Jumat, 17 Juni 2016

22.2. Surah AL HAJJ Ayat 36 78-

Al-Hajj, ayat 36

{وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36) }
Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Allah Swt. berfirman, menyebutkan karunia-Nya yang telah diberikan­Nya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan ternak unta buat mereka dan menjadikannya sebagai salah satu dari syiar Allah. Unta itu dijadikan sebagai hewan kurban yang dihadiahkan kepada Baitullah yang suci, bahkan unta merupakan hewan kurban yang terbaik, seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya:
{لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا الْقَلائِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ} الْآيَةَ
janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan me­langgar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu dan binatang-binatang qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang menghalangi Baitullah. (Al-Maidah: 2), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 36) Bahwa yang dimaksud dengan budnah ialah sapi dan unta. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa'id ibnul Musayyab, dan Al-Hasan Al-Basri.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya al-budnah ialah unta.
Menurut saya, penyebutan budnah ditujukan kepada unta merupakan hal yang telah disepakati. Mereka pun berselisih pendapat mengenai penyebutan budnah terhadap sapi; ada dua pendapat di kalangan mereka. Yang paling sahih di antara kedua pendapat itu mengatakan, bahwa budnah ditujukan pula kepada sapi menurut syariat, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seekor budnah cukup untuk kurban tujuh orang; begitu pula sapi, cukup untuk kurban tujuh orang.
Di dalam kitab Imam Muslim telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan, "Kami diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk melakukan patungan dalam berkurban, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang."
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta cukup untuk kurban sepuluh orang. Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Nasai serta kitab-kitab hadis yang lain. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ}
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Yakni pahala yang banyak di negeri akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا عَمِل ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هِرَاقه دَمٍ، وَإِنَّهُ لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ، قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فطِيبُوا بِهَا نَفْسًا"
Tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh Allah di Hari Raya Kurban selain dari mengalirkan darah (hewan) kurban. Sesungguhnya kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan tanduk, kuku, dan bulunya; dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima di sisi Allah, sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan kurban itu.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya hasan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk kurban. Ketika ditanyakan kepadanya, "Mengapa kamu berutang dan menggiring hewan kurban?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah Swt. berfirman: kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"ما أُنْفِقَتِ الوَرقَ فِي شَيْءٍ أفضلَ مِنْ نَحِيرَةٍ فِي يَوْمِ عِيدٍ".
Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu yang lebih utama selain dari untuk membeli hewan kurban di Hari Raya Kurban.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Daiuqutni di dalam kitab sunannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Yaitu pahala dan manfaat-manfaat.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan memerah air susunya jika ia memerlukannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ}
maka sebutkanlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelih­nya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah salat bersama Rasulullah Saw. di Hari Raya Kurban. Setelah bersalam dari salatnya, didatangkan kepada beliau seekor domba, lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:
"بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهِ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمَّ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي".
Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah kurbanku dan kurban orang-orang dari kalangan umatku yang tidak berkurban.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengurbankan dua ekor domba di Hari Raya Kurban, dan beliau mengucapkan kalimat berikut saat menyembelih keduanya:
"وجهت وجهي للذي فطر السموات وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ وأمته"
Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi­Nya, dan dengan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang mula-mula berserah diri (kepada-Nya). Ya Allah, kurban ini dari Engkau, ditujukan kepada Engkau, dari Muhammad dan umatnya.
Kemudian beliau Saw. menyebut basmalah dan takbir, lalu menyembelih­nya.
Diriwayatkan dari Ali ibnul Husain, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw. apabila hendak berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk-gemuk, bertanduk, lagi berbulu putih berbelang hitam. Apabila salat dan khotbah telah beliau jalankan, maka beliau mendatangi salah seekor dari kedua kurbannya, sedangkan beliau Saw. masih berada di tempat salatnya dalam keadaan berdiri, lalu menyembelih sendiri kurbannya itu dengan pisau penyembelih seraya mengucapkan:
"اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعِهَا، مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ". ثُمَّ يُؤتى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: "هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ" فيُطعمها جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ، [وَيَأْكُلُ] هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا.
Ya Allah, kurban ini sebagai ganti dari kurban umatku seluruh­nya dari kalangan orang-orang yang telah bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi bahwa aku sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya, dan beliau menyembelihnya seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad. Maka kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya diberikan kepada semua orang miskin, dan beliau beserta keluarganya ikut memakan sebagian darinya. Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni dalam keadaan berdiri pada tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya dalam keadaan terikat. Lalu si penyembelih mengucapkan, "Bismillah, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah. Ya Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan kepada Engkau." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu AbuTalhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa apabila kaki kiri unta diikat, maka ia berdiri di atas tiga kakinya. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid hal yang semisal.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta yang akan disembelih diikat salah satu kakinya sehingga unta berdiri di atas tiga buah kakinya.
Di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia mendatangi seorang lelaki yang mendekamkan untanya dengan maksud akan menyembelihnya. Maka Ibnu Umar berkata, "Biarkanlah unta itu dalam keadaan berdiri lagi terikat seperti sunnah (kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad Saw.)."
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. dan para sahabatnya bila menyembelih unta, mereka mengikat kaki kiri depannya, sedangkan unta itu tetap dalam keadaan berdiri pada ketiga kakinya (yang tidak terikat): hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Lahi'ah telah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, bahwa Salim ibnu Abdullah pernah mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik, "Berdirilah kamu pada sisi kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri (unta)mu."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Jabir yang menerangkan tentang gambaran haji wada', yang antara lain disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. menyembelih sendiri hewan kurbannya sebanyak tiga ekor (kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban lainnya beliau tusuk (pada tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata lebar) yang ada di tangannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang telah mengatakan sehubungan dengan bacaan menurut dialek Ibnu Mas'ud, "Sawafina," bahwa artinya berdiri dalam keadaan terikat.
Sufyan As-Sauri telah mengatakan dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang membacanya Sawafina artinya dalam keadaan terikat. Dan orang yang membacanya sawaf artinya menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam keadaan terikat).
Tawus dan Al-Hasan serta lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyem­belihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni tulus ikhlas karena Allah Swt. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri.
Abdur Rahman ibnu Zaid telah mengatakan, Sawafi maksudnya, "Dalam kuburan itu tidak ada suatu kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat berhala-berhala mereka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا}
Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36)
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah hewan kurban itu roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.
Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas; hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Yaitu telah disembelih.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Makna yang dimaksud ialah telah mati.
Pengertian inilah yang dimaksud­kan oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa sesungguhnya tidak boleh memakan unta yang disembelih kecuali bila telah nyata kematiannya dan tidak bergerak-gerak lagi.
Di dalam sebuah hadis berpredikat marfu' telah disebutkan:
"وَلَا تُعجِلُوا النفوسَ أَنْ تَزْهَق"
Janganlah kalian tergesa-gesa mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata) rohnya telah dicabut.
As-Sauri telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Qarafisah Al-Hanafi, dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia telah mengatakan hal tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad ibnu Aus yang ada di dalam kitab Sahih Muslim, yaitu:
"إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا القِتْلة، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ ولْيُحدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَته، ولْيُرِحْ ذَبِيحته"
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih lakukanlah dengan cara yang baik dan hendaklah seseorang di antara kalian menajamkan mata pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya pada posisi yang enak.
Telah diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا قُطع مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ"
Bagian apa saja dari hewan yang terpotong dalam keadaan hidup, maka bagian yang terpotong itu adalah bangkai.
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya sahih.
*******************
Firman Allah Swt:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ َ}
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36)
Sebagian ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka makanlah sebagiannya. (Al-Hajj: 36) bahwa perintah ini menunjukkan hukum ibahah (perbolehan).
Malik mengatakan, memakan sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan (sunat).
Selain Imam Malik berpendapat wajib, pendapat ini menurut salah satu di antara pendapat yang ada pada sebagian mazhab Syafii.
Mereka berselisih pendapat tentang pengertian qani' dan mu'tar.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang merasa puas dengan pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam rumahnya; dan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan kepadamu agar memberinya sebagian dari hewan kurbanmu, tetapi ia tidak meminta secara terang-terangan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad Ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang tidak meminta-minta (padahal ia memerlukannya), sedangkan mu'tar artinya orang yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, dan Mujahid, menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, dan Malik ibnu Anas mengatakan, al-qani' artinya orang yang meminta serelanya darimu; sedangkan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan merendahkan dirinya kepadamu, tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani' artinya orang yang meminta. Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan Asy-Syammakh dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:
لَمَالُ المَرْءِ يُصْلِحُه فَيُغْني ... مَفَاقِرَه، أَعَفُّ مِنَ القُنُوع
Sungguh harta seseorang dapat memperbaiki keadaannya, dia menjadi berkecukupan, semua kebutuhannya terpenuhi karenanya; itu lebih baik daripada meminta-minta.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari bait syair ini ialah harta seseorang itu dapat memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani' artinya orang miskin yang meminta-minta, mu'tar artinya orang yang jujur lagi lemah dan ia datang berkunjung kepadamu." Pendapat ini dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid menurut suatu riwayat dari anaknya yang bersumber darinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa qani' ialah tetanggamu yang kaya, yang dapat melihat segala sesuatu yang masuk ke dalam rumahmu. Dan mu’tar artinya orang yang mengasingkan dirinya dari keramaian.
Telah diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa qani' adalah orang yang mengharapkan pemberian, sedangkan mu’tar artinya orang yang menampilkan dirinya saat hewan kurban disembelih, baik ia dari kalangan orang yang mampu maupun orang yang tidak mampu. Dan telah diriwayatkan dari Ikrimah hal yang semisal; menurut suatu pendapat dari Ikrimah, qani' artinya penduduk Mekah.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa qani' adalah orang yang meminta, karena qani' artinya orang yang menadahkan tangannya saat meminta. Sedangkan mu’tar berasal dari i'tira artinya orang yang menampilkan dirinya untuk makan daging hewan kurban.
Sebagian ulama ada yang berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang mengatakan bahwa kurban itu dibagi tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya buat dimakan sendiri, sepertiganya lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga yang terakhir disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ}
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. (Al-Hajj: 36)
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada orang-orang:
"إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَكَلُّوا وَادَّخِرُوا مَا بَدَا لَكُمْ"
Sesungguhnya saya pernah melarang kalian menyimpan daging kurban selama lebih dari tiga hari, sekarang makanlah dan simpanlah selama semau kalian.
Menurut riwayat lain disebutkan:
"فكلوا وادخروا وتصدقوا"
maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Menurut riwayat lain disebutkan pula:
"فكلوا وأطعموا وتصدقوا"
Maka makanlah dan berimakanlah serta bersedekahlah.
Pendapat kedua, bahwa orang yang berkurban memakan separo dan menyedekahkan separonya lagi, karena berdasarkan firman-Nya yang meyatakan:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28)
Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:
"فَكُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا"
Maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Jika orang yang berkurban memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu pendapat ia tidak menggantinya barang sedikit pun. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Suraij dari kalangan mazhab Syafii.
Sebagian lainnya dari mereka mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus mengganti semua yang dimakannya, atau yang seharga dengannya.
Menurut pendapat yang lainnya dia harus mengganti separonya, dan menurut pendapat yang lainnya lagi harus mengganti sepertiganya.
Sedangkan menurut pendapat yang terakhir, ia hanya diharuskan mengganti sebagian kecil darinya. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam Syafii.
Adapun mengenai kulit hewan kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dari Qatadah ibnun Nu'man dalam hadis mengenai hewan kurban disebutkan:
"فَكُلُوا وَتَصَّدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا، وَلَا تَبِيعُوهَا"
maka makanlah, bersedekahlah, dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian menjualnya.
Di antara ulama ada yang membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang fakir mendapat bagian dari kulit hewan kurban. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ [عَجَّلَهُ] لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ"
Sesungguhnya perbuatan yang mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang ini ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih kurban. Barang siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah melakukan hal yang sesuai dengan sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya sebelum salat (Hari Raya Idul Adha), maka sesungguhnya sembelihannya itu adalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tiada kaitannya dengan kurban sama sekali.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Karena itulah maka Imam Syafii dan sejumlah ulama mengatakan bahwa sesungguhnya permulaan waktu menyembelih hewan kurban ialah bila matahari telah terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu waktu yang cukup untuk salat hari raya dan dua khotbahnya.
Imam Ahmad menambahkan, hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah itu, karena berdasarkan hadis yang disebutkan di dalam Sahih Muslim yang menyebutkan,
وَأَلَّا تَذْبَحُوا حَتَّى يَذْبَحَ الْإِمَامُ
"Dan janganlah kalian menyembelih kurban sebelum imam menyembelih kurbannya."
Imam Abu Hanifah mengatakan, "Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah terpencil atau di kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya yang jauh dari keramaian, diperbolehkan melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit, karena tidak disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut pendapat Imam Abu Hanifah). Adapun orang-orang yang tinggal di daerah-daerah perkotaan, mereka tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari salatnya." Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian menurut suatu pendapat, tidak disyariatkan menyembelih kurban kecuali hanya pada Hari Raya Kurban saja. Menurut pendapat yang lainnya, bagi penduduk perkotaan penyembelihan dilakukan pada Hari Raya Kurban, karena mudahnya mendapatkan hewan kurban di kalangan mereka. Adapun bagi penduduk daerah pedalaman dan kampung-kampung yang jauh, maka menyembelih hewan kurban dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq sesudahnya; pendapat ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Menurut pendapat lain, Hari Raya Kurban dan satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang. Menurut pendapat lainnya lagi, dua hari sesudahnya selain Hari Raya Kurban; pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad.
Menurut pendapat yang lain, Hari Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq sesudahnya. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii berdasarkan hadis Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ".
Hari-hari Tasyriq semuanya adalah hari penyembelihan kurban.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkannya pula.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya waktu menyembelih kurban itu memanjang sampai dengan akhir bulan Zul Hhjah. Pendapat ini dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i serta Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dan pendapat ini dinilai garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Allah Swt. berfirman, bahwa untuk tujuan itulah,
{سَخَّرْنَاهَا لَكُم}
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian. (Al-Hajj-36)
Yakni Kami tundukkan unta-unta itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk patuh kepada kalian. Jika kalian ingin mengendarainya, kalian dapat mengendarainya; dan jika kalian ingin memerah air susunya, kalian dapat memerahnya; dan jika kalian ingin dagingnya, kalian dapat menyembelihnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (Yasin: 71)
sampai dengan firman-Nya:
أَفَلا يَشْكُرُونَ
Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 73)
Di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)

Al-Hajj, ayat 37

{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) }
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Allah Swt. berfirman, bahwa sesungguhnya telah disyariatkan bagi kalian menyembelih hewan-hewan ternak itu sebagai kurban agar kalian menyebut nama-Nya saat menyembelihnya. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi Rezeki, tiada sesuatu pun dari daging atau darah hewan-hewan kurban itu yang dapat mencapai rida Allah. Sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya. Orang-orang Jahiliyah di masa silam bila melakukan kurban buat berhala-berhala mereka, maka mereka meletakkan pada berhala-berhala itu daging kurban mereka, dan memercikkan darah hewan kurban mereka kepada berhala-berhala itu. Maka Allah Swt. berfirman:
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا}
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mukhtar, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-orang Jahiliah di masa silam memuncrat­kan darah hewan kurban mereka ke Baitullah, juga daging hewan kurban mereka. Maka para sahabat Rasulullah Saw. berkata, "Kami lebih berhak untuk melakukan hal tersebut." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37) Yakni karena ketakwaan kalianlah Allah menerimanya dan memberikan balasan kebaikan kepada pelakunya.
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab sahih, melalui sabda Rasulullah Saw.:
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ"
Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian.
dan sebuah hadis yang menyatakan:
"إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ"
Sesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum darah itu menyentuh tanah.
Perihalnya sama dengan hadis terdahulu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmuzi yang menilainya hasan, diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. secara marfu'.
Makna nas ini menunjukkan pernyataan diterimanya kurban di sisi Allah bagi orang yang ikhlas dalam amalnya. Tiada makna lain yang lebih cepat ditangkap dari nas ini menurut pendapat kalangan ulama ahli tahqiq; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. s
Waki' telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Muslim ibnu Ad-Dahhak, bahwa ia pernah bertanya kepada Amir Asy-Sya'bi tentang kulit hewan kurban. Lalu Asy-Sya'bi menjawab seraya mengemukakan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Jika kamu suka menjualnya, kamu boleh menjualnya; jika kamu suka memakainya, kamu boleh memilikinya; dan jika kamu suka menyedekahkannya, kamu dapat menyedekahkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ}
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian. (Al-Hajj:37)
Yakni karena itulah maka Allah menundukkan unta-unta itu bagi kalian.
{لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ}
supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. (Al-Hajj: 37)
Yaitu agar kalian membesarkan Allah (mengagungkan-Nya) sebagaimana Dia telah menunjuki kalian kepada agama-Nya, syariat-Nya, dan segala sesuatu yang disukai dan diridai-Nya. Dia juga melarang kalian dari perbuatan-perbuatan yang dibenci-Nya dan tidak disukai-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ}
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj: 37)
Yakni, hai Muhammad, berilah kabar gembira orang-orang yang berbuat baik dalam amalnya lagi menegakkan batasan-batasan Allah dan mengikuti apa yang disyariatkan bagi mereka serta membenarkan segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul kepada mereka dari sisi Tuhannya.
Masalah
Abu Hanifah, Malik, dan As-Sauri mengatakan, wajib berkurban bagi orang yang memiliki satu nisab lebih. Abu Hanifah mensyaratkan iqamah dengan alasan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah yang semua perawinya berpredikat siqah, melalui Abu Hurairah secara marfu', yaitu:
"مَنْ وَجَدَ سَعَة فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلانا"
Barang siapa yang mempunyai kemampuan (berkurban), lalu ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami.
Padahal di dalam hadis terkandung garabah, Imam Ahmad ibnu Hanbal menilainya sebagai hadis munkar.
Ibnu Umar telah mengatakan:
أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ سِنِينَ يُضَحِّي
Rasulullah Saw. tinggal selama sepuluh tahun (yang setiap tahunnya) beliau selalu berkurban. (Riwayat Turmuzi)
Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hanbal berpendapat, berkurban tidak wajib, melainkan hanya sunat, karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
"لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ"
Tiada pada harta suatu hak selain dari zakat.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah berkurban untuk umatnya, karena itulah maka kewajiban berkurban atas mereka gugur.
Abu Suraihah mengatakan bahwa dia bertetangga dengan Abu Bakar dan Umar, ternyata keduanya tidak ber­kurban karena khawatir perbuatannya itu akan diikuti oleh orang-orang. Sebagian ulama mengatakan, kurban hukumnya sunat kifayah. Dengan kata lain, apabila ada seseorang dari penduduk suatu kampung atau suatu kota melakukannya, maka gugurlah kesunatan berkurban dari yang lainnya, karena tujuan dari kurban itu adalah menampakkan syiar.
Imam Ahmad dan ahlus sunan dan Imam Turmuzi telah meriwayat­kan sebuah hadis yang dinilainya hasan, dari Muhannif ibnu Sulaim, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sewaktu di Arafah,
"عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحَاةٌ وعَتِيرة، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِيَ  الَّتِي تَدْعُونَهَا الرَّجبية"
"Dianjurkan bagi tiap-tiap ahli bait melakukan kurban dan 'atirah setiap tahunnya. Tahukah kalian, apakah 'atirah itu? 'Atirah ialah apa yang kalian kenal dengan sebutan rajbiyyah.
Sanad hadis ini masih diragukan kesahihannya.
Abu Ayyub telah mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah Saw. berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakan sebagiannya dan memberikan sebagian lainnya sehingga orang-orang kelihatan cerah dan gembira seperti yang kamu lihat sendiri. Diriwayatkan oleh Imam Turmuzi yang menilainya sahih, dan juga oleh Ibnu Majah.
Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Hisyam mengurbankan seekor kambing sebagai kurban seluruh keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Mengenai usia hewan kurban, disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim melalui Jabir, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّة، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ"
Janganlah kalian menyembelih selain hewan musinnah. Terkecuali jika kalian sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing jaz'ah.
Berangkat dari pengertian hadis ini Az-Zuhri berpendapat bahwa mengurbankan hewan jaz'ah tidak cukup.
Berbeda dengan Auza'i yang berpendapat bahwa hewan jaz'ah. dari semua jenis cukup untuk dijadikan kurban.
Kedua pendapat tersebut dinilai garib, karena pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa sesungguhnya kurban itu cukup dengan unta, sapi, dan kambing ma'izsaniyyah, atau kambing da'n yang jaz'ah..
Unta sanyu ialah unta yang telah berusia lima tahun masuk enam tahun, sapi sanyu ialah yang berusia dua tahun masuk tiga tahun, dan menurut pendapat yang lain yaitu telah berusia tiga tahun masuk empat tahun.
Ma'iz sanyu ialah kambing benggala yang telah berusia dua tahun.
Kambing da'n yang jaz'ah. ialah kambing yang telah berusia satu tahun.
Menurut pendapat lain berusia sepuluh bulan, menurut pendapat yang lainnya delapan bulan, dan menurut pendapat lainnya lagi enam bulan.
Pendapat terakhir ini merupakan pendapat yang paling minim di antara pendapat lainnya. Sedangkan kurang dari enam bulan, maka kambing masih tergolong cempe (anak kambing). Perbedaan di antara cempe dan kambing yang dewasa ialah: kalau cempe bulu punggungnya berdiri, sedangkan kambing dewasa tertidur dan telah terbelah menjadi dua bagian.

Al-Hajj, ayat 38

{إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ (38) }
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia selalu membela hamba-hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya dan bertobat kepada-Nya dari kejahatan orang-orang yang jahat dan dari tipu muslihat orang-orang yang durhaka. Allah juga memelihara mereka, menjaga dan menolong mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain yang mengatakan:
{أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ}
Bukankah Allah cukup'untuk melindungi hamba-hamba-Nya. (Az-Zumar: 36)
{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah me­laksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ}
Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (Al-Hajj: 38)
Artinya, Allah tidak menyukai hamba-hamba-Nya yang bersifat seperti itu, yakni sifat khianat terhadap perjanjian dan sumpahnya dan tidak memenuhi apa yang dijanjikannya. Sifat lainnya yang tidak disukai oleh Allah pada hamba-hamba-Nya ialah ingkar terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu tidak mau mengakuinya.

Al-Hajj, ayat 39-40

{أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) }
Telah diizikan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguh­nya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada me­nolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa lagi Mahaperkasa.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya saat mereka diusir dari Mekah.
Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf —seperti Ibnu Abbas, Urwah ibnuz Zubair, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan, dan Qatadah serta lain-lainnya lagi— mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan perintah jihad. Sebagian ulama menyimpulkan dari ayat ini bahwa surat Al-Hajj ini adalah Madaniyah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Daud Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. keluar dari Mekah,
Abu Bakar berkata, "Mereka mengusir nabinya. Inna Lillahi Wainna Ilaihi Raji'un, tentulah mereka pasti binasa." Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguh­nya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj: 39) Abu Bakar r.a. berkata, "Maka saya mengetahui bahwa bakal terjadi peperangan."
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Yusuf Al-Azraq dengan lafaz yang sama, dan dia menambahkan, bahwa Ibnu 'Abbas telah mengatakan bahwa ayat ini merupakan mula-mula ayat yang diturunkan berkenaan dengan peperangan.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunan masing-masing; juga Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ishaq ibnu Yusuf. Imam Turmuzi menambahkan Waki', keduanya menerima hadis ini dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan, dan telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang saja dari As-Sauri, tetapi di dalam sanadnya tidak terdapat Ibnu Abbas.
*******************
{وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ}
Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj: 39)
Yakni Dia mampu menolong hamba-hamba-Nya yang mukmin tanpa melibatkan mereka dalam peperangan, tetapi Dia berkehendak agar hamba-hamba-Nya mencurahkan jerih payah mereka dalam bertaat kepada-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ. سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْ وَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ عَرَّفَهَا لَهُمْ}
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), Maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenal-kan-Nya kepada mereka. (Muhammad: 4-6)
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ. وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan meng­hilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 14-15)
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (At-Taubah: 16)
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ}
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 142)
Dan firman Allah Swt.:
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ}
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-prang yang berjihad dan bersabar di antara kalian dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu. (Muhammad: 31)
Ayat-ayat yang semakna cukup banyak.
Karena itulah Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj: 39) bahwa memang Allah telah melakukannya.
Sesungguhnya Allah mensyariatkan jihad hanyalah dalam waktu yang sesuai dengannya; karena sesungguhnya ketika kaum muslim berada di Mekah, jumlah kaum Musyrik jauh lebih banyak. Seandainya kaum muslim diperintahkan untuk memerangi kaum musyrik, tentulah amat berat bagi mereka melakukannya, mengingat jumlah mereka hanya sepersepuluh jumlah kaum musyrik, bahkan kurang dari itu. Karena itulah setelah penduduk Yasrib (Madinah) berbaiat kepada Rasulullah Saw. di malam 'Aqabah, yang saat itu jumlah mereka ada delapan puluh orang lebih, mereka berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkan kami menyerang penduduk lembah ini?" Mereka bermaksud orang-orang yang ada di Mina di malam-malam Mina. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku belum diperintahkan untuk melakukannya."
Setelah kaum musyrik bersikap kelewat batas dan mengusir Nabi Saw. dari kalangan mereka, bahkan hampir saja mereka membunuhnya, sebagian di antara para sahabatnya berpencar, pergi meninggalkan Mekah; sebagian di antara mereka berhijrah ke Abesinia, dan sebagian lainnya ke Madinah. Setelah mereka semua berada di Madinah, lalu Rasulullah Saw. datang kepada mereka. Maka mereka bersatu dibawah pimpinan Rasulullah Saw. dan menolong beliau. Sehingga jadilah Madinah merupakan kota Islam dan bentengnya, tempat kaum muslim berlindung. Saat itulah Allah memerintahkan berjihad melawan musuh-musuh mereka. Dan ayat ini merupakan awal ayat jihad yang diturunkan, yaitu firman-Nya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguh­nya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar. (Al-Hajj: 39-40)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka diusir dari Mekah ke Madinah tanpa alasan yang benar, yakni Muhammad dan para sahabatnya.
*******************
{إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ}
kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah.” (Al-Hajj: 40)
Yakni mereka sama sekali tidak pernah berbuat jahat terhadap kaumnya dan mereka tidak mempunyai dosa apa pun terhadap kaumnya, melainkan hanya karena mereka mengesakan Allah dan menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya. Istisna dalam ayat ini bersifat munqati' jika ditinjau dari kejadian yang sebenarnya. Adapun bagi kaum musyrik hal tersebut (mengesakan Allah) merupakan suatu pelanggaran berat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ}
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian. (Al-Mumtahanah: 1)
Dan firman Allah Swt. dalam kisah ashabul ukhdud, yaitu:
{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
Karena itulah kaum muslimin mengucapkan syair-syair berikut saat mereka membangun parit untuk pertahanan:
لا هُمّ لَولا أنتَ مَا اهتَدَينا ... وَلا تَصَدّقْنا وَلا صَلَّينَا ...
فَأنزلَنْ سَكينَةً عَلَينَا ... وَثَبّت الأقْدَامَ إنْ لاقَينَا ...
إِنَّ الألَى قَدْ بَغَوا عَلَينَا ... إذَا أرَادوا فتْنَةً أبَيْنَا
Ya Allah, seandainya bukan karena Engkau, tentulah kami tidak akan mendapat petunjuk, dan tidak akan bersedekah serta tidak akan salat;
maka turunkanlah ketenangan kepada kami dan teguhkanlah telapak kaki kami saat bersua musuh.
Sesungguh­nya mereka (orang-orang musyrik dan sekutu-sekutunya) itu telah berlaku kelewat batas kepada kami; mereka bermaksud mem­fitnah (agama) kami, tetapi kami menolak.
Rasulullah Saw. menyetujui ucapan mereka itu dan beliau ikut mengucap­kannya bersama mereka, bait demi bait. Bila mereka mengucapkan "Mereka (kaum musyrik) bermaksud memfitnah (agama) kami, tetapi kami menolak," maka Nabi Saw. mengucapkan kalimat yang terakhir itu dengan suara yang keras.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ}
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain. (Al-Hajj: 40)
Yakni seandainya Allah tidak menolak suatu kaum dengan kaum yang lain dan mencegah kejahatan sebagian manusia agar jangan menimpa sebagian yang lainnya, melalui sarana dan penyebab yang telah diciptakan-Nya dan yang telah digariskan oleh takdir-Nya, tentulah bumi ini akan rusak dan si kuat akan memakan yang lemah.
{لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ}
tentulah telah dirobohkan biara-biara. (Al-Hajj: 40)
Sawami' adalah tempat-tempat ibadat yang kecil yang dipakai oleh para rahib. Demkianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Sedangkan Qatadah mengatakan bahwa sawami' adalah tempat peribadatan orang-orang sabi-in.
Menurut suatu riwayat yang bersumberkan darinya, sawami adalah tempat peribadatan orang-orang Majusi.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sawami' adalah rumah-rumah yang terletak di pinggir-pinggir jalan.
{وَبِيَعٌ}
gereja-gereja. (Al-Hajj: 40)
Tempat peribadatan ini jauh lebih besar daripada yang pertama dan memuat lebih banyak orang di dalamnya; milik orang-orang Nasrani pula, sama dengan yang pertama. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Sakhr, Muqatil ibnu Hayyan, dan Khasif serta lain-lainnya.
Ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Mujahid dan lain-lainnya, bahwa biya'un adalah tempat-tempat peribadatan orang-orang Yahudi (yang sekarang disebut sinagog).
As-Saddi telah meriwayatkan dari orang-orang yang menerimanya dari Ibnu Abbas, bahwa biya'un adalah tempat-tempat peribadatan orang-orang Yahudi.
Sedangkan Mujahid mengatakan bahwa biya'un itu tiada lain adalah gereja-gereja.
Firman Allah Swt.:
{وَصَلَوَاتٌ}
rumah-rumah ibadat orang Yahudi. (Al-Hajj: 40)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa salawat adalah gereja-gereja. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ad-Dahhak, dan Qatadah, bahwa salawat adalah gerejanya orang Yahudi; mereka menamainya salawat.
As-Saddi telah meriwayatkan dari seseorang yang menerimanya dari Ibnu Abbas, bahwa salawat adalah gereja orang-orang Nasrani.
Abul Aliyah dan lain-lainnya mengatakan bahwa salawat adalah tempat peribadatan orang sabi-in.
Ibnu AbuNujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa salawat adalah masjidnya Ahli Kitab dan juga masjidnya kaum muslim. Hanya saja istilah masjid khusus bagi kaum muslim.
Firman Allah Swt.:
{يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا}
yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah. (Al-Hajj: 40)
Menurut suatu pendapat, damir yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يُذْكَرَ فِيهَا}
yang di dalamnya disebut. (Al-Hajj: 40)
merujuk kepada masajid, karena lafaz masajid merupakan lafaz yang paling dekat dengannya.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa semua tempat peribadatan di dalamnya banyak disebutkan nama Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud yang benar adalah bahwa tentulah telah dirobohkan kuil-kuil para rahib, gereja-gereja orang Nasrani, sinagog-sinagog orang Yahudi, dan masjid-masjid kaum muslim, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Pengertian inilah yang dipakai dan terkenal dalam pembicaraan orang-orang Arab, sehubungan dengan peristilahan tersebut.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ungkapan ini bersifat gambaran grafik dari yang terkecil sampai yang terbesar dan sampai pada puncak­nya, yaitu masjid-masjid; karena masjid memiliki jumlah yang banyak dan orang-orang yang melakukan ibadah di dalamnya lebih banyak. Jadi, merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini sebagai orang-orang yang banyak menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidnya.
Firman Allah Swt.:
{وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ}
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya (Al-Hajj: 40)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ. وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ}
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian. Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. (Muhammad: 7-8)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 40)
Dalam Ayat ini Allah Swt. memberikan gambaran bahwa diri-Nya mempunyai sifat Mahakuat dan Mahaperkasa, dengan kekuatan-Nya Dia menciptakan segala sesuatu dan menentukan batasan ciptaan-Nya. Dengan keperkasaan-Nya pula tiada seorang pun yang dapat mengalahkan-Nya, bahkan segala sesuatu hina di hadapan-Nya dan berhajat kepada-Nya. Orang yang ditolong oleh Yang Mahaperkasa lagi Mahakuat, berarti dia pasti mendapat kemenangan,sedangkan musuh-musuhnya akan kalah. Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ. إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ. وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ}
Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (Ash-Shaffat: 171-173)
Dan firman Allah Swt.:
{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Allah telah menetapkan, 'Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Mujadilah: 21)

Al-Hajj, ayat 41

{الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (41) }
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub dan Hisyam, dari Muhammad yang mengatakan bahwa Usman ibnu Affan pernah mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami (para sahabat), yaitu firman-Nya: '(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar' (Al-Hajj: 41) Kami telah diusir dari rumah kami tanpa alasan yang benar, melainkan hanya karena kami beriman bahwa Allah adalah Tuhan kami. Kemudian Dia meneguhkan kedudukan kami di suatu negeri, maka kami mendirikan salat, menunaikan zakat, dan memerintahkan berbuat kebajikan serta mencegah dari perbuatan mungkar, dan kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan aku dan sahabat-sahabatku.
Menurut Abul Aliyah, mereka adalah sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. As-Sabbah ibnu Sawadah Al-Kindi mengatakan, ia pernah mendengar Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz berkhotbah seraya mengucapkan firman-Nya:  (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi. (Al-Hajj: 41), hingga akhir ayat. Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz berkata, "Ingatlah, sesungguhnya tugas ini bukan saja diwajibkan bagi penguasa semata, tetapi di wajibkan bagi penguasa dan rakyatnya. Ingatlah, aku akan menceritakan kepada kalian kewajiban kalian dari tugas ini terhadap penguasa kalian, dan kewajiban penguasa dari tugas ini terhadap kalian. Sesungguhnya kewajiban penguasa terhadap kalian dari tugas ini ialah hendaknya ia membimbing kalian ke jalan Allah dan mempersatukan kalian serta menanamkan rasa gotong royong di antara sesama kalian, dan memberikan petunjuk kepada kalian jalan yang paling lurus dengan segala kemampuannya. Dan sesungguhnya kewajiban kalian terhadap penguasa ialah hendaknya kalian taat kepadanya dengan hati yang tulus ikhlas; bukan lahiriahnya menurut, tetapi batinnya menolak."
Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ}
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi. (An-Nur: 55)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ}
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj: 41)
sama pengertiannya dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}
Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Qashash: 83)
Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj: 41)
Yakni di sisi Allah-lah terdapat pahala dari perbuatan mereka.

Al-Hajj, ayat 42-46

{وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَثَمُودُ (42) وَقَوْمُ إِبْرَاهِيمَ وَقَوْمُ لُوطٍ (43) وَأَصْحَابُ مَدْيَنَ وَكُذِّبَ مُوسَى فَأَمْلَيْتُ لِلْكَافِرِينَ ثُمَّ أَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ (44) فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ (45) أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (46) }
Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum mereka kaum Nuh, 'Ad dan Samud, dan kaum Ibrahim dan kaum Lut, dan penduduk Madyan, dan telah didustakan Musa, lalu Aku tangguhkan (azab­Ku) untuk orang-orang kafir, kemudian Aku azab mereka, maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada mereka itu). Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi, maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Allah Swt. berfirman, menghibur hati Nabi Muhammad Saw. yang sedang menghadapi pendustaan dari pihak orang-orang yang menentangnya dari kalangan kaumnya:
{وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ}
Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum kaum Nuh. (Al-Hajj: 42), hingga akhir ayat berikutnya.
padahal telah disampaikannya semua ayat yang jelas dan dalil yang terang.
{فَأَمْلَيْتُ لِلْكَافِرِينَ}
lalu Aku tangguhkan (azab-Ku) untuk orang-orang kafir. (Al-Hajj: 44)
Yakni maka Kami beri masa tangguh bagi mereka dan Kami keluarkan mereka (dari rahmat) Kami.
{ثُمَّ أَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
kemudian Aku azab mereka, maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada mereka itu). (Al-Hajj: 44)
Maksudnya, bagaimana kebencian-Ku dan azab-Ku terhadap mereka.
Sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa jarak antara perkataan Fir'aun kepada kaumnya, "Akulah Tuhan kalian yang tertinggi," dan kebinasaannya oleh Allah kurang lebih empat puluh tahun.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Musa, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْه، ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar memberi tangguh kepada orang yang zalim, hingga manakala Dia mengazabnya, maka ia tidak dapat terlepas dari azab-Nya. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud: 102)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا}
Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya. (Al-Hajj:45)
Artinya, sudah berapa banyak penduduk kota-kota yang telah Aku binasakan.
{وَهِيَ ظَالِمَةٌ}
yang penduduknya dalam keadaan zalim. (Al-Hajj: 45)
Yakni mendustakan rasul-rasul-Nya.
{فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا}
maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya. (Al-Hajj: 45)
Ad-Dahhak mengatakan bahwa 'urusy artinya atap, yakni rumah-rumah tempat tinggal mereka hancur berantakan dan seluruh bangunan kota dan keramaiannya telah musnah.
{وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ}
dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan. (Al-Hajj: 45)
Yakni airnya tidak dipakai lagi dan tiada seorang pun yang datang kepadanya, padahal sebelum itu banyak orang berdatangan kepadanya untuk mengambil airnya, bahkan mereka berdesak-desakan untuk mendapatkan airnya.
{وَقَصْرٍ مَشِيدٍ}
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Ikrimah mengatakan, yang dimaksud dengan masyid ialah gedung yang dibangun dengan batu putih.
Telah diriwayatkan pula dari Ali ibnu Abu Talib, Mujahid, Ata dan Sa'id ibnu Jubair, Abul Malih dan Ad-Dahhak hal yang semisal.
Sedangkan menurut yang lainnya, masyid artinya yang dibangun tinggi.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, masyid artinya kokoh lagi kuat.
Semua pendapat mengenai hal ini berdekatan pengertiannya dan tidak bertentangan, karena pengertiannya menunjukkan bahwa gedung-gedung yang kokoh lagi tinggi dan kuat itu tidak dapat melindungi para penghuninya dari azab Allah yang datang menimpa mereka disebabkan kezaliman mereka. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ}
Di mana saja kalian berada, ke matian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi. (Al-Hajj: 46)
Artinya, mereka lakukan sendiri dengan tubuh dan pikiran mereka. Yang demikian itu merupakan cara yang efektif, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abud Dunia dalam kitab Tafakkur dan I'tibar-nya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Dinar yang mengatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Musa (seraya berfirman), "Hai Musa, buatlah sepasang terompah dari besi, buat pula tongkat. Kemudian berjalanlah kamu di permukaan bumi, lalu carilah bekas-bekas peninggalan yang mengandung pelajaran bagimu, hingga sepasang terompah itu jebol dan tongkat itu patah."
Ibnu Abud Dunia mengatakan bahwa salah seorang yang bijak pernah mengatakan, "Hidupkanlah hatimu dengan nasihat-nasihat yang baik, sinarilah ia dengan bertafakkur, matikanlah dengan berzuhud, kuatkanlah dengan yakin, hinakanlah ia dengan kematian, dan batasilah ia dengan kefanaan. Perlihatkanlah kepadanya bahaya-bahaya cinta duniawi, dan peringatkanlah ia dengan bencana masa dan buruknya perubahan hari-hari. Perlihatkanlah pula kepada berita-berita orang-orang terdahulu, dan ingatkanlah ia dengan apa yang telah menimpa orang-orang dahulu; perjalankanlah ia di bekas-bekas tempat tinggal mereka, dan perlihatkanlah kepadanya akibat dari perbuatan mereka, di manakah mereka bertempat tinggal dan bagaimanakah kesudahan dari mereka?"
Dengan kata lain, lihatlah oleh kalian azab dan pembalasan yang telah menimpa umat-umat yang mendustakan rasul-rasul Allah itu.
*******************
{فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا}
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? (Al-Hajj: 46)
Yaitu mengambil pelajaran dari apa yang dilihat dan didengarnya.
{فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Yang dimaksud bukanlah buta mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun pandangan mata seseorang sehat dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-pelajaran dan tidak dapat menanggapi apa yang didengar. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair berikut sehubungan dengan pengertian ini. Dia adalah Abu Muhammad Abudullah ibnu Muhammad ibnu Hayyan Al-Andalusi Asy-Syantrini yang tutup usia pada tahun 517 Hijriah. Dia mengatakan seperti berikut:
يَا مَن يُصيخُ إِلَى دَاعي الشَقَاء، وقَد ... نَادَى بِهِ الناعيَان: الشيبُ والكبَرُ ...
إِنْ كُنتَ لَا تَسْمَع الذكْرَى، فَفِيمَ تُرَى ... فِي رَأسك الوَاعيان: السمعُ والبَصَرُ? ...
ليسَ الأصَمّ وَلَا الأعمَى سوَى رَجُل ... لَمْ يَهْده الهَاديان: العَينُ والأثَرُ ...
لَا الدَّهْرُ يَبْقَى وَلا الدُّنْيَا، وَلا الفَلَك الْـ ... أَعْلَى وَلَا النَّيّران: الشَّمْسُ وَالقَمَرُ ...
لَيَرْحَلَنّ عَن الدَّنْيَا، وَإن كَرِها فرَاقها، الثَّاوِيَانِ: البَدْو والحَضَرُ ...
Hai orang yang mendengar dengan patuh kepada penyeru yang mencelakakannya, padahal dua pembela sungkawa telah berseru kepadanya, yaitu uban dan usia yang lanjut.
Jika kamu tidak dapat mendengar peringatan, maka apakah kamu tidak melihat dua peringatan yang ada pada kepalamu, yaitu pendengaran dan penglihatan.
Sesungguhnya orang yang buta dan tuli itu hanyalah seorang lelaki yang tidak dapat memanfaatkan dua pemberi petunjuknya, yaitu mata dan jejak-jejak peninggalan (umat terdahulu).
Masa tidak dapat membuat­nya hidup kekal, begitu pula dunia, cakrawala yang tinggi, api, matahari, dan rembulan.
Ia pasti pergi meninggalkan dunia ini, sekalipun ia tidak menginginkannya; berpisah dengan dua tempat tinggalnya, yaitu tubuh kasar dan keramaian tempat tinggalnya.

Al-Hajj, ayat 47-48

{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (47) وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ (48) }
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu).
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ}
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan (Al-Hajj:47)
Yakni orang-orang kafir yang atheis lagi mendustakan Allah, Kitab-Nya Rasul-Nya dan hari kemudian meminta kepada Nabi Saw. agar azab itu disegerakan menimpa mereka. Pengertian ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih" (Al-Anfal: 32)
Dan firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ}
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab.” (Shad: 16)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ}
padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. (Al-Hajj: 47)
Yaitu janji yang telah diikrarkan-Nya, bahwa Dia akan menegakkan hari kiamat dan mengadakan pembalasan terhadap musuh-musuh-Nya serta memuliakan kekasih-kekasih-Nya.
Al-Asmu'i mengatakan bahwa ketika ia berada di majelis Abu Amr ibnul Ala, tiba-tiba datanglah Amr ibnu Ubaid dan berkata, "Hai Abu Amr, apakah Allah akan menyalahi mi'ad (ancaman)-Nya?" Abu Amr ibnul Ala menjawab, "Tidak," seraya menyebutkan ayat yang menyangkut ancaman-Nya. Maka Amr ibnu Ubaid berkata kepadanya, "Apakah kamu bukan orang Arab? Sesungguh­nya orang-orang Arab menilai bahwa mencabut kembali suatu janji merupakan perbuatan tercela, sedangkan mencabut suatu ancaman merupakan perbuatan yang mulia. Tidakkah kamu pernah mendengar ucapan seorang penyair yang mengatakan:
لَا يُرْهِبُ ابنَ الْعَمِّ مِنِّي سَطْوَتي ... وَلَا أخْتَتِي مِنْ سَطْوة المُتَهَدّد ...
فَإِنِّي وَإن أوْعَدْتُه أوْ وَعَدْتُه ... لَمُخْلِفُ إيعَادي ومُنْجزُ مَوْعدي ...
'Hendaklah anak pamanku dan tetangga-tetanggaku merasa gentar dengan pembalasanku, dan aku tidak akan segan-segan mengadakan pembalasan terhadap orang yang mengintimidasi.
Sesungguhnya aku jika mengancam atau berjanji, benar-benar akan menyalahi ancamanku dan menunaikan janjiku'.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ}
Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47)
Yakni Allah Swt. tidak akan menyegerakan azab-Nya, karena sesungguhnya seribu tahun bagi makhluk-Nya sama halnya dengan satu hari bagi-Nya bila dikaitkan dengan keadaan-Nya. Sebab Dia Mahakuasa untuk melakukan pembalasan, dan bahwa sesungguhnya tiada suatu pun yang dapat luput dari azab-Nya, sekalipun Dia menangguhkannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala urusan). (Al-Hajj: 48)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفة، حَدَّثَنِي عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُسْلِمِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الْأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ، خَمْسِمِائَةِ عَامٍ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan . ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Abdah ibnu Sulaiman, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang fakir kaum muslim memasuki surga lebih dahulu daripada orang-orang kayanya dalam jarak setengah hari (yang lamanya sama dengan) lima ratus tahun (menurut perhitungan kita di dunia).
Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan melalui hadis As-Sauri dari Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Ibnu Jarir telah meriwayat­kannya secara mauquf dari Abu Hurairah, untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyah, telah menceritakan kepada kami Sa'id Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Samir ibnu Nahar yang mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah mengatakan bahwa orang-orang fakir kaum muslim memasuki surga sebelum orang-orang hartawannya dalam jarak setengah hari. Ketika saya tanyakan kepada Abu Hurairah, "Berapa lamakah setengah hari itu?" Abu Hurairah berkata, "Tidakkah kamu pernah membaca Al-Qur'an?" Saya jawab, "Ya, pernah." Selanjutnya Abu Hurairah membaca firman-Nya: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47)
Abu Daud di dalam akhir kitab Malahim-nya, bagian dari kitab sunannya, mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، عَنْ شُرَيح بْنِ عُبَيد، عَنْ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقاص، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَعْجِزَ أُمَّتِي عِنْدَ رَبِّهَا، أَنْ يُؤَخِّرَهُمْ نِصْفَ يَوْمٍ". قِيلَ لِسَعْدٍ: وَمَا نِصْفُ يَوْمٍ؟ قَالَ: خَمْسُمِائَةِ سَنَةٍ
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya aku berharap semoga umatku tidak lemah di sisi Tuhan mereka karena diperlambat oleh-Nya selama setengah hari. Ketika ditanyakan kepada Sa'd, "Berapa lamakah setengah hari itu?" Sa'd menjawab, "Lima ratus tahun."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47) Yakni hari-hari yang telah ditetapkan oleh Allah setelah Dia menciptakan langit dan bumi.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ibnu Basysyar, dari Ibnul Mahdi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ikrimah Imam Ahmad telah mendukungnya di dalam kitabnya yang berjudul Ar-Raddu 'Alal Jahmiyyah.
Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ}
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (As-Sajdah: 5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Arim ibnu Muhammad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Yahya ibnu Atiq, dari Muhammad ibnu Sirin, dari seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab yang telah masuk Islam. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47) Dan Dia menjadikan usia dunia enam hari dan menjadikan hari kiamat pada hari ketujuhnya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47) Sesungguhnya telah berlalu masa enam hari itu, sekarang kalian berada di hari yang ketujuhnya.
Perumpamaannya sama dengan seorang wanita yang telah hamil tua dan telah tiba masa melahirkan kandungannya, tetapi tidak diketahui secara tepat bilakah saat kelahirannya itu akan terjadi.

Al-Hajj, ayat 49-51

{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (49) فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (50) وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (51) }
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang nyata kepada kalian.” Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia. Dan orang-orang yang berusaha dengan maksud menentang ayat-ayat Kami dengan melemahkan (kemauan untuk beriman), mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka.
Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya saat orang-orang kafir meminta kepadanya agar disegerakan datangnya azab yang telah dijanjikannya:
{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ}
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang nyata kepada kalian.” (Al-Hajj: 49)
Yakni sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian hanyalah sebagai pemberi peringatan di hadapan azab yang keras, dan tiada hak bagi saya untuk memperhitungkan kalian barang sedikit pun; segala urusan kalian dikembalikan kepada Allah, Jika Dia menghendaki, tentulah Dia menye­gerakan azab-Nya kepada kalian; dan jika Dia menghendaki yang lain, tentulah Dia menangguhkannya dari kalian. Jika Dia menghendaki akan memberikan ampunan kepada orang yang bertobat kepada-Nya, tentulah Dia menerima tobatnya. Dan jika Dia menghendaki kesesatan bagi orang-orang yang telah ditetapkan-Nya termasuk orang-orang yang celaka, tentulah Dia melakukan hal tersebut. Dia Maha Melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, yang diingini-Nya, dan yang dipilih-Nya.
{لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ}
tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dialah Yang Mahacepat hisab-Nya. (Ar-Ra'd: 41)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ. فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
"Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang nyata kepada kalian.” Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh. (Al-Hajj: 49-50)
Yakni hatinya beriman dan amal perbuatannya membenarkan imannya.
{لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ}
bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia. (Al-Hajj: 50)
Yaitu ampunan terhadap keburukan-keburukannya yang terdahulu dan membalas semua amal baiknya sampai sekecil-kecilnya.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan, "Bilamana Anda mendengar Allah Swt. berfiman: 'dan rezeki yang mulia. ' (Al-Hajj: 50) Maka artinya itu adalah surga."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ}
Dan orang-orang yang berusaha dengan maksud menentang ayat-ayat Kami dengan melemahkan (kemauan beriman). (Al-Hajj: 51)
Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah menghalang-halangi manusia dari mengikuti Nabi Saw. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnuz Zubair, yakni menghalang-halangi.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mu'ajizina artinya mengintimidasi orang-orang agar tidak mengikuti Nabi Saw.:
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ}
mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka. (Al-Hajj: 51)
Yakni neraka yang panas, menyakitkan lagi sangat keras azab dan siksaannya. Semoga Allah melindungi kita dari nereka. Allah Swt. telah berfirman:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ}
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)

Al-Hajj, ayat 52-54

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلا نَبِيٍّ إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52) لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (53) وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (54) }
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu ,dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya Al-Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
Sebagian besar ulama tafsir sehubungan dengan ayat-ayat ini mengetengahkan kisah garaniq (bintang-bintang) dan kisah yang menyebutkan bahwa kebanyakan dari kaum muslim yang berhijrah ke negeri Abesenia kembali ke Mekah karena mereka menduga orang-orang musyrik Quraisy telah masuk Islam. Akan tetapi, kisah tersebut diriwayatkan melalui berbagai jalur yang seluruhnya berpredikat mursal, dan menurut pendapat saya hadis-hadis tersebut tidaklah disandarkan kepada jalur periwayatan yang sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Mekah membaca surat An-Najm, dan ketika bacaan beliau sampai kepada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) meng­anggap Lata dan 'Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19-20) Maka setan memasukkan godaannya pada lisan Nabi Saw. sehingga beliau mengatakan, "Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya syafaat (pertolongan mereka dalam mendatangkan hujan) benar-benar dapat diharapkan." Akhirnya orang-orang musyrik berkata, "Dia sebelum ini tidak pernah menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik." Lalu Nabi Saw. bersujud kepada Allah, maka mereka pun (orang-orang musyrik) ikut bersujud. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkannya apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya melalui Yusuf ibnu Hammad, dari Umayyah ibnu Khalid, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurut dugaanku masih diragukan sampainya hadis ini kepada Nabi Saw.; bahwa Nabi Saw. membaca surat An-Najm ketika masih di Mekah, sehingga bacaannya sampai pada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan 'Uzza. (An-Najm: 19), hingga akhir beberapa ayat selanjutnya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan secara muttasil kecuali melalui sanad ini. Orang yang menjadikannya berpredikat muttasil hanyalah Umayyah ibnu Khalid sendiri. Dia orangnya siqah lagi terkenal, dan sesungguhnya dia meriwayatkan hadis ini hanya melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.
Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abul Aliyah dari As-Saddi secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais secara mursal pula."
Qatadah mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw. salat di dekat maqam Ibrahim, lalu beliau mengantuk dan setan memasukkan godaan pada lisannya, sehingga beliau mengatakan, "Sesungguhnya bintang-bintang itu benar-benar syafaat (pertolongan)nya dapat diharapkan, dan sesungguhnya bintang-bintang itu bersama dengan bintang-bintang lainnya di langit yang tertinggi." Lalu orang-orang musyrik menghafal kalimat itu dan setan berperan dengan menyebarkannya, bahwa Nabi Saw. telah membaca ayat surat An-Najm itu. Sehingga tersebarlah berita itu di kalangan orang-orang musyrik dan menjadi buah bibir mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi. (Al-Hajj: 52), hingga akhir ayat Maka Allah menjadikan setan itu terhina melalui ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Musa Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Asy-Syaibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Falih, dari Musa ibnu Uqbah, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa sebelum surat An-Najm diturunkan, orang-orang musyrik berkata, "Seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik, tentulah kami akan mengakui dia dan sahabat-sahabatnya. Tetapi dia tidak pernah menyebut orang-orang yang berbeda agama dengannya dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani dengan sebutan yang ditujukan kepada tuhan-tuhan kami. Apa yang ia sebutkan tentang tuhan-tuhan kami tiada lain hanyalah caci maki dan keburukan."
Pada waktu yang sama Rasulullah Saw. dan para sahabatnya mengalami masa kritis akibat gangguan dan tekanan serta pendustaan mereka. Beliau merasa bersedih hati dengan kesesatan mereka, dan beliau mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk. Ketika Allah Swt. menurunkan surat An-Najm, yang antara lain disebutkan di dalamnya firman Allah Swt.: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan 'Uzza dan manah yang ketiga, yang paling terakhir (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 19-21) Maka saat itu setan menyusupkan kalimat-kalimat yang menyebut tentang berhala-berhala sesembahan mereka saat Nabi Saw. menyebutkan nama Allah. Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya mereka (berhala-berhala) itu memiliki garaniq (bintang-bintang) yang ada di langit yang tinggi, dan sesungguhnya syafaat (pertolongan) mereka benar-benar dapat diharap­kan." Padahal kalimat tersebut bersumber dari godaan setan dan bisikannya, sehingga kedua kalimat tersebut menarik simpati setiap orang musyrik di Mekah. Lalu kalimat tersebut menjadi buah bibir mereka, dan mereka meyambutnya dengan gembira seraya mengatakan.”Sesungguhnya Muhammad telah kembali kepada agamanya yang semula, yaitu agama kaumnya."
Setelah bacaan Rasulullah Saw. sampai di akhir surat An-Najm, maka beliau sujud, lalu sujud pula semua orang yang ada bersamanya dari kalangan orang muslim atau orang musyrik. Hanya Al-Walid ibnul Mugirah —karena tubuhnya yang sangat besar— tidak dapat melakukan­nya; ia hanya mengambil segenggam pasir, lalu menaruhnya pada keningnya.
Kedua golongan (dari kalangan kaum muslim dan kaum musyrik) masing-masing merasa heran dengan sujud yang dilakukan golongannya yang mengikuti sujud Rasulullah Saw. Sedangkan kaum muslim merasa heran karena melihat orang-orang musyrik ikut sujud bersama mereka tanpa iman dan keyakinan. Kaum muslim saat itu tidak mendengar apa yang dimasukkan oleh setan ke dalam pendengaran kaum musyrik yang membuat kaum musyrik merasa tenang dengannya. Setan telah membisikkan pada pendengaran mereka melalui sabda Rasulullah Saw. yang membicarakan hal tersebut kepada mereka, bahwa Rasulullah Saw. telah menyebut-nyebut nama tuhan-tuhan mereka di dalam Al-Qur'annya, maka mereka bersujud mengagungkan tuhan-tuhan mereka.
Kalimat tersebut tersiar di kalangan kaum musyrik dan dibantu ketenarannya oleh peran setan, sehingga berita tersebut sampai ke tanah Abesenia dan kaum muslim yang berhijrah di sana, yaitu Usman ibnu Maz'un dan kawan-kawannya. Akhirnya kaum muslim di negeri Abesenia memperbincangkan bahwa penduduk Mekah telah masuk Islam semuanya, dan mereka mau salat bersama Rasulullah Saw. Telah sampai pula kepada mereka berita tentang sujud yang dilakukan oleh Al-Walid ibnul Mugirah pada pasir yang diambil oleh tangannya. Tersiarlah pula di kalangan mereka suatu berita yang mengatakan bahwa kaum muslim di Mekah telah aman, karena itulah maka mereka segera kembali ke Mekah.
Akan tetapi, Allah telah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya serta memeliharanya dari kedustaan orang-orang musyrik. Allah Swt. berfirman: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 52-53)
Setelah Allah menjelaskan Ketetapan-Nya dan membersihkan diri-Nya dari hasutan setan, maka orang-orang musyrik kembali kepada kesesatan mereka dan memusuhi kaum muslim serta bersikap keras terhadap kaum muslim.
Hadis ini pun berpredikat mursal.
Di dalam tafsir Ibnu Jarir disebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam dengan konteks yang semisal.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkannya, tetapi hanya sampai pada Musa ibnu Uqbah, yang hal ini ia kemukakan dalam kitab Magazi-nya dengan lafaz yang semisal. Al-Baihaqi mengatakan, "Kami telah meriwayatkan pula kisah ini melalui Abu Ishaq."
Menurut saya, kisah ini telah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya dengan kalimat-kalimat yang semisal, semuanya berpredikat mursal dan munqati'. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya telah menyebutkannya di dalam kumpulan dari perkataan Ibnu Abbas dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi serta lain-lainnya dengan lafaz yang semisal. Kemudian dalam pembahasan ini ia mengajukan suatu pertanyaan yang mengatakan, "Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal Rasulullah Saw. telah dijamin oleh Allah terpelihara dari segala kesalahan?" Selanjutnya Al-Bagawi mengemukakan beberapa jawaban yang ia petik dari pendapat orang-orang lain. Di antaranya dan yang paling terbaik ialah bahwa setan membisikkan kalimat tersebut ke dalam pendengaran kaum musyrik, sehingga mereka menduga bahwa kalimat-kalimat tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, melainkan dari ulah setan dan perbuatannya bukan dari Rasulullah Saw. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Demikianlah berbagai macam jawaban dari mereka yang menge­mukakan pendapatnya sehubungan dengan masalah ini, dengan anggapan bahwa hadis ini memang sahih. .
Al-Qadi Iyad rahimahullah menyinggung masalah ini dalam kitab Asy-Syifa-nya dan mengemukakan jawabannya yang mengatakan bahwa memang keadaan hadis ini sahih mengingat telah terbukti kesahihannya.
//Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mempunyai risalah khusus yang membahas tentang palsunya kisah Al-Gharaniq ini, dalam kitabnya: Nasbul Mazaniq li Abatil Qishash Al Gharaniq. Ebook editor//
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ}
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52)
Melalui ayat ini Allah Swt. menghibur hati Rasul-Nya. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah hatimu gundah karenanya, sesungguhnya hal semisal itu pernah dialami oleh para rasul sebelummu dan juga oleh para nabi.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Apabila ia berbicara, setan memasukkan godaannya ke dalam pembicaraannya, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu. dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. (Al-Hajj: 52)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Yakni apabila Nabi Saw. berbicara, maka setan memasukkan godaan-godaan ke dalam pembicaraannya.
Mujahid mengatakan, makna iza-tamanna ialah apabila berbicara.
Menurut pendapat yang lain, makna umniyah ialah bacaannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{إِلا أَمَانِيَّ}
kecuali dongengan-dongengan bohong belaka. (Al-Baqarah: 78)
Yaitu bisa berucap, tetapi tidak bisa membaca dan menulis.
Al-Bagawi mengatakan bahwa kebanyakan ulama tafsir mengatakan tentang makna tamanna, bahwa artinya membaca Kitabullah.
{أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ}
setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52)
Yang dimaksud dengan umniyatihi ialah bacaannya.
Seorang penyair telah mengatakan sehubungan dengan terbunuhnya Khalifah Usman:
تَمَنّى كتَابَ اللَّهِ أَوَّلَ لَيْلة ... وآخرَها لاقَى حمَامَ المَقَادرِ
Ia membaca Kitabullah di permulaan malam harinya, sedangkan di akhir malamnya ia menjumpai takdir bagi ajalnya.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Iza-tamanna" artinya apabila membaca.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini lebih mirip dengan pengertian takwil.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ}
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu. (Al-Hajj: 52)
Menurut pengertian hakiki dari lafaz an-naskh ialah menghilangkan dan menghapuskan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan itu.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dengan seizin Allah, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)
Artinya, Allah Maha Mengetahui segala urusan dan kejadian, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dan Allah Mahabijaksana dalam menentukan keputusan-Nya, menciptakan makhluk-Nya, dan perintah­Nya kepada makhluk-Nya. Di balik semua itu terkandung hikmah yang sempurna dan hujah yang jelas, karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}
agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Hajj: 53)
Yang dimaksud dengan penyakit ialah keraguan, kemusyrikan, kekufuran, dan kemunafikan, seperti sikap orang-orang musyrik yang gembira saat mendengar hal tersebut (penyebutan tuhan-tuhan mereka dalam Al-Qur'an). Mereka menduga bahwa apa yang mereka dengar itu benar dari sisi Allah, padahal kenyataannya adalah dari setan yang me­nyelewengkannya pada pendengaran mereka.
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Hajj: 53) Mereka adalah orang-orang munafik. Sedangkan yang disebutkan oleh firman-Nya berikut ini: dan yang hatinya kasar. (Al-Hajj: 53) Mereka adalah orang-orang musyrik.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi.
*******************
{وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ}
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)
Yakni dalam kesesatan dan pertentangan serta keingkaran. Sedangkan yang dimaksud oleh firman-Nya, "Ba’id, " artinya jauh dari perkara yang hak dan nilai-nilai kebenaran.
{وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ}
dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Yaitu agar orang-orang yang telah diberi ilmu yang bermanfaat yang dengan ilmunya itu mereka dapat membedakan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, juga orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Mereka semuanya mengetahui bahwa apa yang Kami wahyukan kepadamu adalah benar dari sisi Tuhanmu. Dialah yang menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya, Dia pula yang memelihara dan menjaganya agar tidak bercampur dengan yang lain, bahkan Al-Qur'an itu adalah Kitab yang mulia.
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَيُؤْمِنُوا بِهِ}
lalu mereka beriman kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Maksudnya, membenarkan dan mengikutinya.
{فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ}
dan tunduk hati mereka kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Yaitu tunduk dan patuh hati mereka kepadanya.
{وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (Al-Hajj: 54)
Yakni memberi petunjuk kepada mereka di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapat petunjuk ke jalan yang'hak dan mengikutinya, serta memberi mereka kemampuan menjauhi kebatilan dan menentangnya. Sedangkan di akhirat Allah memberi mereka petunjuk menempuhsirdtal mustaalm yang menghantarkan mereka menaiki tangga-tangga surga dan menjauhkan mereka dari azab yang pedih dan jatuh ke dasar neraka.

Al-Hajj, ayat 55-57

{وَلا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي مِرْيَةٍ مِنْهُ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً أَوْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَقِيمٍ (55) الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (56) وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (57) }
Dan senantiasalah orang-orang kafir itu berada dalam keragu-raguan terhadap Al-Qur’an, hingga datang kepada mereka saat (kematiannya) dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka azab hari kiamat. Kekuasaan di hari itu ada pada Allah. Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh adalah di dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, maka bagi mereka azab yang menghinakan.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang kafir, bahwa mereka masih tetap berada dalam keraguannya terhadap Al-Qur'an ini. Demikianlah menurut Ibnu Juraij dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Sa'id ibnu Jubair dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah terhadap godaan yang dimasukkan oleh setan (ke dalam telinga mereka).
{حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً}
hingga datang kepada mereka saat (kematiannya) dengan tiba-tiba. (Al Hajj: 55)
Yang dimaksud dengan bagtatan ialah mendadak, menurut Mujahid.
Sedangkan menurut Qatadah, artinya azab Allah yang menimpa suatu kaum (yang kafir) secara mengejutkan.
Tidak sekali-kali Allah mengazab suatu kaum, melainkan saat mereka sedang mabuk dalam kemewahannya dan dalam keadaan teperdaya dengan kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian sampai teperdaya dengan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Sesungguhnya tiada yang teperdaya oleh nikmat Allah kecuali hanyalah orang-orang yang fasik.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَقِيمٍ}
atau datang kepada mereka azab hari kiamat. (Al-Hajj: 55)
Mujahid mengatakan, Ubay ibnu Ka'b pernah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan azabuyaumin 'aqim (siksaan hari yang menyakitkan) ialah perang Badar. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang; pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ikrimah dan Mujahid —menurut suatu riwayat yang bersumber dari keduanya— mengatakan bahwa hari itu adalah hari kiamat yang tiada malam harinya (yakni tiada istirahatnya). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Al-Hasan Al-Basri.
Pendapat inilah yang benar, sekalipun Perang Badar termasuk di antara apa yang diancamkan oleh Allah kepada orang-orang musyrik itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ}
Kekuasaan di hari itu ada pada Allah. Dia memberi keputusan di antara mereka. (Al-Hajj: 56)
Sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}
Yang menguasai hari pembalasan. (Al-Fatihah: 4)
Dan firman Allah Swt.:
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا}
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-Furqan: 26)
*******************
Adapun firman Allah Swt:
{فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Hajj: 56)
Yakni hati mereka beriman dan mereka membenarkan Allah dan Rasul­Nya, serta mengamalkan apa yang telah mereka ketahui dan hati mereka selaras dengan ucapan dan amal perbuatannya.
{فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ}
berada di dalam surga yang penuh kenikmatan. (Al-Hajj: 56)
Yakni bagi mereka kenikmatan yang abadi yang tidak pernah beralih.
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}
Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-Hajj: 57)
Yakni hatinya kafir terhadap perkara yang hak, mengingkarinya, dan mendustakannya. Mereka menentang rasul-rasul dan merasa besar diri, tidak mau mengikuti mereka.
{فَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ}
maka bagi mereka azab yang menghinakan. (Al-Hajj: 57)
Hal itu sebagai pembalasan dari sikap takabur dan keengganan mereka terhadap perkara yang hak. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Yaitu rendah dan hina.

Al-Hajj, ayat 58-60

{وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (58) لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ (59) ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (60) }
Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Demikianlah, barang siapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita, kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Allah Swt. menceritakan tentang orang-orang yang keluar dalam rangka berhijrah ke jalan Allah demi memperoleh rida-Nya dan mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya, sehingga mereka rela meninggalkan tanah airnya, keluarga dan teman-temannya, juga berpisah dari negerinya demi membela Allah dan Rasul-Nya serta menolong agama Allah.
{ثُمَّ قُتِلُوا}
kemudian mereka dibunuh.(Al-Hajj: 58)
Yaitu dalam jihadnya.
{أَوْ مَاتُوا}
atau mati (Al-Hajj; 58)
Maksudnya, habis ajalnya tanpa berperang; yakni meninggal dunia di ranjangnya. Maka sesungguhnya mereka telah beroleh pahala yang berlimpah dan pujian yang baik. sama halnya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا}
Benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. (Al-Hajj: 58)
Artinya, Allah akan mengalirkan kepada mereka sebagian dari karunia dan rezeki-Nya di dalam surga yang membuat hati mereka senang.
{وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ. لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ}
Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat yang mereka menyukainya. (Al-Hajj: 58-59)
Yakni surga, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ. فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ}
adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan. (Al-Waqi'ah: 88-89)
Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka mendapat kesenangan dan rezeki serta surga yang penuh dengan kenikmatan. Seperti halnya yang disebutkan dalam ayat berikut ini melalui firman-Nya: benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. (Al-Hajj: 58)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Al-Hajj: 59)
Yakni Maha Mengetahui orang-orang yang berhijrah dan berj ihad di jalan­Nya serta siapa saja yang berhak mendapat pahala tersebut. Maha Penyantun, Maha Pemaaf lagi Maha Mengampuni dosa-dosa mereka, Allah menghapus semua dosa mereka berkat hijrah kepada-Nya dan tawakal mereka kepada-Nya. Adapun mengenai orang-orang yang gugur di jalan Allah dari kalangan kaum muhajir dan bukan muhajir, sesungguhnya dia hidup di sisi Tuhannya dalam keadaan diberi rezeki, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ}
Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imran: 169)
hadis-hadis yang membicarakan hal ini cukup banyak, seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu.
Adapun orang-orang yang wafat di jalan Allah dari kalangan kaum muhajir dan bukan muhajir, termasuk pula ke dalam pengertian ayat ini di samping hadis-hadis sahih yang menguatkannya, yang menyebutkan bahwa mereka diberi rezeki dan mendapat kebaikan yang besar dari Allah Swt.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا المسيَّب بْنُ وَاضِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شُرَيْح، عَنِ ابْنِ الْحَارِثِ -يَعْنِي: عَبْدَ الْكَرِيمِ-عَنِ ابْنِ عُقْبَةَ -يَعْنِي: أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ عُقْبَةَ-قَالَ: حَدَّثَنَا شُرَحْبِيل بْنُ السِّمْط: طَالَ رِبَاطُنَا وَإِقَامَتُنَا عَلَى حِصْنٍ بِأَرْضِ الرُّومِ، فَمَرَّ بِي سَلْمَانُ-يَعْنِي: الْفَارِسِيَّ-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: "مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا، أَجْرَى اللَّهُ عَلَيْهِ مِثْلَ ذَلِكَ الْأَجْرِ، وَأَجْرَى عَلَيْهِ الرِّزْقَ، وَأَمِنَ مِنَ الفَتَّانين" وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Abdur Rahman ibnu Syuraih, dari Ibnul Haris (yakni Abdul Karim), dari Ibnu Uqbah (yakni Abu Ubaidah ibnu Uqbah) yang mengatakan bahwa Syurahbil ibnus Simt pernah mengatakan, "Kami bertugas dalam dinas kemiliteran dalam waktu yang cukup lama di sebuah benteng yang ada di negeri Romawi. Kemudian mampirlah kepada kami Salman Al-Farisi r.a., lalu ia berkata bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan sedang bertugas di medan jihad, maka Allah mengalirkan kepadanya pahala tersebut dan memberinya rezeki serta menyelamatkannya dari dua fitnah.' Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya: 'Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.' (Al-Hajj: 58-59)
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Bisyr, telah menceritakan kepadaku Hammam, bahwa dia pernah mendengar Abu Qubail dan Rabi'ah ibnu Yusuf Al-Mu'afiri berkata, "Ketika kami berada di Rodes bersama Fudalah ibnu Ubaid Al-Ansari (seorang sahabat Rasulullah Saw.), tiba-tiba lewatlah di hadapan kami dua iringan jenazah; salah satunya gugur di medan perang, sedangkan yang lainnya meninggal dunia. Kemudian orang-orang berkumpul, ikut mengantarkan jenazah yang gugur di medan perang itu. Maka Fudalah berkata, "Mengapa kulihat orang-orang berdatangan kepada jenazah yang satu itu dan meninggalkan jenazah lainnya?" Mereka menjawab, 'Jenazah ini matinya karena gugur di jalan Allah.' Maka Fudalah berkata, 'Demi Allah, saya tidak mempedulikan dari liang lahad manakah keduanya kelak akan dibangkitkan (di hari kiamat). Tetapi dengarkanlah oleh kalian firman Allah Swt. berikut' (yaitu): 'Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati.' (Al-Hajj: 58), hingga akhir ayat."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Salaman ibnu Amir Asy-Syaibani; Abdur Rahman ibnu Jahdam Al-Khaulani pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bersama Fudalah ibnu Ubaid di laut (armada laut) yang saat itu ada dua jenazah; salah satunya mati karena terkena manjaniq, sedangkan yang lainnya mati biasa. Sesudah keduanya dikubur, maka Fudalah ibnu Ubaid duduk di dekat kuburan orang yang mati biasa, lalu dikatakan kepadanya, "Mengapa engkau tinggalkan orang yang mati syahid dan tidak duduk di dekat kuburnya?" Fudalah menjawab, "Saya tidak peduli dari liang manakah keduanya dibangkitkan oleh Allah nanti, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: 'Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga)' (Al-Hajj: 58), hingga akhir ayat berikutnya. Lalu apalagi yang engkau harapkan, hai hamba Allah, jika engkau dimasukkan ke dalam tempat yang kamu sukai dan kamu mendapat rezeki yang baik di dalamnya. Demi Allah, aku tidak mempedulikan dari liang manakah engkau dibangkitkan."
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, bahwa telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Syuraih, dari Salaman ibnu Amir yang mengatakan bahwa Fudalah saat menjadi amir di Rodes yang menguasai kawasan lautan tersebut, pada suatu hari diiringkan jenazah dua orang lelaki ke tempat pengebumiannya; salah satunya gugur di medan perang, sedangkan yang lainnya mati karena ajalnya. Kemudian disebutkan kisah yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ}
Demikianlah, dan barang siapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita. (Al-Hajj: 60), hingga akhir ayat
Muqatil ibnu Hayyan dan Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sariyyah (pasukan khusus) yang terdiri atas kalangan sahabat. Mereka berhadapan dengan sejumlah pasukan kaum musyrik di bulan Muharram. Kemudian kaum muslim menyerukan kepada mereka untuk tidak mengadakan peperangan dalam bulan haram itu, tetapi kaum musyrik menolak dan tetap bersikeras untuk berperang, bahkan kaum musyrik bersikap kelewat batas terhadap kaum muslim. Maka kaum muslim terpaksa melayani perang mereka, dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslim.
{إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Al-Hajj: 60)

Al-Hajj, ayat 61-62

{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (61) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ (62) }
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguh­nya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.
Allah Swt. berfirman, mengingatkan (manusia) bahwa Dialah Yang Maha Pencipta lagi Yang Mengatur makhluk menurut apa yang Dia kehendaki. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنزعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Katakanlah, "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau beri kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab." (Ali Imran: 26-27)
Pengertian memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam ialah mengambil dari waktu yang satu, lalu diberikan kepada yang lainnya, begitu pula sebaliknya. Terkadang malam lebih panjang dari­pada siang hari, seperti yang terjadi di musim dingin; terkadang siang; lebih panjang daripada malam hari, seperti yang terjadi dalam musim panas.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ}
dan bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al-Hajj: 61)
Yaitu Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Melihat keadaan mereka. Tiada sesuatu pun dari urusan mereka yang tersembunyi bagi Allah, baik semua gerakan maupun diam mereka serta semua keadaan mereka.
Setelah dijelaskan bahwa Dialah Yang Mengatur alam wujud ini dan Yang Menguasainya lagi Yang Menentukannya, tiada yang memper­tanyakan apa yang telah diputuskan-Nya. Maka Allah berfirman:
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ}
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. (Al-Hajj: 62)
Yakni Tuhan Yang Mahahak, tiada sesuatu pun yang berhak untuk disembah selain Dia semata yang mempunyai kekuasaan Yang Mahabesar. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Segala sesuatu bergantung dan berhajat kepada-Nya, lagi hina di hadapan-Nya.
{وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ}
dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. (Al-Hajj: 62)
Yaitu semua berhala, tandingan-tandingan, dan sekutu-sekutu serta semua yang disembah selain Allah Swt. itu adalah batil karena tidak memiliki mudarat, tidak pula manfaat.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ}
dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Haj: 62)
Sama pengertiannya dengan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}
dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)
Dan firman Allah Swt.:
{الْكَبِيرُ الْمُتَعَالِ}
Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)
Segala sesuatu berada di bawah kekuasaan dan pengaruh-Nya serta kebesaran-Nya. Tiada Tuhan selain Dia, dan tiada Rabb selain Dia. Dialah Yang Mahabesar, tiada sesuatu pun yang lebih besar daripada-Nya. Dia Mahatinggi, tiada sesuatu pun yang lebih tinggi daripada-Nya. Dia Mahaagung tiada yang lebih agung daripada-Nya. Mahatinggi lagi Mahasuci Allah dari semua yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim (musyrik) lagi kelewat batas dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.

Al-Hajj, ayat 63-66

{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (63) لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (64) أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (65) وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ (66) }
Apakah kamu tidak melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa lagi Maha Terpuji. Apakah kamu tiada melihat bahwa Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi); sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat mengingkari nikmat.
Hal ini pun menunjukkan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh-Nya, yaitu bahwa Dia mengirimkan angin, lalu menggerakkan awan, dan awan itu menurunkan hujan ke bumi yang tandus, tiada bertanaman, lagi kering.
{فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ}
kemudian apabila telah Kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah. (Al-Hajj: 5)
Firman Allah Swt.:
{فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}
lalu jadilah bumi itu hijau. (Al-Hajj: 63)
Huruf fa dalam ayat ini menunjukkan makna ta'gib atau urutan, dan pengertian urijtan itu bersifat nisbi yang disesuaikan dengan proses tahapannya secara alamiah. Sama pengertiannya dengan apa yang ter­dapat di dalam firman-Nya:
{خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al-Mu’minun: 14), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis yang termaktub di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa di antara dua fase itu terdapat jarak masa empat puluh hari. Sekalipun demikian, ia diungkapkan dengan memakai fa ta'qib, begitu pula pengertiannya dalam ayat surat ini, yaitu firman-Nya: lalu jadilah bumi itu hijau. (Al-Hajj: 63) Yakni menjadi hijau sesudah kering dan tandus.
Sebagian ahli Hijaz mengatakan bahwa setiap selesai hujan, tanah mereka menjadi hijau; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-Hajj: 63)
Artinya, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi pengetahuan-Nya. Karena itu, Dia memberikan kepada tiap-tiap daerah air yang diperlukannya sehingga daerah itu dapat menumbuhkan tetumbuhannya. Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya:
{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
(Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)
Dan firman Allah Swt.:
{أَلا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
agar mereka tidak menyembah Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi. (An-Naml: 25)
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun. yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula); dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ} الْآيَةَ
Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit.  (Yunus: 61)
Karena itulah maka Umayyah ibnu Abu Silt atau Zaid ibnu Amr ibnu Nufail mengatakan dalam qasidahnya seperti berikut:
وَقُولا لَه: مَن يُنْبِتُ الحبَّ فِي الثَّرَى ... فَيُصبحَ منْهُ البَقْلُ يَهْتَزُّ رَابيَا? ...
ويُخْرجُ منْهُ حَبَّه في رُؤُوسه ... فَفي ذَاك آيَاتٌ لمَنْ كَانَ وَاعيا
Katakanlah olehmu berdua (Musa dan Harun) kepadanya (Fir'aun), "Siapakah yang menumbuhkan biji-bijian di bumi, sehingga dari biji-bijian itu tumbuh sayur-mayur yang subur.
Dan sayur-mayur itu mengeluarkan biji-bijian yang menjadi bibitnya pada bagian atasnya. Yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ}
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. (Al-Hajj: 64)
Artinya, segala sesuatu ini adalah milik-Nya; Dia Mahakaya dari selain-Nya, dan segala sesuatu berhajat kepada-Nya, menjadi hamba-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ}
Apakah kamu tiada melihat bahwa Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi. (Al-Hajj: 65)
Yakni semua yang bernyawa dan semua yang tidak bernyawa, serta semua tanaman dan buah-buahan. Seperti halnya yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ}
Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan di bumi semuanya, (sebagai suatu rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)
Yaitu dari kebaikan, kemurahan, dan karunia-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ}
dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. (Al-Hajj: 65)
Yakni ditundukkan oleh-Nya dan dijalankan oleh-Nya di laut. Perahu-perahu dan bahtera-bahtera itu dapat berlayar membelah ombak, sehingga mereka dapat memuatkan padanya segala barang dagangan dan barang-barang lainnya menurut kemauan mereka, dari suatu negeri ke negeri lain dan dari suatu pulau ke pulau yang lain. Kemudian dari negeri dan pulau yang didatanginya, mereka dapat membawa segala sesuatu yang diperlukan oleh mereka atau oleh orang lain yang dipesankan kepada mereka.
{وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ}
Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? (Al-Hajj: 65)
Yaitu kalau Dia menghendaki, tentulah Dia memerintahkan kepada langit untuk menjatuhkan bintang-bintang yang ada padanya, lalu jatuh ke bumi dan membinasakan penduduknya. Tetapi berkat kelembutan, rahmat, dan kekuasaan-Nya, Dia menahan benda-benda langit jatuh ke bumi, kecuali dengan seizin-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Hajj: 65)
padahal mereka berbuat aniaya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia, sekalipun mereka zalim; dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksa-Nya. (Ar-Ra'd: 6)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ}
Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat mengingkari nikmat. (Al-Hajj: 66)
Sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kalian dikembalikan? (Al-Baqarah: 28)
{قُلِ اللَّهُ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ}
Katakanlah, 'Allah-lah yang menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. (Al-Jatsiyah: 26)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ}
Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)." (Al-Mu’min: 11)
Makna yang dimaksud oleh ayat ini ialah 'mengapa kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah dan menyembah selain-Nya bersama Dia, padahal Allah sendirilah yang menciptakan, yang memberi rezeki, dan yang mengatur.'
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ}
Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kalian. (Al-Hajj: 66)
Yaitu menciptakan kalian, padahal sebelumnya kalian bukanlah merupakan sesuatu yang disebut-sebut; kemudian Dia menjadikan kalian.
{ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}
kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian (lagi). (Al-Hajj: 66)
Yakni di hari kiamat kelak.
{إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ}
sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat mengingkari nikmat. (Al-Hajj: 66)
Kafir di sini berarti ingkar akan nikmat Allah Swt.

Al-Hajj, ayat 67-69

{لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (67) وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (68) اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (69) }
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah mereka sekali-kali membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kalian kerjakan.” Allah akan mengadili di antara kalian pada hari kiamat tentang apa yang kalian dahulu selalu berselisih padanya.
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah menetapkan syariat tertentu bagi tiap-tiap umat. Ibnu Jarir mengatakan, bagi umat tiap-tiap nabi ditetapkan syariat tertentu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal kata mansak menurut istilah bahasa artinya tempat yang biasa didatangi oleh manusia yang ia selalu bolak-balik kepadanya, adakalanya untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Karena itulah manasik haji dinamakan dengan memakai kata ini, mengingat banyak manusia yang berdatangan kepada­nya dan bermukim padanya.
Jika makna ayat ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir —yaitu bahwa bagi umat tiap-tiap nabi Kami ditetapkan syariat tertentu— berarti makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
{فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ}
maka janganlah mereka sekali-kali membantah kamu dalam urusan (syariat) ini. (Al-Hajj: 67 )
ditujukan kepada orang-orang musyrik. Dan jika makna yang dimaksud ialah bagi tiap-tiap umat Kami tetapkan syariat tertentu dengan ketetapan secara takdir, berarti maknanya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا}
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. (Al-Baqarah: 148)
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{هُمْ نَاسِكُوهُ}
yang mereka lakukan. (Al-Hajj: 67)
Damir hum yang ada dalam ayat ini kembali kepada mereka yang mempunyai syariat-syariat dan tuntunan-tuntunan lain. Dengan kata lain, mereka melakukan hal itu hanyalah berdasarkan takdir Allah dan kehendak-Nya. Maka jangan kamu terpengaruh oleh sikap mereka yang menentang kamu, jangan pula hal itu memalingkan kamu dari kebenaran yang kamu sampaikan. Maka dari itu, dalam firman selanjutnya di­sebutkan:
{وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ}
dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (Al-Hajj: 67)
Yakni jalan yang jelas lagi lurus menghantarkan kepada tujuan. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنزلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ}
Dan jangan sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu. (Al-Qashash: 87)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kalian kerjakan." (Al-Hajj: 68)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ}
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan." (Yunus: 41)
Firman Allah Swt.:
{اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Allah lebih mengetahui tentang apa yang kalian kerjakan. (Al-Hajj: 68)
Di dalam makna ayat ini terkandung ancaman keras dan peringatan yang kuat, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{هُوَ أَعْلَمُ بِمَا تُفِيضُونَ فِيهِ كَفَى بِهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ}
Dia lebih mengetahui apa-apa yang kalian percakapkan tentang Al-Qur'an itu. Cukuplah Dia menjadi saksi antaraku dan antaramu. (Al-Ahqaf: 8)
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan;
{اللَّهُ َحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}
Allah akan mengadili di antara kalian pada hari kiamat tentang apa yang kalian dahulu selalu berselisih padanya. (Al-Hajj: 69)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
{فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ}
Maka karena itu, serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka, dan katakanlah, "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah.” (Asy-Syura: 15), hingga akhir ayat.

Al-Hajj, ayat 70

{أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (70) }
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, bahwa yang demikian itu, terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz)? Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.
Allah Swt..memberitahukan tentang Pengetahuannya Yang Maha-sempurna tentang makhluk-Nya, bahwa Dia meliputi semua yang ada di langit dan di bumi. Tiada sesuatu pun sebesar semut kecil yang ada di langit dan bumi, serta tiada yang lebih kecil atau lebih besar daripada itu luput dari pengetahuan-Nya. Dan sesungguhnya Allah mengetahui semua makhluk sebelum kejadiannya.
Hal tersebut telah dicatat-Nya pada kitab­Nya yang terpelihara, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ قَدَّرَ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ خلق السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ"
Sesungguhnya Allah telah merencanakan penciptaan seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi dalam jarak masa lima puluh ribu tahun, sedangkan Arasy-Nya berada di atas air.
Di dalam kitab-kitab sunan telah disebutkan melalui hadis sejumlah sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، قَالَ لَهُ: اكْتُبْ، قَالَ: وَمَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ. فَجَرَى الْقَلَمُ بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Mula-mula yang diciptakan oleh Allah ialah Qalam. Allah berfirman kepadanya, "Tulislah!" Qalam berkata, "Apa yang harus hamba tulis?” Allah berfirman, "Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi.” Maka Qalam menulis semua yang akan terjadi sampai hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah telah menceritakan kepada kami Ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, Ibnu Abbas pernah berkata bahwa Allah menciptakan Lauh Mahfuz yang lebarnya sama dengan jarak perjalanan seratus tahun. Lalu Allah berfirman kepada Qalam sebelum Dia menciptakan makhluk, sedangkan Dia di atas 'Arasy-Nya, "Tulislah!" Qalam bertanya, "Apakah yang harus hamba tulis?" Allah berfirman, "Pengetahuan-Ku tentang makhluk-Ku sampai hari kiamat." Maka Qalam mencatat semua yang akan terjadi menurut ilmu Allah sampai hari kiamat. Yang demikian itu adalah firman Allah Swt. kepada Nabi-Nya: Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hajj: 70)
Hal ini merupakan sebagian dari kesempurnaan pengetahuan-Nya, bahwa Allah Swt. mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya; Dia telah merencanakannya dan telah mencatatnya pula. Tiada sesuatu pun yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, melainkan Dia telah mengetahuinya sebelum kejadiannya dalam keadaan persis seperti apa yang dilakukan oleh mereka di kemudian hari. Dia mengetahui bahwa orang ini taat dengan kerelaannya sendiri, dan orang itu durhaka dengan kesukaannya sendiri.Semuanya itu dicatat oleh Allah di sisi-Nya, dan Dia mengetahui segala sesuatu dengan pengetahuan yang meliputinya, yang hal ini amatlah mudah dan gampang bagi-Nya. Karena itulah maka Allah Swt. Berfirman
{إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}
bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (Al-Hajj: 70)

Al-Hajj, ayat 71-72

{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (71) وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا الْمُنْكَرَ يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (72) }
Dan mereka menyembah selain dari Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim, sekali-kali tidak ada seorang penolong pun. Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah, "Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.
Allah Swt berfirman, menceritakan tentang keadaan orang-orang musyrik, yaitu kebodohan dan kekafiran mereka yang mendorong mereka menyembah selain Allah; juga apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, yakni tidak menurunkan hujah dan bukti mengenai perbuatan mereka itu. Seperti pengertian yang ada dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (Al-Mu’minun: 117)
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ}
apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. (Al-Hajj: 71)
Yakni tiada pengetahuan bagi mereka tentang apa yang mereka buat-buat dan mereka reka-reka, lalu mereka sembah itu. Sesungguhnya hal tersebut hanyalah merupakan suatu perkara yang mereka terima dari bapak-bapak mereka dan para pendahulu mereka, tanpa dalil dan tanpa bukti. Sumber utamanya berasal dari godaan setan yang dibisikkan kepada mereka; setan telah menghiasinya bagi mereka, yang membuat mereka memandang baik hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah mengancam mereka melalui firman-Nya:
{وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ}
Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolong pun. (Al-Hajj: 71)
Maksudnya, tiada seorang pun yang dapat menolong mereka dari azab dan pembalasan Allah yang ditimpakan kepada mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ}
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang. (Al-Hajj: 72)
Yaitu apabila disebutkan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur'an, hujah-hujah, dan dalil-dalil yang jelas yang menunjukkan bahwa Allah itu Esa, dan bahwa tiada Tuhan selain Dia, dan bahwa rasul-rasul-Nya yang mulia adalah benar dan hak.
{يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا}
Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. (Al-Hajj: 72)
Artinya, hampir saja mereka menghajar orang-orang yang mendebat mereka dengan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur'an, lalu tangan mereka memukulinya dan lisan mereka meyakitinya dengan kata-kata yang buruk.
{قُلْ} أَيْ: يَا مُحَمَّدُ لِهَؤُلَاءِ. {أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا }
Katakanlah (hai Muhammad), "Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. (Al-Hajj: 72)
Yakni neraka yang azab dan siksaannya jauh lebih keras, lebih berat, lebih pedih, dan lebih besar daripada apa yang kalian lakukan terhadap kekasih-kekasih Allah yang beriman sewaktu di dunia. Azab di akhirat sebagai balasan dari perbuatan kalian itu pun jauh lebih besar daripada apa yang pernah kalian timpakan kepada kaum mukmin, jika memang menurut dugaan kalian bahwa kalian dapat menimpakannya kepada mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. (Al-Hajj: 72)
Maksudnya, neraka adalah seburuk-buruk tempat berbaring, tempat tinggal, tempat kembali, dan tempat bermukim. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Al-Hajj, ayat 73-74

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ (73) مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (74) }
Hai manusia, telah dibuatkan perumpamaan, maka dengar­kanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walau pun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.
Allah Swt. berfirman menyoroti kehinaan berhala-berhala itu dan ketidakwarasan akal para pengabdinya.
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ}
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan. (Al-Hajj: 73)
Yakni tentang apa yang disembah-sembah oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah lagi mempersekutukan-Nya.
{فَاسْتَمِعُوا لَهُ}
maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. (Al-Hajj: 73)
Artinya, perhatikanlah dan dengarkanlah baik-baik, serta pahamilah dengan benar.
{إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ}
Sesungguhnya segala yang kamu sembah selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. (Al-Hajj: 73)
Yaitu sekalipun semua berhala yang disembah mereka itu bersatu untuk menciptakan seekor lalat, niscaya mereka tidak akan mampu me­lakukannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ. حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيك، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ، عَنْ أَبِي زُرْعة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَفَعَ الْحَدِيثَ-قَالَ: "وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ خَلَقَ [خَلْقًا] كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا مِثْلَ خَلْقِي ذَرّة، أَوْ ذُبَابَةً، أَوْ حَبَّة"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah secara marfu': Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang sengaja menciptakan (sesuatu) seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka menciptakan seperti ciptaan-Ku, baik berupa semut kecil, atau lalat atau biji?
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui jalur Imarah, dari Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، فَلْيَخْلُقُوا شُعَيْرَةً"
Allah Swt. berfirman, "Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang sengaja menciptakan (sesuatu) seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka menciptakan semut kecil (jika mampu), dan hendaklah mereka menciptakan sebiji gandum.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ}
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.'(Al-Hajj: 73)
Yakni mereka tidak akan mampu menciptakan seekor lalat pun. Bahkan yang lebih jelas daripada itu mereka tidak mampu mempertahankan diri dari lalat itu dan tidak dapat menolong dirinya sendiri seandainya lalat itu merampas sesuatu yang ada padanya, misalnya wewangian yang ada padanya (yang diletakkan oleh para penyembahnya). Dan seandainya berhala-berhala itu berkehendak merebut kembali apa yang dirampas darinya, niscaya tidak akan mampu melakukannya; padahal lalat adalah makhluk Allah yang paling lemah dan paling hina. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ}
Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (Al-Hajj: 73)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa talib artinya berhala, sedangkan matlub artinya lalat. Lalu dipilih oleh Ibnu Jarir, hal ini berdasarkan konteks lahiriahnya. As-Saddi dan selainnya mengatakan bahwa tdlib artinya penyembah, sedangkan matlub artinya berhala. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ}
Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. (Al-Hajj: 74)
Maksudnya, mereka tidak mengetahui tentang kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya saat mereka menyembah selain-Nya di samping Dia dibandingkan dengan berhala-berhala yang tidak mampu memper­tahankan diri terhadap lalat yang menyerangnya karena berhala-berhala itu lemah dan tidak mempunyai kekuatan apa pun.
{إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 74)
Yakni Dia Mahakuat yang dengan kekuasaan serta kekuatan-Nya menciptakan segala sesuatu.
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
{إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ. إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ}
Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras. Sesungguh­nya Dialah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). (Al-Buruj: 12-13)
{إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ}
Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh. (Adz-Dzariyat: 58)
Adapun firman Allah Swt.:
{عَزِيزٌ}
lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 74)
Artinya, Dia Mahaperkasa atas segala sesuatu. Maka Dia mengalahkan dan menundukkannya, tiada yang dapat mencegah dan tiada yang dapat menang atas-Nya, berkat kebesaran dan kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.

Al-Hajj, ayat 75-76

{اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (75) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ (76) }
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka. Dan hanya kepada Allah dikembalikan semua urusan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia memilih rasul-rasul-Nya dari kalangan malaikat menurut apa yang dikehendaki-Nya untuk menyampai­kan syariat dan takdir-Nya (kepada para rasul), juga dari kalangan manusia untuk menyampaikan risalah itu (kepada umat manusia).
{إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ}
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (Al-Hajj: 75)
Yakni Maha Mendengar semua perkataan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Melihat mereka dan Maha Mengetahui siapa yang paling berhak untuk menerima tugas ini di antara mereka, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ}
Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am: 124)
Adapun firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ}
Allah mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka. Dan bahwa kepada Allah dikembalikan semua urusan (Al-Hajj-76)
Maksudnya, Dia mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh rasul-rasul-Nya terhadap risalah yang dibebankan-Nya kepada mereka; tiada sesuatu pun dari urusan mereka yang tersembunyi oleh-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا}
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. (Al-Jin: 26)
sampai dengan firman-Nya:
وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا
dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu. (Al-Jin: 28)
Allah Swt. Maha Mengawasi mereka lagi Maha Menyaksikan semua ucapan yang dikatakan mengenai mereka, lagi Maha Memelihara mereka dan menolong mereka.
{يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} الْآيَةَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67), hingga akhir ayat.

Al-Hajj, ayat 77-78

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (77) وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (78) }
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kalian, sujudlah kalian, sembahlah Tuhan kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia; maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah Penolong kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Para Imam berselisih pendapat dalam ayat ini sehubungan dengan sajdah kedua dalam surat Al-Hajj. Apakah disyariatkan sujud tilawah pada ayat ini ataukah tidak? Ada dua pendapat mengenainya. Dalam keterangan yang telah lalu —yakni pada sujud tilawah yang pertama-— telah disebutkan hadis Uqbah ibnu Amir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"فُضلت سُورَةُ الْحَجِّ بِسَجْدَتَيْنِ، فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْهُمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا".
Surat Al-Hajj mempunyai kelebihan dengan dua sajdahnya. Maka barang siapa yang tidak melakukan sujud pada keduanya, janganlah membacanya.
Firman Allah Swt.:
{وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ}
Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. (Al-Hajj: 78)
Yakni dengan harta benda, lisan, dan jiwa kalian. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya
{اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ}
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran: 102)
Firman Allah Swt.:
{هُوَ اجْتَبَاكُمْ}
Dia telah memilih kalian. (Al-Hajj: 78)
hai umat ini, Allah telah memilih kalian di atas semua umat, juga mengutamakan, serta memuliakan kalian, dan mengkhususkan kalian dengan rasul yang paling mulia dan syariat yang paling sempurna.
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni Dia tidak membebankan kepada kalian apa-apa yang tidak mampu kalian kerjakan; Dia pun tidak mengharuskan sesuatu yang sangat berat bagi kalian, melainkan Allah menjadikan bagi kalian jalan keluar yang menuntaskannya. Salat yang merupakan rukun Islam yang terbesar sesudah membaca dua kalimah syahadat, wajib dilakukan empat rakaat dalam keadaan di tempat, tetapi dalam perjalanan diringkas menjadi dua rakaat. Dan dalam situasi khauf (perang), salat boleh dikerjakan hanya dengan satu rakaat (menurut sebagian imam), sesuai dengan keterangan yang terdapat di dalam sebuah hadis. Kemudian salat tersebut dalam situasi khauf dapat dikerjakan dengan jalan kaki dan berkendaraan; dan baik menghadap kiblat atau pun tidak, semuanya sah. Hal yang sama dilakukan pula bagi salat sunat dalam perjalanan, boleh menghadap ke arah kiblat dan boleh tidak. Berdiri dalam salat merupakan suatu hal yang wajib, tetapi menjadi gugur bagi orang yang sakit. Karena itu, seorang yang sakit di perbolehkan mengerjakannya sambil duduk; jika duduk tidak mampu, maka sambil berbaring pada salah satu sisi lambung dan lain sebagainya yang termasuk rukhsah dan kemurahan serta keringanan dalam semua hal yang fardu dan yang wajib. Karena itulah Nabi Saw. pernah bersabda:
"بُعِثْتُ بالحنِيفيَّة السَّمحة"
Aku diutus dengan membawa agama Islam yang hanif lagi penuh toleransi.
Rasulullah Saw. bersabda kepada Mu'az dan Abu Musa, saat beliau mengutus keduanya menjadi amir di negeri Yaman:
"بَشِّرا ولا تُنَفِّرَا، ويَسِّرا وَلَا تُعسِّرَا"
Sampaikanlah berita gembira dan janganlah kamu berdua membuat mereka lari (darimu); dan bersikap mudahlah kamu berdua, janganlah kamu berdua bersikap mempersulit.
Hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak, karena itulah sahabat Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78) Al-haraj artinya kesempitan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ}
(ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. (Al-Hajj: 78)
Menurut Ibnu Jarir, lafaz millata menjadi keterangan dari firman-Nya:
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni suatu kesempitan pun, bahkan meluaskannya bagi kalian seperti agama orang tua kalian Ibrahim.
Ibnu Jarir selanjutnya mengatakan, bahwa dapat pula dikatakan millata di-nasab-kan karena menyimpan kata ilzamu, yang artinya ikutilah agama orang tuamu Ibrahim.
Menurut saya, pengertian ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus.” (Al-An'am: 16l), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا}
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. (Al-Hajj: 78).
Imam Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya (Al-Hajj: 78) diatas, bahwa yang dimaksud dengan Dia adalah Allah Swt.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu (Al-Hajj: 78) Bahwa yang dimaksud dengan Dia dalam ayat ini adalah Ibrahim. Demikian itu karena ada firman Allah Swt. yang menyebutkan tentang doa Ibrahim, yaitu:
{رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ}
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau (umat muslimah). (Al-Baqarah: 128)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang terakhir ini tidak beralasan, karena sudah dimaklumi bahwa Ibrahim a.s. tidak menyebutkan dalam Al-Qur'an nama umat ini dengan sebutan muslimin (melainkan muslimah). Allah Swt. telah berfirman: Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini. (Al-Hajj: 78)
Mujahid mengatakan bahwa Allah menamai kalian muslimin dari dahulu di dalam kitab-kitab terdahulu, juga di dalam Az-Zikir (Al-Qur'an). Hal yang sama telah dikatakan oleh selain Ibnu Jarir.
Menurut saya, pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir benar, karena Allah Swt. telah berfirman:
{هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}
Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Kemudian Allah menggugah mereka dan membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. dengan menyebutkan bahwa agama Islam itu adalah agama orang tua mereka, yaitu Ibrahim Al-Khalil. Setelah itu Allah menyebutkan tentang karunia-Nyayang telah Dia limpahkan kepada umat ini, yang di dalamnya diisyaratkan pujian yang baik dan sebutan yang baik terhadap umat ini sejak zaman dahulu, yang tertera di dalam kitab-kitab para nabi dan dibaca oleh banyak rahib dan pendeta. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. (Al-Hajj: 78) Yakni sebelum masa Al-Qur'an. dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini. (Al-Hajj: 78)
Imam Nasai mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa:
أَنْبَأَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيب، أَنْبَأَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ أَنَّ أَخَاهُ زَيْدَ بْنَ سَلَّامٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ قَالَ: أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ الْأَشْعَرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ جِثيّ جَهَنَّمَ". قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى، فَادْعُوَا بِدَعْوَةِ اللَّهِ الَّتِي سَمَّاكُمْ بِهَا الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللَّهِ"
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Salam, bahwa saudara lelakinya (yaitu Zaid ibnu Salam) pernah menceritakan kepadanya suatu berita dari Abu Salam, bahwa al-Haris Al-Asy'ari pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang berseru dengan seruan Jahiliah, maka sesungguhnya dia akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Kemudian ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan salat?” Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, sekalipun dia puasa dan salat.” Karena itu, hai hamba-hamba Allah, berserulah kalian dengan seruan Allah yang telah menamakan kalian orang-orang muslim dan orang-orang mukmin dalam seruan itu.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis ini dengan panjang lebar, yaitu pada tafsir firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah: 21)
Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
{لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ}
supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia. (Al-Hajj: 78)
Yaitu sesungguhnya Kami jadikan kalian demikian sebagai umat yang pertengahan, adil lagi terpilih; dan keadilan kalian telah disaksikan oleh semua umat, agar kalian semua kelak di hari kiamat.
{شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ}
menjadi saksi atas segenap manusia. (Al-Hajj: 78)
Karena di hari itu semua umat telah mengakui kepenghuluan umat Muhammad dan keutamaannya yang berada di atas semua umat lainnya. Maka kesaksian mereka atas segenap manusia di hari kiamat dapat diterima, yang isinya menyatakan bahwa para rasul itu telah menyampai­kan risalah Tuhan mereka (kepada umatnya masing-masing); dan Rasul Saw. menjadi saksi atas umatnya, bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya kepada mereka. Penjelasan mengenai hal ini telah kami sebutkan dalam tafsir firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. (Al-Baqarah: 143)
Dalam pembahasan ini telah kami ketengahkan pula kisah Nabi Nuh dan umatnya, sehingga cukup jelas dan tidak perlu diulangi dalam tafsir ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ}
maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat. (Al-Hajj: 78)
Yakni terimalah nikmat yang besar ini dengan menunaikan rasa syukurnya. Dan tunaikanlah hak Allah yang ada pada kalian, yaitu dengan mengerjakan semua yang difardukan-Nya, menaati segala yang diwajibkan-Nya, dan meninggalkan semua yang diharamkan-Nya. Di antaranya yang terpenting ialah mendirikan salat dan menunaikan zakat, yang pengertiannya sama saja dengan berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Yaitu sebagai hak orang fakir yang diambil dari sebagian kecil harta orang kaya setiap tahun sekali, kemudian diberikan kepada kaum fakir miskin, orang-orang lemah, dan orang-orang yang memerlukan pertolongan. Keterangan tentang masalah ini telah dirinci di dalam tafsir ayat zakat, bagian dari surat At-Taubah.
Firman Allah Swt.:
{وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ}
dan berpeganglah kalian pada tali Allah. (Al-Hajj: 78)
Maksudnya, berpegang eratlah kalian pada tali Allah; mintalah pertolongan kepada-Nya, bertakwalah kepada-Nya, serta mintalah dukungan dari­Nya.
{هُوَ مَوْلاكُمْ}
Dia adalah Pelindung kalian. (Al-Hajj: 78)
Yakni Pemelihara, Penolong, dan yang memenangkan kalian atas musuh-musuh kalian.
{فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ}
maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj: 78)
Yaitu sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong terhadap musuh adalah Allah.
Wuhaib ibnul Ward mengatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman:
ابْنَ آدَمَ، اذْكُرْنِي إِذَا غضبتَ أَذْكُرُكَ إِذَا غضبتُ، فَلَا أَمْحَقُكَ فِيمَنْ أَمْحَقُ، وَإِذَا ظُلمتَ فَاصْبِرْ، وَارْضَ بِنُصْرَتِي، فَإِنَّ نُصْرَتِي لَكَ خَيْرٌ مِنْ نُصْرَتِكَ لِنَفْسِكَ
Hai anak Adam, ingatlah Aku jika engkau marah, niscaya Aku mengingatmu jika Aku marah, maka Aku tidak memasukkan ke dalam golongan orang-orang yang Aku binasakan. Dan apabila engkau dianiaya, bersabarlah dan relalah dengan pertolongan­Ku, karena sesungguhnya pertolongan-Ku kepadamu lebih baik daripada pertolonganmu kepada dirimu sendiri.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

هَذَا آخَرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ "الْحَجِّ"، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ، وَرَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإحسان إلى يوم الدين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar