Rabu, 13 April 2016

2.03. Al Baqarah 68-98


Al-Baqarah, ayat 68-71

{قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ (68) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ (69) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (70) قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الأرْضَ وَلا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ (71) }
Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan perintah itu.

Allah Swt. menceritakan kebandelan kaum Bani Israil dan mereka banyak bertanya kepada rasul-rasul-Nya. Karena itu, tatkala mereka mempersempit diri mereka, maka Allah benar-benar mempersempitnya. Seandainya mereka segera menyembelih sapi betina apa pun, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan. Demikian menurut Ibnu Abbas, Ubaidah, dan lain-lain-nya; tetapi ternyata orang-orang Bani Israil berkeras kepala, maka Allah memperkeras sanksi-Nya kepada mereka. Mereka berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ}
Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerang-kan kepada kami sapi betina apakah itu. (Al-Baqarah: 68)
Makna yang dimaksud ialah bagaimana ciri khas sapi tersebut.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka mengambil sapi betina apa pun sejak semula, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi terhadap mereka." Sanad asar ini berpredikat sahih, dan memang as'ar ini telah diriwayatkan oleh bukan hanya seorang, bersumber dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ubaidah, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, dan lain-lainnya.
قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: قَالَ [لِي] عَطَاءٌ: لَوْ أَخَذُوا أَدْنَى بَقَرَةٍ كَفَتْهُمْ. قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا أُمِرُوا بِأَدْنَى بَقَرَةٍ، وَلَكِنَّهُمْ لَمَّا شَدَّدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ شَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ؛ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّهُمْ لَمْ يَسْتَثْنُوا مَا بُيِّنَتْ لَهُمْ آخِرَ الْأَبَدِ"
Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Ata pernah mengatakan kepadanya, seandainya mereka (orang-orang Bani Israil) mengambil sapi betina apa pun, niscaya sudah cukup bagi mereka. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya mereka hanya diperintahkan untuk mencari sapi betina apa pun, tetapi mereka membandel, maka Allah mempekeras sanksi-Nya terhadap mereka. Demi Allah, seandainya mereka tidak mengucapkan kalimat istisna (insya Allah), niscaya mereka tidak akan diberi penjelasan sampai hari kiamat.
************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ}
Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda. (Al-Baqarah: 68)
Tidak terlalu tua, tidak pula terlalu kecil, dan belum punya anak. Demikian menurut Abul Aliyah, As-Saddi, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, Ata Al-Khurrasani, Wahb ibnu Munabbih, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya, '"Awanum baina zalika," yakni pertengahan antara usia tua dan usia muda; dalam seusia itu biasanya binatang ternak —antara lain sapi— sedang dalam usia puncak kekuatannya dan dalam kondisi paling baik. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ata Al-Khurrasani, dan Ad-Dahhak.
As-Saddi mengatakan bahwa al-'awan ialah pertengahan di antara hal tersebut, yaitu sapi betina yang telah melahirkan anaknya, lalu anaknya itu telah beranak lagi.
Hasyim meriwayatkan dari Juwaibir, dari Kasir ibnu Ziad, dari Al-Hasan sehubungan dengan sapi betina ini, bahwa sapi betina itu adalah sapi betina liar.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas, "Barang siapa yang memakai sandal (kulit yang berwarna) kuning, maka ia terus-menerus berada dalam kesenangan selagi ia memakainya." Yang demikian itu adalah pengertian yang dimaksud di dalam firman-Nya:
{صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ}
menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69)
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Wahb ibnu Munabbih, bahwa sapi betina itu berwarna kuning.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa sapi betina itu mempunyai teracak (kuku) berwarna kuning. Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa sapi betina tersebut berwarna kuning teracak dan tanduknya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Abu Raja', dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya. (Al-Baqarah: 69) Makna yang dimaksud ialah sapi betina hitam, hitam legam warnanya.
Riwayat ini berpredikat garib; riwayat yang benar ialah yang pertama tadi. Karena itu, maka pada lafaz selanjutnya warna kuning dikuatkan dengan firman-Nya, "Faq’iul launuha," yakni yang kuning tua warnanya.
Menurut Atiyyah Al-Aufi, faqi'ul launuha artinya hampir kelihatan hitam karena kuningnya sangat kuat.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa faqVul launuha artinya ber-sih dan mulus warnanya, yakni kuning mulus. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah.
Syuraik meriwayatkan dari Ma'mar, bahwa faqi’ul launuha artinya bersih warnanya.
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa faqi'ul launuha artinya sangat kuning atau kuning tua; karena sangat kuning hingga kelihatan seperti putih warnanya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: menyenangkan orang-orang yang memandangnya. (Al-Baqarah: 69)
Yakni membuat kagum orang-orang yang memandangnya. Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, "Apabila kamu melihatnya, sekan-akan cahaya matahari memancar dari kulitnya."
Di dalam kitab Taurat disebutkan bahwa warna kulit sapi betina itu merah, barangkali hal ini terjadi karena kekeliruan dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Arabnya. Atau seperti pendapat pertama yang mengatakan bahwa warna kulit sapi betina tersebut sangat kuning hingga warnanya cenderung menjadi merah kehitam-hitaman.
*****************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا}
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami. (Al-Baqarah: 70)
Yaitu karena banyaknya sapi betina. Maka berikanlah ciri-ciri khas sapi tersebut kepada kami dan jelaskanlah kepada kami secara rinci.
{وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ} إِذَا بَيَّنْتَهَا لَنَا {لَمُهْتَدُونَ}
dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 70)
untuk menemukannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْأَوْدِيُّ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُرُورُ بْنُ الْمُغِيرَةِ الْوَاسِطِيُّ، ابْنُ أَخِي مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: {وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ} لَمَا أُعْطُوا، وَلَكِنِ اسْتَثْنَوْا"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Audi As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Daud Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah Al-Wasiti (anak lelaki saudara lelaki Mansur ibnu Zazan), dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi tahu (untuk mendapatkan sapi betina itu), tetapi ternyata mereka mengucapkan istisna (kalimat insya Allah)
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya dari jalur lain:
عَنْ سُرُورِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: {وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ} مَا أُعْطُوا أَبَدًا، وَلَوْ أَنَّهُمُ اعْتَرَضُوا بَقَرَةً مِنَ الْبَقَرِ فَذَبَحُوا لَأَجْزَأَتْ عَنْهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ شَدَّدُوا، فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ"
melalui Surur ibnul Mugirah: dari Zazan, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari hadis Abu Rafi', dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya kaum Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70), niscaya mereka tidak akan diberi untuk selama-lamanya. Dan seandainya mereka mengambil sapi betina mana pun, lalu mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah bersikap keras terhadap mereka.
Bila ditinjau dari segi jalur ini, maka hadis ini berpredikat garib, dan yang lebih baik ialah bila hadis ini dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan di atas, dari As-Saddi.
***********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الأرْضَ وَلا تَسْقِي الْحَرْثَ}
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman." (Al-Baqarah: 71)

Sapi betina tersebut bukan sapi betina yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.
La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi'. Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya.
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang. Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang. Abul Aliyah, Ar-Rabi', Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa la syiyatafiha warnanya satu lagi tua. Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang semisal. As-Saddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merahnya.
Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah Swt., "Innaha baqaratul La zalulun," artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafaz selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, "Tusirul arda" yakni dipekerjakan untuk membajak tanah, hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman. Pendapat ini lemah karena lafaz La zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurtubi dan lain-lainnya.
*************
Firman Allah Swt.:
{قَالُوا الآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ}
Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71)
Menurut Qatadah, makna ayat ialah 'sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya.
****************
Firman Allah Swt:
{فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ}
Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu, karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan. Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka, maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya.
Muhammad ibnu Ka'b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71) mengingat harganya yang sangat mahal.
Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat berita bahwa harganya mahal masih belum dapat terbukti dengan kuat melainkan hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Saddi; dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas.
Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih, Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan. Kemudian menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid, bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun dinukil dari ahli kitab juga.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya —yang mereka perselisihkan— akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap. Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan; dan pendapat yang benar —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— ialah seperti apa yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, menurut pengarahan kami. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik.
Kesimpulan hukum
Ayat ini —yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi) sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak— menunjukkan sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki, Al-Auza'i, Al-Lais, Asy-Syaqi'i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"لَا تَنْعَتُ المرأةُ المرأةَ لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا"
Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud.
Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi Saw. tentang ternak unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadis mengenainya.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, As-Sauri, dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman, Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya.

Al-Baqarah, ayat 72-73

{وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73) }
Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. Lalu Kami berfirman, —"Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu. Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan pada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti.
Imam Bukhari mengatakan bahwa iddara-tum fiha, artinya kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dalam riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abu Huzaifah, dari Syibl, dari Ibnu Abu Nu-jaih, dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:  Dan (ingatlah), ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. (Al-Baqarah: 72) Artinya, kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya.
Ata Al-Khurrasani dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa iddara-tum fiha. artinya ikhtasamtum fiha, yakni kalian bertengkar mengenai siapa pembunuhnya.
Sehubungan dengan firman-Nya ini Ibnu Juraij mengatakan bahwa sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain saling mengatakan, "Kalianlah yang membunuhnya," yakni saling tuduh.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
************
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ}
Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
Mujahid mengatakan bahwa ma kuntum taktumun artinya yang selama ini tidak kalian ketahui.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amrah ibnu Aslam Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnut Tufail Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami sadaqah ibnu Rustum yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Musayyab ibnu Rafi' mengatakan, "Tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal kebaikan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya, dan tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal keburukan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya." Hal yang membenarkan hal ini berada dalam firman-Nya: Dan Allah pasti akan menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
*************
Firman Allah Swt.:
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا
Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu.’ (Al-Baqarah: 73)
Sebagian anggota yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari anggota tubuh sapi betina yang telah disembelih itu. Mukjizat dapat terjadi melaluinya dan akan timbul darinya kejadian yang aneh, bertentangan dengan hukum alam.
Pada hakikatnya bagian dari anggota tersebut memang ditentukan. Seandainya penentuan ini mengandung faedah bagi kita dalam urusan agama atau urusan dunia, niscaya Allah Swt. menjelaskannya kepada kita bagian anggota yang mana. Akan tetapi, sengaja Allah menyamarkannya dan tidak ada suatu penjelasan pun yang datang dari Nabi Saw. melalui riwayat yang sahih sanadnya, maka kami tetap menyamarkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Allah Swt.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang Bani Israil yang diperintahkan menyembelih sapi betina itu, mereka mencarinya selama empat puluh tahun. Mereka baru dapat menemukannya setelah empat puluh tahun, yaitu pada ternak sapi milik seorang lelaki dari kalangan mereka. Sapi betina itu sangat disayangi oleh pemiliknya. Kemudian mereka membujuknya dengan memberikan harga yang pantas, tetapi pemiliknya menolak untuk menjual. Akhirnya mereka memberinya dengan tukaran emas sepenuh kulit sapi tersebut. Si pemilik sapi menyetujuinya, lalu mereka menyembelihnya. Selanjutnya mereka memukul si terbunuh dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu, maka si terbunuh hidup kembali, sedangkan urat lehemya masih dalam keadaan berlumuran darah. Lalu mereka berta-ya, 'Siapakah yang membunuhmu?' Ia menjawab, Fulan telah membunuhku'."
Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan dan Abdur Rahman ibnu Zaid, bahwa mayat tersebut dipukul dengan salah satu anggota badan sapi itu.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, mayat itu dipukul dengan tulang yang letaknya berdekatan dengan gadruf.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, bahwa Ayyub telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, bahwa mereka memukul si terbunuh dengan sebagian daging sapi betina tersebut.
Ma'mar meriwayatkan, Qatadah pernah mengatakan bahwa mereka memukul mayat itu dengan daging paha sapi betina, lalu mayat itu hidup kembali dan mengatakan, "Si Fulan telah membunuhku."
Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr Ibnu Arabi, dari Ikrimah, sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu" (Al-Baqarah: 73) Maka mayat itu dipukul dengan paha sapi betina tersebut, lalu ia hidup kembali dan berkata, "Si Fulan telah membunuhku."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, dan Ikrimah.
As-Saddi mengatakan, mereka memukul mayat itu dengan bagian anggota badan sapi betina yang terletak di antara kedua tulang belikatnya, lalu mayat itu hidup kembali. Mereka menanyakan kepadanya, lalu ia menjawab, "Keponakankulah yang telah membunuhku."
Abul Aliyah mengatakan, Musa a.s. memerintahkan mereka untuk mengambil salah satu dari tulang sapi tersebut guna dipukulkan ke tubuh mayat itu. Mereka melakukannya dan ternyata mayat itu dapat hidup kembali, lalu si mayat menyebutkan nama orang yang telah membunuhnya, sesudah itu ia mati kembali seperti semula.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka memukulnya dengan salah satu dari anggota tubuhnya (bagian pangkal pahanya). Menurut pendapat lain dengan lidah sapi betina itu, sedangkan menurut yang lainnya lagi dengan ujung ekornya.
**************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى}
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. (Al-Baqarah: 73)
Yakni mereka memukul mayat itu, lalu mayat itu hidup kembali. Allah Swt. mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati melalui apa yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dalam kasus pembunuhan tersebut. Allah Swt. menjadikan kekuasaan tersebut sebagai hujah buat mereka yang menunjukkan adanya hari berbangkit, dan sekaligus untuk memutuskan masalah yang dipersengketakan di kalangan mereka dan keingkaran mereka.
Di dalam surat ini (yakni Al-Baqarah) disebutkan peristiwa menghidupkan orang-orang yang telah mati dalam lima tempat.
·  Pertama, kisah yang terdapat di dalam firman-Nya: Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati. (Al-Baqarah: 56)
·  Kedua, seperti yang disebutkan di dalam ayat ini (yakni Al-Baqarah ayat 73).
·  Ketiga, kisah tentang orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka —sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya)— karena takut mati.
·  Keempat, kisah tentang orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya.
·  Dan kelima, kisah tentang Nabi Ibrahim a.s. beserta keempat ekor burungnya.
Allah Swt. mengingatkan tentang pengembalian jasad yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali melalui penghidupan tanah sesudah matinya.
Sehubungan dengan hal ini Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ وَكِيع بْنَ عُدُس، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي رَزِين العُقَيلي، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادٍ مُمْحِل، ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ خَضِرًا؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "كَذَلِكَ النُّشُورُ". أَوْ قَالَ: "كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى"
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Ya’la ibnu Ata yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Waki' ibnu Adas menceritakan hadis berikut dari Abu Razin Al-Uqaili r.a. yang mengatakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati?' Nabi Saw. bersabda, "Pernahkah kamu melalui tanah yang tandus, setelah itu kamu lalui lagi dalam keadaan telah menghijau? Abu Razin menjawab, "Memang pernah." Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah halnya bangkit dari kubur." Atau Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati."
Syahid yang membenarkan hadis ini ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ* وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُون* لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 33-35)
Kesimpulan hukum
Mazhab Imam Malik menyimpulkan dalil ayat ini yang menyatakan bahwa keadaan ucapan orang yang dilukai, "Si Fulan telah membunuhku," sebagai suatu bukti. Karena si terbunuh setelah dihidupkan kembali, ditanya mengenai siapa yang telah membunuhnya, lalu ia mengatakan bahwa si Fulanlah yang telah membunuhnya. Maka hal ini dapat diterima, mengingat saat itu tiadalah apa yang ia beritakan melainkan hanya benar semata dan dalam keadaan seperti ini dia tidak dicurigai membuat kepalsuan pengakuan.
Mereka menguatkan hal ini dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Anas r.a., bahwa ada seorang lelaki Yahudi membunuh seorang pelayan wanitanya dengan melukai kepalanya, yaitu dengan menggencet kepalanya di antara kedua batu. Lalu dikatakan kepada si pelayan wanita tersebut, "Siapakah yang melakukan ini terhadap diri-mu? Apakah si Fulan atau si anu?" Hingga akhirnya disebut nama seorang lelaki Yahudi sebagai pelakunya, lalu si pelayan wanita berisyarat dengan kepalanya (menganggukkan kepalanya). Kemudian si lelaki Yahudi itu ditangkap dan diinterogasi hingga mengaku. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepala si lelaki Yahudi itu digencet dengan dua buah batu (sebagai hukum qisasnya).
Menurut Imam Malik, hukuman qisas dapat dilakukan jika hal tersebut dianggap sebagai bukti, lalu diperkuat oleh sumpah keluarga pihak si terbunuh. Akan tetapi, jurnhur ulama berbeda pendapat dalam masalah ini; mereka tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti.

Al-Baqarah, ayat 74

{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (74) }
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.
Allah Swt. berfirman mencemoohkan Bani Israil dan memberikan peringatan kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah Swt. dan penghidupan orang-orang yang telah mati, semuanya itu mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Tetapi ternyata mereka tetap keras, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ}
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Artinya, setelah semuanya itu justru hati kalian menjadi keras seperti batu yang tidak pernah lunak selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. melarang kaum mukmin berperilaku seperti mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ}
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al-Hadid: 16)
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Ketika si terbunuh dipukul dengan salah satu anggota badan sapi betina tersebut, maka si terbunuh duduk, hidup kembali seperti semula. Lalu ditanyakan kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Anak-anak saudaraku yang telah membunuhku," kemudian ia mati lagi. Selanjutnya anak-anak saudaranya di saat si terbunuh dicabut lagi nyawanya oleh Allah mereka mengatakan, "Demi Allah, kami tidak membunuhnya." Mereka mendustakan perkara yang hak sesudah melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. Maka Allah berfirman: Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Yakni khitab ditujukan kepada anak-anak saudara si terbunuh. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}
perihalnya sama seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74)
Maka setelah berlalunya masa, jadilah hati kaum Bani Israil keras dan tidak mempan lagi dengan nasihat dan pelajaran, sesudah mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kebesaran Allah dan berbagai mukjizat. Kekerasan hati mereka sama dengan batu yang mustahil dapat menjadi lunak, bahkan lebih keras lagi dari batu. Karena sesungguhnya di antara bebatuan terdapat batu yang dapat rnengalirkan mata air darinya hingga membentuk sungai-sungai. Di antaranya lagi ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, sekalipun tidak mengalir. Di antaranya ada yang meluncur jatuh dari atas bukit karena takut kepada Allah, hal ini menunjukkan bahwa benda mati pun mempunyai perasaan mengenai hal tersebut disesuaikan dengan keadaannya, seperti yang dijelaskan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan, "Setiap batu yang memancar darinya air atau terbelah mengeluarkan air, atau meluncur jatuh dari atas bukit, sungguh hal ini terjadi karena takut kepada Allah. Demikian menurut keterangan yang diturunkan oleh Al-Qur'an."
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni sesungguhnya di antara batu-batu itu terdapat batu yang lebih lunak daripada hati kalian, keadaannya tidaklah seperti kebenaran yang kalian dakwakan itu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 74)
Abu Ali Al-Jayyani di dalam kitab tafsirnya mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Maksudnya, jatuh meluncur seperti jatuhnya salju dari awan.
Menurut Al-Qadi Al-Baqilani takwil ini jauh dari kebenaran, pendapatnya itu diikuti oleh Ar-Razi. Memang demikian kenyataannya, mengingat makna yang menyimpang dari lafaz tanpa dalil tidaklah dibenarkan.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Hisyam As-Saqafi, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Talib (yakni Yahya ibnu Ya'qub) sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya. (Al-Baqarah: 74) Artinya yaitu banyak menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air. (Al-Baqarah: 74) Makna yang dimaksud ialah sedikit menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni tangisan hati tanpa air mata.
Sebagian ulama menduga bahwa makna ayat ini termasuk ke dalam Bab "Majaz", yaitu menyandarkan khusyuk kepada batu-batuan, seperti halnya makna menyandarkan kehendak kepada tembok yang ada dalam firman-Nya: hendak runtuh (roboh). (Al-Kahfi: 77)
Al-Razi dan Al-Qurtubi serta selain keduanya dari kalangan para imam ahli tafsir mengatakan bahwa takwil seperti ini tidak diperlukan, karena sesungguhnya Allah Swt. menciptakan watak tersebut pada diri batu; seperti halnya yang disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا}
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (Al-Ahzab: 72)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّماواتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44)
{وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ}
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. (Ar-Rahman: 6)
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik. (An-Nahl: 48)
{قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ}
keduanya (langit dan bumi) menjawab, "Kami datang dengan suka hati." (Fushshilat: 11)
{لَوْ أَنزلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ}
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung. (Al-Hasyr: 21)
{وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ}
Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab, "Allah yang telah menjadikan kami dapat berbicara ...." (Fushshilat: 21)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ"
Gunung ini (yakni Gunung Uhud) adalah gunung yang mencintai kami dan kami mencintainya.
Hadis lainnya ialah seperti hadis yang menceritakan rintihan dan tangisan batang pohon kurma ketika ditinggalkan oleh Nabi Saw., seperti yang dijelaskan di dalam hadis yang mutawatir.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
"إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلِيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ"
Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebelum aku diangkat menjadi utusan (rasul); sesungguhnya aku sekarang benar-benar masih mengetahui tempatnya
Demikian pula hadis yang menceritakan tentang sifat hajar aswad. Di dalamnya disebutkan bahwa di hari kiamat kelak hajar aswad akan menjadi saksi yang membela orang yang pernah mengusapnya. Masih banyak hadis lainnya yang menceritakan hal yang semakna.
Imam Qurtubi mengetengahkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) mengandung makna takhyir, yakni misal untuk ini dan misal untuk itu. Contohnya dalam perkataan orang-orang Arab, "Jalisil hasana au Ibnu Sinn" (duduklah dengan Hasan atau Ibnu Sirin). Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya. Tetapi Ar-Razi menambahkan pendapat yang lain, yaitu yang mengatakan bahwa huruf 'ataf yang ada dalam ayat ini menunjukkan makna ibham bila dihubungkan dengan mukhatab (lawan bicara). Perihalnya sama dengan ucapan seseorang kepada lawan bicaranya, "Kamu telah makan roti atau kurma," padahal si pembicara mengetahui mana yang dimakan oleh si lawan bicara.
Pendapat lain mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini semakna dengan ucapan seseorang, "Makanlah manisan atau asam-asaman." Dengan kata lain, tidak dapat makan selain dari salah satu di antara keduanya. Yakni hati kalian telah menjadi keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada itu. Dengan kata lain, keadaan hati mereka tidak keluar dari salah satu di antara kedua pengertian tersebut.
Para ulama bahasa Arab berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya; maka hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74) sesudah adanya kesepakatan di antara mereka bahwa mustahil huruf 'ataf’ ini bermakna syak (ragu). Sebagian dari mereka mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini bermakna sama dengan huruf wawu (bermakna dan). Bentuk lengkapnya adalah seperti berikut: Fahiya kal hijarati wa asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu dan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا}
dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan: 24)
عُذْراً أَوْ نُذْراً
untuk menolak alasan-alasan dan memberi peringatan. (Al-Mursalat: 6)
Juga seperti apa yang dikatakan oleh An-Nabigah Az-Zibyani (seorang penyair Jahiliah), yaitu:
الَتْ أَلَا لَيْتَمَا هَذَا الحمامُ لَنَا ... إِلَى حَمامتنا أَوْ نِصفُه فَقدِ
Mereka mengatakan, "Aduhai, seandainya burung merpati ini menjadi milik kami menyatu dengan burung merpati milik kami dan separo darinya hilang."
Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah 'mereka menghendaki burung merpati itu, juga separo dari merpati miliknya'. Penyair lainnya bernama Jarir ibnu Atiyyah mengatakan pula:
نَالَ الخِلافَةَ أَوْ كَانَتْ لَهُ قَدَرًا ... كَمَا أَتَى ربَّه مُوسى عَلَى قَدَرِ
Dia (orang yang dipuji oleh penyair) memperoleh tampuk khalifah dan kekhalifahan itu sudah merupakan takdir baginya, sama halnya dengan Musa yang datang kepada Tuhannya di waktu yang telah ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah bahwa si Mamduh memperoleh kekhalifahan yang sudah merupakan kepastian baginya.
Ulama lainnya mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) bermakna bal (bahkan), hingga bentuk lengkapnya ialah seperti berikut: Fahiya kal hijarati bal asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً}
tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat takut dari itu. (An-Nisa: 77)
{وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang, bahkan lebih. (Ash-Shaffat: 147)
{فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah, bahkan lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)
Ulama lainnya mengatakan bahwa makna au adalah menurut aslinya, yaitu: Maka hatinya keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada batu yang biasa kalian lihat. Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah ibham (menyamarkan pengertian) terhadap mukhatab (lawan bicara), seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan Abul Aswad, yaitu:
أُحِبُّ مُحَمَّدًا حُبا شَدِيدًا ... وعبَّاسا وحمزةَ وَالْوَصِيَّا
فَإِنْ يَكُ حُبّهم رَشَدًا أُصِبْهُ ... وَلَسْتُ  بِمُخْطِئٍ إِنْ كَانَ غَيَّا
Aku cinta kepada Muhammad dengan kecintaan yang mendalam, juga (aku cinta kepada) Abbas, Hamzah, dan orang yang diwasiati (Ali). Maka apabila cinta kepada mereka dianggap sebagai jalan ke arah peiunjuk, maka aku mencintainya dengan kecintaan yang mendalam. Dan tidaklah keliru bila cinta kepada mereka dianggap sebagai suatu kesesatan.
Ibnu Jarir mengatakan, para ulama berpendapat bahwa Abul Aswad sama sekali tidak meragukan bahwa cinta kepada orang-orang yang telah dia sebut namanya itu dianggap sebagai jalan menuju ke arah petunjuk (hidayah), tetapi dia ungkapkan hal ini secara mubham (menyamarkan) terhadap lawan bicaranya.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah disebutkan suatu riwayat dari Abul Aswad sendiri ketika dia mengatakan bait-bait syair ini ada orang yang bertanya kepadanya, "Apakah engkau merasa ragu?" Maka ia menjawab, "Sama sekali tidak, demi Allah." Kemudian ia membantahnya dengan membacakan firman-Nya:
{وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba': 24)
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang diberitakan hal ini berada dalam keraguan, siapakah di antara mereka yang mendapat petunjuk dan siapa pula yang sesat?
Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ayat ini ialah hati kalian tidak terlepas dari kedua misal ini; adakalanya keras seperti batu, dan adakalanya lebih keras lagi dari itu. Ibnu Jarir mengatakan, be-dasarkan takwil ini berarti makna yang dimaksud ialah bahwa sebagian dari hati mereka ada yang keras seperti batu, dan sebagian yang lain ada yang lebih keras daripada batu. Pendapat inilah yang dinilai rajih (kuat) oleh Ibnu Jarir disertai pengarahan lainnya.
Menurut kami, pendapat terakhir ini mirip dengan beberapa pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya, yaitu:
{مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا}
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. (Al-Baqarah: 17)
{أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ}
atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit. (Al-Baqarah: 19)
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana. (An-Nur. 39)
{أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ}
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40)
Dengan kata lain, di antara mereka ada yang seperti ini dan ada yang seperti itu.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الثَّلْجِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةُ الْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي".
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus-Salj, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Hatib, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian banyak bicara selain zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara selain zikir kepada Allah mengakibatkan hati menjadi keras. Sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah ialah orang yang berhati keras.
Imam Turmuzi meriwayatkan pula hadis ini di dalam Kitabuz Zuhdi di dalam kitab Jami'-nya. dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus Salj (murid Imam Ahmad) dengan lafaz yang sama. Ia meriwayatkannya pula dari jalur yang lain melalui Ibrahim ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Hatib dengan lafaz yang sama. Selanjutnya ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur Ibrahim.
Al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadis melalui Anas secara marfu’ yaitu:
"أَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: جُمُودُ الْعَيْنِ، وَقِسِيُّ الْقَلْبِ، وَطُولُ الْأَمَلِ، والحرص على الدنيا"
Ada empat pekerti yang menyebabkan kecelakaan, yaitu kerasnya mata (tidak pernah menangis karena Allah), hati yang keras. panjang angan-angan, dan rakus terhadap keduniawian.

Al-Baqarah, ayat 75-77

{أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلا تَعْقِلُونَ (76) أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ (77) }
Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui. Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian. Tidakkah kalian mengerti? Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan.
Afatatmauna, apakah kalian masih mengharapkan, hai orang-orang mukmin.
An yu-minu lakum, golongan yang sesat dari kalangan orang-orang Yahudi itu mau tunduk dengan taat kepada kalian, yaitu mereka yang kakek moyangnya telah menyaksikan berbagai mukjizat yang jelas dengan mata kepala mereka sendiri, tetapi ternyata hati mereka menjadi keras sesudah itu.
Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya, yakni menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Hal itu mereka lakukan setelah mereka memahaminya dengan pemahaman yang jelas. Tetapi mereka menyimpang dengan sepengetahuan mereka, dan menyadari bahwa perubahan dan takwil keliru yang mereka lakukan itu benar-benar salah. Hal ini sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ}
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya. (Al-Maidah: 13)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya beserta orang-orang yang mengikutinya dari kalangan kaum mukmin, memutuskan harapan mereka terhadap orang-orang Yahudi itu: Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah. (Al-Baqarah: 75)
Makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Yasma'una," adalah mendengar kitab Taurat, karena kitab Taurat telah mereka dengar semua; tetapi mereka adalah orang-orang yang meminta kepada Nabi Musa a.s. untuk dapat melihat Tuhan mereka dengan jelas, lalu mereka disambar oleh halilintar di tempat tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan —menukil perkataan yang dinukilnya dari sebagian kalangan ahlul 'ilmi— bahwa mereka berkata kepada Musa, "Hai Musa, sesungguhnya telah dihalang-halangi antara kami dan Tuhan kami hingga kami tidak dapat melihat-Nya, maka perdengarkanlah kepada kami Kalam-Nya di saat Dia berbicara kepadamu." Maka Nabi Musa a.s. memohon hal tersebut kepada Tuhannya, dan Allah Swt. berfirman kepadanya, "Ya, perintahkanlah kepada mereka agar bersuci dan mencuci pakaiannya serta berpuasa," lalu mereka melakukannya.
Kemudian Nabi Musa membawa mereka keluar hingga sampai di Bukit Tur. Ketika mereka tertutupi oleh awan, Musa memerintahkan kepada mereka untuk sujud, lalu mereka semua menyungkur bersujud, dan Allah berbicara kepada Musa, sedangkan mereka mendengar firman Allah Swt. yang mengandung perintah dan larangan kepada mereka, hingga mereka memahami apa yang mereka dengar dari-Nya. Sesudah itu Nabi Musa a.s. kembali bersama mereka menuju kaum Bani Israil.
Ketika mereka datang kepada kaumnya, ada sebagian dari kalangan mereka mengubah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka. Mereka berkata kepada kaum Bani Israil di saat Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk mengerjakan anu dan anu."
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa golongan tersebutlah yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat ini (Al-Baqarah: 75). Sesungguhnya mereka mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan anu dan anu," hanyalah untuk menentang apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, yakni mereka mengubahnya dari perintah yang sesungguhnya. Golongan inilah yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam ayat ini.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Yang mereka ubah adalah kitab Taurat.
Apa yang disebut oleh As-Saddi ini lebih umum pengertiannya daripada yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, sekalipun pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir karena berpegang kepada konteks ayat. Karena sesungguhnya bukan merupakan suatu kepastian bila mereka telah mendengar Kalamullah secara langsung mempunyai pemahaman yang sama dengan apa yang didengar oleh Nabi Musa ibnu Imran yang diajak bicara langsung oleh Allah Swt. Sedangkan dalam ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
{وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ}
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah. (At-Taubah: 6)
Yakni agar Nabi Saw. mempunyai kesempatan untuk menyampaikan firman Allah Swt. kepadanya.
Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 75) Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi yang pernah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya sesudah mereka memahami dan menghafalnya.
Mujahid mengatakan bahwa orang-orang yang mengubah firman Allah Swt. dan yang menyembunyikannya adalah para ulama dari kalangan mereka.
Abul Aliyah mengatakan, mereka sengaja mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang ada dalam kitab mereka dari tempat-tempatnya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Wahum ya'lamuna'' (sedangkan mereka mengetahui), yakni mereka berdosa.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa firman Allah Swt.: padahal mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud dengan Kalamullah ialah kitab Taurat yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengubahnya. Mereka menjadikan hal yang halal di dalamnya menjadi haram, dan yang haram mereka jadikan halal; lalu mereka mengubah perkara yang hak menjadi perkara yang batil, dan yang batil menjadi hak. Apabila datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang benar disertai dengan uang suap, barulah mereka mengeluarkan Kitabullah (Taurat). Jika datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang batil dengan membawa uang suap, mereka mengeluarkan kitab yang telah mereka ubah itu sehingga dia berada dalam pihak yang benar. Apabila datang kepada mereka seseorang yang menanyakan sesuatu masalah kepada mereka tanpa ada kaitannya dengan perkara yang hak, tanpa uang suap, dan tanpa lainnya, mereka memerintahkan perkara yang hak (sebenarnya) kepada orang itu. Maka Allah Swt. berfirman kepada mereka:
{أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir. (Al-Baqarah: 44)
****************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا} الْآيَةَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "''Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 76).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa apabila mereka bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman bahwa teman kalian itu adalah utusan Allah, tetapi khusus bagi kalian." Jika sebagian dari mereka berada bersama sebagian yang lain, mereka mengatakan, "Janganlah kalian bicarakan rahasia ini kepada orang-orang Arab, karena sesungguhnya sejak dulu kalian menunggu-nunggu kedatangannya untuk meminta pertolongannya dalam menghadapi mereka (orang-orang Arab), tetapi ternyata dia (Rasulullah) muncul dari kalangan mereka sendiri." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian!" (Al-Baqarah: 76) Artinya, kalian mengakui dia (Nabi Muhammad) adalah seorang nabi, padahal kalian telah berjanji kepada Allah Swt. bahwa kalian akan mengikutinya, dan Dia telah memberitakan kepada mereka (orang-orang Arab) bahwa dia adalah nabi yang sedang kita tunggu-tunggu kedatangannya dan yang kita jumpai sebutannya di dalam kitab kita. Karena itu, ingkarilah dia dan jangan sekali-kali kalian mengakuinya.
************
Firman Allah Swt.:
{أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud oleh ayat ini ialah orang-orang munafik dari kalangan orang-orang Yahudi. Apabila bersua dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw., mereka mengatakan, "Kami pun beriman kepadanya."
Menurut As-Saddi, mereka adalah segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi; mereka beriman, kemudian munafik. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Qatadah, serta oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Sehubungan dengan hal ini Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam —menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb darinya— mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَدْخُلَنَّ عَلَيْنَا قَصَبَةَ الْمَدِينَةِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"
Jangan sekali-kali ada orang yang masuk kepada kami di kota Madinah kecuali hanya orang mukmin.
Para pemimpin orang-orang Yahudi dari kalangan orang kafir dan munafik mengatakan, "Berangkatlah kalian dan katakanlah bahwa kami pun beriman, tetapi kufurlah kalian bila kalian kembali lagi kepada kami." Mereka berdatangan ke Madinah di pagi hari, dan kembali kepada kaumnya sesudah asar.
Lalu perawi membacakan firman-Nya:
{وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang, dan ingkarilah ia pada akhirnya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)." (Ali Imran: 72)
Mereka itu apabila memasuki kota Madinah mengatakan, "Kami pun orang-orang muslim," dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang berita dan perkara Rasulullah Saw. Apabila mereka berkumpul lagi dengan sesamanya, mereka kembali menjadi kafir. Setelah Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal orang-orang munafik, maka Nabi menutup jalan mereka sehingga mereka tidak dapat menyusup ke dalam tubuh kaum muslim. Sebelum itu orang-orang mukmin menduga bahwa orang-orang munafik itu beriman, lalu mereka berkata kepada sesamanya, "Bukankah Allah telah berfirman anu dan anu kepada kalian?" Lalu sebagian yang lainnya menjawab, "Memang benar." Apabila mereka kembali kepada kaumnya (yakni para pemimpin mereka), para pemimpin mereka bertanya, seperti yang disitir oleh firman-Nya:  Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian! (Al-Baqarah: 76)
Abul Aliyah berkata sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian, yaitu kitab kalian yang di dalamnya disebutkan ciri-ciri Nabi Muhammad Saw.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa mereka (orang-orang Yahudi) selalu mengatakan, "Kelak akan muncul seorang nabi." Lalu sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lain dan berkata: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian! (Al-Baqarah: 76)
Makna lafaz al-fath menurut pendapat lain disebutkan oleh riwayat Ibnu Juraij yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Barzah, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) bahwa Nabi Saw. dalam Perang Khaibar di bawah benteng pertahanan mereka (orang-orang Yahudi) pernah mengatakan, "Hai saudara-saudara kera dan babi, hai para penyembah tagut (berhala)!" Mereka menjawab, "Tiada lain orang yang memberitahukan ini melainkan Muhammad, tiadalah ucapan berikut kecuali keluar dari kalian." Yang mereka maksudkan adalah firman Allah Swt: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah diputuskan Allah untuk memperoleh kemenangan, yang pada akhirnya hal tersebut akan dijadikan sebagai hujah oleh mereka (orang-orang Arab) untuk menghadapi kalian sendiri.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini terjadi ketika Nabi Saw. mengutus sahabat Ali kepada mereka (orang-orang Yahudi), lalu mereka menyakiti Nabi Muhammad Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni mengenai siksaan. Supaya dengan demikian mereka (orang-orang Arab) dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian (Al-Baqarah: 76) Mereka yang berbuat demikian adalah segolongan orang-orang Yahudi yang beriman, lalu munafik; mereka selalu berbicara kepada orang-orang mukmin dari kalangan orang-orang Arab tentang siksaan yang mereka alami. Maka sebagian dari golongan orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada sebagian yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) berupa siksaan (yang pernah kalian alami) yang akibatnya mereka mengatakan kepada kalian, "Kami lebih dicintai oleh Allah daripada kalian, dan kami lebih dimuliakan oleh Allah daripada kalian."
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah ditakdirkan bagi kalian berupa nikmat dan siksaan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, orang-orang Yahudi itu apabila bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian ceritakan kepada teman-teman Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian di dalam kitab kalian, yang pada akhirnya hal tersebut dijadikan hujah oleh mereka untuk menghadapi dan menentang kalian."
*************
Firman Allah Swt.:
{أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Abul Aliyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah segala yang mereka sembunyikan berupa kekufuran terhadap Nabi Muhammad Saw. dan kedustaan mereka kepadanya, padahal mereka menemukan ciri-cirinya tercatat di dalam kitab yang ada pada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan. (Al-Baqarah: 77) Apa yang mereka sembunyikan itu ialah bilamana mereka meninggalkan sahabat-sahabat Muhammad Saw., lalu berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, yang kesimpulannya mereka saling melarang di antara sesamanya untuk menceritakan kepada seseorang dari sahabat-sahabat Nabi Saw. tentang hal-hal yang disebut di dalam kitab mereka. Demikian itu karena mereka merasa khawatir bila hal tersebut akan dijadikan hujah oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. terhadap diri mereka di hadapan Tuhan mereka, yakni senjata makan tuan.
Wama yu’linuna, dan segala yang mereka lahirkan, yakni ucapan mereka kepada sahabat-sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Kami pun beriman." Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah.

Al-Baqarah, ayat 78-79

{وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ (78) فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ (79) }
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan.
Waminhum ummiyyuna, di antara ahli kitab itu ada yang buta huruf, menurut Mujahid. Al-ummiyyun adalah bentuk jamak dari lafaz ummiy yang artinya orang yang buta huruf. Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi', Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, serta banyak ulama lainnya. Makna ini jelas terdapat di dalam firman-Nya, "La ya'lamunal kitaba," yakni mereka tidak mengetahui apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini disebutkan dalam sifat-sifat Nabi Saw. bahwa beliau adalah seorang yang ummiy. Dikatakan demikian karena beliau adalah orang yang tidak dapat menulis (yakni buta huruf), seperti yang disebutkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ}
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur'an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), niscaya akan ragulah orang yang mengingkari(mu). (Al-'Ankabut: 48)
Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا"
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak dapat menulis, dan kami tidak dapat menghitung; satu bulan itu adalah segini, segini, dan segini (yakni tiga puluh hari)
Dengan kata lain dalam ibadah kami, kami tidak memerlukan tulisan dan hitungan untuk menentukan waktu-waktunya. Dan Allah Swt. telah berfirman:
{هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ}

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka. (Al-Jumu'ah: 2)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab menisbatkan orang yang tidak dapat menulis dan membaca kepada ibunya, karena disamakan dengan keadaan ibunya yang tidak dapat menulis, tetapi bukan dinisbatkan kepada ayahnya.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas suatu pendapat yang berbeda dengan pendapat ini, yaitu sebuah riwayat yang diceritakan oleh Abu Kuraib. Dia menceritakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara mereka ada yang buta huruf. (Al-Baqarah: 78) Bahwa orang-orang ummi adalah suatu kaum yang tidak percaya kepada rasul yang diutus oleh Allah Swt., tidak pula kepada kitab yang telah diturunkan oleh Allah. Kemudian mereka menulis suatu kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka katakan kepada orang-orang yang bodoh dari kalangan mereka bahwa kitab tersebut dari sisi Allah.
Ibnu Jarir memberikan komentarnya, telah diberitakan bahwa mereka (orang-orang Yahudi tersebut) menulis sebuah kitab dengan tangan mereka. Tetapi setelah itu mereka disebut sebagai orang-orang yang ummi karena keingkaran mereka kepada kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa takwil ini merupakan takwil yang berbeda dengan apa yang dikenal di dalam percakapan orang-orang Arab dan bahasanya yang telah baku di kalangan mereka. Demikian itu karena istilah ummi artinya ditujukan kepada orang yang tidak dapat membaca dan menulis (yakni buta huruf).
Menurut kami kesahihan sanad riwayat ini, dari Ibnu Abbas, masih perlu dipertimbangkan.
Firman Allah Swt., "Illa amaniyya," menurut Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah omongan-omongan belaka.
Menurut Ad-Dahhak —juga dari Ibnu Abbas— illa amaniyya artinya hanya omongan yang keluar dari mulut mereka secara dusta. Sedangkan menurut Mujahid, amaniyya artinya dusta.
Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka. (Al-Baqarah: 78) Segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi yang tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat) barang sedikit pun —dan mereka berbincang-bincang hanya dengan dugaan belaka tanpa dasar dari Kitabullah— mengatakan bahwa omongan bohong tersebut adalah dari Al-Kitab. Padahal apa yang mereka katakan itu hanyalah omongan dusta belaka yang mereka duga-duga. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri.
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Illa amaniyya,'" bahwa apa yang mereka katakan itu hanyalah angan-angan belaka yang mereka harapkan dari Allah, padahal mereka sama sekali tidak berhak untuk mendapatkannya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna illa amaniyya, bahwa mereka berangan-angan dan mengatakan, "Kami adalah ahli kitab," padahal kenyataannya mereka bukan termasuk ahli kitab.
Menurut Ibnu Jarir, pendapat yang lebih mirip kepada kebenaran ialah apa yang telah dikemukakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas tadi.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya orang-orang ummi itu ialah kaum yang disebutkan ciri-cirinya oleh Allah Swt., bahwa mereka tidak sedikit pun memahami kitab yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa, tetapi mereka membuat-buat kedustaan dan kebatilan serta kedustaan dan kepalsuan. Dengan demikian, berarti makna tamanni dalam ayat ini ialah membuat-buat kedustaan dan kepalsuan. Termasuk ke dalam pengertian ini, ada sebuah riwayat yang bersumber dari sahabat Usman ibnu Affan r.a. Disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Aku tidak pernah bersyair, tidak pernah pula membuat kebatilan, serta aku tidak pernah membuat kedustaan."
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan makna illa amaniyya —dibaca dengan tasydid dan takhfif ialah illa tilawatan— hanyalah bacaan belaka. Berdasarkan pengertian ini, berarti istisna yang ada bersifat munqati. Para pendukung pendapat ini memperkuat pen-apatnya berdalil kepada firman Allah Swt. yang mengatakan, "Melainkan apabila ia hendak membaca, maka setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu," hingga akhir ayat 52 surat Al-Hajj (menurut orang yang mengartikan lamanna dengan makna tala, yakni membaca).
Seorang penyair bernama Ka'b ibnu Malik mengatakan:
تمنى كتاب الله أول ليلة ... وآخره لاقى حمام المقادر
Dia membaca Kitabullah di permulaan malam, dan pada penghujungnya dia menemui batasan takdirnya (batas umurnya).
Penyair lainnya mengatakan pula:
تمنى كتاب الله آخر ليلة ... تمنّى داود الكتاب على رسل
Dia membaca Kitabullah di akhir malam harinya dengan bacaan yang perlahan seperti bacaan Nabi Daud.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: mereka tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat) kecuali dongengan-dongengan bohong belaka, dan mereka hanya menduga-duga. (Al-Baqarah: 78) Artinya, mereka tidak mengetahui apa yang terkandung di dalam Kitabullah (Taurat) dan mereka menemukan kenabianmu hanya dengan menduga-duga saja.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wa in hum illa yazunnuna” dan mereka hanya berdusta belaka.
Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' mengatakan bahwa mereka menyangka terhadap Allah dengan sangkaan yang tidak benar.
********
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا}
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. (Al-Baqarah: 79)
Mereka yang disebut dalam ayat ini adalah segolongan lain dari kalangan orang-orang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang menyerukan kepada kesesatan dengan cara pemalsuan dan berdusta kepada Allah, serta memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Al-wail artinya kebinasaan dan kehancuran, kalimat ini sudah dikenal di dalam bahasa Arab. Menurut Sufyan As-Sauri, dari Ziad ibnu Fayyad yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Iyad mengatakan, "Al-wail adalah nanah yang berada di dasar neraka Jahannam." Menurut Ata ibnu Yasar, al-wail artinya nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam; seandainya sebuah gunung besar dilemparkan ke dalamnya, niscaya akan meleleh.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "وَيْلٌ وَادٍ فِي جَهَنَّمَ، يَهْوِي فِيهِ الْكَافِرُ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ قَعْرَهُ".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Rasulullah Saw. yang pernah bersabda: Wail adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, orang kafir dicampakkan ke dalamnya selama empat puluh tahun sebelum mencapai dasarnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Abdur Rahman ibnu Humaid, dari Al-Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, dari Darij dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Ibnu Luhai'ah.
Menurut kami, hadis ini —seperti yang Anda lihat— tidak hanya diketengahkan oleh Ibnu Luhai'ah, dan ternyata musibahnya menimpa orang-orang sesudahnya, mengingat penilaian marfu' hadis ini merupakan hal yang munkar (diingkari).
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdus Salam, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Qusyairi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Jarir, dari Hammad ibnu Salamah, dari Abdul Himid ibnu Ja'far, dari Kinanah Al-Adawi, dari Usman ibnu Affan ra dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79); Rasulullah Saw. bersabda:
الْوَيْلُ جَبَلٌ فِي النَّارِ
Al-Wail adalah nama sebuah bukit di dalam neraka.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku orang-orang Yahudi, karena mereka berani mengubah isi kitab Taurat dengan menambahkan ke dalamnya apa yang mereka sukai dan menghapus apa yang tidak mereka sukai, serta mereka menghapus nama Nabi Muhammad Saw. dari kitab Taurat. Maka Allah murka terhadap mereka, mengingat merekalah penyebab dari terhapusnya sebagian kitab Taurat. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79)
Hadis ini pun dinilai garib, bahkan sangat garib.
Disebutkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-wail artinya penderitaan azab. Al-Khalil ibnu Ahmad mengatakan, al-wail adalah kejahatan yang sangat keras. Menurut Imam Sibawaih, al-wail ditujukan kepada orang yang terjerumus ke dalam kebinasaan, sedangkan lafaz waihun ditujukan kepada orang yang hampir terjerumus ke dalam kebinasaan.
Al-Asmu'i mengatakan, al-wail artinya ungkapan penderitaan, sedangkan al-waih ungkapan belas kasihan. Tetapi selain Al-Asmu'i mengatakan bahwa al-wail artinya kesedihan. Imam Khalil mengatakan sehubungan dengan makna wail, waih, waisy, waih, waik, dan waib; bahwa di antara mereka ada orang yang membedakan makna masing-masing. Sebagian ahli nahwu mengatakan, sesungguhnya lafaz al-wail boleh dijadikan mubtada, sedangkan ia sendiri adalah isim nakirah; hal ini tiada lain karena di dalamnya terkandung makna doa. Di antara ahli nahwu ada yang memperbolehkannya dibaca nasab dengan makna al-zimhum wailan, yakni semoga kecelakaan tetap atas diri mereka; tetapi menurut kami tidak ada seorang pun yang membacanya demikian (nasab).
Diriwayatkan oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a., sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 79) Menurut Ibnu Abbas, mereka adalah para rahib Yahudi. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id, dari Qatadah, bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Alqamah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. tentang makna firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 79) Ibnu Abbas r.a. mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik dan ahli kitab.
As-Saddi pernah mengatakan bahwa dahulu segolongan orang-orang Yahudi menulis sebuah kitab dari kalangan mereka sendiri, lalu mereka menjualnya kepada orang-orang Arab dan menceritakan kepada mereka bahwa kitab tersebut dari Allah; mereka mempertukarkannya dengan harga yang sedikit.
Az-Zuhri meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Ubaidullah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Hai kaum muslim, mengapa kalian bertanya kepada ahli kitab tentang sesuatu, sedangkan Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya mengandung kisah-kisah dari Allah. Kalian membacanya sebagai berita hangat yang tak kunjung pudar. Di dalamnya Allah menceritakan kepada kalian bahwa sesungguhnya kaum ahli kitab telah mengubah dan mengganti Kitabullah yang ada pada mereka, lalu mereka menulis sebuah kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian mereka katakan, "Ini dari sisi Allah," dengan tujuan untuk menukarnya dengan harga yang sedikit. Bukankah ilmu yang telah sampai kepada kalian mencegah kalian untuk bertanya-tanya kepada mereka? Tidak, demi Allah, kami belum pernah melihat seseorang dari kalangan mereka menanyakan kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.
Asar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, yang dimaksud dengan harga yang sedikit ialah dunia berikut segala isinya.
*************
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ}
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 79)
Artinya, kecelakaan bagi mereka karena apa yang mereka tulis dengan tangan mereka sendiri berupa kedustaan, kebohongan, serta kepalsuan; dan kecelakaan bagi mereka karena apa yang biasa mereka makan, yaitu riba. Seperti yang dikatakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas r.a., sehubungan dengan firman-Nya, "Fawailul lahum" bahwa azab menimpa mereka yang menulis kedustaan tersebut dengan tangan mereka.
Wawailul lahum mimma yaksibun, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka disebabkan apa yang mereka upayakan, yakni apa yang biasa dimakan oleh orang-orang yang rendah dan yang sama dengannya.

Al-Baqarah, ayat 80

{وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (80) }
Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah, "Sudahkah kalian menerima janji dari Allah sehingga tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?"
Melalui ayat ini Allah menceritakan perihal orang-orang Yahudi tentang apa yang mereka nukil dan mereka dakwakan untuk dirinya sendiri, bahwa diri mereka tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja, setelah itu mereka selamat. Maka Allah menyangkal pengakuan tersebut melalui firman-Nya:
{قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا}
Katakanlah, "Sudahkah kalian menerima janji dari Allah...." (Al-Baqarah: 80)
tentang hal tersebut. Apabila telah terjadi suatu perjanjian, pasti Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya dan apa yang mereka akui itu sama sekali tidak ada buktinya. Karena itu. dalam ungkapan ayat dipakai kata am yang bermakna bal (bahkan). yakni bahkan kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. Dengan kata lain, kalian hanya mengatakan kedustaan dan kebohongan yang kalian buat-buat terhadap Allah Swt.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Saif ibnu Sulaiman, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi sering mengatakan, "Sesungguhnya usia dunia ini tujuh ribu tahun. Setiap seribu tahun kami hanya satu hari mengalami azab di dalam neraka. Berarti azab di neraka bagi kami hanyalah tujuh hari." Maka Allah menurunkan firman-Nya:  Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80) sampai dengan firman-Nya. mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 81)
Kemudian perawi meriwayatkan pula hal yang semisal dari Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka mengatakan, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.'''' (Al-Baqarah: 80) Bahwa orang-orang Yahudi telah mengatakan, "Kami tidak disentuh oleh api neraka kecuali hanya selama empat puluh malam." Selain Al-Aufi menambahkan bahwa masa tersebut adalah masa selama mereka menyembah anak lembu. Demikianlah menurut riwayat Al-Qurtubi, dari Ibnu Abbas dan Qatadah.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, "Orang-orang Yahudi mempunyai dugaan bahwa mereka menemukan di dalam kitab Taurat dicatatkan jarak di antara bagian atas dan bagian bawah neraka Jahannam sama dengan perjalanan selama empat puluh tahun, hingga sampai pada pohon Zaqqum yang terletak di dasar neraka. Musuh-musuh Allah (orang-orang Yahudi) mengatakan bahwa mereka diazab hanya sampai pada pohon Zaqqum, setelah itu neraka Jahannam tidak ada lagi dan hancur." Yang demikian itu adalah perkataan mereka yang disitir oleh firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80)
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80) yakni selama hari-hari mereka menyembah anak lembu.
Ikrimah meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi berdebat dengan Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Kami tidak akan masuk neraka kecuali hanya selama empat puluh malam, setelah itu kami digantikan oleh suatu kaum yang lain," yang dimaksud oleh mereka ialah Nabi Saw. dan sahabat-sahabatnya radiyallahu 'anhum. Maka Rasulullah Saw. berisyarat dengan tangannya di atas kepala mereka (yang mengandung makna seakan-akan beliau bersabda):
"بَلْ أَنْتُمْ خَالِدُونَ مُخَلَّدُونَ لَا يَخْلُفُكُمْ إِلَيْهَا أَحَدٌ"
Bahkan kalian kekal di dalamnya, tiada seorang pun yang menggantikan kalian.
Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." (Al-Baqarah: 80)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَخْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ أُهْدِيَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اجْمَعُوا لِي مَنْ كَانَ مِنَ الْيَهُودِ هَاهُنَا" فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من أَبُوكُمْ؟ " قَالُوا: فُلَانٌ . قَالَ: "كَذَبْتُمْ، بَلْ أَبُوكُمْ فُلَانٌ". فَقَالُوا: صَدَقْتَ وبَرِرْت، ثُمَّ قَالَ لَهُمْ: "هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ؟ ". قَالُوا: نَعَمْ، يَا أَبَا الْقَاسِمِ، وَإِنْ كَذَبْنَاكَ عَرَفْتَ كَذِبَنَا كَمَا عَرَفْتَهُ فِي أَبِينَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَهْلُ النَّارِ؟ " فَقَالُوا: نَكُونُ فِيهَا يَسِيرًا ثُمَّ تَخْلُفُونَا فِيهَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اخسأوا، وَاللَّهِ لَا نَخْلُفُكُمْ فِيهَا أَبَدًا". ثُمَّ قَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ؟ ". قَالُوا: نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ. فَقَالَ: "هَلْ جَعَلْتُمْ فِي هَذِهِ الشَّاةِ سُمًّا؟ ". فَقَالُوا: نَعَمْ. قَالَ : "فَمَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ؟ ". فَقَالُوا: أَرَدْنَا إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا أَنْ نَسْتَرِيحَ مِنْكَ، وَإِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ يَضُرَّكَ.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Sakhr, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri', telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Ketika Khaibar berhasil dibuka (dikalahkan), dihadiahkan kepada Rasulullah Saw. kambing yang telah diracuni, maka Rasulullah Saw. bersabda, "Kumpulkanlah oleh kalian di hadapanku semua orang Yahudi yang ada di tempat ini." Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Siapakah nama bapak kalian?" Mereka menjawab, "Si Anu." Nabi Saw. bersabda, "Kalian dusta, bapak kalian adalah si Fulan." Mereka menjawab, "Engkau benar dan sesuai dengan kenyataan." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kalian akan berkata sejujurnya kepadaku jika kutanyakan kepada kalian tentang sesuatu hal?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Abul Qasim; dan jika kami dusta kepadamu, niscaya kamu akan mengetahui dusta kami sebagaimana kamu mengetahuinya pada kakek moyang kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Siapakah penghuni neraka itu? Mereka menjawab, "Kami akan berada di dalamnya dalam masa yang sebentar, kemudian kalian menggantikan kami menjadi penghuninya." Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Hinalah kalian. Demi Allah, kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya untuk selama-lamanya." Kemudian beliau Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kalian akan berkata sejujurnya kepadaku jika kutanyakan kepada kalian tentang sesuatu hal?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Abul Qasim." Beliau bertanya, "Apakah kalian memasukkan racun ke dalam (daging) kambing ini? Mereka menjawab, "Ya." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang mendorong kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab, "Kami bermaksud jika engkau berdusta, maka kami terbebas darimu; dan jika engkau benar seorang nabi, niscaya racun itu tidak akan membahayakan dirimu."
Hadis riwayat Ahmad, Bukhari, dan Nasai melalui jalur Lais ibnu Sa'd menyebutkan hal yang semisal.

Al-Baqarah, ayat 81-82

{بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (81) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (82) }
 (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.
Melalui ayat ini Allah Swt. menyangkal bahwa perkaranya tidaklah seperti apa yang kalian angan-angankan, tidak pula seperti yang kalian inginkan, melainkan perkara yang sesungguhnya ialah barang siapa yang berbuat dosa hingga dosa meliputi dirinya, maka dia menjadi penghuni neraka. Yaitu orang yang datang pada hari kiamat tanpa membawa suatu amal kebaikan pun, bahkan semua amal perbuatannya hanyalah dosa-dosa belaka.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh. (Al-Baqarah: 82)
Yakni beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta mengamalkan amal-amal saleh yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh syariat, maka mereka adalah penghuni surga. Pengertian kedua ayat ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا* وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا}
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain Allah. Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik ia laki-laki maupun wanita, sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. (An-Nisa: 123-124)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa. (Al-Baqarah: 81) Maksudnya, melakukan amal seperti amal kalian dan kufur seperti kufur kalian, hingga kekufuran meliputi dirinya dan tiada suatu amal kebaikan pun yang ada pada dirinya. Maka
enurut riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan sayyi-ah dalam ayat ini ialah kemusyrikan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan riwayat di atas telah diriwayatkan dari Abu Wa-il, Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Al-Hasan dan As-Saddi mengatakan pula bahwa as-sayyi-ah dalam ayat ini ialah suatu dosa besar.
Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya:  Dan ia telah diliputi oleh dosanya. (Al-Baqarah: 81) Yang dimaksud dengan bihi ialah biqalbihi, yakni 'dan hatinya telah diliputi oleh dosanya'.
Abu Hurairah, Abu Wa-il, Ata, dan Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa kemusyrikan telah meliputi dirinya.
Al-A'masy —dari Abu Razin, dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam— sehubungan dengan firman-Nya ini mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut ialah orang yang mati dengan membawa semua dosanya sebelum melakukan tobat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari As-Saddi serta Abu Razin.
Abul Aliyah, Mujahid, dan Al-Hasan dalam riwayat yang lain —-juga Qatadah serta Ar-Rabi' ibnu Anas— sehubungan dengan makna firman-Nya ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan khati-ah ialah dosa besar yang memastikan pelakunya masuk neraka.
Semua pendapat yang disebutkan di atas mempunyai pengertian yang hampir sama.
Sehubungan dengan hal ini layak kiranya bila disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ، عَنْ أَبِي عِيَاضٍ، عن عبد الله بْنِ مَسْعُودٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إيَّاكم وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ". وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ لهُنَّ مَثَلًا كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بِأَرْضٍ فَلَاةٍ، فَحَضَرَ صَنِيعُ الْقَوْمِ، فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْطَلِقُ فَيَجِيءُ بِالْعُودِ، وَالرَّجُلُ يَجِيءُ بِالْعُودِ، حَتَّى جَمَعُوا سَوَادًا ، وَأَجَّجُوا نَارًا، فَأَنْضَجُوا مَا قَذَفُوا فِيهَا
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qatadah, dari Abdur Rabbih, dari Abu Iyad, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hati-hatilah kalian terhadap dosa-dosa kecil, karena sesungguhnya dosa-dosa kecil itu akan menumpuk pada seseorang, lalu membinasakannya. Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah membuat suatu perumpamaan kepada mereka sehubungan dengan dosa kecil ini, perihalnya sama dengan suatu kaum yang turun istirahat di suatu tempat yang lapang (padang pasir). Kemudian orang yang mengatur urusan kaum ini tiba, maka ia memerintahkan kepada seseorang untuk pergi mengambil kayu bakar, lalu orang itu datang dengan membawa kayu bakar. Si pemimpin memerintahkan lagi kepada yang lainnya untuk mendatangkan kayu bakar; demikian seterusnya hingga mereka berhasil mengumpulkan setumpukan besar kayu api, lalu mereka membakar kayu api itu hingga semua yang mereka lemparkan ke dalamnya menjadi hangus.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 82) Artinya, barang siapa yang beriman kepada apa yang diingkari oleh orang-orang Yahudi dan mengamalkan apa yang ditinggalkan dalam agama mereka, baginya pahala surga; ia kekal di dalamnya. Allah Swt. memberitakan kepada mereka bahwa pahala kebaikan dan keburukan akan tetap dipikul oleh pelakunya untuk selama-lamanya, tiada terputus darinya.

Al-Baqarah, ayat 83

{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلا قَلِيلا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (83) }
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Jsrail (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari kalian, dan kalian selalu berpaling.
Melalui ayat ini Allah mengingatkan kaum Bani Israil terhadap apa yang telah Dia perintahkan kepada mereka dan pengambilan janji oleh-Nya atas hal tersebut dari mereka, tetapi mereka berpaling dari semuanya itu dan menentang secara disengaja dan direncanakan, sedangkan mereka mengetahui dan mengingat hal tersebut. Maka Allah Swt. memerintahkan mereka agar menyembah-Nya dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Hal yang sama diperintahkan pula kepada semua makhluk-Nya, dan untuk tujuan tersebutlah Allah menciptakan mereka. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu sekalian."" (Al-Anbiya: 25)
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu (An-Nahl: 36)
Hal ini merupakan hak yang paling tinggi dan paling besar, yaitu hak Allah Swt. yang mengharuskan agar Dia semata yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya; setelah itu baru hak makhluk, dan yang paling dikuatkan untuk ditunaikan ialah hak kedua orang tua. Karena itu, Allah Swt. selalu membarengi hak kedua orang tua dengan hak-Nya, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya:
{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman: 14)
Allah Swt. telah berfirman pula dalam ayat lainnya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)
sampai dengan firman-Nya:
{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ}
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. (Al-Isra: 26)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud r.a. seperti berikut:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal perbuatan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, "Salat pada waktunya" Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua ibu bapak." Aku bertanya, "Kemudian apa lagi!" Beliau menjawab, ''Jihad dijalan Allah."
Karena itulah maka di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَبِرُّ؟ قَالَ: "أُمَّكَ". قَالَ: ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ: "أُمَّكَ". قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: "أباك. ثم أدناك أدناك"
Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang harus didahulukan aku berbakti kepadanya? Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya, "Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ibumu." Lelaki itu bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi!" Beliau menjawab, "Ayahmu, kemudian orang yang paling dekat kekerabatannya denganmu, lalu orang yang dekat kekerabatannya denganmu."
***********
Firman Allah Swt.:
{لَا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ}
Janganlah kalian menyembah selain Allah. (Al-Baqarah: 83)
Menurut Imam Zamakhsyari kalimat ayat ini berbentuk khabar, tetapi bermakna talab; ungkapan seperti ini lebih kuat. Menurut pendapat yang lain, bentuk asalnya adalah an la ta'budu illallah, seperti bacaan yang dilakukan oleh ulama Salaf, lalu huruf an dibuang hingga tidak kelihatan. Menurut suatu riwayat dari Ubay dan Ibnu Mas'ud, keduanya membaca ayat ini la ta'budu illallah (janganlah kalian menyembah selain Allah). Pengarahan ini dinukil oleh Imam Qurtubi di dalam kitab tafsirnya, dari Imam Sibawaih. Imam Sibawaih mengatakan bahwa bacaan inilah yang dipilih oleh Imam Kisai dan Imam Farra.
Al-yatama artinya anak-anak kecil yang tidak mempunyai orang tua yang menjarnin penghidupan mereka.
Al-masakin ialah orang-orang yang tidak menjumpai apa yang mereka belanjakan buat diri mereka sendiri dan keluarganya. Dalam surat An-Nisa akan dibahas secara rinci mengenai golongan-golongan tersebut yang diperintahkan Allah dengan tegas agar kita menunaikannya, yaitu di dalam firman-Nya:
{وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak. (An-Nisa: 36) sampai akhir ayat.
*************
Firman Allah Swt.:
{وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا}
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. (Al-Baqarah: 83)
Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut; termasuk dalam hal ini amar ma'ruf dan nahi munkar dengan cara yang makruf. Sebagaimana Hasan Al-Basri berkata sehubungan dengan ayat ini, bahwa perkataan yang baik ialah yang mengandung amar ma'ruf dan nahi munkar, serta mengandung kesabaran, pemaafan, dan pengampunan serta berkata baik kepada manusia; seperti yang telah dijelaskan oleh Allah Swt., yaitu semua akhlak baik yang diridai oleh Allah Swt.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الخَزَّاز، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَالْقَ أَخَاكَ بِوَجْهٍ مُنْطَلِقٍ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Kharraz, dari Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jangan sekali-kali kamu meremehkan suatu hal yang makruf (bajik) barang sedikit pun; apabila kamu tidak menemukannya, maka sambutlah saudaramu dengan wajah yang berseri.
Hadis yang sama diketengahkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya, Imam Turmuzi di dalam kitab sahihnya melalui hadis Abu Amir Al-Kharraz yang nama aslinya ialah Saleh ibnu Rustum.
Sangat sesuai sekali bila Allah memerintahkan kepada mereka untuk berkata baik kepada manusia setelah Dia memerintahkan mereka untuk berbuat baik kepada mereka melalui perbuatan. Dengan demikian, berarti dalam ayat ini tergabung dua sisi kebajikan, yaitu kebajikan perbuatan dan ucapan. Kemudian perintah untuk menyembah Allah dan berbuat baik kepada manusia ini dikuatkan lagi dengan perintah yang tertentu secara detail dari hal tersebut, yaitu perintah mendirikan salat dan menunaikan zakat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ}
dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. (Al-Baqarah: 83)
Diceritakan pula bahwa ternyata mereka (Bani Israil) berpaling dari semua perintah itu; yakni mereka meninggalkan hal tersebut, membelakanginya, dan berpaling dengan sengaja sesudah mereka mengetahuinya, kecuali sedikit dari kalangan mereka yang mengerjakannya.
Allah Swt. telah memerintahkan pula umat ini dengan hal yang serupa di dalam surat An-Nisa, yaitu melalui firman-Nya:
{وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}
Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)
Dengan demikian, berarti umat ini diberi kepercayaan oleh Allah Swt. untuk mengerjakan perintah-perintah Allah yang tidak pernah dikerjakan oleh umat-umat sebelumnya. Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah belaka.
Di antara nukilan yang garib (aneh) sehubungan dengan hal ini ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya; telah menceritakan kepada kami Abi (ayah Ibnu Abu Hatim), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf (yakni At-Tanisi), telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Sabih, dari Humaid ibnu Uqbah, dari Asad ibnu Wada'ah. Disebutkan bahwa Asad ibnu Wada'ah bila keluar dari rumahnya tidak pernah bersua dengan seorang Yahudi atau Nasrani melainkan ia mengucapkan salam kepadanya. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah gerangan yang mendorongmu hingga kamu mengucapkan salam kepada orang Yahudi dan orang Nasrani?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman:
{وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا}
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.  (Al-Baqarah: 83)
Perkataan yang baik itu menurutnya adalah ucapan salam. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, hal yang sama telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani.
Menurut kami, telah ditetapkan di dalam sunnah bahwa kita tidak boleh memulai mengucapkan salam penghormatan kepada mereka (orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani).

Al-Baqarah, ayat 84-86

{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (84) ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (85) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ (86) }
 Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari kalian (yaitu): Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri kalian (saudara sebangsa) dari kampung halaman kalian, kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya. Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara kalian sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya, kalian bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian. Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat besar. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.
Melalui ayat ini Allah Swt. membantah orang-orang Yahudi yang ada di zaman Rasulullah Saw. di Madinah dan mengecam tindakan mereka yang ikut berperang melibatkan diri dalam perang antara Aus dan Khazraj, karena kabilah Aus dan Khazraj —yakni orang-orang Ansar— dahulu di masa Jahiliah adalah penyembah berhala, dan di antara kedua belah pihak banyak terjadi peperangan. Sedangkan orang-orang Yahudi di Madinah terdiri atas tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa' dan Bani Nadir; keduanya adalah teman sepakta kabilah Arab Khazraj, sedangkan Bani Quraizah adalah teman sepakta kabilah Aus. Apabila terjadi peperangan di antara kedua belah pihak, maka masing-masing berpihak kepada teman sepaktanya. Orang-orang Yahudi pun terlibat pula dalam peperangan ini hingga ia membunuh musuhnya, dan adakalanya seorang Yahudi membunuh Yahudi lain yang berpihak kepada musuhnya. Padahal perbuatan tersebut diharamkan atas diri mereka menurut ajaran agama yang dinaskan oleh kitab Taurat mereka. Mereka mengusir musuh mereka dari kampung halamannya serta merampok semua peralatan, barang-barang, dan harta benda yang ada padanya. Tetapi apabila perang telah berhenti dan terjadi gencatan senjata di antara kedua kabilah yang bersangkutan, masing-masing golongan dari kaum Yahudi menebus tawanan sekaumnya dari tangan musuhnya, karena mengamalkan kandungan kitab Taurat. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:
{أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ}
Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? (Al-Baqarah: 85)
Di dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian (yaitu): Kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri kalian (saudara sebangsa kalian) dari kampung halaman kalian. (Al-Baqarah: 84)
Makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain, jangan mengusirnya dari rumahnya, jangan pula saling membantu untuk melakukan hal tersebut. Pengertian ini sama dengan firman Allah Swt.:
{فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ}
Maka bertobatlah kalian kepada Tuhan yang menjadikan kalian, dan bunuhlah diri kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian. (Al-Baqarah: 54)
Dikatakan demikian karena orang-orang yang memeluk agama yang sama, sebagian darinya atas sebagian yang lain sama kedudukannya dengan satu orang, seperti pengertian yang terkandung di dalam sabda Nabi Saw. berikut:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ بِمَنْزِلَةِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ"
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang serta silaturahmi (keakraban) mereka sama dengan satu tubuh; apabila ada salah satu anggota tubuh darinya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh merasakan sakitnya hingga demam dan tidak dapat tidur.
*********
Firman Allah Swt.:  
{ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ}
Kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya. (Al-Baqarah: 84)
Yaitu kalian berikrar bahwa diri kalian telah mengetahui janji tersebut dan keabsahannya, sedangkan kalian mempersaksikannya.
{ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ}
Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85)
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad Ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa kalian) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85) hingga akhir ayat. Allah Swt. memberitahukan kepada mereka apa yang pernah mereka lakukan sebelum itu. Di dalam kitab Taurat, Allah telah mengharamkan atas diri mereka mengalirkan darah mereka dan diwajibkan atas diri mereka menebus orang sebangsanya yang ditawan.
Mereka (Bani Israil) terdiri atas dua golongan. Salah satu golongannya adalah Bani Qainuqa', teman sepakta Kabilah Khazraj dan Nadir. Dan golongan lainnya —yaitu Bani Quraizah— adalah teman sepakta Kabilah Aus.
Tersebutlah bahwa apabila terjadi peperangan di antara kabilah Aus dan Khazraj, Bani Qainuqa' dan Bani Nadir yang menjadi teman sepakta kabilah Khazraj memihak pada kabilah Khazraj, dan Bani Quraizah berpihak kepada kabilah Aus. Masing-masing pihak dari kalangan orang-orang Yahudi membela teman sepaktanya, hingga mereka saling mengalirkan darah di antara sesamanya, padahal di tangan mereka ada kitab Taurat dan mereka mengetahui semua hukum dan kewajiban yang terkandung di dalamnya.
Kabilah Aus dan Khazraj adalah orang-orang musyrik penyembah berhala. Mereka tidak mengenal adanya surga dan neraka, tidak pula hari berbangkit (hari kiamat). Mereka tidak mengenal adanya kitab, tidak kenal pula dengan istilah halal dan haram.
Apabila perang terhenti dan gencatan senjata terjadi, maka orang-orang Yahudi tersebut menebus tawanan perang dari kalangan mereka berdasarkan nas kitab Taurat dan sebagai pengamalannya. Maka orang-orang Bani Qainuqa' dan Bani Nadir menebus tawanan perang mereka yang ada di tangan kabilah Aus, sedangkan orang-orang Bani Quraizah menebus tawanan perang mereka yang berada di tangan kabilah Khazraj.
Mereka mengajukan tuntutan terhadap apa yang telah teralirkan dari darah mereka, dan mereka membunuh orang-orang yang telah mereka bunuh dari kalangan mereka sendiri untuk membantu kaum musyrik yang ada di pihaknya. Allah Swt. berfirman sehubungan dengan hal ini: Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain! (Al-Baqarah: 85)
Dengan kata lain, kalian saling menebus dan saling membunuh di antara sesama kalian, padahal di dalam kitab Taurat telah disebutkan bahwa tidak boleh membunuh, tidak boleh mengusir seseorang dari kampung halamannya, tidak boleh pula membantu orang agar musyrik kepada Allah Swt. dan penyembah berhala untuk melakukan hal itu karena mengharapkan keuntungan duniawi.
Menurut apa yang sampai kepadaku, semua yang telah kami sebut di atas tentang perilaku orang-orang Yahudi bersama kabilah Aus dan Khazraj melatarbelakangi turunnya ayat ini.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa orang-orang Quraizah adalah teman sepakta kabilah Aus, sedangkan orang-orang Bani Nadir teman sepakta kabilah Khazraj. Mereka saling membunuh di dalam perang yang terjadi di antara sesama mereka. Bani Quraizah berpihak kepada teman sepaktanya, dan Bani Nadir berpihak kepada teman sepaktanya pula. Tersebutlah bahwa Bani Nadir pernah berperang melawan Bani Quraizah dan teman sepaktanya; ternyata Bani Nadir dapat mengalahkan mereka, maka orang-orang Bani Nadir mengusir orang-orang Bani Quraizah dari tempat tinggalnya. Apabila ada orang-orang yang tertawan dari kalangan kedua belah pihak, mereka mengumpulkan tawanan tersebut, lalu saling menebus di antara sesama mereka. Melihat kejadian tersebut orang-orang Arab mencela perbuatan mereka seraya mengatakan, "Mengapa kalian memerangi mereka, kemudian kalian menebus tawanan mereka?" Orang-orang Yahudi menjawab, "Kami telah diperintahkan untuk menebus mereka dan diharamkan atas kami memerangi mereka (sesamanya)." Orang-orang Arab bertanya, "Lalu mengapa kalian memerangi mereka?" Orang-orang Yahudi menjawab, "Kami merasa malu bila teman sepakta kami mengalami penghinaan (kekalahan)." Yang demikian itulah yang di-sebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara sebangsa kalian) 'dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85), hingga akhir ayat.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Asy-Sya'bi, bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan Qais ibnul Hatim, yaitu firman-Nya: Kemudian kalian membunuh diri kalian sendiri dan mengusir se-olongan dari kalian dari kampung halamannya. (Al-Baqarah: 85), hingga akhir ayat.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abdu Khair yang menceritakan kisah berikut: Kami berperang dengan Sulaiman ibnu Rabi'ah Al-Bahili di Lanjar. Kami dapat mengepung penduduknya. Akhirnya kami beroleh kemenangan atas kota tersebut, serta kami memperoleh banyak tawanan wanita. Abdullah ibnu Salam membeli seorang wanita Yahudi dengan harga tujuh ratus. Ketika ia melalui Rasul Jalut, ia turun istirahat padanya, lalu Abdullah berkata kepada pemimpin Rasul Jalut, "Hai Rasul Jalut, maukah engkau membeli dariku seorang nenek yang ada di tanganku dari kalangan pemeluk agamamu (agama Yahudi)?" Rasul Jalut menjawab, "Ya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Aku telah membelinya dengan harga tujuh ratus (dirham)." Pemimpin Rasul Jalut menjawab, "Aku mau memberimu keuntungan yang sama dengan modalmu itu." Abdullah ibnu Salam berkata, "Sesungguhnya aku telah bersumpah bahwa aku tidak akan menjualnya dengan harga kurang dari empat ribu (dirham)." Pemimpin Rasul Jalut menjawab, "Aku tidak memerlukannya."
Abdullah ibnu Salam berkata, "Demi Allah, kamu benar-benar membelinya dariku atau kamu kafir terhadap agamamu sendiri yang kamu peluk sekarang." Selanjutnya Abdullah ibnu Salam berkata, "Mendekatlah kepadaku." Maka pemimpin itu mendekat kepadanya dan Abdullah ibnu Salam membacakan ke telinganya apa yang terkandung di dalam kitab Taurat, yaitu: "Sesungguhnya kamu tidak sekali-kali menemukan seorang budak dari kalangan Bani Israil melainkan kamu harus membelinya dan memerdekakannya." Tetapi jika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian. (Al-Baqarah: 85) Pemimpin Rasul Jalut bertanya, "Engkau Abdullah ibnu Salam?" Abdullah ibnu Salam menjawab, "Ya." Maka pemimpin Rasul Jalut datang dengan membawa uang sejumlah empat ribu (dirham), dan Abdullah ibnu Salam akhirnya menerima dua ribu saja, sedangkan yang dua ribu lagi ia kembalikan kepada orang tersebut.
Adam ibnu Abu Iyas meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far (yakni Ar-Razi), telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas, telah menceritakan kepada kami Abul Aliyah, bahwa Abdullah ibnu Salam pernah lewat di Rasul Jalut (bawahan daerah Kufah), sedangkan pemimpin Rasul Jalut menebus tawanan perang wanita (dari kalangan Yahudi) yang belum disetubuhi oleh pasukan Arab, dan ia tidak mau menebus tawanan wanita yang sudah digauli oleh tentara Arab. Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "Ingatlah, bukankah telah termaktub di dalam kitab yang ada padamu bahwa kamu harus menebus mereka semuanya (tanpa pilih kasih)?"
Makna yang ditunjukkan oleh ayat dan konteksnya mengandung celaan yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi sehubungan dengan pengamalan mereka terhadap perintah kitab Taurat yang mereka yakini kesahihannya, padahal kenyataannya mereka bertentangan dengan syariat yang terkandung di dalamnya, sedangkan mereka mengetahui hal tersebut. Ironisnya mereka mempersaksikan kebenaran dari kekeliruan tersebut. Karena itu, mereka tidak beriman kepada apa yang terkandung di dalam kitab Taurat, tidak pula terhadap penukilannya; serta tidak percaya dengan apa yang mereka sembunyikan mengenai sifat Rasulullah Saw., ciri khasnya, tempat diutusnya, saat munculnya dan tempat hijrahnya, serta lain-lainnya yang diberitakan oleh para nabi sebelum Nabi Saw. muncul. Hal inilah yang disembunyikan dengan rapi di antara sesama mereka, semoga laknat Allah menimpa mereka. Sehubungan dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
{فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. (Al-Baqarah: 85)
Yakni disebabkan mereka menentang syariat Allah dan perintah-Nya.
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ}
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. (Al-Baqarah: 85)
sebagai pembalasan yang setimpal terhadap perbuatan mereka yang menentang Kitabullah yang berada di tangan mereka, yakni kitab Taurat.
{وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ* أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ}
Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. (Al-Baqarah: 85-86)
Maksudnya, mereka lebih senang memilih kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat.
{فَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ}
maka tidak akan diringankan siksa mereka. (Al-Baqarah: 86)
Yakni tidak pernah terhenti siksaan atas diri mereka walau hanya sesaat.
{وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
dan mereka tidak akan ditolong. (Al-Baqarah: 86)
Artinya, tiada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab kekal yang menimpa diri mereka, dan tiada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan kepada mereka dari siksa tersebut

Al-Baqarah, ayat 87

{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ (87) }
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan ruhul qudus. Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombongkan diri; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh.
Allah Swt. mengecap kaum Bani Israil sebagai orang-orang yang takabur, pengingkar, penentang, dan sombong terhadap para nabi; dan bahwa mereka hanyalah memperturutkan hawa nafsu mereka sendiri. Maka Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah memberikan kepada Musa sebuah kitab (yakni kitab Taurat), tetapi mereka mengubah dan menggantinya serta menentang perintah-perintah yang terkandung di dalamnya serta menakwilkannya dengan takwil yang lain. Kemudian Allah Swt mengirimkan para rasul dan para nabi sesudah Musa a.s. yang menjalankan hukum dengan syariat Nabi Musa a.s., sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِنَّا أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ}
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat.
*******
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ}
dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul. (Al-Baqarah: 87)
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik sehubungan dengan makna waqaffaina, artinya 'Kami telah menyusulinya'. Sedangkan menurut yang lainnya artinya 'Kami telah mengiringinya', seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَا}
Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. (Al-Mu’minun: 44)
hingga rasul-rasul Bani Israil ditutup dengan terutusnya Nabi Isa ibnu Maryam. Isa a.s. datang membawa syariat yang sebagian hukum-hukumnya bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam kitab Taurat. Karena itu, Allah memberinya berbagai jenis mukjizat untuk memperkuatnya.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat Isa ialah menghidupkan kembali orang yang telah mati, menciptakan sesuatu yang berbentuk burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya dan jadilah sesuatu itu burung yang hidup dengan seizin Allah Swt. Ia pun dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, menceritakan hal-hal gaib serta diperkuat dengan ruhul qudus, yaitu Malaikat Jibril a.s. Semuanya itu untuk memperkuat risalah yang ia sampaikan kepada kaum Bani Israil agar mereka percaya dan beriman kepadanya. Tetapi kejadiannya justru kebalikannya, kaum Bani Israil bertambah keras mendustakannya dan dengki serta ingkar terhadapnya. Reaksi ini timbul karena apa yang didatangkannya bertentangan dengan isi kitab Taurat dalam sebagian hukum-hukumnya, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. menyitir perkataan Nabi Isa a.s., yaitu:
{وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ}
dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang telah diharamkan untuk kalian dan aku datang kepada kalian dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhan kalian. (Ali Imran: 50), hingga akhir ayat.
Orang-orang Bani Israil memperlakukan para nabi dengan perlakuan paling buruk; sebagian dari mereka mendustakannya, dan sebagian yang lain membunuhnya. Hal tersebut terjadi hanya karena para nabi mendatangkan kepada mereka perkara-perkara yang bertentangan dengan hawa nafsu dan pendapat mereka. Para nabi tersebut memerintahkan mereka agar menetapi hukum-hukum kitab Taurat asli yang saat itu sudah mereka ubah untuk menentangnya. Karena itu, maka hal ini terasa amat berat bagi mereka; akhirnya mereka mendustakan para rasulnya, dan adakalanya membunuh sebagiannya. Hal ini telah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombongkan diri; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh (Al-Baqarah: 87)
Dalil yang menunjukkan bahwa Ruhul Qudus adalah Malaikat Jibril ialah apa yang dinaskan oleh Ibnu Mas'ud dalam tafsir ayat ini, kemudian pendapatnya itu diikuti oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ismail ibnu Khalid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Atiyyah Al-Aufi, dan Qatadah. Menurut Imam Bukhari disertai dengan tafsir ayat berikut, yakni firman-Nya:
{نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ* عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}
dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193-194)
Ibnu Abuz Zanad meriwayatkan dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Siti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah meletakkan sebuah mimbar di dalam masjid khusus buat Hassan ibnu Sabit, tempat untuk bersyair buat membela Rasulullah Saw.; dan Rasulullah Saw. berdoa untuknya:
"اللَّهُمَّ أَيِّدْ حَسَّانَ بِرُوحِ الْقُدُسِ كَمَا نَافَحَ عَنْ نَبِيِّكَ"
Ya Allah, perkuatlah Hassan dengan Ruhul Qudus (Malaikat Jibril), sebagaimana dia berjuang membela Nabi-Mu (melalui syair-syairnya).
Lafaz hadis ini yang dari Imam Bukhari secara ta'liq. Akan tetapi, Imam Abu Daud meriwayatkannya pula di dalam kitab Sunannya dari Ibnu Sirin, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ali ibnu Hujr dan Ismail ibnu Musa Al-Fazzari. Ketiga-tiganya mengetengahkan hadis ini dari Abu Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya dan Hisyam ibnu Urwah; keduanya meriwayatkan hadis ini dari Urwah, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat hasan atau sahih, yakni hadis Abuz Zanad.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ، وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ، فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أَنْشُدُ فِيهِ، وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ. ثُمَّ التَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ، فَقَالَ: أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسْمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول: "أَجِبْ عَنِّي، اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ"؟. فَقَالَ: اللَّهُمَّ نَعَمْ
dari hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melewati Hassan ibnu Sabit yang sedang mendendangkan syair di dalam masjid, maka Umar r.a. memelototinya, lalu Hassan berkata, "Sesungguhnya aku pernah mendendangkan syair di dalam masjid ini, sedangkan di dalamnya terdapat orang yang lebih baik daripada kamu (yakni Nabi Saw.)." Kemudian Umar ibnul Khattab r.a. menoleh kepada Abu Hurairah dan berkata, "Kumohon atas nama Allah, pernahkah engkau mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Perkenankanlah bagiku, ya Allah, kuatkanlah dia (Hassan) dengan Ruhul Qudus (Malaikat Jibril)?'." Maka Abu Hurairah menjawab, "Allahumma, na'am (ya)."
Menurut sebagian riwayat, Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Hassan:
"اهْجُهُمْ -أَوْ: هَاجِهِمْ-وَجِبْرِيلُ مَعَكَ"
Seranglah mereka atau hinakanlah mereka dengan syairmu, semoga Jibril membantumu.
Di dalam syair Hassan terdapat ucapan berikut:
وَجِبْرِيلٌ رَسُولُ اللَّهِ يُنَادِي ... وَرُوحُ الْقُدُسِ لَيْسَ بِهِ خَفَاءُ
Dan Jibril utusan Allah berada bersama kami, dia adalah Ruhul Qudus yang tidak diragukan lagi.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ الْمَكِّيِّ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ الْأَشْعَرِيِّ: أَنَّ نَفَرًا مِنَ الْيَهُودِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنِ الرُّوحِ. فَقَالَ: "أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ وَبِأَيَّامِهِ عِنْدَ بَنِي إِسْرَائِيلَ، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ جِبْرِيلُ؟ وَهُوَ الذِي يَأْتِينِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Abu Husain Al-Makki, dari Syahr ibnu Hausyab Al-Asy'ari: Bahwa ada segolongan orang-orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah Saw., "Ceritakanlah kepada kami tentang roh." Maka beliau menjawab, "Aku meminta kepada kalian, demi Allah dan demi hari-hari-Nya bersama Bani Israil, tahukah kalian bahwa Jibril yang selalu datang kepadaku adalah roh.?" Mereka menjawab, "Ya."
Di dalam kitab Sahih Ibnu Hibban disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ نَفَخَ  فِي رُوعِي: إِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا وَأَجَلَهَا فَاتَّقَوُا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ"
Sesungguhnya Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) telah menyampaikan wahyu kepadaku, bahwa seseorang tidak akan mati sebelum menyempurnakan rezeki dan ajalnya. Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan berlakulah dengan baik dalam mencari (meminta).
Beberapa pendapat lain sehubungan dengan makna Ruhul Qudus diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatirn, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Bisyr, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Ruhul Qudus adalah Ismul A'zam yang dibacakan oleh Nabi Isa a.s. sewaktu menghidupkan orang-orang yang telah mati."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ia pernah menceritakan sebuah riwayat dari Minjab, lalu ia menceritakan hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair. Al-Qurtubi menukil dari Ubaid ibnu Umair yang juga mengatakan bahwa Ruhul Qudus adalah Ismul A'zam.
Ibnu Abu Nujaih mengatakan, Ar-Ruh adalah Malaikat Hafazah yang menjaga para malaikat.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa Al-Qudus adalah Tuhan Yang Mahasuci lagi Maha Tinggi. Hal ini adalah pendapat yang dikatakan oleh Ka'b.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri, keduanya mengatakan bahwa Al-Qudus adalah Allah Swt., sedangkan Ar-Ruh adalah Malaikat Jibril.
Dengan demikian, pendapat yang terakhir ini sama kedudukannya dengan pendapat pertama tadi.
As-Saddi mengatakan bahwa Al-Qudus adalah Al-Barakah (keberkahan).
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Qudus adalah suci.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa ibnu Zaid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. (Al-Baqarah: 87) bahwa Allah menguatkan Isa dengan roh dalam kitab Injil sebagaimana Dia menjadikan roh dalam Al-Qur'an. Keduanya adalah Roh Allah, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا}
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (Asy-Syura: 52)
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil yang paling mendekati kepada kebenaran dari semua itu adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa Ar-Ruh dalam ayat ini bermakna Malaikat Jibril. Karena sesungguhnya Allah telah memberitakan bahwa Dia telah menguatkan Isa dengan roh tersebut, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ}
(Ingatlah) ketika Allah mengalakan, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil..., hingga akhir ayat, (Al-Maidah: 110).
Maka dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia telah menguatkannya dengan Ruhul Qudus. Seandainya roh yang dijadikan sebagai penguat Isa adalah kitab Injil, niscaya firman-Nya: (Ingatlah) ketika Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. (Al-Maidah: 110) dan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil. (Al-Maidah: 110) merupakan kata ulangan yang tidak mengandung arti apa pun, sedangkan Allah Mahasuci dari hal yang tidak mengandung faedah dalam berkhitab kepada hamba-hamba-Nya.
Menurut kami, termasuk dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Ar-Ruh adalah Malaikat Jibril ialah apa yang telah ditunjukkan oleh konteks ayat sejak permulaannya.
Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa Ruhul Qudus adalah roh yang disucikan, perihalnya sama dengan perkataanmu hatimul jud (Hatim yang dermawan) dan rajulun sidqun (lelaki yang benar).
Roh ini disifati dengan Al-Qudus, seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Waruhum minhu" (dan roh daripada-Nya). Maka ungkapan sifatnya disebut secara ikhtisas dan taqrib sebagai penghormatan buatnya. Menurut pendapat yang lain, dikatakan demikian karena kejadiannya (Isa) bukan berasal dari apa yang dikeluarkan oleh sulbi (air mani) dan rahim yang mengeluarkan darah haid. Menurut pendapat yang lain, Roh di sini artinya Malaikat Jibril. Menurut pendapat yang lainnya artinya kitab Injil, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya tentang Al-Qur'an:
{رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا}
wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah kami. (Asy-Syura: 52)
Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah asma Allah yang teragung (Ismul A'zam) yang dipakai oleh Isa a.s. ketika menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan mengucapkannya.
Pendapat Az-Zamakhsyari ini mengandung pengertian lain, yaitu yang dimaksud dengan roh Isa ialah jiwanya yang suci lagi bersih.
Az-Zamakhsyari mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
{فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh (Al-Baqarah: 87)
Sesungguhnya dalam ayat ini tidak dikatakan wa fariqan qataltum (dan beberapa orang dari para utusan itu telah kalian bunuh) hanyalah karena yang dimaksudkan mencakup pula masa mendatang. Karena ternyata mereka pun pernah berupaya untuk membunuh Nabi Saw. dengan racun dan sihir. Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam keadaan sakit yang membawa kepada kewafatannya:
مَا زَالَتْ أَكْلَةُ خَيْبَرَ تُعَاوِدُنِي فَهَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِي"
Makanan (yang kusuap) di Khaibar masih terus mempengaruhi diriku, dan sekarang sudah tiba saat terputusnya urat nadi utamaku.
Menurut kami, hadis ini terdapat di dalam kitab Sahih Bukhari dan kitab-kitab hadis lainnya.

Al-Baqarah, ayat 88

{وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلا مَا يُؤْمِنُونَ (88) }
Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup:' Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna gulfun, bahwa makna yang dimaksud ialah hati kami tertutup.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir lafaz gulfun, bahwa makna yang dimaksud ialah hati kami tidak dapat memahami.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir lafaz ini, bahwa makna yang dimaksud ialah hati yang terkunci mati.  Mujahid mengatakan sehubungan dengan tafsir lafaz ini, qulubuna gulfun artinya hati yang telah tertutup oleh gisyawah (penutup). Ikrimah mengatakan hati yang telah terkunci mati. Abul Aliyah mengatakan hati yang tidak dapat mengerti. Menurut Assaddi yaitu hati yang tertutup oleh gilaf (penutup). Abdur Razaq mengatakan dari Ma'mar, dari Qatadah, artinya 'maka hati yang tidak dapat memahami dan tidak pula mengerti'. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Abbas membacanya gulufun dengan huruf lam yang di-dammah-kan, bentuk jamak dari lafaz gilafun artinya hati kami merupakan wadah bagi semua ilmu, maka kami tidak memerlukan lagi ilmumu.
Ibnu Abbas dan Ata mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka. (Al-Baqarah: 88) Maksudnya, Allah telah mengusir dan menjauhkan mereka dari semua kebaikan. maka sedikit sekali mereka yang beriman. (Al-Baqarah: 88)
Menurut Qatadah, makna ayat ini ialah tiada yang beriman dari kalangan mereka kecuali sedikit sekali. Dan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup" (Al-Baqarah: 88) sama maknanya dengan apa yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ}
Mereka berkata, "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kalian seru kami kepadanya." (Fushshilat: 5)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan tafsir lafaz gulfun; perihalnya sama dengan perkataanmu, "Hatiku dalam keadaan tertutup," karena itu ia tidak dapat memahami apa yang sampai kepadanya. Lalu Abdur Rahman membacakan firman-Nya: Mereka berkata, "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kalian seru kami kepadanya." (Fushshilat: 5)
Pendapat inilah yang di-rajih-kan (dikuatkan) oleh Ibnu Jarir, dan ia mendasari pendapatnya dengan sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Amr ibnu Murrah Al-Jumali, dari Abul Bukhturi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa hati itu ada empat macam; lalu ia menyebutkan salah satunya, yaitu hati yang tertutup lagi dibenci, hati ini adalah hatinya orang kafir.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Arzami, telah menceritakan kepada kami ayahnya, dari kakeknya, dari Qatadah, dari Al-Hasan sehubungan dengan tafsir firman-Nya, "Qulubuna gulfun" artinya hati kami belum dikhitan (belum dibersihkan). Pendapat ini merujuk kepada pendapat yang telah lalu, yaitu yang mengatakan bahwa hati mereka tidak suci dan jauh dari kebaikan.
Pendapat yang lainnya dikatakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa qulubuna gulfun artinya hati kami telah penuh, tidak lagi memerlukan ilmu Muhammad, tidak pula yang lainnya.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa makna gulufun yakni wadah ilmu. Berdasarkan makna ini ada sebagian kalangan sahabat Ansar yang membacanya demikian (yakni bukan gulfun, melainkan gulufun). Bacaan ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yakni dengan huruf lam yang di-damah-kan, dinukil oleh Az-Zamakhsyari. Makna lafaz gulfun adalah bentuk jamak dari lafaz gilafun, aetinya wadah; yakni mereka menduga bahwa hati mereka telah penuh dengan ilmu. Karenanya mereka tidak lagi memerlukan ilmu yang lain, sebagaimana mereka biasa memberikan fatwa mengenai ilmu kitab Taurat. Karena itu, Allah Swt. berfirman:
{بَل لَّعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلا مَّا يُؤْمِنُونَ}
Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. (Al-Baqarah: 88)
Dengan kata lain, keadaannya tidaklah seperti apa yang mereka duga, melainkan hati mereka telah tertutup dan terkunci mati, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat surat An-Nisa, yaitu:
{وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا}
Dan perkataan mereka, "Hati kami tertutup." Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka. (An-Nisa: 155)
Mereka berbeda pendapat mengenai firman-Nya, "Faqalilamma yu-minuna,'''' dan firman-Nya, "Fala yu-minuna illa qalilan" Sebagian dari mereka mengatakan, artinya yaitu sedikit sekali orang yang beriman dari kalangan mereka. Menurut pendapat yang lain, sedikit sekali iman mereka. Dengan kata lain, mereka beriman kepada apa yang disampaikan oleh Musa kepada mereka tentang hari akhirat, pahala, dan siksaan. Akan tetapi, iman tersebut tiada manfaatnya bagi mereka karena hati mereka dipenuhi oleh kekufuran terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada mereka.
Sebagian yang lain mengatakan, sesungguhnya mereka (Bani Israil) tidak memiliki iman barang sedikit pun; dan sesungguhnya disebutkan di dalam firman-Nya, "Faqalilamma yu-minun," menunjukkan ketiadaan iman pada mereka, yakni mereka semuanya kafir. Pengertian kalimat ini sama dengan ucapan orang-orang Arab, "Qallama ra-aitu misla haza qattu" (aku jarang sekali melihat hal semisal ini).
Makna yang dimaksud ialah ma ra-aitu misla haza qaltu (aku belum pernah melihat hal yang semisal dengan ini). Imam Kisai' berkata bahwa orang-orang Arab mengatakan, "Man zana bi ardin qallama tanbutu" (barang siapa yang berzina di suatu tanah, maka tanah itu jarang dapat menumbuhkan tetumbuhan). Makna yang dimaksud ialah, tanah tersebut tidak dapat menumbuhkan sesuatu pun. Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir rahimahullah.

Al-Baqarah, ayat 89

{وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ (89) }
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Walamma ja-ahum, setelah datang kepada orang-orang Yahudi itu.
Kitabun min Indilah, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Musaddiqul lima ma ahum, yang isinya membenarkan kitab Taurat yang ada pada mereka.
Sedangkan mengenai makna firman-Nya:
{وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا}
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89)
Makna yang dimaksud ialah bahwa sebelum kedatangan Rasul Saw. yang membawa Al-Qur'an, mereka selalu memohon kepada Allah akan kedatangannya untuk menghadapi musuh mereka dari kalangan kaum musyrik, bila mereka berperang melawan kaum musyrik. Mereka (Bani Israil) selalu mengatakan, "Sesungguhnya kelak akan diutus seorang nabi akhir zaman, kami akan bersamanya memerangi kalian sebagaimana kami memerangi kaum Ad dan kaum Iram." Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Arm. dari Qatadah Al-Ansari, dari pemuka-pemuka Ansar yang mengatakan, "Demi Allah, berkenaan dengan kami dan mereka ayat ini diturunkan," yakni berkenaan dengan kaum Ansar dan orang-orang Yahudi yang bertetangga dengan merekalah kisah yang disebutkan dalam ayat berikut ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan setelah 'datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. (Al-Baqarah: 89)
Orang-orang Ansar mengatakan, "Kami berkuasa atas mereka dengan kekuatan dalam suatu masa di zaman Jahiliah; padahal kami berasal dari orang-orang musyrik, sedangkan mereka adalah ahli kitab." Mereka selalu mengatakan, 'Kelak akan muncul seorang nabi yang sekarang sudah tiba masa perutusannya dan nanti kami akan mengikutinya. untuk memerangi kalian seperti kami memerangi kaum Ad dan Iram. Tetapi setelah Allah mengutus rasul-Nya dari kalangan Quraisy, maka kami mengikutinya, sedangkan mereka sendiri ingkar kepadanya." Allah Swt. berfirman sehubungan dengan sikap mereka itu: Dan setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Bahwa mereka selalu memohon pertolongan seraya mengatakan, "Kami akan membantu Muhammad untuk melawan mereka," tetapi pada hakikatnya tidaklah demikian, mereka hanya berdusta belaka.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, telah menceritakan kepadaku Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi di masa lalu selalu memohon kemenangan atas orang-orang Aus dan Khazraj dengan kedatangan Rasulullah Saw. sebelum beliau diangkat menjadi utusan. Akan tetapi, setelah Allah mengutusnya dari kalangan bangsa Arab, mereka kafir dan ingkar kepada apa yang selalu mereka katakan sebelumnya tentang dia. Maka berkatalah kepada mereka Mu'az ibnu Jabal, Bisyr ibnul Barra ibnu Ma'rur, dan Daud ibnu Salamah, "Hai orang-orang Yahudi, bertakwalah kalian kepada Allah dan masuk Islamlah kalian. Sesungguhnya kalian dahulu selalu memohon untuk mendapat kemenangan atas kami dengan datangnya Muhammad Saw., sedangkan kami masih dalam keadaan musyrik. Kalian menceritakan kepada kami bahwa dia akan diutus dan kalian sebut pula sifat-sifatnya."
Maka Salam ibnu Misykum, saudara Bani Nadir (salah seorang dari kalangan orang-orang Yahudi) menjawab, "Dia tidak menyampaikan kepada kami sesuatu pun yang kami kenal, dan dia bukanlah orang yang dahulu sering kami katakan kepada kalian." Maka Allah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan perkataan mereka itu: Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka. (Al-Baqarah: 89), hingga akhir ayat.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Mereka selalu memohon kemenangan dengan datangnya Nabi Muhammad Saw. atas orang-orang musyrik Arab, yakni yang juga dari kalangan ahli kitab seperti mereka. Tetapi setelah Nabi Muhammad Saw. diutus dan kelihatan oleh mereka bukan dari kalangan mereka, maka mereka ingkar dan dengki kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan, dahulu orang-orang Yahudi selalu memohon kemenangan dengan kedatangan Nabi Muhammad Saw. atas orang-orang musyrik Arab. Mereka mengatakan, "Ya Allah, utuslah nabi yang kami jumpai termaktub dalam kitab kami ini hingga kami dapat menghukum dan membunuh orang-orang musyrik." Tetapi setelah Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. dan mereka melihatnya bukan dari kalangan mereka, maka mereka kafir kepadanya karena dengki terhadap bangsa Arab, padahal mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah utusan Allah. Maka Allah Swt berfirrnan: Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89)
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 89) Dahulu mereka selalu mengatakan bahwa kelak akan muncul seorang nabi. maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. (Al-Baqarah: 89)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah: 89) Mereka yang disebut di dalam ayat ini adalah orang-orang Yahudi.

Al-Baqarah, ayat 90

{بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنزلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنزلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ (90) }
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hambah-hamba-Nya. Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
Mujahid mengatakan bahwa firman-Nya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri. (Al-Baqarah: 90) Mereka adalah orang-orang Yahudi, mereka menjual perkara yang hak dengan mendapatkan gantinya perkara yang batil, yaitu mereka menyembunyikan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. dan mereka tidak mau menjelaskannya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka menjual diri mereka dengan keburukan tersebut. Dengan kata lain, alangkah buruknya apa yang mereka pertukarkan buat diri mereka sendiri; dan mereka rela dengan pertukaran yang buruk itu dan memilihnya, yakni kafir kepada apa yang diturunkan oleh Allah (Al-Qur'an) kepada Nabi Muhammad Saw. Mereka tidak mau membenarkannya, tidak mau mendukung dan membantunya. Sesungguhnya yang mendorong mereka berbuat demikian hanyalah rasa dengki dan kebencian serta kezaliman mereka sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 90) Tiada kedengkian yang lebih besar daripada kedengkian seperti itu.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 90) Yakni karena Allah menjadikan nabi tersebut bukan dari kalangan mereka (Bani Israil) sendiri.  Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. (Al-Baqarah: 90)
Menurut Ibnu Abbas, makna kemurkaan atas kemurkaan yang lain ialah Allah murka kepada mereka karena mereka telah menyia-nyiakan kitab Taurat, padahal kitab Taurat berada di tangan mereka. Allah murka pula kepada mereka karena mereka ingkar kepada Nabi Saw. yang diutus-Nya kepada mereka semuanya.
Menurut kami, makna lafaz ba'u ialah mereka pasti dan berhak mendapat murka di atas murka, dan mereka tetap berada di dalam kemurkaan yang bertumpang tindih itu.
Abul Aliyah mengatakan, murka Allah terhadap mereka (Bani Israil) adalah karena kekufuran (keingkaran) mereka kepada kitab Injil dan Nabi Isa, juga karena mereka ingkar kepada Nabi Muhammad Saw. dan kepada Al-Qur'an. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ikrimah dan Qatadah.
As-Saddi mengatakan bahwa murka Allah yang pertama ialah ketika mereka menyembah anak lembu, dan yang kedua ialah ketika mereka ingkar terhadap Nabi Muhammad Saw. Hal yang semisal diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
***************
Firman Allah Swt.:
{وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ}
Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (Al-Baqarah: 90)
Dikatakan demikian mengingat penyebab dari kekufuran mereka adalah rasa dengki dan iri hati yang bersumber dari rasa takabur mereka. Maka sebagai pembalasannya ialah kebalikannya, yaitu mereka mengalami kehinaan dan kerendahan di dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari me-yembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Yakni dalam keadaan kecil, hina, rendah lagi kalah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ عَجْلان، عَنْ عَمْرِوِ بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ النَّاسِ، يَعْلُوهُمْ كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الصَّغَارِ حَتَّى يَدْخُلُوا سِجْنًا فِي جَهَنَّمَ، يُقَالُ لَهُ: بُولَس فَيَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ: عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ"
Imam Ahmad telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajlan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang-orang yang sombong digiring pada hari kiamat nanti dalam keadaan seperti semut paling kecil berupa manusia, segala sesuatu berada di atas mereka karena kecilnya, hingga dimasukkan di dalam sebuah penjara di neraka Jahannam. Penjara tersebut dikenal dengan nama bulis yang dipenuhi oleh inti api neraka; mereka diberi minum dari tinatul khabal, yaitu perasan dari tubuh penduduk neraka.

Al-Baqarah, ayat 91-92

{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنزلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنزلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (91) وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَى بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ (92) }
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan Allah," mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Dan mereka kafir kepada Al-Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedangkan Al-Qur'an itu adalah (kitab) yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman?" Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kalian jadikan anak sapi (sebagai sesembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kalian adalah orang-orang yang zalim.
Allah Swt. berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka," yakni kepada orang-orang Yahudi dan yang semisal dengan mereka dari ka.-langan ahli kitab.”Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan Allah," kepada Nabi Muhammad Saw., percayalah kepadanya, dan ikutilah dia. Mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Maksudnya, cukup bagi kami beriman kepada kitab Taurat dan Injil yang diturunkan kepada kami, dan kami tidak mengakui selain itu. Mereka kafir kepada Al-Qur'an yang diturunkan sesudahnya, yakni sesudah kitab-kitab tersebut.
Padahal Al-Qur'an itu adalah kitab yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka; yakni mereka mengetahui bahwa kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah perkara yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Lafaz musaddiqan dibaca nasab karena berkedudukan menjadi hal (keterangan keadaan), yakni keadaan Al-Qur'an itu membenarkan apa yang ada pada mereka, yakni kitab Taurat dan Injil yang dipegang mereka. Dengan demikian, di dalam kalimat ini terkandung hujah yang membantah pengakuan mereka; seperti yang dijelaskan oleh firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ}
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. (Al-Baqarah: 146)
Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah, jika benar kalian orang-orang yang beriman?" Yakni jika kalian benar dalam pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kalian, mengapa kalian membunuh para nabi yang datang kepada kalian dengan membawa apa yang membenarkan yang ada di tangan kalian? Kalian diperintahkan agar memutuskan hukum berdasarkan kitab Taurat itu dan tidak boleh mengubahnya, padahal kalian mengetahui bahwa para nabi tersebut benar. Tetapi ternyata kalian membunuh mereka karena rasa dengki, ingkar, dan takabur kalian terhadap utusan-utusan Allah. Kalian sama sekali tidak mengikuti kecuali hanya hawa nafsu kalian sendiri, pendapat kalian, dan selera kalian sendiri. Makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ}
Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa suatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian menyombong; maka beberapa orang (di antara rasul-rasul itu) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain dari mereka) kalian bunuh. (Al-Baqarah: 87)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan ayat berikut, bahwa Allah mencela perbuatan mereka melalui firman-Nya: Katakanlah, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman.?” (Al-Baqarah: 91) Menurut Abu Ja'far ibnu Jarir, makna ayat ini adalah seperti berikut: Katakanlah —hai Muhammad— kepada orang-orang Yahudi Bani Israil bila telah kamu katakan kepada mereka, "Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah." Lalu mereka menjawab, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Katakanlah, "Mengapa kalian membunuh para nabi, hai orang-orang Yahudi, jika kalian adalah orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah? Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian membunuh mereka melalui Al-Kitab (Taurat) yang diturunkan kepada kalian. Bahkan kitab kalian memerintahkan kepada kalian untuk mengikuti para nabi, taat, dan percaya kepada mereka." Kalimat ayat ini mengandung makna pendustaan dari Allah terhadap perkataan mereka (orang-orang Yahudi) yang menyatakan bahwa mereka hanya beriman kepada kitab yang diturunkan kepada mereka; sekaligus sebagai celaan terhadap sikap mereka yang demikian itu.
"Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat)," yakni tanda-tanda yang jelas dan bukti-bukti yang tak bisa dipungkiri lagi. Semuanya menunjukkan bahwa Nabi Musa a.s. adalah utusan Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Tanda-tanda yang jelas itu berupa banjir, belalang, kutu busuk, katak, darah, tongkat, tangan Nabi Musa a.s., terbelahnya laut, awan menaungi mereka, manna dan salwa, batu, dan lain sebagainya di antara mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan sendiri dengan mata kepala mereka.
"Kemudian kalian jadikan anak sapi (sebagai sembahan)," yakni kalian menjadikannya sebagai sembahan selain dari Allah di hari-hari Nabi Musa a.s. mengalami kesibukan.
Firman Allah Swt., "Sesudah (kepergian)nya," yakni sesudah Nabi Musa a.s. pergi meninggalkan kalian menuju Bukit Tur untuk bermunajat kepada Allah Swt. Kelakuan mereka saat itu diterangkan oleh firman-Nya:
{وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ}
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. (Al-A'raf: 148)
"Dan sebenarnya kalian adalah orang-orang yang zalim," yakni kalian adalah orang-orang yang zalim karena perbuatan kalian yang menyembah anak lembu itu, sedangkan kalian mengetahui bahwa tiada yang wajib disembah kecuali hanya Allah Swt., seperti yang disebutkan oleh firman-Nya yang lain, yaitu:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan meng-tahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi." (Al-A'raf: 149)

Al-Baqarah, ayat 93

{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (93) }
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkat Bukit (Tursina) di atas kalian (seraya Kami berfirman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah. Mereka menjawab, "Kami mendengar, tetapi tidak menaati." Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan iman kalian kepada diri kalian jika betul kalian beriman (kepada Taurat)."
Allah Swt. menghitung-hitung kembali terhadap kekeliruan mereka, pelanggaran mereka terhadap janji dan sifat takabur mereka, serta berpalingnya mereka dari Allah Swt. hingga di suatu saat diangkat Bukit Tursina di atas mereka, akhirnya mereka mau menerima janji itu. Tetapi sesudah itu mereka melanggarnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا}
Mereka menjawab, "Kami mendengarkan, tetapi tidak menaati" (Al-Baqarah: 93)
Tafsir ayat ini dikemukakan jauh sebelum ini.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. (Al-Baqarah: 93) Qatadah mengatakan bahwa menyembah anak sapi telah meresap ke dalam hati mereka sehingga kecintaan mereka mendalam terhadap penyembahan tersebut. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ، عَنْ بِلَالِ بْنِ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "حُبُّك الشَّيْءَ يُعْمِي ويُصم".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Isam ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Maryam Al-Gassani, dari Khalid ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Bilal ibnu Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kecintaanmu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud, dari Haiwah ibnu Syuraih, dari Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Maiyam dengan lafaz yang sama.
As-Saddi meriwayatkan bahwa Musa a.s. segera menyembelih anak lembu itu dengan pisau besar kemudian mencampakkannya ke laut. Setelah itu, maka tiada suatu laut pun yang mengalir di masa itu kecuali terjadi sesuatu padanya. Kemudian Musa a.s. berkata kepada mereka, "Minumlah kalian dari airnya!" Maka mereka pun minum. Barang siapa yang cinta kepada anak lembu itu, maka keluarlah emas dari kedua sisi kumisnya. Yang demikian itu disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi. (Al-Baqarah: 93)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abi (ayahku), telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abi Ishaq, dari Imarah ibnu Umair dan Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Musa a.s. menuju ke arah patung anak lembu itu, lalu meletakkan kendi air di atasnya, kemudian ia mendinginkan anak lembu itu dengan air kendi tersebut, sedangkan ia berada di pinggir sungai. Tiada seorang pun yang minum air tersebut dari kalangan orang-orang yang pernah menyembah anak lembu, melainkan wajahnya menjadi kuning seperti emas.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi. (Al-Baqarah: 93)
Ketika anak lembu itu dibakar, sesudah itu didinginkan dan ditaburkan abunya (ke sungai), maka mereka meminum airnya hingga wajah mereka tampak kuning seperti wama minyak za'faran.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari kitab Al-Qusyairi, bahwa tiada seorang pun yang minum air sungai itu dari kalangan orang-orang yang menyembah anak lembu kecuali ia gila. Kemudian Al-Qurtubi mengatakan, bukan pendapat ini yang dimaksud oleh ayat ini, karena makna yang dimaksud oleh konteks ayat ini ialah bahwa warna kuning tampak pada bibir dan wajah mereka. Sedangkan hal yang termaktub menceritakan bahwa telah diresapkan ke dalam hati mereka kecintaan menyembah anak lembu, yakni di saat mereka menyembahnya. Kemudian Al-Qurtubi —sehubungan dengan pengertian ini— mengetengahkan syair An-Nabigah ketika meratapi kepulangan istrinya yang bernama Asmah:
تَغَلْغَلَ حُبُّ عَثْمَةَ فِي فُؤَادِي ... فَبَادِيهِ مَعَ الْخَافِي يَسِيرُ ...
تَغَلْغَلَ حَيْثُ لَمْ يَبْلُغْ شَرَابٌ ... وَلَا حَزَنٌ وَلَمْ يَبْلُغْ سُرُورُ ...
أَكَادُ إِذَا ذَكَرْتُ الْعَهْدَ مِنْهَا ... أَطِيرُ لَوَ انَّ إِنْسَانًا يَطِيرُ ...
Cinta kepada Asmah telah meresap ke dalam relung hatiku hingga lahir dan batinku hanya tertuju kepadanya. Begitu mendalamnya cintaku kepadanya hingga tiada suatu kesedihan dan tiada suatu kegembiraan pun yang lebih membekas dalam hatiku selain darinya. Serasa daku ingin terbang bila mengingat nostalgia dengannya, andaikata manusia dapat terbang.
****************
Firman Allah Swt.:
{قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan iman kalian kepada diri kalian jika betul kalian beriman (kepada Taurat)." (Al-Baqarah: 93)
Artinya, alangkah jahat perbuatan yang sengaja kalian lakukan di masa lalu dan masa sekarang, yaitu kalian ingkar kepada tanda-tanda kebesaran Allah, menentang para nabi, dan dengan sengaja kalian ingkar kepada Nabi Muhammad Saw. Hal terakhir ini merupakan dosa kalian yang paling besar dan paling parah kalian lakukan, mengingat kalian kafir kepada pemungkas para rasul, sedangkan dia adalah penghulu para nabi dan para rasul yang diutus kepada seluruh umat manusia. Bagaimana kalian dapat mendakwakan bahwa diri kalian beriman, sedangkan kalian telah melakukan semua perbuatan yang buruk itu; antara lain kalian sering melanggar janji terhadap Allah, ingkar kepada ayat-ayat Allah, dan kalian berani menyembah anak sapi selain Allah Swt.?

Al-Baqarah, ayat 94-96

{قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (94) وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (95) وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (96) }
Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kalian akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih tamak lagi) daripada orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.:  Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar” (Al-Baqarah: 94) Yakni berdoalah kalian untuk minta segera dimatikan. Khitab ini ditujukan kepada kedua belah pihak, yakni orang-orang Yahudi dan kaum Muslim. Dengan kata lain, manakah di antara kedua golongan itu yang berdusta. Ternyata mereka menolak hal tersebut di hadapan Rasulullah Saw. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. (Al-Baqarah: 95) Maksudnya, Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal pengetahuan mereka mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh diri mereka sendiri, bahkan mereka mengetahui kekufuran diri mereka terhadap agamanya sendiri. Disebutkan, seandainya mereka benar-benar menginginkan kematian di saat Allah berfirman demikian terhadap mereka, niscaya tiada seorang pun dari kalangan Yahudi di muka bumi ini melainkan pasti binasa saat itu juga.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Fatamannawul mauta," artinya minta matilah kalian.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Ikrimah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar. (Al-Baqarah: 94) Sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya mereka akan mati semuanya."
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Assam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari Al-A'masy, yang ia yakini bahwa Al-A'masy mendengamya dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka benar-benar mengingini kematian, niscaya seseorang dari mereka menelan kembali air ludahnya (dahaknya)." Sanad dari semua riwayat tersebut memang sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah sampai sebuah riwayat kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَوْ أَنَّ الْيَهُودَ تَمَنَّوُا الْمَوْتَ لَمَاتُوا. وَلَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ. وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُباهلون رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَجَعُوا لَا يَجِدُونَ  أَهْلًا وَلَا مَالًا".
Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya mereka semua mati dan niscaya mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang diajak bermubahalah oleh Rasulullah Saw. keluar, niscaya mereka akan kembali tanpa menemukan keluarga dan harta bendanya lagi.
Hadis ini diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. Imam Ahmad dari Ismail ibnu Yazid Ar-Raqi telah meriwayatkannya pula bahwa telah menceritakan kepada kami Furat, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt., "Mereka (orang-orang Yahudi) sama sekali tidak akan mengingini kematian itu karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri." Aku (Abbad ibnu Mansur) bertanya, "Bagaimanakah menurutmu, seandainya mereka mengingini kematian itu, ketika dikatakan kepada mereka, 'Inginilah kematian kalian!' Apakah mereka akan mati ketika itu juga?" Al-Hasan menjawab, "Tidak, demi Allah, mereka sama sekali tidak akan mati ketika itu juga, sekalipun mereka mengingini kematian itu. Mereka sekali-kali tidak akan mengingini kematian itu, karena sesungguhnya seperti apa yang telah kamu dengar, Allah Swt. telah berfirman: 'Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya" (Al-Baqarah: 95)."
Sanad riwayat ini yang bersumber dari Al-Hasan berpredikat garib, mengingat penafsiran yang diketengahkan oleh Ibnu Abbas r.a. mengenai makna ayat ini bersifat telah dipastikan, yakni menyerukan kepada kedua belah pihak, siapakah di antara keduanya yang berdusta; apakah mereka (orang-orang Yahudi) atau kaum muslim melalui cara mubahalah (sumpah-menyumpah). Demikianlah menurut keterangan yang dinukil oleh Ibnu Jarir, dari Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas rahimahullah.
Ayat lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Swt. dalam surat Al-Jumu'ah, yaitu:
{قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ* وَلا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ* قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar." Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.'" (Al-Jumu'ah: 6-8)
Ketika mereka —semoga laknat Allah menimpa mereka— menduga bahwa diri mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, serta mereka berani mengatakan, "Tidak akan masuk surga kecuali hanya orang yang beragama Yahudi atau Nasrani," lalu mereka diajak untuk ber-mubahalah dan mendoakan kebinasaan terhadap siapa yang berdusta di antara kedua belah pihak; yakni dari kalangan mereka atau dari kalangan kaum muslim. Ketika mereka menolak untuk melakukan hal tersebut, maka masing-masing orang dari kalangan mereka mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim. Seandainya mereka merasa yakin dengan apa yang mereka jalani, niscaya mereka berani maju melakukan mubahalah tersebut. Tetapi setelah mereka mundur, maka diketahuilah bahwa mereka berdusta.
Hal yang sama pernah diserukan pula oleh Rasulullah Saw. terhadap delegasi dari orang-orang Nasrani Najran sesudah hujah mereka dipatahkan dalam suatu perdebatan, dan mereka masih tetap ingkar serta membangkang. Rasulullah Saw. mengajak mereka untuk ber-mubahalah. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)
Ketika mereka dihadapkan kepada suatu kenyataan, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Demi Allah, jika kalian mau ber-mubahalah dengan Nabi ini, niscaya tiada seorang pun dari kalian yang matanya masih berkedip (mati semua)." Maka sejak saat itu akhirnya mereka lebih cenderung untuk perdamaian, dan mereka bersedia membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan hina. Maka Nabi Saw. menetapkan jizyah atas mereka dan mengutus kepada mereka Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai amin (sekretarisnya).
Sama dengan makna ayat ini atau mendekatinya adalah firman Allah Swt. kepada Nabi-Nya yang memerintahkan agar mengatakan kepada orang-orang musyrik, yaitu:
{قُلْ مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا}
Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya." (Maryam: 75)
Yakni barang siapa yang berada dalam kesesatan dari kalangan kami dan kalian, semoga Allah menambahkan kepadanya apa yang sudah ada baginya dan memperpanjang serta menangguhkannya, seperti yang akan diterangkan pada tempatnya nanti, insya Allah.
Adapun mengenai orang yang menafsirkan firman-Nya, "Jika kalian memang benar," yakni dalam pengakuan kalian itu, maka inginilah kematian itu. Mereka yang menafsirkan demikian tidak menyinggung masalah mubahalah, seperti yang telah ditetapkan oleh segolongan ulama ahli kalam (ahli tauhid) dan lain-lainnya.
Ibnu Jarir cenderung kepada pendapat ini sesudah mendekati pendapat yang pertama (yakni yang menyinggung masalah mubahalah). Karena sesungguhnya ia telah mengatakan sehubungan dengan takwil ayat berikut: Katakanlah, "Jika kalian (beranggapan bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain ..." (Al-Baqarah: 94) Bahwa ayat ini termasuk salah satu ayat yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya sebagai hujah terhadap orang-orang Yahudi yang berada di tempat dekat tempat hijrah beliau Saw., sekaligus mengungkap kedustaan para rahib dan para pendeta mereka.
Demikian itu karena Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memutuskan peradilan yang adil dalam menangani kasus yang terjadi antara beliau dan mereka, yakni kasus perselisihan. Seba-gaimana Allah memerintahkan kepada beliau agar mengajak golongan yang lain (yakni kaum Nasrani) —di saat mereka bertentangan dengannya dalam masalah Isa ibnu Maryam a.s. dan mereka berdebat dengan beliau mengenainya— untuk melerai hal ini melalui mubahalah antara beliau dan mereka.
Untuk itu dikatakan kepada golongan orang-orang Yahudi, "Jika kalian memang benar (dalam pengakuan kalian), maka inginilah kematian kalian. Karena sesungguhnya kematian itu tidak merugikan kalian jika kalian memang benar dalam pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman dan kedudukan kalian dekat dengan Allah Swt. Karena dengan kematian itu niscaya Allah akan segera memberikan apa yang kalian cita-citakan dan yang selama ini kalian dambakan itu. Karena sesungguhnya setelah kalian mati, kalian terbebas dari kepayahan hidup di dunia ini yang penuh dengan kekeruhan dan kelelahan di dalamnya; kemudian kalian beruntung memperoleh kedudukan di sisi Allah —yaitu di surga-Nya— jika perkaranya seperti apa yang kalian duga, bahwa kampung akhirat (surga) hanya khusus buat kalian, bukan kami. Tetapi jika kalian tidak mau melakukannya, maka orang-orang lain akan mengetahui bahwa kalianlah yang batal dan kamilah yang benar dalam pengakuan kami, serta ter-bukalah bagi mereka perkara kami dan kalian."
Maka orang-orang Yahudi itu menolak melakukan hal tersebut karena mereka mengetahui jika mereka mengingini kematian, niscaya mereka benar-benar binasa. Akibatnya akan lenyaplah dunia mereka, dan tempat mereka kembali kepada kehinaan selama-lamanya di ne-geri akhirat.
Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Nasrani, mereka menolak diajak untuk ber-mubahalah oleh Nabi Saw. ketika mereka bertentangan dengan Nabi Saw. sehubungan dengan masalah Isa ibnu Maryam a.s.
Pendapat ini permulaannya memang baik, tetapi bagian terakhirnya masih perlu dipertimbangkan. Demikian itu karena yang tersimpul darinya tidak mengandung hujah terhadap mereka. Mengingat dapat saja dikatakan bahwa sesungguhnya tidak ada kaitan antara keadaan mereka yang mengakui benar dalam dakwaannya dengan konsekuensinya yang menyatakan bahwa mereka harus mengingini kematian. Dengan kata lain, hubungan antara keberadaan kemaslahatan dan mengharapkan kematian bukan merupakan suatu kaitan yang lazim. Dikatakan demikian karena pada kenyataannya banyak orang saleh yang tidak mengharapkan kematian dirinya, dan bahkan ia menginginkan untuk diperpanjang usianya agar kebaikannya bertambah dan derajatnya di surga makin tinggi, seperti yang disebutkan di dalam salah satu hadis:
"خَيْرُكُمْ مَنْ طَالَ عَمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ"
Sebaik-baik kalian ialah orang yang panjang usianya dan baik amalnya.
Alasan seperti ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk membalikkannya kepada kita, lalu mereka dapat saja mengatakan, "Sekarang kalian —kaum rnuslim— berkeyakinan bahwa kalian adalah ahli surga, sedangkan kalian sendiri tidak mengingini kematian dalam keadaan sehat. Mengapa kalian menetapkan kepada kami hal yang kalian sendiri tidak melakukannya?"
Semua itu hanyalah bersumber dari penafsiran ayat atas dasar pengertian ini. Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, sama sekali tidak memberikan pengertian seperti itu; bahkan perkataan yang ditujukan kepada mereka merupakan perkataan yang seadanya, yaitu: "Jika kalian berkeyakinan bahwa kalian adalah kekasih-kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain; dan bahwa kalian adalah anak-anak Allah serta kekasih-kekasih-Nya, serta kalian adalah ahli surga, sedangkan selain kalian adalah ahli neraka, maka ber-mubahalah-lah kalian untuk membuktikan hal tersebut. Berdoalah untuk kebinasaan orang-orang yang dusta dari kalangan kalian atau dari kalangan selain kalian. Ketahuilah bahwa mubahalah itu pasti akan membinasakan orang yang dusta!"
Setelah mereka merasa yakin akan hal tersebut dan mengetahui kebenaran Nabi Saw., maka mereka menolak ber-mubahalah, mengingat mereka merasa bahwa diri mereka dusta dan hanya bohong belaka. Mereka dengan sengaja menyembunyikan sifat dan ciri khas Rasulullah Saw., dan mereka mengetahui Rasulullah Saw. sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri secara pasti. Maka masing-masing mereka mengetahui kebatilan, kehinaan, kesesatan, dan keingkaran diri mereka; semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari kiamat.
Mubahalah ini diungkapkan oleh ayat ini dengan istilah tamanni, mengingat setiap orang yang merasa benar niscaya berharap semoga lawannya yang batil dibinasakan oleh Allah. Terlebih lagi jika hal tersebut mengandung hujah yang menampakkan dan membuktikan kebenaran pihaknya.
Mubahalah yang diajukan ialah mubahalah bersedia untuk mati, karena hidup bagi mereka sangat berharga dan diagungkan, mengingat mereka menyadari keburukan tempat kembali mereka sesudah mereka mati. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman: Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan (mereka) sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kalian akan mendapati mereka manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 95-96)
Artinya, mereka adalah orang-orang yang paling menginginkan usia panjang, karena mereka mengetahui bahwa tempat kembali mereka sangat buruk dan akibat dari amal perbuatan mereka di hadapan Allah sangat merugi. Dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir. Mereka sangat menginginkan seandainya ditangguhkan dari kepastian hari akhirat, untuk itu mereka berupaya ke arah itu dengan semua kemampuan yang mereka kuasai. Akan tetapi, apa yang mereka takutkan dan mereka hindari itu pasti akan menimpa diri mereka; hingga mereka lebih tamak kepada kehidupan di dunia ketimbang orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu kitab pun. Pengertian dan takwil ini termasuk ke dalam Bab "Mengaitkan hal yang Khusus kepada Hal yang Umum".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: bahkan (lebih loba lagi) daripada orang-orang musyrik. (Al-Baqarah: 96) Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik adalah orang-orang Ajam, yakni selain orang Arab.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis As-Sauri. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa keduanya telah sepakat (ittifaq) dalam sanad tafsir yang dikemukakan oleh sahabat.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 96) Orang munafik adalah orang yang paling tamak kepada kehidupan dunia dan lebih tamak lagi daripada orang musyrik.
Masing-masing dari mereka ingin, yakni masing-masing dari orang-orang Yahudi menginginkan. Demikianlah maknanya menurut konteks ayat. Sedangkan menurut Abul Aliyah, makna 'masing-masing dari mereka ingin' adalah orang-orang Majusi. Pendapat ini sama dengan pendapat pertama tadi, yaitu agar diberi umur seribu tahun.
Al-A'masy meriwayatkan dari Muslim Al-Batui, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya:  Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Hal ini sama dengan perkataan seorang Persia, "Dah hazarsal," yang artinya sepuluh ribu tahun. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sendiri.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq. Ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Maknanya sama dengan ucapan seorang Ajam (Persia), "Hazarsal nuruz wamahrajan," semoga usia sepuluh ribu tahun penuh dengan kegembiraan.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) "Aku berharap semoga sepanjang usia mereka dipenuhi dengan dosa-dosa."
Mujahid ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Yakni hal tersebut tidak dapat menyelamatkannya dari siksa. Demikian itu karena orang musyrik tidak mengharapkan akan dibangkitkan kembali sesudah matinya, dia selalu mencintai hidup di dunia dalam usia yang panjang. Sedangkan seorang Yahudi telah mengetahui kehinaan apa yang bakal diterimanya kelak di akhirat, karena ia telah menyia-nyiakan ilmu yang ada pada dirinya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Mereka yang berharap demikian adalah orang-orang (Yahudi) yang memusuhi Malaikat Jibril.
Abul Aliyah dan Ibnu Umar mengatakan sehubungan dengan tafsir firman ini, bahwa hal tersebut (usia panjang) tidak dapat menolongnya dari azab, tidak pula dapat menyelamatkannya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan tafsir firman ini mengatakan bahwa orang Yahudi itu adalah setamak-tamak manusia kepada kehidupan di dunia daripada selain mereka. Orang-orang Yahudi ingin seandainya masing-masing dari mereka diberi umur seribu tahun, padahal usia panjang itu sama sekali tidak dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Seandainya dia diberi usia sebagaimana iblis, niscaya hal tersebut tiada manfaatnya bagi dirinya, mengingat dia adalah orang kafir.
{وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.   (Al-Baqarah: 96)
Allah Mahawaspada lagi Maha Melihat semua yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, baik amal baik atau pun amal buruk; dan kelak setiap orang yang beramal akan menerima balasan yang setimpal karena perbuatannya.

Al-Baqarah, ayat 97-98

{قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (97) مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ (98) }
Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.
Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir At-Tabari rahimahullah mengatakan bahwa semua ahlul 'ilmi telah sepakat dengan takwil berikut, bahwa ayat ini diturunkan sebagai bantahan terhadap orang-orang Yahudi dari kalangan Bani Israil. Karena mereka mengatakan bahwa Malaikat Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman mereka. Kemudian ahlul 'ilmi berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan kata-kata seperti itu. Menurut sebagian mereka, sesungguhnya penyebab yang membuat mereka mengatakan kata-kata seperti itu hanyalah sewaktu terjadi dialog antara mereka dengan Rasulullah Saw. mengenai perkara kenabian beliau Saw.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَهرام، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: حَضَرَتْ عِصَابَةٌ مِنَ الْيَهُودِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، حَدِّثْنَا عَنْ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ، لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلُوا عَمَّا شِئْتُمْ، وَلَكِنِ اجعلوا لي ذِمَّةً وَمَا أَخَذَ يَعْقُوبُ عَلَى بَنِيهِ، لَئِنْ أَنَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا فَعَرَفْتُمُوهُ لتتابِعُنِّي عَلَى الْإِسْلَامِ". فَقَالُوا: ذَلِكَ لَكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ". فَقَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ أَرْبَعِ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ: أَخْبَرْنَا أَيُّ الطَّعَامِ حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ؟ وَأَخْبِرْنَا كَيْفَ مَاءُ الْمَرْأَةِ وَمَاءُ الرَّجُلِ؟ وَكَيْفَ يَكُونُ الذَّكَرُ مِنْهُ وَالْأُنْثَى؟ وَأَخْبِرْنَا بِهَذَا النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ فِي النَّوْمِ وَوَلِيِّهِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ عَهْدَ اللَّهِ لَئِنْ أَنَا أَنْبَأْتُكُمْ لتتابعنِّي؟ " فَأَعْطَوْهُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ عَهْدٍ وَمِيثَاقٍ. فَقَالَ: "نَشَدْتُكُمْ  بِالذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسْرَائِيلَ يَعْقُوبَ مَرِضَ مَرَضًا شَدِيدًا فَطَالَ سَقَمُهُ مِنْهُ، فَنَذَرَ لِلَّهِ نَذْرًا لَئِنْ عَافَاهُ اللَّهُ مِنْ سَقَمِهِ لَيُحَرِّمَنَّ أَحَبَّ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ إِلَيْهِ، وَكَانَ أَحَبُّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ لُحُومَ الْإِبِلِ وَأَحَبُّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ أَلْبَانَهَا؟ ". فَقَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ. وَأَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هو، الذي أنزل التوراة على موسى، هل تَعْلَمُونَ أَنَّ مَاءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيظٌ، وَأَنَّ مَاءَ الْمَرْأَةِ أَصْفَرُ رَقِيقٌ، فَأَيُّهُمَا عَلَا كَانَ لَهُ الْوَلَدُ وَالشَّبَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ كَانَ الْوَلَدُ ذَكَرًا بِإِذْنِ اللَّهِ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ كَانَ الْوَلَدُ أُنْثَى بِإِذْنِ اللَّهِ؟ ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ". قَالَ: "وَأَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ؟ ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ". قَالُوا: أَنْتَ الْآنَ، فَحَدِّثْنَا مَنْ وَلِيُّكَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، فَعِنْدَهَا نُجَامِعُكَ أَوْ نُفَارِقُكَ. قَالَ: "فَإِنَّ وَلِيِّي جِبْرِيلُ، وَلَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلَّا وَهُوَ وليُّه". قَالُوا: فَعِنْدَهَا نُفَارِقُكَ، لَوْ كَانَ وَلِيُّكَ سِوَاهُ مِنَ الْمَلَائِكَةِ تَابَعْنَاكَ وَصَدَّقْنَاكَ. قَالَ: "فَمَا مَنَعكم أَنْ تُصَدِّقُوهُ؟ " قَالُوا: إِنَّهُ عَدُوُّنَا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ} إِلَى قَوْلِهِ: {لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ} [الْبَقَرَةِ: 103] فَعِنْدَهَا بَاؤُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Segolongan orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami beberapa perkara yang akan kami tanyakan kepadamu. Perkara-perkara tersebut tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Bertanyalah tentang semua yang kalian sukai, tetapi berjanjilah kalian kepadaku sebagaimana apa yang diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sebagai jaminan untukku. Jika aku benar-benar menceritakan kepada kalian tentang sesuatu hal, lalu kalian mengetahuinya, maka kalian benar-benar mau mengikutiku dan masuk Islam?" Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti kemauanmu." Rasul Saw. bersabda, "Bertanyalah kalian tentang apa yang kalian sukai." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang empat perkara yang akan kami ajukan sebagai pertanyaan kepadamu. Ceritakanlah kepada kami, rnakanan apakah yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) terhadap dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan? Sebutkanlah kepada kami bagaimanakah rupa air mani laki-laki dan air mani perempuan, dan bagaimana bisa terjadi darinya anak laki-laki dan anak perempuan. Dan ceritakanlah kepada kami tentang nabi yang ummi dalam kitab Taurat, serta siapakah yang menjadi kekasihnya dari kalangan para malaikat?" Nabi Saw. menjawab, "Berjanjilah kalian atas nama Allah, jika aku dapat menceritakannya kepada kalian, maka kalian benar-benar akan mengikutiku." Maka mereka memberikan kepada Nabi Saw. ikrar dan janjinya. Lalu Nabi Saw. bersabda: "Aku bertanya kepada kalian atas nama Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil—yakni Ya'qub—pernah mengalami sakit keras yang memakan waktu cukup lama. Lalu ia bernazar kepada Allah, seandainya Allah menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya itu, maka ia akan mengharamkan bagi dirinya makanan dan minuman yang paling ia sukai. Makanan yang paling ia sukai ialah daging unta, dan minuman yang paling disukainya ialah air susu unta" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas diri mereka. Aku mau bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu rupanya kental lagi putih, sedangkan air mani perempuan encer berwarna kuning. Maka mana saja di antara keduanya yang dapat mengalahkan yang lain, maka kelak anaknya akan seperti dia dan mirip kepadanya dengan seizin Allah Swt. Apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan apabila air mani perempuan dapat mengalahkan air mani laki-laki, maka kelak anaknya bakal perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka. Dan aku bertanya kepada kalian, demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur? Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Mereka berkata, "Sekarang engkau harus menceritakan kepada kami siapakah kekasihmu dari kalangan para malaikat. Jawaban inilah yang menentukan apakah kami akan bergabung denganmu ataukah berpisah denganmu." Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya kekasihku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan dia selalu bersamanya." Mereka berkata, "Inilah yang menyebabkan kami berpisah denganmu. Seandainya kekasihmu itu selainnya dari kalangan para malaikat, maka kami akan mengikuti dan percaya kepadamu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah gerangan yang mencegah kalian untuk percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya —sampai dengan firman-Nya— kalau mereka mengetahui (Al-Baqarah: 97-102)." Maka saat itu mereka kembali dengan mendapat murka di atas kemurkaan yang telah ada pada pundak mereka.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad melalui Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dan Abdur Rahman ibnu Humaid di dalam kitab tafsir melalui Ahmad ibnu Yunus. Keduanya telah meriwayatkan hadis ini dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Al-Husain ibnu Muhammad Al-Mawarzi, dari Abdul Hamid, dengan lafaz yang sama.
وَقَدْ رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، فَذَكَرَهُ مُرْسَلًا وَزَادَ فِيهِ: قَالُوا: فَأَخْبِرْنَا عن الروح قال: "أنشدكم بالله وبآياته عِنْدَ بَنِي إِسْرَائِيلَ، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ جِبْرِيلُ، وَهُوَ الذِي يَأْتِينِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ، وَلَكِنَّهُ لَنَا عَدُوٌّ، وَهُوَ مَلَكٌ إِنَّمَا يَأْتِي بِالشِّدَّةِ وَسَفْكِ الدِّمَاءِ، فَلَوْلَا ذَلِكَ اتَّبَعْنَاكَ  . فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ} إِلَى قَوْلِهِ: {كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ} [الْبَقَرَةِ: 101] .
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkannya pula seperti berikut: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Husain, dari Syahr ibnu Hausyab, lalu ia mengetengahkannya secara mursal. Akan tetapi, di dalam riwayatnya ini ditambahkan bahwa mereka (orang-orang Yahudi itu) bertanya, "Maka ceritakanlah kepada kami tentang Ar-Ruh." Lalu Rasulullah Saw. menjawab: "Aku bertanya kepada kalian demi nama Allah dan hari-hari-Nya bersama Bani Israil. Tahukah kalian bahwa Ar-Ruh itu adalah Jibril, dialah yang selalu datang kepadaku" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar, tetapi dia adalah musuh kami. Sesungguhnya dia adalah malaikat yang hanya mendatangkan kekerasan dan mengalirkan darah. Seandainya bukan dia, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, Barang siapa yang menjadi musuh Jibril —sampai dengan firman-Nya— kalau mereka mengetahui" (Al-Baqarah: 97-102)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ الْعِجْلِيُّ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: أَقْبَلَتْ يَهُودُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، إِنَّا نَسْأَلُكَ عَنْ خَمْسَةِ أَشْيَاءَ، فَإِنْ أَنْبَأْتَنَا بِهِنَّ عَرَفْنَا أَنَّكَ نَبِيٌّ وَاتَّبَعْنَاكَ. فَأَخَذَ عَلَيْهِمْ مَا أَخَذَ إِسْرَائِيلُ عَلَى بَنِيهِ إِذْ قَالَ: {اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ} [يُوسُفَ:66] قَالَ: "هَاتُوا". قَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ عَلَامَةِ النَّبِيِّ. قَالَ: "تَنَامُ عَيْنَاهُ ولا ينام قلبه". قالوا: أخبرنا كيف تؤنث الْمَرْأَةُ وَكَيْفَ يُذْكَّرُ الرَّجُلُ؟ قَالَ: "يَلْتَقِي الْمَاءَانِ فَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ أَذْكَرَتْ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ أَنَّثَتْ"، قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ. قَالَ: "كَانَ يَشْتَكِي عِرْق النَّساء، فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا يُلَائِمُهُ إِلَّا أَلْبَانَ كَذَا وَكَذَا" -قَالَ أَحْمَدُ: قَالَ بَعْضُهُمْ: يَعْنِي الْإِبِلَ، فَحَرَّمَ لُحُومَهَا -قَالُوا: صَدَقْتَ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا هَذَا الرَّعْدُ؟ قَالَ "مَلَكٌ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ بِيَدَيْهِ-أَوْ فِي يَدِهِ-مِخْراق مِنْ نَارٍ يَزْجُرُ بِهِ السَّحَابَ، يَسُوقُهُ حَيْثُ أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ". قَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الذِي نَسْمَعُهُ؟ قَالَ: "صَوْتُهُ". قَالُوا: صَدَقْتَ. إنما بقيت واحدة وهي التي نتابعك إن أَخْبَرْتَنَا  إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَلَهُ مَلَك يَأْتِيهِ بِالْخَبَرِ، فَأَخْبِرْنَا مَنْ صَاحِبُكَ؟ قَالَ: "جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ"، قَالُوا: جِبْرِيلُ ذَاكَ الذِي يَنْزِلُ بِالْحَرْبِ وَالْقِتَالِ وَالْعَذَابِ عَدُوُّنَا، لَوْ قُلْتَ: ميكائيل الذي ينزل بالرحمة والنبات والقطر لكان فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Orang-orang Yahudi menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami tentang lima perkara; karena sesungguhnya jika engkau menceritakannya kepada kami, maka kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi Saw. mengambil janji terhadap mereka sebagaimana apa yang pernah diambil oleh Israil (Ya'qub) terhadap anak-anaknya, yaitu ketika dia mengatakan, "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)." Rasul Saw. bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang pertanda nabi." Rasulullah Saw. menjawab, "Kedua matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, bagaimanakah anak itu lahir perempuan dan bagaimanakah pula lahir laki-laki?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka anaknya akan lahir laki-laki. Dan apabila air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya akan perempuan." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya’qub) terhadap dirinya sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Pada mulanya dia menderita suatu penyakit yang parah (irqun nisa), maka dia tidak menemukan sesuatu yang lebih layak baginya (sebagai nazarnya jika ia sembuh) kecuali air susu ternak anu —Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian dari mereka mengatakan, yang dimaksud adalah ternak unta— maka dia mengharamkan dagingnya (untuk dirinya sendiri)." Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apakah guruh itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Salah satu malaikat Allah Swt. yang ditugaskan untuk mengatur awan dengan kedua tangannya, atau di tangannya ia memegang sebuah cemeti api yang ia gunakan untuk menggiring awan menurut apa yang diperintahkan oleh Allah Swt." Mereka bertanya, "Lalu apakah suara yang biasa kita dengar dari guruh itu? Rasulullah Saw. menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka menjawab, "Engkau benar." Mereka berkata, "Sesungguhnya kini tinggal satu pertanyaan lagi yang menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu dapat menceritakannya. Sesungguhnya tiada seorang nabi pun melainkan berteman dengan malaikat yang selalu datang kepadanya membawa kebaikan (wahyu). Maka ceritakanlah kepada kami, siapa teman malaikatmu itu? Rasul Saw. menjawab, "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril, dia adalah malaikat yang selalu turun dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan azab; dia adalah musuh kami, Seandainya engkau katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, hujan, dan tetumbuhan, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah'..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).
Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Abdullah ibnul Walid dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.
وَقَالَ سُنَيْد فِي تَفْسِيرِهِ، عَنْ حَجَّاجِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْج: أخبرني القاسم بن أبي بَزَّة أَنَّ يَهُودَ سَأَلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَاحِبِهِ الذِي يَنْزِلُ عَلَيْهِ بِالْوَحْيِ. قَالَ: "جِبْرِيلُ". قَالُوا: فَإِنَّهُ لَنَا عَدُوٌّ، وَلَا يَأْتِي إِلَّا بِالشِّدَّةِ وَالْحَرْبِ وَالْقِتَالِ. فَنَزَلَ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ} الْآيَةَ.
Sunaid di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari Hajjah ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Buzzah: Bahwa orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang temannya yang biasa menurunkan wahyu kepadanya. Maka beliau Saw. menjawab, "Jibrail" Mereka berkata, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami. Tiada yang ia datangkan kecuali hanya perang, kekerasan, dan pembunuhan." Lalu turunlah ayat berikut: "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril ..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).
Ibnu Jarir mengatakan, Mujahid telah menceritakan hadis berikut: Orang-orang Yahudi berkata, "Hai Muhammad, tiada yang dibawa oleh Jibril melainkan hanya kekerasan, perang, dan pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka turunlah ayat ini, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril ..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).
Imam Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril. (Al-Baqarah: 97) Menurut Ikrimah, lafaz jabra, mik, dan israf artinya menurut bahasa Arab adalah abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنير سَمِع عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بَكْرٍ حدثنا حُمَيد، عن أنس بن مالك، قَالَ: سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَامٍ بِمَقْدَمِ رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو فِي أَرْضٍ يَخْتَرِفُ. فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي سَائِلُكَ عَنْ ثَلَاثٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ: مَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟ وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ وَمَا يَنْزِعُ الْوَلَدُ إِلَى أَبِيهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟ قَالَ: "أَخْبَرَنِي بِهن جِبْرِيلُ آنِفًا". قَالَ: جِبْرِيلُ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ الْيَهُودِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ} "أَمَّا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ فَنَارٌ تَحْشُرُ النَّاسَ مِنَ الْمَشْرِقِ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ الْحُوتِ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ نَزَعَ الْوَلَدُ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الْمَرْأَةِ [مَاءَ الرَّجُلِ نَزَعَتْ". قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ. يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْيَهُودَ قَوْمٌ بُهُت، وَإِنَّهُمْ إِنْ يَعْلَمُوا بِإِسْلَامِي قَبْلَ أَنْ تَسْأَلَهُمْ يَبْهَتُونِي. فَجَاءَتِ الْيَهُودُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّ رَجُلٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ فِيكُمْ؟ " قَالُوا: خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، وَسَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا. قَالَ: "أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَسْلَمَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ". فَقَالُوا: أَعَاذَهُ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ. فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. فَقَالُوا: شَرُّنَا وَابْنُ شَرِّنَا. فَانْتَقَصُوهُ. قَالَ هَذَا الذِي كُنْتُ أَخَافُ يَا رَسُولَ اللَّهِ.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Munir yang pernah mendengar Abdullah ibnu Bakr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan hadis berikut: Abdullah ibnu Salam mendengar kedatangan Nabi Saw. (di Madinah). Ketika itu ia sedang membajak lahannya, lalu ia datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang tiga perkara, tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi. Apakah tanda-tanda hari kiamat itu, apakah makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, dan apakah yang menyebabkan seorang anak mirip kepada ayahnya atau ibunya?'' Nabi Saw. menjawab, "Tadi Jibril baru saja menceritakannya kepadaku." Abdullah ibnu Salam berkata, "Jibril?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Dia adalah musuh orang-orang Yahudi dari kalangan para malaikat." Maka Nabi Saw. membacakan ayat ini, yaitu: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu" (Al-Baqarah: 97). Adapun pertanda hari kiamat ialah munculnya api yang menggiring manusia dari arah timur menuju ke arah barat. Adapun makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, maka ia adalah lebihan dari hati ikan paus. Dan apabila air mani laki-laki mendahului air mani perempuan, maka si anak kelak akan menyerupainya. Dan apabila air mani perempuan mendahului air mani laki-laki, maka kelak anaknya akan mirip dengannya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi itu adalah kaum yang suka mendustakan, dan sesungguhnya jika mereka mengetahui aku masuk Islam sebelum engkau bertanya kepada mereka, nanti mereka akan mendustakan diriku." Maka datanglah orang-orang Yahudi, dan Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kedudukan Abdullah ibnu Salam di antara kalian!" Mereka menjawab, "Dia orang terbaik dari kalangan kami dan anak orang terbaik kami. Dia adalah penghulu kami dan anak penghulu kami." Nabi Saw. bertanya, "Bagaimanakah menurut kalian jika dia masuk Islam!" Mereka menjawab, "Semoga Allah menghindarkannya dari itu." Kemudian keluarlah Abdullah dan berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Maka mereka berkata, "Dia paling buruk di antara kami, anak orang yang paling buruk dari kami" dan mereka terus mencelanya. Maka berkatalah Abdullah ibnu Salam, "Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah"
Imam Bukhari menyendiri dengan sanad ini, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) mengetengahkannya dari jalur yang lain melalui sahabat Anas dengan lafaz yang semisal. Di dalam kitab Sahih Muslim terdapat hadis yang maknanya mendekati makna hadis ini, diriwayatkan melalui Sauban maula Rasulullah Saw., seperti yang akan diterangkan nanti pada tempatnya.
Riwayat Imam Bukhari —seperti yang disebutkan di atas melalui Ikrimah—merupakan riwayat yang masyhur, yaitu yang mengatakan bahwa lil artinya Allah. Hal ini diriwayatkan pula oleh Sufyan As-Sauri, dari Khasif, dari Ikrimah. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Ibrahim ibnul Hakam, dari ayah-nya, dari Ikrimah.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Al-Husain ibnu Yazid At-Tah-han, dari Ishaq ibnu Mansur, dari Qais ibnu Asim, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril menurut bahasa Arab artinya Abdullah (hamba Allah) dan Mikail sama artinya dengan Abdullah (hamba Allah), karena lafaz lil menurut bahasa Arab artinya Allah. Hal semisal diriwayatkan oleh Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh sejumlah ulama salaf, seperti yang akan diterangkan berikut ini.
Sebagian ulama mengatakan bahwa lil artinya abdun (hamba), sedangkan kalimat yang lainnya artinya nama Allah, mengingat nama lil tidak berubah pada kesemua itu, maka wazan-nya sama dengan nama-nama seperti Abdullah, Abdur Rahman, Abdul Malik, Abdul Quddus, Abdus Salam, Abdul Kafi, dan Abdul Jalil. Lafaz abdun ada dalam semua nama tersebut, sedangkan nama yang di-mudaf-kan kepadanya berbeda-beda. Hal yang sama terjadi pula pada lafaz Jabrail, Mikail, Azrail, Israfil, dan lain-lainnya yang sejenis. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam bahasa Arab terdapat perbedaan, selalu mendahulukan mudaf ilaih daripada mudaf-nya.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya berpendapat bahwa penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan hal tersebut (seperti yang disebut di dalam surat Al-Baqarah ayat 97) ialah ketika terjadi dialog antara mereka dengan sahabat Umar ibnul Khattab tentang perihal Nabi Saw.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمَثْنَى، حَدَّثَنِي رِبْعِيُّ بْنُ عُلَيّة، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: نَزَلَ عُمَرُ الرَّوْحَاءَ، فَرَأَى رِجَالًا يَبْتَدِرُونَ أَحْجَارًا يُصَلُّونَ إِلَيْهَا، فَقَالَ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قَالُوا: يَزْعُمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم صَلَّى هَاهُنَا. قَالَ: فَكَفَرَ ذَلِكَ. وَقَالَ: إِنَّمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ بِوَادٍ صَلَّاهَا ثُمَّ ارْتَحَلَ، فَتَرَكَهُ. ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُهُمْ، فَقَالَ: كُنْتُ أَشْهَدُ الْيَهُودَ يَوْمَ مِدْرَاسهم فَأَعْجَبُ مِنَ التَّوْرَاةِ كَيْفَ تُصَدِّقُ الْفُرْقَانَ وَمِنَ الْفُرْقَانِ كَيْفَ يُصَدِّقُ التَّوْرَاةَ؟ فَبَيْنَمَا أَنَا عِنْدَهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ، قَالُوا: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، مَا مِنْ أَصْحَابِكَ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْكَ. قُلْتُ: وَلِمَ ذَلِكَ؟ قَالُوا: إِنَّكَ تَغْشَانَا وَتَأْتِينَا. فَقُلْتُ: إِنِّي آتِيكُمْ فَأَعْجَبُ مِنَ الْفُرْقَانِ  كَيْفَ يُصَدِّقُ التَّوْرَاةَ، وَمِنَ التَّوْرَاةِ كَيْفَ تُصَدِّقُ الْفُرْقَانَ. قَالَ: وَمَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، ذَاكَ صَاحِبُكُمْ فَالْحَقْ بِهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ: نَشَدْتُكُمْ بِاللَّهِ الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، وَمَا اسْتَرْعَاكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَاسْتَوْدَعَكُمْ مِنْ كِتَابِهِ: أَتَعْلَمُونَ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: فَسَكَتُوا. فَقَالَ لَهُمْ عَالِمُهُمْ وَكَبِيرُهُمْ: إِنَّهُ قَدْ غَلَّظ عَلَيْكُمْ فَأَجِيبُوهُ. فَقَالُوا: فَأَنْتَ عَالِمُنَا وَكَبِيرُنَا فَأَجِبْهُ أَنْتَ. قَالَ: أَمَا إِذْ نَشَدْتَنَا بِمَا نَشَدْتَنَا بِهِ فَإِنَّا نَعْلَمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، قَالَ: قُلْتُ: وَيَحْكُمُ فأنَّي هَلَكْتُمْ؟! قَالُوا إِنَّا لَمْ نَهْلَكْ [قَالَ]: قُلْتُ: كَيْفَ ذَلِكَ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ [ثُمَّ] وَلَا تَتْبَعُونَهُ وَلَا تُصَدِّقُونَهُ؟ قَالُوا: إِنَّ لَنَا عَدُوًّا مِنَ الْمَلَائِكَةِ وسِلْمًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ، وَإِنَّهُ قُرِنَ بِنُبُوَّتِهِ عَدُوُّنَا مِنَ الْمَلَائِكَةِ. قَالَ: قُلْتُ: وَمَنْ عَدُوُّكُمْ وَمَنْ سِلْمُكُمْ؟ قَالُوا: عَدُوُّنَا جِبْرِيلُ، وَسِلْمُنَا مِيكَائِيلُ. قَالَ: قُلْتُ: وَفِيمَ عَادَيْتُمْ جِبْرِيلَ، وَفِيمَ سَالَمْتُمْ مِيكَائِيلَ؟ قَالُوا: إِنَّ جِبْرِيلَ مَلَك الْفَظَاظَةِ وَالْغِلْظَةِ وَالْإِعْسَارِ وَالتَّشْدِيدِ وَالْعَذَابِ وَنَحْوِ هَذَا، وَإِنَّ مِيكَائِيلَ مَلَكُ الرَّأْفَةِ والرحمة والتخفيف ونحو هذا. قَالَ: قُلْتُ: وَمَا مَنْزِلَتُهُمَا مِنْ رَبِّهِمَا عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالُوا: أَحَدُهُمَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخُرُ عَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: قُلْتُ: فَوَ [اللَّهِ] الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، إِنَّهُمَا وَالذِي بَيْنَهُمَا لَعَدُوٌّ لِمَنْ عَادَاهُمَا وَسِلْمٌ لِمَنْ سَالَمَهُمَا وَمَا يَنْبَغِي لِجِبْرِيلَ أَنْ يُسَالِمَ عَدُوَّ مِيكَائِيلَ وَمَا يَنْبَغِي لِمِيكَائِيلَ أَنْ يُسَالِمَ عَدُوَّ جِبْرِيلَ. ثُمَّ قُمْتُ فَاتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَحِقْتُهُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ خَوْخة لِبَنِي فُلَانٍ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، أَلَا أُقْرِئَكَ آيَاتٍ نَزَلْنَ قَبْلُ؟ " فَقَرَأَ عَلِيَّ: {مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ} حَتَّى قَرَأَ هَذِهِ الْآيَاتِ. قَالَ: قُلْتُ: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَالذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَقَدْ جِئْتُ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُخْبِرَكَ، فَأَسْمَعُ اللَّطِيفَ الْخَبِيرَ قَدْ سَبَقَنِي إِلَيْكَ بِالْخَبَرِ
Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Rab'i ibnu Ulayyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi yang menceritakan hadis berikut: Umar turun istirahat di Rauha, ia melihat banyak kaum lelaki berebutan menuju bebatuan yang akan mereka pakai untuk tempat salat. Ia berkata, "Apakah gerangan yang mereka lakukan itu?" Mereka berkata, "Mereka menduga bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan salat di tempat tersebut." Maka Umar ibnul Khattab mengingkari (memprotes)nya dan mengatakan, "Kapan saja Rasulullah Saw. menjumpai waktu salat di lembah mana pun, beliau salat di tempat itu, kemudian berangkat meninggalkannya." Kemudian Umar menceritakan sebuah hadis kepada mereka (kaum muslim), "Dahulu aku sering menyaksikan orang-orang Yahudi di hari kebaktian mereka, aku merasa kagum terhadap kitab Taurat karena ia membenarkan Al-Qur'an. Aku kagum pula terhadap Al-Qur'an yang juga membenarkan Taurat. Ketika di suatu hari aku berada di antara mereka, mereka berkata, 'Hai Ibnul Khattab, tiada seorang. pun di antara teman-temanmu yang paling aku senangi selain engkau sendiri.' Aku bertanya, 'Mengapa demikian?' Mereka menjawab, 'Karena engkau sering berkumpul dengan kami dan selalu datang kepada kami.' Aku menjawab, 'Aku selalu datang kepada kalian karena aku merasa kagum kepada Al-Qur'an, bagaimana ia membenarkan kitab Taurat; kagum pula kepada Taurat, bagaimana ia membenarkan Al-Qur'an.' Mereka berkata, (yang saat itu Rasulullah Saw. sedang lewat), 'Hai Ibnul Khattab, itulah sahabatmu, maka bergabunglah dengannya'." Perawi melanjutkan kisahnya, "Maka aku berkata kepada mereka saat itu juga, 'Aku meminta kepada kalian demi nama Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, dan demi apa yang kalian pelihara dari hak-nya serta demi apa yang dititipkan kepada kalian dari kitabnya, apakah kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah?'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mereka diam, tidak menjawab. Lalu salah seorang yang paling alim dari kalangan mereka —yang juga sebagai pembesar mereka— mengatakan, "Sesungguhnya hal itu terasa berat bagi kalian, tetapi kalian harus menjawabnya." Ternyata mereka balik bertanya, "Engkau adalah orang yang paling alim dan paling terhormat di kalangan kami, jawablah olehmu sendiri." Ia berkata, "Apabila kalian meminta kepadaku seperti apa yang kalian minta, maka sesungguhnya aku mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah." Aku (Umar) berkata, "Celakalah kalian, kalau demikian kalian binasa." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami masih belum binasa." Aku (Umar) berkata, "Mengapa bisa terjadi, kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah, sedangkan kalian tidak mau mengikutinya, tidak pula percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mempunyai musuh dari kalangan para malaikat, juga mempunyai teman dari kalangan mereka. Sesungguhnya dia ditemani dalam kenabiannya oleh musuh kami dari kalangan para malaikat." Aku bertanya, "Siapakah musuh dan teman kalian itu?" Mereka menjawab, "Musuh kami adalah Jibril, dan teman kami adalah Mikail." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya Jibril adalah malaikat yang bengis, kasar, sulit, keras, dan tukang menyiksa atau hal yang semisal dengan itu. Sesungguhnya Mikail adalah malaikat rahmat, lembut lagi ringan atau hal yang semacam itu." Aku bertanya, "Apakah kedudukan keduanya di sisi Rabbnya?" Mereka menjawab, "Salah seorang darinya berada di sebelah kanan-Nya dan yang lainnya berada di sebelah kiri-Nya." Maka aku berkata, "Demi Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya keduanya dan Tuhan yang mereka berdua berada di kedua sisi-Nya benar-benar memusuhi orang-orang yang memusuhi keduanya dan berdamai dengan orang-orang yang damai dengan keduanya. Tidak layak bagi Malaikat Jibril berdamai dengan musuh Malaikat Mikail, dan tidak layak pula bagi Mikail berdamai dengan musuh Malaikat Jibril." Kemudian aku bangkit dan mengikuti Nabi Saw. hingga aku dapat menyusulnya. Pada saat itu beliau baru keluar dari rumah kecil Bani Fulan, lalu beliau Saw. bersabda, "Hai Ibnul Khattab, maukah aku bacakan kepadamu beberapa ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?" Kemudian beliau membacakan ayat-ayat berikut kepadaku, yaitu: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hati kalian dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97) Beliau Saw. membaca pula beberapa ayat sesudahnya. Aku berkata, "Ayah dan ibuku kujadikan sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan hak, sesungguhnya aku sendiri datang untuk menceritakan hal itu kepadamu, tetapi aku mendengar bahwa Tuhan Yang Mahalembut lagi Mahaperiksa telah mendahuluiku kepadamu dengan membawa kebaikan."
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir yang menceritakan bahwa sahabat Umar berangkat menuju kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Aku meminta kepada kalian dengan nama Tuhan Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian menemukan Muhammad di dalam kitab-kitab kalian?" Mereka menjawab, "Ya." Umar bertanya, "Apakah gerangan yang menghalang-halangi kalian untuk mengikutnya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali mengutus seorang rasul melainkan menjadikan baginya teman dari kalangan para malaikat. Sesungguhnya Jibril adalah teman Muhammad, dialah yang selalu datang kepadanya. Tetapi dia adalah malaikat yang menjadi musuh kami, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman kami. Seandainya Mikail yang selalu datang kepadanya, niscaya kami masuk Islam." Umar r.a. berkata, "Sesungguhnya aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kedudukan keduanya di sisi Allah Swt.?" Mereka menjawab, "Jibril berada di sebelah kanan-Nya dan Mikail berada di sebelah kiri-Nya." Umar berkata, "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa keduanya tidak akan turun (ke bumi) kecuali dengan seizin Allah, dan Mikail tidak akan berdamai dengan musuh Jibril, Jibril tidak akan berdamai dengan musuh Mikail." Ketika Umar berada bersama mereka (orang-orang Yahudi), tiba-tiba lewatlah Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Inilah temanmu, hai Ibnul Khattab." Maka Umar bangkit menuju ke arahnya dan datang menghadap kepadanya, sedangkan saat itu Allah Swt. telah menurunkan firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)
Kedua sanad riwayat ini menunjukkan bahwa Asy-Sya'bi menceritakannya dari Umar r.a., tetapi di dalamnya terdapat inqita' (rentetan sanad yang terputus) antara Asy-Sya'bi dan Umar r.a. karena Asy-Sya'bi tidak menjumpai zaman sahabat Umar r.a.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Basyir, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah yang menceritakan, telah diceritakan kepada kami bahwa di suatu hari Umar ibnul Khattab pernah berangkat menuju tempat orang-orang Yahudi. Ketika ia sampai di kalangan mereka, mereka menyambutnya dengan sambutan yang hangat. Maka Umar r.a. berkata kepada mereka, "Ingatlah, demi Allah, tidak sekali-kali aku datang kepada kalian karena terdorong suka kepada kalian, tidak pula karena berharap kepada kalian, tetapi aku datang kepada kalian untuk mendengar langsung dari kalian." Lalu Umar bertanya kepada mereka, dan mereka bertanya kepadanya, "Siapakah teman kalian (dari kalangan malaikat)?" Umar menjawab, "Jibril." Mereka berkata, "Dia adalah musuh kami dari kalangan penduduk langit, dialah yang memperlihatkan kepada Muhammad rahasia kami. Apabila ia datang, maka yang didatangkannya adalah peperangan dan kelaparan. Tetapi teman kami adalah Mikail; apabila dia datang, yang didatangkannya adalah kesuburan dan kedamaian." Umar berkata kepada mereka, "Mengapa kalian mengakui Jibril, tetapi mengingkari Muhammad Saw.?" Sejak saat itu Umar pergi meninggalkan mereka dan menuju ke arah Nabi Saw. untuk menceritakan kepada beliau apa yang telah diceritakan oleh mereka. Tetapi ternyata ia menjumpai beliau dalam keadaan telah menerima wahyu ayat-ayat berikut: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97), hingga beberapa ayat sesudahnya.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadanya Al-Musan-na, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah sampai kepada kami bahwa di suatu hari sahabat Umar datang me-nemui orang-orang Yahudi. Kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan hadis yang semisal dengan hadis di atas hingga selesai.
Di dalam riwayat ini terdapat nama Adam, dia berpredikat munqati pula. Hadis ini diriwayatkan juga oleh Asbat, dari As-Saddi, dari Umar dengan mak-na yang sama atau yang semisal dengannya, tetapi riwayat ini pun berpredikat munqati.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ad-Dustuli), telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, bahwa seorang Yahudi menemui sahabat Umar ibnul Khattab, lalu orang Yahudi itu berkata, "Sesungguhnya Jibril yang disebut oleh teman kalian (Nabi Muhammad Saw.) adalah musuh kami." Maka sahabat Umar r.a. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)
Dengan kata lain, ayat ini diturunkan bertepatan dengan perkataan yang dikatakan oleh lisan sahabat Umar r.a. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Abdur Rahman, dari Ibnu Abu Laila sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril..., hingga akhir, ayat (Al-Baqarah: 97). Dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada kaum muslim, "Seandainya malaikat yang turun kepada kalian adalah Mikail, niscaya kami akan mengikuti kalian. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail itu selalu turun membawa rahmat dan hujan, dan sesungguhnya Jibril selalu turun membawa azab dan pembalasan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Ibnu Jarir mengatakan lalu turunlah ayat ini.
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Ata hal yang semisal.
Abdur Razzaq menceritakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 97). Bahwa orang-orang Yahudi pernah mengatakan, "Sesungguhnya Jabrail adalah musuh kami, karena sesungguhnya dia turun hanya dengan membawa kekerasan dan kelaparan. Dan sesungguhnya Mikail selalu turun membawa kemakmuran, kesehatan, dan kesuburan. Jabrail adalah musuh kami." Lalu Allah Swt. berfirman menurunkan ayat ini.
*************
Mengenai tafsir firman-Nya:
{قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ}
Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hati kalian dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97)
Artinya, barang siapa yang memusuhi Malaikat Jabrail, ketahuilah bahwa dia adalah Ruh (malaikat) Al-Amin (yang dipercaya oleh Allah Swt.). Dialah yang membawa turun Al-Qur'an yang bijaksana ke dalam hatimu dari Allah dengan seizin-Nya. Dia adalah utusan Allah dari kalangan para malaikat; dan barang siapa yang memusuhi utusan, berarti dia memusuhi semua utusan. Sama halnya orang yang beriman kepada seorang rasul, sesungguhnya ia pasti beriman kepada semua rasul, sebagaimana orang yang kafir kepada seorang rasul, berarti dia kafir kepada semua rasul. Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)." (An-Nisa: 150), hingga kedua ayat berikutnya.
Di dalamnya diputuskan terhadap mereka sebagai orang-orang kafir yang sesungguhnya, jika mereka beriman kepada sebagian para rasul dan kafir kepada sebagian yang lainnya. Demikian pula perihal orang yang memusuhi Malaikat Jibril, sesungguhnya orang tersebut adalah musuh Allah. Dikatakan demikian karena sesungguhnya tidak sekali-kali Malaikat Jibril turun dengan membawa perintah dari dirinya sen-diri, melainkan dia turun dengan membawa perintah Tuhannya, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
{وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhan-mu. (Maryam: 64)
وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ* نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ* عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}
Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dan dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 192-194)
Imam Bukhari meriwayatkan di dalam kitab sahihnya melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"
Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti dia menantangku terang-terangan untuk berperang.
Karena itu, Allah murka terhadap setiap orang yang memusuhi Malaikat Jibril.
****************
Allah Swt. berfirman:
{مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ}
Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 97)
Ma baina yadaihi, yakni kitab-kitab sebelumnya.
Hudan, petunjuk bagi hati mereka.
Busyra, berita gembira bagi mereka bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Dan Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah bagi orang-orang mukmin, seperti yang disebutkan oleh firman lainnya, yaitu:
{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Katakanlah, "Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman"..., hingga akhir ayat, (Fushshilat: 44).
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا}
Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
**************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ}
Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)
Melalui ayat ini Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang memusuhi-Ku, para malaikat-Ku, dan rasul-rasul-Ku," yang termasuk ke dalam pengertiannya semua utusan —baik dari kalangan malaikat ataupun manusia— seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ}
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia. (Al-Hajj: 75)
Barang siapa yang memusuhi Jibril dan Mikail", kalimat ini termasuk ke dalam Bab "Ataf Khusus kepada Umum", karena sesungguhnya keduanya adalah malaikat yang termasuk ke dalam pengertian umum semua rasul (utusan). Kemudian keduanya disebutkan lagi secara khusus karena konteks pembicaraan berkaitan dengan membela Jibril yang merupakan duta di antara Allah dan nabi-nabi-Nya. Penyebutan Jibril dibarengi dengan penyebutan Mikail, karena orang-orang Yahudi menduga bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail kekasih mereka; maka Allah mempermaklumatkan kepada mereka bahwa barang siapa yang menjadi musuh salah satu dari kedua malaikat tersebut, berarti menjadi musuh pula bagi yang lain, juga menjadi musuh Allah. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail pun adakalanya turun kepada nabi-nabi Allah di suatu waktu, sebagaimana dia pun pernah menemani Rasulullah Saw. pada permulaannya, tetapi Jibril lebih banyak menemaninya karena hal ini merupakan tugasnya. Malaikat Mikail tugas utamanya ialah mengatur tetumbuhan dan hujan, Malaikat Jibril menurunkan wahyu, sedangkan malaikat Mikail menurunkan rezeki, sebagaimana Israfil ditugaskan untuk meniup sangkakala pada hari berbangkit kelak di hari kiamat.
Karena itu, di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila salat di malam hari acapkali membaca doa berikut:
"اللَّهُمَّ رب جبريل وإسرافيل وميكائيل ، فاطر السموات وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اختُلِف فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ"
Ya Allah, Tuhan Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Mu dalam semua perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Berilah daku petunjuk kepada perkara yang hak, guna menyelesaikan hal yang diperselisihkan dengan seizin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
Dalam riwayat pertama di atas telah disebutkan riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan lain-Lainnya, bahwa jabra, mik, dan isra artinya sama dengan abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ismail ibnu Abu Raja', dari Umair maula (bekas budak) Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya kata Jabrail itu dalam bahasa Arabnya sama dengan kata Abdullah (hamba Allah) dan Abdur Rahman (hamba Tuhan Yang Maha Pemurah). Menurut pendapat lain, jabra artinya hamba, sedangkan il artinya Allah.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang pernah mengatakan, "Tahukah kalian apakah persamaan nama Jabrail pada nama kalian?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Ali ibnul Husain menjawab, "Ialah Abdullah (hamba Allah), setiap nama yang diakhiri dengan kata il terjemahannya berarti Allah Swt." Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, dan Yahya ibnu Ya'mur. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Umair yang mengatakan bahwa nama Jabrail di kalangan para malaikat artinya pelayan Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hadis ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, maka Abu Sulaiman mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengatakan, "Sesungguhnya hadis ini lebih aku sukai daripada segala sesuatu," yang hal itu ia catat pada buku yang ada di tangannya.
Sehubungan dengan lafaz Jabrail dan Mikail ini terdapat beberapa dialek mengenainya yang hanya disebut di dalam kitab bahasa dan qiraat, dan kami membahasnya hanya sebatas apa yang dapat menunaikan makna yang dimaksud, atau yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Hanya kepada Allah-lah kami percaya, dan Dia adalah Yang dimintai pertolongan-Nya.
*************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ}
Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)
Di dalam ungkapan ayat ini terkandung meletakkan isim lahir di tempat isim damir, mengingat tidak dikatakan fainnahu 'aduwwul lil kafirin, melainkan dikatakan fainnallaha 'aduwwul lil kafirin. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
لَا أَرَى الموتَ يَسْبِقُ الموتَ شَيْءٌ ... نَغَّص   الموتُ ذَا الْغِنَى وَالْفَقِيرَا ...
Aku yakin bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mendahului mati (ajal), maut selalu mendahului orang yang kaya, juga orang yang miskin (tanpa pandang bulu).
Penyair lainnya mengatakan:
ليتَ الغرابَ غَدَاةَ ينعَبُ  دَائِبًا ... كَانَ الغرابُ مقطَّع الْأَوْدَاجِ
Aduhai, seandainya burung gagak seperti biasanya di pagi hari selalu bergoak, tetapi seakan-akan kini burung-burung gagak itu sudah putus urat lehemya.
Sesungguhnya lafaz Allah di-izhar-kan (ditampakkan) dalam kedudukan ini tiada lain untuk menyatakan dan menonjolkan makna tersebut, sebagai pemberitahuan terhadap mereka bahwa barang siapa yang memusuhi kekasih Allah, berarti dia memusuhi Allah. Barang siapa yang memusuhi Allah, berarti Allah adalah musuhnya; dan barang siapa yang menjadi musuh Allah, berarti merugilah dia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan oleh hadis yang lalu, yaitu:
"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"
Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti aku telah mempermaklumatkan perang terhadapnya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
"إِنِّي لِأَثْأَرُ لِأَوْلِيَائِي كَمَا يَثْأَرُ اللَّيْثُ الْحَرِبُ"
Sesungguhnya aku benar-benar akan mengadakan pembalasan demi membela kekasih-kekasihku, sebagaimana singa (seorang pemberani) menuntut balas dalam peperangan.
Di dalam hadis sahih dinyatakan:
"وَمَن كنتُ خَصْمَه خَصَمْتُه".
 Barang siapa menjadi musuhku, niscaya aku akan memusuhinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar