Rabu, 13 April 2016

4.06. An Nisa 141-176

An-Nisa, ayat 141

الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كانَ لِلْكافِرِينَ نَصِيبٌ قالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً (141)
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada diri kalian (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari Allah mereka berkata, "Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata, "Bukankah kami turut memenangkan kalian, dan membela kalian dari orang-orang yang beriman?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa mereka selalu mengintai kehancuran bagi orang-orang mukmin di setiap saatnya. Dengan kata lain, mereka selalu menunggu-nunggu kehancuran kekuasaan orang-orang mukmin dan kemenangan orang-orang kafir atas mereka, hingga agama orang-orang mukmin lenyap.
{فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ}
Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari Allah. (An-Nisa: 141)
Yaitu  pertolongan,   dukungan,  keberuntungan,  dan  ganimah  dari Allah.
{قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ}
mereka berkata, "Bukankah kami (turut berperang) beserta kalian?" (An-Nisa: 141)
Yaitu menjilat kepada orang-orang mukmin dengan kata-kata tersebut.
{وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ}
Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan). (An-Nisa: 141)
Adakalanya orang-orang kafir itu memperoleh kemenangan atas orang-orang mukmin, seperti yang terjadi dalam Perang Uhud. Karena sesungguhnya para rasul itu pasti mendapat cobaan, tetapi pada akhirnya para rasul beroleh kemenangan dan akibat yang terpuji.
{قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}
mereka berkata, "Bukankah kami turut memenangkan kalian, dan membela kalian dari orang-orang yang beriman?" (An-Nisa: 141)
Artinya, kami telah membantu kalian secara rahasia, dan tiada henti-hentinya kami tipu dan kami perdayai mereka sehingga kalian menang atas mereka.
As-Saddi mengatakan bahwa makna firman-Nya: kami turut memenangkan kalian. (An-Nisa: 141) Yakni kami ikut andil dalam memenangkan kalian. Perihalnya sama dengan lafaz istahwaz yang ada di dalam firman-Nya:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطانُ
Setan telah menguasai mereka. (Al-Mujadilah: 19)
Ungkapan ini merupakan sikap jilatan orang-orang munafik kepada orang-orang kafir untuk mendapat simpati dari mereka, dan beroleh kedudukan di kalangan mereka serta tipu muslihat yang mereka gunakan terlindungi, untuk itulah mereka bersikap menjilat ke sana dan kemari. Sikap seperti ini tiada lain karena lemahnya iman mereka dan tidak punya pendirian.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ
Maka Allah akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat. (An-Nisa: 141)
Dengan pengetahuan Allah mengenai diri kalian, hai orang-orang munafik, menyangkut batin kalian yang kotor itu. Karena itu, janganlah kalian teperdaya dengan berlakunya hukum-hukum syariat atas diri kalian secara lahiriah dalam kehidupan dunia ini. Allah Swt. sengaja memberlakukan demikian karena mengandung hikmah yang hanya Dia sajalah yang mengetahuinya. Tetapi di hari kiamat kelak tidak akan bermanfaat lahiriah kalian itu, bahkan pada hari itu semua rahasia akan terungkap dan semua yang terpendam di dalam dada akan diutarakan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Zar, dari Subai' Al-Kindi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ali ibnu Abu Talib, lalu ia bertanya kepada Ali r.a. mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Maka Ali r.a. berkata, "Mendekatlah kepadaku! Allah kelak akan memberi keputusan di antara kalian di hari kiamat, dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini, kejadiannya ialah di hari kiamat nanti.
Hal yang sama diriwayatkan oleh As-Saddi dari Abu Malik Al-Asyja'i, bahwa makna yang dimaksud adalah kejadiannya nanti pada hari kiamat.
Menurut As-Saddi, makna firman-Nya, "Sabilan," ialah hujah.
Dapat pula diinterpretasikan makna yang terkandung di dalam ayat ini, yaitu firman-Nya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141) Yakni di dunia, misalnya orang-orang kafir itu dapat menguasai mereka dan memusnahkan mereka secara keseluruhan. Hal ini tidak akan terjadi, sekalipun pada sebagian waktu orang-orang kafir adakalanya beroleh kemenangan atas orang lain. Akan tetapi, pada akhirnya akibat yang terpuji di dunia dan akhirat hanyalah diperoleh oleh orang-orang yang bertakwa. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui ayat lain, yaitu firman-Nya:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَياةِ الدُّنْيا
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Al-Mumin: 51), hingga akhir ayat.
Dengan demikian, berarti hal ini merupakan sanggahan terhadap orang-orang munafik yang mencita-citakan hal tersebut dan mengharap-harapkannya serta mereka tunggu-tunggu agar kekuasaan kaum mukmin lenyap. Juga membantah sikap mereka yang menjilat kepada orang-orang kafir karena takut diri mereka terancam oleh orang-orang kafir; jika mereka membantu orang-orang mukmin, nanti orang-orang kafir akan memusnahkan mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
عَلَى أَنْفُسِهِمْ مِنْهُمْ إِذَا هُمْ ظَهَرُوا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ فَاسْتَأْصَلُوهُمْ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسارِعُونَ فِيهِمْ- إلى قوله- نادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani). (Al-Maidah: 52) sampai dengan firman-Nya: mereka menjadi menyesal. (Al-Maidah: 52)
Pada umumnya ulama menarik kesimpulan dalil dari ayat ini menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat yang ada, bahwa dilarang menjual budak yang muslim kepada orang-orang kafir. Karena menjual budak itu kepada mereka berarti menyetujui penguasaan mereka terhadap diri budak yang muslim, juga berarti menghinakan-nya. Orang yang mengatakan jual beli itu sah, diperintahkan kepadanya agar melucuti hak miliknya dari budak yang dimilikinya dengan seketika.
Karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا}
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 141)

An-Nisa, ayat 142-143

إِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلاَّ قَلِيلاً (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً (143)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
Dalam permulaan surat Al-Baqarah disebutkan melalui firman-Nya:
{يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا}
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 9)
Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142)
Tidak diragukan lagi bahwa Allah Swt. itu tidak dapat tertipu, karena sesungguhnya Allah mengetahui semua rahasia dan semua yang terkandung di dalam hati, tetapi orang-orang munafik itu —karena kebodohan dan minimnya pengetahuan serta wawasan mereka— akhirnya menduga bahwa perkara mereka adalah seperti yang terlihat oleh manusia dan pemberlakuan hukum-hukum syariat atas diri mereka secara lahiriahnya dan di akhirat pun perkara mereka akan seperti itu juga. Perkara mereka di sisi Allah adalah seperti apa yang diberlakukan terhadap mereka di dunia.
Allah Swt. menceritakan perihal mereka, bahwa di hari kiamat kelak mereka berani bersumpah kepada Allah bahwa diri mereka berada dalam jalan yang lurus dan benar, dan mereka menduga bahwa hal tersebut memberi manfaat kepada mereka. Sebagaimana yang di-sebutkan oleh firman-Nya:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ
(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. (Al-Mujadilah: 18), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُوَ خَادِعُهُمْ}
dan Allah membalas tipuan mereka. (An-Nisa: 142)
Artinya, Allah menyeret mereka secara perlahan-lahan ke dalam kesesatan dan keangkaramurkaan, membutakan mereka dari perkara yang hak dan untuk sampai kepadanya di dunia. Demikianlah keadaan mereka nanti pada hari kiamat, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
يَوْمَ يَقُولُ الْمُنافِقُونَ وَالْمُنافِقاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انْظُرُونا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ- إلى قوله- وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kalian." (Al-Hadid: 13) sampai dengan firman-Nya: Dan neraka itu adalah sejahat-jahat tempat kembali. (Al-Hadid: 15)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ سَمَّع سَمَّع اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى رَاءَى اللَّهُ بِهِ"
Barang siapa yang ingin terkenal, maka Allah membuatnya terkenal dengan apa yang diharapkannya. Dan barang siapa yang riya, maka Allah menjadikannya terkenal dengan apa yang dipamerkannya.
Di dalam hadis lain disebutkan:
«إِنِ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَبْدِ إِلَى الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَيُعْدَلُ بِهِ إِلَى النَّارِ»
Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepada malaikat untuk) membawa hamba-Nya ke dalam surga menurut penilaian manusia, tetapi Allah membelokkannya ke dalam neraka.
Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى
Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142), hingga akhir ayat.
Demikianlah gambaran sifat orang-orang munafik dalam melakukan amal yang paling mulia lagi paling utama, yaitu salat. Jika mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan penuh kemalasan; karena tiada niat dan iman bagi mereka untuk melakukannya, tiada rasa takut, dan tidak memahami makna salat yang sesungguhnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, makruh bagi seseorang berdiri untuk salat dengan sikap yang malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikannya dengan wajah yang berseri, hasrat yang besar, dan sangat gembira. Karena sesungguhnya dia akan bermunajat kepada Allah, dan sesungguhnya Allah berada di hadapannya, memberikan ampunan kepadanya jika dia berdoa kepada-Nya. Kemudian Ibnu Abbas r.a. membacakan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka (orang-orang munafik) berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142)
Hal yang semisal telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى}
Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. (An-Nisa: 142)
Hal ini merupakan gambaran lahiriah orang-orang munafik. Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى}
dan mereka tidak mengerjakan salat, melainkan dengan malas. (At-Taubah: 54)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan gambaran batin mereka (orang-orang munafik) yang rusak. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:
{يُرَاءُونَ النَّاسَ}
Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. (An-Nisa: 142)
Tiada ikhlas bagi mereka, dan amal mereka bukan karena Allah, melainkan hanya ingin disaksikan oleh manusia untuk melindungi diri mereka dari manusia; mereka melakukannya hanya dibuat-buat. Karena itu, mereka sering sekali meninggalkan salat yang sebagian besarnya tidak kelihatan di mata umum, seperti salat Isya di hari yang gelap, dan salat Subuh di saat pagi masih gelap.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ، مَعَهُمْ حُزَم مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"
Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik ialah salat Isya dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak. Dan sesungguhnya aku telah berniat akan memerintahkan agar salat didirikan, kemudian aku perintahkan seorang lelaki untuk salat sebagai imam bersama orang-orang. Lalu aku sendiri berangkat bersama-sama sejumlah orang yang membawa seikat kayu (masing-masingnya) untuk menuju ke tempat kaum yang tidak ikut salat (berjamaah), lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ عَلِمَ أَحَدُهُمْ (8) أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مَرْمَاتين حَسَنَتَيْنِ، لَشَهِدَ الصَّلَاةَ، وَلَوْلَا مَا فِي الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذُّرِّيَّةِ لَحَرَّقْتُ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari mereka mengetahui bahwa dia akan menjumpai tulang paha yang gemuk atau dua kikil yang baik, niscaya dia menghadiri salat (berjamaah). Dan seandainya di dalam rumah-rumah itu tidak terdapat kaum wanita dan anak-anak, niscaya aku akan membakar rumah mereka dengan api.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Ibrahim Al-Hajri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ أحْسَنَ الصَّلَاةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ، وَأَسَاءَهَا حَيْثُ يَخْلُو، فَتِلْكَ اسْتِهَانَةٌ، اسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ عز وجل"
Barang siapa yang melakukan salatnya dengan baik karena dilihat oleh manusia dan melakukannya dengan jelek bila sendirian, maka hal itu merupakan penghinaan yang ia tujukan kepada Tuhannya Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)
Yakni dalam salat mereka; mereka tidak khusyuk mengerjakannya dan tidak mengetahui apa yang diucapkannya, bahkan dalam salat itu lalai dan bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang seharusnya mereka kehendaki.
قَدْ رَوَى الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ: يَجْلِسُ يَرْقُب الشَّمْسَ، حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَر أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا".
Imam Malik meriwayatkan dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Itulah salat orang munafik, itulah salat orang munafik, itulah salat orang munafik, dia duduk seraya memperhatikan matahari; di saat matahari berada di antara dua tanduk setan (yakni saat-saat hendak tenggelam), barulah ia berdiri, lalu mematuk (maksudnya salat dengan cepat) sebanyak empat patukan (rakaat) tanpa menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madani, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
*******************
Firman Allah Swt.:
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ
Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143)
Orang-orang munafik itu dalam keadaan bingung antara iman dan kekafiran; mereka tidak bersama golongan orang-orang mukmin lahir dan batinnya, tidak pula bersama golongan orang-orang kafir lahir batinnya. Dengan kata lain, lahiriah mereka bersama orang-orang mukmin, tetapi batiniah mereka bersama-sama orang-orang kafir. Di antara mereka ada orang yang pendiriannya labil lagi ragu, adakalanya cenderung kepada orang-orang mukmin, dan adakalanya cenderung kepada orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
كُلَّما أَضاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قامُوا
Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinarnya; dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. (Al-Baqarah: 20), hingga akhir ayat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian itu (iman atau kafir); tidak termasuk golongan ini (orang-orang beriman). (An-Nisa: 143) Yang dimaksud dengan ha-ula-i pertama ialah para sahabat Nabi Muhammad Saw. Dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Yang dimaksud dengan ha-ula-i yang kedua ialah orang-orang Yahudi.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ، تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً، وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً، وَلَا تَدْرِي أَيَّتَهُمَا تَتَّبِعُ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang munafik sama seperti seekor kambing yang kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing; adakalanya ia mengembik untuk kumpulan ini dan adakalanya mengembik untuk kumpulan itu, sedangkan ia tidak mengerti manakah di antara kedua kumpulan itu yang harus ia ikuti.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid. Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnul Musanna di lain kesempatan, dari Abdul Wahhab, dan ia meriwayatkannya hanya sampai pada Ibnu Umar, tanpa di-marfu-kan. Muhammad ibnul Musanna mengatakan bahwa Abdul Wahhab menceritakannya -kepada kami sebanyak dua kali dengan predikat-yang sama.
Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Ishaq ibnu Yusuf ibnu Ubaidillah dengan lafaz yang sama secara marfu'. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ismail ibnu Ayyasy dan Ali ibnu Asim, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar secara marfu'. Hal yang sama diriwayatkan oleh Usman ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, dari Abdah, dari Abdullah secara marfu'. Ahmad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ubaidillah atau Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar secara marfu'. Diriwayatkan pula oleh Saklir ibnu Juwairiyah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. dengan predikat yang semisal (yakni marfu').
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الهُذَيل بْنُ بِلَالٍ، عَنِ ابْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ جَلَسَ ذَاتَ يَوْمٍ بِمَكَّةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مَعَهُ، فَقَالَ أَبِي: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مَثَلَ الْمُنَافِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَالشَّاةِ بَيْنَ الرّبضَين مِنَ الْغَنَمِ، إِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِنْ أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا" فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: كَذَبْتَ. فَأَثْنَى الْقَوْمُ عَلَى أَبِي خَيْرًا -أَوْ مَعْرُوفًا-فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَا أَظُنُّ صَاحِبَكُمْ إلا كما تَقُولُونَ، وَلَكِنِّي شَاهِدُ نَبِيِّ اللَّهِ إِذْ قَالَ: كَالشَّاةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ. فَقَالَ: هُوَ سَوَاءٌ. فَقَالَ: هَكَذَا سَمِعْتُهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Al-Huzail ibnu Bilal, dari Ibnu Abu Ubaid, bahwa pada suatu hari ia duduk bersama Abdullah ibnu Umar di Makkah. Ibnu Abu Ubaid mengatakan bahwa ayahnya (yakni Abu Ubaid) mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya perumpamaan orang munafik di hari kiamat nanti seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing. Jika ia datang kepada salah satu dari kelompok itu, maka kelompok tersebut menandukinya (mengusirnya); dan jika ia datang kepada kelompok yang lain, maka kelompok tersebut menandukinya pula. Ibnu Umar berkata kepadanya, "Kamu dusta." Kaum yang ada memuji ayahnya dengan pujian yang baik atau sepantasnya (yakni mengiakan apa yang dikatakannya). Lalu Ibnu Umar berkata, "Saya tidak mempunyai prasangka lain terhadap teman kalian ini, melainkan seperti apa yang kalian nilai. Tetapi aku, Allah-lah yang menjadi saksi-ku, menyaksikan ketika beliau Saw. mengucapkannya, yaitu 'Seperti seekor kambing di antara dua kumpulan ternak kambing'." Abu Ubaid berkata, "Itu sama saja." Ibnu Umar mengatakan bahwa memang demikianlah yang pernah ia dengar.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: بَيْنَمَا عُبَيْدُ بْنُ عُمير يَقُصُّ، وَعِنْدَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، فَقَالَ عُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مثل المنافق كالشاة بين ربضين، إِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا، وَإِذَا أَتَتْ هَؤُلَاءِ نَطَحَتْهَا". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَيْسَ كَذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَشَاةٍ بَيْنَ غَنَمَيْنِ". قَالَ: فَاحْتَفَظَ الشَّيْخُ وَغَضِبَ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ قَالَ: أَمَا إِنِّي لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ لَمْ أَرْدُدْ ذَلِكَ عَلَيْكَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Ibnu Ja'far Muhammad ibnu Ali yang menceritakan bahwa ketika Ubaid ibnu Umair mengisahkan sebuah hadis yang saat itu Abdullah ibnu Umar ada di tempat yang sama, lalu Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing; apabila ia datang kepada salah satu kelompok, maka semuanya menandukinya (mengusirnya); dan apabila datang kepada kelompok yang lainnya, maka semuanya menandukinya. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Bunyi hadis tidak seperti itu, sesungguhnya yang diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah, "Semisal dengan seekor kambing di antara dua kelompok ternak kambing'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Ubaid ibnu Umair yang telah berusia lanjut itu menjadi marah dan emosi. Ketika Ibnu Umar melihat gelagat tersebut, maka ia mengatakan, "Ingatlah, seandainya aku belum pernah mendengarnya, niscaya aku pun tidak berani membuat sanggahan kepadamu."
Jalur lain dari Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ بُودِويه، عَنْ يَعْفُر بْنِ زُوذي قَالَ: سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ وَهُوَ يَقُصُّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الرَّابِضَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ". فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَيْلَكُمْ. لَا تَكْذِبُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. إِنَّمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Usman ibnu Madawaih, dari Ya'fur ibnu Zaudi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengisahkan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yaitu: Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing yang berada di antara dua kumpulan ternak kambing. Maka Ibnu Umar berkata, "Celakalah kalian, janganlah kalian berdusta terhadap Rasulullah Saw. Sesungguhnya Rasulullah Saw. hanya mengatakan: 'Perumpamaan orang munafik adalah seperti seekor kambing yang kebingungan di antara dua kelompok ternak kambing'."
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui berbagai jalur dari Ubaid ibnu Umair dan Ibnu Umar.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa perumpamaan orang mukmin, orang munafik, dan orang kafir ialah seperti tiga orang yang sampai ke suatu lembah. Salah seorang dari mereka menyeberangi lembah itu, kemudian yang kedua menyeberanginya pula; tetapi ketika sampai di pertengahan lembah, ia diseru oleh orang yang berada di pinggir lembah, "Celakalah kamu, ke manakah kamu akan pergi, ke arah kebinasaan. Kembalilah kamu ke tempat semula kamu berangkat!" Sedangkan orang yang telah menyeberang menyerunya, "Kemarilah menuju jalan selamat!" ia kebingungan, sesekali memandang ke arah orang ini dan sesekali yang lain memandang ke arah orang itu. Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu datanglah banjir yang deras hingga orang tersebut tenggelam. Perumpamaan orang yang telah menyeberang adalah orang mukmin, dan orang yang tenggelam itu adalah orang munafik. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan tidak (pula) kepada golongan ini (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Orang yang tetap tinggal adalah perumpamaan orang kafir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak termasuk kepada golongan ini (orang-orang ber-iman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (An-Nisa: 143) Qatadah mengatakan bahwa mereka bukan orang-orang mukmin yang murni, bukan pula orang-orang musyrik yang terang-terangan dengan kemusyrikannya. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah pernah membuat perumpamaan bagi orang mukmin dan orang munafik serta orang kafir. Perihalnya sama dengan tiga orang yang berangkat menuju ke sebuah sungai. Lalu orang mukmin menceburkan dirinya ke sungai itu dan berhasil menyeberanginya. Kemudian orang munafik menceburkan dirinya; tetapi ketika ia hampir sampai ke tempat orang mukmin, tiba-tiba orang kafir menyerunya, "Kemarilah kepadaku, karena sesungguhnya aku merasa khawatir denganmu." Lalu orang mukmin menyerunya pula, "Kemarilah kepadaku, kemarilah ke sisi ku." Padahal jika ia berenang terus, niscaya ia dapat memperoleh apa yang ada di sisi orang mukmin itu. Tetapi orang munafik itu terus-menerus dalam keadaan kebingungan di antara kedua orang tersebut, hingga keburu datang air bah yang menenggelamkannya. Orang munafik masih tetap dalam keadaan ragu dan kebingungan hingga ajal datang menjemputnya, sedangkan dia masih tetap dalam keraguannya. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang munafik sama dengan seekor kambing yang mengembik sendirian di antara dua kumpulan ternak kambing. Ia melihat sekumpulan kambing di atas tempat yang tinggi, lalu ia datang kepadanya dan bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal. Kemudian ia melihat sekumpulan ternak kambing yang lain di atas tempat yang tinggi, lalu ia mendatanginya dan bergabung dengannya, tetapi ia tidak dikenal.
*******************
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا}
Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan dapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisa: 143)
Dengan kata lain, barang siapa yang dipalingkan oleh Allah dari jalan hidayah. Perihalnya sama dengan apa yang disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِداً
maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi: 17)
Karena sesungguhnya apa yang disebut oleh firman-Nya:
{مَنْ يُضْلِلْ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ}
Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (Al-A'raf: 186)
Mereka adalah orang-orang munafik, Allah telah menyesatkan mereka dari jalan keselamatan. Karena itu, tiada seorang pun yang menunjuki mereka ke jalan hidayah, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatannya.
Sesungguhnya Allah Swt. tiada yang meminta pertanggungjawaban terhadap keputusan-Nya dan tiada yang bertanya tentang apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

An-Nisa, ayat 144-147

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطاناً مُبِيناً (144) إِنَّ الْمُنافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيراً (145) إِلاَّ الَّذِينَ تابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْراً عَظِيماً (146) مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكانَ اللَّهُ شاكِراً عَلِيماً (147)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian)? Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kalian sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. Mengapa Allah akan menyiksa kalian, jika kalian bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai teman terdekat mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud dengan istilah 'wali' dalam ayat ini ialah berteman dengan mereka, setia, ikhlas, dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia orang-orang mukmin kepada mereka. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain yang mengatakan:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian akan diri-Nya. (Ali Imran: 28)
Allah memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya jika kalian melanggar larangan-Nya. Sedangkan dalam surat ini disebut melalui firman-Nya:
{أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا}
Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah? (An-Nisa: 144)
Yakni alasan untuk menyiksa kalian.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: alasan yang nyata. (An-Nisa: 144) Bahwa setiap sultan atau alasan di dalam Al-Qur'an merupakan hujah. Sanad asar ini sahih.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dah-hak, As-Saddi, dan An-Nadr ibnu Arabi.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan melalui firman-Nya:
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ}
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145)
Yaitu di hari kiamat kelak, sebagai pembalasan atas kekufuran mereka yang keras.
Al-Walibi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: di dalam tingkatan yang paling rendah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yakni di dasar neraka.
Selain Ibnu Abbas mengatakan bahwa neraka itu terdiri atas berbagai tingkatan dasar, sebagaimana surga pun mempunyai berbagai tingkat ketinggian derajat.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yaitu di dalam peti-peti yang dikocok-kocok, sedangkan mereka berada di dalamnya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Waki', dari Yahya ibnu Yaman, dari Sufyan As Sauri dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Al-Munzir ibnu Syazan, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada bagian yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Dikatakan bahwa bagian yang paling bawah merupakan rumah-rumah yang memiliki banyak pintu, lalu dikunci rapat-rapat, sedangkan mereka (orang-orang munafik) berada di dalamnya, kemudian dari bagian bawahnya —juga dari bagian atasnya— dinyalakan api neraka.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, dari KhaiSamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Di dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci rapat-rapat (dikunci mati), sedangkan mereka (orang-orang munafik) berada di dalamnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Sa'id Al-Asyaj, dari Waki', dari Sufyan, dari Salamah, dari Khaisamah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (An-Nisa: 145) Yakni di dalam peti-peti besi yang telah dikunci mati, sedangkan mereka ada di dalamnya; peti itu tidak dapat dibuka sama sekali.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami*Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, bahwa Ibnu Mas'ud pernah ditanya mengenai orang-orang munafik, maka ia menjawab bahwa mereka dimasukkan ke dalam peti-peti dari api neraka yang dikunci mati, sedangkan mereka berada di dalamnya, yaitu ditempatkan di dasar neraka.
*******************
{وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا}
dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (An-Nisa: 145)
Yaitu orang yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan yang mereka alami dan mengeluarkan mereka dari siksaan yang amat pedih itu.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan bahwa barang siapa dari kalangan orang-orang munafik itu bertobat ketika di dunia, niscaya Allah menerima tobatnya. Allah memaafkan penyesalannya jika ia ikhlas dalam tobatnya dan memperbaiki amal perbuatannya serta berpegang teguh kepada Tuhannya dalam semua urusan.
Untuk itu disebut dalam firman selanjutnya:
{إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ}
Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. (An-Nisa: 146)
Mereka mengganti ria (pamer) dalam amalnya dengan ikhlas dalam beramal. Dengan demikian, amal salehnya bermanfaat, sekalipun sedikit.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْر، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَخْلِصْ دِينَكَ، يَكْفِكَ الْقَلِيلُ مِنَ الْعَمَلِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ayyub, dari Ubaidillah ibnu Zahr, dari Khalid ibnu'Abu Imran, dari Imran, dari Amr ibnu Murrah, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tulus ikhlaslah dalam agamamu, niscaya amal yang sedikit dapat mencukupimu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ}
Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman. (An-Nisa: 146)
Yakni dimasukkan ke dalam golongan orang-orang mukmin kelak di hari kiamat.
{وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا}
dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (An-Nisa: 146)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman memberitahukan tentang sifat Mahakaya-Nya, bahwa Dia tidak memerlukan selain diri-Nya, dan sesungguhnya Dia mengazab hamba-hamba-Nya hanyalah karena dosa-dosa mereka sendiri.
*******************
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ}
Mengapa Allah akan menyiksa kalian, jika kalian bersyukur dan beriman? (An-Nisa: 147)
Yaitu jika kalian memperbaiki amal perbuatan dan beriman kepada Allah serta Rasul-Nya.
{وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا}
Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (An-Nisa: 147)
Maksudnya, barang siapa yang bersyukur kepada-Nya, maka Dia membalas rasa syukurnya itu; dan barang siapa yang beriman, maka Allah menerima imannya. Allah mengetahuinya dan kelak akan membalasnya dengan pahala yang berlimpah.
**************************************
Akhir juz 5
**************************************
Rev. 04.06.2013

An-Nisa, ayat 148-149

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا 148 إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا 149
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kalian melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah tidak menyukai bila seseorang mendoakan kecelakaan terhadap orang lain, kecuali jika ia dianiaya olehnya. Maka saat itu Allah memberikan rukhsah kepadanya untuk mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya terhadapnya. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
{إِلا مَنْ ظُلِمَ}
kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa: 148)
Akan tetapi, jika si teraniaya bersikap sabar dan tidak mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya kepadanya, maka hal ini lebih baik baginya.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَبِيبٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سُرق لَهَا شَيْءٌ، فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَيْهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَا تُسَبّخي عنه"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Ata, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa pernah ada yang mencuri barang miliknya, lalu ia mendoakan kecelakaan terhadap pelakunya. Maka Nabi Saw. bersabda: Janganlah kamu mendoakan kecelakaan terhadapnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Janganlah seseorang mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya, tetapi hendaklah ia mengucapkan dalam doanya seperti ini: 'Ya Allah, tolonglah daku terhadapnya dan kembalikanlah hak milikku darinya"."
Menurut riwayat yang lain yang bersumber darinya (Al-Hasan Al-Basri), Allah memberikan kemurahan (rukhsah) kepada seseorang yang mendoakan kecelakaan bagi orang yang telah berbuat aniaya kepadanya, tanpa membalasnya.
Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, "Makna yang dimaksud berkenaan dengan seorang lelaki yang mencacimu, lalu kamu balas mencacinya. Tetapi jika seseorang berbuat kedustaan terhadapmu, janganlah kamu balas ia dengan berbuat kedustaan terhadapnya. Karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ}
'Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka' (Asy-Syura: 41)."
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا القَعْنَبِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "المُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مِنْهُمَا، مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qa'nabi, telah menceritakan kepada kami Abdid Aziz ibnu Muhammad, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Dua orang yang saling mencaci menanggung apa yang diucapkan oleh keduanya, tetapi dosanya ditanggung oleh orang yang memulai di antara keduanya, selagi pihak yang teraniaya tidak melampaui batas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna ibnus Sabbah, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ}
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa: 148)
Makna yang dimaksud ialah misalnya seorang lelaki bertamu kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si lelaki mengatakan, "Dia menyambutku dengan buruk dan tidak menjamuku dengan baik." Mujahid mengatakan bahwa sikap yang demikian itu termasuk ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya sehingga dia menjamu tamunya dengan baik.
Ibnu Ishaq mengatakan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ}
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa: 148)
Mujahid mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah seorang laki-laki turun istirahat (bertamu) kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si laki-laki mengatakan, "Dia menjamuku dengan buruk dan tidak menjamu dengan baik."
Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud berkenaan dengan seorang tamu yang memindahkan rahl (barang-barang bawaan)nya. Sesungguhnya hal tersebut sama dengan mengatakan ucapan buruk terhadap temannya. Hal yang sama diriwayatkan oleh bukan hanya seorang ulama dari Mujahid dengan makna yang semisal.
Jamaah meriwayatkan selain Imam Nasai dan Imam Turmuzi melalui jalur Al-Lais ibnu Sa'd, sedangkan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Luhai'ah; keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abul Khair Marsad ibnu Abdullah, dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan bahwa kami (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering mengutus kami, lalu kami menginap di kalangan suatu kaum, tetapi mereka tidak menjamu kami. Bagaimanakah menurut pendapatmu dengan masalah ini?"
Rasulullah Saw. menjawab:
إِذَا نَزَلْتُمْ بِقَوْمٍ فأمَرُوا لَكُمْ بِمَا يَنْبَغِي لِلضَّيْفِ، فَاقْبَلُوا مِنْهُمْ، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلُوا فَخُذُوا مِنْهُمْ حَقَّ الضَّيْفِ الَّذِي يَنْبَغِي لَهُمْ
Apabila kalian turun istirahat pada suatu kaum dan mereka menyuguhkan kepada kalian jamuan yang selayaknya bagi tamu, maka terimalah jamuan mereka itu. Dan jika mereka tidak melakukannya, maka ambillah dari mereka hak tamu yang selayaknya dilakukan oleh mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شعبة، سَمِعْتُ أَبَا الْجُودِيِّ يُحَدِّثُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُهَاجِرِ، عَنِ الْمِقْدَامِ أَبِي كَرِيمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَيُّمَا مسلمٍ ضَافَ قَوْمًا، فَأَصْبَحَ الضَّيْفُ مَحْرُومًا، فَإِنَّ حَقًا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ نَصْرَه حَتَّى يَأْخُذَ بقِرى لَيْلَتِهِ مِنْ زَرْعِهِ وَمَالِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Abul Judi menceritakan sebuah hadis dari Sa'id ibnul Muhajir, dari Al-Miqdam ibnu Abu Karimah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Manakala seorang muslim kedatangan suatu kaum sebagai tamunya, dan pada pagi harinya tamunya itu dalam keadaan mahrum (tidak diberi jamuan apa pun), maka sudah seharusnya bagi setiap muslim membela dirinya sehingga ia dapat mengambil jamuan malamnya dari kebun dan harta milik orang muslim tersebut.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي مَنْصُورٌ، عَنِ الشَّعْبي عَنِ الْمِقْدَامِ أَبِي كَرِيمَةَ، سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيْلَةُ الضَّيْفِ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، فَإِنْ أَصْبَحَ بفِنَائه مَحْرُومًا كَانَ دَيْنًا لَهُ عَلَيْهِ، إِنْ شَاءَ اقْتَضَاهُ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَهُ".
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Syu'bah, dari Mansur, dari Asy-Sya'bi, dari Al-Miqdam ibnu Abu Karimah yang mendengar bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jamuan malam bagi tamu adalah wajib atas setiap orang muslim; dan jika si tamu dalam keadaan lapar di halaman rumahnya pada pagi harinya, maka hal itu merupakan utang bagi pemilik rumah. Jika si tamu menginginkan jamuan, ia boleh menagihnya, boleh pula meninggalkannya.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Gundar, dari Syu'bah, juga dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Bukai', dari Waki' dan Abu Na'im, dari Sufyan As-Sauri; ketiga-tiganya dari Mansur dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Abu Uwwanah, dari Mansur dengan lafaz yang sama.
Dari pengertian hadis-hadis di atas dan yang semisal dengannya, Imam Ahmad dan lain-lainnya berpendapat bahwa menjamu tamu itu hukumnya wajib.
Termasuk ke dalam bab ini sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلان، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ لِي جَارًا يُؤْذِينِي، فَقَالَ لَهُ: "أَخْرِجْ مَتَاعَكَ فَضَعْهُ عَلَى الطَّرِيقِ". فَأَخَذَ الرَّجُلُ مَتَاعَهُ فَطَرَحَهُ عَلَى الطَّرِيقِ، فَجَعَلَ كُلُّ مَنْ مَرَّ بِهِ قَالَ: مَالَكَ؟ قَالَ: جَارِي يُؤْذِينِي. فَيَقُولُ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ، اللَّهُمَّ أَخْزِهِ! قَالَ: فَقَالَ الرَّجُلُ: ارْجِعْ إِلَى مَنْزِلِكَ، وَقَالَ لَا أُوذِيكَ أَبَدًا".
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang tetangga yang selalu menyakiti diriku." Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Keluarkanlah semua barang milikmu dan letakkanlah di tengah jalan. Kemudian lelaki itu mengambil semua barang miliknya, lalu ia lemparkan ke jalan. Maka setiap orang yang lewat bertanya, "Mengapa kamu ini?" Ia menjawab, "Tetanggaku selalu menyakitiku." Orang tersebut mengucapkan, "Ya Allah, laknatilah dia. Ya Allah, hinakanlah dia." Akhirnya tetangganya itu berkata, "Kembalilah ke rumahmu. Demi Allah, aku tidak akan menyakitimu lagi untuk selamanya."
Imam Abu Daud meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, dari Abu Taubah Ar-Rabi', dari Nafi', dari Sulaiman ibnu Hayyan (yaitu Abul Ahmar), dari Muhammad ibnu Ajlan dengan lafaz yang sama.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, ”Kami belum pernah mengetahui dia meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah kecuali dalam sanad ini."
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Juhaifah dan Wahb ibnu Abdullah, dari Nabi Saw. Dan Yusuf ibnu Abdullah ibnu Salam, dari Nabi Saw.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا}
Jika kalian melahirkan suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. (An-Nisa: 149)
Jika kalian, hai manusia, menampakkan kebaikan atau menyembunyikannya atau memaafkan orang yang berbuat kesalahan terhadap diri kalian, sesungguhnya hal tersebut termasuk amal taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan Dia akan memberi kalian pahala yang berlimpah. Karena sesungguhnya termasuk sifat Allah Swt. ialah memberi maaf kepada hamba-hamba-Nya, padahal Dia berkuasa menghukum mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا}
maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa. (An-Nisa: 149)
Di dalam sebuah asar disebutkan bahwa para malaikat penyangga Arasy selalu bertasbih menyucikan Allah Swt. Sebagian dari mereka mengatakan dalam tasbihnya, "Mahasuci Engkau, sifat Penyantun-Mu melebihi sifat Ilmu-Mu." Sebagian yang lain mengatakan, "Mahasuci Engkau, sifat Pemaaf-Mu melebihi Kekuasaan-Mu."
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan seperti berikut:
"مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ، وَلَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ الله"
Harta benda tidaklah berkurang karena sedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada seorang hamba karena maafnya melainkan keagungan; dan barang siapa yang rendah diri karena Allah, niscaya Allah mengangkat tinggi kedudukannya.

An-Nisa, ayat 150-152

إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا 150 أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا 151 وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ أُولَئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا 152
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, ke lak Allah akan memberikan kepada mereka pahala. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah Swt. mengecam tindakan orang-orang yang kafir kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena mereka dalam imannya membeda-bedakan antara iman kepada Allah dan iman kepada rasul-rasul-Nya. Mereka beriman kepada sebagian para nabi dan mengingkari sebagian yang lainnya, hanya berdasarkan selera dan tradisi serta apa yang mereka jumpai dari nenek moyang mereka semata, sama sekali tidak berdasarkan kepada dalil yang melandasi keyaklnan mereka. Sebenarnya tidak ada jalan bagi mereka untuk itu, yang mendorong mereka berbuat hal tersebut hanyalah semata-mata karena dorongan hawa nafsu dan fanatisme.
Orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka— beriman kepada semua nabi, kecuali Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad Saw. Orang-orang Nasrani beriman kepada semua nabi, tetapi mereka ingkar kepada pemungkas para nabi dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad Saw.
Orang-orang Samiri (suatu sekte dari Yahudi) tidak beriman kepada seorang nabi pun sesudah Yusya', pengganti (khalifah) Nabi Musa ibnu Imran.
Orang-orang Majusi —menurut suatu pendapat— pada mulanya beriman kepada seorang nabi mereka yang dikenal dengan nama Zaradesy (Zoroaster), kemudian mereka kafir kepada syariatnya, maka nabi mereka diangkat oleh Allah dari kalangan mereka.
Makna yang 'dimaksud ialah 'barang siapa yang kafir kepada seseorang dari kalangan para nabi, berarti ia kafir kepada semua nabi' Karena sesungguhnya diwajibkan bagi kita beriman kepada setiap nabi yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Barang siapa yang mengingkari kenabiannya karena dengki atau fanatisme atau kecenderungan belaka, berarti jelas imannya kepada nabi yang ia percayai bukanlah berdasarkan iman yang diakui oleh syariat, melainkan hanya semata-mata karena maksud tertentu, hawa nafsu, dan fanatisme. Karena itulah disebutkan oleh Allah dalam ayat ini melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 150)
Allah menyebut mereka dengan nama orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
{وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ}
dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 150)
Yakni dalam hal iman.
{وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا}
dengan mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain),"serta bermaksud (dengan perkataan itu), mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman dan kafir). (An-Nisa: 150)
Artinya, mereka hendak membuat jalan tersendiri antara iman dan kafir.
Kemudian Allah Swt. memberitahukan perihal mereka melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا}
merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. (An-Nisa: 151)
Kekufuran mereka terbukti dan tiada alasan untuk dikatakan beriman bagi seseorang yang berkeyakinan demikian, sebab iman seperti itu bukanlah iman yang diakui oleh syariat. Karena seandainya mereka benar-benar beriman kepada seorang rasul karena diutus oleh Allah, pastilah mereka beriman pula kepada rasul lainnya, terlebih lagi imannya kepada rasul yang lebih jelas dalilnya dan lebih kuat buktinya daripada rasul yang diimaninya. Atau setidaknya ia mempertimbangkan dengan pertimbangan yang sesungguhnya mengenai kenabiannya. Mengenai firman-Nya:
{وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا}
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (An-Nisa: 151)
Sebagaimana mereka menghina rasul yang mereka ingkari, adakalanya karena mereka tidak mau memandang sebelah mata pun kepada apa yang disampaikannya dari Allah dan berpaling darinya, serta kesukaan mereka dalam menghimpun perhiasan duniawi yang fana, padahal mereka tidak harus mengumpulkannya. Adakalanya karena mereka kafir kepadanya sesudah mengetahui kenabiannya, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan para rahib Yahudi di masa Rasulullah Saw. Mereka dengki terhadap Rasul Saw. karena beliau mendapat kenabian yang besar, lalu mereka menentangnya, mendustakan, memusuhi, dan memeranginya. Maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlanjut dengan kehinaan di akhirat. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ}
Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)
Yakni di dunia dan akhirat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ}
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka. (An-Nisa: 152)
Umat Nabi Muhammad Saw. sesungguhnya beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan beriman kepada semua nabi yang diutus oleh-Nya. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ....
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 285), hingga akhir ayat.
Selanjutnya Allah memberitahukan bahwa Dia telah menyediakan bagi mereka pahala yang berlimpah, pembalasan yang agung, dan pemberian yang indah. Untuk itu Allah Swt. berfirman-
{أُولَئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ}
kelak Allah akan memberikan pahala kepada mereka. (An-Nisa: 152)
sebagai balasan atas iman mereka kepada Allah dan semua rasul-Nya.
{وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 152)
Atas dosa-dosa mereka, yaitu jika sebagian mereka mempunyai dosa.

An-Nisa, ayat 153-154

يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى سُلْطَانًا مُبِينًا 153 وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا 154
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari iiu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud," dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka, "Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu," dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, As-Saddi, dan Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi pernah meminta kepada Rasulullah Saw. agar beliau menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit, sebagaimana kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa dalam keadaan tertulis.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka meminta agar diturunkan lembaran-lembaran dari Allah yang tertulis, ditujukan kepada si Fulan dan si Fulan, untuk membuktikan kebenaran apa yang didatangkan oleh Nabi Saw. kepada mereka. Hal ini mereka ajukan hanyalah semata-mata sebagai penghinaan, keingkaran, kekufuran, dan kemurtadan mereka kepadanya. Perihalnya sama dengan apa yang pernah diminta oleh orang-orang kaflr Quraisy sebelum mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأرْضِ يَنْبُوعًا}
Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami" (Al-Isra: 90), hingga akhir ayat berikutnya.
Karena itulah dalam surat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
{فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ}
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." Maka mereka disambar petir karena kezalimannya. (An-Nisa: 153)
Karena kezaliman mereka dan perbuatan mereka yang kelewat batas, juga karena keangkuhan dan keingkaran mereka. Apa yang disebut di dalam surat An-Nisa ini dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ. ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Karena itu, kalian disambar halilintar, sedangkan kalian menyaksikannya. Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 55-56)
Adapun firman Allah Swt.:
{ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ}
dan mereka menyembah anak sapi sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata. (An-Nisa: 153)
Yaitu sesudah mereka melihat mukjizat-mukjizat yang jelas dan bukti-bukti yang akurat melalui tangan Nabi Musa a.s. di negeri Mesir, kebinasaan musuh-musuh mereka (yaitu Firaun), dan ditenggelamkannya semua bala tentaranya ke dalam laut. Tetapi tidak lama kemudian setelah berjalan bersama Nabi Musa dan mereka bersua dengan suatu kaum yang sedang menyembah berhala-berhalanya, maka dengan serta merta mereka berkata kepada Nabi Musa a.s. Ucapan mereka itu disitir oleh firman-Nya:
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ
Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). (Al-A'raf: 138), hingga dua ayat berikutnya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan kisah mereka mengambil anak sapi sebagai sesembahan mereka secara panjang lebar dalam surat Al-A'raf, juga dalam surat Thaha; hal itu terjadi setelah Nabi Musa a.s. berangkat (ke Bukit Tursina) untuk bermunajat kepada Allah Swt. Kemudian ketika ia kembali, terjadilah apa yang telah terjadi, dan Allah menjadikan tobat orang yang melakukan penyembahan itu dan yang membuatnya, hendaknya orang yang tidak ikut menyembah membunuh orang yang menyembahnya (anak sapi itu). Sehingga akhirnya sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain, setelah itu Allah SWT. menghidupkan mereka kembali. Lalu Allah Swt. berfirman:
{فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى سُلْطَانًا مُبِينًا}
lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian itu. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (An-Nisa: 153)
Kemudian Allah Swt. berfirman pula:
{وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ}
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. (An-Nisa: 154)
Demikian itu terjadi ketika mereka menolak untuk tetap berpegang kepada hukum-hukum Taurat, dan tampak dari mereka sikap membangkang terhadap apa yang didatangkan oleh Nabi Musa a.s. kepada mereka. Maka Allah Swt. mengangkat di atas kepala mereka sebuah bukit untuk memaksa mereka. Kemudian mereka diperintahkan agar tetap berpegang teguh kepada kitab Taurat, akhirnya mereka menyanggupinya dan bersujud seraya memandang ke atas kepala mereka karena khawatir bila bukit tersebut jatuh menimpa diri mereka. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ
Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka, seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian." (Al-A'raf: 171), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا}
Dan Kami perintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud." (An-Nisa: 154)
Akan tetapi, mereka melanggar dalam semua apa yang diperintahkan kepada mereka, baik secara ucapan maupun perbuatannya. Karena sesungguhnya mereka diperintahkan agar memasuki pintu Baitul Maqdis seraya bersujud dan mengucapkan doa hittah yang artinya "Ya Allah, hapuslah dari diri kami dosa-dosa kami" karena kami tidak mau berjihad dan membangkang, tidak melakukannya, yang menyebabkan kami tersesat di padang sahara selama empat puluh tahun. Ternyata mereka memasukinya seraya merangkak dengan pantat mereka, dan ucapannya mereka ganti menjadi hintah fi sya'rah.
***
{وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ}
dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka, "Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu." (An-Nisa: 154)
Maksudnya Kami perintahkan mereka untuk memelihara kesucian hari Sabtu dan berpegang teguh menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah atas mereka, selagi hal tersebut disyariatkan bagi mereka.
{وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا}
dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (An-Nisa: 154)
Yaitu perjanjian yang berat. tetapi mereka melanggarnya dan berbuat durhaka serta menggunakan tipu muslihat (hailah) untuk melakukan hal yang diharamkan oleh Allah Swt. Seperti yang disebutkan kisahnya dalam surat Al-A'raf secara panjang lebar, yaitu pada firman-Nya:
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terlelak di dekat laut. (Al-A'raf: 163), hingga beberapa ayat berikutnya.
Dalam surat Al-Isra nanti akan disebutkan sebuah hadis yang diceritakan oleh Safwan ibnu Assal, yaitu pada tafsir firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata. (Al-Isra: 101)
Di dalam hadis tersebut antara lain disebutkan, "Dan khusus bagi kalian, orang-orang Yahudi, janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu."

An-Nisa, ayat 155-159

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِآيَاتِ اللَّهِ وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا (155) وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا (156) وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158) وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا (159)
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan, "Hati kami tertutup." Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah," padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu. kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa akan menjadi saksi terhadap mereka.
Di antara dosa-dosa yang mereka lakukan hingga menyebabkan mereka pasti dilaknat, diusir dari rahmat-Nya, dan dijauhkan dari jalan petunjuk, yaitu mereka telah melanggar janji-janji dan ikatan-ikatan yang telah diambil dari mereka; juga karena kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah, yakni hujah-hujah dan bukti-bukti kekuasaan-Nya serta mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri dari tangan para nabi mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ}
dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar. (An-Nisa: 155)
Karena kejahatan mereka yang luar biasa dan kekurangajaran mereka kepada nabi-nabi Allah, hingga mereka berani membunuh sejumlah nabi dari kalangan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قُلُوبُنَا غُلْفٌ}
Hati kami tertutup. (An-Nisa: 155)
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, As-Saddi, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan, "Yang dimaksud dengan gulfun ialah githaun (penutup), yakni hati "kami dalam keadaan tertutup." Pengertiannya sama dengan ucapan orang-orang musyrik yang disitir oleh firman-Nya:
وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ
Mereka berkata, "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya." (Fushshilat: 5), hingga akhir ayat.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah mereka mengaku bahwa hati mereka merupakan wadah ilmu yang telah penuh dengan ilmu pengetahuan. Demikianlah menurut riwayat Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal diterangkan di dalam tafsir ayat surat Al-Baqarah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ}
Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya. (An-Nisa: 155)
Berdasarkan pengertian pertama, seakan-akan mereka beralasan kepada Nabi Saw. bahwa hati mereka tidak dapat memahami apa yang dikatakannya karena hati mereka telah terkunci mati dan tertutup. Maka Allah membantah mereka, bahwa hati mereka bahkan telah terkunci mati karena kekufuran mereka sendiri.
Berdasarkan pengertian kedua adalah kebalikan dari pendapat yang pertama tadi dari segala seginya. Pembahasan mengenai hal yang semisal telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا}
karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka. (An-Nisa: 155)
Dengan kata lain, hati mereka terbiasa dengan kekufuran, kezaliman, serta keimanan yang minim sekali.
{وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا}
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar. (An-Nisa: 156)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah mereka menuduhnya berbuat zina. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi, Juwaibir, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya. Pengertian ini jelas terbaca dari makna ayat, bahwa mereka memang menuduh Maryam dan putranya dengan tuduhan-tuduhan yang besar; mereka menuduh Maryam telah berbuat zina karena mengandung. Sebagian dari mereka menambahkan bahwa padahal Maryam tetap berhaid. Semoga laknat Allah yang terus-menerus sampai hari kiamat menimpa mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ}
Sesungguhnya   kami   telah   membunuh   Al-Masih,   Isa  putra maryam, utusan Allah. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang yang dirinya mengakui berkedudukan demikian telah kami bunuh. Ucapan tersebut dikatakan mereka sebagai cemoohan dan ejekan. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain yang mengisahkan perkataan orang-orang musyrik, yaitu melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِي نزلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ}
Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila. (Al-Hijr: 6)
Tersebutlah bahwa di antara kisah mengenai orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah, murka, kemarahan, dan siksa-Nya selalu menimpa mereka— yaitu: Ketika Allah mengutus Isa anak Maryam a.s. dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan petunjuk, mereka dengki kepadanya karena ia telah dianugerahi Allah kenabian dan berbagai macam mukjizat yang cemerlang. Di antara mukjizatnya ialah dapat menyembuhkan orang yang buta, orang yang terkena penyakit supak, dan menghidupkan kembali orang yang telah mati dengan seizin Allah. Mukjizat lainnya ialah dia membuat patung dari tanah liat berbentuk seekor burung, lalu ia meniupnya, maka jadilah patung itu burung sungguhan dengan seizin Allah Swt., lalu dapat terbang dengan disaksikan oleh mata kepala orang-orang yang melihatnya. Banyak pula mukjizat lainnya sebagai kehormatan baginya dari Allah; hal tersebut dilakukan oleh Allah melalui kedua tangan Isa a.s.
Akan tetapi, sekalipun demikian mereka mendustakannya, menentangnya, serta berupaya untuk mengganggunya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Hingga hal tersebut membuat Nabi Allah Isa a.s. tidak dapat tinggal satu negeri bersama mereka, melainkan banyak mengembara, dan ibunya pun ikut mengembara bersamanya.
Mereka masih belum puas dengan hal tersebut. Akhirnya mereka datang kepada Raja Dimasyq (Damascus) di masa itu. Raja Dimasyq adalah seorang musyrik penyembah bintang, para pemeluk agamanya dikenal dengan sebutan pemeluk agama Yunani. Akhirnya mereka (orang-orang) Yahudi itu sampai kepada raja tersebut, lalu melaporkan laporan palsu kepadanya bahwa di Baitul Maqdis terdapat seorang lelaki yang menghasut khalayak ramai, menyesatkan mereka, dan menganjurkan mereka agar memberontak kepada raja.
Mendengar laporan tersebut si raja murka, lalu ia mengirimkan instruksi kepada gubernurnya yang ada di Baitul Maqdis, memerintahkannya agar menangkap lelaki yang dimaksud, lalu menyalibnya dan kepalanya diikat dengan duri agar tidak mengganggu orang-orang lagi.
Ketika surat raja itu sampai kepada si gubernur, ia segera melaksanakan perintah itu, lalu ia berangkat bersama segolongan orang-orang Yahudi menuju ke sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Nabi Isa a.s. bersama sejumlah sahabatnya; jumlah mereka kurang lebih ada dua belas atau tiga belas orang. Menurut pendapat yang lain adalah tujuh belas orang.
Hal tersebut terjadi pada hari Jumat, sesudah waktu Asar, yaitu petang hari Sabtu. Mereka mengepung rumah tersebut. Ketika Nabi Isa merasakan bahwa mereka pasti dapat memasuki rumah itu atau ia terpaksa keluar rumah dan akhirnya bersua dengan mereka, maka ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau diserupakan seperti diriku? Kelak dia akan menjadi temanku di surga."
Maka majulah seorang pemuda yang rela berperan sebagai Nabi Isa. Tetapi Nabi Isa memandang pemuda itu masih terlalu hijau untuk melakukannya. Maka ia mengulangi permintaannya sebanyak dua kali atau tiga kali.
Tetapi setiap kali ia mengulangi perkataannya, tiada seorang pun yang berani maju kecuali pemuda itu. Akhirnya Nabi Isa berkata, "Kalau memang demikian, jadilah kamu seperti diriku." Maka Allah menjadikannya mirip seperti Nabi Isa a.s. hingga seakan-akan dia memang Nabi Isa sendiri.
Lalu terbukalah salah satu bagian dari atap rumah itu, dan Nabi Isa tertimpa rasa kantuk yang sangat hingga tertidur, lalu ia diangkat ke langit dalam keadaan demikian. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku." (Ali Imran: 55), hingga akhir ayat.
Setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para sahabatnya keluar. Ketika mereka (pasukan yang hendak menangkap Nabi Isa) melihat pemuda itu, mereka menyangkanya sebagai Nabi Isa, sedangkan hari telah malam,' lalu mereka menangkapnya dan langsung menyalibnya serta mengalungkan duri-duri pada kepalanya.
Orang-orang Yahudi menonjolkan dirinya bahwa merekalah yang telah berupaya menyalib Nabi Isa dan mereka merasa bangga dcngan hal tersebut, lalu beberapa golongan dari kalangan orang-orang Nasrani —karena kebodohan dan akalnya yang kurang— mempercayai saja hal tersebut. Kecuali mereka yang ada bersama Nabi Isa; mereka tidak mempercayainya karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Nabi Isa a.s. diangkat ke langit. Selain dari mereka yang bersama Nabi Isa, semuanya mempunyai dugaan yang sama dengan orang-orang Yahudi, bahwa orang yang disalib itu adalah Al-Masih putra Maryam. Sehingga mereka menyebutkan suatu mitos yang mengatakan bahwa Siti Maryam duduk di bawah orang yang disalib itu dan menangisinya. Menurut kisah mereka, Al-Masih dapat berbicara dengannya.
Hal tersebut merupakan ujian Allah kepada hamba-hamba-Nya karena suatu hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Allah telah menjelaskannya dan menerangkannya dengan gamblang di dalam Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia, didukung dengan berbagai macam mukjizat dan keterangan-keterangan serta bukti-bukti yang jelas. Untuk itu Allah Swt. berfirman bahwa Dia Mahabenar dalam Firman-Nya, Dia Tuhan semesta alam yang mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam hati, Dia Maha Mengetahui semua rahasia di langit dan di bumi, Dia Maha Mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak terjadi berikut dengan akibatnya bilamana hal itu terjadi:
{وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ}
padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka hanya melihat yang diserupakan dengan Isa, lalu mereka menduganya sebagai Isa a.s. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. (An-Nisa: 157)
Maksudnya, orang Yahudi yang menduga bahwa dia telah membunuhnya dan orang Nasrani yang percaya dengan hal itu dari kalangan mereka yang bodoh, semua berada dalam keraguan akan kejadian itu; mereka bingung dan panik serta sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا}
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (An-Nisa: 157)
Dengan kata lain, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, melainkan mereka ragu dan menduga-duga saja.
{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa. (An-Nisa: 158)
Yaitu Zat-Nya Mahaperkasa dengan keperkasaan yang tak terjangkau oleh siapa pun, dan orang yang dilindungi-Nya tiada yang dapat menyentuhnya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 158)
Allah Mahabijaksana dalam semua takdir-Nya dan semua perkara yang diputuskan-Nya. Semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang memiliki hikmah yang tak terbatas, hujah yang mematahkan, kekuasaan Yang Mahabesar, serta semua perencanaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Allah hendak mengangkat Isa ke langit, maka Isa keluar untuk menemui para sahabatnya dari kalangan Hawariyyin yang jumlahnya ada dua belas orang. Yang dimaksud ialah Isa keluar dari mata air yang ada dalam rumah tersebut, sedangkan kepalanya masih meneteskan air, lalu ia berkata, "Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang kafir kepadaku sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Isa berkata pula, "Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku, lalu ia akan dibunuh sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku dalam satu tingkatan (di surga nanti)?" Maka berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara yang ada, lalu Isa berkata kepadanya, "Duduklah kamu." Kemudian ia mengulangi lagi kata-katanya kepada mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan dirinya, maka Isa berkata, "Duduklah kamu." Lalu ia mengulangi lagi kata-katanya itu, maka pemuda itu juga yang berdiri seraya berkata, "Aku bersedia." Akhirnya Isa berkata, "Kalau memang demikian, kamulah orangnya.'' Maka Allah menjadikannya serupa dengan Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa sendiri diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu orang-orang Yahudi yang memburunya datang dan langsung menangkap orang yang serupa dengan Isa itu, lalu mereka membunuh dan menyalibnya. Maka sebagian dari mereka kafir kepada Isa sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadanya, dan mereka berpecah-belah menjadi tiga golongan. Suatu golongan dari mereka mengatakan, "Dahulu Allah berada di antara kita, kemudian naik ke langit.”Mereka yang berkeyakinan demikian adalah sekte Ya'qubiyah. Segolongan lainnya mengatakan, "Dahulu anak Allah ada bersama kami selama yang dikehendaki-Nya, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian dari sekte Nasturiyah. Segolongan lain mengatakan, "Dahulu hamba dan utusan Allah ada bersama kami selama masa yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Allah mengangkat dia kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian adalah orang-orang muslim. Kemudian dua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang muslim dan membunuhnya, maka Islam dalam keadaan terpendam hingga Allah mengutus Nabi Muhammad Saw.
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Kuraib, dari Abu Mu'awiyah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama disebutkan oleh ulama Salaf lainnya yang bukan hanya oleh seorang saja, bahwa Nabi Isa berkata kepada para sahabatnya,
أَيُّكُمْ يُلْقَى عَلَيْهِ شَبَهِي فيقتلَ مَكَانِي، وَهُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ؟
"Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan orang yang serupa dengan diriku. lalu ia akan dibunuh sebagai ganti diriku? Maka kelak dia akan menjadi temanku di dalam surga."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antarah, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Isa datang ke sebuah rumah bersama tujuh belas orang dari kalangan kaum Hawariyyin, lalu mereka mengepungnya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, Allah membuat rupa mereka sama dengan Isa a.s. Lalu mereka yang hendak menangkap Isa berkata, "Kalian benar-benar telah menyihir kami. Kalian harus menyerahkan Isa yang sebenarnya kepada kami atau kami terpaksa membunuh kalian semua." Maka Isa berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau menukar dirinya dengan surga pada hari ini?" Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka menjawab, "Aku!" Lalu ia keluar kepada mereka dan berkata, "Akulah Isa." Sedangkan Allah telah menjadikan rupanya mirip seperti Nabi Isa. Lalu mereka langsung menangkap dan membunuh serta menyalibnya. Karena itulah maka terjadi kesyubhatan (keraguan) di kalangan mereka, dan mereka menduga bahwa mereka telah membunuh Isa. Orang-orang Nasrani mempunyai dugaan yang semisal, bahwa yang disalib itu adalah Isa. Pada hari itu juga Allah mengangkat Isa.
Akan tetapi, konteks kisah ini aneh sekali (garib jiddan).
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Wahb hal yang semisal dengan pendapat di atas, yaitu kisah yang diceritakan kepadaku oleh Al-Musanna. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Abdus Samad ibnu Ma'qal; ia pernah mendengar Wahb menceritakan hal berikut. Isa ibnu Maryam ketika diberi tahu oleh Allah akan diangkat dari dunia ini. maka gelisahlah hatinya karena akan menghadapi kematian dan berita itu terasa berat baginya. Maka ia mengundang semua Hawariyyin dan membuat makanan untuk mereka. Dia berkata, "Datanglah kepadaku malam ini, karena sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan kepada kalian." Setelah mereka berkumpul pada malam harinya, maka Nabi Isa menjamu makan malam dan melayani mereka sendirian. Sesudah selesai dari jamuan itu, Nabi Isa mencucikan tangan mereka dan membersihkannya serta mengusap tangan mereka dengan kain bajunya. Hal tersebut terasa amat berat bagi mereka dan mereka tidak menyukai pelayanan itu. Nabi Isa berkata, "Ingatlah, barang siapa yang malam ini menolak apa yang telah aku lakukan kepada kalian, dia bukan termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya." Akhirnya mereka menerimanya. Seusai melaksanakan semuanya, Nabi Isa berkata, "Adapun mengenai apa yang telah aku buat untuk kalian malam ini, yaitu pelayananku dalam menjamu kalian dan mencucikan tangan kalian dengan kedua tanganku ini, hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai suri teladan bagi kalian dariku. Karena sesungguhnya kalian telah melihat bahwa diriku adalah orang yang paling baik di antara kalian, janganlah sebagian dari kalian merasa besar diri atas sebagian yang lain, dan hendaklah sebagian dari kalian mengabdikan dirinya untuk kepentingan sebagian yang lain, sebagaimana aku mengabdikan diriku untuk kalian. Adapun keperluanku malam ini ialah meminta tolong kepada kalian agar kalian mendoakan kepada Allah buat diriku dengan doa yang sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar Dia menangguhkan ajalku." Ketika mereka membenahi dirinya untuk berdoa dan hendak melakukannya secara maksimal, tiba-tiba mereka ditimpa oleh rasa kantuk yang sangat hingga mereka tidak mampu berdoa. Lalu Nabi Isa a.s. membangunkan mereka seraya berkata, "Mahasuci Allah, mengapa kalian tidak dapat bertahan untukku malam ini saja untuk membantuku dalam berdoa?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mengetahui apa yang telah menimpa diri kami. Sesungguhnya kami banyak begadang dan malam ini kami tidak mampu lagi begadang. Tidak sekali-kali kami hendak berdoa, melainkan kami selalu dihalang-halangi oleh rasa kantuk itu yang menghambat kami untuk melakukan doa." Nabi Isa berkata, "Penggembala pergi dan ternak kambing pun bercerai-berai," lalu ia mengucapkan kalimat-kalimat yang semisal sebagai ungkapan belasungkawa terhadap dirinya. Kemudian Isa a.s. berkata, "Sesungguhnya kelak ada seseorang di antara kalian yang benar-benar kafir kepadaku sebelum ayam jago berkokok tiga kali, dan sesungguhnya akan ada seseorang di antara kalian yang rela menjual diriku dengan beberapa dirham, dan sesungguhnya dia benar-benar memakan hasil jualannya itu." Lalu mereka keluar dan berpencar, saat itu orang-orang Yahudi sedang mencari-carinya. Lalu mereka menangkap Syam'un (salah seorang Hawariyyin) dan mereka mengatakan, "Orang ini termasuk sahabatnya." Tetapi Syam'un mengingkari tuduhan itu dan mengatakan, "Aku bukanlah sahabatnya." Akhirnya mereka melepaskannya. Kemudian mereka menangkap yang lainnya, orang yang kedua itu pun mengingkarinya. Kemudian Nabi Isa mendengar kokok ayam jago, maka ia menangis dan bersedih hati. Pada pagi harinya salah seorang Hawariyyin datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Imbalan apakah yang akan kalian berikan kepadaku jika aku tunjukkan kalian kepada Al-Masih?" Mereka memberinya uang sebanyak tiga puluh dirham, lalu ia menerimanya dan menunjukkan mereka ke tempat Al-Masih berada. Sebelum itu telah diserupakan kepada mereka Nabi Isa yang palsu. Maka mereka menangkapnya dan mengikatnya dengan tali, lalu mereka giring seraya mengatakan kepadanya, "Katanya kamu dapat menghidupkan orang yang telah mati, dapat mengusir setan, dan menyembuhkan orang gila. Sekarang apakah kamu dapat menyelamatkan dirimu dari tambang ini?" Mereka meludahinya dan melemparinya dengan tangkai-tangkai berduri, hingga sampai di tempat kayu yang mereka maksudkan untuk menyalibnya. Allah telah mengangkat Nabi Isa yang asli dan mereka menyalib orang yang diserupakan dengannya. Tujuh hari setelah peristiwa itu ibu Nabi Isa dan seorang wanita yang telah diobati oleh Isa a.s. hingga wanita itu sembuh dari penyakit gilanya menangisi orang yang disalib itu. Lalu Isa a.s. datang kepada mereka berdua dan berkata, "Apakah yang membuat kamu berdua menangis?" Keduanya menjawab, "Kami menangisimu." Isa berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat diriku kepada-Nya, dan tiada yang aku peroleh kecuali kebaikan belaka, dan sesungguhnya orang yang disalib ini adalah orang yang diserupakan denganku di mata mereka. Maka perintahkanlah kepada kaum Hawariyyin agar mereka menjumpaiku di tempat anu dan anu." Kemudian di tempat yang dimaksud Nabi Isa dijumpai oleh sebelas orang, dan ia merasa kehilangan seseorang dari mereka, yaitu orang yang telah 'menjualnya' dan menunjukkan kepada orang-orang Yahudi tempat ia berada. Kemudian Isa menanyakan kepada sahabat-sahabatnya tentang orang tersebut. Maka seseorang dari mereka menjawab bahwa dia telah menyesali perbuatannya, lalu ia bunuh diri dengan cara gantung diri. Isa berkata, "Seandainya ia bertobat, niscaya Allah menerima tobatnya." Kemudian Isa menanyakan kepada mereka tentang seorang pelayan yang ikut bersama mereka. Mereka menjawab bahwa pelayan tersebut bernama Yahya. Maka Isa berkata, "Dia ikut bersama kalian, dan sekarang berangkatlah kalian, sesungguhnya setiap orang itu kelak akan berbicara dengan bahasa kaumnya, maka berilah mereka peringatan dan serulah mereka."
Konteks riwayat ini berpredikat garib jiddan (aneh sekali).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa nama raja Bani Israil yang mengirimkan sejumlah pasukan untuk membunuh Isa a.s. adalah Daud, seseorang dari kalangan Bani Israil pula. Setelah mereka sepakat untuk membunuh Isa a.s., menurut berita yang sampai kepadaku, tiada seorang hamba pun dari kalangan hamba-hamba Allah yang takut kepada mati seperti takut yang dialaminya, dan tiada orang yang lebih gelisah darinya dalam menghadapi hal itu, tiada seorang pun yang berdoa agar dijauhkan dari mati seperti doa yang dilakukannya. Sehingga menurut apa yang mereka duga, Isa a.s. berkata dalam doanya, "Ya Allah, jika Engkau menghindarkan kematian ini dari seseorang makhluk-Mu, maka hindarkanlah ia dariku." Disebutkan bahwa sesungguhnya kulit Nabi Isa (setelah mendengar berita itu) benar-benar mengucurkan darah. Lalu Isa dan semua sahabatnya memasuki tempat persembunyian yang telah mereka sepakati, dan di tempat itulah akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan; jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang, termasuk Nabi Isa a.s. sendiri. Setelah Nabi Isa merasa yakin bahwa semua sahabatnya telah masuk ke dalam tempat tersebut bersamanya, lalu Nabi Isa mengumpulkan semua sahabatnya yang terdiri atas kalangan Hawariyyin. Mereka ada dua belas orang, yaitu Firtaus, Ya'qobus, Weila dan Nakhas saudara Ya'qobus, Andreas, Philips, Ibnu Yalma, Mateus, Tomas, Ya'qub ibnu Halqiya, Nadawasis, Qatabiya, Yudas Rakriya Yuta.
Ibnu Humaid mengatakan bahwa Salamah mengatakan dari Ishaq, "Menurut kisah yang sampai kepadaku, ada seorang lelaki bernama Sarjis hingga jumlah mereka tiga belas orang selain Isa. Orang-orang Nasrani mengingkarinya karena Sarjislah yang diserupakan dengan Isa di mata orang-orang Yahudi."
Ibnu Ishaq mengatakan, "Aku tidak mengetahui apakah Sarjis termasuk mereka yang dua belas orang itu, ataukah dia termasuk salah seorang dari mereka yang tiga belas. Karena itulah mereka meragukannya di saat mereka mengiyakan kepada orang-orang Yahudi tentang tersalibnya Isa. Mereka (orang-orang Nasrani) tidak mempercayai berita mengenai hal tersebut yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw." Jika jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti semuanya ada empat belas orang bersama Isa a.s. Jika jumlah mereka (Hawariyyin) ada dua belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti seluruhnya ada tiga belas orang (bersama Isa as.).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang dahulunya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam; bahwa Isa ketika mendapat wahyu dari Allah Swt. yang mengatakan, "Sesungguhnya Aku akan mengangkatmu kepada-Ku." Maka Isa berkata, "Hai golongan Hawariyyin, siapakah di antara kalian yang rela menjadi temanku di surga? Syaratnya adalah dia mau menjadi orang yang diserupakan dengan diriku di mata kaum, lalu mereka membunuhnya sebagai ganti dariku." Maka Sarjis menjawab, "Aku bersedia, wahai Ruhullah." Isa a.s. berkata, "Duduklah kamu di tempatku!" Maka Sarjis duduk di tempatnya, sedangkan ia sendiri diangkat ke langit. Lalu mereka memasuki rumah itu dan langsung menangkapnya serta menyalibnya. Sarjislah orang yang disalib dan diserupakan dengan Isa di mata mereka. Jumlah mereka di saat memasuki rumah itu bersama Isa telah dimaklumi, karena mereka mengintipnya dan menghitung jumlahnya. Ketika mereka memasuki rumah itu untuk menangkap Isa, maka menurut penglihatan mereka, "mereka melihat adanya Isa dan para sahabatnya, tetapi mereka kehilangan seorang lelaki dari jumlah keseluruhannya. Hal itulah yang membuat mereka berselisih pendapat mengenainya. Sejak semula mereka tidak mengenal Isa, yaitu di saat mereka memberikan hadiah tiga puluh dirham kepada Yudas sebagai imbalan untuk menunjukkan dan mengenalkan Isa kepada mereka. Yudas berkata kepada mereka, "Jika kalian memasukinya, aku akan menciumnya, maka Isa adalah orang yang aku cium itu nantinya." Ketika mereka memasuki rumah tersebut, Isa telah diangkat ke langit; dan mereka melihat Sarjis yang diserupakan menjadi Isa a.s., sedang Yudas  sendiri tidak meragukan bahwa Sarjis adalah Isa. Karena itu, ia langsung menciumnya, dan mereka menangkapnya, lalu menyalibnya. Setelah peristiwa itu Yudas menyesali perbuatannya, lalu ia menggantung dirinya dengan tali tambang hingga mati. Dia adalah orang yang terkutuk di kalangan orang-orang Nasrani, padahal sebelumnya dia termasuk salah seorang sahabat Isa. Sebagian orang Nasrani menduga bahwa orang yang diserupakan dengan Isa itu adalah Yudas sendiri, lalu disalib oleh orang-orang Yahudi. Di saat disalib itu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku bukan orang yang kalian cari, akulah orang yang menunjuki kalian kepadanya."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa mereka menyalib seorang lelaki yang diserupakan dengan Isa, sedangkan Isa sendiri telah diangkat oleh Allah Swt. ke langit dalam keadaan hidup.
Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang diserupakan dengan Isa adalah semua sahabatnya yang ada bersamanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama ahli takwil berselisih pendapat mengenai makna ayat ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa firman-Nya yang mengatakan:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ} يَعْنِي بِعِيسَى {قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum kematian Isa. Dengan alasan bahwa semuanya percaya kepadanya apabila ia diturunkan untuk membunuh Dajjal. Maka semua agama menjadi satu, agama Islam yang hanif, yaitu agama Nabi Ibrahim a.s.
Pendapat orang-orang yang mengatakan demikian disebutkan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Abu Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kiiab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa ibnu Maryam a.s. meninggal dunia. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya  (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Hal tersebut terjadi setelah Nabi Isa diturunkan; dan sebelum Nabi Isa a.s. meninggal dunia, maka tiada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali beriman kepadanya.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yaitu orang-orang Yahudi secara khusus.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud ialah An-Najasyi dan sahabat-sahabatnya; keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Abu Raja, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum isa meninggal dunia. Demi Allah, sesungguhnya dia sekarang masih hidup di sisi Allah; tetapi bila dia diturunkan, mereka (Ahli Kitab) semuanya beriman kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Usman Allahiqi, telah menceritakan kepada kami Juwairiyah ibnu Basyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki berkata kepada Al-Hasan, "Wahai Abu Sa'id, apakah yang dimaksud dengan firman berikut," yaitu:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Al-Hasan menjawab, "Makna yang dimaksud ialah sebelum kematian Isa. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan kelak Dia akan menurunkannya sebelum hari kiamat untuk menempati suatu kedudukan di mana semua orang yang bertakwa dan semua orang yang durhaka beriman kepadanya." Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat inilah yang benar, seperti yang akan kami jelaskan nanti sesudah mengemukakan dalil yang akurat, insya Allah. Hanya kepada-Nyalah kita percaya dan berserah diri.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ahli takwil yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya. (An-Nisa: 159)
Maksudnya, beriman kepada Isa sebelum kematian Ahli Kitab yang bersangkutan, yakni bilamana dia telah menyaksikan perkara yang benar dan yang batil. Karena sesungguhnya setiap orang yang menghadapi kematiannya, sebelum itu rohnya masih belum keluar sehingga dijelaskan kepadanya antara perkara yang hak dan perkara yang batil dalam agamanya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tidak sekali-kali orang Yahudi meninggal dunia melainkan terlebih dahulu ia beriman kepada Isa.
Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan Firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan  beriman kepadanya  (Isa) sebelum  kematiannya. (An-Nisa: 159)
Semua Ahli Kitab pasti beriman kepada Isa sebelum ia mati, yakni sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan meninggal dunia. Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya seorang Ahli Kitab dipenggal kepalanya, maka rohnya masih belum keluar sebelum ia beriman kepada Isa."
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikri-mah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali seorang Yahudi mati kecuali sebelum itu ia bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, sekalipun senjata telah mengenainya.
Telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ibrahim dan Habib ibnu Syahid, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Basyir, dari Khasif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Menurut qiraah Ubay,  {قَبْلَ مَوْتِهِمْ}makna ayat ialah sebelum kematian mereka. Tidak ada seorang Yahudi pun mati, melainkan ia pasti beriman terlebih dahulu kepada Isa. Lalu ditanyakan kepada Ibnu Abbas, "Bagaimanakah menurutmu jika dia terjatuh dari atas rumahnya?" Ibnu Abbas menjawab, "Dia pasti mengucapkannya di udara (yakni saat ia jatuh)." Lalu ada yang bertanya lagi, "Bagaimanakah menurutmu, jika seseorang dari mereka keburu ditebas batang lehernya?" Ibnu Abbas menjawab bahwa lisannya pasti berkomat-kamit mengucapkan hal itu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang Yahudi pun yang mati kecuali sebelum itu ia beriman kepada Isa a.s. Bila kepalanya dipenggal pun dia pasti mengucapkannya. Bila ia terjatuh dari ketinggian, dia pasti mengucapkannya ketika dia masih di udara dalam keadaan terjatuh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Abu Haam Al-Ganawi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Semua sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Sahih pula dari Mujahid, Ikrimah, dan Muhammad ibnu Sirin. Pendapat yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Juwaibir,
As-Saddi mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta dinukil dari qiraah Ubay ibnu Ka'b dengan bacaan قَبْلَ مَوْتِهِمْ (bukan قَبْلَ مَوْتِهِ) yang artinya sebelum mereka mati.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Israil, dari Furat Al-Qazzaz, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya.  (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang pun dari kalangan mereka (Ahli Kitab) mati, melainkan pasti beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Tetapi penafsiran ini dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud oleh Al-Hasan adalah seperti makna yang pertama tadi. Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud adalah seperti yang dikehendaki oleh mereka (yakni pada pendapat yang kedua).
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak ada seorang Ahli Kitab pun melainkan akan beriman kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan mati.
Pendapat orang yang mengatakan demikian disebut oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Humaid yang mengatakan bahwa Ikrimah pernah mengatakan, "Tidaklah mati seorang Nasrani —tidak pula seorang Yahudi— melainkan ia beriman kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum dia mati." Demikianlah makna yang dimaksud oleh Firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Muhammad) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling sahih di antara semua pendapat di atas adalah pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab sesudah Isa a.s. diturunkan kecuali ia beriman kepadanya sebelum Isa a.s. meninggal dunia.
Tidak kita ragukan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini merupakan pendapat yang benar, karena maksud dan tujuan dari konteks ayat-ayat ini ialah menetapkan kebatilan apa yang didakwakan oleh orang-orang Yahudi tentang terbunuhnya Isa dan penyalibannya, serta sanggahan terhadap orang-orang yang percaya akan hal tersebut dari kalangan orang-orang Nasrani yang lemah akalnya.
Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa perkara yang sebenarnya tidaklah seperti dugaan mereka, melainkan orang yang diserupakan di mata mereka dengan Isa, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui hal itu dengan jelas. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya dan kini ia masih dalam keadaan hidup, dan kelak di hari sebelum kiamat terjadi dia akan diturunkan ke bumi, seperti yang disebut oleh banyak hadis mutawalir yang akan kami jelaskan dalam waktu yang dekat, insya Allah. Kemudian Al-Masih setelah diturunkan ke bumi, membunuh Dajjal yang sesat; semua salib ia pecahkan, semua babi dibunuhnya, dan semua bentuk jizyah ia hilangkan. Yakni dia tidak mau menerimanya dari seorang pun dari kalangan pemeluk agama lain, bahkan tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau pedang. Maka ayat ini menceritakan bahwa kelak semua Ahli Kitab akan beriman kepadanya saat itu; dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ketinggalan untuk percaya kepadanya. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa meninggal dunia, yang menurut dugaan orang-orang Yahudi dan para pendukungnya dari kalangan orang-orang Nasrani dikabarkan bahwa dia telah dibunuh dan disalib.
****
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Terhadap amal perbuatan mereka yang disaksikannya sebelum ia diangkat ke langit dan sesudah ia diturunkan ke bumi.
Mengenai orang yang menafsirkan ayat ini dengan pengertian berikut, bahwa setiap Ahli Kitab tidak mati kecuali terlebih dahulu beriman kepada Isa atau Muhammad Saw.; memang demikianlah kenyataannya. Dikatakan demikian karena setiap orang itu di saat menjelang ajalnya ditampakkan dengan jelas kepadanya hal-hal yang tidak ia ketahui sebelumnya, lalu ia beriman kepadanya. Akan tetapi, iman tersebut bukanlah iman yang bermanfaat bagi dirinya karena dia telah menyaksikan malaikat maut. Seperti yang dinyatakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, "Sesungguhnya saya bertobat sekarang." (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.
Dalam ayat yang lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja." (Al-Mu-min: 84), hingga ayat berikutnya.
Pengertian ini menunjukkan lemahnya apa yang dijadikan oleh Ibnu Jarir sebagai hujah untuk membantah pendapat ini. Karena dia mengatakan seandainya makna yang dimaksud dari ayat ini seperti keterangan di atas, niscaya setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw. atau kepada Isa Al-Masih dari kalangan mereka yang kafir kepada keduanya dinilai sebagai pemeluk agamanya masing-masing. Dalam keadaan demikian, berarti harta peninggalannya tidak boleh diwarisi oleh kaum kerabatnya dari kalangan pemeluk agamanya semula. Karena Nabi Saw. telah memberitakan bahwa dia telah beriman sebelum maut meregang nyawanya.
Pendapat seperti itu kurang mengena, karena keimanan orang yang dimaksud bukan dalam keadaan yang dapat memberikan manfaat kepadanya dan hal tersebut tidak menjadikannya sebagai seorang muslim. Anda telah membaca pendapat Ibnu Abbas di atas yang mengatakan bahwa seandainya dia terjatuh dari tempat yang tinggi atau dipancung lehernya dengan pedang atau diterkam binatang buas, maka sesungguhnya dia pasti akan beriman kepada Isa. Akan tetapi, iman dalam keadaan demikian tidak bermanfaat dan tidak dapat mengalihkan pelakunya dari kekafirannya, karena alasan yang telah kami sebutkan di atas.
Tetapi bagi orang yang merenungkan hal ini dengan baik dan memikirkannya dengan mendalam, niscaya akan jelas baginya, memang demikianlah kenyataannya, tetapi tidak mengharuskan bahwa makna ayat adalah seperti itu. Melainkan makna yang dimaksud dengan ayat ini adalah seperti yang telah kami sebutkan, yaitu menetapkan keberadaan Nabi Isa dan dia masih hidup di langit, kelak sebelum hari kiamat dia akan diturunkan untuk mendustakan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang berbeda pendapat mengenainya. Pendapat mereka saling bertentangan dan jauh dari kebenaran; orang-orang Yahudi keterlaluan dalam pendapatnya, sedangkan orang-orang Nasrani berlebih-lebihan. Orang-orang Yahudi melakukan tuduhan-tuduhan yang sangat berat terhadap Nabi Isa dan ibunya. Sedangkan orang-orang Nasrani terlalu berlebihan dalam menyanjungnya sehingga mendakwakan kepadanya hal-hal yang tidak pantas disandangnya; mereka mengangkatnya dari kedudukan kenabian menjadi tuhan. Mahatinggi Allah Swt. dari apa yang telah dikatakan oleh kedua golongan tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, dan Mahasuci Allah dari hal tersebut, tidak ada Tuhan selain Dia.

Hadis-hadis yang menerangkan tentang turunnya Nabi Isa ibnu Maryam

ke bumi dari langit di akhir zaman sebelum kiamat, dan dia menyeru manusia untuk menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya —pada Bab "Zikrul Anbiya" dengan sub judul "Turunnya Nabi Isa ibnu Maryam a.s."— mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشكَنّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلًا فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ، حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا". ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا إن شئتم: {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Abu Saleh, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sudah dekat masa turunnya Ibnu Maryam kepada kalian sebagai hakim yang adil, lalu ia memecahkan salib, membunuh semua babi, dan menghapuskan jizyah serta harta benda menjadi berlimpah hingga tidak ada seseorang yang mau menerimanya, sehingga bersujud baginya lebih baik daripada dunia dan isinya. Kemudian Abu Hurairah mengatakan, "Jika kalian suka, bacalah ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka' (An-Nisa: 159)."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Al-Hasan Al-Hilwani dan Abdu ibnu Humaid; keduanya dari Ya'qub dengan lafaz yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya pula melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Keduanya mengetengahkannya pula melalui jalur Al-Lais, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
وَرَوَاهُ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي حَفْصَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ فيكم ابنُ مريم حكمًا عدلا يَقْتُلُ الدَّجَّالَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ، وَتَكُونُ السَّجْدَةُ وَاحِدَةً لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ". قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا إِنْ شئتم: {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ} مَوْتِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ثُمَّ يُعِيدُهَا أَبُو هُرَيْرَةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Muhammad ibnu Abu Hafsah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sudah dekat masanya Ibnu Maryam akan turun kepada kalian sebagai hakim yang adil, dia membunuh Dajjal, membunuh semua babi, memecahkan semua salib, dan menghapus jizyah serta harta benda menjadi berlimpah. Kelak sujud hanya kepada Yang Esa, yaitu hanya menyembah kepada Allah, Tuhan semesta alam. Selanjutnya Abu Hurairah mengatakan, "Jika kalian suka, bacalah firman-Nya: 'Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebeium kematiannya' (An-Nisa: 159)." Yakni sebelum Isa ibnu Maryam meninggal dunia. Kemudian Abu Hurairah mengulangi ayat ini sebanyak tiga kali.
Jalur yang lain juga dari Abu Hurairah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَفْصَة، عَنِ الزُّهْري، عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ عَلِيٍّ الْأَسْلَمِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيُهِلَّن عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ بفَجِّ الرَّوْحَاء بِالْحَجِّ أَوِ الْعُمْرَةِ أَوْ لَيُثَنِّيَنَّهُمَا جَمِيعًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hafsah, dari Az-Zuhri, dari Hanzalah ibnu Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Isa kelak akan berihram di Fajjur Rauha untuk menunaikan haji atau umrah atau untuk melakukan keduanya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan Al-Lais ibnu Sa'd serta Yunus ibnu Yazid, ketiganya dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ -هُوَ ابْنُ حُسَيْنٍ-عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ حَنْظَلَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَمْحُو الصَّلِيبَ، وَتُجْمَعُ لَهُ الصَّلَاةُ، وَيُعْطِي الْمَالَ حَتَّى لَا يُقْبَلَ، وَيَضَعُ الْخَرَاجَ، وَيَنْزِلُ الرَّوْحَاءَ فَيَحُجُّ مِنْهَا أَوْ يَعْتَمِرُ أَوْ يَجْمَعُهُمَا" قَالَ: وَتَلَا أَبُو هُرَيْرَةَ: {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ [وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا] } فَزَعَمُ حَنْظَلَةُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: يُؤْمِنُ بِهِ قَبْلَ مَوْتِ عِيسَى، فَلَا أَدْرِي هَذَا كُلُّهُ حَدِيثُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ شَيْءٌ قَالَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan (yaitu Ibnu Husain), dari Az-Zuhri, dari Hanzalah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak Isa ibnu Maryam akan turun, lalu membunuh semua babi, menghapus semua salib, salat didirikan secara berjamaah untuknya, dan ia selalu memberikan harta sehingga tidak ada yang menerimanya lagi, dan menghapuskan Kharraj, turun di Rauha, lalu melakukan haji atau umrah darinya atau melakukan kedua-duanya (haji dan umrah). Hanzalah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Abu Hurairah r.a. membacakan firman-Nya: Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159), hingga akhir ayat. Hanzalah menduga Abu Hurairah mengatakan bahwa Ahli Kitab beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Selanjutnya Hanzalah mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apakah semuanya itu termasuk hadis Nabi Saw. ataukah ada sesuatu yang dikatakan oleh Abu Hurairah sendiri.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abu Musa Muhammad ibnul Musanna, dari Yazid ibnu Haain, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
حَدَّثَنَا ابْنُ بُكَير، حَدَّثَنَا اللَّيْثِ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ؛ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ فِيكُمُ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟ "
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Nafi' maula Abu Qatadah Alansari, bahwa Abu Hurairah r.a. mengatakan, "Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Bagaimanakah dengan kalian apabila Al-Masih ibnu Maryam turun di antara kalian, sedangkan imam kalian adalah (seseorang) dari kalian'?"
Uqail dan Al-Auza'i diikutkari ke dalam sanad hadis ini.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abdur Razzaq, dari Ma'-mar, dari Usman ibnu Umar, dari Ibnu Abu Zi-b; keduanya dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama.
Imam Muslim mengetengahkannya melalui riwayat Yunus dan Al-Auza'i serta Ibnu Abu Zi-b dengan lafaz yang sama.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا همَّام، أَنْبَأَنَا قَتَادَةُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال: "الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلات أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ، وَإِنِّي أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ، عَلَيْهِ ثَوْبَانِ مُمَصّرَان، كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَل، فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَدْعُو النَّاسَ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمِلَلَ كُلَّهَا إِلَّا الإسلام، وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ، ثُمَّ تَقَعُ الْأَمَنَةُ عَلَى الْأَرْضِ، حَتَّى تَرْتَعَ الْأُسُوَدُ مَعَ الْإِبِلِ، وَالنِّمَارُ مَعَ الْبَقَرِ، وَالذِّئَابُ مَعَ الْغَنَمِ، وَيَلْعَبَ الصِّبْيَانُ بِالْحَيَّاتِ لَا تَضُرُّهُمْ، فَيَمْكُثُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، ثُمَّ يُتَوَفى وَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Para nabi itu semuanya saudara yang se'illah, yakni ibu mereka berlain-lainan, tetapi agama mereka satu. Sesungguhnya aku adalah orang yang lebih utama terhadap Isa ibnu Maryam, karena tidak ada nabi antara dia dan aku. Sesungguhnya dia akan turun. Apabila kalian melihatnya, perhatikanlah dengan baik; dia adalah seorang lelaki yang sedang tingginya, kulit merah keputih-putihan, dia memakai sepasang baju yang kedua-duanya dicelup dengan warna merah, seakan-akan rambutnya meneteskan air, padahal ia tidak terkena basah. Lalu ia pecahkan semua salib, membunuh semua babi, menghapus jizyah, dan menyeru manusia untuk masuk Islam. Di zamannya semua agama dimusnahkan oleh Allah, kecuali agama Islam. Di zamannya pula Allah membinasakan Al-Masih Ad-Dajjal. Kemudian awan menyelimuti bumi sehingga singa berdampingan dengan unta, harimau berdampingan dengan sapi, serigala berdampingan dengan kambing, dan anak-anak memainkan ular tanpa membahayakan keselamatan mereka. Isa tinggal selama empat puluh tahun, kemudian ia wafat dan disalatkan oleh kaum muslim.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Hadiyyah ibnu Khalid, dari Hammam ibnu Yahya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya, dan ia tidak menyebutkan hadis lain pada ayat ini. Dia meriwayatkannya dari Bisyr ibnu Mu'az, dari Yazid ibnu Harun dan Sa'id ibnu Abu Arubah; keduanya dari Qatadah, dari Abdur Rahman ibnu Adam (yaitu maula Ummu Bursun, pengurus Siqayah), dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., kemudian ia mengetengahkan hadis yang semisal, dan di dalamnya disebutkan bahwa Nabi Isa memerangi orang-orang untuk membela agama Islam.
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ، عَنْ أَبِي الْيَمَانِ، عَنْ شُعَيْبٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَالْأَنْبِيَاءُ أَوْلَادُ عَلَّاتٍ، لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ"
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abul Yaman, dari Syu'aib, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Aku adalah orang yang paling berhak kepada Isa ibnu Maryam, para nabi adalah anak-anak dari para ibu yang berbeda-beda, tiada seorang nabi pun antara dia dan aku.
Kemudian Muhammad ibnu Sinan meriwayatkannya dari Falih ibnu Sulaiman, dari Hilal ibnu Ali, dari Abdur Rahman ibnu Abu Amrah, dari Abu Amrah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ"
Aku adalah orang yang paling berhak kepada Isa ibnu Maryam di dunia dan akhirat, para nabi itu adalah saudara yang berlainan ibu; ibu mereka berlain-lainan, sedangkan agama mereka adalah satu.
Ibrahim ibnu Taman meriwayatkan dari Musa ibnu Uqbah, dari Safwan ibnu Salim. dari Ata ibnu Basysyar, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda hingga akhir hadis.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Di dalam kitab sahihnya disebutkan:
حَدَّثَنِي زُهَير بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا مُعَلى بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ الرُّومُ بِالْأَعْمَاقِ -أَوْ بِدَابِقٍ-فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ جَيْشٌ مِنَ الْمَدِينَةِ مِنْ خِيَارِ أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ، فَإِذَا تَصَافُّوا قَالَ الرُّومُ: خَلَوْا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ. فَيَقُولُ الْمُسْلِمُونَ: لَا وَاللَّهِ لَا نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا. فَيُقَاتِلُونَهُمْ، فَيَنْهَزِمُ ثُلُثٌ لَا يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا، ويُقْتَلُ ثُلُثُهُ أَفْضَلُ الشهداء عند الله [عز وجل] ويفتح الثُّلُثُ لَا يُفْتَنُونَ أَبَدًا فَيَفْتَتِحُونَ قُسْطَنْطِينِيَّةَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْسِمُونَ الْغَنَائِمَ قَدْ عَلَّقوا سُيُوفَهُمْ بِالزَّيْتُونِ، إذْ صَاحَ فِيهِمُ الشَّيْطَانُ: إِنَّ الْمَسِيحَ قَدْ خَلَفَكُمْ فِي أَهْلِيكُمْ. فَيَخْرُجُونَ، وَذَلِكَ بَاطِلٌ. فَإِذَا جَاؤُوا الشَّامَ خَرَجَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يُعدّون لِلْقِتَالِ: يُسَوُّونَ الصُّفُوفَ، إِذْ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ فأمَّهم فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللَّهِ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ، فَلَوْ تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى يَهْلِكَ وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، فَيُرِيهِمْ دَمَهُ فِي حَرْبته"
telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, telah menceritakan kepada kami Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kiamat tidak akan terjadi sebelum orang-orang Romawi turun di A'maq atau di Dabiq, lalu keluar menghadapi mereka suatu pasukan dari Madinah yang terdiri atas penduduk bumi yang terpilih di masa itu. Apabila mereka saling berhadapan, maka orang-orang Romawi berkata, "Biarkanlah antara kami dan orang-orang yang telah menawan sebagian dari kami, kami akan perangi mereka." Maka kaum muslim menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak akan membiarkan antara kalian dan saudara-saudara kami." Maka kaum muslim berperang melawan mereka; sepertiga di antara pasukan kaum muslim melarikan diri dan Allah tidak akan menerima tobat mereka selama-lamanya, dan sepertiga dari pasukan kaum muslim gugur; mereka adalah syuhada yang paling utama di sisi Allah. Sedangkan sepertiga lainnya beroleh kemenangan, mereka tidak teperdaya selama-lamanya, lalu mereka berhasil mengalahkan Qustantiniyah. Ketika mereka sedang membagi-bagikan ganimah, sedangkan pedang (senjata) mereka telah digantungkan (ditanggalkan) di Zaitun, tiba-tiba setan berseru di antara mereka bahwa sesungguhnya Al-Masih (yakni Dajjal) kini menjadi penguasa bagi keluarga kalian, maka mereka segera berangkat pulang, padahal berita itu batil (dusta). Ketika mereka tiba di negeri Syam, maka keluarlah Dajjal. Di saat mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang dan merapikan barisannya, tiba-tiba salat didirikan. Maka (saat itu) turunlah Nabi Isa ibnu Maryam, lalu ia menjadi imam mereka. Apabila musuh Allah (Dajjal) melihatnya (Isa), maka leburlah tubuhnya bagaikan garam yang lebur di dalam air. Seandainya Isa membiarkannya, niscaya ia lebur dengan sendirinya hingga binasa, tetapi Allah membunuhnya melalui tangan Nabi Isa a.s., lalu Nabi Isa memperlihatkan darah Dajjal yang ada pada tombaknya kepada mereka.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنِ العَوَّام بْنِ حَوْشَب، عَنْ جَبَلة بْنِ سُحَيْم، عَنْ مُؤثر بْنِ عَفَازَة، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَقِيتُ لَيْلَةَ أسري بي إبراهيم وموسى وَعِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَتَذَاكَرُوا أَمْرَ السَّاعَةِ، فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِهَا. فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِهَا. فَرَدُّوا أَمْرَهُمْ إِلَى عِيسَى، فَقَالَ: أَمَّا وَجْبَتُهَا فَلَا يَعْلَمُ بِهَا أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ، وَفِيمَا عَهِدَ إِلَيَّ رَبِّي -عَزَّ وجل-أَنَّ الدَّجَّالَ خَارِجٌ قَالَ: وَمَعِي قَضِيبَانِ، فَإِذَا رَآنِي ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الرَّصَاصُ قَالَ: فَيُهْلِكُهُ اللَّهُ إِذَا رَآنِي حَتَّى إِنَّ الْحَجَرَ وَالشَّجَرَ يَقُولُ: يَا مُسْلِمُ، إِنَّ تَحْتِي كَافِرًا فتعالَ فَاقْتُلْهُ: قَالَ: فَيُهْلِكُهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ النَّاسُ إِلَى بِلَادِهِمْ وَأَوْطَانِهِمْ، فَعِنْدَ ذَلِكَ يَخْرُجُ يأجوج ومأجوج، وهم من كل حَدَب ينسلون، فَيَطَؤُونَ بِلَادَهُمْ، فَلَا يَأْتُونَ عَلَى شَيْءٍ إِلَّا أَهْلَكُوهُ، وَلَا يَمُرُّونَ عَلَى مَاءٍ إِلَّا شَرِبُوهُ، قَالَ: ثُمَّ يَرْجِعُ النَّاسُ إِلَيَّ يَشْكُونَهُمْ، فَأَدْعُو اللَّهَ عَلَيْهِمْ، فَيُهْلِكُهُمْ وَيُمِيتُهُمْ، حَتَّى تَجْوَى الأرضُ مِنْ نَتْن رِيحِهِمْ، وَيُنْزِلُ اللَّهُ الْمَطَرَ، فَيَجْتَرِفُ أَجْسَادَهُمْ حَتَّى نَقْذِفَهُمْ فِي الْبَحْرِ، فَفِيمَا عَهِدَ إِلَيَّ رَبِّي -عَزَّ وَجَلَّ-أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ كَذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَالْحَامِلِ المتِمّ، لَا يَدْرِي أَهْلُهَا مَتَى تَفْجَؤُهُمْ بِوِلَادِهَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Awwam ibnu Hausyab, dari Jabalah ibnu Sihhim, dari Muassir ibnu Giffarah, dari Ibnu Mas'ud, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:  Bahwa di malam beliau melakukan Isra, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa Alaihimussalam Lalu mereka memperbincangkan tentang perkara hari kiamat. Mereka menyerahkan jawabannya kepada Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Ibrahim mengatakan, "Aku tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Kemudian mereka menyerahkan perkara itu kepada Nabi Musa, dan Musa menjawab, "Aku tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." Akhirnya mereka menyerahkan perkara mereka kepada Nabi Isa. Maka Nabi Isa menjawab, "Adapun mengenai waktunya, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah. Menurut apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. kepadaku, kelak Dajjal akan muncul pada saat aku memegang dua buah batang (tombak). Apabila Dajjal melihatku, maka leburlah ia bagaikan timah (yang kena panas)." Isa mengatakan, "Allah membinasakannya bila ia melihat diriku, hingga sesungguhnya batu-batuan dan pepohonan dapat berbicara mengatakan, 'Hai orang muslim, sesungguhnya di bawahku terdapat orang kafir yang sedang bersembunyi, kemarilah dan bunuhlah dia!' Allah membinasakan mereka (semua orang kafir), lalu manusia kembali ke negerinya dan tanah airnya masing-masing. Maka pada saat itulah muncul Yajuj dan Majuj, mereka turun dari seluruh tempat yang tinggi dengan cepat, lalu menginjak-injak negeri kaum muslim. Tidak sekali-kali mereka mendatangi sesuatu, melainkan mereka membinasakannya; dan tidak sekali-kali mereka melewati tempat air, melainkan mereka meminumnya sampai habis. Kemudian manusia kembali lagi mengadukan musibah mereka (kepada Isa), maka aku (Isa) berdoa kepada Allah untuk kebinasaan Yajuj dan Majuj. Maka Allah membinasakan dan memusnahkan mereka semua, hingga bumi menjadi gembur dan busuk karena dipenuhi oleh bangkai mereka. Lalu Allah menurunkan hujan lebat, maka semua bangkai mereka hanyut hingga terlempar ke laut. Menurut apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadaku, bilamana semuanya itu telah terjadi seperti yang diceritakan, maka saat hari kiamat sama halnya dengan wanita yang sedang hamil tua tanpa diketahui oleh keluarganya bilakah dia melahirkan anaknya, di siang harikah atau di malam hari sebagai berita kejutan buat mereka."
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awwam ibnu Hausyab dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي نَضرة قَالَ: أَتَيْنَا عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ؛ لِنَعْرِضَ عَلَيْهِ مُصْحَفًا لَنَا عَلَى مُصْحَفِهِ، فَلَمَّا حَضَرَتِ الْجُمُعَةُ أَمَرَنَا فَاغْتَسَلْنَا، ثُمَّ أَتَيْنَا بِطِيبٍ فَتَطَيَّبْنَا، ثُمَّ جِئْنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْنَا إِلَى رَجُلٍ، فَحَدَّثَنَا عَنِ الدَّجَّالِ، ثُمَّ جَاءَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ فَقُمْنَا إِلَيْهِ، فَجَلَسْنَا فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَكُونُ لِلْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةُ أَمْصَارٍ: مِصْرٌ بِمُلْتَقَى الْبَحْرَيْنِ، وَمِصْرٌ بِالْحِيرَةِ، وَمِصْرٌ بِالشَّامِ. فَيَفْزَعُ النَّاسُ ثَلَاثَ فَزَعَاتٍ، فَيَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِي أَعْرَاضِ النَّاسِ، فَيُهْزَمُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، فَأَوَّلُ مِصْرٍ يَرِدُهُ الْمِصْرُ الَّذِي بِمُلْتَقَى الْبَحْرَيْنِ، فَيَصِيرُ أَهْلُهُمْ ثَلَاثَ فِرَقٍ: فِرْقَةٌ تُقيم تَقُولُ: نُشَامه نَنْظُرُ مَا هُوَ؟ وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْأَعْرَابِ، وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْمِصْرِ الَّذِي يَلِيهِمْ. وَمَعَ الدَّجَّالِ سَبْعُونَ أَلْفًا عَلَيْهِمُ السِّيجَانُ وَأَكْثَرُ مِنْ مَعَهُ الْيَهُودُ وَالنِّسَاءُ، ثُمَّ يَأْتِي الْمِصْرَ الَّذِي يَلِيهِ، فَيَصِيرُ أَهْلُهُ ثَلَاثَ فِرَقٍ: فِرْقَةٌ تَقُولُ: نُشَامُّهُ وَنَنْظُرُ مَا هُوَ؟ وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْأَعْرَابِ، وَفِرْقَةٌ تَلْحَقُ بِالْمِصْرِ الَّذِي يَلِيهِمْ بِغَرْبِ الشَّامِ وَيَنْحَازُ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَقَبَةِ أَفِيق فَيَبْعَثُونَ سَرْحًا لَهُمْ، فَيُصَابُ سَرْحهم، فَيَشْتَدُّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَتُصِيبُهُمْ مَجَاعَةٌ شَدِيدَةٌ وَجَهْدٌ شَدِيدٌ، حَتَّى إِنَّ أَحَدَهُمْ ليحرقُ وتَرَ قَوْسه فَيَأْكُلُهُ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ نَادَى مُنَادٍ مِنَ السَّحَر: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَتَاكُمُ الْغَوْثُ ثَلَاثًا" فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: إِنَّ هَذَا لَصَوْت رَجُلٍ شَبْعَانَ، وَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ، فَيَقُولُ لَهُ أَمِيرُهُمْ: رُوح اللَّهِ، تَقَدَّمْ صَلِّ. فَيَقُولُ: هَذِهِ الْأُمَّةُ أُمَرَاءُ، بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ. فَيَتَقَدَّمُ أَمِيرُهُمْ فَيُصَلِّي، فَإِذَا قَضَى صَلَاتَهُ أَخَذَ عِيسَى حَرْبَته، فَيَذْهَبُ نَحْوَ الدَّجال، فَإِذَا رَآهُ الدَّجَّالُ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الرَّصَاصُ، فَيَضَعُ حَرْبته بين ثَنْدوَته  فَيَقْتُلُهُ وَيَنْهَزِمُ أَصْحَابُهُ، فَلَيْسَ يَوْمَئِذٍ شَيْءٌ يُوَارِي أَحَدًا، حَتَّى إِنَّ الشَّجَرَةَ لَتَقُولُ: يَا مُؤْمِنُ، هَذَا كَافِرٌ. وَيَقُولُ الْحَجَرُ: يَا مُؤْمِنُ، هَذَا كَافِرٌ".
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Nadrah yang menceritakan, "Kami datang kepada Usman ibnu Abul As pada hari Jumat untuk menunjukkan kepadanya sebuah mushaf milik kami agar dicocokkan dengan mushaf miliknya. Ketika waktu salat Jumat tiba, Usman ibnu Abul As memerintahkan kepada kami untuk mandi. Setelah kami mandi, ia menyodorkan wewangian (parfum), maka kami memakainya. Lalu kami datang ke masjid dan duduk di dekat seorang letakl, kemudian kami membicarakan perihal Dajjal. Tidak lama kemudian datanglah Usman ibnu Abul As. Maka kami berdiri menghormatnya, lalu duduk lagi. Usman ibnu Abul As mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda," yaitu: Kelak kaum muslim mempunyai tiga buah kota; salah satunya terletak di tempal bertemunya dua laut, yang kedua terletak di Hirah, dan yang ketiga terletak di negeri Syam. Lalu manusia mengalami huru-hara sebanyak tiga kali, dan muncullah Dajjal di tengah-tengah manusia, lalu ia menyerang dari arah timur. Mula-mula kota (kaum muslim) yang didatanginya ialah yang terletak di antara dua laut. Maka penduduknya berpecah belah menjadi tiga golongan. Golongan yang pertama mengatakan, "Kita tetap tinggal dan menentangnya, lalu kita lihat apa yang akan terjadi. Segolongan yang lain melarikan diri bergabung dengan orang-orang Badui (daerah pedalaman), dan yang segolongan lagi bergabung ke kota yang berdekatan dengan mereka. Dajjal muncul disertai dengan pasukan sebanyak tujuh puluh ribu orang yang semuanya memakai mahkota. Kebanyakan pengikutnya terdiri atas orang-orang Yahudi dan kaum wanita. Kaum muslim akhirnya mundur sampai di Aqabah Afyaq, lalu dikirimkan ternak unta untuk mereka, tetapi kiriman ternak itu dirampok. Maka hal tersebut terasa sangat berat oleh mereka, dan akhirnya mereka mengalami kelaparan yang sangat dan penderitaan yang sangat parah, sehingga seseorang dari mereka terpaksa membakar tali busur mereka, lalu dimakannya. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba terdengar seruan dari arah pohon yang mengatakan, "Hai manusia, telah datang kepada kalian pertolongan," sebanyak tiga kali. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Sesungguhnya suara ini dari seorang lelaki yang kenyang." Dan turunlah Nabi Isa ibnu Maryam a.s. di saat salat Subuh. Lalu pemimpin kaum muslim berkata kepadanya, '"Wahai Ruhullah, majulah menjadi imam dan salatlah." Ia menjawab, "Umat ini semuanya adalah pemimpin; sebagian dari mereka menjadi pemimpin sebagian yang lain." Maka majulah pemimpin mereka, lalu salat (sebagai imam). Setelah imam menyelesaikan salatnya, maka Nabi Isa mengambil tombaknya, lalu pergi menuju ke arah Dajjal berada. Ketika Dajjal melihat Nabi Isa, maka leburlah tubuhnya sebagaimana timah (yang dibakar), lalu Nabi Isa menancapkan tombaknya di antara kedua susunya (ulu hatinya), maka matilah Dajjal ketika itu juga, sedangkan teman-teman Dajjal melarikan diri. Pada masa itu tiada sesuatu pun yang mau menjadi tempat persembunyian seseorang dari mereka, sehingga pohon pun berkata, "Hai orang mukmin, di sini ada orang kafir." Dan batu-batuan mengatakan, "Hai orang mukmin, di sini bersembunyi orang kafir."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila dipandang dari segi ini.
Hadis lain.
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ مَاجَهْ فِي سُنَنِهِ الْمَشْهُورَةِ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَافِعٍ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي زُرْعَة الشَّيْبَانِيِّ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ أَبِي أُمَامة الْبَاهِلِيِّ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانَ أكثرُ خُطْبَتِهِ حَدِيثًا حَدَّثَنَاهُ عَنِ الدَّجَّالِ، وَحَذَّرَنَاهُ، فَكَانَ مِنْ قَوْلِهِ أَنْ قَالَ: "لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ، مُنْذُ ذَرَأَ اللَّهُ ذُرِّية آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْ نَبِيًّا إِلَّا حَذَّر أُمَّته الدَّجَّالَ. وَأَنَا آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ، وَأَنْتُمْ آخَرُ الْأُمَمِ، وَهُوَ خَارِجٌ فِيكُمْ لَا مَحَالَةَ، فَإِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا بَيْنَ ظَهْرَانيكم، فَأَنَا حَجِيجٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ، وَإِنْ يَخْرُجُ مِنْ بَعْدِي فَكَلٌّ [امرئ] حَجِيجُ نَفْسِهِ، وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ خَلّة بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ، فيعيث يمينًا ويعيث شمالا". " [ألا] يَا عِبَادَ اللَّهِ، أَيُّهَا النَّاسُ، فَاثْبُتُوا. وَإِنِّي سَأَصِفُهُ لَكُمْ صِفَةً لَمْ يَصِفْهَا إِيَّاهُ نَبِيٌّ قَبْلِي: إِنَّهُ يَبْدَأُ فَيَقُولُ  أَنَا نَبِيٌّ" فَلَا نَبِيَّ بَعْدِي، ثُمَّ يُثَنِّي فَيَقُولُ: "أَنَا رَبُّكُمْ"، وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا. وَإِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ، عَزَّ وَجَلَّ، لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَإِنَّهُ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: كَافِرٌ، يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ، كَاتِبٍ وَغَيْرِ كَاتِبٍ. وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنَّ مَعَهُ جَنَّةً وَنَارًا، فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَجَنَّتُهُ نَارٌ. فَمَنِ ابْتُلِيَ بِنَارِهِ فَلْيَسْتَغِثْ بِاللَّهِ وَلْيَقْرَأْ فَوَاتِحَ الْكَهْفِ، فَتَكُونُ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا، كَمَا كَانَتِ النَّارُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ [عَلَيْهِ السَّلَامُ] وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَقُولَ لِأَعْرَابِيِّ: أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ أَتَشْهَدُ أَنِّي رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِي صُورَةِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ، فَيَقُولَانِ: يَا بُنَيَّ، اتَّبِعْهُ، فَإِنَّهُ رَبُّكَ. وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يُسَلّط عَلَى نَفْسٍ وَاحِدَةٍ فَيَقْتُلُهَا وَيَنْشُرُهَا بِالْمِنْشَارِ، حَتَّى يُلْقَى شِقَّيْنِ ثُمَّ يَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا، فَإِنِّي أَبْعَثُهُ الْآنَ، ثُمَّ يَزْعُمُ أَنَّ لَهُ رَبًّا غَيْرِي. فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ، فَيَقُولُ لَهُ الْخَبِيثُ: مَنْ رَبُّكَ، فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ. وَأَنْتَ عَدُوُّ اللَّهِ، الدَّجَّالُ، وَاللَّهِ مَا كنتُ بعدُ أَشُدَّ بَصِيرَةً بك مني اليوم". قال أبو حسن الطَّنَافِسيّ: فَحَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيُّ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ذَلِكَ الرَّجُلُ  أَرْفَعُ أُمَّتِي دَرَجَةً فِي الْجَنَّةِ". قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: وَاللَّهِ مَا كُنَّا نُرَى ذَلِكَ الرَّجُلَ إِلَّا عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ. قَالَ الْمُحَارِبِيُّ: ثُمَّ رَجَعْنَا إِلَى حَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَأْمُرَ السَّمَاءَ أَنْ تُمْطر، فَتُمْطِرَ، وَيَأْمُرَ الْأَرْضَ أَنْ تُنْبِتَ، فَتُنْبِتَ، [وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَمُر بِالْحَيِّ فَيُكَذِّبُونَهُ، فَلَا تبقى لهم سائمة إِلَّا هَلَكَتْ] وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَمُرَّ بِالْحَيِّ فَيُصَدِّقُونَهُ، فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ أَنْ تُمْطِرَ، فَتُمْطِرَ، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ أَنْ تُنْبِتَ، فَتُنْبِتَ. حَتَّى تَرُوحَ مَوَاشِيهِمْ مِنْ يَوْمِهِمْ ذَلِكَ أَسْمَنَ مَا كَانَتْ وَأَعْظَمَهُ، وأمَدّه خَوَاصِرَ، وَأَدَرَّهُ ضُروعا، وَإِنَّهُ لَا يَبْقَى شَيْءٌ مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا وَطِئَهُ وَظَهَرَ عَلَيْهِ، إِلَّا مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ، فَإِنَّهُ لَا يَأْتِيهِمَا مِنْ نَقْب مِنْ نِقَابِهِمَا إِلَّا لَقِيَتْهُ الْمَلَائِكَةُ بِالسُّيُوفِ صَلتة، حَتَّى يَنْزِلَ عِنْدَ الظّرَيب الْأَحْمَرِ، عِنْدَ مُنْقَطع السَّبخَة، فَتَرْجُفُ الْمَدِينَةُ بِأَهْلِهَا ثَلَاثَ رَجَفات، فَلَا يَبْقَى مُنَافِقٌ وَلَا مُنَافِقَةٌ إِلَّا خَرَجَ إِلَيْهِ، فَتَنْفى الخَبَثَ مِنْهَا كَمَا يَنْفِي الكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ، ويُدعى ذَلِكَ الْيَوْمُ يَوْمَ الْخَلَاصِ. فَقَالَتْ أُمُّ شَرِيك بِنْتُ أَبِي العَكَريَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيْنَ الْعَرَبُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: "هُمْ قَلِيلٌ، وَجُلُّهُمْ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَإِمَامُهُمْ رَجُلٌ صَالِحٌ، فَبَيْنَمَا إِمَامُهُمْ قَدْ تَقَدَّمَ يُصلي بِهِمُ الصُّبْحَ إِذْ نَزَلَ [عَلَيْهِمْ] عِيسَى [ابْنُ مَرْيَمَ] عَلَيْهِ السَّلَامُ، الصُّبْحَ، فَرَجَعَ ذَلِكَ الْإِمَامُ يَنْكُصُ، يَمْشِي الْقَهْقَرَى؛ لِيُقَدِّمَ عِيسَى يُصَلِّي بِالنَّاسِ، فَيَضَعُ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ: تَقَدَّمَ فَصَلِّ، فَإِنَّهَا لَكَ أُقِيمَتْ. فَيُصَلِّي بِهِمْ إِمَامُهُمْ، فَإِذَا انْصَرَفَ قَالَ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ: افْتَحُوا الْبَابَ. فَيُفْتَحُ، وَوَرَاءَهُ الدَّجَّالُ، مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُو سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ، فَإِذَا نَظَرَ إِلَيْهِ الدَّجَّالُ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ، وَيَنْطَلِقُ هَارِبًا، وَيَقُولُ عِيسَى [عَلَيْهِ السَّلَامُ] إِنْ لِي فِيكَ ضَرْبَة لَنْ تَسْتَبِقَنِي بِهَا. فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابَ لُدّ الشَّرْقِيِّ، فَيَقْتُلُهُ، وَيَهْزِمُ اللَّهُ الْيَهُودَ، فَلَا يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللَّهُ تَعَالَى  يَتَوَارَى بِهِ الْيَهُودِيُّ  إِلَّا أَنْطَقَ اللَّهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ، لَا حَجَرَ، وَلَا شَجَرَ، وَلَا حَائِطَ، وَلَا دَابَّةَ -إِلَّا الغَرْقدة فَإِنَّهَا مِنْ شَجَرِهِمْ لَا تَنْطِقُ-إِلَّا قَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ الْمُسْلِمَ، هَذَا يَهُودِيٌّ، فَتَعَالَ اقْتُلْهُ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَإِنَّ أَيَّامَهُ أَرْبَعُونَ سَنَةً، السَّنَةُ كَنِصْفِ السَّنَةِ، وَالسَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَالشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَآخِرُ أَيَّامِهِ كَالشَّرَرَةِ، يُصْبِحُ أَحَدُكُمْ عَلَى بَابِ الْمَدِينَةِ فَلَا يَبْلُغُ بَابَهَا الْآخَرَ حَتَّى يُمْسِيَ". فَقِيلَ لَهُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي، فِي تِلْكَ الْأَيَّامِ الْقِصَارِ؟ قَالَ: "تُقَدِّرُونَ فِيهَا الصَّلَاةَ كَمَا تُقَدِّرُونَ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الطِّوَالِ. ثُمَّ صَلّوا". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَيَكُونُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ فِي أُمَّتِي حَكَمًا عَدْلًا وَإِمَامًا مُقْسطا، يَدُقُّ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَتْرُكُ الصَّدَقَةَ، فَلَا يُسْعَى عَلَى شَاةٍ وَلَا بَعِيرٍ، وَتَرْتَفِعُ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ، وتُنزع حُمَة كُلِّ ذَاتِ حُمَةٍ، حَتَّى يُدْخِلَ الْوَلِيدُ يَدَهُ فِي الْحَيَّةِ فَلَا تَضُرَّهُ، وتُفرُّ الْوَلِيدَةُ الْأَسَدَ فَلَا يَضُرَّهَا، وَيَكُونُ الذِّئْبُ فِي الْغَنَمِ كَأَنَّهُ كَلْبُهَا، وَتُمْلَأُ الأرضُ مِنَ السِّلْمِ  كَمَا يُمْلأ الْإِنَاءُ مِنَ الْمَاءِ، وَتَكُونُ الْكَلِمَةُ وَاحِدَةً، فَلَا يُعْبَدُ إِلَّا اللَّهُ، وَتَضَعُ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا، وَتُسْلَبُ قُرَيْشٌ مُلْكَهَا، وَتَكُونُ الْأَرْضُ كَفَاثُورِ الْفِضَّةِ تُنْبِتُ نَبَاتَهَا كَعَهْدِ آدَمَ، حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّفَرُ عَلَى القِطْف مِنَ الْعِنَبِ فَيُشْبِعَهُمْ، وَيَجْتَمِعَ النَّفَرُ عَلَى الرُّمَّانَةِ فَتُشْبِعَهُمْ، وَيَكُونُ الثَّوْرُ بِكَذَا وَكَذَا، مِنَ الْمَالِ، ويَكون الْفَرَسُ بِالدُّرَيْهِمَاتِ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا يُرْخِصُ الْفَرَسَ؟ قَالَ: "لَا تُرْكَبُ لِحَرْبٍ أَبَدًا" قِيلَ لَهُ: فَمَا يُغلي الثَّوْرَ؟ قَالَ: "تُحْرث الْأَرْضُ كُلُّهَا". وَإِنَّ قَبْلَ خُرُوجِ [الدَّجَّالِ] ثَلَاثَ سَنَوَاتٍ شِدَادٍ، يُصِيبُ النَّاسَ فِيهَا جُوعٌ شَدِيدٌ، يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِي السَّنَةِ [الْأُولَى أَنْ تَحْبِسَ ثُلُثَ مَطَرِهَا، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ فَتَحْبِسُ ثُلُثَ نَبَاتِهَا، ثُمَّ يَأْمُرُ السَّمَاءَ فِي الثَّانِيَةِ فَتَحْبِسُ ثُلُثَيْ مَطَرِهَا، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ فَتَحْبِسُ ثُلُثَيْ نَبَاتِهَا، ثُمَّ يَأْمُرُ اللَّهُ السَّمَاءَ فِي السَّنَةِ] الثَّالِثَةِ فَتَحْبِسُ مَطَرَهَا كُلَّهُ، فَلَا تَقْطر قَطْرَةً، وَيَأْمُرُ الْأَرْضَ أَنْ تَحْبِسَ نَبَاتَهَا كُلَّهُ، فَلَا تُنْبتُ خَضْرَاءَ، فَلَا تَبْقَى ذَاتُ ظلْف إِلَّا هَلَكَتْ، إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ". فَقِيلَ: فَمَا يُعِيشُ النَّاسَ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ؟ قَالَ: "التَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ، وَيَجْرِي ذَلِكَ عَلَيْهِمْ مَجْرَى الطَّعَامِ". قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: سَمِعْتُ أَبَا الْحَسَنِ الطَّنَافِسي يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ الْمُحَارِبِيَّ يَقُولُ: يَنْبَغِي أَنَّ يُدْفَعَ هَذَا الْحَدِيثُ إِلَى الْمُؤَدِّبِ، حَتَّى يُعَلِّمَهُ الصِّبْيَانَ فِي الْكُتَّابِ.
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah mengatakan di dalam kitab sunannya, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Muharibi, dari Ismail ibnu Abu Rafi’, dari Abu Zar'ah Asy-Syaibani Yahya ibnu Abu Umar, dari Abu Umamah Al-Bahili yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkotbah kepada kami dan termasuk kebiasaan khotbahnya selalu membicarakan hal yang sedang kami bicarakan sekarang, yaitu Dajjal yang selalu kita waspadai. Di antara sabda beliau dalam khotbahnya itu menyebutkan: Belum pernah ada fitnah yang lebih besar di muka bumi ini daripada fitnah Dajjal sejak Allah menebarkan keturunan Adam a.s. Dan sesungguhnya tidak sekali-kali. Allah mengutus seorang nabi, kecuali memperingatkan umatnya akan (bahaya) Dajjal. Aku adalah nabi yang paling akhir dan kalian adalah umat yang paling akhir, Dajjal pasti akan muncul di kalangan kalian. Jika Dajjal muncul, sedang aku masih ada di antara kalian, maka akulah yang akan membela setiap orang muslim. Dan jika Dajjal muncul sesudahku, maka setiap orang harus membela dirinya sendiri, dan sesungguhnya Allah yang akan menjaga setiap orang muslim sesudah aku tiada. Sesungguhnya Dajjal itu akan muncul dari celah-celah antara perbatasan negeri Syam dan negeri Irak. Lalu ia melakukan pengrusakan ke arah kanan dan kirinya. Ingatlah, hai hamba-hamba Allah, hai manusia sekalian, berteguh hatilah kalian. Sesungguhnya aku akan mengabarkan ciri khasnya yang belum pernah digambarkan oleh seorang nabi pun sebelumku. Sesungguhnya dia (Dajjal) pada mulanya mengatakan, "Aku adalah nabi, tidak ada nabi lain sesudahku." Kemudian untuk kedua kalinya ia mengatakan, "Akulah tuhan kalian." Tempi kalian tidak dapat melihat Tuhan kalian sebelum kalian mati. Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan Tuhan kalian Yang Mahaagung lagi Mahaperkasa tidak buta. Dan sesungguhnya tertulis di antara kedua matanya lafaz "kafir" yang dapat dibaca oleh semua orang mukmin, baik yang dapat membaca maupun yang buta huruf. Dan sesungguhnya termasuk fitnahnya ialah dia membawa surga dan neraka, tetapi neraka Dajjal adalah surga dan surganya adalah neraka. Barang siapa yang mendapat cobaan dari neraka Dajjal, hendaklah ia meminta pertolongan kepada Allah dan hendaklah ia membaca ayat-ayat permulaan sural Al-Kahfi, maka neraka Dajjal akan terasa sejuk dan menjadi keselamatan baginya sebagaimana api menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Dan sesungguhnya fitnah Dajjal yang lainnya ialah dia mengatakan kepada orang Badui, "Bagaimanakah menurutmu, jika aku hidupkan kembali ibu dan ayahmu, apakah kamu mau bersaksi bahwa aku adalah tuhanmu?" Maka orang Badui menjawab, "Ya." Lalu setan menyerupakan dirinya dalam rupa ayah dan ibunya, kemudian keduanya mengatakan, "Hai anakku, ikutilah dia karena sesungguhnya dia adalah tuhanmu." Dan sesungguhnya termasuk fitnah Dajjal ialah dia menangkap seseorang, lalu tubuhnya dibelah dengan gergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Kemudian Dajjal berkata, "Lihatlah hambaku ini, sekarang aku menghidupkannya kembali, lalu dia menduga bahwa dia mempunyai Tuhan selain aku." Maka Allah menghidupkannya kembali, lalu Dajjal yang jahat itu berkata kepadanya, "Siapakah Tuhanmu?" Orang itu menjawab, "Allah adalah Tuhanku, sedangkan engkau adalah Dajjal musuh Allah. Demi Allah, sekarang aku makin bertambah mengetahui daripada sebelumnya siapa sebenarnya kamu.” Abul Hasan At-Tanafisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnul Walid Ar-Rassafi, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Lelaki itu adalah dari kalangan umatku yang paling tinggi derajatnya di dalam surga. Atiyyah mengatakan bahwa Abu Sa’id mengatakan, "Demi Allah, kami tidak meragukan lagi lelaki itu tiada lain adalah Umar ibnul Khattab, sehingga Dajjal pergi menuju jalannya sendiri." Kemudian Al-Muharibi mengatakan, "Kami merujuk kepada hadis Abu Rafi' yang di dalamnya disebutkan: Termasuk fitnah Dajjal ialah dia memerintahkan kepada langit untuk menurunkan hujan, maka langit pun menurunkan hujannya. Ia memerintahkan kepada bumi untuk menumbuhkan tetumbuhannya, maka bumi pun mengeluarkan tetumbuhannya. Termasuk fitnah yang ditampilkan oleh Dajjal ialah dia melewati sebuah kampung; bilamana penduduk kampung itu mendustakannya, maka tidak ada seekor ternak pun yang ada pada mereka melainkan mati dan binasa. Termasuk fitnah Dajjal lagi ialah dia melewati sebuah kampung; bilamana penduduknya mempercayainya, lalu ia memerintahkan kepada langit agar menurunkan hujan, maka langit pun segera menurunkan hujannya. Dan ia memerintahkan kepada bumi agar menumbuhkan tetumbuhannya, maka bumi pun mengeluarkan tetumbuhannya, hingga ternak mereka sejak hari itu menjadi gemuk-gemuk, lebih gemuk daripada sebelumnya; air susunya pun sangat subur, lebih subur daripada sebelumnya. Sesungguhnya tidak ada suatu jengkal tanah pun di muka bumi ini melainkan dia jelajahi semua, kecuali Mekah dan Madinah. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali ia datang kepadanya dari salah satu celahnya, melainkan ia menjumpai malaikat dengan pedang yang terhunus siap membunuhnya. Lalu ia terpaksa turun di Zaribul Ahmar yaitu di kawasan Sabkhah; saat itu kota Madinah mengalami gempa sebanyak tiga kali. Akibatnya tidak ada seorang munafik pun —baik laki-laki maupun wanita— melainkan pasti keluar dari kota Madinah, sehingga bersihlah kota Madinah dari kemunafikan, sebagaimana pandai besi melenyapkan kotoran (karat) besinya. Hari itu dinamakan sebagai khalas atau hari pembebasan atau hari pembersihan." Ummu Syarik binti Abul Akr bertanya, "Wahai Rasulullah, saat itu dimanakah orang-orang Arab (kaum muslim) berada?" Rasulullah Saw. menjawab: Mereka adalah minoritas, sebagian besar dari mereka pada masa itu berada di Baitul Maqdis, imam mereka adalah seorang lelaki saleh. Ketika imam mereka maju untuk salat Subuh bersama mereka, tiba-tiba turunlah Isa ibnu Maryam a.s. Maka imam berjalan mundur untuk memberikan kesempatan kepada Isa agar maju, tetapi Isa memegang pundaknya, lalu berkata, "Majulah kamu dan salatlah, karena sesungguhnya salat ini didirikan untukmu (sebagai imamnya). Lalu imam itu salat bersama mereka. Apabila imam menyelesaikan salatnya, maka Isa berkata, "Bukalah pintu itu," lalu pintu tersebut dibuka, dan ternyata di belakang pintu terdapat Dajjal bersama tujuh puluh ribu orang Yahudi, semuanya menyandang senjata pedang dengan pakaian yang penuh dengan perhiasan dan mahkota. Maka apabila Dajjal melihat Isa, leburlah dirinya sebagaimana garam dalam air. Lalu Dajjal lari, dan Isa berkata, "Sesungguhnya aku harus memukulmu sekali pukul yang tidak dapal kamu hindari." Nabi Isa dapat mengejarnya sampai di pintu kota Lad bagian timur, lalu ia membunuhnya. Allah mengalahkan semua orang Yahudi, maka tidak ada suatu makhluk Allah pun yang dipakai untuk tempat bersembunyi oleh orang Yahudi, melainkan Allah membuatnya dapat berbicara, baik itu batu, pepohonan, tembok, ataupun hewan selain tumbuhan garqad, karena tumbuhan garqad termasuk tetumbuhan mereka; ia tidak dapat berbicara kecuali berkata, "Hai hamba Allah yang muslim, inilah orang Yahudi (sedang bersembunyi padaku). Kemarilah, bunuhlah dia." Rasulullah Saw. bersabda pula: Dan sesungguhnya masa Nabi Isa itu adalah empat puluh tahun; satu tahun lamanya sama dengan setengah tahun, dan satu tahun lamanya seperti satu bulan, satu bulan sama lamanya dengan satu Jumat (satu minggu), dan masa-masa akhirnya sama cepatnya dengan percikan api. Seseorang dari kalian berpagi hari berada di pintu masuk kota Madinah: belum lagi ia sampai ke pintu yang lainnya hari telah petang. Kemudian ada yang bertanya kepada Nabi Saw., "Wahai Nabi Allah, bagaimanakah kami salat di masa-masa sangat pendek itu?" Nabi Saw. menjawab: Kalian harus memperkirakan waktu salat sebagaimana kalian memperkirakannya di hari-hari yang panjang, kemudian kerjakanlah salat. Rasulullah Saw. bersabda: Maka kelak Isa Ibnu Maryam berada di antara umatku sebagai hakim yang adil dan imam yang adil. Dia memecahkan semua salib, membunuh semua babi, menghapus jizyah, dan meninggalkan sedekah; tidak lagi ia memungut zakat ternak kambing, tidak pula ternak unta (karena semua orang kaya). Semua permusuhan dan persengketaan tidak ada lagi, kebuasan dari semua binatang yang buas tidak ada lagi, sehingga anak kecil dapat memasukkan tangannya ke dalam (liang) ular (berbisa) tanpa membahayakannya, anak unta berlari dari singa, singa tidak membahayakannya, serigala yang berada di antara ternak kambing seakan-akan sebagai anjing gembalanya. Bumi dipenuhi dengan kedamaian seperti sebuah wadah yang penuh dengan air. Kelak kalimah hanya satu, tidak disembah selain Allah, peperangan telah tiada, dan orang-orang Quraisy kembali merebut kerajaannya. Kelak bumi bersinar bagaikan sinar perak, dan semua tetumbuhannya tumbuh dengan subur, sama seperti zaman Nabi Adam, hingga sekumpulan orang memakan setangkai buah anggur, lalu semuanya kenyang, dan sejumlah orang berkumpul memakan satu buah delima, lalu semuanya merasa kenyang. Kelak harga seekor sapi jantan sama dengan sejumlah anu dari harta (yakni mahal), sedangkan harga kuda hanya beberapa dirham saja. Lalu ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan harga kuda menjadi murah sekali?" Rasulullah Saw. menjawab, "Karena tidak dipakai untuk berperang lagi selama-lamanya." Lalu ditanyakan kepada beliau, "Apakah yang menyebabkan harga sapi jantan mahal?" Rasulullah Saw. menjawab: Karena (sebagian besar) bumi dijadikan lahan pertanian. Sesungguhnya tiga tahun sebelum Dajjal muncul terjadi masa kekeringan yang sangat, umat manusia tertimpa paceklik yang sangat parah. Pada tahun pertama Allah memerintahkan kepada langit agar menahan sepertiga hujannya, dan memerintahkan kepada bumi agar menahan sepertiga tetumbuhannya. Kemudian pada tahun yang kedua Dia memerintahkan kepada langit agar menahan dua pertiga hujannya, dan memerintahkan kepada bumi agar menahan dua pertiga tetumbuhannya. Selanjutnya pada tahun yang ketiga Allah Swt. memerintahkan kepada langit agar menahan semua hujannya, hingga tidak setetes air hujan pun turun, dan Dia memerintahkan kepada bumi agar menahan semua tetumbuhannya hingga tidak menumbuhkan pepohonan dan tanaman lagi. Maka tidak ada seekor binatang berkuku pun melainkan binasa, kecuali yang dikehendaki oleh Allah tidak binasa. Ketika ditanyakan kepada beliau Saw. mengenai makanan yang dimakan oleh manusia pada zaman tersebut, maka beliau Saw. menjawab: Tahlil, takbir, tasbih, dan tahmid, hal tersebut mengalir ke dalam tubuh mereka bagaikan mengalirnya makanan. Ibnu Majah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abul Hasan At-Tanafisi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman Al-Muharibi mengatakan, "Dianjurkan agar hadis ini disampaikan kepada pengajar, agar ia mengajarkannya kepada anak-anak dan memasukkannya pada kitab pelajaran".
Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib jiddan (aneh sekali), tetapi sebagian darinya mempunyai syawahid (bukti-bukti yang menguatkan)nya dari hadis-hadis yang lain.
Di antara hadis yang menguatkannya ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan hadis Nafi' serta Salim, dari Abdullah ibnu Umar yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
لَتُقَاتِلُنَّ الْيَهُودَ، فَلَتَقْتُلُنَّهُمْ حَتَّى يَقُولَ الْحَجَرُ: يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ
Kalian benar-benar kelak akan memerangi orang-orang Yahudi dan sesungguhnya kalian pasti dapat membunuh mereka, hingga batu-batuan mengatakan, "Hai orang muslim, inilah orang Yahudi (bersembunyi padaku), kemarilah dan bunuhlah dia!"
Hadis lainnya dari Imam Muslim melalui jalur Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
" لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ، فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ، إِلَّا الْغَرْقَدَ، فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ "
Kiamat tidak akan terjadi sebelum orang-orang muslim memerangi orang-orang Yahudi, lalu orang-orang muslim dapat membunuh mereka, hingga orang-orang Yahudi bersembunyi di balik batu-batuan dan pohon-pohonan, tetapi batu-batuan dan pepohonan mengatakan, "Hai orang muslim, hai hamba Allah, inilah orang Yahudi ada di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia," kecuali pohon garqad. karena sesungguhnya ia termasuk tumbuhan orang Yahudi.
Sehubungan dengan hal ini kami akan mengetengahkan hadis An-Nawas ibnu Sam'an karena mempunyai kemiripan dengan hadis dalam bab ini.
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَير بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ جَابِرٍ الطَّائِيُّ قَاضِي حِمْصَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرحمن بن جبير، عن أبيه جبير بن نُفَير الْحَضْرَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَانَ الْكِلَابِيَّ (ح) وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْران الرَّازِّيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ جَابِرٍ الطَّائِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ جُبَيْر، بْنِ نُفَيْر، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعان قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ، فخفَّض فِيهِ ورَفَّع، حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ، فَلَمَّا رَحَلْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِينَا، فَقَالَ: "مَا شَأْنُكُمْ؟ " قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً فخفَّضت فِيهِ ورفَّعت حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَقَالَ: "غَيْرُ الدَّجَّالِ أخْوَفُني عَلَيْكُمْ، إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجيجه دُونَكُمْ، وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجيجُ نَفْسِهِ، وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ: إِنَّهُ شابٌّ قَططُ عَيْنُهُ طَافِيَةٌ، كَأَنِّي أَشْبِّهُهُ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَن، مِنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ، إِنَّهُ خارجُ خَلَّة بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ، فعاثَ يَمِينًا وعاثَ شِمَالًا. يَا عِبَادَ اللَّهِ، فَاثْبُتُوا": قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا لَبْثَتَه فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ: "أَرْبَعِينَ يَوْمًا، يَوْمٌ كَسَنَةٍ، وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ، وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ، وَسَائِرُ أَيْامِهِ كَأَيَّامِكُمْ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ؟ قَالَ: "لَا اقْدِرُوا لَهُ قَدْرَهُ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ، فَيَأْتِي عَلَى قَوْمٍ فَيَدْعُوهُمْ، فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ، فَيَأْمُرُ السماءَ فَتُمْطِرُ، وَالْأَرْضَ فَتُنْبِتُ، فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سارحتُهم أَطْوَلَ مَا كَانَتْ ذُرَي، وَأَسْبَغَهُ ضُروعا، وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ، ثُمَّ يَأْتِي الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ، فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ، فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ، فَيُصْبِحُونَ مُمْحلين لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَيْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ. وَيَمُرُّ بالخَرِبة فَيَقُولُ لَهَا: أَخْرِجِي كُنُوزَكِ. فَتَتْبَعُهُ كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ. ثُمَّ يَدْعُو رَجُلًا مُمْتَلِئًا شَبَابًا، فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ، فَيَقْطَعُهُ جزْلتين رَمْيَةَ الْغَرَضِ، ثُمَّ يَدْعُوهُ فيُقْبلُ وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ وَيَضْحَكُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرودَتَيْنِ، وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكين، إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَر، وَإِذَا رَفَعَهُ تَحدّر مِنْهُ جُمَان كَاللُّؤْلُؤِ، وَلَا يَحل لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفسه إِلَّا مَاتَ ونَفَسُه يَنْتَهِي حيث ينتهي طَرفه، فيطليه حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدّ فَيَقْتُلُهُ. ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَوْمًا قَدْ عَصَمَهُمُ اللَّهُ مِنْهُ فَيَمْسَحُ عَنْ وُجُوهِهِمْ ويحدِّثهم بِدَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ، فَبَيْنَمَا  هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَوْحَى اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ، فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ. وَيَبْعَثُ اللَّهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَب يَنْسلون، فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرية فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا، وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ: لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرّة مَاءٌ. ويُحْصَر نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ، حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ، فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ، فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ. ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ ونَتْنُهم، فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ، فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ البُخْت، فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ. ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ مَطَرًا لَا يكُن مِنْهُ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كالزلَفَة، ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ: أَخْرِجِي ثَمَرَك ورُدّي بَرَكَتَكِ. فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ العُصَابة مِنَ الرُّمَّانَةِ، وَيَسْتَظِلُّونَ بقَحْفِها، وَيُبَارِكُ اللَّهُ فِي الرَّسْل حَتَّى إِنَّ اللَّقْحَة مِنَ الْإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنَ النَّاسِ وَاللَّقْحَةَ مِنَ الفَم لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنَ النَّاسِ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً، فَتَأْخُذُهُمْ تحت آباطهم، فتقبض الله رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ، وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُون فِيهَا تهارُجَ الحُمُر، فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ"
telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Yahya At-Ta-i Qadi Himsa, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Jubair, dari ayahnya (Jubair ibnu Nafir Al-Hadrami), bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mah-ran Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Yahya ibnu Jabir At-Ta-i, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari ayahnya (Jubair ibnu Nafir), dari An-Nuwwas ibnu Sam'an yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebutkan perihal Dajjal di suatu pagi hari, maka beliau menundukkan dan mengangkat kepalanya seakan-akan berada di sekumpulan pohon kurma. Ketika kami datang kepadanya, hal tersebut terbaca oleh beliau dari wajah kami. Maka beliau bertanya, "Mengapa kalian?" Kami menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau telah menceritakan perihal Dajjal di suatu pagi seraya menundukkan dan mengangkat kepala, seakan-akan berada di sekumpulan pohon kurma." Rasulullah Saw. menjawab: Selain Dajjal, tiada yang kukhawatirkan terhadap kalian; jika dia muncul sedangkan aku berada di antara kalian, maka akulah yang membela kalian darinya. Jika dia muncul,sedangkan aku sudah tidak ada di antara kalian, maka seseorang membela dirinya sendiri, dan Allahlah yang akan membela setiap orang muslim sebagai ganti dariku. Sesungguhnya Dajjal itu seorang pemuda yang berambut keriting, matanya menyembul keluar, seakan-akan menurutku mirip dengan Abdul Uzza ibnu Qatn. Barang siapa di antara kalian yang menjumpainya, hendaklah ia membacakan ayat-ayat permulaan sural Al-Kahfi terhadapnya. Sesungguhnya dia akan muncul dari daerah perbatasan antara Syam dan Irak, lalu dia melakukan pengrusakan ke arah kanan dan ke arah kirinya. Hai hamba-hamba Allah, berteguh hatilah kalian. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, berapa lamakah Dajjal tinggal di muka bumi ini?" Rasulullah Saw. menjawab:  Empat puluh hari, sehari sama dengan satu tahun, sehari lainnya sama dengan satu bulan, dan sehari yang lainnya lagi sama dengan satu Jumat (seminggu), sedangkan hari-hari yang lainnya sama dengan hari-hari kalian sekarang. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, hari yang lamanya sama dengan satu tahun itu apakah cukup bagi kami melakukan salat sehari?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, tetapi kalian harus mengira-ngira waktunya." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah kecepatannya (Dajjal) menyebar di bumi ini?" Rasulullah Saw. menjawab: bahwa kecepatan Dajjal menyebar di muka bumi sama dengan hujan yang ditiup angin. Ia mendatangi suatu kaum, lalu menyeru mereka, akhirnya mereka beriman kepadanya dan taat kepadanya. Maka Dajjal memerintahkan kepada langit agar menurunkan hujannya, dan memerintahkan kepada bumi agar mengeluarkan tetumbuhannya. Lalu ternak mereka menjadi gemuk-gemuk dan berkembang biak dengan sangat cepatnya serta memiliki air susu yang berlimpah. Kemudian Dajjal mendatangi suatu kaum lainnya dan menyeru mereka tetapi mereka membantah seruannya dan menolak, maka Dajjal pergi meninggalkan mereka, kemudian pada pagi harinya di tangan mereka tidak ada harta benda lagi barang sedikit pun. Dajjal melewati sebuah kampung yang telah ditinggalkan para penghuninya, lalu ia berkata kepadanya, "Keluarkanlah semua harta perbendaharaanmu!" Maka semua harta perbendaharaannya mengikutinya bagaikan lebah yang mengikuti ratunya. Kemudian Dajjal memanggil seorang lelaki yang muda lagi segar. lalu lelaki itu dia pukul dengan pedang hingga terbelah menjadi dua bagian dalam keadaan jatuh tergeletak, lalu ia memanggilnya, maka dengan serta merta lelaki itu hidup kembali dan datang, sedangkan wajahnya tampak berseri seraya tertawa. Ketika Dajjal dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah menurunkan Al-Masih ibnu Maryam a.s. Dia diturunkan di Manaratul Baida, sebelah timur kota Damaskus, memakai baju celupan dua lapis seraya memegang kedua telapak tangannya pada sayap dua malaikat. Apabila ia menundukkan kepalanya, meneteslah air darinya; dan apabila ia mengangkat kepalanya, mengalirlah air dari kepalanya, menetes bagaikan mutiara. Tidak sekali-kali embusan napasnya mengenai orang kafir itu, melainkan orang kafir itu mati seketika itu juga; embusan napasnya menjangkau areal yang luas sekali sepanjang penglihatannya. Kemudian Isa a.s. mengejar Dajjal dan dapat mengejarnya di pintu kota Lud (Lad), lalu dibunuhnya. Lalu Isa a.s. mendatangi suatu kaum yang dipelihara oleh Allah dari gangguan Dajjal, maka ia mengusap kepala mereka dan menceritakan kepada mereka perihal derajat mereka masing-masing di dalam surga. KetikaNabi Isa dalam keadaan demikian, Allah Swt. mewahyukan kepadanya bahwa Dia telah mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang tidak ada seorang pun mampu memerangi mereka. Allah memerintahkan kepadanya, "Bawalah hamba-hamba-Ku (yang mukmin) berlindung di Bukit Tur." Allah Swt. mengeluarkan Yajuj dan Majuj. Mereka muncul dari semua tempat yang tinggi dengan cepatnya bagaikan air bah. Gelombang pertama mereka melewati Danau Tabriyah (Laut Mati), lalu mereka meminum semua air yang ada padanya; dan gelombang terakhir dari mereka melewatinya, lalu mereka berkata, "Sesungguhnya di tempat ini pernah ada danau." Nabi Allah Isa dan semua sahabatnya tiba di tempat yang diperintahkan. Mereka dalam keadaan sengsara sehingga sebuah kepala sapi bagi seseorang di antara mereka lebih baik daripada seratus dinar yang kalian miliki sekarang. Lalu Nabi Isa dan semua temannya berdoa kepada Allah Swt, mohon diselamatkan dari Yajuj dan Majuj. Maka Allah mengirimkan kepada Yajuj dan Majuj ulat yang menggerogoti leher mereka. Pada pagi harinya semua Yajuj dan Majuj dalam keadaan mati, bagaikan matinya seorang manusia. Setelah itu Nabi Allah Isa dan teman-temannya turun ke dataran rendah. Mereka menjumpai tiada satu jengkal tanah pun melainkan dipenuhi oleh bangkai Yajuj dan Majuj dan bau busuk mereka. Kemudian Nabi Isa dan teman-temannya berdoa lagi kepada Allah. Maka Allah mengirimkan burung-burung raksasa yang besarnya sama dengan unta yang paling besar, lalu burung-burung itu membawa mereka terbang dan melemparkan bangkai mereka ke tempat yang dikehendaki oleh Allah Swt. Setelah itu Allah mengirimkan hujan lebat yang tiada satu rumah pun atau satu kemah pun, melainkan pasti hanyut olehnya. Hujan itu mencuci bumi hingga bumi bersih kembali dan berkilauan bagaikan kaca. Kemudian diperintahkan kepada bumi agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya dan mengembalikan berkahnya. Maka pada masa itu satu buah delima dapat mengenyangkan sejumlah orang, dan mereka dapat bernaung pada dedaunannya. Allah memberkati ternak, hingga seekor anak unta dapat mencukupi sejumlah besar dari manusia. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan angin yang baik lagi wangi, dan angin itu mengambil mereka dari bagian bawah ketiak mereka, maka Allah mencabut roh setiap orang mukmin dan setiap orang muslim. Yang masih hidup hanyalah orang-orang yang durhaka, mereka hidup berhura-hura di muka bumi bagaikan keledai, dan hari kiamat itu terjadi di masa mereka.
Imam Ahmad meriwayatkannya —demikian pula ahlus sunan— melalui hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir dengan lafaz yang sama.
Hadis ini akan kami ketengahkan melalui Imam Ahmad pada tafsir firman Allah Swt. dalam surat Al Anbiya, yaitu:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ....
Hingga apabila dibukakan (tembok) Yajuj dan Majuj. (Al Anbiya: 96), hingga akhir ayat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذِ بْنِ مُعَاذٍ العَنْبِريّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ يَعْقُوبَ بْنَ عَاصِمِ بْنِ عُرْوَةَ بْنِ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو -وَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ-: مَا هَذَا الْحَدِيثُ الَّذِي تُحدث بِهِ تَقُولُ: إِنَّ السَّاعَةَ تَقُومُ إِلَى كَذَا وَكَذَا؟ فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ؟! -أَوْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-لَقَدْ هممتُ أَلَّا أُحَدِّثَ أَحَدًا شَيْئًا أَبَدًا، إِنَّمَا قُلْتُ:إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدَ قَلِيلٍ أَمْرًا عَظِيمًا: يُحرِّق الْبَيْتُ، وَيَكُونُ وَيَكُونُ. ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِي أُمَّتِي، فَيَمْكُثُ أَرْبَعِينَ، لَا أَدْرِي أَرْبَعِينَ يَوْمًا، أَوْ أَرْبَعِينَ شَهْرًا، أَوْ أَرْبَعِينَ عَامًا، فَيَبْعَثُ اللَّهُ تَعَالَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ، كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ، فَيَطْلُبُهُ فَيُهْلِكُهُ، ثُمَّ يَمْكُثُ النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّامِ، فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ -أَوْ إِيمَانٍ-إِلَّا قَبَضَتْهُ، حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ دَخَلَ فِي كَبَد جَبَلٍ لَدَخَلَتْه عَلَيْهِ حَتَّى تَقْبضَه" قَالَ: سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِي خفَّة الطَّيْرِ وَأَحْلَامِ السِّبَاعِ، لَا يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا، وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا، فَيَتَمَثَّلُ لَهُمُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ: أَلَا تَسْتَجِيبُونَ؟ فَيَقُولُونَ: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ، وَهُمْ فِي ذَلِكَ دارٌّ رِزْقُهُمْ، حَسَنٌ عَيْشُهُمْ. ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لِيتًا، وَرَفَعَ لِيتًا، قَالَ: وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوط حَوْضَ إِبِلِهِ، قَالَ: فَيَصْعَقُ ويَصعَقُ النَّاسُ. ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ -أَوْ قَالَ: يُنْزِلُ اللَّهُ-مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّل -أَوْ قَالَ: الظِّلُّ-نُعْمَان الشَّاكُّ -فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ، ثُمَّ يَنْفُخ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ. ثُمَّ يُقَالُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ، {وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ} [الصَّافَّاتِ: 24] قَالَ: "ثُمَّ يُقَالُ: أَخْرِجُوا بَعْثَ النَّارِ. فَيُقَالُ: مِنْ كَمْ؟ فَيُقَالُ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَمِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ". قَالَ {يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا} [الْمُزَّمِّلِ:17] وَذَلِكَ {يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ} [الْقَلَمِ: 42]
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az Al Anbari, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ya'qub ibnu Asin ibnu Urwah ibnu Mas'ud AS-Saqafi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengemukakan hadis berikut ketika ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu lelaki itu bertanya, "Hadis apakah yang kamu kemukakan kepada orang-orang yang di dalamnya disebutkan bahwa hari kiamat akan terjadi sampai anu dan anu terjadi?" Maka Ibnu Amr menjawab, "Mahasuci Allah, atau tidak ada Tuhan selain Allah, atau kalimat yang serupa dengan keduanya. Sesungguhnya aku telah bertekad untuk tidak menceritakan sesuatu pun dari hadis ini kepada seseorang untuk selama-lamanya. Sesungguhnya aku hanya mengatakan bahwa sesungguhnya kalian tidak lama lagi akan menyaksikan suatu peristiwa yang besar; Baitullah dibakar dan kelak akan terjadi anu dan anu." Kemudian Abdullah ibnu Amr melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kelak Dajjal akan muncul di kalangan umatku selama empat puluh, apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun, aku tidak mengetahuinya. Lalu Allah Swt. menurunkan Isa ibnu Maryam, seakan-akan dia mirip dengan Urwah ibnu Mas'ud, lalu ia mengejar Dajjal dan membinasakannya. Kemudian manusia tinggal selama tujuh tahun tanpa ada suatu permusuhan pun di antara dua orang. Selanjutnya Allah mengirimkan angin sejuk dari arah Syam, maka tidak ada seorang pun yang tersisa di muka bumi ini dari kalangan orang-orang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan- atau iman- sebesar zarrah, melainkan angin itu mencabut nyawanya. Sehingga andaikata seseorang di antara kalian memasuki perut bukit, niscaya angin itu memasukinya, lalu mencabut nyawanya. Abdullah ibnu Amr berkata bahwa ia mendengarnya dari Rasulullah Saw.: Selanjutnya yang tinggal hanyalah orang-orang yang durhaka saja, mereka ringan seperti burung dan beranganangan seperti binatang buas; mereka tidak mengenal perkara yang bajik dan tidak mengingkari perkara yang mungkar. Kemudian setan menampakkan dirinya kepada mereka dan berkata, "Tidakkah kalian menaatiku?" Mereka menjawab, "Apakah yang hendak engkau perintahkan kepada kami?" Maka setan menyuruh mereka menyembah berhala, sedangkan keadaan mereka yang demikian itu beroleh rezeki yang berlimpah dan kehidupan yang baik. Selanjutnya sangkakala ditiup. maka tidak ada seorang manusia pun yang mendengarnya melainkan ia pasti mati; dalam keadaan mendengarnya atau tidak, ia tetap mati. Mula-mula orang yang mendengarnya adalah seorang lelaki yang sedang memasuki tempat minum ternak untanya. lalu ia binasa dan semua manusia binasa pula. Setelah itu Allah mengirimkan atau menurunkan hujan yang rupanya seperti air susu atau air yang agak kental,- ragu dari pihak Nu'man-. Lalu tumbuhlah darinya semua jasad umat manusia. Kemudian sangkakala ditiup kedua kalinya, maka dengan serta merta mereka berdiri seraya melihat. Lalu dikatakan kepada umat manusia, "Kemarilah menghadap kepada Tuhan kalian!" Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya (dimintai pertanggungjawabannya). (As-Saffat: 24) Kemudian dikatakan, "Keluarkanlah kiriman yang ke neraka!" Lalu ditanyakan, "Dari berapa banyak?" Dijawab, "Dari tiap-tiap seribu orang sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan" (yakni dari seribu, yang masuk surga hanya seorang).  Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda; Yang demikian itu terjadi di hari yang menjadikan anak-anak beruban, dan hari itu adalah hari betis disingkapkan (karena sa­ngat ketakutan).
Kemudian Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Gundar, dari Syu'­bah, dari Nu'man ibnu Salim dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ  بْنِ ثَعْلَبَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ مُجَمِّع بْنِ جَارِيَةَ  قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدّ -أَوْ: إِلَى جَانِبِ لُدّ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Ubaidillah ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Zaid Al-Ansari, dari Majma' ibnu Jariyah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ibnu Maryam membunuh Al-Masih Ad-Dajjal di pintu masuk ko­ta Lud atau di sebelah kota Lud.
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Uyaynah melalui hadis Al-Lais dan Al-Auza'i; ketiga-tiganya dari Az-Zuhri, dari Ab­dullah ibnu Ubaidillah ibnu Sa'labah, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari pamannya (Majma' ibnu Jariyah), dari Rasulullah Saw. yang te­lah bersabda:
"يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُد"
Ibnu Maryam (Nabi Isa) membunuh Dajjal di pintu kota Lud.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah, dari Al-Lais dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.
Imam Turmuzi mengatakan dalam bab yang sama, di­riwayatkan dari Imran ibnu Husain, Nafi' ibnu Uyaynah, Abu Barzah, Huzaifah ibnu Usaid, Abu Hurairah, Kaisan, Usman ibnu Abul As, Jabir, Abu Umamah, Ibnu Mas'ud, Abdullah ibnu Amr, Samurah ibnu Jundub, An-Nuwwas ibnu Sam'an, Amr ibnu Auf, dan Huzaifah ibnul Yaman, rodiyailahu 'anhum (semoga Allah melimpahkan rida­Nya kepada mereka semua).
Maksud menyebutkan riwayat mereka ialah yang di dalamnya menceritakan perihal Dajjal dan Isa ibnu Maryam a.s. yang membu­nuhnya. Hadis yang menceritakan perihal Dajjal saja sangat banyak, sulit untuk dihitung, mengingat telah tersebar dan banyak riwayatnya, baik dalam kitab sahih, kitab hasan, kitab musnad serta kitab-kitab hadis lainnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ فُرَات، عَنْ أَبِي الطُّفَيل، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ الغِفَاري قَالَ: أَشْرَفَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غُرْفَةٍ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ، فَقَالَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَرَوْنَ عَشْرَ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، والدُّخَان، وَالدَّابَّةُ، وَخُرُوجُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَنُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَالدَّجَّالُ، وَثَلَاثَةُ خُسوف: خَسْف بِالْمُشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ. وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ عَدَن، تَسُوقُ -أَوْ تَحْشُرُ-النَّاسَ، تَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا، وتَقيل مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا".

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Furat, dari Abut, Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid Al-Giffari yang menceritakan bahwa Ra­sulullah Saw. muncul di antara kami dari Arafah, saat itu kami se­dang membicarakan masalah hari kiamat. Maka Rasulullah Saw. ber­sabda: Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya, yaitu: Matahari terbit dari barat, dukhan (asap), Dabbah, munculnya Ya-juj dan Ma-juj, turunnya Isa ibnu Mar­yam, Dajjal, tiga kali gerhana, yaitu gerhana di timur, gerhana di barat, dan gerhana di jazirah Arabia; dan api yang keluar da­ri pedalaman Adn, ia menggiring atau menghimpun manusia, se­lalu mengikuti mereka di mana pun mereka tidur malam dan ti­dur istirahat siang hari.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan ahlus sunan, dari hadis Furat Al-Qazzaz dengan lafaz yang sama.
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui riwayat Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Abut Tufail, dari Abu Syarihah, dari Huzaifah ibnu Usaid Al-Giffari secara mauquf.
Hadis-hadis tersebut secara mutawatir dari Rasulullah Saw. me­lalui riwayat Abu Hurairah, Ibnu Mas'ud, Usman ibnu Abdul As, Abu Umamah, An-Nuwwas ibnu Sam'an, Abdullah ibnu Amr ibnul As, Majma" ibnu Jariyah, Abu Syarihah, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu anhum. Di dalam riwayat ini terkandung dalil yang me­nunjukkan cara turunnya dan tempat Isa diturunkan; bukan hanya di Syam saja, melainkan disebutkan pula dengan rinci, yaitu di kota Da­maskus, tepatnya pada menara bagian timur (dari masjidnya). Bahwa hal itu terjadi di saat salat Subuh telah diiqamahkan.
Di masa-masa terakhir ini —yaitu pada tahun tujuh ratus empat puluh satu— telah dibangun sebuah menara pada Masjid Jami' Umawi, sebuah menara putih yang terbuat dari batu pualam yang dipahat. Menara tersebut sebagai ganti dari menara yang telah roboh karena kebakaran yang pelakunya adalah orang-orang Nasrani la'natullahi 'alaihim sampai hari kiamat. Kebanyakan pembangunannya berasal dari harta benda mereka. Menurut dugaan yang kuat, pada menara tersebutlah kelak Nabi Isa diturunkan. Lalu ia membunuh semua babi, semua salib ia pecahkan, dan jizyah dihapuskan, sehingga tidak diteri­ma lagi kecuali agama Islam, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain.
Demikianlah berita dari Nabi Saw, tentang hal tersebut, sekaligus sebagai pengakuan; serta pen-tasyri'-an dan pembolehan bagi Isa un­tuk melakukannya di masa itu, mengingat di masa itu lenyaplah se­mua alasan mereka dan terhapuslah semua keraguan mereka dari diri mereka sendiri. Karena itulah mereka (Ahli Kitab) semuanya masuk ke dalam agama Islam, mengikuti jejak Nabi Isa a.s. dan mereka ma­suk Islam di tangannya.
*******************
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159), hingga akhir ayat.
Ayat ini sama maknanya dengan firman-Nya yang mengatakan:
{وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ}
Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 61)
Menurut qiraah yang lain, lafaz la'ilmun dibaca la'alamun memakai harakat pada huruf 'ain-nya yang artinya tanda dan dalil yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah dekat sekali. Demikian itu karena dia diturunkan sesudah munculnya Al-Masih Ad-Dajjal, lalu Allah membunuh Dajjal melalui tangannya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih,
"إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً"
Bahwa tidak sekali-kali Allah menciptakan penyakit menular melainkan menurunkan penawar (obatnya) pula.
Di Masa Nabi Isa pula Allah membangkitkan Ya-juj dan Ma-juj, Lalu Allah Membinasakan mereka berkat doa Isa yang Dia kabulkan.
Allah Swt. telah berfirman:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ. وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ} الْآيَةَ
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan me­reka turun dengan cepat dari seluruh tempat-tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit). (Al-Anbiya: 96-97), hingga akhir ayat.

Gambaran tentang Nabi Isa a.s.

Di dalam hadis terdahulu yang diriwayatkan melalui Abdur Rahman ibnu Adam, dari Abu Hurairah r.a. telah disebutkan:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ، عَلَيْهِ ثَوْبَانِ مُمَصَّرَانِ، كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ"
Maka apabila kalian melihatnya, perhatikanlah dia adalah se­orang lelaki yang tinggi tubuhnya sedang dengan warna kulit yang merah keputih-putihan; dia memakai dua lapis baju celup­an, seakan-akan kepalanya meneteskan air, sekalipun tidak ter­kena basah.
Di dalam hadis An-Nuwwas ibnu Sam'an disebutkan seperti berikut:
"فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودتين وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ، إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ، وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ مَثَلُ جُمَان اللُّؤْلُؤِ، وَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ إِلَّا مَاتَ ونَفَسُه يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُه"
Maka ia turun di Menara Putih sebelah timur Damaskus dengan memakai dua lapis baju celupan kuning seraya meletakkan tela­pak tangannya pada sayap dua malaikat. Apabila mengangguk­kan kepalanya, meneteslah air darinya; dan apabila ia angkat kepalanya, maka meneteslah darinya air seperti mutiara. Tidak sekali-kali angin napasnya mengenai orang kafir melainkan pasti mati, dan tiupan napasnya menjangkau sejauh matanya meman­dang.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mencerita­kan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda,
"لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِي لَقِيتُ مُوسَى"، قَالَ: فَنَعَتَه "فَإِذَا رَجُلٌ -حَسِبْتُهُ قَالَ:-مُضْطَرِبٌ رجْلُ الرَّأْسِ، كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ". قَالَ: "وَلَقِيتُ عِيسَى" فَنَعَتَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "رَبْعَة أَحْمَرُ، كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيمَاسٍ -يَعْنِي الْحَمَّامَ-وَرَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ وَأَنَا أَشْبَهُ وَلَدِهِ بِهِ"
"Di malam aku melaku­kan Isra, aku bersua dengan Nabi Musa." Abu Hurairah r.a. mengata­kan bahwa lalu Nabi Saw. menggambarkan ciri-cirinya yang menurut ingatan Abu Hurairah Nabi Saw. mengatakan, "Musa adalah seorang lelaki yang berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari Syanu'ah." Nabi Saw. bersabda,  "Dan aku bersua dengan Isa," lalu Nabi Saw. menyebutkan ciri khasnya, bahwa Nabi Isa adalah orang yang perawakannya sedang dengan kulit kemerah-merahan, seakan-akan dia baru keluar dari pemandian air hangat. Nabi Saw. bersabda, "Dan aku melihat Nabi Ibrahim, ternyata aku adalah seorang keturunannya yang paling mirip dengan dia."
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Mujahid, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"رَأَيْتُ مُوسَى وَعِيسَى وَإِبْرَاهِيمَ، فَأَمَّا عِيسَى فَأَحْمَرُ جَعْدُ عَرِيضُ الصَّدْرِ، وَأَمَّا مُوسَى فَآدَمُ جَسِيمٌ سَبْطٌ، كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الزّط"
Aku melihat Musa, Isa, dan Ibrahim; adapun Isa orangnya ber­kulit kemerah-merahan, berambut keriting, berdada lebar. Ada-Musa orangnya berkulit kehitam-hitaman, bertubuh gempal dengan rambut ikal, seakan-akan dia lelaki dari kabilah Az-Zit.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Musa ibnu Uqbah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa di suatu hari Nabi Saw. pernah menceritakan tentang Dajjal di hadapan orang-orang banyak, dan beliau bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ أَلَا إِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طافية»
Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah. Ingatlah, sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal buta mata kanannya, seakan-akan matanya adalah buah anggur yang menonjol.
Menurut riwayat Imam Muslim yang juga melalui Musa ibnu Uqbah, secara marfu' disebutkan:
وَأَرَانِي اللَّهُ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فِي الْمَنَامِ، فَإِذَا رَجُلٌ آدَم، كَأَحْسَنِ مَا تَرَى مَنْ أُدْمِ الرِّجَالِ، تَضْرِبُ لمَّته بَيْنَ مَنْكِبَيْهِ، رَجْل الشَّعْرِ، يَقْطُرُ رَأْسُهُ مَاءً، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلَيْنِ، وَهُوَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ثُمَّ رَأَيْتُ وَرَاءَهُ رَجُلًا جَعْدًا قَطَطًا، أَعْوَرَ عَيْنِ الْيُمْنَى، كَأَشْبَهِ مَنْ رَأَيْتُ بِابْنِ قَطَن، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلٍ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: الْمَسِيحُ الدَّجَّالُ"
Dalam mimpiku Allah memperlihatkan diriku berada di dekat Ka'bah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang berkulit hitam seperti halnya yang biasa kamu lihat pada lelaki yang berkulit hitam manis, rambutnya panjang sampai ke bahunya dalam keadaan terurai, dari rambut kepalanya menetes air. seraya meletakkan kedua tangannya pada pundak dua arang lelaki, ia sedang me­lakukan tawaf di Baitullah. Lalu aku (Nabi Saw.) bertanya, "Si­apakah orang ini?" Mereka (para malaikat) menjawab, "Dia adalah Al-Masih ibnu Maryam." Kemudian di belakangnya aku melihat seorang lelaki berambut keriting, bertubuh gempal de­ngan mata kanan yang buta, mirip dengan orang yang pernah aku lihat (yaitu Ibnu Qatn). Dia meletakkan kedua tangannya pa­da pundak seorang lelaki seraya berfawaf di Baitullah. Lalu aku bertanya, "Siapakah dia?" Mereka menjawab; "Al-Masih Ad-Dajjal."
Di dalam sanad hadis ini diikutkan Ubaidillah, dari Nafi'.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkan dari Ahmad ibnu Muhammad Al-Makki, dari Ibrahim ibnu Sa'd, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa demi Allah, Nabi Saw. tidak menyebutkan tentang Isa sebagai orang yang berkulit kemerahan-merahan, melain­kan beliau Saw. mengatakan:
"بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ، فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ سَبْط الشَّعْرِ، يَتَهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ يَنْطف رَأْسُهُ مَاءً -أَوْ يُهرَاق رَأْسُهُ مَاءً-فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: ابْنُ مَرْيَمَ. فَذَهَبْتُ أَلْتَفِتُ، فَإِذَا رَجُلٌ أَحْمَرُ جَسِيمٌ، جَعْد الرَّأْسِ، أَعْوَرُ عَيْنِهِ الْيُمْنَى، كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ. قُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: الدَّجَّالُ. وَأَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا ابْنُ قَطَن"
Ketika sedang tidur, aku bermimpi melakukan tawaf di Ka'bah, tiba-tiba aku bersua dengan seorang lelaki yang berkulit hitam dengan rambut lurus, seraya bertopang pada dua orang lelaki, sedangkan dari rambut kepalanya menetes air, atau mengucur air, maka aku (Nabi Saw) bertanya.”Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Ibnu Maryam." Lalu aku menoleh ke arah lain, dan tiba-tiba aku melihat seorang telaki bertubuh besar dengan kulit yang merah, rambut keriting, dan buta mata kanannya, se­akan-akan matanya mirip buah anggur yang menonjol. Maka aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Daj­jal." Dan orang yang paling mirip dengannya adalah Ibnu Qatn.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Ibnu Qatn adalah seorang lelaki dari ka­langan Bani Khuza'ah yang telah meninggal dunia di masa Jahiliah.
Semua hadis yang disebutkan berdasarkan lafaz Imam Bukhari. Dalam hadis terdahulu melalui hadis Abdur Rahman ibnu Adam, dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa Isa a.s. tinggal di bumi sesudah turun selama empat puluh tahun, kemudian wafat dan disalatkan oleh kaum muslim.
Di dalam hadis Abdullah ibnu Umar yang ada pada Imam Mus­lim disebutkan bahwa Nabi Isa tinggal di bumi selama tujuh tahun. Dengan interpretasi bahwa makna yang dimaksud ialah masa lamanya tinggal di bumi secara keseluruhan adalah empat puluh tahun sejak ia belum diangkat dan sesudah ia diturunkan ke bumi. Karena sesung­uguhnya ketika diangkat ke langit, ia berusia tiga puluh tiga tahun. Hal ini disebutkan di dalam hadis yang menceritakan gambaran tentang ahli surga. Dikatakan bahwa tubuh mereka sama dengan Nabi Adam (yakni enam puluh hasta) dan usia mereka sama dengan Isa (yaitu tiga puluh tiga tahun).
Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari sebagian ulama yang menyebutkan bahwa Nabi Isa diangkat ke langit dalam usia se­ratus lima puluh tahun, riwayat ini syadz (menyendiri), garib (aneh), lagi jauh dari kebenaran.
Al-Hafiz Abul Qasim ibnu Asakir di dalam riwayat Nabi Isa ibnu Maryam dari kitab tarikhnya menyebutkan dari sebagian ulama Salaf, bahwa kelak Nabi Isa dikebumikan bersama Nabi Saw. di dalam hujrah (kamar)nya.
****
Firman Allah Swt.:
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Qatadah mengatakan, kelak Nabi Isa menjadi saksi terhadap mereka bahwa dirinya telah menyampaikan risalah dari Allah kepada mereka, dan melakukan pengakuan bahwa Dia hanya menyembah kepada Allah Swt. semata. Makna ayat ini sama dengan ayat yang terdapat di akhir surat Al-Maidah, yaitu firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia" (Al-Maidah: 116)
sampai dengan firman-Nya:
فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Maha­bijaksana. (Al-Maidah: 118)

An-Nisa, ayat 160-162

{فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161) لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلاةَ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أُولَئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا (162) }
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haram­kan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang da­hulunya) dihalalkan bagi mereka, karena mereka banyak meng­halangi (manusia) dari jalan Allah, disebabkan mereka memakan riba. padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka ber­iman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur'an), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
Allah Swt. memberitahukan bahwa disebabkan perbuatan aniaya orang-orang Yahudi karena mereka telah melakukan berbagai macam dosa besar, maka Allah mengharamkan kepada mereka makanan yang dihalalkan bagi mereka sebelumnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr yang mengatakan bah­wa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan:
"طَيِّبَاتٍ كَانَتْ أُحِلَّتْ لَهُمْ"
beberapa jenis makanan yang dahulunya dihalalkan bagi mereka.
Pengharaman ini adakalanya bersifat qadri atas kemauan mereka sen­diri. Dengan kata lain, pada mulanya Allah memberikan keleluasaan kepada mereka, tetapi ternyata mereka melakukan penakwilan dalam kitab mereka; mereka mengubah dan mengganti banyak hal yang di­halalkan bagi mereka. Kemudian mereka mengharamkannya atas diri­nya sendiri yang akibatnya mempersulit dan mempersempit diri mere­ka sendiri.
Adakalanya pengharaman ini bersifat syar'i. Dengan kata lain, Allah Swt. mengharamkan kepada mereka di dalam kitab Taurat ba­nyak hal yang dahulunya dihalalkan kepada mereka sebelum itu. Se­perti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنزلَ التَّوْرَاةُ}
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebe­lum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93)
Dalam pembahasan yang lalu mengenai tafsir ayat ini disebutkan bah­wa makna yang dimaksud ialah semua jenis makanan adalah halal se­belum Taurat diturunkan, kecuali apa yang diharamkan oleh Nabi Ya*qub untuk dirinya sendiri dari daging unta dan air susunya.
Kemudian Allah Swt. mengharamkan banyak jenis makanan di dalam kitab Taurat, seperti yang disebutkan di dalam surat Al-An'am melalui firman-Nya:
{وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ}
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala bina­tang yang berkuku dari sapi dan domba. Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang mele­kat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Ka­mi adalah Mahabenar. (Al-An'am: 146)
Dengan kata lain, Kami haramkan atas mereka hal tersebut karena mereka memang berhak menerimanya disebabkan kezaliman, kedur­hakaan mereka, dan mereka selalu menentang rasul mereka serta ba­nyak bertanya kepadanya. Karena itulah dalam surat An-Nisa ini dise­butkan oleh firman-Nya:
{فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا}
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haram­kan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang da­hulunya) dihalalkan bagi mereka dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (An-Nisa: 160)
Yakni mereka menghalang-halangi manusia dan diri mereka sendiri dari mengikuti perkara yang hak. Sikap tersebut merupakan watak mereka sejak zaman dahulu hingga sekarang tanpa ada perubahan. Karena itulah mereka adalah musuh para rasul; mereka banyak mem­bunuh nabi-nabi, juga mendustakan Nabi Isa a.s. dan Nabi Muham­mad Saw.
***
Firman Allah Swt.:
{وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ}
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya. (An-Nisa: 161)
Allah Swt. telah melarang mereka melakukan riba, tetapi mereka menjalankannya dan menjadikannya sebagai pekerjaan mereka, lalu mereka melakukan berbagai macam kilah dan pengelabuan untuk me­nutupinya, dan mereka memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (An-Nisa: 161)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ}
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka. (An-Nisa: 162)
Maksudnya, orang-orang yang kuat agamanya; mereka mempunyai kedudukan yang kuat dalam bidang ilmu yang bermanfaat Pembahas­an mengenai tafsirnya telah kami ketengahkan dalam tafsir surat Ali Imran.
Firman Allah Swt:
{وَالْمُؤْمِنُونَ}
dan orang-orang mukmin. (An-Nisa: 162)
di-athaf-kan kepada lafaz ar-rasikhuna, sedangkan khabar-nya adalah firman Allah Swt Selanjutnya, yaitu:
{يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ}
mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur’an) dan apa yang telah diturunkan sebelummu. (An-Nisa: 162)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Salam, Sa'labah ibnu Sa'ih, Asad ibnu Sa'ih, dan Asad ibnu Ubaid; semuanya masuk Islam dan beriman kepada apa yang di­utuskan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
*******************
Firman Allah Swt:
{وَالْمُقِيمِينَ الصَّلاةَ}
dan orang-orang yang mendirikan salat. (An-Nisa: 162)
Demikianlah bacaannya menurut semua mushaf para imam. Hal yang sama disebutkan di dalam mushaf Ubay ibnu Ka'b. Tetapi Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ayat ini menurut mushaf Ibnu Mas'ud disebut­kan dengan bacaan wal mugimunas salata, bukannya "وَالْمُقِيمُونَ الصَّلَاةَ". Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang sahih adalah menurut qiraah mayoritas, sebagai bantahan terhadap orang yang menduga bahwa hal tersebut termasuk kekeliruan dalam menulis Al-Kitab (Al-Qur'an).
Kemudian ibnu Jarir menyebutkan perbedaan pendapat di kalang­an ulama mengenainya. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa la­faz ini di-nasab-kan karena mengandung makna madah (pujian); sa­ma halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, ya­itu firman-Nya;
{وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا}
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan pe­perangan. (Al-Baqarah: 177)
Ibnu Jarir mengatakan hal seperti ini berlaku di dalam pembicaraan orang-orang Arab. Salah seorang penyair mengatakan:
لَا يَبْعَدَن قَوْمِي الَّذِينَ همُو ... سُمّ الْعُدَاةِ وَآفَةُ الجُزرِ ...
النَّازِلِينَ بِكُلِّ مُعْتَرَكٍ... والطَّيّبُونَ مَعَاقِدَ الأزْرِ ...
Kaum wanita itu pasti tidak akan jauh dari kaumku,
karena me­reka adalah singa peperangan,
pembantai musuh, pantang mun­dur dalam semua medan peperangan,
tetapi mereka orang-orang yang baik lagi mengikat erat-erat kain sarungnya
(yakni memelihara kehormatannya).
Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa lafaz al-muqimina ini di-jar-kan karena di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
{بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ}
kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al-Qur'an) dan apa yang diturunkan sebelummu. (An-Nisa: 162)
Yaitu mereka juga mendirikan salat. Dengan kata lain, seakan-akan dikatakan bahwa mereka mengakui kewajiban salat dan kefarduannya atas diri mereka. Atau makna yang dimaksud dengan orang-orang yang mendirikan salat ini adalah para malaikat, seperti yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dengan kata lain, mereka beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu serta beriman kepada para malaikat. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ}
dan orang-orang yang menunaikan zakat. (An-Nisa: 162)
Yang dimaksud dengan zakat pada ayat di atas dapat diinterpretasikan sebagai zakat harta benda, dapat diinterpretasikan zakat badan (fit­rah), dapat pula diinterpretasikan dengan pengertian kedua-duanya.
{وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisa: 162)
Artinya, mereka percaya bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan mereka beriman dengan adanya hari berbangkit sesudah mati, dan hari pembalasan semua amal perbuatan, amal yang baik, dan amal yang buruk.
{أُولَئِكَ}
Orang-orang itulah. (An-Nisa: 162)
Lafaz ayat ini merupakan khabar dari jumlah yang sebelumnya.
{سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا}
yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. (An-Nisa: 162)
Yakni surga.

An-Nisa, ayat 163-165

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا (163) وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا (164) رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (165)
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu seba­gaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya. Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepa­damu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Mu­hammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Sakan dan Addi ibnu Zaid bertanya, "Hai Mu­hammad, kami tidak mengetahui bahwa Allah menurunkan suatu ki­tab kepada manusia sesudah Musa." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan ucapan kedua orang Yahudi itu, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu seba­gaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. (An-Nisa: 163)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, te­lah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepa­da kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa Allah menurunkan firman-Nya:
{يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ}
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. (An-Nisa: 153)
sampai dengan firman-Nya:
{وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا}
dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). (An-Nisa: 156)
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi melanjutkan kisahnya, bahwa keti­ka Nabi Saw. membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka (orang-orang Yahudi) dan memberitahukan kepada mereka perihal sepak ter­jang mereka yang jahat itu, maka mereka mengingkari semua kitab yang diturunkan oleh Allah, lalu mengatakan, "Allah sama sekali tidak pernah menurunkan sesuatu pun kepada manusia, baik Musa, atau Isa, ataupun nabi lainnya." Maka Nabi Saw. berdiri, kemudian bersabda, "Juga tidak kepada seorang pun?" Maka Allah menurunkan firman-Nya:
{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ}
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, "Allah tidak menurun­kan sesuatu pun kepada manusia." (Al-An'am: 91)
Akan tetapi, apa yang diceritakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi ini masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya ayat da­lam surat Al-An'am ini adalah Makkiyyah, sedangkan ayat yang ada di dalam surat An-Nisa adalah Madaniyyah, merupakan bantahan ter­hadap mereka ketika mereka meminta kepada Nabi Saw. agar menu­runkan sebuah kitab dari langit. Maka Allah Swt. berfirman:
{فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ}
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. (An-Nisa: 153)
Selanjutnya Allah menyebutkan perbuatan-perbuatan mereka yang memalukan dan penuh dengan keaiban, serta apa yang telah mereka lakukan di masa silam dan masa sekarang, yaitu berupa kedustaan dan kebohongan. Lalu Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah me­nurunkan wahyu kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muham­mad Saw., sebagaimana Dia telah menurunkan wahyu kepada nabi-nabi terdahulu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu seba­gaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya: Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (An-Nisa: 163)
Zabur adalah nama kitab yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Na­bi Daud a.s. Kami akan menguraikan riwayat masing-masing nabi ter­sebut pada kisah-kisah mereka dalam surat Al-Anbiya, insya Allah; hanya kepada Allah kami percaya dan berserah diri.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ}
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Ka­mi kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. (An-Nisa: 164)
Yakni sebelum ayat ini, dalam surat-surat Makkiyah dan lain-lainnya. Berikut ini adalah nama para nabi yang disebut oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an, yaitu: 1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Saleh 6. Ibrahim 7. Lut 8. Ismail 9. Ishaq 10. Ya'qub 11. Yusuf 12. Ayyub 13. Syu'aib 14. Musa 15. Harun 16. Yunus 17. Daud 18. Sulaiman 19. Ilyas 20. Ilyasa' 21. Zakaria 22. Yahya 23. Isa 24. ZulKifli me­nurut kebanyakan ulama tafsir 25. Penghulu mereka semuanya, yaitu Nabi Muhammad Saw.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ}
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka ke­padamu. (An-Nisa: 164)
Sejumlah nabi lainnya yang cukup banyak tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah para nabi dan para rasul. Hal yang terkenal sehubungan dengan masalah ini adalah hadis Abu Zar yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Murdawaih mengatakan:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، وَالْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الْغَسَّانِيُّحَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الخَوْلاني، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الرُّسُلُ مِنْهُمْ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جَمّ غَفِير". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ كَانَ أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، ثُمَّ سَوَّاه قِبَلا". ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ: آدَمُ، وَشِيثٌ، وَنُوحٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ بِقَلَمٍ-وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ: هُودٌ، وَصَالِحٌ، وَشُعَيْبٌ، وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرٍّ، وَأَوَّلُ نَبِيٍّ مِنْ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى، وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ النَّبِيِّينَ آدَمُ، وَآخِرُهُمْ نَبِيُّكَ".
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceri­takan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan dan Al-Husain ibnu Abdullah ibnu Yazid; keduanya mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang menceritakan hadis berikut' Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah para nabi itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang nabi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jum­lah yang menjadi rasul dari kalangan mereka?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cu­kup banyak." Aku bertanya, "Siapakah rasul yang paling perta­ma itu?" Nabi Saw. menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dia nabi yang jadi rasul?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, Allah menciptakannya secara langsung dengan tangan kekuasaan-Nya, kemudian meniupkan ke dalam tubuh Adam sebagian dari roh (ciptaan)-Nya setelah bentuknya sem­purna." Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Zar, empat orang (dari mereka) adalah orang-orang Siryani, yaitu Adam, Syis, Nuh, dan Khunu', yakni Idris yang me­rupakan orang yang mula-mula menulis dengan qalam (pena). Dan empat orang rasul dari Arab, yaitu Hud, Saleh, Syu'aib, dan Nabimu, hai Abu Zar. Mula-mula nabi dari kalangan Bani Israil adalah Musa, dan yang terakhir adalah Isa. Mula-mula nabi adalah Adam, dan yang terakhir dari mereka adalah Nabi­mu.
Hadis ini secara lengkap diriwayatkan pula oleh Abu Hatim ibnu Hibban Al-Basti di dalam kitabnya yang berjudul Al-Anwa' wal Taqasim, ia menilainya berpredikat sahih. Tetapi Abul Faraj ibnul Jauzi berbe­da dengannya, ia menyebutkan hadis ini di dalam kitabnya yang ber­judul Al-Maudu'at (Hadis-hadis Buatan), dan ia mencurigainya se­bagai buatan Ibrahim ibnu Hisyam. Ibrahim ibnu Hisyam ini tidak di­ragukan lagi menjadi pembahasan bagi para Imam ahli Jurh Wat Ta’-dil karena hadisnya ini.
Akan tetapi, hadis ini telah diriwayatkan melalui jalur lain dari sahabat lainnya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَان بْنُ رِفَاعَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامة قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا، مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُمِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا".
telah men­ceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan ke­pada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Nabi Allah, berapakah jumlah para nabi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang, dari jumlah itu ada tiga ratus lima belas orang (rasul). Jumlah yang cukup banyak."
Ma'an ibnu Rifa'ah As-Salami orangnya daif, Ali ibnu Yazid orangnya daif pula; begitu pula Al-Qasim Abu Abdur Rahman, orangnya pun daif,
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمُوصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ الرَّبَذي، عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَعَثَ اللَّهُ ثَمَانِيَةَ آلَافِ نَبِيٍّ، أَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَأَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى سَائِرِ النَّاسِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Abu Abdullah Al-Jauhari Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Allah mengutus delapan ribu nabi; empat ribu orang kepada kaum Bani Israil. dan empat ribu orang lainnya kepada seluruh umat manusia.
Hadis ini dinilai daif pula, di dalamnya terdapat Ar-Rabzi yang berpredikat daif, sedangkan gurunya bernama Ar-Raqqasyi jauh lebih daif.
قَالَ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ العَبْدِي، حَدَّثَنَا محمد بن خالد الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ فِيمَنْ خَلَا مِنْ إِخْوَانِي مِنَ الْأَنْبِيَاءِ ثَمَانِيَةُ آلَافِ نَبِيٍّ، ثُمَّ كَانَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ، ثُمَّ كُنْتُ أَنَا"
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabit Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ma'bad ibnu Khalid Al-Ansari, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang mengatakan bahwa Ra­sulullah Saw. telah bersabda: Saudara-saudaraku dari kalangan para nabi di masa lalu jum­lahnya ada delapan ribu orang nabi, kemudian Isa ibnu Maryam, dan barulah aku sendiri.
Kami meriwayatkannya melalui sahabat Anas dari jalur lain,
فَأَخْبَرَنِي الْحَافِظُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الذَّهَبِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَضْلِ بْنُ عَسَاكِرَ، أَنْبَأَنَا الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ الْقَاسِمُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الصَّفَارُ، أَخْبَرَتْنَا عَمَّةُ أَبِي، عَائِشَةُ بِنْتُ أَحْمَدَ بْنِ مَنْصُورِ بْنِ الصَّفَارِ، أَخْبَرَنَا الشَّرِيفُ أَبُو السَّنَابِكِ هِبَةُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الصَّهْبَاءِ مُحَمَّدُ بْنُ حَيْدَرٍ القُرَشِي، حَدَّثَنَا الْإِمَامُ الْأُسْتَاذُ أَبُو إِسْحَاقَ الإسْفَراييني قَالَ: أَخْبَرَنَا الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْإِسْمَاعِيلِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْم، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بُعِثْتُ عَلَى إِثْرِ مِنْ ثَلَاثَةِ آلَافِ نَبِيٍّ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ".
telah menceritakan kepada kami Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi, telah menceritakan kepada kami Abul Fadl ibnu Asakir, telah menceritakan kepada kami Imam Abu Bakar ibnul Qasim ibnu Abu Sa'id As-Saffar, telah menceritakan kepada kami bibi ayahku (yaitu Siti Aisyah binti Ahmad ibnu Mansur ibnus Saffar), telah menceritakan kepada kami Asy-Syarif Abus Sanabik Hibatullah ibnu Abus Sahba Muham­mad ibnu Haidar Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Imam Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfirayini yang mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Imam Abu Bakar Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Tariq, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku diutus sesudah delapan ribu orang nabi, di antara mereka empat ribu orang nabi dari kalangan Bani Israil.
Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib; tetapi sanadnya ti­dak mengandung kelemahan, semua perawinya dikenal kecuali Ahmad ibnu Tariq; orang ini tidak kami kenal, apakah berpredikat adil atau daif, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Hadis Abu Zar Al-Giffari mengenai jumlah para nabi cukup pan­jang.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ الْآجُرِّيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الفِرْيابي إِمْلَاءً فِي شَهْرِ رَجَبٍ سَنَةَ سَبْعٍ وَتِسْعِينَ وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الغسَّاني، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ وَحْدَهُ، فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَنِي بِالصَّلَاةِ. قَالَ: "الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ فَاسْتَكْثِرْ أَوِ اسْتَقِلَّ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "إِيمَانٌ بِاللَّهِ، وَجِهَادٌ فِي سَبِيلِهِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْمُسْلِمِينَ أَسْلَمُ؟ قَالَ: "مِنْ سَلِمُ الناسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "مَنْ هَجَر السَّيِّئَاتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "طُولُ الْقُنُوتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "فَرْضٌ مُجَزِّئٌ وَعِنْدَ اللَّهِ أَضْعَافٌ كَثِيرَةٌ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "مَنْ عُقِر جَواده وأهرِيق دَمُه". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "أَغْلَاهَا ثَمَنًا وَأَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جَهْد مِنْ مُقِلٍّ، وَسِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ آيَةٍ مَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ [مِنْهَا] ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ". ثُمَّ قَالَ: "يَا أبا ذر، وما السموات السَّبْعُ مَعَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضٍ فَلاة، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى الْحَلْقَةِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ، وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جمٌّ غَفيرٌ كَثِيرٌ طَيِّبٌ". قُلْتُ: فَمَنْ كَانَ أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ". قُلْتُ: أَنَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، وسَوَّاه قَبِيلا  ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ: آدَمُ، وَشِيثٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ بِقَلَمٍ-وَنُوحٌ. وأربعة من العرب: هود، وشعيب، وَصَالِحٌ، وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرٍّ. وَأَوَّلُ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى، وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ الرُّسُلِ آدَمُ، وَآخِرُهُمْ مُحَمَّدٌ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمْ كِتَابًا أَنْزَلَهُ اللَّهُ؟ قَالَ: "مِائَةُ كِتَابٍ وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى شِيثٍ خَمْسِينَ، صَحِيفَةً، وَعَلَى خَنُوخ ثَلَاثِينَ صَحِيفَةً، وَعَلَى إِبْرَاهِيمَ عَشْرَ صَحَائِفَ، وَأَنْزَلَ عَلَى مُوسَى مِنْ قَبْلِ التَّوْرَاةِ عَشْرَ صَحَائِفَ وَالْإِنْجِيلَ وَالزَّبُورَ وَالْفَرْقَانَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَانَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ؟ قَالَ: "كَانَتْ كُلُّهَا: يَا أَيُّهَا الْمَلِكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُورُ، إِنِّي لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَكِنِّي بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّي دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنِّي لَا أَرُدَّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ كَافِرٍ. وَكَانَ فِيهَا مِثَالٌ: وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ لَهُ سَاعَاتٌ: سَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ، وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ، وَسَاعَةٌ يُفَكِّرُ فِي صُنْعِ اللَّهِ، وَسَاعَةٌ يَخْلُو فِيهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَلَّا يَكُونَ ضَاغِنًا إِلَّا لِثَلَاثٍ: تَزَوُّدٍ لِمَعَادٍ، أَوْ مَرَمَّة لِمَعَاشٍ، أَوْ لَذَّةٍ فِي غَيْرِ مُحَرَّمٍ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ بَصِيرًا بِزَمَانِهِ، مُقْبِلًا عَلَى شَأْنِهِ، حَافِظًا لِلِسَانِهِ، ومَنْ حَسِب كَلَامَهُ مِنْ عَمَلِهِ قَلَّ كَلَامُهُ إِلَّا فِيمَا يَعْنِيهِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوسَى؟ قَالَ: "كَانَتْ عِبَرًا كُلُّهَا: عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ ثُمَّ هُوَ يَفْرَحُ، عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بالقَدَر ثُمَّ هُوَ يَنْصب، وَعَجِبْتُ لِمَنْ يَرَى الدُّنْيَا وتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا ثُمَّ يَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ غَدًا ثُمَّ هُوَ لَا يَعْمَلُ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ فِي أَيْدِينَا شَيْءٌ مِمَّا فِي أَيْدِي إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى، وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، اقْرَأْ يَا أَبَا ذَرٍّ: {قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى. وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى. إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الأولَى. صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى} [الْأَعْلَى: 14-19] . قَالَ: قَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَوْصِنِي. قَالَ: "أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَإِنَّهُ رَأْسُ أَمْرِكَ".
قَالَ: قَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، زدْني. قَالَ: "عَلَيْكَ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، وذِكْر اللَّهِ، فَإِنَّهُ ذكرٌ لَكَ فِي السَّمَاءِ، ونورٌ لَكَ فِي الْأَرْضِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زِدْنِي. قَالَ: "إِيَّاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحِكِ. فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، ويُذْهِبُ بِنُورِ الْوَجْهِ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "عَلَيْكَ بِالْجِهَادِ، فَإِنَّهُ رَهْبَانِيَّةُ أُمَّتِي". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "عَلَيْكَ بِالصَّمْتِ إِلَّا مِنْ خَيْرٍ، فَإِنَّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشَّيْطَانِ وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أَمْرِ دِينِكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "انْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ تَحْتَكَ، وَلَا تَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكَ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ لَكَ أَلَّا تَزْدَرِيَ نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "أَحْبِبِ الْمَسَاكِينَ وَجَالِسْهُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدرُ أَنْ لَا تَزْدَرِي نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "صِلْ قَرَابَتَكَ وَإِنْ قطَعوك". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "لَا تَخَفْ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "يَرُدَّك عَنِ النَّاسِ مَا تَعْرِفُ عَنْ نَفْسِكَ، وَلَا تَجِدُ عَلَيْهِمْ فِيمَا تُحِبُّ، وَكَفَى بِكَ عَيْبًا أَنَّ تَعْرِفَ مِنَ النَّاسِ مَا تَجْهَلُ مِنْ نَفْسِكَ. أَوْ تَجِدَ عَلَيْهِمْ فِيمَا تُحِبُّ". ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ صَدْرِي، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، لَا عَقْل كَالتَّدْبِيرِ، وَلَا وَرَع كَالْكَفِّ، وَلَا حَسَبَ كَحُسْنِ الْخُلُقِ"
Muhammad ibnul Husain Al-Ajiri mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Abu Bakar Ja'far ibnu Muhammad ibnul Giryani secara imla dalam bulan Rajab tahun 297 Hijriah, telah men­ceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang menceritakan hadis berikut: Aku masuk ke dalam masjid, dan kujumpai Rasulullah Saw. se­dang duduk sendirian, maka aku duduk menemaninya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Engkau telah memerin­tahkan aku untuk menunaikan salat" (yakni sunnah). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Salat adalah sebaik-baik pekerjaan, maka perbanyaklah atau persedikitlah. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" Maka Nabi Saw. menjawab: Iman kepada  Allah dan berjihad di jalan-Nya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang pa­ling utama?" Nabi Saw. menjawab: Di antara mereka yang paling baik akhlaknya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang muslim yang pa­ling selamat?" Nabi Saw. menjawab: Orang (muslim) yang menyelamatkan orang-orang dari ganggu­an lisan dan tangannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hijrah apakah yang paling utama?" Nabi Saw. menjawab: Orang yang hijrah (meninggalkan) semua kejahatan. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, salat apakah yang paling afdal? Rasulullah Saw. menjawab: yang paling panjang qunutnya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, puasa apakah yang paling utama?' Rasulullah Saw. menjawab: Melakukan puasa fardu dengan cukup (baik) dan di sisi Allah ada pahala yang berlipat ganda dengan lipat ganda yang ba­nyak. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, jihad apakah yang paling utama?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Orang yang kudanya disembelih dan darah dirinya dialirkan (yakni gugur). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hamba sahaya manakah yang pa­ling afdal?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Hamba sahaya yang paling mahal harganya dan paling bernilai di kalangan tuannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling uta­ma?" Rasulullah Saw. menjawab: Yang dikeluarkan dengan susah payah oleh orang yang minim, dan sedekah secara sembunyi-sembunyi kepada orang fakir (mis­kin). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Ayat Kursi," kemudian beliau Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, ti­adalah langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi, melainkan seperti gelang yang dilemparkan di tengah padang sahara. Ke­utamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang sa­hara atas gelang itu." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi itu?1 Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Seratus dua puluh empat ribu orang nabi. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul dari kalangan mereka?" Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cukup banyak lagi baik. Aku bertanya, "Siapakah yang paling pertama di antara mereka?" Na­bi Saw. menjawab; "Adam." Aku bertanya, "Apakah dia seorang nabi yang jadi rasul?" Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Ya, Allah menciptakannya (lengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan me­nyempurnakannya sebelum itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Hai Abu Zar, empat orang adalah bangsa Siryani, yaitu Adam, Syis, Khanukh —yakni Idris, dia orang yang mula-mula menulis dengan qalam (pena)— dan Nuh. Empat orang dari bangsa Arab, yaitu Hud, Syu'aib, Saleh, dan Nabimu, hai Abu Zar. Mu­la-mula nabi Bani Israil adalah Musa dan yang paling terakhir adalah Isa. Mula-mula rasul adalah Adam, dan yang paling akhir adalah Muhammad. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah kitab yang ditu­runkan oleh Allah Swt?" Rasulullah Saw. menjawab: Seratus empat buah kitab. Allah menurunkan kepada Syis seba­nyak lima puluh sahifah. kepada Khunukh (Idris) tiga puluh sahifah, kepada Ibrahim sepuluh sahifah, dan kepada Musa sebelum Taurat sepuluh sahifah. Dan Allah menurunkan kitab Taurat, ki­tab Injil, kitab Zabur, dan Al-Furqan (Al-Qur’an). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Ibrahim'.'" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Semuanya mengandung kalimat berikut, "Hai raja yang ber­kuasa, yang mendapat cobaan lagi teperdaya. Sesungguhnya Aku tidak menjadikanmu untuk menghimpun dunia sebagian darinya dengan sebagian yang lain, tetapi aku menjadikanmu agar menghindarkan diri dari doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Aku tidak akan menolaknya, sekalipun dari orang kafir." Di dalamnya banyak terkandung tamsil-tamsil (yang antara lain mengatakan), "Diharuskan bagi orang yang berakal membagi waktunya ke dalam beberapa saat. Sesaat ia gunakan untuk bermunajat kepada Tuhannya, sesaat ia gunakan untuk menghisab dirinya sendiri, sesaat ia gunakan untuk memikirkan ciptaan Allah, dan sesaat lagi ia gunakan untuk kepentingan dirinya untuk mencari makan dan minumnya. Diharuskan bagi orang yang berakal tidak bepergian kecuali karena tiga perkara, yaitu mencari bekal untuk hari kemudian, mencari penghidupan, atau kesenangan yang tidak diharamkan, dan harus mengetahui zamannya guna menghadapi urusannya serta memelihara lisan­nya. Barang siapa yang memperhitungkan percakapannya de­ngan amalnya, niscaya ia akan sedikit bicara, kecuali mengenai hal yang berurusan dengannya. Abu Zar melanjutkan kisahnya, Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulul­lah, apakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Musa'?" Rasulul­lah Saw. menjawab melalui sabdanya: Semuanya merupakan nasihat-nasihat (pelajaran-pelajaran), ya­itu: "Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan kematian, lalu ia merasa gembira. Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan takdir, lalu ia bersusah payah. Aku merasa heran dengan orang yang melihat dunia dan silih ber­gantinya terhadap para penghuninya, lalu ia merasa tenang de­ngan dunia itu. Dan aku merasa heran dengan orang yang per­caya kepada hisab di hari kemudian, lalu ia tidak beramal. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di dalam kitab (Al-Qur'an) yang ada di tangan kita terdapat sesuatu yang telah tertera di dalam kitab-kitab Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab,  "Ya benar, hai Abu Zar, bacalah firman Allah Swt.: 'Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (de­ngan beriman), dan ia ingat nama Tuhannya, lalu ia salat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang­kan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesung­guhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa' (Al-A'la: 14-19)." Aku berkata.”Wahai Rasulullah, berwasiadah kepadaku." Maka Ra­sulullah Saw. bersabda: Aku berwasiat kepadamu agar takwa kepada Allah, karena se­sungguhnya takwa kepada Allah adalah induk semua perkaramu. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah Al-Qur'an dan berzikir kepada Allah, karena sesung­guhnya hal itu merupakan sebutan bagimu di langit dan nur bagimu di bumi. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Hindarilah olehmu banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu dapat mematikan hati dan melenyapkan nur wajahmu. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Maka Rasulullah Saw, bersabda: Berjihadlah kamu, karena sesungguhnya jihad itu merupakan ruhbaniyah umatku. Aku berkata, "tambahkanlah kepadaku." Maka Nabi Saw. bersabda: Diamlah kamu kecuali karena kebaikan, karena sesungguhnya (banyak) diam itu dapat mengusir setan dan membantumu untuk mengerjakan urusan agamamu. Aku berkata, 'Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Pandanglah orang yang sebawahmu dan janganlah kamu me­mandang orang yang seatasmu, karena sesungguhnya hal ini le­bih mendorong dirimu untuk tidak meremehkan nikmat Allah ke­padamu. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Cintailah orang-orang miskin dan duduklah (bergaullah) ber­sama mereka, karena sesungguhnya hal ini mendorongmu untuk tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Bersilaturahmilah kepada tetanggamu, sekalipun mereka memu­tuskannya darimu. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah menjawab me­lalui sabdanya: Katakanlah perkara yang hak, sekalipun pahit. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw, menjawab melalui sabdanya: Janganlah kamu takut terhadap celaan orang yang mencela ka­rena membela (agama) Allah. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Maka Rasulullah Saw. men­jawab melalui sabdanya,  "Dapat mencegah dirimu terhadap orang lain apa yang kamu ketahui mengenai dirimu, sedangkan kamu tidak me­nemukan pada mereka apa yang kamu sukai. Cukuplah keaiban bagi­mu bila kamu mengetahui dari orang lain apa yang tidak kamu keta­hui mengenai dirimu atau kamu menemukan pada mereka apa yang kamu sukai." Kemudian Rasulullah Saw. mengusap tangannya ke dadaku se­raya bersabda: Hai Abu Zar, tidak ada akal seperti berpikir, tidak ada wara' se­perti menahan diri, dan tidak ada kehormatan seperti akhlak yang baik.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abul Mugirah, dari Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa Abu Zar pernah bertanya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. menye­butkan perkara salat, puasa, sedekah, keutamaan ayat Kursi, dan kali­mati la haula wala quwwata illa billahi (tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), syuhada yang paling utama, hamba sahaya yang paling utama, kenabian Nabi Adam, dan bahwa dia diajak bicara langsung oleh Allah, serta bilangan para nabi dan para rasul, seperti yang disebutkan di atas.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: وَجَدْتُ فِي كِتَابِ أَبِي بِخَطِّهِ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمُتَعَالِي بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأمَوي، حَدَّثَنَا مُجَالِد عَنْ أَبِي الوَدَّاك قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: هَلْ تَقُولُ الْخَوَارِجُ بِالدَّجَّالِ؟ قَالَ: قُلْتُ: لَا. فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي خاتمُ ألفِ نَبِيٍّ أَوْ أكثرَ، وَمَا بُعِثَ نبيٌّ يُتَّبعُ إِلَّا وَقَدْ حَذَّرَ أُمَّتَهُ مِنْهُ، وَإِنِّي قَدْ بُيِّنَ لِي مَا لَمْ يُبَيَّن [لِأَحَدٍ] وَإِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَعَيْنُهُ الْيُمْنَى عَوْرَاءُ جَاحِظَةٌ لَا تَخْفَى، كَأَنَّهَا نُخَامَةٌ فِي حَائِطٍ مُجَصَّص، وَعَيْنُهِ الْيُسْرَى كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ، مَعَهُ مِنْ كُلِّ لِسَانٍ، وَمَعَهُ صُورَةُ الْجَنَّةِ خَضْرَاءُ يَجْرِي فِيهَا الْمَاءُ، وَصُورَةُ النَّارِ سَوْدَاءُ تَدْخُن"
Abdullah ibnul Imam Ahmad mengatakan bahwa ia menjumpai dalam kitab ayahnya yang ditulis oleh tangan ayahnya sendiri, telah menceritakan kepadaku Abdul Muta'ali ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, telah men­ceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak yang mengatakan bahwa Abu Sa'id pernah bertanya, "Apakah menurut pendapatmu Khawarij adalah Dajjal?" Abul Wadak menjawab, "Bukan." Lalu Abu Sa'id berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku adalah penutup seribu nabi atau lebih, dan ti­dak sekali-kali seorang nabi yang diutus kecuali dia pasti mem­peringatkan umatnya terhadap Dajjal. Dan sesungguhnya telah dijelaskan kepadaku hal-hal yang belum pernah diterangkan. Se­sungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan Tuhan kalian tidaklah buta. Mata Dajjal yang sebelah kanan buta lagi menonjol tampak jelas seakan-akan seperti dahak yang ada pada tembok yang diplester, sedangkan mata kirinya seakan-akan se­perti bintang yang berkilauan, pada tiap-tiap anggota tubuhnya terdapat lisan, dan ia selalu membawa gambaran surga yang hi­jau di dalamnya mengalir air. dan gambaran neraka yang hitam lagi berasap.
Kami meriwayatkannya pada bagian yang di dalamnya terdapat riwa­yat Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Yahya ibnu Mu'in, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, telah men­ceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنِّي أَخْتِمُ ألفَ ألفَ نبيٍّ أَوْ أكثرَ، مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَى قَوْمِهِ إِلَّا حذَّرهم الدجالَ...."
Sesungguhnya aku mengakhiri sejuta nabi atau lebih. Tidak seka­li-kali Allah mengutus seseorang nabi kepada kaumnya, melain­kan memperingatkan kepada mereda terhadap Dajjal.
Lalu ia menuturkan hadis ini hingga selesai, demikianlah menurut la­faz yang diketengahkannya, yaitu dengan tambahan lafaz alfun (hing­ga maknanya menjadi satu juta, bukan seribu).
Tetapi adakalanya lafaz tersebut merupakan sisipan, hanya Allah yang lebih mengetahui. Tetapi konteks riwayat Imam Ahmad lebih kuat dan lebih berhak untuk dinilai sahih, Semua perawi yang disebutkan dalam sanad hadis ini tidak ada masalah.
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur Jabir ibnu Abdullah r.a.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُجَالد، عَنِ الشَّعبي، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لخاتمُ أَلْفِ نبيٍّ أَوْ أَكْثَرَ، وَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْهُمْ نبيٌّ إِلَّا وَقَدْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ الدَّجالَ، وَإِنِّي قَدْ بُيِّن لِي مَا لَمْ يُبَيَّن لِأَحَدٍ مِنْهُمْ وَإِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بأعورَ"
Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah ber­sabda: Sesungguhnya aku benar-benar merupakan penutup seribu nabi atau lebih, dan sesungguhnya tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah memperingatkan umatnya akan Dajjal Dan se­sungguhnya telah dijelaskan kepadaku apa-apa yang belum per­nah dijelaskan kepada seseorang pun dari mereka (para nabi). Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan se­sungguhnya Tuhan kalian itu tidaklah buta.
*******************
Firman Allah Swt,:
{وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (An-Nisa: 164)
Hal ini merupakan suatu penghormatan kepada Nabi Musa a.s. Kare­na itu, Nabi Musa dikenal dengan julukan 'Kalimullah'.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan ke­pada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Masih ibnu Hatim, telah menceritakan ke­pada kami Abdul Jabbar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Abu Bakar ibnu Ayyasy, lalu ia menga­takan bahwa dirinya mendengar seorang lelaki membaca firman-Nya dengan bacaan seperti berikut:
"وَكَلَّمَ اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا"
"Dan Musa berbicara kepada Allah dengan langsung."
Maka Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata, "Tidak sekali-kali mem­baca ayat ini dengan bacaan itu, melainkan hanyalah orang kafir." Abu Bakar mengatakan bahwa ia belajar qiraah dari Al-A'masy, dan Al-A'masy belajar qiraah dari Yahya ibnu Wasab, Yahya ibnu Wasab belajar qiraah dari Abu Abdur-Rahman As-Sulami. dan Abu Abdur­Rahman As-Sulami belajar qiraah dari Ali ibnu Abu Talib, dan Ali ibnu Abu Talib belajar qiraah dari Rasulullah Saw. Mengenai ayat ini yang bunyinya mengatakan:
{وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (An-Nisa: 164)
Abu Bakar ibnu Ayyasy marah terhadap orang yang membaca ayat tersebut tiada lain karena orang tersebut membacanya dengan bacaan yang mengubah maknanya. Ternyata lelaki tersebut dari kalangan mu'tazilah yang mengingkari bahwa Allah berbicara kepada Musa a.s. atau berbicara kepada seseorang dari makhluk-Nya. Seperti yang kami riwayatkan dari salah seorang mu'tazilah, bahwa ia membaca­kan firman berikut kepada salah seorang syekh dengan bacaan beri­kut:
"وَكَلَّمَ اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا"
Dan Allah diajak bicara oleh Musa dengan langsung.
Maka syekh itu berkata kepadanya, "Hai Ibnul Lakhna, apakah yang akan engkau lakukan terhadap firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ}
'Dan tatkala datang Musa untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya' (Al-A'raf: 143)?"
Dengan kata lain, makna ayat tersebut tidak mengandung takwil dan perubahan makna.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَية: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ بَهْرَام، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا هَانِئُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّاب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَما كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى كَانَ يُبْصِرُ دبيبَ النَّمْلِ عَلَى الصَّفَا فِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hani' ibnu Yahya, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tatkala Musa diajak berbicara oleh Allah, ia dapat melihat ge­rakan semut di atas Bukit Safa di malam yang gelap gulita.
Hadis ini berpredikat garib dan sanadnya tidak sahih. Apabila hadis ini benar mauquf, berarti predikatnya jayyid (baik).
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dan Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Humaid ibnu Qais Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"كان عَلَى مُوسَى يَوْمَ كَلَّمَهُ ربُّه جُبَّةُ صُوفٍ، وَكِسَاءُ صُوفٍ، وَسَرَاوِيلُ صُوفٍ، وَنَعْلَانِ مِنْ جِلْدِ حِمَارٍ غَيْرِ ذَكِيٍّ"
Nabi Musa pada hari ia diajak bicara oleh Tuhannya memakai jubah dari bulu, baju dari bulu, dan celana dari bulu serta sepa­sang terompah dari kulit keledai yang tidak disembelih.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis berikut dengan sanadnya, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berbicara dengan Musa sebanyak seratus empat puluh ribu kalimat selama tiga hari, semuanya berisi wasiat. Ketika Musa mendengar pembicaraan manusia, maka ia menjadi ma­rah karena pengaruh dari apa yang telah ia dengar dari kalam Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Sanad asar ini pun lemah karena Juwaibir berpredikat daif, dan Ad-Dahhak tidak menjumpai masa hidup Ibnu Abbas r.a.
Mengenai asar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih serta lain-lainnya melalui jalur Al-Fadl ibnu Isa Ar-Raqqasyi, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah berbicara kepada Musa pada hari Tur, bukan dengan kalam yang pernah Dia gunakan ketika me­nyerunya, maka Musa bertanya kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, apa­kah ini adalah kalam-Mu yang pernah Engkau gunakan kepadaku?" Allah Swt. menjawab, "Bukan, hai Musa. Sesungguhnya Aku ber­bicara denganmu baru hanya dengan kekuatan sepuluh ribu lisan dan Aku mempunyai kekuatan semua lisan, bahkan Aku lebih kuat dari­pada hal tersebut." Ketika Musa kembali kepada kaum Bani Israil, mereka bertanya, "Hai Musa, gambarkanlah kepada kami kalam Tuhan Yang Maha Pe­murah." Musa menjawab, "Aku tidak mampu melakukannya." Mereka berkata, "Serupakanlah saja kepada kami." Musa menja­wab, 'Tidakkah kalian pernah mendengar suara guntur? Sesungguh­nya hal itu berdekatan dengannya, tetapi bukan seperti suara guntur."
Sanad riwayat ini daif, karena A-Fadl Ar-Raqqasyi adalah orang yang lemah sekali dalam periwayatan hadis.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris. dari Juz ibnu Jabir Al-Khas’ami, dari Ka'b yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah ketika berbicara kepada Musa memakai semua lisan (berbagai macam bahasa) kecuali kalam-Nya sendiri. Maka Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah ini kalam-Mu?" Allah menjawab, "Bukan, sekiranya Aku berbicara dengan kalam-Ku, nis­caya kamu tidak akan kuat mendengarnya " Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu terdapat sesuatu yang memiliki suara mirip dengan-Mu?" Allah men­jawab, "Tidak ada, dan yang lebih serupa dengan kalam-Ku ialah apa yang biasa kamu dengar dari suara guntur yang sangat keras."
Tetapi riwayat ini mauquf hanya sampai pada Ka'b Al-Ahbar. Dia menukilnya dari kitab-kitab terdahulu yang menyangkut berita-berita Bani Israil, tetapi di dalamnya terkandung perubahan dan tam­bahan.
*****
Firman Allah Swt.:
{رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ}
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (An-Nisa: 165)
Yakni menyampaikan berita gembira kepada orang yang taat kepada Allah dan mengikuti jalan yang diridai-Nya dengan mengerjakan ke­baikan, dan memberikan peringatan kepada orang yang menentang perintah-Nya dan mendustakan rasul-rasul-Nya dengan siksaan dan azab.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 165)
Dengan kata lain, Allah Swt. menurunkan kitab-kitab-Nya dan meng­utus rasul-rasul-Nya dengan membawa berita gembira dan peringatan, dan menerangkan apa yang disukai dan diridai-Nya serta menjelaskan apa yang dibenci dan ditolak-Nya, agar tidak ada alasan lagi bagi orang yang akan mengemukakan alasannya. Seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى}
Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebe­lum Al-Qur'an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami men­jadi hina dan rendah?" (Thaha: 134)
Demikian pula makna yang ada dalam firman lainnya, yaitu:
وَلَوْلا أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan. (Al-Qashash: 47)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas­'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لا أحَدَ أغَيْرَ من الله، من أجل ذلك حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَلَا أحدَ أحبَّ إِلَيْهِ المدحُ مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ مَدَحَ نَفْسَهُ، وَلَا أحدَ أحَبَّ إِلَيْهِ العُذر مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ" وَفِي لَفْظٍ: "مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ رُسُلَهُ، وَأَنْزَلَ كُتُبَهُ"
Tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah, ka­rena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji baik yang lahir maupun yang batin (tidak kelihatan). Dan tidak ada seorang pun yang lebih suka dipuji daripada Allah Swt. Karena itu, maka Dia memuji diri-Nya sendiri. Tidak ada seorang pun yang lebih suka alasan selain dari Allah. Karena itu, Dia mengutus para nabi untuk menyampaikan berita gembira dan peringatan. Menurut lafaz yang lain disebutkan: Karena itulah maka Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan menurun­kan kitab-kitab-Nya.

An-Nisa, ayat 166-170

لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلَالًا بَعِيدًا (167) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا (168) إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (169) يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (170)
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), te­tapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diiurunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi saksi. Sesung­guhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manu­sia) dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. Se­sungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan ti­dak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Dan yang de­mikian itu adalah mudah bagi Allah. Wahai manusia, sesungguh­nya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah, Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Mengingat firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu. (An-Nisa: 163)
Sampai dengan konteks ini hadis menetapkan kenabian Nabi Muham­mad Saw. dan membantah orang-orang yang ingkar kepada kenabian­nya dari kalangan kaum musyrik dan Ahli Kitab. Maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ}
Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada­mu. (An-Nisa: 166)
Yakni sekalipun orang-orang yang kafir kepada Al-Qur'an menging­karinya, mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakanmu dan menentangmu. Maka Allah tetap mengakui bahwa engkau adalah utusan-Nya yang diturunkan kepadanya Al-Kilab, yakni Al-Our'an yang agung.
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik aari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42)
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa: 166)
Dengan pengetahuan-Nya yang hendak memperlihatkan kepada ham­ba-hamba-Nya akan Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung kete­rangan-keterangan, hidayah, pemisah antara yang hak dan yang batil, hal-hal yang disukai dan diridai Allah, dan hal-hal yang dibenci dan ditolak-Nya. Di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu tentang hal-hal yang gaib menyangkut masalah yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Di dalamnya disebutkan juga sifat-sifat Allah Swt. Yang Mahasuci yang tidak diketahui oleh nabi yang diutus, tidak pula oleh malaikat terdekat, kecuali bila diberi tahu oleh Allah Swt. sendiri. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melain­kan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)
Dan dalam ayat yang lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا}
sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Suhail Al-Ja'fari dan Abdullah ibnul Mubarak; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Saib yang mengatakan bahwa Abu Abdur Rahman As-Sulami membacakan Al-Qur'an kepadanya. Tersebutlah bahwa apabila seseorang di antara kami membacakan Al-Qur'an ke­padanya, ia (Ata ibnus Saib) selalu mengatakan, "Sesungguhnya ka­mu telah mengambil ilmu Allah, maka pada hari ini tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kamu kecuali dengan amal perbuat­an." Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 166)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ}
dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166)
Yaitu atas kebenaran apa yang disampaikan olehmu dan apa yang di­wahyukan kepadamu serta kitab yang diturunkan kepadamu disertai dengan pengakuan Allah atas hal tersebut.
{وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 166)
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي مُحَمَّدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جماعةٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ لَهُمْ: "إِنِّي لَأَعْلَمُ -وَاللَّهِ-إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُونِ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ". فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُ ذَلِكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Mu­hammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui, demi Allah, sesung­guhnya kalian ini benar-benar mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah. Maka mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal tersebut." Ke­mudian Allah menurunkan firman-Nya: Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada­mu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa: 166), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلالا بَعِيدًا}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauh­nya. (An-Nisa: 167)
Mereka kafir dan tidak mau mengikuti perkara yang hak, bahkan me­reka berupaya menghalang-halangi manusia untuk mengikuti dan me­nuruti jejak perkara yang hak. Mereka benar-benar telah keluar dari jalan yang benar, sesat darinya, dan jauh dari perkara yang hak, jauh yang amat mencolok.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan perihal keputusan-Nya terhadap orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat-Nya, Kitab, dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang menganiaya diri sendiri karena hal ter­sebut; juga karena menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya, me­ngerjakan perbuatan-perbuatan yang berdosa, dan melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya. Dia tidak akan memberikan ampunan kepada mereka.
{وَلا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا}
dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka. (An-Nisa: 168)
Yakni jalan kebaikan.
{إِلا طَرِيقَ جَهَنَّمَ}
kecuali jalan ke neraka Jahannam. (An-Nisa: 169) Istisna dalam ayat ini bersifat munqati'.
{خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا }
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (An-Nisa: 169), hingga akhir ayat.
****
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ}
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan ka­lian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. (An-Nisa: 170)
Telah datang Nabi Muhammad Saw. kepada kalian dengan membawa hidayah, agama yang hak, dan keterangan yang memuaskan dari Allah Swt Karena itu, berimanlah kalian kepada apa yang didatang­kannya kepada kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kali­an.
***
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedi­kit pun kepada Allah), karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. (An-Nisa: 170)
Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan iman kalian, dan Dia tidak terkena mudarat karena kekafiran kalian. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ}
Dan Musa berkata, "Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Ibrahim: 8)
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui. (An-Nisa: 170)
terhadap orang yang berhak memperoleh hidayah dari kalian, maka Dia memberinya hidayah, dan terhadap orang yang berhak mendapat kesesatan, lalu Dia menyesatkannya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 170) Yaitu dalam semua ucapan, perbuatan, syariat dan takdir-Nya.

An-Nisa, ayat 171

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا (171)
Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam aga­ma kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah ke­cuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga," ber­hentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian. Sesung­guhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Allah dari mem­punyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara.
Allah Swt. melarang Ahli Kitab bersikap melampaui batas dan me­nyanjung secara berlebihan. Hal ini banyak dilakukan oleh orang-orang Nasrani, karena sesungguhnya mereka melampaui batas sehu­bungan dengan Isa. Mereka mengangkatnya di atas kedudukan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, lalu memindahkannya dari tingkat kenabian sampai menjadikannya sebagai tuhan selain Allah yang mereka sembah sebagaimana mereka menyembah Dia.
Bahkan pengikut dan golongannya —yaitu dari kalangan orang-orang yang mengakui bahwa dirinya berada dalam agamanya (Isa)— bersikap berlebihan pula, lalu mereka mengakui dirinya terpelihara dari kesalahan. Akhirnya para pengikut mereka mengikuti semua yang dikatakannya, baik hak atau batil, baik sesat atau benar, baik jujur ataupun dusta. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mere­ka sebagai tuhan selain Allah. (Ai-Taubah: 31), hingga akhir ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيم قَالَ: زَعَمَ الزُّهْرِي، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبة بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "لَا تُطْرُوني كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim yang mengatakan bahwa Az-Zuhri menduga dari Ubaidillah ibnu Ab­dullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dari Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana orang-orang Nasrani menyanjung-nyanjung Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakan­lah, "Hamba dan utusan Allah."
Kemudian ia meriwayatkannya pula —juga Ali ibnul Madini-— dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri. yang lafaznya seperti berikut:
«إنما أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ»
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah oleh kalian, "Hamba Allah dan Rasul-Nya."
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa predikat hadis ini sahih lagi musnad. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Al-Humaidi. dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri yang lafaznya berbunyi seperti berikut:
"فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ"
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, "Hamba Allah dan Rasul-Nya."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حمَّاد بْنِ سَلَمَة، عَنْ ثَابِتٍ البُناني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ: مُحَمَّدٌ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا، وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ، وَلَا يَسْتَهْويَنَّكُمُ الشيطانُ، أَنَا محمدُ بنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, bahwa seorang lelaki pernah mengatakan, "Ya Muhammad, ya tuan kami, anak tuan kami yang paling baik dari kami, dan anak orang yang paling baik dari kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, peliharalah ucapan kalian, dan jangan sekali-kali setan menjerumuskan kalian. Aku adalah Muhammad ibnu Ab­dullah, hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, aku tidak suka bila kalian mengangkatku di atas kedudukanku yang telah diberi­kan oleh Allah Swt. kepadaku.
Hadis ini bila ditinjau dari segi ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (sendirian).
***
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ}
dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, janganlah kalian membuat kedustaan terhadap-Nya dan menjadikan bagi-Nya istri dan anak. Mahasuci Allah lagi Mahatinggi dari hal itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, Mahasuci lagi Maha Esa Zat Allah dalam sifat Keagungan dan Kebesaran-Nya. Tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia.
Dalam ayat Selanjutnya disebutkan:
{إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ}
Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan­Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa: 171)
Sesungguhnya Isa itu hanyalah seorang hamba Allah dan makhluk yang diciptakan-Nya. Allah berfirman kepadanya, "Jadilah kamu," maka jadilah dia. Dia (Isa) hanyalah utusan-Nya dan kalimat-Nya yang Allah sampaikan kepada Maryam. Dengan kata lain, Allah menciptakan Isa melalui kalimat perintah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril a.s. dari Allah Swt. kepada Maryam. Lalu Malaikat Jibril me­niupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Maryam dengan seizin Allah. Maka jadilah Isa dengan seizin Allah.
Embusan itu ditiupkan oleh Malaikat Jibril ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun hingga masuk ke dalam farjinya, sama kedudukannya dengan pembuahan yang dilakukan oleh seorang lelaki kepada istrinya: semuanya adalah makhluk Allah Swt. Karena itu, di­katakan bahwa Isa adalah kalimat Allah dan roh dari ciptaan-Nya, mengingat kejadiannya tanpa melalui proses seorang ayah. Sesung­guhnya ia timbul dari kalimah yang diucapkan oleh Allah melalui Jib­ril kepada Maryam, yaitu kalimat kun (Jadilah), maka jadilah Isa, dan roh yang dikirimkan oleh Allah kepada Maryam melalui Jibril. Allah Swt berfirman:
{مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesung­guhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya se­orang yang sangat benar, keduanya biasa memakan makanan.  (Al-Maidah: 75)
Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudi­an Allah berfirman kepadanya, "Jadilah!" (seorang manusia). Maka jadilah dia. (Ali Imran: 59)
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormat­annya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 91)
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا
dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormat­annya. (At-Tahrim: 12), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt. menceritakan perihal Isa Al-Masih, yaitu:
إِنْ هُوَ إِلا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepa­danya nikmat (kenabian). (Az-Zukhruf: 59), hingga akhir ayat.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa:171)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{كُنْ}
Jadilah/ Maka terjadilah ia. (Yasin: 82)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ah­mad ibnu Sinan Al-Wasiri yang mengatakan bahwa ia pernah mende­ngar Syaz ibnu Yahya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh  dari-Nya. (An-Nisa: 171)
Bahwa bukanlah kalimat yang menjadikan Isa, tetapi dengan kalimat itu akhirnya jadilah Isa.
Pendapat ini lebih baik daripada apa yang di­katakan oleh Ibnu Jarir sehubungan dengan firman-Nya:
{أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ}
Yang disampaikan-Nya kepada Maryam. (An-Nisa: 171)
Makna yang dimaksud ialah Allah mengajarkan kalimat itu kepada Maryam. sama seperti apa yang dikatakannya sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ}
(Ingatlah) ketika malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya. (Ali Imran: 45)
Makna yang dimaksud ialah mengajarkan kepadamu suatu kalimat dari-Nya. Ibnu Jarir menjadikan makna ayat ini sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا كُنْتَ تَرْجُو أَنْ يُلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ}
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 86)
Bahkan pendapat yang sahih (benar) ialah yang mengatakan bahwa kalimat tersebut didatangkan oleh Malaikat Jibril kepada Maryam, lalu Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Mar­yam dengan seizin Allah. Maka jadilah Isa a.s.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عُمَيْر بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنِي جُنَادةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وروحٌ مِنْهُ، والجنةَ حُقٌّ، والنارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ". قَالَ الْوَلِيدُ: فَحَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ عُمير بْنِ هَانِئٍ، عَنْ جُنَادة زَادَ: "مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Umair ibnu Hani', telah mence­ritakan kepada kami Junadah ibnu Abu Umayyah, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya serta kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta roh dari-Nya, dan bahwa surga itu benar, neraka itu benar, nis­caya Allah akan memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah dikerjakannya. Al-Walid mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Umair ibnu Hani', dari Junadah yang di dalamnya disebutkan tambahan, yaitu:  (Allah memasukkannya) ke dalam salah satu dari pintu-pintu surga yang delapan buah, dia boleh memasukinya dari pintu ma­na pun yang disukainya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Daud ibnu Rasyid, dari Al-Walid, dari Ibnu Jabir dengan lafaz yang sama. Dari jalur yang lain dari Al-Auza'i dengan lafaz yang sama.
Firman Allah yang ada dalam ayat, dan hadis yang semakna, ya­itu:
{وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa: 171) semakna dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ}
Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)
Yakni dari kalangan makhluk-Nya dan dari sisi-Nya. Lafaz min di sini bukan untuk makna tab'id (sebagian) seperti yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani —semoga laknat Allah yang berturut-turut menimpa mereka— melainkan makna yang dimaksud ialah ibtida-ul goyah, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa; 171)
Yang dimaksud dengan ruhun dalam ayat ini ialah rasulun minhu, yakni urusan dari-Nya. Sedangkan selain Mujahid mengatakan ma-habbatan minhu, yakni kasih sayang dari-Nya. Tetapi pendapat yang kuat ialah yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa Nabi Isa di-ciptakan dari roh ciptaan-Nya. Kemudian lafaz roh di-mudaf-kan (di­gandengkan) dengan-Nya dengan maksud mengandung pengertian tasyrif (kehormatan), sebagaimana lafaz naqah (unta) di-mudaf-kan kepada Allah, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
{هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ}
Unta betina Allah ini. (Al-A'raf: 73) Dan lafaz baitun (rumah) yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ}
Bersihkanlah rumah-Ku, untuk orang-orang yang tawaf. (Al-Hajj: 26)
Juga seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengata­kan:
"فَأَدْخُلُ عَلَى رَبِّي فِي دَارِهِ"
Maka aku masuk menemui Tuhanku di dalam rumah-Nya.
Nabi Saw. me-mudaf-kan lafaz darun (rumah) kepada Allah dengan maksud sebagai kehormatan terhadap rumah tersebut. Masing-masing dari apa yang telah disebutkan termasuk ke dalam bab yang sama.
***
Firman Allah Swt,:
{فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ}
Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, percayalah bahwa Allah adalah Satu, lagi Maha Esa, ti­ada beranak, dan tiada beristri; dan ketahuilah serta yakinilah bahwa Isa itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Dalam firman Selanjutnya disebutkan:
{وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ}
dan janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga." (An-Nisa: 171)
Yakni janganlah kalian menjadikan Isa dan ibunya digandengkan de­ngan Allah sebagai dua orang yang mcnyekutui-Nya. Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Di dalam surat Al-Maidah Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ}
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwa­sanya Allah salah seorang dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. (Al-Maidah: 73}
Dalam ayat lainnya —masih dalam surat yang sama— Allah Swt. berfirman pula:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman.”Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku.' (Al-Maidah: 116) hingga akhir ayat."
Dalam Surat Al-Maidah pada ayat lainnya Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ}
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Se­sungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam." (Al-Maidah: 17 dan 72), hingga akhir ayat.
Orang-orang Nasrani —la'natullahi 'alaihim— karena kebodohan mereka, maka mereka tidak ada pegangan; kekufuran mereka tidak terbatas, bahkan ucapan dan kesesatannya sudah parah. Ada yang beranggapan bahwa Isa putra maryam adalah Tuhan, ada yang menganggapnya sebagai sekutu, dan ada yang menganggapnya sebagai anak. Mereka terdiri atas berbagai macam sekte yang cukup banyak jumlahnya; masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, dan penda­pat mereka tidak ada yang sesuai, semuanya bertentangan.
Salah seorang ahli ilmu kalam (Tauhid) mengatakan suatu penda­pat yang tepat, bahwa seandainya ada sepuluh orang Nasrani berkum­pul, niscaya pendapat mereka berpecah-belah menjadi sebelas penda­pat.
Salah seorang ulama Nasrani yang terkenal di kalangan mereka (yaitu Sa'id ibnu Patrik yang tinggal di Iskandaria pada sekitar tahun empat ratus Hijriah) menyebutkan bahwa mereka mengadakan suatu pertemuan besar yang di dalamnya mereka melakukan suatu misa be­sar.
Padahal sesungguhnya hal tersebut tiada lain hanyalah suatu pengkhianatan yang hina lagi rendah. Hal ini terjadi pada masa Kon­stantinopel, pembangun kota yang terkenal itu. Lalu mereka berselisih pendapat dalam pertemuan tersebut dengan perselisihan yang tidak terkendali dan tidak terhitung banyaknya pendapat yang ada. Jumlah mereka lebih dari dua ribu uskup. Mereka menjadi golongan yang banyak lagi berpecah belah. Setiap lima puluh orang dari mereka mem­punyai pendapat sendiri, dan setiap dua puluh orang dari mereka mempunyai pendapat sendiri, setiap seratus orang dari mereka ada yang mempunyai pendapatnya sendiri, dan setiap tujuh puluh orang mem­punyai pendapatnya sendiri, ada pula yang lebih dan kurang dari jumlah tersebut mempunyai pendapat yang berbeda.
Ketika Raja Konstantinopel melihat kalangan mereka demikian, ada sejumlah orang yang banyaknya kurang lebih tiga ratus delapan belas orang uskup sepakat dengan suatu pendapat Maka raja meng­ambil golongan itu, lalu mendukung dan memperkuatnya.
Raja Konstantinopel dikenal sebagai seorang filosof berwatak ke­ras dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Lalu raja menghim­pun persatuan mereka dan membangun banyak gereja buat mereka serta membuat kitab-kitab dan undang-undang untuk mereka. Lalu mereka membuat suatu amanat yang mereka ajarkan kepada anak-anak agar mereka meyakininya sejak dini, mengadakan pembaptisan besar-besaran atas dasar itu. Para perigikut mereka dikenal dengan nama sekte Mulkaniyah.
Kemudian mereka mengadakan suatu pertemuan lain yang kedua, maka terjadilah di kalangan mereka sekte Ya'qubiyah. Pada pertemu­an yang ketiga terbentuklah sekte Nusturiyan.
Ketiga golongan tersebut pada dasarnya mengukuhkan ajaran tri­nitas yang antara lain ialah Al-Masih. Tetapi mereka berbeda pen­dapat mengenai kaifiyatnya sehubungan dengan masalah lahut dan nasut-nya, masing-masing mempunyai dugaan sendiri. Apakah dia manunggal atau tidak, bersatukah atau menitis. Pada kesimpulannya pendapat mereka terpecah menjadi tiga pendapat, masing-masing go­longan mengalirkan golongan yang lain, sedangkan kita mengalirkan semuanya. Karena itu, dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ}
berhentilah kalian (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian. (An-Nisa: 171)
Maksudnya, akan lebih baik bagi kalian.
{إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ}
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Allah da­ri mempunyai anak. (An-Nisa: 171)
Yakni Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ke­tinggian yang setinggi-tingginya.
{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}
Segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cu­kuplah Allah untuk menjadi Pemelihara. (An-Nisa: 171)
Artinya, semuanya adalah makhluk dan milik Allah, dan semua yang ada di antara keduanya adalah hamba-hamba-Nya, mereka berada da­lam pengaturan dan kekuasaan-Nya. Dialah Yang memelihara segala sesuatu, mana mungkin bila dikatakan bahwa Dia mempunyai istri dan anak dari kalangan mereka. Dalam ayat yang lain disebutkan me­lalui firman-Nya:
{بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ}
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak. (Al-An'am: 101), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak" Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam: 88-89)
sampai dengan firman-Nya:
فَرْدًا
dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95)

An-Nisa, ayat 172-173

لَنْ يَسْتَنْكِفَ الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا (172) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَأَمَّا الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلَا يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (173)
Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan me­nyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. Adapun orang-orang yang beriman dan ber­buat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala me­reka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah­ku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
لَنْ يَسْتَنْكِفَ
tidak sekali-kali enggan. (An-Nisa: 172)
Makna yang dimaksud ialah tidak menyombongkan diri, sedangkan menurut Qatadah artinya tidak enggan atau tidak segan-segan.
{الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
Al-Masih menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). (An-Nisa: 172)
Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat lebih utama dari manu­sia berdasarkan ayat ini, karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
Dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). (An-Nisa: 172)
Padahal mereka tidak mempunyai dalil dari ayat ini, karena sesungguhnya lafaz ul-mala-ikah di-'ataf-kan kepada al-masih tiada lain ka­rena pengertian istinkaf adalah enggan atau menolak, sedangkan para malaikat lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal ter­sebut. Untuk itu disebutkan:
{وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah) (An-Nisa: 172)
Padahal tidak mesti bila keadaan mereka lebih kuat dan lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut, lalu dikatakan bah­wa mereka lebih utama daripada dia.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya para malaikat dise­butkan dalam ayat ini tiada lain karena mereka dijadikan sebagai tu­han-tuhan selain Allah, sebagaimana Al-Masih dijadikan tuhan. Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya dan makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam fir­man-Nya:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah telah meng­ambil (mempunyai) anak," Mahasuci Allah. Sebenarnya (malai­kat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya: 26)
hingga beberapa ayat selanjutnya.
Karena itu. dalam firman selanjut­nya dari ayat ini disebutkan:
{وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا}
Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyom­bongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua ke­pada-Nya. (An-Nisa: 172)
Yaitu kelak Allah Swt. akan mengumpulkan semuanya di hari kiamat, dan Dia akan memutuskan di antara mereka dengan hukum-Nya yang adil lagi tidak aniaya dan tidak ada penyimpangan (berat sebelah).
Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, ma­ka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa: 173)
Artinya, Allah akan memberi mereka pahala yang sesuai dengan amal salehnya, dan memberikan tambahan kepada mereka atas hal tersebut dari karunia, kebaikan, anugerah, rahmat, dan keluasan-Nya.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ طَرِيقِ بَقِيَّة، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْكِنْدِيِّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ} قال: أُجُورُهُمْ: أَدْخَلَهُمُ الْجَنَّةَ". {وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ} قَالَ: "الشَّفَاعَةُ فِيمَنْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ مِمَّنْ صَنَعَ إِلَيْهِمُ الْمَعْرُوفَ فِي دُنْيَاهُمْ".
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Baqiyyah, dari Ismail ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Sufyan, dari Abdullah secara marfu', bahwa Rasulullah Saw membaca firman-Nya: maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menam­bah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa: 173) Yakni pahala mereka sepenuhnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda menafsirkannya: Allah memasukkan mereka ke dalam surga. Adapun untuk firman Allah Swt. berikut ini: dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa: 173) Nabi Saw. bersabda menafsirkan pengertian tambahan itu, yaitu:  (Diizinkan oleh Allah memberi) syafaat terhadap orang yang telah dipastikan baginya masuk neraka, dari kalangan orang-orang yang pernah berbuat kebaikan kepada mereka ketika di dunianya.
Akan tetapi, sanad hadis ini tidak kuat; dan apabila memang benar di­riwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud secara mauquf, maka predikat­nya jayyid (baik).
***
{وَأَمَّا الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا}
Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri. (An-Nisa: 173)
Yakni tidak mau taat kepada Allah dan tidak mau menyembah-Nya serta menyombongkan dirinya dari hal itu. Maka dalam firman selan­jutnya disebutkan balasan mereka, yaitu:
{فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلا يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا}
maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari Allah. (An-Nisa: 173)
Ayat ini semakna dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu-min: 60)
Yakni dalam keadaan hina dina dan tertunduk, sebagaimana mereka congkak dan sombong ketika di dunianya.

An-Nisa, ayat 174-175

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا (174) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (175)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti ke­benaran dari Tuhan kalian, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang ben­derang (Al-Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepa­da jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada semua umat manusia dan se­bagai pemberitahuan kepada mereka, bahwa sesungguhnya telah datang kepada mereka bukti kebenaran yang besar dari Allah Swt., yaitu dalil yang pasti yang membantah semua alasan, dan hujah yang mele­nyapkan semua kerumitan. Karena itulah disebutkan pada permulaan ayat melalui firman-Nya:
{وَأَنزلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا}
dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang ben­derang. (An-Nisa: 174)
Yaitu cahaya yang terang dan jelas menunjukkan perkara yang hak. Menurut Ibnu Juraij dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah Al-Qur'an.
{فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya (An-Nisa: 175)
Yakni memadukan antara ibadah dan bertawakal kepada Allah dalam semua urusan mereka. Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna yang di­maksud ialah "orang-orang yang beriman dan berpegang teguh ke­pada Al-Qur'an". Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
{فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ}
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya. (An-Nisa: 175)
Allah belas kasihan kepada mereka, maka Dia memasukkan mereka ke dalam surga dan menambahkan kepada mereka pahala yang berlipat ganda; derajat mereka ditinggikan berkat karunia Allah kepada mereka dan kebaikan-Nya.
{وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}
Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (An-Nisa: 175)
Yaitu jalan yang jelas, tujuan yang lurus, tidak ada bengkoknya dan tidak ada penyimpangan.
Demikianlah gambaran tentang orang-orang mukmin di dunia dan akhirat. Di dunia mereka berada pada tuntunan yang lurus dan ja­lan keselamatan dalam semua akidah dan amaliyahnya, sedangkan di akhirat berada pada jalan Allah yang lurus yang menghantarkan me­reka ke taman-taman surga-Nya.
Di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari Ali ibnu Abu Talib r.a., dari Nabi Saw. disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
" الْقُرْآنُ صراطُ اللهِ المستقيمُ وحبلُ اللَّهِ الْمَتِينُ "
Al-Qur'an adalah jalan Allah yang lurus dan tali Allah yang kuat.
Hadis ini secara lengkap telah disebutkan pada permulaan kitab tafsir ini, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia.

An-Nisa, ayat 176

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (176)
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah (yaitu); Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan sau­daranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara pe­rempuan) jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara pe­rempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki-laki dan perem­puan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Me­ngetahui segala sesuatu.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ قَالَ: آخِرُ سُورَةٍ نَزَلَتْ: "بَرَاءَةٌ"، وَآخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ: {يَسْتَفْتُونَكَ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Su­laiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra (Ibnu Azib r.a.) berkata, "Surat yang paling akhir diturunkan adalah surat Al-Bara’ah (At-Taubah), dan ayat yang paling akhir diturunkan ada­lah firman-Nya: 'Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)' (An-Nisa: 176). hingga akhir ayat."
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: دَخَلَ عَلَيّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا مَرِيضٌ لَا أَعْقِل، قَالَ: فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَبَّ عَلَيّ -أَوْ قَالَ صُبُّوا عَلَيْهِ -فَعَقَلْتُ فَقُلت: إِنَّهُ لَا يَرِثُنِي إِلَّا كَلَالَةٌ، فَكَيْفَ الْمِيرَاثُ؟ قَالَ: فَنَزَلَتْ آيَةُ الْفَرَائِضِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mu­hammad ibnul Munkadir yang menceritakan bahwa ia pernah mende­ngar Jabir ibnu Abdullah mengatakan: "Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumahku ketika aku sedang sakit dan dalam keadaan tidak sadar." Jabir melanjutkan kisah­nya, "Lalu Rasulullah Saw. berwudu, kemudian mengucurkan bekasnya kepadaku; atau perawi mengatakan bahwa mereka (yang hadir) menyiramkan (bekas air wudu)nya kepada Jabir. Karena itu aku sadar, lalu aku bertanya, 'Sesungguhnya tidak ada yang mewarisiku kecuali kalalah. Bagaimanakah cara pem­bagiannya?'." Lalu Allah menurunkan ayat faraid.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui Syu'bah.
Jama'ah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
Sedangkan dalam lafaz yang lainnya disebutkan bahwa lalu turunlah ayat miras, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu­hammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan, bahwa Abu Zubair (yakni Jabir) mengatakan bahwa ayat ber­ikut diturunkan berkenaan dengan diriku, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang katalah." (An-Nisa: 176)
Seakan-akan makna ayat —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.
*******************
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kala­lah." (An-Nisa: 176)
Yakni perihal mewaris secara kalalah. Lafaz yang disebutkan ini me­nunjukkan adanya lafaz yang tidak disebutkan.
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan makna lafaz ka­lalah dan akar katanya, bahwa kalalah itu diambil dari pengertian un­taian bunga yang dikalungkan di atas kepala sekelilingnya. Karena itulah mayoritas ulama menafsirkannya dengan pengertian orang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua. Menurut salinan yang lain, tidak mempunyai anak, tidak pula cucu.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kalalah ialah orang yang tidak mempunyai anak. Seperti yang ditunjukkan oleh pengertian ayat ini, yaitu firman-Nya:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ} {لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak, (An-Nisa: 176)
Sesungguhnya hukum masalah kalalah ini sulit dipecahkan oleh Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.. seperti yang disebutkan di da­lam kitab Ash-Shahihain  darinya, bahwa ia telah mengatakan:
ثَلَاثٌ وَدِدْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم كان عَهِدَ إِلَيْنَا فِيهِنَّ عَهْدًا نَنْتَهِي إِلَيْهِ: الْجَدُّ، وَالْكَلَالَةُ، وَأَبْوَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا.
Ada tiga perkara yang sejak semula aku sangat menginginkan bi­la Rasulullah Saw. memberikan keterangan kepada kami tentang­nya dengan keterangan yang sangat memuaskan kami, yaitu ma­salah kakek, masalah kalalah, dan salah satu bab mengenai masalah riba.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ مَعْدان بْنِ أَبِي طَلْحَةَ قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: مَا سألتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ أَكْثَرَ مِمَّا سَأَلْتُهُ عَنِ الْكَلَالَةِ، حَتَّى طَعَنَ بأُصْبُعِه فِي صَدْرِي وَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ الَّتِي فِي آخِرِ سُورَةِ النِّسَاءِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa ia belum pernah menanyakan ke­pada Rasulullah Saw. suatu masalah pun yang lebih banyak dari per­tanyaannya tentang masalah kalalah, sehingga Rasulullah Saw. menotok dada Umar dengan jari telunjuknya seraya bersabda: Cukuplah bagimu ayat saif (ayat yang diturunkan di musim pa­nas) yang terdapat di akhir surat An-Nisa.
Demikianlah riwayat Imam Ahmad secara singkat. Imam Muslim mengetengahkannya dengan lafaz yang panjang dan lebih banyak daripada riwayat Imam Ahmad.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا مالك -يعني ابن مِغْل-سَمِعْتُ الْفَضْلَ بْنَ عَمْرٍو، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عُمَرَ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ". فَقَالَ: لَأَنْ أَكُونَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا أحبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يكونَ لِي حُمْر النَّعم.
Disebutkan bahwa te­lah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Magul) yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fadl ibnu Amr, dari Ibrahim, dari Umar yang menga­takan, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka beliau Saw. menjawab: "Cukuplah bagimu ayat saif.” Umar mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kalalah lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."
Sanad hadis ini jayyid, hanya di dalamnya terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) antara Ibrahim dan Umar, karena sesungguhnya Ibrahim tidak menjumpai masa Umar r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ البَراءِ بْنِ عازبٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa se­orang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya tentang masalah kalalah. Maka Nabi Saw. menjawab: Cukuplah bagimu ayat saif.
Sanad hadis ini jayyid, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Seakan-akan yang dimaksud dengan ayat saif ialah ayat yang diturun­kan pada musim panas.
Mengingat Nabi Saw. memberikan petunjuk kepadanya untuk memahami ayat tersebut, hal ini berarti di dalam ayat terkandung ke­cukupan yang nisbi untuk tidak menanyakannya kepada Nabi Saw. tentang maknanya. Karena itulah maka Khalifah Umar r.a. mengata­kan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah ini, lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيعٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب قَالَ: سَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " أَلَيْسَ قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ ذَلِكَ؟ " فَنَزَلَتْ: {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الكَلالَةِ]} الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki'. telah menceritakan kepada kami Jarir. telah menceritakan ke­pada kami Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka Nabi Saw. men­jawab: Bukankah Allah telah menjelaskan hal tersebut? Lalu turunlah firman-Nya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mengatakan di dalam khotbahnya: Ingatlah, sesungguhnya ayat yang diturunkan pada permulaan surat An-Nisa berkenaan dengan masalah faraid, Allah menurun­kannya untuk menjelaskan warisan anak dan orang tua. Ayat yang kedua diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan suami, istri, dan saudara-saudara lelaki seibu. Ayat yang meng­akhiri surat An-Nisa diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang seibu seayah (sekandung). Dan ayat yang mengakhiri surat Al-Anfal diturunkan berkenaan dengan masalah orang-orang yang mem­punyai hubungan darah satu sama lain yang lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitabullah sesuai dengan ketentuan asabah dari hubungan darah.
Asar diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Pembahasan mengenai makna ayat.

Hanya kepada Allah meminta pertolongan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
Firman Allah Swt.:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ}
Jika seorang meninggal dunia. (An-Nisa: 176)
Yang dimaksud dengan halaka (binasa) ialah meninggal dunia. Da­lam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ}
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88)
Maksudnya, segala sesuatu pasti binasa; tiada yang kekal kecuali ha­nya Allah Swt, seperti makna yang terkandung dalam ayat lainnya, yaitu:
{كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ}
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27)
Adapun firman Allah Swt.:
{لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ}
dan ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa: 176)
Ayat ini dijadikan pegangan oleh orang yang berpendapat bahwa bukan termasuk syarat waris-mewaris secara kalalah ketiadaan orang tua bahkan cukup bagi kalalah ketiadaan anak. Pendapat ini merupakan riwayat dari Umar ibnul Khattab yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai kepada Umar r.a.
Akan tetapi, hal yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama dan peradilan As-Siddiq (Abu Bakar r.a.) yang mengatakan bahwa kalalah itu adalah orang yang tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua (yakni ayah). Pengertian ini di­perkuat oleh makna firman Selanjutnya yang mengatakan:
{وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ}
sedangkan dia mempunyai saudara perempuan, maka bagi sau­daranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggal­kannya. (An-Nisa: 176)
Dengan kata lain, seandainya saudara perempuannya itu dibarengi de­ngan ayah, niscaya ia tidak dapat mewarisi sesuatu pun karena hak warisnya di-mahjub (terhalang) oleh ayah, menurut kesepakatan se­mua ulama. Hal ini menunjukkan bahwa yang dinamakan waris-me-waris secara kalalah ialah bagi orang yang tidak mempunyai anak atas dasar nas Al-Qur'an; dan tidak pula mempunyai ayah, juga ber­dasarkan nas Al-Qur'an, jika direnungkan secara mendalam. Karena saudara perempuan tidak memperoleh bagian seperdua bila ada ayah, bahkan dia tidak dapat mewarisi sama sekali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abdullah, dari Mak-hul dan Atiyyah, Hamzah serta Rasyid, dari Zaid ibnu Sabit, bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah suami, sau­dara perempuan seayah dan seibu (sekandung). Maka Zaid ibnu Sabit seperdua dan saudara perempuan seibu dan seayah seperdua. Lalu ia menceritakan hal tersebut, bahwa ia pernah menghadiri ketika Ra­sulullah Saw. memutuskan hal seperti itu.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini.
Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair, bahwa keduanya pernah mengatakan sehubungan dengan ma­salah seorang mayat yang meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara perempuan, bahwa saudara perempuan tidak men­dapat apa-apa, karena berdasarkan firman-Nya:
{إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia ddak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang pe­rempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, (An-Nisa: 176)
Ibnu Jarir mengatakan, "Apabila ia meninggalkan anak perempuan, berarti sama saja dengan meninggalkan anak. Karena itu, saudara pe­rempuan tidak mendapat warisan."
Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda. Mereka mengatakan bahwa dalam masalah ini anak perempuan mendapat seperdua karena bagian yang telah dipastikan untuknya, sedangkan bagi saudara pe­rempuan seperdua lainnya secara ta'sib (yakni 'asabah ma'al gair), karena berdasarkan ayat lain. Sedangkan makna yang terkandung dalam ayat ini menaskan adanya bagian yang dipastikan bagi saudara perempuan dalam gambaran seperti ini. Cara mewaris dengan ta'sib, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui jalur Sulaiman, dari Ibrahim ibnul Aswad yang menceritakan bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal pernah memutuskan terhadap kami di masa Rasulullah Saw. seperdua bagi anak perempuan dan seperdua lainnya bagi saudara perempuan. Kemudian Sulaiman mengatakan bahwa dia memutuskan hal tersebut terhadap kami tanpa menyebutkan di masa Rasulullah Saw.
Di dalam kitab Sahih Bukhari pula disebutkan dari Hazil ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah di­tanya mengenai masalah anak perempuan, anak perempuan anak laki-laki, dan saudara perempuan. Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Anak perempuan mendapat seperdua harta peninggalan si mayat, dan sau­dara perempuan mendapat seperdua lainnya." Lalu mereka datang kepada sahabat Ibnu Mas'ud untuk mena­nyakan masalah itu. tetapi terlebih dahulu diceritakan kepadanya ten­tang pendapat Abu Musa. Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, sesungguhnya aku menjadi sesat dan bukan termasuk orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan perkara ini seperti apa yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw., yaitu: Seperdua bagi anak perempuan,  bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk me­nyempurnakan bagian dua pertiga, sedangkan sisanya bagi saudara perempuan." Kami datang kepada Abu Musa dan menceritakan perkataan Ibnu Mas'ud itu kepadanya. Ia menjawab, "Janganlah kalian bertanya ke­padaku lagi selagi orang yang alim ini masih ada di antara kalian,"
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ}
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta sau­dara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa: 176)
Yakni saudara laki-laki mewarisi semua harta saudara perempuannya jika saudara perempuannya meninggal dunia secara kalalah dan tidak mempunyai anak. Dengan kata lain, tidak bersama ayah dan tidak bersama anak mayat; karena sesungguhnya jika saudara perempuan­nya itu mempunyai orang tua (ayah), maka saudara laki-laki tidak da­pat mewarisinya barang sedikit pun.
Jika ternyata saudara laki-laki ada bersama orang yang mempu­nyai bagian yang pasti, maka bagian itu diberikan kepadanya seperti suami atau saudara laki-laki seibu, sedangkan sisanya diberikan ke­padanya.
Ditetapkan demikian karena berdasarkan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا أَبْقَتِ الْفَرَائِضُ فَلأوْلَى رجلٍ ذَكَر"
Berikanlah bagian-bagian yang pasti itu kepada pemiliknya ma­sing-masing, sedangkan sisa dari bagian-bagian yang pasti itu diberikan kepada lelaki yang lebih berhak menerimanya dari ahli waris (asabah) yang ada.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ}
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maku bagi kedua­nya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa: 176)
Artinya, jika orang yang mati secara kalalah mempunyai dua orang saudara perempuan, maka bagian yang pasti bagi keduanya adalah dua pertiga. Hukum yang sama berlaku bila bilangan saudara perem­puan si mayat lebih dari dua orang.
Dari pengertian ini segolongan ulama menarik kesimpulan hu­kum waris dua anak perempuan, sebagaimana dapat ditarik kesimpul­an pula hukum saudara-saudara perempuan dari hak waris anak-anak perempuan, yaitu yang ada dalam firman-Nya:
{فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ}
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa: 11)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ}
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara le­laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki se­banyak bagian dua orang saudara perempuan. (An-Nisa: 176)
Demikianlah hukum asabah dari anak-anak lelaki, cucu laki-laki, dan saudara-saudara lelaki, jika lelaki dari mereka berkumpul dengan pe­rempuannya, yakni bagian lelaki sama dengan bagian perempuan dua orang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian. (An-Nisa: 176)
Yakni menetapkan kepada kalian fardu-fardu-Nya, meletakkan untuk kalian batasan-batasan-Nya. serta menjelaskan kepada kalian syariat­-syariat-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَنْ تَضِلُّوا}
supaya kalian tidak sesat. (An-Nisa: 176)
Maksudnya, agar kalian tidak sesat dari perkara yang hak sesudah penjelasan ini.
{وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 176)
yaitu Dia mengetahui semua akibat segala perkara dan kemaslahatannya, serta kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang terkandung di dalam perkara-perkara tersebut, dan apa yang berhak diterima oleh masing-masing dari kaum kerabat sesuai dengan kedekatan nasabnya dengan si mayat.
Abu Ja"far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya*qub, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ulayyah, telah mencerita­kan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang men­ceritakan bahwa ketika mereka (para sahabat) berada dalam suatu perjalanan, sedangkan kepala kendaraan Huzaifah berada di belakang Rasulullah Saw. dan kepala kendaraan Umar berada di belakang Huzaifah. Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa ke­mudian turunlah firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.
Maka Rasulullah Saw. membacakannya kepada Huzaifah, dan Huzai­fah membacakannya pula kepada Umar. Sesudah kejadian tersebut Umar bertanya kepada Huzaifah me­ngenai maknanya. Huzaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau ini dungu jika engkau menduga bahwa Nabi Saw. telah mem­beritahukan maknanya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu sebagaimana Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku. Demi Allah, aku tidak menambahi sesuatu pun padanya untuk selama-lama­nya." Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa Umar me­ngatakan, "Ya Allah, jika Engkau telah menjelaskan makna ayat ini kepadanya, maka sesungguhnya makna ayat ini belum dijelaskan ke­padaku."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan Ibnu Jarir meri­wayatkannya pula dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin dengan makna yang sama. Hadis ini munqati' antara Ibnu Sirin dan Huzaifah.
Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Hammad Al-Ma'anni dan Muhammad ibnu Marzuq; keduanya me­ngatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hissan, dari Mu­hammad ibnu Sirin, dari Abu Ubaidah ibnu Huzaifah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ayat kalalah diturunkan kepada Nabi Saw. ketika beliau sedang dalam perjalanan. Nabi Saw. berhenti, dan tiba­-tiba beliau mendapatkan Huzaifah berada di belakang unta kendaraan­nya sedang menaiki unta kendaraannya; maka Nabi Saw. membaca­kan ayat itu kepadanya. Lalu Huzaifah melihat ke belakang. Tiba-tiba ia melihat Umar r.a. Maka Huzaifah membacakan ayat itu kepadanya. Ketika sahabat Umar memegang jabatan khalifah, ia memperhati­kan masalah kalalah. Maka ia memanggil Huzaifah dan menanyakan tentang makna ayat tersebut. Huzaifah berkata, "Sesungguhnya Ra­sulullah Saw. telah mengajarkannya kepadaku, lalu aku mengajarkan­nya kepadamu, sebagaimana aku menerimanya dari Rasulullah. Demi Allah, aku benar-benar jujur. Demi Allah, aku sama sekali tidak me­nambahkan sesuatu pun dari hal itu."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Dalam hadis ini kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkannya kecuali Huzaifah, dan kami tidak mengetahui hadis ini mempunyai jalur sampai kepada Huzaifah kecuali jalur ini. Tiada yang meriwayatkannya dari Hisyam, kecuali Abdul A'la."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadis Abdul A'la.
قَالَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَة: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الشَّيباني، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرّة، عَنْ سَعِيدٍ -[هُوَ] ابْنُ المسيَّب-أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُوَرّث الْكَلَالَةَ؟ قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ] } الْآيَةَ ، قَالَ: فَكَأَنَّ عُمَرَ لَمْ يَفْهَمْ. فَقَالَ لِحَفْصَةَ: إِذَا رَأَيْتِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طِيبَ نَفْس فَسَلِيهِ عَنْهَا، فَرَأَتْ مِنْهُ طِيبَ نَفْسٍ فَسَأَلَتْهُ عَنْهَا ، فقال: "أبوك ذكر لك هذا؟ ما أَرَى أَبَاكِ يَعْلَمُهَا". قَالَ: وَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ: مَا أَرَانِي أَعْلَمُهَا، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ.
Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan ke­pada kami Jarir, dari Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Umar pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai warisan secara kalalah. Maka Allah menurunkan fir­man-Nya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat. Maka seakan-akan Umar kurang mengerti maknanya, lalu ia berkata kepada Hafsah, "Jika kamu melihat Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan baik-baik, tanyakanlah masalah ini kepadanya." Pada suatu waktu Hafsah melihat Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan senang hati, maka ia menanyakan masalah kalalah itu kepa­danya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda,  "Ayahmu yang menyuruhmu menanyakan masalah ini. Aku berpendapat bahwa ayahmu pasti tidak mengetahuinya." Tersebutlah bahwa Umar selalu mengatakan, "Aku pasti tidak mengetahuinya karena Rasulullah Saw. telah mengatakannya demiki­an."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur Ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Tawus, bahwa Umar menyuruh Hafsah menanyakan masalah kalalah kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. mengimlakan kepada Hafsah untuk ditulis pada se­buah tulang paha, lalu Nabi Saw. bersabda.
مَنْ أَمَرَكِ بِهَذَا؟ أَعُمَرُ؟ مَا أَرَاهُ يُقِيمُهَا، أَوَمَا تَكْفِيهِ آيَةُ الصَّيْفِ؟ "
"Siapakah yang menyu­ruhmu menanyakannya? Apakah Umar? Aku pasti menduga bahwa dia tidak dapat memahaminya dan dia tidak merasa puas dengan ayat saif."
Sufyan berkata: Yang dimaksud dengan ayat saif ialah yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
{وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ}
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang ti­dak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. (An-Nisa: 12)
Tatkala mereka menanyakan kalalah kepada Rasulullah Saw., turun­lah ayat yang ada di akhir surat An-Nisa. Maka Umar meletakkan tulang paha tersebut Demikianlah yang dikatakannya (Umar ibnu Tawus) dalam hadis ini. Dengan demikian, berarti hadis ini mursal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Assam, dari Al-A'masy, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Umar mengambil tulang paha (yang ada catatannya), lalu ia mengum­pulkan semua sahabat Rasulullah Saw. Kemudian ia berkata. ”Se­sungguhnya aku akan memutuskan terhadap perkara kalalah dengan suatu keputusan yang kelak akan menjadi bahan pembicaraan kaum wanita di tempat pingitannya." Ketika itu juga muncul seekor ular dari rumah itu, maka mereka bubar. Umar berkata, "Seandainya Allah Swt. menghendaki untuk menyempurnakan urusan ini, niscaya Dia menyempurnakannya."
Sanad asar ini sahih.
Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi mengatakan, telah mence­ritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Uqbah Asy-Syaibani di Kufah, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan ke­pada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Talhah ibnu Yazid ibnu Rukanah men­ceritakan asar berikut dari Umar ibnul Khatib yang mengatakan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang tiga perkara, hal ini lebih aku sukai daripada ternak unta yang me­rah," yang dimaksud ialah menjadi khalifah sesudahnya.”Yaitu me­ngenai masalah suatu kaum yang mengatakan bahwa zakat dikurangi dari harta benda kami, dan kami tidak mau menunaikannya kepada­mu, apakah boleh memerangi mereka? Masalah lainnya tentang kala­lah"
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Kemudian Imam Hakim meriwayatkan asar ini dari Sufyan ibnu Uyaynah. dari Umar ibnu Murrah, dari Umar yang mengatakan:  Ada tiga perkara jika Nabi Saw. berada di antara semuanya bagi kami, niscaya lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, yaitu khilafah, kalalah, dan masalah riba.
Kemudian Imam Hakim mengatakan asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Masih dalam asar yang sama sampai kepada Sufyan ibnu Uyay­nah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sulaiman Al-Ahwal menceritakan sebuah asar dari Tawus yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, aku adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar, maka aku pernah mendengarnya mengatakan perkataan seperti yang kamu katakan itu. Aku (Tawus) bertanya, "Apakah yang telah kukatakan?" Sulaiman Al-Ahwal men­jawab, "Engkau telah mengatakan bahwa kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak."
Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat ke­duanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengah­kannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Zam'ah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Dinar dan Sulaiman Al-Ahwal, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar ibnul Khattab. Umar mengata­kan bahwa ia pernah berselisih pendapat dengan Abu Bakar mengenai masalah kalalah. Sedangkan pendapat yang dikatakannya adalah se­perti pendapatmu. Disebutkan bahwa Umar mempersekutukan dalam hal mewaris antara saudara-saudara lelaki seibu seayah dengan sau­dara-saudara lelaki seibu dalam sepertiga, bila mereka semuanya ber­kumpul dalam suatu warisan. Tetapi Abu Bakar r.a. berpendapat ber­beda.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Al-Umra, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Khali­fah Umar menulis suatu masalah sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah ke dalam suatu catatan, lalu ia beristikharah kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui dalam masalah ini ada kebaikan, maka langsungkanlah." Ketika ia ditusuk, sam­bil kesakitan menahan lukanya yang parah ia memerintahkan agar ca­tatannya itu diberikan kepadanya, lalu ia menghapus catatannya, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui apa isinya. Lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku pernah menulis suatu catatan sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah, lalu aku beristikharah kepada Allah me­ngenainya, akhirnya aku berpendapat membiarkan kalian seperti apa yang kalian jalankan sekarang."
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku merasa malu bila berse­lisih pendapat dalam masalah ini dengan Abu Bakar." Tersebutlah bahwa Abu Bakar r.a. mengatakan bahwa kalalah itu ialah ahli waris selain anak dan ayah.
Pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq ini dijadikan pegangan oleh jumhur sahabat, tabi'in dan para imam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Pendapat ini merupakan pegangan mazhab yang empat, ahli fiqih yang tujuh orang, dan pendapat para ulama di kota-kota besar. Pendapat inilah yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan dijelaskan melalui firman-Nya:
{يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 176)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar