An-Nisa, ayat 60-63
أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ
أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا
بَعِيدًا (60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61)
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ
جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
(62) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ
عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا (63
Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak
berhakim kepada tagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari tagut itu.
Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kalian (tunduk) kepada hukum
yang telah Allah turunkan dan kepada hukum Rasul," niscaya kamu lihat
orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik)
ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian
mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali
tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang
sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.
Allah Swt. ingkar terhadap orang yang mengakui
dirinya beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, juga
kepada para nabi terdahulu, padahal di samping itu ia berkeinginan dalam
memutuskan semua perselisihan merujuk kepada selain Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam asbabun nuzul ayat ini.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang
lelaki dari kalangan Ansar dan seorang lelaki dari kalangan Yahudi, yang
keduanya terlibat dalam suatu persengketaan. Lalu si lelaki Yahudi mengatakan,
"Antara aku dan kamu Muhammad sebagai pemutusnya." Sedangkan si
Lelaki Ansar mengatakan, "Antara aku dan kamu Ka'b ibnul Asyraf sebagai
hakimnya."
Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan sejumlah orang munafik dari kalangan orang-orang yang hanya
lahiriahnya saja Islam, lalu mereka bermaksud mencari keputusan perkara kepada
para hakim Jahiliah. Dan menurut pendapat yang lainnya, ayat ini diturunkan
bukan karena penyebab tersebut.
Pada kesimpulannya makna ayat lebih umum daripada
semuanya itu, yang garis besarnya mengatakan celaan terhadap orang yang
menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, lalu ia menyerahkan keputusan
perkaranya kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, yaitu kepada
kebatilan. Hal inilah yang dimaksud dengan istilah tagut dalam ayat ini.
Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Mereka hendak berhakim kepada
tagut. (An-Nisa: 60), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُوداً
mereka (orang-orang munafik) menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61)
Dengan kata lain, mereka berpaling darimu dengan
sikap menjauh sejauh-jauhnya, seperti halnya sikap orang yang sombong
terhadapmu. Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah Swt. perihal kaum musyrik,
melalui firman-Nya:
وَإِذا قِيلَ لَهُمُ
اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنا عَلَيْهِ
آباءَنا
Dan apabila dikatakan kepada mereka,
"Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab,
"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami." (Al-Baqarah: 170)
Sikap mereka berbeda dengan sikap kaum mukmin
yang disebut oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
إِنَّما كانَ قَوْلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِذا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ
يَقُولُوا سَمِعْنا وَأَطَعْنا
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila
mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di
antara mereka, ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh."
(An-Nur: 51), hingga akhir ayat.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam rangka
mencela orang-orang munafik melalui firman-Nya:
فَكَيْفَ إِذا أَصابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ بِما قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka
ditimpa sesuatu musibah karena perbuatan tangan mereka sendiri. (An-Nisa:
62)
Yakni apakah yang akan dilakukan mereka apabila
takdir menggiring mereka untuk mengangkatmu menjadi hakim mereka dalam
menanggulangi musibah-musibah yang menimpa mereka disebabkan dosa-dosa mereka
sendiri, lalu mereka mengadukan hal tersebut kepadamu.
ثُمَّ جاؤُكَ يَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنا إِلَّا إِحْساناً وَتَوْفِيقاً
kemudian mereka datang kepadamu sambil
bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain
penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." (An-Nisa: 62)
Yaitu mereka meminta maaf kepadamu dan bersumpah,
"Kami tidak mau pergi mengadukan hal ini kepada selainmu dan meminta
keputusan hukum kepada musuh-musuhmu, karena kami menginginkan penyelesaian
yang baik dan keputusan yang sempurna." Dengan kata Lain, hal itu mereka
utarakan sebagai bahasa diplomasi dan menjilat, bukan atas dasar keyakinan
mereka akan kebenaran dari keputusannya. Seperti yang diceritakan oleh Allah
Swt. mengenai perihal mereka melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
فَتَرَى الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشى - إلى قوله-
فَيُصْبِحُوا عَلى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi
dan Nasrani) seraya berkata, "Kami takut akan mendapat bencana."
(Al-Maidah: 52) sampai dengan firman-Nya: Maka karena itu mereka menjadi
menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (Al-Maidah:
52)
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Zaid Ahmad ibnu Yazid Al-Hauti, telah menceritakan kepada kami
Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Umar, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang
tukang ramal; dialah yang memutuskan peradilan di antara orang-orang Yahudi
dalam semua perkara yang diperselisihkan di kalangan mereka. Lalu kaum musyrik
pun ikut-ikutan berhakim kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada
apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
(An-Nisa: 60) sampai dengan firman-Nya: kami sekali-kali tidak menghendaki
selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna. (An-Nisa: 62)
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
أُولئِكَ الَّذِينَ
يَعْلَمُ اللَّهُ ما فِي قُلُوبِهِمْ
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka. (An-Nisa: 63)
Mereka adalah orang-orang munafik, Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, dan kelak Allah akan memberikan
balasan terhadap mereka atas hal tersebut. Karena sesungguhnya tidak ada
sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah. Karena itu, serahkanlah urusan mereka
kepada Allah, hai Muhammad, sebab Dia Mengetahui lahiriah mereka dan apa yang
mereka sembunyikan.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ}
Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka.
(An-Nisa: 63)
Maksudnya, janganlah kamu bersikap kasar terhadap
kemunafikan yang ada di dalam hati mereka.
{وَعِظْهُمْ}
dan berilah mereka pelajaran. (An-Nisa:
63)
Yakni cegahlah mereka dari kemunafikan dan
kejahatan yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka.
{وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا
بَلِيغًا}
dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka. (An-Nisa: 63)
Nasihatilah mereka dalam semua perkara yang
terjadi antara kamu dengan mereka, yaitu dengan perkataan yang membekas dalam
jiwa mereka lagi membuat mereka tercegah dari niat jahatnya.
An-Nisa, ayat 64-65
وَما أَرْسَلْنا
مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا
أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ
لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64) فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً (65)
Dan Kami tidak mengutus
seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.
Firman Allah Swt.:
وَما أَرْسَلْنا مِنْ
رَسُولٍ إِلَّا لِيُطاعَ
Dan Kami ddak mengutus seseorang rasul,
melainkan untuk ditaati. (An-Nisa: 64)
Artinya, kaum yang diutus kepada mereka seorang
rasul diwajibkan taat kepadanya.
Mengenai firman-Nya:
بِإِذْنِ اللَّهِ
dengan seizin Allah. (An-Nisa: 64)
Menurut pendapat Mujahid, makna yang dimaksud
ialah tiada seorang pun yang taat kepadanya kecuali dengan seizin-Ku. Dengan
kata lain, tiada seorang pun yang taat kepada rasul kecuali orang yang telah
Aku berikan kepadanya taufik untuk itu. Perihalnya sama dengan pengertian yang
terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ
اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ
Dan sesungguhnya Allah lelah memenuhi
janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.(Ali
Imran: 152)
Yakni atas perintah dari Allah dan berdasarkan
takdir dan kehendak-Nya serta pemberian kekuasaan dari Allah kepada kalian
untuk mengalahkan mereka.
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ أَنْهُمْ إِذْ
ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya
dirinya. (An-Nisa: 64), hingga akhir ayat.
Melalui firman-Nya ini Allah memberikan bimbingan
kepada orangorang durhaka yang berdosa, bila mereka terjerumus ke dalam
kesalahan dan kemaksiatan, hendaknya mereka datang menghadap Rasul Saw., lalu
memohon ampun kepada Allah di hadapannya dan meminta kepadanya agar mau
memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Karena sesungguhnya jikalau mereka
melakukan hal tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka,
dan memberikan ampunan bagi mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya
disebutkan:
{لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا}
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima
Tobat lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 64)
Sejumlah ulama —antara lain Syekh Abu Mansur
As-Sabbag di dalam kitabnya Asy-Syamil— mengetengahkan kisah yang terkenal dari
Al-Atabi yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi
Saw., datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, "Assalamu'alaika,
ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah).
Aku telah mendengar Allah berfirman: 'Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul
pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang' (An-Nisa: 64).
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi
dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan
ampunan bagiku) kepada Tuhanku."
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair
berikut , yaitu:
يَا
خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أَعْظُمُهُ ...
فَطَابَ مِنْ طِيبِهِنَّ الْقَاعُ وَالْأَكَمُ
نَفْسِي
الْفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ ... فِيهِ
الْعَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ
Hai sebaik-baik orang yang
dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari
pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan
kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan,
kedermawanan, dan kemuliaan.
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan
serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu
aku bermimpi bersua dengan Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda,
يَا عُتْبى، الحقْ الْأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللَّهَ قَدْ
غَفَرَ له
"Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan
sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan
kepadanya!"
********************
Firman Allah Swt.:
فَلا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. (An-Nisa: 65)
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya
Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia
menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang
diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan
batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Dengan kata lain, apabila mereka meminta
keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati
mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa
yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta
menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada
tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan
di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman
sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapkan olehku.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ،
عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير
ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ
الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى
جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ،
وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ:
فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah yang
telah menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki
dalam masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai
Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian
lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau
putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah
Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu,
hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok, kemudian
alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak
Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar tersebut menahan
air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya melaporkan hal
tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung keadilan yang
merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini diturunkan
berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya adalah firman
Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya)
tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam bab ini, yakni di dalam kitab tafsir, bagian kitab sahihnya, dengan
melalui hadis Ma'mar.
Dalam kitab yang membahas masalah minuman ia
riwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, juga melalui Ma'mar.
Sedangkan di dalam kitab yang membahas masalah
suluh (perdamaian) ia meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah.
Ketiga-tiganya (yakni Ma'mar, Ibnu Juraij, dan Syu'aib) bersumber dari
Az-Zuhri, dari Urwah. Lalu Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini.
Menurut lahiriahnya hadis ini berpredikat mursal,
tetapi secara maknawi berpredikat muttasil.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui sanad ini,
maka ia menyebutkan dengan jelas perihal ke-mursal-annya. Untuk itu ia
mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ: أَنَّ الزُّبَيْرَ كَانَ
يُحَدِّثُ: أَنَّهُ كَانَ يُخَاصِمُ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ
بَدْرًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ
الْحَرَّةِ، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهَا كِلَاهُمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: "اسْقِ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى
جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ
ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ
يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر"
فَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ
وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ
عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ سَعَةً لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ،
فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ
حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، قَالَ عُرْوَةُ: فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللَّهِ
مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku
Urwah ibnuz Zubair; Az-Zubair pernah menceritakan hadis berikut kepadanya, bahwa
dirinya pernah bersengketa dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar yang
pernah ikut Perang Badar, yaitu dalam m-salah pengairan lahan di Syarajul
Harrah. Ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi
Saw. bersabda kepada Az-Zubair: Siramilah lahanmu, kemudian alirkanlah
airnya ke tetanggamu! Tetapi orang Ansar itu marah dan berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah karena ia saudara sepupumu?" Maka wajah Rasulullah Saw.
memerah, kemudian beliau bersabda: Airilah lahanmu, hai Zubair, kemudian
tahanlah airnya hingga berbalik ke tembok Kali ini Nabi Saw. memperhatikan
kepentingan Az-Zubair, padahal pada mulanya beliau memberikan saran kepada
Az-Zubair suatu pendapat yang di dalamnya mengandung keleluasaan bagi orang
Ansar. Akan tetapi, setelah orang Ansar itu hanya mementingkan kepentingan
dirinya, maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan yang di dalamnya jelas
terkandung pemeliharaan terhadap hak Az-Zubair. Az-Zuhri mengatakan,
"Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa Az-Zubair mengatakan, 'Demi Allah, aku
yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut'," yakni
firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:
65)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad. Hadis ini dalam sanadnya terdapat mata rantai yang terputus antara Urwah
dan ayahnya (yaitu Az-Zubair), karena sesungguhnya Urwah belum pernah menerima
hadis dari ayahnya.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Urwah mendengar
hadis ini dari saudara lelakinya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair, karena
sesungguhnya Abu Muhammad alias Abdur Rahman ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
seperti itu dalam kitab tafsirnya.
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ
وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ وَيُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ
الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ عَنِ
الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ: أَنَّهُ خَاصَمَ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ
شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى رسول
الله صلى الله عليه وسلم فِي شِرَاجٍ فِي الحَرة، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهِ
كِلَاهُمَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّح الْمَاءَ يَمُر. فَأَبَى
عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ
الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتك؟ فتلوَّن
وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ:
"اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى
الجَدْر" وَاسْتَوْعَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلزُّبَيْرِ حَقّه وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ السَّعَةَ لَهُ
وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ
الْحُكْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ: مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا فِي ذَلِكَ:
{فَلا وَرَبِّكَ لَا يَؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا}
Ibnu Abu Hatim menyebutkan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb,
telah menceritakan kepadaku Al-Lais dan Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Urwah
ibnuz Zubair pernah menceritakan kepadanya bahwa saudaranya yang bernama
Abdullah ibnuz Zubair pernah menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu
Az-Zubair ibnul Awwam). Disebutkan bahwa Az-Zubair pernah bertengkar dengan
seorang lelaki Ansar yang telah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Saw. Lalu
Az-Zubair mengadukan perkaranya itu kepada Rasulullah Saw. Masalah yang
dipersengketakan mereka berdua adalah mengenai parit yang ada di Al-Harrah.
Keduanya mengairi kebun kurmanya dari parit tersebut. Orang Ansar itu berkata, "Lepaskanlah
air parit itu biar mengaliri kebunnya." Tetapi Az-Zubair menolak. Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah kebunmu terlebih dahulu,
kemudian kirimkanlah air itu untuk mengairi tetanggamu! Orang Ansar itu
salah tanggap dan marah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan
demikian karena dia adalah anak bibimu bukan?" Maka roman muka Rasulullah
Saw. berubah marah, lalu bersabda: Airilah kebunmu, hai Zubair, kemudian
bendunglah airnya agar kembali lagi hulunya! Dalam keputusannya kali ini
Rasulullah Saw. berpihak kepada Az-Zubair. Pada mulanya beliau Saw. sebelum ada
sanggahan dari orang Ansar itu, berupaya untuk memelihara hak keduanya dan
memberikan keluasan bagi orang Ansar, juga bagi Az-Zubair. Tetapi setelah orang
Ansar itu membandel, tidak mau tunduk kepada putusan Rasulullah Saw., maka
Rasulullah Saw. memihak kepentingan Az-Zubair dalam keputusan berikutnya secara
terang-terangan. Maka Az-Zubair berkata bahwa dia merasa yakin ayat berikut
diturunkan berkenaan dengan kasusnya, yaitu firman Allah Swt.: Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang me¬reka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam had mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai
melalui hadis Ibnu Wahb dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya,
begitu pula semua jamaah, melalui hadis Al-Lais dengan lafaz yang sama. Hadis
ini dikategorikan oleh murid-murid Al-Atraf ke dalam musnad Abdullah Ibnuz
Zubair. Hal yang sama dikatakan pula oleh Imam Ahmad, yaitu dimasukkan ke dalam
musnad Abdullah ibnuz Zubair.
Hal yang sangat aneh dari Imam Hakim Abu Abdullah
An-Naisaburi ialah dia meriwayatkan hadis ini melalui jalur keponakanku (yaitu
Ibnu Syihab), dari pamannya, dari Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari
Az-Zubair, lalu ia menyebutkan hadis ini, kemudian mengatakan bahwa sanad hadis
ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak
mengetengahkannya.
Kukatakan demikian karena sesungguhnya aku tidak
mengetahui seorang pun yang menyandarkan sanad ini kepada Az-Zuhri dengan
menyebutkan Abdullah ibnuz Zubair selain keponakanku, sedangkan dia berpredikat
daif.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali Abu Duhaim, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu
Dakin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari
Salamah (seorang lelaki dari kalangan keluarga Abu Salamah) yang menceritakan
bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki di hadapan Nabi Saw.
Maka Nabi Saw. memutuskan untuk kemenangan Az-Zubair. Kemudian lelaki itu
berkata, "Sesungguhnya dia memutuskan untuk kemenangannya karena dia
adalah saudara sepupunya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65), hingga
akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah
menceritakan kepada kami Abu Haiwah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan
firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman.
(An-Nisa: 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Az-Zubair ibnul Awwam
dan Hatib ibnu Abu Balta'ah; keduanya bersengketa dalam masalah air. Maka Nabi
Saw. memutuskan agar air disiramkan ke tempat yang paling tinggi terlebih
dahulu, kemudian tempat yang terbawah. Hadis ini mursal, tetapi mengandung
faedah, yaitu dengan disebutkannya nama lelaki Ansar tersebut secara jelas.
Penyebab lain yang
melatarbelakangi turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat yang garib jiddan (aneh
sekali)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ
الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
لَهِيعة، عَنْ أَبِي الْأُسُودِ قَالَ: اخْتَصَمَ رَجُلَانِ إِلَى رَسُولِ الله
صلى الله عليه وسلم فقضى بَيْنَهُمَا، فَقَالَ الَّذِي قُضِيَ عَلَيْهِ: رُدَّنَا
إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "انْطَلِقَا إِلَيْهِ" فَلَمَّا أَتَيَا إِلَيْهِ قَالَ الرَّجُلُ:
يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، قَضَى لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا، فَقَالَ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ. فَرَدَّنَا إِلَيْكَ.
فَقَالَ: أَكَذَاكَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَقَالَ عُمَرُ: مَكَانَكُمَا حَتَّى
أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا. فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا مُشْتَمِلًا
عَلَى سَيْفِهِ، فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ رُدَّنا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ،
وَأَدْبَرَ الْآخَرُ فَارًّا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَتَلَ عُمَر وَاللَّهِ صَاحِبِي، وَلَوْلَا أَنِّي أعجزتُه
لَقَتَلَنِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنْ يَجْتَرِئَ عُمَر عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ"
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ}
الْآيَةَ، فَهَدَرَ دَمَ ذَلِكَ الرَّجُلِ، وَبَرِئَ عُمَرُ مِنْ قَتْلِهِ،
فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يُسَنَّ ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا
فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami
Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Al-Aswad yang menceritakan
bahwa ada dua orang lelaki mengadukan persengketaan yang terjadi di antara
keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan
peradilan yang seimbang di antara keduanya. Kemudian pihak yang dikalahkan
mengatakan, "kembalikanlah perkara kami ini kepada Umar ibnul
Khattab." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Baiklah," lalu
keduanya berangkat menuju tempat Umar ibnu Khattab. Ketika keduanya sampai pada
Umar, maka lelaki yang mempunyai usul tadi mengatakan, "Hai Ibnul Khattab,
Rasulullah Saw. telah memutuskan perkara kami untuk kemenangan orang ini. Maka
kukatakan, 'Kembalikanlah kami kepada Umar ibnul Khattab.' Maka beliau
mengizinkan kami untuk meminta keputusan hukum darimu." Umar bertanya,
"Apakah memang demikian?" Si lelaki itu berkata, "Ya." Umar
berkata, "Kalau demikian, tetaplah kamu berdua di tempatmu, hingga aku
keluar menemuimu untuk memutuskan perkara di antara kamu berdua." Maka
Umar keluar menemui keduanya seraya menyandang pedangnya, lalu dengan
serta-merta ia memukul pihak yang mengatakan kepada Rasulullah Saw.,
"Kembalikanlah kami kepada Umar," dengan pedang itu hingga mati
seketika itu juga. Sedangkan lelaki yang lain pergi dan datang menghadap
Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah Umar telah
membunuh temanku. Seandainya saja aku tidak mempunyai kemampuan menghadapinya,
niscaya dia akan membunuhku pula." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku
tidak menduga bahwa Umar berani membunuh seorang mukmin." Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya)
belum beriman hingga menjadikan kamu hakim mereka. (An-Nisa: 65), hingga
akhir ayat. Dengan demikian, tersia-sialah darah lelaki itu dan bebaslah Umar
dari tuntutan membunuh lelaki itu. Akan tetapi, Allah tidak suka bila hal ini
dijadikan sebagai teladan nanti. Maka diturunkan-Nyalah firman-Nya: Dan
sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka "Bunuhlah diri kalian."
(An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih
melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dengan lafaz yang sama. Tetapi
a'sar ini garib lagi mursal, dan Ibnu Luhai'ah orangnya daif.
Jalur lain.
Al-Hafiz Abu Ishaq Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu
Ibrahim ibnu Duhaim mengatakan di dalam kitab tafsirnya: telah menceritakan kepada
kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan
kepada kami Atabah ibnu Damrah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ada
dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi di antara keduanya
kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan perkara untuk kemenangan
orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang
dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata,
"Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju
Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar. Maka
berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara
kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu
Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan
oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih
kurang puas. Maka Abu Bakar r.a. memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada
Umar ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar ibnul Khattab, orang yang menang
mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi
Saw., dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak
dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah
memang benar demikian?" Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama.
Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah
pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal
kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi Saw. hingga
mati seketika itu juga. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65)
An-Nisa, ayat 66-70
وَلَوْ أَنَّا
كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ
مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ
بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا (66) وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ
مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا (67) وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
(68) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (69) ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ
وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا (70)
Dan sesungguhnya
kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah
kalian dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya,
kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih
baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti
Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami
tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barang siapa yang menaati Allah dan
Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati
syahid. dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang
demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
Allah Swt. menceritakan perihal kebanyakan umat
manusia, bahwa mereka itu seandainya diperintahkan mengerjakan hal-hal yang
dilarang mereka melakukannya, niscaya mereka tidak akan melakukannya karena
watak mereka yang buruk telah diciptakan dalam keadaan mempunyai naluri untuk
menentang perintah. Hal ini merupakan bagian dari pengetahuan Allah Swt.
terhadap hal yang belum terjadi, atau hal yang telah terjadi, lalu bagaimana
kelanjutannya di masa mendatang. Karena itulah Allah Swt. dalam ayat ini
berfirman:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan
kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66),
hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ،
حَدَّثَنَا أَبُو زُهَيْرٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ
السَّبِيعِيِّ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنْ
اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوْ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهْ إِلَّا
قَلِيلٌ [مِنْهُمْ]} الْآيَةَ، قَالَ رَجُلٌ: لَوْ أُمِرْنَا لَفَعَلْنَا،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانَا. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنَّ مِنْ أُمَّتِي لَرِجَالًا
الْإِيمَانُ أَثْبَتُ فِي قُلُوبِهِمْ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan
kepada kami Al-Azar, dari Ismail, dari Abu Ishaq As-Zubai'i sehubungan dengan
firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka,
"Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat. Bahwa
tatkala ayat ini diturunkan, ada seorang lelaki mengatakan, "Sekiranya
kita diperintahkan untuk itu, niscaya kami benar-benar akan melakukannya,
tetapi segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari perintah
itu." Ketika hal tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau Saw.
bersabda: Sesungguhnya di antara umatku benar-benar terdapat banyak lelaki
yang iman di dalam hati mereka lebih teguh lagi lebih kokoh daripada
gunung-gunung yang terpancangkan dengan kokohnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia
mengatakan:
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُنِيرٍ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حدثنا هشام،
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ. قَالَ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ فَعَلَ رَبُّنَا لَفَعَلْنَا،
فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "لَلإيمان
أَثْبَتُ فِي قُلُوبِ أَهْلِهِ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي".
telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Munir,
telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hisyam,
dari Al-Hasan berikut sanadnya, dari Al-A'masy yang mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan
kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian!" (An-Nisa: 66).
hingga akhir ayat. Ketika ayat ini diturunkan, ada segolongan orang dari
sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Sekiranya kita diperintahkan oleh
Tuhan kita untuk itu, niscaya kita benar-benar akan melakukannya." Maka
sampailah perkataan itu kepada Nabi Saw., lalu beliau bersabda: Iman
benar-benar lebih kokoh di dalam hati para pemiliknya daripada gunung-gunung
yang dipancangkan dengan kokohnya.
As-Saddi mengatakan bahwa Sabit ibnu Qais ibnu
Syammas saling berbangga diri dengan seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu
mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kami untuk bunuh diri, lalu
kami bunuh diri kami (yakni di masa Nabi Musa a.s.)." Maka Sabit berkata,
"Demi Allah, sekiranya Allah memerintahkan kepada kami untuk membunuh diri
kami, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Bunuhlah diri kalian!
(An-Nisa: 66) niscaya kami benar-benar akan melakukannya." Maka Allah Swt.
menurunkan ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah
menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami
Mus'ab ibnu Sabit, dari pamannya (yaitu Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair) yang
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami
perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian
dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian
kecil dari mereka. (An-Nisa: 66) Ketika ayat ini diturunkan, maka
Rasulullah Saw. bersabda:
"لَوْ نَزَلَتْ لَكَانَ ابْنُ أُمِّ عَبْدٍ مِنْهُمْ".
Seandainya perintah itu diturunkan. niscaya
Ibnu Ummi Abdin termasuk dari mereka (yang menaati-Nya).
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ شُرَيْح بْنِ
عُبَيْد قَالَ: لَمَّا تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ، أَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَواحة، فَقَالَ: "لَوْ أَنَّ
اللَّهَ كَتَبَ ذَلِكَ لَكَانَ هَذَا مِنْ أُولَئِكَ الْقَلِيلِ" يَعْنِي:
ابْنَ رَوَاحَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman,
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari Safwan ibnu Amr, dari
Syuraih ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah membaca ayat ini,
yaitu firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan
kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66),
hingga akhir ayat. Maka beliau mengisyaratkan tangannya menunjukkan ke arah
Abdullah ibnu Rawwahah, lalu bersabda: Seandainya Allah memerintahkan hal
tersebut, niscaya orang ini termasuk dari mereka yang sedikit itu.
Yang dimaksud ialah Abdullah ibnu Rawwahah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا
مَا يُوعَظُونَ بِهِ
Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka. (An-Nisa: 66)
Sekiranya mereka mengerjakan apa yang
diperintahkan kepada mereka dan meninggalkan apa yang dilarang mereka
melakukannya.
{لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi
mereka. (An-Nisa: 66)
Yakni lebih baik daripada menentang perintah dan
mengerjakan larangan-larangan.
{وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
dan lebih menguatkan (iman mereka).
(An-Nisa: 66)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah lebih
percaya.
{وَإِذًا لآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا}
dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada
mereka dari sisi Kami. (An-Nisa: 67)
Yaitu dari perbendaharaan Kami.
{أَجْرًا عَظِيمًا}
pahala yang besar. (An-Nisa: 67)
Pahala yang besar itu adalah surga.
{وَلَهَدَيناهُمْ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا}
dan pasti kami tunjuki mereka kepada jalan
yang lurus. (An-Nisa: 68)
Yakni di dunia dan akhirat.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ
وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيقاً
Dan barang siapa yang menaati Allah dan
Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati
syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
(An-Nisa: 69)
Dengan kata lain, barang siapa yang mengerjakan
apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan apa yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah Swt. akan
menempatkannya di dalam rumah kehormatan-Nya (yakni surga) dan menjadikannya
berteman dengan para nabi, orang-orang yang kedudukannya di bawah mereka yaitu
para siddiqin, lalu orang-orang yang mati syahid, dan semua kaum mukmin, yaitu
mereka yang saleh lahir dan batinnya.
Kemudian Allah Swt. memuji mereka melalui firman
selanjutnya:
{وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا}
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
(An-Nisa: 69)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
حَوْشَب، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّر بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ"
وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّتِي قُبِضَ فِيهِ، فَأَخَذَتْهُ بُحَّة شَدِيدَةٌ
فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: {مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ} فَعَلِمْتُ
أَنَّهُ خُيِّر.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hausyab, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Sa'd, dari ayahnya, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang nabi pun
yang mengalami sakit melainkan ia disuruh memilih antara dunia dan akhirat.
Tersebutlah pula bahwa ketika Nabi Saw. dalam sakit yang membawa kepada
kewafatannya, beliau terserang rasa sakit yang sangat, lalu Siti Aisyah
mendengarnya mengucapkan kalimat berikut: bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Maka Siti Aisyah mengetahui bahwa
saat itu Nabi Saw. sedang disuruh memilih oleh Allah Swt.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim
melalui hadis Syu'bah, dari Sa'd ibnu Ibrahim dengan lafaz yang sama.
Hadis di atas merupakan makna dari sabdanya yang
menyebutkan:
"اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى" ثَلَاثًا ثُمَّ
قَضَى،
Ya Allah, (aku memilih) bersama-sama Rafiqul
A'la. Kalimat tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali, kemudian wafatlah
beliau.
Semoga salawat dan salam yang paling afdal
terlimpahkan kepadanya.
Pembahasan
mengenai latar belakang turunnya ayat yang mulia ini
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا
يَعْقُوبُ القُمي، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبير قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مَحْزُونٌ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يا فلان، ما لي
أَرَاكَ مَحْزُونًا؟ " قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ شَيْءٌ
فَكَّرْتُ فِيهِ؟ قَالَ: "مَا هُوَ؟ " قَالَ: نَحْنُ نَغْدُو عَلَيْكَ
وَنَرُوحُ، نَنْظُرُ إِلَى وَجْهِكَ وَنُجَالِسُكَ، وَغَدًا تُرْفَعُ مَعَ
النَّبِيِّينَ فَلَا نَصِلُ إِلَيْكَ. فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ شَيْئًا، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ بِهَذِهِ الْآيَةِ:
{وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ
عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ [وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ
وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا]} فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبَشَّرَهُ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu
Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa seorang lelaki
dari kalangan Ansar datang menghadap Rasulullah Saw. dalam keadaan sedih. Lalu
Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat kamu dalam
keadaan sedih?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Nabi Allah, ada
sesuatu hal yang sedang kupikirkan." Nabi Saw. bertanya, "Apakah
yang sedang kamu pikirkan?" ia menjawab, "Kami setiap pagi dan
petang selalu berangkat menemuimu dan memandang wajahmu serta duduk satu
majelis denganmu, tetapi besok (di hari akhirat) engkau diangkat bersama para
nabi. Maka kami tidak akan dapat sampai kepadamu lagi." Nabi Saw. diam,
tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu datanglah Malaikat Jibril kepadanya
menyampaikan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan
Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi. (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Maka
Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada lelaki tersebut, lalu berita gembira itu
disampaikan kepadanya.
Asar ini telah diriwayatkan secara mursal dari
Masruq, Ikrimah, Amir Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Asar ini
memiliki sanad yang paling baik.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَوْلُهُ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَالرَّسُولَ [فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ]} الْآيَةَ،
قَالَ: إِنَّ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا:
قَدْ عَلِمْنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ فَضْلٌ
عَلَى مَنْ آمَنَ بِهِ فِي دَرَجَاتِ الْجَنَّةِ مِمَّنِ اتَّبَعَهُ وَصَدَّقَهُ،
وَكَيْفَ لَهُمْ إِذَا اجْتَمَعُوا فِي الْجَنَّةِ أَنْ يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا؟
فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي ذَلِكَ -يَعْنِي هَذِهِ الْآيَةَ-فَقَالَ: يَعْنِي رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِ الأعْلَيْنَ يَنْحَدِرُونَ
إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْهُمْ، فَيَجْتَمِعُونَ فِي رِيَاضِهَا،
فَيَذْكُرُونَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَيُثْنُونَ عَلَيْهِ، وَيَنْزِلُ
لَهُمْ أَهْلُ الدَّرَجَاتِ فَيَسْعَوْنَ عَلَيْهِمْ بِمَا يشتهُون وَمَا
يَدْعُونَ بِهِ، فَهُمْ فِي رَوْضَةٍ يُحْبَرُونَ وَيَتَنَعَّمُونَ فِيهِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya,
dari Ar-Rabi' sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati
Allah dan Rasul-(Nya). (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Para sahabat Nabi
Saw. mengatakan, "Kami mengetahui bahwa Nabi Saw. mempunyai keutamaan di
atas semua orang yang beriman kepadanya dari kalangan orang-orang yang
mengikutinya dan percaya kepadanya di dalam tingkatan surga nanti. Maka
bagaimanakah apabila mereka berkumpul di dalam surga untuk dapat saling melihat
antara sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain?" Maka Allah
menurunkan ayat ini, dan Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang-orang
yang berada di tingkatan yang paling tinggi (dari kalangan ahli surga) turun
menemui orang-orang yang menempati tingkatan di bawah mereka, lalu mereka
berkumpul di dalam taman-taman surga dan memperbincangkan perihal nikmat yang
telah diberikan oleh Allah kepada mereka seraya memuji-Nya. Dan orang-orang yang
berada di tingkatan yang tinggi turun menemui mereka (yang berada di tingkatan
paling bawah), lalu membawakan buat mereka semua apa yang diinginkan dan
didambakan oleh mereka. Mereka semuanya berkumpul di dalam suatu taman sambil
bergembira ria dan bersenang-senang di dalamnya.
Hadis ini diriwayatkan secara marfu' melalui
jalur yang lain oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu muslim, telah menceritakan kepada kami Ismail
ibnu Ahmad ibnu Usaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Imran,
telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Mansur, dari Ibrahim,
dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki
datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
engkau benar-benar lebih aku cintai daripada diriku sendiri, dan lebih aku
cintai daripada keluargaku, serta lebih aku cintai daripada anakku.
Sesungguhnya bila aku berada di dalam rumah, lalu aku teringat kepadamu, maka
aku tidak sabar lagi sebelum bersua denganmu dan melihatmu. Tetapi bila aku
ingat akan matiku dan matimu, maka aku mengetahui jika engkau dimasukkan ke
dalam surga pasti diangkat kedudukanmu bersama para nabi. Jika aku masuk surga,
aku merasa khawatir bila tidak dapat melihatmu lagi." Nabi Saw. diam,
tidak menjawab, hingga turunlah firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati
Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang
mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
(An-Nisa: 69)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu
Abdullah Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Sifatul Jannah
melalui jalur Imam Tabrani, dari Ahmad ibnu Amr ibnu Muslim Al-Khallal, dari
Abdullah ibnu Imran Al-Abidi dengan lafaz yang sama. Kemudian ia mengatakan
bahwa menurut dia sanad hadis ini tidak mengandung kelemahan.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami
Al-Abbas ibnul Fadl Al-Isqati, telah menceritakan kepada kami Abu Ba-kar ibnu
Sabit, dari ibnu Abbas Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu
Abdullah, dari Ata ibnus Saib, dari Amir Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa
seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu, sehingga bila aku berada di dalam
rumah benar-benar tetap mengingatmu dan ini sangat berat bagiku. Dan aku
menginginkan agar bersama-sama denganmu dalam satu derajat (tingkatan di surga
nanti)." Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun kepadanya. Maka Allah
Swt. menurunkan ayat ini.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui ibnu Humaid,
dari Jarir, dari Ata, dari Asy-Sya'bi secara mursal.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui
hadis Hiql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu
Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Rabi'ah ibnu Ka'b Al-Aslami yang menceritakan
hadis berikut:
كُنْتُ أَبِيتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَتَيْتُهُ بِوُضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي: "سَلْ". فَقُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. فَقَالَ:
"أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ " قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ. قَالَ: "فَأَعِنِّي عَلَى
نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ"
Aku menginap di rumah Nabi Saw. dan aku
mendatangkan (menyiapkan) air wudunya serta keperluannya, lalu beliau bersabda
kepadaku, "Mintalah." Aku menjawab, "Wahai Rasulullah,
aku meminta kepadamu supaya dapat menemanimu di surga." Nabi Saw. bersabda,
"Mintalah selain itu." Aku menjawab, "Hanya itulah yang
kuminta." Nabi Saw. bersabda, "Maka bantulah aku untuk dirimu
dengan memperbanyak sujud (salat)."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ،
أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ
عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ الجُهَنِيّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم فقال: يا رَسُولَ اللَّهِ شَهِدْتُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ وَصَلَّيْتُ الْخَمْسَ
وَأَدَّيْتُ زَكَاةَ مَالِي وَصُمْتُ شَهْرَ رَمَضَانَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا كَانَ مَعَ
النَّبِيِّينَ وَالصَّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هَكَذَا
-وَنَصَبَ أُصْبُعَيْهِ-مَا لَمْ يَعُقَّ وَالِدَيْهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami lbnu Luhai’ah, dari
Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari Isa ibnu Talhah, dari Amr ibnu Murrah Al-Juhani
yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata,
"Wahai Rasulullah, aku telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
dan bahwa engkau adalah utusan Allah, dan aku mengerjakan salat lima waktu,
menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Barang siapa yang mati dalam keadaan demikian, maka ia akan bersama-sama
dengan nabi-nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang mati syahid kelak di hari
kiamat, seperti ini—seraya mengacungkan kedua jarinya— selagi dia tidak
menyakiti kedua orang tuanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara
munfarid.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ
مَوْلَى أَبِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ زَبَّان بْنِ فَائِدٍ،
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ أَلْفَ آيَةٍ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كُتُبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا، إِنْ شَاءَ
اللَّهُ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa’id maula Abu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, dari Ziyad ibnu Qaid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas, dari ayahnya
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
membaca seribu ayat di jalan Allah, maka kelak di hari kiamat ia akan dihimpun
bersama-sama para nabi para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh; dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya, Insya Allah.
Imam Turmuzi meriwayatkan dari jalur Sufyan
As-Sauri, dari Abu Hamzah, dari Al-Hasan Al-Basri, dari Abu Sa'id yang
menceritakan, Rasulullah saw bersabda:
«التَّاجِرُ
الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ»
Pedagang yang jujur lagi dipercaya akan
(dihimpun) bersama-sama dengan para nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang
mati syahid.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan, kami tidak mengenalnya kecuali dari jalur ini. Abu Hamzah nama aslinya
adalah Abdullah ibnu Jabir, seorang guru di Basrah.
Yang lebih besar dari semuanya ialah sebuah
berita gembira yang disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dan musnad serta
kitab-kitab hadis lain melalui berbagai jalur yang mutawatir dari sejumlah
sahabat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai seorang
lelaki yang mencintai suatu kaum (ulama), tetapi kedudukan si lelaki itu tidak
dapat menyusul mereka. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«الْمَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ»
Seseorang itu akan bersama-sama dengan orang
yang dicintainya.
Anas mengatakan bahwa kaum muslim belum pernah
merasa gembira seperti kegembiraan mereka dengan hadis ini.
Menurut riwayat lain dari Anas, disebutkan bahwa
ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku benar-benar mencintai Rasulullah
Saw. dan cinta pula kepada Abu Bakar dan Umar radiyallahu anhuma, dan aku
berharap semoga Allah membangkitkan aku bersama-sama mereka, sekalipun aku
belum dapat beramal seperti amal mereka."
قَالَ الْإِمَامُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ
سُلَيْمٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ، كَمَا
تَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ مِنَ الْأُفُقِ مِنَ
الْمَشْرِقِ أَوِ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ". قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ لَا يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ؟
قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا
الْمُرْسَلِينَ".
Imam Malik ibnu Anas meriwayatkan dari Safwan
ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya penduduk surga itu
benar-benar memandang penduduk guraf (kedudukan yang tertinggi di dalam surga)
yang berada di atas mereka, sebagaimana kalian memandangi biniang-bintang
gemerlapan yang jauh berada di ufuk timur atau di ufuk barat, karena adanya
perbedaan keutamaan di antara mereka. Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah, tempat itu adalah tempat kediaman para nabi yang tidak dapat
dicapai selain mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, demi Tuhan
yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum
laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada para rasul.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim di dalam kitab Sahihain melalui hadis Malik, lafaz hadis berdasarkan apa
yang ada pada Sahih Muslim.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا فَزَارَةُ،
أَخْبَرَنِي فُلَيْح، عَنْ هِلَالٍ -يَعْنِي ابْنَ عَلِيٍّ-عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ فِي الْجَنَّةِ كَمَا
تَرَاءَوْنَ -أَوْ تَرون-الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَارِبَ فِي الْأُفُقِ
وَالطَّالِعَ فِي تَفَاضُلِ الدَّرَجَاتِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أُولَئِكَ النَّبِيُّونَ؟ قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
وَأَقْوَامٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami Fazzarah, telah menceritakan kepadaku Fulaih, dari Hilal (yakni
Ibnu Ali), dari Ata, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
penduduk surga benar-benar saling memandangi —sebagaimana kamu memandangi—
bintang-bintang gemerlapan yang berada jauh di ufuk yang tinggi karena adanya
perbedaan keutamaan dalam hal tingkatan ( di antara mereka). Para sahabat
bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka yang tinggal di tempat yang tinggi itu
adalah para nabi tentunya." Nabi Saw. bersabda: Tidak demikian, demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum
laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada rasul-rasul.
Menurut Al-Hafiz Ad-Diyaul Maqdisi disebutkan
bahwa hadis ini dengan syarat Imam Bukhari.
Al-Hafiz Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan di
dalam kitab Mu'jamul Kabir:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَمَّارٍ الْمَوْصِلِيُّ، حَدَّثَنَا عُفَيْف بْنُ سَالِمٍ، عَنْ أَيُّوبَ
بْنِ عُتْبة عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ مِنَ
الْحَبَشَةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ،
فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلْ
واسْتَفْهِمْ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُضِّلتُم عَلَيْنَا
بِالصُّوَرِ وَالْأَلْوَانِ وَالنُّبُوَّةِ، أَفَرَأَيْتَ إِنْ آمنتُ بِمَا آمنتَ
بِهِ، وعملتُ مثلَ مَا عملتَ بِهِ، إِنِّي لَكَائِنٌ مَعَكَ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ، وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُضِيءُ بَيَاضُ الْأَسْوَدِ فِي الْجَنَّةِ مِنْ
مَسِيرَةِ أَلْفِ عَامٍ" قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَانَ لَهُ
بِهَا عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ،
كُتِبَ لَهُ بِهَا مِائَةُ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفَ
حَسَنَةٍ" فَقَالَ رَجُلٌ: كَيْفَ نَهْلَكُ بَعْدَهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْعَمَلِ لَوْ وُضِعَ عَلَى جَبَلٍ
لَأَثْقَلَهُ، فَتَقُومُ النِّعْمَةُ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ فَتَكَادُ أَنْ
تَسْتَنْفِدَ ذَلِكَ كُلَّهُ إِلَّا أَنْ يَتَطَاوَلَ اللَّهُ بِرَحْمَتِهِ"
وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَاتُ {هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ
شَيْئًا مَذْكُورًا} إِلَى قَوْلِهِ: {نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا}
[الْإِنْسَانِ: 1-20] فَقَالَ الْحَبَشِيُّ: وَإِنَّ عَيْنَيَّ لَتَرَيَانِ مَا
تَرَى عَيْنَاكَ فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "نَعَمْ". فَاسْتَبْكَى حَتَّى فَاضَتْ نَفْسُهُ، قَالَ
ابْنُ عمر: لقد رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُدْلِيهِ فِي حُفْرَتِهِ بِيَدَيْهِ.
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul
Aziz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar Al-Mausuli, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Afif ibnu Salim, dari Ayyub bin Atabah, dari
Ata, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa datanglah seorang lelaki dari
Habsyah menghadap kepada Rasulullah Saw. untuk bertanya. Maka Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya, "Bertanyalah dan mintalah pemahaman
(kepadaku)." Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau diberi
keutamaan di atas kami berkat bentuk, warna kulit, dan kenabian." Kemudian
lelaki Habsyah (yang hitam kulitnya) berkata lagi, "Bagaimanakah
menurutmu, jika aku beriman kepada apa yang engkau imani dan mengamalkan amalan
seperti yang engkau amalkan, apakah aku dapat bersama-sama denganmu di dalam
surga nanti?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sinar dari warna hitam
itu benar-benar dapat menerangi sejauh perjalanan seribu tahun di dalam surga. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda pula: Barang siapa yang mengucapkan, "Tidak
ada Tuhan selain Allah," maka kalimah tersebut membuatnya mendapat janji
Allah. Dan barang siapa yang mengucapkan, "Mahasuci Allah dan dengan
memuji-Nya," maka dicatatkan baginya seratus ribu kebaikan dan dua puluh
empat ribu kebaikan. Lalu ada seorang lelaki berkata, "Bagaimanakah
jika kami mati sesudah itu, ya Rasulullah Saw.?" Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki datang di hari kiamat dengan membawa
pahala amal perbuatan: seandainya amal itu diletakkan di atas sebuah bukit,
niscaya bukit itu keberatan dengannya. Kemudian dibangkitkan suatu nikmat dari
nikmat-nikmat Allah, maka hampir saja nikmat dari Allah itu dapat menghabiskan
semua amal itu kecuali bila Allah meliputinya dengan rahmat-Nya. Lalu
turunlah ayat-ayat berikut, yakni firman-Nya: Bukankah telah datang atas manusia
suatu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang
dapat disebut? (Al-Insan: 1) Sampai dengan firman-Nya: Berbagai macam
kenikmatan dan kerajaan yang besar. (Al-Insan: 20) Lalu orang Habsyi itu
berkata, "Apakah kedua mataku ini benar dapat pula melihat apa yang
dilihat oleh kedua matamu di dalam surga?" Nabi Saw. menjawab, "Ya."
Maka lelaki Habsyah itu menangis hingga meninggal dunia. Ibnu Umar mengatakan,
"Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw. menurunkan jenazahnya ke liang
lahatnya."
Hadis ini mengandung garabah (keanehan) dan
nakarah (hal-hal yang diingkari), lagi pula sanadnya daif.
*******************
Firman Allah Swt.:
ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ
اللَّهِ
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah.
(An-Nisa: 70)
Yakni dari sisi Allah; berkat rahmat-Nya-lah yang
menjadikan mereka dapat memperoleh hal tersebut, bukan karena amal perbuatan
mereka.
وَكَفى بِاللَّهِ عَلِيماً
dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 70)
Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat
hidayah dan taufik-Nya.
An-Nisa, ayat 71-74
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُباتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعاً
(71) وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قالَ
قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيداً (72) وَلَئِنْ
أَصابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ
وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزاً عَظِيماً
(73) فَلْيُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَياةَ الدُّنْيا
بِالْآخِرَةِ وَمَنْ يُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ
فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً (74)
Hai orang-orang yang
beriman, bersiap siagalah kalian, dan majulah (ke medan perang)
berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! Dan sesungguhnya di antara
kalian ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan perang). Maka jika
kalian ditimpa musibah, ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah
menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang
bersama-sama mereka." Dan sungguh jika kalian beroleh karunia (kemenangan)
dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih
sayang antara kamu dengan dia, "Wahai, kiranya saya ada bersama-sama
mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)." Karena itu,
hendaklah (orang mukmin) berperang di jalan Allah (melawan) orang-orang yang
menukar akhirat dengan dunia. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu
gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala
yang besar.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya
yang beriman agar bersikap waspada terhadap musuh-musuh mereka. Hal ini tentu
saja menuntut adanya kesiagaan untuk menghadapi mereka dengan mempersiapkan
semua persenjataan dan pasukan serta memperbanyak pasukan dengan mengadakan
mobilitas umum untuk berjihad di jalan Allah.
Yang dimaksud dengan lafaz subatin ialah
berkelompok-kelompok, sekumpulan demi sekumpulan, dan satuan pasukan demi
satuan pasukan, Subat adalah bentuk jamak dari sabatun, tetapi
adakalanya dijamakkan lafaz as-sabah ini menjadi sibina.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: majulah (ke medan pertempuran)
berkelompok-kelompok. (An-Nisa: 71) Yaitu sekumpulan demi sekumpulan.
Dengan kata lain, berpencar menjadi beberapa satuan pasukan. atau majulah
bersama-sama. (An-Nisa: 71) Maksudnya, kalian semuanya maju menjadi satu
dalam medan pertempuran.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah,
As-Saddi, Qata-dah, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani/Muqatil ibnu Hayyan, dan
Al-Khasif Al-Jazari.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ
لَيُبَطِّئَنَّ
Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang
yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72)
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah bukan
hanya seorang; ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik.
Menurut Muqatil ibnu Hayyan, makna firman-Nya: benar-benar
ia berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72) Yakni dia tidak
ikut berjihad.
Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna
yang dimaksud ialah dia memang bersikap lamban dalam menanggapi anjuran
berjihad. Dengan kata lain, enggan melakukan jihad dan menganjurkan orang lain
untuk enggan berjihad. Seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul, semoga Allah mengutuk perbuatannya; dia tidak mau ikut jihad, bahkan
menghalang-halangi orang lain untuk ikut berjihad. Demikianlah menurut pendapat
Ibnu Juraij dan Ibnu Jarir.
Sikap orang munafik tersebut digambarkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ}
Maka jika kalian ditimpa musibah.
(An-Nisa: 72)
Yakni ada yang gugur dan mati syahid serta musuh
dapat mengalahkan kalian, karena ada hikmah Allah dalam hal tersebut yang hanya
diketahui oleh Dia.
{قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ
لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا}
ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah
menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang
bersama-sama mereka." (An-Nisa: 72)
Yakni karena aku tidak ikut bersama mereka dalam
pertempuran, dia menganggap bahwa hal tersebut merupakan nikmat Allah
kepadanya. Padahal ia tidak mengetahui pahala yang terlewatkan olehnya, yaitu
pahala bersabar dalam peperangan atau mati syahid jika gugur.
{وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ}
Dan sungguh jika kalian beroleh karunia dari
Allah. (An-Nisa: 73)
Yakni kemenangan, keberhasilan, dan ganimah.
{لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ
وَبَيْنَه مَوَدَّةٌ}
tentulah dia mengatakan seolah-olah belum
pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dengan dia. (An-Nisa: 73)
Seakan-akan dia bukan dari kalangan yang seagama
dengan kalian.
{يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ
فَوْزًا عَظِيمًا}
Wahai, kiranya saja ada bersama-sama mereka,
tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula). (An-Nisa: 73)
Yang dimaksudnya ia mendapat satu bagian ganimah
sama dengan mereka dan berhasil meraihnya, dan memang itulah tujuan utama dan
cita-citanya dalam berjihad.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَلْيُقَاتِلْ}
Karena itu, hendaknya berperanglah. (An-Nisa:
74)
Artinya, orang mukmin yang telah terdaftar
hendaknya berperang.
{فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ}
di jalan Allah (untuk memerangi) orang-orang
yang menjual akhirat mereka dengan dunia. (An-Nisa: 74)
Yaitu mereka yang menjual agama mereka dengan
harga yang sedikit dari perbendaharaan dunia (betapapun besarnya harta dunia
bila dibandingkan dengan pahala akhirat sangat kecil dan tak berarti, pent).
Hal itu tiada lain karena kekufuran mereka dan ketiadaan iman mereka.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا}
Barang siapa yang berperang di jalan Allah,
lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya
pahala yang besar. (An-Nisa: 74)
Semua orang yang berperang di jalan Allah, baik
ia gugur ataupun dikalahkan, maka baginya di sisi Allah terdapat pahala yang
besar dan imbalan yang berlimpah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis
yang mengatakan bahwa Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya,
jika dia diwafatkan oleh-Nya, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga, atau
(jika selamat) mengembalikannya ke tempat tinggalnya sewaktu ia keluar darinya
dengan memboyong pahala atau ganimah (bila beroleh kemenangan).
An-Nisa, ayat 75-76
وَما لَكُمْ لَا
تُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجالِ وَالنِّساءِ
وَالْوِلْدانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا أَخْرِجْنا مِنْ هذِهِ الْقَرْيَةِ
الظَّالِمِ أَهْلُها وَاجْعَلْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنا مِنْ
لَدُنْكَ نَصِيراً (75) الَّذِينَ آمَنُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقاتِلُوا أَوْلِياءَ
الشَّيْطانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطانِ كانَ ضَعِيفاً (76)
Mengapa kalian tidak
mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik
laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan
kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya, dan berilah
kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!" Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan
orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. Sebab itu, perangilah
kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.
Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya
yang mukmin untuk berjihad di jalan-Nya dan berupaya untuk menyelamatkan
orang-orang lemah yang tinggal di Mekah dari kalangan kaum laki-laki, kaum
wanita, dan anak-anak yang terpaksa tinggal di Mekah tanpa ada piiihan lain.
Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا
مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ}
semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami,
keluarkanlah kami dari negeri ini." (An-Nisa: 75) Yang dimaksud adalah
kota Mekah.
Seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain,
yaitu firman-Nya:
وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ
هِيَ أَشَدُّ قُوَّةً مِنْ قَرْيَتِكَ الَّتِي أَخْرَجَتْكَ
Dan berapa banyaknya negeri-negeri yang
(penduduknya) lebih kuat daripada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah
mengusirmu itu. (Muhammad: 13)
Selanjutnya Allah menyifati penduduk negeri
tersebut melalui firman-Nya:
{الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ
لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا}
yang zalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.
(An-Nisa: 75)
Yakni berikanlah kepada kami pelindung dan
penolong dari sisi Engkau.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Aku
dan ibuku termasuk di antara orang-orang yang lemah itu.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu
Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu
Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kecuali
mereka yang tertindas, baik
laki-laki atau wanita ataupun anak-anak. (An-Nisa:
98) Lalu ia mengatakan: Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh
Allah Swt.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ}
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah,
dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. (An-nisa: 76)
Orang-orang mukmin berperang karena taat kepada
Allah dan ingin memperoleh rida-Nya, sedangkan orang-orang kafir berperang
karena taat kepada setan.
Kemudian Allah menggugah semangat orang-orang
mukmin untuk memerangi musuh-musuh Allah melalui firman-Nya:
{فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ
كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا}
Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu,
karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (An-Nisa: 76)
An-Nisa, ayat 77-79
أَلَمْ تَرَ
إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا
الزَّكاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتالُ إِذا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ
النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقالُوا رَبَّنا لِمَ
كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتالَ لَوْلا أَخَّرْتَنا إِلى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتاعُ
الدُّنْيا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلاً
(77) أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ
تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ فَمالِ هؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً (78) مَا
أَصابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَما أَصابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ
نَفْسِكَ وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفى بِاللَّهِ شَهِيداً (79)
Tidakkah kamu
perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan
kalian (dari berperang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat!" Setelah
diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan
lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa
Engkau wajibkan kepada kami berperang? Mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?"
Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih
baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kalian tidak akan dianiaya sedikit
pun. Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun
kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Dan jika mereka
memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah."
Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya
(datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (munafikin)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? Apa.saja nikmat yang kamu
peroleh adalah dari Allah; dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap
manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang
mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan
menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka
diperintahkan untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka
sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang
musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.
Mereka sangat merindukan adanya perintah dari
Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka,
untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu
mereka. Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab,
antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh
mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di
negeri mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari
bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan
atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru
diperintahkan hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai
negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.
Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan
berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya, ternyata sebagian dari
mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang
sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا
الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ}
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa
Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?"
(An-Nisa: 77)
Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan kewajiban
berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu
berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi
janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُ الَّذِينَ
آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ
فِيهَا الْقِتالُ
Dan orang-orang yang beriman berkata,
"Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu
surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang.
(Muhammad: 20), hingga beberapa ayat berikutnya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمة وَعَلِيُّ بْنُ
زِنْجَةَ قَالَا حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ
وَاقِدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابن عباس: أَنَّ
عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ، فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كُنَّا
فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ، فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً: قَالَ:
"إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ". فَلَمَّا
حَوَّلَهُ اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَهُ بِالْقِتَالِ، فَكَفُّوا.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا
أَيْدِيَكُمْ [وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ
عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ
اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً] } الآية.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdul Aziz, dari Abu Zar'ah dan Ali ibnu Rumhah; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr
ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan
beberapa orang temannya datang menemui Nabi Saw. di Mekah. Lalu mereka berkata,
"Wahai Nabi Allah, dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik.
Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya
aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik).
Karena itu, janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan
Nabi Saw. ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang
musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang. Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan
kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang)."
(An-Nisa: 77), hingga akhir ayat.
Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih
meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang
sama.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada
yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu
mereka meminta kepada Allah agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika
diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang
disebutkan firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia
(musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya.
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada
kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai
ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77) Yang dimaksud dengan ajalin
qarib ialah mati. Allah Swt. berfirman: Katakanlah,
"Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) Mujahid mengatakan,
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi;
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
*******************
Dan firman-Nya:
{قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى}
Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya
sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa."
(An-Nisa: 77)
Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah
lebih baik daripada kehidupan dunianya.
{وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا}
dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun.
(An-Nisa: 77)
Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang
dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.
Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi
kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka
kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim
Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa
Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Kesenangan dunia
ini hanya sebentar." (An-Nisa: 77) Lalu ia berkata, "Semoga Allah
merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia
ini semuanya dari awal sampai akhir, tiada lain sama halnya dengan seorang
lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang
disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya."
Ibnu Mu'in mengatakan bahwa Abu Mishar mengatakan dalam bait-bait syairnya:
وَلَا
خَيْرَ فِي الدنيا لِمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ ... مِنَ اللَّهِ فِي دَارِ الْمُقَامِ نَصيبُ ...
فِإِنْ
تُعْجب الدُّنْيَا رجَالا فِإِنْهَا ... مَتَاع قَلِيلٌ والزّوَال قريبُ ...
Tiada
kebaikan pada dunia bagi orang yang tidak mempunyai bagian pahala dari Allah di
tempat yang kekal nanti. Jika dunia memang dapat membuat terpesona banyak
laki-laki, maka sesungguhnya dunia itu kesenangan yang sebentar dan lenyapnya
tidak lama lagi.
*******************
Firman Allah Swt
أَيْنَما تَكُونُوا
يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kalian berada, kematian akan
mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.
(An-Nisa: 78)
Maksudnya, kalian pasti akan mati, dan tiada
seorang pun dari kalian yang selamat dari maut. Perihalnya sama dengan yang
disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman:
26)
كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ
الْمَوْتِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
(Ali Imran: 185)
وَما جَعَلْنا لِبَشَرٍ
مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang
manusia pun sebelum kamu.(Al-Anbiya: 34)
Makna yang dimaksud ialah setiap orang pasti akan
mati, tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dia dari kematian, baik dia
ikut dalam berjihad ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur
manusia itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta
kedudukan yang telah ditetapkan baginya. Seperti yang dikatakan oleh Khalid
ibnul Walid ketika menjelang kematiannya di atas tempat tidurnya:
لَقَدْ شَهِدْتُ كَذَا وَكَذَا مَوْقِفًا، وَمَا مِنْ عُضْوٍ مِنْ
أَعْضَائِي إِلَّا وَفِيهِ جُرْحٌ مِنْ طَعْنَةٍ أَوْ رَمْيَةٍ، وَهَا أَنَا
أَمُوتُ عَلَى فِرَاشِي، فَلَا نَامَتْ أَعْيُنُ الْجُبَنَاءِ
Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan
perang anu, dan tiada suatu anggota tubuhku melainkan padanya terdapat luka
karena tusukan atau lemparan panah. Tetapi sekarang aku mati di atas tempat
tidurku, semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ كُنْتُمْ فِي
بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi
lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Yakni benteng yang kuat, kokoh, lagi tinggi.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan buruj
ialah bintang-bintang yang ada di langit. Pendapat ini dikatakan oleh As-Saddi,
tetapi lemah. Pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengannya adalah benteng yang kuat. Dengan kata lain, tiada gunanya sikap
waspada dan berlindung di tempat yang kokoh dari ancaman maut. Seperti yang
dikatakan oleh seorang penyair (Jahiliah), yaitu Zuhair ibnu Abu Salma:
وَمَن خَاف أسبابَ
المَنيّة يَلْقَهَا ... وَلَوْ رَامَ أسبابَ السَّمَاءِ بسُلَّم
Barang
siapa yang takut terhadap penyebab kematian, niscaya dia akan didapatkannya
sekalipun dia naik ke langit yang tinggi dengan memakai tangga.
Kemudian menurut pendapat yang lain, al-musyayyadah
sama artinya dengan al-masyidah. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
وَقَصْرٍ مَشِيدٍ
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Menurut pendapat yang lainnya lagi, di antara
keduanya terdapat perbedaan, yaitu: Kalau dibaca al-musyayyadah dengan
memakai tasydid artinya yang ditinggikan, sedangkan kalau dibaca takhfif
(tanpa tasydid) artinya yang dibangun dengan memakai batu kapur.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan
bab ini mengetengahkan sebuah kisah panjang dari Mujahid: bahwa zaman dahulu
terdapat seorang wanita yang sedang melahirkan, lalu si wanita itu
memerintahkan kepada pelayannya untuk mencari api. Ketika si pelayan keluar,
tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdiri di depan pintu
(entah dari mana datangnya). Lalu lelaki itu bertanya, "Apakah wanita itu
telah melahirkan bayinya?" Si pelayan menjawab, "Ya, seorang bayi
perempuan." Selanjutnya lelaki itu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya
bayi perempuan itu kalau sudah dewasa nanti akan berbuat zina dengan seratus
orang laki-laki, kemudian ia dikawini oleh pelayan si wanita itu, dan kelak
matinya disebabkan oleh laba-laba." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa
pelayan itu kemudian kembali ke dalam rumah dan dengan serta-merta ia merobek
perut si bayi dengan pisau hingga menganga lebar, lalu ia pergi melarikan diri
karena ia merasa yakin bahwa bayi itu telah mati. Melihat hal itu ibu si bayi
segera mengobati luka tersebut dengan menjahitnya. Lama-kelamaan luka si bayi
sembuh dan ia tumbuh hingga remaja. Setelah dewasa, ia menjadi wanita yang
tercantik di kotanya. Sedangkan si pelayan yang kabur tadi pergi menjelajahi
semua daerah, dan akhirnya ia menjadi penyelam, lalu berhasil memperoleh harta
yang berlimpah (dari dalam laut). Dengan bekal harta itu ia menjadi orang yang
paling kaya, lalu ia kembali ke negerinya semula dan bermaksud untuk kawin.
Untuk itu ia berkata kepada seorang nenek, "Aku ingin kawin dengan wanita
yang paling cantik di kota ini." Si nenek berkata, "Di kota ini tidak
ada wanita yang lebih cantik dari si Fulanah." Ia berkata, "Kalau
demikian pergilah kamu untuk melamarnya buatku." Si nenek akhirnya
berangkat ke rumah wanita yang dimaksud, dan ternyata si wanita itu menyetujui
lamarannya. Ketika akan menggaulinya, ia sangat terpesona dengan kecantikan istrinya
itu. Maka si istri itu bertanya kepadanya mengenai asal-usulnya. Lalu ia
menceritakan kepada istrinya semua yang pernah ia alami hingga menyangkut
masalah bayi perempuan tadi. Maka si istri menjawab, "Akulah bayi
perempuan itu," lalu si istri memperlihatkan bekas robekan yang ada pada
perutnya, hingga ia percaya dengan bukti tersebut. Ia berkata, "Jika dulu
engkau benar-benar bayi tersebut, sesungguhnya ada seorang lelaki (barangkali
malaikat) yang memberitahukan kepadaku tentang dua perkara yang merupakan suatu
keharusan akan menimpamu. Salah satunya ialah bahwa engkau telah berbuat zina
dengan seratus orang laki-laki." Si istri menjawab, "Memang aku telah
berbuat itu, tetapi aku lupa dengan berapa banyak lelaki aku
melakukannya." Si suami menjawab, "Jumlah mereka adalah seratus orang
laki-laki." Si suami melanjutkan kisahnya, "Hal yang kedua ialah
engkau akan mati karena seekor laba-laba." Karena si suami sangat
mencintai istrinya, maka ia membangunkan untuk si istri sebuah gedung yang
kokoh lagi tinggi untuk melindunginya dari penyebab tersebut. Tetapi pada suatu
hari ketika mereka sedang asyik masyuk, tiba-tiba ada seekor laba-laba di atap
rumah. Lalu ia memperlihatkan laba-laba itu kepada istrinya. Maka si istri
berkata, "Inikah yang engkau takutkan akan menyerang diriku? Demi Allah,
bahkan akulah yang akan membunuhnya." Para pembantu menurunkan laba-laba
itu dari atap ke bawah, kemudian si istri dengan sengaja mendekatinya dan
menginjaknya dengan jempol kakinya hingga laba-laba itu mati seketika itu juga.
Akan tetapi, takdir Allah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Ternyata ada
sebagian dari racun laba-laba itu yang masuk ke dalam kuku jari kakinya dan
terus menembus ke dagingnya, hingga kaki si wanita itu menjadi hitam dan
membusuk; hal tersebutlah yang mengantarkannya kepada kematian.
*******************
Dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah
kisah tentang Raja Al-Hadar yang bemama Satirun, ketika ia diserang oleh Raja
Sabur yang mengepung bentengnya. Akhirnya Sabur dapat membunuh semua orang yang
ada di dalam benteng sesudah mengepungnya selama dua tahun. Sehubungan dengan
kisah ini orang-orang Arab merekamnya ke dalam syair-syair mereka, yang antara
lain mengatakan:
Raja Al-Hadar, ketika membangun negerinya dan
Sungai Tigris dialirkannya menuju negerinya, begitu pula Sungai Khabur, ia
membangun istananya dengan memakai batu marmar dan lantainya memakai keramik
yang indah lagi anggun. Di atas puncak istananya yang tinggi itu banyak burung
merpati bersarang. Tangan-tangan kematian tidak ditakuti oleh benteng yang
kokoh lagi tinggi itu. Akan tetapi, si raja binasa dalam membela benteng-nya
yang kini menjadi reruntuhan yang ditinggalkan.
Ketika Ali masuk menemui Usman, ia mengatakan,
"Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad." Kemudian Ali mengucapkan
syair berikut:
Aku melihat bahwa maut tidak menyisakan
seorang yang perkesa pun, dan tidak pernah memberikan perlindungan kepada
pemberontak di negeri ini dan kawasan ini. Penduduk benteng tinggal dengan
aman, sedangkan pintu benteng dalam keadaan tertutup kemegahan dan tingginya
menyamai bukit-bukit.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Kisra Sabur —yang
dijuluki Zul Aktaf— yang membunuh Satirun, Raja Al-Hadar. Tetapi di lain
kesempatan Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa sesungguhnya orang yang membunuh
Raja Al-Hadar adalah Sabur ibnu Ardsyir ibnu Babik, generasi pertama Raja Bani
Sasan; dia pulalah yang mengalahkan raja-raja Tawaif dan mengembalikan
kekuasaan kepada kekaisarannya. Adapun Sabur yang dijuluki Zul Aktaf, dia baru
muncul jauh sesudah itu. Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh
As-Suhaili. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Sabur mengepung benteng Satirun
selama dua tahun. Peperangan itu terjadi karena Satirunlah yang memulainya;
Satirun menyerang negeri Sabur di saat Raja Sabur sedang bepergian ke Irak.
Pada suatu hari putri Raja Satirun bernama Nadirah naik ke atas benteng, lalu
ia melihat-lihat, dan pandangan matanya tertuju ke arah Raja Sabur yang memakai
pakaian kebesaran yang terbuat dari kain sutra, di atas kepalanya terdapat
mahkota terbuat dari emas murni yang bertatahkan intan dan berbagai macam batu
permata yang amat langka. Hati si putri terpikat, lalu ia menyusup menemuinya
dan mengatakan kepadanya, "Jika aku bukakan pintu benteng ini, maukah kamu
memperistri diriku?" Maka Raja Sabur menjawab, "Ya." Pada sore
harinya Raja Satirun minum khamr hingga mabuk, dan sudah menjadi kebiasaannya
bila hendak tidur ia mabuk terlebih dahulu. Maka putrinya mengambil kunci pintu
gerbang benteng dari bawah bantal ayahnya. Setelah itu kunci tersebut ia kirimkan
kepada Raja Sabur melalui seorang bekas budaknya, maka Raja Sabur dapat membuka
benteng tersebut. Menurut riwayat yang lain, si putri menunjukkan kepada mereka
sebuah rajah yang berada di dalam benteng itu. Benteng tersebut tidak akan
dapat dibuka sebelum diambil seckor burung merpati abu-abu, lalu kedua kakinya
dibasahi dengan kotoran darali haid seorang gadis yang bermata biru, kemudian
baru dilepaskan terbang. Apabila burung merpati itu hinggap di atas tembok
benteng, maka tembok benteng itu akan runtuh dan terbukalah pintu gerbangnya.
Raja Sabur melakukan hal tersebut. Setelah pintu gerbang benteng terbuka, maka
Sabur membunuh Raja Satirun dan berlaku sewenang-wenang kepada penduduk
benteng, lalu merusaknya hingga menjadi puing-puing. Kemudian ia berangkat
bersama putri tersebut yang telah ia kawini. Tersebutlah bahwa di suatu malam
hari ketika si putri telah berada di atas peraduannya, tiba-tiba ia gelisah,
tidak dapat tidur. Hal ini membuat resah si raja, lalu ia mengambil sebuah
lilin dan memeriksa tempat tidur istrinya, ternyata ia menjumpai selembar daun
pohon as (yang pada zaman itu sebagai kertas). Raja Sabur berkata kepadanya,
"Rupanya inilah yang menyebabkan kamu tidak dapat tidur. Apakah yang telah
dilakukan oleh ayahmu di masa lalu?" Ia menjawab, "Dahulu ayahku
menghamparkan kain sutra kasar buat permadaniku dan memakaikan kepadaku kain
sutra yang indah-indah, serta memberiku makan sumsum dan memberiku minuman
khamr."
At-Tabari menceritakan bahwa dahulu ayah si putri
memberinya makan sumsum dan zubdah serta madu yang bermutu tinggi, dan
memberinya minum khamr.
At-Tabari menceritakan pula, bahwa Raja Sabur
dapat melihat sumsum betisnya (karena kecantikannya dan keindahan tubuhnya,
pent.).
Raja Sabur akhirnya berkata, "Ternyata jasa
ayahmu itu dibalas olehmu dengan air tuba, dan engkau pun pasti akan lebih
cepat melakukan hal yang sama terhadap diriku." Raja Sabur akhirnya
memerintahkan agar permaisurinya itu ditangkap, lalu gelungan rambutnya
diikatkan ke buntut kuda, kemudian kudanya dihardik untuk lari
sekencang-kencangnya, hingga matilah ia diseret kuda.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ
dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa:
78)
Yaitu kemakmuran dan rezeki yang berlimpah berupa
buah-buahan, hasil pertanian, banyak anak, dan lain-lainnya berupa rezeki.
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}
mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi
Allah," dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78)
Berupa paceklik, kekeringan, dan rezeki yang
kering, atau tertimpa kematian anak atau tidak mempunyai penghasilan atau
lain-lainnya yang merupakan bencana. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah
dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ}
mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari
sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78)
Yakni dari sisi kamu, disebabkan kami mengikuti
kamu dan memasuki agamamu. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya
yang menceritakan perihal kaum Fir'aun, yaitu:
{فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا
لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}
Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan
jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa
dan orang-orang yang mengikutinya. (Al-A'raf: 131)
Juga semakna dengan apa yang terkandung di dalam
firman-Nya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَعْبُدُ اللَّهَ عَلى حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah
Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Demikian pula yang dikatakan oleh orang-orang
munafik, yaitu mereka yang masuk Islam lahiriahnya, sedangkan hati mereka benci
terhadap Islam. Karena itulah bila mereka tertimpa bencana, maka mereka kaitkan
hal itu dengan penyebab karena mengikuti Nabi Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan al-hasanah
ialah kemakmuran dan kesuburan yang membuat ternak mereka berkembang biak
dengan pesatnya —begitu pula ternak kuda mereka— dan keadaan mereka menjadi
membaik serta istri-istri mereka melahirkan anak-anaknya. mereka mengaiakan,
"Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka tertimpa sesuatu
bencana. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan sayyiah ialah kekeringan
(paceklik) dan bencana yang menimpa harta mereka; maka mereka melemparkan
kesialan itu kepada Nabi Muhammad Saw., lalu mereka mengatakan, "Ini
gara-gara kamu." Dengan kata lain, mereka bermaksud bahwa karena
kami meninggalkan agama kami dan mengikuti Muhammad, akhirnya kami tertimpa
bencana ini. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah,
"Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Adapun
firman Allah Swt.: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah."
(An-Nisa:78) Maksudnya, semuanya itu adalah atas ketetapan dan takdir Allah,
Dia melakukan keputusan-Nya terhadap semua orang, baik terhadap orang yang
bertakwa maupun terhadap orang yang durhaka, dan baik terhadap orang mukmin
maupun terhadap orang kafir, tanpa pandang bulu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi
Allah." (An-Nisa: 78) Yaitu kebaikan dan keburukan itu semuanya dari
Allah. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman, mengingkari mereka
yang mengatakan demikian yang timbul dari keraguan dan kebimbangan mereka,
minimnya pemahaman dan ilmu mereka yang diliputi dengan kebodohan dan aniaya,
yaitu:
{فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ
يَفْقَهُونَ حَدِيثًا}
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78)
Sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah,
"Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) terdapat
sebuah hadis garib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.
حَدَّثَنَا السَّكن بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ،
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّان، عَنْ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي
قَبِيلَتَيْنِ مِنَ النَّاسِ، وَقَدِ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا، فَجَلَسَ أَبُو
بَكْرٍ قَرِيبًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛
وَجَلَسَ عُمَرُ قَرِيبًا مِنْ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِمَ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُكُمَا؟ "
فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: الْحَسَنَاتُ مِنَ
اللَّهِ وَالسَّيِّئَاتُ مِنْ أَنْفُسِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَا قُلْتَ يَا عُمَرُ؟ " قَالَ:
قُلْتُ: الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ مِنَ اللَّهِ. تَعَالَى. فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ تَكَلَّمَ
فِيهِ جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ مِيكَائِيلُ مَقَالَتَكَ يَا أَبَا
بَكْرٍ، وَقَالَ جِبْرِيلُ مَقَالَتَكَ يَا عُمَرُ فَقَالَ: نَخْتَلِفُ
فَيَخْتَلِفُ أَهْلُ السَّمَاءِ (3) وَإِنْ يَخْتَلِفْ أَهْلُ السَّمَاءِ
يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْأَرْضِ. فَتَحَاكَمَا إِلَى إِسْرَافِيلَ، فَقَضَى
بَيْنَهُمْ أَنَّ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ مِنَ اللَّهِ". ثُمَّ
أَقْبَلَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ "احْفَظَا قَضَائِي
بَيْنَكُمَا، لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَلَّا يُعْصَى لَمْ يَخْلُقْ إِبْلِيسَ".
Telah menceritakan kepada kami As-Sakan ibnu
Sa'id, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan
kepada kami Ismail ibnu Hammad, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Amr ibnu
Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan, "Ketika kami
sedang duduk di sisi Rasulullah Saw., datanglah Abu Bakar bersama dua kabilah,
suara mereka kedengaran amat gaduh. Lalu Abu Bakar duduk di dekat Nabi Saw. dan
Umar pun duduk di dekat Abu Bakar. Maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Mengapa
suara kamu berdua kedengaran gaduh?' Seorang lelaki memberikan jawaban,
'Wahai Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa semua kebaikan dari Allah dan
semua keburukan dari diri kita sendiri.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Lalu
apakah yang kamu katakan, hai Umar?' Umar menjawab, 'Aku katakan bahwa
semua kebaikan dan keburukan dari Allah.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya
orang yang mula-mula membicarakan masalah ini adalah Jibril dan Mikail. Mikail
mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Abu Bakar.
Sedangkan Jibril mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu,
hai Umar.' Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, 'Penduduk langit pun
berselisih pendapat mengenainya. Jika penduduk langit berselisih, maka penduduk
bumi pun berselisih pula. Lalu keduanya mengajukan permasalahannya kepada
Malaikat Israfil. Maka Israfil memutuskan di antara mereka dengan keputusan
bahwa semua kebaikan dan semua keburukan berasal dari Allah.' Kemudian
Rasulullah Saw. berpaling ke arah Abu Bakar dan Umar, lalu bersabda, 'Ingatlah
keputusanku ini olehmu berdua. Seandainya Allah berkehendak untuk tidak
didurhakai, niscaya Dia tidak akan menciptakan iblis'."
Syaikhul Islam Taqiyud Din Abul Abbas Ibnu
Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini maudu' lagi buatan, menurut kesepakatan
ahli ma'rifah (para ulama).
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya,
tetapi makna yang dimaksud ialah mencakup semua orang, sehingga firman berikut
dapat dianggap sebagai jawaban, yaitu:
{مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ
اللَّهِ}
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari
Allah. (An-Nisa: 79)
Yakni dari kemurahan Allah, kasih sayang serta
rahmat-Nya.
{وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ
نَفْسِكَ}
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. (An-Nisa: 79)
Yaitu akibat perbuataninu sendiri. Perihalnya
sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَما أَصابَكُمْ مِنْ
مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahanmu). (Asy-Syura: 30)
As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Juraij, dan
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dari dirimu sendiri.
(An-Nisa: 79) Yaitu disebabkan dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) sebagai hukuman
buatmu, hai anak Adam, karena dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada
kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
«لَا
يُصِيبُ رَجُلًا خَدْشُ عُودٍ وَلَا عَثْرَةُ قَدَمٍ، وَلَا اخْتِلَاجُ عِرْقٍ
إِلَّا بِذَنْبٍ، وَمَا يَعْفُو اللَّهُ أَكْثَرُ»
Tidak sekali-kali seseorang terkena lecet
(karena tertusuk) kayu, tidak pula kakinya tersandung, tidak pula uratnya
terkilir, melainkan karena dosa(nya), tetapi yang dimaafkan oleh Allah jauh
lebih banyak.
Hadis mursal yang diriwayatkan oleh Qatadah ini
telah diriwayatkan secara muttasil di dalam kitab sahih, yang bunyinya
mengatakan:
«وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ، وَلَا نَصَبٌ،
حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ»
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, tiada suatu kesusahan pun yang menimpa orang mukmin,
tiada suatu kesedihan pun, dan tiada suatu kelelahan pun, hingga duri yang
menusuk (kaki)nya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya
karena musibah itu.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)mu sendiri.
(An-Nisa: 79) Yakni karena dosamu sendiri, dan Akulah (kata Allah) yang
menakdirkannya atas dirimu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Salil ibnu Bakkar,
telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan
kepadaku Uqbah ibnu Wasil (keponakan Mutarrif), dari Mutarrif ibnu Abdullah
sendiri yang mengatakan, "Apakah yang kalian kehendaki dari masalah takdir
ini, tidakkah mencukupi kalian ayat yang ada di dalam surat An-Nisa,"
yaitu firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan,
"Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu
bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yaitu karena dirimu. Demi Allah, mereka
tidak diserahkan kepada takdir sepenuhnya karena mereka telah diperintah, dan
ternyata yang terjadi adalah seperti yang mereka alami.
Hal ini merupakan pendapat yang kuat lagi kokoh
untuk membantah aliran Qadariyah dan Jabariyah sekaligus. Mengenai rinciannya,
disebutkan di dalam kitab yang lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ
رَسُولًا
Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap
manusia. (An-Nisa: 79)
untuk menyampaikan kepada mereka syariat-syariat
(perintah-perintah) Allah, hal-hal yang disukai dan diridai-Nya, serta semua
hal yang dibenci dan ditolak-Nya.
{وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
(An-Nisa: 79)
Yakni saksi yang menyatakan bahwa Dialah yang
mengutusmu. Dia menjadi saksi pula antara kamu dan mereka, Dia Maha Mengetahui
semua yang engkau sampaikan kepada mereka, juga jawaban serta sanggahan mereka terhadap
perkara hak yang kamu sampaikan kepada mereka karena kekufuran dan keingkaran
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar