7. SURAT AL-A'RAF
(TEMPAT
YANG TINGGI)
Makkiyyah, 206 ayat kecuali ayat
163 sampai dengan 170 Madaniyyah.
Turun sesudah surat Shad.
Al-A'raf,
ayat 1-3
المص (1) كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ
مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2) اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ
إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا
مَا تَذَكَّرُونَ (3)
Alif Lam Mim Shad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kami
memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang beriman. Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan
janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kalian
mengambil pelajaran (darinya).
Dalam
tafsir surat Al-Baqarah telah diterangkan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan makna huruf-huruf pada permulaan surat secara panjang lebar, begitu pula
mengenai perbedaan pendapat para ulama.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah
menceritakan kepada kami ayahku, dari Syarik, dari Ata ibnus Saib, dari Abud
Duha. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna Alif Lam Mim Shad, yaitu:
Akulah Allah Yang akan memutuskan (semua perkara). Hal yang sama dikatakan oleh
Sa'id ibnu Jubair.
{كِتَابٌ أُنزلَ
إِلَيْكَ}
Ini
adalah sebuah kitab yang ditunaikan kepadamu. (Al-A'raf: 2)
Artinya,
ini adalah Kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
{فَلا يَكُنْ فِي
صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ}
maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya (Al-A'raf:
2)
Menurut
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi, makna haraj ialah syak atau keraguan,
yakni merasa ragu kepadanya. Menurut pendapat yang lain, maknanya ialah
kesempitan, yakni jangan ada kesempitan di dalam dadamu dalam menyampaikannya
dan dalam memberikan peringatan dengannya (kepada manusia).
فَاصْبِرْ
كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar. (Al-Ahqaf:
35)
Karena
itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{لِتُنْذِرَ بِهِ}
supaya
kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada
orang kafir). (Al-A’raf: 2)
Maksudnya,
Kami turunkan Kitab ini kepadamu agar kamu memberikan peringatan dengan Kitab
ini kepada orang-orang kafir.
{وَذِكْرَى
لِلْمُؤْمِنِينَ}
dan
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Al-A'raf: 2)
Kemudian
Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada seluruh umat:
{اتَّبِعُوا مَا أُنزلَ
إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ}
Ikutilah
apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian. (Al-A'raf: 3)
Yakni
ikutilah jejak-jejak Nabi yang ummi, yang datang kepada kalian dengan
membawa Kitab yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan segala sesuatu dan Yang
memilikinya.
{وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ
دُونِهِ أَوْلِيَاءَ}
dan
janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Al-A'raf: 3)
Artinya,
janganlah kalian menyimpang dari apa yang telah disampaikan oleh Rasul kepada
kalian dengan menempuh jalan yang lain, yang akhirnya mengakibatkan kalian
menyimpang pula dari hukum Allah kepada hukum selain-Nya.
{قَلِيلا مَا
تَذَكَّرُونَ}
Amat
sedikitlah kalian mengambil pelajaran (darinya).
(Al-A'raf: 3)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ
وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan
sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kalian sangat menginginkannya.
(Yusuf: 103)
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ}
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An’am:
116), hingga akhir ayat.
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا يُؤْمِنُ
أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ}
Dan
sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)
Al-A'raf,
ayat 4-7
وَكَمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا فَجَاءَهَا بَأْسُنَا بَيَاتًا
أَوْ هُمْ قَائِلُونَ (4) فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا
إِلَّا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (5) فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ
أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ (6) فَلَنَقُصَّنَّ
عَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ (7)
Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datanglah
siksaan Kami menimpa (penduduknya di waktu
mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari.
Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami,
kecuali mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zalim." Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul
(Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa
yang telah mereka perbuat), sedangkan (Kami) mengetahui (keadaan
mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).
Firman
Allah Swt.;
{وَكَمْ مِنْ قَرْيَةٍ
أَهْلَكْنَاهَا}
Betapa
banyaknya negeri yang Kami binasakan. (Al-A'raf:
4)
Karena
para penduduknya menentang rasul-rasul Kami dan mendustakan mereka, maka hal
tersebut mengakibatkan mereka ditimpa kehinaan di dunia yang terus berlangsung
sampai kepada kehinaan di akhirat. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ
بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan
sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu, maka
turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang dahulu selalu
mereka perolok-olokkan. (Al-Anbiya:
41 dan Al-An’am: 10)
{فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ
خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ}
Berapalah
banyaknya kota yang telah Kami binasakan, yang penduduknya dalam keadaan zalim,
maka (tembok-tembok) kota itu roboh
menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah
ditinggalkan dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ
مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ}
Dan
berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami
binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat
kediaman merekayang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali
sebagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris (nya). (Al-Qashash: 58)
*****
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَجَاءَهَا بَأْسُنَا
بَيَاتًا أَوْ هُمْ قَائِلُونَ}
maka
datanglah siksa Kami menimpa (penduduknya
di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di
tengah hari. (Al-A'raf: 4)
Yakni
tersebutlah di antara mereka orang yang datang kepadanya perintah Allah, siksa,
dan pembalasan-Nya:
{بَيَاتًا}
di
malam hari. (Al-A'raf: 4)
Yaitu
di malam hari, di saat mereka sedang tidur nyenyak.
{أَوْ هُمْ قَائِلُونَ}
atau
di waktu mereka beristirahat di tengah hari. (Al-A'raf:
4)
Diambil
dari kata al-qailulah yang artinya istirahat di tengah hari, kedua waktu
tersebut (yakni tengah malam dan tengah hari) adalah waktu istirahat sehingga
mereka dalam keadaan lalai dan terlena. Seperti disebutkan dalam ayat lain,
yaitu firman-Nya:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ
الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُون * أَوَأَمِنَ
أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
Maka
apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada
mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk
kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksa Kami kepada mereka di waktu
matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98)
{أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ يَخْسِفَ اللَّهُ
بِهِمُ الأرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ * أَوْ
يَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِين * أَوْ يَأْخُذَهُمْ
عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Maka
apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama
mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari,
atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali
mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan
berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhan kalian adalah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 45-47)
*****
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ
إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ}
Maka
tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali
mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Al-A'raf: 5)
Yakni
tiada lain ucapan mereka ketika azab datang menimpa mereka, melainkan pengakuan
mereka terhadap dosa-dosa mereka dan bahwa mereka pantas menerimanya.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
وَكَمْ قَصَمْنَا مِن قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً
Dan
berapa banyaknya (penduduk) negeri-negeri yang
zalim yang telah Kami binasakan. (Al-Anbiya: 11)
sampai
dengan firman-Nya:
خَامِدِين
yang
tidak dapat hidup lagi. (Al-Anbiya:
15)
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terkandung keterangan yang jelas yang
menunjukkan keabsahan riwayat yang diketengahkan dari Rasulullah Saw., yaitu
tentang sabdanya yang mengatakan:
"مَا هَلَكَ قَوْمٌ
حَتَّى يُعْذِروا مِنْ أَنْفُسِهِمْ"
Tidaklah
suatu kaum dibinasakan sebelum mereka mengakui kesalahan diri mereka sendiri.
حَدَّثَنَا بِذَلِكَ
ابْنُ حُمَيْد، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ أَبِي سِنان، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ
مَيْسَرة الزَّرَّادِ قَالَ: قَالَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ [رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا
هَلَكَ قَوْمٌ حَتَّى يُعْذِروا مِنْ أَنْفُسِهِمْ". قَالَ: قُلْتُ لِعَبْدِ
الْمَلِكِ: كَيْفَ يَكُونُ ذَاكَ؟ قَالَ: فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {فَمَا كَانَ
دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا
ظَالِمِينَ}
Hal
tersebut telah diceritakan oleh Ibnu Humaid kepada kami, telah menceritakan
kepada kami Jarir, dari Abu Sinan, dari Abdul Malik ibnu Maisarah Az-Zarrad
yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Tidaklah suatu kaum dibinasakan sebelum mereka mengakui
kesalahan diri mereka sendiri. Abdul Malik melanjutkan kisahnya, bahwa lalu
ia bertanya kepada Ibnu Mas'ud, "Mengapa terjadi demikian?" Ibnu
Mas'ud membacakan firman-Nya: Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu
datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan, "Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang zalim.”(Al-A'raf: 5).
*****
Firman
Allah Swt.:
{فَلَنَسْأَلَنَّ
الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ}
Maka
sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada
mereka. (Al-A'raf: 6), hingga akhir ayat.
Semakna
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ
فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ}
Dan
(ingatlah) hari (di waktu) Allah
menyeru mereka, seraya berkata, "Apakah jawaban kalian kepada para rasul?”
(Al-Qashash: 65)
Dan
firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ
الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ
عَلامُ الْغُيُوبِ}
(Ingatlah),
hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada
mereka), "Apa jawaban kaummu terhadap (seman)mw?” Para rasul
menjawab, "Tidakada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya
Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.”(Al-Maidah: 109)
Kelak
di hari kiamat Allah bertanya kepada semua umat tentang jawaban mereka kepada
para rasul yang membawa risalah-Nya kepada mereka. Allah menanyai pula para
rasul yang ditugaskan kepada mereka tentang penyampaian risalah-Nya. Karena itulah
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat
ini, yaitu firman-Nya: Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang
telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6) Yaitu tentang apa yang telah
disampaikan oleh para rasul.
قَالَ ابْنُ مَرْدُويه:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الكنْدي، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ،
عَنْ لَيْث، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا] قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فالإمام يُسْأل عن الرجل وَالرَّجُلُ يُسْأَلُ عَنْ
أَهْلِهِ وَالْمَرْأَةُ تُسْأَلُ عَنْ بَيْتِ زَوْجِهَا، وَالْعَبْدُ يُسْأَلُ
عَنْ مَالِ سَيِّدِهِ". قَالَ اللَّيْثُ: وَحَدَّثَنِي ابْنُ طَاوُسٍ،
مِثْلَهُ، ثُمَّ قَرَأَ: {فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ
وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Ibnu
Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnul Hasan,
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada
kami Al-Muharibi, dari Lais, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Kalian semua adalah penggembala, dan kalian
semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang gembalaannya. Imam akan ditanya
mengenai orang-orang yang dipimpinnya, seorang lelaki akan ditanya mengenai
keluarganya, seorang wanita akan ditanya mengenai rumah suaminya, dan seorang
budak akan ditanya mengenai harta tuannya. Al-Lais mengatakan, "Ibnu
Tawus pernah menceritakan hal yang semisal kepadaku, kemudian ia membacakan
firman-Nya: 'Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah
diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
rasul-rasul (Kami)' (Al-A'raf: 6)."
Hadis
ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain tanpa tambahan ini.
Ibnu
Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya akan
Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang mereka perbuat), sedangkan (Kami)
mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari
mereka). (Al-A'raf: 7) Kelak di hari kiamat akan diletakkan semua kitab catatan
amal perbuatan, lalu kitab-kitab itu berbicara tentang apa yang telah mereka
kerjakan (selama di dunia).
{وَمَا كُنَّا
غَائِبِينَ}
dan
Kami sekali-kali tidak jauh (dari
mereka). (Al-A'raf: 7)
Yakni
Allah Swt. akan memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya kelak di hari kiamat
tentang apa yang telah mereka katakan dan apa yang telah mereka kerjakan, baik
yang kecil maupun yang besar, yang berat maupun yang ringan; tidak ada yang
terlewat, karena sesungguhnya Allah Swt. Maha Menyaksikan segala sesuatu, tiada
sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya dan tiada sesuatu pun yang
terlupakan oleh-Nya, bahkan Dia mengetahui apa yang tersembunyi di balik
lirikan mata yang khianat dan apa yang tersimpan di dalam kalbu. Allah Swt
telah berfirman:
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ
وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا
يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
Dan
tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula); dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan
bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59)
Al-A'raf,
ayat 8-9
{وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ
الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8)
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا
كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ (9) }
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan
kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan
timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Firman
Allah Swt.:
{وَالْوَزْن}
Timbangan.
(Al-A'raf: 8)
Maksudnya,
timbangan amal perbuatan kelak di hari kiamat.
{الْحَق}
ialah
kebenaran. (Al-A'raf: 8)
Yakni
Allah Swt. tidak menganiaya seorang pun. Ayat ini semakna dengan ayat lain yang
disebutkan melalui firman-Nya:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ
الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ
خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ}
Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikit pun. Danjika (amalan
itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahalanya. Dan
cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47)
{إِنَّ
اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا
وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا}
Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun seberat zarrah; dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa:
40)
{فَأَمَّا
مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ * وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ
مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ * نَارٌ
حَامِيَةٌ}
Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya
maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang
ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka
Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?” (Yaitu) api yang
sangat panas. (Al-Qari'ah: 6-11)
Dan
firman Allah Swt.:
{فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ
بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ * فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ
الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ}
Apabila
sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada
hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101); Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya.
maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barang siapa yang
ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (Al-Mu’minun: 102-103)
Yang
diletakkan pada timbangan amal perbuatan kelak di hari kiamat —menurut suatu
pendapat— adalah amal-amal perbuatan, sekalipun berupa sesuatu yang abstrak,
tetapi Allah Swt. mengubah bentuknya menjadi jasad yang kongkret kelak di hari
kiamat.
Al-Bagawi
mengatakan bahwa hal tersebut telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, seperti yang
disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, bahwa surat Al-Baqarah dan Ali Imran
kelak di hari kiamat datang (dalam bentuk) seakan-akan seperti dua awan, atau
dua naungan, atau dua kumpulan burung-burung yang terbang berbaris.
Termasuk
ke dalam pengertian ini ialah apa yang disebut di dalam hadis sahih lainnya
tentang kisah Al-Qur'an, bahwa Al-Qur'an kelak akan datang kepada pemiliknya
dalam rupa seorang pemuda yang pucat warna (kulit)nya. Maka pemiliknya
bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Aku adalah Al-Qur'an
yang membuatmu tidak dapat tidur di malam harimu dan membuatmu haus di siang
harimu."
Di
dalam hadis Al-Barra mengenai kisah pertanyaan kubur disebutkan:
"فَيَأْتِي
الْمُؤْمِنَ شابٌّ حَسَنُ اللَّوْنِ طَيِّبُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟
فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ"
Maka
orang mukmin didatangi oleh seorang pemuda yang bagus warna kulitnya lagi harum
baunya. Maka orang mukmin itu bertanya, "Siapakah kamu?” Ia menjawab,
"Saya adalah amal salehmu."
Lalu
disebutkan hal yang sebaliknya tentang orang kafir dan orang munafik.
Menurut
pendapat yang lain, yang ditimbang adalah kitab catatan amal perbuatan, seperti
yang disebutkan di dalam hadis tentang bitaqah (kartu) mengenai seorang
lelaki yang dihadapkan, lalu diletakkan baginya pada salah satu sisi timbangan
sebanyak sembilan puluh sembilan catatan amal, setiap catatan amal tebalnya
sejauh mata memandang. Kemudian bitaqah tersebut didatangkan yang di
dalamnya bertuliskan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah". Lalu
lelaki itu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah bitaqah dan semua
catatan ini?" Allah Swt. menjawab, "Sesungguhnya engkau tidak akan
dianiaya." Lalu bitaqah tersebut diletakkan di sisi timbangan yang
lainnya. Rasulullah Saw. bersabda:
فَطاشَت السِّجِلَّاتُ،
وثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ"
Maka
catatan-catatan itu menjadi ringan dan bitaqah itu menjadi berat.
Imam
Turmuzi meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur ini, dan ia menilainya sahih.
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, yang ditimbang itu adalah diri orang yang
bersangkutan. Seperti yang disebutkan di dalam hadis berikut:
"يُؤتَى يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِالرَّجُلِ السَّمِين، فَلَا يَزِن عِنْدَ اللَّهِ جَنَاح
بَعُوضَة" ثُمَّ قَرَأَ: {فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا}
Kelak
di hari kiamat didatangkan seorang lelaki yang gemuk, tetapi di sisi Allah
timbangannya tidaklah seberat sebuah sayap nyamuk kecil pun. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: dan Kami
tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (Al-Kahfi:
105)
Di
dalam manaqib (riwayat hidup) sahabat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda:
"أَتَعْجَبُونَ مِنْ
دِقَّة ساقَيْهِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ
مِنْ أُحُدٍ"
Apakah
kalian merasa aneh dengan kedua betisnya (Ibnu
Mas'ud) yang kecil itu. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, kedua betisnya itu dalam timbangan amal perbuatan jauh lebih
berat daripada Bukit Uhud.
Tetapi
dapat pula digabungkan pengertian dari semua asar tersebut, misalnya semuanya
dinilai benar karena adakalanya yang ditimbang adalah amal perbuatannya,
adakalanya catatan-catatan amalnya, dan adakalanya diri orang yang
bersangkutan.
Al-A'raf,
ayat 10
{وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ
فِي الأرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (10) }
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan
Kami adakan bagi kalian di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kalian bersyukur.
Allah
Swt. berfirman, mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya perihal karunia yang telah
Dia berikan kepada mereka, yaitu Dia telah menjadikan bumi sebagai tempat
tinggal mereka, dan Dia telah menjadikan padanya pasak-pasak (gunung-gunung)
dan sungai-sungai, serta menjadikan padanya tempat-tempat tinggal dan
rumah-rumah buat mereka. Dia memperbolehkan mereka untuk memanfaatkannya, dan
menundukkan awan buat mereka untuk mengeluarkan rezeki mereka dari bumi. Dia
telah menjadikan bagi mereka di bumi itu penghidupan mereka, yakni mata
pencaharian serta berbagai sarananya sehingga mereka dapat berniaga padanya dan
dapat membuat berbagai macam sarana untuk penghidupan mereka. Tetapi kebanyakan
mereka amat sedikit yang mensyukurinya.
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ}
Dan
jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Ibrahim: 34)
Seluruh
ulama qiraat membaca ma'ayisy tanpa memakai hamzah, kecuali Abdur
Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, karena sesungguhnya dia meng-hamzah-kannya. Tetapi
pendapat yang benar ialah yang dianut oleh kebanyakan ulama qiraat, yaitu yang
tidak memakai hamzah. Karena lafaz ma'ayisy adalah bentuk jamak
dari lafaz maisyah, diambil dari kata 'asyayalsyu 'aisyan. Lafaz maisyah
bentuk asalnya adalah mayisyah, karena harakat kasrah pada ya
dinilai berat, maka kasrah dipindahkan ke lain sehingga
jadilah ma’isyah. Tetapi setelah dijamakkan, maka harakat-nya kembali
lagi kepada ya, mengingat sudah tidak ada lagi hambatan bacaan berat;
maka dikatakanlah ma'ayisy, wazan-nya. ialah mafa'il, karena
huruf ya merupakan huruf asal pada lafaz. Lain halnya dengan lafaz madain,
sahajf'dan basair yang merupakan bentuk jamak dari madinah,sahlfah,
dan basirah; juga bentuk jamak dari mudun, suhuf, dan absur,
karena sesungguhnya huruf ya pada lafaz-lafaz tersebut merupakan
huruf zaidah (tambahan). Karena itulah maka ia dijamakkan dengan memakai
wazan fa’ail seraya di-hamzah-kan (memakai hamzah).
Al-A'raf,
ayat 11
{وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ
ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا
إِلا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (11) }
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian
Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam,"
maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang
bersujud.
Melalui
ayat ini Allah Swt. mengingatkan kepada Bani Adam (manusia) tentang kemuliaan
bapak mereka, yaitu Adam. Allah menjelaskan kepada mereka perihal musuh mereka
(yaitu iblis) dan kedengkian yang tersimpan di dalam diri iblis terhadap mereka
dan bapak mereka, supaya mereka bersikap waspada terhadapnya dan jangan mengikuti
jalan iblis. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ
صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ [فَسَجَدُوا] }
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan
kepada para malaikat, "Bersujvdlah kalian kepada Adam," maka mereka
pun bersujud (Al-A'raf: 11)
Makna
ayat ini semisal dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي
خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ [فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ]
}
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan
bersujud.” (Al-Hijr: 28-29)
Demikian
itu karena ketika Allah Swt. menciptakan Adam a.s. dengan tangan kekuasaan-Nya
dari tanah liat, lalu Allah memberinya bentuk manusia yang sempurna dan
meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh (ciptaan)-Nya. Maka Allah
memerintahkan kepada semua malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai
penghormatan kepada keagungan Allah Swt. Semua malaikat mendengar dan menaati
perintah itu kecuali iblis, ia tidak mau bersujud.
Dalam
permulaan tafsir surat Al-Baqarah telah kami terangkan perihal iblis. Apa yang
kami tetapkan di sini merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir yang
mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Adam a.s.
Sufyan
As-Sauri meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Minhal ibnu Amr dan dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah
menciptakan kamu. lalu Kami bentuk tubuhmu. (Al-A'raf: 11) Bahwa mereka
diciptakan di dalam tulang-tulang sulbi kaum laki-laki, lalu mereka dibentuk di
dalam rahim-rahim wanita.
Asar
diriwayatkan oleh Imam Hakim. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan
syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Dinukil
pula dari Ibnu Jarir, dari sebagian ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud
ialah anak cucu Adam a.s.
Ar-Rabi'
ibnu Anas, As-Saddi, Qatadah, dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami bentuk
tubuhmu. (Al-A'raf: 11) Yakni Kami ciptakan Adam, kemudian Kami bentuk anak
cucunya.
Tetapi
pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat sesudahnya disebutkan oleh
firman-Nya: Kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah
kalian kepada Adam.” (Al-A'raf: 11) Maka hal ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah Adam.
Sesungguhnya
hal ini diungkapkan dalam bentuk jamak, mengingat Adam adalah bapak umat
manusia. Sebagaimana firman Allah Swt. yang ditujukan kepada kaum Bani Israil
yang ada di masa Nabi Saw. melalui ayat berikut:
{وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ
وَأَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى}
Dan
Kami naungi kalian dengan awan, dan Kami turunkan kepada kalian manna dan
satwa. (Al-Baqarah: 57)
Makna
yang dimaksud adalah bapak moyang mereka yang hidup di masa Nabi Musa a.s.
Tetapi mengingat hal tersebut merupakan karunia Allah yang telah diberikan
kepada bapak moyang mereka yang merupakan asal mereka, maka seakan-akan hal
tersebut terjadi pada anak-anak mereka. Hal ini berbeda dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ
سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ [ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ] }
Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (Al-Mu’minun: 12)
Makna
yang dimaksud ialah bahwa Adam diciptakan dari saripati tanah, sedangkan anak
cucunya diciptakan dari nutfah (air mani). Pengertian ini dibenarkan,
mengingat makna yang dimaksud dengan insan ialah jenisnya tanpa ada
penentuan.
Al-A'raf,
ayat 12
{قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا
تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (12) }
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?”
Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari
api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."
Ulama
ahli nahwu dalam menganalisis firman-Nya: Apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? (Al-A' raf: 12)
Huruf
la dalam ayat ini adalah zaidah (tambahan). Sedangkan menurut
sebagian dari mereka, huruf la ini ditambahkan untuk mengukuhkan
keingkaran. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan
seorang penyair:
مَا إِنْ رأيتُ وَلَا سمعتُ بِمِثْلِهِ
Sesungguhnya aku tidak pernah melihat
dan tidak pernah pula mendengar semisalnya.
Maka
huruf in dimasukkan sebelum ma nafiyah untuk mengukuhkan makna
nafinya. Mereka mengatakan bahwa demikian pula pengertiannya dalam ayat ini,
yaitu firman-Nya:
{مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ}
Apakah
yang menghalangimu untuk bersujud (Al-A'raf:
12)
Padahal
sebelumnya telah disebutkan melalui firman-Nya:
{لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ}
Dia
tidak termasuk mereka yang bersujud. (Al-A"raf:
11)
yang
mengandung pengertian ketiadaan bersujud.
Kedua
pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan keduanya disanggahnya. Ibnu
Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna mana'aka' mengandung
pengertian kata kerja lain yang bentuk lengkapnya adalah seperti berikut,
"Apakah yang mencegahmu, menindasmu, dan memaksamu untuk tidak bersujud di
saat Aku perintahkan kamu untuk melakukannya," atau pengertian yang
semisal. Pendapat ini cukup baik dan kuat.
Ucapan
iblis yang mengatakan:
{أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ}
Saya
lebih baik daripadanya (Adam).
(Al-A'raf: 12)
Alasan
iblis merupakan sesuatu hal yang lebih besar daripada dosanya, seakan-akan
iblis membangkang —tidak mau taat— karena tidak ada perintah yang menganjurkan
seseorang yang memiliki keutamaan bersujud kepada orang yang lebih rendah
keutamaannya daripada yang diperintah. Seakan-akan iblis la’natullah
mengatakan, "Saya lebih baik daripadanya, maka mengapa Engkau perintahkan
saya untuk bersujud kepadanya?"
Kemudian
iblis mengatakan, dikatakan dirinya lebih baik karena ia diciptakan dari api,
sedangkan api itu lebih baik daripada apa yang diciptakan-Nya dari tanah liat.
Iblis yang laknat dalam alasannya mengacu kepada asal unsur kejadian, tidak
mengacu kepada kemuliaan yang besar yang ada pada diri Adam. Yaitu Allah
menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan ke dalam
tubuhnya roh (ciptaan)-Nya.
Iblis
melakukan analogi yang tidak benar, berlawanan dengan nas firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}
maka
tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud. (Al-Hijr:
29, Shad: 72)
Iblis
memisahkan diri di antara malaikat karena tidak mau bersujud. Karena itulah
maka dia terusir dari rahmat dan putus asa dari rahmat. Iblis la'natultah keliru
dalam analogi dan pengakuannya yang mengatakan bahwa api lebih mulia daripada
tanah.
Padahal
sesungguhnya tabiat tanah liat itu ialah kuat, sabar, tenang, dan kokoh. Tanah
merupakan tempat bagi tetumbuhan, pengembangan, penambahan, dan perbaikan;
sedangkan api mempunyai watak membakar, liar, dan cepat. Karena itulah iblis
berkhianat terhadap unsur kejadian dirinya, sedangkan Adam mendapat manfaat
dari unsur kejadiannya, yaitu selalu ingat kepada Allah, kembali kepada-Nya,
tenang, taat dan berserah diri kepada perintah Allah Swt., mengakui dosa dan
memohon tobat serta ampunan.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"خُلِقَت
الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وخُلقَ إِبْلِيسُ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ
آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ"
Malaikat
diciptakan dari nur (cahaya), dan iblis diciptakan dari
nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah digambarkan kepada
kalian.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ،
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، حدثنا نُعَيم ابن
حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "خَلَقَ اللَّهُ الْمَلَائِكَةَ مِنْ نُورِ الْعَرْشِ، وَخَلَقَ
الْجَانَّ مِنْ [مَارِجٍ مِنْ] نَارٍ، وَخُلِقَ آدم مِمَّا وُصِفَ
لَكُمْ". قُلْتُ لِنُعَيْمِ بْنِ حَمَّادٍ: أَيْنَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ
عَبْدِ الرَّزَّاقِ؟ قَالَ: بِالْيَمَنِ
Ibnu
Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan
kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menciptakan malaikat dari nur Arasy,
dan menciptakan jin dari nyala api, serta menciptakan Adam dari apa yang
digambarkan kepada kalian. Saya (perawi) bertanya kepada Na'im ibnu Hammad,
"Di manakah engkau mendengar hadis ini dari Abdur Razzaq?" Na'im
menjawab, "Di Yaman."
Menurut
lafaz lain dari hadis ini yang tidak sahih disebutkan seperti berikut:
"وَخُلِقَتِ الْحُورُ الْعِينُ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"
Dan
Aku menciptakan bidadari yang bermata jeli dari za'faran.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan
kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari
Ibnu Syauzab, dari Matar Al-Waraq, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia
dari tanah. (Al-A'raf: 12) Bahwa iblis melakukan analogi, dialah yang
mula-mula melakukan analogi (kias). Sanad asar berpredikat sahih.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Malik, telah
menceritakan kepadanya Yahya ibnu Salim At-Taifi, dari Hisyam ibnu Sirin yang
telah mengatakan bahwa iblislah yang mula-mula melakukan kias (analogi), dan
tidak sekali-kali matahari dan rembulan disembah melainkan karena adanya kias
tersebut. Sanad asar ini berpredikat sahih pula.
Al-A'raf,
ayat 13-15
{قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا
فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ
(13) قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (14) قَالَ إِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِينَ (15) }
Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu
tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya
kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis menjawab, "Beri tangguhlah
saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” Allah berfirman, "Sesungguhnya
kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."
Allah
Swt. berfirman, ditujukan kepada iblis mengenai takdir yang harus di jalani
iblis:
{فَاهْبِطْ مِنْهَا}
Turunlah
kamu dari surga itu! (Al-A'raf: 13)
Yakni
karena kedurhakaanmu terhadap perintah-Ku dan pembangkanganmu yang menyimpang
dari jalan ketaatan kepada-Ku. Tidak layak bagimu bersikap sombong di
dalam surga.
Kebanyakan
ulama tafsir mengatakan bahwa damir yang ada kembali merujuk kepada jannah
(surga). Tetapi dapat pula ditakwilkan merujuk kepada kedudukan tempat
iblis berada saat itu di kerajaan langit yang tertinggi.
{فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ}
maka
keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina. (Al-A'raf: 13)
Artinya,
dalam keadaan hina dina lagi direndahkan, sebagai perlakuan kebalikan dari apa
yang diyakini iblis, dan sebagai pembalasan dari pengakuannya, yaitu dengan
menimpakan kebalikannya. Maka saat itu iblis yang laknat menyadari dirinya
dimurkai Tuhan, lalu ia meminta masa tangguh sampai hari kiamat, melalui
perkataannya:
{أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ قَالَ
إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِين}
Beri
tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan. Allah berfirman,
"Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.”(Al-A'raf: 14-15)
Allah
mengabulkan permintaan iblis karena di dalamnya terkandung hikmah, keinginan,
dan kehendak Allah yang tidak dapat ditentang, tidak dapat dicegah, serta tidak
ada akibat bagi keputusan hukum-Nya, dan Dia Mahacepat perhitungan-Nya.
Al-A'raf,
ayat 16-17
{قَالَ فَبِمَا
أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ
لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ
وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17) }
Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat,
saya benar-benar akan (menghalang-halangi)
mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka
dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka Dan Engkau tidak
akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)."
Allah
Swt. menceritakan bahwa setelah Dia memberikan masa tangguh kepada iblis sampai
hari mereka dibangkitkan, dan setelah iblis terikat dengan janji itu, maka
mulailah ia bersikap ingkar dan melampiaskan dendamnya. Untuk itu ia berkata:
{فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ
صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ}
Karena
Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.
(Al-A'raf: 16)
Yakni
sebagaimana Engkau telah menyesatkan aku. Menurut Ibnu Abbas, sebagaimana
Engkau telah menghukumi saya tersesat. Sedangkan menurut lainnya, sebagaimana
Engkau telah binasakan saya, maka sesungguhnya saya benar-benar akan
menghalang-halangi hamba-hamba-Mu yang Engkau ciptakan dari keturunan orang ini
(Adam) yang menjadi penyebab Engkau jauhkan diriku dari rahmat-Mu, agar mereka
tidak menempuh jalan-Mu yang lurus, yaitu jalan yang hak dan jalan keselamatan.
Sesungguhnya saya benar-benar akan menyesatkan mereka dari jalan tersebut agar
mereka tidak menyembah-Mu dan tidak pula mentauhidkan-Mu, karena Engkau telah
memutuskan kesesatan terhadap diriku.
Sebagian
ulama nahwu mengatakan bahwa huruf ba dalam ayat ini mengandung makna
sumpah. Jadi, seakan-akan iblis mengatakan, "Maka demi kesesatan yang
telah Engkau putuskan terhadap diriku, maka aku benar-benar akan
menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus."
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: jalan Engkau yang lurus. (Al-A'raf:
16) Yaitu jalan yang hak. Muhammad ibnu Suqah meriwayatkan dari Aun, dari
Abdullah, bahwa makna yang dimaksud ialah jalan ke Mekah.
Ibnu
Jarir mengatakan, yang benar pengertian siratal mustaqim lebih umum
daripada semuanya.
Menurut
kami (dikatakan lebih umum) karena ada sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam
Ahmad.
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ
الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَقِيل-يَعْنِي الثَّقَفِيَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عَقِيلٍ -حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ الْمُسَيَّبِ، أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ أَبِي
الجَعْد عَنْ سَبْرَة بْنِ أَبِي فَاكِه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ لِابْنِ آدَمَ
بِطُرُقِهِ، فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ: أَتُسْلِمُ وَتَذَرُ
دِينَكَ وَدِينَ آبَائِكَ؟ ". قَالَ: "فَعَصَاهُ وَأَسْلَمَ".
قَالَ: "وَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْهِجْرَةِ فَقَالَ: أَتُهَاجِرُ
وَتَدَعُ أَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ، وَإِنَّمَا مَثَلُ الْمُهَاجِرِ كَالْفَرَسِ
فِي الطّوَل؟ فَعَصَاهُ وَهَاجَرَ، ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْجِهَادِ،
وَهُوَ جِهَادُ النَّفْسِ وَالْمَالِ، فَقَالَ: تُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ، فَتُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ وَيُقَسَّمُ الْمَالُ؟ ". قَالَ: "فَعَصَاهُ،
فَجَاهَدَ". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَمَاتَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ قُتِلَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ،
أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَإِنْ غَرِقَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ وَقَصته دَابَّةٌ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ
يَدْخُلَهُ الْجَنَّةَ"
Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan
kepada kami Abu Uqail (yakni As-Saqafi, yaitu Abdullah ibnuUqail), telah
menceritakan kepada kami Musa ibnul Musayyab, telah menceritakan kepadaku Salim
ibnu Abul Ja'd, dari Sirah ibnu Abul Fakih yang mengatakan bahwa ia telah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya setan selalu duduk
menghalangi jalan anak Adam. maka setan menghalang-halangi jalan Islamnya, lalu
berkata kepadanya, "Apakah engkau mau masuk Islam dan meninggalkan
agamamu, yaitu agama nenek moyangmu?" Tetapi ia tidak menuruti kata setan
dan tetap masuk Islam. Lalu setan menghalang-halangi jalan hijrahnya dan
mengatakan kepadanya, "Apakah engkau hijrah dan rela meninggalkan tanah
airmu sendiri? Sesungguhnya perumpamaan orang yang berhijrah sama dengan orang
yang menempuh jalan ke negeri Persia jauhnya.” Tetapi ia mendurhakai setan dan
tetap berhijrah. Kemudian setan menghalang-halangi jalan jihadnya, yaitu jihad
dengan jiwa dan harta benda, lalu berkata setan, "Engkau mau berperang,
pada akhirnya engkau terbunuh, istrimu akan dikawini orang dan hartamu
dibagi-bagikan.” Tetapi ia tidak menuruti kata setan dan tetap berjihad. Rasulullah
Saw. bersabda: Barang siapa yang berbuat demikian di antara mereka, lalu ia
meninggal dunia, maka pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Dan jika
ia terbunuh (gugur), pasti Allah akan memasukkannya ke surga. Dan jika
ia tenggelam, maka pasti Allah akan memasukkannya ke surga. Dan jika ia
tertendang oleh unta kendaraannya (hingga mati), maka pasti Allah akan
memasukkannya ke dalam surga.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ
أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ}
kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka. (Al-A'raf: 17), hingga akhir ayat.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka mereka. (Al-A'raf:
17) Artinya, saya akan meragukan mereka terhadap urusan akhirat mereka. dan
dari belakang mereka. (Al-A'raf: 17) Yaitu saya akan membuat mereka
menyukai duniawi mereka. dan dari kanan mereka. (Al-A'raf: 17)
Maksudnya, saya akan mengaburkan mereka terhadap urusan agama mereka. dan
dari kiri mereka. (Al-A'raf: 17) Yakni saya akan membuat mereka tergiur
kepada kemaksiatan.
Ibnu
Abu Talhah —dalam riwayat Al-Aufi, yang kedua-duanya dari Ibnu Abbas—
menyebutkan bahwa dari muka mereka artinya dari arah dunia mereka. Dari
belakang mereka artinya urusan akhirat mereka, dari kanan mereka artinya dari
arah kebaikan-kebaikan mereka, dan dari kiri mereka artinya dari arah
kejahatan-kejahatan mereka.
Sa'id
ibnu Abu Arubah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa setan datang dari arah depan
mereka, lalu memberitahukan kepada mereka bahwa tidak ada hari berbangkit,
tidak ada surga, dan tidak ada neraka. Setan datang dari arah belakang mereka,
yakni dari urusan duniawi mereka, lalu setan menghiasinya dengan hiasan yang
indah dan menganjurkan mereka untuk memakainya. Setan datang dari kanan mereka,
yakni dari arah kebaikan-kebaikan mereka, lalu setan menghalang-halangi mereka
dari kebaikan-kebaikan itu. Setan datang dari arah kiri mereka, lalu ia
menghiasi kejahatan dan kemaksiatan hingga menjadi tampak indah, kemudian
menyeru mereka untuk mengerjakannya dan memerintahkan mereka untuk
melakukannya. Hai anak Adam, setan mendatangimu dari semua penjuru, hanya saja
setan tidak dapat mendatangimu dari arah atasmu; dia tidak mampu
menghalang-halangi antara kamu dan rahmat Allah Swt.
Hal
yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hakam ibnu Uyaynah, As-Saddi,
dan Ibnu Juraij dalam riwayat yang bersumberkan dari mereka. Hanya saja mereka
mengatakan, "Dan dari arah depan berupa perkara duniawi, dari arah
belakang berupa perkara akhirat.'
Mujahid
mengatakan, "Dari depan dan dari kanan mereka tanpa kelihatan oleh mereka,
serta dari arah belakang dan dari arah kiri mereka tanpa kelihatan oleh
mereka."
Ibnu
Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah semua
jalan kebaikan dan jalan kejahatan. Dengan kata lain, jika jalan kebaikan, maka
setan selalu menghalang-halangi mereka untuk sampai kepadanya; jika jalan
kejahatan, maka setan selalu menghiaskannya di mata mereka.
Al-Hakam
ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. (Al-A'raf: 17) Iblis
tidak berani mengatakan dari atas mereka, karena rahmat Allah diturunkan kepada
mereka dari atas mereka.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. (Al-A'raf:
17) Yang dimaksud dengan syakirin ialah orang-orang yang mengesakan
Allah. Ucapan iblis ini hanya semata-mata berlandaskan dugaan dan ilusinya
sendiri. Tetapi apa yang diduga oleh iblis itu memang sesuai dengan
kenyataannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ
ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوهُ إِلا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ * وَمَا كَانَ لَهُ
عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالآخِرَةِ مِمَّنْ
هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيظٌ}
Dan
sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap
mereka, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman.
Dan tidak adalah kekuasaan iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami
dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa
yang ragu tentang itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu. (Saba': 20-21)
Karena
itulah di dalam hadis disebutkan tentang memohon perlindungan kepada Allah dari
pengaruh setan yang mendatangi manusia dari segala penjurunya. Antara lain
seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab
musnadnya:
حَدَّثَنَا نَصْر بْنُ
عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُجَمِّع، عَنْ يُونُسَ بْنِ خَبَّاب، عَنِ
ابْنِ جُبَيْر بْنِ مُطْعِم -يَعْنِي نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ -عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
-وَحَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ -يَعْنِي السِّجِسْتَانِيَّ -حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ، عَنِ يُونُسَ بْنِ خَبَّابٍ -عَنِ ابْنِ جُبَيْرِ
بْنِ مُطْعِمٍ -عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ
وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ، وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ
عَوْرَتي، وَآمِنْ رَوْعَتِي وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدِي وَمِنْ خَلْفِي،
وَعَنْ يَمِينِي وعن شمالي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِكَ اللَّهُمَّ أَنْ
أُغْتَال مِنْ تَحْتِي"
Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada
kami Amr ibnu Majma", dari Yunus ibnu Khabbab, dari Ibnu Jubair ibnu
Mut'im (yakni Nafi' ibnu Jubair), dari Ibnu Abbas. Telah menceritakan kepada
kami Umar ibnul Khattab As-Sijistani, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah
ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr, dari Zaid ibnu
Abu Anisah, dari Yunus ibnu Khabbab, dari Ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. acapkali membaca doa berikut,
yaitu: Ya Allah, saya memohon pemaafan dan keselamatan dalam urusan agama,
dunia, keluarga, dan harta benda saya. Ya Allah, tutupilah aurat saya dan
amankanlah rasa takut saya, dan peliharalah saya dari arah muka, belakang,
kanan, kiri, dan dari arah atas saya. Dan saya berlindung kepada Engkau, wahai
Allah, janganlah saya diculik (diazab) dari arah bawah saya.
Hadis
diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Bazzar, dan ia menilainya sebagai
hadis hasan.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا عُبَادَةُ بْنُ مُسْلِمٍ الْفَزَارِيُّ،
حَدَّثَنِي جُبَير بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ ابن جُبَيْرِ بْنِ
مُطْعِمٍ، سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: لَمْ يَكُنْ رَسُولُ
اللَّهِ يَدْعُ هَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي:
"اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ
وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوَرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعاتي، اللَّهُمَّ
احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي وعن شمالي، ومن
فَوْقِي، وأعوذ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي". قَالَ وَكِيعٌ:
يَعْنِي الْخَسْفَ.
Imam
Ahmad mengatakan, tetah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan
kepada kami Ubadah ibnu Muslim At-Fazzari, telah menceritakan kepadaku Jarir
ibnu Abu Sulaiman ibnu Jubair ibnu Mufim; ia pernah mendengar Abdullah ibnu
Umar berkata bahwa tiada doa yang selalu dibaca oleh Rasulullah Saw. di waktu
pagi dan petangnya, melainkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya saya
memohon kepada Engkau keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah,
sesungguhnya saya memohon kepada Engkau pemaafan dan keselamatan dalam agama,
dunia, keluarga, dan harta benda saya. Ya Allah, tutupilah aurat-aurat saya dan
amankanlah rasa takut saya. Ya Allah, peliharalah saya dari arah depan, dari
arah belakang, dari arah kanan, dari arah kiri, dan dari arah atas saya. Dan
saya berlindung kepada Kebesaran-Mu, agar saya tidak diculik dari arah bawah
saya.
Waki'
mengatakan bahwa min tahti (dari arah bawahku) maksudnya ialah ditelan
oleh bumi.
Imam
Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim
meriwayatkannya melalui hadis Ubadah ibnu Muslim dengan lafaz yang sama. Imam
Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.
Al-A'raf,
ayaf 18
{قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا
مَذْءُومًا مَدْحُورًا لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ
أَجْمَعِينَ (18) }
Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang
terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti
kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kalian
semuanya."
Allah
Swt. mengukuhkan pengusiran iblis dari golongan makhluk yang tertinggi dan
menjauhkannya dari rahmat-Nya. Hal ini diungkapkan Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَدْحُورًا}
Keluarlah
kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. (Al-A'raf: 18)
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa makna "المذؤوُم"artinya
tercela, diambil dari akar kata الذَّأْمُ yang artinya cela atau aib.
Dikatakan ذَأَمَهُ (dia mencelanya), subyeknya disebut مَذْءُومٌ
(orang yang tercela). Adakalanya
mereka tidak memakai hamzah, lalu menyebutnya menjadi ذمْته أَذِيمُهُ ذَيْمًا وذَاما
(saya mencelanya dengan celaan yang
sebenar-benarnya). Kata الذَّامُّ dan الذَّيْمُ mengandung makna yang lebih keras dalam celaan daripada
memakai kata الذَّمِّ yang juga bermakna mencela.
Ibnu
Jarir mengatakan pula bahwa الْمَدْحُورُ artinya terjauhkan, yakni terusir
dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ia tidak mengenal lafaz الْمَذْءُومَ dan الْمَذْمُومَ kecuali dalam bentuk tunggal.
Sufyan
As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq At-Tamimi, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang yang
terhina lagi terusir. (Al-A'raf: 18) Madhuran artinya dalam keadaan
dimurkai.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah
dalam keadaan terhina lagi dimurkai.
Menurut
as-Saddi, maknanya ialah dalam keadaan dimurkai lagi terusir.
Menurut
Qatadah ialah dalam keadaan terkutuk lagi dimurkai.
Menurut
Mujahid ialah dalam keadaan terbuang lagi terusir (dari rahmat Allah).
Menurut
Ar-Rabi’ ibnu Anas. makna مذؤوما ialah terbuang, dan الْمَدْحُورُ ialah terhina.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لأمْلأنَّ
جَهَنَّمَ مِنْكُمْ أَجْمَعِينَ}
Sesungguhnya
barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi
neraka Jahannam dengan kamu semuanya. (Al-A'raf:
18)
Semakna
dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ
فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا * وَاسْتَفْزِزْ مَنِ
اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ
وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ
الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا * إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ
وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا}
Tuhan
berfirman, "Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu,
maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu
pembalasan yang cukup. Dan godalah (bujuklah)
siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah
terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan
berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan berijanjilah mereka.
Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka, melainkan tipuan
belaka. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan
cukuplah Tuhanmu sebagai Penjaga.” (Al-Isra: 63-65)
Al-A'raf,
ayat 19-21
{وَيَا آدَمُ اسْكُنْ
أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ
الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (19) فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ
لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا
نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ
أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ (20) وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ
النَّاصِحِينَ (21) }
(Dan Allah berfirman'), "Hai Adam, bertempat tinggallah
kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di
mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu
menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.” Maka setan membisikkan
pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang
tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak
melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)." Dan
dia (setan) bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya saya termasuk
orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.”
Allah
Swt. menceritakan bahwa Dia membolehkan Adam a.s. dan Hawa (istrinya) bertempat
tinggal di surga dan memakan semua buah-buahan yang ada padanya, kecuali suatu
pohon. Hal ini telah diterangkan di dalam surat Al-Baqarah.
Maka
saat itulah timbul rasa dengki dalam hati setan, lalu setan berupaya
melancarkan makar dan tipuan serta bisikannya, yang tujuannya untuk mencabut
nikmat dan pakaian yang indah-indah dari keduanya.
وَقَالَ
Dan
setan berkata. (Al-A'raf: 20)
Yakni
secara dusta dan buat-buatan.
مَا
نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ
Tuhan
kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua
tidak menjadi malaikat. (Al-A'raf:
20)
Yaitu
agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau kekal di dalam surga. Seandainya
kamu berdua mau memakannya, niscaya akan kamu peroleh hal tersebut. Makna yang
terkandung dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى
شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى}
Setan
berkata, "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan
kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha:
120)
Yakni
agar kamu berdua tidak menjadi dua malaikat.
Pengertian
تَكُونَا ini sama dengan bentuk lain yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا}
Allah
menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya
kalian tidak sesat. (An-Nisa: 176)
Maksudnya,
agar kalian tidak menjadi sesat. Sama pula dengan pengertian yang ada dalam
ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَأَلْقَى فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ
تَمِيدَ بِكُمْ}
Dan
Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak berguncang bersama
kalian. (An-Nahl: 15)
Yakni
agar bumi tidak berguncang menggoyahkan kalian.
Ibnu
Abbas dan Yahya ibnu Abu Kasir membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
{إِلا أَنْ تَكُونَا
مَلِكَيْنِ}
melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi raja. (Al-A'raf:
20)
Yaitu
dengan mengkasrahkan huruf lam dari lafaz malakaini, hingga
bacaannya menjadi malikaini. Tetapi jumhur ulama membacanya dengan fathah,
yaitu malakaini.
*******************
{وَقَاسَمَهُمَا}
Dan
setan bersumpah kepada keduanya. (Al-A'raf:
21)
Maksudnya,
setan mengemukakan sumpahnya dengan menyebut nama Allah kepada Adam dan Hawa.
{إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ}
Sesungguhnya
saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua. (Al-A'raf: 21)
Yakni
sesungguhnya saya telah ada di sini sebelum kamu berdua ada, dan saya lebih
mengetahui tentang tempat ini. Kata qasamahuma termasuk ke dalam Bab "Mufa'alah",
tetapi makna yang dimaksud ialah salah satu pihak (bukan kedua belah
pihak). Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Khalid ibnu Zuhair
(sepupu Abu Zuaib) dalam salah satu bait syairnya:
وقاسَمَها بِاللَّهِ
جَهْدا لأنتمُ ... أَلَذُّ مِنَ السَّلْوَى إِذْ مَا نُشُورُهَا
Dia bersumpah kepada mereka dengan nama
Allah sumpah yang sesungguhnya, bahwasanya (berteman dengan) kalian benar-benar
lebih enak daripada lezatnya madu di saat penunaiannya.
Iblis
bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan menyebut nama Allah mengenai hal
tersebut, hingga iblis berhasil memperdaya keduanya. Memang adakalanya seorang
mukmin tertipu karena nama Allah disebutkan.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna ayat, bahwa iblis bersumpah dengan menyebut
nama Allah, "Sesungguhnya saya diciptakan sebelum kamu berdua, saya lebih
mengetahui daripada kamu berdua. Maka ikutilah saya, niscaya saya memberimu
petunjuk." Seorang ahlul 'ilmi mengatakan, "Barang siapa yang
menipu kita dengan menyebut nama Allah, maka kita akan teperdaya olehnya."
Al-A'raf,
ayat 22-23
{فَدَلاهُمَا بِغُرُورٍ
فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ
عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا
عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ
مُبِينٌ (22) قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (23) }
Maka setan membujuk keduanya (untuk merasakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
telah merasai buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka
menyeru mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu
itu dan Aku katakan kepadamu, 'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu berdua'?” Keduanya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
Sa'id
ibnu Abu Arubah meriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b
r.a. yang mengatakan bahwa Adam adalah seorang lelaki yang sangat tinggi
—seakan-akan tingginya itu seperti pohon kurma yang tertinggi— dan rambutnya
lebat. Ketika ia melakukan kesalahan tersebut, pada saat itu juga auratnya
kelihatan (menjadi telanjang), padahal sebelum itu Adam belum pernah melihat
auratnya sendiri. Maka ia lari ke dalam kebun surga dan salah satu pohon surga
bergantung pada kepalanya. Maka Adam berkata kepada pohon itu,
"Lepaskanlah saya." Tetapi pohon itu berkata, "Sesungguhnya saya
tidak akan melepaskanmu." Kemudian Tuhan menyerunya, "Hai Adam,
apakah engkau lari dari-Ku?" Adam menjawab, "Wahai Tuhanku,
sesungguhnya aku merasa malu kepada Engkau."
Ibnu
Jarir dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Al-Hasan,
dari Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi Saw. secara marfu', tetapi secara mauquf
lebih sahih sanadnya.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah dan Ibnul
Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Imarah, dari Al-Minhal
ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pohon
yang Allah melarang Adam dan istrinya memakannya ialah pohon gandum. Setelah
keduanya memakan buah pohon itu, maka dengan serta-merta kelihatanlah aurat
keduanya. Tersebutlah bahwa yang digunakan oleh keduanya untuk menutupi aurat
adalah kukunya masing-masing. Lalu keduanya segera memetik dedaunan surga
(yaitu daun pohon tin) dan menambalsulamkan satu sama lainnya untuk dijadikan
penutup aurat keduanya. Kemudian Adam a.s. berlari ke dalam kebun surga, dan
bergantunglah pada kepalanya suatu jenis pohon surga. Maka Allah memanggilnya,
"Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku?" Adam menjawab, "Tidak,
tetapi saya malu kepada Engkau, wahai Tuhanku." Allah berfirman, "Bukankah
segala sesuatu yang Aku anugerahkan dan Aku perbolehkan untukmu dari
buah-buahan surga tidak cukup sehingga engkau berani memakan apa yang Aku
haramkan kepadamu?" Adam menjawab, "Tidak, wahai Tuhanku. Tetapi demi
keagungan-Mu, saya tidak menduga bahwa ada seseorang yang berani bersumpah
dengan menyebut nama Engkau secara dusta." Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal
tersebut adalah apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan setan bersumpah
kepada keduanya, "Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat
kepada kamu berdua.” (Al-A'raf:21); Allah berfirman, "Demi
Keagungan-Ku, Aku benar-benar akan menurunkan kamu ke bumi, kemudian kamu
tidak dapat memperoleh penghidupan kecuali dengan cara demikian." Ibnu
Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Adam lalu diturunkan dari surga, padahal
sebelum itu keduanya memakan buah surga dengan berlimpah ruah dan tanpa susah
payah. Kemudian ia diturunkan ke tempat (dunia) yang makanan dan minumannya
tidak berlimpah, tetapi harus dengan susah payah. Maka mulailah Adam belajar
membuat alat besi, dan diperintahkan untuk membajak, lalu Adam membajak dan
menanam tanaman serta mengairinya. Ketika telah tiba masa panen, maka ia
menuainya dan memilih biji-bijiannya serta menggilingnya menjadi tepung, lalu
membuat adonan roti darinya, setelah itu baru ia memakannya. Tetapi Adam tidak
dapat melakukan itu kecuali setelah Allah mengizinkannya.
As-Sauri
meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mulailah
keduanya menutupi (aurat)nya dengan daun-daun surga. (Al-A'raf: 22)
Bahwa daun-daunan surga itu adalah daun pohon tin.
Mujahid
mengatakan bahwa keduanya mulai memetik daun-daunan surga, lalu
menambalsulamnya sehingga menjadi pakaian.
Wahb
ibnu Munabbih mengatakan sehubungan dengan kalimat yang mengatakan bahwa
pakaian Adam dan Hawa dilucuti. Pakaian Adam dan Hawa yang menutupi aurat
keduanya adalah nur, sehingga Adam tidak dapat melihat aurat Hawa. Begitu pula
sebaliknya, Hawa tidak dapat melihat aurat Adam. Tetapi ketika keduanya memakan
buah terlarang itu, maka kelihatanlah aurat masing-masing oleh keduanya.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai
kepada Ibnu Abbas.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang
menceritakan bahwa Adam berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika saya
bertobat dan memohon ampun kepada Engkau?" Allah berfirman, "Kalau
demikian, niscaya Aku masukkan kamu ke dalam surga." Tetapi iblis tidak
meminta tobat, hanya meminta masa tangguh. Maka masing-masing pihak diberi oleh
Allah Swt. apa yang diminta masing-masing.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan
kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, dari Sufyan
ibnu Husain, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa setelah Adam memakan buah pohon terlarang itu, maka
dikatakan kepadanya, "Mengapa engkau memakan buah pohon yang telah Aku
larang engkau memakannya?" Adam menjawab, "Hawalah yang
menganjurkannya kepadaku." Allah berfirman, "Maka sekarang Aku akan
menghukumnya, bahwa tidak sekali-kali ia hamil melainkan dengan susah payah,
dan tidak sekali-kali ia melahirkan anak melainkan dengan susah payah."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga Hawa merintih. Maka
dikatakan kepadanya, "Engkau dan anakmu akan merintih."
Ad-Dahhak
ibnu Muzahim mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi. (Al-A’raf:
23)
Inilah
kalimat-kalimat (doa-doa) yang diterima oleh Adam dari Tuhannya, yakni yang
diajarkan oleh Allah Swt. kepada Adam (dalam tobatnya).
Al-A'raf,
ayat 24-25
{قَالَ اهْبِطُوا
بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى
حِينٍ (24) قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ
(25) }
Allah berfirman, "Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu
menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan
kesenangan (tempat mencari
kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan." Allah
berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari
bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.”
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud dengan kata perintah pada firman-Nya:
{اهْبِطُوا}
Turunlah
kamu sekalian. (Al-A'raf: 24)
ditujukan
kepada Adam, Hawa, iblis, dan ular. Tetapi di antara mereka ada yang tidak
menyebutkan ular. Pada garis besarnya permusuhan yang ada terjadi antara Adam
dan iblis. Karena itulah dalam surat Thaha disebutkan melalui firman-Nya:
{اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا}
Turunlah
kamu berdua dari surga bersama-sama. (Thaha:
123), hingga akhir ayat.
Hawa
mengikut kepada Adam. Sedangkan ular, jika kisahnya benar, maka mengikut kepada
iblis.
Ulama
tafsir menyebutkan nama-nama tempat yang masing-masing pihak dari mereka
diturunkan di dunia ini. Tetapi sumber berita mengenai hal ini berasal dari
kisah Israiliyat, hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya.
Sekiranya penyebutan tempat-tempat itu secara tertentu mengandung faedah dan
manfaat bagi orang-orang mukallaf dalam urusan agama dan urusan dunia mereka,
niscaya Allah akan menuturkan kisahnya di dalam Kitab-Nya atau melalui
Rasul-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ
إِلَى حِينٍ}
Dan
kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan di muka bumi sampai waktu yang
ditentukan. (Al-A'raf: 24)
Yakni
tempat tinggal dan usia yang telah ditetapkan sampai masa yang ditentukan
berdasarkan apa yang telah dicatat oleh Qalam, ditetapkan oleh takdir, serta
digariskan di dalam Lauh Mahfuz.
Ibnu
Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mustaqarrun"
bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan.
Diriwayatkan
pula dari Ibnu Abbas bahwa makna mustaqarrun ialah tempat tinggal di
muka bumi dan di bawahnya. Kedua-duanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا
تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ}
Allah
berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari
bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (Al-A'raf:
25)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى}
Dari
bumi (tanah) itulah Kami menjadikan
kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya Kami akan
mengeluarkan kalian pada kesempatan yang lain. (Thaha: 55)
Allah
Swt. memberitahukan bahwa Dia menjadikan bumi sebagai tempat tinggal untuk Bani
Adam selama kehidupan dunianya; di dunia ini mereka hidup, dan di dunia ini
mereka mati dan tempat kuburan mereka, dan dari dunia ini pula mereka
dibangkitkan kelak di hari kiamat. Yaitu hari Allah menghimpun semua makhluk
dari yang pertama hingga yang terakhir, kemudian Dia memberikan balasan kepada
masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya.
Al-A'raf,
ayat 26
{يَا بَنِي آدَمَ قَدْ
أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ
التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
(26) }
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian
pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Allah
Swt. menyebutkan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya,
antara lain Dia telah menjadikan untuk mereka pakaian dan perhiasan. Pakaian
untuk menutupi aurat, sedangkan perhiasan untuk memperindah penampilan
lahiriah. Pakaian termasuk kebutuhan pokok, sedangkan perhiasan termasuk
keperluan sampingan.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa ar-riyasy menurut istilah bahasa Arab ialah
perabotan rumah tangga dan aksesori pakaian.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan Imam Bukhari meriwayatkan
pula darinya, bahwa ar-riyasy ialah harta benda.
Hal
yang sama dikatakan oleh Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-risy artinya pakaian, sedangkan al-disy
artinya kemewahan.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ar-riyasy artinya
kecantikan.
وَقَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا أصْبَغُ، عَنْ أَبِي
الْعَلَاءِ الشَّامِيِّ قَالَ: لَبِسَ أَبُو أُمَامَةَ ثَوْبًا جَدِيدًا، فَلَمَّا
بَلَغَ تَرْقُوَتَه قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ
عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِي حَيَاتِي. ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَنِ اسْتَجَدَّ ثَوْبًا فَلَبِسَهُ فَقَالَ حِينَ يَبْلُغُ تَرْقُوَتَهُ:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأَتَجَمَّلُ
بِهِ فِي حَيَاتِي ثُمَّ عَمَدَ إِلَى الثَّوْبِ الَّذِي خَلُقَ أَوْ: أَلْقَى
فَتَصَدَّقَ بِهِ، كَانَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ، وَفِي جِوَارِ اللَّهِ، وَفِي
كَنَفِ اللَّهِ حَيًّا وَمَيِّتًا، [حَيًّا وَمَيِّتًا، حَيًّا وَمَيِّتًا] "
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah
menceritakan kepada kami Asbag, dari Abul Ala Asy-Syami yang menceritakan bahwa
Abu Umamah memakai pakaian baru, ketika pakaiannya sampai pada tenggorokannya,
ia mengucapkan doa berikut: Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya
pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup
saya. Kemudian Abu Umamah mengatakan, ia pernah mendengar Umar ibnul
Khattab bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa memakai pakaian baru dan di saat memakainya hingga sampai pada
tenggorokannya ia mengucapkan doa berikut, "Segala puji bagi Allah yang
telah memberi saya pakaian untuk menutupi aurat saya dan untuk memperindah
penampilan dalam hidup saya," kemudian ia menuju ke pakaian bekasnya dan
menyedekahkannya, maka ia berada di dalam jaminan Allah dan berada di sisi
Allah serta berada di dalam pemeliharaan Allah selama hidup dan mati(nya).
Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui riwayat Yazid ibnu Harun,
dari Asbag (yaitu Ibnu Zaid Al-Juhani) yang dinilai siqah oleh Yahya
ibnu Mu'indan lain-lainnya. Gurunya bernama Abul Ala Asy-Syami, ia tidak
dikenal melainkan hanya melalui hadis ini, tetapi hadis ini tidak ada seorang
pun yang mengetengahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُخْتَارُ بْنُ
نَافِعٍ التَّمَّارُ، عَنْ أَبِي مَطَرٍ؛ أَنَّهُ رَأَى عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، أَتَى غُلَامًا حَدَثًا، فَاشْتَرَى مِنْهُ قَمِيصًا بِثَلَاثَةِ
دَرَاهِمَ، وَلَبِسَهُ إِلَى مَا بَيْنَ الرُّسْغَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ،
يَقُولُ وَلَبِسَهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا
أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي. فَقِيلَ: هَذَا شَيْءٌ
تَرْوِيهِ عَنْ نَفْسِكَ أَوْ عَنْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ؟ قَالَ: هَذَا شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عِنْدَ الْكِسْوَةِ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
رَزَقَنِي مِنَ الرِّيَاشِ مَا أَتَجَمَّلُ بِهِ فِي النَّاسِ، وَأُوَارِي بِهِ
عَوْرَتِي "
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid,
telah menceritakan kepada kami Mukhtar ibnu Nafi’, dari Abu Matar, bahwa ia
melihat Ali r.a. mendatangi seorang penjual kain, kemudian ia membeli sebuah
baju gamis darinya dengan harga tiga dirham. Lalu ia memakainya di antara
persendian tangan dan kedua mata kakinya. Ketika memakainya, ia mengucapkan doa
berikut: Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rezeki pakaian
kepadaku untuk memperindah penampilanku di kalangan manusia dan untuk menutupi
auratku. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah doa ini darimu sendiri,
ataukah engkau riwayatkan dari Nabi Saw.?" Ali r.a. menjawab bahwa doa itu
ia dengar dari Rasulullah Saw. yang membacakannya di saat memakai jubah, yaitu:
Segala puji bagi Allah yang telah memberiku rezeki berupa perhiasan untuk
memperindah penampilan diriku di kalangan orang-orang lain dan untuk menutupi
auratku.
Hadis
riwayat Imam Ahmad.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ}
Dan
pakaian takwa itulah yang lebih baik. (Al-A'raf:
26)
Sebagian
ulama membacanya libasat taqwa dengan harakat nasab, sedangkan
sebagian yang lain membacanya rafa' sebagai mubtada, dan zalika
khair berkedudukan menjadi khabar-nya. Ulama tafsir berbeda pendapat
mengenai maknanya.
Ikrimah
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan libasut taqwa ialah pakaian yang
dikenakan oleh orang-orang yang bertakwa kelak di hari kiamat. Demikian menurut
riwayat Ibnu Abu Hatim.
Zaid
ibnu Ali, As-Saddi, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa libasut taqwa ialah
iman. Sedangkan menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, libasut taqwa ialah
amal saleh.
Ad-Dayyal
ibnu Amr meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah pertanda
baik yang ada pada wajah. Disebutkan dari Urwah ibnuz Zubair bahwa libasut
taqwa ialah takut kepada Allah.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa libasut taqwa ialah
bertakwa kepada Allah; dengan pakaian itu seseorang menutupi auratnya,
demikianlah pengertian libasut taqwa.
Pengertian
semua pendapat tersebut mirip. Hal ini diperkuat dengan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir; ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَجَّاجِ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ،
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَرْقَمَ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ
عَفَّانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَلَى مِنْبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَمِيصٌ قُوهي مَحْلُولُ الزِّرِّ، وَسَمِعْتُهُ
يَأْمُرُ بِقَتْلِ الْكِلَابِ، وَيَنْهَى عَنِ اللَّعِبِ بِالْحَمَامِ. ثُمَّ
قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ السَّرَائِرِ،
فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا عَمِلَ أَحَدٌ قَطُّ سِرًّا
إِلَّا أَلْبَسُهُ اللَّهُ رِدَاءً عَلَانِيَةً، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنْ شَرًّا
فَشَرٌّ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: "وَرِيَاشًا" وَلَمْ
يَقْرَأْ: وَرِيشًا - {وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ} قَالَ: "السَّمْتُ الْحَسَنُ".
telah
menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul
Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ismail, dari Sulaiman ibnu
Arqam, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Khalifah Usman
ibnu Affan r.a. berada di atas mimbar Rasulullah dengan memakai baju gamis
berkancing yang terbuka kancing-kancingnya. Lalu ia mendengarnya memerintahkan
agar semua anjing dibunuh, dan ia melarang bermain burung merpati. Kemudian
Khalifah Usman berkata, "Hai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah
dalam lubuk hati kalian, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: 'Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada pada genggaman
kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang memendam sesuatu dalam lubuk
hatinya, melainkan Allah akan memakaikan kepadanya hal itu dalam bentuk kain
selendang secara lahiriah (kelak di hari kiamat). Jika apa yang
dipendamnya itu baik, maka pakaiannya baik; dan jika yang dipendamnya itu
jahat, maka pakaiannya jahat (buruk) pula'." Kemudian Khalifah
Usman membacakan firman-Nya: dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah. (Al-A'raf: 26); Khalifah Usman mengatakan, libasut
taqwa ialah tanda yang baik.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui riwayat Sulaiman ibnu Arqam,
tetapi di dalamnya terkandung ke-daif-an (kelemahan).
Imam
Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Kitabul Adab (Pembahasan
Etika) melalui berbagai jalur yang sahih dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia
pernah mendengar Amirul Mukminin Usman ibnu Affan memerintahkan untuk membunuh
semua anjing dan menyembelih burung-burung merpati. Hal ini dikemukakan-nya
pada hari Jumat di atas mimbarnya.
Adapun
mengenai hadis marfu' yang melaluinya, telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz
Abul Qasim At-Tabrani di dalam kitab Mu'jamul Kabirnya. Hadisnya ini
mempunyai syahid dari jalur lain, yang menyebutkan bahwa telah menceritakan
kepada kami.....
Al-A'raf,
ayat 27
{يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ
الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا
لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ
حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ (27) }
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian dapat ditipu oleh setan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari surga; ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dari suatu
tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak
beriman.
Allah
Swt. memperingatkan anak Adam agar bersikap waspada terhadap iblis dan
teman-temannya, seraya menjelaskan kepada mereka (anak Adam) bahwa iblis itu
adalah musuh bebuyutan bapak seluruh umat manusia, yaitu Nabi Adam a.s. Iblis
telah berupaya mengeluarkan Adam dari surga yang merupakan darunna'im (rumah
kenikmatan), hingga akhirnya Adam dikeluarkan darinya sampai di darut tu'ab (rumah
kepayahan dan penuh penderitaan). Dan iblislah penyebab utama yang membuat
auratnya terbuka, padahal sebelumnya selalu dalam keadaan tertutup, sehingga
dia sendiri tidak dapat melihatnya. Hal tersebut tiada lain terjadi karena
terdorong oleh permusuhan yang sengit dalam diri iblis terhadap Adam.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ
أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا}
Patutkah
kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku,
sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti
(dari Allah) bagi orang-orang
yang zalim. (Al-Kahfi: 50)
Al-A'raf,
ayat 28-30
{وَإِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا
تَعْلَمُونَ (28) قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ
كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
(29) فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ
اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
مُهْتَدُونَ (30) }
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata,
"Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah
menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah, "Sesungguhnya Allah tidak
menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kalian
mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui? Katakanlah,
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah), "Luruskanlah
muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada
permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). Sebagian
diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain
Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.
Mujahid
mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik melakukan tawaf di Ka'bah dalam
keadaan telanjang bulat. Mereka mengatakan, "Kami melakukan tawaf ini
dalam keadaan seperti ketika kami dilahirkan oleh ibu-ibu kami." Para
wanita meletakkan secarik kain atau sesuatu pada kemaluannya, lalu berkata:
الْيَوْمَ يبدُو بعضُه
أَوْ كُلُّهُ ... وَمَا بَدا مِنْهُ فَلَا أحلّهُ ...
tampak sebagian atau keseluruhannya,
dan apa yang kelihatan darinya tidak saya halalkan.
Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا
وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا} الْآيَةَ.
Dan
apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata.”Kami mendapati nenek
moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami
mengerjakannya.” (Al-A'raf: 28), hingga akhir ayat.
Menurut
kami, orang-orang Arab di masa lalu selain kabilah Quraisy, bila mereka
melakukan tawaf, maka mereka melakukannya tanpa berpakaian (telanjang bulat).
Mereka mengartikannya bahwa mereka tidak mau melakukan tawaf dengan memakai
pakaian yang biasa mereka pakai untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan
orang-orang Quraisy yang dikenal dengan sebutan Al-Hamas selalu
melakukan tawafnya dengan memakai pakaian mereka. Orang Arab lain bila diberi
pinjaman pakaian oleh orang Hamas, maka ia memakainya untuk bertawaf; dan orang
yang mempunyai pakaian baru, maka dipakainya untuk bertawaf, lalu ia
membuangnya tanpa ada seorang pun yang mau mengambilnya. Barang siapa yang
tidak mempunyai pakaian baru, tidak pula ada seorang Hamas yang mau meminjamkan
pakaian kepadanya, maka ia tawaf dengan telanjang bulat. Adakalanya terdapat
seorang wanita melakukan tawaf dengan telanjang bulat, kemudian ia menjadikan
sesuatu pada kemaluannya guna menutupi apa yang dapat ditutupinya, lalu ia
berkata: Hari ini kelihatan sebagian atau seluruhnya; dan apa yang tampak
darinya, maka saya tidak akan menghalalkannya.
Tetapi
kebanyakan yang dilakukan oleh kaum wanita bila bertawaf di malam hari adalah
telanjang. Hal ini merupakan suatu tradisi yang mereka buat-buat sendiri yang
mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka mempunyai keyakinan bahwa
perbuatan nenek moyang mereka itu bersandarkan kepada perintah Allah dan
syariat-Nya. Maka Allah menyanggah mereka melalui firman-Nya:
{وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا
وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا}
Dan
apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, "Kami mendapati
nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami
mengerjakannya " (Al-A'raf:
28)
Dan
Allah berfirman membantah mereka:
{قُلْ}
Katakanlah.
(Al-A'raf: 28)
Hai
Muhammad, kepada orang-orang yang mendakwakan demikian.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ}
Sesungguhnya
Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang
keji. (Al-A'raf: 28)
Yakni
apa yang kalian buat-buat itu adalah perkara yang keji lagi mungkar, sedangkan
Allah tidak pernah memerintahkan hal seperti itu.
{أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا
تَعْلَمُونَ}
Mengapa
kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui? (Al-A'raf: 28)
Artinya,
apakah kalian berani menyandarkan kepada Allah pendapat-pendapat yang kalian
tidak mengetahui kebenarannya? Firman Allah Swt.:
{قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ}
Katakanlah,
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” (Al-A'raf: 29)
Yaitu
keadilan dan perkara yang lurus.
{وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ
مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ}
Dan
(katakanlah), "Luruskanlah
muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.”(Al-A'raf: 29)
Allah
memerintahkan kalian agar beristiqamah dalam menyembah-Nya, yaitu dengan
mengikuti para rasul yang diperkuat dengan mukjizat-mukjizat dalam menyampaikan
apa yang mereka terima dari Allah dan syariat-syariat yang mereka datangkan.
Allah memerintahkan kepada kalian untuk ikhlas dalam beribadah hanya untuk-Nya.
Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di dalam
amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu hendaknya amal dikerjakan secara
benar lagi sesuai dengan tuntutan syariat, dan hendaknya amal dikerjakan dengan
ikhlas karena Allah bersih dari syirik.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ}
Sebagaimana
Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian
pula) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29)
sampai
dengan firman-Nya:
حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَة
pasti
kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf:
30)
Makna
ayat ini masih diperselisihkan.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid mengenai makna firman-Nya: Sebagaimana
Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian
akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Kelak Allah akan menghidupkan
kalian sesudah kalian mati.
Menurut
Al-Hasan Al-Basri, sebagaimana Dia menciptakan kalian pada permulaan di dunia
ini, demikian pula kalian akan kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat dalam
keadaan hidup.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan
kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya).
(Al-A'raf: 29) Yakni Allah memulai penciptaan-Nya, maka Dia menciptakan mereka.
Sebelum itu mereka tidak ada, kemudian mereka mati, lalu Allah mengembalikan
mereka dalam keadaan hidup.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sebagaimana Allah memulai penciptaan
kalian pada permulaannya, maka demikian pula Dia akan mengembalikan kalian pada
akhirnya.
Pendapat
inilah yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang diperkuat dengan apa yang
telah diriwayatkan melalui hadis Sufyan As-Sauri dan Syu'bah ibnul Hajjaj;
keduanya dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan, "Rasulullah Saw. berdiri di hadapan kami untuk
menyampaikan suatu nasihat, lalu beliau bersabda:
"يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ إِلَى اللَّهِ حُفَاة عُرَاة غُرْلا {كَمَا
بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}
'Hai
manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun kepada Allah dalam keadaan tidak
beralas kaki, telanjang lagi tak bersunat (tak
berkhitan). Sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian
pulalah) Kami akan mengulangi (mengembalikannya). Itulah
suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan
melaksanakannya'.”
Hadis
ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah. Juga di
dalam hadis Bukhari melalui hadis As-Sauri dengan lafaz yang sama.
Warqa
ibnu lyas (yaitu Abu Yazid) telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan
makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian
pula) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Bahwa kelak orang
muslim dibangkitkan sebagai orang muslim, dan orang kafir dibangkitkan sebagai
orang kafir.
Abul
Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah
menciptakan kalian pada permulaan (demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya).
(Al-A'raf: 29) Yaitu mereka dikembalikan berdasarkan pengetahuan Allah tentang
diri mereka.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia
telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan
kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Sebagaimana telah ditetapkan atas
kalian, maka demikian pulalah keadaan kalian. Menurut riwayat yang lain,
sebagaimana keadaan yang kalian alami, maka kelak kalian akan seperti itu.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana
Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian
akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yakni barang siapa yang sejak
semula diciptakan oleh Allah dalam keadaan celaka, maka ia akan menjadi orang
seperti yang ditakdirkan-Nya semula sejak permulaan kejadiannya, sekalipun ia
mengamalkan amalan ahli kebahagiaan (ahli surga). Barang siapa yang sejak
semula ditakdirkan bahagia oleh Allah, maka ia akan dikembalikan kepada apa
yang telah ditakdirkan untuknya sejak semula, sekalipun ia mengamalkan amalan
orang-orang yang celaka (penghuni neraka). Sebagaimana para ahli sihir
mengamalkan amalan orang-orang yang celaka, maka pada akhirnya ia pasti akan
menjadi orang seperti yang ditakdirkan untuknya sejak semula.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Dia telah
menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali
(kepada-Nya). Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti
kesesatan bagi mereka. (Al-A’raf: 29-30); Allah Swt. berfirman: Sebagaimana
Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian pulalah) kalian
akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29) Yaitu sebagaimana Kami
menciptakan kalian; sebagian dari kalian ada yang mendapat petunjuk, dan
sebagian yang lain ada yang disesatkan. Maka demikian pulalah kelak kalian
dikembalikan, dan demikian pulalah keadaannya sewaktu kalian dilahirkan dari
perut ibu-ibu kalian.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan (demikian
pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). Sebagian diberi-Nya
petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf:
29-30) Sesungguhnya Allah Swt. memulai penciptaan Ibnu Adam ada yang mukmin dan
ada yang kafir (yakni dicatatkan dalam takdir bahwa di antara mereka ada yang
mukmin dan ada yang kafir). Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ
وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ}
Dialah
yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara
kalian ada yang beriman. (At-Taghabun:
2)
Kemudian
Allah mengembalikan mereka pada hari kiamat dalam keadaan seperti permulaan
kejadian mereka, yakni ada yang mukmin dan ada yang kafir.
Menurut
kami, pendapat ini diperkuat dengan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud di dalam
kitab Sahih Bukhari yang mengatakan:
" فَوَالَّذِي لَا
إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى
مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ -أَوْ: ذِرَاعٌ -فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلَهَا،
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ -أَوْ: ذِرَاعٌ -فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ"
Demi
Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya seseorang di antara kalian
benar-benar mengamalkan amalan ahli surga hingga tiada jarak antara dia dan
surga kecuali hanya satu depa atau satu hasta; tetapi takdir telah
mendahuluinya, maka ia mengamalkan amalan ahli neraka, hingga ia masuk neraka.
Dan sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengamalkan amalan
ahli neraka, hingga tiada jarak antara dia dan neraka kecuali hanya satu depa
atau satu hasta; tetapi takdir telah mendahuluinya, maka ia mengamalkan amalan
ahli surga, hingga masuk surga.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ
البَغَوي: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الجَعْد، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّان، عَنْ أَبِي
حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْعَبْدَ لِيَعْمَلُ -فِيمَا يَرَى النَّاسُ
-بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. وَإِنَّهُ
لِيَعْمَلُ -فِيمَا يَرَى النَّاسُ -بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّهُ مِنْ
أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ"
Abul
Qasim Al-Bagawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd,
telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang
hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan yang menurut penglihatan orang lain
dianggap sebagai amalan ahli surga, padahal sesungguhnya dia adalah ahli
neraka. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan
yang kelihatan oleh orang lain sebagai amalan ahli neraka, padahal sesungguhnya
dia termasuk ahli surga. Sesungguhnya semua amal perbuatan itu hanyalah
berdasarkan pungkasan-pungkasannya.
Demikianlah
sepotong dari hadis Imam Bukhari yang diriwayatkannya melalui hadis Abu Gassan
Muhammad ibnu Mutarrif Al-Madani dalam kisah Qazman di waktu Perang Uhud.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "تُبْعَثُ كُلُّ نَفْسٍ عَلَى مَا
كَانَتْ عَلَيْهِ".
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Kelak setiap orang akan dibangkitkan menurut amalan yang dilakukannya.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur
dari Al-A'masy, dengan sanad yang sama. Sedangkan lafaznya berbunyi seperti
berikut:
"يُبْعَثُ كُلُّ
عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ"
Setiap
hamba akan dibangkitkan menurut amal perbuatan yang dikerjakannya sampai dia
mati.
Dan
dari Ibnu Abbas disebutkan hal yang semisal.
Menurut
kami, hal ini diperkuat oleh hadis Ibnu Mas'ud. Sebagai kesimpulannya—menurut
kami—jika pendapat ini memang merupakan makna yang dimaksud oleh ayat, maka
harus digabungkan dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا}
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30)
Juga
dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah
r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرانه
ويُمَجِّسانه"
Setiap
anak dilahirkan menurut fitrah (agama
Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang
Yahudi, seorang Nasrani, dan seorang Majusi.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"يَقُولُ اللَّهُ
تَعَالَى: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاء، فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ
فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دينهم"
"Allah
Swt. telah berfirman dalam hadis qudsi:
'Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung
kepada agama yang hak), tetapi datanglah setan menggoda mereka. Maka
setan membuat mereka menyimpang dari agamanya'."
Dari
penggabungan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt.
menciptakan mereka agar di antara mereka ada yang mukmin dan ada pulayang kafir
sebagai lawannya. Sekalipun pada awal kejadian mereka Allah telah membekali
mereka secara fitrah untuk mengetahuiNya dan mentauhidkan-Nya, serta membekali
mereka pengetahuan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Seperti yang telah Allah
ambil dari mereka hal tersebut melalui suatu perjanjian (di zaman azali), dan
menjadikan hal itu sebagai fitrah dan insting mereka. Sekalipun demikian, pada
akhirnya Allah menakdirkan bahwa di antara mereka ada yang celaka (kafir) dan
ada yang bahagia (mukmin). Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ
وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ}
Dialah
yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara
kalian ada yang beriman. (At-Taghabun:
2)
Di
dalam sebuah hadis disebutkan:
"كُلُّ النَّاسِ
يَغْدُو، فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فمُعْتِقُهَا، أَوْ مُوبِقها"
Setiap
orang berpagi hari, lalu menjual dirinya, maka adakalanya dia memerdekakannya
atau mencelakakannya.
Takdir
Allah pasti terlaksana di kalangan makhluk-Nya, karena Dia adalah:
{الَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى}
yang
menentukan takdir (masing-masing) dan memberi
petunjuk. (Al-A'la: 3)
dan
Dia adalah:
{الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ
ثُمَّ هَدَى}
yang
telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk. (Thaha: 50)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan:
"فَأَمَّا مَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَسَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ
السَّعَادَةِ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَسَيُيَسَّرُ
لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ"
Adapun
orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka
dimudahkan baginya jalan mengerjakan amal orang-orang yang bahagia. Dan adapun
orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dimudahkan
baginya mengerjakan amal perbuatan orang-orang yang celaka.
Karena
itulah dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ
الضَّلالَةُ}
Sebagian
diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. (Al-A'raf: 30)
Kemudian
Allah Swt. menyebutkan penyebab hal tersebut melalui firman selanjutnya, yaitu:
إِنَّهُمُ
اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
Sesungguhnya
mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka)
selain Allah. (Al-A'raf: 30), hingga akhir ayat.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan dalil yang paling jelas untuk
membuktikan kekeliruan orang yang menduga bahwa Allah tidak mengazab seseorang
karena maksiat yang dikerjakannya atau kesesatan yang diyakininya, melainkan
bila ia melakukannya sesudah adanya pengetahuan darinya yang membenarkan
sikapnya itu, lalu ia mengerjakannya dengan penuh rasa keingkaran terhadap
Tuhannya.
Seandainya
memang demikian, niscaya tidak ada bedanya antara golongan orang-orang yang
sesat yang menduga bahwa dirinya mendapat petunjuk, dengan golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk sesungguhnya. Allah Swt. telah menjelaskan dan
membedakan peristilahan keduanya dan hukum-hukum mengenai keduanya dalam ayat
ini.
Al-A'raf,
ayat 31
{يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31) }
Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
Ayat
yang mulia ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik, yakni tradisi
melakukan tawaf dengan telanjang bulat yang biasa mereka lakukan.
Seperti
yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir.
Sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir, diriwayatkan
melalui hadis Syu'bah, dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu kaum pria dan
wanita melakukan tawafnya di Baitullah dalam keadaan telanjang bulat.
Kaum pria melakukannya di siang hari, sedangkan kaum wanita pada malam harinya.
Salah seorang wanita dari mereka mengatakan dalam tawafnya: Pada hari ini
tampaklah sebagiannya atau seluruhnya; dan apa yang tampak darinya, maka tidak
akan saya halalkan. Maka Allah Swt. berfirman: pakailah pakaian kalian
yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31)
Al-Aufi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: pakailah
pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf:
31), hingga akhir ayat. Bahwa dahulu (di masa Jahiliah) kaum lelaki biasa tawaf
sambil telanjang. Maka Allah memerintahkan mereka untuk memakai pakaian yang
indah-indah (setelah masa Islam).
Yang
dimaksud dengan istilah الزِّينَةُ dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu
pakaian yang menutupi aurat, terbuat dari kain yang baik dan bahan lainnya yang
dapat dijadikan pakaian. Mereka diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang
indah di setiap memasuki masjid.
Hal
yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair,
Ojatadah, As-Saddi, Ad-Dahhak, Malik, Az-Zuhri, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang dari kalangan para imam ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat
ini. Bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan tawaf orang-orang musyrik di
Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat.
Al-Hafiz
ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Sa'id ibnu Basyir dan Al-Auza'i, dari
Qatadah, dari Anas secara marfu', bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan masalah mengerjakan salat dengan memakai terompah. Tetapi kesahihannya
masih perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan
ayat ini dan hadis yang mengutarakan masalah yang semisal, disunatkan memakai
pakaian yang indah di saat hendak melakukan salat, terlebih lagi salat Jumat
dan salat hari raya. Disunatkan pula memakai wewangian, karena wewangian termasuk
ke dalam pengertian perhiasan. Juga disunatkan bersiwak, mengingat siwak
merupakan kesempurnaan bagi hal tersebut.
Pakaian
yang paling utama ialah yang berwarna putih, seperti yang telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, yang dinilai sahih oleh Imam Ahmad sampai kepada Ibnu
Abbas dengan predikat marfu':
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيم، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ، فَإِنَّهَا
مِنْ خير ثيابكم، وكَفِّنوا فيها موتاكم، وإن خَيْرِ أَكْحَالِكُمُ الإثْمِد،
فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ".
Disebutkan
bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda; Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih,
karena sesungguhnya pakaian putih adalah pakaian terbaik kalian, dan
kafankanlah dengannya orang-orang mati kalian. Dan sesungguhnya sebaik-baik
celak kalian memakai ismid, karena sesungguhnya ismid itu dapat mencerahkan
pandangan mata dan menumbuhkan rambut.
Hadis
ini jayyid sanadnya, semua perawinya dengan syarat Muslim. Imam Abu
Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah
ibnu Usman ibnu Khaisam dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan sahih.
Imam
Ahmad dan para pemilik kitab sunnah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid
melalui Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"عَلَيْكُمْ
بِالثِّيَابِ الْبَيَاضِ فَالْبَسُوهَا؛ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ،
وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ"
Berpakaian
putihlah kalian, kenakanlah ia selalu, karena sesungguhnya pakaian putih itu
lebih cerah dan lebih baik: dan kafankanlah dengannya orang-orang mati kalian.
Imam
Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Qatadah, dari Muhammad
ibnu Sirin, bahwa Tamim Ad-Dari pernah membeli sebuah kain selendang (putih)
dengan harga seribu (dirham), lalu ia pakai dalam salat-salatnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا
makan
dan minumlah kalian. (Al-A'raf: 31), hingga akhir ayat.
Sebagian
ulama Salaf mengatakan bahwa Allah menghimpun semua kebaikan dalam separo ayat
ini, yaitu firman-Nya:
{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا}
makan
dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan. (Al-A'raf:31)
Imam
Bukhari mengatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa makna yang dimaksud ialah makanlah
sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu
berlebih-lebihan dan sombong.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Ibnu
Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Allah menghalalkan
makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk
kesombongan." Sanad asar ini berpredikat sahih.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا هَمّام، عَنْ قَتَادَةُ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْب، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كُلُوا وَاشْرَبُوا وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا،
فِي غَيْرِ مَخِيلة وَلَا سرَف، فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى نِعْمَتَهُ عَلَى
عَبْدِهِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan
kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari
kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Makan, minum, berpakaian,
dan bersedekahlah kalian tanpa dengan kesombongan dan berlebih-lebihan, karena
sesungguhnya Allah suka bila melihat nikmat-Nya digunakan oleh hamba-Nya.
وَرَوَاهُ النَّسَائِيُّ
وَابْنُ مَاجَهْ، مِنْ حَدِيثِ قَتَادَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلة"
Imam
Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Qatadah, dari Amr ibnu
Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Makan,
bersedekah, dan berpakaianlah kamu sekalian tanpa berlebih-lebihan dan tanpa
kesombongan.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُلَيْمٍ
الكِناني، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ جَابِرٍ الطَّائِيُّ سَمِعْتُ الْمِقْدَامَ بن
معد يكرب الْكِنْدِيَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ،
حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أَكَلَاتٌ يُقِمْنَ صُلبه، فَإِنْ كَانَ فَاعِلًا لَا
مَحَالَةَ، فَثُلْثٌ طعامٌ، وَثُلُثٌ شرابٌ، وَثُلُثٌ لِنَفَسَهِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Salim Al-Kalbi, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Jabir At-Tai; ia telah mendengar Al-Miqdam ibnu Ma'di
Kariba Al-Kindi bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada
suatu wadah pun yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih jahat daripada
perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang
sulbinya. Dan jika ia terpaksa melakukannya, maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya.
Imam
Nasai dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Yahya ibnu Jabir dengan sanad yang
sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, sedangkan menurut
salinan lainnya disebutkan hasan sahih.
Al-Hafiz
Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
حَدَّثَنَا سُوَيْد بْنُ
عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا بَقِيَّة، عَنْ يُوسُفَ ابْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ
نُوحِ بْنِ ذَكْوان، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مِنْ السَّرف
أَنْ تَأْكُلَ كُلَّ مَا اشْتَهَيْتَ".
telah
menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami
Baqiyyah, dari Yusuf ibnu Abu Kasir, dari Nuh ibnu Zakwan, dari Al-Hasan, dari
Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
termasuk sikap berlebih-lebihan ialah bila engkau memakan segala makanan yang
engkau sukai.
Ad-Daruqutni
meriwayatkannya di dalam himpunan hadis-hadis mufrad-nya, dan ia
mengatakan bahwa hadis ini garib, diriwayatkan oleh Baqiyyah secara munfarid
(menyendiri).
*******************
As-Saddi
mengatakan, dahulu (di masa Jahiliah) orang-orang yang melakukan tawaf di Baitullah
sambil telanjang bulat mengharamkan wadak (minyak samin) atas diri
mereka sendiri selama mereka berada di musim haji. Maka Allah Swt. berfirman
terhadap mereka: makan dan minumlah kalian. (Al-A'raf: 31), hingga akhir
ayat. Artinya, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam mengharamkan.
Mujahid
mengatakan, makna ayat mengandung perintah kepada mereka agar mereka makan dan
minum dari segala sesuatu yang direzekikan oleh Allah buat mereka.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31) Yakni janganlah kalian
memakan yang diharamkan, karena memakan yang diharamkan merupakan perbuatan
berlebih-lebihan.
Ata
Al-Khurrasani telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31)
Yaitu dalam hal makanan dan minuman.
Ibnu
Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31) Dan firman
Allah Swt.: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (Al-Miidah: 87); Yakni yang melampaui batasan Allah dalam masalah
halal atau haram, yang berlebih-lebihan terhadap apa yang dihalalkan-Nya, yaitu
dengan menghalalkan yang diharamkan-Nya atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya.
Tetapi Allah menyukai sikap yang menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan
mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, karena yang demikian itulah sifat
pertengahan yang diperintahkan oleh-Nya.
Al-A'raf,
ayat 32
{قُلْ مَنْ حَرَّمَ
زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (32) }
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang
baik?” Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui.
Allah
Swt. berfirman, menyanggah pendapat orang yang mengharamkan sesuatu dari
makanan atau minuman atau pakaian menurut kehendak hatinya sendiri tanpa ada
dasar syariat dari Allah.
{قُلْ}
Katakanlah.
(Al-A’raf: 32)
Hai
Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mengharamkan segala
sesuatu yang mereka haramkan menurut pendapat mereka sendiri yang rusak itu dan
menurut buat-buatan mereka sendiri.
مَنْ
حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ
Siapakah
yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya. (Al-A'raf: 32), hingga akhir ayat.
Yakni
yang diciptakan Allah untuk orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya
dalam kehidupan dunia ini, sekalipun ikut memanfaatkannya bersama mereka secara
lahiriah di dunia ini orang-orang kafir. Akan tetapi, semuanya itu khusus bagi
orang-orang yang beriman kelak di hari kiamat. Tiada seorang pun dari kalangan
orang-orang kafir bersama mereka dalam memanfaatkannya, karena surga diharamkan
bagi orang-orang kafir.
Abul
Qasim Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Husain
Muhammad ibnul Husain Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani,
telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu
orang-orang Quraisy melakukan tawafnya di Baitullah dalam keadaan
telanjang seraya bersiul dan bertepuk tangan. Tetapi setelah masa Islam, Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikehtarkan-Nva untuk hamba-hamba-Nya?” (Al-A'raf:
32); Maka mereka diperintahkan-Nya untuk memakai pakaian mereka.
Al-A'raf,
ayat 33
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (33) }
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.”
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ شَقِيقٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا أَحَدَ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ، فَلِذَلِكَ حَرَّم
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطن، وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ
الْمَدْحُ مِنَ اللَّهِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun yang lebih
pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan perbuatan-perbuatan
yang keji, baik yang kelihatan maupun yang tidak tampak Dan tidak ada seorang
pun yang lebih suka dipuji daripada Allah.
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui
hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Syaqiq (yakni Abu Wail), dari
Abdullah ibnu Mas'ud.
Mengenai
pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengertian fawahisy (perbuatan-perbuatan
yang keji), baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, telah disebutkan
di dalam tafsir surat Al-An'am.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ}
dan
perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar. (Al-A'raf: 33)
As-Saddi
mengatakan, yang dimaksud dengan al-ismu ialah maksiat, sedangkan yang
dimaksud dengan al-bagyu ialah perbuatan melanggar hak orang lain tanpa
alasan yang benar.
Mujahid
mengatakan bahwa makna al-ismu mencakup semua perbuatan maksiat. Dan
menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan al-bagyu ialah perbuatan
aniaya seseorang terhadap dirinya sendiri.
Kesimpulan
dari tafsir makna ismu ialah dosa-dosa yang berkaitan dengan pelakunya
sendiri, sedangkan al-bagyu ialah perbuatan pelanggaran hak orang lain.
Allah mengharamkan kedua perbuatan tersebut.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ
يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا}
(mengharamkan)
kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujah untuk itu. (Al-A'raf: 33)
Yakni
kalian menjadikan bagi-Nya sekutu-sekutu dalam menyembah kepada-Nya.
وَأَنْ
تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
dan
(mengharamkan) kalian
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33)
Yaitu
berupa perbuatan dusta dan hal-hal yang diada-adakan, seperti pengakuan bahwa
Allah beranak dan lain sebagainya yang tiada pengetahuan bagi kalian
mengenainya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَاجْتَنِبُوا
الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ
Maka
jauhilah berhala-berhala yang najis itu. (Al-Hajj:
30), hingga akhir ayat.
Al-A'raf,
ayat 34-36
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ (34)
يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ
آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
(35) وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (36) }
Tiap-tiap umat itu mempunyai waktu yang ditetapkan. Maka apabila
telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan
tidak dapat (pula) memajukannya.
Hai anak-anak Adam, jika datang kepada kalian rasul-rasul dari kalian yang
menceritakan kepada kalian ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan
mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.
Firman
Allah Swt.:
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ}
Bagi
tiap-tiap umat. (Al-A'raf: 34)
Yakni
bagi tiap-tiap kurun dan generasi.
{أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ}
ada
batasan waktu yang ditetapkan. Maka apabila telah datang waktunya. (Al-A'raf: 34)
Yaitu
batasan waktu yang telah ditakdirkan bagi mereka.
{لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ}
Mereka
tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Al-A’raf. 34)
Kemudian
Allah Swt. memperingatkan kepada umat manusia bahwa Dia akan mengutus
rasuI-rasuI-Nya kepada mereka yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, membawa berita gembira dan peringatan. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{فَمَن اتَّقَى وَأَصْلَحَ}
maka
barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan. (Al-A’raf: 35)
Maksudnya,
barang siapa yang meninggalkan semua yang diharamkan dan mengerjakan semua
ketaatan.
{فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ
يَحْزَنُونَ * وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا}
tidaklah
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya. (Al-A'raf: 35-36)
Yakni
hatinya mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri, tidak mau
mengamalkannya.
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ}
mereka
itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’raf: 36)
Yaitu
akan menjadi penghuni tetap di dalam neraka selama-lamanya.
Al-A'raf,
ayat 37
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ
نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا
يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا
كَافِرِينَ (37) }
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat
dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan
memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuz); hingga bila datang kepada
mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di
waktu itu) utusan Kami bertanya, "Di mana (berhala-berhala) yang
biasa kalian sembah selain Allah?" Orang-orang musyrik itu menjawab,
"Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami, " dan mereka
mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Firman
Allah Swt.;
{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى
اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ}
Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah
atau mendustakan ayat-ayat-Nya? (Al-A'raf:
37)
Artinya,
tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang membuat dusta terhadap Allah
atau mendustakan ayat-ayat yang diturunkan-Nya.
{أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ
الْكِتَابِ}
Orang-orang
itu akan memperoleh sebagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab. (Al-A'raf: 37)
Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya.
Al-Aufi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna ayat ialah mereka akan memperoleh hukuman
yang telah ditetapkan atas diri mereka dan atas diri orang-orang yang membuat
dusta terhadap Allah, yaitu wajah mereka akan menjadi hitam legam.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa mereka
akan memperoleh bagian dari amal perbuatannya masing-masing. Barang siapa yang
beramal saleh, maka balasannya adalah baik; dan barang siapa yang beramal
jahat, maka balasannya adalah buruk; masing-masing mendapat balasan sesuai
dengan amal perbuatannya.
Mujahid
mengatakan bahwa mereka akan memperoleh apa yang telah dijanjikan bagi mereka
berupa balasan kebaikan dan balasan kejahatan.
Hal
yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan
hanya seorang. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang
itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab. (Al-A'raf:
37) Yang dimaksud ialah amalnya, rezekinya, dan umurnya (semuanya tercatat di
dalam Lauh Mahfuz).
Hal
yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam.
Kalau
ditinjau dari segi makna, pendapat ini kuat dan konteks ayat menunjukkan
kepada pengertian ini, yaitu firman-Nya:
{حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا
يَتَوَفَّوْنَهُمْ}
hingga
bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat)
untuk mengambil nyawanya. (Al-A'raf: 37)
Ayat
lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ
الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ* مَتَاعٌ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ
ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ}
Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia,
kemudian kepada Kamilah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka
siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka. (Yunus: 69-70)
{وَمَنْ
كَفَرَ فَلا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا
عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ * نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا
[ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ] }
Dan
barang siapa kafir, maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada
Kamilah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Kami biarkan
mereka bersenang-senang sebentar. (Luqman:
23-24)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
حَتَّى
إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ
hingga
bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat)
untuk mengambil nyawanya. (Al-A'raf: 37)
Allah
Swt. memberitahukan bahwa para malaikat apabila mencabut nyawa orang-orang
musyrik membuat mereka takut di saat kematiannya, lalu nyawa mereka dibawa dan
dicampakkan ke dalam neraka. Para malaikat berkata kepada mereka, "Manakah
sesembahan yang kalian persekutukan dengan Allah ketika kalian hidup di dunia?
Serulah mereka agar membebaskan kalian dari siksaan yang kalian alami
sekarang!" Maka mereka berkata:
{ضَلُّوا عَنَّا}
Berhala-berhala
itu semuanya telah lenyap dari kami. (Al-A'raf:
37)
Yakni
pergi dari kami, maka kami tidak mempunyai harapan lagi untuk beroleh manfaat
dan kebaikannya.
{وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ}
dan
mereka mengakui terhadap diri mereka. (Al-A'raf:
37) Yaitu mereka menyatakan pengakuannya terhadap diri sendiri.
{أَنَّهُمْ
كَانُوا كَافِرِينَ}
bahwa
mereka adalah orang-orang yang kafir. (Al-A'raf:
37)
Al-A'raf,
ayat 38-39
{قَالَ ادْخُلُوا فِي
أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ فِي النَّارِ
كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا
جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ
عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ
(38) وَقَالَتْ أُولاهُمْ لأخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ
فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ (39) }
Allah berfirman, "Masuklah kamu sekalian ke dalam
neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kalian.
Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang
menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk ke dalam semuanya,
berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang
yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami. mereka telah menyesatkan kami, sebab
itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.” Allah
berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda,
tetapi kalian tidak mengetahui.” Dan berkatalah orang-orang yang masuk
terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian.”Kalian tidak
mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena
perbuatan yang telah kalian lakukan."
Allah
Swt. berfirman memberitakan perihal apa yang dikatakan-Nya kepada orang-orang
musyrik yang telah membuat-buat dusta terhadap-Nyadan mendustakan
ayat-ayat-Nya:
{ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ}
Masuklah
kamu sekalian bersama umat-umat lain. (Al-A'raf:
38)
dengan
orang-orang yang semisal dengan kalian serta memiliki sifat-sifat kalian.
{قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ}
yang
telah terdahulu sebelum kalian. (Al-A'raf:
38)
Yakni
dari kalangan umat-umat kafir yang terdahulu.
{مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ فِي النَّارِ}
dari
kalangan makhluk jin dan manusia ke dalam neraka. (Al-A'raf: 38)
Firman
ini dapat diartikan sebagai badal dari firman-Nya, "Fi
umamin" dapat pula diartikan bahwa makna fi umamin adalah
ma'a umamin (yakni bersama-sama dengan umat-umat).
*******************
Firman
Allah Swt.:
{كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ
أُخْتَهَا}
Setiap
suatu umat masuk (ke dalam neraka) mengutuk
kawannya (yang telah menyesatkannya). (Al-A'raf: 38)
Semakna
dengan apa yang disebutkan oleh Nabi Ibrahim yang disitir oleh firman-Nya:
ثُمّ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ
kemudian
di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian (yang lain). (Al-Ankabut: 25), hingga akhir ayat.
Semakna
pula dengan firman-Nya:
{إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ *
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ
كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ
عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ}
(Yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa, dan (ketika) segala hubungan
antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikut,
"Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas
diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah
Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesatan bagi
mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari apineraka. (Al-Baqarah:
166-167)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا}
sehingga
apabila mereka masuk ke dalam semuanya. (Al-A'raf:
38)
Maksudnya,
semuanya telah berkumpul di dalam neraka.
{قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ}
berkatalah
orang-orang yang masuk kemudian kepada orang-orang yang masuk terdahulu. (Al-A'raf: 38)
Maksudnya,
orang-orang yang masuk belakangan, yaitu mereka yang menjadi pengikut. Mereka
berkata kepada orang-orang yang masuk terdahulu, yaitu orang-orang yang diikuti
oleh mereka yang masuk kemudian. Mereka masuk ke dalam neraka lebih dahulu
karena kejahatan mereka lebih parah daripada para pengikutnya yang masuk kemudian.
Maka orang-orang yang menjadi pengikut mengadukan perihalnya kepada Allah pada
hari kiamat nanti, karena mereka yang masuk lebih dahulu itu adalah orang-orang
yang menyesatkan orang-orang yang masuk kemudian dari jalan yang lurus. Untuk
itu berkatalah mereka:
{رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ
عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ}
Ya
Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Sebab itu, datangkanlah kepada
mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka. (Al-A'raf: 38)
Yaitu
lipat gandakanlah siksaan dan hukuman mereka. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ
يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا * وَقَالُوا
رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا *
رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ [وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا] }
Pada
hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata,
"Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata, "Ya Tuhan
kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar
kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan
kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat. (Al-Ahzab: 66-68)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Allah
berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan)
yang berlipat ganda "(Al-A'raf: 38)
Yakni
Kami telah melakukan hal tersebut dan Kami berikan pembalasan kepada
masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya. Perihalnya sama dengan makna
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا}
Orang-orang
yang kafir dan menghalangi (manusia) dari
jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga
akhir ayat.
{وَلَيَحْمِلُنَّ
أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ }
Dan
sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa)
mereka dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka
sendiri. (Al-'Ankabut: 13)
{وَمِنْ
أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
dan
sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun
(bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl:
25), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَقَالَتْ أُولاهُمْ لأخْرَاهُمْ}
Dan
berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang
yang masuk kemudian. (Al-A'raf: 39)
Yakni
orang-orang yang diikuti menjawab perkataan orang-orang yang mengikutinya.
{فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ}
Kalian
tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami. (Al-A'raf: 39)
Menurut
As-Saddi, makna ayat ialah sesungguhnya kalian pun telah sesat sama dengan
kami.
{فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْسِبُونَ}
maka
rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kalian lakukan. (Al-A’raf: 39)
Keadaan
ini disebutkan oleh Allah Swt. ketika mereka dihimpunkan, melalui firman-Nya
dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ
مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ الْقَوْلَ
يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلا أَنْتُمْ
لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ * قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا
أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ كُنْتُمْ
مُجْرِمِينَ * وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ
مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ
وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ
وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan
(alangkah hebatnya) kalau kamu
lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebagian
dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang
dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "Kalau
tidaklah karena kalian, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman.”
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap
lemah, "Kamikah yang telah menghalangi kalian dari petunjuk sesudah
petunjuk itu datang kepada kalian? (Tidak), sebenarnya kalian sendirilah
orang-orang yang berdosa." Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata
kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "(Tidak), sebenarnya
tipu daya (kalian) di waktu malam dan siang (yang menghalang-halangi
kami) ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan
menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” Kedua belah pihak menyatakan penyesalan
tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang
kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Saba':
31-33)
Al-A'raf,
ayat 40-41
{إِنَّ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ
السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ
الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ (40) لَهُمْ مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ
وَمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (41) }
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga hingga unta masuk ke
lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang
berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas
mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.
Firman
Allah Swt.:
{لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ}
sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah tiada suatu amal saleh pun dan tiada
suatu doa pun bagi mereka yang dinaikkan ke langit (yakni tidak diterima). Demikianlah
menurut Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair, dan menurut apa yang diriwayatkan oleh
Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh
riwayat As-Sauri, dari Lais, dari Ata, dari Ibnu Abbas.
Menurut
pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tidak dibukakan pintu-pintu
langit bagi arwah mereka. Demikianlah menurut riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu
Abbas; juga dikatakan oleh As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya
seorang.
Pendapat
ini diperkuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو
كُرَيْب، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ
المِنْهَال -هُوَ ابْنُ عَمْرٍو -عَنْ زَاذَانَ، عَنِ الْبَرَاءِ؛ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ قَبْض رُوحِ الْفَاجِرِ،
وَأَنَّهُ يُصْعَد بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، قَالَ: "فَيَصْعَدُونَ بِهَا،
فَلَا تَمُرُّ عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذِهِ
الرُّوحُ الْخَبِيثَةُ؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ، بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِي
كَانَ يُدْعَى بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ،
فَيَسْتَفْتِحُونَ بَابَهَا لَهُ فَلَا يُفْتَحُ لَهُ". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ
السَّمَاءِ [وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ
الْخِيَاطِ] } الْآيَةَ.
telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar
ibnu Ayyasy, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal (yaitu Ibnu Amr), dari Zazan, dari
Al-Barra, bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan perihal pencabutan nyawa
orang yang ahli maksiat. Lalu rohnya dibawa naik ke langit, dan mereka (para
malaikat) yang membawanya tidak sekali-kali melewati segolongan malaikat,
melainkan mereka yang dijumpai mengatakan, "Siapakah yang rohnya seburuk
itu?" Maka para malaikat yang membawanya menjawab, "Rohnya si Jahat
anu," dengan menyebut nama julukannya yang paling buruk ketika di dunia.
Setelah mereka sampai di pintu langit dengan roh tersebut, mereka minta izin
untuk dibukakan pintu bagi roh itu. Tetapi ternyata roh itu tidak diizinkan
masuk, pintu langit tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah Saw.
membacakan firman-Nya: sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40), hingga akhir ayat.
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir; dan hadis ini merupakan sebagian dari hadis aslinya
yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu
Majah melalui berbagai jalur dari Al-Minhal ibnu Amr dengan sanad yang sama.
Imam
Ahmad meriwayatkan hadis ini secara panjang lebar. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ مِنْهَال
بْنِ عَمْرٍو، عَنْ زَاذَانَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ [رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ] قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي جِنَازَةِ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ ولَمَّا
يُلْحَد. فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَلَسْنَا
حَوْلَهُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ
فِي الْأَرْضِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: "اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ". مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ
الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا، وَإِقْبَالٍ
إِلَى الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ،
كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ، مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ،
وحَنُوط مِنْ حَنُوط الْجَنَّةِ، حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ بَصَرِهِ. ثُمَّ
يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ، حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا
النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٍ".
قَالَ: "فَتَخْرُجُ
تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ، فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا
أَخَذَهَا لَمْ يَدَعوها فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ، حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا
فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ، وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ. وَيَخْرُجَ مِنْهَا كَأَطْيَبِ
نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ. فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلَا
يَمُرُّونَ -يَعْنِي-بِهَا عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا
هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ بن فُلَانٍ، بِأَحْسَنِ
أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى
يَنْتَهُوا بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحُونَ لَهُ، فَيُفْتَحُ
لَهُ، فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي
تَلِيهَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَيَقُولُ
اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عِليِّين، وَأَعِيدُوهُ
إِلَى الْأَرْضِ، فَإِنِّي مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ، وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا
أخرجهم تارة أخرى".
قَالَ: "فَتُعَادُ رُوحُهُ، فَيَأْتِيهِ مَلَكان
فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ.
فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: دِينِي الْإِسْلَامُ. فَيَقُولَانِ
لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟
فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. فَيُنَادِي
مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ صَدَقَ عَبْدِي، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ،
وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ".
"فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا، وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ
مَدّ بَصَرِهِ".
قَالَ: "وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ، حَسَنُ
الثِّيَابِ، طَيِّبُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يسُرك، هَذَا
يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ. فَيَقُولُ لَهُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ
الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ. فَيَقُولُ:
رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ، رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ، حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي
وَمَالِي".
قَالَ: "وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ، إِذَا كَانَ فِي
انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ
السَّمَاءِ مَلَائِكَةٌ سُودُ الْوُجُوهِ مَعَهُمُ الْمُسُوحُ، فَيَجْلِسُونَ
مِنْهُ مَدّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ
رَأْسِهِ، فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ، اخْرُجِي إِلَى سُخْطِ
اللَّهِ وَغَضَبٍ". قَالَ: "فَتُفَرّق فِي جَسَدِهِ، فَيَنْتَزِعُهَا
كَمَا يُنْتَزَعُ السَّفُّود مِنَ الصُّوفِ الْمَبْلُولِ، فَيَأْخُذُهَا، فَإِذَا
أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوها فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوهَا فِي
تِلْكَ الْمُسُوحِ، وَيَخْرُجَ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى
وَجْهِ الْأَرْضِ. فَيَصْعَدُونَ بِهَا، فَلَا يَمُرُّونَ بِهَا عَلَى مَلَأٍ مِنَ
الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الْخَبِيثُ؟ فَيَقُولُونَ:
فَلَانٌ ابْنُ فُلَانٍ، بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِي
الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحَ
لَهُ، فَلَا يُفْتَحَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: {لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ} فَيَقُولَ اللَّهُ،
عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَهُ فِي سِجِّينٍ فِي الْأَرْضِ السُّفْلَى.
فَتُطْرَحَ رُوحُهُ طَرْحًا". ثُمَّ قَرَأَ: {وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ
الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ} [الْحَجِّ:31] "فَتُعَادُ رُوحُهُ
فِي جَسَدِهِ. وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ
رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي. فَيَقُولَانِ مَا دِينُكَ؟
فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي
بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ! لَا أَدْرِي. فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ
السَّمَاءِ: أَنْ كَذَبَ، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ النَّارِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا
إِلَى النَّارِ. فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرّها وَسُمُومِهَا، ويُضيق عَلَيْهِ قَبْرُهُ
حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ، وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ، قَبِيحُ
الثِّيَابِ، مُنْتِنُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوؤُكَ؛ هَذَا
يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ
يَجِيءُ بِالشَّرِّ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ. فَيَقُولُ: رَبِّ لَا
تقم الساعة"
telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Zazan, dari Al-Barra ibnu Azib yang
mengatakan: Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. untuk mengantarkan jenazah
seorang lelaki dari kalangan Ansar. Ketika kami sampai di kuburan dan jenazah
sudah dilianglahadkan, maka Rasulullah Saw. duduk; kami pun duduk pula di
sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung, sedangkan di tangan
Rasulullah Saw. terdapat setangkai kayu yang ia ketuk-ketukkan ke tanah. Lalu
beliau Saw. mengangkat kepalanya dan bersabda: Mohon perlindunganlah kalian
kepada Allah dari azab kubur! Ucapan ini dikatakannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin
apabila ajalnya di dunia sudah habis dan akan menghadap ke akhirat, maka
turunlah kepadanya para malaikat yang semua wajahnya putih seakan-akan seperti
matahari. Mereka turun dengan membawa kain kafan dari surga dan wewangian
pengawet jenazah dari surga, hingga mereka semua duduk di dekatnya sampai
sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat
kepalanya, lalu malaikat maut berkata, "Hai jiwa yang tenang, keluarlah
menuju kepada ampunan dan rida Allah!" Nabi Saw. melanjutkan sabdanya:
Maka keluarlah rohnya, mengucur sebagaimana mengucurnya tetesan air dari
mulut (lubang) wadah penyiram. Kemudian malaikat maut memegangnya; dan
apabila malaikat maut telah memegangnya, maka tidak dibiarkan pada tangannya
barang sekejap pun. melainkan ia langsung mencabutnya, mengafankan, serta
mewangikannya dengan kafan dan wewangian yang dibawanya Sedangkan dari roh itu
tercium bau wewangian minyak kesturi yang paling harum di muka bumi. Lalu
mereka membawanya naik ke langit. Maka tidak sekali-kali mereka yang membawanya
melewati sejumlah malaikat, melainkan mereka bertanya, "Siapakah roh yang
harum ini?” Mereka menjawab, "Si Fulan, " yakni dengan menyebutkan
nama terbaiknya yang biasa dipakai untuk memanggilnya ketika di dunia Hingga
sampailah mereka ke langit yang paling rendah, lalu mereka memintakan izin
masuk untuknya, dan pintu langit dibukakan untuknya. Maka ia diiringi oleh
semua malaikat penghuni setiap lapis langit untuk mengantarkannya sampai kepada
lapis langit yang lainnya, hingga sampai kepada langit yang ketujuh. Maka Allah
Swt. berfirman, "Catatkanlah di dalam kitab {catatan amal) hamba-Ku
ini bahwa dia termasuk orang-orang yang menghuni surga yang tinggi; dan
kembalikanlah ia ke bumi, karena sesungguhnya Aku telah menciptakan mereka dari
tanah, dan kepadanya Aku kembalikan mereka, serta darinya Aku keluarkan mereka
di kesempatan yang lain.” Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Maka rohnya
dikembalikan, lalu datanglah kepadanya dua malaikat, dan kedua malaikat itu
mempersilakannya duduk. Keduanya bertanya kepadanya.”Siapakah Tuhanmu?” Maka ia
menjawab, "Tuhanku adalah Allah.” Keduanya menanyainya lagi, "Apakah
agamamu?” Ia menjawab, "Agamaku Islam.” Keduanya bertanya kepadanya,
"Siapakah lelaki ini yang diutus di antara kalian?” Ia menjawab, "Dia
adalah utusan Allah." Kedua malaikat bertanya lagi kepadanya, "Apakah
amal perbuatanmu?” Ia menjawab, "Saya membaca Kitabullah, maka saya
beriman dan membenarkannya.” Maka ada suara yang menyerukan dari langit,
"Benarlah apa yang dikatakan oleh hamba-Ku. Maka hamparkanlah baginya
hamparan dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya
suatu pintu yang menghubungkan ke surga.” Maka kesegaran dan wewangian dari
surga datang kepadanya serta dilapangkan baginya kuburnya hingga sejauh mata
memandang. Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Dan datanglah kepadanya
seorang lelaki yang berwajah tampan, berpakaian indah lagi harum baunya, lalu
lelaki itu berkata, "Bergembiralah engkau dengan berita yang akan
membuatmu bahagia. Inilah hari yang pernah dijanjikan kepadamu.” Ia bertanya
kepada lelaki itu.”Siapakah engkau ini? Penampilanmu merupakan penampilan orang
yang membawa kebaikan.”Lelaki itu menjawab, "Saya adalah amal salehmu.”
Maka ia berkata.”Ya Tuhanku, segerakanlah kiamat. Ya Tuhanku, segerakanlah
kiamat agar aku dapat berkumpul kembali dengan keluarga dan harta bendaku.” Nabi
Saw. melanjutkan kisahnya: Sesungguhnya seorang hamba yang kafir apabila
ajalnya sudah habis di dunia ini dan hendak menghadap ke alam akhirat, maka
turunlah kepadanya para malaikat yang berwajah hitam dengan membawa karung,
lalu mereka duduk sejauh mata memandang darinya. Kemudian datanglah malaikat
maut yang langsung duduk di dekat kepalanya. Lalu malaikat maut berkata,
"Hai jiwa yang jahat, keluarlah engkau menuju kepada kemurkaan dan marah
Allah" Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Maka rohnya bercerai-berai
keseluruh tubuhnya (bersembunyi), kemudian malaikat maut mencabutnya
sebagaimana seseorang mencabut besi pemanggang daging dari kain wol yang basah (mencabut
kain kerudung dari dahan yang beronak duri, pent.). Malaikat maut mencabut
rohnya; dan apabila ia telah mencabutnya, maka mereka tidak membiarkan roh itu
berada di tangan malaikat maut barang sekejap pun, melainkan langsung mereka
masukkan ke dalam karung tersebut, dan tercium darinya bau bangkai yang paling
busuk di muka bumi ini. Kemudian mereka membawanya naik, dan tidak sekali-kali
mereka yang membawanya bersua dengan segolongan malaikat, melainkan mereka
mengatakan, "Siapakah yang memiliki roh yang buruk ini?” Mereka menjawab,
"Si Fulan bin Fulan, " dengan menyebut nama panggilan terburuknya
ketika di dunia, hingga sampailah roh itu ke langit yang paling bawah. Kemudian
dimintakan izin untuk naik, tetapi pintu langit tidak dibukakan untuknya. Kemudian
Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: sekali-kali tidak akan
dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk
surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. (Al-A'raf: 40) Maka Allah Swt.
berfirman, "Catatkanlah pada kitab catatan amalnya bahwa dia dimasukkan ke
dalam Sijjin bagian bumi yang paling dasar!" Lalu rohnya dicampakkan
dengan kasar (ke tempat tersebut). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan
firman-Nya: Dan barang siapa mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka
adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Maka
dikembalikanlah rohnya ke dalam jasadnya dan datang kepadanya dua malaikat yang
langsung mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya kepadanya, "Siapakah
Tuhanmu?” Ia hanya mengatakan, "Ha, ha, tidak tahu.” Keduanya bertanya
kepadanya, "Apakah agamamu?” Ia menjawab, "Ha, ha, tidak tahu."
Kedua malaikat bertanya kepadanya, "Siapakah lelaki yang diutus di
kalangan kalian ini?” Ia menjawab, "Ha, ha, tidak tahu.” Maka terdengarlah
suara dari langit menyerukan, "Hamba-Ku telah berdusta, maka hamparkanlah
untuknya hamparan dari neraka, dan bukakanlah baginya sebuah pintu yang menuju
ke neraka." Lalu panas neraka dan anginnya yang membakar datang kepadanya,
serta kuburan tempat tinggalnya disempitkan sehingga tulang-tulang iganya
berantakan. Kemudian datanglah seorang lelaki yang buruk rupanya, buruk
pakaiannya lagi busuk baunya seraya berkata, "Rasakanlah apa yang akan
membuatmu tersiksa. Hari ini adalah hari yang pernah dijanjikan kepadamu.” Maka
ia bertanya, "Siapakah kamu? Penampilanmu merupakan penampilan orang yang
membawa kejahatan.” Lelaki itu menjawab, "Saya adalah amal burukmu.” Maka
ia berkata, "Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan hari kiamat."
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Yunus ibnu Khabbab, dari Al-Minhal ibnu
Amr, dari Zazan, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan: Kami berangkat
bersama Rasulullah Saw. untuk menjenguk jenazah seseorang. Kemudian di dalam
hadis ini disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
Tetapi
di dalam hadis ini disebutkan bahwa:
"حَتَّى إِذَا خَرَجَ رُوحُهُ صَلَّى عَلَيْهِ كل ملك من
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَكُلُّ مَلَكٍ فِي السَّمَاءِ، وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ
السَّمَاءِ، لَيْسَ مِنْ أَهْلِ بَابٍ إِلَّا وَهُمْ يَدْعُونَ اللَّهَ، عَزَّ
وَجَلَّ، أَنْ يَعْرُجَ بِرُوحِهِ مَنْ قِبَلِهِمْ". وَفِي آخِرِهِ:
"ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَصَمُّ أَبْكَمُ، فِي يَدِهِ مَرْزَبَّة لَوْ
ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ كَانَ تُرَابًا، فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً فَيَصِيرُ تُرَابًا،
ثُمَّ يُعِيدُهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، كَمَا كَانَ، فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً
أُخْرَى فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ".
قَالَ الْبَرَاءُ: "ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ النَّارِ، وَيُمَهَّدُ
لَهُ فَرْشٌ مِنَ النَّارِ"
apabila
rohnya keluar (dari tubuhnya), maka semua malaikat yang terdapat di antara
langit dan bumi memohonkan rahmat baginya, begitu pula semua malaikat yang di
langit (berikutnya). Dan dibukakan baginya semua pintu langit. Tiada suatu
penghuni pintu (langit) pun, melainkan mendoakan agar Allah Swt. menaikkan
rohnya ke langit berikutnya. Di
bagian akhir dari hadis ini disebutkan bahwa: kemudian ditugaskan kepadanya
malaikat yang tidak mau melihat, tidak mau mendengar, dan tidak mau berbicara
(malaikat yang sangat bengis), sedangkan di tangannya terdapat sebuah cemeti;
seandainya cemeti itu dipukulkan ke sebuah gunung, niscaya gunungnya akan
menjadi debu. Kemudian malaikat itu memukulnya sekali pukul, sehingga jadilah
ia debu. Lalu Allah menghidupkannya kembali seperti semula, kemudian malaikat
itu memukulnya lagi, maka menjeritlah ia dengan jeritan yang dapat didengar
oleh segala sesuatu kecuali jin dan manusia. Al-Barra ibnu Azib melanjutkan
kisahnya, bahwa kemudian dibukakan baginya sebuah pintu dari neraka dan
digelarkan baginya hamparan dari api neraka.
Di
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan
Ibnu Jarir —yang lafaz hadis berikut menurut apa yang ada pada Ibnu Jarir—
disebutkan melalui hadis Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Sa'id ibnu Yasar,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الْمَيِّتُ
تَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ، فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ قَالُوا: اخْرُجِي
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ،
اخْرُجِي حَمِيدة، وَأَبْشِرِي برَوْح وَرَيْحَانٍ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ،
فَيَقُولُونَ ذَلِكَ حَتَّى يُعْرج بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا،
فَيَقُولُونَ: مَنْ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ. فَيُقَالُ: مَرْحَبًا
بِالنَّفْسِ الطَّيِّبَةِ الَّتِي كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ، ادْخُلِي
حَمِيدَةً، وَأَبْشِرِي برَوْح وَرَيْحَانٍ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ، فَيُقَالُ
لَهَا ذَلِكَ حَتَّى يُنْتَهَى بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي فِيهَا اللَّهُ،
عَزَّ وَجَلَّ. وَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ السَّوْء قَالُوا: اخْرُجِي أَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ، اخْرُجِي ذَمِيمَةً،
وَأَبْشِرِي بِحَمِيمٍ وغَسّاق، وَآخَرَ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ، فَيَقُولُونَ
ذَلِكَ حَتَّى تَخْرُجَ، ثُمَّ يُعْرَجُ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَيُسْتَفْتَحُ
لَهَا، فَيُقَالُ: مَنْ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: فَلَانٌ. فَيَقُولُونَ: لَا
مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الْخَبِيثَةِ الَّتِي كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الْخَبِيثِ،
ارْجِعِي ذَمِيمَةً، فَإِنَّهُ لَمْ تُفْتَحْ لَكِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَتُرْسَلُ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَتَصِيرُ إِلَى الْقَبْرِ"
Mayat
selalu dihadiri oleh para malaikat. Apabila mayat itu adalah seorang lelaki
yang saleh, maka mereka berkata, "Keluarlah wahai jiwa yang tenang, yang
berada di dalam jasad yang baik. Keluarlah engkau dalam keadaan terpuji dan
bergembiralah engkau dengan peristirahatan, wewangian, dan Tuhan yang tidak
murka.” Para malaikat selalu mengucapkan demikian hingga rohnya diangkat naik
ke langit. Kemudian dimintakan izin naik baginya, maka ditanyakan,
"Siapakah orang ini?” Mereka (para
malaikat yang mengantarnya) mengatakan, "Si Fulan." Maka dijawab,
"Selamat datang dengan jiwa yang baik yang dahulu berada di dalam tubuh
yang baik. Masuklah engkau dalam keadaan terpuji, dan bergembiralah dengan tempat
peristirahatan, wewangian, dan Tuhan yang tidak murka.” Dan dikatakan hal
tersebut hingga sampai ke langit yang padanya ada Allah Swt. Apabila lelaki itu
orang yang jahat, maka mereka (para malaikat) mengatakan,
"Keluarlah hai jiwa yang buruk yang berasal dari tubuh yang buruk.
Keluarlah engkau dalam keadaan tercela dan rasakanlah air panas yang mendidih
dan air yang sangat dingin serta azab yang lain yang serupa itu berbagai
macam." Ucapan itu dikatakan kepadanya terus-menerus hingga keluar (dari
tubuhnya), kemudian dibawa naik ke langit. Lalu dimintakan izin masuk
untuknya, dan ditanyakan, "Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, "Si
Fulan." Mereka berkata, "Tidak ada ucapan selamat datang bagi jiwa
yang buruk yang berasal dari tubuh yang buruk, kembalilah engkau dalam keadaan
tercela. Karena sesungguhnya tidak akan dibukakan untukmu semua pintu
langit." Kemudian rohnya dilepaskan di antara langit dan bumi, dan pada
akhirnya kembali ke kubur(nya).
Ibnu
Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sekali-kali tidak akan
dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit. (Al-A'raf: 40) Yakni tidak akan
dibukakan bagi amal-amal mereka, tidak pula bagi arwah mereka. Pendapat ini
menggabungkan pengertian di antara dua pendapat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ
الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ}
Dan
tidak (pula) mereka masuk surga,
hingga unta masuk ke lubang jarum. (Al-A'raf: 40)
Demikianlah
menurut qiraat jumhur ulama, dan mereka menafsirkannya bahwa yang dimaksud
dengan al-jamal ialah unta.
Ibnu
Mas'ud mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-jamal ialah anak unta.
Menurut riwayat yang lain yaitu unta jantan.
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga unta masuk ke lubang
jarum (yakni mustahil). Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah dan Ad-Dahhak.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari
Ibnu Abbas.
Mujahid
dan Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas membacanya
dengan bacaan berikut: Al-jummalu, yang artinya tambang yang kasar masuk
ke dalam lubang jarum. Inilah yang dipilih oleh Sa'id ibnu Jubair. Di dalam
riwayat yang lain disebutkan bahwa Ibnu Abbas membacanya hatta yalijal
jamalu, yakni tambang penambat perahu (tambang yang kuat, besar, lagi
kasar).
*******************
Firman
Allah Swt.:
لَهُمْ
مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ
Mereka
mempunyai tikar tidur dari api neraka. (Al-A'raf:
41)
Menurut
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, makna firman-Nya: Mereka mempunyai tikar tidur
dari api neraka. (Al-A'raf: 41) Yakni tikar atau hamparan. dan di atas
mereka ada selimut (api neraka). (Al-A'raf: 41) Mihad, selimut.
Hal
yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim dan As-Saddi.
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ}
Demikianlah
Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (Al-A'raf: 41)
Al-A'raf,
ayat 42-43
{وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا أُولَئِكَ
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (42) وَنزعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ
مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ
أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (43) }
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang
saleh. Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya; mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka,
mengalir di bawah mereka sungai-sungai, dan mereka berkata, "Segala puji
bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami
petunjuk Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.”
Dan diserukan kepada mereka, "Itulah surga yang diwariskan kepada kalian
disebabkan apa yang dahulu kalian kerjakan."
Setelah
Allah Swt menuturkan keadaan orang-orang yang celaka, maka penuturan-Nya
beralih menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ}
Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh. (Al-A'raf: 42)
Yaitu
hatinya beriman dan seluruh anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh.
Ayat ini merupakan lawan kata dari apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt.
sebelumnya, yaitu: Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan menyombongkan diri terhadapnya. (Al-A'raf: 40)
Kemudian
Allah mengingatkan bahwa iman dan pengamatannya adalah mudah karena Allah Swt.
telah berfirman;
{لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ. وَنزعْنَا مَا فِي
صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ}
Kami
tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya; mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka. (Al-A'raf: 42-43)
Maksudnya
dendam kesumat, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui
hadis Qatadah dari Abul Mutawakkil An-Naji, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا خَلَصَ
الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ حُبِسوا عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ
وَالنَّارِ، فَاقْتَصَّ لَهُمْ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا،
حَتَّى إِذَا هُذبوا وَنُقُّوا، أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ؛
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ أَحَدَهُمْ بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ
أَدُلُّ مِنْهُ بِمَسْكَنِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا"
Apabila
orang-orang mukmin selamat dari neraka, mereka ditahan di atas sebuah jembatan
yang terletak di antara surga dan neraka. Lalu dilakukanlah hukuman qisas
berkenaan dengan penganiayaan-penganiayaan yang terjadi di antara mereka ketika
di dunia. Setelah mereka dibersihkan dan disepuh (dari hal tersebut), barulah mereka diizinkan untuk
memasuki surga. Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
sesungguhnya seseorang di antara mereka terhadap suatu kedudukan di surga,
lebih ia ketahui ketimbang tempat tinggalnya sewaktu di dunia.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami cabut segala macam
dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka
sungai-sungai. (Al-A'raf: 43), hingga akhir ayat. Sesungguhnya ahli surga
itu apabila digiring masuk ke surga, maka mereka menjumpai di dekat pintu surga
sebuah pohon yang pada akarnya terdapat dua mata air. Kemudian mereka minum
dari salah satunya, maka tercabutlah (terhapuslah) dari dada mereka semua
dendam kesumat yang ada; minuman tersebut dinamakan minuman kesucian. Kemudian
mereka mandi dari mata air yang lainnya, maka mengalirlah ke dalam tubuh mereka
kesegaran yang penuh dengan kenikmatan, sehingga diri mereka tidak awut-awutan dan
tidak pucat lagi untuk selama-lamanya.
Abi
Ishaq meriwayatkan dari Asim, dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib hal yang
semisal dengan asar di atas, seperti yang akan dikemukakan nanti dalam tafsir
firman-Nya:
{وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى
الْجَنَّةِ زُمَرًا}
Dan
orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga
berombong-rombongan. (Az-Zumar: 73)
Qatadah
mengatakan, "Ali r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia benar-benar
berharap semoga dirinya, Usman, Talhah, dan Az-Zubair termasuk orang-orang yang
disebut oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: 'Dan Kami cabut segala macam
dendam yang berada di dalam dada mereka' (Al-A'raf: 43)."
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Israil
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan berkata bahwa Ali pernah
mengatakan, "Berkenaan dengan kami ahli Badar, demi Allah, ayat berikut
diturunkan," yaitu firman-Nya: Dan Kami cabut segala macam dendam yang
berada di dalam dada mereka. (Al-A'raf: 43)
Imam
Nasai dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan yang lafaznya berdasarkan apa yang ada
pada Ibnu Murdawaih, melalui hadis Abu Bakar Ibnu Ayyasy, dari Al-A'masy ibnu
Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"كُلُّ أَهْلِ
الْجَنَّةِ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ فَيَقُولُ: لَوْلَا أَنَّ اللَّهَ
هَدَانِي، فَيَكُونُ لَهُ شُكْرًا. وَكُلُّ أَهْلِ النَّارِ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ
الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي فَيَكُونُ لَهُ حَسْرَةً"
Semua
ahli surga dapat melihat kedudukannya di neraka, lalu ia mengatakan,
"Sekiranya Allah tidak memberikan petunjuk kepada saya," maka ucapan
itu merupakan ungkapan rasa syukurnya). Dan semua ahli neraka dapat melihat
kedudukannya di surga, lalu ia mengatakan, "Sekiranya Allah memberikan
petunjuk kepada saya," maka ucapan itu merupakan ungkapan rasa penyesalannya.
Karena
itulah ketika mereka tidak ditempatkan di neraka karena dimasukkan ke dalam
surga, maka diserukan kepada mereka, "Apa yang kalian peroleh sekarang
disebabkan amal perbuatan yang telah kalian kerjakan. Yakni berkat amal
perbuatan saleh kalian akhirnya kalian beroleh rahmat dan dapat masuk surga,
kemudian kalian menempati kedudukan masing-masing sesuai dengan tingkatan amal
perbuatan kalian."
Sesungguhnya
interpretasi demikian berdasarkan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"وَاعْلَمُوا أَنَّ
أَحَدَكُمْ لَنْ يُدْخِلَهُ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ". قَالُوا: وَلَا
أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ
يَتَغَمَّدَنِي الله برحمة منه وفضل"
Ketahuilah
oleh kalian bahwa seseorang di antara kalian tidak dapat masuk surga karena
amal perbuatannya. Mereka (para sahabat) bertanya,
"Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Begitu
pula saya, terkecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
saya.
Al-A'raf,
ayat 44-45
{وَنَادَى أَصْحَابُ
الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا
فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالُوا نَعَمْ فَأَذَّنَ
مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ (44) الَّذِينَ
يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالآخِرَةِ
كَافِرُونَ (45) }
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka
(dengan mengatakan), "Sesungguhnya
kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya
kepada kami. Maka apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab)
yang Tuhan kalian menjanjikannya (kepada ka!ian)?" mereka
(penduduk neraka) menjawab: "Betul.” Kemudian seorang penyeru (malaikat)
mengumumkan di antara kedua golongan itu, "Kutukan Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang zalim, (yaitu) orang-orang yang
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar
jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat."
Allah
Swt. menceritakan pembicaraan yang ditujukan kepada penduduk neraka apabila
mereka telah menempati tempatnya masing-masing, hal ini diutarakan dengan nada
sinis dan celaan, yaitu:
أَنْ
قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا
Sesungguhnya
kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya
kepada kami. (Al-A'raf: 44)
Huruf
an dalam ayat ini menafsirkan kata-kata yang tidak disebutkan; menurut
pendapat lain, sebagai at-tahqiq. Yakni para ahli surga berkata kepada
ahli neraka, "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa
yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami, maka apakah kalian benar-benar
memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian?"
Penduduk neraka menjawab, "Ya." Perihalnya sama dengan apa yang diberitakan
oleh Allah Swt. di dalam surat As-Shaffat tentang seseorang yang mempunyai
teman dari kalangan orang-orang kafir, yaitu:
{فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ
* قَالَ تَاللَّهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ * وَلَوْلا نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ
مِنَ الْمُحْضَرِينَ * أَفَمَا نَحْنُ بِمَيِّتِينَ * إِلا مَوْتَتَنَا الأولَى
وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ}
Maka
ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang
menyala-nyala. Ia berkata (pula), "Demi
Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah
karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke
neraka). Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita
yang pertama saja (di dunia). dan kita tidak akan disiksa (di
akhirat nanti)?” (Ash-Shaffat: 55-59)
Yakni
orang yang mukmin itu mengingkari apa yang pernah dikatakan temannya yang kafir
itu ketika di dunia, sekaligus mengecamnya terhadap apa yang sekarang ia alami
berupa azab dan pembalasan. Hal yang sama dikatakan pula oleh para malaikat terhadap
mereka (orang-orang kafir) dengan nada kecaman, seperti yang disebutkan melalui
firman-Nya:
{هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا
تُكَذِّبُونَ * أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ * اصْلَوْهَا
فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
(Dikatakan
kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kalian selalu
mendustakannya. Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat? (Rasakanlah
panas apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian;
kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan.” (Ath-Thur:
14-16)
Hal
yang sama pernah dikecamkan oleh Rasulullah Saw. terhadap orang-orang kafir
yang terbunuh dalam Perang Badar, lalu dimasukkan ke dalam sumur Qulaib. Maka
Rasulullah Saw. berseru:
"يَا أَبَا جَهْلِ
بْنَ هِشَامٍ، وَيَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ، وَيَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ
-وَسَمَّى رُءُوسَهُمْ-: هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟ فَإِنِّي
وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا". وَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، تُخَاطِبُ قَوْمًا قَدْ جَيفوا؟ فَقَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا
يَسْتَطِيعُونَ أَنْ يُجِيبُوا".
Hai
Abu Jahal ibnu Hisyam, hai Utbah ibnu Rabi'ah hai Syaibah ibnu Rabi'ah —seraya
menyebutkan pemimpin-pemimpin mereka (orang-orang
kafir) lainnya—, apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab)
yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian? Karena sesungguhnya
aku telah memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku dengan
sebenarnya. Umar r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau
berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Rasulullah Saw.
menjawab melalui sabdanya: Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaanNya, kalian sekali-kali bukanlah orang-orang yang lebih mendengar
ucapanku dari mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ}
Kemudian
seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara
kedua golongan itu. (Al-A'raf: 44)
Diumumkan
dan diberitahukan kepada mereka oleh juru penyeru.
{أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}
Kutukan
Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 44)
Yaitu
ditetapkan atas mereka kutukan Allah. Kemudian Allah Swt. menyebutkan sifat
mereka melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا}
(yaitu)
orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok (Al-A'raf: 45)
Maksudnya,
menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalan Allah dan syariat-Nya serta apa
yang disampaikan oleh nabi-nabi, dan mereka mengharapkan agar jalan itu menjadi
bengkok (tidak lurus) sehingga tidak ada seorang pun yang mau mengikutinya.
{وَهُمْ بِالآخِرَةِ كَافِرُونَ}
dan
mereka kafir kepada kehidupan akhirat. (Al-A'raf:
45)
Yakni
mereka ingkar dengan hari pertemuan dengan Allah Swt, yaitu hari akhirat.
Dengan kata lain, mereka mendustakan dan mengingkarinya serta tidak
mempercayainya dan tidak beriman kepada keberadaannya. Karena itulah mereka
tidak mempedulikan apa yang mereka kerjakan berupa perkataan yang mungkar dan
perbuatan yang keji, sebab mereka sama sekali tidak merasa takut dengan adanya
hari perhitungan, tidak takut pula kepada pembalasan hukuman di hari kemudian.
Mereka adalah manusia yang paling jahat ucapan dan amal perbuatannya.
Al-A'raf,
ayat 46-47
{وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ
وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ وَنَادَوْا أَصْحَابَ
الْجَنَّةِ أَنْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ (46)
وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا
لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (47) }
Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada
batas; dan diatas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari
dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga,
"salamun alaikum." Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka
ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke
arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu."
Setelah
Allah menyebutkan dialog (pembicaraan) ahli surga dengan ahli neraka, lalu
Allah mengingatkan bahwa di antara surga dan neraka terdapat batas, yaitu
tembok tinggi yang menghalang-halangi ahli neraka untuk sampai ke surga.
Menurut
Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan hijab dalam ayat ini ialah tembok
tinggi yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ
بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ}
Lalu
diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada
rahmat, dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. (Al-Hadid: 13)
Inilah
A'raf yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ}
dan
di atas A'raf itu ada orang-orang. (Al-A'raf:
46)
Kemudian
Ibnu Jarir meriwayatkan berikut sanadnya dari As-Saddi, bahwa ia pernah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara keduanya (penghuni
surga dan neraka) ada batas. (Al-A'raf: 46) Yang dimaksud dengan hijab
ialah tembok tinggi, yang juga disebut A'raf.
Mujahid
mengatakan bahwa A'raf ialah batas yang menghalang-halangi antara surga dan
neraka, yaitu berupa tembok tinggi yang mempunyai sebuah pintu.
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa الْأَعْرَافُ adalah bentuk jamak dari' عُرْف yang artinya setiap tanah yang tinggi, menurut orang Arab
disebut demikian. Sesungguhnya jengger ayam jago dinamakan عُرْفًا
karena ia berada di tempat yang
paling tinggi.
Telah
menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami
Ibnu Uyaynah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid yang telah mendengar Ibnu Abbas
mengatakan bahwa A'raf ialah sesuatu yang tinggi.
As-Sauri
meriwayatkan dari Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
A'raf ialah sebuah tembok yang paling tinggi, sama seperti jenggernya ayam
jago.
Menurut
riwayat lain dari Ibnu Abbas, A'raf adalah bentuk jamak, artinya sebuah tebing
yang tinggi terletak di antara surga dan neraka. Di tempat itu disekap sejumlah
manusia dari kalangan orang-orang yang berdosa.
Menurut
riwayat yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, A'raf ialah sebuah tembok yang
tinggi antara surga dan neraka. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir.
As-Saddi
mengatakan, dinamakan A'raf karena para penduduknya mengenal semua orang.
Ungkapan
ulama tafsir berbeda-beda sehubungan dengan penduduk A'raf ini, siapakah mereka
itu sebenarnya? Tetapi semua pendapat saling berdekatan pengertiannya yang
bermuara kepada suatu pendapat, yaitu mereka adalah kaum-kaum yang amal
kebaikan dan amal keburukannya sama. Demikianlah menurut apa yang telah
dinaskan oleh Huzaifah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta lain-lainnya yang
bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Telah
disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz
Abu Bakar ibnu Murdawaih:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا النُّعْمَانُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ،
حَدَّثَنَا شَيْخٌ لَنَا يُقَالُ لَهُ: أَبُو عَبَّادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّنِ اسْتَوَتْ حَسَنَاتُهُ وَسَيِّئَاتُهُ،
فَقَالَ: "أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ، لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ
يَطْمَعُونَ".
telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami
Ubaid ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami An-Nu'man ibnu Abdus Salam, telah menceritakan kepada
kami seorang guru kami yang dikenal dengan sebutan Abu Abbad, dari Abdullah
ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang amal kebaikan dan amal
keburukannya sama. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Mereka
adalah penghuni A'rafi mereka tidak dapat memasuki surga, padahal mereka sangat
menginginkannya.
Bila
ditinjau dari segi ini, hadis ini berpredikat garib.
Tetapi
telah diriwayatkan melalui jalur lain:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ
سَلَمَةَ عَنْ أَبِي الْحُسَامِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ رَجُلٍ
مِنْ مُزَيْنَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ، فَقَالَ: "إِنَّهُمْ قَوْمٌ خَرَجُوا عُصَاةً
بِغَيْرِ إِذَنْ آبَائِهِمْ، فَقُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
dari
Sa'id ibnu Salamah, dari Abul Hisam, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari seorang
lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah ditanya mengenai orang yang sama amal kebaikan dan amal keburukannya,
juga mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya: Sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang berangkat (berperang
di jalan Allah) dalam keadaan durhaka karena tanpa seizin orang tua-orang
tua mereka, lalu mereka gugur di jalan Allah.
قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ شِبْل، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُزَنِيِّ عَنْ
أَبِيهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
"أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ" فَقَالَ: "هُمْ نَاسٌ قُتِلُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ بِمَعْصِيَةِ آبَائِهِمْ، فَمَنَعَهُمْ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ
مَعْصِيَةُ آبَائِهِمْ وَمَنَعَهُمُ النَّارَ قَتْلُهُمْ في سبيل الله".
Sa'id
ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Syibl, dari Yahya ibnu Abdur Rahman
Al-Muzani, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya
mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah
orang-orang yang gugur di jalan Allah dalam keadaan durhaka terhadap orang
tua-orang tua mereka. Maka mereka tidak dapat masuk surga karena telah durhaka
terhadap orang tua-orang tua mereka, dan mereka tidak dapat masuk neraka karena
mereka telah gugur dalam membela jalan Allah.
Ibnu
Murdawaih, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai
jalur dari Abu Ma'syar dengan lafaz yang sama.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara marfu' melalui hadis Abu
Sa'id Al-Khudri dan Ibnu Abbas. Hanya Allah yang lebih mengetahui kesahihan
hadis-hadis marfu ini. Tetapi yang lebih jelas semuanya itu berpredikat mauquf
di dalamnya terkandung dalil mengenai apa yang telah kami sebutkan di atas.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada
kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Asy-Sya'bi, dari
Huzaifah, bahwa ia pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka ia menjawab
bahwa mereka adalah kaum-kaum yang sama kebaikan dan keburukannya, sehingga
amal keburukannya mencegahnya untuk masuk surga, sedangkan amal kebaikannya
menahannya hingga tidak masuk neraka. Huzaifah melanjutkan kisahnya, bahwa
karena itulah mereka diberhentikan di atas tembok yang tinggi itu untuk
menunggu apa yang diputuskan oleh Allah kepada mereka.
Ibnu
Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan keterangan yang lebih
rinci daripada ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq yang mengatakan bahwa Asy-Sya'bi
pernah menceritakan, "Abdul Humaid ibnu Abdur Rahman mengirimkan utusannya
kepadaku, sedangkan saat itu di sisinya terdapat Abuz Zanad (yakni Abdullah
ibnu Zakwan, maula orang-orang Quraisy). Tiba-tiba keduanya membicarakan suatu
pembicaraan mengenai penghuni A'raf tidak seperti apa yang disebutkan. Maka
saya berkata kepada keduanya, 'Jika kamu berdua suka, maka saya akan
menceritakan kepada kalian mengenai apa yang pernah diceritakan oleh Huzaifah.'
Keduanya menjawab, 'Ceritakanlah.' Saya mengatakan bahwa sesungguhnya Huzaifah
pernah menceritakan tentang penghuni A'raf; Huzaifah mengatakan, 'Mereka adalah
suatu kaum yang diselamatkan oleh amal kebaikannya dari neraka, tetapi
dihalang-halangi masuk surga oleh amal keburukannya.' Dan apabila pandangan
mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata 'Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu ' (Al-A'raf:
47) Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Tuhanmu menjenguk
mereka dan berfirman kepada mereka, 'Pergilah kalian dan masuklah kalian ke
dalam surga, karena sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan kepada
kalian'."
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abu Bakar
Al-Huzali yang mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair pernah menceritakan hal
tersebut dari Ibnu Mas'ud. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Kelak di hari kiamat
manusia dihisab, maka barang siapa yang amal kebaikannya lebih banyak satu
tingkatan daripada amal keburukannya, maka ia masuk surga. Barang siapa yang
amal keburukannya lebih banyak satu tingkat daripada amal kebaikannya, maka ia
masuk neraka." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Barang siapa
yang berat timbangan (kebaikannya. (Al-Mu’minun: 102), hingga akhir ayat
berikutnya. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa timbangan amal dapat menjadi
berat dan ringan hanya dengan sebiji buah sawi. Ibnu Mas'ud mengatakan pula,
"Barang siapa yang amal kebaikannya sama dengan amal keburukannya, maka
dia termasuk penghuni A'raf." Para penghuni A'raf diberhentikan di atas
sirat, karena itu mereka mengetahui ahli surga dan ahli neraka. Apabila mereka
melihat kepada ahli surga, maka mereka mengatakan, "Salamun
'alaikum" Apabila mereka menolehkan pandangan mereka ke arah kiri
mereka, maka mereka melihat ahli neraka, lalu mereka mengatakan: Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim. (Al-A'raf:
47) Mereka meminta perlindungan kepada Allah agar jangan ditempatkan bersama
ahli neraka. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Adapun orang-orang yang mempunyai
amal kebaikan, mereka diberi nur yang dengannya mereka dapat berjalan; nur
itu menyinari bagian depan dan sebelah kanan mereka. Pada hari itu setiap
hamba diberi nur, demikian pula setiap umat. Tetapi apabila mereka
sampai di sirat, maka Allah mencabut nur setiap orang munafik laki-laki
dan perempuan. Ketika ahli surga melihat bahwa mereka tidak bersua dengan
orang-orang munafik, maka mereka berkata: Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi
kami cahaya kami. (At-Tahrim: 8) Adapun penghuni A'raf, nur (cahaya)
mereka tidak dicabut dari mereka dan masih tetap berada di hadapan mereka. Maka
di tempat itulah Allah Swt. menyebutkan keadaannya melalui firman-Nya: Mereka
belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya).
(Al-A'raf: 46) Mereka hanya mampu berkeinginan untuk memasukinya. Ibnu Mas'ud
melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang hamba apabila mengerjakan
suatu amal kebaikan, dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan. Apabila ia
berbuat suatu keburukan, maka tidak dicatatkan melainkan hanya dosa satu
keburukan. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan, "Binasalah orang yang
satuannya (amal keburukannya) mengalahkan puluhannya (amal kebaikannya)."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku
Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid; keduanya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Habib ibnu Abu Sabit,
dari Abdullah ibnul Haris, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa A'raf adalah
tembok yang terdapat di antara surga dan neraka. Para penghuni A'raf berada di
tembok tersebut hingga manakala Allah memulai memaafkan mereka, maka Allah membawa
mereka ke sebuah sungai yang dinamakan Nahrul Hayat (Sungai Kehidupan).
Kedua sisi sungai itu terbuat dari batangan emas yang dihiasi dengan
mutiara-mutiara, sedangkan tanahnya adalah minyak kesturi. Lalu mereka
dilemparkan ke dalamnya hingga warna tubuh mereka menjadi bagus dan pada leher
mereka terdapat tahi lalat (tanda) putih yang menjadi pengenal mereka. Manakala
warna tubuh mereka telah bagus, lalu mereka dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah. Maka Tuhan berfirman, "Harapkanlah sesuka hati kalian!"
Maka mereka pun berharap; hingga setelah harapan (cita-cita) mereka habis.
Tuhan berfirman kepada mereka, "Bagi kalian semua apa yang kalian harapkan
(menjadi kenyataan) dan hal yang semisal sebanyak tujuh puluh kali lipat."
Mereka masuk ke dalam surga, sedangkan pada leher mereka terdapat tanda putih
yang menjadi pengenal mereka; mereka dinamakan orang-orang miskin ahli surga.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Yahya ibnul
Mugirah, dari Jarir dengan sanad yang sama. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari
Habib ibnu Abu Sabit, dari Mujahid dan dari Abdullah ibnul Haris. Disebutkan
bahwa asar ini adalah perkataan Ibnu Abbas (yakni mauquf), dan inilah yang
lebih sahih. Hal yang sama diriwayatkan dari Mujahid dan Ad-Dahhak serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ سُنَيْد بْنُ
دَاوُدَ: حَدَّثَنِي جَرِيرٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ، عَنْ أَبِي
زُرْعَة عَنْ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ قَالَ هُمْ آخِرُ مَنْ يُفْصَلُ
بَيْنَهُمْ مِنَ الْعِبَادِ، فَإِذَا فَرَغَ رَبُّ الْعَالَمِينَ مِنْ فَصْلِهِ
بَيْنَ الْعِبَادِ قَالَ: أَنْتُمْ قَوْمٌ أَخْرَجَتْكُمْ حَسَنَاتُكُمْ مِنَ
النَّارِ، وَلَمْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ، فَأَنْتُمْ عُتَقَائِي، فَارْعَوْا مِنَ
الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْتُمْ"
Sa'id
ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepadaku Jarir, dari Imarah ibnul
Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Amr ibnu Jarir yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka
adalah hamba-hamba Allah yang paling akhir mendapat keputusan perkaranya di
antara sesama mereka. Apabila Tuhan semesta alam telah selesai dari melakukan
keputusan di antara sesama hamba-Nya, maka Allah berfirman, "Kalian adalah
suatu kaum yang dikeluarkan dari neraka berkat amal-amal kebaikan kalian,
tetapi kalian masih belum dapat masuk surga. Kalian sekarang adalah orang-orang
yang dimerdekakan oleh-Ku (dari neraka), maka bermain-mainlah di dalam
surga sekehendak kalian.
Hadis
ini mursal lagi hasan. Menurut suatu pendapat, mereka adalah
anak-anak zina. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Qurtubi.
Al-Hafiz
Ibnu Asakir di dalam biografi Al-Walid ibnu Musa, dari Syaibah ibnu Uzman, dari
Urwah ibnu Ruwayyim, dari Al-Hasan, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw.,
أَنَّ مُؤْمِنِي الْجِنِّ
لَهُمْ ثَوَابٌ وَعَلَيْهِمْ عِقَابٌ، فَسَأَلْنَاهُ عَنْ ثَوَابِهِمْ فَقَالَ:
"عَلَى الْأَعْرَافِ، وَلَيْسُوا فِي الْجَنَّةِ مَعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَسَأَلْنَاهُ: وَمَا الْأَعْرَافُ؟ فَقَالَ:
"حَائِطُ الْجَنَّةِ تَجْرِي فِيهَا الْأَنْهَارُ، وَتَنْبُتُ فِيهِ
الْأَشْجَارُ وَالثِّمَارُ".
bahwa
jin yang mukmin ada yang beroleh pahala, ada pula yang beroleh siksaan. Maka
kami bertanya kepadanya tentang pahala kaum jin dan kaum yang beriman dari
kalangan mereka. Rasulullah Saw. menjawab, "Mereka berada di
A'raf dan tidak dikumpulkan di dalam surga bersama-sama umatku."
Kemudian kami bertanya kepada beliau tentang A'raf, maka beliau Saw. menjawab,
"A'raf adalah tembok surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan
dipenuhi oleh pohon-pohon yang berbuah." Imam Baihaqi meriwayatkannya
dari Ibnu Bisyran, dari Ali ibnu Muhammad Al-Masri, dari Yusuf ibnu Yazid, dari
Al-Walid ibnu Musa dengan sanad yang sama.
Sufyan
As-Sauri meriwayatkan dari Khasif, dari Mujahid, bahwa penghuni A'raf adalah
kaum yang saleh dan ulama fiqih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah. dari Sulaiman
At-Taimi, dari Abu Mijlaz sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara
keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raf itu
ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan
tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46) Abu Mijlaz mengatakan bahwa mereka
adalah sejumlah malaikat yang mengenal semua ahli surga dan ahli neraka. Dan
mereka menyeru penduduk surga, "Salamun 'alaikum.” Mereka belum lagi
memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila
pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim
itu.” Dan orang-orang yang di atas A’raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka
orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya
mengatakan, "Harta yang kalian kumpulkan dan apa yang selalu kalian
sombongkan itu tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Orang-orang di
sisi A'raf bertanya kepada penghuni neraka), "Itukah orang-orang yang
kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Al-A'raf:
46-48); Abu Mijlaz mengatakan bahwa ketika ahli surga masuk ke dalam surga,
dikatakan: Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian
dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Sanad
asar ini sahih sampai kepada Abu Mijlaz yang nama aslinya ialah Lahiq
ibnu Humaid, salah seorang tabi'in.
Asar
ini garib dan merupakan ucapan Abu Mijlaz sendiri, serta bertentangan
dengan makna lahiriah konteks ayat. Pendapat jumhur ulama lebih diprioritaskan
daripada perkataan Abu Mijlaz sendiri, karena berdasarkan makna ayat sesuai
dengan pendapat yang mereka utarakan. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid,
yaitu sesungguhnya mereka adalah kaum yang saleh lagi ulama fiqih. Tetapi di
dalamnya terkandung garabah pula.
Al-Qurtubi
dan lain-lainnya meriwayatkan sehubungan dengan pengertian mereka (ahli A'raf)
dua belas pendapat, antara lain ada yang mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang baik-baik yang panik dalam menghadapi keadaan yang menakutkan
di hari akhirat, dan mereka adalah sejumlah manusia yang melihat-lihat keadaan
manusia. Menurut pendapat yang lainnya mereka (penghuni A'raf) adalah para
nabi. Menurut pendapat yang lainnya lagi mereka adalah para malaikat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ}
yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan
tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46)
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka mengenal ahli surga
melalui wajahnya yang putih-putih lagi bercahaya, sedangkan ahli neraka melalui
wajahnya yang hitam legam. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak dari
Ibnu Abbas.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah
menempatkan mereka pada kedudukan tersebut agar mereka mengenal orang-orang
yang berada di surga dan orang-orang yang berada di neraka. Agar mereka
mengenal bahwa semua penghuni neraka itu wajahnya hitam legam, kemudian mereka
meminta perlindungan kepada Allah agar Dia jangan menempatkan mereka
bersama-sama orang-orang yang zalim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka pun
mengucapkan salam penghormatan kepada ahli surga. Mereka belum lagi
memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46)
Tetapi mereka akan segera memasukinya, insya Allah.
Hal
yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak As-Saddi, Al-Hasan, Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Ma'mar
meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia pernah membaca firman-Nya berikut: Mereka
belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya).
(Al-A'raf: 46) Kemudian Al-Hasan berkata, "Demi Allah, tidak sekali-kali
keinginan itu timbul dalam hati mereka melainkan karena kemuliaan yang
dikehendaki oleh Allah buat mereka."
Qatadah
mengatakan bahwa Allah telah menceritakan kepada kalian mengenai kedudukan
mereka yang membuat mereka mempunyai keinginan tersebut.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ
أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ}
Dan
apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata,
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang
yang zalim itu.” (Al-A'raf: 47)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
sesungguhnya penduduk A'raf apabila melayangkan pandangannya ke arah ahli
neraka dan mereka mengenalnya, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami,
janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
As-Saddi
mengatakan, apabila penghuni A'raf bertemu dengan segolongan besar manusia yang
digiring masuk ke neraka, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
Ikrimah
mengatakan bahwa wajah mereka diarahkan ke neraka. Tetapi bila pandangan mereka
beralih kepada ahli surga, maka perasaan takut tersebut hilang dari mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan
dengan firman Allah Swt.: Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah
penghuni neraka (Al-A'raf: 47) kemudian mereka melihat wajah penduduk
neraka yang hitam legam dan mata mereka membiru. berkatalah mereka, "Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim
itu.” (Al-A'raf: 47)
Al-A'raf,
ayat 48-49
{وَنَادَى أَصْحَابُ
الأعْرَافِ رِجَالا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَى عَنْكُمْ
جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ (48) أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ
أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ
عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (49) }
Dan orang-orang yang di atas A'raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka
mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya mengatakan, "Harta yang kalian
kumpulkan dan apa yang selalu kalian sombongkan itu tidaklah memberi manfaat
kepada kalian.” (Orang-orang di atas A'raf bertanya kepada penghuni
neraka), "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka
tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Kepada orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah
ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian
bersedih hati "
Allah
Swt. berfirman, menceritakan kecaman yang dilakukan oleh penduduk A'raf
terhadap pemimpin-pemimpin orang musyrik yang mereka kenal melalui
tanda-tandanya dalam neraka.
{مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ}
Harta
yang kalian kumpulkan tidaklah memberi manfaat kepada kalian. (Al-A'raf: 48)
Yakni
banyaknya harta kalian tidak memberi manfaat sedikit pun kepada diri kalian.
{وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ}
dan
tidak (pula) apa yang selalu kalian
sombongkan itu. (Al-A'raf: 48)
Artinya,
tidak memberi manfaat kepada kalian banyaknya harta kalian, tidak pula besarnya
golongan kalian dari azab Allah, bahkan kalian pasti akan mengalami azab dan
pembalasan seperti yang kalian rasakan sekarang.
{أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا
يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ}
Itukah
orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat
Allah? (Al-A'raf: 49)
Menurut
Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud adalah penduduk A'raf.
{ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ
وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ}
Masuklah
ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'd, telah
menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah
menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Mereka mengatakan.”Harta yang kalian kumpulkan tidaklah
memberi manfaat kepada kalian.” (Al-A'raf: 48), hingga akhir ayat. Ibnu
Abbas mengatakan bahwa setelah penduduk A'raf berkata kepada mereka sesuai
dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, mereka harus mengatakannya (yakni
penduduk A'raf berkata kepada ahli surga dan ahli neraka). Maka Allah berfirman
kepada orang-orang yang takabur (sombong) dan yang berharta banyak: "Itukah
orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidakakan mendapat rahmat
Allah?”(Kepada orang-orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke
dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian
bersedih hati." (Al-A'raf: 49)
Huzaifah
mengatakan, sesungguhnya penduduk A'raf adalah suatu kaum yang seimbang amal
kebaikan dan amal keburukannya. Amal keburukannya menghalanginya untuk masuk
surga, sedangkan amal baiknya menyelamatkannya dari neraka, maka mereka
ditempatkan di A'raf sehingga mereka mengetahui semua orang melalui
tanda-tandanya. Setelah Allah selesai dari memutuskan perkara di antara
hamba-hamba-Nya, maka diizinkan bagi mereka untuk mencari syafaat. Lalu mereka
datang kepada Adam dan mengatakan, "Hai Adam, engkau adalah bapak kami
semua, maka mohonkanlah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu." Adam menjawab,
"Tahukah kamu bahwa ada seseorang yang diciptakan oleh Allah dengan tangan
(kekuasaan)-Nya sendiri serta Allah telah meniupkan sebagian dari roh
(ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan rahmat-Nya terhadap dia mendahului
murka-Nya, dan para malaikat sujud kepadanya selain dari saya?" Mereka
menjawab, "Tidak tahu." Adam berkata, "Saya tidak mengetahui
keadaan Allah, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, sebaiknya
datanglah kalian kepada anakku, yaitu Ibrahim." Mereka datang kepada Nabi
Ibrahim dan meminta kepadanya agar memintakan syafaat buat mereka kepada Tuhan
mereka. Ibrahim berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang
dijadikan oleh Allah sebagai kekasih-Nya? Tahukah kalian bahwa ada seseorang
yang dibakar kaumnya dengan api demi membela Allah selain dari saya?"
Mereka menjawab.”Tidak tahu." Nabi Ibrahim menjawab, "Saya tidak
mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian,
tetapi sebaiknya datangilah anakku Musa oleh kalian." Mereka datang kepada
Nabi Musa a.s. Musa a.s. berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang
diajak berbicara oleh Allah secara langsung dan didekatkan kepada-Nya dalam
munajatnya selain saya?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Musa
a.s. berkata, "Saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat
memintakan syafaat buat kalian, tetapi sebaiknya datanglah kalian kepada Isa."
Mereka datang kepada Isa a.s. dan berkata kepadanya, "Mohonkanlah syafaat
bagi kami kepada Tuhanmu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada
seseorang diciptakan oleh Allah tanpa seorang ayah?" Mereka menjawab,
"Tidak tahu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang
yang dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang berpenyakit supak serta dapat
menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan seizin Allah, selain
saya?" Mereka menjawab, 'Tidak tahu." Maka Isa berkata, "Saya
hanya membela diri saya sendiri, saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya
tidak dapat memohonkan syafaat buat kalian. Tetapi sebaiknya datanglah kalian
kepada Muhammad Saw." Lalu mereka datang kepada saya. Maka saya
mengusapkan tangan ke dada, kemudian saya katakan, "Sayalah orangnya yang dapat
memintakan syafaat buat kalian." Kemudian saya berjalan hingga sampai di
hadapan Arasy, lalu saya datang kepada Tuhan saya. Maka Dia membukakan bagi
saya pujian yang sama sekali belum pernah didengar oleh seorang manusia pun hal
yang semisal dengannya. Lalu saya bersujud dan dikatakan kepada saya, "Hai
Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau
minta; dan berilah syafaat, niscaya diizinkan bagimu!" Maka saya
mengangkat kepala saya, kemudian Tuhan memuji saya, lalu saya menyungkur
bersujud, dan dikatakan kepada saya, "Angkatlah kepalamu. Mintalah,
niscaya engkau diberi apa yang engkau minta; dan berilah syafaat, niscaya
syafaatmu diperkenankan." Saya mengangkat kepala saya dan mengatakan,
"Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku." Allah berfirman, "Mereka
bagianmu." Maka tidak ada seorang nabi yang diutus dan tidak pula malaikat
yang terdekat melainkan ia merasa iri dengan kedudukan saya itu, yaitu yang
dinamai Maqamul Mahmud. Kemudian saya bawa mereka ke surga dan saya
meminta izin untuk dibuka, maka dibukalah pintu surga untuk saya dan untuk
mereka. Selanjutnya mereka dibawa ke sebuah sungai yang dikenal dengan nama Nahrul
Hayawan (Sungai kehidupan); kedua tepi sungai itu terbuat dari batangan
emas yang dihiasi dengan mutiara, sedangkan tanahnya dari minyak kesturi, dan
batu kerikilnya adalah batu yaqut. Mereka mandi di dalam sungai itu. Setelah
mandi, kembalilah ujud mereka menjadi rupa ahli surga dan baunya pun bau ahli
surga. Sehingga jadilah mereka seperti bintang-bintang yang gemerlapan
cahayanya, tetapi di dalam dada mereka terdapat tanda putih yang merupakan
pengenal mereka; mereka disebut orang-orang miskin ahli surga.
Al-A'raf,
ayat 50-51
{وَنَادَى أَصْحَابُ
النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ
مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى
الْكَافِرِينَ (50) الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا
وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا
لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (51) }
Dan penghuni neraka
menyeru penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan
yang telah direzekikan Allah kepada kalian." Mereka (penghuni surga) menjawab,
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang
kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai
main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka
pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka
melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Allah
menceritakan perihal kehinaan ahli neraka dan permintaan mereka kepada ahli
surga akan minuman dan makanan yang diperolehnya. Mereka tidak diperkenankan
meminta hal tersebut. Dengan kata lain, permintaan mereka ditolak.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan penghuni neraka menyeru
penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang
direzekikan Allah kepada kalian." (Al-A'raf: 50); Yang dimaksud dengan
rezeki dalam ayat ini ialah makanan.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa penghuni neraka meminta kepada
penghuni surga agar diberi makanan dan minuman.
As-Sauri
meriwayatkan dari Usman As-Saqafi, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan
makna ayat ini, bahwa seseorang memanggil ayahnya atau saudaranya, lalu ia
berseru kepadanya, "Sesungguhnya aku sekarang terbakar, maka berikanlah
kepadaku sedikit air." Maka dikatakan kepada ahli surga, "Jawablah
mereka," lalu ahli surga menjawab mereka seperti yang disitir oleh
Firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas
orang-orang kafir. (Al-A'raf: 50)
Telah
diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Sa'id, dari Ibnu Abbas hal yang
semisal.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Al-A'raf:
50) Yakni makanan dan minuman surga diharamkan atas orang-orang kafir.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا مُوسَى
بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الصفَّار فِي دَارِ عَمْرِو بْنِ
مُسْلِمٍ قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ -أَوْ: سُئِلَ -: أَيُّ الصَّدَقَةِ
أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الْمَاءُ، أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى أَهْلِ النَّارِ
لَمَّا اسْتَغَاثُوا بِأَهْلِ الْجَنَّةِ قَالُوا: {أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ
الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Musa ibnul Mugirah,
telah menceritakan kepada kami Abu Musa As-Saffar ketika di rumah Amr ibnu
Muslim. Ia mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, atau Ibnu
Abbas pernah ditanya, "Sedekah apakah yang lebih afdal?" Ibnu Abbas
menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sedekah yang paling utama
ialah berupa air. Tidakkah engkau mendengar ucapan ahli neraka ketika mereka
meminta tolong kepada ahli surga, mereka mengatakan, "Limpahkanlah kepada
kami sebagian dari air atau sedikit dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada
kalian.”
Ibnu
Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan,
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Saleh yang menceritakan bahwa di saat Abu Talib sedang
sakit keras, orang-orang (Quraisy) berkata kepadanya, "Sebaiknya engkau
suruh keponakanmu ini (yakni Nabi Saw.) membawa setangkai buah anggur dari
surga, mudah-mudahan dapat menyembuhkanmu." Utusan Abu Talib datang
menghadap Nabi Saw, yang saat itu sedang bersama Abu Bakar. Maka Abu Bakar
berkata (kepada utusan tersebut), "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
makanan dan minuman surga atas orang-orang kafir." Kemudian Allah Swt.
menggambarkan perihal orang-orang kafir, yaitu tentang pegangan hidup mereka di
dunia, mereka menjadikan agama sebagai main-main dan gurauan: serta
keteperdayaan mereka dengan keduniawian beserta kemilaunya, hingga mereka lupa
daratan kepada apa yang diperintahkan kepada mereka, yaitu beramal untuk negeri
akhirat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا
لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka
pada hari (kiamat) ini Kami melupakan
mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf:
51)
Maksudnya,
mereka diperlakukan dengan perlakuan seperti terhadap mereka yang terlupakan.
Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang samar dan tersembunyi dari
pengetahuan Allah dan tiada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya. Seperti yang
disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا
يَنْسَى}
Di
dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52)
Sesungguhnya
Allah Swt. mengatakan demikian sebagai balasan yang setimpal terhadap mereka.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Mereka
telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)
{كَذَلِكَ
أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى}
Allah
berfirman, "Demikianlah, telah datang kepada kamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula)
pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 126)
{وَقِيلَ
الْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا}
Dan
dikatakan (kepada mereka), "Pada hari
ini Kami melupakan kalian sebagaimana kalian telah melupakan pertemuan (dengan)
hari kalian ini.” (Al-Jatsiyah: 34)
A!-Aufi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka pada
hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan
pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51) Bahwa Allah melupakan
kebaikan untuk mereka, tetapi tidak melupakan keburukan buat mereka.
Menurut
riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, maksudnya yaitu Kami tinggalkan
mereka sebagaimana mereka telah melupakan pertemuan-pertemuan mereka dengan
hari ini. Menurut Mujahid, Kami biarkan mereka di dalam neraka.
Menurut
As-Saddi, Kami biarkan mereka tidak beroleh rahmat sebagaimana mereka telah
melupakan beramal untuk menyambut pertemuan mereka dengan hari ini.
Di
dalam hadis sahih disebutkan bahwa Allah berfirman kepada seorang hamba di hari
kiamat,
"أَلَمْ أُزَوِّجْكَ؟
أَلَمْ أُكْرِمْكَ؟ أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وأذَرْك
تَرْأَسُ وتَرْبَع؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ: أَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟
فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: فاليوم أنساك كما نسيتني"
"Bukankah
Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah
menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan bertempat
tinggal?" Hamba itu menjawab, "Memang benar." Allah berfirman,
"Apakah kamu menduga bahwa engkau akan bersua dengan-Ku pada hari ini?"
Si hamba menjawab, "Tidak." Maka Allah Swt. berfirman, "Maka
pada hari ini Aku melupakanmu sebagaimana kamu telah melupakan Aku."
Al-A'raf,
ayat 52-53
{وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ
بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52)
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ
نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ
شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا
نَعْمَلُ قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
(53) }
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka yang Kami telah
menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya)
kebenaran Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an
itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya
telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami
pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami, atau dapatkah kami
dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang
pernah kami amalkan?” Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan
telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.
Allah
Swt. menceritakan tentang alasan mengapa Dia mengutus para rasul kepada mereka.
Hal ini diungkapkan melalui Al-Qur'an yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.
Al-Qur'an itu merupakan kitab yang terinci lagi jelas. Perihalnya sama dengan
apa yang dikatakan dalam firman lainnya, yaitu:
الر
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
(inilah)
suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
rinci. (Hud: 1), hingga akhir ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.;
{فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ}
yang
Kami telah menjelaskannya atas pengetahuan Kami. (Al-A'raf: 52)
Yakni
kepada seluruh umat. Dengan kata lain, semua rincian yang ada padanya
berdasarkan pengetahuan Kami. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam
ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Allah
menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya. (An-Nisa:
166)
Ibnu
Jarir mengatakan bahwa ayat ini merupakan jawaban pengertian yang terkandung di
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya. (Al-A'raf:
2), hingga akhir ayat. Yang dimaksudkan adalah firman-Nya: Dan sesungguhnya
Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka. (Al-A'raf:
52), hingga akhir ayat.
Akan
tetapi, apa yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini masih perlu dipertimbangkan
kebenarannya. Karena sesungguhnya jarak pemisah di antara kedua ayat sangat
panjang, sedangkan dalil yang menunjuk kearah itu tidak ada. Tetapi
sesungguhnya duduk perkara yang sebenarnya ialah bahwa setelah Allah
menceritakan tentang akibat yang mereka alami (yaitu kerugian di akhirat), maka
Allah mematahkan alasan mereka di dunia, yaitu bahwa Dia telah mengutus para
rasul-Nya, juga telah menurunkan Kitab-Nya. Pengertiannya sama dengan apa yang
terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ
رَسُولا}
Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
Karena
itulah dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ}
Tiadalah
mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya
kebenaran) Al-Qur'an itu. (Al-A'raf: 53)
Yaitu
apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa azab, pembalasan, surga, dan
neraka. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Sedangkan menurut Imam Malik, makna yang dimaksud dengan takwil dalam ayat ini
ialah balasan atau pahalanya.
Ar-Rabi'
mengatakan bahwa takwil Al-Qur'an masih terus akan berlanjut hingga hari hisab
(perhitungan amal) selesai, ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka telah
masuk neraka. Maka pada saat itu sempurnalah takwil Al-Qur'an.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ}
Pada
hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an itu. (Al-A'raf: 53)
Yakni
pada hari kiamat, menurut pendapat Ibnu Abbas.
{يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ}
berkatalah
orang-orang yang melupakannya sebelum itu. (Al-A'raf:
53)
Maksudnya,
orang-orang yang tidak mau beramal untuk menyambut hari kiamat dan mereka
dengan sengaja melupakannya ketika hidup di dunia.
{قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ
فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا}
"Sesungguhnya
telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa perkara yang hak, maka adakah bagi
kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami. (Al-A'raf: 53)
Yakni
untuk menyelamatkan kami dari nasib yang menimpa kami sekarang ini.
{أَوْ نُرَدُّ}
atau
dapatkah kami dikembalikan. (Al-A'raf:
53)
Yaitu
ke dalam kehidupan di dunia.
{فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ}
sehingga
kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” (Al-A'raf: 53)
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui
firman-Nya:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ
فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ * بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ
رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan
jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka
dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke
dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang
yang beriman," (tentulah kamu melihat sesuatu peristiwa yang
mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan
yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke
dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang
mengerjakannya Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am:
27-28)
Sedangkan
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ
عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Sungguh
mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka
tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf:
53)
Artinya,
mereka merugikan diri mereka sendiri karena pada akhirnya mereka dimasukkan ke
dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya.
{وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
dan
telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf: 53)
Yakni
lenyaplah apa yang dahulu mereka sembah selain Allah; sembah-an-sembahan mereka
tidak dapat memberikan syafaat kepada mereka, tidak dapat menolong mereka, dan
tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab yang mereka alami.
Al-A'raf,
ayat 54
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ
تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (54) }
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam (berkuasa) di atas Arasy. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari,
bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah. Tuhan
semesta alam.
Allah
Swt. berfirman bahwa Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta ini, termasuk
langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari. Hal
seperti ini disebutkan di dalam Al-Qur'an melalui bukan hanya satu ayat.
Yang
dimaksud dengan enam hari ialah Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat.
Pada hari Jumat semua makhluk kelak dihimpunkan, dan pada hari Jumat pula Allah
menciptakan Adam a.s.
Para
ulama berselisih pendapat mengenai pengertian makna hari-hari tersebut. Dengan
kata lain. apakah yang dimaksud dengan hari-hari tersebut sama dengan hari-hari
kita sekarang, seperti yang kita pahami dengan mudah. Ataukah yang dimaksud
dengan setiap hari adalah yang lamanya sama dengan seribu tahun, seperti apa
yang telah dinaskan oleh Mujahid dan Imam Ahmad ibnu Hambal, yang hal ini
diriwayatkan melalui Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas.
Adapun
mengenai hari Sabtu, tidak terjadi padanya suatu penciptaan pun, mengingat hari
Sabtu adalah hari yang ketujuh. Karena itulah hari ini dinamakan hari Sabtu,
yang artinya putus.
Hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya menyebutkan:
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ،
حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أَخْبَرَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّة، عَنْ أَيُّوبَ
بْنِ خَالِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ -مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ -عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ: "خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ،
وَخَلْقَ الْجِبَالَ فِيهَا يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلْقَ الشَّجَرَ فِيهَا يَوْمَ
الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ
يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ
آدَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ آخِرَ الْخَلْقِ، فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ
سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ".
telah
menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij,
telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah, dari Ayyub ibnu Khalid, dari
Abdullah ibnu Rafi* maula Ummu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. memegang tangannya, lalu bersabda: Allah menciptakan
bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung-gunung yang ada di bumi pada hari
Ahad, menciptakan pepohonan yang ada di bumi pada hari Senin, menciptakan
hal-hal yang tidak disukai pada hari Selasa, menciptakan nur pada hari Rabu,
menebarkan hewan-hewan di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam sesudah
asar pada hari Jumat sebagai akhir makhluk yang diciptakan di saat yang
terakhir dari saat-saat hari Jumat, tepatnya di antara waktu asar dan malam hari.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Muslim ibnu Hajjaj di dalam kitab sahihnya dan juga oleh
Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Hajjaj (yaitu Ibnu Muhammad Al-A'war),
dari Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.
Di
dalamnya disebutkan semua hari yang tujuh secara penuh. Padahal Allah Swt.
telah menyebutkan dalam Firman-Nya enam hari. Karena itulah maka Imam Bukhari
dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para huffaz
mempermasalahkan hadis ini. Mereka menjadikannya sebagai riwayat dari Abu
Hurairah, dari Ka'b Al-Ahbar, yakni bukan hadis marfu’.
*******************
Mengenai
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ}
Lalu
Dia beristiwa di atas Arasy. (Al-A'raf:
54)
Sehubungan
dengan makna ayat ini para ulama mempunyai berbagai pendapat yang cukup banyak,
rinciannya bukan pada kitab ini.
Tetapi
sehubungan dengan ini kami hanya meniti cara yang dipakai oleh mazhab ulama
Salaf yang saleh, seperti Malik, Auza'i, As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa'd,
Asy-Syafii, Ahmad, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta lain-lainnya dari kalangan
para imam kaum muslim, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Yaitu
menginterpretasikannya seperti apa adanya, tetapi tanpa memberikan gambaran,
penyerupaan, juga tanpa mengaburkan pengertiannya. Pada garis besarnya apa yang
mudah ditangkap dari teks ayat oleh orang yang suka menyerupakan merupakan hal
yang tidak ada bagi Allah, mengingat Allah Swt. itu tidak ada sesuatu pun dari
makhluk yang menyerupai-Nya. Allah Swt. telah berfirman:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِيرُ}
Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (Asy-Syura; 11)
Bahkan
pengertiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh para imam, antara lain
Na'im ibnu Hammad Al-Khuza'i (guru Imam Bukhari). Ia mengatakan bahwa barang
siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, kafirlah dia. Barang siapa
yang ingkar kepada apa yang disifatkan oleh Allah terhadap Zat-Nya sendiri,
sesungguhnya dia telah kafir. Semua apa yang digambarkan oleh Allah Swt.
mengenai diriNya, juga apa yang digambarkan oleh Rasul-Nya bukanlah termasuk
ke dalam pengertian penyerupaan. Jelasnya, barang siapa yang meyakini Allah
sesuai dengan apa yang disebutkan oleh ayat-ayat yang jelas dan hadis-hadis
yang sahih, kemudian diartikan sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan
dari Zat Allah sifat-sifat yang kurang, berarti ia telah menempuh jalan
hidayah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ
حَثِيثًا}
Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)
Yakni
menghilangkan kegelapan malam hari dengan cahaya siang hari, dan menghilangkan
cahaya siang hari dengan gelapnya malam hari. Masing-masing dari keduanya
mengikuti yang lainnya dengan cepat dan tidak terlambat. Bahkan apabila yang
ini datang, maka yang itu pergi; begitu pula sebaliknya. Perihalnya sama dengan
apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ
النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا
ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ * وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ
حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ * لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ
تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ
يَسْبَحُونَ}
Dan
suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta
merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat
peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan
telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia
sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang
tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat
mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin:
37-40)
*******************
Firman
Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ}
dan
malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin:
40)
Artinya,
tidak akan terlambat darinya serta tidak akan ketelatan darinya, bahkan yang
satunya datang sesudah yang lainnya secara langsung tanpa ada jarak waktu
pemisah di antara keduanya. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ}
yang
mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A'raf: 54)
Di
antara ulama ada yang membaca nasab, ada pula yang membaca rafa’ tetapi
masing-masing dari kedua bacaan mempunyai makna yang berdekatan. Dengan kata
lain, semuanya tunduk di bawah pengaturanNya dan tunduk di bawah kehendak-Nya.
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ}
Ingatlah,
menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. (Al-A'raf: 54)
Yakni
hanya Dialah yang berhak menguasai dan mengatur semuanya.
{تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Mahasuci
Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf:
54)
Sama
dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:
تَبَارَكَ
الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا
Mahasuci
Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang. (Al-Furqan: 61), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ أَبُو عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا بَقِيِّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْغَفَّارِ
بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ الشَّامِيِّ،
عَنْ أَبِيهِ -وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ عَلَى مَا عَمِلَ مِنْ
عَمَلٍ صَالِحٍ، وَحَمِدَ نَفْسَهُ، فَقَدْ كَفَرَ وَحَبِطَ عَمَلُهُ. وَمَنْ
زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ جَعَلَ لِلْعِبَادِ مِنَ الْأَمْرِ شَيْئًا، فَقَدْ كَفَرَ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى أَنْبِيَائِهِ؛ لِقَوْلِهِ: {أَلا لَهُ الْخَلْقُ
وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan
kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Hisyam Abu Abdur Rahman,
telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada
kami Abdul Gaffar ibnu Abdul Aziz Al-Ansari, dari Abdul Aziz Asy-Syami, dari
ayahnya yang berpredikat sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang
siapa yang tidak memuji Allah atas amal yang dikerjakannya, yaitu amal yang
saleh; dan bahkan dia memuji dirinya sendiri, maka sesungguhnya ia telah ingkar
dan amalnya dihapuskan. Dan barang siapa yang menduga bahwa Allah telah
menjadikan bagi hamba-hamba-Nya sesuatu dari urusan itu, berarti ia telah
ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-nabi-Nya. Dikatakan
demikian karena ada firman Allah Swt, yang mengatakan: Ingatlah, menciptakan
dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf:
54)
Di
dalam sebuah doa yang ma’tsur (bersumber) dari Abu Darda dan telah
diriwayatkan secara marfu' disebutkan:
"اللَّهُمَّ لَكَ
الْمُلْكُ كُلُّهُ، وَلَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ، وَإِلَيْكَ يَرْجِعُ الْأَمْرُ
كُلُّهُ، أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ
كُلِّهِ"
Ya
Allah, bagi-Mu semua kekuasaan, dan bagi-Mu semua pujian, dan hanya kepada
Engkaulah semua urusan dikembalikan. Saya memohon kepada-Mu semua kebaikan, dan
saya berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan.
Al-A'raf,
ayat 55-56
{ادْعُوا رَبَّكُمْ
تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (55) وَلا تُفْسِدُوا
فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ
اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (56) }
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara
yanglembut. Sesungguhnya Allah tidakmenyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
Allah
Swt. memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar mereka berdoa memohon
kepada-Nya untuk kebaikan urusan dunia dan akhirat mereka. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً}
Berdoalah
kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 54)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mengucapkan doa dengan perasaan yang
rendah diri, penuh harap, dan dengan suara yang lemah lembut. Perihalnya sama
dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَاذْكُرْ
رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ
Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (Al-A'raf:
205), hingga akhir ayat.
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari yang
menceritakan bahwa suara orang-orang terdengar keras saat mengucapkan doanya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَيُّهَا النَّاسُ،
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أصمَّ وَلَا غَائِبًا،
إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ
Hai
manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukanlah menyeru (Tuhan) yang tuli dan bukan pula (Tuhan) yang
gaib, sesungguhnya Tuhan yang kalian seru itu Maha Mendengar lagi Mahadekat.
Ibnu
Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf:
55) Yang dimaksud dengan khufyah ialah suara yang pelan.
Ibnu
Jarir mengatakan, makna tadarru' ialah berendah diri dan tenang dalam
ketaatan kepada-Nya. Yang dimaksud dengan khufyah ialah dengan hati yang
khusyuk, penuh keyakinan kepada Keesaan dan Kekuasaan-Nya terhadap semua
yang ada antara kalian dan Dia, bukan dengan suara yang keras untuk pamer.
Abdullah
ibnul Mubarak meriwayatkan dari Mubarak ibnul Fudalah, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar hafal Al-Qur'an
seluruhnya, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Dahulu ada orang
yang benar-benar banyak menguasai ilmu fiqih, tetapi tidak ada seorang pun yang
mengetahuinya. Sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar gemar melakukan
salat yang panjang-panjang di dalam rumahnya, sedangkan di rumahnya banyak
terdapat para pengunjung yang bertamu, tetapi mereka tidak mengetahuinya.
Sesungguhnya kita sekarang menjumpai banyak orang yang tiada Suatu amal pun di
muka bumi ini mereka mampu mengerjakannya secara tersembunyi, tetapi mereka
mengerjakannya dengan terang-terangan. Padahal sesungguhnya kaum muslim di masa
lalu selalu berupaya dengan keras dalam doanya tanpa terdengar suaranya selain
hanya bisikan antara mereka dan Tuhannya. Demikian itu karena Allah Swt. telah
berfirman di dalam Kitab-Nya: Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah
diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 55); Dan firman Allah Swt. ketika
menceritakan seorang hamba yang saleh yang Dia ridai perbuatannya, yaitu:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu
tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Ibnu
Juraij mengatakan bahwa makruh mengeraskan suara, berseru, dan menjerit dalam
berdoa; hal yang diperintahkan ialah melakukannya dengan penuh rasa rendah diri
dan hati yang khusyuk.
Kemudian
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurasahi, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Yakni dalam berdoa, juga dalam hal lainnya.
Abu
Mijlaz mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Maksudnya,
janganlah seseorang meminta kepada Allah agar ditempatkan pada kedudukan para
nabi.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
مَهْدِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عن زياد ابن مِخْراق، سَمِعْتُ أَبَا نَعَامَةَ (9)
عَنْ مَوْلًى لِسَعْدٍ؛ أَنَّ سَعْدًا سَمِعَ ابْنًا لَهُ يَدْعُو وَهُوَ يَقُولُ:
اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَإِسْتَبْرَقَهَا
وَنَحْوًا مِنْ هَذَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا
وَأَغْلَالِهَا. فَقَالَ: لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ خَيْرًا كَثِيرًا،
وَتَعَوَّذْتَ بِاللَّهِ مِنْ شَرٍّ كَثِيرٍ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ قَوْمٌ
يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ". وَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {ادْعُوا رَبَّكُمْ
تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً [إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ] } وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ
تَقُولَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا
مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا
مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ziad ibnu Mikhraq; ia pernah mendengar
Abu Nu'amah meriwayatkan dari seorang maula Sa'd bahwa Sa'd pernah mendengar
salah seorang anak lelakinya mengatakan dalam doanya, "Ya Allah,
sesungguhnya saya memohon kepadamu surga dan semua kenikmatannya dan baju
sutranya, serta hal lainnya yang semisal. Saya berlindung kepada-Mu dari
neraka, rantai, dan belenggunya." Maka Sa'd mengatakan, "Engkau telah
meminta kepada Allah kebaikan yang banyak dan berlindung kepada Allah dari
kejahatan yang banyak. Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: 'Sesungguhnya kelak akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam
berdoa'." Menurut lafaz yang lain disebutkan, "Melampaui batas
dalam bersuci dan berdoa." Kemudian Sa'd membacakan firman-Nya: Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri. (Al-A'raf: 55) Sa'd mengatakan,
"Sesungguhnya sudah cukup bagimu jika kamu mengucapkan dalam doamu hal
berikut, 'Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau surga dan semua
ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya. Saya berlindung kepada
Engkau dari neraka dan dari semua ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku
kepadanya."
Imam
Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Ziyad ibnu Mikhraq, dari
Abu Nu'amah, dari maula Sa'd, dari Sa'd, lalu ia menuturkan hadis ini.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عفَّان، حَدَّثَنَا حَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا
الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَعَامة: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ
ابْنَهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ
يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا. فَقَالَ: يَا بُنَيَّ، سَلِ اللَّهَ
الْجَنَّةَ، وَعُذْ بِهِ مِنَ النَّارِ؛ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "يَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ
والطَّهُور".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Al-Hariri,
dari Abu Nu'amah, bahwa Abdullah ibnu Mugaffal pernah mendengar anaknya
mengucapkan doa berikut, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada
Engkau gedung putih yang ada di sebelah kanan surga, jika saya masuk
surga." Maka Abdullah berkata kepadanya, "Hai anakku, mintalah surga
kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka. Karena sesungguhnya saya
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Kelak akan ada suatu kaum yang
melampaui batas dalam doa dan bersucinya'."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
dari Affan.
Imam
Abu Daud meriwayatkannya dari Musa ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah, dari
Sa'id ibnu Iyas Al-Hariri, dari Abu Nu'amah yang nama aslinya ialah Qais ibnu
Ubayah Al-Hanafi Al-Basri. Sanad ini dinilai baik dan dapat dipakai.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ
إِصْلاحِهَا}
Dan
janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (Al-A'raf: 56)
Allah
Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal
yang membahayakan kelestariannya sesudah diperbaiki. Karena sesungguhnya apabila
segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah
pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka
Allah Swt. melarang hal tersebut, dan memerintahkan kepada mereka untuk
menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya serta berendah diri dan memohon belas
kasihan-Nya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman;
{وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا}
dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). (Al-A'raf; 56)
Yakni
dengan perasaan takut terhadap siksaan yang ada di sisi-Nya dan penuh harap
kepada pahala berlimpah yang ada di sisi-Nya. Kemudian dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ
الْمُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A'raf: 56)
Maksudnya,
sesungguhnya rahmat Allah selalu mengincar orang-orang yang berbuat kebaikan,
yaitu mereka yang mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَرَحْمَتِي
وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
Dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk
orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf:
156), hingga akhir ayat.
Dalam
ayat ini disebutkan qaribun dan tidak disebutkan qaribatun mengingat
di dalamnya (yakni lafaz rahmat) terkandung pengertian pahala; atau karena
disandarkan kepada Allah, karena itu disebutkan qaribun minal muhsinin (amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik).
Matar
Al-Warraq pernah mengatakan, "Laksanakanlah janji Allah dengan taat
kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia telah menetapkan bahwa rahmat-Nya amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."
Al-A'raf,
ayat 57-58
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ
الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا
ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ
مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(57) وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي
خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَشْكُرُونَ (58) }
Dan Dialah yang meniupkan
angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan);
hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu
daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kalian mengambil
pelajaran. Dan tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin
Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.
Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang
yang bersyukur.
Dalam
pembahasan di atas disebutkan bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan
bumi, dan Dialah Yang Mengatur, Yang Memutuskan, Yang Memerintah, dan Yang
Menundukkannya. Dia memberikan petunjuk kepada mereka agar berdoa kepada-Nya
karena Dia Mahakuasa atas semua yang dikehendaki-Nya. Kemudian dalam pembahasan
ayat ini disebutkan bahwa Allah mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa
Dialah yang memberi mereka rezeki, dan bahwa kelak Dia akan membangkitkan
orang-orang yang telah mati di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَهُوَ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ نشْرًا
Dan
Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira. (Al-A'raf: 57)
Yakni
angin yang bertiup menyebar membawa awan yang mengandung hujan. Di antara ahli
qiraat ada yang membacanya dengan bacaan yang semakna dengan apa yang dikandung
oleh firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ
مُبَشِّرَاتٍ}
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira. (Ar-Rum:
46)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ}
sebelum
kedatangan rahmat-Nya. (Al-A'raf:
57)
Maksudnya,
sebelum kedatangan hujan. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di
dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُنزلُ الْغَيْثَ مِنْ
بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ}
Dan
Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syura: 28)
{فَانْظُرْ
إِلَى أَثَر رَحْمَةِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ
ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Maka
perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang
sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan
yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan
orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum:
50)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا}
hingga
apabila angin itu telah membawa awan mendung. (Al-A'raf: 57)
Yakni
angin tersebut membawa awan yang mengandung air hujan yang ciri khasnya gelap
karena berat, penuh dengan air, dan tidak jauh dari permukaan bumi.
Perihalnya
sama dengan apa yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail dalam bait-bait
syairnya, yaitu:
وأسلمتُ وجْهِي لمنْ أسْلَمَتْ ... لَهُ المُزْنُ تَحْمل عَذْبا زُلالا ...
وأسلَمْتُ وَجْهي لِمَنْ
أسلَمَتْ ... لَهُ الْأَرْضُ تحملُ صَخرًا ثِقَالًا
Saya berserah diri kepada Tuhan yang
berserah diri kepada-Nya awan yang mengandung air hujan yang tawar lagi mudah
diminum.
Dan saya berserah diri kepada Tuhan
yang berserah diri kepada-Nya bumi yang membawa batu-batu besar lagi berat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ}
Kami
halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf:
57)
Yakni
ke suatu daerah yang kering dan tandus tidak ada tanam-tanamannya. Ayat ini
semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَآيَةٌ
لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا
Dan
suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah bumi mati, Kami hidupkan bumi itu. (Yasin: 33), hingga akhir
ayat.
Karena
itulah dalam ayat ini —yakni firman selanjutnya— disebutkan:
{فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى}
maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati. (Al-A'raf: 57)
Yaitu
sebagaimana Kami hidupkan bumi yang telah mati itu sesudah matinya, demikian
pula Kami hidupkan jasad-jasad sesudah tulang belulangnya hancur kelak di hari
kiamat. Di hari kiamat nanti Allah menurunkan hujan dari langit, hujan itu
menyirami bumi selama empat puluh hari. Maka tumbuhlah dari bumi semua jasad
dari kuburnya masing-masing seperti tumbuhnya bebijian dari dalam tanah.
Pengertian
seperti ini banyak didapat di dalam Al-Qur'an. Diungkapkan oleh Allah Swt.
sebagai perumpamaan kejadian hari kiamat; Allah mengungkapkannya dengan contoh
Dia menghidupkan bumi yang telah mati. Karena itulah di akhir ayat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
mudah-mudahan
kalian mengambil pelajaran. (Al-A'raf:
57)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ
بِإِذْنِ رَبِّهِ}
Dan
tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah. (Al-A'raf: 58)
Yakni
tanah yang baik mengeluarkan tetumbuhannya dengan cepat dan subur. Seperti yang
disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ
وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}
dan
menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang baik. (Ali
Imran-37)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا
نَكِدًا}
dan
tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. (Al-A'raf: 58)
Menurut
Mujahid dan lain-lainnya, tanah yang tidak subur ialah seperti tanah yang belum
digarap dan belum siap untuk ditanami, serta tanah lainnya yang tidak dapat
ditanami.
Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini,
bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan
keadaan orang mukmin dan orang kafir.
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ
بُرَيد بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ
الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَتْ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ
الْمَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ. وَكَانَتْ مِنْهَا
أَجَادِبَ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا
وَسَقَوْا وَزَرَعُوا. وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ
قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تَنْبُتُ (3) فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُه فِي
دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ، فَعَلم وَعَلَّم، وَمَثَلُ
مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا. وَلَمْ يَقْبَل هُدَى اللَّهِ الَّذِي
أُرْسِلْتُ بِهِ".
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Usamah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu
Burdah, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan
ilmu dan petunjuk yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk
menyampaikannya) adalah seperti hujan deras yang menyirami bumi. Sebagian
dari bumi ada yang subur dan menerima air, maka ia menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
dan rerumputan yang banyak. Dan sebagian dari yang lain ada yang tandus, tetapi
dapat menampung air, maka Allah memberikan manfaat kepada manusia melaluinya
sehingga mereka dapat minum, dapat pengairan dan bercocok tanam. Dan hujan itu
menimpa sebagian yang lain yang hanya merupakan rawa-rawa, tidak dapat menahan
air dan tidak (pula) menumbuhkan rerumputan. Maka demikianlah
perumpamaan orang yang mengerti tentang agama Allah dan beroleh manfaat dari
apa yang diutuskan oleh Allah kepadaku untuk menyampaikannya, sehingga ia
berilmu dan mengamalkannya. Juga sebagai perumpamaan buat orang yang tidak mau
memperhatikannya serta tidak mau menerima petunjuk Allah yang disampaikan
olehku.
Imam
Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Usamah
(yaitu Hammad ibnu Usamah) dengan lafaz yang sama.
Al-A'raf,
ayat 59-62
{لَقَدْ أَرْسَلْنَا
نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ
الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ
لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61)
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا
لَا تَعْلَمُونَ (62) }
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia
berkata, 'Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian
selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau
kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata, "Sesungguhnya kami
memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” Nuh menjawab, "Hai
kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah utusan dari
Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan
aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak
kalian ketahui."
Pada
permulaan surat ini Allah menceritakan kisah Adam dan semua yang berkaitan
dengan itu serta semua hubungannya hingga selesai. Kemudian Allah Swt.
menuturkan kisah nabi-nabi lainnya secara berurutan. Untuk itu Allah Swt.
memulainya dengan kisah Nabi Nuh a.s. karena sesungguhnya Nuh a.s. adalah rasul
Allah yang mula-mula diutus kepada penduduk bumi sesudah Adam a.s.
Dia
adalah Nuh ibnu Lamek ibnu Mutusyalikh ibnu Akhnukh (yakni Nabi Idris a.s.)
menurut apa yang mereka duga. Idris a.s. adalah orang yang mula-mula menulis
pakai pena. Nasab Nabi Nuh selanjutnya ialah Ibnu Burd ibnu Mahlil ibnu Qanin
ibnu Yanisy ibnu Syis ibnu Adam; semoga Allah melimpahkan salam-Nya kepada
mereka. Demikianlah menurut nasab yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu lshaq
dan lain-lainnya dari kalangan ulama ahli nasab.
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan, tidak ada seorang nabi pun yang mengalami gangguan dari
kaumnya yang lebih parah daripada Nabi Nuh a.s. kecuali nabi yang dibunuh oleh
kaumnya.
Yazid
Ar-Raqqasyi mengatakan, sesungguhnya Nuh diberi nama seperti itu karena ia
banyak menangisi dirinya. Jarak waktu antara Adam a.s. sampai kepada Nuh a.s.
adalah sepuluh abad (yakni sepuluh generasi), semuanya memeluk agama Islam.
Abdullah
ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir
mengatakan bahwa pada mulanya berhala-berhala disembah ialah karena di masa
lalu ada suatu kaum yang saleh meninggal dunia. Kemudian kaum mereka membangun
masjid-masjid di atas kuburan mereka dan membuat gambar-gambar mereka di
dalamnya untuk mengingatkan orang-orang akan tingkah laku dan ibadah mereka,
dengan tujuan agar kaum mereka meniru jejak mereka.
Tetapi
setelah zaman berlalu cukup lama, mereka (kaumnya) membuat patung-patung dalam
bentuk gambar-gambar tersebut. Setelah berlalunya masa yang cukup lama lagi,
maka mereka mulai menyembah patung-patung tersebut dan menamakannya dengan nama
orang-orang saleh itu, seperti Wad, Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr. Setelah hal
tersebut kian parah, Allah Swt. mengutus Nabi Nuh a.s. Nabi Nuh a.s.
memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya.
Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah
Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
(Al-A'raf: 59)
Yaitu
azab hari kiamat apabila kalian dihadapkan kepada Allah, sedangkan kalian dalam
keadaan musyrik (mempersekutukan-Nya).
{قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ}
Pemuka-pemuka
dari kaumnya berkata. (Al-A'raf:
60)
Yang
dimaksud dengan istilah mala' ialah para pemimpin dan para pembesar dari
kalangan mereka.
{إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya
kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata. (Al-A'raf: 60)
Yakni
ajakan dan seruanmu yang ditujukan kepada kami agar kami meninggalkan
penyembahan berhala-berhala ini yang kami jumpai nenek moyang kami
melakukannya.
Memang
demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka. Sesungguhnya mereka memandang
orang-orang yang bertakwa hanya berada dalam kesesatan. Perihalnya sama dengan
apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ
لَضَالُّونَ}
Dan
apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan,
"Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat." (Al-Muthaffifin: 32)
{وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا
إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ}
Dan
orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Kalau
sekiranya dia (Al-Qur’an) adalah suatu yang
baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan
karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata,
"Ini adalah dusta yang lama.” (Al-Ahqaf: 11)
Masih
banyak ayat-ayat lainnya yang bermakna senada.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ
وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Nuh
menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam." (Al-A'raf:
61)
Artinya,
saya bukanlah orang yang sesat, melainkan utusan Tuhan segala sesuatu dan yang
memiliki kesemuanya.
{أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ
لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Aku
sampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada
kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A' raf: 62)
Memang
demikianlah tugas yang diemban oleh seorang rasul, yaitu dia menyampaikan
risalah Allah dengan bahasa yang fasih, menasihati kaumnya, dan dia mengetahui
Allah. Tiada seorang pun dari makhluk Allah yang mempunyai sifat-sifat seperti
itu selain para rasul.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika di
Arafah bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang jumlahnya saat itu sangat banyak
dan hampir semuanya berkumpul, yaitu:
"أَيُّهَا النَّاسُ،
إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ " قَالُوا:
نَشْهَدُ أَنَّكَ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ
إِلَى السَّمَاءِ وينكتُها عَلَيْهِمْ وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ،
اللَّهُمَّ اشْهَدْ
"Hai
manusia, sesungguhnya kalian kelak akan ditanyai mengenai diriku, lalu apakah
yang bakal kalian jawab?” Mereka
(para sahabat) menjawab.”Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah
dan menunaikan amanat serta menasihati umat." Lalu Rasulullah Saw.
mengangkat telunjuknya ke langit dan menudingkannya ke arah mereka seraya
bersabda, "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah."
Al-A'raf,
ayat 63-64
{أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ
جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ
وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (63) فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ
مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ
كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ (64) }
Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan
dari Tuhan kalian dengan perantaraan seorang laki-laki dari golongan kalian
agar dia memberi peringatan kepada kalian dan mudah-mudahan kalian bertakwa dan
supaya kalian mendapat rahmat. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami
selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami
menenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka
adalah kaum yang buta (mata hatinya).
Allah
Swt. berfirman menceritakan perihal Nabi Nuh a.s., bahwa Nuh berkata kepada
kaumnya:
أَوَعَجِبْتُمْ
Dan
apakah kalian (tidak percaya) dan heran. (Al-A'raf:
63), hingga akhir ayat.
Maksudnya,
janganlah kalian heran akan hal ini karena bukanlah hal yang mengherankan
bilamana Allah menurunkan wahyu kepada seorang lelaki diantara kalian. Hal itu
justru merupakan rahmat bagi kalian, belas kasihan dari Allah, dan kebaikan-Nya
kepada kalian. Utusan itu ditugaskan-Nya agar memberikan peringatan kepada
kalian supaya kalian takut kepada pembalasan Allah dan supaya kalian tidak
mempersekutukan-Nya.
{وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
dan
supaya kalian mendapat rahmat. (Al-A'raf:
63)
*******************
Ayat
berikutnya diceritakan oleh Allah Swt.:
{فَكَذَّبُوهُ}
Maka
mereka mendustakan Nuh. (Al-A'raf:
64)
Yakni
mereka berlarut-larut dalam mendustakan Nuh dan menentangnya, dan tidak ada
yang beriman dari kalangan kaumnya kecuali hanya sedikit orang. Sebagaimana
yang disebutkan di bagian lain dari Al-Qur'an.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي
الْفُلْكِ}
kemudian
Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera. (Al-A'raf: 64)
At-fulk
artinya kapal laut atau bahtera.
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ}
Maka
Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu. (Al-Ankabut: 15)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا}
dan
Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 64)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا
فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا}
Disebabkan
kesalahan-kesalahati mereka, mereka ditenggelamkan, lalu dimasukkan ke neraka,
maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. (Nuh: 25)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ}
Sesungguhnya
mereka adalah kaum yang buta (mata
hatinya). (Al-A’raf: 64)
Yakni
buta terhadap perkara yang hak, mereka tidak dapat melihatnya dan tidak dapat
beroleh petunjuk ke arahnya. Dalam kisah ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan
membela kekasih-kekasih-Nya dari musuh-musuh mereka, menyelamatkan rasul-Nya
serta orang-orang yang beriman, dan membinasakan musuh-musuh mereka dari
kalangan orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
إِنَّا
لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا
Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami. (Al-Mu’min:
51), hingga akhir ayat.
Demikianlah
Sunnatullah untuk hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat, yaitu bahwa pada
akhirnya akibat yang terpuji hanyalah diraih oleh orang-orang yang bertakwa,
dan keberuntungan serta kemenangan hanya diperoleh mereka. Allah Swt. telah
membinasakan kaum Nuh a.s. dengan menenggelamkan mereka dan menyelamatkan Nuh
beserta sahabat-sahabatnya yang beriman.
Malik
meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam bahwa kaum Nabi Nuh karena banyaknya sehingga
jumlah mereka memenuhi lembah-lembah dan dataran-dataran tinggi.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, "Tidaklah Allah mengazab kaum Nabi
Nuh melainkan di saat bumi penuh dengan mereka, dan tidak ada suatu daerah pun
dari bumi melainkan padanya terdapat seorang raja dan pendurhaka."
Ibnu
Wahb mengatakan, "Telah sampai kepadaku berita dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa orang-orang yang selamat bersama Nabi Nuh a.s. di dalam
bahtera adalah delapan puluh laki-laki, salah seorang dari mereka adalah bangsa
Jurhum yang berbicara memakai bahasa Arab."
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Dari jalur lain Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
pula secara muttasil sampai kepada Ibnu Abbas r.a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar