Rabu, 13 April 2016

7.01. Al A'raf 1-64



7. SURAT AL-A'RAF
(TEMPAT YANG TINGGI)
Makkiyyah, 206 ayat kecuali ayat 163 sampai dengan 170 Madaniyyah.
Turun sesudah surat Shad.


Al-A'raf, ayat 1-3
 
المص (1) كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2) اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (3)

Alif Lam Mim Shad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kami memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain­Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (darinya).

Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah diterangkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan makna huruf-huruf pada permulaan surat secara panjang lebar, begitu pula mengenai perbedaan pendapat para ulama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Syarik, dari Ata ibnus Saib, dari Abud Duha. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna Alif Lam Mim Shad, yaitu: Akulah Allah Yang akan memutuskan (semua perkara). Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair.
{كِتَابٌ أُنزلَ إِلَيْكَ}
Ini adalah sebuah kitab yang ditunaikan kepadamu. (Al-A'raf: 2)
Artinya, ini adalah Kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
{فَلا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ}
maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya (Al-A'raf: 2)
Menurut Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi, makna haraj ialah syak atau keraguan, yakni merasa ragu kepadanya. Menurut pendapat yang lain, maknanya ialah kesempitan, yakni jangan ada kesempitan di dalam dadamu dalam menyampaikannya dan dalam memberikan peringatan dengannya (kepada manusia).
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar. (Al-Ahqaf: 35)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{لِتُنْذِرَ بِهِ}
supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir). (Al-A’raf: 2)
Maksudnya, Kami turunkan Kitab ini kepadamu agar kamu memberikan peringatan dengan Kitab ini kepada orang-orang kafir.
{وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ}
dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Al-A'raf: 2)
Kemudian Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada seluruh umat:
{اتَّبِعُوا مَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ}
Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian. (Al-A'raf: 3)
Yakni ikutilah jejak-jejak Nabi yang ummi, yang datang kepada kalian dengan membawa Kitab yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya.
{وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ}
dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Al-A'raf: 3)
Artinya, janganlah kalian menyimpang dari apa yang telah disampaikan oleh Rasul kepada kalian dengan menempuh jalan yang lain, yang akhirnya mengakibatkan kalian menyimpang pula dari hukum Allah kepada hukum selain-Nya.
{قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ}
Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (darinya). (Al-A'raf: 3)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kalian sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An’am: 116), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ}
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)

Al-A'raf, ayat 4-7
وَكَمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا فَجَاءَهَا بَأْسُنَا بَيَاتًا أَوْ هُمْ قَائِلُونَ (4) فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلَّا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (5) فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ (6) فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ (7)
Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datang­lah siksaan Kami menimpa (penduduknya di waktu mereka ber­ada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim." Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedangkan (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).
Firman Allah Swt.;
{وَكَمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا}
Betapa banyaknya negeri yang Kami binasakan. (Al-A'raf: 4)
Karena para penduduknya menentang rasul-rasul Kami dan mendustakan mereka, maka hal tersebut mengakibatkan mereka ditimpa kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kepada kehinaan di akhirat. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebe­lum kamu, maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang dahulu selalu mereka perolok-olokkan. (Al-Anbiya: 41 dan Al-An’am: 10)
{فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ}
Berapalah banyaknya kota yang telah Kami binasakan, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ}
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasa­kan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman merekayang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris (nya). (Al-Qashash: 58)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{فَجَاءَهَا بَأْسُنَا بَيَاتًا أَوْ هُمْ قَائِلُونَ}
maka datanglah siksa Kami menimpa (penduduknya di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. (Al-A'raf: 4)
Yakni tersebutlah di antara mereka orang yang datang kepadanya perintah Allah, siksa, dan pembalasan-Nya:
{بَيَاتًا}
di malam hari. (Al-A'raf: 4)
Yaitu di malam hari, di saat mereka sedang tidur nyenyak.
{أَوْ هُمْ قَائِلُونَ}
atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. (Al-A'raf: 4)
Diambil dari kata al-qailulah yang artinya istirahat di tengah hari, kedua waktu tersebut (yakni tengah malam dan tengah hari) adalah waktu istirahat sehingga mereka dalam keadaan lalai dan terlena. Seperti disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُون * أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksa Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98)
{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ * أَوْ يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِين * أَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 45-47)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ}
Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Al-A'raf: 5)
Yakni tiada lain ucapan mereka ketika azab datang menimpa mereka, melainkan pengakuan mereka terhadap dosa-dosa mereka dan bahwa mereka pantas menerimanya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
وَكَمْ قَصَمْنَا مِن قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri-negeri yang zalim yang telah Kami binasakan. (Al-Anbiya: 11)
sampai dengan firman-Nya:
خَامِدِين
yang tidak dapat hidup lagi. (Al-Anbiya: 15)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terkandung keterangan yang jelas yang menunjukkan keabsahan riwayat yang diketengahkan dari Rasulullah Saw., yaitu tentang sabdanya yang mengatakan:
"مَا هَلَكَ قَوْمٌ حَتَّى يُعْذِروا مِنْ أَنْفُسِهِمْ"
Tidaklah suatu kaum dibinasakan sebelum mereka mengakui kesalahan diri mereka sendiri.
حَدَّثَنَا بِذَلِكَ ابْنُ حُمَيْد، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ أَبِي سِنان، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَيْسَرة الزَّرَّادِ قَالَ: قَالَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا هَلَكَ قَوْمٌ حَتَّى يُعْذِروا مِنْ أَنْفُسِهِمْ". قَالَ: قُلْتُ لِعَبْدِ الْمَلِكِ: كَيْفَ يَكُونُ ذَاكَ؟ قَالَ: فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ}
Hal tersebut telah diceritakan oleh Ibnu Humaid kepada kami, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Sinan, dari Abdul Malik ibnu Maisarah Az-Zarrad yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidaklah suatu kaum dibinasakan sebelum mereka mengakui kesalahan diri mereka sendiri. Abdul Malik melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Mas'ud, "Mengapa terjadi demikian?" Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”(Al-A'raf: 5).
*****
Firman Allah Swt.:
{فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ}
Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka. (Al-A'raf: 6), hingga akhir ayat.
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ}
Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, "Apakah jawaban kalian kepada para rasul?” (Al-Qashash: 65)
Dan firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ}
(Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaummu terhadap (seman)mw?” Para rasul menjawab, "Tidakada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.”(Al-Maidah: 109)
Kelak di hari kiamat Allah bertanya kepada semua umat tentang jawaban mereka kepada para rasul yang membawa risalah-Nya kepada mereka. Allah menanyai pula para rasul yang ditugaskan kepada mereka tentang penyampaian risalah-Nya. Karena itulah Ali ibnu Abu Talhah meriwa­yatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6) Yaitu tentang apa yang telah disampaikan oleh para rasul.
قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الكنْدي، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ لَيْث، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فالإمام يُسْأل عن الرجل وَالرَّجُلُ يُسْأَلُ عَنْ أَهْلِهِ وَالْمَرْأَةُ تُسْأَلُ عَنْ بَيْتِ زَوْجِهَا، وَالْعَبْدُ يُسْأَلُ عَنْ مَالِ سَيِّدِهِ". قَالَ اللَّيْثُ: وَحَدَّثَنِي ابْنُ طَاوُسٍ، مِثْلَهُ، ثُمَّ قَرَأَ: {فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Lais, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kalian semua adalah penggembala, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang gembalaannya. Imam akan ditanya mengenai orang-orang yang dipimpinnya, seorang lelaki akan ditanya mengenai keluarganya, seorang wanita akan ditanya mengenai rumah suaminya, dan seorang budak akan ditanya mengenai harta tuannya. Al-Lais mengatakan, "Ibnu Tawus pernah menceritakan hal yang semisal kepadaku, kemudian ia membacakan firman-Nya: 'Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami)' (Al-A'raf: 6)."
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain tanpa tambahan ini.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang mereka perbuat), sedangkan (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka). (Al-A'raf: 7) Kelak di hari kiamat akan diletakkan semua kitab catatan amal perbuatan, lalu kitab-kitab itu berbicara tentang apa yang telah mereka kerjakan (selama di dunia).
{وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ}
dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka). (Al-A'raf: 7)
Yakni Allah Swt. akan memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya kelak di hari kiamat tentang apa yang telah mereka katakan dan apa yang telah mereka kerjakan, baik yang kecil maupun yang besar, yang berat maupun yang ringan; tidak ada yang terlewat, karena sesungguhnya Allah Swt. Maha Menyaksikan segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya dan tiada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya, bahkan Dia mengetahui apa yang tersembunyi di balik lirikan mata yang khianat dan apa yang tersimpan di dalam kalbu. Allah Swt telah berfirman:
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula); dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59)
Al-A'raf, ayat 8-9
{وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ (9) }
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Firman Allah Swt.:
{وَالْوَزْن}
Timbangan. (Al-A'raf: 8)
Maksudnya, timbangan amal perbuatan kelak di hari kiamat.
{الْحَق}
ialah kebenaran. (Al-A'raf: 8)
Yakni Allah Swt. tidak menganiaya seorang pun. Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ}
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Danjika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahalanya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47)
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا}
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun seberat zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40)
{فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ * وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ * نَارٌ حَامِيَةٌ}
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?” (Yaitu) api yang sangat panas. (Al-Qari'ah: 6-11)
Dan firman Allah Swt.:
{فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ * فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ}
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101); Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya. maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (Al-Mu’minun: 102-103)
Yang diletakkan pada timbangan amal perbuatan kelak di hari kiamat —menurut suatu pendapat— adalah amal-amal perbuatan, sekalipun berupa sesuatu yang abstrak, tetapi Allah Swt. mengubah bentuknya menjadi jasad yang kongkret kelak di hari kiamat.
Al-Bagawi mengatakan bahwa hal tersebut telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, bahwa surat Al-Baqarah dan Ali Imran kelak di hari kiamat datang (dalam bentuk) seakan-akan seperti dua awan, atau dua naungan, atau dua kumpulan burung-burung yang terbang berbaris.
Termasuk ke dalam pengertian ini ialah apa yang disebut di dalam hadis sahih lainnya tentang kisah Al-Qur'an, bahwa Al-Qur'an kelak akan datang kepada pemiliknya dalam rupa seorang pemuda yang pucat warna (kulit)nya. Maka pemiliknya bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Aku adalah Al-Qur'an yang membuatmu tidak dapat tidur di malam harimu dan membuatmu haus di siang harimu."
Di dalam hadis Al-Barra mengenai kisah pertanyaan kubur disebutkan:
"فَيَأْتِي الْمُؤْمِنَ شابٌّ حَسَنُ اللَّوْنِ طَيِّبُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ"
Maka orang mukmin didatangi oleh seorang pemuda yang bagus warna kulitnya lagi harum baunya. Maka orang mukmin itu bertanya, "Siapakah kamu?” Ia menjawab, "Saya adalah amal salehmu."
Lalu disebutkan hal yang sebaliknya tentang orang kafir dan orang munafik.
Menurut pendapat yang lain, yang ditimbang adalah kitab catatan amal perbuatan, seperti yang disebutkan di dalam hadis tentang bitaqah (kartu) mengenai seorang lelaki yang dihadapkan, lalu diletakkan baginya pada salah satu sisi timbangan sebanyak sembilan puluh sembilan catatan amal, setiap catatan amal tebalnya sejauh mata memandang. Kemudian bitaqah tersebut didatangkan yang di dalam­nya bertuliskan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah". Lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah bitaqah dan semua catatan ini?" Allah Swt. menjawab, "Sesungguhnya engkau tidak akan dianiaya." Lalu bitaqah tersebut diletakkan di sisi timbangan yang lainnya. Rasulullah Saw. bersabda:
فَطاشَت السِّجِلَّاتُ، وثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ"
Maka catatan-catatan itu menjadi ringan dan bitaqah itu menjadi berat.
Imam Turmuzi meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur ini, dan ia menilainya sahih.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, yang ditimbang itu adalah diri orang yang bersangkutan. Seperti yang disebutkan di dalam hadis berikut:
"يُؤتَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالرَّجُلِ السَّمِين، فَلَا يَزِن عِنْدَ اللَّهِ جَنَاح بَعُوضَة" ثُمَّ قَرَأَ: {فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا}
Kelak di hari kiamat didatangkan seorang lelaki yang gemuk, tetapi di sisi Allah timbangannya tidaklah seberat sebuah sayap nyamuk kecil pun. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (Al-Kahfi: 105)
Di dalam manaqib (riwayat hidup) sahabat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"أَتَعْجَبُونَ مِنْ دِقَّة ساقَيْهِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ أُحُدٍ"
Apakah kalian merasa aneh dengan kedua betisnya (Ibnu Mas'ud) yang kecil itu. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kedua betisnya itu dalam timbangan amal perbuatan jauh lebih berat daripada Bukit Uhud.
Tetapi dapat pula digabungkan pengertian dari semua asar tersebut, misalnya semuanya dinilai benar karena adakalanya yang ditimbang adalah amal perbuatannya, adakalanya catatan-catatan amalnya, dan adakalanya diri orang yang bersangkutan.
Al-A'raf, ayat 10
{وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الأرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (10) }
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagi kalian di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kalian bersyukur.
Allah Swt. berfirman, mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya perihal karunia yang telah Dia berikan kepada mereka, yaitu Dia telah menjadi­kan bumi sebagai tempat tinggal mereka, dan Dia telah menjadikan padanya pasak-pasak (gunung-gunung) dan sungai-sungai, serta menjadikan padanya tempat-tempat tinggal dan rumah-rumah buat mereka. Dia memperbolehkan mereka untuk memanfaatkannya, dan menundukkan awan buat mereka untuk mengeluarkan rezeki mereka dari bumi. Dia telah menjadikan bagi mereka di bumi itu penghidupan mereka, yakni mata pencaharian serta berbagai sarananya sehingga mereka dapat berniaga padanya dan dapat membuat berbagai macam sarana untuk penghidupan mereka. Tetapi kebanyakan mereka amat sedikit yang mensyukurinya.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ}
Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Ibrahim: 34)
Seluruh ulama qiraat membaca ma'ayisy tanpa memakai hamzah, kecuali Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, karena sesungguhnya dia meng-hamzah-kannya. Tetapi pendapat yang benar ialah yang dianut oleh kebanyakan ulama qiraat, yaitu yang tidak memakai hamzah. Karena lafaz ma'ayisy adalah bentuk jamak dari lafaz maisyah, diambil dari kata 'asyayalsyu 'aisyan. Lafaz maisyah bentuk asalnya adalah mayisyah, karena harakat kasrah pada ya dinilai berat, maka kasrah dipindahkan ke lain sehingga jadilah ma’isyah. Tetapi setelah dijamakkan, maka harakat-nya kembali lagi kepada ya, mengingat sudah tidak ada lagi hambatan bacaan berat; maka dikatakanlah ma'ayisy, wazan-nya. ialah mafa'il, karena huruf ya merupakan huruf asal pada lafaz. Lain halnya dengan lafaz madain, sahajf'dan basair yang merupa­kan bentuk jamak dari madinah,sahlfah, dan basirah; juga bentuk jamak dari mudun, suhuf, dan absur, karena sesungguhnya huruf ya pada lafaz-lafaz tersebut merupakan huruf zaidah (tambahan). Karena itulah maka ia dijamakkan dengan memakai wazan fa’ail seraya di-hamzah-kan (memakai hamzah).
Al-A'raf, ayat 11
{وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (11) }
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam," maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.
Melalui ayat ini Allah Swt. mengingatkan kepada Bani Adam (manusia) tentang kemuliaan bapak mereka, yaitu Adam. Allah menjelaskan kepada mereka perihal musuh mereka (yaitu iblis) dan kedengkian yang tersimpan di dalam diri iblis terhadap mereka dan bapak mereka, supaya mereka bersikap waspada terhadapnya dan jangan mengikuti jalan iblis. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ [فَسَجَدُوا] }
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujvdlah kalian kepada Adam," maka mereka pun bersujud (Al-A'raf: 11)
Makna ayat ini semisal dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ [فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ] }
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.” (Al-Hijr: 28-29)
Demikian itu karena ketika Allah Swt. menciptakan Adam a.s. dengan tangan kekuasaan-Nya dari tanah liat, lalu Allah memberinya bentuk manusia yang sempurna dan meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh (ciptaan)-Nya. Maka Allah memerintahkan kepada semua malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan kepada keagungan Allah Swt. Semua malaikat mendengar dan menaati perintah itu kecuali iblis, ia tidak mau bersujud.
Dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah telah kami terangkan perihal iblis. Apa yang kami tetapkan di sini merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Adam a.s.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Minhal ibnu Amr dan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu. lalu Kami bentuk tubuhmu. (Al-A'raf: 11) Bahwa mereka diciptakan di dalam tulang-tulang sulbi kaum laki-laki, lalu mereka dibentuk di dalam rahim-rahim wanita.
Asar diriwayatkan oleh Imam Hakim. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Dinukil pula dari Ibnu Jarir, dari sebagian ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud ialah anak cucu Adam a.s.
Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, Qatadah, dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami bentuk tubuhmu. (Al-A'raf: 11) Yakni Kami ciptakan Adam, kemudian Kami bentuk anak cucunya.
Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya: Kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kalian kepada Adam.” (Al-A'raf: 11) Maka hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah Adam.
Sesungguhnya hal ini diungkapkan dalam bentuk jamak, mengingat Adam adalah bapak umat manusia. Sebagaimana firman Allah Swt. yang ditujukan kepada kaum Bani Israil yang ada di masa Nabi Saw. melalui ayat berikut:
{وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى}
Dan Kami naungi kalian dengan awan, dan Kami turunkan kepada kalian manna dan satwa. (Al-Baqarah: 57)
Makna yang dimaksud adalah bapak moyang mereka yang hidup di masa Nabi Musa a.s. Tetapi mengingat hal tersebut merupakan karunia Allah yang telah diberikan kepada bapak moyang mereka yang merupakan asal mereka, maka seakan-akan hal tersebut terjadi pada anak-anak mereka. Hal ini berbeda dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ [ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ] }
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (Al-Mu’minun: 12)
Makna yang dimaksud ialah bahwa Adam diciptakan dari saripati tanah, sedangkan anak cucunya diciptakan dari nutfah (air mani). Pengertian ini dibenarkan, mengingat makna yang dimaksud dengan insan ialah jenisnya tanpa ada penentuan.
Al-A'raf, ayat 12
{قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (12) }
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."
Ulama ahli nahwu dalam menganalisis firman-Nya: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? (Al-A' raf: 12)
Huruf la dalam ayat ini adalah zaidah (tambahan). Sedangkan menurut sebagian dari mereka, huruf la ini ditambahkan untuk mengukuhkan keingkaran. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
مَا إِنْ رأيتُ وَلَا سمعتُ بِمِثْلِهِ
Sesungguhnya aku tidak pernah melihat dan tidak pernah pula mendengar semisalnya.
Maka huruf in dimasukkan sebelum ma nafiyah untuk mengukuhkan makna nafinya. Mereka mengatakan bahwa demikian pula pengertiannya dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
{مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ}
Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (Al-A'raf: 12)
Padahal sebelumnya telah disebutkan melalui firman-Nya:
{لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ}
Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (Al-A"raf: 11)
yang mengandung pengertian ketiadaan bersujud.
Kedua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan keduanya disanggahnya. Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna mana'aka' mengandung pengertian kata kerja lain yang bentuk lengkapnya adalah seperti berikut, "Apakah yang mencegahmu, menindasmu, dan memaksamu untuk tidak bersujud di saat Aku perintahkan kamu untuk melakukannya," atau pengertian yang semisal. Pendapat ini cukup baik dan kuat.
Ucapan iblis yang mengatakan:
{أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ}
Saya lebih baik daripadanya (Adam). (Al-A'raf: 12)
Alasan iblis merupakan sesuatu hal yang lebih besar daripada dosanya, seakan-akan iblis membangkang —tidak mau taat— karena tidak ada perintah yang menganjurkan seseorang yang memiliki keutamaan bersujud kepada orang yang lebih rendah keutamaannya daripada yang diperintah. Seakan-akan iblis la’natullah mengatakan, "Saya lebih baik daripadanya, maka mengapa Engkau perintahkan saya untuk bersujud kepadanya?"
Kemudian iblis mengatakan, dikatakan dirinya lebih baik karena ia diciptakan dari api, sedangkan api itu lebih baik daripada apa yang diciptakan-Nya dari tanah liat. Iblis yang laknat dalam alasannya mengacu kepada asal unsur kejadian, tidak mengacu kepada kemuliaan yang besar yang ada pada diri Adam. Yaitu Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh (ciptaan)-Nya.
Iblis melakukan analogi yang tidak benar, berlawanan dengan nas firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}
maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud. (Al-Hijr: 29, Shad: 72)
Iblis memisahkan diri di antara malaikat karena tidak mau bersujud. Karena itulah maka dia terusir dari rahmat dan putus asa dari rahmat. Iblis la'natultah keliru dalam analogi dan pengakuannya yang mengatakan bahwa api lebih mulia daripada tanah.
Padahal sesungguhnya tabiat tanah liat itu ialah kuat, sabar, tenang, dan kokoh. Tanah merupakan tempat bagi tetumbuhan, pengembangan, penambahan, dan perbaikan; sedangkan api mempunyai watak membakar, liar, dan cepat. Karena itulah iblis berkhianat terhadap unsur kejadian dirinya, sedangkan Adam mendapat manfaat dari unsur kejadiannya, yaitu selalu ingat kepada Allah, kembali kepada-Nya, tenang, taat dan berserah diri kepada perintah Allah Swt., mengakui dosa dan memohon tobat serta ampunan.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"خُلِقَت الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وخُلقَ إِبْلِيسُ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ"
Malaikat diciptakan dari nur (cahaya), dan iblis diciptakan dari nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah digambarkan kepada kalian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، حدثنا نُعَيم ابن حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَلَقَ اللَّهُ الْمَلَائِكَةَ مِنْ نُورِ الْعَرْشِ، وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ [مَارِجٍ مِنْ] نَارٍ، وَخُلِقَ آدم مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ". قُلْتُ لِنُعَيْمِ بْنِ حَمَّادٍ: أَيْنَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ؟ قَالَ: بِالْيَمَنِ
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menciptakan malaikat dari nur Arasy, dan menciptakan jin dari nyala api, serta menciptakan Adam dari apa yang digambarkan kepada kalian. Saya (perawi) bertanya kepada Na'im ibnu Hammad, "Di manakah engkau mendengar hadis ini dari Abdur Razzaq?" Na'im menjawab, "Di Yaman."
Menurut lafaz lain dari hadis ini yang tidak sahih disebutkan seperti berikut:
"وَخُلِقَتِ الْحُورُ الْعِينُ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"
Dan Aku menciptakan bidadari yang bermata jeli dari za'faran.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Ibnu Syauzab, dari Matar Al-Waraq, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah. (Al-A'raf: 12) Bahwa iblis melakukan analogi, dialah yang mula-mula melakukan analogi (kias). Sanad asar berpredikat sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Malik, telah menceritakan kepadanya Yahya ibnu Salim At-Taifi, dari Hisyam ibnu Sirin yang telah mengatakan bahwa iblislah yang mula-mula melakukan kias (analogi), dan tidak sekali-kali matahari dan rembulan disembah melainkan karena adanya kias tersebut. Sanad asar ini berpredikat sahih pula.
Al-A'raf, ayat 13-15
{قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ (13) قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (14) قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (15) }
Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis men­jawab, "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."
Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada iblis mengenai takdir yang harus di jalani iblis:
{فَاهْبِطْ مِنْهَا}
Turunlah kamu dari surga itu! (Al-A'raf: 13)
Yakni karena kedurhakaanmu terhadap perintah-Ku dan pembang­kanganmu yang menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku. Tidak layak bagimu bersikap sombong di dalam surga.
Kebanyakan ulama tafsir mengatakan bahwa damir yang ada kembali merujuk kepada jannah (surga). Tetapi dapat pula ditakwilkan merujuk kepada kedudukan tempat iblis berada saat itu di kerajaan langit yang tertinggi.
{فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ}
maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina. (Al-A'raf: 13)
Artinya, dalam keadaan hina dina lagi direndahkan, sebagai perlakuan kebalikan dari apa yang diyakini iblis, dan sebagai pembalasan dari pengakuannya, yaitu dengan menimpakan kebalikannya. Maka saat itu iblis yang laknat menyadari dirinya dimurkai Tuhan, lalu ia meminta masa tangguh sampai hari kiamat, melalui perkataannya:
{أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِين}
Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan. Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.”(Al-A'raf: 14-15)
Allah mengabulkan permintaan iblis karena di dalamnya terkandung hikmah, keinginan, dan kehendak Allah yang tidak dapat ditentang, tidak dapat dicegah, serta tidak ada akibat bagi keputusan hukum-Nya, dan Dia Mahacepat perhitungan-Nya.
Al-A'raf, ayat 16-17
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17) }
Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)."
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah Dia memberikan masa tangguh kepada iblis sampai hari mereka dibangkitkan, dan setelah iblis terikat dengan janji itu, maka mulailah ia bersikap ingkar dan melampiaskan dendamnya. Untuk itu ia berkata:
{فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ}
Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. (Al-A'raf: 16)
Yakni sebagaimana Engkau telah menyesatkan aku. Menurut Ibnu Abbas, sebagaimana Engkau telah menghukumi saya tersesat. Sedang­kan menurut lainnya, sebagaimana Engkau telah binasakan saya, maka sesungguhnya saya benar-benar akan menghalang-halangi hamba-hamba-Mu yang Engkau ciptakan dari keturunan orang ini (Adam) yang menjadi penyebab Engkau jauhkan diriku dari rahmat-Mu, agar mereka tidak menempuh jalan-Mu yang lurus, yaitu jalan yang hak dan jalan keselamatan. Sesungguhnya saya benar-benar akan menyesatkan mereka dari jalan tersebut agar mereka tidak menyembah-Mu dan tidak pula mentauhidkan-Mu, karena Engkau telah memutuskan kesesatan terhadap diriku.
Sebagian ulama nahwu mengatakan bahwa huruf ba dalam ayat ini mengandung makna sumpah. Jadi, seakan-akan iblis mengatakan, "Maka demi kesesatan yang telah Engkau putuskan terhadap diriku, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: jalan Engkau yang lurus. (Al-A'raf: 16) Yaitu jalan yang hak. Muhammad ibnu Suqah meriwayatkan dari Aun, dari Abdullah, bahwa makna yang dimaksud ialah jalan ke Mekah.
Ibnu Jarir mengatakan, yang benar pengertian siratal mustaqim lebih umum daripada semuanya.
Menurut kami (dikatakan lebih umum) karena ada sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَقِيل-يَعْنِي الثَّقَفِيَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَقِيلٍ -حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ الْمُسَيَّبِ، أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ أَبِي الجَعْد عَنْ سَبْرَة بْنِ أَبِي فَاكِه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ لِابْنِ آدَمَ بِطُرُقِهِ، فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ: أَتُسْلِمُ وَتَذَرُ دِينَكَ وَدِينَ آبَائِكَ؟ ". قَالَ: "فَعَصَاهُ وَأَسْلَمَ". قَالَ: "وَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْهِجْرَةِ فَقَالَ: أَتُهَاجِرُ وَتَدَعُ  أَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ، وَإِنَّمَا مَثَلُ الْمُهَاجِرِ كَالْفَرَسِ فِي الطّوَل؟ فَعَصَاهُ وَهَاجَرَ، ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْجِهَادِ، وَهُوَ جِهَادُ النَّفْسِ وَالْمَالِ، فَقَالَ: تُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ، فَتُنْكَحُ الْمَرْأَةُ وَيُقَسَّمُ الْمَالُ؟ ". قَالَ: "فَعَصَاهُ، فَجَاهَدَ". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَمَاتَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ قُتِلَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَإِنْ غَرِقَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ وَقَصته دَابَّةٌ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَدْخُلَهُ الْجَنَّةَ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail (yakni As-Saqafi, yaitu Abdullah ibnuUqail), telah menceritakan kepada kami Musa ibnul Musayyab, telah menceritakan kepadaku Salim ibnu Abul Ja'd, dari Sirah ibnu Abul Fakih yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya setan selalu duduk menghalangi jalan anak Adam. maka setan menghalang-halangi jalan Islamnya, lalu berkata kepadanya, "Apakah engkau mau masuk Islam dan meninggalkan agamamu, yaitu agama nenek moyangmu?" Tetapi ia tidak menuruti kata setan dan tetap masuk Islam. Lalu setan menghalang-halangi jalan hijrahnya dan mengatakan kepadanya, "Apakah engkau hijrah dan rela meninggalkan tanah airmu sendiri? Sesung­guhnya perumpamaan orang yang berhijrah sama dengan orang yang menempuh jalan ke negeri Persia jauhnya.” Tetapi ia mendur­hakai setan dan tetap berhijrah. Kemudian setan menghalang-halangi jalan jihadnya, yaitu jihad dengan jiwa dan harta benda, lalu berkata setan, "Engkau mau berperang, pada akhirnya engkau terbunuh, istrimu akan dikawini orang dan hartamu dibagi-bagikan.” Tetapi ia tidak menuruti kata setan dan tetap berjihad. Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang berbuat demikian di antara mereka, lalu ia meninggal dunia, maka pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Dan jika ia terbunuh (gugur), pasti Allah akan memasuk­kannya ke surga. Dan jika ia tenggelam, maka pasti Allah akan memasukkannya ke surga. Dan jika ia tertendang oleh unta kendaraannya (hingga mati), maka pasti Allah akan memasukkan­nya ke dalam surga.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ}
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka. (Al-A'raf: 17), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka mereka. (Al-A'raf: 17) Artinya, saya akan meragukan mereka terhadap urusan akhirat mereka. dan dari belakang mereka. (Al-A'raf: 17) Yaitu saya akan membuat mereka menyukai duniawi mereka. dan dari kanan mereka. (Al-A'raf: 17) Maksudnya, saya akan mengaburkan mereka terhadap urusan agama mereka. dan dari kiri mereka. (Al-A'raf: 17) Yakni saya akan membuat mereka tergiur kepada kemaksiatan.
Ibnu Abu Talhah —dalam riwayat Al-Aufi, yang kedua-duanya dari Ibnu Abbas— menyebutkan bahwa dari muka mereka artinya dari arah dunia mereka. Dari belakang mereka artinya urusan akhirat mereka, dari kanan mereka artinya dari arah kebaikan-kebaikan mereka, dan dari kiri mereka artinya dari arah kejahatan-kejahatan mereka.
Sa'id ibnu Abu Arubah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa setan datang dari arah depan mereka, lalu memberitahukan kepada mereka bahwa tidak ada hari berbangkit, tidak ada surga, dan tidak ada neraka. Setan datang dari arah belakang mereka, yakni dari urusan duniawi mereka, lalu setan menghiasinya dengan hiasan yang indah dan menganjurkan mereka untuk memakainya. Setan datang dari kanan mereka, yakni dari arah kebaikan-kebaikan mereka, lalu setan meng­halang-halangi mereka dari kebaikan-kebaikan itu. Setan datang dari arah kiri mereka, lalu ia menghiasi kejahatan dan kemaksiatan hingga menjadi tampak indah, kemudian menyeru mereka untuk mengerjakan­nya dan memerintahkan mereka untuk melakukannya. Hai anak Adam, setan mendatangimu dari semua penjuru, hanya saja setan tidak dapat mendatangimu dari arah atasmu; dia tidak mampu menghalang-halangi antara kamu dan rahmat Allah Swt.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hakam ibnu Uyaynah, As-Saddi, dan Ibnu Juraij dalam riwayat yang bersumberkan dari mereka. Hanya saja mereka mengatakan, "Dan dari arah depan berupa perkara duniawi, dari arah belakang berupa perkara akhirat.'
Mujahid mengatakan, "Dari depan dan dari kanan mereka tanpa kelihatan oleh mereka, serta dari arah belakang dan dari arah kiri mereka tanpa kelihatan oleh mereka."
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah semua jalan kebaikan dan jalan kejahatan. Dengan kata lain, jika jalan kebaikan, maka setan selalu menghalang-halangi mereka untuk sampai kepadanya; jika jalan kejahatan, maka setan selalu menghiaskannya di mata mereka.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. (Al-A'raf: 17) Iblis tidak berani mengatakan dari atas mereka, karena rahmat Allah diturunkan kepada mereka dari atas mereka.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. (Al-A'raf: 17) Yang dimaksud dengan syakirin ialah orang-orang yang mengesakan Allah. Ucapan iblis ini hanya semata-mata berlandaskan dugaan dan ilusinya sendiri. Tetapi apa yang diduga oleh iblis itu memang sesuai dengan kenyataannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوهُ إِلا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ * وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيظٌ}
Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman. Dan tidak adalah kekuasaan iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu tentang itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu. (Saba': 20-21)
Karena itulah di dalam hadis disebutkan tentang memohon perlindungan kepada Allah dari pengaruh setan yang mendatangi manusia dari segala penjurunya. Antara lain seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya:
حَدَّثَنَا نَصْر بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُجَمِّع، عَنْ يُونُسَ بْنِ خَبَّاب، عَنِ ابْنِ جُبَيْر بْنِ مُطْعِم -يَعْنِي نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ -عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -وَحَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ -يَعْنِي السِّجِسْتَانِيَّ -حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ، عَنِ يُونُسَ بْنِ خَبَّابٍ -عَنِ ابْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ -عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ، وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتي، وَآمِنْ رَوْعَتِي وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدِي وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي وعن شمالي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِكَ اللَّهُمَّ أَنْ أُغْتَال مِنْ تَحْتِي"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma", dari Yunus ibnu Khabbab, dari Ibnu Jubair ibnu Mut'im (yakni Nafi' ibnu Jubair), dari Ibnu Abbas. Telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab As-Sijistani, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr, dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Yunus ibnu Khabbab, dari Ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. acapkali membaca doa berikut, yaitu: Ya Allah, saya memohon pemaafan dan keselamatan dalam urusan agama, dunia, keluarga, dan harta benda saya. Ya Allah, tutupilah aurat saya dan amankanlah rasa takut saya, dan peliharalah saya dari arah muka, belakang, kanan, kiri, dan dari arah atas saya. Dan saya berlindung kepada Engkau, wahai Allah, janganlah saya diculik (diazab) dari arah bawah saya.
Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Bazzar, dan ia menilainya sebagai hadis hasan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا عُبَادَةُ بْنُ مُسْلِمٍ الْفَزَارِيُّ، حَدَّثَنِي جُبَير بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ ابن جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ يَدْعُ هَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوَرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعاتي، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي وعن شمالي، ومن فَوْقِي، وأعوذ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي". قَالَ وَكِيعٌ: يَعْنِي الْخَسْفَ.
Imam Ahmad mengatakan, tetah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Ubadah ibnu Muslim At-Fazzari, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Abu Sulaiman ibnu Jubair ibnu Mufim; ia pernah mendengar Abdullah ibnu Umar berkata bahwa tiada doa yang selalu dibaca oleh Rasulullah Saw. di waktu pagi dan petangnya, melainkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau pemaafan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga, dan harta benda saya. Ya Allah, tutupilah aurat-aurat saya dan amankanlah rasa takut saya. Ya Allah, peliharalah saya dari arah depan, dari arah belakang, dari arah kanan, dari arah kiri, dan dari arah atas saya. Dan saya berlindung kepada Kebesaran-Mu, agar saya tidak diculik dari arah bawah saya.
Waki' mengatakan bahwa min tahti (dari arah bawahku) maksudnya ialah ditelan oleh bumi.
Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim meriwayatkannya melalui hadis Ubadah ibnu Muslim dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.
Al-A'raf, ayaf 18
{قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَدْحُورًا لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ أَجْمَعِينَ (18) }
Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kalian semuanya."
Allah Swt. mengukuhkan pengusiran iblis dari golongan makhluk yang tertinggi dan menjauhkannya dari rahmat-Nya. Hal ini diungkapkan Allah Swt. melalui firman-Nya:
{اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَدْحُورًا}
Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. (Al-A'raf: 18)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna "المذؤوُم"artinya tercela, diambil dari akar kata الذَّأْمُ yang artinya cela atau aib. Dikatakan ذَأَمَهُ  (dia mencelanya), subyeknya disebut مَذْءُومٌ (orang yang tercela). Adakalanya mereka tidak memakai hamzah, lalu menyebutnya menja­di ذمْته أَذِيمُهُ ذَيْمًا وذَاما (saya mencelanya dengan celaan yang sebenar-benarnya). Kata الذَّامُّ dan الذَّيْمُ mengan­dung makna yang lebih keras dalam celaan daripada memakai kata الذَّمِّ yang juga bermakna mencela.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa الْمَدْحُورُ artinya terjauhkan, yakni terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ia tidak mengenal lafaz الْمَذْءُومَ dan الْمَذْمُومَ kecuali dalam bentuk tunggal.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq At-Tamimi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang yang terhina lagi terusir. (Al-A'raf: 18) Madhuran artinya dalam keadaan dimurkai.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan terhina lagi dimurkai.
Menurut as-Saddi, maknanya ialah dalam keadaan dimurkai lagi terusir.
Menurut Qatadah ialah dalam keadaan terkutuk lagi dimurkai.
Menurut Mujahid ialah dalam keadaan terbuang lagi terusir (dari rahmat Allah).
Menurut Ar-Rabi’ ibnu Anas. makna مذؤوما ialah terbuang, dan الْمَدْحُورُ ialah terhina.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ أَجْمَعِينَ}
Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya. (Al-A'raf: 18)
Semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا * وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا * إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا}
Tuhan berfirman, "Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan godalah (bujuklah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan berijanjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka, melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Penjaga.” (Al-Isra: 63-65)
Al-A'raf, ayat 19-21
{وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (19) فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ (20) وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ (21) }
(Dan Allah berfirman'), "Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.” Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)." Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.”
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia membolehkan Adam a.s. dan Hawa (istrinya) bertempat tinggal di surga dan memakan semua buah-buahan yang ada padanya, kecuali suatu pohon. Hal ini telah diterangkan di dalam surat Al-Baqarah.
Maka saat itulah timbul rasa dengki dalam hati setan, lalu setan berupaya melancarkan makar dan tipuan serta bisikannya, yang tujuannya untuk mencabut nikmat dan pakaian yang indah-indah dari keduanya.
وَقَالَ
Dan setan berkata. (Al-A'raf: 20)
Yakni secara dusta dan buat-buatan.
مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ
Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat. (Al-A'raf: 20)
Yaitu agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau kekal di dalam surga. Seandainya kamu berdua mau memakannya, niscaya akan kamu peroleh hal tersebut. Makna yang terkandung dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى}
Setan berkata, "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha: 120)
Yakni agar kamu berdua tidak menjadi dua malaikat.
Pengertian تَكُونَا  ini sama dengan bentuk lain yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya kalian tidak sesat. (An-Nisa: 176)
Maksudnya, agar kalian tidak menjadi sesat. Sama pula dengan penger­tian yang ada dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَأَلْقَى فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ}
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak berguncang bersama kalian. (An-Nahl: 15)
Yakni agar bumi tidak berguncang menggoyahkan kalian.
Ibnu Abbas dan Yahya ibnu Abu Kasir membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
{إِلا أَنْ تَكُونَا مَلِكَيْنِ}
melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi raja. (Al-A'raf: 20)
Yaitu dengan mengkasrahkan huruf lam dari lafaz malakaini, hingga bacaannya menjadi malikaini. Tetapi jumhur ulama membacanya dengan fathah, yaitu malakaini.
*******************
{وَقَاسَمَهُمَا}
Dan setan bersumpah kepada keduanya. (Al-A'raf: 21)
Maksudnya, setan mengemukakan sumpahnya dengan menyebut nama Allah kepada Adam dan Hawa.
{إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ}
Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua. (Al-A'raf: 21)
Yakni sesungguhnya saya telah ada di sini sebelum kamu berdua ada, dan saya lebih mengetahui tentang tempat ini. Kata qasamahuma termasuk ke dalam Bab "Mufa'alah", tetapi makna yang dimaksud ialah salah satu pihak (bukan kedua belah pihak). Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Khalid ibnu Zuhair (sepupu Abu Zuaib) dalam salah satu bait syairnya:
وقاسَمَها بِاللَّهِ جَهْدا لأنتمُ ... أَلَذُّ مِنَ السَّلْوَى إِذْ مَا نُشُورُهَا
Dia bersumpah kepada mereka dengan nama Allah sumpah yang sesungguhnya, bahwasanya (berteman dengan) kalian benar-benar lebih enak daripada lezatnya madu di saat penunaiannya.
Iblis bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan menyebut nama Allah mengenai hal tersebut, hingga iblis berhasil memperdaya keduanya. Memang adakalanya seorang mukmin tertipu karena nama Allah disebutkan.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat, bahwa iblis bersumpah dengan menyebut nama Allah, "Sesungguhnya saya dicipta­kan sebelum kamu berdua, saya lebih mengetahui daripada kamu berdua. Maka ikutilah saya, niscaya saya memberimu petunjuk." Seorang ahlul 'ilmi mengatakan, "Barang siapa yang menipu kita dengan menyebut nama Allah, maka kita akan teperdaya olehnya."
Al-A'raf, ayat 22-23
{فَدَلاهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ (22) قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (23) }
Maka setan membujuk keduanya (untuk merasakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupi­nya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, 'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua'?” Keduanya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
Sa'id ibnu Abu Arubah meriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang mengatakan bahwa Adam adalah seorang lelaki yang sangat tinggi —seakan-akan tingginya itu seperti pohon kurma yang tertinggi— dan rambutnya lebat. Ketika ia melakukan kesalahan tersebut, pada saat itu juga auratnya kelihatan (menjadi telanjang), padahal sebelum itu Adam belum pernah melihat auratnya sendiri. Maka ia lari ke dalam kebun surga dan salah satu pohon surga bergantung pada kepalanya. Maka Adam berkata kepada pohon itu, "Lepaskanlah saya." Tetapi pohon itu berkata, "Sesungguhnya saya tidak akan melepaskanmu." Kemudian Tuhan menyerunya, "Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku?" Adam menjawab, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku merasa malu kepada Engkau."
Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi Saw. secara marfu', tetapi secara mauquf lebih sahih sanadnya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah dan Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Imarah, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pohon yang Allah melarang Adam dan istrinya memakannya ialah pohon gandum. Setelah keduanya memakan buah pohon itu, maka dengan serta-merta kelihatanlah aurat keduanya. Tersebutlah bahwa yang digunakan oleh keduanya untuk menutupi aurat adalah kukunya masing-masing. Lalu keduanya segera memetik dedaunan surga (yaitu daun pohon tin) dan menambalsulamkan satu sama lainnya untuk dijadikan penutup aurat keduanya. Kemudian Adam a.s. berlari ke dalam kebun surga, dan bergantunglah pada kepalanya suatu jenis pohon surga. Maka Allah memanggilnya, "Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku?" Adam menjawab, "Tidak, tetapi saya malu kepada Engkau, wahai Tuhanku." Allah berfirman, "Bukankah segala sesuatu yang Aku anugerahkan dan Aku perbolehkan untukmu dari buah-buahan surga tidak cukup sehingga engkau berani memakan apa yang Aku haramkan kepadamu?" Adam menjawab, "Tidak, wahai Tuhanku. Tetapi demi keagungan-Mu, saya tidak menduga bahwa ada seseorang yang berani bersumpah dengan menyebut nama Engkau secara dusta." Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut adalah apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan setan bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.” (Al-A'raf:21); Allah berfirman, "Demi Keagungan-Ku, Aku benar-benar akan me­nurunkan kamu ke bumi, kemudian kamu tidak dapat memperoleh penghidupan kecuali dengan cara demikian." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Adam lalu diturunkan dari surga, padahal sebelum itu keduanya memakan buah surga dengan berlimpah ruah dan tanpa susah payah. Kemudian ia diturunkan ke tempat (dunia) yang makanan dan minumannya tidak berlimpah, tetapi harus dengan susah payah. Maka mulailah Adam belajar membuat alat besi, dan diperintahkan untuk membajak, lalu Adam membajak dan menanam tanaman serta mengairinya. Ketika telah tiba masa panen, maka ia menuainya dan memilih biji-bijiannya serta menggilingnya menjadi tepung, lalu mem­buat adonan roti darinya, setelah itu baru ia memakannya. Tetapi Adam tidak dapat melakukan itu kecuali setelah Allah mengizinkannya.
As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mulailah keduanya menutupi (aurat)nya dengan daun-daun surga. (Al-A'raf: 22) Bahwa daun-daunan surga itu adalah daun pohon tin.
Mujahid mengatakan bahwa keduanya mulai memetik daun-daunan surga, lalu menambalsulamnya sehingga menjadi pakaian.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan sehubungan dengan kalimat yang mengatakan bahwa pakaian Adam dan Hawa dilucuti. Pakaian Adam dan Hawa yang menutupi aurat keduanya adalah nur, sehingga Adam tidak dapat melihat aurat Hawa. Begitu pula sebaliknya, Hawa tidak dapat melihat aurat Adam. Tetapi ketika keduanya memakan buah terlarang itu, maka kelihatanlah aurat masing-masing oleh keduanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang menceritakan bahwa Adam berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika saya bertobat dan memohon ampun kepada Engkau?" Allah berfirman, "Kalau demikian, niscaya Aku masukkan kamu ke dalam surga." Tetapi iblis tidak meminta tobat, hanya meminta masa tangguh. Maka masing-masing pihak diberi oleh Allah Swt. apa yang diminta masing-masing.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah Adam memakan buah pohon terlarang itu, maka dikatakan kepadanya, "Mengapa engkau memakan buah pohon yang telah Aku larang engkau memakannya?" Adam menjawab, "Hawalah yang menganjurkannya kepadaku." Allah berfirman, "Maka sekarang Aku akan menghukumnya, bahwa tidak sekali-kali ia hamil melainkan dengan susah payah, dan tidak sekali-kali ia melahirkan anak melainkan dengan susah payah." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga Hawa merintih. Maka dikatakan kepadanya, "Engkau dan anakmu akan merintih."
Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Al-A’raf: 23)
Inilah kalimat-kalimat (doa-doa) yang diterima oleh Adam dari Tuhannya, yakni yang diajarkan oleh Allah Swt. kepada Adam (dalam tobatnya).
Al-A'raf, ayat 24-25
{قَالَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (24) قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ (25) }
Allah berfirman, "Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan." Allah berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.”
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud dengan kata perintah pada firman-Nya:
{اهْبِطُوا}
Turunlah kamu sekalian. (Al-A'raf: 24)
ditujukan kepada Adam, Hawa, iblis, dan ular. Tetapi di antara mereka ada yang tidak menyebutkan ular. Pada garis besarnya permusuhan yang ada terjadi antara Adam dan iblis. Karena itulah dalam surat Thaha disebutkan melalui firman-Nya:
{اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا}
Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. (Thaha: 123), hingga akhir ayat.
Hawa mengikut kepada Adam. Sedangkan ular, jika kisahnya benar, maka mengikut kepada iblis.
Ulama tafsir menyebutkan nama-nama tempat yang masing-masing pihak dari mereka diturunkan di dunia ini. Tetapi sumber berita mengenai hal ini berasal dari kisah Israiliyat, hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya. Sekiranya penyebutan tempat-tempat itu secara tertentu mengandung faedah dan manfaat bagi orang-orang mukallaf dalam urusan agama dan urusan dunia mereka, niscaya Allah akan menuturkan kisahnya di dalam Kitab-Nya atau melalui Rasul-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ}
Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan di muka bumi sampai waktu yang ditentukan. (Al-A'raf: 24)
Yakni tempat tinggal dan usia yang telah ditetapkan sampai masa yang ditentukan berdasarkan apa yang telah dicatat oleh Qalam, ditetapkan oleh takdir, serta digariskan di dalam Lauh Mahfuz.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mustaqarrun" bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan.
Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa makna mustaqarrun ialah tempat tinggal di muka bumi dan di bawahnya. Kedua-duanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ}
Allah berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (Al-A'raf: 25)
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى}
Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya Kami akan mengeluarkan kalian pada kesempatan yang lain. (Thaha: 55)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia menjadikan bumi sebagai tempat tinggal untuk Bani Adam selama kehidupan dunianya; di dunia ini mereka hidup, dan di dunia ini mereka mati dan tempat kuburan mereka, dan dari dunia ini pula mereka dibangkitkan kelak di hari kiamat. Yaitu hari Allah menghimpun semua makhluk dari yang pertama hingga yang terakhir, kemudian Dia memberikan balasan kepada masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya.
Al-A'raf, ayat 26
{يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (26) }
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Allah Swt. menyebutkan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, antara lain Dia telah menjadikan untuk mereka pakaian dan perhiasan. Pakaian untuk menutupi aurat, sedangkan perhiasan untuk memperindah penampilan lahiriah. Pakaian termasuk kebutuhan pokok, sedangkan perhiasan termasuk keperluan sampingan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ar-riyasy menurut istilah bahasa Arab ialah perabotan rumah tangga dan aksesori pakaian.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan Imam Bukhari meriwayatkan pula darinya, bahwa ar-riyasy ialah harta benda.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-risy artinya pakaian, sedangkan al-disy artinya kemewahan.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ar-riyasy artinya kecantikan.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا أصْبَغُ، عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ الشَّامِيِّ قَالَ: لَبِسَ أَبُو أُمَامَةَ ثَوْبًا جَدِيدًا، فَلَمَّا بَلَغَ تَرْقُوَتَه قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِي حَيَاتِي. ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ اسْتَجَدَّ ثَوْبًا فَلَبِسَهُ فَقَالَ حِينَ يَبْلُغُ تَرْقُوَتَهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِي حَيَاتِي ثُمَّ عَمَدَ إِلَى الثَّوْبِ الَّذِي خَلُقَ أَوْ: أَلْقَى فَتَصَدَّقَ بِهِ، كَانَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ، وَفِي جِوَارِ اللَّهِ، وَفِي كَنَفِ اللَّهِ حَيًّا وَمَيِّتًا، [حَيًّا وَمَيِّتًا، حَيًّا وَمَيِّتًا] "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag, dari Abul Ala Asy-Syami yang menceritakan bahwa Abu Umamah memakai pakaian baru, ketika pakaiannya sampai pada tenggorokannya, ia mengucapkan doa berikut: Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup saya. Kemudian Abu Umamah mengatakan, ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa memakai pakaian baru dan di saat memakainya hingga sampai pada tenggorokannya ia mengucapkan doa berikut, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup saya," kemudian ia menuju ke pakaian bekasnya dan menyedekahkannya, maka ia berada di dalam jaminan Allah dan berada di sisi Allah serta berada di dalam pemeliharaan Allah selama hidup dan mati(nya).
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui riwa­yat Yazid ibnu Harun, dari Asbag (yaitu Ibnu Zaid Al-Juhani) yang dinilai siqah oleh Yahya ibnu Mu'indan lain-lainnya. Gurunya bernama Abul Ala Asy-Syami, ia tidak dikenal melainkan hanya melalui hadis ini, tetapi hadis ini tidak ada seorang pun yang mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُخْتَارُ بْنُ نَافِعٍ التَّمَّارُ، عَنْ أَبِي مَطَرٍ؛ أَنَّهُ رَأَى عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَتَى غُلَامًا حَدَثًا، فَاشْتَرَى مِنْهُ قَمِيصًا بِثَلَاثَةِ دَرَاهِمَ، وَلَبِسَهُ إِلَى مَا بَيْنَ الرُّسْغَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، يَقُولُ وَلَبِسَهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي. فَقِيلَ: هَذَا شَيْءٌ تَرْوِيهِ عَنْ نَفْسِكَ أَوْ عَنْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: هَذَا شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عِنْدَ الْكِسْوَةِ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي "
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Mukhtar ibnu Nafi’, dari Abu Matar, bahwa ia melihat Ali r.a. mendatangi seorang penjual kain, kemudian ia membeli sebuah baju gamis darinya dengan harga tiga dirham. Lalu ia memakainya di antara persendian tangan dan kedua mata kakinya. Ketika memakainya, ia mengucapkan doa berikut: Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rezeki pakaian kepadaku untuk memperindah penampilanku di kalangan manusia dan untuk menutupi auratku. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah doa ini darimu sendiri, ataukah engkau riwayatkan dari Nabi Saw.?" Ali r.a. menjawab bahwa doa itu ia dengar dari Rasulullah Saw. yang membacakannya di saat memakai jubah, yaitu: Segala puji bagi Allah yang telah memberiku rezeki berupa per­hiasan untuk memperindah penampilan diriku di kalangan orang-orang lain dan untuk menutupi auratku.
Hadis riwayat Imam Ahmad.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ}
Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. (Al-A'raf: 26)
Sebagian ulama membacanya libasat taqwa dengan harakat nasab, sedangkan sebagian yang lain membacanya rafa' sebagai mubtada, dan zalika khair berkedudukan menjadi khabar-nya. Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya.
Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan libasut taqwa ialah pakaian yang dikenakan oleh orang-orang yang bertakwa kelak di hari kiamat. Demikian menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Zaid ibnu Ali, As-Saddi, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa libasut taqwa ialah iman. Sedangkan menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, libasut taqwa ialah amal saleh.
Ad-Dayyal ibnu Amr meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah pertanda baik yang ada pada wajah. Disebutkan dari Urwah ibnuz Zubair bahwa libasut taqwa ialah takut kepada Allah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa libasut taqwa ialah bertakwa kepada Allah; dengan pakaian itu seseorang menutupi auratnya, demikianlah pengertian libasut taqwa.
Pengertian semua pendapat tersebut mirip. Hal ini diperkuat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir; ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَجَّاجِ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَرْقَمَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَلَى مِنْبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَمِيصٌ قُوهي مَحْلُولُ الزِّرِّ، وَسَمِعْتُهُ يَأْمُرُ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، وَيَنْهَى عَنِ اللَّعِبِ بِالْحَمَامِ. ثُمَّ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ السَّرَائِرِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا عَمِلَ أَحَدٌ قَطُّ سِرًّا إِلَّا أَلْبَسُهُ اللَّهُ رِدَاءً عَلَانِيَةً، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: "وَرِيَاشًا" وَلَمْ يَقْرَأْ: وَرِيشًا - {وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ} قَالَ: "السَّمْتُ الْحَسَنُ".
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ismail, dari Sulaiman ibnu Arqam, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Khalifah Usman ibnu Affan r.a. berada di atas mimbar Rasulullah dengan memakai baju gamis berkancing yang terbuka kancing-kancingnya. Lalu ia mendengarnya memerintahkan agar semua anjing dibunuh, dan ia melarang bermain burung merpati. Kemudian Khalifah Usman berkata, "Hai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dalam lubuk hati kalian, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada pada genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang memendam sesuatu dalam lubuk hatinya, melainkan Allah akan memakaikan kepadanya hal itu dalam bentuk kain selendang secara lahiriah (kelak di hari kiamat). Jika apa yang dipendamnya itu baik, maka pakaiannya baik; dan jika yang dipendamnya itu jahat, maka pakaiannya jahat (buruk) pula'." Kemudian Khalifah Usman membacakan firman-Nya: dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. (Al-A'raf: 26); Khalifah Usman mengatakan, libasut taqwa ialah tanda yang baik.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui riwayat Sulaiman ibnu Arqam, tetapi di dalamnya terkandung ke-daif-an (kelemahan).
Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Kitabul Adab (Pembahasan Etika) melalui berbagai jalur yang sahih dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia pernah mendengar Amirul Mukminin Usman ibnu Affan memerintahkan untuk membunuh semua anjing dan menyembelih burung-burung merpati. Hal ini dikemukakan-nya pada hari Jumat di atas mimbarnya.
Adapun mengenai hadis marfu' yang melaluinya, telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani di dalam kitab Mu'jamul Kabir­nya. Hadisnya ini mempunyai syahid dari jalur lain, yang menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami.....



Al-A'raf, ayat 27
{يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (27) }
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari surga; ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dari suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.
Allah Swt. memperingatkan anak Adam agar bersikap waspada terhadap iblis dan teman-temannya, seraya menjelaskan kepada mereka (anak Adam) bahwa iblis itu adalah musuh bebuyutan bapak seluruh umat manusia, yaitu Nabi Adam a.s. Iblis telah berupaya mengeluarkan Adam dari surga yang merupakan darunna'im (rumah kenikmatan), hingga akhirnya Adam dikeluarkan darinya sampai di darut tu'ab (rumah ke­payahan dan penuh penderitaan). Dan iblislah penyebab utama yang membuat auratnya terbuka, padahal sebelumnya selalu dalam keadaan tertutup, sehingga dia sendiri tidak dapat melihatnya. Hal tersebut tiada lain terjadi karena terdorong oleh permusuhan yang sengit dalam diri iblis terhadap Adam. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50)
Al-A'raf, ayat 28-30
{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (28) قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (29) فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (30) }
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah, "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kalian mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui? Katakanlah, "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah), "Luruskanlah muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengan meng­ikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.
Mujahid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik melakukan tawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka mengatakan, "Kami melakukan tawaf ini dalam keadaan seperti ketika kami dilahirkan oleh ibu-ibu kami." Para wanita meletakkan secarik kain atau sesuatu pada kemaluannya, lalu berkata:
الْيَوْمَ يبدُو بعضُه أَوْ كُلُّهُ ... وَمَا بَدا مِنْهُ فَلَا أحلّهُ ...
tampak sebagian atau keseluruhannya, dan apa yang kelihatan darinya tidak saya halalkan.
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا} الْآيَةَ.
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata.”Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” (Al-A'raf: 28), hingga akhir ayat.
Menurut kami, orang-orang Arab di masa lalu selain kabilah Quraisy, bila mereka melakukan tawaf, maka mereka melakukannya tanpa berpakaian (telanjang bulat). Mereka mengartikannya bahwa mereka tidak mau melakukan tawaf dengan memakai pakaian yang biasa mereka pakai untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan orang-orang Quraisy yang dikenal dengan sebutan Al-Hamas selalu melakukan tawafnya dengan memakai pakaian mereka. Orang Arab lain bila diberi pinjaman pakaian oleh orang Hamas, maka ia memakainya untuk bertawaf; dan orang yang mempunyai pakaian baru, maka dipakainya untuk bertawaf, lalu ia membuangnya tanpa ada seorang pun yang mau mengambil­nya. Barang siapa yang tidak mempunyai pakaian baru, tidak pula ada seorang Hamas yang mau meminjamkan pakaian kepadanya, maka ia tawaf dengan telanjang bulat. Adakalanya terdapat seorang wanita melakukan tawaf dengan telanjang bulat, kemudian ia menjadikan sesuatu pada kemaluannya guna menutupi apa yang dapat ditutupinya, lalu ia berkata: Hari ini kelihatan sebagian atau seluruhnya; dan apa yang tampak darinya, maka saya tidak akan menghalalkannya.
Tetapi kebanyakan yang dilakukan oleh kaum wanita bila bertawaf di malam hari adalah telanjang. Hal ini merupakan suatu tradisi yang mereka buat-buat sendiri yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka mempunyai keyakinan bahwa perbuatan nenek moyang mereka itu bersandarkan kepada perintah Allah dan syariat-Nya. Maka Allah menyanggah mereka melalui firman-Nya:
{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا}
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya " (Al-A'raf: 28)
Dan Allah berfirman membantah mereka:
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-A'raf: 28)
Hai Muhammad, kepada orang-orang yang mendakwakan demikian.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ}
Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. (Al-A'raf: 28)
Yakni apa yang kalian buat-buat itu adalah perkara yang keji lagi mungkar, sedangkan Allah tidak pernah memerintahkan hal seperti itu.
{أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Mengapa kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui? (Al-A'raf: 28)
Artinya, apakah kalian berani menyandarkan kepada Allah pendapat-pendapat yang kalian tidak mengetahui kebenarannya? Firman Allah Swt.:
{قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ}
Katakanlah, "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” (Al-A'raf: 29)
Yaitu keadilan dan perkara yang lurus.
{وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ}
Dan (katakanlah), "Luruskanlah muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.”(Al-A'raf: 29)
Allah memerintahkan kalian agar beristiqamah dalam menyembah-Nya, yaitu dengan mengikuti para rasul yang diperkuat dengan mukjizat-mukjizat dalam menyampaikan apa yang mereka terima dari Allah dan syariat-syariat yang mereka datangkan. Allah memerintahkan kepada kalian untuk ikhlas dalam beribadah hanya untuk-Nya. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di dalam amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu hendaknya amal dikerjakan secara benar lagi sesuai dengan tuntutan syariat, dan hendaknya amal dikerjakan dengan ikhlas karena Allah bersih dari syirik.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ}
Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29)
sampai dengan firman-Nya:
 حَقَّ عَلَيْهِمُ  الضَّلالَة
pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf: 30)
Makna ayat ini masih diperselisihkan.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayat­kan dari Mujahid mengenai makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Kelak Allah akan menghidupkan kalian sesudah kalian mati.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, sebagaimana Dia menciptakan kalian pada permula­an di dunia ini, demikian pula kalian akan kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat dalam keadaan hidup.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yakni Allah memulai penciptaan-Nya, maka Dia menciptakan mereka. Sebelum itu mereka tidak ada, kemudian mereka mati, lalu Allah mengembalikan mereka dalam keadaan hidup.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sebagaimana Allah memulai penciptaan kalian pada permulaannya, maka demikian pula Dia akan mengembalikan kalian pada akhirnya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang diperkuat dengan apa yang telah diriwayatkan melalui hadis Sufyan As-Sauri dan Syu'bah ibnul Hajjaj; keduanya dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Rasulullah Saw. berdiri di hadapan kami untuk menyampaikan suatu nasihat, lalu beliau bersabda:
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ إِلَى اللَّهِ حُفَاة عُرَاة غُرْلا {كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}
'Hai manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun kepada Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang lagi tak bersunat (tak berkhitan). Sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) Kami akan mengulangi (mengemba­likannya). Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya'.”
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah. Juga di dalam hadis Bukhari melalui hadis As-Sauri dengan lafaz yang sama.
Warqa ibnu lyas (yaitu Abu Yazid) telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Bahwa kelak orang muslim dibangkitkan sebagai orang muslim, dan orang kafir dibangkitkan sebagai orang kafir.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yaitu mereka dikembalikan berdasarkan pengetahuan Allah tentang diri mereka.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Sebagaimana telah ditetapkan atas kalian, maka demikian pulalah keadaan kalian. Menurut riwayat yang lain, sebagaimana keadaan yang kalian alami, maka kelak kalian akan seperti itu.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yakni barang siapa yang sejak semula diciptakan oleh Allah dalam keadaan celaka, maka ia akan menjadi orang seperti yang ditakdirkan-Nya semula sejak permulaan kejadiannya, sekalipun ia mengamalkan amalan ahli kebahagiaan (ahli surga). Barang siapa yang sejak semula ditakdirkan bahagia oleh Allah, maka ia akan dikembalikan kepada apa yang telah ditakdirkan untuknya sejak semula, sekalipun ia mengamal­kan amalan orang-orang yang celaka (penghuni neraka). Sebagaimana para ahli sihir mengamalkan amalan orang-orang yang celaka, maka pada akhirnya ia pasti akan menjadi orang seperti yang ditakdirkan untuknya sejak semula.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A’raf: 29-30); Allah Swt. berfirman: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yaitu sebagaimana Kami menciptakan kalian; sebagian dari kalian ada yang mendapat petunjuk, dan sebagian yang lain ada yang disesatkan. Maka demikian pulalah kelak kalian dikembalikan, dan demikian pulalah keadaannya sewaktu kalian dilahirkan dari perut ibu-ibu kalian.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf: 29-30) Sesungguhnya Allah Swt. memulai penciptaan Ibnu Adam ada yang mukmin dan ada yang kafir (yakni dicatatkan dalam takdir bahwa di antara mereka ada yang mukmin dan ada yang kafir). Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ}
Dialah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara kalian ada yang beriman. (At-Taghabun: 2)
Kemudian Allah mengembalikan mereka pada hari kiamat dalam keadaan seperti permulaan kejadian mereka, yakni ada yang mukmin dan ada yang kafir.
Menurut kami, pendapat ini diperkuat dengan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud di dalam kitab Sahih Bukhari yang mengatakan:
" فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ -أَوْ: ذِرَاعٌ -فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلَهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ -أَوْ: ذِرَاعٌ -فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ"
Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengamalkan amalan ahli surga hingga tiada jarak antara dia dan surga kecuali hanya satu depa atau satu hasta; tetapi takdir telah mendahuluinya, maka ia mengamalkan amalan ahli neraka, hingga ia masuk neraka. Dan sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengamal­kan amalan ahli neraka, hingga tiada jarak antara dia dan neraka kecuali hanya satu depa atau satu hasta; tetapi takdir telah mendahuluinya, maka ia mengamalkan amalan ahli surga, hingga masuk surga.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ البَغَوي: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الجَعْد، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّان، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْعَبْدَ لِيَعْمَلُ -فِيمَا يَرَى النَّاسُ -بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. وَإِنَّهُ لِيَعْمَلُ -فِيمَا يَرَى النَّاسُ -بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ"
Abul Qasim Al-Bagawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan yang menurut penglihatan orang lain dianggap sebagai amalan ahli surga, padahal sesungguhnya dia adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan yang kelihatan oleh orang lain sebagai amalan ahli neraka, padahal sesungguhnya dia termasuk ahli surga. Sesungguhnya semua amal perbuatan itu hanyalah berdasarkan pungkasan-pungkasannya.
Demikianlah sepotong dari hadis Imam Bukhari yang diriwayatkannya melalui hadis Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif Al-Madani dalam kisah Qazman di waktu Perang Uhud.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "تُبْعَثُ كُلُّ نَفْسٍ عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak setiap orang akan dibangkitkan menurut amalan yang dilakukannya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Al-A'masy, dengan sanad yang sama. Sedangkan lafaznya berbunyi seperti berikut:
"يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ"
Setiap hamba akan dibangkitkan menurut amal perbuatan yang dikerjakannya sampai dia mati.
Dan dari Ibnu Abbas disebutkan hal yang semisal.
Menurut kami, hal ini diperkuat oleh hadis Ibnu Mas'ud. Sebagai kesimpulannya—menurut kami—jika pendapat ini memang merupakan makna yang dimaksud oleh ayat, maka harus digabungkan dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا}
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30)
Juga dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرانه ويُمَجِّسانه"
Setiap anak dilahirkan menurut fitrah (agama Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang Yahudi, seorang Nasrani, dan seorang Majusi.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاء، فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دينهم"
"Allah Swt. telah berfirman dalam hadis qudsi: 'Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang hak), tetapi datanglah setan menggoda mereka. Maka setan membuat mereka menyimpang dari agamanya'."
Dari penggabungan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt. menciptakan mereka agar di antara mereka ada yang mukmin dan ada pulayang kafir sebagai lawannya. Sekalipun pada awal kejadian mereka Allah telah membekali mereka secara fitrah untuk mengetahui­Nya dan mentauhidkan-Nya, serta membekali mereka pengetahuan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Seperti yang telah Allah ambil dari mereka hal tersebut melalui suatu perjanjian (di zaman azali), dan menjadikan hal itu sebagai fitrah dan insting mereka. Sekalipun demikian, pada akhirnya Allah menakdirkan bahwa di antara mereka ada yang celaka (kafir) dan ada yang bahagia (mukmin). Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ}
Dialah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara kalian ada yang beriman. (At-Taghabun: 2)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو، فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فمُعْتِقُهَا، أَوْ مُوبِقها"
Setiap orang berpagi hari, lalu menjual dirinya, maka adakalanya dia memerdekakannya atau mencelakakannya.
Takdir Allah pasti terlaksana di kalangan makhluk-Nya, karena Dia adalah:
{الَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى}
yang menentukan takdir (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Al-A'la: 3)
dan Dia adalah:
{الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى}
yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadian­nya, kemudian memberinya petunjuk. (Thaha: 50)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
"فَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَسَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَسَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ"
Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka dimudahkan baginya jalan mengerjakan amal orang-orang yang bahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdir­kan termasuk orang-orang yang celaka, maka dimudahkan baginya mengerjakan amal perbuatan orang-orang yang celaka.
Karena itulah dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ}
Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf: 30)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan penyebab hal tersebut melalui firman selanjutnya, yaitu:
إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah. (Al-A'raf: 30), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan dalil yang paling jelas untuk membuktikan kekeliruan orang yang menduga bahwa Allah tidak mengazab seseorang karena maksiat yang dikerjakannya atau kesesatan yang diyakininya, melainkan bila ia melakukannya sesudah adanya pengetahuan darinya yang membenarkan sikapnya itu, lalu ia mengerjakannya dengan penuh rasa keingkaran terhadap Tuhannya.
Seandainya memang demikian, niscaya tidak ada bedanya antara golongan orang-orang yang sesat yang menduga bahwa dirinya mendapat petunjuk, dengan golongan orang-orang yang mendapat petunjuk sesungguhnya. Allah Swt. telah menjelaskan dan membedakan peristilahan keduanya dan hukum-hukum mengenai keduanya dalam ayat ini.
Al-A'raf, ayat 31
{يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31) }
Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Ayat yang mulia ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik, yakni tradisi melakukan tawaf dengan telanjang bulat yang biasa mereka lakukan.
Seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir. Sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir, diriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu kaum pria dan wanita melakukan tawafnya di Baitullah dalam keadaan telanjang bulat. Kaum pria melakukannya di siang hari, sedangkan kaum wanita pada malam harinya. Salah seorang wanita dari mereka mengatakan dalam tawafnya: Pada hari ini tampaklah sebagiannya atau seluruhnya; dan apa yang tampak darinya, maka tidak akan saya halalkan. Maka Allah Swt. berfirman: pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31)
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat. Bahwa dahulu (di masa Jahiliah) kaum lelaki biasa tawaf sambil telanjang. Maka Allah memerintahkan mereka untuk memakai pakaian yang indah-indah (setelah masa Islam).
Yang dimaksud dengan istilah الزِّينَةُ dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu pakaian yang menutupi aurat, terbuat dari kain yang baik dan bahan lainnya yang dapat dijadikan pakaian. Mereka diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang indah di setiap memasuki masjid.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Ojatadah, As-Saddi, Ad-Dahhak, Malik, Az-Zuhri, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini. Bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan tawaf orang-orang musyrik di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat.
Al-Hafiz ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Sa'id ibnu Basyir dan Al-Auza'i, dari Qatadah, dari Anas secara marfu', bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah mengerjakan salat dengan memakai terompah. Tetapi kesahihannya masih perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan ayat ini dan hadis yang mengutarakan masalah yang semisal, disunatkan memakai pakaian yang indah di saat hendak melaku­kan salat, terlebih lagi salat Jumat dan salat hari raya. Disunatkan pula memakai wewangian, karena wewangian termasuk ke dalam pengertian perhiasan. Juga disunatkan bersiwak, mengingat siwak merupakan kesempurnaan bagi hal tersebut.
Pakaian yang paling utama ialah yang berwarna putih, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang dinilai sahih oleh Imam Ahmad sampai kepada Ibnu Abbas dengan predikat marfu':
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيم، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ، فَإِنَّهَا مِنْ خير ثيابكم، وكَفِّنوا فيها موتاكم، وإن خَيْرِ أَكْحَالِكُمُ الإثْمِد، فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda; Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguh­nya pakaian putih adalah pakaian terbaik kalian, dan kafankanlah dengannya orang-orang mati kalian. Dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian memakai ismid, karena sesungguhnya ismid itu dapat mencerahkan pandangan mata dan menumbuhkan rambut.
Hadis ini jayyid sanadnya, semua perawinya dengan syarat Muslim. Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan­nya melalui hadis Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid melalui Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"عَلَيْكُمْ بِالثِّيَابِ الْبَيَاضِ فَالْبَسُوهَا؛ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ"
Berpakaian putihlah kalian, kenakanlah ia selalu, karena sesungguhnya pakaian putih itu lebih cerah dan lebih baik: dan kafankanlah dengannya orang-orang mati kalian.
Imam Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Qatadah, dari Muhammad ibnu Sirin, bahwa Tamim Ad-Dari pernah membeli sebuah kain selendang (putih) dengan harga seribu (dirham), lalu ia pakai dalam salat-salatnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
makan dan minumlah kalian. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa Allah menghimpun semua kebaikan dalam separo ayat ini, yaitu firman-Nya:
{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا}
makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan. (Al-A'raf:31)
Imam Bukhari mengatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa makna yang dimaksud ialah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-lebihan dan sombong.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Allah menghalalkan makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan." Sanad asar ini berpredikat sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا هَمّام، عَنْ قَتَادَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْب، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كُلُوا وَاشْرَبُوا وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِي غَيْرِ مَخِيلة وَلَا سرَف، فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى نِعْمَتَهُ عَلَى عَبْدِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Makan, minum, berpakaian, dan bersedekahlah kalian tanpa dengan kesombongan dan berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah suka bila melihat nikmat-Nya digunakan oleh hamba-Nya.
وَرَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ، مِنْ حَدِيثِ قَتَادَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلة"
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Qatadah, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Makan, bersedekah, dan berpakaianlah kamu sekalian tanpa berlebih-lebihan dan tanpa kesombongan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُلَيْمٍ الكِناني، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ جَابِرٍ الطَّائِيُّ سَمِعْتُ الْمِقْدَامَ بن معد يكرب الْكِنْدِيَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ، حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أَكَلَاتٌ يُقِمْنَ صُلبه، فَإِنْ كَانَ فَاعِلًا لَا مَحَالَةَ، فَثُلْثٌ طعامٌ، وَثُلُثٌ شرابٌ، وَثُلُثٌ لِنَفَسَهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Salim Al-Kalbi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Jabir At-Tai; ia telah mendengar Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba Al-Kindi bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada suatu wadah pun yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih jahat daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang sulbinya. Dan jika ia terpaksa melakukannya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya.
Imam Nasai dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Yahya ibnu Jabir dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, sedangkan menurut salinan lainnya disebutkan hasan sahih.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
حَدَّثَنَا سُوَيْد بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا بَقِيَّة، عَنْ يُوسُفَ ابْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ نُوحِ بْنِ ذَكْوان، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مِنْ السَّرف أَنْ تَأْكُلَ كُلَّ مَا اشْتَهَيْتَ".
telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Yusuf ibnu Abu Kasir, dari Nuh ibnu Zakwan, dari Al-Hasan, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya termasuk sikap berlebih-lebihan ialah bila engkau memakan segala makanan yang engkau sukai.
Ad-Daruqutni meriwayatkannya di dalam himpunan hadis-hadis mufrad-nya, dan ia mengatakan bahwa hadis ini garib, diriwayatkan oleh Baqiyyah secara munfarid (menyendiri).
*******************
As-Saddi mengatakan, dahulu (di masa Jahiliah) orang-orang yang melakukan tawaf di Baitullah sambil telanjang bulat mengharamkan wadak (minyak samin) atas diri mereka sendiri selama mereka berada di musim haji. Maka Allah Swt. berfirman terhadap mereka: makan dan minumlah kalian. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat. Artinya, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam mengharamkan.
Mujahid mengatakan, makna ayat mengandung perintah kepada mereka agar mereka makan dan minum dari segala sesuatu yang direzekikan oleh Allah buat mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31) Yakni janganlah kalian memakan yang diharamkan, karena memakan yang diharamkan merupakan perbuatan berlebih-lebihan.
Ata Al-Khurrasani telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31) Yaitu dalam hal makanan dan minuman.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31) Dan firman Allah Swt.: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Miidah: 87); Yakni yang melampaui batasan Allah dalam masalah halal atau haram, yang berlebih-lebihan terhadap apa yang dihalalkan-Nya, yaitu dengan menghalalkan yang diharamkan-Nya atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya. Tetapi Allah menyukai sikap yang menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, karena yang demikian itulah sifat pertengahan yang diperintahkan oleh-Nya.
Al-A'raf, ayat 32
{قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (32) }
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
Allah Swt. berfirman, menyanggah pendapat orang yang mengharamkan sesuatu dari makanan atau minuman atau pakaian menurut kehendak hatinya sendiri tanpa ada dasar syariat dari Allah.
{قُلْ}
Katakanlah. (Al-A’raf: 32)
Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengharamkan segala sesuatu yang mereka haramkan menurut pendapat mereka sendiri yang rusak itu dan menurut buat-buatan mereka sendiri.
مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ
Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya. (Al-A'raf: 32), hingga akhir ayat.
Yakni yang diciptakan Allah untuk orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya dalam kehidupan dunia ini, sekalipun ikut memanfaatkannya bersama mereka secara lahiriah di dunia ini orang-orang kafir. Akan tetapi, semuanya itu khusus bagi orang-orang yang beriman kelak di hari kiamat. Tiada seorang pun dari kalangan orang-orang kafir bersama mereka dalam memanfaatkannya, karena surga diharamkan bagi orang-orang kafir.
Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad ibnul Husain Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang Quraisy melakukan tawafnya di Baitullah dalam keadaan telanjang seraya bersiul dan bertepuk tangan. Tetapi setelah masa Islam, Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikehtarkan-Nva untuk hamba-hamba-Nya?” (Al-A'raf: 32); Maka mereka diperintahkan-Nya untuk memakai pakaian mereka.
Al-A'raf, ayat 33
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (33) }
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ شَقِيقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا أَحَدَ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ، فَلِذَلِكَ حَرَّم الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطن، وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمَدْحُ مِنَ اللَّهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang kelihatan maupun yang tidak tampak Dan tidak ada seorang pun yang lebih suka dipuji daripada Allah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam ki­tab Sahihain melalui hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Syaqiq (yakni Abu Wail), dari Abdullah ibnu Mas'ud.
Mengenai pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengertian fawahisy (perbuatan-perbuatan yang keji), baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-An'am.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ}
dan perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar. (Al-A'raf: 33)
As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-ismu ialah maksiat, sedangkan yang dimaksud dengan al-bagyu ialah perbuatan melanggar hak orang lain tanpa alasan yang benar.
Mujahid mengatakan bahwa makna al-ismu mencakup semua perbuatan maksiat. Dan menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan al-bagyu ialah perbuatan aniaya seseorang terhadap dirinya sendiri.
Kesimpulan dari tafsir makna ismu ialah dosa-dosa yang berkaitan dengan pelakunya sendiri, sedangkan al-bagyu ialah perbuatan pelanggaran hak orang lain. Allah mengharamkan kedua perbuatan tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا}
(mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu. (Al-A'raf: 33)
Yakni kalian menjadikan bagi-Nya sekutu-sekutu dalam menyembah kepada-Nya.
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33)
Yaitu berupa perbuatan dusta dan hal-hal yang diada-adakan, seperti pengakuan bahwa Allah beranak dan lain sebagainya yang tiada pengetahuan bagi kalian mengenainya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ
Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu. (Al-Hajj: 30), hingga akhir ayat.
Al-A'raf, ayat 34-36
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ (34) يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (35) وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (36) }
Tiap-tiap umat itu mempunyai waktu yang ditetapkan. Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. Hai anak-anak Adam, jika datang kepada kalian rasul-rasul dari kalian yang menceritakan kepada kalian ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombong­kan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Firman Allah Swt.:
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ}
Bagi tiap-tiap umat. (Al-A'raf: 34)
Yakni bagi tiap-tiap kurun dan generasi.
{أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ}
ada batasan waktu yang ditetapkan. Maka apabila telah datang waktunya. (Al-A'raf: 34)
Yaitu batasan waktu yang telah ditakdirkan bagi mereka.
{لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ}
Mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Al-A’raf. 34)
Kemudian Allah Swt. memperingatkan kepada umat manusia bahwa Dia akan mengutus rasuI-rasuI-Nya kepada mereka yang akan membaca­kan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membawa berita gembira dan peringatan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فَمَن اتَّقَى وَأَصْلَحَ}
maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan. (Al-A’raf: 35)
Maksudnya, barang siapa yang meninggalkan semua yang diharamkan dan mengerjakan semua ketaatan.
{فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ * وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا}
tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya. (Al-A'raf: 35-36)
Yakni hatinya mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri, tidak mau mengamalkannya.
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
mereka itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’raf: 36)
Yaitu akan menjadi penghuni tetap di dalam neraka selama-lamanya.
Al-A'raf, ayat 37
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ (37) }
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuz); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya, "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kalian sembah selain Allah?" Orang-orang musyrik itu menjawab, "Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami, " dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Firman Allah Swt.;
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ}
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? (Al-A'raf: 37)
Artinya, tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang membuat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat yang diturunkan-Nya.
{أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ}
Orang-orang itu akan memperoleh sebagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab. (Al-A'raf: 37)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna ayat ialah mereka akan memperoleh hukuman yang telah ditetapkan atas diri mereka dan atas diri orang-orang yang membuat dusta terhadap Allah, yaitu wajah mereka akan menjadi hitam legam.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa mereka akan memperoleh bagian dari amal per­buatannya masing-masing. Barang siapa yang beramal saleh, maka balasannya adalah baik; dan barang siapa yang beramal jahat, maka balasannya adalah buruk; masing-masing mendapat balasan sesuai dengan amal perbuatannya.
Mujahid mengatakan bahwa mereka akan memperoleh apa yang telah dijanjikan bagi mereka berupa balasan kebaikan dan balasan kejahatan.
Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab. (Al-A'raf: 37) Yang dimaksud ialah amalnya, rezekinya, dan umurnya (semuanya tercatat di dalam Lauh Mahfuz).
Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Kalau ditin­jau dari segi makna, pendapat ini kuat dan konteks ayat menunjukkan kepada pengertian ini, yaitu firman-Nya:
{حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ}
hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya. (Al-A'raf: 37)
Ayat lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ* مَتَاعٌ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kamilah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebab­kan kekafiran mereka. (Yunus: 69-70)
{وَمَنْ كَفَرَ فَلا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ * نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا [ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ] }
Dan barang siapa kafir, maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kamilah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar. (Luqman: 23-24)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ
hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya. (Al-A'raf: 37)
Allah Swt. memberitahukan bahwa para malaikat apabila mencabut nyawa orang-orang musyrik membuat mereka takut di saat kematiannya, lalu nyawa mereka dibawa dan dicampakkan ke dalam neraka. Para malaikat berkata kepada mereka, "Manakah sesembahan yang kalian persekutukan dengan Allah ketika kalian hidup di dunia? Serulah mereka agar membebaskan kalian dari siksaan yang kalian alami sekarang!" Maka mereka berkata:
{ضَلُّوا عَنَّا}
Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami. (Al-A'raf: 37)
Yakni pergi dari kami, maka kami tidak mempunyai harapan lagi untuk beroleh manfaat dan kebaikannya.
{وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ}
dan mereka mengakui terhadap diri mereka. (Al-A'raf: 37) Yaitu mereka menyatakan pengakuannya terhadap diri sendiri.
{أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ}
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (Al-A'raf: 37)



Al-A'raf, ayat 38-39
{قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ فِي النَّارِ كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ (38) وَقَالَتْ أُولاهُمْ لأخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ (39) }
Allah  berfirman, "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kalian. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk ke dalam semuanya, berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami. mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkan­lah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.” Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui.” Dan berkatalah orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian.”Kalian tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kalian lakukan."
Allah Swt. berfirman memberitakan perihal apa yang dikatakan-Nya kepada orang-orang musyrik yang telah membuat-buat dusta terhadap-Nyadan mendustakan ayat-ayat-Nya:
{ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ}
Masuklah kamu sekalian bersama umat-umat lain. (Al-A'raf: 38)
dengan orang-orang yang semisal dengan kalian serta memiliki sifat-sifat kalian.
{قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ}
yang telah terdahulu sebelum kalian. (Al-A'raf: 38)
Yakni dari kalangan umat-umat kafir yang terdahulu.
{مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ فِي النَّارِ}
dari kalangan makhluk jin dan manusia ke dalam neraka. (Al-A'raf: 38)
Firman ini dapat diartikan sebagai badal dari firman-Nya, "Fi umamin" dapat pula diartikan bahwa makna fi umamin adalah ma'a umamin (yakni bersama-sama dengan umat-umat).
*******************
Firman Allah Swt.:
{كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا}
Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka) mengutuk kawannya (yang telah menyesatkannya). (Al-A'raf: 38)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Nabi Ibrahim yang disitir oleh firman-Nya:
ثُمّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ
kemudian di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian (yang lain). (Al-Ankabut: 25), hingga akhir ayat.
Semakna pula dengan firman-Nya:
{إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ * وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ}
(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikut, "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesatan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari apineraka. (Al-Baqarah: 166-167)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا}
sehingga apabila mereka masuk ke dalam semuanya. (Al-A'raf: 38)
Maksudnya, semuanya telah berkumpul di dalam neraka.
{قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ}
berkatalah orang-orang yang masuk kemudian kepada orang-orang yang masuk terdahulu. (Al-A'raf: 38)
Maksudnya, orang-orang yang masuk belakangan, yaitu mereka yang menjadi pengikut. Mereka berkata kepada orang-orang yang masuk terdahulu, yaitu orang-orang yang diikuti oleh mereka yang masuk kemudian. Mereka masuk ke dalam neraka lebih dahulu karena kejahatan mereka lebih parah daripada para pengikutnya yang masuk kemudian. Maka orang-orang yang menjadi pengikut mengadukan perihalnya kepada Allah pada hari kiamat nanti, karena mereka yang masuk lebih dahulu itu adalah orang-orang yang menyesatkan orang-orang yang masuk kemudian dari jalan yang lurus. Untuk itu berkatalah mereka:
{رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ}
Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Sebab itu, datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka. (Al-A'raf: 38)
Yaitu lipat gandakanlah siksaan dan hukuman mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا * وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا * رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ [وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا] }
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat. (Al-Ahzab: 66-68)
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ}
Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda "(Al-A'raf: 38)
Yakni Kami telah melakukan hal tersebut dan Kami berikan pembalasan kepada masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya. Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا}
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga akhir ayat.
{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ }
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Al-'Ankabut: 13)
{وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقَالَتْ أُولاهُمْ لأخْرَاهُمْ}
Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian. (Al-A'raf: 39)
Yakni orang-orang yang diikuti menjawab perkataan orang-orang yang mengikutinya.
{فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ}
Kalian tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami. (Al-A'raf: 39)
Menurut As-Saddi, makna ayat ialah sesungguhnya kalian pun telah sesat sama dengan kami.
{فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ}
maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kalian lakukan. (Al-A’raf: 39)
Keadaan ini disebutkan oleh Allah Swt. ketika mereka dihimpunkan, melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلا أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ * قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ * وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "Kalau tidaklah karena kalian, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman.” Orang-orang yang menyom­bongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, "Kamikah yang telah menghalangi kalian dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepada kalian? (Tidak), sebenarnya kalian sendirilah orang-orang yang berdosa." Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombong­kan diri, "(Tidak), sebenarnya tipu daya (kalian) di waktu malam dan siang (yang menghalang-halangi kami) ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Saba': 31-33)



Al-A'raf, ayat 40-41
{إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ (40) لَهُمْ مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ وَمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (41) }
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.
Firman Allah Swt.:
{لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ}
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah tiada suatu amal saleh pun dan tiada suatu doa pun bagi mereka yang dinaikkan ke langit (yakni tidak diterima). Demikianlah menurut Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair, dan menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh riwayat As-Sauri, dari Lais, dari Ata, dari Ibnu Abbas.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tidak dibukakan pintu-pintu langit bagi arwah mereka. Demikianlah menurut riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; juga dikatakan oleh As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Pendapat ini diperkuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ المِنْهَال -هُوَ ابْنُ عَمْرٍو -عَنْ زَاذَانَ، عَنِ الْبَرَاءِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ قَبْض رُوحِ الْفَاجِرِ، وَأَنَّهُ يُصْعَد بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، قَالَ: "فَيَصْعَدُونَ بِهَا، فَلَا تَمُرُّ عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذِهِ الرُّوحُ الْخَبِيثَةُ؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ، بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانَ يُدْعَى بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، فَيَسْتَفْتِحُونَ بَابَهَا لَهُ فَلَا يُفْتَحُ لَهُ". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ [وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ] }  الْآيَةَ.
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal (yaitu Ibnu Amr), dari Zazan, dari Al-Barra, bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan perihal pencabutan nyawa orang yang ahli maksiat. Lalu rohnya dibawa naik ke langit, dan mereka (para malaikat) yang membawanya tidak sekali-kali melewati segolongan malaikat, melainkan mereka yang dijumpai mengatakan, "Siapakah yang rohnya seburuk itu?" Maka para malaikat yang membawanya menjawab, "Rohnya si Jahat anu," dengan menyebut nama julukannya yang paling buruk ketika di dunia. Setelah mereka sampai di pintu langit dengan roh tersebut, mereka minta izin untuk dibukakan pintu bagi roh itu. Tetapi ternyata roh itu tidak diizinkan masuk, pintu langit tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir; dan hadis ini merupakan sebagian dari hadis aslinya yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Al-Minhal ibnu Amr dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara panjang lebar. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ مِنْهَال بْنِ عَمْرٍو، عَنْ زَاذَانَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جِنَازَةِ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ ولَمَّا يُلْحَد. فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ فِي الْأَرْضِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: "اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ". مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا، وَإِقْبَالٍ إِلَى الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ، كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ، مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ، وحَنُوط مِنْ حَنُوط الْجَنَّةِ، حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ بَصَرِهِ. ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ، حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ".
قَالَ: "فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ، فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعوها فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ، حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ، وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ. وَيَخْرُجَ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ. فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلَا يَمُرُّونَ -يَعْنِي-بِهَا عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ بن فُلَانٍ، بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهُوا بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحُونَ لَهُ، فَيُفْتَحُ لَهُ، فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيهَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَيَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عِليِّين، وَأَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَإِنِّي مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ، وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا أخرجهم تارة أخرى".
قَالَ: "فَتُعَادُ رُوحُهُ، فَيَأْتِيهِ مَلَكان فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ. فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: دِينِي الْإِسْلَامُ. فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ صَدَقَ عَبْدِي، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ". "فَيَأْتِيهِ  مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا، وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدّ بَصَرِهِ".
قَالَ: "وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ، حَسَنُ الثِّيَابِ، طَيِّبُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يسُرك، هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ. فَيَقُولُ لَهُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ. فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ، رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ، حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي".
قَالَ: "وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ، إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ السَّمَاءِ مَلَائِكَةٌ سُودُ الْوُجُوهِ مَعَهُمُ الْمُسُوحُ، فَيَجْلِسُونَ مِنْهُ مَدّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ، اخْرُجِي إِلَى سُخْطِ اللَّهِ وَغَضَبٍ". قَالَ: "فَتُفَرّق فِي جَسَدِهِ، فَيَنْتَزِعُهَا كَمَا يُنْتَزَعُ السَّفُّود مِنَ الصُّوفِ الْمَبْلُولِ، فَيَأْخُذُهَا، فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوها فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوهَا فِي تِلْكَ الْمُسُوحِ، وَيَخْرُجَ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ. فَيَصْعَدُونَ بِهَا، فَلَا يَمُرُّونَ بِهَا عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الْخَبِيثُ؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ ابْنُ فُلَانٍ، بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحَ لَهُ، فَلَا يُفْتَحَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ} فَيَقُولَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَهُ فِي سِجِّينٍ فِي الْأَرْضِ السُّفْلَى. فَتُطْرَحَ رُوحُهُ طَرْحًا". ثُمَّ قَرَأَ: {وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ} [الْحَجِّ:31] "فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ. وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي. فَيَقُولَانِ مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي. فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ كَذَبَ، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ النَّارِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ. فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرّها وَسُمُومِهَا، ويُضيق عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ، وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ، قَبِيحُ الثِّيَابِ، مُنْتِنُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوؤُكَ؛ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ. فَيَقُولُ: رَبِّ لَا تقم الساعة"
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Zazan, dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan: Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. untuk mengantarkan jenazah seorang lelaki dari kalangan Ansar. Ketika kami sampai di kuburan dan jenazah sudah dilianglahadkan, maka Rasulullah Saw. duduk; kami pun duduk pula di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung, sedangkan di tangan Rasulullah Saw. terdapat setangkai kayu yang ia ketuk-ketukkan ke tanah. Lalu beliau Saw. mengangkat kepalanya dan bersabda: Mohon perlindunganlah kalian kepada Allah dari azab kubur! Ucapan ini dikatakannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila ajalnya di dunia sudah habis dan akan menghadap ke akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat yang semua wajahnya putih seakan-akan seperti matahari. Mereka turun dengan membawa kain kafan dari surga dan wewangian pengawet jenazah dari surga, hingga mereka semua duduk di dekatnya sampai sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya, lalu malaikat maut berkata, "Hai jiwa yang tenang, keluarlah menuju kepada ampunan dan rida Allah!" Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Maka keluarlah rohnya, mengucur sebagaimana mengucurnya tetesan air dari mulut (lubang) wadah penyiram. Kemudian malaikat maut memegangnya; dan apabila malaikat maut telah memegangnya, maka tidak dibiarkan pada tangannya barang sekejap pun. melainkan ia langsung mencabutnya, mengafankan, serta mewangikannya dengan kafan dan wewangian yang dibawanya Sedangkan dari roh itu tercium bau wewangian minyak kesturi yang paling harum di muka bumi. Lalu mereka membawanya naik ke langit. Maka tidak sekali-kali mereka yang membawanya melewati sejumlah malaikat, melainkan mereka bertanya, "Siapakah roh yang harum ini?” Mereka menjawab, "Si Fulan, " yakni dengan menyebutkan nama terbaiknya yang biasa dipakai untuk memanggilnya ketika di dunia Hingga sampailah mereka ke langit yang paling rendah, lalu mereka memintakan izin masuk untuknya, dan pintu langit dibukakan untuknya. Maka ia diiringi oleh semua malaikat penghuni setiap lapis langit untuk mengantarkannya sampai kepada lapis langit yang lainnya, hingga sampai kepada langit yang ketujuh. Maka Allah Swt. berfirman, "Catatkanlah di dalam kitab {catatan amal) hamba-Ku ini bahwa dia termasuk orang-orang yang menghuni surga yang tinggi; dan kembalikanlah ia ke bumi, karena sesungguhnya Aku telah menciptakan mereka dari tanah, dan kepadanya Aku kembalikan mereka, serta darinya Aku keluarkan mereka di kesempatan yang lain.” Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Maka rohnya dikembalikan, lalu datanglah kepadanya dua malaikat, dan kedua malaikat itu mempersilakannya duduk. Keduanya bertanya kepadanya.”Siapakah Tuhanmu?” Maka ia menjawab, "Tuhanku adalah Allah.” Keduanya menanyainya lagi, "Apakah agamamu?” Ia menjawab, "Agamaku Islam.” Keduanya bertanya kepadanya, "Siapakah lelaki ini yang diutus di antara kalian?” Ia menjawab, "Dia adalah utusan Allah." Kedua malaikat bertanya lagi kepadanya, "Apakah amal perbuatanmu?” Ia men­jawab, "Saya membaca Kitabullah, maka saya beriman dan membenarkannya.” Maka ada suara yang menyerukan dari langit, "Benarlah apa yang dikatakan oleh hamba-Ku. Maka hamparkanlah baginya hamparan dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya suatu pintu yang menghubungkan ke surga.” Maka kesegaran dan wewangian dari surga datang kepadanya serta dilapangkan baginya kuburnya hingga sejauh mata memandang. Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Dan datanglah kepadanya seorang lelaki yang berwajah tampan, berpakaian indah lagi harum baunya, lalu lelaki itu berkata, "Bergembiralah engkau dengan berita yang akan membuatmu bahagia. Inilah hari yang pernah dijanjikan kepadamu.” Ia bertanya kepada lelaki itu.”Siapakah engkau ini? Penampilanmu merupakan penampilan orang yang membawa kebaikan.”Lelaki itu menjawab, "Saya adalah amal salehmu.” Maka ia berkata.”Ya Tuhanku, segerakanlah kiamat. Ya Tuhanku, segerakanlah kiamat agar aku dapat berkumpul kembali dengan keluarga dan harta bendaku.” Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Sesungguhnya seorang hamba yang kafir apabila ajalnya sudah habis di dunia ini dan hendak menghadap ke alam akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat yang berwajah hitam dengan membawa karung, lalu mereka duduk sejauh mata memandang darinya. Kemudian datanglah malaikat maut yang langsung duduk di dekat kepalanya. Lalu malaikat maut berkata, "Hai jiwa yang jahat, keluarlah engkau menuju kepada kemurkaan dan marah Allah" Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Maka rohnya bercerai-berai keseluruh tubuhnya (bersembunyi), kemudian malaikat maut mencabutnya sebagaimana seseorang mencabut besi pemanggang daging dari kain wol yang basah (mencabut kain kerudung dari dahan yang beronak duri, pent.). Malaikat maut mencabut rohnya; dan apabila ia telah mencabutnya, maka mereka tidak membiarkan roh itu berada di tangan malaikat maut barang sekejap pun, melainkan langsung mereka masukkan ke dalam karung tersebut, dan tercium darinya bau bangkai yang paling busuk di muka bumi ini. Kemudian mereka membawanya naik, dan tidak sekali-kali mereka yang membawanya bersua dengan segolongan malaikat, melainkan mereka mengatakan, "Siapakah yang memiliki roh yang buruk ini?” Mereka menjawab, "Si Fulan bin Fulan, " dengan menyebut nama panggilan terburuknya ketika di dunia, hingga sampailah roh itu ke langit yang paling bawah. Kemudian dimintakan izin untuk naik, tetapi pintu langit tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:  sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. (Al-A'raf: 40) Maka Allah Swt. berfirman, "Catatkanlah pada kitab catatan amalnya bahwa dia dimasukkan ke dalam Sijjin bagian bumi yang paling dasar!" Lalu rohnya dicampakkan dengan kasar (ke tempat tersebut). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan barang siapa mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Maka dikembalikanlah rohnya ke dalam jasadnya dan datang kepadanya dua malaikat yang langsung mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya kepadanya, "Siapakah Tuhanmu?” Ia hanya mengatakan, "Ha, ha, tidak tahu.” Keduanya bertanya kepadanya, "Apakah agamamu?” Ia menjawab, "Ha, ha, tidak tahu." Kedua malaikat bertanya kepadanya, "Siapakah lelaki yang diutus di kalangan kalian ini?” Ia menjawab, "Ha, ha, tidak tahu.” Maka terdengarlah suara dari langit menyerukan, "Hamba-Ku telah berdusta, maka hamparkanlah untuknya hamparan dari neraka, dan bukakanlah baginya sebuah pintu yang menuju ke neraka." Lalu panas neraka dan anginnya yang membakar datang kepadanya, serta kuburan tempat tinggalnya disempitkan sehingga tulang-tulang iganya berantakan. Kemudian datanglah seorang lelaki yang buruk rupanya, buruk pakaiannya lagi busuk baunya seraya berkata, "Rasakanlah apa yang akan membuatmu tersiksa. Hari ini adalah hari yang pernah dijanjikan kepadamu.” Maka ia bertanya, "Siapakah kamu? Penampilanmu merupakan penampilan orang yang membawa kejahatan.” Lelaki itu menjawab, "Saya adalah amal burukmu.” Maka ia berkata, "Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan hari kiamat."
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Yunus ibnu Khabbab, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Zazan, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan: Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. untuk menjenguk jenazah seseorang. Kemudian di dalam hadis ini disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
Tetapi di dalam hadis ini disebutkan bahwa:
"حَتَّى إِذَا خَرَجَ رُوحُهُ صَلَّى عَلَيْهِ كل ملك من السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَكُلُّ مَلَكٍ فِي السَّمَاءِ، وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، لَيْسَ مِنْ أَهْلِ بَابٍ إِلَّا وَهُمْ يَدْعُونَ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، أَنْ يَعْرُجَ بِرُوحِهِ مَنْ قِبَلِهِمْ". وَفِي آخِرِهِ: "ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَصَمُّ أَبْكَمُ، فِي يَدِهِ مَرْزَبَّة لَوْ ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ كَانَ تُرَابًا، فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً فَيَصِيرُ تُرَابًا، ثُمَّ يُعِيدُهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، كَمَا كَانَ، فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً أُخْرَى فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ". قَالَ الْبَرَاءُ: "ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ النَّارِ، وَيُمَهَّدُ لَهُ فَرْشٌ مِنَ النَّارِ"
apabila rohnya keluar (dari tubuhnya), maka semua malaikat yang terdapat di antara langit dan bumi memohonkan rahmat baginya, begitu pula semua malaikat yang di langit (berikutnya). Dan dibukakan baginya semua pintu langit. Tiada suatu penghuni pintu (langit) pun, melainkan mendoakan agar Allah Swt. menaikkan rohnya ke langit berikutnya. Di bagian akhir dari hadis ini disebutkan bahwa: kemudian ditugas­kan kepadanya malaikat yang tidak mau melihat, tidak mau mendengar, dan tidak mau berbicara (malaikat yang sangat bengis), sedangkan di tangannya terdapat sebuah cemeti; seandainya cemeti itu dipukulkan ke sebuah gunung, niscaya gunungnya akan menjadi debu. Kemudian malaikat itu memukulnya sekali pukul, sehingga jadilah ia debu. Lalu Allah menghidupkannya kembali seperti semula, kemudian malaikat itu memukulnya lagi, maka menjeritlah ia dengan jeritan yang dapat didengar oleh segala sesuatu kecuali jin dan manusia. Al-Barra ibnu Azib melanjutkan kisahnya, bahwa kemudian dibukakan baginya sebuah pintu dari neraka dan digelarkan baginya hamparan dari api neraka.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Ibnu Jarir —yang lafaz hadis berikut menurut apa yang ada pada Ibnu Jarir— disebutkan melalui hadis Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الْمَيِّتُ تَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ، فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ قَالُوا: اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ، اخْرُجِي حَمِيدة، وَأَبْشِرِي برَوْح وَرَيْحَانٍ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ، فَيَقُولُونَ ذَلِكَ حَتَّى يُعْرج بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا، فَيَقُولُونَ: مَنْ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ. فَيُقَالُ: مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الطَّيِّبَةِ الَّتِي كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ، ادْخُلِي حَمِيدَةً، وَأَبْشِرِي برَوْح وَرَيْحَانٍ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ، فَيُقَالُ لَهَا ذَلِكَ حَتَّى يُنْتَهَى بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي فِيهَا اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ. وَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ السَّوْء قَالُوا: اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ، اخْرُجِي ذَمِيمَةً، وَأَبْشِرِي بِحَمِيمٍ وغَسّاق، وَآخَرَ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ، فَيَقُولُونَ ذَلِكَ حَتَّى تَخْرُجَ، ثُمَّ يُعْرَجُ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا، فَيُقَالُ: مَنْ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ. فَيَقُولُونَ: لَا مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الْخَبِيثَةِ الَّتِي كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ، ارْجِعِي ذَمِيمَةً، فَإِنَّهُ لَمْ تُفْتَحْ  لَكِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَتُرْسَلُ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَتَصِيرُ إِلَى الْقَبْرِ"
Mayat selalu dihadiri oleh para malaikat. Apabila mayat itu adalah seorang lelaki yang saleh, maka mereka berkata, "Keluarlah wahai jiwa yang tenang, yang berada di dalam jasad yang baik. Keluarlah engkau dalam keadaan terpuji dan bergembiralah engkau dengan peristirahatan, wewangian, dan Tuhan yang tidak murka.” Para malaikat selalu mengucapkan demikian hingga rohnya diangkat naik ke langit. Kemudian dimintakan izin naik baginya, maka ditanyakan, "Siapakah orang ini?” Mereka (para malaikat yang mengantarnya) mengatakan, "Si Fulan." Maka dijawab, "Selamat datang dengan jiwa yang baik yang dahulu berada di dalam tubuh yang baik. Masuklah engkau dalam keadaan terpuji, dan bergembiralah dengan tempat peristirahatan, wewangian, dan Tuhan yang tidak murka.” Dan dikatakan hal tersebut hingga sampai ke langit yang padanya ada Allah Swt. Apabila lelaki itu orang yang jahat, maka mereka (para malaikat) mengatakan, "Keluarlah hai jiwa yang buruk yang berasal dari tubuh yang buruk. Keluarlah engkau dalam keadaan tercela dan rasakanlah air panas yang mendidih dan air yang sangat dingin serta azab yang lain yang serupa itu berbagai macam." Ucapan itu dikatakan kepadanya terus-menerus hingga keluar (dari tubuhnya), kemudian dibawa naik ke langit. Lalu dimintakan izin masuk untuknya, dan ditanyakan, "Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, "Si Fulan." Mereka berkata, "Tidak ada ucapan selamat datang bagi jiwa yang buruk yang berasal dari tubuh yang buruk, kembalilah engkau dalam keadaan tercela. Karena sesungguhnya tidak akan dibukakan untukmu semua pintu langit." Kemudian rohnya dilepaskan di antara langit dan bumi, dan pada akhirnya kembali ke kubur(nya).
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40) Yakni tidak akan dibukakan bagi amal-amal mereka, tidak pula bagi arwah mereka. Pendapat ini menggabungkan pengertian di antara dua pendapat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ}
Dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. (Al-A'raf: 40)
Demikianlah menurut qiraat jumhur ulama, dan mereka menafsirkannya bahwa yang dimaksud dengan al-jamal ialah unta.
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-jamal ialah anak unta. Menurut riwayat yang lain yaitu unta jantan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga unta masuk ke lubang jarum (yakni mustahil). Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah dan Ad-Dahhak. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Mujahid dan Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas membacanya dengan bacaan berikut: Al-jummalu, yang artinya tambang yang kasar masuk ke dalam lubang jarum. Inilah yang dipilih oleh Sa'id ibnu Jubair. Di dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Ibnu Abbas membacanya hatta yalijal jamalu, yakni tambang penambat perahu (tambang yang kuat, besar, lagi kasar).
*******************
Firman Allah Swt.:
لَهُمْ مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ
Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka. (Al-A'raf: 41)
Menurut Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, makna firman-Nya: Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka. (Al-A'raf: 41) Yakni tikar atau hamparan. dan di atas mereka ada selimut (api neraka). (Al-A'raf: 41) Mihad, selimut.
Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim dan As-Saddi.
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}
Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (Al-A'raf: 41)
Al-A'raf, ayat 42-43
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (42) وَنزعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (43) }
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh. Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya; mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka, mengalir di bawah mereka sungai-sungai, dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka, "Itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan apa yang dahulu kalian kerjakan."
Setelah Allah Swt menuturkan keadaan orang-orang yang celaka, maka penuturan-Nya beralih menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh. (Al-A'raf: 42)
Yaitu hatinya beriman dan seluruh anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh. Ayat ini merupakan lawan kata dari apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt. sebelumnya, yaitu: Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya. (Al-A'raf: 40)
Kemudian Allah mengingatkan bahwa iman dan pengamatannya adalah mudah karena Allah Swt. telah berfirman;
{لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ. وَنزعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ}
Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya; mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka. (Al-A'raf: 42-43)
Maksudnya dendam kesumat, seperti yang disebutkan di dalam ki­tab Sahih Bukhari melalui hadis Qatadah dari Abul Mutawakkil An-Naji, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ حُبِسوا عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَاقْتَصَّ لَهُمْ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا هُذبوا وَنُقُّوا، أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ أَحَدَهُمْ بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ أَدُلُّ مِنْهُ بِمَسْكَنِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا"
Apabila orang-orang mukmin selamat dari neraka, mereka ditahan di atas sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka. Lalu dilakukanlah hukuman qisas berkenaan dengan penganiayaan-penganiayaan yang terjadi di antara mereka ketika di dunia. Setelah mereka dibersihkan dan disepuh (dari hal tersebut), barulah mereka diizinkan untuk memasuki surga. Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seseorang di antara mereka terhadap suatu kedudukan di surga, lebih ia ketahui ketimbang tempat tinggalnya sewaktu di dunia.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai. (Al-A'raf: 43), hingga akhir ayat. Sesungguhnya ahli surga itu apabila digiring masuk ke surga, maka mereka menjumpai di dekat pintu surga sebuah pohon yang pada akarnya terdapat dua mata air. Kemudian mereka minum dari salah satunya, maka tercabutlah (terhapuslah) dari dada mereka semua dendam kesumat yang ada; minuman tersebut dinamakan minuman kesucian. Kemudian mereka mandi dari mata air yang lainnya, maka mengalirlah ke dalam tubuh mereka kesegaran yang penuh dengan kenikmatan, sehingga diri mereka tidak awut-awutan dan tidak pucat lagi untuk selama-lamanya.
Abi Ishaq meriwayatkan dari Asim, dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib hal yang semisal dengan asar di atas, seperti yang akan dikemukakan nanti dalam tafsir firman-Nya:
{وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا}
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan. (Az-Zumar: 73)
Qatadah mengatakan, "Ali r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia benar-benar berharap semoga dirinya, Usman, Talhah, dan Az-Zubair termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: 'Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka' (Al-A'raf: 43)."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Israil yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan berkata bahwa Ali pernah mengatakan, "Berkenaan dengan kami ahli Badar, demi Allah, ayat berikut diturunkan," yaitu firman-Nya: Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka. (Al-A'raf: 43)
Imam Nasai dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan yang lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Murdawaih, melalui hadis Abu Bakar Ibnu Ayyasy, dari Al-A'masy ibnu Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ فَيَقُولُ: لَوْلَا أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي، فَيَكُونُ لَهُ شُكْرًا. وَكُلُّ أَهْلِ النَّارِ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي فَيَكُونُ لَهُ حَسْرَةً"
Semua ahli surga dapat melihat kedudukannya di neraka, lalu ia mengatakan, "Sekiranya Allah tidak memberikan petunjuk kepada saya," maka ucapan itu merupakan ungkapan rasa syukurnya). Dan semua ahli neraka dapat melihat kedudukannya di surga, lalu ia mengatakan, "Sekiranya Allah memberikan petunjuk kepada saya," maka ucapan itu merupakan ungkapan rasa penyesalannya.
Karena itulah ketika mereka tidak ditempatkan di neraka karena dimasukkan ke dalam surga, maka diserukan kepada mereka, "Apa yang kalian peroleh sekarang disebabkan amal perbuatan yang telah kalian kerjakan. Yakni berkat amal perbuatan saleh kalian akhirnya kalian beroleh rahmat dan dapat masuk surga, kemudian kalian menempati kedudukan masing-masing sesuai dengan tingkatan amal perbuatan kalian."
Sesungguhnya interpretasi demikian berdasarkan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"وَاعْلَمُوا أَنَّ أَحَدَكُمْ  لَنْ يُدْخِلَهُ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ". قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي الله برحمة منه وفضل"
Ketahuilah oleh kalian bahwa seseorang di antara kalian tidak dapat masuk surga karena amal perbuatannya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Begitu pula saya, terkecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya.
Al-A'raf, ayat 44-45
{وَنَادَى أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالُوا نَعَمْ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ (44) الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالآخِرَةِ كَافِرُونَ (45) }
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikan­nya kepada kami. Maka apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kalian menjanjikannya (kepada ka!ian)?" mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul.” Kemudi­an seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat."
Allah Swt. menceritakan pembicaraan yang ditujukan kepada penduduk neraka apabila mereka telah menempati tempatnya masing-masing, hal ini diutarakan dengan nada sinis dan celaan, yaitu:
أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا
Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. (Al-A'raf: 44)
Huruf an dalam ayat ini menafsirkan kata-kata yang tidak disebutkan; menurut pendapat lain, sebagai at-tahqiq. Yakni para ahli surga berkata kepada ahli neraka, "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami, maka apakah kalian benar-benar memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian?" Penduduk neraka menjawab, "Ya." Perihalnya sama dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. di dalam surat As-Shaffat tentang seseorang yang mempunyai teman dari kalangan orang-orang kafir, yaitu:
{فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ * قَالَ تَاللَّهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ * وَلَوْلا نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ الْمُحْضَرِينَ * أَفَمَا نَحْنُ بِمَيِّتِينَ * إِلا مَوْتَتَنَا الأولَى وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ}
Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala. Ia berkata (pula), "Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka). Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia). dan kita tidak akan disiksa (di akhirat nanti)?” (Ash-Shaffat: 55-59)
Yakni orang yang mukmin itu mengingkari apa yang pernah dikatakan temannya yang kafir itu ketika di dunia, sekaligus mengecamnya terhadap apa yang sekarang ia alami berupa azab dan pembalasan. Hal yang sama dikatakan pula oleh para malaikat terhadap mereka (orang-orang kafir) dengan nada kecaman, seperti yang disebutkan melalui firman-Nya:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ * أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ * اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
(Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya. Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat? (Rasakanlah panas apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian; kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan.” (Ath-Thur: 14-16)
Hal yang sama pernah dikecamkan oleh Rasulullah Saw. terhadap orang-orang kafir yang terbunuh dalam Perang Badar, lalu dimasukkan ke dalam sumur Qulaib. Maka Rasulullah Saw. berseru:
"يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَيَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ، وَيَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ -وَسَمَّى رُءُوسَهُمْ-: هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟ فَإِنِّي وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا". وَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُخَاطِبُ قَوْمًا قَدْ جَيفوا؟ فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا يَسْتَطِيعُونَ أَنْ يُجِيبُوا".
Hai Abu Jahal ibnu Hisyam, hai Utbah ibnu Rabi'ah hai Syaibah ibnu Rabi'ah —seraya menyebutkan pemimpin-pemimpin mereka (orang-orang kafir) lainnya—, apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian? Karena sesungguhnya aku telah memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku dengan sebenarnya. Umar r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, kalian sekali-kali bukanlah orang-orang yang lebih mende­ngar ucapanku dari mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ}
Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu. (Al-A'raf: 44)
Diumumkan dan diberitahukan kepada mereka oleh juru penyeru.
{أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}
Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 44)
Yaitu ditetapkan atas mereka kutukan Allah. Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat mereka melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا}
(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok (Al-A'raf: 45)
Maksudnya, menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalan Allah dan syariat-Nya serta apa yang disampaikan oleh nabi-nabi, dan mereka mengharapkan agar jalan itu menjadi bengkok (tidak lurus) sehingga tidak ada seorang pun yang mau mengikutinya.
{وَهُمْ بِالآخِرَةِ كَافِرُونَ}
dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat. (Al-A'raf: 45)
Yakni mereka ingkar dengan hari pertemuan dengan Allah Swt, yaitu hari akhirat. Dengan kata lain, mereka mendustakan dan mengingkarinya serta tidak mempercayainya dan tidak beriman kepada keberadaannya. Karena itulah mereka tidak mempedulikan apa yang mereka kerjakan berupa perkataan yang mungkar dan perbuatan yang keji, sebab mereka sama sekali tidak merasa takut dengan adanya hari perhitungan, tidak takut pula kepada pembalasan hukuman di hari kemudian. Mereka adalah manusia yang paling jahat ucapan dan amal perbuatannya.


Al-A'raf, ayat 46-47
{وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ وَنَادَوْا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ (46) وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (47) }
Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan diatas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga, "salamun alaikum." Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu."
Setelah Allah menyebutkan dialog (pembicaraan) ahli surga dengan ahli neraka, lalu Allah mengingatkan bahwa di antara surga dan neraka terdapat batas, yaitu tembok tinggi yang menghalang-halangi ahli neraka untuk sampai ke surga.
Menurut Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan hijab dalam ayat ini ialah tembok tinggi yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ}
Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat, dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. (Al-Hadid: 13)
Inilah A'raf yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ}
dan di atas A'raf itu ada orang-orang. (Al-A'raf: 46)
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan berikut sanadnya dari As-Saddi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas. (Al-A'raf: 46) Yang dimaksud dengan hijab ialah tembok tinggi, yang juga disebut A'raf.
Mujahid mengatakan bahwa A'raf ialah batas yang menghalang-halangi antara surga dan neraka, yaitu berupa tembok tinggi yang mempunyai sebuah pintu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa الْأَعْرَافُ adalah bentuk jamak dari' عُرْف yang artinya setiap tanah yang tinggi, menurut orang Arab disebut demikian. Sesungguhnya jengger ayam jago dinamakan عُرْفًا karena ia berada di tempat yang paling tinggi.
Telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah mence­ritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid yang telah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa A'raf ialah sesuatu yang tinggi.
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa A'raf ialah sebuah tembok yang paling tinggi, sama seperti jenggernya ayam jago.
Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, A'raf adalah bentuk jamak, artinya sebuah tebing yang tinggi terletak di antara surga dan neraka. Di tempat itu disekap sejumlah manusia dari kalangan orang-orang yang berdosa.
Menurut riwayat yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, A'raf ialah sebuah tembok yang tinggi antara surga dan neraka. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir.
As-Saddi mengatakan, dinamakan A'raf karena para penduduknya mengenal semua orang.
Ungkapan ulama tafsir berbeda-beda sehubungan dengan penduduk A'raf ini, siapakah mereka itu sebenarnya? Tetapi semua pendapat saling berdekatan pengertiannya yang bermuara kepada suatu pendapat, yaitu mereka adalah kaum-kaum yang amal kebaikan dan amal keburukannya sama. Demikianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Huzaifah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا النُّعْمَانُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ، حَدَّثَنَا شَيْخٌ لَنَا يُقَالُ لَهُ: أَبُو عَبَّادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّنِ اسْتَوَتْ حَسَنَاتُهُ وَسَيِّئَاتُهُ، فَقَالَ: "أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ، لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ".
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man ibnu Abdus Salam, telah menceritakan kepada kami seorang guru kami yang dikenal dengan sebutan Abu Abbad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang amal kebaikan dan amal keburukannya sama. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Mereka adalah penghuni A'rafi mereka tidak dapat memasuki surga, padahal mereka sangat menginginkannya.
Bila ditinjau dari segi ini, hadis ini berpredikat garib.
Tetapi telah diriwayatkan melalui jalur lain:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِي الْحُسَامِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ مُزَيْنَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ، فَقَالَ: "إِنَّهُمْ قَوْمٌ خَرَجُوا عُصَاةً بِغَيْرِ إِذَنْ آبَائِهِمْ، فَقُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
dari Sa'id ibnu Salamah, dari Abul Hisam, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang sama amal kebaikan dan amal keburukannya, juga mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang berangkat (berperang di jalan Allah) dalam keadaan durhaka karena tanpa seizin orang tua-orang tua mereka, lalu mereka gugur di jalan Allah.
قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ شِبْل، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ "أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ" فَقَالَ: "هُمْ نَاسٌ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِمَعْصِيَةِ آبَائِهِمْ، فَمَنَعَهُمْ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ مَعْصِيَةُ آبَائِهِمْ وَمَنَعَهُمُ النَّارَ قَتْلُهُمْ في سبيل الله".
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Syibl, dari Yahya ibnu Abdur Rahman Al-Muzani, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah orang-orang yang gugur di jalan Allah dalam keadaan durhaka terhadap orang tua-orang tua mereka. Maka mereka tidak dapat masuk surga karena telah durhaka terhadap orang tua-orang tua mereka, dan mereka tidak dapat masuk neraka karena mereka telah gugur dalam membela jalan Allah.
Ibnu Murdawaih, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Ma'syar dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara marfu' melalui hadis Abu Sa'id Al-Khudri dan Ibnu Abbas. Hanya Allah yang lebih mengetahui kesahihan hadis-hadis marfu ini. Tetapi yang lebih jelas semuanya itu berpredikat mauquf di dalamnya terkandung dalil mengenai apa yang telah kami sebutkan di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Asy-Sya'bi, dari Huzaifah, bahwa ia pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka ia menjawab bahwa mereka adalah kaum-kaum yang sama kebaikan dan keburukannya, sehingga amal keburukannya mencegahnya untuk masuk surga, sedangkan amal kebaikannya menahannya hingga tidak masuk neraka. Huzaifah me­lanjutkan kisahnya, bahwa karena itulah mereka diberhentikan di atas tembok yang tinggi itu untuk menunggu apa yang diputuskan oleh Allah kepada mereka.
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan keterangan yang lebih rinci daripada ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq yang mengatakan bahwa Asy-Sya'bi pernah menceritakan, "Abdul Humaid ibnu Abdur Rahman mengirimkan utusannya kepadaku, sedangkan saat itu di sisinya terdapat Abuz Zanad (yakni Abdullah ibnu Zakwan, maula orang-orang Quraisy). Tiba-tiba keduanya mem­bicarakan suatu pembicaraan mengenai penghuni A'raf tidak seperti apa yang disebutkan. Maka saya berkata kepada keduanya, 'Jika kamu berdua suka, maka saya akan menceritakan kepada kalian mengenai apa yang pernah diceritakan oleh Huzaifah.' Keduanya menjawab, 'Ceritakanlah.' Saya mengatakan bahwa sesungguhnya Huzaifah pernah menceritakan tentang penghuni A'raf; Huzaifah mengatakan, 'Mereka adalah suatu kaum yang diselamatkan oleh amal kebaikannya dari neraka, tetapi dihalang-halangi masuk surga oleh amal keburukannya.' Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu ' (Al-A'raf: 47) Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Tuhanmu menjenguk mereka dan berfirman kepada mereka, 'Pergilah kalian dan masuklah kalian ke dalam surga, karena sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan kepada kalian'."
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abu Bakar Al-Huzali yang mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair pernah menceritakan hal tersebut dari Ibnu Mas'ud. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Kelak di hari kiamat manusia dihisab, maka barang siapa yang amal kebaikannya lebih banyak satu tingkatan daripada amal keburukannya, maka ia masuk surga. Barang siapa yang amal keburukannya lebih banyak satu tingkat daripada amal kebaikannya, maka ia masuk neraka." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Barang siapa yang berat timbangan (kebaikannya. (Al-Mu’minun: 102), hingga akhir ayat berikutnya. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa timbangan amal dapat menjadi berat dan ringan hanya dengan sebiji buah sawi. Ibnu Mas'ud mengatakan pula, "Barang siapa yang amal kebaikannya sama dengan amal keburukannya, maka dia termasuk penghuni A'raf." Para penghuni A'raf diberhentikan di atas sirat, karena itu mereka mengetahui ahli surga dan ahli neraka. Apabila mereka melihat kepada ahli surga, maka mereka mengatakan, "Salamun 'alaikum" Apabila mereka menolehkan pandangan mereka ke arah kiri mereka, maka mereka melihat ahli neraka, lalu mereka mengatakan: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 47) Mereka meminta perlindungan kepada Allah agar jangan ditempatkan bersama ahli neraka. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Adapun orang-orang yang mempunyai amal kebaikan, mereka diberi nur yang dengannya mereka dapat berjalan; nur itu menyinari bagian depan dan sebelah kanan mereka. Pada hari itu setiap hamba diberi nur, demikian pula setiap umat. Tetapi apabila mereka sampai di sirat, maka Allah mencabut nur setiap orang munafik laki-laki dan perempuan. Ketika ahli surga melihat bahwa mereka tidak bersua dengan orang-orang munafik, maka mereka berkata: Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami. (At-Tahrim: 8) Adapun penghuni A'raf, nur (cahaya) mereka tidak dicabut dari mereka dan masih tetap berada di hadapan mereka. Maka di tempat itulah Allah Swt. menyebutkan keadaannya melalui firman-Nya: Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Mereka hanya mampu berkeinginan untuk memasukinya. Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang hamba apabila mengerjakan suatu amal kebaikan, dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan. Apabila ia berbuat suatu keburukan, maka tidak dicatatkan melainkan hanya dosa satu keburukan. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan, "Binasalah orang yang satuannya (amal keburukannya) mengalah­kan puluhannya (amal kebaikannya)." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Abdullah ibnul Haris, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa A'raf adalah tembok yang terdapat di antara surga dan neraka. Para penghuni A'raf berada di tembok tersebut hingga manakala Allah memulai memaafkan mereka, maka Allah membawa mereka ke sebuah sungai yang dinamakan Nahrul Hayat (Sungai Kehidupan). Kedua sisi sungai itu terbuat dari batangan emas yang dihiasi dengan mutiara-mutiara, sedangkan tanahnya adalah minyak kesturi. Lalu mereka dilemparkan ke dalamnya hingga warna tubuh mereka menjadi bagus dan pada leher mereka terdapat tahi lalat (tanda) putih yang menjadi pengenal mereka. Manakala warna tubuh mereka telah bagus, lalu mereka dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Maka Tuhan berfirman, "Harap­kanlah sesuka hati kalian!" Maka mereka pun berharap; hingga setelah harapan (cita-cita) mereka habis. Tuhan berfirman kepada mereka, "Bagi kalian semua apa yang kalian harapkan (menjadi kenyataan) dan hal yang semisal sebanyak tujuh puluh kali lipat." Mereka masuk ke dalam surga, sedangkan pada leher mereka terdapat tanda putih yang menjadi pengenal mereka; mereka dinamakan orang-orang miskin ahli surga.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Yahya ibnul Mugirah, dari Jarir dengan sanad yang sama. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Mujahid dan dari Abdullah ibnul Haris. Disebutkan bahwa asar ini adalah perkataan Ibnu Abbas (yakni mauquf), dan inilah yang lebih sahih. Hal yang sama diriwayatkan dari Mujahid dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ سُنَيْد بْنُ دَاوُدَ: حَدَّثَنِي جَرِيرٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ، عَنْ أَبِي زُرْعَة عَنْ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ قَالَ هُمْ آخِرُ مَنْ يُفْصَلُ بَيْنَهُمْ مِنَ الْعِبَادِ، فَإِذَا فَرَغَ رَبُّ الْعَالَمِينَ مِنْ فَصْلِهِ بَيْنَ الْعِبَادِ قَالَ: أَنْتُمْ قَوْمٌ أَخْرَجَتْكُمْ حَسَنَاتُكُمْ مِنَ النَّارِ، وَلَمْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ، فَأَنْتُمْ عُتَقَائِي، فَارْعَوْا مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْتُمْ"
Sa'id ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepadaku Jarir, dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Amr ibnu Jarir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling akhir mendapat keputusan perkaranya di antara sesama mereka. Apabila Tuhan semesta alam telah selesai dari melakukan keputusan di antara sesama hamba-Nya, maka Allah berfirman, "Kalian adalah suatu kaum yang dikeluarkan dari neraka berkat amal-amal kebaikan kalian, tetapi kalian masih belum dapat masuk surga. Kalian sekarang adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh-Ku (dari neraka), maka bermain-mainlah di dalam surga sekehendak kalian.
Hadis ini mursal lagi hasan. Menurut suatu pendapat, mereka adalah anak-anak zina. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Qurtubi.
Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam biografi Al-Walid ibnu Musa, dari Syaibah ibnu Uzman, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Al-Hasan, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw.,
أَنَّ مُؤْمِنِي الْجِنِّ لَهُمْ ثَوَابٌ وَعَلَيْهِمْ عِقَابٌ، فَسَأَلْنَاهُ عَنْ ثَوَابِهِمْ فَقَالَ: "عَلَى الْأَعْرَافِ، وَلَيْسُوا فِي الْجَنَّةِ مَعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَسَأَلْنَاهُ: وَمَا الْأَعْرَافُ؟ فَقَالَ: "حَائِطُ الْجَنَّةِ تَجْرِي فِيهَا الْأَنْهَارُ، وَتَنْبُتُ فِيهِ الْأَشْجَارُ وَالثِّمَارُ".
bahwa jin yang mukmin ada yang beroleh pahala, ada pula yang beroleh siksaan. Maka kami bertanya kepadanya tentang pahala kaum jin dan kaum yang beriman dari kalangan mereka. Rasulullah Saw. menjawab,  "Mereka berada di A'raf dan tidak dikumpulkan di dalam surga bersama-sama umatku." Kemudian kami bertanya kepada beliau tentang A'raf, maka beliau Saw. menjawab, "A'raf adalah tembok surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan dipenuhi oleh pohon-pohon yang berbuah." Imam Baihaqi meriwayatkannya dari Ibnu Bisyran, dari Ali ibnu Muhammad Al-Masri, dari Yusuf ibnu Yazid, dari Al-Walid ibnu Musa dengan sanad yang sama.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Khasif, dari Mujahid, bahwa penghuni A'raf adalah kaum yang saleh dan ulama fiqih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah. dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Mijlaz sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46) Abu Mijlaz mengatakan bahwa mereka adalah sejumlah malaikat yang mengenal semua ahli surga dan ahli neraka. Dan mereka menyeru penduduk surga, "Salamun 'alaikum.” Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” Dan orang-orang yang di atas A’raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya mengatakan, "Harta yang kalian kumpulkan dan apa yang selalu kalian sombongkan itu tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Orang-orang di sisi A'raf bertanya kepada penghuni neraka), "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Al-A'raf: 46-48); Abu Mijlaz mengatakan bahwa ketika ahli surga masuk ke dalam surga, dikatakan: Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Sanad asar ini sahih sampai kepada Abu Mijlaz yang nama aslinya ialah Lahiq ibnu Humaid, salah seorang tabi'in.
Asar ini garib dan merupakan ucapan Abu Mijlaz sendiri, serta bertentangan dengan makna lahiriah konteks ayat. Pendapat jumhur ulama lebih diprioritaskan daripada perkataan Abu Mijlaz sendiri, karena berdasarkan makna ayat sesuai dengan pendapat yang mereka utarakan. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, yaitu sesungguhnya mereka adalah kaum yang saleh lagi ulama fiqih. Tetapi di dalamnya terkandung garabah pula.
Al-Qurtubi dan lain-lainnya meriwayatkan sehubungan dengan pengertian mereka (ahli A'raf) dua belas pendapat, antara lain ada yang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik-baik yang panik dalam menghadapi keadaan yang menakutkan di hari akhirat, dan mereka adalah sejumlah manusia yang melihat-lihat keadaan manusia. Menurut pendapat yang lainnya mereka (penghuni A'raf) adalah para nabi. Menurut pendapat yang lainnya lagi mereka adalah para malaikat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ}
yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka mengenal ahli surga melalui wajahnya yang putih-putih lagi bercahaya, sedangkan ahli neraka melalui wajahnya yang hitam legam. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menempatkan mereka pada kedudukan tersebut agar mereka mengenal orang-orang yang berada di surga dan orang-orang yang berada di neraka. Agar mereka mengenal bahwa semua penghuni neraka itu wajahnya hitam legam, kemudian mereka meminta perlindungan kepada Allah agar Dia jangan menempatkan mereka bersama-sama orang-orang yang zalim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka pun mengucapkan salam penghormatan kepada ahli surga. Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Tetapi mereka akan segera memasukinya, insya Allah.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak As-Saddi, Al-Hasan, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Ma'mar meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia pernah membaca firman-Nya berikut: Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Kemudian Al-Hasan berkata, "Demi Allah, tidak sekali-kali keinginan itu timbul dalam hati mereka melainkan karena kemuliaan yang dikehendaki oleh Allah buat mereka."
Qatadah mengatakan bahwa Allah telah menceritakan kepada kalian mengenai kedudukan mereka yang membuat mereka mempunyai keinginan tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” (Al-A'raf: 47)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya penduduk A'raf apabila melayangkan pandangannya ke arah ahli neraka dan mereka mengenalnya, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
As-Saddi mengatakan, apabila penghuni A'raf bertemu dengan segolongan besar manusia yang digiring masuk ke neraka, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
Ikrimah mengatakan bahwa wajah mereka diarahkan ke neraka. Tetapi bila pandangan mereka beralih kepada ahli surga, maka perasaan takut tersebut hilang dari mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka (Al-A'raf: 47) kemudian mereka melihat wajah penduduk neraka yang hitam legam dan mata mereka membiru. berkatalah mereka, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” (Al-A'raf: 47)
Al-A'raf, ayat 48-49
{وَنَادَى أَصْحَابُ الأعْرَافِ رِجَالا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ (48) أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (49) }
Dan orang-orang yang di atas A'raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya mengatakan, "Harta yang kalian kumpulkan dan apa yang selalu kalian sombongkan itu tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Orang-orang di atas A'raf bertanya kepada penghuni neraka), "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Kepada orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati "
Allah Swt. berfirman, menceritakan kecaman yang dilakukan oleh penduduk A'raf terhadap pemimpin-pemimpin orang musyrik yang mereka kenal melalui tanda-tandanya dalam neraka.
{مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ}
Harta yang kalian kumpulkan tidaklah memberi manfaat kepada kalian. (Al-A'raf: 48)
Yakni banyaknya harta kalian tidak memberi manfaat sedikit pun kepada diri kalian.
{وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ}
dan tidak (pula) apa yang selalu kalian sombongkan itu. (Al-A'raf: 48)
Artinya, tidak memberi manfaat kepada kalian banyaknya harta kalian, tidak pula besarnya golongan kalian dari azab Allah, bahkan kalian pasti akan mengalami azab dan pembalasan seperti yang kalian rasakan sekarang.
{أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ}
Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah? (Al-A'raf: 49)
Menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud adalah penduduk A'raf.
{ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ}
Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka mengatakan.”Harta yang kalian kumpulkan tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Al-A'raf: 48), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa setelah penduduk A'raf berkata kepada mereka sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, mereka harus mengatakannya (yakni penduduk A'raf berkata kepada ahli surga dan ahli neraka). Maka Allah berfirman kepada orang-orang yang takabur (sombong) dan yang berharta banyak: "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidakakan mendapat rahmat Allah?”(Kepada orang-orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati." (Al-A'raf: 49)
Huzaifah mengatakan, sesungguhnya penduduk A'raf adalah suatu kaum yang seimbang amal kebaikan dan amal keburukannya. Amal keburukannya menghalanginya untuk masuk surga, sedangkan amal baiknya menyelamatkannya dari neraka, maka mereka ditempatkan di A'raf sehingga mereka mengetahui semua orang melalui tanda-tandanya. Setelah Allah selesai dari memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya, maka diizinkan bagi mereka untuk mencari syafaat. Lalu mereka datang kepada Adam dan mengatakan, "Hai Adam, engkau adalah bapak kami semua, maka mohonkanlah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu." Adam menjawab, "Tahukah kamu bahwa ada seseorang yang diciptakan oleh Allah dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri serta Allah telah meniupkan sebagian dari roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan rahmat-Nya terhadap dia mendahului murka-Nya, dan para malaikat sujud kepadanya selain dari saya?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Adam berkata, "Saya tidak mengetahui keadaan Allah, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, sebaiknya datanglah kalian kepada anakku, yaitu Ibrahim." Mereka datang kepada Nabi Ibrahim dan meminta kepadanya agar memintakan syafaat buat mereka kepada Tuhan mereka. Ibrahim berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dijadikan oleh Allah sebagai kekasih-Nya? Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dibakar kaumnya dengan api demi membela Allah selain dari saya?" Mereka menjawab.”Tidak tahu." Nabi Ibrahim menjawab, "Saya tidak menge­tahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, tetapi sebaiknya datangilah anakku Musa oleh kalian." Mereka datang kepada Nabi Musa a.s. Musa a.s. berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang diajak berbicara oleh Allah secara langsung dan didekatkan kepada-Nya dalam munajatnya selain saya?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Musa a.s. berkata, "Saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, tetapi sebaiknya datanglah kalian kepada Isa." Mereka datang kepada Isa a.s. dan berkata kepadanya, "Mohonkan­lah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang diciptakan oleh Allah tanpa seorang ayah?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang berpenyakit supak serta dapat menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan seizin Allah, selain saya?" Mereka menjawab, 'Tidak tahu." Maka Isa berkata, "Saya hanya membela diri saya sendiri, saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memohonkan syafaat buat kalian. Tetapi sebaiknya datanglah kalian kepada Muhammad Saw." Lalu mereka datang kepada saya. Maka saya mengusapkan tangan ke dada, kemudian saya katakan, "Sayalah orangnya yang dapat memintakan syafaat buat kalian." Kemudian saya berjalan hingga sampai di hadapan Arasy, lalu saya datang kepada Tuhan saya. Maka Dia membukakan bagi saya pujian yang sama sekali belum pernah didengar oleh seorang manusia pun hal yang semisal dengannya. Lalu saya bersujud dan dikatakan kepada saya, "Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta; dan berilah syafaat, niscaya diizinkan bagimu!" Maka saya mengangkat kepala saya, kemudian Tuhan memuji saya, lalu saya menyungkur bersujud, dan dikatakan kepada saya, "Angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta; dan berilah syafaat, niscaya syafaatmu diperkenankan." Saya mengangkat kepala saya dan mengatakan, "Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku." Allah berfirman, "Mereka bagianmu." Maka tidak ada seorang nabi yang diutus dan tidak pula malaikat yang terdekat melainkan ia merasa iri dengan kedudukan saya itu, yaitu yang dinamai Maqamul Mahmud. Kemudian saya bawa mereka ke surga dan saya meminta izin untuk dibuka, maka dibukalah pintu surga untuk saya dan untuk mereka. Selanjutnya mereka dibawa ke sebuah sungai yang dikenal dengan nama Nahrul Hayawan (Sungai kehidupan); kedua tepi sungai itu terbuat dari batangan emas yang dihiasi dengan mutiara, sedangkan tanahnya dari minyak kesturi, dan batu kerikilnya adalah batu yaqut. Mereka mandi di dalam sungai itu. Setelah mandi, kembalilah ujud mereka menjadi rupa ahli surga dan baunya pun bau ahli surga. Sehingga jadilah mereka seperti bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya, tetapi di dalam dada mereka terdapat tanda putih yang merupakan pengenal mereka; mereka disebut orang-orang miskin ahli surga.
Al-A'raf, ayat 50-51
{وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ (50) الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (51) }
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepada kalian." Mereka (penghuni surga) menjawab, "Se­sungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Allah menceritakan perihal kehinaan ahli neraka dan permintaan mereka kepada ahli surga akan minuman dan makanan yang diperolehnya. Mereka tidak diperkenankan meminta hal tersebut. Dengan kata lain, permintaan mereka ditolak.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang direzekikan Allah kepada kalian." (Al-A'raf: 50); Yang dimaksud dengan rezeki dalam ayat ini ialah makanan.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa penghuni neraka meminta kepada penghuni surga agar diberi makanan dan minuman.
As-Sauri meriwayatkan dari Usman As-Saqafi, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa seseorang memanggil ayahnya atau saudaranya, lalu ia berseru kepadanya, "Sesungguhnya aku sekarang terbakar, maka berikanlah kepadaku sedikit air." Maka dikatakan kepada ahli surga, "Jawablah mereka," lalu ahli surga menjawab mereka seperti yang disitir oleh Firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Al-A'raf: 50)
Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Sa'id, dari Ibnu Abbas hal yang semisal.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Al-A'raf: 50) Yakni makanan dan minuman surga diharamkan atas orang-orang kafir.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الصفَّار فِي دَارِ عَمْرِو بْنِ مُسْلِمٍ قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ -أَوْ: سُئِلَ -: أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الْمَاءُ، أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى أَهْلِ النَّارِ لَمَّا اسْتَغَاثُوا بِأَهْلِ الْجَنَّةِ قَالُوا: {أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah mencerita­kan kepada kami Musa ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Abu Musa As-Saffar ketika di rumah Amr ibnu Muslim. Ia mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, atau Ibnu Abbas pernah ditanya, "Sedekah apakah yang lebih afdal?" Ibnu Abbas menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sedekah yang paling utama ialah berupa air. Tidakkah engkau mendengar ucapan ahli neraka ketika mereka meminta tolong kepada ahli surga, mereka mengatakan, "Limpahkanlah kepada kami sebagian dari air atau sedikit dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada kalian.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh yang men­ceritakan bahwa di saat Abu Talib sedang sakit keras, orang-orang (Quraisy) berkata kepadanya, "Sebaiknya engkau suruh keponakanmu ini (yakni Nabi Saw.) membawa setangkai buah anggur dari surga, mudah-mudahan dapat menyembuhkanmu." Utusan Abu Talib datang menghadap Nabi Saw, yang saat itu sedang bersama Abu Bakar. Maka Abu Bakar berkata (kepada utusan tersebut), "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan makanan dan minuman surga atas orang-orang kafir." Kemudian Allah Swt. menggambarkan perihal orang-orang kafir, yaitu tentang pegangan hidup mereka di dunia, mereka menjadikan agama sebagai main-main dan gurauan: serta keteperdayaan mereka dengan keduniawian beserta kemilaunya, hingga mereka lupa daratan kepada apa yang diperintahkan kepada mereka, yaitu beramal untuk negeri akhirat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51)
Maksudnya, mereka diperlakukan dengan perlakuan seperti terhadap mereka yang terlupakan. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang samar dan tersembunyi dari pengetahuan Allah dan tiada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى}
Di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52)
Sesungguhnya Allah Swt. mengatakan demikian sebagai balasan yang setimpal terhadap mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)
{كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى}
Allah berfirman, "Demikianlah, telah datang kepada kamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 126)
{وَقِيلَ الْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا}
Dan dikatakan (kepada mereka), "Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana kalian telah melupakan pertemuan (dengan) hari kalian ini.” (Al-Jatsiyah: 34)
A!-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51) Bahwa Allah melupakan kebaikan untuk mereka, tetapi tidak melupakan keburukan buat mereka.
Menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, maksudnya yaitu Kami tinggalkan mereka sebagaimana mereka telah melupakan pertemuan-pertemuan mereka dengan hari ini. Menurut Mujahid, Kami biarkan mereka di dalam neraka.
Menurut As-Saddi, Kami biarkan mereka tidak beroleh rahmat sebagaimana mereka telah melupakan beramal untuk menyambut pertemuan mereka dengan hari ini.
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Allah berfirman kepada seorang hamba di hari kiamat,
"أَلَمْ أُزَوِّجْكَ؟ أَلَمْ أُكْرِمْكَ؟ أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وأذَرْك تَرْأَسُ وتَرْبَع؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ: أَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: فاليوم أنساك كما نسيتني"
"Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan bertempat tinggal?" Hamba itu menjawab, "Memang benar." Allah berfirman, "Apakah kamu menduga bahwa engkau akan bersua dengan-Ku pada hari ini?" Si hamba menjawab, "Tidak." Maka Allah Swt. berfirman, "Maka pada hari ini Aku melupakanmu sebagaimana kamu telah melupakan Aku."
Al-A'raf, ayat 52-53
{وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52) هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (53) }
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya) kebenaran Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.
Allah Swt. menceritakan tentang alasan mengapa Dia mengutus para rasul kepada mereka. Hal ini diungkapkan melalui Al-Qur'an yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. Al-Qur'an itu merupakan kitab yang terinci lagi jelas. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan dalam firman lainnya, yaitu:
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara rinci. (Hud: 1), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.;
{فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ}
yang Kami telah menjelaskannya atas pengetahuan Kami. (Al-A'raf: 52)
Yakni kepada seluruh umat. Dengan kata lain, semua rincian yang ada padanya berdasarkan pengetahuan Kami. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Allah menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya. (An-Nisa: 166)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini merupakan jawaban pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka jangan­lah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya. (Al-A'raf: 2), hingga akhir ayat. Yang dimaksudkan adalah firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka. (Al-A'raf: 52), hingga akhir ayat.
Akan tetapi, apa yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya. Karena sesungguhnya jarak pemisah di antara kedua ayat sangat panjang, sedangkan dalil yang menunjuk kearah itu tidak ada. Tetapi sesungguhnya duduk perkara yang sebenarnya ialah bahwa setelah Allah menceritakan tentang akibat yang mereka alami (yaitu kerugian di akhirat), maka Allah mematahkan alasan mereka di dunia, yaitu bahwa Dia telah mengutus para rasul-Nya, juga telah menurunkan Kitab-Nya. Pengertiannya sama dengan apa yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا}
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ}
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al-Qur'an itu. (Al-A'raf: 53)
Yaitu apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa azab, pembalas­an, surga, dan neraka. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Imam Malik, makna yang dimaksud dengan takwil dalam ayat ini ialah balasan atau pahalanya.
Ar-Rabi' mengatakan bahwa takwil Al-Qur'an masih terus akan berlanjut hingga hari hisab (perhitungan amal) selesai, ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka telah masuk neraka. Maka pada saat itu sempurnalah takwil Al-Qur'an.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ}
Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an itu. (Al-A'raf: 53)
Yakni pada hari kiamat, menurut pendapat Ibnu Abbas.
{يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ}
berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu. (Al-A'raf: 53)
Maksudnya, orang-orang yang tidak mau beramal untuk menyambut hari kiamat dan mereka dengan sengaja melupakannya ketika hidup di dunia.
{قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا}
"Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa perkara yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami. (Al-A'raf: 53)
Yakni untuk menyelamatkan kami dari nasib yang menimpa kami sekarang ini.
{أَوْ نُرَدُّ}
atau dapatkah kami dikembalikan. (Al-A'raf: 53)
Yaitu ke dalam kehidupan di dunia.
{فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ}
sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” (Al-A'raf: 53)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ * بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat sesuatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 27-28)
Sedangkan dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf: 53)
Artinya, mereka merugikan diri mereka sendiri karena pada akhirnya mereka dimasukkan ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya.
{وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf: 53)
Yakni lenyaplah apa yang dahulu mereka sembah selain Allah; sembah-an-sembahan mereka tidak dapat memberikan syafaat kepada mereka, tidak dapat menolong mereka, dan tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab yang mereka alami.
Al-A'raf, ayat 54
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (54) }
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam (berkuasa) di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikuti­nya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah. Tuhan semesta alam.
Allah Swt. berfirman bahwa Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta ini, termasuk langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari. Hal seperti ini disebutkan di dalam Al-Qur'an melalui bukan hanya satu ayat.
Yang dimaksud dengan enam hari ialah Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Pada hari Jumat semua makhluk kelak dihimpunkan, dan pada hari Jumat pula Allah menciptakan Adam a.s.
Para ulama berselisih pendapat mengenai pengertian makna hari-hari tersebut. Dengan kata lain. apakah yang dimaksud dengan hari-hari tersebut sama dengan hari-hari kita sekarang, seperti yang kita pahami dengan mudah. Ataukah yang dimaksud dengan setiap hari adalah yang lamanya sama dengan seribu tahun, seperti apa yang telah dinaskan oleh Mujahid dan Imam Ahmad ibnu Hambal, yang hal ini diriwayatkan melalui Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas.
Adapun mengenai hari Sabtu, tidak terjadi padanya suatu penciptaan pun, mengingat hari Sabtu adalah hari yang ketujuh. Karena itulah hari ini dinamakan hari Sabtu, yang artinya putus.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya menyebutkan:
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أَخْبَرَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّة، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ -مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ: "خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَخَلْقَ الْجِبَالَ فِيهَا يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلْقَ الشَّجَرَ فِيهَا يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ آدَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ آخِرَ الْخَلْقِ، فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ".
telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah, dari Ayyub ibnu Khalid, dari Abdullah ibnu Rafi* maula Ummu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. memegang tangannya, lalu bersabda: Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung-gunung yang ada di bumi pada hari Ahad, menciptakan pepohonan yang ada di bumi pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang tidak disukai pada hari Selasa, menciptakan nur pada hari Rabu, menebarkan hewan-hewan di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam sesudah asar pada hari Jumat sebagai akhir makhluk yang diciptakan di saat yang terakhir dari saat-saat hari Jumat, tepatnya di antara waktu asar dan malam hari.
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim ibnu Hajjaj di dalam kitab sahihnya dan juga oleh Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Hajjaj (yaitu Ibnu Muhammad Al-A'war), dari Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.
Di dalamnya disebutkan semua hari yang tujuh secara penuh. Padahal Allah Swt. telah menyebutkan dalam Firman-Nya enam hari. Karena itulah maka Imam Bukhari dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para huffaz mempermasalahkan hadis ini. Mereka menjadikannya sebagai riwayat dari Abu Hurairah, dari Ka'b Al-Ahbar, yakni bukan hadis marfu’.
*******************
Mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan:
{ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ}
Lalu Dia beristiwa di atas Arasy. (Al-A'raf: 54)
Sehubungan dengan makna ayat ini para ulama mempunyai berbagai pendapat yang cukup banyak, rinciannya bukan pada kitab ini.
Tetapi sehubungan dengan ini kami hanya meniti cara yang dipakai oleh mazhab ulama Salaf yang saleh, seperti Malik, Auza'i, As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa'd, Asy-Syafii, Ahmad, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta lain-lainnya dari kalangan para imam kaum muslim, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Yaitu menginterpretasikannya seperti apa adanya, tetapi tanpa memberikan gambaran, penyerupaan, juga tanpa mengaburkan pengertiannya. Pada garis besarnya apa yang mudah ditangkap dari teks ayat oleh orang yang suka menyerupakan merupakan hal yang tidak ada bagi Allah, mengingat Allah Swt. itu tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyerupai-Nya. Allah Swt. telah berfirman:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (Asy-Syura; 11)
Bahkan pengertiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh para imam, antara lain Na'im ibnu Hammad Al-Khuza'i (guru Imam Bukhari). Ia mengatakan bahwa barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, kafirlah dia. Barang siapa yang ingkar kepada apa yang disifatkan oleh Allah terhadap Zat-Nya sendiri, sesungguhnya dia telah kafir. Semua apa yang digambarkan oleh Allah Swt. mengenai diri­Nya, juga apa yang digambarkan oleh Rasul-Nya bukanlah termasuk ke dalam pengertian penyerupaan. Jelasnya, barang siapa yang meyakini Allah sesuai dengan apa yang disebutkan oleh ayat-ayat yang jelas dan hadis-hadis yang sahih, kemudian diartikan sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan dari Zat Allah sifat-sifat yang kurang, berarti ia telah menempuh jalan hidayah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا}
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)
Yakni menghilangkan kegelapan malam hari dengan cahaya siang hari, dan menghilangkan cahaya siang hari dengan gelapnya malam hari. Masing-masing dari keduanya mengikuti yang lainnya dengan cepat dan tidak terlambat. Bahkan apabila yang ini datang, maka yang itu pergi; begitu pula sebaliknya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ * وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ * لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 37-40)
*******************
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ}
dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin: 40)
Artinya, tidak akan terlambat darinya serta tidak akan ketelatan darinya, bahkan yang satunya datang sesudah yang lainnya secara langsung tanpa ada jarak waktu pemisah di antara keduanya. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ}
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A'raf: 54)
Di antara ulama ada yang membaca nasab, ada pula yang membaca rafa’ tetapi masing-masing dari kedua bacaan mempunyai makna yang berdekatan. Dengan kata lain, semuanya tunduk di bawah pengaturan­Nya dan tunduk di bawah kehendak-Nya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ}
Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. (Al-A'raf: 54)
Yakni hanya Dialah yang berhak menguasai dan mengatur semuanya.
{تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Sama dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا
Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang. (Al-Furqan: 61), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا بَقِيِّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْغَفَّارِ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ الشَّامِيِّ، عَنْ أَبِيهِ -وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ عَلَى مَا عَمِلَ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ، وَحَمِدَ نَفْسَهُ، فَقَدْ كَفَرَ وَحَبِطَ عَمَلُهُ. وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ جَعَلَ لِلْعِبَادِ مِنَ الْأَمْرِ شَيْئًا، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى أَنْبِيَائِهِ؛ لِقَوْلِهِ: {أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Hisyam Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdul Aziz Al-Ansari, dari Abdul Aziz Asy-Syami, dari ayahnya yang ber­predikat sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang tidak memuji Allah atas amal yang dikerja­kannya, yaitu amal yang saleh; dan bahkan dia memuji dirinya sendiri, maka sesungguhnya ia telah ingkar dan amalnya di­hapuskan. Dan barang siapa yang menduga bahwa Allah telah menjadikan bagi hamba-hamba-Nya sesuatu dari urusan itu, berarti ia telah ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-nabi-Nya. Dikatakan demikian karena ada firman Allah Swt, yang mengatakan: Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Di dalam sebuah doa yang ma’tsur (bersumber) dari Abu Darda dan telah diriwayatkan secara marfu' disebutkan:
"اللَّهُمَّ لَكَ الْمُلْكُ كُلُّهُ، وَلَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ، وَإِلَيْكَ يَرْجِعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ، أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ"
Ya Allah, bagi-Mu semua kekuasaan, dan bagi-Mu semua pujian, dan hanya kepada Engkaulah semua urusan dikembalikan. Saya memohon kepada-Mu semua kebaikan, dan saya berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan.
Al-A'raf, ayat 55-56
{ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (55) وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (56) }
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yanglembut. Sesungguhnya Allah tidakmenyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar mereka berdoa memohon kepada-Nya untuk kebaikan urusan dunia dan akhirat mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً}
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 54)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mengucapkan doa dengan perasaan yang rendah diri, penuh harap, dan dengan suara yang lemah lembut. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (Al-A'raf: 205), hing­ga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan bahwa suara orang-orang terdengar keras saat mengucap­kan doanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أصمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ
Hai manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukanlah menyeru (Tuhan) yang tuli dan bukan pula (Tuhan) yang gaib, sesungguhnya Tuhan yang kalian seru itu Maha Mendengar lagi Mahadekat.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 55) Yang dimaksud dengan khufyah ialah suara yang pelan.
Ibnu Jarir mengatakan, makna tadarru' ialah berendah diri dan tenang dalam ketaatan kepada-Nya. Yang dimaksud dengan khufyah ialah dengan hati yang khusyuk, penuh keyakinan kepada Keesaan dan Kekuasaan-Nya terhadap semua yang ada antara kalian dan Dia, bukan dengan suara yang keras untuk pamer.
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Mubarak ibnul Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Dahulu ada orang yang benar-benar banyak menguasai ilmu fiqih, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar gemar melakukan salat yang panjang-panjang di dalam rumahnya, sedangkan di rumahnya banyak terdapat para pengunjung yang bertamu, tetapi mereka tidak mengetahuinya. Sesungguhnya kita sekarang menjumpai banyak orang yang tiada Suatu amal pun di muka bumi ini mereka mampu mengerjakannya secara tersembunyi, tetapi mereka mengerjakannya dengan terang-terangan. Padahal sesungguhnya kaum muslim di masa lalu selalu berupaya dengan keras dalam doanya tanpa terdengar suaranya selain hanya bisikan antara mereka dan Tuhannya. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 55); Dan firman Allah Swt. ketika menceritakan seorang hamba yang saleh yang Dia ridai perbuatannya, yaitu:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Ibnu Juraij mengatakan bahwa makruh mengeraskan suara, berseru, dan menjerit dalam berdoa; hal yang diperintahkan ialah melakukannya dengan penuh rasa rendah diri dan hati yang khusyuk.
Kemudian Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurasahi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Yakni dalam berdoa, juga dalam hal lainnya.
Abu Mijlaz mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Maksudnya, janganlah seseorang meminta kepada Allah agar ditempat­kan pada kedudukan para nabi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عن زياد ابن مِخْراق، سَمِعْتُ أَبَا نَعَامَةَ (9) عَنْ مَوْلًى لِسَعْدٍ؛ أَنَّ سَعْدًا سَمِعَ ابْنًا لَهُ يَدْعُو وَهُوَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَإِسْتَبْرَقَهَا وَنَحْوًا مِنْ هَذَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا وَأَغْلَالِهَا. فَقَالَ: لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ خَيْرًا كَثِيرًا، وَتَعَوَّذْتَ بِاللَّهِ مِنْ شَرٍّ كَثِيرٍ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ". وَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً [إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ] } وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَقُولَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ziad ibnu Mikhraq; ia pernah mendengar Abu Nu'amah meriwayatkan dari seorang maula Sa'd bahwa Sa'd pernah mendengar salah seorang anak lelakinya mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadamu surga dan semua kenikmatannya dan baju sutranya, serta hal lainnya yang semisal. Saya berlindung kepada-Mu dari neraka, rantai, dan belenggunya." Maka Sa'd mengatakan, "Engkau telah meminta kepada Allah kebaikan yang banyak dan berlindung kepada Allah dari kejahatan yang banyak. Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya kelak akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa'." Menurut lafaz yang lain disebutkan, "Melampaui batas dalam bersuci dan berdoa." Kemudian Sa'd membacakan firman-Nya: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri. (Al-A'raf: 55) Sa'd mengatakan, "Sesungguhnya sudah cukup bagimu jika kamu mengucapkan dalam doamu hal berikut, 'Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau surga dan semua ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya. Saya berlindung kepada Engkau dari neraka dan dari semua ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya."
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Ziyad ibnu Mikhraq, dari Abu Nu'amah, dari maula Sa'd, dari Sa'd, lalu ia menuturkan hadis ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عفَّان، حَدَّثَنَا حَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَعَامة: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا. فَقَالَ: يَا بُنَيَّ، سَلِ اللَّهَ الْجَنَّةَ، وَعُذْ بِهِ مِنَ النَّارِ؛ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "يَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ والطَّهُور".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah men­ceritakan kepada kami Al-Hariri, dari Abu Nu'amah, bahwa Abdullah ibnu Mugaffal pernah mendengar anaknya mengucapkan doa berikut, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau gedung putih yang ada di sebelah kanan surga, jika saya masuk surga." Maka Abdullah berkata kepadanya, "Hai anakku, mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka. Karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Kelak akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam doa dan bersucinya'."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Affan.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musa ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sa'id ibnu Iyas Al-Hariri, dari Abu Nu'amah yang nama aslinya ialah Qais ibnu Ubayah Al-Hanafi Al-Basri. Sanad ini dinilai baik dan dapat dipakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا}
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (Al-A'raf: 56)
Allah Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestariannya sesudah diper­baiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka Allah Swt. melarang hal tersebut, dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya serta berendah diri dan memohon belas kasihan-Nya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman;
{وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا}
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). (Al-A'raf; 56)
Yakni dengan perasaan takut terhadap siksaan yang ada di sisi-Nya dan penuh harap kepada pahala berlimpah yang ada di sisi-Nya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A'raf: 56)
Maksudnya, sesungguhnya rahmat Allah selalu mengincar orang-orang yang berbuat kebaikan, yaitu mereka yang mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf: 156), hingga akhir ayat.
Dalam ayat ini disebutkan qaribun dan tidak disebutkan qaribatun mengingat di dalamnya (yakni lafaz rahmat) terkandung pengertian pahala; atau karena disandarkan kepada Allah, karena itu disebutkan qaribun minal muhsinin (amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik).
Matar Al-Warraq pernah mengatakan, "Laksanakanlah janji Allah dengan taat kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia telah menetapkan bahwa rahmat-Nya amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."
Al-A'raf, ayat 57-58
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (57) وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ (58) }
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Dalam pembahasan di atas disebutkan bahwa Allah-lah yang mencipta­kan langit dan bumi, dan Dialah Yang Mengatur, Yang Memutuskan, Yang Memerintah, dan Yang Menundukkannya. Dia memberikan petunjuk kepada mereka agar berdoa kepada-Nya karena Dia Mahakuasa atas semua yang dikehendaki-Nya. Kemudian dalam pembahasan ayat ini disebutkan bahwa Allah mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dialah yang memberi mereka rezeki, dan bahwa kelak Dia akan membangkitkan orang-orang yang telah mati di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ نشْرًا
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira. (Al-A'raf: 57)
Yakni angin yang bertiup menyebar membawa awan yang mengandung hujan. Di antara ahli qiraat ada yang membacanya dengan bacaan yang semakna dengan apa yang dikandung oleh firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengi­rimkan angin sebagai pembawa berita gembira. (Ar-Rum: 46)
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ}
sebelum kedatangan rahmat-Nya. (Al-A'raf: 57)
Maksudnya, sebelum kedatangan hujan. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُنزلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ}
Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syura: 28)
{فَانْظُرْ إِلَى أَثَر رَحْمَةِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum: 50)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا}
hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung. (Al-A'raf: 57)
Yakni angin tersebut membawa awan yang mengandung air hujan yang ciri khasnya gelap karena berat, penuh dengan air, dan tidak jauh dari permukaan bumi.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail dalam bait-bait syairnya, yaitu:
وأسلمتُ وجْهِي لمنْ أسْلَمَتْ ... لَهُ المُزْنُ تَحْمل عَذْبا زُلالا ...
وأسلَمْتُ وَجْهي لِمَنْ أسلَمَتْ ... لَهُ الْأَرْضُ تحملُ صَخرًا ثِقَالًا
Saya berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang mengandung air hujan yang tawar lagi mudah diminum.
Dan saya berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya bumi yang membawa batu-batu besar lagi berat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ}
Kami halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf: 57)
Yakni ke suatu daerah yang kering dan tandus tidak ada tanam-tanamannya. Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi mati, Kami hidupkan bumi itu. (Yasin: 33), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini —yakni firman selanjutnya— disebutkan:
{فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى}
maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati. (Al-A'raf: 57)
Yaitu sebagaimana Kami hidupkan bumi yang telah mati itu sesudah matinya, demikian pula Kami hidupkan jasad-jasad sesudah tulang belulangnya hancur kelak di hari kiamat. Di hari kiamat nanti Allah menurunkan hujan dari langit, hujan itu menyirami bumi selama empat puluh hari. Maka tumbuhlah dari bumi semua jasad dari kuburnya masing-masing seperti tumbuhnya bebijian dari dalam tanah.
Pengertian seperti ini banyak didapat di dalam Al-Qur'an. Diungkapkan oleh Allah Swt. sebagai perumpamaan kejadian hari kiamat; Allah meng­ungkapkannya dengan contoh Dia menghidupkan bumi yang telah mati. Karena itulah di akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran. (Al-A'raf: 57)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ}
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah. (Al-A'raf: 58)
Yakni tanah yang baik mengeluarkan tetumbuhannya dengan cepat dan subur. Seperti yang disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}
dan menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang baik. (Ali Imran-37)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا}
dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. (Al-A'raf: 58)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya, tanah yang tidak subur ialah seperti tanah yang belum digarap dan belum siap untuk ditanami, serta tanah lainnya yang tidak dapat ditanami.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan keadaan orang mukmin dan orang kafir.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيد بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَتْ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ. وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبَ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا. وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تَنْبُتُ (3) فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُه فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ، فَعَلم وَعَلَّم، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا. وَلَمْ يَقْبَل هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Usamah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan ilmu dan petunjuk yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk menyampaikannya) adalah seperti hujan deras yang menyirami bumi. Sebagian dari bumi ada yang subur dan menerima air, maka ia menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan sebagian dari yang lain ada yang tandus, tetapi dapat menampung air, maka Allah memberikan manfaat kepada manusia melaluinya sehingga mereka dapat minum, dapat pengairan dan bercocok tanam. Dan hujan itu menimpa sebagian yang lain yang hanya merupakan rawa-rawa, tidak dapat menahan air dan tidak (pula) menumbuhkan rerumputan. Maka demikianlah perumpamaan orang yang mengerti tentang agama Allah dan beroleh manfaat dari apa yang diutuskan oleh Allah kepadaku untuk menyampaikannya, sehingga ia berilmu dan mengamalkannya. Juga sebagai perumpamaan buat orang yang tidak mau memperhatikannya serta tidak mau menerima petunjuk Allah yang disampaikan olehku.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Usamah (yaitu Hammad ibnu Usamah) dengan lafaz yang sama.
Al-A'raf, ayat 59-62
{لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (62) }
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, 'Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata, "Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui."
Pada permulaan surat ini Allah menceritakan kisah Adam dan semua yang berkaitan dengan itu serta semua hubungannya hingga selesai. Kemudian Allah Swt. menuturkan kisah nabi-nabi lainnya secara ber­urutan. Untuk itu Allah Swt. memulainya dengan kisah Nabi Nuh a.s. karena sesungguhnya Nuh a.s. adalah rasul Allah yang mula-mula diutus kepada penduduk bumi sesudah Adam a.s.
Dia adalah Nuh ibnu Lamek ibnu Mutusyalikh ibnu Akhnukh (yakni Nabi Idris a.s.) menurut apa yang mereka duga. Idris a.s. adalah orang yang mula-mula menulis pakai pena. Nasab Nabi Nuh selanjutnya ialah Ibnu Burd ibnu Mahlil ibnu Qanin ibnu Yanisy ibnu Syis ibnu Adam; semoga Allah melimpahkan salam-Nya kepada mereka. Demikianlah menurut nasab yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu lshaq dan lain-lainnya dari kalangan ulama ahli nasab.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, tidak ada seorang nabi pun yang mengalami gangguan dari kaumnya yang lebih parah daripada Nabi Nuh a.s. kecuali nabi yang dibunuh oleh kaumnya.
Yazid Ar-Raqqasyi mengatakan, sesungguhnya Nuh diberi nama seperti itu karena ia banyak menangisi dirinya. Jarak waktu antara Adam a.s. sampai kepada Nuh a.s. adalah sepuluh abad (yakni sepuluh generasi), semuanya memeluk agama Islam.
Abdullah ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa pada mulanya berhala-berhala disembah ialah karena di masa lalu ada suatu kaum yang saleh meninggal dunia. Kemudian kaum mereka membangun masjid-masjid di atas kuburan mereka dan membuat gambar-gambar mereka di dalamnya untuk mengingatkan orang-orang akan tingkah laku dan ibadah mereka, dengan tujuan agar kaum mereka meniru jejak mereka.
Tetapi setelah zaman berlalu cukup lama, mereka (kaumnya) mem­buat patung-patung dalam bentuk gambar-gambar tersebut. Setelah berlalunya masa yang cukup lama lagi, maka mereka mulai menyembah patung-patung tersebut dan menamakannya dengan nama orang-orang saleh itu, seperti Wad, Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr. Setelah hal ter­sebut kian parah, Allah Swt. mengutus Nabi Nuh a.s. Nabi Nuh a.s. memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (Al-A'raf: 59)
Yaitu azab hari kiamat apabila kalian dihadapkan kepada Allah, sedangkan kalian dalam keadaan musyrik (mempersekutukan-Nya).
{قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ}
Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata. (Al-A'raf: 60)
Yang dimaksud dengan istilah mala' ialah para pemimpin dan para pembesar dari kalangan mereka.
{إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata. (Al-A'raf: 60)
Yakni ajakan dan seruanmu yang ditujukan kepada kami agar kami meninggalkan penyembahan berhala-berhala ini yang kami jumpai nenek moyang kami melakukannya.
Memang demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka. Sesung­guhnya mereka memandang orang-orang yang bertakwa hanya berada dalam kesesatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ}
Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat." (Al-Muthaffifin: 32)
{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ}
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Kalau sekiranya dia (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata, "Ini adalah dusta yang lama.” (Al-Ahqaf: 11)
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang bermakna senada.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam." (Al-A'raf: 61)
Artinya, saya bukanlah orang yang sesat, melainkan utusan Tuhan segala sesuatu dan yang memiliki kesemuanya.
{أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Aku sampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A' raf: 62)
Memang demikianlah tugas yang diemban oleh seorang rasul, yaitu dia menyampaikan risalah Allah dengan bahasa yang fasih, menasihati kaumnya, dan dia mengetahui Allah. Tiada seorang pun dari makhluk Allah yang mempunyai sifat-sifat seperti itu selain para rasul.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Arafah bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang jumlahnya saat itu sangat banyak dan hampir semuanya berkumpul, yaitu:
"أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ " قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ وينكتُها عَلَيْهِمْ وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ، اللَّهُمَّ اشْهَدْ
"Hai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan ditanyai mengenai diriku, lalu apakah yang bakal kalian jawab?” Mereka (para saha­bat) menjawab.”Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat serta menasihati umat." Lalu Rasulullah Saw. mengangkat telunjuknya ke langit dan menudingkannya ke arah mereka seraya bersabda, "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah."
Al-A'raf, ayat 63-64
{أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (63) فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ (64) }
Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Tuhan kalian dengan perantaraan seorang laki-laki dari golongan kalian agar dia memberi peringatan kepada kalian dan mudah-mudahan kalian bertakwa dan supaya kalian mendapat rahmat. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bah­tera, dan Kami menenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal Nabi Nuh a.s., bahwa Nuh berkata kepada kaumnya:
أَوَعَجِبْتُمْ
Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran. (Al-A'raf: 63), hingga akhir ayat.
Maksudnya, janganlah kalian heran akan hal ini karena bukanlah hal yang mengherankan bilamana Allah menurunkan wahyu kepada seorang lelaki diantara kalian. Hal itu justru merupakan rahmat bagi kalian, belas kasihan dari Allah, dan kebaikan-Nya kepada kalian. Utusan itu ditugaskan-Nya agar memberikan peringatan kepada kalian supaya kalian takut kepada pembalasan Allah dan supaya kalian tidak mempersekutukan-Nya.
{وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
dan supaya kalian mendapat rahmat. (Al-A'raf: 63)
*******************
Ayat berikutnya diceritakan oleh Allah Swt.:
{فَكَذَّبُوهُ}
Maka mereka mendustakan Nuh. (Al-A'raf: 64)
Yakni mereka berlarut-larut dalam mendustakan Nuh dan menentang­nya, dan tidak ada yang beriman dari kalangan kaumnya kecuali hanya sedikit orang. Sebagaimana yang disebutkan di bagian lain dari Al-Qur'an.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ}
kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera. (Al-A'raf: 64)
At-fulk artinya kapal laut atau bahtera. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ}
Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu. (Al-Ankabut: 15)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}
dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 64)
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا}
Disebabkan kesalahan-kesalahati mereka, mereka ditenggelamkan, lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. (Nuh: 25)
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ}
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (Al-A’raf: 64)
Yakni buta terhadap perkara yang hak, mereka tidak dapat melihatnya dan tidak dapat beroleh petunjuk ke arahnya. Dalam kisah ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan membela kekasih-kekasih-Nya dari musuh-musuh mereka, menyelamatkan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman, dan membinasakan musuh-musuh mereka dari kalangan orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami. (Al-Mu’min: 51), hingga akhir ayat.
Demikianlah Sunnatullah untuk hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat, yaitu bahwa pada akhirnya akibat yang terpuji hanyalah diraih oleh orang-orang yang bertakwa, dan keberuntungan serta kemenangan hanya diperoleh mereka. Allah Swt. telah membinasakan kaum Nuh a.s. dengan menenggelamkan mereka dan menyelamatkan Nuh beserta sahabat-sahabatnya yang beriman.
Malik meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam bahwa kaum Nabi Nuh karena banyaknya sehingga jumlah mereka memenuhi lembah-lembah dan dataran-dataran tinggi.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, "Tidaklah Allah mengazab kaum Nabi Nuh melainkan di saat bumi penuh dengan mereka, dan tidak ada suatu daerah pun dari bumi melainkan padanya terdapat seorang raja dan pendurhaka."
Ibnu Wahb mengatakan, "Telah sampai kepadaku berita dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang yang selamat bersama Nabi Nuh a.s. di dalam bahtera adalah delapan puluh laki-laki, salah seorang dari mereka adalah bangsa Jurhum yang berbicara memakai bahasa Arab."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Dari jalur lain Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula secara muttasil sampai kepada Ibnu Abbas r.a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar