أبو] فَطَن، حدثنا السعودي، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَبْدَةَ النَّهدي،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم:
"إن اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ حُرمة إِلَّا وَقَدْ عَلِمَ أَنَّهُ
سَيَطَّلِعُهَا مِنْكُمْ مُطَّلَع، أَلَا وَإِنِّي آخِذٌ بِحُجَزِكُمْ أَنْ
تَهَافَتُوا فِي النَّارِ، كَتَهَافُتِ الْفِرَاشِ، أَوِ الذُّبَابِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qatn, telah menceritakan
kepada kami Al-Mas'udi, dari Al-Hasan ibnu Sa'd, dari Abdah Al-Huzali, dari
Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya
Allah tidak sekali-kali mengharamkan sesuatu melainkan Dia telah mengetahui
bahwa kelak akan ada dari kalian yang melanggarnya. Ingatlah, sesungguhnya
akulah yang menghalang-halangi kalian agar jangan sampai kalian berhamburan
terjun ke neraka sebagaimana berhamburannya laron atau lalat.
Imam
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an,
dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW dalam mimpinya
kedatangan dua malaikat, salah seorangnya duduk di dekat kedua kakinya,
sedangkan yang lain duduk di dekat kepalanya. Maka malaikat yang ada di dekat
kedua kakinya berkata kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya,
"Buatlah perumpamaan orang ini dan perumpamaan umatnya." Malaikat
yang satunya lagi menjawab, "Sesungguhnya perumpamaan dia dan perumpamaan
umatnya sama dengan suatu kaum yang musafir, lalu mereka sampai di tepi Padang
Sahara. Saat itu mereka tidak mempunyai bekal lagi untuk menempuh Padang Sahara
di hadapan mereka, tidak pula memiliki bekal untuk pulang. Ketika mereka dalam
keadaan demikian, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang lelaki yang memakai
pakaian kain Hibarah, lalu ia berkata, 'Bagaimanakah pendapat kalian jika aku
bawa kalian ke taman yang subur dan telaga yang berlimpah airnya serta
menyegarkan. Apakah kalian mau mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Ya.' Maka lelaki
itu berangkat bersama mereka hingga membawa mereka sampai di taman yang subur
dan telaga yang berlimpah airnya lagi menyegarkan. Lalu mereka makan dan minum
hingga menjadi gemuk. Kemudian lelaki itu berkata kepada mereka, 'Bukankah aku
menjumpai kalian dalam keadaan yang sengsara, lalu kalian berserah diri
kepadaku; bahwa jika aku membawa kalian ke taman yang subur dan telaga yang
berlimpah airnya, maka kalian akan mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Memang
benar.' Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya di hadapan kalian terdapat taman lain
yang lebih subur daripada taman ini, dan terdapat pula telaga yang lebih
berlimpah airnya daripada ini. Maka mengikutlah kalian kepadaku.' Segolongan
dari mereka berkata, 'Demi Allah, lelaki ini berkata benar, kami sungguh akan
mengikutinya.' Golongan yang lainnya mengatakan, 'Kami rela dengan orang ini
dan kami akan tetap mengikutinya'."
قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ وَأَحْمَدُ
بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانٍ
حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ عِكْرِمة عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛
أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِيَسْتَعِينَهُ فِي شَيْءٍ -قَالَ عِكْرِمة: أَرَاهُ قَالَ: "فِي
دَمٍ" -فَأَعْطَاهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
شَيْئًا، ثُمَّ قَالَ: "أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ؟ " قَالَ الْأَعْرَابِيُّ:
لَا وَلَا أَجْمَلْتَ. فَغَضِبَ بَعْضُ الْمُسْلِمِينَ، وَهَمُّوا أَنْ يَقُومُوا
إِلَيْهِ، فَأَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْهِمْ: أَنْ كُفُّوا. فَلَمَّا قَامَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَلَغَ إِلَى مَنْزِلِهِ،
دَعَا الْأَعْرَابِيَّ إِلَى الْبَيْتِ، فَقَالَ لَهُ: "إِنَّكَ جِئْتَنَا
فَسَأَلَتْنَا فَأَعْطَيْنَاكَ، فَقُلْتَ مَا قُلْتَ" فَزَادَهُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، وَقَالَ: "أَحْسَنْتُ
إِلَيْكَ؟ " فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: نَعَمْ، فَجَزَاكَ اللَّهُ مِنْ أَهْلٍ
وَعَشِيرَةٍ خَيْرًا. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّكَ جِئْتَنَا تَسْأَلُنَا فَأَعْطَيْنَاكَ، فَقُلْتَ مَا قُلْتَ، وَفِي
أَنْفُسِ أَصْحَابِي عَلَيْكَ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ، فَإِذَا جِئْتَ فَقُلْ بَيْنَ
أَيْدِيهِمْ مَا قَلْتَ بَيْنَ يَدَيَّ، حَتَّى يَذْهَبَ عَنْ صُدُورِهِمْ".
قَالَ: نَعَمْ. فَلَمَّا جَاءَ الْأَعْرَابِيُّ. قَالَ إِنْ صَاحَبَكُمْ كان جَاءَنَا فَسَأَلَنَا
فَأَعْطَيْنَاهُ، فَقَالَ مَا قَالَ، وَإِنَّا قَدْ دَعَوْنَاهُ فَأَعْطَيْنَاهُ
فَزَعَمَ أَنَّهُ قَدْ رَضِيَ، [كَذَلِكَ يَا أَعْرَابِيُّ؟] قَالَ
الْأَعْرَابِيُّ: نَعَمْ، فَجَزَاكَ اللَّهُ مِنْ أَهْلٍ وَعَشِيرَةٍ خَيْرًا.
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مَثَلِي
وَمَثَلَ هَذَا الْأَعْرَابِيِّ كَمَثَلِ رَجُلٍ كَانَتْ لَهُ نَاقَةٌ، فَشَرَدَتْ
عَلَيْهِ، فَاتَّبَعَهَا النَّاسُ فَلَمْ يَزِيدُوهَا إِلَّا نُفُورًا. فَقَالَ
لَهُمْ صَاحِبُ النَّاقَةِ: خَلُّوا بَيْنِي وَبَيْنَ نَاقَتِي، فَأَنَا أَرْفَقُ
بِهَا، وَأَعْلَمُ بِهَا. فَتَوَجَّهَ إِلَيْهَا وَأَخْذَ لَهَا مِنْ قَتَام
الْأَرْضِ، وَدَعَاهَا حَتَّى جَاءَتْ وَاسْتَجَابَتْ، وَشَدَّ عَلَيْهَا رحْلها
وَإِنَّهُ لَوْ أَطَعْتُكُمْ حَيْثُ قَالَ مَا قَالَ لَدَخَلَ النَّارَ".
Al-Bazzar
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib dan Ahmad ibnu
Mansur. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul
Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ikrimah, dari Abu
Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui datang kepada
Rasulullah Saw. untuk meminta tolong kepadanya tentang sesuatu yang menyangkut
masalah diat (kata Ikrimah). Maka Rasulullah Saw. memberinya sesuatu seraya
bersabda, "Aku berbuat baik kepadamu." Tetapi lelaki Badui itu
menjawab, "Tidak, engkau belum berbuat baik." Maka sebagian dari
kalangan kaum muslim yang ada pada waktu itu marah dan hampir bangkit menghajar
lelaki Badui itu, tetapi Rasulullah Saw. memberikan isyarat kepada mereka untuk
menahan dirinya. Ketika Rasulullah Saw. bangkit meninggalkan majelisnya dan
sampai di rumahnya, maka beliau mengundang lelaki Badui itu untuk datang ke
rumahnya. Lalu beliau bersabda (kepada lelaki Badui itu).”Sesungguhnya engkau
datang kepada kami hanyalah untuk meminta dari kami, lalu kami memberimu,
tetapi engkau mengatakan apa yang telah engkau katakan tadi." Lalu
Rasulullah Saw. memberi tambahan pemberian kepada lelaki Badui itu seraya
bersabda, "Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?" Lelaki
Badui itu menjawab, "Ya, semoga Allah memberikan balasan yang baik
kepadamu atas perbuatan baikmu kepada ahli dan famili(mu)." Nabi Saw.
bersabda, "Sesungguhnya engkau datang kepada kami, lalu kami memberimu
dan engkau mengatakan apa yang telah engkau katakan tadi, maka karena
perkataanmu itu dalam diri sahabat-sahabatku terdapat ganjalan terhadap dirimu.
Karena itu, apabila engkau menemui mereka, katakanlah di hadapan mereka apa
yang tadi baru kamu katakan, agar ganjalan itu lenyap dari dada mereka."
Lelaki Badui itu menjawab, "Ya." Setelah lelaki Badui itu datang,
maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya teman kalian ini pada awal
mulanya datang kepada kita. lalu ia meminta kepada kita dan kita memberinya,
tetapi ia mengatakan apa yang telah dikatakannya tadi. Lalu aku memanggilnya
dan aku beri lagi dia, dan ternyata dia mengungkapkan pengakuannya bahwa
dirinya telah puas dengan pemberian itu. Bukankah demikian, hai orang Badui?"
Lelaki Badui itu menjawab, "Ya, semoga Allah membalasmu atas kebaikanmu
kepada ahli dan famili(mu) dengan balasan yang baik." Maka Nabi Saw.
bersabda: Sesungguhnya perumpamaanku dengan orang Arab Badui ini sama dengan
perumpamaan seorang lelaki yang memiliki seekor unta, lalu untanya itu larat
dan kabur. Kemudian orang-orang mengejarnya, tetapi unta itu justru makin
bertambah larat. Maka lelaki pemilik unta itu berkata kepada mereka,
"Biarkanlah aku sendirian dengan unta itu, karena aku lebih sayang
kepadanya dan lebih mengenalnya.” Maka lelaki itu menuju ke arah untanya dan
mengambil rerumputan tanah untuknya serta memanggilnya, hingga akhirnya unta
itu datang dan memenuhi seruan tuannya, lalu si lelaki itu mengikatkan pelananya
di atas punggung untanya itu. Dan sesungguhnya aku jika menuruti kemauan kalian
karena apa yang telah dikatakannya tadi, niscaya dia akan masuk neraka.
Hadis
ini merupakan riwayat Al-Bazzar, kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak
mengetahui si perawi meriwayatkan hadis ini melainkan hanya dari jalur
tersebut.
Menurut
kami, hadis ini daif karena keadaan Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}
amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ. فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ.
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ}
Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu. maka katakanlah, "Sesungguhnya
aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan.” Dan
bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Asy-Syu'ara:
215-217)
Hal
yang sama diperintahkan oleh Allah dalam ayat yang mulia ini, yaitu firman-Nya:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Jika
mereka berpaling. (At-Taubah: 129)
Maksudnya,
berpaling dari apa yang engkau sampaikan kepada mereka, yakni dari syariat yang
agung, suci, sempurna lagi global yang engkau datangkan kepada mereka.
{فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ}
maka
katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. (At-Taubah: 129)
Yakni
Allah-lah yang memberikan kecukupan kepadaku. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan
hanya kepada-Nya aku bertawakal.
{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ
إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}
(Dialah)
Tuhan masyriq dan magrib, tidak ada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia
sebagai pelindung. (Al-Muzzammil:9)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}
Dan
Dia adalah Tuhan yang memiliki
'Arasy yang agung.” (At-Taubah: 129)
Dialah
yang memiliki segala sesuatu, dan Dia pulalah yang menciptakannya, karena Dia
adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy yang agung yang merupakan atap dari semua
makhluk. Semua makhluk —mulai dari langit, bumi, dan segala sesuatu yang ada
pada keduanya serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya— berada di bawah
'Arasy dan tunduk patuh di bawah kekuasaan Allah Swt. Pengetahuan (ilmu) Allah
meliputi segala sesuatu, kekuasaan-Nya menjangkau segala sesuatu, dan Dialah
yang melindungi segala sesuatu.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar, telah
menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas r.a., dari
Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang paling akhir
penurunannya ialah firman Allah Swt.: Sesungguhnya telah datang kepada
kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128), hingga
akhir surat.
Abdullah
ibnu Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah
menceritakan kepada kami Abdul Mu'min, telah menceritakan kepada kami Umar ibny
Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu
Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b r.a., bahwa mereka menghimpunkan
Al-Qur'an di dalam mushaf-mushaf di masa pemerintahan Abu Bakar r.a. Dan
tersebutlah orang-orang menulisnya, sedangkan yang mengimlakannya kepada mereka
adalah Ubay ibnu Ka'b. Ketika tulisan mereka sampai pada ayat surat At-Taubah
ini, yaitu firman-Nya: Sesudah itu mereka pun pergi, Allah telah memalingkan
hati mereka (At-Taubah: 127), hingga akhir ayat. Maka mereka menduga bahwa
ayat ini merupakan ayat yang paling akhir penurunannya. Maka Ubay ibnu Ka'b
berkata kepada mereka, "Sesungguhnya sesudah ayat ini Rasulullah Saw.
membacakan dua ayat lainnya kepadaku," yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya
telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah:
128), hingga akhir ayat berikutnya. Lalu Ubay ibnu Ka'b berkata bahwa ayat
Al-Qur'an inilah yang paling akhir penurunannya, kemudian dia mengakhirinya
dengan apa yang biasa dipakai sebagai pembukaan oleh Allah Swt., yaitu dengan
firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh
kalian akan Aku.” (Al-Anbiya: 25)
Hadist
ini berpredikat garib pula.
Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Bahr, :eiah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari
Yahya ibnu Abbad, dari ayahnya (yaitu Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair) yang
menceritakan bahwa Al-Haris ibnu Khuzaimah datang kepada Khalifah Umar ibnul
Khattab dengan membawa kedua ayat dari surat At-Taubah ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya
telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah:
128) Maka Umar ibnul Khattab berkata, "Siapakah yang menemanimu membawakan
ayat ini?" Al-Haris menjawab, "Saya tidak tahu. Demi Allah,
sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku benar-benar mendengarnya dari Rasulullah,
lalu aku resapi dan aku hafalkan dengan baik." Umar berkata, "Aku
bersaksi, aku sendiri benar-benar mendengarnya dari Rasulullah Saw."
Selanjutnya Umar berkata, "Seandainya semuanya ada tiga ayat, niscaya aku
akan menjadikannya dalam suatu surat tersendiri. Maka perhatikanlah oleh kalian
surat Al-Qur'an mana yang pantas untuknya, lalu letakkanlah ia padanya."
Dan mereka meletakkannya di akhir surat At-Taubah.
Dalam-pembahasan
terdahulu telah disebutkan bahwa Umar ibnul Khattablah yang memberikan saran
kepada Abu Bakar As-Siddiq r.a. untuk menghimpun Al-Qur'an. Lalu Khalifah Abu
Bakar memerintahkan kepada Zaid ibnu Sabit untuk menghimpunnya, sedangkan Umar
saat itu ikut hadir bersama mereka di saat mereka menulis hal tersebut.
Di
dalam asar yang sahih disebutkan bahwa Zaid berkata, "Maka aku menjumpai
akhir surat Bara’ah berada pada Khuzaimah ibnu Sabit atau Abu Khuzaimah."
Dalam
pembahasan terdahulu disebutkan bahwa sejumlah sahabat ingat akan hal tersebut
di saat mereka berada di hadapan Rasulullah Saw., yakni seperti yang dikatakan
oleh Khuzaimah ibnu Sabit di saat ia mengutarakan ayat-ayat itu kepada mereka.
Abu
Daud telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Muhammad ibnu Abdur Razza ibnu Umar
(salah seorang yang siqah lagi ahli ibadah), dari Mudrik ibnu Sa'd yang
mengatakan bahwa Yazid seorang syekh yang siqah telah meriwayatkan dari
Yunus ibnu Maisarah. dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang mengatakan,
"Barang siapa yang mengucapkan kalimat berikut di saat pagi dan petang
hari sebanyak tujuh kali, niscaya Allah akan memberinya kecukupan dari apa yang
menyusahkannya," yaitu: Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain
Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy
yang agung.
Ibnu
Asakir di dalam biografi Abdur Razzaq telah meriwayatkannya dari Umar melalui
riwayat Abu Zar'ah Ad-Dimasyqi, dari Abdur Razzaq, dari Abu Sa'd Mudrik ibnu
Abu Sa'd Al-Fazzari, dari Yunus ibnu Maisarah ibnu Hulais, dari Ummu Darda; ia
pernah mendengar Abu Darda berkata bahwa tidak sekali-kali seorang hamba
mengucapkan: Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya
kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arasy yang
agung. sebanyak tujuh kali —baik ia membenarkannya ataupun berdusta—
melainkan Allah memberinya kecukupan dari apa yang menyusahkannya. Tambahan
ini dinilai gharib.
Kemudian
ia meriwayatkannya pula dalam biografi Abdur Razzaq (yakni Abu Muhammad), dari
Ahmad ibnu Abdullah ibnu Abdur Razzaq. dari kakeknya (yaitu Abdur Razzaq ibnu
Umar) berikut sanadnya sehingga menjadi marfu', lalu ia menyebutkan hal
yang semisal berikut tambahannya. Tetapi riwayat ini berpredikat mung-kar.
Demikianlah
akhir tafsir surat Bara’ah (At-Taubah). Segala puji dan anugerah hanyalah milik
Allah.
آخِرُ سُورَةِ بَرَاءَةٌ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
وحده.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar