Al-An'am, ayat 74-79
وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ
وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (74) وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ (75) فَلَمَّا جَنَّ
عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا
أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي
فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ
الضَّالِّينَ (77) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا
أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar,
"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan- tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di
langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam
telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) berkata,
"Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu lenyap, dia berkata,
"Saya tidak suka kepada yang lenyap.” Kemudian tatkala dia melihat bulan
terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam,
dia berkata, "Sesungguhnnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat." Kemudian tatkala dia
melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku, ini yang lebih
besar." Maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata, "Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa sesungguhnya nama ayah Nabi Ibrahim bukan Azar, melainkan yang sebenarnya
adalah Tarikh (Terakh). Demikianlah riwayat Imam Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu Asim An-Nabil, telah menceritakan kepada
kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Asim Syabib, telah menceritakan
kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar. (Al-An'am:
74)
Yakni Azar si penyembah berhala. Ayah Nabi
Ibrahim yang sebenarnya adalah Tarikh, dan nama ibunya adalah Syani; istri Nabi
Ibrahim ialah Sarah, dan ibunya Nabi Ismail yaitu Hajar, budak Nabi Ibrahim.
Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari
ulama nasab, bahwa ayah Nabi Ibrahim bernama Tarikh (sedangkan Azar adalah
pamannya, pent).
Mujahid dan As-Saddi mengatakan bahwa Azar adalah
nama berhala. Berdasarkan pendapat ini dia dikenal dengan nama Azar, karena
dialah yang menjadi pelayan dan yang mengurus berhala itu, wallahu a'lam.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya berpendapat
bahwa Azar menurut bahasa mereka artinya kata cacian dan keaiban, maknanya
ialah menyimpang (sesat). Akan tetapi, pendapat ini tidak disandarkan kepada
seorang perawi pun oleh Ibnu Jarir, tidak pernah pula diriwayatkan oleh seorang
pun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah disebutkan
dari Mu'tamir ibnu Sulaiman bahwa ia pernah mendengar ayahnya membacakan
firman: Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada Azar bapaknya.
(Al-An'am: 74) Lalu ia mengatakan bahwa telah sampai kepadanya suatu
riwayat yang mengatakan bahwa Azar artinya bengkok (menyimpang), dan kata-kata
ini merupakan kata-kata yang paling keras yang pernah diucapkan oleh Nabi
Ibrahim a.s.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat
yang benar ialah yang mengatakan bahwa nama ayah Nabi Ibrahim adalah Azar. Lalu
Ibnu Jarir mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan penilaiannya itu,
yaitu pendapat ulama ahli nasab yang mengatakan bahwa nama ayah Nabi Ibrahim
adalah Tarikh. Selanjutnya ia mengulasnya bahwa barangkali ayah Nabi Ibrahim
mempunyai dua nama seperti yang banyak dimiliki oleh orang lain, atau
barangkali salah satunya merupakan nama julukan, sedangkan yang lain adalah
nama aslinya. Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini cukup baik lagi
kuat.
Para ahli qiraah berbeda pendapat sehubungan
dengan takwil dari firman-Nya: Allah Swt.:
{وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata
kepada bapaknya Azar. (Al-An'am: 74)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan
Al-Basri dan Abu Yazid Al-Madini, bahwa keduanya membaca ayat ini dengan bacaan
berikut:
{وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata
kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai
tuhan-tuhan?” (Al-An'am: 74)
Yang artinya, "Hai Azar, pantaskah kamu
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?"
Jumhur ulama membaca fathah lafaz azara
dengan anggapan sebagai 'alam 'ajam (nama asing) tidak menerima
harakat tanwin. Kedudukan i'rab-nya adalah badal (kata
ganti) dari lafaz abihi, atau ataf bayan yang lebih dekat kepada
kebenaran. Menurut pendapat orang yang menjadikannya sebagai na'at. lafaz
azar ini tidak menerima tanwin pula karena wazan-nya sama
dengan lafaz ahmar dan aswad.
Adapun menurut pendapat orang yang menduga bahwa
lafaz azara dinasabkan karena menjadi ma'mul dari firman-Nya:
{أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا}
Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? (Al-An'am: 74)
Yang berarti, "Hai ayahku, pantaskah kamu
menjadikan Azar sebagai berhala-berhala yang disembah-sembah?" Maka
pendapat ini jauh dari kebenaran menurut penilaian lugah (bahasa),
karena lafaz yang jatuh sesudah huruf istifham tidak dapat beramal
terhadap lafaz sebelumnya, mengingat huruf istifham mempunyai kedudukan
pada permulaan kalimat. Demikianlah menurut ketetapan Ibnu Jarir dan
lain-lainnya, dan pendapat inilah yang terkenal pada kaidah bahasa Arab.
Kesimpulannya, Nabi Ibrahim menasihati ayahnya
yang menyembah berhala dan melarangnya serta memperingatkannya agar
meninggalkan berhala-berhala itu, tetapi si ayah tidak mau menghentikan
perbuatannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata
kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai
tuhan-tuhan?" (Al-An'am: 74)
Artinya, apakah kamu menjadikan berhala-berhala
itu sebagai tuhan yang kamu sembah selain Allah?
{إِنِّي أَرَاكَ
وَقَوْمَكَ}
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu. (Al-An'am:
74)
Yakni orang-orang yang mengikuti jejak langkahmu.
{فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
dalam kesesatan yang nyata. (Al-An'am: 74)
Maksudnya sesat jalan, tidak mengetahui petunjuk
jalan yang ditempuhnya, bahkan dalam keadaan kebingungan dan kebodohan. Dengan
kata lain, kalian berada dalam keadaan bodoh dan dalam kesesatan yang nyata
bagi penilaian orang yang mempunyai akal sehat. Di dalam ayat lain disebutkan
melalui firman-Nya:
{وَاذْكُرْ فِي
الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا * إِذْ قَالَ لأبِيهِ
يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ
شَيْئًا * يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ
فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا * يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ
إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا * يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ
يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا * قَالَ
أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ
لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا * قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ
رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا * وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا}
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah
Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah
seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata
kepada bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya
setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
kamu menjadi kawan bagi setan.” Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada
tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan
kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim,
"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu
kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan
diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain dari Allah, dan aku akan berdoa
kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada
Tuhanku " (Maryam: 41-48)
Maka tersebutlah bahwa sejak itu Nabi Ibrahim
a.s. selalu berdoa kepada Tuhannya, memohonkan ampun buat bapaknya. Ketika
bapaknya meninggal dunia dalam keadaan tetap musyrik, dan hal itu sudah jelas
bagi Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahim mencabut kembali permohonan ampun buat
ayahnya dan berlepas diri dari perbuatan ayahnya, seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain:
{وَمَا كَانَ
اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah:
114)
Di dalam kitab Sahih telah disebutkan
bahwa pada hari kiamat nanti Nabi Ibrahim melemparkan Azar ayahnya (ke dalam
neraka). Maka Azar berkata kepadanya, "Wahai anakku, hari ini aku tidak
mendurhakaimu." Ibrahim a.s. berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau
telah menjanjikan kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku sedih pada hari
mereka dibangkitkan? Maka tiada suatu kehinaan pun yang lebih berat daripada
mempunyai seorang ayah yang terusir (dari rahmat-Mu)." Maka dijawab,
"Hai Ibrahim, lihatlah ke arah belakangmu!" Maka tiba-tiba Ibrahim
melihat suatu sembelihan yang berlumuran darah, kemudian sembelihan itu diambil
pada bagian kaki-kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ نُرِي
إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada
Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di
bumi. (Al-An'am: 75)
Artinya, Kami jelaskan kepadanya segi penyimpulan
dalil yang menunjukkan kepada keesaan Allah Swt. melalui pandangannya terhadap
kerajaan dan makhluk-Nya, yakni Yang menciptakan keduanya. Dan bahwa tidak ada
Tuhan selain Dia, serta tidak ada Rabb selain Dia. Seperti yang dijelaskan
dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{قُلِ انْظُرُوا مَاذَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Katakanlah: Perhatikanlah apa yang terdapat di
langit dan di bumi. (Yunus: 101)
{أَوَلَمْ
يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan
langit dan bumi? (Al-A'raf: 185)
{أَفَلَمْ يَرَوْا
إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ
نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ}
Maka apakah mereka tidak melihat langit dan
bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya
Kami benamkan mereka di bumi, atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari
langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan
Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (Saba': 9)
Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir dan lain-lainnya, dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Saddi
serta lain-lainnya, menurut versi Mujahid disebutkan bahwa dibukakan bagi Nabi
Ibrahim semua pintu langit, maka Nabi Ibrahim dapat melihat semua yang ada
padanya sehingga penglihatannya sampai ke 'Arasy. Dibukakan pula baginya semua
pintu bumi yang tujuh lapis, sehingga ia dapat melihat semua yang ada di
dalamnya.
Menurut riwayat lainnya disebutkan bahwa lalu
Nabi Ibrahim melihat banyak hamba Allah yang berbuat durhaka, maka ia mendoakan
untuk kebinasaan mereka. Allah berfirman kepadanya, "Sesungguhnya Aku
lebih belas kasihan kepada hamba-hamba-Ku daripada kamu, barangkali mereka mau
bertobat dan kembali kepada (jalan)-Ku."
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Murdawaih telah
meriwayatkan dua buah hadis marfu’ yang satu dari Mu'az, dan yang
lainnya dari Ali, tetapi sanad keduanya tidak sahih.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur
Al Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami
yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar
Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (Al-An'am: 75) Allah Swt.
membukakan semua perkara bagi Nabi Ibrahim, baik yang rahasia maupun yang
terang-terangan, sehingga tidak ada sesuatu pun yang samar baginya dari amal
perbuatan makhluk. Ketika Nabi Ibrahim melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan
dosa, maka Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu
melakukan hal ini." Lalu Allah Swt. mengembalikan segala sesuatu seperti
keadaannya semula.
Hal ini mengandung interpretasi bahwa dibukakan
semua hijab dari pandangan Nabi Ibrahim, sehingga ia dapat menyaksikan hal
tersebut secara terang-terangan.
Dapat pula diinterpretasikan bahwa yang dibukakan
oleh Allah darinya adalah pandangan hatinya, sehingga ia menyaksikan semuanya
itu melalui pandangan hatinya. Kenyataan hal seperti ini dan pengetahuan serta
ilmu mengenainya termasuk hikmah-hikmah yang cemerlang dan dalil-dalil yang
pasti.
Perihalnya sama dengan apa yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam kitab Sahih-nya dari Mu'az ibnu
Jabal mengenai hadis mimpi, yaitu:
"أَتَانِي رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ: يَا
مُحَمَّدُ، فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ فَقُلْتُ: لَا أَدْرِي يَا
رَبِّ، فَوَضَعَ كَفَّهُ بَيْنَ كَتِفِي، حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ أَنَامِلِهِ
بَيْنَ ثَدْيِي، فَتَجَلَّى لِي كُلُّ شَيْءٍ وَعَرَفْتُ ... " وَذَكَرَ
الْحَدِيثَ
Tuhanku datang kepadaku dalam rupa yang
paling indah, lalu berfirman, "Hai Muhammad, mengapa para malaikat di
langit yang tertinggi bersengketa?” Aku menjawab, "Saya tidak tahu, wahai
Tuhanku.” Lalu Allah meletakkan tangan (kekuasaan)-Nya di antara kedua
tulang belikatku sehingga aku merasakan kesejukan sentuhan jari jemari (kekuasaan)-Nya
menembus sampai ke dua bagian dari dadaku. Maka tampaklah bagiku segala
sesuatunya, dan aku dapat mengetahui semuanya itu. (hingga akhir hadis).
****
Firman Allah Swt.:
{وَلِيَكُونَ مِنَ
الْمُوقِنِينَ}
dan (Kami memperlihatkannya) agar
Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (Al-An'am: 75)
Menurut suatu pendapat, huruf wawu-nya adalah
zaidah. Dengan demikian berarti, "Dan demikianlah Kami perlihatkan
kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi
agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin." Perihalnya sama dengan
makna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{ وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ
الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ}
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat
Al-Qur’an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula)
jalan-jalan orang-orang yang berdosa. (Al-An'am: 55)
Menurut pendapat yang lain, huruf wawu ini
sesuai dengan fungsinya, yakni Kami perlihatkan pula kepadanya hal tersebut
agar dia menjadi orang yang mengetahui dan yakin.
*****
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ
اللَّيْلُ}
Ketika malam telah menjadi gelap. (Al-An'am:
76)
Artinya, kegelapan telah meliputi dan
menutupinya.
{رَأَى كَوْكَبًا}
dia melihat sebuah bintang. (Al-An'am: 76)
Yakni bintang-bintang di langit.
{قَالَ هَذَا رَبِّي
فَلَمَّا أَفَلَ}
lalu dia berkata, "Inilah Tuhanku.”
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam. (Al-An'am: 76)
Yaitu terbenam dan tidak kelihatan lagi.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa al-uful
artinya pergi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa disebutkan afalan najmu
ya-fulu waya-filu artinya tenggelam, bentuk masdar-nya adalah ufulan
dan ufulan, sama dengan apa yang disebutkan oleh Zur Rumah dalam
salah satu bait syairnya, yaitu:
مَصَابِيحُ
لَيْسَتْ بِاللَّوَاتِي تَقُودُها نُجُومٌ، وَلَا بِالْآفِلَاتِ الدَّوَالِكِ
Bagaikan
pelita-pelita yang gemerlapan, tetapi bukan bintang-bintang yang beredar.
Bagaikan bintang-bintang di langit, tetapi bukan seperti bintang-bintang yang
lenyap tenggelam.
Bila dikatakan, "Ke manakah kamu selama ini
menghilang dari kami?" Artinya, "Ke mana saja kamu absen dari
kami?"
*****
{قَالَ لَا أُحِبُّ
الآفِلِينَ}
dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang
tenggelam.” (Al-An'am: 76)
Menurut Qatadah, Nabi Ibrahim mengetahui bahwa
Tuhannya adalah kekal, tidak akan tenggelam ataupun lenyap.
{فَلَمَّا رَأَى
الْقَمَرَ بَازِغًا}
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit. (Al-An'am:
77)
Yakni muncul dan kelihatan.
قَالَ هَذَا
رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ
الْقَوْمِ الضَّالِّينَ فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي}
dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah
Tuhanku." (Al-An'am: 77-78)
Artinya, sesuatu yang bersinar terang dan terbit
ini adalah Tuhanku.
{هَذَا أَكْبَرُ}
ini yang lebih besar. (Al-An'am: 78)
Yakni lebih besar bentuknya daripada
bintang-bintang dan rembulan, dan sinarnya jauh lebih terang.
{فَلَمَّا أَفَلَتْ}
maka tatkala matahari itu telah terbenam. (Al-An'am:
78)
Maksudnya tenggelam di ufuk barat.
{قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي
بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ}
dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku (Al-An'am: 78-79)
Yakni aku murnikan agamaku dan aku mengkhususkan
dalam ibadahku hanya:
{لِلَّذِي فَطَرَ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi.
(Al-An'am: 79)
Yaitu Yang menciptakan dan mengadakan keduanya
tanpa contoh terlebih dahulu.
{حَنِيفًا}
dengan cenderung kepada agama yang benar. (Al-An'am:
79)
Maksudnya, dalam keadaan menyimpang dari
kemusyrikan untuk menuju kepada ketauhidan. Dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ}
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am: 79)
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan
keadaan atau fase yang dialami oleh Nabi Ibrahim, apakah keadaan Nabi Ibrahim
saat itu dalam rangka renungannya ataukah dalam rangka perdebatannya. Ibnu
Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas
yang kesimpulannya menunjukkan bahwa saat itu kedudukan Nabi Ibrahim sedang
dalam renungannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir dengan berdalilkan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
لَئِنْ لَمْ
يَهْدِنِي رَبِّي
Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi
petunjuk. (Al-An'am: 77), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi Ibrahim
a.s. mengalami keadaan demikian setelah dia keluar dari gua tempat
persembunyiannya, di tempat itu pula ibunya melahirkannya karena takut kepada
ancaman Raja Namruz ibnu Kan'an. Raja Namruz mendapat berita (dari tukang
ramalnya) bahwa kelak akan lahir seorang bayi yang akan mengakibatkan
kehancuran bagi kerajaannya. Maka Raja Namruz memerintahkan kepada segenap
hulubalangnya untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir di tahun itu.
Ketika ibu Nabi Ibrahim mengandungnya dan telah
dekat masa kelahirannya, maka ibu Nabi Ibrahim pergi ke gua yang terletak tidak
jauh dari kota tempat tinggalnya. Ia melahirkan Nabi Ibrahim di gua tersebut
dan meninggalkan Nabi Ibrahim yang masih bayi di tempat itu. Kemudian Muhammad
ibnu Ishaq melanjutkan riwayatnya hingga selesai, yang di dalamnya banyak
diceritakan hal-hal yang aneh dan bertentangan dengan hukum alam. Hal yang sama
telah diutarakan pula oleh selainnya dari kalangan ulama tafsir, baik yang
Salaf maupun yang Khalaf.
Tetapi yang benar adalah, Nabi Ibrahim a.s.
sehubungan dengan hal ini dalam kedudukan mendebat kaumnya seraya menjelaskan
kepada mereka kebatilan dari apa yang selama ini mereka lakukan, yaitu
menyembah berhala dan bangunan-bangunan. Pada fase pertama Nabi Ibrahim
mendebat ayahnya seraya menjelaskan kekeliruan mereka yang menyembah
berhala-berhala di bumi ini yang dibentuk dalam rupa Malaikat Samawi. Mereka
menyembah berhala-berhala tersebut dengan anggapan bahwa berhala-berhala itu
adalah perantara mereka untuk sampai kepada Pencipta Yang Mahabesar, yang
menurut pandangan mereka tidak layak untuk disembah. Dan sesungguhnya mereka memakai
perantara kepada-Nya melalui penyembahan kepada malaikat-malaikat-Nya hanyalah
agar mereka (sembahan-sembahan itu) memintakan rezeki kepada-Nya, kemenangan,
dan hal-hal lainnya yang mereka perlukan. Kemudian dalam kedudukan ini Nabi
Ibrahim menjelaskan kekeliruan dan kesesatan mereka dalam menyembah
bintang-bintang yang beredar yang semuanya ada tujuh, yaitu bulan, mercury,
venus, matahari, mars, yupiter,dan saturnus. Di antara kesemuanya itu yang
memiliki cahaya yang paling kuat dan paling utama ialah matahari, lalu bulan
dan venus.
Pada tahap permulaan Nabi Ibrahim a.s.
menjelaskan bahwa bintang venus ini tidak layak dianggap sebagai tuhan, karena
ia telah ditundukkan dan ditakdirkan untuk beredar pada garis edar tertentu
tanpa dapat menyimpang darinya, baik ke sisi kanan ataupun ke sisi kirinya. Ia
tidak mempunyai kekuasaan apa pun bagi dirinya, melainkan hanya merupakan suatu
benda yang diciptakan oleh Allah mempunyai cahaya, karena mengandung banyak
hikmah yang besar dalam penciptaannya seperti itu. Bintang venus terbit dari
arah timur, kemudian beredar menuju arah barat, hingga tidak kelihatan lagi
oleh mata. Kemudian pada malam berikutnya ia tampak lagi dengan menjalani
keadaan yang sama, hal seperti ini tidak layak untuk dijadikan sembahan.
Kemudian Nabi Ibrahim mengalihkan perhatiannya
kepada bulan, ternyata ia mendapatinya mempunyai karakter yang sama dengan
bintang yang sebelumnya. Lalu ia mengalihkan, perhatiannya kepada matahari,
ternyata ia pun menjumpai hal yang sama dengan yang sebelumnya.
Ketika tampak jelas baginya bahwa semua benda
tersebut tidak layak dianggap sebagai tuhan, dan bahwa keadaannya hanyalah
semata-mata cahaya yang terlihat oleh pandangan mata, serta ia dapat
membuktikan hal tersebut melalui penyimpulan yang pasti, maka berkatalah
Ibrahim, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي
بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ}
Dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.” (Al-An'am: 78)
Artinya, aku berlepas diri dari penyembahan
terhadap bintang-bintang itu dan berlepas diri dari menjadikan bintang-bintang
itu sebagai pelindung. Jika semuanya itu kalian anggap sebagai tuhan, maka
jalankanlah tipu daya kalian semua terhadapku melalui bintang-bintang itu, dan
janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
{إِنِّي وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ}
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar,
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am:79)
Dengan kata lain, sesungguhnya aku hanya
menyembah Pencipta semua benda-benda itu, yang mengadakannya, yang
menundukkannya, yang menjalankannya, dan yang mengaturnya. Di tangan
kekuasaan-Nyalah kerajaan segala sesuatu, Dialah Yang menciptakan segala
sesuatu, Dialah Tuhan, Pemilik dan Penguasa kesemuanya, seperti yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ
تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya
pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Maka pantaskah bila dikatakan bahwa dalam
kedudukan ini Nabi Ibrahim sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut, padahal
dia adalah seorang nabi yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا
إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ * إِذْ قَالَ لأبِيهِ
وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ}
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada
Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami
mengetahui (keadaan)wya. (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada
bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun
beribadat kepadanya?” (Al-Anbiya: 51 -52), hingga beberapa ayat berikutnya.
Allah Swt. telah berfirman pula mengenai diri
Nabi Ibrahim:
إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ * شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ * وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ
لَمِنَ الصَّالِحِينَ * ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang
dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif Dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang
mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada
jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama
Ibrahim, seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 120-123)
{قُلْ إِنَّنِي
هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah
ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama
Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik "
(Al-An'am: 161)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan
melalui Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., bahwa beliau pernah bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
dari Iyad ibnu Hammad, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"قَالَ اللَّهُ: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ"
Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya
Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama
yang benar)."
Allah Swt. telah berfirman:
{فِطْرَةَ اللَّهِ
الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum:
30)
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku
ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)."
(Al-A'raf: 172)
Menurut salah satu di antara dua pendapat yang
ada, makna ayat ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{فِطْرَةَ اللَّهِ
الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا}
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30)
seperti yang akan dijelaskan pada bagiannya
nanti.
Apabila hal itu berlaku bagi semua makhluk, maka
mustahillah bila Nabi Ibrahim —kekasih Allah yang dijadikan-Nya sebagai panutan
umat manusia, taat kepada Allah, cenderung kepada agama yang benar, dan bukan
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan— sehubungan dengan makna ayat
ini dianggap sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut. Bahkan dia orang
yang lebih utama untuk memperoleh fitrah yang sehat dan pembawaan yang lurus
sesudah Rasulullah Saw. tanpa diragukan lagi. Yang benar ialah dia dalam
keadaan mendebat kaumnya yang mempersekutukan Allah Swt., bukan dalam kedudukan
sebagai orang yang mempertanyakan hal yang dikisahkan oleh Allah Swt. itu.
Al-An'am, 80-83
وَحَاجَّهُ
قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا
تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ
عِلْمًا أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ (80) وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا
تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ
سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(81) الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتَدُونَ (82) وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى
قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (83)
Dan dia dibantah oleh
kaumnya. Dia berkata, "Apakah kalian hendak membantahku tentang Allah,
padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut
kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan
yang kalian persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki
sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka apakah kalian tidak dapat mengambil pelajaran (darinya)? Bagaimana
aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah),
padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan
yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepada kalian untuk
mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak
mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kalian mengetahui?"
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan,
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Dan itulah hujah Kami
yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa
yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi
Maha Mengetahui.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal
kekasih-Nya—yaitu Nabi Ibrahim— ketika ia dibantah oleh kaumnya sehubungan
dengan pendapat yang dikemukakannya, yaitu mengesakan Allah. Nabi Ibrahim
menjawab mereka dengan jawaban yang setimpal, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{قَالَ أَتُحَاجُّونِّي
فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ}
Apakah kalian hendak membantahku tentang
Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku? (Al-An'am:
80)
Artinya, kalian membantahku sehubungan dengan
Allah yang pada hakikatnya tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Dia,
padahal Dia telah membuka mata hatiku dan memberikan petunjuk jalan yang benar
kepadaku. Karena itu, aku sudah membuktikan akan kebenaranNya. Maka mana
mungkin aku mau mengikuti perkataan kalian yang rusak dan menuruti pendapat
kalian yang batil itu?
Firman Allah Swt.:
{وَلا أَخَافُ مَا
تُشْرِكُونَ بِهِ إِلا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا}
Dan aku tidak takut kepada (malapetaka
dari) sembahan-sembahan yang kalian persekutukan dengan Allah, kecuali di
kala Tuhan menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. (Al-An'am: 80)
Yakni di antara bukti yang menunjukkan kebatilan
ucapan dan pendapat kalian ialah bahwa sembahan-sembahan yang kalian puja-puja
itu tidak dapat menimpakan suatu mudarat pun dan tidak mempunyai pengaruh apa
pun. Karena itu, aku tidak takut terhadapnya dan sama sekali tidak
mempedulikannya. Jika memang berhala-berhala itu mempunyai tipu muslihat, maka
lancarkanlah tipu muslihatnya kepadaku, janganlah kamu tangguh-tangguhkan lagi
pelaksanaannya terhadapku, segerakanlah sekarang juga.
Firman Allah Swt.:
{إِلا أَنْ يَشَاءَ
رَبِّي شَيْئًا}
kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari
malapetaka) itu. (Al-An'am: 80)
Istisna munqati yakni tidak dapat
menimpakan mudarat dan tidak dapat memberikan manfaat selain dari Allah Swt.
{وَسِعَ رَبِّي كُلَّ
شَيْءٍ عِلْمًا}
Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. (Al-An'am:
80)
Artinya, ilmu Allah meliputi segala sesuatu,
tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
{أَفَلا تَتَذَكَّرُونَ}
Maka apakah kalian tidak dapat mengambil
pelajaran? (Al-An'am: 80)
Dari apa yang telah aku jelaskan kepada kalian.
Apakah kalian tidak mengambil pelajaran bahwa sesungguhnya berhala-berhala itu
batil, sehingga kalian kapok menyembahnya? Hujah ini semisal dengan hujah yang
telah dikemukakan oleh Nabi Hud terhadap kaumnya, seperti yang diterangkan
kisahnya oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا
بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ
بِمُؤْمِنِينَ * إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ
إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ
دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ * إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى
اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا }
Kaum 'Ad berkata, "Hai Hud, kamu tidak
mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak
akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa
sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud
menjawab, "Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah, dan saksikanlah oleh
kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan,
dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku,
dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian. Tidak ada suatu binatang melata pun
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (rohnya). (Hud: 53-56), hingga
akhir ayat.
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا
أَشْرَكْتُمْ}
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan
yang kalian persekutukan (dengan Allah). (Al-An'am: 81)
Artinya, mana mungkin aku takut terhadap
berhala-berhala yang kalian sembah selain dari Allah itu.
{وَلا تَخَافُونَ
أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا}
padahal kalian tidak takut mempersekutukan
Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepada
kalian untuk mempersekutukan-Nya. (Al-An'am: 81)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna sultan adalah
hujah. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ}
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain
Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (Asy-Syura:
21)
{إِنْ هِيَ
إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا
مِنْ سُلْطَانٍ}
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian
dan bapak-bapak kalian mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu
keterangan pun untuk (menyembah )nya. (An-Najm: 23)
Mengenai firman Allah Swt.:
{فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ
أَحَقُّ بِالأمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Maka manakah di antara dua golongan itu yang
lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kalian
mengetahui. (Al-An'am: 81)
Maksudnya, manakah di antara dua golongan itu
yang paling benar, yakni apakah orang yang menyembah Tuhan Yang di tangan
kekuasaan-Nya terletak mudarat dan manfaat, ataukah orang yang menyembah
sesuatu yang tidak dapat menimpakan mudarat, tidak pula memberikan manfaat
tanpa dalil? Dan manakah di antara keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan
dari azab Allah kelak di hari kiamat, tiada sekutu bagi Allah.
****
Firman Allah Swt:
{الَّذِينَ آمَنُوا
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ}
Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk (Al-An'am: 82)
Yakni mereka adalah orang-orang yang memurnikan
ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Mereka adalah orang-orang yang mendapat
keamanan pada hari kiamat, dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah di
dunia dan akhirat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Addi, dari Syu'bah, dari Sulaiman, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah
sehubungan dengan firman berikut, bahwa ketika ayat berikut diturunkan: dan
mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82)
Maka berkatalah para sahabat Nabi Saw., "Siapakah di antara kita
yang-tidak berbuat zalim terhadap dirinya sendiri?" Lalu turunlah firman
Allah Swt.: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} شَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ وَقَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَأَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: "إِنَّهُ لَيْسَ
الَّذِي تَعْنُونَ! أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: {يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} إِنَّمَا هُوَ
الشِّرْكُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim,
dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan: Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am:
82) Maka hal ini terasa berat oleh mereka (para sahabat). Lalu mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat
aniaya terhadap dirinya sendiri?" Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya hal
itu bukan seperti apa yang kalian maksudkan. Tidakkah kalian mendengar apa yang
telah dikatakan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman), "Hai
anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Luqman: 13). Sesungguhnya
yang dimaksud dengan zalim hanyalah syirik (mempersekutukan Allah).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ،
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ
عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالُوا: وَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ كَمَا تَظُنُّونَ،
إِنَّمَا قَالَ [لُقْمَانُ] لِابْنِهِ: {يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ibnu
Idris, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman-Nya: dan mereka tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Hal tersebut
terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Mereka berkata,
"Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya
sendiri?" Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Tidak seperti
yang kalian duga, melainkan seperti yang dikatakan kepada anaknya, yaitu:
"Hai anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman:
13)
Telah menceritakan pula kepada kami Umar ibnu
Taglab An-Namiri, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah
ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, hal tersebut
terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat lainnya,
yaitu: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Menurut lafaz yang lain,
أينا لم يظلم نفسه؟ فقال النبي صلّى الله عليه وسلم «ليس بالذي
تَعْنُونَ، أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ»
para sahabat berkata, "Siapakah di antara
kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Maka Nabi
Saw. bersabda: Tidaklah seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian
pernah mendengar apa yang telah diucapkan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman),
yaitu: "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar. Sesungguhnya yang dimaksudkannya hanyalah kemusyrikan.
Menurut apa yang ada pada Ibnu Abu Hatim, dari
Abdullah, secara marfu' disebutkan: dan mereka tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Yang dimaksud dengan zalim
adalah syirik (mempersekutukan Allah Swt.).
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal
dengan hadis di atas telah diriwayatkan melalui Abu Bakar As-Siddiq, Umar, Ubay
ibnu Ka'b, Salman, Huzaifah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Amr ibnu Syurahbil, Abu
Abdur Rahman As-Sulami, Mujahid, Ikrimah, An-Nakha'i, Ad-Dahhak, Qatadah,dan
As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ شَدَّاد المِسْمَعِيّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ
يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "قِيلَ لِي: أَنْتَ مِنْهُمْ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Asy-Syafi'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syaddad
Al-Masma'i, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada
kami Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah
yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman Allah Swt. ini: Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am:
82) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Diwahyukan kepadaku bahwa engkau (yakni
Abdullah ibnu Mas'ud) termasuk salah seorang dari mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ،
حَدَّثَنَا أَبُو جَناب، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلَمَّا
بَرَزْنَا مِنَ الْمَدِينَةِ، إِذَا رَاكِبٌ يُوضِعُ نَحْوَنَا، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَأَنَّ هَذَا الرَّاكِبَ
إِيَّاكُمْ يُرِيدُ". فَانْتَهَى إِلَيْنَا الرَّجُلُ، فَسَلَّمَ فَرَدَدْنَا
عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مِنْ
أَيْنَ أَقْبَلْتَ؟ " قَالَ: مِنْ أَهْلِي وَوَلَدِي وَعَشِيرَتِي. قَالَ:
"فَأَيْنَ تُرِيدُ؟ "، قَالَ: أريدُ رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ:
"فَقَدْ أَصَبْتَهُ". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي مَا
الْإِيمَانُ؟ قَالَ: "تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ،
وَتَصُومُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ". قَالَ: قَدْ أَقْرَرْتُ. قَالَ:
ثُمَّ إن بعيره دخلت يده في جحر جُرْذَان، فَهَوَى بِعِيرُهُ وَهَوَى الرَّجُلُ،
فَوَقَعَ عَلَى هَامَتِهِ فَمَاتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيَّ
بِالرَّجُلِ". فَوَثَبَ إِلَيْهِ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ وَحُذَيْفَةُ بْنُ
الْيَمَانِ فَأَقْعَدَاهُ، فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُبِضَ الرَّجُلُ!
قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُمَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
ثم قَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا
رَأَيْتُمَا إِعْرَاضِي عَنِ الرَّجُلِ، فَإِنِّي رَأَيْتُ مَلَكَيْنِ يَدُسَّانِ
فِي فِيهِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ، فَعَلِمْتُ أَنَّهُ مَاتَ جَائِعًا"،
ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا مِنَ
الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} ثُمَّ قَالَ: "دُونَكُمْ أَخَاكُمْ". قَالَ:
فَاحْتَمَلْنَاهُ إِلَى الْمَاءِ فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ،
وَحَمَلْنَاهُ إِلَى الْقَبْرِ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَتَّى جَلَسَ عَلَى شَفِير الْقَبْرِ فَقَالَ: "الْحِدُوا وَلَا
تَشُقُّوا، فَإِنَّ اللَّحْدَ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abu Janab, dari Zazan,
dari Jarir ibnu Abdullah yang menceritakan, "Kami (para sahabat) berangkat
bersama Rasulullah Saw. Ketika kami keluar dari perbatasan kota Madinah,
tiba-tiba ada seorang pengendara menuju ke arah kami, maka Rasulullah Saw.
bersabda, 'Seakan-akan pengendara ini bermaksud menemui kalian.’ Lalu orang
tersebut sampai kepada kami dan mengucapkan salam penghormatan kepada kami, dan
kami membalas salamnya. Nabi Saw. bertanya kepadanya, 'Dari manakah engkau?'
Lelaki itu menjawab, 'Dari tempat keluarga, anak-anak, dan handai tolanku.'
Nabi Saw. bertanya. 'Hendak ke mana?' Ia menjawab, 'Aku bermaksud
menemui Rasulullah Saw’. Nabi Saw. menjawab, 'Sekarang ia ada di hadapanmu.'
Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apakah iman itu?'
Rasulullah Saw. bersabda: Hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau dirikan salat,
engkau tunaikan zakat, engkau puasa dalam bulan Ramadan, dan engkau berhaji ke
Baitullah. Lelaki itu menjawab, 'Aku berikrar (untuk mengamalkannya).'
Kemudian unta kendaraan lelaki itu terperosok ke dalam liang tikus padang
pasir, maka untanya terjatuh, dan ia pun terjatuh pula dengan posisi kepala di
bawah, hingga mengakibatkan ia mati. Rasulullah Saw. bersabda, 'Kemarikanlah
lelaki itu!' Maka Ammar ibnu Yasir dan Huzaifah ibnul Yaman melompat ke
arahnya memberikan pertolongan, lalu mendudukkannya. Keduanya berkata, 'Wahai
Rasulullah, lelaki ini telah meninggal dunia.' Rasulullah Saw. berpaling dari
keduanya, lalu bersabda: Tidakkah kalian berdua melihat mengapa aku berpaling
dari lelaki ini? Sesungguhnya aku melihat dua malaikat sedang menyuapkan buah
surga ke dalam mulutnya, maka aku mengetahui bahwa lelaki ini meninggal dunia
karena kelaparan. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula; Lelaki ini
termasuk orang-orang yang perihalnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya, 'Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik).’ (Al-An'am: 82) Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Urusilah
jenazah saudara kalian ini!' Lalu kami membawanya ke tempat air dan
memandikannya, memberinya wewangian, mengafaninya, dan kami usung ke
kuburnya." Rasulullah Saw. datang, lalu duduk di pinggir kuburnya dan
bersabda: Buatlah liang lahad, dan janganlah kalian membelahnya, karena
sesungguhnya liang lahad adalah bagi kita, sedangkan belahan hanya bagi selain
kita.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Aswad
ibnu Amir, dari Abdul Humaid ibnu Ja'far Al-Farra, dari Sabit, dari Zazan, dari
Jarir ibnu Abdullah, kemudian disebutkan hal yang semisal. Sehubungan dengan
hadis ini Imam Ahmad pun memberikan komentarnya, "Orang ini termasuk di
antara orang-orang yang sedikit beramal, tetapi berpahala banyak."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يُوسُفُ
بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مِهْران بن أبي عمر، حَدَّثَنَا
عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ سَارَهُ، إِذْ عَرَضَ لَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، وَالذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجْتُ مِنْ بِلَادِي
وَتِلَادِي وَمَالِي لِأَهْتَدِيَ بِهُدَاكَ، وَآخُذَ مِنْ قَوْلِكَ، وَمَا
بَلَغْتُكَ حَتَّى مَا لِي طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِر الْأَرْضِ، فاعْرِضْ عَلَيّ.
فَعَرَضَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَبِلَ
فَازْدَحَمْنَا حَوْلَهُ، فَدَخَلَ خُفُّ بَكْره فِي بَيْتِ جُرْذَان، فَتَرَدَّى
الْأَعْرَابِيُّ، فَانْكَسَرَتْ عُنُقُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجَ مِنْ
بِلَادِهِ وَتِلَادِهِ وَمَالِهِ لِيَهْتَدِيَ بِهُدَايَ وَيَأْخُذَ مِنْ قَوْلِي،
وَمَا بَلَغَنِي حَتَّى مَا لَهُ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِرِ الْأَرْضِ،
أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِي عَمِلَ قَلِيلًا وَأُجِرَ كَثِيرًا هَذَا مِنْهُمْ!
أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِينِ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ؟ فَإِنَّ هَذَا مِنْهُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yusuf ibnu Musa Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Mahran
ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, dari ayahnya,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa kami bersama
Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba di tengah jalan ada seorang
lelaki Badui yang menghalang-halanginya, lalu lelaki Badui itu berkata,
"Wahai Rasulullah, demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan benar,
sesungguhnya aku tinggalkan tempat kelahiranku dan semua harta bendaku dengan
tujuan mengikuti petunjukmu dan mengambil ucapanmu. Dan tidak sekali-kali aku
dapat sampai kepadamu melainkan setelah semua perbekalanku habis dan makananku
hanyalah dedaunan, maka aku mohon sudilah engkau menerimaku." Lalu
Rasulullah Saw. menuju ke arahnya dan menerimanya. Kami (para sahabat)
berdesak-desakan di sekitar lelaki Badui itu, dan ternyata kaki depan unta
kendaraannya terperosok ke dalam liang tikus padang pasir, sehingga lelaki itu
terjatuh dan lehernya patah (meninggal dunia). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi
Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, dia benar berangkat (meninggalkan)
negeri kelahirannya dan semua harta bendanya untuk mengikuti petunjukku dan
mengambil dari ucapanku, serta tidak sekali-kali dia sampai kepadaku melainkan
setelah makanan perbekalannya habis, kecuali hanya makan dari dedaunan
pepohonan. Tidakkah kalian dengar perihal orang yang sedikit beramal tetapi
diberi pahala banyak? Dia termasuk salah seorang dari mereka. Tidakkah kalian
dengar perihal orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka'
dengan kezaliman? Mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Sesungguhnya orang ini termasuk
salah seorang dari mereka. Menurut lafaz lain disebutkan: Orang ini
sedikit beramal tetapi diberi pahala banyak.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حديث محمد ابن مُعَلَّى -وَكَانَ
نَزَلَ الرَّيَّ -حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ خَيْثَمَةَ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مِنْ أُعْطِيَ فَشَكَرَ وَمُنِعَ فَصَبَرَ وَظَلَمَ
فَاسْتَغْفَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ" وَسَكَتَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
مَا لَهُ؟ قَالَ ": {أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis
Muhammad ibnu Ya'la Al-Kufi yang bertempat tinggal di Ar-Ray, telah
menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Khaisamah, dari Abu Daud, dari Abdullah
ibnu Sakhbarah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang
siapa yang diberi, lalu bersyukur; dan (barang siapa yang) dicegah (tidak
diberi), lalu bersabar; dan (barang siapa yang) berbuat aniaya, lalu
meminta ampun; dan (barang siapa yang) dianiaya, lalu memaafkan.... Rasulullah
Saw. diam sejenak. Maka mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa dia
(bagaimana kelanjutannya)?" Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: mereka
itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk. (Al-An'am: 82)
****
Firman Allah Swt.:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا
آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ}
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada
Ibrahim untuk menghadapi kaumnya (Al-An'am: 83)
Artinya, Kami arahkan dan Kami ajarkan kepadanya
cara mendebat mereka. Menurut Mujahid dan lain-lainnya, hal yang dimaksud ialah
seperti yang tertera di dalam firman-Nya:
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا
أَشْرَكْتُمْ وَلا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ
بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالأمْنِ }
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan
yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut
mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak
menurunkan hujah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di
antara dua golongan itu yang berhak mendapat keamanan? (Al-An'am: 81),
hingga akhir ayat.
Dan Allah telah membenarkannya serta menceritakan
baginya akan mendapat keamanan dan hidayah melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ آمَنُوا
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ}
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An'am:
82)
Setelah kesemuanya itu Allah Swt. berfirman:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا
آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ}
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada
Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki
beberapa derajat. (Al-An'am: 83)
Lafaz darajatin man dapat dibaca dengan susunan
idafah, dapat pula dibaca tanpa susunan idafah, seperti halnya
yang ada pada surat Yusuf; kedua bacaan tersebut mempunyai makna yang hampir
sama (berdekatan).
****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ
عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha
Mengetahui. (Al-An'am: 83)
Yakni Mahabijaksana dalam semua ucapan dan
perbuatan-Nya, lagi Maha Mengetahui terhadap siapa yang akan diberi-Nya hidayah
dan siapa yang akan disesatkan-Nya, sekalipun telah terbukti baginya semua
hujah dan bukti-bukti. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. Dalam ayat lain:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ
عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ
حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti
terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada
mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus:
96-97)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui
firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ
عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha
Mengetahui. (Al-An'am: 83) .
Al-An'am: 84-90
وَوَهَبْنَا
لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلًّا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ
وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى
وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (84) وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى
وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ (85) وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ
وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ (86) وَمِنْ
آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (87) ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ
مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (88)
أُولَئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِنْ
يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلَاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا
بِكَافِرِينَ (89) أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
(90)
Dan Kami telah
menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah
Kami berikan petunjuk dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari
keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dan
Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan
Ismail, Al-Yasa’, Yunus, dan Lut. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di
atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian
dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan kami
telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul), dan Kami
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan
kepada mereka kitab, hikmah, dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu
mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan
menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah, “Aku tidak meminta upah kepada kalian dalam
menyampaikan (Al-Qur'an)." Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah
peringatan untuk segala umat.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengaruniakan
seorang anak kepada Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ishaq, padahal usia Nabi Ibrahim
sangat lanjut dan telah putus harapan untuk mendapatkan seorang anak; begitu
pula istrinya, yaitu Sarah. Pada suatu hari datanglah sejumlah malaikat bertamu
kepada Nabi Ibrahim dalam perjalanan mereka menuju tempat kaum Nabi Lut. Lalu
mereka menyampaikan berita gembira akan kedatangan Ishaq kepada keduanya. Maka
istri Nabi Ibrahim merasa heran terhadap berita tersebut dan mengatakan seperti
yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَتْ يَا وَيْلَتَى
أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ *
قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ}
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan
melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun
dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang
sangat aneh.” Para malaikat itu berkata,”tApakah kamu merasa heran
tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya.
dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah.” (Hud: 72-73)
Para malaikat itu menyampaikan berita gembira
pula perihal kenabian yang akan diperoleh anaknya selagi ia masih hidup, dan
bahwa kelak anaknya akan mempunyai keturunan pula, seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt melalui firman-Nya:
{وَبَشَّرْنَاهُ
بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran)
Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh (Ash-Shaffat:
112)
Hal ini lebih sempurna dan merupakan nikmat yang
paling besar. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
{فَبَشَّرْنَاهَا
بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira
akan (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud:
71)
Dengan kata lain, sesudah itu dilahirkan pula
seorang anak dari anakmu selagi kamu berdua masih hidup, sehingga hatimu
menjadi senang karenanya, sebagaimana hati anakmu pun senang pula
mendapatkannya. Karena sesungguhnya kegembiraan mendapat seorang cucu sangat
kuat, mengingat hal itu sebagai pertanda akan keberlangsungannya keturunan.
Juga mengingat anak yang dilahirkan dari pasangan yang sudah lanjut usia diduga
tidak akan dapat melahirkan keturuhan selanjutnya, sebab keadaannya sudah
lemah. Lalu terjadilah suatu kegembiraan dengan lahirnya seorang cucu, maka
cucu itu dinamakan Ya'qub yang berakar dari kata keturunan atau cucu.
Hal tersebut merupakan imbalan yang diberikan
oleh Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. berkat perjuangannya. Ia rela hijrah
meninggalkan kaumnya dan negeri tempat tinggalnya, pergi mengembara ke tempat
yang jauh untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka Allah mengganti kaum dan
handai taulannya dengan mengaruniakan anak-anak yang saleh kepadanya dari
tulang sulbinya dan berpegang kepada agamanya, agar hati Nabi Ibrahim senang
dengan keberadaan mereka. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ
وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا}
Maka tatkala Ibrahim sudah menjauhkan diri
dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan
kepadanya Ishaq dan Ya'qub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi. (Maryam:
49)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui
firman-Nya:
{وَوَهَبْنَا لَهُ
إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا}
Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan
Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk (Al-An'am:
84)
****
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ
قَبْلُ}
dan kepada Nuh. sebelum itu (juga) telah
Kami beri petunjuk. (Al-An'am: 84)
Artinya, sebelum itu Kami telah memberikan
petunjuk kepada Nuh, sebagaimana Kami telah memberikan petunjuk kepadanya
(Ibrahim) dan Kami anugerahkan kepadanya keturunan yang baik (saleh).
Masing-masing dari keduanya (Nuh dan Ibrahim) mempunyai keistimewaan tersendiri
yang sangat besar. Adapun Nabi Nuh a.s., maka ketika Allah Swt. menenggelamkan
semua penghuni bumi —kecuali orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh, yaitu
mereka yang menemaninya dalam perahunya— maka Allah menjadikan keturunannya
adalah orang-orang yang menjadi generasi penerus; umat manusia semuanya
merupakan keturunan Nabi Nuh a.s. Sedangkan Nabi Ibrahim a.s. adalah kekasih
Allah. Maka tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi sesudahnya melainkan
berasal dari keturunannya, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِي
ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ} الْآيَةَ
dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada
keturunannya. (Al-Ankabut: 27), hingga akhir ayat.
{وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا نُوحًا وَإِبْرَاهِيمَ وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِمَا النُّبُوَّةَ
وَالْكِتَابَ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan
Ibrahim, dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al-Kitab. (Al-Hadid:
26)
{أُولَئِكَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ
وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ
وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ
خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا}
Mereka itu adalah orang-orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari
orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh dan dari keturunan Ibrahim dan Israil,
dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Maryam: 58)
****
Adapun firman Allah Swt. berikut ini:
{وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ}
dan dari keturunannya. (Al-An'am: 84)
Artinya, dan Kami beri petunjuk kepada sebagian
dari keturunannya.
{دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ}
yaitu Daud dan Sulaiman. (Al-An'am: 84), hingga
akhir ayat.
Damir yang ada pada lafaz zurriyyatihi kembali
kepada Nuh, karena lafaz Nuh merupakan lafaz yang paling dekat di antara
lafaz yang ada, lagi pula cukup jelas, tidak ada kesulitan mencarinya. Pendapat
inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan bila dikembalikan kepada lafaz Ibrahim
—mengingat dialah yang disebutkan dalam konteks ayat ini— memang dinilai
baik, tetapi sulit untuk mengaitkannya dengan lafaz Lut, karena Nabi Lut
bukan termasuk keturunan Nabi Ibrahim, melainkan anak saudaranya yang bernama
Haran ibnu Azar. Kecuali jika ia dimasukkan ke dalam pengertian keturunan
berdasarkan kriteria taglib (mayoritas), seperti pengertian yang
terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ
إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ
بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ}
Adakah kalian hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apakah yang kalian sembah
sepeninggalanku?” Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan
nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 133)
Nabi Ismail adalah pamannya, tetapi ia dimasukkan
ke dalam pengertian ayah-ayahnya secara taglib. Sama pula dengan
pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ
كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ * إِلا إِبْلِيسَ}
Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya
bersama-sama, kecuali iblis. (Al-Hijr: 30-31)
Dalam ayat ini iblis dimasukkan ke dalam malaikat
dalam hal mendapat perintah untuk bersujud, dan iblis dicela karena menentang
perintah itu. Dia menyerupai mereka, karena itu dia diperlakukan sama dengan
mereka (para malaikat) dan dikategorikan sebagai golongan para malaikat secara taglib;
karena sesungguhnya pada kenyataannya iblis termasuk makhluk jin yang
diciptakan dari api, sedangkan malaikat diciptakan dari nur.
Penyebutan Isa a.s. ke dalam keturunan Nabi
Ibrahim atau Nabi Nuh, menurut pendapat lainnya hal ini menunjukkan
dimasukkannya keturunan anak perempuan ke dalam golongan keturunan anak
laki-laki, karena sesungguhnya nasab Isa a.s. berkaitan dengan Nabi Ibrahim
a.s. hanyalah melalui ibunya, yaitu Maryam a.s sebab Isa a.s. tidak berayah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sahl ibnu Yahya Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abis, dari Abdullah
ibnu Ata Al-Makki, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad yang menceritakan bahwa
Al-Hajjaj mengirimkan utusan kepada Yahya ibnu Ya'mur untuk menyampaikan pesan,
"Telah sampai kepadaku suatu berita bahwa engkau menduga Al-Hasan dan
Al-Husain termasuk keturunan Nabi Saw. dan kamu jumpai dalilnya di dalam Kitabullah
(Al-Qur'an). Padahal aku telah membaca Al-Qur'an dari awal sampai akhir,
tetapi tidak menemukannya." Yahya ibnu Ya'mur menjawab, "Tidak
pernahkah engkau membaca suatu ayat di dalam surat Al-An'am yang mengatakan: dan
dari keturunannya, yaitu Daud dan Sulaiman. (Al-An'am: 84) sampai kepada
firman-Nya: Yahya dan Isa. (Al-An'am: 85)." Al-Hajjaj menjawab,
"Ya." Yahya ibnu Ya'mur berkata, "Bukankah Isa termasuk
keturunan Nabi Ibrahim, padahal dia tidak berayah?" Al-Hajjaj menjawab,
"Engkau benar."
Karena itulah apabila seseorang berwasiat kepada
keturunannya, atau mewakafkan kepada mereka, atau memberi mereka suatu hibah,
maka keturunan dari anak-anak perempuan termasuk ke dalam golongan
keturunannya.
Adapun jika seseorang memberi kepada anak
laki-lakinya atau mewakafkan sesuatu kepada anak-anak lelakinya, maka hal
tersebut hanya khusus bagi mereka dan bagi keturunannya dari anak laki-lakinya.
Mereka yang berpendapat demikian berdalilkan kepada ucapan seorang penyair Arab
yang mengatakan:
بَنُونَا بَنُو أَبْنَائِنَا وَبَنَاتُنَا ... بَنُوهُنَّ أَبْنَاءُ
الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ
Anak-anak
lelaki kami adalah keturunan kami; sedangkan anak-anak lelaki dari keturunan
anak-anak perempuan kami, mereka adalah para putra dari lelaki lain.
Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa anak-anak
lelaki dari keturunan anak-anak perempuan termasuk pula ke dalam pengertian
keturunan dari anak laki-laki, karena berdasarkan kepada sebuah hadis yang
disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda kepada Al-Hasan ibnu Ali:
"إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ
يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ"
Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyidf
mudah-mudahan Allah mendamaikan dengan melaluinya dua golongan yang besar dari
kalangan kaum muslim.
Dalam hadis ini Rasulullah Saw. menyebutkan
Al-Hasan sebagai anak lelakinya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Hasan (yang
merupakan anak dari putrinya) dianggap sebagai anak Rasulullah Saw. sendiri.
Pendapat yang lainnya lagi membolehkannya (yakni
boleh memasukkan keturunan dari anak perempuan ke dalam golongan keturunan
dari anak laki-laki).
*****
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آبَائِهِمْ
وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ}
dan Kami lebihkan (pula) derajat
sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka.
(Al-An'am: 87)
Disebutkan orang-orang tua mereka, anak-anak
mereka, dan saudara-saudara mereka yang setara; dan bahwa hidayah serta pilihan
mencakup mereka seluruhnya. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاجْتَبَيْنَاهُمْ
وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan Kami telah memilih mereka, dan Kami
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 87)
****
Kemudian disebutkan pula:
{ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ
يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ}
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-An'am:
88)
Dengan kata lain, hal tersebut terjadi
semata-mata berkat taufik dari Allah dan hidayah-Nya kepada mereka.
{وَلَوْ أَشْرَكُوا
لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Seandainya mereka mempersekutukan Allah
niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am:
88)
Hal ini sebagai peringatan keras, sanksi yang
berat terhadap perbuatan mempersekutukan Allah, dan bahwa pelakunya melakukan
dosa terbesar, seperti yang disebutkan Allah dalam firman lainnya:
{وَلَقَدْ أُوحِيَ
إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ}
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalanmu.” (Az-Zumar: 65), hingga akhir ayat.
Hal ini adalah syarat, sedangkan syarat itu bukan
berarti pasti akan terjadi; perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{قُلْ إِنْ كَانَ
لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ}
Katakanlah "Jika benar Tuhan yang Maha
Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula
menyembah (memuliakan anak itu)." (Az-Zukhruf: 81)
{لَوْ
أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا لاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا
فَاعِلِينَ}
Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan,
tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat
demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17)
{لَوْ أَرَادَ
اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ
سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ}
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak,
tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang
telah diciptakan-Nya Mahasuci Allah Dialah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.
(Az-Zumar: 4)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ}
Mereka itulah orang-orang yang telah Kami
berikan kepada mereka kitab, hikmat, dan kenabian. (Al-An'am: 89)
Artinya, merekalah orang-orang yang telah Kami
berikan nikmat kepada mereka berupa hal-hal tersebut sebagai rahmat buat
hamba-hamba Kami melalui mereka, dan sebagai kasih sayang Kami terhadap semua
makhluk.
{فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا}
Jika ingkar terhadapnya. (Al-An'am: 89)
Yakni terhadap kenabian. Dapat pula
diinterpretasikan bahwa damir yang ada kembali kepada ketiga perkara
tersebut, yaitu Al-Kitab, hikmat, dan kenabian.
Firman Allah Swt.:
{هَؤلاءِ}
orang-orang itu. (Al-An'am: 89)
Yaitu penduduk Mekah, menurut Ibnu Abbas, Sa'id
ibnul Musayyab, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan
hanya seorang.
{فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا
قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ}
maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya
kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Al-An'am: 89)
Dengan kata lain, jika semua nikmat ini diingkari
oleh orang-orang dari kalangan Quraisy dan lain-lainnya, baik yang Arab maupun
yang 'Ajam, dan baik dari kalangan Ahli Kitab maupun dari kalangan agama
lainnya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang lain
—yakni kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta pengikut mereka— sampai hari kiamat.
{لَيْسُوا بِهَا
بِكَافِرِينَ}
yang sekali-kali mereka tidak akan
mengingkarinya. (Al-An'am: 89)
Maksudnya, mereka sama sekali tidak akan
mengingkarinya dan tidak akan menolak barang satu huruf pun darinya, bahkan
mereka beriman kepada semuanya, baik yang muhkam maupun yang mutasyabih.
Semoga Allah menjadikan kita ke dalam golongan mereka berkat karunia,
kedermawanan, dan kebajikan-Nya.
****
Kemudian Allah Swt. ber-khitab (berbicara)
kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw., melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ}
Mereka itulah (Al-An'am: 90)
Yakni para nabi yang telah disebutkan di atas
serta orang-orang yang disebutkan bersama mereka dari kalangan para orang tua
dan keturunannya serta saudara-saudaranya yang setara dengan mereka.
{الَّذِينَ هَدَى
اللَّهُ}
Orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah (Al-An'am: 90)
Artinya, hanya merekalah yang mendapat petunjuk,
bukan selain mereka.
{فَبِهُدَاهُمُ
اقْتَدِهِ}
maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am:
90)
Yakni anuti dan ikutilah mereka. Apabila hal ini
merupakan perintah yang ditujukan kepada Rasul Saw., maka umatnya mengikut
kepadanya dalam semua yang disyariatkan dan yang diperintahkan olehnya kepada
mereka.
Sehubungan dengan ayat ini Imam Bukhari
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Hisyam, bahwa Juraij pernah bercerita kepada mereka,
bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaiman Al-Ahwal, bahwa Mujahid pernah
menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah
di dalam surat Sad terdapat ayat yang menganjurkan bersujud tilawah?" Ibnu
Abbas mengiakannya, lalu membacakan firman Allah Swt.: Dan Kami anugerahkan
Ishaq dan Ya’qub kepadanya. (Al-An'am: 84) sampai dengan: maka ikutilah
petunjuk mereka. (Al-An'am: 90) Kemudian ia berkata, "Nabi Saw.
termasuk salah seorang dari mereka."
Yazid ibnu Harun, Muhammad ibnu Ubaid, dan Suhail
ibnu Yusuf menambahkan dari Al-Awwam, dari Mujahid, bahwa ia bertanya kepada
Ibnu Abbas mengenainya. Lalu Ibnu Abbas menjawab, "Nabi kalian termasuk
salah seorang yang diperintahkan untuk mengikuti petunjuk mereka."
****
Firman Allah Swt.:
{قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ
عَلَيْهِ أَجْرًا}
Katakanlah, "Aku tidak meminta upah
kepada kalian dalam menyampaikannya (Al-Qur'an)." (Al-An'am: 90)
Artinya, dalam menyampaikan Al-Qur'an ini aku
tidak meminta suatu upah pun kepada kalian. Dengan kata lain, aku tidak
bermaksud sesuatupun dari kalian.
{إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى
لِلْعَالَمِينَ}
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan
untuk segala umat. (Al-An'am: 90)
Yakni mereka menjadi sadar dan mendapat petunjuk
dari kegelapan menuju ke jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju ke jalan
petunjuk, dan dari kekafiran menuju kepada iman, berkat Al-Qur'an.
Al-An'am, ayat 91-92
وَمَا قَدَرُوا
اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ
شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنْزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى
لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا
وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ قُلِ اللَّهُ ثُمَّ
ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ (91) وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ
حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى
صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (92)
Dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata,
"Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” Katakanlah,
"Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat)
yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kalian
jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kalian
perlihatkan (sebagiannya) dan kalian sembunyikan sebagian besarnya;
padahal telah diajarkan kepada kalian apa yang kalian dan bapak-bapak kalian
tidak mengetahuinya)?" Katakanlah, "Allah-lah (yang
menurunkannya)," kemudian (sesudah kalian menyampaikan Al-Qur'an
kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. Dan ini (Al-Qur'an)
adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi, membenarkan
kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi
peringatan-kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang
yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan
akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur'an), dan mereka selalu
memelihara salatnya.
Allah Swt. berfirman, bahwa mereka sama sekali
tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya karena mereka
mendustakan rasul-rasul-Nya yang ditujukan kepada mereka.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Abdullah ibnu Kasir
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Quraisy.
Kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan segolongan kaum Yahudi. Menurut pendapat yang
lainnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fanhas, salah seorang lelaki kaum
Yahudi. Sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Malik Ibnus Saif.
{قَالُوا مَا أَنزلَ
اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ}
mereka berkata, "Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia." (Al-An'am: 91)
Pendapat pertama adalah pendapat paling sahih,
mengingat ayat ini adalah ayat Makkiyyah, dan orang-orang Yahudi tidak
mengingkari adanya penurunan kitab-kitab dari langit. Tetapi orang-orang
Quraisy dan orang-orang Arab dahulu mengingkari kerasulan Nabi Muhammad Saw.
karena beliau seorang manusia, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.
dalam firman-Nya:
{أَكَانَ لِلنَّاسِ
عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ }
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa
Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah
peringatan kepada manusia!" (Yunus: 2)
{وَمَا مَنَعَ
النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ
اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا * قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ يَمْشُونَ
مُطْمَئِنِّينَ لَنزلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولا}
Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia
untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka,
"Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?” Katakanlah,
"Seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan sebagai penghuni di bumi,
niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka malaikat menjadi rasul.” (Al-Isra:
94-95)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui
firman-Nya:
{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ
حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ}
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, "Allah tidak
menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” (Al-An'am: 91)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{قُلْ مَنْ أَنزلَ
الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ}
Katakanlah, "Siapakah yang menurunkan
kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi
manusia?” (Al-An'am: 91)
Artinya: Hai Muhammad, katakanlah kepada mereka
yang ingkar dengan adanya penurunan suatu kitab dari sisi Allah. Ungkapan ini
menyangkal kenegatifan mereka yang umum, yakni dengan menetapkan detail
permasalahan yang sebenarnya secara positif, yaitu:
{مَنْ أَنزلَ الْكِتَابَ
الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى}
Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang
dibawa oleh Musa? (Al-An'am: 91)
Yakni kitab Taurat yang telah kalian ketahui,
juga yang telah diketahui oleh semua orang, bahwa Allah telah menurunkan kitab
Taurat kepada Musa ibnu Imran.
نُورًا وَهُدًى
لِلنَّاسِ
sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia. (Al-An'am:
91)
Yaitu sebagai cahaya untuk menanggulangi semua
kesulitan dan sebagai petunjuk di dalam masalah syubhat yang gelap.
****
Firman Allah Swt.:
{تَجْعَلُونَهُ
قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا}
kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran
kertas yang bercerai-berai, kalian perlihatkan (sebagiannya), dan kalian
sembunyikan sebagian besarnya. (Al-An'am: 91)
Maksudnya, kalian jadikan seluruhnya berupa
kertas-kertas yang kalian salinkan ke dalamnya dari Al-Kitab yang asli yang ada
di tangan kalian, lalu kalian melakukan banyak perubahan padanya, kalian ganti,
dan kalian takwilkan sendiri; kemudian kalian katakan bahwa ini dari sisi
Allah, yakni dari Kitab yang diturunkan-Nya, padahal kenyataannya bukan dari
sisi Allah, melainkan dari kalian sendiri. Karena itu, diungkapkan oleh
firman-Nya: Kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kalian perlihatkan (sebagiannya) dan kalian sembunyikan
sebagian besarnya. (Al-An'am: 91)
Firman Allah Swt.:
{وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ
تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلا آبَاؤُكُمْ}
padahal telah diajarkan kepada kalian apa yang
kalian dan bapak-bapak kalian tidak mengetahuinya. (Al-An'am: 91)
Yakni perihal siapa yang menurunkan Al-Qur'an,
yang melaluinya Allah mengajarkan dan menyampaikan kepada kalian sebagian dari
berita masa silam dan berita yang akan datang, padahal sebelum itu kalian —juga
bapak-bapak kalian— tidak mengetahuinya.
Qatadah mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang musyrik Arab. Mujahid mengatakan, yang dimaksud adalah kaum muslim.
****
Firman Allah Swt.:
{قُلِ اللَّهُ}
Katakanlah "Allah-lah (yang
menurunkan-Nya)!" (Al-An'am: 91)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah, "Katakanlah, 'Allah-lah yang
menurunkannya'." Pendapat atau takwil Ibnu Abbas ini adalah yang telah
ditetapkan sehubungan dengan tafsir kalimat ini, bukan seperti apa yang
dikatakan oleh sebagian ulama muta'akhkhirin yang mengatakan bahwa lafaz quliltahu
artinya tiada lain jawabanmu kepada mereka adalah kalimat ini, yakni
'kalimat Allah'. Berdasarkan pengertian ini, berarti takwil ayat ini mengandung
kata perintah yang ditujukan kepada lawan bicara tunggal tanpa ada susunannya
(kaitan kronologisnya). Sedangkan mendatangkan kalimat yang menyendiri, menurut
kaidah bahasa Arab, tidak dapat memberikan pemahaman yang memuaskan.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي
خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ}
Kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya. (Al-An'am: 91)
Artinya, biarkanlah mereka dalam kebodohan dan
kesesatannya bermain-main, hingga datang kepada mereka kepastian yang meyakinkan
dari Allah. Maka mereka akan mengetahui siapakah yang akan mendapat akibat yang
terpuji, apakah mereka ataukah hamba-hamba Allah yang bertakwa?
Firman Allah Swt.:
{وَهَذَا كِتَابٌ}
Dan kitab ini. (Al-An'am: 92)
Yakni Al-Qur'an.
{أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ
مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى}
yang telah Kami turunkan yang diberkati,
membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu
memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura. (Al-An'am: 92)
Maksudnya adalah kota Mekah.
{وَمَنْ حَوْلَهَا}
dan orang-orang yang di luar lingkungannya. (Al-An'am:
92)
dari kalangan kabilah-kabilah Arab Badui dan
semua bangsa dari keturunan Anak Adam, baik yang Arab maupun yang 'Ajam,
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat-ayat lain, yaitu:
{قُلْ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا}
Katakanlah "Hai manusia, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (Al-A'raf: 158)
{لأنْذِرَكُمْ
بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
supaya dengan Al-Qur'an ini aku memberi
peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).
(Al-An'am: 19)
{وَمَنْ
يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang
Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah
tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)
{تَبَارَكَ
الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا}
Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan
(Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam. (Al-Furqan: 1)
{وَقُلْ لِلَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ وَالأمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ
اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ
بِالْعِبَادِ}
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah
diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, "Apakah kalian (mau)
masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah
mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kalian hanyalah
menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 20)
Di dalam sebuah hadis yang tertera di dalam kitab
Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنّ أَحَدٌ مِنَ
الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي" وَذَكَرَ مِنْهُنَّ: "وَكَانَ النَّبِيُّ
يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً"
Aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah
diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Lalu beliau Saw. antara lain
menyebutkan: Dahulu nabi diutus hanya khusus kepada kaumnya, sedangkan aku
diutus untuk seluruh umat manusia.
Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِالآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ}
Orang-orang yang beriman kepada adanya
kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur'an). (Al-An'am: 92)
Artinya, setiap orang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian, beriman pula kepada kitab Al-Qur'an yang diberkahi ini, yang
Kami turunkan kepadamu, hai Muhammad.
{وَهُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ
يُحَافِظُونَ}
dan mereka selalu memelihara salatnya. (Al-An'am:
92)
Yakni mereka mendirikan apa yang difardukan
kepada mereka, yaitu menunaikan salat-salat fardu tepat pada waktunya
masing-masing.
Al-An'am, ayat 93-94
وَمَنْ أَظْلَمُ
مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ
إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ
تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو
أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا
كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ
تَسْتَكْبِرُونَ (93) وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ
مَرَّةٍ وَتَرَكْتُمْ مَا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاءَ ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى
مَعَكُمْ شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ لَقَدْ تَقَطَّعَ
بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ (94)
Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang
berkata, "Telah diwahyukan kepada saya, " padahal tidak ada
diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, "Saya akan
menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya sekiranya
kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut sedangkan para malaikat
memukul dengan tangannya; (sambil berkata), "Keluarkanlah
nyawamu!" Di hari ini kalian dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang
tidak benar dan (karena) kalian selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayat-Nya. Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya, dan kalian tinggalkan di
belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian;
dan Kami tiada melihat beserta kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa
mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kalian. Sungguh telah terputuslah (pertalian)
antara kalian dan telah lenyap dari kalian apa yang dahulu kalian anggap (sebagai
sekutu Allah). (Al-An'am: 93-94)
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا}
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang membuat kedustaan terhadap Allah. (Al-An'am: 93)
Artinya, tidak ada seorang pun yang lebih zalim
(aniaya) daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, lalu ia
menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, atau anak, atau mengaku-ngaku bahwa dirinya
telah diutus oleh Allah kepada manusia, padahal Allah tidak mengutusnya. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَوْ قَالَ أُوحِيَ
إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ}
atau yang berkata, "Telah diwahyukan
kepada saya, "padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya. (Al-An'am:
93)
Ikrimah dan Qatadah mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Musailamah Al-Kazzab.
{وَمَنْ قَالَ سَأُنزلُ
مِثْلَ مَا أَنزلَ اللَّهُ}
dan orang yang berkata, "Saya akan
menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah " (Al-An'am: 93)
Maksudnya orang yang mendakwakan dirinya mampu
menandingi wahyu yang diturunkan dari sisi Allah melalui perkataan yang
dibuat-buatnya, seperti yang dikisahkan dalam ayat yang lain:
{وَإِذَا تُتْلَى
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا قَالُوا قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ
هَذَا}
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat
Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat
yang seperti ini). Kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan
yang seperti ini.” (Al-Anfal: 31), hingga akhir ayat.
****
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ
الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ}
sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang
yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut. (Al-An'am:
93)
Yakni sedang berada dalam sakaratul maut,
kesakitannya dan penderitaannya.
{وَالْمَلائِكَةُ
بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ}
sedangkan para malaikat memukul dengan
tangannya. (Al-An'am: 93)
Yaitu memukulinya, sama halnya dengan pengertian
yang terdapat di dalam ayat lain:
{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ
يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي }
Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu
kepadaku untuk membunuhku. (Al-Maidah: 28), hingga akhir ayat.
{وَيَبْسُطُوا
إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ}
dan niscaya mereka melepaskan tangan dan lidah
mereka kepada kalian dengan menyakiti (kalian). (Al-Mumtahanah: 2), hingga
akhir ayat.
Ad-Dahhak dan Abu Saleh mengatakan bahwa basitu
aidiyahum artinya memukulkan tangan mereka, yakni menimpakan siksaan. Sama
dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ
يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ
وَأَدْبَارَهُمْ}
Kalau kamu melihat ketika para malaikat itu
mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka. (Al-Anfal:
50)
Karena itulah dalam surat ini
disebutkan melalui
firman-Nya:
وَالْمَلائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ}
sedangkan para malaikat memukul dengan
tangannya. (Al-An'am: 93)
Yakni memukulinya sehingga rohnya keluar dari
jasadnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَخْرِجُوا
أَنْفُسَكُمُ}
(sambil berkata), "Keluarkanlah
nyawa kalian.” (Al-An'am: 93)
Orang kafir apabila mengalami sakaratul maut,
para malaikat datang kepadanya membawa azab, pembalasan, rantai, belenggu, api,
dan air mendidih serta murka dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Akan tetapi, rohnya bercerai-berai ke dalam seluruh tubuhnya dan membangkang,
tidak mau keluar. Maka para malaikat memukulinya hingga rohnya keluar dari
jasadnya, seraya berkata:
{أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ
الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ
غَيْرَ الْحَقِّ }
Keluarkanlah nyawa kalian! Di hari ini kalian
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kalian selalu mengatakan
terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar. (Al-An'am: 93), hingga
akhir ayat.
Artinya, pada hari ini kalian benar-benar akan
dihinakan dengan sehina-hinanya, sebagai balasan dari kedustaan kalian terhadap
Allah, sikap sombong kalian yang tidak mau mengikuti ayat-ayat-Nya, dan tidak
mau taat kepada rasul-rasul-Nya.
Hadis-hadis yang mutawatir banyak yang
menceritakan perihal sakaratul maut yang dialami oleh orang mukmin dan orang
kafir. Hal ini akan diterangkan dalam tafsir firman Allah Swt.:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الآخِرَةِ}
Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat. (Ibrahim: 27)
Sehubungan dengan bab ini Ibnu Murdawaih
menuturkan sebuah hadis yang sangat panjang melalui jalur yang garib, dari
Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu’.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا
فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami
sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya. (Al-An'am:
94)
Artinya, hal tersebut dikatakan kepada mereka
pada hari mereka dikembalikan, seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain,
yaitu:
{وَعُرِضُوا عَلَى
رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu
dengan berbaris. Sesungguhnya kalian datang kepada Kami, sebagaimana Kami
menciptakan kalian pada yang pertama kali. (Al-Kahfi: 48)
Yakni sebagaimana Kami memulai penciptaan kalian,
maka Kami kembalikan kalian, sedangkan kalian dahulu mengingkarinya dan
menganggapnya mustahil, maka sekarang inilah hari berbangkit.
Firman Allah Swt.:
{وَتَرَكْتُمْ مَا
خَوَّلْنَاكُمْ}
dan kalian tinggalkan di belakang kalian (di
dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian. (Al-An'am: 94)
Yaitu berupa semua kenikmatan dan harta benda
yang kalian pelihara selama kalian hidup di dunia, semuanya itu kalian
tinggalkan di belakang kalian.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَقُولُ ابْنُ
آدَمَ: مَالِي مَالِي، وَهَلْ لَكَ مِنْ مالك
إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ
تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ، وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ
لِلنَّاسِ".
Anak Adam berkata,
"Hartaku-hartaku!" Padahal tiada yang engkau miliki dari hartamu
kecuali apa yang engkau makan, lalu engkau habiskan; atau apa yang engkau
pakai, lalu engkau lapukkan; atau apa yang engkau sedekahkan, lalu engkau
kekalkan, sedangkan selain dari itu semuanya pergi dan ditinggalkan untuk orang
lain.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seorang anak
Adam dihadapkan (kepada Allah) pada hari kiamat dalam keadaan tidak membawa
apa-apa, lalu Allah Swt. berfirman, "Ke manakah harta yang telah kamu
himpun?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku, aku telah mengumpulkannya,
tetapi aku meninggalkannya semua secara penuh." Allah berfirman kepadanya,
"Hai anak Adam, manakah amal yang kamu bawa untuk dirimu?" Maka ia
melihat bahwa dirinya tidak melakukan suatu amal pun. Kemudian Al-Hasan
Al-Basri membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami
sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya, dan kalian
tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan.
(Al-An'am: 94), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat Imam Ibnu Abu Hatim.
****
Firman Allah Swt.:
{وَمَا نَرَى مَعَكُمْ
شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ}
dan Kami tidak melihat besertamu pemberi
syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara
kalian. (Al-An'am: 94)
Ayat ini mengandung makna kecaman dan celaan
terhadap mereka, karena ketika di dunia mereka menjadikan sekutu-sekutu dan
berhala-berhala serta patung-patung sebagai sembahan mereka, dengan dugaan
bahwa semuanya itu dapat memberikan manfaat bagi kehidupan mereka dan dapat
menyejahterakan kehidupan akhirat mereka, jika menurut keyakinan mereka ada
hari akhirat.
Apabila hari kiamat tiba, maka terputuslah dari
mereka semua hubungan di antara mereka, lenyaplah semua kesesatan, dan
hilanglah apa yang dahulu mereka buat-buat dalam mempersekutukan-Nya, lalu
Tuhan menyerukan kepada mereka di hadapan semua makhluk:
{أَيْنَ شُرَكَاؤُكُمُ
الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ}
Di manakah sembahan-sembahan kalian yang
dahulu kalian katakan (sekutu-sekutu Kami)? (Al-An'am: 22)
{أَيْنَ مَا
كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ هَلْ يَنْصُرُونَكُمْ أَوْ
يَنْتَصِرُونَ}
Di manakah berhala-berhala yang dahulu kalian
selalu menyembah (nya) selain dari Allah? Dapatkah mereka menolong
kalian atau menolong diri mereka sendiri? (Asy-Syu'ara: 92-93)
Karena itu, dalam ayat ini disebutkan:
{وَمَا نَرَى مَعَكُمْ
شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاءُ}
dan Kami tiada melihat beserta kalian pemberi
syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara
kalian. (Al-An'am: 94)
Yakni yang kalian sembah, dan kalian duga bahwa
mereka mempunyai bagian hak untuk kalian sembah.
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam firman
selanjutnya:
{لَقَدْ تَقَطَّعَ
بَيْنَكُمْ}
Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara
kalian. (Al-An'am: 94)
Kalau dibaca rafa' artinya 'telah
terputuslah perhimpunan kalian', dan kalau dibaca nasab artinya 'telah
terputuslah semua jalinan antara kalian, yakni semua pertalian, hubungan, dan
perantaraan'.
{وَضَلَّ عَنْكُمْ}
dan telah lenyap dari kalian. (Al-An'am:
94)
Artinya, pergi dan lenyap dari kalian.
{مَا كُنْتُمْ
تَزْعُمُونَ}
apa yang dahulu kalian anggap (sebagai
sekutu Allah). (Al-An'am: 94)
Yakni harapan dari berhala dan sekutu-sekutu itu.
Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{إِذْ تَبَرَّأَ
الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ
وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ * وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا
كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ
اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ
النَّارِ}
(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti
itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka melihat siksa,
dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan
berkatalah orang-orang yang mengikuti, "Seandainya kami dapat kembali (ke
dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka
berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal
perbuatannya menjadi sesatan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan
keluar dari api neraka. (Al-Baqarah: 166-167)
AWah Swt. telah berfirman dalam ayat-ayat lain,
yaitu:
{فَإِذَا نُفِخَ فِي
الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ}
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada
lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka
saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101)
{إِنَّمَا
اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian
sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara
kalian dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari kiamat sebagian kalian mengingkari
sebagian (yang lain) dan sebagian kalian melaknati sebagian (yang
lain); dan tempat kembali kalian ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagi
kalian para penolong pun. (Al-'Ankabut:25)
{وَقِيلَ
ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ}
Dikatakan (kepada mereka), "Serulah
oleh kalian sekutu-sekutu kalian," lalu mereka menyerunya, maka
sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan) mereka. (Al-Qashash:
64), hingga akhir ayat.
{وَيَوْمَ
نَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ نَقُولُ لِلَّذِينَ أَشْرَكُوا} إِلَى قَوْلِهِ:
{وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Dan (ingatlah) hari yang di waktu itu
Kami menghimpun mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang
musyrik. (Al-An'am: 22) sampai dengan firman-Nya; dan hilanglah dari
mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan. (Al-An'am: 24)
Ayat-ayat yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Al-An'am, ayat 95-97
إِنَّ اللَّهَ
فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ
الْمَيِّتِ مِنَ الْحَيِّ ذَلِكُمُ اللَّهُ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ (95) فَالِقُ
الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا
ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (96) وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ
فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (97)
Sesungguhnya Allah
menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang
hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka
mengapa kalian masih berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam
untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan
Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagi kalian, agar kalian menjadikannya
petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang
mengetahui.
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dialah Yang
membelah biji-bijian dan semua bibit tanaman, yakni Dia membelahnya di dalam
tanah, lalu menumbuhkan dari biji-bijian berbagai macam tanaman, sedangkan dari
bibit tanaman Dia keluarkan berbagai macam pohon yang menghasilkan buah-buahan
yang berbeda-beda warna, bentuk, dan rasanya. Karena itulah firman-Nya berikut
ini:
{فَالِقُ الْحَبِّ
وَالنَّوَى}
menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan. (Al-An'am: 95)
ditafsirkan oleh firman
selanjutnya yang
mengatakan:
{يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ}
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati. (Al-An'am:
95)
Artinya, Dia mengeluarkan tumbuh-tumbuhan yang
hidup dari biji dan bibit tanaman yang merupakan benda mati. Perihalnya sama
dengan yang disebutkan oleh firman-Nya:
: {وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ
الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ }
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang
besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami
keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. (Yasin: 33)
sampai dengan firman-Nya:
وَمِنْ
أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
dan dari diri mereka maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui. (Yasin: 36)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ
مِنَ الْحَيِّ}
Dan Dia mengeluarkan yang mati dari yang
hidup. (Al-An'am: 95)
di-ataf-kan kepada firman-Nya:
{فَالِقُ الْحَبِّ
وَالنَّوَى}
menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan. (Al-An'am: 95)
Kemudian ditafsirkan (dijelaskan), selanjutnya
di-'ataf-kan kepadanya firman Allah Swt.:
{وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ
مِنَ الْحَيِّ}
Dan Dia mengeluarkan yang mati dari yang
hidup. (Al-An'am: 95)
Mereka memberikan contoh mengenai makna ayat ini
dengan berbagai ungkapan yang seluruhnya berdekatan lagi mengenai maknanya. Di
antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayam dikeluarkan dari telur, dan
sebaliknya. Di antaranya ada pula yang mengatakan bahwa anak yang saleh
dilahirkan dari orang yang fajir (durhaka), dan sebaliknya. Masih banyak
contoh lainnya yang pengertiannya terkandung di dalam ayat ini.
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمُ اللَّهُ}
(Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah
Allah. (Al-An'am: 95)
Maksudnya, yang mampu melakukan hal tersebut
hanyalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
{فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ}
maka mengapa kalian masih berpaling? (Al-An'am:
95)
Yakni mengapa kalian berpaling dari kebenaran dan
menyimpang darinya menuju kepada kebatilan, lalu kalian menyembah Dia bersama
yang lain.
****
Firman Allah Swt.:
{فَالِقُ الإصْبَاحِ
وَجَاعِلُ اللَّيْلِ سَكَنًا}
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam
untuk beristirahat. (Al-An'am: 96)
Artinya, Dialah yang menciptakan cahaya dan
kegelapan, seperti yang disebutkan di awal surat:
{وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ
وَالنُّورَ}
dan mengadakan gelap dan terang. (Al-An'am:
1)
Yaitu Dia Yang Mahasuci menyingsingkan gelapnya
malam hari pada pagi hari, sehingga alam menjadi terang, dan cakrawala tampak
terang-benderang. Gelapnya malam hari hilang berangsur-angsur dan pergi membawa
kegelapannya, lalu datanglah siang hari dengan sinarnya yang terang. Seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain:
{يُغْشِي اللَّيْلَ
النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا}
Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)
Allah Swt. menjelaskan kekuasaan-Nya dalam
menciptakan berbagai macam hal yang bertentangan lagi berbeda-beda, semuanya
itu menunjukkan kesempurnaan kebesaran yang dimiliki-Nya dan kebesaran
kekuasaan-Nya. Untuk itu Allah Swt. menyebutkan: Dia menyingsingkan pagi. (Al-An'am:
96) Dan yang bertentangan dengan itu disebutkan oleh firman-Nya: dan
menjadikan malam untuk beristirahat. (Al-An'am: 96)
Yakni sunyi lagi gelap agar segala sesuatu dapat
beristirahat padanya, seperti yang disebutkan di dalam firman-firman yang lain:
{وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى}
Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi
malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1-2)
{وَاللَّيْلِ
إِذَا يَغْشَى * وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى}
Demi malam apabila menutupi (cahaya
siang), dan siang apabila terang-benderang. (Al-Lail: 1-2)
{وَالنَّهَارِ
إِذَا جَلاهَا * وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا}
dan siang apabila menampakkannya, dan malam
apabila menutupinya. (Asy-Syams: 3-4)
Suhaib Ar-Rumi berkata kepada istrinya yang baru
saja mencelanya karena banyak begadang di malam hari, "Sesungguhnya Allah
menjadikan malam hari untuk beristirahat, kecuali bagi Suhaib. Sesungguhnya
Suhaib apabila ingat akan surga, maka rasa rindunya memanjang; dan apabila
ingat akan neraka, maka terusirlah rasa kantuknya."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
****
Firman Allah Swt.:
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
حُسْبَانًا}
dan (menjadikan) matahari dan bulan
untuk perhitungan. (Al-An'am: 96)
Yakni keduanya beredar menurut perhitungan yang
pasti rapi, tidak berubah dan tidak kacau, melainkan masing-masing dari
keduanya mempunyai garis edar yang ditempuh oleh masing-masing dalam musim
panas dan musim dinginnya. Sebagai akibat dari hal tersebut, maka
berbeda-bedalah panjang dan pendek malam dan siang hari. Perihalnya sama dengan
yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي جَعَلَ
الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ }
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (garis-garis edar) bagi
perjalanan bulan itu. (Yunus: 5), hingga akhir ayat.
{لَا الشَّمْسُ
يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ
وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan
bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar
pada garis edarnya. (Yasin: 40)
{وَالشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ}
dan (diciptakan-Nya pula) matahari,
bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A'raf:
54)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi
Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96)
Artinya, semuanya beredar berdasarkan pengaturan
dari Tuhan Yang Mahaperkasa, tanpa membangkang dan tanpa menentang, lagi Maha
Mengetahui segala sesuatu. Maka tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari
pengetahuan-Nya barang sebesar zarrah pun, baik yang ada di bumi maupun yang
ada di langit. Dalam Al-Qur'an —apabila Allah menyebutkan tentang penciptaan
malam, siang, matahari, dan bulan— sering kali diakhiri dengan penyebutan sifat
perkasa dan sifat mengetahui, seperti yang terdapat dalam ayat ini (Al-An'am:
96), juga ayat lain, yaitu:
{وَآيَةٌ لَهُمُ
اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ * وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang
besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu. maka
dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di
tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha
Mengetahui. (Yasin: 37-38)
Demikian pula ketika Dia menyebutkan perihal
penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada pada keduanya, yaitu
pada permulaan surat Hamim Sajdah:
{وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah
ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 12)
****
Sehubungan dengan firman Allah Swt. berikut ini:
{وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ
لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ}
Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang
bagi kalian, agar kalian menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di
laut. (Al-An'am: 97)
Sebagian ulama Salaf mengatakan, "Barang
siapa yang mempunyai keyakinan terhadap bintang-bintang tersebut selain dari
ketiga fungsi yang akan disebutkan, berarti dia keliru dan dusta terhadap Allah
Swt. Yaitu Allah menjadikannya sebagai hiasan langit dan sebagai perajam untuk
setan-setan serta sebagai petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut."
Firman Allah Swt.:
{قَدْ فَصَّلْنَا
الآيَاتِ}
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
tanda-tanda kebesaran (Kami). (Al-An'am: 97)
Artinya, Kami jelaskan dan Kami terangkan
tanda-tanda kebesaran Kami itu.
{لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ}
kepada orang-orang yang mengetahui (Al-An'am:
97)
Yakni kepada orang-orang yang berakal dan
mengetahui kebenaran serta menjauhi kebatilan.
Al-An'am, ayat 98-99
وَهُوَ الَّذِي
أَنْشَأَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ فَمُسْتَقَرٌّ وَمُسْتَوْدَعٌ قَدْ فَصَّلْنَا
الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَفْقَهُونَ (98) وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا
نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ
دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا
وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ
فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (99)
Dan Dialah yang
menciptakan kalian dari seorang diri, maka (bagi
kalian) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami
jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui. Dan
Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu
tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan
kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang
serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah,
dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي
أَنْشَأَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Dan Dialah yang menciptakan kalian dari
seorang diri. (Al-An'am: 98)
Maksudnya dari Nabi Adam a.s, seperti halnya yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman yang lain, yaitu:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً}
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan
kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah
menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. (An-Nisa: 1)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَمُسْتَقَرٌ وَمُسْتَوْدَعٌ}
maka (bagi kalian) ada tempat tetap dan
tempat simpanan. (Al-An'am: 98)
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai makna
ayat ini. Dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Qais ibnu
Abu Hazim, Mujahid, Ata, Ibrahim An-Nakha'i, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, Ata
Al-Khurrasani, dan lain-lainnya disebutkan bahwa makna mustaqarrun adalah
tempat menetap di dalam rahim. Mereka atau sebagian besar dari mereka
mengatakan bahwa mustauda' yaitu tempat simpanan di dalam tulang sulbi.
Tetapi dari Ibnu Mas'ud dan sejumlah ulama yang
lain disebutkan hal yang sebaliknya. Demikian pula dari Ibnu Mas'ud serta
sejumlah ulama, disebutkan bahwa tempat tetap adalah di dunia, dan tempat
simpanan adalah setelah mati.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa tempat menetap
itu adalah di dalam rahim, di permukaan bumi, dan sesudah meninggal dunia.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, mustaqar ialah bagi orang yang telah
meninggal dunia, karena amalnya telah ditetapkan dengan kematian itu.
Disebutkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa yang dimaksud
dengan tempat simpanan atau mustauda ialah hari akhirat. Akan tetapi,
pendapat pertamalah yang lebih kuat.
Firman Allah Swt.:
{قَدْ فَصَّلْنَا
الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَفْقَهُونَ}
Sesungguhnya Kami telah jelaskan tanda-tanda
kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 98)
Artinya, orang-orang yang mengerti dan memahami Kalamullah
serta makna yang terkandung di dalamnya.
****
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي أَنزلَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً}
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari
langit. (Al-An'am: 99)
Yakni dengan kepastian dalam keadaan diberkati
sebagai rezeki buat hamba-hamba Allah, untuk menyuburkan, dan sebagai
pertolongan buat semua makhluk dan rahmat dari Allah buat mereka semua.
{فَأَخْرَجْنَا بِهِ
نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ}
Lalu Kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan. (Al-An'am: 99)
Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. yang
lain, yaitu:
{وَجَعَلْنَا مِنَ
الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ}
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. (Al-Anbiya: 30).
Adapun firman Allah Swt.:
{فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ
خَضِرًا}
Maka Kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. (Al-An'am: 99)
Artinya, tanaman dan pepohonan yang hijau;
sesudah itu Kami ciptakan padanya biji-bijian dan buah-buahan. Karena itu,
dalam firman selanjutnya disebutkan:
{نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا
مُتَرَاكِبًا}
Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu
butir yang banyak. (Al-An'am: 99)
Yakni sebagian darinya bertumpang tindih dengan
sebagian yang lain seperti pada bulir-bulirnya dan lain sebagainya.
{وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ
طَلْعِهَا قِنْوَانٌ}
dan dari mayang kurma mengurai
tangkai-tangkai. (Al-An'am: 99)
Qinwan adalah bentuk jamak dari qinwun,
artinya tangkai ketandan (mayang) kurma.
{دَانِيَةٌ}
yang menjulai. (Al-An'am: 99)
Maksudnya, dekat untuk dipetik dan mudah
memetiknya
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh
Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna
firman-Nya: tangkai-tangkai yang menjulai. (Al-An'am: 99) Yakni tangkai
yang menjulai ke bawah bagi pohon kurma yang pendek, sehingga mayangnya yang
dipenuhi dengan tangkai buah berada dekat tanah dan mudah dipetik. Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir.
Sehubungan dengan ini orang-orang Hijaz
mengatakan bahwa qinwanun artinya tangkai-tangkai mayang, begitu pula
halnya yang dikatakan oleh orang-orang Bani Qais. Sehubungan dengan makna lafaz
ini, Imru-ul Qais (seorang penyair Jahiliyyah yang ternama) mengatakan:
فَأَثَّت أَعَالِيهِ وَآدَتْ أصولهُ ... ومَالَ بقنْوانٍ مِنَ البُسر أحْمَرَا ...
Pucuk
pohonnya berdiri tegak, akarnya menghujam ke tanah, dan mayangnya yang dipenuhi
dengan tangkai-tangkai menjulai ke bawah, penuh dengan buah kurma yang merah.
Sedangkan orang-orang Bani Tamim mengatakan
bentuk jamaknya adalah qinyan dengan memakai ya. Ibnu Jarir
mengatakan bahwa qinwan adalah bentuk jamak dari qinwun, sebagaimana
lafaz sinwdn adalah bentuk jamak dari lafaz sinwun.
****
Firman Allah Swt.:
{وَجَنَّاتٍ مِنْ
أَعْنَابٍ}
dan kebun-kebun anggur. (Al-An'am: 99)
Artinya, Kami keluarkan pula darinya kebun-kebun
anggur; kedua jenis buah-buahan ini —yakni kurma dan anggur— menurut penduduk
Hijaz termasuk buah-buahan yang paling digemari, dan barangkali keduanya
merupakan buah-buahan yang terbaik di dunia. Perihal kedua buah itu disebutkan
oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam firman-Nya:
{وَمِنْ ثَمَرَاتِ
النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا}
Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat
minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. (An-Nahl: 67)
Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. sebelum khamr
diharamkan. Juga dalam firman Allah Swt. yang lainnya, yaitu:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا
جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ}
Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur. (Yasin: 34)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالزَّيْتُونَ
وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ}
dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan
delima yang serupa dan yang tidak serupa. (Al-An'am: 99)
Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa gairu
mutasyabih artinya yang tidak serupa dedaunannya, tetapi bentuknya serupa;
sebagian darinya serupa dengan sebagian yang lain, tetapi berbeda dalam buah
yang dihasilkannya, baik dari bentuk, rasa, maupun kandungannya.
Firman Allah Swt.:
{انْظُرُوا إِلَى
ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ}
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya
berbuah, dan (perhatikanlah pula) kematangannya. (Al-An'am: 99)
Yakni bila telah masak, menurut Al-Barra ibnu
Azib, Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, Qatadah, dan
lain-lainnya. Dengan kata lain, perhatikanlah kekuasaan Penciptanya yang telah
menciptakannya dari tidak ada menjadi ada. Pada mulanya berupa tumbuh-tumbuhan,
lalu menjadi pohon, dan menghasilkan buah; ada yang menghasilkan anggur, ada
yang menghasilkan kurma, dan lain sebagainya dari semua jenis tumbuh-tumbuhan
dan pohon-pohonan yang berbeda-beda warna dan bentuknya serta berbeda-beda rasa
dan bau hasil buahnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{وَفِي الأرْضِ قِطَعٌ
مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ
صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي
الأكُلِ }
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma yang
bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama, Kami
melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang
rasanya. (Ar-Ra'd: 4), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
{إِنَّ فِي ذَلِكُمْ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu. (Al-An'am:
99)
hai manusia.
لآيَاتٍ
ada tanda-tanda (kekuasaan Allah).
(Al-An'am: 99)
Yakni tanda-tanda yang menunjukkan kesempurnaan
kekuasaan Pencipta semuanya itu, kebijaksanaan, dan rahmat-Nya.
{لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
bagi orang-orang yang beriman. (Al-An'am:
99)
Maksudnya, orang-orang yang percaya kepada-Nya
dan mengikuti rasul-rasul-Nya.
Al-An'am, ayat 100
وَجَعَلُوا
لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ
بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ (100)
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi
Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka berbohong (dengan
mengatakan), "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan," tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan
Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.
Ayat ini membantah orang-orang musyrik yang
menyembah Allah dengan selain-Nya dan mempersekutukan-Nya dalam beribadah
kepada-Nya, sebab mereka menyembah jin. Mereka menjadikan jin sebagai
sekutu-sekutu Allah dalam ibadah mereka; Mahatinggi Allah dari apa yang mereka
persekutukan, dan Mahatinggi Allah dari kekafiran mereka.
Apabila ditanyakan, mengapa jin disembah, padahal
sesungguhnya mereka hanyalah menyembah berhala-berhala? Sebagai jawabannya
dapat dikatakan bahwa mereka tidak sekali-kali menyembah berhala-berhala itu
melainkan karena taat kepada jin, dan jin telah menganjurkan mereka untuk
melakukan hal tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman
yang lain, yaitu:
{إِنْ يَدْعُونَ مِنْ
دُونِهِ إِلا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلا شَيْطَانًا مَرِيدًا * لَعَنَهُ
اللَّهُ وَقَالَ لأتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا *
وَلأضِلَّنَّهُمْ وَلأمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ
الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ
الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا *
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا}
Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain
hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain
hanyalah menyembah setan yang durhaka, yang dilaknati Allah dan setan itu
mengatakan, "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau
bagian yang telah ditentukan (untuk saya), dan saya benar-benar akan
menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan
akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu
mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang
menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita
kerugian yang nyata. Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak
menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (An-Nisa: 117-120)
{أَفَتَتَّخِذُونَهُ
وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي}
Patutkah kalian mengambil dia dan
turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku. (Al-Kahfi: 50), hingga
akhir ayat.
Nabi Ibrahim pun pernah berkata kepada bapaknya,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ
الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا}
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan.
Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 44)
Juga seperti yang disebutkan dalam firman-Nya
yang lain, yaitu:
{أَلَمْ أَعْهَدْ
إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ * وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada
kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan
itu adalah musuh yang nyata bagi kalian, "dan hendaklah kalian
menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. (Yasin: 60-61)
Pada hari kiamat para malaikat mengatakan:
{سُبْحَانَكَ أَنْتَ
وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ
مُؤْمِنُونَ}
Mahasuci Engkau, Engkaulah pelindung kami,
bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman
kepada jin itu. (Saba: 41)
Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَجَعَلُوا لِلَّهِ
شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ}
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan
jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu. (Al-An'am:
100)
Yakni padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin
itu, karena Dialah Tuhan Maha Pencipta semata, tiada sekutu bagi-Nya, maka
mengapa disembah selain Dia bersama-Nya? Perihalnya sama dengan perkataan Nabi
Ibrahim, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَتَعْبُدُونَ مَا
تَنْحِتُونَ * وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ}
Apakah kalian menyembah patung-patung yang
kalian pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian
perbuat itu. (Ash-Shaffat: 95-96)
Makna ayat menunjukkan bahwa Allah Swt. adalah
Zat yang hanya Dia sendiri yang mampu menciptakan. Karena itu, hanya Dia semata
yang wajib disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ
وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
dan mereka berbohong (dengan mengatakan), "Bahwasannya
Allah mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan," tanpa (dasar) ilmu
pengetahuan. (Al-An'am: 100)
Melalui ayat ini Allah memperingatkan akan
kesesatan orang yang sesat dalam menggambarkan Allah Swt. dengan sebutan bahwa Dia
beranak, seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi terhadap Uzair, yang
dikatakan oleh orang-orang Nasrani terhadap Isa putra Maryam, dan perkataan
sebagian orang-orang musyrik Arab bahwa para malaikat itu adalah anak-anak
perempuan Allah.
Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang
mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43)
Makna firman-Nya, "Kharaqu" mereka
membuat-buat kedustaan dan kebohongan terhadap Allah, menurut pendapat ulama
Salaf.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Kharaqu" membohong.
Menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
mereka berbohong (dengan mengatakan), "Allah mempunyai anak
laki-laki dan perempuan," tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. (Al-An'am:
100) Disebutkan bahwa mereka menjadikan bagi-Nya anak laki-laki dan perempuan.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan mereka berbohong (dengan mengatakan), "Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan." (Al-An'am: 100) Bahwa makna kharaqu
ialah membuat kebohongan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan.
Menurut Ad-Dahhak, makna kharaqu artinya membuat-buat. Menurut As-Saddi
artinya memastikan.
Ibnu Jarir mengatakan, "Kalau demikian,
berarti makna ayat adalah: Mereka dalam ibadahnya mempersekutukan Allah dengan
jin, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, tanpa ada yang
menyekutui-Nya, tanpa penolong, dan tanpa pembantu dalam menciptakan
mereka." dan mereka berbohong (dengan mengatakan), "Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan, " tanpa (berdasar) ilmu
pengetahuan. (Al-An'am: 100)
Perihal hakikat dari apa yang mereka katakan,
bahkan hal itu disebabkan kebodohan dan ketidaktahuan mereka tentang Allah dan
kebesaran-Nya, karena sesungguhnya tidaklah layak bagi Tuhan bila beranak,
beristri dan bersekutu dalam menciptakan semuanya. Karena itulah dalam akhir
ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
عَمَّا يَصِفُونَ}
Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat
yang mereka berikan. (Al-An'am: 100)
Artinya, Mahasuci, Mahabersih lagi Mahabesar
Allah dari apa yang digambarkan oleh orang-orang bodoh lagi sesat itu yang
telah mengatakan bahwa Allah beranak, mempunyai tandingan, teman, dan sekutu.
Al-An'am, ayat 101
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ
كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (101)
Dia Pencipta langit
dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia
menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. Dia Pencipta
langit dan bumi. (Al-An'am: 101)
{بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dia Pencipta langit dan bumi. (Al-An'am:
101)
Yakni Yang mengadakan, Yang menciptakan, Yang
membangun, dan Yang membuat keduanya tanpa contoh terlebih dahulu. Demikianlah
menurut Mujahid dan As-Saddi. Dari pengertian inilah maka hal yang baru
dinamakan bid'ah, karena tidak ada persamaannya sebelum itu.
{أَنَّى يَكُونُ لَهُ
وَلَدٌ}
Bagaimana Dia mempunyai anak. (Al-An'am:
101)
Dengan kata lain, mana mungkin Dia beranak.
وَلَمْ تَكُنْ
لَهُ صَاحِبَةٌ
padahal Dia tidak mempunyai istri. (Al-An'am:
101)
Maksudnya, anak itu hanyalah dilahirkan dari dua
sejoli yang berpasangan, sedangkan Allah Swt. tidak sama dengan sesuatu pun
dari makhluk-Nya, karena Dialah Yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia tidak
beristri, tidak pula beranak, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{وَقَالُوا اتَّخَذَ
الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا }
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha
Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kalian telah
mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam: 88-89)
sampai dengan firman-Nya:
وَكُلُّهُمْ
آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah
pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95)
{وَخَلَقَ
كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu. (Al-An'am: 101)
Melalui ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dialah
yang menciptakan segala sesuatu dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Maka mana
mungkin Dia mempunyai istri dari kalangan makhluk-Nya sebagai pendamping-Nya.
Dia pun tidak ada bandingan-Nya, maka mana mungkin Dia beranak. Mahatinggi
Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Al-An'am, ayat 102-103
ذَلِكُمُ
اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (102) لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)
Yang (memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah
Tuhan kalian, tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.
Adapun firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمُ اللَّهُ
رَبُّكُمْ}
Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian. (Al-An'am:
102)
Maksudnya, yang menciptakan segala sesuatu, tidak
beranak, dan tidak pula beristri.
{لَا إِلَهَ إِلا هُوَ
خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ}
tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala
sesuatu, maka sembahlah Dia. (Al-An'am: 102)
Artinya, sembahlah Dia semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan akuilah ketauhidan-Nya (keesaaan-Nya), bahwa tidak ada Tuhan
selain Dia, Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak beristri, dan tidak
ada yang menyamai dan menandingi-Nya.
{وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ وَكِيلٌ}
dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (Al-An'am:
102)
Yakni Dialah Yang memelihara. Yang Mengawasi dan
Yang mengatur semua yang selain-Nya, Dia memberi mereka rezeki dan memelihara
mereka sepanjang malam dan siang hari.
****
Firman Allah Swt.:
{لَا تُدْرِكُهُ
الأبْصَارُ}
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.
(Al-An'am: 103)
Sehubungan dengan makna ayat ini, ada beberapa
pendapat di kalangan para imam dari kalangan ulama Salaf.
Menurut pendapat pertama, Allah tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata di dunia, sekalipun nanti di akhirat dapat
dilihat. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh banyak hadis mutawatir
dari Rasulullah Saw. melalui berbagai jalur periwayatan yang telah ditetapkan
di dalam kitab-kitab Sahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab Sunnah.
Sehubungan dengan hal ini Masruq telah
meriwayatkan dari Siti Aisyah yang mengatakan, "Barang siapa yang menduga
bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, sesungguhnya ia telah berdusta."
Menurut riwayat lain 'melihat Allah', karena sesungguhnya Allah Swt. telah
berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia
dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim,
melalui hadis Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abud Duha,
dari Masruq.
Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh bukan
hanya seorang, dari Masruq. Telah ditetapkan pula di dalam kitab Sahih dan
kitab-kitab lainnya, dari Siti Aisyah melalui berbagai jalur periwayatan.
Tetapi Ibnu Abbas berpendapat berbeda; menurut riwayat yang bersumberkan
darinya, penglihatan ini bersifat mutlak (yakni di dunia dan akhirat). Menurut
suatu riwayat yang bersumberkan darinya, Nabi Saw. pernah melihat Tuhannya
dengan pandangan kalbunya sebanyak dua kali. Masalah ini disebutkan di dalam
permulaan tafsir surat An-Najm, Insya Allah.
Ibnu Abu Hatim menuturkan bahwa Muhammad ibnu
Muslim pernah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim
Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in; ia mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Isma'il ibnu Ulayyah mengatakan sehubungan dengan
makna firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am:
103) Hal ini di dunia.
Ayah Ibnu Abu Hatim pernah mengatakan dari Hisyam
ibnu Ubaidillah yang telah mengatakan hal yang sama.
Pendapat lain mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 103) Yakni
semua penglihatan mata. Hal ini telah di-takhsis oleh hadis yang
menyatakan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Tuhannya.
Pendapat lain —yaitu dari kalangan Mu'tazilah—
mengatakan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap makna ayat ini, yaitu bahwa
Allah tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian,
mereka berpendapat berbeda dengan ahli sunnah wal jama'ah dalam masalah ini
karena ketidakmengertian mereka kepada apa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan
sunnah Rasulullah.
Adapun dalil dari Al-Qur’an ialah firman Allah
Swt.:
{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ
نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada
hari itu berseri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)
Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan
perihal orang-orang kafir:
{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ
رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada
hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin:
15)
Imam Syafii mengatakan bahwa hal ini menunjukkan
bahwa orang-orang mukmin tidak terhalang untuk melihat Tuhan mereka Yang
Mahasuci lagi Mahatinggi. Adapun mengenai dalil dari sunnah, maka banyak hadis
mutawatir diriwayatkan dari Abu Sa'id, Abu Hurairah, Anas, Juraij, Suhaib,
Bilal, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, dari
Nabi Saw.; semuanya menyebutkan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat
melihat Allah di 'Arasat (halaman-halaman surga) dan di taman-taman
surga. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan mereka berkat karunia dan
kemuliaanNya, amin.
Menurut pendapat lain sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am:
103) Yakni oleh rasio (akal). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari
Ali ibnul Husain, dari Al-Fallas, dari Ibnu Mahdi, dari Abul Husain Yahya ibnul
Husain qari' ahli Mekah, bahwa dia telah mengatakan hal tersebut. Tetapi
pendapat ini garib sekali, dan berbeda dengan makna lahiriah ayat.
Seakan-akan dia berpandangan bahwa lafaz idrak di sini bermakna ru-yah.
Ulama lain mengatakan bahwa tidak ada
pertentangan antara ketetapan melihat dan pe-nafi'-an idrak dan yang
lebih khusus daripada ru-yah (melihat), karena sesungguhnya pengertian idrak
(mencapai) tidak memastikan adanya pe-nafi-an hal yang lebih
khusus dengan pe-nafi-an yang lebih umum.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai
pengertian pencapaian yang ditiadakan (yang di-nafi-kan), yakni bagaimana
hakikatnya? Menurut suatu pendapat, yang di-nafi-kan adalah mengetahui
hakikat-Nya, karena sesungguhnya tidak ada yang mengetahui-Nya selain Dia
sendiri, sekalipun orang-orang mukmin dapat melihat-Nya. Perihalnya sama dengan
orang yang melihat rembulan, sesungguhnya dia tidak dapat mengetahui hakikat,
keadaan, dan materinya. Maka Tuhan Yang Mahabesar lebih utama daripada hal
tersebut, dan hanya Dialah Yang memiliki perumpamaan Yang Mahatinggi.
Ibnu Ulayyah mengatakan bahwa pengertian tersebut
(yakni mustahil mengetahui hakikat Allah) hanya terjadi di dunia. Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa makna
pengetahuan atau idrak lebih khusus daripada ru-yah (penglihatan),
makna idrak sama dengan meliputi. Mereka mengatakan bahwa tidak adanya
peliputan bukan berarti memastikan tidak adanya penglihatan, sebagaimana tidak
adanya ilmu yang meliputi bukan berarti memastikan tidak adanya ilmu.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا يُحِيطُونَ بِهِ
عِلْمًا}
sedangkan ilmu mereka tidak dapat
meliputi-Nya. (Thaha: 110)
Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan:
"لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ على
نفسك"
Saya tidak dapat meliputi pujian kepada-Mu,
pujian-Mu hanyalah seperti apa yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.
Hal ini tidaklah memastikan tidak adanya pujian
kepada Dia. Maka demikian pula dalam masalah tersebut.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna ayat ialah penglihatan seseorang tidak dapat
meliputi Kerajaan (Allah).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu
Talhah Al-Qannad, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Sammak, dari
Ikrimah, bahwa pernah ditanyakan kepadanya mengenai makna firman Allah Swt.: Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 103) Ikrimah berkata,
"Tidakkah engkau melihat langit?" Si penanya menjawab, "Ya,
tentu saja melihat." Ikrimah berkata, "Apakah semuanya dapat
terlihat?"
Sa'id ibnu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)
Bahwa Dia Mahabesar dari kemampuan penglihatan mata untuk dapat melihat-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Sa'd ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Khalid
ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Urfujah, dari Atiyyah
Al-Aufi sehubungan dengan makna firman-Nya: Wajah-wajah (orang-orang
mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah:
22-23) Atiyyah mengatakan bahwa mereka melihat Allah, tetapi pandangan mereka
tidak dapat meliputi-Nya karena Kebesaran-Nya, sedangkan pandangan Allah
meliputi mereka semuanya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang
kelihatan. (Al-An'am: 103)
Sehubungan dengan makna ayat ini, ada sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dalam bab ini. Untuk itu Ibnu Abu
Hatim mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَاب بْنُ الْحَارِثِ
السَّهْمِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عِمَارَةَ، عَنْ أَبِي رَوْقٍ، عَنْ
عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قوله: {لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ الأبْصَارَ} قَالَ: "لَوْ أَنَّ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
وَالشَّيَاطِينَ وَالْمَلَائِكَةَ مُنْذُ خُلِقُوا إِلَى أَنْ فَنُوا صُفّوا
صَفًّا واحدًا، مَا أَحَاطُوا بِاللَّهِ أَبَدًا".
telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris As-Sahmi, telah menceritakan kepada
kami Bisyr Ammarah, dari Abu Rauq, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id
Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala
yang kelihatan. (Al-An'am: 103) Nabi Saw. bersabda: Seandainya
jin dan manusia, dan setan serta para malaikat—sejak mereka diciptakan hingga
semuanya mati— dibariskan menjadi satu saf, niscaya mereka masih belum dapat
meliputi Allah selama-lamanya.
Tetapi hadis ini garib dan tidak dikenal,
melainkan hanya melalui jalur ini; tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah
yang meriwayatkannya.
Ulama lainnya lagi mengatakan sehubungan dengan
makna ayat ini dengan mengetengahkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di
dalam kitab Jami-nya, Ibnu Abu Asim di dalam kitab Sunnah-nya, Ibnu
Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya, Ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya,
dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Al-Hakam
ibnu Aban yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah berkata, "Aku
pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, 'Muhammad pernah melihat Tuhannya Yang
Mahasuci lagi Mahatinggi.' Maka aku berkata, 'Bukankah Allah telah berfirman: Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala
yang kelihatan. (Al-An'am: 103)?' Ibnu Abbas berkata kepadaku, 'Semoga
engkau tidak beribu (yakni celakalah kamu). Yang demikian itu adalah nur-Nya
yang juga merupakan nur-Nya. Apabila Allah menampakkan nur-Nya, maka tidak ada
sesuatu pun yang dapat melihat-Nya'." Menurut riwayat lain, tidak ada
sesuatu pun yang dapat tegak karena-Nya. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini
sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya
tidak mengetengahkannya.
Semakna dengan asar ini ada sebuah hadis yang
ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Musa Al-Asy'ari
r.a. secara marfu’ yaitu:
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ
يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ
قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ،
حِجَابُهُ النُّورُ -أَوِ: النَّارُ -لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحات وَجْهِهِ
مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ"
Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur, dan
tidak layak bagi-Nya tidur; Dia merendahkan timbangan (amal) dan
meninggikannya. Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan siang hari sebelum malam
tiba, dan amal malam hari sebelum siang hari tiba. Hijab (penghalang)-Nya adalah
nur (atau api), seandainya Dia membuka hijab~Nya, niscaya kesucian
Zat-Nya akan membakar semua makhluk-Nya sepanjang penglihatan-Nya.
Di dalam kitab-kitab terdahulu disebutkan bahwa
sesungguhnya Allah berfirman kepada Musa ketika Musa memohon agar dapat
melihat-Nya, "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang
melihatKu melainkan pasti mati, dan tidak ada benda mati pun (yang Aku
menampakkan diri-Ku kepadanya) melainkan pasti hancur lebur." Dan Allah
Swt. telah berfirman:
{فَلَمَّا تَجَلَّى
رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ
قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu,
kejadian itu membuat gunung itu hancur lebur dan Musa pun jatuh pingsan. Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat
kepada Engkau, dan aku orang yang pertama-tama beriman.” (Al-A'raf: 143)
Yang di-nafi-kan (ditiadakan) oleh asar
ini adalah idrak secara khusus, tetapi bukan berarti me-nafi-kan dapat
melihat-Nya kelak di hari kiamat; kelak di hari kiamat Allah menampakkan
diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Adapun mengenai keagungan dan kebesaran-Nya, sesuai dengan Zat-Nya Yang
Mahatinggi lagi Mahasuci serta Mahabersih, tidak dapat dicapai oleh pandangan
mata. Karena itulah Ummul Mu’minin Siti Aisyah r.a. menetapkan adanya
penglihatan (dapat melihat Allah) di akhirat dan me-nafi-kan (meniadakan)nya
di dunia. Siti Aisyah mengatakan demikian dengan berdalilkan firman-Nya yang
mengatakan: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia
dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)
Hal yang di-nafi-kan oleh Siti Aisyah
ialah pencapaian yang dengan kata lain melihat kebesaran dan keagungan Allah
sesuai dengan keadaan Zat-Nya, karena sesungguhnya hal tersebut tidak mungkin
bagi manusia, tidak mungkin bagi para malaikat, tidak mungkin pula bagi makhluk
lainnya.
*****
{وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ}
sedangkan Dia dapat melihat segala yang
kelihatan. (Al-An'am: 103)
Artinya, Dia meliputi semuanya dan mengetahui
seluk-beluknya, karena sesungguhnya semuanya itu adalah makhluk-Nya, seperti
yang disebutkan di dalam ayat lain:
{أَلا يَعْلَمُ مَنْ
خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
Apakah Allah yang menciptakan itu tidak
mengetahui (yang kalian lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi
Maha Mengetahui? (Al-Mulk: 14)
Adakalanya pengertian absar diungkapkan
menunjukkan makna orang-orang yang melihat, seperti yang dikatakan oleh
As-Saddi dalam takwil firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)
Yakni tiada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya, sedangkan Dia melihat semua
makhluk.
Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan
firman-Nya: dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:
103) Yakni Mahahalus untuk mengeluarkannya lagi Maha Mengetahui tentang
tempatnya, Wallahu A lam. Takwil ini sama pengertiannya dengan nasihat
Luqman terhadap anaknya, seperti yang disitir oleh firman Allah Swt. berikut:
{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا
إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي
السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ
خَبِيرٌ}
(Luqman berkata), "Hai anakku,
sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha
Mengetahui.” (Luqman: 16)
Al-An'am, ayat 104-105
قَدْ جَاءَكُمْ
بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا
وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ (104) وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ
وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (105)
Sesungguhnya telah
datang dari Tuhan kalian bukti-bukti yang terang; maka barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya
sendiri; dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka
kemudaratannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali
bukanlah pemelihara (kalian). Demikianlah Kami mengulang-ulangi
ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan
supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat
itu (dari Ahli Kitab), dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur’an itu kepada
orang-orang yang mengetahui.
Yang dimaksud dengan istilah basair ialah
bukti-bukti dan hujah-hujah yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan semua yang
disampaikan oleh Rasulullah Saw.
{فَمَنْ أَبْصَرَ
فَلِنَفْسِهِ}
maka barang siapa melihat (kebenaran itu),
maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri (Al-An'am: 104)
Ayat tersebut semakna dengan ayat lain, yaitu:
{مَنِ اهْتَدَى
فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا}
Barang siapa yang berbuat sesuai dengan
hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan)
dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat
bagi (kerugian) dirinya sendiri. (Al-Isra: 15)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan:
{وَمَنْ عَمِيَ
فَعَلَيْهَا}
dan barang siapa buta (tidak melihat
kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. (Al-An'am: 104)
Setelah disebutkan basair, yakni
bukti-bukti dan hujah-hujah, lalu disebutkan:
{وَمَنْ عَمِيَ
فَعَلَيْهَا}
dan barang siapa buta (tidak melihat
kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. (Al-An'am: 104)
Artinya, sesungguhnya akibat buruknya akan
menimpa dirinya sendiri; sama halnya dengan yang disebutkan di dalam firman
lain:
{فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى
الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
****
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ
بِحَفِيظٍ}
Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah
pemelihara (kalian). (Al-An'am: 104)
Yakni bukan sebagai pemelihara, bukan pula
sebagai pengawas, melainkan semata-mata sebagai penyampai; dan Allah menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.
****
Firman Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ
الآيَاتِ}
Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat
Kami. (Al-An'am: 105)
Yaitu sebagaimana Kami rincikan bukti-bukti itu
dalam surat ini yang menerangkan tentang keesaan, dan bahwa Allah itu tidak ada
Tuhan selain Dia, maka demikian pula Kami jelaskan semua ayat; Kami tafsirkan
dan Kami terangkan pada tiap-tiap tempatnya, mengingat ketidaktahuan
orang-orang yang bodoh. Juga agar orang-orang musyrik dan orang-orang kafir
yang mendustakan Rasul mengatakan, "Hai Muhammad, engkau telah belajar
dari orang-orang Ahli Kitab sebelummu, dan engkau membaca serta mengetahuinya
dari mereka."
Demikianlah takwil ayat ini menurut Ibnu Abbas,
Mujahid, Sa'id Ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami ayahku,telah
menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr
ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan
bahwa makna darasta ialah 'engkau membaca, membantah, dan berdebat'.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika
menceritakan kedustaan dan keingkaran mereka (orang-orang musyrik), yaitu
melalui firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ
كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ
فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا. وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا}
Dan orang-orang kafir berkata, "Al-Qur’an
ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia
dibantu oleh kaum yang lain "; maka sesungguhnya mereka telah berbuat
suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata,
"Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan.”
(Al-Furqan: 4-5), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan
tentang dugaan dan kedustaan mereka:
{إِنَّهُ فَكَّرَ
وَقَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ.
ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا
سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هَذَا إِلا قَوْلُ الْبَشَرِ}
Sesungguhnya dia telah memikirkan dan
menetapkan (apa yang ditetapkan), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia
menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia
memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut; kemudian dia berpaling (dari
kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini
tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini
tidak lain hanyalah perkataan manusia.” (Al-Muddassir: 18-25)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلِنُبَيِّنَهُ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ}
dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur’an itu
kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 105)
Artinya, agar Kami menerangkan Al-Qur'an itu
kepada kaum yang mengetahui kebenaran, lalu mereka mengikutinya, dan Kami
terangkan Al-Qur'an itu kepada mereka agar mereka mengetahui mana yang batil,
lalu mereka menjauhinya. Hanya kebijaksanaan Allah-lah yang menetapkan
kesesatan mereka, karena Dia telah menyampaikan penjelasan kepada mereka.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا
وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا}
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. (Al-Baqarah: 26), hingga akhir ayat.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya dalam ayat-ayat yang lain, yaitu:
{لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي
الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ
قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ }
agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh
setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit
dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar
dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)
{وَمَا
جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلا مَلائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلا
فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا وَلا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ
مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلا هُوَ}
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu
melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu
melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang
diberi Al-Kitab menjadi yakin, dan supaya orang-orang yang beriman bertambah
imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu
tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, dan
orang-oraiig kafir (mengatakan), "Apakah yang dikehendaki Allah
dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan
sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia
sendiri. (Al-Muddassir: 31)
{وَنُنزلُ مِنَ
الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ
الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا}
Dan Kami turunkan Al-Qur’an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82)
{قُلْ هُوَ
لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ
وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah
petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak
beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu
kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat: 44)
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan
bahwa Allah Swt. menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk buat orang-orang yang
bertakwa. Dengan Al-Qur'an itu Dia menyesatkan orang-orang yang
dikehendaki-Nya, dengan Al-Qur'an pula Dia memberi petunjuk kepada orang-orang
yang dikehendaki-Nya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ
الآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ}
Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat
Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya
orang-orang yang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu
(dari Ahli Kitab), "dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur'an itu
kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 105)
Sebagian ulama ada yang membaca firman-Nya, "Darasta"
dengan pengertian 'engkau baca dan engkau pelajari'; demikianlah menurut
At-Tamimi, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Mujahid,
As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya
yang bukan hanya seorang.
Abdur Razzaq telah mengatakan dari Ma'mar, bahwa
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat
itu (dari Ahli Kitab).”(Al-An'am: 105) Bahwa darasta dibaca darasat
sehingga artinya menjadi kuno dan telah berlalu atau sudah usang.
Abdur Razzaq telah mengatakan pula bahwa telah
menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar; ia pernah mendengar
tbnuz Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ada anak-anak yang membaca ayat ini
dengan bacaan darasat, padahal sesungguhnya bacaan yang sebenarnya
adalah darasat.
Syu'bah mengatakan, Abu Ishaq Al-Hamdani telah
menceritakan kepada kami bahwa lafaz ini menurut qiraat Ibnu Mas'ud dibaca darasat.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari
Qatadah, bahwa ia membacanya darasta dengan makna 'engkau telah membaca
dan mempelajarinya'.
Menurut Ma'mar, dari Qatadah, disebutkan darasta
dengan makna 'engkau telah membacanya'. Menurut dialek bacaan Ibnu Mas'ud
disebutkan darasa. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Harun yang mengatakan bahwa lafaz ini
menurut dialek Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu Mas'ud ialah darasa.
Harun mengatakan bahwa mereka bermaksud bahwa
Nabi Saw. telah membacanya.
Tetapi pendapat ini garib, karena
sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b hal yang berbeda dengan hal
tersebut.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Lais, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Buzzah Al-Makki, telah
menceritakan kepada kami Wahb ibnu Zam'ah, dari ayahnya, dari Humaid
Al-A"raj, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah membacakan kepadaku ayat ini dengan
bacaan berikut: dan supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah
mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab).” (Al-An'am: 105)
Diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya
melalui hadis Wahb ibnu Zam'ah. Imam Hakim mengatakan bahwa bacaan yang
dimaksud ialah darasta. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih,
tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dijadikan standar bagi
predikat sahih suatu hadis) tidak mengetengahkannya.
Al-An'am, ayat 106-107
اتَّبِعْ مَا
أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
(106) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (107)
Ikutilah apa yang
telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya
mereka tidak mempersekutukan-(Nya). Dan kami tidak menjadikan kamu pemelihara
bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada
Rasul-Nya dan semua orang yang mengikuti jalannya:
{اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ
إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ}
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu
dari Tuhanmu. (Al-An'am: 106)
Yakni ikutilah, telusurilah jejaknya, dan
amalkanlah, karena sesungguhnya apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu
adalah benar belaka; tiada keraguan padanya, karena sesungguhnya Allah itu
tidak ada Tuhan selain Dia.
{وَأَعْرِضْ عَنِ
الْمُشْرِكِينَ}
dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (Al-An'am:
106)
Maksudnya, biarkanlah mereka dan maafkanlah mereka,
serta bersabarlah dalam menghadapi gangguan mereka hingga Allah membukakan
jalan kepadamu, memberimu pertolongan dan kemenangan atas mereka. Dan perlu
engkau ketahui bahwa karena hikmah yang hanya diketahui oleh Allah saja, Dia
menyesatkan mereka; karena sesungguhnya seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia
dapat memberikan petunjuk kepada semua orang; dan seandainya Dia menghendaki,
niscaya Dia dapat menghimpun mereka ke jalan hidayah.
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
مَا أَشْرَكُوا}
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka
tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 107)
Bahkan milik-Nyalah semua kehendak dan hikmah
sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya dan yang dipilih-Nya; Dia tidak ada yang
mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, tetapi mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا جَعَلْنَاكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظًا}
Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi
mereka. (Al-An'am: 107)
Artinya, pemelihara yang menjaga ucapan dan
perbuatan mereka.
{وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ
بِوَكِيلٍ}
dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi
mereka. (Al-An'am: 107)
Yakni sebagai orang yang diserahi tugas untuk
memelihara rezeki dan urusan mereka, seperti yang disebutkan dalam
firman-firman lainnya, yaitu:
{إِنْ عَلَيْكَ إِلا
الْبَلاغُ}
Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).
(Asy-Syura: 48)
{فَذَكِّرْ
إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ * لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya
kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa
atas mereka. (Al-Gasyiyah: 21-22)
{فَإِنَّمَا
عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan
saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)
Al-An'am, ayat 108
وَلَا تَسُبُّوا
الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ
عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ
مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (108)
Dan janganlah kalian
memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti
akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami
jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan
merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan.
Allah Swt. berfirman, melarang Rasul-Nya dan
orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, sekalipun
dalam makian itu terkandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat
(kerusakan) yang lebih besar daripada itu. Kerusakan yang dimaksud ialah
balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum
mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)
Seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu
Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan asbabun nuzul ayat ini.
Disebutkan bahwa orang-orang musyrik berkata, "Hai Muhammad, berhentilah
kamu dari mencaci tuhan-tuhan kami; atau kalau tidak berhenti, kami akan balas
mencaci maki Tuhanmu." Maka Allah melarang kaum mukmin mencaci
berhala-berhala sembahan kaum musyrik.
{فَيَسُبُّوا اللَّهَ
عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ}
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan. (Al-An'am: 108)
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari
Qatadah, bahwa dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala
orang-orang kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan. Oleh sebab itu, turunlah ayat ini.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan
dari As-Saddi yang telah mengatakan sehubungan dengan tafsir (asbabun nuzul)
ayat ini,
لَمَّا حَضَرَ أَبَا طَالِبٍ الْمَوْتُ قَالَتْ قُرَيْشٌ:
انْطَلِقُوا فَلْنَدْخُلْ عَلَى هَذَا الرَّجُلِ، فَلْنَأْمُرْهُ أَنْ يَنْهَى
عَنَّا ابْنَ أَخِيهِ، فَإِنَّا نَسْتَحْيِي أَنْ نَقْتُلَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ،
فَتَقُولُ الْعَرَبُ: كَانَ يَمْنَعُهُمْ فَلَمَّا مَاتَ قَتَلُوهُ. فَانْطَلَقَ
أَبُو سُفْيَانَ، وَأَبُو جَهْلٍ، وَالنَّضْرُ بْنُ الْحَارِثِ، وَأُمَيَّةُ،
وَأُبَيٌّ ابْنَا خَلَفٍ، وَعُقْبَةُ بْنُ أَبِي مُعِيط، وَعَمْرُو بْنُ الْعَاصِ،
وَالْأَسْوَدُ بْنُ البَخْتَري وَبَعَثُوا رَجُلًا مِنْهُمْ يُقَالُ لَهُ:
"الْمُطَّلِبُ"، قَالُوا: اسْتَأْذِنْ لَنَا عَلَى أَبِي طَالِبٍ،
فَأَتَى أَبَا طَالِبٍ فَقَالَ: هَؤُلَاءِ مَشْيَخَةُ قَوْمِكَ يُرِيدُونَ
الدُّخُولَ عَلَيْكَ، فَأَذِنَ لَهُمْ عَلَيْهِ، فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا:
يَا أَبَا طَالِبٍ، أَنْتَ كَبِيرُنَا وَسَيِّدُنَا، وَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ
آذَانَا وَآذَى آلِهَتَنَا، فَنُحِبُّ أَنْ تَدْعُوَهُ فَتَنْهَاهُ عَنْ ذِكْرِ
آلِهَتِنَا، ولندَعْه وَإِلَهَهُ. فَدَعَاهُ، فَجَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ أَبُو طَالِبٍ: هَؤُلَاءِ قَوْمُكَ وَبَنُو
عَمِّكَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا
تُرِيدُونَ؟ ". قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَدَعَنَا وَآلِهَتَنَا، ولندَعْك وَإِلَهَكَ.
قَالَ لَهُ أَبُو طَالِبٍ: قَدْ أَنْصَفَكَ قَوْمُكَ، فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَرَأَيْتُمْ إِنْ
أَعْطَيْتُكُمْ هَذَا، هَلْ أَنْتُمْ مُعْطِيَّ كَلِمَةً إِنْ تَكَلَّمْتُمْ بِهَا
مَلَكْتُمْ بِهَا الْعَرَبَ، وَدَانَتْ لَكُمْ بِهَا الْعَجَمُ، وَأَدَّتْ لَكُمُ
الْخَرَاجَ؟ " قال أبو جهل: وأبيك لأعطينكها وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا [قَالَ]
فَمَا هِيَ؟ قَالَ: "قُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". فَأَبَوْا
وَاشْمَأَزُّوا. قَالَ أَبُو طَالِبٍ: يَا ابْنَ أَخِي، قُلْ غَيْرَهَا، فَإِنَّ
قَوْمَكَ قَدْ فَزِعُوا مِنْهَا. قَالَ: " يَا عَمِّ، مَا أَنَا بِالَّذِي
أَقُولُ غَيْرَهَا، حَتَّى يَأْتُوا بِالشَّمْسِ فَيَضَعُوهَا فِي يَدِي، وَلَوْ
أَتَوْا بِالشَّمْسِ فَوَضَعُوهَا فِي يَدِي مَا قُلْتُ غَيْرَهَا".
bahwa ketika Abu Talib di ambang kematiannya,
orang-orang Quraisy berkata, "Mari kita berangkat ke rumah orang ini, lalu
kita perintahkan dia agar mencegah keponakannya dari kita, karena sesungguhnya
kita benar-benar merasa malu bila membunuhnya sesudah dia meninggal dunia. Lalu
orang-orang Arab akan memberikan komentarnya, bahwa dahulu Abu Talib
melindunginya, tetapi setelah Abu Talib meninggal dunia mereka baru berani
membunuhnya. Maka berangkatlah Abu Sufyan, Abu Jahal, Nadr ibnul Haris, Umayyah
serta Ubay (keduanya anak Khalaf), Uqbah ibnu Abu Mu'it, Amr ibnul As, dan
Al-Aswad ibnul Bukhturi. Mereka terlebih dahulu mengutus seorang lelaki dari
kalangan mereka yang dikenal dengan nama Al-Muttalib. Mereka berpesan
kepadanya, "Mintakanlah izin bagi kami kepada Abu Talib (agar kami
diizinkan masuk menjenguknya)." Lalu utusan itu datang menemui Abu Talib
dan berkata kepadanya, "Mereka adalah para tetua kaummu, mereka ingin
masuk menjengukmu" Abu Talib mengizinkan mereka menjenguk dirinya, lalu
mereka masuk menemuinya dan berkata, "Hai Abu Talib engkau adalah pembesar
dan pemimpin kami. Sesungguhnya Muhammad telah menyakiti kami dan
sembahan-sembahan kami, maka kami menginginkan agar sudilah engkau
memanggilnya, lalu cegahlah dia, jangan mengata-ngatai sembahan-sembahan kami
lagi, maka kami pun akan membiarkannya bersama Tuhannya." Nabi Saw.
dipanggil, maka Nabi Saw. datang, dan Abu Talib berkata kepadanya, "Mereka
adalah kaummu, juga anak-anak pamanmu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apa
yang kalian kehendaki?" Mereka menjawab, "Kami menginginkan agar
engkau membiarkan kami dan sembahan-sembahan kami, maka kami pun akan
membiarkan engkau dan Tuhanmu." Nabi Saw. berkata, "Bagaimana
pendapat kalian jika aku menyetujui hal itu? Apakah kalian mau memberiku suatu
kalimat yang jika kalian ucapkan kalimat ini niscaya kalian akan merajai semua
orang Arab dengannya dan tunduklah kepada kalian semua orang Ajam (selain
Arab), serta akan membayar upeti kepada kalian?" Abu Jahal bertanya,
"Demi ayahmu, kami benar-benar akan memberimu sepuluh kali lipat dari apa
yang engkau minta, tetapi apakah yang engkau maksudkan dengan kalimat
itu?" Nabi Saw. bersabda: Ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain
Allah" Tetapi mereka menolak dan merasa enggan untuk mengucapkannya.
Abu Talib berkata, "Hai anak saudaraku, katakanlah yang lainnya, karena
sesungguhnya kaummu merasa kaget dengan ucapan itu." Rasulullah Saw.
berkata: Wahai paman, aku sekali-kali tidak akan mengatakan yang lainnya
hingga mereka mendatangkan matahari, lalu mereka letakkan di tanganku; dan
seandainya mereka dapat mendatangkan matahari, lalu meletakkannya di tanganku
ini, aku tetap tidak akan mengatakan yang lainnya.
Nabi Saw. mengatakan demikian dengan maksud
memutuskan harapan mereka untuk dapat membujuk dirinya. Maka mereka marah dan
mengatakan, "Kamu benar-benar menghentikan cacianmu terhadap sembahan
kami, atau kami akan balas mencacimu dan Tuhan yang memerintahmu?" Yang
demikian itu adalah yang dimaksudkan di dalam firman-Nya: karena mereka
nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (Al-An'am:
108)
Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa meninggalkan suatu maslahat demi mencegah terjadinya mafsadat (kerusakan)
yang jauh lebih parah daripada maslahat adalah hal yang diperintahkan.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَلْعُونٌ مِنْ سَبِّ وَالِدَيْهِ". قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: "يَسُبُّ
أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ".
Terlaknatlah seseorang yang memaki kedua orang
tuanya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimanakah
seseorang dapat mencaci kedua orang tuanya sendiri?" Rasulullah Saw.
bersabda: Dia mencaci bapak seseorang, lalu orang yang dicacinya itu balas
mencaci bapaknya. Dan dia mencaci ibu seseorang, lalu orang yang dicacinya itu
balas mencaci ibunya.
*****
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ زَيَّنَّا
لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ}
Demikianlah Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. (Al-An'am: 108)
Yakni sebagaimana Kami hiaskan kepada mereka
cinta kepada berhala-berhalanya, membelanya, dan menolongnya, maka Kami hiaskan
pula kepada setiap umat dari kalangan umat terdahulu yang sesat menyukai amal
perbuatan mereka. Hanya milik Allah-lah hujah yang kuat dan hikmah yang
sempurna dalam menentukan apa yang dikehendaki dan apa yang dipilih-Nya.
{ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ
مَرْجِعُهُمْ}
Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali
mereka. (Al-An'am: 108)
Maksudnya, kepulangan dan pengembalian mereka.
{فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ}
lalu Dia memberikan kepada mereka apa yang
dahulu mereka kerjakan. (Al-An'am: 108)
Yakni Dia akan membalas mereka sesuai dengan amal
perbuatan mereka. Jika amal perbuatan mereka baik, maka balasannya baik; dan jika
amal perbuatan mereka buruk, maka balasannya buruk pula.
Al-An'am, ayat 109-110
وَأَقْسَمُوا
بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا
قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا
جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ (109) وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا
لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
(110)
Mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada
mereka sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah,
"Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.” Dan
apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak
akan beriman. Dan (begitu pula) Kami
memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman
kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang
musyrik. Mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah dengan segala kesungguhan,
yakni dengan sumpah yang kuat:
{لَئِنْ جَاءَتْهُمْ
آيَةٌ}
bahwa sungguh jika datang kepada mereka
sesuatu mukjizat. (Al-An'am: 109)
Yang dimaksud dengan ayatun dalam ayat ini
ialah mukjizat dan hal yang bertentangan dengan hukum alam.
{لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا}
mereka benar-benar akan beriman kepadanya. (Al-An'am:
109)
Yakni mereka benar-benar akan percaya kepadanya.
{قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ
عِنْدَ اللَّهِ}
Katakanlah, "Sesungguhnya
mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah" (Al-An'am: 109)
Maksudnya: Katakanlah, hai Muhammad, kepada
mereka yang meminta kepadamu agar diturunkan mukjizat-mukjizat kepadamu dengan
permintaan yang bernadakan kekufuran, keingkaran, dan tantangan, bukan meminta
karena ingin mendapat hidayah dan petunjuk, bahwa sesungguhnya
mukjizat-mukjizat itu hanyalah bergantung kepada Allah. Jika Dia
menghendakinya, niscaya Dia akan memperlihatkannya kepada kalian; dan jika Dia
menghendaki selainnya, Dia tidak akan menurunkannya dan membiarkan kalian.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا
هَنَّاد حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرَظِي قَالَ: كَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا، فَقَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، تُخْبِرُنَا أَنَّ
مُوسَى كَانَ مَعَهُ عَصًا يَضْرِبُ بِهَا الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ
اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا، وَتُخْبِرُنَا أَنَّ عِيسَى كَانَ يُحْيِي الْمَوْتَى،
وَتُخْبِرُنَا أَنَّ ثَمُودَ كَانَتْ لَهُمْ نَاقَةٌ، فَأْتِنَا مِنَ الْآيَاتِ
حَتَّى نُصَدِّقَكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أي شَيْءٍ تُحِبُّونَ أَنْ آتِيَكُمْ بِهِ؟ ". قَالُوا: تَجْعَلُ لَنَا
الصَّفَا ذَهَبًا. فَقَالَ لَهُمْ: "فَإِنْ فَعَلْتُ تُصَدِّقُونِي؟ ".
قَالُوا: نَعَمْ، وَاللَّهِ لَئِنْ فَعَلْتَ لَنَتَّبِعُكَ أَجْمَعِينَ. فَقَامَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو، فَجَاءَهُ جِبْرِيلُ،
عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ لَهُ: لَكَ مَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَصْبَحَ
الصَّفَا ذَهَبًا، وَلَئِنْ أُرْسِلَ آيَةً فَلَمْ يُصَدِّقُوا عِنْدَ ذَلِكَ
لَيُعَذِّبَنَّهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَاتْرُكْهُمْ حَتَّى يَتُوبَ تَائِبُهُمْ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] بَلْ يَتُوبُ
تَائِبُهُمْ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ} إِلَى قَوْلِهِ
[تَعَالَى] {يَجْهَلُونَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang
menceritakan bahwa orang-orang Quraisy pernah berbicara kepada Rasulullah Saw.
Mereka mengatakan, "Hai Muhammad, engkau telah ceritakan kepada kami bahwa
Musa mempunyai tongkat yang dapat ia pukulkan ke batu, lalu memancarlah dari
batu itu mata air sebanyak dua belas mata air. Dan engkau telah ceritakan
kepada kami bahwa Isa dapat menghidupkan orang-orang mati. Dan engkau telah
bercerita kepada kami bahwa Samud mempunyai unta (maksudnya unta Nabi Saleh),
maka datangkanlah kepada kami sebagian dari mukjizat-mukjizat itu olehmu agar
kami dapat percaya kepadamu." Rasulullah Saw. bersabda, "Hal
apakah yang kalian inginkan agar aku datangkan kepada kalian?" Mereka
menjawab, "Engkau jadikan buat kami Bukit Safa ini menjadi emas."
Nabi Saw. bersabda, "Jika aku dapat melakukannya, apakah kalian mau
percaya (beriman) kepadaku?" Mereka menjawab, "Ya, demi Allah,
jika engkau benar-benar dapat melakukannya, kami semua sungguh akan beriman
kepadamu." Maka Rasulullah Saw. berdiri, lalu berdoa. Dan Malaikat Jibril
a.s. datang kepadanya, lalu berkata, "Pilihlah sesukamu, jika kamu
menginginkan Bukit Safa menjadi emas, maka pada pagi harinya Bukit Safa akan
menjadi emas. Tetapi bila suatu mukjizat diturunkan, lalu mereka tidak
mempercayainya, maka sungguh Allah akan mengazab mereka. Jika kamu menginginkan
membiarkan mereka, maka biarkanlah permintaan mereka (jangan kamu kabulkan)
untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang dari kalangan mereka yang mau
bertobat." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, saya
menginginkan agar orang-orang yang sadar dari kalangan mereka mau bertobat."
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bersumpah dengan nama Allah
dengan segala kesungguhan (Al-An'am: 109) sampai dengan firman-Nya: tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An'am: 111).
Hadis ini berpredikat mursal, tetapi
mempunyai banyak syahid yang menguatkannya, diriwayatkan melalui
berbagai jalur.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ
نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ }
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi
Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan
karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. (Al-Isra:
59), hingga akhir ayat.
*****
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَمَا يُشْعِرُكُمْ
أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ}
Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian
bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. (Al-An'am: 109)
Menurut suatu pendapat, orang-orang yang
dimaksudkan oleh ayat ini adalah kaum musyrik. Demikianlah menurut Mujahid.
Seakan-akan dikatakan kepada mereka bahwa apakah yang memberitahukan kepada
kalian akan kebenaran dari sumpah-sumpah yang kalian ucapkan itu.
Berdasarkan pengertian ini. berarti firman-Nya: bahwa
apabila mukjizat datang, mereka tidak akan beriman. (Al-An'am: 109)
dibaca innaha karena dianggap sebagai jumlah
istinaf (kalimat permulaan) yang menegaskan tentang ketiadaan iman mereka
di saat mukjizat-mukjizat yang mereka minta didatangkan kepada mereka.
Sebagian ulama lain membacanya: bahwa apabila
mukjizat datang, kalian tidak akan beriman. (Al-An'am: 109) Yakni dengan
bacaan tu-minuna yang artinya ditujukan kepada lawan bicara.
Menurut pendapat lain, mukhatab (lawan
bicara) yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Dan apakah yang memberitahukan
kepada kalian. (Al-An'am: 109) Mereka adalah orang-orang mukmin.
Allah Swt. berfirman, "Dan apakah yang
memberitahukan kepada kalian, hai orang-orang mukmin?" Berdasarkan qiraat
ini, berarti firman-Nya, "Innaha? boleh dibaca kasrah seperti
bacaan pertama, boleh pula dibaca annaha karena dianggap sebagai ma’mul
dari lafaz yusy'irukum. Dengan demikian, berarti huruf la yang
ada dalam firman-Nya: bahwa apabila mukjizat datang, mereka tidak akan
beriman. (Al-An'am: 109) berkedudukan menjadi silah,
perihalnya sama dengan firman-Nya:
{مَا مَنَعَكَ أَلا
تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ}
Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada
Adam) di waktu Aku menyuruhmu? (Al-A'raf: 12)
Dan firman Allah Swt.:
{وَحَرَامٌ عَلَى
قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لَا يَرْجِعُونَ}
Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu
negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali (kepada
Kami). (Al-Anbiya: 95)
Artinya, apakah yang mencegahmu untuk bersujud
kepada Adam ketika Aku perintahkan kamu melakukannya? Dan sungguh tidak mungkin
atas penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan
kembali kepada Kami.
Berdasarkan pengertian ini, berarti makna ayat
yang sedang dibahas ialah: Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian, hai
orang-orang mukmin, perihal orang-orang yang kalian harapkan hal itu bagi
mereka karena terdorong oleh keinginan kalian agar mereka beriman, bahwa
apabila mukjizat-mukjizat itu datang, mereka mau beriman?
Sebagian ulama mengatakan bahwa lafaz annaha bermakna
la alla yang artinya 'mudah-mudahan'. Ibnu Jarir mengatakan,
mereka menyebutkan bahwa memang demikianlah maknanya menurut qiraat Ubay ibnu
Ka'b. Menurut Ibnu Jarir, telah disebutkan dari perkataan orang Arab secara sima'i
( idiom ) kalimat berikut: "Pergilah ke pasar, mudah-mudahan engkau
membelikan sesuatu (makanan) buat kami." Lafaz innaka di sini
bermakna la 'allaka, yakni agar engkau membelikan buat kami sesuatu.
Ibnu Jarir mengatakan, menurut suatu pendapat ada
yang mengatakan bahwa perkataan Addi Ibnu Zaid Al-Ibadi dalam bait syair
berikut termasuk ke dalam bab ini, yaitu:
أَعَاذِلُ مَا
يُدْريك أَنَّ مَنيَّتي ... إِلَى سَاعَةٍ فِي الْيَوْمِ أَوْ فِي ضُحَى الغَد
Hai
orang yang mencela, apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa ajalku hanya
sampai sesaat lagi dalam hari ini atau pada pagi hari keesokannya?
Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan mengemukakan
beberapa syawahid atau bukti yang memperkuat pendapatnya dari
syair-syair orang-orang Arab.
****
Firman Allah Swt.:
{وَنُقَلِّبُ
أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati
dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an)
pada permulaannya. (Al-An'am: 110)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan ayat ini, bahwa ketika orang-orang musyrik mengingkari
Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah, maka hati mereka dijadikan tidak tetap
atas sesuatu pun dan menolak setiap perintah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan
mereka. (Al-An'am: 110) Yakni Kami halang-halangi antara mereka dan iman.
Dan seandainya datang kepada mereka semua bukti (mukjizat), niscaya mereka
tidak akan beriman, sebagaimana Kami halang-halangi mereka antara diri mereka
dan iman seperti pada permulaannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah
dan Abdur Rahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam.
Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas r.a., bahwa Allah Swt. menceritakan perihal apa yang akan dikatakan oleh
hamba-hamba-Nya sebelum mereka mengatakannya, dan apa yang akan mereka lakukan
sebelum mereka mengerjakannya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ
خَبِيرٍ}
dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan
kepadamu-sebagai yang diberitakan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fatir: 14)
أَنْ تَقُولَ
نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ
supaya jangan ada orang yang mengatakan,
"Amat besar penyesalan atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap
Allah. (Az-Zumar: 56)
sampai dengan firman-Nya:
لَوْ أَنَّ لِي
كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke
dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.” (Az-Zumar:
58)
Allah Swt. menceritakan, "Seandainya mereka
dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka tidak akan mengikuti jalan petunjuk
(sama dengan keadaan mereka semula)," seperti yang disebutkan oleh firman
yang lain, yaitu:
{وَلَوْ رُدُّوا
لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia,
tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya.
Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 28)
Dan dalam surat ini disebutkan:
{وَنُقَلِّبُ
أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati
dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an)
pada permulaannya. (Al-An'am: 110)
Dengan kata lain, seandainya mereka dikembalikan
ke dunia, niscaya akan dihalang-halangi antara mereka dan jalan hidayah,
sebagaimana Kami menghalang-halangi antara mereka dan iman sejak permulaannya
ketika mereka masih hidup di dunia.
****
Firman Allah Swt.:
{وَنَذَرُهُمْ}
dan Kami biarkan mereka. (Al-An'am: 110)
Yakni Kami tinggalkan mereka.
{فِي طُغْيَانِهِمْ}
dalam kesesatannya. (Al-An'am: 110)
Menurut Ibnu Abbas dan As-Saddi, makna tugyan dalam
ayat ini ialah kekufuran. Sedangkan menurut Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas,
dan Qatadah ialah kesesatan.
{يَعْمَهُونَ}
bergelimang. (Al-An'am: 110)
Menurut Al-A'masy artinya bermain-main. Sedangkan
menurut Ibnu Abbas. Mujahid. Abul Aliyah, Ar-Rabi, dan Abu Malik serta
lain-lainnya adalah bergelimang, yakni mereka bergelimang dalam kekafirannya.
**************************************
Akhir juz 7
***************************************
Rev.
04.06.2013
JUZ
KE-8
Al-An'am, ayat 111
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ (111)
Kalau sekiranya Kami
turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara
dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala
sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman,
kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Allah Swt. berfirman bahwa sekiranya Allah
memperkenankan permintaan mereka yang bersumpah dengan menyebut nama Allah
dengan sumpah yang penuh kesungguhan, sesungguhnya jika datang kepada mereka
suatu mukjizat, pastilah mereka akan beriman kepada mukjizat itu. Allah
menurunkan malaikat kepada mereka untuk memberitahukan risalah Allah yang
dibawa oleh rasul-rasul-Nya agar mereka percaya kepada rasul-rasul itu. Seperti
yang mereka mintakan, yang disitir dalam firman-Nya:
{أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ
وَالْمَلائِكَةِ قَبِيلا}
atau kamu datangkan Allah dan
malaikat-malaikal dengan berhadapan muka dengan kami. (Al-Isra: 92)
{قَالُوا لَنْ
نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ}
Mereka berkata, "Kami tidak akan beriman
sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan
kepada utusan-utusan Allah.”(Al-An'am: 124)
{وَقَالَ
الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلا أُنزلَ عَلَيْنَا الْمَلائِكَةُ أَوْ
نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا
كَبِيرًا}
Berkatalah orang-orang yang tidak
menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, "Mengapakah tidak diturunkan
kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan
kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka
benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (Al-Furqan:
21)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَكَلَّمَهُمُ
الْمَوْتَى}
dan orang-orang yang telah mati berbicara
dengan mereka. (Al-An'am: 111)
Maksudnya, orang-orang yang telah mati itu
memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dari apa yang didatangkan oleh
para rasul (dalam dialog mereka dengan para malaikat).
{وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ
كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا}
dan Kami kumpulkan (pula) segala
sesuatu ke hadapan mereka. (Al-An'am: 111)
Sebagian dari ulama membacanya qibalan, berasal
dari kata muqabalah dan mu'ayanah (berhadap-hadapan). Sedangkan
ulama yang lainnya membaca qubulan, yang menurut suatu pendapat mempunyai
makna yang sama, yaitu berasal dari muqabalah dan mu'ayanah juga,
seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam.
Mujahid mengatakan, makna qubulan ialah
bergelombang-gelombang, yakni ditampilkan kepada mereka semua umat secara
bergiliran, satu demi satu, lalu para malaikat memberitahukan kepada mereka
tentang kebenaran dari apa yang didatangkan oleh para rasul kepada mereka.
{مَا كَانُوا
لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ}
niscaya mereka tidak (juga) akan
beriman, kecuali jika Allah menghendaki. (Al-An'am: 111)
Dengan kata lain, sesungguhnya hidayah itu
hanyalah diberikan oleh Allah, bukan oleh mereka (para malaikat itu), bahkan
Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa
yang dikehendaki-Nya. Dia Maha Melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya. Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
(Al-Anbiya: 23) Berkat ilmu-Nya, hikmah-Nya, kekuasaan-Nya,
keperkasaan-Nya, dan kemenangan-Nya.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ
عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى
يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti
terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidak akan beriman, meskipun datang kepada
mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus:
96-97)
Al-An'am, ayat 112-113
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (112) وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ (113)
Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka
ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka senang kepadanya dan
supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan.
Allah Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami
jadikan untukmu wahai Muhammad, musuh-musuh yang menentang, memusuhi dan menyaingimu,
Kami jadikan pula bagi setiap nabi yang ada sebelummu musuh-musuh tersebut.
Karena itu janganlah engkau bersedih hati akan hal ini." Ayat ini semakna
dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَإِنْ كَذَّبُوكَ
فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ}
jika mereka mendustakan kamu, Maka
Sesungguhnya Rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), (Ali Imran
184)
{وَلَقَدْ
كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا }
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul
sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang
dilakukan) terhadap mereka. (Al-An'am: 34), hingga akhir ayat.
{مَا يُقَالُ
لَكَ إِلا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو
مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ}
Tidaklah ada yang dikatakan (oleh
orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan
kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar mempunyai
ampunan dan hukuman yang pedih. (Fushshilat: 43)
{وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ}
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi
tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa (Al-Furqan: 31), hingga
akhir ayat.
Waraqah ibnu Naufal pernah berkata kepada
Rasulullah Saw.: Sesungguhnya tiada seseorang pun yang datang dengan membawa
semisal dengan apa yang engkau datangkan, melainkan pasti dimusuhi.
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{شَيَاطِينَ الإنْسِ
وَالْجِنِّ}
yaitu setan-setan (dari jenis) manusia
dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112)
Ayat ini berkedudukan sebagai badal dari
firman-Nya yang mengatakan, "'Aduwwan (musuh)." Dengan
kata lain, para nabi itu mempunyai musuh dari setan-setan yang dari kalangan
manusia dan jin. Definisi setan ialah setiap orang yang berbeda dengan
sejenisnya karena kejahatannya. Dan tiada yang memusuhi para rasul melainkan
hanya setan-setan dari kalangan manusia dan jin. Semoga Allah melaknat dan
memburukkan mereka.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: setan-setan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112)
Bahwa dari kalangan makhluk jin terdapat setan-setan, dan dari kalangan manusia
terdapat setan-setannya pula; sebagian dari mereka membisikkan (mengilhamkan)
kepada sebagian yang lain.
قَالَ قَتَادَةُ: وَبَلَغَنِي أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ يَوْمًا
يُصَلِّي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَعَوَّذ
يَا أَبَا ذَرٍّ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ". فَقَالَ: أَوَ إِنَّ
مِنَ الْإِنْسِ شَيَاطِينَ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "نَعَمْ".
Qatadah mengatakan, telah sampai kepadaku suatu
berita yang menyatakan bahwa di suatu hari Abu Zar hendak melakukan salat, maka
Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Zar, mintalah perlindungan (kepada Allah) dari
(gangguan) setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin! Abu
Zar bertanya, "Apakah dari jenis manusia terdapat orang-orang yang menjadi
setan?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya."
Predikat hadis ini munqati’ antara Qatadah
dan Abu Zar. Tetapi hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari
Abu Zar r.a.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا
الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ،
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدِ بْنِ أَيُّوبَ وَغَيْرِهِ مِنَ
الْمَشْيَخَةِ، عَنِ ابْنِ عَائِذٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فِي مَجْلِسٍ قَدْ أَطَالَ فِيهِ
الْجُلُوسَ، قَالَ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ صَلَّيْتَ؟ ".
قَالَ: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ".
قَالَ: ثُمَّ جِئْتُ فجلستُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ
تَعَوَّذْتَ بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ؟ ". قَالَ: قُلْتُ:
لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ لِلْإِنْسِ مِنْ شَيَاطِينَ؟ قَالَ:
"نَعَمْ، هُمْ شَرٌّ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Abu Saleh, menceritakan kepadaku
Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abu Abdullah Muhammad ibnu Ayyub dan guru-guru
lainnya, dari Ibnu Aiz, dari Abu Zar yang telah menceritakan: Saya datang
kepada Rasulullah Saw. di suatu majelis yang dalam majelis itu Rasulullah Saw.
duduk dalam waktu yang cukup lama. Lalu beliau bersabda, "Hai Abu Zar,
apakah kamu sudah salat?" Saya menjawab, "Belum, wahai Rasulullah
" Beliau bersabda, "Berdirilah dan lakukanlah salat dua
rakaat!" Setelah selesai saya datang dan duduk lagi bersama beliau,
lalu beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah engkau meminta perlindungan
kepada Allah dari godaan setan-setan dari jenis jin dan manusia?" Saya
menjawab, "Tidak wahai Rasulullah. Tetapi apakah ada setan yang dari jenis
manusia?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bahkan mereka lebih jahat
daripada setan dari kalangan jin."
Hadis ini pun berpredikat munqati’ (ada
nama perawi yang tidak disebutkan sehingga mata rantainya terputus), tetapi
diriwayatkan pula secara muttasil (lawan munqati'), seperti yang
dikatakan oleh Imam Ahmad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ،
عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، فَجَلَسْتُ فَقَالَ:
"يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ ". قُلْتُ: لَا. قَالَ: "قُمْ
فَصَلِّ". قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ، ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا
أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ
وَالْجِنِّ". قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟
قَالَ: "نَعَمْ". وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ بِطُولِهِ.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah mewartakan kepada kami
Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Husaihas, dari Abu Zar yang menceritakan:
Saya datang kepada Nabi Saw. yang sedang berada di dalam masjid, lalu saya
duduk, maka beliau Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, apakah engkau telah
salat?” Saya menjawab, "Belum.” Beliau bersabda, "Berdirilah
dan salatlah!" Lalu saya berdiri dan salat, setelah itu saya duduk
kembali. Maka beliau Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, apakah engkau meminta
perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dari kalangan manusia dan
jin?" Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan
manusia ada yang menjadi setan?” Beliau Saw. menjawab, "Ya.” Hingga
akhir hadis yang cukup panjang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz
Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam tafsirnya melalui hadis Ja'far ibnu Aun,
Ya’la ibnu Ubaid, dan Ubaidillah ibnu Musa; ketiga-tiganya dari Al-Mas’udi
dengan sanad yang sama.
Jalur lain dari Abu Zar.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ، حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ هِلَالٍ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ دِمَشْقَ،
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ تَعَوَّذْتَ بِالْلَّهِ
مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ؟ ". قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، هَلْ لِلْإِنْسِ مِنْ شَيَاطِينَ؟ قَالَ: "نَعَمْ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, menceritakan kepada kami
Hammad, dari Humaid ibnu Hilal, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari
kalangan ulama Dimasyq, dari Auf ibnu Malik, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: "Hai Abu Zar, apakah engkau telah memohon
perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan jin?” Saya
bertanya.”Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan manusia ada yang menjadi
setan?”Nabi Saw. menjawab, "Ya.”
Jalur lain bagi hadis ini.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْف
الحِمْصي، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَانُ بْنُ رِفَاعَةَ،
عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ [رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"يَا أَبَا ذَرٍّ تعوذتَ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ؟ ".
قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ لِلْإِنْسِ [مِنْ] شَيَاطِينَ؟ قَالَ:
"نَعَمْ، شياطينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, menceritakan kepada kami Abul Mugirah,
menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim,
dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Hai
Abu Zar, apakah engkau telah meminta perlindungan (kepada Allah) dari
setan-setan jin dan manusia?” Abu Zar bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah manusia itu ada yang menjadi setan?” Nabi Saw. menjawab, " Ya.
setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin. Sebagian mereka membisikkan
kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)."
Demikianlah jalur-jalur periwayatan hadis ini
yang keseluruhannya menyimpulkan kekuatan dan kesahihannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki', menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Syarik, dari Sa'id
ibnu Masruq, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: setan-setan
dari (jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112)
Bahwa pada kalangan manusia tidak terdapat setan-setan, tetapi setan-setan dari
jenis jin membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia, dan setan-setan
dari jenis manusia membisikkan kepada setan-setan dari jenis jin.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Haris, menceritakan kepada kami Abdul Aziz, menceritakan kepada kami
Israil, dari As-Saddi, dari Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya: sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112) Manusia itu mempunyai
setan dan jin mempunyai setan, lalu setan jin membisikkan kepada setan manusia.
Maka sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Asbat mengatakan dari As-Saddi, dari Ikrimah
sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagian mereka membisikkan kepada
sebagian yang lain. (Al-An'am: 112) Adapun yang dimaksud dengan setan-setan
dari jenis manusia ialah setan-setan yang menyesatkan orang lain, dan
setan-setan dari jenis jin ialah yang menyesatkan jin lainnya. Keduanya bersua,
lalu saling mengatakan kepada temannya, "Sesungguhnya aku telah
menyesatkan temanku dengan cara anu dan anu, maka sesatkanlah olehmu temanmu
itu dengan cara demikian dan demikian." Maka sebagian dari mereka
memberitahukan cara-cara menyesatkan kepada sebagian yang lain.
Dari sini Ibnu Jarir berpemahaman, yang dimaksud
dengan setan-setan dari jenis manusia yang ada pada Ikrimah dan As-Saddi ialah
setan-setan dari jenis jin; merekalah yang berperan menyesatkan manusia.
Pengertiannya bukan berarti bahwa setan-setan dari jenis manusia termasuk dari
kalangan mereka. Memang tidak diragukan lagi, hal ini jelas tersimpul dari
perkataan Ikrimah. Mengenai perkataan As-Saddi, bukanlah seperti yang dimaksud
dalam pengertian ini, tetapi hanya mempunyai kemiripan. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas melalui riwayat Ad-Dahhak, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya dari jenis jin terdapat
setan-setan yang menyesatkan sejenisnya, sebagaimana setan-setan dari jenis
manusia menyesatkan sesamanya." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Lalu
keduanya (yakni setan dari jenis manusia dan setan dari jenis jin) bersua dan
mengatakan kepada pihak lainnya, 'Saya telah menyesatkannya dengan cara anu dan
anu'." Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.: sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Pada garis besarnya pendapat yang sahih adalah
apa yang telah disebutkan oleh hadis Abu Zar yang lalu, yang menyatakan bahwa
sesungguhnya dari jenis manusia terdapat setan-setan dari kalangan mereka
sendiri. Pengertian setan ialah segala sesuatu yang bersifat membangkang.
Karena itu, disebutkan di dalam hadis sahih Muslim dari Abu Zar, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ"
Anjing hitam adalah setan.
Makna yang dimaksud —hanya Allah Yang lebih
mengetahui— bahwa pada hewan anjing terdapat pula setan-setan.
Ibnu Juraij mengatakan, Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa jin kafir adalah setan-setannya;
mereka membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia (yakni orang-orang
kafir) perkataan yang indah-indah untuk menyesatkan manusia.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ikrimah yang
mengatakan bahwa ia pernah berkunjung kepada Al-Mukhtar, dan Al-Mukhtar
menghormati kedatangannya dan mendudukkannya hingga hampir tiba saat istirahat
malam hari baginya. Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Al-Mukhtar berkata
kepadanya, "Keluarlah kamu dan temuilah orang-orang, lalu berbicaralah
dengan mereka." Lalu aku (Ikrimah) keluar dan ada seorang lelaki datang,
kemudian bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan wahyu itu?" Saya
jawab bahwa wahyu itu ada dua macam, yaitu pertama disebutkan oleh
firman-Nya: dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu. (Yusuf: 3) Dan
oleh firman-Nya: setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari
jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am:
112. Mendengar jawabanku mereka hampir saja memukuliku, tetapi aku katakan
kepada mereka, "Mengapa kalian bersikap demikian? Sesungguhnya aku hanya
memberi fatwa kepada kalian dan sebagai tamu kalian." Akhirnya mereka
melepaskan diriku.
Sesungguhnya Ikrimah menyindir Al-Mukhtar, anak
lelaki Abu Ubaid —semoga Allah memburukkan rupanya— karena dia mendakwakan
bahwa dirinya kedatangan wahyu. Padahal saudara perempuannya (yaitu Safiyyah)
adalah istri Abdullah ibnu Umar, termasuk seorang wanita saleh. Ketika Abdullah
ibnu Umar mendapat berita bahwa Al-Mukhtar mengakui dirinya mendapat wahyu,
maka Abdullah ibnu Umar berkata, "Dia benar."
Allah Swt. telah berfirman:
{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ
لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya (Al-An'am: 121)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى
بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
(Al-An'am: 112)
Maksudnya, sebagian dari mereka membisikkan
kata-kata yang indah-indah lagi penuh kepalsuan untuk menipu pendengarnya dari
kalangan orang-orang yang tidak mengetahui duduk perkaranya.
{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ
مَا فَعَلُوهُ}
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka
tidak mengerjakannya. (Al-An'am: 112)
Yang demikian itu terjadi karena takdir Allah,
keputusan, kehendak serta kemauan-Nya, bahwa setiap nabi mempunyai musuh dari
kalangan mereka yang disebutkan di atas.
{فَذَرْهُمْ}
maka tinggalkanlah mereka. (Al-An'am: 112)
Maksudnya, biarkanlah mereka.
{وَمَا يَفْتَرُونَ}
dan apa yang mereka ada-adakan. (Al-An'am:
112)
Yaitu apa yang mereka dustakan. Dengan kata lain,
biarkanlah gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah dalam menghadapi
permusuhan mereka. Karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu dan menolongmu
dalam menghadapi mereka.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ}
Dan (juga) agar mau mendengarnya. (Al-An'am:
113)
Yakni cenderung kepadanya. Demikianlah menurut
Ibnu Abbas.
{أَفْئِدَةُ الَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ}
hati orang-orang yang tidak beriman kepada
adanya hari kemudian. (Al-An’am: 113)
Yaitu hati, akal, dan pendengaran mereka. Menurut
pendapat As-Saddi, makna yang dimaksud ialah hati orang-orang kafir.
{وَلِيَرْضَوْهُ}
dan supaya mereka menyenanginya. (Al-An'am:
113)
Maksudnya, menyukai dan menghendakinya.
Sesungguhnya orang-orang yang mau memperkenankan hal tersebut hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat. Perihalnya sama dengan apa
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَإِنَّكُمْ وَمَا
تَعْبُدُونَ. مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ. إِلا مَنْ هُوَ صَالِ الْجَحِيمِ}
Maka sesungguhnya kalian dan apa-apa yang
kalian sembah itu, sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap
Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala-nyala. (Ash-Shaffat:
161-163)
{إِنَّكُمْ
لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ. يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
Sesungguhnya kalian benar-benar dalam keadaan
berbeda-beda pendapat, dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang
yang dipalingkan. (ADz-Dzariyat: 8-9)
Adapun firman Allah Swt.:
وَلِيَقْتَرِفُوا
مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan)
kerjakan. (Al-An’am: 113)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah supaya mereka menghasilkan apa yang
telah dihasilkan oleh setan-setan itu. Sedangkan menurut As-Saddi dan Ibnu Zaid
ialah agar mereka mengerjakan apa yang dikerjakan oleh setan-setan itu.
Al-An'am, ayat 114-115
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (114) وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (115)
Maka patutkah aku
mencari hakim selain dari Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur'an) kepada kalian dengan terperinci? Orang-orang
yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa
Al-Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya Maka janganlah kalian
sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an)
sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Katakanlah
kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah," yaitu mereka yang
menyembah selain-Nya:
{أَفَغَيْرَ اللَّهِ
أَبْتَغِي حَكَمًا}
Maka patutkah aku mencari hakim selain dari
Allah. (Al-An'am: 114)
Yakni hakim antara aku dan kalian.
{وَهُوَ الَّذِي أَنزلَ
إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلا}
padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur'an)
kepada kalian dengan terperinci? (Al-An'am: 114)
Maksudnya, dengan dijelaskan.
{وَالَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ}
Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab
kepada mereka. (Al-An'am: 114)
Yaitu dari kalangan orang-orang Yahudi dan
Nasrani.
{يَعْلَمُونَ أَنَّهُ
مُنزلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ}
Mereka mengetahui bahwa Al-Qur'an itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. (Al-An'am: 114)
Mereka mengetahui hal ini melalui berita-berita
gembira akan kedatanganmu yang ada pada mereka dari nabi-nabi terdahulu.
{فَلا تَكُونَنَّ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ}
Maka janganlah kalian sekali-kali termasuk
orang yang ragu-ragu. (Al-An'am: 114)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ
مِمَّا أَنزلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكَ لَقَدْ جَاءَكَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ}
Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam
keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang
kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. Sebab itu, janganlah sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu-ragu. (Yunus: 94)
Ungkapan ini mengandung syarat, sedangkan syarat
itu tidak memberikan kepastian mengenai kejadiannya. Karena itulah di dalam
sebuah hadis dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa beliau Saw. bersabda:
"لَا أَشُكُّ وَلَا أَسْأَلُ".
Saya tidak ragu dan tidak akan bertanya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَمَّتْ كَلِمَةُ
رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا}
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu sebagai
kalimat yang benar dan adil. (Al-An'am: 115)
Qatadah mengatakan, maksudnya benar dalam
ucapan-Nya dan adil dalam semua keputusan-Nya, selalu benar dalam pemberitaan,
dan adil dalam tuntutan. Setiap yang diberitakan oleh-Nya adalah benar, tiada
keraguan dan kebimbangan padanya. Semua yang diperintahkan oleh-Nya adalah hal
yang adil, tiada keadilan selain keadilan-Nya. Dan setiap apa yang dilarang-Nya
adalah batil, karena sesungguhnya tidak sekali-kali Dia melarang, melainkan
karena adanya mafsadat (kerusakan) pada yang dilarang-Nya itu, seperti
yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَأْمُرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ}
yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf
dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar. (Al-A'raf: 157), hingga
akhir ayat.
Mengenai firman Allah Swt.:
{لَا مُبَدِّلَ
لِكَلِمَاتِهِ}
Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat-Nya. (Al-An'am: 115)
Artinya, tidak ada seorang pun yang meralat
hukum-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
{وَهُوَ السَّمِيعُ}
dan Dialah Yang Maha Mendengar. (Al-An'am:
115)
semua perkataan hamba-hamba-Nya.
{الْعَلِيمُ}
lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 115)
semua gerakan dan diamnya mereka. Dialah yang
akan membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar