19. SURAH MARYAM
تَفْسِيرُ سُورَةِ مَرْيَمَ [عَلَيْهَا السَّلَامُ]
Makkiyyah, 98 atau 99 ayat Kecuali ayat 58 dan 71 Madaniyyah
Turun sesudah surat Fathir
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan di dalam kitab As-Sirah-nya melalui hadis
Ummu Salamah. Dan Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Ibnu Mas'ud dalam kisah
hijrah ke Abesinia dari Mekah, bahwa Ja'far ibnu Abu Talib r.a. membacakan
permulaan ayat ini kepada An-Najasyi (Negus) dan para hulubalangnya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Maryam, ayat 1-6
{كهيعص (1) ذِكْرُ
رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (3)
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ
أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ
وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5)
يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (6) } .
Kaf Ha Ya
'Ain Shad. (yang dibacakan ini
adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi
uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku
adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan
jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Pembahasan mengenai huruf
hijaiyah yang terdapat di permulaan surat-surat Al-Qur'an telah diketengahkan
dalam tafsir permulaan surat Al-Baqarah.
Mengenai firman Allah Swt.:
{ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ}
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan
tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini
menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu
Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat
ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan
tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya
dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal
mengenainya. Zakaria adalah seorang nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi
kaum Bani Israil. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria
adalah seorang tukang kayu; dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri
menjadi tukang kayu.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam:
3)
Sebagian kalangan ulama tafsir
mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa agar
dalam permohonannya ini dia tidak dituduh sebagai orang yang lemah karena
usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar dikaruniai seorang putra.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan,
sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa karena kecintaannya
kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna
ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam:
3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara
yang perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan,
Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia
berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya
berfirman kepadanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi
seruanmu."
{قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ
مِنِّي}
Zakaria berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.” (Maryam:
4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak
mempunyai kekuatan lagi
{وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا}
dan kepalaku telah ditumbuhi
uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya
menutupi sisa rambutnya yang masih hitam. Seperti yang telah dikatakan oleh
Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya:
إمَّا تَرَى رأسِي حَاكى
لونُهُ ... طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ
أذْيَال الدُّجى ...
واشْتَعَل المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ... مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا ...
Tidakkah
engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh
yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna
putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala
dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat
ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik
yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا}
dan aku belum pernah kecewa
dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa
kepada Engkau, melainkan Engkau memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak
apa yang kumohonkan kepada-Mu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ
وَرَائِي}
Dan sesungguhnya aku khawatir
terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat
membacanya dengan mawaliya karena dianggap sebagai maf'ul. Tetapi
menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai, ia membacanya mawali dengan
huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris
laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali
ialah kalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber
dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan
huruf fa dari lafaz khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat,
artinya kekurangan, yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama,
alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa khawatir bila orang-orang yang
akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk terhadap manusia. Maka ia
memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan
menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan
kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan siapa yang
bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian merupakan kedudukan yang
paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan dengan kekhawatirannya
akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta peninggalannya. Dan ia
berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya;
untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan
mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang
menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan dia adalah seorang tukang
kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang yang bermatapencaharian
seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena
sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا نُورَث، مَا تَرَكْنَا
فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua
yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada
pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah
diwaris.
Dengan demikian, berarti makna
firman-Nya:
{فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا *
يَرِثُنِي}
maka anugerahilah aku dari
sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam:
5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain
adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
dan mewarisi sebagian
keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa
yang disebutkan di dalam firman lainnya:
{وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ}
Dan Sulaiman telah mewarisi
Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena
seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya, tentulah tidak disebutkan
Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan saudara-saudaranya. Juga karena
mengingat penyebutan mewarisi harta benda tidaklah begitu penting, sebab sudah
dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa
anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan
khusus, tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan
didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ
الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah
diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa peninggalan Zakaria adalah
ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan
dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu kelak akan menjadi
nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi
kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna
ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari
Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu
Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan
dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian
keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi
kenabian dari keluarga Ya'qub. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di
dalam kitab tafsirnya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ
زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا، إِنْ
كَانَ لَيَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan
semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada
keluarga yang kuat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ
بْنُ نُوحٍ، عَنْ مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي
زَكَرِيَّا، مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ: {فَهَبْ لِي
مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu
Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya
dia tidak meninggalkan harta warisan saat dia mengatakan, "Maka
anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan
mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal
yang tidak bertentangan dengan hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah
yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا}
dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi
Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau menyukainya dan menjadikannya
disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan akhlaknya.
Maryam, ayat 7
{يَا زَكَرِيَّا إِنَّا
نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
(7) }
Hai
Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya,
yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
Seakan-akan disebutkan
sebelumnya bahwa doa yang dipanjatkan Zakaria diperkenankan oleh Allah Swt.
Maka dikatakan kepadanya:
{يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ
اسْمُهُ يَحْيَى}
Hai Zakaria, sesungguhnya
Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang
anak yang namanya Yahya. (Maryam: 7)
Dalam ayat yang lain disebutkan
oleh firman-Nya:
{هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
فَنَادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ
اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا
وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ}
Di sanalah Zakaria mendoa
kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” Kemudian
Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia
tengah berdiri melakukan salat di dalam mihrab (katanya), "Sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang
membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan
diri (dari hawa nafsu), dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang
saleh.” (Ali Imran: 38-39)
Firman Allah Swt. :
{لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا}
yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Maryam:
7)
Qatadah, Ibnu Juraij, dan Ibnu
Zaid mengatakan bahwa Allah belum pernah menamakan seseorang dengan nama Yahya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang
yang serupa dengan dia. (Maryam: 7) Yakni mirip dengannya.
Ia mengartikannya demikian
karena menyamakannya dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh
firman-Nya:
{فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ
تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا}
maka sembahlah Dia dan
berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seorang
yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
(Maryam: 65)
Yaitu yang serupa dengan Dia.
Ali ibnu Abu Talhah yang telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan maknanya, bahwa sebelum itu
tidak ada pasangan mandul yang dapat melahirkan anak seperti dia. Hal ini
merupakan dalil yang menunjukkan bahwa Zakaria a.s. sebelumnya tidak punya
anak; begitu pula istrinya, dia adalah seorang wanita yang mandul sejak semula.
Lain halnya dengan Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya Sarah a.s., keduanya hanya
merasa heran dengan berita gembira akan kelahiran Ishaq, padahal keduanya telah
berusia lanjut, bukan karena keduanya mandul. Karena itulah Nabi Ibrahim a.s.
berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَبَشَّرْتُمُونِي عَلَى أَنْ مَسَّنِيَ
الْكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونِ}
Apakah kamu memberi kabar
gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan itu? (Al-Hijr:
54)
Padahal tiga belas tahun
sebelumnya Nabi Ibrahim a.s. telah mempunyai seorang putra, yaitu Ismail a.s.
Kemudian istrinya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ
وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ * قَالُوا أَتَعْجَبِينَ
مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ
إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ}
Sungguh mengherankan, apakah
aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini
suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar
suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa
heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat
Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahlul bait! Sesungguhnya
Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”(Hud: 72-73)
Maryam, ayat 8-9
{قَالَ رَبِّ أَنَّى
يَكُونُ لِي غُلامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ
عِتِيًّا (8) قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ
خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (9) }
Zakaria
berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku
adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat
tua.” Tuhan berfirman, "Demikianlah.” Tuhan berfirman, "Hal itu
adalah mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu,
padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.”
Zakaria merasa heran ketika
doanya dikabulkan dan mendapat berita gembira akan kelahiran seorang putra,
maka kegembiraannya meledak-ledak. Lalu ia bertanya tentang cara yang
menyebabkan dia beranak, mengingat istrinya mandul, tidak punya anak sejak
semula, lagi sudah tua. Dirinya pun tua serta tulang-tulangnya telah lemah lagi
kurus. Tiada kemampuan lagi baginya untuk melakukan persetubuhan.
Lafaz 'itiyya menurut
orang-orang Arab artinya kalau diibaratkan dengan kayu, kayu itu sudah kering
kerontang. Mujahid mengatakan, 'itiyyan artinya kerapuhan tulang. Ibnu
Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa 'itiyyan artinya lanjut usia.
Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa 'itiyyan lebih parah lagi
dari kibaran (usia lanjut).
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa ia mengetahui semua sunah (tuntunan) Nabi Saw. Hanya dia tidak mengetahui
apakah Rasulullah Saw. melakukan bacaan (selain Al-Fatihah) dalam salat lohor
dan Asarnya ataukah tidak, dan ia tidak mengetahui bagaimanakah Rasulullah Saw.
membaca firman-Nya: dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai
umur yang sangat tua. (Maryam: 8) Apakah beliau membacanya 'itiyyan ataukah
'istiyyan (semakna dengan 'itiyyan).
Imam Ahmad meriwayatkannya dari
Syuraih ibnun Nu'man, sedangkan Abu Daud meriwayatkannya dari ziyad ibnu Ayyub,
keduanya dari Hasyim dehgan sanad yang sama.
*******************
{قَالَ}
Tuhan berfirman (Maryam: 9)
Yakni malaikat yang ditugaskan
oleh-Nya menjawab keheranan Zakaria dari apa yang diberitakan kepadanya:
{كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ
هَيِّنٌ}
Demikianlah, Tuhanmu telah
berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku." (Maryam: 9)
Artinya melahirkan anak dari
kamu dan istrimu itu bukan dari lainnya adalah mudah sekali bagi Allah.
Kemudian disebutkan kepada
Zakaria hal yang lebih mengherankan daripada apa yang dipertanyakannya. Untuk
itu Allah Swt. berfirman:
{وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ
شَيْئًا}
dan sesungguhnya telah Aku
ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu
itu) belum ada sama sekali. (Maryam: 9)
Sama halnya seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ
لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا}
Bukankah telah datang atas
manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut? (Al-Insan: 1)
Maryam, ayat 10-11
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي
آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا (10)
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا
بُكْرَةً وَعَشِيًّا (11) }
Zakaria
berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Tuhan berfirman,
"Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia
selama tiga malam, padahal kamu sehat.” Maka ia keluar dari mihrab menuju
kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kalian bertasbih di
waktu pagi dan petang.
Allah Swt. berfirman,
menceritakan perihal Nabi Zakaria:
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً}
Zakaria berkata, "Ya
Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Maryam: 10)
Yakni pertanda yang mengawali
akan datangnya apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, agar jiwaku tenteram
dan hatiku gembira dengan apa yang Engkau janjikan. Pertanyaan ini semakna
dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim a.s. yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى
قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي} الْآيَةَ
Ya Tuhanku, perlihatkanlah
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, "Belum
yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, 'Aku telah menyakininya, tetapi agar hatiku
tetap mantap (dengan imanku).” (Al-Baqarah: 260)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيَالٍ
سَوِيًّا}
Tuhan berfirman, "Tanda
bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga
malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 10)
Maksudnya, hendaknya kamu
menahan lisanmu jangan berbicara selama tiga malam, sedangkan kamu dalam
keadaan sehat walafiat, tidak sakit dan tidak mengalami gangguan kesehatan
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah,
Wahb, As-Saddi, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang
mengatakan bahwa lisannya kaku bukan karena sakit, bukan pula karena mengalami
gangguan kesehatan.
Ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
bahwa Zakaria hanya dapat membaca kitab dan bertasbih, tidak dapat berbicara
dengan kaumnya kecuali dengan isyarat saja.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam
berturut-turut. (Maryam: 10) Yakni sawiyyan diartikan
berturut-turut.
Akan tetapi, pendapat pertama
yang bersumber dari Ibnu Abbas —juga yang bersumber dari jumhur ulama— adalah
pendapat yang paling sahih. Pendapat ini dikuatkan apa yang disebutkan di dalam
surat Ali Imran oleh firman-Nya:
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ
آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا وَاذْكُرْ
رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ}
Berkata Zakaria,
"Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku
mengandung)." Allah berfirman, "Tandanya bagimu kamu tidak dapat
berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan
sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan
pagi hari.”(Ali Imran: 41)
Malik telah meriwayatkan dari
Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam,
padahal kamu sehat. (Maryam: 10) Yakni tidak bisu.
Hal ini menunjukkan bahwa
Zakaria tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari tiga malam, kecuali
hanya dengan isyarat seperti yang telah disebutkan di dalam surat Ali Imran
ayat 41 tadi. Karena itulah dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ}
Maka ia keluar dari mihrab
menuju kaumnya. (Maryam: 11)
Yakni dari tempat ia mendapat
berita gembira akan beroleh anak laki-laki.
{فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ}
lalu ia memberi isyarat
kepada mereka. (Maryam: 11)
Yakni memberi isyarat secara
samar lagi cepat.
{أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا}
hendaklah kalian bertasbih di
waktu pagi dan petang. (Maryam: 11)
Maksudnya, meminta dukungan dari
mereka agar mereka mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya dalam masa-masa
tiga hari itu. Bantuan tasbih mereka sebagai pendukung ungkapan rasa syukurnya
kepada Allah Swt. atas karunia yang diberikan kepadanya.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam:
11) Makna auha di sini ialah asyara, yakni berisyarat. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Wahb dan Qatadah.
Mujahid telah mengatakan dalam
suatu riwayat yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu
ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Yakni Zakaria menulis di
tanah kepada mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
Maryam, ayat 12-15
{يَا يَحْيَى خُذِ
الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا (12) وَحَنَانًا مِنْ
لَدُنَّا وَزَكَاةً وَكَانَ تَقِيًّا (13) وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ
جَبَّارًا عَصِيًّا (14) وَسَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ
وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا (15) }
Hai Yahya,
ambillah Al-Kitab (Taurat) itu
dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih
kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari
dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan banyak berbakti kepada kedua
orang-tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan
atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari
ia dibangkitkan hidup kembali.
Setelah putra yang diberitakan
dalam kabar gembira itu lahir (yaitu Yahya a.s.), maka Allah Swt. mengajarinya
Al-Kitab, yaitu kitab Taurat, yang biasa mereka baca di antara sesama mereka,
dan menjadi pegangan para nabi dalam memutuskan hukum terhadap orang-orang yang
beragama Yahudi, para rabbani, dan para ahbar (pendeta). Saat itu Yahya masih
kanak-kanak, karena itulah disebutkan secara menonjol dalam ayat ini, sebagai
karunia Allah buatnya, juga buat kedua orang tuanya. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ}
Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (Maryam: 12)
Yakni pelajarilah kitab Taurat
itu dengan segenap kemampuanmu dan sungguh-sungguh.
{وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا}
Dan Kami berikan kepadanya
hikmah selagi ia masih anak-anak. (Maryam: 12)
Yang dimaksud dengan 'hikmah''
ialah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad, dan suka kepada kebaikan serta
menekuninya dengan segala kemampuannya, sedangkan saat itu ia masih
kanak-kanak.
Abdullah ibnul Mubarak
mengatakan bahwa Ma'mar telah mengatakan bahwa anak-anak berkata kepada Yahya
ibnu Zakaria," Marilah kita main-main, hai Yahya!" Yahya menjawab,
"Kita diciptakan bukan untuk main-main." Ma'mar mengatakan bahwa
karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya: Dan Kami berikan
kepadanya hikmah selagi ia masih anak-anak. (Maryam: 12).
Adapun firman Allah Swt.:
{وَحَنَانًا مِنْ لَدُنَّا}
dan rasa belas kasihan yang
mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13)
Ali ibnu AbuTalhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan rasa
belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13) Yaitu rahmat dari
sisi Kami. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Qatadah, dan
Ad-Dahhak, hanya ditambahkan bahwa tiada seorang pun yang dapat menilainya
selain Kami, menurut Ad-Dahhak. Qatadah menambahkan bahwa semoga Allah
merahmati Zakaria karena rasa belas kasihan-Nya itu
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam:
13) Yakni belas kasihan dari Tuhannya kepadanya.
Ikrimah mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam:
13) Artinya, kecintaan Tuhan kepadanya. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hannan artinya
kecintaan.
Ata ibnu Abu Rabah mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi
Kami. (Maryam: 13) Yaitu penghormatan dari sisi Kami.
Ibnu Juraij mengatakan, telah
menceritakan kepada Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Ikrimah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Tidak, demi Allah, saya
tidak mengetahui apakah yang dimaksud dengan hannan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dan Mansur,
bahwa ia pernah bertanya kepada Sa’id ibnu Jubair tentang makna firman-Nya: dan
rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi kami. (Maryam: 13) Maka ia
mengatakan bahwa ternyata ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan darinya.
Makna lahiriah konteks ayat
menunjukkan bahwa firman-Nya, "Hanan" di- 'ataf-kan kepada
firman-Nya: Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak. (Maryam:
12) Yakni Kami berikan kepadanya hikmah dan belas kasihan dan kesucian.
Dengan kata lain, Kami jadikan
Yahya yang mempunyai rasa belas kasihan yang mendalam-dan kesucian. Yang
dimaksud dengan hannan. ialah kecintaan yang dibarengi dengan rasa belas
kasihan dan rasa rindu. Orang-orang Arab mengatakan, "Hannatin naqatu
'ala waladiha" artinya: Unta betina itu menyayangi anaknya. Dikatakan
pula, "Hannatil mar-atu 'ala zaujiha," artinya Wanita itu
merindukan suaminya. Termasuk ke dalam pengertian ini seorang istri dinamakan hannah
berasal dari kata haniyyah. Dikatakan pula, "Hannar rajulu
ila watanihi," artinya: Lelaki itu merindukan tanah airnya.
Termasuk ke dalam arti hannah
ialah belas kasihan dan kasih sayang, seperti yang dikatakan oleh seorang
penyair:
تَحنَّنْ عَلَي هَدَاكَ المليكُ ... فإنَّ لكُل مَقامٍ مَقَالا ...
Belas
kasihanilah aku, semoga Tuhan memberimu petunjuk, karena sesungguhnya pada
setiap kedudukan itu ada cara (tradisinya) tersendiri.
Di dalam kitab Musnad Imam
Ahmad disebutkan melalui Anas r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"يَبْقَى رَجُلٌ فِي النَّارِ يُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا
حَنَّانُ يَا مَنَّانُ"
Seorang lelaki terus menerus
berseru mengucapkan, "Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang
Maha Pemberi, "di dalam neraka selama seribu tahun.
Ternyata disebutkan dalam hadis
ini bahwa makna hananan. lain dengan mannan..
Diantara ulama ada yang
mengartikan lafaz hannan. menurut makna lugawinya, yaitu seperti
pengertian yang terdapat di dalam perkataanTarfah (seorang penyair dahulu):
أَنَا مُنْذر أفنيتَ فاسْتبق بَعْضَنَا ... حَنَانَيْك بَعْض الشَّر
أهْونُ مِنْ بَعْض
Hai
Abu Munzir, apakah engkau membinasakan semuanya, biarkanlah hidup sebagian
dari kami dengan belas kasihanmu, karena sesungguhnya sebagian kejahatan itu
lebih ringan daripada sebagian lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَزَكَاةً}
dan kesucian (dari dosa). (Maryam: 13)
Lafaz ayat ini di- ataf-kan kepada
lafaz hananan. Az-zakah artinya bersih dari najis, dosa dan kotoran.
Qatadah mengatakan bahwa az-zakah artinya amal saleh. Ad-Dahhak dan Ibnu
Juraij mengatakan, az-zakah artinya amal saleh yang bersih.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna az-zakah, bahwa yang dimaksud ialah
berkah.
{وَكَانَ تَقِيًّا}
dan ia adalah seorang yang
bertakwa. (Maryam: 13)Yaitu suci dari dosa, tidak
pernah melakukan suatu dosa pun.
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ
جَبَّارًا عَصِيًّا}
dan seorang yang berbakti
kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Maryam: 14)
Allah Swt. menyebutkan tentang
ketaatan Yahya kepada Tuhannya, dan bahkan Allah menciptakannya dengan
menganugerahinya rasa kasih sayang, kesucian dari dosa dan bertakwa. Kemudian
dalam firman selanjutnya disebutkan bahwa selain itu Yahya adalah seorang yang
taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya serta menjauhi hal-hal yang
menyakitkan kedua orang tuanya, baik secara ucapan maupun perbuatan; perintah
dan larangan kedua orang tuanya selalu ditaati. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا}
dan bukanlah ia orang yang
sombong lagi durhaka. (Maryam: 14)
Setelah menyebutkan semua
sifatnya yang terpuji, maka Allah membalasnya dengan balasan yang disebutkan
oleh firman berikutnya:
{وَسَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ
يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا}
Kesejahteraan atas dirinya
pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia
dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 15)
Yakni dia dalam keadaan aman pada
tiga keadaan tersebut.
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan
bahwa hal yang paling mengerikan bagi seseorang ialah di tiga keadaan, yaitu:
saat dia dilahirkan, karena dia melihat dirinya keluar dari tempat pertamanya.
Saat dia mati, maka ia melihat kaum yang belum pernah disaksikannya. Dan saat
dia di bangkitkan hidup kembali, maka ia melihat dirinya berada di padang
mahsyar yang luas. Allah memuliakan Yahya ibnu Zakaria a.s. dengan memberinya
kesejahteraan dalam tiga hal itu, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Kesejahteraan
atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari
ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 15); Demikianlah menurut riwayat
Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnu Mansur Al-Mawarzi, dari Sadaqah ibnul Fadl, dari
Sufyan ibnu Uyaynah.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ،
فِي قَوْلِهِ: {جَبَّارًا عَصِيًّا} ، قَالَ: كَانَ ابْنُ الْمُسَيَّبِ يَذْكُرُ
قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ
أَحَدٍ يَلْقَى اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا ذَا ذَنْبٍ، إِلَّا يَحْيَى
بْنَ زَكَرِيَّا".
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Maryam:
14) Ibnul Musayyab pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Tiada seorang pun yang menjumpai Allah kelak di hari kiamat
melainkan membawa dosa, kecuali Yahya ibnu Zakaria.
Qatadah mengatakan bahwa zakaria
belum pernah berbuat dosa dan tidak pernah mempunyai berahi terhadap wanita.
Hadis ini berpredikat mursal.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، حَدَّثَنِي ابْنُ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كُلُّ بَنِي آدَمَ
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَهُ ذَنْبٌ، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ يَحْيَى بْنِ
زَكَرِيَّا"
Muhammad ibnu Ishaq telah
meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa telah
menceritakan kepadanya Ibnul As, yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi
Saw. bersabda: Setiap anak Adam datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan
mempunyai dosa selain Yahya ibnu Zakaria.
Ibnu Ishaq berpredikat mudallis,
hadis ini telah diriwayatkannya secara mu'an'an olehnya; hanya Allah
yang mengetahui kebenarannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا
حَمَّادُ، أَخْبَرَنَا عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْران، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ وَلَدِ آدَمَ إِلَّا وَقَدْ أَخْطَأَ، أَوْ همَّ
بِخَطِيئَةٍ، لَيْسَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا، وَمَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ
يَقُولَ: أَنَا خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ بْنِ مَتَّى"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu
Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun dari
anak Adam melainkan pernah berbuat dosa atau berniat melakukan suatu dosa,
selain Yahya ibnu Zakaria. Dan tidaklah layak bagi seseorang mengatakan bahwa
diriku lebih baik daripada Yunus ibnu Mata.
Hadis ini pun daif pula karena
Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an terkenal mempunyai banyak hadis mungkar, hanya Allah
yang mengetahui kebenarannya.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah
meriwayatkan dari Qatadah, bahwa Al-Hasan pernah mengatakan, "Sesungguhnya
Yahya dan Isa bersua, lalu Isa berkata kepadanya, 'Mohonkanlah ampunan bagiku,
karena engkau lebih baik daripada aku.' Yahya berkata kepada Isa,' Engkaulah
yang lebih baik daripada aku.' Isa berkata kepadanya, 'Engkaulah yang lebih
baik daripada aku, karena aku mengucapkan selamat kepada diriku sendiri,
sedangkan kamu yang mengucapkan kepadamu adalah Allah'." Maka dikatakanlah
bahwa Allah memuliakan keduanya.
Maryam, ayat 16-21
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا (16) فَاتَّخَذَتْ
مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا
بَشَرًا سَوِيًّا (17) قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ
تَقِيًّا (18) قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لأهَبَ لَكِ غُلامًا زَكِيًّا
(19) قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ
بَغِيًّا (20) قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ
آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا (21) }
Dan
ceritakanlah (kisah) Maryam
di dalam Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu
tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari
mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam
bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, "Sesungguhnya aku
berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa.” Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah
seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.”
Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki,
sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula)
seorang pezina!" Jibril berkata, "Demikianlah; Tuhanmu berfirman,
'Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda
bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; hal itu adalah suatu perkara yang
sudah diputuskan'.”
Setelah Allah menceritakan kisah
Zakaria a.s., bahwa Allah telah menciptakan bagi Zakaria a.s. —di saat ia telah
berusia lanjut dan istrinya mandul— seorang putra yang suci, bersih lagi
diberkati. Lalu dalam firman selanjutnya Allah menceritakan kisah Maryam dan
penciptaan putranya (yaitu Isa a.s.) tanpa melalui proses seorang ayah. Kedua
kisah tersebut mempunyai kemiripan dan kesamaan. Hal yang sama telah disebutkan
pula di dalam surat Ali Imran, juga surat Al-Anbiya secara beriringan,
mengingat kedua kisah mempunyai keanehan yang sama. Hal tersebut dimaksudkan
untuk membuktikan kepada hamba-hamba-Nya akan kekuasaan Allah, kebesaran dan
keagungan-Nya, dan bahwa Allah Maha Kuasa untuk menciptakan segala yang
dikehendaki-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ}
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an. (Maryam: 16)
Maryam adalah putri Imran,
keturunan Daud a.s. Maryam berasal dari keluarga yang bersih lagi baik
dikalangan Bani Israil. Allah Swt. telah menceritakan kisah saat ibunya
melahirkan dia di dalam surat Ali Imran. Ibunya bernazar bahwa jika kelak
anaknya lahir dengan selamat, maka anak itu akan dijadikan sebagai pelayan
Baitul Maqdis; di masa itu mereka biasa melakukan amal taqarrub dengan cara
demikian. Di sebutkan oleh firman-Nya
{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ
وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya
dengan pendidikan yang baik. (Ali Imran: 37)
Maryam dibesarkan di kalangan
Bani Israil dalam lingkungan yang baik, sehingga jadilah Maryam seorang wanita
ahli ibadah terkenal yang mencurahkan segenap hidupnya untuk ibadah dan tidak
kawin. Maryam berada di dalam jaminan suami saudara perempuannya (yaitu
Zakaria), Nabi Bani Israil saat itu dan pemimpin mereka yang menjadi tempat
bertanya mereka dalam urusan agamanya.
Zakaria menyaksikan pada diri
Maryam hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam sebagai karamah (kemuliaan)
yang agung untuk Maryam dari Allah, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
{كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا
الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا
قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ}
Setiap Zakaria masuk untuk
menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria bertanya,
"Hai Maryam, dari manakah kamu memperoleh (makanan)
ini?”Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah
memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Ali Imran:
37)
Disebutkan bahwa Zakaria
menjumpai di sisi Maryam buah-buahan musim dingin di musim panas, dan
buah-buahan musim panas di musim dingin, seperti yang telah dijelaskan di dalam
surat Ali Imran.
Ketika Allah berkehendak
menciptakan hamba-Nya dari Maryam yang kelak akan menjadi rasul-Nya, yaitu Isa
a.s., salah seorang rasul Ulul 'Azmi dari kelima rasul yang besar.
{انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا
شَرْقِيًّا}
ia menjauhkan diri dari
keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Maryam:
16)
Yakni Maryam memisahkan diri
dari mereka, menjauhi mereka, dan pergi ke arah timur Baitul Maqdis. As-Saddi
mengatakan bahwa demikian itu karena haid yang dialaminya. Menurut pendapat
lain, bukan karena itu, melainkan karena hal lainnya.
Abu Kadinah telah meriwayatkan
dari Qabus ibnu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah diwajibkan melakukan salat menghadap
ke Baitul Maqdis dan menziarahinya. Tiadalah yang memalingkan mereka dari
Baitul Maqdis melainkan firman Tuhanmu yang mengatakan: ia menjauhkan diri
dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa
Maryam keluar dari Baitul Maqdis ke suatu tempat di sebelah timur, akhirnya
mereka (orang-orang Ahli Kitab) menghadap ke arah terbitnya matahari dalam
salat mereka. Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan
Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan kepada
kami Khalid ibnu Abdullah, dari Daud, dari Amir, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan, "Sesungguhnya saya benar-benar orang yang paling mengetahui di
antara makhluk Allah tentang mengapa orang-orang Nasrani menjadikan arah timur
sebagai kiblat mereka," yaitu karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam:
16) Mereka menjadikan tempat kelahiran Isa sebagai kiblat mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16)
Yaitu tempat yang luas lagi jauh (dari Masjidil Aqsa). Muhammad ibnu Ishaq
mengatakan bahwa Maryam pergi dengan membawa timbanya untuk mengambil air
minumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa
Maryam membuat suatu rumah untuk tempat ibadahnya. Hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا}
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka. (Maryam: 17)
Yakni Maryam menutupi dirinya
dan bersembunyi dari pandangan mereka. Maka Allah mengutus kepadanya Malaikat
Jibril a.s.
{فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا}
maka ia menjelma di
hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
(Maryam: 17)
Maksudnya, malaikat Jibril
berganti rupa menjadi manusia yang sempurna.
Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah,
Ibnu Juraij, Wahb ibnu Munabbih, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya. (Maryam:
17) Yang dimaksud dengan roh Kami dalam ayat ini adalah Malaikat Jibril a.s.
Pendapat yang diutarakan oleh
mereka ini berdasarkan makna lahiriah Al-Qur'an, karena sesungguhnya Allah Swt.
telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:
{نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ
لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}
dan dibawa turun oleh
Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan. (Asy-Syu'ara: 193-194)
Abu Ja'far Ar-Razi telah
meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b
yang mengatakan bahwa sesungguhnya roh Isa a.s. termasuk salah satu dari
roh-roh yang telah diambil sumpahnya di masa Adam a.s. Roh itulah yang menjelma
dalam rupa manusia yang sempurna, yakni roh Isa. Maka Maryam yang diajak bicara
olehnya mengandung dan ia masuk ke dalam tubuh Maryam melalui mulutnya. Pendapat
ini sangat aneh dan tidak rasional, seakan-akan pendapat ini bersumber dari
kisah Israiliyat.
{قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ
مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا}
Maryam berkata,
"Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika
kamu seorang yang bertakwa.” (Maryam: 18)
Setelak Jibril menjelma dalam
rupa manusia yang sempurna di hadapan Maryam, saat itu Maryam berada di suatu
tempat yang menyendiri; antara dia dan kaumnya terdapat hijab (dinding)
penghalang, Maryam merasa takut kepada Jibril, ia menduga bahwa Jibril hendak
berbuat tidak senonoh terhadap dirinya. Maka Maryam berkata: Sesungguhnya
aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa. (Maryam: 18) Maryam mengatakan, "Jika kamu seorang yang
bertakwa," dengan maksud mengingatkannya akan Allah.
Hal inilah yang dianjurkan oleh
syariat dalam membela diri, yaitu dengan memakai sarana yang paling mudah terlebih
dahulu, kemudian baru dengan cara lainnya secara bertahap. Langkah pertama yang
dilakukan oleh Maryam ialah memperingatkan orang itu akan siksa Allah Swt. jika
ia bermaksud jahat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar,
dari Asim yang mengatakan bahwa Abu Wa-il menceritakan kisah Maryam; ia
mengatakan bahwa orang yang bertakwa itu adalah orang yang mempunyai "self
control" dalam dirinya terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang
Allah. Ketika Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. Ia (Jibril) berkata,
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu.” (Maryam: 18-19)
Malaikat menjawab untuk melenyapkan rasa curiga dan takut Maryam terhadap
dirinya yang menduga bahwa ia mau memperkosanya, "Keadaanku tidaklah
seperti yang kamu duga. Sesungguhnya aku ini hanyalah utusan Tuhanmu. Allah-lah
yang mengutusku kepadamu."
Menurut suatu riwayat, saat
Maryam mengingatkan Jibril kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka Malaikat Jibril
gemetar karena takut dan ujudnya kembali berubah seperti rupa aslinya, lalu
berkata: Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu
seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19)
Menurut Abu Amr ibnul Ala, lafaz
li-ahaba dibaca liyahaba, artinya Dia akan memberimu seorang anak
laki-laki yang suci.
Abu Amr ibnul Ala adalah seorang
ahli qiraat yang terkenal. Sedangkan ulama lainnya membacanya seperti berikut: untuk
memberimu seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19) Yakni dengan
bacaan li-ahaba.
Masing-masing dari kedua qiraat
tersebut mempunyai alasan yang baik dan makna yang benar, juga mempunyai
kesimpulan yang sama.
{قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ }
Maryam berkata, "Bagaimana
akan ada bagiku seorang anak laki-laki. (Maryam:
20)
Maryam merasa heran dengan
berita tersebut, maka ia mengatakan, "Bagaimana aku bisa punya anak
laki-laki," dengan cara apakah akan terjadi kelahiran anak laki-laki
seperti itu dariku, padahal aku bukanlah wanita yang bersuami, dan mustahil aku
berbuat lacur. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa Maryam
berkata:
{وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ
بَغِيًّا}
sedangkan tidak pernah
seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina. (Maryam: 20)
Al-bagyu artinya zina.
Di dalam hadis disebutkan bahwa
Nabi Saw. melarang (memakan) maskawin pelacuran, yakni imbalan yang diberikan
kepada pelacur.
{قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ
هَيِّنٌ}
Jibril berkata, "Demikianlah,
Tuhanmu berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku'.” (Maryam:
21)
Maka Malaikat itu berkata
kepadanya dalam menjawab pertanyaannya, bahwa sesungguhnya Allah telah
berfirman, "Sesungguhnya Dia akan menciptakan darimu seorang anak
laki-laki, sekalipun kamu tidak punya suami dan kamu tidak pernah melakukan
perbuatan lacur." Karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa terhadap semua apa
yang dikehendakiNya.
Dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ}
dan agar Kami menjadikannya
suatu tanda. (Maryam: 21)
Yaitu petunjuk dan tanda bagi
manusia tentang kekuasaan Pencipta mereka yang meragamkan proses penciptaan
makhluk-Nya. Dia menciptakan bapak mereka (Adam) tanpa melalui ayah dan ibu,
dan Dia menciptakan istrinya (Hawa) melalui laki-laki tanpa wanita. Dan Dia
menciptakan keturunannya melalui laki-laki dan wanita, kecuali Isa, karena
sesungguhnya Dia menciptakan Isa melalui wanita saja, tanpa laki-laki. Dengan
demikian, lengkaplah keempat proses penciptaan ini yang menunjukkan
kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruhNya; tidak ada Tuhan dan
tidak ada Rabb selain Dia.
Firman Allah Swt.:
{وَرَحْمَةً مِنَّا}
dan sebagai rahmat dari Kami.
(Maryam: 21)
Artinya, Kami jadikan anak itu
—sebagai rahmat dari Kami— seorang nabi yang menyeru manusia untuk menyembah
Allah Swt. dan mengesankanNya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
ayat lainnya, yaitu:
{إِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ
إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ
مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ وَيُكَلِّمُ
النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَمِنَ الصَّالِحِينَ}
(Ingatlah), ketika Malaikat
berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan
kalahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya,
namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat
dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia
berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk
di antara orang-orang yang saleh.” (Ali Imran: 45-46)
Yakni dia menyeru manusia untuk
menyembah Tuhannya sejak dalam usia buaian dan dalam usia dewasanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim
ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Marwan, telah menceritakan kepada
kami Al-Ala ibnul Haris Al-Kufi, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Maryam a.s.
berkata, "Apabila aku sendirian, Isa yang masih ada dalam kandunganku
berbicara dan bercerita kepadaku. Apabila aku bersama dengan orang lain, maka
ia bertasbih dan bertakbir di dalam perutku."
Firman Allah Swt. :
{وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا}
dan hal itu adalah suatu
perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21)
Kalimat ini dapat ditakwilkan
merupakan perkataan Jibril kepada Maryam yang menceritakan kepadanya bahwa
penciptaan anak itu merupakan suatu hal yang telah ditakdirkan di dalam ilmu
Allah Swt. dan telah menjadi kehendak-Nya. Dapat ditakwilkan pula bahwa kalimat
ini merupakan cerita dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Dan makna yang
dimaksud adalah ungkapan kiasan yang mengandung makna bahwa Jibril melakukan
tiupan ke dalam rahim Maryam. Seperti pengertian yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي
أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}
dan Maryam putri Imran yang
memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh
(ciptaan) Kami. (At-Tahrim: 12)
Dan firman Allah Swt.:
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا
فِيهَا مِنْ رُوحِنَا}
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya,
lalu Kami tiupkan ke dalam rahimnya roh dari Kami. (Al-Anbiya: 91)
Muhammad ibrru Ishaq telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hal itu adalah suatu
perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21) Yakni sesungguhnya Allah telah
menetapkan perkara itu dan bahwa perkara itu harus terjadi. Pendapat ini
dipilih pula oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, tiada seorang pun yang
meriwayatkannya kecuali hanya dia. Hanya Allah-lah yang mengetahui
kebenarannya.
Maryam, ayat 22-23
{فَحَمَلَتْهُ
فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ
النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا
مَنْسِيًّا (23) }
Maka
Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke
tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,ia
berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi
sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”
Allah Swt. berfirman,
menceritakan tentang Maryam, bahwa ketika Jibril telah menyampaikan firman
Allah kepadanya, maka Maryam dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri
kepada takdir Allah Swt. Banyak ulama yang menceritakan dari ulama terdahulu,
bahwa malaikat tersebut adalah Jibril a.s. Saat itu Jibril melakukan tiupan ke
dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun kebagian bawah tubuhnya hingga
masuk ke dalam farjinya, maka dengan serta-merta Maryam mengandung anak dengan
seizin Allah Swt.
Setelah Maryam merasakan dirinya
berbadan dua, terasa sempitlah dadanya karena kebingungan, ia tidak mengetahui
apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang. Maryam merasa yakin bahwa
orang-orang tidak akan mempercayai ucapannya bila ia ceritakan hal itu kepada
mereka. Hanya Maryam menceritakan rahasia dirinya itu kepada saudara
perempuannya yang menjadi istri Zakaria, karena Zakaria a.s. pernah memohon
dikaruniai seorang anak kepada Allah, dan Allah memperkenankan permintaannya
sehingga istrinya mengandung.
Maryam masuk ke dalam rumah
saudara perempuannya. Saudara perempuannya itu bangkit menyambutnya dengan
hangat, lalu memeluknya dan berkata, "Hai Maryam, tidakkah engkau
merasakan bahwa saya sedang hamil?" Maryam menjawab, "Apakah engkau
tidak merasakan pula bahwa diriku sedang mengandung juga?" Kemudian Maryam
menceritakan kepada saudara perempuannya itu tentang kejadian yang dialaminya;
keluarga Zakaria adalah keluarga yang beriman dan percaya kepada kebenaran.
Setelah peristiwa itu istri
Zakaria apabila berhadapan dengan Maryam merasakan bahwa kandungan yang ada di
dalam perutnya bersujud kepada kandungan yang ada di dalam perut Maryam, yakni
mengagungkan dan berendah diri kepada anak yang dikandung oleh Maryam. Karena
sesungguhnya bersujud menurut syariat mereka merupakan hal yang diperbolehkan
saat memberi salam. Sebagaimana telah bersujud kepada Yusuf, kedua orang tuanya
dan saudara-saudaranya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para
malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s. Akan tetapi, hal seperti itu
diharamkan di dalam syariat agama Islam, demi menyempurnakan pengagungan kepada
Allah Swt. Yang Mahaagung.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain yang mengatakan, "Telah
dibacakan kepada Al-Haris ibnu Miskin, sedangkan saya (Ali ibnul Husain)
mendengarkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim,
bahwa Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan bahwa telah sampai suatu
berita kepadanya bahwa sesungguhnya Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Zakaria
a.s. adalah saudara sepupu dari pihak ibu, dan kedua-duanya dikandung dalam
masa yang bersamaan."
Imam Malik mengatakan,
"Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa ibu Yahya berkata kepada
Maryam,' Sesungguhnya saya merasakan anak yang ada dalam kandunganku bersujud
kepada anak yang ada dalam kandunganmu'."
Imam Malik mengatakan bahwa
menurut pendapatnya, demikian itu karena keutamaan yang dimiliki oleh Isa a.s.,
sebab Allah memberinya keistimewaan dapat menghidupkan orang-orang yang baru
mati, dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit supak.
Kemudian para ahli tafsir
berbeda pendapat tentang masa kandungan yang dialami oleh Isa a.s. Menurut
pendapat yang terkenal dari jumhur ulama, Maryam mengandung Isa selama sembilan
bulan. Ikrimah mengatakan delapan bulan, karena itulah menurutnya bayi yang
dilahirkan dalam usia kandungan delapan bulan tidak ada yang dapat bertahan
hidup.
Ibnu Juraij mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Utbah ibnu Abdullah As-Saqafi yang
mendengar Ibnu Abbas berkata saat ditanya mengenai kandungan Maryam, bahwa
begitu Maryam mengandung, langsung melahirkan dalam waktu yang singkat.
Tetapi pendapat ini aneh sekali,
seakan-akan pendapat ini tersimpulkan dari makna lahiriah firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا
قَصِيًّا فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}
Maka Maryam mengandungnya,
lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa
sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada
pangkal pohon kurma. (Maryam: 22-23)
Sekalipun huruf fa yang
ada dalam ayat menunjukkan makna ta'qib (urutan), tetapi pengertiannya
disesuaikan dengan tradisi yang berlaku. Seperti halnya pengertian yang
terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ
سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا
النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ
عِظَامًا}
Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah,
lalu ' alaqah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang. (Al-Mu’minun: 12-14)
Huruf fa yang ada dalam
ayat ini sama bermakna ta'qib (menunjukkan) urutan kejadian), tetapi
jarak tenggang masanya berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain,
bahwa di antara kedua tahap tersebut jarak masanya empat puluh hari. Dan
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}
Apakah kamu tidak melihat
bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? (Al-Hajj: 63)
Menurut pendapat yang terkenal,
makna yang dimaksud sesuai dengan makna lahiriah ayat, Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. Maryam mengandung Isa sebagaimana biasanya kaum wanita
mengandung anak-anaknya. Karena itulah setelah kelihatan tanda kehamilan pada
diri Maryam, sedangkan di dalam masjid tempat ia berada terdapat seorang lelaki
saleh dari kalangan kerabatnya, yang juga ikut berkhidmat mengurusi masjid
Baitul Muqaddas; ia dikenal dengan nama Yusuf An-Najjar. Maka ketika Yusuf
melihat perut Maryam semakin besar ia tidak mempercayai hal tersebut karena sepanjang
pengetahuannya Maryam adalah wanita yang bersih suci lagi rajin beribadah dan
kuat agamanya.
Tetapi kejadian yang dialami
oleh Maryam selalu menghantui pikirannya, tanpa dapat ia enyahkan. Akhirnya
dengan memberanikan diri ia bertanya kepada Maryam dengan bahasa sindiran,
"Hai Maryam, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu
perkara, tetapi janganlah engkau menyimpulkan hal yang tidak baik terhadap
diriku." Maryam berkata, "Apakah yang hendak engkau tanyakan itu?"
Yusuf berkata, "Apakah ada pohon tanpa biji, dan apakah ada tanaman tanpa
benih, dan apakah ada seorang anak tanpa ayah?"
Maryam menjawab, "Ya."
Maryam memahami apa yang dimaksud oleh Yusuf dalam kata sindirannya itu. Maryam
melanjutkan perkataannya, "Adapun tentang pertanyaanmu yang mengatakan
bahwa bisakah ada pohon tanpa biji, tanaman tanpa benih? Sesungguhnya Allah
menciptakan pepohonan dan tanam-tanaman pada pertama kalinya tanpa biji dan
tanpa benih. Dan mengenai pertanyaanmu, bisakah lahir anak tanpa ayah?
Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan Adam tanpa melalui ayah juga
ibu." Akhirnya Yusuf percaya kepada kesucian Maryam dan memaklumi
keadaannya.
Setelah Maryam merasakan bahwa
kaumnya telah menuduh tidak baik terhadap dirinya, akhirnya ia menjauhkan diri
dari mereka ke tempat yang jauh, agar dia tidak melihat mereka dan mereka tidak
melihat dirinya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
bahwa ketika Maryam mengandung Isa dan Maryam telah mengisi penuh wadah airnya,
lalu kembali, dia tidak berhaid lagi dan merasakan keadaan seperti yang biasa
dirasakan oleh wanita yang sedang mengandung anak; tubuhnya terasa letih, berat
badannya bertambah dan pucat, hingga lisannya terasa berat untuk berbicara.
Maka tiada suatu cobaan pun yang seberat apa yang sedang menimpa keluarga Zakaria.
Berita kehamilannya telah tersiar di kalangan kaum Bani Israil. Mereka
mengatakan bahwa sesungguhnya yang menghamilinya tiada lain adalah si Yusuf.
Mereka mengatakan demikian karena di dalam gereja itu tiada yang bersama dengan
Maryam selain Yusuf. Akhirnya Maryam bersembunyi dari orang banyak dan membuat
hijab penghalang bagi dirinya sehingga orang-orang tidak dapat melihatnya dan
dia pun tidak dapat melihat mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ
النَّخْلَةِ}
Maka rasa sakit akan
melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada
pangkal pohon kurma. (Maryam: 23)
Yakni rasa sakit yang dialaminya
karena akan melahirkan anak memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma
di tempat pengasingannya.
Para ulama berbeda pendapat
mengenai tempat tersebut, As-Saddi mengatakan bahwa tempat tersebut terletak di
sebelah timur mihrabnya yang merupakan tempat ia biasa melakukan ibadahnya di
Baitul Maqdis. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Maryam pergi melarikan diri,
dan ketika ia berada di antara negeri Syam dan negeri Mesir, ia merasakan sakit
akan melahirkan anak.
Di dalam riwayat lain dari Wahb
ibnu Munabbih disebutkan bahwa tempat tersebut jauhnya delapan mil dari Baitul
Maqdis di sebuah dusun yang dikenal dengan nama Baitul Lahm.
Menurut kami, dalam hadis isra
melalui riwayat Imam Nasai dari Anas dan riwayat Imam Baihaqi dari Syaddad
ibnu Aus telah disebutkan bahwa hal itu terjadi di Baitul Lahm (tempat
penyembelihan hewan alias pejagalan). Hanya Allah-lah yang mengetahui
kebenarannya.
Pendapat inilah yang terkenal
dikalangan orang banyak dan diterima oleh mereka. Kalangan kaum Nasrani pun
tidak meragukan bahwa Isa dilahirkan di Baitul Lahm; pendapat ini diterima di
kalangan mereka. Adapula sebuah hadis yang menceritakan tentang hal ini, jika
hadis tersebut memang berpredikat sahih.
Firman Allah Swt. yang
menceritakan perkataan Maryam:
{قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا
وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا}
dia berkata, "Aduhai
alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak
berarti lagi dilupakan.” (Maryam: 23)
Ayat ini mengandung pengertian
yang menunjukkan boleh mengharapkan mati di saat tertimpa fitnah; karena Maryam
merasakan bahwa dirinya akan mendapat cobaan dan ujian dengan kelahiran anaknya,
yang membuat orang-orang keheranan dan tidak akan mempercayai cerita yang
sebenarnya. Sehingga kejadian tersebut membuat pandangan mereka terhadap
dirinya menjadi terbalik; dahulu mereka menganggapnya sebagai wanita ahli
ibadah dan bertakwa, kemudian mereka menganggapnya sebagai seorang wanita
pelacur, menurut dugaan mereka. Karena itulah Maryam berkata kepada dirinya
sendiri: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini. (Maryam: 23)
Maksudnya, sebelum kejadian dia mengandung. dan aku menjadi sesuatu yang
tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni diriku tidak diciptakan
dan bukan berupa sesuatu apa pun. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.
As-Saddi mengatakan bahwa saat
Maryam merasa sakit akan melahirkan, ia berkata kepada dirinya sendiri,
"Aduhai, sekiranya aku mati sebelum musibah ini, dan kesedihanku karena
melahirkan anak tanpa suami." Ia mengatakan demikian karena malu kepada
orang-orang. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam:
23) Maksudnya, dilupakan sehingga tidak ada yang mencarinya; perihalnya sama
dengan kain pembalut haid bila sudah terpakai, dibuang begitu saja tanpa pikir
panjang lagi. Demikian pula halnya segala sesuatu yang dilupakan dan dibiarkan,
ia tidak disebut-sebut lagi.
Qatadah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi
dilupakan. (Maryam: 23) Yakni sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut-sebut,
dan tidak diketahui jati dirinya.
Ar-Rabi' ibnu Anas telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang
tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yaitu menjadi bayi yang mati
keguguran.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa Maryam
bermaksud seandainya saja dirinya tidak ada sama sekali.
Dalam pembahasan terdahulu telah
diketengahkan hadis-hadis yang melarang mengharapkan mati kecuali di saat
tertimpa fitnah (yang menimpa agama orang yang bersangkutan), yaitu pada
firman-Nya:
{تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي
بِالصَّالِحِينَ}
Wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)
Maryam, ayat 24-26
{فَنَادَاهَا مِنْ
تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي
إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25) فَكُلِي
وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (26)
}
Maka Jibril
menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya
Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon
kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak
kepadamu; maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat
seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini.”
Sebagian ulama membaca
firman-Nya:
{مَنْ تَحْتَهَا}
dari tempat yang rendah. (Maryam: 24)
menjadi man tahtaha, yang
artinya orang yang ada di tempat yang lebih rendah daripadanya. Sedangkan ulama
lainnya membacanya sesuai dengan apa yang tertera di-dalam mus-haf, yakni min
tahtiha, dengan mengartikan huruf min sebagai huruf jar.
Ulama tafsir berbeda pendapat
mengenai orang yang menyeru Maryam, siapakah dia sebenarnya?
Al-Aufi dan lain-lainnya telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril
menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya
adalah malaikat Jibril, dan Isa masih belum berbicara sebelum ibunya membawanya
kepada kaumnya.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Amr ibnu Maimun, As-Saddi, dan Qatadah,
bahwa yang menyerunya adalah Malaikat Jibril a.s. Jibril memanggilnya dari
lembah yang ada di tempat yang lebih rendah.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam:
24) Bahwa yang menyerunya adalah Isa putra Maryam.
Hal yang sama dikatakan oleh
Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan
bahwa yang menyerunya adalah putranya (Isa).
Pendapat ini bersumber dari
salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa
orang yang menyerunya adalah putranya. Selanjutnya Al-Hasan Al-Basri mengatakan
bahwa tidakkah kamu mendengar firman-Nya yang mengatakan: maka Maryam
menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir
di dalam kitab tafsirnya, juga oleh Ibnu Zaid.
Firman Allah Swt.:
{أَلا تَحْزَنِي}
Janganlah kamu bersedih hati.
(Maryam: 24)
Yakni Malaikat Jibril menyerunya
seraya mengatakan bahwa janganlah kamu bersedih hati.
{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}
sesungguhnya Tuhanmu telah
menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)
Sufyan As-Sauri dan Syu'bah
telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib, sehubungan dengan
firman-Nya: sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam:
24) Bahwa yang dimaksud dengan sariyya ialah anak-anak sungai.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa as-sariy artinya
sungai.
Hal yang sama telah dikatakan
pula oleh Amr ibnu Maimun, bahwa as-sariy artinya sungai airnya dapat
diminum.
Mujahid mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah sungai menurut bahasa Siryani,
Said ibnu Jubair mengatakan
sungai kecil dengan bahasa Nabti.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah sungai kecil menurut bahasa Siryani.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan
sungai kecil.
Qatadah mengatakan bahwa as-sariy
artinya anak sungai menurut dialek penduduk Hijaz.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, as-sariy
artinya sungai kecil yang mengalir.
As-Saddi mengatakan sungai.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Hal ini telah disebutkan di
dalam sebuah hadis marfu';
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا
أَبُو شُعَيْبٍ الحَرَّاني: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ البَابلُتِّي
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ نَهِيك، سَمِعْتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ
يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ السَّرِيَّ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِمَرْيَمَ:
{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا} نَهْرٌ أَخْرَجَهُ اللَّهُ لِتَشْرَبَ
مِنْهُ"
Imam Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu
Nuhaik; ia pernah mendengar Ikrimah maula (bekas budak) Ibnu Abbas mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya makna as-sariy yang disebutkan oleh
Allah Swt. di dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan
anak sungai di bawahmu " (Maryam: 24), adalah sungai yang
dikeluarkan oleh Allah untuk minum Maryam.
Hadis ini garib sekali
bila ditinjau dari jalur periwayatannya; karena Ayyub ibnu Nuhaik Al-Habli yang
ada dalam sanad hadis ini menurut Abu Hatim Ar-Razi orangnya daif. Sedangkan
menurut Abu Zar'ah, hadisnya munkar (tidak dapat diterima). Menurut
penilaian Abul Fath Al-Azdi, hadisnya matruk (tidak terpakai).
Ulama lainnya mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan as-sariy adalah Isa a.s. Hal ini dikatakan oleh
Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far.
Pendapat ini bersumber dari
salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Qatadah, dan pendapat
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah
pendapat yang pertama, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutaya:
{وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ}
Dan goyangkanlah pangkal
pohon kurma itu ke arahmu. (Maryam: 25)
Yakni peganglah pangkal pohon
kurma itu.
Menurut pendapat Ibnu Abbas,
pohon kurma itu pada asalnya kering. Menurut pendapat lainnya, pohon kurma itu
berbuah. Mujahid mengatakan bahwa pohon kurma itu tidak berbuah. As-Sauri
mengatakan dari Abu DaudNufai' Al-A'ma, bahwa pohon kurma itu sudah mati. Makna
lahiriah ayat menunjukkan bahwa yang dipegangnya itu adalah pohon kurma, tetapi
di saat sedang tidak berbuah. Demikianlah menurut Wahb ibnu Munabbih.
Allah memberikan karunia kepada Maryam dengan menyediakan di dekatnya makanan
dan minuman, sebagai imbalan dari usahanya.
{تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا}
niscaya pohon kurma itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan dan minumlah serta
bersenang hatilah kamu. (Maryam: 25-26)
Yaitu tenanglah dan bersenang
hatilah kamu. Amr ibnu Maimun mengatakan, bahwa tidak ada suatu makanan pun
yang lebih baik bagi wanita sehabis melahirkan selain kurma muda dan kurma
masak.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا شَيْبَان، حَدَّثَنَا مَسْرُورُ بْنُ سَعِيدٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ عُروة بْنِ رُوَيْم، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "أَكْرِمُوا عَمَّتَكُمُ النَّخْلَةَ، فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ
الطِّينِ الَّذِي خُلِقَ مِنْهُ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَلَيْسَ مِنَ
الشَّجَرِ شَيْءٌ يُلَقَّح غَيْرُهَا". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَطْعِمُوا نِسَاءَكُمُ الولدَ الرطَبَ، فَإِنْ
لَمْ يَكُنْ رُطَبٌ فَتَمْرٌ، وَلَيْسَ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةٌ أَكْرَمُ عَلَى
اللَّهِ مِنْ شَجَرَةٍ نَزَلَتْ تَحْتَهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Syaiban, telah menceritakan kepada kami Masrur ibnu Sa'id At-Tamimi, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Al-Auza'i, dari Urwah ibnu
Ruwayyim, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Muliakanlah bibi kalian dengan kurma, karena sesungguhnya kurma
diciptakan dari tanah yang diciptakan darinya Adam a.s. Tiada suatu pohon pun
yang dikawinkan selain dari pohon kurma. Rasulullah Saw. pernah bersabda
pula: Berilah makan kurma muda kepada wanita kalian yang habis melahirkan,
jika tidak ada maka kurma masak. Tidak ada suatu pohon pun yang paling
dimuliakan oleh Allah selain dari pohon kurma yang menjadi tempat berteduh
Maryam binti Imran.
Hadis ini munkar sekali,
tetapi Abu Ya'la telah meriwayatkannya pula dari Syaiban dengan sanad yang
sama.
Sebagian ulama qiraat mambaca tussaqit
dengan memakai tasydid, sedangkan sebagian ulama lainnya membacanya tusaqit
tanpa tasyidid. Adapun Abu Nuhaik membacanya tasqut. Abu Ishaq telah
meriwayatkan dari Al-Barra, bahwa ia membacanya yusaqit, yakni pangkal
pohon kurma itu merunduk. Pada garis besarnya masing-masing dari pendapat
tersebut berdekatan maknanya.
Firman Allah Swt.:
{فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا}
Jika kamu melihat seorang
manusia. (Maryam : 26)
Yakni manakala kamu melihat
seseorang.
{فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ
صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}
maka katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Bernur ah;
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26)
Makna yang dimaksud ialah Maryam
berisyaratkan kepadanya yang pengertiannya seperti itu, bukan mengucapkannya
dengan kata-kata; agar tidak bertentangan dengan firman-Nya:
{فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}
maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini. (Maryam:
26)
Anas ibnu Malik telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا}
Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
26)
Yang dimaksud dengan puasa ialah
diam atau puasa tidak bicara. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan
Ad-Dahhak. Menurut suatu riwayat dari Anas, disebutkan puasa dan tidak bicara;
hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan selain keduanya.
Makna yang dimaksud ialah
'mereka apabila melakukan puasa, maka menurut syariat mereka tidak boleh makan
dan berbicara'. Demikianlah menurut apa yang dinaskan oleh As-Saddi, Qatadah,
dan Abdur Rahman ibnu Zaid.
Ibnu Ishaq telah meriwayatkan
dari Harisah yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Mas'ud,
datanglah dua orang lelaki kepadanya; salah seorang dari keduanya mengucapkan
salam, sedangkan yang lainnya tidak mengucapkan salam. Maka Ibnu Mas'ud
bertanya, "Mengapa kamu?". Teman-temannya menjawab, "Dia telah
bersumpah bahwa pada hari ini dia tidak akan berbicara dengan seorang manusia
pun." Maka Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Berbicaralah kepada orang
dan ucapkanlah salam kepada mereka. Karena sesungguhnya wanita itu (Maryam)
merasa yakin bahwa tidak akan ada seorang pun yang percaya kepadanya bahwa
dirinya mengandung tanpa suami. Dimaksudkan puasanya itu sebagai alasan untuk
tidak bicara dengan mereka bila ia ditanya mereka." Asar ini telah
diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Abdur Rahman ibnu Zaid
mengatakan bahwa ketika Isa berkata kepada Maryam, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya (menurut tafsir ulama yang mengatakan bahwa orang yang menyerunya
adalah Isa): Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24) Maryam menjawab,
"Bagaimana saya tidak sedih, sedangkan kamu ada bersama dengan saya tanpa
suami, juga bukan sebagai budak wanita (yang dinikahi tuannya). Maka dengan
alasan apakah saya berhujah kepada orang-orang? Aduhai, sekiranya aku mati
sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan."
Isa berkata kepadanya, "Sayalah yang akan menjawab mereka, kamu tidak usah
bicara lagi." Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam:
26) Ini merupakan perkataan Isa kepada ibunya. Hal yang sama telah dikatakan
pula oleh Wahb.
Maryam, ayat 27-33
{فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا
تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا (27) يَا أُخْتَ
هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا (28)
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
(29) قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ
مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا
شَقِيًّا (32) وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ
أُبْعَثُ حَيًّا (33) }
Maka
Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata,
"Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan
ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, " maka Maryam menunjuk kepada
anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang
masih dalam ayunan?” Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku Al-Kitab (Injil) dan
Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati
di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat
dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan
Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan
semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal
dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Allah Swt. berfirman,
menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa pada hari itu, yaitu hendaknya
dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun; karena dengan puasa, maka
keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan puasa menjadi alasan
baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada perintah Allah Swt.
dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong putranya dan
membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa bayinya,
mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti yang
disebutkan oleh firman Allah Swt. menyitir kata-kata kaumnya:
{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا
فَرِيًّا}
Hai Maryam, sesungguhnya kamu
telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam:
27)
Yakni suatu perkara yang besar
dosanya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada
kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni,
dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum Maryam pergi mencari-carinya.
Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga terhormat. Mereka merasa
kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya; dan mereka bersua dengan
seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, "Apakah kamu pernah melihat
wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?" Pengembala sapi menjawab,
"Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan yang
belum pernah saya lihat sebelumnya."
Mereka bertanya, "Apakah
yang telah dilakukan sapimu?" Pengembala sapi berkata, "Tadi malam
saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu."
Abdullah ibnu Abu Ziyad
mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang mengatakan bahwa pengembala
itu menjawab, "Saya melihat cahaya yang terang." Maka mereka pergi
menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu, tiba-tiba mereka
berpapasan dengan Maryam. Ketika Maryam melihat kaumnya, maka duduklah ia dan
menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan berdiri di
dekatnya.
{قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا
فَرِيًّا}
Mereka berkata, "Hai
Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (Maryam: 27)
Yaitu suatu perkara yang sangat
berat dosanya.
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Makna yang dimaksud ialah hai
wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun a.s.
{مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا
كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}
Ayahmu sekali-kali bukanlah
seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28)
Yakni kamu berasal dari keluarga
yang baik lagi suci, terkenal dengan kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya. Maka
mengapa hal seperti itu kamu lakukan?
Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi
mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam:
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Yang dimaksud ialah saudara
Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya. Perihalnya sama dengan seseorang
dari Bani Tamim dipanggil 'hai saudara Tamim', dan dari Bani Mudar dipanggil
'hai saudara Mudar'.
Menurut pendapat yang lain,
Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di kalangan mereka yang bernama
Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama dengan lelaki saleh itu.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan
dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka (Bani Israil) menyerupakan Maryam
dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di kalangan mereka bernama Harun;
riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Sa'id ibnu Jubair.
Hal yang lebih aneh dari
kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut ini. Ia
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hijistani, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami
Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari
Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam:
28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan Harun alias juga saudara perempuan
Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam
suatu peti (waktu itu Musa masih bayi).
{فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ}
Maka kelihatanlah olehnya
Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 11)
Pendapat ini keliru sama sekali,
karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya
(Al-Qur'an), bahwa sesudah para rasul Dia mengiringi mereka dengan Isa sesudah
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi
sesudahnya selain Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup para nabi. Karena itulah
disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui Abu Hurairah r.a., bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ؛ إِلَّا أَنَّهُ
لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ"
Aku adalah nabi yang paling
berhak terhadap (Isa) putra Maryam, karena
sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia.
Seandainya keadaannya seperti
apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, tentulah Isa bukan
termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad Saw. Dan tentulah Isa berada sebelum
Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Daud
sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا
مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسِيتُمْ إِنْ كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَا أَلا نُقَاتِلُ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ}
Apakah kamu tidak
memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka
berkata kepada seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk kami seorang raja supaya
kami berperangai Bawah pimpinannya) di jalan
Allah.” (Al-Baqarah: 246)
Dan dalam ayat-ayat selanjutnya
disebutkan:
{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251)
hingga akhir ayat.
Hal yang mendorong Al-Qurazi
berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang tertera di dalam kitab Taurat.
Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil keluar dari laut (yang
dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di dalam laut itu, Maryam
binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun) memukul rebana bersama
kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah dan bersyukur
kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani Israil.
Kemudian Al-Qurazi beranggapan
bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah ibu Isa. Padahal
pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan yang fatal karena pada hakikatnya
Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam saudara perempuan Musa a.s.
Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi dan orang-orang saleh
mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، سَمِعَتْ أَبِي يَذْكُرُهُ عَنْ سِمَاك، عَنْ عَلْقَمَةَ
بْنِ وَائِلٍ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نَجْرَانَ، فَقَالُوا: أَرَأَيْتَ مَا
تَقْرَءُونَ: {يَا أُخْتَ هَارُونَ}
، وَمُوسَى قَبْلَ عِيسَى بِكَذَا وَكَذَا؟
قَالَ: فَرَجَعْتُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَا أَخْبَرْتَهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَسَمّون
بِالْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ قَبْلَهُمْ؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia pernah mendengar ayahnya
menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah ibnu Wa-il, dari
Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
mengutusnya ke negeri Najran. Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya
kepadanya, "Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai
saudara perempuan Harun'. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak
masa yang amat jauh?" Al-Mugirah ibnu Syu'bah tidak dapat menjawab. Ketika
ia pulang, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah
Saw. bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka
dahulu biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka?
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid
oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu
Idris, dari ayahnya, dari Sammak dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih garib, yakni kalau
tidak hasan, sahih, atau garib; kami tidak mengenalnya, melainkan
melalui hadis Ibnu Idris.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari
Sa'id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, ia pernah
mendapat berita bahwa Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa yang dimaksud bukanlah
Harun saudara lelaki Musa a.s. Maka perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah,
"kamu dusta." Ka'b menjawab, "Wahai Ummul Mu’minin, sesungguhnya
Nabi Saw. pernah mengatakannya bahwa beliau lebih mengetahui dan lebih teliti.
Jika Nabi Saw. tidak mengatakannya, maka sesungguhnya saya menjumpai jarak masa
di antara mereka ada enam ratus tahun." Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan
tetapi, jawaban Ka'b yang mengatakan jarak masa enam ratus tahun masih
diragukan kebenarannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid,
telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) hingga akhir ayat.
Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang dikenal akan kesalehannya, mereka sama
sekali tidak pernah berbuat kebobrokan. Di antara manusia ada orang-orang yang
dikenal dengan kesalehannya, dan keturunan mereka pun berpegang teguh kepada
tradisi kesalehan itu. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan
keburukannya, dan keturunan mereka terkenal pula dengan keburukan itu. Harun
terkenal saorang yang saleh lagi dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi
Harun di sini bukanlah Harun saudara lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang
lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
diceritakan kepada kami bahwa saat Harun meninggal dunia, jenazahnya
dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu orang Bani Israil yang
semuanya bernama Harun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ
نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
maka Maryam menunjuk kepada
anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil
yang masih ada dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni ketika mereka mencurigai
keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang dialaminya, serta mengatakan
kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya berbuat tidak senonoh dan
melakukan perbuatan zina. Saat itu Maryam sedang puasa dan tidak bicara, maka
ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah anaknya, dengan maksud agar
mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih bayi. Maka mereka menjawab
dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan mempermainkan mereka: Bagaimanakah
kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29)
Maimun ibnu Mahran mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam:
29) dengan maksud bahwa hendaknya mereka berbicara langsung dengan bayinya.
Maka mereka merasa terkejut mendapat jawaban demikian seraya mengatakan,
"Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan anak yang masih dalam usia
ayunan?"
As-saddi telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam:
29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka marah dan mengatakan, "Sungguh
ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang lebih parah daripada perbuatan
zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita berbicara dengan bayi
ini."
{قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي
الْمَهْدِ صَبِيًّا}
Mereka berkata,
"bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?”
(Maryam: 29)
Yakni anak yang masih dalam usia
ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia dapat berbicara.
{إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ}
Berkata Isa,
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah.” (Maryam:
30)
Mula-mula kalimat yang diucapkan
Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan membersihkan-Nya dari sifat beranak,
kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah.
Firman Allah Swt.:
{آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا}
Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Kalimat ini dimaksudkan
membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang dilontarkan oleh kaumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa
setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan yang tidak senonoh terhadap
ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada ibunya. Maka ia melepaskan
payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri seraya berkata: Sesungguhnya
aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan
aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai dengan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam: 31)
Hammad ibnu Salamah telah
meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa mengangkat jari telunjuknya ke
atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata, seperti yang disitir oleh
firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil)
dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Ikrimah telah mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku Al-Kitab (Injil). (Maryam:
30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan memberiku Al-Kitab dalam
ketetapan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Musaffa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Attar, dari Abdul
Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Isa putra
Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan menguasainya sejak ia masih berada dalam
kandungan ibunya. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya,
menyitir kata-katanya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku
Al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Akan tetapi, Yahya ibnu Sa’id
Al-Attar orangnya berpredikat matruk yakni hadisnya tidak
terpakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ}
dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam:
31)
Mujahid dan Amr ibnu Qais serta
As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menjadikan Isa
seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain dari Mujahid, Isa adalah
seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib
ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum) mengatakan bahwa seorang yang berilmu
bersua dengan seorang yang berilmu lagi lebih daripadanya, lalu orang yang
berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya, "Semoga Allah merahmati
kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku (menurutmu)?" Ia
menjawab, "Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara mungkar.
Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang disampaikan
oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya."
Ulama fiqih telah sepakat
tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di
mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika ditanyakan, "Apakah
keberkatannya?" yang ditanya menjawab, "Amar ma'ruf dan nahi munkar
di mana pun ia berada."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا
دُمْتُ حَيًّا}
dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat
selama aku hidup. (Maryam: 31)
Sama pengertiannya dengan firman
Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.:
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ
الْيَقِينُ}
dan sembahlah Tuhanmu sampai
datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)
Abdur Rahman ibnul Qasim telah
meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat
selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam jawabannya menyebutkan perkara
yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai dengan apa yang telah
ditakdirkan terhadapnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا بِوَالِدَتِي}
dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32)
Yakni Allah memerintahkan pula
kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah Swt. menyebutkan berbakti kepada
orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab Allah Swt. sering menyebutkan
secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya dan taat kepada kedua orang
tua. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا}
dan Dia tidak menjadikan aku
seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)
Maksudnya, Allah tidak
menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi sombong, tidak mau menyembah
dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada ibuku, yang akibatnya aku
menjadi orang yang celaka.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa
makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah orang yang tega membunuh karena marah.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang
menyakiti kedua orang tuanya, melainkan kamu jumpai dia berwatak sombong lagi
celaka. Kemudian ia membacakan firman Allah Swt.: dan berbakti kepada ibuku,
dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)
tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang berperangai buruk, melainkan kamu
jumpai dia orang yang angkuh lagi sombong. Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}
dan hamba sahaya yang kalian
miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri. (An-Nisa: 36)
Qatadah mengatakan, telah
diceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita melihat putra Maryam
menghidupkan orang-orang mati serta menyembuhkan orang yang buta dan
berpenyakit supak dengan seizin Allah. Maka wanita itu berkata,
"Beruntunglah bagi orang yang mengandungmu, beruntunglah bagi orang yang
menyusukanmu." Maka Nabi Isa a.s. berkata menjawabnya, "Beruntunglah
bagi orang yang membaca Kitabullah dan mengikuti petunjuk yang ada di
dalamnya, serta bukan menjadi orang yang sombong lagi celaka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ
وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا}
Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Maryam:
33)
Hal ini membuktikan akan
predikat dirinya sebagai hamba Allah Swt. dan bahwa Isa adalah seorang makhluk
Allah yang hidup dan mati serta dibangkitkan sebagaimana makhluk lainnya. Akan
tetapi, Isa diselamatkan dari semua fase tersebut yang merupakan fase-fase yang
paling berat dirasakan oleh semua hamba Allah.
Maryam, ayat 34-37
{ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ
مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ (34) مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ
يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ
كُنْ فَيَكُونُ (35) وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا
صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (36) فَاخْتَلَفَ الأحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ (37) }
Itulah Isa
putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka
berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak,
Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata
kepadanya, "Jadilah, " maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah adalah
Tuhanku dan Tuhan kalian,maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah
jalan yang lurus. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Muhammad, Rasul-Nya, bahwa kisah yang Kami ceritakan kepadamu merupakan
sebagian dari kisah tentang Isa a.s.
{قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ}
adalah kisah yang sebenarnya,
yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (Maryam: 34)
Yakni orang-orang yang batil dan
orang-orang yang hak dari kalangan orang-orang yang beriman kepadanya dan
orang-orang yang kafir kepadaNya, berbantah-bantahan mengenai kebenarannya.
Karena itulah sebagian besar ulama membacanya qaulul haq dengan
di-raya'-kan. Tetapi Asim dan Abdullah ibnu Amir membacanya qaulul haqqi. Diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud bahwa dia membacanya dengan bacaan 'isabna maryama.
Penulis mengatakan Irab yang
lebih jelas adalah bacaan rafa' yang diperkuat oleh firman Allah Swt.
yang berbunyi:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ
فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari
Tuhanmu, sebab itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah: 147)
Setelah Allah menyebutkan bahwa
Dia menciptakan Isa sebagai hamba dan nabi-Nya, lalu Allah Swt. membersihkan
dari-Nya Yang Maha suci melalui firman-Nya.
{مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ
وَلَدٍ سُبْحَانَهُ}
Tidak layak bagi Allah
mempunyai anak, Maha suci Dia. (Maryam: 35)
Artinya, Maha Suci Allah dari
apa yang dikatakan oleh orang-orang bodoh lagi zalim dan melampaui batas itu
dengan kesucian yang sebesar-besarnya.
{إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ
لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Apabila Dia telah menetapkan
sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah
ia. (Maryam: 35)
Dengan kata lain, apabila Allah
menghendaki sesuatu, sesungguhnya Dia hanya berkata kepadanya; maka jadilah apa
yang dikehendaki-Nya itu sesuai dengan keinginan-Nya. Di dalam ayat lain
disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ
كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ الْحَقُّ
مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam.
Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya,
"Jadilah " (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang
telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu,
karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran:
59-60)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ
فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
Sesungguhnya Allah adalah
Tuhanku dan Tuhan kalian, maka sembahlah Dia oleh kalian. Ini adalah jalan
yang lurus. (Maryam : 36)
Yaitu di antara perintah yang
dianjurkan oleh Isa kepada kaumnya saat ia masih dalam ayunan ialah
memberitahukan kepada mereka bahwa Allah adalah Tuhannya dan Tuhan mereka. Lalu
Isa memerintahkan kepada mereka untuk menyembah Allah Swt. Untuk itu ia
berkata:
{فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
maka sembahlah Dia oleh kamu
sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. (Maryam: 36)
Yakni agama yang aku sampaikan
kepada kalian dari Allah merupakan jalan yang lurus; Barang siapa yang
mengikutinya, dibenarkan dan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang
menentangnya, disalahkan dan tersesat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاخْتَلَفَ الأحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ}
Maka berselisihlah
golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. (Maryam:
37)
Yaitu Ahli Kitab berselisih
pendapat tentang eksistensi Isa, padahal perkaranya sudah jelas dan gamblang,
bahwa dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya yang diciptakan melalui perintah-Nya
yang ditujukan kepada Maryam, dan diciptakan melalui roh ciptaan-Nya. Sebagian
dari mereka yang terdiri atas orang-orang Yahudi telah sepakat mengatakannya
sebagai anak zina; semoga laknat Allah menimpa mereka. Mereka mengatakan pula
bahwa perkataan Isa yang masih ada dalam usia ayunan itu adalah sihir.
Segolongan lainnya dari kalangan mereka mengatakan, sesungguhnya yang berbicara
itu adalah Tuhan. Segolongan lainnya lagi mengatakan bahwa Isa adalah anak
Allah. Golongan lainnya lagi mengatakan, Isa adalah salah satu dari ketiga
Tuhan. Dan golongan yang lainnya mengatakan bahwa Isa adalah hamba Allah dan
utusan-Nya. Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang benar sesuai dengan
petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman.
Kisah yang semisal telah
diriwayatkan melalui Amr ibnu Maimun, Ibnu Juraij, dan Qatadah serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang, baik dari kalangan ulama Salaf maupun
dari kalangan ujama Khalaf.
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar,
yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (Maryam: 34) Bahwa
kaum Bani Israil mengadakan pertemuan, lalu mereka mengemukakan empat orang
yang paling alim di antara mereka sebagai juru bicara dari masing-masing
kelompoknya, kemudian mereka berdebat tentang Isa ketika Isa dinaikkan.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan yang turun ke bumi, lalu
menghidupkan orang-orang yang dihidupkannya dan mematikan orang-orang yang
dimatikannya, setelah itu Isa naik ke langit. Mereka yang berpendapat demikian
adalah golongan Ya'qubiyah. Pendapat tersebut ditolak oleh ke tiga orang
lainnya karena di anggap dusta dan tidak benar. Kemudian orang yang kedua dari
mereka berkata kepada orang yang ketiga, "Bagaimanakah pendapatmu?
Kemukakanlah." Orang yang ketiga berkata bahwa Isa adalah anak Allah.
Mereka yang mengatakan demikian adalah golongan Nusturiyah. Orang yang kedua
menyangkal seraya mengatakan, "Kamu dusta." Kemudian salah seorang
dari dua orang lainnya berkata kepada yang lainnya, "Kemukakanlah
pendapatmu tentang dia." Ia berkata bahwa Isa adalah salah satu dari tiga
tuhan; Allah Tuhan yang pertama, dia tuhan kedua, dan ibunya tuhan ketiga.
Mereka yang berpendapat demikian adalah golongan Israili, raja-raja nasrani,
semoga laknat Allah menimpa mereka semua. Orang yang keempat berkata,
"Kamu dusta, bahkan Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, roh yang diciptakan
oleh-Nya dan diciptakan melalui firman-Nya." Mereka yang berpendapat
demikian adalah orang-orang muslim.
Disebutkan bahwa masing-masing
dari keempat orang itu mempunyai pengikutnya sendiri-sendiri yang mendukung
pendapatnya. Akhirnya mereka berperang di antara sesama mereka dan mereka
beroleh kemenangan atas orang-orang muslim yang beriman bahwa Isa adalah hamba
dan utusan Allah Swt. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ
بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ}
dan membunuh orang-orang yang
menyuruh manusia berbuat adil. (Ali Imran: 21)
Qatadah mengatakan, mereka adalah
orang-orang yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Maka
berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. (Maryam:
37) Mereka berselisih pendapat tentang Isa, akhirnya terpecahlah mereka menjadi
beberapa golongan.
Ibnu Abu Hatim telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Urwah Ibnuz Zubair melalui sebagian ahlul
'ilmi suatu kisah yang isinya hampir sama dengan riwayat di atas.
Ahli sejarah dari kalangan Ahli
Kitab dan lain-lainnya telah menyebutkan bahwa Kaisar Konstantinopel pernah mempertemukan
kaum Ahli Kitab dalam suatu pertemuan besar di ketiga tempat perkumpulan mereka
yang terkenal di kalangan mereka. Golongan uskup dari kalangan mereka terdiri
atas dua ribu seratus tujuh puluh orang, lalu mereka berselisih pendapat
tentang Isa putra Maryam dengan perselisihan yang tajam sekali. Masing-masing
golongan mempunyai pendapat sendiri. Seratus orang mempunyai pendapat sendiri;
begitu pula tujuh puluh orang dari mereka; lima puluh orang berpendapat berbeda
dengan lainnya, dan seratus enam puluh orang mempunyai pendapat sendiri pula.
Tiada suatu pendapat pun yang disepakati oleh lebih dari tiga ratus delapan
orang.
Di antara mereka ada sejumlah
uskup yang sepakat memegang suatu pendapat dan mempertahankannya mati-matian;
pendapat ini disetujui oleh Kaisar. Kaisar adalah seorang ahli filsafat, maka
golongan tersebut dijadikan sebagai pemuka agama dan didukungnya, serta
mengusir golongan lainnya. Maka para uskup yang didukungnya memberikan kepada
Kaisar amanat yang besar yang lebih layak disebut sebagai pengkhianatan
terbesar.
Kemudian para uskup yang
didukung oleh Kaisar ini membuatkan untuk Kaisar kitab undang-undang dan
menetapkan baginya hukum-hukum syariat serta membuat banyak bid'ah dan
penyimpangan di dalam agama Al-Masih; mereka telah merubahnya dari aslinya.
Sebagai imbalannya Kaisar
Konstantinopel membangunkan buat mereka gereja-gereja yang besar di wilayah
kekaisarannya; semuanya tersebar di negeri Syam, Jazirah Arabia, dan Romawi
sehingga jumlah gereja di masa pemerintahannya kurang lebih dua belas ribu
gereja. Sedangkan ibu kaisar membangun tempat pembuangan sampah di tempat
penyaliban yang diduga oleh orang-orang Yahudi bahwa yang disalib itu adalah
Al-Masih. Mereka dusta, bahkan Allah-lah yang menaikannya ke langit.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ
يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar. (Maryam: 37)
Ayat ini mengandung ancaman dan
peringatan yang keras terhadap orang-orang yang mendustakan Allah dan melakukan
tuduhan keji serta menganggap bahwa Allah beranak. Akan tetapi, Allah
menangguhkan mereka sampai hari kiamat dan membiarkan mereka berkat sifat
Penyantun-Nya dan kekuasaan-Nya untuk menyiksa mereka. Sesungguhnya Dia tidak
menyegerakan orang-orang yang berbuat durhaka terhadapNya. Di dalam kitab Sahihain
disebutkan melalui salah satu hadisnya:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي ِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ
لَمْ يُفْلِتْهُ" ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
{وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ
أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah
benar-benar memberikan tangguh kepada orang yang zalim; tetapi apabila Dia
menyiksanya, pastilah orang yang zalim itu tidak akan luput dari siksa-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan begitulah
azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim.
Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud : 102)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
pula bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ،
إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ"
Tiada seorang pun yang lebih
sabar terhadap berita yang menyakitkan hatinya selain dari Allah. Sesungguhnya
mereka menganggap bahwa Allah beranak, padahal Allah-lah yang memberi mereka
rezeki dan kesehatan.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا
وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota
yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang
penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah
kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj : 48)
{وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ
غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ
فِيهِ الأبْصَارُ}
Dan janganlah sekali-kali
kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang
zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada
waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim:
42)
Dalam ayat berikut ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ
يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar. (Maryam: 37)
Yakni hari kiamat. Di dalam
hadis sahih yang telah disepakati kesahihannya diriwayatkan melalui Ubadah
ibnus Samit r.a disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ
اللَّهِ [وَرَسُولُهُ] وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ،
وَأَنَّ الْجَنَّةَ حُقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى
مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ"
Barang siapa yang bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba Allah, rasulnya,
yang diciptakan melalui kalimat-Ny ayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
dengan tiupan roh dari-Nya, dan bahwa surga itu hak dan neraka itu hak (benar ada), niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga
sesuai dengan amal perbuatan yang dikerjakannya.
Maryam, ayat 38-40
{أَسْمِعْ بِهِمْ
وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا لَكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ فِي ضَلالٍ
مُبِينٍ (38) وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي
غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (39) إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الأرْضَ وَمَنْ
عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ (40) }
Alangkah
terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari
mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan,(yaitu) ketika segala
perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.
Sesungguhnya. Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan
hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.
Allah Swt. berfirman
menceritakan perihal orang-orang kafir kelak di hari kiamat, bahwa sesungguhnya
mereka mempunyai pendengaran yang sangat terang dan penglihatan yang sangat
tajam. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam
firman-Nya:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو
رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا
نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat ketika
orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka
berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar.” (As-Sajdah:
12), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, mereka
mengatakan hal tersebut di saat tiada sesuatu pun yang dapat memberikan manfaat
kepada mereka dan tiada sesuatu pun yang dapat menolong mereka. Seandainya
peristiwa yang disebutkan dalam ayat ini terjadi sebelum mereka menyaksikan
azab, tentulah hal tersebut dapat memberi manfaat kepada mereka dan dapat
menyelamatkan mereka dari azab Allah. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ}
Alangkah terangnya
pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka. (Maryam: 38)
Ungkapan ini merupakan ungkapan ta'ajjub
yang menunjukkan makna keluarbiasaan, yakni betapa terangnya pendengaran
mereka dan betapa tajamnya penglihatan mereka saat itu.’
{يَوْمَ يَأْتُونَنَا}
pada hari mereka datang
kepada Kami. (Maryam: 38)
Yaitu pada hari kiamat
{لَكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ}
Tetapi orang-orang yang zalim
pada hari ini. (Maryam: 38)
Yakni dalam kehidupan dunia.
{فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
berada dalam kesesatan yang
nyata. (Maryam: 38)
Maksudnya, tidak dapat mendengar
dan tidak dapat melihat serta tidak dapat berpikir; yaitu di saat hidayah
datang kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, tidak mau pula menaatinya.
Dengan kata lain, mereka tidak memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan akal
mereka untuk menerima hidayah.
Kemudian dalam ayat selanjutnya
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ}
Dan berilah mereka peringatan
tentang hari penyesalan. (Maryam: 39)
Artinya berilah peringatan
kepada makhluk akan hari penyesalan.
{إِذْ قُضِيَ الأمْرُ}
yaitu ketika segala perkara
telah diputuskan. (Maryam: 39)
Yakni ahli surga dan ahli neraka
telah dipisahkan, dan masing-masing dimasukkan ke dalam tempat tinggalnya untuk
selama-lamanya.
{وَهُمْ
فِي غَفْلَةٍ}
Dan mereka dalam keadaan
lalai. (Maryam: 39)
Yaitu dalam kehidupan dunia
mereka lalai terhadap apa yang diperingatkan kepada mereka, yakni hal yang
bakal menimpa mereka kelak di hari penyesalan dan kekecewaan.
{وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}
dan mereka tidak (pula) beriman. (Maryam: 39)
Maksudnya tidak percaya kepada
hari penyesalan itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ،
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ [الْخُدْرِيِّ]
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا
دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، يُجَاءُ
بِالْمَوْتِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ، فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ،
فَيُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ قَالَ:
"فَيَشْرَئِبُّونَ [فَيَنْظُرُونَ] وَيَقُولُونَ: نَعَمْ هَذَا
الْمَوْتُ". قَالَ: "فَيُقَالُ: يَا أَهْلَ النَّارِ، هَلْ تَعْرِفُونَ
هَذَا؟ قَالَ: فَيَشْرَئِبُّونَ فَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هَذَا
الْمَوْتُ" قَالَ: "فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ" قَالَ:
"وَيُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ
النَّارِ خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ" قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ
وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ قَالَ: "أَهْلُ الدُّنْيَا فِي
غَفْلَةِ الدُّنْيَا".
Imam Ahmad mengatakan telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Apabila ahli surga dimasukkan ke dalam surga dan ahli neraka
dimasukkan ke dalam neraka, maka didatangkanlah maut yang rupanya seakan-akan
seperti domba yang berbulu putih, lalu dihentikan di antara surga dan neraka.
Maka dikatakan, "Hai ahli surga, apakah kalian mengenal ini?” Maka mereka
mengarahkan pandangannya ke arah domba itu dan menelitinya, lalu mereka
berkata, "Ya, ini adalah maut.” Kemudian dikatakan, "Hai ahli neraka,
apakah kalian mengenal ini?” Maka mereka mengarahkan pandangannya ke arah maut
dan menelitinya, kemudian mereka berkata, "Ya, inilah maut.” Lalu
diperintahkan agar domba itu disembelih, maka disembelihlah domba itu, lalu
dikatakan, "Hai ahli surga, kekallah kalian dan tidak ada mati lagi. Hai
ahli neraka, kekallah kalian dan tidak ada mati lagi.” Kemudian Rasulullah
Saw. membacakan firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari
penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka
dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman. (Maryam: 39) Seraya
berisyarat dengan tangannya, kemudian bersabda: "Ahli dunia berada dalam
kelalaian (tentang itu) saat hidup di dunia."
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam
kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama dan
dengan lafaz yang pengertiannya mirip dengan hadis ini.
Hadis ini telah diriwayatkan
pula oleh Al-Hasan ibnu Arafah. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Asbat ibnu Muhammad, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu’
dengan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sunan Ibnu
Majah dan lain-lainnya disebutkan melalui hadis Muhammad ibnu Amr, dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
hadis yang sama melalui Ibnu Umar. Ibnu Juraij telah meriwayatkan hadis ini,
bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, lalu disebutkan hadis yang semisal, hanya
hadis ini diucapkan oleh Ibnu Abbas. Dan Ibnu Juraij telah meriwayatkan pula
dari ayahnya; ia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan dalam kitab Qisas-nya
bahwa maut di datangkan seakan-akan berupa hewan, lalu disembelih,
sedangkan orang-orang memandangnya.
Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, bahwa telah menceritakan kepada kami Abuz
Zar ra, dari Abdullah ibnu Mas'ud dalam kisah yang diketengahkannya, bahwa
tiada suatu orang pun melainkan melihat rumah-rumah yang ada di surga dan
rumah-rumah yang ada di neraka; hal ini terjadi pada hari penyesalan. Ahli
neraka melihat rumah yang ada di dalam surga, lalu dikatakan kepada mereka,
"Sekiranya kalian beramal kebaikan." Maka mereka merasa menyesali
perbuatannya. Dan ahli surga melihat rumah yang ada di dalam neraka, lalu
dikatakan kepada mereka, "Seandainya saja Allah tidak memberikan
karunia-Nya kepada kalian (tentulah kalian masuk neraka)."
As-Saddi telah meriwayatkan dari
Ziyad, dari Zurr ibnu Hubaisy, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu)
ketika segala perkara telah diputus. (Maryam: 39) Apabila ahli
surga telah masuk surga dan ahli neraka telah masuk neraka, maka didatangkanlah
maut dalam bentuk domba yang berbulu putih dengan berbelang hitam, lalu
dihentikan di antara surga dan neraka. Kemudian terdengarlah suara seruan yang
mengatakan, "Hai ahli surga, inilah maut yang mematikan manusia di
dunia." Maka tiada seorang pun dari kalangan ahli surga —baik surga yang
tertinggi maupun surga yang terendah— melainkan memandang ke arah maut yang
diserupakan dengan domba itu. Kemudian suara itu menyeru lagi dan mengatakan, "Hai
ahli neraka, inilah maut yang telah mematikan manusia di dunia." Maka
tidak ada seorang pun dari kalangan penghuni neraka—baik yang ada di bagian
atas maupun yang ada di dasarnya— melainkan memandang ke arahnya. Kemudian maut
disembelih di tempat yang terletak di antara surga dan neraka. Lalu terdengar
suara menyeru, "Hai ahli surga, inilah masa kekekalan untuk
selama-lamanya. Hai ahli neraka, inilah masa kekekalan untuk
selama-lamanya." Maka ahli surga meluap-luap kegembiraannya. Seandainya
ada orang yang mati karena kegembiraan, tentulah mereka mati karena kegembiraan
yang sangat. Lain halnya dengan ahli neraka, mereka sangat menyesal luar biasa.
Seandainya ada orang yang dapat mati karena menyesal, tentulah mereka semua
mati karena menyesal. Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.: Dan
berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala
perkara telah diputus. (Maryam: 39) Yaitu bilamana maut disembelih.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan
tentang hari penyesalan. (Maryam:39) Al-Hasrah merupakan salah satu
dari nama hari kiamat yang dibesarkan oleh Allah Swt. untuk memperingatkan hamba-hamba-Nya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah mereka
peringatan tentang hari penyesalan. (Maryam: 39) Bahwa yang dimaksud dengan
'hari penyesalan' ialah hari kiamat. Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
membaca firman-Nya:
{أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى
مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ}
supaya jangan ada orang yang
mengatakan, "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah. (Az-Zumar: 56)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الأرْضَ وَمَنْ
عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ}
Sesungguhnya Kami mewarisi
bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka
dikembalikan. (Maryam: 40)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia
adalah Yang Menciptakan makhluk, Raja Yang Mengatur segalanya, semua makhluk
akan binasa, dan yang kekal hanyalah Dia Yang Mahatinggi lagi Mahasuci. Tiada
seorang pun yang disebut raja, tidak pula ada yang dapat mengatur, bahkan Dia sendirilah
Yang Mewarisi semua makhluk-Nya, Yang Mahakekal sesudah mereka lagi Maha
Memutuskan di antara mereka. Maka tiada seorang pun yang dianiaya barang
sedikit pun, bahkan mereka tidak dianiaya dalam hal yang sekecil nyamuk pun,
tidak pula dalam hal yang lebih kecil daripada itu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa
Hudbah ibnu Khalid Al-Qaisi telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Hazm ibnu Abu Hazm Al-Qat'i, bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz pernah
berkirim surat kepada Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman (Gubernur Kufah) yang
isinya sebagai berikut: "Amma ba'du (sesudah membaca hamdalah,
salawat, dan salam), sesungguhnya Allah telah memastikan atas makhluk-Nya saat
Dia menciptakan mereka, bahwa mereka harus mati. lalu Dia menjadikan mereka
kembali kepada-Nya. Dan Dia telah berfirman di dalam wahyu yang diturunkan-Nya
yang termaktub di dalam Al-Qur'an yang benar —yang Dia pelihara dengan
seizin-Nya— serta menyuruh para malaikatNya untuk menyaksikannya, bahwa Dia
memelihara Kitab-Nya, bahwa sesungguhnya Dia mewarisi bumi dan semua orang yang
ada di atasnya, dan hanya pada-Nyalah mereka dikembalikan."
Maryam, ayat 41-45
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لأبِيهِ يَا
أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
(42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ
فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ
الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ
إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ
وَلِيًّا (45) }
Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim
di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada
bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan
yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan
itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku
khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu
menjadi kawan bagi setan.”
Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Muhammad Saw., bahwa ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab dan
bacakanlah kisah ini kepada kaummu yang menyembah berhala. Dan ceritakanlah
kepada mereka sebagian dari kisah Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah,
yang merupakan bapak moyang bangsa Arab, dan mereka menduga bahwa diri mereka
berada dalam agamanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat
membenarkan lagi seorang nabi, ia hidup bersama ayahnya dan melarang ayahnya
menyembah berhala. Untuk itu Ibrahim mengatakan, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ
وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu
sedikit pun? (Maryam: 42)
Yakni sesuatu yang tidak dapat
memberikan manfaat kepadamu, tidak pula dapat menolak suatu mudarat pun darimu.
{يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ
الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ}
Wahai bapakku, sesungguhnya
telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. (Maryam: 43)
Dengan kata lain, dapat
disebutkan bahwa jika aku berasal dari sulbimu (keturunanmu) dan kamu pandang
diriku lebih kecil daripadamu karena aku adalah anakmu, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya aku telah dianugerahi ilmu dari sisi Allah yang tidak diketahui
olehmu dan kamu tidak memilikinya sama sekali.
{فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا}
maka ikutilah aku, niscaya
aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Maryam:
43)
Yaitu jalan yang lurus yang
dapat mengantarkan seseorang untuk meraih cita-cita yang didambakan dan
menyelamatkannya dari hal yang menakutkan.
{يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ}
Wahai bapakku, janganlah kamu
menyembah setan. (Maryam: 44)
Maksudnya, janganlah kamu
menaatinya dengan menyembah berhala-berhala ini, karena sesungguhnya setanlah
yang mendorongmu untuk menyembahnya dan setan suka dengan perbuatanmu. Hal ini
semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ
أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ}
Bukankah Aku telah
memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah
setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (Yasin: 60)
{إِنْ يَدْعُونَ مِنْ
دُونِهِ إِلا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلا شَيْطَانًا مَرِيدًا}
Yang mereka sembah selain
dari Allah itu tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan
menyembah berhala itu) mereka tidak lain menyembah setan yang durhaka. (An-Nisa:
117)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ
عَصِيًّا}
Sesungguhnya setan itu
durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
44)
Yakni penentang lagi sombong,
tidak mau taat kepada Tuhannya; maka Tuhan mengusir dan menjauhkannya. Karena
itu, janganlah kamu mengikuti setan, sebab akibatnya kamu menjadi seperti dia.
{يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ
عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ}
Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 45)
Karena kemusyrikan dan
kedurhakaanmu terhadap apa yang diperintahkan kepadamu (yaitu menyembah Allah
Swt. semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun)
{فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا}
maka kamu menjadi kawan bagi
setan. (Maryam: 45)
Yaitu maka kamu tidak mempunyai
pelindung dan tidak pula penolong, serta tidak penjamin selain iblis. Padahal
iblis tidak dapat melakukannya, juga yang lainnya; bahkan ketaatanmu
terhadapnyalah yang mengakibatkan kamu tertimpa azab. Seperti yang disebutkan
oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{تَاللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ
مِنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ
الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Demi Allah, sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan
menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan
bagi mereka azab yang sangat pedih. (An-Nahl: 63)
Maryam,
ayat 46-48
{قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ
عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي
مَلِيًّا (46) قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ
بِي حَفِيًّا (47) وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو
رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا (48) }
Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai
Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam dan
tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri
dari kalian dan dari apa yang kalian seru selain dari Allah; dan aku akan
berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada
Tuhanku.”
Allah
Swt. berfirman, menceritakan tentang jawaban ayah Nabi Ibrahim saat Nabi
Ibrahim menyerunya untuk menyembah Allah. Disebutkan bahwa ayah Nabi Ibrahim
mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا
إِبْرَاهِيمُ}
"Bencikah
kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim?” (Maryam: 46)
Maksudnya,
jika kamu tidak ingin menyembahnya dan tidak pula menyukainya, maka hentikanlah
cacianmu dan penghinaan serta serapahmu terhadapnya. Jika kamu tidak mau
menghentikan itu semua, niscaya aku akan menghukummu dan berbalik akan mencaci
dan menghinamu. Yang demikian itu adalah yang dimaksudkan oleh apa yang
disebutkan firman-Nya:
{لأرْجُمَنَّكَ}
niscaya
kamu akan kurajam. (Maryam:
46)
Demikianlah
menurut penafsiran Ibnu Abbas, As-Saddi, Ibnu Juraij, Ad-Dahhak, dan
lain-lainnya.
Firman
Allah Swt.:
{وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا}
dan
tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Maryam: 46)
Menurut
Mujahid, Ikrimah, Sa"id ibnu Jubair, dan Muhammad ibnu Ishaq, yang
dimaksud dengan maliyyan ialah dahran, artinya satu tahun.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, artinya masa yang lama.
As-Saddi
telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan tinggalkanlah aku buat
waktu yang lama. (Maryam: 46) Bahwa artinya selama-lamanya.
Ali
ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama. (Maryam:
46) Bahwa yang dimaksud dengan maliyyan ialah sawiyyan, yakni
dalam keadaan utuh dan selamat sebelum kamu tertimpa siksaan dariku.
Hal
yang sama telafudikatakan oleh Ad-Dahhak, Qatadah, Atiyyah Al-Jadali, dan Abu
Malik serta lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Pada
saat itu juga Ibrahim berkata kepada ayahnya:
{سَلامٌ عَلَيْكَ}
Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu. (Maryam:
47)
Pengertiannya
sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam menceritakan sifat kaum
mukmin melalui firman-Nya:
{وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلامًا}
dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Al-Furqan:
63)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا
عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ
لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}
Dan
apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
darinya dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian
amal-amal kalian, kesejahteraan atas diri kalian, kami tidak ingin bergaul
dengan orang-orang jahil.” (Al-Qashash:
55)
Makna
ucapan Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan: Semoga keselamatan dilimpahkan
kepadamu. (Maryam: 47) Yakni adapun diriku, maka aku tidak akan menimpakan
hal yang tidak kamu sukai terhadap dirimu, tidak pula hal yang menyakitkan
dirimu, karena aku menghormatimu sebagai ayahku.
{سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي}
aku
akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. (Maryam: 47)
Yaitu
tetapi sebaliknya aku akan memohonkan kepada Allah semoga Allah memberimu
hidayah dan ampuni dosa-dosamu.
{إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا}
Sesungguhnya
Dia sangat baik kepadaku. (Maryam:
47)
Ibnu
Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna hafiyyan ialah latifan,
yakni baik atau penyayang. Karena itulah aku mendapat petunjuk untuk
menyembah-Nya dan berikhlas kepada-Nya.
Qatadah
dan Mujahid serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
Dia sangat baik kepadaku. (Maryam: 47) Yakni biasa memperkenankan permintaannya,
As-Saddi mengatakan, makna hafiyyan ialah yang selalu memperhatikan
urusannya.
Ibrahim
a.s. telah memintakan ampun buat ayahnya dalam waktu yang cukup lama, bahkan
sesudah ia hijrah ke negeri Syam dan membangun Masjidil Haram, dan sesudah mempunyai
anak (yaitu Ismail dan Ishaq). Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ}
Ya
Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat). (Ibrahim: 41)
Kaum
muslim dalam masa permulaan Islam pernah memintakan ampun buat kerabat dan
keluarga mereka yang masih musyrik, karena mengikuti jejak Nabi Ibrahim a.s.
yang pernah melakukannya, hingga Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ
مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}
Sesungguhnya
telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka,
"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah
selain Allah. (Al-Mumtahanah:
4)
Sampai
dengan firman-Nya:
إِلا
قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ
اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ
Kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan
ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah.”(Al-Mumtahanah:
4), hingga akhir ayat.
Yakni
kecuali perkataan Nabi Ibrahim yang memohonkan ampun kepada Tuhannya buat
ayahnya, "Janganlah kalian mengikutinya." Kemudian Allah Swt.
menjelaskan bahwa Ibrahim menghentikan permohonan ampun buat ayahnya dan tidak
lagi melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا
أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ }
Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik. (At-Taubah: 113)
Sampai
dengan firman-Nya:
وَمَا
كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا
إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada
Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah:
114)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي}
Dan
aku akan menjauhkan diri dari kalian dan dari apa yang kalian seru selain dari
Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam: 48)
Maksudnya,
aku akan menjauhi kalian, berlepas diri dari kalian dan sembahan-sembahan yang
kalian sembah selain dari Allah.
{وَأَدْعُو رَبِّي}
dan
aku akan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam:
48)
Yakni
aku akan menyembah Tuhanku semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي
شَقِيًّا}
Mudah-mudahan
aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam: 48)
Maksudnya,
mudah-mudahan doaku diperkenankan dengan pasti. Doa Nabi Ibrahim pasti
diterima, karena sesungguhnya dia adalah penghulu para nabi sesudah Nabi
Muhammad Saw.
Maryam,
ayat 49-50
{فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ
وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا (49) وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا
لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا (50) }
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa
yang mereka sembah selain Allah. Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya’qub. Dan
masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka
sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi
tinggi.
Allah
Swt. menceritakan bahwa setelah Nabi Ibrahim menjauh dari ayahnya dan kaumnya
demi karena Allah, maka Allah menggantikan baginya orang-orang yang lebih
baik daripada mereka dan Allah menganugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qub,
yakni seorang putra dan cucu. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً}
dan
Ya’qub sebagai suatu anugerah (dari
Kami). (Al-Anbiya: 72)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
dan
sesudah Ishaq (lahir pula)
Ya’qub. (Hud: 71)
Tidak
diperselisihkan lagi bahwa Ishaq adalah orang tua Ya'qub, dan hal ini
disebutkan secara jelas oleh nas Al-Qur'an di dalam surat Al-Baqarah, yaitu
firman-Nya:
{أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ
يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا
نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ}
Adakah
kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya, "Apakah yang kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab,
"Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail,
dan Ishaq.” (Al-Baqarah: 133)
Karena
itulah disebutkan dalam ayat ini Ishaq dan Ya'qub. Dengan kata lain, Allah
berfirman bahwa Kami jadikan bagi Ibrahim anak dan keturunannya yang kelak
menjadi nabi-nabi. Hal ini dimaksudkan untuk menyenangkan hati Nabi Ibrahim
semasa hidupnya, karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا}
Dan
masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. (Maryam: 49)
Seandainya
Ya'qub tidak diberitakan menjadi nabi semasa Nabi Ibrahim masih hidup, tentulah
dia tidak akan disebutkan, dan yang disebutkan tentulah cucunya (yaitu Yusuf)
karena sesungguhnya dia pun adalah seorang nabi. Seperti yang disebutkan oleh
Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu di
saat beliau ditanya mengenai orang yang paling baik, maka Rasul Saw. menjawab
dengan nada yang penuh rendah diri (karena kenyataannya hanya beliaulah makhluk
Allah yang paling baik secara mutlak, pent.):
"يُوسُفُ نَبِيُّ
اللَّهِ، ابْنُ يَعْقُوبَ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ إِسْحَاقَ نَبِيِّ اللَّهِ،
ابْنِ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلِ اللَّهِ"
Yusuf
Nabi Allah putra Ya’qub nabi Allah putra Ishaq nabi Allah putra Ibrahim kekasih
Allah.
Menurut
lafaz yang lain disebutkan sebagai berikut:
"إِنَّ الْكَرِيمَ
ابْنَ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ: يوسفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ
إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ"
Sesungguhnya
orang yang mulia, putra orang yang mulia putra orang yang mulia putra orang
yang mulia ialah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا
وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا}
Dan
Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan
mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. (Maryam: 50)
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat
ini, bahwa makna yang dimaksud ialah buah tutur yang baik. Hal yang sama telah
dikatakan oleh As-Saddi dan Malik ibnu Anas.
Ibnu
Jarir mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan 'Aliyyan tiada
lain karena semua agama dan millah menyebutkan Ibrahim dengan sebutan
dan pujian yang baik.
Maryam,
ayat 51-53
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
مُوسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا (51) وَنَادَيْنَاهُ
مِنْ جَانِبِ الطُّورِ الأيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا (52) وَوَهَبْنَا لَهُ
مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا (53) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an)
ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.
Dan Kami memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Tur dan Kami telah
mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). Dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun-
menjadi seorang nabi.
Setelah
disebutkan kisah mengenai Ibrahim dan pujian kepadanya, lalu disebutkan pula
mengiringinya kisah tentang orang yang telah diajak berbicara langsung oleh
Allah Swt., yaitu Nabi Musa. Untuk itu Allah berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَى إِنَّهُ
كَانَ مُخْلَصًا}
Dan
ceritakanlah kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
dipilih. (Maryam: 5 l)
Sebagian
ulama membacanya mukhlisan, berasal dari kata ikhlas, yakni
ikhlas dalam beribadah kepada Allah.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Abu Lubabah yang mengatakan
bahwa kaum Hawariyyin pernah bertanya kepada Isa, "Wahai Ruhullah,
ceritakanlah kepada kami siapakah orang yang ikhlas kepada Allah itu?"
Nabi Isa menjawab," Orang yang beramal karena Allah, tidak suka manusia
memujinya."
Sebagian
ulama lain membacanya dengan mukhlasan yang artinya orang yang terpilih,
sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ}
sesungguhnya
Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu). (Al-A'raf: 144)
*******************
{وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا}
dan
seorang rasul dan nabi. (Maryam:
51)
Allah
Swt. menghimpunkan dua sifat bagi Musa a.s. Musa termasuk salah seorang rasul
yang besar dan termasuk salah seorang dari ulul 'azmi dari kalangan para
rasul yang jumlahnya ada lima orang, yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan
Muhammad; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua, dan
kepada semua nabi.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ}
Dan
Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Tur. (Maryam: 52)
Yakni
yang ada di sebelah kanan Musa saat ia pergi mencari nyala api dari api yang
dilihatnya itu. Ia melihat adanya nyala api, maka ia pergi mencarinya. Maka ia
menjumpai nyala api itu berada di sebelah kanan Gunung Tur, yakni di sebelah
baratnya, di tepi lembah. Lalu Allah mengajak bicara langsung dengannya dan
menyerunya serta mendekatkannya, maka Musa bermunajat kepada-Nya.
Ibnu
Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnul Qattan, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami diwaktu dia
bermunajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Nabi Musa didekatkan
kepada-Nya hingga ia dapat mendengar guratan suara qalam.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abul Aliyah serta lain-lainnya, yang
pada garis besarnya mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah guratan
qalam yang sedang menulis kitab Taurat.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya
kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa dimasukkan
ke langit, lalu diajak bicara secara langsung oleh Allah. Disebutkan dari
Mujahid hal yang semisal.
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada
Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa diselamatkan karena berkat kejujurannya.
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar ibnu
Asim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Harrani, dari Abu
Wasil, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Amr ibnu Ma'di Kariba yang mengatakan
bahwa ketika Musa didekatkan kepada Allah untuk bermunajat kepada-Nya di Bukit
Tur yang terletak di semenanjung Sinai, Allah berfirman, "Hai Musa,
apabila Aku ciptakan buatmu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir
menyebut-Ku dan istri yang membantumu dalam kebaikan, berarti Aku tidak
menyimpan sesuatu kebaikan pun darimu. Karena barang siapa yang Aku sembunyikan
hal tersebut darinya, berarti Aku tidak membukakan suatu kebaikan pun
baginya."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ
هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya
sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam:
53)
Dan
Kami perkenankan permintaan dan syafaatnya buat saudaranya, maka Kami jadikan
saudaranya itu seorang nabi. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي
لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ
يُكَذِّبُونِ}
"Dan
saudaraku Harun, dia lebih petah lidahnya daripadaku, maka utuslah dia
bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya
aku khawatir mereka akan mendustakan aku.”(Al-Qashash: 34)
{قَدْ
أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى}
Sesungguhnya
telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (Thaha: 36)
Dan
firman Allah Swt.:
{فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ. وَلَهُمْ
عَلَيَّ ذَنْبٌ فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ}
maka utuslah (Jibril) kepada
Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu'ara:
13-14)
Karena
itulah maka ada sebagian ulama Salaf yang mengatakan bahwa tidak ada seorang
pun yang memberikan syafaat di dunia buat seseorang dengan syafaat yang lebih
besar daripada syafaat Musa buat Harun, Musa memohonkannya menjadi seorang
nabi. Allah Swt. telah berfirman :
{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ
هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya
-Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam:
53)
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Ailah, dari Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu
Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun-
menjadi seorang nabi. (Maryam: 53) Bahwa Harun lebih tua daripada Musa,
karenanya Musa menghendaki agar Harun pun dijadikan seorang nabi (Musa rela
memberikan kenabiannya kepada saudaranya itu). Hal yang sama disebutkan secara ta'liq
(komentar) oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan
sanad yang sama.
Maryam,
ayat 54-55
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا (54)
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ
مَرْضِيًّا (55) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di
dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia
adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk mengerjakan salat
dan menunaikan zakat; dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya.
Melalui
ayat ini Allah memuji Ismail ibnu Ibrahim a.s. Ismail adalah bapak moyang orang-orang
Arab Hijaz, bahwa dia adalah seorang yang benar janjinya. Ibnu Juraij
mengatakan bahwa tidak sekali-kali Ismail berjanji kepada Tuhannya sesuatu hal,
melainkan dia melaksanakannya. Dengan kata lain, tidak sekali-kali dia
menetapkan suatu nazar akan mengerjakan suatu ibadah kepada Tuhannya, melainkan
ia pasti menunaikannya dan mengerjakannya dengan sempurna.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Haris. bahwa Sahl ibnu
Aqil pernah bercerita kepadanya bahwa Ismail a.s. pernah menjanjikan kepada
seseorang akan bertemu dengannya di suatu tempat. Maka Ismail a.s. datang ke
tempat itu, sedangkan lelaki yang berjanji dengannya tadi lupa kepada janji
Ismail. Maka Ismail tetap berada di tempat itu dan menginap hingga keesokan
harinya. Maka pada keesokan harinya lelaki itu datang dan berkata kepadanya,
"Tidakkah engkau tinggalkan tempat ini?" Ismail
menjawab,"Tidak." Lelaki itu berkata 'Sesungguhnya saya lupa kepada
janjimu." Ismail berkata,"Saya tidak akan meninggalkan tempat ini
sebelum kamu datang kepadaku." Yang demikian itulah yang dimaksud oleh
firman-Nya:
{كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ}
ia
adalah seorang yang benar janjinya. (Maryam: 54)
Sufyan
As-Sauri mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail menunggu
di tempat itu selama satu tahun penuh, hingga lelaki tersebut datang kepadanya.
Ibnu Syauzab mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail a.s.
membuat rumah di tempat tersebut (selama menunggu lelaki yang berjanji
dengannya).
Abu
Daud di dalam kitab sunannya dan Abu Bakar Muhammad ibnu Ja'far Al-Kharaiti di
dalam kitabnya Makarimul Akhlak telah meriwayatkan melalui jalur Ibrahim
Ibnu Tahman, dari Abdullah ibnu Maisarah, dari Abdul Karim ibnu Abdullah ibnu
Syaqiq, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abul Hamsa yang mengatakan bahwa ia
pernah melakukan suatu transaksi jual beli dengan Rasulullah Saw.; sebelum
beliau diangkat menjadi utusan. Kemudian masih tersisa lagi sebagian dari
piutangnya padaku, maka aku berjanji akan datang kepadanya guna melunasi
utangku di tempat tersebut. Akan tetapi, aku lupa akan janjiku hari itu dan
keesokan harinya lagi. Pada hari yang ketiga aku teringat dan datang ke tempat
tersebut, ternyata beliau masih ada di tempat itu dan bersabda kepadaku:
"يَا فَتَى، لَقَدْ
شَقَقْتَ عَلَيَّ، أَنَا هَاهُنَا مُنْذُ ثَلَاثٍ أَنْتَظِرُكَ"
Hai
orang muda, sesungguhnya engkau telah memberatkan diriku, saya tetap menunggumu
di tempat ini sejak tiga hari yang lalu.
Lafaz
hadis ini menurut Al-Khara'iti, lalu ia mengetengahkan beberapa asar yang baik
mengenai masalah ini.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Mandah Abu Abdullah di dalam kitab Ma'rifatus
Sahabah dengan sanadnya dari Ibrahim Ibnu Tahman, dari Badil ijbnu
Maisarah, dari Abdul Karim dengan sanad yang sama.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa sesungguhnya dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{صَادِقَ الْوَعْدِ}
orang
yang benar janjinya. (Maryam:
54)
Karena
Nabi Ismail pernah berkata kepada ayahnya, yaitu Nabi Ibrahim:
{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ}
insya
Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar. (Ash-Shaffat: 102)
Ismail
a.s. membenarkan apa yang diucapkan itu. Memenuhi janji merupakan sifat yang
terpuji, sebagaimana mengingkari janji merupakan sifat yang tercela. Allah Swt.
telah berfirman dalam ayat lain:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا
لَا تَفْعَلُونَ}
Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan. (Ash-Shaff:
2-3)
Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ
ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ"
Pertanda
orang munafik ada tiga, (yaitu):
Apabila bicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya,
khianat.
Mengingat
apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan sifat-sifat orang munafik, maka
orang yang menyandang kebalikan dari sifat-sifat tersebut adalah orang yang
beriman. Karena itulah maka Allah Swt. memuji hamba dan rasul-Nya (yaitu Nabi
Ismail), bahwa dia adalah orang yang benar janjinya. Demikian pula halnya
Rasulullah Saw., beliau adalah orang yang benar janjinya; tidak sekali-kali
beliau menjanjikan sesuatu kepada seseorang, melainkan beliau menunaikannya
kepada orang itu.
Nabi
Saw. memuji sikap Abul Ash ibnur Rabi' (suami putrinya) melalui sabdanya:
"حَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي،
وَوَعَدَنِي فَوَفَى لِي"
Dia
berbicara kepadaku dan membenarkanku, dan dia berjanji kepadaku dan dia
memenuhinya terhadapku.
Setelah
Nabi Saw. wafat, Khalifah Abu Bakar As-Siddiq berkata, bahwa barang siapa yang
mempunyai suatu janji dari Rasulullah Saw. atau suatu piutang baginya,
hendaklah ia datang kepadaku, maka aku akan menunaikannya. Maka datanglah Jabir
ibnu Abdullah dan mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah berkata
kepadanya, "Seandainya telah datang harta dari Bahrain, maka aku akan
memberimu sebanyak anu dan anu," yakni sepenuh kedua telapak tangannya
dalam bentuk uang logam. Ketika harta dari Bahrain tiba, maka Khalifah Abu
Bakar memerintahkan kepada Jabir untuk mengambilnya. Lalu Jabir meraupkan kedua
telapak tangannya, mengambil dari tumpukan harta tersebut. Kemudian Jabir
menghitungnya, ternyata berjumlah lima ratus Dirham. Selanjurnya Khalifah Abu Bakar
memberinya lagi dua kali lipatnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا}
dan
dia adalah seorang rasul dan nabi. (Maryam: 54)
Makna
ayat ini menunjukkan kemuliaan yang dimiliki oleh Ismail melebihi saudaranya
Ishaq, karena Ishaq hanya diberi sifat (predikat) sebagai seorang nabi saja,
sedangkan Ismail berpredikat sebagai nabi dan rasul.
Di
dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ إِسْمَاعِيلَ ... " وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ
Sesungguhnya
Allah telah memilih Ismail dari anak Ibrahim (Sebagai orang pilihan-Nya)
Hadis
ini menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami kemukakan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ
وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
Dan
ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang
yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam:
55)
Makna
ayat ini pun mengandung pujian yang baik dan menggambarkan sifat yang terpuji,
serta pekerti yang benar, mengingat Nabi Ismail adalah orang yang sabar dalam
menjalankan ketaatan kepada Tuhannya dan juga memerintahkan kepada keluarganya
untuk mengerjakan ketaatan kepada Tuhannya. Perihalnya sama dengan apa yang
difirmankan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw.:
{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا}
Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. (Thaha:
132), hingga akhir ayat.
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ} الْآيَةَ
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (At-Tahrim:
6)
Dengan
kata lain, perintahkanlah keluarga kalian untuk mengerjakan kebajikan dan
cegahlah mereka dari kemungkaran, dan janganlah kalian biarkan mereka
tersia-sia yang akibatnya mereka akan dimakan oleh api neraka kelak pada hari
kiamat.
Di
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"رَحِمَ اللَّهُ
رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ
نَضَح فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ
فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ
الْمَاءَ"
Semoga
Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di malam hari, lalu salat, dan
membangunkan istrinya (untuk
salat bersamanya); jika istrinya menolak, maka ia mencipratkan air ke muka
istrinya (agar bangun). Semoga Allah merahmati seorang wanita yang
bangun di tengah malam, lalu salat, dan membangunkan suaminya (untuk
salat); jika suaminya menolak, maka ia mencipratkan air ke mukanya (agar
bangun).
Hadis
diketengahkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Diriwayatkan
dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِذَا اسْتَيْقَظَ
الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ،
كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ"
Apabila
seorang lelaki bangun di tengah malam, lalu ia membangunkan istrinya, kemudian
keduanya salat dua rakaat, maka dicatatkan bagi keduanya (di dalam buku catatan amalnya) termasuk
laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah.
Hadis
yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah, sedangkan
lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Majah.
Maryam,
ayat 56-57
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (56) وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
(57) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad, kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di
dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan
seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
Allah
Swt. menyebutkan tentang Idris dengan sebutan yang baik, bahwa ia adalah
seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan bahwa Allah Swt.
mengangkatnya ke tempat yang tinggi.
Di
dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersua dengannya pada
malam beliau menjalani isra, sedangkan Nabi Idris berada di langit yang
keempat. Hadis ini telah kami kemukakan .dalam Bab "Isra".
Dalam
pembahasan ini Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah asar yang garib lagi
mengherankan. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir
ibnu Hazim, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu
Yasaf yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b, sedangkan
ia (Hilal ibnu Yasaf) hadir di majelis itu. Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa
apakah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. Tentang Idris: Dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Ka'b menjawab bahwa
mengenai Idris, sesungguhnya Allah mewahyukan kepadanya, "Sesungguhnya Aku
akan mengangkat bagimu setiap harinya amal perbuatan yang semisal dengan semua
amal perbuatan anak-anak Adam (Seluruh manusia)." Maka Idris menginginkan
agar amalnya terus bertambah. Kemudian datanglah seorang malaikat yang terdekat
dengannya. Idris berkata kepada malaikat itu, "Sesungguhnya Allah telah
mewahyukan anu dan anu kepadaku, maka bicaralah kamu kepada malaikat maut agar
sudilah ia menangguhkan ajalku supaya amalku makin bertambah." Malaikat
itu akhirnya mambawa Idris di antara kedua sayapnya, lalu naik ke langit.
Ketika sampai di langit keempat, malaikat maut yang sedang turun bersua
dengannya. Maka malaikat yang membawanya mengemukakan apa yang dimaksudkan
oleh Idris. Malaikat maut bertanya, "Sekarang Idris ada di mana?"
Malaikat itu menjawab,"Dia sekarang ada di pundakku." Malaikat maut
berkata,"Aku heran, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut roh Idris di
langit keempat. Pada mulanya aku bertanya, 'mengapa aku mencabut roh Idris di
langit keempat, sedangkan ia berada di bumi?' Akhirnya roh Nabi Idris dicabut
di langit yang keempat." Yang demikian itu adalah yang dimaksud oleh
firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam:
57)
Hal
ini merupakan salah satu dari cerita Ka'bul Ahbar yang dikutipnya dari
kisah-kisah Israiliyat, di dalam sebagiannya terkandung hal yang tidak dapat
diterima. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Tetapi
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Abbas, bahwa ia
pernah bertanya kepada Ka'b, lalu disebutkan hal yang semisal dengan kisah di
atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Idris berkata kepada malaikat
yang terdekat dengannya, "maukah engkau menanyakan hal itu kepada malaikat
maut?" Yakni berapa lama lagi masa yang tersisa dari ajalnya, dengan
maksud Idris akan manambah amalnya.
Di
dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa malaikat yang terdekat dengan Idris
ketika menanyakan kepada malaikat maut tentang ajal yang masih tersisa bagi
Idris, malaikat maut menjawab.”Saya tidak tahu, nanti saya akan lihat
dahulu." Malaikat maut melihat buku catatannya, kemudian berkata,
"Sesungguhnya kamu menanyakan kepadaku tentang seorang lelaki yang tiada
tersisa bagi ajalnya selain dari sekejap mata." Lalu malaikat maut
memandang ke arah bawah kedua sayapnya, tiba-tiba ia melihat Idris telah
dicabut nyawanya, sedangkan malaikat maut itu tidak menyadari bahwa dirinya
telah mencabutnya.
Kemudian
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari jalur yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas,
bahwa Nabi Idris adalah seorang tukang jahit; tidak sekali-kali ia menusukkan
jarumnya, melainkan ia membaca Subhdnallah (Mahasuci Allah). Dan Idris
setiap harinya tiada seorang pun di muka bumi saat itu yang beramal lebih baik
dan lebih utama daripadanya. Ibnu Abu Hatim menuturkan hadis selanjutnya dengan
teks yang semakna dengan hadis di atas.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan melalui Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam:
57) Bahwa Nabi Idris diangkat ke langit dan tidak mati, perihalnya sama dengan
pengangkatan Nabi Isa.
Sufyan
telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam:
57) Bahwa tempat yang tinggi itu adalah langit yang keempat.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Idris
diangkat ke langit yang keenam dan wafat di tempat itu. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.
Al-Hasan
dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa yang
dimaksud dengan martabat yang tinggi ialah surga.
Maryam, ayat 58
{أُولَئِكَ الَّذِينَ
أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ
حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا
وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا
وَبُكِيًّا (58) }
Mereka itu
adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari
keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri
petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.
Allah Swt. menyebutkan bahwa
para nabi itu tidak terbatas hanya nabi-nabi yang disebutkan dalam surat ini
saja, melainkan semua nabi. Hal ini merupakan kebiasaan dalam bahasa Arab
dengan menyebutkan beberapa orang, sedangkan makna yang dimaksud ialah
predikatnya. Bahwa mereka itu:
{الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ
النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ}
adalah orang-orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam. (Maryam: 58), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan —juga Ibnu
Jarir— bahwa yang dimaksud dengan keturunan Adam ialah Nabi Idris. Yang
dimaksud dengan keturunan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh adalah Nabi
Ibrahim. Dan yang dimaksud dengan keturunan Ibrahim ialah Ishaq, Ya'qub, dan
Ismail. Sedangkan yang dimaksud dengan keturunan Israil (Ya'qub) ialah Musa,
Harun, Zakaria, Yahya, dan Isa putra Maryam.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa
karena itulah maka nasab mereka dibedakan, sekalipun pada garis besarnya nasab
mereka terhimpun pada Adam a.s. Karena di antara mereka terdapat orang-orang
yang bukan termasuk dari keturunan orang-orang yang diangkat bersama Nuh dalam
bahteranya, yaitu Idris; karena sesungguhnya Idris adalah kakek dari Nabi Nuh.
Menurut kami, pendapat yang
dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim ada benarnya dan merupakan pendapat yang
terkuat, sebab Nabi Idris merupakan puncak dari nasab Nabi Nuh a.s.
Dapat dikatakan pula bahwa
sesungguhnya yang dimaksud dengan keturunan Israil ialah nabi-nabi dari
keturunan Bani Israil. Hal ini tersimpul dari hadis isra yang
menyebutkan bahwa Musa dalam salamnya kepada Nabi Saw. mengucapkan,
"Selamat datang dengan nabi yang saleh, saudara yang saleh." Ia tidak
mengatakan anak yang saleh seperti yang dikatakan oleh Adam dan Ibrahim a.s.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdullah
ibnu Umar, bahwa Nabi Idris lebih dahulu daripada Nabi Nuh. Allah mengutusnya
kepada kaumnya. Maka Idris memerintahkan kepada mereka agar mengucapkan kalimat
tauhid, yaitu: "Tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi, kaumnya
berbuat semau mereka dan tidak mau menuruti perintah Nabi Idris, akhirnya Allah
membinasakan mereka.
Di antara dalil yang memperkuat
bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini adalah jenis nabi, ialah bahwa ayat ini
semakna dengan firman Allah Swt. di dalam surat Al-An'am, yaitu:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا
إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ
حَكِيمٌ عَلِيمٌ * وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا
وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ
وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ *
وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ *
وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلا فَضَّلْنَا عَلَى
الْعَالَمِينَ * وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ
وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan itulah hujah Kami yang
Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang
Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha
Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada
keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari
keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan
Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan
Ismail, Alyasa', Yunus, dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di
atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian
dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan Kami
telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 83-87)
Sampai dengan firman-Nya:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ}
Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90)
Dan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ
وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ }
di antara mereka ada yang
Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula)
yang tidak Kami ceritakan kepadamu. (Al-Mu’min: 78)
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan
melalui Mujahid, ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah di dalam
surat Shad terdapat ayat Sajdah?" Maka Ibnu Abbas menjawab,
"Ya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk
mereka. (Al-An'am: 90) Ibnu Abbas selanjutnya mengatakan, "Nabi kalian
adalah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa termasuk di antara mereka ialah Nabi Daud.
Di dalam ayat surat ini Allah
Swt. berfirman:
{إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ
الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا}
Apabila dibacakan ayat-ayat
Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud
dan menangis. (Maryam: 58)
Yakni apabila mereka mendengar Kalamullah
yang mengandung hujah-hujah-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, maka
mereka bersujud kepada Tuhannya dengan penuh rendah diri dan ketenangan sebagai
ungkapan puji syukur mereka atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkanNya
kepada mereka.
Bukiyyun adalah bentuk jamak dari bakin, yakni menangis. Para ulama
sepakat menetapkan dianjurkannya melakukan sujud setelah membaca ayat ini
karena mengikuti jejak mereka dan menelusuri pekerti mereka yang disebutkan
dalam ayat ini.
Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar yang mengatakan
bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membaca surat Maryam, (dan ketika sampai pada
ayat ini) lalu ia bersujud, dan ia mengatakan, "Inilah sujud, tetapi susah
melakukan tangisannya." Dia bermaksud bahwa sulit melakukan tangisan
(barangkali karena tidak adanya munasabah menangis pada ayat).
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir
telah meriwayatkan asar ini, tetapi dalam riwayat Ibnu Jarir tidak disebutkan
Abu Ma'mar menurut penglihatan kamr (penulis), hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya.
Maryam, ayat 59-60
{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ
خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
(59) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60) }
Maka
datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang
bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan
tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.
Setelah menyebutkan tentang
golongan orang-orang yang berbahagia, yaitu para nabi dan para pengikutnya yang
mengikuti jejak mereka dan menegakkan batasan-batasan Allah lagi menunaikan
perintah-perintahNya serta mengerjakan semua yang difardukan-Nya dan
meninggalkan semua yang dilarang oleh-Nya, lalu Allah menyebutkan dalam firman
selanjutnya:
{خَلَفَ مِنْ بَعْدِهم خَلْفٌ}
Maka datanglah sesudah mereka
pengganti (yang jelek). (Maryam: 59)
Yakni generasi yang buruk
sesudah mereka.
{أَضَاعُوا الصَّلاةَ}
yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59)
Apabila mereka menyia-nyiakan
salat, berarti terhadap kewajiban-kewajiban lainnya lebih menelantarkan lagi;
karena salat adalah tiang agama dan pilar penyanggahnya serta amal yang paling
baik. Akibatnya mereka menjadi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya
dan memburu kesenangan serta rela dengan kehidupan dunia; mereka merasa tenang
dengan kehidupan dunia. Orang-orang yang berperangai demikian kelak akan
menemui kesesatan, yakni kerugian di hari kiamat.
Para ulama berbeda pendapat
sehubungan dengan pengertian menyia-nyiakan salat dalam ayat ini. Sebagian dari
mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan salat ialah
meninggalkannya sama sekali, yakni tidak pernah mengerjakannya sama sekali.
Demikianlah menurut pendapat
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ibnu Zaid ibnu Aslam, serta As-Saddi; dan
pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Karena itulah ada sebagian ulama
Salaf dan Khalaf serta para Imam Mujtahid seperti yang dikatakan oleh pendapat
yang terkenal dari Imam Ahmad, dan menurut suatu pendapat yang bersumber dari
Imam Syafii. Mereka mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat hukumnya
kafir. Pendapat mereka berlandaskan kepada sebuah hadis yang mengatakan:
" بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَركُ
الصَّلَاةِ"
Di antara seorang hamba dan
syirik adalah meninggalkan salat.
Dan hadis lainnya yang
mengatakan:
"الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ"
Perjanjian di antara kami dan
mereka adalah mengerjakan salat, maka barang siapa yang meninggalkan salat,
sungguh ia telah kafir.
Kami tidak akan membahas lebih
lanjut masalah ini, karenanya kami cukupkan hingga di sini.
Al-Auza'i telah meriwayatkan
dari Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59) Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya
mereka hanya menyia-nyiakan waktu-waktu salat; karena seandainya mereka
menyia-nyiakan salat, tentulah perbuatan itu merupakan perbuatan orang kafir.
Waki' telah meriwayatkan dari
Al-Mas'udi, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman dan Al-Hasan ibnu Sa'id, dari Ibnu
Mas'ud, bahwa pernah dikatakan kepadanya mengapa Allah banyak menyebut masalah
salat di dalam Al-Qur'an yang antara lain ialah firman-Nya:
{الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ}
(yaitu) orang-orang yang
lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5)
{عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ}
yang mereka itu tetap
mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij : 23)
dan firman Allah Swt. lainnya,
yaitu:
{عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}
Dan orang-orang yang
memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)
Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa
yang dimaksudkan dengan memelihara ialah memelihara waktu-waktunya, yakni
mengerjakannya pada waktunya masing-masing. Mereka yang bertanya mengatakan,
"Menurut kami, makna yang dimaksud tiada lain meninggalkan salat."
Ibnu Mas'ud menjawab, "Yang demikian itu adalah perbuatan kafir."
Masruq mengatakan bahwa
seseorang yang tidak memelihara salat lima waktunya, maka ia dicatat termasuk
orang-orang yang lalai. Menelantarkan salat lima waktu menyebabkan kebinasaan,
dan menelantarkannya berarti menyia-nyiakan dari waktunya masing-masing.
Al-Auza'i telah meriwayatkan
dari Ibrahim, dari Yazid, bahwa Umar ibnu Abdul Aziz membaca firman-Nya: Maka
datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
(Maryam: 59) Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan menyia-nyiakannya bukanlah meninggalkannya, melainkan menyia-nyiakannya
dari waktu-waktunya.
Ibnu Abu Nujaih telah
meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah
sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan
memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa hal ini terjadi di saat
menjelang hari kiamat dan lenyapnya orang-orang saleh dari umat Nabi Muhammad;
maka sebagian dari mereka menerkam sebagian lainnya di jalan-jalan (seperti
layaknya hewan liar). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari
Mujahid.
Jabir Al-Ju'fi telah
meriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah serta Ata ibnu Abu Rabaah, bahwa mereka
adalah dari kalangan umat ini, tetapi mereka berada di akhir zaman.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan
Al-Asy-yab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir,
dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah
mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan
memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa mereka yang disebutkan
dalam ayat ini adalah orang-orang dari kalangan umat Nabi Muhammad (di akhir
zaman). Mereka saling menaiki di antara sesamanya, sebagaimana layaknya hewan
ternak dan unta di jalan-jalan, tanpa rasa takut kepada Allah di langit dan
tidak malu kepada manusia di bumi.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ
الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا
حَيْوَةُ، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ أَبِي عَمْرٍو الْخَوْلَانِيُّ: أَنَّ
الْوَلِيدَ بْنَ قَيْسٍ حَدَّثَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ
يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"يَكُونُ خَلْفٌ بَعْدَ سِتِّينَ سَنَةً، أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا
الشَّهَوَاتِ، فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا. ثُمَّ يَكُونُ خَلْفٌ يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ. وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةٌ:
مُؤْمِنٌ، وَمُنَافِقٌ، وَفَاجِرٌ". قَالَ بَشِيرٌ: قُلْتُ لِلْوَلِيدِ: مَا
هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةُ؟ قَالَ: الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنٌ بِهِ، وَالْمُنَافِقُ
كَافِرٌ بِهِ، وَالْفَاجِرُ يَأْكُلُ بِهِ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada
kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah
menceritakan kepada kami Basyir ibnu Abu Amr Al-Khaulani; Al-Walid ibnu Qais
pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kelak akan
ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun; mereka menyia-nyiakan salat
dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Qur’an,
tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka. Saat itu yang membaca
Al-Qur’an ada tiga macam orang, yaitu orang mukmin, orang munafik, dan orang
durhaka. Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang
pengertian dari ketiga macam orang tersebut, "Siapa sajakah mereka
itu?" Maka Al-Walid menjawab, "Orang mukmin adalah orang yang beriman
kepada Al-Qur'an; orang munafik adalah orang yang kafir kepada Al-Qur'an;
sedangkan orang yang durhaka ialah orang yang mencari makan (nafkah)
dengannya."
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Ahmad, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri.
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan
pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, dari Malik,
dari Abur Rijal, bahwa Aisyah mengirimkan sedekah berupa sesuatu makanan kepada
ahli suffah (orang-orang miskin yang tinggal di teras masjid). Lalu Siti Aisyah
mengatakan, "Janganlah kalian berikan sedekah ini kepada orang Barbar
laki-laki dan perempuan, karena sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda bahwa merekalah pengganti yang jelek yang disebutkan oleh Allah
Swt. di dalam firman-Nya: 'Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan salat' (Maryam: 59)
hadis ini berpredikat garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Dahhak, telah menceritakan
kepada kami Al-Walid ibnu Jarir, dari seorang syekh (guru) dari kalangan ulama
Madinah, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang
jelek). (Maryam: 59), hingga akhir ayat. Bahwa mereka adalah orang-orang barat
(Magrib) yang menjadi raja. Mereka adalah raja-raja yang jahat.
Ka'bul Ahbar mengatakan,
"Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar menjumpai sifat orang-orang
munafik di dalam Kitabullah, bahwa mereka adalah orang-orang yang suka
minum kopi, suka meninggalkan salat lima waktu, suka main dadu, suka tidur
meninggalkan salat isya, suka menyia-nyiakan salat subuh, dan suka meninggalkan
salat berjamaah." Kemudian ia membacakan firman-Nya: Maka datanglah
sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam:
59)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan
bahwa mereka menelantarkan masjid-masjid dan menetapi perbuatan yang sia-sia.
Abul Asyhab Al-Ataridi
mengatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Daud a.s., "Hai Daud,
berilah peringatan dan larangan kepada teman-temanmu terhadap perbuatan
memperturutkan hawa nafsu, karena sesungguhnya hati yang menggandrungi syahwat
dunia, akal mereka terhalang dari-Ku. Dan sesungguhnya hal yang paling mudah
yang akan Kulakukan terhadap seseorang dari hamba-hamba-Ku bila ia memperturutkan
salah satu dari nafsu syahwatnya, ialah Aku haramkan dia taat kepadaKu."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ
حَدَّثَنَا أَبُو [السَّمْحِ] التَّمِيمِيُّ، عَنْ أَبِي قَبِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ
عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِنِّي أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي اثْنَتَيْنِ: الْقُرْآنَ
وَاللَّبَنَ
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu
Zaid At-Tamimi, dari Abu Qabil; ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku mengkhawatirkan dua
perkara atas umatku, yaitu Al-Qur’an dan Al-laban (air susu).
Al-Laban menurut salinan Makkiyyah, sedangkan menurut salinan Al-Amiriyah
disebutkan Al-Kuna, bukan Al-Laban. Yang dimaksudkan dengan Al-Laban
ialah mereka mengikuti hal yang batil, memperturutkan hawa nafsunya, dan
meninggalkan salat. Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an ialah
orang-orang munafik mempelajarinya, lalu mereka jadikan sebagai senjata untuk
mendebat orang-orang mukmin.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula
dari Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, bahwa telah menceritakan kepada kami
Abu Qabil, dari Uqbah dengan sanad yang sama secara marfu' dan lafaz
yang semisal, hanya Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا}
maka mereka kelak akan
menemui kesesatan. (Maryam: 59)
Ali ibnu AbuTalhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka
kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Bahwa yang dimaksud dengan gayyan
ialah kerugian.
Sedangkan menurut Qatadah yang
dimaksud gayyan ialah keburukan.
Sufyan As-Sauri, Syu'bah, dan
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abu
Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama
sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, letaknya sangat dalam dan baunya sangat
busuk.
Al-A'masy telah meriwayatkan
dari Ziyad, dari Abu Iyad sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka
kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah
lembah di neraka Jahanam yang berisikan nanah dan darah.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبَّاسُ
بْنُ أَبِي طَالِبٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ زَيَّانَ، حَدَّثَنَا
شَرْقِيُّ بْنُ قَطَامِيِّ، عَنْ لُقْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الْخُزَاعِيِّ قَالَ:
جِئْتُ أَبَا أُمَامَةَ صُدَيّ بْنَ عَجْلان الْبَاهِلِيَّ فَقُلْتُ: حَدِّثْنَا
حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: فَدَعَا بِطَعَامٍ، ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ أَنَّ صَخْرَةً زِنَةَ عَشْرِ أَوَاقٍ قُذِفَ
بِهَا مِنْ شَفِيرِ جَهَنَّمَ، ما بلغت قعرها خمسين خريفًا، ثُمَّ
تَنْتَهِي إِلَى غَيٍّ وَآثَامٍ". قَالَ: قُلْتُ: وَمَا غَيٌّ وَآثَامٌ؟
قَالَ: "بِئْرَانِ فِي أَسْفَلِ جَهَنَّمَ، يَسِيلُ فِيهِمَا صَدِيدُ أَهْلِ
النَّارِ، وَهُمَا اللَّتَانِ ذَكَرَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {أَضَاعُوا الصَّلاةَ
وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} وَقَوْلُهُ فِي
الْفُرْقَانِ: {وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا}
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Abu Talib, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami
Syarqi ibnu Qutami, dari Luqman ibnu Amir Al-Khuza'i yang mengatakan bahwa ia
datang kepada Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan Al-Bahili), lalu ia
berkata,"Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar
dari Rasulullah Saw." Maka Abu Umamah memerintahkan kepada pelayannya agar
menghidangkan jamuan, setelah itu ia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Seandainya sebuah batu seberat sepuluh auqiyah dilemparkan ke
dalam neraka Jahanam dari pinggirnya, tentulah batu itu masih belum sampai ke
dasarnya selama lima puluh tahun, kemudian batu itu akan sampai di Gay dan
Asam. Abu Umamah bertanya, "Apakah yang dinamakan Gay dan Asam
itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Dua buah sumur yang berada di dasar
neraka Jahanam, mengalir ke dalamnya keringat (nanah) ahli neraka. Kedua
sumur itulah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: yang
menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui
gay (kesesatan). (Maryam: 59) Dan firman Allah Swt. di dalam surat
Al-Furqan, yaitu: dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian
itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68)
Yang dimaksud dengan pembalasan dosanya ialah Asam, salah satu dari
kedua sumur itu.
Hadis ini berpredikat garib dan
sehubungan dengan predikat marfu'-nya masih belum dapat diterima.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا
صَالِحًا}
kecuali orang yang bertobat,
beriman, dan beramal saleh. (Maryam: 60)
Yakni kecuali orang yang
bertobat, tidak meninggalkan salat lagi, dan tidak lagi memperturutkan hawa
nafsunya; maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya dan menjadikan baginya
akhir yang baik, serta menjadikannya sebagai salah seorang yang berhak menghuni
surga yang penuh dengan kenikmatan. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا
يُظْلَمُونَ شَيْئًا}
maka mereka itu akan masuk
surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit
pun. (Maryam: 60)
Dikatakan demikian karena tobat
itu menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya. Di dalam hadis yang lain
disebutkan:
"التَّائِبَ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا
ذَنْبَ لَهُ"
Orang yang bertobat dari
dosa, sama halnya dengan orang yang tidak punya dosa.
Karena itulah mereka yang
bertobat tidak dikurangi dari amal kebajikan mereka barang sedikit pun, tidak
pula dibandingkan dengan dosa yang sebelumnya yang menyebabkan amal perbuatan
sesudahnya dikurangi. Demikian itu karena dosa yang telah dilakukannya dianggap
sia-sia dan dilupakan serta dihapuskan sama sekali, sebagai karunia dari Allah
Yang Mahamulia lagi Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Pengecualian ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam surat
Al-Furqan melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ
إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا
بِالْحَقِّ}
Dan orang-orang yang tidak
menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar.(Al-Furqan: 68)
Sampai dengan firman-Nya:
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 70)
Maryam, ayat 61-63
{جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي
وَعَدَ الرَّحْمَنُ عِبَادَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا (61)
لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا إِلا سَلامًا وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا (62) تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ
تَقِيًّا (63) }
Yaitu
surga ‘Adn yang telah
dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga
itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. Mereka
tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan
salam. Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. Itulah surga
yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.
Allah Swt. menyebutkan bahwa
surga yang kelak akan dimasuki oleh orang-orang yang bertobat dari dosa-dosanya
adalah surga 'Adn, yakni sebagai tempat tinggal mereka yang telah dijanjikan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya secara gaib. Bahwa surga
itu termasuk perkara gaib yang diimani oleh mereka keberadaannya, sekalipun
mereka tidak melihatnya. Demikian itu karena kuatnya keyakinan dan iman mereka
yang telah berakar di dalam kalbu mereka.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا}
Sesungguhnya janji Allah itu
pasti akan ditepati. (Maryam: 61)
Kalimat ayat ini menguatkan
pengertian kalimat sebelumnya, bahwa hal itu pasti terjadi dan telah
ditetapkan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, tidak
akan pula menggantinya. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا}
Adalah janji Allah itu pasti
terlaksana. (Al-Muzzammil: 18)
Yakni pasti terjadi
Yang dimaksud dengan makna
firman-Nya, "Ma'tiyyan" (pasti akan ditepati) ialah bahwa
semua hamba akan kembali kepada-Nya dan pasti menghadap kepada-Nya. Sebagian
lainnya mengartikannya sama dengan lafaz atiyan yang artinya datang
(sedangkan kalau ma'tiyyan artinya didatangkan). Dikatakan demikian
karena sesuatu hal yang menimpamu berarti datang kepadamu. Sama halnya dengan
kata-kata orang-orang Arab, "Atat 'alayya khamsima sematan, " dan
'Ataitu 'ala khamsina sanatan, " artinya sama saja, yakni saya
telah berusia lima puluh tahun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا}
Mereka tidak mendengar
perkataan yang tak berguna di dalam surga. (Maryam:
62)
Yakni di dalam surga tidak
terdapat kata-kata yang kotor, tak berguna, lagi omong kosong, seperti yang
banyak didapat di dunia.
Firman Allah Swt.:
{إِلا سَلامًا}
kecuali ucapan salam. (Maryam: 62)
Istisna atau pengecualian ini bersifat munqati'. Makna ayat ini sama
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا
تَأْثِيمًا إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}
Mereka tidak mendengar di
dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,
tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah:
25-26)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا}
Bagi mereka rezekinya di
surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)
Yaitu semisal dengan waktu pagi
dan waktu petang. Hal ini bukan berarti bahwa di surga ada siang dan ada malam,
tetapi mereka berada dalam waktu-waktu yang silih berganti, mereka
mengetahuinya melalui sinar dan cahaya yang beraneka ragam, (yakni mereka
berada dalam alam yang selalu bercahaya dan terang-benderang oleh nur).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا معْمَر، عَنْ هَمَّام، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَوَّلُ
زُمْرَة تَلِجُ الْجَنَّةَ صُورهم عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ،
لَا يبصُقون فِيهَا، وَلَا يَتَمَخَّطُونَ فِيهَا، وَلَا يَتَغَوّطون، آنِيَتُهُمْ
وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ، وَمُجَامِرُهُمُ الألْوّة، ورَشْحُهم
الْمِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يَرَى مُخّ سَاقَيْهِمَا مِنْ
وَرَاءِ اللَّحْمِ؛ مِنَ الْحُسْنِ، لَا اخْتِلَافَ بَيْنِهِمْ وَلَا تَبَاغُضَ،
قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً
وَعَشِيًّا".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar,
dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Gelombang pertama yang masuk surga, rupa mereka bagaikan
rembulan di malam purnama; mereka tidak pernah meludah di dalamnya dan tidak
pernah ingusan serta tidak pernah buang air di dalamnya. Perabotan mereka dan
sisir mereka terbuat dari emas dan perak, dan tempat dupa mereka penuh dengan
kemenyan, keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap orang dari mereka
mempunyai dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya dapat terlihat dari balik
dagingnya karena keindahannya. Tidak ada perselisihan dan tidak ada
pertengkaran di antara mereka. Hati mereka sama dengan hati seorang lelaki;
mereka bertasbih menyucikan Allah setiap pagi dan petangnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis
Ma'mar dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي،
عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي الْحَارِثُ بْنُ فُضَيْلٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ
مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشُّهَدَاءُ عَلَى
بَارِقِ نَهْرٍ بِبَابِ الْجَنَّةِ، فِي قُبَّةٍ خَضْرَاءَ، يَخْرُجُ عَلَيْهِمْ
رِزْقُهُمْ مِنَ الْجَنَّةِ بُكْرَةً وَعَشِيًّا"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari
Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari
Mahmud ibnu Labid Al-Ansari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Para syuhada berada di pinggir sungai di dekat pintu
surga di dalam sebuah kemah hijau; dikirimkan kepada mereka rezeki mereka dari
dalam surga setiap pagi dan petangnya.
Imam Ahmad dari jalur ini telah
meriwayatkannya secara munfarid.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di
surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Bahwa yang dimaksud dengan
pagi dan petang adalah perkiraan malam dan siang hari.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid
ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Zuhair ibnu
Muhammad tentang makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap
pagi dan petang. (Maryam: 62) Maka ia menjawab, "Di surga tidak ada
malam hari, para penghuninya selalu berada dalam cahaya selama-lamanya, tetapi
mereka mempunyai perkiraan malam dan siang hari. Hal tersebut diketahui melalui
tertutupnya tirai-tirai dan pintu-pintu rumah-rumah mereka. Pertanda siang hari
diketahui dengan diangkatnya semua tirai dan dibukanya semua pintu rumah
mereka."
Masih dalam sanad yang sama
telah disebutkan dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulayyid, dari Al-Hasan
Al-Basri yang menceritakan tentang pintu-pintu surga. Ia mengatakan bahwa
pintu-pintu surga bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya. Bila
diajak bicara, maka pintu-pintu itu dapat menjawab dan mengerti; bila dikatakan
kepadanya, "Terbukalah atau tertutuplah," maka pintu-pintu itu
membuka dan menutup dengan sendirinya.
Qatadah telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap
pagi dan petang. (Maryam: 62) Di dalam surga ada dua saat, yaitu saat pagi
dan saat sore; tetapi bukan seperti siang dan malam hari di dunia ini, sebab
sesungguhnya yang ada di dalam surga hanyalah sinar dan cahaya, tidak ada
kegelapan.
Mujahid mengatakan, yang
dimaksud bukan pagi dan petang, melainkan mereka diberi hidangan sesuai dengan
kesukaan mereka ketika di dunia.
Al-Hasan dan Qatadah serta
lain-lainnya mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Arab yang hidup serba
mewah, biasa makan pagi dan makan malam. Maka turunlah Al-Qur'an sesuai dengan
kemewahan yang dialami oleh mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Bagi
mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)
Ibnu Mahdi telah meriwayatkan
dari Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam:
.62) Yaitu setiap pagi sampai sore dan setiap sore sampai pagi, tetapi tidak
ada malam harinya di dalam surga.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَاضِي أَهْلِ شَمْشَاط عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ غَدَاةٍ مِنْ
غَدَوَاتِ الْجَنَّةِ، وَكُلُّ الْجَنَّةِ غَدَوَاتٌ، إِلَّا أَنَّهُ يُزَفُّ
إِلَى وَلِيِّ اللَّهِ فِيهَا زَوْجَةٌ مِنَ الْحَوَرِ الْعَيْنِ، أَدْنَاهُنَّ
الَّتِي خُلِقَتْ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ziyad (kadi penduduk Syammat), dari
Abdullah ibnu Hadir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada suatu pagi hari pun dari hari-hari
surga yang semuanya adalah bagaikan pagi hari (keindahannya), melainkan
disuguhkan kepada seorang kekasih Allah di dalam surga pengantin wanita berupa
bidadari yang bermata jeli, yang paling rendahnya di antara para bidadari itu
terciptakan dari za'faran (minyak wangi yang semerbak baunya).
Abu Muhammad mengatakan bahwa
hadis ini berpredikat garib lagi munkar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ
عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا}
Itulah surga yang akan Kami
wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)
Artinya, surga yang telah Kami
sebutkan gambarannya dengan gambaran yang agung itu akan Kami anugerahkan
kepada hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat
kepada Allah Swt. dalam suka dan duka, lagi mampu meredam amarahnya serta suka
memaafkan orang lain. Dan seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam
surat Al-Mu’minun, melalui firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ
هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)
Sampai dengan firman-Nya:
{أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ
يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Mereka itulah orang-orang
yang akan mewarisi (yaitu) yang akan mewarisi
surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 10-11)
Maryam,
ayat 64-65
{وَمَا نَتَنزلُ إِلا
بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا (64) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا
بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
(65) }
Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah
apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan
apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. Tuhan -(yang
menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la dan waki'. Keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Zar, dari ayahnya, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
bersabda kepada Malaikat Jibril, "Apakah gerangan yang mencegahmu untuk
tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?" Maka turunlah
firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah
Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Imam
Bukhari mengetengahkannya secara munfarid. Di dalam kitab tafsirnya ia
meriwayatkan sehubungan dengan makna ayat ini melalui Abu Na'im, dari Umar ibnu
Zar dengan sanad yang sama.
Ibnu
Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Umar ibnu Zar dengan
sanad yang sama, tetapi menurut riwayat keduanya di akhir hadis terdapat tambahan,
yaitu bahwa jawaban tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Malaikat Jibril tidak turun kepada
Rasulullah Saw. dalam waktu yang cukup lama. Maka Rasulullah Saw. dirundung
rasa sedih dan duka karenanya. Kemudian Malaikat Jibril datang dan mengatakan,
"Hai Muhammad: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan
perintah Tuhanmu.. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Mujahid
mengatakan bahwa Jibril tidak turun kepada Muhammad Saw. selama dua belas malam
atau kurang dari itu. Ketika Jibril turun, Nabi Saw. berkata kepadanya, "Hai
Jibril, sesungguhnya kamu membuat saya sedih, sehingga kaum musyrik mempunyai
dugaan yang tidak-tidak kepada saya." Maka turunlah firman-Nya: Dan
tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam:
64), hingga akhir ayat.
Mujahid
mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan ayat yang terdapat di dalam
surat Adh-Dhuha. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim,
Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan tertahannya Malaikat Jibril.
Al-Hakam
ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Jibril lama
tidak turun kepada Nabi Saw. dalam waktu empat puluh hari. Kemudian Jibril
turun di suatu hari. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Mengapa kamu
lama tidak furun kepadaku, sehingga aku rindu kepadamu." Jibril
menjawab, "Bahkan aku selalu rindu kepadamu, tetapi aku menunggu perintah,
lalu Allah mewahyukan kepadaku agar aku menyampaikan kepadamu firman Allah Swt.
sebagai berikut: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan
perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, hadis ini berpredikat garib.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Mujahid yang mengatakan bahwa utusan Allah datang lambat kepada
Nabi Saw. Kemudian Jibril datang, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah
gerangan yang menahanmu, hai Jibril?" Maka Jibril berkata,
"Bagaimana saya datang kepada kalian, sedangkan kalian tidak memotong kuku
kalian, tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian, tidak
mencukur kumis kalian, serta tidak bersiwak lagi?" Kemudian Jibril
membacakan firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali
dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Imam
Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir An-Nahwi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim As-Suri, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada
kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Sa'labah ibnu Muslim, dari
Ubay ibnu Ka'b maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda bahwa Malaikat Jibril lama tidak turun kepadanya. Ketika Nabi Saw.
mengatakan hal tersebut kepada Jibril, maka Jibril menjawab: Bagaimana saya
turun, sedangkan kalian tidak lagi bersiwak, tidak memotong kuku, tidak
mencukur kumis, dan tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki
kalian?
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abul Yaman, dari Ismail ibnu
Ayyasy, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّار، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا
الْمُغِيرَةُ بْنُ حَبِيبٍ -[خَتَنُ] مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ-حَدَّثَنِي شَيْخٌ
مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَصْلِحِي لَنَا الْمَجْلِسَ،
فَإِنَّهُ يَنْزِلُ مَلَكٌ إِلَى الْأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ إِلَيْهَا قَطُّ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan
kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman Al-Mugirah ibnu Habib, dari Malik ibnu Dinar,
telah menceritakan kepadaku seorang syekh dari kalangan ulama Madinah, dari
Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Benahilah
majelis ini untuk kami, karena sesungguhnya akan turun ke bumi seorang malaikat
yang belum pernah turun sama sekali ke bumi ini.
*******************
{لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا
خَلْفَنَا}
Kepunyaan-Nyalah
apa-apa yang ada di hadapan dan apa-apa yang ada di belakang kita. (Maryam: 64)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksudkan dengan apa-apa yang ada di hadapan kita
ialah perkara dunia; sedangkan apa-apa yang ada di belakang kita ialah perkara
akhirat.
{وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ}
dan
apa-apa yang ada di antara keduanya. (Maryam: 64)
Yakni
apa-apa yang ada di antara dua tiupan sangkakala. Demikianlah menurut pendapat
Abul Aliyah, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah menurut suatu
riwayat yang bersumber dari keduanya, juga menurut As-Saddi serta Ar-Rabi' ibnu
Anas.
Menurut
pendapat yang lain, makna mabaina aidina ialah apa-apa yang bakal
terjadi menyangkut urusan akhirat, sedangkan wama khalfana artinya
apa-apa yang telah lalu menyangkut urusan dunia. Dan makna wama baina zalika
artinya apa yang ada di antara dunia dan akhirat. Hal yang semisal telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu
Juraij, dan As-Sauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir; hanya Allah yang
mengetahui kebenarannya.
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
dan
tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam:
64)
Mujahid
dan As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah Tuhanmu tidak akan
melupakanmu. Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa makna ayat
ini sama dengan firman-Nya:
{وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا
وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى}
Demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu
tiada meninggalkanmu dan tiada (pula)
benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ الدِّمَشْقِيُّ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ -يَعْنِي أَبَا الْجُمَاهِرِ -حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ يَرْفَعُهُ قَالَ: "مَا أَحَلَّ اللَّهُ
فِي كِتَابِهِ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ [عَنْهُ]
فَهُوَ عَافِيَةٌ، فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ
يَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَمَا كَانَ
رَبُّكَ نَسِيًّا}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Muhammad ibnu
AbdusSamad Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman
(yakni Abul Jamahir), telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah
menceritakan kepada kami Asim ibnu Raja ibnu Haiwah, dari ayahnya, dari Abu
Darda yang me-rafa'-kan hadis ini: Apa saja yang dihalalkan Allah di
dalam Kitab-Nya, maka hal itu halal; dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah,
maka hal itu haram; dan apa saja yang Allah diam terhadapnya, maka hal itu
dimaafkan. Maka terimalah kemurahan dari-Nya, karena sesungguhnya Allah tidak
pernah melupakan sesuatu pun. Kemudian Abu Darda membacakan ayat berikut,
yaitu firman-Nya: dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)
Adapun
firman Allah Swt.:
{رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا
بَيْنَهُمَا}
Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi.
(Maryam: 65)
Yakni
Yang Menciptakannya, Yang Mengaturnya, Yang Menguasainya, dan Yang Mengurusnya,
tiada yang mempertanyakan apa yang di-putuskan-Nya.
{فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ
سَمِيًّا}
maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). (Maryam: 65)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat
ialah,'apakah kamu mengetahui misal atau yang serupa dengan Tuhan (mu)?'. Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu
Juraij serta lain-lainnya.
Ikrimah
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang pun yang bernama
Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) selain Allah Swt. sendiri Yang Mahasuci lagi
Mahatinggi serta Maha suci nama-Nya.
Maryam, ayat 66-70
{وَيَقُولُ الإنْسَانُ
أَئِذَا مَا مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا (66) أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ
أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا (67) فَوَرَبِّكَ
لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَالشَّيَاطِينَ ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ
جِثِيًّا (68) ثُمَّ لَنَنزعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى
الرَّحْمَنِ عِتِيًّا (69) ثُمَّ لَنَحْنُ أَعْلَمُ بِالَّذِينَ هُمْ أَوْلَى
بِهَا صِلِيًّا (70) }
Dan
berkata manusia, "Betulkah, apabila aku telah mati, bahwa aku
sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidaklah manusia
itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan
ia tidak ada sama sekali? Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan
mereka bersama setan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam
dengan berlutut. Kemudian pasti akan Kami tarik tiap-tiap golongan siapa di
antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan kemudian
Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam
neraka.
Allah Swt. menceritakan tentang
manusia, bahwa manusia itu merasa heran dan menganggap mustahil akan adanya
kehidupan sesudah mati.
Pengertiannya sama dengan yang
terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ تَعْجَبْ فَعَجَبٌ قَوْلُهُمْ
أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا أَئِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ}
Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan
adalah ucapan mereka, “Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami
sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru.?” (Ar-Ra'd:
5)
Dan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا
خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا
وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ * قُلْ
يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan apakah manusia tidak
memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia
membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata,
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur
luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan Yang
Menciptakannya pertamakah. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin:
77-79)
Sedangkan dalam ayat berikut ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَقُولُ الإنْسَانُ أَئِذَا مَا مِتُّ
لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا * أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ
قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا}
Dan berkata manusia,
"Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan
dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa
sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama
sekali? (Maryam: 66-67)
Untuk menunjukkan kekuasaan-Nya
yang mampu menghidupkan kembali orang yang mati, Allah Swt. mengambil contoh
dari permulaan penciptaan yang dilakukan-Nya. Dengan kata lain, Allah Swt.
telah menciptakan manusia, sedangkan manusia tidak ada sama sekali; maka
mudahlah bagiNya mengembalikan manusia hidup kembali, bahkan mengembalikannya
jauh lebih mudah karena telah ada. Sama halnya dengan pengertian yang terdapat
di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ
يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya
kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah jauh lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum:
27)
Di dalam kitab sahih disebutkan
sebuah hadis yang mengatakan:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ أَنْ يُكَذِّبَنِي، وَآذَانِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ
يُؤْذِيَنِي، أَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا
بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلِيَّ مِنْ آخِرِهِ، وَأَمَّا
أَذَاهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: إِنَّ لِي وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ،
الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"
Allah Swt. berfirman,
"Anak Adam mendustakan-Ku, padahal tidaklah pantas baginya mendustakan-Ku;
anak Adam menyakitiKu, padahal tidaklah pantas baginya menyakiti-Ku.” Dia
mendustakan Aku melalui ucapannya, 'Bahwa Aku tidak akan menghidupkannya
kembali sebagaimana Aku menciptakannya pada yang pertama kali.' Padahal
penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah daripada penciptaan yang terakhir.
Dia menyakiti Aku melalui ucapannya, "Sesungguhnya Aku beranak, padahal
Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku adalah
Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang
setara dengan-Ku.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَوَرَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ
وَالشَّيَاطِينَ}
Demi Tuhanmu, sesungguhnya
akan Kami bangkitkan mereka bersama setan. (Maryam:
68)
Tuhan Yang Mahasuci lagi
Mahatinggi bersumpah dengan menyebut nama diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa
sesungguhnya Dia pasti akan membangkitkan mereka bersama setan-setan yang
menyembah selain Allah.
{ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ
جِثِيًّا}
kemudian akan Kami datangkan
mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut. (Maryam:
68)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa makna Jisiyyan ialah berlutut; sama pengertiannya dengan
apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً}
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. (Al-Jatsiyah:
28)
As-Saddi telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya, "Jisiyyan, " artinya dalam
keadaan berdiri. Dan telah diriwayatkan dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud hal yang
semisal.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَنَنزعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيعَةٍ}
Kemudian pasti akan Kami
tarik dari tiap-tiap golongan. (Maryam: 69)
Yakni dari tiap-tiap umat,
menurut Mujahid.
{أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَنِ
عِتِيًّا}
siapa di antara mereka yang
paling durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
69)
As-Sauri telah meriwayatkan dari
Ali ibnul Aqmar, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa
orang-orang yang pertama ditahan menunggu orang-orang yang terakhir. Setelah
bilangan mereka lengkap, barulah mereka didatangi, kemudian dilakukan peradilan
mulai dari yang terbesar dosanya, lalu menyusul yang besar dosanya, demikianlah
seterusnya. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Kemudian pasti akan
Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 69)
Qatadah telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap
golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah. (Maryam: 69) Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap pemeluk
agama pembesar-pembesar dan pemimpin-pemimpin kejahatannya.
Hal yang sama telah di katakan
oleh Ibnu Juraij dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama
Salaf.
Makna ayat ini sama dengan
firman-Nya:
{حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا
قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا
ضِعْفًا مِنَ النَّارِ}
sehingga apabila mereka masuk
ke dalam semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka
kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami, mereka telah
menyesatkan kami, sebab itu timpakanlah kepada mereka siksaan yang berlipat
ganda dari neraka.” (Al-A'raf: 38)
sampai dengan firman-Nya:
بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ
karena perbuatan yang telah
kalian lakukan.” (Al-A'raf: 39)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَنَحْنُ أَعْلَمُ بِالَّذِينَ هُمْ
أَوْلَى بِهَا صِلِيًّا}
Dan kemudian Kami sungguh
lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. (Maryam: 70)
Lafaz summa dalam ayat ini untuk meng-ataf-kan kalimat berita kepada
kalimat berita lainnya. Makna yang dimaksud ialah, bahwa Allah Swt. lebih
mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang lebih berhak untuk dimasukkan
ke dalam neraka Jahanam dan tinggal kekal di dalamnya, dan siapa yang berhak
mendapat siksaan yang berlipat ganda. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan dalam ayat terdahulu yang mengatakan:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا
تَعْلَمُونَ}
Allah berfirman,
"Masing-masing mendapat (siksaan) yang
berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui.” (Al-A'raf: 38)
Maryam, ayat 71-72
{وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا
وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا (71) ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ
اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا (72) }
Dan tidak
ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu
adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka
dalam keadaan berlutut.
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami
Khalid Ibnu Sulaiman, dari Kasir ibnu Ziyad Al-Bursuni, dari Abu Sumayyah yang
mengatakan, "Kami berselisih pendapat tentang makna al-wurud (mendatangi)
yang ada dalam ayat ini. Sebagian dari kami mengatakan bahwa neraka Jahanam
tidak dimasuki oleh orang-orang mukmin. Sebagian lainnya mengatakan bahwa semua
manusia memasukinya, kemudian Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa.
Kemudian saya bersua dengan Jabir ibnu Abdullah dan kutanyakan kepadanya
masalah tersebut, "Sesungguhnya kami berselisih pendapat tentang makna al-wurud,
apakah maknanya?' Jabir menjawab, 'semuanya mendatangi neraka'."
Sulaiman ibnu Murrah mengatakan
bahwa mereka semua memasukinya. Lalu ia mengisyaratkan kedua jari telunjuknya
ke arah kedua telinganya dan mengatakan bahwa ia akan diam seandainya belum
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا يَبْقَى بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ إِلَّا دَخَلَهَا،
فَتَكُونُ عَلَى الْمُؤْمِنِ بَرْدًا وَسَلَامًا، كَمَا كَانَتْ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ، حَتَّى إِنَّ لِلنَّارِ ضَجِيجًا مِنْ بَرْدِهِمْ، ثُمَّ يُنَجِّي
اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا، وَيَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا"
Tiada seorang pun yang
bertakwa dan tiada pula seorang pun yang durhaka melainkan memasuki neraka.
Maka neraka Jahanam bagi orang mukmin terasa sejuk dan menjadi keselamatan
sebagaimana yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim, sehingga neraka terdengar
bersuara gemuruh karena sejuknya mereka. Kemudian Allah Swt. selamatkan
orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka
dalam keadaan berlutut.
Hadis berpredikat garib, para
ahli hadis tidak ada yang mengetengahkannya selain dari Sulaiman ibnu Murrah.
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, dari Bakkar ibnu Abu
Marwan, dari Khalid ibnu Ma'dan yang mengatakan bahwa ahli surga setelah
memasuki surga berkata, "Bukankah Tuhan kita telah menjanjikan kepada kita
akan mendatangi neraka?" Allah Swt. berfirman, "kalian telah
mendatanginya sedang neraka dalam keadaan padam."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ibnu Uyaynah, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazim yang
mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rawwahah di suatu hari sedang meletakkan
kepalanya di pangkuan istrinya. Lalu ia menangis, dan istrinya ikut menangis.
Maka Abdullah bertanya, "Mengapa kamu ikut menangis?" Istrinya
menjawab, "Saya melihat kanda menangis, maka saya ikut menangis."
Abdullah ibnu Rawwahah berkata bahwa ia teringat akan firman Allah Swt. yang
mengatakan: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi
neraka itu. (Maryam: 71) (Abdullah ibnu Rawwahah berkata), "Saya tidak
mengetahui apakah diri saya dapat selamat dari neraka ataukah tidak."
Menurut riwayat yang lain, saat itu Abdullah ibnu Rawwahah sedang dalam keadaan
sakit.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman,
dari Malik ibnu Magul, dari Abu Ishaq, bahwa Abu Maisarah apabila berbaring di
tempat peraduannya selalu mengatakan, "Aduhai, sekiranya ibuku tidak
melahirkan diriku." Kemudian ia menangis. Maka ketika ditanyakan
kepadanya, "Hai Abu Maisarah, mengapa engkau menangis?" Abu Maisarah
menjawab, "Kita diberi tahu bahwa kita akan mendatangi neraka itu dan
tidak diberi tahu bahwa kita akan keluar darinya."
Abdullah ibnul Mubarak telah
meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa seorang lelaki
berkata kepada saudaranya, "Apakah engkau pernah mendapat berita bahwa
engkau akan mendatangi neraka?" Ia menjawab, "Ya." Ditanyakan
lagi, "Dan apakah engkau mendapat berita bahwa engkau akan keluar
darinya?" Ia menjawab, "Tidak." Dikatakan lagi, "Lalu
mengapa engkau masih dapat tertawa?" Al-Hasan Al-Basri selanjutnya
menceritakan bahwa sejak saat itu lelaki tersebut tidak kelihatan pernah
tertawa hingga meninggal dunia.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, telah menceritakan
kepadaku seseorang yang pernah mendengar Ibnu Abbas berdebat dengan Nafi'
Al-Azraq. Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-wurud artinya memasuki.
Sedangkan Nafi' berkata, "Bukan." Lalu Ibnu Abbas membacakan
firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah
adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Ibnu
Abbas mengatakan, "Apakah mereka memasukinya ataukah tidak?" Ibnu
Abbas membacakan lagi firman-Nya: Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat
lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. (Hud: 98) Ibnu Abbas mengatakan,
"Bukankah Fir'aun memasuki neraka? Adapun aku dan kamu, maka kita
sama-sama akan memasukinya, lalu kita tunggu apakah kita bakal dikeluarkan darinya
ataukah tidak. Menurut hematku, Allah tidak akan mengeluarkan kamu dari neraka,
bila kamu tidak percaya." Maka Nafi' tertawa.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan
dari Ata, bahwa Abu Rasyid Al-Haruri (yaituNafi' Al-Azraq) membacakan
firman-Nya: mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. (Al-Anbiya:
102) Maka Ibnu Abbas berkata, "Celakalah kamu, apakah kamu ini gila? Lalu
bagaimanakah dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan: Ia berjalan di muka
kaumnya di hari kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka' (Hud: 98) 'dan
Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan
dahaga' (Maryam: 86) 'Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan
mendatangi neraka itu' (Maryam: 71) Demi Allah, sesungguhnya doa orang yang
terdahulu mengatakan, "Ya Allah, keluarkanlah daku dari neraka dalam
keadaan selamat, dan masukkanlah aku ke dalam surga dalam keadaan
beruntung'."
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid Al-Muharibi, telah menceritakan
kepada kami Asbat, dari Abdul Malik, dari Ubaidillah, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Abbas, datanglah kepadanya
seorang lelaki yang dikenal dengan panggilan Abu Rasyid, yaitu Nafi' ibnul
Azraq. Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Hai Ibnu Abbas, bagaimanakah
menurutmu makna firman Allah Swt.: 'Dan tidak ada seorang pun dari kalian
melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian
yang sudah ditetapkan' (Maryam: 71) Ibnu Abbas menjawab, "Adapun saya
dan kamu, hai Abu Rasyid, pasti akan mendatanginya. Maka tunggulah apakah kita
dapat keluar darinya ataukah tidak."
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan,
Syu'bah pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnus
Sa-ib, dari seseorang yang mendengar Ibnu Abbas membacakan firman-Nya ini
dengan bacaan berikut: Wa-in minhum illa wariduha, artinya: Dan tidak
ada seorang pun dari mereka melainkan memasuki neraka itu. Lalu Ibnu Abbas
berkata bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang kafir.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Umar ibnul Walid Al-Busti, bahwa ia pernah mendengar Ikrimah membacanya
dengan bacaan berikut: Wa-in minhum illa wariduha, artinya: Dan tidak
ada seorang pun dari mereka melainkan memasuki neraka itu. Bahwa yang dimaksud
dengan mereka adalah orang-orang yang zalim. Ikrimah mengatakan, "Kami
biasa membacanya dengan bacaan demikian (yakni minhum, bukan minkum)."
Semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun
dari kalian melainkan mendatanginya (Maryam: 71) Yaitu orang yang baik dan
orang yang jahat semuanya masuk neraka, Tidakkah Anda mendengar firman Allah
Swt. tentang Fir'aun: Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat, lalu
memasukkan mereka ke dalam neraka. (Hud: 98), hingga akhir ayat. Dan firman
Allah Swt. yang mengatakan: dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka
ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. (Maryam: 86) Al-wurud dalam
ayat ini berarti masuk, bukannya keluar.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ
إِسْرَائِيلَ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ مُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ
مَسْعُودٍ- {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَرِدُ النَّاسُ [النَّارَ] كلهم، ثم يصدرون
عنها بأعمالهم"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Israil, dari As-Saddi, dari Murrah,
dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam:
71) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seluruh umat manusia mendatangi
neraka, kemudian mereka dikeluarkan darinya menurut amal perbuatannya
masing-masing.
Imam Turmuzi meriwayatkannya
dari Abdu ibnu Humaid, dari Ubaidillah, dari Israil, dari As-Saddi dengan sanad
yang sama. Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui jalur Syu'bah, dari
As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara marfu'.
Demikianlah menurut riwayat ini
hadis dikemukakan secara marfu'.
Asbat telah meriwayatkannya dari
As-Saddi, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa manusia
semuanya melewati sirat (jembatan yang menghubungkan antara mauqif dan
surga, sedangkan di tengah-tengahnya adalah neraka). Pengertian wurud ialah
berdirinya mereka di pinggir neraka, kemudian mereka keluar dari sirat sesuai
dengan amal perbuatannya masing-masing. Di antara mereka ada orang yang lewat
seperti kilat, ada orang yang lewat seperti angin yang cepat, ada orang yang
melaluinya seperti cepatnya burung terbang ada orang yang melaluinya secepat
kuda balap yang sangat kencang, ada orang yang melaluinya seperti larinya unta
yang cepat, ada pula yang melewatinya dengan berlari kencang, sehingga orang
yang terakhir dari mereka (kaum muslim) melewatinya adalah seseorang yang
cahayanya hanya sampai pada bagian kedua jempol jari kakinya. Ia melewati sirat
sedangkan sirat menjadi goyang karenanya. Sirat adalah
jembatan yang sangat licin, padanya terdapat duri-duri yang sangat tajam,
sedangkan di kedua tepi sirat terdapat malaikat-malaikat yang membawa
kaitan dari api yang digunakan mereka untuk menyambar orang-orang yang melewati
sirat (dan ditakdirkan untuk masuk neraka), hingga akhir hadis. Hadis
yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami
An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami
Abu lshaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam:
71) Bahwa sirat berada di atas neraka, tajamnya sama seperti pedang yang
paling tajam. Maka golongan orang yang pertama melaluinya seperti kilat yang
menyambar, golongan kedua cepatnya seperti angin yang kencang, golongan ketiga
cepatnya seperti kuda balap, dan golongan keempat cepatnya seperti ternak yang
larat. Kemudian lewatlah para malaikat seraya berkata, "Ya Allah,
selamatkanlah kami, selamatkanlah kami."
Hadis ini mempunyai banyak bukti
yang menguatkannya terdapat di dalam kitab Sahihain dan kitab hadis
lainnya melalui riwayat Anas, Abu Sa'id, Abu Hurairah, Jabir, dan lain-lainnya
dari kalangan para sahabat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari
Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Ganim ibnu Qais yang mengatakan bahwa mereka
membicarakan tentang makna wurud. Ka'b berkata, "Api neraka
menyekap manusia seakan-akan seperti penjara yang maha besar, hingga semua
manusia berada di atas neraka, baik yang bertakwa maupun yang durhaka. Kemudian
terdengarlah suara yang menyeru neraka, 'Tahanlah orang-orang yang harus masuk
neraka, dan lepaskanlah teman-temanku!" Maka setiap ahli neraka dibenamkan
ke dalamnya oleh penjaga neraka, sedangkan penjaga neraka itu lebih mengenal
ahlinya daripada seseorang terhadap anaknya. Dan orang-orang yang beriman
dikeluarkan dari neraka dalam keadaan pakaian mereka basah. Ka'b melanjutkan
kisahnya, "Di antara malaikat penjaga mereka ada malaikat yang panjang di
antara kedua pundaknya sama dengan perjalanan satu tahun. Tiap-tiap malaikat
dari mereka membawa gada besar yang bercabang dua untuk mendorong ahli neraka
masuk ke dalam neraka. Bila malaikat itu menggunakan gadanya, maka masuklah ke
dalam neraka sebanyak tujuh ratus ribu orang."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ،
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ أُمِّ
مُبَشِّر، عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِنِّي لَأَرْجُوَ أَلَّا يَدْخُلَ النَّارَ -إِنْ شَاءَ
اللَّهُ-أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ" قَالَتْ فَقُلْتُ:
أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} ؟ قَالَتْ:
فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: {ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ
الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا}
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Ummu Mubasysyir, dari Hafsah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku
benar-benar berharap semoga tidak ada seorang pun dari kalangan ahli Badar dan
Hudaibiyyah yang masuk neraka, insya Allah. Hafsah bertanya, "Bukankah
Allah Swt. telah berfirman di dalam Al-Qur'an: 'Dan tidak ada seorang pun
dari kalian melainkan mendatangi neraka itu' (Maryam: 71) Maka Rasulullah
Saw. membacakan firman-Nya: Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang
yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam
keadaan berlutut. (Maryam: 72)
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ،
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أُمِّ
مُبَشِّرٍ -امْرَأَةِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ-قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ، فَقَالَ: "لَا يَدْخُلُ
النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ" قَالَتْ حَفْصَةُ:
أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ: {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} ؟ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا}
Imam Ahmad telah mengatakan pula
bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Ummu Mubasysyir (istri Zaid ibnu
Harisah) yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di rumah
Siti Hafsah, beliau bersabda: Tidak akan masuk neraka seseorang yang ikut
dalam peperangan Badar dan peperangan Hudaibiyah. Siti Hafsah bertanya,
bahwa bukankah Allah Swt. Telah berfirman: Dan tidak ada seorang pun dari
kalian, melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Yakni mendatangi
neraka itu alias memasukinya, kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Kemudian
Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (Maryam: 72)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
sebuah hadis melalui Az-Zuhri, dari Sa'id, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لا يَمُوتُ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةٌ مِنَ
الْوَلَدِ تَمَسُّهُ النَّارُ، إِلَّا تَحِلَّة الْقَسَمِ".
Tidak ada seorang pun dari
kaum muslim yang ditinggal mati oleh ketiga anaknya (yang belum berusia balig, lalu ia bersabar) masuk ke dalam
neraka melainkan hanya sekejap saja.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: قَالَ مَعْمَرٌ: أَخْبَرَنِي
الزَّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ مَاتَ لَهُ ثَلَاثَةٌ لَمْ
تَمَسَّهُ النَّارُ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ"
Abdur Razzaq mengatakan, Ma'mar
pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Az-Zuhri, dari Ibnul
Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa
yang kematian tiga orang anaknya, tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya
sekejap saja.
Makna yang dimaksud ia hanya
mendatanginya saja, kemudian keluar darinya.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا زَمْعَة، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا
يَمُوتُ لِمُسْلِمٍ ثَلَاثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ، تَمَسُّهُ النَّارُ إِلَّا
تَحِلَّةَ الْقَسَمِ"
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Zam'ah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul
Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang kematian tiga
orang anaknya disentuh oleh api neraka kecuali hanya sebentar saja.
Az-Zuhri mengatakan seakan-akan
Rasulullah Saw. bermaksud dengan apa yang disebutkan oleh ayat ini, yaitu
firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi
neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Maryam:
71)
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ بَكَّارٍ
الْكَلَاعِيُّ ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ يَزِيدَ بْنِ تَمِيمٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ وعِكًا، وَأَنَا
مَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: هِيَ نَارِي
أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ؛ لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنَ النَّارِ فِي
الْآخِرَةِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada
kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu
Tamim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ubaidillah, dari Abu Saleh,
dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjenguk seorang
lelaki dari kalangan sahabatnya yang sedang sakit, sedangkan aku bersama beliau
Saw. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah
berfirman, "Sakit itu merupakan neraka-Ku yang Aku timpakan kepada
hamba-Ku yang mukmin sebagai ganti dari api neraka di akhirat.”
Hadis berpredikat garib bila
ditinjau dari segi jalur ini.
Telah menceritakan pula kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, dari Usman ibnul
Aswad, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sakit demam merupakan bagian tiap
orang mukmin dari neraka. Kemudian ia membacakan firman-Nya:Dan tidak ada
seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ
لَهِيعَة، حَدَّثَنَا زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ
الْجُهَنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} حَتَّى
يَخْتِمَهَا عشر مَرَّاتٍ، بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ". فَقَالَ
عُمَرُ: إِذًا نَسْتَكْثِرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَلَّهُ] َكْثَرُ وَأَطْيَبُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah,
telah menceritakan kepada kami Zaban ibnu Fa-id, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas
Al-Juhani, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang
siapa membaca surat Ikhlas sebanyak sepuluh kali, maka Allah membangunkan
baginya sebuah gedung di dalam surga. Maka Umar berkata, "Kalau
demikian, kami akan memperbanyak bacaannya, hai Rasulullah." Rasulullah
Saw. menjawab, "Allah akan membalasnya dengan pahala yang lebih banyak
dan lebih baik."
Rasulullah Saw. telah bersabda
pula:
مَنْ قَرَأَ أَلْفَ آيَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، كُتب يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا، إِنْ شَاءَ اللَّهُ. وَمَنْ حَرَسَ
مِنْ وَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مُتَطَوِّعًا لَا بِأُجْرَةِ
سُلْطَانٍ، لَمْ يَرَ النَّارَ بِعَيْنَيْهِ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ، قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} وَإِنَّ الذِّكْرَ فِي
سَبِيلِ [اللَّهِ] يُضْعفُ فَوْقَ النَّفَقَةِ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ".
وَفِي رِوَايَةٍ: "بِسَبْعِمِائَةِ أَلْفِ ضِعْفٍ"
Barang siapa yang membaca
seribu ayat di jalan Allah, maka kelak di hari kiamat ia akan dikumpulkan
bersama para nabi, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh; mereka
adalah sebaik-baik teman, insya Allah. Dan barang siapa yang menjaga tapal
batas untuk melindungi kaum muslim (dari serangan
musuh) di jalan allah secara suka rela, bukan karena mendapat upah dari
sultan, niscaya ia tidak akan melihat neraka kecuali hanya dalam waktu yang
sebentar. Allah Swt. telah berfirman: Dan tidak ada seorang pun dari
kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Dan sesungguhnya
berzikir di jalan Allah, pahalanya dilipatgandakan tujuh ratus kali
membelanjakan harta di jalan Allah. Menurut riwayat yang lain adalah
tujuh ratus ribu kali lipatnya.
وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ، عَنْ أَبِي الطَّاهِرِ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ،
عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ [وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ] كِلَاهُمَا عَنْ
زَبَّانَ، عَنْ سَهْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الصَّلَاةَ وَالصِّيَامَ وَالذِّكْرَ تُضَاعَفُ
عَلَى النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"
Abu Daud telah meriwayatkan dari
Abut Tahir, dari Ibnu Wahb dan Yahya ibnu Ayyub; keduanya dari Zaban, dari
Sahl, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya
membaca salawat untukku, puasa, dan berzikir, pahalanya dilipatgandakan lebih
dari membelanjakan harta di jalan Allah dengan tujuh ratus kali lipat.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada
seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Bahwa
yang dimaksud dengan wurud ialah melaluinya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang
pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Yang dimaksud
dengan mendatangi neraka bagi kaum muslim ialah melewati jembatan yang
terpancang di antara kedua tepinya, sedangkan yang dimaksud dengan mendatangi
bagi kaum musyrik ialah memasukinya. Dan Nabi Saw. telah bersabda:
"الزَّالُّونَ وَالزَّالَّاتُ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَقَدْ
أَحَاطَ بِالْجِسْرِ يَوْمَئِذٍ سِمَاطان مِنَ الْمَلَائِكَةِ، دُعَاؤُهُمْ: يَا
أَللَّهُ سَلِّمْ سَلِّمْ"
Laki-laki dan wanita yang terpeleset
pada hari itu banyak sekali, pada hari itu jembatan tersebut dikepung oleh dua
barisan malaikat yang dalam doanya mengatakan, "Ya Allah, selamatkanlah,
selamatkanlah.”
As-Saddi telah meriwayatkan dari
Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Hal itu bagi
Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Maryam: 71) Makna
yang dimaksud ialah sumpah yang wajib dilaksanakan.
Menurut Mujahid, kemestian yang
sudah ditetapkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا}
Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (Maryam:
72)
Yakni apabila semua makhluk
melewati neraka dan orang-orang kafir, serta orang-orang ahli maksiat
terjerumus ke dalamnya sesuai dengan amal perbuatan mereka, maka Allah
menyelamatkan orang-orang mukmin yang bertakwa dari neraka sesuai dengan amal
perbuatannya. Mereka melewati sirat dengan kecepatan yang berbeda-beda
sesuai dengan amal perbuatan masing-masing selama mereka di dunia.
Kemudian diberikan syafaat
terhadap orang-orang yang berdosa besar dari kalangan kaum mukmin. Maka para
malaikat, para nabi, dan orang-orang mukmin memberikan syafaatnya kepada mereka
sehingga dikeluarkan dari neraka sejumlah besar makhluk yang telah hangus di
makan api neraka, kecuali wajah mereka, yaitu anggota badan mereka yang dipakai
sujud dalam salat. Mereka di keluarkan dari api neraka secara prioritas sesuai
dengan kadar iman yang ada di dalam kalbu mereka. Orang-orang yang mula-mula
dikeluarkan dari neraka ialah orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat
uang dinar, kemudian menyusu! orang yang imannya lebih kecil daripada itu.
Demikianlah seterusnya hingga dikeluarkan dari neraka orang-orang yang di dalam
hatinya masih terdapat iman yang kadarnya lebih kecil daripada semut yang
paling kecil. Setelah itu Allah mengeluarkan dari neraka orang yang pada suatu
hari dari usianya pernah mengucapkan kalimah, "Tiada Tuhan selain
Allah", sedangkan dia tidak pernah beramal kebaikan barang sekalipun. Setelah
itu tidak ada lagi yang tertinggal di dalam neraka kecuali hanya orang-orang
yang menjadi penghuni tetapnya untuk selama-lamanya. Seperti yang telah
disebutkan oleh hadis-hadis sahih dari Rasulullah Saw. Karena itulah disebutkan
oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا
وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا}
Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim
di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Maryam:
72)
Maryam,
ayat 73-74
{وَإِذَا تُتْلَى
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا
أَيُّ الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا (73) وَكَمْ
أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِئْيًا (74) }
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya
orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Manakah
di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat
tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” Berapa banyak umat yang
telah Kami binasakan sebelum mereka sedangkan mereka adalah lebih bagus alat
rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.
Allah
Swt. menyebutkan ciri khas orang-orang kafir saat dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah yang jelas maksudnya dan terang hujah dan bukti kebenarannya,
bahwa mereka ingkar dan berpaling darinya. Mereka juga bersikap angkuh dan
sombong terhadap orang-orang, mukmin, seraya mengemukakan alasan yang
menguatkan kebenaran agama mereka yang batil, bahwa mereka:
{خَيْرٌ مَقَامًا وأَحْسَنُ نَدِيًّا}
lebih
baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya). (Maryam: 73)
Yakni
lebih baik serta lebih mewah tempat-tempat tinggalnya dan lebih baik tempat
pertemuannya. Yang dimaksud dengan nadiyyan ialah tempat berkumpulnya
kaum lelaki. Dengan kata lain. orang-orang kafir itu merasa bahwa tempat
pertemuan mereka lebih ramai dikunjungi oleh orang. Yakni apakah kami yang
dalam keadaan demikian dikatakan berada dalam jalan yang batil, sedangkan mereka
(orang-orang mukmin) yang sedang bersembunyi di dalam perumahan Al-Arqam ibnu
Abul Arqam dan rumah-rumah jelek lainnya merasa benar? Makna ayat ini sama
dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ
آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ}
Dan
orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Kalau
sekiranya dia (Al-Qur'an) adalah
suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya.”
(Al-Ahqaf: 11)
Dan
firman Allah Swt. menceritakan perkataan kaum Nuh:
{أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الأرْذَلُونَ}
Apakah
kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang
hina? (Asy-Syu'ara: 111)
Demikian
pula firman Allah Swt. yang menyebutkan:
{وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
لِيَقُولُوا أَهَؤُلاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ
بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ}
Dan
demikianlah telah Kami uji sebagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebagian mereka (orang-orang
miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata,
"Orang-orang semacam inilah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah
kepada mereka?” (Allah berfirman), "Tidakkah Allah lebih mengetahui
tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” (Al-An'am: 53)
Karena
itulah dalam ayat berikut ini Allah berfirman menjawab tuduhan mereka yang
tidak benar:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ}
Berapa
banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka. (Maryam: 74)
Yakni
sudah berapa banyak generasi dan umat yang mendustakan telah Kami binasakan
disebabkan kekafiran mereka.
{هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِئْيًا}
sedangkan
mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata. (Maryam: 74)
Maksudnya
mereka memiliki harta yang lebih baik, perabotannya mewah, dan penampilan serta
gaya hidup mereka lebih baik.
Al-A'masy
telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya).
(Maryam: 73) Maqaman artinya tempat tinggal, an-nadiy artinya
tempat pertemuan, al-asas artinya perabotan dan barang-barang, sedangkan
ar-ri-ya artinya penampilan.
Al-Aufi
telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa al-maqam artinya rumah, an-nadiy
artinya tempat pertemuan, kesenangan, dan kemewahan hidup yang dimiliki
oleh mereka. Pengertian ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah
Swt. tentang kaum Fir'aun saat Allah membinasakan mereka melalui firman-Nya:
{كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ
وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ}
Alangkah
banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta
tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan:
25-26)
Maqam
adalah tempat tinggal dan kemewahan,
an-nadiy artinya tempat pertemuan mereka. Allah Swt. menceritakan kepada
Rasul-Nya kisah kaum Lut:
{وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ}
dan
(kalian) mengerjakan kemungkaran
di tempat-tempat pertemuan kalian? (Al-'Ankabut: 29)
Orang-orang
Arab menamakan tempat pertemuan mereka dengan sebutan nadi (klub).
Qatadah
mengatakan bahwa ketika orang-orang musyrik melihat sahabat-sahabat Nabi
Muhammad Saw. hidupnya miskin dan penampilan mereka sangat sederhana, maka
orang-orang musyrik menjawab Al-Qur'an yang mereka dengar dengan ucapan mereka:
Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik
tempat tinggalnya dan lebih indah pertemuan (nya)? (Maryam: 73)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ad-Dahhak. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa asas artinya harta benda, ada yang mengartikan pakaian,
ada pula yang mengartikannya perabotan; sedangkan ar-ri-ya diartikan
penampilan, seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan, yang dimaksud dengan ar-ri-ya ialah rupa. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Malik, bahwa makna yang dimaksud ialah lebih banyak
hartanya dan lebih indah rupanya. Tetapi pada garis besarnya semua makna
sehubungan dengan takwil ayat ini berdekatan dan semuanya benar.
Maryam,
ayat 75
{قُلْ مَنْ كَانَ فِي
الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا حَتَّى إِذَا رَأَوْا مَا
يُوعَدُونَ إِمَّا الْعَذَابَ وَإِمَّا السَّاعَةَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ
شَرٌّ مَكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا (75) }
Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka
biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga apabila
mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun kiamat,
maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah
penolong-penolongnya.”
Allah
Swt. berfirman kepadaNabi-Nya Saw.:
{قُلْ}
Katakanlah!
(Maryam: 75)
Hai
Muhammad, kepada orang-orang yang mempersekutukan Tuhannya lagi mengakui bahwa
dirinya benar, sedangkan kamu dalam jalan yang batil:
{مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ}
Barang
siapa yang berada di dalam kesesatan. (Maryam: 75)
Dari
kami dan kalian.
{فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا}
maka
biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya. (Maryam: 75)
Yakni
semoga Tuhan Yang Maha Pemurah menangguhkan azab terhadapnya hingga ia
menghadap kepada-Nya dan ajalnya habis, lalu tempat kembalinya:
{إِمَّا الْعَذَابَ}
Baik
siksaan. (Maryam: 75)
yang
akan menimpanya.
{وَإِمَّا السَّاعَةَ}
maupun
kiamat. (Maryam: 75)
yang
datang kepadanya secara tiba-tiba.
{فَسَيَعْلَمُونَ} حِينَئِذٍ {مَنْ هُوَ
شَرٌّ مَكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا}
maka
mereka akan mengetahui (saat
itu) siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih
lemahpenolong-penolongnya. (Maryam: 75)
Untuk
membuktikan alasan mereka yang mengakui dirinya mempunyai kedudukan yang lebih
baik dan tempat pertemuan yang lebih mewah.
Mujahid
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka biarlah Tuhan Yang
Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya. (Maryam: 75) Yaitu hendaknyalah
Allah membiarkan dia berada dalam kesesatannya.
Demikianlah
menurut takwil yang telah ditetapkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah.
Kalimat
ini merupakan mubahalah terhadap orang-orang musyrik yang mengakui bahwa
dirinya berada dalam jalan petunjuk. Semakna dengan mubahalah yang ditujukan
terhadap orang-orang Yahudi seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ
زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا
الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Katakanlah,
"Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa
sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain.
Maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar.” (Al-Jumu'ah: 6)
Maksudnya,
harapkanlah kematian semoga menimpa kami atau kalian, jika kalian mengaku bahwa
diri kalian berada dalam jalan yang benar. Sesungguhnya doa ini tidak akan
menimpakan mudarat terhadap diri kalian. Akan tetapi, mereka tidak mau
mengatakannya.
Pembahasan
mengenainya telah disebutkan dengan panjang lebar di dalam tafsir surat
Al-Baqarah.
Sama
juga dengan mubahalah yang ditujukan kepada orang-orang Nasrani yang
disebutkan di dalam surat Ali Imran, saat mereka bertekad untuk tetap pada
kekafirannya dan kesesatan serta pengakuannya yang berlebih-lebihan terhadap
Isa putra Maryam. Mereka mengatakannya sebagai anak Allah, padahal Allah telah
menyebutkan bukti dan hujah-Nya yang mengatakan akan kehambaan Isa, dan bahwa
dia adalah makhluk Adami. Allah Swt. berfirman mengenainya:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ
وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ
فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}
Siapa
yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kalian), maka
katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan
anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri-diri kami dan
diri-diri kalian: kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita
minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali
Imran: 61)
Ternyata
mereka pun menolak, tidak mau mengucapkannya.
Maryam,
ayat 76
{وَيَزِيدُ اللَّهُ
الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ
ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا (76) }
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat
petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.
Setelah
Allah menyebutkan pemberian masa tangguh-Nya terhadap orang-orang yang sesat
dalam kesesatannya, dan Allah menjadikan mereka bertambah sesat, kemudian Allah
menyebutkan bahwa Dia menambah petunjuk kepada orang-orang yang telah mendapat
petunjuk, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا}
Dan
apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya)
surat ini?” (At-Taubah: 124), hingga akhir ayat berikutnya.
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ}
Dan
amal-amal saleh yang kekal itu. (Maryam:
76)
Tafsir
mengenainya telah disebutkan di dalam surat Al-Kahfi berikut hadis-hadis yang
membahas tentangnya.
{خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا}
lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu. (Maryam:
76)
Maksudnya,
lebih baik balasan pahalanya.
{وَخَيْرٌ مَرَدًّا}
dan
lebih baik kesudahannya. (Maryam:
76)
Yakni
lebih baik akibat dan kesudahannya bagi orang yang mengerjakannya.
قَالَ عَبْدُ
الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ رَاشِدٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ،
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: جَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَخَذَ عُودًا يَابِسًا
فَحَطَّ وَرَقَهُ ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ قَوْلَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، تَحُطُّ
الْخَطَايَا كَمَا تَحُطُّ وَرَقَ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الرِّيحُ ، خُذْهُنَّ يَا
أَبَا الدَّرْدَاءِ قَبْلَ أَنْ يُحَالَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُنَّ، هُنَّ
الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ، وَهُنَّ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ" قَالَ أَبُو
سَلَمَةَ: فَكَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ إِذَا ذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ:
لَأُهَلِّلَنَّ اللَّهَ، وَلَأُكَبِّرَنَّ اللَّهَ، وَلَأُسَبِّحَنَّ اللَّهَ،
حَتَّى إِذَا رَآنِي الْجَاهِلُ حَسِبَ أَنِّي مَجْنُونٌ
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Rasyid, dari
Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman yang mengatakan bahwa
pada suatu hari Rasulullah Saw. duduk, lalu memungut sebatang kayu yang telah
kering dan membuang dedaunannya, kemudian bersabda: Sesungguhnya ucapan,
"Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan
segala puji bagi Allah, "dapat menggugurkan dosa-dosa sebagaimana angin
menggugurkan dedaunan pohon (yang telah kering) ini. Ambillah olehmu,
hai Abu Darda, sebelum kamu dihalang-halangi untuk dapat mengucapkannya.
Kalimat-kalimat ini merupakan amal-amal saleh yang kekal, dan ia merupakan
perbendaharaan surga. Abu Salamah mengatakan bahwa Abu Darda apabila
teringat akan hadis ini, ia mengatakan, "Sungguh aku akan membaca tahlil,
takbir, dan tasbih kepada Allah Swt. hingga orang yang tidak mengerti mendugaku
sebagai orang gila."
Makna
lahiriah hadis ini menunjukkan bahwa hadis berpredikat mursal, tetapi
barangkali yang mursal berasal dari riwayat Abu Salamah dari Abu Darda.
Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Demikianlah
menurut apa yang terdapat di dalam Sunan Ibnu Majah melalui hadis Abu
Mu'awiyah, dari Umar ibnu Rasyid, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu Darda,
lalu disebutkan hadis yang semisal.
Maryam,
ayat 77-80
{أَفَرَأَيْتَ الَّذِي
كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا (77) أَطَّلَعَ الْغَيْبَ
أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا (78) كَلا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ
وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدًّا (79) وَنَرِثُهُ مَا يَقُولُ وَيَأْتِينَا
فَرْدًا (80) }
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat
Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” Adakah ia
melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha
Pemurah? Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan
benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa
yang ia katakan itu dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Muslim, dari Masruq, dari Khabbab
ibnul Art yang mengatakan bahwa ia adalah seorang pandai besi, dan ia
mengutangkan sesuatu kepada Al-As ibnu Wa-il. Lalu ia datang untuk menagihnya,
tetapi Al-As berkata, "Demi Tuhan, aku tidak akan membayarmu sebelum kamu
kafir kepada Muhammad." Maka Khabbab berkata,"Tidak, demi Allah, aku
tidak akan kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, kemudian kamu dibangkitkan."
Al-As ibnu Wa-il mengatakan, "Kalau demikian, biarlah saya mati, lalu saya
dibangkitkan dan kamu datang kepadaku, karena saat itu aku mempunyai harta dan
anak, dan aku akan membayarmu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka
apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia
mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77)
Sampai dengan firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang
diri. (Maryam: 80)
Imam
Bukhari dan Imam Muslim serta lain-lainnya mengetengahkan hadis ini melalui
berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Menurut
lafaz hadis yang ada pada Imam Bukhari, ia adalah seorang pandai besi di
Mekkah. Lalu ia membuat sebilah pedang pesanan Al-As ibnu Wa-il. Setelah
selesai, ia datang untuk menagihnya, hingga akhir hadis. Di dalamnya disebutkan
firman Allah Swt.: atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha
Pemurah? (Maryam: 78)
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy,
dari Abud-Duha, dari Masruq yang mengatakan, Khabbab ibnul Art pernah
mengatakan bahwa ia dahulu adalah seorang pandai besi di Mekah. Ia mengerjakan
sesuatu milik Al-As ibnu Wa-il. Setelah pekerjaan selesai dan ongkosnya masih
kurang sejumlah banyak uang dirham, maka ia datang untuk menagihnya. Tetapi
Al-As ibnu Wa-il mengatakan kepadanya, "Aku tidak mau membayarmu sebelum
kamu mau kafir kepada Muhammad." Maka ia menjawab, "Aku tidak akan
kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, lalu dibangkitkan kembali."
Al-As ibnu Wa-il berkata, "Apabila aku dibangkitkan lagi, aku pasti
beroleh harta dan anak." Khabbab ibnul Art menceritakan hal itu kepada
Rasulullah Saw. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat
orang kafir kepada ayat-ayat Kami. (Maryam: 77), hingga beberapa ayat
berikutnya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya ada sejumlah sahabat
Rasulullah Saw. yang menagih utang kepada Al-As ibnu Wa-il As-Sahmi. Mereka
datang kepadanya untuk menagihnya, maka Al-As berkata, "Bukankah kalian
percaya bahwa di dalam surga terdapat emas dan perak, kain sutra, dan segala
macam buah-buahan?" Mereka menjawab, "Memang benar." Al-As
berkata, "Maka sesungguhnya janji untuk membayar kalian nanti di akhirat.
Demi Tuhan, aku benar-benar akan diberi harta dan anak, dan aku benar-benar
akan diberi seperti kitab yang ada pada kalian." Maka Allah menjawabnya
melalui firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang kafir kepada
ayat-ayat Kami. (Maryam: 77) sampai dengan firman-Nya: dan ia akan
datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya, bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا}
Pasti
aku akan diberi harta dan anak. (Maryam:
77)
Sebagian
ulama qiraat membacanya waladan, sedangkan sebagian lainnya membacanya
dengan wuldan, tetapi kedua lafaz mempunyai makna yang sama, Ru'bah
seorang penyair mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
الحمْدُ للهِ الْعَزِيزِ
فَرْدًا ... لَمْ يَتَّخِذْ مِنْ وُلْد شَيْءٍ وُلْدا
Segala puji bagi Allah Yang Mahaperkasa
lagi Maha Esa, Dia tidak beranak.
Al-Haris
ibnu Halzah mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
وَلَقَد رأيتُ معَاشرًا ... قَدْ تمرُوا مَالًا
وَولْدا
Sesungguhnya aku telah menyaksikan
banyak orang yang mempunyai harta dan anak yang sangat banyak.
Seorang
penyair lainnya mengatakan:
فَلَيت فُلانًا كانَ فِي
بَطْن أُمِّهِ ... وَليتَ فُلانًا كَانَ وُلْد حِمَار
Aduhai, sekiranya si Fulan tetap berada
di dalam perut ibunya. Aduhai, seandainya si Fulan adalah anak keledai.
Menurut
pendapat yang lain, wuldan adalah bentuk jamak; sedangkan kalau dibaca waladun
adalah bentuk tunggal, hal ini menurut dialek Bani Qais.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَطَّلَعَ الْغَيْبَ}
Adakah
ia melihat yang gaib. (Maryam:
78)
Kalimat
ayat ini merupakan bantahan terhadap orang yang mengatakan apa yang disitir
oleh firman-Nya:
{لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا}
Pasti
aku akan diberi harta dan anak. (Maryam:
77)
Yakni
kelak di hari kiamat. Dia memberitahukan apa yang bakal diperolehnya di hari
akhirat nanti, menurut dakwaan sendiri, sehingga ia berani bersumpah menyatakan
hal tersebut dan menganggapnya sebagai suatu kepastian.
{أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا}
atau
ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? (Maryam: 78)
Yaitu
apakah dia telah membuat suatu janji dengan Allah, bahwa Allah pasti akan
memberinya hal tersebut?
Dalam
pembahasan terdahulu telah disebutkan melalui hadis Imam Bukhari, bahwa yang
dimaksud dengan ahdan ialah janji.
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Adakah
ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha
Pemurah? (Maryam: 78) Bahwa yang dimaksud ialah kalimat, "Tidak ada
Tuhan selain Allah," yang karenanya maka ia berharap akan mendapat hal
tersebut.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali
orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
87) Bahwa yang dimaksud ialah persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
lalu Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi membacakan firman-Nya: kecuali orang yang
telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{كَلا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ}
sekali-kali
tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan. (Maryam: 79)
Kalla,
lafaz yang menunjukkan makna tolakan
terhadap kalimat sebelumnya dan sekaligus mengukuhkan kalimat yang sesudahnya.
Yakni orang yang meminta demikian dan memastikan bagi dirinya apa yang
diangan-angankannya itu, sedangkan ia ingkar kepada Allah Yang Maha-agung.
{وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدًّا}
dan
benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya. (Maryam: 79)
Yakni
kelak di hari akhirat atas ucapannya itu dan keingkarannya terhadap Allah Swt.
ketika di dunia.
{وَنَرِثُهُ مَا يَقُولُ}
dan
Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80)
Maksudnya,
harta benda dan anak-anaknya akan Kami rampas; kebalikan dari apa yang telah ia
katakan, bahwa dirinya akan mendapat harta dan anak kelak di akhirat selain
dari apa yang diperolehnya saat di dunia. Maka di akhirat kelak semuanya itu
akan dirampas darinya, di samping ia akan mendapat tuntutan dari orang yang
memberikan utang kepadanya saat di dunia. Karena itulah Allah Swt. berfirman
dalam firman selanjutnya:
{وَيَأْتِينَا فَرْدًا}
dan
ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)
Yaitu
tanpa membawa harta dan anak.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80)
Yaitu Kami akan mewarisinya.
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa
yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yakni, harta benda dan anak-anaknya.
Orang yang dimaksud adalah Al-As ibnu Wa-il.
Abdur-Razzaq
telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80)
Yakni akan mengambil semua yang menjadi miliknya, yaitu yang disebutkan di
dalam firman-Nya: Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77)
Menurut
qiraat Ibnu Mas'ud disebutkan "وَنَرِثُهُ مَا عِنْدَهُ".
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ia akan datang kepada
Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80) Yaitu ia datang dengan tidak membawa
harta dan anak.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yakni semua yang
ia himpunkan selama di dunia dan semua yang ia amalkan. Selanjutnya disebutkan
oleh firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam:
80) Artinya, sendirian tanpa hal yang ia dakwakan itu, baik sedikit ataupun
banyak.
Maryam,
ayat 81-84
{وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ
اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا (81) كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ
وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا (82) أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا
الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا (83) فَلا تَعْجَلْ
عَلَيْهِمْ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا (84) }
Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar
sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak
mereka (sembahan-sembahan) itu
akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan
mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. Tidakkah
kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirimkan setan-setan itu kepada
orang-orang kafir untuk mengasung mereka berbuat maksiat dengan
sungguh-sungguh? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap
mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk
mereka dengan perhitungan yang teliti.
Allah
Swt. menceritakan perihal orang-orang kafir yang musyrik terhadap Tuhan mereka,
bahwa mereka menjadikan sembahan-sembahan selain dari Allah sebagai tuhan-tuhan
mereka. Yang dengan tuhan-tuhan itu mereka membanggakan dirinya dan meminta
pertolongan kepadanya.
Kemudian
Allah Swt. menceritakan bahwa duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka
duga, bahkan apa yang mereka harapkan itu tidak ada sama sekali dan kosong
belaka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ}
sekali-kali
tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan)
itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya. (Maryam:
82)
Yakni
kelak di hari kiamat akan terjadi pengingkaran itu.
{وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
dan
mereka (sembahan-sembahan) itu akan
menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82)
Yaitu
bersikap berbeda dengan apa yang didugakan oleh mereka terhadap
sembahan-sembahannya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah
Swt. di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ
دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ. وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً
وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ }
Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan
selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan)
doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat), niscaya
sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan
mereka. (Al-Ahqaf: 5-6)
Abu
Nuhaik membaca ayat ini dengan bacaan berikut: "كُلٌّ
سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ"
artinya: Masing-masing dari sembahan
mereka akan mengingkari penyembahan mereka.
As-Saddi
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekali-kali tidak.
Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya)
terhadapnya. (Maryam: 82) Yakni berhala-berhala sembahan mereka akan
mengingkari penyembahan mereka.
Firman
Allah Swt.:
{وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
dan
mereka (sembahan-sembahan) itu akan
menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82)
Yaitu
bersikap berbeda dengan apa yang diharap-harapkan oleh mereka dari
sembahan-sembahannya.
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh
bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa makna diddan ialah a'wanan, yakni
menjadi teman-teman mereka.
Mujahid
mengatakan bahwa sembahan-sembahan itu kelak di hari kiamat akan menjadi lawan
mereka yang mendebat dan mendustakan pemujaan-pemujaan mereka terhadapnya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam:
82) Bahwa yang dimaksud dengan diddan ialah teman-teman,
Qatadah
mengatakan bahwa sembahan-sembahan itu akan menjadi teman-teman mereka di dalam
neraka; sebagian dari mereka melaknat dan mengingkari sebagian yang lainnya.
As-Saddi
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan)
itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa sembahan-sembahan
itu kelak di hari kiamat akan menjadi musuh-musuh mereka yang sangat sengit.
Ad-Dahhak
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan)
itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa sembahan-sembahan
itu kelak akan menjadi musuh mereka.
Ibnu
Zaid mengatakan bahwa ad-diddu artinya malapetaka.
Ikrimah
mengatakan bahwa ad-diddu artinya penyesalan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا
الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا}
Tidakkah
kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang
kafir untuk mengasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh? (Maryam: 83)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setan-setan itu
menyesatkan mereka.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setan-setan itu mengobarkan
semangat mereka untuk memusuhi Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Mujahid
mengatakan, setan-setan itu mengasung mereka dengan sungguh-sungguh.
Menurut
Qatadah, setan-setan itu dengan sungguh-sungguh memberikan semangat kepada
mereka untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka terhadap Allah Swt.
Sedangkan
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa setan-setan itu membujuk mereka dengan godaan
yang menggiurkan dan mengobarkan semangat mereka.
Dan
menurut As-Saddi, setan-setan itu menyesatkan mereka dengan sebenar-benarnya.
Abdur
Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan apa yang terdapat di
dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ
نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ}
Barang
siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya
setan (yang menyesatkan); maka setan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36)
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَلا تَعْجَلْ عَلَيْهِمْ إِنَّمَا نَعُدُّ
لَهُمْ عَدًّا}
maka
janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena
sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang
teliti. (Maryam: 84)
Maksudnya,
janganlah kamu terburu-buru —hai Muhammad—meminta kepada Allah agar azab-Nya
segera ditimpakan kepada mereka.
{إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا}
karena
sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang
teliti. (Maryam: 84)
Yakni
sesungguhnya Kami sengaja menangguhkan mereka hanya sampai waktu yang tertentu
lagi dipastikan, dan mereka pasti akan mendapat azab Allah dan pembalasan-Nya.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain:
{وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا
يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ}
Dan
janganlah sekali-kali kamu (Muhammad)
mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang
zalim. (Ibrahim: 42), hingga akhir ayat.
Dan
firman Allah Swt.:
{فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ
رُوَيْدًا}
Karena
itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu
barang sebentar. (Ath-Thariq:
17)
{إِنَّمَا
نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا}
Sesungguhnya
Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa
mereka. (Ali Imran: 178)
{نُمَتِّعُهُمْ
قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Kami
biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang
keras. (Luqman: 24)
Serta
firman Allah Swt.:
{قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى
النَّارِ}
Katakanlah,
"'Bersenang-senanglah kalian, karena sesungguhnya tempat kembali kalian
ialah neraka.” (Ibrahim:
30)
As-Saddi
mengatakan, sesungguhnya Allah menangguhkan mereka dengan perhitungan yang
teliti, yakni hanya beberapa tahun, beberapa bulan, beberapa hari, dan beberapa
saat.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari
siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (Maryam: 84) Yakni
Kami beri tangguh mereka selama mereka hidup di dunia saja.
Maryam,
ayat 85-87
{يَوْمَ نَحْشُرُ
الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا (85) وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى
جَهَنَّمَ وِرْدًا (86) لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ
الرَّحْمَنِ عَهْدًا (87) }
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang
yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan
Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan
dahaga. Mereka tidak dapat memberi syafaat, kecuali orang yang telah mengadakan
perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Allah
Swt. menceritakan tentang kekasih-kekasih-Nya, yaitu orang-orang yang bertakwa
yang takut kepada-Nya ketika di dunia dan mengikuti rasul-rasul-Nya serta
membenarkan berita yang disampaikan oleh mereka, juga taat kepada apa yang
diperintahkan oleh para rasul kepada mereka serta menjauhi apa yang dilarang
oleh mereka. Allah menyebutkan bahwa mereka pada hari kiamat akan dikumpulkan
sebagai perutusan yang terhormat menghadap kepada-Nya. Mereka menghadap kepada
Allah sebagai perutusan dengan mengendarai kendaraan yang terbuat dari nur kendaraan
akhirat; mereka datang ke hadirat Tuhan Yang Mahamulia, sedangkan Tuhan Yang
Maha Pemurah rida kepada mereka.
Adapun
orang-orang yang berdosa (yaitu mereka yang mendustakan para rasul dan
menentangnya), maka sesungguhnya mereka digiring secara paksa menuju ke neraka.
Disebutkan oleh firman-Nya bahwa mereka digiring ke neraka dalam keadaan
dahaga. Demikianlah menurut pendapat Ata, Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan,
Qatadah, dan yang lainnya. Dan pada saat itu juga dikatakan:
{أَيُّ الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا
وَأَحْسَنُ نَدِيًّا}
Manakah
di antara kedua golongan (kafir
dan mukmin) yang lebih baik dan lebih indah tempat pertemuan(nya). (Maryam:
73)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Khalid, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari Ibnu
Marzuq sehubungan dengan firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari (ketika) Kami
mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai
perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa orang mukmin saat bangkit dari
kuburnya disambut oleh utusan yang sangat indah rupanya dan sangat harum
baunya. Maka ia bertanya, "Siapakah kamu?" Utusan menjawab,
"Tidakkah kamu mengenalku?" Ia berkata, "Tidak, mengapa Allah
menjadikan baumu sangat harum dan rupamu sangat indah?" Utusan menjawab,
"Aku adalah amal perbuatanmu yang saleh. Selama kamu di dunia, kamu telah
melakukan amal yang indah dan harum; dan inilah hasilnya. Selama di dunia aku
manaikimu. Sekarang tibalah saatnya bagimu untuk menaikiku, naikilah aku."
Maka orang mukmin itu menaikinya. Yang demikian itu adalah maksud dari
firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan
orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat. (Maryam: 85)
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang
takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam:
85) Bahwa yang dimaksud dengan wafdan ialah berkendaraan.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Mahdi, dari Sa'id, dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Abu
Hurairah, tentang firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami
mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai
perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa mereka datang menghadap dengan
berkendaraan unta. Ibnu Juraij mengatakan, mereka datang menghadap dengan
mengendarai unta-unta yang baik. As-Sauri mengatakan, mengendarai unta muda.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika)
Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Yakni mereka digiring
memasuki surga.
Abdullah
ibnu Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, telah menceritakan
kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar,
dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man ibnu
Sa'id yang mengatakan bahwa ketika kami sedang berada di majelis Ali ibnu Abu
Talib r.a. dan ia membaca firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari (ketika)
Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Maka Ali r.a. berkata,
"Tidak, demi Allah, mereka digiring bukan dengan jalan kaki. Utusan tidak
akan digiring dengan jalan kaki, melainkan dengan mengendarai unta yang sangat
indah; di punggung unta-unta itu terdapat pelana yang terbuat dari emas, lalu
mereka menaiki unta-unta itu hingga sampai di depan pintu-pintu surga."
Hal
yang sama telah diriwayatkan o'eh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir melalui hadis
Abdur Rahman ibnu Ishaq Al-Madani dengan sanad yang sama. Hanya di dalam
riwayat ini ditambahkan bahwa pada punggung unta-unta itu terdapat pelana yang
terbuat dari emas, dan tali kendalinya dari zabarjad. Sedangkan teks asar
lainnya sama dengan yang di atas.
Ibnu
Abu Hatim sehubungan dengan makna ayat ini telah meriwayatkan sebuah hadis
yang garib sekali secara marfu' dari Ali. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبِي،
حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ النَّهْدِيُّ، حَدَّثَنَا
مَسْلَمَةُ بْنُ جَعْفَرٍ البَجَلي، سَمِعْتُ أَبَا مُعَاذٍ
الْبَصْرِيَّ قَالَ: إِنَّ عَلِيًّا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَوْمَ نَحْشُرُ
الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا} فَقَالَ: مَا أَظُنُّ الْوَفْدَ إِلَّا
الرَّكْبَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُمْ إِذَا خَرَجُوا مِنْ
قُبُورِهِمْ يُسْتَقْبَلُونَ -أَوْ: يُؤْتَوْنَ-بِنُوقٍ بِيضٍ لَهَا أَجْنِحَةٌ،
وَعَلَيْهَا رِحَالُ الذَّهَبِ، شُرُك نِعَالِهِمْ نُورٌ يَتَلَأْلَأُ كُلُّ
خَطْوَةٍ مِنْهَا مَدُّ الْبَصَرِ، فَيَنْتَهُونَ إِلَى شَجَرَةٍ يَنْبُعُ مَنْ
أَصِلُهَا عَيْنَانِ، فَيَشْرَبُونَ مِنْ إِحْدَاهُمَا، فَتَغْسِلُ مَا فِي
بُطُونِهِمْ مَنْ دَنَسٍ، وَيَغْتَسِلُونَ مِنَ الْأُخْرَى فَلَا تَشْعَثُ
أَبْشَارُهُمْ وَلَا أَشْعَارُهُمْ بَعْدَهَا أَبَدًا، وَتَجْرِي عَلَيْهِمْ
نَضْرَةُ النَّعِيمِ، فَيَنْتَهُونَ أَوْ: فَيَأْتُونَ بَابَ الْجَنَّةِ، فَإِذَا
حَلْقَةٌ مِنْ يَاقُوتَةٍ حَمْرَاءَ عَلَى صَفَائِحِ الذَّهَبِ، فَيَضْرِبُونَ
بِالْحَلْقَةِ عَلَى الصَّفِيحَةِ فَيُسْمَعُ لَهَا طَنِينٌ يَا عَلِيُّ،
فَيَبْلُغُ كُلَّ حَوْرَاءَ أَنَّ زَوْجَهَا قَدْ أَقْبَلَ، فَتَبْعَثُ قَيِّمَهَا
فَيَفْتَحُ لَهُ، فَإِذَا رَآهُ خَرَّ لَهُ -قَالَ مَسْلَمَةُ أُرَاهُ قَالَ:
سَاجِدًا-فَيَقُولُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَإِنَّمَا أَنَا قَيِّمُكَ، وُكِّلْتُ
بِأَمْرِكَ. فَيَتْبَعُهُ وَيَقْفُو أَثَرَهُ، فَتَسْتَخِفُّ الْحَوْرَاءَ
الْعَجَلَةُ فَتَخْرُجُ مِنْ خِيَامِ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ حَتَّى تَعْتَنِقَهُ،
ثُمَّ تَقُولُ: أَنْتَ -حِبّي، وَأَنَا حِبُّكَ، وَأَنَا الْخَالِدَةُ الَّتِي لَا
أَمُوتُ، وَأَنَا النَّاعِمَةُ الَّتِي لَا أَبْأَسُ، وَأَنَا الرَّاضِيَةُ
الَّتِي لَا أَسْخَطُ، وَأَنَا الْمُقِيمَةُ الَّتِي لَا أَظْعَنُ. فَيَدْخُلُ
بَيْتًا مِنْ أُسِّهِ إِلَى سَقْفِهِ مِائَةُ أَلْفِ ذِرَاعٍ، بِنَاؤُهُ عَلَى
جَنْدَلِ اللُّؤْلُؤِ طَرَائِقُ: أَصْفَرُ وَأَحْمَرُ وَأَخْضَرُ، لَيْسَ مِنْهَا
طَرِيقَةٌ تُشَاكِلُ صَاحِبَتَهَا. وَفِي الْبَيْتِ سَبْعُونَ سَرِيرًا، عَلَى كُلِّ
سَرِيرٍ سَبْعُونَ حَشِيَّةً، عَلَى كُلِّ حَشِيَّةٍ سَبْعُونَ زَوْجَةً، عَلَى
كُلِّ زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَى مُخُّ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ الْحُلَلِ،
يَقْضِي جِمَاعَهَا فِي مِقْدَارِ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِيكُمْ هَذِهِ.
الْأَنْهَارُ مِنْ تَحْتِهِمْ تَطَّرِدُ، أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ
-قَالَ: صَافٍ لَا كَدَر فِيهِ -وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ
طَعْمُهُ، لَمْ يَخْرُجْ مِنْ ضُرُوعِ الْمَاشِيَةِ، وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ
لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ، لَمْ يَعْتَصِرْهَا الرِّجَالُ بِأَقْدَامِهِمْ
وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى لَمْ يَخْرُجْ مِنْ بُطُونِ النَّحْلِ،
فَيَسْتَحْلِي الثِّمَارَ، فَإِنْ شَاءَ أَكَلَ قَائِمًا، وَإِنْ شَاءَ قَاعِدًا،
وَإِنْ شَاءَ مُتَّكِئًا، ثُمَّ تَلَا {وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلالُهَا
وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلا} [الْإِنْسَانِ: 14] ، فَيَشْتَهِي الطَّعَامَ،
فَيَأْتِيهِ طَيْرٌ أَبْيَضُ، وَرُبَّمَا قَالَ: أَخْضَرُ فَتَرْفَعُ
أَجْنِحَتَهَا، فَيَأْكُلُ مِنْ جُنُوبِهَا أَيَّ الْأَلْوَانِ شَاءَ، ثُمَّ
تَطِيرُ فَتَذْهَبُ، فَيَدْخَلُ الْمَلَكُ فَيَقُولُ: سَلَامٌ عَلَيْكُمْ: {تِلْكَ
الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ} [الزُّخْرُفِ:
72] وَلَوْ أَنَّ شَعْرَةً مِنْ شَعْرِ الْحَوْرَاءِ وَقَعَتْ لِأَهْلِ الْأَرْضِ،
لَأَضَاءَتِ الشَّمْسُ مَعَهَا سَوَادٌ فِي نُورٍ"
telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan
Malik ibnu Ismail An-Nahdi, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu Ja'far
Al-Bajali; ia pernah mendengar Abu Mu'az Al-Basri mengatakan bahwa pada suatu
hari Ali berada di rumah Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. membaca
firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan
orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat. (Maryam: 85) Maka Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, menurut
hematku utusan itu tiada lain datang dengan berkendaraan." Rasulullah Saw.
menjawab melalui sabdanya, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya mereka apabila dibangkitkan dari kuburnya
masing-masing langsung disambut oleh unta putih yang bersayap. Di punggung
untanya terdapat pelana emas, sedangkan teracaknya adalah nur yang berkilauan
cahayanya. Sekali langkah dapat mencapai jarak sejauh mata memandang. Maka
sampailah perjalanan mereka di sebuah pohon yang dari akarnya menyumber dua
buah mata air, lalu mereka minum dari salah satu mata air itu, dan air itu
mencuci semua kotoran yang ada di dalam perut mereka. Kemudian dari mata air
lainnya mereka mandi, karena itu kulit dan rambut mereka tidak akan mengalami
kekusutan lagi selama-lamanya, dan penampilan mereka menggambarkan kesenangan
hidupnya. Setelah itu mereka sampai atau mendatangi pintu surga. Ternyata
mereka menjumpai pegangan pintunya berupa yaqut merah, sedangkan daun pintunya
emas. Lalu mereka mengetuk pintu itu dengan pegangannya yang bulat, maka terdengarlah
suara ketukan yang membunyikan kalimat 'Wahai Tuhan Yang Mahatinggi'. Suara
ketukan itu terdengar oleh semua bidadari yang ada di dalam surga, dan para
bidadari itu mengetahui bahwa suami-suami mereka telah tiba. Maka bidadari itu
menyuruh pelayannya untuk membukakan pintu; saat pintu surga dibuka dan orang
mukmin itu melihatnya, maka orang mukmin langsung menyungkur bersujud
kepadanya. Maka si pelayan itu berkata, 'Angkatlah mukamu, sesungguhnya saya
ini hanyalah pelayanmu, saya disuruh untuk menyambut kedatanganmu.' Kemudian
orang mukmin itu mengikutinya, sedangkan bidadari sudah tidak sabar lagi; maka
keluarlah ia dari kemah mutiara dan yaqutnya dan langsung menyambut suaminya
serta memeluknya seraya berkata, 'Engkau kekasihku dan aku kekasihmu. Aku
wanita yang kekal, tidak mati, selalu senang, tidak sengsara; aku wanita yang
selalu rela, tidak pernah marah; dan aku wanita yang selalu berada di tempat,
tidak pernah bepergian. Maka orang mukmin itu masuk ke dalam sebuah gedung yang
tingginya dari bawah sampai atapnya adalah seratus ribu hasta. Bangunannya
terbuat dari mutiara yang beraneka ragam; ada yang berwarna merah, kuning, dan
hijau, masing-masing darinya mempunyai modelnya sendiri yang berbeda dengan
lainnya. Di dalam gedung itu terdapat tujuh puluh pelaminan, di dalam tiap
pelaminan terdapat tujuh puluh kasur, setiap kasur diisi oleh tujuh puluh orang
istri, setiap orang istri memakai tujuh puluh pakaian; sumsum betisnya
kelihatan dari balik pakaiannya. Untuk menyetubuhinya diperlukan waktu yang
lamanya sama dengan satu malam dari malam kalian ini. Sungai-sungai mengalir di
bawah gedung mereka dengan berbagai macam rasa; ada yang airnya tawar lagi
jernih, tidak ada kotoran padanya; ada yang airnya berupa air susu yang tidak
berubah rasanya, tetapi bukan dikeluarkan dari tetek ternak; ada yang airnya
berupa khamr yang sangat lezat bagi peminumnya, bukan khamr yang diperah oleh
injakan kaki manusia; dan ada yang airnya berupa madu yang disaring, bukan madu
yang dikeluarkan dari perut lebah. Buah-buahan semuanya masak dan ranum; jika
ia menghendaki memakannya dengan berdiri, ia dapat melakukannya, atau sambil
duduk atau sambil bersandar, menurut cara yang disukainya." Kemudian
Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat
di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. (Al-Insan:
14) Bila ia ingin makan, maka datanglah burung putih kepadanya atau burung
hijau, kemudian burung itu mengangkat kedua sayapnya; maka ia dapat makan
darinya berbagai jenis makanan yang disukainya. Setelah itu si burung terbang
kembali, lalu masuklah malaikat menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya,
"Assalamu 'alaikum.” Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian
disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan. (Al-Zukhruf: 72) Seandainya
sebilah rambut bidadari jatuh ke bumi, niscaya matahari dapat menyinari bagian
yang tidak terjangkau olehnya berkat rambut bidadari itu.
Demikianlah
menurut riwayat ini secara marfu', kami dalam pendahuluan kitab telah
meriwayatkannya melalui perkataan sahabat Ali r.a. dengan lafaz yang semisal
yang lebih mendekati predikat sahih. Hanya Allah-lah. yang mengetahui
kebenarannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ
وِرْدًا}
dan
Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan
dahaga. (Maryam: 86)
Yang
dimaksud dengan wirdan ialah itasyan, yakni kehausan.
{لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ}
Mereka
tidak berhak mendapat syafaat. (Maryam:
87)
Yakni
tidak ada seorang pun yang memberikan syafaat kepada mereka, sebagaimana
sebagian dari orang-orang mukmin memberikan syafaatnya kepada sebagian yang
lain. Ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{فَمَا لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ
حَمِيمٍ}
Maka
kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun dan tidak pula mempunyai teman
yang akrab. (Asy-Syu'ara:
100-101)
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِلا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ
عَهْدًا}
kecuali
orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan yang Maha Pemurah. (Maryam: 87)
Istisna
dalam ayat ini munqati',
yakni hanya orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha
Pemurah sajalah yang beroleh syafaat dan pertolongan. Perjanjian tersebut
berupa kesaksiannya yang mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu
ia mengamalkan hak dari kalimah tersebut.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan
Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87) Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian ini
ialah kesaksiannya yang mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
berlepas diri kepada Allah dari upaya dan kekuatan, serta tidak berharap
kecuali hanya kepada Allah Swt.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Khalid
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan Al-Wasiti, dari
Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah, dari Abu Fakhitah, dari Al-Aswad ibnu Yazid
yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud membaca ayat ini: kecuali orang
yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam:
87) Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa mereka yang telah mengambil janji di
sisi Tuhannya, maka kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memanggil mereka,
"Barang siapa yang telah mengambil janji di sisi Allah, hendaklah ia
berdiri." Mereka (para tabi'in) berkata, "Wahai Abu Abdur Rahman
(julukan panggilan Ibnu Mas'ud), kalau begitu ajarkanlah doanya kepada
kami." Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, ucapkanlah oleh kalian
doa berikut: "Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui semua
yang gaib dan yang lahir, sesungguhnya saya berjanji kepada Engkau dalam
kehidupan dunia ini, bahwa sesungguhnya bila Engkau menyerahkan diriku kepada
amal perbuatanku yang mendekatkan diriku kepada keburukan dan menjauhkan diriku
dari kebaikan, sedangkan aku tidak percaya kepada siapa pun kecuali hanya
kepada rahmat-Mu, maka jadikanlah bagiku di sisi Engkau suatu perjanjian yang
Engkau akan tunaikan kepadaku kelak di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak
akan menyalahi janji'."
Al-Mas'udi
mengatakan bahwa Zakaria telah menceritakan ini kepadanya dari Al-Qasim ibnu
Abdur Rahman, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnu Mas'ud. Tersebutlah pula
bahwa sahabat Ibnu Mas'ud selalu mengiringi doanya dengan doa ini dengan penuh
rasa takut, memohon perlindungan dan memohon ampunan dengan penuh harap dan
cemas kepada Allah Swt. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula asar yang
semisal melalui jalur lain, dari Al-Mas'udi.
Maryam,
ayat 88-95
{وَقَالُوا اتَّخَذَ
الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ
السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ
هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ
أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92) إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا
آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا (93) لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا (94)
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (95) }
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.”
Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung
runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan
tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah Telah menentukan
jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap
mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.
Setelah
Allah Swt. menetapkan dalam surat ini sifat kehambaan Isa a.s. dan menceritakan
bahwa Dia menciptakannya dari Maryam tanpa ayah, maka Allah membantah dugaan
orang-orang yang mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, Mahasuci dan Mahatinggi
Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk itu
Allah Swt. berfirman:
{وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا *
لَقَدْ جِئْتُمْ
شَيْئًا إِدًّا}
Dan
mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya
kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam:
88-89)
karena
ucapan kalian ini.
Ibnu
Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Malik mengatakan bahwa makna iddan ialah 'aziman,
yakni sesuatu yang sangat besar (dosanya). Lafaz iddan ini ada tiga
bacaan mengenainya, yaitu iddan, addan, dan idda, tetapi yang terkenal
adalah bacaan yang pertama.
Firman
Allah Swt.:
{تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ
وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ
وَلَدًا}
hampir-hampir
langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh,
karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91)
Yakni
hampir-hampir akan terjadi hal tersebut karena ucapan yang dikeluarkan oleh
orang-orang durhaka dari kalangan Bani Adam, karena kebesaran dan keagungan
Allah Swt. semuanya adalah makhluk Allah dan diciptakan ntuk mengesakan-Nya.
Tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu dan tiada tandingan bagi-Nya, tiada
beranak, tiada beristri, dan tiada yang menyamai-Nya; bahkan Dia adalah Yang
Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
وَفِي كُلّ شَيءٍ لَهُ
آيةٌ ... تَدُل عَلَى أَنَّهُ
واحِدُ ...
Pada tiap-tiap sesuatu terdapat tanda
yang menunjukkan bahwa Dia Yang Maha Esa.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepada
kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah, dari Ali, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan
itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah
Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Bahwa kemusyrikan itu
membuat terkejut langit, bumi, gunung-gunung, serta semua makhluk kecuali jin
dan manusia; dan hampir-hampir semuanya lenyap karenanya disebabkan kebesaran
Allah Swt. Untuk itu sebagaimana tidak memberi manfaat amal baik orang musyrik
karena kemusyrikannya, kita berharap semoga Allah memberikan ampunan terhadap
dosa-dosa ahli tauhid.
Rasulullah
Saw. telah bersabda:
"لَقِّنُوا
مَوْتَاكُمْ شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَمَنْ قَالَهَا عِنْدَ
مَوْتِهِ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ"
Ajarilah
orang-orang mati kalian bacaan syahadat, yaitu 'Tidak ada Tuhan selain Allah'.
Barang siapa yang membacanya di saat meregang nyawa, wajib baginya masuk surga.
Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang
membacanya dalam masa sehatnya?'" Rasulullah Saw. bersabda, "Itu
lebih memastikan lagi." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَوْ جِيءَ بِالسَّمَاوَاتِ وَالْأَرَضِينَ وَمَا فِيهِنَّ، وَمَا
بَيْنَهُنَّ، وَمَا تَحْتَهُنَّ، فَوُضِعْنَ فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ، وَوُضِعَتْ
شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فِي الْكِفَّةِ الْأُخْرَى، لَرَجَحَتْ
بِهِنَّ"
Demi
Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, seandainya
didatangkan langit dan bumi serta semua yang ada padanya dan semua yang ada di
antara keduanya dan semua yang ada di bawahnya, lalu diletakkan di salah satu
dari kedua sisi neraca, sedangkan sisi neraca lainnya diletakkan kalimah
syahadat, yaitu, "Tidak ada Tuhan selain Allah, " tentulah kalimah
ini lebih berat timbangannya daripada semuanya itu.
Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Jarir, dan diperkuat oleh hadis-hadis lainnya yang
menceritakan tentang buku catatan amal perbuatan. Ad-Dahhak mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan
itu. (Maryam: 90) Yaitu terbelah karena kebesaran Allah Swt.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
bumi belah. (Maryam: 90) Bahwa yang dimaksud adalah bumi hampir-hampir
belah karena murka Allah terhadap orang-orang yang mengucapkannya.
{وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا}
dan
gunung-gunung runtuh. (Maryam:
90)
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa haddan artinya sama dengan hadman, yakni
runtuh dan hancur.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan bahwa haddan artinya runtuh sebagian demi
sebagian secara berurutan.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah
ibnu Suwaid Al-Maqbari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah,
telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan
bahwa sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan menyebut namanya,
"Hai Fulan, apakah hari ini ada yang kamu dengar menyebut nama Allah
Swt.?" Gunung yang dipanggil menjawab, "Ya." Maka gunung yang
memanggil merasa gembira karenanya. Kemudian Aun berkata, "Sesungguhnya
gunung itu lebih tajam pendengarannya terhadap perkara kebaikan, maka apakah
gunung-gunung itu dapat mendengar dosa dan perkataan batil apabila
diucapkan, ataukah gunung-gunung itu tidak dapat mendengar selain kebaikan
saja?" Kemudian ia membaca firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena
ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan
Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu
Syadan, telah menceritakan kepada kami Haudah, telah menceritakan kepada kami
Auf ibnu Galib ibnu Ajrad, telah menceritakan kepadaku seseorang dari penduduk
Syam di Masjid Mina; ia mengatakan, telah sampai suatu berita kepadanya bahwa
Allah ketika menciptakan bumi dan menciptakan semua pepohonan yang ada padanya,
maka tidak ada suatu pohon pun di bumi ini yang didatangi oleh manusia
melainkan manusia beroleh manfaat dari pohon itu, atau pohon itu memberikan
manfaat kepadanya. Bumi masih tetap dalam keadaan seperti itu, hingga
orang-orang durhaka dari Bani Adam mengucapkan kalimat yang sangat mungkar itu.
Yaitu mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Ketika
mereka mulai mengatakan kalimat tersebut, bumi bergetar dan semua pohon sakit
karenanya.
Ka'bul
Ahbar mengatakan bahwa para malaikat murka dan neraka Jahanam bergejolak saat
mereka mengucapkan kalimat yang mungkar itu.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنْ أَبِي مُوسَى،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " مَا أَحَدٌ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللَّهِ،
إِنَّهُ يُشْرَكُ بِهِ، وَيُجْعَلُ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يُعَافِيهِمْ وَيَدْفَعُ
عَنْهُمْ وَيَرْزُقُهُمْ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Abu Musa r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun
yang lebih sabar daripada Allah mendengar hal yang menyakitkan, Dia
dipersekutukan dan dianggap beranak, padahal Dia menyehatkan mereka dan menolak
bahaya dari mereka serta memberi mereka rezeki.
Hadis
diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih
masing-masing.
Menurut
lafaz yang lain disebutkan seperti berikut:
"إِنَّهُمْ
يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يرزُقُهم وَيُعَافِيهِمْ"
Bahwa
mereka menganggap Allah beranak, padahal Allah memberi mereka rezeki dan
menyehatkan mereka.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ
يَتَّخِذَ وَلَدًا}
Dan
tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (Maryam: 92)
Artinya
tidaklah pantas dan tidaklah layak bagi keagungan dan kebesaranNya hal
tersebut; sebab tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang menyamai-Nya, semua
makhluk adalah hamba-Nya. Karena itulah dalam firman selanjufnya disebutkan:
{إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا}
Tidak
ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang
Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah
mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (Maryam: 93-94)
Yakni
sesungguhnya Allah telah mengetahui bilangan mereka sejak Dia menciptakan
mereka sampai hari kiamat, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dan baik
yang masih muda maupun yang sudah tua.
{وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَرْدًا}
Dan
tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan
sendiri-sendiri. (Maryam:
95)
Maksudnya,
tidak ada yang menolongnya dan tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali
hanya Allah semata; tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang berhak memutuskan nasib
makhluk-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Mahaadil
yang tidak akan berbuat aniaya barang sedikit pun dan Dia tidak akan menganiaya
seorang pun.
Maryam,
ayat 96-98
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا (96) فَإِنَّمَا
يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا
لُدًّا (97) وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ
مِنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا (98) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak
Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. Maka
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat
memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa,
dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. Dan
berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kalian
melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar
?
Allah
Swt. menyebutkan bahwa Dia menjadikan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan
beramal saleh, yaitu amal-amal yang diridai oleh Allah Swt. karena mengikuti
tuntunan syariat Nabi Muhammad Saw. sebagai orang-orang yang dikasihi dan
dicintai di kalangan hamba-hamba-Nya yang saleh. Hal ini merupakan suatu
kepastian yang telah ditetapkan oleh-Nya, dan telah disebutkan perihalnya oleh
banyak hadis sahih dari Rasulullah Saw. yang diriwayatkan melalui berbagai
jalur.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا سُهَيْل،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ
فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ، إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ. قَالَ: فَيُحِبُّهُ
جِبْرِيلُ". قَالَ: "ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا". قَالَ: "فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ،
ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَبْغَضَ
عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ، إِنِّي أبغضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ".
قَالَ: "فَيَبْغَضُهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ:
إِنَّ اللَّهَ يَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ". قَالَ: "فيُبْغضُه
أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي الْأَرْضِ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Suhail, dari ayahnya,
dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah
Swt. apabila mencintai seorang hamba-(Nya), maka Dia memanggil Malaikat Jibril
dan berfirman kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya Aku menyukai si Fulan,
maka cintailah dia.”Jibril mencintainya, kemudian ia berseru ke segenap
penduduk langit, bahwa sesungguhnya Allah menyukai si Fulan, makasukailah dia
oleh kalian. Maka seluruh penduduk langit mencintainya, kemudian diletakkanlah
baginya cinta dan kasih sayang di bumi dan sesungguhnya apabila Allah membenci
seorang hamba-(Nya), maka Dia memanggil Malaikat Jibril dan berfirman
kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah
dia olehmu.” Maka Malaikat Jibril membencinya, kemudian ia berseru ke segenap
penduduk langit, bahwa sesungguhnya Allah membenci si Fulan, maka bencilah dia
oleh kalian. Maka seluruh penduduk langit membencinya, kemudian diletakkanlah
baginya kebencian di bumi.
Imam
Muslim meriwayatkannya melalui hadis Suhail. Dan Imam Ahmad serta Imam Bukhari
meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Juraij, dari Musa ibnu Atabah, dari Nafi'
maula Ibnu Umar, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan lafaz yang
semisal.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ أَبُو
مُحَمَّدٍ الْمَرْئِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَخْزُومِيُّ،
عَنْ ثَوْبَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَلْتَمِسُ مَرْضَاتَ اللَّهِ، فَلَا يَزَالُ
كَذَلِكَ فَيَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، لِجِبْرِيلَ: إِنَّ فُلَانًا عَبْدِي
يَلْتَمِسُ أَنْ يُرْضِيَنِي؛ أَلَا وَإِنَّ رَحْمَتِي عَلَيْهِ، فَيَقُولُ
جِبْرِيلُ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى فُلَانٍ"، وَيَقُولُهَا حَمَلَةُ الْعَرْشِ،
وَيَقُولُهَا مَنْ حَوْلَهُمْ، حَتَّى يَقُولَهَا أَهْلُ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ،
ثُمَّ يَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah
menceritakan kepada kami Maimun Abu Muhammad Al-Mura-i, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abbad Al-Makhzumi, dari Sauban r.a., dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Bilamana seorang hamba mencari rida Allah Swt. dan
terus-menerus mencarinya tanpa henti, maka Allah Swt. berfirman kepada Jibril, "Sesungguhnya
si Fulan, hamba-Ku, sedang mencari rida-Ku. Ingatlah, sesungguhnya rahmat-Ku
tercurahkan kepadanya.” Maka Malaikat Jibril berkata, "Rahmat Allah
tercurahkan kepada si Fulan.” Lalu kalimat yang sama dikatakan oleh para
malaikat penyanggah Arasy, dan dikatakan pula oleh para malaikat yang di
sekeliling mereka, hingga semua penduduk langit yang tujuh mengatakannya.
Kemudian Malaikat Jibril turun ke bumi.
Hadis
berpredikat garib, mereka tidak mengetengahkannya melalui jalur ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيك، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدٍ
الْوَاسِطِيِّ، عَنْ أَبِي ظَبْيَة، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمِقَةَ مِنَ اللَّهِ
-قَالَ شَرِيكٌ: هِيَ الْمَحَبَّةُ-وَالصِّيتَ مِنَ السَّمَاءِ، فَإِذَا أَحَبَّ
اللَّهُ عَبْدًا قَالَ لِجِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِنِّي أُحِبُّ
فُلَانًا، فَيُنَادِي جِبْرِيلُ: إِنَّ رَبَّكُمْ يَمِقُ -يَعْنِي:
يُحِبُّ-فُلَانًا، فَأَحِبُّوهُ -وَأَرَى شَرِيكًا قَدْ قَالَ: فَتُنَزَّلُ لَهُ
الْمَحَبَّةُ فِي الْأَرْضِ-وَإِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا قَالَ لِجِبْرِيلَ: إِنِّي
أَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ"، قَالَ: "فَيُنَادِي جِبْرِيلُ: إِنَّ
رَبَّكُمْ يَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ". قَالَ: أَرَى شَرِيكًا قَدْ قَالَ:
فَيَجْرِي لَهُ الْبُغْضُ فِي الْأَرْضِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah
menceritakan kepada kami Syarik, dari Muhammad ibnu Sa'd Al-Wasiti, dari Abu
Zabyah, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
cinta itu berasal dari Allah dan ketenarannya dari langit. Apabila Allah
mencintai seorang hamba, maka Dia berfirman kepada Malaikat Jibril,
"Sesungguhnya Aku mencintai Fulan.” Maka Jibril berseru, Sesungguhnya
Tuhan kalian mencintai si Fulan, maka cintailah dia oleh kalian.” (Aswad
ibnu Amir mengatakan, ia teringat bahwa Syarik mengatakan bahwa lalu turunlah
kecintaan baginya di bumi). Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka
Dia berfirman kepada Jibril, "Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka
bencilah dia olehmu.” Kemudian Jibril berseru (ke segenap malaikat yang ada
di langit), "Sesungguhnya Tuhan kalian membenci si Fulan, maka bencilah
dia oleh kalian.” (Syarik mengatakan), bahwa lalu diturunkanlah
kebencian baginya di bumi.
Hadis
berpredikat garib, mereka (para ahli hadis) tidak ada yang
mengetengahkannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الحَفَريّ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ، وَهُوَ الدَّرَاوَرْدي-عَنْ سُهَيْلِ
بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا
نَادَى جِبْرِيلَ: إِنِّي قَدْ أَحْبَبْتُ فُلَانًا، فَأَحِبَّهُ، فَيُنَادِي فِي
السَّمَاءِ، ثُمَّ يُنَزِّلُ لَهُ الْمَحَبَّةَ فِي أَهْلِ الْأَرْضِ، فَذَلِكَ
قَوْلُ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abu Daud Al-Hafri, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu
Muhammad Ad-Darawardi, dari Sahl ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. bersabda: Apabila Allah
mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril, "Sesungguhnya Aku
mencintai si Fulan, maka cintailah dia.” Lalu Jibril berseru ke segenap
penduduk langit, setelah itu diturunkanlah baginya kecintaan di bumi. Yang
demikian itu adalah makna dari firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96)
Imam
Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Abdullah ibnu Qutaibah, dari
Ad-Darawardi dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan
lagi sahih.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka
rasa kasih sayang. (Maryam: 96) Bahwa wuddan artinya kasih sayang.
Mujahid
mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa kelak Allah Yang Maha Pemurah akan mananamkan
kasih sayang kepada mereka, yakni manusia di dunia mencintai mereka.
Sa!id
ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mencintai
orang-orang mukmin dan orang-orang mukmin mencintai mereka. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, serta lain-lainnya.
Al-Aufi
telah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa kasih sayang dari orang-orang
muslim di dunia dan rezeki yang baik serta lisan yang benar.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan
mananamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96) Bahwa
demi Allah, yang dimaksud ialah kasih sayang di dalam hati ahli iman. Telah
diriwayatkan kepada kami bahwa Haram ibnu Hayyan pernah mengatakan, "Tidak
sekali-kali seorang hamba menghadapkan segenap kalbunya kepada Allah, melainkan
Allah akan menjadikan kalbu hamba-hamba-Nya yang beriman menyukainya, sehingga
Allah memberinya rezeki kasih sayang kepadanya dari mereka."
Usman
ibnu Affan r.a. pernah mengatakan bahwa tidak ada seorang hamba pun yang
beramal baik atau amal buruk, melainkan Allah memakaikan kepadanya buah dari
amal perbuatannya yang melekat pada tubuhnya bagai kain selendang.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ar-Rabi' ibnu Sabih,
dari Al-Hasan Al-Basri rahimahullah yang mengatakan bahwa seorang lelaki
berkata, "Demi Allah, aku benar-benar akan beribadah kepada Allah yang
kelak membuat diriku menjadi buah bibir orang banyak." Sejak itu tidaklah
ia terlihat di waktu salat, melainkan sedang dalam keadaan mengerjakan salat.
Dan ia selalu menjadi orang pertama yang masuk ke dalam masjid serta orang
terakhir yang ke luar darinya; ia lakukan semuanya itu tanpa rasa sombong.
Tujuh bulan telah berlalu, sedangkan ia dalam keadaan demikian; dan bila ia
lewat di hadapan kaum, maka kaum mengatakan, "Lihatlah orang yang
pamer dengan ibadahnya ini." Kemudian ia sadar, lalu berjanji kepada
dirinya sendiri bahwa perbuatannya itu hanyalah membuat dirinya disebut-sebut
dengan sebutan yang buruk. Maka ia berjanji bahwa sungguh sejak saat itu ia
mengikhlaskan amalnya karena Allah Swt. semata. Setelah membalikkan niatnya
itu, ia beramal sebagaimana biasanya tanpa menambah dari apa yang ia amalkan
sebelumnya. Kemudian pada suatu hari ia melewati kaum itu, dan ternyata mereka
mengatakan, "Semoga Allah merahmati si Fulan sekarang." Kemudian
Al-Hasan Al-Basri membaca firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan mananamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96)
Ibnu
Jarir meriwayatkan sebuah asar bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
hijrah yang dilakukan oleh Abdur Rahman ibnu Auf; pendapat yang mengatakan
demikian adalah keliru, karena sesungguhnya surat ini seluruhnya adalah
Makkiyyah, tidak ada suatu ayat pun dari surat ini diturunkan sesudah hijrah.
Bila ada riwayat yang mengatakan demikian, maka sanadnya lemah dan tidak sahih.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ}
Maka
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu. (Maryam: 97)
Hai
Muhammad, sesungguhnya Kami mudahkan Al-Qur'an ini dengan bahasa Arab yang
jelas, fasih lagi sempurna.
{لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ}
agar
kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang
bertakwa. (Maryam: 97)
Yakni
orang-orang yang taat kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya.
{وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا}
dan
agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. Maryam: 97)
Yaitu
kaum yang menyimpang dari jalan yang hak dan cenderung kepada kebatilan.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna kaum yang membangkang
ialah kaum yang tidak lurus.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Ismail (yakni As-Saddi), dari Abu Saleh sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada
kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Yakni kaum yang menyimpang dari jalan
yang hak.
Ad-Dahhak
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-aladd ialah kaum yang bersikap
memusuhi.
Al-Qurazi
mengatakan bahwa al-aladd artinya pendusta.
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum yang
membangkang. (Maryam: 97) Yaitu kaum yang tuli. Sedangkan menurut lainnya
adalah tuli pendengaran hatinya, yakni hatinya menolak perkara yang hak dan
tidak mau mendengarkannya.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum yang membangkang. (Maryam:
97) Bahwa yang dimaksud adalah orang-orang Quraisy.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum
yang membangkang. (Maryam: 97) Yaitu kaum yang pendurhaka. Hal yang sama
telah diriwayatkan oleh Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid.
Ibnu
Zaid mengatakan bahwa al-aladd artinya banyak berbuat aniaya, lalu ia
membaca firman-Nya: padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah:
204)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ}
Dan
berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. (Maryam: 98)
yang
kafir kepada ayat-ayat Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya.
{هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ مِنْ أَحَدٍ أَوْ
تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا}
Adakah
kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang
samar-samar? (Maryam: 98)
Yakni
apakah kamu melihat seseorang dari mereka.
أَوْ
تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا
atau
kamu dengar suara mereka yang samar-samar. (Maryam: 98)
Menurut
Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, Sa'id ibnu Jubair,
Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid, Rikzan artinya suara.
Al-Hasan
dan Qatadah mengatakan, bahwa apakah kamu melihat seseorang atau mendengar
suara (mereka).
Ar-rikzu
menurut istilah bahasa artinya suara
yang samar-samar, seperti pengertian yang ada dalam bait syair yang mengatakan:
فَتَوجست رِكْز الْأَنِيسِ فَرَاعَها ... عَنْ ظَهْر غَيب
والأنيسُ سَقَامُها ...
Ia merindukan bisikan
kekasih yang telah pergi darinya, kini ia dilanda sakit rindu.
آخر تفسير "سورة مريم" ولله الحمد والمنة. ويتلوه إن شاء الله
تعالى تفسير "سورة طه" والحمد لله.
boleh kah anda memberikan reference untuk huraian dan penceritaan ayat2 diatas
BalasHapus