Minggu, 22 Mei 2016

Kitab 17.2. Surah Al Isra, Ayat 54-111

Al-Isra, ayat 54-55

{رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِكُمْ إِنْ يَشَأْ يَرْحَمْكُمْ أَوْ إِنْ يَشَأْ يُعَذِّبْكُمْ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ وَكِيلا (54) وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا (55) }
Tuhan kalian telah mengetahui tentang kalian. Dia akan mem­beri rahmat kepada kalian jika Dia menghendaki, dan Dia akan mengazab kalian jika Dia menghendaki. Dan kami tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka. Dan Tuhan­mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud.
Firman Allah Swt.:
{رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِكُمْ}
Tuhan kalian lebih mengetahui tentang kalian. (Al-Isra: 54)
Khitab ayat ditujukan kepada manusia, yakni "hai manusia, Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah di antara kalian dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya".
{إِنْ يَشَأْ يَرْحَمْكُمْ}
Dia akan memberi rahmat kepada kalian jika Dia menghendaki. (Al-Isra: 54)
Yaitu dengan memberi kalian taufik untuk taat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya.
{أَوْ إِنْ يَشَأْ يُعَذِّبْكُمْ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ}
dan Dia akan mengazab kalian, jika Dia menghendaki. Dan Kami tidaklah mengutusmu. (Al-Isra: 54)
hai Muhammad,
{عَلَيْهِمْ وَكِيلا}
untuk menjadi penjaga bagi mereka. (Al-Isra: 54)
Yakni sesungguhnya Kami mengutus kamu hanyalah sebagai pemberi peringatan kepada manusia. Maka barang siapa yang taat kepadamu, dia masuk surga; dan barang siapa yang durhaka kepadamu akan masuk neraka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. (Al-Isra: 55)
Yakni tentang tingkatan mereka dalam hal ketaatan dan kedurhakaan.
{وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain). (Al-Isra: 55)
Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ}
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas seba­gian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. (Al-Baqarah: 253)
Hal ini tidaklah bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تُفَضِّلُوا بَيْنَ الْأَنْبِيَاءِ"
Janganlah kalian saling mengutamakan di antara nabi-nabi.
Karena sesungguhnya yang dimaksud oleh hadis ini ialah saling menguta­makan yang berlandaskan hanya karena kesukaan dan kefanatikan, bukan berdasarkan dalil. Karena itu, apabila ada dalil yang menunjukkan kepada sesuatu keutamaan, maka wajib diikuti. Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa para rasul itu lebih utama daripada para nabi, dan bahwa ulul 'azmi dari kalangan para rasul adalah yang paling utama di antara mereka. Mereka yang termasuk ke dalam golongan ulul 'azmi ada lima orang, sebagaimana yang disebutkan dalam dua ayat Al-Qur'an; yaitu yang pertama terdapat dalam surat Al-Ahzab melalui firman-Nya:
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian 'dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. (Al-Ahzab: 7)
Yang kedua, terdapat di dalam surat Asy-Syura melalui firman-Nya:
{شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ}
Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa telah Kami wahyu­kan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan jangan­lah kalian berpecah belah tentangnya. (Asy-Syura: 13)
Dan tidak ada yang memperselisihkan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah yang paling utama di antara mereka, sesudah itu Nabi Ibrahim, lalu Nabi Musa, selanjutnya Nabi Isa putra Maryam, menurut pendapat yang terkenal. Kami telah menjelaskan dalil-dalilnya secara panjang lebar pada bagian lain.
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا}
dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Al-Isra: 55)
Hal ini mengisyaratkan tentang keutamaan dan kemuliaan yang dimiliki­nya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمر، عَنْ هَمَّام، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خُفف عَلَى دَاوُدَ الْقُرْآنَ، فَكَانَ يَأْمُرُ بِدَابَّتِهِ لتُسْرج، فَكَانَ يَقْرَأُ قَبْلَ أَنْ يَفْرغ". يَعْنِي الْقُرْآنَ
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceri ­takan kepada kami Ma'mar, dari Hammam. dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Bacaan Al-Kitab dimudahkan bagi Nabi Daud, tersebutlah bahwa bila dia memerintahkan (kepada pelayannya) agar hewan kendaraannya dipersiapkan, lalu diberi pelana, maka tersebut­lah bahwa ia telah merampungkan bacaan Al-Kitabnya sebelum hewan kendaraannya itu siap dikendarai.

Al-Isra, ayat 56-57

{قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا (56) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (57) }
Katakanlah, "panggillah mereka yang kalian anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari kalian dan tidak pula memindahkannya.” Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Firman Allah Swt.:
{قُلِ}
Katakanlah. (Al-Isra: 56)
hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah.
{ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ}
Panggillah mereka yang kalian anggap (tuhan) selain Allah. (Al-Isra: 56)
Yakni berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang kalian buat-buat itu. Lalu mintalah kepada mereka, maka sesungguhnya mereka:
" لَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ"
tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari kalian. (Al-Isra: 56) Artinya, mereka sama sekali tidak akan dapat melenyapkannya.
{وَلا تَحْوِيلا}
dan tidak pula memindahkannya. (Al-Isra: 56)
Misalnya mereka mengalihkan bahaya itu kepada selain kalian. Dengan kata lain, yang dapat melakukan hal itu hanyalah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang memiliki makhluk dan semua urusan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "panggillah mereka yang kalian anggap (tuhan)." (Al-Isra: 56), hingga akhir ayat. Bahwa dahulu orang-orang musyrik mengatakan, "Kami akan menyembah malaikat, Al-Masih, dan Uzair." Merekalah yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu para malaikat, Isa, dan Uzair! Firman Allah Swt.: Orang-orang yang mereka seru itu. (Al-Isra: 57), hingga akhir ayat.
Imam Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka. (Al-Isra: 57) Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah sejumlah makhluk jin yang disembah oleh orang-orang kafir, lalu jin itu masuk Islam.
Menurut riwayat lain, dahulu ada segolongan manusia menyembah segolongan makhluk jin, kemudian jin itu masuk Islam, sedangkan manusia yang menyembahnya tetap berpegang pada keyakinannya.
Qatadah telah meriwayatkan dari Ma'bad ibnu Abdullah Ar-Rumma-ni, dari Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang yang mereka seru itu. (Al-Isra: 57), hingga akhir ayat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Arab yang menyembah sejumlah makhluk jin, lalu jin-jin itu masuk Islam bersa­maan dengan sejumlah manusia, sedangkan orang-orang yang tadinya menyembah jin-jin itu tidak mengetahui bahwa yang mereka sembah telah masuk Islam. Lalu turunlah ayat ini.
Menurut riwayat lain dari Ibnu Mas'ud, mereka menyembah sego­longan malaikat yang disebut jin, hingga akhir riwayat.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehu­bungan dengan Firman-Nya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). (Al-Isra: 57) Bahwa yang dimaksud ialah Isa, ibunya, dan Uzair.
Mugirah telah meriwayatkan dari Ibrahim bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah Isa, Uzair, matahari, dan bulan.
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan mereka ialah Isa, Uzair, dan malaikat.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud karena berdasarkan kepada firman-Nya yang mengatakan: mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka. (Al-Isra: 57) Apa yang diungkapkan oleh ayat ini tidak menyangkut masa lampau, karena itu tidak termasuk ke dalam pengertiannya Isa dan Uzair serta malaikat.
Selanjutnya Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah ialah qurbah jalan untuk mendekatkan diri, sama dengan apa yang dikatakan oleh Qatadah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَيُّهُمْ أَقْرَبُ}
siapa di antara mereka yang lebih dekat. (Al-Isra: 57)
*******************
Firman Allah Swt,:
{وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ}
dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. (Al-Isra: 57)
Ibadah tidak sempurna melainkan bila dibarengi dengan rasa takut dan harap. Dengan rasa takut, tercegahlah diri orang yang bersangkutan dari mengerjakan hal-hal yang dilarang. Dan dengan rasa harap, orang yang bersangkutan bertambah rajin mengerjakan amal-amal ketaatan.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا}
sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang  (harus) ditakuti. (Al-Isra: 57)
Maksudnya, azab Allah harus dihindari dan ditakuti, agar tidak terkena olehnya.

Al-Isra, ayat 58

{وَإِنْ مِنْ قَرْيَةٍ إِلا نَحْنُ مُهْلِكُوهَا قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَوْ مُعَذِّبُوهَا عَذَابًا شَدِيدًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا (58) }
Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz)
Allah Swt. memberitahukan, telah diputuskan dan telah dicatat di dalam Lauh Mahfuz yang ada di sisi-Nya, bahwa tidak ada seorang penduduk kampung pun melainkan Allah membinasakannya dengan cara memati­kan semua penduduknya atau mengazab mereka.
{عَذَابًا شَدِيدًا}
dengan azab yang sangat keras. (Al-Isra: 58)
Adakalanya dengan membunuh mereka atau menimpakan cobaan menu­rut apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya hal itu terjadi tiada lain karena dosa-dosa dan keburukan-keburukan mereka. Di dalam ayat yang lain Allah Swt. menyebutkan kisah tentang umat-umat terdahulu:
{وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ}
Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Hud: 101)
فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا
Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. (Ath-Thalaq: 9)
 {وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ }

Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurha­kai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya. (Ath-Thalaq: 8), hingga akhir ayat.

Al-Isra, ayat 59

{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا (59) }
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami) melain­kan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melain­kan untuk menakuti.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik pernah berkata kepada Nabi Saw., "Hai Muhammad, sesungguhnya kamu men­duga bahwa sebelum kamu terdapat nabi-nabi. Di antara mereka ada yang angin ditundukkan baginya, ada yang dapat menghidupkan orang-orang mati. Maka jika kamu menginginkan agar kami beriman kepadamu dan membenarkanmu, maka doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia menja­dikan Bukit Safa ini emas buat kami."
Maka Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Sesungguhnya Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh mereka. Untuk itu jika kamu menghendaki agar Kami melakukannya, tentulah Kami akan memenuhi permintaan mereka. Tetapi jika sesudah itu mereka tidak beriman, maka azab Kami akan turun (menimpa mereka). Karena sesungguhnya tidak ada tawar-menawar lagi sesudah turunnya tanda-tanda kekuasaan Kami (mukjizat). Dan jika kamu menginginkan Kami menangguhkan kaummu, tentulah Kami akan memberikan masa tangguh kepada mereka." Maka Nabi Saw. berdoa memohon kepada Tuhannya:
"يَا رَبِّ، اسْتَأْنِ بِهِمْ"
Ya Tuhanku, tangguhkanlah mereka.
Hal yang sama telah dikemukakan pula oleh Qatadah dan Ibnu Juraij serta yang lainnya.
Imam Ahmad meriwayatkan, lelah menceritakan kepada kami Usman ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dan Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa penduduk Mekah pernah meminta kepada Nabi Saw. agar menjadikan Bukit Safa emas buat mereka, dan gunung-gunung yang ada di sekitar mereka dilenyapkan sehingga mereka dapat melakukan cocok tanam. Maka dikatakan kepada Nabi Saw., "Jika kamu menghendaki agar mereka diberi masa tangguh, maka Kami akan menangguhkan mereka. Dan jika kamu suka bila permintaan mereka di kabulkan, maka Kami akan memenuhi apa yang mereka minta. Tetapi jika mereka tetap kafir, maka mereka akan binasa sebagaimana binasanya umat-umat sebelum mereka." Nabi Saw, berkata, "Tidak, melainkan berilah masa tangguh kepada mereka." Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. (Al-Isra: 59), hingga akhir ayat.
Imam Nasai meriwayatkan melalui hadis Jarir dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, dari Imran ibnu Nakim, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah mengatakan kepada Nabi Saw., "Doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia menjadikan Bukit Safa ini emas bagi kami, maka kami akan beriman kepadamu." Nabi Saw. bertanya, "Apakah kalian benar-benar akan melakukannya?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Nabi Saw. berdoa. Kemudian Jibril datang kepadanya, lalu berkata, "Sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam buatmu dan berpe­san bahwa jika kamu suka, maka pada keesokkan paginya Bukit Safa ini akan menjadi emas buat mereka. Tetapi barang siapa di antara mereka yang kafir sesudah itu, maka Aku akan mengazab mereka dengan azab yang belum pernah Kutimpakan kepada seorang pun dari kalangan umat manusia. Dan jika kamu suka Aku bukakan bagi mereka semua pintu tobat dan rahmat, maka akan Aku lakukan." Nabi Saw. berkata, "Tidak, bahkan (saya memilih) pintu tobat dan rahmat."
Al-Hafiz Abu Ya'la di dalam kitab musnadnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Ali Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Tamim Al-Masisi, dari Abdul Jabbar ibnu Umar Al-Abli, dari Abdullah ibnu Ata ibnu Ibrahim, dari neneknya (yaitu Ummu Ata, pelayan Az-Zubair ibnul Awwam) yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Az-Zubair mengatakan bahwa ketika firman Allah Swt. berikut ini diturunkan: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara: 214) Maka Rasulullah Saw. berseru dengan suara yang keras di atas puncak Abu Qubais, "Hai keluarga Abdu Manaf, sesungguhnya aku memberikan peringatan!" Kemudian datanglah orang-orang Quraisy menemuinya, lalu Nabi Saw. memberikan peringatan dan ancaman kepada mereka. Maka mereka berkata, "Kamu menduga bahwa dirimu seorang nabi yang mendapat wahyu. Sesungguhnya Sulaiman telah ditundukkan baginya angin dan gunung, Musa telah ditundukkan baginya laut, dan Isa dapat menghidupkan orang-orang mati. Maka doakanlah pada Allah agar Dia menyisihkan (memindahkan) gunung-gunung ini dari kami dan mengalirkan sungai-sungai di buminya sehingga kami dapat menggarapnya dan melakukan cocok tanam padanya buat makan kami. Dan jika engkau tidak mau, maka doakanlah kepada Allah semoga Dia menghidupkan orang-orang mati kami agar kami dapat berbicara dengan mereka dan mereka pun dapat berbicara dengan kami. Jika engkau tidak mau, maka doakanlah kepada Allah untuk kami agar Dia menjadikan bagi kami batu besar yang berada di bawahmu itu emas sehingga kami dapat memahatnya dan dapat memberikan kecukupan kepada kami tanpa harus melakukan perjalanan musim dingin dan musim panas. Karena sesungguhnya engkau menduga bahwa dirimu sama seperti mereka (nabi-nabi itu)." Ketika kami masih berada di sekeliling Nabi Saw., tiba-tiba turunlah wahyu. Setelah wahyu selesai, Nabi Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ أَعْطَانِي مَا سَأَلْتُمْ، وَلَوْ شِئْتُ لَكَانَ، وَلَكِنَّهُ خَيَّرَنِي بَيْنَ أَنْ تَدْخُلُوا بَابَ الرَّحْمَةِ، فَيُؤَمَّنَ مُؤْمِنُكُمْ، وَبَيْنَ أَنْ يَكِلَكُمْ إِلَى مَا اخْتَرْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ، فَتَضِلُّوا عَنْ بَابِ الرَّحْمَةِ، فَلَا يُؤَمَّنَ مِنْكُمْ أَحَدٌ، فَاخْتَرْتُ بَابَ الرَّحْمَةِ، فَيُؤَمَّنُ مُؤْمِنُكُمْ. وَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ إِنْ أَعْطَاكُمْ ذَلِكَ ثُمَّ كَفَرْتُمْ، أَنَّهُ يُعَذِّبُكُمْ عَذَابًا لَا يُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya Dia mau memberiku apa yang kalian minta itu; seandainya aku menghendaki, niscaya terjadi. Akan tetapi, Allah memberiku pilihan. Yaitu kalian masuk ke dalam pintu rahmat, sehingga orang yang beriman di antara kalian mau beriman, atau diserahkan kepada kalian menurut apa yang kalian pilih, nanti akibatnya kalian akan kehilangan pintu rahmat, dan akhirnya tiada seorang pun dari kalian yang beriman. Maka aku memilih pintu rahmat, sehingga berimanlah orang-orang yang mau beriman dari kalian. Dan Allah memberi­tahukan kepadaku bahwa jika Dia memberi apa yang kalian minta itu, lalu kalian tetap kafir, maka sesungguhnya Dia akan mengazab kalian dengan azab yang belum pernah Dia timpa­kan kepada seorang pun dari umat manusia.
Lalu turunlah firman-Nya: Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengi­rimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. (Al-Isra: 59)
Dan Nabi Saw. membaca tiga ayat, lalu turun pula firman-Nya:
 {وَلَوْ أَنَّ قُرْآنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الأرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى}
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang telah mati dapat berbicara. (Ar-Ra'd: 31), hingga akhir ayat.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ}
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami). (Al-Isra: 59)
Maksudnya, mendatangkan dan mengirimkan tanda-tanda kebesaran se­suai dengan apa yang diminta oleh kaummu itu adalah hal yang mudah bagi Kami. Hanya saja tanda-tanda kekuasaan Kami itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu sesudah mereka memintanya, maka diberlaku­kanlah sunnah Kami atas mereka, juga terhadap orang-orang yang seperti mereka. Yaitu bila mereka mendustakannya sesudah dikirimkan, maka .tiada masa tangguh lagi bagi mereka, dan azab langsung turun menimpa mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam surat Al-Maidah, melalui firman-Nya:
{قَالَ اللَّهُ إِنِّي مُنزلُهَا عَلَيْكُمْ فَمَنْ يَكْفُرْ بَعْدُ مِنْكُمْ فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al-Maidah: 115)
Allah Swt. berfirman menceritakan kaum Samud ketika mereka meminta suatu tanda kekuasaan Allah, yaitu seekor unta betina yang keluar dari batu besar yang ditentukan oleh mereka. Maka Nabi mereka (yaitu Saleh a.s.) berdoa kepada Tuhannya memohon suatu mukjizat, lalu Allah mengeluarkan seekor unta betina buat mereka dari batu besar itu sesuai dengan apa yang mereka minta.
Tetapi setelah mereka berbuat aniaya terhadap unta itu, yakni ingkar kepada Tuhan yang menciptakannya dan mendustakan Rasul-Nya serta menyembelih unta betina itu, maka Allah berfirman:
{تَمَتَّعُوا فِي دَارِكُمْ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ ذَلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوبٍ}
Bersukarialah kamu sekalian di rumah kalian selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan. (Hud: 65)
Karena itulah dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ}
Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu . (Al-Isra: 59)
Yakni Mukjizat yang berupa unta betina itu menunjukkan akan keesaan Tuhan yang menciptakannya dan membenarkan rasul-Nya yang doanya diperkenankan.
{فَظَلَمُوا بِهَا}
tetapi mereka menganiaya unta betina itu. (Al-Isra: 59)
Mereka berbuat aniaya terhadap unta betina itu, melarang hari minumny a, dan membunuhnya. Maka Allah membinasakan mereka sehabis-habisnya sebagai pembalasan dari-Nya terhadap mereka. Allah mengazab mereka dengan azab Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.
Firman A'llah Swt.:
{وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا}
Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk mena­kuti. (Al-Isra: 59)
Qatadah mengatakan bahwa Allah Swt. mempertakuti manusia dengan tanda kekuasaan yang dikehendaki-Nya, agar manusia dapat mengambil pelajaran dan peringatan darinya, lalu mereka kembali kepada-Nya.
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa kota Kufah pernah mengalami gempa di masa Ibnu Mas'ud r.a., lalu Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian sedang memperingatkan kalian, maka kem­balilah kalian kepada-Nya!"
Hal yang sama pernah terjadi pula atas kota Madinah di masa pemerin­tahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. selama berkali-kali, maka Khalifah Umar berkata, "Kalian telah membuat bid'ah. Demi Allah, seandainya terjadi lagi gempa, sungguh saya akan melakukan anu, sungguh aku akan melakukan anu (maksudnya memberantas perkara bid'ah)."
Dalam hadis yang muttafaq 'alaih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، يُرْسِلُهُمَا يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ". ثُمَّ قَالَ: " يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ مَا أَحَدٌ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدَهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتَهُ، يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ، لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا"
Sesungguhnya matahari dan bulan, keduanya adalah tanda kekuasaan Allah, dan sesungguhnya keduanya tidak mengalami gerhana karena matinya seseorang dan tidak (pula) karena hidup (lahir)nya seseorang, tetapi Allah Swt. mempertakuti hamba-hamba-Nya melalui keduanya. Untuk itu apabila kalian melihat gerhana, bergegaslah kalian untuk mengingat Allah, berdoa dan memohon ampun kepada-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Hai umat Muhammad, demi Allah, tiada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah, bila ada hamba laki-lakinya berbuat zina atau ada hamba perempuannya berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang saya ketahui, tentulah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis.

Al-Isra, ayat 60

{وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِالنَّاسِ وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلا فِتْنَةً لِلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلا طُغْيَانًا كَبِيرًا (60) }
Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, "Sesungguh­nya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu-yang terkutuk dalam Al-Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya yang di dalamnya terkandung anjuran agar ia menyampaikan risalah-Nya (kepada umat manusia) dan memberitahukan kepadanya bahwa Allah Swt. memeliharanya dari gang­guan manusia. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas manusia, dan mere­ka semuanya berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya serta tunduk di bawah keperkasaan dan kekuatan-Nya.
Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, "Sesungguh­nya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.” (Al-Isra: 60) Yakni Allah memelihara kamu dari gangguan mereka.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلا فِتْنَةً لِلنَّاسِ}
Dan Kami tidak manjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60), hingga akhir ayat.
Imam bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60) Bahwa yang dimaksud dengan mimpi dalam ayat ini ialah pemandangan yang diperlihatkan kepada Rasulullah Saw. di malam Isra. dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk di dalam Al-Qur'an. (Al-Isra: 60) Yang dimaksud ialah pohon zaqqum.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abdur Razzaq, dan lain-lainnya, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari ibnu Abbas.
Hal yang sama telah ditafsirkan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Masruq, Ibrahim, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa hal itu terjadi di malam Isra.
Dalam permulaan tafsir surat ini telah disebutkan hadis-hadis mengenai Isra secara terperinci.
Dalam kisah Isra disebutkan bahwa ada segolongan orang menjadi murtad dari agama yang hak setelah mendengar kisah ini; karena kisah ini tidak dapat diterima oleh hati dan akal mereka, maka mereka mendusta­kannya. Akan tetapi, Allah menjadikan kisah ini sebagai kekokohan iman dan keyakinan sebagian manusia lainnya: Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِلا فِتْنَةً}
melainkan sebagai ujian. (Al-Isra: 60)
Yakni sebagai cobaan dan ujian buat mereka.
Adapun yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk ialah pohon zaqqum. Ketika Rasulullah Saw. menceritakan kepada mereka bahwa beliau telah melihat surga dan neraka serta melihat pula pohon kayu zaqqum, maka dengan spontan mereka mendustakannya. Sehingga Abu Jahal — semoga laknat Allah menimpanya—mengatakan, "Datangkanlah kepada kami buah kurma dan zubdah," lalu Abu Jahal mencampuraduk­kan keduanya menjadi satu dan memakannya seraya berkata, "Marilah kita buat zaqqum, kami tidak mengenal istilah zaqqum kecuali makanan (campuran kurma dan zubdah) ini." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abbas, Masruq, Abu Malik, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya. Dan semua ulama yang mengatakan bahwa mimpi tersebut adalah di malam Isra menafsirkan hal yang sama, yaitu pohon kayu zaqqum (maksudnya pohon yang terkutuk itu adalah pohon zaqqum).
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan pohon yang terkutuk adalah Bani Umayyah, maka pendapat ini garib lagi daif.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ia pernah mendengar hadis dari Muhammad ibnul Hasan ibnu Zabalah, telah menceritakan kepada kami Abdul Muhaimin ibnu Abbas ibnu Sahl ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku yang pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat (dalam mimpinya) Bani Fulan sedang berjingkrak-jingkrak seperti kera di atas mimbar beliau. Melihat hal itu Rasulullah Saw. bersedih hati, dan sejak saat itu beliau tidak pernah tertawa sampai beliau wafat. Sehubu­ngan dengan hal tersebut Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60), hingga akhir ayat.
Sanad hadis ini pun lemah sekali karena Muhammad ibnul Hasan ibnu Zabalah berpredikat matruk, dan gurunya berpredikat daif pula. Karena itulah maka ibnu Jarir memilih bahwa yang dimaksud dengan peristiwa itu terjadi di malam Isra, dan bahwa pohon kayu yang terkuruk adalah pohon zaqqum. Kemudian ibnu Jarir mengatakan, ia memilih pendapat ini dengan alasan karena semua ulama ahli takwil telah sepakat mengata­kan bahwa peristiwa itu terjadi dalam mimpi Nabi Saw. (yakni di malam Isra) dan pohon itu adalah pohon zaqqum.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنُخَوِّفُهُمْ}
Dan Kami menakut-nakuti mereka. (Al-Isra: 60)
Yakni orang-orang kafir, dengan ancaman dan siksaan serta pembalasan.
{فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلا طُغْيَانًا كَبِيرًا}
tetapi demikian itu hanyalah menambah besar, kedurhakaan mereka. (Al-Isra: 60)
Artinya, hal tersebut justru menambah mereka tenggelam di dalam keka­firan dan kesesatannya, dan hal seperti ini merupakan penghinaan Allah terhadap mereka.

Al-Isra, ayat 61-62

{وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ قَالَ أَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا (61) قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لأحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلا قَلِيلا (62) }
Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada malaikat, "Sujud­lah kamu semua kepada Adam, " lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata, "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” Dia (iblis) berkata, "Terangkan­lah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepada­ku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya kecuali sebagian kecil.”
Allah'Swt. menyebutkan permusuhan iblis la'natullah terhadap Adam dan keturunannya, bahwa permusuhan itu merupakan permusuhan masa silam sejak Adam diciptakan. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka bersujudlah mereka kepadanya kecuali iblis. Iblis membangkang dan som­bong, tidak mau bersujud kepada Adam, karena merasa lebih tinggi dan memandang Adam hina. Ia mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ أَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا}
Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah? (Al-Isra: 61)
Di dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ}
Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan, dia Engkau ciptakan dari tanah liat. (Al-A'raf: 12)
Iblis berkata pula dengan nada yang kurang ajar terhadap Tuhan Yang Mahaagung sebagai ungkapan rasa keingkarannya, tetapi Tuhan bersi­kap sabar dan memberi masa tangguh kepadanya, yaitu:
{قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ}
Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau mulia­kan atas diriku? (Al-Isra: 62), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa iblis berkata, "Aku benar-benar akan menguasai keturunannya kecuali sebagian kecil dari mereka."
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah sungguh aku akan mengepung meraka.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sungguh aku akan menyesatkan mereka.
Semua pendapat di atas berdekatan maknanya. Kesimpulan makna ialah "terangkanlah kepadaku inikah orang yang Engkau muliakan dan Engkau lebihkan atas diriku; sungguh jika Engkau memberi tangguh kepa­daku, aku benar-benar akan menyesatkan keturunannya kecuali sebagian kecil dari mereka."

Al-Isra, ayat 63-65

{قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا (63) وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا (64) إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا (65) }
Tuhan berfirman, "Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan godalah (bujuklah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. Sesunggunya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga.”
Setelah iblis meminta masa tangguh kepada Allah Swt., maka Allah Swt. berfirman kepadanya:
{اذْهَبْ}
Pergilah kamu. (Al-Isra: 63)
sesungguhnya Aku telah memberikan masa tangguh kepadamu. Ayat ini semakna dengan apa yang di sebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ * إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ}
(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan. (Al-Hijr: 37-38)
Kemudian Allah mengancam bahwa Dia telah menyediakan neraka Jahannam buat iblis dan para pengikutnya dari kalangan Bani Adam, yaitu melalui firman-Nya:
{فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ}
Tuhan berfirman, "Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua. (Al-Isra: 63)
Yakni balasan amal perbuatan kalian.
{جَزَاءً مَوْفُورًا}
sebagai suatu pembalasan yang cukup. (Al-Isra: 63)
Mujahid mengatakan bahwa maufuran artinya penuh.
Menurut Qatadah, maufuran artinya cukup, tanpa ada yang dikurangi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ}
Dan godalah (bujuklah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu. (Al-Isra: 64)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan saut dalam ayat ini ialah nyanyian.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah dengan hiburan dan nyanyian yang membuat mereka terbuai dan lupa diri.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan godalah (bujuklah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu. (Al-Isra: 64) Bahwa makna yang dimaksud ialah setiap penyeru yang menyeru manusia kepada perbuatan maksiat terhadap Allah Swt.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, dan pendapat inilah yang dipilih oleh ibnu Jarir.
Firman Allah Swt.:
{وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ}
dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasu­kanmu yang berjalan kaki. (Al-Isra: 64)
Yakni kerahkanlah semua pasukanmu, baik yang berkuda maupun yang berjalan kaki, terhadap mereka. Lafaz rajilun adalah bentuk jamak dari rajulun; sama halnya dengan lafaz rakibun, jamak dari rakibun; dan sahibun jamak dari sahibun. Makna ayat, kuasailah mereka dengan segala kemampuan yang kamu miliki. Hal ini merupakan perintah yang berdasarkan takdir, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا}
Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menggoda mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh? (Maryam: 83)
Yakni menggugah orang-orang kafir untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dengan anjuran yang sungguh-sungguh, dan menggiring mereka dengan penuh semangat untuk melakukannya.
Ibnu Abbas dan Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan mak­na firman-Nya: dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasu­kanmu yang berjalan kaki. (Al-Isra: 64) Makna yang dimaksud ialah setiap pengendara dan pejalan kaki yang maksiat terhadap Allah Swt.
Qatadah mengatakan, Sesungguhnya setan mempunyai pasukan berkuda dan pasukan jalan kaki dari kalangan manusia dan jin. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada perintah setan. Di dalam bahasa Arab disebutkan Ajlaba Fulanun 'Ala Fulanin, artinya Si Fulan menge­rahkan kemampuannya terhadap si Anu, yakni dengan mengeluarkan suara keras memberinya semangat. Termasuk ke dalam pengertian ini kalimat yang mengatakan bahwa Nabi Saw. melarang mengeluarkan suara teriakan dan suara gaduh dalam perlombaan. Dan termasuk ke dalam pengertian kata ini pula lafaz al-jalabah yang artinya suara teriak­an yang keras.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ}
dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak. (Al-Isra: 64)
Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid makna yang dimaksud ialah perbuatan yang dianjurkan setan kepada mereka, misalnya membelanjakan harta untuk perbuatan maksiat terhadap Allah Swt.
Ata mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah melakukan riba.
Al-Hasan mengatakan, maknanya ialah menghimpun harta benda dari hasil yang kotor dan membelanjakannya ke jalan yang haram. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa kebersamaan setan dan mereka dalam harta benda mereka ialah hal-hal yang diharamkan oleh setan dari sebagian ternak mereka, yakni ternak saibah, ternak bahirah, dan lain sebagainya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ad-Dahhak.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal yang paling utama sehubungan dengan makna ayat ini ialah bila dikatakan bahwa makna ayat mencakup kesemua pendapat yang telah disebutkan di atas.
Firman Allah Swt.:
{وَالأولادِ}
dan anak-anak. (Al-Isra: 64)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Mujahid, dan Ad-Dahhak, bahwa makna yang dimaksud ialah anak-anak yang lahir dari hasil zina.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah anak-anak mereka yang mereka bunuh tanpa dosa, korban kedangkalan pikiran dan ketiadaan pengetahuan mereka.
Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa demi Allah, sungguh setan telah berserikat dengan mereka dalam harta benda dan anak-anak mereka. Mereka menjadikan anak-anaknya Majusi, Yahu­di, dan Nasrani serta mewarnai mereka bukan dengan celupan Islam. Mereka pun membagikan sebagian harta mereka buat setan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Abu Saleh telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah penamaan anak mereka dengan nama Abdul Haris, Abdu Syams, dan Abdu Fulan.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling layak dinilai benar ialah bila dikatakan bahwa yang dimaksud ialah setiap anak yang dilahirkan oleh ibunya, lalu diberinya nama yang tidak disukai oleh Allah Swt. atau memasukkan anaknya ke dalam agama yang tidak diridai oleh Allah, atau anak dihasilkan dari hubungan zina, atau setelah lahir anak dibunuh­nya, atau perbuatan-perbuatan lain yang dinilai sebagai perbuatan durhaka terhadap Allah Swt. maka semua perbuatan yang maksiat terhadap Allah Swt. termasuk ke dalam pengertian iblis ikut andil persekutuan di dalam­nya, apakah yang menyangkut harta ataupun anak. Karena Allah Swt. dalam firman-Nya mengatakan:
{وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ}
dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak. (Al-Isra: 64)
tidak memberikan pengkhususan terhadap makna serikat yang ada di dalamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang menjurus kepada perbuatan durhaka terhadap Allah Swt. atau taat kepada setan, berarti setan ikut andil di dalamnya.
Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini mempunyai alasan yang cukup terarah, semuanya bersumberkan dari ulama Salaf yang masing-masing­nya menafsirkan sebagian dari pengertian perserikatan. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Hammad, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنفاء، فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وحَرّمت عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ"
Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah mencipta­kan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang hak dan menolak agama yang batil), lalu setan datang kepada mereka dan menyesatkan mereka dari agamanya, serta mengharamkan kepada mereka apa-apa yang Aku telah halal­kan bagi mereka."
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدّر بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ، لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ أَبَدًا"
Seandainya seseorang di antara mereka apabila hendak men­datangi istrinya mengucapkan, "Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah anak yang Engkau rezekikan kepada kami dari setan, "melainkan jika ditakdirkan bagi keduanya mempunyai anak dari hubungan itu, tentulah setan tidak dapat membahayakan anaknya selama-lamanya.
Firman Allah Swt.:
{وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا}
dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (Al-Isra: 64)
Perihalnya sama dengan apa yang diceritakan oleh Allah Swt. tentang iblis, bahwa apabila perkara hak telah terbukti kenyataannya, yaitu di hari Allah melakukan peradilan dengan hak. Disebutkan bahwa iblis (setan) berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ}
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar; dan aku pun telah menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahinya. (Ibrahim: 22), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ}
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. (Al-Isra: 65)
Ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah Swt. bahwa Dia mendukung hamba-hamba-Nya yang beriman dan memelihara mereka dari godaan setan melalui Penjagaan-Nya. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebut­kan oleh firman-Nya:
{وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا}
Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Al-Isra: 65)
Yakni Pemelihara, Pendukung, dan Penolong.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، عَنْ مُوسَى بْنِ وَرْدَان، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ ليُنْضي شَيَاطِينَهُ كَمَا يُنْضِي أَحَدُكُمْ بَعيرَه فِي السَّفَرِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Musa ibnu Wardan, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang mukmin benar-benar dapat mengekang setan-setannya sebagaimana seseorang di antara kalian menge­kang unta kendaraannya dalam perjalanan.

Al-Isra, ayat 66

{رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (66) }
Tuhan kalian adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untuk kalian, agar kalian mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyanyang terhadap kalian.
Allah Swt. menceritakan perihal kasih sayang-Nya kepada makhlukNya, antara lain ialah menundukan kapal-kapal di lautan buat hamba-hamba-Nya, dan memudahkannya sehingga dapat berlayar di atas lautan untuk keperluan hamba-hamba-Nya dalam mencari sebagian dari karunia-Nya melalui berniaga, dari suatu pulau ke pulau yang lain. Karena itulah disebutkan dalam akhir ayat ini:
{إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا}
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadap kalian. (Al-Isra: 66)
Dengan kata lain, sesungguhnya Dia melakukan hal itu bagi kalian hanya­lah sebagai karunia dan rahmat-Nya buat kalian.

Al-Isra, ayat 67

{وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا (67) }
Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia; maka tatkala Dia menyela­matkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.
Allah Swt. menceritakan bahwa sesungguhnya manusia itu apabila tertim­pa bahaya, pastilah mereka berseru kepada-Nya seraya bertobat kepada-Nya dan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ}
Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia. (Al-Isra: 67)
Yakni lenyaplah dari hati kalian segala sesuatu yang kalian sembah selain Allah Swt.
Seperti yang terjadi pada diri Ikrimah ibnu Abu Jahal ketika ia melarikan diri dari Rasulullah Saw. pada hari kemenangan kaum muslim atas kota Mekah. Ikrimah melarikan diri dan menaiki perahu dengan tujuan ke negeri Habsyah. Di tengah laut tiba-tiba bertiuplah angin badai. Maka sebagian kaum yang ada dalam perahu itu berkata kepada sebagian yang lain, "Sesungguhnya tiada gunanya bagi kalian melainkan jika kalian berdoa kepada Allah semata." Maka Ikrimah berkata kepada dirinya sendiri, "Demi Allah, sesungguhnya jika tiada yang dapat memberikan manfaat (pertolongan) di lautan selain Allah, maka sesungguhnya tiada yang dapat mamberikan manfaat di daratan selain Dia juga. Ya Allah, saya berjanji kepada Engkau, seandainya Engkau selamatkan aku dari amukan badai laut ini, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan akan meletakkan kedua tanganku pada kedua tangannya (yakni menyerahkan diri), dan aku merasa yakin akan menjumpainya seorang yang belas kasihan lagi penyayang."
Akhirnya selamatlah mereka dari laut itu. Lalu mereka kembali kepa­da Rasulullah Saw., dan Ikrimah masuk Islam serta berbuat baik dalam masa Islamnya. Semoga Allah melimpahkan ridha-Nya kepada Ikrimah dan memuaskannya dengan pahala-Nya.
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ}
maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. (Al-Isra: 67)
Maksudnya, kalian lupa kepada pengakuan kalian yang kalian ikrarkan di laut, yaitu bahwa Allah Maha Esa; lalu kalian berpaling, tidak mau menyembah dia Yang Maha Esa lagi tiada sekutu bagi-Nya.
{وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا}
Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih. (Al-Isra: 67)
Yakni tabiat manusia itu ialah selalu lupa kepada nikmat Allah dan meng­ingkarinya, kecuali hanya orang-orang yang dipelihara oleh Allah dari hal tersebut.

Al-Isra, ayat 68

{أَفَأَمِنْتُمْ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمْ جَانِبَ الْبَرِّ أَوْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ وَكِيلا (68) }
Maka apakah kalian merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? dan kalian tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kalian.
Allah Swt. berfirman bahwa apakah kalian menduga dengan selamatnya kalian dari lautan, kalian selamat dari pembalasan dan azab-Nya yang akan menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian atau mengirimkan kepada kalian hujan batu kerikil? Demikianlah menunit tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya yang menggam­barkan salah satu jenis dari azab-Nya:
{إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلا آلَ لُوطٍ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ}
Sesungguhnya Kami telah mengembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Lut. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. (Al-Qamar: 34-35)
Dalam ayat yang lainnya lagi disebutkan oleh firman-Nya:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. (Al-Hijr: 74)
{أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ * أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ}
Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku. (Al-Mulk: 16-17)
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ وَكِيلا}
dan kalian tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kalian. (Al-Isra: 68)
Yakni penolong yang dapat menolak bahaya itu dan menyelamatkan kalian darinya.

Al-Isra, ayat 69

{أَمْ أَمِنْتُمْ أَنْ يُعِيدَكُمْ فِيهِ تَارَةً أُخْرَى فَيُرْسِلَ عَلَيْكُمْ قَاصِفًا مِنَ الرِّيحِ فَيُغْرِقَكُمْ بِمَا كَفَرْتُمْ ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ عَلَيْنَا بِهِ تَبِيعًا (69) }
atau apakah kalian merasa aman dari dikembalikan-Nya kalian ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kalian angin topan dan ditenggelamkan-Nya kalian disebabkan kekafiran kalian. Dan kalian tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami.
Allah Swt. berfirman, "Apakah kalian merasa aman dari Kami, hai orang-orang yang berpaling, sesudah kalian mengakui Keesaan Kami di lautan dan diselamatkan darinya kedaratan. Apakah kalian merasa aman bila Aku mengembalikan kalian ke lautan untuk kedua kalinya, lalu Aku kirim­kan kepada kalian angin topan yang dapat membalikkan perahu kalian dan menenggelamkan semua isinya termasuk kalian?"
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa al-qasif artinya badai laut yang dapat mematahkan perahu (kapal), lalu menenggelamkan­nya.
Firman Allah Swt:
{فَيُغْرِقَكُمْ بِمَا كَفَرْتُمْ}
dan ditenggelamkan-Nya kalian disebabkan kekafiran kalian. (Al-Isra: 69)
Maksudnya, disebabkan kekafiran dan berpalingnya kalian dari Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ عَلَيْنَا بِهِ تَبِيعًا}
Dan kalian tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (Al-Isra: 69)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan tabi'an ialah penolong. Menurut Mujahid, yang dimaksud ialah penolong yang membalas, yakni dapat membalaskan dendam kalian sesudah kalian aada. Qatadah menga­takan bahwa makna yang dimaksud ialah Kami tidak merasa takut terha­dap pembalasan seorang pun yang membela kalian sesudah Kami timpa­kan siksaan kepada kalian.

Al-Isra, ayat 70

{وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (70) }
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Allah Swt. menyebutkan tentang penghormatan-Nya kepada Bani Adam dan kemuliaan yang diberikan-Nya kepada mereka, bahwa Dia telah menciptakan mereka dalam bentuk yang paling baik dan paling sempurna di antara makhluk lainnya.
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ}
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tin: 4)
Yakni manusia berjalan pada dua kakinya dengan tegak dan makan dengan tangannya, sedangkan makhluk lainnya ada yang berjalan dengan keempat kakinya dan makan dengan mulutnya. Dan Allah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi manusia, yang dengan kesemua­nya itu manusia dapat mengerti dan memperoleh banyak manfaat. Berkat hal itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu dan dapat mengenal kegunaan, manfaat, serta bahayanya bagi urusan agama dan duniawinya.
{وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ}
Kami angkut mereka di daratan. (Al-Isra: 70)
Yakni dengan memakai hewan kendaraan seperti unta, kuda, dan begal; sedangkan di lautan dengan perahu dan kapal laut.
{وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ}
Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. (Al-Isra: 70)
Yaitu berupa hasil tanam-tanaman, buah-buahan, juga daging dan susu serta berbagai jenis makanan lainnya yang beraneka ragam serta lezat dan bergizi. Kami berikan pula kepada mereka penampilan yang baik serta pakaian-pakaian yang beraneka ragam jenis dan warna serta model­nya yang mereka buat sendiri untuk diri mereka, juga yang didatangkan oleh orang lain kepada mereka dari berbagai penjuru dunia.
{وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا}
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al-Isra: 70)
Manusia lebih utama daripada makhluk hidup lainnya, juga lebih utama daripada semua jenis makhluk. Ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan jenis manusia di atas jenis malaikat.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Nabi Adam dunia. Mereka dapat makan dari sebagian hasilnya dan bersenang-senang dengannya, sedangkan Engkau tidak memberikannya kepada kami. Maka berikanlah kepada kami Akhirat." Allah Swt. menjawab melalui firman-Nya, "Demi kebesaran dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua tangan (kekusaan)-Ku sendiri seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!), maka jadilah dia."
Ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat mursal, tetapi hadis ini te­lah diriwayatkan pula dari jalur yang lain secara muttasil.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ محمد بن صَدَقَة البغدادي، حدثنا إبراهيم بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَالِدٍ المِصِّيصِيّ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّان مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُليم، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالَتْ: يَا رَبَّنَا، أَعْطَيْتَ بَنِي آدَمَ الدُّنْيَا، يَأْكُلُونَ فِيهَا وَيَشْرَبُونَ وَيَلْبَسُونَ، وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَلَا نَأْكُلُ وَلَا نَشْرَبُ وَلَا نَلْهُو، فَكَمَا جَعَلْتَ لَهُمُ الدُّنْيَا فَاجْعَلْ لَنَا الْآخِرَةَ. قَالَ: لَا أَجْعَلُ صَالِحَ ذُرِّيَّةِ مَنْ خَلَقْتُ بِيَدِي، كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ، فَكَانَ"
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sadaqah Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Kharijah Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberikan dunia kepada anak Adam; mereka dapat makan, minum dan berpakaian di dalamnya. Sedangkan kami hanya bertasbih dengan memuji-Mu, tanpa makan, minum, dan bersenang-senang. Maka sebagaimana Engkau berikan dunia kepada mereka, maka berikanlah akhirat bagi kami.” Allah berfirman, "Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua Tangan-Ku seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!), lalu terjadilah ia.”
قَدْ رَوَى ابْنُ عَسَاكِرَ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ أَيُّوبَ الرَّازِيِّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ خَلَفٍ الصَّيْدَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بْنُ حِصْنِ بْنِ عُبَيْدَةَ بْنِ عَلاق، سَمِعْتُ عُرْوَةَ بْنَ رُوَيْم اللَّخْمِيَّ، حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالُوا: رَبَّنَا، خَلَقْتَنَا وَخَلَقْتَ بَنِي آدَمَ، فَجَعَلْتَهُمْ يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ، وَيَشْرَبُونَ الشَّرَابَ، وَيَلْبَسُونَ الثِّيَابَ، وَيَتَزَوَّجُونَ النِّسَاءَ، وَيَرْكَبُونَ الدَّوَابَّ، يَنَامُونَ وَيَسْتَرِيحُونَ، وَلَمْ تَجْعَلْ لَنَا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا، فَاجْعَلْ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الْآخِرَةَ. فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: لَا أَجْعَلُ مَنْ خَلَقْتُهُ بِيَدِي، وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي، كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ، فَكَانَ"
Ibnu Asakir telah meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ayyub Ar-Razi, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Khalaf As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Usman ibnu Hisn ibnu Ubaidah ibnu Allaq; ia pernah mendengar Urwah ibnu Ruwayyim Al-Lakhami mengatakan bahwa ia pernah mendapat hadis ini dari Anas ibnu Malik, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah menciptakan kami dan juga Bani Adam. tetapi Engkau jadikan mereka dapat makan, minum, berpakaian, dan menga­wini wanita serta menaiki kendaraan. Mereka dapat tidur dan beristirahat, sedangkan Engkau tidak menjadikan sesuatu pun dari itu bagi kami. Maka berikanlah dunia kepada mereka dan berikanlah akhirat hanya untuk kami.” Maka Allah Swt. berfirman, "Aku tidak akan menjadikan orang yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya sebagian dari roh (ciptaan)-Ku, seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan mengatakan kepadanya, 'Jadilah kamu!' Maka terjadilah dia.”
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ تَمَّامٍ، عَنْ خَالِدٍ الْحَذَاءِ، عَنْ بِشْرِ بْنِ شِغَاف عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ ابْنِ آدَمَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ؟ قَالَ: "وَلَا الْمَلَائِكَةُ، الْمَلَائِكَةُ مَجْبُورُونَ بِمَنْزِلَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sahl, telah menceri­takan kepada kami Abdullah ibnu Tamam, dari Khalid Al-Hazza, dari Bisyr ibnu Syaggaf, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengata­kan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sesuatu pun yang lebih dimuliakan oleh Allah pada hari kiamat selain dari anak Adam (manusia). Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, para malaikat juga tidak dimuliakan-Nya?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Malaikat pun tidak, mereka adalah makhluk yang dipaksa, ke­dudukannya sama dengan matahari dan bulan.
Hadis ini garib sekali.

Al-Isra, ayat 71-72

{يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (71) وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا (72) }
(Ingatlah) suatu hari (Yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan memba­ca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).
Allah Swt. menceritakan tentang hari kiamat, bahwa Dia menghisab se­tiap umat berikut dengan pemimpin mereka masing-masing. Ulama tafsir berbeda pandapat sehubungan dengan tafsir ayat ini. Mujahid dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah nabi mereka. Berdasarkan pengertian ini, berarti ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah kepuiusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ayat ini merupakan kehormatan yang besar bagi para ahli hadis, sebab pemimpin mereka adalah Nabi Saw.
Ibnu Zaid mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab mereka yang diturunkan kepada nabi mereka yang mengandung hukum-hukum syariat, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid bahwa ia telah mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab-kitab mereka.
Dapat pula ditakwilkan dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap-tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Bahwa yang dimaksud dengan pemimpinnya ialah kitab amal perbuatan mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Al-Hasan, Ad-Dahhak; dan pendapat inilah yang paling kuat, karena dalam ayat yang lain disebutkan:
{وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ}
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata. (Yasin: 12)
{وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ}
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalam­nya. (Al-Kahfi: 49)
Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud dengan imamihim ialah setiap kaum berikut orang-orang yang menjadi panutan mereka. Maka ahli imam bermakmum kepada para nabi, dan orang-orang kafir bermakmum kepada pemimpin-pemimpin mereka. Pengertian­nya sama dengan yang disebutkan firman-Nya:
وَجَعَلْناهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka. (Al-Qashash: 41)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadis berikut:
«لتتبع كل أمة ما كانت تعبد فيتبع ما كان يعبد الطواغيت»
Sungguh setiap umat akan mengikuti apa yang dahulu dis'em-bahnya, maka orang yang menyembah Tagut mengikuti Thaghut (kelak di hari kiamatnya).
Adapun firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ هَذَا كِتَابُنَا يَنْطِقُ عَلَيْكُمْ بِالْحَقِّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنْسِخُ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Allah berfirman), "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadap kalian dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kalian kerjakan." (Al-Jatsiyah: 28-29)
Hal ini tidaklah bertentangan dengan peristiwa didatangkan-Nya Nabi Saw. apabila Dia mengadakan keputusan hukum di antara umatnya. Karena sesungguhnya merupakan suatu keharusan bagi Nabi Saw. menjadi saksi terhadap amal perbuatan utnatnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَشْرَقَتِ الأرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ}
Dan terang benderanglah bumi (Padang Mahsyar) dengan caha­ya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan per­buatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69)
Dan firman Allah Swt.:
{فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا}
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas me­reka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41)
Akan tetapi, makna yang dimaksud dengan imam dalam surat ini ialah kitab catatan amal perbuatan. Sebagai buktinya ialah dalam firman selan­jutnya disebutkan:
{يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ}
 (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin (kitab catatan amal)nya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalnya di tangan kanannya, maka mere­ka ini akan membaca kitabnya itu. (Al-Isra: 71)
Yakni karena senang dan bahagianya melihat catatan amal saleh yang ada di dalam kitab catatan amalnya, dia sangat suka membacanya. Hal ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ}
Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, "Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (Al-Haqqah: 19)
sampai dengan firman-Nya:
{وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ}
Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebe­lah kirinya. (Al-Haqqah: 25), hingga beberapa ayat berikutnya,
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا}
mereka tidak dianiaya sedikit pun. (Al-Isra: 71)
Dalam pembahasan yang jauh sebelum ini telah disebutkan bahwa al-fatil artinya serat yang memanjang pada bagian tengah biji kurma.
Sehubungan dengan hal ini Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْمَر وَمُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ كَرَامَةَ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنِ السُّدِّيّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قول الله: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ} قَالَ: "يُدْعَى أَحَدُهُمْ فَيُعْطَى كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ، وَيُمَدُّ لَهُ فِي جِسْمِهِ، ويُبَيَّض وَجْهُهُ، وَيُجْعَلُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجٌ مِنْ لؤْلؤة تَتَلألأ فَيَنْطَلِقُ إِلَى أَصْحَابِهِ فَيَرَوْنَهُ مِنْ بَعِيدٍ، فَيَقُولُونَ: اللَّهُمَّ ائْتِنَا بِهَذَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي هَذَا. فَيَأْتِيهِمْ فَيَقُولُ لَهُمْ: أَبْشِرُوا، فَإِنَّ لِكُلِّ رَجُلٍ مِنْكُمْ مِثْلَ هَذَا. وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُسْود وَجْهُهُ، وَيُمَدُّ لَهُ فِي جِسْمِهِ، وَيَرَاهُ أَصْحَابُهُ فَيَقُولُونَ: نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ هَذَا -أَوْ: مِنْ شَرِّ هَذَا -اللَّهُمَّ لَا تَأْتِنَا بِهِ. فَيَأْتِيهِمْ فَيَقُولُونَ: اللَّهُمَّ أَخْزِهِ فَيَقُولُ: أَبْعَدَكُمُ اللَّهُ، فَإِنَّ لكل رجل منكم مثل هذا".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya'mur dan Muhammad ibnu Usman ibnu Karamah; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap-tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Nabi Saw. bersabda: Seseorang dari mereka dipanggil, lalu diberikan catatan amal­nya, dari sebelah kanannya dan tubuhnya ditinggikan, wajah­nya diputihkan (menjadi bersinar), dan dipakaikan di atas kepa­lanya sebuah mahkota mutiara yang berkilauan. Kemudian ia pergi menemui teman-temannya, dan teman-temannya melihatnya dari jauh; mereka berkata, "Ya Allah, datangkanlah dia kepa­da kami, dan berikanlah berkah kepada kami melalui orang ini." Lalu ia mendatangi mereka dan berkata kepada mereka, "Bergembiralah kalian, karena sesungguhnya masing-masing orang dari kalian akan mendapat hal yang semisal dengan ini.” Adapun orang kafir, maka wajahnya dihitamkan dan tubuhnya ditinggikan sehingga teman-temannya melihatnya. Maka mereka berkata, "Kami berlindung kepada Allah dari nasib yang dialami orang ini, atau dari keburukan yang diper­oleh orang ini. Ya Allah, janganlah Engkau datangkan orang ini kepada kami." Maka ia mendatangi mereka, dan mereka berkata, "Ya Allah, hinakanlah dia.” Ia menjawab, "Semoga Allah menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, sesungguhnya masing-masing orang dari kalian akan memperoleh hal semisal ini.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini tidak ada yang meriwayatkannya kecuali melalui jalur ini.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى }
dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini. (Al-Isra: 72)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah serta Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah di dalam kehidupan dunia ini. Dan yang dimaksud dengan buta ialah buta terhadap hujah Allah, tanda-tanda kebesaran­Nya, dan keterangan-keterangan dari-Nya.
{فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى}
niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta. (Al-Isra: 72)
maksudnya, demikian pula keadaannya, yakni buta pula.
{وَأَضَلُّ سَبِيلا}
dan lebih sesat dari jalan (yang benar). (Al-Isra: 72)
Yakni jauh lebih sesat dari apa yang dialaminya di dunia. Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti ini.

Al-Isra, ayat 73-75

{وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لاتَّخَذُوكَ خَلِيلا (73) وَلَوْلا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلا (74) إِذًا لأذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا (75) }
Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami, dan kalau sudah begi­tu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka; kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami.
Allah Swt. menceritakan tentang dukungan-Nya kepada Rasul-Nya, bah­wa Dia meneguhkan pendiriannya, memeliharanya serta menyelamatkan­nya dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang durhaka. Dialah yang mengatur urusannya serta menolongnya, Dia tidak akan menyerahkannya kepada seorang pun dari kalangan makhluk­Nya, bahkan Dialah Penolong, Pelindung, Pemelihara, Pendukung, dan Yang memenangkan agamanya terhadap semua orang yang memusuhi dan menentangnya, baik yang ada di belahan timur maupun yang ada di belahan barat. Semoga Allah melimpahkan salam kepadanya sebanyak-banyaknya sampai hari kiamat.

Al-Isra, 76-77

{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لَا يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا (76) سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلا (77) }
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal melainkan sebentar saja. (Kami menetapkan yang demiki­an) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubah­an bagi ketetapan Kami itu.
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, ketika mereka memberikan saran kepada Rasulullah Saw. untuk tinggal di negeri Syam yang merupakan negeri para nabi dengan meninggalkan kota Madinah yang ditempatinya saat itu. Pendapat ini di­nilai lemah karena ayat ini jelas ayat Makkiyyah, sedangkan Rasulullah Saw. tinggal di Madinah sesudah itu.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, sesungguhnya ayat ini diturunkan di Tabuk. Akan tetapi, kesahihan pendapat ini masih perlu dipertimbang­kan.
Imam Baihaqi dan Imam Hakim telah meriwayatkan dari Al-Asam, dari Ahmad ibnu Abdul Jabbar Al-Utaridi, dari Yunus ibnu Bukair, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam bahwa di suatu hari orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, jika engkau benar seorang nabi, maka pergilah ke negeri Syam, karena sesungguhnya negeri Syam adalah tanah Mahsyar dan tempat tinggal para nabi." Ternyata apa yang dikatakan oleh mereka itu dibenarkannya. Maka Nabi Saw. berangkat ke Medan Tabuk dengan tujuan tiada lain adalah negeri Syam. Setelah Nabi Saw. sampai di Medan Tabuk, Allah menurunkan kepadanya beberapa ayat surat Al-Isra setelah surat Al-Isra khatam, yaitu mulai dari firman-Nya: Dan sesungguhnya mereka benar-benar hampir membuatmu gelisah di negeri(mu) untuk mengusirmu darinya. (Al-Isra: 76) Sampai dengan firman-Nya: suatu perubahan pun. (Al-Isra: 77) Maka Allah memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk kembali ke Madinah, dan Allah berfirman, "Di Madinahlah tempat hidupmu dan tempat kematianmu, serta di Madinahlah engkau akan dibangkitkan."
Sanad hadis ini masih perlu dipertimbangkan kesahihannya, tetapi yang jelas pendapat ini tidak benar, karena sesungguhnya Nabi Saw. melakukan perang di Medan Tabuk bukan karena anjuran orang-orang Yahudi, melainkan menaati perintah Allah yang disebutkan melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ}
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu. (At-Taubah: 123)
Dan firman Allah Swt.:
{قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak meng­haramkan apa yang di haramkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sam­pai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At-Taubah: 29)
Nabi Saw. memerangi mereka di Tabuk untuk melakukan pembalasan atas gugurnya sebagian dari para sahabat dalam perang Mu’tah.
Seandainya hadis tadi sahih, tentulah semakna dengan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Aqirah ibnu Ma'dan, dari Salim ibnu Amir, dari Abu umamah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُنْزِلَ الْقُرْآنُ فِي ثَلَاثَةِ أَمْكِنَةٍ: مَكَّةَ، وَالْمَدِينَةِ، وَالشَّامِ"
Al-Qur’an diturunkan di tiga tempat, yaitu Mekah, Madinah, dan Syam.
Al-Walid mengatakan, yang dimaksud dengan Syam ialah Baitul Maqdis. Akan tetapi tafsir yang mengatakan di Tabuk adalah lebih baik daripada apa yang dikatakan oleh Al-Walid yang menyatakan di Baitul Maqdis.
Menurut pendapat yang lainnya, ayat ini di turunkan berkenaan de­ngan orang-orang kafir Quraisy manakala mereka bertekad untuk meng­usir Rasulullah Saw. dari kampung halaman mereka. Maka Allah Swt. mengancam mereka dengan menurunkan ayat ini. Jika mereka mengusir Nabi Saw., sesudah itu tentulah mereka tidak akan lama lagi dapat ting­gal di Mekah. Dan memang demikianlah kejadiannya, karena sesungguh­nya sesudah Nabi Saw. berhijrah meninggalkan mereka setelah mengala­mi tekanan yang sangat berat dari pihak mereka, maka dalam masa satu setengah tahun berikutnya Allah Swt. mempertemukan mereka dengan Nabi Saw. di Medan Badar tanpa diduga-duga oleh mereka. Kemudian Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Saw. atas mereka, sehingga banyak dari kalangan pemimpin mereka yang terhormat gugur dan yang lainnya ditawan.
Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا}
(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terha­dap rasul-rasul Kami. (Al-Isra: 77), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, demikianlah ketetapan Kami terhadap orang-orang yang kafir kepada rasul-rasui Kami dan yang menyakitinya dengan mengusirnya dari tempat tinggal mereka, Allah menurunkan azab terhadap mereka. Seandainya saja Rasulullah Saw. bukanlah rasul pembawa rah­mat, tentulah mereka akan ditimpa pembalasan di dunia ini dengan azab yang tak pernah dialami oleh seorang manusia pun. Dalam suatu ayat disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33), hingga akhir ayat.

Al-Isra, ayat 78-79

{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (78) وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79) } .
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengerjakan salat-salat fardu dalam waktunya masing-masing.
{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ}
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir. (Al-Isra: 78)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan dulukusy syamsi ialah tenggelamnya matahari, menurut ibnu Mas'ud, Mujahid, dan ibnu Zaid.
Hasyim telah meriwayatkan dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan dulukusy syams ialah sesudah matahari tergelincir dari pertengahan langit.
Nafi' meriwayatkan pendapat ini dari Ibnu Umar, dan Malik di dalam tafsirnya meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Ibnu Umar.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Barzah Al-Aslami yang juga merupakan riwayat lain dari Ibnu Mas'ud dan Mujahid.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan, Ad-Dahhak, Abu Ja'far Al-Baqir serta Qatadah, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Di antara dalil yang mendukung pendapat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Humaid:
عَنِ الْحَكَمِ بْنِ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، [عَنْ رَجُلٍ]، عَنِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: دَعَوْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ شَاءَ مِنْ أَصْحَابِهِ فَطَعِمُوا عِنْدِي، ثُمَّ خَرَجُوا حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "اخْرُجْ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَهَذَا حِينَ دلكت الشمس"
dari Al-Hakam ibnu Basyir, bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Ibnu Abu Laila, dari seorang lelaki, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa ia pernah mengundang Rasulullah Saw. dan sebagian sahabat yang dekat dengannya untuk suatu jamuan makan yang diadakannya. Mereka selesai dari jamuan makan itu saat matahari tergelincir, lalu Rasulullah Saw. keluar dan bersabda: Hai Abu Bakar, keluarlah, ini adalah saat matahari baru tergelincir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui Sahl ibnu Bakkar, dari Abu Uwwanah, dari Al-Aswad ibnu Qais, dari Nabih Al-Anazi, dari Jabir, dari Rasulullah Saw. dengan lafaz yang semisal.
Dengan demikian, berarti ayat ini mengandung makna keterangan tentang salat lima waktu.
*******************
Dan firman-Nya yang mengatakan:
{لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ}
dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam. (Al-Isra: 78)
Yang dimaksud dengan gasaqil lail ialah gelapnya malam hari, dan me­nurut pendapat lain artinya terbenamnya matahari. Dapat disimpulkan dari makna ayat ini waktu lohor, asar, dan magrib serta isya.
Firman Allah Swt.:
{وَقُرْآنَ الْفَجْرِ}
dan (dirikanlah pula salat) Subuh. (Al-Isra: 78)
Yang dimaksud dengan qura-nal fajri ialah salat Subuh.
Telah disebutkan di dalam sunnah dari Rasulullah Saw. secara mutawatir melalui perbuatan dan ucapannya yang merincikan waktu-waktu salat tersebut, seperti apa yang sekarang dilakukan oleh semua pemeluk agama Islam. Mereka menerimanya secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi lain yang sesudahnya. Penjelasan secara rinci mengenai hal ini disebutkan di dalam bagiannya sendiri (yaitu kitab-kitab fiqih).
{إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}
Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al- Isra: 78)
قَالَ الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ -وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ"
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dan ia juga telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh, sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Bahwa salat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ -وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَضْلُ صَلَاةِ الْجَمِيعِ عَلَى صَلَاةِ الْوَاحِدِ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ دَرَجَةً، وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ". وَيَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah dan Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Keutamaan salat berjamaah atas salat sendirian ialah dua pu­luh lima derajat, dan malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari berkumpul dalam salat Subuh. Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah jika kalian suka membaca­nya," yaitu firman Allah Swt.: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَحَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ، وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asbat telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. Dan telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Nabi Saw. bersabda: Salat Subuh disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.
Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih hasan.
Menurut lafaz lain yang ada di dalam kitab Sahihain melalui jalur Malik, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
" يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفِي صَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ -وَهُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ -كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ"
Malaikat malam hari dan malaikat siang hari silih berganti ke­pada kalian, dan mereka bersua di dalam salat Subuh dan salat Asar, kemudian para malaikat yang bertugas pada kalian di malam hari naik (ke langit), lalu Tuhan mereka Yang lebih menge­tahui menanyai mereka tentang kalian, "Bagaimanakah keada­an hamba-hamba-Ku saat kalian tinggalkan?” Mereka menja­wab, "Kami datangi mereka sedang mengerjakan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang mengerjakan salat.”
Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa kedua malaikat penjaga bersua dalam salat Subuh. Para malaikat yang telah berjaga naik ke langit, se­dangkan para malaikat yang baru datang tetap tinggal menggantikannya. Hai yang sama telah dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam bab ini ia ketengahkan melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd, dari Ziyadah, da­ri Muhammad ibnu Ka'b A!-Qurazi, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Abu Darda, dari Rasulullah Saw. lalu ia menyebutkan tentang hadis turunnya para malaikat penjaga itu, yang di dalamnya antara lain disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:
"مَنْ يَسْتَغْفِرْنِي أَغْفِرْ لَهُ، مَنْ يَسْأَلْنِي أُعْطِهِ، مَنْ يَدْعُنِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ"
Barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku, Aku memberi­kan ampun baginya; dan barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya; dan barang siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankan baginya hingga fajar terbit.
Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Allah menyaksikannya, begitu pula para malaikat malam hari dan para malaikat siang hari.
Adanya tambahan ini dalam riwayat Ibnu Jarir, hanya dia sendirilah yang meriwayatkannya, dan ia mempunyai syahid yang mengatakan ini terdapat di dalam kitab Sunnah Abu Daud.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ}
Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)
Ayat ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Saw. untuk mengerja­kan salat sunat malam hari sesudah salat fardu.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw., pernah ditanya mengenai salat yang paling utama sesudah salat fardu. Maka beliau Saw. menjawab melalui sabdanya:
"صَلَاةُ اللَّيْلِ"
salat sunat malam hari.
Karena itulah maka Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menghidupkan malam hari dengan salat sunat tahajud. Makna tahajud ialah salat yang dikerjakan sesudah tidur. Demikianlah menurut pendapat Alqamah, Al-Aswad, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dan inilah pengertian yang dikenal di dalam bahasa Arab. Hal yang sama telah disebutkan di dalam banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menyebutkan bahwa beliau melakukan salat tahajudnya sesu­dah tidur. Hal ini diriwayatkan melalui Ibnu Abbas dan Siti Aisyah serta sahabat-sahabat lainnya, semuanya itu diterangkan secara rinci di tempat­nya sendiri.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tahajud ialah salat yang dila­kukan sesudah salat Isya. Pendapat ini mempunyai interpretasi salat yang dikerjakan sesudah tidur terlebih dahulu.
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya:
{نَافِلَةً لَكَ}
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah bahwa Engkau secara khusus wajib melakukan hal itu. Maka mereka menganggapnya sebagai suatu kewajiban khusus bagi Nabi Saw. sendiri, tidak bagi umat­nya. Demikianlah menurut pendapat yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Inilah yang dikatakan oleh salah satu pendapat di antara dua pendapat yang ada di kalangan ulama, juga menurut salah satu penda­pat Imam Syafi'i, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut pendapat lain, susungguhnya mengerjakan salat sunat malam hari dianggap sebagai ibadah tambahan khusus baginya, mengingat semua dosa Nabi Saw. telah diampuni, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Sedangkan bagi selain Nabi Saw. — yaitu umatnya — salat sunat itu dapat menghapuskan dosa-dosanya. Demikianlah menurut Muja­hid. Pendapat ini disebutkan di dalam kitab Musnad melalui riwayat Abu Umamah Al-Bahlil r.a.
Firman Allah Swt.:
{عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Aku lakukan perintah ini kepadamu untuk menempatkanmu di hari kiamat kelak pada kedudukan yang terpuji. Semua makhluk akan memujimu, begitu pula Tuhan yang menciptakan mereka semua.
Ibnu Jarir mengatakan, kebanyakan ulama ahli takwil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji ini ialah kedudukan yang diperoleh Nabi Saw. pada hari kiamat nanti, yaitu memberikan syafa­at bagi umat manusia, agar Tuhan mereka membebaskan mereka dari kesengsaraan hari itu.
Pendapat ulama yang mengatakannya sebagai kedudukan syafaat
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إسحاق، عن صِلَةَ بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: يُجْمَعُ النَّاسُ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ، حُفَاةً عُراة كَمَا خُلِقُوا قِيَامًا، لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ، يُنَادَى: يَا مُحَمَّدُ، فَيَقُولُ: "لَبَّيْكَ وسعدَيك، وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، وَالْمَهْدِيُّ مَنْ هَدَيْت، وَعَبْدُكَ بَيْنَ يَدَيْكَ، وَبِكَ وَإِلَيْكَ، لَا مَنْجَى وَلَا مَلْجَأَ مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، سُبْحَانَكَ رَبَّ الْبَيْتِ".
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa manusia (kelak di hari kiamat) dikumpulkan di suatu tempat yang datar, suara penyeru terdengar oleh mereka dan pandangan mata mereka tembus (tiada yang menghalanginya). Mereka semua dalam keadaan telanjang dan tak beralas kaki, persis seperti ketika mereka baru dicipta-kan (dilahirkan). Mereka semua dalam keadaan berdiri, tiada seorang pun yang berani berbicara melainkan dengan seizin-Nya. Allah Swt. berseru, "Hai Muhammad!" Nabi Saw. menjawab: Labbaika wa sa'daika, semua kebaikan berada di Tangan-Mu, dan semua keburukan tidak pantas disandarkan kepada-Mu. Orang yang beroleh hidayah hanyalah orang yang Engkau beri hidayah. Hamba-Mu sekarang berada di hadapan-Mu, berasal dari (ciptaan)-Mu dan kembali kepada-Mu. Tiada jalan selamat dan tiada tempat berlindung dari murka-Mu kecuali hanya kepada-Mu. Mahasuci lagi Mahatinggi dan Mahaagung Engkau, wahai Tuhan Pemilik Ka'bah.”
Inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar dan As-Sauri, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kedudukan yang terpuji ini adalah kedudukan syafaat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid. Pendapat yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Qatadah mengatakan bahwa Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat, dan beliau adalah orang yang mula-mula memberi syafaat.
Ahlul 'ilmi berpendapat bahwa hal inilah yang dimaksud oleh Allah dengan kedudukan yang terpuji di dalam firman-Nya: mudah-mudah Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah Saw. mempunyai beberapa ke­muliaan di hari kiamat yang tidak ada seorang pun yang menandinginya. Sebagaimana beliau pun memiliki beberapa keutamaan yang tiada seorang pun dapat menyainginya, yaitu seperti berikut:
1.      Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kubur­nya.
2.      Nabi Saw. dibangkitkan dalam keadaan berkendaraan menuju Padang Mahsyar.
3.      Nabi Saw. adalah pemegang panji yang bernaung di bawahnya Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lain sesudahnya, semuanya berada di ba­wah panjinya.
4.      Nabi Saw. mempunyai telaga (Kausar) yang di tempat perhentian itu tiada sesuatu pun yang lebih banyak pendatangnya daripada telaga yang dimilikinya.
5.      Nabi Saw. pemegang syafa'atul 'uzma di sisi Allah agar Allah mau datang untuk memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya. Yang demikian itu terjadi sesudah semua manusia meminta kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, lalu Isa; masing-masing dari mereka mengatakan, "Saya bukanlah orangnya.”Akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Akulah orangnya, akulah orangnya. Mengenai pembahasan masalah ini kami sebutkan nanti secara rinci.
6.      Keistimewaan lainnya yang dimiliki oleh Nabi Saw. ialah memberi­kan syafaat kepada sejumlah kaum, padahal kaum-kaum itu telah diperin­tahkan untuk diseret ke dalam neraka, akhirnya mereka diselamatkan darinya.
7.      Umat Nabi Saw. adalah umat yang paling pertama menerima ke-putusan dari Allah dalam peradilan-Nya di antara sesama mereka. Dan mereka adalah umat yang mula-mula melewati sirat bersama nabinya.
8.      Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula diberi syafaat oleh Allah untuk masuk ke dalam surga, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim. Di dalam hadis sur (sangkakala) disebutkan bahwa semua orang mukmin tidak dapat masuk surga kecuali dengan syafaat dari Nabi Saw. Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula masuk surga bersama umatnya sebelum umat-umat lainnya.
9.      Nabi Saw. memberikan syafaat untuk meninggikan derajat sejum­lah kaum yang amal perbuatan mereka tidak dapat mencapainya.
10.  Nabi Saw. adalah pemilik wasilah yang merupakan kedudukan tertinggi di surga. Kedudukan ini tidak layak disandang kecuali hanya oleh Nabi Saw. sendiri.
11.  Apabila Allah Swt. telah memberikan izin untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang durhaka, maka barulah para malaikat, para nabi, dan kaum mukmin memberikan syafaatnya masing-masing. Nabi Saw. memberikan syafaatnya kepada sejumlah besar makhluk yang tiada seorang pun mengetahui bilangannya kecuali hanya Allah Swt. Tiada seorang pun yang dapat menyamainya dan setara dengan dia dalam hal memberi syafaat.
Saya telah menjelaskan masalah ini secara rinci di dalam kitab As-Sirah pada Bab "Al-Khasais" (kitab lain karya tulis Ibnu Kasir). Berikut ini akan kami ketengahkan hadis-hadis yang menyebutkan tentang Kedu­dukan yang Terpuji ini.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Adam ibnu Ali; ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa sesungguh­nya manusia itu kelak di hari kiamat semuanya berlutut, setiap umat mengikuti nabinya masing-masing. Mereka mengatakan, "Hai Fulan, beri­lah syafaat. Hai Fulan, berilah syafaat!" Hingga sampailah syafaat kepada Nabi Saw., hanya dialah yang dapat memberikannya. Yang demikian itu terjadi di hari Allah mendudukkannya di tempat yang terpuji.
Hamzah ibnu Abdullah meriwayatkannya dari ayahnya, dari Nabi Saw.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ حَمْزَةَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنَّ الشَّمْسَ لَتدنو حَتَّى يَبْلُغَ العَرَقُ نصفَ الْأُذُنِ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ، فَيَقُولُ: لَسْتُ صَاحِبَ ذَلِكَ، ثُمَّ بِمُوسَى فَيَقُولُ كَذَلِكَ، ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ فَيَشْفَعُ بَيْنَ الْخَلْقِ ، فَيَمْشِي حَتَّى يَأْخُذَ بِحَلْقَةِ بَابِ الْجَنَّةِ، فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا مَحْمُودًا".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnul Lais, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ubaidillah ibnu Abu Ja'far yang mengatakan, ia pernah mendengar Hamzah ibnu Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdul­lah ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya matahari (kelak di hari kiamat) benar-benar dekat sehingga keringat (manusia) sampai sebatas pertengahan teli­nga (mereka). Ketika mereka dalam keadaan demikian, mereka meminta tolong kepada Adam, maka Adam menjawab, "Saya bukanlah orang yang memiliki syafaat itu." Kemudian kepada Musa. Musa menjawab dengan kata-kata yang sama (seperti yang dikatakan Adam). Dan akhirnya kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. memberikah syafaatnya kepada makhluk. Lalu beliau berjalan (menuju surga) dan memegang halgah (pe­gangan) pintu surga. Pada saat itulah Allah menempatkannya pada kedudukan yang terpuji.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Bab "Zakat" melalui Yahya ibnu Bukair dan Alqamah, dari Abdullah ibnu Saleh, keduanya dari Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad yang sama. Hanya dalam riwayat ini ditambahkan:
"فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا محمودًا، بحمده أَهْلُ الْجَمْعِ كُلُّهُمْ".
bahwa pada hari itu Allah menempatkan­nya pada kedudukan yang terpuji, semua makhluk yang ada di tempat pemberhentian memujinya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاش، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزة، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّت لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Ali ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Ham­zah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan doa berikut ketika mende­ngar suara azan, yaitu: "Ya Allah, Tuhan seruan yang sempur­na ini dan salat yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan, dan angkatlah dia ke kedudukan yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan kepadanya, " maka ia akan mendapat syafaatku kelak di hari kiamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid, tanpa Imam Muslim.
Hadis Ubay ibnu Ka'b.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا زُهَيْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، كَنْتُ إِمَامَ الْأَنْبِيَاءِ وَخَطِيبَهُمْ، وَصَاحِبَ شَفَاعَتِهِمْ غَيْرَ فَخْر
Imam Ahmad telah mengatakan,, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Apabila hari kiamat tiba, saya menjadi pemimpin para nabi, khatib (pembicara) mereka, dan pemilik syafaat mereka, tanpa membanggakan diri.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Abu Amir Ab­dul Malik ibnu Amr Al-Aqdi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil dengan sanad yang sama.
Dalam pembahasan terdahulu dalam hadis Ubay ibnu Ka'b mengenai bacaan Al-Qur'an yang terdiri atas tujuh dialek disebutkan bahwa di akhir hadis tersebut dikatakan:
"فَقُلْتُ: اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِأُمَّتِي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّتِي، وَأَخَّرْتُ الثَّالِثَةَ لِيَوْمٍ يَرْغَبُ إِلَيَّ فِيهِ الْخَلْقُ، حَتَّى إبراهيم عليه السلام"
Maka aku .berdoa, "Ya Allah, berilah ampun kepada umatku. Ya Allah, berilah ampun kepada umatku, " dan aku tangguhkan permintaan yang ketiga buat suatu hari yang di hari itu semua makhluk memerlukan pertolonganku hingga Nabi Ibrahim a.s.
Hadis Anas ibnu Malik.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبة، حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجْتَمِعُ الْمُؤْمِنُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْهَمُونَ ذَلِكَ فَيَقُولُونَ: لَوِ اسْتَشْفَعْنَا إِلَى رَبِّنَا، فَأَرَاحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ، وَعَلَّمَكَ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَقُولُ لَهُمْ آدَمُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ ذَنْبَهُ الَّذِي أَصَابَ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، مِنْ ذَلِكَ، وَيَقُولُ: وَلَكِنِ ائْتُوا نُوحًا، فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ خَطِيئَةَ سُؤَالَهُ رَبَّهُ مَا لَيْسَ لَهُ بِهِ عِلْمٌ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ خَلِيلَ الرَّحْمَنِ. فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُوسَى، عَبْدًا كَلَّمَهُ اللَّهُ، وَأَعْطَاهُ التَّوْرَاةَ. فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ لَهُمُ النَّفْسَ الَّتِي قَتَلَ بِغَيْرِ نَفْسٍ فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا عِيسَى عَبْدَ اللَّهِ وَرَسُولَهُ، وَكَلِمَتَهُ وَرُوحَهُ، فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُحَمَّدًا عَبْدًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي". قَالَ الْحَسَنُ هَذَا الْحَرْفُ: "فَأَقُومُ فَأَمْشِي بَيْنَ سِماطين مِنَ الْمُؤْمِنِينَ". قَالَ أَنَسٌ: "حَتَّى أَسْتَأْذِنَ عَلَى رَبِّي، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ لَهُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي". قَالَ: "ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَاشْفَعْ تَشَفَّعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي، فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ": "ثُمَّ أَعُودُ  إِلَيْهِ الثَّانِيَةَ، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ، ثُمَّ أَعُودُ فِي الثَّالِثَةِ؛ فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي، ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ. ثُمَّ أَعُودُ الرَّابِعَةَ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا بَقِيَ إِلَّا مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ". فَحَدَّثَنَا أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيْرَةً، ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّة ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: bahwa pada hari kiamat orang-orang mukmin berkumpul setelah mereka mengalami penderitaan terse­but. Lalu mereka berkata, "Sebaiknya kita meminta syafaat kepada Tuhan, agar Dia membebaskan kita dari tempat yang penuh dengan penderitaan ini." Maka mereka datang kepada Adam dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya sendiri, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, serta Allah telah mengajarkan kepadamu nama segala sesua­tu. Maka mohonkanlah syafaat buat kami kepada Tuhanmu agar Dia membebaskan kita dari tempat kita ini." Nabi Adam menjawab mereka, "Saya bukanlah orang yang kalian harapkan", lalu Adam menyebutkan dosa yang pernah dilakukannya, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahamulia untuk meminta syafaat itu. Lalu ia berkata, "Sebaiknya kalian datang kepada Nuh, karena dia adalah rasul yang mula-mula diutus oleh Allah untuk penduduk bumi." Maka mereka datang kepada Nabi Nuh, lalu ia menjawab, "Saya bukanlah orang yang dapat kalian harapkan," kemudian Nabi Nuh menyebutkan suatu kesalahan, yaitu ia pernah meminta kepada Tuhan sesuatu yang tiada pengetahuan baginya tentang hal ifu, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka minta itu. Dan Nuh a.s. mengatakan, "Sebaiknya kalian pergi kepada Nabi Ibrahim a.s., kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah." Mereka datang kepada Nabi Ibrahim a.s., tetapi Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kalian kepada Musa, seorang hamba yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah dan Allah telah memberinya kitab Taurat." Mereka datang kepada Musa, tetapi Musa menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan," lalu Musa menyebutkan bahwa ia pernah membunuh seseorang tanpa mendapat balasan qisas, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka kehendaki itu. Dan ia mengatakan, "Sebaiknya datanglah kalian kepada Isa, hamba dan Rasul Allah, serta kalimah dan roh-Nya." Mereka datang kepada Isa, tetapi Isa berkata, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kamu kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diberi ampun oleh Allah Swt. atas semua do­sanya yang terdahulu dan yang kemudian." Mereka datang kepadaku — menurut Al-Hasan terjadi perubahan dalam ungkapan hadis —, lalu aku bangkit dan berjalan di antara dua ba­risan kaum mukmin -— Anas melanjutkan kisahnya—sehingga aku meng­hadap kepada Tuhan dan meminta izin untuk bersua dengan-Nya. Mana­kala aku melihat Tuhanku, maka aku menjatuhkan diri (menyungkur) bersujud kepada Tuhanku, dan Tuhanku membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah muka­mu. Katakanlah, perkataanmu didengar. Dan mintalah syafaat, kamu di­beri izin untuk memberi syafaat. Dan mintalah, pasti kamu diberi apa yang kamu minta!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Lalu aku memberi syafaat, dan Allah memberikan batasan jumlah tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk kedua kalinya; dan apabila aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur bersujud kepada-Nya, dan Dia membiarkan diriku dalam keadaan demikian selama apa yang dikehendaki-Nya. Lalu Allah Swt. berfirman, "Angkatlah mukamu, hai Muhammad. Katakanlah, perkataanmu pasti didengar. Mintalah, permintaanmu pasti dikabulkan. Dan mintalah syafaat, engkau akan diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memberi syafaat, dan Dia membe­rikan batasan kepadaku jumlah tertentu, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk ketiga kalinya; dan mana­kala aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur ber­sujud kepada-Nya. Dia membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Sesudah itu Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah mu­kamu. Katakanlah, perkataanmu pasti di dengar. Mintalah, permintaanmu pasti diberikan. Dan mintalah syafaat, tentulah kamu diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian saya memberikan syafaat, dan Dia memberikan batasan sejumlah orang tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Selanjutnya aku kembali kepada-Nya untuk keempat kalinya dan mengatakan kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, tiada yang tersisa lagi selain orang-orang yang ditahan di dalam neraka oleh Al-Qur'an." Sahabat Anas telah menceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. bersabda: Maka dikeluarkanlah dari neraka orang yang pernah meng­ucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", dan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan seberat biji gandum. Kemudian dike­luarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya ' terdapat sedikit kebaikan sebesar biji jewawut. Kemudian dikeluarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan sebesar semut yang paling kecil.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwa­yat Syu'bah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui Affan, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas dengan teks yang cu­kup panjang.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حَرْبُ بْنُ مَيْمُونٍ أَبُو الْخَطَّابِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: حَدَّثَنِي نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِّي لَقَائِمٌ أَنْتَظِرُ أُمَّتِي تَعْبُرُ الصِّرَاطَ، إِذْ جَاءَنِي عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: هَذِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَدْ جَاءَتْكَ يَا مُحَمَّدُ يَسْأَلُونَ -أَوْ قَالَ: يَجْتَمِعُونَ إِلَيْكَ -ويَدْعُون اللَّهَ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ جَمِيعِ الْأُمَمِ إِلَى حَيْثُ يَشَاءُ اللَّهُ، لِغَمِّ مَا هُمْ فِيهِ، فَالْخَلْقُ مُلجَمون بِالْعَرَقِ، فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَهُوَ عَلَيْهِ كالزكْمَة، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيَغْشَاهُ الْمَوْتُ، فَقَالَ: انْتَظِرْ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكَ. فَذَهَبَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ تَحْتَ الْعَرْشِ، فَلَقِيَ مَا لَمْ يَلْقَ مَلَك مُصْطَفًى وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ. فَأَوْحَى اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى جِبْرِيلَ: أَنِ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، وَقُلْ لَهُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعطَه، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فشفَعتُ فِي أُمَّتِي: أَنْ أُخْرِجَ مِنْ كُلِّ تِسْعَةٍ وَتِسْعِينَ إِنْسَانًا وَاحِدًا. فَمَا زِلْتُ أَتَرَدَّدُ إِلَى رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فَلَا أَقْوَمُ مِنْهُ مَقَامًا إِلَّا شُفِّعْتُ، حَتَّى أَعْطَانِي اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ، أَنْ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَدْخِلْ [مِنْ أُمَّتِكَ] مِنْ خَلْقِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَوْمًا وَاحِدًا مُخْلِصًا وَمَاتَ عَلَى ذَلِكَ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Maimun Abul Khattab Al-Ansari; dari An-Nadr ibnu Anas, dari Anas yang men­ceritakan, Nabi Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa sesungguhnya Nabi Saw. benar-benar sedang berdiri menunggu umatnya yang sedang menyeberangi sirat. Tiba-tiba datanglah Nabi Isa kepadanya dan mengatakan, "Sesungguhnya nabi-nabi ini datang kepadamu, wahai Muhammad, untuk meminta tolong kepadamu — atau berkumpul kepadamu. Mereka memohon kepada Allah agar Dia memberikan keputusan peradilan-Nya di antara sesama umat menurut apa yang dikehendaki-Nya karena kesusahan yang sedang mereka alami. Semua makhluk tenggelam di dalam keringatnya; orang mukmin terendam oleh keringatnya sampai batas telinganya, adapun orang kafir diliputi oleh kematian (yakni tenggelam seluruhnya)." Maka Nabi Saw. bersabda, "Tunggulah saya hingga saya kembali lagi kepadamu." Lalu Nabi Saw. pergi dan berdiri di bawah ' Arasy, ma­ka Nabi Saw. menjumpai hal-hal yang belum pernah dijumpai oleh malaikat yang terpilih dan belum pernah (pula) oleh seorang nabi yang diutus. Lalu Allah Swt. berfirman kepada Malaikat Jibril, "Pergilah kamu kepada Muhammad dan katakanlah kepadanya agar dia mengangkat kepalanya. Suruhlah dia agar meminta, pasti diberi; dan mintalah syafaat, pasti diberi izin untuk memberikan syafaat." Maka aku (Nabi Saw.) memberikan syafaat kepada umatku, yaitu dengan mengeluarkan seseorang dari setiap sembilan puluh sembilan orang di antara mereka. Saya terus-menerus bolatebalik menghadap kepada Tuhan, dan tidak sekali-kali saya menghadap kepada-Nya melainkan diberi izin memberi syafaat, sehingga pada akhirnya Allah Swt. berfirman kepada saya seba­gai karunia dari-Nya: Hai Muhammad, masukkanlah (ke dalam surga) semua umatmu yang diciptakan oleh Allah Swt., yaitu orang-orang yang di — suatu hari — telah bersaksi dengan tulus ikhlas bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan ia mati dalam keadaan berpegang kepada kalimah ini.
Hadis Buraidah r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَصِيرة، عَنِ ابْنِ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى مُعَاوِيَةَ، فَإِذَا رَجُلٌ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ بُرَيْدَةُ: يَا مُعَاوِيَةُ، تَأْذَنُ لِي فِي الْكَلَامِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ -وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ يَتَكَلَّمُ بِمِثْلِ مَا قَالَ الْآخَرُ -فَقَالَ بُرَيْدَةُ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنِّي لَأَرْجُوَ أَنْ أُشَفَّعَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَدَدَ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ وَمَدَرَةٍ". قَالَ: فَتَرْجُوهَا أَنْتَ يَا مُعَاوِيَةُ، وَلَا يَرْجُوهَا عَلِيٌّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؟!
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Israil, dari Al-Haris ibnu Hadirah, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ia pernah menghadap Mu'awiyah, tiba-tiba ia men­jumpai seseorang sedang berbicara, maka Buraidah berkata, "Hai Mu'awiyah, bolehkah saya ikut bicara?" Mu'awiyah menjawab, "Ya." Mu'awiyah menduga bahwa Buraidah pasti akan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh lelaki itu. Lalu Buraidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku berharap akan memberi syafaat di hari kiamat kepada orang-orang yang jumlahnya sama banyaknya dengan semua pohon dan rumah yang ada di muka bumi. Buraidah berkata, "Sekarang berharaplah engkau, hai Mu'awiyah, untuk mendapat syafaat itu, karena Ali r.a. tidak mengharapkannya."
Hadis ibnu Mas’ud.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ البُنَاني، عَنْ عُثْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: جَاءَ ابْنَا مُلَيْكَة إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَا إِنَّ أمَّنا [كَانَتْ] تُكْرِمُ الزَّوْجَ، وَتَعْطِفُ عَلَى الْوَلَدِ -قَالَ: وَذَكَرَ الضَّيْفَ -غَيْرَ أَنَّهَا كَانَتْ وَأَدَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ؟ فَقَالَ: "أُمُّكُمَا فِي النَّارِ". قَالَ: فَأَدْبَرَا وَالسُّوءُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا، فَأُمِرَ بِهِمَا فَرُدَّا، فَرَجَعَا وَالسُّرُورُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا؛ رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ قَدْ حَدَثَ شَيْءٌ، فَقَالَ: "أُمِّي مَعَ أُمِّكُمَا". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ: وَمَا يُغْنِي هَذَا عَنْ أُمِّهِ شَيْئًا! وَنَحْنُ نَطَأُ عَقِبَيْهِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ -وَلَمْ أَرَ رَجُلًا قَطُّ أَكْثَرَ سُؤَالًا مِنْهُ-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ وَعَدَكَ رَبُّكَ فِيهَا أَوْ فِيهِمَا؟. قَالَ: فَظَنَّ أَنَّهُ مِنْ شَيْءٍ قَدْ سَمِعَهُ، فَقَالَ: "مَا شَاءَ اللَّهُ رَبِّي وَمَا أَطْمَعَنِي فِيهِ، وَإِنِّي لَأَقُومُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فقالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا ذَاكَ المقام المحمود؟ قال:" ذاك إذا جِيءَ بِكُمْ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا فَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَقُولُ: اكْسُوا خَلِيلِي. فَيُؤْتَى بِرَيْطَتَيْنِ بَيْضَاوَيْنِ، فَيَلْبَسُهُمَا ثُمَّ يُقْعِدُهُ مُسْتَقْبِلَ الْعَرْشِ، ثُمَّ أُوتَى بِكِسْوَتِي فَأَلْبَسُهَا، فَأَقُومُ عَنْ يَمِينِهِ مَقَامًا لَا يَقُومُهُ أَحَدٌ، فَيَغْبِطُنِي فِيهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ. وَيُفْتَحُ نَهْرٌ مِنَ الْكَوْثَرِ إِلَى الْحَوْضِ". فَقَالَ الْمُنَافِقُونَ: إِنَّهُ مَا جَرَى مَاءٌ قَطُّ إِلَّا عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "حَالُهُ الْمِسْكُ، وَرَضْرَاضُهُ التُّوم". [قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ. قلَّما جَرَى مَاءٌ قَطُّ عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ، إِلَّا كَانَ لَهُ نَبْتَةٌ. فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ نَبْتٌ؟ قَالَ "نَعَمْ، قُضْبَانُ الذَّهَبِ"]. قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ، فَإِنَّهُ قَلَّمَا يَنْبُتُ قَضِيبٌ إِلَّا أَوْرَقَ، وَإِلَّا كَانَ لَهُ ثَمَرٌ! قَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ ثَمَرَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلْوَانُ الْجَوْهَرِ، وَمَاؤُهُ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ بَعْدَهُ، وَمَنْ حُرِمَهُ لَمْ يَرْوَ بَعْدَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hakam Al-Bannani, dari Usman, dari Ibrahim, dari Akjamah dan Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa dua orang anak Mulaikah datang menghadap Nabi Saw. Lalu keduanya berkata, "Sesungguhnya ibu kami sangat menghormati suaminya dan kasih sayang kepada anak-anaknya." Disebutkan pula bahwa ibunya suka menghormati tamu, hanya saja ia pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah (dan ibunya telah mati di masa Jahiliyah). Maka Nabi Saw. bersabda: Ibumu berdua berada di dalam neraka. Lalu keduanya pergi dengan wajah yang muram penuh duka, kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar keduanya kembali. Maka kembalilah keduanya, sedangkan wajah keduanya kelihatan gembira karena berhaiap bahwa sesuatu telah terjadi perubahan (terhadap nasib ibu mereka). Nabi Saw. bersabda: Ibuku bersama-sama dengan ibu kamu berdua. Maka berkatalah seorang lelaki dari kaum munafik, "Orang ini (maksud­nya Nabi Saw.) tidak dapat memberi manfaat (pertolongan syafaat) kepa­da ibunya sendiri barang sedikit pun," sedangkan kami menginjak kedua telapak kakinya (agar diam). Maka berkatalah seorang lelaki dari kalangan Ansar—yang menurut Buraidah belum pernah melihat seseorang yang lebih banyak bertanya selain dari dia—, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu sesuatu sehingga engkau dapat menolong wanita itu atau kedua orang itu?" Buraidah menduga bahwa sabda Nabi Saw. berikut pernah ia dengar sebelumnya, yaitu: Apa yang dikehendaki oleh Allah Tuhanku (pasti terjadi). Alang­kah inginnya aku untuk mendapatkannya, sesungguhnya aku pada hari kiamat berdiri di tempat yang terpuji. Orang Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji itu?" Nabi Saw. bersabda, "Yang demikian itu terjadi di saat kalian telah dihadapkan dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki, serta tidak berkhitan. Maka orang yang mula-mula diberi pakaian ialah Ibrahim a.s. Allah berfirman, 'Berilah kekasih-Ku pakaian!' Maka didatangkanlah dua lapis jubah putih, lalu dipakaikan kepadanya. Kemudian Ibrahim a.s. didudukkan di tempat yang menghadap ke arah 'Arasy. Lalu didatangkanlah pakaianku dan aku memakainya, lalu aku berdiri di sebelah kanan Ibrahim a.s., yaitu di suatu tempat yang tiada seorang pun berani mendudukinya; sehingga semua orang yang terdahulu dan yang kemudian iri melihatku duduk di tempat itu (yakni menginginkan­nya)." Kemudian dibukalah bagi mereka aliran Sungai Al-Kausar (salah satu sungai surga) hingga membentuk telaga. Orang munafik itu berkata, "Sesungguhnya air itu tidak dapat menga­lir kecuali di atas tanah atau batu kerikil." Rasulullah Saw. menjawab, "Tanahnya adalah minyak kesturi dan batu kerikilnya adalah mutiara." Orang munafik itu berkata lagi, "Saya belum pernah mendengar hal seperti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali air mengalir di atas tanah atau batu kerikil, melainkan pasti ada tumbuh-tumbuhannya." Maka ber­tanyalah lelaki dari kalangan Ansar itu, "Wahai Rasulullah, apakah di pinggir sungai itu ada tumbuh-tumbuhannya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, batangnya dari emas." Orang munafik itu berkata, "Saya belum pernah mendengar hal se­perti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali ada batang pohon tumbuh, melainkan ada dedaunannya dan pasti ada buahnya." Maka lelaki Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah pohonnya ada buahnya?" Nabi Saw. bersabda: Ya, buah-buahannya adalah intan berlian yang beraneka war­na, dan airnya lebih putih daripada susu serta rasanya lebih manis daripada madu. Barang siapa yang meminum sekali mi­num darinya, tentu tidak akan haus lagi sesudahnya; dan ba­rangsiapa yang tidak dapat meminumnya, tentulah dia merasa kehausan terus sesudahnya.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Salamah ibnu Kahil, dari ayahnya, dari Abuz Za'ra, dari Ab­dullah yang mengatakan bahwa kemudian Allah Swt. memberikan izin untuk memberi syafaat. Maka bangkitlah Ruhul Qudus, yaitu Malaikat Jibril (untuk memberi syafaat); setelah itu bangkitlah Ibrahim kekasih Allah memberi syafaat, dan disusul oleh Isa atau Musa.
Abuz Za'ra mengatakan bahwa ia tidak ingat lagi yang manakah yang dimaksud dari keduanya (Isa ataukah Musa). Abu Za'ra melanjut­kan kisahnya, bahwa lalu bangkitlah Nabi kalian (Nabi Muhammad Saw.) sebagai orang yang keempat, maka dia memberikan syafaatnya. Tiada seorang pun yang memberikan syafaat lebih banyak daripada dia sesu­dahnya, dan hal inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang tertera di dalam firman Allah Swt.: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Hadis Ka'b ibnu Malik r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ [بْنِ كَعْبِ] بْنِ مَالِكٍ، عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي عَلَى تَلٍّ، وَيَكْسُونِي رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، حُلَّةً خَضْرَاءَ ثُمَّ يُؤْذَنُ لِي فَأَقُولُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ أَقُولَ، فَذَلِكَ الْمَقَامُ الْمَحْمُودُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbihi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari Ka'b ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia dibangkitkan pada hari kiamat, maka aku dan umatku berada di sebuah lereng, dan Tuhanku memberiki pakaian yang  berwarna hijau. Kemudian aku diberi izin (untuk memberi syafa­at), maka aku memohon kepada-Nya sebanyak apa yang dikehendaki oleh-Nya. Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.
Hadis Abu Darda r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابن جُبَير، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِالسُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ، فَأَنْظُرُ إِلَى مَا بَيْنَ يَدِي، فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَمِنْ خَلْفِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ يَمِينِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ شِمَالِي مِثْلَ ذَلِكَ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، فِيمَا بَيْنَ نُوحٍ إِلَى أُمَّتِكَ؟ قَالَ: "هُمْ غُرٌّ مُحَجَّلُون، مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، لَيْسَ أَحَدٌ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يُؤتَونَ كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ تَسْعَى بين أيديهم ذريتهم"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk bersujud pada hari kiamat (untuk memohon syafaat), dan aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, sehingga aku dapat melihat pemandangan yang ada di ha­dapanku, maka aku dapat mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku melihat hal yang sama di arah belakang­ku, juga di arah sebelah kanan dan kiriku. Maka ada seseorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya yang di mulai dari umat Nabi Nuh sampai dengan umatmu?" Nabi Saw. bersabda: Mereka mengeluarkan cahaya putih dari bekas semua anggota wudunya, tiada seorang pun yang mempunyai ciri khas itu sela­in dari mereka. Saya mengenal mereka bahwa kitab catatan amal perbuatan mereka diberikan dari sebelah kanannya, dan saya mengenal mereka karena anak cucu mereka berjalan di depan mereka.
Hadis Abu Hurairah r. a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّان، حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَحْمٍ، فَرُفع إِلَيْهِ الذِّرَاعُ -وَكَانَتْ تَعْجِبُهُ -فَنَهَسَ مِنْهَا نَهْسة ، ثُمَّ قَالَ: "أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مِمَّ ذَاكَ؟ يَجْمَعُ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمعهم الدَّاعِي ويَنفذُهم الْبَصَرُ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ. فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ: [أَلَّا تَرَوْنَ إِلَى مَا أَنْتُمْ فِيهِ؟ أَلَا تَرَوْنَ إِلَى مَا قَدْ بَلَغَكُمْ؟ أَلَا تَنْظُرُونَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ؟ فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ]: أَبُوكُمْ آدَمُ!. فَيَأْتُونَ آدَمَ، فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ؛ فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ آدَمُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ نَهَانِي عَنِ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ، وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ نُوحٌ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ عَلَى قَوْمِي، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ. فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُونَ: يَا إِبْرَاهِيمُ، أَنْتَ نَبِيُّ اللَّهِ وَخَلِيلُهُ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، [اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ] أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، فَذَكَرَ كَذِبَاتِهِ نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي [اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي] اذْهَبُوا إِلَى مُوسَى. فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُونَ: يَا مُوسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَاتِهِ وَبِكَلَامِهِ عَلَى النَّاسِ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ مُوسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنِّي قَتَلْتُ نَفْسًا لَمْ أُومَرْ بِقَتْلِهَا، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى عِيسَى. فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُونَ: يَا عِيسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ -قَالَ: هَكَذَا هُوَ -وَكَلَّمْتَ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ عِيسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَلَمْ يَذْكُرْ ذَنْبًا، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى مُحَمَّدٍ. فَيَأْتُونِي فَيَقُولُونَ: يَا مُحَمَّدُ، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، وَخَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَأَقُومُ فَآتِي تَحْتَ الْعَرْشِ، فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيَّ، وَيُلْهِمُنِي مِنْ مَحَامِدِهِ وَحُسْنِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ مَا لَمْ يَفْتَحْهُ عَلَى أَحَدٍ قَبْلِي. فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ، ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعْطَهْ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي! فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ: أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِ مِنَ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْأَبْوَابِ". ثُمَّ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَمَا بَيْنَ مِصْراعين مِنْ مَصَارِيعِ الْجَنَّةِ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وَهَجَر، أَوْ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وبُصْرَى".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menerima kiriman daging yang telah dimasak, lalu disuguhkan kepada beliau kaki kambing yang disukainya. Maka beliau memakan sebagian darinya sekali makan, kemudian bersabda, "Aku adalah penghulu umat manusia di hari kiamat. Tahukah kalian mengapa demikian?" Allah pada hari kiamat menghimpun semua orang yang terdahulu dan yang kemudian di suatu tanah lapang. Mereka digiring ke tempat itu oleh suara yang,terdengar oleh mereka semua, dan mereka semua terlihat berada dalam pengawasan. Matahari berada di dekat mereka, sehingga manusia saat itu mengalami penderitaan dan malapetaka yang tidak kuat mereka sanggah. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Tidakkah kalian merasakan apa yang sedang kalian derita yang tidak mampu kalian sanggah ini? Tidakkah kalian mencari orang yang dapat meminta syafaat bagi kalian kepada Tuhan kalian?" Maka sebagian dari mereka menjawab, "Sebaiknya kalian datang kepada Adam." Maka mereka datang kepada Adam a.s. dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia- Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan Dia telah meniupkan sebagian dari roh-Nya kepadamu, serta Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadamu. Maka mintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau melihat apa yang sedang kami alami, betapa menderitanya kami." Adam a.s. menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah Dia alami sebelumnya semisal sekarang, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya seperti murka-Nya pada hari ini. Sesungguhnya Dia pernah melarangku mende­kati sebuah pohon, tetapi aku mendurhakai-Nya. Sekarang aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Nuh." Mereka datang kepada Nuh dan mengatakan, "Hai Nuh, engkau adalah mula-mula rasul di muka bumi, Allah telah memberimu nama seorang hamba yang banyak bersyukur. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan yang kami alami? Tidakkah engkau lihat bagaimana keadaan kami sekarang?" Nuh menja­wab, "Sesungguhnya Tuhanku hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah dialami-Nya semisal dengan hari ini, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini. Dan se­sungguhnya aku pernah memanjatkan suatu doa kepada-Nya untuk kebi­nasaan umatku. Maka pada hari ini aku hanya dapat menyelamatkan di­riku sendiri. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Ibrahim." Mereka datang kepada Ibrahim dan mengatakan kepadanya, "Hai Ibrahim, engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari kalangan pendu­duk bumi. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Maka Ibrahim menjawab, "Sesungguhnya tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum itu, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini," lalu Ibrahim menyebutkan beberapa kedustaan yang pernah di­lakukannya. Karena itu, ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Musa." Mereka datang kepada Musa dan mengatakan, "Hai Musa, engkau adalah rasul Allah, Allah telah memilihmu untuk membawa risalah-Nya dan berbicara langsung dengan-Nya untuk engkau sampaikan kepada manusia. Makamintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Musa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum hari ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi dengan kemurkaan seperti sekarang. Sesungguhnya aku pernah membunuh seseorang yang aku ti­dak diperintahkan untuk membunuhnya. Sekarang aku hanya dapat me­nyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Isa." Mereka datang kepada Isa dan mengatakan, "Hai Isa engkau adalah rasul Allah, engkau diciptakan melalui perintah Allah yang disampaikan kepada Maryam melalui tiupan roh (ciptaan)-Nya, dan engkau dapat berbicara kepada manusia selagi engkau masih bayi dalam usia buaian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah eng­kau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Isa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang dalam keadaan murka dengan kemurkaan yang belum pernah dilakukan-Nya sebelum ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi seperti kemurkaan-Nya pada hari ini.'Tetapi Isa tidak menyebutkan suatu dosa pun, dan ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Muhammad Saw." Maka mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. dan mengata­kan, "Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan Nabi terakhir, sesungguhnya Allah telah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Nabi Saw. bersabda, "Maka aku bangkit dan mendatangi bagian bawah' Arasy, lalu aku menyungkur bersujud kepada Tuhanku. Kemudian Allah membukakan bagiku dan memberiku ilham cara memuji dan me-nyanjung-Nya dengan pujian dan sanjungan yang belum pernah Dia ajar­kan kepada seorang pun sebelumku. Maka dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, angkatlah mukamu; dan mintalah, pasti engkau diberi apa yang kamu minta; dan mintalah syafaat, tentu engkau akan diberi izin memberikan syafaat.' Maka aku mengangkat mukaku dan berkata, 'Wa­hai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku.' Dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, masukkanlah ke dalam surga dari kalangan umatmu orang-orang yang tidak ada hisabnya melalui pintu surga yang ada di sebelah kanan, sedangkan pintu-pintu lainnya buat se­mua orang yang lainnya bersama-sama'." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak di antara kedua sisi pintu surga itu sama dengan jarak antara Mekah dan Hajar, atau antara Mekah dan Basra."
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahihnya masing-masing.
قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا الْحَكْمُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا هِقْلُ بْنُ زِيَادٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، حَدَّثَنِي أَبُو عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ فرُّوخ، حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مُشَفَّع"
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Haql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Abu Ammar, telah menceri­takan kepadaku Abdullah ibnu Farrukh, telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah penghulu Anak Adam pada hari kiamat, dan orang yang mula-mula dikeluarkan dari kubur di hari kiamat, orang yang mula-mula diberi izin untuk memberi syafaat, serta orang yang mula-mula memberi syafaat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ دَاوُدَ بْنِ يَزِيدَ الزَّعَافِرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} ، سُئِلَ عَنْهَا فَقَالَ: "هِيَ الشَّفَاعَةُ "
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Daud ibnu Yazid Az-Za'afiri, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna ayat ini: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Ketika beliau Saw. ditanya mengenai makna kedudukan yang terpuji, beliau Saw. menjawab bahwa kedudukan yang terpuji ialah syafaat.
رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ وَكِيعٍ وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ دَاوُدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} قَالَ: "هُوَ الْمَقَامُ الَّذِي أَشْفَعُ لِأُمَّتِي فِيهِ"
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Muhammad ibnu Ubaid, dari Daud, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehu­bungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Yaitu kedudukan yang darinya aku memberikan syafaat buat umatku.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، مَدَّ اللَّهُ الْأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيمِ، حَتَّى لَا يَكُونَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعُ قَدَمِهِ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى، وَجِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَاللَّهِ مَا رَآهُ قَبْلَهَا، فَأَقُولُ رَبِّ، إِنَّ هَذَا أَخْبَرَنِي أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: صَدَقَ، ثُمَّ أُشَفَّعُ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ عِبَادُكَ عَبَدُوكَ فِي أَطْرَافِ الْأَرْضِ"، قَالَ: "فَهُوَ المقام المحمود"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat terjadi, maka bumi digelarkan seperti kulit yang digelarkan (yakni rata), hingga tiada tempat bagi seorang manusia pun kecuali hanya untuk kedua telapak kakinya (yakni penuh sesak dengan manusia). Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, "Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, Jibril ber­ada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah. Demi Allah, saya belum pernah melihat Jibril dalam rupa seperti itu sebelumnya. Lafu aku berkata, "Wahai Tuhanku sesungguhnya dia pernah menyampaikan berita kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Allah Swt. berfirman, "Dia benar." Kemudian aku memohon syafaat dan mengatakan, "Wahai Tuhanku, tolonglah hamba-hamba-Mu yang telah menyembah-Mu di berbagai belahan bumi.” Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.”
Hadis ini berpredikat mursal.

Al-Isra, ayat 78-79

{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (78) وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79) } .
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengerjakan salat-salat fardu dalam waktunya masing-masing.
{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ}
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir. (Al-Isra: 78)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan dulukusy syamsi ialah tenggelamnya matahari, menurut ibnu Mas'ud, Mujahid, dan ibnu Zaid.
Hasyim telah meriwayatkan dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan dulukusy syams ialah sesudah matahari tergelincir dari pertengahan langit.
Nafi' meriwayatkan pendapat ini dari Ibnu Umar, dan Malik di dalam tafsirnya meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Ibnu Umar.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Barzah Al-Aslami yang juga merupakan riwayat lain dari Ibnu Mas'ud dan Mujahid.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan, Ad-Dahhak, Abu Ja'far Al-Baqir serta Qatadah, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Di antara dalil yang mendukung pendapat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Humaid:
عَنِ الْحَكَمِ بْنِ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، [عَنْ رَجُلٍ]، عَنِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: دَعَوْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ شَاءَ مِنْ أَصْحَابِهِ فَطَعِمُوا عِنْدِي، ثُمَّ خَرَجُوا حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "اخْرُجْ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَهَذَا حِينَ دلكت الشمس"
dari Al-Hakam ibnu Basyir, bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Ibnu Abu Laila, dari seorang lelaki, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa ia pernah mengundang Rasulullah Saw. dan sebagian sahabat yang dekat dengannya untuk suatu jamuan makan yang diadakannya. Mereka selesai dari jamuan makan itu saat matahari tergelincir, lalu Rasulullah Saw. keluar dan bersabda: Hai Abu Bakar, keluarlah, ini adalah saat matahari baru tergelincir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui Sahl ibnu Bakkar, dari Abu Uwwanah, dari Al-Aswad ibnu Qais, dari Nabih Al-Anazi, dari Jabir, dari Rasulullah Saw. dengan lafaz yang semisal.
Dengan demikian, berarti ayat ini mengandung makna keterangan tentang salat lima waktu.
*******************
Dan firman-Nya yang mengatakan:
{لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ}
dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam. (Al-Isra: 78)
Yang dimaksud dengan gasaqil lail ialah gelapnya malam hari, dan me­nurut pendapat lain artinya terbenamnya matahari. Dapat disimpulkan dari makna ayat ini waktu lohor, asar, dan magrib serta isya.
Firman Allah Swt.:
{وَقُرْآنَ الْفَجْرِ}
dan (dirikanlah pula salat) Subuh. (Al-Isra: 78)
Yang dimaksud dengan qura-nal fajri ialah salat Subuh.
Telah disebutkan di dalam sunnah dari Rasulullah Saw. secara mutawatir melalui perbuatan dan ucapannya yang merincikan waktu-waktu salat tersebut, seperti apa yang sekarang dilakukan oleh semua pemeluk agama Islam. Mereka menerimanya secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi lain yang sesudahnya. Penjelasan secara rinci mengenai hal ini disebutkan di dalam bagiannya sendiri (yaitu kitab-kitab fiqih).
{إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}
Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al- Isra: 78)
قَالَ الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ -وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ"
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dan ia juga telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh, sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Bahwa salat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ -وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَضْلُ صَلَاةِ الْجَمِيعِ عَلَى صَلَاةِ الْوَاحِدِ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ دَرَجَةً، وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ". وَيَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah dan Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Keutamaan salat berjamaah atas salat sendirian ialah dua pu­luh lima derajat, dan malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari berkumpul dalam salat Subuh. Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah jika kalian suka membaca­nya," yaitu firman Allah Swt.: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَحَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ، وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asbat telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. Dan telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Nabi Saw. bersabda: Salat Subuh disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.
Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih hasan.
Menurut lafaz lain yang ada di dalam kitab Sahihain melalui jalur Malik, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
" يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفِي صَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ -وَهُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ -كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ"
Malaikat malam hari dan malaikat siang hari silih berganti ke­pada kalian, dan mereka bersua di dalam salat Subuh dan salat Asar, kemudian para malaikat yang bertugas pada kalian di malam hari naik (ke langit), lalu Tuhan mereka Yang lebih menge­tahui menanyai mereka tentang kalian, "Bagaimanakah keada­an hamba-hamba-Ku saat kalian tinggalkan?” Mereka menja­wab, "Kami datangi mereka sedang mengerjakan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang mengerjakan salat.”
Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa kedua malaikat penjaga bersua dalam salat Subuh. Para malaikat yang telah berjaga naik ke langit, se­dangkan para malaikat yang baru datang tetap tinggal menggantikannya. Hai yang sama telah dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam bab ini ia ketengahkan melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd, dari Ziyadah, da­ri Muhammad ibnu Ka'b A!-Qurazi, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Abu Darda, dari Rasulullah Saw. lalu ia menyebutkan tentang hadis turunnya para malaikat penjaga itu, yang di dalamnya antara lain disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:
"مَنْ يَسْتَغْفِرْنِي أَغْفِرْ لَهُ، مَنْ يَسْأَلْنِي أُعْطِهِ، مَنْ يَدْعُنِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ"
Barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku, Aku memberi­kan ampun baginya; dan barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya; dan barang siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankan baginya hingga fajar terbit.
Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Allah menyaksikannya, begitu pula para malaikat malam hari dan para malaikat siang hari.
Adanya tambahan ini dalam riwayat Ibnu Jarir, hanya dia sendirilah yang meriwayatkannya, dan ia mempunyai syahid yang mengatakan ini terdapat di dalam kitab Sunnah Abu Daud.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ}
Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)
Ayat ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Saw. untuk mengerja­kan salat sunat malam hari sesudah salat fardu.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw., pernah ditanya mengenai salat yang paling utama sesudah salat fardu. Maka beliau Saw. menjawab melalui sabdanya:
"صَلَاةُ اللَّيْلِ"
salat sunat malam hari.
Karena itulah maka Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menghidupkan malam hari dengan salat sunat tahajud. Makna tahajud ialah salat yang dikerjakan sesudah tidur. Demikianlah menurut pendapat Alqamah, Al-Aswad, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dan inilah pengertian yang dikenal di dalam bahasa Arab. Hal yang sama telah disebutkan di dalam banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menyebutkan bahwa beliau melakukan salat tahajudnya sesu­dah tidur. Hal ini diriwayatkan melalui Ibnu Abbas dan Siti Aisyah serta sahabat-sahabat lainnya, semuanya itu diterangkan secara rinci di tempat­nya sendiri.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tahajud ialah salat yang dila­kukan sesudah salat Isya. Pendapat ini mempunyai interpretasi salat yang dikerjakan sesudah tidur terlebih dahulu.
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya:
{نَافِلَةً لَكَ}
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah bahwa Engkau secara khusus wajib melakukan hal itu. Maka mereka menganggapnya sebagai suatu kewajiban khusus bagi Nabi Saw. sendiri, tidak bagi umat­nya. Demikianlah menurut pendapat yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Inilah yang dikatakan oleh salah satu pendapat di antara dua pendapat yang ada di kalangan ulama, juga menurut salah satu penda­pat Imam Syafi'i, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut pendapat lain, susungguhnya mengerjakan salat sunat malam hari dianggap sebagai ibadah tambahan khusus baginya, mengingat semua dosa Nabi Saw. telah diampuni, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Sedangkan bagi selain Nabi Saw. — yaitu umatnya — salat sunat itu dapat menghapuskan dosa-dosanya. Demikianlah menurut Muja­hid. Pendapat ini disebutkan di dalam kitab Musnad melalui riwayat Abu Umamah Al-Bahlil r.a.
Firman Allah Swt.:
{عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Aku lakukan perintah ini kepadamu untuk menempatkanmu di hari kiamat kelak pada kedudukan yang terpuji. Semua makhluk akan memujimu, begitu pula Tuhan yang menciptakan mereka semua.
Ibnu Jarir mengatakan, kebanyakan ulama ahli takwil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji ini ialah kedudukan yang diperoleh Nabi Saw. pada hari kiamat nanti, yaitu memberikan syafa­at bagi umat manusia, agar Tuhan mereka membebaskan mereka dari kesengsaraan hari itu.
Pendapat ulama yang mengatakannya sebagai kedudukan syafaat
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إسحاق، عن صِلَةَ بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: يُجْمَعُ النَّاسُ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ، حُفَاةً عُراة كَمَا خُلِقُوا قِيَامًا، لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ، يُنَادَى: يَا مُحَمَّدُ، فَيَقُولُ: "لَبَّيْكَ وسعدَيك، وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، وَالْمَهْدِيُّ مَنْ هَدَيْت، وَعَبْدُكَ بَيْنَ يَدَيْكَ، وَبِكَ وَإِلَيْكَ، لَا مَنْجَى وَلَا مَلْجَأَ مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، سُبْحَانَكَ رَبَّ الْبَيْتِ".
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa manusia (kelak di hari kiamat) dikumpulkan di suatu tempat yang datar, suara penyeru terdengar oleh mereka dan pandangan mata mereka tembus (tiada yang menghalanginya). Mereka semua dalam keadaan telanjang dan tak beralas kaki, persis seperti ketika mereka baru dicipta-kan (dilahirkan). Mereka semua dalam keadaan berdiri, tiada seorang pun yang berani berbicara melainkan dengan seizin-Nya. Allah Swt. berseru, "Hai Muhammad!" Nabi Saw. menjawab: Labbaika wa sa'daika, semua kebaikan berada di Tangan-Mu, dan semua keburukan tidak pantas disandarkan kepada-Mu. Orang yang beroleh hidayah hanyalah orang yang Engkau beri hidayah. Hamba-Mu sekarang berada di hadapan-Mu, berasal dari (ciptaan)-Mu dan kembali kepada-Mu. Tiada jalan selamat dan tiada tempat berlindung dari murka-Mu kecuali hanya kepada-Mu. Mahasuci lagi Mahatinggi dan Mahaagung Engkau, wahai Tuhan Pemilik Ka'bah.”
Inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar dan As-Sauri, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kedudukan yang terpuji ini adalah kedudukan syafaat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid. Pendapat yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Qatadah mengatakan bahwa Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat, dan beliau adalah orang yang mula-mula memberi syafaat.
Ahlul 'ilmi berpendapat bahwa hal inilah yang dimaksud oleh Allah dengan kedudukan yang terpuji di dalam firman-Nya: mudah-mudah Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah Saw. mempunyai beberapa ke­muliaan di hari kiamat yang tidak ada seorang pun yang menandinginya. Sebagaimana beliau pun memiliki beberapa keutamaan yang tiada seorang pun dapat menyainginya, yaitu seperti berikut:
1.      Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kubur­nya.
2.      Nabi Saw. dibangkitkan dalam keadaan berkendaraan menuju Padang Mahsyar.
3.      Nabi Saw. adalah pemegang panji yang bernaung di bawahnya Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lain sesudahnya, semuanya berada di ba­wah panjinya.
4.      Nabi Saw. mempunyai telaga (Kausar) yang di tempat perhentian itu tiada sesuatu pun yang lebih banyak pendatangnya daripada telaga yang dimilikinya.
5.      Nabi Saw. pemegang syafa'atul 'uzma di sisi Allah agar Allah mau datang untuk memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya. Yang demikian itu terjadi sesudah semua manusia meminta kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, lalu Isa; masing-masing dari mereka mengatakan, "Saya bukanlah orangnya.”Akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Akulah orangnya, akulah orangnya. Mengenai pembahasan masalah ini kami sebutkan nanti secara rinci.
6.      Keistimewaan lainnya yang dimiliki oleh Nabi Saw. ialah memberi­kan syafaat kepada sejumlah kaum, padahal kaum-kaum itu telah diperin­tahkan untuk diseret ke dalam neraka, akhirnya mereka diselamatkan darinya.
7.      Umat Nabi Saw. adalah umat yang paling pertama menerima ke-putusan dari Allah dalam peradilan-Nya di antara sesama mereka. Dan mereka adalah umat yang mula-mula melewati sirat bersama nabinya.
8.      Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula diberi syafaat oleh Allah untuk masuk ke dalam surga, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim. Di dalam hadis sur (sangkakala) disebutkan bahwa semua orang mukmin tidak dapat masuk surga kecuali dengan syafaat dari Nabi Saw. Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula masuk surga bersama umatnya sebelum umat-umat lainnya.
9.      Nabi Saw. memberikan syafaat untuk meninggikan derajat sejum­lah kaum yang amal perbuatan mereka tidak dapat mencapainya.
10.  Nabi Saw. adalah pemilik wasilah yang merupakan kedudukan tertinggi di surga. Kedudukan ini tidak layak disandang kecuali hanya oleh Nabi Saw. sendiri.
11.  Apabila Allah Swt. telah memberikan izin untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang durhaka, maka barulah para malaikat, para nabi, dan kaum mukmin memberikan syafaatnya masing-masing. Nabi Saw. memberikan syafaatnya kepada sejumlah besar makhluk yang tiada seorang pun mengetahui bilangannya kecuali hanya Allah Swt. Tiada seorang pun yang dapat menyamainya dan setara dengan dia dalam hal memberi syafaat.
Saya telah menjelaskan masalah ini secara rinci di dalam kitab As-Sirah pada Bab "Al-Khasais" (kitab lain karya tulis Ibnu Kasir). Berikut ini akan kami ketengahkan hadis-hadis yang menyebutkan tentang Kedu­dukan yang Terpuji ini.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Adam ibnu Ali; ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa sesungguh­nya manusia itu kelak di hari kiamat semuanya berlutut, setiap umat mengikuti nabinya masing-masing. Mereka mengatakan, "Hai Fulan, beri­lah syafaat. Hai Fulan, berilah syafaat!" Hingga sampailah syafaat kepada Nabi Saw., hanya dialah yang dapat memberikannya. Yang demikian itu terjadi di hari Allah mendudukkannya di tempat yang terpuji.
Hamzah ibnu Abdullah meriwayatkannya dari ayahnya, dari Nabi Saw.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ حَمْزَةَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنَّ الشَّمْسَ لَتدنو حَتَّى يَبْلُغَ العَرَقُ نصفَ الْأُذُنِ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ، فَيَقُولُ: لَسْتُ صَاحِبَ ذَلِكَ، ثُمَّ بِمُوسَى فَيَقُولُ كَذَلِكَ، ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ فَيَشْفَعُ بَيْنَ الْخَلْقِ ، فَيَمْشِي حَتَّى يَأْخُذَ بِحَلْقَةِ بَابِ الْجَنَّةِ، فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا مَحْمُودًا".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnul Lais, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ubaidillah ibnu Abu Ja'far yang mengatakan, ia pernah mendengar Hamzah ibnu Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdul­lah ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya matahari (kelak di hari kiamat) benar-benar dekat sehingga keringat (manusia) sampai sebatas pertengahan teli­nga (mereka). Ketika mereka dalam keadaan demikian, mereka meminta tolong kepada Adam, maka Adam menjawab, "Saya bukanlah orang yang memiliki syafaat itu." Kemudian kepada Musa. Musa menjawab dengan kata-kata yang sama (seperti yang dikatakan Adam). Dan akhirnya kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. memberikah syafaatnya kepada makhluk. Lalu beliau berjalan (menuju surga) dan memegang halgah (pe­gangan) pintu surga. Pada saat itulah Allah menempatkannya pada kedudukan yang terpuji.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Bab "Zakat" melalui Yahya ibnu Bukair dan Alqamah, dari Abdullah ibnu Saleh, keduanya dari Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad yang sama. Hanya dalam riwayat ini ditambahkan:
"فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا محمودًا، بحمده أَهْلُ الْجَمْعِ كُلُّهُمْ".
bahwa pada hari itu Allah menempatkan­nya pada kedudukan yang terpuji, semua makhluk yang ada di tempat pemberhentian memujinya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاش، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزة، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّت لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Ali ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Ham­zah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan doa berikut ketika mende­ngar suara azan, yaitu: "Ya Allah, Tuhan seruan yang sempur­na ini dan salat yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan, dan angkatlah dia ke kedudukan yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan kepadanya, " maka ia akan mendapat syafaatku kelak di hari kiamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid, tanpa Imam Muslim.
Hadis Ubay ibnu Ka'b.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا زُهَيْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، كَنْتُ إِمَامَ الْأَنْبِيَاءِ وَخَطِيبَهُمْ، وَصَاحِبَ شَفَاعَتِهِمْ غَيْرَ فَخْر
Imam Ahmad telah mengatakan,, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Apabila hari kiamat tiba, saya menjadi pemimpin para nabi, khatib (pembicara) mereka, dan pemilik syafaat mereka, tanpa membanggakan diri.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Abu Amir Ab­dul Malik ibnu Amr Al-Aqdi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil dengan sanad yang sama.
Dalam pembahasan terdahulu dalam hadis Ubay ibnu Ka'b mengenai bacaan Al-Qur'an yang terdiri atas tujuh dialek disebutkan bahwa di akhir hadis tersebut dikatakan:
"فَقُلْتُ: اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِأُمَّتِي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّتِي، وَأَخَّرْتُ الثَّالِثَةَ لِيَوْمٍ يَرْغَبُ إِلَيَّ فِيهِ الْخَلْقُ، حَتَّى إبراهيم عليه السلام"
Maka aku .berdoa, "Ya Allah, berilah ampun kepada umatku. Ya Allah, berilah ampun kepada umatku, " dan aku tangguhkan permintaan yang ketiga buat suatu hari yang di hari itu semua makhluk memerlukan pertolonganku hingga Nabi Ibrahim a.s.
Hadis Anas ibnu Malik.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبة، حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجْتَمِعُ الْمُؤْمِنُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْهَمُونَ ذَلِكَ فَيَقُولُونَ: لَوِ اسْتَشْفَعْنَا إِلَى رَبِّنَا، فَأَرَاحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ، وَعَلَّمَكَ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَقُولُ لَهُمْ آدَمُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ ذَنْبَهُ الَّذِي أَصَابَ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، مِنْ ذَلِكَ، وَيَقُولُ: وَلَكِنِ ائْتُوا نُوحًا، فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ خَطِيئَةَ سُؤَالَهُ رَبَّهُ مَا لَيْسَ لَهُ بِهِ عِلْمٌ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ خَلِيلَ الرَّحْمَنِ. فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُوسَى، عَبْدًا كَلَّمَهُ اللَّهُ، وَأَعْطَاهُ التَّوْرَاةَ. فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ لَهُمُ النَّفْسَ الَّتِي قَتَلَ بِغَيْرِ نَفْسٍ فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا عِيسَى عَبْدَ اللَّهِ وَرَسُولَهُ، وَكَلِمَتَهُ وَرُوحَهُ، فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُحَمَّدًا عَبْدًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي". قَالَ الْحَسَنُ هَذَا الْحَرْفُ: "فَأَقُومُ فَأَمْشِي بَيْنَ سِماطين مِنَ الْمُؤْمِنِينَ". قَالَ أَنَسٌ: "حَتَّى أَسْتَأْذِنَ عَلَى رَبِّي، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ لَهُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي". قَالَ: "ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَاشْفَعْ تَشَفَّعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي، فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ": "ثُمَّ أَعُودُ  إِلَيْهِ الثَّانِيَةَ، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ، ثُمَّ أَعُودُ فِي الثَّالِثَةِ؛ فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي، ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ. ثُمَّ أَعُودُ الرَّابِعَةَ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا بَقِيَ إِلَّا مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ". فَحَدَّثَنَا أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيْرَةً، ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّة ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: bahwa pada hari kiamat orang-orang mukmin berkumpul setelah mereka mengalami penderitaan terse­but. Lalu mereka berkata, "Sebaiknya kita meminta syafaat kepada Tuhan, agar Dia membebaskan kita dari tempat yang penuh dengan penderitaan ini." Maka mereka datang kepada Adam dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya sendiri, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, serta Allah telah mengajarkan kepadamu nama segala sesua­tu. Maka mohonkanlah syafaat buat kami kepada Tuhanmu agar Dia membebaskan kita dari tempat kita ini." Nabi Adam menjawab mereka, "Saya bukanlah orang yang kalian harapkan", lalu Adam menyebutkan dosa yang pernah dilakukannya, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahamulia untuk meminta syafaat itu. Lalu ia berkata, "Sebaiknya kalian datang kepada Nuh, karena dia adalah rasul yang mula-mula diutus oleh Allah untuk penduduk bumi." Maka mereka datang kepada Nabi Nuh, lalu ia menjawab, "Saya bukanlah orang yang dapat kalian harapkan," kemudian Nabi Nuh menyebutkan suatu kesalahan, yaitu ia pernah meminta kepada Tuhan sesuatu yang tiada pengetahuan baginya tentang hal ifu, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka minta itu. Dan Nuh a.s. mengatakan, "Sebaiknya kalian pergi kepada Nabi Ibrahim a.s., kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah." Mereka datang kepada Nabi Ibrahim a.s., tetapi Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kalian kepada Musa, seorang hamba yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah dan Allah telah memberinya kitab Taurat." Mereka datang kepada Musa, tetapi Musa menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan," lalu Musa menyebutkan bahwa ia pernah membunuh seseorang tanpa mendapat balasan qisas, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka kehendaki itu. Dan ia mengatakan, "Sebaiknya datanglah kalian kepada Isa, hamba dan Rasul Allah, serta kalimah dan roh-Nya." Mereka datang kepada Isa, tetapi Isa berkata, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kamu kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diberi ampun oleh Allah Swt. atas semua do­sanya yang terdahulu dan yang kemudian." Mereka datang kepadaku — menurut Al-Hasan terjadi perubahan dalam ungkapan hadis —, lalu aku bangkit dan berjalan di antara dua ba­risan kaum mukmin -— Anas melanjutkan kisahnya—sehingga aku meng­hadap kepada Tuhan dan meminta izin untuk bersua dengan-Nya. Mana­kala aku melihat Tuhanku, maka aku menjatuhkan diri (menyungkur) bersujud kepada Tuhanku, dan Tuhanku membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah muka­mu. Katakanlah, perkataanmu didengar. Dan mintalah syafaat, kamu di­beri izin untuk memberi syafaat. Dan mintalah, pasti kamu diberi apa yang kamu minta!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Lalu aku memberi syafaat, dan Allah memberikan batasan jumlah tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk kedua kalinya; dan apabila aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur bersujud kepada-Nya, dan Dia membiarkan diriku dalam keadaan demikian selama apa yang dikehendaki-Nya. Lalu Allah Swt. berfirman, "Angkatlah mukamu, hai Muhammad. Katakanlah, perkataanmu pasti didengar. Mintalah, permintaanmu pasti dikabulkan. Dan mintalah syafaat, engkau akan diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memberi syafaat, dan Dia membe­rikan batasan kepadaku jumlah tertentu, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk ketiga kalinya; dan mana­kala aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur ber­sujud kepada-Nya. Dia membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Sesudah itu Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah mu­kamu. Katakanlah, perkataanmu pasti di dengar. Mintalah, permintaanmu pasti diberikan. Dan mintalah syafaat, tentulah kamu diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian saya memberikan syafaat, dan Dia memberikan batasan sejumlah orang tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Selanjutnya aku kembali kepada-Nya untuk keempat kalinya dan mengatakan kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, tiada yang tersisa lagi selain orang-orang yang ditahan di dalam neraka oleh Al-Qur'an." Sahabat Anas telah menceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. bersabda: Maka dikeluarkanlah dari neraka orang yang pernah meng­ucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", dan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan seberat biji gandum. Kemudian dike­luarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya ' terdapat sedikit kebaikan sebesar biji jewawut. Kemudian dikeluarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan sebesar semut yang paling kecil.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwa­yat Syu'bah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui Affan, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas dengan teks yang cu­kup panjang.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حَرْبُ بْنُ مَيْمُونٍ أَبُو الْخَطَّابِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: حَدَّثَنِي نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِّي لَقَائِمٌ أَنْتَظِرُ أُمَّتِي تَعْبُرُ الصِّرَاطَ، إِذْ جَاءَنِي عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: هَذِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَدْ جَاءَتْكَ يَا مُحَمَّدُ يَسْأَلُونَ -أَوْ قَالَ: يَجْتَمِعُونَ إِلَيْكَ -ويَدْعُون اللَّهَ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ جَمِيعِ الْأُمَمِ إِلَى حَيْثُ يَشَاءُ اللَّهُ، لِغَمِّ مَا هُمْ فِيهِ، فَالْخَلْقُ مُلجَمون بِالْعَرَقِ، فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَهُوَ عَلَيْهِ كالزكْمَة، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيَغْشَاهُ الْمَوْتُ، فَقَالَ: انْتَظِرْ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكَ. فَذَهَبَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ تَحْتَ الْعَرْشِ، فَلَقِيَ مَا لَمْ يَلْقَ مَلَك مُصْطَفًى وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ. فَأَوْحَى اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى جِبْرِيلَ: أَنِ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، وَقُلْ لَهُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعطَه، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فشفَعتُ فِي أُمَّتِي: أَنْ أُخْرِجَ مِنْ كُلِّ تِسْعَةٍ وَتِسْعِينَ إِنْسَانًا وَاحِدًا. فَمَا زِلْتُ أَتَرَدَّدُ إِلَى رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فَلَا أَقْوَمُ مِنْهُ مَقَامًا إِلَّا شُفِّعْتُ، حَتَّى أَعْطَانِي اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ، أَنْ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَدْخِلْ [مِنْ أُمَّتِكَ] مِنْ خَلْقِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَوْمًا وَاحِدًا مُخْلِصًا وَمَاتَ عَلَى ذَلِكَ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Maimun Abul Khattab Al-Ansari; dari An-Nadr ibnu Anas, dari Anas yang men­ceritakan, Nabi Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa sesungguhnya Nabi Saw. benar-benar sedang berdiri menunggu umatnya yang sedang menyeberangi sirat. Tiba-tiba datanglah Nabi Isa kepadanya dan mengatakan, "Sesungguhnya nabi-nabi ini datang kepadamu, wahai Muhammad, untuk meminta tolong kepadamu — atau berkumpul kepadamu. Mereka memohon kepada Allah agar Dia memberikan keputusan peradilan-Nya di antara sesama umat menurut apa yang dikehendaki-Nya karena kesusahan yang sedang mereka alami. Semua makhluk tenggelam di dalam keringatnya; orang mukmin terendam oleh keringatnya sampai batas telinganya, adapun orang kafir diliputi oleh kematian (yakni tenggelam seluruhnya)." Maka Nabi Saw. bersabda, "Tunggulah saya hingga saya kembali lagi kepadamu." Lalu Nabi Saw. pergi dan berdiri di bawah ' Arasy, ma­ka Nabi Saw. menjumpai hal-hal yang belum pernah dijumpai oleh malaikat yang terpilih dan belum pernah (pula) oleh seorang nabi yang diutus. Lalu Allah Swt. berfirman kepada Malaikat Jibril, "Pergilah kamu kepada Muhammad dan katakanlah kepadanya agar dia mengangkat kepalanya. Suruhlah dia agar meminta, pasti diberi; dan mintalah syafaat, pasti diberi izin untuk memberikan syafaat." Maka aku (Nabi Saw.) memberikan syafaat kepada umatku, yaitu dengan mengeluarkan seseorang dari setiap sembilan puluh sembilan orang di antara mereka. Saya terus-menerus bolatebalik menghadap kepada Tuhan, dan tidak sekali-kali saya menghadap kepada-Nya melainkan diberi izin memberi syafaat, sehingga pada akhirnya Allah Swt. berfirman kepada saya seba­gai karunia dari-Nya: Hai Muhammad, masukkanlah (ke dalam surga) semua umatmu yang diciptakan oleh Allah Swt., yaitu orang-orang yang di — suatu hari — telah bersaksi dengan tulus ikhlas bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan ia mati dalam keadaan berpegang kepada kalimah ini.
Hadis Buraidah r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَصِيرة، عَنِ ابْنِ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى مُعَاوِيَةَ، فَإِذَا رَجُلٌ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ بُرَيْدَةُ: يَا مُعَاوِيَةُ، تَأْذَنُ لِي فِي الْكَلَامِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ -وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ يَتَكَلَّمُ بِمِثْلِ مَا قَالَ الْآخَرُ -فَقَالَ بُرَيْدَةُ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنِّي لَأَرْجُوَ أَنْ أُشَفَّعَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَدَدَ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ وَمَدَرَةٍ". قَالَ: فَتَرْجُوهَا أَنْتَ يَا مُعَاوِيَةُ، وَلَا يَرْجُوهَا عَلِيٌّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؟!
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Israil, dari Al-Haris ibnu Hadirah, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ia pernah menghadap Mu'awiyah, tiba-tiba ia men­jumpai seseorang sedang berbicara, maka Buraidah berkata, "Hai Mu'awiyah, bolehkah saya ikut bicara?" Mu'awiyah menjawab, "Ya." Mu'awiyah menduga bahwa Buraidah pasti akan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh lelaki itu. Lalu Buraidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku berharap akan memberi syafaat di hari kiamat kepada orang-orang yang jumlahnya sama banyaknya dengan semua pohon dan rumah yang ada di muka bumi. Buraidah berkata, "Sekarang berharaplah engkau, hai Mu'awiyah, untuk mendapat syafaat itu, karena Ali r.a. tidak mengharapkannya."
Hadis ibnu Mas’ud.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ البُنَاني، عَنْ عُثْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: جَاءَ ابْنَا مُلَيْكَة إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَا إِنَّ أمَّنا [كَانَتْ] تُكْرِمُ الزَّوْجَ، وَتَعْطِفُ عَلَى الْوَلَدِ -قَالَ: وَذَكَرَ الضَّيْفَ -غَيْرَ أَنَّهَا كَانَتْ وَأَدَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ؟ فَقَالَ: "أُمُّكُمَا فِي النَّارِ". قَالَ: فَأَدْبَرَا وَالسُّوءُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا، فَأُمِرَ بِهِمَا فَرُدَّا، فَرَجَعَا وَالسُّرُورُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا؛ رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ قَدْ حَدَثَ شَيْءٌ، فَقَالَ: "أُمِّي مَعَ أُمِّكُمَا". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ: وَمَا يُغْنِي هَذَا عَنْ أُمِّهِ شَيْئًا! وَنَحْنُ نَطَأُ عَقِبَيْهِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ -وَلَمْ أَرَ رَجُلًا قَطُّ أَكْثَرَ سُؤَالًا مِنْهُ-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ وَعَدَكَ رَبُّكَ فِيهَا أَوْ فِيهِمَا؟. قَالَ: فَظَنَّ أَنَّهُ مِنْ شَيْءٍ قَدْ سَمِعَهُ، فَقَالَ: "مَا شَاءَ اللَّهُ رَبِّي وَمَا أَطْمَعَنِي فِيهِ، وَإِنِّي لَأَقُومُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فقالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا ذَاكَ المقام المحمود؟ قال:" ذاك إذا جِيءَ بِكُمْ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا فَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَقُولُ: اكْسُوا خَلِيلِي. فَيُؤْتَى بِرَيْطَتَيْنِ بَيْضَاوَيْنِ، فَيَلْبَسُهُمَا ثُمَّ يُقْعِدُهُ مُسْتَقْبِلَ الْعَرْشِ، ثُمَّ أُوتَى بِكِسْوَتِي فَأَلْبَسُهَا، فَأَقُومُ عَنْ يَمِينِهِ مَقَامًا لَا يَقُومُهُ أَحَدٌ، فَيَغْبِطُنِي فِيهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ. وَيُفْتَحُ نَهْرٌ مِنَ الْكَوْثَرِ إِلَى الْحَوْضِ". فَقَالَ الْمُنَافِقُونَ: إِنَّهُ مَا جَرَى مَاءٌ قَطُّ إِلَّا عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "حَالُهُ الْمِسْكُ، وَرَضْرَاضُهُ التُّوم". [قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ. قلَّما جَرَى مَاءٌ قَطُّ عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ، إِلَّا كَانَ لَهُ نَبْتَةٌ. فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ نَبْتٌ؟ قَالَ "نَعَمْ، قُضْبَانُ الذَّهَبِ"]. قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ، فَإِنَّهُ قَلَّمَا يَنْبُتُ قَضِيبٌ إِلَّا أَوْرَقَ، وَإِلَّا كَانَ لَهُ ثَمَرٌ! قَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ ثَمَرَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلْوَانُ الْجَوْهَرِ، وَمَاؤُهُ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ بَعْدَهُ، وَمَنْ حُرِمَهُ لَمْ يَرْوَ بَعْدَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hakam Al-Bannani, dari Usman, dari Ibrahim, dari Akjamah dan Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa dua orang anak Mulaikah datang menghadap Nabi Saw. Lalu keduanya berkata, "Sesungguhnya ibu kami sangat menghormati suaminya dan kasih sayang kepada anak-anaknya." Disebutkan pula bahwa ibunya suka menghormati tamu, hanya saja ia pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah (dan ibunya telah mati di masa Jahiliyah). Maka Nabi Saw. bersabda: Ibumu berdua berada di dalam neraka. Lalu keduanya pergi dengan wajah yang muram penuh duka, kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar keduanya kembali. Maka kembalilah keduanya, sedangkan wajah keduanya kelihatan gembira karena berhaiap bahwa sesuatu telah terjadi perubahan (terhadap nasib ibu mereka). Nabi Saw. bersabda: Ibuku bersama-sama dengan ibu kamu berdua. Maka berkatalah seorang lelaki dari kaum munafik, "Orang ini (maksud­nya Nabi Saw.) tidak dapat memberi manfaat (pertolongan syafaat) kepa­da ibunya sendiri barang sedikit pun," sedangkan kami menginjak kedua telapak kakinya (agar diam). Maka berkatalah seorang lelaki dari kalangan Ansar—yang menurut Buraidah belum pernah melihat seseorang yang lebih banyak bertanya selain dari dia—, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu sesuatu sehingga engkau dapat menolong wanita itu atau kedua orang itu?" Buraidah menduga bahwa sabda Nabi Saw. berikut pernah ia dengar sebelumnya, yaitu: Apa yang dikehendaki oleh Allah Tuhanku (pasti terjadi). Alang­kah inginnya aku untuk mendapatkannya, sesungguhnya aku pada hari kiamat berdiri di tempat yang terpuji. Orang Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji itu?" Nabi Saw. bersabda, "Yang demikian itu terjadi di saat kalian telah dihadapkan dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki, serta tidak berkhitan. Maka orang yang mula-mula diberi pakaian ialah Ibrahim a.s. Allah berfirman, 'Berilah kekasih-Ku pakaian!' Maka didatangkanlah dua lapis jubah putih, lalu dipakaikan kepadanya. Kemudian Ibrahim a.s. didudukkan di tempat yang menghadap ke arah 'Arasy. Lalu didatangkanlah pakaianku dan aku memakainya, lalu aku berdiri di sebelah kanan Ibrahim a.s., yaitu di suatu tempat yang tiada seorang pun berani mendudukinya; sehingga semua orang yang terdahulu dan yang kemudian iri melihatku duduk di tempat itu (yakni menginginkan­nya)." Kemudian dibukalah bagi mereka aliran Sungai Al-Kausar (salah satu sungai surga) hingga membentuk telaga. Orang munafik itu berkata, "Sesungguhnya air itu tidak dapat menga­lir kecuali di atas tanah atau batu kerikil." Rasulullah Saw. menjawab, "Tanahnya adalah minyak kesturi dan batu kerikilnya adalah mutiara." Orang munafik itu berkata lagi, "Saya belum pernah mendengar hal seperti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali air mengalir di atas tanah atau batu kerikil, melainkan pasti ada tumbuh-tumbuhannya." Maka ber­tanyalah lelaki dari kalangan Ansar itu, "Wahai Rasulullah, apakah di pinggir sungai itu ada tumbuh-tumbuhannya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, batangnya dari emas." Orang munafik itu berkata, "Saya belum pernah mendengar hal se­perti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali ada batang pohon tumbuh, melainkan ada dedaunannya dan pasti ada buahnya." Maka lelaki Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah pohonnya ada buahnya?" Nabi Saw. bersabda: Ya, buah-buahannya adalah intan berlian yang beraneka war­na, dan airnya lebih putih daripada susu serta rasanya lebih manis daripada madu. Barang siapa yang meminum sekali mi­num darinya, tentu tidak akan haus lagi sesudahnya; dan ba­rangsiapa yang tidak dapat meminumnya, tentulah dia merasa kehausan terus sesudahnya.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Salamah ibnu Kahil, dari ayahnya, dari Abuz Za'ra, dari Ab­dullah yang mengatakan bahwa kemudian Allah Swt. memberikan izin untuk memberi syafaat. Maka bangkitlah Ruhul Qudus, yaitu Malaikat Jibril (untuk memberi syafaat); setelah itu bangkitlah Ibrahim kekasih Allah memberi syafaat, dan disusul oleh Isa atau Musa.
Abuz Za'ra mengatakan bahwa ia tidak ingat lagi yang manakah yang dimaksud dari keduanya (Isa ataukah Musa). Abu Za'ra melanjut­kan kisahnya, bahwa lalu bangkitlah Nabi kalian (Nabi Muhammad Saw.) sebagai orang yang keempat, maka dia memberikan syafaatnya. Tiada seorang pun yang memberikan syafaat lebih banyak daripada dia sesu­dahnya, dan hal inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang tertera di dalam firman Allah Swt.: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Hadis Ka'b ibnu Malik r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ [بْنِ كَعْبِ] بْنِ مَالِكٍ، عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي عَلَى تَلٍّ، وَيَكْسُونِي رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، حُلَّةً خَضْرَاءَ ثُمَّ يُؤْذَنُ لِي فَأَقُولُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ أَقُولَ، فَذَلِكَ الْمَقَامُ الْمَحْمُودُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbihi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari Ka'b ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia dibangkitkan pada hari kiamat, maka aku dan umatku berada di sebuah lereng, dan Tuhanku memberiki pakaian yang  berwarna hijau. Kemudian aku diberi izin (untuk memberi syafa­at), maka aku memohon kepada-Nya sebanyak apa yang dikehendaki oleh-Nya. Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.
Hadis Abu Darda r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابن جُبَير، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِالسُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ، فَأَنْظُرُ إِلَى مَا بَيْنَ يَدِي، فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَمِنْ خَلْفِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ يَمِينِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ شِمَالِي مِثْلَ ذَلِكَ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، فِيمَا بَيْنَ نُوحٍ إِلَى أُمَّتِكَ؟ قَالَ: "هُمْ غُرٌّ مُحَجَّلُون، مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، لَيْسَ أَحَدٌ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يُؤتَونَ كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ تَسْعَى بين أيديهم ذريتهم"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk bersujud pada hari kiamat (untuk memohon syafaat), dan aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, sehingga aku dapat melihat pemandangan yang ada di ha­dapanku, maka aku dapat mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku melihat hal yang sama di arah belakang­ku, juga di arah sebelah kanan dan kiriku. Maka ada seseorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya yang di mulai dari umat Nabi Nuh sampai dengan umatmu?" Nabi Saw. bersabda: Mereka mengeluarkan cahaya putih dari bekas semua anggota wudunya, tiada seorang pun yang mempunyai ciri khas itu sela­in dari mereka. Saya mengenal mereka bahwa kitab catatan amal perbuatan mereka diberikan dari sebelah kanannya, dan saya mengenal mereka karena anak cucu mereka berjalan di depan mereka.
Hadis Abu Hurairah r. a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّان، حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَحْمٍ، فَرُفع إِلَيْهِ الذِّرَاعُ -وَكَانَتْ تَعْجِبُهُ -فَنَهَسَ مِنْهَا نَهْسة ، ثُمَّ قَالَ: "أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مِمَّ ذَاكَ؟ يَجْمَعُ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمعهم الدَّاعِي ويَنفذُهم الْبَصَرُ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ. فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ: [أَلَّا تَرَوْنَ إِلَى مَا أَنْتُمْ فِيهِ؟ أَلَا تَرَوْنَ إِلَى مَا قَدْ بَلَغَكُمْ؟ أَلَا تَنْظُرُونَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ؟ فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ]: أَبُوكُمْ آدَمُ!. فَيَأْتُونَ آدَمَ، فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ؛ فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ آدَمُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ نَهَانِي عَنِ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ، وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ نُوحٌ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ عَلَى قَوْمِي، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ. فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُونَ: يَا إِبْرَاهِيمُ، أَنْتَ نَبِيُّ اللَّهِ وَخَلِيلُهُ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، [اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ] أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، فَذَكَرَ كَذِبَاتِهِ نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي [اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي] اذْهَبُوا إِلَى مُوسَى. فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُونَ: يَا مُوسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَاتِهِ وَبِكَلَامِهِ عَلَى النَّاسِ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ مُوسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنِّي قَتَلْتُ نَفْسًا لَمْ أُومَرْ بِقَتْلِهَا، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى عِيسَى. فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُونَ: يَا عِيسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ -قَالَ: هَكَذَا هُوَ -وَكَلَّمْتَ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ عِيسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَلَمْ يَذْكُرْ ذَنْبًا، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى مُحَمَّدٍ. فَيَأْتُونِي فَيَقُولُونَ: يَا مُحَمَّدُ، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، وَخَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَأَقُومُ فَآتِي تَحْتَ الْعَرْشِ، فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيَّ، وَيُلْهِمُنِي مِنْ مَحَامِدِهِ وَحُسْنِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ مَا لَمْ يَفْتَحْهُ عَلَى أَحَدٍ قَبْلِي. فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ، ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعْطَهْ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي! فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ: أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِ مِنَ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْأَبْوَابِ". ثُمَّ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَمَا بَيْنَ مِصْراعين مِنْ مَصَارِيعِ الْجَنَّةِ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وَهَجَر، أَوْ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وبُصْرَى".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menerima kiriman daging yang telah dimasak, lalu disuguhkan kepada beliau kaki kambing yang disukainya. Maka beliau memakan sebagian darinya sekali makan, kemudian bersabda, "Aku adalah penghulu umat manusia di hari kiamat. Tahukah kalian mengapa demikian?" Allah pada hari kiamat menghimpun semua orang yang terdahulu dan yang kemudian di suatu tanah lapang. Mereka digiring ke tempat itu oleh suara yang,terdengar oleh mereka semua, dan mereka semua terlihat berada dalam pengawasan. Matahari berada di dekat mereka, sehingga manusia saat itu mengalami penderitaan dan malapetaka yang tidak kuat mereka sanggah. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Tidakkah kalian merasakan apa yang sedang kalian derita yang tidak mampu kalian sanggah ini? Tidakkah kalian mencari orang yang dapat meminta syafaat bagi kalian kepada Tuhan kalian?" Maka sebagian dari mereka menjawab, "Sebaiknya kalian datang kepada Adam." Maka mereka datang kepada Adam a.s. dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia- Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan Dia telah meniupkan sebagian dari roh-Nya kepadamu, serta Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadamu. Maka mintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau melihat apa yang sedang kami alami, betapa menderitanya kami." Adam a.s. menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah Dia alami sebelumnya semisal sekarang, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya seperti murka-Nya pada hari ini. Sesungguhnya Dia pernah melarangku mende­kati sebuah pohon, tetapi aku mendurhakai-Nya. Sekarang aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Nuh." Mereka datang kepada Nuh dan mengatakan, "Hai Nuh, engkau adalah mula-mula rasul di muka bumi, Allah telah memberimu nama seorang hamba yang banyak bersyukur. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan yang kami alami? Tidakkah engkau lihat bagaimana keadaan kami sekarang?" Nuh menja­wab, "Sesungguhnya Tuhanku hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah dialami-Nya semisal dengan hari ini, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini. Dan se­sungguhnya aku pernah memanjatkan suatu doa kepada-Nya untuk kebi­nasaan umatku. Maka pada hari ini aku hanya dapat menyelamatkan di­riku sendiri. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Ibrahim." Mereka datang kepada Ibrahim dan mengatakan kepadanya, "Hai Ibrahim, engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari kalangan pendu­duk bumi. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Maka Ibrahim menjawab, "Sesungguhnya tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum itu, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini," lalu Ibrahim menyebutkan beberapa kedustaan yang pernah di­lakukannya. Karena itu, ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Musa." Mereka datang kepada Musa dan mengatakan, "Hai Musa, engkau adalah rasul Allah, Allah telah memilihmu untuk membawa risalah-Nya dan berbicara langsung dengan-Nya untuk engkau sampaikan kepada manusia. Makamintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Musa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum hari ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi dengan kemurkaan seperti sekarang. Sesungguhnya aku pernah membunuh seseorang yang aku ti­dak diperintahkan untuk membunuhnya. Sekarang aku hanya dapat me­nyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Isa." Mereka datang kepada Isa dan mengatakan, "Hai Isa engkau adalah rasul Allah, engkau diciptakan melalui perintah Allah yang disampaikan kepada Maryam melalui tiupan roh (ciptaan)-Nya, dan engkau dapat berbicara kepada manusia selagi engkau masih bayi dalam usia buaian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah eng­kau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Isa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang dalam keadaan murka dengan kemurkaan yang belum pernah dilakukan-Nya sebelum ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi seperti kemurkaan-Nya pada hari ini.'Tetapi Isa tidak menyebutkan suatu dosa pun, dan ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Muhammad Saw." Maka mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. dan mengata­kan, "Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan Nabi terakhir, sesungguhnya Allah telah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Nabi Saw. bersabda, "Maka aku bangkit dan mendatangi bagian bawah' Arasy, lalu aku menyungkur bersujud kepada Tuhanku. Kemudian Allah membukakan bagiku dan memberiku ilham cara memuji dan me-nyanjung-Nya dengan pujian dan sanjungan yang belum pernah Dia ajar­kan kepada seorang pun sebelumku. Maka dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, angkatlah mukamu; dan mintalah, pasti engkau diberi apa yang kamu minta; dan mintalah syafaat, tentu engkau akan diberi izin memberikan syafaat.' Maka aku mengangkat mukaku dan berkata, 'Wa­hai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku.' Dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, masukkanlah ke dalam surga dari kalangan umatmu orang-orang yang tidak ada hisabnya melalui pintu surga yang ada di sebelah kanan, sedangkan pintu-pintu lainnya buat se­mua orang yang lainnya bersama-sama'." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak di antara kedua sisi pintu surga itu sama dengan jarak antara Mekah dan Hajar, atau antara Mekah dan Basra."
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahihnya masing-masing.
قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا الْحَكْمُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا هِقْلُ بْنُ زِيَادٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، حَدَّثَنِي أَبُو عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ فرُّوخ، حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مُشَفَّع"
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Haql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Abu Ammar, telah menceri­takan kepadaku Abdullah ibnu Farrukh, telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah penghulu Anak Adam pada hari kiamat, dan orang yang mula-mula dikeluarkan dari kubur di hari kiamat, orang yang mula-mula diberi izin untuk memberi syafaat, serta orang yang mula-mula memberi syafaat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ دَاوُدَ بْنِ يَزِيدَ الزَّعَافِرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} ، سُئِلَ عَنْهَا فَقَالَ: "هِيَ الشَّفَاعَةُ "
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Daud ibnu Yazid Az-Za'afiri, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna ayat ini: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Ketika beliau Saw. ditanya mengenai makna kedudukan yang terpuji, beliau Saw. menjawab bahwa kedudukan yang terpuji ialah syafaat.
رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ وَكِيعٍ وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ دَاوُدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} قَالَ: "هُوَ الْمَقَامُ الَّذِي أَشْفَعُ لِأُمَّتِي فِيهِ"
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Muhammad ibnu Ubaid, dari Daud, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehu­bungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Yaitu kedudukan yang darinya aku memberikan syafaat buat umatku.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، مَدَّ اللَّهُ الْأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيمِ، حَتَّى لَا يَكُونَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعُ قَدَمِهِ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى، وَجِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَاللَّهِ مَا رَآهُ قَبْلَهَا، فَأَقُولُ رَبِّ، إِنَّ هَذَا أَخْبَرَنِي أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: صَدَقَ، ثُمَّ أُشَفَّعُ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ عِبَادُكَ عَبَدُوكَ فِي أَطْرَافِ الْأَرْضِ"، قَالَ: "فَهُوَ المقام المحمود"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat terjadi, maka bumi digelarkan seperti kulit yang digelarkan (yakni rata), hingga tiada tempat bagi seorang manusia pun kecuali hanya untuk kedua telapak kakinya (yakni penuh sesak dengan manusia). Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, "Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, Jibril ber­ada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah. Demi Allah, saya belum pernah melihat Jibril dalam rupa seperti itu sebelumnya. Lafu aku berkata, "Wahai Tuhanku sesungguhnya dia pernah menyampaikan berita kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Allah Swt. berfirman, "Dia benar." Kemudian aku memohon syafaat dan mengatakan, "Wahai Tuhanku, tolonglah hamba-hamba-Mu yang telah menyembah-Mu di berbagai belahan bumi.” Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.”
Hadis ini berpredikat mursal.

Al-Isra, ayat 80-81

{وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا (80) وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (81) }
Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." Dan katakanlah, "Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu ada­lah sesuatu yang pasti lenyap.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus ibnu Abu Zabyan, dari ayahnya, dari ibnu Abbas yang mencerita­kan bahwa ketika Nabi Saw. berada di Mekah, lalu diperintahkan untuk berhijrah. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (Al-Isra: 80)
Imam Turmuzi menilai bahwa hadis ini hasan sahih.
Al-Hasan Al-Basri di dalam tafsir ayat ini mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang kafir Mekah saat mereka sepakat di antara sesamanya untuk membunuh Nabi Saw. atau mengusirnya atau mengikatnya, dan Allah berkehendak untuk memerangi ahli Mekah, maka Dia memerintahkan kepada Rasul­Nya untuk berhijrah ke Madinah, yang antara lain Allah Swt. berfirman: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar.” (Al-Isra: 80), hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakan:  Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar." (Al-Isra: 80) Yang dimaksud adalah kota Madinah. dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. (Al-Isra: 80) Yang dimaksud ialah Mekah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Pendapat inilah yang paling terkenal.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: masukkanlah aku secara masuk yang benar. (Al-Isra: 80) Bahwa yang dimaksud ialah mati. dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. (Al-Isra: 80) Maksudnya adalah kehidupan sesudah mati.
Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah hal-hal yang lain, tetapi pendapat yang paling sahih ialah pendapat pertama, yaitu pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا}
dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (Al-Isra: 80)
Al-Hasan Al-Basri dalam tafsir ayat ini mengatakan, Allah menjanjikan kepada Nabi Saw. bahwa Dia benar-benar akan mencabut Kerajaan Persia dan kejayaannya, dan Dia benar-benar akan memberikan hal itu kepadanya. Allah juga benar-benar akan mencabut Kerajaan Rumawi dan kejayaannya, lalu Dia memberikannya kepada beliau.
Qatadah mengatakan — sehubungan dengan tafsir ayat ini—sesung­guhnya Nabi Saw. menyadari bahwa dia tidak mempunyai kekuatan un­tuk mengemban tugas ini kecuali dengan kekuasaan. Maka beliau memo­hon kekuasaan yang menolong kepada Allah untuk membela Kitabullah, batasan-batasan Allah, hal-hal yang difardukan Allah, dan untuk mene­gakkan agama Allah; karena sesungguhnya kekuasaan itu adalah rahmat dari Allah yang Dia jadikan di kalangan hamba-hamba-Nya. Seandainya tidak ada kekuasaan ini, tentulah sebagian dari mereka menyerang sebagi­an yang lainnya, dan yang terkuat di antara mereka akan memakan yang lemah dari mereka.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kekuasaan yang menolong. (Al-Isra: 80) Yakni bukti yang jelas.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah; dan pendapat inilah yang terkuat, karena sesung­guhnya merupakan suatu keharusan bagi perkara yang hak mengalahkan semua orang yang menentang dan bersikap oposisi terhadapnya. Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti. (Al-Hadid: 25)
sampai dengan firman-Nya:
وَأَنزلْنَا الْحَدِيدَ
Dan Kami ciptakan besi. (Al-Hadid: 25), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"إِنَّ اللَّهَ لَيَزَع بِالسُّلْطَانِ مَا لَا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ"
Sesungguhnya Allah benar-benar mencegah (perbuatan dosa) melalui kekuasaan hal-hal yang tidak dapat dicegah melalui Al-Qur’an.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sesungguhnya berkat kekuasa­an (pemerintahan) dapat dicegah banyak perbuatan keji dan dosa-dosa yang tidak dapat dicegah melalui Al-Qur'an di kalangan orang banyak, mengingat peringatan dan ancaman yang keras bagi para pelanggarnya benar-benar dilaksanakan, dan memang demikianlah kenyataannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا}
Dan katakanlah, "Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. (Al-Isra: 81), hingga akhir ayat.
Di dalam makna ayat ini terkandung ancaman dan peringatan yang dituju­kan kepada orang-orang kafir Quraisy, bahwa sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara hak dari Allah yang tiada keraguan di dalamnya serta tidak pernah mereka kenal sebelumnya, yaitu Al-Qur'an, iman, dan ilmu yang bermanfaat. Dan lenyaplah kebatilan itu, yakni surut dan binasalah kebatilan itu; karena sesungguhnya hal yang batil itu tidak akan dapat bertahan dan tidak dapat kekal bersama dengan adanya perkara yang hak.
Di dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ}
Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. (Al-Anbiya: 18)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيح، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ أَبِي مَعْمر، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ وَحَوْلَ الْبَيْتِ سِتُّونَ وَثَلَاثُمِائَةِ نُصُبٍ، فَجَعَلَ يَطْعَنُهَا بِعُودٍ فِي يَدِهِ، وَيَقُولُ: {جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا} ، جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Muja­hid, dari Abu Ma'mar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Nabi Saw. memasuki Mekah (pada hari kemenangan atas kota Mekah), sedangkan di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala, maka Rasulullah Saw. merobohkannya dengan tongkat yang ada di tanganya seraya mengucapkan firman-Nya: Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. Sesung­guhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Al-Isra: 81) Perkara yang hak telah datang, dan perkara batil pasti tidak akan muncul dan tidak akan kembali lagi.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di lain tempat; begitu pula Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai, se­muanya meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ibnu Abu Nujaih dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepada kami Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa kami masuk Mekah (di hari kemenangan atas kota Mekah) bersama dengan Rasulullah Saw., sedangkan di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala yang disembah oleh mere­ka selain Allah. Rasulullah Saw. memerintahkan agar berhala-berhala itu dirobohkan. Maka semua berhala dirobohkan dengan kepala di bawah hingga hancur, dan Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. Sesung­guhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Al-Isra: 81)

Al-Isra, ayat 82

{وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا (82) }
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi pena­war dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Allah Swt. menyebutkan tentang kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., yaitu Al-Qur'an yang tidak datang kepa­danya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya; yang diturun­kan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, yakni dapat melenyapkan berbagai penyakit hati, antara lain keraguan, kemunafikan, kemusyrikan, dan menyimpang dari perkara yang hak serta cenderung kepada hal yang batil. Al-Qur'an pun merupakan rahmat ba­gi mereka, karena dengan Al-Qur'an dapat dipertebal keimanan, hikmah dapat diperoleh, dan kebaikan dapat dijumpai padanya serta akan menam­bah kecintaan kepadanya. Hal seperti ini tidaklah dapat diperoleh kecuali oleh orang yang beriman kepada Al-Qur'an, membenarkannya, dan mengikuti petunjuknya. Maka Al-Qur'an akan menjadi penyembuh dan rahmat baginya.
Adapun orang kafir, yaitu orang yang menganiaya dirinya sendiri dengan kekafirannya, tiadalah mendengarkan Al-Qur'an menambahkan kepadanya melainkan hanya kejauhan dan kekufuran serta bencana akibat kekafirannya, bukan karena Al-Qur'annya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ}
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat itu menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafirannya di samping keka­firannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 124-125)
Ayat-ayat yang menceritakan hal ini cukup banyak jumlahnya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi pena­war dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82) Bahwa apabila seorang mukmin mendengarkan bacaan Al-Qur'an, maka ia beroleh manfaat darinya dan menghafal serta mengingat makna yang dikandungnya. tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain ke­rugian. (Al-Isra: 82) Yakni orang yang aniaya tidak dapat mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Ia tidak dapat menghafal dan memahami makna yang dikandungnya, karena sesungguhnya Allah Swt. menjadikan Al-Qur'an ini penawar dan rahmat hanya bagi orang-orang yang beriman.

Al-Isra, ayat 83-84

{وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا (83) قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلا (84) }
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, nisca­ya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang som­bong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan­nya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.
Allah Swt. menyebutkan tentang kekurangan diri manusia secara apa adanya, kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah Swt. dalam dua keadaan, yaitu keadaan senang dan sengsara. Karena sesungguhnya bi­la Allah memberinya nikmat berupa harta, kesehatan, kemenangan, rezeki, pertolongan, dan memperoleh apa yang diinginkannya, maka ia berpaling, tidak mau mengerjakan ketaatan kepada Allah, tidak mau menyembah-­Nya, serta berpaling membalikkan tubuhnya. Menurut Mujahid, makna membelakang dengan sikap yang sombong ialah menjauh dari Allah.
Menurut kami, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di da­lam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَسَّهُ}
tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah ber­doa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. (Yunus: 12)
{فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ}
maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. (Al-Isra: 67)
Bahwa manusia itu apabila tertimpa malapetaka dan musibah,
{كَانَ يَئُوسًا}
niscaya dia berputus asa. (Al-Isra: 83)
Yakni putus harapan untuk dapat kembali normal dan putus asa untuk mendapat kebaikan sesudah kesusahannya itu, sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ}
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang me­nimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana-bencana itu dariku, " sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. (Hud: 9-11)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ}
Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." (Al-Isra: 84)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'ala syakilatihi ialah menurut keahliannya masing-masing.
Menurut Mujahid, makna yang di­ maksud ialah menurut keadaannya masing-masing.
Menurut Qatadah ialah menurut niatnya masing-masing.
Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan menurut keyakinannya masing-masing.
Semua definisi yang disebutkan di sini berdekatan maknanya.
Ayat ini mengandung makna ancaman terhadap orang-orang musyrik dan peringatan bagi mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu:
{وَقُلْ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنَّا عَامِلُونَ وَانْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ}
Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, "Ber­buatlah menurut kemampuan kalian.” (Hud: 121), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلا}
Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” Maka Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Al-Isra: 84)
di antara kami dan kalian, dan kelak Dia akan membalas setiap orang yang beramal sesuai dengan amal perbuatannya. Sesungguhnya tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya.

Al-Isra, ayat 85

{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا (85) }
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi penge­tahuan, melainkan sedikit.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa ketika ia sedang berjalan mengiringi Rasulullah Saw. di sebuah lahan pertanian di Madinah —yang saat itu Rasulullah Saw. berjalan dengan memakai pelepah kurma sebagai tongkatnya — maka bersualah beliau dengan sejumlah orang dari kalangan orang-orang Yahudi. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Tanyailah dia oleh kalian tentang roh." Se­dangkan sebagian lainnya mengatakan, "Janganlah kalian bertanya kepa­danya." Akhirnya mereka bertanya kepada Nabi Saw. tentang roh. Untuk itu mereka berkata, "Hai Muhammad, apakah roh itu?" saat itu Nabi Saw. masih tetap bertopang pada pelepah kurmanya seraya berdiri. Ibnu Mas'ud merasa yakin bahwa saat itu Nabi Saw. sedang menerima wahyu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman yang baru diturunkan itu, yakni: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi penge­tahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85) Maka berkatalah sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain, "Telah kami katakan kepada kalian, janganlah kalian bertanya kepadanya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Menurut la­faz Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a., disebutkan bahwa ketika kami sedang berjalan bersama dengan Rasulullah Saw. di sebuah lahan pertanian — saat itu Rasulullah Saw. berjalan dengan memegang pelepah kurma sebagai tongkatnya maka bersualah beliau dengan orang-orang Yahudi. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Tanyailah dia tentang roh." Salah seorang dari mereka berkata, "Apa perlunya kalian dengan dia?" Sebagian yang lainnya mengatakan, "Jangan sampai dia menghadapi kalian dengan sesuatu yang kalian tidak menyukainya." Mereka berkata, "Tanyailah dia tentang roh." Akhirnya mereka menanyai Nabi Saw. tentang roh. Tetapi Nabi Saw. diam, tidak menjawab sepatah kata pun terhadap mereka. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Saya menyadari bahwa beliau Saw. sedang mene­rima wahyu, maka saya diam di tempat." Setelah wahyu selesai, Nabi Saw. membacakannya, yaitu firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku.” (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat.
Konteks ayat ini jelas menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan di Madinah, diturunkan ketika orang-orang Yahudi menanyakan kepadanya tentang roh, sekalipun surat ini adalah surat Makiyyah.
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa barangkali ayat ini ditu­runkan di Madinah untuk yang kedua kalinya, sebelumnya memang ayat ini pernah diturunkan di Mekah. Atau barangkali makna yang dimaksud dari hadis di atas bahwa Nabi Saw. menjawab pertanyaan mereka dengan membacakan ayat ini yang telah diturunkan sebelumnya, yaitu firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat.
Dan yang menunjukkan bahwa ayat tersebut diturunkan kepada Nabi Saw. di Mekah, ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam salah satu hadis yang diketengahkannya.
Ia mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah mengatakan kepada orang-orang Yahudi, "Berikanlah kepada kami sesuatu pertanyaan yang akan kami ajukan kepada lelaki ini." Orang-orang Yahudi menjawab, "Tanyailah dia tentang roh." Lalu orang-orang Quraisy bertanya kepada Nabi Saw. tentang masalah roh. Maka turunlah firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi penge­tahuan, melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85) Orang-orang Yahudi berkata, "Kami telah diberi pengetahuan yang ba­nyak, kami telah diberi kitab Taurat; dan barang siapa yang diberi kitab Taurat, sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu. (Al-Kahfi: 109), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la, dari Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ahli Kitab pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang roh, maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat. Mereka mengatakan, "Kamu menduga bahwa tidaklah kami diberi penge­tahuan kecuali sedikit, padahal kami telah diberi kitab Taurat, dan kitab Taurat itu adalah hikmah." Mereka bermaksud seperti apa yang disebut­kan oleh firman-Nya: Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. (Al-Baqarah: 269) Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta) ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi). (Luqman: 27), hingga akhir ayat. Selanjutnya Ikrimah mengatakan bahwa pengetahuan yang telah diberikan kepada kalian yang membuat kalian diselamatkan oleh Allah dari neraka berkat pengetahuan itu. Maka hal itu adalah pemberian yang banyak la­gi baik, tetapi hal itu menurut pengetahuan Allah dianggap sedikit.
Muhammad Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari salah seorang teman­nya, dari Ata ibnu Yasar yang mengatakan bahwa ayat berikut ini diturun­kan di Mekah, yaitu firman-Nya: dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al- Isra: 85) Ketika Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah, orang-orang alim Yahudi da­tang kepadanya dan bertanya, "Hai Muhammad, telah sampai kepada kami berita yang mengatakan bahwa engkau telah mengatakan: 'dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.' (Al-Isra: 85) Apakah yang engkau maksudkan adalah kami, ataukah kaummu sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Saya bermaksud kepada semuanya." Mereka berkata, "Sesungguhnya engkau telah membaca tentang kami, bahwa kami telah diberi kitab Taurat yang di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu menurut pengetahuan Allah dianggap sedikit, dan se­sungguhnya Allah telah mendatangkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian mengamalkannya, tentulah kalian beroleh manfaat (yang banyak). Dan Allah menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kali­mat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Luqman: 27)
Para ulama berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini, seperti keterangan berikut:
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan roh ialah arwah Bani Adam.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat. Demikian itu terjadi ketika orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang roh. Mereka mengatakan, "Ceritakanlah kepada kami ten­tang roh. Bagaimanakah roh yang ada di dalam jasad disiksa, padahal sesungguhnya roh itu berasal dari Allah?" Saat itu belum pernah ada suatu wahyu pun yang diturunkan kepada Nabi Saw. mengenainya, maka Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun. Kemudian datanglah Ma­laikat Jibril dan menyampaikan wahyu kepadanya, yaitu firman Allah Swt.: Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85) Kemudian Nabi Saw. menyampaikan wahyu itu kepada mereka (orang-orang Yahudi), dan mereka mengatakan, "Siapakah yang menyampaikan hal itu kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Jibril telah datang kepadaku menyampaikannya dari sisi Tuhanku." Mereka menjawab Nabi Saw., "Demi Allah, tiada yang mengatakannya kepadamu melainkan musuh kami." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebe­lumnya. (Al-Baqarah: 97)
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah Malaikat Jibril. Demikianlah menurut Qatadah, dan Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Abbas menyembunyikan makna yang dimaksud dari ayat ini.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah malaikat yang sangat besar, yang besarnya sama dengan semua makhluk Allah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85) bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah malaikat.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُرْس الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ رِزْقٍ أَبُو هُرَيْرَةَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنَا عَطَاءٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا، لَوْ قِيلَ لَهُ: الْتَقِمِ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَالْأَرَضِينَ بِلَقْمَةٍ وَاحِدَةٍ، لَفَعَلَ، تَسْبِيحُهُ: سُبْحَانَكَ حَيْثُ كُنْتَ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Abdullah ibnu Ars Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Rauq ibnu Hubairah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah mencerita­kan kepada kami Ata, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia penah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seorang malaikat, kalau seki­ranya diperintahkan kepadanya, "Telanlah langit tujuh lapis dan bumi (tujuh lapis) dengan sekali telan, " tentulah ia dapat melakukannya (karena tubuhnya yang sangat besar). Bacaan tasbihnya ialah, "Mahasuci Engkau yang layak dengan kesucian-Mu.”
Hadis ini berpredikat garib, bahkan dapat dikatakan berpredikat munkar.
Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepadaku Abdullah, telah menceritakan kepadaku Abu Marwan Yazid ibnu Samurah, dari orang yang menceritakan kepadanya, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85) Ali r.a. mengatakan bahwa roh adalah malaikat yang mempunyai tujuh puluh ribu muka, tiap-tiap muka mempunyai tujuh puluh ribu lisan, dan ti­ap-tiap lisan dapat mengucapkan seribu bahasa, Ia bertasbih kepada Allah dengan memakai semua bahasa itu. Allah menciptakan seorang malaikat dari tiap tasbih yang diucapkannya, lalu malaikat itu terbang bersama malaikat lainnya hingga hari kiamat. Asar ini garib lagi aneh.
As-Suhaili mengatakan, telah diriwayatkan dari Ali bahwa ia pernah mengatakan, "Roh adalah malaikat yang mempunyai seratus ribu kepala, tiap kepala mempunyai seratus ribu wajah, tiap wajah mempunyai seratus ribu mulut, dan setiap mulut mempunyai seratus ribu lisan; semuanya bertasbih menyucikan Allah dengan berbagai macam bahasa.
As- Suhaili mengatakan bahwa menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan roh ialah segolongan malaikat yang rupanya seperti manusia. Menurut pendapat lainnya lagi, roh adalah segolongan malaikat yang da­pat melihat malaikat lainnya, tetapi para malaikat tidak dapat melihat mereka. Mereka sama halnya dengan malaikat bagi manusia (yakni tidak terlihat).
*******************
Firman Allah Swt.:
{قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي}
Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku." (Al-Isra: 85)
Artinya, hanya Allah sajalah yang mengetahuinya; dan hal itu termasuk sesuatu yang sengaja hanya diketahui oleh-Nya, tidak untuk kalian. Untuk itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا}
dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra: 85)
Yakni apa yang diperlihatkan-Nya kepada kalian dari pengetahuan-Nya tiada lain hanyalah sedikit saja, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang menguasai sesuatu dari pengetahuan-Nya melainkan menurut apa yang dikehendaki-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Dia. Makna yang di­maksud ialah sesungguhnya pengetahuan kalian amatlah sedikit bila di­bandingkan dengan pengetahuan Allah. Dan apa yang kalian tanyakan tentang roh, hal ini merupakan suatu perkara yang hanya diketahui oleh­-Nya. Dia tidak memperlihatkannya kepada kalian, sebagaimana Dia tidak memperlihatkan kepada kalian dari sebagian pengetahuannya melainkan hanya sedikit saja.
Dalam kisah Musa dan Khidir akan disebutkan bahwa Khidir me­mandang ke arah seekor burung pipit yang hinggap di pinggir perahu yang dinaiki keduanya, lalu burung pipit itu minum seteguk air dari sungai (laut) itu dengan paruhnya. Maka Khidir berkata, "Hai Musa, tiadalah pengetahuanku dan pengetahuanmu serta pengetahuan semua makhluk bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah, melainkan sama halnya dengan apa yang diambil oleh burung pipit ini dari laut itu dengan laut itu sendiri." Atau hal lainnya yang semakna. Karena itulah disebutkan pada akhir ayat ini oleh firman-Nya:
{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا}
dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra: 85)
As-Suhaili mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa Allah tidak menjawab pertanyaan mereka karena mereka mengajukan pertanyaannya dengan nada ingkar. Menurut pendapat yang lainnya lagi Allah Swt. menjawabnya.
As-Suhaili mengemukakan alasannya, bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku." (Al-Isra: 85) Yakni termasuk sebagian dari syariat-Nya. Dengan kata lain, masuklah kalian ke dalam agama-Nya, karena sesungguhnya kalian telah mengeta­hui bahwa tiada jalan untuk mengetahui masalah ini melalui keahlian ataupun filsafat. Sesungguhnya pengetahuan mengenainya hanya dapat diperoleh melalui syariat-Nya. Akan tetapi, alasan yang dikemukakan oleh As-Suhaili dan pandangannya ini masih perlu dipertimbangkan kebe­narannya.
Kemudian As- suhaili mengatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi pula sehubungan dengan definisi roh. Ada yang mengatakan bahwa roh itu adalah jiwa, ada pula yang mengatakan selain itu. Hanya As-Suhaili pada akhirnya menyimpulkan bahwa roh itu adalah suatu zat yang lembut seperti udara, ia beredar di seluruh tubuh bagaikan aliran air di dalam akar-akar pohon.
As-Suhaili menyimpulkan pula bahwa roh yang ditiupkan oleh malaikat ke dalam janin adalah jiwa, tetapi dengan syarat bahwa penggabungan roh tersebut dengan tubuh menimbulkan reaksi munculnya sifat-sifat yang terpuji atau sifat-sifat yang tercela. Oleh karena itu, jiwa itu ada yang diberi nama jiwa yang tenang (baik) atau jiwa yang labil yang selalu me­merintahkan kepada keburukan.
As-Suhaili melanjutkan analisisnya, bahwa hal itu terjadi seperti hal­nya air yang menjadi kehidupan bagi pohon; kemudian setelah air itu menyatu dengan pohon, maka menghasilkan nama (istilah) tersendiri. Dengan kata lain, apabila air berada di dalam buah anggur, lalu diperas, maka air yang dihasilkan darinya dinamakan minuman perasan anggur atau dapat pula dijadikan sebagai khamr. Dalam keadaan seperti itu ia ti­dak dapat dikatakan sebagai air, melainkan dalam ungkapan kiasan.
Jiwa tidak dapat pula dikatakan sebagai roh, melainkan melalui ung­kapan kiasan; sebagaimana tidak dapat pula dikatakan bahwa roh adalah jiwa, melainkan berdasarkan pertimbangan kausalitasnya.
Kesimpulan dari apa yang telah kami kemukakan ialah bahwa se­sungguhnya roh itu adalah asal-usul jiwa. Jiwa adalah terbentuk akibat menyatunya roh dengan tubuh. Dengan demikian, istilah roh hanyalah dipandang dari salah satu aspeknya saja, bukan dari semua aspeknya.
Hal ini merupakan pendapat yang cukup baik.
Menurut kami, banyak kalangan ulama yang membahas masalah roh, yakni tentang hakikat roh dan ciri-ciri khasnya. Mereka menulis ki­tab-kitab yang menerangkan tentang masalah ini; diantaranya tulisan yang terbaik mengenai masalah ini dibuat oleh Al-Hafiz ibnu Mandah di dalam kitabnya yang berjudul Sami'nahu fir Ruhi.

Al-Isra, ayat 86-89

{وَلَئِنْ شِئْنَا لَنَذْهَبَنَّ بِالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ بِهِ عَلَيْنَا وَكِيلا (86) إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّ فَضْلَهُ كَانَ عَلَيْكَ كَبِيرًا (87) قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (88) وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا (89) } .
Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami le­nyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu; dan de­ngan pelenyapan itu kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap kamu, kecuali karena rahmat dari Tuhan­mu. Sesungguhnya karunia-Nya atasmu adalah besar. Katakan­lah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain." Dan se­sungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia da­lam Al-Qur’an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi keba­nyakan manusia tidak menyukai, melainkan mengingkarinya).
Allah Swt. menyebutkan nikmat dan karunia-Nya yang besar yang telah Dia limpahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu melalui Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya yang tidak dapat kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.
Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa diakhir zaman kelak akan berti­up angin merah melanda manusia dari arah negeri Syam maka setelah itu tiada satu ayat pun dalam mushaf seseorang atau dalam hatinya melainkan terhapus semuanya. Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud r.a. membacakan friman-Nya: Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami le­nyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. (Al-Isra: 86), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. mengisyaratkan tentang kemuliaan yang dimiliki oleh Al-Qur'an. Untuk itu Allah Swt. memberitahukan bahwa seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul, lalu mereka sepakat akan membuat hal yang semisal dengan kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya untuk selama-lamanya, sekalipun mereka saling membantu dan menolong di antara sesama mere­ka. Karena sesungguhnya hal ini merupakan suatu perkara yang mustahil dapat mereka lakukan, karena jelas tidak ada keserupaan antara perkata­an makhluk dan kalam Tuhan Yang Maha Pencipta yang tiada persamaan, tiada yang semisal dan tiada yang setara dengan Dia.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari kaum Yahudi. Mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu mengatakan, "Se­sungguhnya kami dapat mendatangkan hal yang semisal dengan apa yang engkau sampaikan (yakni Al-Qur'an)." Maka Allah Swt. menurun­kan ayat ini.
Riwayat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat ayat ini termaktub di dalam surat Makiyyah dan seluruh konteksnya ber­
kaitan dengan orang-orang Quraisy, sedangkan orang-orang Yahudi baru bersua dengan Nabi Saw. setelah beliau berada di Madinah.
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ}
Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulang kepada manu­sia. (Al-Isra: 89), hingga akhir ayat.
Yakni Kami jelaskan kepada mereka hujah-hujah dan bukti-bukti yang pasti dan jelas, dan Kami telah menerangkan kepada mereka perkara yang hak dengan keterangan yang terperinci lagi jelas. Akan tetapi, sekali­pun demikian:
{فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا}
sebagian besar manusia tidak menyukai, melainkan menging­karinya. (Al-Isra: 89)
Yakni mereka tetap ingkar kepada perkara yang hak dan menentang perkara yang benar.

Al-Isra, ayat 90-93

{وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأرْضِ يَنْبُوعًا (90) أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الأنْهَارَ خِلالَهَا تَفْجِيرًا (91) أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ قَبِيلا (92) أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنزلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا بَشَرًا رَسُولا (93) }
Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun itu yang deras alirannya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami, atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikan­mu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang ka­mi baca.” Katakanlah, "Mahasuci Tuhanku, bukanlah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku se­orang syekh (guru) dari kalangan ulama Mesir yang telah bermukim bersama kami sejak empat puluh tahun lebih, dari Ikrimah, dari Ibnu Ab­bas, bahwa Atabah, Syaibah (keduanya anak Rabi'ah), Abu Sufyan ibnu Harb —seorang lelaki dari Bani Abdud Dar— dan Abul Buhturi (kedua­nya saudara Banil Asad), Al-Aswad ibnul Muftalib ibnu Asad, Zam'ah ibnul Aswad, Al-Walid ibnul Mugirah, Abu Jahal ibnu Hisyam, Abdullah ibnu Abu Umayyah, Umayyah ibnu Khalaf, Al-As ibnu Wail, Nabih dan Munabbih (keduanya anak Al-Hajjaj As-Sahmi), semuanya berkumpul atau termasuk di antara mereka yang ada dalam perkumpulan itu. Mereka berkumpul sesudah matahari terbenam di atas Ka'bah. Sebagain dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Kirimkanlah utusan kepada Muhammad untuk mengundangnya agar kita dapat berbicara dan berdebat dengannya hingga ia mengemukakan alasan yang sebenarnya." Lalu mereka mengirimkan utusannya, dan si utusan menyampaikan kepada Nabi Saw., "Para pemuka kaummu telah mengadakan pertemuan untuk melakukan pembicaraan denganmu." Maka Rasulullah Saw. datang dengan segera seraya menduga bahwa barangkali mereka telah sadar akan perkara yang dibawanya. Sebelum itu Nabi Saw. sangat menginginkan agar mereka mendapat petunjuk, karena dengan masuk Islamnya mereka maka akan bertambah kuatlah agamanya. Setelah Nabi Saw. sampai kepada mereka, lalu Nabi Saw. duduk. Dan mereka berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya kami telah mengi­rim utusan kami kepadamu untuk mengetahui alasanmu yang sebenarnya. Dan sesungguhnya kami, demi Allah, sepengetahuan kami engkau adalah seorang lelaki dari kalangan bangsa Arab yang memasukkan agama baru kepada kaumnya, dan engkau telah mencaci-maki nenek moyang, mencela agamanya, dan menilainya kurang berakal, juga mencela sesembahan-sesembahan kami dan memecahkan persatuan. Sehingga tiada suatu hal buruk pun melainkan kamu telah melakukannya di antara kami dan kamu. Jika engkau mendatangkan Al-Qur'an itu karena ingin mencari harta, maka kami sanggup mengumpulkan harta dari harta kami buatmu, sehingga kamu menjadi orang yang paling banyak hartanya di antara kami. Dan jika engkau melakukan hal tersebut hanya untuk mencari kedudukan di kalangan kami, kami sanggup menjadikanmu sebagai peng­hulu (pemimpin) kami. Dan jika engkau berkeinginan menjadi seorang raja, maka kami akan menjadikanmu sebagai raja kami. Dan jika perkata­an yang datang kepadamu (yakni Al-Qur'an) lalu kamu sampaikan itu berasal dari jin yang menguasai dirimu — mereka menamakan jin yang suka merasuki orang dengan sebutan ri’yun —, maka kami sanggup membelanjakan harta kami untuk mencari tabib yang dapat menyembuh­kan dirimu dari gangguannya, atau kami memaafkanmu jika kami tidak sanggup menyembuhkanmu dan memaklumimu."
Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:
"مَا بِي مَا تَقُولُونَ، مَا جِئْتُكُمْ بِمَا جِئْتُكُمْ بِهِ أَطْلُبُ أَمْوَالَكُمْ، وَلَا الشَّرَفَ فِيكُمْ، وَلَا الْمُلْكَ عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ رَسُولًا وَأَنْزَلَ عَلَيَّ كِتَابًا، وَأَمَرَنِي أَنْ أَكُونَ لَكُمْ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، فَبَلَّغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي، وَنَصَحْتُ لَكُمْ، فَإِنْ تَقْبَلُوا مِنِّي مَا جِئْتُكُمْ بِهِ، فَهُوَ حَظُّكُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَإِنْ تَرُدُّوهُ عَلَيَّ أَصْبِرْ لِأَمْرِ اللَّهِ، حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ"
Apa yang kalian katakan itu tidak ada pada diriku. Dan tidak­lah aku menyampaikan kepada kalian apa yang aku sampaikan ini untuk mencari harta kalian, tidak pula mencari kedudukan di antara kalian, serta tidak pula ingin menjadi raja atas kalian, melainkan Allah telah mengutusku kepada kalian sebagai seorang rasul. Dia telah menurunkan kepadaku sebuah Kitab (Al-Qur'an), dan memerintahkan kepadaku agar menjadi pem­bawa berita gembira dan pemberi peringatan kepada kalian. Maka aku sampaikan semua risalah Tuhanku kepada kalian dan aku menasihatkan hal yang baik bagi kalian. Jika kalian mau menerima apa yang aku sampaikan kepada kalian, maka kalian menjadi orang-orang yang beruntung di dunia dan akhi­rat. Dan jika kalian menolaknya, aku tetap bersabar menjalan­kan perintah Allah, hingga Allah memberikan keputusan-Nya antara aku dan kalian.
Demikianlah jawaban yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka atau dengan ungkapan yang semakna.
Mereka mengatakan, "Hai Muhammad, jika engkau tidak mau mene­rima apa yang kami tawarkan kepadamu, maka sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa tiada seorang manusia pun yang negerinya lebih sempit daripada negeri kami dan hartanya lebih sedikit daripada harta kami serta penghidupannya lebih keras daripada kami. Oleh karena itu, mintalah kepada Tuhanmu yang telah mengutusmu untuk menyampaikan risalah-Nya, hendaknyalah Dia menyingkirkan (menghilangkan) bukit-bukit yang menyempitkan negeri kami ini. Dan hendaknyalah Dia meluas­kan negeri kami serta memancarkan padanya sungai-sungai seperti sungai-sungai yang terdapat di negeri Syam dan negeri Irak. Dan hendak­nyalah Dia membangkitkan (menghidupkan) kembali nenek moyang kami, yang antara lain ialah Qusay ibnu Kilah, karena sesungguhnya beliau adalah seorang syekh yang selalu berkata jujur. Maka kami akan mena­nyai mereka tentang apa yang kamu sampaikan ini, apakah benar ataukah batil? Jika engkau dapat melakukan apa yang kami minta, barulah kami dapat mempercayaimu dan membenarkanmu serta mengetahui kedudu­kanmu di sisi Allah, bahwa Dia benar telah mengutusmu sebagai seorang rasul, seperti yang kamu akui itu."
Rasulullah Saw. menjawab mereka melalui sabdanya:
"مَا بِهَذَا بُعِثْتُ، إِنَّمَا جِئْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ بِمَا بَعَثَنِي بِهِ، فَقَدْ بَلَّغْتُكُمْ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ، فَإِنْ تَقْبَلُوهُ فَهُوَ حَظُّكُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَإِنْ تَرُدُّوهُ عَلَيَّ أَصْبِرْ لِأَمْرِ الله، حتى يحكم اللَّهُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ".
Saya diutus bukan untuk hal itu, sesungguhnya saya hanya sebagai juru penyampai kepada kalian dari sisi Allah tentang apa yang diutuskan-Nya kepadaku untuk menyampaikannya. Dan sesungguhnya saya telah menyampaikan apa yang diutus­kan-Nya kepadaku untuk menyampaikannya kepada kalian. Maka jika kalian mau menerimanya, hal itu merupakan keber­untungan bagi kalian di dunia dan akhirat. Dan jika kalian menolaknya serta mengembalikannya kepadaku, maka saya tetap akan bersabar menjalankan perintah Allah, hingga Allah memberikan keputusan antara saya dan kalian.
Mereka berkata, "Jika kamu tidak dapat melakukan hal itu buat kami, maka buatlah bukti untuk dirimu sendiri. Untuk itu, mintalah kepada Tuhanmu agar Dia mengirimkan kepadamu malaikat yang akan mem­benarkan apa yang kamu katakan dan kami dapat menanyainya tentang perihal kamu. Dan mintalah kepada Tuhanmu agar Dia menjadikan bagimu taman-taman, perbendaharaan-perbendaharaan, dan gedung-gedung dari emas dan perak, agar kamu menjadi orang yang berkecukupan hingga tidak memerlukan apa yang kami tawarkan kepadamu. Karena sesungguhnya kamu biasa berdiri di pasar-pasar dan mencari penghidupan seba­gaimana kami mencarinya. Dengan demikian, maka kami dapat mengeta­hui keutamaan kedudukanmu di sisi Tuhanmu, jika engkau benar seorang rasul seperti apa yang kamu akui itu."
Rasulullah Saw. menjawab mereka melalui sabdanya:
"مَا أَنَا بِفَاعِلٍ، مَا أَنَا بِالَّذِي يَسْأَلُ رَبَّهُ هَذَا، وَمَا بُعِثْتُ إِلَيْكُمْ بِهَذَا، وَلَكِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي بَشِيرًا وَنَذِيرًا، فَإِنْ تَقْبَلُوا مَا جِئْتُكُمْ بِهِ فَهُوَ حَظُّكُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَإِنْ تَرُدُّوهُ عَلَيَّ أَصْبِرْ لِأَمْرِ اللَّهِ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ".
Aku tidak akan melakukannya dan aku tidak akan memintanya kepada Tuhanku. Aku diutus kepada kalian bukanlah untuk itu, tetapi Allah mengutusku sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Jika kalian mau menerimanya, maka itulah keberuntungan kalian di dunia dan akhirat. Dan jika kalian menolaknya dan mengembalikannya kepadaku, maka aku tetap akan bersabar dalam menjalankan perintah Allah, hingga Dia memberi keputusan di antara aku dan kalian.
Mereka berkata, "Kalau demikian, runtuhkanlah langit; karena menurut dugaanmu jika Tuhanmu menghendaki sesuatu, Dia dapat melakukannya. Dan kami tetap tidak mau beriman kepadamu kecuali jika kamu melaku­kan hal itu."
Rasulullah Saw. menjawab mereka melalui sabdanya:
"ذَلِكَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ فَعَلَ بِكُمْ ذَلِكَ".
Demikian itu terserah kepada Allah; jika Dia berkehendak, tentu dapat melakukannya buat kalian.
Mereka berkata, "Hai Muhammad, tidakkah Tuhanmu mengetahui bahwa kami akan berkumpul denganmu dalam suatu majelis, lalu kami menanya­kan banyak hal kepadamu dan memintamu untuk membuktikan apa yang kami minta? Maka Dia datang kepadamu dan mengajarkan kepadamu jawaban dari apa yang kami lontarkan kepadamu, dan Dia memberitahu­kan kepadamu apa yang sebaiknya kamu lakukan terhadap kami dalam hal ini jika kami tidak mau menerima apa yang kamu sampaikan kepada kami. Sesungguhnya telah sampai suatu berita kepada kami bahwa se­sungguhnya yang mengajarkan kepadamu itu sama dengan apa yang di­ajarkan kepada seorang lelaki dari negeri Yamamah yang dikenal dengan nama Ar-Rahman (yakni Musailamah Al-Kazzab). Dan sesungguhnya, demi Allah, kami tidak percaya kepada Ar-Rahman selamanya. Karena itulah kami memaafkan keadaanmu itu, hai Muhammad. Ingatlah, demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu, apa yang kamu lakukan itu terha­dap eksistensi kami akan membuat kami membinasakanmu atau kamu membinasakan kami."
Salah seorang dari mereka mengatakan, "Kami menyembah ma­laikat-malaikat, mereka adalah anak-anak perempuan Allah." Dan yang lainnya mengatakan, "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum eng­kau mendatangkan Allah dan para malaikat berhadapan dengan kami."
Setelah mendengar ucapan mereka yang demikian itu, maka Rasulul­lah Saw. pergi meninggalkan mereka. Kepergian beliau diiringi oleh Abdul­lah ibnu Abu Umayyah ibnul Mugirah ibnu Abdullah ibnu Umar ibnu Makhzum, anak bibi Rasulullah Saw., yaitu Atikah binti Abdul Muttalib.
Abdullah ibnu Abu Umayyah mengatakan, "Hai Muhammad, kaum­mu telah menawarkan kepadamu tawaran-tawaran tersebut, tetapi kamu tidak mau menerimanya dari mereka. Kemudian mereka meminta bukti darimu buat mereka, yaitu beberapa hal, agar dengannya mereka menge­tahui kedudukanmu di sisi Allah, tetapi kamu tidak mau melakukannya pula. Lalu mereka meminta kepadamu agar mendatangkan suatu azab yang dengannya kamu dapat membuat mereka takut. Demi Allah, saya tidak akan beriman kepadamu sebelum kamu mendatangkan sebuah tang­ga, lalu kamu naik ke langit, sedangkan saya melihatmu sampai di langit; kemudian kamu turun lagi dengan membawa sebuah kitab yang terbuka dengan diiringi oleh empat malaikat yang mempersaksikan bahwa kamu benar seperti apa yang kamu katakan. Demi Allah, seandainya kamu dapat melakukan hal tersebut, saya yakin bahwa diri saya masih belum mau membenarkanmu."
Kemudian Abdullah ibnu Abu Umayyah pergi meninggalkan Rasulul­lah Saw. Rasul pun pulang ke rumah keluarganya dalam keadaan bersedih hati lagi kecewa, karena apa yang ia harapkan dari kaumnya agar masuk Islam di saat ia menyeru mereka tidak terkabulkan, bahkan mereka bersi­kap menjauhinya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ziyad ibnu Abdullah Al-Buka-i, dari Ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku sebagian ahlul 'ilmi, dari Sa'id ibnu Jubair dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Lalu dikete­ngahkan hadis yang semisal.
Pertemuan yang mereka adakan bersama Nabi Saw. itu, seandainya menurut pengetahuan Allah mereka meminta hal itu kepada Nabi Saw. dengan permintaan memohon petunjuk, tentulah apa yang mereka minta itu diperkenankan oleh-Nya. Akan tetapi, Allah telah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka meminta hal itu karena dorongan ingkar dan keka­firan mereka terhadap Nabi Saw. Maka Allah berfirman kepada Nabi­-Nya; "Jika engkau menginginkan agar Kami memberi mereka, tentulah Kami akan memberi mereka apa yang dimintanya. Tetapi jika mereka masih tetap ingkar sesudahnya, maka Aku akan mengazab mereka dengan azab yang belum pernah Aku timpakan kepada seorang pun dari kalangan umat manusia. Dan jika engkau menginginkan agar Aku membukakan bagi mereka pintu tobat dan pintu rahmat, maka Aku akan melakukan­nya." Maka Nabi Saw. berkata:
"بَلْ تَفْتَحُ عَلَيْهِمْ بَابَ التَّوْبَةِ وَالرَّحْمَةِ"
Tidak, bahkan bukakanlah bagi mereka pintu tobat dan pintu rahmat-(Mu).
Hal ini sama dengan apa yang telah disebutkan di dalam dua hadis yang masing-masing diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Az-Zubair ibnul Awwam, yaitu dalam tafsir firman-Nya:
{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا}
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengi­rimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melain­kan untuk menakuti. (Al-Isra: 59)
Dan dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{وَقَالُوا مَا لِهَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الأسْوَاقِ لَوْلا أُنزلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنز أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِنْ ذَلِكَ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَيَجْعَلْ لَكَ قُصُورًا بَلْ كَذَّبُوا بِالسَّاعَةِ وَأَعْتَدْنَا لِمَنْ كَذَّبَ بِالسَّاعَةِ سَعِيرًا}
Dan mereka berkata, "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepa­danya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau (mengapa tidak) ditu­runkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya yang dia dapat makan dari (hasil)nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata, "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.” Perhatikan­lah bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya ba­gimu yang lebih baik dari yang demikian, (yaitu) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya (pula) untukmu istana-istana. Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat. (Al-Furqan: 7-11)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأرْضِ يَنْبُوعًا}
hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami. (Al-Isra: 90)
Yanbu' artinya mata air yang airnya mengalir. Mereka meminta kepada Nabi Saw. agar beliau mengalirkan banyak mata air buat mereka di ber­bagai kawasan negeri Hijaz, tempat tinggal mereka. Hal tersebut amatlah mudah bagi Allah Swt.; jika Dia menghendaki, niscaya Dia dapat mem­buatnya dan dapat memenuhi segala sesuatu yang mereka minta dan mereka tuntut kepada Nabi Saw. untuk mengadakannya. Tetapi Allah mengetahui bahwa mereka tetap tidak akan beroleh petunjuk, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
{وَلَوْ أَنَّنَا نزلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ}
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman. (Al-An'am: 111), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt. :
{أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ}
atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, seba­gaimana kamu katakan. (Al-Isra: 92)
Yakni engkau telah mengancam kami bahwa kelak di hari kiamat langit akan berbelah, lemah, dan bergayutan pinggir-pinggirnya. Maka segera­kanlah terjadinya peristiwa itu di dunia ini, dan runtuhkanlah langit berke­ping-keping atas kami. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ} الْآيَةَ
Ya Allah jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit. (Al-Anfal: 32), hingga akhir ayat.
Hal yang sama pernah dimintakan oleh kaum Nabi Syu'aib kepada nabi mereka, seperti yang disitir oleh Allah Swt. dari perkataan mereka melalui firman-Nya:
{أَسْقِطْ عَلَيْنَا كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ}
Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Asy-Syu'ara: 187)
Maka Allah mengazab mereka di hari yang penuh dengan awan, sesung­guhnya azab itu adalah azab hari yang besar. Lain halnya dengan Nabi pembawa rahmat yang juga Nabi Tobat yang diutus oleh Allah sebagai rahmat buat semesta alam, maka ia memohon kepada Tuhannya agar Dia menangguhkan mereka, dengan harapan mudah-mudahan Allah me­ngeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang mau menyembaji-Nya dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Dan memang harapan itu menjadi kenyataan, karena sesungguhnya dari mereka lahirlah orang-orang yang masuk Islam, lalu berbuat baik dalam Islamnya; sehingga Abdullah ibnu Abu Umayyah yang disebutkan di atas mengikuti Nabi Saw. dan mengucapkan kata-kata tersebut kepadanya, pada akhirnya ia masuk Islam juga dengan sempurna dan bertobat kepada Allah Swt.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ}
Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas. (Al-Isra: 93)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan bahwa makna zukhruf ialah emas. Hal yang sama disebutkan di dalam qiraat sahabat Abdullah ibnu Mas'ud, ia membacanya dengan bacaan berikut: "Atau kamu mem­punyai sebuah rumah dari emas", dengan menyebutkan lafaz Zahab sebagai ganti dari zukhruf.
{أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ}
atau kamu naik ke langit. (Al-Isra: 93)
Maksudnya, kamu naik ke langit dengan memakai tangga itu, sedangkan kami menyaksikannya.
{وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنزلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ}
Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca. (Al-Isra: 93)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebuah kitab yang tercatat di dalam lembaran-lembarannya buat tiap-tiap orang dari kami, misalnya tertera di dalamnya bahwa ini adalah surat dari Allah buat si anu atau si Fulan, kemudian pada keesokkan harinya surat tersebut telah ada di atas kepalanya.
Firman Allah Swt.:
{قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا بَشَرًا رَسُولا}
Katakanlah, "Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya se­orang manusia yang menjadi rasul?” (Al-Isra: 93)
Allah Mahasuci lagi Mahatinggi, tidaklah pantas bila ada seseorang berani mengatur di hadapan-Nya sesuatu urusan yang menjadi hak mutlak ke­kuasaan Allah di kerajaan-Nya. Bahkan Dia adalah Maha Memperbuat apa yang dikehendaki-Nya; jika Dia menghendakinya, tentulah Dia mem­perkenankan apa yang kalian minta itu. Dan jika Dia tidak menghendaki­nya, tentulah Dia tidak memperkenankannya bagi kalian. Tiada seorang pun yang dapat mengatur Allah Swt. dalam urusan-Nya, dan aku ini tiada lain hanyalah seorang utusan kepada kalian yang diperintahkan un­tuk menyampaikan risalah-risalah Tuhanku dan memberi nasihat kepada kalian. Hal itu telah aku lakukan, sedangkan urusan yang kalian minta itu terserah kepada Allah Swt.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحر، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "عَرَضَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ لِيَجْعَلَ لِي بَطْحَاءَ مَكَّةَ ذَهَبًا، فَقُلْتُ: لَا يَا رَبِّ، وَلَكِنْ أَشْبَعُ يَوْمًا، وَأَجُوعُ يَوْمًا -أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ -فَإِذَا جُعت تَضَرَّعْتُ إِلَيْكَ وَذَكَرْتُكَ، وَإِذَا شَبِعْتُ حَمِدْتُكَ وَشَكَرْتُكَ".
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, te­lah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayub, dari Ubadillah ibnu Zajar, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tuhanku pernah menawarkan kepadaku bahwa Dia akan men­jadikan lembah Mekkah emas buatku, maka aku berkata, "Ti­dak wahai Tuhanku, tetapi berilah aku kenyang sehari dan la­par sehari — atau dengan kalimat yang semakna —. Apabila aku lapar, maka aku memohon kepada-Mu dengan merendah­kan diri dan berzikir menyebut-Mu; dan apabila aku merasa kenyang, maka aku akan memuji dan bersyukur kepada-Mu.
Imam Turmuzi meriwayatkan dalam kitab Az-Zuhud dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, karena Ali ibnu Yazid berpredikat daif dalam periwayatan hadis.

Al-Isra, ayat 94-95

{وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا (94) قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنزلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولا (95) }
Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk ber­iman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?” Katakanlah, "Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul."
Firman AJlah Swt.:
{وَمَا مَنَعَ النَّاسَ}
Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia. (Al-Isra: 94)
Yakni sebagian besar dari mereka.
{أَنْ يُؤْمِنُوا}
untuk beriman. (Al-Isra: 94)
dan mengikuti rasul-rasul Allah, melainkan karena mereka merasa aneh bila Allah menjadikan rasul utusan-Nya dari kalangan manusia. Ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا}
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewah­yukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang yang beriman, bahwa mereka mempunyai kedudukan yang ting­gi di sisi Tuhannya.” (Yunus: 2)
{ذَلِكَ بِأَنَّهُ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالُوا أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا وَاسْتَغْنَى اللَّهُ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ}
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka (membawa) keterangan-keterangan, lalu mereka berkata, "Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?" (At-Taghabun: 6), hingga akhir ayat.
Juga firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Fir'aun kepada pembesar-pembesar kaumnya:
{أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ}
Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga). padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?” (Al-Mu’minun: 47)
Demikian pula umat-umat lainnya mengatakan hal yang sama terhadap rasul-rasul mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنْ أَنْتُمْ إِلا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ}
Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kalian menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami. Karena itu, datangkanlah kepada kami bukti nyata. (Ibrahim: 10)
Ayat-ayat yang menceritakan hal ini cukup banyak jumlahnya, apa yang kami ketengahkan ini hanya sebagian saja.
Selanjutnya Allah Swt. mengingatkan kepada manusia akan belas kasihan dan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia mengu­tus rasul-Nya kepada mereka dari bangsa dan jenis mereka sendiri agar mereka dapat memahami dan mengerti apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian, dialog dan pembicaraan antara mereka dengan utusan Allah akan berlangsung dengan baik. Seandainya Allah mengutus rasul-Nya dari kalangan malaikat, tentulah mereka tidak akan dapat berta­tap muka dengannya, tidak pula dapat memahaminya. Hal ini semakna dengan yang disebutkan Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164)
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ}
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128)
{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ * فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ}
Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al­Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui. Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah: 151-152)
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ}
Katakanlah, "Kalau sekiranya ada malaikat-malaikat yang ber­jalan-jalan sebagai penghuni di bumi.” (Al-Isra: 95)
Yakni sebagaimana kalian berjalan-jalan di bumi.
{لَنزلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولا}
niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang ma­laikat menjadi rasul. (Al-Isra: 95)
Yaitu dari jenis malaikat. Mengingat kalian adalah jenis manusia, maka Kami utuskan rasul Kami kepada kalian dari kalangan kalian sendiri sebagai kasih sayang dan rahmat dari Allah buat kalian.

Al-Isra, ayat 96

{قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (96) }
Katakanlah, "Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu sekalian. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Nabi-Nya cara berhujah terha­dap kaumnya untuk membuktikan kebenaran apa yang disampaikannya kepada mereka, bahwa sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan antara dia dan mereka. Dan Dia Maha Mengetahui semua yang dia sampaikan kepada mereka, seandainya dia dusta dalam penyampaiannya itu, tentulah Allah akan menghukumnya dengan hukuman yang keras. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ * لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ * ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ}
Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (Al-Haqqah: 44-46)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا}
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui lagi Maha Meli­hat akan hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: 96)
Maksudnya, Dia Maha Mengetahui siapa di antara mereka yang berhak mendapat nikmat, kebajikan serta petunjuk; dan siapa yang berhak men­dapat kecelakaan, kesesatan, dan keburukan. Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan:

Al-Isra, ayat 97

{وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِهِ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا (97) }
Dan barang siapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang Dia sesatkan, maka sekali-kali kalian tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mere­ka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Ja­hannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam. Kami tambah bagi mereka nyalanya.
Allah Swt. menceritakan tentang pengaturan dan kekuasaan hukum­Nya terhadap makhluk-Nya, bahwa tiada seorang pun yang akan mem­pertanyakan apa yang telah diputuskan-Nya. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan dapat menemukan seorang penolong pun bagi mereka selain dari Allah Swt. sendiri, yakni yang dapat memberikan petunjuk kepada mereka dari kese-satannya itu. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا}
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka sekali-kali kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi: 17)
*******************
Firman Allah Swt.:
(وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ)
Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka. (Al-Isra: 97)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ نُفَيْع قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى وُجُوهِهِمْ؟ قَالَ: "الَّذِي أَمْشَاهُمْ عَلَى أَرْجُلِهِمْ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُمْ عَلَى وُجُوهِهِمْ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Nafi' yang mengatakan, ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan bahwa pernah ditanya­kan kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, bagaimanakah manusia digiring dengan diseret atas muka mereka (pada hari kiamat nanti)?" Rasulullah Saw. menjawab: Tuhan yang menjadikan mereka dapat berjalan dengan kaki mereka, dapat pula membuat mereka berjalan di atas muka me­reka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jami' Al-Qurasyi, dari ayahnya, dari Abut Tufail (yaitu Amir ibnu Wasilah), dari Huzaifah ibnu Asad yang mengatakan bahwa sahabat Abu Zar bangkit berdiri, lalu berkata, "Hai Bani Gifar, janganlah kalian bersumpah, karena sesungguhnya orang yang benar dan dibenarkan (yakni Nabi Saw.) pernah bercerita kepadaku bahwa manusia itu digiring (kelak di hari kiamat) menjadi tiga golongan. Segolongan di antara mereka digiring dengan berkendaraan, mendapat makanan, dan diberi pakaian; segolongan lagi digiring dengan berjalan kaki, juga sambil berlari-lari; dan segolongan lainnya diseret oleh para malaikat di atas wajah mereka, lalu digiring ke neraka. Maka salah seorang di antara mereka bertanya kepada Abu Zar, "Mengenai kedua golongan tersebut kami sudah memahaminya, lalu ba­gaimanakah dengan orang-orang yang digiring dengan berjalan kaki sambil berlari?" Abu Zar menjawab, "Allah menimpakan penyakit kepada se­mua kendaraan sehingga mati semua, tiada seekor hewan kendaraan pun yang bertahan hidup. Sehingga seseorang yang mempunyai sebuah kebun yang paling disukainya, rela menukarnya dengan seekor hewan kendaraan untuk tunggangannya, tetapi ia tidak mampu menaikinya."
*******************
Firman Allah Swt.:
(عُمْيًا)
dalam keadaan buta. (Al-Isra: 97)
Yakni tidak dapat melihat.
(وَبُكْمًا)
dalam keadaan bisu. (Al-Isra: 97)
Yaitu tidak dapat berbicara.
(وَصُمًّا)
dan dalam keadaan tuli. (Al-Isra: 97)
Yakni tidak dapat mendengar.
Keadaan tersebut merupakan pembalasan bagi mereka atas perbuatan mereka ketika di dunia, karena mereka se­waktu di dunia bisu, buta, dan tuli; tidak mau membicarakan perkara yang hak, tidak mau melihat perkara hak, dan tidak mau mendengar perkara hak. Maka di hari perhimpunan nanti mereka dibalas dengan hal tersebut, padahal saat itu mereka sangat memerlukannya lebih dari . keperluan mereka sewaktu di dunia.
(مَأْوَاهُمْ)
Tempat kediaman mereka. (Al-Isra: 97)
Yakni tempat kepulangan dan tempat kembali mereka adalah:
(جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ)
neraka Jahannam, tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam. (Al-Isra: 97)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna khabat ialah meredup apinya.
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah akan padam nyala apinya.
(زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا)
Kami tambah bagi mereka nyalanya. (Al-Isra: 97)
Yakni nyala api dan baranya Kami tambahkan, seperti.yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلا عَذَابًا}
Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan me­nambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba': 30)

Al-Isra, ayat 98-99

{ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا (98) أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ وَجَعَلَ لَهُمْ أَجَلا لَا رَيْبَ فِيهِ فَأَبَى الظَّالِمُونَ إِلا كُفُورًا (99) }
Itulah balasan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata, "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?” Dan apakah mereka tidak memper­hatikan bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang zalim itu ti­dak menghendaki kecuali kekafiran.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Kami bangkitkan mereka dalam keadaan buta, tuli, dan bisu sebagai pembalasan Kami terhadap mereka yang berhak menerimanya, karena mereka mendustakan:
(بِآيَاتِنَا)
ayat-ayat Kami. (Al-Isra: 98)
Yaitu bukti-bukti dan hujah-hujah Kami, serta mereka tidak percaya de­ngan adanya hari berbangkit.
(وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا)
dan (karena mereka) berkata, "Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur.” (Al-Isra: 98)
Yakni tulang belulang yang telah hancur luluh menjadi debu.
(أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا)
"Apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali seba­gai makhluk baru?” (Al-Isra: 98)
Maksudnya, apakah sesudah diri kami menjadi tulang-belulang yang telah hancur dan rapuh serta menyatu dengan tanah, lalu kami akan dibangkit­kan menjadi hidup kembali?
Maka Allah membantah ucapan mereka dengan mengingatkan me­reka akan kekuasaan-Nya yang mampu melakukan hal itu, bahwa Dia­lah yang telah menciptakan langit dan bumi. Kekuasaan-Nya untuk me­ngembalikan mereka menjadi hidup kembali jauh lebih mudah daripada menciptakan langit dan bumi, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu’min: 57)
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? (Al-Ahqaf: 33), hingga akhir ayat.
{أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى وَهُوَ الْخَلاقُ الْعَلِيمُ * إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu ber­kuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia ber­kuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yasin: 81-82)
Dan dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
(أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ)
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) men­ciptakan yang serupa dengan mereka. (Al-Isra: 99)
Yakni pada hari kiamat nanti, Dia mampu mengembalikan tubuh mereka secara utuh dan menciptakan mereka dengan ciptaan yang baru sebagai­mana permulaan Dia menciptakan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
(وَجَعَلَ لَهُمْ أَجَلا لَا رَيْبَ فِيهِ)
dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? (Al-Isra: 99)
Artinya, Allah telah menetapkan bagi kebangkitan mereka dari kuburnya masing-masing waktu yang ditentukan-Nya, dan pasti akan terjadi. Seba­gaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلا لأَجَلٍ مَعْدُودٍ}
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu. (Hud: 104)
Adapun firman Allah Swt.:
(فَأَبَى الظَّالِمُونَ)
Maka orang-orang yang zalim itu tidak menghendaki. (Al-Isra: 99)
Yakni sesudah tegaknya hujah atas diri mereka.
(إِلا كُفُورًا)
kecuali kekafiran. (Al-Isra: 99)
Maksudnya, kecuali makin bertambah tenggelam ke dalam kebatilan dan kesesatan mereka.

Al-Isra, ayat 100

{قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإِنْفَاقِ وَكَانَ الإِنْسَانُ قَتُورًا (100) }
Katakanlah, "Kalau seandainya kalian menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaha­raan itu kalian tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan adalah manusia itu sangat kikir.
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya, "Katakanlah kepada mereka, hai Muhammad, 'Seandainya kalian, hai manusia, memiliki hak ber-tasarruf menggunakan perbendaharaan-perbendaharaan Allah, niscaya kalian memegangnya erat-erat dan tidak mau membelanjakannya'."
Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa mereka pasti tidak mau membelanjakannya karena takut jatuh miskin dan kehilangan harta, padahal perbendaharaan Allah tidak akan kosong dan tidak akan habis-habisnya selama-lamanya. Sikap demikian itu tiada lain karena watak manusia itu demikian. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
(وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا)
Dan adalah manusia itu sangat kikir. (Al-Isra: 100)
Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah kikir lagi tidak mau memberi. Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا}
Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53)
Seandainya mereka mendapat bagian dari kerajaan Allah, niscaya mereka tidak akan mau memberikan sedikit kebaikan pun kepada seseorang. Allah menyebutkan sifat manusia seperti apa adanya, yaitu berwatak demikian, kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah dan mendapat petunjuk dari-Nya. Karena sesungguhnya kikir, terburu-buru, dan tidak sabar adalah watak pembawaan manusia, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{إِنَّ الإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا * إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا * وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا * إِلا الْمُصَلِّينَ}
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah; dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Al-Ma'arij: 19-22)
Ayat-ayat yang semakna banyak di dapat di dalam Al-Qur'an, dan makna ayat ini secara tidak langsung menunjukkan kebaikan dan kemurahan serta kebajikan Allah Swt. Di dalam kitab Sahihain disebutkan seperti berikut:
"يَدُ اللَّهِ مَلْأَى لَا يَغيضُها نَفَقَةٌ، سَحَّاءُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَغض مَا فِي يَمِينِهِ"
Tangan Allah selalu penuh, tidak pernah habis kare­na dibelanjakan secara berlimpah di sepanjang malam dan siang hari. Tidaklah kalian lihat apa yang telah dinafkahkan-Nya sejak Dia menciptakan langit dan bumi? Sesungguhnya perbendaharaan yang ada di tangan kanan-Nya tidak pernah habis.

Al-Isra, ayat 101 -104

{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101) قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلاءِ إِلا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102) فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الأَرْضِ فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا (103) وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا (104) }
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sem­bilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa datang kepada mereka, lalu Fir’aun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Mu­sa, seorang yang kena sihir.” Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukji­zat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya aku mengi­ra kamu, hai Fir’aun seorang yang akan binasa.” Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikut-pengikut-nya) dari bumi (Mesir) itu, maka Kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya, dan Ka­mi berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini. Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur baur (dengan musuh kalian)."
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah mengutus Musa dengan mem­bawa sembilan mukjizat yang jelas. Mukjizat-mukjizat itu merupakan bukti yang akurat yang membenarkan kenabiannya dan membenarkan apa yang telah dia sampaikan kepada Fir'aun dari Tuhan yang telah mengutus­nya. Mukjizat-mukjizat itu ialah tongkat, tangan, paceklik, terbelahnya laut, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah; semuanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang membuktikan kebenaran Musa a.s. Demiki­anlah menurut Ibnu Abbas. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat itu adalah tangan, tongkat, dan lima mukjizat yang disebutkan di dalam surat Al-A'raf, kutukan, serta batu. Ibnu Abbas mengata­kan pula, juga Mujahid, Ikrimah, Asy Sya'bi, dan Qatadah, bahwa mukji­zat-mukjizat itu ialah tangannya, tongkatnya, paceklik, berkurangnya buah-buahan, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah. Pendapat ini jelas, kuat, lagi baik.
Al-Hasan Al-Basri menyatukan peceklik dan kekurangan buah-buahan, dan menurutnya mukjizat yang kesembilan ialah tongkatnya yang menelan semua yang diperbuat oleh tukang sihir Fir'aun.
{فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ}
tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (Al-A'raf: 133)
Dengan kata lain, sekalipun mereka (Fir'aun dan kaumnya) telah me­nyaksikan mukjizat-mukjizat tersebut, mereka tetap kafir dan ingkar terha­dapnya. Mereka menolak kebenaran itu dengan cara yang aniaya dan sombong, ternyata mukjizat-mukjizat itu tidak berhasil terhadap mereka. Maka demikian pula seandainya Kami memenuhi permintaan orang-orang yang meminta kepadamu (Muhammad) akan hal tersebut. Yaitu mereka yang mengatakan, "Kami tidak akan beriman sebelum kamu mengalirkan mata air dari tanah buat kami," dan permintaan-permintaan mereka yang lainnya, niscaya mereka tidak akan menepatinya dan tidak mau beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Fir'aun berkata kepada Musa setelah menyaksikan semua mukjizat Musa, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
(إِنِّي لأظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا)
Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang kena sihir. (Al-Isra: 101)
Menurut suatu pendapat, mashuran artinya sahirun, yakni seorang penyihir.
Kesembilan mukjizat yang telah disebukan oleh para imam di atas merupakan hal yang dimaksudkan oleh surat Al-Isra ayat 101 yang dise­butkan di dalam ayat lain dalam pengertian yang sama melalui firman-Nya:
{وَأَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى لَا تَخَفْ}
dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh, "Hai Musa janganlah kamu takut.” (An-Naml: 10)
sampai dengan firman-Nya:
إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (An-Naml: 12)
Kedua ayat di atas menyebutkan dua mukjizat Musa, yaitu tongkat dan tangannya, sedangkan mukjizat-mukjizat yang lainnya disebutkan di dalam surat Al-A'raf secara rinci.
Nabi Musa a.s. diberi pula mukjizat lainnya yang cukup banyak, an­tara lain ialah saat ia memukul batu dengan tongkatnya, lalu memancarlah air darinya. Mukjizat lainnya ialah kaum Bani Israil mendapat naungan awan dan diturunkan kepada mereka manna dan salwa, serta banyak hal lainnya yang diberikan kepada Bani Israil setelah mereka meninggalkan negeri Mesir.
Akan tetapi, yang disebutkan dalam surat Al-Isra ayat 101 ini hanya sembilan buah mukjizat, semuanya itu disaksikan oleh Fir'aun dan kaum­nya dari kalangan penduduk Mesir. Dan mukjizat-mukjizat tersebut meru­pakan hujah terhadap mereka, tetapi mereka menentangnya dan menging­karinya karena perasaan mereka yang penuh dengan keangkuhan dan kekufuran.
Mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang telah mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَمَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسّال الْمُرَادِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] حَتَّى نَسْأَلَهُ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: (وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ) فَقَالَ: لَا تَقُلْ لَهُ: نَبِيٌّ فَإِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ لَصَارَتْ لَهُ أَرْبَعُ أَعْيُنٍ. فَسَأَلَاهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَلَا تَسْحَرُوا، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً -أَوْ قَالَ: لَا تَفِرُّوا مِنَ الزَّحْفِ -شُعْبَةُ الشَّاكُّ -وَأَنْتُمْ يَا يَهُودُ، عَلَيْكُمْ خَاصَّةً أَنْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ". فَقَبَّلَا يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ، وَقَالَا نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ. [قَالَ: "فَمَا يَمْنَعُكُمَا أَنْ تَتَّبِعَانِي؟ " قَالَا لِأَنَّ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، دَعَا أَلَّا يَزَالَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ] ، وَإِنَّا نَخْشَى إِنْ أَسْلَمْنَا أَنْ تَقْتُلَنَا يَهُودُ.
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mence­ritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Salamah menceritakan hadis berikut dari Safwan ibnu Assal Al-Muradi r.a. yang menceritakan bahwa seorang Yahudi berkata kepada temannya, "Bawalah saya menghadap kepada Nabi ini, kami akan menanyakan kepadanya tentang makna ayat-ayat yang terdapat di dalam firman-Nya: 'Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sem­bilan ayat.' (Al-Isra: 101).” Lalu temannya itu berkata, "Janganlah kamu menyebutnya (Muhammad) dengan sebutan sebagai seorang nabi, karena jika dia mendengar ucapan­mu itu, tentulah dia akan mempunyai empat buah mata." Maka keduanya bertanya kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. menjawab: Kesembilan firman Tuhan (kepada Musa) itu ialah janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, janganlah mencuri, janganlah berzina, janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang hak, janganlah melakukan sihir, janganlah memakan riba, ja­nganlah berjalan menuju kepada penguasa dengan membawa seseorang yang tidak bersalah agar penguasa menghukum mati dia, dan janganlah kalian menuduh berzina orang yang terpeli­hara dirinya dari perbuatan zina — atau Nabi Saw. mengatakan, "Janganlah kalian lari dari medan perang, " kalimat itu menun­jukkan bahwa Syu'bah ragu (mana di antara keduanya yang be­nar) — Dan Khususnya bagi kalian hai, orang-orang Yahudi, janganlah kalian melakukan pelanggaran di hari Sabtu. Maka kedua orang Yahudi itu mencium kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah Saw., lalu berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah se­orang nabi." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang mencegah kalian untuk mengikutiku?" Keduanya menjawab, "Karena Daud a.s. pernah berdoa bahwa semoga dari keturunannya terus menerus lahir nabi; dan kami khawatir bila masuk Islam, orang-orang Yahudi akan membunuh kami."
Demikianlah bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Syu'bah ibnul Hajjaj dengan sanad yang sama. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hadis ini sebenarnya musykil, mengingat Abdullah ibnu Salamah masih diragukan dalam masalah hafalannya, para ulama hadis banyak yang memperbincangkan kelemahnnya. Barangkali dia keliru karena menganggap sembilan buah ayat (tanda kekuasaan Allah) sebagai sepuluh firman Tuhan. Karena sesungguhnya sepuluh firman Tuhan itu merupakan perintah-perintah Allah di dalam kitab Taurat, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tegaknya hujah (bukti) terhadap Fir'aun.
Karena itulah Musa a.s. berkata kepada Fir'aun yang disitir oleh Allah Swt.. melalui firman-Nya:
(لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزلَ هَؤُلاءِ إِلا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ بَصَائِرَ)
Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang me­nurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. (Al-Isra: 102)
Maksudnya, hujah-hujah dan dalil-dalil yang membenarkan mukjizat-muk­jizat yang Aku turunkan kepadamu.
(وَإِنِّي لأظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا)
dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa. (Al-Isra: 102)
Maksudnya, hancur dan binasa. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan masburan ialah mal'iman atau terlaknat.
Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa masburan artinya terkalahkan. Tetapi menurut Mujahid, lafaz masburan bila diartikan binasa, maka pengertiannya mencakup semua­nya, seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
إذْ أجَارِي الشَّيطانَ فِي سَنن الْغَـ ... يِّ وَمَنْ مَالَ مَيْلهُ مَثْبُور
Bilamana setan selalu meniti jalan kesesatan, maka orang yang cenderung kepadanya pasti binasa.
Sebagian ulama tafsir membaca 'alimta menjadi 'alimtu. Hal ini diriwa­yatkan dari Ali ibnu Abu Talib, tetapi bacaan yang dikemukakan oleh jumhur ulama mem-fat-hah-kan huruf ta, karena khitab (pembicaraan) ditujukan kepada Fir'aun, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرَةً قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ * وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ}
Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka, "Ini adalah sihir yang nya­ta.” Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesom­bongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenarannya. (An-Naml: 13-14)
Hal ini semuanya menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan sembilan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) hanyalah apa yang telah dise­butkan di atas, yaitu tongkat, tangan, paceklik, kekurangan buah-buahan, topan, belalang, kutu (ketombe), katak dan darah. Semuanya itu merupa­kan hujah dan bukti terhadap Fir'aun dan kaumnya, dan semuanya itu merupakan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam serta mukjizat-mukjizat yang membenarkan Musa dan keberadaan Tuhan yang berkuasa yang telah mengutusnya.
Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud bukanlah seperti apa yang disebutkan pada hadis di atas, karena apa yang dimaksudkan oleh hadis di atas hanyalah berupa perintah-perintah yang tidak mengan­dung hujah terhadap Fir'aun dan kaumnya. Tidak ada kaitannya sama sekali antara pengertian ini dengan tegaknya bukti terhadap Fir'aun. Dan tiada lain pendapat tersebut hanyalah dikeluarkan oleh pihak Abdullah ibnu Salamah, karena sesungguhnya dia memiliki sebagian hadis yang berpredikat munkar.
Barangkali kedua orang Yahudi tersebut hanyalah menanyakan ten­tang sepuluh firman Tuhan, kemudian perawi keliru dengan mengatakan­nya sembilan ayat (mukjizat). Karena itulah maka terjadi kesalahpahaman dalam materi hadisnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
(فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الأرْضِ)
Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan para pengikutnya) dari bumi (Mesir). (Al-Isra: 103)
Yakni Fir'aun bermaksud akan mengenyahkan mereka dan mengusir mereka dari negeri Mesir.
(فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا * وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ)
Maka kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya, dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini." (Al-Isra: 103­-104)
Di dalam makna ayat ini tersirat pengertian yang menunjukkan berita gembira bagi Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau akan memperoleh kemenangan atas kota Mekah, mengingat surat ini Makkiyyah, diturunkan sebelum Hijrah; dan memang demikianlah kenyataannya, karena sesung­guhnya penduduk Mekah telah bertekad untuk mengusir Rasulullah Saw. dari kota Mekah, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأَرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا}
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya. (Al-Isra: 76), hingga akhir ayat berikutnya.
Karena itulah maka Allah menganugerahkan kota Mekah kepada Rasul-Nya, dan beliau memasuki kota Mekah secara paksa menurut pendapat yang paling terkenal di antara dua pendapat yang ada. Dan beliau menga­lahkan penduduknya, kemudian membebaskan mereka sebagai hadiah darinya berkat sikap pemaafnya yang luas. Sebagaimana Allah menganu­gerahkan belahan timur dan barat bumi ini kepada kaum yang tertindas dari kalangan Bani Israil, juga menganugerahkan negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaan Fir'aun, berikut harta benda, hasil buah-buahan, dan perbendaharaannya. Hal ini disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي إِسْرَائِيلَ}
demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) ke­pada Bani Israil. (Asy-Syu'ara: 59)
Dan dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
(وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الأرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا)
Dan Kami  berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Diamlah di negeri ini. Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur baur (de­ngan musuh kalian). (Al-Isra: 104)
Yakni kalian semua akan Kami datangkan bersama-sama musuh kalian menjadi satu.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengata­kan bahwa lafifan artinya jami'an, yakni semuanya.

Al-Isra, ayat 105-106

{وَبِالْحَقِّ أَنزلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نزلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105) وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنزلْنَاهُ تَنزيلا (106) }
Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kalian memba­cakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurun­kannya bagian demi bagian.
Allah Swt. berfirman menceritakan tentang kitab-Nya, yaitu Al-Qur'an; bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dengan sebenar-benarnya, yang di da­lamnya terkandung perkara yang hak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepada­mu, Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166)
Maksudnya, di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu Allah yang Dia kehen­daki untuk diperlihatkan kepada kalian, yaitu mengenai hukum-hukum­Nya, perintah, dan larangan-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَبِالْحَقِّ نزلَ}
Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya. (Al-Isra: 105)
Yakni Al-Qur'an diturunkan kepadamu, hai Muhammad, seraya dijaga dan dipelihara, tiada ada sesuatu pun dari selainnya yang mencampurinya; dan tiada tambahan serta kekurangan padanya, melainkan disampaikan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan melalui malaikat yang sangat kuat, dipercaya, berkedudukan tetap di sisi Tuhannya lagi ditaati di kalangan malaikat yang ada di langit tertinggi.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ}
Dan Kami tidak mengutus kamu. (Al-Isra: 105)
hai Muhammad.
{إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا}
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi per­ingatan. (Al-Isra: 105)
Yakni membawa berita gembira kepada orang-orang yang taat kepadamu dari kalangan kaum mukmin, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang durhaka kepadamu dari kalangan orang-orang kafir.
Firman Allah Swt.:
{وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ}
Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106)
Menurut ulama yang membacanya secara takhfif tanpa tasydid, makna­nya ialah Kami turunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah di langit yang terdekat, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. sesuai dengan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam masa dua puluh tiga tahun. Demikianlah menurut penda­pat Ikrimah, dari Ibnu Abbas.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ia membacanya dengan bacaan tasydid, yaitu farraqnahu, yang artinya Kami turunkan Al-Qur'an itu ayat demi ayat seraya dijelaskan dan ditafsirkan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ}
agar kamu membacakannya kepada manusia. (Al-Isra: 106)
Yakni untuk kamu sampaikan kepada manusia dan kamu bacakan kepada mereka.
{عَلَى مُكْثٍ وَنزلْنَاهُ تَنزيلا}
secara perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106)
Maksudnya, sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).

Al-Isra, ayat 107-109

{قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا (108) وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109) }
Katakanlah, "Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, 'Mahasuci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.” Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk'.”
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-Isra: 107)
hai Muhammad, kepada orang-orang kafir itu sehubungan dengan Al-Qur'an yang engkau sampaikan kepada mereka.
{آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا}
Berimanlah kalian atau tidak beriman. (Al-Isra: 107)
Yakni sama saja, kalian beriman kepada Al-Qur'an atau tidak beriman, Al-Qur'an itu tetap merupakan suatu perkara yang hak yang diturunkan oleh Allah yang telah diisyaratkan di masa-masa dahulu melalui kitab-kitab-Nya yang Dia turunkan kepada para rasul terdahulu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelum­nya. (Al-Isra: 107)
Yakni dari kalangan orang-orang saleh Ahli Kitab, yaitu mereka yang berpegangan kepada kitab sucinya dan menegakkannya serta tidak meng­ubah dan tidak menggantinya dengan yang lain.
{إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ سُجَّدًا}
apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka me­nyungkur atas muka mereka sambil bersujud..(Al-Isra: 107)
A'zqan adalah bentuk jamak dari lafaz zaqan yang artinya bagian bawah wajah, maksudnya ialah muka.
Mereka bersujud kepada Allah Swt. seba­gai rasa syukur mereka atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka, karena Allah telah menjadikan mereka orang yang paling berhak untuk mengikuti Rasul Saw. yang telah diturunkan kepadanya kitab Al-Qur'an, jika mereka menjumpai masanya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{سُبْحَانَ رَبِّنَا}
Mahasuci Tuhan kami. (Al-Isra: 108)
Yaitu sebagai ungkapan pengagungan dan penghormatan mereka kepada kekuasaan Allah Yang Mahasempurna. Dia tidak akan mengingkari janji yang telah diikrarkan-Nya melalui para nabi terdahulu, dan Dia akan mengutus Nabi Muhammad Saw. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا}
Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. (Al-Isra: 108)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ}
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis. (Al-Isra: 109)
Mereka lakukan hal itu sebagai ungkapan rasa rendah diri mereka kepada Allah Swt. dan iman serta percaya mereka kepada Kitab dan Rasul-Nya.
وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
dan mereka bertambah khusyuk. (Al-Isra: 109)
Yakni mereka bertambah iman dan berserah diri kepada-Nya, seperti makna yang terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}
Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (ba­lasan) ketakwaannya. (Muhammad: 17)
Firman Allah Swt.;
{وَيَخِرُّونَ}
Dan mereka menyungkur. (Al-Isra: 109)
ayat ini merupakan 'ataf sifat kepada sifat lainnya, bukan 'ataf sujud kepada sujud, perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syairnya:
إلَى المَلك القَرْم وَابْنِ الهُمام ... وَلَيْث الكَتِيبَة في المُزْدَحَمْ ...
Kepada Raja Qarm dan Ibnul Hammam, singa dalam medan pertempuran.

Al-Isra, ayat 110-111

{قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا (110) وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111) }
Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik); dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salam salatmu, dan janganlah pula merendah­kannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan ti­dak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kebinasaan, dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-be­sarnya.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengingkari sifat rahmat Allah," yaitu mereka yang tidak mau menyebut Allah dengan sebutan Ar-Rahman:
{ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى}
Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik). (Al-Isra: 110)
Yakni tidak ada bedanya bila kalian menyeru-Nya dengan sebutan Allah atau sebutan Ar-Rahman, karena sesungguhnya Dia mempunyai nama-nama yang terbaik. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ}
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 22)
sampai dengan firman-Nya:
{لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Yang mempunyai nama-nama yang terbaik. Bertasbihlah kepa­da-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hasyr: 24), hingga akhir ayat.
Makhul pernah meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik mendengar Nabi Saw. mengatakan dalam sujudnya:
"يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيمُ"
Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih.
Lalu lelaki musyrik itu berkata bahwa sesungguhnya dia menduga dirinya menyeru Tuhan yang satu, padahal dia menyeru dua Tuhan. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Kedua riwayat tersebut diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ}
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al­, Isra: 110), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa ayat berikut ini diturunkan saat Rasulullah Saw. sedang bersembunyi di Mekah, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan jangan pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) Bahwa apabila Nabi Saw. salat dengan sahabat-sahabatnya, maka beliau mengeraskan bacaan Al-Qur'annya; dan manakala kaum musyrik men­dengar bacaannya itu, mereka mencaci Al-Qur'an dan mencaci Tuhan yang menurunkannya serta malaikat yang menyampaikannya. Maka Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu. (Al-Isra: 110) Maksudnya, janganlah kamu mengeraskan bacaan Al-Qur'anmu, nanti orang-orang musyrik akan mendengarnya dan mereka akan mencaci Al-Qur'an karenanya. dan janganlah pula kamu merendahkannya. (Al-Isra: 110) Yakni memelankan bacaanmu dari sahabat-sahabatmu, sehingga mereka tidak dapat mendengarkan bacaan Al-Qur'anmu, padahal mereka mene­rimanya dari bacaanmu. dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang di dalam riwayat­nya disebutkan tambahan, yaitu bahwa setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah, maka gugurlah perintah tersebut. Dengan kata lain, Nabi Saw. boleh melakukannya bila menghendaki.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pada mulanya Rasulullah Saw. selalu membaca Al-Qur'an dalam salatnya dengan bacaan yang keras, dan orang-orang meninggalkannya serta tidak mau mendengarkan bacaannya. Dan bilamana seseorang hendak mende­ngarkan bacaan Rasulullah Saw. dalam salatnya, maka ia terpaksa harus mencuri-curi dengar karena takut kepada orang-orang musyrik. Apabila orang-orang musyrik mengetahui bahwa dia mendengar bacaan Rasul Saw., maka dia pergi karena takut disakiti oleh mereka dan tidak mau mendengarkannya lagi. Dan apabila Rasulullah Saw. merendahkan baca­annya, maka orang-orang yang mendengarkan bacaannya tidak dapat mengambil suatu manfaat pun dari bacaannya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al-Isra: 110), yang menyebabkan orang-orang kafir yang simpati kepadamu bubar me­ninggalkanmu. dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) sehingga orang-orang yang mencuri dengar dari bacaanmu dari kalangan mereka tidak dapat mendengarnya, karena barangkali sebagian dari mere­ka memperhatikan sebagian dari apa yang didengarnya darimu dan ber­oleh manfaat darinya. dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, dan Qatadah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah baca­an dalam salat.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Asy'as ibnu Salim, dari Al-Aswad ibnu Hilal, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) terhadap orang yang membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar­kannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Salamah ibnu Alqamah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa ia pernah men­dengar berita bahwa sahabat Abu Bakar apabila salat merendahkan ba­caan Al-Qur'annya, sedangkan sahabat Umar mengeraskan bacaan Al-Qur'annya. Maka dikatakan kepada Abu Bakar, "Mengapa engkau laku­kan hal itu?" Abu Bakar menjawab, "Saya sedang bermunajat kepada Tuhanku, dan Dia mengetahui keperluanku." Lalu dikatakan kepadanya, "Engkau baik." Dan dikatakan kepada Umar, "Mengapa engkau lakukan hal itu?" Umar menjawab, "Saya sedang mengusir setan dan melenyap­kan rasa kantuk." Maka dikatakan kepadanya, "Engkau baik." Dan ketika firman Allah Swt. diturunkan, yaitu: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu, dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110) maka dikatakan kepada Abu Bakar, "Angkatlah sedikit suara bacaanmu." Dan dikatakan kepada Umar, "Rendahkanlah sedikit suara bacaanmu."
Asy'as ibnu Siwar telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berdoa.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri dan Malik, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a., bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan doa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Iyad, Makhul, dan Urwah ibnuz Zubair.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Ayyasy Al-Amiri, dari Abdul­lah ibnu Syaddad yang menceritakan bahwa pernah ada seorang Badui dari kalangan Bani Tamim apabila mengucapkan salam kepada Nabi Saw. lalu ia mengiringinya dengan doa, "Ya Allah, berilah saya rezeki berupa ternak unta dan anak." Maka turunlah ayat ini: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)
Pendapat lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa-ib, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan bacaan tasyahhud, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Hafs, dari Asy'as ibnu Siwar, dari Muhammad ibnu Sirin dengan teks yang semisal.
Pendapat lain. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) Maksudnya, janganlah kamu salat karena ingin dilihat oleh orang-orang, janganlah pula kamu meninggalkannya karena takut terhadap orang-orang kafir.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula kamu merendahkannya. (Al-Isra: 110) Bahwa janganlah kamu melakukannya dengan baik secara terang-terangan, lalu melakukannya dengan buruk di kala sendirian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama. Hisyam telah meriwayatkannya dari Auf, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama; dan Sa'id meriwayatkannya dari Qatadah, dari Al-Hasan dengan sanad'yang sama pula.
Pendapat lain. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengata­kan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra: 110) Bahwa orang-orang Ahli Kitab itu selalu merendahkan bacaan kitab mereka bilamana ada seseorang dari mereka mengeraskan bacaan suatu kalimat dari kitabnya dengan suara yang keras, maka orang-orang yang mengikutinya membacanya dengan keras pula di belakangnya. Maka Allah Swt. melarang Nabi Saw. mengeraskan suara dalam bacaannya seperti yang dilakukan orang-orang ahli kitab, dan melarang pula meren­dahkannya seperti yang dilakukan mereka. Kemudian Allah Swt. mem­berinya jalan pertengahan di antara keduanya, yang hal ini dicontohkan kepada Nabi Saw. oleh Malaikat Jibril a.s. dalam salatnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا}
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak." (Al-Isra: 111)
Setelah Allah Swt. menetapkan bahwa diri-Nya mempunyai asma-asma yang terbaik, lalu Dia menyucikan diri-Nya dari semua bentuk kekurang­an. Untuk itu Dia berfirman:
{وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ}
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya.” (Al-Isra: 111)
Bahkan Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
{وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ}
dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehina­an. (Al-Isra: 111)
Yakni Dia tidaklah hina yang karenanya Dia memerlukan penolong atau pembantu atau penasihat, bahkan Dia adalah Mahatinggi, Pencipta segala sesuatu dengan sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang menga­tur dan yang memutuskan menurut apa yang dikehendaki-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak mempunyai penolong (yang menjaga-Nya) dari kehina­an. (Al-Isra: 111) Artinya, Dia tidak memerlukan berteman dengan seorang pun dan tidak memerlukan pertolongan seorang pun. dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 111) Yakni besarkanlah dan agungkanlah Dia terhadap apa yang dikatakan oleh orang-orang zalim lagi kelewat batas itu dengan pengagungan yang setinggi-tingginya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Al-Qurazi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak." (Al-Isra: 111), hingga akhir ayat. Bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani me­ngatakan, "Allah mengambil anak." Dan orang-orang Arab Jahiliah selalu mengatakan (dalam tawafnya), "Labbaika, tiada sekutu bagi Engkau kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Orang-orang sabi-in mengatakan — demikian pula orang-orang Majusi — bahwa seandainya tidak ada penolong, tentulah Allah hina. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agung­kanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya." (Al-Isra: 111)
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah; telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. meng­ajarkan kepada keluarganya—baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa — ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak. (Al-Isra: 111), hingga akhir ayat.
Menurut kami, telah disebutkan di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. menamakan ayat ini dengan sebutan 'Ayat Kemuliaan (Keperkasaan)', Di dalam salah satu asar disebutkan bahwa tidak sekali-kali ayat ini di­bacakan di dalam suatu rumah dalam suatu malam, lalu rumah itu dapat tertimpa kecurian atau penyakit.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ سَيْحَانَ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا حرب بن ميمون، حدثنا موسى ابن عُبَيْدَةَ الرَّبَذي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرَظي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَدِي فِي يَدِهِ، فَأَتَى عَلَى رَجُلٍ رَثِّ الْهَيْئَةِ، فَقَالَ: "أَيْ فُلَانُ، (3) مَا بَلَغَ بِكَ مَا أَرَى؟ ". قَالَ: السَّقَمُ وَالضُّرُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "أَلَّا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ تُذْهِبُ عَنْكَ السَّقَمَ وَالضُّرَّ؟ ". قَالَ: لَا قَالَ: مَا يَسُرُّنِي بِهَا أَنْ شَهِدْتُ مَعَكَ بَدْرًا أَوْ أَحَدًا. قَالَ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وقال: "وَهَلْ يُدْرِكُ أَهْلُ بَدْرٍ وَأَهْلُ أُحُدٍ مَا يُدْرِكُ الْفَقِيرُ الْقَانِعُ؟ ". قَالَ: فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِيَّايَ فَعَلِّمْنِي قَالَ: فَقُلْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ: "تَوَكَّلْتُ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ، وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا". قَالَ: فَأَتَى عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ وَقَدْ حَسُنَت حَالِي، قَالَ: فَقَالَ لِي: "مَهْيم". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَزَلْ أَقُولُ الْكَلِمَاتِ الَّتِي عَلَّمْتَنِي
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Subhan Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Az-Zubaidi, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah yang mengata­kan bahwa ia pernah keluar bersama Rasulullah Saw., sedangkan tangan beliau memegang tanganku, atau tanganku memegang tangan beliau. Lalu Nabi Saw. mendatangi seorang lelaki yang penampilannya kumal dan kotor. Nabi Saw. bertanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat keadaanmu demikian menyedihkan?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Rasulullah, saya tertimpa sakit dan kemelaratan." Rasulullah Saw. bersabda, "Maukah kamu aku ajarkan beberapa kalimat yang dapat melenyapkan penyakit dan kemelaratan yang ada pada dirimu itu?" Lelaki itu menjawab, "Tentu saja mau, tidaklah meng­gembirakan diriku bila kalimat-kalimat itu ditukar dengan ikut dalam Pe­rang Badar atau Perang Uhud bersamamu sebagai gantinya." Rasulullah Saw. tertawa dan bersabda, "Dan apakah Ahli Badar dan Ahli Uhud mengalami apa yang dialami oleh seorang fakir yang menerima apa adanya?" Abu Hurairah berkata, "Wahai Rasulullah, ajarkan­lah pula kepadaku kalimat-kalimat itu." Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Hurairah, katakanlah, "Saya bertawakal kepada Tuhan Yang Hidup yang tidak mati, segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tiada sekutu bagi-Nya di dalam kerajaan-Nya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” Kemudian lelaki itu datang menghadap kepada Rasulullah Saw. sedangkan keadaannya telah membaik. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang telah engkau lakukan?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, saya masih tetap membaca kalimat-kalimat yang pernah engkau ajarkan kepa­da saya itu."
Sanad hadis ini daif, di dalam matannya terdapat hal yang munkar.

Demikianlah akhir pembahasan tafsir surat Subhanallah (surat Al-Isra). Hanya bagi Allah-lah segala puji, dan hanya kepada-Nyalah kami berharap.