Al-Maidah, ayat 51-53
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (51) فَتَرَى الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا
دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ
فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ (52) وَيَقُولُ
الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ
أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا
خَاسِرِينَ (53)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali
(kalian); sebagian mereka adalah wali
bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian mengambil mereka
menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kami akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera
mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, "Kami takut
akan mendapat bencana, " Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada
Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu mereka
menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan
orang-orang yang beriman akan mengatakan, "Inikah orang-orang yang
bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar
beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi
orang-orang yang merugi.
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin
mengangkat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai wali mereka,
karena mereka adalah musuh-musuh Islam dan para penganutnya; semoga Allah
melaknat mereka. Kemudian Allah memberitahukan bahwa sebagian dari mereka
adalah wali bagi sebagian yang lain.
Selanjutnya Allah mengancam orang mukmin yang
melakukan hal itu melalui firman-Nya:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
Barang siapa di antara kalian mengambil mereka
menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah:
51), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Kasir ibnu Syihab, telah menceritakan kepada kami Muhammad (Yakni
Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari
Sammak ibnu Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah memerintahkan Abu Musa Al Asyari
untuk melaporkan kepadanya tentang semua yang diambil dan yang diberikannya
(yakni pemasukan dan pengeluarannya) dalam suatu catatan lengkap. Dan
tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang
Nasrani. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar r.a. Maka Khalifah
Umar merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata, "Sesungguhnya orang
ini benar-benar pandai, apakah kamu dapat membacakan untuk kami sebuah surat di
dalam masjid yang datang dari negeri Syam?" Abu Musa Al-Asy'ari menjawab,
"Dia tidak dapat melakukannya." Khalifah Umar bertanya, "Apakah
dia sedang mempunyai jinabah?" Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Tidak,
tetapi dia adalah seorang Nasrani." Maka Khalifah Umar membentakku dan
memukul pahaku, lalu berkata, "Pecatlah dia." Selanjutnya Khalifah
Umar membacakan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian).
(Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan
kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari
Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Atabah pernah berkata,
"Hendaklah seseorang di antara kalian memelihara dirinya, jangan sampai
menjadi seorang Yahudi atau seorang Nasrani, sedangkan dia tidak
menyadarinya." Menurut Muhammad ibnu Sirin, yang dimaksud olehnya menurut
dugaan kami adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali
(kalian). (Al-Maidah : 51), hingga akhir ayat.
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Asim, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai sembelihan orang-orang
Nasrani Arab. Maka ia menjawab, "Boleh dimakan." Allah Swt.
hanya berfirman: Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi
wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51)
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abuz
Zanad.
****
Firman Allah Swt.:
{فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya. (Al-Maidah: 52)
Yaitu keraguan, kebimbangan, dan kemunafikan.
{يُسَارِعُونَ فِيهِمْ}
bersegera mendekati mereka. (Al-Maidah:
52)
Maksudnya, mereka bersegera berteman akrab dengan
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani secara lahir batin.
{يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا
دَائِرَةٌ}
seraya berkata, "Kami takut akan mendapat
bencana." (Al-Maidah: 52)
Yakni mereka melakukan demikian dengan alasan
bahwa mereka takut akan terjadi suatu perubahan, yaitu orang-orang kafir
beroleh kemenangan atas kaum muslim. Jika hal ini terjadi, berarti mereka akan
memperoleh perlindungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, mengingat
orang-orang Yahudi dan Nasrani mempunyai pengaruh tersendiri di kalangan
orang-orang kafir, sehingga sikap berteman akrab dengan mereka dapat memberikan
manfaat ini. Maka Allah Swt berfirman menjawab mereka:
{فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ}
Mudah-mudahan Allah akan memberikan kemenangan
(kepada Rasul-Nya). (Al-Maidah: 52)
Menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan al-Fathu
dalam ayat ini ialah kemenangan atas kota Mekah. Sedangkan yang lainnya
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kekuasaan peradilan dan keputusan.
{أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ}
atau sesuatu keputusan dari-Nya. (Al-Maidah:
52)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah
memungut jizyah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani.
{فَيُصْبِحُوا}
Maka karena itu mereka menjadi. (Al-Maidah:
52)
Yakni orang-orang yang menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai wali mereka dari kalangan kaum munafik.
{عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ
نَادِمِينَ}
menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan
dalam diri mereka (Al-Maidah: 52)
Yaitu menyesali perbuatan mereka yang berpihak
kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani itu. Dengan kata lain, mereka menyesali
perbuatan yang mereka lakukan karena usahanya itu tidak dapat memberikan hasil
apa pun, tidak pula dapat menolak hal yang mereka hindari, bahkan berpihak
kepada mereka merupakan penyebab utama dari kerusakan itu sendiri. Kini mereka
keadaannya telah dipermalukan dan Allah telah menampakkan perkara mereka di
dunia ini kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, padahal sebelumnya mereka
tersembunyi, keadaan dan prinsip mereka masih belum diketahui. Tetapi setelah
semua penyebab yang mempermalukan mereka telah lengkap, maka tampak jelaslah
perkara mereka di mata hamba-hamba Allah yang mukmin. Orang-orang mukmin merasa
heran dengan sikap mereka (kaum munafik itu), bagaimana mereka dapat
menampakkan diri bahwa mereka seakan-akan termasuk orang-orang mukmin, dan
bahkan mereka berani bersumpah untuk itu, tetapi dalam waktu yang sama mereka
berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani? Dengan demikian, tampak
jelaslah kedustaan dan kebohongan mereka. Untuk itulah Allah menyebutkan dalam
firman-Nya:
{وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلاءِ
الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ
حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ}
Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan,
"Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah,
bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian?” Rusak binasalah segala amal
mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 53)
Para ahli qiraah berbeda pendapat sehubungan
dengan huruf wawu dari ayat ini. Jumhur ulama menetapkan huruf wawu dalam
firman-Nya:
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا
Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan. (Al-Maidah:
53)
Kemudian sebagian dari mereka ada yang membaca rafa'
dan mengatakan sebagai ibtida (permulaan kalimat). Sebagian dari
mereka ada yang me-nasab-kannya karena di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
{فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ
أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ}
"Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. . (Al-Maidah:
53)
Dengan demikian, berarti bentuk lengkapnya ialah an-yaqula
(dan mudah-mudahan orang-orang yang beriman mengatakan).
Tetapi ulama Madinah membacanya dengan bacaan
berikut:
{يَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا}
Orang-orang yang beriman akan mengatakan. (Al-Maidah:
53)
Yakni tanpa memakai huruf wawu. demikian
pula yang tertera di dalam mushaf mereka, menurut Ibnu Jarir.
Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid sehubungan
dengan firman Allah Swt.: Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan
kepada (RasulNya), atau sesuatu keputusdan dari Sisi-Nya. (Al-Maidah: 52) Sebagai
konsekuensinya disebutkan dalam firman-Nya: Orang-orang yang beriman akan
mengatakan, "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama
Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian?” Rusak binasalah segala
amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (Al-Maidah: 53).
Yakni tanpa memakai wawu. Demikianlah
menurut salinan yang ada di tangan kami. Tetapi barangkali ada kalimat yang
digugurkan padanya, karena menurut ungkapan Tafsir Ruhul Ma'ani disebutkan
bahwa Ibnu Kasir, Nafi', dan Ibnu Amir membaca yaaulu tanpa memakai wawu
dengan interpretasi sebagai isti-naf bayani. Seakan-akan dikatakan
bahwa "lalu apakah yang dikatakan oleh orang-orang mukmin saat itu?".
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai
penyebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat yang mulia ini. As-Saddi
menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah
seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, "Adapun
saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung
padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku
jika terjadi suatu perkara atau suatu hal."Sedangkan yang lainnya
menyatakan, "Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan
yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut
masuk Nasrani bersamanya." Maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
wali (kalian). (Al-Maidah: 51). hingga beberapa ayat berikutnya.
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika Rasulullah Saw.
mengutusnya kepada Bani Quraizah, lalu mereka bertanya kepadanya, "Apakah
yang akan dilakukan olehnya terhadap kami?" Maka Abu Lubabah mengisyaratkan
dengan tangannya ke arah tenggorokannya, yang maksudnya bahwa Nabi Saw. akan
menyembelih mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Menurut pendapat yang lain. ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, seperti apa yang telah
disebutkan oleh Ibnu Jarir:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ قَالَ:
سَمِعْتُ أَبِي، عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: جَاءَ عُبَادَةُ بْنُ
الصَّامِتِ، مِنْ بَنِي الْخَزْرَجِ، إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَوَالِي مَنْ
يَهُودٍ كَثِيرٌ عَدَدُهُمْ، وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ مِنْ
وَلَايَةِ يَهُودٍ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ أُبَيٍّ: إِنِّي رَجُلٌ أَخَافُ الدَّوَائِرَ، لَا أَبْرَأُ مِنْ وِلَايَةِ
مَوَالِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ: "يَا أَبَا الحُباب، مَا بَخِلْتَ بِهِ مِنْ وَلَايَةِ
يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَهُوَ لَكَ دُونَهُ". قَالَ: قَدْ
قَبِلْتُ! فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ
بَعْضٍ] } إِلَى قَوْلِهِ: {فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}
bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Atiyyah ibnu Sa'd, bahwa
Ubadah ibnus Samit dari Banil Haris ibnul Khazraj datang kepada Rasulullah
Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai
teman-teman setia dari kalangan orang-orang Yahudi yang jumlah mereka cukup
banyak. Dan sesungguhnya saya sekarang menyatakan berlepas diri kepada Allah
dan Rasul-Nya dari mengambil orang-orang Yahudi sebagai teman setia saya, dan sekarang
saya berpihak kepada Allah dan Rasul-Nya." Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul
berkata, "Sesungguhnya aku adalah seseorang yang takut akan mendapat
bencana. Karenanya aku tidak mau berlepas diri dari mereka yang telah menjadi
teman-teman setiaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada Abdullah ibnu
Ubay, "Hai Abul Hubab, apa yang engkau pikirkan, yaitu tidak mau
melepaskan diri dari berteman setia dengan orang-orang Yahudi, tidak seperti
apa yang dilakukan oleh Ubadah ibnus Samit. Maka hal itu hanyalah untukmu,
bukan untuk Ubadah." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Saya
terima." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali
(kalian). (Al-Maidah: 51), hingga dua ayat berikutnya.
ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا هَنَّاد، حَدَّثَنَا يُونُسُ
بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ
قَالَ: لَمَّا انْهَزَمَ أَهْلُ بَدْرٍ قَالَ الْمُسْلِمُونَ لِأَوْلِيَائِهِمْ
مِنْ يَهُودَ: آمِنُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِيَوْمٍ مِثْلَ يَوْمِ
بَدْرٍ! فَقَالَ مَالِكُ بْنُ الصَّيْفِ: أَغَرَّكُمْ أَنْ أَصَبْتُمْ رَهْطًا
مِنْ قُرَيْشٍ لَا عِلْمَ لَهُمْ بِالْقِتَالِ!! أَمَا لَوْ أمْرَرْنا
الْعَزِيمَةَ أَنْ نَسْتَجْمِعَ عَلَيْكُمْ، لَمْ يَكُنْ لَكُمْ يَدٌ بِقِتَالِنَا
فَقَالَ عُبَادَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنَ الْيَهُودِ
كَانَتْ شَدِيدَةً أَنْفُسُهُمْ، كَثِيرًا سِلَاحُهُمْ، شَدِيدَةً شَوْكَتُهُمْ،
وَإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ [تَعَالَى] وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ وِلَايَةِ
يَهُودَ، وَلَا مَوْلَى لِي إِلَّا اللَّهُ وَرَسُولُهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ أُبَيٍّ: لَكِنِّي لَا أَبْرَأُ مِنْ وَلَاءِ يَهُودٍ أَنَا رَجُلٌ لَا بُدَّ
لِي مِنْهُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"يَا أَبَا الْحُبَابِ أَرَأَيْتَ الَّذِي نَفَّسْتَ بِهِ مِنْ وَلَاءِ
يَهُودَ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، فَهُوَ لَكَ دُونَهُ؟ " فَقَالَ:
إِذًا أقبلُ! قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ [بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ]
} إِلَى قَوْلِهِ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu
Bukair, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, dari Az-Zuhri
yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik mengalami kekalahan dalam Perang
Badar, kaum muslim berkata kepada teman-teman mereka yang dari kalangan
orang-orang Yahudi, "Masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan kepada
kalian suatu bencana seperti yang terjadi dalam Perang Badar." Malik ibnus
Saif berkata, "Kalian telah teperdaya dengan kemenangan kalian atas
segolongan orang-orang Quraisy yang tidak mempunyai pengalaman dalam
peperangan. Jika kami bertekad menghimpun kekuatan untuk menyerang kalian, maka
kalian tidak akan berdaya untuk memerangi kami." Maka Ubadah ibnus Samit
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya teman-teman sejawatku dari
kalangan orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang berjiwa keras, banyak
memiliki senjata, dan kekuatan mereka cukup tangguh. Sesungguhnya aku sekarang
berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan orang-orang
Yahudi. Sekarang bagiku tidak ada pemimpin lagi kecuali Allah dan
Rasul-Nya." Tetapi Abdullah ibnu Ubay berkata, "Tetapi aku tidak mau
berlepas diri dari berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi. Sesungguhnya aku
adalah orang yang bergantung kepada mereka." Maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Hai Abul Hubab, bagaimanakah jika apa yang kamu sayangkan,
yaitu berteman sejawat dengan orang-orang Yahudi terhadap Ubadah ibnus Samit,
hal itu hanyalah untukmu, bukan untuk dia?" Abdullah ibnu Ubay
menjawab, "Kalau begitu, aku bersedia menerimanya." Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah:
51) sampai dengan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
(Al-Maidah: 67)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, kabilah Yahudi
yang mula-mula berani melanggar perjanjian antara mereka dan Rasulullah Saw.
adalah Bani Qainuqa.
فَحَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ قَالَ:
فَحَاصَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى نَزَلُوا
عَلَى حُكْمِهِ، فَقَامَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بن أبي بن سَلُولَ، حِينَ
أَمْكَنَهُ اللَّهُ مِنْهُمْ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي مَوَالي.
وَكَانُوا حُلَفَاءَ الْخَزْرَجِ، قَالَ: فَأَبْطَأَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَحْسِنْ فِي
مَوَالِي. قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُ. فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي جَيْبِ دِرْعِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. "أَرْسِلْنِي". وَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى رُئِي لِوَجْهِهِ ظُلَلًا ثُمَّ قَالَ:
"وَيْحَكَ أَرْسِلْنِي". قَالَ: لَا وَاللَّهِ لَا أُرْسِلُكَ حَتَّى
تُحْسِنَ فِي مَوَالي، أَرْبَعِمِائَةِ حَاسِرٍ، وَثَلَاثِمِائَةِ دَارِعٍ، قَدْ
مَنَعُونِي مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ، تَحْصُدُهُمْ فِي غَدَاةٍ وَاحِدَةٍ؟!
إِنِّي امْرُؤٌ أَخْشَى الدَّوَائِرَ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُم لَكَ."
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah
menceritakan kepadanya Asim ibnu Umar ibnu Qatadah yang mengatakan bahwa lalu
Rasulullah Saw. mengepung mereka hingga mereka menyerah dan mau tunduk di bawah
hukumnya. Lalu bangkitlah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kepada Rasulullah,
setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya atas mereka. Kemudian Abdullah
Ibnu Ubay ibnu Salul berkata, "Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman
sejawatku itu dengan baik, karena mereka adalah teman-teman sepakta orang-orang
Khazraj." Rasulullah Saw. tidak melayaninya, dan Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul berkata lagi, "Hai Muhammad, perlakukanlah teman-teman sejawatku ini
dengan baik. Tetapi Rasulullah Saw. tidak mempedulikannya. Kemudian Abdullah
ibnu Ubay memasukkan tangannya ke dalam kantong baju jubah Nabi Saw., dan Nabi
Saw. bersabda kepadanya.”Lepaskanlah aku!" Bahkan Rasulullah Saw.
marah sehingga kelihatan roman muka beliau memerah, kemudian bersabda lagi,
"Celakalah kamu, lepaskan aku. Abdullah ibnu Ubay berkata,
"Tidak, demi Allah, sebelum engkau bersedia akan memperlakukan teman-teman
sejawatku dengan perlakuan yang baik. Mereka terdiri atas empat ratus orang
yang tidak memakai baju besi dan tiga ratus orang memakai baju besi, dahulu
mereka membelaku dari ancaman orang-orang yang berkulit merah dan berkulit
hitam yang selalu mengancamku, sesungguhnya aku adalah orang yang takut akan
tertimpa bencana." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mereka
kuserahkan kepadamu."
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ: فَحَدَّثَنِي أَبُو إِسْحَاقَ بْنُ
يَسار، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ:
لَمَّا حَارَبَتْ بَنُو قَيْنُقَاع رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، تَشَبَّثَ بِأَمْرِهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ، وَقَامَ
دُونَهُمْ، وَمَشَى عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ أَحَدَ بَنِي عَوْف بْنِ الْخَزْرَجِ، لَهُ
مِنْ حِلْفِهِمْ مِثْلَ الَّذِي لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ، فَجَعَلَهُمْ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَبَرَّأَ إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حِلْفِهِمْ، وَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَبَرَّأُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ مِنْ
حِلْفِهِمْ، وَأَتَوَلَّى اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَأَبْرَأُ مِنْ
حِلْفَ الْكُفَّارِ وَوَلَايَتِهِمْ. فَفِيهِ وَفِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ
نَزَلَتِ الْآيَاتُ فِي الْمَائِدَةِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ}
إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}
Muhammad ibnu Ishaq berkata, telah menceritakan
kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari Ubadah ibnul Walid ibnu Ubadah ibnus Samit
yang mengatakan bahwa ketika Bani Qainuqa' memerangi Rasulullah Saw., Abdullah
ibnu Ubay berpihak dan membela mereka, sedangkan Ubadah ibnus Samit berpihak
kepada Rasulullah Saw. Dia adalah salah seorang dari kalangan Bani Auf ibnul Khazraj
yang juga merupakan teman sepakta Bani Qainuqa', sama dengan Abdullah ibnu
Ubay. Ubadah ibnus Samit menyerahkan perkara mereka kepada Rasulullah Saw. dan
berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari berteman dengan mereka. Lalu ia
mengatakan, "Wahai Rasulullah, saya berlepas diri kepada Allah dan
Rasul-Nya dari berteman dengan mereka; dan sekarang saya berpihak kepada
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin; saya pun menyatakan lepas dari
perjanjian saya dengan orang-orang kafir dan tidak mau lagi berteman dengan
mereka." Berkenaan dengan dia dan Abdullah ibnu Ubay ayat-ayat ini
diturunkan,- yaitu firman Allah Swt. yang ada di dalam surat Al-Maidah: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian
yang lain. (Al-Maidah: 51) sampai dengan firman-Nya: Dan barang siapa
mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin menjadi penolongnya, maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah:
56)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ،
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ محمد بن إِسْحَاقَ،
عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: دَخَلْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ أُبَيٍّ نَعُودُهُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "قَدْ كُنْتُ أَنْهَاكَ عَنْ حُبّ يَهُودَ". فَقَالَ عَبْدُ
اللَّهِ: فَقَدْ أَبْغَضَهُمْ أَسْعَدُ بْنُ زُرَارَةَ، فَمَاتَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria
ibnu Abu Zaidah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari
Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia pernah bersama dengan Rasulullah
Saw. menjenguk Abdullah ibnu Ubay yang sedang sakit. Maka Nabi Saw. bersabda
kepadanya: Aku pernah melarangmu jangan berteman dengan orang-orang Yahudi. Tetapi
Abdullah ibnu Ubay menjawab, "As'ad ibnu Zararah pernah membenci mereka,
dan ternyata dia mati."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud
melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq.
Al-Maidah, ayat 54-56
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ
بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ
لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
(54) إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ
يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (55) وَمَنْ
يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْغَالِبُونَ (56)
Hai orang-orang yang
beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya
penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada
Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah
itulah yang pasti menang.
Allah Swt. berfirman menceritakan tentang
kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, bahwa barang siapa yang memalingkan diri tidak
mau menolong agama Allah dan menegakkan syariat-Nya, sesungguhnya Allah akan
menggantikannya dengan kaum yang lebih baik daripadanya, lebih keras
pertahanannya serta lebih lurus jalannya. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-firman-Nya berikut ini:
{وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ}
dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan
mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti
kalian (ini). (Muhammad: 38)
{إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ
أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ}
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan
kalian, wahai manusia; dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti
kalian). (An-Nisa: 133)
{إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ
وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ. وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ}
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan
kalian dan mengganti (kalian) dengan makhluk yang baru, dan yang
demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah. (Ibrahim: 19-20)
****
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ}
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di
antara kalian yang murtad dari agamanya. (Al-Maidah: 54)
Yakni meninggalkan perkara yang hak dan kembali
kepada kebatilan. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan para pemimpin orang-orang Quraisy. Menurut Al-Hasan Al-Basri,
ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang murtad yang baru kelihatan
kemurtadannya di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar.
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ}
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54)
Al-Hasan Al-Basri menyebutkan bahwa demi Allah,
yang dimaksud adalah Abu Bakar dan sahabat-sahabatnya. Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Abu Hatim.
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, ia pernah
mendengar Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata sehubungan dengan firman-Nya: maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54); Mereka adalah penduduk Qadisiyah.
Sedangkan menurut Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid, mereka adalah suatu kaum
dari negeri Saba.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul
Ajlah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54) Yang
dimaksud adalah segolongan orang-orang dari penduduk negeri Yaman, Kindah,
dan-As-Sukun.
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى،
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ -يَعْنِي ابْنَ حَفْصٍ-عَنْ أَبِي زِيَادٍ
الْحِلْفَانِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
قَوْلِهِ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ:
"هَؤُلَاءِ قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ، ثُمَّ مِنْ كِنْدَةَ، ثُمَّ مِنَ
السكون، ثم من تُجِيبَ".
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami
Mu'awiyah (yakni Ibnu Hafs), dari Abu Ziyad Al-Hilfani, dari Muhammad ibnul
Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (Al-Maidah:
54) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah suatu kaum dari kalangan
penduduk negeri Yaman, lalu dari Kindah, dari As-Sukun, dan dari Tajib.
Hadis ini berpredikat garib sekali.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حدثنا
عَبْدُ الصَّمَدِ -يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْوَارِثِ-حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
سِمَاك، سَمِعْتُ عِيَاضًا يُحَدِّثُ عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ:
{فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ قَوْمُ هَذَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad
(yakni Ibnu Abdul Waris), telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak;
ia pernah mendengar Iyad menceritakan hadis dari Abu Musa Al-Asy'ari yang
mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya. (Al-Maidah: 54) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka
adalah dari kaum orang ini (seraya mengisyaratkan kepada Abu Musa
Al-Asy'ari, yakni dari penduduk Yaman, pent.).
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah
dengan lafaz yang semisal.
****
Firman Allah Swt.:
{أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى الْكَافِرِينَ}
yang bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang mukmin yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah:
54)
Demikianlah sifat orang mukmin yang sempurna,
yaitu selalu bersikap rendah diri terhadap saudara dan teman sejawatnya, dan
bersikap keras terhadap musuh dan seterunya, seperti yang disebutkan oleh Allah
Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ}
Muhammad itu adalah utusan Allah, dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29)
Di dalam gambaran tentang sifat Rasulullah Saw.
disebutkan bahwa beliau Saw. adalah orang yang banyak senyum lagi banyak
berperang. Dengan kata lain, beliau selalu bersikap kasih sayang dan lemah
lembut kepada kekasih-kekasihnya dan sangat keras terhadap musuh-musuhnya.
***
Firman Allah Swt.:
{يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا
يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ}
yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. (Al-Maidah: 54)
Yakni mereka tidak pernah mundur setapak pun dari
prinsipnya, yaitu taat kepada Allah, menegakkan batasan-batasan-Nya, memerangi
musuh-musuh-Nya, dan melakukan amar ma’ruf serta nahi munkar. Mereka
sama sekali tidak pernah surut dari hal tersebut tiada seorangpun yang dapat
menghalang-halangi mereka, dan tidak pernah takut terhadap celaan orang-orang
yang mencela dan mengkritiknya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا سَلَامٌ
أَبُو الْمُنْذِرِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ، أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ،
وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي، وَلَا أَنْظُرُ إِلَى مَنْ
هُوَ فَوْقِي، وَأَمَرَنِي أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ، وَأَمَرَنِي
أَنْ لَا أَسْأَلَ أَحَدًا شَيْئًا، وَأَمَرَنِي أَنْ أَقُولَ الْحَقَّ وَإِنْ
كَانَ مُرًّا، وَأَمَرَنِي أَلَّا أَخَافَ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ،
وَأَمَرَنِي أَنَّ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللَّهِ، فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Affan, telah menceritakan kepada kami Salam Abul Munzir, dari Muhammad ibnu
Wasi', dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar yang menceritakan: Kekasihku
(yakni Nabi Saw.) telah memerintahkan kepadaku melakukan tujuh perkara, yaitu:
Beliau memerintahkan kepadaku agar menyayangi orang-orang miskin dan dekat
dengan mereka. Beliau memerintahkan kepadaku agar memandang kepada orang yang
sebawahku dan jangan memandang kepada orang yang seatasku. Beliau memerintahkan
kepadaku agar menghubungkan silaturahmi, sekalipun hatiku tidak suka. Beliau
memerintahkan kepadaku agar jangan meminta sesuatu pun kepada orang lain.
Beliau memerintahkan kepadaku agar mengucapkan hal yang hak, sekalipun itu
pahit. Beliau memerintahkan kepadaku agar jangan takut kepada celaan orang yang
mencela dalam membela (agama) Allah. Dan beliau memerintahkan kepadaku agar
memperbanyak ucapan, "La haula wala auwwata illa billah (Tidak ada
daya untuk menghindar dari maksiat dan tidak ada kekuatan untuk mengerjakan
ibadah kecuali berkat pertolongan Allah)," karena sesungguhnya kalimah ini
merupakan suatu perbendaharaan yang tersimpan di bawah 'Arasy.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ،
حَدَّثَنَا صَفْوَانُ عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى؛ أَنَّ أَبَا ذَرٍّ قَالَ:
بَايَعَنِي رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسًا وَوَاثَقَنِي
سَبْعًا، وَأَشْهَدَ اللَّهَ عَلَيَّ تِسْعًا، أَنِّي لَا أَخَافُ فِي اللَّهِ
لَوْمَةَ لَائِمٍ. قَالَ أَبُو ذَرٍّ: فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "هَلْ لَكَ إِلَى بَيْعَةٍ وَلَكَ الْجَنَّةُ؟
" قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: وَبَسَطْتُ يَدَيَّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَشْتَرِطُ: عَلَى أَلَّا تَسْأَلَ النَّاسَ
شَيْئًا؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: "ولا سوطك وإن
سَقَطَ مِنْكَ يَعْنِي تَنْزِلُ إِلَيْهِ فَتَأْخُذُهُ."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Abul Musanna,
bahwa Abu Zar r.a. pernah menceritakan, "Rasulullah Saw. membaiat diriku
atas lima perkara dan mengikat diriku dengan tujuh perkara. Dan aku bersaksi
kepada Allah bahwa aku tidak akan takut terhadap celaan orang yang mencela demi
membela (agama) Allah." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Lalu
Rasulullah Saw. memanggilku dan bersabda, 'Maukah engkau berbaiat,
sedangkan bagimu nanti surga?' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu aku mengulurkan
tanganku, maka Nabi Saw. bersabda seraya mensyaratkan kepadaku, 'Janganlah
kamu meminta kepada orang lain barang sesuatu pun.' Aku menjawab, 'Ya.'
Nabi Saw. bersabda: Dan jangan pula kamu meminta kepada orang lain untuk
memungut cambukmu, sekalipun cambukmu terjatuh dari tanganmu. Yakni beliau
Saw. memerintahkan kepadaku agar memungut sendiri cambukku, jangan minta
pertolongan kepada orang lain untuk mengambilkannya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ،
حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنِ الْمُعَلَّى القُرْدوسي، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "أَلَّا لَا يَمْنَعْنَ أَحَدَكُمْ رَهْبةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ
بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ، فَإِنَّهُ لَا يُقَرِّبُ مِنْ أَجْلٍ، وَلَا
يُبَاعد مَنْ رِزْقٍ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ أَوْ يُذَكِّرَ بِعَظِيمٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Al-Ma'la
Al-Firdausi, dari Al-Hasan. dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ingatlah, jangan sekali-kali seseorang di
antara kalian merasa takut terhadap orang lain untuk mengatakan perkara yang
benar, jika dia melihat atau menyaksikannya. Karena sesungguhnya tidak dapat
memendekkan ajal dan tidak pula menjauhkan rezeki bila seseorang mengatakan
perkara yang hak atau menceritakan hal yang berat diutarakan.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid
(menyendiri).
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا
سُفْيَانُ، عَنْ زُبَيْد عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي الْبَخْتَرِيِّ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَحْقِرَنَّ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ أَنْ يَرَى
أَمْرًا لِلَّهِ فِيهِ مَقَال، فَلَا يَقُولُ فِيهِ، فَيُقَالُ لَهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَكُونَ قُلْتَ فِيَّ كَذَا وَكَذَا؟ فَيَقُولُ:
مَخَافَةَ النَّاسِ. فَيَقُولُ: إِيَّايَ أَحَقُّ أَنْ تَخَافَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zubaid, dari Amr
ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara
kalian merendahkan dirinya bila ia melihat suatu perkara menyangkut (agama)
Allah yang harus ia utarakan, lalu ia tidak mau mengatakannya. Maka akan
dikatakan kepadanya pada hari kiamat, "Apakah yang mencegah dirimu untuk
mengatakan anu dan anu?” Lalu ia menjawab, "Karena takut kepada
manusia" Maka dijawab, "Sebenarnya yang harus kamu takuti hanyalah
Aku."
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis
Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dengan lafaz yang sama.
وَرَوَى أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي طُوَالة عَنْ نَهَارِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الْعَبْدِيِّ الْمَدَنِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى الله عليه وسلم قال: "إن اللَّهَ لَيَسْأَلُ الْعَبْدَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْأَلُهُ يَقُولُ لَهُ: أيْ عَبْدِي، رَأَيْتَ
مُنْكَرًا فَلَمْ تُنْكِرْهُ؟ فَإِذَا لَقَّن اللَّهُ عَبْدًا حُجَّتَهُ، قَالَ:
أيْ رَبِّ، وَثِقْتُ بِكَ وَخِفْتُ النَّاسَ".
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan
melalui hadis Abdullah ibnu Abdur Rahman Abu Tuwalah, dari Nahar ibnu Abdul lah
Al-Abdi Al-Madani, dari Abu Sa'id Al-Khudri. dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar akan menanyai hamba-Nya di hari
kiamat, hingga Dia benar-benar menanyainya, dengan pertanyaan, "Hai
hamba-Ku, bukankah engkau pernah melihat perkara yang mungkar, lalu mengapa
engkau tidak mencegahnya?” Maka apabila Allah telah mengajarkan kepada
seseorang hamba hujah (alasan) yang dikatakannya, maka si hamba berkata,
"Ya Tuhanku, saya percaya kepada-Mu, tetapi saya takut kepada
manusia."
Telah disebutkan pula di dalam sebuah hadis
sahih:
"مَا يَنْبَغِي لِمُؤْمِنٍ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ"،
قَالُوا: وَكَيْفَ يُذِلُّ نَفْسَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
"يَتَحَمَّلُ مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يُطِيقُ".
Tidak layak bagi seorang mukmin menghinakan
dirinya sendiri. Ketika mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan menghinakan dirinya sendiri?" Maka
Rasulullah Saw. bersabda: Menanggung bencana (akibat) yang tidak kuat
disanggahnya.
*****
{ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ
يَشَاءُ}
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Maidah: 54)
Yakni orang-orang yang menyandang sifat-sifat
tersebut, tiada lain berkat karunia dan taufik Allah kepada mereka.
{وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui. (Al-Maidah: 54)
Yaitu Dia Mahaluas karunia-Nya kepada orang yang
berhak menerima karunia itu, dan Maha Mengetahui terhadap siapa yang tidak
berhak mendapat karunia-Nya.
****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا}
Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 55)
Yakni orang-orang Yahudi itu bukanlah penolong
kalian. Penolong kalian tiada lain adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
mukmin.
Firman Allah Swt.:
الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
yang mendirikan salat dan menunaikan zakat. (Al-Maidah:
55)
Yakni orang-orang mukmin yang mempunyai
sifat-sifat ini, yaitu mendirikan salat yang merupakan rukun Islam yang paling
utama, karena salat dilakukan hanya untuk Dia semata dan tiada sekutu bagi-Nya;
dan menunaikan zakat yang merupakan hak menyangkut makhluk serta pertolongan
terhadap orang-orang yang memerlukan pertolongan dari kalangan orang-orang
lemah dan orang-orang miskin. Adapun mengenai firman-Nya yang mengatakan:
{وَهُمْ رَاكِعُونَ}
seraya mereka tunduk (kepada Allah).
(Al-Maidah: 55)
Maka sebagian ulama ada yang menduga bahwa jumlah
ini berkedudukan sebagai hal atau keterangan keadaan dari firman-Nya:
{وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ}
dan menunaikan zakat. (Al-Maidah: 55)
Yaitu dalam keadaan rukuk mereka, mereka
menunaikan zakat (sedekahnya. Seandainya memang demikian, berarti menunaikan
zakat di saat sedang rukuk merupakan hal yang lebih utama daripada keadaan
lainnya, karena dalam ayat ini disebutkan sebagai tindakan yang terpuji,
padahal keadaannya tidaklah demikian, menurut salah seorang ulama dari kalangan
ulama fatwa yang telah kami kenal. Sehingga ada sebagian dari mereka yang
menyebutkan sebuah asar sehubungan dengan ayat ini, dari Ali ibnu Abu Talib,
bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dia. Demikian itu karena pada suatu
hari di depannya lewat seorang peminta-minta, sedangkan dia dalam keadaan rukuk
pada salatnya, lalu dia memberikan cincinnya kepada peminta-minta itu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ar-Rabi’ ibnu Sulaiman Al-Muradi, telah menceritakan kepada kami
Ayyub ibnu Suwaid, dari Atabah ibnu Abu Hakim sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya
penolong kalian hanyalah Allah. Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. (Al-Maidah:
55) Bahwa mereka adalah orang-orang mukmin dan Ali ibnu Abu Talib.
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin Abu Na'im Al-Ahwal,
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Qais Al-Hadrami, dari Salamah ibnu
Kahil yang menceritakan bahwa sahabat Ali ibnu Abu Talib pernah menyedekahkan
cincinnya, sedangkan dia dalam rukuk salatnya, maka turunlah firman-Nya: Sesungguhnya
penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya rukuk. (Al-Maidah: 55)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan
kepada kami Galib ibnu Abdullah, bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah
Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali ibnu
Abu Talib r.a. yang mengeluarkan sedekah ketika sedang rukuk dalam salatnya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya. (Al-Maidah:
55), hingga akhir ayat; Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Ali ibnu
Abu Talib. Akan tetapi, hadis Abdul Wahhab ibnu Mujahid tidak dapat dijadikan
sebagai hujah (yakni predikatnya daif).
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui jalur
Sufyan As-Sauri, dari Abu Sinan, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa ketika Ali ibnu Abu Talib sedang berdiri dalam salatnya,
lewatlah di hadapannya seorang peminta-minta saat ia dalam rukuknya. Maka ia
memberikan cincinnya kepada peminta-minta itu, lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya
penolong kalian hanyalah Allah Rasul-Nya. (Al-Maidah: 55), hingga akhir
ayat.
Tetapi Ad-Dahhak tidak pernah bersua dengan Ibnu
Abbas r.a.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه أَيْضًا عَنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ
السَّائِبِ الْكَلْبِيِّ -وَهُوَ مَتْرُوكٌ-عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
الْمَسْجِدِ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ، بَيْنَ رَاكِعٍ وَسَاجِدٍ وَقَائِمٍ
وَقَاعِدٍ، وَإِذَا مِسْكِينٌ يَسْأَلُ، فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَعْطَاكَ أَحَدٌ شَيْئًا؟ " قَالَ:
نَعَمْ. قَالَ: "مَنْ؟ " قَالَ: ذَلِكَ
الرَّجُلُ الْقَائِمُ. قَالَ: "عَلَى أَيِّ حَالٍ أَعْطَاكَهُ؟
" قَالَ: وَهُوَ رَاكِعٌ، قَالَ: "وَذَلِكَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي
طَالِبٍ". قَالَ: فَكَبَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ، وَهُوَ يَقُولُ: {وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui
jalur Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi —dia orangnya matruk-— dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar dari
rumah menuju masjid di saat orang-orang sedang salat, ada yang sedang rukuk,
ada yang sedang sujud, ada yang sedang berdiri, ada pula yang sedang duduk.
Tiba-tiba ada seorang miskin meminta-minta. Maka Rasulullah Saw. masuk ke dalam
masjid dan bertanya (kepada orang miskin itu), "Apakah ada seseorang
yang memberimu sesuatu?" Ia menjawab, "Ya, ada." Nabi Saw.
bertanya, "Siapakah dia?" Ia menjawab, "Itu, lelaki yang
sedang berdiri." Nabi Saw. bertanya, "Dalam keadaan apakah dia
ketika memberimu?" Ia menjawab, "Ketika dia sedang rukuk."
Nabi Saw. bersabda, "Orang itu adalah Ali ibnu Abu Talib."
Maka Rasulullah Saw. saat itu bertakbir seraya membaca firman-Nya: Dan
barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang. (Al-Maidah: 56)
Sanad hadis ini kurang menggembirakan.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui
hadis Ali ibnu Abu Talib r.a. sendiri dan Ammar ibnu Yasir serta Abu Rafi',
tetapi tiada sesuatu pun darinya yang sahih sama sekali, mengingat
sanad-sanadnya lemah lagi para perawinya tidak dikenal.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan berikut
sanadnya, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah:
55) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang mukmin, terutama
sekali Ali ibnu Abu Talib.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Abdul Malik, dari Abu
Ja'far sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya penolong kalian
hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat
dan menunaikan zakat, seraya rukuk. (Al-Maidah: 55) Maka kami tanyakan
kepadanya (Abu Ja'far) "Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang
beriman itu?" Abu Ja'far menjawab, "Ya, orang-orang yang
beriman." Kami katakan," Telah sampai kepada kami bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Ali ibnu Abu Talib." Abu Ja'far berkata,
"Ali termasuk orang-orang yang beriman."
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan semua orang mukmin, tetapi Ali ibnu Abu Talib
ketika sedang salat lewat kepadanya seseorang yang meminta-minta di saat ia
rukuk dalam salatnya di dalam masjid, lalu ia memberikan cincinnya kepada orang
yang meminta-minta itu.
Ali ibnu AbuTalhah Al-Walibi telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang masuk Islam, berarti dia telah
berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman; yakni
menjadikan mereka sebagai walinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Dalam hadis-hadis yang telah kami kemukakan
disebutkan bahwa seluruh ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ubadah ibnus
Samit r.a. ketika menyatakan berlepas diri dari perjanjian paktanya dengan
orang-orang Yahudi, lalu ia rela berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang mukmin. Karena itulah sesudah kesemuanya disebutkan oleh firman
Allah Swt.:
{وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}
Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya,
dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama)
Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh
firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ
قَوِيٌّ عَزِيزٌ. لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Allah telah menetapkan, "Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuai lagi Mahaperkasa Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan
dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya Allah rida terhadap mereka dan mereka
pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang
beruntung. (Al-Mujadilah: 21)
Maka setiap orang yang rela dengan kekuasaan
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, dia beruntung di dunia dan
akhirat serta beroleh pertolongan di dunia dan akhirat. Karena itulah dalam
surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ}
Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya,
dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama)
Allah itulah yang pasti menang. (Al-Maidah: 56)
Al-Maidah, ayat 57-58
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا
وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ
أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (57) وَإِذَا
نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (58)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian mengambil jadi wali kalian, orang-orang yang membuat
agama kalian jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian,
dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada
Allah jika kalian betul-betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kalian
menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya
buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar
kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
Hal ini merupakan peringatan terhadap perbuatan
berteman sejawat dengan musuh-musuh Islam dan para pemeluknya, yaitu dari
kalangan kaum Ahli Kitab dan kaum musyrik. Mereka adalah orang-orang yang
menjadikan syariat Islam yang suci lagi mencakup semua kebaikan dunia dan
akhirat sebagai bulan-bulanan ejekan mereka. Mereka menduganya sebagai sejenis
permainan menurut pandangan mereka yang rusak itu dan pemikiran mereka yang
beku. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
وَكَمْ مِنْ عَائبٍ قَولا صَحِيحًا ... وآفَتُهُ مِن الْفَهم السَّقِيمِ ...
Betapa
banyak orang yang mencela perkataan yang benar, hal itu bersumberkan dari
pemahaman yang tidak benar.
Firman Allah Swt.:
{مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ}
(yaitu) di antara orang-orang yang telah
diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 57)
Huruf min pada lafaz minal lazina adalah
untuk menerangkan jenis yang artinya "yaitu". Perihalnya sama dengan
apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ}
maka jauhilah oleh kalian barang yang najis, (yaitu)
berhala-berhala tersebut. (Al-Hajj: 30)
Sebagian mufassir ada yang membaca jar lafaz
al-kuffar karena di-'ataf-kan kepada minal lazina. Sedangkan
ulama tafsir lainnya membacanya dengan bacaan nasab karena berkedudukan
menjadi ma'mul dari firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ}
janganlah kalian mengambil jadi wali kalian,
orang-orang yang membuat agama kalian jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu)
di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian, dan (jangan
pula) orang-orang kafir. (Al-Maidah: 57)
Yakni janganlah kalian menjadikan Ahli Kitab dan
orang-orang kafir sebagai wali kalian. Yang dimaksud dengan orang-orang kafir
dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik, seperti yang disebutkan di dalam qiraah
Ibnu Mas'ud menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yaitu:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ}
janganlah kalian mengambil orang-orang yang
membuat agama kalian jadi buah ejekan dan permainan, yaitu di antara
orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang musyrik,
sebagai wali kalian.
Firman Allah Swt.:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ}
Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian
betul-betul orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 57)
Yaitu bertakwalah kalian kepada Allah, janganlah
kalian mengambil musuh-musuh kalian dan agama kalian itu sebagai wali (teman sejawat)
kalian jika kalian orang-orang yang beriman kepada syariat Allah, karena mereka
membuat agama kalian sebagai bahan ejekan dan permainan. Perihalnya semakna
dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu:
{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ
أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ
اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ
نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ}
Janganlah orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang
siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya Dan hanya
kepada Allah kembali (kalian). (Ali Imran: 28)
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا}
Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk
(mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah:
58)
Yakni demikian pula jika kalian menyerukan azan
untuk salat yang merupakan amal yang paling afdal bagi orang yang berpikir dan
berpengetahuan dari kalangan orang-orang yang berakal, maka orang-orang kafir
itu menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan mereka.
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ
لَا يَعْقِلُونَ
Yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58)
Yakni tidak mengerti akan makna beribadah kepada
Allah dan tidak memahami syariat-syariat-Nya. Yang demikian itu merupakan sifat
para pengikut setan. Apabila mendengar azan, ia berlari menjauh seraya
terkentut-kentut, hingga suara azan tidak terdengar lagi olehnya; apabila azan
telah selesai, ia datang lagi.
Apabila salat diiqamahkan, ia berlari menjauh
lagi; dan apabila iqamah sudah selesai, ia datang lagi dan memasukkan
bisikannya ke dalam hati seseorang, lalu berkata, "Ingatlah ini dan
itu," yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang yang bersangkutan,
sehingga orang yang bersangkutan tidak mengetahui lagi berapa rakaat salat yang
telah dilakukannya. Apabila seseorang di antara kalian mengalami hal tersebut,
hendaklah ia melakukan sujud sebanyak dua kali (sujud sahwi) sebelum salamnya.
Demikianlah menurut makna hadis yang muitafaq 'alaih.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Allah Swt. telah
menyebutkan masalah azan dalam Al-Qur'an, yaitu melalui firman-Nya: Dan
apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58).
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan
dengan firman-Nya: Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah: 58);
Seorang lelaki dari kalangan Nasrani di Madinah, apabila mendengar seruan untuk
salat yang mengatakan, "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah," ia berkata, "Semoga si pendusta itu terbakar." Maka di
suatu malam seorang pelayan wanitanya masuk ke dalam rumahnya dengan membawa
api, saat itu ia sedang tidur,- begitu pula keluarganya. Lalu ada percikan api
yang jatuh dari api yang dibawa di tangannya, kemudian rumahnya terbakar
sehingga dia beserta keluarganya terbakar pula. Demikianlah menurut riwayat
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan di
dalam kitab Sirah-nya bahwa pada hari kemenangan atas kota Mekah
Rasulullah Saw. masuk ke dalam Ka'bah ditemani oleh sahabat Bilal. Lalu
Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menyerukan azan, sedangkan saat itu
terdapat Abu Sufyan ibnu Harb, Attab ibnu Usaid, dan Al-Haris ibnu Hisyam yang
sedang duduk di halaman Ka'bah. Maka Attab ibnu Usaid berkata,
"Sesungguhnya Allah telah memuliakan Usaid bila dia tidak mendengar seruan
ini, karena dia akan mendengar hal yang membuatnya marah (tidak suka)."
Al-Haris ibnu Hisyam berkata pula, "Ingatlah, demi Allah, seandainya aku
mengetahui bahwa dia benar, niscaya aku benar-benar mengikutinya,"
Sedangkan Abu Sufyan berkata, "Aku tidak akan mengatakan sesuatu pun.
Seandainya aku berkata (berkomentar), niscaya batu-batu kerikil ini akan
menceritakan apa yang kukatakan." Lalu Nabi Saw. keluar menemui Abu Sufyan
Ibnu Harb dan bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang telah
kalian katakan." Kemudian Abu Sufyan menyampaikan hal itu kepada
mereka berdua, lalu Al-Haris dan Attab berkata, "Kami bersaksi bahwa
engkau adalah Rasul, tiada seorang pun yang bersama kita mengetahui pembicaraan
ini, lalu dia menyampaikannya kepadamu."
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أخبرنا عبد
العزير بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي مَحْذُورَةَ؛ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
مُحَيريز أَخْبَرَهُ -وَكَانَ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أَبِي مَحْذُورَةَ-قَالَ:
قُلْتُ لِأَبِي مَحْذُورَةَ: يَا عَمُّ، إِنِّي خَارِجٌ إِلَى الشَّامِ، وَأَخْشَى
أَنْ أُسأل عَنْ تَأْذِينِكَ. فَأَخْبَرَنِي أَنَّ أَبَا مَحْذُورَةَ قَالَ لَهُ:
نَعَمْ خَرَجْتُ فِي نَفَرٍ، وَكُنَّا بِبَعْضِ طَرِيقِ حُنَيْنٍ، مَقْفَلَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْن، فَلَقِينَا
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ الطَّرِيقِ،
فَأَذَّنَ مُؤَذِّنُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالصَّلَاةِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَسَمِعْنَا صَوْتَ الْمُؤَذِّنِ وَنَحْنُ مُتَنَكِّبُونَ فَصَرَخْنَا
نَحْكِيهِ وَنَسْتَهْزِئُ بِهِ، فَسَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الصَّوْتَ، فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا إِلَى أَنْ وَقَفْنَا بَيْنَ يَدَيْهِ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمُ
الَّذِي سمعتُ صَوْتَهُ قَدِ ارْتَفَعَ؟ " فَأَشَارَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ
إِلَيَّ، وَصَدَقُوا، فَأَرْسَلَ كلَّهم وَحَبَسَنِي. وَقَالَ "قُمْ
فَأَذِّنْ بِالصَّلَاةِ". فَقُمْتُ وَلَا شَيْءَ أَكْرَهُ إِلَيَّ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا مِمَّا يَأْمُرُنِي
بِهِ فَقُمْتُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَلْقَى عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
التَّأْذِينَ هُوَ بِنَفْسِهِ، قَالَ: "قُلِ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ
أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، " ثُمَّ قَالَ لِي: "ارْجِعْ فَامْدُدْ
مِنْ صَوْتِكَ". ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
أَشْهَدُ أن لا إله إلا الله، أشهد أن مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ،
حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ
أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". ثُمَّ دَعَانِي حِينَ قَضَيْتُ
التَّأْذِينَ، فَأَعْطَانِي صُرَّة فِيهَا شَيْءٌ مِنْ فِضَّةٍ، ثُمَّ وَضَعَ
يَدَهُ عَلَى نَاصِيَةِ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ أَمَرَّهَا عَلَى وَجْهِهِ،
ثُمَّ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ عَلَى كَبِدِهِ حَتَّى بَلَغَتْ يَدُ رَسُولِ
اللَّهِ سُرَّةَ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ".
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُرْني بِالتَّأْذِينِ بِمَكَّةَ. فَقَالَ قَدْ
"أَمَرْتُكَ بِهِ". وَذَهَبَ كُلُّ شَيْءٍ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ كَرَاهَةٍ، وَعَادَ ذَلِكَ كُلُّهُ
مَحَبَّةً لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَدِمْتُ عَلَى
عَتَّابِ بْنِ أُسَيْدٍ عَامِلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ فَأَذَّنْتُ مَعَهُ بِالصَّلَاةِ عَنْ أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَخْبَرَنِي ذَلِكَ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنْ
أَهْلِي مِمَّنْ أَدْرَكَ أَبَا مَحْذُورَةَ، عَلَى نَحْوِ مَا أَخْبَرَنِي عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ مُحَيريز.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdul Malik ibnu Abu Mahzurah, bahwa
Abdullah ibnu Muhairiz pernah menceritakan kepadanya hadis berikut, sedangkan
dia dahulu adalah seorang yatim yang berada di dalam pemeliharaan Abu Mahzurah.
Dia berkata, "Aku pernah berkata kepada Abu Mahzurah, 'Hai paman,
sesungguhnya aku akan berangkat ke negeri Syam, dan aku merasa enggan untuk
bertanya kepadamu tentang peristiwa azan yang dilakukan olehmu'." Abdullah
ibnu Muhairiz melanjutkan kisahnya: Abu Mahzurah menjawabnya dengan jawaban
yang positif, lalu ia menceritakan bahwa ia pernah mengadakan suatu perjalanan
dengan sejumlah orang, dan ketika dia bersama teman-temannya berada di tengah
jalan yang menuju ke Hunain, saat itu Rasulullah Saw. dalam perjalanan pulang
dari Hunain. Kemudian kami (Abu Mahzurah dan kawan-kawannya) bersua dengan
Rasulullah Saw. di tengah jalan. Kemudian juru azan Rasulullah Saw. menyerukan
azan untuk salat di dekat Rasulullah Saw. Dan kami mendengar suara azan itu
saat kami mulai menjauh darinya, lalu kami berseru dengan suara keras meniru
suara azan dengan maksud memper-olok-olokkan suara azan itu. Ternyata Rasulullah
Saw. mendengar suara kami, lalu beliau mengirimkan seorang utusan kepada kami,
dan akhirnya kami dihadapkan ke hadapannya. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah
di antara kalian yang suaranya tadi terdengar keras olehku?" Maka kaum
yang bersama Abu Mahzurah mengisyaratkan kepadanya dan mereka memang benar.
Nabi Saw. melepaskan semuanya, sedangkan Abu Mahzurah ditahannya, lalu beliau
bersabda, "Berdirilah dan serukanlah azan!" Abu Mahzurah
berkata, "Maka aku terpaksa berdiri. Saat itu tiada yang aku segani selain
Rasulullah Saw. dan apa yang beliau perintahkan kepadaku. Lalu aku berdiri di
hadapan Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. sendiri mengajarkan kepadaku
kalimat azan, yaitu: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Aku bersaksi bahwa
tidakada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain. Aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah Marilah salat, marilah salat, marilah kepada
keberuntungan, marilah kepada keberuntungan. Allah Mahabesar. Allah Mahabesar,
tidak ada Tuhan selain Allah. Setelah aku selesai menyerukan azan, Nabi
Saw. memanggilku dan memberiku sebuah kantong yang berisi sejumlah mata uang
perak." Kemudian beliau meletakkan tangannya ke atas ubun-ubun Abu Mahzurah,
lalu mengusapkannya sampai ke wajahnya, lalu turun ke kedua sisi dadanya, ulu
hatinya, hingga tangan Rasulullah Saw. sampai kepada pusar Abu Mahzurah.
Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati dirimu,
dan semoga Allah memberkati perbuatanmu." Lalu aku (Abu Mahzurah)
berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk menjadi juru azan di
Mekah." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku telah perintahkan engkau
untuk mengemban tugas ini." Sejak saat itu lenyaplah semua
kebenciannya terhadap Rasulullah Saw. dan kejadian tersebut membuatnya menjadi
berubah, seluruh jiwa raganya sangat mencintai Rasulullah Saw. Kemudian ia
datang kepada Attab ibnu Usaid, Amil Rasulullah Saw. (di Mekah), lalu ia
menjadi juru azan salat bersama Attab ibnu Usaid atas perintah dari Rasulullah
Saw. Abdul Aziz ibnu Abdul Malik berkata, telah bercerita kepadanya hal
yang sama.” Semua orang yang sempat aku jumpai dari keluargaku yang pernah
menjumpai masa Abu Mahzurah menceritakan kisah yang sama seperti apa yang diceritakan
oleh Abdullah ibnu Muhairiz kepadaku."
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam
Ahmad.
Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya dan
Ahlus Sunan yang empat orang telah meriwayatkannya melalui jalur Abdullah ibnu
Muhairiz, dari Abu Mahzurah yang namanya adalah Samurah ibnu Mu'ir ibnu Luzan,
salah seorang dari empat orang muazin Rasulullah Saw. Dia adalah muazin Mekah
dalam waktu yang cukup lama.
Al-Maidah, ayat 59-63
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ (59) قُلْ
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ
اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
(60) وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ
خَرَجُوا بِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ (61) وَتَرَى
كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ
السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (62) لَوْلَا يَنْهَاهُمُ
الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ
السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (63)
Katakanlah, "Hai
Ahli Kitab, apakah kalian memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman
kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang
diturunkan sebelumnya, sedangkan kebanyakan di antara kalian benar-benar
orang-orang yang fasik?'' Katakanlah, "Apakah akan aku beritakan kepada
kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang
yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan
kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut?” Mereka itu lebih buruk
tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. Dan apabila orang-orang (Yahudi
atau munafik) datang kepada kalian, mereka mengatakan, "Kami telah
beriman, "padahal mereka datang kepada kalian dengan kekafirannya dan
mereka pergi (dari kalian) dengan kekafirannya (pula); dan Allah
lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. Dan kamu akan melihat kebanyakan
dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan
memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan
itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang
mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat
buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.”
Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad,
katakanlah kepada mereka yang membuat agamamu sebagai bahan ejekan dan
permainan, yaitu dari kalangan orang-orang Ahli Kitab."
{هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلا أَنْ آمَنَّا
بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ}
Apakah kalian memandang kami salah, hanya
lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan
kepada apa yang diturunkan sebelumnya? (Al-Maidah: 59)
Yakni apakah kalian menilai kami salah atau
tercela hanya karena itu? Padahal hal itu bukanlah suatu cela atau kesalahan.
Dengan demikian, berarti istisna dalam ayat ini bersifat munqati, perihalnya
sama dengan istisna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ
يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin
itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang
Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
{وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ
أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ}
dan mereka tidak mencela (Allah dan
Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya
kepada mereka. (At-Taubah: 74)
Di dalam sebuah hadis yang kesahihannya
disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan:
"مَا يَنْقِمُ ابْنُ جَميل إِلَّا أَنْ كَانَ فَقِيرًا
فَأَغْنَاهُ اللَّهُ".
Tidak sekali-kali Ibnu Jamil dicela hanyalah
karena dahulunya dia miskin, lalu Allah memberinya kecukupan.
****
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ}
sedangkan kebanyakan di antara kalian
benar-benar orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 59)
Ayat ini di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
{أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ}
hanya lantaran kami beriman kepada Allah,
kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan
sebelumnya. (Al-Maidah: 59)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kami
beriman pula, sedangkan kebanyakan dari kalian adalah orang-orang yang fasik.
Yang dimaksud dengan fasik ialah keluar dari jalan yang lurus, yakni menyimpang
darinya.
****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ
ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ}
Katakanlah, "Apakah akan aku beri tahukan
kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang
fasik) itu di sisi Allah?" (Al-Maidah: 60)
Yakni apakah harus aku ceritakan kepada kalian
pembalasan yang lebih buruk daripada apa yang kalian duga terhadap kami kelak
di hari kiamat di sisi Allah? Yang melakukan demikian itu adalah kalian
sendiri, karena semua sifat yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya
ada pada kalian, yaitu:
{مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ} {وَغَضِبَ عَلَيْهِ}
yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai
Allah. (Al-Maidah: 60)
Dikutuk artinya "dijauhkan dari
rahmat-Nya", dan dimurkai artinya "Allah murka kepada mereka dengan
murka yang tidak akan reda sesudahnya untuk selama-lamanya.
{وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ
وَالْخَنَازِيرَ}
di antara mereka (ada) yang dijadikan
kera dan babi. (Al-Maidah: 60)
Seperti yang telah disebutkan di dalam surat
Al-Baqarah dan seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-A'raf.
قَالَ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ: عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثَد، عَنْ
الْمُغِيرَةِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِمَّا مَسَخَ اللَّهُ [تَعَالَى] ؟ فَقَالَ
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُهْلِكْ قَوْمًا -أَوْ قَالَ: لَمْ يَمْسَخْ
قَوْمًا-فَيَجْعَلْ لَهُمْ نَسْلا وَلَا عَقِبًا وَإِنَّ الْقِرَدَةَ
وَالْخَنَازِيرَ كانت قبل ذلك".
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Alqamah
ibnu Marsad, dari Al-Mugirah ibnu Abdullah, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari
Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai kera
dan babi, apakah kedua binatang itu berasal dari kutukan Allah. Maka beliau
Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum —atau
beliau mengatakan bahwa Allah belum pernah mengutuk suatu kaum— lalu
menjadikan bagi mereka keturunan dan anak cucunya. Dan sesungguhnya kera dan
babi telah ada sebelum peristiwa kutukan itu.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Sufyan
As-Sauri dan Mis'ar, keduanya dari Mugirah ibnu Abdullah Al-Yasykuri dengan
lafaz yang sama.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي
الْفُرَاتِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْأَعْيَنِ الْعَبْدِيِّ،
عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِنْ
نَسْلِ الْيَهُودِ؟ فَقَالَ: "لَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَلْعَنْ قَوْمًا
فَيَمْسَخُهُمْ فَكَانَ لَهُمْ نَسْلٌ، وَلَكِنْ هَذَا خَلْقٌ كَانَ، فَلَمَّا
غَضِبَ اللَّهُ عَلَى الْيَهُودِ فَمَسَخَهُمْ، جَعَلَهُمْ مِثْلَهُمْ".
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Muhammad ibnu Zaid, dari
Abul A'yan Al-Ma'badi, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan
bahwa kami pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kera dan babi, apakah
kera dan babi yang ada sekarang merupakan keturunan dari orang-orang Yahudi
yang dikutuk Allah Swt. Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, sesungguhnya
Allah sama sekali belum pernah mengutuk suatu kaum, lalu membiarkan mereka
berketurunan. Tetapi kera dan babi yang ada merupakan makhluk yang telah ada
sebelumnya. Dan ketika Allah murka terhadap orang-orang Yahudi, maka Dia
mengutuk mereka dan menjadikan mereka seperti kera dan babi.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Daud
ibnu Abul Furat dengan lafaz yang sama
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي، حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَحْبُوبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عِكْرِمَة،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "الْحَيَّاتُ مَسْخ الْجِنِّ، كَمَا مُسِخَتِ الْقِرَدَةُ
وَالْخَنَازِيرُ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq ibnu
Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Mahbub, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah.
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ular
adalah jin yang telah dikutuk sebagaimana kera dan babi adalah hewan kutukan.
Hadis ini garib sekali.
****
Firman Allah Swt.:
{وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ}
dan (orang-orang yang) menyembah tagut.
(Al-Maidah: 60)
Dibaca abadat tagut karena berupa fi'il
madi, sedangkan lafaz tagut di-nasab-kan olehnya, yakni "dan
Allah menjadikan di antara mereka orang yang menyembah tagut". Dibaca
'abdat tagut dengan di-mudaf-kan artinya adalah "dan Allah
menjadikan di antara mereka orang-orang yang mengabdi kepada tagut, yakni
pengabdi dan budak tagut". Ada pula yang membacanya 'ubadat
tagut dalam bentuk Jam’ul jami'; bentuk tunggalnya adalah 'abdun,
bentuk jamaknya adalah tabidun, sedangkan bentuk jam'ul
jami'-nya adalah 'ubudun, perihalnya sama dengan lafaz simarun
yang bentuk jam'ul jami '-nya adalah sumurun. Demikianlah
menurut Riwayat Ibnu Jarir dan Al A’masy.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-A'masy;
diriwayatkan dari Buraidah Al-Aslami bahwa ia membacanya wa 'abidat tagut. Sedangkan
menurut qiraah dari Ubay dan Ibnu Mas'ud disebutkan wa abadu. Ibnu Jarir
telah meriwayatkan dari Abu Ja'far Al-Qari' bahwa dia membacanya walubidat
tagut dengan anggapan sebagai maf’ul dari fi'il yang tidak
disebutkan fail-nya, tetapi bacaan ini dinilai oleh Ibnu Jarir jauh dari
makna. Padahal menurut makna lahiriahnya hal ini tidak jauh dari makna yang
dimaksud, mengingat ungkapan ini termasuk ke dalam Bab "Ta'rid
(Sindiran)" terhadap mereka. Dengan kata lain, telah disembah tagut di
kalangan kalian, dan kalianlah orang-orang yang melakukannya
Semua qiraah yang telah disebutkan di atas
mempunyai kesimpulan makna yang menyatakan bahwa sesungguhnya kalian, hai Ahli
Kitab, yang mencela agama kami, yaitu agama yang menauhidkan dan mengesakan
Allah dalam menyembah-Nya tanpa ada selain-Nya; maka mengapa timbul dari kalian
sikap seperti itu, padahal semua yang telah disebutkan ada pada diri kalian.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا}
Mereka itu lebih buruk tempatnya. (Al-Maidah:
60)
Yakni lebih buruk daripada apa yang kalian duga
dan kalian tuduhkan terhadap kami.
{وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ}
dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah:
60)
Ungkapan, ini termasuk ke dalam Bab
"Pemakaian Af’al Tafdil Tanpa Menyebutkan Pembanding pada Sisi yang
Lainnya", perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman
lainnya, yaitu:
{أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ
مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلا}
Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling
baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan:
24)
****
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ
دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ}
Dan apabila orang-orang (Yahudi atau
munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, "Kami telah beriman,
"padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari
kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Demikianlah sifat-sifat orang-orang munafik dari
kalangan mereka, yaitu bahwa mereka berdiplomasi dengan kaum mukmin pada
lahiriahnya, sedangkan dalam batin mereka memendam kekafiran. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya:
وَقَدْ دَخَلُوا
padahal mereka telah datang. (Al-Maidah:
61)
Yakni kepadamu, hai Muhammad.
{بِالْكُفْرِ}
dengan kekafirannya. (Al-Maidah: 61)
Yaitu seraya memendam kekafirannya di dalam hati
mereka, kemudian mereka pergi darimu dengan membawa kekafirannya pula.
Pengetahuan yang telah mereka dengar darimu sama sekali tidak ada pengaruhnya
bagi mereka, dan tiada bermanfaat bagi mereka semua nasihat dan peringatan.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَهُمْ [قَدْ] خَرَجُوا بِهِ}
dan mereka pergi (dari kamu) dengan
kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Allah Swt mengkhususkan sebutan ini hanya bagi
mereka, bukan selain mereka.
****
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا
يَكْتُمُونَ}
dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka
sembunyikan. (Al-Maidah: 61)
Yakni Allah mengetahui semua rahasia mereka dan
apa yang tersimpan di dalam dada mereka, sekalipun mereka menampakkan di mata
makhluk hal yang berbeda dengan batin mereka dan memulas diri dengan hal-hal
yang bertentangan dengan hati mereka. Karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
semua yang gaib dan yang nyata, Allah lebih mengetahui dari diri mereka
sendiri, dan kelak Allah akan memberikan balasan hal tersebut terhadap mereka
dengan pembalasan yang sempurna.
****
Firman Allah Swt.:
{وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي
الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ}
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang
Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. (Al-Maidah:
62)
Mereka bersegera melakukan tindakan
tersebut,yakni mengerjakan semua hal yang berdosa dan hal-hal yang diharamkan
serta menganiaya orang lain dan memakan harta orang lain dengan cara yang
batil.
{لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka
kerjakan itu. (Al-Maidah: 62)
Yaitu alangkah buruknya perbuatan yang mereka
kerjakan dan alangkah jahatnya perbuatan aniaya yang mereka lancarkan itu.
****
Firman Allah Swt.:
{لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ
وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ}
Mengapa orang-orang alim mereka,
pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan
memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
(Al-Maidah: 63)
Yakni mengapa para penguasa dan pendeta-pendeta
mereka tidak mau melarang mereka melakukan hal tersebut. Yang dimaksud dengan rabbaniyyun
ialah para penguasa yang juga orang alim mereka, sedangkan yang dimaksud
dengan pendeta adalah para ulama saja.
{لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ}
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka
kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)
Yaitu karena para penguasa dan para pendeta itu
tidak mau melarang para pengikut mereka dari hal tersebut.
Demikianlah menurut penafsiran Ali ibnu Abu
Talhah, dari Ibnu Abbas. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa
dikatakan demikian kepada mereka di saat mereka tidak melakukan nahi munkar dan
di saat mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Abdur Rahman ibnu Zaid
melanjutkan perkataannya, bahwa memang kenyataannya demikian; mereka
mengerjakan hal-hal yang diharamkan, padahal mereka mengetahui bahwa itu
diharamkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah
menceritakan kepada kami Qais, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Khalid ibnu
Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an tiada suatu ayat
pun yang sangat keras celaannya selain dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Mengapa
orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bahaya dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk
apa yang telah mereka kerjakan itu.
Demikianlah menurut qiraah yang diutarakan oleh
Ibnu Abbas, kata Ibnu Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dhahhak,
"Tiada suatu ayat pun dalam Al-Qur'an yang lebih aku takuti daripada ayat
ini, yaitu bila kami tidak melakukan nahi munkar." Demikianlah
menurut Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan —demikian pula Yunus
ibnu Habib— bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Abul Waddah, telah menceritakan kepada
kami Sabit ibnu Sa'id Al-Hamdani, bahwa ia pernah menjumpainya di Ar-Ray, lalu
ia menceritakan sebuah asar dari Yahya ibnu Ya'mur yang menceritakan bahwa Ali
ibnu Abu Talib berkhotbah. Untuk itu, ia memulainya dengan mengucapkan puja dan
puji kepada Allah Swt, kemudian berkata, "Hai manusia, sesungguhnya telah
binasa umat sebelum kalian hanyalah karena mereka mengerjakan
perbuatan-perbuatan maksiat dan para pendeta serta para penguasa mereka tidak
melarangnya. Setelah mereka berkepanjangan dalam perbuatan-perbuatan maksiat,
maka siksaan datang menimpa mereka. Karena itu, ber-amar maruf-lah
kalian dan ber-nahi munkar-lah kalian, sebelum azab yang pernah menimpa
mereka menimpa kalian. Dan perlu kalian ketahui bahwa melakukan amar ma'ruf dan
nahi munkar itu tidak akan memutuskan rezeki dan tidak akan menyegerakan
ajal."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ،
أَنْبَأَنَا، شَرِيك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ
أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَا مِنْ قَوْمٍ يَكُونُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ مَنْ يَعْمَلُ بِالْمَعَاصِي
هُمْ أَعَزُّ مِنْهُ وَأَمْنَعُ، لَمْ يُغَيِّرُوا، إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ
مِنْهُ بِعَذَابٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq,
dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang di hadapan mereka
terdapat orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka, padahal mereka
lebih kuat dan lebih perkasa daripada dia, lalu mereka tidak mencegahnya,
kecuali Allah menimpakan azab kepada mereka karena ulah orang itu.
Hadis tersebut bila ditinjau dari segi ini hanya
diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، عَنْ مَسَدَّد، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ،
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ جَرِيرٍ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "مَا مِنْ
رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يَعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، يَقْدِرُونَ أَنْ
يُغِّيرُوا عَلَيْهِ، فَلَا يُغَيِّرُونَ إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ
قَبْلَ أَنْ يَمُوتُوا".
Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul
Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari Jarir yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang pun dalam
suatu kaum mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan mereka berkemampuan
untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan
menimpakan kepada mereka suatu siksaan sebelum mereka mati.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ali ibnu
Muhammad, dari Waki’ dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Ubaidillah ibnu Jarir,
dari ayahnya dengan lafaz yang sama
Al-Hafiz Al-Mazzi mengatakan bahwa hal yang sama
telah diriwayatkan oleh Syu'bah, dari Abu Ishaq, dengan lafaz yang sama.
Al-Maidah, ayat 64-66
وَقَالَتِ
الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا
قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ وَلَيَزِيدَنَّ
كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا
وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ وَيَسْعَوْنَ فِي
الْأَرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (64) وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ
وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (65) وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا
التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا
مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ (66)
Orang-orang Yahudi
berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah
terbelenggu, "sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak
demikian), tetapi kedua-dua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia
menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi
kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian
di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan,
Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi, dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. Dan sekiranya Ahli Kitab beriman
dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan
tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil
dan Al-Qur’an, yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan
mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka
ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang
Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka secara berturut-turut sampai hari
kiamat—bahwa melalui lisannya mereka menyifati Allah Swt. dengan sifat yang
sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar dari apa yang mereka sifatkan itu,
bahwa Allah itu kikir. Mereka pun menyifati-Nya miskin, sedangkan mereka
sendiri kaya. Mereka ungkapkan sifat kikir ini melalui ucapan mereka yang
disitir oleh firman-Nya:
{يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ}
Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu (tergenggam
alias kikir). (Al-Maidah: 64)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu
Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah
yang mengatakan bahwa menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan maglulah ialah
kikir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang Yahudi berkata,
"Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu'.' (Al-Maidah: 64) Bahwa
mereka tidak bermaksud mengatakan tangan Allah terikat. Yang mereka maksudkan
ialah Allah itu kikir. Dengan kata lain, Allah menggenggam apa yang ada di
sisi-Nya karena kikir. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan
ketinggian yang sebesar-besarnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid,
Ikrimah, Qatadah. As-Saddi, dan Ad-Dahhak, dan dibacakan firman-Nya:
{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى
عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا}
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra:29); Yakni Allah melarang
bersifat kikir dan berfoya-foya yang artinya membelanjakan harta bukan pada
tempatnya dalam jumlah yang berlebihan.
Dan Allah mengungkapkan sifat kikir dengan
ungkapan seperti yang disebutkan firman-Nya: Dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu.(Al-Isra:29)
Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh
orang-orang Yahudi yang terkutuk itu.
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Fanhas seorang Yahudi, semoga Allah melaknatnya. Dalam
pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Fanhaslah yang mengatakan:
{إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ
أَغْنِيَاءُ}
Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya (Ali
Imran: 181); Lalu ia dipukul oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa lelaki dari kalangan orang-orang Yahudi
yang dikenal dengan nama Syas ibnu Qais telah mengatakan (kepada Nabi Saw.),
"Sesungguhnya Tuhanmu kikir, tidak mau berinfak." Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan)
Allah terbelenggu, "sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan
merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak
demikian), tetapi kedua-dua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia
menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)
Allah Swt. menjawab perkataan mereka dan membuka
kedok sandiwara mereka serta semua kedustaan dan buat-buatan mereka. Untuk
itu, Allah Swt. berfirman:
{غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا
قَالُوا}
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu
dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Al-Maidah:
64)
Dan memang demikianlah yang terjadi pada mereka;
sesungguhnya kekikiran, kedengkian, dan kelicikan serta kehinaan yang ada pada
mereka sangat besar. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ
الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ
عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)?
Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada
manusia, ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran
karunia yang telah Allah berikan kepada manusia itu? (An-Nisa: 53-54),
hingga akhir ayat.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ
الذِّلَّةُ
Lalu ditimpakan kepada mereka nista. (Al-Baqarah:
61), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ
كَيْفَ يَشَاءُ}
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan
Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)
Yakni tidaklah demikian, bahkan Dia Mahaluas
karunia-Nya lagi berlimpah pemberian-Nya. Sebenarnya tiada sesuatu pun kecuali
perbendaharaan-Nya ada di sisi-Nya. Dialah yang memberikan nikmat kepada semua
makhluk-Nya, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dialah yang
mencintakan semua apa yang kita perlukan di malam hari, di siang hari, di
perjalanan kita, di tempat menetap kita, dan di semua keadaan kita. Perihalnya
sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ
كَفَّارٌ}
Dan Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan
kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepadanya. Dan jika kalian
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghitungnya Sesungguhnya
manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah. (Ibrahim: 34)
Ayat-ayat yang mengatakan demikian cukup banyak
jumlahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ
بْنُ حنبل: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمَّامِ
بْنِ مُنَبه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ يَمِينَ اللَّهِ مَلأى
لَا يَغِيضُها نَفَقَةٌ، سَحَّاء اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، أَرَأَيْتُمْ مَا
أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَغِض مَا فِي
يَمِينِهِ" قَالَ: "وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ، وَفِي يَدِهِ الْأُخْرَى
القبْض، يَرْفَعُ وَيَخْفِضُ": قَالَ: قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
"أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu
Munabbih yang mengatakan, "Inilah apa yang telah diceritakan kepada kami
oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tangan
kanan (kekuasaan) Allah sangat penuh, tidak akan kosong karena
dibelanjakan dengan berlimpah sepanjang siang dan malam. Tidakkah kalian
perhatikan apa yang telah Dia belanjakan sejak menciptakan langit dan bumi.
Karena sesungguhnya tidak akan kering apa yang ada di tangan kanan (kekuasaan)-Nya.
Selanjutnya disebutkan bahwa 'Arasy-Nya berada di atas air, sedangkan di
tangan (kekuasaan) lainnya terdapat al-faid atau al-qabdu yang
dengan tangan kekuasaan ini Allah meninggikan dan merendahkan. Dan Allah Swt.
berfirman: Berinfaklah, maka Aku akan membalas infakmu.
Hadis ini diketengahkan oleh Syaikhain di dalam
kitab Sahihain; Imam Bukhari di dalam Bab "Tauhid", dari Ali
ibnul Madini; sedangkan Imam Muslim dari Muhammad ibnu Rafi'. Keduanya (Ali
ibnul Madini dan Muhammad ibnu Rafi’) dari Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا}
Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan
di antara mereka. (Al-Maidah: 64)
Yakni apa (Al-Qur'an) yang diturunkan oleh Allah
kepadamu sebagai nikmat justru menjadi kebalikannya menurut tanggapan
musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang Yahudi dan semua orang yang menyerupai
mereka. Hal itu pun menambah percaya kaum mukmin dan menambah amal saleh serta
ilmu yang bermanfaat bagi mereka, maka hal itu menambah kedengkian dan iri hati
orang-orang kafir terhadapmu dan umatmu.
Tugyan artinya berlebihan dan melampaui
batas dalam segala sesuatu. Yang dimaksud dengan kufran dalam ayat ini
ialah kedustaan.
Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى
وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah
petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak
beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu
kegelapan bagi mereka Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh." (Fushshilat: 44)
{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا
خَسَارًا}
Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Al Isra : 82)
*****
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ
وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}
Dan Kami telah timpakan permusuhan dan
kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. (Al-Maidah: 64)
Maksudnya adalah hati mereka tidak akan bersatu,
bahkan permusuhan selalu terjadi di kalangan sekte-sekte mereka, sebagian dari
mereka memusuhi sebagian yang lain selama-lamanya. Demikian itu karena mereka
tidak pernah sepakat dalam perkara yang hak, dan mereka telah menentang dan
mendustakanmu.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang
dimaksud dari firman-Nya, "Dan Kami telah timpakan permusuhan dan
kebencian di antara mereka," ialah permusuhan dan perdebatan dalam
masalah agamanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
***
Firman Allah Swt:
{كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ
أَطْفَأَهَا اللَّهُ}
Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah
memadamkannya (Al-Maidah: 64)
Yaitu setiap kali mereka merencanakan berbagai
perangkap untuk menjebakmu dan setiap kali mereka mengadakan kesepakatan di
antara sesamanya untuk memerangimu, maka Allah membatalkannya dan membalikkan
tipu muslihat itu terhadap diri mereka sendiri menjadi 'senjata makan tuan’;
sebagaimana mereka membuat lubang, maka mereka sendirilah yang terjerumus ke
dalamnya.
{وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ}
dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi, dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (Al-Maidah: 64)
Yakni termasuk watak mereka ialah selalu berjalan
di muka bumi seraya menimbulkan kerusakan padanya, sedangkan Allah tidak
menyukai orang yang bersifat demikian.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا
وَاتَّقَوْا}
Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa.
(Al-Maidah: 65)
Yaitu seandainya mereka beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya serta menjauhi apa yang biasa mereka kerjakan berupa dosa-dosa dan
perbuatan-perbuatan yang haram.
{لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ
وَلأدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ}
tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka
dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Al-Maidah:
65)
Yakni niscaya akan Kami hapuskan dari mereka
hal-hal yang tidak diinginkan, dan Kami hantarkan mereka kepada tujuan yang
didambakan.
{وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ
وَالإنْجِيلَ وَمَا أُنزلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ}
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan
(hukum) Taurat dan Injil dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka
dari Tuhannya. (Al-Maidah: 66)
Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang
dimaksud dengan "apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya"
ialah Al-Qur'an.
{لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ
أَرْجُلِهِمْ}
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas
mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66)
Yaitu seandainya mereka mengamalkan kandungan
kitab-kitab yang ada di tangan mereka dari nabi-nabi mereka dengan apa adanya
tanpa penyimpangan, pergantian, dan perubahan, niscaya mereka akan terbimbing
untuk mengikuti kebenaran dan mengamalkan apa yang sesuai dengan risalah yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. karena sesungguhnya di dalam
kitab-kitab mereka tertulis pernyataan yang membenarkan risalah Nabi Muhammad
dan perintah untuk mengikutinya secara tegas tanpa ada pilihan lain. Adapun
firman Allah Swt. berikut:
{لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ
أَرْجُلِهِمْ}
Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas
mereka dan dari bahwa kaki mereka. (Al-Maidah: 66}
Makna yang dimaksud ialah banyak rezeki yang
turun kepada mereka dari langit dan yang tumbuh dari tanah.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas
mereka. (Al-Maidah: 66) Yakni niscaya Kami akan turunkan hujan dari langit
kepada mereka. dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Yaitu akan
dikeluarkan dari bumi keberkahan yang ada di dalamnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa’id
ibnu Jubair, Qatadah, dan As-Saddi.
Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan di
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ
الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالأرْضِ
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi. (Al-A'raf: 96), hingga akhir ayat.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41), hingga akhir
ayat.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa
firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari
bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Makna yang dimaksud ialah, mereka
memperolehnya tanpa susah payah dan tanpa mengeluarkan tenaga serta bebas dari
kesengsaraan.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari mereka
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "niscaya mereka berada dalam
kebaikan". Perihalnya sama dengan perkataan seseorang , "Dia berada
dalam kebaikan dari atas sampai ke bawahnya." Tetapi Ibnu Jarir setelah
mengemukakannya membantah pendapat ini, mengingat hal itu bertentangan dengan
pendapat-pendapat ulama Salaf.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan firman-Nya: Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah:
66) menyebutkan sebuah hadits.
حَدِيثَ عَلْقَمَةَ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُوشِكُ أَنْ يُرْفَعَ
الْعِلْمُ". فَقَالَ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ
يُرْفَعُ الْعِلْمُ وَقَدْ قَرَأْنَا الْقُرْآنَ وَعَلَّمْنَاهُ أَبْنَاءَنَا؟!
قَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ لَبِيدٍ! إِنْ كُنْتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ
أَهْلِ الْمَدِينَةِ، أَوَلَيِسَتِ (التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ بِأَيْدِي
الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ حِينَ تَرَكُوا أَمْرَ
اللَّهِ" ثُمَّ قَرَأَ {وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ
وَالإنْجِيلَ}
Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Alqamah, dari Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu
Nafir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sudah
dekat waktunya ilmu akan diangkat Allah. Maka Ziyad ibnu Labid bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu diangkat, sedangkan kami membaca
Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami." Nabi Saw. bersabda: Semoga
ibumu kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandang engkau termasuk
orang yang paling alim dari kalangan penduduk Madinah, tetapi bukankah kitab
Taurat dan kitab Injil berada di tangan orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi
tidak bermanfaat bagi mereka karena mereka meninggalkan perintah. Kemudian
Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 66)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim secara mu’allaq pada permulaan sanadnya, sedangkan pada akhirnya
secara mursal.
وَقَدْ رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ متصلا موصولا
فقال: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي
الجَعْد، عَنْ زِيَادِ بْنِ لَبِيد قَالَ: ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَقَالَ: "وَذَاكَ عِنْدَ ذَهَابِ
الْعِلْمِ". قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَذْهَبُ
الْعِلْمُ وَنَحْنُ نَقْرَأُ الْقُرْآنَ ونُقْرئه أَبْنَاءَنَا، ويُقْرئه
أَبْنَاؤُنَا أَبْنَاءَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "ثَكِلَتْكَ
أُمُّكَ يَا ابْنَ أُمِّ لَبِيدٍ، إِنْ كنتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ رَجُلٍ
بِالْمَدِينَةِ، أَوْ لَيْسَ هَذِهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى يَقْرَءُونَ
التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَلَا يَنْتَفِعُونَ مِمَّا فِيهِمَا بِشَيْءٍ"
Imam Ahmad ibnu Hambal telah meriwayatkan secara muttasil
lagi mausul. Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salim ibnu
Abul Ja'd, dari Ziyad ibnu Lubaid, bahwa Nabi Saw. pernah menyebutkan suatu
hal dan pada akhirnya beliau bersabda: Yang demikian itu pertanda akan
lenyapnya ilmu. Ziyad ibnu Lubaid melanjutkan kisahnya: Kami mengajukan pertanyaan,
"Wahai Rasulullah, mana mungkin ilmu dapat lenyap, sedangkan kami selalu
membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami, anak-anak kami pun
mengajarkannya kepada anak-anak mereka sampai hari kiamat?" Rasulullah
Saw. bersabda: Semoga ibumu kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku
memandangmu termasuk orang yang paling alim di Madinah, tetapi bukankah orang-orang
Yahudi dan Nasrani ini membaca Taurat dan Injil, tetapi mereka tidak mengambil
manfaat dari apa yang terkandung di dalam kedua kitab tersebut barang sedikit
pun.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari
Bakr ibnu Abu Syaibah, dari Waki' dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal. Sanad hadis ini sahih.
****
Firman Allah Swt.:
{مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ
مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ}
Di antara mereka ada golongan yang
pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah:
66)
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh
ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى أُمَّةٌ يَهْدُونَ
بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ}
Dan di antara kaum Musa itu terdapat umat yang
memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan hak itulah
mereka menjalankan keadilan (Al A’raf : 159)
Sama dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan
perihal para pengikut Nabi Isa, yaitu:
فَآتَيْنَا الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ
Maka Kami berikan kepada orang-orang yang
beriman di antara mereka pahalanya. (Al-Hadid: 27)
Maka Allah menjadikan kedudukan yang tertinggi
dari mereka (Ahli Kitab yang beriman) ialah pertengahan, sedangkan kedudukan
tersebut merupakan kedudukan menengah dari umat Nabi Muhammad Saw. Dan
kedudukan yang lebih tinggi daripada itu ialah kedudukan sabiqun (bersegera
dalam mengerjakan kebaikan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ
اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ
مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ
الْفَضْلُ الْكَبِيرُ جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا}
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada
orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka
ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat
kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi
mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya. (Fatir: 32-33) hingga
akhir ayat.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa ketiga
golongan dari umat ini semuanya masuk surga.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ الضَّبِّي، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ
عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ طَلْحَةَ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "تَفَرَّقَتْ
أُمَّةُ مُوسَى عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ مِلَّةً، سَبْعُونَ مِنْهَا فِي
النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَتَفَرَّقَتْ أُمَّةُ عِيسَى عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَاحِدَةٌ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ وَإِحْدَى
وَسَبْعُونَ مِنْهَا فِي النَّارِ، وَتَعْلُو أُمَّتِي عَلَى الْفِرْقَتَيْنِ
جَمِيعًا. وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ".
قَالُوا: مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجَمَاعَاتُ
الْجَمَاعَاتُ".
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Yunus Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Ya'qub ibnu Yazid ibnuTalhah, dari
Zaid ibnu Aslam, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa ketika kami (para
sahabat) sedang berada bersama Rasulullah Saw., beliau bersabda: Umat Nabi
Musa berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan; tujuh puluh golongan
darinya masuk neraka, sedangkan yang satu golongan lagi masuk surga Dan Umat
Nabi Isa berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan; segolongan di antara
mereka masuk surga, sedangkan yang tujuh puluh satu golongan masukneraka.
Tetapi umatku jauh lebih tinggi daripada gabungan kedua umat itu, yaitu satu
golongan masuk ke dalam surga, sedangkan yang tujuh puluh dua golongan masuk
neraka. Mereka (para sahabat) bertanya, "Siapakah mereka yang masuk
surga itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Tetaplah pada
jamaah, tetaplah pada jamaah!;
Ya'qub ibnu Zaid mengatakan, apabila Khalifah Ali
ibnu Abu Talib menceritakan hadis Rasulullah Saw. yang ini, maka ia selalu
membaca firman-Nya: Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa tentulah
Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka, dan tentulah Kami
masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Al Maidah : 65) Sampai
dengan firman-Nya: Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan
alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah:
66) Juga firman-Nya: Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat
yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka
menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 181) Yakni umat Nabi Muhammad Saw.
Tetapi asar ini garib sekali bila ditinjau
dari segi konteksnya.
Hadis mengenai berpecah-belahnya berbagai umat
sampai menjadi tujuh puluh golongan lebih diriwayatkan melalui berbagai jalur,
semuanya telah kami sebutkan dalam kitab yang lain.
Al-Maidah, ayat 67
يَا أَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ
فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (67)
Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.
Allah Swt. berfirman seraya ber-khitab kepada
hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.— dengan menyebut kedudukannya
sebagai seorang rasul. Allah memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan semua
yang diutuskan oleh Allah melaluinya, dan Rasulullah Saw. telah menjalankan
perintah tersebut serta menunaikannya dengan sempurna.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir
ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibuu Yusuf, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq,
dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan, "Barang siapa yang mengatakan bahwa
Muhammad menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya,
sesungguhnya dia telah berdusta," seraya membacakan firman-Nya: Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah:
67). hingga akhir ayat.
Demikianlah bunyi riwayat ini secara ringkas
dalam kitab ini.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah
mengetengahkannya di berbagai tempat dalam kitab Sahih masing-masing secara
panjang lebar.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam Kitabul Iman. Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir
dari kitab Sunnan-nya. telah meriwayatkannya melalui berbagai
jalur, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Masruq ibnul Ajda', dari Siti Aisyah r.a.
Di dalam kitab Sahihain, dari Siti Aisyah
r.a. disebutkan bahwa ia pernah mengatakan,
لَوْ كَانَ مُحَمَّدٌ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَاتِمًا مِنَ الْقُرْآنِ شَيْئًا لَكَتَمَ
هَذِهِ الْآيَةَ: {وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى
النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ}
"Seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan
sesuatu dari Al-Qur'an, niscaya dia akan menyembunyikan ayat ini," yaitu
firman-Nya: sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah
akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang
lebih berhak untuk kamu takuti. (Al Ahzab : 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Sa'id
ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad, dari Harun ibnu Antrah, dari
ayahnya yang menceritakan bahwa ketika ia berada di hadapan Ibnu Abbas,
tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Kemudian lelaki itu berkata,
"Sesungguhnya banyak orang yang berdatangan kepada kami. Mereka
menceritakan kepada kami bahwa pada kalian terdapat sesuatu yang belum pernah
Rasulullah Saw. jelaskan kepada orang lain." Maka Ibnu Abbas menjawab,
"Bukankah kamu ketahui bahwa Allah Swt. telah berfirman: Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67)
Demi Allah, Rasulullah Saw. tidak mewariskan kepada kami (ahlul bait) sesuatu
hal yang disembunyikan."
Sanad asar ini berpredikat jayyid.
Hal yang sama disebutkan di dalam kitab Sahih
Bukhari melalui riwayat Abu Juhaifah, yaitu Wahb ibnu Abdullah As-Sawa-i,
yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Khalifah Ali ibnu Abu Talib
r.a., "Apakah di kalangan kalian (ahlul bait) terdapat sesuatu dari wahyu
yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an?" Maka Khalifah Ali r.a. menjawab,
"Tidak, demi Tuhan yang menumbuhkan biji-bijian dan yang menciptakan
manusia, kecuali hanya pemahaman yang diberikan oleh Allah kepada seseorang
mengenai Al-Qur'an dan apa yang terdapat di dalam lembaran ini." Aku
bertanya, "Apakah yang terdapat di dalam lembaran ini?" Khalifah Ali
ibnu Abu Talib r.a. menjawab, "Masalah aql (diat), membebaskan
tawanan, dan seorang muslim tidak boleh dihukum mati karena membunuh seorang
kafir."
Imam Bukhari mengatakan bahwa Az-Zuhri pernah
berkata, "Risalah adalah dari Allah, dan Rasul berkewajiban
menyampaikannya, sedangkan kita diwajibkan menerimanya. Umatnya telah
menyaksikan bahwa beliau Saw. telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat
Tuhannya, serta menyampaikan kepada mereka dalam perayaan yang paling besar
melalui khotbahnya, yaitu pada haji wada'. Saat itu di tempat tersebut terdapat
kurang lebih empat puluh ribu orang dari kalangan sahabat-sahabatnya."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam khotbah haji
wada'nya:
"أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا
أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ " قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلّغت وأدّيتَ
وَنَصَحْتَ. فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ ويَقلبها إِلَيْهِمْ
وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ".
Hai manusia, sesungguhnya kalian akan ditanyai
mengenai diriku, maka apakah yang akan kalian katakan? Mereka menjawab,
"Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan
amanat serta menasihati umat." Maka Rasulullah Saw. mengangkat jari
telunjuknya ke langit, lalu menunjukkannya kepada mereka seraya bersabda: Ya
Allah apakah aku telah menyampaikan?
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمير، حَدَّثَنَا
فُضَيْلٌ -يَعْنِي ابْنَ غَزْوان-عَنْ عِكْرمَة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم في حجة الوداع: "يأيها
النَّاسُ، أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ " قَالُوا: يَوْمٌ حَرَامٌ. قَالَ:
"أَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ " قَالُوا: بَلَدٌ حَرَامٌ. قَالَ: "فَأَيُّ
شَهْرٍ هَذَا؟ " قَالُوا: شَهْرٌ حَرَامٌ. قَالَ: "فَإِنَّ
أَمْوَالَكُمْ وَدِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ
يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا". ثُمَّ
أَعَادَهَا مِرَارًا. ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ:
"اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ! " مِرَارًا -قَالَ: يَقُولُ ابْنُ
عَبَّاسٍ: وَاللَّهِ لَوصِيَّةٌ إِلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ-ثُمَّ قَالَ:
"أَلَّا فَلْيُبْلِغِ الشاهدُ الغائِبَ، لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا
يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Fudail (yakni ibnu Gazwan),
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
bersabda dalam haji wada', "Hai manusia hari apakah sekarang?"
Mereka menjawab, "Hari yang suci." Rasulullah Saw. bersabda, "Negeri
apakah ini?" Mereka menjawab, "Negeri (kota) yang suci."
Rasulullah Saw. bertanya, "Bulan apakah sekarang?" Mereka
menjawab, "Bulan suci." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Maka
sesungguhnya harta kalian, darah kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas
kalian sebagaimana haramnya hari kalian sekarang ini di negeri kalian ini dan
dalam bulan kalian ini. Rasulullah Saw. mengulangi ucapan ini berkali-kali,
lalu mengangkat telunjuknya ke (arah) langit dan bersabda: Ya Allah, apakah
aku telah menyampaikan? Ucapan ini diulangnya berkali-kali. Ibnu Abbas
mengatakan, "Demi Allah, hal ini merupakan wasiat yang beliau tunjukkan
kepada Tuhannya, yakni beliau Saw. menitipkan umatnya kepada Allah Swt."
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, hendaklah orang yang hadir
menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali menjadi
kufur sesudahku, sebagian dari kalian memukul leher sebagian yang lainnya.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Ali ibnul
Madini, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama
dan lafaz yang semisal.
*****
Firman Allah Swt.
{وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ
رِسَالَتَهُ}
jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah:
67)
Yakni jika engkau tidak menyampaikannya kepada
manusia apa yang telah Aku perintahkan untuk menyampaikannya, berarti engkau
tidak menyampaikan risalah yang dipercayakan Allah kepadamu. Dengan kata lain
dapat disebutkan bahwa telah diketahui konsekuensi hal tersebut seandainya
terjadi.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah:
67) Yaitu jika engkau sembunyikan barang suatu ayat yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu, berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qubaihah ibnu Uqbah, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari seorang laki-laki, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Nabi Muhammad
berkata, "Ya Tuhanku, apakah yang harus aku perbuat, sedangkan aku
sendirian, tentu mereka akan mengeroyokku." Maka turunlah firman-Nya:
Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. (Al-Maidah: 67)
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Sufyan
As-Sauri dengan sanad yang sama.
****
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
(Al-Maidah: 67)
Yakni sampaikanlah olehmu risalah-Ku, dan Aku
akan memeliharamu, menolongmu, dan mendukungmu serta memenangkanmu atas mereka.
Karena itu kalian jangan takut dan jangan pula bersedih hati, karena tiada
seorang pun dari mereka dapat menyentuhmu dengan keburukan yang menyakitkanmu.
Sebelum ayat ini diturunkan, Nabi Saw. selalu dikawal.
كَمَا قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ يُحَدِّثُ: أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ
تُحَدِّثُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهِر ذَاتَ
لَيْلَةٍ، وَهِيَ إِلَى جَنْبِهِ، قَالَتْ: فقلتُ: مَا شَأْنُكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ قَالَ: "لَيْتَ رَجُلًا صَالِحًا مِنْ أَصْحَابِي يَحْرُسُنِي
اللَّيْلَةَ؟ " قَالَتْ: فَبَيْنَا أَنَا عَلَى ذَلِكَ إِذْ سَمِعْتُ صَوْتَ
السِّلَاحِ فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ " فَقَالَ: أَنَا سَعْدُ بْنُ
مَالِكٍ. فَقَالَ: "مَا جَاءَ بِكَ؟ " قَالَ: جِئْتُ لِأَحْرُسَكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ. قَالَتْ: فَسَمِعْتُ غَطِيطَ رسول الله صلى الله عليه وسلم في
نَوْمِهِ.
Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad, telah
menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah
menceritakan, "Siti Aisyah pernah bercerita bahwa di suatu malam
Rasulullah Saw. begadang, sedangkan Siti Aisyah r.a. berada di sisinya. Siti
Aisyah bertanya, 'Apakah gerangan yang membuatmu gelisah, wahai Rasulullah
Saw.?' Maka Rasulullah bersabda: Mudah-mudahan ada seorang lelaki saleh dari
sahabatku yang mau menjagaku malam ini'." Siti Aisyah melanjutkan
kisahnya, "Ketika kami berdua dalam keadaan demikian, tiba-tiba aku (Siti
Aisyah) mendengar suara senjata, maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Siapakah
orang ini?' Seseorang menjawab, 'Saya Sa'd ibdu Malik.' Rasulullah Saw.
bertanya, 'Apa yang sedang kamu lakukan?' Sa'd menjawab, 'Aku datang
untuk menjagamu, wahai Rasulullah'." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya,
"Tidak lama kemudian aku mendengar suara tidur Rasulullah Saw."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya
melalui jalur Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari dengan lafaz yang sama.
Menurut suatu lafaz, Rasulullah Saw. begadang di
suatu malam, yaitu setibanya di Madinah sesudah hijrahnya dan sesudah
mencampuri Siti Aisyah r.a. Hal ini terjadi pada tahun dua Hijriah.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ
الْبَصْرِيُّ نَزِيلُ مِصْرَ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا
الْحَارِثُ بْنُ عُبَيد -يَعْنِي أَبَا قُدَامَةَ-عَنِ الجُرَيري، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ شَقِيق، عَنْ عَائِشَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا] قَالَتْ: كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْرَس حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} قَالَتْ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رأسه من القُبَّة، وقال: "يأيها النَّاسُ،
انْصَرِفُوا فَقَدْ عَصَمَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Marzuq Al-Basri yang tinggal di Mesir, telah
menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Al-Haris ibnu Ubaid (yakni Abu Qudamah), dari Al- Jariri, dari Abdullah ibnu
Syaqiq, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. selalu dikawal dan
dijaga sebelum ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Allah memelihara kamu
dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Siti Aisyah melanjutkan
kisahnya, "Setelah itu Rasulullah Saw. mengeluarkan kepala dari kemahnya
dan bersabda: Hai manusia, bubarlah kalian, sesungguhnya Allah Swt. telah
menjaga diri kami"
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam
Turmuzi melalui Abdu ibnu Humaid dan Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, keduanya dari
Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini garib.
Juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Imam
Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Muslim ibnu Ibrahim
dengan sanad yang sama, kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih,
tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Telah diriwayatkan pula oleh Sa'id ibnu Mansur,
dari Al-Haris ibnu Ubaid Abu Qudamah Al-Ayadi, dari Al-Jariri, dari Abdullah
ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan, sebagian dari mereka ada
yang meriwayatkan hadis ini dari Al-Jariri, dari Ibnu Syaqiq yang telah
menceritakan bahwa pada mulanya Nabi Saw. selalu dikawal sebelum ayat ini
diturunkan. Tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Siti Aisyah.
Menurut hemat kami, demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur
Ismail ibnu Ulayyah; dan Ibnu Murdawaih melalui jalur Wuhaib, keduanya dari
Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq secara mursal. Hadis ini telah
diriwayatkan secara mursal melalui Sa'id ibnu Jubair dan Muhammad ibnu
Ka'b Al-Qurazi. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ar-Rabi' ibnu Anas, dan
ibnu Murdawaih.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman Ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Rasyidin Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdus Salam
As-Sadfi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Mukhtai, dari Abdullah
ibnu Mauhib, dari Ismah ibnu Malik Al-Katmi yang menceritakan bahwa kami selalu
mengawal Rasulullah Saw. di malam hari hingga turun firman-Nya: Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67). Setelah
ayat ini diturunkan, pengawalan pun dibubarkan.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu
Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad Abu Nasr
Al-Katib Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Kardus ibnu Muhammad
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Abdur Rahman, dari Fudail
ibnu Marzuq, dari Atiyyah. dari Abu Sa'id Al-khudri yang menceritakan bahwa Al-
Abbas —paman Rasulullah Saw.—termasuk salah seorang yang ikut mengawal Nabi
Saw. Setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Allah memelihara kamu
dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) maka Rasulullah Saw.
meninggalkan penjagaan, yakni tidak mau dikawal lagi.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي حَامِدٍ الْمَدِينِيُّ، حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُفَضَّل بْنِ
إِبْرَاهِيمَ الْأَشْعَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
مُعَاوِيَةَ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الزُّبَيْرِ
الْمَكِّيَّ يُحَدِّثُ، عَنْ جَابِرِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ بَعَثَ مَعَهُ أَبُو طَالِبٍ
مَنْ يَكْلَؤُهُ، حَتَّى نَزَلَتْ: {وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} فَذَهَبَ
لِيَبْعَثَ مَعَهُ، فَقَالَ: "يَا عَمُّ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ عَصَمَنِي، لَا
حَاجَةَ لِي إِلَى مَنْ تَبْعَثُ".
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Hamid
Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mufaddal ibnu Ibrahim Al-Asy'ari, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Mu'awiyah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah
mendengar Abuz Zubair Al-Makki menceritakan hadis berikut dari Jabir ibnu
Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu apabila Rasulullah Saw. keluar, maka Abu
Talib mengirimkan seseorang untuk menjaganya, hingga turun firman-Nya: Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67). Setelah
ayat ini diturunkan dan Abu Talib mengutus seseorang untuk menjaga Rasulullah
Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai paman, sesungguhnya Allah telah
menjaga diriku (dari gangguan manusia), maka sekarang aku tidak
memerlukan lagi penjaga (pengawal pribadi) yang engkau kirimkan.
Hadis ini garib, dan di dalamnya terdapat
hal yang tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah Madaniyah: sedangkan
pengertian hadis menunjukkan kejadiannya berlangsung dalam periode Makkiyyah.
Sulaiman ibnu Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Abdul Majid Al-Hammani, dari An-Nadr, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. selalu
dikawal. Abu Taliblah yang selalu mengirimkan beberapa orang lelaki dari
kalangan Bani Hasyim untuk mengawal dan menjaga Nabi Saw. setiap harinya hingga
turun kepada Nabi Saw. firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanatnya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah:
67). Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu paman Nabi Saw. bermaksud
mengirimkan orang-orang untuk mengawal Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya
Allah telah memelihara diriku dari (gangguan) jin Dan manusia.
Imam Tabrani meriwayatkannya dari Ya'qub ibnu
Gailan Al-Ammani. dari Abu Kuraib dengan sanad yang sama.
Hadis ini pun berpredikat garib, karena
pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, bahkan
ayat ini termasuk salah satu dari ayat-ayat yang paling akhir diturunkan oleh
Allah Swt.
Termasuk pemeliharaan Allah Swt. kepada Rasul-Nya
ialah Allah menjaga Rasulullah Saw. dari perlakuan jahat penduduk Mekah, para
pemimpinnya, orang-orangnya yang dengki dan yang menentang beliau, serta para
hartawannya yang selalu memusuhi dan membenci beliau, selalu memeranginya siang
dan malam. Allah memelihara diri Nabi Saw. dari ulah jahat mereka dengan
berbagai sarana yang diciptakan oleh-Nya melalui kekuasaan dan
kebijaksanaan-Nya yang besar.
Pada permulaan masa risalah Nabi Saw., Allah
memelihara beliau melalui pamannya, yaitu Abu Talib; mengingat Abu Talib adalah
seorang pemimpin yang besar lagi ditaati di kalangan orang-orang Quraisy. Allah
menciptakan rasa cinta secara naluri kepada Rasulullah Saw. di dalam kalbu Abu
Talib, tetapi bukan cinta secara syar'i. Seandainya Abu Talib adalah
orang yang telah masuk Islam, niscaya orang-orang kafir dan para pembesar Mekah
berani mengganggu Nabi Saw. Akan tetapi, karena antara Abu Talib dan mereka
terjalin kekufuran yang sama, maka mereka menghormati dan segan kepadanya.
Setelah paman Nabi Saw. —yaitu Abu Talib—
meninggal dunia, orang-orang musyrik baru dapat menimpakan sedikit gangguan
yang menyakitkan terhadap diri Nabi Saw. Tetapi tidak lama kemudian Allah
membentuk kaum Ansar yang menolongnya; mereka berbaiat kepadanya untuk Islam
serta meminta kepada beliau agar pindah ke negeri mereka, yaitu Madinah.
Setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, maka
orang-orang Ansar membela Nabi Saw. dari gangguan dan serangan segala bangsa.
Setiap kali seseorang dari kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab melancarkan tipu
muslihat jahat terhadap diri beliau Saw., maka Allah menangkal tipu daya mereka
dan mengembalikan tipu muslihat itu kepada perencananya sendiri.
Orang Yahudi pernah melancarkan tipu muslihat
terhadap diri Nabi Saw. melalui sihirnya, tetapi Allah memelihara diri Nabi
Saw. dari kejahatan sihir mereka, dan diturunkan-Nya kepada Nabi Saw. dua
surat mu'awwizah sebagai obat untuk menangkal penyakit itu.
Dan ketika seorang Yahudi meracuni masakan kaki
(kikil) kambing yang mereka kirimkan kepadanya di Khaibar, Allah memberitahukan
hal itu kepada Nabi Saw. dan memelihara diri Nabi Saw. dari racun tersebut.
Hal-hal seperti itu banyak sekali terjadi,
kisahnya panjang bila dituturkan; antara lain ialah apa yang disebutkan oleh
ulama tafsir dalam pembahasan ayat ini.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz,
telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
dan lain-lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila turun di suatu
tempat, maka para sahabatnya memilihkan buatnya sebuah pohon yang rindang, lalu
beliau Saw. merebahkan diri beristirahat di bawahnya. Dan ketika beliau Saw.
dalam keadaan demikian, datanglah seorang lelaki Arab Badui, lalu mencabut
pedangnya, kemudian berkata "Siapakah yang melindungi dirimu
dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah Swt." Maka tangan
orang Badui itu gemetar sehingga pedang terjatuh dari tangannya, lalu kepala
orang Badui itu dipukulkan ke pohon hingga pecah dan otaknya berhamburan.
Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. (Al-Maidah: 67)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan.
telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu
Abdullah Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berperang
melawan Bani Anmar, beliau turun istirahat di Zatur Riqa’, yaitu di daerah
Nakhl yang tinggi. Ketika beliau sedang duduk di pinggir sebuah sumur seraya
menjulurkan kedua kakinya (ke dalam sumur itu), berkatalah Al-Haris dari
kalangan Bani Najjar . Aku benar-benar akan membunuh Muhammad maka
teman-temannya berkata kepadanya, "Bagaimanakah cara kamu membunuh
dia?" Al-Haris berkata, "Aku akan katakan kepadanya, 'Berikanlah
pedangmu kepadaku* Apabila dia telah memberikan pedangnya kepadaku, maka aku
akan membunuhnya dengan pedang itu.
Al-Haris datang kepada Nabi Saw. dan berkata,
"Hai Muhammad, berikanlah pedangmu kepadaku, aku akan melihat-lihatnya
dengan menghunusnya." Maka Nabi Saw. memberikan pedangnya kepada Al-Haris.
Tetapi setelah Al-Haris menerimanya dan menghunusnya, tiba-tiba tangan Al-Haris
gemetar hingga pedang itu terjatuh dari tangannya Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Allah menghalang-halangi antara kamu dan apa yang kamu inginkan. Lalu
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)
Bila ditinjau dari segi konteksnya, hadis ini
berpredikat garib. Kisah Gauras ibnul Haris ini terkenal di dalam kitab Sahih.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرٍو
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا آدَمُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
كُنَّا إِذَا صَحِبْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
سَفَرٍ تَرَكْنَا لَهُ أَعْظَمَ شَجَرَةٍ وَأَظَلَّهَا، فَيَنْزِلُ تَحْتَهَا،
فَنَزَلَ ذَاتَ يَوْمٍ تَحْتَ شَجَرَةٍ وَعَلَّقَ سَيْفَهُ فِيهَا، فَجَاءَ رَجُلٌ
فَأَخَذَهُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْكَ،
ضَعِ السَّيْفَ". فَوَضَعَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {وَاللَّهُ
يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Amr ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada
kami Adam, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad
ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Bila kami menemani
Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, kami mencarikan sebuah pohon yang
paling besar dan paling rindang untuknya, lalu beliau turun istirahat di
bawahnya. Pada suatu hari beliau Saw. turun di bawah sebuah pohon, kemudian
beliau gantungkan pedangnya pada pohon tersebut. Lalu datanglah seorang lelaki
dan mengambil pedang itu, kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad,
siapakah yang akan melindungimu dariku?" Nabi Saw. bersabda: Allahlah
yang akan melindungiku darimu. Sekarang letakkanlah pedang itu, maka seketika
itu juga dia langsung meletakkan pedangnya. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah:
67)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Hatim
ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ishaq
Ibnu Ibrahim, dari Al-Muammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan
sanad yang sama
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
حدثنا شعبة، سَمِعْتُ أَبَا إِسْرَائِيلَ -يَعْنِي الجُشَمي-سَمِعْتُ جَعْدَة
-هُوَ ابْنُ خَالِدِ بْنِ الصِّمَّة الْجُشَمِيُّ-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَأَى رَجُلًا سَمِينًا،
فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُومِئُ إِلَى بَطْنِهِ
بِيَدِهِ وَيَقُولُ: "لَوْ كَانَ هَذَا فِي غَيْرِ هَذَا لَكَانَ خَيْرًا
لَكَ". قَالَ: وَأُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِرَجُلٍ فَقَالَ: هَذَا أَرَادَ أَنْ يَقْتُلَكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عليه وسلم: "لم تُرَع، ولم تُرَع، وَلَوْ أردتَ ذَلِكَ لَمْ
يُسَلِّطْكَ اللَّهُ عليَّ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah
mendengar Aba Israil —yakni Al-Jusyami— mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Ja'dah —yakni Ibnu Khalid ibnus Summah Al-Jusyami r.a. —menceritakan hadis
berikut, bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah mengenai Nabi Saw. Ketika
beliau Saw. melihat seorang lelaki yang gemuk, Nabi Saw. menunjuk ke arah
perutnya dan bersabda: Seandainya ini bukan di bagian ini, niscaya lebih
baik darimu. Pernah pula didatangkan kepada Nabi Saw. seorang lelaki lain,
lalu dikatakan kepada Nabi Saw. bahwa orang ini bermaksud membunuhnya. Maka
Nabi Saw. bersabda: Jangan takut, seandainya kamu bermaksud melakukan niatmu
itu, Allah tidak akan membiarkanmu dapat menguasai diriku.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 67)
Yakni sampaikanlah (risalah ini) olehmu, dan
Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia
akan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang
terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman Allah Swt.:
{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka
mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi
taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 272)
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ
الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan
saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)
Al-Maidah, ayat 68-69
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا فَلَا تَأْسَ عَلَى
الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (68) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا
وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (69)
Katakanlah, "Hai
Ahli Kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kalian
menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada
kalian dari Tuhan kalian.” Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan
kekafiran kepada kebanyakan dari mereka, maka janganlah kamu bersedih hati
terhadap orang-orang kafir itu. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang
Yahudi, sabi-in, dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, maka tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya untuk
mengatakan:
{يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى
شَيْءٍ}
Hai Ahli Kitab, kalian tidak dipandang
beragama sedikit pun. (Al-Maidah: 68)
Yaitu sama sekali bukan sebagai pemeluk agama.
{حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ}
hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat
dan Injil. (Al-Maidah: 68)
Yakni hingga kalian beriman kepada semua apa yang
terkandung di dalam kitab-kitab yang ada di tangan kalian, yang diturunkan oleh
Allah melalui nabi-nabi-Nya, dan mengamalkan semua apa yang terkandung di
dalamnya. Antara lain berisikan wajib beriman kepada Nabi Muhammad Saw. dan
perintah mengikutinya, iman kepada kerasulannya serta menaati syariatnya.
Karena itulah menurut Lais ibnu Abu Sulaim, dari
Mujahid, disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (menegakkan
ajaran-ajaran) Al-Kitab yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian.
(Al-Maidah: 68). Makna yang dimaksud ialah Al-Qur'an yang agung.
Firman Allah Swt.:
{وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا}
Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari
mereka. (Al-Maidah: 68)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di atas.
{فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
maka janganlah kamu bersedih hati terhadap
orang-orang yang kafir itu. (Al-Maidah: 68)
Yakni jangan kamu sedihkan perihal mereka dan
janganlah kamu merasa gentar dalam menghadapi sikap mereka yang demikian itu.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا}
Sesungguhnya orang-orang mukmin. (Al-Maidah:
69)
Yaitu kaum muslim.
{وَالَّذِينَ هَادُوا}
orang-orang Yahudi. (Al-Maidah: 69)
Yakni orang-orang yang memegang kitab Taurat.
{وَالصَّابِئُونَ}
dan orang-orang Sabiin. (Al-Maidah: 69)
Mengingat pemisahnya terlalu jauh, maka
peng-'ataf-an ini dinilai baik jika dengan rafa' (hingga dibaca was
sabi-un, bukan was sabi- in, pent.)-
Kaum Sabi-in ialah segolongan orang dari kalangan
umat Nasrani dan orang-orang Majusi yang tidak mempunyai agama. Demikianlah
menurut Mujahid; dan dari Mujahid disebutkan bahwa mereka adalah segolongan
dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Majusi.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, mereka adalah
segolongan orang dari kaum Yahudi dan Nasrani. Menurut Al-Hasan dan Al-Hakam,
mereka sama dengan orang-orang Majusi.
Menurut Qatadah, mereka adalah suatu kaum yang
menyembah malaikat dan salat dengan menghadap ke arah selain kiblat serta
membaca kitab Zabur.
Wahb ibnuMunabbih mengatakan, mereka adalah suatu
kaum yang mengenal Allah semata, tetapi tidak mempunyai syariat yang mereka
amalkan, dan mereka tidak melakukan suatu kekufuran pun.
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya yang mengatakan bahwa sabi-in adalah suatu kaum
yang tinggal di daerah yang bertetangga dengan negeri Irak, tepatnya di Kausa.
Mereka beriman kepada semua nabi. puasa setiap tahunnya selama tiga puluh hari,
dan mengerjakan salat menghadap ke negeri Yaman setiap harinya sebanyak lima
kali. Pendapat yang lain mengatakan selain itu.
Adapun orang-orang Nasrani, seperti yang telah
dikenal; mereka adalah orang-orang yang berpegang kepada kitab Injil.
Makna yang dimaksud ialah bahwa setiap golongan
beriman kepada Allah dan hari kemudian serta hari kembali dan hari pembalasan
pada hari kiamat nanti, dan mereka mengamalkan amal saleh." Akan tetapi,
hal tersebut tidak akan terealisasikan kecuali jika sesuai dengan syariat Nabi
Muhammad sesudah beliau diutus kepada semua makhluk, baik jenis manusia maupun
jin. Maka barang siapa yang menyandang sifat ini, disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ}
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka. (Al-Maidah:
69)
Yakni tidak ada kekhawatiran dalam menghadapi
masa depan, tidak pula terhadap masa lalu mereka.
{وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ}
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Maidah:
69)
Tafsiran terhadap hal yang semisal telah
disebutkan di dalam tafsir surat Al-Baqarah dengan keterangan yang cukup hingga
tidak perlu lagi diulangi di sini.
Al-Maidah, ayat 70-71
لَقَدْ أَخَذْنَا
مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَأَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ رُسُلًا كُلَّمَا جَاءَهُمْ
رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا
يَقْتُلُونَ (70) وَحَسِبُوا أَلَّا تَكُونَ فِتْنَةٌ فَعَمُوا وَصَمُّوا ثُمَّ
تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَاللَّهُ
بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (71)
Sesungguhnya Kami
telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka
rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa
apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan
sebagian yang lain mereka bunuh. Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi
suatu bencana pun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena
itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima tobat mereka,
kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha
Melihat apa yang mereka kerjakan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah mengambil
perjanjian dan ikatan atas kaum Bani Israil, mereka harus tunduk dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, Tetapi mereka melanggar perjanjian dan ikatan
tersebut, lalu mereka mengikuti pendapat dan hawa nafsunya sendiri. Mereka
memprioritaskannya di atas semua syariat, maka hal-hal yang bersesuaian dengan
keinginan mereka dari syariat itu mereka terima; sedangkan hal-hal yang
bertentangan dengan kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka, mereka tolak.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا
تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ وَحَسِبُوا أَلا
تَكُونَ فِتْنَةٌ}
Tetapi setiap datang seorang rasul kepada
mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka)
sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka
bunuh. Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun (terhadap
mereka). (Al-Maidah: 70-71)
Yaitu mereka menduga tidak akan ada suatu bencana
pun yang menimpa mereka karena perbuatan mereka itu. Dan ternyata perbuatan
mereka itu membawa akibat bencana, yaitu mereka menjadi buta, tidak dapat
mengenal perkara yang hak; dan tuli, tidak dapat mendengar perkara yang hak
serta tidak mendapat petunjuk untuk mengetahui perkara yang hak. Hanya saja
Allah memberikan ampunan kepada mereka atas perbuatan mereka itu.
{ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا}
kemudian menjadi buta dan tulilah. (Al-Maidah:
71)
Yakni sesudah itu.
كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَاللَّهُ
بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
kebanyakan dari mereka Dan Allah Maha Melihat
apa yang mereka kerjakan. (Al-Maidah: 71)
Allah selalu melihat mereka dan mengetahui siapa
yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan dari kalangan
mereka.
Al-Maidah, ayat 72-75
لَقَدْ كَفَرَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ
الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72) لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (73) أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ
وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (74) مَا الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ
صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ
الْآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (75)
Sesungguhnya telah
kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih
putra Maryam," padahal Al-Masih (sendiri)
berkata, "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhan kalian.”
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan, "Bahwa Allah salah seorang dari yang tiga
"padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika
mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang
kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka
tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul
yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang
yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana
Kami menjelaskan kepada mereka (Ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami),
kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan
ayat-ayat Kami itu).
Allah Swt. Berfirman menjatuhkan keputusan kafir
terhadap beberapa golongan dari kaum Nasrani —yaitu golongan Malakiyah,
Ya'qubiyah, dan Nusturiyah— karena sebagian dari mereka mengatakan bahwa
Al-Masih adalah tuhan. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan dan
Mahasuci dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Dalam keterangan
sebelumnya telah disebutkan, mereka telah diberi tahu bahwa Al-Masih itu adalah
hamba dan utusan Allah. Kalimat yang mula-mula diucapkannya selagi ia masih
berada dalam buaian ialah, "Sesungguhnya aku adalah hamba Allah!' Dan ia
tidak mengatakan bahwa dirinya adalah Allah, tidak pula sebagai anak Allah,
melainkan dia mengatakan:
{إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ
وَجَعَلَنِي نَبِيًّا} إِلَى أَنْ قَالَ: {وإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ
فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
Sesungguhnya aku ini hamba Allah; Dia
memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam:
30) Sampai dengan beberapa ayat berikutnya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya
Allah adalah Tuhanku dan Tuhan kalian, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian.
Ini adalah jalan yang lurus. (Maryam: 36)
Demikian pula di saat masa dewasanya dan telah
diangkat menjadi nabi, dia mengatakan kepada mereka seraya memerintahkan agar
mereka menyembah Allah, Tuhannya dan Tuhan mereka semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{وَقَالَ الْمَسِيح ُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ}
padahal Al-Masih (sendiri) berkata,
"Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhan kalian.” Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah. (Al-Maidah: 72)
yaitu menyembah selain Allah bersama Dia.
{فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
وَمَأْوَاهُ النَّارُ}
maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka (Al Maidah : 72)
Yakni Allah memastikannya menjadi penghuni neraka
dan mengharamkan surga atasnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan
oleh Allah dalam firman lainnya, yaitu:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ
بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48)
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ
الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ
اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ}
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga,
"Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan
Allah kepada kalian." Mereka (penghuni surga) menjawab, "Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir.”(Al-A'raf:
50)
Di dalam kitab Sahih disebutkan bahwa Nabi
Saw.pernah memerintahkan seorang juru penyeru untuk menyerukan di kalangan
khalayak ramai, bahwa sesungguhnya surga itu tiada yang dapat masuk ke dalamnya
kecuali jiwa yang muslim. Menurut lafaz yang lain disebutkan jiwa yang mukmin.
Dalam pembahasan sebelumnya, yaitu pada permulaan tafsir surat An-Nisa,
tepatnya pada pembahasan firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ
بِهِ}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik (An-Nisa: 48)
Disebutkan sebuah hadis melalui Yazid ibnu
Babnus, dari Siti Aisyah, bahwa diwan (catatan amal) itu ada tiga macam.
Lalu disebutkan salah satunya, yaitu suatu diwan yang Allah tidak mau
memberikan ampunan padanya, yaitu dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan
selain-Nya). Allah Swt. berfirman: Barang siapa yang mempersekutukan
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga. (Al-Maidah: 72)
Hadis ini terdapat di dalam kitab Musnad Imam
Ahmad. Karena itu, dalam surat ini disebutkan oleh Allah Swt,, menceritakan
keadaan Al-Masih, bahwa dia telah mengatakan kepada kaum Bani Israil:
{إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ}
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya
ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. (Al-Maidah:
72)
Yakni di hadapan Allah dia tidak memperoleh
seorang penolong pun, tiada yang membantunya dan tiada pula yang dapat
menyelamatkan dia dari apa yang dialaminya.
****
Firman Allah Swt.:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ
اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ}
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
mengatakan bahw Allah salah satu dari yang tiga. (Al-Maidah: 73)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Hasan Al-Hasanjani, telah menceritakan kepada kami Sa'id
ibnul Hakam ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl, telah
menceritakan kepada kami Abu Sakhr sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang
tiga. (Al-Maidah; 73). Hat itu seperti perkataan orang-orang Yahudi, bahwa
Uzair adalah anak Allah; dan orang-orang Nasrani mengatakan Al-Masih adalah
putra Allah. Mereka menjadikan Allah sebagai salah satu dari yang tiga (yakni
ada tuhan ayah, tuhan ibu, dan tuhan anak).
Tetapi pendapat ini bila dikaitkan dengan tafsir
ayat ini berpredikat garib, mengingat pendapat ini mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah dua golongan, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Pendapat
yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
orang-orang Nasrani saja secara khusus. Demikianlah menurut apa yang dikatakan
oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenainya.
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud ialah orang-orang yang kafir dari kalangan
mereka (kaum Ahli Kitab), yaitu mereka yang mengatakan ajaran trinitas, yaitu
tuhan ayah, tuhan anak, dan tuhan ibu yang melahirkan tuhan anak. Mahatinggi
Allah dari perkataan mereka dengan ketinggian yang Setinggi-tingginya.
Ibnu Jarir dan lain-lainnya mengatakan, ketiga
sekte itu —yakni sekte Malakiyah, sekte Ya'qubiyah, dan sekte Nusturiyah—
semuanya mengatakan ajaran trinitas ini, sekalipun mereka berbeda pendapat
mengenainya dengan perbedaan yang sangat mencolok; pembahasan mengenainya bukan
dalam kitab ini. Setiap golongan dari mereka mengafirkan golongan yang lain,
tetapi pada prinsipnya ketiga golongan itu semuanya kafir.
As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan sikap mereka yang menjadikan Al-Masih dan ibunya
sebagai dua tuhan selain Allah. Mereka menjadikan Allah sebagai salah satu dari
yang tiga itu.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ini sama
dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam akhir surat ini melalui
firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ
اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ}
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman,
"Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah
aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah'?” Isa menjawab, "Mahasuci
Engkau.” (Al-Maidah: 116), hingga akhir ayat.
Pendapat inilah yang terkuat.
****
Firman Allah Swt.:
{وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ}
padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain
dari Tuhan Yang Esa. (Al-Maidah: 73)
Dengan kata lain, Tuhan itu tidak berbilang,
melainkan Maha Esa, tiada yang menyekutui-Nya, Tuhan semua yang ada, dan Tuhan
semua makhluk.
Kemudian Allah Swt. berfirman seraya mengancam
dan menekan mereka:
{وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ}
Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu. (Al-Maidah: 73)
Yakni tidak mau berhenti dari kebohongan dan
kedustaan itu.
{لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ}
pasti orang-orang yang kafir di antara mereka
akan ditimpa siksaan yang pedih. (Al-Maidah: 73)
Yaitu kelak di hari kemudian, berupa
belenggu-belenggu dan berbagai macam siksaan.
*****
Kemudian Allah Swt. berfirman:
أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى
اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada
Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (Al Maidah : 74)
Demikianlah kemurahan, kedermawanan, kelapangan,
kelembutan, dan rahmat Allah Swt. kepada makhluk-Nya. Sekalipun mereka
melakukan dosa yang paling besar melalui kebohongan dan kedustaan yang mereka
buat-buat terhadap Allah, Allah tetap menyeru mereka untuk bertobat dan memohon
ampun; karena setiap orang yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima
tobatnya.
****
Firman Allah Swt.:
{مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang
rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul. (Al-Maidah:
75)
Yakni sama halnya seperti semua rasul yang
mendahuluinya. Dengan kata lain, dia adalah salah seorang dari hamba-hamba
Allah dan salah seorang dari rasul-rasul-Nya yang mulia. Perihalnya sama dengan
apa yang disebutkan dalam ayat lain:
{إِنْ هُوَ إِلا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ
وَجَعَلْنَاهُ مَثَلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ}
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang
Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai
tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil. (Az-Zukhruf: 59)
****
Firman Allah Swt.:
{وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ}
dan ibunya seorang yang sangat benar. (Al-Maidah:
75)
Yaitu beriman kepada Isa dan membenarkannya. Hal
ini merupakan kedudukan yang paling tinggi baginya, dan hal ini menunjukkan
bahwa Maryam bukanlah seorang nabi perempuan; tidak seperti apa yang diduga
oleh Ibnu Hazm dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa ibu Nabi Ishaq (Sarah),
ibu Nabi Musa, dan ibu Nabi Isa semuanya adalah nabi wanita.
Ibnu Hazm mengatakan demikian dengan berdalilkan
bahwa para malaikat berbicara dengan Sarah dan Maryam, seperti yang disebutkan
di dalam firman-Nya:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ
أَرْضِعِيهِ}
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa,
"Susukanlah dia.” (Al-Qashash: 7)
Pengertian lafaz wa auhaina ini
menunjukkan derajat kenabian.
Tetapi menurut pendapat jumhur ulama, Allah belum
pernah mengutus seorang nabi melainkan dari kalangan kaum laki-laki. Allah Swt.
berfirman:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا
رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan
orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf:
109)
Syekh Abul Hasan Al-Asy'ari telah meriwayatkan
adanya kesepakatan para ulama akan ketetapan ini.
****
Firman Allah Swt.:
{كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ}
kedua-duanya biasa memakan makanan. (Al-Maidah:
75)
Yakni mereka memerlukan makanan dan mengeluarkan
kotorannya, dan merupakan dua orang hamba, sama dengan manusia lainnya, sama
sekali bukan tuhan, tidak seperti apa yang didakwakan oleh orang-orang Nasrani
yang bodoh; semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari
kiamat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ}
Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada
mereka (Ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan Kami. ( Al-Maidah: 75)
Yaitu ayat-ayat yang telah Kami jelaskan dan kami
tampakkan kepada mereka.
{ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ}
Kemudian perhatikanlah bagaimana mereka
berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (Al-Maidah: 75)
Yakni kemudian perhatikanlah sesudah penjelasan
dan keterangan itu, ke manakah mereka akan pergi, pendapat apakah yang mereka
pegang, serta aliran sesat manakah yang mereka tempuh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar