Jumat, 17 Juni 2016

22.1. Surah Al HAJJ Ayat 1-35

22. SURAT AL-HAJJ

تَفْسِيرُ سُورَةِ الْحَجِّ
(Haji)
Madaniyyah, 78 ayat Kecuali ayat 52, 53, 54, dan 55 turun di antara Mekkah dan Madinah. Turun sesudah surat An-Nur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Al-Hajj, ayat 1-2

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ (1) يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ (2) }
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kalian melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya seraya memberitahukan kepada mereka peristiwa yang bakal mereka hadapi pada hari kiamat, yaitu kengerian dan ke­guncangannya yang amat dahsyat. Para ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keguncangan hari kiamat ini, apakah terjadi sesudah manusia dibangkitkan dari kuburnya di hari mereka digiring menuju ke tempat pemberhentian hari kiamat, ataukah yang dimaksud adalah guncangan bumi sebelum manusia dikeluarkan dari kubur mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا. وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا}
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya. (Az-Zalzalah: 1-2)
{وَحُمِلَتِ الأرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً * وَاحِدَةً فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ}
dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat. (Al-Haqqah: 14-15)
Dan firman Allah Swt.:
{إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا. وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا}
apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. (Al-Waqi'ah: 4-5)
Sebagian ulama mengatakan bahwa guncangan ini terjadi di penghujung usia dunia dan mengawali kejadian hari kiamat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari AIqamah sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) Bahwa kejadian ini terjadi sebelum hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Mansur dan Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, lalu ia menyebutkan hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula dari Asy-Sya'bi, Ibrahim, dan Ubaid ibnu Umair hal yang semisal.
Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Ata, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) Kejadian ini menimpa dunia menjelang hari kiamat.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkan salah satu di antara sandaran pendapat ini dalam hadis sur (sangkakala) yang diriwayatkan melalui Ismail ibnu Rafi' (qadi penduduk Madinah), dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari seorang lelaki Ansar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ خَلَقَ الصُّور، فَأَعْطَاهُ إِسْرَافِيلَ، فَهُوَ وَاضِعُهُ عَلَى فِيه، شَاخِصٌ بِبَصَرِهِ إِلَى العَرش، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ". قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الصُّورُ؟
قَالَ: "قَرْنٌ" قَالَ: فَكَيْفَ هُوَ؟ قَالَ: "قَرْنٌ عَظِيمٌ يُنْفَخُ فِيهِ ثَلَاثُ نفخات، الأولى نفخة الفزع، وَالثَّانِيَةُ نَفْخَةُ الصَّعْق، وَالثَّالِثَةُ نَفْخَةُ الْقِيَامِ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، يَأْمُرُ اللَّهُ إِسْرَافِيلَ بِالنَّفْخَةِ لْأُولَى فَيَقُولُ: انفخ نَفْخَةَ الْفَزَعِ. فيفزعُ أَهْلُ السَّمَوَاتِ وَأَهْلُ الْأَرْضِ، إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ، وَيَأْمُرُهُ َيَمُدُّهَا وَيُطَوِّلُهَا وَلَا يَفْتُرُ، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ} [ص: 15] فَيُسير اللَّهُ الْجِبَالَ، فَتَكُونُ سَرَابًا وتُرج الْأَرْضُ بِأَهْلِهَا رَجًّا، وَهِيَ الَّتِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ. تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ. قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ} [النَّازِعَاتِ: 6 -8] ، فَتَكُونُ الْأَرْضُ، كَالسَّفِينَةِ الْمُوبِقَةِ فِي الْبَحْرِ، تَضْرِبُهَا الْأَمْوَاجُ تَكْفَؤُهَا بِأَهْلِهَا، وَكَالْقِنْدِيلِ الْمُعَلَّقِ بِالْعَرْشِ تُرَجِّحُهُ الْأَرْوَاحُ. فَيَمْتَدُّ النَّاسُ عَلَى ظَهْرِهَا، فَتَذْهَلُ الْمَرَاضِعُ، وَتَضَعُ الْحَوَامِلُ. وَيَشِيبُ الْوِلْدَانُ، وَتَطِيرُ الشَّيَاطِينُ هَارِبَةً، حَتَّى تَأْتِيَ الْأَقْطَارَ، فَتَلَقَّاهَا الْمَلَائِكَةُ فَتَضْرِبُ وُجُوهَهَا، فَتَرْجِعُ، وَيُوَلِّي النَّاسُ مُدْبِرِينَ، يُنَادِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {يَوْمَ التَّنَادِ * يَوْمَ تُوَلُّونَ مُدْبِرِينَ مَا لَكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ} [غَافِرٍ: 32، 33] فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ إِذِ انْصَدَعَتِ الْأَرْضُ مِنْ قُطْرٍ إِلَى قُطْرٍ، فَرَأوا أَمْرًا عَظِيمًا، فَأَخَذَهُمْ لِذَلِكَ مِنَ الْكَرْبِ مَا اللَّهُ أَعْلَمُ بِهِ، ثُمَّ نَظَرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا هِيَ كَالْمُهْلِ، ثُمَّ خُسِفَ شَمْسُهَا وخُسفَ قَمَرُهَا، وَانْتَثَرَتْ نُجُومُهَا، ثُمَّ كُشِطت عَنْهُمْ" قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالْأَمْوَاتُ لَا يَعْلَمُونَ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: فَمَنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ حِينَ يَقُولُ: {فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ} [النَّمْلِ: 87] ؟ قَالَ: أُولَئِكَ الشُّهَدَاءُ، وَإِنَّمَا يَصِلُ الْفَزَعُ إِلَى الْأَحْيَاءِ، أُولَئِكَ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ، وَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَآمَنَهُمْ، وَهُوَ عَذَابُ اللَّهِ يَبْعَثُهُ عَلَى شِرَارِ خَلْقِهِ، وَهُوَ الَّذِي يَقُولُ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ * يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah Swt. setelah selesai menciptakan langit dan bumi, beranjak menciptakan sur (sangkakala), lalu diserahkan kepada Malaikat Israfd. Sekarang Israfil meletakkan sangkakala itu di mulutnya, sedangkan matanya memandang ke arah 'Arasy menunggu bila ia diperintahkan (untuk meniupnya). Sahabat Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Seperti tanduk (terompet)." Abu Hurairah bertanya, "Bagaimanakah bentuknya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Terompet besar, Israfil akan melakukan tiga kali tiupan padanya." Tiupan pertama menimbulkan kedahsyatan yang sangat besar, tiupan kedua adalah tiupan yang membinasakan semua makhluk, dan tiupan yang ketiga adalah tiupan yang membangkitkan semua makhluk hidup kembali untuk menghadap kepada Tuhan semesta alam. Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Israfil untuk me­lakukan tiupan pertama, "Tiuplah, tiupan yang menimbulkan kedahsyatan yang besar!" Maka terkejutlah semua penduduk langit dan bumi, terkecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah tidak merasa terkejut. Allah memerintahkan kepada Israfil, maka saat itu juga Israfil langsung menjulurkan dan meniupnya. Hal ini dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (Shad: 15) Maka semua gunung beterbangan menjadi debu, dan bumi mengalami gempa yang amat dahsyat mengguncangkan semua penghuninya. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan yang pertama itu diiringi dengan tiupan yang kedua. Hati manusia pada  waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8) Saat itu bumi bagaikan sebuah perahu yang terombang-ambingkan oleh ombak laut yang sangat besar berikut para penumpangnya yang bergelayutan bagaikan pelita gantung yang ditiup angin keras. Semua manusia yang ada di bumi bergelindingan, dan wanita-wanita yang hamil saat itu juga melahirkan bayi-bayinya, anak-anak kecil mendadak beruban karena kesusahan yang sangat. Setan-setan pun beterbangan melarikan diri hingga mencapai batas ufuk cakrawala; tetapi para malaikat menghadangnya, lalu memukuli wajahnya hingga setan kembali lagi ke bumi. Manusia porak-poranda melarikan diri seraya sebagian dari mereka memanggil-manggil sebagian lainnya. Keadaan inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagi kalian seorang pun yang menyelamatkan kalian dari (azab) Allah; dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk. (Al-Mu’min: 33) Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba bumi terbelah dari satu kawasan ke kawasan yang lainnya, dan mereka melihat peristiwa besar yang membuat mereka mendapat mala petaka yang tak terperikan besarnya; hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Kemudian mereka melihat ke arah langit, tiba-tiba mereka melihatnya mendidih, lalu matahari dan bulan pudar sinarnya serta bintang-bintang bertaburan dan saling berbenturan, lalu lenyap dari pandangan mereka. Rasulullah Saw. bersabda, "Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui sedikit pun dari peristiwa itu." Abu Hurairah bertanya, "Siapakah orang-orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu?" (yakni firman Allah Swt. yang mengatakan): maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. (An-Naml: 87) Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah para syuhada, sesungguhnya kedahsyatan yang besar itu hanya dialami oleh orang-orang yang hidup. Para syuhada itu sekalipun mereka hidup di sisi Allah dalam keadaan diberi rezeki, tetapi Allah telah memelihara dan menyelamatkan mereka dari peristiwa buruk yang terjadi di hari itu, yaitu azab Allah yang ditimpakan kepada makhluk-Nya yang jahat-jahat, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, "Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah)pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat besarnya.”(Al-Hajj: 1-2)
Imam Tabrani, Imam Ibnu Jarir, dan Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis ini pula dengan panjang lebar.
Tujuan pengetengahan hadis ini adalah untuk membuktikan bahwa keguncangan ini terjadi sebelum hari kiamat, hanya penyebutannya dikaitkan dengan hari kiamat karena peristiwa tersebut dekat sekali dengan kejadian hari kiamat, seperti halnya penyebutan tentang tanda-tanda hari kiamat dan yang semisal dengannya.
Ulama lainnya berpendapat bahwa kedahsyatan, kengerian, dan keguncangan itu justru terjadi pada hari kiamat di Padang Mahsyar saat semua makhluk dibangkitkan hidup kembali dari kuburannya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ia memilih pendapat ini karena berlandaskan kepada hadis-hadis berikut:
Hadis pertama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عن الحسن، عن عمران [ابن] حُصَين؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَقَدْ تَفَاوَتَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ السَّيْرُ، رَفَعَ بِهَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ صَوْتَهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} فَلَمَّا سَمِعَ أَصْحَابُهُ بِذَلِكَ حَثْوا المُطي، وَعَرَفُوا أَنَّهُ عِنْدَ قَوْلٍ يَقُولُهُ، فَلَمَّا تَأَشَّهُوا حَوْلَهُ قَالَ: " أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ ذَاكَ؟ يَوْمَ يُنَادَى آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيُنَادِيهِ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ: يَا آدَمُ، ابْعَثْ بَعْثَكَ إِلَى النَّارِ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ فَيَقُولُ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٍ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ". قَالَ فَأَبْلَسَ أَصْحَابُهُ حَتَّى مَا أَوْضَحُوا بِضَاحِكَةٍ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ قَالَ: "أَبْشِرُوا وَاعْمَلُوا، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَمَعَ خَليقتين مَا كَانَتَا مَعَ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا كَثَّرَتَاهُ: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ، وَمَنْ هَلَكَ مِنْ بَنِي آدَمَ وَبَنِي إِبْلِيسَ" قَالَ: فسُرّي عَنْهُمْ، ثُمَّ قَالَ: اعْمَلُوا وَأَبْشِرُوا، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ فِي النَّاسِ إِلَّا كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ، أَوِ الرَّقْمَةِ فِي ذِرَاعِ الدَّابَّةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam; telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda membacakan kedua ayat berikut dengan suara yang keras di salah satu perjalanannya, yang saat itu orang-orang yang bepergian dengan beliau sudah saling berdekatan: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (Al-Hajj: 1-2) Ketika para sahabat (yang bepergian dengannya) mendengar bacaan beliau, mereka segera memacu kendaraannya mendekati sumber suara itu. Ternyata setelah dekat, mereka mengetahui bahwa yang membacanya adalah Nabi Saw. dan saat mereka telah berada di sekelilingnya, maka Nabi Saw. bersabda, "Tahukah kalian, hari apakah yang dimaksud oleh ayat ini? Yaitu suatu hari yang saat itu Adam dipanggil oleh Tuhannya, lalu Tuhan berfirman kepadanya, "Hai Adam, bangkitkanlah kirimanmu ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, berapa banyakkah yang dikirimkan ke neraka?" Allah berfirman, "Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilannya dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga." Para sahabat merasa berduka cita karena mereka masih belum memahami apa yang dimaksud oleh sabda Nabi Saw. itu. Melihat gejala tersebut Nabi Saw. bersabda menjelaskannya: Bergembiralah kalian dan beramallah. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kalian benar-benar bersama dengan dua jenis makhluk lainnya, yang tidak sekali-kali kedua jenis makhluk itu dikumpulkan bersama sesuatu, melainkan membuat sesuatu itu menjadi banyak bilangannya. Yaitu Ya-juj dan Ma-juj, dan orang-orang yang binasa dari kalangan anak Adam serta anak-anak iblis. Mendengar penjelasan ini hati para sahabat menjadi lega. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya: Beramallah dan bergembiralah kalian. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian ini dibandingkan dengan seluruh manusia, melainkan seperti tahi lalat yang ada di lambung unta, atau seperti belang yang ada di kaki ternak.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, bagian dari kitab sunnah masing-masing, melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Yahya ibnul Qattan, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Qatadah dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Jalur lain hadis ini diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُدعان، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانِ بْنِ حُصَيْن؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} ، قَالَ: أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ هَذِهِ، وَهُوَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: "أَتَدْرُونَ أَيَّ يَوْمٍ ذَلِكَ؟ " فَقَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "ذَلِكَ يَوْمٌ يَقُولُ اللَّهُ لِآدَمَ: ابْعَثْ بَعْثَ النَّارِ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: تِسْعُمِائَةٌ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ إِلَى النَّارِ، وَوَاحِدٌ إِلَى الْجَنَّةِ" فَأَنْشَأَ الْمُسْلِمُونَ يَبْكُونَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَارِبُوا وسَدِّدوا، فَإِنَّهَا لَمْ تَكُنْ نُبُوَّةٌ قَطُّ إِلَّا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهَا جَاهِلِيَّةٌ" قَالَ: "فَيُؤْخَذُ الْعَدَدُ مِنَ الْجَاهِلِيَّةِ، فَإِنْ تَمَّتْ وَإِلَّا كُمّلت مِنَ الْمُنَافِقِينَ، وَمَا مَثَلُكُمْ وَالْأُمَمُ إِلَّا كَمَثَلِ الرَّقمة فِي ذِرَاعِ الدَّابَّةِ، أَوْ كَالشَّامَةِ فِي جَنْبِ الْبَعِيرِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبْعَ أهل الجنة" فَكَبَّرُوا ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرُوا، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا نِصْفَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرُوا، قَالَ: وَلَا أَدْرِي أَقَالَ الثُّلُثَيْنِ أَمْ لَا؟
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jad'an, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda ketika diturunkan firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. (Al-Hajj: 1) sampai dengan firman-Nya: tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) saat itu beliau Saw. sedang dalam perjalanan. Beliau Saw. bersabda, "Tahukah kalian hari apakah yang dimaksud dalam ayat ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda, "Hari itu adalah hari saat Allah berfirman kepada Adam, 'Kirimkanlah orang-orang yang masuk neraka!' Adam bertanya, 'Wahai Tuhanku, berapa orangkah yang harus dikirim ke neraka?' Allah berfirman, 'Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilan dikirim ke neraka, sedangkan yang seorang dikirim ke surga." Maka kaum muslim menangis, lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dekatkanlah diri kalian (kepada Allah) dan teruslah beramal baik karena sesungguhnya tiada suatu kenabian pun melainkan di hadapannya terdapat masa Jahiliah." Nabi Saw. bersabda, "Maka diambillah sejumlah orang dari kaum Jahiliah jika memang ada. Jika tidak ada, bilangannya dilengkapi dengan kaum munafik. Tiadalah kalian ini bila dibandingkan dengan umat-umat lainnya, melainkan seperti belang yang ada di kaki hewan atau tahi lalat yang ada di lambung unta." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penduduk surga." Maka mereka bertakbir. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga penduduk surga." Mereka bertakbir lagi. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah separo penduduk surga." Maka mereka bertakbir lagi. Dan Imran ibnu Husain berkata, "Saya tidak mengetahui apakah beliau Saw. mengucapkan dua pertiga atau tidak."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama; kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula bahwa hadis ini sahih. Dia telah meriwayatkan hadis ini dari Urwah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnul Husain. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Sa'id ibnu Abu Arubah dari Qatadah dari Al-Hasan dan Al-AIa ibnu Ziyad Al-Adawi, dari Imran ibnul Husain, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang sama dari Bandar, dari Gundar, dari Auf, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali dari perang Al-Usrah bersama-sama para sahabatnya dan hampir tiba di Madinah, maka beliau Saw. membaca firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) lalu disebutkan hadis yang teksnya sama dengan hadis Ibnu Jad'an.
Hadis kedua, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnut Tabba', telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan Al-Ma'mari, dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (Al-Hajj: 1) kemudian disebutkan hadis yang teksnya sama dengan hadis Al-Hasan dari Imran ibnul Husain, hanya di dalam riwayat ini disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"وَمَنْ هَلَكَ مِنْ كَفَرَةِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ".
"Dan juga orang-orang yang telah binasa dari kalangan kebanyakan jin dan manusia."
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ma'mar.
Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Habbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini. Teks hadis selanjutnya sama dengan hadis di atas, hanya dalam riwayat ini disebutkan,
"إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ"، ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا ثُلُثَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" ثُمَّ قَالَ: "إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا شَطْرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَفَرِحُوا، وَزَادَ أَيْضًا: "وَإِنَّمَا أَنْتُمْ جُزْءٌ مِنْ أَلْفِ جُزْءٍ"
"Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penghuni surga." Disebutkan lagi, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga penduduk surga." Disebutkan lagi, "Aku berharap semoga kalian separo ahli surga," maka mereka (para sahabat) senang mendengarnya. Di dalam riwayat ini disebutkan pula, "Sesungguhnya kalian hanyalah sebagian dari seribu (yakni seperseribu jumlah umat lain)".
Hadis keempat, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini, bahwa:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا آدَمُ، فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ. فَيُنَادَى بِصَوْتٍ: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُخْرِجَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعْثًا إِلَى النَّارِ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ قَالَ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ -أَرَاهُ قَالَ-تِسْعَمِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ. فَحِينَئِذٍ تَضَعُ الْحَامِلُ حَمْلَهَا، وَيَشِيبُ الْوَلِيدُ، {وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ} فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ حَتَّى تَغَيَّرَتْ وُجُوهُهُمْ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من يأجوج ومأجوج تسعمائة وتسعة وتسعين، وَمِنْكُمْ وَاحِدٌ، ثُمَّ أَنْتُمْ فِي النَّاسِ كَالشَّعْرَةِ السَّوْدَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ الْأَبْيَضِ، أَوْ كَالشَّعْرَةِ الْبَيْضَاءِ فِي جَنْبِ الثَّوْرِ الْأَسْوَدِ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ تَكُونُوا رُبُعَ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ: "ثُلُثُ أَهْلِ الْجَنَّةِ". فَكَبَّرْنَا، ثُمَّ قَالَ: "شَطْرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ" فَكَبَّرْنَا
telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al­ A'masy, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, bahwa kelak di hari kiamat Allah berfirman, "Hai Adam!" Adam menjawab, "Labbaika, ya Tuhan kami. Saya penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan." Kemudian terdengarlah suara yang berseru, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengeluarkan sebagian dari keturunanmu untuk dikirimkan ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, berapakah jumlah yang akan dikirim ke neraka?" Dijawab, "Dari setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." Dalam keadaan seperti itu wanita-wanita yang hamil melahirkan anaknya dan anak-anak beruban. dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) Maka berita itu terasa berat oleh para sahabat, sehingga wajah mereka berubah menjadi pucat karenanya. Maka Nabi Saw. bersabda: "Sembilan ratus sembilan puluh sembilan dari kalangan Ya-juj dan Ma-juj, sedangkan dari kalian satu orang. Kalian di kalangan manusia sama halnya dengan sehelai bulu hitam yang terdapat pada tubuh banteng yang berbulu putih, atau seperti sehelai bulu putih yang ada di lambung banteng yang berbulu hitam. Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat ahli surga, " maka kami bertakbir. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sepertiga ahli surga, " maka kami bertakbir. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Separo ahli surga, " dan kami bertakbir lagi.
Imam Bukhari telah meriwayatkan pula di lain kitab tafsir, dan Imam Muslim, serta Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Hadis kelima, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ مُحَمَّدٍ -ابْنُ أُخْتِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ-وَعُبَيْدَةَ الْمَعْنَى، كِلَاهُمَا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن اللَّهَ يَبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُنَادِيًا [يُنَادِي]: يَا آدَمُ، إِنْ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَبْعَثَ بَعْثًا مِنْ ذُرِّيَّتِكَ إِلَى النَّارِ، فَيَقُولُ آدَمُ: يَا رَبِّ، مَنْ هُمْ؟ فَيُقَالُ لَهُ: مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: مَنْ هَذَا النَّاجِي مِنَّا بَعْدَ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "هَلْ تَدْرُونَ مَا أَنْتُمْ فِي النَّاسِ إِلَّا كَالشَّامَةِ فِي صَدْرِ الْبَعِيرِ"
telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Muhammad (anak lelaki dari saudara perempuan Sufyan As-Sauri), juga dari Ubaidah Al-Ammi; keduanya dari Ibrahim ibnu Muslim, dari Abul Ahwas, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. kelak di hari kiamat memerintahkan kepada juru penyeru untuk menyerukan, "Hai Adam, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengirimkan sejumlah orang dari keturunanmu ke neraka.” Maka Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapa sajakah mereka?'' Dikatakan kepadanya, “Dari seratus orang, sembilan puluh sembilan orang.” Kemudian seseorang lelaki dari kaum (yang hadir) bertanya, "Siapakah orang yang selamat di antara kita sesudah itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda, "Tahukah kalian, tiadalah kalian ini di kalangan umat manusia melainkan seperti tahi lalat yang ada di lambung unta.”
Ditinjau dari sanad dan teks hadisnya, Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (tunggal).
Hadis keenam, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa:
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ حَاتِمِ بْنِ أَبِي صَغِيرَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ؛ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفاة عُرَاةً غُرْلًا". قَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، إِنَّ الْأَمْرَ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكَ".
telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hatim ibnu Abu Safirah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Mulaikah; Al-Qasim ibnu Muhammad pernah menceritakan kepadanya bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian akan dihimpunkan kepada Allah pada hari kiamat dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan. Siti Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum laki-laki dan kaum wanita sebagian dari mereka melihat sebagian lainnya.” Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Aisyah, sesungguhnya peristiwanya jauh lebih dahsyat daripada memalingkan mereka ke arah itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Hadis ketujuh.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْران، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ يَذْكُرُ الْحَبِيبُ حَبِيبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "يَا عَائِشَةُ، أَمَّا عِنْدَ ثَلَاثٍ فَلَا أَمَّا عِنْدَ الْمِيزَانِ حَتَّى يِثْقُلَ أَوْ يَخِفَّ، فَلَا. وَأَمَّا عِنْدَ تَطَايُرِ الْكُتُبِ فَإِمَّا يُعْطَى بِيَمِينِهِ أَوْ يُعْطَى بِشَمَالِهِ، فَلَا. وَحِينَ يَخْرُجُ عُنُق مِنَ النَّارِ فَيَنْطَوِي عَلَيْهِمْ، وَيَتَغَيَّظُ عَلَيْهِمْ، وَيَقُولُ ذَلِكَ الْعُنُقُ: وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ: وُكِّلْتُ بِمَنِ ادَّعَى مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ، وَوُكِّلْتُ بِمَنْ لَا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ الْحِسَابِ، وَوُكِّلْتُ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ" قَالَ: "فَيَنْطَوِي عَلَيْهِمْ، وَيَرْمِيهِمْ فِي غَمَرَاتٍ، وَلِجَهَنَّمَ جِسْرٌ أَدَقُّ مِنَ الشِّعْرِ وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ، عَلَيْهِ كَلَالِيبُ وَحَسَكٌ يأخُذْنَ مَنْ شَاءَ اللَّهُ، وَالنَّاسُ عَلَيْهِ كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ، وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ، وَالْمَلَائِكَةُ يَقُولُونَ: رَبِّ، سَلِّم، سَلِّم. فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ، وَمَخْدُوشٌ مُسَلَّمٌ، ومكَوّر فِي النَّارِ عَلَى وَجْهِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah seorang kekasih teringat kepada orang yang dikasihinya kelak di hari kiamat?" Rasulullah Saw. menjawab, "Adapun pada tiga tempat, maka tidak mungkin; juga di saat neraca amal perbuatan telah dipasang untuk menimbang amal perbuatan apakah berat atau ringan, tidak mungkin akan teringat. Begitu pula di saat kitab-kitab catatan amal perbuatan beterbangan, adakalanya seseorang diberi kitabnya dari arah kanannya atau arah kirinya, tidak mungkin akan teringat. Saat itu keluarlah leher api neraka, lalu mengelilingi mereka dan mengeluarkan suara gemuruhnya kepada mereka. Leher api neraka itu berkata, 'Saya diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, saya diperintahkan untuk menyiksa tiga macam orang. Saya diperintahkan untuk menyiksa orang yang mengakui ada tuhan lain di samping Allah, saya diperintahkan untuk menyiksa orang yang tidak beriman kepada hari perhitungan amal perbuatan, dan saya diperintahkan untuk menyiksa semua orang yang angkara murka lagi pengingkar kebenaran.' Kemudian mereka dibelit dan dicampakkan ke dalam neraka Jahanam yang bergolak. Jahanam memiliki jembatan yang lebih tipis daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada pedang. Di kedua sisinya terdapat pengait-pengait dan duri-duri yang keduanya mengambil orang-orang yang dikehendaki oleh Allah (masuk neraka). Manusia dalam melewati jembatan itu ada yang cepatnya bagaikan kilat, ada yang cepatnya bagaikan sekedipan mata, ada yang cepatnya bagaikan angin, ada yang cepatnya bagaikan kuda balap dan unta yang kencang larinya. Para malaikat saat itu berkata, 'Ya Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.' Maka sebagian orang ada yang selamat dalam keadaan utuh; ada yang selamat, tetapi dalam keadaan tergores dan luka-luka; dan ada yang sebagian lain dijungkalkan ke dalam neraka dengan kepala di bawah."
Hadis-hadis yang menceritakan kengerian pada hari kiamat dan asar-asar mengenainya sangat banyak, tetapi dibahas di tempat lain dari kitab ini. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam surat ini:
{إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ}
sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1)
Yakni suatu kejadian yang besar, petaka yang dahsyat, bencana yang mengerikan, peristiwa yang besar huru-haranya, dan sangat aneh. Yang dimaksud dengan az-zalzal ialah kengerian dan rasa terkejut yang menimpa j iwa manusia, sebagaimana yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا}
Di situlah diuji orang-orang-mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. (Al-Ahzab: 11)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{يَوْمَ تَرَوْنَهَا}
(Yaitu) pada hari (ketika) kamu melihat. (Al-Hajj: 2)
Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan keterangan keadaan. Karena itu, dijelaskan dalam firman berikutnya:
{تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ}
lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2)
Yaitu kengerian yang dialaminya membuatnya lupa kepada orang yang paling disayanginya, padahal dia adalah orang yang paling sayang kepada anaknya; saat itu ia lupa kepada anak yang disusuinya, padahal si anak sangat membutuhkan persusuannya. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya, "Kullu murdi'atin (semua wanita yang menyusui anaknya)" tidak disebutkan, "Kullu murdi'in (semua wanita yang menyusui).
Firman Allah Swt.:
{عَمَّا أَرْضَعَتْ}
dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2)
Maksudnya, dari anak yang disusuinya sebelum mencapai usia penyapihannya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا}
dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil. (Al-Hajj: 2)
Yakni sebelum masa kandungannya sempurna karena kerasnya kengerian di hari itu.
{وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى}
dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk. (Al-Hajj: 2)
Menurut qiraat lain dibaca sakra. Yakni disebabkan dahsyatnya peristiwa yang terjadi dan mereka alami pada hari itu hilanglah kesadaran akal mereka, begitu pula ingatan mereka. Barang siapa yang melihat mereka, pasti menduga mereka mabuk.
{وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}
padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2)

Al-Hajj, ayat 3-4

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ (3) كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَنْ تَوَلاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ (4) }
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka.
Allah Swt. berfirman, mencela orang-orang yang mendustakan adanya hari berbangkit, ingkar terhadap kekuasaan Allah yang mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati, lagi berpaling dari apa yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi-Nya serta segala ucapannya; sikap ingkar dan kekafirannya mengikuti langkah setan-setan yang jahat, baik setan dari kalangan manusia maupun jin. Itulah ciri khas ahli bid'ah dan kesesatan yang berpaling dari kebenaran lagi mengikuti jalan kebatilan. Mereka berpaling dari perkara hak yang jelas, yang telah diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya. Mereka juga mengikuti ucapan para pemimpin kesesatan yang menyeru kepada perbuatan bid'ah, menuruti kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka sendiri. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman sehubungan dengan mereka dan orang-orang yang semisal dengan mereka:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ}
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan. (Al-Hajj: 3)
Yakni pengetahuan yang benar.
{وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ. مَرِيدٍ كُتِبَ عَلَيْهِ}
dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu. (Al-Hajj: 3-4)
Mujahid mengatakan bahwa telah ditetapkan melalui ketetapan takdir, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia. (Al-Hajj: 4) Yaitu mengikuti dan menuruti langkah-langkahnya. tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Al-Hajj: 4) Artinya, setan akan menyesatkannya di dunia; dan kelak di akhirat akan menjerumuskannya ke dalam azab neraka yang menyala-nyala apinya, sangat panas dan sangat menyakitkan, sangat pedih dan menggelisahkan.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan An-Nadr ibnul Haris. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muslim Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Bukhturi Abu Qatadah, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, telah menceritakan kepada kami Abu Ka'b Al-Makki yang mengatakan, bahwa pernah ada seorang yang jahat dari kalangan kaum Quraisy berkata kepada Nabi Saw., "Ceritakanlah kepada kami tentang Tuhanmu, apakah Dia dari emas ataukah dari perak ataukah dari tembaga?" Maka langit mengeluarkan suara guntur yang menggelegar, dan tiba-tiba kepala orang itu menggelinding jatuh ke depan.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa pernah ada seorang Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanmu, terbuat dari apakah Dia, dari mutiara ataukah dari yaqut?" Maka ada halilintar yang menyambar si Yahudi itu (hingga matilah ia seketika itu juga).

Al-Hajj, ayat 5-7

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ (7) }
Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadi­kan kalian dari tanah; kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kalian ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjang­kan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kalian lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.
Setelah menyebutkan perihal orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan tidak percaya kepada adanya hari kemudian, Allah Swt. menyebutkan hal-hal yang menunjukkan kekuasaan-Nya dalam menghidupkan segala sesuatu yang telah mati melalui bukti yang nyata pada permulaan kejadian manusia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ}
Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan. (Al-Hajj: 5)
Yaitu hari kemudian di mana semua roh dan jasad menjadi satu dan bangkit hidup kembali kelak di hari kiamat.
{فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ}
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah. (Al-Hajj: 5)
Artinya, asal mula kejadian kalian adalah dari tanah; yaitu asal mula penciptaan Adam a.s., nenek moyang mereka.
{ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ}
kemudian dari setetes mani. (Al-Hajj: 5)
kemudian keturunannya diciptakan dari air mani yang hina.
{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ}
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging. (Al-Hajj: 5)
Demikian itu apabila nutfah telah berdiam di dalam rahim wanita selama empat puluh hari. Selama itu ia mengalami pertumbuhan, kemudian bentuknya berubah menjadi darah kental dengan seizin Allah. Setelah berlalu masa empat puluh hari lagi, maka berubah pula bentuknya menjadi segumpal daging yang masih belum berbentuk dan belum ada rupanya. Kemudian dimulailah pembentukannya, yang dimulai dari kepala, kedua tangan, dada, perut, kedua paha, kedua kaki, dan anggota lainnya. Adakalanya seorang wanita mengalami keguguran sebelum janinnya mengalami pembentukan, dan adakalanya keguguran terjadi sesudah janin terbentuk berupa manusia.
Allah Swt. berfirman:
{ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ}
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5)
seperti yang dapat kalian saksikan sendiri.
{لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى}
agar Kami jelaskan kepada kalian, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. (Al-Hajj: 5)
Yakni adakalanya janin menetap di dalam rahim tidak keguguran dan tumbuh terus menjadi bentuk yang sempurna.
Seperti yang dikatakan oleh Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Yaitu janin yang telah berbentuk dan janin yang masih belum terbentuk. Apabila telah berlalu masa empat puluh hari dalam keadaan berupa segumpal daging, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya. Malaikat itu diperintahkan-Nya untuk meniupkan roh ke dalam tubuh janin, lalu menyempurnakan bentuknya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt., apakah tampan atau buruk, dan apakah laki-laki atau perempuan. Selain itu malaikat tersebut ditugaskan pula untuk menulis rezeki dan ajalnya, apakah celaka atau berbahagia.
Hal ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami:
"إِنَّ خَلْقَ أَحَدِكُمْ يُجمع فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضغة مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ الْمَلَكَ فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلَمَّاتٍ: بِكَتْبِ عَمَلِهِ وَأَجَلِهِ وَرِزْقِهِ، وَشَقِّيٌ أَوْ سَعِيدٌ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ"
Sesungguhnya kejadian seseorang di antara kalian dihimpun­kan di dalam perut ibunya selama empat puluh malam, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal daging dalam masa empat puluh malam. Setelah itu Allah mengutus malaikat kepadanya; malaikat diperintahkan-Nya untuk mencatat empat perkara, yaitu mencatat rezekinya, amal perbuatannya, dan ajalnya (usianya), lalu nasibnya apakah celaka atau bahagia. Kemudian meniupkan roh ke dalam tubuhnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa apabila nutfah telah menetap di dalam rahim, maka datanglah malaikat mencegahnya, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, apakah dijadikan ataukah tidak?" Jika dikatakan tidak dijadikan, maka tidaklah dibentuk kejadiannya, lalu dikeluarkan dari rahim dalam rupa darah kental. Tetapi jika dikatakan dijadikan, maka malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan, apakah dia celaka ataukah bahagia, bagaimanakah ajalnya dan jejak kehidupannya, serta di negeri manakah ia mati?" Kemudian dikatakan kepada nutfah itu, "Siapakah Tuhanmu?" Nutfah menjawab, "Allah." Dikatakan pula, "Siapakah yang memberimu rezeki?" Nutfah menjawab, "Allah." Lalu Allah berfirman kepada malaikat, "Pergilah kamu ke kitab itu, karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di dalamnya kisah nutfah ini." Maka nutfah itu dijadikan dan menjalani masa hidupnya sampai ajalnya, ia memakan rezekinya dan melakukan perjalanan hidupnya. Bilamana telah tiba ajalnya, maka matilah ia dan dikebumikan. Kemudian Amir Asy-Sya'bi membaca firman-Nya: Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah men­jadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Apabila tahap kejadiannya sampai pada segumpal darah, maka kejadiannya dikembalikan pada tahap keempat, lalu terbentuklah manusia. Tetapi jika ditakdirkan tidakjadi, maka dikeluarkan lagi oleh rahim dalam rupa darah. Dan apabila dijadikan, maka dikembalikan (ke dalam rahim) menjadi manusia.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنِ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أُسَيْدٍ -يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-قَالَ: "يَدْخُلُ الْمَلَكُ عَلَى النُّطْفَةِ بَعْدَ مَا تَسْتَقِرُّ فِي الرَّحِمِ بِأَرْبَعِينَ أَوْ خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ، فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ، وَيَكْتُبَانِ، فَيَقُولُ: أَذَكَرٌ أَمْ أَنْثَى؟ فَيَقُولُ اللَّهُ وَيَكْتُبَانِ، وَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَثَرُهُ وَرِزْقُهُ وَأَجَلُهُ، ثُمَّ تُطْوَى الصُّحُفُ، فَلَا يُزَادُ عَلَى مَا فِيهَا وَلَا يُنْتَقَصُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Abut Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid yang menyampaikan sanadnya sampai kepada Nabi Saw. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Malaikat masuk ke dalam nutfah sesudah nutfah berada di dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima hari. Lalu malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia celaka atau bahagia?” Allah Swt. berfirman, dan malaikat itu mencatat. Lalu malaikat bertanya, "Apakah laki-laki ataukah perempuan?” Allah berfirman, dan malaikat mencatatnya. Malaikat mencatat amalnya, perjalanan hidupnya, rezekinya, dan ajalnya. Kemudian lembaran kitab itu ditutup, maka apa yang ada di dalamnya tidak dapat lagi ditambahi atau dikurangi.
Imam Muslim meriwayatkan melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan melalui jalur lain dari Abut Tufail dengan lafaz yang semakna.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا}
kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi. (Al-Hajj: 5)
Yakni dalam keadaan lemah tubuh, pendengaran, penglihatan, inderanya, kekuatan geraknya, serta akalnya. Kemudian Allah memberinya kekuatan sedikit demi sedikit, dan kedua orang tuanya merawatnya dengan penuh kasih sayang sepanjang hari dan malamnya. Karena itu, disebutkan oleh firman selanjutnya:
{ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ}
kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan. (Al-Hajj: 5)
Yaitu memiliki kekuatan yang makin bertambah sampai pada usia muda dan penampilan yang terbaiknya.
{وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى}
dan di antara kalian ada yang diwafatkan. (Al-Hajj: 5)
dalam usia mudanya dan sedang dalam puncak kekuatannya.
{وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ}
dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun. (Al-Hajj: 5)
Usia yang paling hina ialah usia pikun. Dalam usia tersebut seseorang lemah tubuhya, tidak berkekuatan, akal serta pemahamannya pun lemah pula; semua panca inderanya tidak normal lagi dan daya pikirnya pun lemah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
{لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا}
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya diketahuinya. (Al-Hajj: 5)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Al-Hafiz Abu Ya'la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Kahlid Az-Zayyat, telah menceritakan kepadaku Daud Abu Sulaiman, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Ma'mar ibnu Hazm Al-Ansari, dari Anas ibnu Malik yang me-rafa'-kan hadis ini. Ia mengatakan bahwa bayi yang baru lahir hingga mencapai usia balig segala yang dikerjakannya berupa amal kebaikan tidak dicatatkan bagi orang tuanya atau kedua orang tuanya. Dan semua yang dikerjakannya berupa amal keburukan tidak dicatatkan bagi dirinya, tidak pula bagi kedua orang tuanya. Apabila ia telah mencapai usia balignya, maka Allah memberlakukan qalam terhadapnya dan memerintahkan kepada dua malaikat yang ada bersamanya untuk mencatat segala amal perbuatannya dengan catatan yang ketat. Apabila ia mencapai usia empat puluh tahun dalam Islam, Allah menyelamatkannya dari tiga penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak. Apabila mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki kembali (bertobat) kepada-Nya sesuai dengan apa yang disukai-Nya. Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, maka semua amal baiknya dicatat dan dihapuslah semua amal buruknya. Apabila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; ia pun dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya serta dicatat sebagai Aminullah (orang kepercayaan Allah), dan dia menjadi tahanan Allah di bumi-Nya. Apabila ia mencapai usia pikun sehingga ia tidak mengetahui lagi segala sesuatu yang tadinya ia ketahui, maka Allah mencatatkan baginya hal yang semisal dengan amal kebaikan yang pernah dilakukannya semasa sehatnya; apabila melakukan suatu keburukan, maka tidak dicatatkan dalam buku catatan amalnya.
Hadis ini garib sekali, di dalamnya terkandung kemungkaran yang parah. Tetapi sekalipun demikian, Imam Ahmad ibnu Hambal me­riwayatkannya pula di dalam kitab musnadnya, baik secara mauquf ataupun marfu'.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir, dari Muhammad ibnu Abdullah Al-Amili, dari Amr ibnu Ja'far, dari Anas yang mengatakan, bahwa apabila seorang lelaki muslim mencapai usia empat puluh tahun, Allah menyelamatkannya dari tiga macam penyakit, yaitu gila, supak, dan lepra. Apabila mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya yang disukainya. Dan apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun, Allah menerima semua kebaikannya dan menghapuskan semua keburukannya. Apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian. Ia diberi julukan sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada keluarganya.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah Al-Amiri, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Usman, dari Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab, dari Nabi Saw. Lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
وَرَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، حَدَّثَنِي يُوسُفُ بْنُ أَبِي ذَرَّةَ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْري، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُعَمَّرٍ يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ ثَلَاثَةَ أَنْوَاعٍ مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepadaku Yusuf ibnu Abu Burdah Al-Ansari, dari Ja'far ibnu Amr ibnu Umayyah Ad-Dimri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seorang pun yang berusia panjang dalam Islamnya selama empat puluh tahun, melainkan Allah memalingkan darinya tiga macam penyakit yaitu gila, supak, dan lepra.
Lalu disebutkan hingga akhir hadis yang teksnya sama dengan hadis sebelumnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, dari Abdullah ibnu Syabib, dari Abu Syaibah, dari Abdullah ibnu Abdul Malik, dari Abu Qatadah Al-Adawi, dari anak saudara Az-Zuhri, dari pamannya (Az-Zuhri), dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا مِنْ عَبْدٍ يُعَمَّرُ فِي الْإِسْلَامِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، إِلَّا صَرَفَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْوَاعًا مِنَ الْبَلَاءِ: الْجُنُونُ وَالْجُذَامُ وَالْبَرَصُ، فَإِذَا بَلَغَ خَمْسِينَ سَنَةً لَيَّنَ اللَّهُ لَهُ الْحِسَابَ، فَإِذَا بَلَغَ سِتِّينَ سَنَةً رَزَقَهُ اللَّهُ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ بِمَا يُحِبُّ، فَإِذَا بَلَغَ سَبْعِينَ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسمي أَسِيرَ اللَّهِ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، فَإِذَا بَلَغَ الثَّمَانِينَ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْهُ حَسَنَاتِهِ وَتَجَاوُزَ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا بَلَغَ التِّسْعِينَ غَفَر لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وسُمي أسير اللَّهِ فِي أَرْضِهِ، وَشُفِّعَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ"
Tiada seorang hamba pun yang diberi usia panjang dalam Islam selama empat puluh tahun, melainkan Allah memalingkan darinya berbagai macam penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak. Apabila ia mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya berkat kesukaan yang ditanamkan Allah dalam dirinya. Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; dan ia diberi nama 'tahanan Allah', semua penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun, Allah menerima amal-amal baiknya dan memaafkan amal-amal keburukannya. Dan apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya atas semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian, lalu ia diberi nama sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً}
Dan kalian lihat bumi ini kering. (Al-Hajj: 5)
Hal ini pun merupakan dalil lain yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati,- sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang kering tandus, tidak ada tanaman apa pun padanya.
Qatadah mengatakan bahwa hamidah artinya padang pasir lagi tandus (kering).
Sedangkan menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah tanah yang mati.
{فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
kemudian apabila Kami telah turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Apabila Allah menurunkan hujan, maka bumi yang tadinya tandus itu menjadi subur dan menumbuhkan tetumbuhannya dengan subur; lalu keluarlah dari tumbuh-tumbuhan itu berbagai macam buah-buahan dan tanam-tanaman yang beraneka ragam warna, rasa, bau, bentuk, dan manfaatnya. Karena itulah firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Yaitu yang indah bentuknya dan harum baunya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ}
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak. (Al-Hajj: 6)
Allah Yang menciptakan, yang mengatur, lagi Maha Berbuat terhadap semua yang dikehendaki-Nya.
{وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى}
dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati. (Al-Hajj: 6)
Yakni sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati sehingga bumi dapat menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)
{إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. (Yasin: 82)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا}
dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. (Al-Hajj: 7)
Yakni kejadian hari kiamat itu pasti, tiada keraguan padanya.
{وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ}
dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj: 7)
Maksudnya, Allah mengembalikan mereka menjadi hidup sesudah tubuh mereka hancur, dan menciptakan kembali mereka sesudah tiada. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الأخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ}
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya. Ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." (Yasin: 78­-80)
Ayat-ayat lain yang semakna cukup banyak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهز، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ: أَنْبَأَنَا يَعْلَى عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ وَكِيعِ بْنِ حُدُس، عَنْ عَمِّهِ أَبِي رَزين الْعُقَيْلِيِّ -وَاسْمُهُ لَقِيط بْنُ عَامِرٍ -أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكُلُّنَا يَرَى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَيْسَ كُلُّكُمْ يَنْظُرُ إِلَى الْقَمَرِ مُخْليا بِهِ؟ " قُلْنَا: بَلَى. قَالَ: "فَاللَّهُ أَعْظَمُ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى، وَمَا آيَةُ ذَلِكَ فِي خَلْقِهِ؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادِي أَهْلِكَ مَحْلًا " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ يَهْتَزُّ خَضِرًا؟ ". قَالَ: بَلَى. قَالَ: "فَكَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى، وَذَلِكَ آيَتُهُ فِي خَلْقِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah yang mengatakan bahwa Ya'la ibnu Ata telah menceritakan kepada kami dari Waki', dari Addi, dari pamannya Abu Razin Al-Uqaili yang nama aslinya ialah Laqit ibnu Amir, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah kita semua akan melihat Tuhan kita kelak di hari kiamat, dan apakah perumpamaan hal tersebut pada makhluk-Nya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Bukankah kalian semua dapat melihat bulan tanpa berdesak-desakan?" Kami (para sahabat) menjawab, "Ya, benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Allah lebih besar lagi." Laqit ibnu Amir melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati? Berilah perumpamaan hal itu pada makhluk-Nya." Rasulullah Saw. bersabda, "Bukankah kamu pernah melewati lembah tempat keluargamu yang tandus itu?" Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah Saw. bersabda lagi, "Kemudian kamu melewatinya lagi (di lain waktu) yang ternyata tampak hijau lagi subur?" Ia menjawab, "Ya, benar." Rasulullah berkata, "Demikian pula Allah menghidupkan orang-orang mati. Itulah tanda kekuasaan-Nya pada makhluk-Nya."
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Sulaiman ibnu Musa, dari Abu Razin Al-Uqaili yang mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati?" Rasulullah Saw. bersabda, "Bukankah kamu pernah melewati suatu daerah dari kawasan tempat tinggal kaummu yang tampak tandus, kemudian di lain waktu kamu melewatinya dalam keadaan subur?" Ia menjawab, "Benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Demikianlah caranya kejadian di hari berbangkit nanti."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Marhum, telah men­ceritakan kepada kami Bukair ibnus Samit, dari Qatadah, dari Abul Hajjaj, dari Mu'az ibnu Jabal yang mengatakan, "Barang siapa yang meyakini bahwa Allah adalah Hak yang Jelas, dan bahwa hari kiamat pasti terjadi tiada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang yang mati dari dalam kuburnya, tentulah ia masuk surga."

Al-Hajj, ayat 8-10

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ (8) ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ (9) ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ (10) }
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya dengan memalingkan lambungnya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Ia mendapat kehinaan di dunia dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya.”
Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat, bodoh lagi membebek melalui firman-Nya:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَرِيدٍ}
Di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat. (Al-Hajj: 3)
Kemudian Allah menyebutkan perihal keadaan para penyeru kesesatan, pemimpin kekafiran, serta ahli bid'ah melalui firman-Nya:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ}
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya. (Al-Hajj: 8)
Yakni tanpa alasan yang benar, tanpa ada dalil naqli yang jelas, bahkan hanya berdasarkan ra-yu dan keinginan hawa nafsu belaka.
Firman Allah Swt.:
{ثَانِيَ عِطْفِهِ}
dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bilamana ia diajak kepada perkara yang hak, maka ia berpaling me­nyombongkan dirinya'.
Mujahid, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9) Yaitu memalingkan mukanya terhadap seruan kebenaran yang ditujukan kepadanya sebagai reaksi dari sikap sombongnya.
Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَفِي مُوسَى إِذْ أَرْسَلْنَاهُ إِلَى فِرْعَوْنَ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَتَوَلَّى بِرُكْنِهِ وَقَالَ سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ}
Dan juga kepada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 38-39)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنزلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا}
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, " niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61)
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasul memintakan ampunan bagi kalian, " mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun: 5)
Dan firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Luqman kepada putranya, yaitu:
{وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ}
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong). (Luqman: 18)
Yakni kamu memalingkan wajahmu dari mereka dengan rasa sombong karena merasa lebih tinggi daripada mereka.
Demikian pula firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri. (Luqman: 7), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. (Al-Hajj: 9)
Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini adalah Lamul Aqibah. yang artinya 'akibatnya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah'. Tetapi dapat juga diartikan sebagai Lam Ta’lil, seperti yang disebutkan di atas.
Kemudian mengenai makna yang dimaksud dari pelakunya ialah orang-orang yang ingkar. Atau dapat pula diartikan bahwa pelaku yang berwatak demikian tiada lain Kami jadikan dia berakhlak rendah agar Kami jadikan dia termasuk orang yang menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ}
Ia mendapat kehinaan di dunia. (Al-Hajj: 9)
Al-khizyu artinya kehinaan dan kerendahan. Hal itu disebabkan ia bersikap angkuh dan sombong terhadap ayat-ayat Allah. Maka Allah membalasnya dengan kehinaan di dunia dan menghukumnya di dunia sebelum akhirat, mengingat dunia adalah tujuan hidup dan batas pengetahuannya.
{وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ. ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ}
dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu." (Al-Hajj: 9-10)
Kalimat itu dikatakan terhadapnya sebagai kecaman dan celaan.
{وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِِ}
dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya. (Al-Hajj: 10)
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ الْجَحِيمِ. ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ. ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ. إِنَّ هَذَا مَا كُنْتُمْ بِهِ تَمْتَرُونَ}
Peganglah dia, kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Kemudian luangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah,, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. Sesungguhnya ini adalah azab yang dahulu selalu kamu meragu-ragukannya. (Ad-Dukhan: 47-50)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan, bahwa telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa seseorang dari mereka dibakar sebanyak tujuh puluh ribu kali setiap harinya.

Al-Hajj, ayat 11-13

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (11) يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ (12) يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ (13) }
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah keraguan yang nyata. Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat daripada manfaatnya. Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan.
Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Yakni berada dalam keraguan.
Yang lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi, seperti di tepi sebuah bukit.
Dengan kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya; jika menjumpai hal yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam; dan jika tidak, maka ia kembali kafir.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abul Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Dahulu seorang lelaki datang ke Madinah. Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan). Tetapi jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi Saw. lalu masuk Islam. Bila mereka telah kembali ke kampung halaman mereka, lalu mereka menjumpai musim hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak yang banyak, maka mereka berkata, "Sesungguhnya agama kita adalah agama yang baik," maka mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka men­jumpai tahun kekeringan dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, "Tiada suatu kebaikan pun pada agama kita ini." Maka Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika tubuhnya sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang baru dipeluknya; lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali kebajikan belaka.
*******************
وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana. (Al-Hajj: 11)
Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, "Demi Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain keburukan." Yang demikian itu adalah fitnahnya.
Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian adalah orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya kecuali bila mendapat kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj: 11) Yaitu ia murtad dan kafir kembali.
*******************
Firman Allah Swt.:
{خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ}
Rugilah ia di dunia dan di akhirat. (Al-Hajj: 11)
Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ}
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Al-Hajj: 11)
Yakni hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ}
Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. (Al-Hajj: 12)
Yaitu menyembah berhala-berhala dan tandingan-tandingan Allah yang ia mintai pertolongannya, dan meminta hujan kepadanya serta meminta rezeki kepada sembahannya; padahal sembahannya itu tidak dapat memberikan suatu manfaat kepadanya, tidak pula menimpakan mudarat kepadanya.
ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Al-Hajj: 12)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ
Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudaratnya lebih dekat dari manfaatnya. (Al-Hajj: 13)
Maksudnya, kemudaratannya di dunia sebelum akhirat lebih dekat daripada manfaatnya. Di akhirat nanti mudaratnya sudah jelas dan pasti.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}
Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj: 13)
Mujahid mengatakan, yang dimaksud adalah berhala sembahan mereka. Dengan kata lain, seburuk-buruk yang dimintai pertolongan selain Allah adalah berhala-berhala yang diserunya.
{وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ}
dan sejahat-jahat kawan. (Al-Hajj: 13)
Al-'asyir artinya kawan sepergaulan.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seburuk-buruknya anak paman dan kawan ialah: orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj: 11)
Akan tetapi, pendapat Mujahid yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah 'berhala' lebih dekat dan lebih sesuai dengan konteks pembicaraan ayat.

Al-Hajj, ayat 14

{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (14) }
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat lagi celaka, lalu disebutkan perihal orang-orang yang berbakti lagi berbahagia. Mereka adalah orang-orang yang hatinya beriman dan iman mereka dibenarkan oleh perbuatan mereka, karenanya mereka mengerjakan semua amal saleh dari amal-amal perbuatan yang mendekatkan diri mereka kepada Allah serta meninggalkan semua jenis perbuatan mungkar. Karena itu, mereka dianugerahi tempat tinggal di surga-surga yang tinggi yang memiliki taman-taman yang amat indah.
Mengingat Allah telah menyesatkan golongan pertama dan memberi petunjuk kepada golongan yang kedua, maka hal ini diungkapkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ}
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 14)

Al Hajj, ayat 15-16

{مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ (15) وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ (16) }
Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolong Muhammad Saw. di dunia dan akhirat. maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni langit-langit rumahnya. kemudian hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu menggantung dirinya dengan tali itu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Abul Jauza, Qatadah, dan lain-lainnya.
Tetapi Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni untuk ia jadikan sebagai sarana mencapai langit, karena sesungguhnya pertolongan itu datang kepada Muhammad hanyalah dari langit. kemudian hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu untuk mengecek kebenaran hal tersebut, jika ia mampu naik ke langit.
Tetapi pendapat Ibnu Abbas dan murid-muridnya lebih utama dan lebih jelas penunjukan maknanya serta lebih tepat dalam memberikan pengertian ejekan. Karena sesungguhnya makna yang dimaksud ialah barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolong Muhammad, kitab-Nya, dan agama-Nya, hendaklah ia pergi bunuh diri, jika pertolongan Allah kepada Nabi-Nya membuatnya sakit hati. Karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menolongnya. Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ}
 Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-Mu’min: 51)
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ}
kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. (Al-Hajj: 15)
As-Saddi mengatakan bahwa yang menyakitkan hati orang itu adalah perihal Nabi Muhammad Saw.
Ata Al-Khurrasani mengatakan, hendaklah orang itu merasakan sendiri, apakah upayanya itu dapat menyembuhkan sakit hatinya,
Firman Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ}
Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata. (Al-Hajj: 16)
Maksudnya, jelas lafaz dan maknanya sebagai hujah dari Allah terhadap manusia.
{وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ}
dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 16)
Yakni Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Hanya Dialah yang mengetahui hikmah dan hujah (alasan) dalam hal ini.
{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ}
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23)
Adapun Allah karena hikmah, rahmat, keadilan, pengetahuan, ke­perkasaan, dan kebesaran-Nya, maka tiada yang menanyakan tentang keputusan-Nya. Dia Mahacepat perhitungan-Nya.

Al-Hajj, ayat 17

{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (17) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Sabi-in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Allah Swt. menyebutkan para pemeluk agama-agama tersebut yang berbeda-beda, terdiri atas orang-orang mukmin dan orang-orang selain mereka dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang Sabi-in.
Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah dijelaskan definisi masing-masing dari mereka serta perbedaan pendapat tentang mereka, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah di samping Allah. Maka sesungguhnya Allah:
{يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}
akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. (Al-Hajj: 17)
dengan adil. Dia akan memasukkan orang yang beriman kepada-Nya ke dalam surga, dan akan memasukkan orang yang kafir kepada-Nya ke dalam neraka. Karena sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan semua perbuatan mereka, Maha Mencatat ucapan mereka serta Maha Me­ngetahui semua rahasia dan apa yang tersimpan di dalam hati mereka.

Al-Hajj, ayat 18

{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ (18) }
Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, dan binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
Allah Swt. menceritakan bahwa Dialah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya, sesungguhnya bersujud kepada-Nya segala sesuatu karena kebesaran-Nya dengan sukarela dan terpaksa. Dan sujud segala sesuatu itu sesuai dengan caranya sendiri-sendiri, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَرَوْا  إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمَائِلِ سُجَّدًا لِلَّهِ وَهُمْ دَاخِرُونَ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedangkan mereka berendah diri. (An-Nahl: 48)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ}
Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi. (Al-Hajj: 18)
Baik dari kalangan malaikat yang ada di segala penjuru langit; juga semua makhluk hidup yang ada di bumi seluruhnya terdiri atas manusia, jin, hewan, dan burung-burung.
{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji­-Nya. (Al-Isra: 44)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ}
matahari, bulan, dan bintang-bintang. (Al-Hajj: 18)
Sesungguhnya hal ini disebutkan sebagai pengukuhan akan kehambaan semuanya, karena sesungguhnya matahari, bulan, dan bintang-bintang ada yang menyembahnya selain Allah. Maka Allah menjelaskan melalui ayat ini bahwa kesemuanya itu bersujud kepada Penciptanya, dan semuanya itu mempunyai Tuhan yang mereka semua tunduk kepada-Nya.
{لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ}
Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya. (Fushshilat: 37), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Zar r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:
"أَتَدْرِي أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟ ". قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "فَإِنَّهَا تَذْهَبُ فَتَسْجُدُ تَحْتَ الْعَرْشِ، ثُمَّ تُسْتَأْمَرُ فَيُوشِكُ أَنْ يُقَالَ لَهَا: ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ"
"Tahukah kamu, ke manakah matahari ini pergi?” Abu Zar menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya matahari ini pergi dan bersujud di bawah Arasy, kemudian ia diperintahkan lagi (untuk terbit). Dan sudah dekat masanya akan diperintahkan kepadanya, "Kembalilah kamu dari arah kamu datang' (yakni terbit dari arah barat)."
Di dalam kitab musnad dan kitab sunan Abu Daud serta Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengenai hadis gerhana disebutkan sebagai berikut:
"إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ خَلْقان مِنْ خَلْق اللَّهِ، وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا تَجَلى لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ"
Sesungguhnya matahari dan bulan, kedua-duanya adalah makhluk Allah. Dan sesungguhnya tidaklah keduanya mengalami gerhana karena matinya seseorang dan tidak pula karena hidup (kelahiran)nya seseorang. Tetapi bila Allah Swt. menampakkan diri-Nya pada sesuatu dari makhluk-Nya, maka tunduklah sesuatu itu kepada-Nya.
Abul Aliyah mengatakan, tiada suatu bintang pun yang ada di langit, tiada pula matahari dan bulan, melainkan jatuh menyungkur bersujud kepada Allah Swt. hingga terbenam. Kemudian tidaklah berangkat, melainkan setelah mendapat izin (dari Allah) baginya (untuk berangkat). Lalu ia mengambil jalan ke arah kanan untuk kembali ke tempat terbitnya. Adapun mengenai gunung-gunung dan pohon-pohon, maka sujud keduanya melalui bayangannya yang condong ke arah kanan dan ke arah kiri.
Disebutkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dalam tidurku melihat diriku seakan-akan sedang salat di balik sebuah pohon. Ketika aku sujud, pohon itu ikut sujud bersamaku, dan aku dengar pohon itu mengucapkan doa berikut:
اللَّهُمَّ، اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِيَ بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ
'Ya Allah, catatkanlah sujudku ini untukku di sisi Engkau sebagai suatu pahala, dan hapuskanlah dariku karenanya suatu dosa, dan jadikanlah sujudku ini sebagai suatu simpanan di sisi Engkau bagiku, dan terimalah sujudku ini dariku sebagaimana Engkau telah menerimanya dari hamba-Mu Daud'.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Saw. membaca ayat sajdah dan bersujud, dan ternyata saya dengar beliau mengucapkan doa seperti doa yang telah diceritakan oleh lelaki itu tentang ucapan pohon tersebut."
Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Yang dimaksud dengan dawab dalam ayat ini ialah semua jenis hewan.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Ahmad telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melarang menjadikan punggung hewan kendaraan sebagai mimbar, sebab banyak hewan kendaraan yang lebih baik atau lebih banyak zikirnya kepada Allah Swt. daripada pe­nunggangnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ}
dan sebagian besar dari manusia. (Al-Hajj: 18)
Yakni sebagian besar dari mereka sujud kepada Allah dengan taat dan ikhlas seraya menyembah-Nya.
{وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ}
Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. (Al-Hajj: 18)
Yaitu mereka yang menolak dan enggan bersujud kepada Allah karena kesombongannya.
{وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ}
Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 18)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Syaibah Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Qaddah dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa pernah disampaikan kepada Ali, sesungguhnya di tempatnya ada seorang lelaki yang membicarakan tentang masyi'ah (kehendak). Maka Ali r.a. berkata kepada lelaki itu, "Hai hamba Allah, jawablah pertanyaanku ini. Allah menciptakanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagai­mana yang kamu kehendaki?" Lelaki itu menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Allah membuatmu sakit sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki" Ali bertanya, "Allah menyembuhkanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Dia memasukkanmu menurut apa yang Dia kehendaki ataukah menurut apa yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki (ke surgakah atau ke neraka)." Kemudian Ali r.a. berkata, "Demi Allah, seandainya kamu mengatakan selain itu, tentulah aku akan memukul bagian tubuhmu yang ada kedua matanya (kepala) dengan pedang."
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا قَرَأَ ابنُ آدَمَ السَّجْدَةَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ. أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ، فَلَهُ الْجَنَّةُ، وأمِرتُ بِالسُّجُودِ فأبيتُ، فَلِيَ النَّارُ"
Apabila anak Adam membaca ayat sajdah, maka setan menjauh seraya menangis dan mengatakan, "Celakalah (aku), anak Adam diperintahkan untuk bersujud, laiu ia bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan untuk sujud dan aku membangkang, maka bagiku neraka." (Riwayat Muslim)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ وَأَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا مَشْرَح بْنُ هَاعَانَ أَبُو مُصعب الْمُعَافِرِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ عُقَبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفُضِّلَتْ سُورَةُ الْحَجِّ عَلَى سَائِرِ الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ بِهِمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا".
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim dan Abu Abdur Rahman Al-Muqri. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah; ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musyarrih ibnu Ha'an Abu Mus'ab Al-Ma'afiri, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah surat Al-Hajj melebihi surat lainnya berkat kedua ayat sajdah yang ada padanya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya, benar. Maka barang siapa yang tidak bersujud pada keduanya, janganlah ia membaca keduanya'."
Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini tidak kuat dan masih diragukan. Karena sesungguhnya Ibnu Lahi'ah telah menjelaskan dalam hadis ini bahwa dia hanya mendengarnya, dan kebanyakan pendapat tentang dirinya dari kalangan ulama mengatakan bahwa dia orang yang suka memalsu hadis.
Abu Daud di dalam kitab Marasil-nya mengatakan,
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرح، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْب، أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ عَامِرِ بْنِ جَشِب، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدان؛ أَنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "فُضِّلت سُورَةُ الْحَجِّ عَلَى الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amir ibnu Jasyb, dari Khalid ibnu Ma'dan rahimahullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat Al-Hajj mempunyai kelebihan di atas semua surat Al-Qur’an karena dua ayat sajdah(nya).
Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa memang hadis ini disebutkan dalam kitab musnad, tetapi melalui jalur lain, sedangkan predikatnya tidak sahih.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Isma'ili mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepadaku Nafi' yang mengatakan, Abul Jahm pernah menceritakan kepadanya bahwa Umar r.a. melakukan sujud dua kali dalam surat Al-Hajj saat ia berada di Al-Jabiyah. Setelah itu ia mengatakan bahwa sesungguhnya surat Al-Hajj ini mempunyai kelebihan berkat kedua ayat sajdahnya.
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Al-Haris ibnu Sa'id Al-Itqi, dari Abdullah ibnu Manin, dari Amr ibnul As, bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepadanya lima belas ayat sajdah di dalam Al-Qur'an, tiga di antaranya terdapat di dalam surat mufassal, dua dalam surat As-Sajdah, Hal ini merupakan bukti-bukti yang satu sama lain saling memperkuat.

Al-Hajj, ayat 19-22

{هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ (19) يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ (20) وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ (21) كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (22) }
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), "Rasailah azab yang membakar ini!"
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui hadis Abu Mijlaz, dari Qais ibnu Abbad, dari Abu Zar, bahwa Abu Zar pernah bersumpah sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah dan kedua temannya, serta Atabah dan kedua temannya (di pihak yang lain), saat mereka perang tanding dalam Perang Badar.
Lafaz Imam Bukhari disebutkan dalam tafsir ayat ini, kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman; ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mijlaz, dari Qais ibnu Abbad, dari Ali ibnu Talib yang mengatakan, "Aku adalah orang yang mula-mula berlutut di hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah kelak di hari kiamat untuk bertengkar (dengan orang-orang kafir)." Qais mengatakan bahwa berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Qais mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang perang tanding dalam Perang Badar, yaitu Ali, Hamzah, dan Ubaidah dari satu pihak; sedangkan dari pihak lain (kafir) ialah Syaibah ibnu Rabi'ah, Atabah ibnu Rabi'ah, dan Al-Walid ibnu Atabah. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara tunggal.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa kaum muslim bertengkar dengan kaum Ahli Kitab. Ahli Kitab mengatakan, "Nabi kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian, maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kaum muslim berkata, "Kitab kami memutuskan terhadap kitab kalian semuanya, nabi kami adalah penutup para nabi, maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kemudian Allah memenangkan agama Islam atas semua agama yang menentangnya. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa yang bertengkar itu adalah golongan yang membenarkan dan golongan yang mendustakan.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini merupakan tamsil yang mengumpamakan pertengkaran di antara orang kafir dan orang mukmin mengenai hari berbangkit. Mujahid dalam riwayat lain —juga Ata— mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kedua golongan yang bertengkar itu adalah orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Makna yang dimaksud adalah surga dan neraka. Neraka berkata, "Jadikanlah diriku untuk siksaan." Sedangkan surga mengatakan, "Jadikanlah aku untuk rahmat."
Pendapat Mujahid dan Ata yang mengatakan bahwa sesungguhnya makna ayat ini berkenaan dengan orang-orang kafir dan orang-orang mukmin merupakan pendapat yang mencakup pengertian semua pendapat lainnya. Termasuk pula pendapat yang mengatakan bahwa kisah ini berkenaan dengan Perang Badar dan perang lainnya, karena sesungguh­nya orang-orang mukmin bermaksud menolong agama Allah Swt., sedangkan orang-orang kafir bermaksud memadamkan cahaya iman, mengalahkan kebenaran, dan memenangkan kebatilan.
Pendapat inilah  yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ini merupakan pilihan yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ}
Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. (Al-Hajj: 19)
Maksudnya, dibuatkan bagi mereka pakaian yang terdiri atas lembaran-lembaran api neraka.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa pakaian itu terbuat dari tembaga, sebab tembaga adalah suatu benda yang menjadi sangat panas bila dipanaskan.
{يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ. يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ}
Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 19-20)
Yakni bilamana disiramkan air yang amat panas ke atas kepala mereka (maka terbakarlah kulit mereka dan hancurlah segala isi perut mereka).
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud dengan hamim ialah tembaga yang dileburkan, lalu leburan tembaga itu menghancurkan lemak dan isi perut mereka, begitu pula kulit mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan lain-lainnya.
Ibnu Abbas dan Sa'id mengatakan bahwa semuanya jatuh berguguran.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ أَبُو إِسْحَاقَ الطالَقاني، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ أَبِي السَّمْح، عَنِ ابْنِ حُجَيرة، عَنْ أَبِي هُرَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال: "إِنْ الْحَمِيمَ ليُصَب عَلَى رُءُوسِهِمْ، فينفُد الجمجمةَ حَتَّى يَخْلُصَ إِلَى جَوْفِهِ، فَيَسْلِتُ مَا فِي جَوْفِهِ، حَتَّى يَبْلُغَ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ الصِّهْرُ، ثُمَّ يُعَادُ كَمَا كَانَ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Ibrahim Abu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari* Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya air yang sangat panas benar-benar dituangkan di atas kepala mereka, lalu air panas itu menembus batok kepala mereka dan menembus sampai ke perutnya sehingga hancur luluhlah semua isi perutnya, lalu terus menembus sampai kepada kedua telapak kakinya; hamim itu adalah logam yang dilebur. Kemudian diulangi lagi seperti semula.
Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Abu Na'im, dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Abul Hawari yang mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnus Sirri mengatakan bahwa orang kafir itu didatangi oleh malaikat yang membawa sebuah wadah dengan memakai dua pengait karena panasnya yang sangat. Bila wadah itu telah didekatkan ke kepala si kafir, maka si kafir itu dipaksa dan malaikat mengangkat cambuknya, lalu dipukulkan ke kepala si kafir tersebut sehingga otaknya berantakan. Kemudian air panas itu dituangkan ke kepalanya, lalu menembus sampai ke perutnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 20)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ}
Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَوْ أَنَّ مِقْمَعا مِن حَديد وُضِع فِي الْأَرْضِ، فَاجْتَمَعَ لَهُ الثَّقَلَانِ مَا أقَلُّوه مِنَ الْأَرْضِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Seandainya cambuk besi itu diletakkan di bumi, lalu jin dan manusia dikumpulkan untuk mengangkatnya, tentulah mereka tidak dapat mengangkatnya dari tanah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ ضُرب الجبلُ بمِقْمَع مِنْ حَدِيدٍ، لَتَفَتَّتَ ثُمَّ عَادَ كَمَا كَانَ، وَلَوْ أَنَّ دَلْوًا مِنْ غَسَّاق يُهَرَاق فِي الدُّنْيَا لَأَنْتَنَ أَهْلُ الدُّنْيَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya gunung dipukul dengan cambuk besi itu, tentulah akan hancur luluh, kemudian dikembalikan menjadi utuh seperti semula. Dan seandainya sebuah timba yang berisikan gassaq (nanah) ditumpahkan ke bumi, tentulah seluruh dunia berbau busuk.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al-Hajj: 21) Yang digunakan untuk memukuli mereka, sehingga setiap anggota tubuhnya bercerai berai, dan mereka akan meneriakkan kata-kata, "Celakalah kami."
*******************
Firman Allah Swt.:
{كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا}
Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22)
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Salman yang mengatakan bahwa neraka itu hitam lagi gelap, nyala apinya tidak bersinar, begitu pula baranya. Kemudian Salman membaca firman-Nya: Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22)
Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22) Bahwa telah sampai suatu berita kepadanya yang mengatakan bahwa ahli neraka tidak dapat bernapas di dalam neraka.
Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak mempunyai harapan untuk dapat keluar dari neraka. Sesungguhnya kaki-kaki mereka terbelenggu dan tangan-tangan mereka terikat rantai, tetapi mereka terangkat oleh luapan nyala apinya, lalu mereka dikembalikan ke dalam neraka oleh cambuk-cambuknya."
Firman Allah Swt.:
{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}
Rasailah azab yang membakar ini. (Al-Hajj: 22)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ}
Dan dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kalian mendustakannya." (As-Sajdah: 20)
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka (ahli neraka) diazab dengan siksaan dan caci maki.

Al-Hajj, ayat 23-24

{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (23) وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ (24) }
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutra. Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.
Setelah menceritakan keadaan ahli neraka —semoga Allah melindungi kita dari keadaan mereka— dan azab serta pembalasan yang mereka terima di dalam neraka yang membakar mereka, juga belenggu-belenggunya yang mengikat mereka, serta pakaian khusus dari api buat mereka; kemudian Allah menyebutkan perihal ahli surga —semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya berkat karunia dan kemurahan-Nya—. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. (Al-Hajj: 23)
Yakni sungai-sungai itu membelah taman-taman surga dan mengalir di sekeliling surga, juga di pinggir-pinggirnya serta di bawah pohon-pohonnya dan gedung-gedung tempat tinggal mereka. Sungai-sungai tersebut dapat dialirkan ke arah mana pun yang mereka sukai.
{يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا}
Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara. (Al-Hajj: 23)
Yaitu yang dipakaikan pada tangan-tangan mereka, seperti yang disebutkan oleh Nabi Saw. dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yaitu:
"تَبْلُغُ الحِلْيَة مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الوُضُوء"
Perhiasan yang dipakai oleh orang mukmin mencapai apa yang dicapai oleh air wudu(nya).
Ka'bul Ahbar mengatakan, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat malaikat; yang seandainya aku menginginkan untuk memberinya nama, tentulah aku beri nama dia. Malaikat itu bertugas mencetak perhiasan-perhiasan buat ahli surga sejak ia diciptakan oleh Allah Swt. sampai hari kiamat. Seandainya suatu perhiasan atau suatu gelang itu diperlihatkan, tentulah ia dapat memudarkan cahaya matahari, sebagaimana cahaya matahari memudarkan sinar bulan."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ}
dan pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23)
Kebalikan dari pakaian ahli neraka yang semuanya terbuat dari api neraka, sedangkan pakaian ahli surga adalah dari kain sutra yang tipis dan yang tebal. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا. إِنَّ هَذَا كَانَ لَكُمْ جَزَاءً وَكَانَ سَعْيُكُمْ مَشْكُورًا}
Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untuk kalian, dan usaha kalian adalah disyukuri (diberi balasan). (Al-Insan: 21-22)
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ وَلَا الدِّيبَاجَ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ"
Janganlah kalian memakai sutra, jangan pula kain sutra tebal. Karena sesungguhnya barang siapa yang memakainya di dunia tidak akan dapat memakainya di akhirat.
Abdullah ibnuz Zubair mengatakan bahwa barang siapa yang tidak dapat memakai sutra di akhirat, berarti dia tidak masuk surga, karena Allah Swt. telah berfirman: dan pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ}
Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24)
Makna ayat ini ditafsirkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ}
Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah 'Salam'. (Ibrahim: 23)
{وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ}
sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), "Saldmun 'alaikum bimd sabartum.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra'd: 23-24)'
Dan firman Allah Swt.:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا * إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}
Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)
Yakni mereka diberi petunjuk ke tempat yang di dalamnya mereka mendengar perkataan yang baik-baik saja. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
{وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا}
dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. (Al-Furqan: 75)
Keadaan mereka berbeda dengan ahli neraka yang terus-menerus dihina, dicela, dan dikecam. Dikatakan kepada mereka:
{وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ}
Rasakanlah azab yang membakar ini. (Al-Hajj: 22)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}
dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (Al-Hajj: 24)
Yaitu ke tempat yang di tempat itu mereka memuji Tuhannya atas kebaikan-Nya kepada mereka yang telah memberikan segala nikmat itu kepada mereka. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"إِنَّهُمْ يُلْهَمُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ، كَمَا يُلْهَمُونَ النَّفَسَ".
Sesungguhnya mereka (ahli surga) diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas.
Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik. (Al-Hajj: 24) Bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an.
Menurut pendapat lain, kalimat La ilaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).
Sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi, zikir-zikir yang dianjurkan oleh syariat.
{وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ}
dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (Al-Hajj: 24)
Yakni jalan yang lurus ketika di dunianya.
Pada garis besarnya pendapat-pendapat ini tidaklah bertentangan dengan apa yang telah disebutkan di atas.

Al-Hajj, ayat 25

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (25) }
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.
Allah Swt. berfirman, memprotes perbuatan orang-orang kafir yang menghalang-halangi orang-orang mukmin untuk mendatangi Masjidil Haram guna menunaikan manasik mereka di dalamnya, juga memprotes pengakuan mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah para penguasa Masjidil Haram. Untuk itu Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34), hingga akhir ayat.
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ayat yang sedang kita bahas adalah ayat Madaniyyah, sama halnya seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah oleh firman-Nya:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram. (Al-Hajj: 25)
Yakni ciri khas orang-orang kafir itu di samping mereka adalah kafir, juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menghalang-halangi mereka untuk sampai ke Masjidil Haram. Yaitu menghalang-halangi kaum mukmin yang hendak menuju ke Masjidil Haram, padahal mereka adalah orang-orang yang paling berhak terhadap Masjidil Haram. Ungkapan tertib dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra'd: 28)
Artinya, ciri khas orang-orang yang beriman itu ialah hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Yakni orang-orang kafir itu menghalang-halangi orang-orang yang beriman untuk dapat sampai ke Masjidil Haram, padahal Allah telah menjadikannya sebagai tempat ibadah bagi semua manusia, tanpa ada beda, baik yang bermukim di situ maupun yang datang jauh dari luar.
{سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Karena itulah maka manusia mempunyai hak yang sama terhadap kawasan Mekah dan untuk tinggal di dalamnya.
seperti yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk Mekah dan selain mereka dapat tinggal di sekitar Masjidil Haram.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk asli Mekah dan selain mereka mempunyai hak yang sama untuk bertempat tinggal di Mekah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Saleh, Abdur Rahman ibnu Sabit, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa sama saja haknya bagi penduduk asli Mekah maupun selain mereka dalam bertempat tinggal di Mekah.
Masalah inilah yang diperselisihkan oleh Imam Syafii dan Ishaq ibnu Rahawaih di Masjid Khaif, saat itu Imam Ahmad ibnu Hambal hadir pula. Imam Syafii berpendapat bahwa tanah kawasan Mekah boleh dimiliki, diwariskan, dan disewakan.
Imam Syafii mengatakan pendapat ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri, dari Ali ibnul Hasan, dari Amr ibnu Usman, dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.; "Wahai Rasulullah, apakah engkau besok akan turun di rumahmu di Mekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Apakah Uqail telah meninggalkan sebidang tanah bagi kami (untuk tempat tinggal)?" Kemudian beliau Saw. bersabda:
"لَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ، وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ"
Orang kafir tidak boleh mewarisi orang muslim, dan tidak pula orang muslim mewarisi orang kafir.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain.
Juga dengan sebuah asar yang telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah membeli sebuah rumah di Mekah dari Safwan ibnu Umayyah dengan harga empat ribu dirham, lalu Khalifah Umar menjadikannya sebagai rumah tahanan.
Tawus dan Amr ibnu Dinar mengatakan, Ishaq ibnu Rahawaih berpendapat bahwa tanah Mekah tidak dapat diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab segolongan ulama Salaf, dan dinaskan oleh Mujahid serta Ata. Ishaq ibnu Rahawaih melandasi pendapatnya dengan sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Isa ibnu Yunus, dari Umar ibnu Sa'id ibnu Abu Haiwah, dari Usman ibnu Abu Sulaiman, dari Alqamah ibnu Nadlah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. wafat, begitu pula Abu Bakar dan Umar; sedangkan kawasan Mekah tiada seorang pun mengklaim memilikinya, melainkan semuanya adalah tanah sawaib (milik Allah). Barang siapa yang miskin, boleh tinggal padanya; dan barang siapa yang kaya, boleh memberikan tempat tinggal.
Abdur Razzaq ibnu Mujahid telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa rumah-rumah di Mekah tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh pula disewakan. Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, bahwa Ata melarang menyewakan tanah Mekah. Ibnu Juraij telah menceritakan pula kepadanya bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melarang pembuatan pintu di rumah-rumah di Mekah agar para jamaah haji dapat tinggal di halaman-halamannya. Orang yang mula-mula membuat pintu pada rumahnya adalah Suhail ibnu Amr. Maka Umar ibnul Khattab mengirimkan utusan kepadanya guna menyelesaikan perkara tersebut. Maka Suhail ibnu Amr menjawab, "Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya saya adalah seorang pedagang, maka saya bermaksud membuat dua buah pintu guna memelihara barang dagangan saya." Maka Khalifah Umar berkata, "Kalau demikian, kamu boleh melakukannya."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Mansur,dari Mujahid, bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Hai ahli Mekah, janganlah kalian buat pintu-pintu di rumah-rumah kalian agar orang yang datang dari jauh dapat tinggal di mana pun ia suka."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seseorang yang mendengarnya dari Ata sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa mereka boleh tinggal di mana pun mereka suka di Mekah.
Imam Daruqutni telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf. Barang siapa yang memakan dari hasil sewa rumah Mekah, berarti dia memakan api."
Imam Ahmad ber­pendapat pertengahan, untuk itu ia mengatakan bahwa tanah Mekah boleh dimiliki, tetapi tidak boleh diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pen­dapatnya ini merupakan kesimpulan gabungan dari dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa perbuatan tersebut ditujukan kepada orang Arab. Huruf ba dalam ayat ini adalah zaidah, sama halnya dengan huruf ba yang ada dalam firman-Nya:
{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}
yang menghasilkan minyak. (Al-Mu’minun: 20)
Artinya adalah tanbutud duhna (menghasilkan minyak). Begitu pula makna firman-Nya:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Artinya adalah man yurid fihi ilhadan, yakni barang siapa yang bermaksud melakukan kejahatan di dalamnya. Sama pula dengan apa yaag terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu Al-Asya:
ضَمنَتْ بِرِزْقِ عِيَالِنَا أرْماحُنا ... بَيْنَ المَرَاجِل، والصّريحَ الْأَجْرَدِ
Tombak-tombak kami yang ada di antara panci-panci dan wadah-wadah kosong menjadi sarana yang menjamin rezeki anak-anak kami.
Dan ucapan seorang penyair lainnya, yaitu:
بوَاد يَمانِ يُنْبتُ الشَّثّ صَدْرُهُ ... وَأسْفَله بالمَرْخ والشَّبَهَان ...
Di Lembah Yaman di Markh dan Syabhan tumbuhlah rerumputan di bagian tengah dan bagian bawahnya.
Akan tetapi, pendapat yang terbaik ialah yang mengatakan bahwa kata kerja yurid dalam ayat ini mengandung makna yuhimmu. Karena itulah maka diperlukan adanya huruf ba sebagai ta'diyah:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Yakni berniat hendak melakukan suatu perbuatan maksiat yang besar di dalamnya.
Firman-Nya:
{بِظُلْمٍ}
secara zalim. (Al-Hajj: 25)
Yaitu melakukannya dengan sengaja dan sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan zalim, tidak mengandung arti lain. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas; pendapat ini dapat dijadikan sebagai pegangan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan zalim di sini adalah perbuatan musyrik.
Mujahid mengatakan, maksudnya bila disembah di dalamnya selain Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa perbuatan zalim ini ialah bila kamu melanggar kesucian tanah haram dengan melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah kamu melakukannya, seperti perbuatan menyakiti orang lain atau membunuh. Dengan kata lain, kamu menganiaya orang yang tidak menganiaya kamu dan membunuh orang yang tidak bermaksud membunuhmu. Apabila seseorang melakukan hal tersebut, pastilah baginya azab yang pedih.
Mujahid mengatakan bahwa zalim di sini maksudnya perbuatan yang buruk atau jahat akan ia lakukan di tanah suci. Ini merupakan salah satu dari kekhususan tanah suci, yaitu bahwa seorang yang jauh akan dihukum dengan keburukan oleh Allah bilamana ia berniat akan melakukannya di tanah suci, sekalipun ia masih belum melakukannya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari As-Saddi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seseorang menceritakan hadis dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Bahwa seandainya ada seorang lelaki berniat akan melakukan suatu kejahatan secara zalim di dalamnya, sedangkan ia masih berada di negeri 'Adn yang jauh, tentulah Allah akan merasakan kepadanya sebagian dari azab-Nya yang pedih.
Syu'bah mengatakan, "As-Saddi-lah orang yang me-rafa'-kannya bagi kami, dan saya tidak me-rafa'-kannya bagi kalian."
Syu'bah bermaksud bahwa dia pun ikut terlibat dalam me-rafa-kan hadis ini. Ahmad telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama.
Menurut saya, sanad hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Imam Bukhari, tetapi predikat mauquf-nya lebih mendekati kebenaran daripada predikat marfu'-nya. Karena itulah maka Syu'bah meyakinkan akan ke-mauquf-annya hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
Demikian pula Asbat dan As-Sauri telah meriwayatkannya dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa tiada seorang lelaki pun yang berniat akan melakukan suatu perbuatan jahat (di tanah suci), melainkan dicatatkan baginya niat jahatnya itu. Dan seandainya seorang lelaki yang berada jauh di negeri 'Adn berniat akan membunuh seseorang di tanah suci ini, tentulah Allah akan merasakan terhadapnya sebagian dari azab-Nya yang pedih.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna bi-ilhadin fihi. Ia mengatakan bahwa maknanya adalah ilhadin fihi. Pada mulanya ia menolak, kemudian mengiyakan (yakni huruf ba-nya dapat dikatakan sebagai ba zaidah atau ba ta'diyah, pent.)
Telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr hal yang semisal dengan riwayat di atas. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mencaci pelayan adalah perbuatan zalim, terlebih lagi yang lebih parah dari itu.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ata, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa termasuk perbuatan zalim ialah seorang amir melakukan perniagaan di tanah suci.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa memperjualbelikan makanan di tanah suci merupakan perbuatan ilhad (jahat).
Habib ibnu Abu Sabit telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Makna yang dimaksud ialah melakukan penimbunan di Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ عَمِّهِ عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ بَاذَانَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ؛ أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "احْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ إِلْحَادٌ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ishaq Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Ja'far ibnu Yahya, dari pamannya (Imarah ibnu Sauban), telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Bazan, dari Ya'la ibnu Umayyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Melakukan penimbunan makanan di Mekah merupakan perbuatan jahat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Unais. Rasulullah Saw. mengutusnya bersama dua orang lelaki, yang salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari kalangan Ansar. Kemudian di tengah jalan mereka saling membanggakan diri dengan keturunannya masing-masing. Abdullah ibnu Unais naik pitam, akhirnya ia membunuh orang Ansar tersebut. Kemudian ia murtad dari Islam dan lari ke Mekah (menggabungkan diri dengan orang-orang musyrik). Lalu turunlah firman Allah Swt.: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Yakni barang siapa yang datang ke tanah suci dengan niat berbuat jahat. Yang dimaksud ialah menyimpang dari ajaran Islam (alias kafir).
Semua asar yang telah disebutkan di atas —sekalipun pengertiannya menunjukkan bahwa hal-hal tersebut termasuk perbuatan ilhad (jahat)— tetapi makna yang dimaksud lebih mencakup dari semuanya, bahkan di dalam pengertiannya terkandung peringatan terhadap perbuatan yang lebih parah daripada hanya sekadar perbuatan ilhad. Karena itulah di saat tentara bergajah bermaksud merobohkan Ka'bah, mereka diazab oleh Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ *تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}

dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil: 3-5)
Yakni Allah menghancurkan mereka dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran dan peringatan terhadap setiap orang yang berniat akan melakukan perbuatan jahat terhadap Baitullah. Karena itulah telah di­sebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَغْزُو هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ، حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِف بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ" الْحَدِيثَ
Kelak Baitullah ini akan diserang oleh suatu tentara, hingga manakala mereka berada di tengah padang sahara, maka barisan yang terdepan dan barisan terbelakang dari mereka semuanya dibenamkan ke dalam bumi.
# Hadis ini menceritakan kejadian yang akan terjadi menjelang hari kiamat nanti. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan Zus Suwaiqatain (pent).#
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كُنَاسة، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عبدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ وَالْإِلْحَادَ فِي حَرَم اللَّهِ، فَإِنِّي سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سيلحدُ فِيهِ رَجُلٌ مَنْ قُرَيْشٍ، لَوْ تُوزَن ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَرَجَحَتْ"، فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kanasah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang menemui Abdullah Ibnuz Zubair, lalu ia bertanya, "Hai Ibnuz Zubair, jangan sekali-kali kamu berbuat ilhad di tanah suci Allah ini, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya kelak akan berbuat ilhad seseorang lelaki dari kalangan Quraisy di Masjidil Haram ini; seandainya dosa-dosanya ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah dosanya lebih berat.' Maka berhati-hatilah, janganlah sampai dia itu adalah kamu."
Imam Ahmad telah mengatakan pula di dalam Musnad Abdullah ibnu Amr ibnul As,
حَدَّثَنَا هاشم، حدثنا إسحاق بن سعيد، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو ابنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ جَالِسٌ فِي الحِجْر فَقَالَ: يَا بْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ والإلحادَ فِي الْحَرَمِ، فَإِنِّي أَشْهَدُ لسَمعتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَحِلُّهَا وَيَحِلُّ بِهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَوْ وُزنت ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَوَزَنَتْهَا". قَالَ: فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ
bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang kepada Abdullah ibnuz Zubair yang saat itu sedang duduk di Hijir Isma'il. Lalu Ibnu Umar berkata, "Hai Ibnuz Zubair, hati-hatilah terhadap perbuatan ilhad di tanah suci, karena sesungguhnya aku bersumpah bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Bahwa kelak tanah suci ini akan dihalalkan oleh seorang lelaki dari kalangan Quraisy; seandainya dosa-dosa dia ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah sebanding'." Kemudian Abdullah ibnu Umar berkata, "Maka perhatikanlah, janganlah sampai dia adalah kamu."
Akan tetapi, tiada seorang pun dari pemilik kitab hadis yang mengetengahkannya dari kedua jalur periwayatan ini.

Al-Hajj, ayat 26-27

{وَإِذْ بَوَّأْنَا لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (26) وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) }
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah­Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud. Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Di dalam ayat ini, terkandung makna yang mengecam dan mencela orang-orang yang menyembah selain Allah dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain dari kalangan Quraisy; yang justru hal itu dilakukan di negeri yang pada mulanya dibangun untuk tujuan mengesakan Allah dan menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian Allah menyebutkan bahwa Dia telah menempatkan Ibrahim di suatu tempat di Baitullah, yakni Allah memberinya petunjuk ke tempat itu dan me­nyerahkannya kepada dia serta mengizinkannya untuk membangun rumah di tempat tersebut. Kebanyakan ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Ibrahim a.s. adalah orang yang pertama membangun Baitul Atiq (Ka'bah), dan bahwa sebelum itu Ka'bah tidak ada yang membangunnya.
Disebutkan di dalam kitab sahih­nya melalui Abu Zar yang mengatakan bahwa:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ مَسْجِدٍ وُضعَ أَوَّلُ؟ قَالَ: "الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "بَيْتُ الْمَقْدِسِ". قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أَرْبَعُونَ سَنَةً"
ia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun?" Rasulullah Saw. menjawab, "Masjidil Haram." Ia bertanya lagi, "Lalu masjid mana lagi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Baitul Muqaddas." Ia bertanya, "Berapakah jarak di antara keduanya?" Rasulullah Saw. menjawab.”Empat puluh tahun."
*******************
Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ. فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيم}
Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati. (Ali-Imran: 96), hingga akhir ayat berikutnya.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf i’tikaf, rukuk, dan yang sujud.” (Al-Baqarah: 125)
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan semua hadis dan asar yang sahih-sahih yang menceritakan tentang pembangunan Baitullah, sehingga dalam pembahasan ini tidak perlu diulangi lagi.
Dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي}
Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku. (Al-Hajj: 26)
Yakni bangunlah Baitullah dengan menyebut nama-Ku semata.
{وَطَهِّرْ بَيْتِيَ}
dan sucikanlah rumah-Ku ini. (Al-Hajj: 26)
Qatadah dan Mujahid mengatakan, maksudnya yaitu menyucikannya dari segala kemusyrikan.
{لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}
bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang rukuk, dan sujud. (Al-Hajj: 26)
Maksudnya, jadikanlah Baitullah ini khusus untuk mereka yang menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Orang yang bertawaf di Baitullah sudah dikenal dengan istilah Ta'if (tawaf) yang merupakan ibadah khusus hanya dilakukan di Baitullah, karena sesungguhnya ibadah seperti itu tidak boleh dilakukan di tempat yang lain kecuali di Baitullah.
Al-qa-imina, yakni orang-orang yang salat.
Ar-rukka'is sujud, orang-orang yang rukuk dan bersujud.
Penyebutan tawaf diiringi dengan penyebutan salat, karena kedua jenis ibadah ini tidaklah disyariatkan kecuali khusus di Baitullah; ibadah tawaf dilakukan di sekelilingnya, dan salat dilakukan dengan menghadap kepadanya dalam kebanyakan keadaan. Terkecuali di kala salat dikerjakan dalam medan perang saat sulit untuk menghadap ke arah kiblat, juga dikecualikan dalam salat sunat di perjalanan (di atas kendaraan).
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ}
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji. (Al-Hajj: 27)
Yaitu serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji ke Baitullah ini yang Kami perintahkan kamu untuk membangunnya.
Menurut suatu pendapat, Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah saya menyampaikan seruan itu kepada manusia, sedangkan suara saya tidak dapat mencapai mereka?" Allah Swt. berfirman, "Berserulah kamu, dan Akulah yang menyampaikannya." Maka Ibrahim berdiri di maqamnya.
Menurut pendapat lain di atas sebuah batu. Menurut pendapat yang lainnya di atas Bukit Safa.
Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, bahwa Ibrahim menaiki bukit Abu Qubais, lalu berseru, "Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian telah membuat sebuah rumah (Baitullah), maka berhajilah (berziarahlah) kalian kepadanya."
Menurut suatu pendapat, setelah Ibrahim mengumandangkan seruan itu semua bukit dan gunung merendahkan dirinya, sehingga suaranya mencapai seluruh permukaan bumi, bayi-bayi yang masih berada di dalam rahim dan tulang sulbi dapat mendengar seruannya dan segala sesuatu yang mendengar suaranya menjawabnya, baik batu-batuan, pohon-pohonan, dan lain sebagainya. Didengar pula oleh semua orang yang telah dicatat oleh Allah bahwa dia akan mengerjakan haji, sampai hari kiamat. Jawaban mereka ialah "Labbaika Allahumma Labbaika (Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah. Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah).
Demikianlah garis besar dari apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Sa'id ibnu Jubair serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan riwayat ini dengan panjang lebar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ}
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus. (Al-Hajj: 27), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dalilnya untuk mengatakan bahwa ibadah haji dengan berjalan kaki bagi orang yang mampu melakukannya adalah lebih utama daripada berkendaraan, karena sebutan jalan kaki menempati rangking yang pertama dalam ayat ini. Hal ini menunjukkan perhatian Allah yang sangat besar kepada mereka, juga menunjukkan kekuatan tekad serta kerasnya kemauan mereka.
Waki' telah meriwayatkan dari Abul Umais, dari Abu Halhalah, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Saya tidak melakukan sesuatu yang buruk, kecuali hanya ingin melakukan ibadah haji dengan jalan kaki, karena Allah Swt. telah berfirman: 'niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki' (Al-Hajj: 27)
Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh kebanyakan ulama yaitu melakukan ibadah haji dengan berkendaraan adalah lebih utama karena mengikut perbuatan Rasulullah Saw. Sesungguhnya beliau Saw. melakukan ibadah hajinya dengan berkendaraan, padahal kekuatan beliau Saw. sangat prima.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ}
yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Al-Hajj: 27)
Yang dimaksud dengan kata fajjin ialah jalan atau penjuru. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas (Al-Anbiya: 31)
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "Amiq" artinya jauh, menurut Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Sauri serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Makna ayat ini sama dengan firman Allah Swt. dalam menceritakan perihal Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan dalam doanya:
{فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ}
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37)
Maka tiada seorang pun yang memeluk agama Islam, melainkan hatinya rindu ingin melihat Ka'bah dan melakukan tawaf di sekelilingnya, kaum muslim dari segala penjuru dunia bertujuan untuk menziarahinya.

Al-Hajj, ayat 28-29

{لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28) ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (29) }
supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28) Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat mereka.
Manfaat akhirat bagi mereka ialah mendapat rida dari Allah Swt. Sedangkan manfaat dunia ialah apa yang mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa yang dimaksud dengan manfaat ialah manfaat dunia dan akhirat. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ}
Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ [فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ] عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28)
Syu'bah dan Hasyim telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari-hari belasan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara ta'liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha'i yang hal ini dijadikan pegangan oleh mazhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَة، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُسْلِمٍ البَطِين، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا الْعَمَلُ فِي أَيْامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ" قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ، يَخْرُجُ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: "Tiada suatu amal perbuatan di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya, "Tidak pula berjihad di jalan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang lelaki yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang pulang hanya namanya saja.”
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Dalam bab ini terdapat pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir.
Saya telah meneliti jalur-jalur riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا عَفَّان، أَنْبَأَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "ما مِنْ أَيْامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبَّ إِلَيْهِ العملُ فِيهِنَّ، مِنْ هَذِهِ الْأَيْامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِمْ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ"
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal.
Imam Bukhari mengatakan, bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari belasan (dari bulan Zul Hijjah) ini, maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir bersama takbir keduanya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Jabir secara marfu' bahwa hari-hari belasan inilah yang disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya:
{وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ}
Demi fajar dan malam-malam yang sepuluh. (Al-Fajr: 1-2)
Sebagian ulama Salaf mengatakan, sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ}
dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam (lagi). (Al-A'raf: 142)
Di dalam kitab Sunan Imam Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melakukan puasa di hari-hari sepuluh ini.
Hari-hari yang sepuluh ini mencakup hari Arafah yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Qatadah, bahwa:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: "أَحْتَسِبْ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْآتِيَةَ"
Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai mengerjakan puasa di hari 'Arafah, maka beliau Saw. menjawab, "Saya menduga bahwa Allah akan menghapuskan dosa tahun yang silam dan tahun yang akan datang."
Sepuluh hari ini mencakup pula Hari Raya Kurban yang merupakan hari haji akbar. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa hari haji akbar itu adalah hari yang paling utama di sisi Allah.
Pada garis besarnya sepuluh hari ini dapat dikatakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahunnya, sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis. Keutamaan sepuluh hari ini melebihi keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan; karena dalam sepuluh hari Zul Hijjah ini disyariatkan di dalamnya hal-hal yang juga disyariatkan di dalam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seperti salat, puasa, sedekah, dan lain-lainnya. Tetapi sepuluh hari Zul Hijjah ini mempunyai keistimewaan yang melebihinya, yaitu ibadah fardu haji dilakukan di dalamnya.
Menurut pendapat yang lain, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan lebih utama, karena di dalamnya terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih utama daripada seribu bulan.
Ulama lainnya berpendapat pertengahan. Mereka mengatakan bahwa hari-hari belasan Zul Hujah lebih utama, sedangkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadan lebih utama. Dengan demikian, pendapat ini menggabungkan semua dalil yang ada mengenai keduanya.
Pendapat yang kedua tentang hari-hari yang ditentukan. Al-Hakam telah meriwayatkan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hari-hari yang ditentukan adalah Hari Raya Kurban dan tiga hari sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Ibrahim An-Nakha'i. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dalam suatu riwayat yang bersumber darinya.
Pendapat ketiga. Imam ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajian, telah menceritakan kepadaku Nafi', bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan, "Hari-hari yang ditentukan dan hari-hari yang berbilang, jumlah keseluruhannya ada empat hari, yaitu hari-hari yang ditentukan ialah Hari Raya Kurban dan dua hari sesudah­nya. Sedangkan hari-hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah Hari Raya Kurban." Sanad riwayat ini berpredikat sahih bersumber darinya. As-Saddi mengatakan pendapat ini, dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Malik ibnu Anas.
Pendapat ini dan yang sebelumnya diperkuat oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28)
Yakni saat menyembelihnya disebutkan nama Allah.
Pendapat yang keempat mengatakan, sesungguhnya hari-hari sepuluh itu ialah hari Arafah. Hari Raya Kurban, dan sehari sesudahnya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Abu Hanifah.
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari Arafah, Hari Raya Kurban, dan hari-hari Tasyriq.
*******************
Firman Allah Swt.:
{عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28)
Yakni unta, sapi, dan kambing. Seperti yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-An'am, melalui firman-Nya:
{ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ} الْآيَةَ
(yaitu) delapan binatang yang berpasangan. (Al-An'am: 143), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikan­lah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28)
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa memakan hewan kurban hukumnya wajib. Akan tetapi, pendapat ini garib. Karena menurut kebanyakan ulama, perintah makan kurban ini termasuk ke dalam Bab "Rukhsah (Anjuran)." Seperti yang telah disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. setelah menyembelih unta kurbannya, beliau memerintahkan agar dari setiap unta yang disembelihnya diambil sepotong dagingnya, lalu beliau memasaknya dan memakannya serta meminum kuahnya.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan bahwa Malik pernah berkata kepadanya, "Aku suka makan daging hewan kurbanku." Alasannya ialah karena Allah Swt. telah berfirman: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28)
Ibnu Wahb mengatakan bahwa ia pernah menanyakan hal tersebut kepada Al-Lais, dan ternyata Al-Lais mengatakan hal yang sama dengan Malik.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak mau memakan sebagian dari hewan sembelihan mereka, kemudian hal tersebut diperbolehkan bagi kaum muslim. Karena itu barang siapa yang ingin memakannya, ia boleh memakannya; dan barang siapa yang tidak suka, boleh tidak memakannya. Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid dan Ata.
Hasyim telah meriwayatkan dari Husain, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا}
dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. (Al-Maidah: 2)
Dan firman Allah Swt.:
{فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ}
Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi. (Al-Jumu'ah: 10)
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya (yakni memakan daging hewan kurban itu boleh bagi orang yang mengorbankannya). Orang-orang yang berpendapat bahwa daging hewan kurban itu dibagi menjadi dua bagian —yang sebagian untuk si pemilik, sedangkan sebagian lainnya untuk disedekahkan—menguatkan pendapat ini dengan dalil firman Allah Swt.:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28)
Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk yang punya, sepertiga lainnya untuk ia hadiahkan, dan sepertiga yang terakhir untuk disedekahkan, karena berdasarkan firman Allah Swt. dalam ayat lainnya yang mengatakan:
{فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ}
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36)
Keterangan mengenainya akan dibahas pada tempatnya, yaitu saat menafsirkan ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{الْبَائِسَ الْفَقِيرَ}
orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28)
Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang yang terdesak oleh kebutuhan dan tampak pada dirinya tanda sengsara; keadaannya miskin, tetapi tidak mau meminta-minta demi menjaga kehormatan dirinya.
Menurut Mujahid, ialah orang miskin yang tidak mau meminta-minta.
Sedangkan Qatadah berpendapat bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang menderita penyakit menahun.
Dan Muqatil mengatakan, maknanya yaitu orang yang tuna netra.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ}
Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah melepaskan ihram dengan bercukur, memakai pakaian biasa, memotong kuku, dan lain-lainnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ata dan Mujahid, dari Ibnu Abbas.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna fiman-Nya: Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Bahwa yang dimaksud dengan tafas ialah manasik-manasik haji.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ}
dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hendaklah orang yang bersangkutan menyembelih kurban yang dinazarkannya.
Ibnu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Yakni nazar haji dan menyembelih kurban, serta segala sesuatu yang dinazarkan seseorang dalam ibadah hajinya.
Ibrahim ibnu Maisarah telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yaitu menyembelih hewan-hewan kurban mereka.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Maksudnya, semua nazar dalam waktu tertentu.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni ibadah haji mereka.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan sehubungan dengan firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni nazar-nazar haji.
Semua orang yang telah memasuki haji diharuskan mengerjakan tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan Marwah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, dan melempar jumrah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepada mereka untuk mengerjakannya. Telah di­riwayatkan pula dari Imam Malik hal yang semisal dengan pendapat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29)
Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah tawaf wajib di Hari Raya Kurban.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hamzah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata kepadanya, "Apakah engkau pernah membaca surat Al-Hajj? Yang di dalamnya terdapat firman Allah Swt. yang mengatakan: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) "Maka sesungguhnya akhir dari manasik haji itu ialah tawaf di Baitullah Al-'Atiq."
Menurut saya, memang demikianlah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya setelah beliau kembali ke Mina di Hari Raya Kurban, beliau mulai melempar jumrah. Beliau melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian menyembelih kurbannya dan mencukur rambutnya, setelah itu beliau berangkat dan melakukan tawaf ifadah di Baitullah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Abbas bahwa ia memerintahkan kepada orang-orang agar akhir dari ibadah haji mereka adalah di Baitullah, yaitu dengan melakukan tawaf ifadah di sekelilingnya. Hanya ia memberikan kemurahan (dispensasi) kepada wanita yang sedang berhaid.
Firman Allah Swt.:
{بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29)
Di dalam makna ayat ini terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa melakukan tawaf diwajibkan di luar Hijir Isma'il. Karena Hijir Isma'il pada asalnya termasuk bagian dari Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Orang-orang Quraisy mengeluarkannya dari bangunan Ka'bah saat mereka merenovasi Ka'bah karena kekurangan biaya. Karena itulah maka Rasulullah Saw. dalam tawafnya selalu berada di luar Hijir Isma'il, dan beliau mengatakan bahwa Hijir Isma'il termasuk bagian dalam Ka'bah. Rasulullah Saw. tidak mengusap kedua rukun Syam Ka'bah karena keduanya masih belum sempurna tidak sesuai dengan bangunan Nabi Ibrahim yang terdahulu.
Karena itulah Ibnu Abu Hatim mengatakan dalam riwayatnya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hisyam ibnu Hajar, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Maka Rasulullah Saw. tawaf di luar Hijir Isma'il.
Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Bahwa Ka'bah disebutkan Al-'Atiq karena ia merupakan rumah yang pertama dibangun untuk tempat ibadah manusia di bumi ini.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Telah diriwayatkan dari Ikrimah ia pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena diselamatkan dari tenggelam saat banjir besar di zaman Nabi Nuh.
Khasif mengatakan bahwa Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang pun yang bersikap sewenang-wenang terhadapnya dapat beroleh kemenangan.
Ibnu Abu Nujaih dan Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ka'bah dimerdekakan oleh Allah dari semua orang yang sewenang-wenang (tirani), mereka sama sekali tidak dapat menguasainya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Humaid, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Mujahid, bahwa dinamakan Baitul 'Atiq karena tiada seorang pun yang berniat jahat terhadapnya melainkan pasti binasa.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnuz Zubair yang mengatakan, "Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena Allah Swt. telah memerdekakannya dari semua orang yang bersikap tirani."
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، أخبرني اللَّيْثُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا سُمِّيَ الْبَيْتَ الْعَتِيقَ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَظْهَرْ عَلَيْهِ جَبَّارٌ".
Imam Turmuzi mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, dari Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang tirani pun berkuasa terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Sahl Al-Muharibi, dari Abdullah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya hadis ini sahih. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kemudian Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui jalur lain dari Az-Zuhri secara mursal.

Al-Hajj, ayat 30-31

{ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30) حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ (31) }
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
Allah Swt. berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya."
{وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ}
Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30)
Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar.
{فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ}
maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30)
Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut. Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأنْعَامُ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ}
Dan telah dihalalkan bagi kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30)
Yakni Kami halalkan bagi kalian semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham.
Firman Allah Swt.:
{إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ}
kecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30)
misalnya haramnya bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya yang diharamkan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}
maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30)
Huruf min dalam ayat ini bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni jauhilah hal yang najis itu, maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A'raf: 33)
Termasuk ke dalam pengertian perkataan dusta ialah kesaksian palsu. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَلَا أُنْبِئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ " قُلْنَا: بَلَى، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ -وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ:-أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ، أَلَا وَشَهَادَةُ الزُّورِ". فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا، حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سكت
"Ingatlah, maukah kalian aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau,   wahai  Rasulullah.”   Rasulullah   Saw. bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua, " pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah Saw. terus mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami) mudah-mudahan beliau segera diam.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ فَاتِكِ بْنِ فَضَالَةَ، عَنْ أَيْمَنَ بْنِ خُرَيْمٍ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَدَلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ إِشْرَاكًا بِاللَّهِ" ثَلَاثًا، ثُمَّ قَرَأَ: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri melakukan khotbah. Beliau bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan memper­sekutukan Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca firman Allah Swt.: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad, sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi Saw.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا سفيان العُصْفُرِيّ، عن أبيه، عن حبيب ابن النُّعْمَانِ الْأَسَدِيِّ، عَنْ خُرَيْمِ بْنِ فَاتَكٍ الْأَسَدِيِّ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَامَ قَائِمًا فَقَالَ: "عَدَلَتْ شَهَادَةُ الزُّورِ الْإِشْرَاكَ بِاللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ"، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ}
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi yang menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah Swt. Kemudian beliau Saw. membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah, kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{حُنَفَاءَ لِلَّهِ}
dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) .
Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah Swt. selanjutnya disebutkan:
{غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ}
tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31)
Kemudian Allah Swt. membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ}
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31)
Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara.
{فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ}
atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31)
Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit. Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatan­nya di dalam tafsir surat Ibrahim.
Allah Swt. telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya:
{قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُنَا وَلا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى}
Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat."

Al-Hajj, ayat 32-33

{ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (32) لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ (33) }
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah).
Allah Swt. berfirman bahwa demikianlah,
{وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ}
Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32)
Yakni perintah-perintah-Nya:
{فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ}
maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32) .
yang antara lain ialah mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban, seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hakam dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban ialah dengan cara menggemukkannya dan mengurusnya dengan pengurusan yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Ghayyas, dari Ibnu Abu Laila, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32) Yaitu menggemukkan hewan hadyu, mengurusnya dengan baik, dan membesarkannya.
Abu Umamah telah meriwayatkan dari Sahl, "Kami dahulu menggemukkan hewan-hewan kurban di Madinah, dan semua kaum muslim melakukan hal yang sama." Asar diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"دَمُ عفراءَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ دَمِ سَوداوين"
Darah (dari) hewan (kurban) yang berbulu kelabu lebih disukai oleh Allah daripada darah dua hewan kurban yang berbulu hitam. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah.
Para ulama mengatakan bahwa 'afra artinya 'berbulu putih, tetapi tidak cerah, yakni kelabu.' Hewan kurban yang berbulu kelabu ini lebih baik daripada hewan kurban yang berbulu lainnya, sekalipun hewan kurban yang berbulu lain sudah dinilai cukup; karena berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang berbulu putih berbelang hitam lagi bertanduk.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan seekor domba yang bertanduk, yang pada matanya terdapat belang hitam, begitu pula pada bagian mulutnya dan semua kakinya. Hadis diriwayatkan oleh ahlus sunan dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Rafi', bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang besar-besar lagi gemuk-gemuk, bertanduk, berbulu putih, berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw. berkurban dengan dua ekor domba yang bertanduk, berbulu putih berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri. Menurut suatu pendapat, kedua domba tersebut buah pelirnya dihancurkan dan tidak dipotong. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.
Diriwayatkan dari Ali r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami agar memeriksa dengan teliti kedua mata dan kedua telinga hewan kurban, dan kami tidak boleh menyembelih hewan kurban yang muqabalah, mudabarah, syarqa, dan kharqa.
Muqdbalah ialah hewan kurban yang bagian depan telinganya terpotong. Mudabarah ialah hewan kurban yang bagian belakang telinganya terpotong. Syarqa ialah hewan kurban yang telinganya terpotong secara memanjang. Demikianlah menurut penafsiran Imam Syafii dan Imam As-mu'i. Adapun kharqa ialah hewan kurban yang daun telinganya berlubang. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan, dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Mereka telah meriwayatkan pula melalui sahabat Ali r.a. yang mengatakan, "Rasulullah Saw. melarang kami mengurbankan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong." Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa kalau yang terpotong lebih dari separo, dinamakan 'adb. Sebagian ahli lugah (bahasa) mengatakan, jika tanduk bagian atas terpotong dinamakan qasma; adapun 'adb, maka yang terpotong adalah bagian bawahnya (yakni yang retak adalah bawahnya). Sedangkan kalau daun telinga 'adb, artinya hewan yang daun telinganya sebagian terpotong.
Menurut pendapat Imam Syafii, berkurban dengan hewan-hewan tersebut dapat dinilai cukup, tetapi hukumnya makruh.
Imam Ahmad berpendapat bahwa mengurbankan hewan yang terpotong daun telinga dan tanduknya tidak boleh (tidak mencukupi), karena berdasarkan hadis di atas.
Imam Malik mengatakan, jika ada darah yang mengalir dari tanduk­nya yang terpotong, tidak cukup untuk dijadikan kurban. Tetapi jika tidak ada darah yang mengalir darinya, maka cukup untuk dijadikan kurban.
Diriwayatkan dari Al-Barra, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرها، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضها، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعها، وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنقِي"
Ada empat macam hewan yang tidak boleh dipakai untuk kurban, yaitu: Hewan yang buta, yang jelas butanya; hewan yang sakit, yang jelas parah sakitnya; hewan yang pincang, yang jelas pincangnya; dan hewan yang patah tulang kakinya, tak dapat disembuhkan.
Hadis riwayat Imam Ahmad dan ahlus sunan, dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Aib-aib ini mengurangi daging hewan yang bersangkutan, karena lemah dan tidak mampu mencukupi kebutuhan makannya, karena kambing-kambing yang sehat telah mendahuluinya merebut makanannya. Oleh sebab itu, hewan-hewan tersebut tidak boleh dijadikan kurban karena kurang mencukupi, menurut pendapat Imam Syafii dan imam-imam lainnya, sesuai dengan makna lahirilah hadis.
Pendapat kalangan mazhab Syafii berbeda pendapat sehubungan dengan ternak yang sakit ringan. Ada dua pendapat di kalangan mereka.
Abu Daud telah meriwayatkan melalui Atabah ibnu Abdus Sulami, bahwa Rasulullah Saw. melarang mengurbankan hewan yang kurus, hewan yang terpotong tanduk (telinganya), hewan yang buta matanya, hewan yang lemah, dan hewan yang pincang.
Aib atau cela yang telah disebutkan dalam hadis di atas menjadikan hewan tersebut tidak cukup untuk kurban. Tetapi jika aib atau cela tersebut terjadi sesudah hewan ditentukan untuk jadi kurban, maka tidak mengapa untuk dikurbankan. Hal ini menurut kalangan mazhab Syafii, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
وَقَدْ رَوَى الإمامُ أَحْمَدُ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: اشْتَرَيْتُ كَبْشًا أُضَحِّي بِهِ، فَعَدَا الذِّئْبُ فَأَخَذَ الْأَلْيَةَ. فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "ضَحِّ بِهِ"
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa ia pernah membeli seekor domba untuk kurban, kemudian ada serigala yang menyerangnya dan sempat memakan sebagian dari pantatnya. Kemudian Abu Sa'id menanyakan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Kurbankanlah domba itu.
Karena itulah dalam hadis yang telah disebutkan di atas dikatakan bahwa Nabi Saw. memerintahkan kepada kami agar memeriksa mata dan telinga hewan yang hendak dikurbankan. Dengan kata lain, hendaknya hewan kurban itu harus gemuk, baik, dan berharga.
Seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Umar pernah mendapat hadiah seekor unta yang terbaik (unggul) seharga tiga ratus dinar. Lalu Umar datang menghadap kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya diberi hadiah seekor unta yang terbaik seharga tiga ratus dinar. Bolehkah saya menjualnya, lalu hasilnya saya belikan unta biasa buat kurban," (dengan maksud agar dapat menghasilkan beberapa ekor unta). Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا انحَرْهَا إِيَّاهَا"
Jangan, sembelihlah unta terbaik itu sebagai kurbanmu.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-budn (hewan kurban) termasuk syiar Allah.
Muhammad ibnu Abu Musa mengatakan bahwa wuquf di Arafah, Muzdalifah, melempar jumrah, mencukur rambut, dan berkurban termasuk syiar-syiar Allah.
Ibnu Umar mengatakan bahwa syiar Allah yang paling besar ialah Baitullah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ}
Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat. (Al-Hajj: 33)
Yakni pada hewan-hewan kurban itu terdapat beberapa manfaat bagi kalian dari air susunya, bulunya, kulitnya, dapat pula dijadikan sebagai sarana angkutan sampai waktu tertentu.
Miqsam telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33) Yaitu hewan ternak yang tidak dikhususkan untuk kurban.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33) Maksudnya, dapat dinaiki, dapat diambil air susunya dan anaknya; tetapi apabila telah dinamakan budnah atau hadyu (yakni untuk kurban), maka semuanya itu tidak boleh lagi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya.
Ulama lainnya mengatakan bahwa seseorang bahkan boleh memanfaatkannya sekalipun telah dinamakan hadyu jika memang diperlukan.
Seperti apa yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah-nya. Maka beliau Saw. bersabda:
"ارْكَبْهَا". قَالَ: إِنَّهَا بَدنَة. قَالَ: "ارْكَبْهَا، وَيْحَكَ"، فِي الثَّانيَةِ أَوِ الثَّالِثَةِ
"Naikilah!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya ternak ini adalah untuk kurban.” Nabi Saw. bersabda, "Celakalah kamu, naikilah, " untuk kedua atau ketiga kalinya.
Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan melalui Jabir r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"ارْكَبْهَا بِالْمَعْرُوفِ إِذَا ألجئتَ إِلَيْهَا"
Naikilah dengan cara yang makruf bila kamu terpaksa harus menaikinya.
Syu'bah ibnu Zuhair telah meriwayatkan dari Abu Sabit Al-A'ma, dari Al-Mugirah ibnu Abul Hurr, dari Ali, bahwa ia pernah melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah (kurban)nya yang telah beranak. Maka Ali berkata, "Jangan kamu minum air susunya kecuali lebihan dari sisa anaknya. Apabila telah tiba Hari Raya Kurban, sembelihlah unta itu bersama anaknya juga."
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 33)
Yakni tempat tujuan terakhir dari hewan hadyu itu ialah Baitul 'Atiq (Ka'bah). Sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ}
sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka'bah. (Al-Maidah:
Dan firman Allah Swt.:
{وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ}
dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyem­belihan )nya. (Al-Fath: 25)
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan makna Baitul 'Atiq.
Ibnu Juraij telah mengatakan dari Ata bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setiap orang yang telah melakukan tawaf di Baitullah (tawaf ifadah) berarti dia telah ber-tahallul." Allah Swt. telah berfirman:
{ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ}
kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 23)

Al-Hajj, ayat 34-35

{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (35) }
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan salat, dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka.
Allah Swt. menyebutkan bahwa penyembelihan hewan kurban dengan menyebut nama Allah telah disyariatkan di semua agama.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34) Bahwa yang dimaksud dengan mansak ialah hari raya.
Ikrimah mengatakan menyembelih kurban.
Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban). (Al-Hajj: 34) Sesungguhnya yang dimaksud adalah Makkah. Allah sama sekali belum pernah menjadikan buat suatu umat suatu mansak-pun selain dari Makkah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ}
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. (Al-Hajj: 34)
Seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas yang telah menceritakan:
أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، فسمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحهما
Didatangkan kepada Rasulullah Saw. dua ekor domba yang berbulu putih, berbelang hitam lagi bertanduk, lalu beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kakinya pada lambung kedua domba itu (untuk menyembelihnya).
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَنَا سَلام بْنُ مِسْكِينٍ، عَنْ عَائِذِ اللَّهِ الْمُجَاشِعِيِّ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ -وَهُوَ نُفَيْع بْنُ الْحَارِثِ-عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ: قُلْتُ -أَوْ: قَالُوا-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: "سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ". قَالُوا: مَا لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ" قَالُوا: فَالصُّوفُ؟ قَالَ: "بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ"
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Aizullah Al-Mujasyi'i, dari Abu Daud (yakni Nufai' ibnul Haris), dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, atau mereka (para sahabat) pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan hewan-hewan kurban ini? Rasulullah Saw. menjawab: "Ini adalah sunnah bapak moyang kalian, yaitu Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya, "Lalu apakah yang kami peroleh darinya?” Rasulullah Saw. menjawab, "Pada setiap helai bulunya (yakni unta) terdapat satu pahala kebaikan.” Mereka bertanya, "Bagaimanakah dengan bulu (domba)nya?” Rasulullah Saw. menjawab, "Pada setiap helai bulu wolnya terdapat satu pahala kebaikan.”
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sunannya melalui riwayat Salam ibnu Miskin dengan sanad yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا}
maka Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepadanya. (Al-Hajj: 34)
Yakni sembahan kalian adalah satu, sekalipun syariat para nabi itu bermacam-macam, yang sebagian darinya menghapuskan sebagian yang lainnya; tetapi pada garis besarnya semua syariat nabi-nabi menyerukan untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku." (Al-Anbiya: 25)
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَهُ أَسْلِمُوا}
karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. (Al-Hajj: 34)
Yaitu ikhlaslah dan berserah dirilah kalian kepada hukum-Nya dan taat kepada-Nya.
{وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ}
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj: 34)
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan mukhbitin ialah orang-orang yang tumaninah (tenang).
Menurut Ad-Dahhak dan Qatadah, maksudnya orang-orang yang merendahkan dirinya.
As-Saddi me­ngatakan orang-orang yang takut kepada Allah.
Sedangkan menurut Amr ibnu Aus, mukhbitin ialah orang-orang yang tidak aniaya; dan apabila mereka dizalimi, maka mereka tidak mendapat pertolongan (dari orang lain).
As-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj: 34) Yakni tenang lagi rida dengan keputusan Allah, berserah diri kepada-Nya, dan yang terbaik ialah apa yang dijelaskan dalam firman berikutnya yang berfungsi menjelaskannya, yaitu:  (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka. (Al-Hajj: 35) Maksudnya, hati mereka bergetar karena takut kepada Allah. orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka. (Al-Hajj: 35) Yaitu musibah-musibah yang menimpa diri mereka.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa hendaknya kita bersabar dalam menghadapi musibah atau kita binasa.
*******************
{وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ}
Orang-orang yang mendirikan salat. (Al-Hajj: 35)
Jumhur ulama membacanya dengan meng-idafah-kan lafaz Al-Muqimina kepada As-Salata, hingga menjadi Wal Mua'iminas Salata. Dan ulama Sab'ah serta tiga ulama lainnya yang tergabung dalam ulama 'asyrah membacanya demikian pula.
Lain halnya dengan Ibnus Sumaifa' dia membacanya Wal Muqimi na As-Salata dengan bacaan nasab yakni tidak di-mudaf-kan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan pula sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang yang mendirikan salat. (Al-Hajj: 35)
Huruf nun dalam ayat ini dibuang untuk tujuan takhftf atau meringankan bacaan (menurut orang yang membacanya As-Salata). Seandainya di­buang karena di-idafah-kan (digandengkan), tentulah dibaca As-Salati. Yakni orang-orang yang menunaikan hak Allah terhadap apa yang telah diwajibkan-Nya kepada mereka, yaitu mengerjakan salat-salat fardu.
{وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}
dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (Al-Hajj: 35)

Artinya, mereka membelanjakan apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka berupa rezeki yang baik kepada keluarga mereka, kaum kerabatnya, dan orang-orang fakir serta orang-orang miskin mereka. Mereka senang berbuat baik kepada semua orang; selain itu mereka juga memelihara batasan-batasan Allah. Hal ini berbeda dengan sifat-sifat kaum munafik, mereka bersifat kebalikan dari ini, seperti yang telah disebutkan di dalam tafsir surat At-Taubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar