An-Nisa, ayat 141
الَّذِينَ
يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قالُوا أَلَمْ
نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كانَ لِلْكافِرِينَ نَصِيبٌ قالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ
عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ
يَوْمَ الْقِيامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
سَبِيلاً (141)
(yaitu) orang-orang
yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada diri kalian (hai
orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari Allah mereka
berkata, "Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?" Dan jika
orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata,
"Bukankah kami turut memenangkan kalian, dan membela kalian dari
orang-orang yang beriman?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara
kalian di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang
munafik, bahwa mereka selalu mengintai kehancuran bagi orang-orang mukmin di
setiap saatnya. Dengan kata lain, mereka selalu menunggu-nunggu kehancuran
kekuasaan orang-orang mukmin dan kemenangan orang-orang kafir atas mereka,
hingga agama orang-orang mukmin lenyap.
{فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ}
Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari
Allah. (An-Nisa: 141)
Yaitu pertolongan,
dukungan, keberuntungan, dan ganimah dari Allah.
{قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ}
mereka berkata, "Bukankah kami (turut
berperang) beserta kalian?" (An-Nisa: 141)
Yaitu menjilat kepada orang-orang mukmin dengan
kata-kata tersebut.
{وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ}
Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan
(kemenangan). (An-Nisa: 141)
Adakalanya orang-orang kafir itu memperoleh
kemenangan atas orang-orang mukmin, seperti yang terjadi dalam Perang Uhud.
Karena sesungguhnya para rasul itu pasti mendapat cobaan, tetapi pada akhirnya
para rasul beroleh kemenangan dan akibat yang terpuji.
{قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ
وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}
mereka berkata, "Bukankah kami turut
memenangkan kalian, dan membela kalian dari orang-orang yang beriman?"
(An-Nisa: 141)
Artinya, kami telah membantu kalian secara
rahasia, dan tiada henti-hentinya kami tipu dan kami perdayai mereka sehingga
kalian menang atas mereka.
As-Saddi mengatakan bahwa makna firman-Nya: kami
turut memenangkan kalian. (An-Nisa: 141) Yakni kami ikut andil dalam
memenangkan kalian. Perihalnya sama dengan lafaz istahwaz yang ada di
dalam firman-Nya:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ
الشَّيْطانُ
Setan telah menguasai mereka.
(Al-Mujadilah: 19)
Ungkapan ini merupakan sikap jilatan orang-orang
munafik kepada orang-orang kafir untuk mendapat simpati dari mereka, dan
beroleh kedudukan di kalangan mereka serta tipu muslihat yang mereka gunakan
terlindungi, untuk itulah mereka bersikap menjilat ke sana dan kemari. Sikap
seperti ini tiada lain karena lemahnya iman mereka dan tidak punya pendirian.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَاللَّهُ يَحْكُمُ
بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ
Maka Allah akan memberi keputusan di antara
kalian di hari kiamat. (An-Nisa: 141)
Dengan pengetahuan Allah mengenai diri kalian,
hai orang-orang munafik, menyangkut batin kalian yang kotor itu. Karena itu,
janganlah kalian teperdaya dengan berlakunya hukum-hukum syariat atas diri
kalian secara lahiriah dalam kehidupan dunia ini. Allah Swt. sengaja
memberlakukan demikian karena mengandung hikmah yang hanya Dia sajalah yang
mengetahuinya. Tetapi di hari kiamat kelak tidak akan bermanfaat lahiriah
kalian itu, bahkan pada hari itu semua rahasia akan terungkap dan semua yang terpendam
di dalam dada akan diutarakan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ
لِلْكافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan
kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
(An-Nisa: 141)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Zar, dari Subai' Al-Kindi yang
menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ali ibnu Abu Talib, lalu ia
bertanya kepada Ali r.a. mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Maka Ali r.a. berkata,
"Mendekatlah kepadaku! Allah kelak akan memberi keputusan di antara kalian
di hari kiamat, dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari
Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Dapat pula
diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini, kejadiannya ialah
di hari kiamat nanti.
Hal yang sama diriwayatkan oleh As-Saddi dari Abu
Malik Al-Asyja'i, bahwa makna yang dimaksud adalah kejadiannya nanti pada hari
kiamat.
Menurut As-Saddi, makna firman-Nya, "Sabilan,"
ialah hujah.
Dapat pula diinterpretasikan makna yang
terkandung di dalam ayat ini, yaitu firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak
akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman. (An-Nisa: 141) Yakni di dunia, misalnya orang-orang kafir itu
dapat menguasai mereka dan memusnahkan mereka secara keseluruhan. Hal ini tidak
akan terjadi, sekalipun pada sebagian waktu orang-orang kafir adakalanya
beroleh kemenangan atas orang lain. Akan tetapi, pada akhirnya akibat yang
terpuji di dunia dan akhirat hanyalah diperoleh oleh orang-orang yang bertakwa.
Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui ayat lain, yaitu firman-Nya:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنا
وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَياةِ الدُّنْيا
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami
dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Al-Mumin: 51), hingga
akhir ayat.
Dengan demikian, berarti hal ini merupakan
sanggahan terhadap orang-orang munafik yang mencita-citakan hal tersebut dan
mengharap-harapkannya serta mereka tunggu-tunggu agar kekuasaan kaum mukmin
lenyap. Juga membantah sikap mereka yang menjilat kepada orang-orang kafir
karena takut diri mereka terancam oleh orang-orang kafir; jika mereka membantu
orang-orang mukmin, nanti orang-orang kafir akan memusnahkan mereka. Seperti
yang dijelaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
عَلَى أَنْفُسِهِمْ
مِنْهُمْ إِذَا هُمْ ظَهَرُوا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ فَاسْتَأْصَلُوهُمْ، كَمَا
قَالَ تَعَالَى: فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسارِعُونَ فِيهِمْ-
إلى قوله- نادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi
dan Nasrani). (Al-Maidah: 52) sampai dengan firman-Nya: mereka menjadi
menyesal. (Al-Maidah: 52)
Pada umumnya ulama menarik kesimpulan dalil dari
ayat ini menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat yang ada,
bahwa dilarang menjual budak yang muslim kepada orang-orang kafir. Karena
menjual budak itu kepada mereka berarti menyetujui penguasaan mereka terhadap
diri budak yang muslim, juga berarti menghinakan-nya. Orang yang mengatakan
jual beli itu sah, diperintahkan kepadanya agar melucuti hak miliknya dari
budak yang dimilikinya dengan seketika.
Karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا}
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan
kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
(An-Nisa: 141)
An-Nisa, ayat 142-143
إِنَّ
الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى
الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
(142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ وَمَنْ
يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً (143)
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang
demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang
beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa
yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk
memberi petunjuk) baginya.
Dalam permulaan surat Al-Baqarah disebutkan
melalui firman-Nya:
{يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا}
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman. (Al-Baqarah: 9)
Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ
وَهُوَ خَادِعُهُمْ}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142)
Tidak diragukan lagi bahwa Allah Swt. itu tidak
dapat tertipu, karena sesungguhnya Allah mengetahui semua rahasia dan semua
yang terkandung di dalam hati, tetapi orang-orang munafik itu —karena kebodohan
dan minimnya pengetahuan serta wawasan mereka— akhirnya menduga bahwa perkara
mereka adalah seperti yang terlihat oleh manusia dan pemberlakuan hukum-hukum
syariat atas diri mereka secara lahiriahnya dan di akhirat pun perkara mereka
akan seperti itu juga. Perkara mereka di sisi Allah adalah seperti apa yang
diberlakukan terhadap mereka di dunia.
Allah Swt. menceritakan perihal mereka, bahwa di
hari kiamat kelak mereka berani bersumpah kepada Allah bahwa diri mereka berada
dalam jalan yang lurus dan benar, dan mereka menduga bahwa hal tersebut memberi
manfaat kepada mereka. Sebagaimana yang di-sebutkan oleh firman-Nya:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ
اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ
(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan
Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang
musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. (Al-Mujadilah: 18),
hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُوَ خَادِعُهُمْ}
dan Allah membalas tipuan mereka.
(An-Nisa: 142)
Artinya, Allah menyeret mereka secara
perlahan-lahan ke dalam kesesatan dan keangkaramurkaan, membutakan mereka dari
perkara yang hak dan untuk sampai kepadanya di dunia. Demikianlah keadaan
mereka nanti pada hari kiamat, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
يَوْمَ يَقُولُ
الْمُنافِقُونَ وَالْمُنافِقاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انْظُرُونا نَقْتَبِسْ مِنْ
نُورِكُمْ- إلى قوله- وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki
dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, "Tunggulah kami
supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kalian." (Al-Hadid:
13) sampai dengan firman-Nya: Dan neraka itu adalah sejahat-jahat tempat
kembali. (Al-Hadid: 15)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ سَمَّع سَمَّع اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى رَاءَى
اللَّهُ بِهِ"
Barang siapa yang ingin terkenal, maka Allah
membuatnya terkenal dengan apa yang diharapkannya. Dan barang siapa yang riya,
maka Allah menjadikannya terkenal dengan apa yang dipamerkannya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
«إِنِ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَبْدِ إِلَى الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ
وَيُعْدَلُ بِهِ إِلَى النَّارِ»
Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepada
malaikat untuk) membawa hamba-Nya ke dalam surga menurut penilaian manusia,
tetapi Allah membelokkannya ke dalam neraka.
Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti
itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا قامُوا إِلَى
الصَّلاةِ قامُوا كُسالى
Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka
berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142), hingga akhir ayat.
Demikianlah gambaran sifat orang-orang munafik
dalam melakukan amal yang paling mulia lagi paling utama, yaitu salat. Jika
mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan penuh kemalasan; karena tiada
niat dan iman bagi mereka untuk melakukannya, tiada rasa takut, dan tidak
memahami makna salat yang sesungguhnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ubaidillah
ibnu Zahr, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan, makruh bagi seseorang berdiri untuk salat dengan sikap yang
malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikannya dengan wajah yang
berseri, hasrat yang besar, dan sangat gembira. Karena sesungguhnya dia akan
bermunajat kepada Allah, dan sesungguhnya Allah berada di hadapannya,
memberikan ampunan kepadanya jika dia berdoa kepada-Nya. Kemudian Ibnu Abbas
r.a. membacakan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka (orang-orang munafik)
berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142)
Hal yang semisal telah diriwayatkan melalui
berbagai jalur dari Ibnu Abbas.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا
كُسَالَى}
Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka
berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142)
Hal ini merupakan gambaran lahiriah orang-orang
munafik. Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam ayat lainnya, yaitu
firman-Nya:
{وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ
كُسَالَى}
dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan
dengan malas. (At-Taubah: 54)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan gambaran batin
mereka (orang-orang munafik) yang rusak. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:
{يُرَاءُونَ النَّاسَ}
Mereka bermaksud riya (dengan salat) di
hadapan manusia. (An-Nisa: 142)
Tiada ikhlas bagi mereka, dan amal mereka bukan
karena Allah, melainkan hanya ingin disaksikan oleh manusia untuk melindungi
diri mereka dari manusia; mereka melakukannya hanya dibuat-buat. Karena itu,
mereka sering sekali meninggalkan salat yang sebagian besarnya tidak kelihatan
di mata umum, seperti salat Isya di hari yang gelap, dan salat Subuh di saat
pagi masih gelap.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ
الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا
وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ
آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ،
مَعَهُمْ حُزَم مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ
عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"
Salat yang paling berat bagi orang-orang
munafik ialah salat Isya dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala
yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan
merangkak. Dan sesungguhnya aku telah berniat akan memerintahkan agar salat
didirikan, kemudian aku perintahkan seorang lelaki untuk salat sebagai imam
bersama orang-orang. Lalu aku sendiri berangkat bersama-sama sejumlah orang
yang membawa seikat kayu (masing-masingnya) untuk menuju ke tempat kaum yang
tidak ikut salat (berjamaah), lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ عَلِمَ أَحَدُهُمْ (8)
أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مَرْمَاتين حَسَنَتَيْنِ، لَشَهِدَ
الصَّلَاةَ، وَلَوْلَا مَا فِي الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذُّرِّيَّةِ
لَحَرَّقْتُ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari mereka mengetahui bahwa dia
akan menjumpai tulang paha yang gemuk atau dua kikil yang baik, niscaya dia
menghadiri salat (berjamaah). Dan seandainya di dalam rumah-rumah itu tidak
terdapat kaum wanita dan anak-anak, niscaya aku akan membakar rumah mereka
dengan api.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Ibrahim Al-Hajri, dari Abul Ahwas, dari
Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ أحْسَنَ الصَّلَاةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ،
وَأَسَاءَهَا حَيْثُ يَخْلُو، فَتِلْكَ اسْتِهَانَةٌ، اسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ عز
وجل"
Barang siapa yang melakukan salatnya dengan
baik karena dilihat oleh manusia dan melakukannya dengan jelek bila sendirian,
maka hal itu merupakan penghinaan yang ia tujukan kepada Tuhannya Yang
Mahaperkasa lagi Mahaagung.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ
إِلَّا قَلِيلًا
Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali. (An-Nisa: 142)
Yakni dalam salat mereka; mereka tidak khusyuk
mengerjakannya dan tidak mengetahui apa yang diucapkannya, bahkan dalam salat
itu lalai dan bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang seharusnya mereka
kehendaki.
قَدْ رَوَى الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ
الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ: يَجْلِسُ يَرْقُب الشَّمْسَ، حَتَّى
إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَر أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ
اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا".
Imam Malik meriwayatkan dari Al-Ala ibnu Abdur
Rahman, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Itulah salat orang munafik, itulah salat orang munafik, itulah
salat orang munafik, dia duduk seraya memperhatikan matahari; di saat matahari
berada di antara dua tanduk setan (yakni saat-saat hendak tenggelam), barulah
ia berdiri, lalu mematuk (maksudnya salat dengan cepat) sebanyak empat patukan
(rakaat) tanpa menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam
Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madani, dari Al-Ala
ibnu Abdur Rahman dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan sahih.
*******************
Firman Allah Swt.:
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ
لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ
Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian
(iman atau kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan
tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143)
Orang-orang munafik itu dalam keadaan bingung
antara iman dan kekafiran; mereka tidak bersama golongan orang-orang mukmin
lahir dan batinnya, tidak pula bersama golongan orang-orang kafir lahir
batinnya. Dengan kata lain, lahiriah mereka bersama orang-orang mukmin, tetapi
batiniah mereka bersama-sama orang-orang kafir. Di antara mereka ada orang yang
pendiriannya labil lagi ragu, adakalanya cenderung kepada orang-orang mukmin,
dan adakalanya cenderung kepada orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. melalui firman-Nya:
كُلَّما أَضاءَ لَهُمْ
مَشَوْا فِيهِ وَإِذا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قامُوا
Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka
berjalan di bawah sinarnya; dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
(Al-Baqarah: 20), hingga akhir ayat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian itu (iman atau
kafir); tidak termasuk golongan ini (orang-orang beriman). (An-Nisa: 143)
Yang dimaksud dengan ha-ula-i pertama ialah para sahabat Nabi Muhammad
Saw. Dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa:
143) Yang dimaksud dengan ha-ula-i yang kedua ialah orang-orang Yahudi.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ،
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ
الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ، تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً،
وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً، وَلَا تَدْرِي أَيَّتَهُمَا تَتَّبِعُ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw.
Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang munafik sama
seperti seekor kambing yang kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing;
adakalanya ia mengembik untuk kumpulan ini dan adakalanya mengembik untuk
kumpulan itu, sedangkan ia tidak mengerti manakah di antara kedua kumpulan itu
yang harus ia ikuti.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara
munfarid. Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnul Musanna di lain
kesempatan, dari Abdul Wahhab, dan ia meriwayatkannya hanya sampai pada Ibnu
Umar, tanpa di-marfu-kan. Muhammad ibnul Musanna mengatakan bahwa Abdul Wahhab
menceritakannya -kepada kami sebanyak dua kali dengan predikat-yang sama.
Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula oleh
Imam Ahmad dari Ishaq ibnu Yusuf ibnu Ubaidillah dengan lafaz yang sama secara
marfu'. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ismail ibnu Ayyasy dan Ali ibnu Asim,
dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar secara marfu'. Hal yang sama
diriwayatkan oleh Usman ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, dari Abdah, dari
Abdullah secara marfu'. Ahmad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ubaidillah atau Abdullah
ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar secara marfu'. Diriwayatkan pula oleh
Saklir ibnu Juwairiyah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. dengan
predikat yang semisal (yakni marfu').
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ،
حَدَّثَنَا الهُذَيل بْنُ بِلَالٍ، عَنِ ابْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ
جَلَسَ ذَاتَ يَوْمٍ بِمَكَّةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مَعَهُ، فَقَالَ
أَبِي: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ
مَثَلَ الْمُنَافِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَالشَّاةِ بَيْنَ الرّبضَين مِنَ
الْغَنَمِ، إِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ
نَطَحَتْهَا" فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: كَذَبْتَ. فَأَثْنَى الْقَوْمُ
عَلَى أَبِي خَيْرًا -أَوْ مَعْرُوفًا-فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَا أَظُنُّ صَاحِبَكُمْ
إلا كما تَقُولُونَ، وَلَكِنِّي شَاهِدُ نَبِيِّ اللَّهِ إِذْ قَالَ:
كَالشَّاةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ. فَقَالَ: هُوَ سَوَاءٌ. فَقَالَ: هَكَذَا
سَمِعْتُهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Al-Huzail ibnu Bilal,
dari Ibnu Abu Ubaid, bahwa pada suatu hari ia duduk bersama Abdullah ibnu Umar
di Makkah. Ibnu Abu Ubaid mengatakan bahwa ayahnya (yakni Abu Ubaid) mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya perumpamaan orang munafik
di hari kiamat nanti seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak
kambing. Jika ia datang kepada salah satu dari kelompok itu, maka kelompok
tersebut menandukinya (mengusirnya); dan jika ia datang kepada kelompok yang
lain, maka kelompok tersebut menandukinya pula. Ibnu Umar berkata
kepadanya, "Kamu dusta." Kaum yang ada memuji ayahnya dengan pujian
yang baik atau sepantasnya (yakni mengiakan apa yang dikatakannya). Lalu Ibnu
Umar berkata, "Saya tidak mempunyai prasangka lain terhadap teman kalian
ini, melainkan seperti apa yang kalian nilai. Tetapi aku, Allah-lah yang
menjadi saksi-ku, menyaksikan ketika beliau Saw. mengucapkannya, yaitu 'Seperti
seekor kambing di antara dua kumpulan ternak kambing'." Abu Ubaid berkata,
"Itu sama saja." Ibnu Umar mengatakan bahwa memang demikianlah yang
pernah ia dengar.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ،
عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: بَيْنَمَا عُبَيْدُ بْنُ عُمير
يَقُصُّ، وَعِنْدَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، فَقَالَ عُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مثل المنافق
كالشاة بين ربضين، إِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ
نَطَحَتْهَا". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَيْسَ كَذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَشَاةٍ بَيْنَ غَنَمَيْنِ". قَالَ: فَاحْتَفَظَ
الشَّيْخُ وَغَضِبَ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ قَالَ: أَمَا إِنِّي لَوْ
لَمْ أَسْمَعْهُ لَمْ أَرْدُدْ ذَلِكَ عَلَيْكَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Ibnu Ja'far
Muhammad ibnu Ali yang menceritakan bahwa ketika Ubaid ibnu Umair mengisahkan
sebuah hadis yang saat itu Abdullah ibnu Umar ada di tempat yang sama, lalu
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Perumpamaan
orang munafik adalah seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak
kambing; apabila ia datang kepada salah satu kelompok, maka semuanya menandukinya
(mengusirnya); dan apabila datang kepada kelompok yang lainnya, maka semuanya
menandukinya. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Bunyi hadis tidak seperti
itu, sesungguhnya yang diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah, "Semisal
dengan seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing'." Perawi
melanjutkan kisahnya, bahwa Ubaid ibnu Umair yang telah berusia lanjut itu
menjadi marah dan emosi. Ketika Ibnu Umar melihat gelagat tersebut, maka ia
mengatakan, "Ingatlah, seandainya aku belum pernah mendengarnya, niscaya
aku pun tidak berani membuat sanggahan kepadamu."
Jalur lain dari
Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ عُثْمَانَ
بْنِ بُودِويه، عَنْ يَعْفُر بْنِ زُوذي قَالَ: سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ
وَهُوَ يَقُصُّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الرَّابِضَةِ بَيْنَ
الْغَنَمَيْنِ". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَيْلَكُمْ. لَا تَكْذِبُوا عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. إِنَّمَا قَالَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ
الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Usman ibnu Madawaih,
dari Ya'fur ibnu Zaudi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ubaid ibnu
Umair mengisahkan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yaitu: Perumpamaan
orang munafik adalah seperti seekor kambing yang berada di antara dua kumpulan
ternak kambing. Maka Ibnu Umar berkata, "Celakalah kalian, janganlah
kalian berdusta terhadap Rasulullah Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw. hanya
mengatakan: 'Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing yang
kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing'."
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui berbagai
jalur dari Ubaid ibnu Umair dan Ibnu Umar.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia
mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu
Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa
perumpamaan orang mukmin, orang munafik, dan orang kafir ialah seperti tiga
orang yang sampai ke suatu lembah. Salah seorang dari mereka menyeberangi
lembah itu, kemudian yang kedua menyeberanginya pula; tetapi ketika sampai di
pertengahan lembah, ia diseru oleh orang yang berada di pinggir lembah,
"Celakalah kamu, ke manakah kamu akan pergi, ke arah kebinasaan.
Kembalilah kamu ke tempat semula kamu berangkat!" Sedangkan orang yang
telah menyeberang menyerunya, "Kemarilah menuju jalan selamat!" ia
kebingungan, sesekali memandang ke arah orang ini dan sesekali yang lain
memandang ke arah orang itu. Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa setelah
itu datanglah banjir yang deras hingga orang tersebut tenggelam. Perumpamaan
orang yang telah menyeberang adalah orang mukmin, dan orang yang tenggelam itu
adalah orang munafik. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian
(iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan
tidak (pula) kepada golongan ini (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Orang
yang tetap tinggal adalah perumpamaan orang kafir.
Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada
kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah sehubungan
dengan makna firman-Nya: Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian
(iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan
tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143)
Qatadah mengatakan bahwa mereka bukan orang-orang mukmin yang murni, bukan pula
orang-orang musyrik yang terang-terangan dengan kemusyrikannya. Qatadah
mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah pernah membuat
perumpamaan bagi orang mukmin dan orang munafik serta orang kafir. Perihalnya
sama dengan tiga orang yang berangkat menuju ke sebuah sungai. Lalu orang
mukmin menceburkan dirinya ke sungai itu dan berhasil menyeberanginya. Kemudian
orang munafik menceburkan dirinya; tetapi ketika ia hampir sampai ke tempat
orang mukmin, tiba-tiba orang kafir menyerunya, "Kemarilah kepadaku,
karena sesungguhnya aku merasa khawatir denganmu." Lalu orang mukmin
menyerunya pula, "Kemarilah kepadaku, kemarilah ke sisi ku." Padahal
jika ia berenang terus, niscaya ia dapat memperoleh apa yang ada di sisi orang
mukmin itu. Tetapi orang munafik itu terus-menerus dalam keadaan kebingungan di
antara kedua orang tersebut, hingga keburu datang air bah yang
menenggelamkannya. Orang munafik masih tetap dalam keadaan ragu dan kebingungan
hingga ajal datang menjemputnya, sedangkan dia masih tetap dalam keraguannya.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Perumpamaan orang munafik sama dengan seekor kambing yang
mengembik sendirian di antara dua kumpulan ternak kambing. Ia melihat
sekumpulan kambing di atas tempat yang tinggi, lalu ia datang kepadanya dan
bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal. Kemudian ia melihat sekumpulan
ternak kambing yang lain di atas tempat yang tinggi, lalu ia mendatanginya dan
bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal.
*******************
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
سَبِيلا}
Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu
sekali-kali tidak akan dapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
(An-Nisa: 143)
Dengan kata lain, barang siapa yang dipalingkan
oleh Allah dari jalan hidayah. Perihalnya sama dengan apa yang disebut dalam ayat
yang lain, yaitu firman-Nya:
فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
وَلِيًّا مُرْشِداً
maka kamu tak akan mendapatkan seorang
pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi: 17)
Karena sesungguhnya apa yang disebut oleh
firman-Nya:
{مَنْ يُضْلِلْ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ}
Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu
sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
(Al-A'raf: 186)
Mereka adalah orang-orang munafik, Allah telah
menyesatkan mereka dari jalan keselamatan. Karena itu, tiada seorang pun yang
menunjuki mereka ke jalan hidayah, dan tiada seorang pun yang dapat
menyelamatkan mereka dari kesesatannya.
Sesungguhnya Allah Swt. tiada yang meminta
pertanggungjawaban terhadap keputusan-Nya dan tiada yang bertanya tentang apa
yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya.
An-Nisa, ayat 144-147
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطاناً
مُبِيناً (144) إِنَّ الْمُنافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيراً (145) إِلاَّ الَّذِينَ تابُوا وَأَصْلَحُوا
وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولئِكَ مَعَ
الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْراً عَظِيماً (146)
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكانَ اللَّهُ
شاكِراً عَلِيماً (147)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksa kalian)? Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kalian
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali
orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada
(agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan
kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. Mengapa Allah akan menyiksa
kalian, jika kalian bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri
lagi Maha Mengetahui.
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman
mengambil orang-orang kafir sebagai teman terdekat mereka, bukannya orang-orang
mukmin. Yang dimaksud dengan istilah 'wali' dalam ayat ini ialah berteman
dengan mereka, setia, ikhlas, dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia
orang-orang mukmin kepada mereka. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain
yang mengatakan:
لَا يَتَّخِذِ
الْمُؤْمِنُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ
تُقاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ
Janganlah orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang
siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan
Allah memperingatkan kalian akan diri-Nya. (Ali Imran: 28)
Allah memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya
jika kalian melanggar larangan-Nya. Sedangkan dalam surat ini disebut melalui
firman-Nya:
{أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ
عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}
Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah? (An-Nisa: 144)
Yakni alasan untuk menyiksa kalian.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah
menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: alasan yang nyata.
(An-Nisa: 144) Bahwa setiap sultan atau alasan di dalam Al-Qur'an merupakan
hujah. Sanad asar ini sahih.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah,
Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dah-hak, As-Saddi, dan
An-Nadr ibnu Arabi.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan melalui
firman-Nya:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ
الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145)
Yaitu di hari kiamat kelak, sebagai pembalasan
atas kekufuran mereka yang keras.
Al-Walibi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: di dalam tingkatan yang paling rendah dari neraka.
(An-Nisa: 145) Yakni di dasar neraka.
Selain Ibnu Abbas mengatakan bahwa neraka itu
terdiri atas berbagai tingkatan dasar, sebagaimana surga pun mempunyai berbagai
tingkat ketinggian derajat.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari
Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. (An-Nisa: 145) Yaitu di dalam peti-peti yang dikocok-kocok,
sedangkan mereka berada di dalamnya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir, dari Ibnu Waki', dari Yahya ibnu Yaman, dari Sufyan As Sauri dengan
lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya dari Al-Munzir ibnu Syazan, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari
Israil, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan
firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada bagian
yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Dikatakan bahwa bagian yang
paling bawah merupakan rumah-rumah yang memiliki banyak pintu, lalu dikunci
rapat-rapat, sedangkan mereka (orang-orang munafik) berada di dalamnya,
kemudian dari bagian bawahnya —juga dari bagian atasnya— dinyalakan api neraka.
Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah
ibnu Kahil, dari KhaiSamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145)
Di dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci rapat-rapat (dikunci mati),
sedangkan mereka (orang-orang munafik) berada di dalamnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Sa'id
Al-Asyaj, dari Waki', dari Sufyan, dari Salamah, dari Khaisamah, dari Ibnu
Mas'ud yang mengatakan sehubungan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
(An-Nisa: 145) Yakni di dalam peti-peti besi yang telah dikunci mati, sedangkan
mereka ada di dalamnya; peti itu tidak dapat dibuka sama sekali.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah
menceritakan kepada kami*Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami
Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, bahwa Ibnu Mas'ud pernah
ditanya mengenai orang-orang munafik, maka ia menjawab bahwa mereka dimasukkan
ke dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci mati, sedangkan mereka berada
di dalamnya, yaitu ditempatkan di dasar neraka.
*******************
{وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا}
dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (An-Nisa: 145)
Yaitu orang yang dapat menyelamatkan mereka dari
siksaan yang mereka alami dan mengeluarkan mereka dari siksaan yang amat pedih
itu.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan bahwa
barang siapa dari kalangan orang-orang munafik itu bertobat ketika di dunia,
niscaya Allah menerima tobatnya. Allah memaafkan penyesalannya jika ia ikhlas
dalam tobatnya dan memperbaiki amal perbuatannya serta berpegang teguh kepada
Tuhannya dalam semua urusan.
Untuk itu disebut dalam firman selanjutnya:
{إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ}
Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan
perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan)
agama mereka karena Allah. (An-Nisa: 146)
Mereka mengganti ria (pamer) dalam amalnya dengan
ikhlas dalam beramal. Dengan demikian, amal salehnya bermanfaat, sekalipun
sedikit.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ
الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ،
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْر، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنْ عَمْرِو
بْنِ مُرَّةَ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَخْلِصْ دِينَكَ، يَكْفِكَ الْقَلِيلُ مِنَ
الْعَمَلِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ayyub, dari Ubaidillah ibnu
Zahr, dari Khalid ibnu'Abu Imran, dari Imran, dari Amr ibnu Murrah, dari Mu'az
ibnu Jabal, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tulus ikhlaslah dalam
agamamu, niscaya amal yang sedikit dapat mencukupimu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ}
Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang
beriman. (An-Nisa: 146)
Yakni dimasukkan ke dalam golongan orang-orang
mukmin kelak di hari kiamat.
{وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ
أَجْرًا عَظِيمًا}
dan kelak Allah akan memberikan kepada
orang-orang yang beriman pahala yang besar. (An-Nisa: 146)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman memberitahukan
tentang sifat Mahakaya-Nya, bahwa Dia tidak memerlukan selain diri-Nya, dan
sesungguhnya Dia mengazab hamba-hamba-Nya hanyalah karena dosa-dosa mereka
sendiri.
*******************
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ
شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ}
Mengapa Allah akan menyiksa kalian, jika
kalian bersyukur dan beriman? (An-Nisa: 147)
Yaitu jika kalian memperbaiki amal perbuatan dan
beriman kepada Allah serta Rasul-Nya.
{وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا}
Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha
Mengetahui. (An-Nisa: 147)
Maksudnya, barang siapa yang bersyukur
kepada-Nya, maka Dia membalas rasa syukurnya itu; dan barang siapa yang
beriman, maka Allah menerima imannya. Allah mengetahuinya dan kelak akan
membalasnya dengan pahala yang berlimpah.
**************************************
Akhir juz 5
**************************************
Rev.
04.06.2013
An-Nisa, ayat 148-149
لَا يُحِبُّ
اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ
سَمِيعًا عَلِيمًا 148 إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ
سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا 149
Allah tidak menyukai
ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang
dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kalian
melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah tidak menyukai bila seseorang
mendoakan kecelakaan terhadap orang lain, kecuali jika ia dianiaya olehnya.
Maka saat itu Allah memberikan rukhsah kepadanya untuk mendoakan kecelakaan terhadap
orang yang berbuat aniaya terhadapnya. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
{إِلا مَنْ ظُلِمَ}
kecuali oleh orang yang dianiaya.
(An-Nisa: 148)
Akan tetapi, jika si teraniaya bersikap sabar dan
tidak mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya kepadanya, maka
hal ini lebih baik baginya.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ،
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَبِيبٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: سُرق لَهَا شَيْءٌ، فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَيْهِ، فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَا تُسَبّخي عنه"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Ata, dari Siti Aisyah yang
menceritakan bahwa pernah ada yang mencuri barang miliknya, lalu ia mendoakan
kecelakaan terhadap pelakunya. Maka Nabi Saw. bersabda: Janganlah kamu
mendoakan kecelakaan terhadapnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Janganlah
seseorang mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya, tetapi
hendaklah ia mengucapkan dalam doanya seperti ini: 'Ya Allah, tolonglah daku
terhadapnya dan kembalikanlah hak milikku darinya"."
Menurut riwayat yang lain yang bersumber darinya
(Al-Hasan Al-Basri), Allah memberikan kemurahan (rukhsah) kepada seseorang yang
mendoakan kecelakaan bagi orang yang telah berbuat aniaya kepadanya, tanpa
membalasnya.
Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari mengatakan
sehubungan dengan makna ayat ini, "Makna yang dimaksud berkenaan dengan
seorang lelaki yang mencacimu, lalu kamu balas mencacinya. Tetapi jika
seseorang berbuat kedustaan terhadapmu, janganlah kamu balas ia dengan berbuat
kedustaan terhadapnya. Karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ
فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ}
'Dan sesungguhnya orang-orang yang membela
diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka' (Asy-Syura:
41)."
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا القَعْنَبِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"المُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مِنْهُمَا، مَا لَمْ يَعْتَدِ
الْمَظْلُومُ"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Qa'nabi, telah menceritakan kepada kami Abdid Aziz ibnu Muhammad, dari
Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Dua orang yang saling mencaci menanggung apa yang diucapkan oleh keduanya,
tetapi dosanya ditanggung oleh orang yang memulai di antara keduanya, selagi
pihak yang teraniaya tidak melampaui batas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Musanna ibnus Sabbah, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya:
{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ
مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ}
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa:
148)
Makna yang dimaksud ialah misalnya seorang lelaki
bertamu kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik.
Setelah keluar, si lelaki mengatakan, "Dia menyambutku dengan buruk dan
tidak menjamuku dengan baik." Mujahid mengatakan bahwa sikap yang demikian
itu termasuk ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh
orang yang dianiaya sehingga dia menjamu tamunya dengan baik.
Ibnu Ishaq mengatakan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari
Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ
مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ}
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa:
148)
Mujahid mengatakan, bahwa makna yang dimaksud
ialah seorang laki-laki turun istirahat (bertamu) kepada seseorang, lalu
pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si laki-laki
mengatakan, "Dia menjamuku dengan buruk dan tidak menjamu dengan
baik."
Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud berkenaan
dengan seorang tamu yang memindahkan rahl (barang-barang bawaan)nya.
Sesungguhnya hal tersebut sama dengan mengatakan ucapan buruk terhadap
temannya. Hal yang sama diriwayatkan oleh bukan hanya seorang ulama dari
Mujahid dengan makna yang semisal.
Jamaah meriwayatkan selain Imam Nasai dan Imam
Turmuzi melalui jalur Al-Lais ibnu Sa'd, sedangkan Imam Turmuzi meriwayatkannya
melalui hadis Ibnu Luhai'ah; keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abul
Khair Marsad ibnu Abdullah, dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan bahwa kami
(para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau
sering mengutus kami, lalu kami menginap di kalangan suatu kaum, tetapi mereka
tidak menjamu kami. Bagaimanakah menurut pendapatmu dengan masalah ini?"
Rasulullah Saw. menjawab:
إِذَا
نَزَلْتُمْ بِقَوْمٍ فأمَرُوا لَكُمْ بِمَا يَنْبَغِي لِلضَّيْفِ، فَاقْبَلُوا
مِنْهُمْ، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلُوا فَخُذُوا مِنْهُمْ حَقَّ الضَّيْفِ الَّذِي
يَنْبَغِي لَهُمْ
Apabila kalian turun istirahat pada suatu kaum
dan mereka menyuguhkan kepada kalian jamuan yang selayaknya bagi tamu, maka
terimalah jamuan mereka itu. Dan jika mereka tidak melakukannya, maka ambillah
dari mereka hak tamu yang selayaknya dilakukan oleh mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
حدثنا شعبة، سَمِعْتُ أَبَا الْجُودِيِّ يُحَدِّثُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُهَاجِرِ، عَنِ الْمِقْدَامِ أَبِي كَرِيمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَيُّمَا مسلمٍ ضَافَ قَوْمًا،
فَأَصْبَحَ الضَّيْفُ مَحْرُومًا، فَإِنَّ حَقًا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ نَصْرَه
حَتَّى يَأْخُذَ بقِرى لَيْلَتِهِ مِنْ زَرْعِهِ وَمَالِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia
pernah mendengar Abul Judi menceritakan sebuah hadis dari Sa'id ibnul Muhajir,
dari Al-Miqdam ibnu Abu Karimah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Manakala
seorang muslim kedatangan suatu kaum sebagai tamunya, dan pada pagi harinya
tamunya itu dalam keadaan mahrum (tidak diberi jamuan apa pun), maka sudah
seharusnya bagi setiap muslim membela dirinya sehingga ia dapat mengambil
jamuan malamnya dari kebun dan harta milik orang muslim tersebut.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara
munfarid bila ditinjau dari segi ini.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي مَنْصُورٌ، عَنِ الشَّعْبي عَنِ الْمِقْدَامِ
أَبِي كَرِيمَةَ، سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "لَيْلَةُ الضَّيْفِ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، فَإِنْ
أَصْبَحَ بفِنَائه مَحْرُومًا كَانَ دَيْنًا لَهُ عَلَيْهِ، إِنْ شَاءَ اقْتَضَاهُ
وَإِنْ شَاءَ تَرَكَهُ".
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Syu'bah, dari Mansur, dari Asy-Sya'bi, dari
Al-Miqdam ibnu Abu Karimah yang mendengar bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Jamuan malam bagi tamu adalah wajib atas setiap orang muslim; dan
jika si tamu dalam keadaan lapar di halaman rumahnya pada pagi harinya, maka
hal itu merupakan utang bagi pemilik rumah. Jika si tamu menginginkan jamuan,
ia boleh menagihnya, boleh pula meninggalkannya.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari
Gundar, dari Syu'bah, juga dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Bukai', dari Waki' dan
Abu Na'im, dari Sufyan As-Sauri; ketiga-tiganya dari Mansur dengan lafaz yang
sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
melalui hadis Abu Uwwanah, dari Mansur dengan lafaz yang sama.
Dari pengertian hadis-hadis di atas dan yang
semisal dengannya, Imam Ahmad dan lain-lainnya berpendapat bahwa menjamu tamu
itu hukumnya wajib.
Termasuk ke dalam bab ini sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلان، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ
رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ لِي
جَارًا يُؤْذِينِي، فَقَالَ لَهُ: "أَخْرِجْ مَتَاعَكَ فَضَعْهُ عَلَى
الطَّرِيقِ". فَأَخَذَ الرَّجُلُ مَتَاعَهُ فَطَرَحَهُ عَلَى الطَّرِيقِ،
فَجَعَلَ كُلُّ مَنْ مَرَّ بِهِ قَالَ: مَالَكَ؟ قَالَ: جَارِي يُؤْذِينِي.
فَيَقُولُ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ، اللَّهُمَّ أَخْزِهِ! قَالَ: فَقَالَ الرَّجُلُ:
ارْجِعْ إِلَى مَنْزِلِكَ، وَقَالَ لَا أُوذِيكَ أَبَدًا".
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali,
telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki
datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Sesungguhnya aku mempunyai
seorang tetangga yang selalu menyakiti diriku." Maka Nabi Saw. bersabda
kepadanya: Keluarkanlah semua barang milikmu dan letakkanlah di tengah
jalan. Kemudian lelaki itu mengambil semua barang miliknya, lalu ia
lemparkan ke jalan. Maka setiap orang yang lewat bertanya, "Mengapa kamu
ini?" Ia menjawab, "Tetanggaku selalu menyakitiku." Orang
tersebut mengucapkan, "Ya Allah, laknatilah dia. Ya Allah, hinakanlah
dia." Akhirnya tetangganya itu berkata, "Kembalilah ke rumahmu. Demi
Allah, aku tidak akan menyakitimu lagi untuk selamanya."
Imam Abu Daud meriwayatkannya di dalam Kitabul
Adab, dari Abu Taubah Ar-Rabi', dari Nafi', dari Sulaiman ibnu Hayyan (yaitu
Abul Ahmar), dari Muhammad ibnu Ajlan dengan lafaz yang sama.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, ”Kami belum pernah
mengetahui dia meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah kecuali dalam sanad
ini."
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Juhaifah dan Wahb
ibnu Abdullah, dari Nabi Saw. Dan Yusuf ibnu Abdullah ibnu Salam, dari Nabi
Saw.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ
تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا}
Jika kalian melahirkan suatu kebaikan atau
menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. (An-Nisa: 149)
Jika kalian, hai manusia, menampakkan kebaikan
atau menyembunyikannya atau memaafkan orang yang berbuat kesalahan terhadap
diri kalian, sesungguhnya hal tersebut termasuk amal taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah, dan Dia akan memberi kalian pahala yang berlimpah. Karena
sesungguhnya termasuk sifat Allah Swt. ialah memberi maaf kepada
hamba-hamba-Nya, padahal Dia berkuasa menghukum mereka. Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا}
maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Mahakuasa. (An-Nisa: 149)
Di dalam sebuah asar disebutkan bahwa para
malaikat penyangga Arasy selalu bertasbih menyucikan Allah Swt. Sebagian dari
mereka mengatakan dalam tasbihnya, "Mahasuci Engkau, sifat Penyantun-Mu
melebihi sifat Ilmu-Mu." Sebagian yang lain mengatakan, "Mahasuci Engkau,
sifat Pemaaf-Mu melebihi Kekuasaan-Mu."
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti
berikut:
"مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ، وَلَا زَادَ اللَّهُ
عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ الله"
Harta benda tidaklah berkurang karena sedekah,
dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada seorang hamba karena maafnya
melainkan keagungan; dan barang siapa yang rendah diri karena Allah, niscaya
Allah mengangkat tinggi kedudukannya.
An-Nisa, ayat 150-152
إِنَّ الَّذِينَ
يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ
وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ
يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا 150 أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا 151 وَالَّذِينَ آمَنُوا
بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ أُولَئِكَ سَوْفَ
يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا 152
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan
antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada
sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang
lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu
siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para
rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, ke lak Allah
akan memberikan kepada mereka pahala. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Allah Swt. mengecam tindakan orang-orang yang
kafir kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya dari kalangan orang-orang Yahudi
dan Nasrani. Karena mereka dalam imannya membeda-bedakan antara iman kepada
Allah dan iman kepada rasul-rasul-Nya. Mereka beriman kepada sebagian para nabi
dan mengingkari sebagian yang lainnya, hanya berdasarkan selera dan tradisi
serta apa yang mereka jumpai dari nenek moyang mereka semata, sama sekali tidak
berdasarkan kepada dalil yang melandasi keyaklnan mereka. Sebenarnya tidak ada
jalan bagi mereka untuk itu, yang mendorong mereka berbuat hal tersebut
hanyalah semata-mata karena dorongan hawa nafsu dan fanatisme.
Orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa
mereka— beriman kepada semua nabi, kecuali Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad Saw.
Orang-orang Nasrani beriman kepada semua nabi, tetapi mereka ingkar kepada
pemungkas para nabi dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad
Saw.
Orang-orang Samiri (suatu sekte dari Yahudi)
tidak beriman kepada seorang nabi pun sesudah Yusya', pengganti (khalifah) Nabi
Musa ibnu Imran.
Orang-orang Majusi —menurut suatu pendapat— pada
mulanya beriman kepada seorang nabi mereka yang dikenal dengan nama Zaradesy
(Zoroaster), kemudian mereka kafir kepada syariatnya, maka nabi mereka diangkat
oleh Allah dari kalangan mereka.
Makna yang 'dimaksud ialah 'barang siapa yang
kafir kepada seseorang dari kalangan para nabi, berarti ia kafir kepada semua
nabi' Karena sesungguhnya diwajibkan bagi kita beriman kepada setiap nabi yang
diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Barang siapa yang mengingkari
kenabiannya karena dengki atau fanatisme atau kecenderungan belaka, berarti
jelas imannya kepada nabi yang ia percayai bukanlah berdasarkan iman yang
diakui oleh syariat, melainkan hanya semata-mata karena maksud tertentu, hawa
nafsu, dan fanatisme. Karena itulah disebutkan oleh Allah dalam ayat ini
melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
Allah dan rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 150)
Allah menyebut mereka dengan nama orang-orang
yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
{وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ
اللَّهِ وَرُسُلِهِ}
dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan
rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 150)
Yakni dalam hal iman.
{وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ
بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا}
dengan mengatakan, "Kami beriman kepada
sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang
lain),"serta bermaksud (dengan perkataan itu), mengambil jalan (lain) di
antara yang demikian (iman dan kafir). (An-Nisa: 150)
Artinya, mereka hendak membuat jalan tersendiri
antara iman dan kafir.
Kemudian Allah Swt. memberitahukan perihal mereka
melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا}
merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. (An-Nisa: 151)
Kekufuran mereka terbukti dan tiada alasan untuk
dikatakan beriman bagi seseorang yang berkeyakinan demikian, sebab iman seperti
itu bukanlah iman yang diakui oleh syariat. Karena seandainya mereka
benar-benar beriman kepada seorang rasul karena diutus oleh Allah, pastilah
mereka beriman pula kepada rasul lainnya, terlebih lagi imannya kepada rasul
yang lebih jelas dalilnya dan lebih kuat buktinya daripada rasul yang
diimaninya. Atau setidaknya ia mempertimbangkan dengan pertimbangan yang
sesungguhnya mengenai kenabiannya. Mengenai firman-Nya:
{وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا
مُهِينًا}
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir itu siksaan yang menghinakan. (An-Nisa: 151)
Sebagaimana mereka menghina rasul yang mereka
ingkari, adakalanya karena mereka tidak mau memandang sebelah mata pun kepada
apa yang disampaikannya dari Allah dan berpaling darinya, serta kesukaan mereka
dalam menghimpun perhiasan duniawi yang fana, padahal mereka tidak harus
mengumpulkannya. Adakalanya karena mereka kafir kepadanya sesudah mengetahui
kenabiannya, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan para rahib Yahudi di masa
Rasulullah Saw. Mereka dengki terhadap Rasul Saw. karena beliau mendapat
kenabian yang besar, lalu mereka menentangnya, mendustakan, memusuhi, dan
memeranginya. Maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlanjut
dengan kehinaan di akhirat. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang
lain, yaitu firman-Nya:
{وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ
وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ}
Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)
Yakni di dunia dan akhirat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ}
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para
rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka. (An-Nisa:
152)
Umat Nabi Muhammad Saw. sesungguhnya beriman
kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan beriman kepada semua nabi yang
diutus oleh-Nya. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا
أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ....
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang
diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 285), hingga akhir ayat.
Selanjutnya Allah memberitahukan bahwa Dia telah
menyediakan bagi mereka pahala yang berlimpah, pembalasan yang agung, dan
pemberian yang indah. Untuk itu Allah Swt. berfirman-
{أُولَئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ}
kelak Allah akan memberikan pahala kepada
mereka. (An-Nisa: 152)
sebagai balasan atas iman mereka kepada Allah dan
semua rasul-Nya.
{وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (An-Nisa: 152)
Atas dosa-dosa mereka, yaitu jika sebagian mereka
mempunyai dosa.
An-Nisa, ayat 153-154
يَسْأَلُكَ
أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ
سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ
مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى
سُلْطَانًا مُبِينًا 153 وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ
وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي
السَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا 154
Ahli Kitab meminta
kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka
sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari iiu. Mereka
berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." Maka mereka
disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah
datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari
yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. Dan
telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tursina untuk (menerima)
perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada
mereka, "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud," dan Kami perintahkan
(pula) kepada mereka, "Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari
Sabtu," dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, As-Saddi, dan
Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi pernah meminta kepada Rasulullah
Saw. agar beliau menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit, sebagaimana
kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa dalam keadaan tertulis.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka meminta agar
diturunkan lembaran-lembaran dari Allah yang tertulis, ditujukan kepada si
Fulan dan si Fulan, untuk membuktikan kebenaran apa yang didatangkan oleh Nabi
Saw. kepada mereka. Hal ini mereka ajukan hanyalah semata-mata sebagai
penghinaan, keingkaran, kekufuran, dan kemurtadan mereka kepadanya. Perihalnya
sama dengan apa yang pernah diminta oleh orang-orang kaflr Quraisy sebelum
mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى
تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأرْضِ يَنْبُوعًا}
Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali
tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami"
(Al-Isra: 90), hingga akhir ayat berikutnya.
Karena itulah dalam surat ini Allah Swt.
menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ
ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ
بِظُلْمِهِمْ}
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada
Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah
kepada kami dengan nyata." Maka mereka disambar petir karena kezalimannya.
(An-Nisa: 153)
Karena kezaliman mereka dan perbuatan mereka yang
kelewat batas, juga karena keangkuhan dan keingkaran mereka. Apa yang disebut
di dalam surat An-Nisa ini dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah melalui
firman-Nya:
{وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ
لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ
تَنْظُرُونَ. ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ}
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata,
"Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah
dengan terang." Karena itu, kalian disambar halilintar, sedangkan kalian
menyaksikannya. Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya
kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 55-56)
Adapun firman Allah Swt.:
{ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ}
dan mereka menyembah anak sapi sesudah datang
kepada mereka bukti-bukti yang nyata. (An-Nisa: 153)
Yaitu sesudah mereka melihat mukjizat-mukjizat
yang jelas dan bukti-bukti yang akurat melalui tangan Nabi Musa a.s. di negeri
Mesir, kebinasaan musuh-musuh mereka (yaitu Firaun), dan ditenggelamkannya
semua bala tentaranya ke dalam laut. Tetapi tidak lama kemudian setelah
berjalan bersama Nabi Musa dan mereka bersua dengan suatu kaum yang sedang
menyembah berhala-berhalanya, maka dengan serta merta mereka berkata kepada
Nabi Musa a.s. Ucapan mereka itu disitir oleh firman-Nya:
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا
كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ
Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). (Al-A'raf: 138),
hingga dua ayat berikutnya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan kisah mereka
mengambil anak sapi sebagai sesembahan mereka secara panjang lebar dalam surat
Al-A'raf, juga dalam surat Thaha; hal itu terjadi setelah Nabi Musa a.s.
berangkat (ke Bukit Tursina) untuk bermunajat kepada Allah Swt. Kemudian ketika
ia kembali, terjadilah apa yang telah terjadi, dan Allah menjadikan tobat orang
yang melakukan penyembahan itu dan yang membuatnya, hendaknya orang yang tidak
ikut menyembah membunuh orang yang menyembahnya (anak sapi itu). Sehingga
akhirnya sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain, setelah itu Allah
SWT. menghidupkan mereka kembali. Lalu Allah Swt. berfirman:
{فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى
سُلْطَانًا مُبِينًا}
lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian
itu. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (An-Nisa:
153)
Kemudian Allah Swt. berfirman pula:
{وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ
بِمِيثَاقِهِمْ}
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka
Bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka.
(An-Nisa: 154)
Demikian itu terjadi ketika mereka menolak untuk
tetap berpegang kepada hukum-hukum Taurat, dan tampak dari mereka sikap
membangkang terhadap apa yang didatangkan oleh Nabi Musa a.s. kepada mereka.
Maka Allah Swt. mengangkat di atas kepala mereka sebuah bukit untuk memaksa
mereka. Kemudian mereka diperintahkan agar tetap berpegang teguh kepada kitab
Taurat, akhirnya mereka menyanggupinya dan bersujud seraya memandang ke atas
kepala mereka karena khawatir bila bukit tersebut jatuh menimpa diri mereka.
Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ
فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ
بِقُوَّةٍ
Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke
atas mereka, seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit
itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka),
"Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian."
(Al-A'raf: 171), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ
سُجَّدًا}
Dan Kami perintahkan kepada mereka,
"Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud." (An-Nisa: 154)
Akan tetapi, mereka melanggar dalam semua apa
yang diperintahkan kepada mereka, baik secara ucapan maupun perbuatannya.
Karena sesungguhnya mereka diperintahkan agar memasuki pintu Baitul Maqdis
seraya bersujud dan mengucapkan doa hittah yang artinya "Ya
Allah, hapuslah dari diri kami dosa-dosa kami" karena kami tidak mau
berjihad dan membangkang, tidak melakukannya, yang menyebabkan kami tersesat di
padang sahara selama empat puluh tahun. Ternyata mereka memasukinya seraya
merangkak dengan pantat mereka, dan ucapannya mereka ganti menjadi hintah fi
sya'rah.
***
{وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي
السَّبْتِ}
dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka,
"Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu."
(An-Nisa: 154)
Maksudnya Kami perintahkan mereka untuk memelihara
kesucian hari Sabtu dan berpegang teguh menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh
Allah atas mereka, selagi hal tersebut disyariatkan bagi mereka.
{وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا}
dan Kami telah mengambil dari mereka
perjanjian yang kokoh. (An-Nisa: 154)
Yaitu perjanjian yang berat. tetapi mereka
melanggarnya dan berbuat durhaka serta menggunakan tipu muslihat (hailah) untuk
melakukan hal yang diharamkan oleh Allah Swt. Seperti yang disebutkan kisahnya
dalam surat Al-A'raf secara panjang lebar, yaitu pada firman-Nya:
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ
الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang
negeri yang terlelak di dekat laut. (Al-A'raf: 163), hingga beberapa ayat
berikutnya.
Dalam surat Al-Isra nanti akan disebutkan sebuah
hadis yang diceritakan oleh Safwan ibnu Assal, yaitu pada tafsir firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ
بَيِّنَاتٍ}
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada
Musa sembilan buah mukjizat yang nyata. (Al-Isra: 101)
Di dalam hadis tersebut antara lain disebutkan,
"Dan khusus bagi kalian, orang-orang Yahudi, janganlah kalian melanggar
peraturan mengenai hari Sabtu."
An-Nisa, ayat 155-159
فَبِمَا
نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِآيَاتِ اللَّهِ وَقَتْلِهِمُ
الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ طَبَعَ
اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا (155)
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا (156)
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ
وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا
اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ
إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158) وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ
عَلَيْهِمْ شَهِيدًا (159)
Maka (Kami lakukan
terhadap mereka beberapa tindakan) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu
dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka
membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan, "Hati kami
tertutup." Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena
kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari
mereka. Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap
Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka,
"Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,"
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang
mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya
orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam
keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan
tentang siapa yang dibunuh itu. kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka
tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, tetapi (yang
sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman
kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa akan menjadi
saksi terhadap mereka.
Di antara dosa-dosa yang mereka lakukan hingga
menyebabkan mereka pasti dilaknat, diusir dari rahmat-Nya, dan dijauhkan dari
jalan petunjuk, yaitu mereka telah melanggar janji-janji dan ikatan-ikatan yang
telah diambil dari mereka; juga karena kekufuran mereka terhadap ayat-ayat
Allah, yakni hujah-hujah dan bukti-bukti kekuasaan-Nya serta mukjizat-mukjizat
yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri dari tangan para nabi mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ}
dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang
benar. (An-Nisa: 155)
Karena kejahatan mereka yang luar biasa dan
kekurangajaran mereka kepada nabi-nabi Allah, hingga mereka berani membunuh
sejumlah nabi dari kalangan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قُلُوبُنَا غُلْفٌ}
Hati kami tertutup. (An-Nisa: 155)
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah,
As-Saddi, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan, "Yang dimaksud dengan gulfun
ialah githaun (penutup), yakni hati "kami dalam keadaan
tertutup." Pengertiannya sama dengan ucapan orang-orang musyrik yang
disitir oleh firman-Nya:
وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي
أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ
Mereka berkata, "Hati kami berada dalam
tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya."
(Fushshilat: 5), hingga akhir ayat.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah
mereka mengaku bahwa hati mereka merupakan wadah ilmu yang telah penuh dengan
ilmu pengetahuan. Demikianlah menurut riwayat Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari
Ibnu Abbas. Hal yang semisal diterangkan di dalam tafsir ayat surat Al-Baqarah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا
بِكُفْرِهِمْ}
Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati
hati mereka karena kekafirannya. (An-Nisa: 155)
Berdasarkan pengertian pertama, seakan-akan
mereka beralasan kepada Nabi Saw. bahwa hati mereka tidak dapat memahami apa
yang dikatakannya karena hati mereka telah terkunci mati dan tertutup. Maka
Allah membantah mereka, bahwa hati mereka bahkan telah terkunci mati karena
kekufuran mereka sendiri.
Berdasarkan pengertian kedua adalah kebalikan
dari pendapat yang pertama tadi dari segala seginya. Pembahasan mengenai hal
yang semisal telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا}
karena itu mereka tidak beriman kecuali
sebagian kecil dari mereka. (An-Nisa: 155)
Dengan kata lain, hati mereka terbiasa dengan
kekufuran, kezaliman, serta keimanan yang minim sekali.
{وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ
بُهْتَانًا عَظِيمًا}
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa),
dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar. (An-Nisa: 156)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa makna yang dimaksud ialah mereka menuduhnya berbuat zina. Hal yang sama
dikatakan oleh As-Saddi, Juwaibir, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya.
Pengertian ini jelas terbaca dari makna ayat, bahwa mereka memang menuduh
Maryam dan putranya dengan tuduhan-tuduhan yang besar; mereka menuduh Maryam
telah berbuat zina karena mengandung. Sebagian dari mereka menambahkan bahwa
padahal Maryam tetap berhaid. Semoga laknat Allah yang terus-menerus sampai
hari kiamat menimpa mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ}
Sesungguhnya kami
telah membunuh Al-Masih, Isa putra
maryam, utusan Allah. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang yang dirinya mengakui
berkedudukan demikian telah kami bunuh. Ucapan tersebut dikatakan mereka
sebagai cemoohan dan ejekan. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung
di dalam ayat lain yang mengisahkan perkataan orang-orang musyrik, yaitu
melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِي نزلَ عَلَيْهِ
الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ}
Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya,
sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila. (Al-Hijr: 6)
Tersebutlah bahwa di antara kisah mengenai
orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah, murka, kemarahan, dan siksa-Nya selalu
menimpa mereka— yaitu: Ketika Allah mengutus Isa anak Maryam a.s. dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan petunjuk, mereka dengki kepadanya karena ia
telah dianugerahi Allah kenabian dan berbagai macam mukjizat yang cemerlang. Di
antara mukjizatnya ialah dapat menyembuhkan orang yang buta, orang yang terkena
penyakit supak, dan menghidupkan kembali orang yang telah mati dengan seizin
Allah. Mukjizat lainnya ialah dia membuat patung dari tanah liat berbentuk
seekor burung, lalu ia meniupnya, maka jadilah patung itu burung sungguhan
dengan seizin Allah Swt., lalu dapat terbang dengan disaksikan oleh mata kepala
orang-orang yang melihatnya. Banyak pula mukjizat lainnya sebagai kehormatan
baginya dari Allah; hal tersebut dilakukan oleh Allah melalui kedua tangan Isa
a.s.
Akan tetapi, sekalipun demikian mereka
mendustakannya, menentangnya, serta berupaya untuk mengganggunya dengan segala
kemampuan yang mereka miliki. Hingga hal tersebut membuat Nabi Allah Isa a.s.
tidak dapat tinggal satu negeri bersama mereka, melainkan banyak mengembara,
dan ibunya pun ikut mengembara bersamanya.
Mereka masih belum puas dengan hal tersebut.
Akhirnya mereka datang kepada Raja Dimasyq (Damascus) di masa itu. Raja Dimasyq
adalah seorang musyrik penyembah bintang, para pemeluk agamanya dikenal dengan
sebutan pemeluk agama Yunani. Akhirnya mereka (orang-orang) Yahudi itu sampai
kepada raja tersebut, lalu melaporkan laporan palsu kepadanya bahwa di Baitul
Maqdis terdapat seorang lelaki yang menghasut khalayak ramai, menyesatkan
mereka, dan menganjurkan mereka agar memberontak kepada raja.
Mendengar laporan tersebut si raja murka, lalu ia
mengirimkan instruksi kepada gubernurnya yang ada di Baitul Maqdis,
memerintahkannya agar menangkap lelaki yang dimaksud, lalu menyalibnya dan
kepalanya diikat dengan duri agar tidak mengganggu orang-orang lagi.
Ketika surat raja itu sampai kepada si gubernur,
ia segera melaksanakan perintah itu, lalu ia berangkat bersama segolongan
orang-orang Yahudi menuju ke sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Nabi Isa
a.s. bersama sejumlah sahabatnya; jumlah mereka kurang lebih ada dua belas atau
tiga belas orang. Menurut pendapat yang lain adalah tujuh belas orang.
Hal tersebut terjadi pada hari Jumat, sesudah
waktu Asar, yaitu petang hari Sabtu. Mereka mengepung rumah tersebut. Ketika
Nabi Isa merasakan bahwa mereka pasti dapat memasuki rumah itu atau ia terpaksa
keluar rumah dan akhirnya bersua dengan mereka, maka ia berkata kepada
sahabat-sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau diserupakan
seperti diriku? Kelak dia akan menjadi temanku di surga."
Maka majulah seorang pemuda yang rela berperan
sebagai Nabi Isa. Tetapi Nabi Isa memandang pemuda itu masih terlalu hijau
untuk melakukannya. Maka ia mengulangi permintaannya sebanyak dua kali atau
tiga kali.
Tetapi setiap kali ia mengulangi perkataannya,
tiada seorang pun yang berani maju kecuali pemuda itu. Akhirnya Nabi Isa
berkata, "Kalau memang demikian, jadilah kamu seperti diriku." Maka
Allah menjadikannya mirip seperti Nabi Isa a.s. hingga seakan-akan dia memang
Nabi Isa sendiri.
Lalu terbukalah salah satu bagian dari atap rumah
itu, dan Nabi Isa tertimpa rasa kantuk yang sangat hingga tertidur, lalu ia
diangkat ke langit dalam keadaan demikian. Seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا
عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai
Isa, sesungguhnya Aku akan menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku."
(Ali Imran: 55), hingga akhir ayat.
Setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para
sahabatnya keluar. Ketika mereka (pasukan yang hendak menangkap Nabi Isa)
melihat pemuda itu, mereka menyangkanya sebagai Nabi Isa, sedangkan hari telah
malam,' lalu mereka menangkapnya dan langsung menyalibnya serta mengalungkan
duri-duri pada kepalanya.
Orang-orang Yahudi menonjolkan dirinya bahwa
merekalah yang telah berupaya menyalib Nabi Isa dan mereka merasa bangga dcngan
hal tersebut, lalu beberapa golongan dari kalangan orang-orang Nasrani —karena
kebodohan dan akalnya yang kurang— mempercayai saja hal tersebut. Kecuali
mereka yang ada bersama Nabi Isa; mereka tidak mempercayainya karena
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Nabi Isa a.s. diangkat ke langit.
Selain dari mereka yang bersama Nabi Isa, semuanya mempunyai dugaan yang sama
dengan orang-orang Yahudi, bahwa orang yang disalib itu adalah Al-Masih putra
Maryam. Sehingga mereka menyebutkan suatu mitos yang mengatakan bahwa Siti
Maryam duduk di bawah orang yang disalib itu dan menangisinya. Menurut kisah
mereka, Al-Masih dapat berbicara dengannya.
Hal tersebut merupakan ujian Allah kepada
hamba-hamba-Nya karena suatu hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya.
Allah telah menjelaskannya dan menerangkannya dengan gamblang di dalam
Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia, didukung dengan
berbagai macam mukjizat dan keterangan-keterangan serta bukti-bukti yang jelas.
Untuk itu Allah Swt. berfirman bahwa Dia Mahabenar dalam Firman-Nya, Dia Tuhan
semesta alam yang mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam
hati, Dia Maha Mengetahui semua rahasia di langit dan di bumi, Dia Maha
Mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak
terjadi berikut dengan akibatnya bilamana hal itu terjadi:
{وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ
شُبِّهَ لَهُمْ}
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak
(pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan
dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka hanya melihat yang
diserupakan dengan Isa, lalu mereka menduganya sebagai Isa a.s. Karena itulah
disebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ
الظَّنِّ
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham
tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh
itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang Yahudi yang menduga bahwa dia
telah membunuhnya dan orang Nasrani yang percaya dengan hal itu dari kalangan
mereka yang bodoh, semua berada dalam keraguan akan kejadian itu; mereka
bingung dan panik serta sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا}
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka
bunuh itu adalah Isa. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka tidak yakin bahwa yang
mereka bunuh itu adalah Isa, melainkan mereka ragu dan menduga-duga saja.
{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ
اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
tetapi (yang sebenarnya) Allah telah
mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa. (An-Nisa: 158)
Yaitu Zat-Nya Mahaperkasa dengan keperkasaan yang
tak terjangkau oleh siapa pun, dan orang yang dilindungi-Nya tiada yang dapat
menyentuhnya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 158)
Allah Mahabijaksana dalam semua takdir-Nya dan
semua perkara yang diputuskan-Nya. Semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya
Dialah yang memiliki hikmah yang tak terbatas, hujah yang mematahkan, kekuasaan
Yang Mahabesar, serta semua perencanaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah,
dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ketika Allah hendak mengangkat Isa ke langit, maka
Isa keluar untuk menemui para sahabatnya dari kalangan Hawariyyin yang
jumlahnya ada dua belas orang. Yang dimaksud ialah Isa keluar dari mata air
yang ada dalam rumah tersebut, sedangkan kepalanya masih meneteskan air, lalu
ia berkata, "Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang kafir kepadaku
sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku." Ibnu Abbas
melanjutkan kisahnya, bahwa Isa berkata pula, "Siapakah di antara kalian
yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku, lalu ia akan dibunuh
sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku dalam satu tingkatan (di surga
nanti)?" Maka berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara
yang ada, lalu Isa berkata kepadanya, "Duduklah kamu." Kemudian ia
mengulangi lagi kata-katanya kepada mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan
dirinya, maka Isa berkata, "Duduklah kamu." Lalu ia mengulangi lagi
kata-katanya itu, maka pemuda itu juga yang berdiri seraya berkata, "Aku
bersedia." Akhirnya Isa berkata, "Kalau memang demikian, kamulah
orangnya.'' Maka Allah menjadikannya serupa dengan Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa
sendiri diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut. Ibnu
Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu orang-orang Yahudi yang
memburunya datang dan langsung menangkap orang yang serupa dengan Isa itu, lalu
mereka membunuh dan menyalibnya. Maka sebagian dari mereka kafir kepada Isa
sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadanya, dan mereka berpecah-belah
menjadi tiga golongan. Suatu golongan dari mereka mengatakan, "Dahulu
Allah berada di antara kita, kemudian naik ke langit.”Mereka yang berkeyakinan
demikian adalah sekte Ya'qubiyah. Segolongan lainnya mengatakan,
"Dahulu anak Allah ada bersama kami selama yang dikehendaki-Nya, kemudian
Allah mengangkatnya kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian dari
sekte Nasturiyah. Segolongan lain mengatakan, "Dahulu hamba dan
utusan Allah ada bersama kami selama masa yang dikehendaki oleh Allah, kemudian
Allah mengangkat dia kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian adalah
orang-orang muslim. Kemudian dua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang
muslim dan membunuhnya, maka Islam dalam keadaan terpendam hingga Allah
mengutus Nabi Muhammad Saw.
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Kuraib,
dari Abu Mu'awiyah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama disebutkan oleh
ulama Salaf lainnya yang bukan hanya oleh seorang saja, bahwa Nabi Isa berkata
kepada para sahabatnya,
أَيُّكُمْ
يُلْقَى عَلَيْهِ شَبَهِي فيقتلَ مَكَانِي، وَهُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ؟
"Siapakah di antara kalian yang mau
dijadikan orang yang serupa dengan diriku. lalu ia akan dibunuh sebagai ganti
diriku? Maka kelak dia akan menjadi temanku di dalam surga."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Harun
ibnu Antarah, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Isa datang ke
sebuah rumah bersama tujuh belas orang dari kalangan kaum Hawariyyin, lalu
mereka mengepungnya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, Allah membuat rupa
mereka sama dengan Isa a.s. Lalu mereka yang hendak menangkap Isa berkata,
"Kalian benar-benar telah menyihir kami. Kalian harus menyerahkan Isa yang
sebenarnya kepada kami atau kami terpaksa membunuh kalian semua." Maka Isa
berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau
menukar dirinya dengan surga pada hari ini?" Lalu ada seorang lelaki dari
kalangan mereka menjawab, "Aku!" Lalu ia keluar kepada mereka dan
berkata, "Akulah Isa." Sedangkan Allah telah menjadikan rupanya mirip
seperti Nabi Isa. Lalu mereka langsung menangkap dan membunuh serta
menyalibnya. Karena itulah maka terjadi kesyubhatan (keraguan) di kalangan
mereka, dan mereka menduga bahwa mereka telah membunuh Isa. Orang-orang Nasrani
mempunyai dugaan yang semisal, bahwa yang disalib itu adalah Isa. Pada hari itu
juga Allah mengangkat Isa.
Akan tetapi, konteks kisah ini aneh sekali (garib
jiddan).
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari
Wahb hal yang semisal dengan pendapat di atas, yaitu kisah yang diceritakan
kepadaku oleh Al-Musanna. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdul Karim, telah
menceritakan kepadaku Abdus Samad ibnu Ma'qal; ia pernah mendengar Wahb
menceritakan hal berikut. Isa ibnu Maryam ketika diberi tahu oleh Allah akan
diangkat dari dunia ini. maka gelisahlah hatinya karena akan menghadapi
kematian dan berita itu terasa berat baginya. Maka ia mengundang semua
Hawariyyin dan membuat makanan untuk mereka. Dia berkata, "Datanglah
kepadaku malam ini, karena sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan kepada
kalian." Setelah mereka berkumpul pada malam harinya, maka Nabi Isa
menjamu makan malam dan melayani mereka sendirian. Sesudah selesai dari jamuan
itu, Nabi Isa mencucikan tangan mereka dan membersihkannya serta mengusap
tangan mereka dengan kain bajunya. Hal tersebut terasa amat berat bagi mereka
dan mereka tidak menyukai pelayanan itu. Nabi Isa berkata, "Ingatlah, barang
siapa yang malam ini menolak apa yang telah aku lakukan kepada kalian, dia
bukan termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya."
Akhirnya mereka menerimanya. Seusai melaksanakan semuanya, Nabi Isa berkata,
"Adapun mengenai apa yang telah aku buat untuk kalian malam ini, yaitu
pelayananku dalam menjamu kalian dan mencucikan tangan kalian dengan kedua
tanganku ini, hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai suri teladan bagi kalian
dariku. Karena sesungguhnya kalian telah melihat bahwa diriku adalah orang yang
paling baik di antara kalian, janganlah sebagian dari kalian merasa besar diri
atas sebagian yang lain, dan hendaklah sebagian dari kalian mengabdikan dirinya
untuk kepentingan sebagian yang lain, sebagaimana aku mengabdikan diriku untuk
kalian. Adapun keperluanku malam ini ialah meminta tolong kepada kalian agar
kalian mendoakan kepada Allah buat diriku dengan doa yang sungguh-sungguh
memohon kepada Allah agar Dia menangguhkan ajalku." Ketika mereka
membenahi dirinya untuk berdoa dan hendak melakukannya secara maksimal,
tiba-tiba mereka ditimpa oleh rasa kantuk yang sangat hingga mereka tidak mampu
berdoa. Lalu Nabi Isa a.s. membangunkan mereka seraya berkata, "Mahasuci
Allah, mengapa kalian tidak dapat bertahan untukku malam ini saja untuk membantuku
dalam berdoa?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mengetahui
apa yang telah menimpa diri kami. Sesungguhnya kami banyak begadang dan malam
ini kami tidak mampu lagi begadang. Tidak sekali-kali kami hendak berdoa,
melainkan kami selalu dihalang-halangi oleh rasa kantuk itu yang menghambat
kami untuk melakukan doa." Nabi Isa berkata, "Penggembala pergi dan
ternak kambing pun bercerai-berai," lalu ia mengucapkan kalimat-kalimat
yang semisal sebagai ungkapan belasungkawa terhadap dirinya. Kemudian Isa a.s.
berkata, "Sesungguhnya kelak ada seseorang di antara kalian yang
benar-benar kafir kepadaku sebelum ayam jago berkokok tiga kali, dan
sesungguhnya akan ada seseorang di antara kalian yang rela menjual diriku
dengan beberapa dirham, dan sesungguhnya dia benar-benar memakan hasil
jualannya itu." Lalu mereka keluar dan berpencar, saat itu orang-orang
Yahudi sedang mencari-carinya. Lalu mereka menangkap Syam'un (salah seorang
Hawariyyin) dan mereka mengatakan, "Orang ini termasuk sahabatnya."
Tetapi Syam'un mengingkari tuduhan itu dan mengatakan, "Aku bukanlah
sahabatnya." Akhirnya mereka melepaskannya. Kemudian mereka menangkap yang
lainnya, orang yang kedua itu pun mengingkarinya. Kemudian Nabi Isa mendengar
kokok ayam jago, maka ia menangis dan bersedih hati. Pada pagi harinya salah
seorang Hawariyyin datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata,
"Imbalan apakah yang akan kalian berikan kepadaku jika aku tunjukkan
kalian kepada Al-Masih?" Mereka memberinya uang sebanyak tiga puluh
dirham, lalu ia menerimanya dan menunjukkan mereka ke tempat Al-Masih berada.
Sebelum itu telah diserupakan kepada mereka Nabi Isa yang palsu. Maka mereka
menangkapnya dan mengikatnya dengan tali, lalu mereka giring seraya mengatakan
kepadanya, "Katanya kamu dapat menghidupkan orang yang telah mati, dapat
mengusir setan, dan menyembuhkan orang gila. Sekarang apakah kamu dapat
menyelamatkan dirimu dari tambang ini?" Mereka meludahinya dan
melemparinya dengan tangkai-tangkai berduri, hingga sampai di tempat kayu yang
mereka maksudkan untuk menyalibnya. Allah telah mengangkat Nabi Isa yang asli
dan mereka menyalib orang yang diserupakan dengannya. Tujuh hari setelah
peristiwa itu ibu Nabi Isa dan seorang wanita yang telah diobati oleh Isa a.s.
hingga wanita itu sembuh dari penyakit gilanya menangisi orang yang disalib
itu. Lalu Isa a.s. datang kepada mereka berdua dan berkata, "Apakah yang
membuat kamu berdua menangis?" Keduanya menjawab, "Kami
menangisimu." Isa berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat
diriku kepada-Nya, dan tiada yang aku peroleh kecuali kebaikan belaka, dan
sesungguhnya orang yang disalib ini adalah orang yang diserupakan denganku di
mata mereka. Maka perintahkanlah kepada kaum Hawariyyin agar mereka menjumpaiku
di tempat anu dan anu." Kemudian di tempat yang dimaksud Nabi Isa dijumpai
oleh sebelas orang, dan ia merasa kehilangan seseorang dari mereka, yaitu orang
yang telah 'menjualnya' dan menunjukkan kepada orang-orang Yahudi tempat ia
berada. Kemudian Isa menanyakan kepada sahabat-sahabatnya tentang orang
tersebut. Maka seseorang dari mereka menjawab bahwa dia telah menyesali
perbuatannya, lalu ia bunuh diri dengan cara gantung diri. Isa berkata,
"Seandainya ia bertobat, niscaya Allah menerima tobatnya." Kemudian
Isa menanyakan kepada mereka tentang seorang pelayan yang ikut bersama mereka.
Mereka menjawab bahwa pelayan tersebut bernama Yahya. Maka Isa berkata,
"Dia ikut bersama kalian, dan sekarang berangkatlah kalian, sesungguhnya
setiap orang itu kelak akan berbicara dengan bahasa kaumnya, maka berilah mereka
peringatan dan serulah mereka."
Konteks riwayat ini berpredikat garib jiddan
(aneh sekali).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah,
dari Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa nama raja Bani Israil yang mengirimkan
sejumlah pasukan untuk membunuh Isa a.s. adalah Daud, seseorang dari kalangan
Bani Israil pula. Setelah mereka sepakat untuk membunuh Isa a.s., menurut
berita yang sampai kepadaku, tiada seorang hamba pun dari kalangan hamba-hamba
Allah yang takut kepada mati seperti takut yang dialaminya, dan tiada orang
yang lebih gelisah darinya dalam menghadapi hal itu, tiada seorang pun yang
berdoa agar dijauhkan dari mati seperti doa yang dilakukannya. Sehingga menurut
apa yang mereka duga, Isa a.s. berkata dalam doanya, "Ya Allah, jika
Engkau menghindarkan kematian ini dari seseorang makhluk-Mu, maka hindarkanlah
ia dariku." Disebutkan bahwa sesungguhnya kulit Nabi Isa (setelah
mendengar berita itu) benar-benar mengucurkan darah. Lalu Isa dan semua
sahabatnya memasuki tempat persembunyian yang telah mereka sepakati, dan di
tempat itulah akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan; jumlah mereka seluruhnya
ada tiga belas orang, termasuk Nabi Isa a.s. sendiri. Setelah Nabi Isa merasa
yakin bahwa semua sahabatnya telah masuk ke dalam tempat tersebut bersamanya,
lalu Nabi Isa mengumpulkan semua sahabatnya yang terdiri atas kalangan
Hawariyyin. Mereka ada dua belas orang, yaitu Firtaus, Ya'qobus, Weila dan
Nakhas saudara Ya'qobus, Andreas, Philips, Ibnu Yalma, Mateus, Tomas, Ya'qub
ibnu Halqiya, Nadawasis, Qatabiya, Yudas Rakriya Yuta.
Ibnu Humaid mengatakan bahwa Salamah mengatakan
dari Ishaq, "Menurut kisah yang sampai kepadaku, ada seorang lelaki
bernama Sarjis hingga jumlah mereka tiga belas orang selain Isa. Orang-orang
Nasrani mengingkarinya karena Sarjislah yang diserupakan dengan Isa di mata
orang-orang Yahudi."
Ibnu Ishaq mengatakan, "Aku tidak mengetahui
apakah Sarjis termasuk mereka yang dua belas orang itu, ataukah dia termasuk
salah seorang dari mereka yang tiga belas. Karena itulah mereka meragukannya di
saat mereka mengiyakan kepada orang-orang Yahudi tentang tersalibnya Isa.
Mereka (orang-orang Nasrani) tidak mempercayai berita mengenai hal tersebut
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw." Jika jumlah mereka seluruhnya
ada tiga belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti semuanya
ada empat belas orang bersama Isa a.s. Jika jumlah mereka (Hawariyyin) ada dua
belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti seluruhnya ada
tiga belas orang (bersama Isa as.).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan
kepadaku seorang lelaki yang dahulunya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam;
bahwa Isa ketika mendapat wahyu dari Allah Swt. yang mengatakan,
"Sesungguhnya Aku akan mengangkatmu kepada-Ku." Maka Isa berkata,
"Hai golongan Hawariyyin, siapakah di antara kalian yang rela menjadi
temanku di surga? Syaratnya adalah dia mau menjadi orang yang diserupakan
dengan diriku di mata kaum, lalu mereka membunuhnya sebagai ganti dariku."
Maka Sarjis menjawab, "Aku bersedia, wahai Ruhullah." Isa a.s.
berkata, "Duduklah kamu di tempatku!" Maka Sarjis duduk di tempatnya,
sedangkan ia sendiri diangkat ke langit. Lalu mereka memasuki rumah itu dan
langsung menangkapnya serta menyalibnya. Sarjislah orang yang disalib dan
diserupakan dengan Isa di mata mereka. Jumlah mereka di saat memasuki rumah itu
bersama Isa telah dimaklumi, karena mereka mengintipnya dan menghitung
jumlahnya. Ketika mereka memasuki rumah itu untuk menangkap Isa, maka menurut
penglihatan mereka, "mereka melihat adanya Isa dan para sahabatnya, tetapi
mereka kehilangan seorang lelaki dari jumlah keseluruhannya. Hal itulah yang
membuat mereka berselisih pendapat mengenainya. Sejak semula mereka tidak
mengenal Isa, yaitu di saat mereka memberikan hadiah tiga puluh dirham kepada
Yudas sebagai imbalan untuk menunjukkan dan mengenalkan Isa kepada mereka.
Yudas berkata kepada mereka, "Jika kalian memasukinya, aku akan
menciumnya, maka Isa adalah orang yang aku cium itu nantinya." Ketika
mereka memasuki rumah tersebut, Isa telah diangkat ke langit; dan mereka
melihat Sarjis yang diserupakan menjadi Isa a.s., sedang Yudas sendiri
tidak meragukan bahwa Sarjis adalah Isa. Karena itu, ia langsung menciumnya,
dan mereka menangkapnya, lalu menyalibnya. Setelah peristiwa itu Yudas
menyesali perbuatannya, lalu ia menggantung dirinya dengan tali tambang hingga
mati. Dia adalah orang yang terkutuk di kalangan orang-orang Nasrani, padahal
sebelumnya dia termasuk salah seorang sahabat Isa. Sebagian orang Nasrani
menduga bahwa orang yang diserupakan dengan Isa itu adalah Yudas sendiri, lalu
disalib oleh orang-orang Yahudi. Di saat disalib itu ia mengatakan,
"Sesungguhnya aku bukan orang yang kalian cari, akulah orang yang
menunjuki kalian kepadanya."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa
mereka menyalib seorang lelaki yang diserupakan dengan Isa, sedangkan Isa
sendiri telah diangkat oleh Allah Swt. ke langit dalam keadaan hidup.
Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang
mengatakan bahwa yang diserupakan dengan Isa adalah semua sahabatnya yang ada
bersamanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ
شَهِيدًا}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa
itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama ahli takwil
berselisih pendapat mengenai makna ayat ini. Sebagian dari mereka mengatakan
bahwa firman-Nya yang mengatakan:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ} يَعْنِي بِعِيسَى {قَبْلَ
مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum kematian Isa. Dengan alasan bahwa
semuanya percaya kepadanya apabila ia diturunkan untuk membunuh Dajjal. Maka
semua agama menjadi satu, agama Islam yang hanif, yaitu agama Nabi Ibrahim a.s.
Pendapat orang-orang yang mengatakan demikian
disebutkan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Abu Husain, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kiiab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa ibnu Maryam a.s. meninggal
dunia. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya (Isa)
sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Hal tersebut terjadi setelah Nabi Isa diturunkan;
dan sebelum Nabi Isa a.s. meninggal dunia, maka tiada seorang pun dari Ahli
Kitab kecuali beriman kepadanya.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yaitu orang-orang Yahudi secara khusus.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud
ialah An-Najasyi dan sahabat-sahabatnya; keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Abu Raja, dari Al-Hasan
sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum isa meninggal dunia. Demi Allah,
sesungguhnya dia sekarang masih hidup di sisi Allah; tetapi bila dia
diturunkan, mereka (Ahli Kitab) semuanya beriman kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Usman Allahiqi,
telah menceritakan kepada kami Juwairiyah ibnu Basyir yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar seorang lelaki berkata kepada Al-Hasan, "Wahai Abu Sa'id,
apakah yang dimaksud dengan firman berikut," yaitu:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Al-Hasan menjawab, "Makna yang dimaksud
ialah sebelum kematian Isa. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya,
dan kelak Dia akan menurunkannya sebelum hari kiamat untuk menempati suatu
kedudukan di mana semua orang yang bertakwa dan semua orang yang durhaka beriman
kepadanya." Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu
Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat inilah
yang benar, seperti yang akan kami jelaskan nanti sesudah mengemukakan dalil
yang akurat, insya Allah. Hanya kepada-Nyalah kita percaya dan berserah diri.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ahli takwil yang
lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya. (An-Nisa: 159)
Maksudnya, beriman kepada Isa sebelum kematian
Ahli Kitab yang bersangkutan, yakni bilamana dia telah menyaksikan perkara yang
benar dan yang batil. Karena sesungguhnya setiap orang yang menghadapi
kematiannya, sebelum itu rohnya masih belum keluar sehingga dijelaskan
kepadanya antara perkara yang hak dan perkara yang batil dalam agamanya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tidak sekali-kali orang Yahudi meninggal
dunia melainkan terlebih dahulu ia beriman kepada Isa.
Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl,
dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan Firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya
(Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Semua Ahli Kitab pasti beriman kepada Isa sebelum
ia mati, yakni sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan meninggal dunia. Ibnu Abbas
mengatakan, "Seandainya seorang Ahli Kitab dipenggal kepalanya, maka
rohnya masih belum keluar sebelum ia beriman kepada Isa."
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Abu Namilah Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan
kepada kami Husain ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikri-mah, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali seorang Yahudi mati kecuali
sebelum itu ia bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, sekalipun
senjata telah mengenainya.
Telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ibrahim
dan Habib ibnu Syahid, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Basyir, dari
Khasif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Menurut qiraah Ubay, {قَبْلَ مَوْتِهِمْ}makna
ayat ialah sebelum kematian mereka. Tidak ada seorang Yahudi pun mati,
melainkan ia pasti beriman terlebih dahulu kepada Isa. Lalu ditanyakan kepada
Ibnu Abbas, "Bagaimanakah menurutmu jika dia terjatuh dari atas
rumahnya?" Ibnu Abbas menjawab, "Dia pasti mengucapkannya di udara
(yakni saat ia jatuh)." Lalu ada yang bertanya lagi, "Bagaimanakah
menurutmu, jika seseorang dari mereka keburu ditebas batang lehernya?"
Ibnu Abbas menjawab bahwa lisannya pasti berkomat-kamit mengucapkan hal itu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri,
dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang Yahudi pun yang mati kecuali
sebelum itu ia beriman kepada Isa a.s. Bila kepalanya dipenggal pun dia pasti
mengucapkannya. Bila ia terjatuh dari ketinggian, dia pasti mengucapkannya
ketika dia masih di udara dalam keadaan terjatuh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud
At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Abu Haam Al-Ganawi, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas. Semua sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Sahih pula dari
Mujahid, Ikrimah, dan Muhammad ibnu Sirin. Pendapat yang sama dikatakan oleh
Ad-Dahhak dan Juwaibir,
As-Saddi mengatakan bahwa hal ini telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta dinukil dari qiraah Ubay ibnu Ka'b dengan
bacaan قَبْلَ مَوْتِهِمْ (bukan قَبْلَ
مَوْتِهِ) yang artinya sebelum mereka mati.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Israil, dari Furat
Al-Qazzaz, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya sebelum
kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang pun dari kalangan mereka (Ahli
Kitab) mati, melainkan pasti beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Tetapi
penafsiran ini dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud oleh Al-Hasan adalah
seperti makna yang pertama tadi. Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang
dimaksud adalah seperti yang dikehendaki oleh mereka (yakni pada pendapat yang
kedua).
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya
mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak ada seorang Ahli Kitab pun
melainkan akan beriman kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum Ahli Kitab yang
bersangkutan mati.
Pendapat orang yang mengatakan demikian disebut
oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan
kepada kami Al-Hajaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari
Humaid yang mengatakan bahwa Ikrimah pernah mengatakan, "Tidaklah mati
seorang Nasrani —tidak pula seorang Yahudi— melainkan ia beriman kepada Nabi
Muhammad Saw. sebelum dia mati." Demikianlah makna yang dimaksud oleh
Firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا
لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Nabi Muhammad) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat
yang paling sahih di antara semua pendapat di atas adalah pendapat yang
pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Ahli
Kitab sesudah Isa a.s. diturunkan kecuali ia beriman kepadanya sebelum Isa a.s.
meninggal dunia.
Tidak kita ragukan lagi bahwa apa yang dikatakan
oleh Ibnu Jarir ini merupakan pendapat yang benar, karena maksud dan tujuan
dari konteks ayat-ayat ini ialah menetapkan kebatilan apa yang didakwakan oleh
orang-orang Yahudi tentang terbunuhnya Isa dan penyalibannya, serta sanggahan
terhadap orang-orang yang percaya akan hal tersebut dari kalangan orang-orang
Nasrani yang lemah akalnya.
Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa perkara yang
sebenarnya tidaklah seperti dugaan mereka, melainkan orang yang diserupakan di
mata mereka dengan Isa, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak
mengetahui hal itu dengan jelas. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa
kepada-Nya dan kini ia masih dalam keadaan hidup, dan kelak di hari sebelum
kiamat terjadi dia akan diturunkan ke bumi, seperti yang disebut oleh banyak
hadis mutawalir yang akan kami jelaskan dalam waktu yang dekat, insya Allah.
Kemudian Al-Masih setelah diturunkan ke bumi, membunuh Dajjal yang sesat; semua
salib ia pecahkan, semua babi dibunuhnya, dan semua bentuk jizyah ia hilangkan.
Yakni dia tidak mau menerimanya dari seorang pun dari kalangan pemeluk agama
lain, bahkan tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau pedang. Maka ayat
ini menceritakan bahwa kelak semua Ahli Kitab akan beriman kepadanya saat itu;
dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ketinggalan untuk percaya kepadanya.
Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ
بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa meninggal dunia, yang menurut
dugaan orang-orang Yahudi dan para pendukungnya dari kalangan orang-orang
Nasrani dikabarkan bahwa dia telah dibunuh dan disalib.
****
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ
شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi
saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Terhadap amal perbuatan mereka yang disaksikannya
sebelum ia diangkat ke langit dan sesudah ia diturunkan ke bumi.
Mengenai orang yang menafsirkan ayat ini dengan
pengertian berikut, bahwa setiap Ahli Kitab tidak mati kecuali terlebih dahulu
beriman kepada Isa atau Muhammad Saw.; memang demikianlah kenyataannya.
Dikatakan demikian karena setiap orang itu di saat menjelang ajalnya
ditampakkan dengan jelas kepadanya hal-hal yang tidak ia ketahui sebelumnya,
lalu ia beriman kepadanya. Akan tetapi, iman tersebut bukanlah iman yang
bermanfaat bagi dirinya karena dia telah menyaksikan malaikat maut. Seperti
yang dinyatakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ
لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari
orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada
seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, "Sesungguhnya saya
bertobat sekarang." (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.
Dalam ayat yang lainnya disebutkan melalui
firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا
قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka
berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja." (Al-Mu-min: 84),
hingga ayat berikutnya.
Pengertian ini menunjukkan lemahnya apa yang
dijadikan oleh Ibnu Jarir sebagai hujah untuk membantah pendapat ini. Karena
dia mengatakan seandainya makna yang dimaksud dari ayat ini seperti keterangan
di atas, niscaya setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw. atau
kepada Isa Al-Masih dari kalangan mereka yang kafir kepada keduanya dinilai
sebagai pemeluk agamanya masing-masing. Dalam keadaan demikian, berarti harta
peninggalannya tidak boleh diwarisi oleh kaum kerabatnya dari kalangan pemeluk
agamanya semula. Karena Nabi Saw. telah memberitakan bahwa dia telah beriman
sebelum maut meregang nyawanya.
Pendapat seperti itu kurang mengena, karena
keimanan orang yang dimaksud bukan dalam keadaan yang dapat memberikan manfaat
kepadanya dan hal tersebut tidak menjadikannya sebagai seorang muslim. Anda
telah membaca pendapat Ibnu Abbas di atas yang mengatakan bahwa seandainya dia
terjatuh dari tempat yang tinggi atau dipancung lehernya dengan pedang atau
diterkam binatang buas, maka sesungguhnya dia pasti akan beriman kepada Isa.
Akan tetapi, iman dalam keadaan demikian tidak bermanfaat dan tidak dapat
mengalihkan pelakunya dari kekafirannya, karena alasan yang telah kami sebutkan
di atas.
Tetapi bagi orang yang merenungkan hal ini dengan
baik dan memikirkannya dengan mendalam, niscaya akan jelas baginya, memang
demikianlah kenyataannya, tetapi tidak mengharuskan bahwa makna ayat adalah
seperti itu. Melainkan makna yang dimaksud dengan ayat ini adalah seperti yang
telah kami sebutkan, yaitu menetapkan keberadaan Nabi Isa dan dia masih hidup di
langit, kelak sebelum hari kiamat dia akan diturunkan untuk mendustakan
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang berbeda pendapat mengenainya.
Pendapat mereka saling bertentangan dan jauh dari kebenaran; orang-orang Yahudi
keterlaluan dalam pendapatnya, sedangkan orang-orang Nasrani berlebih-lebihan.
Orang-orang Yahudi melakukan tuduhan-tuduhan yang sangat berat terhadap Nabi
Isa dan ibunya. Sedangkan orang-orang Nasrani terlalu berlebihan dalam
menyanjungnya sehingga mendakwakan kepadanya hal-hal yang tidak pantas
disandangnya; mereka mengangkatnya dari kedudukan kenabian menjadi tuhan.
Mahatinggi Allah Swt. dari apa yang telah dikatakan oleh kedua golongan
tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, dan Mahasuci Allah dari hal
tersebut, tidak ada Tuhan selain Dia.
Hadis-hadis
yang menerangkan tentang turunnya Nabi Isa ibnu Maryam
ke bumi
dari langit di akhir zaman sebelum kiamat, dan dia menyeru manusia untuk
menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya —pada Bab
"Zikrul Anbiya" dengan sub judul "Turunnya Nabi Isa ibnu Maryam
a.s."— mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشكَنّ أَنْ
يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلًا فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ،
وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ حَتَّى لَا
يَقْبَلَهُ أَحَدٌ، حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا
فِيهَا". ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا إن شئتم: {وَإِنْ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Abu Saleh,
dari Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di
dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sudah dekat masa turunnya Ibnu
Maryam kepada kalian sebagai hakim yang adil, lalu ia memecahkan salib,
membunuh semua babi, dan menghapuskan jizyah serta harta benda menjadi
berlimpah hingga tidak ada seseorang yang mau menerimanya, sehingga bersujud
baginya lebih baik daripada dunia dan isinya. Kemudian Abu Hurairah
mengatakan, "Jika kalian suka, bacalah ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Tidak
ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum
kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap
mereka' (An-Nisa: 159)."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari
Al-Hasan Al-Hilwani dan Abdu ibnu Humaid; keduanya dari Ya'qub dengan lafaz
yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya
pula melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Keduanya mengetengahkannya pula melalui jalur
Al-Lais, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
وَرَوَاهُ ابْنُ
مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي حَفْصَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ فيكم ابنُ
مريم حكمًا عدلا يَقْتُلُ الدَّجَّالَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَكْسِرُ
الصَّلِيبَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ، وَتَكُونُ السَّجْدَةُ
وَاحِدَةً لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ". قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا
إِنْ شئتم: {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ}
مَوْتِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ثُمَّ يُعِيدُهَا أَبُو هُرَيْرَةَ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur
Muhammad ibnu Abu Hafsah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu
Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sudah dekat
masanya Ibnu Maryam akan turun kepada kalian sebagai hakim yang adil, dia
membunuh Dajjal, membunuh semua babi, memecahkan semua salib, dan menghapus
jizyah serta harta benda menjadi berlimpah. Kelak sujud hanya kepada Yang Esa,
yaitu hanya menyembah kepada Allah, Tuhan semesta alam. Selanjutnya Abu
Hurairah mengatakan, "Jika kalian suka, bacalah firman-Nya: 'Tidak ada
seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebeium
kematiannya' (An-Nisa: 159)." Yakni sebelum Isa ibnu Maryam meninggal
dunia. Kemudian Abu Hurairah mengulangi ayat ini sebanyak tiga kali.
Jalur yang lain juga dari Abu Hurairah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِي حَفْصَة، عَنِ الزُّهْري، عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ عَلِيٍّ
الْأَسْلَمِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيُهِلَّن عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ بفَجِّ
الرَّوْحَاء بِالْحَجِّ أَوِ الْعُمْرَةِ أَوْ لَيُثَنِّيَنَّهُمَا جَمِيعًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hafsah, dari
Az-Zuhri, dari Hanzalah ibnu Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Isa kelak akan berihram di Fajjur Rauha
untuk menunaikan haji atau umrah atau untuk melakukan keduanya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim
secara munfarid melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan Al-Lais ibnu Sa'd
serta Yunus ibnu Yazid, ketiganya dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ -هُوَ ابْنُ حُسَيْنٍ-عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ حَنْظَلَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ
فَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَمْحُو الصَّلِيبَ، وَتُجْمَعُ لَهُ الصَّلَاةُ،
وَيُعْطِي الْمَالَ حَتَّى لَا يُقْبَلَ، وَيَضَعُ الْخَرَاجَ، وَيَنْزِلُ
الرَّوْحَاءَ فَيَحُجُّ مِنْهَا أَوْ يَعْتَمِرُ أَوْ يَجْمَعُهُمَا" قَالَ:
وَتَلَا أَبُو هُرَيْرَةَ: {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ
بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ [وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا] }
فَزَعَمُ حَنْظَلَةُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: يُؤْمِنُ بِهِ قَبْلَ مَوْتِ
عِيسَى، فَلَا أَدْرِي هَذَا كُلُّهُ حَدِيثُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَوْ شَيْءٌ قَالَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan (yaitu Ibnu Husain), dari
Az-Zuhri, dari Hanzalah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak Isa ibnu Maryam akan turun, lalu
membunuh semua babi, menghapus semua salib, salat didirikan secara berjamaah
untuknya, dan ia selalu memberikan harta sehingga tidak ada yang menerimanya
lagi, dan menghapuskan Kharraj, turun di Rauha, lalu melakukan haji atau umrah
darinya atau melakukan kedua-duanya (haji dan umrah). Hanzalah melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah itu Abu Hurairah r.a. membacakan firman-Nya: Tidak
ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.
(An-Nisa: 159), hingga akhir ayat. Hanzalah menduga Abu Hurairah mengatakan
bahwa Ahli Kitab beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Selanjutnya Hanzalah
mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apakah semuanya itu termasuk hadis Nabi
Saw. ataukah ada sesuatu yang dikatakan oleh Abu Hurairah sendiri.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim,
dari ayahnya, dari Abu Musa Muhammad ibnul Musanna, dari Yazid ibnu Haain, dari
Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
حَدَّثَنَا ابْنُ بُكَير، حَدَّثَنَا اللَّيْثِ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّ
أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ فِيكُمُ الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟ "
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yunus, dari Ibnu
Syihab, dari Nafi' maula Abu Qatadah Alansari, bahwa Abu Hurairah r.a.
mengatakan, "Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Bagaimanakah dengan
kalian apabila Al-Masih ibnu Maryam turun di antara kalian, sedangkan imam
kalian adalah (seseorang) dari kalian'?"
Uqail dan Al-Auza'i diikutkari ke dalam sanad hadis
ini.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari
Abdur Razzaq, dari Ma'-mar, dari Usman ibnu Umar, dari Ibnu Abu Zi-b; keduanya
dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Imam Muslim mengetengahkannya melalui riwayat
Yunus dan Al-Auza'i serta Ibnu Abu Zi-b dengan lafaz yang sama.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا همَّام، أَنْبَأَنَا قَتَادَةُ، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه
وسلم قال: "الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلات أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى
وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ، وَإِنِّي أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ؛
لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ، فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ،
عَلَيْهِ ثَوْبَانِ مُمَصّرَان، كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ
بَلَل، فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ،
وَيَدْعُو النَّاسَ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمِلَلَ
كُلَّهَا إِلَّا الإسلام، وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ، ثُمَّ
تَقَعُ الْأَمَنَةُ عَلَى الْأَرْضِ، حَتَّى تَرْتَعَ الْأُسُوَدُ مَعَ الْإِبِلِ،
وَالنِّمَارُ مَعَ الْبَقَرِ، وَالذِّئَابُ مَعَ الْغَنَمِ، وَيَلْعَبَ
الصِّبْيَانُ بِالْحَيَّاتِ لَا تَضُرُّهُمْ، فَيَمْكُثُ أَرْبَعِينَ سَنَةً،
ثُمَّ يُتَوَفى وَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami
Qatadah, dari Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Para nabi itu semuanya saudara yang se'illah, yakni ibu mereka
berlain-lainan, tetapi agama mereka satu. Sesungguhnya aku adalah orang yang
lebih utama terhadap Isa ibnu Maryam, karena tidak ada nabi antara dia dan aku.
Sesungguhnya dia akan turun. Apabila kalian melihatnya, perhatikanlah dengan
baik; dia adalah seorang lelaki yang sedang tingginya, kulit merah
keputih-putihan, dia memakai sepasang baju yang kedua-duanya dicelup dengan
warna merah, seakan-akan rambutnya meneteskan air, padahal ia tidak terkena
basah. Lalu ia pecahkan semua salib, membunuh semua babi, menghapus jizyah, dan
menyeru manusia untuk masuk Islam. Di zamannya semua agama dimusnahkan oleh
Allah, kecuali agama Islam. Di zamannya pula Allah membinasakan Al-Masih
Ad-Dajjal. Kemudian awan menyelimuti bumi sehingga singa berdampingan dengan
unta, harimau berdampingan dengan sapi, serigala berdampingan dengan kambing,
dan anak-anak memainkan ular tanpa membahayakan keselamatan mereka. Isa tinggal
selama empat puluh tahun, kemudian ia wafat dan disalatkan oleh kaum muslim.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud,
dari Hadiyyah ibnu Khalid, dari Hammam ibnu Yahya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya, dan ia tidak
menyebutkan hadis lain pada ayat ini. Dia meriwayatkannya dari Bisyr ibnu
Mu'az, dari Yazid ibnu Harun dan Sa'id ibnu Abu Arubah; keduanya dari Qatadah,
dari Abdur Rahman ibnu Adam (yaitu maula Ummu Bursun, pengurus Siqayah), dari
Abu Hurairah, dari Nabi Saw., kemudian ia mengetengahkan hadis yang semisal,
dan di dalamnya disebutkan bahwa Nabi Isa memerangi orang-orang untuk membela
agama Islam.
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ، عَنْ أَبِي الْيَمَانِ، عَنْ شُعَيْبٍ،
عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَنَا أَوْلَى
النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَالْأَنْبِيَاءُ أَوْلَادُ عَلَّاتٍ، لَيْسَ
بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ"
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abul Yaman, dari
Syu'aib, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Aku adalah orang yang
paling berhak kepada Isa ibnu Maryam, para nabi adalah anak-anak dari para ibu
yang berbeda-beda, tiada seorang nabi pun antara dia dan aku.
Kemudian Muhammad ibnu Sinan meriwayatkannya dari
Falih ibnu Sulaiman, dari Hilal ibnu Ali, dari Abdur Rahman ibnu Abu Amrah,
dari Abu Amrah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"أَنَا
أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ
وَاحِدٌ"
Aku adalah orang yang paling berhak kepada Isa
ibnu Maryam di dunia dan akhirat, para nabi itu adalah saudara yang berlainan
ibu; ibu mereka berlain-lainan, sedangkan agama mereka adalah satu.
Ibrahim ibnu Taman meriwayatkan dari Musa ibnu
Uqbah, dari Safwan ibnu Salim. dari Ata ibnu Basysyar, dari Abu Hurairah yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda hingga akhir hadis.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Di dalam kitab sahihnya disebutkan:
حَدَّثَنِي زُهَير بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا مُعَلى بْنُ مَنْصُورٍ،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ الرُّومُ بِالْأَعْمَاقِ
-أَوْ بِدَابِقٍ-فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ جَيْشٌ مِنَ الْمَدِينَةِ مِنْ خِيَارِ
أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ، فَإِذَا تَصَافُّوا قَالَ الرُّومُ: خَلَوْا
بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ. فَيَقُولُ
الْمُسْلِمُونَ: لَا وَاللَّهِ لَا نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا.
فَيُقَاتِلُونَهُمْ، فَيَنْهَزِمُ ثُلُثٌ لَا يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا،
ويُقْتَلُ ثُلُثُهُ أَفْضَلُ الشهداء عند الله [عز وجل]
ويفتح الثُّلُثُ لَا يُفْتَنُونَ أَبَدًا فَيَفْتَتِحُونَ
قُسْطَنْطِينِيَّةَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْسِمُونَ الْغَنَائِمَ قَدْ عَلَّقوا
سُيُوفَهُمْ بِالزَّيْتُونِ، إذْ صَاحَ فِيهِمُ الشَّيْطَانُ: إِنَّ الْمَسِيحَ
قَدْ خَلَفَكُمْ فِي أَهْلِيكُمْ. فَيَخْرُجُونَ، وَذَلِكَ بَاطِلٌ. فَإِذَا
جَاؤُوا الشَّامَ خَرَجَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يُعدّون لِلْقِتَالِ: يُسَوُّونَ
الصُّفُوفَ، إِذْ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ فأمَّهم
فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللَّهِ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ،
فَلَوْ تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى يَهْلِكَ وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللَّهُ
بِيَدِهِ، فَيُرِيهِمْ دَمَهُ فِي حَرْبته"
telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb,
telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, telah menceritakan kepada
kami Sulaiman ibnu Bilal, telah menceritakan kepada kami Suhail, dari ayahnya,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kiamat tidak akan
terjadi sebelum orang-orang Romawi turun di A'maq atau di Dabiq, lalu keluar
menghadapi mereka suatu pasukan dari Madinah yang terdiri atas penduduk bumi
yang terpilih di masa itu. Apabila mereka saling berhadapan, maka orang-orang
Romawi berkata, "Biarkanlah antara kami dan orang-orang yang telah menawan
sebagian dari kami, kami akan perangi mereka." Maka kaum muslim menjawab,
"Tidak, demi Allah, kami tidak akan membiarkan antara kalian dan
saudara-saudara kami." Maka kaum muslim berperang melawan mereka;
sepertiga di antara pasukan kaum muslim melarikan diri dan Allah tidak akan
menerima tobat mereka selama-lamanya, dan sepertiga dari pasukan kaum muslim
gugur; mereka adalah syuhada yang paling utama di sisi Allah. Sedangkan
sepertiga lainnya beroleh kemenangan, mereka tidak teperdaya selama-lamanya,
lalu mereka berhasil mengalahkan Qustantiniyah. Ketika mereka sedang
membagi-bagikan ganimah, sedangkan pedang (senjata) mereka telah digantungkan
(ditanggalkan) di Zaitun, tiba-tiba setan berseru di antara mereka bahwa
sesungguhnya Al-Masih (yakni Dajjal) kini menjadi penguasa bagi keluarga kalian,
maka mereka segera berangkat pulang, padahal berita itu batil (dusta). Ketika
mereka tiba di negeri Syam, maka keluarlah Dajjal. Di saat mereka sedang
mempersiapkan diri untuk berperang dan merapikan barisannya, tiba-tiba salat
didirikan. Maka (saat itu) turunlah Nabi Isa ibnu Maryam, lalu ia menjadi imam
mereka. Apabila musuh Allah (Dajjal) melihatnya (Isa), maka leburlah tubuhnya
bagaikan garam yang lebur di dalam air. Seandainya Isa membiarkannya, niscaya
ia lebur dengan sendirinya hingga binasa, tetapi Allah membunuhnya melalui
tangan Nabi Isa a.s., lalu Nabi Isa memperlihatkan darah Dajjal yang ada pada
tombaknya kepada mereka.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنِ العَوَّام بْنِ حَوْشَب، عَنْ جَبَلة بْنِ
سُحَيْم، عَنْ مُؤثر بْنِ عَفَازَة، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَقِيتُ لَيْلَةَ أسري بي إبراهيم
وموسى وَعِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَتَذَاكَرُوا أَمْرَ السَّاعَةِ،
فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِهَا.
فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِهَا. فَرَدُّوا
أَمْرَهُمْ إِلَى عِيسَى، فَقَالَ: أَمَّا وَجْبَتُهَا فَلَا يَعْلَمُ بِهَا
أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ، وَفِيمَا عَهِدَ إِلَيَّ رَبِّي -عَزَّ وجل-أَنَّ الدَّجَّالَ
خَارِجٌ قَالَ: وَمَعِي قَضِيبَانِ، فَإِذَا رَآنِي ذَابَ كَمَا يَذُوبُ
الرَّصَاصُ قَالَ: فَيُهْلِكُهُ اللَّهُ إِذَا رَآنِي حَتَّى إِنَّ الْحَجَرَ
وَالشَّجَرَ يَقُولُ: يَا مُسْلِمُ، إِنَّ تَحْتِي كَافِرًا فتعالَ فَاقْتُلْهُ:
قَالَ: فَيُهْلِكُهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ النَّاسُ إِلَى بِلَادِهِمْ
وَأَوْطَانِهِمْ، فَعِنْدَ ذَلِكَ يَخْرُجُ يأجوج ومأجوج، وهم من كل حَدَب ينسلون،
فَيَطَؤُونَ بِلَادَهُمْ، فَلَا يَأْتُونَ عَلَى شَيْءٍ إِلَّا أَهْلَكُوهُ، وَلَا
يَمُرُّونَ عَلَى مَاءٍ إِلَّا شَرِبُوهُ، قَالَ: ثُمَّ يَرْجِعُ النَّاسُ إِلَيَّ
يَشْكُونَهُمْ، فَأَدْعُو اللَّهَ عَلَيْهِمْ، فَيُهْلِكُهُمْ وَيُمِيتُهُمْ،
حَتَّى تَجْوَى الأرضُ مِنْ نَتْن رِيحِهِمْ، وَيُنْزِلُ اللَّهُ الْمَطَرَ،
فَيَجْتَرِفُ أَجْسَادَهُمْ حَتَّى نَقْذِفَهُمْ فِي الْبَحْرِ، فَفِيمَا عَهِدَ
إِلَيَّ رَبِّي -عَزَّ وَجَلَّ-أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ كَذَلِكَ أَنَّ
السَّاعَةَ كَالْحَامِلِ المتِمّ، لَا يَدْرِي أَهْلُهَا مَتَى تَفْجَؤُهُمْ
بِوِلَادِهَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Hasyim ibnul Awwam ibnu Hausyab, dari Jabalah ibnu Sihhim, dari Muassir ibnu
Giffarah, dari Ibnu Mas'ud, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Bahwa
di malam beliau melakukan Isra, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa,
dan Nabi Isa Alaihimussalam Lalu mereka memperbincangkan tentang perkara hari
kiamat. Mereka menyerahkan jawabannya kepada Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Ibrahim
mengatakan, "Aku tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat."
Kemudian mereka menyerahkan perkara itu kepada Nabi Musa, dan Musa menjawab,
"Aku tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." Akhirnya mereka
menyerahkan perkara mereka kepada Nabi Isa. Maka Nabi Isa menjawab,
"Adapun mengenai waktunya, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya
kecuali Allah. Menurut apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. kepadaku,
kelak Dajjal akan muncul pada saat aku memegang dua buah batang (tombak).
Apabila Dajjal melihatku, maka leburlah ia bagaikan timah (yang kena
panas)." Isa mengatakan, "Allah membinasakannya bila ia melihat
diriku, hingga sesungguhnya batu-batuan dan pepohonan dapat berbicara
mengatakan, 'Hai orang muslim, sesungguhnya di bawahku terdapat orang kafir
yang sedang bersembunyi, kemarilah dan bunuhlah dia!' Allah membinasakan mereka
(semua orang kafir), lalu manusia kembali ke negerinya dan tanah airnya
masing-masing. Maka pada saat itulah muncul Yajuj dan Majuj, mereka turun dari
seluruh tempat yang tinggi dengan cepat, lalu menginjak-injak negeri kaum
muslim. Tidak sekali-kali mereka mendatangi sesuatu, melainkan mereka
membinasakannya; dan tidak sekali-kali mereka melewati tempat air, melainkan
mereka meminumnya sampai habis. Kemudian manusia kembali lagi mengadukan
musibah mereka (kepada Isa), maka aku (Isa) berdoa kepada Allah untuk
kebinasaan Yajuj dan Majuj. Maka Allah membinasakan dan memusnahkan mereka
semua, hingga bumi menjadi gembur dan busuk karena dipenuhi oleh bangkai
mereka. Lalu Allah menurunkan hujan lebat, maka semua bangkai mereka hanyut
hingga terlempar ke laut. Menurut apa yang telah dijanjikan oleh Allah
kepadaku, bilamana semuanya itu telah terjadi seperti yang diceritakan, maka
saat hari kiamat sama halnya dengan wanita yang sedang hamil tua tanpa
diketahui oleh keluarganya bilakah dia melahirkan anaknya, di siang harikah
atau di malam hari sebagai berita kejutan buat mereka."
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Muhammad ibnu
Basysyar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awwam ibnu Hausyab dengan sanad yang
sama dan lafaz yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ
هَارُونَ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ
أَبِي نَضرة قَالَ: أَتَيْنَا عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ؛
لِنَعْرِضَ عَلَيْهِ مُصْحَفًا لَنَا عَلَى مُصْحَفِهِ، فَلَمَّا حَضَرَتِ
الْجُمُعَةُ أَمَرَنَا فَاغْتَسَلْنَا، ثُمَّ أَتَيْنَا بِطِيبٍ فَتَطَيَّبْنَا،
ثُمَّ جِئْنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْنَا إِلَى رَجُلٍ، فَحَدَّثَنَا عَنِ
الدَّجَّالِ، ثُمَّ جَاءَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ فَقُمْنَا إِلَيْهِ،
فَجَلَسْنَا فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "يَكُونُ لِلْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةُ أَمْصَارٍ: مِصْرٌ بِمُلْتَقَى
الْبَحْرَيْنِ، وَمِصْرٌ بِالْحِيرَةِ، وَمِصْرٌ بِالشَّامِ. فَيَفْزَعُ النَّاسُ
ثَلَاثَ فَزَعَاتٍ، فَيَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِي أَعْرَاضِ النَّاسِ، فَيُهْزَمُ
مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، فَأَوَّلُ مِصْرٍ يَرِدُهُ الْمِصْرُ الَّذِي
بِمُلْتَقَى الْبَحْرَيْنِ، فَيَصِيرُ أَهْلُهُمْ ثَلَاثَ فِرَقٍ: فِرْقَةٌ تُقيم
تَقُولُ: نُشَامه نَنْظُرُ مَا هُوَ؟ وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْأَعْرَابِ،
وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْمِصْرِ الَّذِي يَلِيهِمْ. وَمَعَ الدَّجَّالِ سَبْعُونَ
أَلْفًا عَلَيْهِمُ السِّيجَانُ وَأَكْثَرُ مِنْ مَعَهُ الْيَهُودُ وَالنِّسَاءُ،
ثُمَّ يَأْتِي الْمِصْرَ الَّذِي يَلِيهِ، فَيَصِيرُ أَهْلُهُ ثَلَاثَ فِرَقٍ:
فِرْقَةٌ تَقُولُ: نُشَامُّهُ وَنَنْظُرُ مَا هُوَ؟ وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ
بِالْأَعْرَابِ، وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْمِصْرِ الَّذِي يَلِيهِمْ بِغَرْبِ
الشَّامِ وَيَنْحَازُ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَقَبَةِ أَفِيق فَيَبْعَثُونَ سَرْحًا
لَهُمْ، فَيُصَابُ سَرْحهم، فَيَشْتَدُّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَتُصِيبُهُمْ
مَجَاعَةٌ شَدِيدَةٌ وَجَهْدٌ شَدِيدٌ، حَتَّى إِنَّ أَحَدَهُمْ ليحرقُ وتَرَ
قَوْسه فَيَأْكُلُهُ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ نَادَى مُنَادٍ مِنَ
السَّحَر: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَتَاكُمُ الْغَوْثُ ثَلَاثًا"
فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: إِنَّ هَذَا لَصَوْت رَجُلٍ شَبْعَانَ، وَيَنْزِلُ
عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ، فَيَقُولُ
لَهُ أَمِيرُهُمْ: رُوح اللَّهِ، تَقَدَّمْ صَلِّ. فَيَقُولُ: هَذِهِ الْأُمَّةُ
أُمَرَاءُ، بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ. فَيَتَقَدَّمُ أَمِيرُهُمْ فَيُصَلِّي،
فَإِذَا قَضَى صَلَاتَهُ أَخَذَ عِيسَى حَرْبَته، فَيَذْهَبُ نَحْوَ الدَّجال،
فَإِذَا رَآهُ الدَّجَّالُ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الرَّصَاصُ، فَيَضَعُ حَرْبته بين ثَنْدوَته
فَيَقْتُلُهُ وَيَنْهَزِمُ أَصْحَابُهُ، فَلَيْسَ يَوْمَئِذٍ شَيْءٌ يُوَارِي
أَحَدًا، حَتَّى إِنَّ الشَّجَرَةَ لَتَقُولُ: يَا مُؤْمِنُ، هَذَا كَافِرٌ.
وَيَقُولُ الْحَجَرُ: يَا مُؤْمِنُ، هَذَا كَافِرٌ".
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari
Abu Nadrah yang menceritakan, "Kami datang kepada Usman ibnu Abul As pada
hari Jumat untuk menunjukkan kepadanya sebuah mushaf milik kami agar dicocokkan
dengan mushaf miliknya. Ketika waktu salat Jumat tiba, Usman ibnu Abul As
memerintahkan kepada kami untuk mandi. Setelah kami mandi, ia menyodorkan
wewangian (parfum), maka kami memakainya. Lalu kami datang ke masjid dan duduk
di dekat seorang letakl, kemudian kami membicarakan perihal Dajjal. Tidak lama
kemudian datanglah Usman ibnu Abul As. Maka kami berdiri menghormatnya, lalu
duduk lagi. Usman ibnu Abul As mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda," yaitu: Kelak kaum muslim mempunyai tiga buah kota;
salah satunya terletak di tempal bertemunya dua laut, yang kedua terletak di
Hirah, dan yang ketiga terletak di negeri Syam. Lalu manusia mengalami huru-hara
sebanyak tiga kali, dan muncullah Dajjal di tengah-tengah manusia, lalu ia
menyerang dari arah timur. Mula-mula kota (kaum muslim) yang didatanginya ialah
yang terletak di antara dua laut. Maka penduduknya berpecah belah menjadi tiga
golongan. Golongan yang pertama mengatakan, "Kita tetap tinggal dan
menentangnya, lalu kita lihat apa yang akan terjadi. Segolongan yang lain
melarikan diri bergabung dengan orang-orang Badui (daerah pedalaman), dan yang
segolongan lagi bergabung ke kota yang berdekatan dengan mereka. Dajjal muncul
disertai dengan pasukan sebanyak tujuh puluh ribu orang yang semuanya memakai
mahkota. Kebanyakan pengikutnya terdiri atas orang-orang Yahudi dan kaum
wanita. Kaum muslim akhirnya mundur sampai di Aqabah Afyaq, lalu dikirimkan ternak
unta untuk mereka, tetapi kiriman ternak itu dirampok. Maka hal tersebut terasa
sangat berat oleh mereka, dan akhirnya mereka mengalami kelaparan yang sangat
dan penderitaan yang sangat parah, sehingga seseorang dari mereka terpaksa
membakar tali busur mereka, lalu dimakannya. Ketika mereka dalam keadaan
demikian, tiba-tiba terdengar seruan dari arah pohon yang mengatakan, "Hai
manusia, telah datang kepada kalian pertolongan," sebanyak tiga kali. Maka
sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Sesungguhnya
suara ini dari seorang lelaki yang kenyang." Dan turunlah Nabi Isa ibnu
Maryam a.s. di saat salat Subuh. Lalu pemimpin kaum muslim berkata kepadanya,
'"Wahai Ruhullah, majulah menjadi imam dan salatlah." Ia menjawab,
"Umat ini semuanya adalah pemimpin; sebagian dari mereka menjadi pemimpin
sebagian yang lain." Maka majulah pemimpin mereka, lalu salat (sebagai
imam). Setelah imam menyelesaikan salatnya, maka Nabi Isa mengambil tombaknya,
lalu pergi menuju ke arah Dajjal berada. Ketika Dajjal melihat Nabi Isa, maka
leburlah tubuhnya sebagaimana timah (yang dibakar), lalu Nabi Isa menancapkan
tombaknya di antara kedua susunya (ulu hatinya), maka matilah Dajjal ketika itu
juga, sedangkan teman-teman Dajjal melarikan diri. Pada masa itu tiada sesuatu
pun yang mau menjadi tempat persembunyian seseorang dari mereka, sehingga pohon
pun berkata, "Hai orang mukmin, di sini ada orang kafir." Dan
batu-batuan mengatakan, "Hai orang mukmin, di sini bersembunyi orang
kafir."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid
bila dipandang dari segi ini.
Hadis lain.
قَالَ أَبُو عَبْدِ
اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ مَاجَهْ فِي سُنَنِهِ الْمَشْهُورَةِ:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ
الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَافِعٍ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي
زُرْعَة الشَّيْبَانِيِّ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ أَبِي أُمَامة
الْبَاهِلِيِّ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَكَانَ أكثرُ خُطْبَتِهِ حَدِيثًا حَدَّثَنَاهُ عَنِ الدَّجَّالِ،
وَحَذَّرَنَاهُ، فَكَانَ مِنْ قَوْلِهِ أَنْ قَالَ:
"لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ،
مُنْذُ ذَرَأَ اللَّهُ ذُرِّية آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَعْظَمَ مِنْ
فِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْ نَبِيًّا إِلَّا حَذَّر
أُمَّته الدَّجَّالَ. وَأَنَا آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ، وَأَنْتُمْ آخَرُ الْأُمَمِ،
وَهُوَ خَارِجٌ فِيكُمْ لَا مَحَالَةَ، فَإِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا بَيْنَ
ظَهْرَانيكم، فَأَنَا حَجِيجٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ، وَإِنْ يَخْرُجُ مِنْ بَعْدِي
فَكَلٌّ [امرئ] حَجِيجُ نَفْسِهِ، وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
وَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ خَلّة بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ، فيعيث يمينًا ويعيث
شمالا". " [ألا] يَا عِبَادَ اللَّهِ، أَيُّهَا النَّاسُ،
فَاثْبُتُوا. وَإِنِّي سَأَصِفُهُ لَكُمْ صِفَةً لَمْ يَصِفْهَا إِيَّاهُ نَبِيٌّ
قَبْلِي: إِنَّهُ يَبْدَأُ فَيَقُولُ أَنَا نَبِيٌّ" فَلَا نَبِيَّ
بَعْدِي، ثُمَّ يُثَنِّي فَيَقُولُ: "أَنَا رَبُّكُمْ"، وَلَا تَرَوْنَ
رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا. وَإِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ، عَزَّ
وَجَلَّ، لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَإِنَّهُ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: كَافِرٌ،
يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ، كَاتِبٍ وَغَيْرِ كَاتِبٍ. وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ
أَنَّ مَعَهُ جَنَّةً وَنَارًا، فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَجَنَّتُهُ نَارٌ. فَمَنِ
ابْتُلِيَ بِنَارِهِ فَلْيَسْتَغِثْ بِاللَّهِ وَلْيَقْرَأْ فَوَاتِحَ الْكَهْفِ،
فَتَكُونُ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا، كَمَا كَانَتِ النَّارُ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ [عَلَيْهِ السَّلَامُ] وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَقُولَ
لِأَعْرَابِيِّ: أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ أَتَشْهَدُ
أَنِّي رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِي صُورَةِ
أَبِيهِ وَأُمِّهِ، فَيَقُولَانِ: يَا بُنَيَّ، اتَّبِعْهُ، فَإِنَّهُ رَبُّكَ.
وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يُسَلّط عَلَى نَفْسٍ وَاحِدَةٍ فَيَقْتُلُهَا
وَيَنْشُرُهَا بِالْمِنْشَارِ، حَتَّى يُلْقَى شِقَّيْنِ ثُمَّ يَقُولُ: انْظُرُوا
إِلَى عَبْدِي هَذَا، فَإِنِّي أَبْعَثُهُ الْآنَ، ثُمَّ يَزْعُمُ أَنَّ لَهُ
رَبًّا غَيْرِي. فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ، فَيَقُولُ لَهُ الْخَبِيثُ: مَنْ رَبُّكَ،
فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ. وَأَنْتَ عَدُوُّ اللَّهِ، الدَّجَّالُ، وَاللَّهِ
مَا كنتُ بعدُ أَشُدَّ بَصِيرَةً بك مني اليوم". قال أبو حسن الطَّنَافِسيّ:
فَحَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ
الْوَصَّافِيُّ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ذَلِكَ الرَّجُلُ أَرْفَعُ
أُمَّتِي دَرَجَةً فِي الْجَنَّةِ".
قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: وَاللَّهِ مَا كُنَّا نُرَى ذَلِكَ
الرَّجُلَ إِلَّا عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ. قَالَ
الْمُحَارِبِيُّ: ثُمَّ رَجَعْنَا إِلَى حَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: وَإِنَّ مِنْ
فِتْنَتِهِ أَنْ يَأْمُرَ السَّمَاءَ أَنْ تُمْطر، فَتُمْطِرَ، وَيَأْمُرَ
الْأَرْضَ أَنْ تُنْبِتَ، فَتُنْبِتَ، [وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَمُر
بِالْحَيِّ فَيُكَذِّبُونَهُ، فَلَا تبقى لهم سائمة
إِلَّا هَلَكَتْ] وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَمُرَّ بِالْحَيِّ
فَيُصَدِّقُونَهُ، فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ أَنْ تُمْطِرَ، فَتُمْطِرَ، وَيَأْمُرُ
الْأَرْضَ أَنْ تُنْبِتَ، فَتُنْبِتَ. حَتَّى تَرُوحَ مَوَاشِيهِمْ مِنْ
يَوْمِهِمْ ذَلِكَ أَسْمَنَ مَا كَانَتْ وَأَعْظَمَهُ، وأمَدّه خَوَاصِرَ،
وَأَدَرَّهُ ضُروعا، وَإِنَّهُ لَا يَبْقَى شَيْءٌ مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا وَطِئَهُ
وَظَهَرَ عَلَيْهِ، إِلَّا مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ، فَإِنَّهُ لَا يَأْتِيهِمَا
مِنْ نَقْب مِنْ نِقَابِهِمَا إِلَّا لَقِيَتْهُ الْمَلَائِكَةُ بِالسُّيُوفِ
صَلتة، حَتَّى يَنْزِلَ عِنْدَ الظّرَيب الْأَحْمَرِ، عِنْدَ مُنْقَطع السَّبخَة،
فَتَرْجُفُ الْمَدِينَةُ بِأَهْلِهَا ثَلَاثَ رَجَفات، فَلَا يَبْقَى مُنَافِقٌ
وَلَا مُنَافِقَةٌ إِلَّا خَرَجَ إِلَيْهِ، فَتَنْفى الخَبَثَ مِنْهَا كَمَا
يَنْفِي الكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ، ويُدعى ذَلِكَ الْيَوْمُ يَوْمَ الْخَلَاصِ. فَقَالَتْ
أُمُّ شَرِيك بِنْتُ أَبِي العَكَريَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيْنَ الْعَرَبُ
يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: "هُمْ قَلِيلٌ، وَجُلُّهُمْ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ،
وَإِمَامُهُمْ رَجُلٌ صَالِحٌ، فَبَيْنَمَا إِمَامُهُمْ قَدْ تَقَدَّمَ يُصلي
بِهِمُ الصُّبْحَ إِذْ نَزَلَ [عَلَيْهِمْ] عِيسَى [ابْنُ مَرْيَمَ] عَلَيْهِ
السَّلَامُ، الصُّبْحَ، فَرَجَعَ ذَلِكَ الْإِمَامُ يَنْكُصُ، يَمْشِي
الْقَهْقَرَى؛ لِيُقَدِّمَ عِيسَى يُصَلِّي بِالنَّاسِ، فَيَضَعُ عِيسَى، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ: تَقَدَّمَ فَصَلِّ،
فَإِنَّهَا لَكَ أُقِيمَتْ. فَيُصَلِّي بِهِمْ إِمَامُهُمْ، فَإِذَا انْصَرَفَ
قَالَ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ: افْتَحُوا الْبَابَ. فَيُفْتَحُ، وَوَرَاءَهُ
الدَّجَّالُ، مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُو سَيْفٍ مُحَلًّى
وَسَاجٍ، فَإِذَا نَظَرَ إِلَيْهِ الدَّجَّالُ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي
الْمَاءِ، وَيَنْطَلِقُ هَارِبًا، وَيَقُولُ عِيسَى [عَلَيْهِ السَّلَامُ] إِنْ
لِي فِيكَ ضَرْبَة لَنْ تَسْتَبِقَنِي بِهَا. فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابَ لُدّ
الشَّرْقِيِّ، فَيَقْتُلُهُ، وَيَهْزِمُ اللَّهُ الْيَهُودَ، فَلَا يَبْقَى شَيْءٌ
مِمَّا خَلَقَ اللَّهُ تَعَالَى يَتَوَارَى بِهِ الْيَهُودِيُّ إِلَّا
أَنْطَقَ اللَّهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ، لَا حَجَرَ، وَلَا شَجَرَ، وَلَا حَائِطَ،
وَلَا دَابَّةَ -إِلَّا الغَرْقدة فَإِنَّهَا مِنْ شَجَرِهِمْ لَا تَنْطِقُ-إِلَّا
قَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ الْمُسْلِمَ، هَذَا يَهُودِيٌّ، فَتَعَالَ اقْتُلْهُ. قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَإِنَّ أَيَّامَهُ
أَرْبَعُونَ سَنَةً، السَّنَةُ كَنِصْفِ السَّنَةِ، وَالسَّنَةُ كَالشَّهْرِ،
وَالشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَآخِرُ أَيَّامِهِ كَالشَّرَرَةِ، يُصْبِحُ
أَحَدُكُمْ عَلَى بَابِ الْمَدِينَةِ فَلَا يَبْلُغُ بَابَهَا الْآخَرَ حَتَّى
يُمْسِيَ". فَقِيلَ لَهُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي، فِي تِلْكَ
الْأَيَّامِ الْقِصَارِ؟ قَالَ: "تُقَدِّرُونَ فِيهَا الصَّلَاةَ كَمَا
تُقَدِّرُونَ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الطِّوَالِ. ثُمَّ صَلّوا". قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَيَكُونُ عِيسَى ابْنُ
مَرْيَمَ فِي أُمَّتِي حَكَمًا عَدْلًا وَإِمَامًا مُقْسطا، يَدُقُّ الصَّلِيبَ،
وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَتْرُكُ الصَّدَقَةَ، فَلَا
يُسْعَى عَلَى شَاةٍ وَلَا بَعِيرٍ، وَتَرْتَفِعُ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ،
وتُنزع حُمَة كُلِّ ذَاتِ حُمَةٍ، حَتَّى يُدْخِلَ الْوَلِيدُ يَدَهُ فِي
الْحَيَّةِ فَلَا تَضُرَّهُ، وتُفرُّ الْوَلِيدَةُ الْأَسَدَ فَلَا يَضُرَّهَا،
وَيَكُونُ الذِّئْبُ فِي الْغَنَمِ كَأَنَّهُ كَلْبُهَا، وَتُمْلَأُ الأرضُ مِنَ
السِّلْمِ كَمَا يُمْلأ الْإِنَاءُ مِنَ الْمَاءِ، وَتَكُونُ الْكَلِمَةُ
وَاحِدَةً، فَلَا يُعْبَدُ إِلَّا اللَّهُ، وَتَضَعُ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا، وَتُسْلَبُ
قُرَيْشٌ مُلْكَهَا، وَتَكُونُ الْأَرْضُ كَفَاثُورِ الْفِضَّةِ تُنْبِتُ
نَبَاتَهَا كَعَهْدِ آدَمَ، حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّفَرُ عَلَى القِطْف مِنَ
الْعِنَبِ فَيُشْبِعَهُمْ، وَيَجْتَمِعَ النَّفَرُ عَلَى الرُّمَّانَةِ
فَتُشْبِعَهُمْ، وَيَكُونُ الثَّوْرُ بِكَذَا وَكَذَا، مِنَ الْمَالِ، ويَكون
الْفَرَسُ بِالدُّرَيْهِمَاتِ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا يُرْخِصُ الْفَرَسَ؟ قَالَ:
"لَا تُرْكَبُ لِحَرْبٍ أَبَدًا" قِيلَ لَهُ: فَمَا يُغلي الثَّوْرَ؟
قَالَ: "تُحْرث الْأَرْضُ كُلُّهَا".
وَإِنَّ قَبْلَ خُرُوجِ [الدَّجَّالِ] ثَلَاثَ سَنَوَاتٍ شِدَادٍ،
يُصِيبُ النَّاسَ فِيهَا جُوعٌ شَدِيدٌ، يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِي
السَّنَةِ [الْأُولَى أَنْ تَحْبِسَ ثُلُثَ مَطَرِهَا، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ
فَتَحْبِسُ ثُلُثَ نَبَاتِهَا، ثُمَّ يَأْمُرُ السَّمَاءَ فِي الثَّانِيَةِ
فَتَحْبِسُ ثُلُثَيْ مَطَرِهَا، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ فَتَحْبِسُ ثُلُثَيْ
نَبَاتِهَا، ثُمَّ يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِي السَّنَةِ] الثَّالِثَةِ
فَتَحْبِسُ مَطَرَهَا كُلَّهُ، فَلَا تَقْطر قَطْرَةً، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ أَنْ
تَحْبِسَ نَبَاتَهَا كُلَّهُ، فَلَا تُنْبتُ خَضْرَاءَ، فَلَا تَبْقَى ذَاتُ ظلْف
إِلَّا هَلَكَتْ، إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ".
فَقِيلَ: فَمَا يُعِيشُ النَّاسَ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ؟ قَالَ:
"التَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ، وَيَجْرِي
ذَلِكَ عَلَيْهِمْ مَجْرَى الطَّعَامِ".
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: سَمِعْتُ أَبَا الْحَسَنِ الطَّنَافِسي
يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ الْمُحَارِبِيَّ يَقُولُ: يَنْبَغِي أَنَّ
يُدْفَعَ هَذَا الْحَدِيثُ إِلَى الْمُؤَدِّبِ، حَتَّى يُعَلِّمَهُ الصِّبْيَانَ
فِي الْكُتَّابِ.
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah
mengatakan di dalam kitab sunannya, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Muharibi, dari Ismail
ibnu Abu Rafi’, dari Abu Zar'ah Asy-Syaibani Yahya ibnu Abu Umar, dari Abu
Umamah Al-Bahili yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkotbah kepada kami
dan termasuk kebiasaan khotbahnya selalu membicarakan hal yang sedang kami
bicarakan sekarang, yaitu Dajjal yang selalu kita waspadai. Di antara sabda
beliau dalam khotbahnya itu menyebutkan: Belum pernah ada fitnah yang lebih
besar di muka bumi ini daripada fitnah Dajjal sejak Allah menebarkan keturunan
Adam a.s. Dan sesungguhnya tidak sekali-kali. Allah mengutus seorang nabi,
kecuali memperingatkan umatnya akan (bahaya) Dajjal. Aku adalah nabi yang
paling akhir dan kalian adalah umat yang paling akhir, Dajjal pasti akan muncul
di kalangan kalian. Jika Dajjal muncul, sedang aku masih ada di antara kalian,
maka akulah yang akan membela setiap orang muslim. Dan jika Dajjal muncul
sesudahku, maka setiap orang harus membela dirinya sendiri, dan sesungguhnya
Allah yang akan menjaga setiap orang muslim sesudah aku tiada. Sesungguhnya
Dajjal itu akan muncul dari celah-celah antara perbatasan negeri Syam dan
negeri Irak. Lalu ia melakukan pengrusakan ke arah kanan dan kirinya. Ingatlah,
hai hamba-hamba Allah, hai manusia sekalian, berteguh hatilah kalian.
Sesungguhnya aku akan mengabarkan ciri khasnya yang belum pernah digambarkan
oleh seorang nabi pun sebelumku. Sesungguhnya dia (Dajjal) pada mulanya
mengatakan, "Aku adalah nabi, tidak ada nabi lain sesudahku."
Kemudian untuk kedua kalinya ia mengatakan, "Akulah tuhan kalian."
Tempi kalian tidak dapat melihat Tuhan kalian sebelum kalian mati. Sesungguhnya
Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan Tuhan kalian Yang Mahaagung lagi
Mahaperkasa tidak buta. Dan sesungguhnya tertulis di antara kedua matanya lafaz
"kafir" yang dapat dibaca oleh semua orang mukmin, baik yang dapat
membaca maupun yang buta huruf. Dan sesungguhnya termasuk fitnahnya ialah dia
membawa surga dan neraka, tetapi neraka Dajjal adalah surga dan surganya adalah
neraka. Barang siapa yang mendapat cobaan dari neraka Dajjal, hendaklah ia
meminta pertolongan kepada Allah dan hendaklah ia membaca ayat-ayat permulaan
sural Al-Kahfi, maka neraka Dajjal akan terasa sejuk dan menjadi keselamatan
baginya sebagaimana api menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi Nabi
Ibrahim. Dan sesungguhnya fitnah Dajjal yang lainnya ialah dia mengatakan
kepada orang Badui, "Bagaimanakah menurutmu, jika aku hidupkan kembali ibu
dan ayahmu, apakah kamu mau bersaksi bahwa aku adalah tuhanmu?" Maka orang
Badui menjawab, "Ya." Lalu setan menyerupakan dirinya dalam rupa ayah
dan ibunya, kemudian keduanya mengatakan, "Hai anakku, ikutilah dia karena
sesungguhnya dia adalah tuhanmu." Dan sesungguhnya termasuk fitnah Dajjal
ialah dia menangkap seseorang, lalu tubuhnya dibelah dengan gergaji hingga
terbelah menjadi dua bagian. Kemudian Dajjal berkata, "Lihatlah hambaku
ini, sekarang aku menghidupkannya kembali, lalu dia menduga bahwa dia mempunyai
Tuhan selain aku." Maka Allah menghidupkannya kembali, lalu Dajjal yang
jahat itu berkata kepadanya, "Siapakah Tuhanmu?" Orang itu menjawab,
"Allah adalah Tuhanku, sedangkan engkau adalah Dajjal musuh Allah. Demi
Allah, sekarang aku makin bertambah mengetahui daripada sebelumnya siapa
sebenarnya kamu.” Abul Hasan At-Tanafisi mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnul Walid
Ar-Rassafi, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Lelaki itu adalah dari kalangan umatku yang paling tinggi
derajatnya di dalam surga. Atiyyah mengatakan bahwa Abu Sa’id mengatakan,
"Demi Allah, kami tidak meragukan lagi lelaki itu tiada lain adalah Umar
ibnul Khattab, sehingga Dajjal pergi menuju jalannya sendiri." Kemudian
Al-Muharibi mengatakan, "Kami merujuk kepada hadis Abu Rafi' yang di
dalamnya disebutkan: Termasuk fitnah Dajjal ialah dia memerintahkan kepada
langit untuk menurunkan hujan, maka langit pun menurunkan hujannya. Ia
memerintahkan kepada bumi untuk menumbuhkan tetumbuhannya, maka bumi pun
mengeluarkan tetumbuhannya. Termasuk fitnah yang ditampilkan oleh Dajjal ialah
dia melewati sebuah kampung; bilamana penduduk kampung itu mendustakannya, maka
tidak ada seekor ternak pun yang ada pada mereka melainkan mati dan binasa.
Termasuk fitnah Dajjal lagi ialah dia melewati sebuah kampung; bilamana
penduduknya mempercayainya, lalu ia memerintahkan kepada langit agar menurunkan
hujan, maka langit pun segera menurunkan hujannya. Dan ia memerintahkan kepada
bumi agar menumbuhkan tetumbuhannya, maka bumi pun mengeluarkan tetumbuhannya,
hingga ternak mereka sejak hari itu menjadi gemuk-gemuk, lebih gemuk daripada
sebelumnya; air susunya pun sangat subur, lebih subur daripada sebelumnya.
Sesungguhnya tidak ada suatu jengkal tanah pun di muka bumi ini melainkan dia
jelajahi semua, kecuali Mekah dan Madinah. Karena sesungguhnya tidak
sekali-kali ia datang kepadanya dari salah satu celahnya, melainkan ia
menjumpai malaikat dengan pedang yang terhunus siap membunuhnya. Lalu ia
terpaksa turun di Zaribul Ahmar yaitu di kawasan Sabkhah; saat itu kota Madinah
mengalami gempa sebanyak tiga kali. Akibatnya tidak ada seorang munafik pun
—baik laki-laki maupun wanita— melainkan pasti keluar dari kota Madinah,
sehingga bersihlah kota Madinah dari kemunafikan, sebagaimana pandai besi
melenyapkan kotoran (karat) besinya. Hari itu dinamakan sebagai khalas atau
hari pembebasan atau hari pembersihan." Ummu Syarik binti Abul Akr
bertanya, "Wahai Rasulullah, saat itu dimanakah orang-orang Arab (kaum
muslim) berada?" Rasulullah Saw. menjawab: Mereka adalah minoritas,
sebagian besar dari mereka pada masa itu berada di Baitul Maqdis, imam mereka
adalah seorang lelaki saleh. Ketika imam mereka maju untuk salat Subuh bersama
mereka, tiba-tiba turunlah Isa ibnu Maryam a.s. Maka imam berjalan mundur untuk
memberikan kesempatan kepada Isa agar maju, tetapi Isa memegang pundaknya, lalu
berkata, "Majulah kamu dan salatlah, karena sesungguhnya salat ini
didirikan untukmu (sebagai imamnya). Lalu imam itu salat bersama mereka.
Apabila imam menyelesaikan salatnya, maka Isa berkata, "Bukalah pintu
itu," lalu pintu tersebut dibuka, dan ternyata di belakang pintu terdapat
Dajjal bersama tujuh puluh ribu orang Yahudi, semuanya menyandang senjata
pedang dengan pakaian yang penuh dengan perhiasan dan mahkota. Maka apabila
Dajjal melihat Isa, leburlah dirinya sebagaimana garam dalam air. Lalu Dajjal
lari, dan Isa berkata, "Sesungguhnya aku harus memukulmu sekali pukul yang
tidak dapal kamu hindari." Nabi Isa dapat mengejarnya sampai di pintu kota
Lad bagian timur, lalu ia membunuhnya. Allah mengalahkan semua orang Yahudi,
maka tidak ada suatu makhluk Allah pun yang dipakai untuk tempat bersembunyi
oleh orang Yahudi, melainkan Allah membuatnya dapat berbicara, baik itu batu,
pepohonan, tembok, ataupun hewan selain tumbuhan garqad, karena tumbuhan garqad
termasuk tetumbuhan mereka; ia tidak dapat berbicara kecuali berkata, "Hai
hamba Allah yang muslim, inilah orang Yahudi (sedang bersembunyi padaku).
Kemarilah, bunuhlah dia." Rasulullah Saw. bersabda pula: Dan
sesungguhnya masa Nabi Isa itu adalah empat puluh tahun; satu tahun lamanya
sama dengan setengah tahun, dan satu tahun lamanya seperti satu bulan, satu
bulan sama lamanya dengan satu Jumat (satu minggu), dan masa-masa akhirnya sama
cepatnya dengan percikan api. Seseorang dari kalian berpagi hari berada di
pintu masuk kota Madinah: belum lagi ia sampai ke pintu yang lainnya hari telah
petang. Kemudian ada yang bertanya kepada Nabi Saw., "Wahai Nabi
Allah, bagaimanakah kami salat di masa-masa sangat pendek itu?" Nabi Saw.
menjawab: Kalian harus memperkirakan waktu salat sebagaimana kalian
memperkirakannya di hari-hari yang panjang, kemudian kerjakanlah salat.
Rasulullah Saw. bersabda: Maka kelak Isa Ibnu Maryam berada di antara umatku
sebagai hakim yang adil dan imam yang adil. Dia memecahkan semua salib,
membunuh semua babi, menghapus jizyah, dan meninggalkan sedekah; tidak lagi ia
memungut zakat ternak kambing, tidak pula ternak unta (karena semua orang
kaya). Semua permusuhan dan persengketaan tidak ada lagi, kebuasan dari semua
binatang yang buas tidak ada lagi, sehingga anak kecil dapat memasukkan
tangannya ke dalam (liang) ular (berbisa) tanpa membahayakannya, anak unta
berlari dari singa, singa tidak membahayakannya, serigala yang berada di antara
ternak kambing seakan-akan sebagai anjing gembalanya. Bumi dipenuhi dengan
kedamaian seperti sebuah wadah yang penuh dengan air. Kelak kalimah hanya satu,
tidak disembah selain Allah, peperangan telah tiada, dan orang-orang Quraisy
kembali merebut kerajaannya. Kelak bumi bersinar bagaikan sinar perak, dan
semua tetumbuhannya tumbuh dengan subur, sama seperti zaman Nabi Adam, hingga
sekumpulan orang memakan setangkai buah anggur, lalu semuanya kenyang, dan
sejumlah orang berkumpul memakan satu buah delima, lalu semuanya merasa
kenyang. Kelak harga seekor sapi jantan sama dengan sejumlah anu dari harta
(yakni mahal), sedangkan harga kuda hanya beberapa dirham saja. Lalu ada
yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan harga kuda
menjadi murah sekali?" Rasulullah Saw. menjawab, "Karena tidak
dipakai untuk berperang lagi selama-lamanya." Lalu ditanyakan kepada
beliau, "Apakah yang menyebabkan harga sapi jantan mahal?" Rasulullah
Saw. menjawab: Karena (sebagian besar) bumi dijadikan lahan pertanian.
Sesungguhnya tiga tahun sebelum Dajjal muncul terjadi masa kekeringan yang
sangat, umat manusia tertimpa paceklik yang sangat parah. Pada tahun pertama
Allah memerintahkan kepada langit agar menahan sepertiga hujannya, dan
memerintahkan kepada bumi agar menahan sepertiga tetumbuhannya. Kemudian pada
tahun yang kedua Dia memerintahkan kepada langit agar menahan dua pertiga
hujannya, dan memerintahkan kepada bumi agar menahan dua pertiga tetumbuhannya.
Selanjutnya pada tahun yang ketiga Allah Swt. memerintahkan kepada langit agar
menahan semua hujannya, hingga tidak setetes air hujan pun turun, dan Dia
memerintahkan kepada bumi agar menahan semua tetumbuhannya hingga tidak
menumbuhkan pepohonan dan tanaman lagi. Maka tidak ada seekor binatang berkuku
pun melainkan binasa, kecuali yang dikehendaki oleh Allah tidak binasa. Ketika
ditanyakan kepada beliau Saw. mengenai makanan yang dimakan oleh manusia pada
zaman tersebut, maka beliau Saw. menjawab: Tahlil, takbir, tasbih, dan
tahmid, hal tersebut mengalir ke dalam tubuh mereka bagaikan mengalirnya
makanan. Ibnu Majah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abul Hasan
At-Tanafisi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman Al-Muharibi
mengatakan, "Dianjurkan agar hadis ini disampaikan kepada pengajar, agar
ia mengajarkannya kepada anak-anak dan memasukkannya pada kitab
pelajaran".
Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat
garib jiddan (aneh sekali), tetapi sebagian darinya mempunyai syawahid
(bukti-bukti yang menguatkan)nya dari hadis-hadis yang lain.
Di antara hadis yang menguatkannya ialah apa yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan hadis Nafi' serta Salim, dari Abdullah ibnu
Umar yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
لَتُقَاتِلُنَّ الْيَهُودَ، فَلَتَقْتُلُنَّهُمْ حَتَّى يَقُولَ
الْحَجَرُ: يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ
Kalian benar-benar kelak akan memerangi
orang-orang Yahudi dan sesungguhnya kalian pasti dapat membunuh mereka, hingga
batu-batuan mengatakan, "Hai orang muslim, inilah orang Yahudi
(bersembunyi padaku), kemarilah dan bunuhlah dia!"
Hadis lainnya dari Imam Muslim melalui jalur
Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., menyebutkan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
" لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ
الْيَهُودَ، فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ
وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ
الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ
خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ، إِلَّا الْغَرْقَدَ، فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ
الْيَهُودِ "
Kiamat tidak akan terjadi sebelum orang-orang
muslim memerangi orang-orang Yahudi, lalu orang-orang muslim dapat membunuh mereka,
hingga orang-orang Yahudi bersembunyi di balik batu-batuan dan pohon-pohonan,
tetapi batu-batuan dan pepohonan mengatakan, "Hai orang muslim, hai hamba
Allah, inilah orang Yahudi ada di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia,"
kecuali pohon garqad. karena sesungguhnya ia termasuk tumbuhan orang Yahudi.
Sehubungan dengan hal ini kami akan
mengetengahkan hadis An-Nawas ibnu Sam'an karena mempunyai kemiripan dengan
hadis dalam bab ini.
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ
زُهَير بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ جَابِرٍ
الطَّائِيُّ قَاضِي حِمْصَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرحمن بن جبير، عن أبيه جبير بن
نُفَير الْحَضْرَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَانَ الْكِلَابِيَّ
(ح) وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْران الرَّازِّيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ
بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ
يَحْيَى بْنِ جَابِرٍ الطَّائِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ
أَبِيهِ جُبَيْر، بْنِ نُفَيْر، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعان قَالَ: ذَكَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ،
فخفَّض فِيهِ ورَفَّع، حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ، فَلَمَّا رَحَلْنَا
إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِينَا، فَقَالَ: "مَا شَأْنُكُمْ؟ " قُلْنَا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً فخفَّضت فِيهِ ورفَّعت حَتَّى
ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَقَالَ: "غَيْرُ الدَّجَّالِ أخْوَفُني
عَلَيْكُمْ، إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجيجه دُونَكُمْ، وَإِنْ
يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجيجُ نَفْسِهِ، وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ: إِنَّهُ شابٌّ قَططُ عَيْنُهُ طَافِيَةٌ، كَأَنِّي أَشْبِّهُهُ
بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَن، مِنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ
فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ، إِنَّهُ خارجُ خَلَّة بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ،
فعاثَ يَمِينًا وعاثَ شِمَالًا. يَا عِبَادَ اللَّهِ، فَاثْبُتُوا": قُلْنَا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا لَبْثَتَه فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ: "أَرْبَعِينَ يَوْمًا،
يَوْمٌ كَسَنَةٍ، وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ، وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ، وَسَائِرُ أَيْامِهِ
كَأَيَّامِكُمْ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ
أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ؟ قَالَ: "لَا اقْدِرُوا لَهُ
قَدْرَهُ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي الْأَرْضِ؟
قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ، فَيَأْتِي عَلَى قَوْمٍ
فَيَدْعُوهُمْ، فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ، فَيَأْمُرُ السماءَ
فَتُمْطِرُ، وَالْأَرْضَ فَتُنْبِتُ، فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سارحتُهم أَطْوَلَ مَا
كَانَتْ ذُرَي، وَأَسْبَغَهُ ضُروعا، وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ، ثُمَّ يَأْتِي
الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ، فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ، فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ،
فَيُصْبِحُونَ مُمْحلين لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَيْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ.
وَيَمُرُّ بالخَرِبة فَيَقُولُ لَهَا: أَخْرِجِي كُنُوزَكِ. فَتَتْبَعُهُ
كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ. ثُمَّ يَدْعُو رَجُلًا مُمْتَلِئًا شَبَابًا،
فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ، فَيَقْطَعُهُ جزْلتين رَمْيَةَ الْغَرَضِ، ثُمَّ
يَدْعُوهُ فيُقْبلُ وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ وَيَضْحَكُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ
إِذْ بَعَثَ اللَّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَنْزِلُ
عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرودَتَيْنِ،
وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكين، إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَر،
وَإِذَا رَفَعَهُ تَحدّر مِنْهُ جُمَان كَاللُّؤْلُؤِ، وَلَا يَحل لِكَافِرٍ
يَجِدُ رِيحَ نَفسه إِلَّا مَاتَ ونَفَسُه يَنْتَهِي حيث ينتهي طَرفه، فيطليه
حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدّ فَيَقْتُلُهُ.
ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَوْمًا قَدْ عَصَمَهُمُ
اللَّهُ مِنْهُ فَيَمْسَحُ عَنْ وُجُوهِهِمْ ويحدِّثهم بِدَرَجَاتِهِمْ فِي
الْجَنَّةِ، فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَوْحَى اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى
عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ،
فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ.
وَيَبْعَثُ اللَّهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَب
يَنْسلون، فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرية فَيَشْرَبُونَ مَا
فِيهَا، وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ: لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرّة مَاءٌ.
ويُحْصَر نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ، حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ
لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ، فَيَرْغَبُ
نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ، فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ
فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ. ثُمَّ
يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَلَا يَجِدُونَ
فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ ونَتْنُهم، فَيَرْغَبُ
نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ، فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا
كَأَعْنَاقِ البُخْت، فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ. ثُمَّ
يُرْسِلُ اللَّهُ مَطَرًا لَا يكُن مِنْهُ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر فَيَغْسِلُ
الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كالزلَفَة، ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ: أَخْرِجِي
ثَمَرَك ورُدّي بَرَكَتَكِ. فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ العُصَابة مِنَ الرُّمَّانَةِ،
وَيَسْتَظِلُّونَ بقَحْفِها، وَيُبَارِكُ اللَّهُ فِي الرَّسْل حَتَّى إِنَّ
اللَّقْحَة مِنَ الْإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنَ النَّاسِ وَاللَّقْحَةَ مِنَ
الفَم لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنَ النَّاسِ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ
اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً، فَتَأْخُذُهُمْ تحت آباطهم، فتقبض الله رُوحَ كُلِّ
مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ، وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُون فِيهَا
تهارُجَ الحُمُر، فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ"
telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah
Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah
menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, telah menceritakan
kepadaku Jabir ibnu Yahya At-Ta-i Qadi Himsa, telah menceritakan kepadaku Abdur
Rahman ibnu Jubair, dari ayahnya (Jubair ibnu Nafir Al-Hadrami), bahwa ia
pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi. Dan telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Mah-ran Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid
ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir,
dari Yahya ibnu Jabir At-Ta-i, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari ayahnya
(Jubair ibnu Nafir), dari An-Nuwwas ibnu Sam'an yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah menyebutkan perihal Dajjal di suatu pagi hari, maka
beliau menundukkan dan mengangkat kepalanya seakan-akan berada di sekumpulan
pohon kurma. Ketika kami datang kepadanya, hal tersebut terbaca oleh beliau
dari wajah kami. Maka beliau bertanya, "Mengapa kalian?" Kami
menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau telah menceritakan perihal Dajjal di
suatu pagi seraya menundukkan dan mengangkat kepala, seakan-akan berada di
sekumpulan pohon kurma." Rasulullah Saw. menjawab: Selain Dajjal, tiada
yang kukhawatirkan terhadap kalian; jika dia muncul sedangkan aku berada di
antara kalian, maka akulah yang membela kalian darinya. Jika dia
muncul,sedangkan aku sudah tidak ada di antara kalian, maka seseorang membela
dirinya sendiri, dan Allahlah yang akan membela setiap orang muslim sebagai
ganti dariku. Sesungguhnya Dajjal itu seorang pemuda yang berambut keriting,
matanya menyembul keluar, seakan-akan menurutku mirip dengan Abdul Uzza ibnu
Qatn. Barang siapa di antara kalian yang menjumpainya, hendaklah ia membacakan
ayat-ayat permulaan sural Al-Kahfi terhadapnya. Sesungguhnya dia akan muncul
dari daerah perbatasan antara Syam dan Irak, lalu dia melakukan pengrusakan ke
arah kanan dan ke arah kirinya. Hai hamba-hamba Allah, berteguh hatilah kalian.
Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, berapa lamakah Dajjal tinggal di
muka bumi ini?" Rasulullah Saw. menjawab: Empat puluh hari,
sehari sama dengan satu tahun, sehari lainnya sama dengan satu bulan, dan
sehari yang lainnya lagi sama dengan satu Jumat (seminggu), sedangkan hari-hari
yang lainnya sama dengan hari-hari kalian sekarang. Kami bertanya,
"Wahai Rasulullah, hari yang lamanya sama dengan satu tahun itu apakah
cukup bagi kami melakukan salat sehari?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak,
tetapi kalian harus mengira-ngira waktunya." Kami bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah kecepatannya (Dajjal) menyebar di bumi
ini?" Rasulullah Saw. menjawab: bahwa kecepatan Dajjal menyebar di muka
bumi sama dengan hujan yang ditiup angin. Ia mendatangi suatu kaum, lalu
menyeru mereka, akhirnya mereka beriman kepadanya dan taat kepadanya. Maka
Dajjal memerintahkan kepada langit agar menurunkan hujannya, dan memerintahkan
kepada bumi agar mengeluarkan tetumbuhannya. Lalu ternak mereka menjadi
gemuk-gemuk dan berkembang biak dengan sangat cepatnya serta memiliki air susu
yang berlimpah. Kemudian Dajjal mendatangi suatu kaum lainnya dan menyeru
mereka tetapi mereka membantah seruannya dan menolak, maka Dajjal pergi
meninggalkan mereka, kemudian pada pagi harinya di tangan mereka tidak ada
harta benda lagi barang sedikit pun. Dajjal melewati sebuah kampung yang telah
ditinggalkan para penghuninya, lalu ia berkata kepadanya, "Keluarkanlah
semua harta perbendaharaanmu!" Maka semua harta perbendaharaannya
mengikutinya bagaikan lebah yang mengikuti ratunya. Kemudian Dajjal memanggil
seorang lelaki yang muda lagi segar. lalu lelaki itu dia pukul dengan pedang
hingga terbelah menjadi dua bagian dalam keadaan jatuh tergeletak, lalu ia
memanggilnya, maka dengan serta merta lelaki itu hidup kembali dan datang,
sedangkan wajahnya tampak berseri seraya tertawa. Ketika Dajjal dalam keadaan
demikian, tiba-tiba Allah menurunkan Al-Masih ibnu Maryam a.s. Dia diturunkan
di Manaratul Baida, sebelah timur kota Damaskus, memakai baju celupan dua lapis
seraya memegang kedua telapak tangannya pada sayap dua malaikat. Apabila ia
menundukkan kepalanya, meneteslah air darinya; dan apabila ia mengangkat
kepalanya, mengalirlah air dari kepalanya, menetes bagaikan mutiara. Tidak
sekali-kali embusan napasnya mengenai orang kafir itu, melainkan orang kafir
itu mati seketika itu juga; embusan napasnya menjangkau areal yang luas sekali
sepanjang penglihatannya. Kemudian Isa a.s. mengejar Dajjal dan dapat
mengejarnya di pintu kota Lud (Lad), lalu dibunuhnya. Lalu Isa a.s. mendatangi
suatu kaum yang dipelihara oleh Allah dari gangguan Dajjal, maka ia mengusap
kepala mereka dan menceritakan kepada mereka perihal derajat mereka
masing-masing di dalam surga. KetikaNabi Isa dalam keadaan demikian, Allah Swt.
mewahyukan kepadanya bahwa Dia telah mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang tidak
ada seorang pun mampu memerangi mereka. Allah memerintahkan kepadanya,
"Bawalah hamba-hamba-Ku (yang mukmin) berlindung di Bukit Tur." Allah
Swt. mengeluarkan Yajuj dan Majuj. Mereka muncul dari semua tempat yang tinggi
dengan cepatnya bagaikan air bah. Gelombang pertama mereka melewati Danau
Tabriyah (Laut Mati), lalu mereka meminum semua air yang ada padanya; dan
gelombang terakhir dari mereka melewatinya, lalu mereka berkata,
"Sesungguhnya di tempat ini pernah ada danau." Nabi Allah Isa dan
semua sahabatnya tiba di tempat yang diperintahkan. Mereka dalam keadaan
sengsara sehingga sebuah kepala sapi bagi seseorang di antara mereka lebih baik
daripada seratus dinar yang kalian miliki sekarang. Lalu Nabi Isa dan semua
temannya berdoa kepada Allah Swt, mohon diselamatkan dari Yajuj dan Majuj. Maka
Allah mengirimkan kepada Yajuj dan Majuj ulat yang menggerogoti leher mereka.
Pada pagi harinya semua Yajuj dan Majuj dalam keadaan mati, bagaikan matinya
seorang manusia. Setelah itu Nabi Allah Isa dan teman-temannya turun ke dataran
rendah. Mereka menjumpai tiada satu jengkal tanah pun melainkan dipenuhi oleh
bangkai Yajuj dan Majuj dan bau busuk mereka. Kemudian Nabi Isa dan
teman-temannya berdoa lagi kepada Allah. Maka Allah mengirimkan burung-burung
raksasa yang besarnya sama dengan unta yang paling besar, lalu burung-burung
itu membawa mereka terbang dan melemparkan bangkai mereka ke tempat yang
dikehendaki oleh Allah Swt. Setelah itu Allah mengirimkan hujan lebat yang
tiada satu rumah pun atau satu kemah pun, melainkan pasti hanyut olehnya. Hujan
itu mencuci bumi hingga bumi bersih kembali dan berkilauan bagaikan kaca.
Kemudian diperintahkan kepada bumi agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya dan
mengembalikan berkahnya. Maka pada masa itu satu buah delima dapat
mengenyangkan sejumlah orang, dan mereka dapat bernaung pada dedaunannya. Allah
memberkati ternak, hingga seekor anak unta dapat mencukupi sejumlah besar dari
manusia. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan angin
yang baik lagi wangi, dan angin itu mengambil mereka dari bagian bawah ketiak
mereka, maka Allah mencabut roh setiap orang mukmin dan setiap orang muslim.
Yang masih hidup hanyalah orang-orang yang durhaka, mereka hidup berhura-hura
di muka bumi bagaikan keledai, dan hari kiamat itu terjadi di masa mereka.
Imam Ahmad meriwayatkannya —demikian pula ahlus
sunan— melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir dengan lafaz yang sama.
Hadis ini akan kami ketengahkan melalui Imam
Ahmad pada tafsir firman Allah Swt. dalam surat Al Anbiya, yaitu:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ
يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ....
Hingga apabila dibukakan (tembok) Yajuj dan
Majuj. (Al Anbiya: 96), hingga akhir ayat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Muslim di
dalam kitab sahihnya.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذِ بْنِ مُعَاذٍ العَنْبِريّ،
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ:
سَمِعْتُ يَعْقُوبَ بْنَ عَاصِمِ بْنِ عُرْوَةَ بْنِ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيَّ
يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو -وَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ-: مَا
هَذَا الْحَدِيثُ الَّذِي تُحدث بِهِ تَقُولُ: إِنَّ السَّاعَةَ تَقُومُ إِلَى
كَذَا وَكَذَا؟ فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ؟! -أَوْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-لَقَدْ هممتُ أَلَّا أُحَدِّثَ أَحَدًا شَيْئًا أَبَدًا،
إِنَّمَا قُلْتُ:إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدَ قَلِيلٍ أَمْرًا عَظِيمًا: يُحرِّق
الْبَيْتُ، وَيَكُونُ وَيَكُونُ. ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِي أُمَّتِي، فَيَمْكُثُ
أَرْبَعِينَ، لَا أَدْرِي أَرْبَعِينَ يَوْمًا، أَوْ أَرْبَعِينَ شَهْرًا، أَوْ
أَرْبَعِينَ عَامًا، فَيَبْعَثُ اللَّهُ تَعَالَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ،
كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ، فَيَطْلُبُهُ فَيُهْلِكُهُ، ثُمَّ يَمْكُثُ
النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ، ثُمَّ يُرْسِلُ
اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّامِ، فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ
الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ -أَوْ
إِيمَانٍ-إِلَّا قَبَضَتْهُ، حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ دَخَلَ فِي كَبَد
جَبَلٍ لَدَخَلَتْه عَلَيْهِ حَتَّى تَقْبضَه" قَالَ: سَمِعْتُهَا مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَيَبْقَى
شِرَارُ النَّاسِ فِي خفَّة الطَّيْرِ وَأَحْلَامِ السِّبَاعِ، لَا يَعْرِفُونَ
مَعْرُوفًا، وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا، فَيَتَمَثَّلُ لَهُمُ الشَّيْطَانُ
فَيَقُولُ: أَلَا تَسْتَجِيبُونَ؟ فَيَقُولُونَ: فَمَا تَأْمُرُنَا؟
فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ، وَهُمْ فِي ذَلِكَ دارٌّ رِزْقُهُمْ،
حَسَنٌ عَيْشُهُمْ. ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا
أَصْغَى لِيتًا، وَرَفَعَ لِيتًا، قَالَ: وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوط
حَوْضَ إِبِلِهِ، قَالَ: فَيَصْعَقُ ويَصعَقُ النَّاسُ. ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ
-أَوْ قَالَ: يُنْزِلُ اللَّهُ-مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّل -أَوْ قَالَ:
الظِّلُّ-نُعْمَان الشَّاكُّ -فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ، ثُمَّ
يَنْفُخ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ. ثُمَّ يُقَالُ: يَا
أَيُّهَا النَّاسُ، هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ، {وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ
مَسْئُولُونَ} [الصَّافَّاتِ: 24] قَالَ: "ثُمَّ يُقَالُ: أَخْرِجُوا بَعْثَ
النَّارِ. فَيُقَالُ: مِنْ كَمْ؟ فَيُقَالُ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَمِائَةٍ
وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ". قَالَ {يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا}
[الْمُزَّمِّلِ:17] وَذَلِكَ {يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ} [الْقَلَمِ: 42]
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Mu'az Al Anbari, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Ya'qub ibnu Asin ibnu Urwah ibnu Mas'ud AS-Saqafi
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengemukakan hadis
berikut ketika ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu lelaki itu bertanya,
"Hadis apakah yang kamu kemukakan kepada orang-orang yang di dalamnya
disebutkan bahwa hari kiamat akan terjadi sampai anu dan anu terjadi?"
Maka Ibnu Amr menjawab, "Mahasuci Allah, atau tidak ada Tuhan selain
Allah, atau kalimat yang serupa dengan keduanya. Sesungguhnya aku telah
bertekad untuk tidak menceritakan sesuatu pun dari hadis ini kepada seseorang
untuk selama-lamanya. Sesungguhnya aku hanya mengatakan bahwa sesungguhnya
kalian tidak lama lagi akan menyaksikan suatu peristiwa yang besar; Baitullah
dibakar dan kelak akan terjadi anu dan anu." Kemudian Abdullah ibnu Amr
melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kelak Dajjal
akan muncul di kalangan umatku selama empat puluh, apakah empat puluh hari,
empat puluh bulan, atau empat puluh tahun, aku tidak mengetahuinya. Lalu Allah
Swt. menurunkan Isa ibnu Maryam, seakan-akan dia mirip dengan Urwah ibnu
Mas'ud, lalu ia mengejar Dajjal dan membinasakannya. Kemudian manusia tinggal
selama tujuh tahun tanpa ada suatu permusuhan pun di antara dua orang.
Selanjutnya Allah mengirimkan angin sejuk dari arah Syam, maka tidak ada
seorang pun yang tersisa di muka bumi ini dari kalangan orang-orang yang di
dalam hatinya terdapat kebaikan- atau iman- sebesar zarrah, melainkan
angin itu mencabut nyawanya. Sehingga andaikata seseorang di antara kalian
memasuki perut bukit, niscaya angin itu memasukinya, lalu mencabut nyawanya. Abdullah
ibnu Amr berkata bahwa ia mendengarnya dari Rasulullah Saw.: Selanjutnya
yang tinggal hanyalah orang-orang yang durhaka saja, mereka ringan seperti
burung dan beranganangan seperti binatang buas; mereka tidak mengenal perkara
yang bajik dan tidak mengingkari perkara yang mungkar. Kemudian setan
menampakkan dirinya kepada mereka dan berkata, "Tidakkah kalian
menaatiku?" Mereka menjawab, "Apakah yang hendak engkau perintahkan
kepada kami?" Maka setan menyuruh mereka menyembah berhala, sedangkan
keadaan mereka yang demikian itu beroleh rezeki yang berlimpah dan kehidupan
yang baik. Selanjutnya sangkakala ditiup. maka tidak ada seorang manusia pun
yang mendengarnya melainkan ia pasti mati; dalam keadaan mendengarnya atau
tidak, ia tetap mati. Mula-mula orang yang mendengarnya adalah seorang lelaki
yang sedang memasuki tempat minum ternak untanya. lalu ia binasa dan semua
manusia binasa pula. Setelah itu Allah mengirimkan atau menurunkan hujan yang
rupanya seperti air susu atau air yang agak kental,- ragu dari pihak Nu'man-.
Lalu tumbuhlah darinya semua jasad umat manusia. Kemudian sangkakala ditiup
kedua kalinya, maka dengan serta merta mereka berdiri seraya melihat. Lalu
dikatakan kepada umat manusia, "Kemarilah menghadap kepada Tuhan kalian!"
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan
ditanya (dimintai pertanggungjawabannya). (As-Saffat: 24) Kemudian
dikatakan, "Keluarkanlah kiriman yang ke neraka!" Lalu ditanyakan,
"Dari berapa banyak?" Dijawab, "Dari tiap-tiap seribu orang
sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan" (yakni dari seribu, yang
masuk surga hanya seorang). Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda; Yang
demikian itu terjadi di hari yang menjadikan anak-anak beruban, dan hari itu
adalah hari betis disingkapkan (karena sangat ketakutan).
Kemudian Imam Muslim dan Imam Nasai
meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Muhammad ibnu Basysyar, dari
Gundar, dari Syu'bah, dari Nu'man ibnu Salim dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ ثَعْلَبَةَ
الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ
مُجَمِّع بْنِ جَارِيَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الْمَسِيحَ
الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدّ -أَوْ: إِلَى جَانِبِ لُدّ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari
Abdullah ibnu Ubaidillah ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Zaid
Al-Ansari, dari Majma' ibnu Jariyah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Ibnu Maryam membunuh Al-Masih Ad-Dajjal di pintu
masuk kota Lud atau di sebelah kota Lud.
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Sufyan ibnu
Uyaynah melalui hadis Al-Lais dan Al-Auza'i; ketiga-tiganya dari Az-Zuhri, dari
Abdullah ibnu Ubaidillah ibnu Sa'labah, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari
pamannya (Majma' ibnu Jariyah), dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُد"
Ibnu Maryam (Nabi Isa) membunuh Dajjal
di pintu kota Lud.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi,
dari Qutaibah, dari Al-Lais dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini sahih.
Imam Turmuzi mengatakan dalam bab yang sama, diriwayatkan
dari Imran ibnu Husain, Nafi' ibnu Uyaynah, Abu Barzah, Huzaifah ibnu Usaid,
Abu Hurairah, Kaisan, Usman ibnu Abul As, Jabir, Abu Umamah, Ibnu Mas'ud,
Abdullah ibnu Amr, Samurah ibnu Jundub, An-Nuwwas ibnu Sam'an, Amr ibnu Auf,
dan Huzaifah ibnul Yaman, rodiyailahu 'anhum (semoga Allah melimpahkan
ridaNya kepada mereka semua).
Maksud menyebutkan riwayat mereka ialah yang di
dalamnya menceritakan perihal Dajjal dan Isa ibnu Maryam a.s. yang membunuhnya.
Hadis yang menceritakan perihal Dajjal saja sangat banyak, sulit untuk
dihitung, mengingat telah tersebar dan banyak riwayatnya, baik dalam kitab sahih,
kitab hasan, kitab musnad serta kitab-kitab hadis lainnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنْ فُرَات، عَنْ أَبِي الطُّفَيل، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ الغِفَاري
قَالَ: أَشْرَفَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ غُرْفَةٍ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ، فَقَالَ: "لَا تَقُومُ
السَّاعَةُ حَتَّى تَرَوْنَ عَشْرَ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا،
والدُّخَان، وَالدَّابَّةُ، وَخُرُوجُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَنُزُولُ عِيسَى
ابْنِ مَرْيَمَ، وَالدَّجَّالُ، وَثَلَاثَةُ خُسوف: خَسْف بِالْمُشْرِقِ، وَخَسْفٌ
بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ. وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ
عَدَن، تَسُوقُ -أَوْ تَحْشُرُ-النَّاسَ، تَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا، وتَقيل
مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Furat, dari Abut, Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid Al-Giffari yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. muncul di antara kami dari Arafah, saat itu
kami sedang membicarakan masalah hari kiamat. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hari
kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya, yaitu:
Matahari terbit dari barat, dukhan (asap), Dabbah, munculnya Ya-juj dan
Ma-juj, turunnya Isa ibnu Maryam, Dajjal, tiga kali gerhana, yaitu gerhana di
timur, gerhana di barat, dan gerhana di jazirah Arabia; dan api yang keluar dari
pedalaman Adn, ia menggiring atau menghimpun manusia, selalu mengikuti mereka
di mana pun mereka tidur malam dan tidur istirahat siang hari.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan
ahlus sunan, dari hadis Furat Al-Qazzaz dengan lafaz yang sama.
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui riwayat
Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Abut Tufail, dari Abu Syarihah, dari Huzaifah ibnu
Usaid Al-Giffari secara mauquf.
Hadis-hadis tersebut secara mutawatir dari
Rasulullah Saw. melalui riwayat Abu Hurairah, Ibnu Mas'ud, Usman ibnu Abdul
As, Abu Umamah, An-Nuwwas ibnu Sam'an, Abdullah ibnu Amr ibnul As, Majma"
ibnu Jariyah, Abu Syarihah, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu anhum. Di
dalam riwayat ini terkandung dalil yang menunjukkan cara turunnya dan tempat
Isa diturunkan; bukan hanya di Syam saja, melainkan disebutkan pula dengan
rinci, yaitu di kota Damaskus, tepatnya pada menara bagian timur (dari
masjidnya). Bahwa hal itu terjadi di saat salat Subuh telah diiqamahkan.
Di masa-masa terakhir ini —yaitu pada tahun tujuh
ratus empat puluh satu— telah dibangun sebuah menara pada Masjid Jami' Umawi,
sebuah menara putih yang terbuat dari batu pualam yang dipahat. Menara tersebut
sebagai ganti dari menara yang telah roboh karena kebakaran yang pelakunya
adalah orang-orang Nasrani la'natullahi 'alaihim sampai hari kiamat.
Kebanyakan pembangunannya berasal dari harta benda mereka. Menurut dugaan yang
kuat, pada menara tersebutlah kelak Nabi Isa diturunkan. Lalu ia membunuh semua
babi, semua salib ia pecahkan, dan jizyah dihapuskan, sehingga tidak diterima
lagi kecuali agama Islam, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain.
Demikianlah berita dari Nabi Saw, tentang hal
tersebut, sekaligus sebagai pengakuan; serta pen-tasyri'-an dan
pembolehan bagi Isa untuk melakukannya di masa itu, mengingat di masa itu
lenyaplah semua alasan mereka dan terhapuslah semua keraguan mereka dari diri
mereka sendiri. Karena itulah mereka (Ahli Kitab) semuanya masuk ke dalam agama
Islam, mengikuti jejak Nabi Isa a.s. dan mereka masuk Islam di tangannya.
*******************
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali
akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159),
hingga akhir ayat.
Ayat ini sama maknanya dengan firman-Nya yang
mengatakan:
{وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ
لِلسَّاعَةِ}
Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar
memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 61)
Menurut qiraah yang lain, lafaz la'ilmun dibaca
la'alamun memakai harakat pada huruf 'ain-nya yang artinya tanda dan
dalil yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah dekat sekali. Demikian itu
karena dia diturunkan sesudah munculnya Al-Masih Ad-Dajjal, lalu Allah membunuh
Dajjal melalui tangannya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih,
"إِنَّ اللَّهَ لَمْ
يَخْلُقْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً"
Bahwa tidak sekali-kali Allah menciptakan
penyakit menular melainkan menurunkan penawar (obatnya) pula.
Di Masa Nabi Isa pula Allah membangkitkan Ya-juj
dan Ma-juj, Lalu Allah Membinasakan mereka berkat doa Isa yang Dia
kabulkan.
Allah Swt. telah berfirman:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ
يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ. وَاقْتَرَبَ
الْوَعْدُ الْحَقُّ} الْآيَةَ
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj
dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat-tempat yang
tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit).
(Al-Anbiya: 96-97), hingga akhir ayat.
Gambaran
tentang Nabi Isa a.s.
Di dalam hadis terdahulu yang diriwayatkan
melalui Abdur Rahman ibnu Adam, dari Abu Hurairah r.a. telah disebutkan:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى
الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ، عَلَيْهِ ثَوْبَانِ مُمَصَّرَانِ، كَأَنَّ رَأْسَهُ
يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ"
Maka apabila kalian melihatnya, perhatikanlah
dia adalah seorang lelaki yang tinggi tubuhnya sedang dengan warna kulit yang
merah keputih-putihan; dia memakai dua lapis baju celupan, seakan-akan
kepalanya meneteskan air, sekalipun tidak terkena basah.
Di dalam hadis An-Nuwwas ibnu Sam'an disebutkan
seperti berikut:
"فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ
دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودتين وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ،
إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ، وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ مَثَلُ جُمَان
اللُّؤْلُؤِ، وَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ إِلَّا مَاتَ
ونَفَسُه يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُه"
Maka ia turun di Menara Putih sebelah timur
Damaskus dengan memakai dua lapis baju celupan kuning seraya meletakkan telapak
tangannya pada sayap dua malaikat. Apabila menganggukkan kepalanya, meneteslah
air darinya; dan apabila ia angkat kepalanya, maka meneteslah darinya air
seperti mutiara. Tidak sekali-kali angin napasnya mengenai orang kafir
melainkan pasti mati, dan tiupan napasnya menjangkau sejauh matanya memandang.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan melalui
jalur Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda,
"لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِي لَقِيتُ مُوسَى"، قَالَ:
فَنَعَتَه "فَإِذَا رَجُلٌ -حَسِبْتُهُ قَالَ:-مُضْطَرِبٌ رجْلُ الرَّأْسِ،
كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ". قَالَ: "وَلَقِيتُ عِيسَى"
فَنَعَتَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "رَبْعَة
أَحْمَرُ، كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيمَاسٍ -يَعْنِي الْحَمَّامَ-وَرَأَيْتُ
إِبْرَاهِيمَ وَأَنَا أَشْبَهُ وَلَدِهِ بِهِ"
"Di malam aku melakukan Isra, aku bersua
dengan Nabi Musa." Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa lalu Nabi Saw.
menggambarkan ciri-cirinya yang menurut ingatan Abu Hurairah Nabi Saw.
mengatakan, "Musa adalah seorang lelaki yang berambut keriting,
seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari Syanu'ah." Nabi Saw.
bersabda, "Dan aku bersua dengan Isa," lalu Nabi Saw.
menyebutkan ciri khasnya, bahwa Nabi Isa adalah orang yang perawakannya sedang
dengan kulit kemerah-merahan, seakan-akan dia baru keluar dari pemandian air
hangat. Nabi Saw. bersabda, "Dan aku melihat Nabi Ibrahim, ternyata aku
adalah seorang keturunannya yang paling mirip dengan dia."
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Mujahid,
dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"رَأَيْتُ مُوسَى وَعِيسَى وَإِبْرَاهِيمَ، فَأَمَّا عِيسَى
فَأَحْمَرُ جَعْدُ عَرِيضُ الصَّدْرِ، وَأَمَّا مُوسَى فَآدَمُ جَسِيمٌ سَبْطٌ،
كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الزّط"
Aku melihat Musa, Isa, dan Ibrahim; adapun Isa
orangnya berkulit kemerah-merahan, berambut keriting, berdada lebar. Ada-Musa
orangnya berkulit kehitam-hitaman, bertubuh gempal dengan rambut ikal,
seakan-akan dia lelaki dari kabilah Az-Zit.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan melalui
jalur Musa ibnu Uqbah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa di suatu hari Nabi
Saw. pernah menceritakan tentang Dajjal di hadapan orang-orang banyak, dan
beliau bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ أَلَا إِنَّ الْمَسِيحَ
الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طافية»
Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah.
Ingatlah, sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal buta mata kanannya, seakan-akan
matanya adalah buah anggur yang menonjol.
Menurut riwayat Imam Muslim yang juga melalui
Musa ibnu Uqbah, secara marfu' disebutkan:
وَأَرَانِي اللَّهُ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فِي الْمَنَامِ، فَإِذَا
رَجُلٌ آدَم، كَأَحْسَنِ مَا تَرَى مَنْ أُدْمِ الرِّجَالِ، تَضْرِبُ لمَّته
بَيْنَ مَنْكِبَيْهِ، رَجْل الشَّعْرِ، يَقْطُرُ رَأْسُهُ مَاءً، وَاضِعًا
يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلَيْنِ، وَهُوَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ، فَقُلْتُ:
مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ثُمَّ رَأَيْتُ وَرَاءَهُ
رَجُلًا جَعْدًا قَطَطًا، أَعْوَرَ عَيْنِ الْيُمْنَى، كَأَشْبَهِ مَنْ رَأَيْتُ
بِابْنِ قَطَن، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلٍ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ،
فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: الْمَسِيحُ الدَّجَّالُ"
Dalam mimpiku Allah memperlihatkan diriku
berada di dekat Ka'bah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang berkulit hitam
seperti halnya yang biasa kamu lihat pada lelaki yang berkulit hitam manis,
rambutnya panjang sampai ke bahunya dalam keadaan terurai, dari rambut
kepalanya menetes air. seraya meletakkan kedua tangannya pada pundak dua arang
lelaki, ia sedang melakukan tawaf di Baitullah. Lalu aku (Nabi Saw.) bertanya,
"Siapakah orang ini?" Mereka (para malaikat) menjawab,
"Dia adalah Al-Masih ibnu Maryam." Kemudian di belakangnya aku
melihat seorang lelaki berambut keriting, bertubuh gempal dengan mata kanan
yang buta, mirip dengan orang yang pernah aku lihat (yaitu Ibnu Qatn). Dia
meletakkan kedua tangannya pada pundak seorang lelaki seraya berfawaf di
Baitullah. Lalu aku bertanya, "Siapakah dia?" Mereka menjawab;
"Al-Masih Ad-Dajjal."
Di dalam sanad hadis ini diikutkan Ubaidillah,
dari Nafi'.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkan dari Ahmad
ibnu Muhammad Al-Makki, dari Ibrahim ibnu Sa'd, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa demi Allah, Nabi Saw. tidak menyebutkan tentang
Isa sebagai orang yang berkulit kemerahan-merahan, melainkan beliau Saw.
mengatakan:
"بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ، فَإِذَا
رَجُلٌ آدَمُ سَبْط الشَّعْرِ، يَتَهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ يَنْطف رَأْسُهُ
مَاءً -أَوْ يُهرَاق رَأْسُهُ مَاءً-فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: ابْنُ
مَرْيَمَ. فَذَهَبْتُ أَلْتَفِتُ، فَإِذَا رَجُلٌ أَحْمَرُ جَسِيمٌ، جَعْد
الرَّأْسِ، أَعْوَرُ عَيْنِهِ الْيُمْنَى، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ.
قُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: الدَّجَّالُ. وَأَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا
ابْنُ قَطَن"
Ketika sedang tidur, aku bermimpi melakukan
tawaf di Ka'bah, tiba-tiba aku bersua dengan seorang lelaki yang berkulit hitam
dengan rambut lurus, seraya bertopang pada dua orang lelaki, sedangkan dari
rambut kepalanya menetes air, atau mengucur air, maka aku (Nabi Saw) bertanya.”Siapakah
orang ini?" Mereka menjawab, "Ibnu Maryam." Lalu aku menoleh ke
arah lain, dan tiba-tiba aku melihat seorang telaki bertubuh besar dengan kulit
yang merah, rambut keriting, dan buta mata kanannya, seakan-akan matanya mirip
buah anggur yang menonjol. Maka aku bertanya, "Siapakah orang ini?"
Mereka menjawab, "Dajjal." Dan orang yang paling mirip dengannya
adalah Ibnu Qatn.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Ibnu Qatn adalah
seorang lelaki dari kalangan Bani Khuza'ah yang telah meninggal dunia di masa
Jahiliah.
Semua hadis yang disebutkan berdasarkan lafaz
Imam Bukhari. Dalam hadis terdahulu melalui hadis Abdur Rahman ibnu Adam, dari
Abu Hurairah, disebutkan bahwa Isa a.s. tinggal di bumi sesudah turun selama
empat puluh tahun, kemudian wafat dan disalatkan oleh kaum muslim.
Di dalam hadis Abdullah ibnu Umar yang ada pada
Imam Muslim disebutkan bahwa Nabi Isa tinggal di bumi selama tujuh tahun.
Dengan interpretasi bahwa makna yang dimaksud ialah masa lamanya tinggal di bumi
secara keseluruhan adalah empat puluh tahun sejak ia belum diangkat dan sesudah
ia diturunkan ke bumi. Karena sesunguguhnya ketika diangkat ke langit, ia
berusia tiga puluh tiga tahun. Hal ini disebutkan di dalam hadis yang
menceritakan gambaran tentang ahli surga. Dikatakan bahwa tubuh mereka sama
dengan Nabi Adam (yakni enam puluh hasta) dan usia mereka sama dengan Isa
(yaitu tiga puluh tiga tahun).
Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari
sebagian ulama yang menyebutkan bahwa Nabi Isa diangkat ke langit dalam usia seratus
lima puluh tahun, riwayat ini syadz (menyendiri), garib (aneh),
lagi jauh dari kebenaran.
Al-Hafiz Abul Qasim ibnu Asakir di dalam riwayat
Nabi Isa ibnu Maryam dari kitab tarikhnya menyebutkan dari sebagian ulama
Salaf, bahwa kelak Nabi Isa dikebumikan bersama Nabi Saw. di dalam hujrah (kamar)nya.
****
Firman Allah Swt.:
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat Isa itu akan menjadi saksi
terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Qatadah mengatakan, kelak Nabi Isa menjadi saksi
terhadap mereka bahwa dirinya telah menyampaikan risalah dari Allah kepada
mereka, dan melakukan pengakuan bahwa Dia hanya menyembah kepada Allah Swt.
semata. Makna ayat ini sama dengan ayat yang terdapat di akhir surat Al-Maidah,
yaitu firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ
اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman,
"Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia" (Al-Maidah:
116)
sampai dengan firman-Nya:
فَإِنَّكَ
أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 118)
An-Nisa, ayat 160-162
{فَبِظُلْمٍ مِنَ
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ
نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161) لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي
الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ
مِنْ قَبْلِكَ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلاةَ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أُولَئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا
عَظِيمًا (162) }
Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan
bagi mereka, karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, disebabkan mereka memakan riba. padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih. Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan
orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur'an),
dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan
salat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
Allah Swt. memberitahukan bahwa disebabkan
perbuatan aniaya orang-orang Yahudi karena mereka telah melakukan berbagai
macam dosa besar, maka Allah mengharamkan kepada mereka makanan yang dihalalkan
bagi mereka sebelumnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas
membaca ayat ini dengan bacaan:
"طَيِّبَاتٍ كَانَتْ أُحِلَّتْ لَهُمْ"
beberapa jenis makanan yang dahulunya
dihalalkan bagi mereka.
Pengharaman ini adakalanya bersifat qadri atas
kemauan mereka sendiri. Dengan kata lain, pada mulanya Allah memberikan
keleluasaan kepada mereka, tetapi ternyata mereka melakukan penakwilan dalam
kitab mereka; mereka mengubah dan mengganti banyak hal yang dihalalkan bagi
mereka. Kemudian mereka mengharamkannya atas dirinya sendiri yang akibatnya
mempersulit dan mempersempit diri mereka sendiri.
Adakalanya pengharaman ini bersifat syar'i. Dengan
kata lain, Allah Swt. mengharamkan kepada mereka di dalam kitab Taurat banyak
hal yang dahulunya dihalalkan kepada mereka sebelum itu. Seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ
حِلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تُنزلَ التَّوْرَاةُ}
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil,
kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya
sendiri sebelum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93)
Dalam pembahasan yang lalu mengenai tafsir ayat
ini disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah semua jenis makanan adalah
halal sebelum Taurat diturunkan, kecuali apa yang diharamkan oleh Nabi Ya*qub
untuk dirinya sendiri dari daging unta dan air susunya.
Kemudian Allah Swt. mengharamkan banyak jenis
makanan di dalam kitab Taurat, seperti yang disebutkan di dalam surat Al-An'am
melalui firman-Nya:
{وَعَلَى الَّذِينَ
هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا
عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ
مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ}
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan
segala binatang yang berkuku dari sapi dan domba. Kami haramkan atas mereka
lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya
atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang.
Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya
Kami adalah Mahabenar. (Al-An'am: 146)
Dengan kata lain, Kami haramkan atas mereka hal
tersebut karena mereka memang berhak menerimanya disebabkan kezaliman, kedurhakaan
mereka, dan mereka selalu menentang rasul mereka serta banyak bertanya
kepadanya. Karena itulah dalam surat An-Nisa ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَبِظُلْمٍ مِنَ
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا}
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi,
Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari
jalan Allah. (An-Nisa: 160)
Yakni mereka menghalang-halangi manusia dan diri
mereka sendiri dari mengikuti perkara yang hak. Sikap tersebut merupakan watak
mereka sejak zaman dahulu hingga sekarang tanpa ada perubahan. Karena itulah
mereka adalah musuh para rasul; mereka banyak membunuh nabi-nabi, juga
mendustakan Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad Saw.
***
Firman Allah Swt.:
{وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا
وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ}
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang darinya. (An-Nisa: 161)
Allah Swt. telah melarang mereka melakukan riba,
tetapi mereka menjalankannya dan menjadikannya sebagai pekerjaan mereka, lalu
mereka melakukan berbagai macam kilah dan pengelabuan untuk menutupinya, dan
mereka memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (An-Nisa: 161)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ الرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ}
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di
antara mereka. (An-Nisa: 162)
Maksudnya, orang-orang yang kuat agamanya; mereka
mempunyai kedudukan yang kuat dalam bidang ilmu yang bermanfaat Pembahasan
mengenai tafsirnya telah kami ketengahkan dalam tafsir surat Ali Imran.
Firman Allah Swt:
{وَالْمُؤْمِنُونَ}
dan orang-orang mukmin. (An-Nisa: 162)
di-athaf-kan kepada lafaz ar-rasikhuna,
sedangkan khabar-nya adalah firman Allah Swt Selanjutnya, yaitu:
{يُؤْمِنُونَ بِمَا
أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ}
mereka beriman kepada apa yang telah
diturunkan kepadamu (Al-Qur’an) dan apa yang telah diturunkan sebelummu.
(An-Nisa: 162)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abdullah ibnu Salam, Sa'labah ibnu Sa'ih, Asad ibnu Sa'ih, dan
Asad ibnu Ubaid; semuanya masuk Islam dan beriman kepada apa yang diutuskan
oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَالْمُقِيمِينَ
الصَّلاةَ}
dan orang-orang yang mendirikan salat. (An-Nisa:
162)
Demikianlah bacaannya menurut semua mushaf para
imam. Hal yang sama disebutkan di dalam mushaf Ubay ibnu Ka'b.
Tetapi Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ayat ini menurut mushaf Ibnu Mas'ud
disebutkan dengan bacaan wal mugimunas salata, bukannya "وَالْمُقِيمُونَ الصَّلَاةَ". Kemudian Ibnu
Jarir mengatakan bahwa pendapat yang sahih adalah menurut qiraah mayoritas,
sebagai bantahan terhadap orang yang menduga bahwa hal tersebut termasuk
kekeliruan dalam menulis Al-Kitab (Al-Qur'an).
Kemudian ibnu Jarir menyebutkan perbedaan
pendapat di kalangan ulama mengenainya. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa
lafaz ini di-nasab-kan karena mengandung makna madah (pujian);
sama halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu
firman-Nya;
{وَالْمُوفُونَ
بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا}
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan.
(Al-Baqarah: 177)
Ibnu Jarir mengatakan hal seperti ini berlaku di
dalam pembicaraan orang-orang Arab. Salah seorang penyair mengatakan:
لَا
يَبْعَدَن قَوْمِي الَّذِينَ همُو ... سُمّ الْعُدَاةِ وَآفَةُ الجُزرِ ...
النَّازِلِينَ
بِكُلِّ مُعْتَرَكٍ... والطَّيّبُونَ مَعَاقِدَ الأزْرِ ...
Kaum
wanita itu pasti tidak akan jauh dari kaumku,
karena
mereka adalah singa peperangan,
pembantai
musuh, pantang mundur dalam semua medan peperangan,
tetapi
mereka orang-orang yang baik lagi mengikat erat-erat kain sarungnya
(yakni memelihara kehormatannya).
Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa lafaz al-muqimina
ini di-jar-kan karena di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
{بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ
وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ}
kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al-Qur'an)
dan apa yang diturunkan sebelummu. (An-Nisa: 162)
Yaitu mereka juga mendirikan salat. Dengan kata
lain, seakan-akan dikatakan bahwa mereka mengakui kewajiban salat dan
kefarduannya atas diri mereka. Atau makna yang dimaksud dengan orang-orang yang
mendirikan salat ini adalah para malaikat, seperti yang dipilih oleh Ibnu
Jarir. Dengan kata lain, mereka beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu
dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu serta beriman kepada para malaikat.
Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْمُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ}
dan orang-orang yang menunaikan zakat. (An-Nisa:
162)
Yang dimaksud dengan zakat pada ayat di
atas dapat diinterpretasikan sebagai zakat harta benda, dapat diinterpretasikan
zakat badan (fitrah), dapat pula diinterpretasikan dengan pengertian
kedua-duanya.
{وَالْمُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
dan yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian. (An-Nisa: 162)
Artinya, mereka percaya bahwa tidak ada Tuhan
kecuali Allah, dan mereka beriman dengan adanya hari berbangkit sesudah mati,
dan hari pembalasan semua amal perbuatan, amal yang baik, dan amal yang buruk.
{أُولَئِكَ}
Orang-orang itulah. (An-Nisa: 162)
Lafaz ayat ini merupakan khabar dari jumlah
yang sebelumnya.
{سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا
عَظِيمًا}
yang akan Kami berikan kepada mereka pahala
yang besar. (An-Nisa: 162)
Yakni surga.
An-Nisa, ayat 163-165
إِنَّا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ
بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ
وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا (163) وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ
عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ
مُوسَى تَكْلِيمًا (164) رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا
حَكِيمًا (165)
Sesungguhnya Kami
telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada
Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak
cucunya. Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada
Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad
ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Sakan dan Addi ibnu Zaid bertanya, "Hai Muhammad, kami
tidak mengetahui bahwa Allah menurunkan suatu kitab kepada manusia sesudah
Musa." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan ucapan kedua orang
Yahudi itu, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
sesudahnya. (An-Nisa: 163)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan
kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan
bahwa Allah menurunkan firman-Nya:
{يَسْأَلُكَ أَهْلُ
الْكِتَابِ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ}
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu
menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. (An-Nisa: 153)
sampai dengan firman-Nya:
{وَقَوْلِهِمْ عَلَى
مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا}
dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan
kedustaan besar (zina). (An-Nisa: 156)
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi melanjutkan
kisahnya, bahwa ketika Nabi Saw. membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka
(orang-orang Yahudi) dan memberitahukan kepada mereka perihal sepak terjang
mereka yang jahat itu, maka mereka mengingkari semua kitab yang diturunkan oleh
Allah, lalu mengatakan, "Allah sama sekali tidak pernah menurunkan sesuatu
pun kepada manusia, baik Musa, atau Isa, ataupun nabi lainnya." Maka Nabi
Saw. berdiri, kemudian bersabda, "Juga tidak kepada seorang pun?"
Maka Allah menurunkan firman-Nya:
{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ}
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, "Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia." (Al-An'am: 91)
Akan tetapi, apa yang diceritakan oleh Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi ini masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya ayat
dalam surat Al-An'am ini adalah Makkiyyah, sedangkan ayat yang ada di dalam
surat An-Nisa adalah Madaniyyah, merupakan bantahan terhadap mereka ketika
mereka meminta kepada Nabi Saw. agar menurunkan sebuah kitab dari langit. Maka
Allah Swt. berfirman:
{فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى
أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ}
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada
Musa yang lebih besar dari itu. (An-Nisa: 153)
Selanjutnya Allah menyebutkan perbuatan-perbuatan
mereka yang memalukan dan penuh dengan keaiban, serta apa yang telah mereka
lakukan di masa silam dan masa sekarang, yaitu berupa kedustaan dan kebohongan.
Lalu Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah menurunkan wahyu kepada hamba dan
Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw., sebagaimana Dia telah menurunkan wahyu
kepada nabi-nabi terdahulu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالأسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا
دَاوُدَ زَبُورًا}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
sesudahnya. (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya: Dan Kami berikan
Zabur kepada Daud. (An-Nisa: 163)
Zabur adalah nama kitab yang diturunkan oleh
Allah Swt. kepada Nabi Daud a.s. Kami akan menguraikan riwayat masing-masing
nabi tersebut pada kisah-kisah mereka dalam surat Al-Anbiya, insya Allah; hanya
kepada Allah kami percaya dan berserah diri.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا قَدْ
قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ}
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul
yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan
rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. (An-Nisa:
164)
Yakni sebelum ayat ini, dalam surat-surat
Makkiyah dan lain-lainnya. Berikut ini adalah nama para nabi yang disebut oleh
Allah Swt. di dalam Al-Qur'an, yaitu: 1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4.
Hud 5. Saleh 6. Ibrahim 7. Lut 8. Ismail 9. Ishaq
10. Ya'qub 11. Yusuf 12. Ayyub 13. Syu'aib 14. Musa
15. Harun 16. Yunus 17. Daud 18. Sulaiman 19. Ilyas
20. Ilyasa' 21. Zakaria 22. Yahya 23. Isa 24. ZulKifli
menurut kebanyakan ulama tafsir 25. Penghulu mereka semuanya, yaitu Nabi
Muhammad Saw.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا لَمْ
نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ}
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu. (An-Nisa: 164)
Sejumlah nabi lainnya yang cukup banyak tidak
disebutkan di dalam Al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah para
nabi dan para rasul. Hal yang terkenal sehubungan dengan masalah ini adalah
hadis Abu Zar yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih di dalam
kitab tafsirnya. Ibnu Murdawaih mengatakan:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ،
وَالْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الْغَسَّانِيُّحَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي، عَنْ
أَبِي إِدْرِيسَ الخَوْلاني، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ
وَعِشْرُونَ أَلْفًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الرُّسُلُ
مِنْهُمْ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جَمّ غَفِير".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ كَانَ أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ
اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، ثُمَّ سَوَّاه قِبَلا".
ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ: آدَمُ، وَشِيثٌ،
وَنُوحٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ
بِقَلَمٍ-وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ: هُودٌ، وَصَالِحٌ، وَشُعَيْبٌ، وَنَبِيُّكَ
يَا أَبَا ذَرٍّ، وَأَوَّلُ نَبِيٍّ مِنْ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى،
وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ النَّبِيِّينَ آدَمُ، وَآخِرُهُمْ نَبِيُّكَ".
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan dan
Al-Husain ibnu Abdullah ibnu Yazid; keduanya mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang
menceritakan hadis berikut' Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah
para nabi itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Seratus dua puluh
empat ribu orang nabi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah,
berapakah jumlah yang menjadi rasul dari kalangan mereka?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cukup
banyak." Aku bertanya, "Siapakah rasul yang paling pertama
itu?" Nabi Saw. menjawab, "Adam." Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah dia nabi yang jadi rasul?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Ya, Allah menciptakannya secara langsung dengan tangan
kekuasaan-Nya, kemudian meniupkan ke dalam tubuh Adam sebagian dari roh (ciptaan)-Nya
setelah bentuknya sempurna." Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda:
Hai Abu Zar, empat orang (dari mereka) adalah orang-orang Siryani,
yaitu Adam, Syis, Nuh, dan Khunu', yakni Idris yang merupakan orang yang
mula-mula menulis dengan qalam (pena). Dan empat orang rasul dari Arab,
yaitu Hud, Saleh, Syu'aib, dan Nabimu, hai Abu Zar. Mula-mula nabi dari
kalangan Bani Israil adalah Musa, dan yang terakhir adalah Isa. Mula-mula nabi
adalah Adam, dan yang terakhir dari mereka adalah Nabimu.
Hadis ini secara lengkap diriwayatkan pula oleh
Abu Hatim ibnu Hibban Al-Basti di dalam kitabnya yang berjudul Al-Anwa' wal
Taqasim, ia menilainya berpredikat sahih. Tetapi Abul Faraj ibnul
Jauzi berbeda dengannya, ia menyebutkan hadis ini di dalam kitabnya yang berjudul
Al-Maudu'at (Hadis-hadis Buatan), dan ia mencurigainya sebagai buatan
Ibrahim ibnu Hisyam. Ibrahim ibnu Hisyam ini tidak diragukan lagi menjadi
pembahasan bagi para Imam ahli Jurh Wat Ta’-dil karena hadisnya ini.
Akan tetapi, hadis ini telah diriwayatkan melalui
jalur lain dari sahabat lainnya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَوْفٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَان بْنُ رِفَاعَةَ، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامة قَالَ: قُلْتُ: يَا
نَبِيَّ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ
وَعِشْرُونَ أَلْفًا، مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُمِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا
غَفِيرًا".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Auf, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada
kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid Al-Qasim, dari Abu Umamah yang
menceritakan hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Nabi Allah, berapakah
jumlah para nabi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Seratus dua puluh empat
ribu orang, dari jumlah itu ada tiga ratus lima belas orang (rasul). Jumlah
yang cukup banyak."
Ma'an ibnu Rifa'ah As-Salami orangnya daif, Ali
ibnu Yazid orangnya daif pula; begitu pula Al-Qasim Abu Abdur Rahman,
orangnya pun daif,
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو
يَعْلَى الْمُوصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ
الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ الرَّبَذي، عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَعَثَ اللَّهُ
ثَمَانِيَةَ آلَافِ نَبِيٍّ، أَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ،
وَأَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى سَائِرِ النَّاسِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Abu Abdullah Al-Jauhari Al-Basri,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Allah mengutus delapan ribu nabi;
empat ribu orang kepada kaum Bani Israil. dan empat ribu orang lainnya kepada
seluruh umat manusia.
Hadis ini dinilai daif pula, di dalamnya
terdapat Ar-Rabzi yang berpredikat daif, sedangkan gurunya bernama
Ar-Raqqasyi jauh lebih daif.
قَالَ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ العَبْدِي، حَدَّثَنَا محمد بن خالد الْأَنْصَارِيُّ،
عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ فِيمَنْ خَلَا مِنْ إِخْوَانِي مِنَ
الْأَنْبِيَاءِ ثَمَانِيَةُ آلَافِ نَبِيٍّ، ثُمَّ كَانَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ،
ثُمَّ كُنْتُ أَنَا"
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabit Al-Abdi,
telah menceritakan kepada kami Ma'bad ibnu Khalid Al-Ansari, dari Yazid
Ar-Raqqasyi, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Saudara-saudaraku
dari kalangan para nabi di masa lalu jumlahnya ada delapan ribu orang nabi,
kemudian Isa ibnu Maryam, dan barulah aku sendiri.
Kami meriwayatkannya melalui sahabat Anas dari
jalur lain,
فَأَخْبَرَنِي الْحَافِظُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الذَّهَبِيُّ،
أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَضْلِ بْنُ عَسَاكِرَ، أَنْبَأَنَا الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ
الْقَاسِمُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الصَّفَارُ، أَخْبَرَتْنَا عَمَّةُ أَبِي،
عَائِشَةُ بِنْتُ أَحْمَدَ بْنِ مَنْصُورِ بْنِ الصَّفَارِ، أَخْبَرَنَا
الشَّرِيفُ أَبُو السَّنَابِكِ هِبَةُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الصَّهْبَاءِ مُحَمَّدُ
بْنُ حَيْدَرٍ القُرَشِي، حَدَّثَنَا الْإِمَامُ الْأُسْتَاذُ أَبُو إِسْحَاقَ
الإسْفَراييني قَالَ: أَخْبَرَنَا الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الْإِسْمَاعِيلِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي
شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ،
حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ صَفْوَانَ
بْنِ سُلَيْم، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بُعِثْتُ عَلَى إِثْرِ مِنْ ثَلَاثَةِ آلَافِ
نَبِيٍّ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ".
telah menceritakan kepada kami Al-Hafiz Abu
Abdullah Az-Zahabi, telah menceritakan kepada kami Abul Fadl ibnu Asakir, telah
menceritakan kepada kami Imam Abu Bakar ibnul Qasim ibnu Abu Sa'id As-Saffar,
telah menceritakan kepada kami bibi ayahku (yaitu Siti Aisyah binti Ahmad ibnu
Mansur ibnus Saffar), telah menceritakan kepada kami Asy-Syarif Abus Sanabik
Hibatullah ibnu Abus Sahba Muhammad ibnu Haidar Al-Qurasyi, telah menceritakan
kepada kami Imam Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfirayini yang mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Imam Abu Bakar Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Tariq, telah menceritakan kepada kami
Muslim ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Muhammad
ibnul Munkadir, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku diutus sesudah delapan ribu orang
nabi, di antara mereka empat ribu orang nabi dari kalangan Bani Israil.
Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib;
tetapi sanadnya tidak mengandung kelemahan, semua perawinya dikenal kecuali
Ahmad ibnu Tariq; orang ini tidak kami kenal, apakah berpredikat adil atau
daif, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Hadis Abu Zar Al-Giffari mengenai jumlah para
nabi cukup panjang.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ
الْحُسَيْنِ الْآجُرِّيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
الفِرْيابي إِمْلَاءً فِي شَهْرِ رَجَبٍ سَنَةَ سَبْعٍ وَتِسْعِينَ وَمِائَتَيْنِ،
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الغسَّاني، حَدَّثَنَا أَبِي،
عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ:
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
جَالِسٌ وَحْدَهُ، فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ
أَمَرْتَنِي بِالصَّلَاةِ. قَالَ: "الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ
فَاسْتَكْثِرْ أَوِ اسْتَقِلَّ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
فَأَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "إِيمَانٌ بِاللَّهِ، وَجِهَادٌ فِي
سَبِيلِهِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟
قَالَ: "أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ
الْمُسْلِمِينَ أَسْلَمُ؟ قَالَ: "مِنْ سَلِمُ الناسُ مِنْ لِسَانِهِ
وَيَدِهِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟
قَالَ: "مَنْ هَجَر السَّيِّئَاتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ
الصَّلَاةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "طُولُ الْقُنُوتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَأَيُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "فَرْضٌ مُجَزِّئٌ وَعِنْدَ
اللَّهِ أَضْعَافٌ كَثِيرَةٌ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ
الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "مَنْ عُقِر جَواده وأهرِيق دَمُه".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ؟ قَالَ:
"أَغْلَاهَا ثَمَنًا وَأَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا". قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جَهْد مِنْ مُقِلٍّ،
وَسِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ آيَةٍ مَا
أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ [مِنْهَا] ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ".
ثُمَّ قَالَ: "يَا أبا ذر، وما السموات السَّبْعُ مَعَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا
كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضٍ فَلاة، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ
كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى الْحَلْقَةِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ
وَعِشْرُونَ أَلْفًا" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الرُّسُلُ مِنْ
ذَلِكَ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ، وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جمٌّ غَفيرٌ كَثِيرٌ
طَيِّبٌ". قُلْتُ: فَمَنْ كَانَ أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ".
قُلْتُ: أَنَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ،
وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، وسَوَّاه قَبِيلا ثُمَّ قَالَ: "يَا
أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ: آدَمُ، وَشِيثٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ
إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ بِقَلَمٍ-وَنُوحٌ. وأربعة من العرب: هود،
وشعيب، وَصَالِحٌ، وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرٍّ. وَأَوَّلُ أَنْبِيَاءِ
بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى، وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ الرُّسُلِ آدَمُ،
وَآخِرُهُمْ مُحَمَّدٌ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمْ كِتَابًا
أَنْزَلَهُ اللَّهُ؟ قَالَ: "مِائَةُ كِتَابٍ وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ،
وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى شِيثٍ خَمْسِينَ، صَحِيفَةً، وَعَلَى خَنُوخ ثَلَاثِينَ
صَحِيفَةً، وَعَلَى إِبْرَاهِيمَ عَشْرَ صَحَائِفَ، وَأَنْزَلَ عَلَى مُوسَى مِنْ
قَبْلِ التَّوْرَاةِ عَشْرَ صَحَائِفَ وَالْإِنْجِيلَ وَالزَّبُورَ
وَالْفَرْقَانَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَانَتْ صُحُفُ
إِبْرَاهِيمَ؟ قَالَ: "كَانَتْ كُلُّهَا: يَا أَيُّهَا الْمَلِكُ
الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُورُ، إِنِّي لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ
الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَكِنِّي بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّي
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنِّي لَا أَرُدَّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ كَافِرٍ.
وَكَانَ فِيهَا مِثَالٌ: وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ لَهُ سَاعَاتٌ: سَاعَةٌ
يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ، وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ، وَسَاعَةٌ
يُفَكِّرُ فِي صُنْعِ اللَّهِ، وَسَاعَةٌ يَخْلُو فِيهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ
الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَلَّا يَكُونَ ضَاغِنًا إِلَّا
لِثَلَاثٍ: تَزَوُّدٍ لِمَعَادٍ، أَوْ مَرَمَّة لِمَعَاشٍ، أَوْ لَذَّةٍ فِي
غَيْرِ مُحَرَّمٍ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ بَصِيرًا بِزَمَانِهِ،
مُقْبِلًا عَلَى شَأْنِهِ، حَافِظًا لِلِسَانِهِ، ومَنْ حَسِب كَلَامَهُ مِنْ
عَمَلِهِ قَلَّ كَلَامُهُ إِلَّا فِيمَا يَعْنِيهِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوسَى؟ قَالَ: "كَانَتْ عِبَرًا
كُلُّهَا: عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ ثُمَّ هُوَ يَفْرَحُ، عَجِبْتُ
لِمَنْ أَيْقَنَ بالقَدَر ثُمَّ هُوَ يَنْصب، وَعَجِبْتُ لِمَنْ يَرَى الدُّنْيَا
وتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا ثُمَّ يَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا، وَعَجِبْتُ لِمَنْ
أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ غَدًا ثُمَّ هُوَ لَا يَعْمَلُ" قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ فِي أَيْدِينَا شَيْءٌ مِمَّا فِي أَيْدِي إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى، وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، اقْرَأْ يَا
أَبَا ذَرٍّ: {قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى. وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى. إِنَّ
هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الأولَى. صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى} [الْأَعْلَى:
14-19] . قَالَ: قَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَوْصِنِي. قَالَ:
"أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَإِنَّهُ رَأْسُ أَمْرِكَ".
قَالَ: قَلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، زدْني. قَالَ: "عَلَيْكَ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، وذِكْر اللَّهِ،
فَإِنَّهُ ذكرٌ لَكَ فِي السَّمَاءِ، ونورٌ لَكَ فِي الْأَرْضِ". قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زِدْنِي. قَالَ: "إِيَّاكَ وَكَثْرَةَ
الضَّحِكِ. فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، ويُذْهِبُ بِنُورِ الْوَجْهِ".
قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "عَلَيْكَ بِالْجِهَادِ، فَإِنَّهُ رَهْبَانِيَّةُ
أُمَّتِي". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "عَلَيْكَ بِالصَّمْتِ إِلَّا مِنْ
خَيْرٍ، فَإِنَّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشَّيْطَانِ وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أَمْرِ
دِينِكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "انْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ تَحْتَكَ،
وَلَا تَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكَ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ لَكَ أَلَّا
تَزْدَرِيَ نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكَ".
قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "أَحْبِبِ الْمَسَاكِينَ
وَجَالِسْهُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدرُ أَنْ لَا تَزْدَرِي نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "صِلْ قَرَابَتَكَ وَإِنْ
قطَعوك". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ
مُرًّا". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "لَا تَخَفْ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ
لَائِمٍ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "يَرُدَّك عَنِ النَّاسِ مَا تَعْرِفُ
عَنْ نَفْسِكَ، وَلَا تَجِدُ عَلَيْهِمْ فِيمَا تُحِبُّ، وَكَفَى بِكَ عَيْبًا
أَنَّ تَعْرِفَ مِنَ النَّاسِ مَا تَجْهَلُ مِنْ نَفْسِكَ. أَوْ تَجِدَ عَلَيْهِمْ
فِيمَا تُحِبُّ". ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ صَدْرِي، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، لَا
عَقْل كَالتَّدْبِيرِ، وَلَا وَرَع كَالْكَفِّ، وَلَا حَسَبَ كَحُسْنِ
الْخُلُقِ"
Muhammad ibnul Husain Al-Ajiri mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar Ja'far ibnu Muhammad ibnul Giryani secara imla
dalam bulan Rajab tahun 297 Hijriah, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami
ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang
menceritakan hadis berikut: Aku masuk ke dalam masjid, dan kujumpai Rasulullah
Saw. sedang duduk sendirian, maka aku duduk menemaninya dan bertanya
kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan aku
untuk menunaikan salat" (yakni sunnah). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Salat
adalah sebaik-baik pekerjaan, maka perbanyaklah atau persedikitlah. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" Maka
Nabi Saw. menjawab: Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling
utama?" Nabi Saw. menjawab: Di antara mereka yang paling baik
akhlaknya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang muslim yang
paling selamat?" Nabi Saw. menjawab: Orang (muslim) yang
menyelamatkan orang-orang dari gangguan lisan dan tangannya. Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, hijrah apakah yang paling utama?" Nabi Saw. menjawab:
Orang yang hijrah (meninggalkan) semua kejahatan. Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, salat apakah yang paling afdal? Rasulullah Saw.
menjawab: yang paling panjang qunutnya. Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, puasa apakah yang paling utama?' Rasulullah Saw. menjawab: Melakukan
puasa fardu dengan cukup (baik) dan di sisi Allah ada pahala yang
berlipat ganda dengan lipat ganda yang banyak. Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, jihad apakah yang paling utama?" Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya: Orang yang kudanya disembelih dan darah dirinya dialirkan (yakni
gugur). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hamba sahaya manakah yang paling
afdal?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Hamba sahaya yang
paling mahal harganya dan paling bernilai di kalangan tuannya. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?"
Rasulullah Saw. menjawab: Yang dikeluarkan dengan susah payah oleh orang
yang minim, dan sedekah secara sembunyi-sembunyi kepada orang fakir (miskin).
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara
yang diturunkan kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Ayat Kursi,"
kemudian beliau Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, tiadalah langit yang
tujuh dibandingkan dengan Kursi, melainkan seperti gelang yang dilemparkan di
tengah padang sahara. Keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang
sahara atas gelang itu." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah,
berapakah jumlah para nabi itu?1 Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya: Seratus dua puluh empat ribu orang nabi. Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul dari kalangan mereka?"
Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Tiga ratus tiga belas orang rasul,
jumlah yang cukup banyak lagi baik. Aku bertanya, "Siapakah yang
paling pertama di antara mereka?" Nabi Saw. menjawab; "Adam."
Aku bertanya, "Apakah dia seorang nabi yang jadi rasul?" Nabi Saw.
menjawab melalui sabdanya: Ya, Allah menciptakannya (lengan tangan
kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya,
dan menyempurnakannya sebelum itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula:
Hai Abu Zar, empat orang adalah bangsa Siryani, yaitu Adam, Syis, Khanukh
—yakni Idris, dia orang yang mula-mula menulis dengan qalam (pena)— dan
Nuh. Empat orang dari bangsa Arab, yaitu Hud, Syu'aib, Saleh, dan Nabimu, hai
Abu Zar. Mula-mula nabi Bani Israil adalah Musa dan yang paling terakhir
adalah Isa. Mula-mula rasul adalah Adam, dan yang paling akhir adalah Muhammad.
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah kitab yang diturunkan
oleh Allah Swt?" Rasulullah Saw. menjawab: Seratus empat buah kitab.
Allah menurunkan kepada Syis sebanyak lima puluh sahifah. kepada Khunukh (Idris)
tiga puluh sahifah, kepada Ibrahim sepuluh sahifah, dan kepada Musa sebelum
Taurat sepuluh sahifah. Dan Allah menurunkan kitab Taurat, kitab Injil, kitab
Zabur, dan Al-Furqan (Al-Qur’an). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apa
sajakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Ibrahim'.'"
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Semuanya mengandung kalimat
berikut, "Hai raja yang berkuasa, yang mendapat cobaan lagi teperdaya.
Sesungguhnya Aku tidak menjadikanmu untuk menghimpun dunia sebagian darinya
dengan sebagian yang lain, tetapi aku menjadikanmu agar menghindarkan diri dari
doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Aku tidak akan menolaknya,
sekalipun dari orang kafir." Di dalamnya banyak terkandung tamsil-tamsil (yang
antara lain mengatakan), "Diharuskan bagi orang yang berakal membagi
waktunya ke dalam beberapa saat. Sesaat ia gunakan untuk bermunajat kepada
Tuhannya, sesaat ia gunakan untuk menghisab dirinya sendiri, sesaat ia gunakan
untuk memikirkan ciptaan Allah, dan sesaat lagi ia gunakan untuk kepentingan
dirinya untuk mencari makan dan minumnya. Diharuskan bagi orang yang berakal
tidak bepergian kecuali karena tiga perkara, yaitu mencari bekal untuk hari
kemudian, mencari penghidupan, atau kesenangan yang tidak diharamkan, dan harus
mengetahui zamannya guna menghadapi urusannya serta memelihara lisannya.
Barang siapa yang memperhitungkan percakapannya dengan amalnya, niscaya ia
akan sedikit bicara, kecuali mengenai hal yang berurusan dengannya. Abu Zar
melanjutkan kisahnya, Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang
terkandung di dalam sahifah Nabi Musa'?" Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya: Semuanya merupakan nasihat-nasihat (pelajaran-pelajaran),
yaitu: "Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan kematian,
lalu ia merasa gembira. Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan
takdir, lalu ia bersusah payah. Aku merasa heran dengan orang yang melihat
dunia dan silih bergantinya terhadap para penghuninya, lalu ia merasa tenang
dengan dunia itu. Dan aku merasa heran dengan orang yang percaya kepada hisab
di hari kemudian, lalu ia tidak beramal. Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah di dalam kitab (Al-Qur'an) yang ada di tangan kita terdapat
sesuatu yang telah tertera di dalam kitab-kitab Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan
apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya
benar, hai Abu Zar, bacalah firman Allah Swt.: 'Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan ia
ingat nama Tuhannya, lalu ia salat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu)
kitab-kitab Ibrahim dan Musa' (Al-A'la: 14-19)." Aku berkata.”Wahai
Rasulullah, berwasiadah kepadaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku
berwasiat kepadamu agar takwa kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada
Allah adalah induk semua perkaramu. Aku berkata, "Wahai Rasulullah,
tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah
Al-Qur'an dan berzikir kepada Allah, karena sesungguhnya hal itu merupakan
sebutan bagimu di langit dan nur bagimu di bumi. Aku berkata, "Wahai
Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Hindarilah
olehmu banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu dapat mematikan hati dan
melenyapkan nur wajahmu. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah
wasiatmu kepadaku." Maka Rasulullah Saw, bersabda: Berjihadlah kamu,
karena sesungguhnya jihad itu merupakan ruhbaniyah umatku. Aku berkata,
"tambahkanlah kepadaku." Maka Nabi Saw. bersabda: Diamlah kamu
kecuali karena kebaikan, karena sesungguhnya (banyak) diam itu dapat
mengusir setan dan membantumu untuk mengerjakan urusan agamamu. Aku
berkata, 'Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Pandanglah
orang yang sebawahmu dan janganlah kamu memandang orang yang seatasmu, karena
sesungguhnya hal ini lebih mendorong dirimu untuk tidak meremehkan nikmat
Allah kepadamu. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah
Saw. menjawab melalui sabdanya: Cintailah orang-orang miskin dan duduklah (bergaullah)
bersama mereka, karena sesungguhnya hal ini mendorongmu untuk tidak
meremehkan nikmat Allah kepadamu. Aku berkata, "Tambahkanlah
kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Bersilaturahmilah
kepada tetanggamu, sekalipun mereka memutuskannya darimu. Aku berkata,
"Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah menjawab melalui sabdanya: Katakanlah
perkara yang hak, sekalipun pahit. Aku berkata, "Tambahkanlah
kepadaku." Rasulullah Saw, menjawab melalui sabdanya: Janganlah kamu
takut terhadap celaan orang yang mencela karena membela (agama) Allah. Aku
berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Maka Rasulullah Saw. menjawab
melalui sabdanya, "Dapat mencegah dirimu terhadap orang lain apa
yang kamu ketahui mengenai dirimu, sedangkan kamu tidak menemukan pada mereka
apa yang kamu sukai. Cukuplah keaiban bagimu bila kamu mengetahui dari orang
lain apa yang tidak kamu ketahui mengenai dirimu atau kamu menemukan pada
mereka apa yang kamu sukai." Kemudian Rasulullah Saw. mengusap
tangannya ke dadaku seraya bersabda: Hai Abu Zar, tidak ada akal seperti
berpikir, tidak ada wara' seperti menahan diri, dan tidak ada kehormatan
seperti akhlak yang baik.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abul Mugirah, dari
Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa
Abu Zar pernah bertanya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. menyebutkan perkara
salat, puasa, sedekah, keutamaan ayat Kursi, dan kalimati la haula wala
quwwata illa billahi (tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah), syuhada yang paling utama, hamba sahaya yang paling utama,
kenabian Nabi Adam, dan bahwa dia diajak bicara langsung oleh Allah, serta
bilangan para nabi dan para rasul, seperti yang disebutkan di atas.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: وَجَدْتُ فِي
كِتَابِ أَبِي بِخَطِّهِ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمُتَعَالِي بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأمَوي، حَدَّثَنَا مُجَالِد عَنْ
أَبِي الوَدَّاك قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: هَلْ تَقُولُ الْخَوَارِجُ
بِالدَّجَّالِ؟ قَالَ: قُلْتُ: لَا. فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي خاتمُ ألفِ نَبِيٍّ أَوْ أكثرَ، وَمَا
بُعِثَ نبيٌّ يُتَّبعُ إِلَّا وَقَدْ حَذَّرَ أُمَّتَهُ مِنْهُ، وَإِنِّي قَدْ
بُيِّنَ لِي مَا لَمْ يُبَيَّن [لِأَحَدٍ] وَإِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ
لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَعَيْنُهُ الْيُمْنَى عَوْرَاءُ جَاحِظَةٌ لَا تَخْفَى،
كَأَنَّهَا نُخَامَةٌ فِي حَائِطٍ مُجَصَّص، وَعَيْنُهِ الْيُسْرَى كَأَنَّهَا
كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ، مَعَهُ مِنْ كُلِّ لِسَانٍ، وَمَعَهُ صُورَةُ الْجَنَّةِ
خَضْرَاءُ يَجْرِي فِيهَا الْمَاءُ، وَصُورَةُ النَّارِ سَوْدَاءُ تَدْخُن"
Abdullah ibnul Imam Ahmad mengatakan bahwa ia
menjumpai dalam kitab ayahnya yang ditulis oleh tangan ayahnya sendiri, telah
menceritakan kepadaku Abdul Muta'ali ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Mujalid,
dari Abul Wadak yang mengatakan bahwa Abu Sa'id pernah bertanya, "Apakah
menurut pendapatmu Khawarij adalah Dajjal?" Abul Wadak menjawab,
"Bukan." Lalu Abu Sa'id berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Sesungguhnya aku adalah penutup seribu nabi atau lebih, dan tidak
sekali-kali seorang nabi yang diutus kecuali dia pasti memperingatkan umatnya
terhadap Dajjal. Dan sesungguhnya telah dijelaskan kepadaku hal-hal yang belum
pernah diterangkan. Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan
Tuhan kalian tidaklah buta. Mata Dajjal yang sebelah kanan buta lagi menonjol
tampak jelas seakan-akan seperti dahak yang ada pada tembok yang diplester,
sedangkan mata kirinya seakan-akan seperti bintang yang berkilauan, pada
tiap-tiap anggota tubuhnya terdapat lisan, dan ia selalu membawa gambaran surga
yang hijau di dalamnya mengalir air. dan gambaran neraka yang hitam lagi
berasap.
Kami meriwayatkannya pada bagian yang di dalamnya
terdapat riwayat Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Yahya ibnu Mu'in, disebutkan bahwa
telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, telah menceritakan
kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"إِنِّي أَخْتِمُ ألفَ ألفَ نبيٍّ أَوْ أكثرَ، مَا بَعَثَ
اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَى قَوْمِهِ إِلَّا حذَّرهم الدجالَ...."
Sesungguhnya aku mengakhiri sejuta nabi atau
lebih. Tidak sekali-kali Allah mengutus seseorang nabi kepada kaumnya, melainkan
memperingatkan kepada mereda terhadap Dajjal.
Lalu ia menuturkan hadis ini hingga selesai,
demikianlah menurut lafaz yang diketengahkannya, yaitu dengan tambahan lafaz alfun
(hingga maknanya menjadi satu juta, bukan seribu).
Tetapi adakalanya lafaz tersebut merupakan
sisipan, hanya Allah yang lebih mengetahui. Tetapi konteks riwayat Imam Ahmad
lebih kuat dan lebih berhak untuk dinilai sahih, Semua perawi yang
disebutkan dalam sanad hadis ini tidak ada masalah.
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur Jabir
ibnu Abdullah r.a.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو
بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ،
حَدَّثَنَا مُجَالد، عَنِ الشَّعبي، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لخاتمُ أَلْفِ نبيٍّ أَوْ
أَكْثَرَ، وَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْهُمْ نبيٌّ إِلَّا وَقَدْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ
الدَّجالَ، وَإِنِّي قَدْ بُيِّن لِي مَا لَمْ يُبَيَّن لِأَحَدٍ مِنْهُمْ
وَإِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بأعورَ"
Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari
Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya
aku benar-benar merupakan penutup seribu nabi atau lebih, dan sesungguhnya
tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah memperingatkan umatnya akan
Dajjal Dan sesungguhnya telah dijelaskan kepadaku apa-apa yang belum pernah
dijelaskan kepada seseorang pun dari mereka (para nabi). Sesungguhnya
Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan sesungguhnya Tuhan kalian itu
tidaklah buta.
*******************
Firman Allah Swt,:
{وَكَلَّمَ اللَّهُ
مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (An-Nisa: 164)
Hal ini merupakan suatu penghormatan kepada Nabi
Musa a.s. Karena itu, Nabi Musa dikenal dengan julukan 'Kalimullah'.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Maliki,
telah menceritakan kepada kami Masih ibnu Hatim, telah menceritakan kepada
kami Abdul Jabbar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ada seorang lelaki datang
kepada Abu Bakar ibnu Ayyasy, lalu ia mengatakan bahwa dirinya mendengar
seorang lelaki membaca firman-Nya dengan bacaan seperti berikut:
"وَكَلَّمَ اللَّهَ
مُوسَى تَكْلِيمًا"
"Dan Musa berbicara kepada Allah dengan
langsung."
Maka Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata, "Tidak
sekali-kali membaca ayat ini dengan bacaan itu, melainkan hanyalah orang
kafir." Abu Bakar mengatakan bahwa ia belajar qiraah dari Al-A'masy, dan
Al-A'masy belajar qiraah dari Yahya ibnu Wasab, Yahya ibnu Wasab belajar qiraah
dari Abu Abdur-Rahman As-Sulami. dan Abu AbdurRahman As-Sulami belajar qiraah
dari Ali ibnu Abu Talib, dan Ali ibnu Abu Talib belajar qiraah dari Rasulullah
Saw. Mengenai ayat ini yang bunyinya mengatakan:
{وَكَلَّمَ اللَّهُ
مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (An-Nisa: 164)
Abu Bakar ibnu Ayyasy marah terhadap orang yang
membaca ayat tersebut tiada lain karena orang tersebut membacanya dengan bacaan
yang mengubah maknanya. Ternyata lelaki tersebut dari kalangan mu'tazilah yang
mengingkari bahwa Allah berbicara kepada Musa a.s. atau berbicara kepada
seseorang dari makhluk-Nya. Seperti yang kami riwayatkan dari salah seorang mu'tazilah,
bahwa ia membacakan firman berikut kepada salah seorang syekh dengan
bacaan berikut:
"وَكَلَّمَ اللَّهَ
مُوسَى تَكْلِيمًا"
Dan Allah diajak bicara oleh Musa dengan
langsung.
Maka syekh itu berkata kepadanya, "Hai Ibnul
Lakhna, apakah yang akan engkau lakukan terhadap firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى
لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ}
'Dan tatkala datang Musa untuk (munajat
dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya' (Al-A'raf: 143)?"
Dengan kata lain, makna ayat tersebut tidak
mengandung takwil dan perubahan makna.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَية: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ بَهْرَام، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا هَانِئُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ
أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّاب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَما
كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى كَانَ يُبْصِرُ دبيبَ النَّمْلِ عَلَى الصَّفَا فِي
اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnul Husain ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hani' ibnu Yahya, dari Al-Hasan ibnu Abu
Ja'far, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tatkala Musa diajak berbicara oleh
Allah, ia dapat melihat gerakan semut di atas Bukit Safa di malam yang gelap
gulita.
Hadis ini berpredikat garib dan sanadnya
tidak sahih. Apabila hadis ini benar mauquf, berarti predikatnya jayyid
(baik).
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya
dan Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Humaid ibnu Qais
Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"كان عَلَى مُوسَى يَوْمَ كَلَّمَهُ ربُّه جُبَّةُ صُوفٍ،
وَكِسَاءُ صُوفٍ، وَسَرَاوِيلُ صُوفٍ، وَنَعْلَانِ مِنْ جِلْدِ حِمَارٍ غَيْرِ
ذَكِيٍّ"
Nabi Musa pada hari ia diajak bicara oleh
Tuhannya memakai jubah dari bulu, baju dari bulu, dan celana dari bulu serta
sepasang terompah dari kulit keledai yang tidak disembelih.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis berikut
dengan sanadnya, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa sesungguhnya Allah berbicara dengan Musa sebanyak seratus empat puluh
ribu kalimat selama tiga hari, semuanya berisi wasiat. Ketika Musa mendengar
pembicaraan manusia, maka ia menjadi marah karena pengaruh dari apa yang telah
ia dengar dari kalam Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Sanad asar ini pun lemah karena Juwaibir
berpredikat daif, dan Ad-Dahhak tidak menjumpai masa hidup Ibnu Abbas
r.a.
Mengenai asar yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih serta lain-lainnya melalui jalur Al-Fadl ibnu Isa
Ar-Raqqasyi, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang
mengatakan bahwa ketika Allah berbicara kepada Musa pada hari Tur, bukan dengan
kalam yang pernah Dia gunakan ketika menyerunya, maka Musa bertanya
kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, apakah ini adalah kalam-Mu yang pernah Engkau
gunakan kepadaku?" Allah Swt. menjawab, "Bukan, hai Musa.
Sesungguhnya Aku berbicara denganmu baru hanya dengan kekuatan sepuluh ribu
lisan dan Aku mempunyai kekuatan semua lisan, bahkan Aku lebih kuat daripada
hal tersebut." Ketika Musa kembali kepada kaum Bani Israil, mereka bertanya,
"Hai Musa, gambarkanlah kepada kami kalam Tuhan Yang Maha Pemurah."
Musa menjawab, "Aku tidak mampu melakukannya." Mereka berkata,
"Serupakanlah saja kepada kami." Musa menjawab, 'Tidakkah kalian
pernah mendengar suara guntur? Sesungguhnya hal itu berdekatan dengannya,
tetapi bukan seperti suara guntur."
Sanad riwayat ini daif, karena A-Fadl
Ar-Raqqasyi adalah orang yang lemah sekali dalam periwayatan hadis.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul
Haris. dari Juz ibnu Jabir Al-Khas’ami, dari Ka'b yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Allah ketika berbicara kepada Musa memakai semua lisan (berbagai
macam bahasa) kecuali kalam-Nya sendiri. Maka Musa berkata, "Wahai Tuhanku,
apakah ini kalam-Mu?" Allah menjawab, "Bukan, sekiranya Aku berbicara
dengan kalam-Ku, niscaya kamu tidak akan kuat mendengarnya " Musa
berkata, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu terdapat sesuatu yang
memiliki suara mirip dengan-Mu?" Allah menjawab, "Tidak ada, dan
yang lebih serupa dengan kalam-Ku ialah apa yang biasa kamu dengar dari suara
guntur yang sangat keras."
Tetapi riwayat ini mauquf hanya sampai
pada Ka'b Al-Ahbar. Dia menukilnya dari kitab-kitab terdahulu yang menyangkut
berita-berita Bani Israil, tetapi di dalamnya terkandung perubahan dan tambahan.
*****
Firman Allah Swt.:
{رُسُلا مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ}
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan. (An-Nisa: 165)
Yakni menyampaikan berita gembira kepada orang
yang taat kepada Allah dan mengikuti jalan yang diridai-Nya dengan mengerjakan
kebaikan, dan memberikan peringatan kepada orang yang menentang perintah-Nya
dan mendustakan rasul-rasul-Nya dengan siksaan dan azab.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِئَلا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا
حَكِيمًا}
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah
Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana. (An-Nisa: 165)
Dengan kata lain, Allah Swt. menurunkan
kitab-kitab-Nya dan mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa berita gembira dan
peringatan, dan menerangkan apa yang disukai dan diridai-Nya serta menjelaskan
apa yang dibenci dan ditolak-Nya, agar tidak ada alasan lagi bagi orang yang
akan mengemukakan alasannya. Seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat
lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ أَنَّا
أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ
إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى}
Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan
suatu azab sebelum Al-Qur'an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata,
"Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu
kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" (Thaha:
134)
Demikian pula makna yang ada dalam firman
lainnya, yaitu:
وَلَوْلا أَنْ
تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab
menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan. (Al-Qashash: 47)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah
hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
"لا أحَدَ أغَيْرَ من الله، من أجل ذلك حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَلَا أحدَ أحبَّ إِلَيْهِ المدحُ مِنَ اللَّهِ،
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ مَدَحَ نَفْسَهُ، وَلَا أحدَ أحَبَّ إِلَيْهِ العُذر مِنَ
اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ" وَفِي لَفْظٍ: "مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ رُسُلَهُ،
وَأَنْزَلَ كُتُبَهُ"
Tidak ada seorang pun yang lebih cemburu
daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji baik yang
lahir maupun yang batin (tidak kelihatan). Dan tidak ada seorang pun
yang lebih suka dipuji daripada Allah Swt. Karena itu, maka Dia memuji diri-Nya
sendiri. Tidak ada seorang pun yang lebih suka alasan selain dari Allah. Karena
itu, Dia mengutus para nabi untuk menyampaikan berita gembira dan peringatan. Menurut
lafaz yang lain disebutkan: Karena itulah maka Dia mengutus rasul-rasul-Nya
dan menurunkan kitab-kitab-Nya.
An-Nisa, ayat 166-170
لَكِنِ اللَّهُ
يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ
يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلَالًا بَعِيدًا (167) إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ
طَرِيقًا (168) إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا وَكَانَ
ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (169) يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ
الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا
فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا
حَكِيمًا (170)
(Mereka tidak mau
mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur'an
yang diiurunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan
malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi
saksi. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan
mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan
kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Dan
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Wahai manusia, sesungguhnya telah
datang Rasul (Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran
dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian.
Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun
kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah
kepunyaan Allah, Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Mengingat firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu. (An-Nisa: 163)
Sampai dengan konteks ini hadis menetapkan
kenabian Nabi Muhammad Saw. dan membantah orang-orang yang ingkar kepada
kenabiannya dari kalangan kaum musyrik dan Ahli Kitab. Maka dalam ayat ini
Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ
بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ}
Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang
diturunkan-Nya kepadamu. (An-Nisa: 166)
Yakni sekalipun orang-orang yang kafir kepada
Al-Qur'an mengingkarinya, mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakanmu
dan menentangmu. Maka Allah tetap mengakui bahwa engkau adalah utusan-Nya yang
diturunkan kepadanya Al-Kilab, yakni Al-Our'an yang agung.
{لَا يَأْتِيهِ
الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ
حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan,
baik aari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang
Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42)
Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa:
166)
Dengan pengetahuan-Nya yang hendak memperlihatkan
kepada hamba-hamba-Nya akan Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung keterangan-keterangan,
hidayah, pemisah antara yang hak dan yang batil, hal-hal yang disukai dan
diridai Allah, dan hal-hal yang dibenci dan ditolak-Nya. Di dalam Al-Qur'an
terkandung ilmu tentang hal-hal yang gaib menyangkut masalah yang terjadi di
masa silam dan masa mendatang. Di dalamnya disebutkan juga sifat-sifat Allah
Swt. Yang Mahasuci yang tidak diketahui oleh nabi yang diutus, tidak pula oleh
malaikat terdekat, kecuali bila diberi tahu oleh Allah Swt. sendiri. Seperti
pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَلا يُحِيطُونَ
بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)
Dan dalam ayat yang lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَلا يُحِيطُونَ بِهِ
عِلْمًا}
sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.
(Thaha: 110)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Suhail Al-Ja'fari dan Abdullah ibnul Mubarak; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ata
ibnus Saib yang mengatakan bahwa Abu Abdur Rahman As-Sulami membacakan
Al-Qur'an kepadanya. Tersebutlah bahwa apabila seseorang di antara kami
membacakan Al-Qur'an kepadanya, ia (Ata ibnus Saib) selalu mengatakan, "Sesungguhnya
kamu telah mengambil ilmu Allah, maka pada hari ini tidak ada seorang pun yang
lebih utama daripada kamu kecuali dengan amal perbuatan." Kemudian ia
membacakan firman-Nya:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ
وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan
malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi
saksi. (An-Nisa: 166)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْمَلائِكَةُ
يَشْهَدُونَ}
dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula).
(An-Nisa: 166)
Yaitu atas kebenaran apa yang disampaikan olehmu
dan apa yang diwahyukan kepadamu serta kitab yang diturunkan kepadamu disertai
dengan pengakuan Allah atas hal tersebut.
{وَكَفَى بِاللَّهِ
شَهِيدًا}
Cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa:
166)
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي
مُحَمَّدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جماعةٌ مِنَ
الْيَهُودِ، فَقَالَ لَهُمْ: "إِنِّي لَأَعْلَمُ -وَاللَّهِ-إِنَّكُمْ
لَتَعْلَمُونِ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ". فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُ ذَلِكَ.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ
إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu
Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw.,
lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Sesungguhnya aku benar-benar
mengetahui, demi Allah, sesungguhnya kalian ini benar-benar mengetahui bahwa
aku adalah utusan Allah. Maka mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui
hal tersebut." Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: Tetapi Allah
mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan
ilmu-Nya. (An-Nisa: 166), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلالا بَعِيدًا}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah benar-benar telah sesat
sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 167)
Mereka kafir dan tidak mau mengikuti perkara yang
hak, bahkan mereka berupaya menghalang-halangi manusia untuk mengikuti dan menuruti
jejak perkara yang hak. Mereka benar-benar telah keluar dari jalan yang benar,
sesat darinya, dan jauh dari perkara yang hak, jauh yang amat mencolok.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan perihal
keputusan-Nya terhadap orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat-Nya, Kitab, dan
Rasul-Nya, yaitu mereka yang menganiaya diri sendiri karena hal tersebut; juga
karena menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya, mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang berdosa, dan melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya.
Dia tidak akan memberikan ampunan kepada mereka.
{وَلا لِيَهْدِيَهُمْ
طَرِيقًا}
dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan
kepada mereka. (An-Nisa: 168)
Yakni jalan kebaikan.
{إِلا طَرِيقَ جَهَنَّمَ}
kecuali jalan ke neraka Jahannam. (An-Nisa:
169) Istisna dalam ayat ini bersifat munqati'.
{خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا }
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (An-Nisa:
169), hingga akhir ayat.
****
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ}
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul
(Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari
Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. (An-Nisa:
170)
Telah datang Nabi Muhammad Saw. kepada kalian
dengan membawa hidayah, agama yang hak, dan keterangan yang memuaskan dari
Allah Swt Karena itu, berimanlah kalian kepada apa yang didatangkannya kepada
kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kalian.
***
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ تَكْفُرُوا
فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu
tidak merugikan sedikit pun kepada Allah), karena sesungguhnya apa yang di
langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. (An-Nisa: 170)
Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan
iman kalian, dan Dia tidak terkena mudarat karena kekafiran kalian. Perihalnya
sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقَالَ مُوسَى إِنْ
تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ
حَمِيدٌ}
Dan Musa berkata, "Jika kalian dan
orang-orang yang ada di muka bumi semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah
Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Ibrahim: 8)
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَانَ اللَّهُ
عَلِيمًا حَكِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui. (An-Nisa:
170)
terhadap orang yang berhak memperoleh hidayah
dari kalian, maka Dia memberinya hidayah, dan terhadap orang yang berhak
mendapat kesesatan, lalu Dia menyesatkannya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 170) Yaitu
dalam semua ucapan, perbuatan, syariat dan takdir-Nya.
An-Nisa, ayat 171
يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا
الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ
أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا
تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ
سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا (171)
Wahai Ahli Kitab,
janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga,"
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya
Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Allah dari mempunyai anak, segala yang di
langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi
Pemelihara.
Allah Swt. melarang Ahli Kitab bersikap melampaui
batas dan menyanjung secara berlebihan. Hal ini banyak dilakukan oleh
orang-orang Nasrani, karena sesungguhnya mereka melampaui batas sehubungan
dengan Isa. Mereka mengangkatnya di atas kedudukan yang telah diberikan oleh
Allah kepadanya, lalu memindahkannya dari tingkat kenabian sampai menjadikannya
sebagai tuhan selain Allah yang mereka sembah sebagaimana mereka menyembah Dia.
Bahkan pengikut dan golongannya —yaitu dari
kalangan orang-orang yang mengakui bahwa dirinya berada dalam agamanya (Isa)—
bersikap berlebihan pula, lalu mereka mengakui dirinya terpelihara dari
kesalahan. Akhirnya para pengikut mereka mengikuti semua yang dikatakannya,
baik hak atau batil, baik sesat atau benar, baik jujur ataupun dusta. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah. (Ai-Taubah: 31), hingga akhir ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيم قَالَ: زَعَمَ
الزُّهْرِي، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبة بْنِ
مَسْعُودٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "لَا تُطْرُوني كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى
عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasyim yang mengatakan bahwa Az-Zuhri menduga dari Ubaidillah ibnu Abdullah
ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dari Umar, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana
orang-orang Nasrani menyanjung-nyanjung Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, "Hamba dan utusan Allah."
Kemudian ia meriwayatkannya pula —juga Ali ibnul
Madini-— dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri. yang lafaznya seperti
berikut:
«إنما أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ»
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka
katakanlah oleh kalian, "Hamba Allah dan Rasul-Nya."
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa predikat hadis
ini sahih lagi musnad. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, dari Al-Humaidi. dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri yang lafaznya
berbunyi seperti berikut:
"فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ"
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka
katakanlah, "Hamba Allah dan Rasul-Nya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى،
حَدَّثَنَا حمَّاد بْنِ سَلَمَة، عَنْ ثَابِتٍ البُناني، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ: مُحَمَّدٌ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا،
وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ، وَلَا يَسْتَهْويَنَّكُمُ
الشيطانُ، أَنَا محمدُ بنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَاللَّهِ
مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari
Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, bahwa seorang lelaki pernah mengatakan,
"Ya Muhammad, ya tuan kami, anak tuan kami yang paling baik dari kami, dan
anak orang yang paling baik dari kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai
manusia, peliharalah ucapan kalian, dan jangan sekali-kali setan menjerumuskan
kalian. Aku adalah Muhammad ibnu Abdullah, hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi
Allah, aku tidak suka bila kalian mengangkatku di atas kedudukanku yang telah
diberikan oleh Allah Swt. kepadaku.
Hadis ini bila ditinjau dari segi ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (sendirian).
***
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ إِلا الْحَقَّ}
dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, janganlah kalian membuat kedustaan
terhadap-Nya dan menjadikan bagi-Nya istri dan anak. Mahasuci Allah lagi
Mahatinggi dari hal itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, Mahasuci
lagi Maha Esa Zat Allah dalam sifat Keagungan dan Kebesaran-Nya. Tidak ada
Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia.
Dalam ayat Selanjutnya disebutkan:
{إِنَّمَا الْمَسِيحُ
عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ
وَرُوحٌ مِنْهُ}
Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu,
adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang
disampaikanNya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa:
171)
Sesungguhnya Isa itu hanyalah seorang hamba Allah
dan makhluk yang diciptakan-Nya. Allah berfirman kepadanya, "Jadilah
kamu," maka jadilah dia. Dia (Isa) hanyalah utusan-Nya dan kalimat-Nya
yang Allah sampaikan kepada Maryam. Dengan kata lain, Allah menciptakan Isa
melalui kalimat perintah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril a.s. dari Allah
Swt. kepada Maryam. Lalu Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam
tubuh Maryam dengan seizin Allah. Maka jadilah Isa dengan seizin Allah.
Embusan itu ditiupkan oleh Malaikat Jibril ke
dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun hingga masuk ke dalam farjinya,
sama kedudukannya dengan pembuahan yang dilakukan oleh seorang lelaki kepada
istrinya: semuanya adalah makhluk Allah Swt. Karena itu, dikatakan bahwa Isa
adalah kalimat Allah dan roh dari ciptaan-Nya, mengingat kejadiannya tanpa
melalui proses seorang ayah. Sesungguhnya ia timbul dari kalimah yang
diucapkan oleh Allah melalui Jibril kepada Maryam, yaitu kalimat kun (Jadilah),
maka jadilah Isa, dan roh yang dikirimkan oleh Allah kepada Maryam melalui
Jibril. Allah Swt berfirman:
{مَا الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ
كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang
rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang
yang sangat benar, keduanya biasa memakan makanan. (Al-Maidah: 75)
Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى
عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ}
Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi
Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian
Allah berfirman kepadanya, "Jadilah!" (seorang manusia). Maka
jadilah dia. (Ali Imran: 59)
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ
فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا
وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah
memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya roh
dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang
besar bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 91)
وَمَرْيَمَ
ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا
dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang
memelihara kehormatannya. (At-Tahrim: 12), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt. menceritakan perihal Isa
Al-Masih, yaitu:
إِنْ هُوَ إِلا
عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang
Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian). (Az-Zukhruf: 59), hingga akhir
ayat.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari
Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا
إِلَى مَرْيَمَ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya
yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa:171)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{كُنْ}
Jadilah/ Maka terjadilah ia. (Yasin: 82)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Syaz ibnu Yahya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا
إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya
yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh
dari-Nya. (An-Nisa: 171)
Bahwa bukanlah kalimat yang menjadikan Isa,
tetapi dengan kalimat itu akhirnya jadilah Isa.
Pendapat ini lebih baik daripada apa yang dikatakan
oleh Ibnu Jarir sehubungan dengan firman-Nya:
{أَلْقَاهَا إِلَى
مَرْيَمَ}
Yang disampaikan-Nya kepada Maryam. (An-Nisa:
171)
Makna yang dimaksud ialah Allah mengajarkan
kalimat itu kepada Maryam. sama seperti apa yang dikatakannya sehubungan dengan
makna firman-Nya:
{إِذْ قَالَتِ
الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ}
(Ingatlah) ketika malaikat berkata, "Hai
Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang
putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya. (Ali
Imran: 45)
Makna yang dimaksud ialah mengajarkan kepadamu
suatu kalimat dari-Nya. Ibnu Jarir menjadikan makna ayat ini sama dengan firman
Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا كُنْتَ تَرْجُو
أَنْ يُلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ}
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an
diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang
besar dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 86)
Bahkan pendapat yang sahih (benar) ialah yang mengatakan
bahwa kalimat tersebut didatangkan oleh Malaikat Jibril kepada Maryam, lalu
Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Maryam dengan seizin
Allah. Maka jadilah Isa a.s.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا
الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عُمَيْر بْنُ هَانِئٍ،
حَدَّثَنِي جُنَادةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا
إِلَى مَرْيَمَ وروحٌ مِنْهُ، والجنةَ حُقٌّ، والنارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ
الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ".
قَالَ الْوَلِيدُ: فَحَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ
بْنِ جَابِرٍ، عَنْ عُمير بْنِ هَانِئٍ، عَنْ جُنَادة زَادَ: "مِنْ أَبْوَابِ
الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sadaqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid
Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Umair ibnu Hani', telah menceritakan
kepada kami Junadah ibnu Abu Umayyah, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya serta kalimat-Nya yang
disampaikan kepada Maryam serta roh dari-Nya, dan bahwa surga itu benar, neraka
itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal
yang telah dikerjakannya. Al-Walid mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Umair ibnu Hani', dari Junadah yang di
dalamnya disebutkan tambahan, yaitu: (Allah memasukkannya) ke dalam
salah satu dari pintu-pintu surga yang delapan buah, dia boleh memasukinya dari
pintu mana pun yang disukainya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Daud ibnu Rasyid, dari Al-Walid, dari Ibnu Jabir dengan lafaz yang sama. Dari
jalur yang lain dari Al-Auza'i dengan lafaz yang sama.
Firman Allah yang ada dalam ayat, dan hadis yang
semakna, yaitu:
{وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa:
171) semakna dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَسَخَّرَ
لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ}
Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah:
13)
Yakni dari kalangan makhluk-Nya dan dari
sisi-Nya. Lafaz min di sini bukan untuk makna tab'id (sebagian)
seperti yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani —semoga laknat Allah yang
berturut-turut menimpa mereka— melainkan makna yang dimaksud ialah ibtida-ul
goyah, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain. Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa;
171)
Yang dimaksud dengan ruhun dalam ayat ini
ialah rasulun minhu, yakni urusan dari-Nya. Sedangkan selain Mujahid
mengatakan ma-habbatan minhu, yakni kasih sayang dari-Nya. Tetapi
pendapat yang kuat ialah yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa Nabi Isa
di-ciptakan dari roh ciptaan-Nya. Kemudian lafaz roh di-mudaf-kan (digandengkan)
dengan-Nya dengan maksud mengandung pengertian tasyrif (kehormatan),
sebagaimana lafaz naqah (unta) di-mudaf-kan kepada Allah, seperti yang
terdapat di dalam firman-Nya:
{هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ}
Unta betina Allah ini. (Al-A'raf: 73) Dan
lafaz baitun (rumah) yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَطَهِّرْ
بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ}
Bersihkanlah rumah-Ku, untuk orang-orang yang
tawaf. (Al-Hajj: 26)
Juga seperti yang disebutkan di dalam sebuah
hadis yang mengatakan:
"فَأَدْخُلُ عَلَى رَبِّي فِي دَارِهِ"
Maka aku masuk menemui Tuhanku di dalam
rumah-Nya.
Nabi Saw. me-mudaf-kan lafaz darun (rumah)
kepada Allah dengan maksud sebagai kehormatan terhadap rumah tersebut.
Masing-masing dari apa yang telah disebutkan termasuk ke dalam bab yang sama.
***
Firman Allah Swt,:
{فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ}
Maka berimanlah kalian kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, percayalah bahwa Allah adalah Satu,
lagi Maha Esa, tiada beranak, dan tiada beristri; dan ketahuilah serta
yakinilah bahwa Isa itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Dalam firman Selanjutnya disebutkan:
{وَلا تَقُولُوا
ثَلاثَةٌ}
dan janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan
itu) tiga." (An-Nisa: 171)
Yakni janganlah kalian menjadikan Isa dan ibunya
digandengkan dengan Allah sebagai dua orang yang mcnyekutui-Nya. Mahatinggi
Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Di dalam
surat Al-Maidah Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ}
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan, "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga," padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. (Al-Maidah: 73}
Dalam ayat lainnya —masih dalam surat yang sama—
Allah Swt. berfirman pula:
وَإِذْ قَالَ
اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي
Dan (ingatlah) ketika Allah
berfirman.”Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia,
'Jadikanlah aku.' (Al-Maidah: 116) hingga akhir ayat."
Dalam Surat Al-Maidah pada ayat lainnya Allah
Swt. berfirman:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ}
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam." (Al-Maidah:
17 dan 72), hingga akhir ayat.
Orang-orang Nasrani —la'natullahi 'alaihim—
karena kebodohan mereka, maka mereka tidak ada pegangan; kekufuran mereka tidak
terbatas, bahkan ucapan dan kesesatannya sudah parah. Ada yang beranggapan
bahwa Isa putra maryam adalah Tuhan, ada yang menganggapnya sebagai sekutu, dan
ada yang menganggapnya sebagai anak. Mereka terdiri atas berbagai macam sekte
yang cukup banyak jumlahnya; masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, dan
pendapat mereka tidak ada yang sesuai, semuanya bertentangan.
Salah seorang ahli ilmu kalam (Tauhid) mengatakan
suatu pendapat yang tepat, bahwa seandainya ada sepuluh orang Nasrani berkumpul,
niscaya pendapat mereka berpecah-belah menjadi sebelas pendapat.
Salah seorang ulama Nasrani yang terkenal di kalangan
mereka (yaitu Sa'id ibnu Patrik yang tinggal di Iskandaria pada sekitar tahun
empat ratus Hijriah) menyebutkan bahwa mereka mengadakan suatu pertemuan besar
yang di dalamnya mereka melakukan suatu misa besar.
Padahal sesungguhnya hal tersebut tiada lain
hanyalah suatu pengkhianatan yang hina lagi rendah. Hal ini terjadi pada masa
Konstantinopel, pembangun kota yang terkenal itu. Lalu mereka berselisih
pendapat dalam pertemuan tersebut dengan perselisihan yang tidak terkendali dan
tidak terhitung banyaknya pendapat yang ada. Jumlah mereka lebih dari dua ribu
uskup. Mereka menjadi golongan yang banyak lagi berpecah belah. Setiap lima
puluh orang dari mereka mempunyai pendapat sendiri, dan setiap dua puluh orang
dari mereka mempunyai pendapat sendiri, setiap seratus orang dari mereka ada
yang mempunyai pendapatnya sendiri, dan setiap tujuh puluh orang mempunyai
pendapatnya sendiri, ada pula yang lebih dan kurang dari jumlah tersebut
mempunyai pendapat yang berbeda.
Ketika Raja Konstantinopel melihat kalangan
mereka demikian, ada sejumlah orang yang banyaknya kurang lebih tiga ratus
delapan belas orang uskup sepakat dengan suatu pendapat Maka raja mengambil
golongan itu, lalu mendukung dan memperkuatnya.
Raja Konstantinopel dikenal sebagai seorang filosof
berwatak keras dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Lalu raja menghimpun
persatuan mereka dan membangun banyak gereja buat mereka serta membuat
kitab-kitab dan undang-undang untuk mereka. Lalu mereka membuat suatu amanat
yang mereka ajarkan kepada anak-anak agar mereka meyakininya sejak dini,
mengadakan pembaptisan besar-besaran atas dasar itu. Para perigikut mereka
dikenal dengan nama sekte Mulkaniyah.
Kemudian mereka mengadakan suatu pertemuan lain
yang kedua, maka terjadilah di kalangan mereka sekte Ya'qubiyah. Pada
pertemuan yang ketiga terbentuklah sekte Nusturiyan.
Ketiga golongan tersebut pada dasarnya
mengukuhkan ajaran trinitas yang antara lain ialah Al-Masih. Tetapi mereka
berbeda pendapat mengenai kaifiyatnya sehubungan dengan masalah lahut dan
nasut-nya, masing-masing mempunyai dugaan sendiri. Apakah dia manunggal
atau tidak, bersatukah atau menitis. Pada kesimpulannya pendapat mereka
terpecah menjadi tiga pendapat, masing-masing golongan mengalirkan golongan
yang lain, sedangkan kita mengalirkan semuanya. Karena itu, dalam ayat ini
disebutkan melalui firman-Nya:
{انْتَهُوا خَيْرًا
لَكُمْ}
berhentilah kalian (dari ucapan itu).
(Itu) lebih baik bagi kalian. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, akan lebih baik bagi kalian.
{إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ
وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ}
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa,
Mahasuci Allah dari mempunyai anak. (An-Nisa: 171)
Yakni Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari hal
tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
{لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}
Segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara. (An-Nisa: 171)
Artinya, semuanya adalah makhluk dan milik Allah,
dan semua yang ada di antara keduanya adalah hamba-hamba-Nya, mereka berada dalam
pengaturan dan kekuasaan-Nya. Dialah Yang memelihara segala sesuatu, mana
mungkin bila dikatakan bahwa Dia mempunyai istri dan anak dari kalangan mereka.
Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ}
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia
mempunyai anak. (Al-An'am: 101), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain,
yaitu:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha
Pemurah mengambil (mempunyai) anak" Sesungguhnya kalian telah
mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam: 88-89)
sampai dengan firman-Nya:
فَرْدًا
dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95)
An-Nisa, ayat 172-173
لَنْ
يَسْتَنْكِفَ الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ
الْمُقَرَّبُونَ وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ
فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا (172) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَأَمَّا
الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلَا
يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (173)
Al-Masih sekali-kali
tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada
Allah). Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri,
nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. Adapun orang-orang yang
beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka
dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang
enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan
yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan
penolong selain dari Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Hisyam, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya:
لَنْ
يَسْتَنْكِفَ
tidak sekali-kali enggan. (An-Nisa: 172)
Makna yang dimaksud ialah tidak menyombongkan
diri, sedangkan menurut Qatadah artinya tidak enggan atau tidak segan-segan.
{الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ
عَبْدًا لِلَّهِ وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
Al-Masih menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula
enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). (An-Nisa: 172)
Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat lebih
utama dari manusia berdasarkan ayat ini, karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا الْمَلائِكَةُ
الْمُقَرَّبُونَ}
Dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang
terdekat (kepada Allah). (An-Nisa: 172)
Padahal mereka tidak mempunyai dalil dari ayat
ini, karena sesungguhnya lafaz ul-mala-ikah di-'ataf-kan kepada al-masih
tiada lain karena pengertian istinkaf adalah enggan atau menolak,
sedangkan para malaikat lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut.
Untuk itu disebutkan:
{وَلا الْمَلائِكَةُ
الْمُقَرَّبُونَ}
dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat
yang terdekat (kepada Allah) (An-Nisa: 172)
Padahal tidak mesti bila keadaan mereka lebih
kuat dan lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut, lalu
dikatakan bahwa mereka lebih utama daripada dia.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya para
malaikat disebutkan dalam ayat ini tiada lain karena mereka dijadikan sebagai
tuhan-tuhan selain Allah, sebagaimana Al-Masih dijadikan tuhan. Maka Allah
Swt. memberitahukan bahwa mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya dan
makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha
Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak," Mahasuci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya:
26)
hingga beberapa ayat selanjutnya.
Karena itu. dalam firman selanjutnya dari ayat
ini disebutkan:
{وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ
عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا}
Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya
dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.
(An-Nisa: 172)
Yaitu kelak Allah Swt. akan mengumpulkan semuanya
di hari kiamat, dan Dia akan memutuskan di antara mereka dengan hukum-Nya yang
adil lagi tidak aniaya dan tidak ada penyimpangan (berat sebelah).
Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{فَأَمَّا الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ
فَضْلِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat
amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk
mereka sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa: 173)
Artinya, Allah akan memberi mereka pahala yang
sesuai dengan amal salehnya, dan memberikan tambahan kepada mereka atas hal
tersebut dari karunia, kebaikan, anugerah, rahmat, dan keluasan-Nya.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ
مَرْدُوَيه مِنْ طَرِيقِ بَقِيَّة، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الْكِنْدِيِّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ
وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ} قال: أُجُورُهُمْ: أَدْخَلَهُمُ الْجَنَّةَ". {وَيَزِيدُهُمْ مِنْ
فَضْلِهِ} قَالَ: "الشَّفَاعَةُ فِيمَنْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ مِمَّنْ
صَنَعَ إِلَيْهِمُ الْمَعْرُوفَ فِي دُنْيَاهُمْ".
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Baqiyyah,
dari Ismail ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Sufyan, dari Abdullah
secara marfu', bahwa Rasulullah Saw membaca firman-Nya: maka Allah
akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya. (An-Nisa: 173) Yakni pahala mereka sepenuhnya. Lalu Rasulullah
Saw. bersabda menafsirkannya: Allah memasukkan mereka ke dalam surga. Adapun
untuk firman Allah Swt. berikut ini: dan menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya. (An-Nisa: 173) Nabi Saw. bersabda menafsirkan pengertian
tambahan itu, yaitu: (Diizinkan oleh Allah memberi) syafaat terhadap
orang yang telah dipastikan baginya masuk neraka, dari kalangan orang-orang
yang pernah berbuat kebaikan kepada mereka ketika di dunianya.
Akan tetapi, sanad hadis ini tidak kuat; dan
apabila memang benar diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud secara mauquf, maka
predikatnya jayyid (baik).
***
{وَأَمَّا الَّذِينَ
اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا}
Adapun orang-orang yang enggan dan
menyombongkan diri. (An-Nisa: 173)
Yakni tidak mau taat kepada Allah dan tidak mau
menyembah-Nya serta menyombongkan dirinya dari hal itu. Maka dalam firman selanjutnya
disebutkan balasan mereka, yaitu:
{فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا
أَلِيمًا وَلا يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا}
maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan
yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan
penolong selain dari Allah. (An-Nisa: 173)
Ayat ini semakna dengan ayat lainnya, yaitu
firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu-min:
60)
Yakni dalam keadaan hina dina dan tertunduk,
sebagaimana mereka congkak dan sombong ketika di dunianya.
An-Nisa, ayat 174-175
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ
نُورًا مُبِينًا (174) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ
فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا
مُسْتَقِيمًا (175)
Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti kebenaran dari Tuhan kalian, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan
kepada kalian cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an). Adapun
orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya,
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga)
dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk
sampai) kepada-Nya.
Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada semua umat
manusia dan sebagai pemberitahuan kepada mereka, bahwa sesungguhnya telah
datang kepada mereka bukti kebenaran yang besar dari Allah Swt., yaitu dalil
yang pasti yang membantah semua alasan, dan hujah yang melenyapkan semua
kerumitan. Karena itulah disebutkan pada permulaan ayat melalui firman-Nya:
{وَأَنزلْنَا إِلَيْكُمْ
نُورًا مُبِينًا}
dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya
yang terang benderang. (An-Nisa: 174)
Yaitu cahaya yang terang dan jelas menunjukkan
perkara yang hak. Menurut Ibnu Juraij dan lain-lainnya, makna yang dimaksud
ialah Al-Qur'an.
{فَأَمَّا الَّذِينَ
آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah
dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya (An-Nisa: 175)
Yakni memadukan antara ibadah dan bertawakal
kepada Allah dalam semua urusan mereka. Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah "orang-orang yang beriman dan berpegang teguh kepada
Al-Qur'an". Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
{فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي
رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ}
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya. (An-Nisa: 175)
Allah belas kasihan kepada mereka, maka Dia
memasukkan mereka ke dalam surga dan menambahkan kepada mereka pahala yang
berlipat ganda; derajat mereka ditinggikan berkat karunia Allah kepada mereka
dan kebaikan-Nya.
{وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ
صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}
Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus
(untuk sampai) kepada-Nya. (An-Nisa: 175)
Yaitu jalan yang jelas, tujuan yang lurus, tidak
ada bengkoknya dan tidak ada penyimpangan.
Demikianlah gambaran tentang orang-orang mukmin di
dunia dan akhirat. Di dunia mereka berada pada tuntunan yang lurus dan jalan
keselamatan dalam semua akidah dan amaliyahnya, sedangkan di akhirat berada
pada jalan Allah yang lurus yang menghantarkan mereka ke taman-taman
surga-Nya.
Di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari Ali ibnu
Abu Talib r.a., dari Nabi Saw. disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
" الْقُرْآنُ صراطُ اللهِ المستقيمُ وحبلُ اللَّهِ الْمَتِينُ
"
Al-Qur'an adalah jalan Allah yang lurus dan
tali Allah yang kuat.
Hadis ini secara lengkap telah disebutkan pada
permulaan kitab tafsir ini, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia.
An-Nisa, ayat 176
يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ
وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا
تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الْأُنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ (176)
Mereka meminta fatwa
kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah,
"Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah (yaitu); Jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara
laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian
dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian
supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ قَالَ:
آخِرُ سُورَةٍ نَزَلَتْ: "بَرَاءَةٌ"، وَآخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ:
{يَسْتَفْتُونَكَ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra (Ibnu Azib r.a.)
berkata, "Surat yang paling akhir diturunkan adalah surat Al-Bara’ah
(At-Taubah), dan ayat yang paling akhir diturunkan adalah firman-Nya: 'Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)' (An-Nisa: 176). hingga akhir
ayat."
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ: دَخَلَ عَلَيّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَنَا مَرِيضٌ لَا أَعْقِل، قَالَ: فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَبَّ عَلَيّ -أَوْ قَالَ
صُبُّوا عَلَيْهِ -فَعَقَلْتُ فَقُلت: إِنَّهُ لَا يَرِثُنِي إِلَّا كَلَالَةٌ،
فَكَيْفَ الْمِيرَاثُ؟ قَالَ: فَنَزَلَتْ آيَةُ الْفَرَائِضِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad
ibnul Munkadir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah
mengatakan: "Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumahku ketika aku sedang
sakit dan dalam keadaan tidak sadar." Jabir melanjutkan kisahnya,
"Lalu Rasulullah Saw. berwudu, kemudian mengucurkan bekasnya kepadaku;
atau perawi mengatakan bahwa mereka (yang hadir) menyiramkan (bekas air
wudu)nya kepada Jabir. Karena itu aku sadar, lalu aku bertanya, 'Sesungguhnya
tidak ada yang mewarisiku kecuali kalalah. Bagaimanakah cara pembagiannya?'."
Lalu Allah menurunkan ayat faraid.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim di dalam kitab Sahihain melalui Syu'bah.
Jama'ah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
Sedangkan dalam lafaz yang lainnya disebutkan
bahwa lalu turunlah ayat miras, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ
اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang
kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, bahwa Abu Zubair (yakni Jabir) mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan
berkenaan dengan diriku, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ
اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang
katalah." (An-Nisa: 176)
Seakan-akan makna ayat —hanya Allah Yang lebih
mengetahui— bahwa mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.
*******************
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ
اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada
kalian tentang kalalah." (An-Nisa: 176)
Yakni perihal mewaris secara kalalah. Lafaz
yang disebutkan ini menunjukkan adanya lafaz yang tidak disebutkan.
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan
makna lafaz kalalah dan akar katanya, bahwa kalalah itu diambil
dari pengertian untaian bunga yang dikalungkan di atas kepala sekelilingnya.
Karena itulah mayoritas ulama menafsirkannya dengan pengertian orang yang
meninggal dunia dalam keadaan tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua.
Menurut salinan yang lain, tidak mempunyai anak, tidak pula cucu.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kalalah ialah
orang yang tidak mempunyai anak. Seperti yang ditunjukkan oleh pengertian ayat
ini, yaitu firman-Nya:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ}
{لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak, (An-Nisa: 176)
Sesungguhnya hukum masalah kalalah ini
sulit dipecahkan oleh Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.. seperti yang
disebutkan di dalam kitab Ash-Shahihain darinya, bahwa ia telah
mengatakan:
ثَلَاثٌ وَدِدْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم
كان عَهِدَ إِلَيْنَا فِيهِنَّ عَهْدًا نَنْتَهِي إِلَيْهِ: الْجَدُّ،
وَالْكَلَالَةُ، وَأَبْوَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا.
Ada tiga perkara yang sejak semula aku sangat
menginginkan bila Rasulullah Saw. memberikan keterangan kepada kami tentangnya
dengan keterangan yang sangat memuaskan kami, yaitu masalah kakek, masalah
kalalah, dan salah satu bab mengenai masalah riba.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ مَعْدان
بْنِ أَبِي طَلْحَةَ قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: مَا سألتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ أَكْثَرَ مِمَّا
سَأَلْتُهُ عَنِ الْكَلَالَةِ، حَتَّى طَعَنَ بأُصْبُعِه فِي صَدْرِي وَقَالَ:
" يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ الَّتِي فِي آخِرِ سُورَةِ النِّسَاءِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ismail, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul
Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab
pernah mengatakan bahwa ia belum pernah menanyakan kepada Rasulullah Saw.
suatu masalah pun yang lebih banyak dari pertanyaannya tentang masalah kalalah,
sehingga Rasulullah Saw. menotok dada Umar dengan jari telunjuknya seraya
bersabda: Cukuplah bagimu ayat saif (ayat yang diturunkan di musim panas)
yang terdapat di akhir surat An-Nisa.
Demikianlah riwayat Imam Ahmad secara singkat.
Imam Muslim mengetengahkannya dengan lafaz yang panjang dan lebih banyak
daripada riwayat Imam Ahmad.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا
مالك -يعني ابن مِغْل-سَمِعْتُ الْفَضْلَ بْنَ عَمْرٍو، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ
عُمَرَ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ". فَقَالَ: لَأَنْ
أَكُونَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا أحبَّ
إِلَيَّ مِنْ أَنْ يكونَ لِي حُمْر النَّعم.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami
Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Magul) yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fadl ibnu Amr, dari Ibrahim, dari Umar
yang mengatakan, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah
kalalah. Maka beliau Saw. menjawab: "Cukuplah bagimu ayat saif.” Umar
mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kalalah lebih
aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."
Sanad hadis ini jayyid, hanya di dalamnya
terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) antara Ibrahim dan Umar,
karena sesungguhnya Ibrahim tidak menjumpai masa Umar r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ،
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ البَراءِ بْنِ عازبٍ قَالَ:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ
عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Ishaq,
dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada
Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya tentang masalah kalalah. Maka Nabi
Saw. menjawab: Cukuplah bagimu ayat saif.
Sanad hadis ini jayyid, diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang
sama. Seakan-akan yang dimaksud dengan ayat saif ialah ayat yang diturunkan
pada musim panas.
Mengingat Nabi Saw. memberikan petunjuk kepadanya
untuk memahami ayat tersebut, hal ini berarti di dalam ayat terkandung kecukupan
yang nisbi untuk tidak menanyakannya kepada Nabi Saw. tentang maknanya. Karena
itulah maka Khalifah Umar r.a. mengatakan, "Sesungguhnya jika aku
menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah ini, lebih aku
sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيعٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ
عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب قَالَ:
سَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " أَلَيْسَ قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ ذَلِكَ؟ "
فَنَزَلَتْ: {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الكَلالَةِ]} الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki'. telah menceritakan kepada kami Jarir. telah menceritakan kepada
kami Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang
menceritakan bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang
masalah kalalah. Maka Nabi Saw. menjawab: Bukankah Allah telah
menjelaskan hal tersebut? Lalu turunlah firman-Nya: Mereka meminta fatwa
kepadamu (tentang kalalah). (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami
bahwa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mengatakan di dalam khotbahnya: Ingatlah,
sesungguhnya ayat yang diturunkan pada permulaan surat An-Nisa berkenaan dengan
masalah faraid, Allah menurunkannya untuk menjelaskan warisan anak dan orang
tua. Ayat yang kedua diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan suami,
istri, dan saudara-saudara lelaki seibu. Ayat yang mengakhiri surat An-Nisa
diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan saudara-saudara laki-laki dan
perempuan yang seibu seayah (sekandung). Dan ayat yang mengakhiri surat
Al-Anfal diturunkan berkenaan dengan masalah orang-orang yang mempunyai
hubungan darah satu sama lain yang lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam
Kitabullah sesuai dengan ketentuan asabah dari hubungan darah.
Asar diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Pembahasan mengenai makna ayat.
Hanya kepada Allah meminta pertolongan dan hanya
kepada-Nya bertawakal.
Firman Allah Swt.:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ}
Jika seorang meninggal dunia. (An-Nisa:
176)
Yang dimaksud dengan halaka (binasa) ialah
meninggal dunia. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ
إِلا وَجْهَهُ}
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
(Al-Qashash: 88)
Maksudnya, segala sesuatu pasti binasa; tiada
yang kekal kecuali hanya Allah Swt, seperti makna yang terkandung dalam ayat
lainnya, yaitu:
{كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا
فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ}
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan
tetap kekal Zat Tuhanmu Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman:
26-27)
Adapun firman Allah Swt.:
{لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ}
dan ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa:
176)
Ayat ini dijadikan pegangan oleh orang yang
berpendapat bahwa bukan termasuk syarat waris-mewaris secara kalalah ketiadaan
orang tua bahkan cukup bagi kalalah ketiadaan anak. Pendapat ini merupakan
riwayat dari Umar ibnul Khattab yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad
yang sahih sampai kepada Umar r.a.
Akan tetapi, hal yang dapat dijadikan rujukan
dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama dan peradilan As-Siddiq (Abu
Bakar r.a.) yang mengatakan bahwa kalalah itu adalah orang yang tidak
mempunyai anak, tidak pula orang tua (yakni ayah). Pengertian ini diperkuat
oleh makna firman Selanjutnya yang mengatakan:
{وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا
نِصْفُ مَا تَرَكَ}
sedangkan dia mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.
(An-Nisa: 176)
Dengan kata lain, seandainya saudara perempuannya
itu dibarengi dengan ayah, niscaya ia tidak dapat mewarisi sesuatu pun karena
hak warisnya di-mahjub (terhalang) oleh ayah, menurut kesepakatan semua
ulama. Hal ini menunjukkan bahwa yang dinamakan waris-me-waris secara kalalah
ialah bagi orang yang tidak mempunyai anak atas dasar nas Al-Qur'an; dan
tidak pula mempunyai ayah, juga berdasarkan nas Al-Qur'an, jika direnungkan
secara mendalam. Karena saudara perempuan tidak memperoleh bagian seperdua bila
ada ayah, bahkan dia tidak dapat mewarisi sama sekali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu
Abdullah, dari Mak-hul dan Atiyyah, Hamzah serta Rasyid, dari Zaid ibnu Sabit,
bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah suami, saudara perempuan seayah dan
seibu (sekandung). Maka Zaid ibnu Sabit seperdua dan saudara perempuan seibu
dan seayah seperdua. Lalu ia menceritakan hal tersebut, bahwa ia pernah
menghadiri ketika Rasulullah Saw. memutuskan hal seperti itu.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid
bila ditinjau dari segi ini.
Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari Ibnu
Abbas dan Ibnuz Zubair, bahwa keduanya pernah mengatakan sehubungan dengan masalah
seorang mayat yang meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara
perempuan, bahwa saudara perempuan tidak mendapat apa-apa, karena berdasarkan
firman-Nya:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ
لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia ddak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan
itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, (An-Nisa: 176)
Ibnu Jarir mengatakan, "Apabila ia
meninggalkan anak perempuan, berarti sama saja dengan meninggalkan anak. Karena
itu, saudara perempuan tidak mendapat warisan."
Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda. Mereka
mengatakan bahwa dalam masalah ini anak perempuan mendapat seperdua karena
bagian yang telah dipastikan untuknya, sedangkan bagi saudara perempuan
seperdua lainnya secara ta'sib (yakni 'asabah ma'al gair), karena
berdasarkan ayat lain. Sedangkan makna yang terkandung dalam ayat ini menaskan
adanya bagian yang dipastikan bagi saudara perempuan dalam gambaran seperti
ini. Cara mewaris dengan ta'sib, berdasarkan hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari melalui jalur Sulaiman, dari Ibrahim ibnul Aswad yang
menceritakan bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal pernah memutuskan terhadap kami di
masa Rasulullah Saw. seperdua bagi anak perempuan dan seperdua lainnya bagi
saudara perempuan. Kemudian Sulaiman mengatakan bahwa dia memutuskan hal
tersebut terhadap kami tanpa menyebutkan di masa Rasulullah Saw.
Di dalam kitab Sahih Bukhari pula
disebutkan dari Hazil ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Abu Musa
Al-Asy'ari pernah ditanya mengenai masalah anak perempuan, anak perempuan anak
laki-laki, dan saudara perempuan. Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Anak
perempuan mendapat seperdua harta peninggalan si mayat, dan saudara perempuan
mendapat seperdua lainnya." Lalu mereka datang kepada sahabat Ibnu Mas'ud
untuk menanyakan masalah itu. tetapi terlebih dahulu diceritakan kepadanya tentang
pendapat Abu Musa. Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, sesungguhnya aku
menjadi sesat dan bukan termasuk orang yang mendapat petunjuk. Aku akan
memutuskan perkara ini seperti apa yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw.,
yaitu: Seperdua bagi anak perempuan, bagi anak perempuan anak
laki-laki seperenam untuk menyempurnakan bagian dua pertiga, sedangkan sisanya
bagi saudara perempuan." Kami datang kepada Abu Musa dan menceritakan
perkataan Ibnu Mas'ud itu kepadanya. Ia menjawab, "Janganlah kalian
bertanya kepadaku lagi selagi orang yang alim ini masih ada di antara
kalian,"
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ
لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ}
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh
harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa: 176)
Yakni saudara laki-laki mewarisi semua harta
saudara perempuannya jika saudara perempuannya meninggal dunia secara kalalah
dan tidak mempunyai anak. Dengan kata lain, tidak bersama ayah dan tidak
bersama anak mayat; karena sesungguhnya jika saudara perempuannya itu
mempunyai orang tua (ayah), maka saudara laki-laki tidak dapat mewarisinya
barang sedikit pun.
Jika ternyata saudara laki-laki ada bersama orang
yang mempunyai bagian yang pasti, maka bagian itu diberikan kepadanya seperti
suami atau saudara laki-laki seibu, sedangkan sisanya diberikan kepadanya.
Ditetapkan demikian karena berdasarkan sebuah
hadis di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
"أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا أَبْقَتِ
الْفَرَائِضُ فَلأوْلَى رجلٍ ذَكَر"
Berikanlah bagian-bagian yang pasti itu kepada
pemiliknya masing-masing, sedangkan sisa dari bagian-bagian yang pasti itu
diberikan kepada lelaki yang lebih berhak menerimanya dari ahli waris (asabah)
yang ada.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ كَانَتَا
اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ}
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,
maku bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa:
176)
Artinya, jika orang yang mati secara kalalah mempunyai
dua orang saudara perempuan, maka bagian yang pasti bagi keduanya adalah dua
pertiga. Hukum yang sama berlaku bila bilangan saudara perempuan si mayat
lebih dari dua orang.
Dari pengertian ini segolongan ulama menarik
kesimpulan hukum waris dua anak perempuan, sebagaimana dapat ditarik kesimpulan
pula hukum saudara-saudara perempuan dari hak waris anak-anak perempuan, yaitu
yang ada dalam firman-Nya:
{فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً
فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ}
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa:
11)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً
رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ}
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri
atas) saudara-saudara lelaki dan perempuan, maka bagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. (An-Nisa: 176)
Demikianlah hukum asabah dari anak-anak
lelaki, cucu laki-laki, dan saudara-saudara lelaki, jika lelaki dari mereka
berkumpul dengan perempuannya, yakni bagian lelaki sama dengan bagian
perempuan dua orang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ
لَكُمُ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada
kalian. (An-Nisa: 176)
Yakni menetapkan kepada kalian fardu-fardu-Nya,
meletakkan untuk kalian batasan-batasan-Nya. serta menjelaskan kepada kalian
syariat-syariat-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَنْ تَضِلُّوا}
supaya kalian tidak sesat. (An-Nisa: 176)
Maksudnya, agar kalian tidak sesat dari perkara
yang hak sesudah penjelasan ini.
{وَاللَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa:
176)
yaitu Dia mengetahui semua akibat segala perkara
dan kemaslahatannya, serta kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang terkandung di
dalam perkara-perkara tersebut, dan apa yang berhak diterima oleh masing-masing
dari kaum kerabat sesuai dengan kedekatan nasabnya dengan si mayat.
Abu Ja"far ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ya*qub, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ulayyah, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang menceritakan
bahwa ketika mereka (para sahabat) berada dalam suatu perjalanan, sedangkan
kepala kendaraan Huzaifah berada di belakang Rasulullah Saw. dan kepala
kendaraan Umar berada di belakang Huzaifah. Muhammad ibnu Sirin melanjutkan
kisahnya, bahwa kemudian turunlah firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ
اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang
kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Maka Rasulullah Saw. membacakannya kepada
Huzaifah, dan Huzaifah membacakannya pula kepada Umar. Sesudah kejadian
tersebut Umar bertanya kepada Huzaifah mengenai maknanya. Huzaifah menjawab,
"Demi Allah, sesungguhnya engkau ini dungu jika engkau menduga bahwa Nabi
Saw. telah memberitahukan maknanya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu
sebagaimana Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku. Demi Allah, aku tidak
menambahi sesuatu pun padanya untuk selama-lamanya." Muhammad ibnu Sirin
melanjutkan kisahnya, bahwa Umar mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau telah
menjelaskan makna ayat ini kepadanya, maka sesungguhnya makna ayat ini belum
dijelaskan kepadaku."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq,
dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin dengan makna yang sama. Hadis ini munqati'
antara Ibnu Sirin dan Huzaifah.
Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar
mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu
Hammad Al-Ma'anni dan Muhammad ibnu Marzuq; keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada
kami Hisyam ibnu Hissan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Ubaidah ibnu
Huzaifah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ayat kalalah diturunkan
kepada Nabi Saw. ketika beliau sedang dalam perjalanan. Nabi Saw. berhenti, dan
tiba-tiba beliau mendapatkan Huzaifah berada di belakang unta kendaraannya
sedang menaiki unta kendaraannya; maka Nabi Saw. membacakan ayat itu
kepadanya. Lalu Huzaifah melihat ke belakang. Tiba-tiba ia melihat Umar r.a.
Maka Huzaifah membacakan ayat itu kepadanya. Ketika sahabat Umar memegang
jabatan khalifah, ia memperhatikan masalah kalalah. Maka ia memanggil
Huzaifah dan menanyakan tentang makna ayat tersebut. Huzaifah berkata,
"Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengajarkannya kepadaku, lalu aku
mengajarkannya kepadamu, sebagaimana aku menerimanya dari Rasulullah. Demi
Allah, aku benar-benar jujur. Demi Allah, aku sama sekali tidak menambahkan
sesuatu pun dari hal itu."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Dalam hadis
ini kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkannya kecuali Huzaifah,
dan kami tidak mengetahui hadis ini mempunyai jalur sampai kepada Huzaifah
kecuali jalur ini. Tiada yang meriwayatkannya dari Hisyam, kecuali Abdul
A'la."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih
melalui hadis Abdul A'la.
قَالَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَة: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ
الشَّيباني، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرّة، عَنْ سَعِيدٍ -[هُوَ] ابْنُ المسيَّب-أَنَّ
عُمَرَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُوَرّث
الْكَلَالَةَ؟ قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ
فِي الْكَلالَةِ] } الْآيَةَ ، قَالَ: فَكَأَنَّ عُمَرَ لَمْ يَفْهَمْ. فَقَالَ
لِحَفْصَةَ: إِذَا رَأَيْتِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ طِيبَ نَفْس فَسَلِيهِ عَنْهَا، فَرَأَتْ مِنْهُ طِيبَ نَفْسٍ
فَسَأَلَتْهُ عَنْهَا ، فقال: "أبوك ذكر لك هذا؟ ما
أَرَى أَبَاكِ يَعْلَمُهَا". قَالَ: وَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ:
مَا أَرَانِي أَعْلَمُهَا، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا قَالَ.
Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari
Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Umar pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.
mengenai warisan secara kalalah. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). (An-Nisa: 176), hingga akhir
ayat. Maka seakan-akan Umar kurang mengerti maknanya, lalu ia berkata kepada
Hafsah, "Jika kamu melihat Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan baik-baik,
tanyakanlah masalah ini kepadanya." Pada suatu waktu Hafsah melihat
Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan senang hati, maka ia menanyakan masalah kalalah
itu kepadanya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Ayahmu yang
menyuruhmu menanyakan masalah ini. Aku berpendapat bahwa ayahmu pasti tidak
mengetahuinya." Tersebutlah bahwa Umar selalu mengatakan, "Aku
pasti tidak mengetahuinya karena Rasulullah Saw. telah mengatakannya demikian."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, kemudian ia
meriwayatkan lagi melalui jalur Ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Tawus, bahwa Umar
menyuruh Hafsah menanyakan masalah kalalah kepada Nabi Saw. Maka Nabi
Saw. mengimlakan kepada Hafsah untuk ditulis pada sebuah tulang paha, lalu
Nabi Saw. bersabda.
مَنْ أَمَرَكِ بِهَذَا؟ أَعُمَرُ؟ مَا أَرَاهُ يُقِيمُهَا، أَوَمَا
تَكْفِيهِ آيَةُ الصَّيْفِ؟ "
"Siapakah yang menyuruhmu menanyakannya?
Apakah Umar? Aku pasti menduga bahwa dia tidak dapat memahaminya dan dia tidak
merasa puas dengan ayat saif."
Sufyan berkata: Yang dimaksud dengan ayat saif
ialah yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
{وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ
يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ}
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. (An-Nisa:
12)
Tatkala mereka menanyakan kalalah kepada
Rasulullah Saw., turunlah ayat yang ada di akhir surat An-Nisa. Maka Umar
meletakkan tulang paha tersebut Demikianlah yang dikatakannya (Umar ibnu Tawus)
dalam hadis ini. Dengan demikian, berarti hadis ini mursal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Assam, dari Al-A'masy, dari
Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Umar mengambil
tulang paha (yang ada catatannya), lalu ia mengumpulkan semua sahabat
Rasulullah Saw. Kemudian ia berkata. ”Sesungguhnya aku akan memutuskan
terhadap perkara kalalah dengan suatu keputusan yang kelak akan menjadi
bahan pembicaraan kaum wanita di tempat pingitannya." Ketika itu juga
muncul seekor ular dari rumah itu, maka mereka bubar. Umar berkata,
"Seandainya Allah Swt. menghendaki untuk menyempurnakan urusan ini,
niscaya Dia menyempurnakannya."
Sanad asar ini sahih.
Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Uqbah Asy-Syaibani di
Kufah, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Khalid, telah menceritakan
kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr
ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Talhah ibnu Yazid ibnu
Rukanah menceritakan asar berikut dari Umar ibnul Khatib yang mengatakan,
"Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang tiga
perkara, hal ini lebih aku sukai daripada ternak unta yang merah," yang
dimaksud ialah menjadi khalifah sesudahnya.”Yaitu mengenai masalah suatu kaum
yang mengatakan bahwa zakat dikurangi dari harta benda kami, dan kami tidak mau
menunaikannya kepadamu, apakah boleh memerangi mereka? Masalah lainnya tentang
kalalah"
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih
sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Kemudian Imam Hakim meriwayatkan asar ini dari
Sufyan ibnu Uyaynah. dari Umar ibnu Murrah, dari Umar yang mengatakan:
Ada tiga perkara jika Nabi Saw. berada di antara semuanya bagi kami, niscaya
lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, yaitu khilafah, kalalah, dan
masalah riba.
Kemudian Imam Hakim mengatakan asar ini sahih dengan
syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Masih dalam asar yang sama sampai kepada Sufyan
ibnu Uyaynah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sulaiman Al-Ahwal
menceritakan sebuah asar dari Tawus yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Ibnu Abbas mengatakan, aku adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar,
maka aku pernah mendengarnya mengatakan perkataan seperti yang kamu katakan itu.
Aku (Tawus) bertanya, "Apakah yang telah kukatakan?" Sulaiman
Al-Ahwal menjawab, "Engkau telah mengatakan bahwa kalalah adalah
orang yang tidak mempunyai anak."
Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan
syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih
melalui jalur Zam'ah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Dinar dan Sulaiman Al-Ahwal,
dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling
akhir bersua dengan Umar ibnul Khattab. Umar mengatakan bahwa ia pernah
berselisih pendapat dengan Abu Bakar mengenai masalah kalalah. Sedangkan
pendapat yang dikatakannya adalah seperti pendapatmu. Disebutkan bahwa Umar
mempersekutukan dalam hal mewaris antara saudara-saudara lelaki seibu seayah
dengan saudara-saudara lelaki seibu dalam sepertiga, bila mereka semuanya berkumpul
dalam suatu warisan. Tetapi Abu Bakar r.a. berpendapat berbeda.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Al-Umra, dari
Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Khalifah Umar menulis
suatu masalah sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah ke dalam suatu
catatan, lalu ia beristikharah kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Allah,
jika Engkau mengetahui dalam masalah ini ada kebaikan, maka
langsungkanlah." Ketika ia ditusuk, sambil kesakitan menahan lukanya yang
parah ia memerintahkan agar catatannya itu diberikan kepadanya, lalu ia
menghapus catatannya, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui apa isinya.
Lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku pernah menulis suatu catatan sehubungan
dengan masalah kakek dan kalalah, lalu aku beristikharah kepada Allah mengenainya,
akhirnya aku berpendapat membiarkan kalian seperti apa yang kalian jalankan
sekarang."
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari
Umar r.a. bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku merasa malu bila
berselisih pendapat dalam masalah ini dengan Abu Bakar." Tersebutlah
bahwa Abu Bakar r.a. mengatakan bahwa kalalah itu ialah ahli waris
selain anak dan ayah.
Pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq
ini dijadikan pegangan oleh jumhur sahabat, tabi'in dan para imam sejak zaman
dahulu hingga sekarang. Pendapat ini merupakan pegangan mazhab yang empat, ahli
fiqih yang tujuh orang, dan pendapat para ulama di kota-kota besar. Pendapat
inilah yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan dijelaskan melalui firman-Nya:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ
لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada
kalian, supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa:
176)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar