21. SURAT AL-ANBIYA
سُورَةُ الْأَنْبِيَاءِ
(Nabi-Nabi)
Makkiyyah 112 ayat turun sesudah surat Ibrahim
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami
Gundar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq; ia pernah
mendengar Abdur Rahman ibnu Yazid mengatakan hal berikut dari Abdullah (Ibnu
Mas'ud r.a.) yang mengatakan, "Surat Al-Isra, Al-Kahfi, Maryam, Taha, dan
Al-Anbiya adalah surat-surat yang sangat indah paramasastranya dan merupakan
surat-surat yang paling pertama kuhafal."
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Al-Anbiya, ayat 1-6
{اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ
حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ (1) مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ
مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) لاهِيَةً
قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا إِلا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (3) قَالَ رَبِّي
يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (4)
بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا
بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الأوَّلُونَ (5) مَا آمَنَتْ قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْيَةٍ
أَهْلَكْنَاهَا أَفَهُمْ يُؤْمِنُونَ (6) }
Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka
berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat
Al-Qur’an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka
mendengarnya, sedangkan mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam
keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka,
"Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (juga) seperti
kalian, maka apakah kalian menerima sihir itu, padahal kalian menyaksikannya?”
Berkatalah Muhammad (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua
perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Bahkan mereka berkata (pula), "(Al-Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi
yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan ia sendiri seorang penyair, maka
hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat sebagaimana rasul-rasul
yang telah lalu diutus.” Tidak ada (penduduk) suatu kota pun yang
beriman yang Kami telah membinasakannya sebelum mereka; maka apakah mereka akan
beriman?
Hal ini merupakan suatu
peringatan dari Allah Swt. yang menyatakan dekatnya hari kiamat dan bahwa
manusia dalam keadaan lalai terhadap keberadaannya, yakni mereka tidak mau
beramal dan tidak mau membuat bekal untuk menyambutnya.
Imam Nasai mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Hisyam
ibnu Abdul Malik Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah,
telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id, dari
Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah dekat kepada manusia
hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian
lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Bahwa mereka di dunia lalai
terhadap hari kiamat.
Makna ayat ini sama dengan apa
yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ}
Telah pasti datangnya
ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang). (An-Nahl: 1)
{اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ
وَانْشَقَّ الْقَمَرُ * وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ
مُسْتَمِرٌّ}
Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan Dan jika mereka (orang-orang
musyrik) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling. (Al-Qamar:
1-2), hingga akhir ayat.
Al-Hafiz ibnu Asakir
meriwayatkan di dalam biografi Al-Hasan Ibnu Hani' alias Abu Nuwas si penyair,
bahwa penyair yang paling hebat ialah Syekh Tahir Abul Atahiyah, karena ia
mengatakan dalam bait syairnya:
النَّاس فِي غَفَلاتِهِمْ ... وَرَحا المِنيَّة تَطْحَنُ ...
Manusia
tenggelam dalam kelalaiannya, padahal penggilingan maut terus berputar.
Ketika ditanyakan kepadanya,
"Dari manakah engkau menyimpulkan kalimat ini?" Abul Atahiyah
menjawab bahwa ia menyimpulkannya dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي
غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ}
Telah dekat kepada manusia
hari menghisab segala amalan mereka sedangkan mereka berada dalam kelalaian
lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1)
Ibnu Asakir meriwayatkan pula di
dalam biografi Amir ibnu Rabi'ah melalui jalur Musa ibnu Ubaid Al-Amadi, dari Abdur
Rahman ibnu Za’d bin Aslam, dari ayahnya, dari Amir ibnu Rabi'ah, bahwa ia
kedatangan seorang tamu dari kalangan orang Badui. Amir memuliakan
kedatangannya dan menghormatinya. Sebelumnya Rasulullah SAW telah
berbincang-bincang di rumah Amir, tidak lama kemudian lelaki Badui, itu datang.
Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah memperoleh sebuah lembah di daerah
pedalaman dari Rasulullah Saw. Aku bermaksud memberikan sebagian darinya
kepadamu. Kelak lahan itu buat kamu dan keturunanmu sesudah kamu tiada."
Maka Amir menjawab, "Saya tidak memerlukan bagian tanahmu itu, karena pada
hari ini telah diturunkan sebuah surat yang membuat kami merasa ngeri terhadap
duniawi," yaitu firman-Nya: Telah dekat kepada manusia hari menghisab
segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya).
(Al-Anbiya: 1) Kemudian Allah Swt. menyebutkan bahwa mereka tidak mau
mendengarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang Quraisy dan
orang-orang yang kafirnya sama dengan mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ
مُحْدَثٍ}
Tidak datang kepada mereka
suatu ayat Al-Qur’an pun yang baru (diturunkan) dari
Tuhan mereka. (Al-Anbiya: 2)
Yakni ayat Tuhan yang baru
diturunkan.
{إِلا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
melainkan mereka
mendengarnya, sedangkan mereka bermain-main. (Al-Anbiya:
2)
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu
Abbas, "Mengapa kalian menanyakan kepada Ahli Kitab tentang kitab yang
dipegang oleh mereka, padahal mereka telah membakarnya dan menggantikannya
serta melakukan penambahan dan pengurangan padanya? Inilah kitab kalian, Kitabullah
yang baru diturunkan; kalian membacanya masih dalam keadaan hangat dan
murni isinya, tidak ada campurannya." Imam Bukhari telah meriwayatkan hal
yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا}
Dan mereka yang zalim itu
merahasiakan pembicaraan mereka. (Al-Anbiya: 3)
seraya membisikkan di antara
sesama mereka dengan sembunyi-sembunyi.
{هَلْ هَذَا إِلا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ}
Orang ini tiada lain hanyalah
seorang manusia (jua) seperti kamu. (Al-Anbiya: 3)
Yang mereka maksudkan adalah
Rasulullah Saw. Mereka tidak percaya beliau menjadi seorang nabi, mengingat
beliau adalah seorang manusia sama dengan mereka; mana mungkin ia mendapat
keistimewaan beroleh wahyu, sedangkan mereka tidak. Karena itu, dalam perkataan
mereka selanjutnya disebutkan dalam firman-Nya:
{أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ
تُبْصِرُونَ}
maka apakah kalian menerima
sihir, padahal kalian menyaksikannya? (Al-Anbiya:
3)
Yakni apakah kalian mau
mengikutinya, sehingga akibatnya kalian sama dengan orang yang melakukan sihir,
sedangkan ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu adalah ilmu sihir.
Allah Swt. menjawab mereka yang
membuat-buat berita bohong dan kedustaan itu melalui firman-Nya:
{قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي
السَّمَاءِ وَالأرْضِ}
Berkatalah Muhammad (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua perkataan di
langit dan di bumi.” (Al-Anbiya: 4)
Yaitu Tuhan yang mengetahui hal
tersebut, tiada sesuatu pun yang tersembunyi luput dari liputan
pengetahuan-Nya. Dialah Yang menurunkan Al-Qur'an ini, yang di dalamnya
terkandung kisah orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian. Al-Qur'an ini
tiada seorang pun yang mampu mendatangkan hal yang semisal dengannya, kecuali
hanya Tuhan yang mengetahui semua rahasia dan yang tersembunyi di langit dan di
bumi.
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anbiya: 4)
Artinya, Dia Maha Mendengar
semua ucapan kalian, lagi Maha Mengetahui semua keadaan kalian. Di dalam
kalimat ini terkandung peringatan dan ancaman terhadap mereka.
Firman Allah Swt. mengatakan:
{بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلامٍ بَلِ
افْتَرَاهُ}
Bahkan mereka berkata (pula), "(Al-Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut,
malah diada-adakannya" (Al-Anbiya: 5)
Ayat ini menceritakan tentang
pembangkangan orang-orang kafir, keingkaran dan penentangan mereka terhadap
materi yang dikandung oleh Al-Qur'an, juga tentang kebimbangan dan kesesatan
mereka terhadapnya. Kadang kala mereka menganggap Al-Qur'an sebagai perbuatan
sihir, adakalanya mereka mengatakannya sebagai syair gubahan, adakala menganggapnya
sebagai mimpi-mimpi yang kalut, adakalanya pula menganggapnya sebagai
buat-buatan. Perihalnya sama dengan yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu:
{انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ
فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا}
Lihatlah, bagaimana mereka
membuatperumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan
tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar).
(Al-Isra: 48)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ
الأوَّلُونَ}
maka hendaknya ia
mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah
lalu diutus. (Al-Anbiya: 5)
Mereka bermaksud bahwa mukjizat
itu seperti unta Nabi Saleh, mukjizatnya Musa dan Isa. Allah Swt. telah
berfirman sehubungan dengan hal ini:
{وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ
إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً
فَظَلَمُوا بِهَا}
Dan sekali-kali tidak ada
yang menghalangi Kami mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda
(kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh
orang-orang dahulu. (Al-Isra: 59), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{مَا آمَنَتْ قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْيَةٍ
أَهْلَكْنَاهَا أَفَهُمْ يُؤْمِنُونَ}
Tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman yang Kami telah
membinasakannya sebelum mereka; maka apakah mereka akan beriman? (Al-Anbiya:
6)
Tiada suatu penduduk negeri pun
yang diutus rasul-rasul kepada mereka dengan membawa mukjizat, lalu mereka
beriman, melainkan mereka mendustakannya; maka Kami binasakan mereka. Apakah
mereka akan beriman sekiranya melihat mukjizat-mukjizat itu? Tidak, bahkan:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا
الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang
telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun
datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab
yang pedih. ( Yunus: 96-97 )
Sesungguhnya mereka pun telah
menyaksikan ayat-ayat yang jelas dan hujah-hujah yang pasti serta
keterangan-keterangan yang jelas dari Rasulullah Saw. Padahal apa yang
ditampakkan oleh Rasulullah Saw. adalah jauh lebih jelas, lebih terang, lebih
menakjubkan, dan lebih mematahkan alasan mereka ketimbang apa yang ditampakkan
oleh nabi-nabi lainnya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: ذُكِرَ عَنْ زَيْدِ
بْنِ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ زَيْدٍ
الْحَضْرَمِيُّ، عَنْ عُلَيِّ بْنِ رَبَاحٍ اللَّخْمِيِّ، حَدَّثَنِي مَنْ شَهِدَ
عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ، يَقُولُ: كُنَّا فِي الْمَسْجِدِ وَمَعَنَا أَبُو
بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يُقْرِئُ بَعْضُنَا بَعْضًا
الْقُرْآنَ، فَجَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بن أبي بن سَلُولَ، وَمَعَهُ نُمْرُقة
وزِرْبِيّة، فَوَضَعَ وَاتَّكَأَ، وَكَانَ صَبِيحًا فَصِيحًا جَدِلًا فَقَالَ: يَا
أَبَا بَكْرٍ، قُلْ لِمُحَمَّدٍ يَأْتِينَا بِآيَةٍ كَمَا جَاءَ الْأَوَّلُونَ؟
جَاءَ مُوسَى بِالْأَلْوَاحِ، وَجَاءَ دَاوُدُ بِالزَّبُورِ، وَجَاءَ صَالِحٌ
بِالنَّاقَةِ، وَجَاءَ عِيسَى بِالْإِنْجِيلِ وَبِالْمَائِدَةِ. فَبَكَى أَبُو
بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: قُومُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَسْتَغِيثُ بِهِ مِنْ هَذَا الْمُنَافِقِ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهُ لَا يُقَامُ
لِي، إِنَّمَا يُقَامُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ". فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّا لَقِينَا مِنْ هَذَا الْمُنَافِقِ. فَقَالَ:"إِنَّ جِبْرِيلَ
قَالَ لِي: اخْرُجْ فَأَخْبِرْ بِنِعَمِ اللَّهِ الَّتِي أَنْعَمَ بِهَا عَلَيْكَ،
وَفَضِيلَتِهِ الَّتِي فُضِّلت بِهَا، فَبَشَّرَنِي أَنِّي بُعِثْتُ إِلَى
الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ، وَأَمَرَنِي أَنْ أُنْذِرَ الْجِنَّ، وَآتَانِي
كِتَابَهُ وَأَنَا أُمِّيٌّ، وَغَفَرَ ذَنْبِي مَا تَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ،
وَذَكَرَ اسْمِي فِي الْأَذَانِ وَأَيَّدَنِي بِالْمَلَائِكَةِ، وَآتَانِي
النَّصْرَ، وَجَعَلَ الرُّعْبَ أَمَامِي، وَآتَانِي الْكَوْثَرَ، وَجَعَلَ حَوْضِي
مِنْ أَعْظَمِ الْحِيَاضِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَوَعَدَنِي الْمَقَامَ
الْمَحْمُودَ وَالنَّاسُ مُهْطِعُونَ مُقْنِعُو رُءُوسِهِمْ، وَجَعَلَنِي فِي
أَوَّلِ زُمْرَةٍ تَخْرُجُ مِنَ النَّاسِ، وَأَدْخَلَ فِي شَفَاعَتِي سَبْعِينَ
أَلْفًا مِنْ أُمَّتِي الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَآتَانِي السُّلْطَانَ
وَالْمُلْكَ، وَجَعَلَنِي فِي أَعْلَى غُرْفَةٍ فِي الْجَنَّةِ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
، فَلَيْسَ فَوْقِي أَحَدٌ إِلَّا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ يَحْمِلُونَ
الْعَرْشَ، وَأَحَلَّ لِيَ الْغَنَائِمَ، وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ كَانَ
قَبْلَنَا".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari
Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah
menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu Rabah
Al-Lakhami, telah menceritakan kepadaku seseorang yang pernah menghadiri
majelis Ubadah ibnus-Samit, Ubadah mengatakan, "Ketika kami (para sahabat)
berada di dalam masjid, saat itu Abu Bakar ada bersama kami sedang membaca
sebagian dari Al-Qur'an. Kemudian datanglah Abdullah ibnu Ubay ibnu SaluI yang
saat itu membawa bantal dan permadani, lalu meletakkan bawaannya dan duduk
bersandar padanya." Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul adalah seorang yang
berwajah cerah, fasih tutur katanya, tetapi suka berdebat. Ia berkata,
"Hai Abu Bakar, katakanlah kepada Muhammad agar dia mendatangkan suatu
mukjizat kepada kami (orang-orang Yahudi) sebagaimana yang pernah didatangkan
oleh para utusan terdahulu. Musa datang dengan membawa luh-luh, Daud
datang dengan membawa kitab Zabur, Saleh datang membawa mukjizat unta betina,
Isa datang membawa kitab Injil dan hidangan dari langit." Abu Bakar r.a.
menangis dan Rasulullah Saw. keluar, lalu Abu Bakar berkata, "Marilah kita
bangkit menemui Rasulullah Saw. untuk meminta pertolongan dalam menghadapi si
munafik ini." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya tidaklah
layak aku dihormati dengan sambutan berdiri, melainkan hanya Allah-lah yang
pantas mendapat perlakuan seperti itu." Kami berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami mendapat tantangan dari orang munafik ini."
Rasulullah Saw. bersabda, bahwa sesungguhnya Malaikat Jibril berkata
kepadanya, "Keluarlah kamu, dan ceritakanlah kepada(nya) tentang nikmat-nikmat
yang telah dikaruniakan kepadamu oleh Allah dan keutamaan-keutamaan yang
diberikan kepadamu." Rasulullah Saw. melanjutkan sabdanya, "Jibril
telah menyampaikan berita gembira kepadaku , bahwa aku diutus untuk orang yang
berkulit merah dan berkulit hitam (semua bangsa), dan Allah telah memerintahkan
kepadaku agar menyampaikan peringatan kepada jin. Allah menurunkan Kitab-Nya
kepadaku, sedangkan aku dalam keadaan ummi. Dia telah mengampuni semua dosaku
yang terdahulu dan yang terkemudian, dan namaku disebut di dalam azan. Dia
telah memberikan bantuan para malaikat kepadaku, dan kemenangan datang
kepadaku, rasa gentar yang mencekam hati musuh berada di hadapanku. Allah telah
memberiku Telaga Kausar, dan menjadikan telagaku adalah telaga yang paling
besar di hari kiamat. Allah menjanjikan kepadaku kedudukan yang terpuji,
sedangkan manusia saat itu menundukkan kepalanya dalam keadaan terhina. Allah
menjadikan diriku termasuk orang-orang yang mula-mula dibangkitkan, dan
dimasukkan ke dalam syafaatku sejumlah tujuh puluh ribu orang dari kalangan
umatku; semuanya masuk surga tanpa hisab. Allah telah menganugerahkan kepadaku
kekuasaan dan kerajaan, dan aku ditempatkan di istana yang paling tinggi di
dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Tiada seorang pun yang ada di atasnya
kecuali hanya para malaikat penyangga' Arasy. Dihalalkan bagiku —juga bagi
umatku— ganimah, yang sebelum itu tidak pernah dihalalkan bagi seorang
pun."
Hadist ini berpredikat garib sekali.
Al-Anbiya,
ayat 7-9
{وَمَا أَرْسَلْنَا
قَبْلَكَ إِلا رِجَالا يُوحَى إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (7) وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ
الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ (8) ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ
فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ (9) }
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan
beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah
olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. Dan
tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak
(pula) mereka itu orang-orang yang kekal. Kemudian Kami tepati janji (yang
telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan
orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui
batas.
Allah
Swt. berfirman menjawab orang-orang yang mengingkari rasul dari kalangan
manusia:
{وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلا رِجَالا
يُوحَى إِلَيْهِمْ}
Kami
tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami
beri wahyu kepada mereka. (Al-Anbiya: 7)
Yakni
semua rasul yang terdahulu terdiri atas manusia laki-laki, tiada seorang pun di
antara mereka dari kalangan malaikat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا
رِجَالا يُوحَى إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}
Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan seorang laki-laki yang Kami berikan
wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109)
{قُلْ
مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ}
Katakanlah
: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al-Ahqaf: 9)
Dan
firman Alah Swt. menceritakan perihal umat-umat terdahulu yang mengingkari hal
ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا}
Apakah
manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami? (At-Taghabun: 6)
Karena
itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ}
maka
tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak
mengetahui. (Al-Anbiya:
7)
Maksudnya,
tanyakanlah kepada ahlul ilmi dari kalangan umat-umat terdahulu —seperti
kaum Yahudi dan kaum Nasrani dan semua pemeluk agama terdahulu— apakah
rasul-rasul yang datang kepada mereka itu manusia atau malaikat? Jawaban mereka
tentu saja tiada lain adalah manusia. Hal ini merupakan nikmat Allah Swt. yang
sempurna kepada makhluk-Nya, karena Dia mengutus rasul-rasul-Nya kepada mereka
dari kalangan mereka sendiri, sehingga para rasul itu dapat menyampaikan kepada
mereka dan mereka dapat menerima dari para rasul.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا
يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ}
Dan
tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan. (Al-Anbiya: 8)
Yaitu
sesungguhnya para rasul itu memiliki jasad sebagaimana manusia biasa dan makan
sebagaimana manusia makan. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ
الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي
الأسْوَاقِ}
Dan
Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20)
Sesungguhnya
para rasul itu adalah manusia biasa, mereka makan dan minum seperti lazimnya
manusia, memasuki pasar-pasar untuk mencari mata pencaharian dan berdagang. Hal
tersebut tidaklah membahayakan mereka dan tidak pula mengurangi sedikit pun
martabat mereka seperti yang didugakan oleh orang-orang musyrik dalam ucapan
mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ
وَيَمْشِي فِي الأسْوَاقِ لَوْلا أُنزلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ
نَذِيرًا أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنز أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا
وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا}
Mengapa
rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan
kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama
dengan dia? Atau (mengapa
tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada
kebun baginya yang dia dapat makan dari (hasil) nya? (Al-Furqan:
7-8)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ}
dan
tidak (pula) mereka itu orang-orang
yang kekal. (Al-Anbiya: 8)
di
dunia ini; bahkan mereka hidup, lalu mati sebagaimana manusia biasa. Ucapan
mereka dijawab oleh Allah Swt. dalam ayat lain yang Khitabnya ditujukan
kepada Nabi Saw., yaitu:
{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ
الْخُلْدَ}
Kami
tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu. (Al-Anbiya: 34)
Keistimewaan
para rasul itu ialah mereka diberi wahyu oleh Allah Swt. Para malaikat turun
kepada mereka membawa wahyu dari Allah yang berisikan hukum-hukum buat
makhluk-Nya, menyangkut perintah dan larangan-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ}
Kemudian
Kami tepati janji (yang
telah Kami janjikan). (Al-Anbiya: 9)
Yakni
janji yang telah diberikan oleh Tuhan mereka, bahwa sesungguhnya Dia akan
membinasakan orang-orang yang zalim. Allah memenuhi janj i-Nya kepada para
rasul dan terlaksanalah janj i-Nya itu. Karena itulah maka disebutkan dalam
firman selanjutnya:
{فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ}
Maka
Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki. (Al-Anbiya: 9)
Yaitu
para pengikut mereka dari kalangan orang-orang yang beriman.
{وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ}
dan
Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas. (Al-Anbiya: 9)
Yakni
orang-orang yang mendustakan apa yang disampaikan oleh para rasul.
Al-Anbiya,
ayat 10-15
{لَقَدْ أَنزلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلا تَعْقِلُونَ (10) وَكَمْ قَصَمْنَا
مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آخَرِينَ (11)
فَلَمَّا أَحَسُّوا بَأْسَنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَرْكُضُونَ (12) لَا تَرْكُضُوا
وَارْجِعُوا إِلَى مَا أُتْرِفْتُمْ فِيهِ وَمَسَاكِنِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تُسْأَلُونَ (13) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (14) فَمَا
زَالَتْ تِلْكَ دَعْوَاهُمْ حَتَّى جَعَلْنَاهُمْ حَصِيدًا خَامِدِينَ (15) }
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kalian sebuah kitab yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagi kalian. Maka apakah kamu tiada
memahaminya? Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami
adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka
tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari
negerinya. Janganlah kalian lari tergesa-gesa; kembalilah kalian kepada nikmat
yang telah kalian rasakan dan kepada tempat-tempat kediaman kalian (yang
baik), supaya kalian ditanya. Mereka berkata, "Aduhai, celaka kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Maka tetaplah demikian
keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai,
yang tidak dapat hidup lagi.
Allah
Swt. mengingatkan kemuliaan Al-Qur'an seraya menganjurkan kepada mereka untuk
mengetahui kedudukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ أَنزلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ}
Sesungguhnya
telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat
sebab-sebab kemuliaan bagi kalian. (Al-Anbiya: 10)
Ibnu
Abbas mengatakan, makna Zikrukum ialah sebab-sebab kemuliaan bagi
kalian.
Menurut
Mujahid, maknanya ialah sebab-sebab yang membuat kalian terkenal.
Sedangkan
Al-Hasan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah agama kalian.
أَفَلا
تَعْقِلُونَ
Maka
apakah kalian tiada memahaminya? (Al-Anbiya:
10)
Maksudnya,
memahami nikmat ini dan sebagai terima kasih kalian ialah kalian menerimanya
dengan penerimaan yang baik. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ
وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ}
Dan
sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan
bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (Az-Zukhruf: 44)
*******************
Adapun
firman Allah Swt:
{وَكَمْ قَصَمْنَا مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ
ظَالِمَةً}
Dan
berapa banyaknya (penduduk)
negeri-negeri yang zalim yang telah Kami binasakan. (Al-Anbiya: 11)
Lafaz
"kam" mengandung makna banyak. Seperti makna yang terdapat di
dalam ayat lain, yaitu:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ
بَعْدِ نُوحٍ}
Dan
berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Al-Isra: 17)
{فَكَأَيِّنْ
مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا
وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ}
Berapa
banyak kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan
zalim, maka (tembok-tembok)
kota itu roboh menutupi atap-atapnya. (Al-Hajj: 45), hingga akhir ayat.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آخَرِينَ}
dan
Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain. (Al-Anbiya: 11)
Artinya,
Kami gantikan mereka dengan kaum yang lain sesudah mereka binasa.
{فَلَمَّا أَحَسُّوا بَأْسَنَا}
Maka
tatkala mereka merasakan azab Kami. (Al-Anbiya: 12)
Yakni
mereka merasa yakin bahwa azab bakal menimpa mereka sebagai suatu kepastian
sesuai dengan apa yang diancamkan oleh nabi mereka.
{إِذَا هُمْ مِنْهَا يَرْكُضُونَ}
tiba-tiba
mereka melarikan diri dari negerinya. (Al-Anbiya: 12)
Maksudnya,
mereka melarikan diri dari azab itu.
{لَا تَرْكُضُوا وَارْجِعُوا إِلَى مَا
أُتْرِفْتُمْ فِيهِ وَمَسَاكِنِكُمْ}
Janganlah
kamu lari tergesa-gesa, kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan
dan kepada tempat-tempat kediaman kalian (yang baik). (Al-Anbiya: 13)
Ungkapan
ini mengandung nada memperolok-olokkan mereka. Yakni dikatakan kepada mereka
dengan nada meremehkan, "Janganlah kalian lari terbirit-birit karena
turunnya azab, kembalilah kalian kepada kenikmatan yang kalian bergelimang di
dalamnya dan kepada kehidupan serta tempat-tempat tinggal kalian yang baik-baik
itu." Menurut Qatadah, ungkapan ini mengandung nada ejekan terhadap
mereka.
{لَعَلَّكُمْ تُسْأَلُونَ}
supaya
kalian ditanya. (Al-Anbiya:
13)
Yaitu
dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatan kalian, apakah kalian telah
mensyukuri nikmat-nikmat yang kalian peroleh?
{قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا
ظَالِمِينَ}
Mereka
berkata, "Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zalim.”(Al-Anbiya: 14)
Mereka
mengakui dosa-dosa mereka (saat azab akan menimpa mereka), tetapi nasi sudah
menjadi bubur, hal itu tiada bermanfaat bagi mereka.
{فَمَا زَالَتْ تِلْكَ دَعْوَاهُمْ حَتَّى
جَعَلْنَاهُمْ حَصِيدًا خَامِدِينَ}
Maka
tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman
yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi. (Al-Anbiya: 15)
Yakni
alasan itulah yang terus menerus mereka ucapkan hingga Kami tuai mereka
sehabis-habisnya, dan binasalah mereka tanpa bisa bergerak dan bersuara lagi.
Al-Anbiya,
ayat 16-20
{وَمَا خَلَقْنَا
السَّمَاءَ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ (16) لَوْ أَرَدْنَا أَنْ
نَتَّخِذَ لَهْوًا لاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ (17) بَلْ
نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ
الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ (18) وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَنْ
عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلا يَسْتَحْسِرُونَ (19)
يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ (20) }
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di
antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu
permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki
berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). Sesungguhnya Kami
melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya,
maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagi kalian
disebabkan kalian menyifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak
bagi-Nya). Dan kepunyaan-Ny'alah segala yang di langit dan di bumi dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada henti-hentinya.
Allah
Swt. menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan
sebenar-benarnya, yakni dengan adil dan pertengahan (seimbang).
{لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا
عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
supaya
Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang
telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik
dengan pahala yang lebih baik (surga).
(Al-Najm: 31)
Dia
tidak menciptakan semuanya itu secara sia-sia dan main-main. Ayat ini semakna
dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَمَا خَلَقْنَا
السَّمَاءَ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ}
Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{لَوْ أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا
لاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ}
Sekiranya
Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami.
Jika Kami menghendaki berbuat demikian (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17)
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekiranya
Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami.
(Al-Anbiya: 17) Makna lafaz ladunna sama dengan 'indina yang
artinya dari sisi Kami. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa 'jika demikian
keadaannya, maka Kami tidak perlu menciptakan surga, neraka, kematian,
kebangkitan, dan hisab amal perbuatan'.
Al-Hasan
dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan. (Al-Anbiya:
17) Bahwa al-lahwu artinya wanita menurut bahasa orang-orang Yaman,
Ibrahim
An-Nakha'i mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tentulah Kami
membuatnya. (Al-Anbiya: 17) Yakni dari kalangan bidadari yang bermata
jelita.
Ikrimah
dan As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-lahwu dalam ayat ini
ialah anak. Pendapat yang sebelumnya berkaitan erat dengan pendapat ini.
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ
وَلَدًا لاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ}
Kalau
sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang
dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya, Mahasuci
Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4)
Allah
Swt. menyucikan diri-Nya dari memungut anak secara mutlak, terlebih lagi dari
tuduhan dusta lagi batil yang dilancarkan oleh mereka, bahwa Dia mengambil Isa,
atau Uzair, atau malaikat sebagai anak-Nya.
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَقُولُونَ
عُلُوًّا كَبِيرًا}
Mahasuci
dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang
sebesar-besarnya. (Al-Isra:
43)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ}
Jika
Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17)
Qatadah,
As-Saddi, Ibrahim An-Nakha'i, dan Mugirah ibnu Miqsam mengatakan bahwa makna
ayat ini ialah 'Kami tidak akan melakukan hal itu'.
Mujahid
mengatakan bahwa semua lafaz in yang ada di dalam Al-Qur'an mengandung
makna ingkar atau bantahan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ}
Sebenarnya
Kami melontarkan yang hak kepada yang batil. (Al-Anbiya: 18)
Maksudnya,
Kami menjelaskan perkara hak untuk mengalahkan perkara yang batil. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ}
lalu
yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. (Al-Anbiya: 18)
Yakni
surut dan lenyap.
{وَلَكُمُ الْوَيْلُ}
Dan
kecelakaanlah bagi kalian. (Al-Anbiya:
18)
hai
orang-orang yang mengatakan bahwa Allah beranak.
{مِمَّا تَصِفُونَ}
disebabkan
kalian menyifati (Allah
dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). (Al-Anbiya: 18)
Yaitu
dikarenakan perkataan dan kedustaan kalian itu. Kemudian Allah Swt. menyebutkan
sifat para malaikat, bahwa mereka adalah hamba-hamba-Nya dan kebiasaan mereka
adalah melakukan ketaatan kepadaNya sepanjang siang dan malam hari, tiada
henti-hentinya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَمَنْ عِنْدَهُ}
Dan
kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikai-malaikat yang
di sisi-Nya. (Al-Anbiya:
19)
Yang
dimaksud ialah para malaikat yang ada di sisi-Nya.
{لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ}
mereka
tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya. (Al-Anbiya: 19)
Artinya,
para malaikat itu tiada hentinya melakukan penyembahan kepadaNya secara
terus-menerus. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{لَنْ يَسْتَنْكِفَ الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ
عَبْدًا لِلَّهِ وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ عَنْ
عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا}
Al-Masih
sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat
yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang enggan dari
menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka
semua kepada-Nya. (An-Nisa: 172)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلا يَسْتَحْسِرُونَ}
dan
tiada (pula) merasa letih. (Al-Anbiya:
19)
Yaitu,
mereka tidak pernah merasa lelah, tidak pula merasa jenuh untuk menyembah-Nya.
{يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا
يَفْتُرُونَ}
Mereka
selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiya: 20)
Mereka
terus-menerus bekerja sepanjang malam dan siang dengan penuh ketaatan, tulus
ikhlas, serta mampu melakukannya. Makna ayat ini sama dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}
mereka
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي دُلامة الْبَغْدَادِيِّ، أَنْبَأَنَا
عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
صَفْوَانِ بْنِ مُحرِز، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَام قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ، إِذْ قَالَ لَهُمْ:
"هَلْ تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ؟ " قَالُوا: مَا نَسْمَعُ مِنْ شَيْءٍ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي
لَأَسْمَعُ أَطِيطَ السَّمَاءِ، وَمَا تُلَامُ أَنْ تَئِطَّ، وَمَا فِيهَا
مَوْضِعِ شِبْر إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ قَائِمٌ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Dilamah
Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah
menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz, dari
Hakim ibnu Hizam yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di
antara para sahabatnya, tiba-tiba beliau bersabda kepada mereka,
"Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?" Mereka menjawab,
"Kami tidak mendengar sesuatu pun." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
aku mendengar suara gemuruh di langit, dan tidaklah dicela bila langit
mengeluarkan suara bergemuruh; karena tiada sejengkal tempat pun darinya,
melainkan terdapat seorang malaikat yang sedang sujud atau sedang berdiri (menyembah
Allah Swt.).
Hadis
berpredikat garib, kebanyakan ulama hadis tidak ada yang
mengetengahkannya. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur
Yazid ibnu Abu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah secara mursal.
Muhammad
ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hisan ibnu Mukhariq dari Abdullah ibnul
Haris ibnu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah duduk di majelis Ka'bul Ahbar
saat masih kecil. Lalu ia bertanya kepadanya bagaimanakah pendapatmu mengenai
firman Allah Swt. kepada para malaikat yang menyatakan: Mereka selalu
bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiya: 20)
"Apakah tidak mengganggu tasbih mereka Kalam Allah, risalah dan apa yang
ditugaskan kepada mereka." Ka'bul Ahbar bertanya, "Siapakah anak
ini?" Mereka menjawab, "Dia dari kalangan Bani Abdul Muttalib."
Maka Ka'bul Ahbar mencium kepalanya dan berkata, "Wahai anakku,
sesungguhnya tasbih telah dijadikan bagi mereka sebagaimana dijadikan napas
bagi kalian. Bukankah kamu berbicara sambil bernapas, dan berjalan sambil
bernapas? (Itulah keadaan tasbih mereka)."
Al-Anbiya,
ayat 21-23
{أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً
مِنَ الأرْضِ هُمْ يُنْشِرُونَ (21) لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ
لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (22) لَا
يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (23) }
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat
menghidupkan (orang-orang
mati)? Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai
'Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. Dia tidak ditanya tentang apa yang
diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
Allah
Swt. mengingkari perbuatan orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain-Nya
sebagai sesembahan mereka:
{اتَّخَذُوا آلِهَةً مِنَ الأرْضِ هُمْ
يُنْشِرُونَ}
Apakah
mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? (Al-Anbiya: 21)
Yakni
apakah tuhan-tuhan sembahan mereka itu dapat menghidupkan orang-orang mati dan
membangkitkan mereka dari tanah? Tentu saja mereka tidak akan mampu melakukan
sesuatu pun dari itu. Maka mengapa mereka menjadikannya sebagai tandingan Allah
yang mereka sembah-sembah di samping-Nya.
Kemudian
Allah Swt. memberitahukan bahwa seandainya ada tuhan-tuhan lain selain Allah,
tentulah langit dan bumi ini akan rusak. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ لَفَسَدَتَا}
Sekiranya
ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. (Al-Anbiya:
22)
Ayat
ini semakna dengan firman-Nya:
{مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا
كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ}
Allah
sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau
ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang
diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang
lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (Al-Mu’minun: 91)
Dan
dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا
يَصِفُونَ}
Maka
Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22)
Yaitu
Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan, bahwa Allah beranak atau
bersekutu. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari apa yang dibuat-buat oleh mereka
dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ}
Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
(Al-Anbiya: 23)
Yakni
Dialah Yang memutuskan, tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya dan
tiada seorang pun yang dapat menolak keputusanNya karena keagungan, kebesaran,
ilmu, hikmah, keadilan, dan belas kasihan-Nya.
{وَهُمْ يُسْأَلُونَ}
dan
merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya:
23)
Maksudnya,
Dialah yang akan menanyai makhluk-Nya tentang apa yang telah mereka perbuat.
Semakna dengan firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka
demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah
mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr:
92-93)
Sama
pula dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ}
sedangkan
Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya. (Al-Mu’minun: 88)
Al-Anbiya,
ayat 24-25
{أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ
دُونِهِ آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ
مَنْ قَبْلِي بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ (24)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ (25) }
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah,
"Unjukkanlah hujahmu!" (Al-Qur'an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang
bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya
kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling. Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku.”
Firman
Allah Swt.:
{اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً قُلْ}
Apakah
mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya. Katakanlah. (Al-Anbiya: 24)
hai
Muhammad.
{هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ}
Unjukkanlah
hujah kalian! (Al-Anbiya:
24)
Yakni
dalil yang dijadikan pegangan bagi ucapan kalian itu.
{هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ}
ini
adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku. (Al-Anbiya: 24)
yakni
Al-Qur'an
{وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي}
dan
peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. (Al-Anbiya: 24)
Yaitu
kitab-kitab terdahulu, semuanya berbeda dengan apa yang kalian katakan dan
kalian dugakan. Karena semua kitab yang diturunkan kepada semua nabi yang
diangkat menjadi utusan mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Akan
tetapi, kalian —hai orang-orang musyrik— tidak mengetahui perkara yang hak, dan
kalian selalu berpaling darinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُولٍ إِلا يُوحَى إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Aku!" (Al-Anbiya: 25)
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya yang
mengatakan:
{وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ}
Dan
tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,
"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha
Pemurah?” (Az-Zukhruf: 45)
{وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah
Allah (saja) dan jauhilah Tagut itu.”(An-Nahl:36)
Setiap
nabi yang diutus oleh Allah menyeru manusia untuk menyembah Allah semata, tiada
sekutu bagi-Nya, dan fitrah manusia membenarkan hal ini. Orang-orang musyrik
tidak mempunyai bukti dan hujah buat alasan mereka di hadapan Tuhannya kelak di
hari kemudian, dan bagi mereka murka Allah dan azab yang pedih.
Al-Anbiya,
ayat 26-29
{وَقَالُوا اتَّخَذَ
الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (26) لَا يَسْبِقُونَهُ
بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (27) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ
مُشْفِقُونَ (28) وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ
نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (29) }
Dan mereka
berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mempunyai anak.” Mahasuci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan,
mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat)
dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat, melainkan
kepada orang yang diridai Allah; dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya. Dan barang siapa di antara mereka mengatakan,
"Sesungguhnya aku adalah tuhan selain dari Allah, " maka ia Kami beri
balasan dengan Jahanam, demikianlah Kami memberikan pembalasan kepada
orang-orang zalim.
Allah
Swt. menjawab orang yang menduga bahwa Allah Swt. Yang Mahatinggi lagi Mahasuci
mempunyai anak dari kalangan malaikat, seperti yang dikatakan oleh sebagian
orang-orang Arab di masa lalu. Mereka mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu
adalah anak-anak perempuan Allah. Maka Allah Swt. menjawab mereka melalui
firman-Nya:
{سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ}
Mahasuci
Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat
itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya: 26)
Yakni
para malaikat itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan di sisi-Nya pada
kedudukan dan derajat yang tinggi, dan mereka sangat taat kepada-Nya, baik
secara ucapan maupun perbuatan.
{لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ
بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ}
mereka
itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya. (Al-Anbiya:
27)
Maksudnya,
mereka tidak pernah mengucapkan kata-kata di hadapanNya dan mereka tidak
pernah menentang apa yang diperintahkan kepada mereka, bahkan mereka bersegera
mengerjakannya. Dan pengetahuan Allah meliputi mereka, tiada sesuatu pun dari
mereka yang tersembunyi oleh pengetahuan-Nya.
{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا
خَلْفَهُمْ}
Allah
mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. (Al-Anbiya:
28)
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى}
dan
mereka tiada memberi syafaat, melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain,
yaitu:
{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا
بِإِذْنِهِ}
Siapakah
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Al-Baqarah: 255)
Dan
firman-Nya dalam ayat lain.
{وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا
لِمَنْ أَذِنَ لَهُ}
Dan
tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. (Saba: 23)
Dan
masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna.
*******************
{وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ}
dan
mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (Al-Anbiya: 28)
Yaitu
karena takut dan gentar kepada kebesaran-Nya.
{مُشْفِقُونَ وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي
إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ}
Dan
barang siapa di antara mereka mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah tuhan
selain dari Allah.” (Al-Anbiya:
29)
Yakni
seseorang dari mereka yang mengakui dirinya sebagai tuhan di samping Allah.
{فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ
نَجْزِي الظَّالِمِينَ}
maka
orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan
kepada orang-orang zalim. (Al-Anbiya:
29)
Yaitu
setiap orang yang mengatakan demikian. Makna ayat ini mengandung arti syarat,
dan syarat itu bukan berarti pasti terjadi; sama halnya dengan pengertian yang
terdapat di dalam firman-Nya:
{قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ
فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ}
Katakanlah,
jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula
menyembah (anak itu). (Az-Zukhruf: 81)
Dan
firman Allah Swt.:
{لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ}
Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi. (Az-Zumar: 65)
Al-Anbiya,
ayat 30-33
{أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ
كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ (30)
وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا
فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (31) وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا
مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (32) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
(33) }
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah Kami jadikan di bumi ini
gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka, dan telah Kami
jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat
petunjuk. Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang
mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Allah
Swt. berfirman seraya mengingatkan (manusia) akan kekuasaanNya Yang
Mahasempurna lagi Mahabesar dalam menciptakan segala sesuatu dan semua makhluk
tunduk kepada Keperkasaan-Nya. Untuk itu disebutkan dalam ayat berikut:
{أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 30)
Yakni
orang-orang yang mengingkari ketuhanan-Nya lagi menyembah yang lain bersama
Dia. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah, Dialah Yang Maha Menyendiri dalam
menciptakan makhluk-Nya, lagi Mahakuasa dalam mengatur makhluk-Nya. Maka apakah
pantas bila Dia disembah bersama dengan yang selain-Nya, atau
mempersekutukan-Nya dengan yang lain? Tidakkah mereka perhatikan bahwa langit
dan bumi itu pada asalnya menyatu. Dengan kata lain, satu sama lainnya menyatu
dan bertumpuk-tumpuk pada mulanya. Lalu keduanya dipisahkan dari yang lain,
maka langit dijadikan-Nya tujuh lapis, bumi dijadikan-Nya tujuh lapis pula. Dia
memisahkan antara langit yang terdekat dan bumi dengan udara, sehingga langit
dapat menurunkan hujannya dan dapat membuat tanah (bumi) menjadi subur
karenanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ
حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ}
Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman? (Al-Anbiya:
30)
Padahal
mereka menyaksikan semua makhluk tumbuh sedikit demi sedikit dengan jelas dan
gamblang. Semuanya itu menunjukkan adanya Pencipta, Yang Membuat semuanya,
Berkehendak Memilih, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.
فَفِي كُلّ شَيْءٍ لَهُ آيَة ... تَدُلّ علَى أنَّه وَاحد ...
Pada segala sesuatu terdapat tanda (yang
menunjukkan kekuasaan)-Nya, bahwa Dia adalah Maha Esa.
Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas pernah
ditanya, "Apakah pada permulaannya penciptaan malam lebih dahulu, ataukah
siang lebih dahulu?" Ibnu Abbas menjawab, "Bagaimanakah menurut
kalian, langit dan bumi saat keduanya masih menjadi satu, tentu di antara
keduanya tiada lain kecuali hanya kegelapan. Demikian itu agar kalian
mengetahui bahwa malam itu terjadi sebelum siang."
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Hatim dari
Hamzah ibnu Abu Muhammad, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa
pernah ada seorang lelaki datang kepadanya menanyakan langit dan bumi yang
dahulunya suatu yang padu, lalu Allah memisahkan keduanya. Ibnu Umar berkata,
" Pergilah kepada syekh itu, lalu tanyakanlah kepadanya, kemudian
datanglah kamu kemari dan ceritakanlah kepadaku apa yang telah
dikatakannya." Lelaki itu pergi menemui Ibnu Abbas dan menanyakan masalah
itu kepadanya. Ibnu Abbas menjawab, "Ya, memang dahulunya langit itu
terpadu, tidak dapat menurunkan hujan; dan bumi terpadu (dengannya) sehingga
tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Setelah Allah menciptakan bagi bumi orang
yang menghuninya, maka Dia memisahkan langit dari bumi dengan menurunkan hujan,
dan memisahkan bumi dari langit dengan menumbuhkan tetumbuhan." Lelaki itu
kembali kepada Ibnu Umar dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan
oleh Ibnu Abbas. Maka Ibnu Umar berkata, "Sekarang aku mengetahui bahwa
Ibnu Abbas telah dianugerahi ilmu tentang Al-Qur'an. Dia benar, memang
demikianlah pada asal mulanya." Ibnu Umar mengatakan, "Sebelumnya aku
sering mengatakan bahwa betapa beraninya Ibnu Abbas dalam menafsirkan
Al-Qur'an, sekarang aku mengetahui bahwa dia benar-benar telah dianugerahi ilmu
takwil Al-Our'an."
Atiyyah
Al-Aufi mengatakan bahwa langit ini dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu,
tidak dapat menurunkan hujan, lalu menurunkan hujan. Bumi ini juga dahulunya
merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan, lalu
dijadikan dapat menumbuhkan tetumbuhan.
Ismail
ibnu Abu Khalid mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Saleh Al-Hanafi
tentang makna firman-Nya: bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang terpadu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al-Anbiya:
30) Bahwa langit dahulunya menyatu, lalu dipisahkan menjadi tujuh lapis langit;
dan bumi dahulunya menyatu, lalu dipisah-pisahkan menjadi tujuh lapis.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, hanya ditambahkan dalam riwayatnya
bahwa langit dan bumi menjadi tidak saling berkaitan.
Sa'id
ibnu Jubair mengatakan, bahkan langit dan bumi pada mulanya saling melekat;
setelah langit ditinggikan dan ditampakkan darinya bumi ini, maka kejadian
inilah yang disebutkan 'pemisahan' dalam Al-Qur'an.
Al-Hasan
dan Qatadah mengatakan bahwa langit dan bumi merupakan suatu yang terpadu, lalu
dipisahkan di antara keduanya oleh udara ini.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ
حَيٍّ}
Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30)
Yakni
air merupakan asal mula dari semua makhluk hidup.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَمَاهِرِ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ
بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنِ أَبِي مَيْمُونَةَ ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِذَا رَأَيْتُكَ قَرَّتْ عَيْنِي،
وَطَابَتْ نَفْسِي، فَأَخْبِرْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ، قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ".
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir,
telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah,
bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw., "Wahai Nabiyullah, apabila aku
melihatmu pandanganku menjadi tenang dan hatiku senang. Maka ceritakanlah
kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah Saw. bersabda: Segala
sesuatu diciptakan dari air.
وَقَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ أَبِي
مَيْمُونَةَ، عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي
إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي، وَقَرَّتْ عَيْنِي، فَأَنْبِئْنِي عَنْ كُلِّ
شَيْءٍ. قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ" قَالَ: قُلْتُ:
أَنْبِئْنِي عَنِ أَمْرٍ إِذَا عملتُ بِهِ دَخَلَتُ الْجَنَّةَ. قَالَ: "أفْش
السَّلَامَ، وَأَطْعِمِ الطَّعَامَ، وصِل الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ، ثُمَّ ادْخُلِ الجنَّة بِسَلَامٍ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan
kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Wahai
Rasulullah, apabila aku melihatmu, jiwaku merasa senang dan pandangan mataku
merasa tenang. Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu."
Rasulullah Saw. bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air. Aku
berkata lagi, "Ceritakanlah kepadaku tentang suatu amalan yang bila
kukerjakan dapat mengantarkan diriku untuk masuk surga." Rasulullah Saw.
bersabda: Sebarkanlah salam, berilah makan, bersilaturahmilah, dan salatlah
di malam hari di saat manusia sedang tidur, maka kamu dapat masuk surga dengan
selamat.
Abdus
Samad dan Affan serta Bahz telah meriwayatkan hadis ini dari Hammam. Imam Ahmad
meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sanadnya sesuai dengan syarat Sahihain,
hanya Abu Maimunah adalah salah seorang perawi kitab sunan, nama aslinya
Sulaim. Imam Turmuzi menilainya sahih. Sa'id ibnu Abu Arubah telah
meriwayatkan hadis ini secara mursal dari Qatadah.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ}
Dan
telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung. (Al-Anbiya: 31)
Yaitu
gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar bumi stabil dan tetap, supaya
tidak guncang bersama manusia. Yakni agar bumi tidak bergoyang dan terjadi
gempa yang akan membuat manusia hidup tidak tenang di permukaannya. Bumi itu
tenggelam di dalam air kecuali hanya seperempatnya saja yang menonjol di atas
permukaan air untuk mendapat udara dan sinar matahari, agar penduduknya dapat
melihat langit dan segala sesuatu yang ada padanya berupa tanda-tanda yang
memukaukan dan hikmah-hikmah serta dalil-dalil yang menunjukkan akan kekuasaanNya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ}
supaya
bumi itu (tidak) guncang bersama mereka. (Al-Anbiya:
31)
Maksudnya,
agar bumi tidak mengguncangkan mereka.
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan
telah Kami jadikan (pula)
di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31)
Yakni
celah-celah di gunung-gunung itu yang dapat mereka jadikan sebagai jalan-jalan
dari suatu daerah ke daerah yang lain dan dari suatu kawasan ke kawasan yang
lain. Seperti halnya yang kita saksikan, bahwa gunung itu menjadi pembatas alam
antara satu negeri dengan negeri yang lain. Maka Allah menjadikan padanya
celah-celah dan lereng-lereng agar manusia dapat menempuhnya dari suatu negeri
ke negeri lainnya dengan melaluinya. Karena itulah disebutkan oleh firman
selanjutnya:
{لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ}
agar
mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya:
31)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا}
Dan
Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (Al-Anbiya: 32)
Yakni
di atas bumi, langit bagaikan kubah (atap)nya. Seperti halnya yang disebutkan
oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ
وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ}
Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (Adz-Dzariyat:
47)
Dan
Allah Swt. berfirman:
{وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا}
dan
langit serta pembinaannya. (Asy-Syams:
5)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ
فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ}
Maka
apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikit pun? (Qaf: 6)
Al-bina
artinya pilar kubah, seperti pengertian
yang terdapat di dalam sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"بُنِي الْإِسْلَامُ
عَلَى خَمْسٍ"
Islam
dibangun di atas lima pilar.
Maksudnya,
lima buah pilar penyangga. Hal ini tiada lain menurut kebiasaan orang-orang
Arab disebutkan untuk bangunan kemah.
Mahfuzan,
artinya yang terpelihara; yakni
tinggi dan terjaga agar tidak dapat dicapai.
Mujahid
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ditinggikan.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكي، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنِ أَبِيهِ،
عَنِ أَشْعَثَ -يَعْنِي ابْنَ إسحاق القُمِّي-عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي
الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ رَجُلٌ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ السَّمَاءُ، قَالَ: "مَوْجٌ مَكْفُوفٌ
عَنْكُمْ"
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah
menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as (yakni Ibnu Ishaq Al-Qummi),
dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan, bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Wahai Rasulullah, apakah langit ini?" Rasulullah Saw. menjawab,
"Gelombang yang dicegah dari kalian (agar tidak runtuh menimpa
kalian)."
Sanad
hadis berpredikat garib.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ}
sedangkan
mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya:
32)
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ}
Dan
banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan
Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka
berpaling dari padanya. (Yusuf: 105)
Yakni
mereka tidak mau memikirkan tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah
padanya (langit), seperti luasnya yang sangat besar dan ketinggiannya yang tak
terperikan, bintang-bintang yang menghiasinya —baik yang tetap maupun yang
beredar— yang tampak di malam dan siang harinya dari matahari ini yang menempuh
cakrawala langit seluruhnya dalam waktu sehari semalam, maka matahari beredar
dengan kecepatan yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dari Allah yang
telah mengadakannya, menundukkannya dan memperjalankannya, begitu pula dengan
matahari dan rembulannya.
Ibnu
Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur
wal I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil melakukan tana brata
selama tiga puluh tahun. Seseorang dari mereka bila melakukan ibadah selama
tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh awan. Tetapi ada seseorang dari mereka
yang sudah menjalani ibadahnya selama tiga puluh tahun, namun masih juga tidak
ada awan yang menaunginya, tidak seperti yang terjadi pada teman-temannya. Lalu
lelaki itu mengadu kepada ibunya tentang apa yang dialaminya. Maka ibunya
menjawab, "Hai anakku, barangkali engkau berbuat dosa dalam masa ibadahmu
itu?" Ia menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah melakukan
suatu dosa pun." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu berniat akan
melakukan dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah berniat
seperti itu." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat
kepalamu ke arah langit, lalu menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia
menjawab, "Ya, saya sering melakukan hal itu." Ibunya berkata,
"Itulah kesalahan yang kamu lakukan."
Kemudian
Ibnu Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ}
Dan
Dialah yang telah menciptakan malam dan siang. (Al-Anbiya: 33)
Yakni
malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari dengan cahaya dan
keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang, dan yang lainnya lebih
pendek. Begitu pula sebaliknya.
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ}
matahari
dan bulan. (Al-Anbiya:
33)
Matahari
mempunyai cahaya tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan kelihatan
mempunyai cahaya yang berbeda serta garis edar yang berbeda pula. Masing-masing
menunjukkan waktu yang berbeda.
كُلٌّ
فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Masing-masing
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Al-Anbiya: 33)
Yaitu
beredar.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar pada garis
edarnya, sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar pada falkah (bandul)nya.
Mujahid
mengatakan bahwa alat tenun tidaklah berputar kecuali bila bandulnya berputar;
begitu pula bandul alat tenun, ia tidak berputar kecuali bila alat tenunnya
berputar. Demikian pula bintang-bintang, matahari dan bulan, semuanya beredar
pada garis edarnya masing-masing dengan teratur dan rapi (sehingga tidak
terjadi tabrakan). Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ
سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ}
Dia
menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan
untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha
Mengetahui. (Al-An'am:96)
Al-Anbiya,
ayat 34-35
{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ
مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ (34) كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا
تُرْجَعُونَ (35) }
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum
kamu (Muhammad), maka
jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal. Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian
dikembalikan.
Allah
Swt. berfirman:
{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ}
Kami
tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad). (Al-Anbiya: 34)
Yaitu
di dunia ini, bahkan:
{كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى
وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ}
Semua
yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman:
26-27)'
Sebagian
ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa Khidir a.s. telah wafat dan tidak
hidup sampai sekarang, karena dia adalah seorang manusia, baik ia sebagai
seorang wali, atau seorang nabi atau seorang rasul, sebab Allah Swt. telah
berfirman: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun
sebelum kamu (Muhammad). (Al-Anbiya: 34)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ}
maka
jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (Al-Anbiya: 34)
Yakni
mereka berharap dapat hidup sesudah kamu. Tidak akan terjadi hal seperti ini,
melainkan semuanya pasti mati. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ}
Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. (Al-Anbiya:
35)
Telah
diriwayatkan dari Imam Syafii, bahwa beliau mengemukakan dua bait syair berikut
yang semakna dengan ayat ini, yaitu:
تَمَنَّى رِجَالٌ أَنْ أَمُوتَ وَإِنْ أَمُتْ فَتلْكَ سَبيل لَسْت
فيهَا بأوْحد
فقُلْ للَّذي يَبْغي
خِلَافَ الَّذِي مَضَى: تَهَيَّأ لأخْرى مثْلها فكَأن قَدِ
Banyak kalangan lelaki yang
mengharapkan aku mati cepat, dan memang mati itu merupakan suatu akhir yang
saya tidak menyendiri di dalamnya.
Maka katakanlah kepada orang yang
menginginkan hal yang berbeda dengan pendahulunya, bersiap-siaplah untuk
menghadapi masa hidupnya yang baru, kematian akan tetap menjadi suatu kepastian
baginya.
*******************
Firman
Allah Swt:
{وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
فِتْنَةً}
Kami
akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). (Al-Anbiya:
35)
Artinya,
Kami benar-benar akan menguji kalian —adakalanya dengan musibah dan adakalanya
dengan nikmat— agar Kami dapat melihat siapakah yang bersyukur dan siapakah
yang ingkar, siapakah yang bersabar serta siapakah yang berputus asa (di antara
kalian).
Seperti
yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Kami akan menguji kalian. (Al-Anbiya: 35) Yakni
memberikan cobaan kepada kalian. dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). (Al-Anbiya: 35) Yaitu dengan kesengsaraan
dan kemakmuran, dengan sehat dan sakit, dengan kaya dan miskin, dengan halal
dan haram, dengan taat dan durhaka, serta dengan petunjuk dan kesesatan.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ}
Dan
hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan. (Al-Anbiya: 35)
Maka
Kami akan memberikan balasan kepada kalian sesuai dengan amal perbuatan kalian.
Al-Anbiya,
ayat 36-37
{وَإِذَا رَآكَ الَّذِينَ
كَفَرُوا إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ
وَهُمْ بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ (36) خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلا تَسْتَعْجِلُونِ (37) }
Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya
membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan), "Apakah ini orang yang mencela
tuhan-tuhan kalian?” Padahal mereka adalah orang-orang yang ingkar mengingat
Allah Yang Maha Pemurah. Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.
Kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah
kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.
Allah
Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{وَإِذَا رَآكَ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Dan
apabila orang-orang kafir itu melihat kamu. (Al-Anbiya: 36)
Yakni
orang-orang kafir Quraisy, seperti Abu Jahal dan lain-lainnya.
{إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا}
mereka
hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Al-Anbiya: 36)
Maksudnya,
mereka menjadikan dirimu bahan olok-olok mereka, dan mendiskreditkan kamu
seraya berkata:
{أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ}
Apakah
ini orang yang mencela tuhan-tuhan kalian? (Al-Anbiya: 36)
Mereka
bermaksud bahwa apakah ini orang yang mencaci maki tuhan-tuhan kalian dan yang
membodoh-bodohkan orang-orang terkemuka kalian?
Firman
Allah Swt.:
{وَهُمْ بِذِكْرِ الرَّحْمَنِ هُمْ
كَافِرُونَ}
padahal
mereka adalah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah. (Al-Anbiya: 36)
Yakni
mereka kafir kepada Allah, selain itu mereka memperolok-olok Rasul-Nya. Seperti
pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا
هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولا. إِنْ كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ
آلِهَتِنَا لَوْلا أَنْ صَبَرْنَا عَلَيْهَا وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ
الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلا}
Dan
apabila mereka melihat kamu (Muhammad),
mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan), "Inikah
orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan
kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya.”
Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling
sesat jalannya. (Al-Al-Furqan: 41-42)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ}
Manusia
telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.
(Al-Anbiya: 37)
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lainnya, yaitu:
{وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا}
Dan
adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra: 11)
Yaitu
dalam segala urusannya.
Mujahid
mengatakan bahwa Allah menciptakan Adam setelah Dia menciptakan segala sesuatu,
yaitu di penghujung siang hari Dia menciptakan semua makhluk lainnya. Setelah
roh menghidupkan kedua matanya, lisannya, dan kepalanya, tetapi roh masih belum
sampai ke anggota bagian bawahnya, Adam berkata, "Ya Tuhanku, segerakanlah
penciptaanku sebelum matahari tenggelam."
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ،
أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيُّ، عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ يَوْمٍ طلعت فيه الشَّمْسُ يَوْمُ
الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُهْبِطَ
مِنْهَا، وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ، وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا مُؤْمِنٌ
يُصَلِّي -وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ قَلَّلَها -فَسَأَلَ اللَّهَ خَيْرًا، إِلَّا
أَعْطَاهُ إِيَّاهُ". قَالَ أَبُو سَلَمَةَ: فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
سَلَامٍ: قَدْ عَرَفْتُ تِلْكَ السَّاعَةَ، وَهِيَ آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ مِنْ
يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَهِيَ الَّتِي خَلَقَ اللَّهُ فِيهَا آدَمَ،
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Alqamah ibnu Waqqas Al-Laisi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik hari yang
matahari terbit padanya adalah hari Jumat; pada hari itu Adam diciptakan, dan
pada hari yang sama Adam dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu juga Adam
diturunkan dari surga (ke bumi), dan pada hari itu pula kiamat akan
terjadi. Di dalam hari Jumat terdapat suatu saat yang tidak sekali-kali
seseorang hamba yang beriman menjumpainya dalam keadaan salat —Rasulullah
Saw. mengatakan demikian seraya menggenggamkan jari jemarinya mengisyaratkan
bahwa waktu itu cuma sebentar—lalu ia meminta suatu kebaikan kepada Allah,
melainkan Allah memberinya apa yang dimintanya itu. Abu Salamah mengatakan,
Abdullah ibnu Salam pernah berkata bahwa ia telah mengetahui waktu ijabah itu,
yaitu di penghujung siang hari Jumat. Pada waktu itulah Allah menciptakan Adam.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ
آيَاتِي فَلا تَسْتَعْجِلُونِ}
Manusia
telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.
Kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah
kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera, (Al-Anbiya: 37)
Hikmah
dalam penyebutan bahwa manusia itu berwatak tergesa-gesa ialah bahwa setelah
Allah menyebutkan tentang orang-orang yang memperolok-olok Rasulullah Saw.,
maka timbullah dalam hati kita adanya suatu hipotesis yang mengatakan bahwa
dengan perbuatannya itu seakan-akan mereka meminta segera didatangkan azab
menimpa mereka. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya: Manusia
telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (Al-Anbiya: 37) Karena
sesungguhnya Allah telah memberikan masa tangguh kepada orang yang berbuat
aniaya; hingga manakala Allah mengazab-Nya, maka ia tidak dapat selamat dari
azab-Nya. Allah memberikan masa tangguh, kemudian bila telah tiba saatnya, maka
didatangkan-Nyalah azab itu dengan segera tanpa terlambat barang sedikit waktu
pun. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{سَأُوْرِيكُمْ آيَاتِي}
Kelak
akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda-Ku (Al-Anbiya: 37)
Yakni
pembalasan-Ku, hukum-Ku, dan kekuasaan-Ku terhadap orang-orang yang durhaka
terhadap-Ku.
{فَلا تَسْتَعْجِلُونِ}
Maka
janganlah kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Al-Anbiya: 37)
Al-Anbiya,
ayat 38-40
{وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا
الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (38) لَوْ يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ
لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلا عَنْ ظُهُورِهِمْ وَلا هُمْ
يُنْصَرُونَ (39) بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً فَتَبْهَتُهُمْ فَلا يَسْتَطِيعُونَ
رَدَّهَا وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (40) }
Mereka berkata, 'Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekalian
adalah orang-orang yang benar?” Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui
waktu (di mana) mereka itu
tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari
punggung mereka, sedangkan mereka (tidak pula) mendapat pertolongan, (tentulah
mereka tiada meminta disegerakan). Sebenarnya (azab) itu akan datang
kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka menjadi panik, maka
mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.
Allah
Swt. menceritakan tentang kaum musyrik, bahwa mereka meminta agar azab
didatangkan dengan segera kepada diri mereka, yang hal itu timbul dari ketidakpercayaan
mereka dengan adanya azab tersebut. Mereka mengingkarinya, mendustakannya, dan
menganggap bahwa mustahil azab itu akan datang. Karena itulah mereka
mengatakan, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Mereka
berkata, “Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekalian adalah orang-orang
yang benar?” (Al-Anbiya:
38)
Adapun
firman Allah Swt.:
{لَوْ يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ لَا
يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلا عَنْ ظُهُورِهِمْ}
Andaikata
orang-orang kafir itu mengetahui waktu (di mana) mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka
dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka. (Al-Anbiya:
39)
Yaitu
seandainya mereka meyakini bahwa azab itu pasti menimpa mereka, tentulah mereka
tidak akan meminta agar azab disegerakan, yakni disaat mereka mengetahui bahwa
azab meliputi mereka dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.
{لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ
النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ}
Bagi
mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun
lapisan-lapisan (dari api).
(Az-Zumar: 16)
{لَهُمْ
مِنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ وَمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍ}
Mereka
mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). (Al-A'raf: 41)
Dan
dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{حِينَ لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ
النَّارَ وَلا عَنْ ظُهُورِهِمْ}
waktu
(di mana) mereka itu tidak mampu
mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung
mereka. (Al-Anbiya: 39)
Dalam
ayat lainnya disebutkan oleh firman-Nya:
{سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى
وُجُوهَهُمُ النَّارُ}
Pakaian
mereka adalah dari pelangkin (ter)
dan muka mereka ditutupi oleh api neraka. (Ibrahim: 50)
Kesimpulannya,
azab meliputi diri mereka dari semua arah.
{وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
sedangkan
mereka (tidak pula) mendapat
pertolongan. (Al-Anbiya: 39)
Artinya,
tiada seorang pun yang menolong mereka.
Sama
halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَمَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ}
dan
tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah. (Ar-Ra'd: 34)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً}
Sebenarnya
(azab) itu akan datang kepada
mereka dengan sekonyong-konyong. (Al-Anbiya: 40)
Maksudnya,
siksaan itu pasti akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba.
{فَتَبْهَتُهُمْ}
lalu
membuat mereka menjadi panik. (Al-Anbiya:
40)
Yakni
mereka menjadi terkejut oleh azab itu, akhirnya mereka menjadi panik, tidak tahu
apa yang harus mereka lakukan.
{فَلا يَسْتَطِيعُونَ رَدَّهَا}
maka
mereka tidak sanggup menolaknya. (Al-Anbiya:
40)
Yaitu
mereka tidak dapat berkelit mengelakkan diri dari azab itu.
{وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ}
dan
tidak (pula) mereka diberi tangguh. (Al-Anbiya;
40)
Artinya,
azab itu tiada ditangguhkan barang sedikit waktu pun dari mereka.
Al-Anbiya, ayat 41-43
{وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ
بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ (41) قُلْ مَنْ يَكْلَؤُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مِنَ
الرَّحْمَنِ بَلْ هُمْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِمْ مُعْرِضُونَ (42) أَمْ لَهُمْ
آلِهَةٌ تَمْنَعُهُمْ مِنْ دُونِنَا لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَ أَنْفُسِهِمْ وَلا
هُمْ مِنَّا يُصْحَبُونَ (43) }
Dan
sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu, maka
turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang dahulu selalu
mereka perolok-olokkan. Katakanlah, "Siapakah yang dapat memelihara kalian
di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?” Sebenarnya mereka adalah
orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka. Atau adakah mereka
mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (azab) Kami.
Tuhan-tuhan itu tidak sanggup menolong diri mereka sendiri dan tidak (pula)
mereka dilindungi dari (azab) Kami itu?
Allah Swt. menghibur hati
Rasul-Nya yang sedang menghadapi gangguan yang menyakitkan dari kaum musyrik
yang mengejek dan mendustakannya.
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ
بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ}
Dan sungguh telah
diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang
yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang dahulu selalu mereka
perolok-olokkan. (Al-Anbiya: 41)
Yakni azab yang dahulunya mereka
anggap mustahil akan terjadi. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ
فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا
مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ}
Dan sesungguhnya telah
didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu,
tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang
dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya
telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu. (Al-An'am: 34)
Dalam ayat selanjutnya Allah
menyebutkan tentang semua nikmat yang telah diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya,
yaitu Dia memelihara mereka sepanjang malam dan siang hari melalui
penjagaan-Nya yang tidak pernah tidur barang sekejap pun. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{قُلْ مَنْ يَكْلَؤُكُمْ بِاللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ مِنَ الرَّحْمَنِ}
Katakanlah, "Siapakah
yang dapat memelihara kalian di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?” (Al-Anbiya: 42)
Maksudnya, siapakah yang
mengganti menjaga kalian selain dari Tuhan Yang Maha Pemurah? Pengertian min
bermakna badal (pengganti) ini sama dengan apa yang terdapat di
dalam perkataan seorang penyair:
جَارية لَمْ تَلْبَس المُرقَّقا ... وَلَم تَذق منَ البُقول الفُسْتُقا ...
Dia
adalah seorang budak perempuan yang tidak pernah memakai pakaian yang lembut,
dan tidak pernah merasakan enaknya kacang fustuk sebagai pengganti kacang
biasa.
Yaitu dia tidak pernah mencicipi
rasanya fustuk sebagai ganti dari kacang yang biasa dimakannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَلْ هُمْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِمْ
مُعْرِضُونَ}
Sebenarnya mereka adalah
orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka. (Al-Anbiya: 42)
Maksudnya, mereka tidak mengakui
nikmat dan kebaikan Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, bahkan mereka
berpaling dari ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{أَمْ لَهُمْ آلِهَةٌ تَمْنَعُهُمْ مِنْ
دُونِنَا}
Atau apakah mereka mempunyai
tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (azab)
Kami. (Al-Anbiya: 43)
Istifham atau kata tanya dalam ayat ini mengandung makna ingkar, peringatan,
dan celaan. Dengan kata lain, apakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat
mencegah mereka dan memelihara mereka dari azab Kami selain Kami sendiri? Duduk
perkara yang sebenarnya tidaklah seperti apa yang mereka ilusikan, tidak pula
seperti apa yang mereka dugakan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya;
{لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَ أَنْفُسِهِمْ}
Tuhan-tuhan itu tidak sanggup
menolong diri mereka sendiri. (Al-Anbiya: 43)
Yakni tuhan-tuhan yang
diandalkan oleh mereka selain Allah, sama sekali tidak dapat menolong diri
mereka sendiri.
Firman Allah Swt.:
{وَلا هُمْ مِنَّا يُصْحَبُونَ}
dan tidak (pula) mereka dilindungi dari (azab) Kami itu? (Al-Anbiya:
43)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa tuhan-tuhan mereka itu tidak dilindungi dari azab Kami.
Qatadah mengatakan, mereka tidak
memperoleh suatu kebaikan pun dari Allah.
Sedangkan menurut lainnya
mengatakan: dan tidak (pula) mereka dilindungi dari (azab) Kami itu? (Al-Anbiya:
43) Bahwa mereka tidak dapat mencegah diri mereka dari azab Allah.
Al-Anbiya,
ayat 44-47
{بَلْ مَتَّعْنَا هَؤُلاءِ
وَآبَاءَهُمْ حَتَّى طَالَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُ أَفَلا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي
الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ (44) قُلْ إِنَّمَا
أُنْذِرُكُمْ بِالْوَحْيِ وَلا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا
يُنْذَرُونَ (45) وَلَئِنْ مَسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِنْ عَذَابِ رَبِّكَ
لَيَقُولُنَّ يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (46) وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ
الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ
مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ (47) }
Sesungguhnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka
kenikmatan (hidup
di dunia) hingga panjanglah umur mereka. Maka apakah mereka tidak melihat
bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya
dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang? Katakanlah (hai
Muhammad), "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu
sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan,
apabila mereka diberi peringatan.” Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa
sedikit saja dari azab Tuhanmu, pastilah mereka berkata, "Aduhai,
celakalah kami, bahwa kami , adalah orang yang menganiaya diri sendiri.”Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji
sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami
menjadi orang-orang yang membuat perhitungan.
Allah
Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang musyrik; sesungguhnya yang
mendorong dan menjerumuskan mereka ke dalam lembah kesesatan ialah karena
mereka diberi kenikmatan kehidupan dunia dan mereka tenggelam ke dalam
kesenangannya. Umur mereka dipanjangkan dalam kesesatannya sehingga mereka
menduga bahwa diri mereka mempunyai sesuatu pegangan hidup. Kemudian Allah
berfirman menasihati mereka:
{أَفَلا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ
نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا}
Maka
apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi
luasnya dari segala penjurunya. (Al-Anbiya: 44)
Para
ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini. Dalam tafsir surat
Ar-Ra'd telah kami sebutkan bahwa tafsir yang paling baik sehubungan dengan
makna ayat ini ialah dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ
الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan
sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami
telah datangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali
(bertobat). (Al-Ahqaf: 27)
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah suatu berita gembira akan
menangnya Islam atas kekufuran. Dengan kata lain, tidakkah mereka mengambil
pelajaran dari pertolongan Allah kepada kekasih-kekasih-Nya atas
musuh-musuh-Nya, dan Allah telah membinasakan umat-umat yang mendustakan
rasul-rasul-Nya dari kalangan penduduk negeri-negeri yang aniaya, dan Dia
menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman? Karena itu, disebutkan oleh
firman-Nya:
{أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ}
Maka
apakah mereka yang menang? (Al-Anbiya:
44)
Yakni
bahkan merekalah yang dikalahkan, direndahkan, dirugikan lagi terhina.
Firman
Allah Swt.:
{قُلْ إِنَّمَا أُنْذِرُكُمْ بِالْوَحْيِ}
Katakanlah
(hai Muhammad), "Sesungguhnya
aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu.” (Al-Anbiya:
45)
Yaitu
sesungguhnya aku hanya menyampaikan dari Allah apa yang aku peringatkan kepada
kalian, yaitu pembalasan dan azab-Nya, melalui wahyu yang diturunkan-Nya
kepadaku. Akan tetapi, peringatan ini tiada gunanya lagi bagi orang-orang yang
pandangan hatinya dibutakan oleh Allah dan pendengaran serta hatinya telah
dikunci mati oleh-Nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman
selanjutnya:
{وَلا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا
مَا يُنْذَرُونَ}
dan
tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi
peringatan. (Al-Anbiya:
45)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَئِنْ مَسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِنْ عَذَابِ
رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ}
Dan
sesungguhnya jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhanmu, pastilah
mereka berkata, "Aduhai, celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang
menganiaya diri sendiri.” (Al-Anbiya:
46)
Maksudnya,
bilamana mereka yang mendustakan rasul-rasuI-Nya itu tertimpa oleh sedikit dari
azab Allah, tentulah mereka mengakui dosa-dosanya dan bahwa mereka adalah
orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri di dunia ini.
Firman
Allah Swt.:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ
الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا}
Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya:
47)
Yakni
Kami akan meletakkan timbangan (neraca) yang tepat kelak di hari kiamat bagi
amal perbuatan mereka. Menurut pendapat kebanyakan ulama, sesungguhnya yang
dimaksud hanyalah sebuah neraca, dan sesungguhnya diungkapkan dalam ayat ini
dalam bentuk jamak hanyalah karena memandang dari segi banyaknya amal
perbuatan yang ditimbang dengannya.
Firman
Allah Swt.:
{فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ
مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ}
maka
tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji
sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)wya. Dan cukuplah Kami menjadi
orang-orang yang membuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47)
Semakna
dengan apa yang disebutkan Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا}
Dan
Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49)
{إِنَّ
اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا
وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا}
Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa:
40)
Dan
firman Allah Swt., menyitir kata-kata Luqman kepada anak-anaknya:
{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ
حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي
الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}
Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya
Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كَلِمَتَانِ
خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى
الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ"
Ada
dua kalimat yang ringan dibaca lisan, tetapi berat di dalam timbangan lagi
disukai oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu Subhanallah (Mahasuci Allah) Wabihamdihi (dan
dengan memuji kepada-Nya) Subhanallahil 'Azim (Mahasuci Allah lagi
Mahabesar).
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الطَّالَقَاني، حَدَّثَنَا
ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ لَيْثِ بْنِ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ يَحْيَى،
عَنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إن الله عَزَّ وَجَلَّ يَسْتَخْلِصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى
رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً
وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مَدُّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يقول أتنكر من هذا
شيئًا؟ أَظْلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ؟ قَالَ: لَا يَا رَبِّ، قَالَ:
أَفَلَكَ عُذْرٌ، أَوْ حَسَنَةٌ؟ " قَالَ: فَيُبْهَتُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ:
لَا يَا رَبِّ. فَيَقُولُ: بَلَى، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً وَاحِدَةً، لَا
ظُلْمَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ. فَيُخْرِجُ لَهُ بِطَاقَةً فِيهَا: "أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ"
فَيَقُولُ: أَحْضِرُوهُ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ
هَذِهِ السِّجِلَّاتِ؟ فَيَقُولُ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ، قَالَ: "فَتُوضَعُ
السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ [وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ] "، قَالَ:
"فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ" قَالَ: "وَلَا
يَثْقُلُ شَيْءٌ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq
At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Lais ibnu Sa'd,
dari Amir ibnu Yahya, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul 'As menceritakan hadis berikut, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. memanggil seorang
lelaki dari kalangan umatku di antara para makhluk kelak di hari kiamat. Lalu
dibeberkan di hadapan lelaki itu sembilan puluh sembilan catatan, setiap
catatan selebar sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman, "Apakah
engkau mengingkari sesuatu dari catatan ini? Dan apakah para malaikat pencatat
amal-Ku berbuat aniaya kepadamu?” Lelaki itu menjawab, "Tidak, ya
Tuhanku.” Allah berfirman, "Apakah kamu punya alasan atau suatu kebaikan?”
Lelaki itu terdiam, lalu menjawab, "Tidak punya, ya Tuhanku.” Allah
berfirman, "Tidak demikian, kamu punya suatu amal kebaikan di sisi Kami,
pada hari ini kamu tidak akan dianiaya.” Lalu dikeluarkanlah sebuah kartu yang
padanya tercatat kalimat, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.'' Maka Allah
berfirman, "Datangkanlah ia.” Lalu lelaki itu bertanya, "Wahai
Tuhanku, apakah kartu ini dan semua lembaran catatan ini?” Allah berfirman,
"Sesungguhnya kamu tidak dianiaya.” Maka diletakkanlah lembaran catatan
pada salah satu dari kedua sisi neraca itu, sedangkan di sisi lainnya
diletakkan kartu tersebut. Ternyata timbangan lembaran catatan amal perbuatan
ringan, sedangkan timbangan kartu itu berat. Rasul Saw. bersabda,
"Tiada sesuatu pun yang lebih berat daripada Bismillahir Rahmanir Rahim.”
Imam
Turmuzi meriwayatkan hadis ini —juga Ibnu Majah melalui hadis— Al-Lais ibnu
Sa'd; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ عَمْرِو بْنِ
يَحْيَى، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم: "تُوضَعُ الْمَوَازِينُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُؤْتَى
بِالرَّجُلِ، فَيُوضَعُ في كفة، فيوضع ما أحصى عليه، فتايل بِهِ الْمِيزَانُ"
قَالَ: "فَيُبْعَثُ بِهِ إِلَى النَّارِ" قَالَ: فَإِذَا أَدْبَرَ بِهِ
إِذَا صَائِحٌ مِنْ عِنْدِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: [لَا تَعْجَلُوا] ،
فَإِنَّهُ قَدْ بَقِيَ لَهُ، فَيُؤْتَى بِبِطَاقَةٍ فِيهَا "لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ" فَتُوضَعُ مَعَ الرَّجُلِ فِي كِفَّةٍ حَتَّى يَمِيلَ بِهِ
الْمِيزَانُ"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Amr ibnu Yahya, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli,
dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Kelak di hari kiamat neraca akan diletakkan, lalu dihadapkan
seorang lelaki (yang akan ditimbang), maka ia diletakkan di salah satu
dari kedua sisi neraca itu, sedangkan di sisi lainnya di letakkan catatan amal
perbuatannya, dan ternyata catatan amal perbuatannya lebih berat. Kemudian
lelaki itu dikirimkan ke neraka. Tetapi ketika lelaki itu dibawa ke neraka,
tiba-tiba terdengarlah suara seruan dari sisi Tuhan Yang Maha Pemurah seraya
mengatakan, "Janganlah kalian (para malaikat) tergesa-gesa, karena
sesungguhnya ia masih mempunyai suatu amal lagi.” Lalu didatangkanlah sebuah
kartu yang padanya tertulis kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah.” Dan
kartu itu diletakkan di timbangannya, sehingga timbangannya jauh lebih berat
dari catatan perbuatannya).
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو نُوحٍ قُرَادٌ أَنْبَأَنَا لَيْثُ بْنُ
سَعْدٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ
عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي
مَمْلُوكِينَ، يَكْذِبُونَنِي، وَيَخُونُونَنِي، وَيَعْصُونَنِي، وَأَضْرِبُهُمْ
وَأَشْتُمُهُمْ، فَكَيْفَ أَنَا مِنْهُمْ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُحْسَبُ مَا خَانُوكَ وَعَصَوْكَ وَكَذَّبُوكَ
وَعِقَابُكَ إِيَّاهُمْ، إِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ دُونَ ذُنُوبِهِمْ،
كَانَ فَضْلًا لَكَ [عَلَيْهِمْ] وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ بِقَدْرِ
ذُنُوبِهِمْ، كَانَ كَفَافًا لَا لَكَ وَلَا عَلَيْكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ
إِيَّاهُمْ فَوْقَ ذُنُوبِهِمْ، اقْتُصَّ لَهُمْ مِنْكَ الْفَضْلُ الَّذِي يَبْقَى
قِبَلَكَ". فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَبْكِي بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَيَهْتِفُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما لَهُ أَمَا يَقْرَأُ كِتَابَ اللَّهِ؟: {وَنَضَعُ
الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا
وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا
حَاسِبِينَ} فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَجِدُ شَيْئًا خَيْرًا
مِنْ فِرَاقِ هَؤُلَاءِ -يَعْنِي عَبِيدَهُ-إِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّهُمْ أحرار كلهم
Imam
Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh, telah
menceritakan kepada kami Laioe ibnu Sa'd, dari Malik ibnu Anas, dari Az-Zuhri,
dari Urwah, dari Siti Absyah, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat
Rasulullah Saw. duduk di hadapan beliau, lalu lelaki itu berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki budak-budak yang pernah berdusta,
berkhianat dan menentang perlakuan terhadap caci maki mereka. Bagaimanakah
tentang perlakuanku terhadap mereka itu? Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya: Kelak akan diperhitungkan kadar khianat, durhaka, dan dusta mereka
kepadamu, dan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Jika hukumanmu kepada
mereka sesuai dengan kadar pelanggaran mereka, maka hal itu impas, tidak
membawa manfaat kepadamu dan tidak pula menimpakan mudarat kepadamu. Jika
hukumanmu kepada mereka masih di bawah kadar pelanggaran mereka, maka hal itu
merupakan suatu keutamaan bagimu. Dan jika hukumanmu kepada mereka lebih dari
kadar pelanggaran mereka, maka mereka akan menuntut balas darimu kelebihan
hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Kemudian lelaki itu menangis di
hadapan Rasulullah Saw. seraya bergumam. Maka Rasulullah Saw. bersabda,
"Mengapa dia tidak membaca firman Allah Swt. yang mengatakan: Kami akan
memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
sesesorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya sebesar biji
sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya Dan cukuplah Kami
sebagai Pembuat Perhitungan' (Al-Anbiya: 47)." Maka lelaki itu
berkata, "Wahai Rasulullah, tiadajalan lain yang lebih baik bagiku selain
berpisah dari mereka —yakni budak-budaknya—. Sesungguhnya aku bersaksi kepadamu
bahwa mereka semuanya merdeka."
Al-Anbiya, ayat 48-50
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى
وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ (48) الَّذِينَ
يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ (49)
وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنزلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (50) }
Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan
penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang takut akan (azab)
Tuhan mereka, sedangkan mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut
akan (tibanya) hari kiamat. Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan)
yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu
mengingkarinya?
Dalam pembahasan yang terdahulu
telah kami peringatkan bahwa Allah Swt. sering membarengkan sebutan Musa dengan
Muhammad Saw. beserta kitabnya masing-masing. Maka dalam ayat ini pun
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ
الْفُرْقَانَ}
Dan sesungguhnya telah Kami
berikan kepada Musa dan Harun kitab Taurat. (Al-Anbiya:
48)
Mujahid mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan Al-Furqdn dalam ayat ini ialah Kitab.
Abu Saleh mengatakan, makna yang
dimaksud ialah kitab Taurat.
Menurut Qatadah yaitu kitab
Taurat yang di dalamnya diterangkan halal dan haram, serta dibedakan antara
perkara yang hak dan perkara yang batil.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna
yang dimaksud ialah pertolongan.
Kesimpulan dari semua pendapat
mengenai hal ini ialah bahwa semua Kitab samawi di dalamnya terkandung pemisah
antara perkara yang hak dan perkara yang batil, jalan hidayah dan jalan sesat,
kekeliruan dan kebenaran, halal dan haram. Sebagaimana kitab samawi pun
mengandung cahaya penerang bagi hati, hidayah, membangkitkan rasa takut, dan
berserah diri kepada Allah. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا
لِلْمُتَّقِينَ}
kitab Taurat dan penerangan
serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Anbiya:
48)
Yakni sebagai peringatan dan
pengajaran buat mereka. Kemudian Allah menyifati mereka yang bertakwa melalui
firman-Nya, yaitu:
{الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ}
orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedangkan mereka tidak melihat-Nya. (Al-Anbiya:
49)
Sama halnya dengan firman Allah
Swt. yang mengatakan:
{مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ
وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ}
(Yaitu) orang yang takut kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah, sedangkan Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia
datang dengan hati yang bertobat. (Qaf: 33)
{إِنَّ الَّذِينَ
يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang
takut kepada Tuhannya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh
ampunan dan pahala yang besar. (Al-Mulk: 12)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ}
dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. (Al-Anbiya: 49)
Maksudnya, takut dan gentar
terhadapnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنزلْنَاهُ}
Dan Al-Qur’an ini adalah
suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah
yang telah Kami turunkan. (Al-Anbiya: 50)
Yaitu Al-Qur'an yang tidak
datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.
{أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ}
Maka mengapakah kalian
mengingkarinya? (Al-Anbiya: 50)
Yakni apakah kalian mengingkari
kebenaran Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an begitu jelas dan gamblang?
Al-Anbiya,
ayat 51-56
{وَلَقَدْ آتَيْنَا
إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ (51) إِذْ قَالَ
لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
(52) قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ (53) قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ
أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (54) قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ
أَمْ أَنْتَ مِنَ اللاعِبِينَ (55) قَالَ بَل رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (56) }
Dan sesungguhnya
telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan
Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaannya. (Ingatlah) ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini
yang kalian tekun beribadat kepadanya?” Mereka menjawab, "Kami mendapati
bapak-bapak kami menyembahnya.” Ibrahim berkata, "Sesungguhnya kalian dan
bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata.” Mereka menjawab, "Apakah
kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk
orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan
kalian ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk
orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.”
Allah
Swt. menceritakan perihal kekasih-Nya, yaitu Nabi Ibrahim a.s.; bahwa Dia telah
menganugerahinya hidayah kebenaran sebelum itu. Yakni sejak ia kecil Allah
telah mengilhamkan kebenaran dan hujah kepadanya untuk mendebat kaumnya,
seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا
إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ}
Dan
itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (Al-An'am: 83)
Diceritakan
pula kisah-kisah lainnya yang menyangkut Nabi Ibrahim, bahwa semasa kecilnya
ayahnya pernah memasukkannya ke dalam sebuah terowongan; saat itu ia masih
menyusu. Sesudah beberapa hari ayahnya membawa keluar sehingga Ibrahim dapat
melihat bintang-bintang di malam hari dan juga makhluk-makhluk lainnya, maka
Ibrahim melihat adanya kekuasaan Allah Swt. pada kesemuanya itu.
Kisah-kisah
yang dikemukakan oleh ulama tafsir, juga oleh selain mereka, kebanyakan
bersumber dari hadis-hadis israiliyat. Maka mana pun di antaranya yang sesuai
dengan keterangan yang ada pada kita bersumber dari Nabi Saw. yang terpelihara,
kita dapat menerimanya. Dan mana saja dari kisah-kisah itu yang tidak sesuai
dengan pegangan kita, maka kita tidak dapat menerimanya. Sedangkan mengenai
kisah-kisah itu yang tidak ada kesesuaian dan pertentangannya dengan
sumber-sumber yang ada pada kita, kita bersikap tidak membenarkannya, tidak
pula mendustakannya, melainkan kita bersikap abstain (tidak memberikan
tanggapan apa pun) terhadapnya.
Kebanyakan
ulama Salaf memperbolehkan mengemukakan kisah-kisah jenis terakhir ini dalam
periwayatannya, tetapi kebanyakan dari kisah-kisah jenis ini tidak mengandung
faedah apa pun dan tiada suatu masukan pun yang bermanfaat bagi agama kita.
Seandainya kisah-kisah ini mengandung faedah yang bermanfaat bagi agama
orang-orang yang mukallaf, tentulah hal tersebut dijelaskan oleh syariat agama
kita yang sempurna ini.
Sikap
yang kami ambil dalam tafsir ini ialah mengesampingkan banyak hadis israiliyat,
mengingat dengan mengemukakannya berarti menyia-nyiakan waktu. Juga karena di
dalam kisah-kisah israiliyat banyak hal dusta yang dipublikasikan oleh para
empunya; Karena sesungguhnya menurut mereka tidak ada bedanya antara berita
yang benar dan berita yang dusta, seperti yang telah dibuktikan oleh para Imam
ahli huffaz yang mendalam dari kalangan umat ini (umat Islam).
Secara
garis besarnya dapat disimpulkan, Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah
memberikan hidayah kebenaran kepada Ibrahim a.s. sebelum Musa dan Harun.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ}
dan
adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.
(Al-Anbiya: 51)
Yakni
Ibrahim a.s. memang berhak untuk memperolehnya. Kemudian disebutkan dalam
firman selanjutnya:
{إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ
التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ}
(Ingatlah)
ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung
apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?" (Al-Anbiya: 52)
Inilah
yang dimaksud dengan hidayah kebenaran yang telah diperoleh Ibrahim sejak dia
masih usia kanak-kanak. Ia mengingkari kaumnya yang menyembah berhala-berhala
selain Allah Swt. untuk itu ia berkata kepada mereka, seperti yang disitir oleh
firman-Nya: Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya? (Al-Anbiya:
52) Yakni kalian menyembahnya dengan penuh ketekunan.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad
As-Sabbah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah yang tuna netra, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Al-Asbag ibnu Nabatah yang
menceritakan bahwa Khalifah Ali r.a. melewati suatu kaum yang sedang bermain
catur. Maka ia berkata "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun
memainkannya? Sungguh bila seseorang di antara kalian memegang bara api hingga
padam, jauh lebih baik daripada menyentuh permainan catur itu."
{قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا
عَابِدِينَ}
Mereka
menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (Al-Anbiya: 53)
Mereka
tidak mempunyai suatu alasan pun selain perbuatan bapak-bapak mereka yang
sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي
ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya
kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata. (Al-Anbiya: 54)
Yaitu
berbicara dengan bapak-bapak kalian yang perbuatan mereka kalian jadikan
alasan, sama saja dengan berbicara dengan kalian; kalian dan mereka sama saja
berada dalam kesesatan dan bukan berada dalam jalan yang lurus.
Setelah
Ibrahim a.s. menilai dangkalnya pikiran mereka dan sesatnya bapak-bapak mereka
serta menghina berhala-berhala sesembahan mereka.
{قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنْتَ
مِنَ اللاعِبِينَ}
Mereka
menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah
kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” (Al-Anbiya: 55)
Mereka
mengatakan bahwa apakah perkataanmu ini sebagai kata laknat atau sebagai kata
mainan, karena sesungguhnya kami belum pernah mendengar kata-kata seperti itu
sebelum kamu.
{قَالَ بَل رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ}
Ibrahim
berkata, "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakannya.” (Al-Anbiya:
56)
Yakni
Tuhan kalian ialah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia; Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dan semua makhluk yang ada di dalamnya. Dialah yang memulai
penciptaan mereka, dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu.
{وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ}
dan
aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. (Al-Anbiya: 56)
Artinya,
dan saya bersaksi bahwa Dia adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia.
Al-Anbiya,
ayat 57-63
{وَتَاللَّهِ لأكِيدَنَّ
أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ (57) فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلا
كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ (58) قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا
بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ (59) قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ
يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ (60) قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ (61) قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا
إِبْرَاهِيمُ (62) قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ
كَانُوا يَنْطِقُونَ (63) }
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim
membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.
Mereka berkata, "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap
tuhan-tuhan kami? Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.” Mereka
berkata, "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini
yang bernama Ibrahim.” Mereka berkata, "(Kalau demikian) bawalah
dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak agar mereka menyaksikan.”
Mereka bertanya, "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap
tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang
besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka
dapat berbicara.”
Kemudian
Ibrahim a.s. bersumpah —yang sumpahnya dapat didengar oleh sebagian kaumnya—
bahwa sesungguhnya dia akan membuat tipu daya terhadap berhala-berhala mereka,
yakni dia benar-benar akan menyakiti hati mereka dengan memecahkan
berhala-berhala mereka sesudah mereka pergi menuju ke tempat perayaan mereka.
Menurut kisahnya, mereka (kaum Nabi Ibrahim) mempunyai hari pasaran tertentu
yang mereka rayakan di suatu tempat.
As-Saddi
mengatakan bahwa ketika hari raya itu sudah dekat masanya, ayah Ibrahim
berkata, "Hai anakku, seandainya kamu keluar bersama kami menuju ke tempat
perayaan kami, niscaya kamu akan kagum kepada agama kami." Maka Ibrahim
keluar (berangkat) bersama mereka. Ketika di tengah jalan, Ibrahim menjatuhkan
dirinya ke tanah dan berkata, "Sesungguhnya aku sakit." Ketika
kaumnya melaluinya, sedangkan dia dalam keadaan tergeletak, mereka bertanya, "Mengapa
kamu?" Ibrahim menjawab, "Sesungguhnya saya sakit."
Setelah
sebagian besar dari kaumnya telah berlalu dan yang tertinggal hanyalah
orang-orang yang lemah dari kalangan mereka, Ibrahim berkata, seperti yang
disitir oleh firman-Nya:
{تَاللَّهِ لأكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ}
Demi
Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala
kalian. (Al-Anbiya: 57)
Maka
ucapannya itu didengar oleh mereka.
Ibnu
Ishaq telah meriwayatkan dari Abul Ahwas dari Abdullah yang telah mengatakan,
bahwa ketika kaum Nabi Ibrahim ke luar menuju ke tempat perayaan mereka, mereka
melalui Ibrahim, lalu berkata kepadanya, "Hai Ibrahim, tidakkah engkau
keluar bersama kami?" Ibrahim menjawab, "Sesungguhnya aku sedang
sakit." Dan adalah sebelumnya, yakni kematian. Demi Allah, sesungguhnya
aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian
pergi meninggalkannya. (Al-Anbiya: 57) Maka ucapannya itu didengar oleh
sebagian orang dari kalangan kaumnya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا}
Maka
Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong. (Al-Anbiya: 58)
Yakni
hancur berkeping-keping dipecahkan oleh Nabi Ibrahim, kecuali berhala yang
paling besar. Di dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ}
Lalu
dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulinya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (Ash-Shaffat: 93)
Adapun
firman Allah Swt.:
{لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ}
agar
mereka kembali (untuk
bertanya) kepadanya. (Al-Anbiya: 58)
Menurut
suatu kisah, Ibrahim a.s. meletakkan kapak di tangan berhala yang terbesar,
untuk memberikan gambaran kepada mereka bahwa berhala yang terbesarlah yang
memecahkan berhala-berhala lainnya. Karena mereka tidak mau menyembahnya, maka
ia memecahkan semua berhala kecil yang membangkang kepadanya.
{قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا
إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ}
Mereka
berkata, "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami?
Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiya: 59)
Yakni
setelah mereka kembali dari perayaannya dan menyaksikan apa yang telah
dilakukan oleh Ibrahim terhadap berhala-berhala mereka, sebagai suatu
penghinaan dan ejekan yang menunjukkan bahwa berhala-berhala itu bukanlah tuhan
dan para penyembahnya hanyalah orang-orang yang kurang waras akalnya. Mereka
berkata, "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami?
Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Anbiya: 59)
Maksudnya, orang yang berbuat ini adalah orang yang zalim.
Kemudian
disebutkan dalam firman selanjutnya:
{قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ
يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ}
Mereka
berkata, "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini
yang bernama Ibrahim.” (Al-Anbiya:
60)
Orang
yang melaporkan demikian adalah seseorang yang mendengar Ibrahim mengucapkan
sumpahnya, bahwa dia akan membuat tipu daya terhadap berhala-berhala mereka. Ia
melaporkan kepada kaumnya: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela
berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. (Al-Anbiya: 60)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami
Jarir ibnu Abdul Hamid, dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang telah
mengatakan bahwa tidak sekali kali Allah mengutus seorang nabi melainkan masih
berusia muda, dan tidaklah seseorang dianugerahi ilmu melainkan selagi ia masih
berusia muda. Lalu Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Mereka berkata, "Kami
dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama
Ibrahim.” (Al-Anbiya: 60)
*******************
Allah
Swt. berfirman, menceritakan ucapan mereka:
{قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ
النَّاسِ}
Mereka
berkata, "(Kalau demikian) bawalah
dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak.” (Al-Anbiya: 61)
Yakni
di mata orang banyak, yang saat itu semua orang hadir. Ternyata apa yang telah
direncanakan oleh Nabi Ibrahim mencapai sasarannya dengan tepat. Dalam
pertemuan yang besar ini Ibrahim a.s. bermaksud menjelaskan kepada mereka akan
kebodohan dan kekurangan akal mereka karena menyembah berhala-berhala tersebut
yang tidak dapat menolak suatu mudarat pun dari dirinya, tidak pula dapat
membela dirinya. Maka mengapa berhala-berhala itu dimintai sesuatu dari hal
tersebut?
{قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا
بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا}
Mereka
bertanya, "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan
kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itu
yang melakukannya. (Al-Anbiya:
62-63)
Yakni
berhala yang dibiarkannya dan tidak dipecahkannya itu.
{فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ}
maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara. (Al-Anbiya: 63)
Sesungguhnya
Ibrahim a.s. melontarkan jawaban ini tiada lain agar mereka menyadari bahwa
berhala itu tidak dapat bicara karena berhala itu berupa patung yang terbuat
dari benda mati (lalu mengapa mereka menyembahnya).
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Hisyam ibnu Hissan,
dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"إِنَّ إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، لَمْ يَكْذِبْ
غَيْرَ ثَلَاثٍ: ثِنْتَيْنِ فِي ذَاتِ اللَّهِ، قَوْلُهُ: {بَلْ فَعَلَهُ
كَبِيرُهُمْ هَذَا} وَقَوْلُهُ {إِنِّي سَقِيمٌ} قَالَ: "وَبَيْنَا هُوَ
يَسِيرُ فِي أرض جبار من الجبابرة ومعه سَارَةُ، إِذْ نَزَلَ
مَنْزِلًا فَأَتَى الْجَبَّارَ رَجُلٌ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَدْ نَزَلَ بِأَرْضِكَ
رَجُلٌ مَعَهُ امْرَأَةٌ أَحْسَنُ النَّاسِ، فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَجَاءَ،
فَقَالَ: مَا هَذِهِ الْمَرْأَةُ مِنْكَ؟ قَالَ: هِيَ أُخْتِي. قَالَ: فَاذْهَبْ
فَأَرْسِلْ بِهَا إِلَيَّ، فَانْطَلَقَ إِلَى سَارَةَ فَقَالَ: إِنَّ هَذَا
الْجَبَّارَ سَأَلَنِي عَنْكِ فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّكِ أُخْتِي فَلَا تُكَذِّبِينِي
عِنْدَهُ، فَإِنَّكِ أُخْتِي فِي كِتَابِ اللَّهِ، وَأَنَّهُ لَيْسَ فِي الْأَرْضِ
مُسْلِمٌ غَيْرِي وَغَيْرُكِ، فَانْطَلَقَ بِهَا إِبْرَاهِيمُ ثُمَّ قَامَ
يُصَلِّي. فَلَمَّا أَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ فَرَآهَا أَهْوَى إِلَيْهَا،
فَتَنَاوَلَهَا، فَأُخِذَ أَخْذًا شَدِيدًا، فَقَالَ: ادْعِي اللَّهَ لِي وَلَا
أَضُرُّكِ، فَدَعَتْ لَهُ فَأُرْسِلَ، فَأَهْوَى إِلَيْهَا، فَتَنَاوَلَهَا
فَأُخِذَ بِمِثْلِهَا أَوْ أَشَدَّ. فَفَعَلَ ذَلِكَ الثَّالِثَةَ فَأُخِذَ،
[فَذَكَرَ] مِثْلَ الْمَرَّتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ فَقَالَ ادْعِي اللَّهَ فَلَا
أَضُرُّكِ. فَدَعَتْ، لَهُ فَأُرْسِلَ، ثُمَّ دَعَا أَدْنَى حُجَّابِهِ، فَقَالَ:
إِنَّكَ لَمْ تَأْتِنِي بِإِنْسَانٍ، وَإِنَّمَا َتَيْتَنِي بِشَيْطَانٍ،
أَخْرِجْهَا وَأَعْطِهَا هَاجَرَ، فَأُخْرِجَتْ وَأُعْطِيَتْ هَاجَرَ،
فَأَقْبَلَتْ، فَلَمَّا أَحَسَّ إِبْرَاهِيمُ بِمَجِيئِهَا انْفَتَلَ مِنْ
صِلَاتِهِ، قَالَ: مَهْيَم؟ قَالَتْ: كَفَى اللَّهُ كَيْدَ الْكَافِرِ الْفَاجِرِ،
وَأَخْدَمَنِي هَاجَرَ"
Sesungguhnya
Ibrahim as. tidak berdusta selain dalam tiga hal. Dua di antaranya terhadap Zat
Allah, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Sebenarnya patung yang
besar itu yang melakukannya" (Al-Anbiya:
63). Dan apa yang disebutkan oleh firman-Nya, "Sesungguhnya aku
sakit" (Ash-Shaffat: 89). Dan ketika Ibrahim sedang berjalan di
suatu negeri yang berada di bawah kekuasaan seorang raja yang angkara murka,
saat itu ia membawa Sarah —istrinya—lalu ia turun istirahat di suatu tempat.
Maka ada seseorang melaporkan kepada raja yang angkara murka itu, bahwa
sesungguhnya telah singgah di negerimu ini seorang lelaki dengan membawa
seorang wanita yang sangat cantik. Maka si raja lalim itu mengirimkan utusannya
memanggil Ibrahim, kemudian Ibrahim datang menghadap, dan si raja lalim
bertanya, "Siapakah wanita yang kamu bawa itu?” Ibrahim Menjawab,
"Saudara perempuanku.” Si raja berkata, "Pergilah kamu dan bawalah
dia menghadap kepadaku.” Maka Ibrahim pergi menuju ke tempat Sarah, lalu ia
berkata kepadanya, "Sesungguhnya si raja lalim ini telah bertanya kepadaku
tentang kamu, saya jawab bahwa engkau adalah saudara perempuanku, maka
janganlah kamu mendustakan aku di hadapannya. Karena sesungguhnya engkau adalah
saudara perempuanku menurut Kitabullah. Dan sesungguhnya di muka bumi ini tiada
seorang muslim pun selain aku dan kamu.” Ibrahim membawa Sarah pergi, lalu
Ibrahim melakukan salat. Setelah Sarah masuk ke dalam istana raja dan si raja
melihatnya. Maka si raja menubruknya dengan maksud akan memeluknya, tetapi si
raja mendadak menjadi sangat kaku sekujur tubuhnya. Lalu ia berkata,
"Doakanlah kepada Allah untuk kesembuhanku, maka aku tidak akan mengganggumu.”
Sarah berdoa untuk kesembuhan si raja. Akhirnya si raja sembuh, tetapi si raja
kembali menubruknya dengan maksud memeluknya. Tiba-tiba ia mendadak mengalami
peristiwa yang pertama tadi, bahkan kali ini lebih parah. Raja melakukan hal
itu sebanyak tiga kali; setiap kali ia melakukannya, ia ditimpa musibah itu
seperti kejadian yang pertama dan yang kedua. Akhirnya si raja berkata,
"Doakanlah kepada Allah, maka aku tidak akan mengganggumu lagi.” Sarah
berdoa untuk kesembuhan si raja, dan si raja sembuh seketika itu juga. Sesudah
itu si raja memanggil penjaga (pengawal)nya yang terdekat dan
berkata, "Sesungguhnya yang kamu datangkan kepadaku bukanlah manusia
melainkan setan. Keluarkanlah dia dan berikanlah Hajar kepadanya.” Maka Sarah
dikeluarkan (dibebaskan) dan diberi hadiah seorang budak wanita bernama
Hajar, lalu pulang (ke tempat suaminya). Setelah Ibrahim merasakan
kedatangan istrinya, ia berhenti dari salatnya, lalu bertanya,
"Bagaimanakah beritanya?” Sarah menjawab, "Allah telah melindungiku
dari tipu daya si kafir yang durhaka itu dan memberiku seorang pelayan bernama
Hajar.”
Muhammad
ibnu Sirin mengatakan bahwa Abu Hurairah apabila usai menceritakan kisah ini
mengatakan, "Itulah cerita ibu kalian, hai orang-orang nomaden."
Al-Anbiya, ayat 64-67
{فَرَجَعُوا إِلَى
أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ (64) ثُمَّ نُكِسُوا
عَلَى رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلاءِ يَنْطِقُونَ (65) قَالَ
أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا
يَضُرُّكُمْ (66) أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلا
تَعْقِلُونَ (67) }
Maka
mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata,
"Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)." Kemudian kepala mereka
jadi tertunduk (dan berkata), "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” Ibrahim berkata,
"Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat
memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada
kalian?” Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.
Maka apakah kalian tidak memahami.”
Allah Swt. berfirman
menceritakan tentang kaum Ibrahim saat Ibrahim berkata kepada mereka apa yang
telah dikatakannya.
{فَرَجَعُوا إِلَى أَنْفُسِهِمْ}
Maka mereka telah kembali kepada
kesadaran mereka. (Al-Anbiya: 64)
Yakni mencela diri mereka
sendiri karena tidak bersikap hati-hati dan tidak menjaga berhala-berhala
sembahan mereka, lalu mereka berkata:
{إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ}
Sesungguhnya kamu sekalian
adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri).
(Al-Anbiya: 64)
Karena kalian meninggalkan
berhala-berhala kalian tanpa ada seorang pun yang menjaganya.
{ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُءُوسِهِمْ}
kemudian kepala mereka
menjadi tertunduk. (Al-Anbiya: 65)
Yaitu mereka menundukkan kepalanya,
memandang ke arah bawah, lalu berkata:
{لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلاءِ يَنْطِقُونَ}
Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak
dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65)
Qatadah mengatakan bahwa kaum
Nabi Ibrahim kebingungan, lalu mereka mengatakan sebagaimana yang disitir oleh
firman-Nya: Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa mereka (berhala-berhala
ini) tidak dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65)
As-Saddi mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: kemudian kepala mereka jadi tertunduk. (Al-Anbiya:
65) Yakni dalam menghadapi ujian dari Nabi Ibrahim itu.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa
mereka melakukan demikian karena memikirkan jawabannya.
Tetapi pendapat Qatadah lebih
jelas dan lebih kuat, karena sesungguhnya mereka melakukan hal itu tiada lain
karena kebingungan dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Karena itulah
mereka berkata kepada Ibrahim: Sesungguhnya kamu mengetahui bahwa
berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65) Maka mengapa
kamu katakan kepada kami agar kami menanyakan kepada berhala-berhala itu jika
mereka berbicara, sedangkan kamu mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak
dapat berbicara.
Maka pada saat itu juga Ibrahim
berkata kepada mereka setelah mereka mengakui hal tersebut:
{أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا
يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ}
Maka mengapakah kalian
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan
tidak (pula) memberi mudarat kepada kalian? (Al-Anbiya:
66)
Dengan kata lain, dapat
disebutkan bahwa jika berhala-berhala itu tidak dapat berbicara dan tidak
membahayakan, maka mengapa kalian menyembah mereka selain Allah?
{أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ
دُونِ اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka
apakah kalian tidak memahami? (Al-Anbiya: 67)
Mengapa kalian tidak merenungkan
perbuatan sesat kalian dan kekafiran kalian yang berat ini. Hal itu tidaklah
laku kecuali hanya di kalangan orang-orang yang bodoh, aniaya, lagi pendurhaka.
Ibrahim dapat menegakkan hujahnya terhadap mereka dan membungkam mereka. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا
إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ} الْآيَةَ
Dan itulah hujah Kami yang
Kami .berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (Al-An'am: 83), hingga akhir ayat.
Al-Anbiya, ayat 68-70
{قَالُوا حَرِّقُوهُ
وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي
بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ
الأخْسَرِينَ (70) }
Mereka
berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian
benar-benar hendak bertindak.” Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah
dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim, "mereka hendak berbuat makar terhadap
Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.
Setelah Nabi Ibrahim mematahkan
hujah kaumnya, menjelaskan kelemahan mereka, serta menampakkan kebenaran dan
menghapuskan kebatilan, maka mereka beralih membalasnya dengan menggunakan
kekuasaan raja mereka, lalu mereka berkata:
{حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ فَاعِلِينَ}
Bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak bertindak. (Al-Anbiya: 68)
Kemudian mereka mengumpulkan
kayu bakar yang banyak sekali.
As-Saddi menceritakan,
sampai-sampai ada seorang wanita yang sakit, lalu ia bernazar bahwa jika ia
sembuh dari penyakitnya, ia akan membawakan kayu bakar itu buat membakar Nabi
Ibrahim.
Kayu-kayu bakar itu kemudian
dikumpulkan di tanah yang legok dan mereka menyalakannya dengan api sehingga
terjadilah api yang sangat besar yang belum pernah ada api sebesar itu. Nyala
api itu mengeluarkan percikan-percikan yang sangat besar, dan nyalanya sangat tinggi.
Ibrahim dimasukkan ke dalam sebuah alat pelontar batu besar atas saran seorang
Badui dari kalangan penduduk negeri Persia berbangsa Kurdi. Menurut Syu'aib
Al-Jiba'i, nama lelaki itu adalah Haizan; maka Allah membenamkannya ke dalam
bumi, dan ia tenggelam terus ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Setelah mereka melemparkan Nabi
Ibrahim ke dalam nyala api itu, Nabi Ibrahim mengucapkan, "Cukuplah Allah
bagiku, Dia adalah sebaik-baik Pelindung."
Seperti yang disebutkan di dalam
riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari melalui Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas
pernah berkata, "Cukuplah Allah bagiku, Dia adalah sebaik-baik
Pelindung," "Kalimat inilah yang diucapkan oleh Ibrahim ketika ia
dilemparkan ke dalam nyala api, juga kalimat yang diucapkan oleh Muhammad Saw.
ketika mereka mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang kafir Mekah telah
menghimpun bala tentara bersekutu untuk menyerang kalian, maka takutlah kalian
kepada mereka." Tetapi iman kaum mukmin bertambah tebal, dan mereka
mengatakan, "Cukuplah Allah bagi kami. Dia adalah sebaik-baik
Pelindung."
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا ابْنُ هِشَامٍ،
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عليه وسلم "لما أُلْقِيَ إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فِي النَّارِ
قَالَ: اللَّهُمَّ، إِنَّكَ فِي السَّمَاءِ وَاحِدٌ، وَأَنَا فِي الْأَرْضِ
وَاحِدٌ أَعْبُدُكَ"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ishaq
ibnu Sulaiman, dari Abu Ja'far dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah
yang telah berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika Ibrahim
a.s. dilemparkan ke dalam nyala api, ia mengucapkan "Ya Allah,
sesungguhnya Engkau di langit Esa dan saya di bumi seorang diri menyembah-Mu.”
Menurut suatu riwayat, ketika
mereka mengikatnya, (Nabi Ibrahim) mengucapkan doa berikut, "Tidak ada
Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu semua
kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu." Syu'aib Al-Jiba-i mengatakan bahwa saat
itu usia Ibrahim a.s. enam belas tahun; hanya Allah-lah yang lebih mengetahui
kebenarannya.
Sebagian ulama Salaf menyebutkan
bahwa Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya di langit, lalu Jibril
bertanya, "Apakah kamu mempunyai suatu permintaan?" Ibrahim menjawab,
"Adapun meminta kepadamu, saya tidak akan mau. Tetapi jika kepada Allah,
saya mau."
Sa'id ibnu Jubair mengatakan,
telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Ibrahim dilemparkan ke
dalam nyala api, malaikat penjaga hujan berkata, "Bilamana aku
diperintahkan untuk menurunkan hujan, aku akan menurunkannya." Akan
tetapi, perintah Allah lebih cepat daripada perintah malaikat itu. Allah
berfirman:
{يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى
إِبْرَاهِيمَ}
Hai api,, menjadi dinginlah
dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. (Al-Anbiya:
69)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa
tiada suatu apa pun di bumi ini melainkan pasti padam.
Ka'bul Ahbar mengatakan, tiada
seorang pun pada hari itu yang menggunakan api (karena api tidak panas), dan
api tidak membakar kecuali hanya tali-tali yang mengikat tubuh Nabi Ibrahim
a.s.
As-Sauri telah meriwayatkan dari
Al-A'masy, dari seorang syekh, dari Ali ibnu Abu Talib sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69 ) Yaitu api tidak
membahayakannya.
Ibnu Abbas dan Abul Aliyah
mengatakan bahwa seandainya Allah tidak berfirman: dan menjadi keselamatan
bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69 ) tentulah dinginnya api itu akan menyakiti
Ibrahim.
Juwaibir telah meriwayatkan dari
Ad-Dahhak, sehubungan dengan makna firman-Nya: menjadi dinginlah dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69) Mereka membuat tumpukan kayu
yang sangat besar, lalu dinyalakan api padanya dari semua sisinya; tetapi api
tidak membakar tubuhnya barang sedikit pun hingga Allah memadamkannya.
Mereka menceritakan pula bahwa
Jibril ada bersama dengan Ibrahim seraya mengusapi keringat dari wajah Ibrahim,
tiada sesuatu pun yang mengenai tubuh Ibrahim kecuali hanya keringat itu.
As-Saddi mengatakan, Nabi
Ibrahim di dalam api itu ditemani oleh malaikat penjaga awan.
Ali ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan
kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Al-Minhal ibnu Amr yang mengatakan,
"Saya pernah mendengar kisah Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api,
bahwa ia berada dalam api itu selama kurang lebih lima puluh atau empat puluh
hari. Ibrahim mengatakan, "Tiada suatu hari atau suatu malam pun yang
lebih menyenangkan bagiku selain saat-saat aku berada di dalam api. Aku
menginginkan jika semua kehidupanku seperti ketika aku berada di dalam api
itu."
Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir
telah meriwayatkan melalui Abu Hurairah yang mengatakan bahwa sesungguhnya
kalimat yang paling indah yang pernah dikatakan oleh ayah Nabi Ibrahim ialah
perkataannya saat diperlihatkan kepadanya keadaan Ibrahim di dalam api. Ia
melihat Ibrahim sedang mengusap keningnya, lalu ayah Ibrahim berkata,
"Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, hai Ibrahim."
Qatadah mengatakan bahwa pada
hari itu tiada suatu hewan pun yang datang, melainkan berupaya memadamkan api
agar tidak membakar Nabi Ibrahim, terkecuali tokek. Az-Zuhri mengatakan, Nabi
Saw. memerintahkan agar tokek dibunuh dan beliau memberinya nama fuwaisiq.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدِ اللَّهِ ابْنُ
أَخِي ابْنِ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي عَمِّي، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، أَنَّ
نَافِعًا حَدَّثَهُ قَالَ: حَدَّثَتْنِي مَوْلَاةُ الْفَاكِهِ بْنِ الْمُغِيرَةِ
الْمَخْزُومِيِّ قَالَتْ: دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ فَرَأَيْتُ فِي بَيْتِهَا
رُمْحًا. فَقُلْتُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، مَا تَصْنَعِينَ بِهَذَا الرُّمْحِ؟
فَقَالَتْ: نَقْتُلُ بِهِ هَذِهِ الْأَوْزَاغَ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِيَ فِي
النَّارِ، لَمْ يَكُنْ فِي الْأَرْضِ دَابَّةٌ إِلَّا تُطْفِئُ النَّارَ، غَيْرَ
الوَزَغ، فَإِنَّهُ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ"، فَأَمَرَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَتْلِهِ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdullah anak saudara Ibnu Wahb, bahwa telah
menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm;
Nafi' pernah menceritakan kepadanya bahwa budak perempuan Al-Fakih ibnul
Mugirah Al-Makhzumi pernah bercerita kepadanya, bahwa ia masuk ke dalam rumah
Siti Aisyah, lalu ia melihat sebuah tombak di dalam rumahnya itu. Maka ia
bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, untuk apakah tombak ini?" Siti
Aisyah menjawab, "Saya gunakan untuk membunuh tokek-tokek ini, karena
sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bahwa sesungguhnya Ibrahim
saat dilemparkan ke dalam nyala api, tiada seekor hewan melata pun melainkan
berupaya memadamkan api itu, selain tokek, karena sesungguhnya tokek meniup api
itu agar membakar Ibrahim. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami
untuk membunuhnya?”
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ
الأخْسَرِينَ}
mereka hendak berbuat makar
terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang merugi. (Al-Anbiya: 70)
Yakni orang-orang yang
terkalahkan lagi terhina, sebab mereka bermaksud membuat makar terhadap Nabi
Allah (Ibrahim a.s.). Maka Allah membalas makar mereka dan menyelamatkan
Ibrahim dari api itu. Saat itu kalahlah mereka.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa
ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api, dan raja mereka datang untuk
menyaksikannya, maka terjatuhlah percikan api mengenai jempolnya sehingga
percikan api itu membakarnya habis, seperti bulu yang terbakar oleh api.
Al-Anbiya,
ayat 71-75
{وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا
إِلَى الأرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ (71) وَوَهَبْنَا لَهُ
إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلا جَعَلْنَا صَالِحِينَ (72)
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ
الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا
عَابِدِينَ (73) وَلُوطًا آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ
الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ تَعْمَلُ الْخَبَائِثَ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ
سَوْءٍ فَاسِقِينَ (74) وَأَدْخَلْنَاهُ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُ مِنَ
الصَّالِحِينَ (75)
Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Lut ke sebuah negeri yang Kami telah
memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan
Ya’qub, sebagai suatu anugerah (dari Kami). Dan masing-masing Kami
jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami
wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan
zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah; dan kepada Lut, Kami
telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab
yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik, dan Kami masukkan dia ke
dalam rahmat Kami, karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Anbiya:
71-75)
Allah
Swt. menceritakan tentang Ibrahim, bahwa dia diselamatkan oleh Allah dari api
kaumnya dan mengeluarkannya dari kalangan mereka berhijrah ke negeri-negeri
Syam sampai di tanah yang disucikan yang ada di negeri Syam.
Ar-Rabi'
ibnu Anas telah meriwayatkan dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan
dengan makna firman-Nya: ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya
untuk sekalian manusia. (Al-Anbiya: 71) Yakni negeri Syam, tiada suatu batu
besar pun melainkan mengalir air yang tawar dari bagian bawahnya.
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah.
Qatadah
mengatakan bahwa pada mulanya Nabi Ibrahim berada di negeri Irak, kemudian
Allah menyelamatkannya ke negeri Syam. Karena itulah maka negeri Syam disebut
dengan julukan negeri tempat berhijrah; tiada suatu tanah pun yang dikurangi
melainkan di negeri Syam ditambahi, dan tiada suatu kawasan Syam pun yang
dikurangi melainkan dilebihkan di Palestina. Menurut suatu pendapat, negeri
Syam adalah tanah mahsyar dan berbangkit, di negeri Syam Isa putra Maryam
diturunkan, dan di negeri Syam pula Dajjal menemui ajalnya.
Ka'bul
Ahbar telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ke sebuah negeri
yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Al-Anbiya: 71)
Maksudnya, ke negeri Haran.
As-Saddi
mengatakan bahwa Ibrahim dan Lut bertolak menuju negeri Syam. Ibrahim bersua
dengan Sarah putri raja Haran yang tidak setuju dengan agama kaumnya (yang
masih menyembah berhala). Maka Ibrahim menikahinya, lalu membawanya lari dari
negeri itu. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Riwayat ini berpredikat garib, karena sesungguhnya menurut riwayat yang
terkenal Sarah adalah anak pamannya, dan Ibrahim membawanya pergi berhijrah
meninggalkan negerinya menuju negeri lain.
Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tujuan Ibrahim adalah Mekah. Tidakkah
kamu mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ
لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah
(Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (Ali-Imran:
96)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
نَافِلَةً}
Dan
Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim)
Ishaq dan Ya’qub sebagai suatu anugerah (dari Kami). (Al-Anbiya: 72)
Ata
Mujahid, Atiyyah, Ibnu Abbas, Qatadah, dan Al-Hakam ibnu Uyaynah mengatakan
bahwa nafilah adalah cucu laki-laki, yakni Ya'qub adalah anak Ishaq.
Seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
{فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ
إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
Maka
Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir
putranya) Ya'qub. (Hud: 71)
Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Ibrahim meminta seorang putra.
Untuk itu ia mengatakan, seperti yang disebut oleh firman-Nya:
{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ}
Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat: 100)
Maka
Allah memberinya seorang putra bernama Ishaq, lalu Ya'qub, sebagai suatu
anugerah dari-Nya.
*******************
{وَكُلا جَعَلْنَا صَالِحِينَ}
Dan
masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. (Al-Anbiya: 72)
Yaitu
semuanya menjadi orang yang baik lagi saleh.
{وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا}
Kami
telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami. (Al-Anbiya:
73)
Yakni
menjadi para pemimpin yang dianuti. Mereka menyeru manusia untuk menyembah
Allah dengan seizin-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ
الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ}
dan
telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat,
menuaikan zakat. (Al-Anbiya:
73)
Iqamas
salah dan ita-az zakah di- 'ataf-kan
kepada fi'lal khairat sebagai 'ataf khas kepada am, yakni
hal yang terinci di- ataf -kan kepada hal yang umum.
{وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ}
dan
hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah. (Al-Anbiya: 73)
Artinya,
mereka selalu mengerjakan apa yang mereka perintahkan kepada manusia untuk
mengerjakannya.
Kemudian
Allah mengiringi kisah ini dengan kisah Lut ibnu Haran ibnu Azar; dia telah
beriman kepada Ibrahim a.s. dan mengikutinya serta ikut hijrah bersamanya.
Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ وَقَالَ إِنِّي
مُهَاجِرٌ إِلَى رَبِّي}
Maka
Lut membenarkan (kenabian)nya.
Dan berkatalah Ibrahim, "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat
yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku).” (Al-'Ankabut: 26)
Dan
Allah menganugerahi Lut hikmah dan ilmu, serta memberinya wahyu dan
menjadikannya seorang nabi yang Dia utus kepada kaum Sodom dan kawasan yang ada
di sekitarnya. Tetapi mereka menentang dan mendustakannya. Maka Allah
membinasakan mereka dan menghancurkan mereka sehancur-hancurnya, sebagaimana
yang disebutkan di pelbagai surat Al-Qur'an. Karena itulah disebutkan oleh
firman selanjutnya:
{وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْقَرْيَةِ الَّتِي
كَانَتْ تَعْمَلُ الْخَبَائِثَ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَاسِقِينَ *
وَأَدْخَلْنَاهُ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ}
dan
telah Kami selamatkan dia dari (azab
yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik, dan Kami masukkan dia ke
dalam rahmat Kami; karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Anbiya:
74-75)
Al-Anbiya,
ayat 76-77
{وَنُوحًا إِذْ نَادَى
مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ
(76) وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ
كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ (77) }
Dan (ingatlah
kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya,
lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana besar. Dan Kami telah
menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya
mereka adalah kaum yang jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya.
Allah
Swt. menceritakan tentang perkenaan-Nya kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya (yaitu
Nuh a.s.) saat Nuh berdoa memohon kepada-Nya untuk kebinasaan kaumnya karena
telah mendustakannya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ
فَانْتَصِرْ}
Maka
dia mengadu kepada Tuhannya, bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan.
Oleh sebab itu, tolonglah (aku).
(Al-Qamar: 10)
Dan
ucapan Nuh yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى
الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا
عِبَادَكَ وَلا يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا}
Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya
mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain
anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 26-27)
Karena
itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ}
ketika
dia berdoa sebelum itu, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan
dia beserta pengikutnya. (Al-Anbiya:
76)
Yang
dimaksud dengan ahlihi ialah orang-orang yang beriman kepadanya, seperti
yang dijelaskan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ
الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ}
dan
keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang
beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Hud:
40)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ}
dari
bencana yang besar. (Al-Anbiya:
76)
Yakni
dari kesengsaraan, pendustaan, dan gangguan; karena sesungguhnya Nabi Nuh
tinggal di kalangan kaumnya selama seribu tahun kurang lima puluh tahun seraya
menyeru mereka untuk menyembah Allah Swt. Akan tetapi, tidak ada yang beriman
dari mereka kecuali hanya sedikit orang saja. Mereka juga selalu menimpakan
gangguan yang menyakitkan kepada.Nuh, dan saling mewasiatkan kepada generasi
pelanjut mereka —generasi demi generasi— untuk bersikap menentang Nuh.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ}
Dan
Kami telah menolongnya dari kaum. (Al-Anbiya:
77)
Maksudnya,
Kami selamatkan dia dan tolong dia dengan membebaskannya dari kaum.
{الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ
كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ}
yang
telah mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat,
maka Kami tenggelamkan mereka semuanya. (Al-Anbiya: 77)
Yakni
Allah membinasakan mereka secara menyeluruh, sehingga tiada seorang manusia pun
dari kalangan mereka yang hidup di bumi ini, sesuai dengan apa yang didoakan
oleh nabi mereka.
Al-Anbiya,
ayat 78-82
{وَدَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ
إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا
لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ (78) فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلا آتَيْنَا
حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ
وَكُنَّا فَاعِلِينَ (79) وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ
مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ (80) وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ
عَاصِفَةً تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الأرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَكُنَّا
بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ (81) وَمِنَ الشَّيَاطِينِ مَنْ يَغُوصُونَ لَهُ
وَيَعْمَلُونَ عَمَلا دُونَ ذَلِكَ وَكُنَّا لَهُمْ حَافِظِينَ (82) }
Dan (ingatlah
kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai
tanaman, karena tanaman itu di rusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya.
Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami
telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih
tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu
dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih
bersama Daud Dan Kamilah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Daud
membuat baju besi untuk kalian, guna memelihara kalian dalam peperangan kalian.
Maka hendaklah kalian bersyukur (kepada Allah). Dan (telah
Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang
berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan
adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan Kami telah tundukkan (pula
kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya
dan mengerjakan pekerjaan selain dari itu; dan adalah Kami memelihara mereka
itu.
Ibnu
Ishaq telah meriwayatkan dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, bahwa tanaman tersebut adalah
buah anggur yang buah-buahnya telah menjuntai ke bawah. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Syuraih.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa an-nafsy artinya dimakan oleh ternak gembalaan.
Syuraih dan Az-Zuhri serta Qatadah mengatakan bahwa an-nafsy ialah
pengrusakan yang dilakukan di malam hari. Hanya Qatadah menambahkan kalau
pengrusakan itu dilakukan di siang hari, namanya al-haml.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dari Harun ibnu
Idris Al-Asam; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Al-Muharibi, dari Asy'as, dari Abi Ishaq, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah kisah) Daud dan
Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena
tanaman itu di rusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. (Al-Anbiya:
78) Bahwa tanaman tersebut adalah pohon anggur yang buahnya telah masak, lalu
dirusak oleh ternak kambing seseorang. Maka Daud memutuskan agar ternak kambing
itu diserahkan kepada pemilik kebun anggur sebagai gantinya. Maka Sulaiman
berkata, "Bukan demikian, wahai Nabi Allah." Daud bertanya,
"Lalu bagaimanakah pendapatmu?" Sulaiman mengatakan, bahwa hendaknya
kebun anggur itu diserahkan kepada pemilik ternak kambing agar ia mengurusnya
sampai kurma itu berbuah lagi seperti semula; dan ternak kambingnya diserahkan
kepada pemilik kebun kurma, maka pemilik kebun kurma boleh memanfaatkan kambing
itu. Manakala kebun kurma itu telah kembali berbuah seperti sediakala, maka
kebun kurma diserahkan kepada pemiliknya; begitu pula ternak kambing,
diserahkan kepada pemiliknya. Hal tersebutlah yang dimaksudkan oleh firman-Nya:
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang
lebih tepat). (Al-Anbiya: 79)
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Hammad
ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, bahwa telah menceritakan
kepada kami Khalifah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Daud memutuskan
hukum bahwa ternak kambing harus diberikan kepada pemilik tanaman yang
dirusaknya. Maka para penggembala keluar dari majelis hakim bersama
anjing-anjing penjaga ternak kambing mereka. Lalu Sulaiman bertanya kepada
mereka, "Apakah yang telah diputuskan di antara kalian?" Para
penggembala menceritakan kepada Sulaiman apa yang telah diputuskan oleh Nabi
Daud. Lalu Sulaiman berkata, "Seandainya aku diserahi tugas untuk
memutuskan perkara kalian, tentulah aku akan memutuskan peradilan bukan dengan
cara seperti itu." Maka perkataan Sulaiman itu sampai kepada Daud, lalu
Daud memanggilnya dan berkata kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu keputusan
di antara mereka?" Sulaiman menjawab, "Saya akan menyerahkan ternak
kambing kepada pemilik tanaman, maka pemilik tanaman beroleh anak ternak
kambing itu dan air susunya, juga bulunya dan manfaat lainnya. Kemudian pemilik
ternak kambing menanam benih tanaman untuk pemilik kebun dengan tanaman yang
sejenis. Apabila tanaman itu telah mencapai usia yang sama dengan saat semula
(sebelum dirusak ternak kambingnya), maka boleh diambil oleh pemilik tanaman
dan ternak kambing itu diserahkan kepada pemiliknya."
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Khudaij, dari
Abu Ishaq, dari Murrah, dari Masruq yang mengatakan, bahwa tanaman yang dirusak
oleh ternak kambing itu tiada lain adalah pohon kurma. Tiada sehelai daun pun
dan tiada setangkai buahnya pun yang tersisa, melainkan semuanya habis dimakan
ternak kambing. Maka pemilik kebun anggur datang menghadap kepada Daud untuk
mengadukan perkaranya, lalu Daud memutuskan agar ternak kambing itu diserahkan
kepada pemilik kebun anggur. Sulaiman berkata, "Tidak, bukan begitu;
tetapi ternak kambing itu harus dirampas, lalu diserahkan kepada pemilik kebun
anggur yang dirusaknya. Dan pemilik kebun anggur boleh mengambil air susunya
dan manfaat lainnya dari ternak kambing itu. Kemudian pemilik ternak kambing
diserahi kebun anggur untuk mereka tanam kembali dan memeliharanya sampai
kembali berbuah seperti keadaan semula sewaktu belum dirusak oleh ternak
kambingnya. Sesudah itu ternak kambing diserahkan kepada pemiliknya. Begitu
pula kebun anggur itu, dikembalikan kepada pemiliknya."
Hal
yang sama telah dikatakan oleh Syuraih, Murrah, Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid
serta lain-lainnya.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ziyad, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Ismail, dari Amir yang mengatakan, bahwa dua orang lelaki datang kepada Syuraih,
salah seorangnya mengatakan, "Sesungguhnya ternak kambing orang ini telah
merusak alat tenunku." Syuraih menanyainya, "Di siang hari ataukah
malam hari pengrusakannya? Jika pengrusakannya terjadi siang hari, maka pemilik
ternak kambing terbebas dari tanggungannya. Tetapi jika pengrusakannya terjadi
di malam hari, maka pemilik ternak kambing harus menggantinya." Kemudian
Syuraih membaca firman-Nya: Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman,
di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman. (Al-Anbiya: 78),
hingga akhir ayat.
Apa
yang dikatakan oleh Syuraih ini mirip dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd, dari
Az-Zuhri, dari Haram ibnu Sa'd ibnu Muhaisah, bahwa ternak unta Al-Barra ibnu
Azib memasuki kebun milik orang lain dan melakukan pengrusakan di dalamnya.
Maka Rasulullah Saw. memutuskan bahwa pemilik kebun dikenai kewajiban
memelihara kebunnya di siang hari, dan apa yang dirusak oleh ternak di malam
hari kerugiannya ditanggung oleh pemilik ternak. Akan tetapi, hadis ini
ternyata sanadnya mengandung cela; keterangannya telah kami jelaskan di dalam Kitabul
Ahkam.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلا
آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا}
maka
Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada
masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu. (Al-Anbiya: 79)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari
Humaid, bahwa Iyas ibnu Mu'awiyah setelah diangkat menjadi kadi kedatangan
Al-Hasan, lalu Iyas menangis. Maka Al-Hasan bertanya, "Apakah yang
menyebabkan kamu menangis?" Iyas menjawab, "Wahai Abu Sa'id (sebutan
Al-Hasan), telah sampai suatu berita kepadaku, bahwa kadi itu ada tiga macam. Pertama,
seorang kadi yang berijtihad dan ternyata ijtihadnya keliru, maka ia
dimasukkan ke dalam neraka. Kedua, seorang kadi yang cenderung kepada
hawa nafsunya, maka ia dilemparkan ke dalam neraka. Ketiga, seorang kadi
yang berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka ia dimasukkan ke dalam
surga." Al-Hasan Al-Basri berkata, bahwa sesungguhnya di dalam kisah Daud
dan Sulaiman serta nabi-nabi lainnya yang diceritakan oleh Allah kepada kita
terkandung suatu keputusan yang dapat menangkal pendapat mereka. Allah Swt.
telah berfirman: Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu
keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu di rusak
oleh kambing-kambing kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang
diberikan oleh mereka itu. (Al-Anbiya: 78) Allah Swt. memuji Sulaiman,
tetapi Allah tidak mencela Daud. Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa
sesungguhnya para hakim diambil sumpahnya atas tiga perkara. Yaitu hendaknya
mereka tidak menjual keputusannya dengan harga yang sedikit (tidak boleh
ditukar dengan harta duniawi), tidak boleh memperturutkan hawa nafsunya dalam
memberikan keputusan hukum, dan janganlah merasa takut terhadap seseorang pun demi
kebenaran dalam memutuskan hukum. Kemudian Al-Hasan membaca firman-Nya:
{يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً
فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى
فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ}
Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara)
di antara manusia dengan adil, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Shad: 26)
Firman
Allah Swt.:
{فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ}
Karena
itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Al-Maidah: 44)
Dan
firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا}
Dan
janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah. (Al-Baqarah: 4)
Menurut
kami, para nabi itu adalah orang-orang yang di-ma'sum lagi mendapat
bantuan dari Allah Swt. Hal ini merupakan suatu masalah yang tidak
diperselisihkan lagi di kalangan ulama ahli tahqiq, baik dari kalangan ulama
Salaf maupun ulama Khalaf.
Adapun
mengenai selain para nabi, maka telah disebutkan di dalam kitab Sahih
Bukhari sebuah hadis melalui Amr ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أجران، وَإِذَا اجْتَهَدَ
فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ"
Apabila
seorang hakim berijtihad, lalu benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan
apabila ia berijtihad, lalu keliru, maka baginya satu pahala.
Hadis
ini merupakan nas yang menyanggah anggapan Iyas bahwa seorang kadi itu apabila
berijtihad dan ternyata ijtihadnya keliru, maka dimasukkan ke dalam neraka.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Di
dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut:
"الْقُضَاةُ
ثَلَاثَةٌ: قَاضٍ فِي الْجَنَّةِ، وَقَاضِيَانِ فِي النَّارِ: رَجُلٌ عَلِمَ
الْحَقَّ وَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ، وَرَجُلٌ حَكَمَ بَيْنَ النَّاسِ
عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ عَلِمَ الْحَقَّ وَقَضَى بِخِلَافِهِ،
فَهُوَ فِي النَّارِ
Kadi
itu ada tiga macam, seorang di antaranya masuk surga, sedangkan dua orang
lainnya masuk neraka. Yaitu seorang lelaki yang mengetahui perkara yang hak,
lalu ia memutuskan peradilan sesuai dengan kebenaran itu, maka dia masuk surga.
Dan seorang lelaki yang memutuskan hukum di antara manusia tanpa pengetahuan,
maka ia masuk neraka. Dan seorang lelaki yang mengetahui perkara yang benar,
tetapi ia memutuskan peradilan yang bertentangan dengan kebenaran itu, maka ia
dimasukkan ke dalam neraka.
Mirip
dengan kisah yang ada dalam ayat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
حَفْص، أَخْبَرَنَا وَرْقاء عَنْ أَبِي الزِّنَاد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"بَيْنَمَا امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَانِ لَهُمَا، جَاءَ الذِّئْبُ
فَأَخَذَ أَحَدَ الِابْنَيْنِ، فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ، فَقَضَى بِهِ
لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا. فَدَعَاهُمَا سُلَيْمَانُ فَقَالَ: هَاتُوا السِّكِّينَ
أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا، فَقَالَتِ الصُّغْرَى: يَرْحَمُكَ اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا،
لَا تَشُقه، فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى"
telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Warqa,
dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika dua orang wanita sedang bersama
bayinya masing-masing, tiba-tiba datanglah serigala dan memangsa salah seorang
dari kedua bayi itu. Maka kedua wanita itu mengadukan perkaranya kepada Daud.
Daud memutuskan peradilan untuk kemenangan wanita yang tertua di antara
keduanya, lalu keduanya keluar dari majelis peradilan. Tetapi keduanya
dipanggil oleh Sulaiman, dan Sulaiman berkata, "Ambilkanlah pisau besar,
aku akan membelah bayi ini menjadi dua untuk dibagikan kepada kamu berdua.”
Maka wanita yang muda berkata, "Semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya
anak ini adalah anaknya, janganlah engkau membelahnya.” Maka Sulaiman
memutuskan bahwa bayi itu adalah anak wanita yang muda.
Imam
Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya
masing-masing. Imam Nasai meriwayatkannya di dalam Kitabul Qada, Bab
"Hakim Boleh Bersandiwara Menentang Hukum Demi Memperoleh Keterangan yang
Benar."
Begitu
pula kisah yang diketengahkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim ibnu Asakir dalam kisah
biografi Nabi Sulaiman a.s. dalam kitab tarikhnya. Ia meriwayatkannya melalui
jalur Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Safwan ibnu Saleh, dari Al-Walid ibnu Muslim,
dari Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Kisahnya
cukup panjang, sedangkan secara singkat adalah seperti berikut:
Di
masa kaum Bani Israil terdapat seorang wanita cantik yang disukai oleh empat
orang pemimpin mereka, tetapi wanita itu menolak keinginan masing-masing
pemimpin yang mengajaknya berbuat mesum. Kemudian keempat orang itu sepakat
untuk menjerumuskan wanita itu. Mereka berempat mengemukakan kesaksiannya di
hadapan Daud a.s. bahwa wanita itu telah bersetubuh dengan seekor anjing
miliknya yang telah biasa ia latih untuk tujuan itu. Maka Daud a.s.
memerintahkan agar wanita itu dihukum rajam sampai mati.
Kemudian
pada sore harinya Sulaiman duduk dan berkumpul bersama anak-anak remaja yang
seusia dengannya. Sulaiman bersandiwara dengan mereka, ia berperan menjadi
seorang hakim, dan empat orang temannya memakai pakaian yang mirip dengan apa
yang dipakai oleh keempat orang pemimpin tersebut. Sedangkan seorang anak lagi
dari kalangan temannya memakai pakaian wanita. Kemudian keempat anak itu
berpura-pura melakukan kesaksian untuk menjerumuskan si wanita tersebut, bahwa
wanita itu telah melakukan persetubuhan dengan anjing peliharaannya.
Sulaiman
(yang memegang peran sebagai hakim) berkata, "Pisahkanlah masing-masing
dari mereka." Maka Sulaiman menanyai saksi yang pertama, "Apakah
warna anjing itu?" Saksi yang pertama menjawab, bahwa warna bulu anjing
itu hitam. Setelah itu ia dipisahkan, lalu Sulaiman memanggil saksi lainnya dan
menanyakan kepadanya tentang warna bulu anjing tersebut. Saksi kedua menjawab,
bahwa warna bulu anjing itu adalah merah. Saksi yang ketiga mengatakan kelabu,
sedangkan saksi yang terakhir mengatakan putih. Maka pada saat itu juga
Sulaiman berpura-pura menjatuhkan hukuman mati kepada keempat saksi tersebut.
Ketika
permainan sandiwara itu dikisahkan kepada Daud a.s., maka saat itu juga Daud
a.s. memanggil kembali keempat orang lelaki tadi. Lalu ia menanyai mereka
seorang demi seorang secara terpisah mengenai warna bulu anjing yang diajak
mesum oleh wanita yang telah dijatuhi hukuman rajam sampai mati tadi. Ternyata
jawaban masing-masing berbeda-beda, akhirnya Nabi Daud a.s. memerintahkan agar
mereka dihukum mati.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُدَ الْجِبَالَ
يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ}
dan
telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama
Daud. (Al-Anbiya: 79), hingga akhir ayat.
Demikian
itu terjadi karena suara Daud yang sangat merdu bila membaca kitab Zaburnya.
Tersebutlah bahwa apabila Daud melagukan bacaan kitabnya, maka burung-burung
yang ada di udara berhenti dan menjawabnya, gunung-gunung pun menjawab bacaannya
dan mengikutinya. Karena itulah ketika Nabi Saw. melewati Abu Musa Al-Asy'ari
r.a yang sedang membaca Al-Qur’an di malam hari, Abu Musa Al-Asy'ari mempunyai
suara yang sangat merdu, maka Nabi Saw. berhenti dan mendengarkan bacaannya.
Dan Rasulullah Saw. bersabda:
"لَقَدْ أُوتِيَ
هَذَا مَزَامِيرَ آلِ دَاوُدَ"
Sesungguhnya
orang ini telah dianugerahi sebagian dari kemerduan (keindahan) suara keluarga Nabi
Daud yang merdu bagaikan suara seruling.
Maka
Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Wahai Rasulullah, seandainya saya
mengetahui bahwa engkau mendengarkan bacaan saya, tentulah saya akan
memperindah suara saya dengan seindah-indahnya demi engkau."
Abu
Usman An-Nahdi mengatakan bahwa ia belum pernah mendengar suara alat musik apa
pun yang lebih indah daripada suara Abu Musa r.a. Selain itu Nabi Saw. pernah
bersabda mengenainya:
لَقَدْ أُوتِيَ
مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ
Sesungguhnya
dia telah dianugerahi sebagian dari kemerduan suara keluarga Daud yang merdu
bagaikan suara seruling.
Firman
Allah Swt.:
{وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ
لِيُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ}
Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kalian, guna memelihara
kalian dalam peperangan kalian. (Al-Anbiya:
80)
Yakni
membuat anyaman baju besi.
Qatadah
mengatakan bahwa sesungguhnya sebelum itu baju besi hanya berupa lempengan,
Daudlah orang yang mula-mula membuatnya dalam bentuk anyaman yang dianyam dalam
bentuk bulatan yang kecil-kecil. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ. أَنِ اعْمَلْ
سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ}
dan
Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah
anyamannya. (Saba: 10-11)
Maksudnya,
janganlah kamu perbesar bulatan-bulatan anyamannya karena akan membuat
pen-pennya terlepas; dan jangan pula kamu pertebal pen-pennya karena akan
membuat bulatan anyamannya robek. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{لِيُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ
شَاكِرُونَ}
guna
memelihara kalian dalam peperangan kalian. Maka hendaklah kalian bersyukur (kepada Allah). (Al-Anbiya: 80)
Yaitu
bersyukurlah atas nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian
melalui hamba-Nya Daud yang telah diajarkan-Nya cara membuat baju besi untuk
kalian.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ عَاصِفَةً}
Dan
(telah Kami tundukkan) untuk
Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya. (Al-Anbiya: 81)
Yakni
Allah memerintahkan kepada angin kencang untuk tunduk kepadanya.
{تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الأرْضِ الَّتِي
بَارَكْنَا فِيهَا}
yang
berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. (Al-Anbiya: 81)
Yaitu
negeri Syam.
{وَكُنَّا بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ}
Dan
adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Anbiya: 81)
Menurut
kisahnya, Sulaiman mempunyai hamparan yang terbuat dari kayu. Di atas hamparan
itu diletakkan semua yang diperlukan oleh Sulaiman dalam urusan kerajaannya,
misalnya kuda-kuda dan unta-unta kendaraan serta kemah-kemah dan bala
tentaranya. Kemudian Sulaiman memerintahkan kepada angin kencang untuk
mengangkat hamparannya. Maka angin kencang memasuki bagian bawah hamparan itu
dan mengangkatnya serta membawanya terbang ke arah yang dikehendaki oleh
Sulaiman. Burung-burung terbang menaunginya dari panasnya sinar matahari
seiring dengan hamparan Sulaiman terbang menuju ke tempat yang dikehendakinya.
Bila telah sampai di tempat tujuan, maka turunlah ia dan semua peralatan, juga
orang-orangnya. Sehubungan dengan hal ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي
بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ}
Kemudian
Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut ke mana saja
yang dikehendaki. (Shad:
36)
Dan
firman Allah Swt.:
{غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ}
yang
perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya
di waktu petang hari sama dengan perjalanan sebulan (pula). (Saba: 12)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, bahwa telah diriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari
Abu Sinan, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ada enam ratus ribu
kursi yang .diletakkan (di atas hamparan Sulaiman), maka duduklah di sekitarnya
orang-orang mukmin dari kalangan manusia, kemudian di belakang mereka duduklah
kaum jin yang beriman. Lalu Sulaiman memerintahkan kepada burung-burung agar
menaungi mereka, dan memerintahkan kepada angin untuk membawa mereka terbang.
Abdullah
ibnu Ubaid ibnu Umair telah mengatakan, bahwa Sulaiman memerintahkan kepada
angin, maka angin berkumpul seperti gumpalan raksasa yang tampak bagaikan
sebuah gunung. Lalu ia memerintahkan agar hamparannya diletakkan di atas angin
itu, kemudian ia memanggil kuda sembraninya (kuda bersayapnya), maka ia
menaikinya dan kuda membawanya naik sampai ke tempat yang paling tinggi dari
hamparannya. Sesudah itu Sulaiman memerintahkan kepada angin untuk membawa
mereka terbang tinggi di atas semua dataran tinggi, tetapi masih di bawah
langit; sedangkan Sulaiman hanya menundukkan kepalanya, tidak berani menoleh ke
arah kanan atau kirinya karena mengagungkan Allah dan sebagai rasa syukur
kepada-Nya; ia mengetahui bahwa dirinya sangatlah kecil di dalam kerajaan Allah
Swt. Karena rasa rendah dirinya itu, angin menaatinya dan tunduk kepadanya; ia
berhenti bila diperintahkan berhenti di tempat yang disukai Sulaiman.
*******************
Firman
Allah Swt.:.
{وَمِنَ الشَّيَاطِينِ مَنْ يَغُوصُونَ لَهُ}
Dan
Kami telah tundukkan (pula
kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya.
(Al-Anbiya: 82)
Yakni
setan-setan itu bertugas menyelam ke dalam laut untuk mengambil mutiara-mutiara
dan berbagai macam perhiasan lainnya.
{وَيَعْمَلُونَ عَمَلا دُونَ ذَلِكَ}
dan
mengerjakan pekerjaan selain dari itu. (Al-Anbiya: 82)
Maksudnya,
setan-setan itu dapat diperintahkan olehnya untuk mengerjakan pekerjaan selain
menyelam ke dalam laut. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ
وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ}
dan
(Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan
semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam
belenggu. (Shad: 37-38)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَكُنَّا لَهُمْ حَافِظِينَ}
dan
adalah Kami memelihara mereka itu. (Al-Anbiya: 82)
Yakni
Allah menjaga Sulaiman bila ada seseorang dari setan-setan itu hendak berbuat
jahat terhadapnya, bahkan semua setan berada dalam genggaman kekuasaan-Nya dan
tunduk di bawah keperkasaan Allah. Tiada seorang pun dari mereka yang berani
mendekati Sulaiman, bahkan Sulaiman berkuasa penuh atas mereka. Jika dia
menghendaki, dapat saja ia menahan seseorang dari mereka yang dikehendakinya,
dapat pula melepaskan siapa pun dari mereka yang dikehendakinya. Karena itulah
dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ}
dan
setan yang lain terikat dalam belenggu. (Shad: 38)
Al-Anbiya,
ayat 83-84
{وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى
رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83)
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ
وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84) }
dan (ingatlah
kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di
antara semua penyayang.” Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya,
dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami
dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Allah
Swt. menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya sebagai cobaan
untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda, anak-anaknya, juga tubuhnya.
Demikian itu karena Ayub adalah seorang yang memiliki banyak ternak dan lahan
pertanian, ia pun memiliki banyak anak serta tempat-tempat tinggal yang
menyenangkan. Maka Allah menguji Ayub dengan menimpakan bencana kepada semua
miliknya itu, semuanya lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan pula
kepada jasad atau tubuh Ayub sendiri. Menurut suatu pendapat, penyakit yang
menimpanya adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada
suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini, kecuali
hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah Swt.
Cobaan
ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka Ayub tinggal
terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya. Tiada seorang manusia
pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya yang bertugas merawatnya dan
mengurusi keperluannya.
Menurut
suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi pelayan bagi
orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan suaminya.
Nabi
Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini:
"أَشَدُّ النَّاسِ
بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ
فَالْأَمْثَلُ"
Orang
yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu
menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang sebawahnya.
Di
dalam hadis lain disebutkan:
"يُبْتَلَى
الرَّجُلُ عَلَى قَدْرِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي
بَلَائِهِ"
Seorang
lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka cobaan yang
menimpanya diperkuat pula.
Nabi
Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya dijadikan
sebagai peribahasa yang patut diteladani.
Yazid
ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan kepada Ayub a.s.
dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan anak-anaknya, sehingga Ayub
tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub berzikir kepada Allah dengan baik. Dalam
doanya ia mengatakan, "Aku memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk. Engkau
telah memberiku dengan pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta benda
dan anak, sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan disibukkan
olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan hatiku,
sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku dan Engkau (untuk
berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis itu mengetahui apa yang aku
perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku." Mendengar hal tersebut,maka
iblis menjadi marah.
Yazid
ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam doanya,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak
ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang
kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu.
Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku
meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, "Hai tubuhku,
sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur)
itu, "aku tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata
mengharapkan rida-Mu."
Kisah
ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari Wahb ibnu
Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar, dikemukakan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari Wahb ibnu Munabbih. Diriwayatkan
juga oleh sejumlah ulama tafsir mutaakhkhirin, hanya di dalamnya terkandung hal
yang garib (aneh). Kami tidak mengetengahkannya karena kisahnya
terlalu panjang.
Menurut
suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat lama. Kemudian
mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat keadaan Ayub
sedemikian parahnya.
Al-Hasan
dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh tahun lebih beberapa
bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan sampah kaum Bani Israil.
Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak tubuhnya. Lalu Allah membebaskannya
dari cobaan itu dan memberinya pahala yang besar serta memujinya dengan pujian
yang baik.
Wahb
ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba selama
tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang.
As-Saddi
mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga tiada yang
tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya. Selama itu Ayub
dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan membawa abu. Setelah
sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya, "Hai Ayub, sekiranya
kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu, tentu Dia akan melenyapkan
penyakitmu ini." Ayub menjawab, "Saya telah menjalani masa hidup
selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat. Masa itu sebentar, maka sudah
sepantasnya bagiku bersabar demi karena Allah selama tujuh puluh tahun."
Maka istrinya merasa terkejut dan mengeluh mendapat jawaban tersebut, lalu ia
pergi.
Istri
Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah, kemudian ia datang
kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu ia memberi makan Ayub.
Sesungguhnya
iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub, keduanya
bersaudara. Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis mengatakan,
"Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami cobaan anu dan
anu. Maka datanglah kamu berdua kepadanya seraya membesuknya, dan bawalah
besertamu minuman ini. Sesungguhnya minuman ini berasal dari khamr negeri
kalian; jika dia mau meminumnya, tentulah ia akan sembuh dari
penyakitnya."
Kedua
orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub. Ketika keduanya melihat keadaan
Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya, "Siapakah Kamu
berdua?" Keduanya menjawab, "Saya adalah anu dan Fulan." Ayub
menyambut kedatangan keduanya dan mengatakan, "Marhaban (selamat
datang) dengan orang-orang yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa cobaan
ini." Keduanya berkata, "Hai Ayub, barangkali kamu menyembunyikan
sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya. Oleh karena itu, Allah mengujimu dengan
cobaan ini."
Maka
Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Dia mengetahui
saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya lahirkan, tetapi
Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah saya bersabar ataukah
mengeluh (tidak sabar)." Lalu keduanya berkata, "Hai Ayub, minumlah
khamr yang kami bawa ini, karena sesungguhnya jika kamu meminum sebagian
darinya, tentulah kamu akan sembuh."
Ayub
marah dan berkata, "Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang kepada
kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini. Kalian haram berbicara
denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram bagiku." Lalu
keduanya pergi meninggalkan Ayub.
Istri
Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti untuk suatu
keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah masak, anak mereka
masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu tidur anak mereka, karenanya
mereka memberikan roti itu kepada istri Ayub.
Istri
Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa heran dengan kedatangannya
yang begitu cepat, lalu ia bertanya, "Mengapa engkau begitu cepat pulang,
apakah yang engkau alami hari ini?" Maka si istri menceritakan apa yang
telah dialaminya. Ayub berkata, "Barangkali anak kecil itu telah bangun
dari tidurnya, lalu meminta roti kepada orang tuanya dan mereka tidak
menemukannya, sehingga anak kecil itu terus-menerus menangis meminta roti
kepada orang tuanya. Sekarang kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti
ini."
Ia
kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada seekor kambing
milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata cacian, "Celakalah
si Ayub yang keliru itu." Setelah ia menaiki tangga rumah keluarga itu, ia
menjumpai anak tersebut telah bangun dari tidurnya dalam keadaan menangis meminta
roti kepada orang tuanya.
Anak
itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain roti itu. Maka
saat itu juga istri Ayub berkata, "Semoga Allah merahmati Ayub." Lalu
roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke rumah.
Kemudian
iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib. Iblis berkata
kepadanya, "Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang cukup lama. Jika ia
menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia menangkap seekor lalat, lalu
menyembelihnya dengan menyebut nama berhala Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan
sembuh dari penyakitnya, kemudian dapat melakukan tobat sesudahnya."
Istri
Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada suaminya. Maka Ayub
menjawab.”Sesungguhnya engkau telah kedatangan makhluk jahat itu lagi. Demi
Allah, seandainya aku telah sembuh dari sakitku ini, aku akan menderamu
sebanyak seratus kali pukulan."
Istri
Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki terhalang darinya;
tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga untuk menawarkan jasa
pelayanannya, melainkan mereka menolaknya. Setelah bersusah payah mencari
rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa khawatir suaminya Ayub akan
kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah satu kepangan rambutnya, lalu menjualnya
kepada seorang anak perempuan dari keluarga orang yang terhormat lagi kaya.
Maka mereka memberikan imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik lagi
berjumlah banyak. Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya. Ketika Ayub
melihat makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya,
"Dari manakah kamu dapatkan makanan ini?" Ia menjawab, "Saya
bekerja kepada orang lain dan mereka memberikan makanan ini sebagai
imbalannya," lalu Ayub mau memakannya.
Pada
keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan, tetapi ia
tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan rambutnya yang masih
tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang sama. Keluarga anak itu
memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama dengan makanan yang kemarin.
Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya, maka Ayub bertanya, "Demi
Allah, aku tidak mau memakannya sebelum aku ketahui dari manakah makanan ini
didapat." Maka istri Ayub membuka kerudung yang menutupi kepalanya.
Ketika Ayub melihat rambut istrinya dicukur, ia sangat terpukul dan merasa
sedih yang amat sangat. Maka pada saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah Swt.,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara
semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah
menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali, bahwa setan
yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan Mabsut.
Nauf
Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya, "Berdoalah
kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan menyembuhkanmu." Akan
tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon kesembuhannya. Hingga pada
suatu hari lewatlah sejumlah orang dari kalangan Bani Israil di dekat tempat
Ayub berada. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
"Musibah yang menimpanya tiada lain karena dosa besar yang
dikerjakannya." Maka pada saat itu juga Nabi Ayub berdoa kepada Allah,
sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara
semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari
Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ayub mempunyai dua orang
saudara. Pada suatu hari dua saudaranya itu datang mengunjunginya, tetapi
keduanya tidak dapat mendekatinya karena bau Ayub yang tidak enak; maka
keduanya hanya berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata kepada yang lain,
"Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub, tentulah Dia
tidak mengujinya dengan cobaan ini." Maka Ayub merasa berduka cita dengan
perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami sebelumnya. Lalu Ayub
berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum
pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan kenyang, dan aku mengetahui
mengapa aku lapar, maka percayalah kepadaku." Maka semua malaikat yang ada
di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya.
Kemudian Ayub berkata lagi, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa
sesungguhnya aku belum pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku
mengetahui mengapa aku sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku."
Para malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu
mendengarkannya. Setelah itu Ayub berkata, "Ya Allah, demi
Keagungan-Mu," lalu Ayub menyungkur bersujud seraya berkata, "Demi
Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau belum
menyembuhkan diriku dari penyakit ini." Ayub tidak mengangkat kepalanya
hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya.
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan sanadnya yang marfu'
dan lafaz yang semisal. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus
ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan
kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Az-Zuhri, dari Anas ibnu Malik,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Nabi Allah —Ayub—
menjalani masa cobaan selama delapan belas tahun. Semua orang —baik yang
tadinya dekat maupun yang jauh—tidak mau mendekatinya kecuali hanya dua orang
saudaranya yang sangat akrab dengannya sebelum itu. Keduanya selalu datang
menjenguknya di setiap pagi dan petang. Maka salah seorang berkata kepada yang
lain, 'Demi Allah, engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Ayub telah berbuat
suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun.' Yang lain
menjawab, "Dosa apakah yang dilakukannya?" Temannya berkata, 'Selama
delapan belas tahun Ayub tidak mendapat rahmat dari Allah.' Kemudian Allah
melenyapkan cobaan yang menimpanya. Ketika kedua orang temannya datang lagi
mengunjunginya, maka salah seorang tidak sabar lagi untuk menanyakan hal itu
kepada Ayub. Lalu Ayub menjawab, 'Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan,
hanya Allah Swt. pasti mengetahui bahwa pada suatu hari aku berpapasan dengan
dua orang lelaki yang sedang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah
(bersumpah). Maka aku kembali ke rumahku, lalu kulakukan kifarat sebagai ganti
dari kedua orang itu, karena aku tidak suka bila nama Allah disebut-sebut oleh
keduanya bukan dalam masalah yang hak.'
Nabi
Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub biasa keluar untuk suatu keperluan.
Apabila ia telah selesai dari keperluan tersebut, istrinya memegang tangannya
(menuntunnya) hingga sampai ke rumah. Tetapi pada suatu hari istrinya terlambat
menjemputnya, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayub di tempat itu, yaitu
firman-Nya: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum. (Shad: 42)
Akan
tetapi, predikat marfu" hadis ini dinilai garib (aneh)
sekali.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan, bahwa Allah memberinya pakaian dari surga, lalu Ayub menjauh
dari tempatnya dan duduk di suatu tempat yang agak jauh dari tempat semula.
Ketika istrinya datang, istrinya tidak mengenalinya; lalu si istri bertanya,
"Hai hamba Allah, ke manakah perginya orang yang mengalami musibah; tadi
ia di sini? Saya khawatir bila ia dibawa pergi oleh anjing-anjing atau oleh
serigala-serigala pemangsa." Kemudian istri Ayub mengajaknya berbicara
selama sesaat. Maka Ayub (yang telah berganti rupa itu) menjawab,
"Celakalah kamu, saya ini Ayub." Istrinya berkata, "Apakah
engkau memperolok-olokku, hai hamba Allah?" Ayub berkata, "Celakalah
kamu, aku adalah Ayub. Allah telah mengembalikan tubuhku seperti
sediakala."
Ibnu
Abbas mengatakan pula bahwa Allah mengembalikan semua harta dan anak-anaknya
saat itu juga, kemudian diberi lagi anak yang berjumlah sama dengan mereka.
Wahb
ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Ayub, "Sesungguhnya
Aku telah mengembalikan kepadamu seluruh keluargamu dan harta bendamu, ditambah
dengan yang sejumlah dengan mereka. Maka mandilah'dengan air ini, karena
sesungguhnya pada air ini terkandung kesembuhan bagimu. Lalu berkurbanlah untuk
sahabat-sahabatmu dan mintalah ampunan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka
telah durhaka kepada-Ku karena kamu." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu
Hatim.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ،
حَدَّثَنَا همام، عن قتادة، عن النضر ابن أَنَسٍ، عَنْ بَشير بْنِ نَهِيك، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"لَمَّا عَافَى اللَّهُ أَيُّوبَ، أَمْطَرَ عَلَيْهِ جَرَادًا مِنْ ذَهَبٍ،
فَجَعَلَ يَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيَجْعَلُهُ فِي ثَوْبِهِ". قَالَ:
"فَقِيلَ لَهُ: يَا أَيُّوبُ، أَمَا تَشْبَعُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ
يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ".
telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu
Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu
Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Setelah Allah memulihkan kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya
dengan belalang emas. Lalu Ayub memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke
dalam baju. Maka dikatakan kepadanya, "Hai Ayub, tidakkah engkau merasa
kenyang?" Ayub menjawab, "Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang
dengan rahmat-Mu?”
Asal
hadis ini ada pada kitab Sahihain, akan dijelaskan dalam pembahasan
lain.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ
مَعَهُمْ}
dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka.
(Al-Anbiya: 84)
Telah
disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah berfirman
(kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua miliknya dalam
keadaan utuh."
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan
pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Al-Hasan dan Qatadah.
Sebagian
orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat ini bersumber
dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Jika
bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti berasal dari mereka, maka
termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai dan Tidak Boleh pula
Didustakan." Akan tetapi, Ibnu Asakir telah menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya
dengan sebutan Rahmatullah.
Ibnu
Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub ialah Layya
binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ibnu Asakir
mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri Ayub ialah Layya
binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah.
Mujahid
mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya keluargamu
Kami masukkan ke dalam surga. Jika kamu suka, Kami dapat mendatangkan mereka
kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat membiarkan mereka di dalam
surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang sejumlah mereka menjadi keluargamu."
Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah mereka di dalam surga."Maka mereka
dibiarkan di dalam surga dan diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah mereka
di dunia sebagai keluarganya.
Hammad
ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang
mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran karena ditinggal mereka
kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya keluarga baru yang bilangannya sama
dengan mereka di dunia. Hammad ibnu Zaid mengatakan bahwa ia menceritakan kisah
ini kepada Mutarrif. Maka Mutarrif menjawab,"Saya belum pernah mengetahui
jalur periwayatannya sebelum ini." Hal yang sama telah diriwayatkan dari
Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Hanya Allah-lah
yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا}
sebagai
suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya:
84)
Yakni
Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami buatnya.
Firman
Allah Swt.:
{وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ}
dan
untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84)
Kami
jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang tertimpa
musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan cobaan itu kepada
mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan Kami. Dan agar mereka
meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir Allah dan cobaan-Nya terhadap
hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam cobaan yang dikehendaki-Nya. Hanya Dia
sajalah yang mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik semuanya itu.
Al-Anbiya,
ayat 85-86
{وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (85) وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي
رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ (86) }
Dan (ingatlah
kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang
sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka
termasuk orang-orang yang saleh.
Yang
dimaksud dengan Ismail ialah putra Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah. Kisahnya
telah disebutkan di dalam tafsir surat Maryam, begitu pula Idris a.s. Adapun
Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa tidak
sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi, melainkan ia adalah seorang nabi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki
saleh, seorang raja yang adil, bijaksana lagi jujur. Ibnu Jarir tidak
memberikan tanggapan apa pun sehubungan dengan hal ini, hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya.
Ibnu
Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli ini, bahwa
Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia memberikan jaminan
kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani urusan kaumnya, mengatur
mereka, serta memutuskan di antara sesama mereka dengan adil dan bijaksana. Ia
melakukannya dengan baik, akhirnya ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama
telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah
menceritakan kepada kami Daud, dari Mujahid yang mengatakan bahwa setelah
Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya aku mengangkat seorang
lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka
selama hidupku, aku akan melihat apa yang bakal dilakukannya." Alyasa'
mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang
sanggup menerima tiga persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai
penggantiku. Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (salat) di malam
harinya, dan tidak boleh marah."
Mujahid
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berdirilah seorang lelaki yang hina dipandang
mata, dan ia berkata, "Saya sanggup." Alyasa' berkata, "Apakah
kamu mampu puasa di siang hari, berdiri di malam hari, dan tidak boleh
marah?" Si lelaki itu menjawab, "Ya." Akan tetapi Alyasa'
menolaknya pada hari itu. Pada hari yang kedua Alyasa mengucapkan kata-kata
yang sama, tetapi tiada seorang pun yang menjawabnya. Kemudian lelaki itu
berdiri seraya berkata, "Saya sanggup." Akhirnya Alyasa mengangkatnya
sebagai penggantinya.
Iblis
berkata kepada setan-setan, "Kalian harus menggoda si Fulan." Tetapi
setan-setan itu tidak mampu menggodanya. Akhirnya iblis berkata kepada
setan-setan, "Biarkanlah, dia adalah bagianku."
Iblis
mendatanginya dalam rupa seorang yang berusia lanjut lagi miskin di saat lelaki
itu merebahkan dirinya di tempat peraduannya di tengah hari untuk istirahat
sebentar, karena selamanya ia tidak pernah tidur di malam hari —juga di siang
harinya— kecuali hanya saat itu saja. Iblis mengetuk pintu rumahnya, maka ia
bertanya, "Siapakah Anda?" Iblis menjawab, "Saya orang lanjut
usia yang teraniaya."
Mujahid
melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bangkit dan membuka pintu rumahnya, lalu
orang tua itu menceritakan perihalnya kepada dia seraya mengadu.” Sesungguhnya
antara diriku dan kaumku ada suatu persengketaab. Mereka menganiaya diriku dan
melakukan anu dan anu terhadap diriku." Si iblis yang berupa orang tua itu
memperpanjang pembicaraannya hingga hari senja dan waktu istirahat tidur siang
hari sudah habis.
Lelaki
itu berkata, "Jika aku berada di majelisku, datanglah kamu, maka aku akan
membelamu agar kamu dapat mengambil hakmu." Lelaki itu berangkat menuju ke
tempat peradilan di hari itu juga. Setelah sampai, ia duduk dan menunggu si
orang tua tersebut. Tetapi ternyata dia tidak melihatnya, maka ia membuka
persidangannya (untuk orang lain).
Pada
keesokan harinya lelaki itu memutuskan peradilan di antara orang-orang seraya
menunggu si orang tua itu, tetapi ternyata ia tidak melihatnya. Ia kembali ke
rumahnya untuk istirahat di siang hari. Saat ia mulai merebahkan diri di
peraduannya, tiba-tiba orang tua itu datang mengetuk pintu rumahnya. Ia
bertanya, "Siapakah Anda?" Orang yang mengetuk pintu menjawab,
"Saya orang tua yang teraniaya." Ia membuka pintu rumahnya dan
berkata kepada si orang tua renta itu, "Bukankah telah kukatakan kepadamu,
datanglah kamu ke majelis peradilanku." Si orang tua berkata,
"Sesungguhnya mereka adalah kaum yang paling jahat. Jika mereka mengetahui
bahwa kamu siap menegakkan keadilan untukku tentu mereka akan mengatakan, 'Kami
akan memberikan kepadamu hakmu.' Tetapi bila engkau pergi, mereka akan
mengingkarinya."
Ia
berkata, "Pergilah kamu. Jika aku telah berada di majelis peradilanku,
datanglah kamu." Saat tidur siang telah berlalu, akhirnya ia pergi ke
majelis peradilan dan menunggu kedatangan si orang tua renta itu, tetapi
ternyata ia tidak juga melihatnya.
Rasa
kantuk telah menyerangnya dengan hebat, maka ia berkata kepada sebagian
keluarganya, "Janganlah kamu biarkan seorang pun mendekati pintu ini. Aku
akan tidur, karena sesungguhnya aku sangat mengantuk."
Tepat
di saat itu si orang tua datang. Maka penjaga pintu berkata kepadanya,
"Menjauhlah kamu, menjauhlah kamu!" Orang tua itu berkata,
"Sesungguhnya aku telah datang kepadanya kemarin, dan telah kuceritakan
kepadanya perihal urusanku." Penjaga pintu berkata, "Tidak, demi
Allah, dia telah memerintahkan kepada kami agar tidak membiarkan seorang pun
mendekati pintu rumahnya."
Setelah
si iblis yang berupa orang tua itu kelelahan membujuk penjaga pintu, tetapi
tidak berhasil juga, akhirnya ia melihat adanya celah pada pintu itu. Maka si
iblis menyelinap ke dalam celah kecil itu. Tiba-tiba ia telah berada di dalam
rumah, dan tiba-tiba mengetuk pintu dari dalam rumah.
Lelaki
itu terbangun, lalu berkata (kepada penjaga pintunya), "Hai Fulan,
bukankah aku telah perintahkan kepadamu (agar jangan ada orang yang mengetuk
pintuku)?" Si penjaga pintu menjawab, "Kalau dari pihakku, demi
Allah, telah kulakukan pencegahan, sekarang coba lihat darimana dia
datang?" Lelaki itu bangkit menuju ke pintu, dan ternyata ia menjumpainya
dalam keadaan terkunci sebagaimana ia telah menguncinya, tetapi anehnya si
orang tua itu berada di dalam rumah bersamanya. Ia mengerti, lalu berkata,
"Hai musuh Allah!" Si orang tua menjawab, "Ya, engkau telah
membuatku kelelahan, segala upaya untuk menggodamu agar marah telah kulakukan,
tetapi ternyata tidak membawa hasil apa-apa." Maka sejak saat itu laki-laki
tersebut dijuluki Zulkifli. Julukan ini diberikan karena ia menanggung suatu
tugas dan ternyata dia dapat menunaikannya.
Ibnu
Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Zuhair ibnu Ishaq, dari Daud, dari
Mujahid dengan lafaz yang semisal.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu
Iyasy, dari Al-A'masy, dari Muslim yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan
bahwa seorang kadi di kalangan umat Bani Israil menjelang ajalnya, lalu ia
berkata, "Siapakah yang akan menggantikan kedudukanku, tetapi dengan
syarat janganlah ia marah?" Lalu ada seorang lelaki berkata, "Saya
sanggup." Maka ia diberi julukan Zulkifli. Sejak saat itu sepanjang malam
ia mengerjakan salat, pagi harinya puasa, lalu menjalankan peradilan di antara
orang-orang. Ia hanya tidur sebentar di saat istirahat tengah hari.
Setelah
hal itu berlangsung beberapa lama, tiba-tiba setan datang kepadanya di saat ia
sedang istirahat di tengah hari. Lalu teman-teman lelaki itu berkata kepadanya,
"Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa seorang yang
miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki, tetapi orang lelaki itu dapat
mengalahkan diriku; aku tidak dapat membelanya."
Para
penjaga menjawab, "Tunggulah di tempatmu sehingga Zulkifli bangun dari
tidurnya." Saat itu Zulkifli sedang tidur di kamar atas. Maka setan itu
sengaja mengeluarkan suara jeritan agar Zulkifli terbangun dari tidurnya.
Zulkifli terbangun mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa
kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa orang yang miskin, dia
mempunyai hak atas seorang lelaki." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu
kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya bahwa kamu disuruh oleh aku agar
dia memberikan hak si miskin itu!" Si setan menjawab, "Dia
menolak." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan
katakanlah kepadanya agar dia memberikan hak si miskin ini."
Maka
setan itu pergi, lalu pada keesokan harinya ia melapor, "Saya telah pergi
kepadanya, tetapi dia tidak mau mendengarkan perkataanmu." Zulkifli
berkata, "Pergilah kamu kepadanya, dan katakanlah agar dia memberikan
kepadamu hak si miskin ini." Si setan pergi dan datang lagi pada keesokan
harinya di waktu istirahat siang hari. Teman-teman Zulkifli berkata kepadanya,
"Pergilah kamu, semoga Allah mengutukmu. Kamu datang setiap hari ke sini
di saat dia sedang tidur, kamu tidak membiarkannya istirahat."
Setan
menjerit seraya mengatakan, "Saya dilarang masuk karena saya orang miskin.
Sekiranya saya orang kaya, (tentu saya boleh masuk)." Zulkifli mendengar
suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa lagi kamu?" Setan
menjawab, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia memukul saya."
Zulkifli berkata, "Pergilah kamu, saya akan menemanimu." Zulkifli mengatakan
demikian seraya memegang tangan orang miskin tersebut. Ketika si setan melihat
bahwa Zulkifli benar-benar pergi bersama si miskin itu, ia melepaskan tangannya
dari tangan si miskin, lalu kabur.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Haris, Muhammad ibnu Qais, dan
Abu Hujairah Al-Akbar serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf; alur
kisahnya mirip dengan kisah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir,
telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Kinanah ibnul Akhnasy yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Asy'ari menceritakan kisah berikut di
atas mimbar, yaitu: "Zulkifli bukanlah seorang nabi. Dahulu di kalangan
kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki saleh yang setiap harinya mengerjakan
salat sebanyak seratus kali. Lalu Zulkifli menggantikan kedudukannya sesudah
orang saleh itu meninggal dunia, sehingga Zulkifli mengerjakan salat sebanyak
seratus kali setiap harinya, karena itulah ia diberi nama julukan
Zulkifli."
Ibnu
Jarir meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah
yang mengatakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah menceritakan kisah ini.
Predikat riwayat ini munqati, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Imam
Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, bahwa
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'd maula Talhah, dari Ibnu
Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah dari Rasulullah
Saw. bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar menghitung sampai tujuh kali, akan
tetapi lebih dari itu. Beliau Saw. bercerita seperti berikut:
"كَانَ الْكِفْلُ
مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، لَا يَتَوَرَّعُ مِنْ ذَنْبٍ عَمِلَهُ، فَأَتَتْهُ
امْرَأَةٌ فَأَعْطَاهَا سِتِّينَ دِينَارًا، عَلَى أَنْ يَطَأها، فَلَمَّا قَعَدَ
مِنْهَا مَقعدَ الرَّجُلِ مِنِ امْرَأَتِهِ، أرعِدَت وَبَكَتْ، فَقَالَ: مَا يُبْكِيكَ؟
أكْرَهْتُك؟ قَالَتْ: لَا وَلَكِنَّ هَذَا عَمَلٌ لَمْ أَعْمَلْهُ قَطُّ،
وَإِنَّمَا حَمَلني عَلَيْهِ الْحَاجَةُ. قَالَ: فَتَفْعَلِينَ هَذَا وَلَمْ
تَفْعَلِيهِ قَطُّ؟ فَنزل فَقَالَ: اذْهَبِي فَالدَّنَانِيرُ لَكِ. ثُمَّ قَالَ:
"وَاللَّهِ لَا يَعصي اللَّهَ الْكِفْلُ أَبَدًا. فَمَاتَ مِنْ لَيْلَتِهِ
فَأَصْبَحَ مَكْتُوبًا عَلَى بَابِهِ: قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لِلْكِفْلِ"
Dahulu
seorang Al-Kiflu (tetua)
di kalangan kaum Bani Israil tidak segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa
apa pun. Maka ia kedatangan seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang
sejumlah enam puluh dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur
dengannya. Setelah Al-Kiflu menaiki wanita itu sebagaimana seorang lelaki
menaiki istrinya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka
Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang?” Si
wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan ini,
dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah terdesak keperluan.”
Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal kamu sebelumnya tidak
pernah melakukannya sama sekali.” Al-Kiflu turun, lalu berkata, "Pulanglah
kamu, dan uang dinar itu buatmu.” Al-Kiflu berkata, "Demi Allah, sejak
sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat durhaka kepada Allah selama-lamanya.”
Dan pada malam harinya Al-Kiflu meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya
tertulis di pintu rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.”
Demikianlah
bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada tambahan sedikit
pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Hadis ini tiada seorang pun
dari penulis kitab Sittah yang mengetengahkannya, sanad hadis
berpredikat garib. Kalau meneliti teks hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu,
bukan Zulkifli. Barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini;
hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Al-Anbiya,
ayat 87-88
{وَذَا النُّونِ إِذْ
ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87)
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي
الْمُؤْمِنِينَ (88) }
Dan (ingatlah
kisah) Zun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka
ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap. Bahwa tidak ada Tuhan selain
Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.
Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan
demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.
Kisah
mengenai Nabi Yunus ini disebutkan di dalam surat ini, juga di dalam surat
Ash-Shaffat dan surat Nun. Yunus ibnu Mata a.s. diutus oleh Allah kepada
penduduk kota Nainawi, yaitu suatu kota besar yang terletak di negeri Mausul.
Yunus menyeru mereka untuk menyembah Allah Swt., tetapi mereka menolak dan
tetap tenggelam di dalam kekafirannya. Maka Yunus pergi meninggalkan mereka
dalam keadaan marah seraya mengancam mereka bahwa dalam waktu tiga hari lagi
akan datang azab dari Allah.
Setelah
mereka melihat tanda-tanda datangnya azab itu dan mereka mengetahui bahwa nabi
mereka tidak dusta dalam ancamannya, maka mereka keluar menuju ke padang sahara
bersama anak-anak mereka dengan membawa ternak unta dan ternak lainnya milik
mereka yang mereka pisahkan antara induk dan anaknya.
Kemudian
mereka memohon kepada Allah dengan merendahkan diri, dan menyeru-Nya untuk
meminta pertolongan, semua ternak unta dan anak-anaknya mengeluarkan suara
lenguhan, begitu pula sapi dan anak-anaknya, dan juga kambing dan anak-anaknya.
Akhirnya Allah tidak jadi menurunkan azab kepada mereka. Kisah ini disebutkan
oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَلَوْلا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ
فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ
عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ}
Dan
mengapa tidak ada (penduduk)
suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum
Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari
mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan
kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (Yunus: 98)
Sesudah
itu Yunus a.s. pergi meninggalkan kaumnya dan menaiki perahu bersama suatu
kaum. Di tengah laut, perahu oleng; mereka merasa takut akan tenggelam (karena
keberatan penumpang). Maka mereka mengadakan undian di antara mereka untuk
menentukan siapa yang bakal dilemparkan ke dalam laut untuk meringankan beban
muatan perahu. Akhirnya undian jatuh ke tangan Yunus, tetapi mereka menolak,
tidak mau melemparkannya. Lalu dilakukan undian lagi, ternyata kali itu undian
jatuh ke tangan Yunus lagi. Mereka menolak, lalu mengadakan undian lagi.
Ternyata undian jatuh ke tangan Yunus juga. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
{فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ}
kemudian
ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. (Ash-Shaffat: 141)
Yakni
undian jatuh ke tangannya. Maka Yunus a.s. melucuti pakaiannya dan menceburkan
diri ke dalam laut. Saat itu Allah telah memerintahkan kepada ikan paus dari
laut hijau —menurut apa yang diceritakan oleh Ibnu Mas'ud— membelah lautan dan
sampai di tempat Yunus, lalu menelannya saat Yunus menceburkan diri ke laut.
Allah telah memerintahkan kepada ikan paus itu, "Janganlah kamu memakan
secuil pun dari dagingnya, jangan pula mematahkan tulangnya, karena
sesungguhnya Yunus itu bukanlah rezeki makananmu, melainkan perutmu Aku jadikan
sebagai penjara buatnya."
Zun
Nun adalah nama ikan paus itu menurut riwayat yang sahih, lalu dikaitkan dengan
nama Nabi Yunus karena ia ditelan olehnya. Makna harfiyahnya ialah orang yang
mempunyai ikan besar.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا}
ketika
ia pergi dalam keadaan marah. (Al-Anbiya:
87)
Menurut
Ad-Dahhak, Yunus marah terhadap kaumnya.
{فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ}
lalu
ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya). (Al-Anbiya: 87)
Maksudnya,
tidak akan mempersempitnya dengan dimasukkan ke dalam perut ikan besar. Hal
yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan
lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ia menentukan pilihannya
ini berdasarkan dalil firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا
آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا}
Dan
orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang,
melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Ath-Thalaq:
7)
Atiyyah
Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya).
(Al-Anbiya: 87) Yaitu memutuskan ketetapan takdir baginya. Seakan-akan Atiyyah
menganggap lafaz naqdira ini bermakna takdir. Karena sesungguhnya
orang-orang Arab mengatakan qadara dan qaddara dengan makna yang
sama. Salah seorang penyair mereka mengatakan:
فَلا عَائد ذَاكَ
الزّمَانُ الَّذِي مَضَى ... تَبَارَكْتَ مَا تَقْدرْ يَكُنْ، فَلَكَ الأمْرُ ...
Tidak akan terulang zaman yang telah
berlalu itu. Mahasuci Engkau, segala sesuatu yang Engkau takdirkan pasti akan
terjadi.
Termasuk
ke dalam pengertian takdir ini, firman Allah Swt.:
{فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ
قُدِرَ}
maka
bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditakdirkan. (Al-Qamar: 12)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ}
maka
ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang
zalim.” (Al-Anbiya: 87)
Ibnu
Mas'ud r.a. mengatakan bahwa zulumat bentuk jamak, maksudnya gelapnya
perut ikan paus, gelapnya lautan, dan gelapnya malam hari. Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Amr ibnu Maimun, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu
Ka'b, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Salim ibnu Abul Ja'd mengatakan bahwa
makna yang dimaksud ialah gelapnya keadaan di dalam perut ikan besar dan
gelapnya laut.
Ibnu
Mas'ud dan Ibnu Abbas serta lain-lainnya mengatakan ikan paus itu membawa Yunus
menyelam hingga sampai di dasar laut, lalu Yunus mendengar suara tasbih
batu-batu kerikil di dasar laut. Maka pada saat itu juga Yunus mengucapkan:
{لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ}
Tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang
zalim.” (Al-Anbiya: 87)
Auf
Al-A'rabi mengatakan bahwa ketika Yunus telah berada di dalam perut ikan besar,
ia menduga dirinya telah mati. Kemudian ia menggerakkan kedua kakinya, ternyata
bergerak, lalu ia bersujud di tempatnya, dan menyeru Tuhannya, "Wahai
Tuhanku, saya jadikan di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh manusia ini
tempat bersujud kepada Engkau."
Sa'id
ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Yunus tinggal di dalam perut ikan
besar selama empat puluh hari. Kedua riwayat di atas dikemukakan oleh Ibnu
Jubair.
Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Yasar telah menceritakan kisah berikut yang ia terima dari
orang yang menceritakan kisah ini kepadanya dari Abdullah ibnu Rafi' maula Ummu
Salamah yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
" لَمَّا أَرَادَ
اللَّهُ حَبْسَ يُونُسَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ، أَوْحَى اللَّهُ إِلَى الْحُوتِ أَنْ
خُذْهُ، وَلَا تَخْدِشْ لَحْمًا وَلَا تَكْسِرْ عَظْمًا، فَلَمَّا انْتَهَى بِهِ
إِلَى أَسْفَلِ الْبَحْرِ، سَمِعَ يُونُسُ حِسًّا، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: مَا
هَذَا؟ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ، وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ: إِنَّ هَذَا
تَسْبِيحُ دَوَابِّ الْبَحْرِ. قَالَ: فَسَبَّح وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ،
فَسَمِعَ الْمَلَائِكَةُ تَسْبِيحَهُ فَقَالُوا: يَا رَبَّنَا، إِنَّا نَسْمَعُ
صَوْتًا ضَعِيفًا [بِأَرْضٍ غَرِيبَةٍ] قَالَ: ذَلِكَ عَبْدِي يُونُسُ، عَصَانِي
فَحَبَسْتُهُ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ. قَالُوا: الْعَبْدُ الصَّالِحُ
الَّذِي كَانَ يَصْعَدُ إِلَيْكَ مِنْهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ عملٌ
صَالِحٌ؟. قَالَ: نَعَمْ". قَالَ: "فَشَفَعُوا لَهُ عِنْدَ ذَلِكَ،
فَأَمَرَ الْحُوتَ فَقَذَفَهُ فِي السَّاحِلِ، كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:
{وَهُوَ سَقِيمٌ}
Ketika
Allah hendak menyekap Yunus di dalam perut ikan besar, Allah memerintahkan
kepada ikan besar untuk menelannya, tetapi tidak boleh melukai dagingnya dan
tidak boleh pula meremukkan tulangnya. Setelah ikan besar sampai di dasar laut,
sedangkan di perutnya terdapat Yunus, Yunus mendengar suara, maka Yunus berkala
dalam hatinya, "Suara apakah ini?” Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya,
sedangkan ia berada di dalam perut ikan, bahwa suara itu adalah suara tasbih
hewan-hewan laut. Maka Yunus pun bertasbih pula dalam perut ikan besar itu;
suara tasbihnya terdengar oleh para malaikat. Maka mereka bertanya, "Wahai
Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar suara (tasbih) yang lemah di kedalaman yang jauh sekali lagi
terpencil.” Allah berfirman, "Itu adalah suara hamba-Ku, Yunus. Dia
durhaka kepada-Ku, maka Aku sekap dia di dalam perut ikan di laut.” Para
malaikat bertanya, "Dia adalah seorang hamba yang saleh, setiap malam dan
siang hari dilaporkan ke hadapanMu amal saleh darinya.” Allah berfirman,
"Ya, benar.” Maka pada saat itu para malaikat memohon syafaat buat Yunus,
akhirnya Allah memerintahkan kepada ikan besar itu untuk mengeluarkan Yunus,
lalu ikan besar melemparkannya ke tepi pantai, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya, "Sedangkan ia dalam keadaan sakit." (Ash-Shaffat:
145)
Hadis
ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, juga oleh Al-Bazzar di dalam kitab Musnadnya
melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnu Rafi', dari Abu Hurairah,
lalu disebutkan hal yang semisal, kemudian ia menyebutkan bahwa kami tidak
mengetahui hadis ini bersumber dari Nabi Saw. kecuali melalui jalur sanad ini.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Ahmad ibnu
Abdur Rahman (anak saudara lelaki Ibnu Wahb), telah menceritakan kepada kami
pamanku, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Yazid Ar-Raqqasyi pernah
mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik —yang menurut keyakinanku
Anas tiada lain menerimanya dari Rasulullah Saw.—menceritakan kisah berikut,
"Bahwa Yunus a.s. ketika mulai memanjatkan doa berikut di dalam perut
ikan, yaitu, "Ya Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau,
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang aniaya.'" Maka doanya itu naik
sampai di bawah 'Arasy, maka para malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, ada
suara lemah yang telah dikenal bersumber dari negeri yang terasing." Allah
berfirman, "Tidakkah kalian ketahui suara itu?" Mereka bertanya,
"Tidak, wahai Tuhanku, siapakah dia?" Allah berfirman, "Dia
adalah hamba-Ku Yunus." Mereka berkata, "Hamba-Mu Yunus yang sampai
sekarang masih tetap dilaporkan ke hadapan-Mu amalnya yang diterima dan doanya
diperkenankan." Mereka berkata pula, "Wahai Tuhan kami, tidakkah
Engkau merahmatinya berkat amal yang dikerjakannya di saat dia senang,
karenanya Engkau selamatkan dia di saat mendapat cobaan?" Allah berfirman,
"Baiklah," maka Allah memerintahkan kepada ikan besar itu agar
memuntahkannya ke daerah yang tandus.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ
الْغَمِّ}
Maka
Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. (Al-Anbiya: 88)
Yaitu
Kami keluarkan dia dari dalam perut ikan dan dari kegelapannya.
{وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ}
Dan
demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)
Yakni
apabila mereka berada dalam kesengsaraan, lalu berdoa kepada Kami seraya
bertobat, terlebih lagi jika mereka mengucapkan doa yang disebutkan dalam ayat
ini saat mendapat musibah. Di dalam hadis Nabi Saw. telah disebutkan anjuran
untuk* membaca doa ini di saat tertimpa musibah.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umair, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq Al-Hamdani, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku
ayahku, (yaitu Muhammad), dari ayahnya (yaitu Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a.) yang
mengatakan, bahwa ia berdua dengan Usman ibnu Affan di dalam masjid, lalu ia
mengucapkan salam kepadanya, tetapi Usman hanya memelototkan mata ke arahnya
tanpa menjawab salamnya. Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya, "Lalu
saya pergi menghadap kepada Umar ibnul Khattab dan berkata kepadanya sebanyak
dua kali, 'Hai Amirul Mu’minin, apakah telah terjadi sesuatu dalam Islam?' Umar
menjawab, 'Tidak. Lalu mengapa?' Saya berkata, 'Tidak, hanya saya ketika
melewati Usman tadi di masjid, saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi ia
hanya memelototi diriku dan tidak menjawab salamku. Maka Khalifah Umar
mengundang sahabat Usman, lalu berkata kepadanya, 'Apakah yang menyebabkan kamu
tidak mau menjawab salam saudaramu?' Usman berkata, saya tidak merasa.' Sa'd
berkata, 'Tidak, kamu benar melakukannya.' Akhirnya Usman bersumpah dan saya
pun bersumpah pula". Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya,
"Setelah itu Usman teringat akan keadaan dirinya, lalu ia mengatakan bahwa
memang benar, seraya beristigfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Ia
mengatakan, 'Memang kamu tadi lewat di hadapanku, saat itu aku sedang
mengingat-ingat suatu kalimat yang pernah saya dengar dari Rasulullah Saw,
tetapi demi Allah, tidak sekali-kali saya mengingatnya, melainkan mata dan
hatiku seakan-akan tertutup oleh tabir penutup." Sa'd berkata, "Aku
akan menceritakan kepadamu tentang kalimat itu. Sesungguhnya Rasulullah Saw.
ketika sedang menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang diucapkan
oleh Yunus), tiba-tiba datanglah seorang Badui yang membuatnya sibuk
melayaninya. Setelah itu Rasulullah Saw. bangkit berdiri dan pergi, maka saya
mengikutinya. Ketika saya merasa khawatir beliau Saw. terlebih dahulu masuk ke
dalam rumahnya, maka saya pukulkan kakiku ke tanah. Rasulullah Saw. menoleh ke
arahku dan bertanya, "Siapakah orang ini? Bukankah kamu Abu Ishaq?'
Saya menjawab, 'Benar, wahai Rasulullah.' Rasululllah Saw. bersabda, 'Ada
apa perlumu?' Saya menjawab, 'Tidak demi Allah, saya hanya mengingatkan,
bahwa engkau tadi menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang
diucapkan oleh Yunus), kemudian datanglah seorang Badui yang membuat engkau
sibuk.' Rasulullah Saw. menjawab,
"نَعَمْ، دعوةُ ذِي النُّونِ، إِذْ هُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ:
{لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ} ،
فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا مُسْلِمٌ رَبَّهُ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ
لَهُ".
'Benar,
doa itu adalah doa yang diucapkan oleh Zun Nun ketika ia berada di dalam perut
ikan paus, yaitu firman-Nya:
'Tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang
yang zalim' (Al-Anbiya: 87) Sesungguhnya tiada seorang muslim pun berdoa
kepada Tuhannya dengan menyebut kalimat ini untuk memohon sesuatu, melainkan
Allah akan memperkenankannya."
Imam
Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab 'Amalul Yaumi walLailah
melalui hadis Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd dari ayahnya dengan sanad
yang sama.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ
الْأَحْمَرُ، عَنْ كَثِير بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ حَنْطَبٍ -قَالَ
أَبُو خَالِدٍ: أَحْسَبُهُ عَنْ مُصْعَبٍ، يَعْنِي: ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ سَعْدٍ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من دَعَا
بِدُعَاءِ يُونُسَ، استُجِيب لَهُ" قَالَ أَبُو سَعِيدٍ:
يُرِيدُ بِهِ {وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah
menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar dari Kasir ibnu Zaid dari
Al-Mutallib ibnu Hantab; menurut Abu Khalid, dia menerimanya dari Mus'ab ibnu
Sa'd, dari Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Barang
siapa yang berdoa dengan doanya Nabi Yunus, pasti diperkenankan baginya. Abu
Sa'id mengatakan bahwa demikianlah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan
demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:
حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ بَكَّار الكَلاعي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ،
حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي بِشْر بْنُ
مَنْصُورٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ:
سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ مَالِكٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي وَقَّاصٍ-يَقُولُ: سَمِعْتُ
رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اسْمُ اللَّهِ
الَّذِي إِذَا دُعي بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِل بِهِ أَعْطَى، دعوةُ يُونُسَ بْنِ
مَتَّى". قَالَ: قُلْتُ (8) : يَا رَسُولَ اللَّهِ، هِيَ لِيُونُسَ خَاصَّةً
أَمْ لِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ: هِيَ لِيُونُسَ بْنِ مَتَّى خَاصَّةً
وَلِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً، إِذَا دَعَوْا بِهَا، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ: {: فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَاسْتَجَبْنَا لَهُ
وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ} . فَهُوَ شَرْطٌ
مِنَ اللَّهِ لِمَنْ دَعَاهُ بِهِ"
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami
Abu Yahya ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Bisyr ibnu Mansur,
dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Sa'd ibnu Abu Waqqas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: "Asma Allah yang apabila disebutkan dalam doa, pasti Dia
memperkenankannya; dan apabila diminta dengannya, pasti memberi, yaitu doa
Yunus ibnu Mata." Sa'd bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah doa
itu khusus bagi Yunus ataukah bagi seluruh kaum muslim?” Rasulullah Saw.
menjawab, "Doa itu bagi Yunus ibnu Mata secara khusus dan bagi kaum
mukmin semuanya secara umum, jika mereka meyebutkannya di dalam doanya. Bukankah
kamu telah mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan, 'Maka ia menyeru dalam
keadaan yang sangat gelap. Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang
yang beriman' (Al-Anbiya: 87-88). Ini merupakan syarat dari Allah bagi
orang yang mengucapkannya di dalam doanya.”
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Daud ibnul
Muhabbar ibnu Muhazzam Al-Maqdisi, dari Kasir ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah
bertanya kepada Al-Hasan, "Hai Abu Sa’id, apakah asma Allah yang paling
agung, yang bila disebut di dalam doa, Dia pasti memperkenankannya; dan bila
diminta, pasti memberi?" Al-Hasan menjawab,"Hai anak saudaraku,
bukankah kamu telah membaca firman Allah Swt.: 'Dan (ingatlah kisah) Zun
Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah' (Al-Anbiya: 87)
sampai dengan firman-Nya: 'Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang
beriman' (Al-Anbiya: 88) Hai anak saudaraku, itulah asma Allah yang
teragung, yang apabila disebutkan di dalam doa pasti Dia memperkenankannya; dan
apabila diminta, pasti memberi."
Al-Anbiya,
ayat 89-90
{وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى
رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ (89)
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا
وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90) }
Dan (ingatlah
kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya, "Ya Tuhanku, janganlah
Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik.”
Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami
jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang
yang khusyuk kepada Kami.
Allah
Swt. menceritakan tentang hamba-Nya (yaitu Zakaria) ketika ia meminta kepada
Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi
sesudah ia tiada. Kisah ini telah disebutkan dengan panjang lebar dalam
permulaan tafsir surat Maryam dan surat Ali Imran, tetapi dalam surat ini lebih
singkat.
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ}
tatkala
ia menyeru Tuhannya. (Al-Anbiya:
89)
dengan
sembunyi-sembunyi dari penglihatan kaumnya.
{رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا}
Ya
Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri. (Al-Anbiya: 89)
Yakni
tidak beranak dan tidak ada ahli waris yang akan menduduki jabatan kenabian
sesudahnya untuk mengatur manusia.
{وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ}
dan
Engkaulah waris yang paling baik. (Al-Anbiya:
89)
Hal
ini merupakan doa dan sanjungan yang sesuai dengan permintaan yang diajukan.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ
يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ}
Maka
Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami
jadikan istrinya dapat mengandung. (Al-Anbiya: 90)
Ibnu
Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa istri Zakaria sebelum
itu mandul, tidak dapat beranak. Setelah Zakaria berdoa memohon agar dikaruniai
anak, maka mengandunglah ia.
Abdur
Rahman ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Talhah ibnu Amr, dari Ata, bahwa
lisan (lidah) istri Zakaria panjang, lalu Allah memperbaikinya.
Menurut
riwayat yang lain, pada tubuhnya terdapat sesuatu cela, lalu diperbaiki oleh
Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b dan As-Saddi.
Tetapi pendapat yang paling kuat adalah yang disebutkan pertama tadi.
*******************
Firman
Allah Swt.: .
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي
الْخَيْرَاتِ}
Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan
yang baik. (Al-Anbiya: 90)
Yaitu
gemar mengerjakan amal-amal yang mendekatkan diri kepada Allah dan amal-amal
ketaatan.
{وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا}
dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. (Al-Anbiya: 90)
As-Sauri
mengatakan, maksudnya yaitu berharap atas pahala yang ada di sisi Kami dan
cemas (takut) terhadap siksa yang ada di sisi Kami.
وَكَانُوا
لَنَا خَاشِعِينَ
Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al-Anbiya: 90)
Ali
ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna khasyi'in adalah
orang-orang yang membenarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah Swt.
Mujahid
mengatakan, orang-orang yang benar-benar beriman.
Abul
'Aliyah mengatakan orang-orang yang takut.
Abu
Sinan mengatakan bahwa al-khusyuk adalah rasa takut yang melekat dalam
hati dan tidak pernah lenyap darinya selamanya.
Dan
dari Mujahid disebutkan pula, bahwa makna khasyi'in adalah orang-orang
yang merendahkan dirinya.
Al-Hasan,
Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa khasyi'in artinya orang-orang
yang merendahkan dirinya kepada Allah Swt. Masing-masing dari pendapat-pendapat
tersebut beraneka ragam satu sama lainnya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ishaq,
dari Abdullah Al-Qurasyi, dari Abdullah ibnu Hakim yang mengatakan, bahwa
Khalifah Abu bakar berkhotbah kepada kami. Dalam khotbahnya ia mengatakan, "Amma
Ba'du. Sesungguhnya aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah
dan memuji-Nya dengan pujian yang layak bagiNya. Dan berharap dengan cemaslah
kalian seraya merendahkan diri dalam memohon kepada-Nya. Karena sesungguhnya
Allah Swt. telah memuji Zakaria dan ahli baitnya melalui firman-Nya: Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan
yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyuk pada Kami.
Al-Anbiya,
ayat 91
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ
فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً
لِلْعَالَمِينَ (91) }
Dan (ingatlah
kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke
dalam (tubuh)wya roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan
Allah) yang besar bagi semesta alam.
Demikianlah
Allah menyebutkan kisah Maryam dan putranya (yaitu Isa a.s.) secara
bergandengan dengan kisah Zakaria dan anaknya (yaitu Yahya a.s.) Mula-mula
Allah Swt. menyebutkan kisah Zakaria, lalu mengiringinya dengan kisah Maryam, karena
kedua kisah mempunyai kaitan yang erat. Pertama, terlahirkan seorang
anak dari pasangan yang sudah sangat lanjut usianya, sejak muda mereka belum
punya anak. Dan yang kedua adalah kisah Maryam, kisahnya jauh lebih
mengherankan dari kisah yang pertama, karena ia melahirkan anak tanpa campur
tangan lelaki, seperti yang telah diterangkan di dalam surat Ali Imran dan
surat Maryam. Kemudian dalam surat ini disebutkan kisah Zakaria, lalu diiringi
dengan kisah Maryam melalui firman-Nya:
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا}
Dan
(ingatlah kisah) wanita yang
telah memelihara kehormatannya. (Al-Anbiya: 91)
Yang
dimaksud dengan wanita dalam ayat ini ialah Maryam a.s, seperti yang disebutkan
di dalam surat At-Tahrim melalui firman-Nya:
{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي
أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}
dan
Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam
rahimnya sebagian dari roh (ciptaan)
Kami. (At-Tahrim: 12)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً
لِلْعَالَمِينَ}
dan
Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (Al-Anbiya:
91)
Yakni
bukti yang menunjukkan bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan bahwa Dia
dapat menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya apabila Dia hendak
menciptakan sesuatu, tinggal mengatakan kepadanya, "Jadilah kamu,"
maka jadilah ia.
Makna
ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ}
dan
agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia. (Maryam: 21)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Umar ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Asim Ad-Dahhak
ibnu Makhlad, dari Syu'aib (yakni Ibnu Basyir), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya, "Lil 'alamina," yakni
untuk umat jin dan manusia.
Al-Anbiya,
ayat 92-94
{إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (92) وَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ
كُلٌّ إِلَيْنَا رَاجِعُونَ (93) فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ (94) }
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan
Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Dan mereka telah memotong-motong urusan
(agama) mereka di antara mereka. Kepada Kamilah masing-masing golongan
itu kembali. Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedangkan ia
beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya
Kami menuliskan amalannya itu untuknya.
Ibnu
Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya (agama
tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu. (Al-Anbiya: 92)
Yaitu agama kalian yang satu.
Al-Hasan
Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah
menjelaskan kepada mereka hal-hal yang harus mereka hindari dan hal-hal yang
harus mereka kerjakan. kemudian Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً}
Sesungguhnya
(agama tauhid) ini adalah agama
kamu semua; agama yang satu. (Al-Anbiya: 92)
Yakni
sesungguhnya tuntunan agama Islam ini adalah tuntunan bagi kamu sekalian.
Firman-Nya:
{إِنَّ هَذِهِ}
Sesungguhnya
(agama tauhid) ini. (Al-Anbiya:
92)
Terdiri
atas inna dan isim-nya, sedangkan firman-Nya:
{أُمَّتُكُمْ}
agama
kalian ini. (Al-Anbiya:
92)
berkedudukan
menjadi khabar-nya inna, yakni sesungguhnya agama ini adalah syariat
kalian yang Kujelaskan dan Kuterangkan kepada kalian. Firman-Nya, "Ummatan
wdhidatan" (sebagai satu agama) di-nasab-kan menjadi hal atau
kata keterangan keadaan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ}
Aku
adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya: 92)
Semakna
dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ
الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا}
Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang
saleh. (Al-Mu’minun: 51)
sampai
dengan firman-Nya:
وَأَنَا
رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
dan
Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al-Mu'minun: 52)
Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ مَعْشَرَ
الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات دِينُنَا وَاحِدٌ"
Kami
golongan para nabi adalah saudara-saudara lain ibu, sedangkan agama kami adalah
satu.
Makna
yang dimaksud ialah menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
melalui syariat yang berbeda-beda yang dibawa oleh para rasul. Seperti yang
dijelaskan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً
وَمِنْهَاجًا}
Untuk
tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah: 48)
*******************
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ}
Dan
mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka di antara mereka. (Al-Anbiya: 93)
Yakni
pendapat di kalangan umat-umat itu berbeda-beda terhadap rasul-rasulnya; di
antara mereka ada yang membenarkannya, ada pula yang mendustakannya. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{كُلٌّ إِلَيْنَا رَاجِعُونَ}
Kepada
Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali. (Al-Anbiya: 93)
Artinya
kelak di hari kiamat, maka Allah akan memberikan balasan kepada masing-masing
sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan
jika amalnya buruk, balasannya buruk pula. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ}
Maka
barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedangkan ia beriman. (Al-Anbiya: 94)
Yaitu
kalbunya membenarkan dan anggota tubuhnya mengerjakan amal saleh.
{فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ}
maka
tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. (Al-Anbiya: 94)
semakna
dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ
عَمَلا}
Sesungguhnya
Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya)
dengan baik. (Al-Kahfi:
30)
Yakni
usahanya alias amal perbuatannya tidak akan diingkari, melainkan diberi
balasan; dia tidak akan dianiaya barang seberat zarrah pun. Karena itulah dalam
akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ}
sesungguhnya
Kami menuliskan amalnya itu untuknya. (Al-Anbiya: 94)
Yaitu
semua amal perbuatannya dicatat (di dalam kitab catatan amal masing-masing),
maka tiada sesuatu pun dari amal perbuatannya yang tersia-sia.
Al-Anbiya,
ayat 95-97
{وَحَرَامٌ عَلَى قَرْيَةٍ
أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (95) حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ
وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ (96) وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ
الْحَقُّ فَإِذَا هِيَ شَاخِصَةٌ أَبْصَارُ الَّذِينَ كَفَرُوا يَا وَيْلَنَا قَدْ
كُنَّا فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا بَلْ كُنَّا ظَالِمِينَ (97) }
Sesungguhnya tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami
binasakan bahwa mereka tidak akan kembali (kepada Kami). Hingga apabila
dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari
seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari
berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka
berkata), "Aduhai, celakalah kami. Sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian
tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim."
Firman
Allah Swt.:
{وَحَرَامٌ عَلَى قَرْيَةٍ}
Sesungguhnya
tidak mungkin atas (penduduk)
suatu negeri. (Al-Anbiya: 95)
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa makna haramun ialah sudah semestinya. Dengan kata
lain, telah ditakdirkan bahwa sesungguhnya penduduk suatu kota yang telah
dibinasakan tidak akan dihidupkan kembali sebelum hari kiamat. Demikianlah
menurut penjelasan yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Abu Ja'far Al-Baqir, dan
Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Menurut
riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan mereka tidak
dikembalikan ialah tidak bertobat.
Akan
tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat, hanya Allah-lah yang mengetahui
kebenarannya.
Firman
Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ
وَمَأْجُوجُ}
Hingga
apabila dibukakan (tembok)
Ya-juj dan Ma-juj. (Al-Anbiya: 96)
Dalam
pembahasan yang terdahulu telah kami jelaskan bahwa Ya-juj dan Ma-juj adalah
keturunan Adam a.s, juga termasuk keturunan Nabi Nuh (yaitu anak-anak Yafis,
orang tua bangsa Turki; dan bangsa Turki adalah sebagian kecil dari mereka):
Ya-juj dan Ma-juj ditinggalkan di balik tembok penghalang yang dibangun oleh
Zul Qarnain. Sesudah membangunnya Zul Qarnain berkata, seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ
وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا. وَتَرَكْنَا
بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ
جَمْعًا}
Dinding
ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia
akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar. Kami
biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain. (Al-Kahfi: 98-99), hingga akhir
ayat.
Dan
dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ
وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ}
Hingga
apabila dibukakan (tembok)
Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang
tinggi. (Al-Anbiya: 96)
Yakni
mereka berjalan dengan cepat untuk membuat kerusakan di muka bumi manusia. Al-hadab
artinya dataran tinggi, menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Abu Saleh, As-Sauri,
dan lain-lainnya. Demikianlah gambaran tentang sikap mereka saat keluar dari
tembok penjaranya, pendengar dibawa seakan-akan menyaksikan peristiwa tersebut.
{وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ}
dan
tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan
oleh Yang Maha Mengetahui. (Fathir:
14)
Berita
ini dari Tuhan Yang mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan datang,
Yang mengetahui apa yang tersembunyi di langit dan di bumi, tidak ada Tuhan
selain Dia.
Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musanna, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jafar, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas melihat
anak-anak sedang berlari-lari; sebagian dari mereka mengejar sebagian yang lain
bermain-main. Lalu Ibnu Abbas berkata, "Seperti itulah Ya-juj dan Ma-juj
saat keluar dari temboknya."
Di
dalam banyak hadis yang bersumber dari Nabi Saw. banyak disebutkan kisah
keluarnya Ya-juj dan Ma-juj, seperti yang akan dikemukakan berikut ini:
Hadis pertama.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ
عَاصِمِ بْنِ عُمَر بْنِ قَتَادَةَ، عن محمود بن لَبيد، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "يُفتَح يأجوجُ ومأجوجُ، فَيَخْرُجُونَ كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ": { [وَهُمْ] مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ} ، فيغشونَ النَّاسَ،
وَيَنْحَازُ الْمُسْلِمُونَ عَنْهُمْ إِلَى مَدَائِنِهِمْ وَحُصُونِهِمْ،
وَيَضُمُّونَ إِلَيْهِمْ مواشيَهم، وَيَشْرَبُونَ مِيَاهَ الْأَرْضِ، حَتَّى أَنَّ
بعضَهم لَيَمُرُّ بِالنَّهْرِ، فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهِ حَتَّى يَتْرُكُوهُ
يَبَسا، حَتَّى أَنَّ مَنْ بَعْدَهُمْ لَيَمُرُّ بِذَلِكَ النَّهْرِ فَيَقُولُ:
قَدْ كَانَ هَاهُنَا مَاءٌ مَرَّةً حَتَّى إِذَا لَمْ يبقَ مِنَ النَّاسِ أَحَدٌ
إِلَّا أحدٌ فِي حِصْنٍ أَوْ مَدِينَةٍ قَالَ قَائِلُهُمْ: هَؤُلَاءِ أهلُ
الْأَرْضِ، قَدْ فَرَغْنَا مِنْهُمْ، بَقِيَ أهلُ السَّمَاءِ. قَالَ: "ثُمَّ
يَهُزُّ أَحَدُهُمْ حَرْبَتَهُ، ثُمَّ يَرْمِي بِهَا إِلَى السَّمَاءِ، فَتَرْجِعُ
إِلَيْهِ مُخْتَضبَةً دَمًا؛ لِلْبَلَاءِ وَالْفِتْنَةِ. فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى
ذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ دُودًا فِي أَعْنَاقِهِمْ كنَغَف
الْجَرَادِ الَّذِي يَخْرُجُ فِي أَعْنَاقِهِ، فَيُصْبِحُونَ مَوْتًى لَا يُسمَع
لَهُمْ حِسٌّ، فَيَقُولُ الْمُسْلِمُونَ: أَلَا رَجُلٌ يَشْري لَنَا نَفْسَهُ،
فَيَنْظُرُ مَا فَعَلَ هَذَا الْعَدُوُّ؟ " قَالَ: "فَيَتَجَرَّدُ
رَجُلٌ مِنْهُمْ مُحْتَسِبًا نَفْسَهُ، قَدْ أَوْطَنَهَا عَلَى أَنَّهُ مَقْتُولٌ،
فَيَنْزِلُ فَيَجِدُهُمْ مَوْتًى، بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، فَيُنَادِي: يَا
مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، أَلَا أَبْشِرُوا، إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ
كَفَاكُمْ عَدُوَّكُمْ، فَيَخْرُجُونَ مِنْ مَدَائِنِهِمْ وَحُصُونِهِمْ
ويُسَرِّحون مَوَاشِيَهُمْ، فَمَا يَكُونُ لَهَا رَعْيٌ إِلَّا لُحُومَهُمْ،
فَتَشْكر عَنْهُ كَأَحْسَنِ مَا شَكرَت عَنْ شَيْءٍ مِنَ النَّبَاتِ أَصَابَتْهُ
قَطُّ.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dari
Mahmud ibnu Labid, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Bila tembok Ya-juj dan
Ma-juj dibuka, maka mereka pergi memasuki dunia manusia, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya: 'dan mereka turun dengan cepat dari seluruh
tempat yang tinggi' (Al-Anbiya: 96) Maka mereka menutupi manusia,
sedangkan kaum muslim memisahkan diri dari mereka, bersembunyi di balik benteng
kota tempat mereka tinggal dengan membawa ternak mereka. Ya-juj dan Ma-juj
meminum habis air mereka, sehingga sebagian dari mereka melewati sebuah sungai
yang penuh dengan air, lalu mereka meminum air sungai itu sampai habis hingga
sungai kering. Disebutkan bahwa sebagian dari Ya-juj dan Ma-juj sebelum itu
pernah melewati sungai tersebut, saat melaluinya di lain waktu mengatakan,
"Tadi di tempat ini ada airnya." Dan manakala tiada seorang pun dari
manusia yang hidup kecuali mereka yang tinggal di benteng-benteng kota mereka,
maka berkatalah Ya-juj dan Ma-juj (yakni juru bicaranya), "Penduduk bumi
itu telah kita binasakan semua, sekarang tinggal makhluk yang ada di
langit." Kemudian seseorang dari Ya-juj dan Ma-juj mengayun-ayunkan
tombaknya, lalu ia lemparkan ke arah langit, dan tombak itu kembali kepadanya
(jatuh di hadapannya) dalam keadaan berlumuran darah, sebagai cobaan dan fitnah
bagi mereka. Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka Allah mengirimkan wabah
penyakit berupa ulat pada leher mereka seperti ulat yang menyerang hidung unta.
Tidak lama kemudian mereka mati semuanya, tanpa bersuara lagi dan suasana
menjadi hening. Kaum muslim berkata, "Adakah seseorang yang bersukarela keluar
dari benteng untuk melihat apa yang telah terjadi dengan musuh kita?" Maka
turunlah seseorang dari mereka dengan sukarela dan siap untuk mati. Setelah ia
turun dari bentengnya, ia menjumpai Ya-juj dan Ma-juj telah binasa semuanya,
sebagian dari mereka bertumpang tindih di atas sebagian yang lain. Lalu ia
berseru, "Hai kaum muslim, ingatlah, bergembiralah kalian, sesungguhnya
Allah Swt. telah membebaskan kalian dari musuh kalian." Maka kaum muslim
keluar dari benteng dan kota-kota tempat perlindungan mereka, lalu mereka
melepaskan ternaknya, yang ternyata tiada lagi tempat penggembalaan bagi ternak
mereka kecuali hanya daging Ya-juj dan Ma-juj. Akan tetapi, ternak mereka
merasa senang sekali dengan kesenangan yang jauh melebihi saat menjumpai
tumbuh-tumbuhan makanan kebiasaannya.
Ibnu
Majah meriwayatkan hadis ini melalui riwayat Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq
dengan sanad yang sama.
Hadis
kedua.
قَالَ [الْإِمَامُ]
أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ أَبُو الْعَبَّاسِ
الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ،
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ جَابِرٍ الطَّائِيُّ -قَاضِي حِمْصَ-حَدَّثَنِي عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَير بْنِ نُفَير الْحَضْرَمِيُّ، عَنِ أَبِيهِ، أَنَّهُ
سَمِعَ النَّوّاس بْنَ سمْعانَ الْكِلَابِيَّ قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَداة، فخَفَض فِيهِ ورَفَع،
حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ، [فَلَمَّا رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ
ذَلِكَ فِي وُجُوهِنَا، فَسَأَلْنَاهُ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَكَرْتَ
الدَّجَّالَ الْغَدَاةَ، فَخَفَّضْتَ فِيهِ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي
طَائِفَةِ النَّخْلِ]. فَقَالَ: "غَيْرُ الدَّجَّالِ أخْوَفُني عَلَيْكُمْ،
فَإِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُه دُونَكُمْ، وَإِنْ يَخْرُجْ
وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيجُ نَفْسِهِ، وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ: إنه شاب جَعْدُ قَطَط عينه طَافِيَةٌ، وَإِنَّهُ
يَخْرُجُ خَلَةَ بَيْنَ الشَّامِ وَالْعِرَاقِ، فَعَاثَ يَمِينًا وَشِمَالًا يَا
عِبَادَ اللَّهِ اثْبُتُوا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لُبْثُهُ فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ:
"أَرْبَعِينَ يَوْمًا، يَوْمٌ كَسَنَةٍ، وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ، وَيَوْمٌ
كَجُمُعَةٍ، وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَذَاكَ الْيَوْمُ الَّذِي هُوَ كَسَنَةٍ، أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ؟ قَالَ: "لَا اقْدِرُوا لَهُ قَدْرَهُ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَمَا إِسْرَاعُهُ فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ: "كَالْغَيْثِ
اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ". قَالَ: "فَيَمُرُّ بِالْحَيِّ فَيَدْعُوهُمْ
فَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ، فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ، وَالْأَرْضَ
فَتُنْبِتُ، وَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ وَهِيَ أَطْوَلُ مَا كَانَتْ
ذُرَى، وَأَمَدُّهُ خَوَاصِرَ، وَأَسْبَغُهُ ضُرُوعًا. وَيَمُرُّ بِالْحَيِّ
فَيَدْعُوهُمْ فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قولَه، فَتَتْبَعُهُ أَمْوَالُهُمْ،
فَيُصْبِحُونَ مُمْحلين، لَيْسَ لَهُمْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ. وَيَمُرُّ بالخَربة
فَيَقُولُ لَهَا: أَخْرِجِي كُنُوزَكِ، فَتَتْبَعُهُ كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ
النَّحْلِ". قَالَ: "وَيَأْمُرُ بِرَجُلٍ فيُقتَل، فَيَضْرِبُهُ
بِالسَّيْفِ فَيَقْطَعُهُ جَزْلتين رَمْيَةَ الغَرَض، ثُمَّ يَدْعُوهُ فَيُقْبِلُ
إِلَيْهِ [يَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ]. فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ، إِذْ بَعَثَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ، فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ،
شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودَتَين وَاضِعًا يَدَه عَلَى أَجْنِحَةِ
مَلَكين، فَيَتْبَعُهُ فَيُدْرِكُهُ، فَيَقْتُلُهُ عِنْدَ بَابِ لُدّ
الشَّرْقِيِّ". قَالَ: "فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ أَوْحَى اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ إِلَى عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ: أَنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا مِنْ
عِبَادِي لَا يَدَانِ لَكَ بِقِتَالِهِمْ، فَحَوّز عِبَادِي إِلَى الطُّورِ،
فَيَبْعَثُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَهُمْ كَمَا قَالَ
اللَّهُ: {مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ} فَيَرْغَبُ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ نَغَفًا فِي رِقَابِهِمْ،
فَيُصْبِحُونَ فَرْسى، كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ. فَيَهْبِطُ عِيسَى
وَأَصْحَابُهُ، فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ بَيْتًا إِلَّا قَدْ مَلَأَهُ
زَهَمُهم ونَتْنهُم، فَيَرْغَبُ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ، فَيُرْسِلُ
عَلَيْهِمْ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ البُخْت، فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ
شَاءَ اللَّهُ".
قَالَ ابْنُ جَابِرٍ فَحَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ
السَّكْسَكيّ، عَنْ كَعْبٍ -أَوْ غَيْرِهِ-قَالَ: فَتَطْرَحُهُمْ بالمَهْبِل.
[قَالَ ابْنُ جَابِرٍ: فَقُلْتُ: يَا أَبَا يَزِيدَ، وَأَيْنَ المَهْبِل؟] ،
قَالَ: مَطْلَعُ الشَّمْسِ.
قَالَ: "وَيُرْسِلُ
اللَّهُ مَطَرًا لَا يَكُنَّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر أَرْبَعِينَ
يَوْمًا، فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كالزّلَقَةِ، وَيُقَالُ
لِلْأَرْضِ: أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ، ورُدي بَرَكَتَكِ". قَالَ:
"فَيَوْمَئِذٍ يَأْكُلُ النَّفَرُ مِنَ الرُّمَّانَةِ وَيَسْتَظِلُّونَ
بقحْفها، ويُبَارك فِي الرَسْل، حَتَّى إِنَّ اللَّقْحَةَ مِنَ الْإِبِلِ
لَتَكْفِي الفِئَامَ مِنَ النَّاسِ، وَاللَّقْحَةَ مِنَ الْبَقَرِ تَكْفِي
الْفَخِذَ، وَالشَّاةَ مِنَ الْغَنَمِ تَكْفِي أَهْلَ الْبَيْتِ". قَالَ: "فَبَيْنَمَا
هُمْ عَلَى ذَلِكَ (، إِذْ بَعَثَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رِيحًا طَيِّبَةً تَحْتَ
آبَاطِهِمْ، فَتَقْبِضُ رُوحَ كُلِّ مُسْلِمٍ -أَوْ قَالَ: كُلِّ
مُؤْمِنٍ-وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُونَ تَهَارُجَ الْحَمِيرِ،
وَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ".
Imam
Ahmad telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu
Muslim, Abul Abbas Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman
ibnu Yazid ibnu Jabir, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Jabir At-Ta-i
(kadi Himsa), telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir
Al-Hadrami, dari ayahnya; ia mendengar An-Nawwas ibnu Sam'an Al-Kalabi
mengatakan bahwa pada suatu siang hari Rasulullah Saw. menceritakan tentang
Dajjal dengan suara yang terdengar adakalanya rendah dan adakalanya keras,
sehingga kami menduga beliau berada di dalam kebun kurma. Nabi Saw. bersabda,
"Bukan Dajjal yang aku khawatirkan akan memudaratkan kalian. Karenajika
Dajjal muncul, sedangkan aku masih berada di antara kalian, maka akulah yang
akan menghadapinya, bukan kalian. Jika dia muncul, sedangkan saya tidak lagi
berada di antara kalian, maka setiap orang muslim wajib membela dirinya, dan
Allah-lah yang menjaga setiap orang muslim sepeninggalku. Sesungguhnya Dajjal
adalah seorang yang berusia muda, berambut keriting, dengan bola mata yang
menonjol. Dan sesungguhnya pasukan berkudanya memenuhi kawasan antara negeri
Syam dan Irak, lalu menyebar ke segala penjuru. Hai hamba-hamba Allah,
berpendirian teguhlah kalian." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah,
berapa lamakah Dajjal tinggal di bumi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Empat
puluh hari; sehari ada yang lamanya sama dengan satu tahun, sehari ada yang
lamanya sama dengan satu bulan, sehari ada yang lamanya sama dengan satu minggu,
sedangkan hari-hari lainnya sama dengan hari-hari kalian sekarang ini." Kami
bertanya, "Wahai Rasulullah, tentang sehari yang lamanya sama dengan
satu tahun, apakah cukup bagi kita mengerjakan salat sehari semalam di
dalamnya?" Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak boleh, tetapi
tentukanlah perhitungan waktunya oleh kalian." Kami bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah kecepatan perjalanan Dajjal (dan
pasukannya) di muka bumi ?" Rasulullah Saw. bersabda, "Seperti
hujan yang diiringi dengan angin besar. Lalu melewati suatu kampung, maka
Dajjal dan bala tentaranya menyeru mereka. Dan bila mereka menerima seruannya,
maka Dajjal memerintahkan kepada langit untuk hujan, lalu turunlah hujan; dan
memerintahkan kepada bumi untuk menumbuhkan tetumbuhan, maka tumbuhlah
tetumbuhan dengan suburnya, sehingga ternak mereka berkembang dengan pesat dan
bertubuh gemuk-gemuk serta berlimpah air susunya. Bila Dajjal melewati suatu
kampung dan menyeru mereka, tetapi mereka menolaknya, maka harta benda mereka
(yakni ternak mereka) mengikuti Dajjal, sehingga mereka tidak mempunyai harta
lagi, tiada sesuatu pun yang tersisa dari milik mereka. Bila Dajjal melewati
suatu daerah yang tandus, maka ia berkata, 'Keluarkanlah semua
perbendaharaanmu,"maka semua perbendaharaan tanah tandus itu muncul dan
mengikutinya bagaikan lebah mengikuti ratunya." Rasulullah Saw.
melanjutkan kisahnya, bahwa Dajjal memerintahkan untuk membunuh seorang
lelaki, lalu lelaki itu dipukulnya dengan pedang hingga terpotong menjadi dua
bagian dalam keadaan terpental jauh. Kemudian Dajjal memanggilnya, ternyata
lelaki itu hidup kembali dan datang kepadanya. Ketika Dajjal dan pasukannya
dalam keadaan demikian, Allah Swt. menurunkan Al-Masih Isa putra Maryam a.s.
Isa turun di menara putih yang ada di sebelah timur kota Dimasyq dengan memakai
dua lapis baju berwarna kuning seraya meletakkan kedua tangannya di antara
sayap dua malaikat. Lalu Isa putra Maryam mengejar Dajjal dan dapat
menjumpainya di pintu gerbang sebelah timur kota Ladd, lalu Dajjal dibunuhnya.
Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa ketika mereka dalam keadaan
demikian (bersama Isa), tiba-tiba Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Isa putra
Maryam a.s, "Bahwasanya Aku telah mengeluarkan sebagian dari
hamba-hamba-Ku yang tidak akan mampu bagimu memerangi mereka, maka
selamatkanlah hamba-hamba-Ku yang beriman ke Bukit Tur." Lalu Allah
mengeluarkan Ya-juj dan Ma-juj, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. (Al-Anbiya:
96) Maka Isa dan sahabat-sahabatnya berdoa kepada Allah Swt. dengan penuh
harap. Kemudian Allah mengirimkan wabah ulat yang menjangkiti tengkuk Ya-juj
dan Ma-juj, sehingga mereka mati semuanya bagaikan matinya seseorang karena
wabah tersebut. Isa dan para sahabatnya turun, mereka tidak menjumpai
suatu rumah pun melainkan dipenuhi dengan bangkai dan bau busuk Ya-juj dan
Ma-juj . Lalu Isa dan para sahabatnya kembali memohon kepada Allah dengan penuh
harap (agar dibebaskan dari bencana itu). Maka Allah mengirimkan burung-burung
yang besar tiap ekornya sama dengan unta yang paling besar, lalu burung-burung
itu membawa bangkai Ya-juj dan Ma-juj untuk membuangnya ke tempat yang
dikehendaki oleh Allah.
Ibnu
Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Yazid As-Saksaki, dari
Ka'b atau lainnya yang mengatakan bahwa burung-burung itu membuang bangkai
Ya-juj dan Ma-juj ke Al-Mahyal. Ibnu Jabir bertanya, "Hai Abu Yazid, di
manakah Al-Mahyal itu ?" Abu Yazid menjawab, "Tempat terbitnya
matahari."
Abu
Yazid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Allah menurunkan hujan lebat yang
melanda semua bangunan perkotaan dan kampung-kampung selama empat puluh hari
tanpa berhenti; hujan itu mencuci bumi sehingga menjadi bersih dan licin. Lalu
dikatakan kepada bumi, "Keluarkanlah tumbuh-tumbuhanmu dan keluarkanlah
keberkatanmu." Maka pada masa itu satu buah delima dapat mencukupi
beberapa orang, mereka dapat bernaung di bawah daunnya. Ternak diberkati pula
sehingga perahan susu seekor unta betina dapat mencukupi untuk minum sejumlah
besar orang, perahan susu dari seekor sapi betina dapat mencukupi banyak orang,
dan perahan susu seekor kambing betina cukup untuk satu keluarga. Ketika mereka
dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah Swt. mengirimkan angin yang berbau
harum, lalu angin itu menerpa bagian bawah ketiak mereka dan mencabut roh
setiap orang muslim, atau setiap orang mukmin. Sehingga yang tertinggal di bumi
ini hanyalah orang-orang jahat saja, sikap mereka sama dengan sekumpulan
keledai liar, maka hari kiamat terjadi di atas mereka.
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara tunggal, tanpa Imam Bukhari. Imam
Bukhari meriwayatkannya bersama pemilik kitab sunnah lainnya melalui berbagai
jalur dari Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir dengan sanad yang sama. Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis berpredikat hasan sahih.
Hadis ketiga.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو،
عَنِ ابْنِ حَرْمَلَة، عَنْ خَالَتِهِ قَالَتْ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَاصِبٌ أصبعُه مِنْ لَدْغَةِ عَقْرب، فَقَالَ:
"إِنَّكُمْ تَقُولُونَ: "لَا عَدُوَّ، وَإِنَّكُمْ لَا تَزَالُونَ
تُقَاتِلُونَ عَدُوًّا، حَتَّى يَأْتِيَ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ عِرَاضُ
الْوُجُوهِ، صِغَارُ الْعُيُونِ، صُهْبَ الشِّعَافِ، مِنْ كُلِّ حَدَب يَنْسِلُونَ،
كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ المَجَانّ المُطرَقة"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Ibnu Harmalah, dari bibinya
yang mengatakan bahwa rasulullah Saw. berkhotbah yang saat itu membalut jari
telunjuknya karena tersengat kalajengking. Beliau bersabda dalam khotbahnya: Sesungguhnya
kalian mengatakan bahwa kalian tidak mempunyai musuh lagi, padahal sesungguhnya
kalian masih tetap perang dengan musuh, hingga datang Ya-juj dan Ma-juj yang
berwajah lebar, bermata sipit, berambut londe. Mereka turun dari setiap tempat
yang tinggi, wajah mereka seakan-akan mirip dengan perisai yang ditempa.
Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Muhammad ibnu
Amr, dari Khalid ibnu Abdullah ibnu Harmalah Al-Mudalj i, dari seorang bibinya,
dari Nabi Saw. Lalu disebutkan lafaz yang semisal dengan hadis di atas.
Hadis keempat.
Dalam
tafsir akhir surat Al-A'raf telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Imam
Ahmad, dari Hasyim, dari Al-Awwam, dari Jabalah ibnu Suhaim, dari Marsad ibnu
Imarah, dari Ibnu Mas'ud r.a, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda bahwa di
malam beliau menjalani isra-nya beliau berdua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa,
dan Nabi Isa.
Mereka
berbincang-bincang tentang hari kiamat, lalu mereka menanyakannya kepada
Ibrahim, tetapi Ibrahim menjawab, "Saya tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya." Mereka menanyakannya kepada Musa dan Musa menjawab,
"Saya tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." Akhirnya mereka menyerahkan
masalahnya kepada Isa, dan Isa berkata, "Tentang waktunya, tiada seorang
pun yang mengetahuinya selain hanya Allah. Tetapi menurut apa yang telah
dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku, Dajjal kelak akan muncul, sedangkan di
tanganku terpegang dua bilah tombak. Apabila Dajjal melihatku, maka leburlah
tubuhnya sebagaimana leburnya timah yang dipanaskan." Isa melanjutkan
kisahnya, bahwa Allah membinasakan Dajjal. Manakala Dajjal melihatnya, sehingga
sesungguhnya batu-batuan dan pepohonan dapat berbicara, "Hai orang muslim,
sesungguhnya di bawahku bersembunyi orang kafir, maka kemarilah dan bunuhlah
dia!" Allah membinasakan bala tentara Dajjal, kemudian manusia kembali ke
negeri dan tanah airnya masing-masing.
Setelah
itu muncullah Ya-juj dan Ma-juj, mereka berdatangan dari semua tempat yang
tinggi dengan cepatnya, lalu menginjak-injak negeri manusia. Tidak sekali-kali
mereka mendatangi sesuatu tempat, melainkan mereka binasakan tempat itu. Dan
tidak sekali-kali mereka melewati sumber air, melainkan mereka meminumnya
sampai kering.
Isa
a.s. melanjutkan kisahnya, "Setelah itu manusia kembali ke negerinya
masing-masing (bersembunyi) untuk menghindari kejahatan Ya-juj dan Ma-juj.
Mereka mengadu kepadaku tentang kejahatan Ya-juj dan Ma-juj, maka aku berdoa
kepada Allah untuk kebinasaan Ya-juj dan Ma-juj. Akhirnya Allah membinasakan
mereka dan menumpas habis mereka sehingga bumi ini cemar berat karena bangkai
mereka yang baunya sangat busuk. Kemudian Allah menurunkan hujan lebat yang
menyapu bersih semua bangkai mereka, lalu menghanyutkannya ke laut.
Isa
a.s. mengatakan bahwa menurut apa yang dijanjikan oleh Tuhannya kepadanya,
bilamana masa itu telah berlalu, maka kejadian hari kiamat sama dengan seorang
wanita yang telah mengandung tua, keluarganya tidak mengetahui bilakah si
wanita itu memberikan kejutan kepada mereka dengan kelahiran seorang bayi,
apakah di malam hari ataukah di siang hari?
Ibnu
Majah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Yazid ibnu
Harun, dari Al-Awwam ibnu Hausyab dengan sanad yang sama dan lafaz yang
semisal; tetapi ada tambahannya, yaitu Al-Awwam mengatakan bahwa hal yang
membenarkannya berada di dalam Kitabulldh melalui firman-Nya: Hingga
apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan
cepat dari seluruh tempat yang tinggi. (Al-Anbiya: 96)
Ibnu
Jarir sehubungan dengan masalah ini telah meriwayatkan melalui hadis Jabalah
dengan sanad yang sama. Hadis-hadis yang menceritakan tentang hal ini banyak
sekali, begitu pula asar-asar yang bersumber dari ulama Salaf.
Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui hadis Ma'mar, dari banyak
orang, dari Humaid ibnu Hilal, dari Abus Saif yang mengatakan, Ka'b pernah
mengatakan bahwa bilamana akan tiba saat keluarnya Ya-juj dan Ma-juj, mereka
melubangi tembok itu dengan kapak (peralatan) yang mereka miliki, sehingga
orang-orang yang tinggal di balik tembok itu dapat mendengar suara kapak
mereka. Bilamana hari telah petang dan malam akan tiba, maka Allah menjadikan
lisan seseorang dari mereka (Ya-juj dan Ma-juj) berbicara, "Kita datang
lagi besok untuk meneruskannya." Pada keesokan harinya mereka berangkat
menuju ke tembok itu, dan mereka menjumpai tembok itu telah diutuhkan kembali
oleh Allah seperti semula sebelum dilubangi. Maka mereka menggali (melubanginya)
kembali sehingga manusia yang tinggal di balik tembok mereka dapat mendengar
suara kapak mereka. Bilamana malam tiba, Allah menjadikan lisan seseorang dari
mereka mengatakan, "Kita akan ulangi lagi galian ini besok, insya
Allah." Pada keesokan harinya mereka datang, dan ternyata mereka
menjumpainya dalam keadaan seperti mereka tinggalkan kemarin (berkat perkataan
insya Allah mereka, pent.) Mereka meneruskan pekerjaannya sehingga tembok itu
dapat mereka jebol, dan mereka keluar dari tembok itu. Gelombang pertama dari
mereka melewati sebuah danau, maka mereka meminum air danau itu sampai kering.
Kemudian gelombang kedua keluar, lalu mereka menjilati lumpur danau itu.
Gelombang ketiga keluar dan melewati tempat danau itu, lalu mereka berkata,
"Dahulu di sini pernah ada airnya." Manusia lari dari mereka, tiada
sesuatu pun yang dapat menahan serbuan mereka.
Kemudian
mereka (Ya-juj dan Ma-juj) mengarahkan anak panahnya ke langit, lalu
melepaskannya dan anak-anak panah mereka kembali ke bumi dalam keadaan
berlumuran darah. Mereka berkata, "Kita telah kalahkan penduduk bumi dan
penduduk langit."
Maka
Nabi Isa a.s. mendoakan kebinasaan mereka seraya mengatakan dalam doanya,
"Ya Allah, tiada kekuatan dan tiada upaya bagi kami untuk menghadapi
mereka, maka lindungilah kami dari mereka dengan apa yang Engkau
kehendaki." Lalu Allah menimpakan kepada mereka wabah penyakit ulat yang
dikenal dengan nama 'ulat penyakit unta'. Wabah itu menggerogoti tengkuk mereka
hingga mereka binasa semuanya. Lalu Allah mengirimkan burung-burung yang
membawa bangkai mereka dengan paruh dan cakarnya, kemudian melemparkan mereka
ke laut.
Setelah
itu Allah mengirimkan hujan yang diberi nama 'hujan kehidupan'. Dengan hujan
itu Allah membersihkan bumi dan menjadikannya mengeluarkan tetumbuhannya kembali,
sehingga satu buah delima dapat mengenyangkan seisi rumah. Ketika ditanyakan
kepada Ka'b apa yang dimaksud dengan seisi rumah, Ka'b menjawab satu keluarga.
Ka'b
melanjutkan kisahnya, bahwa ketika manusia dalam keadaan hidup makmur seperti
itu, tiba-tiba terdengarlah suara yang meminta tolong, menyerukan bahwa Zus
Suwaiqataini (bangsa yang berbetis panjang) sedang merusak Ka'bah.
Ka'b
melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Isa putra Maryam berangkat bersama sejumlah
pasukan yang terdiri atas tujuh ratus orang atau antara tujuh ratus sampai
delapan ratus orang personel (untuk memerangi Zus Suwaiqataini). Tetapi ketika
mereka sampai di tengah perjalanan, Allah mengirimkan angin Yamaniyah yang
berbau harum; lalu angin itu mencabut semua roh orang mukmin, sehingga yang
tinggal di bumi ini hanyalah orang-orang yang jahatnya saja, mereka hidup
bagaikan hewan ternak. Maka saat hari kiamat bila mencapai tahap tersebut sama
dengan saat seseorang sedang menunggu kudanya yang akan melahirkan, ia tidak
mengetahui jam berapakah kudanya akan melahirkan.
Ka'b
mengatakan, "Barang siapa yang mengatakan sesuatu yang lain sesudah
ceritaku ini atau sesudah mendapat pengetahuan dariku, maka dia
mempertanggungjawabkan perbuatannya."
Kisah
ini merupakan kisah yang paling baik dari Ka'b Al-Ahbar, mengingat ada bukti
yang menguatkannya dari hadis-hadis yang sahih.
Di
dalam hadis telah disebutkan bahwa Isa putra Maryam melakukan ibadah haji di
Baitullah Al-'Atiq.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عِمْرَانُ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عُتبَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ليُحَجَّنَّ
هَذَا الْبَيْتَ، وليُعْتَمَرنّ بَعْدَ خروج يأجوج ومأجوج"
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah
menceritakan kepada kami Imran, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Abu Atabah,
dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
dia (Isa putra Maryam) benar-benar akan melakukan haji di Baitullah dan
sesungguhnya dia benar-benar akan berumrah sesudah munculnya Ya-juj dan Ma-juj.
Imam
Bukhari mengetengahkan hadis ini secara tunggal.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ}
Dan
telah dekatlah kedatangan janji yang benar. (Al-Anbiya: 97)
Yakni
hari kiamat. Bilamana telah terjadi huru-hara, keguncangan dan kekacauan
tersebut, maka hari kiamat telah dekat. Dan bilamana hari kiamat terjadi, maka
orang-orang kafir yang hidup di masa itu berkata, "Ini adalah hari yang
sangat sulit." Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَإِذَا هِيَ شَاخِصَةٌ أَبْصَارُ الَّذِينَ
كَفَرُوا}
maka
tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Al-Anbiya: 97)
karena
kengerian mereka yang sangat saat menyaksikan peristiwa-peristiwa yang besar di
hari kiamat itu.
{يَا وَيْلَنَا}
Aduhai,
celakalah kami. (Al-Anbiya:
97)
Yaitu
mereka berkata, "Aduhai, celakalah kami,"
قَدْ كُنَّا فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا}
Sesungguhnya
kami adalah dalam kelalaian tentang ini. (Al-Anbiya: 97)
Maksudnya,
saat mereka di dunia melalaikan adanya hari kiamat.
{بَلْ كُنَّا ظَالِمِينَ}
bahkan
kami adalah orang-orang yang zalim. (Al-Anbiya: 97)
Mereka
mengakui kezaliman mereka terhadap dirinya sendiri. Tetapi nasi sudah menjadi
bubur, hal itu tidak dapat menolong mereka.
Al-Anbiya,
ayat 98-103
{إِنَّكُمْ وَمَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ (98)
لَوْ كَانَ هَؤُلاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ (99)
لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَهُمْ فِيهَا لَا يَسْمَعُونَ (100) إِنَّ الَّذِينَ
سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ (101) لَا
يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ (102)
لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الأكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ هَذَا
يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (103) }
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah
umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu
Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya.
Mereka merintih di dalam api dan mereka di dalamnya tidak bisa mendengar.
Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari
Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara
api neraka dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka.
Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), dan
mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata), "Inilah
hari kalian yang telah dijanjikan kepada kalian.”
Allah
Swt. berfirman, ditujukan kepada penduduk Mekah dari kalangan orang-orang
musyrik Quraisy dan para pengikutnya yang menyembah berhala seperti mereka.
{إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ}
Sesungguhnya
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98)
Ibnu
Abbas mengatakan yang dimaksud dengan hasab ialah bahan bakar yang
menambah besar api Jahanam. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
yang
bahan bakarnya manusia dan batu. (Al-Baqarah:
24)
Ibnu
Abbas telah mengatakan pula bahwa hasabu jahannam artinya pepohonan
neraka Jahanam.
Menurut
riwayat yang lainnya, hasabu jahannam artinya kayu bakar neraka Jahanam
dengan bahasa orang-orang Indian.
Mujahid
dan Ikrimah serta Qatadah mengatakan kayu bakarnya, dan hal yang sama telah
disebutkan di dalam qiraat Ali dan Aisyah r.a. Ad-Dahhak mengatakan bahwa hasabu
jahannam artinya sesuatu yang diumpankan kepada neraka Jahanam. Hal yang
sama telah dikatakan oleh yang lainnya, pada kesimpulannya makna masing-masing
berdekatan.
Firman
Allah Swt.:
{أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ}
Kalian
pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya:
98)
Artinya,
kalian pasti memasukinya.
{لَوْ كَانَ هَؤُلاءِ آلِهَةً مَا
وَرَدُوهَا}
Andaikata
berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. (Al-Anbiya: 99)
Yakni
seandainya berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu yang kalian sembah selain
Allah adalah benar sebagai tuhan-tuhan tentulah mereka tidak akan masuk neraka.
{وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ}
Dan
semuanya akan kekal di dalamnya. (Al-Anbiya:
99)
Yakni
para penyembah dan semua yang mereka sembah (selain Allah) berada di dalam
neraka untuk selama-lamanya.
{لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ}
Mereka
merintih di dalam api. (Al-Anbiyai
100)
Semakna
dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
{لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ}
di
dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik napas (dengan merintih). (Hud: 106)
dan
mereka di dalamnya tidak bisa mendengar. (Al-Anbiya: 100)
Yang
dimaksud dengan zafir ialah embusan napas, sedangkan yang dimaksud
dengan syahiq ialah tarikan nanas.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Fudail, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Mas'udi, dari ayahnya
yang mengatakan bahwa ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata, "Apabila yang
tertinggal di dalam neraka hanyalah orang-orang yang ditakdirkan kekal di
dalamnya, maka mereka dimasukkan ke dalam peti-peti dari api yang dipaku dengan
api pula mengunci mereka. Tiada seorang pun yang melihat mereka sedang diazab
kecuali orang-orang yang bersangkutan sendiri." Kemudian Abdullah ibnu
Mas'ud membaca firman-Nya: Mereka merintih di dalam api dan mereka di
dalamnya tidak bisa mendengar. (Al-Anbiya: 100)
Ibnu
Mas'ud r.a. membacanya layusma'un, yakni suara rintihan mereka di dalam
neraka tidak dapat didengar (pent).
Ibnu
Jarir meriwayatkannya melalui hadis Hajjaj ibnu Muhammad, dari Al-Mas'udi, dari
Yunus ibnu Hibban, dari Ibnu Mas'ud, lalu disebutkan hal yang semisal.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا
الْحُسْنَى}
Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami. (Al-Anbiya: 101)
Menurut
Ikrimah, kebaikan itu berupa rahmat. Sedangkan menurut yang lain adalah
kebahagiaan.
{أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ}
mereka
itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya:
101)
Setelah
menceritakan keadaan ahli neraka dan siksaan yang dialami mereka karena
kemusyrikan mereka kepada Allah, lalu Allah mengiringinya dengan kisah tentang
orang-orang yang berbahagia, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka adalah orang-orang yang telah ditetapkan kebahagiaannya oleh Allah,
berkat amal-amal saleh yang telah mereka kerjakan selama di dunia. Seperti yang
disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى
وَزِيَادَةٌ}
Bagi
orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. (Yunus:
26)
{هَلْ
جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ}
Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (Ar-Rahman: 60)
Sebagaimana
mereka telah berbuat kebaikan di dunia, maka Allah berbuat baik pula saat
kepulangan mereka, juga memberi mereka pahala serta menyelamatkan mereka dari
azab dan memberikan kepada mereka pahala yang berlimpah. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ. لَا
يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا}
mereka
itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. (Al-Anbiya: 101-102)
Yakni
mereka tidak mendengar suara apinya yang membakar tubuh-tubuh yang ada di
dalamnya.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Usman
Al-Hariri, dari Abu Usman sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tidak
mendengar sedikit pun suara api neraka. (Al-Anbiya: 102) Yaitu suara
ular-ularnya yang ada di atas Sirat mematuki ahli neraka. Bila ular-ular
itu mematuki mereka, ia mengeluarkan suara tertentu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ
خَالِدُونَ}
dan
mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka. (Al-Anbiya: 102)
Allah
menyelamatkan mereka dari semua yang dihindari dan yang dibenci, juga
memberikan kepada mereka semua yang diminta dan yang disukai.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnul Hasan ibnu Abu Yazid Al-Hamdani, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari anak
paman An-Nu'man Ibnu Basyir, dari An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa
ia pernah begadang bersama Ali di suatu malam, lalu Ali membaca firman-Nya: Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka
itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Lalu Ali berkata, bahwa ia dan
Umar termasuk dari mereka, Usman termasuk dari mereka, juga Talhah dan Abdur
Rahman. Atau Ali menyebutkan bahwa Sa'd termasuk dari mereka. An-Nu'man ibnu
Basyir melanjutkan kisahnya, bahwa tidak lama kemudian salat didirikan, lalu
Ali bangkit; yang menurut seingat An-Nu'man, Ali menyeret kainnya seraya
membaca firman-Nya: mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. (Al-Anbiya-102)
Syu'bah
telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Yusuf Al-Makki, dari Muhammad ibnu
Hatib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka
ketetapan yang baik dari Kami. (Al-Anbiya: 101), hingga akhir ayat. Bahwa
Usman dan teman-temannya termasuk dari kalangan mereka yang disebutkan dalam
ayat ini.
Ibnu
Abu Hatim telah meriwayatkan pula asar ini.
Ibnu
Jarir meriwayatkannya melalui hadis Yusuf ibnu Sa'd, bukan Ibnu Mahik, dari
Muhammad ibnu Hatib, dari Ali, lalu disebutkan asar yang sama, tetapi teksnya
mengatakan bahwa Usman termasuk dari kalangan mereka.
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101)
Mereka adalah kekasih-kekasih Allah, mereka melalui Sirat dengan
kecepatan yang lebih cepat daripada kilat, lalu yang tertinggal adalah
orang-orang kafir, mereka berada di neraka dalam keadaan berlutut. Takwil ini
sependapat dengan apa yang telah kami sebutkan di atas. Ulama lainnya
mengatakan bahwa bahkan ayat ini diturunkan berkenaan dengan pengecualian dari
mereka yang disembah.
Dikecualikan
dari mereka Uzair dan Al-Masih Isa putra Maryam, seperti yang telah dikatakan
oleh Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij dan Usman, dari Ata, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan apa
yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke
dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Kemudian dikecualikan melalui firman-Nya: Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami. (Al-Anbiya:
101)
Menurut
suatu pendapat, mereka adalah para malaikat, Isa, dan lain sebagainya yang
disembah-sembah selain Allah Swt. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah,
Al-Hasan, dan Ibnu Juraij.
Ad-Dahhak
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami. (Al-Anbiya:
101) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Isa putra Maryam dan Uzair a.s.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Al-Husain ibnu Isa ibnu Maisarah, telah menceritakan kepada kami
Abu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Al-Asbag,
dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang
telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami. (Al-Anbiya: 101) Yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah dimasukkan ke dalam
neraka kecuali matahari, bulan, dan Isa putra Maryam. Akan tetapi, sanad
riwayat ini lemah.
Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka
itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Yaitu Isa, Uzair, dan malaikat.
Ad-Dahhak
mengatakan bahwa mereka adalah Isa, Maryam, malaikat, matahari, dan bulan.
Hal
yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Abu Saleh serta
lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Sehubungan
dengan hal ini Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis yang garib sekali.
Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Ya'qub
Al-Mirkhani, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Maslamah ibnu Abdul
Malik, telah menceritakan kepada kami Al-Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mugis, dari
Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka
itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Bahwa mereka adalah Isa, Uzair,
dan malaikat. Sebagian dari mereka ada yang menuturkan kisah Ibnuz Za'bari dan
perdebatan kaum musyrik.
Abu
Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hasan Al-Anmati,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ur'urah, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Hakim, telah menceritakan kepada kami
Al-Hakam (yakni Ibnu Aban), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Abdullah ibnuz Za'bari datang kepada Nabi Saw, lalu ia berkata, "Apakah
engkau menduga bahwa Allah telah menurunkan kepadamu ayat ini," yaitu
firman-Nya;. Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah
adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Ibnuz
Za'bari mengatakan, "Aku telah menyembah matahari, bulan, malaikat, Uzair,
dan Isa putra Maryam. Mereka semuanya dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan
sembahan-sembahan kami." Maka turunlah firman-Nya: Dan tatkala putra
Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaumnya (Quraisy) bersorak
karenanya. Dan mereka berkata, "Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami
atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu,
melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka
bertengkar. (Az-Zukhruf: 57-58) Kemudian turunlah firman Allah Swt. yang
mengatakan: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al--Anbiya: 101)
Al-Hafiz
Abu Abdullah telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitabnya yang berjudul Al-Ahadisul
Mukhtarah.
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Qubaisah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan (yakni
As-Sauri), dari Al-A'masy, dari teman-temannya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa ketika diturunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan
apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke
dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Orang-orang musyrik berkata bahwa para malaikat,
Uzair, dan Isa termasuk yang disembah selain Allah. Maka turunlah firman-Nya: Andaikata
berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. (Al-Anbiya:
99) Yakni tuhan-tuhan yang mereka sembah itu. Dan semuanya akan kekal di
dalamnya. (Al-Anbiya: 99)
Telah
diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abu Kadinah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu turunlah
ayat berikut: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101)
Muhammad
ibnu Ishaq ibnu Yasar rahimahullah telah mengatakan di dalam Kitabus
Sirah-nya, bahwa menurut berita yang sampai kepadaku Rasulullah Saw. di
suatu hari duduk bersama Al-Walidah ibnul Mugirah di masjid. Lalu datanglah
An-Nadr ibnul Haris dan ikut duduk bergabung bersama mereka di dalam masjid
sejumlah lelaki dari kaum Quraisy. Rasulullah Saw. berbicara, lalu dibantah
oleh An-Nadr ibnul Haris. Maka Rasulullah Saw. mendebatnya hingga An-Nadr
bungkam, lalu beliau membacakan ayat berikut kepadanya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian
pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) sampai dengan firman-Nya: dan
mereka di dalamnya tidak bisa mendengar. (Al-Anbiya: 100) Kemudian
Rasulullah Saw. bangkit berdiri. Sesudah itu datanglah Abdullah ibnuz Zab'ari
As-Sahmi, lalu duduk bersama mereka. Al-Walid ibnul Mugirah berkata kepada
Abdullah ibnuz Zab'ari, "Demi Allah, tadi An-Nadr ibnul Haris tidak dapat
menjawab Ibnu Abdul Muttalib (yakni Nabi Saw.). Muhammad menduga bahwa kami dan
tuhan-tuhan sesembahan kami ini (saat itu mereka berada di Masjidil Haram yang
masih penuh dengan berhala-berhala, pent.) menjadi umpan neraka." Maka
Abdullah ibnuz Zab'ari mengatakan, "Demi Allah, sekiranya saya berdua
dengannya, tentulah saya akan mendebatnya. Maka tanyakanlah kepada Muhammad
bahwa semua yang disembah selain Allah dimasukkan ke dalam neraka Jahanam
bersama-sama orang-orang yang menyembahnya. Dan kita menyembah malaikat,
orang-orang Yahudi menyembah Uzair, dan orang-orang Nasrani menyembah Al-Masih
Isa putra Maryam (berarti semuanya dimasukkan ke neraka)?" Maka Al-Walid
dan orang-orang yang ada di majelis itu bersamanya merasa kagum dengan
perkataan Abdullah ibnuz Zab'ari. Mereka menilai bahwa Az-Zab'ari dapat
mengalahkan hujah Muhammad. Ketika hal itu diceritakan kepada Rasulullah Saw,
maka beliau Saw. bersabda:
كُلُّ مَنْ أحَبَّ أَنْ
يُعْبَدَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَهُوَ مَعَ مَنْ عَبَدَهُ، إِنَّهُمْ إِنَّمَا
يَعْبُدُونَ الشَّيَاطِينَ وَمَنْ أمَرَتْهُم بِعِبَادَتِهِ.
Setiap
orang yang suka disembah selain Allah, maka dia dikumpulkan bersama orang-orang
yang menyembahnya. Sesungguhnya mereka hanya menyembah setan dan mengikuti
orang yang memerintahkan mereka agar menyembahnya.
Lalu
Allah menurunkan firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا
الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ. لا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا وَهُمْ فِي
مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ}
Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka
dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka, dan
mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka. (Al-Anbiya: 101-102)
Yakni
mereka adalah Isa, Uzair. para rahib, dan para pendeta yang mereka sembah,
padahal mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah; setelah mereka mati,
orang-orang yang sesat dari kalangan kaumnya lalu menjadikan mereka sebagai
tuhan-tuhan selain Allah yang mereka sembah-sembah. Telah diturunkan pula
sehubungan dengan penuturan mereka (orang-orang musyrik) yang mengatakan bahwa
mereka menyembah malaikat, dan bahwa malaikat itu adalah anak-anak perempuan
Allah, yaitu firman-Nya: Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah
telah mengambil (mempunyai) anak.” Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat
itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya: 26) sampai dengan
firman-Nya: Dan barang siapa di antara mereka mengatakan, "Sesungguhnya
aku adalah tuhan selain dari Allah, " maka orang itu Kami beri balasan
dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (Al-Anbiya:
29)
Telah
diturunkan pula wahyu Allah yang menyebutkan bahwa Isa putra Maryam disembah
selain Allah, demikianlah kata Az-Zab'ari yang membuat Al-Walid dan orang-orang
yang bersamanya merasa kagum dengan bantahan yang dikemukakannya.
{وَلَمَّا ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلا
إِذَا قَوْمُكَ مِنْهُ يَصِدُّونَ. وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا
ضَرَبُوهُ لَكَ إِلا جَدَلا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ. إِنْ هُوَ إِلا عَبْدٌ
أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ. وَلَوْ نَشَاءُ
لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ. وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ
لِلسَّاعَةِ فَلا تَمْتَرُنَّ بِهَا}
Dan
tatkala (Isa) putra Maryam dijadikan
perumpamaan, tiba-tiba kaumnya (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka
berkata, "Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?” Mereka
tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu, melainkan dengan maksud membantah
saja; sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. Isa tiada lain
hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan
Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani
Israil. Dan kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di
muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun. Dan sesungguhnya Isa itu
benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu, janganlah
kalian ragu-ragu tentang kiamat itu. (Az-Zukhruf: 57-61)
Yakni
mukjizat yang telah Aku berikan kepadanya—seperti menghidupkan orang-orang yang
mati dan menyembuhkan berbagai macam penyakit— itu sudah cukup dijadikan
sebagai bukti yang menunjukkan pengetahuan tentang hari kiamat. Lalu disebutkan
dalam firman selanjutnya: Karena itu janganlah kalian ragu-ragu tentang
kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (Az-Zukhruf: 61)
Apa
yang dikatakan oleh Ibnuz Zab'ari ini keliru besar, karena sesungguhnya ayat
ini diturunkan sebagai khitah buat penduduk Mekah karena mereka
menyembah berhala yang merupakan benda mati, tidak berakal. Dimaksudkan sebagai
kecaman dan celaan terhadap orang-orang yang menyembah berhala. Karena itulah
maka disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian
sembah selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98) Maka bagaimana
dia menerapkan hal ini kepada Al-Masih serta Uzair dan lain-lainnya yang telah
beramal saleh? Sedangkan mereka seandainya masih hidup, pasti tidak akan suka
dengan perbuatan orang-orang yang menyembah diri mereka.
Ibnu
Jarir di dalam kitab tafsirnya dalam menjawab pertanyaan seperti ini mengatakan
bahwa huruf ma ditujukan kepada sesuatu yang tidak berakal menurut
bahasa Arab.
Abdullah
ibnuz Zab'ari pada akhirnya masuk Islam. Dia adalah seorang penyair terkenal,
sebelum itu ia sering menyerang kaum muslim melalui syairnya. Setelah masuk
Islam, ia meminta maaf melalui syairnya pula, antara lain ia mengatakan:
يَا رَسُولَ الْمَلِيكِ، إِنَّ لِسَانِي ... رَاتقٌ مَا فتَقْتُ إذْ
أنَا بُورُ ...
إذْ أجَاري الشَّيطَانَ
فِي سَنَن الغَي ... وَمَنْ مَالَ مَيْلَه مَثْبُور
Wahai Rasulullah junjungan kami,
sesungguhnya lisanku kini akan memperbaiki apa yang telah dirusakkannya di masa
silam, yaitu di saat temanku adalah setan dalam kesesatan; barang siapa yang mengikuti
jalan setan, pastilah ia binasa.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الأكْبَرُ}
Mereka
tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat). (Al-Anbiya: 103)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah kematian, menurut apa yang
diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Yahya ibnu Rabi'ah, dari Ata.
Menurut
pendapat lainnya, maksudnya ialah tiupan sangkakala, menurut Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas dan Abu Sinan Sa'id ibnu Sinan Asy-Syaibani; pendapat inilah yang dipilih
oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, maknanya ialah saat seorang hamba diperintahkan
untuk masuk neraka; pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Menurut
pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah saat neraka ditumpahkan
kepada para penghuninya; pendapat ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Ibnu
Juraij.
Pendapat
yang lainnya lagi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah saat maut disembelih
di antara surga dan neraka; pendapat ini dikatakan oleh Abu Bakar Al-Huzali,
menurut riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim bersumber darinya.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ هَذَا
يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ}
dan
mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata), "Inilah hari kalian yang telah
dijanjikan kepada kalian." (Al-Anbiya: 103)
Yakni
para malaikat berkata kepada mereka, memberitahukan akan datangnya hari kembali
mereka (kepada Allah), yaitu disaat mereka dikeluarkan dari kuburnya. Perkataan
para malaikat itu ialah:
{هَذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ}
Inilah
hari kalian yang telah dijanjikan kepada kalian. (Al-Anbiya: 103)
Yaitu
berharaplah kalian untuk memperoleh balasan yang menyenangkan kalian.
Al-Anbiya, ayat 104
{يَوْمَ نَطْوِي
السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ
نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ (104) }
(Yaitu) pada
hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas.
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah
yang akan melaksanakannya.
Allah Swt. berfirman bahwa
kejadian ini pasti akan terjadi pada hari kiamat nanti, yaitu:
{يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ
السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ}
pada hari Kami gulung langit
laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya:
104)
Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ
بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Dan mereka tidak mengagungkan
Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi
Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا
مُقَدم بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي عَمِّي الْقَاسِمُ بْنُ يَحْيَى، عَنْ عُبَيد
اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ يَقْبِضُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الأرضَين، وَتَكُونُ السموات بِيَمِينِهِ"
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muqaddam ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku
pamanku Al-Qasim ibnu Yahya, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah kelak di hari kiamat
menggulung bumi, dan begitu pula langit dengan tangan kanan-Nya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis
ini bila ditinjau dari segi jalurnya dengan periwayatan yang tunggal
(munfarid).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ahmad ibnul Hajjaj Ar-Ruqiy, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Salamah, dari Abul Wasil, dari Abul Malih Al-Azdi, dari Abul Jauza Al-Azdi,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah menggulung tujuh lapis langit
bersama semua makhluk yang ada di dalamnya, dan menggulung tujuh lapis bumi
bersama semua makhluk yang ada di dalamnya, semuanya itu digulung oleh Allah
dengan tangan kanan-Nya. Dan semuanya itu di tangan-Nya sama dengan sebiji
sawi.
Firman Allah Swt.:
{كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ}
seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104)
Menurut suatu pendapat, yang
dimaksud dengan sijil adalah lembaran kertas kitab. Menurut pendapat
yang lain ialah segolongan malaikat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah
menceritakan kepada kami Abul Wafa Al-Asyja'i, dari ayahnya, dari Ibnu Umar
sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit
laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Bahwa yang
dimaksud dengan sijil di sini ialah malaikat; apabila ia naik ke langit
dengan membawa permohonan ampunan, maka dikatakan kepadanya, "Tulislah
dengan nur." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari
Abu Kuraih, dari Ibnu Yaman dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
diriwayatkan dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, bahwa sijil adalah
malaikat.
As-Saddi mengatakan bahwa as-sijil
dalam ayat ini berarti malaikat yang ditugaskan mencatat amal perbuatan;
apabila seseorang meninggal dunia, maka kitab catatan amalnya dimasukkan ke
dalam sijil, lalu ditutup dan disimpan hingga hari kiamat.
Menurut pendapat yang lain,
makna yang dimaksud ialah nama seorang sahabat yang bertugas mencatat wahyu
bagi Nabi Saw.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu
Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah
menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauzai,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung
langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104), Bahwa
as-sijil adalah seorang lelaki.
Nuh berkata, telah menceritakan
kepadaku Yazid ibnu Ka'b Al-Auzi, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi Saw.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Abu Daud dan ImamNasai, keduanya melalui Qutaibah ibnu Sa'id, dari Nuh
ibnu Qais, dari Yazid ibnu Ka'b, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi Saw.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari
Nasr ibnu Ali Al-Jahdami seperti yang telah disebutkan di atas.
Ibnu Addi meriwayatkannya
melaluiYahya ibnu Amr ibnu Malik Al-Bakri, dari ayahnya, dari Abul Jauza, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. mempunyai seorang juru
tulis bernama as-sijil. Dialah yang disebutkan oleh firman-Nya: (Yaitu) pada
hari Kami gulung langit sebagaimana (sijjil) menggulung
lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Sebagaimana sijil menggulung
kertas tulis, begitulah kelak langit digulung. Kemudian Ibnu Addi mengatakan
bahwa riwayat ini tidak dikenal.
Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam
kitab Tarikh-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar
Al-Barqani Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ya'qub Al-Hajjaji, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnul Husain Al-Karkhi, bahwa Hamdan ibnu Sa'id pernah
menceritakan kepada mereka hadis berikut dari Abdullah ibnu Numair, dari
Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa as-sijil
adalah juru tulis Nabi Saw.
Al-Khatib Al-Bagdadi selanjutnya
mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar ini
berpredikat sangat munkar, tidak mempunyai asal-usul sama sekali. Begitu
pula hadis terdahulu darI Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan
lain-lainnya berpredikat munkar pula dan tidak sahih. Sejumlah
ahli huffaz telah mengemukakan keterangannya bahwa hadis ini maudu', sekalipun
di dalam Sunan Abu Daud salah seorang perawinya adalah guru kami, yaitu
Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazzi. Saya telah mengulas hadis ini dalam suatu karya
tulis yang terpisah.
Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir
menilai hadis ini berpredikat munkar, lalu membantahnya dengan bantahan
yang sempurna. Ia mengatakan bahwa tiada seorang pun di antara para sahabat
yang bernama as-sijil. Juru tulis Nabi Saw. orang-orangnya telah
dikenal, dan tiada seorang pun di antara mereka bernama as-sijil.
Ibnu Jarir dapat dibenarkan
dengan pendapatnya itu, dan alasannya yang kuat itu cukup untuk dijadikan
sebagai bukti yang menunjukkan predikat munkar hadis ini. Adapun
pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah nama seorang sahabat, maka tiada
pegangan yang lain baginya kecuali hanya hadis ini.
Pendapat yang benar dari Ibnu
Abbas ialah yang mengatakan bahwa as-sijil adalah lembaran kertas.
Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Hal yang
sama dikatakan pula oleh Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir adalah pendapat ini dengan
alasan bahwa memang makna inilah yang dikenal menurut istilah bahasa. Dengan
demikian, makna ayat ialah bahwa di hari Kami gulung langit sebagaimana
menggulung lembaran-lembaran kertas. Huruf lam pada lafaz lil kitab bermakna
'alal kitab, dan yang dimaksud dengan kitab ialah maktubnya, yakni
kertasnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam
ayat yang lain, yaitu:
{فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ}
Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat: 103)
Lil jabin bermakna 'alal jabin, yakni pada pelipisnya. Masih banyak
contoh lainnya dalam bahasa.
*******************
Firman Allah Allah Swt.:
{كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ
وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}
Sebagaimana Kami telah
memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu
janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)
Yaitu hal ini pasti terjadi
kelak pada hari Allah mengembalikan semua makhluk dalam kejadiannya yang baru,
sebagaimana Allah menciptakan mereka pada pertama kalinya. Dia Mahakuasa untuk
mengembalikan penciptaan mereka. Hari itu pasti terjadi karena termasuk salah
satu di antara yang dijanjikan oleh Allah Swt. Janji Allah tidak akan diingkari
dan tidak akan diganti, Dia Mahakuasa untuk melakukan hal tersebut. Karena
itulah dalam penghujung ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ}
sesungguhnya Kamilah yang
akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَابْنُ جَعْفَرٍ
الْمَعْنَى، قَالَا : حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْعِظَةٍ فَقَالَ: "إِنَّكُمْ
مَحْشُورُونَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا كَمَا بَدَأْنَا
أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ، وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', Abu Ja'far, dan Ubaidah Al-Ammi. Mereka
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Mugirah ibnun
Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu
waktu Rasulullah Saw. berdiri di antara kami untuk menyampaikan nasihatnya
kepada kami, lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya kalian akan digiring
menghadap kepada Allah Swt. dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang lagi
tidak disunat, "Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama,
begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati;
sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” Hingga akhir hadis.
Syaikhain mengetengahkan hadis
ini melalui riwayat Syu'bah. Imam Bukhari di dalam kitabnya menyebutkan ayat
ini. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Siti Aisyah,
dari Rasulullah Saw. hal yang semisal.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Kami telah
memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. (Al-Anbiya:
104) Ibnu Abbas mengatakan bahwa segala sesuatu binasa semuanya, lalu
diciptakan kembali sebagaimana penciptaan semula.
Al-Anbiya, ayat 105-107
{وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي
الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ
الصَّالِحُونَ (105) إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ (106) وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) }
Dan
sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz, bahwasanya bumi ini
dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam
(surat) ini benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah).
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.
Allah Swt. berfirman,
memberitahukan tentang apa yang telah dipastikanNya dan apa yang telah
ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang saleh, yaitu kebahagiaan di dunia dan
akhirat; di dunia dipusakakan-Nya bumi ini kepada mereka, selain kebahagiaan di
akhirat nanti yang menjadi milik mereka. Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}
sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf: 128)
{إِنَّا لَنَنْصُرُ
رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ
الأشْهَادُ}
Sesungguhnya Kami menolong
rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada
hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).
(Al-Mu’min: 51)
Dan firman Allah Swt.:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى
لَهُمْ } الْآيَةَ
Dan Allah telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya. (An-Nur: 55)
Selanjutnya Allah menyebutkan
bahwa hal ini telah tertulis di dalam kitab-kitab syariat, juga takdir; hal ini
pasti akan terjadi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ
بَعْدِ الذِّكْرِ}
Dan sungguh telah Kami tulis
di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul
Mahfuz. (Al-Anbiya: 105)
Al-A'masy pernah bertanya kepada
Sa'id ibnu Jubair tentang makna firman Allah Swt.: Dan sungguh telah Kami
tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz. (Al-Anbiya:
105) Bahwa yang dimaksud dengan az-zikr ialah kitab Taurat, Injil, dan
Al-Qur'an. Mujahid mengatakan bahwa Zabur adalah nama kitab.
Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi,
Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan
bahwa Zabur adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud, sedangkan az-zikr
artinya kitab Taurat.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa az-zikr artinya Al-Qur'an.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan
bahwa az-zikr ialah kitab yang ada di langit.
Mujahid mengatakan bahwa Zabur
artinya semua kitab sesudah az-zikr. az-zikr ialah kitab yang ada di
sisi Allah (Lauhul Mahfuz). Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Hal
yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam, bahwa az-zikr adalah
kitab pertama.
As-Sauri mengatakan bahwa az-zikr
artinya Lauhul Mahfuz.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan bahwa Zabur adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada
nabi-nabi, sedangkan az-zikr ialah Ummul Kitab yang telah tercatat di
dalamnya segala sesuatu sebelum itu.
Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah Swt. telah menyebutkan di dalam kitab
Taurat dan kitab Zabur serta pengetahuan-Nya yang terdahulu sebelum ada langit
dan bumi, bahwa Dia akan mempusakakan bumi ini kepada umat Muhammad Saw. dan
Dia akan memasukkan mereka yang saleh ke dalam surga-Nya.
Mujahid telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas tentang firman-Nya: bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku
yang saleh. (Al-Anbiya: 105 ) Bahwa yang dimaksud dengan bumi ialah bumi
surga.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Abul Aliyah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Qatadah, As-Saddi,
Abu Saleh, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri. Abu Darda mengatakan,
"Kitalah yang dimaksud dengan orang-orang saleh itu." Sedangkan menurut
As-Saddi, mereka adalah orang-orang mukmin.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاغًا لِقَوْمٍ
عَابِدِينَ}
Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini benar-benar
menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah). (Al-Anbiya: 106)
Yakni sesungguhnya di dalam
Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad benar-benar mengandung
manfaat dan kecukupan bagi kaum yang menyembah Allah, taat kepada syariat-Nya,
menyukainya, dan rela dengan syariat-Nya, serta lebih memilih taat kepada Allah
daripada tunduk kepada setan dan hawa nafsu mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِينَ}
Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107)
Melalui ayat ini Allah Swt.
memberitahukan bahwa Dia menjadikan Muhammad Saw. sebagai rahmat buat semesta
alam. Dengan kata lain, Dia mengutusnya sebagai rahmat buat mereka. Maka barang
siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia di dunia dan
akhiratnya. Dan barang siapa yang menolak serta mengingkarinya, maka merugilah
ia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ جَهَنَّمَ
يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ}
Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan
kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya;
dan itulah seburuk-buruknya tempat kediaman. (Ibrahim:
28-29)
Dan Allah Swt. telah berfirman
sehubungan dengan sifat Al-Qur'an:
{قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى
وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ}
Katakanlah, "Al-Qur’an
itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang
yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu
suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti)
orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat: 44)
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ،
حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الفَزَاريّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَان، عَنِ ابْنِ أَبِي
حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ عَلَى
الْمُشْرِكِينَ، قَالَ: "إِنِّي لَمْ أبعَثْ لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعثْتُ
رَحْمَةً"
Imam Muslim mengatakan di dalam
kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah
menceritakan kepada kami Marwan Al-Fazzari, dari Yazid ibnu Kaisan, dari Ibnu
Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah
Saw, "Wahai Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang
musyrik." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku diutus bukan
sebagai pelaknat, melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat.
Hadis ini diriwayatkan secara
tunggal oleh Imam Muslim.
Di dalam hadis lainnya
disebutkan:
"إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ"
Sesungguhnya aku adalah
rahmat yang dihadiahkan (kepada kalian).
Abdullah ibnu Abu Uwwanah dan
lain-lainnya meriwayatkan hadis ini melalui Waki', dari Al-A'masy, dari Abu
Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu'.
Ibrahim Al-Harbi mengatakan, telah diriwayatkan pula hadis ini oleh
lainnya dari Waki', tetapi tidak disebutkan dari Abu Hurairah.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Imam Bukhari ketika ditanya mengenai hadis ini, lalu ia menjawab bahwa
hadis ini ada pada Hafs ibnu Gayyas secara mursal.
Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan
bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik ibnu Sa'id ibnul Khams, dari
Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu'.
Kemudian ia mengetengahkannya
melalui jalur Abu Bakar ibnul Muqri dan Abu Ahmad Al-Hakim, keduanya dari Bakar
ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Sufi.
Disebutkan bahwa telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, dari Abu Usamah, dari
Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazm, dari Abu Hurairah yang
mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ"
Sesungguhnya aku adalah
rahmat yang dihadiahkan.
Kemudian ia mengetengahkannya
pula melalui jalur As-Silt ibnu Mas'ud, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Mis'ar,
dari Sa'id ibnu Khalid, dari seorang lelaki, dari Ibnu Umar yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً مُهْدَاةً، بُعثْتُ
بِرَفْعِ قَوْمٍ وَخَفْضِ آخَرِينَ"
Sesungguhnya Allah mengutusku
sebagai pembawa rahmat yang dihadiahkan, aku diutus untuk mengangkat (derajat) suatu kaum dan merendahkan yang lainnya.
Abul Qasim Imam Tabrani
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Nafi'
At-Tahhan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh yang mengatakan
bahwa ia menjumpai sebuah kitab di Madinah berasal dari Abdul Aziz Ad-Darawardi
dan Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Umar ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Aziz ibnu Amr
ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Saleh At-Tammar, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad
ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Abu Jahal
sesudah kembali ke Mekah dari jamuan minum khamarnya mengatakan, "Hai
golongan kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad kini tinggal di Yasrib dan telah
mengirimkan mata-matanya. Sesungguhnya dia tiada lain menginginkan agar
mendapat sesuatu jarahan dari kalian. Maka berhati-hatilah kalian, jangan
sampai kalian melalui jalannya atau mendekatinya. Sesungguhnya dia bagaikan
harimau yang ganas. Sesungguhnya dia dendam terhadap kalian karena kalian telah
mengusirnya sebagaimana mengusir kera-kera dari tempat yang ramai. Demi Allah,
sesungguhnya dia mempunyai ilmu sihir yang tidak pernah saya lihat sebelumnya
seampuh itu. Dan sesungguhnya tiada seorang pun dari kalangan sahabatnya,
melainkan saya lihat mereka selalu ditemani oleh setan-setan. Sesungguhnya
kalian telah mengetahui permusuhan (kita dan) Bani Qailah (yakni kabilah Aus
dan kabilah Khazraj), dia (Muhammad) adalah musuh yang meminta bantuan kepada
musuh (kita)."
Mut'im ibnu Addi
menjawabnya.”Hai Abul Hakam (nama sebutan Abu Jahal), demi Allah, saya tidak
pernah melihat seseorang yang berlisan lebih jujur dan tidak pula seseorang
yang lebih menepati janjinya selain dari saudara kalian yang telah kalian usir
itu (yakni Nabi Saw.). Bilamana kalian telah terlanjur melakukannya, maka
sekarang.sudah sepantasnya bagi kalian menebus kesalahan kalian itu dengan
menjadi orang-orang yang membelanya."
Abu Sufyan ibnul Haris
mengatakan, "Jadilah kalian orang yang lebih keras daripada sikap kalian
yang sekarang ini. Sesungguhnya Bani Qailah itu jika mereka berhasil
mengalahkan kalian, tentulah mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan
terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Jika kalian menuruti
saranku, aku akan menempatkan kalian di kalangan mereka sebagai orang-orang
Bani Kinanah yang terbaik, atau kalian harus mengusir Muhammad dari kalangan
mereka agar dia terusir dalam keadaan sendirian. Mengenai kedua anak Qailah
(yakni Aus dan Khazraj), demi Allah, tiadalah mereka berdua dan budak-budak
kalian melainkan sama hinanya; aku sendirian mampu mencegah mereka tanpa
kalian." Lalu Abu Sufyan ibnul Haris mengucapkan bait-bait syairnya yang
antara lain mengatakan
سَأمْنَحُ جَانبًا مِنِّي
غَليظًا ...
عَلَى مَا كَانَ مِنْ قُرب وَبُعْد ...
رجَالُ الخَزْرَجيَّة أهْلُ ذُل ... إِذَا مَا كَانَ هَزْل بَعْدَ جَدِّ ...
"Aku akan memberikan sisi lambungku yang keras lebih dari
sebelumnya terhadap semua orang yang dekat maupun yang jauh dari kalangan
kabilah Khazraj.
Mereka
adalah orang-orang yang hina, bilamana sesudah sungguhan tidak ada basa-basi
lagi."
Ketika berita itu terdengar oleh
Rasulullah Saw, maka beliau bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَأَقْتُلَنَّهُمْ ولأصلبَنَّهم
وَلَأَهْدِيَنَّهُمْ وَهُمْ كَارِهُونَ، إِنِّي رَحْمَةٌ بَعَثَنِي اللَّهُ، وَلَا
يَتَوفَّاني حَتَّى يُظْهِرَ اللَّهُ دِينَهُ، لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ: أَنَا
مُحَمَّدٌ، وَأَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحِي اللَّهُ بِيَ
الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا
الْعَاقِبُ"
Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh aku
benar-benar akan membunuh mereka, menyalib mereka, atau akan memberi petunjuk
kepada mereka, sedangkan mereka tidak menyukainya. Sesungguhnya aku ini adalah
pembawa rahmat yang diutus oleh Allah. Allah tidak akan mewafatkan diriku
sebelum Dia memenangkan agama-Nya. Aku mempunyai lima buah nama, akulah
Muhammad dan Ahmad, dan aku adalah Al-Mahi yang dengan melaluiku Allah
menghapus kekufuran, dan akulah Al-Hasyir yang semua orang (kelak di hari
kiamat) digiring di bawah telapak kakiku, dan aku adalah Al-'Aqib.
Ahmad ibnu Saleh mengatakan
bahwa saya berharap semoga hadis ini berpredikat sahih.
قَالَ الإمامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو،
حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، حَدَّثَنِي عَمْرو بْنُ قَيس، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
قُرّة الكِنْديّ قَالَ: كَانَ حُذيفةُ بِالْمَدَائِنِ، فَكَانَ يَذْكُرُ أَشْيَاءَ
قَالَهَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ حذيفةُ إِلَى
سَلْمان فَقَالَ سَلْمَانُ: يَا حذيفةَ، أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم [كَانَ
يَغْضَبُ فَيَقُولُ، وَيَرْضَى فَيَقُولُ: لَقَدْ عَلِمْتُ أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم] خطَب فَقَالَ: "أَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي سَبَبتُه [سَبَّةً]
فِي غَضَبي أَوْ لَعَنْتُهُ لَعْنَةً، فَإِنَّمَا أَنَا رَجُلٌ مِنْ وَلَدِ آدَمَ،
أَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُونَ، وَإِنَّمَا بَعَثَنِي رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ،
فَاجْعَلْهَا صَلَاةً عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami
Zaidah, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Abu Qurrah
Al-Kindi yang mengatakan bahwa Huzaifah tinggal di Madaln, dia sering
memberikan banyak penyuluhan kepada orang-orang dengan hadis-hadis yang
dikatakan oleh Rasulullah Saw. Lalu Huzaifah datang kepada Salman. Maka Salman
berkata kepadanya, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Siapa
pun orangnya yang pernah aku maki atau aku laknat saat aku sedang marah, maka
sesungguhnya diriku ini tiada lain seorang lelaki dari anak Adam (manusia) yang
juga marah sama dengan kalian bila marah. Tetapi sesungguhnya aku diutus oleh
Allah sebagai pembawa rahmat buat semesta alam, maka aku akan menjadikan marah
dan laknatku itu sebagai rahmat buatnya kelak di hari kiamat.
Imam Abu Daud meriwayatkannya
dari Ahmad ibnu Yunus, dari Zaidah. Jika dikatakan, "Rahmat apakah yang
dapat diperoleh oleh orang yang kafir kepadanya?" Sebagai jawabannya ialah
apa yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Al-Azraq, dari Al-Mas'udi, dari seorang lelaki yang dikenal dengan
nama Sa'id, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Bahwa yang dimaksud ialah rahmat bagi
orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan dipastikan-Nya rahmat
baginya di dunia dan akhirat; sedangkan bagi orang yang tidak beriman kepada
Allah dan rasul-Nya, terbebaskan dari azab yang pernah dialami oleh umat-umat
sebelumnya yang durhaka.
Ibnu Abu Hatim telah
meriwayatkan hal yang sama melalui hadis Al-Mas'udi, dari Abu Sa'd alias Sa'id
ibnul Mirzaban Al-Baqqal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Abul Qasim At-Tabrani telah
meriwayatkannya dari Abdan ibnu Ahmad, dari Isa ibnu Yunus Ar-Ramli, dari Ayyub
ibnu Suwaid, dari Al-Mas'udi, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah
Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya:
107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang yang mengikutinya beroleh rahmat
di dunia ini dan di akhirat kelak. Sedangkan orang-orang yang tidak mengikutinya
dapat terhindar dari cobaan berupa ditenggelamkan ke bumi, dikutuk, dan ditimpa
azab yang pernah dialami oleh umat-umat lain sebelum mereka.
Al-Anbiya,
ayat 108-112
{قُلْ إِنَّمَا يُوحَى
إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (108)
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى سَوَاءٍ وَإِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ
أَمْ بَعِيدٌ مَا تُوعَدُونَ (109) إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ مِنَ الْقَوْلِ
وَيَعْلَمُ مَا تَكْتُمُونَ (110) وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةٌ لَكُمْ وَمَتَاعٌ
إِلَى حِينٍ (111) قَالَ رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ وَرَبُّنَا الرَّحْمَنُ
الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ (112) }
Katakanlah, "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah
bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kalian berserah
diri (kepada-Nya).” Jika
mereka berpaling, maka katakanlah, "Aku telah menyampaikan kepada kamu
sekalian (ajaran) yang sama (antara kita) dan aku tidak
mengetahui apakah yang diancamkan kepada kalian itu sudah dekat atau masih
jauh?” Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kalian ucapkan) dengan
terang-terangan dan Dia .mengetahui apa yang kalian rahasiakan. Dan aku tiada
mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kalian dan kesenangan sampai kepada
suatu waktu. (Muhammad) berkata, "Ya Tuhanku, berilah keputusan
dengan adil. Dan Tuhan kami ialah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi yang dimohonkan
pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian katakan.
Allah
Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengatakan kepada
orang-orang musyrik:
{إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا
إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}
Sesungguhnya
yang diwahyukan kepadaku adalah bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa.
Maka hendaklah kalian berserah diri (kepada-Nya). (Al-Anbiya: 108)
Yaitu
mengikuti apa yang diperintahkan oleh wahyu, berserah diri, dan taat
kepada-Nya.
{فَإِنْ تَوَلَّوْا}
Jika
mereka berpaling. (Al-Anbiya:
109)
Yakni
meninggalkan apa yang kamu serukan kepada mereka.
{فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى سَوَاءٍ}
Maka
katakanlah, "Aku telah menyampaikan kepada kalian (ajaran) yang sama (antara
kita). (Al-Anbiya: 109)
Maksudnya,
aku permaklumatkan kepada kalian jika kalian tidak menuruti aku bahwa aku
adalah musuh kalian sebagaimana kalian adalah musuhku, dan aku berlepas diri
dari kalian sebagaimana kalian berlepas diri dariku. Ayat ini sama maknanya
dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي
وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا
تَعْمَلُونَ}
Jika
mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku, dan bagi
kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan,
dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (Yunus: 41)
Dan
firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً
فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ}
Dan
jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. (Al-Anfal: 58)
Yakni
agar pengetahuanmu dan pengetahuan mereka sehubungan dengan pembatalan
perjanjian itu sama. Demikian pula makna yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu
firman-Nya:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى
سَوَاءٍ}
Jika
mereka berpaling, maka katakanlah, "Aku telah menyampaikan kepada kamu
sekalian hal yang sama.” (Al-Anbiya:
109)
Artinya,
aku beri tahukan kepada kalian bahwa aku berlepas diri dari kalian dan kalian
pun berlepas diri dariku, karena aku mengetahui hal itu.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ أَمْ بَعِيدٌ مَا
تُوعَدُونَ}
"dan
aku tidak mengetahui apakah yang diancamkan kepada kalian itu sudah dekat atau
masih jauh.” (Al-Anbiya:
109)
Yaitu
pasti terjadi, tetapi aku tidak mengetahui apakah sudah dekat atau masihjauh.
{إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ مِنَ الْقَوْلِ
وَيَعْلَمُ مَا تَكْتُمُونَ}
Sesungguhnya
Dia mengetahui perkataan (yang
kalian ucapkan) dengan terang-terangan, dan Dia mengetahui apa yang kalian
rahasiakan. (Al-Anbiya: 110)
Yakni
sesungguhnya Allah mengetahui semua yang gaib dan mengetahui semua yang
ditampakkan dan yang disembunyikan oleh hamba-hamba-Nya. Dia mengetahui semua
yang nyata dan semua yang tersembunyi dalam hati, Dia mengetahui semua rahasia
dan yang tersembunyi. Dia mengetahui pula apa yang dilakukan oleh
hamba-hamba-Nya secara terang-terangan dan yang disembunyikan oleh mereka.
Kelak Allah akan membalas mereka atas perbuatannya, baik yang kecil maupun yang
besar.
*******************
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةٌ لَكُمْ
وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ}
Dan
aku tidak mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kalian dan kesenangan
sampai kepada suatu waktu. (Al-Anbiya:
111)
Maksudnya,
saya tidak mengetahui barangkali hal itu sebagai cobaan bagi kamu sekalian dan
sebagai kesenangan hingga waktu yang tertentu. Ibnu Jarir mengatakan,
barangkali ditangguhkannya siksaan itu bagi kalian merupakan suatu cobaan dan
kesenangan sampai kepada suatu waktu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan
oleh Aun dari Ibnu Abbas.
{قَالَ رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ}
(Muhammad)
berkata, "Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil.”(Al-Anbiya:
112)
Yakni
berilah keputusan di antara kami dan kaum kami yang mendustakan kebenaran.
Qatadah
mengatakan bahwa dahulu para nabi selalu mengucapkan: Ya Tuhan kami, berilah
keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah
Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 89) Allah Swt.
memerintahkan pula kepada Nabi-Nya agar mengucapkan hal tersebut.
Diriwayatkan
dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw. apabila menghadiri
suatu peperangan selalu membacakan firman-Nya: "Ya Tuhanku, berilah
keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami ialah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi yang
dimohonkan pertolonganNya terhadap apa yang kalian katakan" (Al-Anbiya:
112) Yaitu terhadap apa yang kalian katakan dan kalian buat-buat berupa
kedustaan dan berbagai macam kebohongan. Dan hanya Allah-lah saya memohon
pertolongan terhadap apa yang kalian lakukan itu.
Demikianlah
akhir dari tafsir surat Al-Anbiya, segala puji bagi Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar