Al-Hajj, ayat 36
{وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا
لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا
الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(36) }
Dan telah
Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kalian
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah
ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati),
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kamu
bersyukur.
Allah Swt. berfirman,
menyebutkan karunia-Nya yang telah diberikanNya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu
dengan menciptakan ternak unta buat mereka dan menjadikannya sebagai salah satu
dari syiar Allah. Unta itu dijadikan sebagai hewan kurban yang dihadiahkan
kepada Baitullah yang suci, bahkan unta merupakan hewan kurban yang
terbaik, seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya:
{لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا
الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا الْقَلائِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ
الْحَرَامَ} الْآيَةَ
janganlah kalian melanggar
syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu dan binatang-binatang
qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang menghalangi
Baitullah. (Al-Maidah: 2), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata
pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan telah Kami jadikan
untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 36)
Bahwa yang dimaksud dengan budnah ialah sapi dan unta. Hal yang sama
telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa'id ibnul Musayyab, dan Al-Hasan Al-Basri.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya
al-budnah ialah unta.
Menurut saya, penyebutan budnah
ditujukan kepada unta merupakan hal yang telah disepakati. Mereka pun
berselisih pendapat mengenai penyebutan budnah terhadap sapi; ada dua
pendapat di kalangan mereka. Yang paling sahih di antara kedua pendapat itu
mengatakan, bahwa budnah ditujukan pula kepada sapi menurut syariat,
seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.
Jumhur ulama berpendapat bahwa
seekor budnah cukup untuk kurban tujuh orang; begitu pula sapi, cukup
untuk kurban tujuh orang.
Di dalam kitab Imam Muslim telah
disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan,
"Kami diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk melakukan patungan dalam
berkurban, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh
orang."
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan,
bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta cukup untuk kurban sepuluh orang. Hal
ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad
Imam Ahmad dan Sunan Nasai serta kitab-kitab hadis yang lain. Hanya
Allah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ}
kalian memperoleh kebaikan
yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Yakni pahala yang banyak di
negeri akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu
Yazid Al-Ka'bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا عَمِل ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ
إِلَى اللَّهِ مِنْ هِرَاقه دَمٍ، وَإِنَّهُ لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ
اللَّهِ بِمَكَانٍ، قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فطِيبُوا بِهَا
نَفْسًا"
Tidaklah seorang anak Adam
melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh Allah di Hari Raya Kurban selain
dari mengalirkan darah (hewan) kurban.
Sesungguhnya kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan
tanduk, kuku, dan bulunya; dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima
di sisi Allah, sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan
kurban itu.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya hasan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa
dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk kurban. Ketika ditanyakan
kepadanya, "Mengapa kamu berutang dan menggiring hewan kurban?" Ia
menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah Swt. berfirman: kalian
memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"ما أُنْفِقَتِ الوَرقَ فِي شَيْءٍ أفضلَ مِنْ نَحِيرَةٍ فِي
يَوْمِ عِيدٍ".
Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan
untuk sesuatu yang lebih utama selain dari untuk membeli hewan kurban di Hari
Raya Kurban.
Hadis diriwayatkan oleh Imam
Daiuqutni di dalam kitab sunannya.
Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: kalian memperoleh kebaikan yang banyak
padanya. (Al-Hajj: 36) Yaitu pahala dan manfaat-manfaat.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan
bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan memerah air susunya jika ia
memerlukannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا
صَوَافَّ}
maka sebutkanlah olehmu nama
Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Al-Muttalib
ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia
pernah salat bersama Rasulullah Saw. di Hari Raya Kurban. Setelah bersalam dari
salatnya, didatangkan kepada beliau seekor domba, lalu beliau menyembelihnya
seraya mengucapkan:
"بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهِ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي
وَعَمَّنْ لَمَّ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي".
Dengan menyebut nama Allah,
Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah kurbanku dan kurban orang-orang
dari kalangan umatku yang tidak berkurban.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.
Muhammad ibnu Ishaq telah
meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengurbankan dua ekor domba di Hari Raya
Kurban, dan beliau mengucapkan kalimat berikut saat menyembelih keduanya:
"وجهت وجهي للذي فطر السموات وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا،
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ،
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ
وأمته"
Aku hadapkan wajahku kepada
Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagiNya, dan dengan demikianlah aku diperintahkan,
dan aku adalah orang yang mula-mula berserah diri (kepada-Nya).
Ya Allah, kurban ini dari Engkau, ditujukan kepada Engkau, dari Muhammad dan
umatnya.
Kemudian beliau Saw. menyebut
basmalah dan takbir, lalu menyembelihnya.
Diriwayatkan dari Ali ibnul
Husain, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw. apabila hendak berkurban, beliau
membeli dua ekor domba yang gemuk-gemuk, bertanduk, lagi berbulu putih
berbelang hitam. Apabila salat dan khotbah telah beliau jalankan, maka beliau
mendatangi salah seekor dari kedua kurbannya, sedangkan beliau Saw. masih
berada di tempat salatnya dalam keadaan berdiri, lalu menyembelih sendiri
kurbannya itu dengan pisau penyembelih seraya mengucapkan:
"اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعِهَا، مَنْ شَهِدَ
لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ". ثُمَّ يُؤتى بِالْآخَرِ
فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: "هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ
مُحَمَّدٍ" فيُطعمها جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ، [وَيَأْكُلُ] هُوَ وَأَهْلُهُ
مِنْهُمَا.
Ya Allah, kurban ini sebagai
ganti dari kurban umatku seluruhnya dari kalangan orang-orang yang telah
bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi bahwa aku sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya, dan beliau menyembelihnya
seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad. Maka
kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya diberikan kepada semua
orang miskin, dan beliau beserta keluarganya ikut memakan sebagian darinya.
Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.
Al-A'masy telah meriwayatkan
dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni dalam keadaan berdiri pada
tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya dalam keadaan terikat. Lalu si
penyembelih mengucapkan, "Bismillah, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah. Ya
Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan kepada Engkau." Hal yang
sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu AbuTalhah dan Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas dengan lafaz yang semisal.
Lais telah meriwayatkan dari
Mujahid, bahwa apabila kaki kiri unta diikat, maka ia berdiri di atas tiga
kakinya. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid hal yang
semisal.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta
yang akan disembelih diikat salah satu kakinya sehingga unta berdiri di atas
tiga buah kakinya.
Di dalam kitab Sahihain, dari
Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia mendatangi seorang lelaki yang mendekamkan
untanya dengan maksud akan menyembelihnya. Maka Ibnu Umar berkata,
"Biarkanlah unta itu dalam keadaan berdiri lagi terikat seperti sunnah
(kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad Saw.)."
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya bila menyembelih unta, mereka mengikat kaki
kiri depannya, sedangkan unta itu tetap dalam keadaan berdiri pada ketiga
kakinya (yang tidak terikat): hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Lahi'ah telah mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, bahwa Salim ibnu Abdullah pernah
mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik, "Berdirilah kamu pada sisi
kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri (unta)mu."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan
melalui sahabat Jabir yang menerangkan tentang gambaran haji wada', yang antara
lain disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. menyembelih sendiri hewan
kurbannya sebanyak tiga ekor (kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban
lainnya beliau tusuk (pada tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata
lebar) yang ada di tangannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah yang telah mengatakan sehubungan
dengan bacaan menurut dialek Ibnu Mas'ud, "Sawafina," bahwa
artinya berdiri dalam keadaan terikat.
Sufyan As-Sauri telah mengatakan
dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang membacanya Sawafina artinya
dalam keadaan terikat. Dan orang yang membacanya sawaf artinya
menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam keadaan terikat).
Tawus dan Al-Hasan serta
lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka sebutlah
oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan
telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni tulus ikhlas karena Allah Swt. Hal yang
sama telah diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri.
Abdur Rahman ibnu Zaid telah
mengatakan, Sawafi maksudnya, "Dalam kuburan itu tidak ada suatu
kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat berhala-berhala
mereka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا}
Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36)
Ibnu Abu Nujaih telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah hewan kurban itu
roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.
Pendapat ini merupakan suatu
riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas; hal yang sama telah dikatakan oleh
Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati).
(Al-Hajj: 36) Yaitu telah disembelih.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian apabila
telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Makna yang dimaksud ialah telah mati.
Pengertian inilah yang dimaksudkan
oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa sesungguhnya tidak boleh memakan
unta yang disembelih kecuali bila telah nyata kematiannya dan tidak
bergerak-gerak lagi.
Di dalam sebuah hadis
berpredikat marfu' telah disebutkan:
"وَلَا تُعجِلُوا النفوسَ أَنْ تَزْهَق"
Janganlah kalian tergesa-gesa
mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata) rohnya
telah dicabut.
As-Sauri telah meriwayatkannya
di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari
Qarafisah Al-Hanafi, dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia telah mengatakan hal
tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad ibnu Aus yang ada di dalam kitab
Sahih Muslim, yaitu:
"إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ،
فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا القِتْلة، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الذَّبْحَ ولْيُحدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَته، ولْيُرِحْ ذَبِيحته"
Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh,
lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih lakukanlah
dengan cara yang baik dan hendaklah seseorang di antara kalian menajamkan mata
pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya pada posisi yang enak.
Telah diriwayatkan dari Abu
Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا قُطع مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ
مَيْتَةٌ"
Bagian apa saja dari hewan
yang terpotong
dalam keadaan hidup, maka bagian yang terpotong itu adalah bangkai.
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam
Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya sahih.
*******************
Firman Allah Swt:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ
وَالْمُعْتَرَّ َ}
maka makanlah sebagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj:
36)
Sebagian ulama Salaf mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: maka makanlah sebagiannya. (Al-Hajj:
36) bahwa perintah ini menunjukkan hukum ibahah (perbolehan).
Malik mengatakan, memakan
sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan (sunat).
Selain Imam Malik berpendapat
wajib, pendapat ini menurut salah satu di antara pendapat yang ada pada
sebagian mazhab Syafii.
Mereka berselisih pendapat
tentang pengertian qani' dan mu'tar.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang merasa puas dengan
pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam rumahnya; dan mu'tar artinya
orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan kepadamu agar memberinya sebagian
dari hewan kurbanmu, tetapi ia tidak meminta secara terang-terangan. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad Ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ali ibnu AbuTalhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang tidak
meminta-minta (padahal ia memerlukannya), sedangkan mu'tar artinya orang
yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, dan Mujahid,
menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu
Aslam, Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, dan Malik ibnu Anas
mengatakan, al-qani' artinya orang yang meminta serelanya darimu;
sedangkan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan merendahkan dirinya
kepadamu, tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani'
artinya orang yang meminta. Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan
Asy-Syammakh dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:
لَمَالُ المَرْءِ يُصْلِحُه
فَيُغْني ...
مَفَاقِرَه، أَعَفُّ مِنَ القُنُوع
Sungguh
harta seseorang dapat memperbaiki keadaannya, dia menjadi berkecukupan, semua
kebutuhannya terpenuhi karenanya; itu lebih baik daripada meminta-minta.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan
bahwa makna yang dimaksud dari bait syair ini ialah harta seseorang itu dapat
memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Ibnu Zaid.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani'
artinya orang miskin yang meminta-minta, mu'tar artinya orang yang
jujur lagi lemah dan ia datang berkunjung kepadamu." Pendapat ini
dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid menurut suatu riwayat dari anaknya
yang bersumber darinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa qani'
ialah tetanggamu yang kaya, yang dapat melihat segala sesuatu yang masuk ke
dalam rumahmu. Dan mu’tar artinya orang yang mengasingkan dirinya dari
keramaian.
Telah diriwayatkan pula dari
Mujahid bahwa qani' adalah orang yang mengharapkan pemberian, sedangkan mu’tar
artinya orang yang menampilkan dirinya saat hewan kurban disembelih, baik
ia dari kalangan orang yang mampu maupun orang yang tidak mampu. Dan telah
diriwayatkan dari Ikrimah hal yang semisal; menurut suatu pendapat dari
Ikrimah, qani' artinya penduduk Mekah.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang
mengatakan bahwa qani' adalah orang yang meminta, karena qani' artinya
orang yang menadahkan tangannya saat meminta. Sedangkan mu’tar berasal
dari i'tira artinya orang yang menampilkan dirinya untuk makan daging
hewan kurban.
Sebagian ulama ada yang
berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang mengatakan bahwa kurban itu dibagi
tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya buat dimakan sendiri, sepertiganya
lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga yang terakhir
disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena sesungguhnya Allah Swt. telah
berfirman:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ
وَالْمُعْتَرَّ}
maka makanlah sebagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. (Al-Hajj:
36)
Di dalam hadis sahih disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada orang-orang:
"إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُومِ
الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَكَلُّوا وَادَّخِرُوا مَا بَدَا لَكُمْ"
Sesungguhnya saya pernah
melarang kalian menyimpan daging kurban selama lebih dari tiga hari, sekarang
makanlah dan simpanlah selama semau kalian.
Menurut riwayat lain disebutkan:
"فكلوا وادخروا وتصدقوا"
maka makanlah dan simpanlah
serta bersedekahlah.
Menurut riwayat lain disebutkan
pula:
"فكلوا وأطعموا وتصدقوا"
Maka makanlah dan
berimakanlah serta bersedekahlah.
Pendapat kedua, bahwa orang yang
berkurban memakan separo dan menyedekahkan separonya lagi, karena berdasarkan
firman-Nya yang meyatakan:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ
الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian
darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28)
Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:
"فَكُلُوا وَادَّخِرُوا
وَتَصَدَّقُوا"
Maka makanlah dan simpanlah
serta bersedekahlah.
Jika orang yang berkurban
memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu pendapat ia tidak menggantinya
barang sedikit pun. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Suraij dari
kalangan mazhab Syafii.
Sebagian lainnya dari mereka
mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus mengganti semua yang dimakannya,
atau yang seharga dengannya.
Menurut pendapat yang lainnya
dia harus mengganti separonya, dan menurut pendapat yang lainnya lagi harus
mengganti sepertiganya.
Sedangkan menurut pendapat yang
terakhir, ia hanya diharuskan mengganti sebagian kecil darinya. Pendapat inilah
yang terkenal di kalangan mazhab Imam Syafii.
Adapun mengenai kulit hewan
kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dari
Qatadah ibnun Nu'man dalam hadis mengenai hewan kurban disebutkan:
"فَكُلُوا وَتَصَّدَّقُوا، وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا،
وَلَا تَبِيعُوهَا"
maka makanlah, bersedekahlah,
dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian menjualnya.
Di antara ulama ada yang
membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang fakir
mendapat bagian dari kulit hewan kurban. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu
Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ
نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ
سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ [عَجَّلَهُ]
لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ"
Sesungguhnya perbuatan yang
mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang ini ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih kurban. Barang
siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah melakukan hal yang sesuai dengan
sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya sebelum salat (Hari
Raya Idul Adha), maka sesungguhnya sembelihannya itu adalah daging biasa
yang ia suguhkan kepada keluarganya, tiada kaitannya dengan kurban sama sekali.
Hadis diketengahkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
Karena itulah maka Imam Syafii
dan sejumlah ulama mengatakan bahwa sesungguhnya permulaan waktu menyembelih
hewan kurban ialah bila matahari telah terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu
waktu yang cukup untuk salat hari raya dan dua khotbahnya.
Imam Ahmad menambahkan,
hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah itu, karena berdasarkan hadis
yang disebutkan di dalam Sahih Muslim yang menyebutkan,
وَأَلَّا تَذْبَحُوا حَتَّى يَذْبَحَ الْإِمَامُ
"Dan janganlah kalian
menyembelih kurban sebelum imam menyembelih kurbannya."
Imam Abu Hanifah mengatakan,
"Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah terpencil atau di
kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya yang jauh dari keramaian, diperbolehkan
melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit, karena tidak
disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut pendapat Imam Abu
Hanifah). Adapun orang-orang yang tinggal di daerah-daerah perkotaan, mereka
tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari salatnya."
Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian menurut suatu pendapat,
tidak disyariatkan menyembelih kurban kecuali hanya pada Hari Raya Kurban saja.
Menurut pendapat yang lainnya, bagi penduduk perkotaan penyembelihan dilakukan
pada Hari Raya Kurban, karena mudahnya mendapatkan hewan kurban di kalangan
mereka. Adapun bagi penduduk daerah pedalaman dan kampung-kampung yang jauh,
maka menyembelih hewan kurban dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari
Tasyriq sesudahnya; pendapat ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Menurut
pendapat lain, Hari Raya Kurban dan satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang.
Menurut pendapat lainnya lagi, dua hari sesudahnya selain Hari Raya Kurban;
pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad.
Menurut pendapat yang lain, Hari
Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq sesudahnya. Pendapat ini dikatakan oleh Imam
Syafii berdasarkan hadis Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ".
Hari-hari Tasyriq semuanya
adalah hari penyembelihan kurban.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban
meriwayatkannya pula.
Menurut suatu pendapat,
sesungguhnya waktu menyembelih kurban itu memanjang sampai dengan akhir bulan
Zul Hhjah. Pendapat ini dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i serta Abu Salamah
ibnu Abdur Rahman, dan pendapat ini dinilai garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Allah Swt. berfirman, bahwa
untuk tujuan itulah,
{سَخَّرْنَاهَا لَكُم}
Kami telah menundukkan
unta-unta itu kepada kalian. (Al-Hajj-36)
Yakni Kami tundukkan unta-unta
itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk patuh kepada kalian. Jika kalian
ingin mengendarainya, kalian dapat mengendarainya; dan jika kalian ingin
memerah air susunya, kalian dapat memerahnya; dan jika kalian ingin dagingnya,
kalian dapat menyembelihnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ
مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ}
Dan apakah mereka tidak
melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka,
yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri,
lalu mereka menguasainya? (Yasin: 71)
sampai dengan firman-Nya:
أَفَلا يَشْكُرُونَ
Maka mengapakah mereka tidak
bersyukur? (Yasin: 73)
Di dalam surat ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ}
Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Al-Hajj, ayat 37
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ
لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ
الْمُحْسِنِينَ (37) }
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk
kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Allah Swt. berfirman, bahwa
sesungguhnya telah disyariatkan bagi kalian menyembelih hewan-hewan ternak itu
sebagai kurban agar kalian menyebut nama-Nya saat menyembelihnya. Karena
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi Rezeki, tiada sesuatu
pun dari daging atau darah hewan-hewan kurban itu yang dapat mencapai rida
Allah. Sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya. Orang-orang Jahiliyah di masa
silam bila melakukan kurban buat berhala-berhala mereka, maka mereka meletakkan
pada berhala-berhala itu daging kurban mereka, dan memercikkan darah hewan
kurban mereka kepada berhala-berhala itu. Maka Allah Swt. berfirman:
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا
دِمَاؤُهَا}
Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan)
Allah. (Al-Hajj: 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mukhtar,
dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-orang Jahiliah di masa silam
memuncratkan darah hewan kurban mereka ke Baitullah, juga daging hewan
kurban mereka. Maka para sahabat Rasulullah Saw. berkata, "Kami lebih
berhak untuk melakukan hal tersebut." Kemudian Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat
mencapainya. (Al-Hajj: 37) Yakni karena ketakwaan kalianlah Allah
menerimanya dan memberikan balasan kebaikan kepada pelakunya.
Seperti yang telah disebutkan di
dalam kitab sahih, melalui sabda Rasulullah Saw.:
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى
أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ"
Sesungguhnya Allah Swt. tidak
melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian,
tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian.
dan sebuah hadis yang
menyatakan:
"إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ
تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ
قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ"
Sesungguhnya sedekah itu
benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu
diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum
darah itu menyentuh tanah.
Perihalnya sama dengan hadis
terdahulu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmuzi yang menilainya hasan,
diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. secara marfu'.
Makna nas ini menunjukkan
pernyataan diterimanya kurban di sisi Allah bagi orang yang ikhlas dalam
amalnya. Tiada makna lain yang lebih cepat ditangkap dari nas ini menurut
pendapat kalangan ulama ahli tahqiq; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. s
Waki' telah meriwayatkan dari
Yahya ibnu Muslim ibnu Ad-Dahhak, bahwa ia pernah bertanya kepada Amir
Asy-Sya'bi tentang kulit hewan kurban. Lalu Asy-Sya'bi menjawab seraya
mengemukakan firman-Nya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Jika kamu suka
menjualnya, kamu boleh menjualnya; jika kamu suka memakainya, kamu boleh
memilikinya; dan jika kamu suka menyedekahkannya, kamu dapat menyedekahkannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ}
Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kalian. (Al-Hajj:37)
Yakni karena itulah maka Allah
menundukkan unta-unta itu bagi kalian.
{لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ}
supaya kalian mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. (Al-Hajj:
37)
Yaitu agar kalian membesarkan
Allah (mengagungkan-Nya) sebagaimana Dia telah menunjuki kalian kepada
agama-Nya, syariat-Nya, dan segala sesuatu yang disukai dan diridai-Nya. Dia
juga melarang kalian dari perbuatan-perbuatan yang dibenci-Nya dan tidak
disukai-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ}
Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj: 37)
Yakni, hai Muhammad, berilah
kabar gembira orang-orang yang berbuat baik dalam amalnya lagi menegakkan
batasan-batasan Allah dan mengikuti apa yang disyariatkan bagi mereka serta
membenarkan segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul kepada mereka dari sisi
Tuhannya.
Masalah
Abu Hanifah, Malik, dan As-Sauri
mengatakan, wajib berkurban bagi orang yang memiliki satu nisab lebih. Abu
Hanifah mensyaratkan iqamah dengan alasan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah yang semua perawinya berpredikat siqah, melalui
Abu Hurairah secara marfu', yaitu:
"مَنْ وَجَدَ سَعَة فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ
مُصَلانا"
Barang siapa yang mempunyai
kemampuan (berkurban), lalu ia tidak berkurban,
maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami.
Padahal di dalam hadis
terkandung garabah, Imam Ahmad ibnu Hanbal menilainya sebagai
hadis munkar.
Ibnu Umar telah mengatakan:
أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ
سِنِينَ يُضَحِّي
Rasulullah Saw. tinggal
selama sepuluh tahun (yang setiap tahunnya) beliau
selalu berkurban. (Riwayat Turmuzi)
Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu
Hanbal berpendapat, berkurban tidak wajib, melainkan hanya sunat, karena
berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
"لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ"
Tiada pada harta suatu hak
selain dari zakat.
Dalam pembahasan yang lalu telah
disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah berkurban untuk umatnya, karena
itulah maka kewajiban berkurban atas mereka gugur.
Abu Suraihah mengatakan bahwa
dia bertetangga dengan Abu Bakar dan Umar, ternyata keduanya tidak berkurban
karena khawatir perbuatannya itu akan diikuti oleh orang-orang. Sebagian ulama
mengatakan, kurban hukumnya sunat kifayah. Dengan kata lain, apabila ada
seseorang dari penduduk suatu kampung atau suatu kota melakukannya, maka
gugurlah kesunatan berkurban dari yang lainnya, karena tujuan dari kurban itu
adalah menampakkan syiar.
Imam Ahmad dan ahlus sunan dan
Imam Turmuzi telah meriwayatkan sebuah hadis yang dinilainya hasan, dari
Muhannif ibnu Sulaim, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda
sewaktu di Arafah,
"عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحَاةٌ
وعَتِيرة، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِيَ الَّتِي تَدْعُونَهَا
الرَّجبية"
"Dianjurkan bagi tiap-tiap
ahli bait melakukan kurban dan 'atirah setiap tahunnya. Tahukah kalian, apakah
'atirah itu? 'Atirah ialah apa yang kalian kenal dengan sebutan rajbiyyah.
Sanad hadis ini masih diragukan
kesahihannya.
Abu Ayyub telah mengatakan bahwa
ada seorang lelaki di masa Rasulullah Saw. berkurban dengan seekor kambing
untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakan sebagiannya dan memberikan
sebagian lainnya sehingga orang-orang kelihatan cerah dan gembira seperti yang
kamu lihat sendiri. Diriwayatkan oleh Imam Turmuzi yang menilainya sahih, dan
juga oleh Ibnu Majah.
Disebutkan bahwa Abdullah ibnu
Hisyam mengurbankan seekor kambing sebagai kurban seluruh keluarganya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Mengenai usia hewan kurban,
disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim melalui Jabir, bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّة، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ
عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ"
Janganlah kalian menyembelih
selain hewan musinnah. Terkecuali jika kalian sulit mendapatkannya, maka
sembelihlah kambing jaz'ah.
Berangkat dari pengertian hadis
ini Az-Zuhri berpendapat bahwa mengurbankan hewan jaz'ah tidak cukup.
Berbeda dengan Auza'i yang
berpendapat bahwa hewan jaz'ah. dari semua jenis cukup untuk dijadikan
kurban.
Kedua pendapat tersebut dinilai garib,
karena pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa
sesungguhnya kurban itu cukup dengan unta, sapi, dan kambing ma'izsaniyyah, atau
kambing da'n yang jaz'ah..
Unta sanyu ialah unta
yang telah berusia lima tahun masuk enam tahun, sapi sanyu ialah yang
berusia dua tahun masuk tiga tahun, dan menurut pendapat yang lain yaitu telah
berusia tiga tahun masuk empat tahun.
Ma'iz sanyu ialah kambing benggala yang telah berusia dua tahun.
Kambing da'n yang jaz'ah. ialah
kambing yang telah berusia satu tahun.
Menurut pendapat lain berusia
sepuluh bulan, menurut pendapat yang lainnya delapan bulan, dan menurut
pendapat lainnya lagi enam bulan.
Pendapat terakhir ini merupakan
pendapat yang paling minim di antara pendapat lainnya. Sedangkan kurang dari
enam bulan, maka kambing masih tergolong cempe (anak kambing). Perbedaan
di antara cempe dan kambing yang dewasa ialah: kalau cempe bulu punggungnya
berdiri, sedangkan kambing dewasa tertidur dan telah terbelah menjadi dua
bagian.
Al-Hajj, ayat 38
{إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ (38) }
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari nikmat.
Allah Swt. memberitahukan bahwa
Dia selalu membela hamba-hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya dan bertobat
kepada-Nya dari kejahatan orang-orang yang jahat dan dari tipu muslihat
orang-orang yang durhaka. Allah juga memelihara mereka, menjaga dan menolong
mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain yang mengatakan:
{أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ}
Bukankah Allah cukup'untuk
melindungi hamba-hamba-Nya. (Az-Zumar: 36)
{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}
Dan barang siapa yang
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ
كَفُورٍ}
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (Al-Hajj: 38)
Artinya, Allah tidak menyukai
hamba-hamba-Nya yang bersifat seperti itu, yakni sifat khianat terhadap
perjanjian dan sumpahnya dan tidak memenuhi apa yang dijanjikannya. Sifat
lainnya yang tidak disukai oleh Allah pada hamba-hamba-Nya ialah ingkar
terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu tidak mau
mengakuinya.
Al-Hajj,
ayat 39-40
{أُذِنَ لِلَّذِينَ
يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
(39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا
رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ
اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ
لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) }
Telah diizikan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong
mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami
hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang
di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Mahakuasa lagi Mahaperkasa.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya saat mereka diusir dari Mekah.
Mujahid,
Ad-Dahhak, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf —seperti Ibnu Abbas, Urwah
ibnuz Zubair, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan, dan Qatadah serta
lain-lainnya lagi— mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
perintah jihad. Sebagian ulama menyimpulkan dari ayat ini bahwa surat Al-Hajj
ini adalah Madaniyah.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Daud Al-Wasiti, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari
Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
ketika Nabi Saw. keluar dari Mekah,
Abu
Bakar berkata, "Mereka mengusir nabinya. Inna Lillahi Wainna Ilaihi
Raji'un, tentulah mereka pasti binasa." Ibnu Abbas mengatakan bahwa
lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj:
39) Abu Bakar r.a. berkata, "Maka saya mengetahui bahwa bakal terjadi
peperangan."
Imam
Ahmad meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Yusuf Al-Azraq dengan lafaz yang sama,
dan dia menambahkan, bahwa Ibnu 'Abbas telah mengatakan bahwa ayat ini
merupakan mula-mula ayat yang diturunkan berkenaan dengan peperangan.
Imam
Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, bagian dari
kitab sunan masing-masing; juga Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ishaq ibnu Yusuf.
Imam Turmuzi menambahkan Waki', keduanya menerima hadis ini dari Sufyan
As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
berpredikat hasan, dan telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang saja
dari As-Sauri, tetapi di dalam sanadnya tidak terdapat Ibnu Abbas.
*******************
{وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ}
Dan
sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj: 39)
Yakni
Dia mampu menolong hamba-hamba-Nya yang mukmin tanpa melibatkan mereka dalam
peperangan, tetapi Dia berkehendak agar hamba-hamba-Nya mencurahkan jerih payah
mereka dalam bertaat kepada-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat lain
melalui firman-Nya:
{فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ
فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا
ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ
بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ
أَعْمَالَهُمْ. سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ بَالَهُمْ وَيُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ
عَرَّفَهَا لَهُمْ}
Apabila
kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), Maka pancunglah batang leher
mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka
dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai
perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan
membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan
sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak
akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan
memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah
diperkenal-kan-Nya kepada mereka. (Muhammad: 4-6)
{قَاتِلُوهُمْ
يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ
وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ. وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللَّهُ
عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Perangilah
mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan
Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana. (At-Taubah: 14-15)
{أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ
وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ
وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Apakah
kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam
kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil
menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (At-Taubah: 16)
{أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ
جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ}
Apakah
kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antara kalian dan belum nyata orang-orang yang
sabar. (Ali Imran: 142)
Dan
firman Allah Swt.:
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ
الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ}
Dan
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui
orang-prang yang berjihad dan bersabar di antara kalian dan agar Kami
menyatakan (baik
buruknya) hal ikhwalmu. (Muhammad: 31)
Ayat-ayat
yang semakna cukup banyak.
Karena
itulah Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya
Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu. (Al-Hajj: 39) bahwa memang
Allah telah melakukannya.
Sesungguhnya
Allah mensyariatkan jihad hanyalah dalam waktu yang sesuai dengannya; karena
sesungguhnya ketika kaum muslim berada di Mekah, jumlah kaum Musyrik jauh lebih
banyak. Seandainya kaum muslim diperintahkan untuk memerangi kaum musyrik,
tentulah amat berat bagi mereka melakukannya, mengingat jumlah mereka hanya
sepersepuluh jumlah kaum musyrik, bahkan kurang dari itu. Karena itulah setelah
penduduk Yasrib (Madinah) berbaiat kepada Rasulullah Saw. di malam 'Aqabah,
yang saat itu jumlah mereka ada delapan puluh orang lebih, mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, bolehkan kami menyerang penduduk lembah ini?"
Mereka bermaksud orang-orang yang ada di Mina di malam-malam Mina. Maka
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku belum diperintahkan untuk
melakukannya."
Setelah
kaum musyrik bersikap kelewat batas dan mengusir Nabi Saw. dari kalangan
mereka, bahkan hampir saja mereka membunuhnya, sebagian di antara para
sahabatnya berpencar, pergi meninggalkan Mekah; sebagian di antara mereka
berhijrah ke Abesinia, dan sebagian lainnya ke Madinah. Setelah mereka semua
berada di Madinah, lalu Rasulullah Saw. datang kepada mereka. Maka mereka
bersatu dibawah pimpinan Rasulullah Saw. dan menolong beliau. Sehingga jadilah
Madinah merupakan kota Islam dan bentengnya, tempat kaum muslim berlindung.
Saat itulah Allah memerintahkan berjihad melawan musuh-musuh mereka. Dan ayat
ini merupakan awal ayat jihad yang diturunkan, yaitu firman-Nya: Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir
dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar. (Al-Hajj: 39-40)
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka diusir dari Mekah ke Madinah
tanpa alasan yang benar, yakni Muhammad dan para sahabatnya.
*******************
{إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ}
kecuali
karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah.” (Al-Hajj: 40)
Yakni
mereka sama sekali tidak pernah berbuat jahat terhadap kaumnya dan mereka tidak
mempunyai dosa apa pun terhadap kaumnya, melainkan hanya karena mereka
mengesakan Allah dan menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya. Istisna dalam
ayat ini bersifat munqati' jika ditinjau dari kejadian yang sebenarnya.
Adapun bagi kaum musyrik hal tersebut (mengesakan Allah) merupakan suatu
pelanggaran berat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ}
mereka
mengusir Rasul dan (mengusir)
kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian. (Al-Mumtahanah:
1)
Dan
firman Allah Swt. dalam kisah ashabul ukhdud, yaitu:
{وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ
يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang
mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
Karena
itulah kaum muslimin mengucapkan syair-syair berikut saat mereka membangun
parit untuk pertahanan:
لا هُمّ لَولا أنتَ مَا اهتَدَينا ... وَلا تَصَدّقْنا وَلا صَلَّينَا ...
فَأنزلَنْ سَكينَةً عَلَينَا ... وَثَبّت الأقْدَامَ إنْ لاقَينَا ...
إِنَّ الألَى قَدْ بَغَوا
عَلَينَا ... إذَا أرَادوا فتْنَةً أبَيْنَا
Ya Allah, seandainya bukan karena
Engkau, tentulah kami tidak akan mendapat petunjuk, dan tidak akan bersedekah
serta tidak akan salat;
maka turunkanlah ketenangan kepada kami
dan teguhkanlah telapak kaki kami saat bersua musuh.
Sesungguhnya mereka (orang-orang
musyrik dan sekutu-sekutunya) itu telah berlaku kelewat batas kepada kami;
mereka bermaksud memfitnah (agama) kami, tetapi kami menolak.
Rasulullah
Saw. menyetujui ucapan mereka itu dan beliau ikut mengucapkannya bersama
mereka, bait demi bait. Bila mereka mengucapkan "Mereka (kaum musyrik)
bermaksud memfitnah (agama) kami, tetapi kami menolak," maka Nabi Saw.
mengucapkan kalimat yang terakhir itu dengan suara yang keras.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ
بِبَعْضٍ}
Dan
sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain. (Al-Hajj: 40)
Yakni
seandainya Allah tidak menolak suatu kaum dengan kaum yang lain dan mencegah
kejahatan sebagian manusia agar jangan menimpa sebagian yang lainnya, melalui
sarana dan penyebab yang telah diciptakan-Nya dan yang telah digariskan oleh
takdir-Nya, tentulah bumi ini akan rusak dan si kuat akan memakan yang lemah.
{لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ}
tentulah
telah dirobohkan biara-biara. (Al-Hajj:
40)
Sawami'
adalah tempat-tempat ibadat yang
kecil yang dipakai oleh para rahib. Demkianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid,
Abul Aliyah, Ikrimah Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Sedangkan
Qatadah mengatakan bahwa sawami' adalah tempat peribadatan orang-orang
sabi-in.
Menurut
suatu riwayat yang bersumberkan darinya, sawami adalah tempat
peribadatan orang-orang Majusi.
Muqatil
ibnu Hayyan mengatakan bahwa sawami' adalah rumah-rumah yang terletak di
pinggir-pinggir jalan.
{وَبِيَعٌ}
gereja-gereja.
(Al-Hajj: 40)
Tempat
peribadatan ini jauh lebih besar daripada yang pertama dan memuat lebih banyak
orang di dalamnya; milik orang-orang Nasrani pula, sama dengan yang pertama.
Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Sakhr,
Muqatil ibnu Hayyan, dan Khasif serta lain-lainnya.
Ibnu
Jubair telah meriwayatkan dari Mujahid dan lain-lainnya, bahwa biya'un adalah
tempat-tempat peribadatan orang-orang Yahudi (yang sekarang disebut sinagog).
As-Saddi
telah meriwayatkan dari orang-orang yang menerimanya dari Ibnu Abbas, bahwa biya'un
adalah tempat-tempat peribadatan orang-orang Yahudi.
Sedangkan
Mujahid mengatakan bahwa biya'un itu tiada lain adalah gereja-gereja.
Firman
Allah Swt.:
{وَصَلَوَاتٌ}
rumah-rumah
ibadat orang Yahudi. (Al-Hajj:
40)
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa salawat adalah gereja-gereja.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ad-Dahhak, dan Qatadah, bahwa salawat
adalah gerejanya orang Yahudi; mereka menamainya salawat.
As-Saddi
telah meriwayatkan dari seseorang yang menerimanya dari Ibnu Abbas, bahwa salawat
adalah gereja orang-orang Nasrani.
Abul
Aliyah dan lain-lainnya mengatakan bahwa salawat adalah tempat
peribadatan orang sabi-in.
Ibnu
AbuNujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa salawat adalah masjidnya
Ahli Kitab dan juga masjidnya kaum muslim. Hanya saja istilah masjid khusus
bagi kaum muslim.
Firman
Allah Swt.:
{يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا}
yang
di dalamnya banyak disebutkan nama Allah. (Al-Hajj: 40)
Menurut
suatu pendapat, damir yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يُذْكَرَ فِيهَا}
yang
di dalamnya disebut. (Al-Hajj:
40)
merujuk
kepada masajid, karena lafaz masajid merupakan lafaz yang paling
dekat dengannya.
Ad-Dahhak
mengatakan bahwa semua tempat peribadatan di dalamnya banyak disebutkan nama
Allah.
Ibnu
Jarir mengatakan, makna yang dimaksud yang benar adalah bahwa tentulah telah
dirobohkan kuil-kuil para rahib, gereja-gereja orang Nasrani, sinagog-sinagog
orang Yahudi, dan masjid-masjid kaum muslim, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Pengertian inilah yang dipakai dan terkenal dalam pembicaraan
orang-orang Arab, sehubungan dengan peristilahan tersebut.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa ungkapan ini bersifat gambaran grafik dari yang terkecil
sampai yang terbesar dan sampai pada puncaknya, yaitu masjid-masjid; karena
masjid memiliki jumlah yang banyak dan orang-orang yang melakukan ibadah di
dalamnya lebih banyak. Jadi, merekalah yang dimaksudkan dalam ayat ini sebagai
orang-orang yang banyak menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidnya.
Firman
Allah Swt.:
{وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ}
Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya (Al-Hajj: 40)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ. وَالَّذِينَ كَفَرُوا
فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ}
Hai
orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan
meneguhkan kedudukan kalian. Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah
bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. (Muhammad: 7-8)
Adapun
firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya
Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 40)
Dalam
Ayat ini Allah Swt. memberikan gambaran bahwa diri-Nya mempunyai sifat Mahakuat
dan Mahaperkasa, dengan kekuatan-Nya Dia menciptakan segala sesuatu dan
menentukan batasan ciptaan-Nya. Dengan keperkasaan-Nya pula tiada seorang pun
yang dapat mengalahkan-Nya, bahkan segala sesuatu hina di hadapan-Nya dan
berhajat kepada-Nya. Orang yang ditolong oleh Yang Mahaperkasa lagi Mahakuat,
berarti dia pasti mendapat kemenangan,sedangkan musuh-musuhnya akan kalah.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا
الْمُرْسَلِينَ. إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ. وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ
الْغَالِبُونَ}
Dan
sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul,
(yaitu) sesungguhnya mereka
itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah
yang pasti menang. (Ash-Shaffat: 171-173)
Dan
firman Allah Swt.:
{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي
إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Allah
telah menetapkan, 'Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah
Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Mujadilah:
21)
Al-Hajj,
ayat 41
{الَّذِينَ إِنْ
مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا
بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (41) }
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Zaid, dari Ayyub dan Hisyam, dari Muhammad yang mengatakan bahwa Usman ibnu
Affan pernah mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami (para
sahabat), yaitu firman-Nya: '(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar' (Al-Hajj:
41) Kami telah diusir dari rumah kami tanpa alasan yang benar, melainkan hanya
karena kami beriman bahwa Allah adalah Tuhan kami. Kemudian Dia meneguhkan
kedudukan kami di suatu negeri, maka kami mendirikan salat, menunaikan zakat,
dan memerintahkan berbuat kebajikan serta mencegah dari perbuatan mungkar, dan
kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan. Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan aku dan sahabat-sahabatku.
Menurut
Abul Aliyah, mereka adalah sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. As-Sabbah ibnu
Sawadah Al-Kindi mengatakan, ia pernah mendengar Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
berkhotbah seraya mengucapkan firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang
jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi. (Al-Hajj: 41), hingga
akhir ayat. Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz berkata, "Ingatlah, sesungguhnya
tugas ini bukan saja diwajibkan bagi penguasa semata, tetapi di wajibkan bagi
penguasa dan rakyatnya. Ingatlah, aku akan menceritakan kepada kalian kewajiban
kalian dari tugas ini terhadap penguasa kalian, dan kewajiban penguasa dari
tugas ini terhadap kalian. Sesungguhnya kewajiban penguasa terhadap kalian dari
tugas ini ialah hendaknya ia membimbing kalian ke jalan Allah dan mempersatukan
kalian serta menanamkan rasa gotong royong di antara sesama kalian, dan
memberikan petunjuk kepada kalian jalan yang paling lurus dengan segala
kemampuannya. Dan sesungguhnya kewajiban kalian terhadap penguasa ialah
hendaknya kalian taat kepadanya dengan hati yang tulus ikhlas; bukan
lahiriahnya menurut, tetapi batinnya menolak."
Atiyyah
Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ayat ini
semakna dengan firman-Nya:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ}
Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi. (An-Nur:
55)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ}
dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj: 41)
sama
pengertiannya dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}
Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al-Qashash: 83)
Zaid
ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj: 41)
Yakni
di sisi Allah-lah terdapat pahala dari perbuatan mereka.
Al-Hajj, ayat 42-46
{وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ
فَقَدْ كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَثَمُودُ (42) وَقَوْمُ إِبْرَاهِيمَ
وَقَوْمُ لُوطٍ (43) وَأَصْحَابُ مَدْيَنَ وَكُذِّبَ مُوسَى فَأَمْلَيْتُ
لِلْكَافِرِينَ ثُمَّ أَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ (44) فَكَأَيِّنْ مِنْ
قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا
وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ (45) أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ
فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي
الصُّدُورِ (46) }
Dan jika
mereka (orang-orang musyrik) mendustakan
kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum mereka kaum Nuh, 'Ad dan
Samud, dan kaum Ibrahim dan kaum Lut, dan penduduk Madyan, dan telah didustakan
Musa, lalu Aku tangguhkan (azabKu) untuk orang-orang kafir, kemudian
Aku azab mereka, maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada
mereka itu). Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang
penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh
menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah
ditinggalkan dan istana yang tinggi, maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Allah Swt. berfirman, menghibur
hati Nabi Muhammad Saw. yang sedang menghadapi pendustaan dari pihak
orang-orang yang menentangnya dari kalangan kaumnya:
{وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كَذَّبَتْ
قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ}
Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah
mendustakan juga sebelum kaum Nuh. (Al-Hajj: 42), hingga akhir ayat
berikutnya.
padahal telah disampaikannya
semua ayat yang jelas dan dalil yang terang.
{فَأَمْلَيْتُ لِلْكَافِرِينَ}
lalu Aku tangguhkan (azab-Ku) untuk orang-orang kafir. (Al-Hajj: 44)
Yakni maka Kami beri masa
tangguh bagi mereka dan Kami keluarkan mereka (dari rahmat) Kami.
{ثُمَّ أَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ}
kemudian Aku azab mereka,
maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada
mereka itu). (Al-Hajj: 44)
Maksudnya, bagaimana
kebencian-Ku dan azab-Ku terhadap mereka.
Sebagian ulama Salaf menyebutkan
bahwa jarak antara perkataan Fir'aun kepada kaumnya, "Akulah Tuhan kalian
yang tertinggi," dan kebinasaannya oleh Allah kurang lebih empat puluh
tahun.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
melalui Abu Musa, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ
لَمْ يُفْلِتْه، ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى
وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah
benar-benar memberi tangguh kepada orang yang zalim, hingga manakala Dia
mengazabnya, maka ia tidak dapat terlepas dari azab-Nya. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan begitulah azab
Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim.
Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud: 102)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا}
Berapalah banyaknya kota yang
Kami telah membinasakannya. (Al-Hajj:45)
Artinya, sudah berapa banyak
penduduk kota-kota yang telah Aku binasakan.
{وَهِيَ ظَالِمَةٌ}
yang penduduknya dalam
keadaan zalim. (Al-Hajj: 45)
Yakni mendustakan
rasul-rasul-Nya.
{فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا}
maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya. (Al-Hajj:
45)
Ad-Dahhak mengatakan bahwa 'urusy
artinya atap, yakni rumah-rumah tempat tinggal mereka hancur berantakan dan
seluruh bangunan kota dan keramaiannya telah musnah.
{وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ}
dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan. (Al-Hajj:
45)
Yakni airnya tidak dipakai lagi
dan tiada seorang pun yang datang kepadanya, padahal sebelum itu banyak orang
berdatangan kepadanya untuk mengambil airnya, bahkan mereka berdesak-desakan
untuk mendapatkan airnya.
{وَقَصْرٍ مَشِيدٍ}
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Ikrimah mengatakan, yang
dimaksud dengan masyid ialah gedung yang dibangun dengan batu putih.
Telah diriwayatkan pula dari Ali
ibnu Abu Talib, Mujahid, Ata dan Sa'id ibnu Jubair, Abul Malih dan Ad-Dahhak
hal yang semisal.
Sedangkan menurut yang lainnya, masyid
artinya yang dibangun tinggi.
Menurut pendapat yang lainnya
lagi, masyid artinya kokoh lagi kuat.
Semua pendapat mengenai hal ini
berdekatan pengertiannya dan tidak bertentangan, karena pengertiannya
menunjukkan bahwa gedung-gedung yang kokoh lagi tinggi dan kuat itu tidak dapat
melindungi para penghuninya dari azab Allah yang datang menimpa mereka
disebabkan kezaliman mereka. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ
وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ}
Di mana saja kalian berada,
ke matian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang
tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
maka apakah mereka tidak
berjalan di muka bumi. (Al-Hajj: 46)
Artinya, mereka lakukan sendiri
dengan tubuh dan pikiran mereka. Yang demikian itu merupakan cara yang efektif,
seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abud Dunia dalam kitab Tafakkur dan I'tibar-nya.
Ia mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, telah menceritakan kepada kami
Malik ibnu Dinar yang mengatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Musa
(seraya berfirman), "Hai Musa, buatlah sepasang terompah dari besi, buat
pula tongkat. Kemudian berjalanlah kamu di permukaan bumi, lalu carilah
bekas-bekas peninggalan yang mengandung pelajaran bagimu, hingga sepasang
terompah itu jebol dan tongkat itu patah."
Ibnu Abud Dunia mengatakan bahwa
salah seorang yang bijak pernah mengatakan, "Hidupkanlah hatimu dengan
nasihat-nasihat yang baik, sinarilah ia dengan bertafakkur, matikanlah dengan
berzuhud, kuatkanlah dengan yakin, hinakanlah ia dengan kematian, dan batasilah
ia dengan kefanaan. Perlihatkanlah kepadanya bahaya-bahaya cinta duniawi, dan
peringatkanlah ia dengan bencana masa dan buruknya perubahan hari-hari.
Perlihatkanlah pula kepada berita-berita orang-orang terdahulu, dan ingatkanlah
ia dengan apa yang telah menimpa orang-orang dahulu; perjalankanlah ia di
bekas-bekas tempat tinggal mereka, dan perlihatkanlah kepadanya akibat dari
perbuatan mereka, di manakah mereka bertempat tinggal dan bagaimanakah
kesudahan dari mereka?"
Dengan kata lain, lihatlah oleh
kalian azab dan pembalasan yang telah menimpa umat-umat yang mendustakan
rasul-rasul Allah itu.
*******************
{فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا
أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا}
lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar? (Al-Hajj: 46)
Yaitu mengambil pelajaran dari
apa yang dilihat dan didengarnya.
{فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ
تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ}
Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Yang dimaksud bukanlah buta
mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun pandangan mata seseorang sehat
dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-pelajaran dan tidak dapat
menanggapi apa yang didengar. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang
penyair berikut sehubungan dengan pengertian ini. Dia adalah Abu Muhammad
Abudullah ibnu Muhammad ibnu Hayyan Al-Andalusi Asy-Syantrini yang tutup usia
pada tahun 517 Hijriah. Dia mengatakan seperti berikut:
يَا مَن يُصيخُ إِلَى دَاعي
الشَقَاء، وقَد ... نَادَى بِهِ الناعيَان: الشيبُ والكبَرُ ...
إِنْ كُنتَ لَا تَسْمَع
الذكْرَى، فَفِيمَ تُرَى ... فِي رَأسك الوَاعيان: السمعُ والبَصَرُ? ...
ليسَ الأصَمّ وَلَا الأعمَى
سوَى رَجُل ...
لَمْ يَهْده الهَاديان: العَينُ والأثَرُ ...
لَا الدَّهْرُ يَبْقَى وَلا
الدُّنْيَا، وَلا الفَلَك الْـ ... أَعْلَى وَلَا النَّيّران: الشَّمْسُ وَالقَمَرُ ...
لَيَرْحَلَنّ عَن الدَّنْيَا، وَإن كَرِها فرَاقها، الثَّاوِيَانِ:
البَدْو والحَضَرُ ...
Hai
orang yang mendengar dengan patuh kepada penyeru yang mencelakakannya, padahal
dua pembela sungkawa telah berseru kepadanya, yaitu uban dan usia yang lanjut.
Jika
kamu tidak dapat mendengar peringatan, maka apakah kamu tidak melihat dua
peringatan yang ada pada kepalamu, yaitu pendengaran dan penglihatan.
Sesungguhnya
orang yang buta dan tuli itu hanyalah seorang lelaki yang tidak dapat
memanfaatkan dua pemberi petunjuknya, yaitu mata dan jejak-jejak peninggalan (umat terdahulu).
Masa
tidak dapat membuatnya hidup kekal, begitu pula dunia, cakrawala yang tinggi,
api, matahari, dan rembulan.
Ia
pasti pergi meninggalkan dunia ini, sekalipun ia tidak menginginkannya;
berpisah dengan dua tempat tinggalnya, yaitu tubuh kasar dan keramaian tempat
tinggalnya.
Al-Hajj, ayat 47-48
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ
بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ
كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (47) وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ
لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ (48) }
Dan mereka
meminta kepadamu agar azab itu disegerakan padahal Allah sekali-kali tidak akan
menyalahi janji-Nya Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. Dan berapalah banyaknya kota yang Aku
tangguhkan (azab-Ku) kepadanya
yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka dan hanya kepada-Kulah
kembalinya (segala sesuatu).
Allah Swt. berfirman kepada
Nabi-Nya:
{وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ}
Dan mereka meminta kepadamu
agar azab itu disegerakan (Al-Hajj:47)
Yakni orang-orang kafir yang
atheis lagi mendustakan Allah, Kitab-Nya Rasul-Nya dan hari kemudian meminta
kepada Nabi Saw. agar azab itu disegerakan menimpa mereka. Pengertian ayat ini
sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا
هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ
ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata
"Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi
Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada
kami azab yang pedih" (Al-Anfal: 32)
Dan firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا
قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ}
Dan mereka berkata, "Ya
Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan pada kami sebelum
hari berhisab.” (Shad: 16)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ}
padahal Allah sekali-kali
tidak akan menyalahi janji-Nya. (Al-Hajj: 47)
Yaitu janji yang telah
diikrarkan-Nya, bahwa Dia akan menegakkan hari kiamat dan mengadakan pembalasan
terhadap musuh-musuh-Nya serta memuliakan kekasih-kekasih-Nya.
Al-Asmu'i mengatakan bahwa
ketika ia berada di majelis Abu Amr ibnul Ala, tiba-tiba datanglah Amr ibnu
Ubaid dan berkata, "Hai Abu Amr, apakah Allah akan menyalahi mi'ad
(ancaman)-Nya?" Abu Amr ibnul Ala menjawab, "Tidak," seraya
menyebutkan ayat yang menyangkut ancaman-Nya. Maka Amr ibnu Ubaid berkata kepadanya,
"Apakah kamu bukan orang Arab? Sesungguhnya orang-orang Arab menilai
bahwa mencabut kembali suatu janji merupakan perbuatan tercela, sedangkan
mencabut suatu ancaman merupakan perbuatan yang mulia. Tidakkah kamu pernah
mendengar ucapan seorang penyair yang mengatakan:
لَا يُرْهِبُ ابنَ الْعَمِّ
مِنِّي سَطْوَتي ... وَلَا أخْتَتِي مِنْ سَطْوة المُتَهَدّد ...
فَإِنِّي وَإن أوْعَدْتُه أوْ وَعَدْتُه ... لَمُخْلِفُ إيعَادي
ومُنْجزُ مَوْعدي ...
'Hendaklah anak pamanku dan tetangga-tetanggaku merasa gentar
dengan pembalasanku, dan aku tidak akan segan-segan mengadakan pembalasan
terhadap orang yang mengintimidasi.
Sesungguhnya
aku jika mengancam atau berjanji, benar-benar akan menyalahi ancamanku dan
menunaikan janjiku'.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ
سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ}
Sesungguhnya sehari di sisi
Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47)
Yakni Allah Swt. tidak akan
menyegerakan azab-Nya, karena sesungguhnya seribu tahun bagi makhluk-Nya sama
halnya dengan satu hari bagi-Nya bila dikaitkan dengan keadaan-Nya. Sebab Dia
Mahakuasa untuk melakukan pembalasan, dan bahwa sesungguhnya tiada suatu pun
yang dapat luput dari azab-Nya, sekalipun Dia menangguhkannya. Karena itulah
dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا
وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota
yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang
penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah
kembalinya (segala urusan). (Al-Hajj: 48)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفة،
حَدَّثَنِي عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُسْلِمِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ
الْأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ، خَمْسِمِائَةِ عَامٍ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan . ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku
Abdah ibnu Sulaiman, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang fakir kaum
muslim memasuki surga lebih dahulu daripada orang-orang kayanya dalam jarak
setengah hari (yang lamanya sama dengan) lima ratus tahun (menurut
perhitungan kita di dunia).
Imam Turmuzi dan Imam Nasai
meriwayatkan melalui hadis As-Sauri dari Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang
sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya
secara mauquf dari Abu Hurairah, untuk itu ia mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyah,
telah menceritakan kepada kami Sa'id Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Samir
ibnu Nahar yang mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah mengatakan bahwa
orang-orang fakir kaum muslim memasuki surga sebelum orang-orang hartawannya
dalam jarak setengah hari. Ketika saya tanyakan kepada Abu Hurairah,
"Berapa lamakah setengah hari itu?" Abu Hurairah berkata,
"Tidakkah kamu pernah membaca Al-Qur'an?" Saya jawab, "Ya,
pernah." Selanjutnya Abu Hurairah membaca firman-Nya: Sesungguhnya
sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian
hitung. (Al-Hajj: 47)
Abu Daud di dalam akhir kitab Malahim-nya,
bagian dari kitab sunannya, mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ،
حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، عَنْ شُرَيح بْنِ عُبَيد، عَنْ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقاص،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنِّي
لَأَرْجُو أَلَّا تَعْجِزَ أُمَّتِي عِنْدَ رَبِّهَا، أَنْ يُؤَخِّرَهُمْ نِصْفَ
يَوْمٍ". قِيلَ لِسَعْدٍ: وَمَا نِصْفُ يَوْمٍ؟ قَالَ: خَمْسُمِائَةِ سَنَةٍ
telah menceritakan kepada kami
Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan
kepada kami Safwan, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari
Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya aku berharap semoga umatku tidak
lemah di sisi Tuhan mereka karena diperlambat oleh-Nya selama setengah hari. Ketika
ditanyakan kepada Sa'd, "Berapa lamakah setengah hari itu?" Sa'd
menjawab, "Lima ratus tahun."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman ibnu Mahdi, dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu
adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj:
47) Yakni hari-hari yang telah ditetapkan oleh Allah setelah Dia menciptakan
langit dan bumi.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari
Ibnu Basysyar, dari Ibnul Mahdi.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Mujahid dan Ikrimah Imam Ahmad telah mendukungnya di dalam kitabnya yang
berjudul Ar-Raddu 'Alal Jahmiyyah.
Mujahid mengatakan bahwa makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى
الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ
مِمَّا تَعُدُّونَ}
Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun
menurut perhitunganmu. (As-Sajdah: 5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Arim ibnu
Muhammad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari
Yahya ibnu Atiq, dari Muhammad ibnu Sirin, dari seorang lelaki dari kalangan
Ahli Kitab yang telah masuk Islam. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt.
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Sesungguhnya sehari di sisi
Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj:
47) Dan Dia menjadikan usia dunia enam hari dan menjadikan hari kiamat pada
hari ketujuhnya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
tahun dari tahun-tahun yang kalian hitung. (Al-Hajj: 47) Sesungguhnya telah
berlalu masa enam hari itu, sekarang kalian berada di hari yang ketujuhnya.
Perumpamaannya sama dengan
seorang wanita yang telah hamil tua dan telah tiba masa melahirkan
kandungannya, tetapi tidak diketahui secara tepat bilakah saat kelahirannya itu
akan terjadi.
Al-Hajj, ayat 49-51
{قُلْ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (49) فَالَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (50) وَالَّذِينَ
سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (51) }
Katakanlah,
"Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang
nyata kepada kalian.” Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia. Dan orang-orang yang
berusaha dengan maksud menentang ayat-ayat Kami dengan melemahkan (kemauan untuk beriman), mereka itu adalah
penghuni-penghuni neraka.
Allah Swt berfirman kepada
Nabi-Nya saat orang-orang kafir meminta kepadanya agar disegerakan datangnya
azab yang telah dijanjikannya:
{قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا
لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ}
Katakanlah, "Hai
manusia, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang nyata kepada
kalian.” (Al-Hajj: 49)
Yakni sesungguhnya Allah
mengutusku kepada kalian hanyalah sebagai pemberi peringatan di hadapan azab
yang keras, dan tiada hak bagi saya untuk memperhitungkan kalian barang sedikit
pun; segala urusan kalian dikembalikan kepada Allah, Jika Dia menghendaki,
tentulah Dia menyegerakan azab-Nya kepada kalian; dan jika Dia menghendaki
yang lain, tentulah Dia menangguhkannya dari kalian. Jika Dia menghendaki akan
memberikan ampunan kepada orang yang bertobat kepada-Nya, tentulah Dia menerima
tobatnya. Dan jika Dia menghendaki kesesatan bagi orang-orang yang telah ditetapkan-Nya
termasuk orang-orang yang celaka, tentulah Dia melakukan hal tersebut. Dia Maha
Melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, yang diingini-Nya, dan yang
dipilih-Nya.
{لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ
الْحِسَابِ}
tidak ada yang dapat menolak
ketetapan-Nya; dan Dialah Yang Mahacepat hisab-Nya. (Ar-Ra'd: 41)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ.
فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
"Sesungguhnya aku adalah
seorang pemberi peringatan yang nyata kepada kalian.” Maka orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh. (Al-Hajj:
49-50)
Yakni hatinya beriman dan amal
perbuatannya membenarkan imannya.
{لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ}
bagi mereka ampunan dan
rezeki yang mulia. (Al-Hajj: 50)
Yaitu ampunan terhadap
keburukan-keburukannya yang terdahulu dan membalas semua amal baiknya sampai
sekecil-kecilnya.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
mengatakan, "Bilamana Anda mendengar Allah Swt. berfiman: 'dan rezeki
yang mulia. ' (Al-Hajj: 50) Maka artinya itu adalah surga."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا
مُعَاجِزِينَ}
Dan orang-orang yang berusaha
dengan maksud menentang ayat-ayat Kami dengan melemahkan (kemauan beriman). (Al-Hajj: 51)
Mujahid mengatakan, makna yang
dimaksud ialah menghalang-halangi manusia dari mengikuti Nabi Saw. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnuz Zubair, yakni menghalang-halangi.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mu'ajizina
artinya mengintimidasi orang-orang agar tidak mengikuti Nabi Saw.:
{أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ}
mereka itu adalah
penghuni-penghuni neraka. (Al-Hajj: 51)
Yakni neraka yang panas,
menyakitkan lagi sangat keras azab dan siksaannya. Semoga Allah melindungi kita
dari nereka. Allah Swt. telah berfirman:
{الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ}
Orang-orang yang kafir dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah,
Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)
Al-Hajj, ayat 52-54
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلا نَبِيٍّ إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي
أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ
اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52) لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي
الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ
قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (53) وَلِيَعْلَمَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ
فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (54) }
Dan Kami
tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia
mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap
keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu ,dan
Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana,
agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi
orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang
sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya
Al-Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
Sebagian besar ulama tafsir
sehubungan dengan ayat-ayat ini mengetengahkan kisah garaniq (bintang-bintang)
dan kisah yang menyebutkan bahwa kebanyakan dari kaum muslim yang berhijrah ke
negeri Abesenia kembali ke Mekah karena mereka menduga orang-orang musyrik
Quraisy telah masuk Islam. Akan tetapi, kisah tersebut diriwayatkan melalui
berbagai jalur yang seluruhnya berpredikat mursal, dan menurut pendapat
saya hadis-hadis tersebut tidaklah disandarkan kepada jalur periwayatan yang
sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu
Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu
Jubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Mekah membaca surat
An-Najm, dan ketika bacaan beliau sampai kepada firman-Nya: Maka apakah
patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan 'Uzza dan
Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?
(An-Najm: 19-20) Maka setan memasukkan godaannya pada lisan Nabi Saw. sehingga
beliau mengatakan, "Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu,
sesungguhnya syafaat (pertolongan mereka dalam mendatangkan hujan) benar-benar
dapat diharapkan." Akhirnya orang-orang musyrik berkata, "Dia
sebelum ini tidak pernah menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang
baik." Lalu Nabi Saw. bersujud kepada Allah, maka mereka pun (orang-orang
musyrik) ikut bersujud. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami
tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang
nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkannya apa yang
dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari
Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal.
Al-Bazzar meriwayatkannya di
dalam kitab musnadnya melalui Yusuf ibnu Hammad, dari Umayyah ibnu Khalid, dari
Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurut
dugaanku masih diragukan sampainya hadis ini kepada Nabi Saw.; bahwa Nabi Saw.
membaca surat An-Najm ketika masih di Mekah, sehingga bacaannya sampai pada
firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap
Lata dan 'Uzza. (An-Najm: 19), hingga akhir beberapa ayat selanjutnya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan,
"Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan secara muttasil kecuali
melalui sanad ini. Orang yang menjadikannya berpredikat muttasil hanyalah
Umayyah ibnu Khalid sendiri. Dia orangnya siqah lagi terkenal, dan
sesungguhnya dia meriwayatkan hadis ini hanya melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas.
Kemudian Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya melalui Abul Aliyah dari As-Saddi secara mursal. Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Muhammad ibnu Ka'b
Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais secara mursal pula."
Qatadah mengatakan bahwa dahulu
Nabi Saw. salat di dekat maqam Ibrahim, lalu beliau mengantuk dan setan
memasukkan godaan pada lisannya, sehingga beliau mengatakan, "Sesungguhnya
bintang-bintang itu benar-benar syafaat (pertolongan)nya dapat diharapkan, dan
sesungguhnya bintang-bintang itu bersama dengan bintang-bintang lainnya di langit
yang tertinggi." Lalu orang-orang musyrik menghafal kalimat itu dan
setan berperan dengan menyebarkannya, bahwa Nabi Saw. telah membaca ayat surat
An-Najm itu. Sehingga tersebarlah berita itu di kalangan orang-orang musyrik
dan menjadi buah bibir mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang
nabi. (Al-Hajj: 52), hingga akhir ayat Maka Allah menjadikan setan itu
terhina melalui ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Musa Al-Kufi, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ishaq Asy-Syaibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Falih, dari Musa ibnu Uqbah, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa
sebelum surat An-Najm diturunkan, orang-orang musyrik berkata, "Seandainya
lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan
yang baik, tentulah kami akan mengakui dia dan sahabat-sahabatnya. Tetapi dia
tidak pernah menyebut orang-orang yang berbeda agama dengannya dari kalangan
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani dengan sebutan yang ditujukan kepada
tuhan-tuhan kami. Apa yang ia sebutkan tentang tuhan-tuhan kami tiada lain
hanyalah caci maki dan keburukan."
Pada waktu yang sama Rasulullah
Saw. dan para sahabatnya mengalami masa kritis akibat gangguan dan tekanan
serta pendustaan mereka. Beliau merasa bersedih hati dengan kesesatan mereka,
dan beliau mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk. Ketika Allah Swt.
menurunkan surat An-Najm, yang antara lain disebutkan di dalamnya firman Allah
Swt.: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap
Lata dan 'Uzza dan manah yang ketiga, yang paling terakhir (sebagai anak
perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki
dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 19-21) Maka saat itu
setan menyusupkan kalimat-kalimat yang menyebut tentang berhala-berhala
sesembahan mereka saat Nabi Saw. menyebutkan nama Allah. Nabi Saw. bersabda,
"Sesungguhnya mereka (berhala-berhala) itu memiliki garaniq
(bintang-bintang) yang ada di langit yang tinggi, dan sesungguhnya syafaat
(pertolongan) mereka benar-benar dapat diharapkan." Padahal kalimat
tersebut bersumber dari godaan setan dan bisikannya, sehingga kedua kalimat
tersebut menarik simpati setiap orang musyrik di Mekah. Lalu kalimat tersebut
menjadi buah bibir mereka, dan mereka meyambutnya dengan gembira seraya
mengatakan.”Sesungguhnya Muhammad telah kembali kepada agamanya yang semula,
yaitu agama kaumnya."
Setelah bacaan Rasulullah Saw.
sampai di akhir surat An-Najm, maka beliau sujud, lalu sujud pula semua orang
yang ada bersamanya dari kalangan orang muslim atau orang musyrik. Hanya
Al-Walid ibnul Mugirah —karena tubuhnya yang sangat besar— tidak dapat
melakukannya; ia hanya mengambil segenggam pasir, lalu menaruhnya pada
keningnya.
Kedua golongan (dari kalangan
kaum muslim dan kaum musyrik) masing-masing merasa heran dengan sujud yang
dilakukan golongannya yang mengikuti sujud Rasulullah Saw. Sedangkan kaum
muslim merasa heran karena melihat orang-orang musyrik ikut sujud bersama
mereka tanpa iman dan keyakinan. Kaum muslim saat itu tidak mendengar apa yang
dimasukkan oleh setan ke dalam pendengaran kaum musyrik yang membuat kaum
musyrik merasa tenang dengannya. Setan telah membisikkan pada pendengaran
mereka melalui sabda Rasulullah Saw. yang membicarakan hal tersebut kepada
mereka, bahwa Rasulullah Saw. telah menyebut-nyebut nama tuhan-tuhan mereka di
dalam Al-Qur'annya, maka mereka bersujud mengagungkan tuhan-tuhan mereka.
Kalimat tersebut tersiar di
kalangan kaum musyrik dan dibantu ketenarannya oleh peran setan, sehingga
berita tersebut sampai ke tanah Abesenia dan kaum muslim yang berhijrah di
sana, yaitu Usman ibnu Maz'un dan kawan-kawannya. Akhirnya kaum muslim di
negeri Abesenia memperbincangkan bahwa penduduk Mekah telah masuk Islam
semuanya, dan mereka mau salat bersama Rasulullah Saw. Telah sampai pula kepada
mereka berita tentang sujud yang dilakukan oleh Al-Walid ibnul Mugirah pada
pasir yang diambil oleh tangannya. Tersiarlah pula di kalangan mereka suatu
berita yang mengatakan bahwa kaum muslim di Mekah telah aman, karena itulah
maka mereka segera kembali ke Mekah.
Akan tetapi, Allah telah
menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya
serta memeliharanya dari kedustaan orang-orang musyrik. Allah Swt. berfirman: Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang
nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang
dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh
setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit
dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar
dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 52-53)
Setelah Allah menjelaskan
Ketetapan-Nya dan membersihkan diri-Nya dari hasutan setan, maka orang-orang
musyrik kembali kepada kesesatan mereka dan memusuhi kaum muslim serta bersikap
keras terhadap kaum muslim.
Hadis ini pun berpredikat mursal.
Di dalam tafsir Ibnu Jarir
disebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul
Haris ibnu Hisyam dengan konteks yang semisal.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di
dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkannya,
tetapi hanya sampai pada Musa ibnu Uqbah, yang hal ini ia kemukakan dalam kitab
Magazi-nya dengan lafaz yang semisal. Al-Baihaqi mengatakan, "Kami
telah meriwayatkan pula kisah ini melalui Abu Ishaq."
Menurut saya, kisah ini telah
disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya dengan
kalimat-kalimat yang semisal, semuanya berpredikat mursal dan munqati'.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Bagawi di dalam kitab
tafsirnya telah menyebutkannya di dalam kumpulan dari perkataan Ibnu Abbas dan
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi serta lain-lainnya dengan lafaz yang semisal.
Kemudian dalam pembahasan ini ia mengajukan suatu pertanyaan yang mengatakan,
"Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal Rasulullah Saw. telah dijamin
oleh Allah terpelihara dari segala kesalahan?" Selanjutnya Al-Bagawi
mengemukakan beberapa jawaban yang ia petik dari pendapat orang-orang lain. Di
antaranya dan yang paling terbaik ialah bahwa setan membisikkan kalimat
tersebut ke dalam pendengaran kaum musyrik, sehingga mereka menduga bahwa
kalimat-kalimat tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. Padahal kenyataannya
tidaklah demikian, melainkan dari ulah setan dan perbuatannya bukan dari
Rasulullah Saw. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Demikianlah berbagai macam
jawaban dari mereka yang mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan masalah
ini, dengan anggapan bahwa hadis ini memang sahih. .
Al-Qadi Iyad rahimahullah menyinggung
masalah ini dalam kitab Asy-Syifa-nya dan mengemukakan jawabannya yang
mengatakan bahwa memang keadaan hadis ini sahih mengingat telah terbukti
kesahihannya.
//Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani mempunyai risalah khusus yang membahas tentang
palsunya kisah Al-Gharaniq ini, dalam kitabnya: Nasbul Mazaniq li Abatil
Qishash Al Gharaniq. Ebook editor//
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ
فِي أُمْنِيَّتِهِ}
melainkan apabila ia
mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap
keinginan itu. (Al-Hajj: 52)
Melalui ayat ini Allah Swt.
menghibur hati Rasul-Nya. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah
hatimu gundah karenanya, sesungguhnya hal semisal itu pernah dialami oleh para
rasul sebelummu dan juga oleh para nabi.
Imam Bukhari mengatakan bahwa
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: terhadap
keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Apabila ia berbicara, setan memasukkan
godaannya ke dalam pembicaraannya, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan
oleh setan itu. dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. (Al-Hajj: 52)
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan
apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Yakni apabila Nabi Saw. berbicara,
maka setan memasukkan godaan-godaan ke dalam pembicaraannya.
Mujahid mengatakan, makna iza-tamanna
ialah apabila berbicara.
Menurut pendapat yang lain,
makna umniyah ialah bacaannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam
firman-Nya:
{إِلا أَمَانِيَّ}
kecuali dongengan-dongengan
bohong belaka. (Al-Baqarah: 78)
Yaitu bisa berucap, tetapi tidak
bisa membaca dan menulis.
Al-Bagawi mengatakan bahwa
kebanyakan ulama tafsir mengatakan tentang makna tamanna, bahwa artinya
membaca Kitabullah.
{أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ}
setan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52)
Yang dimaksud dengan umniyatihi
ialah bacaannya.
Seorang penyair telah mengatakan
sehubungan dengan terbunuhnya Khalifah Usman:
تَمَنّى كتَابَ اللَّهِ
أَوَّلَ لَيْلة ... وآخرَها لاقَى حمَامَ
المَقَادرِ
Ia
membaca Kitabullah di permulaan malam harinya, sedangkan di akhir malamnya ia
menjumpai takdir bagi ajalnya.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya, "Iza-tamanna" artinya apabila
membaca.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa
pendapat ini lebih mirip dengan pengertian takwil.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي
الشَّيْطَانُ}
Allah menghilangkan apa yang
dimasukkan oleh setan itu. (Al-Hajj: 52)
Menurut pengertian hakiki dari
lafaz an-naskh ialah menghilangkan dan menghapuskan.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh
setan itu.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa
Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dengan seizin Allah,
dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)
Artinya, Allah Maha Mengetahui
segala urusan dan kejadian, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dan
Allah Mahabijaksana dalam menentukan keputusan-Nya, menciptakan makhluk-Nya,
dan perintahNya kepada makhluk-Nya. Di balik semua itu terkandung hikmah yang
sempurna dan hujah yang jelas, karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ
فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}
agar Dia menjadikan apa yang
dimasukkan oleh setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya
ada penyakit. (Al-Hajj: 53)
Yang dimaksud dengan penyakit
ialah keraguan, kemusyrikan, kekufuran, dan kemunafikan, seperti sikap
orang-orang musyrik yang gembira saat mendengar hal tersebut (penyebutan
tuhan-tuhan mereka dalam Al-Qur'an). Mereka menduga bahwa apa yang mereka
dengar itu benar dari sisi Allah, padahal kenyataannya adalah dari setan yang
menyelewengkannya pada pendengaran mereka.
Ibnu Juraij mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: bagi orang-orang yang di dalam hatinya
ada penyakit. (Al-Hajj: 53) Mereka adalah orang-orang munafik. Sedangkan
yang disebutkan oleh firman-Nya berikut ini: dan yang hatinya kasar. (Al-Hajj:
53) Mereka adalah orang-orang musyrik.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan
bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi.
*******************
{وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ
بَعِيدٍ}
Dan sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)
Yakni dalam kesesatan dan
pertentangan serta keingkaran. Sedangkan yang dimaksud oleh firman-Nya, "Ba’id,
" artinya jauh dari perkara yang hak dan nilai-nilai kebenaran.
{وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ}
dan agar orang-orang yang
telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu
mereka beriman kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Yaitu agar orang-orang yang
telah diberi ilmu yang bermanfaat yang dengan ilmunya itu mereka dapat
membedakan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, juga orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Mereka semuanya mengetahui bahwa apa
yang Kami wahyukan kepadamu adalah benar dari sisi Tuhanmu. Dialah yang
menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya, Dia pula yang memelihara dan menjaganya
agar tidak bercampur dengan yang lain, bahkan Al-Qur'an itu adalah Kitab yang
mulia.
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ
وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya,
yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat:
42)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَيُؤْمِنُوا بِهِ}
lalu mereka beriman
kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Maksudnya, membenarkan dan
mengikutinya.
{فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ}
dan tunduk hati mereka
kepadanya. (Al-Hajj: 54)
Yaitu tunduk dan patuh hati
mereka kepadanya.
{وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
dan sesungguhnya Allah adalah
Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (Al-Hajj: 54)
Yakni memberi petunjuk kepada
mereka di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapat petunjuk ke jalan
yang'hak dan mengikutinya, serta memberi mereka kemampuan menjauhi kebatilan
dan menentangnya. Sedangkan di akhirat Allah memberi mereka petunjuk menempuhsirdtal
mustaalm yang menghantarkan mereka menaiki tangga-tangga surga dan
menjauhkan mereka dari azab yang pedih dan jatuh ke dasar neraka.
Al-Hajj, ayat 55-57
{وَلا يَزَالُ الَّذِينَ
كَفَرُوا فِي مِرْيَةٍ مِنْهُ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً أَوْ
يَأْتِيَهُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَقِيمٍ (55) الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
(56) وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ
مُهِينٌ (57) }
Dan
senantiasalah orang-orang kafir itu berada dalam keragu-raguan terhadap
Al-Qur’an, hingga datang kepada mereka saat (kematiannya) dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka
azab hari kiamat. Kekuasaan di hari itu ada pada Allah. Dia memberi keputusan
di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh adalah di
dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan
ayat-ayat Kami, maka bagi mereka azab yang menghinakan.
Allah Swt. menceritakan perihal
orang-orang kafir, bahwa mereka masih tetap berada dalam keraguannya terhadap
Al-Qur'an ini. Demikianlah menurut Ibnu Juraij dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Jubair dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
terhadap godaan yang dimasukkan oleh setan (ke dalam telinga mereka).
{حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً}
hingga datang kepada mereka
saat (kematiannya) dengan tiba-tiba. (Al
Hajj: 55)
Yang dimaksud dengan bagtatan
ialah mendadak, menurut Mujahid.
Sedangkan menurut Qatadah,
artinya azab Allah yang menimpa suatu kaum (yang kafir) secara mengejutkan.
Tidak sekali-kali Allah mengazab
suatu kaum, melainkan saat mereka sedang mabuk dalam kemewahannya dan dalam
keadaan teperdaya dengan kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian sampai
teperdaya dengan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Sesungguhnya
tiada yang teperdaya oleh nikmat Allah kecuali hanyalah orang-orang yang fasik.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَقِيمٍ}
atau datang kepada mereka azab hari kiamat. (Al-Hajj: 55)
Mujahid mengatakan, Ubay ibnu
Ka'b pernah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan azabuyaumin 'aqim (siksaan
hari yang menyakitkan) ialah perang Badar. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan
hanya seorang; pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ikrimah dan Mujahid —menurut
suatu riwayat yang bersumber dari keduanya— mengatakan bahwa hari itu adalah
hari kiamat yang tiada malam harinya (yakni tiada istirahatnya). Hal yang sama
telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Al-Hasan Al-Basri.
Pendapat inilah yang benar,
sekalipun Perang Badar termasuk di antara apa yang diancamkan oleh Allah kepada
orang-orang musyrik itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ}
Kekuasaan di hari itu ada
pada Allah. Dia memberi keputusan di antara mereka. (Al-Hajj: 56)
Sama halnya dengan pengertian
yang terdapat di dalam firman-Nya:
{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}
Yang menguasai hari
pembalasan. (Al-Fatihah: 4)
Dan firman Allah Swt.:
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ
وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا}
Kerajaan yang hak pada hari
itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.
(Al-Furqan: 26)
*******************
Adapun firman Allah Swt:
{فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ}
maka orang-orang yang beriman
dan beramal saleh. (Al-Hajj: 56)
Yakni hati mereka beriman dan
mereka membenarkan Allah dan RasulNya, serta mengamalkan apa yang telah mereka
ketahui dan hati mereka selaras dengan ucapan dan amal perbuatannya.
{فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ}
berada di dalam surga yang
penuh kenikmatan. (Al-Hajj: 56)
Yakni bagi mereka kenikmatan
yang abadi yang tidak pernah beralih.
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا}
Dan orang-orang yang kafir
dan mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-Hajj: 57)
Yakni hatinya kafir terhadap
perkara yang hak, mengingkarinya, dan mendustakannya. Mereka menentang
rasul-rasul dan merasa besar diri, tidak mau mengikuti mereka.
{فَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ}
maka bagi mereka azab yang
menghinakan. (Al-Hajj: 57)
Hal itu sebagai pembalasan dari
sikap takabur dan keengganan mereka terhadap perkara yang hak. Sama halnya
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan
hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Yaitu rendah dan hina.
Al-Hajj, ayat 58-60
{وَالَّذِينَ هَاجَرُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ
رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (58)
لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ (59)
ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ
لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (60) }
Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah,
kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada
mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah
sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Demikianlah, barang siapa membalas seimbang
dengan penganiayaan yang pernah ia derita, kemudian ia dianiaya (lagi), pasti
Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.
Allah Swt. menceritakan tentang
orang-orang yang keluar dalam rangka berhijrah ke jalan Allah demi memperoleh
rida-Nya dan mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya, sehingga mereka rela
meninggalkan tanah airnya, keluarga dan teman-temannya, juga berpisah dari
negerinya demi membela Allah dan Rasul-Nya serta menolong agama Allah.
{ثُمَّ قُتِلُوا}
kemudian mereka dibunuh.(Al-Hajj: 58)
Yaitu dalam jihadnya.
{أَوْ مَاتُوا}
atau mati (Al-Hajj; 58)
Maksudnya, habis ajalnya tanpa
berperang; yakni meninggal dunia di ranjangnya. Maka sesungguhnya mereka telah
beroleh pahala yang berlimpah dan pujian yang baik. sama halnya dengan apa yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ
عَلَى اللَّهِ}
Barang siapa keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا}
Benar-benar Allah akan
memberikan kepada mereka rezeki yang baik. (Al-Hajj:
58)
Artinya, Allah akan mengalirkan
kepada mereka sebagian dari karunia dan rezeki-Nya di dalam surga yang membuat
hati mereka senang.
{وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ.
لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ}
Dan sesungguhnya Allah adalah
sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
suatu tempat yang mereka menyukainya. (Al-Hajj:
58-59)
Yakni surga, seperti yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ.
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ}
adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada
Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan. (Al-Waqi'ah:
88-89)
Melalui ayat ini Allah Swt.
memberitahukan bahwa mereka mendapat kesenangan dan rezeki serta surga yang
penuh dengan kenikmatan. Seperti halnya yang disebutkan dalam ayat berikut ini
melalui firman-Nya: benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki
yang baik. (Al-Hajj: 58)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ
وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ}
Sesungguhnya Allah akan
memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang
mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
(Al-Hajj: 59)
Yakni Maha Mengetahui
orang-orang yang berhijrah dan berj ihad di jalanNya serta siapa saja yang
berhak mendapat pahala tersebut. Maha Penyantun, Maha Pemaaf lagi Maha
Mengampuni dosa-dosa mereka, Allah menghapus semua dosa mereka berkat hijrah
kepada-Nya dan tawakal mereka kepada-Nya. Adapun mengenai orang-orang yang
gugur di jalan Allah dari kalangan kaum muhajir dan bukan muhajir, sesungguhnya
dia hidup di sisi Tuhannya dalam keadaan diberi rezeki, sebagaimana yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ}
Janganlah kalian mengira
bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup
di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali
Imran: 169)
hadis-hadis yang membicarakan
hal ini cukup banyak, seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu.
Adapun orang-orang yang wafat di
jalan Allah dari kalangan kaum muhajir dan bukan muhajir, termasuk pula ke
dalam pengertian ayat ini di samping hadis-hadis sahih yang menguatkannya, yang
menyebutkan bahwa mereka diberi rezeki dan mendapat kebaikan yang besar dari
Allah Swt.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا المسيَّب بْنُ وَاضِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ
الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شُرَيْح، عَنِ ابْنِ الْحَارِثِ
-يَعْنِي: عَبْدَ الْكَرِيمِ-عَنِ ابْنِ عُقْبَةَ -يَعْنِي: أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ
عُقْبَةَ-قَالَ: حَدَّثَنَا شُرَحْبِيل بْنُ السِّمْط: طَالَ رِبَاطُنَا
وَإِقَامَتُنَا عَلَى حِصْنٍ بِأَرْضِ الرُّومِ، فَمَرَّ بِي سَلْمَانُ-يَعْنِي:
الْفَارِسِيَّ-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
يَقُولُ: "مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا، أَجْرَى اللَّهُ عَلَيْهِ مِثْلَ ذَلِكَ
الْأَجْرِ، وَأَجْرَى عَلَيْهِ الرِّزْقَ، وَأَمِنَ مِنَ الفَتَّانين"
وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ
قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ
لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ
اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab
ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Abdur Rahman
ibnu Syuraih, dari Ibnul Haris (yakni Abdul Karim), dari Ibnu Uqbah (yakni Abu
Ubaidah ibnu Uqbah) yang mengatakan bahwa Syurahbil ibnus Simt pernah
mengatakan, "Kami bertugas dalam dinas kemiliteran dalam waktu yang cukup
lama di sebuah benteng yang ada di negeri Romawi. Kemudian mampirlah kepada
kami Salman Al-Farisi r.a., lalu ia berkata bahwa sesungguhnya ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Barang siapa yang meninggal dunia dalam
keadaan sedang bertugas di medan jihad, maka Allah mengalirkan kepadanya pahala
tersebut dan memberinya rezeki serta menyelamatkannya dari dua fitnah.' Bacalah
oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya: 'Dan orang-orang yang
berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah
akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya
Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan
mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.' (Al-Hajj: 58-59)
Kemudian Ibnu Abu Hatim
mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan
kepada kami Zaid ibnu Bisyr, telah menceritakan kepadaku Hammam, bahwa dia
pernah mendengar Abu Qubail dan Rabi'ah ibnu Yusuf Al-Mu'afiri berkata,
"Ketika kami berada di Rodes bersama Fudalah ibnu Ubaid Al-Ansari (seorang
sahabat Rasulullah Saw.), tiba-tiba lewatlah di hadapan kami dua iringan
jenazah; salah satunya gugur di medan perang, sedangkan yang lainnya meninggal
dunia. Kemudian orang-orang berkumpul, ikut mengantarkan jenazah yang gugur di
medan perang itu. Maka Fudalah berkata, "Mengapa kulihat orang-orang
berdatangan kepada jenazah yang satu itu dan meninggalkan jenazah
lainnya?" Mereka menjawab, 'Jenazah ini matinya karena gugur di jalan
Allah.' Maka Fudalah berkata, 'Demi Allah, saya tidak mempedulikan dari liang
lahad manakah keduanya kelak akan dibangkitkan (di hari kiamat). Tetapi
dengarkanlah oleh kalian firman Allah Swt. berikut' (yaitu): 'Dan
orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati.' (Al-Hajj:
58), hingga akhir ayat."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah
ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Salaman ibnu Amir
Asy-Syaibani; Abdur Rahman ibnu Jahdam Al-Khaulani pernah menceritakan
kepadanya bahwa ia pernah bersama Fudalah ibnu Ubaid di laut (armada laut) yang
saat itu ada dua jenazah; salah satunya mati karena terkena manjaniq, sedangkan
yang lainnya mati biasa. Sesudah keduanya dikubur, maka Fudalah ibnu Ubaid
duduk di dekat kuburan orang yang mati biasa, lalu dikatakan kepadanya, "Mengapa
engkau tinggalkan orang yang mati syahid dan tidak duduk di dekat
kuburnya?" Fudalah menjawab, "Saya tidak peduli dari liang manakah
keduanya dibangkitkan oleh Allah nanti, karena sesungguhnya Allah Swt. telah
berfirman: 'Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka
dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang
baik (surga)' (Al-Hajj: 58), hingga akhir ayat berikutnya. Lalu apalagi
yang engkau harapkan, hai hamba Allah, jika engkau dimasukkan ke dalam tempat
yang kamu sukai dan kamu mendapat rezeki yang baik di dalamnya. Demi Allah, aku
tidak mempedulikan dari liang manakah engkau dibangkitkan."
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari
Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, bahwa telah menceritakan kepadaku Abdur
Rahman ibnu Syuraih, dari Salaman ibnu Amir yang mengatakan bahwa Fudalah saat
menjadi amir di Rodes yang menguasai kawasan lautan tersebut, pada suatu hari
diiringkan jenazah dua orang lelaki ke tempat pengebumiannya; salah satunya
gugur di medan perang, sedangkan yang lainnya mati karena ajalnya. Kemudian
disebutkan kisah yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ
بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ}
Demikianlah, dan barang siapa
membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita. (Al-Hajj: 60), hingga akhir ayat
Muqatil ibnu Hayyan dan Ibnu
Jarir menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sariyyah (pasukan
khusus) yang terdiri atas kalangan sahabat. Mereka berhadapan dengan sejumlah
pasukan kaum musyrik di bulan Muharram. Kemudian kaum muslim menyerukan kepada
mereka untuk tidak mengadakan peperangan dalam bulan haram itu, tetapi kaum
musyrik menolak dan tetap bersikeras untuk berperang, bahkan kaum musyrik
bersikap kelewat batas terhadap kaum muslim. Maka kaum muslim terpaksa melayani
perang mereka, dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslim.
{إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ}
Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Al-Hajj:
60)
Al-Hajj, ayat 61-62
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَأَنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (61) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا
يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ
الْكَبِيرُ (62) }
Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan
siang ke dalam malam dan bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Kuasa
Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan)
Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah,
itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi
Mahabesar.
Allah Swt. berfirman,
mengingatkan (manusia) bahwa Dialah Yang Maha Pencipta lagi Yang Mengatur
makhluk menurut apa yang Dia kehendaki. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي
الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنزعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ
تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Katakanlah, "Wahai Tuhan
Yang mempunyai kerajaan, Engkau beri kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki.
Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, dan Engkau masukkan siang ke
dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan
yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki
tanpa hisab." (Ali Imran: 26-27)
Pengertian memasukkan malam ke
dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam ialah mengambil dari waktu yang
satu, lalu diberikan kepada yang lainnya, begitu pula sebaliknya. Terkadang
malam lebih panjang daripada siang hari, seperti yang terjadi di musim dingin;
terkadang siang; lebih panjang daripada malam hari, seperti yang terjadi dalam
musim panas.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ}
dan bahwa Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (Al-Hajj: 61)
Yaitu Maha Mendengar semua
ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Melihat keadaan mereka. Tiada sesuatu pun
dari urusan mereka yang tersembunyi bagi Allah, baik semua gerakan maupun diam
mereka serta semua keadaan mereka.
Setelah dijelaskan bahwa Dialah
Yang Mengatur alam wujud ini dan Yang Menguasainya lagi Yang Menentukannya,
tiada yang mempertanyakan apa yang telah diputuskan-Nya. Maka Allah berfirman:
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ}
Yang demikian itu adalah
karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang
Hak. (Al-Hajj: 62)
Yakni Tuhan Yang Mahahak, tiada
sesuatu pun yang berhak untuk disembah selain Dia semata yang mempunyai
kekuasaan Yang Mahabesar. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan
apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Segala sesuatu bergantung
dan berhajat kepada-Nya, lagi hina di hadapan-Nya.
{وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ
الْبَاطِلُ}
dan sesungguhnya apa saja
yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. (Al-Hajj:
62)
Yaitu semua berhala,
tandingan-tandingan, dan sekutu-sekutu serta semua yang disembah selain Allah
Swt. itu adalah batil karena tidak memiliki mudarat, tidak pula manfaat.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ}
dan sesungguhnya Allah,
Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Haj: 62)
Sama pengertiannya dengan
firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}
dan Allah Mahatinggi lagi
Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)
Dan firman Allah Swt.:
{الْكَبِيرُ الْمُتَعَالِ}
Yang Mahabesar lagi
Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)
Segala sesuatu berada di bawah
kekuasaan dan pengaruh-Nya serta kebesaran-Nya. Tiada Tuhan selain Dia, dan
tiada Rabb selain Dia. Dialah Yang Mahabesar, tiada sesuatu pun yang lebih
besar daripada-Nya. Dia Mahatinggi, tiada sesuatu pun yang lebih tinggi
daripada-Nya. Dia Mahaagung tiada yang lebih agung daripada-Nya. Mahatinggi
lagi Mahasuci Allah dari semua yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim
(musyrik) lagi kelewat batas dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Al-Hajj, ayat 63-66
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ
اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً إِنَّ
اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (63) لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (64) أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ
سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ
وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (65) وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ
ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ (66) }
Apakah
kamu tidak melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi
itu hijau? Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. Kepunyaan
Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa lagi Maha Terpuji. Apakah kamu tiada
melihat bahwa Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang
berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia. Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu,
kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi); sesungguhnya
manusia itu benar-benar sangat mengingkari nikmat.
Hal ini pun menunjukkan
kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh-Nya, yaitu bahwa Dia mengirimkan angin,
lalu menggerakkan awan, dan awan itu menurunkan hujan ke bumi yang tandus,
tiada bertanaman, lagi kering.
{فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ
اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ}
kemudian apabila telah Kami
turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah. (Al-Hajj: 5)
Firman Allah Swt.:
{فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}
lalu jadilah bumi itu hijau. (Al-Hajj: 63)
Huruf fa dalam ayat ini
menunjukkan makna ta'gib atau urutan, dan pengertian urijtan itu
bersifat nisbi yang disesuaikan dengan proses tahapannya secara alamiah. Sama
pengertiannya dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا
الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}
Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al-Mu’minun: 14), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis yang
termaktub di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa di antara dua fase
itu terdapat jarak masa empat puluh hari. Sekalipun demikian, ia diungkapkan
dengan memakai fa ta'qib, begitu pula pengertiannya dalam ayat surat
ini, yaitu firman-Nya: lalu jadilah bumi itu hijau. (Al-Hajj: 63) Yakni
menjadi hijau sesudah kering dan tandus.
Sebagian ahli Hijaz mengatakan
bahwa setiap selesai hujan, tanah mereka menjadi hijau; hanya Allah-lah Yang
Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
Sesungguhnya Allah Mahahalus
lagi Maha Mengetahui. (Al-Hajj: 63)
Artinya, tiada sesuatu pun yang
tersembunyi bagi pengetahuan-Nya. Karena itu, Dia memberikan kepada tiap-tiap
daerah air yang diperlukannya sehingga daerah itu dapat menumbuhkan
tetumbuhannya. Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya:
{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ
حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي
الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
(Luqman berkata), "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan
berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha
Mengetahui. (Luqman: 16)
Dan firman Allah Swt.:
{أَلا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ
الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
agar mereka tidak menyembah
Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi. (An-Naml: 25)
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ
وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا
يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun.
yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula); dan
tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
(Al-An'am: 59)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ
ذَرَّةٍ} الْآيَةَ
Tidak luput dari pengetahuan
Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. (Yunus: 61)
Karena itulah maka Umayyah ibnu
Abu Silt atau Zaid ibnu Amr ibnu Nufail mengatakan dalam qasidahnya seperti
berikut:
وَقُولا لَه: مَن يُنْبِتُ
الحبَّ فِي الثَّرَى ... فَيُصبحَ منْهُ البَقْلُ يَهْتَزُّ رَابيَا? ...
ويُخْرجُ منْهُ حَبَّه في رُؤُوسه ... فَفي ذَاك آيَاتٌ لمَنْ كَانَ وَاعيا
Katakanlah
olehmu berdua (Musa
dan Harun) kepadanya (Fir'aun), "Siapakah yang menumbuhkan
biji-bijian di bumi, sehingga dari biji-bijian itu tumbuh sayur-mayur yang
subur.
Dan
sayur-mayur itu mengeluarkan biji-bijian yang menjadi bibitnya pada bagian
atasnya. Yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi orang yang berpikir.”
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الأرْضِ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ}
Kepunyaan Allah-lah segala
yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. (Al-Hajj:
64)
Artinya, segala sesuatu ini
adalah milik-Nya; Dia Mahakaya dari selain-Nya, dan segala sesuatu berhajat
kepada-Nya, menjadi hamba-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ
مَا فِي الأرْضِ}
Apakah kamu tiada melihat
bahwa Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi. (Al-Hajj: 65)
Yakni semua yang bernyawa dan
semua yang tidak bernyawa, serta semua tanaman dan buah-buahan. Seperti halnya
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ}
Dan Dia menundukkan untuk
kalian apa yang ada di langit dan di bumi semuanya, (sebagai suatu rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)
Yaitu dari kebaikan, kemurahan,
dan karunia-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ
بِأَمْرِهِ}
dan bahtera yang berlayar di
lautan dengan perintah-Nya. (Al-Hajj: 65)
Yakni ditundukkan oleh-Nya dan
dijalankan oleh-Nya di laut. Perahu-perahu dan bahtera-bahtera itu dapat
berlayar membelah ombak, sehingga mereka dapat memuatkan padanya segala barang
dagangan dan barang-barang lainnya menurut kemauan mereka, dari suatu negeri ke
negeri lain dan dari suatu pulau ke pulau yang lain. Kemudian dari negeri dan
pulau yang didatanginya, mereka dapat membawa segala sesuatu yang diperlukan
oleh mereka atau oleh orang lain yang dipesankan kepada mereka.
{وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى
الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ}
Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? (Al-Hajj:
65)
Yaitu kalau Dia menghendaki,
tentulah Dia memerintahkan kepada langit untuk menjatuhkan bintang-bintang yang
ada padanya, lalu jatuh ke bumi dan membinasakan penduduknya. Tetapi berkat kelembutan,
rahmat, dan kekuasaan-Nya, Dia menahan benda-benda langit jatuh ke bumi,
kecuali dengan seizin-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ}
Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Hajj: 65)
padahal mereka berbuat aniaya.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ
عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ}
Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi
manusia, sekalipun mereka zalim; dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat
keras siksa-Nya. (Ar-Ra'd: 6)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ
يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ}
Dan Dialah Allah yang telah
menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat mengingkari
nikmat. (Al-Hajj: 66)
Sama dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ
أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ}
Mengapa kamu kafir kepada
Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kalian
dikembalikan? (Al-Baqarah: 28)
{قُلِ اللَّهُ يُحْيِيكُمْ
ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ
فِيهِ}
Katakanlah, 'Allah-lah yang
menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada
hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. (Al-Jatsiyah:
26)
Dan firman Allah Swt. yang
mengatakan:
{قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ
وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ}
Mereka menjawab, "Ya
Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami
dua kali (pula)." (Al-Mu’min: 11)
Makna yang dimaksud oleh ayat
ini ialah 'mengapa kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah dan
menyembah selain-Nya bersama Dia, padahal Allah sendirilah yang menciptakan,
yang memberi rezeki, dan yang mengatur.'
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ}
Dan Dialah Allah yang telah
menghidupkan kalian. (Al-Hajj: 66)
Yaitu menciptakan kalian,
padahal sebelumnya kalian bukanlah merupakan sesuatu yang disebut-sebut;
kemudian Dia menjadikan kalian.
{ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}
kemudian mematikan kalian,
kemudian menghidupkan kalian (lagi). (Al-Hajj: 66)
Yakni di hari kiamat kelak.
{إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ}
sesungguhnya manusia itu
benar-benar sangat mengingkari nikmat. (Al-Hajj:
66)
Kafir di sini berarti ingkar
akan nikmat Allah Swt.
Al-Hajj, ayat 67-69
{لِكُلِّ أُمَّةٍ
جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ وَادْعُ إِلَى
رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (67) وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ
أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (68) اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (69) }
Bagi
tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka
janganlah mereka sekali-kali membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu.
Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. Dan jika mereka
membantah kamu, maka katakanlah, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang
kalian kerjakan.” Allah akan mengadili di antara kalian pada hari kiamat
tentang apa yang kalian dahulu selalu berselisih padanya.
Allah Swt. memberitahukan bahwa
Dia telah menetapkan syariat tertentu bagi tiap-tiap umat. Ibnu Jarir
mengatakan, bagi umat tiap-tiap nabi ditetapkan syariat tertentu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal
kata mansak menurut istilah bahasa artinya tempat yang biasa didatangi
oleh manusia yang ia selalu bolak-balik kepadanya, adakalanya untuk tujuan baik
atau tujuan buruk. Karena itulah manasik haji dinamakan dengan memakai
kata ini, mengingat banyak manusia yang berdatangan kepadanya dan bermukim
padanya.
Jika makna ayat ini seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Jarir —yaitu bahwa bagi umat tiap-tiap nabi Kami ditetapkan
syariat tertentu— berarti makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
{فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ}
maka janganlah mereka
sekali-kali membantah kamu dalam urusan (syariat) ini.
(Al-Hajj: 67 )
ditujukan kepada orang-orang
musyrik. Dan jika makna yang dimaksud ialah bagi tiap-tiap umat Kami tetapkan
syariat tertentu dengan ketetapan secara takdir, berarti maknanya sama dengan
apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا}
Dan bagi tiap-tiap umat ada
kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
(Al-Baqarah: 148)
Karena itulah dalam ayat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{هُمْ نَاسِكُوهُ}
yang mereka lakukan. (Al-Hajj: 67)
Damir hum yang ada dalam ayat ini kembali kepada mereka yang mempunyai
syariat-syariat dan tuntunan-tuntunan lain. Dengan kata lain, mereka melakukan
hal itu hanyalah berdasarkan takdir Allah dan kehendak-Nya. Maka jangan kamu
terpengaruh oleh sikap mereka yang menentang kamu, jangan pula hal itu
memalingkan kamu dari kebenaran yang kamu sampaikan. Maka dari itu, dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى
هُدًى مُسْتَقِيمٍ}
dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan
yang lurus. (Al-Hajj: 67)
Yakni jalan yang jelas lagi lurus
menghantarkan kepada tujuan. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَلا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ
بَعْدَ إِذْ أُنزلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ}
Dan jangan sekali-kali mereka
dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat
Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan)
Tuhanmu. (Al-Qashash: 87)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ
بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan jika mereka membantah
kamu, maka katakanlah, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kalian
kerjakan." (Al-Hajj: 68)
Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي
وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا
تَعْمَلُونَ}
Jika mereka mendustakan kamu,
maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas
diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang
kamu kerjakan." (Yunus: 41)
Firman Allah Swt.:
{اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Allah lebih mengetahui
tentang apa yang kalian kerjakan. (Al-Hajj: 68)
Di dalam makna ayat ini
terkandung ancaman keras dan peringatan yang kuat, semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{هُوَ أَعْلَمُ بِمَا تُفِيضُونَ فِيهِ كَفَى
بِهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ}
Dia lebih mengetahui apa-apa
yang kalian percakapkan tentang Al-Qur'an itu. Cukuplah Dia menjadi saksi
antaraku dan antaramu. (Al-Ahqaf: 8)
Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan;
{اللَّهُ َحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ}
Allah akan mengadili di
antara kalian pada hari kiamat tentang apa yang kalian dahulu selalu berselisih
padanya. (Al-Hajj: 69)
Ayat ini semakna dengan
firman-Nya:
{فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا
أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ مِنْ
كِتَابٍ}
Maka karena itu, serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka, dan katakanlah, "Aku
beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah.” (Asy-Syura: 15), hingga
akhir ayat.
Al-Hajj, ayat 70
{أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ
ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (70) }
Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi, bahwa yang demikian itu, terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz)? Sesungguhnya yang demikian itu
amat mudah bagi Allah.
Allah Swt..memberitahukan
tentang Pengetahuannya Yang Maha-sempurna tentang makhluk-Nya, bahwa Dia
meliputi semua yang ada di langit dan di bumi. Tiada sesuatu pun sebesar semut
kecil yang ada di langit dan bumi, serta tiada yang lebih kecil atau lebih
besar daripada itu luput dari pengetahuan-Nya. Dan sesungguhnya Allah
mengetahui semua makhluk sebelum kejadiannya.
Hal tersebut telah dicatat-Nya
pada kitabNya yang terpelihara, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih
Muslim melalui Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ قَدَّرَ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ خلق
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى
الْمَاءِ"
Sesungguhnya Allah telah
merencanakan penciptaan seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi
dalam jarak masa lima puluh ribu tahun, sedangkan Arasy-Nya berada di atas air.
Di dalam kitab-kitab sunan telah
disebutkan melalui hadis sejumlah sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، قَالَ لَهُ: اكْتُبْ،
قَالَ: وَمَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ. فَجَرَى الْقَلَمُ بِمَا
هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Mula-mula yang diciptakan
oleh Allah ialah Qalam. Allah berfirman kepadanya, "Tulislah!" Qalam
berkata, "Apa yang harus hamba tulis?” Allah berfirman, "Tulislah
segala sesuatu yang akan terjadi.” Maka Qalam menulis semua yang akan terjadi
sampai hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah telah menceritakan kepada kami Ibnu Bukair,
telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu
Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, Ibnu
Abbas pernah berkata bahwa Allah menciptakan Lauh Mahfuz yang lebarnya sama
dengan jarak perjalanan seratus tahun. Lalu Allah berfirman kepada Qalam
sebelum Dia menciptakan makhluk, sedangkan Dia di atas 'Arasy-Nya,
"Tulislah!" Qalam bertanya, "Apakah yang harus hamba
tulis?" Allah berfirman, "Pengetahuan-Ku tentang makhluk-Ku sampai
hari kiamat." Maka Qalam mencatat semua yang akan terjadi menurut ilmu
Allah sampai hari kiamat. Yang demikian itu adalah firman Allah Swt. kepada
Nabi-Nya: Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang ada di langit dan di bumi. (Al-Hajj: 70)
Hal ini merupakan sebagian dari
kesempurnaan pengetahuan-Nya, bahwa Allah Swt. mengetahui segala sesuatu
sebelum kejadiannya; Dia telah merencanakannya dan telah mencatatnya pula.
Tiada sesuatu pun yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, melainkan Dia telah
mengetahuinya sebelum kejadiannya dalam keadaan persis seperti apa yang
dilakukan oleh mereka di kemudian hari. Dia mengetahui bahwa orang ini taat
dengan kerelaannya sendiri, dan orang itu durhaka dengan kesukaannya
sendiri.Semuanya itu dicatat oleh Allah di sisi-Nya, dan Dia mengetahui segala
sesuatu dengan pengetahuan yang meliputinya, yang hal ini amatlah mudah dan
gampang bagi-Nya. Karena itulah maka Allah Swt. Berfirman
{إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}
bahwa yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya
yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (Al-Hajj: 70)
Al-Hajj, ayat 71-72
{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (71) وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا
بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا الْمُنْكَرَ يَكَادُونَ
يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ
بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ (72) }
Dan mereka
menyembah selain dari Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang
itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan
bagi orang-orang yang zalim, sekali-kali tidak ada seorang penolong pun. Dan
apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu
melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu.
Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di
hadapan mereka. Katakanlah, "Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih
buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada
orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.
Allah Swt berfirman,
menceritakan tentang keadaan orang-orang musyrik, yaitu kebodohan dan kekafiran
mereka yang mendorong mereka menyembah selain Allah; juga apa yang Allah tidak
menurunkan keterangan tentang itu, yakni tidak menurunkan hujah dan bukti
mengenai perbuatan mereka itu. Seperti pengertian yang ada dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ
لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا
يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Dan barang siapa menyembah
tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya
tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (Al-Mu’minun:
117)
Karena itulah dalam ayat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا
لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ}
apa yang Allah tidak
menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai
pengetahuan terhadapnya. (Al-Hajj: 71)
Yakni tiada pengetahuan bagi
mereka tentang apa yang mereka buat-buat dan mereka reka-reka, lalu mereka
sembah itu. Sesungguhnya hal tersebut hanyalah merupakan suatu perkara yang
mereka terima dari bapak-bapak mereka dan para pendahulu mereka, tanpa dalil
dan tanpa bukti. Sumber utamanya berasal dari godaan setan yang dibisikkan
kepada mereka; setan telah menghiasinya bagi mereka, yang membuat mereka
memandang baik hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah
mengancam mereka melalui firman-Nya:
{وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ}
Dan bagi orang-orang yang
zalim sekali-kali tidak ada seorang penolong pun. (Al-Hajj:
71)
Maksudnya, tiada seorang pun
yang dapat menolong mereka dari azab dan pembalasan Allah yang ditimpakan
kepada mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا
بَيِّنَاتٍ}
Dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat Kami yang terang. (Al-Hajj: 72)
Yaitu apabila disebutkan kepada
mereka ayat-ayat Al-Qur'an, hujah-hujah, dan dalil-dalil yang jelas yang
menunjukkan bahwa Allah itu Esa, dan bahwa tiada Tuhan selain Dia, dan bahwa
rasul-rasul-Nya yang mulia adalah benar dan hak.
{يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ
عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا}
Hampir-hampir mereka
menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. (Al-Hajj: 72)
Artinya, hampir saja mereka
menghajar orang-orang yang mendebat mereka dengan dalil-dalil yang sahih dari
Al-Qur'an, lalu tangan mereka memukulinya dan lisan mereka meyakitinya dengan
kata-kata yang buruk.
{قُلْ} أَيْ: يَا مُحَمَّدُ لِهَؤُلَاءِ.
{أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ
كَفَرُوا }
Katakanlah (hai Muhammad), "Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang
lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada
orang-orang yang kafir. (Al-Hajj: 72)
Yakni neraka yang azab dan
siksaannya jauh lebih keras, lebih berat, lebih pedih, dan lebih besar daripada
apa yang kalian lakukan terhadap kekasih-kekasih Allah yang beriman sewaktu di
dunia. Azab di akhirat sebagai balasan dari perbuatan kalian itu pun jauh lebih
besar daripada apa yang pernah kalian timpakan kepada kaum mukmin, jika memang
menurut dugaan kalian bahwa kalian dapat menimpakannya kepada mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Dan neraka itu adalah
seburuk-buruknya tempat kembali. (Al-Hajj: 72)
Maksudnya, neraka adalah
seburuk-buruk tempat berbaring, tempat tinggal, tempat kembali, dan tempat
bermukim. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}
Sesungguhnya Jahanam itu
seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan:
66)
Al-Hajj, ayat 73-74
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ
شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ (73) مَا
قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (74) }
Hai
manusia, telah dibuatkan perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walau pun mereka bersatu untuk menciptakannya.
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat
merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal
Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi
Mahaperkasa.
Allah Swt. berfirman menyoroti
kehinaan berhala-berhala itu dan ketidakwarasan akal para pengabdinya.
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ}
Hai manusia, telah dibuat
perumpamaan. (Al-Hajj: 73)
Yakni tentang apa yang
disembah-sembah oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah lagi
mempersekutukan-Nya.
{فَاسْتَمِعُوا لَهُ}
maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. (Al-Hajj: 73)
Artinya, perhatikanlah dan
dengarkanlah baik-baik, serta pahamilah dengan benar.
{إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ}
Sesungguhnya segala yang kamu
sembah selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun,
walaupun mereka bersatu menciptakannya. (Al-Hajj:
73)
Yaitu sekalipun semua berhala
yang disembah mereka itu bersatu untuk menciptakan seekor lalat, niscaya mereka
tidak akan mampu melakukannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ. حَدَّثَنَا
أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيك، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ،
عَنْ أَبِي زُرْعة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَفَعَ الْحَدِيثَ-قَالَ: "وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ خَلَقَ [خَلْقًا] كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا مِثْلَ خَلْقِي
ذَرّة، أَوْ ذُبَابَةً، أَوْ حَبَّة"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami
Syarik, dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Abu Hurairah secara marfu':
Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang sengaja menciptakan (sesuatu)
seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka menciptakan seperti ciptaan-Ku,
baik berupa semut kecil, atau lalat atau biji?
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkan hadis ini melalui jalur Imarah, dari Abu Zar'ah, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي؟
فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، فَلْيَخْلُقُوا شُعَيْرَةً"
Allah Swt. berfirman,
"Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang sengaja menciptakan (sesuatu) seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka menciptakan
semut kecil (jika mampu), dan hendaklah mereka menciptakan sebiji
gandum.
Dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا
يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ}
Dan jika lalat itu merampas
sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.'(Al-Hajj: 73)
Yakni mereka tidak akan mampu
menciptakan seekor lalat pun. Bahkan yang lebih jelas daripada itu mereka tidak
mampu mempertahankan diri dari lalat itu dan tidak dapat menolong dirinya
sendiri seandainya lalat itu merampas sesuatu yang ada padanya, misalnya
wewangian yang ada padanya (yang diletakkan oleh para penyembahnya). Dan
seandainya berhala-berhala itu berkehendak merebut kembali apa yang dirampas
darinya, niscaya tidak akan mampu melakukannya; padahal lalat adalah makhluk
Allah yang paling lemah dan paling hina. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ}
Amat lemahlah yang menyembah
dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (Al-Hajj:
73)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa talib
artinya berhala, sedangkan matlub artinya lalat. Lalu dipilih oleh Ibnu
Jarir, hal ini berdasarkan konteks lahiriahnya. As-Saddi dan selainnya
mengatakan bahwa tdlib artinya penyembah, sedangkan matlub artinya
berhala. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ}
Mereka tidak mengenal Allah
dengan sebenar-benarnya. (Al-Hajj: 74)
Maksudnya, mereka tidak
mengetahui tentang kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya saat mereka menyembah
selain-Nya di samping Dia dibandingkan dengan berhala-berhala yang tidak mampu
mempertahankan diri terhadap lalat yang menyerangnya karena berhala-berhala
itu lemah dan tidak mempunyai kekuatan apa pun.
{إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Sesungguhnya Allah
benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj:
74)
Yakni Dia Mahakuat yang dengan
kekuasaan serta kekuatan-Nya menciptakan segala sesuatu.
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ
يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)
nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum:
27)
{إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ
لَشَدِيدٌ. إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ}
Sesungguhnya azab Tuhanmu
benar-benar keras. Sesungguhnya Dialah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali).
(Al-Buruj: 12-13)
{إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ}
Sesungguhnya Allah, Dialah
Maha Pemberi Rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh. (Adz-Dzariyat: 58)
Adapun firman Allah Swt.:
{عَزِيزٌ}
lagi Mahaperkasa. (Al-Hajj: 74)
Artinya, Dia Mahaperkasa atas
segala sesuatu. Maka Dia mengalahkan dan menundukkannya, tiada yang dapat
mencegah dan tiada yang dapat menang atas-Nya, berkat kebesaran dan
kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.
Al-Hajj, ayat 75-76
{اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ
الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (75)
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ
الأمُورُ (76) }
Allah
memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah mengetahui apa yang di hadapan dan di
belakang mereka. Dan hanya kepada Allah dikembalikan semua urusan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia
memilih rasul-rasul-Nya dari kalangan malaikat menurut apa yang dikehendaki-Nya
untuk menyampaikan syariat dan takdir-Nya (kepada para rasul), juga dari
kalangan manusia untuk menyampaikan risalah itu (kepada umat manusia).
{إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ}
sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, (Al-Hajj: 75)
Yakni Maha Mendengar semua
perkataan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Melihat mereka dan Maha Mengetahui siapa
yang paling berhak untuk menerima tugas ini di antara mereka, sama dengan
pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ
رِسَالَتَهُ}
Allah lebih mengetahui di
mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am:
124)
Adapun firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا
خَلْفَهُمْ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ}
Allah mengetahui apa yang di
hadapan dan di belakang mereka. Dan bahwa kepada Allah dikembalikan semua
urusan (Al-Hajj-76)
Maksudnya, Dia mengetahui apa
yang bakal dilakukan oleh rasul-rasul-Nya terhadap risalah yang dibebankan-Nya
kepada mereka; tiada sesuatu pun dari urusan mereka yang tersembunyi oleh-Nya.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى
غَيْبِهِ أَحَدًا}
(Dia adalah Tuhan) Yang
Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang
yang gaib itu. (Al-Jin: 26)
sampai dengan firman-Nya:
وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ
عَدَدًا
dan Dia menghitung segala
sesuatu satu per satu. (Al-Jin: 28)
Allah Swt. Maha Mengawasi mereka
lagi Maha Menyaksikan semua ucapan yang dikatakan mengenai mereka, lagi Maha
Memelihara mereka dan menolong mereka.
{يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ
إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} الْآيَةَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah:
67), hingga akhir ayat.
Al-Hajj, ayat 77-78
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (77) وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ
اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ
إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ
الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ
الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (78) }
Hai
orang-orang yang beriman, rukuklah kalian, sujudlah kalian, sembahlah Tuhan
kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan. Dan
berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam
agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tua kalian Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an)
ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua
menjadi saksi atas segenap manusia; maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat,
dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah Penolong kalian, maka
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Para Imam berselisih pendapat
dalam ayat ini sehubungan dengan sajdah kedua dalam surat Al-Hajj. Apakah
disyariatkan sujud tilawah pada ayat ini ataukah tidak? Ada dua pendapat
mengenainya. Dalam keterangan yang telah lalu —yakni pada sujud tilawah yang
pertama-— telah disebutkan hadis Uqbah ibnu Amir, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda:
"فُضلت سُورَةُ الْحَجِّ بِسَجْدَتَيْنِ، فَمَنْ لَمْ
يَسْجُدْهُمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا".
Surat Al-Hajj mempunyai
kelebihan dengan dua sajdahnya. Maka barang siapa yang tidak melakukan sujud
pada keduanya, janganlah membacanya.
Firman Allah Swt.:
{وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ}
Dan berjihadlah pada jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. (Al-Hajj:
78)
Yakni dengan harta benda, lisan,
dan jiwa kalian. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat lain melalui firman-Nya
{اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ}
bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran: 102)
Firman Allah Swt.:
{هُوَ اجْتَبَاكُمْ}
Dia telah memilih kalian. (Al-Hajj: 78)
hai umat ini, Allah telah
memilih kalian di atas semua umat, juga mengutamakan, serta memuliakan kalian,
dan mengkhususkan kalian dengan rasul yang paling mulia dan syariat yang paling
sempurna.
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ}
dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni Dia tidak membebankan
kepada kalian apa-apa yang tidak mampu kalian kerjakan; Dia pun tidak
mengharuskan sesuatu yang sangat berat bagi kalian, melainkan Allah menjadikan
bagi kalian jalan keluar yang menuntaskannya. Salat yang merupakan rukun Islam
yang terbesar sesudah membaca dua kalimah syahadat, wajib dilakukan empat
rakaat dalam keadaan di tempat, tetapi dalam perjalanan diringkas menjadi dua rakaat.
Dan dalam situasi khauf (perang), salat boleh dikerjakan hanya dengan
satu rakaat (menurut sebagian imam), sesuai dengan keterangan yang terdapat di
dalam sebuah hadis. Kemudian salat tersebut dalam situasi khauf dapat
dikerjakan dengan jalan kaki dan berkendaraan; dan baik menghadap kiblat atau
pun tidak, semuanya sah. Hal yang sama dilakukan pula bagi salat sunat dalam
perjalanan, boleh menghadap ke arah kiblat dan boleh tidak. Berdiri dalam salat
merupakan suatu hal yang wajib, tetapi menjadi gugur bagi orang yang sakit.
Karena itu, seorang yang sakit di perbolehkan mengerjakannya sambil duduk; jika
duduk tidak mampu, maka sambil berbaring pada salah satu sisi lambung dan lain
sebagainya yang termasuk rukhsah dan kemurahan serta keringanan dalam
semua hal yang fardu dan yang wajib. Karena itulah Nabi Saw. pernah bersabda:
"بُعِثْتُ بالحنِيفيَّة السَّمحة"
Aku diutus dengan membawa
agama Islam yang hanif lagi penuh toleransi.
Rasulullah Saw. bersabda kepada
Mu'az dan Abu Musa, saat beliau mengutus keduanya menjadi amir di negeri Yaman:
"بَشِّرا ولا تُنَفِّرَا، ويَسِّرا وَلَا تُعسِّرَا"
Sampaikanlah berita gembira
dan janganlah kamu berdua membuat mereka lari (darimu);
dan bersikap mudahlah kamu berdua, janganlah kamu berdua bersikap
mempersulit.
Hadis-hadis yang menerangkan hal
ini cukup banyak, karena itulah sahabat Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78) Al-haraj artinya kesempitan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ}
(ikutilah) agama orang tuamu
Ibrahim. (Al-Hajj: 78)
Menurut Ibnu Jarir, lafaz millata
menjadi keterangan dari firman-Nya:
{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ}
Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni suatu kesempitan pun,
bahkan meluaskannya bagi kalian seperti agama orang tua kalian Ibrahim.
Ibnu Jarir selanjutnya
mengatakan, bahwa dapat pula dikatakan millata di-nasab-kan
karena menyimpan kata ilzamu, yang artinya ikutilah agama orang tuamu
Ibrahim.
Menurut saya, pengertian ini
sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus.” (Al-An'am:
16l), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ
وَفِي هَذَا}
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu. (Al-Hajj: 78).
Imam Abdullah ibnul Mubarak
telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya (Al-Hajj: 78) diatas, bahwa yang dimaksud dengan Dia
adalah Allah Swt.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia telah menamai
kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu (Al-Hajj: 78) Bahwa yang
dimaksud dengan Dia dalam ayat ini adalah Ibrahim. Demikian itu karena ada
firman Allah Swt. yang menyebutkan tentang doa Ibrahim, yaitu:
{رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ
وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً
مُسْلِمَةً لَكَ}
Ya Tuhan kami, jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau (umat muslimah). (Al-Baqarah: 128)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa
pendapat yang terakhir ini tidak beralasan, karena sudah dimaklumi bahwa
Ibrahim a.s. tidak menyebutkan dalam Al-Qur'an nama umat ini dengan sebutan
muslimin (melainkan muslimah). Allah Swt. telah berfirman: Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam
(Al-Qur'an) ini. (Al-Hajj: 78)
Mujahid mengatakan bahwa Allah
menamai kalian muslimin dari dahulu di dalam kitab-kitab terdahulu, juga di
dalam Az-Zikir (Al-Qur'an). Hal yang sama telah dikatakan oleh selain
Ibnu Jarir.
Menurut saya, pendapat yang
dikatakan oleh Ibnu Jarir benar, karena Allah Swt. telah berfirman:
{هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ
فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}
Dia telah memilih kalian dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Kemudian Allah menggugah mereka
dan membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh
Rasulullah Saw. dengan menyebutkan bahwa agama Islam itu adalah agama orang tua
mereka, yaitu Ibrahim Al-Khalil. Setelah itu Allah menyebutkan tentang
karunia-Nyayang telah Dia limpahkan kepada umat ini, yang di dalamnya
diisyaratkan pujian yang baik dan sebutan yang baik terhadap umat ini sejak
zaman dahulu, yang tertera di dalam kitab-kitab para nabi dan dibaca oleh
banyak rahib dan pendeta. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. (Al-Hajj: 78) Yakni
sebelum masa Al-Qur'an. dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini.
(Al-Hajj: 78)
Imam Nasai mengatakan sehubungan
dengan tafsir ayat ini, bahwa:
أَنْبَأَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
شُعَيب، أَنْبَأَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ أَنَّ أَخَاهُ زَيْدَ بْنَ
سَلَّامٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ قَالَ: أَخْبَرَنِي
الْحَارِثُ الْأَشْعَرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ
جِثيّ جَهَنَّمَ". قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنْ صَامَ
وَصَلَّى؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى، فَادْعُوَا بِدَعْوَةِ
اللَّهِ الَّتِي سَمَّاكُمْ بِهَا الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ
اللَّهِ"
telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Salam, bahwa saudara lelakinya (yaitu
Zaid ibnu Salam) pernah menceritakan kepadanya suatu berita dari Abu Salam,
bahwa al-Haris Al-Asy'ari pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda: Barang siapa yang berseru dengan seruan Jahiliah, maka
sesungguhnya dia akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Kemudian ada
seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan
salat?” Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, sekalipun dia puasa dan salat.”
Karena itu, hai hamba-hamba Allah, berserulah kalian dengan seruan Allah yang
telah menamakan kalian orang-orang muslim dan orang-orang mukmin dalam seruan
itu.
Dalam pembahasan terdahulu telah
disebutkan hadis ini dengan panjang lebar, yaitu pada tafsir firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
Hai manusia, sembahlah Tuhan
kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar
kalian bertakwa. (Al-Baqarah: 21)
Karena itulah maka disebutkan
dalam firman selanjutnya:
{لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ
وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ}
supaya Rasul itu menjadi
saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap
manusia. (Al-Hajj: 78)
Yaitu sesungguhnya Kami jadikan
kalian demikian sebagai umat yang pertengahan, adil lagi terpilih; dan keadilan
kalian telah disaksikan oleh semua umat, agar kalian semua kelak di hari
kiamat.
{شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ}
menjadi saksi atas segenap
manusia. (Al-Hajj: 78)
Karena di hari itu semua umat
telah mengakui kepenghuluan umat Muhammad dan keutamaannya yang berada di atas
semua umat lainnya. Maka kesaksian mereka atas segenap manusia di hari kiamat
dapat diterima, yang isinya menyatakan bahwa para rasul itu telah menyampaikan
risalah Tuhan mereka (kepada umatnya masing-masing); dan Rasul Saw. menjadi
saksi atas umatnya, bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya kepada
mereka. Penjelasan mengenai hal ini telah kami sebutkan dalam tafsir
firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. (Al-Baqarah:
143)
Dalam pembahasan ini telah kami
ketengahkan pula kisah Nabi Nuh dan umatnya, sehingga cukup jelas dan tidak
perlu diulangi dalam tafsir ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ}
maka dirikanlah salat,
tunaikanlah zakat. (Al-Hajj: 78)
Yakni terimalah nikmat yang
besar ini dengan menunaikan rasa syukurnya. Dan tunaikanlah hak Allah yang ada
pada kalian, yaitu dengan mengerjakan semua yang difardukan-Nya, menaati segala
yang diwajibkan-Nya, dan meninggalkan semua yang diharamkan-Nya. Di antaranya
yang terpenting ialah mendirikan salat dan menunaikan zakat, yang pengertiannya
sama saja dengan berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Yaitu sebagai
hak orang fakir yang diambil dari sebagian kecil harta orang kaya setiap tahun
sekali, kemudian diberikan kepada kaum fakir miskin, orang-orang lemah, dan
orang-orang yang memerlukan pertolongan. Keterangan tentang masalah ini telah
dirinci di dalam tafsir ayat zakat, bagian dari surat At-Taubah.
Firman Allah Swt.:
{وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ}
dan berpeganglah kalian pada
tali Allah. (Al-Hajj: 78)
Maksudnya, berpegang eratlah
kalian pada tali Allah; mintalah pertolongan kepada-Nya, bertakwalah
kepada-Nya, serta mintalah dukungan dariNya.
{هُوَ مَوْلاكُمْ}
Dia adalah Pelindung kalian. (Al-Hajj: 78)
Yakni Pemelihara, Penolong, dan
yang memenangkan kalian atas musuh-musuh kalian.
{فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ}
maka Dialah sebaik-baik
Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj: 78)
Yaitu sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong terhadap musuh adalah Allah.
Wuhaib ibnul Ward mengatakan
bahwa Allah Swt. telah berfirman:
ابْنَ آدَمَ، اذْكُرْنِي إِذَا غضبتَ أَذْكُرُكَ إِذَا غضبتُ، فَلَا
أَمْحَقُكَ فِيمَنْ أَمْحَقُ، وَإِذَا ظُلمتَ فَاصْبِرْ، وَارْضَ بِنُصْرَتِي،
فَإِنَّ نُصْرَتِي لَكَ خَيْرٌ مِنْ نُصْرَتِكَ لِنَفْسِكَ
Hai anak Adam, ingatlah Aku
jika engkau marah, niscaya Aku mengingatmu jika Aku marah, maka Aku tidak
memasukkan ke dalam golongan orang-orang yang Aku binasakan. Dan apabila engkau
dianiaya, bersabarlah dan relalah dengan pertolonganKu, karena sesungguhnya
pertolongan-Ku kepadamu lebih baik daripada pertolonganmu kepada dirimu
sendiri.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu
Abu Hatim. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
هَذَا
آخَرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ "الْحَجِّ"، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ، وَرَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى
عَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإحسان إلى يوم الدين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar