20. SURAT THAHA
تَفْسِيرُ سُورَةِ طه
Makkiyyah, 135 ayat Kecuali ayat 20 dan 121 Madaniyyah Turun
sesudah Surat Maryam
Imamul
Aimmah Muhammad ibnu Ishaq ibnu Khuzaimah telah meriwayatkan di dalam Kitdbut
Tauhi:
عَنْ زِيَادِ بْنِ
أَيُّوبَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْمُنْذِرِ الحِزَامي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ مُهَاجِرِ بْنِ مِسْمَارٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ حَفْصِ بْنِ ذَكْوَان، عَنْ
مَوْلَى الحُرقة -يَعْنِي عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ يَعْقُوبَ -عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: " إِنَّ
اللَّهَ قَرَأَ " طه " وَ " يس " قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ آدَمَ
بِأَلْفِ عَامٍ، فَلَمَّا سَمِعَتِ الْمَلَائِكَةُ قَالُوا: طُوبَى لِأَمَةٍ
يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ هَذَا وَطُوبَى لِأَجْوَافٍ تَحْمِلُ هَذَا، وَطُوبَى
لِأَلْسُنٍ تَتَكَلَّمُ بِهَذَا "
dari
Ziyad ibnu Ayyub, dari Ibrahim ibnul Munzir Al-Khuzami, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Muhajir ibnu Mismar, dari Umar ibnu Hafs ibnuZakwan,
dari Maula Al-Harqah (yakni Abdur Rahman ibnu Ya'qub), dari Abu Hurairah yang
telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah
telah membaca surat Thaha dan surat Yasin seribu tahun sebelum Dia menciptakan
Adam. Ketika para malaikat mendengarnya, mereka mengatakan, "Beruntunglah
bagi umat yang diturunkan kepada mereka surat ini. Beruntunglah bagi hati-hati
yang hafal surat ini, dan beruntunglah bagi lisan-lisan yang membacanya.”
Hadis berpredikat garib, di dalam matannya
terdapat nakarah (hal yang tidak dapat diterima), dan Ibrahim ibnu
Muhajir serta gurunya banyak dibicarakan oleh ahli hadis akan ke-daif-annya.
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan
nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Thaha, ayat 1-8
{طه (1) مَا أَنزلْنَا
عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2) إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) تَنزيلا
مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلا (4) الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَى (5) لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
وَمَا تَحْتَ الثَّرَى (6) وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ
السِّرَّ وَأَخْفَى (7) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
(8) }
Thaha.
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi
sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang
menciptakan bumi dan langit yang tinggi, (yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah,. Yang bersemayam di atas Arasy. Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di
langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya, dan semua yang di
bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia
mengetahui rahasia yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang
barhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al-asma-ul husna (nama-nama
yang baik).
Pembahasan mengenai huruf-huruf hijaiyah
yang terdapat pada permulaan surat-surat Al-Qur'an telah diterangkan di
dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah. Jadi tidak perlu diulangi lagi dalam
tafsir surat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Muhammad ibnu Syaibah Al-Wasiti, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Thaha artinya 'hai lelaki!'. Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Muhammad ibnu Ka'b,
Abu Malik, Atiyyah Al-Aufi, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Ibnu
Abza. Mereka semua mengatakan bahwa Thaha artinya 'hai lelaki!'.
Menurut riwayat yang lain dari
Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Sauri, Thaha adalah suatu kalimat
dengan bahasa Nabat yang artinya 'hai lelaki'!.
Abu Saleh mengatakan bahwa Thaha
adalah kalimat yang telah diarahkan dari bahasa lain.
Al-Qadi Iyad di dalam kitabnya Asy-Syifa
telah meriwayatkan melalui jalur Abdu ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim. Dari Ibnu Ja'far, dari
Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. apabila hendak salat beliau
berdiri dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya diangkat. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Thaha. (Thaha: 1) Yakni hai Muhammad, jejakkanlah
kedua kakimu ke bumi. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu
menjadi susah. (Thaha: 2) Kemudian Al-Qadi Iyad mengatakan, "Tidak
samar lagi bahwa sikap tersebut mengandung pengertian yang menunjukkan
penghormatan dan etika yang baik."
*******************
Firman Allah Swt.:
{مَا أَنزلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى}
Kami tidak menurunkan
Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah. (Thaha:
2)
Juwaibir telah meriwayatkan dari
Ad-Dahhak, bahwa ketika Allah Swt. menurunkan Al-Qur'an kepada Rasul-Nya, dan
Rasul beserta para sahabatnya mengamalkannya, maka orang-orang musyrik berkata
bahwa tidak sekali-kali Allah menurunkan Al-Qur'an ini kepada Muhammad melainkan
agar dia menjadi susah. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Thaha. Kami
tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai
peringatan bagi orang-orang yang takut (kepada Allah). (Thaha: 1-3)
Padahal duduk perkara yang
sebenarnya tidaklah seperti apa yang didugakan oleh orang-orang yang tidak
percaya kepada Al-Qur'an, bahkan barang siapa yang di beri ilmu oleh Allah, maka
sesungguhnya Allah menghendaki baginya kebaikan yang banyak, dan ilmu itu
adalah wahyu Al-Qur'an. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain
melalui Mu'awiyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda.
"مَنْ يُرد اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي
الدِّينِ".
Barang siapa yang dikehendaki
baik oleh Allah, maka Allah menjadikannya pandai dalam agama.
Alangkah baiknya hadis yang
diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani sehubungan dengan hal ini. Ia
mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرٍ، حَدَّثَنَا الْعَلَاءُ بْنُ
سَالِمٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الطَّالَقَانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ
الْمُبَارَكِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ سِمَاك بْنِ حَرْبٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ
الْحَكَمِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "يقول
اللَّهُ تَعَالَى لِلْعُلَمَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا قَعَدَ عَلَى
كُرْسِيِّهِ لِقَضَاءِ عِبَادِهِ: إِنِّي لَمْ أَجْعَلْ عِلْمِي وَحِكْمَتِي
فِيكُمْ إِلَّا وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَغْفِرَ لَكُمْ عَلَى مَا كَانَ مِنْكُمْ،
وَلَا أُبَالِي"
telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Salim, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami
Ibnul Mubarak, dari Sufyan, dari Sammak ibnu Harb, dari Sa'labah ibnul Hakam
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Allah Swt. berfirman
kepada para ulama kelak di hari kiamat, yaitu bilamana Dia telah duduk di atas
Kursi-Nya untuk menjalankan peradilan terhadap hamba-hamba-Nya,
"Sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menganugerahkan ilmu dan hikmah-Ku
kepada kalian, melainkan dengan maksud Aku hendak memberikan ampunan kepada
kalian terhadap semua (dosa) yang kalian lakukan tanpa peduli.”
Sanad hadis berpredikat jayyid
(baik), dan Sa'labah ibnul Hakam yang disebutkan dalam sanad hadis adalah
Al-Laisi, disebutkan dengan sebutan yang baik oleh Abu Amr di dalam kitab Isti'ab-nya.
Ia mengatakan bahwa ia tinggal di Basrah, kemudian pindah ke Kufah; dan
telah mengambil riwayat darinya Sammak ibnu Harb.
Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini
kepadamu agar kamu menjadi susah. (Thaha: 2) Ayat ini semakna dengan
firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ}
karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil:
20)
Tersebutlah bahwa sebelumnya
mereka menggantungkan tali pada dada mereka dalam salatnya (agar jangan
mengantuk).
Qatadah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar
kamu menjadi susah. (Thaha: 2) Tidak, demi Allah, Allah tidak menjadikan
Al-Qur'an baginya sebagai kesusahan. Tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat,
cahaya, dan petunjuk ke surga.
{إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى}
tetapi sebagai peringatan
bagi orang yang takut (kepada Allah). (Thaha: 3)
Sesungguhnya Allah telah
menurunkan Kitab (Al-Qur'an)-Nya dan mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat buat
hamba-hamba-Nya, agar orang ingat kepada-Nya, dan mengambil manfaat dari apa
yang ia dengar dari Kitabullah. Al-Qur'an adalah peringatan yang
diturunkan oleh Allah, di dalamnya disebutkan halal dan haram.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تَنزيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ
وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلا}
yaitu diturunkan dari Allah
yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Thaha:
4)
Al-Qur'an yang diturunkan
kepadamu, hai Muhammad, adalah dari Tuhanmu, Tuhan segala sesuatu dan Yang
Memilikinya serta Yang Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya. Dialah yang
menciptakan bumi yang datar lagi padat (tebal), dan Dialah yang menciptakan
langit yang tinggi lagi lembut (tidak kelihatan)
Di dalam hadis yang dinilai
sahih oleh Imam Turmuzi dan lain-lainnya disebutkan bahwa ketebalan setiap
langit sama dengan jarak perjalanan lima ratus tahun. Dan antara permukaan
suatu langit ke langit yang lainnya sama dengan jarak perjalanan lima ratus
tahun.
Ibnu Abu Hatim dalam bab ini
telah mengetengahkan Hadisul Au’lai melalui riwayat Al-Abbas, paman
Rasulullah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى}
(Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah Yang istiwa di atas 'Arasy. (Thaha: 5)
Mengenai pembahasan makna istiwa
telah disebutkan di dalam surat Al-A'raf, sehingga tidak perlu diulangi
lagi dalam surat ini. Dan pemahaman yang lebih aman dalam mengartikan makna lafaz
ini (yang menurut makna asalnya ialah bersemayam) adalah menurut pemahaman
ulama Salaf, yaitu memberlakukan makna hal yang seperti ini dari KitabulIah maupun
sunnah Rasul Saw. dengan pengertian yang tidak dibarengi dengan penggambaran,
tidak diselewengkan, tidak diserupakan, tidak dikurangi, tidak pula dimisalkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى}
Kepunyaan-Nyalah semua yang
ada di langit dan yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di
bawah tanah. (Thaha: 6)
Yakni semua adalah milik Allah,
berada dalam genggaman kekuasaanNya, dan berada dalam pengaturan-Nya, kehendak
dan keinginan serta hukum-Nya. Dialah Yang Menciptakan semuanya, Yang Memilikinya,
dan yang menjadi Tuhannya; tiada Tuhan selain Dia.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا تَحْتَ الثَّرَى}
dan semua yang di bawah
tanah. (Thaha: 6)
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan
bahwa makna yang dimaksud ialah semua yang ada di bawah bumi lapis ketujuh.
Al-Auza'i mengatakan,
sesungguhnya Yahya ibnu Abu Kasir pernah menceritakan kepadanya bahwa Ka'b
pernah ditanya, "Apakah yang ada di bawah bumi ini?" Ka'b menjawab,
"Air." Ditanyakan lagi, "Apakah yang ada di bawah air?"
Ka'b menjawab.”Tanah." Ditanyakan lagi.”Apakah yang ada di bawah
tanah?" Ka'b menjawab, "Air." Ditanyakan lagi, "Apakah yang
ada di bawah air?" Ka'b menjawab, "Tanah." Ditanyakan lagi,
"Apakah yang ada di bawah tanah?" Ka'b menjawab, "Air." Ditanyakan
lagi, "Apakah yang ada di bawah air?" Ka'b menjawab,
"Tanah." Ditanyakan lagi, "Apakah yang ada di bawah tanah?"
Ka'b menjawab, "Air." Ditanyakan lagi, "Apakah yang ada di bawah
air?" Ka'b menjawab, "Tanah." Ditanyakan lagi, "Apakah yang
ada di bawah tanah?" Ka'b menjawab, "Batu besar." Ditanyakan lagi,
"Apakah yang ada di bawah batu besar?" Ka'b menjawab,
"Malaikat". Ditanyakan lagi, "Apakah yang ada di bawah
Malaikat?" Ka'b menjawab, "Ikan yang menggantungkan buntutnya ke '
Arasy." Ditanyakan lagi, "Apakah yang ada di bawah ikan itu?"
Ka'b menjawab, "Udara dan kegelapan," lalu terputuslah pengetahuannya
sampai di sini.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدِ الله بن أخي
بن وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَمِّي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيَّاش،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ دَرَّاج، عَنْ عِيسَى بْنِ
هِلَالٍ الصَّدَفي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْأَرَضِينَ بَيْنَ
كُلِّ أَرْضٍ وَالَّتِي تَلِيهَا مَسِيرَةُ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ، وَالْعُلْيَا
مِنْهَا عَلَى ظَهْرِ حُوتٍ، قَدِ الْتَقَى طَرَفَاهُ فِي السَّمَاءِ، وَالْحُوتُ
عَلَى صَخْرَةٍ، وَالصَّخْرَةُ بِيَدِ الْمَلَكِ، وَالثَّانِيَةُ سِجْنُ الرِّيحِ،
وَالثَّالِثَةُ فِيهَا حِجَارَةُ جَهَنَّمَ، وَالرَّابِعَةُ فِيهَا كِبْرِيتُ
جَهَنَّمَ، وَالْخَامِسَةُ فِيهَا حَيَّاتُ جَهَنَّمَ وَالسَّادِسَةُ فِيهَا
عَقَارِبُ جَهَنَّمَ، وَالسَّابِعَةُ فِيهَا سَقَر، وَفِيهَا إِبْلِيسُ مُصَفّد
بالحديد، يد أمامه ويد خلفه، فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يُطْلِقَهُ لِمَا يَشَاءُ
أَطْلَقُهُ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Ubaidillah keponakanku, telah menceritakan kepada
kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ayyasy, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sulaiman, dari Darij, dari Isa ibnu
Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda, "Sesungguhnya bumi itu berlapis-lapis; jarak antara
satu lapis dengan lapis lainnya sama dengan perjalanan lima ratus tahun.
Lapisan yang paling atas darinya berada di atas punggung ikan besar yang kedua sisinya
(ekor dan kepalanya) bertemu di langit, sedangkan ikan itu berada di atas batu
yang mahabesar, dan batu besar berada di tangan malaikat. Lapis yang kedua
adalah tempat penahanan angin, lapis yang ketiga mengandung batu-batuan
Jahanam, lapis yang keempat mengandung kibrit (fosfor) neraka Jahanam, lapis
yang kelima dihuni oleh ular-ular Jahanam, lapis yang keenam dihuni oleh
kalajengking Jahanam, dan lapis yang ketujuh terdapat saqar dan juga iblis yang
dibelenggu dengan besi; salah satu dari tangannya dikedepankan, sedangkan yang
satunya lagi dikebelakangkan; apabila Allah bermaksud melepaskannya untuk
sesuatu yang dikehendaki-Nya, maka Dia melepaskannya."
Hadis ini berpredikat garib sekali.
Mengenai predikat marfu'-nya masih diragukan.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَبُو
مُوسَى الْهَرَوِيُّ، عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ الْفَضْلِ [قَالَ] : قُلْتُ: ابْنُ
الْفَضْلِ الْأَنْصَارِيُّ؟ قَالَ: نَعَمْ، [عَنِ الْقَاسِمِ] بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
غَزْوَةِ تَبُوكَ، فَأَقْبَلْنَا رَاجِعِينَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ، فَنَحْنُ
مُتَفَرِّقُونَ بَيْنَ وَاحِدٍ وَاثْنَيْنِ، مُنْتَشِرِينَ، قَالَ: وَكُنْتُ فِي
أَوَّلِ الْعَسْكَرِ: إِذْ عَارَضَنَا رَجُلٌ فَسَلّم ثُمَّ قَالَ: أَيُّكُمْ
مُحَمَّدٌ؟ وَمَضَى أَصْحَابِي وَوَقَفْتُ مَعَهُ، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد أَقْبَلَ فِي وَسَطِ العَسْكَر عَلَى جَمَلٍ
أَحْمَرَ، مُقَنَّع بِثَوْبِهِ عَلَى رَأْسِهِ مِنَ الشَّمْسِ، فَقُلْتُ: أَيُّهَا
السَّائِلُ، هَذَا رَسُولُ اللَّهِ قَدْ أَتَاكَ. فَقَالَ: أَيُّهُمْ هُوَ؟
فَقُلْتُ: صَاحِبُ البَكْر الْأَحْمَرِ. فَدَنَا مِنْهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِ
رَاحِلَتِهُ، فَكَفَّ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فقال: أَنْتَ مُحَمَّدٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: إِنِّي أُرِيدُ أَنْ
أَسْأَلَكَ عَنْ خِصَالٍ، لَا يَعْلَمُهُنَّ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ إِلَّا
رَجُلٌ أَوْ رَجُلَانِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "سَلْ عَمَّا شِئْتَ". فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَيَنَامُ
النَّبِيُّ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ". قَالَ: صَدَقْتَ. ثُمَّ
قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مِنْ أَيْنَ يُشْبِهُ الْوَلَدُ أَبَاهُ وَأُمَّهُ؟ قَالَ
مَاءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيظٌ، وَمَاءُ الْمَرْأَةِ أَصْفَرُ رَقِيقٌ، فَأَيُّ
الْمَاءَيْنِ غَلَبَ عَلَى الْآخَرِ نَزَعَ الْوَلَدُ". فَقَالَ صَدَقْتَ.
فَقَالَ: مَا لِلرَّجُلِ مِنَ الْوَلَدِ وَمَا لِلْمَرْأَةِ مِنْهُ؟ فَقَالَ:
"لِلرَّجُلِ الْعِظَامُ وَالْعُرُوقُ وَالْعَصَبُ، وَلِلْمَرْأَةِ اللَّحْمُ
وَالدَّمُ وَالشَّعْرُ قَالَ: صَدَقْتَ. ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا تَحْتَ
هَذِهِ، يَعْنِي الْأَرْضَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "خَلْقٌ". فَقَالَ: فَمَا تَحْتَهُمْ؟ قَالَ: "أَرْضٌ".
قَالَ: فَمَا تَحْتَ الْأَرْضِ؟ قَالَ "الْمَاءُ" قَالَ: فَمَا تَحْتَ
الْمَاءِ؟ قَالَ: "ظُلْمَةٌ". قَالَ: فَمَا تَحْتَ الظُّلْمَةِ؟ قَالَ:
"الْهَوَاءُ". قَالَ: فَمَا تَحْتَ الْهَوَاءِ؟ قَالَ:
"الثَّرَى". قَالَ: فَمَا تَحْتَ الثَّرَى؟ فَفَاضَتْ عَيْنَا رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبُكَاءِ، وَقَالَ:
"انْقَطَعَ عِلْمُ الْمَخْلُوقِينَ عِنْدَ عِلْمِ الْخَالِقِ، أَيُّهَا
السَّائِلُ، مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ". قَالَ:
فَقَالَ: صَدَقْتَ، أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّهَا النَّاسُ، هَلْ تَدْرُونَ مَنْ
هَذَا؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "هَذَا
جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di
dalam kitab Musnad-nya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Musa
Al-Harawi, dari Al-Abbas ibnul Fadl. Abu Ya'la bertanya, "Apakah dia
adalah Ibnul Fadl Al-Ansari?" Abu Musa Al-Harawi menjawab, "Ya."
Dia meriwayatkan dari Al-Qasim yang mengatakan bahwa ia pernah bersama
Rasulullah Saw. dalam perang Tabuk. Ketika kaum muslim yang terlibat dalam
perang tabuk itu pulang di hari yang panas sekali, dan kaum muslim berjalan
secara berpencar. Perawi saat itu berada di bagian paling depan dari pasukan
kaum muslim. Tiba-tiba ada seorang lelaki berpapasan dengan kami, lalu lelaki
itu bertanya, "Siapakah di antara kalian yang bernama Muhammad?"
Teman-temanku meneruskan perjalanannya, sedangkan aku berhenti meladeni lelaki
itu. Tiba-tiba Rasulullah Saw. muncul di tengah pasukan kaum muslim dengan
mengendarai unta merah seraya menutupi kepalanya dari sengatan panas matahari
yang terik. Lalu saya berkata kepada lelaki itu, "Hai kamu yang bertanya,
inilah Rasulullah Saw. telah tiba menuju ke arahmu!" Lelaki itu bertanya,
"Siapakah dia di antara mereka?" Aku menjawab, "orang yang
mengendarai unta merah." Lelaki itu mendekatinya dan memegang tali kendali
untanya. Maka unta yang dikendarai oleh Nabi Saw. berhenti, dan lelaki itu
bertanya, "Engkaukah yang bernama Muhammad?" Nabi Saw. menjawab,
"Ya." Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya aku hendak
bertanya kepadamu tentang beberapa perkara yang tiada seorang pun dari kalangan
penduduk bumi mengetahuinya kecuali hanya seorang atau dua orang saja."
Rasulullah Saw. bersabda, "Tanyakanlah apa yang kamu kehendaki!"
Lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, apakah seorang nabi tidur?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak
tidur." Si lelaki berkata, "Engkau benar." Kemudian lelaki
itu bertanya, "Hai Muhammad, mengapa anak itu mirip ayahnya dan
(adakalanya) mirip ibunya?" Rasulullah Saw. menjawab: Air mani lelaki
putih lagi kental, sedangkan air mani wanita kuning lagi encer. Maka mana saja
di antara kedua air mani itu yang mengalahkan lainnya, anak tersebut akan lebih
mirip kepadanya. Lelaki itu berkata, "Engkau benar." Lalu ia
bertanya, "Apa sajakah yang diciptakan dari air mani lelaki dan air mani
perempuan dalam tubuh anaknya?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Air mani
laki-laki membentuk tulang dan urat-urat serta otot-otot, sedangkan air mani
wanita membentuk daging, darah, dan rambut. Lelaki itu berkata,
"Engkau benar." Kemudian lelaki itu bertanya, "Hai Muhammad,
apakah yang ada di bawah tanah ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Makhluk."
Lelaki itu bertanya, Di bawah mereka itu ada apa?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Bumi." Lelaki itu bertanya, "Apakah yang ada
di bawah bumi itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Air." Ia
bertanya, "Lalu apakah yang ada di bawah air itu?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Kegelapan." Ia bertanya, "Lalu apakah yang ada
di bawah kegelapan itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Udara."
Ia bertanya, "Apakah yang ada di bawah udara itu?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Bumi." Ia bertanya, "Lalu apakah yang ada di
bawah bumi itu?" Rasulullah Saw. menangis dan bersabda, "Hanya
sampai di situlah pengetahuan makhluk bila dibandingkan dengan pengetahuan
Pencipta. Hai orang yang bertanya, tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui
daripada orang yang bertanya." Lelaki itu berkata, "Engkau benar,
saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Hai manusia, tahukah kalian siapakah orang ini?"
Mereka menjawab," Hanya Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih
mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda,"Orang ini adalah Jibril
a.s.
Hadis berpredikat garib sekali,
dan konteksnya sangat aneh, ia hanya diriwayatkan oleh Al-Qasim ibnu Abdur
Rahman. Yahya ibnu Mu'in mengatakan tentangnya, bahwa ia adalah orang yang
tidak pantas menjadi rawi hadis. Abu Hatim Ar-Razi menilainya daif;
sedangkan menurut Ibnu Addi, Al-Qasim ibnu Abdur Rahman adalah perawi yang
tidak dikenal.
Menurut kami hadis ini bercampur
aduk, sesuatu dimasukkan ke dalam sesuatu yang lain, dan suatu hadis dimasukkan
ke dalam hadis lainnya menjadi satu. Dapat dikatakan bahwa perawinya
sengaja melakukan pencampuradukan itu atau memasukkan ke dalamnya sesuatu yang
lain. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ
يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى}
Dan jika kamu mengeraskan
ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha: 7)
Yakni Al-Qur'an ini diturunkan
oleh Tuhan yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi, yang mengetahui
rahasia dan yang lebih tersembunyi. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ أَنزلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ
فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Katakanlah, "Al-Qur'an
ini diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui
rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Furqan: 6)
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha: 7) Yang dimaksud
dengan rahasia ialah apa yang disembunyikan oleh anak Adam dalam hatinya,
sedangkan yang lebih tersembunyi ialah apa yang tidak diketahui oleh anak Adam,
padahal ia yang mengerjakannya. Maka Allah mengetahui kesemuanya itu.
Pengetahuan Allah tentang apa yang telah berlalu dari hal ini dan apa yang akan
datang meliputi semuanya, dan semua makhluk bagi Allah dalam hal ini sama
dengan salah satu dari mereka. Seperti yang disebutkan oleh Firman-Nya dalam
ayatyang lain, yaitu:
{مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا
كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ}
Tidaklah Allah menciptakan
dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) itu
melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa
saja. (Luqman: 28)
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha:
7) Arti sirr ialah sesuatu yang dibicarakan olehmu dalam dirimu,
sedangkan akhfa ialah sesuatu yang belum kamu bicarakan dalam dirimu.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan,
"Anda mengetahui apa yang Anda rahasiakan hari ini, tetapi Anda tidak akan
mengetahui apa yang bakal Anda rahasiakan keesokan harinya. Allah mengetahui
apa yang Anda rahasiakan hari ini dan apa yang akan Anda rahasiakan keesokan
harinya.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya, "Akhfa" bahwa yang dimaksud dengannya
ialah bisikan hati. Dan ia serta Sa'id ibnu Jubair mengatakan pula bahwa akhfa
artinya sesuatu yang dilakukan oleh manusia tanpa diniatkannya dahulu dalam
hatinya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ
الأسْمَاءُ الْحُسْنَى}
Dialah Allah, tidak ada Tuhan
melainkan Dia, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama
yang baik). (Thaha: 8)
Yakni Tuhan Yang menurunkan
Al-Qur'an kepadamu. Dialah Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang mempunyai
nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi. Dalam pembahasan terdahulu
telah disebutkan asma-ul husna ini berikut keterangannya, yaitu dalam
tafsir ayat-ayat terakhir dari surat Al-A'raf.
Thaha, ayat 9-10
{وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ
مُوسَى (9) إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا
لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى (10) }
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api,
lalu ia berkata kepada keluarganya, "Tinggallah kalian (di sini), sesungguhnya
aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepada kalian atau
aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu.”
Mulai
dari sini Allah kembali menceritakan kisah Musa, saat pertama kalinya ia
menerima wahyu dan saat dia diajak bicara langsung oleh Allah Swt. Demikian itu
terjadi setelah Musa menyelesaikan masa perjanjian kontrak kerja menggembalakan
ternak terhadap mertuanya. Lalu Musa berjalan dengan keluarganya yang menurut
suatu pendapat menyebutkan bahwa tujuannya adalah negeri Mesir, yaitu setelah
dalam waktu yang lama ia meninggalkannya, lebih dari sepuluh tahun. Dalam
perjalanan itu Musa membawa istrinya.
Musa
sesat jalan, saat itu sedang musim dingin; lalu ia beristirahat di sebuah
lereng bukit, sedangkan cuaca saat itu sangat dingin di sertai dengan kabut,
awan, dan gelapnya malam. Kemudian Musa membuat api dengan batu pemantik apinya
sebagaimana yang biasa dilakukan di masanya dalam menyalakan api. Akan tetapi,
usahanya tidak membuahkan sepercik api pun.
Ketika
Musa dalam keadaan kedinginan, tiba-tiba ia melihat cahaya api yang bersumber
dari arah Bukit Tur, yang ada di sebelah kanannya. Maka Musa berkata kepada
keluarganya seraya menyenangkan hati mereka:
{إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ
مِنْهَا بِقَبَسٍ}
Sesungguhnya
aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepada kalian.
(Thaha: 10)
Yakni
sebuah obor api. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya dengan
ungkapan lain, yaitu:
{أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ}
atau
(membawa) suluh api. (Al-Qashash:
29)
Yaitu
obor api.
{لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ}
agar
kalian dapat menghangatkan badan. (Al-Qashash:
29)
Hal
ini menunjukkan bahwa saat itu cuaca sangat dingin. Sedangkan yang disebutkan
dalam ayat ini yaitu oleh firman-Nya, "Biqabasin, " yang
artinya obor api; hal ini menunjukkan bahwa suasana malam itu sangat gelap.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى}
atau
aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. (Thaha: 10)
Yakni
seseorang yang menunjukkan jalan kepadaku. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Musa
a.s. saat itu sesat jalan.
Hal
ini seperti apa yang diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Abu Sa'd Al-A'war, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau aku akan
mendapat petunjuk di tempat api itu. (Thaha: 10) Yaitu seseorang yang
memberikan petunjuk jalan kepadaku.
Mereka
saat itu berada di musim dingin dan sesat jalan. Ketika Musa melihat api, ia
berkata, "Jika aku tidak menjumpai seseorang yang menunjukkan kepadaku
jalan yang sebenarnya, aku akan mendatangkan kepadamu api yang dapat dipakai
untuk berdiang kalian."
Thaha, ayat 11-16
{فَلَمَّا أَتَاهَا
نُودِيَ يَا مُوسَى (11) إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ
بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (12) وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى
(13) إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ
الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14) إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى (15) فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ
بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى (16) }
Maka ketika
ia datang ke tempat api itu ia dipanggil, "Hai Musa, sesungguhnya Aku
inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa
yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah,
tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk
mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya)
agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka
sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman
kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
jadi binasa.”
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا أَتَاهَا}
Maka
ketika ia datang ke tempat api itu. (Thaha: 11)
Maksudnya,
mendekati tempat api yang menyala itu.
{نُودِيَ يَا مُوسَى}
ia
dipanggil, "Hai Musa.” (Thaha:
11)
Di
dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ
فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا
اللَّهُ}
Diserulah
dia dari (arah) pinggir lembah yang
sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu:
"Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah.”(Al-Qashash: 30)
Sedangkan
dalam ayat ini disebutkan:
{إِنِّي أَنَا رَبُّكَ}
Sesungguhnya
Aku inilah Tuhanmu. (Thaha:
12)
Yakni
yang berbicara denganmu.
{فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ}
maka
tanggalkanlah (lepaskanlah)
kedua terompahmu. (Thaha: 12)
Ali
ibnu Abu Talib, Abu Zar, dan Abu Ayyub serta sahabat lainnya yang bukan hanya
seorang mengatakan bahwa kedua terompahnya itu terbuat dari kulit keledai yang
tidak disembelih.
Menurut
pendapat yang lain, sesungguhnya Musa diperintahkan untuk melepaskan kedua
terompahnya hanyalah demi memuliakan tanah yang Musa berada padanya.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan bahwa perintah ini sama dengan perintah yang ditujukan
kepada seseorang yang hendak memasuki Ka'bah.
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, dimaksudkan agar Musa menginjak tanah suci itu
dengan kedua telapak kakinya tanpa memakai terompah. Dan pendapat yang lainnya
lagi mengatakan selain itu. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Sehubungan
dengan firman-Nya, "Tuwa, Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Tuwa adalah nama lembah. Hal yang sama telah
dikatakan pula oleh lainnya yang bukan hanya seorang.
Berdasarkan
pengertian demikian, berarti 'ataf disini adalah 'ataf bayan (penjelasan).
Menurut
pendapat lain, Tuwa maksudnya adalah kata perintah untuk menginjak tanah
dengan kedua telapak kaki (tanpa alas kaki).
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, disebutkan demikian karena tempat itu disucikan
sebanyak dua kali: Tuwa artinya tanah yang diberkati, penyebutannya
merupakan sebutan ulangan (dengan ungkapan lain). Akan tetapi, pendapat yang
paling sahih adalah pendapat pertama. Seperti pengertian yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ
الْمُقَدَّسِ طُوًى}
Tatkala
Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Tuwa. (An-Nazi'at: 16)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَنَا اخْتَرْتُكَ}
Dan
Aku telah memilih kamu. (Thaha:
13)
Ayat
ini semakna dengan firman-Nya:
{إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ
بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي}
Sesungguhnya
aku memilih (melebihkan)
kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan
untuk berbicara langsung dengan-Ku. (Al-A'raf: 144)
Yaitu
melebihkan kamu di atas semua manusia di masanya. Dengan kata lain, dapat pula
diartikan bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., "Hai Musa, tahukah
kamu mengapa Aku mengistimewakan kamu hingga kamu dapat berbicara langsung
dengan-Ku, bukan orang lain?" Musa menjawab, "Tidak tahu." Allah
berfirman, "Karena sesungguhnya Aku menghargai sikapmu yang rendah diri
itu."
Firman
Allah Swt.:
{فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى}
Maka
dengarkanlah apa yang diwahyukan kepadamu (Thaha: 13)
Artinya
sekarang dengarkanlah olehmu apa yang Aku firmankan melalui wahyu-Ku kepadamu
ini:
{إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا
أَنَا}
Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. (Thaha: 14)
Ini
merupakan kewajiban pertama bagi orang-orang mukalaf, yaitu hendaknya ia
mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{فَاعْبُدْنِي}
maka
sembahlah Aku. (Thaha: 14)
Maksudnya,
Esakanlah Aku dan sembahlah Aku tanpa mempersekutukan Aku.
{وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي}
dan
dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (Thaha: 14)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah salatlah kamu untuk mengingat-Ku.
Menurut
pendapat lain, maksudnya ialah dirikanlah salat bilamana kamu ingat kepada-Ku.
Makna
yang kedua ini diperkuat oleh hadis yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Ia
mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى بْنُ سَعِيدٌ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال:
"إِذَا رَقَد أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ، أَوْ غَفَلَ عَنْهَا،
فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: {وَأَقِمِ
الصَّلاةَ لِذِكْرِي}
telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada
kami Al-Musanna ibnu Sa'id, dari Qatadah, dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang
telah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian tertidur hingga meninggalkan
salatnya atau lupa kepada salatnya, hendaklah ia mengerjakannya saat
mengingatnya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, "Dirikanlah
salat untuk mengingat-Ku.” (Thaha: 14)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Anas r.a.,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ نَامَ عَنْ
صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا
كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ"
Barang
siapa tidur meninggalkan salat (nya)
atau lupa kepadanya, maka kifaratnya ialah mengerjakannya (dengan
segera) manakala ingat kepadanya, tiada kifarat lain kecuali hanya itu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ}
Sesungguhnya
hari kiamat itu akan datang. (Thaha:
15)
Yakni
pasti akan datang dan pasti terjadi.
Firman
Allah Swt.:
{أَكَادُ أُخْفِيهَا}
Aku
merahasiakan (waktu)nya.
(Thaha: 15)
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan maknanya, bahwa Ibnu Abbas
membacanya dengan bacaan berikut: "Aku hampir saja merahasiakan waktunya
terhadap diri-Ku sendiri." Makna yang dimaksud ialah bahwa waktu hari
kiamat itu dirahasiakan oleh Allah Swt. terhadap semua makhluk. Dikatakan
demikian karena tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah Swt.
selamanya.
Sa'id
ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa bacaannya adalah: Min
nafsihi (terhadap diri-Nya sendiri). Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Abu Saleh, dan Yahya ibnu Rafi'.
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Aku merahasiakan (waktu(Thaha: 15) Artinya, Aku tidak akan
memperlihatkan tentang waktunya kepada seorang pun selain diri-Ku sendiri.
Menurut
As-Saddi, tiada seorang pun dari kalangan penduduk langit dan bumi, melainkan
Allah merahasiakan terhadapnya tentang waktu hari kiamat.
Ayat
ini menurut bacaan Ibnu Mas'ud disebutkan seperti berikut: "Aku hampir
menyembunyikan waktunya terhadap diri-Ku sendiri." Dengan kata lain, Aku
merahasiakan waktu hari kiamat terhadap semua makhluk; sehingga andaikan Aku
dapat menyembunyikannya terhadap diri-Ku sendiri, tentulah Aku akan
melakukannya.
Menurut
pendapat yang lain bersumber dari Qatadah, disebutkan bahwa firman-Nya: Aku
merahasiakan (waktu)nya. (Thaha: 15) Menurut suatu qiraat (bacaan)
disebutkan, "Aku menyembunyikan waktunya dengan sengaja." Demi
usiaku, sesungguhnya Allah menyembunyikan waktunya terhadap para malaikat yang
terdekat, para nabi, dan para rasulNya.
Menurut
kami, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ}
Katakanlah,
"Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang
gaib, kecuali Allah.” (An-Naml:
65)
Dan
firman Allah Swt.:
{ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا
تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً}
Kiamat
itu amat berat (huru-haranya
bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang
kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. (Al-A'raf: 187)
Yakni
amatlah berat pengetahuan mengenainya bagi makhluk yang ada di langit dan di
bumi.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah,
telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sahl Al-Asadi, dari warga yang
mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair telah membacakan kepadanya ayat berikut: Aku
merahasiakan (waktu)nya. (Thaha: 15) dengan bacaan akhfiha yang
artinya menampakkannya yakni hampir-hampir Allah Swt. menampakkan pengetahuan
mengenai waktu hari kiamat. Kemudian ia mengatakan bahwa tidakkah engkau pernah
mendengar perkataan seorang penyair yang mengatakan dalam salah satu bait
syairnya:
دَأبَ شَهْرَين، ثُمَّ
شَهْرًا دَمِيكًا ... بأريكَين يَخْفيان غَميرًا ...
Telah berlalu masa dua bulan, kemudian
ditambah lagi satu bulan penuh tinggal di Arbakin dan tanam-tanaman mulai
menguning.
As-Saddi
mengatakan bahwa al-gamir ialah tanaman basah yang tumbuh di pematang
yang kering, yakni tanamannya sudah mulai masak. Arbakin nama sebuah
tempat. Ad-damik satu bulan penuh. Syair ini dikatakan oleh Ka'b ibnu
Zuhair.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى}
agar
tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (Thaha: 15)
Yakni
Aku pasti mengadakan hari kiamat agar Aku melakukan pembalasan kepada setiap
orang sesuai dengan amal perbuatannya.
{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا
يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}
Barang
siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang
siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
(Az-Zalzalah: 7-8)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ}
sesungguhnya
kalian hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur: 16)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا
يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى}
Maka
sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman
kepadanya. (Thaha: 16),
hingga akhir ayat.
Makna
yang dimaksud ialah bahwa khitab dalam ayat ini ditujukan kepada setiap
individu orang-orang mukallaf, sekalipun lahiriahnya khitab ditujukan
kepada Nabi Saw. Dengan kata lain, janganlah kalian mengikuti jalan orang-orang
yang tidak percaya dengan adanya hari kiamat, mereka hanya mengejar kesenangan
dan kenikmatan duniawi lagi durhaka kepada Tuhannya serta mengikuti hawa
nafsunya. Maka barang siapa yang mengikuti jejak mereka, sesungguhnya dia telah
merugi dan kecewa.
{فَتَرْدَى}
yang
menyebabkan kamu binasa. (Thaha:
16)
Yakni
kamu akan binasa dan hancur bila mengikuti jejak mereka, Allah Swt. telah
berfirman dalam ayat lain:
{وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا
تَرَدَّى}
Dan
hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al-Lail: 11)
Thaha, ayat 17-21
{وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ
يَا مُوسَى (17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى
غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (18) قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى (19)
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20) قَالَ خُذْهَا وَلا تَخَفْ
سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى (21) }
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Musa berkata,
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.”Allah
berfirman.”Lemparkanlah ia, hai Musa! "Lalu dilemparkannya tongkat itu,
maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah
berfirman, 'Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada
keadaannya semula.”
Ini
merupakan bukti dari Allah Swt. kepada Musa dan merupakan suatu mukjizat yang
besar serta peristiwa yang luar biasa, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun
yang mampu melakukan hal itu selain Allah Swt. Dan bahwa peristiwa seperti itu
tidak ada seorang pun yang dapat mendatangkannya kecuali seorang nabi yang
diutus.
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى}
Apakah
itu yang di tangan kananmu, hai Musa. (Thaha: 17)
Menurut
sebagian ulama tafsir, sesungguhnya Allah berfirman demikian kepada Musa dengan
nada mengingatkan. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya Allah Swt.
mengatakan demikian kepada Musa dengan nada menetapkan. Dengan kata lain. dapat
dikatakan bahwa adapun benda yang ada di tangan kananmu itu yang kamu kenal
dengan sebutan tongkat, kelak kamu akan melihat apa yang bakal Kami lakukan
terhadapnya sekarang.
Apakah
itu yang di tangan kananmu, hai Musa? (Thaha: 17) Kata tanya atau istifham ini mengandung
makna taqrir.
{قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا}
Berkata
Musa, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya.” (Thaha: 18)
Yaitu
tongkat ini kujadikan sebagai pegangan saat aku berjalan.
{وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي}
"dan
aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingku.” (Thaha: 18)
Yakni
aku goyangkan dengannya tangkai pohon agar dedaunannya rontok buat makan
kambingku.
Abdur
Rahman ibnul Qasim telah mengatakan dari Imam Malik, bahwa al-husy artinya
bila seseorang mencangkolkan (mengaitkan) bagian yang bengkok dari tongkatnya
ke dahan pohon, lalu ia menggerak-gerakkannya hingga dedaunan dan
buah-buahannya rontok, tetapi dahan pohon (rantingnya) tidak patah. Itulah
makna lafaz al-husy, yakni bukan memukulkan. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Maimun ibnu Mahran.
Firman
Allah Swt.:
{وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى}
dan
bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. (Thaha: 18)
Yaitu
kegunaan lainnya. Sebagian di antara mereka ada yang memaksakan diri dengan
menceritakan sebagian dari kegunaan lainnya yang masih misteri. Dikatakan bahwa
tongkatnya itu dapat menyala di malam hari, dan dapat menjaga kambingnya bila
Musa tertidur. Musa dapat pula menancapkannya, lalu jadilah sebuah pohon
rindang yang menjadi naungannya di terik matahari, serta hal lainnya yang
bertentangan dengan hukum alam. Jelasnya kisah yang demikian itu pada
kenyataannya tidak ada. Seandainya tongkat tersebut mempunyai kegunaan yang
didugakan itu, niscaya Musa a.s. tidak merasa aneh manakala tongkat tersebut
berubah ujud menjadi ular besar, dan tentulah Musa a.s. tidak akan lari
darinya. Semuanya itu tiada lain bersumber dari kisah-kisah israiliyat.
Sebagian
dari mereka mengatakan pula bahwa tongkat tersebut adalah milik Adam a.s.
Pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa tongkat itu adalah hewan melata
yang akan muncul nanti menjelang hari kiamat.
Telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tongkat itu mempunyai nama,
yaitu Masya; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
أَلْقِهَا
يَا مُوسَى
Allah
berfirman, "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (Thaha: 19)
Hai
Musa, tongkat yang kamu pegang di tangan kananmu itu lemparkanlah.
فَأَلْقَاهَا
فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى
Lalu
dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang
merayap dengan cepat. (Thaha:
20)
Yakni
seketika itu juga tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar lagi
panjang dan dapat merayap dengan gerakan yang sangat cepat. Dan tiba-tiba
tongkat itu bergerak dan berubah ujudnya menjadi ular yang sangat cepat
gerakannya, tetapi tidaklah sebesar yang disebutkan sebelumnya. Singkatnya
dalam ayat ini disebutkan ular itu besar, sedangkan dalam ayat lain disebutkan
sangat cepat gerakannya.
Tas'a,
artinya merayap dan bergerak.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami',
telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia
menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 20) Sebelum
peristiwa itu tongkat tersebut tidak pernah berubah ujud menjadi ular bila
dilemparkan; lalu ular itu melewati pohon, maka ia langsung memakannya; dan
melewati batu besar, lalu ia memakannya pula, sehingga Musa mendengar suara
batu besar masuk ke dalam perut ular itu, karena itu maka Musa lari ketakutan.
Kemudian Musa diseru, "Hai Musa, ambillah ular itu!" Musa tidak mau
mengambilnya karena takut. Lalu diseru lagi untuk kedua kalinya seraya
mengatakan kepadanya, "Hai Musa, ambillah, janganlah kamu takut."
Kemudian dalam seruan yang ketiga kalinya disebutkan, "Engkau termasuk
orang-orang yang aman." Maka barulah Musa a.s. mau mengambilnya (dan ular
itu berubah ujud seperti semula, yaitu tongkatnya).
Wahb
ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu
dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap
dengan cepat. (Thaha: 20) Maka Musa melemparkannya ke tanah. Ketika
pandangan matanya tertuju kepada tongkat itu, tiba-tiba ia menjumpainya telah
berubah ujud menjadi ular yang sangat besar yang baru ia lihat. Ular itu
merayap seakan-akan sedang mencari sesuatu yang hendak diterkamnya. Ular itu
melewati sebuah batu besar yang besarnya sama dengan unta yang paling besar,
maka ia menelannya sekali telan. Dan salah satu dari taringnya ia tancapkan ke
sebuah pohon yang besar, lalu pohon itu dicabutnya. Kedua mata ular itu menyala
bagaikan api, sedangkan cabang yang ada pada ujung tongkatnya itu berubah
ujudnya menjadi mulut ular yang menyemburkan api. Besarnya sama dengan sebuah
sumur yang sangat lebar, di dalamnya dipenuhi dengan gigi taring dan gigi
kunyah, sedangkan dari mulut ular itu terdengar suara desisan yang sangat
keras. Ketika Musa menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan itu, ia lari
tanpa menoleh ke belakang. Musa pergi jauh hingga ia merasa bahwa ular
itu tidak akan mengejarnya. Musa ingat kepada Tuhannya, maka ia berdiri dengan
rasa malu kepada-Nya. Kemudian ia diseru, ''Hai Musa, kembalilah kamu ke tempat
semula," maka kembalilah Musa dengan hati yang masih dipenuhi oleh rasa
takut. Lalu dikatakan kepadanya: dan jangan takut. Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21) Saat itu Musa
memakai baju lapis yang terbuat dari kain wol (bulu). Maka tatkala ia
diperintahkan untuk memegang ular itu, ia melilitkan baju wolnya itu ke
tangannya, tetapi malaikat berkata kepadanya, "Hai Musa, bagaimanakah
menurutmu jika Allah mengizinkan terjadinya hal yang kamu hindari itu, apakah
kain bajumu itu dapat memberikan sesuatu manfaat kepadamu?" Musa menjawab,
"Tentu tidak, tetapi saya adalah makhluk yang lemah dan diciptakan dari
sesuatu yang lemah." Akhirnya Musa melepaskan bajunya dari tangannya dan
meletakkan tangannya ke mulut ular itu sehingga ia mendengar desisan yang
keluar dari mulut ular dan merasa taring yang dipegangnya. Tiba-tiba dengan
serta-merta ular itu menjadi tongkat seperti keadaan semula. Dan tiba-tiba
tangannya berada pada posisi semula sewaktu ia memegangkan tangannya pada
tongkatnya, yaitu pada kedua cabangnya. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya: Peganglah ia. (Thaha: 21) Yakni dengan tangan kananmu.
{سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى}
Kami
akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21)
Yakni
kepada keadaan semula yang biasa kamu kenal sebagai tongkat.
Thaha, ayat 22-35
{وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى
جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرَى (22) لِنُرِيَكَ
مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى (23) اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (24)
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ
عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ
أَهْلِي (29) هَارُونَ أَخِي (30) اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي (31) وَأَشْرِكْهُ فِي
أَمْرِي (32) كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34) إِنَّكَ
كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا (35) }
"Dan
kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang
tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan
kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. Pergilah
kepada Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas.” Berkata Musa, "Ya
Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku; dan
jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun,
saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam
urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat
Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.”
Hal ini merupakan mukjizat lain
bagi Musa a.s. Yaitu Allah memerintahkan kepadanya agar memasukkan tangannya
ke leher bajunya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, sedangkan hal itu
disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya dengan sebutan berikut:
{وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ}
dan kepitkanlah tanganmu ke
ketiakmu. (Thaha: 22)
Sedangkan dalam ayat lain
disebutkan seperti berikut:
{وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ
الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ}
dan dekapkanlah kedua
tanganmu (ke dada)ww bila ketakutan, maka yang
demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada
Fir’aun danpembantu-pembantunya. (Al-Qashash: 32)
Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu. (Thaha:
22) Yakni telapak tanganmu ke bagian dalam lenganmu.
Musa apabila memasukkan
tangannya ke leher bajunya, lalu dia mengeluarkannya, maka keluarlah cahaya
dari tangannya seakan-akan seperti cahaya rembulan.
Firman Allah Swt.:
{تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ}
niscaya ia keluar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat. (Thaha: 22)
Yaitu bukan karena penyakit
supak, bukan karena penyakit lainnya, bukan pula karena cacat. Demikianlah
menurut yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak,
dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan,
"Demi Allah, bila Musa mengeluarkan tangannya itu, maka kelihatan seperti
senter, maka Musa mengetahui bahwa dia saat itu telah bersua dengan
Tuhannya." Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى}
untuk Kami perlihatkan
kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. (Thaha: 23)
Wahb ibnu Munabbih mengatakan
bahwa Tuhan berfirman kepada Musa, "Mendekatlah kamu." Tuhan
terus-menerus memerintahkan kepada Musa agar lebih mendekat lagi, hingga Musa
menempelkan punggungnya ke batang pohon itu. Setelah itu Musa tenang dan tidak
merasa takut lagi serta tangannya memegang tongkat dengan kuat, lalu
menundukkan kepalanya seraya merendahkan diri.
Firman Allah Swt.:
{اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى}
Pergilah kepada Fir’aun;
sesungguhnya ia telah melampaui batas (Thaha: 24)
Maksudnya, pergilah kamu kepada
Fir'aun Raja Mesir, yaitu ke negeri yang kamu pernah melarikan diri darinya
(setelah membunuh seorang Mesir yang bertengkar dengan salah seorang Bani
Israil). Lalu serulah dia untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Perintahkanlah kepadanya agar memperlakukan bangsa Bani Israil dengan perlakuan
yang baik, dan janganlah ia menyiksa dan menindas mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu
adalah seorang yang berlaku sewenang-wenang, melampaui batas, lebih memilih
kehidupan duniawinya, serta melupakan Tuhannya Yang Mahatinggi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan
bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa, "Berangkatlah kamu dengan membawa
risalah-Ku, sesungguhnya engkau sekarang mendengar dengan pendengaran-Ku dan
melihat dengan pandangan-Ku. Dan sesungguhnya tangan dan pandangan kekuasaan-Ku
selalu menyertaimu, dan sesungguhnya Aku telah memakaikan kepadamu perisai
kekuasaan-Ku agar kekuatanmu menjadi sempurna dalam mengemban
perintah-Ku."
Allah berfirman, "Engkau
adalah pasukan yang besar dari pasukanKu, Aku utus kamu kepada seorang
makhluk-Ku yang lemah, tetapi ingkar kepada nikmat-Ku dan merasa aman dari
pembalasan-Ku, serta teperdaya oleh duniawi dengan melupakan Aku (sebagai
Penciptanya). Karenanya dia mengingkari hak-Ku sebagai Tuhannya, dan ia menduga
bahwa dia tidak mengenal-Ku.
Allah
berfirman,"Sesungguhnya Aku bersumpah dengan nama Keagungan-Ku,
seandainya tiada takdir (keputusan) yang telah Kutetapkan antara diri-Ku dan
makhluk-Ku, tentulah Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang kejam dan bengis.
Ikut murka karena murka-Ku semua langit dan bumi, serta gunung-gunung dan
lautan-lautan. Jika Aku perintahkan kepada langit untuk menghukumnya, tentulah
langit akan menerbangkannya (melalui angin topan); dan jika Aku perintahkan
kepada Bumi untuk menghukumnya, tentulah bumi akan menelannya. Jika Aku
perintahkan kepada gunung-gunung, tentulah gunung-gunung itu akan menghancurkannya
(menimpanya). Dan jika Aku perintahkan kepada lautan untuk menghukumnya,
tentulah lautan itu akan menenggelamkannya. Tetapi ia terlalu hina dan kecil
menurut pandangan-Ku dan masih tertoleransi oleh sifat Penyantun-Ku, serta Aku
merasa cukup dengan-Ku sendiri. Dan sesungguhnya Aku adalah Yang Mahakaya,
tiada yang lebih kaya daripada-Ku."
Allah Swt. berfirman,
"Sampaikanlah kepadanya (Fir'aun) risalahKu, dan serulah dia agar
menyembah-Ku dan mengesakan Aku serta mengikhlaskan kepada-Ku, dan ingatkanlah
dia akan hari-hari pertemuan dengan-Ku, serta peringatkanlah dia akan
pembalasan dan azab-Ku. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa tidak ada sesuatu pun
yang dapat bertahan menghadapi murka-Ku."
Allah Swt. berfirman,
"Sampaikanlah kepadanya risalah-Ku ini di samping ancaman-Ku itu dengan
penyampaian yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Dan
sampaikanlah kepadanya bahwa maaf dan ampunan-Ku lebih cepat daripada murka dan
siksaan-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan
jangan sekali-kali kamu merasa gentar terhadap pakaian keduniawian yang
Kuberikan kepadanya (Fir'aun), karena sesungguhnya ubun-ubunnya (rohnya) berada
di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Tidaklah ia berbicara, tidaklah ia memandang,
serta tidaklah pula ia bernafas kecuali dengan seizin-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan
katakanlah kepadanya bahwa penuhilah seruan Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia
Mahaluas ampunan-Nya, Dia telah memberimu masa tangguh selama empat ratus
tahun. Dalam masa tersebut kamu terang-terangan memusuhi-Nya, yaitu dengan
mencaci dan menyerupakan dirimu sebagai Dia. serta menghalangrhalangi
hamba-hamba-Nya dari jalan-Nya. Padahal Dia selalu memberimu hujan dan
menyuburkan (menumbuhkan) tanam-tanaman bagimu. Selama itu kamu tidak pernah
sakit, tidak menua, tidak miskin, dan tidak terkalahkan. Seandainya Dia hendak
menyegerakan siksaan-Nya kepadamu, tentulah Dia mudah melakukannya, tetapi Dia
memiliki sifat Penyantun dan sifat Penyabar yang Mahabesar.
Allah Swt. berfirman,
"Berjihadlah kamu bersama saudaramu untuk menentangnya, sedangkan kamu
berdua mengikhlaskan diri dalam jihadmu untuk mendapat rida Allah. Sesungguhnya
Aku seandainya menghendaki, bisa saja mendatangkan bala tentara yang jumlahnya
belum pernah dia lihat. Tetapi sengaja Aku menghendaki agar si hamba yang lemah
itu, yang merasa besar diri dengan bala tentaranya yang banyak, bahwa
sesungguhnya pasukan yang kecil —yang pada hakikatnya bukanlah kecil bila
dengan seizin-Ku—dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan seizin-Ku.
Allah Swt. berfirman, ''Jangan
sekali-kali kamu silau dengan perhiasan yang dikenakannya, jangan pula silau
dengan kemewahan hidupnya. Dan jangan pula kamu berdua menunjukkan pandangan
matamu kepada hal itu, karena sesungguhnya semuanya itu adalah bunga kehidupan
dunia dan perhiasan orang-orang yang hidup mewah. Seandainya Aku menghendaki,
tentu Aku dapat menghiasimu dengan perhiasan dunia, agar Fir'aun mengetahui
saat memandang kepadamu, bahwa kemampuannya tidak dapat menandingi apa yang Aku
berikan kepadamu berdua. Akan tetapi, Aku sengaja membuat dirimu tidak suka
kepada perhiasan dunia dan menjauhkanmu darinya. Demikianlah yang biasa Aku
lakukan kepada kekasih-kekasih-Ku, dan hal ini merupakan kebiasaan-Ku sejak
dulu. Sesungguhnya Aku akan melindungi mereka dari kenikmatan duniawi dan
perhiasannya, sebagaimana seorang penggembala yang penyayang menjauhkan ternak
untanya dari tempat-tempat yang berbahaya (pasir bergerak). Sebenarnya hal itu
mudah Aku lakukan, tetapi sengaja tidak Kulakukan agar mereka
(kekasih-kekasih-Ku) memperoleh bagiannya secara sempurna kelak di rumah
kehormatan-Ku dalam keadaan beroleh pahala yang utuh lagi berlimpah tanpa
dicampuri oleh kotoran duniawi."
Allah Swt. berfirman,
"Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya tidak ada suatu perhiasan pun yang
dikenakan oleh hamba-hamba-Ku lebih terpandang oleh-Ku selain dari sifat Zuhud
(menjauhi) keduniawian. Karena sesungguhnya sifat Zuhud itu adalah
perhiasan orang-orang yang bertakwa. Mereka mempunyai ciri khas
tersendiri yang dapat dikenal melalui sikapnya yang tenang dan khusyuk serta
pada wajah mereka terdapat tanda bekas sujud; mereka adalah kekasih-kekasih-Ku
yang sebenar-benarnya. Apabila kamu bersua dengan mereka, maka rendahkanlah
dirimu bagi mereka serta lunakkanlah hati dan lisanmu terhadap mereka."
Allah Swt. berfirman,
"Perlu diketahui, bahwa barang siapa yang menghina kekasih-Ku atau
manakut-nakutinya, maka sesungguhnya dia secara terang-terangan telah
menantang-Ku untuk berperang dan memulainya. Dan itu berarti dia sendirilah
yang mengajaknya dan mendorong-Ku untuk memeranginya, sedangkan Aku sangat
cepat dalam menolong kekasih-kekasih-Ku. Apakah orang yang berani memerangi-Ku
menduga bahwa dirinya dapat bertahan melawan-Ku, atau apakah orang yang
memusuhi-Ku menduga bahwa dia dapat mengalahkan Aku, ataukah orang yang
menantang-Ku dapat mendahului atau melewati-Ku? Mana mungkin hal itu terjadi,
karena Aku-lah Yang melakukan pembalasan buat kekasih-kekasih-Ku di dunia dan
akhirat, Aku tidak akan menyerahkan kepada selain-Ku dalam menolong
mereka."
Asar yang telah disebutkan di
atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ
لِي أَمْرِي}
Musa berkata, "Ya
Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.” (Thaha: 25-26)
Ini adalah permintaan Musa a.s.
kepada Tuhannya. Dia memohon agar dadanya dilapangkan dalam menunaikan tugas
risalah yang dibebankan kepadanya. Karena sesungguhnya ia telah diperintahkan
untuk menyampaikan suatu perkara yang besar dan akan menghadapi tantangan yang
berat. Dia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada seorang raja yang
paling besar di muka bumi di masa itu. Sedangkan raja tersebut adalah orang
yang paling sewenang-wenang, paling keras kekafirannya, paling banyak bala
tentaranya, paling makmur kerajaannya, paling diktator, dan paling ingkar.
Keangkaramurkaannya sampai kepada batas dia mengakui bahwa dia tidak mengenal
Allah, dan mengajarkan kepada rakyatnya bahwa tidak ada tuhan selain dirinya
sendiri.
Pada mulanya Musa pernah tinggal
di istana Fir'aun semasa kecilnya, ia menjadi anak angkat Fir'aun yang
dipelihara dalam asuhannya. Kemudian setelah dewasa Musa membunuh seseorang
dari mereka, karena itu ia merasa takut mereka akan balas membunuhnya, lalu ia
melarikan diri selama itu dari pencarian mereka. Setelah itu Allah
mengangkatnya menjadi seorang rasul kepada mereka sebagai pemberi peringatan
yang menyeru mereka ke jalan Allah Swt. dan menyembah-Nya serta mengesakan-Nya,
tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itulah Musa menyadari akan
beratnya tugas yang dipikulnya. Ia berdoa kepada Tuhannya:
{رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي
أَمْرِي}
Ya Tuhanku, lapangkanlah
untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha:
25-26)
Yakni jika Engkau tidak
menolongku, tidak membantuku, tidak memperkuatku dan tidak mendukungku,
tentulah aku tidak mampu mengemban tugas ini.
{وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي
يَفْقَهُوا قَوْلِي}
dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha:
27-28)
Demikian itu karena lidah Musa agak
kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih
kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia
mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan
diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar
melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar
kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak
berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang
diperlukan. Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara
total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi,
para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena
itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa:
{أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ
مَهِينٌ وَلا يَكَادُ يُبِينُ}
Bukankah aku lebih baik
daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52)
Yaitu kurang fasih bicaranya
karena lidahnya yang pelat (kaku).
Al-Hasan Al-Basri telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan
lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya
Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya
dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan
bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung
Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya
tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan
sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar
saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi
juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang
diungkapkannya. Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian
dari kekakuan lidahnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami
Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang
teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada
suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya,
"Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu
dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan
pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab,
"Ya". Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada
Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat
memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya.
Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang
dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي
هَارُونَ أَخِي}
dan jadikanlah untukku seorang
pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun
saudaraku. (Thaha: 29-30)
Ini pun merupakan permintaan
Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya
itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari
Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat
menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi.
Ibnu Abu Hatim mengemukakan
sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika
Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun
istirahat di sebuah perkampungan Badui. Lalu ia mendengar seorang lelaki
berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat
yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya)
menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi
Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti
Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak
memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang
dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya."
Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya
diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi
Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah Swt. berfirman
memuji sikap Musa a.s.:
وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ
وَجِيهًا}
Dan adalah dia seorang yang
mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab:
69)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي}
teguhkanlah dengan dia
kekuatanku. (Thaha: 31)
Menurut Mujahid, makna azri ialah
punggungku, yakni kekuatanku.
{وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي}
dan jadikanlah dia sekutu
dalam urusanku. (Thaha: 32)
Yakni sebagai temannya dalam
bermusyawarah menentukan segala urusan.
{كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا وَنَذْكُرَكَ
كَثِيرًا}
supaya kami banyak bertasbih
kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha:
33-34)
Mujahid mengatakan bahwa
seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir
kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik
sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا}
Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35)
Yakni dalam pilihan-Mu yang
Engkau jatuhkan kepada kami, pemberianMu kepada kami akan kenabian, serta
Engkau utus kami kepada musuhMu, yaitu Fir'aun. Bagi-Mu segala puji atas
semuanya itu.
Thaha, ayat 36-40
لَ قَدْ
أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى (36) وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَى
(37) إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى (38) أَنِ اقْذِفِيهِ فِي
التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ
يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي
وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي (39) إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ
عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا (40) }
Allah
berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” Dan
sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada saat yang lain, yaitu
ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan. Yaitu,
"Letakkanlah ia (Musa) di
dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai
itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan
musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku,
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (yaitu) ketika saudaramu
yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah
saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami
mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan
kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan
dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.
Ini merupakan perkenan dari
Allah Swt. kepada rasul-Nya (Musa a.s.) yang telah mengabulkan semua
permintaannya, sekaligus mengingatkan
Musa akan semua nikmat yang
telah dilimpahkan kepadanya di masa silam berkaitan dengan apa yang dialami
oleh ibunya saat ibunya masih menyusukannya dan bersikap mawas diri terhadap
Fir'aun dan bala tentaranya agar mereka jangan membunuhnya. Musa dilahirkan di
masa Fir'aun dan bala tentaranya membunuh semua bayi yang lahir tahun itu. Maka
ibu Musa membuat sebuah peti untuk Musa yang masih disusukannya, lalu
meletakkan Musa di dalam peti itu dan menghanyutkannya ke Sungai Nil, tetapi
dalam keadaan diikat dengan tali yang dihubungkan ke rumahnya.
Dan pada suatu hari ibu Musa pergi
untuk memperbaharui ikatan talinya, tetapi ternyata peti yang berisikan Musa
terlepas dan terbawa hanyut oleh arus Sungai Nil. Karena itu, hati ibu Musa
dirundung rasa duka cita yang sangat mendalam dan kesedihan yang tak terperi
kan. Hal ini di ungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam ayat yang
lain, yaitu:
{وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا
إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا}
Dan menjadi kosonglah hati
ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa,
seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. (Al-Qashash:
10)
Arus Sungai Nil membawa peti
yang berisikan Musa itu ke istana Fir'aun yang terletak di pinggir Sungai Nil.
{فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ
لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا}
Maka dipungutlah ia oleh
keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8)
Yakni sebagai suatu takdir yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dalam saat yang sama mereka membunuh bayi-bayi
kaum Bani Israil karena mereka takut akan kelahiran Musa. Maka Allah memutuskan
hal yang lain, karena Dialah yang memi liki kekuasaan Yang Mahabesar dan takdir
yang sempurna, bahwa tidaklah Musa dipelihara kecuali di dalam asuhan Fir'aun
dan makan serta minum dari makanan dan minumannya setelah Allah menanamkan rasa
kasih sayang kepada Musa di dalam hati Fir'aun dan istrinya. Karena itulah
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ
وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي}
supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhmu. Dan Aku telah melimpahkan
kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39)
Maksudnya, kasih sayang itu
tertanam di dalam hati musuhmu sehingga ia mencintaimu.
Salamah ibnu Kahil telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Aku telah melimpahkan
kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39) Yakni Aku jadikan
engkau disukai oleh hamba-hamba-Ku.
{وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي}
dan supaya kamu diasuh di
bawah pengawasan-Ku (Thaha: 39)
Menurut Abu Imran Al-Juni, makna
ayat ialah agar Musa dipelihara di bawah pengawasan Allah Swt.
Qatadah mengatakan agar Musa
diberi makan di bawah pengawasan Allah Swt.
Ma'mar ibnul Musanna mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku. (Thaha: 39) Artinya, selalu berada di bawah penglihatan dan
pengawasan Allah Swt.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan bahwa Allah menjadikan Musa berada di dalam istana raja, hidup
mewah dan senang, serta makanannya sama dengan makanan raja. Hal inilah yang
dimaksud dengan pengertian lafaz sun'ah dalam ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ
عَيْنُهَا}
(yaitu) ketika saudara
perempuanmu berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah
saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami
mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya. (Thaha: 40)
Demikian itu terjadi setelah
Musa berada di dalam asuhan keluarga Fir'aun. Maka mereka mencari wanita yang
akan menyusuinya, tetapi Musa menolak mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ
قَبْلُ}
dan Kami cegah Musa dari
menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12)
Maka datanglah saudara
perempuannya dan mengatakan kepada keluarga Fir'aun, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ
يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ}
Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya? (Al-Qashash: 12)
Yakni maukah kalian aku
tunjukkan seseorang yang mau menyusuinya buat kalian dengan imbalan upah. Lalu
saudara perempuan Musa membawa Musa diiringi oleh keluarga Fir'aun ke tempat
ibunya. Ibunya menyusuinya dan Musa mau menerima air susu ibunya, sehingga
keluarga Fir'aun merasa senang tak terperikan menyaksikan hal tersebut, dan
mereka memberi upah imbalannya kepada ibu Musa. Dengan kisah yang berliku-liku
ini akhirnya ibu Musa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan serta kedudukan
yang tinggi di dunia, juga mendapat pahala yang lebih besar dan lebih berlimpah
di akhirat. Karena itu, di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَثَلُ الصَّانِعِ الَّذِي يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ
الْخَيْرَ، كَمَثَلِ أَمِّ مُوسَى، تُرْضِعُ وَلَدَهَا وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا"
Perumpamaan pekerja yang
mengharapkan kebaikan dari kerjanya adalah seperti yang dilakukan oleh ibu
Musa. Dia menyusui anaknya dan menerima upahnya.
Dan dalam ayat berikut ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ
عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ}
Maka Kami mengembalikanmu
kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. (Thaha: 40)
karena kehilanganmu.
{وَقَتَلْتَ نَفْسًا}
Dan kamu pernah membunuh
seorang manusia. (Thaha: 40)
Yaitu salah seorang bangsa Qibti
(Egypt) penduduk negeri Mesir.
{فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ}
lalu Kami selamatkan kamu
dari kesusahan. (Thaha: 40)
Kesusahan itu timbul karena
dikejar oleh keluarga Fir'aun yang telah bertekad bulat untuk membunuhnya bila
menjumpainya. Maka Musa melarikan diri dari kejaran mereka hingga sampailah ia
di sebuah mata air Madyan. Lalu berkata kepada Musa seorang lelaki yang saleh,
seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
{لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ}
Janganlah kamu takut. Kamu
telah selamat dari orang-orang yang zalim (Al-Qashash:
25)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا}
dan Kami telah mencobamu
dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40)
Imam Abu Abdur Rahman Ahmad ibnu
Syu'aib An-Nasai rahimahullah telah mengatakan di dalam kitab tafsir,
bagian dari kitab sunnahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami
telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40) Bahwa telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad telah menceritakan kepada kami
Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnu Zaid, telah
menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku
Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas pernah ditanya mengenai
makna firman Allah Swt. kepada Musa a.s. yang disebutkan dalam ayat berikut: dan
Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40) Saya menanyakan
kepadanya apa yang dimaksud dengan 'beberapa cobaan' dalam ayat tersebut? Maka
Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok
pagi, karena sesungguhnya jawabannya mengandung kisah yang panjang."
Pada keesokan harinya saya
berangkat pagi-pagi kepada Ibnu Abbas untuk menagih apa yang telah
dijanjikannya kepada saya mengenai kisah beberapa fitnah tersebut. Ibnu Abbas
menjawab, bahwa Fir'aun dan orang-orang yang berada dalam majelis
musyawarahnya memperbincangkan tentang janji Nabi Ibrahim a.s. yang telah
menjanjikan bahwa di kalangan keturunannya kelak akan ada yang menjadi raja diraja.
Sebagian dari mereka mengatakan
bahwa sesungguhnya orang-orang Bani Israil sedang menunggu-nunggu berita itu
yang tidak mereka ragukan lagi. Pada mulanya mereka menduga bahwa Yusuf ibnu
Ya'qublah orang yang dijanjikannya itu. Tetapi setelah Yusuf mati, mereka
mengatakan, "Bukan orang ini yang telah dijanjikan oleh Ibrahim a.s."
Fir'aun berkata, "Kalau
demikian, bagaimanakah menurut pendapat kalian?" Maka mereka sepakat untuk
membuat makar, yaitu mereka mengutus beberapa orang lelaki yang membawa golok untuk
menyembelih. Para lelaki itu ditugaskan untuk berkeliling memeriksa kaum Bani
Israil. Maka tidak sekali-kali mereka menjumpai bayi yang baru dilahirkan,
melainkan bayi itu mereka sembelih jika laki-laki. Demikianlah bunyi instruksi
hasil musyawarah mereka, dan para lelaki yang bertugas untuk itu harus
mengerjakannya
Setelah hal itu berjalan dan
mereka melihat bahwa orang-orang dewasa Bani Israil banyak yang mati karena
ajalnya telah tiba, sedangkan bayi-bayi mereka disembelih, maka mereka berkata,
"Kaum Bani Israil, hampir saja kalian tumpas habis sehingga akibatnya
kalian sendirilah yang menangani pekerjaan yang biasa mereka tangani sebagai
pelayan kalian. Maka sebaiknya bunuhlah bayi-bayi lelaki mereka selama satu
tahun dan biarkanlah anak-anak perempuan mereka hidup, kemudian biarkanlah
bayi-bayi lelaki mereka hidup pada tahun berikutnya. Janganlah seseorang dari
mereka kalian bunuh, karena mereka kelak akan menjadi pengganti dari
orang-orang dewasa mereka yang telah mati bila mereka telah tumbuh dewasa.
Dengan cara ini jumlah populasi mereka dapat ditekan dan tidak terlalu banyak,
dan keberadaan mereka masih tetap dapat dipertahankan, walaupun banyak dari
kalangan mereka yang kalian bunuh; kalian memerlukan mereka di masa
mendatang."
Fir'aun dan ahli musyawarah
telah sepakat dengan keputusan itu. Dan di tahun mereka tidak melakukan
Penyembelihan terhadap bayi-bayi lelaki Bani Israil, bertepatan dengan itu
Harun dikandung oleh ibunya dan lahir di tahun itu secara terang-terangan dalam
keadaan aman.
Akan tetapi, pada tahun
berikutnya ibu Harun mengandung Musa. Maka hati ibu Musa dilanda oleh kesusahan
dan kesedihan disebabkan adanya cobaan (fitnah) tersebut terhadap kandungannya.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang dimaksud dengan cobaan itu, yakni di saat ibu Musa
sedang mengandung Musa.
Maka Allah menurunkan wahyu
kepada ibu Musa, "Janganlah kamu takut, janganlah pula bersedih hati,
sesungguhnya Kami akan mengembalikan Musa kepadamu dan akan menjadikannya
salah seorang dari para utusan."
Dan Allah memerintahkan kepada
ibu Musa bahwa bila ia melahirkan Musa, hendaklah Musa dimasukkan ke dalam
peti, lalu dihanyutkan di Sungai Nil. Setelah ibu Musa melahirkannya, ia
melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya (yaitu
memasukkan Musa ke dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke Sungai Nil).
Setelah anaknya lenyap dari
pandangan matanya, setan datang dan membisikkan ke dalam hatinya godaan
sehingga ibu Musaherkata kepada dirinya sendiri (menyesali perbuatannya),
"Apa yang telah kulakukan terhadap anakku? Seandainya ia disembelih di
hadapanku, lalu aku mengafani dan menguburkannya, tentulah hal itu lebih baik
daripada melemparkannya ke Sungai Nil untuk makanan ikan-ikannya."
Arus Sungai Nil membawa peti itu
ke pinggiran sungai tempat pelayan (dayang-dayang) istri Fir'aun mengambil air
minum. Ketika para dayang melihat peti itu, maka mereka memungutnya; dan ketika
mereka hendak membuka peti itu, sebagian di antara mereka berkata,
"Sesungguhnya di dalam peti ini pasti terdapat harta karun, dan sesungguhnya
jika kita membukanya, niscaya istri Fir'aun tidak akan percaya dengan apa yang
kita temukan di dalamnya."
Maka mereka membawa peti itu
dalam keadaan seperti apa adanya sewaktu mereka menemukannya tanpa mengeluarkan
sesuatu pun dari dalamnya, lalu mereka menyerahkan peti itu kepada istri
Fir'aun. Ketika istri Fir'aun membukanya, ia terkejut karena di dalamnya
terdapat seorang bayi lelaki yang mungil. Maka Allah melimpahkan rasa kasih
sayang kepada Musa di dalam hati istri Fir'aun yang belum pernah dialaminya
sebelum itu.
Lain halnya dengan ibunya Musa,
saat itu hatinya kosong dan lupa segala-gala kecuali hanya mengingat Musa.
Ketika orang-orang Fir'aun yang ditugaskan untuk menyembelih setiap bayi lelaki
Bani Israil mendengar berita penemuan bayi tersebut, maka mereka datang dengan
membawa pisau penyembelihannya kepada istri Fir'aun untuk menyembelih bayi itu.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang
dinamakan fitnah (cobaan) dalam ayat ini. Kemudian istri Fir'aun berkata kepada
mereka, "Biarkanlah dia, karena sesungguhnya bayi yang satu ini tidak
dapat memberikan nilai tambah apa pun terhadap kaum Bani Israil. Aku akan
datang menghadap kepada Fir'aun, lalu.aku akan meminta grasi kepadanya. Jika
dia memberikan grasi kepada bayi ini demi aku, lebih baik bagi kalian dan
kalian telah menunaikan tugas dengan baik. Dan jika dia memerintahkan agar bayi
ini disembelih, saya tidak mencela kalian."
Istri Fir'aun datang menghadap
kepada Fir'aun dan berkata kepadanya, "Bayi ini adalah penyejuk hatiku
dan juga hatimu." Fir'aun berkata, "Silakan bayi itu untukmu, tetapi
aku tidak memerlukannya."
Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي يُحْلَف بِهِ لَوْ أَقَرَّ فِرْعَوْنُ أَنْ
يَكُونَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَهُ كَمَا أَقَرَّتِ امْرَأَتُهُ، لَهَدَاهُ اللَّهُ
كَمَا هَدَاهَا، وَلَكِنْ حَرَمَهُ ذَلِكَ"
Demi Tuhan yang disebut
nama-Nya dalam sumpah, seandainya Fir’aun mengakui bahwa Musa adalah buah
hatinya juga, sama dengan apa yang diakui oleh istrinya, tentulah Allah akan
memberinya hidayah sebagaimana hidayah yang diterima oleh istrinya, tetapi
Fir’aun diharamkan untuk menerimanya.
Kemudian istri Fir'aun
mengundang semua wanita yang terdekat dengannya dengan maksud mencari wanita
yang cocok untuk menyusui Musa. Tetapi setiap Musa diambil oleh seseorang dari
mereka untuk disusuinya, Musa menolak air susunya. Hal ini membuat istri
Fir'aun merasa khawatir bila Musa sama sekali tidak mau minum air susu yang
berakhir dengan kematiannya. Istri Fir'aun merasa sedih karenanya, lalu ia
keluar dengan membawa Musa ke pasar dan tempat orang-orang ramai dengan tujuan
untuk mencari wanita yang mau menyusuinya dan Musa mau kepada air susunya,
tetapi Musa tetap tidak mau juga.
Dalam waktu yang sama ibu Musa
dicekam oleh rasa sedih dan kekhawatiran, lalu ia berkata kepada saudara
perempuan Musa (Maryam), "Telusurilah jejaknya dan carilah berita
tentangnya, apakah ia masih hidup ataukah telah dimakan oleh binatang
buas?" Saat itu ibu Musa lupa akan janji Allah kepadanya tentang Musa.
Saudara perempuan Musa melihat
Musa dari kejauhan, sedangkan mereka yang membawa Musa tidak menyadarinya. Ia
menelitinya dari kejauhan dan ternyata bayi tersebut adalah saudaranya (Musa),
maka ia sangat gembira dapat menemukannya kembali bertepatan dengan kesulitan
mereka dalam mencari ibu persusuan buat Musa. Lalu ia berkata, "Maukah kalian
aku tunjukkan kepada suatu ahli bait yang dapat memelihara bayi ini bagi
kalian, dan ahli bait itu sangat sayang kepadanya?"
Maka mereka menangkap saudara
perempuan Musa dan berkata kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu tahu
bahwa ahli bait itu sayang kepadanya, apakah kamu mengenalnya?" Mereka
merasa ragu dengan pernyataan saudara perempuan Musa itu. Ibnu Abbas berkata,
"Hai Ibnu Jubair, kejadian ini termasuk dari cobaan tersebut."
Saudara perempuan Musa berkata,
"Ahli bait itu pasti sayang kepada bayi ini karena mereka mengharapkan
agar dapat menjadi orang yang terdekat dengan raja dan berharap mendapat
imbalannya dari raja." Mendengar alasannya yang tepat itu, maka mereka
melepaskannya. Lalu saudara perempuan Musa pulang menemui ibunya dan menceritakan
berita itu kepadanya. Kemudian ibunya datang; dan ketika Musa diletakkan
dipangkuannya, maka Musa langsung menetek padanya dan menyedot air susunya
sehingga perutnya penuh dan kenyang.
Kemudian pergilah seorang
pembawa berita gembira, melapor kepada istri Fir'aun bahwa telah diketemukan
ibu yang mau menyusui Musa, anak angkatnya itu. Kemudian istri Fir'aun
mengirimkan utusan agar menjemput wanita itu dan Musa. Setelah ia melihat apa
yang dilakukan oleh Musa kepada ibu yang menyusuinya, yakni Musa mau
menerimanya sebagai ibu persusuannya, maka istri Fir'aun berkata kepada wanita
itu (yang sebenarnya adalah ibu Musa sendiri), "Tinggallah kamu di
istanaku untuk menyusui anakku ini, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang
lebih aku cintai selain dari anakku ini."
Ibu Musa menjawab, "Saya
tidak dapat meninggalkan rumah saya lama-lama karena saya masih mempunyai anak
kecil. Saya merasa khawatir bila anak saya merasa kehilangan ibunya. Makajika
Tuan suka menyerahkan bayi ini kepada saya untuk saya bawa ke rumah, saya
sangat berterima kasih sekali dan saya akan berusaha sekuat tenaga untuk
memperlakukannya dengan perlakuan yang terbaik. Sesungguhnya saya tidak dapat
meninggalkan rumah dan anak-anak saya."
Ibu Musa teringat akan janji
Allah kepadanya tentang Musa, saat itu istri Fir'aun tidak mempunyai pilihan
lagi kecuali menuruti kehendaknya. Ibu Musa merasa yakin bahwa Allah pasti akan
memenuhi janji-Nya. Akhirnya pada hari itu juga ia pulang ke rumahnya dengan
membawa Musa. Kemudian Allah membuat Musa tumbuh dengan pertumbuhan yang baik,
dan Allah memeliharanya karena keputusan yang telah ditetapkannya tentang Musa.
Di masa itu kaum Bani Israil
masih tetap hidup dalam penindasan dan kekejaman orang-orang Fir'aun.
Setelah Musa tumbuh besar, istri
Fir'aun berkata kepada ibu Musa, "Bawalah anakku kepadaku." Maka ibu
Musa menjanjikan kepadanya suatu hari di mana ia akan berkunjung ke istana
dengan membawa Musa menghadap kepada istri Fir'aun.
Istri Fir'aun berkata kepada
kasir istana, istri Fir'aun yang lainnya, dan semua hulubalang istana,
"Jangan ada seorang pun di antara kalian kecuali ia harus menyambut anakku
dengan membawa hadiah sebagai penghormatan kepadanya pada hari ini. Untuk
mengecek kebenarannya aku akan mengutus mata-mata untuk meneliti apakah tiap
orang dari kalian benar-benar melakukan perintahku ini."
Akhirnya hadiah dan
bingkisan-bingkisan terus mengalir menyambut kedatangan Musa sejak Musa keluar
dari rumah ibunya sampai masuk ke istana istri Fir'aun.
Setelah Musa masuk ke dalam
istana istri Fir'aun, istri Fir'aun menghormati dan memuliakannya serta
menyambutnya dengan gembira dan memberikan hadiah yang berlimpah kepada ibu
Musa sebagai imbalan dari jasanya yang telah merawat dan memelihara Musa dengan
baik. Kemudian istri Fir'aun berkata, "Sesungguhnya aku benar-benar akan
membawa Musa menghadap kepada Fir'aun, agar dia memberinya hadiah dan
penghormatan (kedudukan)."
Setelah Musa dibawa ke istana
Fir'aun, Fir'aun mendudukkan Musa di pangkuannya, tetapi Musa menarik jenggot
Fir'aun dan menjulurkannya sampai ke tanah. Maka tukang tenung Fir'aun dari
kalangan musuh-musuh Allah berkata kepada Fir'aun, "Tidakkah engkau
melihat apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, bahwa sesungguhnya
dari keturunannya kelak akan lahir seseorang yang bakal mewarisi kerajaanmu dan
mengalahkanmu serta menjatuhkanmu?"
Maka Fir'aun mengundang
orang-orang yang ditugaskan untuk menyembelih anak-anak (Bani Israil). Ibnu
Abbas mengatakan, "Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu merupakan sebagian dari
fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada Musa."
Tetapi istri Fir'aun datang dan
mencegah seraya berkata, "Apakah yang akan engkau lakukan terhadap anak
kecil yang telah engkau berikan kepadaku ini?" Fir'aun menjawab,
"Tidakkah kamu melihat bahwa dia mengira dirinya dapat menjatuhkanku dan
mengalahkanku?" Istri Fir'aun berkata, "Sekarang adakanlah ujian agar
duduk perkaranya menjadi jelas dan terang antara aku dan engkau sehubungan
dengan anak ini. Datangkanlah dua butir bara api dan dua butir mutiara, lalu
sajikanlah di hadapan anak ini. Jika anak ini ternyata mengambil dua buah
mutiara dan tidak mengambil dua butir bara api, berarti anak ini telah
mengerti. Dan jika anak ini mengambil dua butir bara api dan tidak mengambil
dua butir mutiara, maka ketahuilah bahwa tiada seorang pun yang berakal
(mengerti) akan memilih dua butir bara api dan mengesampingkan dua butir
mutiara."
Kemudian disajikan di hadapan
Musa —yang saat itu masih anak-anak—dua butir bara api dan dua butir mutiara.
Ternyata Musa mengambil dua butir bara api. Maka Fir'aun menarik tangan Musa
dari bara api itu karena khawatir tangan Musa akan terbakar, dan pada saat itu
juga istri Fir'aun berkata, "Tidakkah kamu saksikan sendiri?"
Allah Swt. memalingkan Musa dari
bahaya dan menyelamatkannya dari ujian tersebut, padahal Fir'aun telah berniat
jahat terhadapnya; dan Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya terhadap
Musa.
Setelah Musa tumbuh dewasa dan
menjadi seorang lelaki, maka tidak ada seorang pun dari kalangan keluarga
Fir'aun bila bersamanya berani melakukan perbuatan aniaya atau menghina
seseorang dari kalangan kaum Bani Israil, mereka sangat segan dan tidak berani
berbuat sembarangan dengan keberadaan Musa.
Ketika Musa a.s. sedang berjalan
sendirian di salah satu bagian kota Mesir, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang
lelaki yang sedang bertengkar dengan serunya; salah seorangnya adalah orangnya
Fir'aun (yakni bangsa Qibti), sedangkan yang lainnya adalah seorang dari Bani
Israil.
Kemudian orang Bani Israil itu
meminta tolong kepada Musa dalam menghadapi orang Qibti, Musa menjadi marah
ketika orang Qibti itu memaki-maki dirinya karena orang Qibti itu mengetahui
bahwa Musa dihormati oleh Bani Israil dan selalu berpihak kepada mereka. Tiada
seorang pun dari bangsa Qibti yang mengetahui hakikat Musa —mereka hanya
mengetahui bahwa kaitan Musa dengan Bani Israil hanyalah kaitan persusuan—
kecuali ibu Musa yang mengetahui hakikat sesungguhnya, bahwa Musa adalah
anaknya sendiri. Juga terkecuali Musa sendiri, karena Allah telah memberitahukan
hal itu kepadanya yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka Musa langsung
memukul orang Qibti itu dan pukulan itu mematikannya. Kejadian itu tidak ada
seorang pun yang melihatnya selain Allah Swt. dan orang Bani Israil itu.
Setelah membunuh orang Qibti itu
Musa menyesali perbuatannya dan berkata, "Ini adalah perbuatan setan,
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan
(manusia)." Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ
لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Maka Allah
mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-Qashash: 16)
Karena itu, Musa dirundung oleh
rasa takut di kota itu seraya melihat perkembangannya dengan penuh rasa
khawatir (akibat perbuatan yang telah dilakukannya kemarin). Lalu Musa datang
menghadap kepada Fir'aun, saat itu dilaporkan kepada Fir'aun bahwa sesungguhnya
orang Bani Israil telah membunuh seorang lelaki dari kalangan pengikut Fir'aun.
Si pelapor mengatakan, "Kami menuntut keadilan, belalah hak kami,
janganlah engkau memberikan ampunan kepada mereka." Fir'aun berkata,
"Carilah pembunuhnya dan hadapkanlah kepadaku berikut dengan saksi yang
melihat kejadian itu." Karena sesungguhnya seorang raja itu tidaklah adil
bila menghukum seseorang tanpa bukti dan tanpa saksi, sekalipun orang yang
teraniaya adalah dari kalangan orang yang terdekat dengan raja. Selanjutnya Fir'aun
mengatakan, "Selidikilah dahulu kejadiannya. Bila telah jelas, maka aku
akan membalas pelakunya dengan hukuman yang setimpal demi kalian'
Ketika mereka sedang berkeliling
melakukan penyelidikan kasus tersebut dan masih belum menemukan suatu bukti
pun, tiba-tiba keesokan harinya Musa melihat orang Bani Israil yang kemarin
sedang berkelahi pula dengan seseorang dari kalangan pendukung Fir'aun.
Kemudian orang Bani Israil itu kembali meminta tolong kepada Musa agar
membantunya untuk melawan orang Qibti tersebut.
Musa yang saat itu masih
menyesali perbuatannya kemarin merasa benci melihat kejadian tersebut. Orang
Bani Israil itu menjadi marah ketika ia melihat Musa diam saja, saat itu ia
hendak memukul orang Qibti yang menjadi lawannya. Musa mengingatkan orang Bani
Israil itu akan kejadian kemarin dan berkata kepadanya, ''Sesungguhnya kamu ini
adalah orang yang benar-benar sesat."
Setelah mendengar Musa berkata
demikian, orang Bani Israil itu memandangnya, dan ia melihat Musa merah padam
mukanya seperti kemarahannya kemarin yang mengakibatkan terbunuhnya pengikut
Fir'aun. Maka orang Bani Israil itu menjadi takut, ia merasa khawatir bahwa
kemarahan Musa yang sekarang ini ditujukan kepada dirinya, bukan kepada
pengikut Fir'aun yang menjadi lawannya sekarang. Maka ia berkata kepada Musa,
"Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku, sebagaimana kamu telah membunuh
seseorang kemarin?"
Orang Bani Israil itu tidak
sekali-kali mengatakan demikian kepada Musa, melainkan karena ia merasa takut
bahwa kemarahan Musa kali ini ditujukan kepada dirinya dan Musa hendak
membunuhnya. Akhirnya orang Bani Israil itu mengalah dan tidak melanjutkan
pertengkarannya dengan orang Qibti, pengikut Fir'aun tersebut?"
Pengikut Fir'aun itu pergi, lalu
ia menceritakan kepada kaumnya apa yang telah dikatakan oleh bekas lawannya
yang dari kalangan Bani Israil itu. Yaitu perkataannya yang berbunyi, "Hai
Musa, apakah kamu hendak membunuhku seperti kamu membunuh seseorang
kemarin?"
Maka Fir'aun mengirimkan para
algojonya untuk membunuh Musa, lalu utusan Fir'aun ini mulai melakukan
pencarian terhadap Musa dengan langkah-langkah yang tenang karena mereka merasa
yakin bahwa Musa tidak akan dapat melarikan diri dari kejarannya. Mereka
melakukan pengejaran dengan mengambil jalan-jalan besar.
Seorang lelaki dari golongan
Musa datang dengan langkah yang tergesa-gesa dari ujung kota menemui Musa
dengan memakai jalan pintas yang lebih dekat, sehingga ia dapat mendahului
orang-orang Fir'aun yang sedang melakukan pengejaran terhadap Musa. Lalu lelaki
itu menceritakan hal tersebut kepada Musa. Ibnu Abbas berkata kepada Sa'id ibnu
Jubair, "Hai ibnu Jubair, peristiwa ini termasuk di antara cobaan
tersebut."
Musa segera melarikan diri
menuju ke arah negeri Madyan, padahal sebelum itu Musa tidak mengenal jalan
menuju ke arah tersebut; ia hanya berbekal baik prasangkanya kepada Allah Swt.
dan tekadnya yang bulat. Ia mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya.
{عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ
السَّبِيلِ وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ
يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَان}
Mudah-mudahan Tuhanku
memimpinku ke jalan yang benar. Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri
Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua
orang wanita yang sedang menghambat ternaknya. (Al-Qashash: 22-23)
Kedua wanita ku sedang menahan
ternak kambingnya. Maka Musa bertanya kepada mereka, "Mengapa kamu berdua
memisahkan diri, tidak meminumkan ternakmu bersama orang-orang itu?" Kedua
wanita itu menjawab, "Kami tidak mempunyai kekuatan untuk ikut berdesakan
dengan kaum yang banyak. Sesungguhnya kami hanya meminumkan ternak kami dari
sisa air mereka."
Maka Musa menguak kerumunan
orang dan memenuhi timbanya dengan air yang banyak, sehingga ia adalah orang
pertama yang mengambil air itu di antara para penggembala yang ikut berdesakan.
Akhirnya kedua wanita itu pulang dengan membawa ternak kambingnya menuju ke
rumah mereka, menemui ayah mereka.
Musa a.s. pergi dan bernaung di
bawah sebuah pohon, lalu berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ
خَيْرٍ فَقِيرٌ}
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.(Al-Qashash: 24)
Ayah kedua wanita itu merasa
heran karena kedua putrinya begitu cepat pulang dengan membawa ternaknya, lalu
ia berkata, "Sesungguhnya kalian berdua hari ini benar-benar mengalami
kejadian yang penting." Kemudian keduanya menceritakan kepada ayahnya
tentang apa yang telah dilakukan oleh Musa. Maka si ayah memerintahkan kepada
salah seorang putrinya untuk memanggil Musa. Ia mendatangi Musa dan
mengundangnya agar menemui ayahnya.
Setelah Musa menceritakan kepada
ayah kedua orang wanita itu segala sesuatu yang telah dialaminya, si orang tua
berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut, sekarang engkau telah selamat
dari orang-orang yang zalim. Baik Fir'aun atau kaumnya sama sekali tidak
mempunyai kekuasaan terhadap kami karena kami berada di luar kerajaannya."
Salah seorang putrinya berkata,
seperti yang dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ
اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ}
Ya bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26)
Maka rasa girah ayah
kedua wanita itu tergugah sehingga ia berkata kepadanya, "Tahukah kamu
sampai di manakah kekuatannya dan sampai di mana kepercayaannya?" Ia
menjawab, bahwa kekuatan Musa yang dilihatnya sendiri ialah saat Musa
mengambil timba besar dan memenuhinya dengan air untuk minum ternak kambingnya.
Ia belum pernah menyaksikan seorang lelaki yang lebih kuat daripada Musa dalam
mengambil air minum dari telaga itu. (Selanjutnya wanita itu berkata),
"Adapun mengenai kepercayaannya (agamanya), sesungguhnya Musa pada mulanya
memandang saya saat saya menuju kepadanya dan sampai di hadapannya. Setelah
Musa mengetahui bahwa saya adalah seorang wanita, maka ia menundukkan pandangan
matanya dan tidak berani mengangkatnya hingga saya menyampaikan undanganmu
kepadanya. Lalu Musa berkata kepadaku, 'Berjalanlah kamu di belakangku, dan
beritahukanlah jalan menuju rumahmu kepadaku (dari belakang).' Tidak
sekali-kali ia melakukan demikian melainkan dia adalah orang yang dapat
dipercaya."
Maka hati si ayah menjadi tenang
kembali dan mempercayai apa yang diucapkan oleh putrinya itu tentang Musa.
Kemudian (si ayah) berkata kepada Musa, "'Maukah kamu bila kukawinkan
dengan salah seorang dari anak perempuanku ini atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya
Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik."
Musa menyetujuinya, dan
kewajiban Musa ialah bekerja selama delapan tahun. Hal ini diselesaikannya
dengan baik, kemudian Musa menambahnya dua tahun hingga genap sepuluh tahun;
yang dua tahun itu sebagai hadiah dari Musa.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan
bahwa ia pernah dijumpai oleh seorang ulama Nasrani, dan orang itu berkata
kepadanya, "Tahukah kamu, manakah di antara kedua tempo yang diselesaikan
oleh Musa? Saya menjawab, "Tidak tahu." Dan memang saat itu saya tidak
mengetahui kisah tersebut, lalu saya bersua dengan Ibnu Abbas dan menceritakan
kepadanya tentang pertanyaan orang Nasrani itu. Ibnu Abbas menjawab,
"Tidakkah kamu tahu bahwa masa delapan tahun merupakan suatu kewajiban
bagi Nabi Musa untuk menunaikannya? Ia tidak mengurangi sedikit pun dari
delapan tahun. Dan Musa mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan baginya akan
menyelesaikan masa yang telah dijanjikan itu, dan akhirnya Musa menyelesaikan
masa sepuluh tahun tersebut."
Kemudian aku bersua kembali dengan
orang Nasrani tersebut, maka kuceritakan kepadanya hal tersebut. Lalu orang
Nasrani itu berkata, "Orang yang engkau tanyai dan menceritakan kepada
engkau akan hal itu adalah orang yang lebih alim (mengetahui) tentang hal
tersebut daripada engkau." Saya berkata, "Bahkan lebih mulia dan
lebih utama."
Setelah Musa berjalan membawa
keluarganya dan terjadilah peristiwa api dan tongkat serta tangannya, seperti
apa yang telah disebutkan kisahnya oleh Allah Swt. kepadamu di dalam Al-Qur'an,
maka Musa mengadu kepada Tuhannya tentang apa yang ia takuti dari Fir'aun dan
bala tentaranya menyangkut peristiwa pembunuhan yang dilakukannya. Musa
pun mengadu kepada Tuhannya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya
lisan (lidah) Musa mengalami kekakuan yang membuatnya tidak dapat berbicara
terlalu banyak. Dan Musa meminta kepada Tuhannya agar ia dibantu oleh
saudaranya (yaitu Harun) yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap
banyak perkataan yang ia tidak dapat mengungkapkannya secara fasih.
Maka Allah mengabulkan
permintaannya dan melepaskan kekakuan lidahnya, lalu Allah menurunkan wahyu
kepada Harun dan memerintahkan kepada Musa agar menemui Harun. Maka Musa
berangkat dengan membawa tongkatnya sampai bersua dengan Harun a.s., setelah
itu keduanya berangkat menuju negeri tempat Fir'aun berada.
Keduanya sampai di depan pintu
istana Fir'aun dan berdiam selama beberapa lama karena tidak di beri izin untuk
masuk, kemudian keduanya diberi izin sesudah mendapat rintangan yang sangat
keras. Lalu keduanya berkata, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
{إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ}
Sesungguhnya kami berdua
adalah utusan Tuhanmu. (Thaha: 47)
Fir'aun bertanya, "Siapakah
Tuhan kamu berdua?" Keduanya menjawab Fir'aun denganjawaban seperti yang
dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an kepada kita.
Fir'aun bertanya, "Lalu
apakah yang kamu berdua inginkan?" Fir'aun teringat akan peristiwa
pembunuhan yang telah dilakukan oleh Musa, tetapi ia tidak dapat mengatakannya
karena pembicaraan telah mengarah ke topik lain. Musa menjawab, "Saya
menginginkan agar engkau beriman kepada Allah dan melepaskan kaum Bani Israil
untuk pergi bersama kami."
Fir'aun menolak permintaan Musa
dan berkata, "Datangkanlah suatu tanda (mukjizat jika engkau termasuk
orang-orang yang benar." Maka Musa melemparkan tongkatnya, tiba-tiba
tongkatnya berubah ujud menjadi ular yang besar seraya mengangakan mulutnya
merayap dengan cepat menuju ke arah Fir'aun.
Ketika Fir'aun melihat ular
besar itu menuju ke arahnya, ia takut dan lari dari singgasananya, lalu meminta
tolong kepada Musa agar menahan ular itu supaya tidak menyerangnya. Musa
melakukan apa yang diminta oleh Fir'aun, kemudian Musa mengeluarkan tangannya
dari kantongnya; maka tangan Musa kelihatan putih bersinar bukan karena
penyakit. Lalu Musa mengembalikan tangannya ke dalam kantongnya, maka warna
tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun bermusyawarah dengan
para pejabat yang ada di sekitarnya, menanggapi apa yang telah dilihatnya. Maka
mereka berkata kepada Fir'aun, seperti yang diceritakan oleh Firman-Nya:
{يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ
أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى}
Dua orang ini adalah
benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan
sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. (Thaha: 63)
Yakni bertujuan hendak
melenyapkan kerajaan mereka yang menjadi tempat hidup mereka. Fir'aun dan
orang-orang terdekatnya menolak, tidak mau memberikan kepada Musa sesuatu pun
yang dimintanya. Bahkan mereka berkata kepada Fir'aun, "Kumpulkanlah semua
ahli sihir yang banyak didapat di negerimu untuk menghadapi dua orang ini,
sampai sihirmu menang atas sihir keduanya."
Maka Fir'aun mengirimkan
utusannya ke berbagai kota besar, dan terhimpunlah semua ahli sihir yang
benar-benar pakar, mereka menghadap kepada Fir'aun. Setelah para ahli sihir itu
datang di hadapan Fir'aun, maka mereka bertanya,"Perbuatan apakah yang
telah dilakukan oleh ahli sihir ini (Musa)?" Fir'aun menjawab, "Dia
dapat membuat ular." Para ahli sihir berkata, "Tidak, demi Tuhan,
tiada seorang pun di muka bumi ini yang dapat menyihir tali dan tongkat menjadi
ular seperti yang biasa kami lakukan. Maka imbalan apakah yang akan engkau
berikan kepada kami jika kami menang?" Fir'aun berkata kepada mereka,
"Kalian akan menjadi orang-orang terdekatku dan kuanggap kalian sebagai
kerabatku, dan aku akan memenuhi segala sesuatu yang kalian sukai." Maka
Musa dan para ahli sihir itu mengadakan suatu janji pertemuan pada hari raya,
dan hendaknya pertandingan mereka disaksikan oleh semua orang di waktu duha.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan,
Ibnu Abbas mengatakan kepadanya bahwa yang dimaksud dengan hari raya itu adalah
hari Asyura; pada hari itu Allah Swt. memenangkan Musa atas Fir'aun dan
para ahli sihirnya.
Setelah mereka bertemu di suatu
lapangan yang luas, maka orang-orang yang menyaksikan sebagian dari mereka
mengatakan kepada sebagian yang lain, "Marilah kita berangkat untuk
menyaksikan pertandingan ini."
{لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِنْ
كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ}
semoga kita mengikuti
ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang. (Asy-Syu'ara: 40)
Yang mereka maksudkan dengan
ahli sihir ialah Musa dan Harun. Mereka katakan kalimat ini dengan nada
memperolok-olokkan keduanya.
{إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ
نَحْنُ الْمُلْقِينَ. قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا
أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ
عَظِيمٍ}
Ahli-ahli sihir berkata,
"Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang
akan melemparkan?” Musa menjawab, "Lemparkanlah (lebih dahulu)" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka
menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka
mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). (Al-A'raf: 115-116)
Musa menyaksikan hasil dari
sihir mereka, dan dalam hatinya ia merasa takut, lalu Allah mewahyukan
kepadanya, "Lemparkanlah tongkatmu!" Setelah Musa melemparkan
tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar sedang
mengangakan mulutnya.
Maka tongkat-tongkat dan
tali-tali tukang sihir itu menjadi satu membentuk suatu untaian dan menuju ke
arah ular besar, lalu masuk ke dalam mulutnya, sehingga tiada suatu tongkat pun
dan tiada seutas tali pun dari rekayasa tukang-tukang sihir Fir'aun melainkan
ditelan oleh ular besar Nabi Musa. Melihat pemandangan tersebut para ahli sihir
berkata, "Seandainya apa yang dibuat oleh Musa ini adalah sihir, tentulah
ia tidak akan sampai melakukan demikian terhadap sihir kami. Tetapi hal ini
tiada lain dari Allah Swt. belaka, maka kami beriman kepada Allah dan kepada
apa yang disampaikan oleh Musa dari sisi Allah, dan kami bertobat kepada Allah
dari segala perbuatan kami terhadap Musa."
Allah mematahkan tulang punggung
Fir'aun di tempat tersebut, demikian pula para pendukungnya. Perkara hak telah
menang, dan batallah semua upaya yang telah mereka lakukan.
{فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا
صَاغِرِينَ}
Maka mereka kalah di tempat
itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (Al-A'raf:
119)
Saat itu istri Fir'aun tampak
dengan pakaian yang merendahkan diri, berdoa kepada Allah untuk kemenangan Musa
atas Fir'aun dan para pembantunya. Tetapi orang dari kalangan keluarga Fir'aun
yang melihatnya pasti menduga bahwa istri Fir'aun sedang berdoa untuk
kemenangan Fir'aun serta para pembantunya, dan sesungguhnya kesedihan dan
kesusahan yang dialaminya hanyalah semata-mata karena kasihan kepada Musa.
Sudah cukup lama Musa
menanti-nanti janji Fir'aun yang selalu dusta. Manakala Musa mendatangkan suatu
mukjizat atas permintaan Fir'aun yang menjanjikan kepadanya bahwa jika mukjizat
itu diperlihatkan, maka ia bersedia melepaskan kepergian Bani Israil
bersamanya; tetapi bila mukjizat itu telah ditampakkan, Fir'aun mengingkari
janjinya.
Fir'aun berkata kepada Musa,
"Apakah Tuhanmu mampu mem-perbuat hal selain ini?" Maka Allah
mengirimkan pada kaum Fir'aun banjir, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai
tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas. Setiap kali datang suatu mukjizat,
Fir'aun mengadu kepada Musa agar melenyapkan mukjizat tersebut dan berjanji kepadanya
akan melepaskan kepergian Bani Israil bersamanya. Tetapi bila telah
dilenyapkan, Fir'aun kembali mengingkari janjinya. Hingga akhirnya Allah
memerintahkan kepada Musa agar membawa pergi kaum Bani Israil bersamanya. Maka
Musa berangkat membawa mereka di malam hari.
Pada keesokan harinya Fir'aun
melihat bahwa kaum Bani Israil telah pergi. Maka ia mengumpulkan semua
prajuritnya dari kota-kota besar, lalu ia mengejar Musa dan kaumnya dengan
membawa pasukan yang besar. Allah mewahyukan kepada laut, 'Apabila hamba-Ku
Musa memukulmu dengan tongkatnya, membelahlah kamu menjadi dua belas belahan,
agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dapat melaluimu. Setelah itu
menyatulah kamu dengan menenggelamkan orang-orang yang datang sesudah mereka,
yaitu Fir'aun dan pasukannya."
Musa lupa memukul laut itu
dengan tongkatnya. Ketika ia sampai di tepi laut itu, saat itu laut
bergelombang besar karena ketakutan akan dipukul oleh Musa dengan tongkatnya,
padahal Musa lupa. Dengan demikian, berarti Musa melanggar perintah Allah.
Ketika kedua golongan saling
melihat dan keduanya makin mendekat, teman-teman Musa berkata,
"Sesungguhnya kita sekarang hampir terkejar, maka lakukanlah apa yang
telah diperintahkan oleh Tuhanmu, sesungguhnya Dia tidak berdusta dan kamu pun
bukan pendusta."
Musa berkata, "Tuhanku
telah menjanjikan kepadaku bahwa jika aku sampai di tepi laut, maka laut akan
membelah menjadi dua belas jalan agar aku dapat melewatinya." Saat itulah
Musa ingat akan tongkatnya, lalu ia pukulkan ke laut itu di saat bagian depan
pasukan Fir'aun telah berada di dekat bagian belakang kaum Musa. Maka laut itu
terbelah seperti apa yang telah diperintahkan oleh Tuhannya dan seperti yang
telah dijanjikan oleh Musa.
Setelah Musa dan orang-orang
yang bersamanya telah melalui laut itu, dan Fir'aun bersama pasukannya telah
masuk ke dalam laut, maka laut menyatu kembali, menenggelamkan mereka sesuai
dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Setelah Musa melewati laut itu,
teman-temannya berkata, "Sesungguhnya kami merasa khawatir bila Fir'aun
masih belum ditenggelamkan dan kami masih belum percaya bahwa ia telah
ditenggelamkan."
Maka Musa berdoa kepada
Tuhannya, dan Allah mengeluarkan tubuh Fir'aun yang telah mati dari laut itu
sehingga mereka percaya akan kematiannya. Sesudah mereka selamat dari kejaran
Fir'aun dan bala tentaranya, mereka melewati suatu kaum. Kaum itu sedang
melakukan penyembahan kepada berhala mereka.
{قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا
كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ
مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Bani Israil berkata,
"Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” Musa
menjawab.”Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat
Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang
dianutnya. (Al-A'raf: 138-139), hingga akhir ayat.
Kalian telah melihat dan
mendengar pelajaran-pelajaran yang cukup untuk dijadikan pegangan bagi kalian.
Musa melanjutkan perjalanannya
membawa kaumnya, lalu Musa menempatkan mereka di suatu tempat dan ia berkata
kepada mereka, "Taatlah kalian kepada Harun, karena sesungguhnya aku telah
mengangkatnya sebagai pengganti diriku untuk mengatur kalian. Sesungguhnya aku akan
pergi menemui Tuhanku." Musa memberinya tempo tiga puluh hari, bahwa
setelah itu ia akan kembali kepada mereka.
Setelah Musa sampai ke tempat
yang telah dijanj ikan oleh Tuhannya, maka sebelum Musa berbicara dengan
Tuhannya, ia melakukan puasa terlebih dahulu selama tiga puluh hari secara
terus-menerus siang dan malam. Musa tidak suka berbicara kepada Tuhannya ketika
mulutnya sedang bau karena puasa yang dilakukannya. Maka Musa mengambil sesuatu
dari tetumbuhan yang ada di situ dan mengunyahnya. Lalu Tuhannya befirman
kepadanya —padahal Dia Maha Mengetahui tentang apa yang dilakukannya—,
"Mengapa kamu berbuka?" Musa menjawab, "Wahai Tuhanku,
sesungguhnya saya tidak suka berbicara dengan-Mu melainkan bila mulut saya enak
baunya."
Allah Swt. berfirman,
"Tidakkah engkau ketahui, hai Musa, sesungguhnya bau mulut orang yang
sedang puasa itu harum menurutKu daripada bau minyak misk (kesturi).
Sekarang ulangilah puasamu sebanyak sepuluh hari, kemudian kembalilah kamu
kepada-Ku."
Musa melakukan apa yang
diperintahkan oleh Tuhannya. Setelah kaumnya melihat bahwa Musa tidak kembali
kepada mereka dalam waktu yang tepat seperti yang dijanjikannya, maka mereka
merasa gelisah dan kecewa. Harun sebelum itu telah berkhotbah kepada mereka
seraya mengatakan, "Sesungguhnya kalian telah diselamatkan dari negeri
Mesir, sedangkan di tangan kalian masih ada barang pinjaman dan barang titipan
milik kaum Fir'aun. Begitu pula sebaliknya, milik kalian masih ada yang
tertinggal di tangan mereka. Menurutku, sebaiknya kalian merelakan barang
kalian yang ada pada mereka. Tetapi aku tidak menghalalkan kepada kalian barang
titipan atau barang pinjaman mereka yang ada di tangan kalian. Kita juga tidak
akan mengembalikannya kepada mereka barang sedikit pun serta tidak pula
memilikinya buat diri kita sendiri."
Lalu Harun membuat suatu galian
dan memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai barang atau perhiasan
titipan atau pinjaman dari kaumnya Fir'aun untuk melemparkannya ke dalam galian
itu. Lalu semua barang itu dibakar dengan api dalam galian tersebut. Harun
berkata, "Biarkanlah barang-barang ini tidak menjadi milik kita dan tidak
pula milik mereka."
Saat itu Samiri yang berasal
dari kaum penyembah sapi yang hidup bertetangga dengan kaum Bani Israil —tetapi
ia bukan berasal dari kaum Bani Israil— ikut bersama mereka. Samiri yang
menggabungkan diri bersama Musa dan Bani Israil saat mereka berangkat, telah
ditakdirkan baginya dapat melihat suatu jejak. Lalu ia memungut segenggam tanah
dari bekas jejak itu dan membawanya pergi. Ketika ia bersua dengan Harun, Harun
berkata kepadanya, "Hai Samiri, mengapa engkau tidak melemparkan apa yang
ada di tanganmu itu?" Samiri menggenggam erat tanah tersebut tanpa ada
seorang pun yang mengetahuinya selama itu, hanya Harunlah yang melihatnya.
Samiri menjawab, "Ini
adalah segenggam tanah bekas jejak rasul (Jibril) yang membimbing kalian
melewati laut itu. Aku tidak akan melemparkannya walau bagaimanapun, kecuali
jika engkau berdoa kepada Allah bahwa jika barang ini kulemparkan ke dalam api
itu Dia akan menjadikannya sesuatu menurut apa yang kukehendaki." Harun
menyetujuinya. Maka Samiri melemparkan tanah bekas jejak rasul itu ke dalam api
dan Harun berdoa memohon kepada Allah.
Samiri berkata, "Saya
menginginkan agar ia menjadi anak lembu." Maka terhimpunlah semua barang
dan perhiasan yang ada di dalam galian itu, baik yang berupa emas, tembaga,
atau pun besi;, lalu membentuk menjadi seekor anak lembu yang berongga, tetapi
tanpa roh dan hanya ada suaranya saja.
Ibnu Abbas mengatakan,
"Tidak, demi Allah, anak lembu itu sama sekali tidak bersuara, melainkan
suaranya itu akibat pengaruh angin yang masuk dari duburnya, kemudian keluar
dari mulutnya; karenanya maka bersuara.
Maka kaum Bani Israil
berpecah-belah menjadi banyak golongan. Segolongan di antara mereka mengatakan,
"Hai Samiri, apakah ini?" Kamu lebih mengetahui tentangnya."
Samiri menjawab, "Ini adalah tuhan kalian, tetapi Musa sesat jalan."
Sebagian dari mereka mengatakan, "Kami tidak mau mendustakan ini hingga
Musa kembali kepada kita. Jika patung anak lembu ini benar-benar tuhan kita,
tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya dan kita tidak dapat berbuat apa-apa
lagi terhadapnya. Dan jika patung lembu ini bukan tuhan kita, maka kita
mengikuti Musa."
Segolongan lain mengatakan,
"Ini adalah perbuatan setan. Ini bukan tuhan kita, kami tidak percaya dan
tidak membenarkannya." Ternyata ada segolongan dari mereka yang
terpengaruh oleh Samiri dan mempercayai apa yang dikatakannya tentang patung
anak lembu itu, akhirnya mereka secara terang-terangan mendustakan Musa. Maka
Harun berkata kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ
وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ}
Hai kaumku, sesungguhnya
kalian itu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhan
kalian ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku. (Thaha: 90)
Mereka menjawab, "Lalu
mengapa Musa telah menjanjikan kepada kami tiga puluh hari, kemudian dia
mengingkarinya? Sekarang telah berlalu masa empat puluh hari." Orang-orang
yang kurang akalnya dari kalangan mereka mengatakan bahwa Musa keliru mencari
Tuhannya, sekarang dia sedang mencari dan menelusuri-Nya.
Setelah Allah berfirman kepada
Musa dan mengajaknya berbicara langsung serta menceritakan kepadanya apa yang
telah dialami oleh kaumnya sesudah kepergiannya.
{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ
أَسِفًا}
Kemudian Musa kembali kepada
kaumnya dengan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86)
Lalu Musa berkata kepada mereka,
seperti yang kalian dengan kisahnya di dalam Al-Qur'an, kata Ibnu Abbas.
Musa menarik kepala (jenggot)
saudaranya (Harun) mendekat ke dirinya dan membanting luh-luh-nya. karena
marah. Tetapi pada akhirnya Musa memaafkan saudaranya karena saudaranya
mengemukakan alasan yang benar, lalu Musa memohonkan ampun buat saudaranya.
Sesudah itu Musa pergi menemui
Samiri dan berkata kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat
demikian?" Samiri menjawab, "Saya memungut segenggam tanah dari bekas
telapak utusan Allah (Jibril), dan saya mengetahui hikmahnya, tetapi saya sembunyikan
dari kalian.
{وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي قَالَ
فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ
مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ
عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا}
lalu aku melemparkannya, dan
demikianlah nafsuku membujukku.” Berkata Musa, "Pergilah kamu. maka
sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh (aku)'. Dan
sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak
dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu yang kamu tetap menyembahnya.
Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan
menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).” (Thaha:
96-97)
Seandainya dia benar-benar
tuhan, tentulah nasibnya tidak akan demikian. Akhirnya kaum Bani Israil sadar
bahwa diri mereka tertimpa fitnah, dan mereka iri kepada orang-orang yang
sependapat dengan Harun.
Maka mereka berkata kepada
golongannya, "Hai Musa, mintakanlah kepada Tuhanmu agar Dia membukakan
pintu tobat buat kami. Kami akan bertobat dan Dia akan menghapuskan dosa
perbuatan kami." Maka Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
tujuan tersebut, mereka adalah dari kalangan orang-orang Bani Israil yang
terpilih dan tidak ikut musyrik menyembah anak lembu. Kemudian Musa membawa
mereka pergi untuk meminta tobat, tetapi bumi berguncang sehingga Musa merasa
malu terhadap kaumnya dan delegasi yang dibawanya saat mereka mendapat balasan
seperti itu. Maka Musa berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ
قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا}
Ya Tuhanku, kalau Engkau
kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah
Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akalnya di
antara kami. (Al-A'raf: 155)
Di antara mereka terdapat orang
yang isi hatinya dirasuki oleh kecintaan menyembah anak lembu dan beriman kepadanya,
karena itulah bumi berguncang menggoyahkan mereka. Maka Allah Swt. berfirman:
{وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ
بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ
الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيل}
dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil. (Al-A'raf: 156-157)
Musa berkata, "Ya Tuhanku,
aku memohon kepada-Mu tobat bagi umatku, tetapi Engkau berfirman,'Sesungguhnya
rahmat-Ku, Aku tetapkan untuk orang-orang selain dari kaumku.' Maka mengapa
tidak Engkau tangguhkan kemunculanku hingga tiba masanya umat lelaki tersebut
yang dirahmati, lalu baru Engkau memunculkan diriku?" Allah berfirman
kepada mereka, bahwa sesungguhnya cara tobat mereka ialah hendaknya setiap
lelaki dari mereka membunuh lelaki lainnya yang dijumpainya, baik ia sebagai
orang tua atau pun anaknya; dan hendaklah ia membunuhnya dengan pedang, tanpa
memperdulikan siapa yang dibunuhnya di tempat itu; juga menerima tobat
orang-orang yang tersembunyi dari pengetahuan Musa dan Harun, tetapi Allah
mengetahui mereka. Mereka mengakui dosanya dan mengerjakan apa yang
diperintahkan kepada mereka, akhirnya Allah mengampuni orang yang membunuh dan
orang yang terbunuh (dari kalangan mereka).
Selanjutnya Musa membawa mereka
menuju ke arah Baitul Maqdis; Musa memungut kembali luh-luh-nya sesudah
amarahnya reda, lalu Musa memerintahkan kepada mereka agar mengerjakan
tugas-tugas yang telah diperintahkan oleh Allah melaluinya agar disampaikan
kepada mereka. Akan tetapi, hal itu terasa berat oleh mereka. Akhirnya rfiereka
menolak, tidak mau mengakuinya. Maka Allah menjebol sebuah gunung dan
mengangkatnya di atas mereka, sehingga gunung itu seakan-akan menjadi naungan yang
mahabesar, lalu didekatkan kepada mereka sehingga mereka takut tertimpa gunung
itu. Akhirnya mereka terpaksa memegang Al-Kitab itu dengan tangan kanan mereka
sebagai pertanda bahwa mereka mau mengamalkannya, sedangkan mata mereka tertuju
kepada gunung itu. Kitab itu mereka pegang di tangan mereka sambil menjauhkan
diri dari gunung tersebut karena khawatir akan menimpa mereka, setelah itu
mereka melanjutkan perjalanannya.
Setelah sampai di Baitul Maqdis,
mereka menjumpai bahwa kota tersebut telah dikuasai oleh kaum yang berlaku
sewenang-wenang; dan bentuk tubuh mereka sangatlah besar, sehingga disebutkan
bahwa buah-buahan yang dimakan oleh mereka bukan main besarnya.
Kaum Bani Israil berkata,
"Hai Musa, sesungguhnya di dalam kota Baitul Maqdis terdapat suatu kaum
yang berlaku sewenang-wenang, tiada kekuatan bagi kami untuk melawan mereka.
Kami tidak berani memasukinya selagi mereka masih ada di dalamnya; kecuali jika
mereka pergi meninggalkannya, maka barulah kami mau memasukinya."
Dua orang lelaki dari kalangan
kaum yang ditakuti oleh mereka itu —yang ketika ditanyakan kepada Yazid siapa
mereka itu, maka Yazid menjawab bahwa mereka dari kalangan kaum yang
sewenang-wenang tersebut— berkata," Kami beriman kepada Musa."
Keduanya keluar dari kota itu
dan menuju ke tempat Musa, lalu berkata kepadanya, "Kami lebih mengetahui
tentang kaum kami. Kalian ini hanyalah memandang dari segi postur tubuh mereka
yang besar-besar, juga peralatan perang mereka, sehingga kalian takut kepada
mereka. Padahal sesungguhnya hati mereka pengecut dan tidak mempunyai kekuatan
bela diri. Maka masuklah kalian dari pintu gerbangnya; jika kalian memasukinya,
sesungguhnya kalian akan beroleh kemenangan atas mereka."
Sebagian orang berpendapat bahwa
kedua orang tersebut adalah dari kalangan kaum Musa sendiri. Kemudian
orang-orang yang merasa takut dari kalangan kaum Bani Israil mengatakan,
seperti yang disebutkan oleh Firman-Nya:
{ [قَالُوا] يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ
نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا
إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ}
Mereka berkata ' Hai Musa,
kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di
dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu; dan berperanglah kamu
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.”(Al-Maidah: 24)
Hal itu membuat Musa murka. Maka
ia berdoa kepada Allah untuk kebinasaan mereka yang membangkang, dan dalam
doanya Musa menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang fasik (pembangkang).
Sebelumnya Musa tidak pernah mendoakan buat kebinasaan mereka, hal itu
dilakukannya setelah ia melihat kedurhakaan mereka dan sikap mereka yang jahat
pada hari itu. Allah memperkenankan permohonan Musa dan menamakan mereka dengan
sebutan yang telah diberikan oleh Musa, yaitu bahwa mereka adalah orang-orang
fasik. Dan Allah mengharamkan Baitul Maqdis bagi mereka selama empat puluh
tahun; yang selama itu mereka tersesat di muka bumi tanpa mengetahui jalan
pulang. Setiap harinya mereka selalu berjalan mencari jalan untuk kembali,
tidak pernah menetap di suatu tempat pun.
Di Padang Tih mereka tersesat,
dan awan selalu menaungi mereka (dari sengatan matahari yang terik); lalu Allah
menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa, serta menjadikan
pakaian mereka tidak pernah kumal dan tidak pernah kotor. Allah menjadikan
sebuah batu segi empat di hadapan mereka, lalu memerintahkan kepada Musa agar
memukulnya dengan tongkatnya. Maka mengalirlah darinya dua belas mata air;
setiap sisi dari batu segi empat itu memancarkan tiga mata air.
Musa memberitahukan kepada
tiap-tiap kabilah dari kaumnya akan tempat minumnya masing-masing (mereka semua
terdiri atas dua belas kabilah). Tidak sekali-kali mereka berangkat dari suatu
tempat untuk mencari jalan keluar dari padang Tih itu. melainkan menjumpai batu
segi empat itu berada di hadapan mereka lagi dan di tempat yang sama dengan
kemarinnya.
Ibnu Abbas me-rafa'-kan hadis
ini sampai kepada Nabi Saw. Dan sebagai buktinya, menurutku ialah bahwa pada
suatu hari Mu'awiyah mendengar sahabat Ibnu Abbas menceritakan hadis ini. Lalu
Mu'awiyah mengingkarinya sehubungan dengan peristiwa orang Qibti yang
menceritakan rahasia Musa di hadapan Fir'aun tentang peristiwa pembunuhan
tersebut. Mu'awiyah mengatakan, '"Mana mungkin si orang Qibti itu yang
membeberkan rahasia Musa, padahal dia tidak mengetahui peristiwa itu dan dia
tidak ada di tempat saat kejadiannya selain orang Bani Israil dan orang Qibti
yang dibunuh oleh Musa."
Maka Ibnu Abbas marah, lalu
menarik tangan Mu'awiyah dan membawanya pergi menuju ke rumah Sa'd ibnu Malik
Az-Zuhri. Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Hai Abu Ishaq (nama
panggilan Sa'd), apakah engkau masih ingat hari ketika Rasulullah Saw.
menceritakan kepada kita tentang kisah pembunuhan yang dilakukan oleh Musa
terhadap salah seorang dari keluarga Fir'aun, juga kisah tentang seorang Bani
Israil yang membeberkan rahasia Musa di hadapan seorang keluarga Fir'aun
lainnya?"
Sa'd ibnu Malik Az-Zuhri
menjawab bahwa sesungguhnya orang yang membeberkan rahasia pembunuhan yang
dilakukan oleh Musa adalah seorang dari keluarga Fir'aun lainnya yang telah
mendengar rahasia kejadian itu dari seorang Bani Israil yang sedang bertengkar
dengannya, sedangkan orang tersebutlah yang terlibat dalam peristiwa itu
."
Demikianlah menurut apa yang
telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Sunanul Kubra-nya. Abu
Ja'far ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan hadis ini di dalam
kitab tafsirnya masing-masing melalui hadis Yazid ibnu Harun dengan sanad yang
sama. Hadis ini mauquf hanya sampai pada Ibnu Abbas. yakni merupakan
perkataan Ibnu Abbas. Dan tiada yang marfu' dari hadis ini kecuali hanya
sebagian kecil saja. Seakan-akan kisah ini diterima oleh Ibnu Abbas dari Ka'bul
Ahbar dan termasuk salah satu dari kisah israiliyat yang boleh dinukil, atau
barangkali bukan dari kisah israiliyat. Hanya Allah-lah yang mengetahui
kebenarannya.
Saya pernah mendengar guru kami
(yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-mazi) mengatakan hal yang sama.
Thaha, ayat 40-44
{فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي
أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَا مُوسَى (40) وَاصْطَنَعْتُكَ
لِنَفْسِي (41) اذْهَبْ أَنْتَ وَأَخُوكَ بِآيَاتِي وَلا تَنِيَا فِي ذِكْرِي (42)
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا
لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44) }
maka kamu
tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut
waktu yang ditetapkan, hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.
Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu
berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.
Allah berfirman kepada Musa,
bahwa sesungguhnya dia akan bermukim di tengah-tengah penduduk Madyan setelah
melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan para pembantunya. Selama itu ia
menggembalakan ternak mertuanya sehingga masa kerjanya habis dan kontrak
kerjanya selesai.
Kemudian Musa datang sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh takdir dan kehendak Allah tanpa ada
perjanjian terlebih dahulu; segala sesuatu itu berjalan atas kehendak Allah
Swt. Dialah Yang Mengatur dan Menjalankan urusan hamba-hamba-Nya dan hal ikhwal
makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itulah disebutkan
oleh firman-Nya:
{ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَا [مُوسَى] }
kemudian kamu datang menurut
waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40)
Mujahid mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah menurut janji yang ditetapkan.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kamu
datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40) Bahwa makna
yang dimaksud ialah sesuai dengan waktu penetapan pengangkatan kerasulan dan
kenabian.
Firman Allah Swt.:
{وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي}
dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku. (Thaha: 41)
Yakni Aku telah mengangkat dan
memilihmu menjadi seorang rasul menurut apa yang Kukehendaki dan apa yang
Kusukai.
Imam Bukhari sehubungan dengan
tafsir ayat ini mengatakan:
حَدَّثَنَا الصَّلْتُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ
مَيْمُونٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ ابن سِيرين عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْتَقَى آدَمُ وَمُوسَى،
فَقَالَ مُوسَى: أَنْتَ الَّذِي أَشْقَيْتَ النَّاسَ وَأَخْرَجْتَهُمْ مِنَ
الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ آدَمُ: وَأَنْتَ الَّذِي اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَتِهِ
وَاصْطَفَاكَ لِنَفْسِهِ، وَأَنْزَلَ عَلَيْكَ التَّوْرَاةَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
قَالَ: فوجدتَه قَدْ كَتَبَ عَليّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي؟ قَالَ: نَعَمْ. فحَجّ
آدَمُ مُوسَى"
telah menceritakan kepada kami
As-Silt ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Mahdi ibnu Maimun, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Adam bersua dengan Musa. Musa berkata,
"Engkaulah orang yang menyengsarakan manusia dan yang menyebabkan mereka
dikeluarkan dari surga.” Adam menjawab, "Engkaulah orang yang dipilih oleh
Allah untuk membawa risalah-Nya dan memilihmu untuk diri-Nya (dekat
dengan-Nya) serta menurunkan kepadamu kitab Taurat." Musa berkata,
"Ya.” Adam berkata, "Aku telah menjumpai hal itu telah tercatat (di
Lauh Mahfuz) untukku sebelum Allah menciptakan aku.” Musa menjawab,
"Ya.” Akhirnya Adam dapat mengalahkan Musa dalam debatnya.
Hadis diketengahkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{اذْهَبْ أَنْتَ وَأَخُوكَ بِآيَاتِي}
Pergilah kamu beserta
saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku. (Thaha: 42)
Yaitu dengan membawa
hujah-hujah-Ku, bukti-bukti, dan mukjizat-mukjizat dari-Ku.
{وَلا تَنِيَا فِي ذِكْرِي}
dan janganlah kamu berdua
lalai dalam mengingat-Ku. (Thaha: 42)
Ali ibnu AbuTalhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu
berdua terlambat.
Menurut Mu jahid, dari Ibnu
Abbas, artinya janganlah kamu berdua lemah.
Makna yang dimaksud ialah bahwa
keduanya diperintahkan oleh Allah untuk terus-menerus mengingat Allah; bahkan
di kala mereka berdua menghadapi Fir'aun, harus tetap ingat kepada Allah.
Dimaksudkan agar mengingat Allah dapat membantu keduanya menghadapi Fir'aun dan
menjadi kekuatan bagi keduanya serta menjadi pengaruh yang dapat mematahkan
Fir'aun, seperti yang telah disebutkan dalam hadis berikut:
"إِنَّ عَبْدِي كُلَّ عَبْدِي لَلَّذِي يَذْكُرُنِي وَهُوَ
مُنَاجِز قِرْنه".
Sesungguhnya hamba-Ku yang
sebenar-benarnya ialah seseorang yang selalu mengingat-Ku saat dia sedang
melaksanakan tugasnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى}
Pergilah kamu berdua kepada
Fir’aun, sesungguhnya dia telah melewati batas. (Thaha:
43)
Yaitu membangkang, berlaku
sewenang-wenang, dan melampaui batas terhadap Allah serta durhaka kepada-Nya.
{فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى}
maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut. (Thaha: 44)
Ayat ini mengandung pelajaran
yang penting, yaitu sekalipun Fir'aun adalah orang yang sangat membangkang dan
sangat takabur, sedangkan Musa adalah makhluk pilihan Allah saat itu, Musa
tetap diperintahkan agar dalam menyampaikan risalah-Nya kepada Fir'aun memakai
bahasa dan tutur kata yang lemah lembut dan sopan santun.
Seperti yang telah diterangkan
oleh Yazid Ar-Raqqasyi saat menafsirkan firman-Nya: maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Ia
mengemukakan perkataan seorang penyair seperti berikut:
يَا مَنْ يَتَحَبَّبُ إِلَى مَنْ يُعَادِيهِ فَكَيْفَ بِمَنْ
يَتَوَلَّاهُ وَيُنَادِيهِ؟
Wahai
orang yang bertutur lemah lembut kepada orang yang memusuhinya, maka
bagaimanakah ia bertutur kata dengan orang yang menyukai dan mendambakannya (yakni tak
terbayangkan kelembutan tutur katanya)?
Wahb ibnu Munabbih telah
mengatakan sehubungan dengan pengertian ini, "Sesungguhnya aku lebih
banyak memaaf dan mengampuninya daripada marah dan menghukuminya."
Dari Ikrimah, telah disebutkan
sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Yakni ucapan "Tidak
ada Tuhan selain Allah".
Amr ibnu Ubaid telah
meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha:
44) Yaitu Musa diperintahkan untuk menyampaikan kepada Fir'aun kalimat berikut,
"Sesungguhnya engkau mempunyai Tuhan, dan engkau mempunyai tempat kembali,
dan sesungguhnya di hadapanmu ada surga dan neraka."
Baqiyyah telah meriwayatkan dari
Ali ibnu Harun, dari seorang lelaki, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari An-Nizal
ibnu Sabrah, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Bahwa
yang dimaksud dengan layyinan ialah dengan kata-kata sindiran (bukan dengan
kata-kata terus terang).
Hal yang sama telah diriwayatkan
dari Sufyan As-Sauri, bahwa sebutlah dia dengan julukan Abu Murrah.
Pada garis besarnya pendapat
mereka menyimpulkan bahwa Musa dan Harun diperintahkan oleh Allah Swt. agar
dalam dakwahnya kepada Fir'aun memakai kata-kata yang lemah lembut, sopan
santun, dan belas kasihan; Dimaksudkan agar kesannya lebih mendalam dan lebih
menggugah perasaan serta dapat membawa hasil yang positif. Seperti yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain yang mengatakan:
{ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ}
Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baikdan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى}
mudah-mudahan ia ingat atau
takut. (Thaha: 44)
Yakni barangkali saja Fir'aun
sadar dari kesesatannya yang membinasakan dirinya itu, atau ia menjadi takut
kepada Tuhannya, akhirnya ia mau taat kepada-Nya. Seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا }
bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62)
Orang yang mau mengambil
pelajaran akan sadar dan menghindari hal-hal yang terlarang, sedangkan rasa
syukur ini timbul dari rasa takut kepada Allah dan sebagai ungkapan terima
kasih kepada-Nya, akhirnya ia mengerjakan ketaatan kepada-Nya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha:
44) Yakni janganlah kamu berdua mendoakan kebinasaan untuknya sebelum kamu
mengemukakan alasanmu kepadanya.
Sehubungan dengan hal ini saya
akan mengemukakan syair Zaid ibnu Amr ibnu Nufail yang telah diriwayatkan oleh
Ibnu Ishaq, menyitir kata-kata Umayyah ibnu Abus Silt:
وَأَنْتَ الَّذِي مِنْ
فَضْلِ مَنٍّ وَرَحْمَةٍ ... بَعَثْتَ إِلَى مُوسَى رَسُولًا مُنَادِيًا ...
فَقُلْتَ لَهُ يَا اذْهَبْ
وهارون فادعُوَا ... إلى الله فرعون الذي كان بَاغِيَا ...
فَقُولَا لَهُ هَلْ أَنْتَ
سَوَّيْتَ هَذِهِ ... بِلَا وَتَدٍ حَتَّى اسْتَقَلَّتْ كَمَا هِيَا ...
وُقُولَا له أأنت رَفَّعت
هذه ... بلا عمد? أرفق إِذَنْ بِكَ
بَانِيَا ...
وَقُولَا لَهُ آأَنْتَ
سَوَّيْتَ وَسْطَهَا ... مُنِيرًا إِذَا مَا جَنَّه اللَّيْلُ هَادِيَا ...
وَقُولَا لَهُ مَنْ يُخْرِجُ
الشَّمْسَ بُكْرَةً ... فَيُصْبِحُ مَا مَسَّتْ مِنَ الْأَرْضِ ضَاحِيَا ...
وَقُولَا لَهُ مَنْ يُنْبِتُ
الْحَبَّ فِي الثَّرَى ... فَيُصْبِحُ مِنْهُ الْبَقْلُ يَهْتَزُّ رَابِيَا ...
وَيُخْرِجُ مِنْهُ حَبَّهُ
فِي رُءُوسِهِ فَفِي ذَاكَ آيَاتٌ لِمَنْ كَانَ وَاعِيَا
Engkaulah
yang memberikan anugerah dan rahmat kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau
telah mengutus Musa sebagai rasul yang menyeru (Fir'aun untuk menyembah-Mu).
Maka
Engkau berfirman kepadanya, "Pergilah kamu beserta Harun, serulah Fir’aun
untuk menyembah Allah, dia adalah orang yang melampaui batas.
Katakanlah
olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau mampu menghamparkan bumi ini tanpa
pasak sehingga ia dapat terhampar seperti sekarang?'
Dan
katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah kamu mampu meninggikan langit ini
tanpa tiang penyangga? Kalau begitu, cobalah bangun olehmu sendiri'.
Dan
katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau yang menciptakan
bintang-bintang yang bersinar bila malam hari sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman arah? '
Dan
katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Siapakah yang menerbitkan matahari di pagi
hari, sehingga tiada suatu belahan bumi pun yang terkena sinarnya melainkan
tampak dengan jelas?'
Dan
katakanlah olehmu berdua kepadanya, "Siapakah yang menumbuhkah biji-bijian
di bumi, sehingga tumbuhlah tetumbuhan dengan pesatnya, lalu dikeluarkan pula
dari pucuk tetumbuhan itu biji-bijian?"
Dalam
semuanya itu terkandung tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah bagi orang
yang berakal.”
Berkatalah
mereka berdua, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera
menyiksa kami atau akan bertambah melewati batas.”
Allah
berfirman.”Janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun)
Thaha, ayat 45-48
{قَالا رَبَّنَا إِنَّنَا
نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى (45) قَالَ لَا تَخَافَا
إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى (46) فَأْتِيَاهُ فَقُولا إِنَّا رَسُولا
رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْنَاكَ
بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى (47) إِنَّا قَدْ
أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (48) }
dan katakanlah, "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari
Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas
orang-orang yang mendustakan dan berpaling.”
Allah
Swt. menceritakan perihal Musa dan Harun, bahwa keduanya mengadu kepada Allah
Swt. dan memohon perlindungan kepada-Nya:
{إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا
أَوْ أَنْ يَطْغَى}
sesungguhnya
kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melewati batas.
(Thaha: 45)
Keduanya
bermaksud bahwa keduanya merasa takut jika Fir'aun begitu melihat keduanya
langsung menyiksanya atau menangkap keduanya, lalu menghukumnya. Sedangkan
keduanya tidak berhak untuk mendapat sambutan seperti itu.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna farat ialah segera.
Sedangkan menurut Mujahid, Musa dan Harun merasa khawatir bila Fir'aun
menangkap keduanya.
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna Yatga dalam ayat ini
ialah menyerang.
{قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا
أَسْمَعُ وَأَرَى}
Allah
berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu
berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 46)
Maksudnya,
janganlah kamu berdua takut kepada Fir'aun sesungguhnya Aku selalu bersamamu,
Aku mendengar pembicaraanmu dan pembicaraannya, dan Aku melihat tempatmu dan
tempatnya, tiada sesuatu pun dari perkara kalian yang samar bagi-Ku. Dan
ketahuilah olehmu berdua bahwa ubun-ubun (roh) Fir'aun berada di dalam
genggaman kekuasaan-Ku.
Maka
tidaklah ia berbicara, dan tidak bernafas, tidak pula memukul kecuali dengan
seizin-Ku dan sesudah ada perintah dari-Ku. Aku selalu bersamamu melalui
pemeliharaan-Ku, pertolongan dan dukungan-Ku.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari
Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah mengutus Musa kepada Fir'aun, Musa
bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah yang harus aku katakan?" Allah
berfirman, "Katakanlah, 'Hayya syarahiya'." Al-A'masy
menafsirkan kalimat tersebut dengan terjemahan berikut, "Akulah Yang Hidup
sebelum adanya segala sesuatu, dan Akulah yang hidup sesudah segala sesuatu
tiada." Sanad riwayat ini jayyid, tetapi mengandung sesuatu yang garib.
{فَأْتِيَاهُ فَقُولا إِنَّا رَسُولا
رَبِّكَ}
Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun)
dan katakanlah, "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu.” (Thaha:
47)
Dalam
hadis yang menceritakan tentang fitnah-fitnah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
telah disebutkan bahwa Musa dan Harun tinggal beberapa lama di depan pintu
istana Fir'aun tanpa diberi izin untuk masuk, sesudah itu keduanya
diperbolehkan masuk setelah melewati berbagai macam rintangan yang keras.
Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa Musa dan saudaranya Harun berangkat
menemui Fir'aun, lalu keduanya berhenti di depan pintu istana Fir'aun untuk
meminta izin agar keduanya diperbolehkan masuk menemuinya. Keduanya
mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah utusan Tuhan semesta alam, maka
izinkanlah kami masuk untuk menemui Fir'aun."
Menurut
berita yang sampai kepadaku, keduanya tinggal selama dua tahun pulang dan pergi
ke pintu istana tanpa diberi izin untuk masuk. Tiada seorang pun dari kalangan
penjaga pintu istananya yang berani melapor kepada Fir'aun tentang kedatangan
keduanya.
Sehingga
akhirnya masuklah menemui Fir'aun seorang pelawak yang selalu menghiburnya dan
membuatnya tertawa, lalu pelawak itu berkata kepadanya, "Wahai Raja,
sesungguhnya di depan pintu istanamu terdapat seorang lelaki yang mengatakan
kalimat-kalimat yang menakjubkan. Dia menduga bahwa dirinya mempunyai Tuhan
selain engkau yang menyuruhnya untuk menghadap kepadamu." Fir'aun berkata,
meminta ketegasan, "Apakah benar ia telah berada di depan pintu
istanaku?" Si pelawak menjawab, "Ya (tadi saya melihatnya ketika
masuk)." Maka Fir'aun berkata memberikan perintah, "Izinkanlah dia
masuk."
Maka
masuklah Musa bersama Harun ke dalam istana. Musa saat itu memegang tongkatnya.
Setelah keduanya berdiri di hadapan Fir'aun, Musa berkata membuka pembicaraan,
"Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan semesta alam," maka Fir'aun
mengenalinya.
As-Saddi
menceritakan bahwa ketika Musa tiba di negeri Mesir, terlebih dahulu ia bertamu
ke rumah ibunya dan saudaranya, sedangkan keduanya tidak mengenalinya. Hidangan
makan keduanya pada malam itu adalah makanan taf’i, kemudian keduanya
mengenalinya, lalu menyalaminya. Musa berkata kepada saudaranya, "Hai
Harun, sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar mendatangi
Fir'aun ini, lalu menyerunya untuk menyembah Allah, dan Allah memerintahkan
kepadaku agar kamu membantuku."
Harun
menjawab, "Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu."
Maka keduanya berangkat, saat itu hari telah malam, lalu Musa mengetuk pintu
istana Fir'aun dengan tongkatnya, dan Fir'aun mendengarnya (karena suaranya
sangat keras). Fir'aun sangat marah, lalu berkata, "Siapakah orang yang
berani melakukan perbuatan yang kurang ajar ini terhadap diriku?" Maka
para penjaga pintu istana melaporkan bahwa di depan pintu terdapat seorang
lelaki yang gila, mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah. Maka Fir'aun
memerintahkan agar Musa dibawa menghadap kepadanya. Setelah Musa berada di
hadapan Fir'aun, maka Musa dan saudaranya (Harun) mengatakan kepada Fir'aun
hal-hal yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{قَدْ جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ}
Sesungguhnya
kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. (Thaha : 47)
Yakni
bukti dan mukjizat dari Tuhanmu yang membenarkan kerasulan kami.
{وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى}
Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. (Thaha: 47)
Maksudnya,
keselamatan semoga dilimpahkan kepadamu jika kamu mengikuti petunjuk. Karena
itulah ketika Rasulullah Saw. berkirim surat kepada Heraklius (Kaisar Romawi),
di permulaan suratnya beliau menyebutkan:
"بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ
الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، [فَإِنِّي
أَدْعُوكَ بِدَعَايَةِ الْإِسْلَامِ] فَأَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ
أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ".
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad,
utusan Allah, ditujukan kepada Heraklius (pembesar Romawi) "Kesejahteraan semoga terlimpahkan
kepada orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, sesungguhnya aku mengajakmu
kepada seruan Islam, masuk Islamlah, niscaya engkau selamat. Allah pasti memberimu
pahala dua kali lipat.”
Begitu
pula ketika Musailamah berkirim surat kepada Rasulullah Saw. yang teksnya
berbunyi seperti berikut, "Dari Musailamah kepada Rasulullah, semoga
keselamatan terlimpahkan kepadamu. Amma Ba'du, sesungguhnya aku menyaingimu
dalam urusan ini. Maka bagimu adalah daerah perkotaan, sedangkan bagiku adalah
daerah perkampungan (pedalaman), tetapi orang-orang Quraisy adalah kaum yang
melampaui batas." Maka Rasulullah Saw. menjawab suratnya yang isinya
seperti berikut:
"مِنْ مُحَمَّدٍ
رَسُولِ اللَّهِ إِلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ، سَلَامٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ
الْهُدَى، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ"
Dari
Muhammad, utusan Allah, ditujukan kepada Musailamah Al-Kazzab, semoga
kesejahteraan terlimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk. Amma
Ba'du, sesungguhnya bumi itu adalah milik Allah, Dia mewariskannya (memberikannya) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan akibat yang terpuji itu hanyalah
bagi orang-orang yang bertakwa.
Karena
itulah Musa dan Harun berkata kepada Fir'aun, seperti yang dikisahkan oleh
Firman-Nya:
{وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى *
إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya
telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan
berpaling. (Thaha: 47-48)
Dengan
kata lain, Musa bermaksud bahwa Allah telah menceritakan kepada kami di antara
wahyu yang diturunkan-Nya kepada kami, bahwa azab itu akan ditimpakan khusus
kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari ketaatan
kepada-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{فَأَمَّا مَنْ طَغَى * وَآثَرَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى}
Adapun
orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi'at: 37-39)
{فَأَنْذَرْتُكُمْ
نَارًا تَلَظَّى * لَا يَصْلاهَا إِلا الأشْقَى * الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Maka
Kami memperingatkan kalian dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang
masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari
iman). (Al-Lail: 14-16)
Dan
firman Allah Swt.:
{فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى * وَلَكِنْ
كَذَّبَ وَتَوَلَّى}
Dan
ia tidak mau membenarkan (Rasul
dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul)
dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32)
Yaitu
hatinya mendustakan (Rasul) dan perbuatannya berpaling (dari kebenaran).
Thaha, ayat 49-52
{قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا
يَا مُوسَى (49) قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ
هَدَى (50) قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الأولَى (51) قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ
رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى (52) }
Berkata
Fir’aun, 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?” Musa berkata, "Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.” Berkata Fir’aun, "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang
dahulu?” Musa menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di
dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.
Allah Swt. menceritakan tentang
Fir'aun, bahwa ia berkata kepada Musa dengan nada yang ingkar kepada Tuhan yang
menciptakan segala sesuatu, Tuhan segala sesuatu dan Yang menguasai serta
memiliki semuanya, Fir'aun berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى}
Maka siapakah Tuhanmu berdua,
hai Musa? (Thaha: 49)
Maksudnya, siapakah yang
mengutusmu itu; karena sesungguhnya aku tidak mengenal-Nya. dan aku tidak
mengetahui adanya tuhan bagi kalian selain aku sendiri.
{قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ
شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى}
Musa berkata, "Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha:
50)
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
Allah menciptakan bagi tiap-tiap sesuatu pasangannya masing-masing.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuknya sendiri,
keledai dalam bentuknya sendiri, dan kambing dalam bentuknya sendiri.
Lais ibnu Abu Sulaim telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuknya masing-masing.
Ibnu Abu Nujaih telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah menyempurnakan penciptaan segala
sesuatu.
Sa'id ibnu Jubair telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian membennya petunjuk. (Thaha:
50) Yakni Allah memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk yang pantas baginya,
maka Dia tidak menjadikan manusia berbentuk hewan, dan hewan ternak tidak
berbentuk seperti anj ing, anj ing pun tidaklah berbentuk seperti kambing. Dan
Allah memberikan kepada masing-masing apa yang diperlukannya untuk
mengembangbiakkan keturunannya dan segala bentuknya untuk tujuan itu. Tiada
sesuatu pun dari tiap-tiap jenis yang menyerupai lainnya dalam hal bentuk,
rezeki (makanan), dan cara mengembangbiakkan keturunannya.
Sebagian ulama tafsir mengatakan
bahwa Allah memberikan pada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى}
dan yang menentukan kadar (masing-masing; dan memberi petunjuk. (Al-Ala: 3)
Yaitu telah menentukan kadar
masing-masing dan memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya untuk mengerjakannya.
Dengan kata lain, Allah telah menetapkan semua amal perbuatan, ajal, dan
rezekinya masing-masing, kemudian semua makhluk berjalan menurut apa yang telah
digariskan-Nya; mereka tidak dapat menyimpang darinya, dan tidak ada seorang
pun yang mampu menyimpang dari ketentuan tersebut. Disebutkan bahwa Tuhan
kamilah yang menciptakan makhluk dan menetapkan kadar, serta menciptakan watak
masing-masing sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
{قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الأولَى}
Berkata Fir'aun, "Maka
bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?" (Thaha:
51)
Menurut pendapat yang paling
sahih sehubungan dengan makna ayat ini, tatkala Fir'aun mendapat berita dari
Musa bahwa Tuhan yang mengutusnya adalah Tuhan yang menciptakan makhluk,
memberinya rezeki dan menentukan kadar masing-masing serta memberi petunjuk,
maka Fir'aun berdalihkan dengan umat-umat terdahulu. Dengan kata lain,
umat-umat terdahulu yang tidak menyembah Allah. Yakni mengapa mereka —jika
kenyataannya demikian— tidak menyembah Tuhanmu, bahkan mereka menyembah selain-Nya?
Musa berkata kepada Fir’aun,
menjawab ucapannya yang demikian itu, bahwa sekalipun mereka tidak menyembah
Allah, sesungguhnya amal perbuatan mereka dicatat di sisi Allah, dan kelak
Allah akan memberikan balasannya kepada mereka. Catatan yang dimaksud ialah
Lauh Mahfuz dan catatan usia segala sesuatu.
{لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى}
Tuhan kami tidak akan salah
dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52)
Yakni tiada sesuatu pun yang
menyimpang dari ketetapan-Nya, dan tiada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya,
baik yang kecil maupun yang besar, dan Dia tidak pernah lupa kepada sesuatu pun
Dengan kata lain, Musa menggambarkan tentang pengetahuan Allah, bahwa
sesungguhnya pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu, dan bahwa Dia tidak
pernah lupa terhadap sesuatu pun, Mahasuci dan Mahatinggi Allah. Sesungguhnya
pengetahuan makhluk itu masih ada kekurangannya; dua hal yang terpenting di
antaranya yaitu pengetahuannya terhadap sesuatu tidak meliputi, dan yang lain
ialah lupa sesudah mengetahuinya. Maka Allah menyucikan diri-Nya dari
kekurangan ini.
Thaha, ayat 53-56
{الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
الأرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلا وَأَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى (53) كُلُوا وَارْعَوْا
أَنْعَامَكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لأولِي النُّهَى (54) مِنْهَا
خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى (55)
وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى (56) }
Yang telah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan dan Yang
menjadikan bagi kalian di bumi ini jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah
binatang-binatang kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya Kami
akan mengeluarkan kalian pada saat yang lain. Dan sesungguhnya Kami telah
perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan Kami semuanya,
maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).
Ayat
ini merupakan kelengkapan dari perkataan Musa dalam menggambarkan sifat
Tuhannya saat Fir'aun menanyakan kepadanya tentang Tuhannya. Musa berkata:
{الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ
ثُمَّ هَدَى}
Yang
telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk. (Thaha:
50)
Kemudian
Musa mendapat pertanyaan dari Fir'aun. Maka Musa menjawabnya lagi:
{الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ مِهَادًا}
Yang
telah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan. (Thaha: 53)
Menurut
qiraat sebagian ulama, disebutkan mahdan (bukan mihadan) yang artinya
tempat menetap bagi kalian; kalian dapat berdiri, tidur, dan bepergian di
permukaannya.
{وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلا}
dan
Yang telah menjadikan bagi kalian di bumi itu jalan-jalan. (Thaha: 53)
Yakni
Dia telah menjadikan bagi kalian jalan-jalan agar kalian dapat berjalan di
segala penjurunya. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا
لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ}
dan
telah Kami jadikan (pula)
di bumi itu jalan-jalan yang luas agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya:
31)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى}
dan
menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. (Thaha: 53)
Yaitu
berbagai macam tetumbuhan berupa tanam-tanaman dan buah-buahan, ada yang
rasanya masam, ada yang manis, dan ada yang pahit, serta berbagai jenis lainnya
dari hasil tanam-tanaman dan buah-buahan.
{كُلُوا وَارْعَوْا أَنْعَامَكُمْ}
Makanlah
dan gembalakanlah binatang-binatang kalian. (Thaha: 54)
Maksudnya,
sebagian untuk makanan dan buah-buahan kalian dan sebagian lainnya buat ternak
kalian, yakni buat makanan ternak berupa dedaunan yang hijau dan yang kering.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda. (Thaha: 54)
Yakni
dalil-dalil, bukti-bukti, dan tanda-tanda (yang menunjukkan akan kekuasaan
Allah).
{لأولِي النُّهَى}
bagi
orang-orang yang berakal (Thaha:
54)
Artinya,
bagi orang-orang yang berakal sehat dan lurus. Semuanya itu menunjukkan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah, dan tidak ada Rabb selain Dia.
{مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى}
Dari
bumi (tanah) itulah Kami menjadikan
kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya Kami akan
mengeluarkan kalian pada saat yang lain. (Thaha: 55)
Maksudnya,
dari bumi itu kejadian kalian; karena sesungguhnya kakek moyang kalian (yaitu
Adam) diciptakan dari tanah.
{وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ}
dan
kepadanya Kami akan mengembalikan kalian. (Thaha: 55)
Yakni
kalian akan dikembalikan ke bumi bila telah mati dan kalian menjadi hancur di
dalamnya.
وَمِنْهَا
نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
dan
darinya Kami akan mengeluarkan kalian pada saat yang lain. (Thaha: 55)
Di
dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ
بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا}
yaitu
pada hari Dia memanggil kalian, lalu kalian mematuhinya sambil memuji-Nya dan
kalian mengira bahwa kalian tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)
Makna
ayat dalam surat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam
firman-Nya:
{قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا
تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ}
Di
bumi itu kalian hidup dan di bumi itu kalian mati, dan dari bumi itu pula
kalian akan dibangkitkan. (Al-A'raf:
25)
Di
dalam hadis yang disebutkan di dalam kitab sunan disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. menghadiri pemakaman suatu jenazah. Setelah jenazah di kebumikan, beliau
mengambil segenggam tanah, lalu melemparkannya ke dalam liang lahat seraya
membaca firman-Nya, "Dari bumi Kami menciptakan kalian." Lalu
mengambil lagi segenggam tanah (dan melemparkannya ke dalam liang lahad) seraya
bersabda membaca firman-Nya, "Dan ke bumilah Kami mengembalikan kalian."
Lalu mengambil lagi segenggam tanah dan membaca firman-Nya, "Dan dari
bumi itu pula Kami membangkitkan kalian pada saat yang lain."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آيَاتِنَا كُلَّهَا
فَكَذَّبَ وَأَبَى}
Dan
sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia
mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). (Thaha: 56)
Yang
dimaksud dengan dia adalah Fir'aun, bahwa telah ditegakkan di hadapannya
hujah-hujah, tanda-tanda, dan dalil-dalil yang menunjukkan akan kekuasaan
Allah, sehingga ia menyaksikannya dengan mata kepalanya sendiri. Akan tetapi,
ia tetap berdusta terhadapnya dan menolaknya dengan rasa penuh keingkaran dan
kelewat batas.
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا
أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُفْسِدِينَ}
Dan
mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka
meyakini (kebenarannya (An-Naml: 14), hingga akhir ayat.
Thaha, ayat 57-59
{قَالَ أَجِئْتَنَا
لِتُخْرِجَنَا مِنْ أَرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى (57) فَلَنَأْتِيَنَّكَ
بِسِحْرٍ مِثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا لَا نُخْلِفُهُ
نَحْنُ وَلا أَنْتَ مَكَانًا سُوًى (58) قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ
وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى (59) }
Berkata Fir’aun, "Adakah kamu datang kepada kami untuk
mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa? Dan kami pun pasti akan
mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu
untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan
tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).” Berkata
Musa, "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kalian itu ialah di hari
raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik.”
Allah
Swt. menceritakan perihal Fir'aun ketika ia menyaksikan tanda yang besar, yaitu
mukjizat yang ditampakkan oleh Nabi Musa kepadanya. Tongkat dilemparkan oleh
Nabi Musa, maka jadilah tongkat itu ular yang sangat besar; lalu Nabi Musa
memasukkan tangannya ke dalam ketiaknya, maka setelah dikeluarkan tangannya
memancarkan sinar yang putih bukan karena penyakit. Fir'aun berkata kepada
Musa, "Ini adalah sihir yang kamu buat untuk menyihir kami dan menguasai
orang-orang agar mereka mengikutimu, lalu engkau melawan kami bersama mereka;
hal itu tidak akan terjadi. Sesungguhnya kami pun mempunyai ahli sihir yang pandai
bersihir seperti kamu, maka janganlah kamu merasa besar diri dengan apa yang
kamu miliki."
{فَاجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا}
maka
buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu. (Thaha: 58)
Yakni
suatu hari untuk pertemuan kami dan kamu, lalu kita lakukan pertandingan antara
ilmu yang kamu miliki dan ilmu yang kami miliki, yakni ilmu sihir, di tempat
yang tertentu dan dalam waktu yang tertentu. Maka saat itu juga Musa menjawab
tantangan tersebut, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ}
Waktu
untuk pertemuan (kami
dengan) kalian itu ialah di hari raya. (Thaha: 59)
Yaitu
hari raya mereka dan hari libur mereka, dimaksudkan agar semua orang dapat
menyaksikan kekuasaan Allah atas apa yang dikehendakiNya melalui mukjizat
nabi, dan kalahnya ilmu sihir menghadapi mukjizat nabi. Karena itulah Nabi Musa
a.s. berkata:
{وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى}
dan
hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik. (Thaha: 59)
Yakni
semua manusia dikumpulkan di waktu duha agar segala sesuatunya tampak jelas dan
gamblang. Demikian pula halnya semua perkara para nabi, berciri khas jelas dan
gamblang, tiada yang tersembunyi dan tiada pula propaganda palsu. Karena itulah
Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka bahwa hendaknya waktu pertandingan itu
diadakan di waktu siang hari, tepatnya waktu matahari sepenggalahan naik, bukan
malam hari.
Ibnu
Abbas mengatakan, hari raya itu adalah hari Asyura.
As-Saddi,
Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa hari itu adalah hari raya mereka.
Menurut
Sa'id ibnu Jubair, hari itu adalah hari pasaran mereka.
Semua
pendapat yang dikemukakan pada hakikatnya tidak bertentangan.
Menurut
pendapat kami, pada hari yang sama Allah membinasakan Fir'aun beserta bala
tentaranya, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih.
Wahb
ibnu Munabbih mengatakan bahwa Fir'aun berkata, "Hai Musa, buatlah suatu
waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu agar kami dapat membuat persiapan
terlebih dahulu." Musa menjawab,"Saya tidak diperintahkan untuk itu,
melainkan diperintahkan untuk menantangmu secara langsung. Jika kamu tidak mau
keluar, maka sayalah yang akan masuk kepadamu." Maka Allah menurunkan
wahyu kepada Musa yang isinya mengatakan, "Buatlah suatu waktu untuk
pertemuan antara kamu dan dia, dan katakanlah kepadanya bahwa silakan dia
menentukannya sendiri." Kemudian Fir'aun berkata, "Berilah tempo
empat puluh hari," maka Musa menyetujuinya.
Mujahid
dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: di suatu tempat
yang pertengahan (letaknya). (Thaha: 58) Yang dimaksud dengan suwa ialah
tempat yang pertengahan.
As-Saddi
mengatakan tempat yang sebanding untuk tujuan itu.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: di
suatu tempat yang pertengahan letak(nya). (Thaha: 58) Yakni tempat yang
datar —tiada penghalangnya— sehingga semua orang dapat menyaksikannya, tiada
sebagian dari mereka terhalang penglihatannya oleh sebagian yang lain atau
oleh penghalang lainnya.
Thaha, ayat 60-64
{فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ
فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى (60) قَالَ لَهُمْ مُوسَى وَيْلَكُمْ لَا
تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ خَابَ مَنِ
افْتَرَى (61) فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى (62)
قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ
بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى (63) فَأَجْمِعُوا
كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوا صَفًّا وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى (64)
}
Maka Fir'aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya,
kemudian dia datang. Berkata Musa kepada mereka, "Celakalah kalian,
janganlah kalian mengadakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan
kalian dengan siksa.” Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan
kedustaan. Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara
mereka, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka). Mereka berkata,
"Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak
mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya dan hendak melenyapkan
kedudukan kalian yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu
sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sesungguhnya beruntunglah
orang yang menang pada hari itu.”
Allah
Swt. berfirman menceritakan perihal Fir'aun, bahwa setelah ia berjanji dengan
Musa untuk mengadakan pertandingan di waktu dan tempat yang tertentu, Fir'aun
mulai menghimpunkan semua ahli sihir dari kota-kota besar yang ada di bawah
kekuasaannya. Mereka yang dihimpunnya adalah jago-jago sihir yang ada di masa
itu, dan tersebutlah bahwa sihir di masa itu banyak dilakukan oleh orang-orang
dan sangat laku, seperti yang diterangkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَقَالَ فِرْعَوْنُ ائْتُونِي بِكُلِّ
سَاحِرٍ عَلِيمٍ}
Fir’aun
berkata (kepada pemuka kaumnya), "Datangkanlah
kepadaku semua ahli sihir yang pandai.” (Yunus: 79)
Kemudian
dihadapkan kepada Fir'aun (semua tukang sihir). Orang-orang berkumpul di hari
yang telah dijanjikan itu yaitu hari raya mereka. Fir'aun duduk di atas
singgasana kerajaannya, dan para pembesar kerajaannya duduk berbaris di
sampingnya, sedangkan rakyatnya berdiri di bagian kiri dan kanannya. Musa
datang dengan bertelekan pada tongkatnya bersama saudaranya, Harun. Para ahli
sihir berdiri di hadapan Fir'aun dalam keadaan berbaris, sedangkan Fir'aun
memberikan semangat dan membangkitkan motivasi agar mereka melakukan
pekerjaannya sebaik mungkin pada hari itu. Mereka berharap serta memohon
anugerah dan hadiah dari Fir'aun, sedangkan Fir'aun menjanjikan hal itu kepada
mereka (jika mereka beroleh kemenangan). Para ahli sihir itu berkata, seperti
yang diceritakan oleh firman-Nya:
إِنَّ
لَنَا لَأَجْرًا إِنْ كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ * قَالَ نَعَمْ وَإِنَّكُمْ لَمِنَ
الْمُقَرَّبِينَ
"(Apakah)
sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?” Fir’aun
menjawab, "Ya, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan termasuk
orang-orang yang dekat (kepadaku).” (Al-A'raf: 113-114)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{قَالَ لَهُمْ مُوسَى وَيْلَكُمْ لَا
تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا}
Berkata
Musa kepada mereka, "Celakalah kalian, janganlah kalian mengada-adakan
kedustaan terhadap Allah.” (Thaha:
61)
Maksudnya,
janganlah kalian membuat ilusi terhadap orang-orang melalui perbuatan kalian,
sehingga tampak di mata mereka kalian menciptakan berbagai macam hal yang tidak
ada hakikatnya. Di mata mereka hal tersebut adalah makhluk, padahal
kenyataannya bukanlah makhluk. Dengan demikian, berarti kalian telah
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah.
{فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ}
maka
Dia membinasakan kalian dengan siksa. (Thaha: 61)
Yakni
Allah membinasakan kalian dengan azab yang tidak meninggalkan seorang pun di
antara kalian.
{وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى * فَتَنَازَعُوا
أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ}
Dan
sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan. Maka mereka
berbantah-bantahan tentang urusan di antara mereka. (Thaha: 61-62)
Menurut
suatu pendapat, mereka bersengketa di antara sesama mereka; sebagian dari
mereka ada yang mengatakan bahwa ucapan yang dikemukakan oleh Musa ini bukanlah
ucapan seorang penyihir, melainkan ucapan seorang nabi. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa Musa adalah seorang tukang sihir, dan sebagian lainnya lagi
mengatakan yang lainnya. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Firman
Allah Swt.:
{وَأَسَرُّوا النَّجْوَى}
dan
mereka merahasiakan percakapan (mereka).
(Thaha: 62)
Yaitu
mereka berbisik-bisik di antara sesama mereka.
{قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ}
Mereka
berkata, "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir.” (Thaha: 63)
Menurut
dialek sebagian orang Arab dibaca inna ha'zani (yakni inna tidak ber-mal
atau malgiyah), sedangkan menurut qiraat yang terkenal dibaca inna hazaini. Ulama
Nahu sehubungan dengan kebolehan membaca ayat ini dengan bacaan pertama telah
mengemukakan analisisnya yang cukup panjang, tetapi pembahasannya bukan di
kitab ini.
Makna
ayat, para ahli sihir Fir'aun mengatakan di antara sesama mereka, "Tahukah
kalian bahwa lelaki ini dan saudaranya (yakni Musa dan Harun) adalah dua orang
tukang sihir yang ahli dalam bidang ilmu sihir. Keduanya bertujuan mengalahkan
kalian dan kaum kalian pada hari ini, lalu keduanya dapat merebut hati manusia,
dan kalangan awam nanti banyak yang akan mengikuti keduanya. Lalu keduanya
memerangi Fir'aun dan balatentaranya. Setelah keduanya beroleh kemenangan atas
Fir'aun, maka keduanya akan mengusir kalian dari tanah air kalian ini."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى}
dan
hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama. (Thaha: 63)
Yaitu
dengan melalui ilmu sihirnya, keduanya dapat merebut kedudukan kalian. Karena
sesungguhnya para ahli sihir disegani dan dihormati dikalangan mereka, berkat
ilmu sihirnya mereka memperoleh banyak harta dan rezeki. Mereka mengatakan,
"Jika kedua orang ini dapat mengalahkan kalian, binasalah kalian dan
keduanya akan mengusir kalian dari negeri ini. Karena dengan demikian hanya
keduanyalah yang menguasainya tanpa kalian.
Dalam
hadis Ibnu Abbas yang menceritakan perihal fitnah telah disebutkan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama.
(Thaha: 63) Yakni keduanya akan menguasai mereka di dalam negeri itu, juga
menguasai penghidupannya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Nu'aim ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami
Hasyim, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq yang telah mendengar Asy-Sya'bi
menceritakan hadis berikut dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama. (Thaha: 63) Yaitu keduanya
akan merebut hati manusia untuk menyukainya.
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendak melenyapkan
kedudukan kalian yang utama. (Thaha: 63) Yang dimaksud dengan kedudukan
utama ialah kedudukan yang terhormat, dipandang sebagai orang yang cerdas,
berakal cemerlang, dan mempunyai kekuatan.
Abu
Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kedudukan kalian yang
utama. (Thaha: 63) Yaitu orang-orang terhormat kalian dan orang-orang
hartawan kalian. Menurut Ikrimah, artinya orang-orang terbaik kalian.
Qatadah
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kedudukan yang utama ialah kedudukan yang
dimiliki oleh kaum Bani Israil pada masa itu, mereka adalah orang yang
jumlahnya banyak, begitu pula harta bendanya. Maka musuh Allah (Fir'aun)
berkata," Keduanya bertujuan hendak merebut kedudukan yang utama itu untuk
dirinya sendiri."
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kedudukan
kalian yang utama. (Thaha: 63) Maksudnya, kedudukan yang sekarang kalian
kuasai.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَجْمِعُوا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوا
صَفًّا}
Maka
himpunkanlah segala daya (sihir)
kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris. (Thaha: 64)
Yakni
berkumpullah kamu sekalian dalam satu saf, lalu lemparkanlah segala yang ada di
tangan kalian dalam waktu yang bersamaan, agar mengejutkan pandangan mata dan
kalian dapat mengalahkan orang ini dan saudaranya.
{وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى}
dan
sesungguhnya beruntunglah orang yang menang pada hari ini. (Thaha: 64)
di
antara kami dan dia, para ahli sihir berkata, "'Adapun kita, maka raja ini
(Fir'aun) telah menjanjikan kepada kita akan memberikan pemberian yang
berlimpah; sedangkan orang ini apabila menang, maka ia mendapat kedudukan yang
sangat besar."
Thaha, ayat 65-70
{قَالُوا يَا مُوسَى
إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَى (65) قَالَ بَلْ
أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ
أَنَّهَا تَسْعَى (66) فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَى (67) قُلْنَا لَا
تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الأعْلَى (68) وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا
صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
(69) فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى
(70) }
(Setelah mereka berkumpul) mereka berkata, "Hai Musa (pilihlah),
apakah kamu yang melemparkan (dahulu) ataukah kami orang yang
mula-mula melemparkan?” Berkata Musa, "Silakan kamu sekalian melemparkan.”
Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa
seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam
hatinya. Kami berkata, "Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang
paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apayang mereka
perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan
menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” Lalu tukang-tukang sihir
itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata, "Kami telah percaya kepada
Tuhannya Harun dan Musa.”
Allah
Swt. menceritakan perihal tukang-tukang sihir itu saat mereka berhadapan dengan
Musa, bahwa mereka berkata kepada Musa:
{إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ
أَوَّلَ مَنْ أَلْقَى * قَالَ بَلْ أَلْقُوا}
Apakah
kamu yang melempar (dahulu)
atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan? Musa berkata, "Silakan
kamu sekalian melemparkan.” (Thaha: 65-66)
Yakni
apakah kamu dahulu ataukah kami. Musa menjawab, "Kalianlah yang lebih
dahulu melempar, agar kami dapat melihat apa sihir yang ditampilkan oleh kalian
dan agar para penonton menyaksikan dengan mata kepala mereka perbuatan sihir
kalian."
{فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى}
Maka
tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa
seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. (Thaha: 66)
Di
dalam ayat yang lain disebutkan bahwa saat para ahli sihir itu melemparkan apa
yang ada di tangan mereka, mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَقَالُوا بِعِزَّةِ فِرْعَوْنَ إِنَّا
لَنَحْنُ الْغَالِبُونَ}
Mereka
berkata, "Demi kekuasaan Fir’aun, sesungguhnya kami benar-benar akan
menang.” (Asy-Syu'ara: 44)
{سَحَرُوا
أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ}
mereka
menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka
mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).
(Al-A'raf: 116)
Sedangkan
dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى}
Maka
tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa
seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. (Thaha: 66)
Demikian
itu karena mereka memasukkan air raksa ke dalamnya yang menyebabkannya dapat
bergerak dan bergetar serta melompat-lompat sehingga kelihatan pada pandangan
mata seakan-akan tali-tali dan tongkat-tongkat para ahli sihir itu bergerak
dengan sendirinya. Padahal kenyataannya hal itu hanyalah semata-mata tipu
muslihat belaka. Para ahli sihir sangat banyak jumlahnya dan masing-masing dari
mereka melemparkan tongkat dan talinya sehingga lembah itu penuh dengan ular
ciptaan sihir mereka, sebagian darinya bertumpang tindih dengan sebagian
lainnya.
Firman
Allah Swt.:
{فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَى}
Maka
Musa merasa takut dalam hatinya. (Thaha:
67)
Yakni
Musa merasa takut bila orang-orang teperdaya oleh ilmu sihir mereka sehingga
mereka terfitnah karenanya. Hal itu terjadi sebelum Musa melemparkan tongkat
yang ada di tangannya. Kemudian saat itu juga Allah menurunkan wahyu kepada
Musa yang memerintahkan kepadanya agar melemparkan tongkat yang ada di
tangannya. Setelah tongkat itu dilemparkan, tiba-tiba ujudnya berubah menjadi
ular naga yang sangat besar, berkaki, berleher, dan bertaring. Kemudian ular
naga itu menelan semua yang diperbuat oleh tukang-tukang sihir sehingga tiada
satu pun darinya yang tersisa. Sedangkan para ahli sihir dan para penonton
menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala sendiri secara jelas dan gamblang.
Akhirnya mukjizat dapat mengalahkan sihir, dan menanglah bukti yang di bawa
oleh Musa, sedangkan kebatilan yang dibawa oleh para ahli sihir itu kalah.
Allah Swt. menceritakan kejadian ini melalui firman-Nya:
{إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلا
يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}
Sesungguhnya
apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang
tukang sihir itu, dari mana saja ia datang. (Thaha: 69)
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الشَّيْبَانِيُّ حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ مُعَاذٍ -أَحْسَبُهُ الصَّائِغَ-عَنِ
الْحَسَنِ، عَنْ جُنْدَب بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ: قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ "إِذَا أَخَذْتُمْ -يَعْنِي السَّاحِرَ-فَاقْتُلُوهُ" ثُمَّ قَرَأَ:
{وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى} قَالَ: "لَا يُؤْمَنُ بِهِ حَيْثُ
وُجِدَ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Musa Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mu'az (menurut dugaanku
dia adalah As-Saig), dari Al-Hasan, dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajali yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian
menangkapnya —yakni penyihir—, maka bunuhlah dia oleh kalian. Kemudian Nabi
Saw. membaca firman-Nya: Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana
saja ia datang. (Thaha: 69) Nabi Saw. bersabda menjelaskannya, "Orang
tukang sihir itu tidaklah beriman, di mana pun ia berada."
Asal
dari hadis ini telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi secara mauquf dan marfu'.
Setelah
tukang sihir itu menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala mereka sendiri,
sedangkan mereka adalah orang-orang yang mempunyai pengalaman yang mendalam
dalam ilmu sihir dan berbagai macam aliran serta jenis-jenisnya, maka mereka
mengetahui dengan yakin bahwa apa yang didatangkan oleh Musa ini bukan termasuk
ke dalam ilmu sihir dan tipu muslihat pandangan mata, dan bahwa hal tersebut
adalah nyata dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Tiada seorang pun yang
mampu melakukan demikian kecuali mendapat izin dari Tuhan yang bila menghendaki
sesuatu, Dia hanya mengatakan, "Jadilah kamu," lalu terjadilah ia.
Maka pada saat itu juga para ahli sihir menyungkur bersujud kepada Allah Swt.
dan mereka mengatakan, "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, Tuhannya
Musa dan Harun."
Ibnu
Abbas dan Abid ibnu Umair mengatakan bahwa para ahli sihir itu pada pagi
harinya masih berstatus sebagai tukang sihir, kemudian di petang harinya
mereka menjadi para syuhada yang benar-benar berbakti.
Muhammad
ibnu Ka'b mengatakan, mereka berjumlah delapan puluh ribu orang.
Al-Qasim
ibnu Abu Buzzah mengatakan bahwa jumlah mereka ada tujuh puluh ribu orang.
Menurut
As-Saddi, jumlah mereka terdiri atas tiga puluh ribu lebih beberapa ribu orang.
As-Sauri
telah meriwayatkan dari Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Abu Tamamah, bahwa para
ahli sihir Fir'aun berjumlah sembilan belas ribu orang.
Menurut
Muhammad ibnu Ishaq jumlah mereka ada lima belas ribu orang.
Ka'b
Al-Ahbar mengatakan bahwa jumlah mereka ada dua belas ribu orang.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Hamzah, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Waqid, dari ayahnya, dari Yazid An-Nahwi,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa para ahli sihir Fir'aun terdiri atas tujuh
puluh orang; pada pagi harinya mereka masih menjadi tukang sihir, kemudian pada
petang harinya mereka menjadi syuhada (karena dihukum mati oleh Fir'aun).
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih di Mekah, telah menceritakan kepada kami
Ibnul Mubarak yang mengatakan, "Al-Auza'i pernah menceritakan bahwa
setelah para ahli sihir menyungkur bersujud, maka ditampakkanlah surga kepada
mereka sehingga mereka dapat menyaksikannya dengan mata kepala mereka
sendiri."
Ibnu
Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Salam, bahwa
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Salman, dari Salim
Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu
tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud. (Thaha: 70) Bahwa
mereka melihat kedudukan mereka (di surga) dalam sujud mereka. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Ikrimah dan Al-Qasim ibnu Abu Buzzah.
Thaha, ayat 71-73
{قَالَ آمَنْتُمْ لَهُ
قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ
فَلأقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلافٍ وَلأصَلِّبَنَّكُمْ فِي
جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَى (71)
قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي
فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا (72) إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا
أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (73) }
Berkata Fir’aun, "Apakah kalian telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku
memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpin kalian yang
mengajarkan sihir kepada kalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan
kaki kalian dengan bersilang secara timbal balik, dan sesungguhnya aku akan
menyalib kalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kalian akan
mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.”
Mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada
bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan
dari Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu
putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia
ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni
kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami
melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (Azab-Nya)."
Allah
Swt. menceritakan tentang kekufuran Fir'aun, keingkaran, kelewatbatasannya, dan
kesombongannya terhadap perkara yang hak dengan kebatilan yang dipegangnya,
setelah ia melihat mukjizat besar yang menakjubkannya dan melihat orang-orang
yang tadinya membantunya kini berbalik menjadi orang-orang yang beriman kepada
Tuhannya Musa. Hal itu terjadi di hadapan mata orang banyak, bahkan seluruh
rakyat negeri Mesir, Fir'aun mengalami kekalahan yang fatal. Tetapi peristiwa
itu tidaklah memudarkan kesombongan dan keingkarannya, bahkan ia menggunakan
kekuasaan dan kedudukan serta pengaruhnya terhadap para ahli sihir, lalu ia
mengancam dan memperingatkan mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{آمَنْتُمْ لَهُ}
Apakah
kalian telah beriman. (Thaha:
71)
Maksudnya,
apakah kalian mempercayai Musa sekarang.
{قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ}
sebelum
aku memberi izin kepadamu sekalian. (Thaha: 71)
Yakni
aku tidak memerintahkan kepada kalian untuk itu yang berarti kalian membangkang
terhadapku. Fir'aun mengucapkan kata-kata yang ia sendiri, para ahli sihir, dan
semua orang mengetahui bahwa ia dusta karena dikalahkan.
{إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ
السِّحْرَ}
Sesungguhnya
dia adalah pemimpin kalian yang mengajarkan sihir kepada kamu sekalian. (Thaha: 71)
Yaitu
kalian telah belajar ilmu sihir dari Musa dan kalian telah sepakat dengannya
untuk melawanku —juga rakyatku— agar kalian menampakkan kemenangan kalian
terhadapku. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
yang lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ هَذَا لَمَكْرٌ مَكَرْتُمُوهُ فِي
الْمَدِينَةِ لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
sesungguhnya
perbuatan ini adalah suatu muslihat yang telah kalian rencanakan di dalam kota
ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian ini).
(Al-A'raf: 123)
Kemudian
Fir'aun mulai mengancam mereka melalui ucapannya yang disitir oleh firman-Nya:
{فَلأقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
مِنْ خِلافٍ وَلأصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ}
Maka
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang
secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada
pangkal pohon kurma. (Thaha:
71)
Yakni
sungguh aku benar-benar akan mencincang kalian, membunuh kalian, dan memamerkan
tubuh kalian.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa Fir'aun adalah orang yang mula-mula melakukan hukuman
seperti itu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا
وَأَبْقَى}
dan
sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan
lebih kekal siksanya. (Thaha:
71)
Yakni
kalian telah mengatakan bahwa aku dan kaumku berada dalam kesesatan, sedangkan
kalian dan Musa beserta kaumnya berada pada jalan petunjuk. Maka kelak kalian
akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa dan siapa yang kekal dalam
siksanya. Setelah Fir'aun menyerang para ahli sihir dengan ancamannya itu, maka
mereka dengan suka rela bersedia mengurbankan dirinya demi membela Allah Swt.
{قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا
مِنَ الْبَيِّنَاتِ}
Mereka
berkata, "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada
bukti-bukti yang nyata (mukjizat)
(Thaha: 72)
Artinya,
kami tidak akan memilihmu atas petunjuk dan keyakinan yang telah kami peroleh.
{وَالَّذِي فَطَرَنَا}
dan
dari Tuhan yang telah menciptakan kami. (Thaha: 72)
Wawu
yang ada dalam ayat ini dapat
diartikan sebagai sumpah, dapat pula diartikan sebagai huruf 'ataf, yang
dikaitkan dengan lafaz al-bayyinat. Mereka bermaksud bahwa kami tidak
akan memilihmu atas Pencipta dan Khalik kami yang telah menciptakan kami dari
tiada. Dia menciptakan kami dari tanah liat, maka Dialah yang berhak disembah
dan ditaati, bukan engkau (Fir'aun).
{فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ}
Maka
putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. (Thaha: 72)
Yakni
lakukanlah apa yang kamu kehendaki dan apa yang dapat dicapai oleh tangan
(kekuasaan)mu.
{إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا}
Sesungguhnya
kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (Thaha: 72)
Yaitu
sesungguhnya kamu hanya berkuasa di dunia ini saja, negeri yang pasti lenyap,
sedangkan kami menginginkan dunia yang kekal.
{إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا
خَطَايَانَا}
Sesungguhnya
kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan
kami. (Thaha: 73)
Yakni
mengampuni semua dosa kami, khususnya dosa menjalankan sihir yang kamu paksakan
kepada kami agar melakukannya untuk menentang tanda kekuasaan Allah dan
mukjizat nabi-Nya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Na'im ibnu Hammad, telali menceritakan kepada kami Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. (Thaha:
73) Bahwa Fir'aun pernah mengambil empat puluh orang budak dari kalangan kaum
Bani Israil, lalu mereka diperintahkan untuk belajar ilmu sihir di Al-Farma,
dan Fir'aun berkata (kepada guru ilmu sihir), "Ajarkanlah kepada mereka
ilmu sihir yang tiada seorang pun di muka bumi yang mengetahui mereka belajar
ilmu sihir." Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka adalah termasuk di antara
ahli sihir yang beriman kepada Musa, dan merekalah yang mengatakan: Sesungguhnya
kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan
kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. (Thaha:
73)
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Dan
Allah lebih baik (pahala-Nya)
dan lebih kekal (azab-Nya). (Thaha: 73)
Yakni
lebih baik bagi kami daripada kamu, karena pahala-Nya lebih kekal daripada apa
yang engkau janjikan kepada kami. Pendapat ini berdasarkan riwayat Ibnu Ishaq.
Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah
lebih baik (pahala-Nya). (Thaha: 73) Yaitu bagi kami daripada kamu jika
perintah-Nya ditaati. Dan lebih kekal (azab-Nya). (Thaha: 73) daripada
kamu jika perintah-Nya dilanggar.
Telah
diriwayatkan pula hal yang semisal, juga dari Ibnu Ishaq.
Makna
lahiriahnya menunjukkan bahwa Fir'aun la'natullah telah bertekad untuk
menghukum para ahli sihirnya dan dia menjatuhkan hukumannya kepada mereka,
padahal kenyataannya hal itu merupakan rahmat dari Allah untuk mereka. Karena
itulah Ibnu Abbas dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan,
"Jadilah kalian di pagi hari sebagai tukang sihir, dan jadilah kalian di
petang harinya sebagai syuhada."
Thaha, ayat 74-76
{إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ
رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا (74)
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ
الدَّرَجَاتُ الْعُلا (75) جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ مَنْ تَزَكَّى (76) }
Sesungguhnya barang siapa yang datang kepada Tuhannya dalam keadaan
berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya
dan tidak (pula) hidup. Dan
barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman lagi sungguh-sungguh
telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh
tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga Adn yang mengalir di
bawahnya; mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang
bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).
Makna
lahiriah konteks ayat-ayat ini merupakan kelanjutan dari nasihat para ahli
sihir kepada Fir'aun. Mereka memperingatkan Fir'aun akan balasan Allah dan
azab-Nya yang kekal lagi abadi, dan mereka memikat Fir'aun dengan janji
pahala-Nya yang juga kekal dan abadi. Untuk itu mereka berkata:
{إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا}
Sesungguhnya
barang siapa yang datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa. (Thaha: 74)
Maksudnya,
dia menghadap kepada Allah kelak di hari kiamat dalam keadaan berlumuran dengan
dosa.
{فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا
وَلا يَحْيَا}
maka
sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Thaha: 74)
Ayat
ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا
يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ}
Mereka
tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami
membalas setiap orang yang sangat kafir. (Fathir: 36)
{وَيَتَجَنَّبُهَا
الأشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى * ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلا
يَحْيَا}
orang-orang
yang celaka (kafir) akan
menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).
Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Al-A'la:
11-13)
Dan
firman Allah Swt.:
{وَنَادَوْا يَامَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا
رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ}
Mereka
berseru, "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab,
"Kalian akan tetap tinggal (di
neraka ini).” (Az-Zukhruf: 77)
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ
يَزِيدَ، عَنْ أَبِي نَضْرَة، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَّا أَهْلُ النَّارِ
الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهَا، فَإِنَّهُمْ لَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا يَحْيَوْنَ
وَلَكِنَّ [النَّاسَ] تُصِيبُهُمُ النَّارُ بِذُنُوبِهِمْ، فَتُمِيتُهُمْ
إِمَاتَةً، حَتَّى إِذَا صَارُوا فَحْمًا، أُذِنَ فِي الشَّفَاعَةِ، جِيءَ بِهِمْ
ضَبَائِرَ، ضَبَائِرَ، فبُثُّوا عَلَى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ: يَا
أَهْلَ الْجَنَّةِ، أَفِيضُوا عَلَيْهِمْ فَيَنْبُتُونَ نَبَاتَ الْحَبَّةِ
تَكُونُ فِي حَمِيلِ السيل" فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بِالْبَادِيَةِ.
Imam
Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yazid, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id
Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Adapun ahli
neraka yang merupakan penghuni tetapnya, maka sesungguhnya mereka tidak mati di
dalamnya dan tidak (pula) hidup. Tetapi orang-orang yang dikenai oleh
api neraka disebabkan dosa-dosa mereka, maka neraka mematikan mereka dengan
sebenar-benarnya; hingga manakala mereka telah menjadi arang, maka diberikanlah
izin untuk beroleh syafaat, dan mereka dientaskan dari neraka secara
bergolong-golong, lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai-sungai surga, dan
dikatakan kepada mereka, "Hai penghuni surga, bertolaklah kalian untuk
menyambut mereka, "Maka mereka tumbuh (muncul dari sungai-sungai surga
itu) bagaikan tumbuhnya bebijian di tanah bekas berlalunya banjir. Seorang
lelaki dari kalangan orang-orang yang hadir berkata bahwa seakan-akan
Rasulullah Saw. (mengungkapkan perumpamaan tersebut) berada di daerah
pedalaman.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya melalui
Syu'bah dan Bisyr ibnul Mufaddal, keduanya dari Abu Salamah Sa'id ibnu Yazid
dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ عَبْدِ
الْوَارِثِ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا حَيَّانُ، سَمِعْتُ سُلَيْمَانُ
التَّيْمِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَة، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ فَأَتَى عَلَى هَذِهِ الْآيَةِ:
{إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ
فِيهَا وَلا يَحْيَا} ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَمَّا أَهْلُهَا الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهَا، فَلَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا
يَحْيَوْنَ، وَأَمَّا الَّذِينَ لَيْسُوا مَنْ أَهْلِهَا، فَإِنَّ النَّارَ
تَمَسُّهُمْ، ثُمَّ يَقُومُ الشُّفَعَاءُ فَيَشْفَعُونَ، فَتُجْعَلُ الضَّبَائِرُ،
فَيُؤْتَى بِهِمْ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ: الْحَيَاةُ -أَوِ:
الْحَيَوَانُ-فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ القثَّاء فِي حَمِيلِ السَّيْلِ".
Ibnu
Abu Hatim telah menyebutkan suatu riwayat dari Abul Waris ibnu Abdus Samad ibnu
Abdul Waris, bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Hibban, ia telah mendengar Sulaiman At-Taimi menceritakan hadis
berikut dari Abu Nadrah, dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah.
Dalam khotbahnya sampai pada firman-Nya: Sesungguhnya barang siapa datang
kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka
Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Thaha:
74) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Adapun ahli neraka yang merupakan
penduduk tetapnya, maka mereka tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup.
Adapun orang-orang yang bukan penghuni tetapnya, maka neraka membakar mereka,
kemudian berdirilah orang-orang yang memberi syafaat, maka mereka memberikan
pertolongan syafaatnya. Lalu dijadikanlah mereka bergolong-golong (dientaskan
dari neraka) dan dilemparkan ke dalam sebuah sungai yang disebut Sungai
Kehidupan, maka mereka tumbuh (muncul) darinya sebagaimana munculnya
rerumputan di tempat (bekas) mengalirnya banjir.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ
الصَّالِحَاتِ}
Dan
barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh
telah beramal saleh. (Thaha:
75)
Yakni
barang siapa menghadap kepada Tuhannya kelak di hari kiamat dalam keadaan iman
hatinya dan apa yang ada di dalam hatinya dibenarkan oleh perbuatan dan
ucapannya.
{فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلا}
maka
mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia). (Thaha: 75).
Yang
dimaksud dengan tempat-tempat yang mulia ialah surga yang mempunyai tangga yang
tinggi-tinggi dan kamar-kamar yang tenang serta rumah-rumah yang baik.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، أَنْبَأَنَا هَمَّام، حَدَّثَنَا زَيْدِ بْنِ
أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْجَنَّةُ مِائَةُ
دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ،
وَالْفِرْدَوْسُ أَعْلَاهَا دَرَجَةً وَمِنْهَا تَخْرُجُ الْأَنْهَارُ
الْأَرْبَعَةُ، وَالْعَرْشُ فَوْقَهَا، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ
الْفِرْدَوْسَ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kapada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Aslam, dari Ata
ibnu Yasar, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Surga
itu memiliki seratus tingkatan, jarak di antara dua tingkatan (satu sama
lainnya) sama dengan jarak antara langit dan bumi. Firdaus adalah tingkatan
surga yang paling tinggi, darinyalah keluar sungai-sungai surga yang empat. Di
atas Firdaus adalah 'Arasy; maka apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah
kepada-Nya surga Firdaus.
Imam
Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Hammam dengan
sanad yang sama.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada
kami Khalid ibnu Yazid ibnu Abu Malik, dari ayahnya yang mengatakan bahwa
menurut suatu pendapat, surga itu mempunyai seratus tingkatan, dan setiap
tingkatan memiliki seratus tingkatan lagi; jarak antara dua tingkatan sama
dengan jarak antara langit dan bumi, padanya terdapat yaqut dan berbagai macam
perhiasan. Pada tiap-tiap tingkatan terdapat amirnya sendiri yang dihormati dan
disegani oleh mereka (penduduk surga lainnya).
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan:
"أَنَّ أَهْلَ
عِلِّيِّينَ لَيَرَوْنَ مَنْ فَوْقَهُمْ كَمَا تَرَوْنَ الْكَوْكَبَ الْغَابِرَ
فِي أُفُقِ السَّمَاءِ، لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ". قَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ؟ قَالَ: "بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وصدقوا المرسلين"
Sesungguhnya
ahli surga yang berada di tingkatan yang paling tinggi benar-benar dapat
melihat orang-orang yang berada di atas mereka, sebagaimana kalian melihat
bintang-bintang yang bertaburan di cakrawala langit, karena adanya kelebihan
keutamaan di antara mereka. Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, itu adalah kedudukan para nabi.”
Rasulullah Saw. bersabda, "Bahkan demi Tuhan yang jiwaku berada di
dalam genggaman-Nya, (juga) orang-orang yang beriman kepada Allah dan
membenarkan para rasul.”
Di
dalam kitab Sunan disebutkan bahwa:
"وَإِنَّ أَبَا
بَكْرٍ وَعُمَرَ لَمِنْهُمْ وَأَنْعَمَا"
sesungguhnya
Abu Bakar dan Umar benar-benar termasuk di antara mereka, keduanya beroleh
kenikmatan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{جَنَّاتُ عَدْنٍ}
(yaitu)
surga Adn. (Thaha: 76)
Yakni
sebagai tempat tinggalnya. Lafaz ayat ini berkedudukan sebagai badal dari
ad-darajatul 'ulla.
{ [تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ]
خَالِدِينَ فِيهَا}
yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. (Thaha: 76)
Artinya,
mereka tinggal di dalam surga untuk selama-lamanya.
{وَذَلِكَ جَزَاءُ مَنْ تَزَكَّى}
Dan
itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan). (Thaha: 76)
Yaitu
membersihkan dirinya dari kotoran, najis, dan kemusyrikan serta menyembah Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mengikuti para rasul melalui apa yang
disampaikan oleh mereka berupa kebaikan dan kewajiban.
Thaha, ayat 77-79
{وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا
إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ
يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى (77) فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ
فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ (78) وَأَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهُ
وَمَا هَدَى (79) }
Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah
kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan
yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah
takut (akan tenggelam)." Maka Fir’aun dengan bala tentarannya
mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. Dan
Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.
Allah
Swt. menceritakan bahwa Dia memerintahkan kepada Musa a.s. setelah Fir'aun
menolak memberikan izin kepadanya untuk membawa kaum Bani Israil bersamanya,
bahwa hendaklah Musa membawa mereka pergi di malam hari, untuk menyelamatkan
mereka dari penindasan Fir'aun. Allah Swt. telah menceritakan kisah ini di
dalam surat-surat Al-Qur'an lainnya.
Setelah
Musa membawa pergi kaum Bani Israil, pada pagi harinya Fir'aun tidak melihat
seorang pun di antara mereka yang tertinggal di negeri Mesir. Maka Fir'aun
sangat marah melihat keadaan tersebut.
فَأَرْسَلَ
فِرْعَوْنُ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ
Kemudian
Fir’aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Asy-Syu'ara: 53)
Yakni
Fir'aun mengirimkan orang-orangnya untuk menghimpun bala tentaranya dari semua
kota-kota besar di wilayahnya, Fir'aun berkata:
{إِنَّ هَؤُلاءِ لَشِرْذِمَةٌ قَلِيلُونَ
وَإِنَّهُمْ لَنَا لَغَائِظُونَ}
"Sesungguhnya
mereka (Bani Israil) benar-benar golongan
kecil, dan sesungguhnya mereka membuat-buat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita.” (Asy-Syu'ara: 54-55)
Kemudian
Fir'aun mengumpulkan semua bala tentaranya, lalu ia memimpin sendiri pasukan
itu untuk mengejar mereka.
{فَأَتْبَعُوهُمْ مُشْرِقِينَ}
Maka
Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka di waktu matahari terbit. (Asy-Syu'ara: 60)
Maksudnya,
mereka mulai kelihatan oleh Fir'aun dan bala tentaranya di waktu pagi hari.
{فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ}
Maka
setelah kedua golongan itu saling melihat. (Asy-Syu'ara: 61)
Yaitu
masing-masing golongan dapat melihat yang lainnya.
{قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا
لَمُدْرَكُونَ قَالَ كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ}
berkatalah
pengikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.”
Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku
besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Asy-Syu'ara: 61-62)
Musa
memberhentikan Bani Israil setelah sampai di tepi laut, karena laut berada di
hadapan mereka, sedangkan Fir'aun dan balatentaranya ada di belakang mereka.
Maka pada saat itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Musa:
{اضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ
يَبَسًا}
Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu. (Asy-Syu'ara:
63)
Lalu
Musa memukul laut itu dengan tongkatnya seraya berkata, "Terbelahlah kamu
untukku dengan seizin Allah!"
{فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ
كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ}
Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy-Syu'ara: 63)
Lalu
Allah mengirimkan angin kering ke tanah laut yang kelihatan itu dan meniupnya
sehingga tanahnya menjadi kering seperti tanah darat. Karena itulah maka dalam
surat Thaha ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ
يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا
وَلا
تَخْشَى}
maka
buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan
tersusul (oleh Fir'aun dan pasukannya) dan
tidak usah takut (akan tenggelam). (Thaha: 77)
Yakni
janganlah kamu merasa khawatir Fir'aun dan tentaranya dapat menyusul kamu,
jangan pula kamu merasa takut laut akan menenggelamkan kaummu.
Kemudian
disebutkan dalam ayat selanjutnya:
{فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ
فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ
مَا
غَشِيَهُمْ}
Maka
Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut
yang menenggelamkan mereka. (Thaha:
78)
Al-yamm
artinya laut. Lafaz ma
Ghasyiyahum diucapkan terhadap apa yang sudah terkenal dan diketahui,
seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَى فَغَشَّاهَا مَا
غَشَّى}
dan
negeri-negeri kaum Lut yang telah dihancurkan Allah, lalu Allah menimpakan atas
negeri itu azab besar yang menimpanya. (An-Najm: 53-54)
Dan
perkataan seorang penyair, yaitu:
أنَا أبُو النَّجْم
وشِعْري شِعْري
Aku adalah Abun Najm dan syairku adalah
syairku.
Yakni
sesuatu yang telah dikenal dan termasyhur. Dan sebagaimana Fir'aun berada di
depan tentaranya, lalu membawa mereka ke dalam laut, sehingga mereka
sesat; dia tidak memberi mereka petunjuk ke jalan yang benar. Maka demikian
pula kelak keadaannya di hari kiamat, Fir'aun berada di depan mereka dan
membimbing mereka ke dalam neraka. Sesungguhnya neraka itu adalah seburuk-buruk
tempat yang didatangi.
Thaha, ayat 80-82
{يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
قَدْ أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ
الأيْمَنَ وَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى (80) كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي
وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى (81) وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ
تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى (82) }
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu
sekalian dari musuh kalian, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu
sekalian (untuk munajat) di
sebelah kanan gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian Manna
dan Salwa. Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada
kalian, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku
menimpa kalian. Dan barang siapa yang ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka
sesungguhnya binasalah ia. Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.
Allah
Swt. menyebutkan tentang nikmat-nikmat-Nya dan karunia-Nya yang telah Dia
limpahkan kepada Bani Israil, bahwa Dia telah menyelamatkan mereka dari musuh
mereka (yaitu Fir'aun) dan menenangkan hati mereka dengan memperlihatkan mayat
Fir'aun kepada mereka, juga mayat tentaranya yang tenggelam dalam waktu yang
sama di pagi hari itu, sehingga tiada seorang pun dari mereka yang selamat. Hal
ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ
تَنْظُرُونَ}
Dan
Kami tenggelamkan (Fir'aun)
dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah:
50)
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ، فَسَأَلَهُمْ
فَقَالُوا: هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي أَظْفَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى عَلَى
فِرْعَوْنَ، فَقَالَ: " نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى فَصُومُوهُ "
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah,
dijumpainya orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa di hari Asyura, lalu
beliau menanyakan kepada mereka tentang puasa itu. Maka mereka menjawab bahwa
hari itu adalah hari kemenangan yang dianugerahkan oleh Allah kepada Musa atas
Fir'aun. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kami lebih berhak terhadap Musa (daripada
mereka), maka puasalah kalian.
Hadis
riwayat Imam Bukhari ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab
sahihnya.
Kemudian
Allah Swt. menjanjikan kepada Musa dan Bani Israil sesudah kebinasaan Fir'aun
untuk bersua ke sebelah kanan Bukit Tur. Di tempat itulah Allah mengajak Musa
berbicara langsung dan Musa meminta kepada Allah untuk memperlihatkan diri-Nya.
Allah memberinya kitab Taurat di tempat itu. Dan dalam masa itu kaum Bani
Israil menyembah anak lembu, kisahnya seperti yang baru saja disebutkan di
atas. Adapun mengenai Manna dan Salwa, maka keterangan dan
kisahnya telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Baqarah, juga surat lainnya.
Manna
ialah sejenis makanan yang berasa
manis, diturunkan dari langit kepada kaum Bani Israil.
Salwa
ialah sejenis burung yang berjatuhan
kepada mereka, lalu mereka mengambilnya sesuai dengan keperluan mereka sampai
besok paginya, sebagai belas kasihan dan rahmat serta kebaikan Allah kepada
mereka. Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
وَلا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي}
Makanlah
di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian, dan janganlah
melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpa kalian. (Thaha: 81)
Yakni
makanlah sebagian dari rezeki yang Aku turunkan kepada kalian ini, dan
janganlah kalian bersikap rakus terhadapnya dengan cara mengambilnya lebih dari
apa yang kalian perlukan, sebab hal ini berarti kalian melanggar perintah-Ku.
{فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي}
yang
menyebabkan kemurkaan-Ku menimpa kalian. (Thaha: 82)
Yakni
Aku menjadi murka kepada kalian karenanya.
{وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ
هَوَى}
Dan
barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia. (Thaha: 81)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna
ayat ini, bahwa hawa artinya celaka.
Syafi
ibnu Mani' mengatakan, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat suatu
penjara; bila seorang kafir dilemparkan dari atas ke dalamnya, maka
terjerumuslah ia ke dalamnya selama empat puluh musim gugur (tahun) sebelum
mencapai dasarnya. Yang demikian itu adalah apa yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan
barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku maka sesungguhnya binasalah ia. (Thaha:
81)
Asar
ini diriwayatkan oleh Imam ibnu Abu
Hatim.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا}
Dan
sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, dan beramal
saleh. (Thaha: 82)
Artinya,
setiap orang yang bertobat kepada-Ku, Aku menerima tobatnya dari semua dosa
yang dilakukannya. Sehingga Dia menerima tobat sebagian kaum Bani Israil yang
menyembah anak lembu karena mereka benar-benar bertobat kepada-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{تَابَ}
orang
yang bertobat. (Thaha: 82)
Yaitu
kembali taat kepada Allah sesudah kafir atau musyrik atau melakukan maksiat
atau munafik.
Firman
Allah Swt.:
{وَآمَنَ}
dan
beriman. (Thaha: 82)
Yakni
hatinya beriman.
وَعَمِلَ
صَالِحًا}
dan
beramal saleh. (Thaha: 82)
Yaitu
membenarkan imannya dengan amal perbuatan saleh yang dilakukan oleh semua
anggota tubuhnya.
{ثُمَّ اهْتَدَى}
kemudian
tetap di jalan yang benar. (Thaha:
82)
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud
ialah kemudian tidak ragu lagi dalam keimanannya.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian tetap
di jalan yang benar. (Thaha: 82) Maksudnya, tetap berada pada tuntunan
sunnah dan jamaah.
Hal
yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian tetap di jalan yang
benar. (Thaha: 82) Yakni tetap pada agama Islam hingga mati.
Sufyan
'As-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian
tetap di jalan yang benar. (Thaha: 82) Yaitu meyakini bahwa perbuatannya
itu ada balasan pahalanya.
Lafaz
summa dalam ayat ini menunjukkan pengertian tartib (berurutan),
seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ}
Kemudian
dia termasuk (pula) orang-orang
yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar. (Al-Balad: 17)
Thaha, ayat 83-89
{وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ
قَوْمِكَ يَا مُوسَى (83) قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ
رَبِّ لِتَرْضَى (84) قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ
وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ (85) فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ
أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ
عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ
رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي (86) قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ
بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ
فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (87) فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا
جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (88)
أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا
وَلا نَفْعًا (89) }
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata
Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya
Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku).” Allah berfirman, ' Maka sesungguhnya Kami telah
menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh
Samiri.” Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati.
Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada
kalian suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu
bagi kalian atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian,
dan kalian melanggar perjanjian kalian dengan aku?” Mereka berkata, "Kami
sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi
kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah
melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya, " kemudian Samiri
melemparkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan
bersuara, maka mereka berkata, "Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi
Musa telah lupa.”Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu
itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi
kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?
Setelah
Musa berjalan membawa Bani Israil seusai binasanya Fir'aun, disebutkan oleh
firman-Nya:
{عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ
لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ
إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ * إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ
وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka.
Bani Israil berkata, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai tuhan (berhala).”Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini
adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya
mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batallah apa
yang selalu mereka kerjakan. (Al-A'raf: 138-139)
Lalu
Allah menjanjikan kepada Musa selama tiga puluh hari, kemudian ditambah dengan
sepuluh hari lagi sehingga genap menjadi empat puluh hari; selama itu Musa
melakukan puasa siang dan malam harinya. Keterangan mengenai hal ini telah
disebutkan dalam hadis fitnah yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas. Setelah
menjalani masa itu Musa bersegera menuju ke Bukit Tur, dan sebelumnya terlebih
dahulu ia mengangkat saudaranya sebagai ganti darinya untuk mengatur kaum Bani
Israil. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى
قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي}
Mengapa
kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah
mereka sedang menyusuli aku.” (Thaha:
83-84)
Yakni
mereka telah datang dan sedang beristirahat di dekat Bukit Tur.
{وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى}
dan
aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku). (Thaha: 84)
Maksudnya,
supaya Engkau bertambah rida kepadaku.
{قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ
بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ}
Allah
berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. (Thaha: 85)
Allah
Swt. memberitakan kepada Musa tentang kejadian yang menimpa kaumnya (Bani
Israil) sepeninggalnya, bahwa mereka menyembah anak lembu atas rekayasa yang
dilakukan oleh Samiri buat mereka. Di dalam kitab-kitab dongeng Israiliyat
disebutkan bahwa nama sebenarnya Samiri adalah Harun.
Dalam
masa itu Allah Swt. telah menuliskan luh-luh yang di dalamnya tertera
kitab Taurat untuk Musa. seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ
قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ}
Dan
telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan
bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), "Berpeganglah kepadanya
dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) yang
sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang
fasik.”(Al-A'raf: 145)
Yakni
akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menyimpang dari jalan ketaatan
kepada-Ku dan menentang perintah-Ku.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ
أَسِفًا}
Kemudian
Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86)
sesudah
Allah mewartakan kepadanya kisah tersebut. Musa kembali kepada kaumnya dengan
rasa marah dan murka terhadap mereka, padahal saat itu Musa sedang menjalankan
apa yang menjadi kebaikan bagi mereka yang karenanya ia menerima kitab
Taurat. Di dalam kitab Taurat terdapat syariat buat mereka, terkandung pula
kemuliaan mereka. Tetapi mereka adalah suatu kaum yang menyembah selain Allah,
hal tersebut tidaklah dilakukan oleh orang yang berakal sehat. Sudah jelaslah
kebatilan perbuatan mereka dan hal itu menunjukkan akan kedangkalan serta
kekurangan akal dan hati mereka. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini
bahwa Musa kembali kepada mereka dalam keadaan marah dan murka. Yang dimaksud dengan
murka ialah kemarahan yang sangat atau marah berat.
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam keadaan marah dan
bersedih hati. (Thaha: 86) Yaitu dengan kesal hati,
Qatadah
dan As-Saddi mengatakan bahwa al-asaf artinya bersedih hati atas
perbuatan kaumnya sepeninggal dia.
{قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ
رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا}
Berkata
Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian
suatu janji yang baik?” (Thaha:
86)
Yakni
bukankah Dia telah menjanjikan kepada kalian melalui lisanku kebaikan dunia dan
akhirat serta akibat yang terpuji, seperti yang telah kalian rasakan sendiri,
yaitu Dia telah memberikan pertolongan-Nya kepada kalian dalam menghadapi musuh
kalian sehingga kalian beroleh kemenangan atasnya, juga nikmat-nikmat lainnya
yang telah diberikan oleh Dia kepada kalian.
{أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ}
Maka
apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian. (Thaha: 86)
Yakni
masa tunggu kalian terhadap apa yang dijanjikan oleh Allah untuk kalian dan
kalian melupakan nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, padahal masa itu masih
hangat dan belum lama.
{أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ
غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ}
Atau kalian menghendaki agar
kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian? (Thaha: 86)
Am
dalam ayat ini bermakna bal yang
menunjukkan arti idrab (mengenyampingkan) kalimat pertama, lalu
mengalihkan pembicaraan kepada kalimat selanjutnya. Seakan-akan dikatakan bahwa
'atau kalian menghendaki dengan perbuatan kalian ini agar Tuhan menimpakan
murkaNya kepada kalian, yang hal itu berarti kalian ingkar janji kepadaku'.
Kaum Bani Israil menjawab apa yang diperingatkan oleh Musa kepada mereka,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا}
Kami
sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kamauan kami sendiri. (Thaha: 87)
Yakni
dengan keinginan dan pilihan kami sendiri. Kemudian Bani Israil mengemukakan
alasannya yang munafik itu yang lahiriahnya menggambarkan tentang kesucian
mereka terhadap perhiasan orang Mesir yang ada di tangan niereka dari hasil
pinjaman saat mereka keluar meninggalkan negeri Mesir, sedangkan perhiasan itu
masih ada di tangan mereka. Mereka mengatakan, "Kami melemparkan perhiasan
itu semuanya (ke dalam api itu)."
Dalam
pembahasan yang lalu telah disebutkan berkenaan dengan hadis fitnah, bahwa
Harun a.s. adalah orang yang memerintahkan kepada mereka untuk melemparkan
semua perhiasan itu di lubang galian yang telah dinyalakan api di dalamnya.
Kisah
tersebut menurut riwayat As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas,
sesungguhnya Harun bermaksud agar semua perhiasan itu dikumpulkan di dalam
lubang galian itu menjadi satu dan dilebur menjadi satu sambil menunggu
kedatangan Musa, maka Musalah kelak yang akan memutuskannya menurut apa yang dikehendakinya.
Kemudian
datanglah Samiri, lalu ia melemparkan ke dalam galian itu segenggam tanah yang
telah diambilnya dari bekas telapak (kuda) Malaikat Jibril. Samiri meminta pula
kepada Harun agar mendoakan kepada Allah Swt. semoga Allah memperkenankan suatu
permintaannya. Harun berdoa kepada Allah, memohon perkenan bagi Samiri,
sedangkan ia sendiri tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Samiri. Doa Harun
diterima oleh Allah, lalu Samiri berkata saat itu juga, "Saya memohon
kepada Allah agar apa yang saya lemparkan itu menjadi anak lembu." Dan
jadilah anak lembu yang dimintanya itu sekaligus ada suaranya. Hal ini terjadi
sebagai istidraj, penangguhan azab, ujian, dan cobaan dari Allah kepadanya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ *
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ}
dan
demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang
bertubuh dan bersuara. (Thaha: 87-88)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubadah ibnul
Buhturi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan
kepada kami Hammad dari Sammak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa
Harun bersua dengan Samiri yang saat itu Samiri sedang memahat membuat patung
anak lembu. Harun bertanya kepadanya, "Apakah yang sedang kamu buat?"
Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang mudarat dan tidak
memberi manfaat." Harun berkata, "Ya Allah, berikanlah kepadanya apa
yang dimintanya di dalam hatinya," lalu harun berlalu meninggalkannya.
Samiri berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar patung
ini bersuara," maka patung itu dapat bersuara. Apabila ia bersuara, mereka
bersujud kepadanya; dan bila bersuara lagi, mereka mengangkat kepalanya dari
sujudnya.
Ibnu
Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Hammad yang menyebutkan
bahwa Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang bermanfaat dan
tidak mudarat."
As-Saddi
mengatakan bahwa patung anak lembu itu dapat bersuara dan berjalan. Lalu
orang-orang yang sesat dari kalangan mereka —karena teperdaya oleh patung anak
lembu itu sehingga mereka menyembahnya—mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan
Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Yaitu Musa lupa bahwa
tuhannya ada di sini. lalu dia pergi mencarinya.
Hal
yang sama telah disebutkan dalam hadis fitnah yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.
Sammak
telah meriwayatkan dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Maksudnya, lupa
mengingatkan kalian, bahwa ini adalah tuhan kalian.
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan
Musa. (Thaha: 88) Lalu mereka tetap menyembahnya dan menyukainya dengan
kesukaan yang sangat. Mereka belum pernah mencintai sesuatu seperti kecintaan
mereka terhadap penyembahan anak lembu itu.
*******************
Allah
Swt. berfirman:
{فَنَسِيَ}
tetapi
Musa telah lupa. (Thaha:
88)
Bahwa
damir yang ada dalam lafaz nasiya kembali kepada Samiri, yakni
Samiri meninggalkan keislamannya. Lalu Allah berfirman, menjawab mereka dengan
nada kecaman dan mengandung penjelasan tentang kepicikan akal mereka dan
pendapat mereka yang memalukan:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ
قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا}
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat
memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada
mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan? (Thaha: 89)
Yakni
apakah mereka tidak melihat bahwa patung anak lembu itu tidak menjawab mereka
bila mereka bertanya, tidak pula dapat berbicara dengan mereka bila mereka mengajaknya
bicara. Patung anak lembu itu sama sekali tidak dapat membahayakan mereka dan
tidak dapat memberikan manfaat kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Ibnu
Abbas mengatakan, "Demi Allah tiada lain suara patung anak lembu itu
melainkan bila ada angin yang masuk ke duburnya, lalu keluar dari mulutnya,
maka saat itulah terdengar suaranya."
Dalam
hadis futun (fitnah-fitnah yang melanda Bani Israil) yang diriwayatkan
dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa patung anak lembu itu bernama Bahmut.
Kesimpulan
dari alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang bodoh itu (kaum Bani Israil
penyembah anak lembu) ialah bahwa mereka pada mulanya enggan untuk memiliki
perhiasan orang-orang Qibti (bangsa Egypt) yang masih ada di tangan mereka.
Karena itu, maka mereka melemparkannya (ke dalam parit), lalu mereka menyembah
patung anak lembu. Mereka melucuti dirinya dari perkara yang kecil, dan
akhirnya terjerumus ke dalam perkara yang besar (dosanya, yaitu menyembah anak
lembu).
Di
dalam sebuah hadis sahih dari Abdullah ibnu Umar disebutkan bahwa pernah ada
seorang lelaki dari kalangan penduduk Irak bertanya kepadanya tentang darah
nyamuk bilamana darah nyamuk itu mengenai pakaian. Pertanyaannya ialah,
"Bolehkah baju itu dipakai untuk salat?" Maka Ibnu Umar r.a menjawab:
Lihatlah oleh kalian penduduk Irak, mereka membunuh putra dari putri Rasulullah
Saw. (yakni Al-Husain), sedangkan mereka menanyakan tentang masalah darah
nyamuk!
Thaha, ayat 90-91
{وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ
هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ
الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (90) قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ
عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (91) }
Dan
sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya, "Hai kaumku,
sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya
Tuhan kalian ialah (Tuhan) Yang
Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.” Mereka menjawab,
"Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini hingga Musa kembali
kepada kami.”
Allah Swt. menceritakan tentang
larangan Harun a.s. terhadap mereka agar jangan menyembah patung anak lembu.
Harun memberitahukan pula kepada mereka bahwa hal itu adalah cobaan bagi
mereka, dan sesungguhnya Tuhan mereka ialah Tuhan Yang Maha Pemurah Yang menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya, dan
Dia mempunyai: Arasy yang agung lagi Maha Berbuat terhadap semua
yang dikehendaki-Nya.
فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا
أَمْرِي
maka ikutilah aku dan
taatilah perintahku. (Thaha: 90)
dalam semua yang kuperintahkan
kepada kalian, dan tinggalkanlah semua yang aku larang kalian melakukannya.
{قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ
حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى}
Mereka menjawab, "Kami
akan tetap menyembah patung anak lembu ini hingga Musa kembali kepada kami.” (Thaha: 91)
Yakni kami tidak akan
meninggalkan penyembahan terhadapnya hingga kami mendengar pendapat Musa
tentangnya. Mereka menentang Harun dalam hal tersebut, dan mereka memusuhinya,
bahkan hampir saja mereka membunuhnya.
Thaha, ayat 92-94
{قَالَ يَا هَارُونُ مَا
مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا (92) أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي
(93) قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي
خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ
قَوْلِي (94) }
Berkata Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika
kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku?” Harun menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah
kamu pegang janggutku, dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku
khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), "Kamu telah memecah
antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.”
Allah
Swt. menceritakan tentang keadaan Musa a.s. ketika kembali kepada kaumnya dan
ia melihat perkara besar yang dilakukan oleh mereka. Maka saat itu juga hati
Musa penuh dengan kemarahan, lalu ia melemparkan luh-luh Ilahi yang ada
di tangannya, dan memegang kepala saudaranya seraya menariknya untuk mendekat.
Dalam surat Al-A'raf telah kami ceritakan kisah ini secara rinci. Telah kami
kemukakan pula pada pembahasan itu sebuah hadis yang mengatakan:
"لَيْسَ الْخَبَرُ
كَالْمُعَايَنَةِ".
Berita
itu tidaklah seperti kenyataan.
Kemudian
Musa mulai mencela Harun, saudaranya. Untuk itu ia mengatakan, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا *
أَلا تَتَّبِعَنِ}
Apa
yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti
aku? (Thaha: 92-93)
Yaitu
ceritakanlah kejadian ini kepadaku sejak semulanya.
{أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي}
Maka
apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku? (Thaha: 93)
Yakni
terhadap apa yang telah aku pesankan kepadamu sebelumnya, yaitu apa yang telah
disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلا
تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ}
Gantikanlah
aku dalam (memimpin) kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerusakan. (Al-A'raf: 142)
Harun
menjawab, seperti yang disebutkan firman-Nya:
{يَا ابْنَ أُمَّ}
Hai
putra ibuku. (Thaha: 94)
Harun
meminta belas kasihan kepada Musa dengan menyebut nama ibunya, padahal Musa
adalah saudara sekandungnya, karena dengan menyebut panggilan seperti ini
kesannya lebih lembut dan lebih kasih sayang.
{يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي
وَلا بِرَأْسِي}
Hai
putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku, dan jangan (pula) kepalaku. (Thaha: 94)
Kalimat
ini merupakan alasan yang dikemukakan Harun kepada Musa untuk menceritakan
tentang keterlambatannya sehingga ia tidak dapat menyusul Musa. Maka Harun
menceritakan kepadanya tentang perkara besar yang terjadi di kalangan kaumnya.
{إِنِّي خَشِيتُ}
sesungguhnya
aku khawatir. (Thaha: 94)
untuk
mengikutimu; lalu bila kuceritakan kepadamu peristiwa ini, maka kamu berkata
kepadaku, "Mengapa engkau tinggalkan mereka sendirian dan kamu memecah
belah di antara mereka."
{وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي}
dan
kamu tidak memelihara amanatku. (Thaha:
94)
Yakni
kamu tidak dapat memelihara apa yang telah kuperintahkan kepadamu saat aku
mengangkatmu sebagai penggantiku untuk memimpin mereka. Ibnu Abbas mengatakan
bahwa Harun adalah orang yang segan dan taat kepada Musa.
Thaha, ayat 95-98
{قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا
سَامِرِيُّ (95) قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً
مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي (96)
قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ
لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ
عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا (97)
إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ
عِلْمًا (98) }
Berkata
Musa, "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?” Samiri menjawab, 'Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam
dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.”
Berkata Musa, "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan
dunia ini (hanya dapat) mengatakan, "Janganlah menyentuh (aku).'
Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali
tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh
akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). Sesungguhnya
Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), selain
Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.”
Musa bertanya kepada Samiri,
"Apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu, dan apakah yang membuatmu
berani melakukan apa yang kamu lakukan itu?"
Muhammad ibnu Ishaq telah
meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair,dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa Samiri adalah seorang lelaki dari kalangan penduduk Baj
irma, yaitu dari kalangan kaum yang menyembah sapi. Dan kecintaannya terhadap
penyembahan sapi melekat dalam dirinya. Dia secara lahiriah menampakkan keislamannya
di mata orang-orang Bani Israil, dan nama aslinya ialah Musa ibnu Zafar.
Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas, Samiri berasal dari Kirman. Qatadah
mengatakan bahwa Samiri berasal dari suatu kota yang disebut Samara.
{قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ}
Samiri menjawab, 'Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahui.” (Thaha:
96)
Yakni aku melihat Jibril ketika
datang untuk membinasakan Fir'aun.
{فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ
الرَّسُولِ}
maka aku ambil segenggam dari
jejak rasul. (Thaha: 96)
Yaitu dari bekas jejak kudanya.
Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di kalangan kebanyakan ahli tafsir
atau sebagian besar dari mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris, telah menceritakan
kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari
As-Saddi, dari Ubay ibnu Imarah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Jibril a.s. ketika turun dan ketika naik lagi dengan membawa
Musa ke langit, peristiwa itu terlihat oleh Samiri yang ada di antara
orang banyak, maka Samiri mengambil segenggam tanah dari bekas telapak kuda
utusan itu (Jibril). Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Jibril a.s. membawa
Musa di belakangnya hingga sampailah di dekat pintu langit, lalu Musa naik ke
langit; dan Allah menulis luh-luh (kitab Taurat), sedangkan Musa
mendengar guratan qalam pada luh-luh itu. Dan setelah Allah
memberitahukan kepadanya bahwa kaumnya telah terfitnah setelah kepergiannya,
Musa turun ke bumi, lalu mengambil patung anak lembu itu dan membakarnya. Asar
ini berpredikat garib.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: maka aku ambil segenggam dari jejak rasul. (Thaha:
96) Yakni dari bekas teracak kuda yang dinaiki Malaikat Jibril. Yang dimaksud
dengan gabdah ialah segenggam tanah, yakni sepenuh kedua telapak tangan.
Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Samiri melemparkan apa yang
digenggam tangannya itu ke dalam tumpukan perhiasan Bani Israil, maka tercetaklah
dari leburannya sebuah patung anak lembu yang bertubuh dan bersuara akibat
masuknya angin ke dalam rongga tubuhnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami
Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah
menceritakan kepada kami Imarah, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, bahwa
Samiri melihat utusan itu (sedangkan orang lain tidak melihatnya). Lalu ada
yang membisikkan kepadanya, "Jika kamu mengambil segenggam dari jejak
utusan ini, lalu kamu lemparkan pada sesuatu dan kamu katakan kepadanya,
'Jadilah kamu anu,' maka jadilah ia (menuruti kemauanmu)." Maka Samiri
mengambil segenggam tanah dari jejak utusan itu dan jari jemarinya lengket pada
tanah yang digenggamnya. Setelah Musa pergi untuk memenuhi janjinya, sedangkan
di tangan kaum Bani Israil banyak terdapat perhiasan yang mereka pinjam dari
keluarga Fir'aun (semasa di Mesir, dan terbawa oleh mereka), Samiri berkata
kepada mereka, "Sesungguhnya yang menyebabkan kalian tertimpa musibah ini
tiada lain karena perhiasan yang ada di tangan kalian, maka kumpulkanlah semuanya."
Lalu mereka mengumpulkan perhiasan-perhiasan itu dan Samiri membakarnya hingga
lebur menjadi satu. Ketika melihat pemandangan itu Samiri mendapat bisikan,
"Sesungguhnya jika kamu lemparkan genggaman tanah bekas utusan ini ke
dalam api tersebut, lalu kamu katakan, 'Jadilah anu,' maka akan jadilah
ia" Lalu Samiri melemparkan genggaman itu dan berkata, "Jadilah kamu
anak lembu yang bertubuh dan bersuara!" Maka jadilah ia. Lalu Samiri
berkata, seperti yang disebutkan firman-Nya: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan
Musa. (Thaha: 88). Karena itulah disebutkan oleh kisah selanjutnya melalui
firman-Nya:
{فَنَبَذْتُهَا}
lalu aku melemparkannya. (Thaha: 96)
Yakni aku melemparkannya bersama
dengan orang-orang yang melemparkan perhiasannya, menjadi satu.
{وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي}
dan demikianlah nafsuku
membujukku. (Thaha: 96)
Yaitu hawa nafsunya menganggap
baik perbuatan itu dan membuatnya merasa bangga dan takjub dengan perbuatannya
saat itu.
{قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي
الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لَا مِسَاسَ}
Musa berkata, "Pergilah
kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh(ku)'.” (Thaha:
97)
Yakni sebagaimana kamu telah
mengambil dan memegang sesuatu yang seharusnya kamu tidak boleh mengambil dan
memegangnya, yaitu bekas jejak utusan itu; maka hukumanmu di dunia ini ialah
hendaknya kamu mengatakan, "Janganlah kamu menyentuhku," yakni
orang-orang tidak boleh menyentuhmu.
{وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا}
Dan sesungguhnya bagimu
hukuman. (Thaha: 97)
Yaitu kelak di hari kiamat.
{لَنْ تُخْلَفَهُ}
yang kamu sekali-kali tidak
dapat menghindarinya. (Thaha: 97)
Artinya tiada jalan lain bagimu
kecuali mengalaminya, atau tiada jalan selamat bagimu darinya.
Qatadah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: (hanya dapat) mengatakan, "Janganlah
menyentuh(ku).” (Thaha: 97) Hal tersebut sebagai hukuman terhadap mereka
(yang menyembah anak lembu), dan sisa-sisa mereka di masa sekarang mengatakan
hal yang sama.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ}
Dan sesungguhnya bagimu
hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak
dapat menghindarinya. (Thaha: 97)
Al-Hasan Al-Basri, Qatadah dan
Abu Nuhaik mengatakan bahwa kamu tidak dapat menghindari siksaan itu.
{وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ}
dan lihatlah tuhanmu itu yang
kamu tetap menyembahnya. (Thaha: 97)
Yakni kamu tetap menyembah
patung anak lembu.
{الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا}
Sesungguhnya kami akan
membakarnya. (Thaha: 97)
Ad-Dahhak telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, juga As-Saddi, bahwa Musa mengikis habis patung itu dengan
kikir, lalu melemparnya dalam api.
Qatadah mengatakan bahwa patung
anak lembu itu berubah menjadi anak lembu sungguhan yang berdarah dan
berdaging, lalu Musa membakarnya dan melemparkan abunya ke laut. Karena itulah
disebutkan oleh firman selanjutnya:
{ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ
نَسْفًا}
kemudian kami sungguh-sungguh
akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu
yang berserakan). (Thaha: 97)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Imarah ibnu
Abdullah dan Abu Abdur Rahman, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Musa setelah bersegera menuju ke tempat yang dijanjikan oleh Tuhannya, Samiri
dengan sengaja mengumpulkan semua perhiasan wanita Bani Israil yang dapat
dihimpunkannya, lalu dijadikannya sebuah patung anak lembu.
Ali melanjutkan kisahnya, bahwa
setelah pulang Musa segera pergi ke tempat patung anak lembu itu dan mengambil
kikir, lalu ia mengikir habis patung anak lembu itu di pinggir sungai. Maka
tiada seorang pun dari kalangan mereka yang menyembah patung anak lembu itu
meminum air sungai tersebut, melainkan wajahnya berubah menjadi kuning seperti
warna emas. Lalu mereka berkata kepada Musa, "Bagaimanakah cara tobat
kami?" Musa menjawab, "Sebagian dari kalian membunuh sebagian yang
lainnya."
Hal yang sama telah dikatakan
oleh As-Saddi. Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah disebutkan kisah ini.
kemudian diulangi lagi dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas.
keterangannya lebih rinci lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا
إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا}
Sesungguhnya Tuhan kalian
hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Thaha:
98)
Musa berkata kepada
mereka,"Ini bukanlah tuhan kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian hanyalah
Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia. Yakni tiada yang pantas disembah oleh
para hamba kecuali hanyalah Dia, dan segala sesuatu berhajat kepada-Nya dan
menjadi hamba-Nya."
Firman Allah Swt.:
{وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا}
Pengetahuan-Nya meliputi
segala sesuatu. (Thaha: 98)
Lafaz 'ilman di-nasab-kan karena
berkedudukan sebagai tamyiz, yakni Dia Maha Mengetahui segala sesuatu,
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu
dengan perhitungan yang sangat teliti. Tiada sesuatu pun yang terhalang dari
pengetahuan-Nya, sekalipun sebesar semut yang paling kecil.
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا
يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا
فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu pun yang basah atauyang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
(Al-An'am: 59)
Dan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى
اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ
مُبِينٍ}
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis di dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
(Hud: 6)
Ayat-ayat yang semakna banyak
didapat di dalam Al-Qur'an.
Thaha, ayat 99-101
{كَذَلِكَ نَقُصُّ
عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا
(99) مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا (100)
خَالِدِينَ فِيهِ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلا (101) }
Demikianlah
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad)
sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan
kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Qur'an). Barang siapa
berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di
hari kiamat, mereka kelak di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu
sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.
Allah Swt. berfirman kepada
Nabi-Nya, bahwa telah Kami ceritakan kepadamu kisah Musa dan semua apa yang
terjadi pada dirinya dalam menghadapi Fir'aun dan bala tentaranya, yaitu dengan
kisah yang jelas dan sesuai dengan kejadiannya. Begitu pula telah Kami
ceritakan kepadamu kisah-kisah masa lalu lainnya sesuai dengan kejadiannya
tanpa ada penambahan atau pengurangan, dan ini:
{وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا} أَيْ:
عِنْدِنَا {ذِكْرًا}
sesungguhnya telah Kami
berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan. (Thaha:
99)
Yakni Al-Qur'an yang tidak
datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Tuhan Yang Maha-bijaksana lagi Maha Terpuji. Tiada seorang nabi
pun sejak mereka diutus hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad Saw. diberi sebuah
Kitab yang semisal dengan Al-Qur'an, tiada suatu kitab pun yang lebih sempurna
dan lebih mencakup isinya daripada Al-Qur'an. Di dalamnya termuat kisah-kisah terdahulu,
kisah masa Al-Qur'an, dan kisah masa mendatang, di dalamnya terkandung pula
hukum yang memutuskan di antara manusia.
Firman Allah Swt.:
{مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ}
Barang siapa berpaling dari
Al-Qur’an. (Thaha: 100)
Yaitu mendustakannya dan
berpaling, tidak mau mengikuti perintah dan larangannya, lalu ia mencari
petunjuk dari selain Al-Qur'an, maka sesungguhnya Allah akan menyesalkannya dan
menuntunnya ke jalan yang menjerumuskannya ke dalam neraka Jahim. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya:
{مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا}
Barang siapa berpaling dari
Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat. (Thaha: 100)
Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman lainnya yang mengatakan:
{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ
فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara
mereka (orang-orang Quraisy) dan
sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang
diancamkan baginya. (Hud: 17)
Makna ayat ini bersifat umum
mencakup semua orang yang sampai kepadanya Al-Qur'an, baik dari kalangan orang
Arab maupun non-Arab, dan baik dari kalangan ahli kitab maupun lainnya. Seperti
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ}
supaya dengan Al-Qur’an Aku
memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An'am: 19)
Setiap orang yang sampai
kepadanya Al-Qur'an, maka Al-Qur'an memberikan peringatan kepadanya dan
menyerunya. Maka barang siapa yang mengikutinya akan mendapat petunjuk. Dan
barang siapa yang menentangnya serta berpaling darinya, sesatlah ia dan
celakalah ia di dunia ini, dan tempat yang diancamkan baginya kelak di hari
kiamat adalah neraka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا * خَالِدِينَ فِيهِ}
Barang siapa berpaling dari
Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
mereka kekal di dalam keadaan itu. (Thaha: 100-101)
Artinya tidak ada jalan selamat
bagi mereka dari siksa neraka, dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya.
{وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلا}
Dan amat buruklah dosa itu
sebagai beban bagi mereka di hari kiamat. (Thaha:
101)
Yakni seburuk-buruk beban adalah
beban yang mereka pikul.
Thaha, ayat 102-104
{يَوْمَ يُنْفَخُ فِي
الصُّورِ وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا (102) يَتَخَافَتُونَ
بَيْنَهُمْ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا عَشْرًا (103) نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ
إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا يَوْمًا (104) }
(yaitu) di
hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan
pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram; mereka
berbisik-bisik di antara mereka, "Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan
hanyalah sepuluh (hari).” Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan,
ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka, "Kalian
tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja.”
Telah disebutkan di dalam sebuah
hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang as-sur atau
sangkakala ini. Maka beliau menjawab:
"قَرنٌ يُنفَخ فِيهِ"
Seperti sebuah tanduk yang
dapat ditiup
Di dalam hadis mengenai
sangkakala ini yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa sur
adalah tanduk (terompet yang berbentuk tanduk) yang sangat besar. Garis
tengahnya sama dengan luasnya langit dan bumi, Malaikat Israfillah yang
ditugaskan untuk meniupnya. Di dalam hadis lainnya disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda:
"كَيْفَ أنعَمُ وَصَاحِبُ القَرْن قَدِ الْتَقَمَ القَرْن،
وَحَنَى جَبْهَتَهُ، وَانْتَظَرَ أَنْ يُؤْذَنَ لَهُ" فَقَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، كَيْفَ نَقُولُ؟ قَالَ: "قُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الْوَكِيلُ، عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا"
Bagaimana aku dapat
bersenang-senang, sedangkan malaikat yang ditugaskan meniup sangkakala telah
meletakkan sangkakala pada mulutnya dan mengernyitkan dahinya siap melakukan
tiupan sambil menunggu perintah. Para sahabat yang
hadir mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami ucapkan?"
Rasulullah Saw. menjawab: Katakanlah oleh kalian, "Cukuplah Allah
menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, hanya kepada
Allah-lah kami bertawakal (berserah diri)."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ
زُرْقًا}
dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka
yang biru muram. (Thaha: 102)
Menurut suatu pendapat, makna
yang dimaksud ialah mata mereka biru karena kerasnya kengerian yang dialami
oleh mereka di hari itu.
{يَتَخَافَتُونَ بَيْنَهُمْ}
mereka berbisik-bisik di
antara mereka. (Thaha: 103)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa
mereka saling berbisik di antara sesamanya. Mereka mengatakan kalimat berikut:
{إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا عَشْرًا}
Kalian tidak berdiam
melainkan hanyalah sepuluh (hari). (Thaha: 103)
Yakni masa tinggal kalian di
dunia hanya sebentar, yaitu sepuluh hari atau yang semisal dengannya. Lalu
Allah Swt. berfirman:
{نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ}
Kami lebih mengetahui apa
yang mereka katakan. (Thaha: 104)
Saat mereka melakukan
bisik-bisik di antara sesama mereka,
{إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً}
ketika berkata orang yang
paling lurus jalannya di antara mereka. (Thaha:
104)
Makna yang dimaksud ialah orang
yang paling sehat akalnya di antara mereka.
{إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا يَوْمًا}
Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja. (Thaha: 104)
karena pendeknya masa hidup di
dunia menurut mereka di hari kiamat itu. Kehidupan di dunia ini, sekalipun
waktunya terus berulang dan silih berganti malam dan siang harinya, keadaannya
seakan-akan sama dengan satu hari. Karena itulah orang-orang kafir pada hari
kiamat nanti merasa kehidupan mereka di dunia sangat pendek. Tujuan mereka
mengatakan demikian ialah untuk menolak tegaknya hujah terhadap diri mereka,
yaitu dengan mengemukakan alasan bahwa masa hidup mereka di dunia amatlah
pendek. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
{وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ
الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ}
Dan pada hari terjadinya
kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak berdiam (di dunia) melainkan hanya sesaat (Ar-Rum: 55)
sampai dengan firman-Nya:
وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
akan tetapi kamu sekalian
selalu tidak meyakini{nya). (Ar-Rum: 56)
Demikian pula firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ
فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
نَصِيرٍ}
Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umur kalian dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang
mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kalian pemberi peringatan? (Fathir: 37), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ
* قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ * قَالَ
إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Berapa tahunkah lamanya
kalian tinggal di bumi? Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui.” (Al-Mu’minun
: 112-114)
Yakni sesungguhnya masa tinggal
kalian di dunia hanyalah sebentar. Kalau kalian sesungguhnya mengetahui,
tentulah kalian akan memilih kehidupan yang kekal daripada kehidupan yang fana.
Tetapi kalian telah diberi kebebasan untuk memilih, dan ternyata kalian salah
memilih karena kalian lebih memprioritaskan kehidupan yang fana dan melalaikan
kehidupan yang kekal dan abadi.
Thaha, ayat 105-108
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا (105) فَيَذَرُهَا قَاعًا صَفْصَفًا
(106) لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلا أَمْتًا (107) يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ
الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلا تَسْمَعُ
إِلا هَمْسًا (108) }
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan
menghancurkannya (di hari
kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung
itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang
rendah dan yang tinggi-tinggi. Pada hari itu manusia mengikuti (menuju
kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua
suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan
saja.
Firman Allah Swt.:
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ}
Dan mereka bertanya kepadamu
tentang gunung-gunung. (Thaha: 105)
apakah gunung-gunung itu masih
tetap ada kelak di hari kiamat, ataukah akan lenyap?
{فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا}
maka katakanlah,
"Tuhanku akan menghancurkannya (di hari
kiamat) dengan sehancur-hancurnya. (Thaha: 105)
Maksudnya, Allah melenyapkan
dari tempatnya dan menghancurkannya serta menghambur-hamburkannya dengan
sehambur-hamburnya.
{فَيَذَرُهَا
قَاعًا صَفْصَفًا}
maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali. (Thaha: 106)
Yaitu bumi menjadi hamparan yang
rata seluruhnya, seakan-akan menjadi satu hamparan. Al-qa' artinya tanah
rata, sedangkan safsaf mempunyai arti yang sama untuk menguatkannya.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tanah yang tiada
tumbuh-tumbuhannya. Tetapi makna pendapat yang pertama lebih baik, sekalipun
makna pendapat yang kedua juga termasuk ke dalam pengertiannya secara tidak
langsung. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلا أَمْتًا}
tidak ada sedikit pun kamu
lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi. (Thaha: 107)
Yakni pada hari itu kamu tidak
akan melihat di bumi suatu lembah pun, tidak pula suatu dataran tinggi pun;
tiada tempat yang rendah, tiada pula tempat yang tinggi, semuanya rata dan
datar. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri,
Ad-Dahhak, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan
ulama Salaf.
{يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا
عِوَجَ لَهُ}
Pada hari itu manusia
mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan
tidak berbelok-belok. (Thaha: 108)
Yakni di hari mereka menyaksikan
keadaan dan huru-hara hari kiamat ini, mereka bersegera memenuhi seruan yang
memanggil mereka. Ke mana pun seruan itu memerintahkan kepada mereka, maka
mereka segera menurutinya. Seandainya ketaatan seperti itu dilakukan oleh mereka
ketika hidup di dunia, tentulah membawa manfaat bagi mereka. Tetapi nasi telah
menjadi bubur, hal itu tiada manfaatnya bagi mereka. Hal yang sama telah
disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ
يَأْتُونَنَا}
Alangkah terangnya
pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka
datang kepada kami. (Maryam: 38)
Dan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ}
mereka datang dengan cepat
kepada penyeru itu. (Al-Qamar: 8)
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
mengatakan bahwa kelak di hari kiamat Allah menggiring manusia dalam kegelapan,
langit telah digulung, bintang-bintang berhamburan, dan matahari serta rembulan
telah lenyap. Lalu terdengarlah suara seruan (yang menyeru manusia), maka
manusia pun mengikutinya dengan taat. Yang demikian itu disebutkan di dalam
firman Allah Swt.: Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada
suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok, (Thaha: 108)
Menurut Qatadah, makna yang
dimaksud ialah mereka tidak menyimpang dari perintah seruan. Menurut Abu Saleh,
tidak berbelok-belok.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ}
dan merendahlah semua suara
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Thaha: 108)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa
semuanya diam, tiada yang bersuara. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi.
{فَلا تَسْمَعُ إِلا هَمْسًا}
maka kamu tidak mendengar
kecuali hanya bisikan saja. (Thaha: 108)
Sa'id ibnu Jubair telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan hams ialah
suara langkah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak,
Ar-Rabi' ibnu Abas, Qatadah, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka kamu
tidak mendengar kecuali bisikan saja. (Thaha: 108) Yakni suara bisikan, dan
itu adalah riwayat yang bersumber dari Ikrimah dan Ad-Dahhak.
Sa'id ibnu Jubair telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka kamu tidak mendengar
kecuali bisikan saja. (Thaha: 108) Yakni suara bisikan dan suara langkah
kaki.
Sa'id menggabungkan kedua takwil
tersebut, dan itu bisa saja terjadi. Yang dimaksud dengan langkah kaki ialah
suara langkah manusia ketika menuju ke Padang Mahsyar, mereka berjalan dengan
tenang dan merendahkan diri. Adapun yang dimaksud dengan suara bisikan,
barangkali terjadi di suatu keadaan tertentu, tidak di semua keadaan saat itu.
Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:
{يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلا
بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ}
Di kala datang hari itu,
tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan dengan izin-Nya; maka di antara
mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia. (Hud:
105)
Thaha, ayat 109-112
{يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ
الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا (109)
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
(110) وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ
ظُلْمًا (111) وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ
ظُلْمًا وَلا هَضْمًا (112) }
Pada hari itu tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang
Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai
perkataannya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di
belakang mereka, sedangkan ilmu mereka tidak meliputi ilmu-Nya. Dan tunduklah
semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi
senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah
orang yang melakukan kezaliman. Dan barang siapa mengerjakan amal-amal yang
saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang
tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan
haknya.
Firman
Allah Swt.:
{يَوْمَئِذٍ} أَيْ: يَوْمَ الْقِيَامَةِ {لَا
تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ} أَيْ: عِنْدَهُ {إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ
وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا}
Pada
hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi
izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. (Thaha: 109)
Yaitu
pada hari kiamat itu tiada suatu syafaat pun yang diterima di sisiNya, kecuali
pertolongan syafaat dari orang yang telah mendapat izin dari Allah Swt. Yang
Maha Pemurah. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا
بِإِذْنِهِ}
Siapakah
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Al-Baqarah: 255)
{وَكَمْ
مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ
بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى}
Dan
berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna
kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-Nya. (An-Najm: 26)
{وَلا
يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى}
dan
mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah (Al-Anbiya: 28)
{وَلا
تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ}
Dan
tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafaat (Saba:
23)
Dan
firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ
صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا}
Pada
hari ketika roh dan malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata
kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah;
dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba: 38)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui berbagai jalur dari Rasulullah
Saw., penghulu anak Adam dan makhluk yang paling mulia, dari Allah Swt.
Disebutkan bahwa beliau pernah bersabda:
"آتِي تَحْتَ
الْعَرْشِ، وَأَخِرُّ لِلَّهِ سَاجِدًا، ويَفْتَح عَلَيَّ بِمَحَامِدَ لَا
أُحْصِيهَا الْآنَ، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي، ثُمَّ يَقُولُ:
يَا مُحَمَّدُ، ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَقُلْ يُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ".
قَالَ: "فَيَحِدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ، ثُمَّ
أَعُودُ"،
Aku datang ke bagian bawah 'Arasy
dan aku menyungkur bersujud kepada Allah, lalu Allah mengajariku pujian-pujian
yang tidakdapat aku hitung-hitung jumlahnya sekarang, dan Allah membiarkan aku
selama apa yang dikehendaki-Nya. Setelah itu Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad,
angkatlah mukamu. Berkatalah, pasti di dengar. Dan mintalah syafaat, pasti
diberi izin memberi syafaat.” Lalu Allah memberikan batasan sejumlah tertentu,
maka aku masukkan mereka ke dalam surga, lalu aku meminta lagi.
Nabi
Saw. dalam hadisnya ini menyebutkan bahwa beliau melakukan hal tersebut
sebanyak empat kali. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepadanya, juga
kepada para nabi lainnya.
Di
dalam hadis yang lain disebutkan pula:
يَقُولُ تَعَالَى:
أَخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ
إِيمَانٍ، فَيُخْرِجُون خَلْقًا كَثِيرًا، ثُمَّ يَقُولُ: أَخْرِجُوا مِنَ
النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ نِصْفُ مِثْقَالٍ مِنْ إِيمَانٍ، أَخْرِجُوا
مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً، مَنْ كَانَ فِي
قَلْبِهِ أَدْنَى أَدْنَى أَدْنَى مِثْقَالِ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ"
الْحَدِيثَ
Allah
Swt. berfirman, "Keluarkanlah oleh kalian (para malaikat) dari dalam neraka orang yang di dalam
kalbunya terdapat iman sebesar biji sawi!" Maka keluarlah (dari
neraka) sejumlah besar manusia. Kemudian Allah Swt. berfirman lagi,
"Keluarkanlah dari neraka orang yang di dalam kalbunya terdapat iman
sebesar separo biji sawi, dan keluarkanlah dari neraka orang yang di dalam
kalbunya terdapat iman seberat semut yang kecil, dan (juga) orang yang
dalam hatinya terdapat iman yang lebih kecil daripada semut yang
terkecil."
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا
خَلْفَهُمْ}
Dia
mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. (Thaha: 110)
Artinya,
pengetahuan Allah meliputi semua makhluk.
Firman
Allah Swt.:
{وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا}
sedangkan
ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)
Ayat
ini semakna dengan firman-Nya:
{وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ
إِلا بِمَا شَاءَ}
dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang
dikehendaki-(Nya). (Al-Baqarah:
225)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}
Dan
tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup
Kekal lagi senantiasa mengurus makhluk-Nya. (Thaha: 111)
Ibnu
Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa semua wajah saat itu tunduk, merasa hina
dan berserah diri kepada Tuhannya Yang Mahahidup dan Yang tidak mati lagi
terus-menerus mengurus makhluk-Nya dan tidak tidur; sedangkan Dia terus
mengurus segala sesuatu, mengaturnya, dan memeliharanya. Dia adalah Zat Yang
Maha Sempurna, segala sesuatu berhajat kepada-Nya karena tidak dapat bertahan
kecuali dengan pertolongan-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا}
Dan
sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman. (Thaha: 111)
Yakni
mereka akan merugi pada hari kiamat, karena sesungguhnya pada hari itu Allah
akan menunaikan setiap hak kepada pemiliknya masing-masing, sehingga kambing
yang tidak bertanduk membalas kambing yang bertanduk (yang dahulu ketika di
dunia pernah menanduknya).
Di
dalam sebuah hadis disebutkan:
"يَقُولُ اللَّهُ
تَعَالَى: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي، لَا يُجَاوِزُنِي الْيَوْمَ ظُلْمُ
ظَالِمٍ"
Allah
Swt. berfirman,''Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, pada hari (kiamat) ini Aku tidak akan
melewatkan (pembalasan) suatu perbuatan zalim pun dari pelakunya.”
Di
dalam hadis sahih disebutkan:
"إِيَّاكُمْ
وَالظُّلْمَ؛ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
وَالْخَيْبَةُ كُلَّ الْخَيْبَةِ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ مُشْرِكٌ بِهِ؛
فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
Janganlah
kalian berbuat zalim, karena sesungguhnya perbuatan zalim itu merupakan
kegelapan kelak di hari kiamat. Kekecewaan yang sesungguhnya ialah bagi orang
yang menghadap kepada Allah, sedangkan ia dalam keadaan musyrik kepada-Nya.
Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya perbuatan
syirik itu benar-benar perbuatan zalim (dosa) yang besar.”
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا}
Dan
barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman,
maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula)
akan pengurangan haknya. (Thaha: 112)
Setelah
menyebutkan perihal orang-orang zalim dan ancaman yang telah dijanjikan buat
mereka, kemudian Allah menyebutkan perihal orang-orang yang bertakwa dan nasib
mereka, bahwa pahala mereka tidak akan dikurangi, dan haknya tidak pula akan
dikurangi. Dengan kata lain, dosa mereka tidak ditambahi, dan kebaikan mereka
tidak dikurangi.
Demikianlah
menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Bahwa makna zalim ialah adanya
penambahan, misalnya ditambahkan kepada seseorang dosa dari orang lain. Al-hadm
maknanya pengurangan.
Thaha, ayat 113-114
{وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ
قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا (113) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا
تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ
زِدْنِي عِلْمًا (114) }
Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan
Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebagian dari ancaman,
agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka. Maka
Maha-tinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya; dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah,
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
Allah
Swt. berfirman, "'Mengingat hari kembali dan hari pembalasan amal baik dan
amal buruk itu pasti terjadi, maka Kami turunkan Al-Qur'an sebagai pembawa
berita gembira dan menyampaikan peringatan dengan bahasa Arab yang jelas lagi
fasih, tiada kekeliruan dan tiada pula kesulitan padanya."
{وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ
لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ}
dan
Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebagian dari ancaman,
agar mereka bertakwa. (Thaha:
113)
Yaitu
agar mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dan perbuatan-perbuatan yang
haram serta semua perbuatan yang fahisyah (keji).
{أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا}
atau
(agar) Al-Qur’an itu menimbulkan
pengajaran bagi mereka. (Thaha: 113)
Yakni
menimbulkan ketaatan dan pekerjaan-pekerjaan yang mendekatkan diri mereka
kepada Allah.
{فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ}
Maka
Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. (Thaha: 114)
Artinya,
Mahasuci Allah, Raja yang sebenar-benarnya; janji-Nya benar, ancaman-Nya benar,
rasul-rasul-Nya benar, surga benar, neraka benar (adanya), dan
segala sesuatu yang datang dari-Nya adalah benar belaka. Sifat Mahaadil Allah
ialah Dia tidak mengazab seseorang sebelum memberikan peringatan dan mengutus
rasul-rasul-Nya dan sebagai alasanNya kepada makhluk-Nya, agar tidak ada lagi
hujah dan keraguan bagi seorang pun terhadap apa yang telah diputuskan oleh-Nya
kelak.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ}
Dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu. (Thaha:
114)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam surat lainnya yang
mengatakan:
{لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ
بِهِ * إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ * فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ
قُرْآنَهُ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ}
Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca)
Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah:
16-19)
Di
dalam hadis sahih telah disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah Saw. sangat bersemangat bila menerima wahyu; hal inilah yang
mendorongnya menggerakkan lisannya. Lalu Allah menurunkan ayat ini. Sebelum itu
apabila Nabi Saw. kedatangan Malaikat Jibril membawa wahyu, setiap kali Jibril
mengatakan suatu ayat, Nabi Saw. ikut membacanya bersama Jibril, karena
keinginannya yang keras untuk menghafal Al-Qur'an dengan cepat. Maka Allah
memberinya petunjuk kepada cara yang lebih mudah dan lebih ringan bagi Nabi
Saw. agar beliau tidak berat. Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman: Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak
cepat-cepat (menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah:
16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunnya dalam dadamu, kemudian kamu dapat
membacakannya kepada manusia tanpa ada sesuatu pun darinya yang terlupakan
olehmu. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya
itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah:
18-19)
Dalam
surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ}
dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu. (Thaha:
114)
melainkan
dengarlah dengan penuh perhatian. Apabila malaikat telah selesai membacakannya
kepadamu, mulailah kamu membacanya.
{وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا}
dan
katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Thaha: 114)
Maksudnya,
berilah aku tambahan ilmu dari-Mu.
Ibnu
Uyaynah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. terus-menerus mendapat tambahan ilmu
hingga Allah Swt. mewafatkannya. Karena itulah di dalam sebuah hadis telah
disebutkan:
"إِنَّ اللَّهَ
تَابَعَ الْوَحْيَ عَلَى رَسُولِهِ، حَتَّى كَانَ الْوَحْيُ أَكْثَرَ مَا كَانَ
يَوْمَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sesungguhnya
Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya secara berturut-turut, sehingga wahyu
banyak diturunkan di hari-hari beliau menjelang wafatnya.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْر،
عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا علَّمتني،
وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى
كُلِّ حَالٍ"
Ibnu
Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, dari Musa ibnu Ubaidah,
dari Muhammad ibnu Sabit, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah berkata dalam doanya: Ya Allah, berilah aku manfaat
melalui ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarilah aku hal-hal yang
bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan, dan segala puji
bagi Allah dalam semua keadaan.
Imam
Turmuzi mengetengahkan hadis ini melalui Abu Kuraib, dari Abdullah ibnu Numair
dengan sanad yang sama, selanjutnya Imam Turmuzi mengatakan bahwa ditinjau dari
jalur periwayatannya hadis ini berpredikat garib.
Al-Bazzar
meriwayatkannya dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Abu Asim, dari Musa ibnu
Ubaidah dengan sanad yang sama, hanya di akhir hadis ditambahkan doa berikut:
"وَأَعُوذُ بِاللَّهِ
من حال أهل النار"
Dan
aku berlindung kepada Allah dari keadaan ahli neraka.
Thaha, ayat 115-122
{وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى
آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا (115) وَإِذْ قُلْنَا
لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى (116) فَقُلْنَا
يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ
الْجَنَّةِ فَتَشْقَى (117) إِنَّ لَكَ أَلا تَجُوعَ فِيهَا وَلا تَعْرَى (118)
وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلا تَضْحَى (119) فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ
قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى
(120) فَأَكَلا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ
عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى (121) ثُمَّ
اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى (122) }
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia
lupa (akan perintah itu) dan
tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami
berkata kepada malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam'.” Maka mereka
sujud, kecuali iblis. Ia membangkang. Maka Kami berkata, "Hai Adam,
sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka
sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi sengsara. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di
dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa
dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.” Kemudian
setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, "Hai Adam,
maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan
binasa?” Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang
ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian
Tuhannya memilihnya, maka Dia menerima tobatnya dan memimpinnya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinari, telah
menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan,
"Sesungguhnya manusia itu dinamakan insan tiada lain karena Allah telah
memerintahkan kepadanya dahulu, lalu ia lupa kepada perintah-Nya." Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas.
Mujahid
mengatakan —begitu pula Al-Hasan Al-Basri— bahwa makna nasiya ialah
meninggalkan.
Firman
Allah Swt.:
{وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا
لآدَمَ}
Dan
(ingatlah) ketika Kami berkata
kepada malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam!" (Thaha: 116)
Allah
Swt. menceritakan kemuliaan dan penghormatan yang diberikanNya kepada Adam dan
keutamaan yang dianugerahkan kepadanya di atas kebanyakan makhluk-Nya dengan
keutamaan yang sebenar-benarnya.
Pembahasan
mengenai kisah ini telah dikemukakan dalam tafsir surat Al-Baqarah, Al-A'raf,
Al-Hijr, serta Al-Kahfi, dan nanti di akhir tafsir surat Shad akan disebut
kisah Allah menciptakan Adam dan perintah-Nya kepada para malaikat untuk
bersujud kepada Adam sebagai penghormatan mereka kepada Adam. Dijelaskan pula
dalam kisah itu permusuhan iblis kepada Bani Adam dan kakek moyang mereka
dahulu. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى}
maka
mereka sujud, kecuali iblis. Ia membangkang. (Thaha: 116)
Yaitu
menolak dan sombong, tidak mau bersujud.
{فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ
لَكَ وَلِزَوْجِكَ}
Maka
Kami berkata, "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu (Siti
Hawa). (Thaha: 117)
{فَلا
يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى}
maka
sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi sengsara. (Thaha: 117)
Artinya,
bersikap waspadalah kamu terhadapnya. Dia akan berusaha mengeluarkan kamu dari
surga, yang akibatnya kamu akan hidup payah, lelah, dan sengsara dalam mencari
rezekimu. Karena sesungguhnya kamu sekarang di surga ini dalam kehidupan yang
makmur lagi nikmat, tanpa beban dan tanpa bersusah payah.
{إِنَّ لَكَ أَلا تَجُوعَ فِيهَا وَلا
تَعْرَى}
Sesungguhnya
kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. (Thaha: 118)
Sesungguhnya
disebutkan antara kelaparan dan telanjang secara bergandengan karena lapar
merupakan kehinaan bagian dalam, sedangkan telanjang merupakan kehinaan bagian
lahiriah (luar)
{وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلا
تَضْحَى}
dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas
matahari di dalamnya. (Thaha: 119)
Hal
ini pun merupakan dua perkara yang bertolak belakang; dahaga merupakan panas
dalam, sedangkan kepanasan karena sinar matahari merupakan panas lahiriah.
Firman
Allah Swt.:
{فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا
آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى}
Kemudian
setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, "Hai Adam,
maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan
binasa?"' (Thaha: 120)
Dalam
pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa setan merayunya dengan bujukan yang
menjerumuskan.
{وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ
النَّاصِحِينَ}
Dan
dia (setan) bersumpah kepada
keduanya, "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat
pada kamu berdua.” (Al-A'raf: 21)
Dalam
pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa Allah Swt. telah memerintahkan
kepada Adam dan istrinya untuk memakan semua buah-buahan yang ada di dalam
surga, tetapi keduanya tidak boleh mendekati suatu pohon tertentu di dalam
surga itu. Iblis terus-menerus menggoda dan merayu keduanya sehingga keduanya
memakan buah terlarang itu. Buah terlarang itu berasal dari pohon khuldi, yang
barang siapa memakan buahnya ia akan hidup kekal dan abadi. Di dalam sebuah
hadis telah disebutkan kisah tentang pohon khuldi ini.
فَقَالَ أَبُو دَاوُدَ
الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي الضَّحَّاكِ سَمِعْتُ أَبَا
هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ شَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي ظِلِّهَا مِائَةَ
عَامٍ، مَا يَقْطَعُهَا وَهِيَ شَجَرَةُ الْخُلْدِ"
Imam
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Abud Dahhak, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan'hadis berikut
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat
sebuah pohon; bila seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama
seratus tahun, ia masih belum menempuhnya. Pohon itu adalah pohon khuldi.
Imam
Ahmad juga telah meriwayatkan hadis ini.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَأَكَلا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا
سَوْآتُهُمَا}
Maka
keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya. (Thaha: 121)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
الْحُسَيْنِ بْنِ إِشْكَابَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ
خَلَقَ آدَمَ رَجُلًا طِوَالًا كَثِيرَ شَعْرِ الرَّأْسِ، كَأَنَّهُ نَخْلَةٌ
سَحُوق. فَلَمَّا ذَاقَ الشَّجَرَةَ سَقَطَ عَنْهُ لِبَاسُهُ، فَأَوَّلُ مَا بَدَا
مِنْهُ عَوْرَتُهُ. فَلَمَّا نَظَرَ إِلَى عَوْرَتِهِ جَعَلَ يَشْتَد فِي
الْجَنَّةِ، فأخذتْ شعرَه شَجَرَةٌ، فَنَازَعَهَا، فَنَادَى الرَّحْمَنُ: يَا
آدَمُ، منِّي تَفِرُّ؟ فَلَمَّا سَمِعَ كَلَامَ الرَّحْمَنِ قَالَ: يَا رَبِّ، لَا
وَلَكِنِ اسْتِحْيَاءً أَرَأَيْتَ إِنْ تُبْتُ وَرَجَعْتُ، أَعَائِدِي إِلَى
الْجَنَّةِ؟ قَالَ: نَعَمْ" فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ
رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu
Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id ibnu Abu
Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam berupa
seorang lelaki yang tinggi lagi berambut lebat, seakan-akan tingginya seperti
pohon kurma ydhg sangat tinggi. Setelah Adam memakan buah terlarang itu, maka
semua pakaiannya terlepas: mula-mula yang kelihatan ialah bagian auratnya.
Setelah Adam melihat bahwa auratnya kelihatan, maka ia berlari di dalam taman
surga, tetapi rambutnya terkait pada sebuah pohon, maka ia menarik pohon itu.
Lalu Tuhan Yang Maha Pemurah berfirman, 'Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku!
" Setelah Adam mendengar kalam Tuhan Yang Maha Pemurah, ia berkata,
"Wahai Tuhanku, saya tidak lari, tetapi saya malu. Bagaimanakah menurut
Engkau jika aku bertobat dan kembali taat, apakah Engkau akan mengembalikan
diriku ke dalam surga?”Allah menjawab, "Ya.” Yang demikian itu disebutkan
oleh firman-Nya, "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat Tuhannya, maka
Allah menerima tobatnya.” (Al-Baqarah: 37 )."
Di
dalam sanad hadis ini terdapat inqita' (mata rantai yang terputus)
antara Al-Hasan dan Ubay ibnu Ka'b, Al-Hasan tidak menerimanya langsung
dari Ubay; mengenai predikat marfu hadis ini masih diragukan pula.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ
وَرَقِ الْجَنَّةِ}
dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga. (Thaha: 121)
Mujahid
mengatakan bahwa keduanya memotong dedaunan surga itu untuk pakaiannya. Hal
yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Laila, dari Al-Minhal, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga. (Thaha:
121) Bahwa keduanya memetik daun-daun surga, lalu menjadikannya sebagai penutup
auratnya, yaitu daun pohon Tin.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ
اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى}
dan
durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya,
maka Dia menerima tobatnya dan memimpinnya. (Thaha: 121-122)
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ النَّجَّارِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "حَاجَّ مُوسَى آدَمَ، فَقَالَ
لَهُ: أَنْتَ الَّذِي أَخْرَجْتَ النَّاسَ مِنَ الْجَنَّةِ بِذَنْبِكَ
وَأَشْقَيْتَهُمْ؟ قَالَ آدَمُ: يَا مُوسَى، أَنْتَ الَّذِي اصْطَفَاكَ اللَّهُ
بِرِسَالَاتِهِ وَبِكَلَامِهِ، أَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ
عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي -أَوْ: قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ
يَخْلُقَنِي -" قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فحج
آدم موسى".
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Ayyub ibnun Najjar, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah,
dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Musa mendebat Adam, ia
mengatakan kepadanya, "Engkaulah yang menyebabkan manusia dikeluarkan dari
surga karena dosamu sehingga engkau membuat mereka sengsara.” Adam menjawab,
"Hai Musa, engkau adalah orang yang dipilih oleh Allah untuk membawa
risalah-Nya dan berbicara langsung denganmu, apakah engkau mencelaku karena
suatu perkara yang telah ditetapkan oleh Allah atas diriku sebelum Dia
menciptakan aku? Atau sesuatuyang telah ditakdirkan oleh-Nya atas diriku
sebelum Dia menciptakan aku?” Rasulullah Saw. bersabda, "Maka Adam
dapat mengalahkan debat Musa."
Hadis
ini mempunyai berbagai jalur periwayatan di dalam kitab Sahihain dan
kitab-kitab Musnad.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وهب،
أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ أَبِي ذُبَابَ، عَنْ
يَزِيدَ بْنِ هُرْمُزَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "حَجَّ آدمُ وَمُوسَى عِنْدَ
رَبِّهِمَا، فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى، قَالَ مُوسَى: أَنْتَ الَّذِي خَلَقَكَ اللَّهُ
بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ،
وَأَسْكَنَكَ فِي جَنَّتِهِ، ثُمَّ أَهْبَطْتَ النَّاسَ إِلَى الْأَرْضِ
بِخَطِيئَتِكَ؟ قَالَ آدَمُ: أَنْتَ مُوسَى الَّذِي اصْطَفَاكَ اللَّهُ
بِرِسَالَتِهِ وَكَلَامِهِ، وَأَعْطَاكَ الْأَلْوَاحَ فِيهَا تِبْيَانُ كُلِّ
شَيْءٍ، وَقَرَّبَكَ نَجِيًّا، فَبِكَمْ وجدتَ اللَّهَ كَتَبَ التَّوْرَاةَ
[قَبْلَ أَنْ أُخْلَقَ] قَالَ مُوسَى: بِأَرْبَعِينَ عَامًا. قَالَ آدَمُ: فَهَلْ
وجدتَ فِيهَا {وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى} قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: أَفَتَلُومُنِي
عَلَى أَنْ عملتُ عَمَلًا كَتَبَ اللَّهُ عَلَيَّ أَنْ أَعْمَلَهُ قَبْلَ أَنْ
يَخْلُقَنِي بِأَرْبَعِينَ سَنَةً". قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu
Iyad, dari Al-Haris ibnu Abu Zi-ab, dari Yazid ibnu Hurmuz yang mengatakan, ia
pernah mendengar Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Musa
dan Adam berdebat di hadapan Tuhannya, tetapi pada akhirnya Adam dapat
mematahkan bantahan Musa. Musa berkata, "Engkaulah orang yang diciptakan
oleh Allah dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan ke dalam tubuhmu
sebagian dari roh (ciptaan)-Nya, dan Dia menyuruh para malaikat
bersujud kepadamu, serta menempatkanmu di dalam surga-Nya. Kemudian engkau
menurunkan manusia ke bumi karena dosamu.” Adam berkata, "Engkau Musa
adalah orang yang telah dipilih oleh Allah untuk membawa risalah-Nya dan berbicara
langsung dengan-Nya, serta Dia telah memberikan kepadamu kitab Taurat yang di
dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu, dan Dia mendekatkanmu untuk
bermunajat (dengan-Nya). Maka berapa lamakah menurutmu Allah telah
menulis kitab Taurat sebelum aku diciptakan?” Musa menjawab, "Empatpuluh
tahun sebelumnya.” Adam berkata, "Apakah engkau menjumpai padanya (kitab
Taurat), bahwa Adam durhaka kepada Tuhannya, sehingga sesatlah ia?” Musa
menjawab, "Ya.” Adam berkata, "Mengapa engkau mencelaku karena aku telah
mengerjakan suatu perbuatan yang telah ditakdirkan oleh Allah aku harus
melakukannya pada waktu empat puluh tahun sebelum Dia menciptakan aku?" Rasulullah
Saw. bersabda, bahwa akhirnya Adam dapat mengalahkan hujah Musa.
Al-Haris
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Hurmuz dengan lafaz
yang semisal melalui Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
Thaha, ayat 123-126
{قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا
جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى (123) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ
ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
(124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ
كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126) }
Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika
datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa
berpaling dari per ingatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan
buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman,
"Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya,
dan begitu (pula)
pada hari ini kamu pun dilupakan.”
Allah
berfirman kepada Adam, Hawa, dan iblis, "Turunlah kalian semua dari
surga!" Penjelasan mengenai hal ini telah kami kemukakan dalam tafsir
surat Al-Baqarah.
{بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ}
sebagian
kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain. (Thaha: 123)
Yakni
Adam dan keturunannya lawan iblis dan keturunannya. Firman Allah Swt.:
{فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى}
maka
jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku. (Thaha: 123)
Abul
Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan petunjuk ialah melalui para nabi dan
para rasul serta keterangan yang disampaikan mereka.
{فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا
يَشْقَى}
lalu
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka. (Thaha: 123)
Ibnu
Abbas mengatakan, bahwa dia tidak akan sesat di dunia ini dan tidak akan celaka
di akhiratnya nanti.
{وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي}
Dan
barang siapa berpaling dari peringatan-Ku. (Thaha: 124)
Yaitu
menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku,
lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari
selainnya.
{فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا}
maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124)
Yakni
kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak
lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada
lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya,
memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang
disukainya. Sekalipun hidup dengan semua kemewahan itu, pada hakikatnya hatinya
tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan petunjuk,
bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Dia terus-menerus tenggelam
di dalam keragu-raguannya. Hal inilah yang dimaksudkan dengan penghidupan yang
sempit.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha:
124) Yaitu kesengsaraan.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Segala sesuatu
yang Aku berikan kepada seorang hamba, sedikit atau banyak, ia tidak bertakwa
kepada-Ku karenanya, maka tiada kebaikan pada sesuatu itu; inilah yang dimaksud
dengan kehidupan yang sempit.
Ibnu
Abbas mengatakan pula bahwa sesungguhnya bila ada suatu kaum yang sesat, mereka
berpaling dari kebenaran, padahal kehidupan mereka makmur dan mudah lagi
bersikap sombong; maka itulah yang dinamakan kehidupan yang sempit. Dikatakan
demikian karena mereka memandang bahwa tidaklah Allah menentang prinsip
kehidupan mereka yang berburuk sangka kepada Allah dan mendustakan-Nya. Apabila
seorang hamba mendustakan Allah dan berburuk sangka terhadap-Nya serta tidak percaya
kepada-Nya, maka kehidupannya menjadi keras, dan kehidupan yang keras inilah
yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit dalam ayat ini.
Ad-Dahhak
mengatakan, kehidupan yang sempit ialah pekerjaan yang buruk dan rezeki yang
kotor. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Malik ibnu Dinar.
Sufyan
ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Abu Hazim, dari Abu Salamah, dari Abu
Sa'id sehubungan dengan makna firman-Nya: kehidupan yang sempit. (Thaha:
124) Bahwa kuburannya menjepitnya (mengimpitnya) sehingga tulang-tulang iganya
berantakan (bila ia telah mati nanti). Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa
An-Nu'man ibnu Abu Iyasy nama julukannya adalah Abu Salamah.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعة، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بن لَهِيعَةَ، عَنْ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا} قَالَ:
"ضَمَّةُ الْقَبْرِ"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abul Haisam,
dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan
dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha:
124) Bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan mengimpitnya.
Predikat
mauquf hadis ini lebih dibenarkan (daripada predikat marfu -nya).
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا الرَّبِيعِ بْنِ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ
مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا دَرَّاجٌ أَبُو السَّمْحِ، عَنِ
ابْنِ حُجَيْرة -اسْمُهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْمُؤْمِنُ فِي قَبْرِهِ فِي
رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ، وَيُرَحَّبُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا،
وَيُنَوَّرُ لَهُ قَبْرُهُ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، أَتَدْرُونَ فِيمَ
أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا} ؟ أَتَدْرُونَ مَا
الْمَعِيشَةُ الضَّنْكُ؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ:
عَذَابُ الْكَافِرِ فِي قَبْرِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ لَيُسَلَّطُ
عَلَيْهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ تِنِّينًا، أَتَدْرُونَ مَا التِّنِّينُ؟ تِسْعَةٌ
وَتِسْعُونَ حَيَّةً، لِكُلِّ حَيَّةٍ سَبْعَةُ رُؤُوسٍ، يَنْفُخُونَ فِي
جِسْمِهِ، وَيَلْسَعُونَهُ وَيَخْدِشُونَهُ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu
Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj Abus Samah, dari
Ibnu Hujairah yang nama aslinya Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Orang mukmin di dalam kuburnya
seakan-akan berada di dalam suatu taman yang hijau, dan diluaskan baginya
kuburnya seluas tujuh puluh hasta, lalu diberi cahaya di dalam kuburnya
sehingga terang seperti malam di bulan purnama. Tahukah kalian sehubungan
dengan apakah ayat berikut diturunkan: 'maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit' (Thaha: 124) Tahukah kalian apakah yang
dimaksud dengan penghidupan yang sempit?" Mereka menjawab, "Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda: Azabnya
orang kafir di dalam kuburnya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, sesungguhnya dia dikuasai oleh sembilan puluh sembilan ular
naga. Tahukah kalian apakah ular naga itu? Yaitu sembilan puluh sembilan ular
besar, tiap ekor ular mempunyai tujuh kepala; semuanya menyembur tubuh si kafir
itu, mematuki, dan mencakarinya sampai hari berbangkit nanti.
Predikat
marfu' hadis ini munkar sekali (ditolak sama sekali).
قَالَ الْبَزَّارُ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَمْرٍو حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، [عَنْ
أَبِي حُجَيْرة] عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا}
قَالَ: "الْمَعِيشَةُ الضَّنْكُ الَّذِي قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَّهُ
يُسَلَّطُ عَلَيْهِ تسعة وتسعون حَيَّةً، يَنْهَشُونَ لَحْمَهُ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ"
Al-Bazzar
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Al-Azdi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Ibnu Hujairah, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Nabi Saw. bersabda: Penghidupan
yang sempit yang disebutkan oleh Allah ialah Dia menguasakan si orang kafir
kepada sembilan puluh sembilan ular, yang semuanya menggerogoti dagingnya
sampai hari kiamat terjadi.
قَالَ أَيْضًا:
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَإِنَّ لَهُ
مَعِيشَةً ضَنْكًا} قَالَ: "عَذَابُ الْقَبْرِ".
Al-Bazzar
mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan
kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah,
dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit. (Thaha: 124) Bahwa yang dimaksud ialah azab kubur.
Sanad hadis berpredikat jayyid.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى}
dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Thaha: 124)
Menurut
Mujahid, Abu Saleh, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah bahwa orang yang
bersangkutan tidak mempunyai alasan kelak di hari kiamat untuk membela dirinya.
Ikrimah mengatakan bahwa orang kafir dibutakan matanya dari segala sesuatu,
kecuali neraka Jahanam. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah
orang kafir dibangkitkan atau digiring ke neraka dalam keadaan buta
penglihatan, juga buta hatinya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى
وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ
زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا}
Dan
Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan
pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. (Al-Isra: 97), hingga
akhir ayat.
Karena
itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ
كُنْتُ بَصِيرًا}
Ya
Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat? (Thaha: 125)
Yakni
ketika di dunia ia melihat. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya:
{قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا
فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى}
Demikianlah
telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun
dilupakan. (Thaha: 126)
Maksudnya,
karena engkau berpaling dari ayat-ayat Allah dan kamu memperlakukannya
seakan-akan kamu tidak mengingatnya, padahal sudah disampaikan kepadamu. Kamu
pura-pura melupakannya, berpaling darinya, serta melalaikannya. Maka begitu
pula pada hari ini, Kami memperlakukan kamu sebagaimana perlakuan orang yang
melupakanmu.
Hal
yang sama telah disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya yang
mengatakan:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا
لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka
pada hari (kiamat) ini Kami melupakan
mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf:
51)
Maka
sesungguhnya pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya sebagai
tindakan yang adil.
Adapun
mengenai masalah lupa terhadap lafaz Al-Qur'an, padahal maknanya telah dipahami
dan makna yang diisyaratkannya telah dikerjakan, maka hal ini tidak
termasuk ke dalam apa yang diancamkan oleh ayat ini. Sekalipun orang yang
berbuat demikian terkena ancaman pula hanya dari sisi lain, yaitu dari sunnah
yang telah menyebutkan larangan yang kuat dan ancaman yang keras terhadap orang
yang berlaku demikian.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ
الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عِيسَى
بْنِ فَائِدٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ
رَجُلٍ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَنَسِيَهُ، إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ يَلْقَاهُ
وَهُوَ أَجْذَمُ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah
menceritakan kepada kami Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu
Fa-id, dari seorang lelaki, dari Sa'd ibnu Ubadah r.a., dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang hafal Al-Qur’an, lalu ia
melupakannya, melainkan ia akan datang kepada Allah di hari bersua dengan-Nya,
sedangkan ia dalam keadaan berpenyakit lepra.
Kemudian
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu
Fa-id, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Thaha, ayat 127
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ
أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَدُّ
وَأَبْقَى (127) }
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak
percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih
berat dan lebih kekal.
Allah
Swt. berfirman, "Demikianlah Kami menimpakan pembalasan terhadap
orang-orang yang berlebihan lagi mendustakan ayat-ayat Allah, baik pembalasan
di dunia maupun pembalasan di akhirat."
{لَهُمْ عَذَابٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَقُّ وَمَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ}
Bagi
mereka azab dalam kehidupan dunia, dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih
keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari {azab) Allah. (Ar-Ra'd: 34)
Karena
itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى}
Dan
sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (Thaha: 127)
Yaitu
lebih menyakitkan daripada azab di dunia dan lebih kekal bagi mereka, mereka
terus-menerus diazab untuk selama-lamanya. Karena itulah Rasulullah Saw.
bersabda kepada dua orang yang terlibat dalam sumpah li'an (saling
melaknat):
"إِنَّ عَذَابَ
الدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عذاب الآخرة".
Sesungguhnya
azab di dunia jauh lebih ringan daripada azab di akhirat
Thaha, ayat 128-130
{أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ
كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لأولِي النُّهَى (128) وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ
رَبِّكَ لَكَانَ لِزَامًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى (129) فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ
آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (130) }
Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrik) berapa
banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di
bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Dan sekiranya tidak ada suatu
ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah
ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka. Maka sabarlah kamu atas apa
yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit
matahari dan sebelum terbenamnya; dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di
malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.
Firman
Allah Swt.:
{أَفَلَمْ يَهْدِ}
Maka
tidakkah menjadi petunjuk (Thaha:
128)
bagi
mereka yang mendustakan apa yang disampaikan olehmu, hai Muhammad, bahwa sudah
berapa banyak Kami binasakan umat-umat yang mendustakan rasul-rasul sebelum
mereka. Umat-umat terdahulu itu dibinasakan dan tidak ada lagi bekas-bekasnya,
seperti yang kalian saksikan sendiri di tempat-tempat bekas mereka yang
sekarang kalian lewati dalam keadaan kosong.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لأولِي النُّهَى}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Thaha: 128)
Ulin
nuha artinya orang yang berakal sehat dan
berhati lurus, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain
melalui firman-Nya:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ
لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا
تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Di
dalam surat As-Sajdah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا
مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لآيَاتٍ أَفَلا يَسْمَعُونَ}
Dan
apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat-umat sebelum
mereka yang telah Kami binasakan, sedangkan mereka sendiri berjalan di
tempat-tempat (bekas) kediaman
mereka itu. (As-Sajdah: 26), hingga akhir ayat.
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ
لَكَانَ لِزَامًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى}
Dan
sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak
ada ajal yang telah ditentukan pasti (azab) menimpa mereka. (Thaha: 129)
Yaitu
seandainya tidak ada ketetapan Allah yang terdahulu, bahwa Dia tidak akan
mengazab seseorang melainkan sesudah tegaknya hujah Allah atas dirinya dan
berdasarkan ketetapan masa yang telah ditentukan oleh Allah Swt. terhadap
orang-orang yang mendustakan-Nya itu, tentulah mereka akan ditimpa oleh azab
Allah secara tiba-tiba. Karena itulah Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya
seraya menghiburnya:
{فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ}
Maka
sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan. (Thaha: 130) Yakni pendustaan mereka terhadap dirimu.
وَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ
dan
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari. (Thaha: 130)
Maksudnya,
salat fajar (salat subuh).
{وَقَبْلَ غُرُوبِهَا}
dan
sebelum terbenamnya. (Thaha:
130)
Yaitu
salat Asar, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui
Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali r.a. yang menceritakan, "Ketika kami (para
sahabat) sedang duduk di depan Rasulullah Saw., maka beliau Saw. memandang ke
bulan yang sedang purnama, lalu bersabda:
" إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ
رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ، لَا تُضَامُّون فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ
اسْتَطَعْتُمْ أَلَّا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ
غُرُوبِهَا، فَافْعَلُوا" ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ
'Sesungguhnya
kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini, kalian
tidak berdesak-desakan dalam melihatnya. Maka jika kalian mampu agar kalian
tidak dikalahkan dengan mengerjakan salat sebelum matahari terbit dan sebelum
terbenamnya, maka kerjakanlah.' Kemudian
Rasulullah Saw. membaca ayat ini."
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ
عُمَيْرٍ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُوَيْبة قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: " لَنْ يَلجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ
طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ".
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari
Abdul Malik ibnu Umair, dari Imarah ibnu Ru-aibah yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak akan masuk neraka seseorang
yang melakukan salat sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya.
Imam
Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Abdul Malik ibnu Umair dengan sanad yang
sama.
Di
dalam kitab musnad dan kitab sunan disebutkan melalui Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" إِنَّ أَدْنَى
أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً مَنْ يَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ مَسِيرَةَ أَلْفِ
سَنَةٍ، يَنْظُرُ إِلَى أَقْصَاهُ كَمَا يَنْظُرُ إِلَى أَدْنَاهُ، وَإِنَّ
أَعْلَاهُمْ مَنْزِلَةً لَمَنْ يَنْظُرُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي
الْيَوْمِ مرتين "
Sesungguhnya
kedudukan ahli surga yang paling rendah ialah bagaikan seseorang yang
melihat-lihat wilayah kerajaannya selama perjalanan dua ribu tahun, ia
melihat-lihat batas yang paling jauhnya selama itu sebagaimana ia pun
melihat-lihat batas yang paling dekatnya selama itu pula. Dan sesungguhnya
kedudukan ahli surga yang paling tinggi ialah orang-orang yang dapat melihat
Allah sebanyak dua kali dalam seharinya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ}
dan
bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari. (Thaha: 130)
Artinya,
kerjakanlah salat tahajud di waktu-waktu malam hari. Akan tetapi, sebagian
ulama menakwilkannya sebagai salat Magrib dan salat Isya.
{وَأَطْرَافَ النَّهَارِ}
dan
pada waktu-waktu di siang hari. (Thaha:
130)
untuk
mengimbangi waktu-waktu di malam hari tadi
{لَعَلَّكَ تَرْضَى}
supaya
kamu merasa senang. (Thaha:
130)
Semakna
dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}
Dan
kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi
puas (senang). (Adh-Dhuha: 5)
Di
dalam hadis sahih disebutkan seperti berikut:
" يَقُولُ اللَّهُ:
يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، فَيَقُولُونَ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ.
فَيَقُولُ: هَلْ رَضِيتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: وَمَا لَنَا لَا نَرْضَى، وَقَدْ
أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ؟ فَيَقُولُ: إِنِّي
أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. فَيَقُولُونَ: وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ
ذَلِكَ؟ فَيَقُولُ: أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي، فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ
بَعْدَهُ أَبَدًا "
Allah
Swt. berfirman, "Hai ahli surga!" Mereka menjawab, "Labbaik
wasa'daik, wahai Tuhan kami.” Allah berfirman, "Apakah kalian telah
puas?" mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, bagaimana kami tidak puas,
sedangkan Engkau telah memberikan kepada kami pemberian yang belum pernah
Engkau berikan kepada seseorang pun di antara makhluk-Mu.” Allah berfirman,
"Sesungguhnya Aku sekarang akan memberi kalian yang lebih utama daripada semuanya
itu.” Mereka bertanya, "Apakah ada sesuatu yang lebih utama daripada
semuanya ini?” Allah Swt. berfirman, "Aku halalkan rida-Ku bagi kalian,
maka Aku tidak akan murka lagi kepada kalian untuk selama-lamanya.”
Di
dalam hadis yang lain disebutkan pula hal berikut:
" يَا أَهْلَ
الْجَنَّةِ، إِنَّ لَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ مَوْعِدًا يُرِيدُ أَنْ يُنْجزكُمُوه.
فَيَقُولُونَ: وَمَا هُوَ؟ أَلَمْ يُبَيِّضْ وُجُوهَنَا وَيُثَقِّلْ مَوَازِينَنَا
وَيُزَحْزِحْنَا عَنِ النَّارِ، وَيُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ؟ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ
فَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ فَوَاللَّهِ مَا أَعْطَاهُمْ خَيْرًا مِنَ النَّظَرِ
إِلَيْهِ، وَهِيَ الزِّيَادَةُ "
"Hai
ahli surga, sesungguhnya bagi kalian di sisi Allah ada suatu janji yang ingin
Dia tunaikan kepada kalian.” Mereka bertanya, "Pemberian apa lagi?
Bukankah Allah telah membuat wajah kami putih, memberatkan timbangan amal (baik) kami, mengeluarkan kami
dari neraka dan memasukkan kami ke dalam surga?” Maka dibukalah hijab Allah,
lalu mereka dapat melihat-Nya. Demi Allah, Allah tidak memberikan kepada mereka
sesuatu yang lebih baik daripada'memandang kepada Zat-Nya, yaitu sebagai
karunia tambahan (buat mereka).
Thaha, ayat 131-132
{وَلا تَمُدَّنَّ
عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى (131)
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا
نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (132) }
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami
berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia
untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan
lebih kekal. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertakwa.
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Janganlah kamu melirikkan pandangan
matamu kepada kemewahan yang ada di tangan orang-orang yang hidup senang dan
mewah. Karena sesungguhnya hal itu tiada lain merupakan perhiasan yang fana dan
nikmat yang pasti lenyapnya, kami mencobai mereka dengan melaluinya. Akan
tetapi, amatlah sedikit orang yang banyak bersyukur di antara
hamba-hamba-Ku."
Mujahid
mengatakan bahwa makna azwajan minhum ialah orang-orang kaya dan para
hartawan, karena sesungguhnya kamu telah diberi apa yang lebih baik daripada
apa yang diberikan kepada mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ
الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ * لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا
مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ}
Dan
sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
dan Al-Qur’an yang agung. Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu. (Al-Hijr: 87-88), hingga akhir ayat.
Jauh
lebih baik pula apa yang telah disediakan oleh Allah Swt. buat RasulNya di akhirat,
tiada terbatas dan tiada terperikan. Seperti halnya apa yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}
Dan
kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. (Adh-Dhuha:
5)
Karena
itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Dan
karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131)
Di
dalam kitab sahih disebutkan bahwa ketika Umar ibnul Khattab masuk menemui Rasulullah
Saw. di dalam suatu peristiwa yang saat itu Rasulullah Saw. sedang mengasingkan
dirinya dari istri-istrinya, sebab beliau telah bersumpah tidak akan menggauli
mereka dalam waktu tertentu (sampai mereka sadar); Umar ibnul Khattab melihat
Rasulullah Saw. sedang berbaring di lantai rumahnya dengan hanya beralaskan
tikar. Sedangkan di dalam rumahnya hanya ada sebuah wadah air yang sudah lapuk,
tergantung di sisi rumahnya. Maka dengan serta-merta Umar mencucurkan air
matanya. Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Umar, apakah yang membuatmu
menangis?" Umar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan
Kaisar berada dalam kemewahannya, sedangkan engkau adalah makhluk pilihan
Allah." Rasulullah Saw. bersabda:
"أَوَفِي شَكٍّ
أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلت لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ
فِي حَيَاتِهِمُ الدُّنْيَا "
Hai
Ibnul -Khattab, apakah engkau dalam keadaan ragu? Mereka adalah kaum yang
disegerakan bagi mereka kebaikannya dalam kehidupan dunia ini.
Rasulullah
Saw. adalah orang yang paling zuhud terhadap duniawi, padahal beliau mampu
menguasainya. Apabila beliau memperoleh harta benda, maka dinafkahkan dan
dibagi-bagikannya ke sana dan kemari, kepada semua hamba Allah dan beliau tidak
pernah menyimpan sesuatu pun darinya untuk keperluan dirinya di esok hari.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: أَنْبَأَنَا يُونُسُ، أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي مَالِكٌ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنِ عَطَاءِ بْنِ يَسَار، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ؛ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: " إن أخوف ما أخاف عليكم
مَا يَفْتَحُ اللَّهُ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا ". قَالُوا: وَمَا زَهْرَةُ
الدُّنْيَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: " بَرَكَاتُ الْأَرْضِ "
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan
kepadaku Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Yazid ibnu Aslam,
dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
hal yang paling aku khawatirkan terhadap kalian ialah bila Allah membukakan
bagi kalian bunga-bunga kehidupan dunia. Para sahabat bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bunga-bunga kehidupan dunia?”
Rasulullah Saw. menjawab, "Keberkatan bumi.”
Qatadah
dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bunga kehidupan
dunia. (Thaha: 131) Makna yang dimaksud ialah perhiasan kehidupan dunia.
Qatadah
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: untuk Kami fitnah
mereka dengannya. (Thaha: 131) Yakni Kami coba mereka dengan perhiasan
kehidupan dunia.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا}
Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. (Thaha: 132)
Artinya,
selamatkanlah mereka dari azab Allah dengan mengerjakan salat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Semakna dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا}
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya,
bahwa ia dan Yarfa' pernah menginap di rumah Umar ibnul Khattab. Dan Umar
mempunyai kebiasaan mengerjakan salat sunat di tengah malam; tetapi adakalanya
ia tidak mengerjakannya, sehingga kami katakan, "Dia tidak salat sunat
malam hari malam ini, tidak sebagaimana malam-malam sebelumnya." Umar bila
hendak mengerj akan salat sunat malam hari, ia membangunkan keluarganya untuk
ikut salat bersamanya, dan ia membacakan firman-Nya: Dan perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha:
132)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ}
Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132)
Yakni
apabila kamu mengerjakan salat, niscaya rezeki akan datang kepadamu dari arah
yang tidak kamu duga-duga. Sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب}
Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا
لِيَعْبُدُونِ}
Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Az-Zariyat: 56)
Sampai
dengan firman-Nya:
إِنَّ
اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Sesungguhnya
Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Az-Zariyat: 58)
Karena
itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ}
Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132)
As-Sauri
telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tidak meminta
rezeki kepadamu. (Thaha: 132) Yaitu Kami tidak membebankan kepadamu suatu
permintaan.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah
menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Hisyam, dari ayahnya, bahwa
apabila ia masuk ke dalam rumah seseorang yang ahli dunia (kaya), lalu ia
melirik kepada kekayaannya, maka sepulangnya ke rumah ia membaca firman-Nya: Dan
janganlah kamu tujukan kedua matamu. (Thaha: 131) sampai dengan firman-Nya:
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132) Kemudian ia berkata
kepada keluarganya, "Dirikanlah salat, dirikanlah salat, semoga Allah
merahmati kalian!"
وَقَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ
القَطَوَاني، حَدَّثَنَا سَيَّار، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ ثَابِتٍ قَالَ: كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَصَابَهُ خَصَاصَةٌ نَادَى
أَهْلَهُ: " يَا أَهْلَاهُ، صَلُّوا، صَلُّوا ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad Al-Qatrani, telah menceritakan kepada kami
Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Sabit, bahwa Nabi Saw.
apabila mengalami suatu kesusahan, maka beliau menyeru kepada keluarganya: Hai
keluargaku, kerjakanlah salat, kerjakanlah salat oleh kalian!"
Sabit
mengatakan bahwa para nabi itu apabila tertimpa suatu kesusahan, maka mereka
bersegera mengerjakan salat.
Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Imran ibnu Zaidah,
dari ayahnya, dari Abu Khalid Al-Walibi, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
يَقُولُ اللَّهُ
تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغ لِعِبَادَتِي أمْلأ صَدْرَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ
فَقْرَكَ، وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ ملأتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
"
Allah
Swt. berfirman, "Hai anak Adam, tekunilah beribadah kepadaKu, tentu Aku
akan memenuhi rongga dadamu dengan kecukupan dan Aku akan menutupi kefakiranmu.
Jika kamu tidak melakukannya, tentu Aku penuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku
tidak akan menutupi kafakiranmu.
وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ
مِنْ حَدِيثِ الضَّحَّاكِ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ: سَمِعْتُ
نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ جَعَلَ
الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمّ دُنْيَاهُ.
وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ
اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهِ هَلَكَ "
Ibnu
Majah telah meriwayatkan melalui hadis Ad-Dahhak, dari Al-Aswad, dari Ibnu
Mas'ud yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Barang
siapa yang semua kesusahannya hanya satu, yaitu memikirkan kesusahan di hari
kemudian, niscaya Allah akan memberinya kecukupan dalam kesusahan dunianya. Dan
barang siapa kesusahannya bercabang-cabang, hanya memikirkan susahnya keadaan
di dunia, maka Allah tidak mempedulikannya lagi di lembah mana pun ia binasa.
وَرُوِيَ أَيْضًا مِنْ
حَدِيثِ شُعْبَةَ، عَنْ عُمَر بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
أَبَانٍ، عَنِ أَبِيهِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا
هَمَّه فرَّق اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ،
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ. وَمَنْ كَانَتِ
الْآخِرَةُ نيَّته، جَمَعَ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ،
وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ "
Telah
diriwayatkan pula melalui hadis Syu'bah, dari Umar ibnu Sulaiman, dari Abdur
Rahman ibnu Aban, dari ayahnya, dari Zaid ibnu Sabit, bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang kesusahannya hanya memikirkan
dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakirannya
di depan matanya, serta tiada yang datang dari dunia kepadanya kecuali hanya
apa yang telah ditakdirkan baginya. Dan barang siapa yang perhatiannya
tercurahkan kepada akhiratnya, maka Allah akan menghimpunkan baginya semua
urusannya dan menjadikan kecukupannya di dalam kalbunya, serta dunia datang
kepadanya dalam keadaan terpaksa.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى}
Dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa. (Thaha: 132)
Maksudnya,
akibat yang baik di dunia dan akhirat —yaitu surga— hanyalah bagi orang yang
bertakwa kepada Allah. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
" رَأَيْتُ
اللَّيْلَةَ كَأَنَّا فِي دَارِ عُقْبَةَ بْنِ رَافِعٍ وَأَنَّا أُتِينَا بِرُطَبٍ
[مِنْ رُطَبِ] ابْنِ طَابَ، فَأَوَّلْتُ ذَلِكَ أَنَّ الْعَاقِبَةَ لَنَا فِي
الدنيا والرفعة وأن ديننا قد طاب "
Tadi
malam aku melihat dalam mimpiku seakan-akan kita berada di dalam rumah Uqbah
ibnu Rafi', lalu kita disuguhi hidangan buah kurma masak dari kurmanya Ibnu
Tab. Maka aku menakwilkan mimpi itu, bahwa sesungguhnya akibat yang terpuji dan
derajat yang tinggi adalah bagi kita di dunia ini, dan bahwa agama kita telah
masak (sempurna).
Thaha, ayat 133-135
{وَقَالُوا لَوْلا
يَأْتِينَا بِآيَةٍ مِنْ رَبِّهِ أَوَلَمْ تَأْتِهِمْ بَيِّنَةُ مَا فِي الصُّحُفِ
الأولَى (133) وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا
رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ
أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى (134) قُلْ كُلٌّ مُتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوا
فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحَابُ الصِّرَاطِ السَّوِيِّ وَمَنِ اهْتَدَى (135) }
Dan mereka
berkata, "Mengapa ia tidak membawa bukti kepada kami dari Tuhannya?” Dan
apakah belum datang kepada mereka bukti yang nyata dari apa yang tersebut di
dalam kitab-kitab yang dahulu? Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu
azab sebelum Al-Qur’an itu (diturunkan),
tentulah mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus
seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami
menjadi hina dan rendah?” Katakanlah, "Masing-masing (kita) menanti,
maka nantikanlah oleh kamu sekalian! Maka kalian kelak akan mengetahui, siapa
yang mempunyai jalan yang lurus dan siapa yang telah mendapat petunjuk.”
Allah Swt. menceritakan tentang
perkataan orang-orang kafir melalui firman-Nya:
{لَوْلا}
Mengapa tidak. (Thaha : 133)
Yakni mengapa Muhammad tidak mendatangkan
kepada kita suatu tanda dari Tuhannya yang membenarkan bahwa ia adalah seorang
utusan Allah? Maka Allah menjawab perkataan mereka melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ تَأْتِهِمْ بَيِّنَةُ مَا فِي
الصُّحُفِ الأولَى}
Apakah belum datang kepada
mereka bukti yang nyata dari apa yang tersebut di dalam kitab-kitab yang
dahulu? (Thaha: 133)
Yaitu Al-Qur'anul Karim yang
disebutkan di dalamnya kisah-kisah umat terdahulu. Al-Qur'an itu diturunkan
oleh Allah kepada Nabi Muhammad seorang ummi (tidak pandai menulis) dan
belum pernah belajar dari kaum Ahli Kitab. Di antaranya disebutkan kisah-kisah
orang terdahulu yang sesuai dengan apa yang termaktub di dalam kitab-kitab
terdahulu yang masih asli dan benar. Karena sesungguhnya Al-Qur'an merupakan
batu ujian bagi kitab-kitab terdahulu, Al-Qur'an membenarkan apa yang benar
darinya, menjelaskan apa yang keliru dan yang dibuat-buat darinya (kitab-kitab
terdahulu). Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا لَوْلا أُنزلَ عَلَيْهِ آيَاتٌ
مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ
مُبِينٌ * أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى
عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Dan orang-orang kafir Mekah
berkata, 'Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?”
Katakanlah, "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan
sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata.” Dan apakah tidak
cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an), sedangkan dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya
dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi
orang-orang yang beriman. (Al-'Ankabut: 50-51)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ أُوتِيَ مِنَ الْآيَاتِ مَا
آمَنَ عَلَى مَثَلِهِ الْبَشَرُ، وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُهُ وَحْيًا
أَوْحَاهُ اللَّهُ إِلَيَّ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ
تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ "
Tiada seorang nabi pun
melainkan dibekali dengan mukjizat yang dikagumi oleh orang-orang yang hidup
semasa dengannya. Dan sesungguhnya mukjizat yang diberikan kepadaku hanyalah
berupa wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadaku. Maka aku berharap semoga aku
adalah nabi yang paling banyak pengikutnya di antara mereka (para nabi lainnya) kelak di hari kiamat.
Sesungguhnya yang disebutkan
dalam ayat ini hanyalah mukjizat yang paling besar yang diberikan kepada Nabi
Saw., yaitu Al-Qur'an. Karena sesungguhnya Nabi Saw. diberi pula
mukjizat-mukjizat lainnya yang tak terhitung banyaknya, seperti yang
telah disebutkan di dalam hadis-hadisnya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ
مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا}
Dan sekiranya Kami binasakan
mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur’an itu (diturunkan),
tentulah mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus
seorang rasul kepada kami?” (Thaha: 134)
Yakni sekiranya Kami binasakan
orang-orang yang mendustakan itu sebelum Kami utus rasul yang mulia ini kepada
mereka dan belum Kami turunkan kepada mereka Al-Qur'an yang agung ini, tentulah
mereka akan beralasan: Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang
rasul kepada kami? (Thaha: 134) sebelum Engkau binasakan kami, agar kami
dapat beriman kepadanya dan mengikutinya. Nada yang sama disebutkan oleh Allah
Swt. dalam firman selanjutnya:
{فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ
نَذِلَّ وَنَخْزَى}
lalu kami mengikuti ayat-ayat
Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah. (Thaha:
134)
Allah Swt. menjelaskan bahwa
mereka adalah orang-orang yang mendustakan, lagi membangkang dan
mengingkari-Nya, selamanya mereka tidak akan beriman.
{وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى
يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
meskipun datang kepada mereka
segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 97)
Sama halnya dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ
فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
Dan Al-Qur’an itu adalah
kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar
kamu diberi rahmat. (Al-An'am: 155)
Sampai dengan firman-Nya:
بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ
disebabkan mereka selalu
berpaling. (Al-An'am: 157) Juga firman Allah Swt.:
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ
جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَهُمْ نَذِيرٌ لَيَكُونُنَّ أَهْدَى مِنْ إِحْدَى
الأمَمِ فَلَمَّا جَاءَهُمْ نَذِيرٌ مَا زَادَهُمْ إِلا نُفُورًا}
Dan mereka bersumpah dengan
nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah, sesungguhnya jika datang kepada mereka
seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari
salah satu umat-umat (yang lain). (Fathir: 42),
hingga akhir ayat.
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ
جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا}
Mereka bersumpah dengan nama
Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka
sesuatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepadanya. (Al-An'am: 109), hingga akhir ayat berikutnya.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{قُلْ}
Katakanlah. (Thaha: 135)
hai Muhammad, kepada orang-orang
yang mendustakanmu dan menentangmu serta terus-menerus dalam kekafiran dan
keingkarannya:
{كُلٌّ مُتَرَبِّصٌ}
Masing-masing (kita) menanti. (Thaha: 135)
Yakni antara kami dan kalian
sama-sama menanti.
{فَتَرَبَّصُوا}
maka nantikanlah oleh kamu
sekalian. (Thaha: 135)
Maksudnya, tunggulah saatnya
oleh kamu sekalian.
{فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحَابُ الصِّرَاطِ السَّوِيِّ}
Maka kalian kelak akan
mengetahui siapa yang mempunyai jalan yang lurus. (Thaha:
135)
Yang dimaksud dengan as-siratus
sawiyyu ialah jalan yang lurus.
{وَمَنِ اهْتَدَى}
dan siapa yang telah mendapat
petunjuk. (Thaha: 135)
Yaitu mendapat bimbingan ke
jalan yang benar dan jalan keberhasilan. Makna ayat ini sama dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ
الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلا}
Dan mereka kelak akan
mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya. (Al-Furqan: 42)
Dan firman Allah Swt. lainnya
yang mengatakan:
{سَيَعْلَمُونَ غَدًا مَنِ الْكَذَّابُ
الأشِرُ}
Kelak mereka akan mengetahui
siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong. (Al-Qamar: 26)
Demikianlah akhir dari tafsir
surat Thaha, segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya. Berikutnya insya
Allah menyusul tafsir surat Al-Anbiya, segala puji bagi Allah.
آخَرُ تَفْسِيرِ سورة طه، ولله الحمد والمنة.
õõõ
**************************************
Akhir
juz 16
**************************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar