22. SURAT AL-HAJJ
تَفْسِيرُ سُورَةِ الْحَجِّ
(Haji)
Madaniyyah, 78 ayat Kecuali ayat 52, 53, 54, dan 55 turun di
antara Mekkah dan Madinah. Turun sesudah surat An-Nur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Al-Hajj, ayat 1-2
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ (1) يَوْمَ
تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ
حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ
عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ (2) }
Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari kiamat
itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kalian
melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak
yang disusukannya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil; dan kamu
lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya tidak mabuk, tetapi azab
Allah itu sangat kerasnya.
Allah Swt. berfirman,
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya seraya
memberitahukan kepada mereka peristiwa yang bakal mereka hadapi pada hari
kiamat, yaitu kengerian dan keguncangannya yang amat dahsyat. Para ulama
tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keguncangan hari kiamat ini, apakah
terjadi sesudah manusia dibangkitkan dari kuburnya di hari mereka digiring
menuju ke tempat pemberhentian hari kiamat, ataukah yang dimaksud adalah
guncangan bumi sebelum manusia dikeluarkan dari kubur mereka, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا.
وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا}
Apabila bumi diguncangkan
dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi
telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya. (Az-Zalzalah:
1-2)
{وَحُمِلَتِ الأرْضُ
وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً * وَاحِدَةً فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ}
dan diangkatlah bumi dan
gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu
terjadilah hari kiamat. (Al-Haqqah: 14-15)
Dan firman Allah Swt.:
{إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا. وَبُسَّتِ
الْجِبَالُ بَسًّا}
apabila bumi diguncangkan
sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. (Al-Waqi'ah: 4-5)
Sebagian ulama mengatakan bahwa
guncangan ini terjadi di penghujung usia dunia dan mengawali kejadian hari
kiamat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari
AIqamah sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari
kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1)
Bahwa kejadian ini terjadi sebelum hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
melalui hadis As-Sauri, dari Mansur dan Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah,
lalu ia menyebutkan hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim telah
meriwayatkan pula dari Asy-Sya'bi, Ibrahim, dan Ubaid ibnu Umair hal yang
semisal.
Abu Kadinah telah meriwayatkan
dari Ata, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari kiamat
itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) Kejadian ini
menimpa dunia menjelang hari kiamat.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah
meriwayatkan salah satu di antara sandaran pendapat ini dalam hadis sur
(sangkakala) yang diriwayatkan melalui Ismail ibnu Rafi' (qadi penduduk
Madinah), dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari seorang lelaki Ansar, dari Muhammad
ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ
لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ خَلَقَ الصُّور، فَأَعْطَاهُ
إِسْرَافِيلَ، فَهُوَ وَاضِعُهُ عَلَى فِيه، شَاخِصٌ بِبَصَرِهِ إِلَى العَرش،
يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ". قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
وَمَا الصُّورُ؟
قَالَ: "قَرْنٌ"
قَالَ: فَكَيْفَ هُوَ؟ قَالَ: "قَرْنٌ عَظِيمٌ يُنْفَخُ فِيهِ ثَلَاثُ نفخات،
الأولى نفخة الفزع، وَالثَّانِيَةُ نَفْخَةُ الصَّعْق، وَالثَّالِثَةُ نَفْخَةُ
الْقِيَامِ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، يَأْمُرُ اللَّهُ إِسْرَافِيلَ بِالنَّفْخَةِ
لْأُولَى فَيَقُولُ: انفخ نَفْخَةَ الْفَزَعِ. فيفزعُ أَهْلُ السَّمَوَاتِ
وَأَهْلُ الْأَرْضِ، إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ، وَيَأْمُرُهُ َيَمُدُّهَا
وَيُطَوِّلُهَا وَلَا يَفْتُرُ، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا
يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ} [ص: 15]
فَيُسير اللَّهُ الْجِبَالَ، فَتَكُونُ سَرَابًا وتُرج الْأَرْضُ بِأَهْلِهَا
رَجًّا، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ.
تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ. قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ} [النَّازِعَاتِ: 6 -8] ،
فَتَكُونُ الْأَرْضُ، كَالسَّفِينَةِ الْمُوبِقَةِ فِي الْبَحْرِ، تَضْرِبُهَا
الْأَمْوَاجُ تَكْفَؤُهَا بِأَهْلِهَا، وَكَالْقِنْدِيلِ الْمُعَلَّقِ بِالْعَرْشِ
تُرَجِّحُهُ الْأَرْوَاحُ. فَيَمْتَدُّ النَّاسُ عَلَى ظَهْرِهَا، فَتَذْهَلُ الْمَرَاضِعُ،
وَتَضَعُ الْحَوَامِلُ. وَيَشِيبُ الْوِلْدَانُ، وَتَطِيرُ الشَّيَاطِينُ
هَارِبَةً، حَتَّى تَأْتِيَ الْأَقْطَارَ، فَتَلَقَّاهَا الْمَلَائِكَةُ
فَتَضْرِبُ وُجُوهَهَا، فَتَرْجِعُ، وَيُوَلِّي النَّاسُ مُدْبِرِينَ، يُنَادِي
بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ التَّنَادِ
* يَوْمَ تُوَلُّونَ مُدْبِرِينَ مَا لَكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ وَمَنْ
يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ} [غَافِرٍ: 32، 33] فَبَيْنَمَا هُمْ
عَلَى ذَلِكَ إِذِ انْصَدَعَتِ الْأَرْضُ مِنْ قُطْرٍ إِلَى قُطْرٍ، فَرَأوا
أَمْرًا عَظِيمًا، فَأَخَذَهُمْ لِذَلِكَ مِنَ الْكَرْبِ مَا اللَّهُ أَعْلَمُ
بِهِ، ثُمَّ نَظَرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا هِيَ كَالْمُهْلِ، ثُمَّ خُسِفَ
شَمْسُهَا وخُسفَ قَمَرُهَا، وَانْتَثَرَتْ نُجُومُهَا، ثُمَّ كُشِطت
عَنْهُمْ" قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"وَالْأَمْوَاتُ لَا يَعْلَمُونَ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ" قَالَ أَبُو
هُرَيْرَةَ: فَمَنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ حِينَ يَقُولُ: {فَفَزِعَ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ} [النَّمْلِ: 87] ؟
قَالَ: أُولَئِكَ الشُّهَدَاءُ، وَإِنَّمَا يَصِلُ الْفَزَعُ إِلَى الْأَحْيَاءِ،
أُولَئِكَ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ، وَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ
ذَلِكَ الْيَوْمِ وَآمَنَهُمْ، وَهُوَ عَذَابُ اللَّهِ يَبْعَثُهُ عَلَى شِرَارِ
خَلْقِهِ، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ * يَوْمَ تَرَوْنَهَا
تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ
حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ
اللَّهِ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah Swt.
setelah selesai menciptakan langit dan bumi, beranjak menciptakan sur (sangkakala), lalu diserahkan kepada Malaikat Israfd. Sekarang
Israfil meletakkan sangkakala itu di mulutnya, sedangkan matanya memandang ke
arah 'Arasy menunggu bila ia diperintahkan (untuk meniupnya). Sahabat Abu
Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Seperti tanduk (terompet)." Abu
Hurairah bertanya, "Bagaimanakah bentuknya?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Terompet besar, Israfil akan melakukan tiga kali tiupan
padanya." Tiupan pertama menimbulkan kedahsyatan yang sangat besar,
tiupan kedua adalah tiupan yang membinasakan semua makhluk, dan tiupan yang
ketiga adalah tiupan yang membangkitkan semua makhluk hidup kembali untuk
menghadap kepada Tuhan semesta alam. Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada
Israfil untuk melakukan tiupan pertama, "Tiuplah, tiupan yang menimbulkan
kedahsyatan yang besar!" Maka terkejutlah semua penduduk langit dan bumi,
terkecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah tidak merasa terkejut. Allah
memerintahkan kepada Israfil, maka saat itu juga Israfil langsung menjulurkan
dan meniupnya. Hal ini dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Tidaklah
yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya
saat berselang. (Shad: 15) Maka semua gunung beterbangan menjadi debu,
dan bumi mengalami gempa yang amat dahsyat mengguncangkan semua penghuninya.
Hal ini disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika tiupan pertama
mengguncangkan alam, tiupan yang pertama itu diiringi dengan tiupan yang kedua.
Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8) Saat
itu bumi bagaikan sebuah perahu yang terombang-ambingkan oleh ombak laut yang
sangat besar berikut para penumpangnya yang bergelayutan bagaikan pelita
gantung yang ditiup angin keras. Semua manusia yang ada di bumi bergelindingan,
dan wanita-wanita yang hamil saat itu juga melahirkan bayi-bayinya, anak-anak
kecil mendadak beruban karena kesusahan yang sangat. Setan-setan pun
beterbangan melarikan diri hingga mencapai batas ufuk cakrawala; tetapi para
malaikat menghadangnya, lalu memukuli wajahnya hingga setan kembali lagi ke
bumi. Manusia porak-poranda melarikan diri seraya sebagian dari mereka
memanggil-manggil sebagian lainnya. Keadaan inilah yang disebutkan oleh Allah
Swt. di dalam firman-Nya: (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling
ke belakang, tidak ada bagi kalian seorang pun yang menyelamatkan kalian dari (azab)
Allah; dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang
pun yang akan memberi petunjuk. (Al-Mu’min: 33) Ketika mereka dalam
keadaan demikian, tiba-tiba bumi terbelah dari satu kawasan ke kawasan yang
lainnya, dan mereka melihat peristiwa besar yang membuat mereka mendapat mala
petaka yang tak terperikan besarnya; hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.
Kemudian mereka melihat ke arah langit, tiba-tiba mereka melihatnya mendidih,
lalu matahari dan bulan pudar sinarnya serta bintang-bintang bertaburan dan
saling berbenturan, lalu lenyap dari pandangan mereka. Rasulullah Saw.
bersabda, "Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui sedikit pun
dari peristiwa itu." Abu Hurairah bertanya, "Siapakah orang-orang
yang dikecualikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu?" (yakni firman
Allah Swt. yang mengatakan): maka terkejutlah segala yang di langit dan
segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. (An-Naml: 87)
Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah para syuhada, sesungguhnya
kedahsyatan yang besar itu hanya dialami oleh orang-orang yang hidup. Para
syuhada itu sekalipun mereka hidup di sisi Allah dalam keadaan diberi rezeki,
tetapi Allah telah memelihara dan menyelamatkan mereka dari peristiwa buruk
yang terjadi di hari itu, yaitu azab Allah yang ditimpakan kepada makhluk-Nya
yang jahat-jahat, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, "Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah)pada hari (ketika)
kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya
dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil,
dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak
mabuk, tetapi azab Allah itu sangat besarnya.”(Al-Hajj: 1-2)
Imam Tabrani, Imam Ibnu Jarir,
dan Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis ini pula dengan panjang lebar.
Tujuan pengetengahan hadis ini
adalah untuk membuktikan bahwa keguncangan ini terjadi sebelum hari kiamat,
hanya penyebutannya dikaitkan dengan hari kiamat karena peristiwa tersebut
dekat sekali dengan kejadian hari kiamat, seperti halnya penyebutan tentang
tanda-tanda hari kiamat dan yang semisal dengannya.
Ulama lainnya berpendapat bahwa
kedahsyatan, kengerian, dan keguncangan itu justru terjadi pada hari kiamat di
Padang Mahsyar saat semua makhluk dibangkitkan hidup kembali dari kuburannya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ia memilih pendapat ini karena
berlandaskan kepada hadis-hadis berikut:
Hadis pertama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ هِشَامٍ،
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عن الحسن، عن عمران [ابن] حُصَين؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَقَدْ
تَفَاوَتَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ السَّيْرُ، رَفَعَ بِهَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ
صَوْتَهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ
شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ
وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ
بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}
فَلَمَّا سَمِعَ أَصْحَابُهُ بِذَلِكَ حَثْوا المُطي، وَعَرَفُوا
أَنَّهُ عِنْدَ قَوْلٍ يَقُولُهُ، فَلَمَّا تَأَشَّهُوا حَوْلَهُ قَالَ: "
أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ ذَاكَ؟ يَوْمَ يُنَادَى آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
فَيُنَادِيهِ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ: يَا آدَمُ، ابْعَثْ بَعْثَكَ إِلَى
النَّارِ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ فَيَقُولُ: مِنْ كُلِّ
أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٍ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي
الْجَنَّةِ". قَالَ فَأَبْلَسَ أَصْحَابُهُ حَتَّى مَا أَوْضَحُوا
بِضَاحِكَةٍ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ قَالَ: "أَبْشِرُوا وَاعْمَلُوا،
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَمَعَ خَليقتين مَا كَانَتَا
مَعَ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا كَثَّرَتَاهُ: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ، وَمَنْ هَلَكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ وَبَنِي إِبْلِيسَ" قَالَ: فسُرّي عَنْهُمْ، ثُمَّ قَالَ:
اعْمَلُوا وَأَبْشِرُوا، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ فِي
النَّاسِ إِلَّا كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ، أَوِ الرَّقْمَةِ فِي
ذِرَاعِ الدَّابَّةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam; telah menceritakan kepada kami
Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda membacakan kedua ayat berikut dengan suara yang keras di salah satu
perjalanannya, yang saat itu orang-orang yang bepergian dengan beliau sudah
saling berdekatan: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya
keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah
semua wanita yang menyusui dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan
semua wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal
sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (Al-Hajj:
1-2) Ketika para sahabat (yang bepergian dengannya) mendengar bacaan beliau,
mereka segera memacu kendaraannya mendekati sumber suara itu. Ternyata setelah
dekat, mereka mengetahui bahwa yang membacanya adalah Nabi Saw. dan saat mereka
telah berada di sekelilingnya, maka Nabi Saw. bersabda, "Tahukah
kalian, hari apakah yang dimaksud oleh ayat ini? Yaitu suatu hari yang
saat itu Adam dipanggil oleh Tuhannya, lalu Tuhan berfirman kepadanya,
"Hai Adam, bangkitkanlah kirimanmu ke neraka." Adam bertanya,
"Wahai Tuhanku, berapa banyakkah yang dikirimkan ke neraka?" Allah berfirman,
"Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilannya
dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga."
Para sahabat merasa berduka cita karena mereka masih belum memahami apa yang
dimaksud oleh sabda Nabi Saw. itu. Melihat gejala tersebut Nabi Saw. bersabda
menjelaskannya: Bergembiralah kalian dan beramallah. Demi Tuhan yang jiwa
Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kalian
benar-benar bersama dengan dua jenis makhluk lainnya, yang tidak sekali-kali
kedua jenis makhluk itu dikumpulkan bersama sesuatu, melainkan membuat sesuatu
itu menjadi banyak bilangannya. Yaitu Ya-juj dan Ma-juj, dan orang-orang yang
binasa dari kalangan anak Adam serta anak-anak iblis. Mendengar penjelasan
ini hati para sahabat menjadi lega. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan
sabdanya: Beramallah dan bergembiralah kalian. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian ini dibandingkan
dengan seluruh manusia, melainkan seperti tahi lalat yang ada di lambung unta,
atau seperti belang yang ada di kaki ternak.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, bagian dari kitab
sunnah masing-masing, melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Yahya ibnul Qattan,
dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Qatadah dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Jalur lain hadis ini
diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُدعان، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانِ بْنِ
حُصَيْن؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَمَّا
نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ
شَيْءٌ عَظِيمٌ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} ، قَالَ:
أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ هَذِهِ، وَهُوَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: "أَتَدْرُونَ أَيَّ
يَوْمٍ ذَلِكَ؟ " فَقَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ:
"ذَلِكَ يَوْمٌ يَقُولُ اللَّهُ لِآدَمَ: ابْعَثْ بَعْثَ النَّارِ. قَالَ:
يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: تِسْعُمِائَةٌ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ
إِلَى النَّارِ، وَوَاحِدٌ إِلَى الْجَنَّةِ" فَأَنْشَأَ الْمُسْلِمُونَ
يَبْكُونَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"قَارِبُوا وسَدِّدوا، فَإِنَّهَا لَمْ تَكُنْ نُبُوَّةٌ قَطُّ إِلَّا كَانَ
بَيْنَ يَدَيْهَا جَاهِلِيَّةٌ" قَالَ: "فَيُؤْخَذُ الْعَدَدُ مِنَ
الْجَاهِلِيَّةِ، فَإِنْ تَمَّتْ وَإِلَّا كُمّلت مِنَ الْمُنَافِقِينَ، وَمَا
مَثَلُكُمْ وَالْأُمَمُ إِلَّا كَمَثَلِ الرَّقمة فِي ذِرَاعِ الدَّابَّةِ، أَوْ
كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو
أَنْ تَكُونُوا رُبْعَ أهل الجنة" فَكَبَّرُوا ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي
لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرُوا، ثُمَّ
قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا نِصْفَ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
فَكَبَّرُوا، قَالَ: وَلَا أَدْرِي أَقَالَ الثُّلُثَيْنِ أَمْ لَا؟
telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Jad'an, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain,
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda ketika diturunkan firman-Nya: Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu. (Al-Hajj: 1) sampai dengan firman-Nya: tetapi
azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) saat itu beliau Saw. sedang dalam
perjalanan. Beliau Saw. bersabda, "Tahukah kalian hari apakah yang
dimaksud dalam ayat ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda, "Hari itu adalah hari
saat Allah berfirman kepada Adam, 'Kirimkanlah orang-orang yang masuk neraka!'
Adam bertanya, 'Wahai Tuhanku, berapa orangkah yang harus dikirim ke neraka?'
Allah berfirman, 'Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilan
dikirim ke neraka, sedangkan yang seorang dikirim ke surga." Maka kaum
muslim menangis, lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dekatkanlah diri
kalian (kepada Allah) dan teruslah beramal baik karena sesungguhnya tiada suatu
kenabian pun melainkan di hadapannya terdapat masa Jahiliah." Nabi
Saw. bersabda, "Maka diambillah sejumlah orang dari kaum Jahiliah jika
memang ada. Jika tidak ada, bilangannya dilengkapi dengan kaum munafik.
Tiadalah kalian ini bila dibandingkan dengan umat-umat lainnya, melainkan
seperti belang yang ada di kaki hewan atau tahi lalat yang ada di lambung unta."
Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian
adalah seperempat penduduk surga." Maka mereka bertakbir. Rasulullah
Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga
penduduk surga." Mereka bertakbir lagi. Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah separo
penduduk surga." Maka mereka bertakbir lagi. Dan Imran ibnu Husain
berkata, "Saya tidak mengetahui apakah beliau Saw. mengucapkan dua pertiga
atau tidak."
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama; kemudian Imam
Turmuzi mengatakan pula bahwa hadis ini sahih. Dia telah meriwayatkan
hadis ini dari Urwah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnul Husain. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya melalui hadis Sa'id ibnu Abu Arubah dari Qatadah dari Al-Hasan
dan Al-AIa ibnu Ziyad Al-Adawi, dari Imran ibnul Husain, lalu disebutkan hadis
yang semisal.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan
hal yang sama dari Bandar, dari Gundar, dari Auf, dari Al-Hasan yang mengatakan
bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali
dari perang Al-Usrah bersama-sama para sahabatnya dan hampir tiba di Madinah,
maka beliau Saw. membaca firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu;
sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) lalu disebutkan hadis yang teksnya sama
dengan hadis Ibnu Jad'an.
Hadis kedua, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ibnut Tabba', telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan Al-Ma'mari,
dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini
diturunkan, yaitu firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) kemudian disebutkan
hadis yang teksnya sama dengan hadis Al-Hasan dari Imran ibnul Husain, hanya di
dalam riwayat ini disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"وَمَنْ هَلَكَ مِنْ كَفَرَةِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ".
"Dan juga orang-orang
yang telah binasa dari kalangan kebanyakan jin dan manusia."
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis
ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ma'mar.
Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia
mengatakan: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam,
telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Habbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini. Teks hadis selanjutnya
sama dengan hadis di atas, hanya dalam riwayat ini disebutkan,
"إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ
الْجَنَّةِ"، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ
أَهْلِ الْجَنَّةِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا
شَطْرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَفَرِحُوا، وَزَادَ أَيْضًا: "وَإِنَّمَا
أَنْتُمْ جُزْءٌ مِنْ أَلْفِ جُزْءٍ"
"Sesungguhnya aku
berharap semoga kalian adalah seperempat penghuni surga." Disebutkan lagi, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian
sepertiga penduduk surga." Disebutkan lagi, "Aku berharap
semoga kalian separo ahli surga," maka mereka (para sahabat) senang
mendengarnya. Di dalam riwayat ini disebutkan pula, "Sesungguhnya kalian
hanyalah sebagian dari seribu (yakni seperseribu jumlah umat lain)".
Hadis keempat, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
tafsir ayat ini, bahwa:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى
يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا آدَمُ، فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ.
فَيُنَادَى بِصَوْتٍ: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُخْرِجَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعْثًا
إِلَى النَّارِ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ
أَلْفٍ -أَرَاهُ قَالَ-تِسْعَمِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ. فَحِينَئِذٍ تَضَعُ
الْحَامِلُ حَمْلَهَا، وَيَشِيبُ الْوَلِيدُ، {وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا
هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى
النَّاسِ حَتَّى تَغَيَّرَتْ وُجُوهُهُمْ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم: "من يأجوج ومأجوج تسعمائة وتسعة وتسعين، وَمِنْكُمْ وَاحِدٌ،
ثُمَّ أَنْتُمْ فِي النَّاسِ كَالشَّعْرَةِ السَّوْدَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ
الْأَبْيَضِ، أَوْ كَالشَّعْرَةِ الْبَيْضَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ الْأَسْوَدِ،
وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا،
ثُمَّ قَالَ: "ثُلُثُ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ:
"شَطْرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرْنَا
telah menceritakan kepada kami
Umar ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Al A'masy, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, dari Abu
Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, bahwa kelak di
hari kiamat Allah berfirman, "Hai Adam!" Adam menjawab,
"Labbaika, ya Tuhan kami. Saya penuhi panggilan-Mu dengan penuh
kebahagiaan." Kemudian terdengarlah suara yang berseru, "Sesungguhnya
Allah memerintahkan kepadamu agar mengeluarkan sebagian dari keturunanmu untuk
dikirimkan ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, berapakah
jumlah yang akan dikirim ke neraka?" Dijawab, "Dari setiap seribu
orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." Dalam keadaan
seperti itu wanita-wanita yang hamil melahirkan anaknya dan anak-anak beruban.
dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak
mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) Maka berita itu
terasa berat oleh para sahabat, sehingga wajah mereka berubah menjadi pucat
karenanya. Maka Nabi Saw. bersabda: "Sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dari kalangan Ya-juj dan Ma-juj, sedangkan dari kalian satu orang.
Kalian di kalangan manusia sama halnya dengan sehelai bulu hitam yang terdapat
pada tubuh banteng yang berbulu putih, atau seperti sehelai bulu putih yang ada
di lambung banteng yang berbulu hitam. Sesungguhnya aku berharap semoga kalian
adalah seperempat ahli surga, " maka kami bertakbir. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda, "Sepertiga ahli surga, " maka kami
bertakbir. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Separo ahli surga,
" dan kami bertakbir lagi.
Imam Bukhari telah meriwayatkan
pula di lain kitab tafsir, dan Imam Muslim, serta Imam Nasai di dalam kitab
tafsirnya melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Hadis kelima, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ مُحَمَّدٍ -ابْنُ أُخْتِ سُفْيَانَ
الثَّوْرِيِّ-وَعُبَيْدَةَ الْمَعْنَى، كِلَاهُمَا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ
مُسْلِمٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ يَبْعَثُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مُنَادِيًا [يُنَادِي]: يَا آدَمُ، إِنْ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ
تَبْعَثَ بَعْثًا مِنْ ذُرِّيَّتِكَ إِلَى النَّارِ، فَيَقُولُ آدَمُ: يَا رَبِّ،
مَنْ هُمْ؟ فَيُقَالُ لَهُ: مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ".
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: مَنْ هَذَا النَّاجِي مِنَّا بَعْدَ هَذَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "هَلْ تَدْرُونَ مَا أَنْتُمْ فِي النَّاسِ إِلَّا
كَالشَّامَةِ فِي صَدْرِ الْبَعِيرِ"
telah menceritakan kepada kami
Imarah ibnu Muhammad (anak lelaki dari saudara perempuan Sufyan As-Sauri), juga
dari Ubaidah Al-Ammi; keduanya dari Ibrahim ibnu Muslim, dari Abul Ahwas, dari
Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya
Allah Swt. kelak di hari kiamat memerintahkan kepada juru penyeru untuk
menyerukan, "Hai Adam, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar
mengirimkan sejumlah orang dari keturunanmu ke neraka.” Maka Adam bertanya,
"Wahai Tuhanku, siapa sajakah mereka?'' Dikatakan kepadanya, “Dari seratus
orang, sembilan puluh sembilan orang.” Kemudian seseorang lelaki dari kaum
(yang hadir) bertanya, "Siapakah orang yang selamat di antara kita sesudah
itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda, "Tahukah kalian,
tiadalah kalian ini di kalangan umat manusia melainkan seperti tahi lalat yang
ada di lambung unta.”
Ditinjau dari sanad dan teks
hadisnya, Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (tunggal).
Hadis keenam, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dinyatakan bahwa:
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ حَاتِمِ بْنِ أَبِي صَغِيرَةَ، حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ؛ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ
عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفاة عُرَاةً غُرْلًا".
قَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، إِنَّ الْأَمْرَ أَشَدُّ
مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكَ".
telah menceritakan kepada kami
Yahya, dari Hatim ibnu Abu Safirah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Mulaikah; Al-Qasim ibnu Muhammad pernah menceritakan kepadanya bahwa Siti
Aisyah pernah menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya
kalian akan dihimpunkan kepada Allah pada hari kiamat dalam keadaan tak beralas
kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan. Siti Aisyah bertanya, "Wahai
Rasulullah, kaum laki-laki dan kaum wanita sebagian dari mereka melihat
sebagian lainnya.” Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Aisyah, sesungguhnya
peristiwanya jauh lebih dahsyat daripada memalingkan mereka ke arah itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim
telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Hadis ketujuh.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ،
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ
مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ يَذْكُرُ
الْحَبِيبُ حَبِيبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، أَمَّا
عِنْدَ ثَلَاثٍ فَلَا أَمَّا عِنْدَ الْمِيزَانِ حَتَّى يِثْقُلَ أَوْ يَخِفَّ،
فَلَا. وَأَمَّا عِنْدَ تَطَايُرِ الْكُتُبِ فَإِمَّا يُعْطَى بِيَمِينِهِ أَوْ
يُعْطَى بِشَمَالِهِ، فَلَا. وَحِينَ يَخْرُجُ عُنُق مِنَ النَّارِ فَيَنْطَوِي
عَلَيْهِمْ، وَيَتَغَيَّظُ عَلَيْهِمْ، وَيَقُولُ ذَلِكَ الْعُنُقُ: وُكِّلْتُ
بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ: وُكِّلْتُ بِمَنِ
ادَّعَى مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ، وَوُكِّلْتُ بِمَنْ لَا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ
الْحِسَابِ، وَوُكِّلْتُ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ" قَالَ: "فَيَنْطَوِي
عَلَيْهِمْ، وَيَرْمِيهِمْ فِي غَمَرَاتٍ، وَلِجَهَنَّمَ جِسْرٌ أَدَقُّ مِنَ
الشِّعْرِ وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ، عَلَيْهِ كَلَالِيبُ وَحَسَكٌ يأخُذْنَ مَنْ
شَاءَ اللَّهُ، وَالنَّاسُ عَلَيْهِ كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ،
وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ، وَالْمَلَائِكَةُ يَقُولُونَ: رَبِّ،
سَلِّم، سَلِّم. فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ، وَمَخْدُوشٌ مُسَلَّمٌ، ومكَوّر فِي النَّارِ
عَلَى وَجْهِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah
r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Wahai Rasulullah, apakah seorang kekasih teringat kepada orang yang
dikasihinya kelak di hari kiamat?" Rasulullah Saw. menjawab, "Adapun
pada tiga tempat, maka tidak mungkin; juga di saat neraca amal perbuatan telah
dipasang untuk menimbang amal perbuatan apakah berat atau ringan, tidak mungkin
akan teringat. Begitu pula di saat kitab-kitab catatan amal perbuatan beterbangan,
adakalanya seseorang diberi kitabnya dari arah kanannya atau arah kirinya,
tidak mungkin akan teringat. Saat itu keluarlah leher api neraka, lalu
mengelilingi mereka dan mengeluarkan suara gemuruhnya kepada mereka. Leher api
neraka itu berkata, 'Saya diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, saya
diperintahkan untuk menyiksa tiga macam orang. Saya diperintahkan untuk
menyiksa orang yang mengakui ada tuhan lain di samping Allah, saya
diperintahkan untuk menyiksa orang yang tidak beriman kepada hari perhitungan
amal perbuatan, dan saya diperintahkan untuk menyiksa semua orang yang angkara
murka lagi pengingkar kebenaran.' Kemudian mereka dibelit dan dicampakkan ke
dalam neraka Jahanam yang bergolak. Jahanam memiliki jembatan yang lebih tipis
daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada pedang. Di kedua sisinya
terdapat pengait-pengait dan duri-duri yang keduanya mengambil orang-orang yang
dikehendaki oleh Allah (masuk neraka). Manusia dalam melewati jembatan itu ada
yang cepatnya bagaikan kilat, ada yang cepatnya bagaikan sekedipan mata, ada
yang cepatnya bagaikan angin, ada yang cepatnya bagaikan kuda balap dan unta
yang kencang larinya. Para malaikat saat itu berkata, 'Ya Tuhanku,
selamatkanlah, selamatkanlah.' Maka sebagian orang ada yang selamat dalam
keadaan utuh; ada yang selamat, tetapi dalam keadaan tergores dan luka-luka;
dan ada yang sebagian lain dijungkalkan ke dalam neraka dengan kepala di
bawah."
Hadis-hadis yang menceritakan
kengerian pada hari kiamat dan asar-asar mengenainya sangat banyak, tetapi
dibahas di tempat lain dari kitab ini. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam
surat ini:
{إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ
عَظِيمٌ}
sesungguhnya keguncangan hari
kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Al-Hajj: 1)
Yakni suatu kejadian yang besar,
petaka yang dahsyat, bencana yang mengerikan, peristiwa yang besar
huru-haranya, dan sangat aneh. Yang dimaksud dengan az-zalzal ialah
kengerian dan rasa terkejut yang menimpa j iwa manusia, sebagaimana yang
disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ
وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا}
Di situlah diuji
orang-orang-mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan
guncangan yang sangat. (Al-Ahzab: 11)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{يَوْمَ تَرَوْنَهَا}
(Yaitu) pada hari (ketika)
kamu melihat. (Al-Hajj: 2)
Ungkapan ini mengandung
pengertian yang sama dengan keterangan keadaan. Karena itu, dijelaskan dalam
firman berikutnya:
{تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا
أَرْضَعَتْ}
lalailah semua wanita yang
menyusui anaknya dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj:
2)
Yaitu kengerian yang dialaminya
membuatnya lupa kepada orang yang paling disayanginya, padahal dia adalah orang
yang paling sayang kepada anaknya; saat itu ia lupa kepada anak yang
disusuinya, padahal si anak sangat membutuhkan persusuannya. Karena itu,
disebutkan oleh firman-Nya, "Kullu murdi'atin (semua wanita yang
menyusui anaknya)" tidak disebutkan, "Kullu murdi'in (semua
wanita yang menyusui).
Firman Allah Swt.:
{عَمَّا أَرْضَعَتْ}
dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2)
Maksudnya, dari anak yang
disusuinya sebelum mencapai usia penyapihannya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا}
dan gugurlah kandungan semua
wanita yang hamil. (Al-Hajj: 2)
Yakni sebelum masa kandungannya
sempurna karena kerasnya kengerian di hari itu.
{وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى}
dan kamu lihat manusia dalam
keadaan mabuk. (Al-Hajj: 2)
Menurut qiraat lain dibaca sakra.
Yakni disebabkan dahsyatnya peristiwa yang terjadi dan mereka alami pada
hari itu hilanglah kesadaran akal mereka, begitu pula ingatan mereka. Barang
siapa yang melihat mereka, pasti menduga mereka mabuk.
{وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ
اللَّهِ شَدِيدٌ}
padahal sebenarnya mereka
tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj:
2)
Al-Hajj, ayat 3-4
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ (3)
كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَنْ تَوَلاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى
عَذَابِ السَّعِيرِ (4) }
Di antara
manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan
mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan
itu, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan
menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka.
Allah Swt. berfirman, mencela
orang-orang yang mendustakan adanya hari berbangkit, ingkar terhadap kekuasaan
Allah yang mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati, lagi berpaling dari
apa yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi-Nya serta segala ucapannya; sikap
ingkar dan kekafirannya mengikuti langkah setan-setan yang jahat, baik setan
dari kalangan manusia maupun jin. Itulah ciri khas ahli bid'ah dan kesesatan
yang berpaling dari kebenaran lagi mengikuti jalan kebatilan. Mereka berpaling
dari perkara hak yang jelas, yang telah diturunkan oleh Allah Swt. kepada
Rasul-Nya. Mereka juga mengikuti ucapan para pemimpin kesesatan yang menyeru
kepada perbuatan bid'ah, menuruti kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka
sendiri. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman sehubungan dengan mereka dan
orang-orang yang semisal dengan mereka:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ}
Di antara manusia ada orang
yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan. (Al-Hajj: 3)
Yakni pengetahuan yang benar.
{وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ. مَرِيدٍ
كُتِبَ عَلَيْهِ}
dan mengikuti setiap setan
yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu. (Al-Hajj: 3-4)
Mujahid mengatakan bahwa telah
ditetapkan melalui ketetapan takdir, bahwa barang siapa yang berkawan dengan
dia. (Al-Hajj: 4) Yaitu mengikuti dan menuruti langkah-langkahnya. tentu
dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Al-Hajj: 4)
Artinya, setan akan menyesatkannya di dunia; dan kelak di akhirat akan
menjerumuskannya ke dalam azab neraka yang menyala-nyala apinya, sangat panas
dan sangat menyakitkan, sangat pedih dan menggelisahkan.
As-Saddi telah meriwayatkan dari
Abu Malik, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan An-Nadr ibnul Haris. Hal
yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Muslim Al-Basri, telah menceritakan kepada
kami Amr ibnul Bukhturi Abu Qatadah, telah menceritakan kepada kami
Al-Mu'tamir, telah menceritakan kepada kami Abu Ka'b Al-Makki yang mengatakan,
bahwa pernah ada seorang yang jahat dari kalangan kaum Quraisy berkata kepada
Nabi Saw., "Ceritakanlah kepada kami tentang Tuhanmu, apakah Dia dari emas
ataukah dari perak ataukah dari tembaga?" Maka langit mengeluarkan suara
guntur yang menggelegar, dan tiba-tiba kepala orang itu menggelinding jatuh ke
depan.
Lais ibnu Abu Sulaim telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa pernah ada seorang Yahudi datang kepada Nabi
Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanmu,
terbuat dari apakah Dia, dari mutiara ataukah dari yaqut?" Maka ada
halilintar yang menyambar si Yahudi itu (hingga matilah ia seketika itu juga).
Al-Hajj, ayat 5-7
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ
ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ
وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ
وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ
لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ
بَهِيجٍ (5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى
وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ
فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ (7) }
Hai
manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya
Kami telah menjadikan kalian dari tanah; kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya
dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan,
kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kalian
ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang
dahulunya telah diketahuinya. Dan kalian lihat bumi ini kering, kemudian
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu karena
sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan
segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan
sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya dan
bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.
Setelah menyebutkan perihal
orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan tidak percaya kepada adanya hari
kemudian, Allah Swt. menyebutkan hal-hal yang menunjukkan kekuasaan-Nya dalam
menghidupkan segala sesuatu yang telah mati melalui bukti yang nyata pada
permulaan kejadian manusia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي
رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ}
Hai manusia, jika kalian dalam
keraguan tentang kebangkitan. (Al-Hajj: 5)
Yaitu hari kemudian di mana
semua roh dan jasad menjadi satu dan bangkit hidup kembali kelak di hari
kiamat.
{فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ}
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari
tanah. (Al-Hajj: 5)
Artinya, asal mula kejadian
kalian adalah dari tanah; yaitu asal mula penciptaan Adam a.s., nenek moyang
mereka.
{ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ}
kemudian dari setetes mani. (Al-Hajj: 5)
kemudian keturunannya diciptakan
dari air mani yang hina.
{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ}
kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging. (Al-Hajj: 5)
Demikian itu apabila nutfah telah
berdiam di dalam rahim wanita selama empat puluh hari. Selama itu ia mengalami
pertumbuhan, kemudian bentuknya berubah menjadi darah kental dengan seizin
Allah. Setelah berlalu masa empat puluh hari lagi, maka berubah pula bentuknya
menjadi segumpal daging yang masih belum berbentuk dan belum ada rupanya.
Kemudian dimulailah pembentukannya, yang dimulai dari kepala, kedua tangan,
dada, perut, kedua paha, kedua kaki, dan anggota lainnya. Adakalanya seorang
wanita mengalami keguguran sebelum janinnya mengalami pembentukan, dan
adakalanya keguguran terjadi sesudah janin terbentuk berupa manusia.
Allah Swt. berfirman:
{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ
مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ}
kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj:
5)
seperti yang dapat kalian
saksikan sendiri.
{لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى}
agar Kami jelaskan kepada
kalian, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan. (Al-Hajj: 5)
Yakni adakalanya janin menetap
di dalam rahim tidak keguguran dan tumbuh terus menjadi bentuk yang sempurna.
Seperti yang dikatakan oleh
Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Yaitu janin yang telah berbentuk dan
janin yang masih belum terbentuk. Apabila telah berlalu masa empat puluh hari
dalam keadaan berupa segumpal daging, maka Allah mengutus seorang malaikat
kepadanya. Malaikat itu diperintahkan-Nya untuk meniupkan roh ke dalam tubuh
janin, lalu menyempurnakan bentuknya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah
Swt., apakah tampan atau buruk, dan apakah laki-laki atau perempuan. Selain itu
malaikat tersebut ditugaskan pula untuk menulis rezeki dan ajalnya, apakah
celaka atau berbahagia.
Hal ini telah disebutkan di
dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari
Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami:
"إِنَّ خَلْقَ أَحَدِكُمْ يُجمع فِي بَطْنِ أُمِّهِ
أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضغة
مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ الْمَلَكَ فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلَمَّاتٍ: بِكَتْبِ عَمَلِهِ وَأَجَلِهِ وَرِزْقِهِ، وَشَقِّيٌ أَوْ سَعِيدٌ،
ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ"
Sesungguhnya kejadian
seseorang di antara kalian dihimpunkan di dalam perut ibunya selama empat
puluh malam, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh malam, kemudian
menjadi segumpal daging dalam masa empat puluh malam. Setelah itu Allah
mengutus malaikat kepadanya; malaikat diperintahkan-Nya untuk mencatat empat
perkara, yaitu mencatat rezekinya, amal perbuatannya, dan ajalnya (usianya), lalu nasibnya apakah celaka atau bahagia. Kemudian
meniupkan roh ke dalam tubuhnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir
telah meriwayatkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari
Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa apabila nutfah telah
menetap di dalam rahim, maka datanglah malaikat mencegahnya, lalu berkata,
"Wahai Tuhanku, apakah dijadikan ataukah tidak?" Jika dikatakan tidak
dijadikan, maka tidaklah dibentuk kejadiannya, lalu dikeluarkan dari rahim
dalam rupa darah kental. Tetapi jika dikatakan dijadikan, maka malaikat
bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan, apakah dia
celaka ataukah bahagia, bagaimanakah ajalnya dan jejak kehidupannya, serta di
negeri manakah ia mati?" Kemudian dikatakan kepada nutfah itu,
"Siapakah Tuhanmu?" Nutfah menjawab, "Allah."
Dikatakan pula, "Siapakah yang memberimu rezeki?" Nutfah menjawab,
"Allah." Lalu Allah berfirman kepada malaikat, "Pergilah kamu ke
kitab itu, karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di dalamnya kisah nutfah ini."
Maka nutfah itu dijadikan dan menjalani masa hidupnya sampai ajalnya, ia
memakan rezekinya dan melakukan perjalanan hidupnya. Bilamana telah tiba
ajalnya, maka matilah ia dan dikebumikan. Kemudian Amir Asy-Sya'bi membaca
firman-Nya: Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian
dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj:
5) Apabila tahap kejadiannya sampai pada segumpal darah, maka kejadiannya dikembalikan
pada tahap keempat, lalu terbentuklah manusia. Tetapi jika ditakdirkan
tidakjadi, maka dikeluarkan lagi oleh rahim dalam rupa darah. Dan apabila
dijadikan, maka dikembalikan (ke dalam rahim) menjadi manusia.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ
دِينَارٍ، عَنِ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أُسَيْدٍ -يَبْلُغُ بِهِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "يَدْخُلُ الْمَلَكُ
عَلَى النُّطْفَةِ بَعْدَ مَا تَسْتَقِرُّ فِي الرَّحِمِ بِأَرْبَعِينَ أَوْ
خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ، فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟ فَيَقُولُ
اللَّهُ، وَيَكْتُبَانِ، فَيَقُولُ: أَذَكَرٌ أَمْ أَنْثَى؟ فَيَقُولُ اللَّهُ
وَيَكْتُبَانِ، وَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَثَرُهُ وَرِزْقُهُ وَأَجَلُهُ، ثُمَّ
تُطْوَى الصُّحُفُ، فَلَا يُزَادُ عَلَى مَا فِيهَا وَلَا يُنْتَقَصُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Abut Tufail, dari
Huzaifah ibnu Usaid yang menyampaikan sanadnya sampai kepada Nabi Saw.
Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Malaikat masuk ke dalam nutfah
sesudah nutfah berada di dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima
hari. Lalu malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia celaka atau
bahagia?” Allah Swt. berfirman, dan malaikat itu mencatat. Lalu malaikat
bertanya, "Apakah laki-laki ataukah perempuan?” Allah berfirman, dan
malaikat mencatatnya. Malaikat mencatat amalnya, perjalanan hidupnya,
rezekinya, dan ajalnya. Kemudian lembaran kitab itu ditutup, maka apa yang ada
di dalamnya tidak dapat lagi ditambahi atau dikurangi.
Imam Muslim meriwayatkan melalui
hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan melalui jalur lain dari Abut Tufail dengan lafaz
yang semakna.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا}
kemudian Kami keluarkan
kalian sebagai bayi. (Al-Hajj: 5)
Yakni dalam keadaan lemah tubuh,
pendengaran, penglihatan, inderanya, kekuatan geraknya, serta akalnya. Kemudian
Allah memberinya kekuatan sedikit demi sedikit, dan kedua orang tuanya
merawatnya dengan penuh kasih sayang sepanjang hari dan malamnya. Karena itu,
disebutkan oleh firman selanjutnya:
{ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ}
kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan. (Al-Hajj:
5)
Yaitu memiliki kekuatan yang
makin bertambah sampai pada usia muda dan penampilan yang terbaiknya.
{وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى}
dan di antara kalian ada yang
diwafatkan. (Al-Hajj: 5)
dalam usia mudanya dan sedang
dalam puncak kekuatannya.
{وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ
الْعُمُرِ}
dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun. (Al-Hajj: 5)
Usia yang paling hina ialah usia
pikun. Dalam usia tersebut seseorang lemah tubuhya, tidak berkekuatan, akal
serta pemahamannya pun lemah pula; semua panca inderanya tidak normal lagi dan
daya pikirnya pun lemah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
{لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ
شَيْئًا}
supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatu pun yang dahulunya diketahuinya. (Al-Hajj:
5)
Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ
ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
Allah, Dialah yang
menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kalian) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Al-Hafiz Abu Ya'la Ahmad ibnu
Ali ibnul Musanna Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah
menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada
kami Kahlid Az-Zayyat, telah menceritakan kepadaku Daud Abu Sulaiman, dari
Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Ma'mar ibnu Hazm Al-Ansari, dari Anas ibnu
Malik yang me-rafa'-kan hadis ini. Ia mengatakan bahwa bayi yang baru lahir
hingga mencapai usia balig segala yang dikerjakannya berupa amal kebaikan tidak
dicatatkan bagi orang tuanya atau kedua orang tuanya. Dan semua yang
dikerjakannya berupa amal keburukan tidak dicatatkan bagi dirinya, tidak pula
bagi kedua orang tuanya. Apabila ia telah mencapai usia balignya, maka Allah
memberlakukan qalam terhadapnya dan memerintahkan kepada dua malaikat
yang ada bersamanya untuk mencatat segala amal perbuatannya dengan catatan yang
ketat. Apabila ia mencapai usia empat puluh tahun dalam Islam, Allah
menyelamatkannya dari tiga penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak. Apabila
mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila
mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki kembali (bertobat)
kepada-Nya sesuai dengan apa yang disukai-Nya. Apabila mencapai usia tujuh
puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan
puluh tahun, maka semua amal baiknya dicatat dan dihapuslah semua amal
buruknya. Apabila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua
dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; ia pun dapat memberikan syafaat
kepada ahli baitnya serta dicatat sebagai Aminullah (orang kepercayaan
Allah), dan dia menjadi tahanan Allah di bumi-Nya. Apabila ia mencapai usia
pikun sehingga ia tidak mengetahui lagi segala sesuatu yang tadinya ia ketahui,
maka Allah mencatatkan baginya hal yang semisal dengan amal kebaikan yang
pernah dilakukannya semasa sehatnya; apabila melakukan suatu keburukan, maka
tidak dicatatkan dalam buku catatan amalnya.
Hadis ini garib sekali,
di dalamnya terkandung kemungkaran yang parah. Tetapi sekalipun demikian, Imam
Ahmad ibnu Hambal meriwayatkannya pula di dalam kitab musnadnya, baik secara mauquf
ataupun marfu'.
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir, dari Muhammad ibnu Abdullah
Al-Amili, dari Amr ibnu Ja'far, dari Anas yang mengatakan, bahwa apabila
seorang lelaki muslim mencapai usia empat puluh tahun, Allah menyelamatkannya
dari tiga macam penyakit, yaitu gila, supak, dan lepra. Apabila mencapai usia
lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh
tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya yang disukainya. Dan apabila
mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai
usia delapan puluh tahun, Allah menerima semua kebaikannya dan menghapuskan
semua keburukannya. Apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah
mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian. Ia diberi julukan
sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada
keluarganya.
Imam Ahmad mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj,
telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah Al-Amiri, dari Muhammad ibnu
Abdullah ibnu Amr ibnu Usman, dari Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab, dari Nabi
Saw. Lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
وَرَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ
عِيَاضٍ، حَدَّثَنِي يُوسُفُ بْنُ أَبِي ذَرَّةَ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْري، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُعَمَّرٍ
يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ
ثَلَاثَةَ أَنْوَاعٍ مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ
Imam Ahmad telah meriwayatkan
pula, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan
kepadaku Yusuf ibnu Abu Burdah Al-Ansari, dari Ja'far ibnu Amr ibnu Umayyah
Ad-Dimri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada
seorang pun yang berusia panjang dalam Islamnya selama empat puluh tahun,
melainkan Allah memalingkan darinya tiga macam penyakit yaitu gila, supak, dan
lepra.
Lalu disebutkan hingga akhir
hadis yang teksnya sama dengan hadis sebelumnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, dari Abdullah ibnu Syabib, dari Abu Syaibah, dari
Abdullah ibnu Abdul Malik, dari Abu Qatadah Al-Adawi, dari anak saudara
Az-Zuhri, dari pamannya (Az-Zuhri), dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا مِنْ عَبْدٍ يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ
سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْوَاعًا مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ
وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ، فَإِذَا بَلَغَ خَمْسِينَ سَنَةً لَيَّنَ اللَّهُ لَهُ
الْحِسَابَ، فَإِذَا بَلَغَ سِتِّينَ سَنَةً رَزَقَهُ اللَّهُ الْإِنَابَةَ
إِلَيْهِ بِمَا يُحِبُّ، فَإِذَا بَلَغَ سَبْعِينَ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسمي أَسِيرَ اللَّهِ، وَأَحَبَّهُ
أَهْلُ السَّمَاءِ، فَإِذَا بَلَغَ الثَّمَانِينَ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْهُ
حَسَنَاتِهِ وَتَجَاوُزَ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا بَلَغَ التِّسْعِينَ غَفَر
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسُمي أسير اللَّهِ فِي
أَرْضِهِ، وَشُفِّعَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ"
Tiada seorang hamba pun yang
diberi usia panjang dalam Islam selama empat puluh tahun, melainkan Allah
memalingkan darinya berbagai macam penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak.
Apabila ia mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila
mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya
berkat kesukaan yang ditanamkan Allah dalam dirinya. Apabila mencapai usia
tujuh puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya semua dosanya yang
terdahulu dan yang terkemudian; dan ia diberi nama 'tahanan Allah', semua
penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun, Allah
menerima amal-amal baiknya dan memaafkan amal-amal keburukannya. Dan apabila
mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya atas semua
dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian, lalu ia diberi nama sebagai
'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً}
Dan kalian lihat bumi ini
kering. (Al-Hajj: 5)
Hal ini pun merupakan dalil lain
yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan orang-orang yang telah
mati,- sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang kering tandus, tidak ada tanaman
apa pun padanya.
Qatadah mengatakan bahwa hamidah
artinya padang pasir lagi tandus (kering).
Sedangkan menurut As-Saddi,
makna yang dimaksud ialah tanah yang mati.
{فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ
اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
kemudian apabila Kami telah
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj:
5)
Apabila Allah menurunkan hujan,
maka bumi yang tadinya tandus itu menjadi subur dan menumbuhkan tetumbuhannya
dengan subur; lalu keluarlah dari tumbuh-tumbuhan itu berbagai macam
buah-buahan dan tanam-tanaman yang beraneka ragam warna, rasa, bau, bentuk, dan
manfaatnya. Karena itulah firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Yaitu yang indah bentuknya dan
harum baunya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ}
Yang demikian itu karena
sesungguhnya Allah, Dialah yang hak. (Al-Hajj: 6)
Allah Yang menciptakan, yang
mengatur, lagi Maha Berbuat terhadap semua yang dikehendaki-Nya.
{وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى}
dan sesungguhnya Dialah yang
menghidupkan segala yang mati. (Al-Hajj: 6)
Yakni sebagaimana Dia
menghidupkan bumi yang mati sehingga bumi dapat menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain,
yaitu:
{إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي
الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ}
Sesungguhnya Tuhan Yang
menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)
{إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا
أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka
jadilah ia. (Yasin: 82)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ
فِيهَا}
dan sesungguhnya hari kiamat
itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. (Al-Hajj:
7)
Yakni kejadian hari kiamat itu
pasti, tiada keraguan padanya.
{وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي
الْقُبُورِ}
dan bahwasanya Allah
membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj:
7)
Maksudnya, Allah mengembalikan
mereka menjadi hidup sesudah tubuh mereka hancur, dan menciptakan kembali
mereka sesudah tiada. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ
قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي
أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ. الَّذِي جَعَلَ
لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الأخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ}
Dan dia membuat perumpamaan
bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya. Ia berkata, "Siapakah yang
dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah,
"Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia
Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untuk
kalian api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." (Yasin: 78-80)
Ayat-ayat lain yang semakna
cukup banyak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا بَهز، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ: أَنْبَأَنَا يَعْلَى
عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ وَكِيعِ بْنِ حُدُس، عَنْ عَمِّهِ أَبِي رَزين الْعُقَيْلِيِّ
-وَاسْمُهُ لَقِيط بْنُ عَامِرٍ -أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكُلُّنَا يَرَى رَبَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَيْسَ كُلُّكُمْ
يَنْظُرُ إِلَى الْقَمَرِ مُخْليا بِهِ؟ " قُلْنَا: بَلَى. قَالَ:
"فَاللَّهُ أَعْظَمُ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي
اللَّهُ الْمَوْتَى، وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ قَالَ: "أَمَا
مَرَرْتَ بِوَادِي أَهْلِكَ مَحْلًا " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "ثُمَّ
مَرَرْتَ بِهِ يَهْتَزُّ خَضِرًا؟ ". قَالَ: بَلَى. قَالَ: "فَكَذَلِكَ
يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى، وَذَلِكَ آيَتُهُ فِي خَلْقِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Salamah yang mengatakan bahwa Ya'la ibnu Ata telah menceritakan kepada kami
dari Waki', dari Addi, dari pamannya Abu Razin Al-Uqaili yang nama aslinya
ialah Laqit ibnu Amir, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Wahai Rasulullah, apakah kita semua akan melihat Tuhan kita kelak di hari
kiamat, dan apakah perumpamaan hal tersebut pada makhluk-Nya?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Bukankah kalian semua dapat melihat bulan tanpa
berdesak-desakan?" Kami (para sahabat) menjawab, "Ya,
benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Allah lebih besar lagi."
Laqit ibnu Amir melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai
Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati?
Berilah perumpamaan hal itu pada makhluk-Nya." Rasulullah Saw. bersabda,
"Bukankah kamu pernah melewati lembah tempat keluargamu yang tandus itu?"
Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah Saw. bersabda lagi, "Kemudian
kamu melewatinya lagi (di lain waktu) yang ternyata tampak hijau lagi
subur?" Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah berkata, "Demikian
pula Allah menghidupkan orang-orang mati. Itulah tanda kekuasaan-Nya pada
makhluk-Nya."
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu
Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang
sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan
pula telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada
kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu
Jabir, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Abu Razin Al-Uqaili yang mengatakan bahwa
ia datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati?" Rasulullah
Saw. bersabda, "Bukankah kamu pernah melewati suatu daerah dari kawasan
tempat tinggal kaummu yang tampak tandus, kemudian di lain waktu kamu
melewatinya dalam keadaan subur?" Ia menjawab, "Benar."
Rasulullah Saw. bersabda, "Demikianlah caranya kejadian di hari
berbangkit nanti."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu
Marhum, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnus Samit, dari Qatadah, dari
Abul Hajjaj, dari Mu'az ibnu Jabal yang mengatakan, "Barang siapa yang
meyakini bahwa Allah adalah Hak yang Jelas, dan bahwa hari kiamat pasti terjadi
tiada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang yang
mati dari dalam kuburnya, tentulah ia masuk surga."
Al-Hajj, ayat 8-10
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ (8)
ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ
وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ (9) ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ
يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ (10) }
Dan di
antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya dengan memalingkan lambungnya
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Ia mendapat kehinaan di dunia dan
di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan
dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan
yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah
sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya.”
Setelah menyebutkan perihal
orang-orang yang sesat, bodoh lagi membebek melalui firman-Nya:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ}
Di antara manusia ada
orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti
setiap setan yang sangat jahat. (Al-Hajj: 3)
Kemudian Allah menyebutkan
perihal keadaan para penyeru kesesatan, pemimpin kekafiran, serta ahli bid'ah
melalui firman-Nya:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ}
Dan di antara manusia ada
orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa
petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang
bercahaya. (Al-Hajj: 8)
Yakni tanpa alasan yang benar,
tanpa ada dalil naqli yang jelas, bahkan hanya berdasarkan ra-yu dan
keinginan hawa nafsu belaka.
Firman Allah Swt.:
{ثَانِيَ عِطْفِهِ}
dengan memalingkan
lambungnya. (Al-Hajj: 9)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya
mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bilamana ia diajak kepada perkara yang
hak, maka ia berpaling menyombongkan dirinya'.
Mujahid, Qatadah, dan Malik
telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan
memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9) Yaitu memalingkan mukanya terhadap
seruan kebenaran yang ditujukan kepadanya sebagai reaksi dari sikap sombongnya.
Pengertiannya sama dengan yang
terdapat di dalam firman-Nya:
{وَفِي مُوسَى إِذْ أَرْسَلْنَاهُ إِلَى
فِرْعَوْنَ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَتَوَلَّى بِرُكْنِهِ وَقَالَ سَاحِرٌ أَوْ
مَجْنُونٌ}
Dan juga kepada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya
kepada Fir'aun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka dia (Fir'aun) berpaling
(dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 38-39)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا
أَنزلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ
صُدُودًا}
Apabila dikatakan kepada
mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum
yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, " niscaya kamu lihat
orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati)
kamu. (An-Nisa: 61)
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا
يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ
وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
Dan apabila dikatakan kepada
mereka, "Marilah (beriman), agar Rasul
memintakan ampunan bagi kalian, " mereka membuang muka mereka dan kamu
lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun:
5)
Dan firman Allah Swt. yang
menceritakan perkataan Luqman kepada putranya, yaitu:
{وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ}
Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong).
(Luqman: 18)
Yakni kamu memalingkan wajahmu
dari mereka dengan rasa sombong karena merasa lebih tinggi daripada mereka.
Demikian pula firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى
مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا
فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan apabila dibacakan kepadanya
ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri. (Luqman: 7), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
untuk menyesatkan manusia
dari jalan Allah. (Al-Hajj: 9)
Sebagian ulama mengatakan bahwa
huruf lam dalam ayat ini adalah Lamul Aqibah. yang artinya
'akibatnya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah'. Tetapi dapat juga
diartikan sebagai Lam Ta’lil, seperti yang disebutkan di atas.
Kemudian mengenai makna yang
dimaksud dari pelakunya ialah orang-orang yang ingkar. Atau dapat pula
diartikan bahwa pelaku yang berwatak demikian tiada lain Kami jadikan dia
berakhlak rendah agar Kami jadikan dia termasuk orang yang menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ}
Ia mendapat kehinaan di
dunia. (Al-Hajj: 9)
Al-khizyu artinya kehinaan dan kerendahan. Hal itu disebabkan ia bersikap
angkuh dan sombong terhadap ayat-ayat Allah. Maka Allah membalasnya dengan
kehinaan di dunia dan menghukumnya di dunia sebelum akhirat, mengingat dunia
adalah tujuan hidup dan batas pengetahuannya.
{وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ
الْحَرِيقِ. ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ}
dan di hari kiamat Kami
merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan
dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan
yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu." (Al-Hajj: 9-10)
Kalimat itu dikatakan
terhadapnya sebagai kecaman dan celaan.
{وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ
لِلْعَبِيدِِ}
dan sesungguhnya Allah
sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya. (Al-Hajj:
10)
Semakna dengan apa yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ
الْجَحِيمِ. ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ. ذُقْ إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ. إِنَّ هَذَا مَا كُنْتُمْ بِهِ تَمْتَرُونَ}
Peganglah dia, kemudian
seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Kemudian luangkanlah di atas kepalanya
siksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah,,
sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. Sesungguhnya ini adalah azab
yang dahulu selalu kamu meragu-ragukannya. (Ad-Dukhan: 47-50)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnus
Sabah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan
kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan, bahwa telah sampai kepadaku suatu berita
yang mengatakan bahwa seseorang dari mereka dibakar sebanyak tujuh puluh ribu
kali setiap harinya.
Al-Hajj,
ayat 11-13
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ
أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ
ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (11) يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا
يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ (12) يَدْعُو
لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ
(13) }
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada
di tepi. Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan
jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di
dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah keraguan yang nyata. Ia menyeru
selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat
kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. Ia menyeru sesuatu
yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat daripada manfaatnya. Sesungguhnya yang
diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan.
Mujahid
dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan
berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Yakni berada dalam keraguan.
Yang
lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi, seperti di tepi sebuah bukit.
Dengan
kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya; jika menjumpai hal
yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam; dan jika tidak, maka ia kembali
kafir.
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami
Israil, dari Abul Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah
Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Dahulu seorang lelaki datang ke
Madinah. Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula,
maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan).
Tetapi jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka
ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul
Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu
ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi Saw. lalu masuk Islam. Bila
mereka telah kembali ke kampung halaman mereka, lalu mereka menjumpai musim
hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak yang banyak, maka mereka
berkata, "Sesungguhnya agama kita adalah agama yang baik," maka
mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka menjumpai tahun kekeringan
dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, "Tiada
suatu kebaikan pun pada agama kita ini." Maka Allah Swt. menurunkan kepada
Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang
yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebaikan,
tetaplah ia dalam keadaan itu. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di
Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika tubuhnya
sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak
laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang baru dipeluknya; lalu
ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali
kebajikan belaka.
*******************
وَإِنْ
أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ
dan
jika ia ditimpa oleh suatu bencana. (Al-Hajj: 11)
Fitnah
dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah
penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang
terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata,
"Demi Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain
keburukan." Yang demikian itu adalah fitnahnya.
Hal
yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan
dengan tafsir ayat ini.
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian adalah
orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan
ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia
kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya kecuali bila mendapat
kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau
kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.
Mujahid
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj:
11) Yaitu ia murtad dan kafir kembali.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ}
Rugilah
ia di dunia dan di akhirat. (Al-Hajj:
11)
Artinya
dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia
telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat
terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ}
Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Al-Hajj: 11)
Yakni
hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا
يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ}
Ia
menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya.
(Al-Hajj: 12)
Yaitu
menyembah berhala-berhala dan tandingan-tandingan Allah yang ia mintai
pertolongannya, dan meminta hujan kepadanya serta meminta rezeki kepada
sembahannya; padahal sembahannya itu tidak dapat memberikan suatu manfaat
kepadanya, tidak pula menimpakan mudarat kepadanya.
ذَلِكَ
هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ
Yang
demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Al-Hajj: 12)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
يَدْعُو
لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ
Ia
menyeru sesuatu yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat dari manfaatnya. (Al-Hajj: 13)
Maksudnya,
kemudaratannya di dunia sebelum akhirat lebih dekat daripada manfaatnya. Di
akhirat nanti mudaratnya sudah jelas dan pasti.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}
Sesungguhnya
yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj: 13)
Mujahid
mengatakan, yang dimaksud adalah berhala sembahan mereka. Dengan kata lain,
seburuk-buruk yang dimintai pertolongan selain Allah adalah berhala-berhala
yang diserunya.
{وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}
dan
sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj:
13)
Al-'asyir
artinya kawan sepergaulan.
Ibnu
Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seburuk-buruknya
anak paman dan kawan ialah: orang yang menyembah Allah dengan berada di
tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan
jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj:
11)
Akan
tetapi, pendapat Mujahid yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah
'berhala' lebih dekat dan lebih sesuai dengan konteks pembicaraan ayat.
Al-Hajj,
ayat 14
{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (14) }
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
Setelah
menyebutkan perihal orang-orang yang sesat lagi celaka, lalu disebutkan perihal
orang-orang yang berbakti lagi berbahagia. Mereka adalah orang-orang yang
hatinya beriman dan iman mereka dibenarkan oleh perbuatan mereka, karenanya
mereka mengerjakan semua amal saleh dari amal-amal perbuatan yang mendekatkan
diri mereka kepada Allah serta meninggalkan semua jenis perbuatan mungkar.
Karena itu, mereka dianugerahi tempat tinggal di surga-surga yang tinggi yang
memiliki taman-taman yang amat indah.
Mengingat
Allah telah menyesatkan golongan pertama dan memberi petunjuk kepada golongan
yang kedua, maka hal ini diungkapkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ}
Sesungguhnya
Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 14)
Al Hajj,
ayat 15-16
{مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ
لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى
السَّمَاءِ ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
(15) وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ
(16) }
Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada akan
menolongnya (Muhammad)
di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit,
kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu
dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. Dan demikianlah
Kami telah menurunkan Al-Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan
bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan
menolong Muhammad Saw. di dunia dan akhirat. maka hendaklah ia merentangkan
tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni langit-langit rumahnya. kemudian
hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu menggantung dirinya dengan
tali itu.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Abul Jauza, Qatadah, dan
lain-lainnya.
Tetapi
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15)
Yakni untuk ia jadikan sebagai sarana mencapai langit, karena sesungguhnya
pertolongan itu datang kepada Muhammad hanyalah dari langit. kemudian
hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu untuk mengecek kebenaran hal
tersebut, jika ia mampu naik ke langit.
Tetapi
pendapat Ibnu Abbas dan murid-muridnya lebih utama dan lebih jelas penunjukan
maknanya serta lebih tepat dalam memberikan pengertian ejekan. Karena
sesungguhnya makna yang dimaksud ialah barang siapa yang menduga bahwa Allah
tidak akan menolong Muhammad, kitab-Nya, dan agama-Nya, hendaklah ia pergi
bunuh diri, jika pertolongan Allah kepada Nabi-Nya membuatnya sakit hati.
Karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menolongnya. Allah Swt. telah
berfirman:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ
آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ}
Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51)
Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا
يَغِيظُ}
kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya. (Al-Hajj:
15)
As-Saddi
mengatakan bahwa yang menyakitkan hati orang itu adalah perihal Nabi Muhammad
Saw.
Ata
Al-Khurrasani mengatakan, hendaklah orang itu merasakan sendiri, apakah
upayanya itu dapat menyembuhkan sakit hatinya,
Firman
Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}
Dan
demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata. (Al-Hajj: 16)
Maksudnya,
jelas lafaz dan maknanya sebagai hujah dari Allah terhadap manusia.
{وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ}
dan
bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 16)
Yakni
Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Hanya Dialah yang mengetahui hikmah dan hujah (alasan)
dalam hal ini.
{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ
يُسْأَلُونَ}
Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
(Al-Anbiya: 23)
Adapun
Allah karena hikmah, rahmat, keadilan, pengetahuan, keperkasaan, dan
kebesaran-Nya, maka tiada yang menanyakan tentang keputusan-Nya. Dia Mahacepat
perhitungan-Nya.
Al-Hajj,
ayat 17
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ
أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (17) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
orang-orang Sabi-in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang
musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Allah
Swt. menyebutkan para pemeluk agama-agama tersebut yang berbeda-beda, terdiri
atas orang-orang mukmin dan orang-orang selain mereka dari kalangan orang-orang
Yahudi dan orang-orang Sabi-in.
Dalam
tafsir surat Al-Baqarah telah dijelaskan definisi masing-masing dari mereka
serta perbedaan pendapat tentang mereka, orang-orang Nasrani, orang-orang
Majusi, dan orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah di samping Allah.
Maka sesungguhnya Allah:
{يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}
akan
memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. (Al-Hajj: 17)
dengan
adil. Dia akan memasukkan orang yang beriman kepada-Nya ke dalam surga, dan
akan memasukkan orang yang kafir kepada-Nya ke dalam neraka. Karena
sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan semua perbuatan mereka, Maha Mencatat
ucapan mereka serta Maha Mengetahui semua rahasia dan apa yang tersimpan di
dalam hati mereka.
Al-Hajj, ayat 18
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ
اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَالشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ
النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ
مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ (18) }
Apakah
kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di
bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, dan
binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di
antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang
dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah
berbuat apa yang Dia kehendaki.
Allah Swt. menceritakan bahwa
Dialah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya, sesungguhnya
bersujud kepada-Nya segala sesuatu karena kebesaran-Nya dengan sukarela dan
terpaksa. Dan sujud segala sesuatu itu sesuai dengan caranya sendiri-sendiri,
seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ
مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ سُجَّدًا
لِلَّهِ وَهُمْ دَاخِرُونَ}
Dan apakah mereka tidak
memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya
berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedangkan
mereka berendah diri. (An-Nahl: 48)
Dan dalam ayat berikut ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ}
Apakah kamu tiada mengetahui
bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi. (Al-Hajj: 18)
Baik dari kalangan malaikat yang
ada di segala penjuru langit; juga semua makhluk hidup yang ada di bumi
seluruhnya terdiri atas manusia, jin, hewan, dan burung-burung.
{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ
بِحَمْدِهِ}
Dan tak ada suatu pun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Al-Isra:
44)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ}
matahari, bulan, dan
bintang-bintang. (Al-Hajj: 18)
Sesungguhnya hal ini disebutkan
sebagai pengukuhan akan kehambaan semuanya, karena sesungguhnya matahari,
bulan, dan bintang-bintang ada yang menyembahnya selain Allah. Maka Allah
menjelaskan melalui ayat ini bahwa kesemuanya itu bersujud kepada Penciptanya,
dan semuanya itu mempunyai Tuhan yang mereka semua tunduk kepada-Nya.
{لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ
وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ}
Janganlah kalian bersujud
kepada matahari dan janganlah (pula) kepada
bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya. (Fushshilat:
37), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
melalui Abu Zar r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:
"أَتَدْرِي أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟ ".
قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "فَإِنَّهَا تَذْهَبُ
فَتَسْجُدُ تَحْتَ الْعَرْشِ، ثُمَّ تُسْتَأْمَرُ فَيُوشِكُ أَنْ يُقَالَ لَهَا:
ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ"
"Tahukah kamu, ke
manakah matahari ini pergi?” Abu Zar menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda,
"Sesungguhnya matahari ini pergi dan bersujud di bawah Arasy, kemudian ia
diperintahkan lagi (untuk terbit). Dan sudah dekat masanya akan
diperintahkan kepadanya, "Kembalilah kamu dari arah kamu datang' (yakni
terbit dari arah barat)."
Di dalam kitab musnad dan kitab
sunan Abu Daud serta Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengenai hadis gerhana
disebutkan sebagai berikut:
"إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ خَلْقان مِنْ خَلْق اللَّهِ،
وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا تَجَلى لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ"
Sesungguhnya matahari dan
bulan, kedua-duanya adalah makhluk Allah. Dan sesungguhnya tidaklah keduanya
mengalami gerhana karena matinya seseorang dan tidak pula karena hidup (kelahiran)nya seseorang. Tetapi bila Allah Swt.
menampakkan diri-Nya pada sesuatu dari makhluk-Nya, maka tunduklah sesuatu itu
kepada-Nya.
Abul Aliyah mengatakan, tiada
suatu bintang pun yang ada di langit, tiada pula matahari dan bulan, melainkan
jatuh menyungkur bersujud kepada Allah Swt. hingga terbenam. Kemudian tidaklah
berangkat, melainkan setelah mendapat izin (dari Allah) baginya (untuk
berangkat). Lalu ia mengambil jalan ke arah kanan untuk kembali ke tempat
terbitnya. Adapun mengenai gunung-gunung dan pohon-pohon, maka sujud keduanya
melalui bayangannya yang condong ke arah kanan dan ke arah kiri.
Disebutkan dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa seorang lelaki datang, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dalam tidurku melihat diriku seakan-akan
sedang salat di balik sebuah pohon. Ketika aku sujud, pohon itu ikut sujud
bersamaku, dan aku dengar pohon itu mengucapkan doa berikut:
اللَّهُمَّ، اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِيَ
بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا
تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ
'Ya Allah, catatkanlah
sujudku ini untukku di sisi Engkau sebagai suatu pahala, dan hapuskanlah dariku
karenanya suatu dosa, dan jadikanlah sujudku ini sebagai suatu simpanan di sisi
Engkau bagiku, dan terimalah sujudku ini dariku sebagaimana Engkau telah
menerimanya dari hamba-Mu Daud'.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,
"Lalu Rasulullah Saw. membaca ayat sajdah dan bersujud, dan ternyata saya
dengar beliau mengucapkan doa seperti doa yang telah diceritakan oleh lelaki
itu tentang ucapan pohon tersebut."
Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah,
dan Imam Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya
masing-masing.
Yang dimaksud dengan dawab dalam
ayat ini ialah semua jenis hewan.
Di dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan dari Imam Ahmad telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melarang
menjadikan punggung hewan kendaraan sebagai mimbar, sebab banyak hewan
kendaraan yang lebih baik atau lebih banyak zikirnya kepada Allah Swt. daripada
penunggangnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ}
dan sebagian besar dari
manusia. (Al-Hajj: 18)
Yakni sebagian besar dari mereka
sujud kepada Allah dengan taat dan ikhlas seraya menyembah-Nya.
{وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ}
Dan banyak di antara manusia
yang telah ditetapkan azab atasnya. (Al-Hajj: 18)
Yaitu mereka yang menolak dan
enggan bersujud kepada Allah karena kesombongannya.
{وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ
مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ}
Dan barang siapa yang
dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah
berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 18)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Syaibah Ar-Ramli, telah menceritakan kepada
kami Al-Qaddah dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang
menceritakan bahwa pernah disampaikan kepada Ali, sesungguhnya di tempatnya ada
seorang lelaki yang membicarakan tentang masyi'ah (kehendak). Maka Ali
r.a. berkata kepada lelaki itu, "Hai hamba Allah, jawablah pertanyaanku
ini. Allah menciptakanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana
yang kamu kehendaki?" Lelaki itu menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana
yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Allah membuatmu sakit sebagaimana
yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana kamu kehendaki?" Ia menjawab,
"Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki" Ali bertanya,
"Allah menyembuhkanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana
yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang
Dia kehendaki." Ali bertanya, "Dia memasukkanmu menurut apa yang Dia
kehendaki ataukah menurut apa yang kamu kehendaki?" Ia menjawab,
"Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki (ke surgakah atau ke
neraka)." Kemudian Ali r.a. berkata, "Demi Allah, seandainya kamu
mengatakan selain itu, tentulah aku akan memukul bagian tubuhmu yang ada kedua
matanya (kepala) dengan pedang."
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا قَرَأَ ابنُ آدَمَ السَّجْدَةَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ
يَبْكِي يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ. أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ، فَلَهُ
الْجَنَّةُ، وأمِرتُ بِالسُّجُودِ فأبيتُ، فَلِيَ النَّارُ"
Apabila anak Adam membaca
ayat sajdah, maka setan menjauh seraya menangis dan mengatakan, "Celakalah
(aku), anak Adam diperintahkan untuk bersujud,
laiu ia bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan untuk sujud
dan aku membangkang, maka bagiku neraka." (Riwayat Muslim)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي
هَاشِمٍ وَأَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة،
حَدَّثَنَا مَشْرَح بْنُ هَاعَانَ أَبُو مُصعب الْمُعَافِرِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ
عُقَبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفُضِّلَتْ سُورَةُ
الْحَجِّ عَلَى سَائِرِ الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، فَمَنْ
لَمْ يَسْجُدْ بِهِمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا".
Imam Ahmad mengatakan telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim dan Abu Abdur Rahman
Al-Muqri. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah; ia
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musyarrih ibnu Ha'an Abu Mus'ab Al-Ma'afiri,
ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir berkata, "Aku
bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah surat Al-Hajj melebihi surat lainnya berkat
kedua ayat sajdah yang ada padanya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya, benar.
Maka barang siapa yang tidak bersujud pada keduanya, janganlah ia membaca
keduanya'."
Abu Daud dan Imam Turmuzi
meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan
Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini tidak kuat dan masih diragukan.
Karena sesungguhnya Ibnu Lahi'ah telah menjelaskan dalam hadis ini bahwa dia
hanya mendengarnya, dan kebanyakan pendapat tentang dirinya dari kalangan ulama
mengatakan bahwa dia orang yang suka memalsu hadis.
Abu Daud di dalam kitab Marasil-nya
mengatakan,
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرح، أَنْبَأَنَا ابْنُ
وَهْب، أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ عَامِرِ بْنِ جَشِب، عَنْ
خَالِدِ بْنِ مَعْدان؛ أَنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "فُضِّلت
سُورَةُ الْحَجِّ عَلَى الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ"
telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amir ibnu Jasyb, dari Khalid
ibnu Ma'dan rahimahullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat
Al-Hajj mempunyai kelebihan di atas semua surat Al-Qur’an karena dua ayat
sajdah(nya).
Kemudian Imam Abu Daud
mengatakan bahwa memang hadis ini disebutkan dalam kitab musnad, tetapi melalui
jalur lain, sedangkan predikatnya tidak sahih.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Isma'ili
mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Daud, telah menceritakan kepada
kami Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah
menceritakan kepada kami Abu Amr, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu
Gayyas, telah menceritakan kepadaku Nafi' yang mengatakan, Abul Jahm pernah
menceritakan kepadanya bahwa Umar r.a. melakukan sujud dua kali dalam surat
Al-Hajj saat ia berada di Al-Jabiyah. Setelah itu ia mengatakan bahwa
sesungguhnya surat Al-Hajj ini mempunyai kelebihan berkat kedua ayat sajdahnya.
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu
Majah telah meriwayatkan melalui hadis Al-Haris ibnu Sa'id Al-Itqi, dari
Abdullah ibnu Manin, dari Amr ibnul As, bahwa Rasulullah Saw. pernah
mengajarkan kepadanya lima belas ayat sajdah di dalam Al-Qur'an, tiga di
antaranya terdapat di dalam surat mufassal, dua dalam surat As-Sajdah, Hal ini
merupakan bukti-bukti yang satu sama lain saling memperkuat.
Al-Hajj,
ayat 19-22
{هَذَانِ خَصْمَانِ
اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ
نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ (19) يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي
بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ (20) وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ (21) كُلَّمَا
أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ
الْحَرِيقِ (22) }
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka
saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk
mereka pakaian-pakaian dari neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas
kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut
mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari
besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan
mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan),
"Rasailah azab yang membakar ini!"
Di
dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui hadis Abu Mijlaz, dari
Qais ibnu Abbad, dari Abu Zar, bahwa Abu Zar pernah bersumpah sehubungan dengan
ayat ini, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan
golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan
mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Hamzah dan kedua temannya, serta Atabah dan kedua temannya (di pihak
yang lain), saat mereka perang tanding dalam Perang Badar.
Lafaz
Imam Bukhari disebutkan dalam tafsir ayat ini, kemudian Imam Bukhari mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnul Minhal, telah menceritakan
kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman; ia pernah mendengar ayahnya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Abu Mijlaz, dari Qais ibnu Abbad, dari Ali ibnu
Talib yang mengatakan, "Aku adalah orang yang mula-mula berlutut di
hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah kelak di hari kiamat untuk bertengkar (dengan
orang-orang kafir)." Qais mengatakan bahwa berkenaan dengan merekalah ayat
ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin
dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan
mereka. (Al-Hajj: 19) Qais mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang
perang tanding dalam Perang Badar, yaitu Ali, Hamzah, dan Ubaidah dari satu
pihak; sedangkan dari pihak lain (kafir) ialah Syaibah ibnu Rabi'ah, Atabah
ibnu Rabi'ah, dan Al-Walid ibnu Atabah. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini
secara tunggal.
Sa'id
ibnu Abu Arubah telah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang
bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19)
Bahwa kaum muslim bertengkar dengan kaum Ahli Kitab. Ahli Kitab mengatakan,
"Nabi kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian, maka
kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kaum muslim berkata,
"Kitab kami memutuskan terhadap kitab kalian semuanya, nabi kami adalah
penutup para nabi, maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian."
Kemudian Allah memenangkan agama Islam atas semua agama yang menentangnya. Dan
Allah menurunkan firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan
golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan
mereka. (Al-Hajj: 19)
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah
dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar,
mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa yang
bertengkar itu adalah golongan yang membenarkan dan golongan yang mendustakan.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini, bahwa
ayat ini merupakan tamsil yang mengumpamakan pertengkaran di antara orang kafir
dan orang mukmin mengenai hari berbangkit. Mujahid dalam riwayat lain —juga
Ata— mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kedua golongan yang
bertengkar itu adalah orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.
Ikrimah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan
mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar
mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Makna yang dimaksud adalah surga dan
neraka. Neraka berkata, "Jadikanlah diriku untuk siksaan." Sedangkan
surga mengatakan, "Jadikanlah aku untuk rahmat."
Pendapat
Mujahid dan Ata yang mengatakan bahwa sesungguhnya makna ayat ini berkenaan
dengan orang-orang kafir dan orang-orang mukmin merupakan pendapat yang
mencakup pengertian semua pendapat lainnya. Termasuk pula pendapat yang
mengatakan bahwa kisah ini berkenaan dengan Perang Badar dan perang lainnya,
karena sesungguhnya orang-orang mukmin bermaksud menolong agama Allah Swt.,
sedangkan orang-orang kafir bermaksud memadamkan cahaya iman, mengalahkan
kebenaran, dan memenangkan kebatilan.
Pendapat
inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ini merupakan pilihan yang baik.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ
ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ}
Maka
orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. (Al-Hajj: 19)
Maksudnya,
dibuatkan bagi mereka pakaian yang terdiri atas lembaran-lembaran api neraka.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan bahwa pakaian itu terbuat dari tembaga, sebab tembaga
adalah suatu benda yang menjadi sangat panas bila dipanaskan.
{يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ
الْحَمِيمُ. يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ}
Disiramkan
air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan
segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 19-20)
Yakni
bilamana disiramkan air yang amat panas ke atas kepala mereka (maka terbakarlah
kulit mereka dan hancurlah segala isi perut mereka).
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud dengan hamim ialah tembaga yang
dileburkan, lalu leburan tembaga itu menghancurkan lemak dan isi perut mereka,
begitu pula kulit mereka.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan
lain-lainnya.
Ibnu
Abbas dan Sa'id mengatakan bahwa semuanya jatuh berguguran.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ أَبُو إِسْحَاقَ
الطالَقاني، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ أَبِي
السَّمْح، عَنِ ابْنِ حُجَيرة، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عليه وسلم قال: "إِنْ الْحَمِيمَ ليُصَب عَلَى رُءُوسِهِمْ، فينفُد
الجمجمةَ حَتَّى يَخْلُصَ إِلَى جَوْفِهِ، فَيَسْلِتُ مَا فِي جَوْفِهِ، حَتَّى
يَبْلُغَ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ الصِّهْرُ، ثُمَّ يُعَادُ كَمَا كَانَ"
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah
menceritakan kepadaku Ibrahim Abu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada
kami Ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Ibnu Hujairah,
dari Abu Hurairah, dari* Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya air
yang sangat panas benar-benar dituangkan di atas kepala mereka, lalu air panas
itu menembus batok kepala mereka dan menembus sampai ke perutnya sehingga
hancur luluhlah semua isi perutnya, lalu terus menembus sampai kepada kedua
telapak kakinya; hamim itu adalah logam yang dilebur. Kemudian diulangi lagi
seperti semula.
Imam
Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dan ia mengatakan bahwa
hadis ini hasan sahih.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Abu Na'im,
dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama.
Kemudian
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Abul Hawari yang mengatakan, ia
pernah mendengar Abdullah ibnus Sirri mengatakan bahwa orang kafir itu
didatangi oleh malaikat yang membawa sebuah wadah dengan memakai dua pengait
karena panasnya yang sangat. Bila wadah itu telah didekatkan ke kepala si
kafir, maka si kafir itu dipaksa dan malaikat mengangkat cambuknya, lalu
dipukulkan ke kepala si kafir tersebut sehingga otaknya berantakan. Kemudian
air panas itu dituangkan ke kepalanya, lalu menembus sampai ke perutnya. Yang
demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dengan air itu dihancurluluhkan
segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj:
20)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ}
Dan
untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ
مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "لَوْ أَنَّ مِقْمَعا مِن حَديد وُضِع فِي الْأَرْضِ، فَاجْتَمَعَ لَهُ
الثَّقَلَانِ مَا أقَلُّوه مِنَ الْأَرْضِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj,
dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Seandainya
cambuk besi itu diletakkan di bumi, lalu jin dan manusia dikumpulkan untuk
mengangkatnya, tentulah mereka tidak dapat mengangkatnya dari tanah.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا
دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ ضُرب الجبلُ
بمِقْمَع مِنْ حَدِيدٍ، لَتَفَتَّتَ ثُمَّ عَادَ كَمَا كَانَ، وَلَوْ أَنَّ
دَلْوًا مِنْ غَسَّاق يُهَرَاق فِي الدُّنْيَا لَأَنْتَنَ أَهْلُ الدُّنْيَا"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj,
dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Seandainya gunung dipukul dengan cambuk besi itu,
tentulah akan hancur luluh, kemudian dikembalikan menjadi utuh seperti semula.
Dan seandainya sebuah timba yang berisikan gassaq (nanah) ditumpahkan ke
bumi, tentulah seluruh dunia berbau busuk.
Ibnu
Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan untuk mereka
cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21) Yang digunakan untuk memukuli
mereka, sehingga setiap anggota tubuhnya bercerai berai, dan mereka akan
meneriakkan kata-kata, "Celakalah kami."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا
مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا}
Setiap
kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya
mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj:
22)
Al-A'masy
telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Salman yang mengatakan bahwa neraka
itu hitam lagi gelap, nyala apinya tidak bersinar, begitu pula baranya.
Kemudian Salman membaca firman-Nya: Setiap kali mereka hendak keluar dari
neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj:
22)
Zaid
ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap kali
mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka
dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22) Bahwa telah sampai suatu berita
kepadanya yang mengatakan bahwa ahli neraka tidak dapat bernapas di dalam
neraka.
Al-Fudail
ibnu Iyad mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak mempunyai harapan untuk
dapat keluar dari neraka. Sesungguhnya kaki-kaki mereka terbelenggu dan
tangan-tangan mereka terikat rantai, tetapi mereka terangkat oleh luapan nyala
apinya, lalu mereka dikembalikan ke dalam neraka oleh cambuk-cambuknya."
Firman
Allah Swt.:
{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}
Rasailah
azab yang membakar ini. (Al-Hajj:
22)
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ
الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ}
Dan
dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kalian
mendustakannya." (As-Sajdah:
20)
Makna
yang dimaksud ialah bahwa mereka (ahli neraka) diazab dengan siksaan dan caci
maki.
Al-Hajj,
ayat 23-24
{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا
وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (23) وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ
وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ (24) }
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan
mutiara, dan pakaian mereka adalah sutra. Dan mereka diberi petunjuk kepada
ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang
terpuji.
Setelah
menceritakan keadaan ahli neraka —semoga Allah melindungi kita dari keadaan
mereka— dan azab serta pembalasan yang mereka terima di dalam neraka yang
membakar mereka, juga belenggu-belenggunya yang mengikat mereka, serta pakaian
khusus dari api buat mereka; kemudian Allah menyebutkan perihal ahli surga
—semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya berkat karunia dan
kemurahan-Nya—. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
Sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke
dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. (Al-Hajj: 23)
Yakni
sungai-sungai itu membelah taman-taman surga dan mengalir di sekeliling surga,
juga di pinggir-pinggirnya serta di bawah pohon-pohonnya dan gedung-gedung
tempat tinggal mereka. Sungai-sungai tersebut dapat dialirkan ke arah mana pun
yang mereka sukai.
{يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ
ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا}
Di
surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara. (Al-Hajj: 23)
Yaitu
yang dipakaikan pada tangan-tangan mereka, seperti yang disebutkan oleh Nabi
Saw. dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim, yaitu:
"تَبْلُغُ الحِلْيَة
مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الوُضُوء"
Perhiasan
yang dipakai oleh orang mukmin mencapai apa yang dicapai oleh air wudu(nya).
Ka'bul
Ahbar mengatakan, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat malaikat; yang
seandainya aku menginginkan untuk memberinya nama, tentulah aku beri nama dia.
Malaikat itu bertugas mencetak perhiasan-perhiasan buat ahli surga sejak ia
diciptakan oleh Allah Swt. sampai hari kiamat. Seandainya suatu perhiasan atau
suatu gelang itu diperlihatkan, tentulah ia dapat memudarkan cahaya matahari,
sebagaimana cahaya matahari memudarkan sinar bulan."
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ}
dan
pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj:
23)
Kebalikan
dari pakaian ahli neraka yang semuanya terbuat dari api neraka, sedangkan
pakaian ahli surga adalah dari kain sutra yang tipis dan yang tebal. Seperti
yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ
وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا
طَهُورًا. إِنَّ هَذَا كَانَ لَكُمْ جَزَاءً وَكَانَ سَعْيُكُمْ مَشْكُورًا}
Mereka
memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman
yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untuk kalian, dan usaha kalian
adalah disyukuri (diberi
balasan). (Al-Insan: 21-22)
Di
dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"لَا تَلْبَسُوا
الْحَرِيرَ وَلَا الدِّيبَاجَ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي
الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ"
Janganlah
kalian memakai sutra, jangan pula kain sutra tebal. Karena sesungguhnya barang
siapa yang memakainya di dunia tidak akan dapat memakainya di akhirat.
Abdullah
ibnuz Zubair mengatakan bahwa barang siapa yang tidak dapat memakai sutra di
akhirat, berarti dia tidak masuk surga, karena Allah Swt. telah berfirman: dan
pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ}
Dan
mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24)
Makna
ayat ini ditafsirkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ}
Dan
dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin
Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah 'Salam'. (Ibrahim: 23)
{وَالْمَلائِكَةُ
يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ
فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ}
sedangkan
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), "Saldmun
'alaikum bimd sabartum.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra'd:
23-24)'
Dan
firman Allah Swt.:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا
تَأْثِيمًا * إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}
Mereka
tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan
yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)
Yakni
mereka diberi petunjuk ke tempat yang di dalamnya mereka mendengar perkataan
yang baik-baik saja. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
{وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا}
dan
mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. (Al-Furqan: 75)
Keadaan
mereka berbeda dengan ahli neraka yang terus-menerus dihina, dicela, dan
dikecam. Dikatakan kepada mereka:
{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}
Rasakanlah
azab yang membakar ini. (Al-Hajj:
22)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}
dan
ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang
terpuji. (Al-Hajj: 24)
Yaitu
ke tempat yang di tempat itu mereka memuji Tuhannya atas kebaikan-Nya kepada
mereka yang telah memberikan segala nikmat itu kepada mereka. Di dalam sebuah
hadis sahih disebutkan:
"إِنَّهُمْ
يُلْهَمُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ، كَمَا يُلْهَمُونَ النَّفَسَ".
Sesungguhnya
mereka (ahli surga) diberi ilham untuk
bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas.
Sebagian
ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan mereka
diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24) Bahwa yang
dimaksud adalah Al-Qur'an.
Menurut
pendapat lain, kalimat La ilaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).
Sedangkan
menurut pendapat yang lainnya lagi, zikir-zikir yang dianjurkan oleh syariat.
{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}
dan
ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang
terpuji. (Al-Hajj: 24)
Yakni
jalan yang lurus ketika di dunianya.
Pada
garis besarnya pendapat-pendapat ini tidaklah bertentangan dengan apa yang
telah disebutkan di atas.
Al-Hajj, ayat 25
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ
لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ
بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (25) }
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil
Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ
maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.
Allah Swt. berfirman, memprotes
perbuatan orang-orang kafir yang menghalang-halangi orang-orang mukmin untuk
mendatangi Masjidil Haram guna menunaikan manasik mereka di dalamnya, juga
memprotes pengakuan mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah para penguasa
Masjidil Haram. Untuk itu Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ
أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
dan mereka bukanlah
orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya)
hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34),
hingga akhir ayat.
Di dalam ayat ini terkandung
dalil yang menunjukkan bahwa ayat yang sedang kita bahas adalah ayat
Madaniyyah, sama halnya seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah oleh
firman-Nya:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ
قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ
بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ
اللَّهِ}
Mereka bertanya kepadamu
tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu
adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari
jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan
mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi
Allah. (Al-Baqarah: 217)
Dan dalam ayat berikut ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
Sesungguhnya orang-orang yang
kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram. (Al-Hajj: 25)
Yakni ciri khas orang-orang
kafir itu di samping mereka adalah kafir, juga menghalang-halangi manusia dari
jalan Allah dan menghalang-halangi mereka untuk sampai ke Masjidil Haram. Yaitu
menghalang-halangi kaum mukmin yang hendak menuju ke Masjidil Haram, padahal
mereka adalah orang-orang yang paling berhak terhadap Masjidil Haram. Ungkapan
tertib dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain oleh
firman-Nya:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ
بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra'd: 28)
Artinya, ciri khas orang-orang
yang beriman itu ialah hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً
الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
yang telah Kami jadikan untuk
semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Yakni orang-orang kafir itu
menghalang-halangi orang-orang yang beriman untuk dapat sampai ke Masjidil
Haram, padahal Allah telah menjadikannya sebagai tempat ibadah bagi semua
manusia, tanpa ada beda, baik yang bermukim di situ maupun yang datang jauh
dari luar.
{سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
sama saja, baik yang bermukim
di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Karena itulah maka manusia
mempunyai hak yang sama terhadap kawasan Mekah dan untuk tinggal di dalamnya.
seperti yang telah diriwayatkan
oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sama
saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Bahwa penduduk Mekah dan selain mereka dapat tinggal di sekitar Masjidil Haram.
Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di
padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk asli Mekah dan selain mereka
mempunyai hak yang sama untuk bertempat tinggal di Mekah.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Abu Saleh, Abdur Rahman ibnu Sabit, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa sama saja haknya bagi penduduk asli Mekah
maupun selain mereka dalam bertempat tinggal di Mekah.
Masalah inilah yang
diperselisihkan oleh Imam Syafii dan Ishaq ibnu Rahawaih di Masjid Khaif, saat
itu Imam Ahmad ibnu Hambal hadir pula. Imam Syafii berpendapat bahwa tanah
kawasan Mekah boleh dimiliki, diwariskan, dan disewakan.
Imam Syafii mengatakan pendapat
ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri, dari Ali ibnul
Hasan, dari Amr ibnu Usman, dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.; "Wahai Rasulullah, apakah engkau
besok akan turun di rumahmu di Mekah?" Rasulullah Saw. menjawab,
"Apakah Uqail telah meninggalkan sebidang tanah bagi kami (untuk tempat
tinggal)?" Kemudian beliau Saw. bersabda:
"لَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ، وَلَا الْمُسْلِمُ
الْكَافِرَ"
Orang kafir tidak boleh
mewarisi orang muslim, dan tidak pula orang muslim mewarisi orang kafir.
Hadis ini diketengahkan di dalam
kitab Sahihain.
Juga dengan sebuah asar yang telah
menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah membeli sebuah rumah di
Mekah dari Safwan ibnu Umayyah dengan harga empat ribu dirham, lalu Khalifah
Umar menjadikannya sebagai rumah tahanan.
Tawus dan Amr ibnu Dinar
mengatakan, Ishaq ibnu Rahawaih berpendapat bahwa tanah Mekah tidak dapat
diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab
segolongan ulama Salaf, dan dinaskan oleh Mujahid serta Ata. Ishaq ibnu
Rahawaih melandasi pendapatnya dengan sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu
Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Isa ibnu Yunus, dari Umar ibnu
Sa'id ibnu Abu Haiwah, dari Usman ibnu Abu Sulaiman, dari Alqamah ibnu Nadlah
yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. wafat, begitu pula Abu Bakar dan
Umar; sedangkan kawasan Mekah tiada seorang pun mengklaim memilikinya,
melainkan semuanya adalah tanah sawaib (milik Allah). Barang siapa yang
miskin, boleh tinggal padanya; dan barang siapa yang kaya, boleh memberikan
tempat tinggal.
Abdur Razzaq ibnu Mujahid telah
meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa
rumah-rumah di Mekah tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh pula disewakan.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, bahwa Ata melarang
menyewakan tanah Mekah. Ibnu Juraij telah menceritakan pula kepadanya bahwa
Khalifah Umar ibnul Khattab melarang pembuatan pintu di rumah-rumah di Mekah
agar para jamaah haji dapat tinggal di halaman-halamannya. Orang yang mula-mula
membuat pintu pada rumahnya adalah Suhail ibnu Amr. Maka Umar ibnul Khattab
mengirimkan utusan kepadanya guna menyelesaikan perkara tersebut. Maka Suhail
ibnu Amr menjawab, "Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya saya adalah
seorang pedagang, maka saya bermaksud membuat dua buah pintu guna memelihara
barang dagangan saya." Maka Khalifah Umar berkata, "Kalau demikian,
kamu boleh melakukannya."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Mansur,dari Mujahid, bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah
berkata, "Hai ahli Mekah, janganlah kalian buat pintu-pintu di rumah-rumah
kalian agar orang yang datang dari jauh dapat tinggal di mana pun ia
suka."
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seseorang yang mendengarnya dari Ata
sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ
maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa mereka boleh tinggal di mana
pun mereka suka di Mekah.
Imam Daruqutni telah
meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf.
Barang siapa yang memakan dari hasil sewa rumah Mekah, berarti dia memakan
api."
Imam Ahmad berpendapat
pertengahan, untuk itu ia mengatakan bahwa tanah Mekah boleh dimiliki, tetapi
tidak boleh diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pendapatnya ini merupakan
kesimpulan gabungan dari dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini. Hanya
Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ
نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25)
Sebagian ulama tafsir mengatakan
bahwa perbuatan tersebut ditujukan kepada orang Arab. Huruf ba dalam
ayat ini adalah zaidah, sama halnya dengan huruf ba yang ada dalam
firman-Nya:
{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}
yang menghasilkan minyak. (Al-Mu’minun: 20)
Artinya adalah tanbutud duhna
(menghasilkan minyak). Begitu pula makna firman-Nya:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ}
dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Artinya adalah man yurid fihi
ilhadan, yakni barang siapa yang bermaksud melakukan kejahatan di dalamnya.
Sama pula dengan apa yaag terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu Al-Asya:
ضَمنَتْ بِرِزْقِ عِيَالِنَا أرْماحُنا ... بَيْنَ المَرَاجِل،
والصّريحَ الْأَجْرَدِ
Tombak-tombak
kami yang ada di antara panci-panci dan wadah-wadah kosong menjadi sarana yang
menjamin rezeki anak-anak kami.
Dan ucapan seorang penyair
lainnya, yaitu:
بوَاد يَمانِ يُنْبتُ الشَّثّ صَدْرُهُ ... وَأسْفَله بالمَرْخ
والشَّبَهَان ...
Di
Lembah Yaman di Markh dan Syabhan tumbuhlah rerumputan di bagian tengah dan
bagian bawahnya.
Akan tetapi, pendapat yang
terbaik ialah yang mengatakan bahwa kata kerja yurid dalam ayat ini
mengandung makna yuhimmu. Karena itulah maka diperlukan adanya huruf ba
sebagai ta'diyah:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ}
dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Yakni berniat hendak melakukan suatu
perbuatan maksiat yang besar di dalamnya.
Firman-Nya:
{بِظُلْمٍ}
secara zalim. (Al-Hajj: 25)
Yaitu melakukannya dengan
sengaja dan sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan zalim, tidak
mengandung arti lain. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Juraij, dari Ibnu
Abbas; pendapat ini dapat dijadikan sebagai pegangan.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan zalim di sini adalah
perbuatan musyrik.
Mujahid mengatakan, maksudnya
bila disembah di dalamnya selain Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa perbuatan zalim ini ialah bila kamu melanggar kesucian tanah
haram dengan melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah kamu melakukannya,
seperti perbuatan menyakiti orang lain atau membunuh. Dengan kata lain, kamu
menganiaya orang yang tidak menganiaya kamu dan membunuh orang yang tidak
bermaksud membunuhmu. Apabila seseorang melakukan hal tersebut, pastilah baginya
azab yang pedih.
Mujahid mengatakan bahwa zalim
di sini maksudnya perbuatan yang buruk atau jahat akan ia lakukan di tanah
suci. Ini merupakan salah satu dari kekhususan tanah suci, yaitu bahwa seorang
yang jauh akan dihukum dengan keburukan oleh Allah bilamana ia berniat akan
melakukannya di tanah suci, sekalipun ia masih belum melakukannya.
Seperti yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya, bahwa telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari As-Saddi yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar seseorang menceritakan hadis dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim.
(Al-Hajj: 25) Bahwa seandainya ada seorang lelaki berniat akan melakukan
suatu kejahatan secara zalim di dalamnya, sedangkan ia masih berada di negeri
'Adn yang jauh, tentulah Allah akan merasakan kepadanya sebagian dari azab-Nya
yang pedih.
Syu'bah mengatakan,
"As-Saddi-lah orang yang me-rafa'-kannya bagi kami, dan saya tidak me-rafa'-kannya
bagi kalian."
Syu'bah bermaksud bahwa dia pun
ikut terlibat dalam me-rafa-kan hadis ini. Ahmad telah meriwayatkannya
dari Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama.
Menurut saya, sanad hadis ini
berpredikat sahih dengan syarat Imam Bukhari, tetapi predikat mauquf-nya lebih
mendekati kebenaran daripada predikat marfu'-nya. Karena itulah maka
Syu'bah meyakinkan akan ke-mauquf-annya hanya sampai pada perkataan
sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
Demikian pula Asbat dan As-Sauri
telah meriwayatkannya dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf
hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari
As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa tiada seorang
lelaki pun yang berniat akan melakukan suatu perbuatan jahat (di tanah suci),
melainkan dicatatkan baginya niat jahatnya itu. Dan seandainya seorang lelaki
yang berada jauh di negeri 'Adn berniat akan membunuh seseorang di tanah suci
ini, tentulah Allah akan merasakan terhadapnya sebagian dari azab-Nya yang
pedih.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur,
dari Mujahid sehubungan dengan makna bi-ilhadin fihi. Ia mengatakan
bahwa maknanya adalah ilhadin fihi. Pada mulanya ia menolak, kemudian
mengiyakan (yakni huruf ba-nya dapat dikatakan sebagai ba zaidah atau
ba ta'diyah, pent.)
Telah diriwayatkan dari Mujahid,
dari Abdullah ibnu Amr hal yang semisal dengan riwayat di atas. Sa'id ibnu
Jubair mengatakan bahwa mencaci pelayan adalah perbuatan zalim, terlebih lagi
yang lebih parah dari itu.
Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ata, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya
melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa termasuk perbuatan
zalim ialah seorang amir melakukan perniagaan di tanah suci.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar
bahwa memperjualbelikan makanan di tanah suci merupakan perbuatan ilhad (jahat).
Habib ibnu Abu Sabit telah
mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Makna yang
dimaksud ialah melakukan penimbunan di Mekah. Hal yang sama telah dikatakan
oleh bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ يَحْيَى، عَنْ عَمِّهِ عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
بَاذَانَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ؛ أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ:
"احْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ إِلْحَادٌ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Ishaq Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Ja'far ibnu
Yahya, dari pamannya (Imarah ibnu Sauban), telah menceritakan kepadaku Musa
ibnu Bazan, dari Ya'la ibnu Umayyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Melakukan
penimbunan makanan di Mekah merupakan perbuatan jahat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu
Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah
menceritakan kepada kami Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu
Jubair yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Abdullah ibnu Unais. Rasulullah Saw. mengutusnya bersama dua orang lelaki, yang
salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari kalangan
Ansar. Kemudian di tengah jalan mereka saling membanggakan diri dengan
keturunannya masing-masing. Abdullah ibnu Unais naik pitam, akhirnya ia
membunuh orang Ansar tersebut. Kemudian ia murtad dari Islam dan lari ke Mekah
(menggabungkan diri dengan orang-orang musyrik). Lalu turunlah firman Allah
Swt.: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim.
(Al-Hajj: 25) Yakni barang siapa yang datang ke tanah suci dengan niat
berbuat jahat. Yang dimaksud ialah menyimpang dari ajaran Islam (alias kafir).
Semua asar yang telah disebutkan
di atas —sekalipun pengertiannya menunjukkan bahwa hal-hal tersebut termasuk
perbuatan ilhad (jahat)— tetapi makna yang dimaksud lebih mencakup dari
semuanya, bahkan di dalam pengertiannya terkandung peringatan terhadap
perbuatan yang lebih parah daripada hanya sekadar perbuatan ilhad. Karena
itulah di saat tentara bergajah bermaksud merobohkan Ka'bah, mereka diazab oleh
Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ *تَرْمِيهِمْ
بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
dan Dia mengirimkan kepada
mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka
seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil: 3-5)
Yakni Allah menghancurkan mereka
dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran dan peringatan terhadap
setiap orang yang berniat akan melakukan perbuatan jahat terhadap Baitullah.
Karena itulah telah disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"يَغْزُو هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ، حَتَّى إِذَا كَانُوا
بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِف بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ" الْحَدِيثَ
Kelak Baitullah ini akan
diserang oleh suatu tentara, hingga manakala mereka berada di tengah padang
sahara, maka barisan yang terdepan dan barisan terbelakang dari mereka semuanya
dibenamkan ke dalam bumi.
# Hadis ini menceritakan
kejadian yang akan terjadi menjelang hari kiamat nanti. Orang-orang tersebut
dikenal dengan sebutan Zus Suwaiqatain (pent).#
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كُنَاسة،
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ
عُمَرَ عبدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ
وَالْإِلْحَادَ فِي حَرَم اللَّهِ، فَإِنِّي سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سيلحدُ فِيهِ رَجُلٌ مَنْ قُرَيْشٍ، لَوْ
تُوزَن ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَرَجَحَتْ"، فَانْظُرْ لَا تَكُنْ
هُوَ
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kanasah, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Sa'id, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang
menemui Abdullah Ibnuz Zubair, lalu ia bertanya, "Hai Ibnuz Zubair, jangan
sekali-kali kamu berbuat ilhad di tanah suci Allah ini, karena
sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya
kelak akan berbuat ilhad seseorang lelaki dari kalangan Quraisy di Masjidil
Haram ini; seandainya dosa-dosanya ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin
dan manusia), tentulah dosanya lebih berat.' Maka berhati-hatilah, janganlah
sampai dia itu adalah kamu."
Imam Ahmad telah mengatakan pula
di dalam Musnad Abdullah ibnu Amr ibnul As,
حَدَّثَنَا هاشم، حدثنا
إسحاق بن سعيد، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ
عَمْرٍو ابنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ جَالِسٌ فِي الحِجْر فَقَالَ: يَا بْنَ
الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ والإلحادَ فِي الْحَرَمِ، فَإِنِّي أَشْهَدُ لسَمعتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَحِلُّهَا
وَيَحِلُّ بِهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَوْ وُزنت ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ
الثَّقَلَيْنِ لَوَزَنَتْهَا". قَالَ: فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ
bahwa telah menceritakan kepada
kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu
Umar datang kepada Abdullah ibnuz Zubair yang saat itu sedang duduk di Hijir
Isma'il. Lalu Ibnu Umar berkata, "Hai Ibnuz Zubair, hati-hatilah terhadap
perbuatan ilhad di tanah suci, karena sesungguhnya aku bersumpah
bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Bahwa kelak tanah suci
ini akan dihalalkan oleh seorang lelaki dari kalangan Quraisy; seandainya
dosa-dosa dia ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia),
tentulah sebanding'." Kemudian Abdullah ibnu Umar berkata, "Maka
perhatikanlah, janganlah sampai dia adalah kamu."
Akan tetapi, tiada seorang pun
dari pemilik kitab hadis yang mengetengahkannya dari kedua jalur periwayatan
ini.
Al-Hajj, ayat 26-27
{وَإِذْ بَوَّأْنَا
لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (26) وَأَذِّنْ فِي
النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ
كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) }
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat
kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah
kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi
orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang
rukuk dan sujud. Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Di dalam ayat ini, terkandung
makna yang mengecam dan mencela orang-orang yang menyembah selain Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan yang lain dari kalangan Quraisy; yang justru hal itu
dilakukan di negeri yang pada mulanya dibangun untuk tujuan mengesakan Allah
dan menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian Allah menyebutkan
bahwa Dia telah menempatkan Ibrahim di suatu tempat di Baitullah, yakni
Allah memberinya petunjuk ke tempat itu dan menyerahkannya kepada dia serta
mengizinkannya untuk membangun rumah di tempat tersebut. Kebanyakan ulama
menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Ibrahim
a.s. adalah orang yang pertama membangun Baitul Atiq (Ka'bah), dan bahwa
sebelum itu Ka'bah tidak ada yang membangunnya.
Disebutkan di dalam kitab sahihnya
melalui Abu Zar yang mengatakan bahwa:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ مَسْجِدٍ وُضعَ أَوَّلُ؟ قَالَ:
"الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "بَيْتُ
الْمَقْدِسِ". قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أَرْبَعُونَ
سَنَةً"
ia bertanya kepada Rasulullah,
"Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Masjidil Haram." Ia bertanya lagi, "Lalu
masjid mana lagi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Baitul Muqaddas."
Ia bertanya, "Berapakah jarak di antara keduanya?" Rasulullah Saw.
menjawab.”Empat puluh tahun."
*******************
Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ
لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ. فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ
مَقَامُ إِبْرَاهِيم}
Sesungguhnya rumah yang
pertama dibangun untuk (tempat beribadah) manusia
ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati. (Ali-Imran:
96), hingga akhir ayat berikutnya.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}
Dan telah Kami perintahkan
kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
tawaf i’tikaf, rukuk, dan yang sujud.” (Al-Baqarah:
125)
Dalam pembahasan terdahulu telah
disebutkan semua hadis dan asar yang sahih-sahih yang menceritakan tentang
pembangunan Baitullah, sehingga dalam pembahasan ini tidak perlu
diulangi lagi.
Dalam ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
{أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي}
Janganlah kamu memperserikatkan
sesuatu pun dengan Aku. (Al-Hajj: 26)
Yakni bangunlah Baitullah dengan
menyebut nama-Ku semata.
{وَطَهِّرْ بَيْتِيَ}
dan sucikanlah rumah-Ku ini. (Al-Hajj: 26)
Qatadah dan Mujahid mengatakan,
maksudnya yaitu menyucikannya dari segala kemusyrikan.
{لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}
bagi orang-orang yang tawaf,
dan orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang rukuk, dan sujud. (Al-Hajj: 26)
Maksudnya, jadikanlah Baitullah
ini khusus untuk mereka yang menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Orang yang bertawaf di Baitullah sudah dikenal dengan istilah Ta'if
(tawaf) yang merupakan ibadah khusus hanya dilakukan di Baitullah, karena
sesungguhnya ibadah seperti itu tidak boleh dilakukan di tempat yang lain
kecuali di Baitullah.
Al-qa-imina, yakni orang-orang yang salat.
Ar-rukka'is sujud, orang-orang yang rukuk dan bersujud.
Penyebutan tawaf diiringi dengan
penyebutan salat, karena kedua jenis ibadah ini tidaklah disyariatkan kecuali
khusus di Baitullah; ibadah tawaf dilakukan di sekelilingnya, dan salat
dilakukan dengan menghadap kepadanya dalam kebanyakan keadaan. Terkecuali di
kala salat dikerjakan dalam medan perang saat sulit untuk menghadap ke arah
kiblat, juga dikecualikan dalam salat sunat di perjalanan (di atas kendaraan).
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ}
Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji. (Al-Hajj: 27)
Yaitu serukanlah kepada manusia
untuk mengerjakan haji ke Baitullah ini yang Kami perintahkan kamu untuk
membangunnya.
Menurut suatu pendapat, Nabi
Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah saya menyampaikan seruan itu
kepada manusia, sedangkan suara saya tidak dapat mencapai mereka?" Allah
Swt. berfirman, "Berserulah kamu, dan Akulah yang menyampaikannya."
Maka Ibrahim berdiri di maqamnya.
Menurut pendapat lain di atas
sebuah batu. Menurut pendapat yang lainnya di atas Bukit Safa.
Dan menurut pendapat yang
lainnya lagi, bahwa Ibrahim menaiki bukit Abu Qubais, lalu berseru, "Hai
manusia, sesungguhnya Tuhan kalian telah membuat sebuah rumah (Baitullah), maka
berhajilah (berziarahlah) kalian kepadanya."
Menurut suatu pendapat, setelah
Ibrahim mengumandangkan seruan itu semua bukit dan gunung merendahkan dirinya,
sehingga suaranya mencapai seluruh permukaan bumi, bayi-bayi yang masih berada
di dalam rahim dan tulang sulbi dapat mendengar seruannya dan segala sesuatu
yang mendengar suaranya menjawabnya, baik batu-batuan, pohon-pohonan, dan lain
sebagainya. Didengar pula oleh semua orang yang telah dicatat oleh Allah bahwa
dia akan mengerjakan haji, sampai hari kiamat. Jawaban mereka ialah "Labbaika
Allahumma Labbaika (Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah. Kami penuhi seruan-Mu,
ya Allah).
Demikianlah garis besar dari apa
yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Sa'id ibnu
Jubair serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan riwayat ini dengan panjang lebar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ
يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ}
niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus. (Al-Hajj: 27), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama menjadikan ayat
ini sebagai dalilnya untuk mengatakan bahwa ibadah haji dengan berjalan kaki
bagi orang yang mampu melakukannya adalah lebih utama daripada berkendaraan,
karena sebutan jalan kaki menempati rangking yang pertama dalam ayat ini. Hal
ini menunjukkan perhatian Allah yang sangat besar kepada mereka, juga
menunjukkan kekuatan tekad serta kerasnya kemauan mereka.
Waki' telah meriwayatkan dari
Abul Umais, dari Abu Halhalah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan, "Saya tidak melakukan sesuatu yang buruk, kecuali hanya ingin
melakukan ibadah haji dengan jalan kaki, karena Allah Swt. telah berfirman: 'niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki' (Al-Hajj: 27)
Akan tetapi, pendapat yang
dikatakan oleh kebanyakan ulama yaitu melakukan ibadah haji dengan berkendaraan
adalah lebih utama karena mengikut perbuatan Rasulullah Saw. Sesungguhnya
beliau Saw. melakukan ibadah hajinya dengan berkendaraan, padahal kekuatan
beliau Saw. sangat prima.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ}
yang datang dari segenap
penjuru yang jauh. (Al-Hajj: 27)
Yang dimaksud dengan kata fajjin
ialah jalan atau penjuru. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di
dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas (Al-Anbiya: 31)
Firman Allah Swt. yang
mengatakan, "Amiq" artinya jauh, menurut Mujahid, Ata,
As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Sauri serta lain-lainnya yang
bukan hanya seorang.
Makna ayat ini sama dengan
firman Allah Swt. dalam menceritakan perihal Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan
dalam doanya:
{فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي
إِلَيْهِمْ}
maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37)
Maka tiada seorang pun yang
memeluk agama Islam, melainkan hatinya rindu ingin melihat Ka'bah dan melakukan
tawaf di sekelilingnya, kaum muslim dari segala penjuru dunia bertujuan untuk
menziarahinya.
Al-Hajj, ayat 28-29
{لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ
لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا
رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ
الْفَقِيرَ (28) ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (29) }
supaya
mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan
kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang
tua itu (Baitullah).
Ibnu Abbas telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya mereka mempersaksikan berbagai
manfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28) Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat
mereka.
Manfaat akhirat bagi mereka
ialah mendapat rida dari Allah Swt. Sedangkan manfaat dunia ialah apa yang
mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa yang dimaksud
dengan manfaat ialah manfaat dunia dan akhirat. Sama halnya dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا
فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ}
Tidak ada dosa bagi kalian
untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ [فِي أَيَّامٍ
مَعْلُومَاتٍ] عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28)
Syu'bah dan Hasyim telah
meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa hari-hari
yang ditentukan ialah hari-hari belasan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis
ini secara ta'liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang
sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan
dari Abu Musa Al-Asy'ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan,
Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha'i yang hal ini dijadikan
pegangan oleh mazhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad
ibnu Hambal.
قَالَ الْبُخَارِيُّ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَة، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ،
عَنْ مُسْلِمٍ البَطِين، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا الْعَمَلُ فِي
أَيْامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ" قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ،
يَخْرُجُ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ".
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: "Tiada suatu amal perbuatan
di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini.” Mereka
bertanya, "Tidak pula berjihad di jalan Allah?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang
lelaki yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang
pulang hanya namanya saja.”
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Dalam bab ini terdapat
pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir.
Saya telah meneliti jalur-jalur
riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara
lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا عَفَّان، أَنْبَأَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ
أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ
إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا
فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"
telah menceritakan kepada kami
Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad,
dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang
lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh
ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan
tahmid.
Imam Ahmad telah meriwayatkan
pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal.
Imam Bukhari mengatakan, bahwa
Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari belasan (dari bulan
Zul Hijjah) ini, maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut
bertakbir bersama takbir keduanya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan
melalui Jabir secara marfu' bahwa hari-hari belasan inilah yang
disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya:
{وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ}
Demi fajar dan malam-malam
yang sepuluh. (Al-Fajr: 1-2)
Sebagian ulama Salaf mengatakan,
sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah
Swt. dalam firman-Nya:
{وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ}
dan Kami sempurnakan jumlah
malam itu dengan sepuluh malam (lagi). (Al-A'raf:
142)
Di dalam kitab Sunan Imam Abu
Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melakukan puasa di hari-hari sepuluh
ini.
Hari-hari yang sepuluh ini
mencakup hari Arafah yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui
Abu Qatadah, bahwa:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: "أَحْتَسِبْ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْآتِيَةَ"
Rasulullah Saw. pernah ditanya
mengenai mengerjakan puasa di hari 'Arafah, maka beliau Saw. menjawab, "Saya
menduga bahwa Allah akan menghapuskan dosa tahun yang silam dan tahun yang akan
datang."
Sepuluh hari ini mencakup pula
Hari Raya Kurban yang merupakan hari haji akbar. Di dalam sebuah hadis telah
disebutkan bahwa hari haji akbar itu adalah hari yang paling utama di sisi
Allah.
Pada garis besarnya sepuluh hari
ini dapat dikatakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahunnya, sesuai
dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis. Keutamaan sepuluh hari ini
melebihi keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan; karena dalam
sepuluh hari Zul Hijjah ini disyariatkan di dalamnya hal-hal yang juga
disyariatkan di dalam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seperti salat,
puasa, sedekah, dan lain-lainnya. Tetapi sepuluh hari Zul Hijjah ini mempunyai
keistimewaan yang melebihinya, yaitu ibadah fardu haji dilakukan di dalamnya.
Menurut pendapat yang lain,
sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan lebih utama, karena di dalamnya
terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih utama daripada seribu bulan.
Ulama lainnya berpendapat
pertengahan. Mereka mengatakan bahwa hari-hari belasan Zul Hujah lebih utama,
sedangkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadan lebih utama. Dengan demikian,
pendapat ini menggabungkan semua dalil yang ada mengenai keduanya.
Pendapat yang kedua tentang
hari-hari yang ditentukan. Al-Hakam telah meriwayatkan dari Miqsam, dari Ibnu
Abbas, bahwa hari-hari yang ditentukan adalah Hari Raya Kurban dan tiga hari
sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Ibrahim
An-Nakha'i. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dalam
suatu riwayat yang bersumber darinya.
Pendapat ketiga. Imam ibnu Abu
Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajian, telah menceritakan kepadaku Nafi',
bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan, "Hari-hari yang ditentukan dan
hari-hari yang berbilang, jumlah keseluruhannya ada empat hari, yaitu hari-hari
yang ditentukan ialah Hari Raya Kurban dan dua hari sesudahnya. Sedangkan
hari-hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah Hari Raya Kurban." Sanad
riwayat ini berpredikat sahih bersumber darinya. As-Saddi mengatakan pendapat
ini, dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Malik ibnu Anas.
Pendapat ini dan yang sebelumnya
diperkuat oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الأنْعَامِ}
atas rezeki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj:
28)
Yakni saat menyembelihnya
disebutkan nama Allah.
Pendapat yang keempat
mengatakan, sesungguhnya hari-hari sepuluh itu ialah hari Arafah. Hari Raya
Kurban, dan sehari sesudahnya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Abu
Hanifah.
Ibnu Wahb mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa
hari-hari yang ditentukan ialah hari Arafah, Hari Raya Kurban, dan hari-hari
Tasyriq.
*******************
Firman Allah Swt.:
{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
atas rezeki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj:
28)
Yakni unta, sapi, dan kambing.
Seperti yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-An'am, melalui
firman-Nya:
{ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ} الْآيَةَ
(yaitu) delapan binatang yang
berpasangan. (Al-An'am: 143), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ
الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian
darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28)
Ayat ini dijadikan dalil oleh
orang yang berpendapat bahwa memakan hewan kurban hukumnya wajib. Akan tetapi,
pendapat ini garib. Karena menurut kebanyakan ulama, perintah makan
kurban ini termasuk ke dalam Bab "Rukhsah (Anjuran)." Seperti yang
telah disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. setelah menyembelih
unta kurbannya, beliau memerintahkan agar dari setiap unta yang disembelihnya
diambil sepotong dagingnya, lalu beliau memasaknya dan memakannya serta meminum
kuahnya.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan
bahwa Malik pernah berkata kepadanya, "Aku suka makan daging hewan
kurbanku." Alasannya ialah karena Allah Swt. telah berfirman: Maka
makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28)
Ibnu Wahb mengatakan bahwa ia
pernah menanyakan hal tersebut kepada Al-Lais, dan ternyata Al-Lais mengatakan
hal yang sama dengan Malik.
Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka
makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa dahulu orang-orang musyrik
tidak mau memakan sebagian dari hewan sembelihan mereka, kemudian hal tersebut
diperbolehkan bagi kaum muslim. Karena itu barang siapa yang ingin memakannya,
ia boleh memakannya; dan barang siapa yang tidak suka, boleh tidak memakannya.
Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid dan Ata.
Hasyim telah meriwayatkan dari
Husain, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah
sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa ayat ini sama dengan makna yang
terdapat di dalam firman-Nya:
{وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا}
dan apabila kalian telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. (Al-Maidah:
2)
Dan firman Allah Swt.:
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا
فِي الأرْضِ}
Apabila telah ditunaikan
salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi. (Al-Jumu'ah:
10)
Pendapat inilah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya (yakni memakan daging hewan kurban itu
boleh bagi orang yang mengorbankannya). Orang-orang yang berpendapat bahwa
daging hewan kurban itu dibagi menjadi dua bagian —yang sebagian untuk si
pemilik, sedangkan sebagian lainnya untuk disedekahkan—menguatkan pendapat ini
dengan dalil firman Allah Swt.:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ
الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian
darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28)
Pendapat yang lainnya mengatakan
bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk yang punya,
sepertiga lainnya untuk ia hadiahkan, dan sepertiga yang terakhir untuk
disedekahkan, karena berdasarkan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya yang
mengatakan:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ
وَالْمُعْتَرَّ}
maka makanlah sebagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj:
36)
Keterangan mengenainya akan
dibahas pada tempatnya, yaitu saat menafsirkan ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
orang yang sengsara lagi
fakir. (Al-Hajj: 28)
Ikrimah mengatakan, makna yang
dimaksud ialah orang yang terdesak oleh kebutuhan dan tampak pada dirinya tanda
sengsara; keadaannya miskin, tetapi tidak mau meminta-minta demi menjaga
kehormatan dirinya.
Menurut Mujahid, ialah orang
miskin yang tidak mau meminta-minta.
Sedangkan Qatadah berpendapat
bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang menderita penyakit menahun.
Dan Muqatil mengatakan, maknanya
yaitu orang yang tuna netra.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ}
Kemudian hendaklah mereka
menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj:
29)
Ali ibnu AbuTalhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah melepaskan ihram
dengan bercukur, memakai pakaian biasa, memotong kuku, dan lain-lainnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Ata dan Mujahid, dari Ibnu Abbas.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ikrimah dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ikrimah telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna fiman-Nya: Kemudian hendaklah mereka
menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Bahwa yang
dimaksud dengan tafas ialah manasik-manasik haji.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ}
dan hendaklah mereka
menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29)
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hendaklah orang yang bersangkutan
menyembelih kurban yang dinazarkannya.
Ibnu Najih telah meriwayatkan
dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka
menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Yakni nazar haji dan
menyembelih kurban, serta segala sesuatu yang dinazarkan seseorang dalam ibadah
hajinya.
Ibrahim ibnu Maisarah telah
meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah
mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yaitu menyembelih
hewan-hewan kurban mereka.
Lais ibnu Abu Sulaim telah
meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah
mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Maksudnya, semua
nazar dalam waktu tertentu.
Ikrimah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka (Al-Hajj: 29) Yakni ibadah haji mereka.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah
menceritakan kepada kami Sufyan sehubungan dengan firman-Nya: dan hendaklah
mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni nazar-nazar
haji.
Semua orang yang telah memasuki
haji diharuskan mengerjakan tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan
Marwah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, dan melempar jumrah sesuai dengan apa
yang telah diperintahkan kepada mereka untuk mengerjakannya. Telah diriwayatkan
pula dari Imam Malik hal yang semisal dengan pendapat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
dan hendaklah mereka
melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
(Al-Hajj: 29)
Mujahid mengatakan, makna yang
dimaksud ialah tawaf wajib di Hari Raya Kurban.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hamzah yang mengatakan
bahwa Ibnu Abbas pernah berkata kepadanya, "Apakah engkau pernah membaca
surat Al-Hajj? Yang di dalamnya terdapat firman Allah Swt. yang mengatakan: dan
hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
(Al-Hajj: 29) "Maka sesungguhnya akhir dari manasik haji itu ialah tawaf
di Baitullah Al-'Atiq."
Menurut saya, memang demikianlah
apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya setelah
beliau kembali ke Mina di Hari Raya Kurban, beliau mulai melempar jumrah.
Beliau melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian menyembelih kurbannya
dan mencukur rambutnya, setelah itu beliau berangkat dan melakukan tawaf
ifadah di Baitullah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
melalui Ibnu Abbas bahwa ia memerintahkan kepada orang-orang agar akhir dari
ibadah haji mereka adalah di Baitullah, yaitu dengan melakukan tawaf
ifadah di sekelilingnya. Hanya ia memberikan kemurahan (dispensasi) kepada
wanita yang sedang berhaid.
Firman Allah Swt.:
{بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
di sekeliling rumah yang tua
itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29)
Di dalam makna ayat ini
terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa melakukan tawaf diwajibkan di
luar Hijir Isma'il. Karena Hijir Isma'il pada asalnya termasuk bagian dari
Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Orang-orang Quraisy mengeluarkannya
dari bangunan Ka'bah saat mereka merenovasi Ka'bah karena kekurangan biaya.
Karena itulah maka Rasulullah Saw. dalam tawafnya selalu berada di luar Hijir
Isma'il, dan beliau mengatakan bahwa Hijir Isma'il termasuk bagian dalam
Ka'bah. Rasulullah Saw. tidak mengusap kedua rukun Syam Ka'bah karena keduanya
masih belum sempurna tidak sesuai dengan bangunan Nabi Ibrahim yang terdahulu.
Karena itulah Ibnu Abu Hatim
mengatakan dalam riwayatnya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Hisyam ibnu Hajar, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: dan
hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
(Al-Hajj: 29) Maka Rasulullah Saw. tawaf di luar Hijir Isma'il.
Qatadah telah meriwayatkan dari
Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka
melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29)
Bahwa Ka'bah disebutkan Al-'Atiq karena ia merupakan rumah yang pertama
dibangun untuk tempat ibadah manusia di bumi ini.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Telah diriwayatkan dari Ikrimah
ia pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena
diselamatkan dari tenggelam saat banjir besar di zaman Nabi Nuh.
Khasif mengatakan bahwa Ka'bah
dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang pun yang bersikap
sewenang-wenang terhadapnya dapat beroleh kemenangan.
Ibnu Abu Nujaih dan Lais telah
meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ka'bah dimerdekakan oleh Allah dari semua
orang yang sewenang-wenang (tirani), mereka sama sekali tidak dapat
menguasainya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Hammad ibnu Salamah telah
meriwayatkan dari Humaid, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Mujahid, bahwa
dinamakan Baitul 'Atiq karena tiada seorang pun yang berniat jahat
terhadapnya melainkan pasti binasa.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan
dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnuz Zubair yang mengatakan,
"Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena Allah Swt. telah
memerdekakannya dari semua orang yang bersikap tirani."
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ
وَغَيْرُ وَاحِدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، أخبرني اللَّيْثُ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عُرْوَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا سُمِّيَ الْبَيْتَ الْعَتِيقَ؛
لِأَنَّهُ لَمْ يَظْهَرْ عَلَيْهِ جَبَّارٌ".
Imam Turmuzi mengatakan telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan
kepadaku Al-Lais, dari Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Ibnu Syihab, dari
Muhammad ibnu Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq
karena belum pernah ada seorang tirani pun berkuasa terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Sahl Al-Muharibi, dari Abdullah ibnu Saleh
dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya hadis ini sahih.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kemudian Imam Turmuzi
meriwayatkannya melalui jalur lain dari Az-Zuhri secara mursal.
Al-Hajj, ayat 30-31
{ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ
حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ
الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ
وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30) حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ
الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ (31) }
Demikianlah
(perintah Allah). Dan barang
siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih
baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang
ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya, maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta,
dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang
siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari
langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
Allah Swt. berfirman,
"Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal
ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah
dijanjikan-Nya bagi para pelakunya."
{وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ}
Dan barang siapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30)
Yakni barang siapa yang menjauhi
perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila
dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ}
maka itu adalah lebih baik
baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30)
Maka baginya kebaikan yang
banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal
tersebut. Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang
banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal
yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa
Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah
Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj:
30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat
di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal
yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah
umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat
(durhaka) terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا
يُتْلَى عَلَيْكُمْ}
Dan telah dihalalkan bagi
kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian
keharamannya. (Al-Hajj: 30)
Yakni Kami halalkan bagi kalian
semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya
bahirah, saibah, wasilah, dan ham.
Firman Allah Swt.:
{إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ}
kecuali yang diterangkan
kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30)
misalnya haramnya bangkai,
darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan
ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya yang diharamkan. Demikianlah
menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ
وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}
maka jauhilah berhala-berhala
yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30)
Huruf min dalam ayat ini
bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni
jauhilah hal yang najis itu, maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan
Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Tuhanku
hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan)
kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A'raf:
33)
Termasuk ke dalam pengertian
perkataan dusta ialah kesaksian palsu. Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَلَا أُنْبِئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ "
قُلْنَا: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ
وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ -وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ:-أَلَا وَقَوْلُ
الزُّورِ، أَلَا وَشَهَادَةُ الزُّورِ". فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا، حَتَّى
قُلْنَا: لَيْتَهُ سكت
"Ingatlah, maukah kalian
aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau,
wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda,
"Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua, " pada mulanya
beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan
dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah Saw. terus
mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami)
mudah-mudahan beliau segera diam.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ
الْفَزَارِيُّ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ فَاتِكِ بْنِ فَضَالَةَ،
عَنْ أَيْمَنَ بْنِ خُرَيْمٍ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَدَلَتْ
شَهَادَةُ الزُّورِ إِشْرَاكًا بِاللَّهِ" ثَلَاثًا، ثُمَّ قَرَأَ:
{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan
kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri melakukan khotbah. Beliau
bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan mempersekutukan
Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca
firman Allah Swt.: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu
dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30)
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan
sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib.
Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad,
sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami
pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi Saw.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا سفيان العُصْفُرِيّ، عن أبيه، عن حبيب ابن النُّعْمَانِ
الْأَسَدِيِّ، عَنْ خُرَيْمِ بْنِ فَاتَكٍ الْأَسَدِيِّ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَامَ
قَائِمًا فَقَالَ: "عَدَلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ الْإِشْرَاكَ بِاللَّهِ،
عَزَّ وَجَلَّ"، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ
الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ
بِهِ}
Imam Ahmad mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada
kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari
Kharim ibnu Fatik Al-Asadi yang menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. melakukan
salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian
palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah Swt. Kemudian beliau
Saw. membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang
najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah,
tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan
dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang
mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah,
kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{حُنَفَاءَ لِلَّهِ}
dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) .
Yakni dengan mengikhlaskan niat
dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang
hak. Karena itulah dalam firman Allah Swt. selanjutnya disebutkan:
{غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ}
tidak mempersekutukan sesuatu
dengan Dia. (Al-Hajj: 31)
Kemudian Allah Swt. membuatkan
tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan
kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا
خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ}
Barang siapa mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh
burung. (Al-Hajj: 31)
Maksudnya, terjatuh dari
ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara.
{فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ}
atau diterbangkan angin ke
tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31)
Yaitu jauh lagi membinasakan
setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis
Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan
oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit.
Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya
dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat
ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatannya
di dalam tafsir surat Ibrahim.
Allah Swt. telah membuat
perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu
melalui firman-Nya:
{قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا
يَنْفَعُنَا وَلا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا
اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأرْضِ حَيْرَانَ لَهُ
أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ
الْهُدَى}
Katakanlah, "Apakah kita
akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan
kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan
kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang,
sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan
oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai
kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah
ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang
sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat."
Al-Hajj, ayat 32-33
{ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (32) لَكُمْ فِيهَا
مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
(33) }
Demikianlah
(perintah Allah). Dan barang
siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati. Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa
manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta
akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah).
Allah Swt. berfirman bahwa
demikianlah,
{وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ}
Dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32)
Yakni perintah-perintah-Nya:
{فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ}
maka sesungguhnya itu timbul
dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32) .
yang antara lain ialah
mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban, seperti apa yang dikatakan
oleh Al-Hakam dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa mengagungkan hewan hadyu dan
hewan kurban ialah dengan cara menggemukkannya dan mengurusnya dengan
pengurusan yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami
Hafs ibnu Ghayyas, dari Ibnu Abu Laila, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah
Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32)
Yaitu menggemukkan hewan hadyu, mengurusnya dengan baik, dan
membesarkannya.
Abu Umamah telah meriwayatkan
dari Sahl, "Kami dahulu menggemukkan hewan-hewan kurban di Madinah, dan
semua kaum muslim melakukan hal yang sama." Asar diriwayatkan oleh Imam
Bukhari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"دَمُ عفراءَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ دَمِ سَوداوين"
Darah (dari) hewan (kurban) yang berbulu kelabu lebih disukai oleh
Allah daripada darah dua hewan kurban yang berbulu hitam. Hadis riwayat
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah.
Para ulama mengatakan bahwa 'afra
artinya 'berbulu putih, tetapi tidak cerah, yakni kelabu.' Hewan kurban
yang berbulu kelabu ini lebih baik daripada hewan kurban yang berbulu lainnya,
sekalipun hewan kurban yang berbulu lain sudah dinilai cukup; karena
berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui
sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang
berbulu putih berbelang hitam lagi bertanduk.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id,
bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan seekor domba yang bertanduk, yang pada
matanya terdapat belang hitam, begitu pula pada bagian mulutnya dan semua
kakinya. Hadis diriwayatkan oleh ahlus sunan dan dinilai sahih oleh Imam
Turmuzi.
Di dalam kitab Sunan Ibnu
Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw.
berkurban dengan dua ekor domba yang besar-besar lagi gemuk-gemuk, bertanduk,
berbulu putih, berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri. Hal yang sama
telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jabir, bahwa Rasulullah
Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang bertanduk, berbulu putih berbelang
hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri. Menurut suatu pendapat, kedua domba
tersebut buah pelirnya dihancurkan dan tidak dipotong. Hanya Allah-lah yang
lebih mengetahui.
Diriwayatkan dari Ali r.a. yang
telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami agar memeriksa
dengan teliti kedua mata dan kedua telinga hewan kurban, dan kami tidak boleh
menyembelih hewan kurban yang muqabalah, mudabarah, syarqa, dan kharqa.
Muqdbalah ialah hewan kurban yang bagian depan telinganya terpotong. Mudabarah
ialah hewan kurban yang bagian belakang telinganya terpotong. Syarqa ialah
hewan kurban yang telinganya terpotong secara memanjang. Demikianlah menurut
penafsiran Imam Syafii dan Imam As-mu'i. Adapun kharqa ialah hewan
kurban yang daun telinganya berlubang. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan ahlus sunan, dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Mereka telah meriwayatkan pula
melalui sahabat Ali r.a. yang mengatakan, "Rasulullah Saw. melarang kami
mengurbankan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong." Sa'id ibnul
Musayyab mengatakan bahwa kalau yang terpotong lebih dari separo, dinamakan 'adb.
Sebagian ahli lugah (bahasa) mengatakan, jika tanduk bagian atas terpotong
dinamakan qasma; adapun 'adb, maka yang terpotong adalah bagian
bawahnya (yakni yang retak adalah bawahnya). Sedangkan kalau daun telinga 'adb,
artinya hewan yang daun telinganya sebagian terpotong.
Menurut pendapat Imam Syafii,
berkurban dengan hewan-hewan tersebut dapat dinilai cukup, tetapi hukumnya
makruh.
Imam Ahmad berpendapat bahwa
mengurbankan hewan yang terpotong daun telinga dan tanduknya tidak boleh (tidak
mencukupi), karena berdasarkan hadis di atas.
Imam Malik mengatakan, jika ada
darah yang mengalir dari tanduknya yang terpotong, tidak cukup untuk dijadikan
kurban. Tetapi jika tidak ada darah yang mengalir darinya, maka cukup untuk
dijadikan kurban.
Diriwayatkan dari Al-Barra,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ
الْبَيِّنُ عَوَرها، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضها، وَالْعَرْجَاءُ
الْبَيِّنُ ظَلَعها، وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنقِي"
Ada empat macam hewan yang
tidak boleh dipakai untuk kurban, yaitu: Hewan yang buta, yang jelas butanya;
hewan yang sakit, yang jelas parah sakitnya; hewan yang pincang, yang jelas
pincangnya; dan hewan yang patah tulang kakinya, tak dapat disembuhkan.
Hadis riwayat Imam Ahmad dan
ahlus sunan, dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Aib-aib ini mengurangi daging
hewan yang bersangkutan, karena lemah dan tidak mampu mencukupi kebutuhan
makannya, karena kambing-kambing yang sehat telah mendahuluinya merebut
makanannya. Oleh sebab itu, hewan-hewan tersebut tidak boleh dijadikan kurban
karena kurang mencukupi, menurut pendapat Imam Syafii dan imam-imam lainnya,
sesuai dengan makna lahirilah hadis.
Pendapat kalangan mazhab Syafii
berbeda pendapat sehubungan dengan ternak yang sakit ringan. Ada dua pendapat
di kalangan mereka.
Abu Daud telah meriwayatkan
melalui Atabah ibnu Abdus Sulami, bahwa Rasulullah Saw. melarang mengurbankan
hewan yang kurus, hewan yang terpotong tanduk (telinganya), hewan yang buta
matanya, hewan yang lemah, dan hewan yang pincang.
Aib atau cela yang telah
disebutkan dalam hadis di atas menjadikan hewan tersebut tidak cukup untuk
kurban. Tetapi jika aib atau cela tersebut terjadi sesudah hewan ditentukan
untuk jadi kurban, maka tidak mengapa untuk dikurbankan. Hal ini menurut
kalangan mazhab Syafii, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
وَقَدْ رَوَى الإمامُ أَحْمَدُ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ:
اشْتَرَيْتُ كَبْشًا أُضَحِّي بِهِ، فَعَدَا الذِّئْبُ فَأَخَذَ الْأَلْيَةَ.
فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "ضَحِّ
بِهِ"
Imam Ahmad telah meriwayatkan
melalui Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa ia pernah membeli seekor domba
untuk kurban, kemudian ada serigala yang menyerangnya dan sempat memakan
sebagian dari pantatnya. Kemudian Abu Sa'id menanyakan hal tersebut kepada Nabi
Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Kurbankanlah domba itu.
Karena itulah dalam hadis yang
telah disebutkan di atas dikatakan bahwa Nabi Saw. memerintahkan kepada kami
agar memeriksa mata dan telinga hewan yang hendak dikurbankan. Dengan kata
lain, hendaknya hewan kurban itu harus gemuk, baik, dan berharga.
Seperti yang telah disebutkan di
dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abdullah ibnu Umar yang
mengatakan bahwa Umar pernah mendapat hadiah seekor unta yang terbaik (unggul)
seharga tiga ratus dinar. Lalu Umar datang menghadap kepada Nabi Saw. dan
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya diberi hadiah seekor unta
yang terbaik seharga tiga ratus dinar. Bolehkah saya menjualnya, lalu hasilnya
saya belikan unta biasa buat kurban," (dengan maksud agar dapat
menghasilkan beberapa ekor unta). Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا انحَرْهَا إِيَّاهَا"
Jangan, sembelihlah unta
terbaik itu sebagai kurbanmu.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa al-budn (hewan kurban) termasuk syiar Allah.
Muhammad ibnu Abu Musa
mengatakan bahwa wuquf di Arafah, Muzdalifah, melempar jumrah, mencukur rambut,
dan berkurban termasuk syiar-syiar Allah.
Ibnu Umar mengatakan bahwa syiar
Allah yang paling besar ialah Baitullah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ}
Bagi kalian pada
binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat. (Al-Hajj:
33)
Yakni pada hewan-hewan kurban
itu terdapat beberapa manfaat bagi kalian dari air susunya, bulunya, kulitnya,
dapat pula dijadikan sebagai sarana angkutan sampai waktu tertentu.
Miqsam telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada
binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang
ditentukan. (Al-Hajj: 33) Yaitu hewan ternak yang tidak dikhususkan untuk
kurban.
Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu
itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33)
Maksudnya, dapat dinaiki, dapat diambil air susunya dan anaknya; tetapi apabila
telah dinamakan budnah atau hadyu (yakni untuk kurban), maka
semuanya itu tidak boleh lagi.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya.
Ulama lainnya mengatakan bahwa
seseorang bahkan boleh memanfaatkannya sekalipun telah dinamakan hadyu jika
memang diperlukan.
Seperti apa yang telah
ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah-nya.
Maka beliau Saw. bersabda:
"ارْكَبْهَا". قَالَ: إِنَّهَا بَدنَة. قَالَ:
"ارْكَبْهَا، وَيْحَكَ"، فِي الثَّانيَةِ أَوِ الثَّالِثَةِ
"Naikilah!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya ternak ini adalah untuk
kurban.” Nabi Saw. bersabda, "Celakalah kamu, naikilah, " untuk
kedua atau ketiga kalinya.
Di dalam riwayat Imam Muslim
disebutkan melalui Jabir r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"ارْكَبْهَا بِالْمَعْرُوفِ إِذَا ألجئتَ إِلَيْهَا"
Naikilah dengan cara yang
makruf bila kamu terpaksa harus menaikinya.
Syu'bah ibnu Zuhair telah
meriwayatkan dari Abu Sabit Al-A'ma, dari Al-Mugirah ibnu Abul Hurr, dari Ali,
bahwa ia pernah melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah (kurban)nya
yang telah beranak. Maka Ali berkata, "Jangan kamu minum air susunya
kecuali lebihan dari sisa anaknya. Apabila telah tiba Hari Raya Kurban,
sembelihlah unta itu bersama anaknya juga."
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ
الْعَتِيقِ}
kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul
'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 33)
Yakni tempat tujuan terakhir
dari hewan hadyu itu ialah Baitul 'Atiq (Ka'bah). Sama dengan pengertian
yang terdapat di dalam firman-Nya:
{هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ}
sebagai hadyu yang dibawa
sampai ke Ka'bah. (Al-Maidah:
Dan firman Allah Swt.:
{وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ
مَحِلَّهُ}
dan menghalangi hewan kurban
sampai ke tempat (penyembelihan )nya. (Al-Fath:
25)
Dalam pembahasan yang lalu telah
disebutkan makna Baitul 'Atiq.
Ibnu Juraij telah mengatakan
dari Ata bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setiap orang yang telah
melakukan tawaf di Baitullah (tawaf ifadah) berarti dia telah ber-tahallul."
Allah Swt. telah berfirman:
{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ
الْعَتِيقِ}
kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul
'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 23)
Al-Hajj, ayat 34-35
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ
جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ
بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ
الْمُخْبِتِينَ (34) الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) }
Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang
yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar
terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan salat, dan
orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada
mereka.
Allah Swt. menyebutkan bahwa
penyembelihan hewan kurban dengan menyebut nama Allah telah disyariatkan di
semua agama.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34)
Bahwa yang dimaksud dengan mansak ialah hari raya.
Ikrimah mengatakan menyembelih
kurban.
Zaid ibnu Aslam mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34) Sesungguhnya yang dimaksud
adalah Makkah. Allah sama sekali belum pernah menjadikan buat suatu umat suatu mansak-pun
selain dari Makkah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا
رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. (Al-Hajj: 34)
Seperti yang telah ditetapkan di
dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas yang telah menceritakan:
أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، فسمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ
عَلَى صِفَاحهما
Didatangkan kepada Rasulullah
Saw. dua ekor domba yang berbulu putih, berbelang hitam lagi bertanduk, lalu
beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kakinya pada lambung
kedua domba itu (untuk menyembelihnya).
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ
هَارُونَ، أَنْبَأَنَا سَلام بْنُ مِسْكِينٍ، عَنْ عَائِذِ اللَّهِ
الْمُجَاشِعِيِّ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ -وَهُوَ نُفَيْع بْنُ الْحَارِثِ-عَنْ زَيْدِ
بْنِ أَرْقَمَ قَالَ: قُلْتُ -أَوْ: قَالُوا-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ
الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: "سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ". قَالُوا: مَا
لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ" قَالُوا:
فَالصُّوفُ؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ"
Imam Ahmad ibnu Hambal
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan
kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Aizullah Al-Mujasyi'i, dari Abu Daud (yakni
Nufai' ibnul Haris), dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya, atau mereka (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah yang dimaksud dengan hewan-hewan kurban ini? Rasulullah Saw. menjawab: "Ini
adalah sunnah bapak moyang kalian, yaitu Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya,
"Lalu apakah yang kami peroleh darinya?” Rasulullah Saw. menjawab,
"Pada setiap helai bulunya (yakni unta) terdapat satu pahala
kebaikan.” Mereka bertanya, "Bagaimanakah dengan bulu (domba)nya?”
Rasulullah Saw. menjawab, "Pada setiap helai bulu wolnya terdapat satu
pahala kebaikan.”
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid
ibnu Majah telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sunannya melalui
riwayat Salam ibnu Miskin dengan sanad yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ
أَسْلِمُوا}
maka Tuhan kalian ialah Tuhan
Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepadanya. (Al-Hajj: 34)
Yakni sembahan kalian adalah
satu, sekalipun syariat para nabi itu bermacam-macam, yang sebagian darinya
menghapuskan sebagian yang lainnya; tetapi pada garis besarnya semua syariat
nabi-nabi menyerukan untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya,
"Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan
Aku." (Al-Anbiya: 25)
Karena itulah dalam ayat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَهُ أَسْلِمُوا}
karena itu berserah dirilah
kalian kepada-Nya. (Al-Hajj: 34)
Yaitu ikhlaslah dan berserah
dirilah kalian kepada hukum-Nya dan taat kepada-Nya.
{وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ}
Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada
Allah). (Al-Hajj: 34)
Mujahid mengatakan, yang
dimaksud dengan mukhbitin ialah orang-orang yang tumaninah (tenang).
Menurut Ad-Dahhak dan Qatadah,
maksudnya orang-orang yang merendahkan dirinya.
As-Saddi mengatakan orang-orang
yang takut kepada Allah.
Sedangkan menurut Amr ibnu Aus, mukhbitin
ialah orang-orang yang tidak aniaya; dan apabila mereka dizalimi, maka
mereka tidak mendapat pertolongan (dari orang lain).
As-Sauri telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj: 34) Yakni tenang
lagi rida dengan keputusan Allah, berserah diri kepada-Nya, dan yang terbaik
ialah apa yang dijelaskan dalam firman berikutnya yang berfungsi
menjelaskannya, yaitu: (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama
Allah, gemetarlah hati mereka. (Al-Hajj: 35) Maksudnya, hati mereka
bergetar karena takut kepada Allah. orang-orang yang sabar terhadap apa yang
menimpa mereka. (Al-Hajj: 35) Yaitu musibah-musibah yang menimpa diri mereka.
Al-Hasan Al-Basri telah
mengatakan bahwa hendaknya kita bersabar dalam menghadapi musibah atau kita
binasa.
*******************
{وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ}
Orang-orang yang mendirikan
salat. (Al-Hajj: 35)
Jumhur ulama membacanya dengan meng-idafah-kan
lafaz Al-Muqimina kepada As-Salata, hingga menjadi Wal Mua'iminas
Salata. Dan ulama Sab'ah serta tiga ulama lainnya yang tergabung dalam
ulama 'asyrah membacanya demikian pula.
Lain halnya dengan Ibnus
Sumaifa' dia membacanya Wal Muqimi na As-Salata dengan bacaan nasab yakni
tidak di-mudaf-kan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan
pula sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang yang mendirikan salat. (Al-Hajj:
35)
Huruf nun dalam ayat ini dibuang
untuk tujuan takhftf atau meringankan bacaan (menurut orang yang membacanya
As-Salata). Seandainya dibuang karena di-idafah-kan (digandengkan),
tentulah dibaca As-Salati. Yakni orang-orang yang menunaikan hak Allah
terhadap apa yang telah diwajibkan-Nya kepada mereka, yaitu mengerjakan
salat-salat fardu.
{وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}
dan orang-orang yang
menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (Al-Hajj: 35)
Artinya, mereka membelanjakan
apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka berupa rezeki yang baik kepada
keluarga mereka, kaum kerabatnya, dan orang-orang fakir serta orang-orang
miskin mereka. Mereka senang berbuat baik kepada semua orang; selain itu mereka
juga memelihara batasan-batasan Allah. Hal ini berbeda dengan sifat-sifat kaum
munafik, mereka bersifat kebalikan dari ini, seperti yang telah disebutkan di
dalam tafsir surat At-Taubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar