Al-A'raf,
ayat 148-149
{وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى
مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا
أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا
ظَالِمِينَ (148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ
ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِينَ (149) }
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke Gunung Tur membuat dari
perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak
lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak
lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan
jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka
adalah orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya
dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata. ”Sungguh jika
Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah
kami menjadi orang-orang yang merugi."
Allah
Swt. menceritakan perihal kesesatan orang-orang yang sesat dari kalangan kaum
Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu yang dibuat oleh Samiri
dari perhiasan bangsa Qibti. Perhiasan emas itu asal mulanya mereka pinjam dari
orang-orang Qibti di negeri Mesir, kemudian Samiri meleburnya dan menjadikannya
patung anak lembu.
Kemudian
Samiri memasukkan debu dari bekas teracak kuda Malaikat Jibril a.s. ke dalam
leburan emas itu sehingga jadilah sebuah patung yang berbentuk dan bersuara. Al-khuwar
ialah suara lembu. Hal ini terjadi setelah kepergian Musa untuk memenuhi
janji Tuhannya. Maka Allah Swt. memberitahukan hal tersebut kepada Musa ketika
Musa berada di Bukit Tur. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt., menceritakan
perihal apa yang telah dilakukan oleh diri-Nya:
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ
بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah
berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."(Thaha: 85)
Para
ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan anak lembu ini, apakah ia
mempunyai darah dan daging serta dapat bersuara, ataukah ujudnya tetap seperti
patung emas, hanya di dalam rongganya terdapat udara sehingga bersuara seperti
suara sapi. Ada dua pendapat mengenainya, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Menurut
suatu pendapat, ketika anak lembu itu bersuara, maka mereka menari-nari di
sekelilingnya dan teperdaya oleh buatan Samiri itu, lalu mereka mengatakan
bahwa inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa melupakannya. Maka Allah
Swt. berfirman:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ
قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat
memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada
mereka dan tidak pula kemanfaatan. (Thaha:
89)
Dalam
surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ
وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا}
Apakah
mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan
mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan
jalan kepada mereka? (Al-A'raf: 148)
Allah
Swt. mengingkari kesesatan mereka karena anak lembu itu dan kealpaan mereka
kepada Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu dan yang memilikinya,
sebab mereka menyembah dan mempersekutukan-Nya dengan patung anak lembu yang
bersuara itu, padahal anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka, tidak
pula menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. Tetapi memang gelapnya kebodohan
dan kesesatan telah menutupi pandangan hati mereka, seperti yang disebutkan di
dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud, dari Abu Darda yang telah
menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. pemah bersabda:
"حُبُّكَ الشَّيْءَ
يُعْمي ويُصِم"
Cintamu
kepada sesuatu dapat membualmu buta dan pekak (tuli).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ}
Dan
setelah mereka sangat menyesali perbuatannya. (Al-A'raf: 149)
Setelah
mereka dijatuhkan oleh tangan mereka sendiri, yakni menyesali perbuatannya
sendiri.
{وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا
لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا}
dan
mengetahui bahwa dirinya telah sesat, berkatalah mereka, "Sungguh jika
Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami. (Al-A'raf: 149)
Sebagian
ulama tafsir ada yang membacanya tarhamna dengan memakai huruf ta, sedangkan
lafaz rabbuna dibaca rabbana menjadi munada, dan yagfirlana
dibaca tagfir lana.
{لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
pastilah
kami menjadi orang-orang yang merugi. (Al-A'raf:
149)
Artinya,
niscaya kami termasuk orang-orang yang binasa. Hal ini merupakan pengakuan dari
mereka tentang dosa yang telah mereka kerjakan dan kesadaran mereka untuk
kembali kepada Allah Swt.
Al-A'raf,
ayat 150-151
{وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى
إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي
أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ
يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا
يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ (150) قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا فِي
رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (151) }
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan
sedih hati, berkatalah dia, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian
kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan
kalian?” Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun)
sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata, "Hai anak ibuku,
sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka
membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku,
dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim."
Musa berdoa, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku, dan masukkanlah
kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para
Penyayang.”
Allah
Swt. menceritakan bahwa ketika Musa a.s. kembali kepada kaumnya setelah
bermunajat kepada Tuhannya, ia kembali dalam keadaan marah dan bersedih hati.
Abu Darda mengatakan, al-asaf artinya sangat marah.
{قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ
بَعْدِي}
Musa
berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah
kepergianku." (Al-A'raf: 150)
Musa
mengatakan, "Seburuk-buruk perbuatan adalah apa yang telah kalian lakukan,
yaitu karena kalian menyembah patung anak lembu setelah aku pergi meninggalkan
kalian."
Firman
Allah Swt,:
{أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ}
Apakah
kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian? (Al-A'raf:
150)
Musa
mengatakan, "Kalian membuatku tergesa-gesa kembali kepada kalian lebih cepat
daripada waktu yang sebenarnya yang telah ditetapkan oleh Allah Swt."
Firman
Allah Swt.:
{وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ
أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ}
Dan
Musa pun melemparkan lempengan-lempengan (Taurat)
itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil
menariknya ke arahnya. (Al-A'raf: 150)
Menurut
suatu pendapat, lempengan-lempengan tersebut dari batu Jamrud; sedangkan
menurut pendapat yang lain dari batu yaqut. Ada yang mengatakan dari es, ada
pula yang mengatakan dari daun sidr. Sehubungan dengan kisah pelemparan luh-luh
ini, ada sebuah hadis yang mengatakan bahwasanya berita itu tidaklah
seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Kemudian
menurut makna lahiriahnya dapat dikatakan bahwa konteks kalimat menunjukkan,
'adakalanya Musa melemparkan luh-luh karena marah kepada kaumnya',
seperti apa yang dikatakan oleh jumhur ulama Salaf dan Khalaf.
Sehubungan
dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan suatu pendapat dari Qatadah yang
isinya garib, bila dinilai tidak sah penyandarannya kepada hakayat
(periwayatan) Qatadah.
Ibnu
Atiyyah dan ulama lainnva yang bukan hanya seorang telah membantah pendapat
ini, dan memang pendapat ini layak dibantah. Di dalamnya terkandung pengertian
seakan-akan Qatadah menerimanya dari sebagian ahli kitab, padahal dikalangan
ahli kitab banyak terdapat pendusta, pembuat kisah palsu, pembohong, suka
membuat-buat, dan zindiq.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ
إِلَيْهِ}
dan
memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun)
sambil menariknya ke arahnya. (Al-A'raf: 150)
Musa
a.s. bersikap demikian karena merasa khawatir bila saudaranya itu berbuat
kelalaian dalam melarang mereka, seperti yang diungkapkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ
رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي. قَالَ يَا ابْنَ
أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ
فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي}
Berkata
Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka
telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti
aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun
menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan
(pulai) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku),
'Kamu telah memecah belah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara
amanatku'." (Thaha: 92-94)
Sedangkan
dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ
اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا
تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Hai
anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir
mereka membunuhku sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira
melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang
zalim. (Al-A'raf: 150)
Maksudnya,
janganlah engkau masukkan aku ke dalam golongan mereka, jangan pula engkau
anggap aku salah seorang dari mereka.
Dan
sesungguhnya Harun menyebutnya dengan panggilan 'anak ibuku' dengan maksud agar
lebih menyentuh hati Musa, karena sesungguhnya Musa adalah saudara sekandung
Harun.
Setelah
terbukti bagi Musa bahwa saudaranya —Harun— tidak terlibat dengan mereka dan
dirinya bersih dari perbuatan kaumnya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ
يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي}
Dan
sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya, "Hai kaumku,
sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu, dan sesungguhnya
Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku." (Thaha: 90)
Maka
saat itu Musa berkata:
{رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا
فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ}
Ya
Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat
Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Al-A'raf: 151)
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَاحِ، حَدَّثَنَا
عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ أَبِي بِشْر، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ "يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى، لَيْسَ الْمُعَايِنُ كَالْمُخْبَرِ؛
أَخْبَرَهُ رَبُّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، أَنَّ قَوْمَهُ فُتِنُوا بَعْدَهُ، فَلَمْ
يُلْقِ الْأَلْوَاحَ، فَلَمَّا رَآهُمْ وَعَايَنَهُمْ أَلْقَى الْأَلْوَاحَ"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad
ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada
kami Abu Awanah. dari Abu Bisyr. dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda : Semoga Allah
merahmati Musa, orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri tidaklah sama
dengan orang yang diberi tahu. Tuhannya memberi tahu kepadanya bahwa kaumnya
teperdaya sesudah kepergiannya, dan ternyata ia tidak melemparkan luh-luh itu.
Tetapi setelah ia melihat mereka dan menyaksikan perbuatan mereka, maka barulah
ia melemparkan luh-luh itu.
Al-A'raf,
ayat 152-153
{إِنَّ الَّذِينَ
اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ (152) وَالَّذِينَ
عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوا إِنَّ رَبَّكَ
مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (153) }
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa
mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat
kesombongan. Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah
itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah tobat yang disertai dengan
iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Murka
Allah yang menimpa kaum Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu
itu ialah, Allah tidak menerima tobat mereka sebelum sebagian dari mereka
membunuh'sebagian yang lain, seperti yang telah dijelaskan di dalam surat Al
Baqarah:
{فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ
إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ}
Maka
bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kalian, dan bunuhlah diri kalian. Hal
itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian; maka
Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 54)
Adapun
mengenai kehinaan yang menimpa mereka sesudah itu ialah kehinaan dan kenistaan
mereka dalam kehidupan di dunia.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ}
Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (Al-A'raf: 152)
Pembalasan
ini pasti akan menimpa orang yang membuat-buat perkara bid'ah, karena
sesungguhnya kehinaan bid'ah dan kenistaan melanggar petunjuk berhubungan
langsung dengan hatinya dan ditanggung di atas kedua bahunya, seperti yang
dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, "Sesungguhnya kehinaan bid'ah berada di
atas bahu para pelakunya, sekalipun begal-begal membawa mereka dan
kuda-kuda ditunggangi oleh mereka."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub As-Sukhtiyani, dari Abu Qilabah
Al-Jurmi, bahwa ia membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ}
Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (Al-A'raf: 152)
Kemudian
ia mengatakan, "Demi Allah, kehinaan itu akan terus menimpa setiap orang
yang membuat-buat kedustaan sampai hari kiamat"
Sufyan
ibnu Uyaynah mengatakan bahwa semua pelaku bid'ah adalah orang yang hina.
Kemudian
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya dan memberi petunjuk kepada mereka,
bahwa Dia menerima tobat hamba-hamba-Nya dari semua dosa apa pun, sekalipun
dari kekufuran atau kemusyrikan atau kemunafikan atau perpecahan. Dalam ayat
selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ
تَابُوا مِنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوا إِنَّ رَبَّكَ}
Orang-orang
yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman;
sesungguhnya Tuhanmu (Al-A'raf: 153)
hai
Muhammad, hai Rasul tobat, hai Nabi pembawa rahmat.
{مِنْ بَعْدِهَا}
sesudah
itu (Al-A'raf: 153)
yakni
sesudah tobat yang disertai dengan iman itu.
{لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang- (Al-A'raf:
153)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Aban, telah
menceritakan kepada kami Qatadah, dari Azrah, dari Al-Hasan, Al-Urni, dari
Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah
tersebut, yakni masalah seorang lelaki yang berbuat zina dengan seorang wanita,
lalu lelaki itu mengawininya. Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Orang-orang
yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman;
sesungguhnya Tuhan kamu sesudah tobat yang disertai dengan iman itu adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-A'raf: 153)
Abdullah
ibnu Mas'ud membaca ayat ini sepuluh kali tanpa ber-amar ma 'ruf dan ber-nahi
munkar terhadap mereka.
Al-A'raf,
ayat 154
{وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى
الْغَضَبُ أَخَذَ الألْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ
لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ (154) }
Sesudah amarah Musa menjadi reda. lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan
dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut
kepada Tuhannya.
Mengenai
firman Allah Swt.:
{وَلَمَّا سَكَتَ}
Sesudah
terdiam (Al-A'raf: 154)
artinya
reda dan tenang.
{عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ}
kemarahan
Musa. (Al-A'raf: 154)
yakni
kemarahannya terhadap kaumnya telah reda dan menjadi tenang kembali.
{أَخَذَ الألْوَاحَ}
lalu
Musa mengambil (kembali) luh-luh itu. (Al-A'raf:
154)
Maksudnya,
dipungutnya kembali luh-luh yang tadi ia lemparkan pada saat ia
sedang marah sekali karena mereka menyembah patung anak lembu. Kemarahannya itu
ditimbulkan oleh rasa cemburunya karena Allah dan kebenciannya terhadap
perbuatan tersebut karena Allah.
{وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ}
dan
dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut
kepada Tuhannya. (Al-A'raf: 154)
Kebanyakan
ulama tafsir mengatakan, "Sesungguhnya ketika Musa melempar luh-luh itu,
maka luh-luh itu pecah berantakan, kemudian Musa mengumpulkannya
kembali." Karena itulah menurut sebagian ulama Salaf, di dalamnya Musa
menjumpai tertulis petunjuk dan rahmat, sedangkan perincian isi luh-luh itu
telah lenyap. Mereka menduga bahwa pecahannya masih tetap ada tersimpan di
dalam perbendaharaan raja-raja dari kalangan Bani Israil, lalu berpindah tangan
sampai kepada negara Islam. Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran kisah
ini.
Adapun
menurut dalil yang jelas menyatakan bahwa luh-luh itu pecah ketika
dilemparkan oleh Musa, luh-luh itu terbuat dari permata surga. Allah
Swt. menceritakan bahwa ketika Musa mengambilnya kembali sesudah
melemparkannya, di dalamnya ia menjumpai: petunjuk dan rahmat untuk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (Al-A'raf: 154)
Ar-rahbah
atau takut mengandung makna tunduk
patuh, karena itulah maka ia di-muta'addi-kan (dihubungkan) dengan
memakai huruf lam.
Qatadah
telah mengajakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu diambilnya (kembali)
luh-luh (Taurat) itu. (Al-A'raf: 154) Musa berkata, "Wahai
Tuhanku, sesungguhnya aku lihat dalam tulisan luh-luh itu tertera nama
suatu umat yang merupakan sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk umat manusia:
mereka memerintahkan (manusia) berbuat kebajikan dan melarang (manusia) berbuat
mungkar, maka jadikanlah mereka itu sebagai umatku. Allah Swt. menjawab,
"Itu adalah umat Ahmad (Nabi Saw.)." Musa berkata, "Wahai
Tuhanku, sesungguhnya aku lihat dalam luh-luh itu tertera perihal suatu
umat; mereka adalah orang-orang yang terakhir, tetapi mereka adalah orang-orang
yang terdahuIu.""Yakni paling akhir penciptaannya, tetapi paling
dahulu masuk surga. Nabi Musa berkata, "Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai
umatku." Allah Swt. berfirman, "Mereka adalah umat Ahmad (yakni Nabi
Muhammad Saw.)." Musa berkata, "Wahai Tuhanku, dalam tulisan luh-luh
itu aku menjumpai suatu umat yang kitab-kitab mereka adalah dada mereka,
mereka membacanya secara hafalan. Padahal orang-orang sebelum mereka membaca
kitabnya dengan melihatnya, hingga apabila kitab mereka diangkat, maka mereka
tidak hafal sesuatu pun darinya dan tidak mengingatnya lagi. Dan sesungguhnya
Allah telah memberikan kepada umat itu suatu hafalan (kekuatan daya hafal) yang
belum pernah diberikan oleh Allah kepada suatu umat pun." Musa melanjutkan
perkataannya, "Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku." Allah
Swt. menjawab, "Mereka adalah umat Ahmad." Musa berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku melihat dalam luh-luh itu tertuliskan tentang suatu
umat yang beriman kepada kitab-kitab terdahulu dan kitab yang terakhir, dan
mereka memerangi berbagai macam kesesatan, hingga mereka memerangi si buta
sebelah yang pendusta (Dajjal), maka jadikanlah mereka sebagai umatku."
Allah Swt. berfirman, "Mereka adalah umat Ahmad." Musa berkata,
"Ya Tuhanku, aku menjumpai di dalam luh-luh itu tertuliskan suatu
umat yang sedekah mereka dimakan oleh mereka sendiri, dimasukkan ke dalam perut
mereka, tetapi mereka beroleh pahala dari sedekahnya. Sedangkan di kalangan
umat-umat sebelum mereka, apabila ada suatu sedekah, Lalu sedekah itu diterima,
maka Allah mengirimkan kepadanya api, kemudian api itu melahapnya. Jika sedekah
itu ditolak, maka dimakan oleh hewan-hewan buas dan burung-burung pemangsa. Dan
sesungguhnya Allah mengambil sedekah (zakat) dari kalangan hartawan mereka
untuk kaum fakir miskin mereka." Musa melanjutkan perkataannya, "Ya
Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku." Allah Swt. menjawab, "Mereka
adalah umat Ahmad." Musa berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku temui
di dalam luh-luh itu tertuliskan suatu umat yang apabila seseorang dari
mereka berniat akan melakukan suatu kebaikan, lalu ia tidak mengerjakannya,
maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka
dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan yang semisal dengan kebaikannya
sampai tujuh ratus kali lipat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku.
Allah Swt. menjawab, "Mereka adalah umat Ahmad." Musa berkata,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku lihat di dalam luh-luh itu
tertuliskan perihal suatu umat, mereka adalah orang-orang memberi syafaat dan
diberi izin untuk memberikan syafaat. Maka jadikanlah mereka sebagai
umatku." Allah Swt. berfirman, "Mereka adalah umat Ahmad."
Qatadah mengatakan, diceritakan kepada kami bahwa setelah itu Nabi Musa a.s.
mengesampingkan luh-luh itu dan berdoa, "Ya Allah, jadikanlah
diriku termasuk umat Ahmad (yakni Nabi Muhammad Saw.)."
Al-A'raf,
ayat 155-156
{وَاخْتَارَ مُوسَى
قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ
رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا
فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ
وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ
خَيْرُ الْغَافِرِينَ (155) وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ (156) }
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan tobat kepada Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan. Maka ketika mereka diguncang gempa bumi. Musa berkata,
"Ya Tuhanku. kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka
dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau,
Engkau sesatkan, dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau beri
petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka
ampunilah kami dan berilah kami rahmat, dan Engkaulah Pemberi ampun yang
sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di
akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau."
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir
ayat ini, bahwa Allah memerintahkan Musa untuk memilih tujuh puluh orang
lelaki. Maka Musa memilih tujuh puluh orang lelaki dari kaumnya, lalu membawa
mereka ke tanah lapang untuk berdoa kepada Tuhan mereka. Tersebutlah bahwa di
antara doa yang diucapkan oleh mereka kepada Allah ialah; "Ya Allah,
berikanlah kepada kami pemberian yang belum pernah Engkau berikan kepada
seseorang pun sebelum kami dan tidak akan Engkau berikan kepada seorang pun
sesudah kami." Maka Allah tidak suka kepada permintaan yang mereka
panjatkan itu, lalu mereka ditimpa oleh gempa.
{رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ
قَبْلُ وَإِيَّايَ} الْآيَةَ.
Musa
berkata, "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan
mereka dan aku sebelum ini." (Al-A'raf:
155), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan, "Sesungguhnya Allah memerintahkan
kepada Musa untuk datang kepada-Nya bersama tiga puluh orang lelaki dari
kalangan Bani Israil untuk meminta ampun kepada-Nya tentang perbuatan mereka
yang telah menyembah patung anak lembu itu, dan Allah menjanjikan waktunya
kepada mereka." Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya. (Al-A'raf:
155) yang berada di hadapannya, kemudian Musa membawa mereka pergi untuk
bertobat. Ketika mereka telah sampat di tempat yang dituju, mereka mengatakan,
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui Firman-Nya: Kami
tidak akan beriman kepadamu. (Al-Baqarah: 55) Hai Musa. sebelum kami
melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55) Karena engkau telah berbicara
langsung kepada-Nya, maka perlihatkanlah Allah kepada kami. karena itu
kalian disambar halilintar. (Al-Baqarah: 55) Maka mereka pun mati semua,
dan Musa berdiri menangis seraya berdoa kepada Allah, "Ya Tuhanku, apakah
yang akan aku katakan kepada Bani Israil, jika aku datang kembali kepada mereka
tanpa orang-orang ini, sedangkan orang-orang yang terpilih mereka telah Engkau
binasakan?" Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau
membinasakan mereka dan aku sebelum ini. (Al-A'raf: 155)
Muhammad ibnu Ishaq menceritakan bahwa Musa memilih tujuh
puluh orang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil, semuanya adalah orang-orang
yang terpilih (terkemuka) dari kalangan mereka. Musa berkata,
"Berangkatlah kalian kepada Allah, dan bertobatlah kepada-Nya dari apa
yang telah kalian perbuat, dan mintakanlah kepada-Nya tobat buat orang-orang
yang kalian tinggalkan di belakang kalian dari kalangan kaum kalian.
Berpuasalah, bersucilah, dan bersihkanlah pakaian-pakaian kalian terlebih
dahulu." Kemudian Musa membawa mereka pergi menuju Bukit Tursina untuk
memenuhi janji yang telah ditetapkan untuknya oleh Tuhan-Nya Tersebutlah bahwa
Musa tidak berani datang ke tempat itu kecuali dengan seizin dan pemberitahuan
dari Allah Swt. Lalu ketujuh puluh orang itu —menurut kisah yang sampai kepadaku—
setelah melakukan apa yang diperintahkan oleh Musa kepada mereka dan Musa
membawa mereka untuk bersua dengan Tuhannya, berkatalah mereka kepada Musa,
"Mintakanlah bagi kami agar kami dapat mendengar suara Tuhan kami."
Musa menjawab, "Akan aku lakukan." Ketika Musa berada di dekat bukit
itu, tiba-tiba gunung itu diliputi oleh awan yang berbentuk tiang raksasa
sehingga menutupi seluruh kawasan bukit tersebut. Musa mendekat dan masuk ke
dalamnya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Mendekatlah kalian."
Disebutkan bahwa apabila Musa sedang diajak bicara oleh Tuhannya, maka dari
keningnya memancarlah nur yang sangat cemerlang, tiada seorang manusia
pun yang mampu memandangnya. Maka dibuatkanlah hijab (oleh Allah) untuk
menutupinya. Kaum itu mendekat, dan manakala mereka masuk ke dalam awan itu,
maka mereka terjatuh bersujud; dan mereka mendengar Allah sedang berbicara
kepada Musa seraya mengeluarkan titah dan larangan-Nya kepada Musa, yakni
lakukanlah anu dan tinggalkanlah anu. Setelah Allah selesai dari
pembicaraan-Nya kepada Musa dan awan telah lenyap dari Musa, maka Musa datang
menemui mereka, tetapi mereka berkata kepadanya, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah
dengan terang, karena itu kalian disambar halilintar. (Al-Baqarah: 55) Yang
dimaksud dengan sa'iqah sama dengan rajfah. Maka nyawa mereka
semuanya melayang, dan matilah mereka. Lalu Musa bangkit memohon kepada
Tuhannya dan berdoa serta memohon dengan penuh harap kepada-Nya. Untuk itu Musa
mengatakan: Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan
mereka dan aku sebelum ini ( Al A’raf : 155) Sedangkan mereka benar-benar
orang-orang yang bodoh, maka apakah Engkau membinasakan orang-orang Bani Israil
yang ada di belakangku?
Sufyan
As-Sauri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq, dari Imarah ibnu
Ubaid As-Saluli, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang menceritakan bahwa Musa
berangkat bersama Harun, Syibr, dan Syubair, lalu mereka mendaki lereng bukit,
sedangkan Harun merebahkan dirinya di atas sebuah ranjang, maka Allah
mewafatkannya. Ketika Musa kembali kepada Bani Israil, mereka bertanya kepada
Musa, "Di manakah Harun?" Musa menjawab, "Dia telah diwafatkan
oleh Allah Swt." Mereka berkata, "Engkau telah membunuhnya, engkau
dengki karena akhlaknya dan karena kelembutannya," atau kalimat yang
serupa Musa berkata, "Maka pilihlah tujuh puluh orang yang kalian
sukai." Lalu mereka memilih tujuh puluh orang lelaki. Ali mengatakan bahwa
yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan Musa memilih tujuh puluh
orang dari kaumnya. (Al-A'raf: 155); Ketika mereka sampai ke tempat Harun
berada, mereka bertanya kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?"
Harun menjawab, "Tidak ada seorang pun yang membunuhku, tetapi Allah telah
mewafatkan diriku." Mereka mengatakan, "Hai Musa, kamu tidak akan
durhaka lagi sesudah hari ini." Maka mereka tertimpa halilintar. Lalu Musa
a.s. menengok ke kiri dan ke kanan, kemudian berkata: Wahai Tuhanku, kalau
Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini.
Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal
di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan
itu siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang
Engkau kehendaki. (Al-A'raf: 155); Ali r.a. melanjutkan kisahnya,
"Lalu Allah Swt. menghidupkan mereka kembali dan menjadikan mereka semua
sebagai nabi."
Asar
ini sangat garib. Imarah ibnu Ubaid, menurut Sufyan As-Sauri orangnya
tidak dikenal. Tetapi Syu'bah telah meriwayatkannya dari Abi Ishaq, dari
seorang lelaki dari kalangan Bani Salul, dari Ali, lalu ia menuturkan kisah
yang sama.
Ibnu Abbas, Qatadah, Mujahid, dan Ibnu Jarir mengatakan
bahwa mereka ditimpa oleh halilintar (gempa dahsyat) karena mereka tidak mau
melenyapkan penyembahan patung anak lembu dari kalangan kaumnya, tidak mau pula
melarang kaumnya melakukan hal tersebut. Pendapat ini berdasarkan perkataan
Musa a.s. yang disitir oleh firman-Nya: Apakah Engkau membinasakan kami
karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? (Al-A'raf:
155)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنْ هِيَ إِلا فِتْنَتُكَ}
Itu
hanyalah cobaan dari Engkau. (Al-A'raf:
155)
Maksudnya
cobaan dan ujian yang Engkau berikan kepada mereka.
Demikianlah menurut tafsir yang dikatakan oleh Ibnu
Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Tiada
makna atau takwil selain ini. Dengan kata lain, sesungguhnya perkara ini
hanyalah urusanmu, dan sesungguhnya keputusan ini hanyalah Engkau yang
melakukannya. Maka apa saja yang Engkau kehendaki, pasti terjadi; Engkau
sesatkan siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau beri petunjuk siapa pun
yang Engkau kehendaki. Tidak ada pemberi petunjuk bagi orang yang telah Engkau
sesatkan, dan tiada yang dapat menyesatkan orang yang telah Engkau beri
petunjuk. Tidak ada yang memberi orang yang Engkau cegah, dan tidak ada yang
dapat mencegah apa yang Engkau berikan. Kerajaan adalah milik Engkau belaka,
dan keputusan hukum hanyalah milik Engkau; milik Engkaulah makhluk dan semua
urusan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ}
Engkaulah
yang memimpin kami. maka ampunilah kami dan berilah kamirahmat, dan Engkaulah
Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf:
155)
Al-gafru
artinya menutupi dan tidak menghukum
karena dosa, sedangkan pengertian rahmat apabila dibarengi dengan ampunan. Maka
makna yang dimaksud ialah 'janganlah dijerumuskan ke dalam hal yang serupa
(yakni dosa yang serupa) di masa mendatang nanti.
{وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ}
Engkaulah
Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf:
155)
Yakni
tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau sendiri.
{وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ}
Dan
tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat. (Al-A'raf: 156)
Doa
tersebut merupakan permohonan untuk dihindarkan dari hal-hal yang dilarang,
sedangkan doa berikut ini memohon untuk kesuksesan dalam meraih tujuan, yaitu
firman-Nya:
{وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ}
Dan
tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat. (Al-A'raf: 156)
Maksudnya,
putuskanlah dan tetapkanlah bagi kami kebaikan di dunia dan akhirat. Mengenai
pengertian kebaikan, telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al Baqarah.
{إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ}
sesungguhnya
kami kembali (bertobat) kepada Engkau. (Al-A'raf:
156)
Yaitu kami bertobat dan kembali serta berserah diri
kepada Engkau. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Abul
Aliyah, Ad-Dahhak, Ibrahim At-Taimi, As-Saddi, Qatadah, dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang, begitu pula menurut pengertian bahasanya.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki*, telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari Syarik, dari Jabir, dari Abdullah ibnu Yahya, dari Ali
yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dinamakan dengan sebutan 'Yahudi'
karena mereka telah mengatakan: sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada
Engkau. (Al-A'raf: 156)
Akan
tetapi, Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi orangnya berpredikat daif.
Allah
Swt. menjawab apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِنْ
هِيَ إِلا فِتْنَتُكَ
Itu
hanyalah cobaan dari Engkau. (Al-A'raf:
155), hingga akhir ayat.
Yaitu
dengan jawaban pada ayat selanjutnya:
عَذَابِي
أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Siksa-Ku
akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. (Al-A'raf: 156)
Maksudnya,
Aku melakukan apa saja yang Aku kehendaki, dan Aku putuskan apa pun yang Aku
sukai, karena hikmah dan keadilan dalam semuanya itu adalah milik-Ku semata.
Tidak ada Tuhan selain Dia.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ}
dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (Al-A'raf:
156)
Ayat
ini merupakan suatu ayat yang besar peliputan dan keumuman maknanya, sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam menceritakan perihal
para malaikat penyangga Arasy. Mereka mengatakan:
{رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً
وَعِلْمًا}
Ya
Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu. (Al-Mu’min: 7)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا الجُرَيري، عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الجُشَمي، حَدَّثَنَا
جُنْدُب -هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ البَجَلي، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَأَنَاخَ رَاحِلَتَهُ ثُمَّ عَقَلها ثُمَّ صَلَّى خَلْفَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى رَاحِلَتَهُ فَأَطْلَقَ
عِقَالَهَا، ثُمَّ رَكِبَهَا، ثُمَّ نَادَى: اللَّهُمَّ، ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا،
وَلَا تُشْرِكْ فِي رَحْمَتِنَا أَحَدًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَتَقُولُونَ هَذَا أَضَلُّ أَمْ بَعِيرُهُ؟ أَلَمْ
تَسْمَعُوا مَا قَالَ؟ " قَالُوا: بَلَى. قَالَ: "لَقَدْ حَظَرْت
رَحْمَةً وَاسِعَةً؛ إن الله، عز وَجَلَّ، خَلَقْ مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَأَنْزَلَ رَحْمَةً وَاحِدَةً
يَتَعَاطَفُ بِهَا الْخَلْقُ؛ جِنُّهَا وَإِنْسُهَا وَبَهَائِمُهَا، وأخَّرَ
عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، أَتَقُولُونَ هُوَ أَضَلُّ أَمْ
بَعِيرُهُ؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Al-Jariri, dari Abu Abdullah Al-Jusyami, telah menceritakan kepada kami
Jundub —yaitu Ibnu Abdullah Al-Bajali r.a.— yang menceritakan bahwa seorang
Arab Badui datang, lalu mengistirahatkan unta kendaraannya dan menambatkannya.
Lalu ia salat di belakang Rasulullah SAW, setelah salam dari salatnya, maka
lelaki Badui itu mendatangi unta kendaraannya dan melepaskan tambalannya, lalu
menaikinya, kemudian ia berdoa, "Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad,
dan janganlah Engkau sertakan seorang pun dalam rahmat kami." Maka
Rasulullah Saw. bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang orang
ini, dia atau untanyakah yang sesat, tidakkan kalian dengar apa yang
dikatakannya?" Mereka menjawab, "Ya, kami mendengarnya."
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya engkau telah membatasi rahmat
yang luas. Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan seratus rahmat. Lalu Dia
menurunkan satu rahmat, yang dengan satu rahmat itu semua makhluk saling
mengasihi, baik jin, manusia, maupun hewan-hewan. Dan Allah menangguhkan
sembilan puluh sembilan rahmat di sisi-Nya. Bagaimanakah pendapat kalian,
apakah orang ini yang sesat, ataukah untanya?"
Imam
Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Ali ibnu Nadr, dari Abdus Samad
ibnu Abdul Waris dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي
عُثْمَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنْ
لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَمِنْهَا رَحْمَةٌ يتراحمُ بِهَا
الْخَلْقُ، وَبِهَا تَعْطِفُ الْوُحُوشُ عَلَى أَوْلَادِهَا، وَأَخَّرَ تِسْعًا
وَتِسْعِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id dari
ibnu Sulaiman, dari Abu Usman, dari Salman, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai seratus rahmat, di antaranya dengan satu
rahmat itu" semua makhluk saling mengasihi, dan dengan satu rahmat itu
semua hewan liar sayang kepada anak-anaknya. Dan Allah menangguhkan yang
sembilan puluh sembilannya untuk hari kiamat nanti.
Hadis
diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim. Imam Muslim
meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Tarkhan dan Daud ibnu Abu Hindun,
kedua-duanya dari Abu Usman yang nama aslinya adalah Abdur Rahman ibnu Mal,
dari Salman Al-Farisi, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ
بَهْدَلَة، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِلَّهِ مِائَةُ رَحْمَةٍ، عِنْدَهُ
تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، وَجَعْلِ عِنْدَكُمْ وَاحِدَةً تَتَرَاحَمُونَ بِهَا بَيْنَ
الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَبَيْنَ الْخَلْقِ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ
ضَمَّهَا إِلَيْهِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammad, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seratus
rahmat, di sisi-Nya tersimpan sembilan puluh sembilan rahmat, dan menjadikan
yang satu rahmat buat kalian, yang dengan satu rahmat itu kalian saling
menyayangi, baik jin. manusia, dan makhluk lainnya. Dan apabila hari kiamat
tiba, maka Allah menggabungkannya dengan yang ada di sisi-Nya.
Hadis
diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad dari jalur ini.
قَالَ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِلَّهِ مِائَةُ رَحْمَةٍ، فَقَسَّمَ مِنْهَا جُزْءًا
وَاحِدًا بَيْنَ الْخَلْقِ، فِيهِ يَتَرَاحَمُ النَّاسُ وَالْوَحْشُ
وَالطَّيْرُ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada, kami Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu
Saleh, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Allah
mempunyai seratus rahmat, di antaranya satu bagian dibagikan di antara manusia,
dengan satu rahmat itulah manusia, hewan liar dan burung saling menyayangi.
Ibnu
Majah meriwayatkannya dari hadis Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan lafaz
yang sama Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Al-Hafiz
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ،
حَدَّثَنَا سَعْدٌ أَبُو غَيْلان الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ أَبِي
سُلَيْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ
الْيَمَانِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ
الفاجرُ فِي دِينِهِ، الْأَحْمَقُ فِي مَعِيشَتِهِ. وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ الَّذِي قَدْ مَحَشته النَّارُ بِذَنْبِهِ. وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، لَيَغْفِرَنَّ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْفِرَةً
يَتَطَاوَلُ لَهَا إِبْلِيسُ رَجَاءَ أَنْ تُصِيبَهُ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu
Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah
menceritakan kepada kami Sa'd Abu Gailan Asy-Syaibani, dari Hammad ibnu Abu
Sulaiman, dari Ibrahim, dari Silah ibnu Zifr, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya orang yang durhaka dalam
agamanya lagi tolol dalam penghidupannya dapat masuk surga. Dan demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya akan dapat masuk
surga orang yang dipanggang oleh api neraka karena dosanya. Demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya Allah akan
memberikan ampunan pada hari kiamat dengan ampunan yang membuat iblis
menginginkannya dengan harapan dia memperolehnya
Hadis ini garib sekali. Sa'd (salah seorang
perawinya) menurut Imam Ahmad orangnya tidak ia kenal.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ}
Maka
akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf: 156)
Artinya,
Aku akan menetapkan rahmat-Ku buat mereka sebagai karunia dan kebajikan
dari-Ku. Sama artinya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ
الرَّحْمَةَ}
Tuhan
kalian telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. (Al-An'am: 54)
Adapun
firman Allah Swt.:
{لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ}
untuk
orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf:
156)
Maksudnya,
Aku akan memberikan rahmat-Ku itu untuk orang-orang yang memiliki sifat-sifat
tersebut, mereka adalah umat Nabi Muhammad Saw. Yang dimaksud dengan 'bertakwa'
ialah menjauhi kemusyrikan dan dosa-dosa besar.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ}
yang
menunaikan zakat. (Al-A'raf: 156)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah zakat diri; sedangkan menurut
pendapat lain adalah zakat harta benda. Tetapi barangkali makna yang dimaksud
bersifat umum, mencakup kedua zakat tersebut, mengingat ayat ini adalah ayat
Makkiyyah.
{وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ}
dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 156)
Yakni
percaya kepada ayat-ayat Kami.
Al-A'raf,
ayat 157
{الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ
آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزلَ
مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157) }
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka,
yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang
beruntung.
{الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا
عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ}
(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. (Al-A'raf:
157)
Demikianlah
sifat dan ciri khas Nabi Muhammad Saw. yang tertera di dalam kitab-kitab para
nabi terdahulu. Para nabi terdahulu menyampaikan berita gembira kepada umatnya
masing-masing akan kedatangan Nabi Muhammad Saw. dan memerintahkan kepada
umatnya untuk mengikutinya (apabila mereka mengalami masanya). Dan sifat-sifat
Nabi Muhammad Saw. masih tetap ada dalam kitab-kitab mereka serta diketahui
oleh ulama dan rahib mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ،
عَنِ الجُرَيري، عَنْ أَبِي صَخْرٍ الْعُقَيْلِيِّ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنَ
الْأَعْرَابِ، قَالَ: جَلَبْتُ جَلُوبَةً إِلَى الْمَدِينَةِ فِي حَيَاةِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْ بَيْعَتِي قُلْتُ:
لَأَلْقِيَنَّ هَذَا الرَّجُلَ فَلْأَسْمَعَنَّ مِنْهُ، قَالَ: فَتَلَقَّانِي
بَيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ يَمْشُونَ، فَتَبِعْتُهُمْ فِي أَقْفَائِهِمْ حَتَّى
أَتَوْا عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ نَاشِرًا التَّوْرَاةَ يَقْرَؤُهَا،
يُعَزِّي بِهَا نَفْسَهُ عَنِ ابْنٍ لَهُ فِي الْمَوْتِ كَأَحْسَنِ الْفِتْيَانِ
وَأَجْمَلِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ، هَلْ تَجِدُ فِي كِتَابِكَ
هَذَا صِفَتِي وَمَخْرَجِي؟ " فَقَالَ بِرَأْسِهِ هَكَذَا، أَيْ: لَا.
فَقَالَ ابْنُهُ، إِي: وَالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ إِنَّا لِنَجِدُ فِي
كِتَابِنَا صِفَتَكَ ومَخرجك، وَإِنِّي أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ: "أَقِيمُوا الْيَهُودِيَّ عَنْ
أَخِيكُمْ". ثُمَّ وَلِيَ كَفَنَهُ (6) وَالصَّلَاةَ عَلَيْهِ
telah
menceritakan kepada kami Ismail, dari Al-Jariri, dari Abu Sakhr Al-Uqaili,
telah menceritakan kepadaku seorang lelaki Badui yang menceritakan bahwa di
masa Rasulullah Saw. ia pernah datang ke Madinah membawa sapi perahan. Setelah
selesai dari jual belinya, lelaki Badui itu berkata, "Aku sungguh akan
menemui lelaki ini (maksudnyaNabi Saw.), dan sungguh aku akan mendengar
darinya." Lelaki Badui itu melanjutkan kisahnya; lalu aku menjumpainya
sedang berjalan di antara Abu Bakar dan Umar, maka aku mengikuti mereka
berjalan hingga sampailah mereka kepada seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi
itu sedang membuka kitab Taurat seraya membacanya, sebagai ungkapan rasa duka
dan belasungkawanya atas anak lelakinya yang sedang menghadapi kematian; anak
lakt-Iakinya itu adalah seorang pemuda yang paling tampan dan paling gagah.
Maka Rasulullah Saw. bertanya: Aku memohon kepadamu dengan nama Tuhan yang
telah menurunkan kitab Taurat, apakah engkau menjumpai dalam kitabmu ini sifat
dan tempat hijrahku? Lelaki Yahudi itu menjawab pertanyaan Nabi Saw. hanya
dengan isyarat gelengan kepala yang berarti 'tidak'. Tetapi anak lelakinya yang
sedang menghadapi kematian itu berkata, "Ya, demi Tuhan yang telah menurunkan
kitab Taurat, sesungguhnya kami menjumpai di dalam kitab kami sifatmu dan
tempat hijrahmu. Dan sesungguhnya aku sekarang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, dan aku bersaksi (pula) bahwa engkau adalah utusan Allah."
(Kemudian anak orang Yahudi itu meninggal dunia). Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Singkirkanlah orang Yahudi ini dari saudara kalian! Kemudian
Nabi Saw. mengurus pengafanan dan menyalati mayat anak lelaki Yahudi itu.
Hadis
ini baik lagi kuat dan mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya di
dalam kitab Sahih melalui hadis Anas.
Imam
Hakim —penulis kitab Al-Mustadrak— mengatakan:
telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ishaq Al-Bagawi, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Aisam Al-Baladi, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Idris, dari Syurahbil ibnu Muslim, dari Abu Umamah Al-Bahili,
dari Hisyam ibnul As Al-Umawi yang menceritakan bahwa dia dan seorang
lelaki lain diutus untuk menemui Heraklius—Raja Romawi— untuk menyerunya
(mengajaknya) masuk Islam. "Kami berangkat, dan ketika kami sampai di
Al-Gautah —bagian dari kota Dimasyq (Damaskus)— kami turun istirahat di
perkampungan Al-Jabalah ibnul Aiham Al-Gassani. Lalu kami masuk menemuinya,
tiba-tiba kami jumpai dia berada di atas singgasananya. Ia mengirimkan
utusannya kepada kami agar kami berbicara dengannya, tetapi kami mengatakan,
'Demi Allah, kami tidak akan berbicara kepada utusan. Sesungguhnya kami diutus
hanya untuk menemui raja (kalian). Jika kami diberi izin untuk masuk, maka kami
akan berbicara langsung dengannya; dan jika tidak, kami tidak akan berbicara
kepada utusan.' Kemudian utusan Jabalah ibnul Aiham kembali kepadanya dan
menceritakan segala sesuatunya kepadanya. Akhirnya kami diberi izin untuk menemuinya,
lalu Jabalah berkata, "Berbicaralah kalian.' Maka Hisyam ibnul As
berbicara dengannya dan menyerunya untuk memeluk agama Islam. Ternyata Jabalah
memakai pakaian hitam, maka Hisyam bertanya kepadanya, 'Pakaian apakah yang
engkau kenakan itu?' Jabalah menjawab, 'Saya memakainya dan saya telah
bersumpah bahwa saya tidak akan menanggalkannya sebelum mengusir kalian dari
negeri Syam.' Kami berkata, 'Majelismu ini, demi Allah, akan benar-benar kami
rebut dari tangan kekuasaanmu, dan sesungguhnya kami akan merebut kerajaan
rajamu yang paling besar, Insya Allah. Hal ini telah diberitakan
kepada kami oleh Nabi kami, yaitu Nabi Muhammad Saw.' Jabalah mengatakan,
'Kalian bukanlah mereka, bahkan mereka adalah suatu kaum yang puasa siang
harinya dan salat pada malam harinya, maka bagaimanakah cara puasa kalian?'
Maka kami menceritakan cara puasa kami. Wajah Jabalah menjadi hitam (marah) dan
berkata, 'Berangkatlah kalian,' dan ia menyertakan seorang utusan bersama kami
untuk menghadap kepada Kaisar Romawi. Kami berangkat, dan ketika kami sudah
dekat dengan ibu kota, berkatalah orang yang bersama kami, 'Sesungguhnya hewan
kendaraan kalian ini dilarang memasuki ibu kota kerajaan. Jika kalian suka,
maka kami akan membawa kalian dengan kendaraan kuda dan Bagal. Kami menjawab,
'Demi Allah, kami tidak akan masuk melainkan dengan memakai kendaraan ini.'
Kemudian orang yang bersama kami itu mengirimkan utusan (kurir)nya kepada
kaisar untuk menyampaikan bahwa para utusan kaum muslim menolak peraturan
tersebut. Akhirnya Raja Romawi memerintahkan kepada utusan itu untuk membawa
kami masuk dengan kendaraan yang kami bawa. Kami masuk ke dalam ibu kota dengan
menyandang pedang-pedang kami, hingga sampailah kami pada salah satu gedung
milik Kaisar. Lalu kami istirahatkan unta kendaraan kami pada bagian bawahnya,
sedangkan Raja Romawi memandang kami. Lalu kami ucapkan, 'Tidak ada Tuhan
selain Allah, dan Allah Mahabesar.' Allah-lah yang mengetahui, karena
sesungguhnya gedung itu mendadak menjadi awut-awutan seperti pohon kurma yang
tertiup angin besar. Lalu raja mengirimkan kurirnya kepada kami untuk
menyampaikan, 'Kalian tidak usah menggembar-gemborkan agama kalian kepada
kami.' Dan raja mengirimkan lagi kurirnya untuk menyampaikan, 'Silakan kalian
masuk.' Maka kami masuk menghadapnya, sedangkan dia berada di atas
pelaminannya, di hadapan para pastur Romawi. Segala sesuatu yang ada di
majelisnya berwarna merah, raja sendiri memakai baju merah, dan segala sesuatu
yang ada di sekitarnya semuanya berwarna merah. Lalu kami mendekat kepadanya.
Dia tertawa, lalu berkata, 'Bagaimanakah menurut kalian jika kalian datang
menghadap kepadaku dengan mengucapkan kalimat salam penghormatan yang berlaku
di antara sesama kalian? Tiba-tiba di sisinya terdapat seorang lelaki yang
fasih berbicara Arab lagi banyak bicara. Maka kami menjawab, 'Sesungguhnya
salam penghormatan kami di antara sesama kami tidak halal bagimu, dan salam
penghormatan kamu yang biasa kamu pakai tidak halal pula bagi kami memakainya.'
Raja menjawab, 'Bagaimanakah ucapan salam penghormatan kalian di antara sesama
kalian? Kami menjawab, 'Assalamu 'alaika. Raja bertanya, 'Bagaimanakah
caranya kalian mengucapkan salam penghormatan kepada raja kalian?' Kami
menjawab, 'Sama dengan kalimat itu.! Raja bertanya, 'Bagaimanakah
kalian mendapat jawabannya?' Kami menjawab, Kalimat yang sama. Raja bertanya,
'Kalimat apakah yang paling besar dalam ucapan kalian? Kami menjawab, 'Tidak
ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.' Ketika kami mengucapkan kalimah
itu, hanya Allah-lah yang lebih mengetahui, tiba-tiba gedung istana itu
bergetar sehingga si raja mengangkat kepalanya memandang ke atas gedung itu.
Raja berkata, 'Kalimat yang baru saja kalian ucapkan dan membuat gedung ini
bergetar. Apakah setiap kalian mengucapkannya di dalam rumah kalian, lalu
kamar-kamar kalian bergetar karenanya? Kami menjawab, 'Tidak, kami belum pernah
melihat peristiwa ini kecuali hanya di tempatmu sekarang ini? Raja berkata,
'Sesungguhnya aku mengharapkan seandainya saja setiap kali kalian mengucapkan
segala sesuatu bergetar atas kalian. Dan sesungguhnya aku rela mengeluarkan
separo dari kerajaanku? Kami bertanya, 'Mengapa?' Ia menjawab, 'Karena
sesungguhnya hal itu lebih mudah dan lebih layak untuk dikatakan bukan
merupakan perkara kenabian, dan bahwa hal tersebut hanyalah terjadi semata-mata
karena perbuatan manusia.' Kemudian raja menanyai kami tentang tujuan kami,
lalu kami menceritakan hal itu kepadanya. Setelah itu raja bertanya, 'Bagaimanakah
salat dan puasa kalian?' Kami menceritakan hal itu kepadanya, lalu raja berkata.
'Bangkitlah kalian.' Kemudian ia memerintahkan agar menyediakan rumah yang baik
dan tempat peristirahatan yang cukup buat kami, dan kami tinggal di sana selama
tiga hari. Pada suatu malam raja mengirimkan kurirnya kepada kami, lalu kami
masuk menemui raja, dan ia meminta agar kami mengulangi ucapan kami, maka kami
mengulanginya. Sesudah itu ia memerintahkan agar dibawakan sesuatu yang
berbentuk seperti kota yang cukup besar, terbuat dari emas. Di dalamnya
terdapat rumah-rumah kecil yang masing-masingnya berpintu. Raja membuka sebuah
rumah dan membuka kuncinya, lalu mengeluarkan (dari dalamnya) selembar kain
sutera hitam. Ketika kami membeberkan kain sutera itu, tiba-tiba padanya
terdapat gambar merah, dan pada gambar yang merah itu terdapat gambar seorang
lelaki yang bermata besar lagi berpantai besar, saya belum pernah melihat leher
sepanjang yang dimilikinya. Ternyata lelaki itu tidak berjanggut, dan ternyata
pada rambutnya terdapat dua kepangan rambut yang paling indah di antara semua
makhluk Allah. Lalu raja berkata, 'Tahukah kalian gambar siapakah ini?' Kami
menjawab, 'Tidak.' Ia berkata, 'Ini adalah gambar Adam a.s.' Ternyata Nabi Adam
a.s. adalah orang yang sangat lebat rambutnya. Kemudian raja membuka rumah yang
lain, lalu mengeluarkan kain sutera berwarna hitam darinya. Tiba-tiba di
dalamnya terdapat gambar orang yang berkulit putih, memiliki rambut yang
keriting, kedua matanya merah, berkepala besar, dan sangat bagus janggutnya.
Lalu raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab,
'Tidak.' Raja berkata, 'Dia adalah Nuh a.s.' Kemudian ia membuka pintu yang
lain dan mengeluarkan kain sutera hitam lainnya, tiba-tiba di dalamnya terdapat
gambar seorang kelaki yang sangat putih, kedua matanya sangat indah, keningnya
lebar, dan pipinya panjang (lonjong), sedangkan janggutnya berwarna pulih,
seakan-akan gambar lelaki itu tersenyum. Lalu raja bertanya, 'Tahukan kalian,
siapakah orang ini?7 Kami menjawab, 'Tidak.' Ia berkata, 'Orang ini
adalah Ibrahim a.s.' Lalu raja membuka pintu yang lain (dan mengeluarkan kain
sutera hitam) tiba-tiba padanya terdapat gambar orang yang putih, dan
tiba-tiba—demi Allah—dia adalah Rasulullah Saw. sendiri." Raja bertanya,
'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab. ‘Ya. orang ini adalah Muhammad,
utusan Allah Swt.’ Kami menangis, dan raja bangkit berdiri sejenak, kemudian
duduk lagi, lalu bertanya, 'Demi Allah, benarkah gambar ini adalah dia (Nabi
Saw.)?' Kami menjawab, 'Ya, sesungguhnya gambar ini adalah gambar dia,
seakan-akan engkau sedang memandang kepadanya.' Raja memegang kain sutera itu
sesaat seraya memandangnya, lalu berkata, 'Ingatlah, sesungguhnya rumah ini
adalah rumah yang terakhir, tetapi sengaja saya segerakan buat kalian untuk
melihat apa yang ada pada kalian.' Kemudian raja membuka pintu yang lain dan
mengeluarkan kain sutera hitam darinya, tiba-tiba padanya terdapat gambar
seseorang yang hitam manis, dia adalah seorang lelaki yang berambut keriting
dengan mata yang agak cekung, tetapi pandangannya tajam, wajahnya murung,
giginya bertumpang tindih, bibirnya dicibirkan seakan-akan sedang dalam keadaan
marah. Raja bertanya “Tahukah kalian siapakah orang ini?'Kami menjawab, 'Tidak
tahu.' Raja berkata 'Dia adalah Musa a.s.' Sedangkan di sebelahnya terdapat
gambar seseorang yang mirip dengannya, hanya rambutnya berminyak, dahinya
lebar, dan kedua matanya kelihatan agak juling. Raja itu bertanya, 'Tahukah
kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata, 'Orang
ini adalah Harun ibnu Imran a.s.' Lalu raja membuka pintu yang lain dan
mengeluarkan kain sutera putih dari dalamnya. Ternyata di dalamnya terdapat
gambar seorang lelaki hitam manis, tingginya pertengahan, dadanya bidang, dan
seakan-akan sedang marah. Lalu si raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang
ini?* Kami menjawab, 'Tidak.' Dia menjawab bahwa orang tersebut adalah Lut a.s.
Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera berwarna
putih, tiba-tiba padanya terdapat gambar seorang lelaki yang kulitnya putih
kemerah-merahan dengan pinggang yang kecil dan memiliki wajah yang tampan. Lalu
si raja bertanya, 'Tahukah kaitan siapakah orang ini?* Kami menjawab, 'Tidak.'
Raja berkata, 'Dia adalah Ishaq a.s. Kemudian raja membuka pintu yang lain dan
mengeluarkan kain sutera putih darinya, dan ternyata di dalamnya terdapat
gambar seseorang yang mirip dengan Ishaq, hanya saja pada bibirnya terdapat
tahi lalat. Raja bertanya, 'Tahukah kalian, siapakah orang ini?' Kami menjawab,
'Tidak tahu.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Ya'qub a.s.' Lalu raja membuka
pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera yang berwarna hitam, di
dalamnya terdapat gambar seorang lelaki berkulit putih, berwajah tampan,
berhidung mancung dengan tinggi yang cukup baik, pada wajahnya terpancarkan nur
(cahaya), dan terbaca dari wajahnya pertanda khusyuk dengan kulit yang
putih kemerah-merahan. Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami
menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata.”Orang ini adalah kakek nabi kalian, yaitu
Nabi Ismail a.s." Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan
darinya kain sutera putih, dan ternyata di dalamnya terdapat gambar seorang
lelaki yang mirip dengan Nabi Adam, hanya wajahnya bercahaya seperti mentari.
Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, Tidak tahu. Raja
berkata ‘Orang ini adalah Yusuf AS. Kemudian raja membuka pintu yang lain dan
mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar
seorang lelaki yang berkulit merah, kedua betisnya kecil, dan matanya rabun,
sedang-kan perutnya besar dan tingginya sedang, seraya menyandang pedang. Raja
bertanya, 'Tahukan kalian siapakah orang ini?* Kami menjawab, 'Tidak.' Raja
berkata, 'Orang ini adalah Daud a.s.' lalu raja membuka pintu yang lain dan
mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar
seorang lelaki yang berpantat besar, kedua kakinya agak panjang seraya
mengendarai kuda. Lalu raja bertanya, 'Tahukah kalian, siapakah orang ini?'
Kami menjawab, 'Tidak.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Sulaiman ibnu Daud
a.s.' Kemudian raja membuka pintu yang lain, lalu mengeluarkan kain sutera
hitam darinya, pada kain sutera itu terdapat gambar orang yang berpakatan
putih, dan ternyata dia adalah seorang pemuda yang janggutnya berwarna hitam
pekat, berambut lebat, kedua matanya indah, dan wajahnya tampan. Raja bertanya,
'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab. 'Tidak.' Raja berkata,
'Orang ini adalah Isa ibnu Maryam a.s.' Kami bertanya, 'Dari manakah kamu
mendapatkan gambar-gambar ini? Karena kami mengetahui bahwa gambar-gambar
tersebut sesuai dengan gambar nabi-nabi yang dimaksud, mengingat kami melihat
gambar nabi kami persis seperti yang tertera padanya.' Raja menjawab,
'Sesungguhnya Adam a.s. pernah memohon kepada Tuhannya agar Dia memperlihatkan
kepadanya para nabi dari keturunannya, maka Allah menurunkan kepadanya
gambar-gambar mereka. Gambar-gambar tersebut berada di dalam perbendaharaan
Nabi Adam a.s. yang terletak di tempat tenggelamnya matahari. Kemudian
dikeluarkan oleh Zul Qarnain dari tempat penyimpanannya di tempat tenggelamnya
matahari, lalu Zul Qarnain menyerahkannya kepada Nabi Danial.' Kemudian raja
berkata, 'Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya pribadiku suka bila keluar dari
kerajaanku, dan sesungguhnya aku nanti akan menjadi orang yang memiliki kerajaan
yang paling kecil di antara kalian hingga aku mati.' Lalu raja memberikan
hadiah, Dan ternyata hadiah yang diberikannya sangat baik, lalu dia melepas
kami pulang. Ketika kami sampai pada Khalifah Abu Bakar As-Siddiq r.a.. kami
ceritakan kepadanya semua yang telah kami lihat, demikian pula perkataan raja
serta hadiah yang diberikannya kepada kami. Maka Abu Bakar menangis dan
berkata, 'Kasihan dia. Seandainya Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya
dia melakukannya (masuk Islam).' Kemudian Abu Bakar As-Siddiq berkata, 'Telah
menceritakan kepada kami Rasulullah Saw., bahwa mereka (orang-orang Nasrani)
dan orang-orang Yahudi menjumpai sifat Nabi Muhammad Saw. pada kitab yang ada
pada mereka'."
Hal
yang sama telah diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi dalam kitab Dalailun
Nubuwwah, dari Al-Hakim secara ijazah, lalu ia menuturkan kisah
tersebut, sanad dari kisah ini tidak ada celanya.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَر، حَدَّثَنَا فُلَيْح،
عَنْ هِلَالِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، قَالَ: لَقِيتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عَمْرِو فَقُلْتُ: أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي التَّوْرَاةِ. قَالَ: أَجَلْ وَاللَّهِ، إِنَّهُ
لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ كَصِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ: "يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَحِرْزًا
لِلْأُمِّيِّينَ، أَنْتَ عَبْدِي وَرَسُولِي، سَمَّيْتُكَ الْمُتَوَكِّلَ، لَيْسَ
بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ، وَلَا صخَّاب فِي الْأَسْوَاقِ، وَلَا يَجْزِي
بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ، وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ، وَلَنْ يَقْبِضَهُ
اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ، بِأَنْ يَقُولُوا: لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَفْتَحَ بِهِ قُلُوبًا غُلفا، وَآذَانًا صُمًّا،
وَأَعْيُنًا عُمْيًا" قَالَ عَطَاءٌ: ثُمَّ لَقِيتُ كَعْبًا فَسَأَلْتُهُ
عَنْ ذَلِكَ، فَمَا اخْتَلَفَ حَرْفًا، إِلَّا أَنَّ كَعْبًا قَالَ بِلُغَتِهِ،
قَالَ: "قُلُوبًا غُلوفيًا وَآذَانًا صُمُومِيًا وَأَعْيُنًا
عُمُومِيًا".
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Falih,
dari Hilal ibnu Ali, dari Ata ibnu Yasar yang menceritakan bahwa ia pernah
bersua dengan Abdullah ibnu Amr, lalu ia bertanya kepadanya, "Ceritakanlah
kepadaku tentang sifat Rasulullah Saw. di dalam kitab Taurat." Abdullah
ibnu Amr menjawab, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya sifat beliau
tertera di dalam kitab Taurat," sebagaimana yang didapat di dalam
Al-Qur’an: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan, serta menjadi benteng bagi orang-orang
yang ummi. Engkau adalah hamba dan Rasul-Ku, namamu muiawakkil (orang yang
berserah diri), tidak bersikap keras, dan tidak berhati kasar. Allah tidak
akan mewafatkannya sebelum meluruskan agama yang bengkok dengan melaluinya.
sehingga mereka mengucapkan kalimat, "Tidak ada Tuhan selain Allah",
dan membuka hati-hati yang tertutup, telinga-telinga yang tuli serta mata-mata
yang buta dengan melaluinya. Selanjutnya Ata mengatakan bahwa kemudian ia
menjumpai Ka'b dan menanyakan hal itu kepadanya, ternyata ia pun mengatakan hal
yang sama tanpa ada perbedaan satu huruf pun, hanya Ka'b mengungkapkannya
menurut dialeknya, yakni dia mengatakan gulufiyan, sumumiyan, dan 'umumiyan.
Imam
Bukhari telah meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya, dari Muhammad
ibnu Sinan, dari Falih, dari Hilal ibnu Ali, lalu ia menyebutkan hadis berikut
dengan sanadnya dengan lafaz yang semisal, tetapi dalam riwayatnya ditambahkan
sesudah 'tidak bersikap keras dan tidak berhati kasar", yaitu kalimat
berikut: 'tidak membuat keributan di pasar-pasar dan tidak pernah membalas
keburukan dengan keburukan lagi, tetapi penyantun dan pemaaf.
Imam
Bukhari pun menuturkan hadis Abdullah ibnu Amr, lalu mengatakan, "Menurut
peristilahan kebanyakan ulama Salaf, pengertian kitab Taurat ditujukan kepada
semua kitab orang-orang Ahli Kitab."
Hal-hal
yang serupa dengan ini telah disebutkan pada sebagian hadis.
Al-Hafiz
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Idris ibnu Warraq ibnul
Humaidi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar ibnu Ibrahim (salah
seorang putra Jubair ibnu Mut'im) yang mengatakan bahwa telah menceritakan
kepadaku Ummu Usman, putri Sa:id (yaitu nenekku), dari ayahnya
(Sa'id ibnu Muhammad ibnu Jubair), dari ayahnya (Muhammad ibnu Jubair ibnu
Mut'im) yang menceritakan, "Pada suatu hari ia berangkat menuju negeri
Syam untuk berniaga. Ketika sampai di dataran rendah negeri Syam, saya ditemui
oleh seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab. Lelaki Ahli Kitab itu berkata,
'Apakah di kalangan kalian terdapat seorang lelaki yang menjadi nabi?' Saya
menjawab,'Ya.’ Ia bertanya, 'Apakah engkau mengenalnya jika aku perlihatkan
gambarnya kepadamu?' Saya menjawab, 'Ya’, Lalu ia memasukkanku ke dalam sebuah
rumah yang di dalamnya banyak terdapat gambar, tetapi saya tidak melihat gambar
Nabi Saw. Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba masuklah seorang
lelaki, lalu bertanya, 'Sedang apakah kalian?' Maka kami ceritakan kepadanya
perihal urusan kami. Lalu lelaki yang baru datang ini mengajak kami ke
rumahnya. Ketika saya memasuki rumahnya, saya melihat gambar Nabi Saw., dan
ternyata dalam gambar itu terdapat gambar seorang lelaki yang sedang memegang
tumit Nabi Saw. Saya bertanya, 'Siapakah lelaki yang sedang memegang tumitnya?'
Ia menjawab, 'Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan sesudahnya ada
nabi yang lain. Kecuali nabi ini, karena sesungguhnya tidak ada nabi lagi
sesudahnya, dan lelaki yang memegang tumitnya ini adalah khalifah sesudahnya.'
Dan ternyata gambar lelaki itu sama dengan Abu Bakar r.a."
Abu
Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs Abu Amr
Ad-Darir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, bahwa Sa'id ibnu
Iyas Al-Jariri telah menceritakan kepada mereka, dari Abdullah ibnu Syaqiq
Al-Uqaili, dari Al-Aqra' —muazzin Umar ibnul Khattab r.a.— yang menceritakan,
"Khalifah Umar menyuruhku untuk memanggil seorang uskup. Lalu Umar
bertanya kepadanya, 'Apakah kamu menjumpai diriku dalam kitabmu?' Uskup itu
menjawab, 'Ya’, Umar bertanya, 'Bagaimanakah engkau menjumpai diriku?' Uskup
menjawab, 'Saya menjumpai dirimu bagaikan tanduk.' Maka Umar mengangkat
cambuknya seraya bertanya, 'Tanduk apakah yang kamu maksudkan?' Uskup menjawab,
'Tanduk besi, amir yang keras.' Umar bertanya, 'Bagaimanakah kamu jumpai orang
yang sesudahku?'Uskup menjawab, 'Saya menjumpainya sebagai khalifah yang saleh,
hanya dia lebih mementingkan kaum kerabatnya (untuk menduduki jabatan
pembantu-pembantu khalifah).' Umar berkata, 'Semoga Allah merahmati Usman,*
sebanyak tiga kali. Umar bertanya,'Bagaimanakah engkau jumpai orang yang
sesudahnya?' Uskup menjawab. 'Saya jumpai dia besi karatan’, Maka Umar
meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berkata, 'Aduhai celakanya, aduhai
celakanya' Uskup berkata, 'Hai Amirul Mu’minm, sesungguhnya dia adalah
khalifah yang saleh, hanya saja dia diangkat menjadi khalifah dalam situasi
yang kacau di mana pedang terhunus dan darah teralirkan'."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ
عَنِ الْمُنْكَرِ}
yang
menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan
yang mungkar. (Al-A'raf: 157)
Demikianlah
sifat Rasulullah Saw. yang termaktub di dalam kitab-kitab terdahulu. Demikian
pula keadaan Nabi Saw. pada kenyataannya, beliau tidak memerintahkan kecuali
kepada kebaikan, dan tidak melarang kecuali terhadap perbuatan jahat, seperti
apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud, "Apabila engkau mendengar
firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا}
Hai
orang-orang yang beriman.
Maka
bukalah lebar-lebar telingamu, karena sesungguhnya hal itu merupakan kebaikan
yang diperintahkan atau kejahatan yang dilarang. Dan hal yang paling penting
dan paling besar daripada itu ialah apa yang disampaikan oleh Nabi Saw. dari
Allah, berupa perintah menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan
larangan menyembah selain-Nya. Perihalnya sama dengan risalah yang disampaikan
oleh nabi-nabi lain sebelumnya." seperti apa yang disebutkan oleh firman
Allah Swt.:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Tagut." (An-Nahl:36)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ -هُوَ
الْعَقَدِيُّ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو -حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ -هُوَ ابْنُ
بِلَالٍ -عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ
بْنِ سَعِيدٍ، عن أبي حميد وأبي أسيد، رضي اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا
سَمِعْتُمُ الْحَدِيثَ عَنِّي تَعْرِفُهُ قُلُوبُكُمْ، وَتَلِينُ لَهُ
أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ، وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ قَرِيبٌ، فَأَنَا
أَوْلَاكُمْ بِهِ. وَإِذَا سَمِعْتُمُ الْحَدِيثَ عَنِّي تُنْكِرُهُ قُلُوبُكُمْ،
وَتَنْفُرُ مِنْهُ أَشْعَارُكُمْ وَأَبْشَارُكُمْ، وَتَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْكُمْ
بَعِيدٌ، فَأَنَا أَبْعَدُكُمْ مِنْهُ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir (yaitu Al-Aqdi alias
Abdul Malik ibnu Amr); telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari
Rabi'ah ibnu Abu Abdur Rahman, dari Abdul Malik ibnu Sa'id, dari Abu Humaid dan
Abu Usaid r.a., bahwa Rasulullah Saw pemah bersabda: Apabila
kalian mendengar suatu hadis dariku yang kalian ketahui melalui hati kalian dan
membuat perasaan serta kulit kalian menjadi lembut karenanya, serta kalian
memandang bahwa hal itu dekat dengan kalian, maka (ketahuilah bahwa) aku adalah orang yang lebih utama
daripada kalian terhadapnya. Dan apabila kalian mendengar suatu hadis dariku
yang kalian ingkari oleh hati kalian dan perasaan serta kulit kalian merasa
jijik terhadapnya, dan kalian memandang bahwa hal itu jauh dari kalian, maka (ketahuilah
bahwa) aku adalah orang yang paling jauh terhadapnya daripada kalian.
Imam
Ahmad meriwayatkannya dengan sanad yang jayyid (baik), tetapi tidak ada
seorang pun dari pemilik kitab-kitab hadis yang mengetengahkannya.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi,
dari Ali r.a. yang mengatakan, "Apabila kalian mendengar dari Rasulullah
Saw. suatu hadis, maka yakinilah oleh kalian bahwa diri Rasulullah Saw. adalah
orang yang paling mendapat petunjuk tentangnya, beliaulah yang paling dahulu
mengamalkannya dan yang paling bertakwa."
Kemudian
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Yahya, dari Ibnu Sa'id, dari Mis'ar, dari
Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali r.a. yang
mengatakan, "Apabila kalian mendengar suatu hadis dari Rasulullah Saw.,
maka yakinilah bahwa beliaulah orang yang paling mendapat petunjuk, paling
dahulu mengamalkannya dan paling bertakwa."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ
عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ}
dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk. (Al-A'raf: 157}
Maksudnya,
Nabi Saw. menghalalkan bagi mereka apa yang dahulunya mereka haramkan atas diri
mereka sendiri —seperti bahirah, saibah, wasilah, ham, dan lain-lainnya
yang sejenis— yang dahulu mereka ada-adakan untuk mempersempit diri mereka
sendiri. dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Al-A'raf: 157)
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan
'segala yang buruk' ialah seperti daging babi, riba, dan semua barang haram
yang dahulunya mereka halalkan, yaitu makanan-makanan yang diharamkan oleh
Allah Swt.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa semua jenis makanan yang dihalalkan oleh Allah adalah
baik lagi bermanfaat bagi tubuh dan agama, dan semua yang diharamkan oleh-Nya
adalah buruk lagi membahayakan tubuh dan agama. Ayat ini dijadikan pegangan
oleh orang-orang yang berpendapat bahwa nilai baik dan buruk itu berdasarkan
rasio. Tetapi pendapat ini dibantah, pembahasannya tidak termuatkan dalam kitab
ini. Ayat ini pun dijadikan hujah oleh ulama yang berpendapat bahwa hal yang
dijadikan rujukan dalam menghalalkan makanan-makanan yang penghalalan dan
pengharamannya tidak disebutkan oleh suatu nas pun ialah apa yang dianggap baik
oleh orang-orang Arab dalam menghalalkannya, dan dalam mengharamkannya pun
merujuk kepada penilaian mereka. Pembahasan mengenainya cukup panjang.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ
الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ}
dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. (Al-A'raf: 157)
Artinya,
Nabi Saw. datang dengan membawa kemudahan dan toleransi, seperti yang
disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari
Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
بُعِثْتُ
بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ"
Saya
diutus dengan membawa agama yang hanif lagi penuh toleransi.
Nabi
Saw. pernah bersabda pula dalam pesannya kepada dua orang amirnya —yaitu Mu'az
dan Abu Musa Al-Asy'ari— ketika beliau Saw. mengutus mereka ke negeri Yaman,
yaitu:
"بَشِّرَا وَلَا
تُنَفِّرَا، وَيَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا"
Sampaikanlah
berita gembira oleh kalian berdua, janganlah kalian membuat hati (mereka) antipati; dan bersikap mudahlah kalian berdua,
janganlah mempersulit; dan saling bantulah kalian, janganlah berselisih.
Abu
Barzah Al-Aslami —salah seorang sahabat— pernah mengatakan bahwa ia telah
menemani Rasulullah Saw. dan menyaksikan kemudahannya. Di masa lalu pada
umat-umat terdahulu syariat-syariat yang ditetapkan atas mereka mempersempit
diri mereka, kemudian Allah memberikan keluasan kepada umat ini dalam semua
urusannya dan mempermudahnya bagi mereka. Karena itulah Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَقُلْ أَوْ
تَعْمَلْ"
Sesungguhnya
Allah telah memaafkan dari umatku hal-hal yang dibisikkan oleh hatinya, selagi
ia tidak mengucapkannya atau mengerjakannya.
Dalam
hadis lain disebutkan:
"رُفِعَ عَنْ
أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ"
Telah
dimaafkan dari umatku kekeliruan, kelupaan, dan hal-hal yang dipaksakan kepada
mereka.
Karena
itulah Allah Swt. memberikan petunjuk kepada umat ini agar dalam doanya mereka
senantiasa mengucapkan seperti apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا
أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا
بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانْصُرْنَا
عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah
kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah:
286}
Di
dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan pula bahwa Allah Swt.
berfirman setelah permohonan tersebut dipanjatkan kepada-Nya, "Aku
lakukan, Aku lakukan."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ
وَنَصَرُوهُ}
Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya. (Al-A'raf: 157)
Yaitu
beriman kepadanya, mengagungkannya, dan menghormatinya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزلَ
مَعَهُ}
dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-A'raf:
157)
Artinya
Al-Qur'an dan wahyu yang disampaikan kepadanya untuk ia sampaikan kepada umat
manusia.
{أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
mereka
itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A'raf:
157)
Yakni
beruntung di dunia dan akhiratnya.
Al-A'raf,
ayat 158
{قُلْ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158) }
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepada kalian semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak
ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian
kepada Allah dan Rasulnya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya), dan
ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk.
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
{قُلْ}
Katakanlah.
(Al-A'raf: 158)
hai
Muhammad
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ}
Hai
manusia. (Al-A'raf: 158}
Khitab
atau pembicaraan ini
ditujukan kepada seluruh umat manusia, baik yang berkulit merah maupun yang
berkulit hitam, baik orang Arab maupun orang 'Ajam (selain Arab).
{إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ
جَمِيعًا}
sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepada kalian semua. (Al-A'raf:
158)
Yaitu
kepada seluruh umat manusia. Hal ini merupakan kemuliaan dan keutamaan yang
dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw., yaitu beliau adalah penutup para nabi dan
diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, seperti yang disebutkan di dalam
firman lainnya:
{قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
Katakanlah,
"Allah.” Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. Dan Al-Qur’an ini
diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan
kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).
(Al-An'am: 19)
{وَمَنْ
يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan
barang siapa di antara mereka (orang-orang
Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah
tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)
{وَقُلْ
لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالأمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا
فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ}
Dan
katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang
yang ummi. Apakah kalian (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam,
sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, maka
kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat
Allah). (Ali Imran: 20)
Ayat-ayat
lainnya mengenai hal ini cukup banyak, sama banyaknya dengan hadis-hadis yang
membahas masalah ini, sehingga sulit dihitung. Hal ini merupakan perkara agama
yang harus diketahui secara daruri, yaitu bahwa Nabi Saw. diutus untuk
seluruh umat manusia.
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ وَمُوسَى بْنُ هَارُونَ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهُ بن العلاء بن زَبْر حدثني بسر ابن عُبَيْدِ اللَّهِ،
حَدَّثَنِي أَبُو إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: كَانَتْ بَيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، مُحَاوَرَةٌ، فَأَغْضَبَ أَبُو بَكْرٍ عُمَرَ، فَانْصَرَفَ
عُمَرُ عَنْهُ مُغْضَبًا، فَأَتْبَعَهُ أَبُو بَكْرٍ يَسْأَلُهُ أَنْ يَسْتَغْفِرَ
لَهُ، فَلَمْ يَفْعَلْ حَتَّى أَغْلَقَ بَابَهُ فِي وَجْهِهِ، فَأَقْبَلَ أَبُو
بَكْرٍ إِلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم -فقال أَبُو الدَّرْدَاءِ: وَنَحْنُ
عِنْدُهُ -فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"أَمَّا صَاحِبُكُمْ هَذَا فقد غامر" -أي: غَاضَبَ وَحَاقَدَ
-قَالَ: وَنَدِمَ عُمَرُ عَلَى مَا كَانَ مِنْهُ، فَأَقْبَلَ حَتَّى سَلَّمَ
وَجَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَصَّ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْخَبَرَ -قَالَ أَبُو
الدَّرْدَاءِ: وَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَجَعَلَ أَبُو بَكْرٍ يَقُولُ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنَا كُنْتُ
أَظْلَمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ
أَنْتُمْ تَارِكُوا لِي صَاحِبِي؟ إِنِّي قُلْتُ: يَأَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا، فَقُلْتُمْ: كَذَبْتَ وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ:
صَدَقْتَ".
telah
menceritakan kepada kami Abdullah dan Sulaiman ibnu Abdur Rahman dan Musa ibnu
Harun; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu
Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, telah
menceritakan kepadaku Bisr ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Abu Idris
Ai-Khaulani yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Abu Darda r.a.
mengatakan bahwa pernah terjadi dialog antara Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
membuat Umar marah, maka Umar pergi meninggalkannya dalam keadaan emosi. Lalu
Abu Bakar mengikutinya seraya meminta kepada Umar agar mau memohonkan ampunan
buatnya, tetapi Umar tidak melakukannya dan langsung menutup pintu rumahnya di
hadapan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar menghadap Rasulullah Saw. Abu Darda
melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu dirinya ada bersama Rasulullah Saw. Maka
Rasulullah Saw. bersabda, 'Ingatlah, teman kalian ini sedang dalam keadaan
emosi,' yakni iri dan marah. Akhirnya Umar menyesali perbuatannya terhadap
Abu Bakar. Lalu ia datang menghadap dan mengucapkan salam serta duduk di
sebelah Nabi Saw., kemudian menceritakan duduk perkaranya kepada Rasulullah
Saw. Abu Darda melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. marah,
dan Abu Bakar berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah, dalam hal ini sayalah
yang aniaya.' Maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Apakah kalian meninggalkan
temanku karena aku? Sesungguhnya aku telah mengatakan, 'Hai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua,' lalu kalian
menjawab, 'Engkau dusta,' sedangkan Abu Bakar mengatakan, 'Engkau benar'."
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
وَقَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مِقْسَمٍ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي
-وَلَا أَقُولُهُ فَخْرًا: بُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً: الْأَحْمَرِ
وَالْأَسْوَدِ، وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَأُحِلَّتْ لِيَ
الْغَنَائِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ
مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ فَأَخَّرْتُهَا لِأُمَّتِي،
فَهِيَ لِمَنْ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim, telah menceritakan kepada
kami Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku dianugerahi lima perkara yang belum
pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku, aku katakan hal ini bukan
membanggakan diri. Aku diutus untuk semua umat manusia, baik yang berkulit
merah maupun yang berkulit hitam; aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang
mencekam hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan; dan dihalalkan semua
ganimah bagiku, padahal ganimah tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku;
dan bumi ini dijadikan bagiku sebagai masjid dan sarana bersuci; dan aku diberi
izin memberikan syafaat, maka sengaja saya tangguhkan buat umatku di hari
kiamat nanti. Syafaatku akan diperoleh oleh orang yang tidak mempersekutukan
Allah dengan sesuatu pun.
Sanad
hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ
مُضَرَ، عن أبي الهاد، عن عمرو ابن شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ غَزْوَةِ تَبُوكَ، قَامَ
مِنَ اللَّيْلِ يُصَلِّي، فَاجْتَمَعَ وَرَاءَهُ رِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِهِ
يَحْرُسُونَهُ، حَتَّى إِذَا صَلَّى انْصَرَفَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ لَهُمْ:
"لَقَدْ أُعْطِيتُ اللَّيْلَةَ خَمْسًا مَا أُعْطِيَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي،
أَمَّا أَنَا فَأُرْسِلْتُ إِلَى النَّاسِ كُلِّهِمْ عَامَّةً وَكَانَ مَنْ
قَبْلِي إِنَّمَا يُرْسَلُ إِلَى قَوْمِهِ، وَنُصِرْتُ عَلَى الْعَدُوِّ
بِالرُّعْبِ، وَلَوْ كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ مَسِيرَةَ شَهْرٍ لَمُلِئَ مِنِّي
رُعْبًا، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ آكُلُهَا وَكَانَ مَنْ قَبْلِي يُعَظِّمُونَ
أَكْلَهَا، كَانُوا يَحْرِقُونَهَا، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسَاجِدَ
وَطَهُورًا، أَيْنَمَا أَدْرَكَتْنِي الصَّلَاةُ تَمَسَّحْتُ وَصَلَّيْتُ، وَكَانَ
مِنْ قَبْلِي يُعَظِّمُونَ ذَلِكَ، إِنَّمَا كَانُوا يُصَلُّونَ فِي بِيَعِهِمْ
وَكَنَائِسِهِمْ، وَالْخَامِسَةُ هِيَ مَا هِيَ، قِيلَ لِي: سَلْ؛ فَإِنَّ كُلَّ
نَبِيٍّ قَدْ سَأَلَ. فَأَخَّرْتُ مَسْأَلَتِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَهِيَ
لَكُمْ وَلِمَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ"
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami qutaibah ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Mudar, dari Abul Had, dari Amr ibnu
Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa di suatu malam pada tahun Perang
Tabuk Rasulullah Saw. bangkit mengerjakan salat sunatnya. Lalu berkumpullah di
belakangnya sejumlah lelaki dari kalangan sahabat-sahabatnya mengawalnya.
Setelah Rasulullah Saw. menyelesaikan salatnya, beliau menemui mereka dan
bersabda kepada mereka: Sesungguhnya telah diberikan kepadaku malam ini lima
perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Ingatlah, aku
diutus kepada seluruh umat manusia secara umum, sedangkan sebelumku hanya
diutus untuk kaumnya saja; aku diberi pertolongan dalam menghadapi musuh
melalui rasa gentar (yang mencekam hati mereka), sekalipun jarak antara
aku dan mereka sejauh perjalanan satu bulan, mereka tetap dicekam oleh rasa
gentar terhadapku. Dan dihalalkan bagiku memakan semua ganimah, sedangkan
sebelumku, mereka merasa berdosa besar memakannya, mereka hanya membakarnya.
Dan bumi ini dijadikan bagiku sebagai masjid dan sarana bersuci, di manapun
waktu salat menemuiku aku dapat bertayamum dan salat; padahal sebelumku, mereka
merasa berdosa besar melakukan hal itu. Sesungguhnya orang-orang sebelumku
hanyalah salat di dalam biara-biara dan gereja-gereja mereka dan yang
kelima ialah tiada lain dikatakan kepadaku, "Mintalah! "
Sesungguhnya setiap nabi telah meminta (kepada Allah), sedangkan aku
sengaja menangguhkan permintaanku sampai hari kiamat nanti. Hal itu untuk
kalian dan untuk semua orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Sanad
hadis ini jayyid lagi kuat, tetapi mereka (para ahli hadis) tidak
mengetengahkannya.
قَالَ أَيْضًا:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "مَنْ
سَمِعَ بِي مِنْ أُمَّتِي أَوْ يَهُودِيٌّ أَوْ نَصْرَانِيٌّ، فَلَمْ يُؤْمِنْ
بِي، لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ"
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barangsiapa
yang pernah mendengar tentang diriku dari kalangan umatku, baik dia seorang
Yahudi ataupun seorang Nasrani, lalu ia tidak beriman kepadaku, niscaya dia
tidak dapat masuk surga.
Hadis
ini di dalam kitab Sahih Muslim diriwayatkan melalui jalur lain, dari
Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي رَجُلٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ: يَهُودِيٌّ وَلَا
نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ لَا يؤمن بي إلا دخل النار"
Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya. tiada seorang lelaki
pun dari kalangan umat ini yang mendengar perihal diriku, baik seorang Yahudi
ataupun seorang Nasrani. kemudian ia tidak beriman kepadaku, melainkan masuk
neraka.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو يُونُسَ
-وَهُوَ سُلَيْمُ بْنُ جُبَيْرٍ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ: يَهُودِيٌّ أَوْ
نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَا يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا
كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritan kepada
Kami Ibnul Lahi’ah telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu Salim ibnu
Jubair), dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, tiada seorang pun
dari kalangan umat ini yang mendengar tentang diriku, baik dia seorang Yahudi
ataupun seorang Nasrani, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada
apa yang disampaikan olehku, melainkan ia termasuk penghuni neraka.
Hadis
diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ
أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي بُرْدَة، عَنْ أَبِي مُوسَى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْطِيتُ
خَمْسًا: بُعِثْتُ إِلَى الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ، وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ
مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِمَنْ كَانَ
قَبْلِي، وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ شَهْرًا وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ -وَلَيْسَ مِنْ
نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ سَأَلَ الشَّفَاعَةَ، وَإِنِّي قَدِ اخْتَبَأْتُ
شَفَاعَتِي، ثُمَّ جَعَلْتُهَا لِمَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَمْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ شَيْئًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq; dari Abu Burdah, dari Abu Musa
r .a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku dianugerahi
lima perkara; Aku diutus kepada orang yang berkulit merah dan berkulit hitam (seluruh
umat manusia), bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan sarana bersuci;
dihalalkan bagiku semua ganimah, padahal ganimah tidak dihalalkan bagi
orang-orang sebelumku; dan aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang
mencekam hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan; dan aku diberi izin
memberi syafaat, padahal tidak ada seorang nabi pun melainkan memohon syafaat;
dan sesungguhnya aku simpan syafaatku, kemudian aku akan memberikannya kepada
setiap orang dari umatku yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun.
Hadis
ini pun sanadnya sahih, tetapi menurut kami tidak ada seorang pun dari
mereka (ahli hadis) yang mengetengahkannya.
Hadis
yang semisal terdapat dalam hadis lain melalui Ibnu Umar yang diriwayatkan
dengan sanad yang jayyid pula. Hadis ini memang ada di dalam kitab Sahihain
melalui hadis Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"أُعْطِيتُ خَمْسًا
لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ
مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا
رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ
الْغَنَائِمُ، وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قبلي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ
النَّبِيُّ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ،
وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً"
Aku
dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada nabi-nabi
sebelumku. Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan,
bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan sarana bersuci, maka siapa pun
orangnya dari kalangan umatku menemui waktu salat, hendaklah ia salat (di
tempat itu), dihalalkan bagiku semua ganimah yang tidak pernah dihalalkan
kepada seorang pun sebelumku, dan aku diberi izin untuk memberi syafaat; dan
adalah seorang nabi itu diutus hanya untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus
untuk seluruh uawt manusia.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ}
Yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang
menghidupkan dan Yang mematikan. (Al-A'raf:
158)
Semuanya
itu adalah sifat Allah yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. melalui sabdanya.
Dengan kata lain, aku diutus oleh Tuhan Yang menciptakan segala sesuatu, Yang
memiliki semuanya, Yang di tangan kekuasaan-Nya semua kerajaan, demikian pula
menghidupkan dan mematikan, dan hanya Dialah yang berhak memberi keputusan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ
الأمِّيِّ}
maka
berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi. (Al-A'raf: 158)
Nabi
Saw. memberitahukan kepada mereka bahwadirinya adalah utusan Allah kepada
mereka, kemudian memerintahkan mereka agar mengikutinya dan beriman kepadanya.
{النَّبِيِّ الأمِّيِّ}
Nabi
yang ummi. (Al-A'raf: 158)
Yaitu
nabi yang telah dijanjikan dan telah diberitakan kepada kalian melalui
kitab-kitab terdahulu sebagai berita gembira akan kedatangannya, karena
sesungguhnya sifat-sifatnya disebutkan di dalam kitab-kitab mereka (kaum Ahli
Kitab). Karena itulah ia disebut nabi yang ummi.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ}
yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya. (Al-A'raf: 158)
Yakni
yang ucapan dan amal perbuatannya bersesuaian, dan dia beriman kepada apa yang
diturunkan kepadanya dari Tuhan-Nya.
{وَاتَّبِعُوهُ}
dan
ikutilah dia. (Al-A'raf: 158)
Maksudnya,
tempuhlah jalannya dan titilah jejaknya.
{لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ}
supaya
kalian mendapat petunjuk (Al-A'raf:
158)
Yaitu
mendapat petunjuk ke jalan yang lurus.
Al-A'raf,
ayat 159
{وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى
أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (159) }
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi
petunjuk (kepada manusia) dengan
hak, dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf:
159)
Allah
Swt. menceritakan tentang kaum Bani Israil, bahwa di antara mereka terdapat
segolongan orang yang mengikuti kebenaran dan berpegang teguh kepadanya,
seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya:
{مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ
يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ}
Di
antara Ahli Kitab ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat
Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedangkan mereka juga bersujud (sembahyang). (Ali Imran: 113)
{وَإِنَّ
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ وَمَا
أُنزلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا
قَلِيلا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ
الْحِسَابِ}
Dan
sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan yang diturunkan kepada mereka,
sedangkan mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat
Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya
Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (Ali Imran: 199)
{الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ * وَإِذَا يُتْلَى
عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا
مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ * أُولَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا
صَبَرُوا}
Orang-orang
yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka
beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan
apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata,
"Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran
dari Tuhan kami. Sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang
membenarkan(nya)" Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran
mereka (Al-Qashash: 52-54)
{الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ
بِهِ} الْآيَةَ
Orang-orang
yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya mereka membacanya dengan bacaanyang
sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. (Al-Baqarah:
121), hingga akhir ayat.
{إِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ
لِلأذْقَانِ سُجَّدًا* وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ
رَبِّنَا لَمَفْعُولا * وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ
خُشُوعًا}
Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
dan mereka berkata, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami
pasti dipenuhi." Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis
dan mereka bertambah khusyuk (Al-Isra:
107-109)
Ibnu
Jarir di dalam kitab Tafsir-nya menceritakan suatu kisah yang sangat
aneh. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hajjaj,
dari Ibnu Juraij sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan di antara kaum
Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan
hak, dan dengan hak itulah mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 159);
Telah sampai kepadaku suatu kisah yang mengatakan bahwa ketika kaum Bani Israil
membunuh nabi-nabi mereka dan kafir, saat itu mereka terdiri atas dua belas sibt
(kabilah). Maka ada salah satu sibt yang berlepas diri dari apa yang
dilakukan oleh kaumnya. Lalu mereka bertobat kepada Allah dan memohon
kepada-Nya agar dijauhkan dari kaumnya, maka Allah membuka suatu terowongan
besar di dalam tanah, lalu mereka menempuh lorong bawah tanah itu hingga mereka
keluar ke permukaan bumi dan sampai di negeri sesudah negeri Cina. Lalu mereka
tinggal di tempat itu dalam keadaan memeluk agama hanif lagi muslim,
mereka menghadap ke arah kiblat kita.
Ibnu
Juraij mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang demikian itu disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي
إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ
لَفِيفًا}
Dan
Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini,
maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datang-datangkan Kalian dalam
keadaan bercampur baur. (Al Isra :
104)
Yang
dimaksud dengan wa'dul akhirah atau janji terakhir ialah Isa ibnu
Maryam.
Ibnu
Juraij mengatakan, "Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka berjalan di dalam
terowongan bawah tanah selama satu setengah tahun."
Ibnu
Uyaynah telah meriwayatkan dari Sadaqah Abul Huzail, dari As-Saddi sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan di antara kaum Musa terdapat suatu umat yang
memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan yang hak itulah
mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 159) Mereka adalah suatu kaum yang
tempat tinggalnya antara mereka dan kalian terpisahkan oleh sungai madu.
Al-A'raf,
ayat 160-162
{وَقَطَّعْنَاهُمُ
اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى إِذِ اسْتَسْقَاهُ
قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا
عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ
الْغَمَامَ وَأَنزلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
(160) وَإِذْ قِيلَ لَهُمُ اسْكُنُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ
شِئْتُمْ وَقُولُوا حِطَّةٌ وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا نَغْفِرْ لَكُمْ
خَطِيئَاتِكُمْ سَنزيدُ الْمُحْسِنِينَ (161) فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا
مِنْهُمْ قَوْلا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا
مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ (162) }
Dan Kami bagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air
kepadanya, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka memancarlah
darinya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum
masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada
mereka manna dan salwa. (Kami berfirman), "Makanlah yang baik-baik dari
apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian.” Mereka tidak menganiaya Kami,
tetapi mereka yang menganiaya dirinya sendiri. Dan (ingatlah) ketika dikatakan
kepada mereka (Bani Israil), "Diamlah di kota ini saja (Baitul Maqdis) dan
makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kalian kehendaki." Dan
katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu
gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian.”
Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maka
orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan
perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan atas mereka
azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.
Tafsir
ayat-ayat ini telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah yang Madaniyyah,
sedangkan konteks ayat-ayat ini adalah Makkiyyah. Kami pun telah
mengingatkan tentang perbedaan di antara Makkiyyah dan Madaniyah hingga
tidak perlu untuk diulangi lagi di sini.
Al-A'raf,
ayat 163
{وَاسْأَلْهُمْ عَنِ
الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ
إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا
يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
(163) }
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang kota yang terletak di
dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang
kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di
permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang
kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik
Konteks
ayat ini merupakan penjabaran dari apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا
مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ}
Dan
sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian
pada hari sabtu. (Al-Baqarah: 65), hingga akhir ayat.
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{وَاسْأَلْهُمْ}
Dan
tanyakanlah kepada mereka (Bani
Israil). (Al-A'raf: 163)
Artinya,
tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi yang ada di dekatmu tentang kisah
teman-teman mereka yang menentang perintah Allah Swt. lalu mereka ditimpa siksa
Allah yang mengejutkan akibat dari perbuatan mereka, pelanggaran mereka, dan
tipu daya mereka dalam menentang perintah-Nya. Allah juga memperingatkan mereka
agar jangan menyembunyikan sifat Nabi Saw. yang mereka jumpai dalam kitab-kitab
mereka, agar mereka tidak ditimpa oleh siksaan yang pernah menimpa teman-teman
mereka yang terdahulu.
Kota
yang dimaksud ialah kota Ailah, terletak di tepi Laut Qalzum (Laut
Merah).
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tanyakanlah kepada Bani Israil
tentang kota yang terletak di dekat laut. (Al-A'raf: 163) Kota tersebut
dikenal dengan nama Ailah, terletak di antara kota Madyan dan Bukit Tur.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi.
Abdullah
ibnu Kasir Al-Qari' mengatakan, "Kami mendengarnya disebut Ailah, tetapi
menurut pendapat yang lain ada yang menyebutnya Madyan, menurut riwayat
yang lain dari Ibnu Abbas."
Ibnu
Zaid mengatakan bahwa nama kota tersebut adalah Ma'ta, terletak di
antara Madyan dan Ainuna.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ}
ketika
mereka melanggar aturan pada hari Sabtu. (Al-A'raf:
163)
Maksudnya,
mereka melakukan' pelanggaran di hari Sabtu dan menentang perintah Allah yang
mengharuskan mereka agar menjaga kesuciannya di masa itu.
{إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ
سَبْتِهِمْ شُرَّعًا}
di
waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air pada hari
Sabtunya. (Al-A'rif: 163)
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna syurra'an ialah
terapung-apung di permukaan air. Menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas juga, makna
yang dimaksud ialah ikan-ikan itu bermunculan dari semua tempat (di laut itu).
Ibnu
Jarir telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: dan di hari-hari
bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba
mereka. (Al-A'raf: 163) Yakni Kami mencoba mereka dan menguji mereka dengan
memunculkan ikan-ikan itu bagi mereka terapung-apung di permukaan air pada
hari larangan melakukan perburuan. Kemudian Kami lenyapkan ikan-ikan itu dari
mereka pada hari-hari lainnya yang membolehkan mereka melakukan' perburuan. Demikianlah
Kami mencoba mereka. (Al-A'raf: 163) yaitu Kami menguji mereka. disebabkan
mereka berlaku fasik. (Al-A'raf: 163) Artinya, karena kedurhakaan maka
mereka tidak mau taat kepada Allah dan membangkang terhadap perintah-Nya.
Mereka adalah suatu kaum yang menggunakan hailah (tipu muslihat) untuk
melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah, yaitu dengan cara menggunakan
sarana-sarana fisik yang pengertiannya secara tidak langsung menunjukkan
pelanggaran terhadap hal yang diharamkan.
قَالَ الْفَقِيهُ
الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ بَطَّةَ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "لَا تَرْتَكِبُوا مَا
ارْتَكَبَتِ الْيَهُودُ، فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللَّهِ بِأَدْنَى
الْحِيَلِ"
Imam
Abu Abdullah ibnu Buttah —seorang ulama fiqih— mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah Az-Za'farani, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Janganlah kalian melakukan pelanggaran seperti pelanggaran
yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, karenanya kalian akan menghalalkan
hal-hal yang diharamkan Allah dengan sedikit kilah (tipu muslihat).
Sanad
hadis ini berpredikat jayyid (baik), karena sesungguhnya Ahmad ibnu
Muhammad ibnu Salam ini disebutkan oleh Al-Khatib di dalam kitab Tarikh-nya,
bahwa dia orangnya siqah. Sedangkan perawi lainnya berpredikat masyhur
lagi siqah Imam Turmuzi menilai sahih kebanyakan sanad
dengan kriteria seperti ini.
Al-A'raf,
ayat 164-166
{وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ
مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ
عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
(164) فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ
السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا
يَفْسُقُونَ (165) فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ
كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (166) }
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa
kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka
dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan
(pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka
bertakwa.” Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka,
Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami
timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka
selalu berbuat fasik Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang
dilarang mereka mengerjakannya. Kami katakan kepadanya, Jadilah kalian kera
yang hina."
Allah
Swt. menceritakan perihal penduduk kota tersebut. Mereka terpecah belah menjadi
tiga kelompok: Satu kelompok melanggar larangan dan memakai tipu muslihat dalam
berburu ikan di hari Sabtu, seperti yang telah diterangkan penjelasannya dalam
tafsir surat Al-Baqarah; satu kelompok lagi melarang perbuatan itu dan
memisahkan diri dari mereka yang melanggar, dan yang terakhir ialah kelompok
yang bersikap diam, tidak mengerjakan, tidak pula melarang, tetapi mereka
mengatakan kepada kelompok yang memprotes perbuatan tersebut, seperti yang
dituturkan oleh firman-Nya:
{لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ
مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا}
Mengampa
kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka
dengan azab yang amat keras? (Al-A'raf:
164)
Artinya,
mengapa kalian melarang mereka, padahal kalian telah mengetahui bahwa mereka
akan binasa dan berhak mendapat hukuman dari Allah. Maka tiada faedahnya bagi
larangan kalian terhadap mereka. Maka kelompok yang memprotes perbuatan itu
menjawab perkataan mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ}
Agar
kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhan kalian. (Al-A'raf: 164)
Sebagian
ulama membacanya rafa’, seakan-akan makna yang dimaksud ialah
"sikap ini merupakan pelepas tanggung jawab kepada Tuhan kalian." Sedangkan
ulama lainnya membacanya nasab yang artinya "Kami sengaja melakukan
ini untuk pelepas tanggung jawab kepada Tuhan kalian." Dengan kata lain,
janji yang telah ditetapkan Allah atas diri kami untuk menjalankan amar ma
'ruf dan nahi munkar.
{وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ}
dan
supaya mereka bertakwa. (Al-A'raf:
164)
Mereka
mengatakan, "Mudah-mudahan dengan adanya protes ini mereka menjadi takut
terhadap perbuatan mereka dan mau menghentikannya, serta mau kembali bertobat
kepada Allah. Apabila mereka bertobat kepada Allah, niscaya Allah menerima
tobat mereka dan merahmati mereka."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ}
Maka
tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. (Al-A'raf: 165)
Artinya,
ketika mereka menolak nasihat itu dan tetap melakukan pelanggaranya.
{أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ
السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا}
Kami
selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan
kepada orang-orang yang zalim. (Al-A'raf:
165)
Yakni
kepada orang-orang yang berbuat durhaka itu.
{بِعَذَابٍ بَئِيسٍ}
siksaan
yang keras. (Al-A'raf: 165)
Allah
menegaskan bahwa orang-orang yang ber-nahi munkar itu selamat, sedangkan
orang-orang yang berbuat aniaya itu binasa. Adapun orang-orang yang bersikap
diam, Allah Swt. tidak menyebutkan nasib mereka, karena setiap pembalasan itu
disesuaikan dengan jenis pelanggarannya; sedangkan mereka yang bersikap diam
bukanlah orang-orang yang berhak mendapat pujian, bukan pula orang-orang yang
melakukan pelanggaran berat yang berhak untuk dicela. Tetapi sekalipun
demikian, para imam berbeda pendapat mengenai nasib mereka. Apakah mereka
termasuk orang-orang yang dibinasakan ataukah termasuk orang-orang yang
diselamatkan, ada dua pendapat mengenainya.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka
berkata, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan
mereka atau mengazab mereka dengan azab yang keras?” (Al-A'raf: 164) Mereka
adalah penduduk kota yang berada di tepi laut antara Mesir dan Madinah, kota
itu dikenal dengan nama Ailah. Allah mengharamkan mereka berburu ikan
pada hari Sabtu, padahal ikan-ikan itu datang kepada mereka pada hari Sabtunya
dalam keadaan terapung-apung di permukaan tepi laut. Tetapi apabila hari Sabtu
telah lewat, mereka tidak mampu lagi menangkapnya (karena sudah bubar). Hal
tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama seperti yang dikehendaki
Allah. Kemudian ada segolongan orang dari mereka berani menangkap ikan-ikan itu
pada hari Sabtunya, lalu ada segolongan lain dari mereka yang melarangnya dan
mengatakan kepada mereka, "Mengapa kalian menangkap ikan-ikan itu, padahal
Allah telah mengharamkannya bagi kalian pada hari Sabtu ini?" Tetapi
nasihat itu justru membuat mereka makin berani, bertambah sesat, dan sombong.
Kemudian ada segolongan lainnya dari mereka yang melarang para pemberi nasihat
itu melarang mereka. Ketika hal itu berlangsung cukup lama, maka segolongan
orang dari kelompok yang ketiga itu ada yang mengatakan, "Kalian telah
mengetahui bahwa mereka adalah kaum yang telah berhak mendapat azab Allah atas
diri mereka," seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Mengapa kalian
menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka (Al-A'raf: 164) Mereka
adalah orang-orang yang paling marah terhadap para pelanggar itu karena Allah
daripada golongan lainnya. Maka orang-orang yang memberi nasihat itu berkata,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Agar kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhan kalian, dan supaya mereka bertakwa. (Al-A'raf:
164) Masing-masing dari kedua golongan selain golongan pelanggar itu telah
melarang mereka yang melanggar. Ketika murka Allah menimpa para pelanggar itu,
maka diselamatkan-Nya-lah kedua golongan tersebut yang mengatakan,
"Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka,"
dan orang-orang yang mengatakan, "Agar kami mempunyai alasan (terlepas
tanggung jawab) kepada Tuhan kalian. Kemudian Allah membinasakan
orang-orang yang berbuat durhaka, yaitu mereka yang menangkap ikan-ikan itu
pada hari Sabtunya, lalu Allah mengutuk mereka menjadi kera.
At-Aufi
telah meriwayatkan hal yang mendekati asar di atas, dari Ibnu Abbas.
Sedangkan
Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwasanya Ibnu Abbas tidak mengetahui
selamatkah orang-orang yang telah mengatakan: Mengapa kalian menasihati kaum
yang Allah akan membinasakan mereka. (Al-Abu’raf: 164) ataukah mereka tidak
selamat (yakni terkena azab itu juga). Ibnu Abbas mengatakan bahwa dirinya
masih tetap mempertanyakan nasib mereka, hingga ia mengetahui bahwa mereka
benar-benar telah diselamatkan pula, maka merasa tenteramlah hatinya.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah
menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Ikrimah yang mengatakan, "Pada
suatu hari aku pernah datang kepada Ibnu Abbas. Saat itu Ibnu Abbas sedang
menangis, dan tiba-tiba ternyata ia sedang memegang mushaf di
pangkuannya. Maka aku merasa segan untuk mendekat kepadanya. Aku masih tetap
dalam keadaan demikian (menjauh darinya) hingga pada akhirnya memberanikan diri
untuk maju dan duduk di dekatnya, lalu aku bertanya, 'Hai Ibnu Abbas, apakah
yang membuatmu menangis? Semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.'
Ibnu Abbas menjawab, 'Karena lembaran-lembaran ini'." Ikrimah melanjutkan
kisahnya, 'Ternyata lembaran-lembaran yang dimaksud adalah surat Al-A'raf. Lalu
Ibnu Abbas bertanya, 'Tahukah kamu kota Ailah?' Aku menjawab, 'Ya.' Ibnu Abbas
berkata bahwa dahulu pada kota itu tinggallah suatu kabilah Yahudi yang
digiring ikan-ikan kepada mereka pada hari Sabtunya, kemudian pada hari yang
lainnya ikan-ikan itu menyelam ke dalam laut, sehingga mereka tidak dapat lagi
menangkapnya kecuali setelah mereka menyelam dan bersusah payah serta
mengeluarkan banyak biaya. Pada hari Sabtunya ikan-ikan itu datang kepada
mereka terapung-apung di permukaan air laut, kelihatan putih-putih lagi gemuk-gemuk,
seakan-akan seperti perak seraya membolak-balikkan punggung dan perutnya di
pinggir laut tempat mereka tinggal. Mereka tetap menahan diri seperti demikian
selama beberapa waktu. Kemudian setan membisikkan mereka seraya mengatakan
sesungguhnya kalian hanya dilarang memakannya saja pada hari Sabtu. Karena itu,
tangkaplah oleh kalian ikan-ikan tersebut pada hari Sabtu dan memakannya di
hari-hari yang lain. Segolongan orang dari mereka mengatakan demikian, seperti
yang dibisikkan oleh setan; sedangkan segolongan yang lainnya mengatakan,
'Tidak, bahkan kalian tetap dilarang memakan dan menangkap serta memburunya
pada hari Sabtu.' Mereka dalam keadaan demikian (berdebat) selama beberapa hari
hingga datanglah hari Jumat berikutnya. Maka pada keesokan harinya ada
segolongan orang dari mereka berangkat menuju ke tepi pantai bersama dengan
anak-anak dan istri-istri mereka (untuk menangkap ikan), sedangkan segolongan
yang lainnya —yaitu golongan yang kanan— mengisolisasi diri dan menjauh dari
mereka; dan segolongan yang lainnya lagi —yaitu golongan kiri— memisahkan diri,
tetapi diam, tidak melarang. Golongan kanan mengatakan, 'Celakalah kalian ini
dari siksa Allah. Kami telah melarang kalian, janganlah kalian menjerumuskan
diri kaitan ke dalam siksaan Allah.' Lalu golongan kiri mengatakan (kepada
golongan kanan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Mengapa kalian
menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan
azab yang keras? (Al- A'raf: 164) Golongan kanan menjawab, seperti yang
dikisahkan oleh firman-Nya: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung
jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa. (AkA'faf: 164)
Yakni agar mereka menghentikan perburuan ikan di hari Sabtu. Jika mereka mau
menghentikannya, maka hal tersebut lebih kami sukai agar mereka tidak terkena
azab Allah dan agar mereka tidak dibinasakan. Dan jika ternyata mereka tidak
mau menghentikan perbuatannya, maka alasan kami cukup kuat kepada Tuhan kalian
(untuk melepas tanggung jawab). Akan tetapi, mereka yang dilarang tetap
melakukan pelanggaran itu. Maka golongan kanan berkata, 'Hai musuh-musuh Allah,
demi Allah, sesungguhnya kalian telah melanggar, sesungguhnya kami akan datang
malam ini ke kota kalian. Dan demi Allah, kami tidak akan melihat kalian pada pagi
harinya melainkan kalian telah ditimpa oleh gempa atau kutukan atau sebagian
dari azab yang ada di sisi Allah.' Ketika pagi harinya tiba, golongan kanan
mengetuk-ngetuk pintu perkampungan mereka, tetapi tidak dibuka; dan golongan
kanan menyeru mereka, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya golongan kanan
mengambil tangga, dan seorang lelaki dari golongan kanan menaiki tangga itu dan
berada di atas tembok kampung tersebut. Lalu ia melayangkan pandangannya ke
seluruh perkampungan itu, kemudian berkata, 'Hai hamba-hamba Allah, yang ada
hanyalah kera-kera. Demi Allah, kera-kera itu meloncat-loncat seraya
mengeluarkan suara jeritannya, semuanya mempunyai ekor'." Ibnu Abbas
melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka (golongan kanan) membuka pintu
gerbangnya dan masuklah mereka ke dalam perkampungan itu. Kera-kera tersebut
mengenal saudara mereka dari kalangan manusia, tetapi yang menjadi saudara
mereka dari kalangan manusia tidak mengenal kera-kera itu. Lalu kera-kera itu
masing-masing mendatangi familinya dari kalangan manusia seraya menciumi
pakaiannya dan menangis. Maka saudaranya yang manusia itu berkata, 'Bukankah
saya telah melarang kalian melakukan hal ini?’ Maka si kera menjawab dengan
anggukan kepala yang berarti mengiakan. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami
selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan
kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras. (Al-A'raf: 165)
Selanjutnya ia mengatakan, "Maka saya melihat bahwa orang-orang yang
melarang perbuatan jahat itu telah diselamatkan, sedangkan saya tidak melihat
golongan lainnya (yang tidak terlibat) disebutkan. Dan memang kita pun sering
melihat banyak hal yang tidak kita sukai, tetapi kita tidak dapat mengatakan
apa-apa terhadapnya." Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa ia mengatakan,
"Semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu, tidakkah engkau melihat
bahwa mereka benar-benar membenci perbuatan para pelanggar itu dan bersikap
oposisi terhadap mereka dan mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya: Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan
mereka? (Al-A'raf: 164) Ikrimah mengisahkan pula, "Setelah itu Ibnu
Abbas memerintahkan agar aku diberi hadiah, dan aku diberinya dua buah baju
yang tebal-tebal."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Mujahid, dari Ibnu Abbas.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan
kepada kami Asyhab ibnu Abdul Aziz, dari Malik yang mengatakan bahwa Ibnu
Rauman menduga bahwa firman Allah Swt. yang menyebutkan: datang kepada
mereka ikan-ikan (yang ada di sekitar mereka) terapung-apung di
permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu ikan-ikan itu tidak datang
kepada mereka. (Al-A'raf: 163) Kisahnya seperti berikut: Ikan-ikan itu
datang kepada mereka pada hari Sabtunya, dan apabila petang harinya pergilah
ikan-ikan itu sehingga tiada seekor ikan pun yang kelihatan hingga hari
Sabtu berikutnya. Kemudian ada seorang lelaki dari mereka yang membuat
perangkap berupa jala yang dipancangkan, lalu ia menangkap seekor ikan dari
ikan-ikan yang ada pada hari Sabtunya. Kemudian apabila hari telah petang dan
malam hari Ahad tiba, ia mengambil ikan itu dan memanggangnya. Maka orang lain
mencium bau ikan itu dan mereka datang kepadanya, lalu menanyainya dari mana
asal ikan itu, tetapi ia mengingkari perbuatannya terhadap mereka. Sedangkan
mereka terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengatakan bahwa bau itu
bersumberkan dari kulit ikan yang ditemukannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia
melakukan hal yang sama, mungkin kali ini dia menangkap dua ekor ikan. Kemudian
pada petang harinya dan malam Ahad mulai masuk, ia menangkap ikannya dan
memanggangnya. Mereka mencium bau ikan panggang, lalu mereka datang kepadanya
dan menanyainya. Akhirnya ia berkata kepada mereka, "Jika kalian suka,
kalian boleh melakukan seperti apa yang kulakukan." Mereka bertanya,
"Apakah yang telah kamu lakukan?" Lalu ia menceritakan kepada mereka
cara-caranya. Dan mereka melakukan seperti apa yang telah dilakukannya, hingga
banyak orang yang meniru jejaknya. Tersebutlah bahwa mereka yang melakukan
pelanggaran itu bertempat tinggal di sebuah perkampungan yang terbentang dan
berpintu gerbang. Ketika kutukan Allah menimpa mereka, tetangga-tetangga mereka
yang tinggal di sekitar mereka datang mencari mereka untuk keperluan biasa yang
terjadi di antara sesama mereka, tetapi para tetangga mereka menjumpai pintu
gerbang kampung itu dalam keadaan tertutup. Kemudian para tetangga itu
memanggil-manggil mereka, tetapi tidak mendapat jawaban. Akhirnya mereka
memanjat tembok kampung itu, dan tiba-tiba mereka menjumpai penduduknya telah
berubah menjadi kera-kera. Lalu kera-kera itu mendekat dan mengusap orang-orang
yang telah mereka kenal sebelumnya, begitu pula sebaliknya. Dalam surat
Al-Baqarah telah kami sebutkan asar-asar yang mengisahkan berita kampung ini
dengan keterangan yang cukup memuaskan.
Pendapat
yang kedua mengatakan bahwa kelompok yang diam termasuk orang-orang yang
binasa. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Daud ibnu Husain, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka membuat-buat
bid'ah pada hari Sabtu. Maka Allah menguji mereka di hari Sabtu itu, lalu Allah
mengharamkan kepada mereka ikan-ikan pada hari Sabtu. Dan tersebutlah bahwa
apabila datang hari Sabtu, maka ikan-ikan itu datang kepada mereka dengan
terapung-apung di permukaan laut, mereka semuanya dapat melihatnya. Tetapi
apabila hari Sabtu telah berakhir, ikan-ikan itu pergi dan lenyap serta tidak
kelihatan lagi sampai hari Sabtu berikutnya. Apabila hari Sabtu datang,
ikan-ikan itu datang terapung-apung, dan mereka tinggal selama beberapa waktu
menurut apa yang dikehendaki Allah dalam keadaan demikian. Kemudian ada
seorang lelaki dari mereka menangkap ikan itu dan melubangi hidung ikan itu
dengan tali, lalu tali itu ditambatkannya pada sebuah pasak di pinggir laut dan
membiarkan ikan itu berada di air selama hari Sabtu. Keesokan harinya ia
mengambil ikan itu dan memanggangnya, lalu memakannya. Lelaki itu melakukan
perbuatan tersebut, sedangkan mereka hanya memandangnya, tidak mengingkarinya,
dan tidak ada seorang pun dari mereka yang melarangnya kecuali hanya segolongan
orang. Lama kelamaan kejadian tersebut berada di pasar-pasar, dan mereka berani
melakukannya secara terang-terangan (yakni menangkap ikan di hari Sabtu). Lalu
berkatalah segolongan orang kepada mereka yang melarang perbuatan itu, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya: Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah
akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?
Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada
Tuhan kalian. (Al-A'raf: 164) Mereka mengatakan, "Kami membenci
perbuatan mereka yang melanggar itu." dan supaya mereka bertakwa.” Maka
tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka (Al A’raf :
164-165) sampai dengan firman-Nya: kera-kera yang hina. (Al-A'raf: 166)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka terdiri atas tiga kelompok. Sepertiga dari
mereka melarang perbuatan itu, sedangkan sepertiga yang lain mengatakan: Mengapa
kalian menasihati kaum yang Allah akan mengazab mereka? (Al-A'raf:
164)." Dan sepertiga yang terakhir ialah mereka yang melakukan pelanggaran
itu. Maka tiada yang selamat dari azab Allah kecuali hanya orang-orang yang
melarang, sedangkan selain mereka semuanya binasa.
Sanad
asar ini jayyid sampai kepada Ibnu Abbas, tetapi ralat yang dilakukannya
berpegang kepada pendapat Ikrimah yang menyatakan bahwa golongan yang diam
termasuk orang-orang yang selamat, merupakan pendapat yang lebih utama daripada
berpegang kepada pendapat ini, karena sesudah itu kedudukan mereka jelas bagi
Ibnu Abbas.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ
بَئِيسٍ}
dan
Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras. (Al-A'raf: 165)
Di
dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa orang-orang yang masih
tetap hidup adalah orang-orang yang selamat. Lafaz ba-is mempunyai
qiraat yang cukup banyak, maknanya menurut pendapat Mujahid ialah keras, sedangkan
menurut riwayat lain yaitu pedih. Menurut Qatadah maknanya menyakitkan. Tetapi
pada garis besarnya masing-masing pendapat mempunyai pengertian yang
berdekatan.
Firman
Allah Swt:
{خَاسِئِينَ}
Yang
hina. (Al-A'raf: 166)
Yakni
hina dina lagi tercela.
Al-A'raf,
ayat 167
{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكَ
لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ يَسُومُهُمْ سُوءَ
الْعَذَابِ إِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (167)
}
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memberitahukan bahwa sesungguhnya
Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat
orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Firman
Allah Swt:
{تَأَذَّنَ}
memberitahukan.
(Al-A'raf: 167)
Memakai
wazan tafa'ala yang artinya memberitahukan. Demikianlah menurut pendapat
Mujahid, sedangkan menurut yang Lain artinya memerintahkan.
Di
dalam ungkapan ini terkandung makna yang menunjukkan kata sumpah, karena itulah
pada kalimat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ}
sesungguhnya
Dia akan mengirimkan kepada mereka. (Al-A'raf:
167)
Maksudnya,
kepada orang-orang Yahudi itu.
{إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ يَسُومُهُمْ
سُوءَ الْعَذَابِ}
sampai
hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang
seburuk-buruknya. (Al-A'raf: 167)
Yakni
karena kedurhakaan dan pertentangan mereka terhadap perintah-perintah AHah dan
Syariat-Nya serta tipu daya mereka untuk menghalalkan hal-hal yang diharamkan.
Menurut
suatu pendapat, Nabi Musa a.s. membebankan pembayaran pajak kepada mereka
selama tujuh tahun. Menurut pendapat lain selama tiga belas tahun. Nabi Musa
a.s. adalah orang yang mula-mula menetapkan pajak. Kemudian mereka berada di
bawah jajahan raja-raja Yunani dan Kasydan serta Kaledonia. Kemudian nasib
mereka berpindah berada di bawah jajahan orang-orang Nasrani; Orang-orang Nasrani
menindas mereka serta mengharuskan mereka membayar upeti dan pajak.
Kemudian
datanglah agama Islam dan Nabi Muhammad Saw. Lalu mereka berada di bawah
kekuasaan dan perlindungannya, mereka membayar upeti dan pajak kepadanya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas di dalam tafsir ayat ini, bahwa yang
dimaksud dengan 'azab yang paling buruk' itu ialah kemiskinan dan diharuskan
membayar pajak.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas pula bahwa yang dimaksud
ialah diharuskan membayar jizyah (semacam upeti), dan orang yang
menimpakan azab yang terburuk kepada mereka adalah Nabi Muhammad Saw. dan
umatnya sampai hari kiamat nanti. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu
Jubair, Ibnu Juraij, As-Saddi, dan Qatadah.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Sa'id
tbnul Musayyab yang mengatakan bahwa dianjurkan mengenakan jizyah (upeti)
kepada orang-orang Nabat (segolongan orang Yahudi).
Menurut
hemat kami, pada akhirnya orang-orang Yahudi muncul sebagai pendukung Dajjal,
lalu orang-orang muslim bersama Nabi Isa —putra Maryam a.s.— memerangi mereka;
yang demikian itu akan terjadi di akhir zaman nanti.
{إِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيعُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksa-Nya. (Al-A'raf:
167}
Yaitu
terhadap orang yang durhaka kepada-Nya dan menentang syariatNya.
{وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
dan
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-A'raf: 167)
Yakni
kepada orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Ungkapan ini termasuk ke
dalam bab "Mengiringkan Sebutan Rahmat Sesudah Sebutan Siksaan",
dimaksudkan agar tidak membuat putus asa. Allah Swt. acapkali membarengkan
sebutan targib (anjuran) dan tarhib (peringatan) dalam satu
kalimat, dimaksudkan agar jiwa-jiwa yang terkena khitab berada dalam
perasaan antara harap dan takut.
Al-A'raf,
ayat 168-170
{وَقَطَّعْنَاهُمْ فِي
الأرْضِ أُمَمًا مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَلِكَ وَبَلَوْنَاهُمْ
بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (168) فَخَلَفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ
سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ أَلَمْ يُؤْخَذْ
عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ
وَدَرَسُوا مَا فِيهِ وَالدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا
تَعْقِلُونَ (169) وَالَّذِينَ يُمَسِّكُونَ بِالْكِتَابِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُصْلِحِينَ (170) }
Dan Kami bagi-bagi mereka di
dunia ini menjadi beberapa golongan di antaranya ada orang-orang yang saleh dan
di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang
baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada
kebenaran). Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang
mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata,
"Kami akan diberi ampun.” Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda
dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah
perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari
apa yang tersebut di dalamnya? Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka
yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? Dan orang-orang yang
berpegang teguh dengan Al-Kitab (Taurat) serta mendirikan salat, (akan
diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang mengadakan perbaikan.
Allah
Swt. menceritakan bahwa Dia mencerai-beraikan orang-orang Yahudi di muka bumi
ini menjadi berbagai golongan dan sekte, seperti yang disebutkan di dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي
إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ
لَفِيفًا}
Dan
Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini,
maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam
keadaan bercampur-baur." (Al-Isra:
104)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ
ذَلِكَ}
di
antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. (Al-A'raf: 168)
Dengan
kata lain di antara mereka ada orang orang baik, ada pula yang tidak
baik. Sama pengertiannya dengan apa yang dikatakan oleh jin melalui firman-Nya:
{وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا
دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا}
Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh
jalan yang berbeda-beda. (Al-Jin: 11}
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَبَلَوْنَاهُمْ}
Dan
Kami coba mereka. (Al-A'raf: 168)
Maksudnya,
Kami uji mereka.
{بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ}
dengan
(nikmat) yang baik dan (bencana)
yang buruk-buruk. (Al-A'raf: 168)
Yakni
dengan kemakmuran dan kesempitan, dengan kesukaan dan kedukaan dan dengan
kesehatan dan penyakit.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
agar
mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا
الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا
وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ}
Maka
datanglah sesudah mereka generasi yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta
benda dunia yang rendah ini. (Al-A'raf:
169), hingga akhir ayat.
Allah
Swt. menceritakan bahwa sesudah itu —yakni sesudah generasi yang di dalamnya
terdapat orang-orang yang saleh dan lainnya—datanglah generasi lain yang tiada
kebaikan sama sekali pada mereka, padahal mereka mewarisi hak mempelajari
Al-Kitab, yakni kitab Taurat. Menurut Mujahid, mereka adalah orang-orang
Nasrani. Tetapi barangkali pengertiannya lebih umum daripada itu.
{يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الأدْنَى}
mereka
mengambil harta dunia yang rendah ini. (Al-A'raf:
169)
Dengan
kata lain, mereka menukar perkara hak —yang harus disampaikan dan disiarkan—
dengan harta benda duniawi. Lalu mereka menjanjikan terhadap dirinya sendiri
bahwa kelak akan melakukan tobat atas perbuatannya itu. Tetapi kenyataannya
manakala datang hal yang semisal kepada mereka, maka mereka kembali terjerumus
ke dalamnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ}
Dan
kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya juga (Al-A'raf:
169)
Seperti
yang dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, "Mereka mengerjakan dosa, lalu
meminta ampun kepada Allah dari dosa itu dan mengakui kesalahannya kepada
Allah. Tetapi apabila datang kesempatan yang lain bagi mereka dari harta
duniawi itu, maka mereka akan mengambilnya juga."
Mujahid
telah mengatakan sehubungan dengan makna firrnan-Nya: mereka mengambil harta
dunia yang rendah ini. (Al-A'raf: 169) Tiada sesuatu pun dari perkara
keduniawian yang muncul melainkan pasti mereka merebutnya, baik yang halal
ataupun yang haram, lalu mereka berharap mendapat ampunan.
وَيَقُولُونَ
سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ
dan
mereka berkata, Kami akan diberi ampun." Dan kelak jika datang kepada
mereka harta dunia sebanyak itu (pula),
niscaya mereka akan mengambilnya (juga). (Al-A'raf: 169)
Sehubungan
dengan makna ayat ini Qatadah mengatakan, "Generasi tersebut memang
generasi yang jahat, demi Allah."mereka mewarisi Kitab sesudah
nabi-nabi dan rasul-rasul mereka, Allah mewariskannya kepada mereka dan
mengambil janji dari mereka. Allah Swt. telah berfirman di dalam ayat yang lain
, yaitu:
{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا
الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ}
Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ
سَيُغْفَرُ لَنَا
mereka
mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata, "Kami akan
diberi ampun.” (Al-A'raf: 169)
Mereka
berangan-angan terhadap Allah dan teperdaya oleh angan-angan kosong mereka
sendiri.
{وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ}
Dan
kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga)
(Al-A'raf: 169)
Tidak
ada sesuatu pun yang menyibukkan mereka dari itu, dan tidak ada sesuatu pun
yang menghalang-halangi mereka dari hal tersebut. Manakala ada kesempatan bagi
mereka mengangkut perkara duniawi, maka mereka langsung menyantapnya, tanpa
memikirkan lagi halal ataukah haram.
As-Saddi
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah
mereka generasi (yang jahat). (Al-A'raf: 169) sampai dengan firman-Nya: padahal
mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya (Al-A'raf: 169)
Bahwa dahulu orang-orang Bani Israil tidak sekali-kali meminta peradilan dari
seorang hakim melainkan main suap dalam keputusan hukumnya. Dan sesungguhnya
orang-orang terkemuka mereka mengadakan pertemuan, lalu mengadakan kesepakatan
di antara sesama mereka yang mereka tuangkan ke dalam suatu perjanjian, bahwa
mereka tidak akan melakukan hal itu lagi dan tidak akan melakukan penyuapan.
Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan mereka yang tetap melakukan suap
dalam perkaranya. Ketika ditanyakan kepadanya, "Mengapa engkau masih tetap
memakai suap dalam hukum?" Ia menjawab bahwa Allah akan memberikan ampunan
kepadanya. Maka semua orang dari kalangan Bani Israil mencela perbuatan yang
telah dilakukannya itu. Tetapi apabila dia mati atau dipecat, maka kedudukannya
diganti oleh orang yang tadinya termasuk orang-orang yang mencelanya. Tetapi
pada akhirnya si pengganti ini pun melakukan suap pula. Karena itulah dalam
ayat ini disebutkan, "Apabila datang kepada yang lainnya harta benda
duniawi, maka mereka mengambilnya juga."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ
الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ}
Bukankah
perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (Al A’raf – 169) hingga akhir ayat.
Allah
Swt. berfirman mengingkari perbuatan mereka, mengingat mereka telah diambil
sumpahnya oleh Allah, yaitu diharuskan menerangkan perkara yang hak kepada
manusia dan tidak boleh menyembunyikannya. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan dalam firman-Nya yang lain:
{وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ
وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ}
Dan
(ingatlah) ketika Allah mengambil
janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), "Hendaklah
kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kalian
menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung
mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya
tukaran yang mereka terima (Ali Imran: 187)
Ibnu
Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu
bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecualiyang benar. (Al-A'raf:
169) Yakni terhadap apa yang mereka angan-angankan dari Allah, yaitu
pengampunan dosa-dosa mereka, padahal mereka masih tetap meng-ulangi perbuatan
dosa-dosanya dan tidak pernah bertobat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَالدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ
يَتَّقُونَ أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Dan
kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa Maka apakah kamu
sekalian tidak mengerti? (Al-A'raf:
169)
Allah
Swt. menganjurkan kepada mereka untuk menyukai pahala-Nya yang berlimpah dan
ini memperingatkan mereka akan siksaan-Nya yang keras. Dengan kata lain, dapat
disebutkan bahwa pahala-Ku dan pambalasan yang ada di sisi-Ku lebih baik bagi
orang-orang yang takut kepada hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan kemauan
hawa nafsunya serta berbuat amal ketaatan kepada Tuhannya.
{أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Maka
apakah kamu sekalian tidak mengerti? (Al-A'raf;
169)
Dengan
kata lain, apakah mereka yang menukar apa yang ada di sisi-Ku dengan harta
duniawi mempunyai akal yang mencegah mereka dari perbuatan tolol dan tak ada
artinya itu? Kemudian Allah Swt. menyebutkan perihal orang yang berpegang
kepada Kitab-Nya yang menuntunnya untuk pengikut Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad
Saw., seperti yang tertera di dalam kitab yang ada padanya. Untuk itu Allah
Swt. berfirman:
{وَالَّذِينَ يُمَسِّكُونَ بِالْكِتَابِ}
Dan
orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab (Taurat). (Al-A'raf: 170)
Maksudnya
berpegang teguh kepadanya, mengikuti semua perintah yang ada di dalamnya, dan
meninggalkan semua yang dilarangnya.
{وَأَقَامُوا الصَّلاةَ إِنَّا لَا نُضِيعُ
أَجْرَ الْمُصْلِحِينَ}
serta
mendirikan salat (akan diberi pahala), karena
sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan
perbaikan. (Al-A'raf: 170)
Al-A'raf,
ayat 171
{وَإِذْ نَتَقْنَا
الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا
مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (171) }
Dan (ingatlah) ketika Kami
mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka
yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada
mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada
kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya
supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit itu ke atas
mereka. (Al-A'raf: 171) Makna nataqa ialah mengangkat. Makna ayat
ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ
بِمِيثَاقِهِمْ}
Dan
telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka
Bukit Tur karena (mengingkari) perjanjian (yang telah Kami ambil
dari) mereka. (An-Nisa: 154)
Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas, bahwa para malaikat mengangkat bukit itu ke atas kepala mereka. Yang
demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan telah kami angkat ke atas (kepala)
mereka Bukit Tur. (An-Nisa: 154)
Al-Qasim
ibnu Abu Ayyub telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu-Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa setetah (Bani Israil selamat dari kejaran Fir'aun), maka Nabi
Musa membawa mereka menuju ke Yerussalem, dan Musa a.s. mengambil luh-luh yang
telah dilemparkannya itu sesudah amarahnya reda. Kemudian Nabi Musa
Memerintahkan kepada mereka berbagai macam pekerjaan sesuai dengan wahyu Allah
yang harus ia sampaikan kepada mereka, dan ternyata pekerjaan-pekerjaan itu
berat bagi mereka, lalu mereka menolak, tidak mau menerimanya, hingga Allah
menjebol bukit dan mengangkatnya ke atas kepala mereka. seakan-akan bukit
itu naungan awan. (Al-A'raf:: 171) Bukit tersebut diangkat oleh para
malaikat ke atas kepala mereka. Demikianlah menurut riwayat Imam Nasai secara
panjang lebar.
Sunaid
ibnu Daud telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya dari Hajjaj ibnu
Muhammad, dari Abu Bakar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa dikatakan kepada
mereka, "Ini adalah Kitab, maukah kamu menerimanya? Di dalamnya terkandung
penjelasan semua yang dihalalkan bagi kalian, semua yang diharamkan bagi
kalian, semua perintah Allah kepada kalian, dan semua larangan-Nya kepada
kalian." Mereka menjawab, "Paparkanlah kepada kami semua isi yang terkandung
di dalamnya. Jika fardu-fardu dan batasan-batasannya mudah, maka kami mau
menerimanya." Dikatakan kepada mereka, "Terimalah oleh kalian semua
yang terkandung di dalamnya." Mereka menjawab, "Tidak, sebelum kami
mengetahui semua isinya, bagaimanakah batasan-batasan dan fardu-fardunya?"
Mereka berkali-kali menjawab pertanyaan Allah dengan jawaban tersebut. Maka
Allah memerintahkan kepada bukit untuk terangkat, lalu bukit itu terangkat di
langit; hingga ketika bukit itu telah berada di atas kepala mereka, Musa a.s.
berkata kepada mereka, "Tidakkah kalian melihat apa yang telah difirmankan
oleh Tuhan? Jika kalian menolak, tidak mau menerima Taurat secara bulat-bulat
berikut semua yang terkandung di dalamnya, sungguh aku benar-benar akan
menimpakan bukit ini kepada kalian."
Abu
Bakar ibnu Abdullah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Hasan Al-Basri,
bahwa tatkala mereka (Bani Israil) melihat gunung itu terangkat di atas kepala
mereka, maka masing-masing dari mereka menyungkur bersujud pada pelipis sebelah
kirinya, sedangkan mata kanan mereka melihat ke arah bukit itu karena
takut akan menimpa diri mereka. Maka demikian pula di masa sekarang, tidak ada
seorang Yahudi pun di muka bumi ini melainkan bila sujud pasti pada pelipis
kirinya. Mereka menduga bahwa cara sujud initah yang menyebabkan terhapusnya
siksaan.
Abu
Bakar mengatakan bahwa setelah luh-luh itu dibeberkan, ternyata di
dalamnya terdapat Kitabullah yang ditulis-Nya dengan tangan
(kekuasaan)-Nya sendiri. Maka tiada suatu bukit, tiada pepohonan, dan tiada
bebatuan pun di muka bumi ini melainkan bergetar karenanya. Dan sekarang tidak
ada seorang Yahudi pun di muka bumi ini —baik yang kecil maupun yang dewasa—
bila dibacakan kepadanya kitab Taurat, melainkan pasti bergetar dan
menggeleng-gelengkan kepala karenanya, seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ}
Lalu
mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu. (Al Isra: 51)
Al-A'raf,
ayat 172-174
{وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (172) أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا
أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِنْ بَعْدِهِمْ
أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ (173) وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ
وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (174) }
Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah
Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak
mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan
sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah
mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang
yang sesat dahulu'?” Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar
mereka kembali (kepada kebenaran).
Allah
Swt. menceritakan bahwa Dia telah mengeluarkan keturunan Bani Adam dari sulbi
mereka untuk mengadakan persaksian atas diri mereka bahwa Allah adalah Tuhan
dan Pemilik mereka, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Sebagaimana Allah
Swt. menjadikan hal tersebut di dalam fitrah dan pembawaan mereka, seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ
اللَّهِ}
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum:
30)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ -وَفِي رِوَايَةٍ: عَلَى هَذِهِ الْمِلَّةِ
-فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُولَدُ
الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"
Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).
Riwayat lain menyebutkan: dalam keadaan memeluk agama ini (Islam),
maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang
Nasrani atau searang Majusi, seperti halnya dilahirkan hewan ternak yang utuh,
apakah kalian merasakan (melihat) adanya cacat padanya?
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ
[تَعَالَى] إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ
فَاجْتَالَتْهُمْ، عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ
لَهُمْ"
Allah
Swt, berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan
hanif (cenderung kepada agama yang hak), kemudian
datanglah setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya dan mengharamkan
kepada mereka apa-apa yang telah Aku halalkan kepada mereka.”
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو
جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ
الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي السَّرِيُّ بْنُ يَحْيَى: أَنَّ
الْحَسَنَ بْنَ أَبِي الْحَسَنِ حَدَّثَهُمْ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سُرَيْعٍ مِنْ
بَنِي سَعْدٍ، قَالَ: غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَرْبَعَ غَزَوَاتٍ، قَالَ: فَتَنَاوَلَ الْقَوْمُ الذُّرِّيَّةَ بَعْدَ
مَا قَتَلُوا الْمُقَاتَلَةَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ
يَتَنَاوَلُونَ الذُّرِّيَّةَ؟ " قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَلَيْسُوا أَبْنَاءَ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ خِيَارَكُمْ أَبْنَاءُ
الْمُشْرِكِينَ! أَلَا إِنَّهَا لَيْسَتْ نِسْمَةٌ تُولَدُ إِلَّا وُلِدَتْ عَلَى
الْفِطْرَةِ، فَمَا تَزَالُ عَلَيْهَا حَتَّى يُبَيِّنَ عَنْهَا لِسَانُهَا،
فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أَوْ يُنَصِّرَانِهَا". قَالَ الْحَسَنُ:
وَاللَّهِ لَقَدْ قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي
آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ [وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ] }
الآية
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb,
telah menceritakan kepadaku As-Sirri ibnu Yahya, bahwa At-Hasan ibnu Abul Hasan
pernah menceritakan hadis berikut kepada mereka, dari Al-Aswad ibnu Sari’, dari
kalangan Bani Sa'd yang menceritakan bahwa ia ikut berperang bersama Rasulullah
Saw. sebanyak empat kali. Ia melanjutkan kisahnya, "Lalu kaum (pasukan
kaum muslim) membunuh anak-anak sesudah mereka membunuh pasukannya. Ketika
berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., maka hal itu terasa berat olehnya,
kemudian beliau bersabda, 'Apakah gerangan yang telah terjadi pada kaum
sehingga mereka tega membunuh anak-anak?' Maka ada seorang lelaki (dari
pasukan kaum muslim) bertanya, 'Bukankah mereka adalah anak-anak orang-orang
musyrik, wahai Rasulullah Saw.?' Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya
orang-orang yang terpilih dari kalian pun adalah anak-anak orang-orang musyrik.
Ingatlah, sesungguhnya tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan melainkan ia
dilahirkan dalam keadaan suci. Ia masih tetap dalam keadaan suci hingga
lisannya dapat berbicara, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai
orang Yahudi atau orang Nasrani'.” Al-Hasan mengatakan, "Demi Allah,
sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: “Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. (Al-A'raf:
172) hingga akhir ayat"
Imam
Ahmad telah meriwayatkannya melalui Ismail ibnu Ulayyah, dari Yunus ibnu Ubaid,
dari Al-Hasan Al-Basri dengan lafaz yang sama.
Imam
Nasai pun telah mengetengahkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui
hadis Hasyim ibnu Yunus ibnu'Ubaid, dari Al-Hasan. Al-Hasan mengatakan bahwa
hadis ini diceritakan kepadanya oleh Al-Aswad ibnu Sari', lalu Imam Nasai
menuturkannya, tetapi ia tidak menyebutkan perkataan Al-Hasan Al-Basri dan
pengetengahan ayatnya.
Hadis
yang menceritakan pengeluaran keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka ini,
kemudian pemisahan antara ashabul yamin (ahli surga) dan ashabusy
syimal (ahli neraka) dari kalangan mereka memang banyak. Pada sebagian dari
hadis-hadis itu disebutkan adanya pengambilan kesaksian dari mereka terhadap
diri mereka, bahwa Allah adalah Tuhan mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا حَجَّاج، حَدَّثَنَا شُعْبة، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُقَالُ لِلرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ: أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ
أَكُنْتَ مُفْتَدِيًا بِهِ؟ " قَالَ: "فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيَقُولُ:
قَدْ أَرَدْتُ مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ ذَلِكَ، قَدْ أَخَذْتُ عَلَيْكَ فِي ظَهْرِ
آدَمَ أَلَّا تُشْرِكَ بِي شَيْئًا، فَأَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تُشْرِكَ بِي".
Imam
Ahmad mengatakan; telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik r.a., dari
Nabi Saw. yang telah bersabda: Dikatakan kepada seseorang dari kalangan ahli
neraka pada hari kiamat nanti, "Bagaimanakah pendapatmu. seandainya engkau
memiliki segala sesuatu yang ada di bumi, apakah engkau akan menjadikannya
sebagai tebusan dirimu (dari neraka)?" Ia menjawab, "Ya."
Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku menghendaki dirimu hal yang lebih
mudah daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu
masih berada di dalam sulbi Adam, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan Aku
dengan sesuatu pun, tetapi ternyata kamu menolak selain mempersekutukan
Aku."
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahih-nya masing-masing
melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.
Hadis
yang lain diketengahkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ -يَعْنِي
ابْنَ حَازِمٍ -عَنْ كُلْثُومِ بْنِ جَابِرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا] عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَخَذَ الْمِيثَاقَ مِنْ ظَهْرِ آدَمَ،
عَلَيْهِ السَّلَامُ، بِنُعْمَانَ. يَعْنِي عَرَفَةَ فَأَخْرَجَ مِنْ صُلْبِهِ
كُلَّ ذُرِّيَّةٍ ذَرَأَهَا فَنَثَرَهَا بَيْنَ يَدَيْهِ، ثُمَّ كَلَّمَهُمْ
قُبُلًا قَالَ: {أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ} إِلَى قَوْلِهِ:
{الْمُبْطِلُونَ}
telah
menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Jarir (yakni Ibnu Hazim), dari Kalsum ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah
mengambil janji dari sulbi Adam a.s. di Nu'man tepat pada hari Arafah. Maka
Allah mengeluarkan dari sulbinya semua keturunan yang kelak akan dilahirkannya,
lalu Allah menyebarkannya di hadapan Adam, kemudian Allah berbicara kepada
mereka secara berhadapan, "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?" Mereka
menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi)." (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan,
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap (keesaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, sampai
dengan firman-Nya, 'orang-orang yang sesat dahulu." (Al-A'raf:
172-173)
Imam
Nasai telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Tafsir—bagian dari
kitab Sunnah-nya— melalui Muhammad ibnu Abdur Rahim Sa'iqah, dari Husain
ibnu Muhammad Al-Marwazi dengan lafaz yang sama.
Ibnu
Jarir telah meriwayatkannya —begitu pula Ibnu Abu Hatim— melalui hadis Husain
ibnu Muhammad dengan sanad yang sama, hanya Ibnu Hatim mempredikatkannya mauquf.
Imam
Hakim mengetengahkannya di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Husain
ibnu Muhammad dan lain-lainnya, dari Jarir ibnu Hazim, dari Kalsum ibnu Jubair
dengan lafaz yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam
Muslim berpegang kepada hadis ini karena ada Kalsum ibnu Jubair, dan ia
mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Abdul Waris, dari Kalsum
ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, lalu ia menilainya mauquf
(yakni hanya sampai kepada Ibnu Abbas).
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ismail ibnu Ulayyah dan Waki', dari Rabi'ah
ibnu Kalsum, dari Jubair, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ata ibnus Saib dan Habib ibnu Abu Sabit serta
Ali ibnu Bazimah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu
Abbas. Riwayat ini lebih banyak yang mengetengahkannya dan lebih kuat.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan
kepada kami ayahku (yaitu Hilal), dari Abu Hamzah Ad-Daba'i, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa Allah mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbinya
seperti semut kecil dalam bentuk air mani.
Ibnu
Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahi, telah
menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, telah menceritakan kepada kami
Abu Mas'ud, dari Jarir yang menceritakan, "Anak lelaki Dahhak ibnu Muzahim
meninggal dunia dalam usia enam hari. Dahhak berkata, 'Hai Jabir, apabila
engkau letakkan anakku di dalam liang lahadnya, maka bukalah wajahnya dan
lepaskanlah tali bundelannya, karena sesungguhnya anakku ini nanti akan didudukkan
dan ditanyai.' Maka saya melakukan apa yang dipesankannya itu, Setelah saya
selesai mengebumikannya, saya bertanya, 'Semoga Allah merahmatimu, mengapa
anakmu ditanyai dan siapakah yang akan menanyainya.' Dahhak menjawab, 'Dia akan
ditanyai mengenai perjanjian yang telah diikrarkannya semasa ia masih berada di
dalam sulbi Adam.' Saya bertanya, 'Wahai Abul Qasim, apakah isi perjanjian yang
telah diikrarkannya semasa ia masih berada di dalam sulbi Adam?' Dahhak
menjawab, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya
Allah mengusap sulbi Adam, lalu mengeluarkan darinya semua manusia yang kelak
akan diciptakan-Nya sampai hari kiamat. Kemudian Allah mengambil janji dari
mereka, yaitu hendaknyalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Allah Swt. menyatakan pula bahwa Dialah yang akan menjamin
rezeki mereka. Setelah itu Allah mengembalikan mereka ke dalam sulbinya. Maka
hari kiamat masih belum akan terjadi sebelum dilahirkan orang (terakhir) yang
telah melakukan perjanjian pada hari itu. Maka barang siapa dari mereka yang
menjumpai perjanjian yang lain (yakni di dunia), lalu ia menunaikannya, niscaya
perjanjian yang pertama bermanfaat baginya. Dan barang siapa yang menjumpai
perjanjian yang lain, lalu ia tidak mengikrarkannya, maka perjanjiannya yang
pertama tidak bermanfaat baginya. Dan barang siapa yang meninggal dunia ketika
masih kanak-kanak sebelum menjumpai perjanjian yang lain, maka ia mati dalam
keadaan berpegang kepada perjanjian pertama dan dalam keadaan fitrah (suci dari
dosa)."
Semua
jalur periwayatan ini termasuk bukti yang menguatkan ke-mauquf-annya-hanya
sampai kepada Ibnu Abbas.
Hadis
yang lain diketengahkan oleh Ibnu Jarir, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي طَيْبَةَ، عَنْ
سُفْيَانَ بْنِ سَعِيدٍ، عَنِ الْأَجْلَحِ، عَنِ الضَّحَّاكِ وَعَنْ -مَنْصُورٍ،
عَنْ مُجَاهِدٍ -عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ
ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ} قَالَ: "أَخَذَ مِنْ ظَهْرِهِ، كَمَا يُؤْخَذُ
بِالْمُشْطِ مِنَ الرَّأْسِ، فَقَالَ لَهُمْ: {أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا
بَلَى} قَالَتِ الْمَلائِكَةُ {شَهِدْنَا أَنْ يَقُولُوا} يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Walid, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Abu Taibah, dari Sufyan ibnu Sa'id, dari Al-Ajlah, dari
Ad-Dahhak, dari Mansur, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr yang telah
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. (Al-A'raf:
172) Lalu beliau Saw. bersabda bahwa Allah mengambil mereka dari sulbinya
sebagaimana ketombe diambil dari rambut kepala dengan sisir. Kemudian Allah
berfirman kepada mereka: "Bukankah aku ini Tuhan kalian?" Mereka
menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)." (Al-A'raf: 172) Maka para
malaikat berkata: Kami ikut bersaksi agar di hari kiamat kalian tidak
mengatakan.”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini.” (Al-A'raf: 172)
Ahmad
ibnu Taibah ini nama julukannya adalah Abu Muhammad Al-Jurjani kadi Qaumis, dia
adalah salah seorang ahlu zuhud; Imam Nasai mengetengahkan hadisnya di
dalam kitab Sunnah-nya. Imam Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa hadisnya
dapat dicatat. Ibnu Addi mengatakan Abu Muhammad Al-Jurjani banyak
mengetengahkan hadis-hadis yang garib. Hadis ini diriwayatkan pula oleh
Abdur Rahman ibnu Hamzah ibnu Mahdi, dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari
Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Jarir,
dari Mansur dengan sanad yang sama; dan riwayat ini lebih sahih kedudukannya.
Hadis
yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا رَوْحٌ -هُوَ ابْنُ عُبَادَةَ -حَدَّثَنَا مَالِكٌ،
وَحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسةَ:
أَنَّ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ،
أَخْبَرَهُ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ يَسار الجُهَني: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
سُئِل عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ
ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى} الْآيَةَ، فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سُئل عَنْهَا، فَقَالَ:
"إِنِ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ
بِيَمِينِهِ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، قَالَ: خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ
لِلْجَنَّةِ، وَبِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَعْمَلُونَ. ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ
فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، قَالَ: خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ لِلنَّارِ وَبِعَمَلِ
أَهْلِ النَّارِ يَعْمَلُونَ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَفِيمَ
الْعَمَلُ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا
خَلَقَ اللَّهُ الْعَبْدَ لِلْجَنَّةِ، اسْتَعْمَلَهُ بِأَعْمَالِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ، حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ الْجَنَّةِ،
فَيُدْخِلَهُ بِهِ الْجَنَّةَ. وَإِذَا خَلَقَ الْعَبْدَ لِلنَّارِ، اسْتَعْمَلَهُ
بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ
النَّارِ، فَيُدْخِلَهُ بِهِ النَّارَ".
telah
menceritakan kepada kami Rauh (yaitu Ibnu Ubadah), telah menceritakan kepada
kami Malik, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada
kami Malik, dari Zaid ibnu Abu Anisah, bahwa Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman ibnu
Zaid ibnul Khattab pernah menceritakan kepadanya, dari Muslim ibnu Yasar
Al-Juhanni, bahwa Umar ibnul Khattab pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian ?” Mereka menjawab, 'Betul’
(Engkau Tuhan kami)." (Al-A'raf: 172), hingga akhir ayat. Maka Umar ibnul
Khattab mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. ditanya mengenai
makna ayat ini, beliau Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya Allah
Swt. menciptakan Adam a.s., kemudian mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya,
dan mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, Allah berfirman, "Aku
telah menciptakan mereka untuk dimasukkan ke dalam surga. dan mereka hanya
mengamalkan amalan ahli surga.” Kemudian Allah mengusap punggungnya lagi, lalu
mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, dan Allah berfirman, "Aku
telah menciptakan mereka untuk neraka dan hanya amalan ahli nerakalah yang
mereka kerjakan." Kemudian ada seorang lelaki yang bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah yang terjadi dengan amal itu? Rasulullah Saw,
menjawab: Apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk surga, maka Allah
menjadikannya beramal dengan amalan ahli surga, hingga ia mati dalam keadaan
mengamalkan amalan ahli surga, lalu Allah memasukkannya ke dalam surga berkat
amal itu. Dan apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk neraka, maka Dia
menjadikannya beramal dengan amalan ahli neraka, hingga ia mati dalam keadaan
mengamalkan amalan ahli neraka, lalu Allah memasukkannya ke neraka.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Al-Qa'nabi; sedangkan
Imam Nasai meriwayatkannya dalam kitab Tafsirnya, dari Qutaibah; dan
Imam Turmuzi di dalam kitab Tafsir-nya. meriwayatkannya dari Ishaq ibnu
Musa, dari Ma'an. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la
dari Ibnu Wahb. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Rauh ibnu Ubadah dan Sa'id ibnu
Abdul Hamid ibnu Ja'far. Ibnu Hibban mengetengahkannya di dalam kitab Sahih-nya.
melalui riwayat Abu Mus'ab Az-Zubairi. Semuanya dari Imam Malik ibnu Anas
dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, tetapi
Muslim ibnu Yasar belum pernah mendengar dari Umar; hal yang sama telah
dikatakan pula oleh Abu Hatim dan Abu Za’rah.
Abu
Hatim menambahkan, di antara keduanya —yakni antara Muslim ibnu Yasar dan
Umar—terdapat Na'im ibnu Rabi'ah. Perkataan Abu Hatim ini diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya, dari Muhammad ibnu Musaffa,
dari Baqiyyah dari Umar ibnu Ju'sum Al-Qurasyi, dari Zaid ibnu-Abu Anisah, dari
Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnul Khattab, dari Muslim ibnu Yasar
Al-Juhami, dari Na'im ibnu Rabi'ah.
Na'im
ibnu Rabi'ah mengatakan bahwa ketika ia berada di hadapan Umar ibnul Khattab
yang saat itu telah ditanya mengenai makna firmanNya ini: Dan (ingadah)
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. (Al-A'raf:
172) Lalu ia mengetengahkan asar ini.
Al-Hafiz
Ad-Daruqutni telah mengatakan bahwa Umar ibnu Ju'sum ibnu Zaid ibnu Sinan telah
mengikut kepada Abu Farwah Ar-Rahawi, Riwayat keduanya (Abu Hatim dan
Ad-Daruqutni) lebih berhak untuk dibenarkan daripada riwayat Imam Malik.
Menurut
hemat kami, Imam Malik secara lahiriahnya sengaja menggugurkan nama Na'im ibnu
Rabi'ah dari rentetan perawi hanyalah semata-mata karena keadaan Na'im tidak
diketahui dan dia tidak mengenalnya, mengingat Na'im tidaklah dikenal kecuali
melalui hadis ini. Karena itulah Imam Malik sering menggugurkan penyebutan
sejumlah perawi yang tidak dikenalnya. Oleh sebab itu pulalah maka ia banyak me-mursal-kan
hadis-hadis yang marfu dan me-maqtu-kan banyak hadis yang mausul.
Hadis
yang lain diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dalam tafsir ayat ini, bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ
حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْم، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ
بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا
خَلَقَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ، فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ
كُلُّ نَسَمة هُوَ خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبيصًا مِنْ نُورٍ، ثُمَّ
عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ
ذَرِّيَّتُكَ. فَرَأَى رَجُلًا مِنْهُمْ فَأَعْجَبَهُ وَبِيص مَا بَيْنَ
عَيْنَيْهِ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ آخِرِ
الْأُمَمِ مِنْ ذُرّيتك، يُقَالُ لَهُ: دَاوُدُ. قَالَ: رَبِّ، وَكَمْ جَعَلْتَ
عُمُرَهُ؟ قَالَ: سِتِّينَ سَنَةً. قَالَ: أَيْ رَبِّ، زِدْهُ مِنْ عُمُرِي
أَرْبَعِينَ سَنَةً. فَلَمَّا انْقَضَى عُمُرُ آدَمَ، جَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ
قَالَ: أَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ عُمُرِي أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أوَ لَمْ
تُعْطِهَا ابْنَكَ دَاوُدَ؟ قَالَ: فَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ،
وَنَسِيَ آدَمُ فَنَسِيَتْ ذُرِّيَّتُهُ، وَخَطِئَ آدَمُ فَخَطِئَتْ
ذُرِّيَّتُهُ".
telah
menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu
Na'im, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam,
dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Ketika Allah menciptakan Adam, maka Allah mengusap punggung Adam,
lalu berguguranlah dari punggungnya semua manusia yang Dia ciptakan dari anak
keturunannya sampai hari kiamat. Dan Allqh menjadikan di antara kedua mata
setiap manusia dari sebagian mereka secercah nur (cahaya), kemudian
Allah menampilkannya dihadapan Adam. Maka Adam berkata, "Wahai Tuhanku,
siapakah mereka ini?" Allah berfirman, "Mereka adalah anak cucumu.”
Adam melihat seorang lelaki dari mereka yang nur di antara kedua matanya
mengagumkan Adam. Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang ini?”
Allah berfirman, "Dia adalah seorang lelaki dari kalangan umat yang akhir
nanti dari kalangan keturunanmu, ia dikenal dengan nama Daud.” Adam berkata,
"Wahai Tuhanku, berapakah usianya yang telah Engkau tetapkan untuknya
“Allah menjawab “Enam Puluh Tahun”. Adam Berkata, "Wahai Tuhanku,
saya rela memberikan kepadanya sebagian dari usiaku sebanyak empat puluh
tahun.” Ketika usia Adam telah habis, ia kedatangan malaikat maut, maka Adam
berkata, "Bukankah usiaku masih empat puluh tahun lagi?” Malaikat maut
menjawab.”Bukankah engkau telah berikan kepada anakmu Daud?” Ketika malaikat
maut menjawabnya, maka Adam mengingkarinya, sehingga keturunannya pun ingkar
pula. Adam lupa, maka keturunannya pun lupa pula. Adam berbuat kekeliruan, maka
keturunannya pun berbuat kekeliruan pula.
Kemudian
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Turmuzi telah
meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Imam
Hakim telah meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis
Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin dengan sanad yang sama. Ia mengatakan bahwa hadis
ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan
Muslim) tidak mengetengahkannya.
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa ia menceritakan hadis
ini dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r .a., dari Rasulullah Saw. Lalu ia
menuturkan hadis ini semisal dengan hadis di atas sampai ia menyebutkan:
"ثُمَّ عَرَضَهُمْ
عَلَى آدَمَ فَقَالَ: يَا آدَمُ، هَؤُلَاءِ ذَرِّيَّتُكَ. وَإِذَا فِيهِمُ
الْأَجْذَمُ وَالْأَبْرَصُ وَالْأَعْمَى، وَأَنْوَاعُ الْأَسْقَامِ، فَقَالَ
آدَمُ: يَا رَبِّ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا بِذُرِّيَّتِي؟ قَالَ: كَيْ تُشْكَرَ
نِعْمَتِي. وَقَالَ آدَمُ: يَا رَبِّ، مِنْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَرَاهُمْ أظْهَرَ
النَّاسِ نُورًا؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الْأَنْبِيَاءُ يَا آدَمُ مِنْ
ذُرِّيَّتِكَ".
Kemudian
Allah memperlihatkan mereka kepada Adam. dan Allah berfirman “Hai Adam Mereka
adalah keturunanmu” Ternyata di antara mereka terdapat orang yang berpenyakit
lepra, supak, buta, dan berpenyakit lainnya. Maka Adam berkata, "Wahai
Tuhanku, mengapa Engkau lakukan ini terhadap keturunanku?” Allah berfirman,
"Agar mereka mensyukuri nikmat-Ku.” Adam bertanya, "Wahai Tuhanku,
siapakah mereka yang saya lihat memiliki nur (cahaya) yang paling menonjol di
kalangan mereka? Allah berfirman, "Mereka adalah para nabi dari
keturunanmu, hai Adam."
Hadis
yang lain diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Qatadah An-Nadri, dari ayahnya,
dari Hisyam ibnu Hakim r.a., bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada
Nabi Saw., "Wahai Rasulullah, apakah amal perbuatan itu baru muncul
kemudian, ataukah telah ditetapkan oleh takdir sebelumnya?" Rasulullah
Saw. bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَخَذَ ذُرِّيَّةَ آدَمَ مِنْ
ظُهُورِهِمْ، ثُمَّ أَشْهَدُهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ، ثُمَّ أَفَاضَ بِهِمْ فِي
كَفَّيْهِ" ثُمَّ قَالَ: "هَؤُلَاءِ فِي الْجَنَّةِ وَهَؤُلَاءِ فِي
النَّارِ، فَأَهْلُ الْجَنَّةِ مُيَسَّرون لِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَأَهْلُ
النَّارِ مُيَسَّرون لِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ".
Sesungguhnya
Allah telah mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka. Kemudian Allah meraup mereka dalam
kedua telapak tangan-Nya, lalu berfirman, "Mereka ini adalah ahli surga,
dan mereka ini adalah ahli neraka." Maka ahli surga dipermudahkan untuk
mengamalkan amalan ahli surga, dan ahli neraka dimudahkan untuk mengamalkan
amalan ahli neraka.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih melalui berbagai jalur dari Abdur Rahman
ibnu Qatadah An-Nadri.
Hadis
yang lain diriwayatkan oleh Ja'far ibnuz Zubair yang orangnya daif, dari
Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
"لَمَّا خَلَقَ
اللَّهُ الْخَلْقَ، وَقَضَى الْقَضِيَّةَ، أَخَذَ أَهْلَ الْيَمِينِ بِيَمِينِهِ
وَأَهْلَ الشِّمَالِ بِشِمَالِهِ، فَقَالَ: يَا أَصْحَابَ الْيَمِينِ. فَقَالُوا:
لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: يَا
أَصْحَابَ الشِّمَالِ. قَالُوا: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ؟ قَالُوا: بَلَى ثُمَّ خَلَطَ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا
رَبِّ، لِمَ خَلَطْتَ بَيْنَهُمْ؟ قَالَ: لَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَلِكَ هُمْ
لَهَا عَامِلُونَ، أَنْ يَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا
غَافِلِينَ، ثُمَّ رَدَّهُمْ فِي صُلْبِ آدَمَ [عَلَيْهِ السَّلَامُ].
Setelah
Allah menciptakan makhluk-Nya dan menetapkan takdirNya, maka Dia mengambil
golongan kanan dengan tangan kanan-Nya dan golongan kiri dengan tangan kiri-Nya.
Allah berfirman, "Hai golongan kanan! " Mereka menjawab, "Kami
penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan," Allah berfirman, "Bukankah
Aku adalah Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, ya Tuhan kami"
Allah berfirman, "Hai golongan kiri!" Mereka menjawab, "Kami
penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan.” Allah berfirman, "Bukankah
Aku Tuhanmu?” Mereka menjawab, "Benar, ya Tuhan kami.” Kemudian Allah
mencampurkan mereka menjadi satu di antara sesama mereka. Maka ada yang
bertanya kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau campur adukkan di
antara sesama mereka?” Allah berfirman, "Amal perbuatan mereka datang
sesudah itu, dan mereka masing-masing akan mengamalkan amalannya agar mereka
nanti kelak di hari kiamat tidak mengatakan, 'Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini'.” Kemudian Allah mengembalikan mereka ke
dalam sulbi Adam.
Hadis
riwayat Ibnu Murdawaih.
Asar
yang lain diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari
Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. (Al-A’raf:
172) Pada hari itu Allah mengumpulkan seluruh manusia yang akan ada sampai hari
kiamat nanti, lalu Allah menjadikan mereka dalam rupanya masing-masing dan
membuat mereka dapat berbicara hingga mereka dapat berbicara, kemudian Allah
mengambil janji dan ikrar dari mereka: dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan
kalian?”Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)." (Al-A'raf:
172), hingga akhir ayat. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku mempersaksikan
terhadap kalian tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi, dan Aku telah
mempersaksikan Adam kakek moyang kalian terhadap kalian, agar kalian kelak di
hari kiamat tidak mengatakan, 'Kami tidak mengetahui." Ketahuilah oleh
kalian bahwa tidak ada Tuhan selain Aku dan tidak ada Rabb selain Aku, maka
janganlah Engkau mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan sesungguhnya Aku
akan mengutus kepada kalian rasul-rasul untuk memberikan peringatan kepada
kalian akan janji dan ikrar-Ku ini, dan Aku akan menurunkan kepada kalian
kitab-kitab-Ku." Mereka menjawab, "Kami bersaksi bahwa Engkau adalah
Tuhan kami dan Rabb kami, tidak ada Rabb dan tidak ada Tuhan selain
Engkau." Pada hari itu mereka mengakui bersedia untuk taat, lalu Allah
mengangkat kakek moyang mereka, Adam; dan Adam memandang mereka, maka ia
melihat bahwa di antara mereka ada yang kaya, ada yang miskin, dan ada yang
rupanya baik, ada pula yang tidak. Maka Adam berkata, "Wahai Tuhanku,
mengapa tidak Engkau samakan hamba-hamba-Mu itu?" Allah berfirman,
"Sesungguhnya Aku suka bila dipanjatkan rasa syukur kepada Ku. Nabi Adam
melihat adanya para nabi di antara mereka yang bagaikan pelita karena
memancarkan nur (cahaya), lalu mereka secara khusus diikat dengan janji
lain, yaitu berupa risalah dan kenabian. Hal inilah yang diungkapkan oleh Allah
Swt. dalam firman-firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil
perjanjian dari nabi-nabi (Al-Ahzab: 7), hingga akhir ayat. Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah. (Ar-Rum: 30) Ini adalah seorang pemberi peringatan di
antarapemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. (An-Najm: 56)
Termasuk pula ke dalam pengertian ini firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan
Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. (Al-A'raf: 102)
Semuanya
itu diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad di dalam kitab Musnad ayahnya.
Ibnu Abu Hatim, Ibnu Jarir, dan Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsir
masing-masing melalui riwayat Ibnu Ja'far Ar-Razi dengan sanad yang sama.
Mujahid,
Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari
kalangan ulama Salaf telah meriwayatkan asar-asar yang teks-teksnya bersesuaian
dengan hadis-hadis ini. Kami cukupkan dengan apa yang telah kami sebutkan agar
pembahasannya tidak bertele-tele, dan hanya kepada Allah-lah Kami memohon
pertologan.
Hadis-hadis
ini menunjukkan bahwa Allah Swt. mengeluarkan keturunan Bani Adam dari
sulbinya, lalu Dia memisahkan antara ahli surga dan ahli neraka di antara
mereka. Adapun mengenai pengambilan kesaksian yang mengatakan bahwa Allah
adalah Tuhan mereka, maka tiada lain hanya terdapat di dalam hadis Kalsum ibnu
Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, juga dalam hadis Abdullah ibnu
Amr. Kami telah menjelaskan bahwa keduanya mauquf, bukan marfu' seperti
yang telah disebutkan di atas. Karena itulah ada sebagian ulama Salaf dan ulama
Khataf yang mengatakan bahwa persaksian ini tiada lain adalah fitrah mereka
yang mengakui keesaan Tuhan, seperti yang disebutkan di dalam hadis Abu
Hurairah dan Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i. Juga seperti yang disebutkan melalui
riwayat Al-Hasan Al-Basri, dari Al-Aswad ibnu Sari'; dan Al-Hasan menafsirkan
ayat ini dengan pengertian tersebut. Mereka mengatakan bahwa karena itulah
disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ}
Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam. (Al-A'raf: 172)
tidak
disebutkan dari Adam.
{مِنْ ظُهُورِهِمْ}
Dari
sulbi mereka. (Al-A'raf: 172)
tidak
disebutkan dari sulbinya (Adam).
{ذُرِّيَّاتِهِمْ}
anak
cucu mereka. (Al-A'raf: 172)
Yakni
Allah menjadikan keturunan mereka generasi demi generasi, satu kurun demi satu
kurun, sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat-ayat
lain, yaitu:
{وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ}
Dia-lah
yang menjadikan kalian khalifah-khalifah di muka bumi. (Fathir: 39)
{وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الأرْضِ}
dan
yang menjadikan kalian (manusia) sebagai
khalifah di bumi. (An-Naml: 62)
{كَمَا
أَنْشَأَكُمْ مِنْ ذُرِّيَّةِ قَوْمٍ آخَرِينَ}
sebagaimana
Dia menjadikan kalian dari keturunan orang-orang lain. (Al-An'am: 133)
*******************
Kemudian
Allah Swt. berfirman:
{وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}
Dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab,
"Betul (Engkau Tuhan kami)." (Al-A'raf: 172)
Maksudnya,
Allah menjadikan mereka menyaksikan hal tersebut secara keadaan dan ucapan.
Kesaksian itu adakalanya dilakukan dengan ucapan, seperti pengertian yang
terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا}
Mereka
berkata, "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.”(Al-An'am: 130)
Adakalanya
pula dilakukan dengan keadaan (yakni dengan sikap dan perbuatan), seperti
pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt:
{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا
مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ}
Tidaklah
pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan
mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. (At-Taubah:
17)
Artinya,
sedangkan keadaan mereka atau sikap dan perbuatan mereka menunjukkan kekafiran
mereka, sekalipun mereka tidak mengatakannya. Demikianlah pengertian yang
terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ}
dan
sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri)
keingkarannya. (Al-'Adiyat: 7)
Demikian
pula permintaan, adakalanya dengan ucapan, adakalanya dengan keadaan (sikap dan
perbuatan), seperti pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ}
Dan
Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan
kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepada-Nya (Ibrahim: 34)
Mereka
mengatakan bahwa di antara dalil yang menunjukkan bahwa makna yang dimaksud
dengan 'persaksian ini' adalah fitrah, yakni bila hanya persaksian saja yang
dijadikan hujah terhadap kemusyrikan mereka, seandainya memang keadaannya
demikian, maka niscaya yang terkena hujah hanyalah orang-orang yang telah
mengucapkannya saja.
Dan
jika dikatakan bahwa penyampaian Rasulullah Saw. akan ketauhidan Allah sudah
cukup untuk dijadikan bukti bagi keberadaan kesaksian ini, maka sebagai
jawabannya dapat dikatakan bahwa orang-orang yang mendustakan-Nya dari kalangan
kaum musyrik, mendustakan pula semua apa yang telah disampaikan oleh para
rasul lainnya, baik yang menyangkut hal ini (keesaan Tuhan) ataupun masalah
lainnya. Maka hal ini menjadikannya sebagai hujah tersendiri terhadap diri
mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna yang dimaksud dari
'persaksian ini' adalah fitrah yang telah ditanamkan di dalam jiwa mereka
menyangkut masalah ketauhidan Allah. Karena itulah disebutkan didalam firman
Nya:
{أَنْ يَقُولُوا}
agar
kalian tidak mengatakan. (Al-A'raf:
172)
Maksudnya,
agar di hari kiamat kelak, kalian tidak mengatakan:
{إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا}
Sesungguhnya
kami (bani Adam) terhadap ini. (Al-A'raf:
172)
Yakni
terhadap masalah tauhid atau keesaan Allah ini.
{غَافِلِينَ أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا
أَشْرَكَ آبَاؤُنَا} الْآيَةَ.
adalah
orang-orang yang lengah, atau agar kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya
orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan.” (Al-A'raf: 172-173), hingga akhir ayat.
Al-A'raf,
ayat 175-177
{وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ
الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا
وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) }
Dan bacakanlah kepada
mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu
dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk
orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah
itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat
zalim.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy dan Mansur, dari
Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud r .a. sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab), kemudian
dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A’raf: 175), hingga akhir ayat.
Dia adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama
panggilan Bal'am ibnu Ba'ura.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang, dari Mansur, dengan sanad yang sama.
Sa'id
ibnu Abu Arubah mengatakan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa telaki tersebut
bernama Saifi ibnur Rahib.
Qatadah
mengatakan, Ka'b pernah menceritakan bahwa dia adalah seorang telaki dari
kalangan penduduk Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan tinggal di
Baitul Maqdis dengan orang-orang yang angkara murka.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa dia adalah seorang lelaki dari
kalangan penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama Bal'am; ia dianugerahi
pengetahuan tentang isi Al-Kitab, tetapi ia meninggalkannya.
Malik
ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang ulama Bani Israil,
terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang kepadanya di
saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa a.s. mengutusnya ke raja negeri Madyan
untuk menyerukan agar menyembah Allah. Tetapi Raja Madyan memberinya sebagian
dari wilayah kekuasaannya dan memberinya banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti
agama raja dan meninggalkan agama Nabi Musa a.s.
Sufyan
ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Husain, dari Imran ibnul Haris, dari Ibnu
Abbas, bahwa orang tersebut adalah Bal'am ibnu Ba'ura. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Mujahid dan Ikrimah.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mugirah,
dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang tersebut bernama
Bal'am. Sedangkan menurut Saqif, dia adalah Umayyah ibnu Abu Silt.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Ya'la ibnu Ata, dari Nafi’ ibnu Asim, dari Abdullah
ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka
berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi Al-Kitab). (Al-A'raf: 175), hingga akhir ayat. Bahwa dia adalah
teman kalian sendiri, yaitu Umayyah ibnu Abu Silt.
Hal
ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Amr, dan
predikat sanadnya sahih sampai kepadanya. Seakan-akan ia hanya bermaksud
bahwa Umayyah ibnu Abus Silt mirip dengan orang yang disebutkan dalam ayat ini,
karena sesungguhnya ia telah banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu,
tetapi tidak dimanfaatkannya. Dia sempat menjumpai masa Nabi Saw. dan telah
sampai kepadanya tanda-tanda, alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga
tampak jelas bagi semua orang yang mempunyai pandangan mata hati. Tetapi
sekalipun menjumpainya, ia tidak juga mau mengikuti agamanya, bahkan dia
berpihak dengan orang-orang musyrik dan membantu serta memuji mereka. Bahkan
dia mengungkapkan rasa (bela sungkawa dalam bentuk syair)nya atas
kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar, hal ini ia ungkapkan
dengan bahasa yang berparamasastra; semoga Allah melaknatnya.
Di
dalam sebagian hadis disebutkan bahwa dia termasuk orang yang lisannya beriman,
tetapi hatinya tidak beriman alias munafik; karena sesungguhnya dia mempunyai
banyak syair yang mengandung makna ketuhanan, kata-kata bijak, dan fasih,
tetapi Allah; tidak melapangkan dadanya untuk masuk Islam.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Namir, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Abu Sa'id Al-A'war, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab), kemudian
dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A'raf: 175) Bahwa dia adalah
seorang lelaki yang dianugerahi tiga doa mustajab, dan ia mempunyai seorang
istri yang memberinya seorang anak laki-laki. Lalu istrinya berkata,
"Berikanlah sebuah doa darinya untukku." Ia menjawab, "Saya
berikan satu doa kepadamu, apakah yang kamu kehendaki?" Si istri menjawab,
"Berdoalah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku wanita yang tercantik
di kalangan Bani Israil." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan istrinya seorang wanita yang tercantik di kalangan kaum Bani Israil.
Setelah si istri mengetahui bahwa dirinyalah yang paling cantik di kalangan
mereka tanpa tandingan, maka ia membenci suaminya dan menghendaki hal yang
lain. Akhirnya si lelaki berdoa kepada Allah agar menjadikan istrinya seekor
anjing betina, akhirnya jadilah istrinya seekor anjing betina. Dua doanya telah
hilang. Kemudian datanglah anak-anaknya, lalu mereka mengatakan, "Kami
tidak dapat hidup tenang lagi, karena ibu kami telah menjadi anjing betina
sehingga menjadi cercaan orang-orang. Maka doakanlah kepada Allah semoga Dia mengembalikan
ibu kami seperti sediakala." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu
kembalilah ujud istrinya seperti keadaan semula. Dengan demikian, ketiga doa
yang mustajab itu telah lenyap darinya, kemudian wanita itu diberi nama Al
Basus. Asar ini gharib
Adapun
asar yang termasyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini
hanyalah menceritakan perihal seorang lelaki di masa dahulu, yaitu di zaman
kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Mas'ud dan
lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah seorang
lelaki dari kota orang-orang yang gagah perkasa, dikenal dengan nama Bal'am.
Dia mengetahui Asma Allah Yang Mahabesar.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf
mengatakan bahwa doa lelaki tersebut mustajab; tidak sekali-kali ia memohon
sesuatu kepada Allah, melainkan Allah memberikan kepadanya apa yang dimintanya
itu.
Tetapi
pendapat yang sangat jauh dari kebenaran —bahkan sangat keliru— ialah yang
mengatakan bahwa lelaki itu telah diberi kenabian, lalu ia melepaskan kenabian
itu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari sebagian di antara mereka
(ulama), tetapi tidak sahih.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi Musa dan
orang-orang yang bersamanya turun istirahat di tempat mereka (yakni negeri
orang-orang yang gagah perkasa), maka Bal'am (yang bertempat tinggal di negeri
itu) kedatangan anak-anak pamannya dan kaumnya. Lalu mereka berkata, "Sesungguhnya
Musa adalah seorang lelaki yang sangat perkasa dan mempunyai bala tentara yang
banyak. Sesungguhnya dia jika menang atas kita, niscaya dia akan membinasakan
kita. Maka berdoalah kepada Allah, semoga Dia mengusir Musa dan bala tentaranya
dari kita. Bal'am menjawab, "Sesungguhnya jika aku berdoa kepada Allah
memohon agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dikembalikan, niscaya akan
lenyaplah dunia dan akhiratku." Mereka terus mendesaknya hingga akhirnya
Bal'am mau berdoa. Maka Allah melucuti apa yang ada pada dirinya. Yang demikian
itu disebutkan oleh firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat
itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai ia tergoda). (Al-A'raf: 175),
hingga akhir ayat.
As-Saddi
mengatakan bahwa setelah selesai masa empat puluh tahun, seperti apa yang
disebutkan di dalam firman Nya : maka sesungguhnya negeri ini diharamkan
atas mereka selama empat puluh tahun. (Al-Maidah: 26) Maka Allah mengutus
Yusya' ibnu Nun sebagai seorang nabi, lalu Yusya' menyeru kaum Bani Israil
(untuk menyembah Allah) dan memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya adalah
seorang nabi, dan Allah telah memerintahkannya agar memerangi orang-orang yang
gagah perkasa. Lalu mereka berbaiat kepadanya dan mempercayainya Kemudian ada
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang dikenal dengan nama Bal'am
berangkat dan menemui orang-orang yang gagah perkasa. Dia adalah orang yang
mengetahui tentang Ismul A'zam yang rahasia (apabila dibaca, maka semua
permintaannya dikabulkan seketika). Tetapi ia kafir dan berkata kepada
orang-orang yang gagah perkasa, "Janganlah kalian takut kepada Bani
Israil. Karena sesungguhnya jika kalian berangkat untuk memerangi mereka, maka
saya akan mendoakan untuk kehancuran mereka, dan akhirnya mereka pasti
hancur." Bal'am hidup di kalangan mereka dengan mendapatkan semua perkara
duniawi yang dikehendakinya, hanya saja dia tidak dapat berhubungan dengan
wanita karena wanita orang-orang yang gagah perkasa itu terlalu besar baginya.
Maka Bal'am hanya dapat menggauli keledainya. Kisah inilah yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu
(Al-A'raf: I75)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ}
lalu
dia diikuti oleh setan (sampai
dia tergoda). (Al-A'raf: 175)
Artinya,
setan telah menguasai dirinya dan urusannya; sehingga apabila setan
menganjurkan sesuatu kepadanya, ia langsung mengerjakan dan menaatinya. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan :
{فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ}
makajadilah
dia termasuk orang-orang yang sesat. (Al-A'raf:
175)
Ia
termasuk orang-orang yang binasa, bingung, dan sesat.
Sehubungan
dengan makna ayat ini terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu
Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَكْرٍ، عَنِ الصَّلْتِ بْنِ بَهْرام، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، حَدَّثَنَا جُنْدُب
الْبَجَلِيُّ في هذا المسجد؛ أن حذيفة -يعني بن الْيَمَانِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
-حَدَّثَهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "أن
مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ
بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ
اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ،
وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا
أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ
الرَّامِي".
telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Bakar, dari As-Silt ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Jundub Al-Jabali di masjid ini;
Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Sesungguhnya di antara hal yang saya takutkan terhadap
kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala
keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan
perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia
melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang
punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan
senjata dan menuduhnya telah musyrik. Huzaifah ibnul Yaman bertanya,
"Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang
yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak,
bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."
Sanad
hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah
dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu
hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam
mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula
Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا
وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ}
Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung
kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. (Al-A'raf: 176)
Sedangkan
firman Allah Swt.:
{وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا}
Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. (Al-A'raf:
176)
Maksudnya,
niscaya Kami mengangkatnya dari pencemaran kekotoran duniawi dengan ayat-ayat
yang telah Kami berikan kepadanya.
{وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ}
tetapi
dia cenderung kepada dunia. (Al-A'raf:
176)
Yakni
cenderung kepada perhiasan kehidupan dunia dan kegemerlapannya. Dia lebih
menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Dia teperdaya oleh
kesenangan duniawi sebagaimana teperdaya orang-orang yang tidak mempunyai
pandangan hati dan akal.
Abu
Rahawaih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi dia
cenderung kepada dunia (Al-A'raf: 176) Bahwa setan menampakkan dirinya
kepada dia di atas ketinggian sebuah jembatan di Banias, lalu keledai yang
dinaikinya bersujud kepada Allah, tetapi dia sendiri (yakni Bal'am) sujud
kepada setan itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Jubair
ibnu Mafir dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Imam
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa, kisah yang menyangkut lelaki ini antara
lain ialah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Abdul
A'la. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya
yang ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan bacakanlah
kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi AlKitab). (Al-A'raf: 175) Maka ayahnya menceritakan kisah yang
pernah ia terima dari Sayyar, bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang dikenal
dengan nama Bal'am. Bal'am adalah orang yang doanya dikabulkan. Kemudian Nabi
Musa berangkat dengan pasukan kaum Bani Israil menuju negeri tempat Bal'am
berada, atau negeri Syam. Lalu penduduk negeri tersebut merasa sangat takut dan
gentar terhadap Musa a.s. Maka mereka mendatangi Bal'am dan mengatakan
kepadanya, "Doakanlah kepada Allah untuk kehancuran lelaki ini (yakni Nabi
Musa a.s.) dan bala tentaranya." Bal'am menjawab, "Tunggulah sampai
aku meminta saran dari Tuhanku, atau aku diberi izin oleh-Nya." Bal'am
meminta saran dari Tuhannya dalam doanya yang memohon untuk kehancuran Musa dan
pasukannya. Maka dijawab, "Janganlah kamu mendoakan buat kehancuran
mereka, karena sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku, dan di antara mereka
terdapat nabi mereka." Maka Bal'am melapor kepada kaumnya,
"Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku dalam doaku yang
memohon untuk kehancuran mereka, tetapi aku dilarang melakukannya. Maka mereka
memberikan suatu hadiah kepada Bal'am dan Bal'am menerimanya. Kemudian mereka
kembali kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah untuk
kehancuran mereka," Bal'am menjawab, 'Tunggulah, aku akan meminta saran
kepada Tuhanku." Lalu Bal’am meminta saran Kepada Nya, ternyata Dia tidak
memerintahkan sesuatu pun kepadanya. Maka Bal'am berkata (kepada
kaumnya), "Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku, tetapi Dia
tidak memerintahkan sesuatu pun kepadaku." Kaumnya berkata,
"Sekiranya Tuhanmu tidak suka engkau mendoakan untuk kehancuran mereka,
niscaya Dia akan melarangmu pula sebagaimana Dia melarangmu pada pertama
kalinya.” Bal'am terpaksa berdoa untuk kebinasaan mereka. Tetapi apabila ia
mendoakan untuk kehancuran mereka (Musa dan pasukannya), maka yang terucapkan
oleh lisannya justru mendoakan untuk kehancuran kaumnya. Dan apabila ia
mendoakan untuk kemenangan kaumnya, justru lisannya mendoakan untuk kemenangan
Musa dan pasukannya atau hal yang semacam itu, seperti apa yang dikehendaki
oleh Allah. Maka kaumnya berkata, "Kami tidak melihatmu berdoa melainkan
hanya untuk kehancuran kami." Bal'am menjawab, "Tiada yang terucapkan
oleh lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap mendoakan untuk kehancurannya,
niscaya aku tidak diperkenankan. Tetapi aku akan menunjukkan kepada kalian
suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka. Sesungguhnya Allah
murka terhadap perbuatan zina, dan sesungguhnya jika mereka terjerumus ke dalam
perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa; dan aku berharap semoga Allah
membinasakan mereka melalui jalan ini." Bal'am melanjutkan ucapannya,
"Karena itu, keluarkanlah kaum wanita kalian untuk menyambut mereka.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang sedang musafir, mudah-mudahan saja mereka
mau berzina sehingga binasalah mereka." Kemudian mereka melakukan hal itu
dan mengeluarkan kaum wanita mereka menyambut pasukan Nabi Musa a.s.
Tersebutlah bahwa raja mereka mempunyai seorang anak perempuan, perawi
menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya hanya Allah yang
mengetahuinya. Lalu ayahnya atau Bal'am berpesan kepadanya, "Janganlah
engkau serahkan dirimu selain kepada Musa." Akhirnya pasukan Bani Israil
terjerumus ke dalam perbuatan zina. Kemudian datanglah kepada wanita tadi
seorang pemimpin dari salah satu kabilah Bani Israil yang menginginkan dirinya.
Maka wanita itu berkata, "Saya tidak mau menyerahkan diri saya selain
kepada Musa." Pemimpin suatu Kabilah menjawab “Sesungguhnya kedudukanmu
adalah anu dan anu, dan keadaanku anu dan anu." Akhirnya si wanita
mengirim utusan kepada ayahnya meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata
kepadanya, "Serahkanlah dirimu kepadanya." Lalu pemimpin kabilah itu
menzinainya. Ketika mereka berdua sedang berzina, datanglah seorang lelaki dari
Bani Harun seraya membawa tombak, lalu menusuk keduanya. Allah memberinya
kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya menjadi satu tersatekan oleh tombaknya,
kemudian ia mengangkat keduanya dengan tombaknya itu, sehingga semua orang
melihatnya. Maka Allah menimpakan penyakit ta'un kepada mereka, sehingga
matilah tujuh puluh ribu orang dari kalangan pasukan Bani Israil.
Abul
Mu'tamir mengatakan, Sayyar telah menceritakan kepadanya bahwa Bal'am
mengendarai keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama
Al-Ma'luli atau suatu jalan yang menuju Al-Ma'luli. Lalu Bal'am memukuli
keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan hanya berdiri saja di
tempat. Lalu keledai itu berkata kepadanya, "Mengapa engkau terus memukuliku?
Tidakkah engkau melihat apa yang ada di hadapanmu ini?" Tiba-tiba setan
menampakkan diri di hadapan Bal'am. Lalu Bal'am turun dan bersujud kepada setan
itu. Inilah yang disebutkan oleh firman Allah Swt.: Dan bacakanlah kepada
mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi AlKitab) kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A'raf:
175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Demikianlah
yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku, tetapi aku tidak tahu barangkali di
dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah lainnya.
Menurut
kami dia adalah Bal'am. Menurut suatu pendapat yaitu Bal'am Ibnu Ba'ura,
menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan menurut pendapat yang lainnya dia adalah
Ibnu Ba'ur ibnu Syahtum ibnu Qusytum ibnu Maab ibnu Lut ibnu Haran, sedangkan
menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Ibnu Haran ibnu Azar. Dia tinggal di
suatu kampung yang berada di wilayah Al-Balqa.
Ibnu
Asakir mengatakan bahwa dialah orang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu
ia murtad dari agamanya; kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur'an. Kemudian
sebagian dari kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas,
bersumberkan dari Wahb dan lain-lainnya.
Muhammad
ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah
menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari wilayah
Syam—maka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya,
"Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia datang
untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan
tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang
dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan
engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah
engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab,
"Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang
mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka,
sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka
mengatakan kepada Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal
lagi." Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan
berendah diri kepada Bal'am untuk membujuknya. Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu
Bal'am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia
dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah
berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal'am
turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan
berjalan, lalu Bal'am menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak jauh,
keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu menjewer
telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes
tindakannya—seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah
kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku
menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran
Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus
memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am
memukulinya. Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas
puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil.
Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak
sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan
Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya.
Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah
memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil. Maka kaumnya
berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu
lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan
kekalahan kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak
saya kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh
Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas
dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku
dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus
melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan melancarkan tipu
muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian
dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu
lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk
melakukan jual beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita
kalian agar jangan sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya
diajak berbuat mesum dengan lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya
jika ada seseorang dari mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan
mereka." Lalu kaum Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan. Ketika
kaum wanita itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari
Kan'an (kaum Bal'am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin
kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil.
Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub
ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh
kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya
menghadap kepada Nabi Musa. Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga
engkau akan mengatakan bahwa ini diharamkan atas dirimu, janganlah kamu
mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia haram bagimu!" Zumri
menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada perintahmu dalam hal
ini." Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya dan
menyetubuhinya. Maka Allah Swt. mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum Bani
Israil di perkemahan mereka. Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan perbuatan
mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun —pengawal pribadi Musa— sedang tidak
ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu.
Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia
memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate
keduanya dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya
setinggi-tingginya dengan tombaknya. Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya
dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke
janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa,
"Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang
berbuat durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap.
Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak
Zumri berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata
seluruhnya berjumlah tujuh puluh ribu orang. Sedangkan menurut perhitungan
orang yang meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah
melayang dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani
Israil memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka
sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak
yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah
anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura.
Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura
ini, kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.: dan bacakanlah kepada
mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (
Al-A' raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf:
176)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ
تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ}
maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)-
(Al-A'raf: 176)
Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari
Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia
diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan
tersebut, yakni jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap
menjulurkan lidahnya.
Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam
hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya
kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan. Perihalnya diumpamakan dengan
anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika
dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya
tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am, dia tidak memanfaatkan
pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan orang yang tidak
memilikinya. Sama halnya dengan pengertian Yang terkandung di dalam Firman-Nya
:
{سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ
لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}
Sama
saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (Al Baqarah: 6, Yasin: 10)
{اسْتَغْفِرْ
لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً
فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ}
Kamu
memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi
mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun
kepada mereka. (At-Taubah: 80)
dan
ayat-ayat lainnya yang semakna.
Menurut
pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kalbu orang kafir dan orang
munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan
penyakit yang tak terobatkan’. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam
ungkapan itu. Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan
lain-lainnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ}
Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar
mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.: Maka ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah agar mereka (Al-A'raf: 176) yakni agar Bani Israil
mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh
Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat
Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A'zam yang
diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila
dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata
Bal'am menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya,
bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara- Tuhan Yang
Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan rasul-Nya di
masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki sebagai Kalimullah (orang
yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}
agar
mereka berpikir. (Al-A'raf: 176)
Maksudnya,
mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang
semisal, karena sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu kepada kaum Bani
Israil (di masa Nabi Saw.) dan membedakan mereka di atas selain mereka dari
kalangan orang-orang Arab. Allah telah menjadikan mereka memiliki pengetahuan
tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan mereka; mereka
mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Mereka adalah
orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi Saw.,
membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh
nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya. Karena
itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap
apa yang ada di dalam kitab mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga
hamba-hamba Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada
mereka kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{سَاءَ مَثَلا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا}
Amat
buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami., Al- A'raf: 177) .
Allah
Swt. berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburuk-buruk
perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anj ing, karena
anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu
syahwat. Barang siapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu
mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing;
dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena
itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
"لَيْسَ لَنَا
مَثَلُ السَّوْءِ، الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي
قَيْئِهِ"
Tiada
pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan seseorang
yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan
kembali muntahnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ}
dan
kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Al-A'raf: 177)
Maksudnya.
Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya
sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan,
lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta
kemauan hawa nafsu.
Al-A'raf,
ayat 178
{مَنْ يَهْدِ اللَّهُ
فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (178) }
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang
mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah aranv-orane
yang merugi.
Allah
Swt. berfirman bahwa barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya, maka
sesungguhnya dia telah merugi, kecewa, dan sesat tanpa dapat dielakkan lagi.
Karena sesungguhnya sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan
sesuatu yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi. Karena itulah di
dalam hadis Ibnu Mas'ud r.a. disebutkan hal seperti berikut:
"إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنُعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ".
Sesungguhnya
segala puji bagi Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, memohon hidayah, dan
memohon ampun hanya kepada-Nya. Dan Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
hawa nafsu kami dan keburukan-keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya; dan barang
siapa disesatkan oleh Allah, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya
Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.
Hadis
selengkapnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah dan
kitab-kitab lainnya,
Al-A'raf,
ayat 179
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ
بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ
بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
(179) }
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.
Firman
Allah Swt.:
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ}
Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam. (Al-A'raf: 179)
Artinya,
Kami ciptakan dan Kami jadikan mereka untuk isi neraka Jahannam.
{ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ}
kebanyakan
dari jin dan manusia. (Al-A'raf:
179)
Yakni
Kami sediakan mereka untuk isi neraka Jahannam, dan hanya amal ahli nerakalah
yang dapat mereka kerjakan. Karena sesungguhnya Allah Swt. ketika hendak
menciptakan mereka, Dia telah mengetahui apa yang bakal mereka amalkan sebelum
kejadian mereka. Lalu hal itu Dia catatkan di dalam suatu kitab (Lauh Mahfuz)
yang ada di sisi-Nya, yang hal ini terjadi sebelum langit dan bumi diciptakan
dalam tenggang masa lima puluh ribu tahun.
Hal
ini seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui riwayat
Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
قَدَّرَ مَقَادِيرَ الْخَلْقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ"
Sesungguhnya
Allah telah mencatat takdir-takdir makhluk-(Nya) sebelum Dia menciptakan langit
dan bumi dalam jarak masa lima puluh ribu tahun, sedangkan A'rasy-Nya berada di
atas air.
Di
dalam kitab Sahih Muslim pula telah disebutkan melalui hadis Aisyah
binti Talhah, dari bibinya (yaitu Siti Aisyah r.a., Ummul Mu’minin). Dia telah
menceritakan:
دُعِيَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِنَازَةِ صَبِيٍّ مِنَ الْأَنْصَارِ،
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ طُوبَى لَهُ، عُصْفُورٌ مِنْ عَصَافِيرِ
الْجَنَّةِ، لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ وَلَمْ يُدْرِكْهُ. فَقَالَ [رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ يَا عَائِشَةُ؟ إِنَّ
اللَّهَ خَلَقَ الْجَنَّةَ، وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ
آبَائِهِمْ، وَخَلَقَ النَّارَ، وَخَلَقَ لَهَا أَهْلًا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ
آبَائِهِمْ"
bahwa
Nabi Saw. diundang untuk menghadiri pemakaman jenazah seorang bayi dari
kalangan kaum Ansar. Lalu Siti Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah,
beruntunglah dia, dia akan menjadi burung pipit surga, dia tidak pernah berbuat
keburukan dan tidak menjumpainya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai
Aisyah, tidaklah seperti itu. Sesungguhnya Allah telah menciptakan surga dan
Dia telah menciptakan pula para penghuninya, sedangkan mereka masih berada di
dalam sulbi bapak-bapak mereka. Dan Allah telah menciptakan neraka, dan Dia
telah menciptakan pula para penghuninya, sedangkan mereka masih berada di dalam
sulbi bapak-bapak mereka.
Di
dalam kitab Sahihain, melalui hadis Ibnu Mas'ud disebutkan seperti
berikut:
ثُمَّ يَبْعَثُ إِلَيْهِ
الْمَلِكَ، فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَيَكْتُبُ: رِزْقَهُ، وَأَجَلَهُ،
وَعَمَلَهُ، وَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ".
Kemudian
Allah mengirimkan malaikat kepadanya, malaikat diperintahkan untuk mencatat
empat kalimat. Maka dicatatlah rezekinya, ajalnya, dan amalnya serta apakah dia
orang yang Celaka ataukah orang yang berbahagia
Dalam
pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa ketika Allah mengeluarkan anak-anak
Adam dari sulbinya dan menjadikan mereka dua golongan, yaitu gotongan kanan dan
golongan kiri, maka Allah berfirman:
"هَؤُلَاءِ
لِلْجَنَّةِ وَلَا أُبَالِي، وَهَؤُلَاءِ لِلنَّارِ وَلَا أُبَالِي".
Mereka
untuk menghuni surga dan Aku tidak peduli. Dan mereka untuk menghuni neraka dan
Aku tidak peduli.
Hadis-hadis
yang menerangkan masalah ini cukup banyak. Masalah takdir memang merupakan
suatu pembahasan yang cukup panjang, tetapi disebutkan dalam kitab yang lain,
bukan kitab ini tempatnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا}
mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). (Al-A’raf: 179)
Dengan
kata lain, mereka tidak memanfaatkan sesuatu pun dari indera-indera ini yang
telah dijadikan oleh Allah sebagai sarana untuk mendapat hidayah, seperti
pengertian yang terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَجَعَلْنَا
لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلا
أَبْصَارُهُمْ وَلا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ
اللَّهِ
dan
Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun
bagi mereka, karena selalu mengingkari ayat-ayat Allah (al Ahqaf: 26) hingga akhir hayat
{صُمٌّ
بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ}
Mereka
tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (Al-Baqarah: 18)
Demikianlah
sifat orang-orang munafik. Sedangkan mengenai sifat orang-orang kafir, Allah
Swt. telah berfirman:
{صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا
يَعْقِلُونَ}
Mereka
tuli, bisu, dan buta; maka (oleh
sebab itu) mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah: 171)
Pada
kenyataannya mereka tidak tuli, tidak bisu, dan tidak buta, melainkan hanya
terhadap hidayah, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا
لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ}
Kalau
kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan
mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar,
niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23)
فَإِنَّهَا
لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam
dada. (Al-Hajj: 46)
{وَمَنْ
يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ *
وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
مُهْتَدُونَ}
Barang
siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan); maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar, dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (Az-Zukhruf:
36-37)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ}
Mereka
itu seperti binatang ternak (Al-A'raf:
179)
Maksudnya,
mereka yang tidak mau mendengar perkara yang hak, tidak mau menolongnya serta
tidak mau melihat jalan hidayah adalah seperti binatang ternak yang terlepas
bebas. Mereka tidak dapat memanfaatkan indera-indera tersebut kecuali hanya
yang berkaitan dengan masalah kedumavrfiannya saja. Perihalnya sama dengan yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ
الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلا دُعَاءً وَنِدَاءً
Dan
perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang
kafir adalah seperti penggembala memanggil binatang yang tidak mendengar selain
panggilan dan seruan saja. (Al-Baqarah: 171)
Perumpamaan
mereka di saat mereka diseru kepada keimanan sama dengan hewan ternak di saat
diseru oleh penggembalanya; ternak itu tidaklah mendengar selain hanya suaranya
saja, tanpa memahami apa yang diserukan penggembalanya. Karena itulah dalam
ayat ini mereka disebutkan oleh firman-Nya:
{بَلْ هُمْ أَضَلُّ}
Bahkan
Mereka lebih sesat Lagi (Al Araf
: 179)
Yakni
lebih sesat daripada hewan ternak, karena hewan ternak adakalanya memenuhi
seruan penggembalanya di saat penggembalanya memanggilnya, sekalipun ia tidak
mengerti apa yang diucapkan penggembalanya. Lain halnya dengan mereka. Hewan
ternak melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya,
adakalanya berdasarkan tabiatnya, adakalanya pula karena ditundukkan. Lain
halnya dengan orang kafir, karena sesungguhnya dia diciptakan hanya semata-mata
untuk menyembah Allah dan mengesakan-Nya, tetapi ternyata dia kafir dan
mempersekutukan-Nya.
Karena
itu, disebutkan bahwa barang siapa yang taat kepada Allah, maka dia lebih mulia
daripada malaikat ketak di hari dia kembali ke alam akhirat. Dan barang siapa
yang kafir kepada Allah, maka hewan ternak lebih sempurna daripadanya. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ}
Mereka
itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. (Al-A'raf:
179)
Al-A'raf,
ayat 180
{وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ
الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (180) }
Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Dari
Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ لِلَّهِ
تِسْعًا وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةٌ إِلَّا وَاحِدًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ
الْجَنَّةَ، وَهُوَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ".
Sesungguhnya
Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu, seratus kurang satu.
Barangsiapa yang dapat menghafalnya, masuk surga. Dia Maha Esa dan mencintai
yang esa.
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahih-nya. masing-masing
melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz Zanad dari Al-A’raj dengan lafaz
yang sama.
Imam
Bukhari telah meriwayatkannya dari Abul Yaman, dari Syu'aib, dari Abu Hamzah,
dari Abuz Zanad dengan sanad yang sama.
Imam
Turmuzi telah mengetengahkannya di dalam kitab Jami'-nya, dari
Al-Juzjani, dari Safwan ibnu Saleh, dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Syu'aib,
lalu ia menyebutkan hal yang semisal berikut sanadnya. Tetapi di dalam riwayat
itu sesudah lafaz, "Menyukai yang esa," ditambahkan hal berikut,
yaitu:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا
إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ، الْمَلِكُ، الْقُدُّوسُ، السَّلَامُ،
الْمُؤْمِنُ، الْمُهَيْمِنُ، الْعَزِيزُ، الْجَبَّارُ، الْمُتَكَبِّرُ،
الْخَالِقُ، الْبَارِئُ، الْمُصَوِّرُ، الْغَفَّارُ، الْقَهَّارُ، الْوَهَّابُ،
الرَّزَّاقُ، الْفَتَّاحُ، الْعَلِيمُ، الْقَابِضُ، الْبَاسِطُ، الْخَافِضُ،
الرَّافِعُ، الْمُعِزُّ، الْمُذِلُّ، السَّمِيعُ، الْبَصِيرُ، الْحَكَمُ،
الْعَدْلُ، اللَّطِيفُ، الْخَبِيرُ، الْحَلِيمُ، الْعَظِيمُ، الْغَفُورُ،
الشَّكُورُ، الْعَلِيُّ، الْكَبِيرُ، الْحَفِيظُ، الْمَقِيتُ، الْحَسِيبُ،
الْجَلِيلُ، الْكَرِيمُ، الرَّقِيبُ، الْمُجِيبُ، الْوَاسِعُ، الْحَكِيمُ،
الْوَدُودُ، الْمَجِيدُ، الْبَاعِثُ، الشَّهِيدُ، الْحَقُّ، الْوَكِيلُ،
الْقَوِيُّ، الْمَتِينُ، الْوَلِيُّ، الْحَمِيدُ، الْمُحْصِي، الْمُبْدِئُ،
الْمُعِيدُ، الْمُحْيِي، الْمُمِيتُ، الْحَيُّ، الْقَيُّومُ، الْوَاجِدُ،
الْمَاجِدُ، الْوَاحِدُ، الْأَحَدُ، الْفَرْدُ، الصَّمَدُ، الْقَادِرُ،
الْمُقْتَدِرُ، الْمُقَدِّمُ، الْمُؤَخِّرُ، الْأَوَّلُ، الْآخِرُ، الظاهر، الْبَاطِنُ، الْوَالِي،
الْمُتَعَالِي، الْبَرُّ، التَّوَّابُ، الْمُنْتَقِمُ، الْعَفُوُّ، الرَّءُوفُ،
مَالِكُ الْمُلْكِ، ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، الْمُقْسِطُ، الْجَامِعُ،
الْغَنِيُّ، الْمُغْنِي، الْمَانِعُ، الضَّارُّ، النَّافِعُ، النُّورُ، الْهَادِي،
الْبَدِيعُ، الْبَاقِي، الْوَارِثُ، الرَّشِيدُ، الصَّبُورُ
Dialah
Allah, Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang,
Raja, Mahasuci, Mahasejahtera, Maha Mengaruniakan Keamanan. Maha Memelihara,
Mahamulia, Mahakuasa, Mahaperkasa, Maha Memiliki Keagungan, Maha Pencipta, Maha
Membentuk Rupa, Maha Pengampun, Maha-menang. Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi
Rezeki, Maha Pemberi Keputusan, Maha Mengetahui, Maha Menyempitkan Rezeki, Maha
Melapangkan Rezeki, Yang Merendahkan, Yang Mengangkat, Yang Memuliakan, Yang
Menghinakan, Yang Maha Mendengar, Maha Melihat, Mahabijaksana, Mahaadil,
Mahalembut, Maha-waspada, Maha Penyantun, Mahaagung, Maha Pengampun, Maha
Mensyukuri, Mahatinggi, Mahabesar, Maha Memelihara, Maha Membalas, Maha
Periksa, Mahaagung, Mahamulia, Maha Mengawasi, Maha Memperkenankan, Mahaluas,
Mahabijaksana, Maha Mencintai, Mahaagung, Maha Membangkitkan, Maha Menyaksikan,
Mahabenar, Maha Melindungi, Mahakuat, Mahateguh, Maha Menolong, Maha Terpuji,
Maha Menghitung, Maha Memulai, Maha Mengembalikan, Yang Menghidupkan, Yang
Mematikan, Yang Mahahidup Abadi, Yang Maha Berdikari, Yang Maha Pemurah, Yang
Mahaagung, Yang Maha Esa, Yang Mahatunggal, Yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu, Yang Mahakuasa, Yang Maha Berkuasa, Yang mendahulukan, Yang
mengakhirkan. Yang Mahaawal, Yang Mahaakhir, Yang Mahanyata, Yang Maha
Tersembunyi, Yang Maha Menolong, Yang Mahatinggi, Yang Mahabijak, Maha
Pengampun, Maha Membalas, Maha Memaafkan, Maha Penyayang. Yang Mempunyai
Kerajaan, Yang Mempunyai Keagungan dan Kemuliaan, Yang Mahaadil. Yang Maha
Menghimpun, Yang Mahakaya, Yang Memberi Kekayaan, Yang Maha Mencegah, Yang
Menimpakan Bahaya, Yang Memberi Manfaat. Yang Maha Bercahaya. Yang Maha Pemberi
Petunjuk, Yang Maha Membuat, Yang Mahakekal, Yang Maha Mewaris, Yang Maha
Memberi Petunjuk, Yang Mahasabar.
Kemudian
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.
Hadis
ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abu Hurairah, tetapi kami
tidak mengetahui pada kebanyakan riwayat adanya penyebutan asma-asma ini
kecuali dalam hadis ini.
Ibnu
Hibban telah meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya melalui jalur Safwan
dengan sanad yang sama.
Ibnu
Majah di dalam kitab Sunnah-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain
dari Musa ibnu Uqbah, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah secara morfu’ lalu ia
mengemukakan asma-asma tersebut, tetapi ada penambahan dan pengurangannya.
Tetapi
hal yang dijadikan pegangan oleh jamaah huffaz (ulama yang hafal hadis)
mengatakan bahwa pengemukaan asma-asma Allah dalam hadis ini merupakan sisipan
yang dimasukkan ke dalamnya. Dan sesungguhnya hal tersebut hanyalah seperti apa
yang diriwayatkan oleh Al-Walid ibnu Muslim dan Abdul Malik ibnu Muhammad
As-San'ani, dari Zuhair ibnu Muhammad, bahwa telah sampai kepadanya dari ulama
yang jumlahnya bukan hanya seorang; mereka mengatakan hal yang sama. Dengan
kata lain, mereka menghimpunnya dari Al-Qur'an. Seperti apa yang telah
diriwayatkan oleh Ja'far ibnu Muhammad, Sufyan ibnu Uyaynah, dan Abu Zaid
Al-Lugawi.
Kemudian
perlu untuk diketahui bahwa asmaul husna tidak hanya terbatas sampai bilangan
sembilan puluh sembilan. Sebagai dalilnya ialah apa yang telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya melalui Yazid ibnu Harun, dari Fudail
ibnu Marzuq, dari Abu Salamah Al-Juhanni, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari
ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah
bersabda:
"مَا أَصَابَ
أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حُزْنٌ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ
عَبْدِكِ، ابْنُ أَمَتِكِ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ
فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ،
أَوْ أَعْلَمْتَهُ أَحَدًا مَنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ
اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ
رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا
أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَحًا".
فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَعَلَّمُهَا؟ فَقَالَ: "بَلَى،
يَنْبَغِي لِكُلٍّ مِنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا".
Tidak
sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kesedihan, lalu ia
mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak
hamba, dan amat (hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu,
keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku. Aku memohonkan kepada
Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan
dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang
Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di
dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur
kalbuku,-cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku,"
melainkan Allah menghapuskan darinya kesedihan dan kesusahannya, dan menggantikannya
dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah kami boleh mempelajarinya?" Rasulullah Saw. menjawab: Benar,
dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya.
Imam
Abu Hatim ibnu Hayyan Al-Basti telah meriwayatkan hal yang semisal di dalam
kitab Sahih-nya.
Seorang
ulama fiqih —yaitu Imam Abu Bakar ibnul Arabi, salah seorang imam mazhab
Maliki— telah menyebutkan di dalam kitabnya yang berjudul Al-Ahwazi fi
Syarhit Turmuzi, bahwa sebagian ulama ada yang menghimpun dari Al-Qur’an
dan Sunnah sebagian dari asma-asma Allah yang banyaknya sampai seribu asma.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
(Al-A'raf: 180) Yang dimaksud dengan orang-orang yang menyimpang dalam ayat
ini ialah mereka yang menyebut nama Al-Lata di dalam asma-asma Allah.
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
(Al-A'raf: 180) Mereka mengakarkatakan Al-Lata dari lafaz Allah; dan
Al-Uzza dari lafaz Al- 'Aziz (salah satu asma Allah).
Qatadah
mengatakan bahwa makna yulhiduna ialah mempersekutukan asma-asma-Nya
(dengan nama-nama lain).
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ilhad artinya
mendustakan. Asal kata menurut bahasa Arab artinya menyimpang dari tujuan,
melenceng, membelok, dan melampaui garis. Termasuk ke dalam pengertian kata ini
ialah sebutan al-lahd (liang lahat) pada kuburan. Dinamakan demikian
karena liang ini dibuat di sisi bagian dalam galian dan tidak lurus dengan
garis lurus galian kuburannya.
Al-A'raf,
ayat 181
{وَمِمَّنْ خَلَقْنَا
أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (181) }
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi
petunjuk dengan hak dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.
Firman
Allah Swt-.:
{وَمِمَّنْ خَلَقْنَا}
Dan
di antara orang-orang yang Kami ciptakan. (Al-A'raf:
181)
yakni
di antara sebagian umat.
{أُمًّةٌ}
ada
umat. (Al-A'raf: 181)
Maksudnya,
terdapat suatu umat yang menegakkan kebenaran secara teori dan prakteknya.
{يَهْدُونَ بِالْحَقِّ}
yang
memberi petunjuk dengan hak. (Al-A'raf:
181)
Yaitu
mereka mengatakannya dan menyeru orang lain kepadanya.
{وَبِهِ يَعْدِلُونَ}
dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan
keadilan. (Al-A'raf: 181)
Dengan
berpegang kepada yang hak itulah mereka beramal dan melakukan keadilan. Menurut
banyak asar, makna yang dimaksud oleh ayat ini ialah umat Nabi Muhammad.
Sa'id
telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan tafsir ayat ini; telah sampai
kepadanya suatu hadis yang mengatakan bahwa Nabi Saw. apabila membaca ayat ini
selalu mengucapkan: Ini bagi kalian, dan Allah telah memberi hal yang
semisal kepada suatu kaum yang berada di hadapan kalian, "Dan di antara
kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan
hak, dan dengan yang itulah mereka menjalankan keadilan.”(Al-A'raf: 159)
قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ
الرَّازِيُّ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَمِمَّنْ
خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ} قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مِنْ أُمَّتِي قَوْمًا
عَلَى الْحَقِّ، حَتَّى يَنْزِلَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ مَتَّى مَا نَزَلَ".
Abu
Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang
memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka
menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 181) Bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Sesungguhnya di antara umatku terdapat suatu kaum yang tetap membela
kebenaran hingga Isa putra Maryam turun pada hari ia diturunkan.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan dari Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan yang
telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَزَالُ
طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَذَلَهُمْ، وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ -وَفِي رِوَايَةٍ
-: حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ -وَفِي رِوَايَةٍ -:
وَهُمْ بِالشَّامِ"
Senantiasa
masih ada segolongan dari kalangan umatku yang membela kebenaran, tidak
membahayakan mereka adanya orang-orang yang menghina mereka, tidak pula
orang-orang yang menentang mereka hingga hari kiamat terjadi. Menurut riwayat lain disebutkan dengan lafaz berikut: hingga
datang perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam
keadaan demikian (membela kebenaran), Sedangkan menurut riwayat lainnya
lagi disebutkan: sedangkan mereka berada di negeri Syam.
Al-A'raf,
ayat 182-183
{وَالَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182) وَأُمْلِي
لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183) }
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan
menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan
Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.
Firman
Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ}
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti
Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara
yang tidak mereka ketahui. (Al-A'raf: 182)
Makna
yang dimaksud ialah, Allah membukakan bagi mereka semua pintu rezeki dan semua
segi kehidupan di dunia, hingga mereka benar-benar teperdaya oleh apa yang
sedang mereka alami, dan mereka berkeyakinan bahwa diri mereka mempunyai
sesuatu pegangan. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain:
{فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ
فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا
أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ * فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ
ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai
ke akar-akarnya Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An'am: 44-45)
Sedangkan
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأُمْلِي لَهُمْ}
Dan
Aku memberi tangguh kepada mereka. (Al-A'raf:
183)
Artinya,
Aku akan memberikan masa tangguh kepada mereka. Dengan kata lain, Aku
tenggelamkan mereka di dalamnya dalam waktu yang cukup lama.
{إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ}
Sesungguhnya
rencana-Ku amat teguh (Al-A'raf:
183)
Yakni
sangat kuat lagi sangat keras.
Al-A'raf,
ayat 184
{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا
مَا بِصَاحِبِهِمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلا نَذِيرٌ مُبِينٌ (184) }
Apakah (mereka lalai) dan
tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila.
Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi
pemberi penjelasan.
Firman
Allah Swt.:
{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا}
Apakah
(mereka lalai) dan tidak
memikirkan. (Al-A'raf: 184)
Maksudnya
mereka yang mendustakan ayat-ayat Kami.
{مَا بِصَاحِبِهِمْ}
bahwa
teman mereka tidaklah (Al-A'raf:
184)
Yang
dimaksud dengan teman mereka ialah Nabi Muhammad Saw,
{مِنْ جِنَّةٍ}
berpenyakit
gila. (Al-A'raf: 184)
Yakni
dia tidak berpenyakit gila, bahkan dia benar-benar utusan Allah yang menyerukan
kepada kebenaran.
{إِنْ هُوَ إِلا نَذِيرٌ مُبِينٌ}
Dia
tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. (Al-A'raf: 184)
Hal
ini akan kelihatan jelas oleh orang yang mempunyai hati sanubari, memikirkan
dan menyadarinya; perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat
lain:
{وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ}
Dan
teman kalian (Muhammad) itu bukanlah
sekali-kali orang yang gila. (At-Takwir: 22)
Adapun
firman Allah Swt.:
{قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ
تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ
جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ}
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepada kalian suatu hal saja,
yaitu supaya kalian menghadap Allah (dengan
ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri kemudian kalian pikirkan (tentang
Muhammad). Tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawan kalian itu. Dia
tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (menghadapi) azab
yang keras.” (Saba: 46)
Artinya,
sesungguhnya aku hanya menuntut kalian agar kalian menghadap Allah dengan hati
yang tulus ikhlas hanya kepada Dia, tanpa ada rasa fanatisme dan keingkaran.
Hal ini dapat kalian lakukan sendiri-sendiri atau berdua-dua, yakni secara
berkelompok atau terpisah-pisah. Kemudian kalian pikirkan tentang orang yang
datang kepada kalian ini dengan membawa risalah dari Allah, apakah dia gila
ataukah tidak? Karena sesungguhnya jika kalian melakukan hal tersebut, niscaya
akan tampak jelas bagi kalian bahwa dia adalah benar utusan Allah dengan
sebenar-benarnya.
Qatadah
ibnu Di'amah telah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah
Saw. pada suatu saat sedang berada di atas Bukit Safa. Lalu beliau menyeru kaum
Quraisy, dalam seruannya itu beliau menyebutkan nama-nama pemimpin mereka
seorang demi seorang. Beliau mengatakan, "Hai Fulan bin Fulan."
Beliau Saw. memperingatkan mereka akan siksa Allah dan hari kiamat. Maka ada
salah seorang di antara mereka yang mengatakan, "Sesungguhnya teman kalian
ini benar-benar gila, dia terus berkoar-koar semalaman hingga pagi hari, atau
hingga waktu subuh." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِهِمْ
مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلا نَذِيرٌ مُبِينٌ}
Apakah
(mereka lalai) dan tidak
memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad
itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.
(Al-A'raf: 184)
Al-A'raf,
ayat 185
{أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي
مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى
أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ
(185) }
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan
segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan
mereka? Maka kepada berita mana lagikah mereka akan beriman sesudah Al-Qur’an
itu?
Allah
Swt. berfirman, "Apakah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami tidak
memperhatikan kerajaan Allah dan kekuasaan-Nya di langit dan di bumi dan semua
makhluk yang telah Dia ciptakan pada keduanya? Karenanya lalu mereka
merenungkan hal itu dan mengambil pelajaran darinya. Akhirnya sampailah mereka
pada suatu kesimpulan bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh Tuhan yang
tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Dan hal tersebut
merupakan perbuatan dari Tuhan yang tidak layak diadakan penyembahan dan agama
yang murni kecuali hanya kepada Dia. Pada kesimpulan akhirnya mereka akan beriman
kepada-Nya dan membenarkan RasulNya, kembali kepada jalan ketaatan kepada-Nya,
melepaskan semua sekutu dan berhala, merasa takut bila ajal mereka tiba dengan
mendadak dalam waktu yang dekat, sedangkan mereka masih berada dalam
kekafirannya, akhirnya mereka akan binasa, dan tempat kembali mereka adalah
azab Allah dan siksaan-Nya yang amat pedih.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ}
Maka
kepada berita mana lagikah mereka akan beriman sesudah Al-Qur'an? (Al-A'raf: 185)
Artinya
maka peringatan dan ancaman mana lagikah sesudah peringatan Nabi Muhammad Saw.
yang datang kepada mereka menyampaikan ayat-ayat Allah mereka akan percaya,
jika mereka tidak mau percaya kepada berita yang disampaikan oleh Muhammad Saw.
kepada mereka dari sisi Allah?
وَقَدْ رَوَى الْإِمَامُ
أَحْمَدُ عَنْ حَسَنِ بْنِ مُوسَى وَعَفَّانَ بْنِ مُسْلِمٍ وَعَبْدِ الصَّمَدِ
بْنِ عَبْدِ الْوَارِثِ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ
بن جُدْعَان، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَأَيْتُ لَيْلَةَ أَسْرِيَ
بِي، لَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَنَظَرْتُ فَوْقِي،
فَإِذَا أَنَا بِرَعْدٍ وَبَرْقٍ وَصَوَاعِقَ"، قَالَ: "وَأَتَيْتُ
عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ
بُطُونِهِمْ، قلت: من هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا.
فَلَمَّا نَزَلْتُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَنَظَرْتُ إِلَى أَسْفَلَ مِنِّي،
فَإِذَا أَنَا برَهج وَدُخَانٍ وَأَصْوَاتٍ فَقُلْتُ: مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟
قَالَ: هَذِهِ الشَّيَاطِينُ يُحَرِّفون عَلَى أَعْيُنِ بَنِي آدَمَ أَنْ لَا
يَتَفَكَّرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَوْلَا ذَلِكَ
لَرَأَوُا الْعَجَائِبَ".
Imam
Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan ibnu Musa, Usman ibnu Muslim, dan Abdus
Samad ibnu Abdul Waris, semuanya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid
ibnu Jad'an, dari Ab'us Silt, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Di malam aku menjalani isra, aku banyak
melihat berbagai macam hal. Ketika kami (Nabi dan Jibril) sampai di
langit yang ke tujuh, maka aku memandang ke arah atasku, tiba-tiba aku melihat
guntur, kilat, dan petir. Dan aku mendatangi suatu kaum yang perut mereka
besarnya seperti rumah, di dalamnya banyak terdapat ular yang kelihatan dari
luar perut mereka Aku bertanya, "Siapakah mereka itu, hai Jibril?” Jibril
menjawab.”Mereka adalah para pemakan riba." Ketika Aku turun ke langit
pertama dan aku melihat ke arah bawahku, tiba-tiba aku mendengar suara gemuruh,
ada asap dan suara ribut; maka saya bertanya, "Apakah ini, hai Jibril?”
Jibril menjawab, "Mereka adalah setan-setan yang mengelilingi pandangan
mata anak Adam agar mereka tidak memikirkan kerajaan langit dan bumi.
Seandainya tidak ada itu, niscaya mereka dapat melihat
keajaiban-keajaiban."
Tetapi
Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an mempunyai banyak hadis yang berpredikat munkar.
Al-A'raf,
ayat 186
{مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ
فَلا هَادِيَ لَهُ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (186) }
Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang
akan memberi petunjuk Dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.
Allah
Swt. menyebutkan bahwa barang siapa yang telah ditakdirkan sesat oleh-Nya, maka
tidak ada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Dan seandainya
dia berusaha dengan segala kemampuannya, maka sesungguhnya hal itu tidak
memberi manfaat apa pun kepadanya.
{وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ
تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}
Barang
siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan
mampu menolak sesuatu pun (yang
datang) dari Allah. (Al-Maidah: 41)
Dalam
ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
{قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ}
Katakanlah,
"Perhatikanlah apa yang ada di langit dan bumi. Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang
tidak beriman.” (Yunus: 101)
Al-A'raf,
ayat 187
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ
السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا
يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا
تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا
عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (187) }
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, "Bilakah
terjadinya?” Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu
adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu
kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan
di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba
" Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.
Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di
sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Firman
Allah Swt.:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ}
Mereka
bertanya kepadamu tentang kiamat. (Al-A'raf:
187)
Pengertian
ayat tersebut sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lain,
yaitu:
{يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ}
Manusia
bertanya kepadamu tentang hari kiamat. (Al-Ahzab:
63)
Menurut
suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Quraisy.
Sedangkan menurut pendapat lainnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan
segolongan orang-orang Yahudi. Tetapi pendapat yang pertamalah yang lebih
mendekati kebenaran, mengingat ayat ini Makkiyyah. Mereka sering menanyakan
tentang terjadinya waktu kiamat, tetapi pertanyaan mereka mengandung nada tidak
mempercayai keberadaannya dan mendustakannya. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Dan
mereka berkata, "Bilakah (terjadinya)
janji ini (hari kiamat) jika kamu adalah orang-orang yang
benar? (Yunus: 48; Yasin: 48; Al Anbiya 38; An Naml 71; Saba 29; Al-Mulk
25)
{يَسْتَعْجِلُ
بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ آمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا
وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ أَلا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ
لَفِي ضَلالٍ بَعِيدٍ}
Orang-orang
yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera
didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka
yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan
terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang
terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (Asy-Syura:
18)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{أَيَّانَ مُرْسَاهَا}
Bilakah
terjadinya. (Al-A'raf: 187)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud
dari lafaz muntahaha ialah batas terakhirnya, yakni bilakah terjadinya
dan kapankah usia dunia berakhir, hal itu merupakan permulaan dari waktu
kiamat.
{قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا
يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ}
Katakanlah,
“Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (Al-A'raf: 187)
Allah
Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya 'bila ditanya tentang saat kiamat,
hendaknya ia mengembalikan pengetahuannya kepada Allah Swt., karena
sesungguhnya hanya Dialah yang mengetahui bila kiamat akan terjadi', yakni
Allah Swt. mengetahui perkaranya secara jelas dan mengetahui pula saat
terjadinya hari kiamat secara tepat. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hal
ini kecuali hanya Allah Swt. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Kiamat
itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di
langit dan di bumi. (Al-A'raf: 187)
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kiamat itu amat berat (bagi makhluk) di langit dan di
bumi. (Al-A'rlf: 187) Artinya, amat berat untuk mengetahuinya bagi semua
penduduk di langit dan di bumi. Dengan kata lain, mereka sama sekali tidak
mengetahuinya.
Ma'mar
mengatakan bahwa Al-Hasan pernah mengatakan, "Apabila hari kiamat datang,
maka terasa amat berat bagi semua penduduk di langit dan di bumi," yakni
hari kiamat itu terasa amat berat oleh mereka.
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hari
kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi.
(Al-A'raf: 187) Menurutnya, ayat di atas artinya 'tidak ada seorang makhluk
pun melainkan tertimpa bahaya dari hari kiamat'.
Ibnu
Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hari kiamat itu amat
berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi, (Al-A'raf:
187) Apabila hari kiamat tiba, maka terbelahlah langit dan bertaburanlah
bintang-bintangnya. Matahari digulung dan gunung-gunung dihancurkan. Hari
kiamat itu memang terjadi seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
firman-Nya, maka yang demikian itulah makna yang dimaksud dengan ‘amal berat’
Ibnu
Jarir rahimahuttah memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah amat berat untuk mengetahui waktu terjadinya kiamat bagi
penduduk langit dan bumi, seperti yang dikatakan oleh Qatadah tadi. Pengertian
dari perkataan keduanya (Ibnu Jarir dan Qatadah) semakna dengan makna yang
terkandung di dalam firman-Nya:
{لَا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً}
Kiamat
itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. (Al-A'raf: 187)
Akan
tetapi, hal ini tidak me-nafi-kan (meniadakan) pengertian yang mengatakan bahwa
kedatangan hari kiamat itu terasa amat berat bagi seluruh penduduk langit dan
bumi.
As-Saddi
berpendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: Kiamat itu amat berat (huru-haranya
bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. (Al-A'raf: 187) Menurutnya
makna yang dimaksud ialah hari kiamat itu samar bagi penduduk langit dan bumi.
Karena itu, tidak ada yang mengetahui saatnya, baik dia itu malaikat yang
terdekat maupun sebagai nabi yang diutus.
*******************
{لَا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً}
Kiamat
itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. (Al-A'raf: 187)
Artinya,
terjadinya hari kiamat mengagetkan mereka. Hari kiamat datang kepada mereka di
saat mereka sedang lalai.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kiamat itu tidak akan datang
kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba (Al-A'raf: 187) Allah telah
menetapkan bahwa hari kiamat itu tidaklah datang kepada kalian melainkan dengan
tiba-tiba. Dan telah sampai suatu hadis kepada kami, bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ السَّاعَةَ
تَهِيجُ بِالنَّاسِ، وَالرَّجُلُ يَصْلِحُ حَوْضَهُ، وَالرَّجُلُ يَسْقِي
مَاشِيَتَهُ، وَالرَّجُلُ يُقِيمُ سِلْعَتَهُ فِي السُّوقِ وَيُخْفِضُ مِيزَانَهُ
وَيَرْفَعُهُ"
Sesungguhnya
hari kiamat datang mendadak menimpa manusia, sedangkan seseorang ada yang
sedang memperbaiki kolamnya, ada yang sedang memberi minum ternaknya, ada pula
yang sedang menjajakan barang dagangannya di pasar seraya menurunkan dan
menaikkan timbangannya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَنْبَأَنَا
شُعَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا،
فَإِذَا طَلَعَتْ فَرَآهَا النَّاسُ آمَنُوا أَجْمَعُونَ، فَذَلِكَ حِينَ لَا
يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي
إِيمَانِهَا خَيْرًا، وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ نَشَرَ الرَّجُلَانِ
ثَوْبَهُمَا بَيْنَهُمَا، فَلَا يَتَبَايَعَانِهِ وَلَا يَطْوِيَانِهِ. ولتقومَنّ
السَّاعَةُ وَقَدِ انْصَرَفَ الرَّجُلُ بِلَبَنِ لقْحَته فَلَا يَطْعَمُه.
ولتقومَنّ السَّاعَةُ وَهُوَ يَلِيط حَوْضَهُ فَلَا يَسْقِي فِيهِ. ولتقومَنّ
السَّاعَةُ وَالرَّجُلُ قَدْ رَفَعَ أَكْلَتَهُ إِلَى فِيهِ فَلَا
يَطْعَمُهَا"
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad,
dari Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Hari
kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah baratnya, apabila
matahari telah terbit dari arah baratnya dan manusia melihatnya, berimanlah
mereka semuanya. Yang demikian itu terjadi di masa tidak bermanfaat iman
seseorang bagi dirinya jika ia tidak beriman sebelumnya, atau semasa imannya
itu ia tidak mengerjakan suatu kebaikan pun. Dan sesungguhnya hari kiamat itu
terjadi ketika dua orang lelaki sedang menggelarkan kain dagangan di antara
keduanya, sehingga keduanya tidak sempat melakukan jual belinya dan tidak
sempat melipat kainnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang
pulang dengan membawa air susu hasil perahannya, sehingga ia tidak sempat
meminumnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang sedang
memperbaiki penampungan airnya, sehingga ia tidak sempat meminum airnya. Dan
sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang sedang menyuapkan makanan ke
mulutnya sehingga ia tidak sempat memakannya.
وَقَالَ مُسْلِمٌ فِي
صَحِيحِهِ: حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ،
عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَقُومُ السَّاعَةُ
وَالرَّجُلُ يَحْلِبُ اللِّقْحَة، فَمَا يَصِلُ الْإِنَاءُ إِلَى فِيهِ حَتَّى
تَقُومَ السَّاعَةُ. وَالرَّجُلَانِ يَتَبَايَعَانِ الثَّوْبَ فَمَا
يَتَبَايَعَانِهِ حَتَّى تَقُومَ. وَالرَّجُلُ يَلُوطُ حَوْضَهُ فَمَا يَصْدُرُ
حَتَّى تَقُومَ"
Imam
Muslim di dalam kitab Sahih-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz
Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan, Rasulullah SAW telah
memberitahukan kepadanya bahwa: "Hari kiamat terjadi ketika seseorang
sedang memerah hewan perahannya; tetapi sebelum ia sempat mencicipi hasilnya,
kiamat telah terjadi. Ketika dua orang lelaki sedang tawar menawar pakaian;
sebelum keduanya melakukan transaksi jual beli hari kiamat telah terjadi. Dan
ketika seorang lelaki sedang membersihkan kolam penampungan airnya; tetapi
sebelum ia selesai dari pekerjaannya, hari kiamat telah terjadi."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا}
Mereka
bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf: 187)
Para
ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Suatu pendapat mengatakan
bahwa makna yang dimaksud adalah seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman–Nya : Mereka bertanya
kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf: 187) Makna yang
dimaksud ialah seakan-akan di antara kamu dan mereka terdapat hubungan yang
intim, seakan-akan kamu adalah teman mereka.
Ibnu
Abbas mengatakan, "Ketika orang-orang (Quraisy) bertanya kepada Nabi Saw.
tentang hari kiamat, mereka mengajukan pertanyaannya seakan-akan mereka
menganggap bahwa Muhammad benar-benar bersahabat karib dengan mereka. Maka
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya, bahwa sesungguhnya pengetahuan tentang
hari kiamat itu hanya ada di sisi-Nya. Dia sengaja menyembunyikannya dan tidak
memperlihatkannya kepada seorang pun, baik ia sebagai malaikat yang terdekat
dengan-Nya ataupun sebagai seorang rasul yang diutus-Nya."
Qatadah
mengatakan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Muhammad Saw.,
"Sesugguhnya di antara kami dan engkau terdapat hubungan kekerabatan.
Karena itu, jelaskanlah kepada kami kapankah hari kiamat akan terjadi?"
Maka Allah Swt. berfirman: Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf: 187)
Demikianlah
menurut riwayat Mujahid, Ikrimah, Abu Malik, dan As-Saddi yang merupakan suatu
pendapat.
Tetapi
yang benar dari Mujahid ialah melalui riwayat Ibnu Abu Nujaih dan lain-lainnya
sehubungan dengan makna firman-Nya berikut ini: Mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf: 187) Bahwa
pertanyaan itu diajukan kepadamu seakan-akan kamu mengetahuinya.
Hal
yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini
: Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf:
187) Yakni seakan-akan kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahuinya. Katakanlah,
"Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah.” (Al-A'raf:
187)
Ma'mar
telah meriwayatkan dari sebagian ulama tafsir sehubungan makna firman-Nya: seakan-akan
kamu benar-benar mengetahumya. (Al-A'raf: 187) Artinya, seakan-akan kamu
mengetahui hari kiamat.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al-A'raf: 187)
Yaitu seakan-akan kamu mengetahui hari kiamat, padahal Allah menyembunyikan
pengetahuan tentang hari kiamat ini dari semua makhluk-Nya. Lalu ia membacakan
firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ}
Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Luqman: 34), hingga akhir ayat.
Pendapat
ini kedudukannya lebih kuat daripada yang pertama tadi. Karena itulah dalam
ayat itu disebutkan oleh firman Nya :
{قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui (Al-A;'raf:
187)
Malaikat
Jibril a.s. datang dalam rupa seorang Arab Badui untuk mengajarkan kepada
manusia perkara agama mereka, lalu ia duduk di hadapan Rasulullah Saw. seperti
duduknya orang yang mau bertanya, kemudian memohon petunjuk. Maka Jibril a.s
bertanya kepada Nabi Saw. tentang Islam, lalu tentang iman dan thsan, kemudian
ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?" Maka Rasulullah Saw.
menjawabnya melalui sabdanya:
"مَا الْمَسْئُولُ
عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ"
Orang
yang ditanya mengenainya tidaklah lebih mengetahui daripada sipenanya.
Dengan
kata lain, saya bukanlah orang yang lebih mengetahui tentangnya daripada
engkau; dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentangnya daripada
orang lain. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah,
hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Luqman: 34),
hingga akhir ayat
Menurut
riwayat yang lain disebutkan bahwa lalu Jibril a.s. menanyakan tentang
tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Maka Nabi Saw. menjelaskan tanda-tanda
hari kiamat kepadanya. Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Ada lima perkara
yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah." Lalu Nabi
Saw. membacakan ayat ini. Semua jawaban yang diucapkan oleh Nabi Saw. selalu
dijawab olehnya dengan ucapan, "Engkau benar." Karena itulah para
sahabat merasa heran dengan sikap si penanya ini; dia bertanya, tetapi dia pun
membenarkannya. Kemudian setelah Jibril a.s. yang menyerupai seorang lelaki
Badui itu pergi, Rasulullah SAW Bersabda :
"هَذَا جِبْرِيلُ
أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ"
Orang
itu adalah Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian
perihal agama kalian.
Menurut
riwayat lain, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"وَمَا أَتَانِي فِي
صُورَةٍ إِلَّا عَرَفْتُهُ فِيهَا، إِلَّا صُورَتَهُ هَذِهِ".
Tidak
sekali-kali Jibril datang kepadaku dalam bentuk apa pun melainkan aku
mengenalnya kecuali dalam rupanya yang sekarang ini.
Kami
telah menuturkan hadis ini berikut semua jalur periwayatan dan teks-teksnya di
dalam awal Syarah Bukhari yang saya nukil dari kitab-kitab Sahih, kitab-kitab
Hasan dan kitab-kitab Musnad.
وَلَمَّا سَأَلَهُ ذَلِكَ
الْأَعْرَابِيُّ وَنَادَاهُ بِصَوْتٍ جَهْوَرِيٍّ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، قَالَ
لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هاء عَلَى نَحْوٍ مِنْ
صَوْتِهِ -قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَيْحَكَ إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ،
فَمَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ " قَالَ: مَا أَعْدَدْتُ لَهَا كَبِيرَ صَلَاةٍ
وَلَا صِيَامٍ، وَلَكِنِّي أَحَبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ".
فَمَا فَرِحَ الْمُسْلِمُونَ بِشَيْءٍ فَرَحَهُمْ بِهَذَا الْحَدِيثِ
Ketika
lelaki Arab Badui itu bertanya kepada Nabi Saw. dengan suara yang lantang dan
mengatakan, "Hai Muhammad!" Maka Nabi Saw. menjawabnya dengan nada
suara yang sama, "Ya, ada apa?" Ia bertanya, "Hai
Muhammad, bilakah hari kiamat itu terjadinya?" Maka Rasulullah saw.
menjawabnya: Celakalah kamu, sesungguhnya hari kiamat itu pasti terjadi,
lalu bekal apakah yang telah engkau siapkan untuk menghadapinya? Lelaki itu
menjawab, "Saya tidak membuat bekal apa pun untuk menghadapinya, baik
salat yang banyak maupun puasa. Tetapi saya hanya cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Seseorang itu (akan
dihimpunkan) bersama orang yang dicintainya. Maka tiada suatu hal pun
yang membuat kaum muslim merasa gembira lebih dari kegembiraan mereka ketika
mendengar hadis ini.
Hadis
ini mempunyai banyak jalur yang bermacam-macam di dalam kitab Sahihain dan
kitab-kitab lainnya dari sejumlah sahabat, dari Rasulullah Saw. Bunyi hadisnya
adalah seperti berikut:
"الْمَرْءُ مَعَ
مَنْ أَحَبَّ"
Seseorang
itu (akan dihimpunkan) bersama orang
yang dicintainya.
Hadis
ini berpredikat mutawatir menurut kebanyakan para huffaz yang mendalami
hadis. Di dalam hadis ini terkandung pengertian bahwa Rasulullah Saw. apabila
ditanya tentang sesuatu hal yang tidak perlu mereka ketahui, maka beliau Saw.
memberinya petunjuk kepada sesuatu yang lebih penting daripada itu, yaitu
membuat persiapan bekal untuk menyambut hari kiamat dan mempersiapkan diri
sebelum kedatangannya, sekalipun mereka tidak mengetahui waktunya secara tepat.
Imam
Muslim di dalam kitab Sahih-nya mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ
هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَتِ
الْأَعْرَابُ إِذَا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، سَأَلُوهُ عَنِ السَّاعَةِ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَنَظَرَ إِلَى أَحْدَثِ
إِنْسَانٍ مِنْهُمْ فَقَالَ: "إِنَّ يَعِشْ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ
حَتَّى قَامَتْ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ"
telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Hisyam, dari ayahnya,
dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa orang-orang Badui apabila datang
menghadap kepada Rasulullah Saw. sering menanyakan kepada Rasulullah Saw.
tentang terjadinya hari kiamat. Maka Rasulullah Saw. memandang kepada seseorang
yang paling muda di antara mereka, lalu bersabda: Jika orang ini tetap
hidup, sebelum dia mengalami usia pikun, maka terjadilah atas kalian kiamat
kalian.
Makna
yang dimaksud ialah kematian mereka, yang mengantarkan mereka ke alam barzakh,
lalu ke akhirat.
Kemudian
Imam Muslim mengatakan:
وَحَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يُونُسَ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ حَمَّادِ
بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّاعَةِ، وَعِنْدَهُ غُلَامٌ مَنَّ
الْأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ مُحَمَّدٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أن يَعِشْ هَذَا الْغُلَامُ فَعَسَى أَلَّا يُدْرِكَهُ
الهَرَم حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ".
telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada
kami Yunus ibnu Muhammad, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas,
bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hari kiamat. Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Jika pemuda ini tetap hidup, mudah-mudahan sebelum
ia mencapai usia pikun hari kiamat akan terjadi.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid. Imam Muslim
mengatakan pula bahwa:
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ
الشَّاعِرِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
زَيْدٍ، حَدَّثَنَا مَعْبَدُ بْنُ هِلَالٍ الْعَنَزِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُنَيهة، ثُمَّ نَظَرَ إِلَى غُلَامٍ بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ
أَزْدِ شَنُوءَةَ، فَقَالَ: "إِنَّ عُمِّرَ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ
حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ" -قَالَ أَنَسٌ: ذَلِكَ الْغُلَامُ مِنْ
أَتْرَابِي
telah
menceritakan kepadaku Hajjaj ibnu Asy Sya'ir, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Hilal Al-Masri, dari Anas ibnu Malik
r.a., bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Nabi Saw., "Bilakah hari
kiamat terjadi?" Rasulullah Saw. diam sejenak, beliau memandang ke arah
seorang pemuda yang ada di hadapannya dari kalangan Azd Syanuah, lalu bersabda:
Jika pemuda ini berusia panjang, sebelum dia mencapai usia pikun hari kiamat
akan terjadi. Anas ibnu Malik mengatakan, "Pemuda tersebut sebaya dengan
usiaku."
Imam
Muslim mengatakan pula bahwa:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ،
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: مَرَّ غُلَامٌ لِلْمُغِيرَةِ بْنِ
شُعْبَةَ -وَكَانَ مَنْ أقراني -فقال للنبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إِنَّ يُؤَخَّرْ هَذَا لم يدركه الهرم حتى تقوم الساعة"
telah
menceritakan kepada kami Harun ibnu 'Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pemuda (pelayan)
milik Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang seusia denganku lewat, lalu Nabi Saw.
bersabda: Jika pemuda ini berusia panjang, sebelum dia mengalami usia pikun
kiamat akan terjadi.
Imam
Bukhari telah meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, bagian dari kitab Sahih-nya:
dari Amr ibnu Asim, dari Hammam, dari Yahya, dari Qatadah, dari Anas, bahwa
seorang lelaki Badui bertanya, "Wahai Rasulullah, bilakah hari kiamat
terjadi?" Lalu Imam Bukhari menuturkan hadis ini, dan pada akhirnya ia
menyebutkan “Kemudian Lewatlah seorang pelayan milik Al-Mugirah ibnu
Syu'bah," Hingga akhir hadis.
Pengertian
mutlak yang terdapat di dalam riwayat-riwayat ini dapat diartikan kiamat secara
khusus bagi yang bersangkutan, yakni pengertian yang terbatas, seperti
pengertian yang terdapat di dalam hadis Siti Aisyah r.a.
قَالَ ابْنُ جُرَيْج:
أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ: أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قبل أَنْ يَمُوتَ
بِشَهْرٍ، قَالَ: "تَسْأَلُونِي عَنِ السَّاعَةِ، وَإِنَّمَا عِلْمُهَا
عِنْدَ اللَّهِ. وَأُقْسِمُ بِاللَّهِ مَا عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ الْيَوْمَ مِنْ
نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ، تَأْتِي عَلَيْهَا مِائَةُ سَنَةٍ"
Ibnu
Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair; dia pernah
mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda sebulan sebelum beliau wafat: Kalian sering bertanya kepadaku
tentang hari kiamat, sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat hanya ada di
sisi Allah Dan aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa tiada seorang pun yang
ada pada hari ini di muka bumi dapat tahan hidup bila telah datang kepadanya
masa seratus tahun. (Riwayat Muslim)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan hal yang semisal, dari Ibnu Umar. Ibnu
Umar mengatakan, "Sesungguhnya yang dimaksud oleh Rasulullah Saw. dengan
ungkapan ini hanyalah surutnya generasi tersebut."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، أَنْبَأَنَا
الْعَوَّامُ، عَنْ جَبَلَةَ بْنِ سُحَيْمٍ، عَنْ مُؤْثِرِ بْنِ عَفَازة عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "لَقِيتُ لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِي إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى"، قَالَ:"فَتَذَاكَرُوا أَمْرَ السَّاعَةِ"، قَالَ:
"فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ:
لَا عِلْمَ لِي بِهَا. فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: لَا عِلْمَ
لِي بِهَا. فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى عِيسَى، فَقَالَ عِيسَى: أَمَّا
وَجْبَتُهَا فَلَا يَعْلَمُ بِهَا أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، وَفِيمَا
عَهِدَ إليَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَنَّ الدَّجَّالَ خَارِجٌ"، قَالَ:
"وَمَعِي قَضِيبَانِ، فَإِذَا رَآنِي ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الرَّصَاصُ"،
قَالَ: "فَيُهْلِكُهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِذَا رَآنِي، حَتَّى إِنَّ
الْحَجَرَ وَالشَّجَرَ يَقُولُ: يَا مُسْلِمُ، إِنْ تَحْتِي كَافِرًا تَعَالَى
فَاقْتُلْهُ". قَالَ: "فَيُهْلِكُهُمُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ
يَرْجِعُ النَّاسُ إِلَى بِلَادِهِمْ وَأَوْطَانِهِمْ"، قَالَ:
"فَعِنْدَ ذَلِكَ يَخْرُجُ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ، وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ
يَنْسِلُونَ، فَيَطَئُونَ بِلَادَهُمْ، لَا يَأْتُونَ عَلَى شَيْءٍ إِلَّا
أَهْلَكُوهُ، وَلَا يَمُرُّونَ عَلَى مَاءٍ إِلَّا شَرِبُوهُ"، قَالَ:
"ثُمَّ يَرْجِعُ النَّاسُ إليَّ فَيَشْكُونَهُمْ، فَأَدْعُو اللَّهَ، عَزَّ
وَجَلَّ، عَلَيْهِمْ فَيُهْلِكُهُمْ وَيُمِيتُهُمْ، حَتَّى تَجْوَى الْأَرْضُ مِنْ
نَتَنِ رِيحِهِمْ -أَيْ: تُنْتِن -" قَالَ: "فَيُنْزِلُ اللَّهُ
الْمَطَرَ، فَيَجْتَرِفُ أَجْسَادَهُمْ حَتَّى يَقْذِفَهُمْ فِي
الْبَحْرِ".
قَالَ أَحْمَدُ: قَالَ
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ: ثُمَّ تُنْسَفُ الْجِبَالُ، وَتُمَدُّ الْأَرْضُ مَدَّ
الْأَدِيمِ -ثُمَّ رَجَعَ إِلَى حَدِيثِ هُشَيْمٍ قَالَ: فَفِيمَا عَهِدَ إِلَيَّ
رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ كَذَلِكَ، فَإِنَّ السَّاعَةَ
كَالْحَامِلِ الْمُتِمِّ لَا يَدْرِي أَهْلُهَا مَتَى تُفَاجِئُهُمْ بِوِلَادِهَا
لَيْلًا أَوْ نَهَارًا
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan
kepada kami Al-Awam, dari Jabalah ibnu Suhaim, dari Muassir ibnu Afarah, dari
Ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Aku bersua
dengan Ibrahim, Musa, dan Isa pada malam ketika aku menjalani Isra. Mereka
sedang berbincang-bincang mengenai hari kiamat." Nabi Saw. melanjutkan
sabdanya, "Lalu mereka mengembalikan perkara mereka kepada Ibrahim a.s.
Maka Ibrahim a.s. menjawab, 'Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari
kiamat." Lalu mereka mengembalikan perkaranya kepada Musa, tetapi Musa
menjawab, 'Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat.' Kemudian
mereka mengembalikan perkara tersebut kepada Isa, dan Isa mengatakan, 'Ingatlah,
mangenai waktu terjadinya kiamat, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya
selain Allah Swt. Dan menurut apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepadaku,
Dajjal akan muncul. Saat itu aku memegang dua buah tombak. Apabila Dajjal
melihat diriku, maka leburlah dirinya sebagaimana leburnya timah." Nabi
Saw. melanjutkan kisahnya, "Kemudian Allah membinasakan Dajjal manakala
Dajjal melihatnya (Nabi lsa). Sehingga pepohonan dan bebatuan mengatakan, 'Hai
orang muslim, sesungguhnya di bawahku bersembunyi orang kafir, maka kemarilah
dan bunuhlah dia.' Lalu Allah membinasakan orang-orang kafir, kemudian
orang-orang kembali ke kota dan negerinya masing-masing. Maka pada saat itulah
muncul Yajuj dan Majuj, mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang
tinggi. Lalu mereka menginjak negeri manusia, dan tidak sekali-kali mereka
mendatangi sesuatu tempat melainkan mereka merusaknya. Tidak sekali-kali pula
mereka melewati suatu mata air melainkan mereka meminumnya sampai habis hingga
kering. Kemudian manusia kembali datang mengadu kepada Nabi lsa, maka Nabi lsa
berdoa kepada Allah Swt. Lalu Allah membinasakan mereka dan mematikan mereka
semua hingga burnt menjadi busuk karena bangkai mereka yang sangat banyak dan
baunya yang sangat busuk. Kemudian Allah menurunkan hujan besar dan
menghanyutkan jasad-jasad mereka, lalu banjir melemparkan bangkai mereka ke
laut"
Imam
Ahmad mengatakan bahwa Yazid ibnu Harun menceritakan bahwa setelah itu
gunung-gunung hancur, dan bumi menjadi rata seperti hamparan permadani kulit.
Kemudian Imam Ahmad kembali kepada hadis Hasyim yang menyebutkan, "Menurut
apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepadaku (Nabi lsa), bahwa apabila hal itu
telah terjadi, maka sesungguhnya hari kiamat bagaikan seorang wanita hamil yang
sudah masanya untuk melahirkan. Suaminya tidak mengetahui bilakah istrinya akan
membuat kejutan baginya dengan kelahiran bayinya, apakah di siang hari ataukah
di malam hari."
Ibnu
Majah telah meriwayatkannya dari Bandar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awwam
ibnu Hausyab berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Para
nabi yang telah disebutkan di atas adalah para nabi yang terkemuka dari
kalangan Ulul 'Azmi, mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang waktu
hari kiamat secara tepat. Mereka mengembalikan perkara mereka kepada Isa a.s.,
lalu Isa menjawab mereka dengan tanda-tandanya saja; hal ini tiada lain karena
dia akan diturunkan di zaman terakhir dari umat Nabi Muhammad Saw. untuk
melaksanakan syariat Nabi Muhammad Saw. dan membunuh Dajjal, dan Allah
menjadikan kebinasaan Ya-juj dan Ma-juj berkat doa yang dipanjatkannya. Maka
Nabi Isa hanya menceritakan apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا عُبيد اللَّهِ بْنُ
إِيَادِ بْنِ لَقِيط قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَذْكُرُ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّاعَةِ
فَقَالَ: "عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيها لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ،
وَلَكِنْ سَأُخْبِرُكُمْ بِمَشَارِيطِهَا، وَمَا يَكُونُ بَيْنَ يَدَيْهَا: إِنَّ
بَيْنَ يَدَيْهَا فِتْنَةً وَهَرْجًا"، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
الْفِتْنَةُ قَدْ عَرَفْنَاهَا، فَالْهَرْجُ مَا هُوَ؟ قَالَ بِلِسَانِ
الْحَبَشَةِ: "الْقَتْلُ". قَالَ وَيُلقَى بَيْنَ النَّاسِ التَّنَاكرُ،
فَلَا يَكَادُ أَحَدٌ يَعْرِفُ أَحَدًا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ziyad ibnu Laqit yang mengatakan bahwa
ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Huzaifah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai hari kiamat, maka
beliau Saw. menjawab: Pengetahuan hari kiamat hanya ada di sisi Tuhanku,
tidak ada yang mengetahui waktunya kecuali hanya Dia. Tetapi aku akan
menceritakan kepada kalian tentang syarat-syarat (tanda-tandanya) dan
hal-hal yang akan terjadi dekat sebelumnya. Sesungguhnya dekat sebelum hari
kiamat akan terjadi fitnah dan haraj. Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah mengenai fitnah telah kami ketahui maknanya, tetapi apakah yang
dimaksud dengan harqj?” Rasulullah Saw. bersabda, "Haraj adalah bahasa
Habsyah yang artinya pembunuhan.” Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya,
"Dan ditimpakan kepada semua manusia rasa tanakur (saling
mengingkari). Karena itu, hampir-hampir seseorang tidak mengenal temannya.
Tidak
ada seorang pun dari Sittah yang meriwayatkan hadis ini melalui jalur
ini.
Waki'
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Khalid, dari Tariq ibnu
Syihab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. terus-menerus teringat tentang
masalah hari kiamat, sehingga turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Mereka
menanyakan kepadamu tentang hari kiamat, "Bilakah terjadinya?” (Al-A'raf:
187), hingga akhir ayat.
Imam
Nasai meriwayatkannya melalui hadis Isa ibnu Yunus, dari Ismail ibnu Abu Khalid
dengan sanad yang sama. Sanad ini berpredikat jayyid (baik) lagi kuat.
Nabi
yang ummi ini adalah penghulu para rasul dan pemungkasnya, yaitu Nabi
Muhammad Saw. yang dikenal sebagai nabi pembawa rahmat, nabi tobat, panglima
perang, juga dijuluki dengan nama Al- Aqib dan Al-Muqaffa serta Al-Hasyir
yang kelak di hari kiamat semua manusia dihimpunkan di bawah kedua telapak
kakinya, sekalipun sabdanya yang disebutkan di dalam kitab Sahih melalui
hadis Anas, Sahl ibnu Sa'd mengatakan:
"بُعِثْتُ أَنَا
وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ"
Aku
diutus, sedangkan jarak antara aku dan hari kiamat seperti keduanya ini.
Hal
ini diungkapkan oleh beltau Saw. seraya mengisyaratkan dengan kedua jarinya,
yaitu telunjuk dan jempol. Walaupun demikian Allah memerintahkan kepadanya agar
mengembalikan pengetahuan tentang terjadinya hari kiamat kepada Dia, jika
beliau ditanya mengenainya. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
Katakanlah,
"Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah disisi Allah,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al
A’raf : 187)
Al-A'raf,
ayat 188
{قُلْ لَا أَمْلِكُ
لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا
إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (188) }
Katakanlah, "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi
diriku dan tidak (pula) menolak
kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang
gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman."
Allah
memerintahkan Nabi Saw. agar mengembalikan semua urusan kepada-Nya, dan
hendaklah Nabi Saw. menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui perkara gaib di
masa mendatang dan tidak sedikit pun mengetahui hal tersebut kecuali sebatas
apa yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada dirinya, seperti apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا
يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا
(Dia
adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorang pun tentang yang gaib itu. (Al-Jin: 26)
Allah
Swt. berfirman:
{وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ
لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ}
Dan
sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya. (Al-A'raf: 188)
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan
dengan makna Firman Allah tersebut, yaitu : Sekiranya aku mengetahui bilakah
aku akan mati, niscaya aku akan mengamalkan amalan yang saleh.
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abu Mujaih, dari Mujahid; dan Ibnu
Juraij telah mengatakan hal yang sama. Tetapi pendapat ini masih perlu
diperiksa kebenarannya, mengingat amal perbuatan Rasulullah Saw. bersifat
terus-menerus.
Di
dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila mengerjakan suatu
amal, maka beliau mengukuhkannya. Semua amal perbuatan Rasulullah Saw. bersifat
terus-menerus, seakan-akan beliau melihat Allah Swt. dalam semua keadaannya;
kecuali jika makna yang dimaksud ialah memberikan petunjuk kepada orang lain
agar membuat bekal untuk hal tersebut.
Hal
yang paling baik sehubungan dengan makna ayat berikut ini ialah apa yang telah
diriwayatkan oleh Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas: Dan sekiranya aku mengetahui
yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. (Al-A'raf:
188) Yang dimaksud dengan kebajikan atau kebaikan di sini adalah harta benda.
Menurut riwayat lain, sekiranya aku mengetahui jika aku membeli sesuatu yang
tidak menguntungkan aku, niscaya aku tidak akan menjual sesuatu kecuali aku
mendapat keuntungan dan aku tidak pernah tertimpa kemiskinan.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud
ialah' seandainya aku mengetahui hal yang gaib, niscaya aku akan. membuat
perbekalan di musim subur untuk menghadapi musim paceklik; dan di saat harga
sedang murah untuk menghadapi masa kemahalan, yaitu dengan membuat persiapan
untuk menghadapinya selagi harga sedang murah'.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. (Al-A'raf: 188)
Dengan kata lain, niscaya aku akan menjauhi marabahaya sebelum terjadinya dan
aku akan menghindarinya sejak dini.
Kemudian
Nabi Saw. menyampaikan bahwa dirinya hanyalah seorang pemberi peringatan dan
pembawa berita gembira, yakni memberikan peringatan akan adanya siksa Allah
serta menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin akan pahala surga.
Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu:
{فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ
لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا}
Maka
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat
memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa,
dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (Maryam: 97)
Al-A'raf,
ayat 189-190
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا
تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا
اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
(189) فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا
فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190) }
Dialah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya Maka setelah
dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia
merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian
tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah —Tuhannya—
seraya berkata, "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang
saleh, tentulah termasuk orang-orang yang bersyukur." Tatkala Allah
memberi kepada keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan
sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya
itu. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Allah
Swt. mengingatkan, sesungguhnya Dia telah menciptakan semua umat manusia dari
Adam a.s. Dia pulalah yang menciptakan istrinya —yaitu Hawa— dari dirinya,
kemudian Allah menyebarkan manusia dari keduanya, seperti yang disebutkan dalam
ayat lain:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan: dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13)
{يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا}
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian
dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya. (An-Nisa: 1)
Sedangkan
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ
إِلَيْهَا}
dan
darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya (Al-A'raf: 189)
Maksudnya,
agar dia cenderung dan merasa tenteram kepadanya, seperti pengertian yang
terkandung di dalam firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً}
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian
istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. (Ar-Rum: 21)
Tiada
kecenderungan di antara dua jiwa yang melebihi kecenderungan antara sepasang
suami istri. Karena itulah Allah menyebutkan bahwa seorang penyihir adakalanya
menggunakan tipu muslihatnya untuk memisahkan antara seseorang dengan istrinya.
{فَلَمَّا تَغَشَّاهَا}
Maka
setelah dicampurinya. (Al-A'raf:
189)
Yakni
setelah si lelaki menyetubuhi istrinya.
{حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا}
istrinya
itu mengandung kandungan yang ringan. (Al-A'raf:
189)
Keadaan
itu terjadi pada permulaan masa hamil, dalam masa ini seorang wanita yang
mengandung tidak merasakan sakit apa pun karena sesungguhnya kandungannya itu
hanya berupa nutfah, lalu 'alaqah, kemudian segumpal daging.
Firman
Allah Swt.:
{فَمَرَّتْ بِهِ}
dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa
waktu). (Al-A'raf: 189)
Menurut
Mujahid, makna yang dimaksud ialah si istri menjalani masa hamilnya selama
beberapa waktu. Telah diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan Ibrahim An-Nakha'i
serta As-Saddi hal yang semisal.
Maimun
ibnu Mahran telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa makna yang dimaksud ialah si
wanita menjalani kandungannya dengan ringan selama beberapa waktu.
Ayyub
mengatakan, "Aku pernah bertanya kepada Al-Hasan mengenai firman-Nya: dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). (Al-A'raf: 189) Al-Hasan
menjawab.”Seandainya aku seorang ahli bahasa, tentu aku mengetahui apa makna
yang dimaksud.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan teruslah dia merasa
ringan (beberapa waktu). (Al-A'raf: 189) Yakni hamilnya mulai jelas.
Menurut
Ibnu Jarir makna ayat tersebut ialah benih suami telah tertanam di dalam rahim
si istri, si istri bangun dan tidur dengan mengandungnya selama beberapa waktu.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah si istri
terus-menerus mengalami perubahan, hingga ia merasa ragu apakah dirinya sedang
hamil atau tidak.
{فَلَمَّا أَثْقَلَتْ}
Kemudian
tatkala dia merasa berat. (Al-A'raf:
189)
Maksudnya,
kandungannya sudah mulai terasa berat.
Menurut
As-Saddi, makna yang dimaksud ialah janin yang ada di dalam kandungannya mulai
membesar.
{دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ
آتَيْتَنَا صَالِحًا}
keduanya
bermohon kepada Allah —Tuhannya—
seraya berkata, "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh,
(Al-A'raf: 189)
Yang
dimaksud dengan pengertian kata 'saleh' dalam ayat ini ialah seorang manusia
yang utuh. Demikianlah menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; Adam dan Hawa merasa
takut bila anaknya lahir berupa hewan.
Hal
yang sama telah dikatakan pula oleh Abul Buhturi dan Abu Malik, bahwa keduanya
merasa takut bila anak yang dikandungnya nanti bukan berupa manusia. Sedangkan
menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud ialah sesungguhnya jika Engkau
memberi kami anak laki-laki.
{لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ. فَلَمَّا
آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ
عَمَّا يُشْرِكُونَ}
tentulah
kami termasuk orang-orang yang bersyukur." Tatkala Allah memberi kepada
keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah
terhadap anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. Maka
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Al-A'raf: 189-190)
Sehubungan
dengan makna ayat ini ulama tafsir telah menuturkan banyak asar dan hadis yang
akan kami kemukakan berikut ini disertai keterangan hal-hal yang sahih darinya.
Imam
Ahmad di dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنِ
الْحَسَنِ، عَنْ سُمْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "وَلَمَّا وَلَدَتْ حَوَّاءُ طَافَ بِهَا إِبْلِيسُ -وَكَانَ لَا
يَعِيشُ لَهَا وَلَدٌ -فَقَالَ: سَمِّيهِ عَبْدَ الْحَارِثِ؛ فَإِنَّهُ يَعِيشُ،
فَسَمَّتْهُ عَبْدَ الْحَارِثِ، فَعَاشَ وَكَانَ ذلك من وحي الشَّيْطَانِ
وَأَمْرِهِ".
telah
menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Al-Hasan, dari Samurah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ketika Hawa melahirkan, iblis
berputar-putar mengelilinginya, dan Hawa tidak pernah mempunyai anak yang tetap
hidup. Lalu iblis berkata, "Namailah dia Abdul Haris. maka sesungguhnya
dia akan hidup.” Lalu Hawa menamai anaknya Abdul Haris. dan ternyata anaknya
tetap hidup. Hal tersebut berasal dari inspirasi dan perintah setan.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Basysyar, dari
Bandar, dari Abdus Samad ibnu Abdul Waris dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi
telah meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir-nya sehubungan dengan tafsir
ayat ini, dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdus Samad dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan, "Hadis ini hasan garib. Kami tidak
mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Umar ibnu Ibrahim. Sebagian di antara
mereka ada yang meriwayatkannya dari Abdus Samad tanpa me-rafa'-kannya."
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkannya melalui
hadis Abdus Samad secara marfu'. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih
sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Abu Muhammad ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir,
dari Abu Zar'ah Ar-Razi, dari Hilal ibnu Fayyad, dari Umar ibnu Ibrahim
dengan sanad yang sama secara marfu'. Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya melalui
hadis Syaz ibnu Fayyad, dari Umar ibnu Ibrahim secara marfu'.
Menurut
hemat kami, Syaz adalah Hilal itu sendiri, Syaz itu adalah nama julukannya.
Tujuan utama dari pengetengahan jalur-jalur hadis ini untuk menunjukkan bahwa
hadis ini ma'lul (ada celanya) dipandang dari tiga segi:
Pertama,
Umar ibnu Ibrahim adalah seorang
Basri. Ia dinilai siqah oleh Ibnu Mu'in, tetapi Abu Hatim Ar-Razi mengatakan
bahwa Umar ibnu Ibrahim hadisnya tidak dapat dijadikan hujah. Tetapi Ibnu
Murdawaih telah meriwayatkannya melalui hadis Al-Mu'tamir, dari ayahnya, dari
Al-Hasan, dari Samurah secara marfu'.
Kedua,
hal ini telah diriwayatkan pula dari
perkataan Samurah sendiri dan tidak marfu' seperti apa yang dikatakan
oleh Ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah
menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya; telah menceritakan kepada
kami Bakr ibnu Abdullah, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abul Ala ibnusy
Syikhkhir, dari Samurah ibnu Jundub, bahwa Adam menamakan anaknya dengan nama
Abdul Haris.
Ketiga,
Al-Hasan sendiri menafsirkan ayat
ini dengan tafsiran lain. Seandainya hadis ini ada padanya dari Samurah secara marfu',
niscaya dia tidak akan menyimpang darinya.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan
kepada kami Sahi ibnu Yusuf, dari Amr, dari Al-Hasan sehubungan dengan
firman-Nya: maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang
telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. (Al-A'raf: 190) Bahwa hal
ini terjadi di kalangan sebagian pengikut agama-agama lain, bukan Adam.
Ibnu
Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul
A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma' mar yang
mengatakan bahwa Al-Hasan mengartikannya 'keturunan anak Adam dan orang-orang
yang musyrik dari kalangan mereka sesudah Adam tiada', yakni makna firman-Nya: maka
keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan
Allah kepada keduanya itu. (Al-A'raf: 190)
Ibnu
Jarir pun mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan
kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah yang
mengatakan, "Dahulu Al-Hasan sering mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
mereka yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Allah memberi mereka anak-anak, lalu mereka menjadikannya sebagai orang Yahudi
dan orang Nasrani.”
Semua
sanad yang telah disebutkan di atas berpredikat sahih dari Al-Hasan,
bahwa dia menafsirkan ayat ini dengan tafsiran tersebut. Tafsir yang
dikemukakannya ini adalah yang terbaik untuk makna ayat ini. Seandainya hadis
ini dinilai olehnya benar-benar dari Rasulullah Saw., niscaya Al-Hasan tidak
mempunyai penafsiran yang menyimpang darinya, baik dia sendiri ataupun ulama
lainnya; terlebih lagi bila mengingat takwa dan tingkatan wara'-nya. Hal ini
menunjukkan bahwa hadis ini mauquf hanya, sampai kepada seorang
sahabat. Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa Al-Hasan Al-Basri
menerimanya dari sebagian Ahli Kitab yang telah beriman, seperti Ka'b atau Wahb
ibnu Munabbih dan lain-lainnya, seperti yang akan kami jelaskan kemudian. Pada
prinsipnya kami berlepas diri dari penilaian marfu' terhadap hadis ini.
Adapun
mengenai asar-asar, antara lain diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu
Yasar, dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa Hawa melahirkan banyak anak untuk Adam, lalu Adam menamakan mereka dengan
nama depan Abdu, kemudian di-Mudaf-kan kepada lafaz Allah, antara
lain Abdullah dan Ubaidillah serta nama-nama lainnya yang semisal, tetapi
ternyata mereka mati. Kemudian datanglah iblis kepada keduanya, lalu berkata,
"Sesungguhnya jika kamu berdua menamakan anakmu bukan dengan nama yang
biasa kamu pakai, niscaya anakmu akan hidup." Selang beberapa lama Hawa
melahirkan anak lagi untuk Adam, yaitu anak laki-laki. Maka Adam menamainya
Abdul Haris. Hal inilah yang dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Dialah
Yang menciptakan kalian dari diri yang satu (Al-A’raf: 189) Sampai dengan
firman-Nya: maka keduanya menjadi sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah
dianugerahkan Allah kepada keduanya ituu. (Al-A'raf: 190) hingga akhir
ayat.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas firman-Nya sehubungan dengan Adam: Dialah
yang menciptakan kalian dari diri yang satu (Al A’raf :189) sampai dengan
firman-Nya: dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu).
(Al-A'raf: 189) Yakni Hawa merasa ragu apakah dirinya mengandung atau tidak. Kemudian
tatkala dia merasa berat, keduanya bermohon kepada Allah —Tuhannya— seraya
berkata, "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah
kami termasuk orang-orang yang bersyukur. (Al-A'raf: 189) Kemudian setan
datang kepada keduanya dan mengatakan, "Tahukah kamu apakah yang akan
dilahirkan bagi kamu berdua, atau tahukah kamu apa yang akan bakal lahir,
berupa hewan ataukah bukan?" Setan membisikkan kepada keduanya hal yang
batil, sesungguhnya setan itu penyesat yang nyata. Sebelum itu Hawa melahirkan
dua orang anak, lalu keduanya mati, maka setan berkata kepada keduanya (Adam
dan Hawa), "Sesungguhnya kamu berdua jika tidak menamai anakmu bukan
dengan namaku, niscaya dia akan keluar (lahir) dalam keadaan tidak sempurna,
dan ia akan mati, sama dengan saudaranya yang terdahulu." Maka keduanya
menamai anaknya dengan nama Abdul Haris. Yang demikian itulah hal yang
disebutkan oleh firman Allah Swt.: Tatkala Allah memberi kepada keduanya
seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap
anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. (Al-A'raf: 190)
Abdullah
ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Syarik, dari Khasif, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala
Allah members kepada keduanya seorang anak yang saleh, maka keduanya menjadikan
sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah diamtgerahkan Allah kepada keduanya
itu. (Al-A'raf: 190); Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah Swt. telah
berfirman: Dialah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu dan darinya
Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya (Al-A'raf: 189) Yakni Adam telah mencampurinya. istrinya
itu mengandung. (Al-A'raf: 189) Kemudian iblis datang kepada keduanya dan
mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah teman kamu berdua yang telah
menyebabkan kamu berdua dikeluarkan dari surga, agar kamu berdua taat kepadaku
atau aku akan menjadikan dua tanduk menjangan buat bayi yang ada dalam kandunganmu,
lalu bayi itu akan keluar dari perutmu dengan membelah-nya." Iblis
mengatakan bahwa ia akan melakukan anu dan anu seraya mengancam
keduanya,'akhirnya keduanya menamai anaknya dengan nama Abdul Haris. Adam dan
Hawa membangkang, tidak mau menuruti kata-kata ibiis, maka anaknya lahir dalam
keadaan mati. Kemudian Hawa mengandung untuk kedua kalinya, dan iblis datang
lagi kepadanya, lalu berkata, "Sesungguhnya aku adalah teman kamu berdua
yang telah melakukan anu dan anu, maka sesungguhnya kamu harus melakukan anu
dan anu atau aku akan melakukan anu dan anu," seraya menakut-nakuti
keduanya. Keduanya menolak, tidak mau taat kepada iblis, akhirnya anak keduanya
lahir dalam keadaan mati. Kemudian Hawa mengandung lagi untuk ketiga kalinya,
dan iblis datang kepada keduanya, lalu mengatakan hal yang sama seperti
sebelumnya. Karena keduanya ingin mempunyai anak, akhirnya keduanya menamakan
anaknya dengan nama Abdul Haris (nama yang disarankan iblis). Hal itu
disebutkan oleh firman-Nya: maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah
terhadap anak yang telah dianugerahkan Allah kepada keduanya itu. (Al-A'raf:
190)
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Asar
ini telah diterima dari Ibnu Abbas oleh sejumlah murid-muridnya, seperti
Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah. Sedangkan dari kalangan generasi
berikutnya ialah Qatadah dan As-Saddi serta lain-lainnya dari kalangan ulama
Salaf dan sejumlah ulama Khalaf; dari kalangan ulama tafsir banyak sekali yang
meriwayatkan asar ini. Seakan-akan asar ini —hanya Allah yang lebih mengetahui—
dikutip dari kaum Ahli Kitab, mengingat Ibnu Abbas meriwayatkannya dari Ubay
ibnu Ka'b.
Hal
ini seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah
menceritakan kepada kami Sa’id yakni Ibnu Basyir, dari Uqbah, dari Qatadah,
dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ketika
Hawa mengandung, setan datang kepadanya dan berkata, "Maukah engkau
menuruti nasihatku? Maka aku jamin anakmu lahir dengan selamat. Namailah anakmu
Abdul Haris." Tetapi Hawa tidak melaksanakannya. Maka ketika ia
melahirkan, anaknya itu meninggal dunia. Kemudian Hawa mengandung untuk kedua
kalinya, dan setan mengatakan kepadanya perkataan yang sama, tetapi Hawa tidak
melakukannya. Kemudian Hawa mengandung lagi untuk yang ketiga kalinya, setan
datang lagi dan mengatakan, ""Jika engkau menaatiku, niscaya anakmu
selamat; jika tidak, maka kelak anakmu lahir berupa hewan." Akhirnya
keduanya merasa takut, dan keduanya menaati saran setan (iblis).
Asar-asar
yang telah disebutkan di atas —hanya Allah yang lebih mengetahui-merupakan
kisah-kisah Ahli Kitab. Di dalam sebuah hadis sahih dari Rasulullah Saw.
disebutkan bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِذَا حَدَّثكم
أَهْلُ الْكِتَابِ فَلَا تُصَدِّقُوهُمْ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ"
Apabila
Ahli Kitab bercerita kepada kalian, maka janganlah kalian membenarkan mereka,
jangan pula kalian mendustakan mereka.
Kemudian
kisah-kisah mereka terbagi menjadi tiga bagian, di antaranya ada kisah-kisah
yang telah kita ketahui kebenarannya melalui apa yang ditunjukkan oleh dalil
dari Kitabullah atau dari Sunnah Rasul Saw. Ada kisah yang telah kita
ketahui kedustaannya melalui dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Saw. yang bersikap berbeda dengannya. Adapula yang tidak dibicarakan oleh Kitabullah
dan Sunnah Rasul. Maka jenis kisah ini dibolehkan meriwayatkannya, karena
ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"حَدِّثُوا عَنْ
بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرج"
Berceritalah
dari kaum Bani Israil, tidak mengapa.
Jenis
kisah inilah yang tidak dibenarkan, tidak pula didustakan, karena ada sabda
Nabi Saw. yang mengatakan:
"فَلَا
تُصَدِّقُوهُمْ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ"
Maka
janganlah kalian membenarkan mereka, jangan pula kalian mendustakan mereka
Kisah
yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan termasuk ke dalam bagian yang
kedua, dapat pula dikatakan termasuk ke dalam bagian yang ketiga; tetapi
anggapan bagian yang ketiga masih memerlukan pertimbangan. Dengan kata lain,
jika kisah itu datangnya dari seorang sahabat atau seorang tabi'in, maka
dikategorikan ke dalam bagian yang ketiga.
Kami
pribadi lebih cenderung mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan
Al-Basri. Sehubungan dengan takwil ayat ini ia mengatakan makna yang dimaksud
dari konteks ayat ini adalah bukan menyangkut Adam dan Hawa, melainkan
berkenaan dengan orang-orang musyrik dari kalangan keturunannya. Karena itulah
Allah Swt. berfirman pada penghujung ayat ini. yaitu:
{فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Maka
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Al-A'raf: 190)
Selanjutnya
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa sebutan Adam dan Hawa pada permulaan
merupakan pendahuluan yang mengawali perihal kedua orang tua yang akan
disebutkan sesudahnya. Ungkapan seperti ini sama dengan kelanjutan sebutan
seseorang dengan menyebutkan jenis atau predikatnya. Sama halnya dengan
pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ
زَيَّنَّا السَّماءَ الدُّنْيا بِمَصابِيحَ
Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (Al-Mulk: 5), hingga akhir ayat.
Telah
kita maklumi pula bahwa pelita-pelita tersebut —yakni bintang-bintang yang
dijadikan sebagai hiasan langit— bukanlah merupakan sesuatu sarana untuk
melempar. Sesungguhnya ungkapan ini merupakan kelanjutan dari penyebutan
bintang-bintang, yaitu dengan beralih kepada penyebutan jenisnya. Hai seperti
ini banyak didapat di dalam Al-Qur'an.
Al-A'raf,
ayat 191-198
{أَيُشْرِكُونَ مَا لَا
يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ (191) وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا
وَلا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ (192) وَإِنْ تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لَا
يَتَّبِعُوكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ أَدَعَوْتُمُوهُمْ أَمْ أَنْتُمْ صَامِتُونَ
(193) إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ عِبَادٌ أَمْثَالُكُمْ
فَادْعُوهُمْ فَلْيَسْتَجِيبُوا لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (194) أَلَهُمْ
أَرْجُلٌ يَمْشُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ أَيْدٍ يَبْطِشُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ
أَعْيُنٌ يُبْصِرُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا قُلِ ادْعُوا
شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلا تُنْظِرُونِ (195) إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ
الَّذِي نزلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ (196) وَالَّذِينَ
تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلا أَنْفُسَهُمْ
يَنْصُرُونَ (197) وَإِنْ تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لَا يَسْمَعُوا وَتَرَاهُمْ
يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ وَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (198) }
Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan
sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan
berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya,
dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi
pertolongan. Dan jika kamu (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala)
untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat
memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) kamu menyeru mereka
ataupun kamu berdiam diri. Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain
Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka
serulah berhala-berhala itu, lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu,
jika kamu memang orang-orang yang benar. Apakah berhala-berhala mempunyai kaki
yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan tangan itu
ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat
melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah,
"Panggillah berhala-berhala kalian yang kalian jadikan sekutu-sekutu
Allah,-kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-Ku, tanpa
memberi tangguh (kepada-Ku)" Sesungguhnya pelindungku ialah Allah
yang telah menurunkan AlKitab (Al-Qur'an) dan Dia melindungi
orang-orang yang saleh Dan berhala-berhala yang kalian seru selain Allah
tidaklah sanggup menolong kalian, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.
Dan jika kalian menyeru (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk,
niscaya berhala-berhala itu tidak dapat mendengarnya. Dan kalian melihat
berhala-berhala itu memandang kepadamu, padahal mereka tidak melihat.
Ayat-ayat
ini merupakan sikap ingkar Allah terhadap orang-orang musyrik yang menyembah
Allah dan menyembah selain-Nya, yaitu tandingan-tandingan Allah,
berhala-berhala dan patung-patung; padahal semuanya itu adalah makhluk Allah,
membutuhkan perawatan, dan dibuat oleh manusia; ia sama sekali tidak memiliki
sesuatu pun dari urusan itu, tidak dapat membahayakan, tidak dapat memberi
manfaat, tidak dapat melihat, dan tidak dapat membela para pengabdinya. Bahkan
berhala-berhala itu sendiri adalah benda mati, tidak dapat bergerak, tidak
dapat mendengar dan tidak dapat melihat. Sesungguhnya para penyembahnya sendiri
jauh lebih sempurna ketimbang berhala-berhalanya, karena mereka mempunyai
pendengaran, penglihatan, dan kekuatan memukul. Karena itulah disebutkan oleh
firman Allah Swt.:
{أَيُشْرِكُونَ مَا لَا يَخْلُقُ شَيْئًا
وَهُمْ يُخْلَقُونَ}
Apakah
mereka mempersekutukan (Allah
dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan
berhala-berhala itu sendiri buatan orang. (Al-A'raf: 191)
Artinya,
apakah kalian mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang tidak dapat
menciptakan sesuatu pun, dan selamanya sembahan-sembahan itu tidak akan mampu
melakukan hal tersebut. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di
dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ
فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا
ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا
يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ * مَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Hai
manusia telah dibuatkan perumpamaan, maka dengarkanlah oleh kalian perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan
jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah)
yang disembah Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj:
73-74)
Melalui
ayat-ayat ini Allah Swt. memberitakan bahwa sembahan-sembahan mereka,
seandainya dikumpulkan semuanya, niscaya tidak akan dapat menciptakan seekor
lalat pun. Bahkan seandainya lalat itu merebut sesuatu dari mereka —yaitu
berupa makanan yang tidak berarti, lalu terbang— niscaya mereka tidak mampu
mengambil kembali makanan itu darinya. Maka barang siapa yang memiliki sifat
dan keadaan seperti itu, mana mungkin dapat dijadikan sebagai sembahan untuk
dimintai rezeki dan pertolongannya? Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ
يُخْلَقُونَ}
tidak
dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan berhala itu sendiri dibuat orang (An-Nahl: 20; Al Furqan: 3)
Yakni
bahkan berhala-berhala itu dibuat dijadikan oleh orang, seperti yang disebutkan
oleh Allah Swt dalam ayat berikut:
قَالَ
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ
Apakah
kalian menyembah patung-patung yang kalian pahat itu? (Ash-Shaffat: 95)
Kemudian
dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:
{وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلا أَنْفُسَهُمْ
يَنْصُرُونَ}
Dan
berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada
penyembah-penyembahnya, dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu
tidak dapat memberi pertolongan. (Al-A'raf:
192)
Berhala-berhala
itu sama sekali tidak dapat memberikan pertolongan apa pun kepada mereka,
bahkan terhadap dirinya sendiri. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi
Ibrahim a.s., beliau memecahkan berhala-berhala kaumnya dan mencemoohkannya
dengan penghinaan yang berat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
firman-Nya:
{فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ}
Lalu
dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulinya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (Ash-Shaffat: 93)
Dalam
ayat yang lain disebutkan pula melalui firman-Nya:
{فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلا كَبِيرًا لَهُمْ
لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ}
Maka
Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang
terbesar (induk) dari patung-patung yang
lain agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (Al-Anbiya: 58)
Hal
yang sama pernah dilakukan oleh Mu'az ibnu Amr ibnul Jamuh dan Mu'az ibnu Jabal
ketika keduanya masih muda dan telah masuk Islam, yaitu di saat Rasulullah Saw.
telah tiba di Madinah. Keduanya merusak berhala-berhala orang-orang musyrik di
malam hari, yaitu dengan memecahkannya dan menjadikannya sebagai kayu bakar
buat para janda, agar kaumnya mau mengambil pelajaran dari hal tersebut dan
menyalahkan diri mereka sendiri.
Disebutkan
bahwa Amr ibnul Jamuh —seorang pemimpin di kalangan kaumnya— mempunyai sebuah
berhala yang menjadi sembahannya, ia selalu memberi berhalanya itu wewangian.
Tersebut pula bahwa keduanya selalu datang kepadanya di malam hari, lalu
membalikkan berhala itu dengan kepala di bawah dan melumurinya dengan kotoran
hewan. Ketika Amr ibnul Jamuh melihat apa yang dilakukan terhadap berhalanya
itu, maka ia memandikannya dan memberinya lagi wewangian, lalu meletakkan
sebilah pedang di sisi berhala itu seraya berkata kepadanya, "Belalah
dirimu!"
Mu'az
ibnu Amr Ibnu Jamal dan Mu'az ibnu Jabal kembali melakukan hal itu terhadap
berhala tersebut dari Amr Ibnul Jamuh pun kembali melakukan hal yang sama
(yakni membersihkan dan memberinya wewangian). Kemudian pada akhirnya keduanya
mengambil berhala itu dan mengikatnya bersama bangkai seekor anjing, lalu
menggantungkannya dengan seutas tali di atas sebuah sumur yang ada di tempat
itu. Ketika Amr ibnul Jamuh datang dan melihat hal tersebut, ia berpikir dan
sampailah pada suatu kesimpulan bahwa agama yang dipeluknya itu adalah batil.
Lalu ia membacakan sebuah syair:
تَالله لَوْ كُنتَ إِلَها
مُسْتَدن ... لَمْ تَكُ والكَلْبُ جَمِيعًا فِي قَرنْ
Demi Allah, seandainya kamu adalah
tuhan yang disembah, niscayalah kamu dan anjing tidak dapat dikumpulkan
bersama-sama.
Akhirnya
Amr ibnul Jamuh masuk Islam dan mengamalkan Islamnya dengan baik, lalu ia gugur
dalam perang Uhud sebagai seorang yang mati syahid; semoga Allah melimpahkan
rida-Nya kepada dia dan memberinya pahala yang memuaskannya, serta menjadikan
surga Firdaus sebagai tempat tinggalnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
وَإِنْ
تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لَا يَتَّبِعُوكُمْ
Dan
jika kalian menyerunya untuk memberi petunjuk kepada kalian, tidaklah
berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruan kalian. (Al-A'raf: 193)
Artinya,
berhala-berhala itu tidak dapat mendengar seruan orang yang menyerunya.
Keadaannya akan tetap sama, baik di depannya ada orang yang menyerunya ataupun
orang yang menggulingkannya, seperti yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim yang
disitir oleh firman-Nya:
{يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ
وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
Wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat,
dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? (Maryam:
42)
Kemudian
Allah Swt menyebutkan bahwa berhala-berhala itu adalah hamba-hamba Allah juga,
sama dengan para penyembahnya. Dengan kata lain, berhala-berhala itu makhluk
juga, sama dengan para penyembahnya. Bahkan manusia jauh lebih sempurna
daripada berhala-berhala tersebut, karena manusia dapat mendengar, melihat, dan
memukul; sedangkan berhala-berhala tersebut tidak dapat melakukan sesuatu pun
dari hal itu.
Firman
Allah Swt.:
{قُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ
فَلا تُنْظِرُونِ}
Katakanlah,
"Panggillah berhala-berhala kalian yang kalian jadikan sekutu-sekutu
Allah." (Al-A'raf: 195), hingga akhir ayat.
Maksudnya,
panggillah berhala-berhala itu untuk menolong kalian dari-Ku, janganlah kalian
memberi masa tangguh barang sekejap pun untuk itu, dan berupayalah kalian
dengan semampu kalian.
{إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نزلَ
الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ}
Sesungguhnya
pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh (Al-A'raf:
196)
Yakni
Allah-lah yang melindungiku dan memberikan kecukupan kepadaku, Dialah yang
menolongku, hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan hanya kepada-Nya aku
berlindung, Dia adalah Pelindungku di dunia dan akhirat. Dia adalah Pelindung
semua orang yang saleh sesudahku. Hal ini semakna dengan perkataan Nabi Hud
a.s. ketika berkata kepada kaumnya, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ
آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ
مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُون *
إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ
آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Kami
tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan
penyakit gila atas dirimu. Hud menjawab, "Sesungguhnya aku bersaksi kepada
Allah, dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kalian persekutukan dari selain-Nya Sebab itu, jatankanlah tipu daya
kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu
binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya Sesungguhnya
Tuhanku di atas jalan yang lurus." (Hud:
54-56)
Semakna
pula dengan perkataan Nabi Ibrahim kekasih Allah, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ *
أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأقْدَمُونَ * فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ
الْعَالَمِينَ * الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ *}
Maka
apakah kalian memperhatikan apa yang selalu kalian sembah, kalian dan nenek
moyang kalian yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kalian sembah itu
adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (yaitu
Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku. (Asy-Syu'ara:
75-78)
Sama
juga dengan perkataan Nabi Ibrahim kepada orang tuanya dan kaumnya, seperti
yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ * إِلا
الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ * وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي
عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Sesungguhnya
aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yangmenjadikanku, karena
sesungguhnya Dia akan memberi taufik kepadaku. Dan (Ibrahim) menjadikan
kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat
tauhid itu. (Az-Zukhruf: 26-28)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ}
Dan
berhala-berhala yang kalian seru selain Allah. (Al-A' rif: 197), hingga akhir ayat.
Ayat
ini berkedudukan menguatkan apa yang disebutkan sebelumnya, hanya saja dalam
ayat ini diungkapkan dalam bentuk khitab (sebagai lawan bicara),
sedangkan pada sebelumnya disebutkan dengan ungkapan gaibah (yakni orang
yang ketiga). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
لَا
يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ
tidaklah
sanggup menolong kalian, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (Al-A'raf: 197)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لَا
يَسْمَعُوا وَتَرَاهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ وَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ}
Dan
jika kamu sekalian menyeru (berhala-berhala)
untuk memberi petunjuk, niscaya berhala-berhala itu tidak dapat
mendengarnya. Dan kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu, padahal
mereka tidak melihat. (Al-A'raf: 198)
Semakna
dengan firman Allah Swt.:
إِنْ
تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ
Jika
kamu sekalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian. (Fathir: 14), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَتَرَاهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ وَهُمْ
لَا يُبْصِرُونَ}
Dan
kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu, padahal mereka tidak
melihat. (Al-A'raf: 198)
Sesungguhnya
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ}
berhala-berhala
itu memandang kepadamu. (Al-A'raf:
198)
Yakni
menghadapi kamu dengan matanya yang melotot, seakan-akan dapat melihat, padahal
berhala-berhala itu benda mati. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan seperti
makhluk yang berakal, sebab memang berhala-berhala mereka itu dibentuk seperti
manusia (yakni patung manusia).
وَتَرَاهُمْ
يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ
Dan
kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu (Al-A'raf: 198)
Dalam
ayat ini diungkapkan dengan damir untuk makhluk yang berakal.
As-Saddi
mengatakan, yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang musyrik (bukan
berhala, pent.). Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Mujahid. Tetapi
pendapat pertama adalah pendapat yang lebih utama, pendapat inilah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir dan dikatakan oleh Qatadah.
Al-A'raf,
ayat 199-200
{خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ
بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (199) وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ
الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (200) }
Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang
makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh Dan jika kamu ditimpa
suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf. (Al-A'raf: 199) Yakni ambillah dari
lebihan harta mereka sejumlah yang layak untukmu, dan terimalah apa yang mereka
berikan kepadamu dari harta mereka. Hal ini terjadi sebelum ayat yang
memfardukan zakat diturunkan berikut rinciannya dan pembagian harta tersebut.
Demikianlah menurut pendapat As-Saddi.
Ad-Dahhak
mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna Firman-Nya; Jadilah
engkau pemaaf. (Al-A'raf. 199) Makna yang dimaksud ialah 'infakkanlah
lebihan dari hartamu'. Menurut Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, yang
dimaksud dengan al-'afwa dalam ayat ini ialah lebihan.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Jadilah
engkau pemaaf. (Al-A'raf: 199) Allah memerintahkan Nabi Saw. agar bersifat
pemaaf dan berlapang dada dalam menghadapi orang-orang musyrik selama sepuluh
tahun. Kemudian Nabi Saw. diperintahkan untuk bersikap kasar terhadap mereka.
Pandapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sejumlah
orang telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Jadilah
engkau pemaaf. (Al-A'raf: 199) Yakni terhadap sikap dan perbuatan orang
lain tanpa mengeluh.
Hisyam
ibnu Urwah telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa Allah Swt. telah
memerintahkan Rasul-Nya agar bersifat memaaf terhadap akhlak dan perlakuan
manusia (terhadap dirinya). Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud
ialah 'bersikap lapang dadalah kamu dalam menghadapi akhlak mereka'.
Di
dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dari Hisyam, dari ayahnya, dari
Urwah, dari saudaranya (yaitu Abdullah ibnu Zubair) yang mengatakan bahwa
sesungguhnya ayat yang mengatakan, "Jadilah engkau pemaaf," yakni
terhadap akhlak manusia.
Menurut
riwayat lain dari selain Bukhari, disebutkan dari Hisyam, dari ayahnya, dari
Ibnu Umar. Dan menurut riwayat yang lainnya lagi disebutkan dari Hisyam, dari
ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa keduanya pernah menceritakan hal yang semisal.
Di
dalam riwayat Sa'id ibnu Mansur disebutkan dari Abu Mu'awiyah, dari Hisyam,
dari Wahb Ibnu Kaisan, dari Abuz Zubair sehubungan dengan firman-Nya: jadilah
engkau pemaaf. (Al- A’'raf: 199) Maksudnya dalam menghadapi akhlak manusia.
Selanjutnya disebutkan, "Demi Allah, aku benar-benar akan bersikap lapang
dada selama aku bergaul dengan mereka."
Riwayat
inilah yang paling masyhur dan diperkuat oleh apa yang telah diriwayatkan oleh
Ibnu' Jarir dan Ibnu Abu Hatim; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ubay yang
menceritakan bahwa ketika Allah Swt. menurunkan ayat berikut kepada Nabi-Nya,
yaitu firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan
yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf:
199) Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah artinya ini?"
Jibril a.s. menjawab, "'Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadamu
agar memaafkan terhadap perbuatan orang yang berbuat aniaya kepadamu, dan kamu
memberi orang yang mencegahnya darimu, serta bersilaturahmi kepada orang yang
memutuskannya darimu."
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkannya pula dari Abu Yazid Al-Qaratisi secara
tertulis, dari Usbu' ibnul Faraj, dari Sufyan, dari Ubay, dari Asy-Sya'bi hal
yang semisal.
Semua
riwayat yang telah disebutkan di atas berpredikat mursal dalam keadaan
apa pun, tetapi telah diriwayatkan melalui jalur-jalur lain yang memperkuatnya.
Telah diriwayatkan pula secara marfu' dari Jabir dan Qais ibnu Sa'd ibnu
Ubadah, dari Nabi Saw. yang keduanya di-isnad-kan oleh Ibnu Murdawaih.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ رِفَاعَةَ،
حَدَّثَنِي عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ
الْبَاهِلِيِّ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَقِيتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَابْتَدَأْتُهُ، فَأَخَذْتُ
بِيَدِهِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبَرْنِي بِفَوَاضِلِ الْأَعْمَالِ.
فَقَالَ: "يَا عُقْبَةُ، صِلْ مَنْ قَطَعَكَ، وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ،
وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah. telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu
Rifa'ah. telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abu
Umamah Al-Bahili, dari Uqbah ibnu Amir r.a. yang menceritakan bahwa ia bersua
dengan Rasulullah Saw., lalu ia mengulurkan tangannya, menyalami tangan
Rasulullah Saw., kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah
kepadaku tentang amal-amal perbuatan yang paling utama." Rasulullah Saw,
bersabda: Hai Uqbah. bersilaturahmilah kamu kepada orang yang memutuskannya
darimu, berilah orang yang mencegahnya darimu, dan berpalinglah dari orang yang
aniaya kepadamu.
Imam
Turmuzi telah meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur Ubaidillah ibnu
Zuhar, dari Ali ibnu Yazid dengan lafaz yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini berpredikat hasan.
Menurut
kami. Ali ibnu Yazid dan gurunya —Al-Qasim alias Abu Abdur Rahman— berpredikat daif.
Imam
Bukhari telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Jadilah
engkau pemaafdan serulah orang-orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199) Yang dimaksud
dengan al-'urfu ialah hal yang makruf (bajik).
Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami
Syu'aib, dari Az-Zuhri; telah menceritakan kepadaku Ubaidillah ibnu Abdullah
ibnu Atabah, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Uyaynah ibnu Husatn
ibnu Huzaifah tiba (di Madinah), lalu menginap dan tinggal di rumah
kemenakannya, yaitu Al-Hurr ibnu Qais. Sedangkan Al-Hurr termasuk salah seorang
di antara orang-orang yang terdekat dengan Khalifah Umar. Tersebut pula bahwa
teman-teman semajelis Umar dan dewan permusyawaratannya terdiri atas orang-orang
tua dan orang-orang muda. Lalu Uyaynah berkata kepada kemenakannya, 'Hai
kemenakanku, engkau adalah orang yang dikenai oleh Amirul Mu’minin, maka
mintakanlah izin masuk menemuinya bagiku." Al-Hurr berkata, 'Saya akan
memintakan izin buatmu untuk bersua dengannya'." Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, "Lalu Al-Hurr meminta izin buat Uyaynah kepada Umar, dan
Khalifah Umar memberinya izin untuk menemui dirinya. Ketika Uyaynah masuk
menemui Umar, Uyaynah berkata. 'Hai Umar. demi Allah, engkau tidak memberi kami
dengan pemberian yang berlimpah, dan engkau tidak menjalankan hukum dengan baik
di antara sesama kami.' Maka Khalifah Umar murka, sehingga hampir saja ia
menampar Uyaynah, tetapi Al-Hurr berkata kepadanya,' Wahai Amirul Mu’minin,
sesungguhnya Allah Swt. pernah berfirman kepada Nabi-Nya: Jadilah engkau
pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199) Dan sesungguhnya orang ini termasuk
orang yang bodoh." Demi Allah, ketika ayat itu dibacakan kepada Umar. Umar
tidak berani melanggarnya, dan Umar adalah orang yang selalu berpegang kepada Kitabullah"
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'Ia
secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, dari Abdullah ibnu Nafi', bahwa Salim
ibnu Abdullah ibnu Umar bersua dengan iringan kafilah negeri Syam yang membawa
sebuah lonceng. Maka Salim ibnu Abdullah berkata, "Sesungguhnya barang ini
diharamkan." Mereka menjawab, "Kami lebih mengetahui daripada kamu
tentang hal ini. Sesungguhnya yang tidak disukai hanyalah lonceng besar,
sedangkan lonceng seperti ini tidak apa-apa." Salim diam dan merenungkan
firman-Nya: serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh, (Al-A'raf:
199)
Menurut
Imam Bukhari, yang dimaksud dengan istilah al-'urfu dalam ayat ini ialah
perkara yang makruf (bajik). Ia menukilnya dari nas yang dikatakan oleh Urwah
ibnuz Zubair, As-Saddt, Qatadah, Ibnu Jarir, dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang.
Ibnu
Jarir telah meriwayatkan bahwa bila dikatakan aulaituhu ma'rufan,
"arifa, ‘arifatan, semuanya bermakna makruf, yakni saya mengulurkan
kebajikan kepadanya. Ibnu Jarir mengatakan, Allah telah memerintahkan kepada
Nabi-Nya agar menganjurkan semua hambanya untuk berbuat kebajikan, dan termasuk
ke dalam kebajikan ialah mengerjakan ketaatan dan berpaling dari orang-orang
yang bodoh.
Sekalipun
hal ini merupakan perintah kepada Nabi-Nya, sesungguhnya hal ini juga merupakan
pelajaran bagi makhluk-Nya untuk bersikap sabar dalam menghadapi gangguan
orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka dan memusuhi mereka. Tetapi
pengertiannya bukan berarti berpaling dari orang-orang yang tidak mengerti
perkara yang hak lagi wajib yang termasuk hak Allah, tidak pula bersikap
toleransi terhadap orang-orang yang ingkar kepada Allah, tidak mengetahui
keesaan-Nya, maka hal tersebut harus diperangi oleh kaum muslim.
Sa'id
ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang
makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf: 199) Hal
ini merupakan akhlak yang diperintahkan oleh Allah Swt untuk disandang oleh
Nabi-Nya, dan Allah Swt. memberinya petunjuk ke akhlak ini. Sebagian orang yang
bijak ada yang menuangkan pengertian ini ke dalam dua bait syair berikut:
خُذ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بعُرفٍ كَمَا ... أُمِرتَ وأعْرض عَنِ
الجَاهلينْ ...
وَلِنْ فِي الكَلام
لكُلِّ الْأَنَامِ ... فَمُسْتَحْسَن مِنْ ذَوِي الْجَاهِ لِينْ ...
Jadilah kamu pemaaf dan serulah (orang-orang) berbuat
kebajikan, sebagaimana engkau diperintahkan. Dan berpalinglah dari orang-orang
yang bodoh Dan lemah-lembutlah dalam berbicara kepada semua orang, maka hal
yang baik bagi orang yang berkedudukan ialah berkata dengan lemah-lembut.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa manusia itu ada dua macam: Pertama, orang yang
baik; terimalah kebajikan yang diberikannya kepadamu, janganlah kamu
membebaninya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya, jangan pula sesuatu yang
menyempitkan dirinya. Adapun terhadap orang yang kedua, yaitu orang yang buruk,
maka perintahkanlah dia untuk berbuat yang makruf. Jika ia tetap tenggelam di
dalam kesesatannya serta membangkang —tidak mau menuruti nasihatmu— serta
terus-menerus di dalam kebodohannya, maka berpalinglah kamu darinya.
Mudah-mudahan berpalingmu darinya dapat menolak tipu muslihatnya terhadap
dirimu, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:
{ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ * وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ
هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ}
Tolaklah
perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami mengetahui apa yang mereka
sifatkan. Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari
bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula)
kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (Al-Mu’minun:
96-98)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا
السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا يُلَقَّاهَا} أَيْ هَذِهِ
الْوَصِيَّةَ {إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
* وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah teman
yang setia Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 34-35)
Yakni
orang yang beroleh wasiat ini. Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt
berfirman:
{وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ
نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Dan
jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-A'raf: 200)
Sedangkan
dalam surat ini (yakni Al-A'raf) disebutkan pula hal yang sama, yaitu melalui
firman-Nya:
{وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ
نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Dan
jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 200)
ketiga
ayat ini berada di dafam surat Al-A'raf, Al-Mu’minun, dan Ha-mim Sajdah, tidak
ada lainnya lagi. Melaluinya Allah Swt. memberikan petunjuk tentang tata cara
menghadapi orang yang berbuat maksiat, yaitu menghadapinya dengan cara yang
baik, karena dengan cara inilah jbinalannya dalam berbuat maksiat dapat
dihentikan dengan seizin Hah Swt. Karena itulah dalam surat Fushshilat
disebutkan:
{فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ
عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ}
maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah teman
yang setia. (Fushshilat: 34)
Kemudian
Allah memberikan petunjuk untuk meminta perlindungan ;pada-Nya dari godaan
setan yang tidak kelihatan, karena sesunguhnya setan tidak senang bila kita
berbuat kebaikan. Dan sesungguhnya setan itu hanya bertujuan untuk
menghancurkan dan membinasakan kita cara keseluruhan. Sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata igi kita dan bagi kakek moyang kita jauh sebefum kita
(yakni Nabi dam).
Ibnu
Jarir mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan jika kamu ditimpa
suatu godaan setan. (Al-A'raf: 200) yaitu jika setan menggodamu dengan
perasaan marah yang karena itu kamu tidak mampu berpaling dari orang yang
bodoh, dan justru kamu terdorong untuk memberinya pelajaran. maka
berlindunglah kepada Allah. (Al-A'raf: 200) maksudnya, mintalah
perlindungan kepada Allah dari godaannya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 200) Allah Maha Mendengar terhadap
kebodohan orang yang berbuat kebodohan terhadap dirimu, dan Maha Mendengar
terhadap permintaan perlindunganmu dari godaan setan serta lain-lainnya yang
berupa obrolan orang lain. Tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya, Dia Maha
mengetahui semua urusan makhluk-Nya, termasuk godaan setan yang telah merasuki
hatimu.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan,
yaitu firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang
makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh (Al-A'raf: 199) Maka
Nabi Saw. bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah dengan amarah?"
Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan,
maka berlindunglah kepada Ajlah Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Al-A'raf: 200)
Menurut
kami, pada permulaan pembahasan mengenai isti'azah (memohon perlindungan
kepada Allah) telah disebutkan sebuah hadis tentang dua orang lelaki yang
saling mencaci di hadapan Nabi Saw. Kemudian salah seorangnya marah, sehingga
hidungnya mekar karena emosinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنِّي لِأَعْلَمُ
كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ". فَقِيلَ لَهُ، فَقَالَ: مَا بِي مِنْ جُنُونٍ
Sesungguhnya
aku benar-benar mengetahui suatu kalimat, seandainya dia mengucapkannya,
niscaya akan lenyaplah dari dirinya emosi yang membakarnya, yaitu: "Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk".Ketika disampaikan kepada lelaki itu apa yang telah
disabdakan oleh Rasulullah Saw., maka si lelaki yang emosi itu menjawab,
"Saya tidak gila."
Asal
makna dari lafaz an-nazgu ialah kerusakan, penyebabnya adakalanya karena
marah (emosi) atau lainnya. Sehubungan dengan pengertian ini disebutkan di
dalam firman-Nya:
{وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزغُ بَيْنَهُمْ}
Dan
katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. (Al-Isra: 53)
Makna
al-'iyaz ialah memohon perlindungan, naungan, dan pembentengan dari
ulah kejahatan. Sedangkan al-malaz. pengertiannya tertuju kepada memohon
kebaikan, juga pengertian memohon perlindungan. Hal ini seperti yang dikatakan
oleh Al-Hasan ibnu Hani' dalam syairnya:
يَا مَنْ ألوذُ بِهِ فيمَا أؤمِّلُه ... وَمَنْ أعوذُ بِهِ مِمَّا أحَاذرُه ...
لَا يَجْبر النَّاسُ
عَظمًا أَنْتَ كاسرُه ... وَلَا يَهِيضُون عَظمًا أَنْتَ جَابِره...
Wahai Tuhan yang aku berlindung
kepada-Nya dalam memohon apa yang aku cita-citakan, dan Yang aku berlindung
kepada-Nya dari semua yang aku hindari.
Tiada seorang manusia pun yang dapat
menambal tulang yang telah Engkau pecahkan, dan mereka tidak akan dapat
mematahkan suatu tulangpun yang telah Engkau tambal.
Mengenai
hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah isti'azah (memohon
perlindungan kepada Allah) kebanyakan telah kami kemukakan, sehingga tidak
perlu diulangi lagi.
Al-A'raf,
ayat 201-202
{إِنَّ الَّذِينَ
اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ
مُبْصِرُونَ (201) وَإِخْوَانُهُمْ يَمُدُّونَهُمْ فِي الْغَيِّ ثُمَّ لَا
يُقْصِرُونَ (202) }
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was
dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu
setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).
Allah
Swt menceritakan perihal hamba-hamba-Nya yang bertakwa, yaitu orang-orang yang
taat dalam menjalankan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua hal yang
dilarang-Nya, bahwa keadaan mereka itu:
{إِذَا مَسَّهُمْ}
Apabila
mereka ditimpa (Al-A'raf: 201)
yakni
bilamana mereka terkena godaan. Sebagian ulama membacanya ta-ifun (bukan
taifun), sehubungan dengan qiraat ini ada hadis yang menerangkannya; kedua
qiraat ini merupakan qiraat yang terkenal. Menurut pendapat lain, kedua qiraat
tersebut mempunyai makna yang sama; dan menurut pendapat yang lainnya lagi ada
bedanya. Ada ulama yang menafsirkannya dengan pengertian al-gadab (amarah),
ada yang menafsirkannya dengan pengertian sentuhan dari setan, yakni pingsan
dan lain sebagainya; ada yang menafsirkannya dengan pengertian dosa, ada pula
yang menafsirkannya dengan pengertian melakukan perbuatan dosa.
Firman
Allah Swt.:
{تَذَكَّرُوا}
mereka
ingat kepada Allah (Al-A'raf: 201)
Maksudnya,
mereka teringat akan azab Allah, pahala-Nya yang berlimpah, janji, dan
ancaman-Nya. Karena itu, lalu mereka bertobat dan memohon perlindungan kepada
Allah serta segera kembali kepada-Nya.
{فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ}
maka
ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (AlA'raf: 201)
Yakni
mereka bangkit dan sadar dari keadaan sebelumnya.
Dalam
hal ini Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah menceritakan sebuah hadis yang
ia riwayatkan melalui Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah
r.a. yang mengatakan bahwa seorang wanita datang kepada Nabi Saw. dalam keadaan
sakit Lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah
semoga Dia menyembuhkan diriku." Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكِ، وَإِنْ شِئْتِ
فَاصْبِرِي وَلَا حِسَابَ عَلَيْكِ". فَقَالَتْ: بَلْ أَصْبِرُ، وَلَا
حِسَابَ عَلَيَّ.
Jika
engkau suka (aku mendoakanmu), maka aku akan
berdoa kepada Allah, dan Dia akan menyembuhkanmu. Tetapi jika engkau suka
bersabar, maka bersabarlah, dan kelak tidak ada hisab atas dirimu. Wanita
itu berkata, "Tidak, bahkan saya akan bersabar dan kelak saya tidak akan
dihisab."
Hadis
ini diriwayatkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama pemilik kitab Sunnah.
Menurut mereka wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
sering tak sadarkan diri, lalu pakaianku terbuka. Doakanlah kepada Allah semoga
Dia menyembuhkanku." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
إِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ
اللَّهَ أَنْ يَشْفِيَكَ، وَإِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ؟ "
فَقَالَتْ: بَلْ أَصْبِرُ، وَلِيَ الْجَنَّةُ، وَلَكِنِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ لَا
أَتَكَشَّفَ، فَدَعَا لَهَا، فَكَانَتْ لَا تَتَكَشَّفُ.
Jika
engkau menginginkan aku berdoa, maka aku akan berdoa dan Allah akan
menyembuhkanmu. Dan jika engkau lebih suka bersabar, maka bersabarlah, dan
engkau akan mendapat surga. Maka
wanita itu berkata, "Tidak, bahkan aku lebih suka bersabar dan aku akan
mendapat surga, tetapi doakanlah kepada Allah agar Dia jangan menjadikan aku
membuka hijabku." Lalu Nabi Saw. berdoa untuk wanita itu, maka wanita itu
tidak lagi membuka hijabnya (bila tak sadarkan dirinya).
Imam
Hakim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Mustadrak-nya, dan ia
mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim; tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Al-Hafiz
ibnu Asakir dalam Bab "Riwayat Hidup Amr ibnu Jami", bagian dari
kitab Tarikh-nya, menyebutkan bahwa ada seorang pemuda yang sedang
menekuni ibadah di dalam masjid. Lalu ada seorang wanita yang menyukainya, maka
wanita itu merayunya agar ia mau menggauli dirinya. Wanita itu terus-menerus
merayunya hingga hampir saja mereka berdua memasuki sebuah rumah. Tetapi pemuda
itu teringat akan firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat
kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (Al-A'raf:
201) Maka pemuda itu jatuh terjungkal dalam keadaan pingsan tak sadarkan diri.
Kemudian ia sadar kembali, dan wanita tersebut datang menjenguknya, maka pemuda
itu mendadak mati. Khalifah Umar datang kepada ayah si pemuda, berbelasungkawa
atas kematiannya; dan jenazah si pemuda itu telah dikebumikan sejak malam
harinya. Lalu Khalifah Umar pergi dan melakukan salat jenazah bersama
orang-orang yang mengikutinya di atas kuburan pemuda itu. Kemudian Umar menyeru
nama pemuda itu seraya membacakan firman-Nya: Dan bagi orang yang takut akan
saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (Ar-Rahmah: 46) Maka pemuda itu
menjawabnya dari dalam kuburan, "Wahai Umar, Tuhanku telah memberikannya
kepadaku dua kali di dalam surga."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِخْوَانِهِمْ}
Dan
teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu
setan-setan. (Al-A'raf: 202)
Yakni
teman-teman setan dari kalangan umat manusia, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya dalam ayat yang lain:
{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ
الشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (Al-Isra: 27)
Yang
dimaksud dengan teman-teman setan ialah orang-orang yang mengikuti setan,
mendengar perkataan setan, dan menaati semua perintahnya.
{يَمُدُّونَهُمْ فِي الْغَيِّ}
membantu
setan-setan dalam menyesatkan. (Al-A'raf:
202)
Artinya,
setan-setan membantu mereka dalam berbuat maksiat dan memudahkan
perbuatan-perbuatan maksiat bagi mereka serta menghiasinya bagi mereka hingga
mereka tertarik untuk mengerjakannya. Ibnu Kasir mengatakan bahwa makna al-maddu
artinya menambah, yakni setan-setan itu menambahkan kebodohan dan kedunguan
kepada mereka.
{ثُمَّ لَا يُقْصِرُونَ}
dan
mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).
(Al-A'raf: 202)
Menurut
pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'sesungguhnya setan-setan itu membantu
manusia (dalam mengerjakan maksiat) dan tidak akan menghentikan perbuatan
mereka', seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan teman-teman mereka membantu mereka
dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). (Al-A'raf:
202) Ibnu Abbas mengatakan bahwa manusia itu tidak hentinya melakukan apa yang
mereka kerjakan, dan setan pun tidak pernah berhenti dari menggoda mereka.
Menurut
pendapat lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah seperti apa yang diriwayatkan
oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
teman-teman mereka membantu mereka dalam menyesatkan dan mereka tidak
henti-hentinya (menyesatkan). (Al-A'rif: 202) Mereka adalah jin yang
memberikan ilham kepada teman-temannya dari kalangan manusia, kemudian tidak
henti-hentinya menyesatkan mereka. Yang dimaksud dengan layuasirun ialah
tidak bosan-bosannya menyesatkan mereka.
Hal
yang sama dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya, bahwa setan-setan selalu
membantu teman-temannya dari kalangan manusia untuk berbuat maksiat dan tiada
bosan-bosannya membantu mereka dalam kejahatan, karena hal tersebut sudah
merupakan watak dan pembawaan setan. dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).
(Al-A'raf: 202) Artinya, tidak pernah berhenti dalam menggoda dan tidak pernah
bosan melancarkan rayuannya. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung
di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا
الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا}
Tidakkah
kamu lihat bahwa Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir
untuk menghasut mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh (Maryam: 83)
Ibnu
Abbas dan lain-lainnya mengatakan, setan-setan itu menggoda manusia untuk
berbuat kemaksiatan dengan godaan yang sebenar-benarnya.
Al-A'raf,
ayat 203
{وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ
بِآيَةٍ قَالُوا لَوْلا اجْتَبَيْتَهَا قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى
إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ (203) }
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an kepada mereka,
mereka berkata, "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah,
"Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku
kepadaku. Al-Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian,
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: mereka berkata, "Mengapa kamu tidak membuat sendiri ayat
itu?” (Al-A'raf: 203) Yakni mengapa engkau tidak menerimanya. Di lain
kesempatan Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'mengapa tidak
kamu buat sendiri, lalu kamu mengatakannya'.
Ibnu
Jarir telah meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Kasir dari Mujahid sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an
kepada mereka, mereka berkata, "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat
itu?" (Al-A'raf: 203) Artinya, mengapa tidak engkau karang sendiri.
Mereka bermaksud 'Mengapa tidak engkau keluarkan dari dirimu sendiri'. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Qatadah, As-Saddi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam,
kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa
tidak kamu buat sendiri ayat itu? (Al-A'raf: 203) Menurutnya makna yang
dimaksud ialah 'mengapa tidak engkau terima sendiri dari Allah Swt.'.
Ad-Dahhak
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa tidak kamu buat
sendiri ayat itu? (Al-A'raf: 203) Bahwa makna yang dimaksud ialah 'mengapa
tidak kamu ambil sendiri dari langit, lalu kamu sampaikan'.
*******************
Firman-Nya:
{وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِآيَةٍ}
Dan
apabila kamu tidak membawa suatu ayat kepada mereka. (Al-A'raf: 203)
Makna
yang dimaksud ayat di atas ialah mukjizat yang berbeda dengan hukum alam.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{إِنْ نَشَأْ نُنزلْ عَلَيْهِمْ مِنَ
السَّمَاءِ آيَةً فَظَلَّتْ أَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِينَ}
Jika
Kami kehendaki, niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit,
maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya. (Asy-Syu'ara: 4)
Mereka
berkata kepada Rasulullah Saw., "Mengapa kamu tidak bersusah payah dalam
mencari ayat-ayat dari Allah hingga kami dapat melihatnya secara langsung, lalu
kami beriman kepadanya?" Allah Swt. berfirman kepada Rasul Saw.:
{قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ
مِنْ رَبِّي}
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan kepadaku dari
Tuhanku.” (Al-A'raf: 203)
Yakni
aku tidak berani berbuat suatu kelancangan terhadap Allah Swt., dan
sesungguhnya aku hanyalah mengikut apa yang diperintahkan oleh Tuhanku
kepadaku, lalu aku mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya kepadaku. Jika aku
diperintahkan untuk menyampaikan suatu ayat, maka akan aku terima; dan jika Dia
mencegahnya, maka aku tidak akan memintanya dari keinginan diriku sendiri,
kecuali jika Allah memberikan izin-Nya kepadaku untuk hal tersebut. Karena
sesungguhnya Dia Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Kemudian
Allah memberikan petunjuk kepada mereka bahwa Al-Qur’an ini adalah mukjizat
yang paling besar, dan Al-Qur'an merupakan bukti yang paling jelas serta hujah
yang paling benar dan keterangan yang paling nyata. Untuk itu Allah Swt
berfirman:
{هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Al-Qur'an
ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. (Al-A'raf:
203)
Al-A'raf,
ayat 204
{وَإِذَا قُرِئَ
الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (204) }
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat.
Setelah
Allah Swt. menyebutkan bahwa Al-Qur'an adalah bukti-bukti yang nyata bagi
manusia dan petunjuk serta rahmat bagi mereka, lalu Allah Swt. memerintahkan
agar mereka mendengarkannya baik-baik serta penuh perhatian dan tenang di saat
Al-Qur'an dibacakan, untuk mengagungkan dan menghormatinya; janganlah seperti
yang sengaja dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy saat mendengarnya,
seperti yang disitir oleh Al-Qur*an, bahwa mereka berkata:
لَا
تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ
Janganlah
kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk
terhadapnya. (Fushshilat: 26), hingga akhir ayat.
Keharusan
ini bertambah kukuh dalam salat fardu bila imam membacanya dengan suara keras,
seperti yang disebutkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya melalui
hadis Abu Musa Al-Asy'ari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّمَا جُعِلَ
الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا قَرَأَ
فَأَنْصِتُوا"
Sesungguhnya
imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti. Maka apabila imam bertakbir,
bertakbirlah kalian; dan apabila imam membaca (Al-Qur'an), dengarkanlah (bacaannya) dengan penuh
perhatian dan tenang.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunnah melalui
hadis Abu Hurairah. Hadis ini dinilai sahih oleh Muslim ibnul Hajjaj,
tetapi ia sendiri tidak mengetengahkan riwayat ini dalam kitabnya.
Ibrahim
ibnu Muslim Al-Hajri telah meriwayatkan dari Abu Iyad, dari Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa pada awal mulanya mereka sering berbicara dalam salat, tetapi
ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik (Al-A'raf: 204) dan ayat berikutnya,
maka mereka diperintahkan untuk tenang.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Al-Musayyab ibnu Rafi' yang
mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah menceritakan, "Dahulu para sahabat
biasa mengucapkan salam di antara sesamanya dalam salat, "maka turunlah
ayat yang mengatakan: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah
baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat. (Al-A'raf:
204)
Ibnu
Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Basyir
ibnu Jabir yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud ketika sedang salat mendengar
sejumlah orang ikut membaca Al-Qur'an bersama imam. Setelah Ibnu Mas'ud selesai
dari salatnya, ia mengatakan, "Ingatlah, sekarang sudah saatnya bagi
kalian untuk mengerti dan sudah saatnya untuk menggunakan pikiran. 'Dan
apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah
dengan tenang.' (Al-A'raf: 204) Seperti yang diperintahkan oleh Allah
kepada kalian."
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan
kepada kami Hafs, dari Asy'as, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan seorang pemuda dari kalangan Ansar. Disebutkan
bahwa setiap kali Rasulullah Saw. membaca Al-Qur*an dalam salatnya, maka pemuda
itu ikut membacanya pula, lalu turunlah ayat ini: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang. (Al-A'raf:
204)
Imam
Ahmad dan para pemilik kitabSunnah telah meriwayatkan melalui hadis
Az-Zuhri, dari Abu Aktamah Al-Laisi, dari Abu Hurairah, bahwa setelah
Rasulullah Saw. selesai dari salat yang keras bacaannya, beliau bersabda:
"هَلْ قَرَأَ أَحَدٌ
مِنْكُمْ مَعِي آنِفًا؟ " قَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ
إِنِّي أَقُولُ: مَا لِي أُنَازَعُ الْقُرْآنَ؟ "
"Apakah
ada seseorang di antara kalian yang ikut membaca bersamaku?" Seorang lelaki menjawab, "Ya saya wahai
Rasulullah " Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan
mengatakan, 'Saya tidak akan bersaing dalam Al-Qur’an'.”
Maka
sejak saat itu orang-orang berhenti dari kebiasaan membaca bersama Rasulullah
Saw. dalam salat yang keras bacaannya, yaitu sejak mereka mendengar hal
tersebut dari Rasulullah Saw. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan,
dan dinilai sahih oleh Abu Hatim Ar-Razi.
Abdullah
ibnul Mubarak telah meriwayatkan dan Yunus, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa
orang yang berada di belakang imam tidak boleh ikut membaca dalam salat yang
bacaannya dikeraskan oleh imam. Bacaannya sudah cukup ditanggung oleh bacaan
imam, sekalipun imam tidak memperdengarkan bacaannya kepada mereka. Tetapi
mereka harus membaca dalam salat yang imam tidak mengeraskan bacaannya padanya,
yaitu dengan suara yang perlahan dan hanya dapat didengar oleh mereka sendiri.
Seseorang yang berada di belakang imam tidak layak pula ikut membaca bersama
imam dalam salat jahriyah-nya, baik dengan bacaan perlahan maupun keras,
karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian
mendapat rahmat. (Al-A'raf: 204)
Menurut
kami, pendapat di atas merupakan pendapat segolongan ulama. Mereka mengatakan
bahwa makmum tidak wajib membaca dalam salat yang bacaannya dikeraskan oleh
imam, baik Fatihahnya maupun surat lainnya. Demikianlah menurut salah satu di
antara dua pendapat di kalangan mazhab Syafi'i. Pendapat ini merupakan qaul
qadim dari Imam Syafi'i, sama dengan mazhab Imam Malik dan suatu riwayat
dari Imam Ahmad ibnu Hambal, karena berdasarkan dalil yang telah disebutkan di
atas.
Imam
Syafi'i dalam qaul jadid-nya mengatakan.”Makmum hanya diperbolehkan
membaca Al-Fatihah saja. yaitu di saat imam sedang diam.”Pendapat ini dikatakan
oleh sejumlah sahabat dan tabi'in serta orang-orang sesudah mereka.
Imam
Abu Hanifah dan Imam Ahmad mengatakan bahwa makmum sama sekali tidak wajib
melakukan bacaan, baik dalam salat sirriyyah maupun dalam salat jahriyyah
(salat yang pelan bacaannya dan salat yang keras bacaannya), karena
berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
"مَنْ كَانَ لَهُ
إِمَامٌ فَقِرَاءَتُهُ لَهُ قِرَاءَةٌ"
Barang
siapa yang mempunyai imam, maka bacaan yang dilakukan oleh imam merupakan
bacaannya pula.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya melalui Jabir
secara marfu'. Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik hadis ini
diriwayatkan melalui Wahb ibnu Kaisan, dari Jabir secara mauquf, dan apa
yang disebutkan di dalam kitab Muwatta' ini lebih sahih.
Masalah
ini diketengahkan dengan penjabaran yang lebih rinci pada bagian lain dari
kitab ini. Imam Abu Abdullah Al-Bukhari telah menulis suatu tulisan tersendiri
yang membahas masalah ini secara rinci, tetapi pada akhirnya ia memilih
pendapat yang mewajibkan membaca bagi makmum dalam salat jahriyyah maupun
salat sirriyyah.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan makna firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan
perhatikanlah dengan tenang. (Al-A'raf: 204) Yakni dalam salat fardu. Hal
yang sama diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mugaffal.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas'adah, telah
menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami
Al-Jariri, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz yang menceritakan bahwa ia
pernah melihat Ubaid ibnu Umair dan Ata ibnu Abu Rabah sedang
berbincang-bincang, sedangkan di dekat keduanya ada seseorang sedang membaca
Al-Qur'an. Maka ia berkata, "Mengapa kamu berdua tidak mendengarkan
Al-Qur'an yang akibatnya kamu berdua akan terkena ancaman?" Tetapi
keduanya hanya memandang ke arahku, kemudian melanjutkan obrolan lagi. Lalu ia
mengulangi tegurannya, tetapi mereka hanya memandang ke arahku, lalu
melanjutkan obrolan mereka. Ketika ia mengulangi teguran untuk ketiga kalinya,
maka keduanya memandang ke arahku, lalu mengatakan bahwa sesungguhnya hal yang
disebutkan oleh ayat berikut hanyalah jika dalam salat, yaitu firman-Nya: Dan
apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah
dengan tenang. (Al-A'raf: 204)
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Abu Hasyim Ismail ibnu Kasir,
dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang. (Al-A'raf:
204) Yakni di dalam salat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh sejumlah
orang, dari Mujahid.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Al-Lais, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa tidak apa-apa berbicara bila seseorang membaca Al-Qur'annya di
luar salat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak,
Ibrahim An-Nakha*i, Qatadah, Asy-Sya'bi, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud dengan perintah mendengarkan bacaan Al-Qur'an
adalah dalam salat.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Mansur yang pernah mendengar Ibrahim ibnu Abu Hamzah
bercerita bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan
perhatikanlah dengan tenang (Al-A'raf: 204) Yakni dalam salat dan khotbah
Jumat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Ata.
Hasyim
telah mengatakan dari Ar-Rabi' ibnu Sabih, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa
hal tersebut bila berada di dalam salat dan di saat sedang berzikir.
Ibnul
Mubarak telah mengatakan dari Baqiyyah yang pernah mendengar Sabit ibnu Ajlan
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah
baik-baik dan perbaikanlah dengan tenang. (Al-A’raf: 204) Bahwa kewajiban
mendengarkan ini ialah dalam salat Hari Raya Kurban, Hari Raya Fitri, hari
Jumat, dan salat-salat yang imam mengeraskan bacaan Al-Qur’an padanya.
Pendapat
inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut
ialah mendengarkan bacaan Al-Qur'an dalam salat dan khotbah, seperti yang
disebutkan oleh banyak hadis yang memerintahkan mendengarkan bacaan Al-Qur'an
dengan tenang di belakang imam dan di saat sedang khotbah.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Lais, dari Mujahid, bahwa ia
menganggap makruh bila imam sedang membaca ayat khauf atau ayat rahmat, lalu
ada seseorang di belakang imam mengucapkan sesuatu. Mujahid mengatakan bahwa
semuanya harus tetap diam.
Mubarak
ibnu Fudalah telah meriwayatkan dari Al-Hasan, "Apabila engkau duduk
mendengarkan Al-Qur’an, maka perhatikanlah bacaannya dengan tenang."
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ
بْنُ مَيْسَرَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنِ
اسْتَمَعَ إِلَى آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ،
وَمَنْ تَلَاهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim,
telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan, dari Abu
Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa
mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang
berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat nur (cahaya)
di hari kiamat.
Hadis
diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad.
Al-A'raf,
ayat 205-206
{وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي
نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ
وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ (205) إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ
لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ (206)
}
Dan sebutlah (nama)
Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan
tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai. Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu
tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka menasbihkan-Nya dan hanya
kepada-Nya-lah mereka bersujud
Allah
Swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya agar banyak melakukan zikir menyebut
asma-Nya pada permulaan siang hari dan pada penghujungnya, sebagaimana Dia
memerintahkan agar melakukan ibadah kepada-Nya pada kedua waktu tersebut. Hal
ini Dia ungkapkan melalui firman-Nya:
{وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}
dan
bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenam(nya). (Qaf: 39)
Hal
ini terjadi sebelum salat lima waktu difardukan pada malam Isra, dan ayat ini
termasuk ayat periode Mekah (Makkiyyah). Dalam ayat ini disebutkan al-guduwwu
yang artinya permulaan siang hari. Al-asal adalah bentuk jamak dari
lafaz asil se-wazan dengan lafaz aiman yang merupakan
bentuk jamak dari lafaz yamin.
Adapun
mengenai makna firman-Nya:
{تَضَرُّعًا وَخِيفَةً}
dengan
merendahkan diri dan rasa takut. (Al-A'raf:
205)
Artinya,
sebutlah nama Tuhanmu dalam dirimu dengan penuh rasa harap dan takut, yakni
dengan suara yang tidak terlalu keras. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ}
dan
dengan tidak mengeraskan suara. (Al-A'raf:
205)
Untuk
itulah maka zikir disunatkan dilakukan bukan dengan ucapan yang keras sekali.
Sehubungan dengan hal ini Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Apakah Tuhan
kami dekat, maka kami akan berbicara dengan suara perlahan? Ataukah jauh, maka
kami akan berbicara dengannya dengan suara yang keras?" Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya:
{وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ}
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186)
Di
dalam kitab Sahihain dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a. disebutkan bahwa
orang-orang mengeraskan suaranya dalam berdoa ketika mereka sedang melakukan
suatu perjalanan. Maka Nabi Saw. bersabda kepada mereka:
"أَيُّهَا النَّاسُ،
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لَا تدعون أصمَّ وَلَا غَائِبًا؛ إِنَّ
الَّذِي تَدْعُونَهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ"
Hai
manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukan berdoa
kepada Tuhan yang tuli, tidak pula yang gaib. Sesungguhnya Tuhan yang kalian
sedang menyeru-Nya Maha Mendengar lagi Mahadekat, Dia lebih dekat kepada
seseorang di antara kalian daripada pegangan pelana unta kendaraannya
Barangkali
makna yang dimaksud oleh ayat ini seperti pengertian yang disebutkan di dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ
بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا}
Dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu, janganlah pula
merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya itu.(Al-Isra: 110) .
Karena
sesungguhnya dahulu orang-orang musyrik apabila mendengar suara Al-Qur'an
dibacakan, maka mereka mencacinya, mencaci Tuhan yang menurunkannya, juga
mencaci nabi yang menyampaikannya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi Saw.
untuk tidak mengeraskan bacaan Al-Qur'an, agar orang-orang musyrik tidak
mencacinya; jangan pula merendahkan bacaannya dari sahabat-sahabatnya karena
mereka tidak dapat mendengarnya, tetapi hendaklah mengambil jalan tengah di
antara bacaan keras dan bacaan rendah. Hal yang sama telah dikatakan pula
olehnya sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ
بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ}
dan
dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A'raf:
205)
Ibnu
Jarir menduga tetapi —sebelumnya telah menduga pula Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam— bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini ialah perintah ditujukan kepada
orang yang mendengar bacaan Al-Qur'an agar melakukan zikir dengan sifat yang
telah disebutkan dalam ayat. Tetapi pendapat ini jauh dari kebenaran serta
bertentangan dengan makna insat (mendengar dengan penuh perhatian dan
tenang) yang diperintahkan. Kemudian makna yang dimaksud ialah dalam keadaan
salat —seperti yang telah disebutkan di atas— atau dalam salat dan khotbah. Dan
telah kita maklumi semua bahwa melakukan insat dalam saat seperti itu
jauh lebih utama daripada melakukan zikir dengan lisan, baik zikir dengan suara
perlahan ataupun suara keras. Pendapat yang dikemukakan oleh keduanya ini tidak
layak untuk diikuti, bahkan makna yang dimaksud ayat ini ialah anjuran untuk
melakukan banyak zikir bagi hamba-hamba Allah di waktu pagi dan petang hari
agar mereka tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai. Karena itulah Allah
Swt. memuji para malaikat yang selalu bertasbih sepanjang malam dan siang hari
tanpa hentinya. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ
Sesungguhnya
malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah
Allah. (Al-A'raf: 206), hingga akhir ayat.
Sesungguhnya
para malaikat disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat ini hanyalah agar mereka
dijadikan panutan dalam hal ketaatan dan ibadahnya. Karena itulah maka kita
disyariatkan melakukan sujud dalam pembacaan ayat ini, yaitu di saat disebutkan
sujud mereka (para malaikat) kepada Allah Swt.
Di
dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
"أَلَا تُصَفُّونَ
كَمَا تُصَفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا، يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأوَل،
ويتَراصُّون فِي الصَّفِّ"
Tidakkah
kalian bersaf sebagaimana para malaikat bersaf di hadapan Tuhannya? Mereka
melengkapkan safnya saf demi saf dan mereka menyusun safnya
Ayat
ini merupakan ayat Sajdah di dalam Al-Qur'an, yaitu salah satu di antara
ayat-ayat yang disunatkan bagi pembaca dan pendengarnya melakukan sujud
tilawah, menurut kesepakatan ijma*.
Di
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah melalui Abu Darda,
dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. memasukkan ayat ini ke dalam ayat
sujud tilawah Al-Qur'an.
آخَرُ [تَفْسِيرِ] سُورَةِ الْأَعْرَافِ،
وَلِلَّهِ الْحَمْدُ والمنة.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar