Jumat, 17 Juni 2016

23. Surah AL MU'MINUN

23. SURAT AL MU’MINUN
تَفْسِيرُ سُورَةِ الْمُؤْمِنُونَ
(Orang yang beriman)
Makiyyah, 118 atau 119 ayat Turun sesudah surat Al-Anbiya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Al Mu’minun, ayat 1-11

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ سُلَيْم قَالَ: أَمْلَى عليَّ يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ الْأَيْلِيُّ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَة بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: كَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم الوحيُ، يُسْمَعُ عِنْدَ وَجْهِهِ كدَوِيّ النَّحْلِ فَمَكثنا سَاعَةً، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ، فَقَالَ:"اللَّهُمَّ، زِدْنَا وَلَا تَنْقُصْنا، وَأَكْرِمْنَا وَلَا تُهِنَّا، وَأَعْطِنَا وَلَا تَحْرِمْنَا، وآثِرْنا وَلَا تُؤْثِرْ [عَلَيْنَا، وَارْضَ عَنَّا] وأرضِنا"، ثُمَّ قَالَ: "لَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلِيَّ عَشْرُ آيَاتٍ، مَنْ أَقَامَهُنَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ"، ثُمَّ قَرَأَ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} حَتَّى خَتَمَ العَشْر.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Sulaim yang mengatakan bahwa ia telah mencatat apa yang dikatakan oleh Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Ibnu Syihab, dari Urwah ibnuzZubair, dari Abdur Rahman ibnu Abdul Qari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Khalifah Umar ibnul Khattab mengatakan, "Rasulullah Saw. apabila diturunkan wahyu kepadanya terdengar suara seperti suara lebah di dekat wajahnya. Maka kami diam sesaat, dan beliau Saw. menghadap ke arah kiblat, lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa, 'Ya Allah, berilah kami tambahan dan janganlah Engkau kurangi kami, berilah kami kemuliaan dan janganlah Engkau hinakan kami, berilah kami dan janganlah Engkau menghalangi kami dari pemberian-Mu, pilihlah kami dan janganlah Engkau ke sampingkan kami, dan ridailah kami dan jadikanlah kami puas (dengan keputusan-Mu)'." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat; barang siapa yang mengamalkannya, niscaya ia masuk surga. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) hingga akhir ayat kesepuluh.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir dan Imam Nasai di dalam kitab salat melalui hadis Abdur Razzaq dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar, kami tidak mengenal ada seseorang yang meriwayatkannya dari Yunus ibnu Sulaim, sedangkan Yunus sendiri orangnya tidak kami kenal.
قَالَ النَّسَائِيُّ فِي تَفْسِيرِهِ: أَنْبَأَنَا قُتَيْبَةَ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ بابَنُوس قَالَ: قُلْنَا لِعَائِشَةَ: يَا أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، كَيْفَ كَانَ خُلُق رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتِ: كَانَ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ، فَقَرَأَتْ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} حَتَّى انتَهَتْ إِلَى: {وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ} ، قَالَتْ: هَكَذَا كَانَ خُلُق رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Imam Nasai mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Abu Imran, dari Yazid ibnu Babanus yang mengatakan, "Kami pernah bertanya kepada Siti Aisyah Ummul Mu’minin, 'Bagaimanakah akhlak Rasulullah Saw.'?" SitAisyah r.a. menjawab: Akhlak Rasulullah Saw. adalah Al-Qur'an. Kemudian Siti Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) sampai dengan firman-Nya: dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al Mu’minun: 9) Kemudian Siti Aisyah r.a. berkata, "Demikianlah akhlak Rasulullah Saw."
Telah diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, Mujahid, dan Abul Aliyah serta lain-lainnya, bahwa setelah Allah menciptakan surga 'Adn dan memberinya tanaman dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri, lalu Allah memandangnya dan berfirman kepadanya, "Berbicaralah kamu !" Maka surga 'Adn mengucapkan: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) Ka'bul Ahbar mengatakan, surga 'Adn berkata demikian karena mengingat semua kehormatan yang disediakan oleh Allah di dalamnya bagi orang-orang mukmin. Abul Aliyah mengatakan, bahwa lalu Allah Swt. menyitirkan kalimat tersebut di dalam Kitab (Al-Qur'an)-Nya.
Hal tersebut telah diriwayatkan melalui Abu Sa'id Al-Khudri secara marfu'. Untuk itu Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Maslamah, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Allah menciptakan surga yang bangunannya terbuat dari batu bata emas dan batu bata perak, serta Allah Swt. memberinya tanam-tanaman. Lalu Allah berfirman kepadanya, "Berbicaralah kamu!" Lalu surga mengatakan: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) Maka para malaikat memasukinya dan mereka berkata, "Beruntunglah engkau sebagai tempat para raja."
Kemudian Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan:
حَدَّثَنَا بِشْر بْنُ آدَمَ، وَحَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ العُمَري، حَدَّثَنَا عَدِي بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا الجُرَيْرِي، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ، لَبِنَةً مِنْ ذَهَبٍ وَلَبِنَةٍ مِنْ فِضَّةٍ، وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ". قَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَرَأَيْتُ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ: "حَائِطُ الْجَنَّةِ، لَبِنَةٌ ذَهَبٌ وَلَبِنَةٌ فِضَّةٌ، ومِلاطُها الْمِسْكُ. فَقَالَ لَهَا: تَكَلَّمِي. فَقَالَتْ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} فَقَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: طُوبَى لَكِ، مَنْزِلَ الْمُلُوكِ! ".
telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Adam, telah menceritakan pula kepada kami Yunus ibnu Ubaidillah Al-Umri, telah menceritakan kepada kami Addi ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Al-Jariri, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id, dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Allah menciptakan surga dari batu bata emas dan batu bata perak, sedangkan plesterannya dari minyak kesturi." Al-Bazzar mengatakan, ia melihat hadis ini di lain tempat yang bunyinya mengatakan, "Tembok surga terbuat dari batu bata emas dan batu bata perak, sedangkan plesterannya terbuat dari minyak kesturi." Kemudian Allah berfirman kepadanya, "Berbicaralah kamu!" Lalu surga mengatakan: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) Maka para malaikat berkata, "Beruntunglah engkau menjadi tempat raja-raja."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui seorang pun yang me-rafa'-kan hadis ini selain Addi ibnul Fadl, sedangkan dia orangnya tidak Hafiz, lagi pula seorang manula yang sudah dekat masa ajalnya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، عَنِ ابْنِ جُرَيْج، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ جَنَّةَ عَدْن، خَلَقَ فِيهَا مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، [وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ]، وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ. ثُمَّ قَالَ لَهَا: تَكَلَّمِي. فَقَالَتْ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Setelah Allah menciptakan surga Adn, Allah menciptakan di dalamnya segala macam apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terdelik di dalam hati seorang manusia pun. Sesudah itu Allah berfirman kepadanya, "Berbicaralah kamu!" Maka. surga berkata: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1)
Baqiyyah menurut ulama Hijaz berpredikat daif (lemah dalam periwayatan hadis).
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَابُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا حماد ابن عِيسَى الْعَبْسِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ السُّدِّيّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -يَرْفَعُهُ-: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ جَنَّةَ عَدْن بِيَدِهِ، ودَلَّى فِيهَا ثِمَارَهَا، وَشَقَّ فِيهَا أَنْهَارَهَا، ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهَا فَقَالَ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} . قَالَ: وَعِزَّتِي لَا يُجَاوِرُنِي فيك بخيل"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Isa Al-Absi, dari Ismail As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang me-rafa '-kannya bahwa setelah Allah menciptakan surga 'Adn dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri, dan menjuntaikan buah-buahannya serta membelah sungai-sungainya, lalu Allah memandang kepadanya. Maka surga 'Adn berkata: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) Dan Allah Swt. berfirman: Demi keagungan dan kebesaran-Ku, tidak boleh ada seorang bakhilpun bertempat padamu berdampingan dengan-Ku.
قَالَ أَبُو بَكْرٍ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا محمد بن المثنى البَزَّار، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ الْكَلْبِيُّ، حَدَّثَنَا يَعِيشُ بْنُ حُسَيْنٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَة، عَنْ قَتادة، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَلَقَ اللَّهُ جَنَّةَ عَدْنٍ بِيَدِهِ، لَبِنَةً مِنْ دُرَّة بَيْضَاءَ، وَلَبِنَةً مِنْ يَاقُوتَةٍ حَمْرَاءَ، وَلَبِنَةً مِنْ زَبَرْجَدَةَ خَضْرَاءَ، ملاطُها الْمِسْكُ، وحَصْباؤها اللُّؤْلُؤُ، وحَشِيشها الزَّعْفَرَانُ، ثُمَّ قَالَ لَهَا: انطِقِي. قَالَتْ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} فَقَالَ اللَّهُ: وَعِزَّتِي، وَجَلَالِي لَا يُجَاوِرُنِي فِيكِ بَخِيلٌ". ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Abu Bakar ibnu Abud Dunya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad Al-Kalbi, telah menceritakan kepada kami Ya'isy ibnu Husain, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Allah menciptakan surga 'Adn dengan tangan (kekuasaan)Nya sendiri memakai batu bata dari intan putih, batu bata yaqut merah, dan batu bata zabarjad hijau; plesterannya dari minyak kesturi, batu bata kerikilnya dari mutiara, dan rerumputannya dari za'faran. Kemudian Allah berfirman kepadanya, "Berbicaralah kamu!" Maka surga 'Adn mengucapkan, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.” Maka Allah Swt. berfirman, "Demi keagungan dan kebesaran-Ku, tidak boleh ada seorang bakhil pun bertempat padamu berdampingan dengan-Ku.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9)
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1)
Yakni sungguh telah beruntung, berbahagia, dan beroleh keberhasilan mereka yang beriman lagi mempunyai ciri khas seperti berikut, yaitu:
{الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al Mu’minun: 2)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khasyi'un," bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah lagi tenang. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Az-Zuhri. Telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib r.a. bahwa khusyuk artinya ketenangan hati. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ketenangan hati mereka membuat mereka merundukkan pandangan matanya dan merendahkan dirinya.
Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa dahulu sahabat-sahabat Rasulullah Saw. selalu mengarahkan pandangan mata mereka ke langit dalam salatnya. Tetapi setelah Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al Mu’minun: 1-2) Maka mereka merundukkan pandangan matanya ke tempat sujud mereka. Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa sejak saat itu pandangan mata mereka tidak melampaui tempat sujudnya. Dan apabila ada seseorang yang telah terbiasa memandang ke arah langit, hendaklah ia memejamkan matanya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui ibnu Abbas —juga Ata ibnu Abu Rabah— secara mursal, bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan hal yang serupa (memandang ke arah langit) sebelum ayat ini diturunkan.
Khusyuk dalam salat itu tiada lain hanya dapat dilakukan oleh orang yang memusatkan hati kepada salatnya, menyibukkan dirinya dengan salat, dan melupakan hal yang lainnya serta lebih baik mementingkan salat daripada hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini barulah seseorang dapat merasakan ketenangan dan kenikmatan dalam salatnya, seperti yang dikatakan oleh Nabi Saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Nasai melalui sahabat Anas dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"حُبِّبَ إليَّ الطِّيب وَالنِّسَاءُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ"
Aku dijadikan senang kepada wewangian, wanita, dan dijadikan kesenangan hatiku bila dalam salat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا مِسْعَر، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أبي الجَعْد، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أسلَم، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا بِلَالُ، أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Mis'ar dari Amr ibnu Murrah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari seorang lelaki dari Bani Aslam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai Bilal, hiburlah kami dengan salat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا؛ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ عثمان بن المغيرة، عن سالم ابن أَبِي الْجَعْدِ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى صِهْرٍ لَنَا مِنَ الْأَنْصَارِ، فحَضَرت الصَّلَاةُ، فَقَالَ: يَا جَارِيَةُ، ائْتِنِي بوَضُوء لَعَلِّي أُصَلِّي فَأَسْتَرِيحَ. فَرَآنَا أَنْكَرْنَا عَلَيْهِ ذَلِكَ، فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قُمْ يَا بِلَالُ، فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Usman ibnul Mugirah, dari Salim ibnu Abul Ja'd; Muhammad ibnul Hanafiyah pernah mengatakan bahwa ia bersama ayahnya (Ali ibnu Abu Talib r.a.) pernah berkunjung ke rumah salah seorang iparnya dari kalangan Ansar, lalu datanglah waktu salat, kemudian Ali r.a. berkata, "Hai budak perempuan, ambilkanlah air wudu, aku akan mengerjakan salat agar hatiku terhibur." Ketika ia memandang ke arah kami yang merasa heran dengan ucapannya, maka ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Beriqamahlah, hai Bilal, dan hiburlah hati kami dengan salat.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ}
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (Al Mu’minun: 3)
Yaitu dari hal-hal yang batil yang pengertiannya mencakup pula hal-hal yang musyrik, seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama. Juga hal-hal maksiat seperti yang dikatakan oleh sebagian lainnya. Mencakup pula semua perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا}
dan apabila mereka bersua dengan (orang-orang) yang mengerja­kan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72)
Qatadah mengatakan, "Demi Allah, mereka telah diberi kekuatan oleh Allah yang membuat mereka dapat melakukan hal tersebut."
****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ}
dan orang-orang yang menunaikan zakat. (Al Mu’minun: 4)
Menurut kebanyakan ulama, makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah zakat harta benda, padahal ayat ini adalah ayat Makkiyyah; dan sesungguhnya zakat itu baru difardukan setelah di Madinah, yaitu pada tahun dua Hijriah. Menurut makna lahiriahnya, zakat yang di fardukan di Madinah itu hanyalah mengenai zakat yang mempunyai nisab dan takaran khusus. Karena sesungguhnya menurut makna lahiriahnya, prinsip zakat telah difardukan sejak di Mekah. Allah Swt. telah berfirman di dalam surat Al-An'am yang Makkiyyah, yaitu:
{وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ}
dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). (Al-An'am: 141)
Dapat pula diartikan bahwa makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah zakatun nafs (membersihkan diri) dari kemusyrikan dan ke­kotoran. Sama pengertiannya dengan apa yang terdapat dalam firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا}
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-10)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ. الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ}
dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang memper-sekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat. (Fushshilat: 6-7)
Hal ini menurut salah satu di antara dua pendapat yang mengatakan tentang tafsirnya. Dapat pula diartikan bahwa makna yang dimaksud adalah kedua pengertian tersebut secara berbarengan, yaitu zakat jiwa dan zakat harta. Karena sesungguhnya termasuk di antara zakat ialah zakat diri (jiwa), dan orang mukmin yang sempurna ialah orang yang menunaikan zakat jiwa dan zakat harta bendanya. Hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ * فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ}
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 5-7)
Artinya, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti zina dan liwat. Dan mereka tidak mendekati selain dari istri-istri mereka yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya. Barang siapa yang melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ}
maka sesungguhnya mereka tidak tercela dalam hal ini. Barang siapa mencari yang di balik itu. (Al Mu’minun: 6-7)
Yakni selain istri dan budak perempuannya.
{فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ}
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 7)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah men­ceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, bahwa pernah ada seorang wanita mengambil budak laki-lakinya (sebagai kekasihnya) dan mengatakan bahwa ia melakukan perbuatannya itu karena bertakwilkan kepada firman Allah yang mengatakan: atau budak yang mereka miliki. (Al Mu’minun: 6) Lalu ia ditangkap dan dihadapkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., dan orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. mengatakan bahwa perempuan itu menakwilkan suatu ayat dari Kitabullah dengan takwil yang menyimpang. Kemudian budak laki-laki itu dihukum pancung, dan Khalifah Umar berkata kepada wanita itu,"Engkau sesudah dia, haram bagi setiap orang muslim."
Asar ini berpredikat garib lagi munqati', disebutkan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsir permulaan surat Al-Maidah, padahal kalau dikemukakan dalam tafsir ayat ini lebih cocok. Sesungguhnya Khalifah Umar men­jatuhkan sangsi haram terhadap wanita tersebut bagi kaum laki-laki muslim, sebagai pembalasan terhadap perbuatannya, yaitu dengan menimpakan hukuman yang bertentangan dengan niat yang ditujunya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Syafii dan orang-orang yang mendukungnya telah mengambil ayat ini sebagai dalil dari pendapatnya yang mengatakan bahwa mastrubasi itu haram, yaitu firman-Nya: dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau budak yang mereka miliki. (Al Mu’minun: 5-6)
Imam Syafii mengatakan bahwa perbuatan mastrubasi itu di luar kedua perkara tersebut. Karena itu, mastrubasi haram hukumnya. Dan se­sungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 7)
Mereka berdalilkan pula dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hasan ibnu Arafah dalam kitab Juz-nya yang terkenal.
حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ ثَابِتٍ الجَزَريّ، عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَبْعَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَا يَجْمَعُهُمْ مَعَ الْعَامِلِينَ، وَيُدْخِلُهُمُ النَّارَ أَوَّلَ الدَّاخِلِينَ، إِلَّا أَنْ يَتُوبُوا، فَمَنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ: نَاكِحُ يَدِهِ، وَالْفَاعِلُ، وَالْمَفْعُولُ بِهِ، وَمُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالضَّارِبُ وَالِدَيْهِ حَتَّى يَسْتَغِيثَا، وَالْمُؤْذِي جِيرَانَهُ حَتَّى يَلْعَنُوهُ، وَالنَّاكِحُ حَلِيلَةَ جَارِهِ"
Ia me­ngatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sabit Al-Jazari, dari Maslamah ibnu Ja'far, dari Hassan ibnu Humaid, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ada tujuh macam orang yang Allah tidak mau memandang mereka kelak di hari kiamat dan tidak mau membersihkan mereka (dari dosa-dosanya), dan tidak menghimpunkan mereka bersama orang-orang yang beramal (baik), dan memasukkan mereka ke neraka bersama orang-orang yang mula-mula masuk neraka, terkecuali jika mereka bertobat; dan barang siapa yang bertobat, Allah pasti menerima tobatnya. Yaitu orang yang kawin dengan tangan­nya (mastrubasi), kedua orang yang terlibat dalam homoseks, pecandu minuman khamr, orang yang memukuli kedua orang tuanya hingga keduanya meminta tolong, orang yang meng­ganggu tetangga-tetangganya sehingga mereka melaknatinya, dan orang yang berzina dengan istri tetangganya.
Hadis berpredikat garib, di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal karena kemisteriannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ}
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikul­nya) dan janjinya. (Al Mu’minun: 8)
Yakni apabila mereka dipercaya, tidak berkhianat; bahkan menunaikan amanat itu kepada pemiliknya. Apabila mereka berjanji atau mengadakan transaksi, maka mereka menunaikannya dengan benar, tidak seperti sikap orang-orang munafik yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. mempunyai ciri khas berikut, melalui, sabdanya:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإذا اؤتمن خَانَ".
Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat.
****
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}
dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al Mu’minun: 9)
Maksudnya, mengerjakannya secara rutin tepat pada waktunya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas'ud r.a. ketika ia bertanya kepada Rasulullah Saw.:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ".
Aku pernah bertanya; "Wahai Rasulullah amal apakah yang paling disukai oleh Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Mengerjakan salat di dalam waktunya." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berjihad pada jalan Allah.”
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing. Di dalam kitab Mustadrak-nya Imam Hakim disebutkan seperti berikut:
"الصلاة في أول وقتها"
Mengerjakan salat pada permulaan waktunya.
Ibnu Mas'ud dan Masruq telah berkata sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al Mu’minun: 9) Yaitu memelihara waktu-waktu salat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh AbudDuha, Alqamah ibnu Qais, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menjaga waktu-waktunya, rukuk dan sujudnya.
Allah Swt. membuka penyebutan sifat-sifat yang terpuji itu dengan menyebutkan salat, kemudian diakhiri pula dengan penyebutan salat. Hal ini menunjukkan keutamaan salat, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya:
"اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةُ، وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"
Bersikap istiqamah (lurus)-lah, dan sekali-kali (pahala) kalian tidak akan dihitung-hitung, dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah salat; dan tiada yang dapat memelihara wudu, melainkan hanya orang mukmin.
Setelah Allah menyifati orang-orang mukmin, bahwa mereka memiliki sifat-sifat yang terpuji dan melakukan perbuatan-perbuatan yang terbaik, kemudian Allah Swt. berfirman:
{أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al Mu’minun: 10-11)
Di dalam kitabSahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ الْجَنَّةَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَعْلَى الْجَنَّةِ وَأَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ"
Apabila kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya surga Firdaus, karena sesungguhnya Firdaus itu adalah surga yang tertinggi dan paling pertengahan, darinya bersumberkan semua sungai surga, dan di atasnya terdapat 'Arasy (singgasana) Tuhan Yang Maha Pemurah.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَلَهُ مَنْزِلَانِ: مَنْزِلٌ فِي الْجَنَّةِ وَمَنْزِلٌ فِي النَّارِ، فَإِنْ مَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ وَرثَ أَهْلُ الْجَنَّةِ مَنْزِلَهُ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seorang pun di antara kalian melainkan mempunyai dua tempat tinggal, yaitu tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka. Jika ia mati dan ternyata masuk nereka, maka penduduk surga mewarisi tempat tinggalnya (yang ada di surga). Yang demikian itu disebutkan dalam firman-Nya, "Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi" (Al Mu’minun: 10)
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Al-Lais, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Al Mu’minun: 10) Bahwa tiada seorang hamba (Allah) pun melainkan mempunyai dua tempat tinggal, yaitu tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka. Adapun orang mukmin, dia membangun rumahnya yang berada di dalam surga dan merobohkan rumahnya yang ada di neraka. Sedangkan orang kafir merobohkan rumahnya yang ada di dalam surga dan membangun rumahnya yang ada di neraka.
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari.Sa'id ibnu Jubair. Orang-orang mukmin mewarisi tempat-tempat tinggal orang-orang kafir, karena pada asalnya orang-orang kafir itu diciptakan agar beribadah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Mengingat orang-orang mukmin mengerjakan semua ibadah yang diperintahkan kepada mereka, sedangkan orang-orang kafir meninggalkan apa yang mereka diciptakan untuk mengerjakannya (yaitu beribadah kepada Allah), maka orang-orang mukmin merebut bagian orang-orang kafir seandainya mereka taat kepada Tuhannya.
Bahkan dalam keterangan yang lebih jelas lagi disebutkan di dalam Sahih Muslim melalui Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ نَاسٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِذُنُوبٍ أَمْثَالِ الْجِبَالِ، فَيَغْفِرُهَا اللَّهُ لَهُمْ، ويضَعُها عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى"
Segolongan orang dari kalangan kaum muslim didatangkan kelak pada hari kiamat dengan membawa dosa-dosa yang sebesar-besar gunung, lalu Allah memberikan ampunan bagi mereka dan menimpakan dosa-dosa itu kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Menurut lafaz yang lain dari Imam Muslim, Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ دَفَعَ اللَّهُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا، فَيُقَالُ: هَذَا فَكَاكُكَ مِنَ النَّارِ".
Apabila hari kiamat telah terjadi, Allah menyerahkan kepada setiap orang muslim seorang Yahudi atau seorang Nasrani, lalu Allah berfirman, "Inilah tebusanmu dari neraka.”
Kemudian Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz menyumpah Abu Burdah yang menceritakan hadis ini dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia sebanyak tiga kali sumpah, yang isinya mengatakan bahwa ayahnya benar-benar menceritakan hadis ini kepadanya dari Rasulullah Saw. maka Abu Burdah bersumpah kepadanya.
Menurut saya, makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا}
Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan. (Az-Zukhruf: 72)
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa surga dengan memakai bahasa Romawi berarti Firdaus (Paradis). Sebagian ulama Salaf mengatakan, taman tidak dinamakan Firdaus kecuali bila di dalamnya terdapat pohon anggur. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Al Mu’minun, ayat 12-16

{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14) ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (15) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ (16) }
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu se­gumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu Hilang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
Allah Swt. berfirman, menceritakan permulaan kejadian manusia yang dibentuk dari saripati tanah, yaitu Adam a.s. Allah menciptakan Adam dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abu Yahya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (Al-Mu’mimun: 12) Yakni dari saripati air.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna Min Sulalatin, artinya dari air mani anak Adam.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya manusia pertama dinamakan Adam karena ia diciptakan dari tanah liat.
Qatadah mengatakan bahwa Adam diciptakan dari tanah liat.
Pendapat ini lebih jelas pengertiannya dan lebih mendekati konteks ayat, karena sesungguhnya Adam diciptakan dari tanah liat, yaitu tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk: Hal ini berarti Adam diciptakan dari tanah, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia mencipta­kan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَوْف، حَدَّثَنَا قَسَامة بْنُ زُهَيْر، عَنْ أَبِي مُوسَى، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الْأَرْضِ، فَجَاءَ بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْر الْأَرْضِ، جَاءَ مِنْهُمُ الْأَحْمَرُ وَالْأَسْوَدُ وَالْأَبْيَضُ، وَبَيْنَ ذَلِكَ، وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ، وَبَيْنَ ذَلِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Auf, telah menceritakan kepada kami Usamah ibnu Zuhair, dari Abu Musa, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bumi, maka Bani Adam muncul sesuai dengan tabiat tanah; di antara mereka ada yang berkulit merah, ada yang berkulit putih, ada yang berkulit hitam, serta ada yang campuran di antara warna-warna tersebut; dan ada yang buruk ada yang baik, ada pula yang campuran di antara baik dan buruk.
Abu Daud dan Turmuzi telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Auf Al-A'rabi dengan lafaz yang semisal dan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
*******************
{ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً}
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani. (Al Mu’minun:, 13)
Damir yang terdapat di dalam ayat ini kembali kepada jenis manusia, sama halnya dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ * ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ}
dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). (As-Sajdah: 7-8)
Yakni air mani yang lemah. Sama dengan yang djsebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ. فَجَعَلْنَاهُ فِي قَرَارٍ مَكِينٍ}
Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina, kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim). (Al-Mursalat: 20-21)
Yaitu rahim, karena rahim memang telah diciptakan untuk itu.
{إِلَى قَدَرٍ مَعْلُومٍ * فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ}
sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan. (Al-Mursalat- 22­-23)
Maksudnya, masa yang telah dimaklumi dan batas waktu yang telah ditentukan hingga bentuknya menjadi kokoh, dan mengalami perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan dari suatu bentuk kepada bentuk yang lain. Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً}
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah. (Al Mu’minun: 14)
Yakni kemudian Kami jadikan air mani yang terpancarkan dari tulang sulbi laki-laki dan dari tulang dada perempuan segumpal darah mereka yang berbentuk memanjang.
Ikrimah mengatakan bahwa 'alaqah adalah darah.
{فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً}
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al Mu’minun: 14)
Yaitu berupa segumpal daging yang tidak berbentuk dan tidak pula beralur.
{فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. (Al Mu’minun: 14)
Artinya, Kami beri bentuk sehingga mempunyai kepala, dua tangan dan dua kaki berikut tulang-tulangnya, otot-ototnya, dan urat-uratnya.
Ulama lain membacanya 'azman, bukan 'izaman, menurut Ibnu Abbas artinya tulang sulbi.
Di dalam kitab sahih disebutkan melalui Abuz Zanad, dari Al-A'raj dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ جَسَدِ ابْنِ آدَمَ يَبْلَى إِلَّا عَجْبُ الذَّنَب، مِنْهُ خُلِقَ وَمِنْهُ (5) يُرَكَّبُ"
Semua jasad anak Adam hancur kecuali bagian bawah dari tulang punggungnya, karena dari tulang itu dia diciptakan dan dari tulang itu pula dia akan dibangkitkan kembali.
*******************
{فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا}
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. (Al Mu’minun: 14)
Yakni Kami jadikan baginya daging yang menutupinya, mengikatnya dan memperkuatnya.
{ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ}
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. (Al Mu’minun: 14)
Yaitu kemudian Kami tiupkan ke dalam tubuhnya roh, hingga ia dapat bergerak hidup dan menjadi makhluk lain yang mempunyai pendengaran, penglihatan, perasaan, gerak, dan getaran.
{فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ}
Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Al Mu’minun: 14)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hassan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Kasir maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Ali, dari ayahnya, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan, bahwa apabila nutfah (di dalam rahim) telah menjalani masa empat bulan, Allah memerintahkan malaikat untuk meniupkan roh ke dalam janin yang berada di dalam tiga kegelapan (tiga lapis pelindung­nya). Yang demikian itulah makna yang dimaksud oleh firman-Nya: Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. (Al Mu’minun: 14) Yakni Kami tiupkan roh ke dalamnya.
Telah diriwayatkan pula dari Abu Sa'id Al-Khudii, bahwa makna yang dimaksud ialah peniupan roh ke dalam tubuh janin.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. (Al Mu’minun: 14) Maksudnya, Kami tiupkan roh ke dalam tubuhnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Abul Aliyah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan Ibnu Zaid, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. (Al Mu’minun: 14) Yaitu Kami pindahkan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain hingga terlahirlah ia dalam rupa bayi. Lalu ia tumbuh menjadi anak-anak, kemudian mencapai usia balig, lalu menjadi dewasa, dan selanjutnya memasuki usia tua, kemudian usia pikun.
Telah diriwayatkan dari Qatadah dan Ad-Dahhak hal yang semisal.
Pada garis besarnya tidak ada pertentangan di antara pendapat-pendapat tersebut, karena sesung­guhnya sejak ditiupkan roh ke dalam tubuh si janin, maka dimulailah perubahan-perubahan itu dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab musnadnya:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ: "إِنَّ أَحَدَكُمْ ليُجمع خَلقُه فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسِلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَهَلْ هُوَ شَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيُخْتَمُ لَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلَهَا، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيُخْتَمُ لَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا".
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami: Sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar dihimpun­kan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk nutfah), kemudian berupa 'alaqah dalam masa yang sama, kemudian dalam bentuk segumpal daging dalam masa yang sama, kemudian diutus seorang malaikat kepadanya, maka malaikat itu meniupkan roh ke dalam tubuhnya dan diperintahkan untuk mencatat empat kalimat (perintah), yaitu tentang rezekinya, ajalnya, dan amal perbuatannya, serta apakah dia termasuk orang yang celaka atau orang yang bahagia. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengerjakan amal perbuatan ahli surga sehingga tiada jarak antara dia dan surga selain hanya satu hasta, tetapi suratan takdir telah mendahuluinya (bahwa dia termasuk ahli neraka), maka pada akhirnya ia mengerjakan perbuatan ahli neraka dan dimasukkanlah dia ke dalamnya. Dan sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengerjakan amal perbuatan ahli neraka, sehingga tiada jarak antara dia dan neraka selain satu hasta, tetapi suratan takdir telah men­dahuluinya (bahwa dia termasuk ahli surga), maka pada akhirnya ia mengamalkan perbuatan ahli surga dan dimasukkanlah dia ke dalamnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dari Abu Khaisamah yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata, "Sesungguhnya nutfah itu bila telah memasuki rahim, maka menyebarlah ia ke segenap rambut dan kuku, lalu tinggal selama empat puluh hari, setelah itu ia turun ke dalam rahim dan berubah menjadi 'alaqah."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو كُدَيْنة، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنِ الْقَاسِمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: مَرَّ يَهُودِيٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ، فَقَالَتْ قُرَيْشٌ: يَا يَهُودِيُّ، إِنَّ هَذَا يَزعمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ. فَقَالَ: لَأَسْأَلَنَّهُ عَنْ شَيْءٍ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا نَبِيٌّ. قَالَ: فَجَاءَهُ حَتَّى جَلَسَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مِمَّ يُخْلَقُ الإنسان؟ فقال: "يا يهودي، من كلٍّ يُخْلَقُ، مِنْ نُطْفَةِ الرَّجُلِ وَمِنْ نُطْفَةِ الْمَرْأَةِ، فَأَمَّا نُطْفَةُ الرَّجُلِ فَنُطْفَةٌ غَلِيظَةٌ مِنْهَا الْعَظْمُ والعَصَب، وَأَمَّا نُطْفَةُ الْمَرْأَةِ فَنُطْفَةٌ رَقِيقَةٌ مِنْهَا اللَّحْمُ وَالدَّمُ" فَقَامَ الْيَهُودِيُّ فَقَالَ: هَكَذَا كَانَ يَقُولُ مَنْ قَبْلَكَ.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Husain ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu Kadinah, dari Ata ibnus Sa-ib, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abdullah yang menceritakan bahwa seorang Yahudi bersua dengan Rasulullah Saw. yang sedang berbicara dengan para sahabatnya. Kemudian orang-orang Quraisy berkata, "Hai orang Yahudi, sesungguhnya orang ini (maksudnya Nabi Saw.) mengakui dirinya sebagai seorang nabi." Maka orang Yahudi itu berkata, "Sungguh aku akan menanyainya tentang sesuatu yang tidak diketahui oleh seorang pun kecuali hanya oleh seorang nabi." Orang Yahudi itu datang kepada Nabi Saw. dan duduk di dalam majelisnya, lalu bertanya, "Hai Muhammad, dari apakah manusia diciptakan ?" Maka Nabi Saw. menjawab: Hai orang Yahudi, manusia diciptakan dari gabungan antara air mani laki-laki dan air mani perempuan. Air mani laki-laki berbentuk kental, darinya tercipta tulang dan otot-otot; sedangkan air mani perempuan berbentuk encer, darinya tercipta daging dan darah. Maka si Yahudi itu berkata, "Memang demikianlah dikatakan oleh orang-orang (para nabi) sebelum kamu."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي الطُّفَيْل، حُذَيْفَة بْنِ أُسَيْد الْغِفَارِيِّ قَالَ: سمعتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَدْخُلُ المَلك عَلَى النُّطْفَةِ بَعْدَ مَا تَسْتَقِرُّ فِي الرَّحِمِ بِأَرْبَعِينَ لَيْلَةً، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَاذَا؟ أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى؟ فَيَقُولُ اللَّهُ، فَيَكْتُبَانِ. فَيَقُولَانِ: مَاذَا؟ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى؟ فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَكْتُبَانِ ويُكْتَبُ عَمَلُهُ، وَأَثَرُهُ، وَمُصِيبَتُهُ، وَرِزْقُهُ، ثُمَّ تُطْوَى الصَّحِيفَةُ، فَلَا يُزاد عَلَى مَا فِيهَا وَلَا يُنْقَصُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Amr, dari AbutTufail, dari Huzaifah ibnu Usaid Al-Gifari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Malaikat masuk ke dalam nutfah sesudah nutfah menetap di dalam rahim selama empat puluh malam, lalu malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah yang harus saya catat? Apakah dia termasuk orang celaka atau orang bahagia, apakah dia laki-laki atau perempuan?" Maka Allah berfirman, memerintah­kannya untuk menulis laki-laki atau perempuan; dan malaikat itu menulis pula amal perbuatannya, sepak terjangnya, musi­bahnya, dan rezekinya. Kemudian lembaran itu dilipat, maka tiada penambahan atas apa yang telah tertulis dan tiada pula pengurangan.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Dan dari jalur lain melalui Abut Tufail Amir ibnu Wasilah, dari Huzaifah ibnu Usaid, dari Abu Syarihah Al-Gifari dengan lafaz yang semisal. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال: "إِنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلكًا فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، نُطْفَةٌ. أيْ رَبِّ، عَلَقَةٌ أَيْ رَبِّ، مُضْغَةٌ. فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ خَلْقَهَا قَالَ: يَا رب، ذكر أو أنثى؟ شقي أو سعيد؟ فَمَا الرِّزْقُ وَالْأَجَلُ؟ " قَالَ: "فَذَلِكَ يُكْتَبُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abu Bakar, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menugaskan seorang malaikat untuk menjaga rahim, maka malaikat itu berkata, "Wahai Tuhanku, masih berupa nutfah; wahai Tuhanku, telah menjadi 'alaqah; wahai Tuhanku, telah menjadi segumpal daging.” Apabila Allah berkehendak untuk menciptakannya, malaikat itu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan? Apakah dia celaka atau bahagia? Dan bagaimanakah dengan rezekinya dan ajalnya ?" Rasulullah Saw. bersabda, "Yang demikian itu dicatat di dalam rahim ibunya.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Hammad ibnu Zaid dengan sanad yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ}
Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Al Mu’minun: 14)
Setelah Allah menyebutkan tentang kekuasaan-Nya dan kelembutan­Nya dalam menciptakan nutfah ini dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain sehingga terbentuklah seperti bentuk manusia yang lengkap dan sempurna, maka Allah Swt. berfirman: Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Al Mu’minun: 14)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan, "Aku bersesuaian dengan Tuhanku dalam empat perkara. Ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: 'Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah' (Al Mu’minun: 12), hingga akhir ayat. Maka aku berkata, 'Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik.' Lalu turunlah firman selanjutnya, yaitu: 'Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik'. (Al Mu’minun: 14)
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Zaid ibnu Sabit Al-Ansari yang mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. mengimlakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. (Al Mu’minun: 12) sampai dengan firman-Nya: Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. (Al Mu’minun: 14). Maka Mu'az berkata, "Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik." Lalu Rasulullah Saw. tertawa, dan Mu'az bertanya, "Wahai Rasulullah Saw., mengapa engkau tertawa ?" Rasulullah Saw. menjawab: Dengan kalimat itulah ayat ini diakhiri, yaitu: "Maka Maha­sucilah Allah sebaik-baiknya Pencipta.”
Di dalam sanad hadis ini terdapat Jabir ibnu Zaid Al-Ju'fi, sedangkan dia orangnya daif sekali, dan di dalam beritanya ini terkandung Nakarah yang parah.
Demikian itu karena surat ini Makkiyyah, sedangkan Zaid ibnu Sabit menjadi juru tulis wahyu hanyalah setelah Rasulullah Saw. di Madinah. Demikian pula masuk islamnya sahabat Mu'az ibnu Jabal, hanyalah setelah Rasulullah Saw. berada di Madinah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ}
Kemudian sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. (Al Mu’minun: 15)
Artinya sesudah penciptaan pertama dari tiada menjadi ada, maka sesudah itu kalian akan mati
{ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ}
Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburanmu) di hari kiamat. (Al Mu’minun: 16)
Yakni dalam penciptaan yang terakhir di hari akhirat nanti. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ}
Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. (Al-'Ankabut: 20)
Yaitu di hari berbangkit dan semua roh kembali kepada jasadnya masing-masing, lalu semua makhluk menjalani hisabnya, dan setiap orang yang beramal akan dibalasi sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik, dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula.

Al Mu’minun, ayat 17

{وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ (17) }
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kalian tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
Setelah Allah Swt. menyebutkan tentang kejadian manusia, lalu mengiringi­nya dengan sebutan penciptaan tujuh lapis langit. Dan banyak di dalam Al-Quran Allah Swt. menyebutkan tentang penciptaan langit dan bumi dikaitkan dengan penciptaan manusia. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu’min: 57)
Hal yang sama disebutkan pula dalam permulaan surat As-Sajdah yang dibaca oleh Rasulullah Saw. pada pagi hari jumat, pada permulaannya disebutkan penciptaan langit dan bumi. Kemudian dijelaskan tentang penciptaan manusia yang berasal dari saripati yang berasal dari tanah liat, sebagaimana disebutkan pula di dalam surat As-Sajdah itu tentang hari berbangkit dan masalah-masalah penting lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سَبْعَ طَرَائِقَ}
tujuh buah jalan. (Al Mu’minun: 17)
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tujuh lapis langit. Ayat ini sama dengan ayat lain yang mengatakan:
{تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44)
{أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللَّهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا}
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنزلُ الأمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا}
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pada bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kalian mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguh­nya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Ath-Thalaq: 12)
Demikian pula dalam ayat berikut ini disebutkan dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kalian tujuh jalan (tujuh buah langit), dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). (Al Mu’minun: 17)
Yakni Allah mengetahui segala sesuatu yang masuk ke dalam bumi dan yang keluar darinya, dan mengetahui apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke atasnya. Dia selalu bersama kalian di mana pun kalian berada, dan Allah Maha Mengetahui semua yang kalian kerjakan. Dia Yang Mahasuci, tiada terhalang dari pengetahuan-Nya tingginya langit dan tebalnya bumi, juga besarnya gunung, melainkan Dia mengetahui semua yang terdapat di dalamnya. Tiada suatu laut pun, melainkan Dia mengetahui segala sesuatu yang ada di dasarnya. Dia mengetahui semua bilangan makhluk yang ada di gunung-gunung, lereng-lereng, padang-padang pasir, lautan, hutan-hutan, dan rimba belantara.
{وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia me­ngetahuinya (pula); dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz) (Al-An'am: 59)

Al Mu’minun, ayat 18-22

{وَأَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الأرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ (18) فَأَنْشَأْنَا لَكُمْ بِهِ جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ لَكُمْ فِيهَا فَوَاكِهُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ (19) وَشَجَرَةً تَخْرُجُ مِنْ طُورِ سَيْنَاءَ تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ وَصِبْغٍ لِلآكِلِينَ (20) وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ (21) وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ (22) }
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran: lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu Kami tumbuhkan untuk kalian kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kalian peroleh buah-buahan yang banyak dan sebagian dari buah-buahan itu kalian makan, dan pohon kayu yang keluar dari Tursina (pohon Zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pelezat makanan bagi orang-orang yang makan. Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kalian, Kami memberi minum kalian dari air susu yang ada dalam perutnya; dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kalian, dan sebagian darinya kalian makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kalian diangkut.
Allah Swt. menyebutkan tentang nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia limpah­kan kepada hamba-hamba-Nya. Nikmat-nikmat tersebut tiada terbilang dan tidak terhitung, antara lain ialah menurunkan hujan dari langit dengan takaran tertentu sesuai dengan kebutuhan, tidak terlalu banyak yang akibatnya dapat merusak tanah dan bangunan, dan tidak terlalu sedikit yang akibatnya tidak mencukupi buat tanam-tanaman dan pohon-pohon yang berbuah, melainkan menurut suatu ukuran sesuai dengan kebutuhan­nya, baik untuk pengairan, untuk minum maupun untuk manfaat lainnya.
Tanah-tanah yang memerlukan air itu banyak karena banyak tanamannya, tetapi tanah-tanah tersebut tidak dapat menampung air hujan karena terdiri atas padang pasir. Maka air didatangkan kepadanya dari negeri lain, seperti yang terjadi di negeri Mesir. Menurut kisahnya, tanah mesir dahulunya adalah tanah yang tandus. Allah mengalirkan kepadanya Sungai Nil yang membawa lumpur merah yang hanyut bersama alirannya dari negeri Habsyah di musim penghujannya. Maka air datang dengan membawa tanah merah dan menyirami negeri Mesir, sedangkan tanah merah itu menetap di negeri Mesir pada kedua.tepinya, sehingga tanah mesir menjadi subur dan dapat ditanami oleh penduduknya, karena se­sungguhnya sebagian besar tanah Mesir terdiri atas pasir. Mahasuci Allah Yang Mahalembut, Mahawaspada, Maha Penyayang lagi Maha Pemaaf.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَسْكَنَّاهُ فِي الأرْضِ}
lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi. (Al Mu’minun: 18)
Artinya, Kami jadikan air itu —bila telah diturunkan dari awan— menetap di bumi dan Kami jadikan bumi dapat menerimanya dan menyerapnya sehingga semua bebijian dan bibit-bibit yang ada padanya dapat beroleh makanan dari air itu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ}
dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkan­nya. (Al Mu’minun: 18)
Yakni seandainya Kami menghendaki bahwa langit tidak menurunkan hujan, tentulah Kami dapat melakukannya. Seandainya Kami bermaksud menimpakan musibah, tentulah Kami dapat melakukannya, yaitu dengan memalingkan air hujan dari kalian dan mengarahkannya ke tempat-tempat yang tandus, hutan belantara, dan tempat-tempat lainnya yang tak berpenghuni. Dan seandainya Kami menghendaki, tentulah Kami dapat mengubah rasanya menjadi asin sehingga tidak dapat diminum dan tidak dapat dijadikan pengairan, dan Kami dapat melakukannya. Seandainya Kami menghendaki tidak sekali-kali air hujan di turunkan ke bumi melainkan menggenang di permukaannya, tentulah Kami dapat melakukannya. Dan seandainya Kami menghendakinya tidak sekali-kali turun ke bumi melainkan masuk ke dalam perut bumi sampai jarak yang tidak terjangkau oleh kalian sehingga kalian tidak dapat memanfaatkannya, tentulah Kami dapat melakukannya. Tetapi berkat kelembutan dan rahmat Allah, Dia menurunkan air hujan dari langit berupa air yang tawar, menyegarkan, dan mudah diminum. Lalu Dia menempatkannya di bumi dan mengalirkannya menjadi sumber-sumber air yang pada akhirnya terbentuklah mata air-mata air dan sungai-sungai yang mengalir, sehingga dapat dijadikan sebagai pengairan tanam-tanaman dan pohon-pohonan yang berbuah. Dari air itu kalian minum, demikian pula hewan ternak serta hewan peliharaan kalian; kalian mandi, bersuci, dan membersihkan diri dengan air tersebut. Akhirnya segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya.
Firman Allah Swt.:
{فَأَنْشَأْنَا لَكُمْ بِهِ جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ}
Lalu dengan air itu Kami tumbuhkan untuk kalian kebun-kebun kurma dan anggur. (Al Mu’minun: 19)
Maksudnya, Kami keluarkan bagi kalian melalui air hujan yang Kami turunkan dari langit ke kebun-kebun dan taman-taman.
حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ
yang berpemandangan indah. (An-Naml: 60)
Yaitu sangat indah dipandang mata.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ}
kurma dan anggur. (Al Mu’minun: 19)
Yakni di dalam kebun-kebun itu terdapat pohon kurma dan pohon anggur. Hal ini berdasarkan kondisi geografi yang adadi negeri Hijaz, dan tidak ada bedanya pula dengan yang terjadi di kawasan lainnya; semua buah-buahan yang ada pada mereka termasuk sebagian dan nikmat Allah yang membuat mereka tidak mampu mensyukurinya dengan syukur yang sebenar-benarnya.
Firman Allah Swt.:
{لَكُمْ فِيهَا فَوَاكِهُ كَثِيرَةٌ}
di dalam kebun-kebun itu kalian peroleh buah-buahan yang banyak. (Al Mu’minun: 19)
Yaitu dari semua buah-buahannya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ}
Dia menumbuhkan bagi kalian dengan air hujan itu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. (An-Nahl: 11)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ}
dan sebagian buah-buahan itu kalian makan. (Al Mu’minun: 19)
Seakan-akan kalimat ini di-ataf-kan kepada sesuatu yang diperkirakan keberadaannya. Bentuk lengkapnya seakan-akan dikatakan, Kalian dapat memandang keindahan dan kemasakannya dan sebagiannya kalian makan."
Firman Allah Swt.:
{وَشَجَرَةً تَخْرُجُ مِنْ طُورِ سَيْنَاءَ}
dan pohon kayu yang keluar dari Tursina (pohon zaitun). (Al Mu’minun: 20)
Yang dimaksud adalah pohon zaitun, sedangkan tur artinya bukit. Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya bukit dinamakan tur bila padanya terdapat pohon-pohonan; tetapi jika tidak ada pohon-pohonan, maka disebut bukit atau gunung, bukan tur. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Tursina alias Tur Sinin adalah nama bukit yang padanya Musa diajak bicara langsung oleh Allah Swt. begitu pula semua bukit yang ada di sekitarnya yang padanya terdapat pohon zaitun.
Firman Allah Swt.:
{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}
yang menghasilkan minyak. (Al Mu’minun: 20)
Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf ba yang ada dalan lafaz ayat ini adalah zaidah, bentuk aslinya ialah tanbutudduhna (tanpa memakai ba). Seperti halnya yang terdapat di dalam ucapan orang-orang Arab, "Alqa Fulanun Biyadihi," artinya si Fulan memukulkan tangannya, yakni yadahu (tanpa memakai ba).
Sedangkan menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa ia mengandung fi'il yang tidak disebutkan, maka bentuk lengkapnya ialah yang menghasilkan minyak atau yang dapat menghasilkan minyak. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَصِبْغٍ لِلآكِلِينَ}
dan pelezat makanan bagi orang-orang yang makan. (Al Mu’minun: 20)
Yakni dapat dijadikan lauk pauk, menurut Qatadah.
Dengan kata lain, buah zaitun itu mengandung manfaat; darinya dapat dihasilkan minyak dan juga dapat dijadikan pelezat makanan. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad, bahwa:
حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى، عَنْ عَطَاءٍ الشَّامِيِّ، عَنْ أَبِي أسَيْد -وَاسْمُهُ مَالِكُ بْنُ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيُّ الْأَنْصَارِيِّ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُوا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ؛ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ"
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Isa, dari Ata Asy-Syami dari Abu Usaid yang nama aslinya Malik ibnu Rabi'ah As-Sa'idi Al-Ansari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Makanlah minyak zaitun dan jadikanlah sebagai minyak, karena sesungguhnya buah zaitun itu berasal dari pohon yang diberkati.
Abdur Rahman ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab musnad dan kitab tafsirnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "ائْتَدِمُوا بِالزَّيْتِ وَادَّهِنُوا بِهِ، فَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ".
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jadikanlah zaitun sebagai lauk pauk dan berminyaklah dengannya, karena sesungguhnya buah zaitun itu berasal dari pohon yang diberkati.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abdur Razzaq. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini tidak dikenal melainkan hanya melaluinya, sedangkan dia (Mudtarib) dalam periwayatannya adakalanya menyebut Umar dalam sanadnya, adakalanya tidak menyebutkannya.
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku As-Sa'b ibnu Hakim ibnu Syarik ibnu Namilah, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa ia bertamu kepada Umar ibnul Khattab r.a. di malam 'Asyura. Maka Umar menjamunya dengan masakan kepala unta yang sudah dingin dan juga minyak zaitun. Lalu Umar berkata, "Inilah minyak yang diberkati yang telah disebutkan di dalam firman Allah kepada Nabi-Nya."
*******************
Firman Allah.Swt.:
{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ}
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kalian, Kami memberi minum kalian dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kalian, dan sebagian dari kalian makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kalian diangkut. (Al Mu’minun: 21-22)
Allah Swt. menyebutkan berbagai manfaat yang Dia jadikan pada binatang ternak buat manusia, bahwa mereka dapat minum dari air susunya yang dikeluarkan di antara tahi dan darah, mereka dapat makan dari dagingnya, dapat memakai pakaian dari bulunya, serta menaiki punggungnya dan membawa muatannya ke atas punggungnya menuju negeri yang jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Dan ia memikul beban-beban kalian ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, (An-Nahl: 7)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ. وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ. وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلا يَشْكُرُونَ}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur. (Yasin: 71-73)

Al Mu’minun, ayat 23-25

{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ (23) فَقَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا هَذَا إِلا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأنزلَ مَلائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الأوَّلِينَ (24) إِنْ هُوَ إِلا رَجُلٌ بِهِ جِنَّةٌ فَتَرَبَّصُوا بِهِ حَتَّى حِينٍ (25) }
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah oleh kalian, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia. Maka mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud menjadi seorang yang lebih tinggi daripada kalian. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu.”
Allah Swt. menceritakan tentang Nabi Nuh a.s. ketika ia di utus kepada kaumnya untuk memberikan peringatan kepada mereka akan azab Allah, juga pembalasan-Nya yang keras terhadap orang-orang yang mempersekutukan-Nya, menentang pcrintah-Nya, serta mendustakan rasul-rasul-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ}
lalu ia berkata, "Hai kaumku sembahlah Allah oleh kalian (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia. Maka mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya) ?”(Al Mu’minun: 23)
Yakni apakah kalian tidak takut kepada Allah bila kalian memper­sekutukan-Nya (dengan yang lain)? Maka pemuka-pemuka orang kafir di antara kaumnya menjawab:
{مَا هَذَا إِلا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ}
Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari pada kalian. (Al Mu’minun: 24)
Yakni merasa lebih tinggi daripada kalian dan merasa besar diri dengan mengakui diri sebagai seorang nabi, padahal dia adalah seorang manusia, sama dengan kalian. Maka mana mungkin kalau dia diberi wahyu, sedangkan kalian tidak?
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأنزلَ مَلائِكَةً}
Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa malaikat. (Al Mu’minun: 24)
Yaitu sekiranya Allah ingin mengutus seorang nabi, tentulah Dia mengutus malaikat dari sisi-Nya, bukan manusia.
{مَا سَمِعْنَا بِهَذَا}
Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini. (Al Mu’minun: 24)
Yakni seorang manusia menjadi rasul di kalangan nenek moyang terdahulu. Mereka yang dimaksud adalah para pendahulu dan bapak-bapak mereka di masa silam.
Firman Allah Swt.:
{إِنْ هُوَ إِلا رَجُلٌ بِهِ جِنَّةٌ}
Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila. (Al Mu’minun: 25)
Maksudnya, gila dengan pengakuannya yang menyatakan bahwa Allah mengutusnya kepada mereka, dan hanya dirinyalah yang menerima wahyu dari Allah di antara kalian.
{فَتَرَبَّصُوا بِهِ حَتَّى حِينٍ}
maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. (Al Mu’minun: 25)
Yaitu tunggulah sampai maut datang merenggutnya, dan bersabarlah kalian terhadap Nuh selama beberapa saat, sesudah itu kalian akan terbebas darinya.

Al Mu’minun, ayat 26-30

{قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ (26) فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا فَإِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ فَاسْلُكْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ مِنْهُمْ وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ (27) فَإِذَا اسْتَوَيْتَ أَنْتَ وَمَنْ مَعَكَ عَلَى الْفُلْكِ فَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (28) وَقُلْ رَبِّ أَنزلْنِي مُنزلا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنزلِينَ (29) إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ وَإِنْ كُنَّا لَمُبْتَلِينَ (30) }
Nuh berdoa, "Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.” Lalu Kami wahyukan kepadanya, "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis) dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan di­tenggelamkan. Apabila kamu dan orang-orang yang bersama­mu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.” Dan berdoalah, "Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.” Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda (kebesaran Allah), dan sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu).
Allah Swt. menceritakan tentang Nabi Nuh a.s., bahwa dia berdoa kepada Tuhannya untuk meminta tolong kepada-Nya terhadap kaumnya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:
{فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ}
Maka dia mengadu kepada Tuhannya, bahwasannya aku ini adalah orang yang dikalahkan. Oleh sebab itu, menangkanlah (aku). (Al-Qamar: 10)
Dan dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ}
Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku. (Al Mu’minun: 26)
Maka pada saat itu juga Allah memerintahkan kepada Nuh untuk membuat perahu besar dengan pembuatan yang kuat dan kokoh atas bimbingan Allah, dan hendaknyalah Nuh memuatkan ke dalam bahteranya itu sepasang dari tiap-tiap jenis, baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya yang berpasangan. Hendaknya pula Nuh membawa keluarganya (yang beriman) ke dalam bahteranya itu.
{إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ}
kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka (Al Mu’minun: 27)
Yakni orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah akan binasa. Mereka adalah dari kalangan keluarga Nuh yang tidak beriman kepadanya, seperti anak dan istrinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ}
Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (Al Mu’minun: 27)
Yaitu di saat kamu menyaksikan turunnya hujan yang lebat, janganlah sekali-kali kamu merasa kasihan terhadap kaummu, jangan pula kamu merasa sayang kepada mereka, lalu kamu mengharapkan agar azab itu ditangguhkan dari mereka barangkali saja mereka beriman. Karena sesungguhnya Aku telah menetapkan bahwa mereka adalah orang-orang yang ditenggelamkan disebabkan kezaliman dan kekafiran mereka. Kisah mengenai hal ini secara panjang lebar telah dikemukakan dalam tafsir surat Hud. Jadi tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا اسْتَوَيْتَ أَنْتَ وَمَنْ مَعَكَ عَلَى الْفُلْكِ فَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.” (Al Mu’minun: 28)
Semakna dengan apa yang telah disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالأنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ. لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ}
dan menjadikan untuk kalian kapal dan binatang ternak yang kalian tunggangi. Supaya kalian duduk di atas punggungnya, kemudian kalian ingat nikmat Tuhan kalian apabila kalian telah duduk di atasnya; dan supaya kalian mengucapkan, "Mahasuci Tuhan Yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (Az-Zukhruf: 12-14)
Nabi Nuh a.s. melaksanakan perintah ini, seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya:
{وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا}
Dan Nuh berkata, "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya " (Hud: 41)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقُلْ رَبِّ أَنزلْنِي مُنزلا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنزلِينَ}
Dan berdoalah, "Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.”(Al Mu’minun: 29)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ}
Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda (kebesaran Allah). (Al Mu’minun: 30)
Artinya, sesungguhnya pada kejadian itu —yakni diselamatkan-Nya kaum mukmin dan dibinasakan-Nya orang-orang kafir— benar-benar terdapat tanda-tanda dan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan kebenaran para nabi tentang apa yang mereka sampaikan dari Allah Swt. Yang Maha Berbuat terhadap segala sesuatu yang dikehendaki-Nya lagi Maha Mengetahui segala sesuatu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كُنَّا لَمُبْتَلِينَ}
dan sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu). (Al Mu’minun: 30)
Yakni benar-benar mencoba hamba-hamba-Nya dengan mengutus para rasul kepada mereka.

Al Mu’minun, ayat 31-41

{ثُمَّ أَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ (31) فَأَرْسَلْنَا فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ (32) وَقَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الآخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَا هَذَا إِلا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ (33) وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ (34) أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ (35) هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ (36) إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ (37) إِنْ هُوَ إِلا رَجُلٌ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا وَمَا نَحْنُ لَهُ بِمُؤْمِنِينَ (38) قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ (39) قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ (40) فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (41) } .
Kemudian Kami jadikan sesudah mereka umat yang lain. Lalu Kami utus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata), "Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Maka mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya).” Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, dia makan dari apa yang kalian makan dan minum dari apa yang kalian minum. Dan sesungguhnya jika kalian menaati manusia yang seperti kalian, niscaya bila demikian, kalian benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian bahwa bila kalian telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang-belulang, kalian sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kubur kalian)? Jauh-jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kalian itu; kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. Ia tidak lain hanyalah seorang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah dan kami sekali-kali tidak akan beriman kepadanya.” Rasul itu berdoa, "Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” Allah berfirman, " Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir, maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia menjadikan umat yang lain sesudah kaum Nuh. Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan mereka dalam ayat-ayat ini adalah kaum 'Ad, karena sesungguhnya merekalah yang berkuasa sesudah kaum Nuh. Menurut pendapat yang lainnya lagi, mereka adalah kaum Samud, karena ada firman-Nya yang mengatakan:
{فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ}
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak. (Al Mu’minun: 41)
Dan bahwa Allah Swt. telah mengutus seorang rasul di antara mereka yang menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Tetapi mereka mendustakannya dan menentangnya serta menolak, tidak mau mengikutinya hanya karena dia adalah seorang manusia yang sama dengan mereka. Pada prinsipnya mereka tidak mau mengikuti rasul yang berupa manusia, mereka mendustakan hari pertemuan dengan Allah kelak di hari kiamat, dan mereka ingkar kepada hari berbangkit di mana manusia dibangkitkan hidup kembali dari kuburnya masing-masing. Mereka berkata:
{أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ. هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ}
Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang-belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)? Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu. (Al Mu’minun: 35-36)
Yakni mustahil sesudah mati kalian dihidupkan kembali.
{إِنْ هُوَ إِلا رَجُلٌ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا}
Ia tidak lain hanyalah seorang yang mengada-adakan ke­bohongan terhadap Allah. (Al Mu’minun: 38)
Yaitu dalam semua berita yang disampaikannya kepada kalian tentang kerasulan, peringatan, dan berita-berita tentang hari kiamat.
{وَمَا نَحْنُ لَهُ بِمُؤْمِنِينَ. قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ}
"dan kami sekali-kali tidak akan beriman kepadanya.” Rasul itu berdoa, "Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka men-dustakanku.” (Al Mu’minun: 38-39)
Yakni rasul itu memohon pertolongan dan bantuan kepada Allah dalam menghadapi mereka, dan Allah memperkenankan doanya.
{قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ}
Allah berfirman, "Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” (Al Mu’minun: 40)
karena mereka menentangmu dan mengingkari apa yang kamu sampaikan kepada mereka.
{فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ}
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak. (Al Mu’minun: 41)
Mereka memang berhak mendapat azab itu dari Allah karena kekafiran dan kesewenang-wenangan mereka. Menurut makna lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa azab itu berupa gabungan antara angin yang kencang lagi sangat kuat dan sangat dingin.
{تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ}
yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhan­nya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. (Al-Ahqaf: 25)
Firman Allah Swt.:
{فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً}
dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir. (Al Mu’minun: 41)
Yakni mati dan binasa seperti buih banjir, yaitu sesuatu yang hina lagi tiada artinya dan tiada manfaatnya sama sekali.
{فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu. (Al Mu’minun: 41)
Sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا هُمُ الظَّالِمِينَ}
Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Az-Zukhruf: 76)
karena kekafiran, keingkaran, dan sikap mereka yang selalu menentang utusan Allah. Maka hendaknyalah hal ini dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang mendustakan rasul mereka.

Al Mu’minun, ayat 42-44

{ثُمَّ أَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قُرُونًا آخَرِينَ (42) مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ (43) ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَى كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ فَأَتْبَعْنَا بَعْضَهُمْ بَعْضًا وَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ فَبُعْدًا لِقَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (44) }
Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain. Tidak (dapat) suatu umat pun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu). Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendusta­kannya; maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al Mu’minun: 42-44)
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ أَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قُرُونًا آخَرِينَ}
Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain. (Al Mu’minun: 42)
Yaitu umat-umat dan generasi-generasi lain sesudah mereka tiada.
{مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ}
Tidak (dapat) suatu umat pun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu). (Al Mu’minun: 43)
Tetapi mereka dimusnahkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah bagi mereka. Yang hal tersebut telah tercatat di dalam Lauh Mahfuz dan telah diketahui-Nya sebelum mereka tercipta. Mereka dimusnahkan generasi demi generasi dan umat demi umat.
{ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَى}
Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. (Al Mu’minun: 44)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa sebagian dari rasul-rasul itu datang berurutan setelah sebagian yang lainnya.
Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firnan-Nya:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu, " maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesalan baginya. (An-Nahl: 36)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ}
Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya. (Al Mu’minun: 44)
Maksudnya, sebagian besar dari mereka mendustakannya. Seperti juga yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ}
Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. (Yasin: 30)
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَتْبَعْنَا بَعْضَهُمْ بَعْضًا}
maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. (Al Mu’minun: 44)
Yakni Kami binasakan mereka generasi demi generasi. Sama pengertian-nya dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ}
Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Al-Isra: 17)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ}
Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia). (Al Mu’minun-44)
Yaitu sebagai cerita dan kisah bagi manusia (sesudah mereka). Semakna dengan firman-Nya:
{فَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ}
maka Kami jadikan mereka buah tutur dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. (Saba: 19)

Al Mu’minun, ayat 45-49

{ثُمَّ أَرْسَلْنَا مُوسَى وَأَخَاهُ هَارُونَ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُبِينٍ (45) إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا عَالِينَ (46) فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ (47) فَكَذَّبُوهُمَا فَكَانُوا مِنَ الْمُهْلَكِينَ (48) وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (49) }
Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata, kepada Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong. Dan mereka berkata, "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita.” Maka (tetaplah) mereka mendustakan keduanya, sebab itu mereka adalah termasuk orang-orang yang dibinasakan. Dan sesungguhnya telah Kami berikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk.
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia telah mengutus Musa dan saudaranya Harun sebagai utusan Allah kepada Fir'aun dan kaumnya dengan membawa mukjizat-mukjizat dan hujah-hujah yang melemahkan musuh dan bukti-bukti yang jelas dan pasti. Tetapi Fir'aun dan kaumnya takabur dan sombong, mereka tidak mau mengikuti keduanya dan menolak apa yang dianjurkan oleh keduanya, hanya karena keduanya adalah manusia biasa.
Sikap Fir'aun dan kaumnya sama seperti sikap umat-umat terdahulu yang menentang rasul-rasul-Nya, hanya karena para rasul itu terdiri atas manusia, hati mereka meragukannya. Maka Allah membinasakan Fir'aun dan kaumnya, yaitu dengan menenggelamkan mereka semua dalam hari yang sama.
Allah menurunkan kepada Musa kitab Taurat, yang di dalamnya terdapat hukum-hukum Allah, perintah-perintah-Nya, dan larangan-larangan-Nya. Hal ini terjadi sesudah Allah membinasakan Fir'aun dan kaumnya, dan menghukum mereka sebagai hukuman dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.
Sesudah Allah menurunkan kitab Taurat, Allah tidak lagi membinasa­kan suatu umat dengan pembinasaan yang menyeluruh, tetapi Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk memerangi orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat. (Al-Qashash: 43)

Al Mu’minun, ayat 50

{وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَى رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ (50) }
Dan telah Kami jadikan (Isa) Putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak memiliki padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.
Allah Swt. menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya, Isa putra Maryam a.s. Allah menjadikan keduanya sebagai tanda yang menunjuk­kan kekuasaan-Nya bagi manusia. Yang dimaksud dengan ayat (tanda) ialah hujah yang kuat, yang membuktikan kekuasaan Allah Swt. atas segala sesuatu. Karena sesungguhnya Allah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, dan Dia menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa perempuan, dan menciptakan Isa dari perempuan tanpa laki-laki, sedangkan semua manusia lainnya diciptakan melalui laki-laki dan perempuan.
Firman Allah Swt.:
{وَآوَيْنَاهُمَا إِلَى رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ}
dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang memiliki banyak padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50)
Ad-Dahhak, telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rabwah artinya tanah tinggi, yang biasanya memiliki tumbuh-tumbuhan yang terbaik. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang datar yang memiliki banyak padang rumput. (Al Mu’minun: 50) Yakni yang subur tanahnya. dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Yaitu air yang berlimpah ruah.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah.
Menurut Mujahid, makna qararin ialah tanah yang datar.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang datar yang banyak memiliki padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Maksudnya, memiliki banyak air yang merata.
Mujahid mengatakan —demikian pula Qatadah— bahwa ma'in artinya sumber air yang mengalir.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai tempat dataran tinggi ini, di manakah ia berada secara persisnya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa tempat ini tiada lain di Mesir, sebab air yang mengalir pasti berada di bawah dataran tinggi yang padanya terdapat perkampungan. Seandainya perkampungan itu bukan di dataran tingginya, tentulah terendam oleh air sungai. Telah diriwayatkan pula dari Wahb ibnu Munabbih hal yang semisal. Akan tetapi, pendapat ini jauh sekali dari kebenaran.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui Sa'id ibnu Musayyab sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang memiliki banyak padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) bahwa tanah tersebut terletak di Damsyiq (Damaskus).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abdullah ibnu Salam, Al-Hasan, Zaid ibnu Aslam, dan Khalid ibnu Ma' dan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang datar yang banyak memiliki padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Yaitu sungai-sungai Damaskus.
Lais ibnu Abu Sulaim meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami lindungi mereka di suatu tanah tinggi. (Al Mu’minun: 50) Yakni Isa dan ibunya saat keduanya mengungsi di daerah pedalaman Damaskus dan sekitarnya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Bisyr ibnu Rafi, dari Abu Abdullah (anak laki-laki paman Abu Hurairah) yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata sehubungan dengan makna firman-Nya: di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak memiliki padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Bahwa tempat tersebut adalah Ramlah, bagian dari negeri Palestina.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ الفرْيابي، حَدَّثَنَا رَوّاد بْنُ الْجَرَّاحِ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ أَبُو عُتْبَةَ، حَدَّثَنَا السَّيْبَانِيُّ ، عَنِ ابْنِ وَعْلَة، عَنْ كُرَيْب السَّحولي، عَنْ مُرَّة البَهْزِي قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِرَجُلٍ: "إِنَّكَ مَيِّتٌ بِالرَّبْوَةِ" فَمَاتَ بِالرَّمَلَةِ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Rawwad ibnu Jarrah, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Abbad Al-Khawwas Abu Atabah, telah menceritakan kepada kami Asy-Syaibani, dari Ibnu Wa'lah, dari Kuraib As-Suhuli, dari Murrah Al-Bahzi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang lelaki: Sesungguhnya kamu kelak akan mati di Rabwah (tanah tinggi). Ternyata lelaki itu meninggal dunia di Ramlah.
Hadis ini garib sekali.
Pendapat yang paling mendekati kebenaran dalam masalah ini ialah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami lindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang memiliki banyak padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Bahwa ma'in ialah air yang mengalir alias sungai. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Qatadah: di suatu tanah tinggi yang datar yang memiliki banyak padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minun: 50) Yakni Baitul Maqdis.
Pendapat ini menurut hemat saya adalah pendapat yang kuat, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Karena hal inilah yang disebutkan di dalam ayat yang lain, sedangkan Al-Qur'an itu sebagian darinya menafsirkan sebagian yang lainnya. Pendapat ini lebih utama dari pada apa yang ditafsirkan oleh hadis-hadis sahih dan juga oleh asar-asar.

Al Mu’minun, ayat 51-56

{يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (51) وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (52) فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (53) فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ (54) أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ (55) نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ (56) }
Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi rasul, agar mereka memakan makanan yang baik (halal) dan mengerjakan amal saleh. Hal ini menunjukkan bahwa perkara yang halal itu membantu mengerjakan amal saleh. Maka para nabi mengerjakan perintah ini dengan sebaik-baiknya, dan mereka menggabungkan semua kebaikan, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, baik sebagai pembuktian dari diri maupun dalam bernasehat. Semoga Allah membalas mereka atas jasa-jasa mereka kepada semua hamba Allah dengan balasan yang sebaik-baiknya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik. (Al Mu’minun: 51) Ingatlah, demi Allah, Dia tidak memerintahkan kepada kalian agar memakan, makanan yang merah, tidak makanan yang kuning, tidak makanan yang manis, tidak pula makanan yang masam. Akan tetapi, Dia berfirman bahwa makanlah oleh kalian dari makanan-makanan itu hanya yang halalnya saja.
Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: makanlah dari makanan yang baik-baik. (Al Mu’minun: 51) Yang dimaksud dengan tayyibat ialah yang halal-halal.
Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari Abu Maisarah Amr ibnu Syurahbil, bahwa Isa putra Maryam makan dari hasil kerajinan tenunan yang dilakukan oleh ibunya.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ". قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ"
"Tiada seorang nabi pun melainkan pernah menggembalakan kambing.” Mereka (para sahabat) bertanya, "Juga engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, aku pun pernah menggembalakannya dengan imbalan beberapa qirat milik penduduk Mekah.”
Di dalam hadis sahih lainnya disebutkan:
أَنَّ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ كَسْبِ يَدِهِ
Sesungguhnya Daud a. s. makan dari hasil perasan keringatnya sendiri.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأَحَبَّ الْقِيَامِ إِلَى اللَّهِ قِيَامُ دَاوُدَ، كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدسَه، وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا، وَلَا يَفر إِذَا لَاقَى"
Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah ialah puasanya Daud, dan qiyam (salat) yang paling disukai oleh Allah ialah qiyamnya Daud; dia tidur sampai tengah malam, dan bangun pada sepertiganya, lalu tidur pada seperenamnya; dia puasa sehari dan berbuka sehari; dan apabila perang, ia tidak pernah lari dari medan perang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Damrah ibnu Habib, bahwa Ummu Abdullah binti Syaddad ibnu Aus pernah mengatakan bahwa ia pernah mengirim Nabi Saw. sepanci laban (yoghurt) saat beliau sedang puasa untuk bukanya nanti. Ia mengirim­kannya sejak hari masih siang dan matahari sedang terik-teriknya, kemudian pesuruhnya kembali kepadanya seraya menyampaikan pesan Nabi Saw., "Dari manakah engkau mempunyai kambing?”Ia menjawab, "Saya membelinya dengan uang saya." Maka (setelah pesuruh itu kembali kepada Nabi Saw. dan menyampaikan jawaban majikannya) barulah Rasulullah Saw. mau meminumnya.
Pada keesokan harinya Ummu Abdullah binti Syaddad datang menghadap kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, kemarin saya mengirimkan kepadamu laban yang segar, sejak hari masih siang dan panas matahari sedang terik-teriknya, lalu Engkau menyuruh kembali pesuruhku untuk mempertanyakan dari mana laban itu," Rasulullah Saw. menjawab:
"بِذَلِكَ أُمِرَتِ الرُّسُلُ، أَلَّا تَأْكُلَ إِلَّا طَيَّبًا، وَلَا تَعْمَلَ إِلَّا صَالِحًا"
Demikianlah para rasul diperintahkan. Mereka tidak boleh makan kecuali makanan yang halal, dan tidak boleh beramal kecuali amal yang saleh.
Di dalam kitab Sahih Imam Muslim dan kitab Jami' Imam Turmuzi serta kitab Musnad Imam Ahmad, hadis ini berdasarkan apa yang ada pada kitab Imam Ahmad. melalui riwayat Fudail ibnu Marzuq. dari Addi ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan" bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيَّبًا، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} . وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}
Hai manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali, yang baik-baik (halal). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman seperti apa yang Dia perintahkan kepada para rasul-(Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al Mu’minun: 51) Dan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 172)
Kemudian Rasulullah Saw. menyebutkan perihal seorang lelaki yang lama dalam perjalanannya, dalam keadaan rambut yang awut-awutan lagi penuh dengan debu, sedangkan makanannya dari hasil yang haram, minumannya dari hasil yang haram, pakaiannya dari hasil yang haram dan diberi makan dari hasil yang haram, lalu ia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, "Hai Tuhanku, hai Tuhanku," maka bagaimanakah doanya dapat diterima bila keadaannya demikian.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Fudail ibnu Marzuq.
*******************
Fiman Allah Swt.:
{وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً}
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu. (Al Mu’minun: 52)
Yakni agama kalian ini —hai para nabi— adalah agama yang satu, yaitu agama yang menyeru untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi­Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ}
dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al Mu’minun: 52)
Tafsir mengenai ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Anbiya bahwa firman-Nya, "Ummatan wahidatan," di-nasab-kan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا}
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa golongan. (Al Mu’minun: 53)
Yakni umat para nabi yang diutus itu terpecah belah.
{كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al Mu’minun: 53)
Maksudnya, merasa bangga dengan kesesatannya karena mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam petunjuk. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah berfirman mengancam mereka:
{فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ}
Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya. (Al-Mu’minim: 54)
Yaitu dalam kesesatan dan penyimpangan mereka.
{حَتَّى حِينٍ}
sampai suatu waktu. (Al Mu’minun: 54)
Yakni sampai kepada batas waktu mereka dibinasakan. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا}
Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (Ath-Thariq: 17)
Dan firman Allah Swt.:
{ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ}
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (Al-Hijr: 3)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ * نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ}
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 55-56) ,
Yakni apakah orang-orang yang teperdaya itu mengira bahwa Kami memberikan kepada mereka harta benda dan anak-anak karena kemuliaan mereka menurut Kami dan karena kehormatan mereka di sisi Kami? Tidak, sebenarnya tidak seperti apa yang mereka dugakan dalam ucapannya itu.
{نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالا وَأَوْلادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ}
Kami lebih banyak mempunyai harta dan Anak-anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. (Saba: 35)
Mereka telah keliru dalam pengakuannya, dan kelak akan kecewalah mereka dengan harapannya itu; karena sesungguhnya Kami sengaja menuruti semua kemauan mereka sebagai istidraj, pengluluh,' dan penangguhan dari Kami terhadap mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{بَل لَا يَشْعُرُونَ}
Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 56)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda-'dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55), hingga akhir ayat.
{إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا}
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka. (Ali Imran: 178)
{فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ * وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ}
Maka serahkanlah (hai Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Nanti Kanu akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah ke­binasaan) dari azab yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. (Al-Qalam: 44-45), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11)
Sampai dengan firman-Nya:
لآيَاتِنَا عَنِيدًا
menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). (Al-Muddatstsir: 16)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ}
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan kalian kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. (Saba: 37)
Ayat-ayat mengenai hal ini cukup banyak.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Mu’minun: 55-56) Bahwa tipu daya Allah terhadap suatu kaum terdapat pada harta dan anak-anak mereka. Hai manusia, karena itu janganlah kalian memandang manusia dari segi harta dan anak-anaknya, melainkan pandanglah dari segi iman dan amal salehnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ [بْنُ عُبَيْد، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ محمد، عن مرة الهمداني، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ] بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ قَسَم بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ يُعطي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّين إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ، فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُسْلِمُ عَبْدٌ حَتَّى يُسْلِمَ قَلْبُهُ وَلِسَانُهُ، وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جَارُهُ بَوَائِقَهُ-قَالُوا: وَمَا بَوَائِقُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟ قَالَ: غَشْمُهُ وَظُلْمُهُ- وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ فَيُنْفِقَ مِنْهُ فَيُبَارَكَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يَتصَدَّقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا يَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ، إِنَّ اللَّهَ لَا يَمْحُو السَّيِّئَ بِالسَّيِّئِ، وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ، إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يَمْحُو الْخَبِيثَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian akhlak sebagai­mana Dia membagi rezeki di antara kalian. Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang disukai-Nya dan  (juga) kepada orang yang tidak disukai-Nya. Akan tetapi, Dia tidak memberi agama melainkan hanya kepada orang yang disukai-Nya. Barang siapa yang diberi agama oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukainya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah seseorang hamba selamat (Islam) sebelum selamat kalbu dan lisannya, dan tidaklah seorang hamba aman (iman) sebelum aman tetangganya dari bawa'iq-nya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bawa'iq-nya?." Rasulullah Saw. menjawab: Perbuatan zalim dan perbuatan aniayanya. Tidaklah seorang hamba menghasilkan harta dari usaha haram, lalu ia membelanjakan­nya dan mendapat berkah darinya, dan tidaklah ia menyedekah­kannya dan diterima sedekahnya, dan tidaklah ia meninggal­kannya di belakang punggungnya (sesudah mati), melainkan harta itu menjadi bekalnya menuju ke neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan lagi, melain­kan menghapus keburukan dengan kebaikan. Sesungguhnya hal yang kotor itu tidak dapat menghapuskan hal yang kotor lagi.

Al Mu’minun, ayat 57-61

{إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ (59) وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61) }
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 57)
Yakni keadaan mereka yang selalu mengerjakan perbuatan yang baik dan beriman serta mengamalkan perbuatan yang saleh, juga mereka takut kepada Allah dan selalu dicekam oleh rasa khawatir akan tertimpa tipu daya Allah. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa sesungguhnya orang mukmin itu menggabungkan dalam dirinya kebaikan dan rasa takut kepada Allah. Dan sesungguhnya orang munafik itu menggabungkan dalam dirinya keburukan dan merasa aman dari azab Allah.
{وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ}
dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 58)
Maksudnya, mereka beriman kepada ayat-ayat (tanda-tanda)-Nya, baik yang bersifat alami maupun yang bersifat hukum syar'i, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan tentang Maryam a.s.:
{وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ}
dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim: 12)
Yaitu Maryam merasa yakin bahwa sesungguhnya apa yang terjadi pada dirinya (mengandung tanpa suami) tiada lain merupakan takdir dan keputusan Allah dan syariat yang telah drtetapkan-Nya. Syariat Allah itu jika berupa perintah, berarti subyeknya disukai dan diridai-Nya. Dan jika berupa larangan, berarti subyeknya dibenci dan ditolak-Nya. Dan jika kebaikan, berarti subyeknya adalah perkara yang hak. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ}
Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun). (Al Mu’minun: 59)
Yakni mereka tidak menyembah se(ain-Nya bersama Dia, melainkan mengesakan-Nya dan mengamalkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beristri, dan tidak beranak, dan bahwa Dia tiada tandingan dan tiada yang menyamai-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (Al Mu’minun: 60)
Yaitu mereka mengasihkan pemberiannya dengan rasa takut dan malu bila tidak diterima, yang hal ini bersumber dari perasaan takut mereka bila diri mereka dinilai oleh Allah telah berlaku sembrono terhadap persyaratan memberi.
Hal seperti ini termasuk ke dalam Bab "Bersikap Hati-hati dan Merasa Takut kepada Allah." Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَل، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّهَا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، {وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} ، هُوَ الَّذِي يَسْرِقُ وَيَزْنِي وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُ الَّذِي يُصَلِّي وَيَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ، وَهُوَ يَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sa'id ibnu Wahb, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan “orang-orang yang mengerjakan perbuatan mereka, sedangkan hati mereka takut” itu adalah orang yang mencuri, berzina, dan minum khamr dalam keadaan takut kepada Allah?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi dia adalah orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan ia takut kepada Allah Swt.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Malik ibnu Magul, dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يُصَلُّونَ وَيَصُومُونَ وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَلَّا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، {أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ}
Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi mereka adalah orang-orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan hati mereka merasa takut tidak diterima amalnya. mereka itu bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. (Al Mu’minun: 61)
Imam Turmuzi mengatakan, telah diriwayatkan melalui hadis Abdur Rahman ibnu Sa'id, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. hal yang semisal.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dan Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Ulama lain ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut yang artinya:
"وَالَّذِينَ يَأْتُونَ مَا أَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ"
Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka dengan hati yang takut (tidak akan diterima oleh Allah amalannya).
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu' dari Nabi Saw. bahwa beliau Saw. pernah membacanya dengan bacaan tersebut.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwariyah, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf, maula Bani Jumah, bahwa ia masuk bersama Ubaid ibnu Umair ke dalam rumah Siti Aisyah r.a. Maka Siti Aisyah r.a. menyambut keduanya dengan ucapan Marhaban, "Selamat datang dengan Abu Asim, mengapa engkau lama sekali tidak berkunjung kepadaku, apakah ada sesuatu halangan?" Ia menjawab, "Saya khawatir akan membosankan bila terlalu sering." Siti Aisyah berkata, "Jangan kamu berbuat begitu lagi." Aku (Ubaid ibnu Umar) berkata, "Saya datang kepadamu untuk menanyakan tentang suatu ayat dari Kitabullah, bagaimanakah bacaan Rasulullah Saw. Terhadapnya?" Siti Aisyah bertanya, "Ayat yang mana?" Saya menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman Allah Swt.: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan. (Al Mu’minun: 60) dan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. bertanya, "Manakah di antara dua bacaan itu yang kamu sukai?" Saya menjawab, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya salah satu di antara keduanya memang lebih saya sukai daripada dunia ini atau dunia dan seisinya," Siti Aisyah bertanya, "Manakah yang kamu sukai?" Saya membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku bersaksi bahwa Rasulullah Saw. memang membacanya seperti itu, dan memang ayat itu diturunkan dengan bacaan seperti itu, tetapi dialeknya memang berbeda-beda."
Di dalam sanad hadis ini terdapat Ismail ibnu Muslim Al-Makki, sedangkan ia orangnya daif dalam periwayatan hadis. Akan tetapi, qiraat yang pertama yang dianut oleh jumhur ulama sab'ah dan lain-lainnya adalah pendapat yang lebih kuat, karena di dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (Al Mu’minun: 61)
Disebutkan bahwa Allah menjadikan mereka termasuk orang-orang yang bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. S
eandainya makna yang dimaksud adalah seperti qiraat yang lainnya, tentulah kelanjutannya tidak disebutkan seperti itu, melainkan Minal Muqtasidin atau Muqsirin yang artinya orang-orang yang pertengahan atau orang-orang yang membatasi dirinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Al Mu’minun, ayat 62-67

{وَلا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (62) بَلْ قُلُوبُهُمْ فِي غَمْرَةٍ مِنْ هَذَا وَلَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَلِكَ هُمْ لَهَا عَامِلُونَ (63) حَتَّى إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ (64) لا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ (65) قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ (66) مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ (67) }
Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut ke­sanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tiada dianiaya. Tetapi hati orang-orang kafir itu dalam kesesatan dari (memahami kenyataan) ini, dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu mereka tetap mengerjakannya. Hingga apabila Kami timpakan azab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kalian memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kalian tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al-Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kalian selalu berpaling ke belakang dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kalian bercakap-cakap di malam hari.
Allah Swt. menceritakan tentang keadilan dalam syariat-Nya terhadap hamba-hamba-Nya di dunia, bahwa Dia sama sekali tidak pernah mem­bebankan kepada seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Yakni melainkan menurut apa yang kuat disanggah dan dikerjakannya. Dan bahwa kelak di hari kiamat Dia akan menghisab amal perbuatan mereka yang telah tercatat di dalam kitab catatan amal perbuatan mereka; tiada sesuatu pun dari amal perbuatan mereka yang tidak tercatat atau hilang. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ}
dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran. (Al Mu’minun: 62)
Yaitu kitab catatan amal perbuatan.
{وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
dan mereka tidak dianiaya. (Al Mu’minun: 62)
Maksudnya, tidak dirugikan barang sedikit pun dari kebaikannya. Adapun amal buruknya, maka Allah banyak memaaf dan mengampuninya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kemudian Allah berfirman mengingkari orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy:
{بَلْ قُلُوبُهُمْ فِي غَمْرَةٍ}
Tetapi hati orang-orang kafir itu dalam kesesatan. (Al Mu’minun: 63)
Yakni tenggelam di dalam kesesatannya.
{مِنْ هَذَا}
Dari (memahami kenyataan) ini. (Al Mu’minun: 63)
Maksudnya, dari memahami Al-Qur'an yang diturunkan kepada Rasulullah Saw.
Firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ أَعْمَالٌ مِنْ دُونِ ذَلِكَ هُمْ لَهَا عَامِلُونَ}
dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu, mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63)
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan selain dari itu. (Al Mu’minun: 63) Yakni perbuatan-perbuatan yang buruk selain dari kemusyrikannya itu. mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63) Artinya, mereka harus mengerjakannya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Sedangkan ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu, mereka tetap mengerjakannya. (Al Mu’minun: 63) Yaitu telah tercatat atas mereka perbuatan-perbuatan buruk yang harus mereka kerjakan sebelum mereka mati, sebagai suatu kepastian, agar mereka berhak mendapat azab Allah.
Hal yang semisal telah diriwayatkan melalui Muqatil ibnu Hayyan, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Pendapat inilah yang menang, kuat, lagi baik.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan hadis Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
"فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا".
Maka demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, se­sungguhnya seorang laki-laki benar-benar mengamalkan perbuatan ahli surga, sehingga tiada jarak antara dia dan surga selain satu hasta, tetapi- ketetapan takdir telah mendahuluinya, akhirnya ia mengerjakan perbuatan ahli neraka dan ia di­masukkan ke dalam neraka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ}
Hingga apabila Kami timpakan azab kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta-merta mereka memekik minta tolong. (Al Mu’minun: 64)
Yakni hingga manakala orang-orang yang hidup mewah di antara mereka kedatangan azab Allah dan pembalasan-Nya yang menimpa mereka.
{إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ}
dengan serta-merta mereka memekik minta tolong. (Al Mu’minun: 64)
Yaitu menjerit dan meminta tolong, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلا. إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا وَجَحِيمًا }
Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai ke­mewahan dan beritangguhlah mereka barang sebentar Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang besar dan neraka yang menyala-nyala. (Al-Muzzammil: 11-12)
Dan firman Allah Swt.:
{كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَلاتَ حِينَ مَنَاصٍ}
Berapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong, padahal (waktu itu) bukanlah saat lari untuk melepaskan diri. (Shad: 3)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{لا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ}
Janganlah kalian memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kalian tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. (Al Mu’minun: 65)
Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungi kalian dari keburukan yang menimpa kalian, baik kalian menjerit meminta tolong maupun kalian diam, tiada jalan selamat dan tiada penolong, perintah telah ditetapkan dan azab wajib dilaksanakan. Kemudian Allah menyebutkan dosa mereka yang paling besar melalui firman-Nya:
{قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ}
Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al-Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kalian selalu berpaling kebelakang. (Al Mu’minun: 66)
Yakni apabila kalian diseru, maka kalian menolak; dan apabila diperintah, maka kalian membangkang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ}
Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Mu’min: 12)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ}
dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kalian bercakap-cakap di malam hari. (Al Mu’minun: 67)
Mengenai tafsir ayat ini ada dua pendapat.
Salah satunya mengatakan, bahwa mustakbirin berkedudukan menjadi kata keterangan keadaan saat mereka berpaling ke belakang dari perkara yang hak, dan mereka menolaknya karena kesombongan mereka terhadap perkara yang hak itu; mereka menganggap rendah perkara yang hak dan orang-orang yang mengikutinya. Berdasarkan pendapat ini damir bihi yang ada padanya mengandung tiga pengertian:
  • Pertama, damir merujuk kepada tanah suci, yakni Mekah. Mereka dicela karena mereka begadang di malam hari di tanah suci tanpa berbicara sepatah kata pun (menunjukkan kesombongan mereka).
  • Kedua, damir merujuk kepada Al-Qur'an. Mereka melakukan begadang, memperbincangkan tentang Al-Qur'an dengan sebutan yang keji. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an itu adalah sihir, sesungguhnya Al-Qur'an itu syair, dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah ramalan dan perkataan-perkataan keji lainnya.
  • Ketiga, damir kembali kepada Nabi Muhammad Saw. Mereka menjadikannya bahan pergunjingan mereka di malam hari dengan sebutan-sebutan yang keji, dan mereka membuat perumpamaan-perumpamaan yang batil terhadapnya, bahwa dia adalah seorang penyair, atau tukang ramal atau pendusta atau gila atau penyihir. Semuanya itu batil belaka, bahkan sesungguhnya dia adalah hamba dan rasul Allah yang Allah akan memenangkannya atas mereka, dan dia bakal mengusir mereka dari tanah suci dalam keadaan hina dan rendah.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: dengan menyombongkan diri terhadapnya. (Al Mu’minun: 67) Yakni menyombongkan dirinya di Baitullah dengan keyakinan bahwa diri merekalah para pengurusnya, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Seperti yang dikatakan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsir bagian dari kitab sunannya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Abdul A'la; ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair menceritakan hadis be­rikut dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya begadang itu dimakruhkan sejak ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: dengan menyombongkan diri terhadapnya dan mengucapkan perkataan-perkataan yang keji di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Al Mu’minun: 67) Yakni mereka membanggakan dirinya dengan Baitullah seraya mengatakan bahwa diri merekalah yang tiada hentinya sepanjang siang dan malam mengurusnya. Ibnu Abbas menceritakan bahwa mereka membangga-banggakan dirinya dan begadang di dalamnya, tidak memakmurkannya, dan mereka mengucapkan perkataan-perkataan yang keji di dalamnya.
Imam Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah membahasnya dalam pembahasan yang cukup panjang, yang ringkasnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas.

Al Mu’minun, ayat 68-75

{أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُمْ مَا لَمْ يَأْتِ آبَاءَهُمُ الأوَّلِينَ (68) أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (69) أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ (70) وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (71) أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (72) وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (73) وَإِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ (74) وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِمْ مِنْ ضُرٍّ لَلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (75) }
Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? Atau (apakah patut) mereka berkata, "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila.” Sebenarnya dia telah mem­bawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur'an) mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. Atau kamu meminta upah kepada mereka? Maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki yang paling baik. Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka.
Allah Swt. ingkar terhadap sikap orang-orang musyrik karena mereka tidak mau memahami Al-Qur'an dan merenunginya, bahkan mereka menentangnya. Padahal Al-Qur'an itu diturunkan dengan bahasa mereka, tiada suatu kitab pun yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya lebih sempurna dan lebih mulia daripada Al-Qur'an. Terlebih lagi para pen­dahulu (nenek moyang) mereka yang telah mati di masa Jahiliah tidak pernah terjangkau oleh suatu kitab pun dan tidak pernah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan pun. Maka sudah sepantasnyalah mereka menerima nikmat yang dianugerahkan oleh Allah ini, yaitu dengan menerima Al-Qur'an dan mensyukurinya serta memahami dan meng­amalkan apa yang terkandung di dalamnya sepanjang siang dan malam hari. Seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang cendekiawan dari kalangan mereka yang telah masuk Islam dan mengikuti Rasulullah Saw. serta beliau merasa rela kepada mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami). (Al Mu’minun: 68) Kalau begitu, demi Allah, mereka pasti menemukan di dalam Al-Qur'an sesuatu yang dapat mengekang mereka dari perbuatan maksiat terhadap Allah, seandainya mereka mau merenungi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, ternyata mereka hanya mengambil hal-hal yang syubhat sehingga pada akhirnya mereka binasa.
Kemudian Allah berfirman mengingkari sikap orang-orang kafir dari kalangan Quraisy:
{أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ}
Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? (Al Mu’minun: 69)
Yakni apakah mereka tidak mengenal Muhammad dan kejujuran, amanah dan kepribadiannya yang terbaca oleh mereka. Dengan kata lain, apakah mereka mampu mengingkari kenyataan tersebut dan bersikap tidak mau tahu terhadapnya? Karena itulah Ja'far ibnu Abu Talib r.a. berkata kepada Raja Najasyi (raja negeri Habsyah), "Hai Raja, sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang telah kami kenal nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya." Hal yang senada telah dikatakan pula oleh Al-Mugirah ibnu Syu'bah kepada wakil Kisra Persia saat dia menantang mereka untuk perang tanding. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Sufyan Sakhr ibnu Harb kepada Raja Romawi Heraklius, saat kaisar Romawi menanyakan kepadanya dan kepada teman-temannya tentang sifat-sifat Nabi Saw., nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya. Padahal saat itu ia dan kawan-kawannya masih kafir dan belum masuk Islam, tetapi ia tidak mengatakan kecuali hanya kebenaran belaka; hal ini menunjukkan bahwa mereka mengakui beliau mempunyai sifat-sifat yang terpuji itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ}
Atau (apakah patut) mereka berkata, "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila.” (Al Mu’minun: 70)
Ayat ini menyitir tentang perkataan kaum musyrik terhadap Nabi Muhammad Saw. bahwa ia membuat-buat Al-Qur'an, yakni membuatnya sendiri; atau ia berpenyakit gila yang menyebabkannya tidak mengetahui apa yang dikatakannya sendiri. Allah menceritakan pula perihal mereka, bahwa hati mereka tidak beriman kepadanya, padahal mereka mengetahui (menyadari) kebatilan dari apa yang mereka katakan terhadap Al-Qur'an. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu merupakan Kalamullah yang datang kepada mereka dan mereka tidak mampu dan tidak kuat menandinginya. Sesungguhnya Allah telah menantang mereka dan seluruh penduduk bumi untuk mendatangkan hal yang semisal Al-Qur'an jika mereka mampu, dan pasti mereka tidak akan mampu untuk selama-lamanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ}
Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. (Al Mu’minun-70)
Dapat diinterpretasikan bahwa kalimat ini merupakan kata keterangan keadaan, yang artinya 'sedangkan kebanyakan mereka tidak menyukai perkara yang hak'. Dapat pula diartikan sebagai kalimat berita atau kalimat baru. Hanya Allah-Iah Yang Maha Mengetahui.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi pernah bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya engkau menyeruku kepada suatu perkara yang tidak aku sukai." Maka Nabi Saw. bersabda, "Sekalipun kamu tidak menyukainya."
Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi Saw. bersua dengan lelaki lainnya, kemudian beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu", maka temperamen lelaki itu naik dan timbul sikap sombongnya, lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu, jika kamu berada di jalan yang jelek dan banyak rintangannya, lalu kamu bersua dengan seseorang yang kamu kenal dan kamu ketahui nasabnya. Kemudian orang itu mengajakmu ke jalan yang luas lagi mudah ditempuh, apakah kamu mau mengikutinya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Demi Allah yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kamu berada di jalan yang lebih buruk daripada jalan itu seandainya kamu berada padanya. Dan sesungguhnya aku sekarang mengajakmu ke jalan yang lebih mudah dari itu sekiranya kamu mau menurutiku."
Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi Saw. bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!". Maka lelaki itu menjadi sombong, kemudian Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu jika kamu mempunyai dua orang pelayan yang salah seorangnya bila berbicara kepadamu, maka ia menepatinya kepadamu; dan jika kamu beri dia amanat, maka dia menunaikannya kepadamu; apakah dia kamu sukai? Ataukah pelayan lainnya yang apabila berbicara kepadamu, ia dusta kepadamu; dan apabila kamu percayai dia, maka ia khianat kepadamu?" Lelaki itu menjawab, "Tidak. Bahkan yang kusukai adalah pelayanku yang apabila berbicara kepadaku, maka ia menepatinya; dan apabila aku beri dia amanat, maka ia menunaikannya kepadaku." Maka Nabi Saw. bersabda, "Demikian pula keadaan kalian di sisi Tuhan Kalian."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. (Al Mu’minun: 71)
Mujahid dan Abu Saleh serta As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-haq ialah Allah Swt.
Dan makna yang dimaksud ialah bahwa sekiranya Allah menuruti kemauan hawa nafsu mereka dan mensyariatkan peraturan hukum sesuai dengan keinginan mereka.
{لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ}
pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya (Al-Mu’minun: 71)
Yakni binasa karena hawa nafsu mereka dan keinginan mereka yang berbeda-beda, seperti yang diceritakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya menyitir kata-kata mereka:
{لَوْلا نزلَ هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ}
Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini. (Az-Zukhruf: 31)
Kemudian dijawab oleh Allah Swt. melalui firman selanjutnya:
{أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ}
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? (Az-Zukhruf: 32)
Dan firman Allah Swt.:
{قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لأمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإنْفَاقِ وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا}
Katakanlah,  "Kalau seandainya kalian menguasai per­bendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan karena takut membelanjakannya.” (Al-Isra: 100), hingga akhir ayat.
{أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا}
Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (Kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53)
Dalam hal ini jelas terkandung pengertian yang menerangkan tentang ketidakmampuan manusia, perbedaan pendapat, dan keinginan hawa nafsu mereka. Dan bahwa hanya Allah sajalah Yang Mahasempurna dalam semua sifat, ucapan, perbuatan, syariat, takdir, dan pengaturan terhadap makhluk-Nya. Mahasuci Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ}
Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka. (Al Mu’minun: 71)
Yang dimaksud dengan kebanggaan mereka adalah Al-Qur'an.
{فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ}
tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Al Mu’minun: 71)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا}
Atau kamu meminta upah kepada mereka? (Al Mu’minun: 72)
Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan kharjan ialah upah.
Sedangkan menurut Qatadah yaitu imbalan.
{فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ}
maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik. (Al Mu’minun: 72)
Yakni kamu tidak meminta suatu upah pun dari mereka, tidak pula suatu imbalan pun atau sesuatu yang lain sebagai balasan dari dakwahmu kepada mereka yang menyeru mereka kepada petunjuk. Bahkan engkau-hanya mengharapkan imbalan dari Allah semata atas hal tersebut, yaitu pahala yang berlimpah dari-Nya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{قُلْ مَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ}
Katakanlah, "Upah apa pun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah.” (Saba: 47)
{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ}
Katakanlah, "Aku tidak meminta upah sedikit pun kepada kalian atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (Shad: 86)
{قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى}
Katakanlah, "Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata, "Hai kaumku, ikuti­lah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepada kalian.” (Yasin: 20-21)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ}
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Mu’minun: 73-74)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. dalam mimpinya kedatangan dua malaikat. Salah seorangnya duduk di sebelah kedua kakinya, sedangkan yang lain duduk di dekat kepalanya. Berkatalah malaikat yang ada di dekat kedua kakinya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, "Buatlah perumpamaan bagi orang ini dan umatnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya perumpamaan orang ini dan umatnya sama dengan suatu kaum yang sedang melakukan perjalanan. Mereka sampai di sebuah padang pasir yang luas, sementara itu tiada bekal lagi yang tersisa pada mereka untuk menempuh padang pasir tersebut, tidak ada pula bekal untuk pulangnya. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang lelaki yang berpakaian hibarah. Lalu lelaki itu berkata, 'Bagaimanakah menurut kalian seandainya aku bawa kalian ke sebuah taman yang berumput subur penuh dengan tanam-tanaman dan telaga-telaga yang jernih airnya lagi menyegarkan, maukah kalian mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Ya'." Ia melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu membawa mereka pergi menuju taman yang subur dan mempunyai mata air yang banyak lagi jernih. Maka mereka makan dan minum darinya sehingga tubuh mereka menjadi segar dan gemuk. Kemudian lelaki itu berkata kepada mereka, "Bukankah aku telah menepati janjiku dan kalian telah berjanji kepadaku bahwa jika aku menuntun kalian ke sebuah taman yang subur lagi mempunyai banyak mata air, maka kalian akan mengikutiku?" Mereka menjawab, "Benar." Lelaki itu berkata, "Maka sesungguhnya di depan kalian terdapat banyak taman yang lebih subur daripada ini dan memiliki banyak telaga yang lebih berlimpah airnya daripada telaga ini, maka ikutilah aku." Ia melanjutkan kisahnya, "Maka segolongan dari umatnya mengatakan, 'Dia benar, demi Allah, kita harus mengikutinya.' Dan segolongan lainnya mengatakan, 'Kami rela dengan ini dan kami akan menetapinya'."
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يُعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَشْعَرِيُّ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي مُمْسِكٌ بِحَجْزِكُمْ: هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، وَتَغْلِبُونِي وَتُقَاحِمُونَ فِيهَا تَقَاحُم الْفَرَاشَ وَالْجَنَادِبِ، فَأُوشِكُ أَنْ أُرْسِلَ حَجْزَكُمْ وَأَنَا فَرَطكم عَلَى الْحَوْضِ، فَتَرِدُونَ عَلَيَّ مَعًا وَأَشْتَاتًا، أَعْرِفُكُمْ بِسِيمَاكُمْ وَأَسْمَائِكُمْ، كَمَا يَعْرِفُ الرَّجُلُ الْغَرِيبَ مِنَ الْإِبِلِ فِي إِبِلِهِ، فيُذْهَب بِكُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ، فَأُنَاشِدُ فِيكُمْ رَبَّ الْعَالَمِينَ: أَيْ رَبِّ، قومي، أي رب أمتي فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ، إِنَّهُمْ كَانُوا يَمْشُونَ بَعْدَكَ الْقَهْقَرَى عَلَى أَعْقَابِهِمْ، فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ شَاةً لَهَا ثُغَاءٌ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا. قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ بَعِيرَا لَهُ رُغَاء، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ. فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ (1) شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ فَرَسًا لَهَا حَمْحَمَةٌ، فَيُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ، فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا، قَدْ بَلَّغْتُ، وَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدَكُمْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُ سِقَاءً مِنْ أُدْمٍ، يُنَادِي: يَا مُحَمَّدُ، يَا مُحَمَّدُ: فَأَقُولُ: لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ بَلَّغْتُ"
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Umar ibnu Khattab r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku memegang kendali kalian agar menjauh dari neraka, tetapi kalian mengalahkan aku; kalian menyerbu neraka sebagaimana laron dan kupu-kupu (menyerbu cahaya lampu), sehingga hampir saja aku melepaskan kendali kalian. Dan aku adalah pendahulu kalian berada di pinggir telaga-(ku), lalu kalian datang kepadaku secara berbarengan dan berpencar-pencar. Aku mengenal kalian berikut dengan tanda-tanda dan nama-nama kalian, sebagaimana seseorang menge­nali ternak unta sesat yang bergabung ke dalam kumpulan ternaknya. Akan tetapi, kalian tidak terkendali lagi ada yang pergi ke arah kanan dan ada yang pergi ke arah kiri. Maka aku memohon kepada Tuhan semesta alam untuk kalian, "Wahai Tuhanku, kaumku, wahai Tuhanku, (selamatkanlah) umatku!" Maka dikatakan, "Hai Muhammad, sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sesudahmu. Sesungguhnya mereka sesudah kamu tiada berjalan mundur ke belakang tumit mereka.” Sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat dengan membawa seekor kambing yang mengembik seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka aku katakan, "Aku tidak mempunyai kekuasaan apa pun di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku).” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa unta yang mengeluarkan suara lenguhannya seraya berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku).” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa kuda yang meringkik, lalu ia berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan.”Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun 'di hadapan Allah (untuk menolongmu), sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku)." Dan sesungguhnya aku benar­ benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa dirigen air minum terbuat dari kulit seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).” Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku).”
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadis ini tiada lain karena Hafs ibnu Humaid adalah seorang yang majhul (tidak dikenal), saya tidak mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari Al-Qummi.
Menurut saya, hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Asy'as ibni Ishaq dari dia (Hafs ibnu Humaid). Yahya ibnu Mu'in mengatakan sehubungan dengannya, bahwa dia adalah seorang saleh dan dinilai siqah oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Hibban.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ}
Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Mu’minun: 74)
Yakni benar-benar membelok, melampaui batas, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Dikatakan oleh orang-orang Arab, "Nakaba Fulanun anit tariq (si Fulan menyimpang dari jalan yang semestinya)," yakni bila ia menyimpang darinya menuju ke jalur lain.
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِمْ مِنْ ضُرٍّ لَلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Andaikata Kami belas kasihani mereka, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka. (Al Mu’minun: 75)
Allah Swt. menceritakan tentang kemilitanan mereka dalam kekafirannya, bahwa seandainya Allah melenyapkan mudarat yang menimpa mereka dan memberikan pengertian kepada mereka tentang Al-Qur'an, tentulah mereka tidak mau tunduk kepadanya dan tentulah mereka tetap berada dalam kekafiran, keingkaran, dan keterlaluan mereka. Seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ}
Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ}
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman, "(tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembu­nyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang me­ngerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta. Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (Al-An'am: 27-29)
Hal ini termasuk ke dalam ilmu Allah yang mengetahui segala sesuatu yang tidak akan terjadi, dan bagaimanakah akibatnya seandainya hal itu terjadi.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap kalimat yang diawali dengan kata lau menunjukkan makna tidak akan terjadi selama-lamanya.

Al Mu’minun, ayat 76-83

{وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ (76) حَتَّى إِذَا فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا ذَا عَذَابٍ شَدِيدٍ إِذَا هُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ (77) وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (78) وَهُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الأرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (79) وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (80) بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الأوَّلُونَ (81) قَالُوا أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (82) لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآبَاؤُنَا هَذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (83) }
Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di waktu itulah) tiba-tiba mereka menjadi putus asa. Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kalian bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kalian di bumi ini dan kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kalian tidak memahaminya? Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kita. Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan di­bangkitkan? Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala! "
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ}
Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka (Al Mu’minun: 76)
Maksudnya Kami telah menguji mereka dengan berbagai macam musibah dan bencana.
{فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ}
maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Mu’minun: 76)
Maka hal itu tidak membuat mereka sadar dari kekafirannya dan sikap mereka yang menentang, bahkan mereka berkelanjutan dalam kesesatannya selama mereka berada. Dengan kata lain, mereka tidak pernah tunduk patuh.
{وَمَا يَتَضَرَّعُونَ}
dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Mu’minun: 76)
Yakni tidak pernah berdoa (memohon) sebagaimana disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras. (Al-An'am: 43), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hamzah Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Sufyan datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Hai Muhammad, saya memohon kepadamu demi Allah dan demi pertalian persaudaraan, sesungguhnya kami telah memakan 'alhaz (yakni bulu unta dan darah karena paceklik yang berkepanjangan)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk. (Al Mu’minun: 76), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dari Muhammad ibnu Aqil, dari Ali ibnul Husain, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Asal hadis berada pada kitab Sahihain, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah mendoakan kebinasaan atas kaum Quraisy ketika mereka membangkang yaitu:
"اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ"
Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi mereka dengan (menimpakan) musim tujuh tahun paceklik seperti pacekliknya Nabi Yusuf (kepada mereka).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ibrahim, dari Umar ibnu Kisan, telah menceritakan kepadaku Wahb ibnu Umar ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa Wahb ibnu Munabbih pernah ditahan. Maka berkatalah seorang laki-laki dari kalangan anak-anaknya, "Maukah aku bangunkan sebuah tenda dari kain bulu, hai Abu Abdullah?" Ia menjawab bahwa dirinya sedang mengalami suatu jenis dari azab Allah, dan Allah telah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan me­rendahkan diri. (Al Mu’minun: 76)
Kemudian Wahb melakukan puasa tiga hari berturut-turut. Ketika dikatakan kepadanya, "Hai Abu Abdullah, puasa apakah yang kamu lakukan ini?" Ia menjawab, "Saya ditimpa suatu cobaan, maka saya melakukan sesuatu." Maksudnya, penjara telah menempatkan dirinya dalam posisi orang yang sedang diu i, maka ia menambahkan ibadahnya, yakni agar berbeda dengan sikap orang-orang kafir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا ذَا عَذَابٍ شَدِيدٍ إِذَا هُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ}
Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di waktu itulah) tiba-tiba mereka menjadi putus asa. (Al Mu’minun: 77)
Yakni manakala datang menimpa mereka perintah (azab) Allah dan kiamat datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, yang menyebabkan mereka mengalami azab Allah tanpa mereka duga-duga sebelumnya, tiba-tiba mereka merasa putus asa dari semua kebaikan dan putus harapan dari semua keadaan yang mengenakkan, serta terputuslah semua cita-cita dan harapan mereka.
Selanjutnya Allah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada semua hamba-Nya, bahwa Dia telah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi mereka; yang dengan kesemuanya itu mereka dapat mengingat segala sesuatu dan mengambil pelajaran dari semua yang ada di alam semesta berupa tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah, dan bahwa Dialah yang melakukan segala sesuatunya.atas kehendak-Nya sendiri.
Firman Allah Swt.:
{قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ}
Amat sedikitlah kalian bersyukur. (Al Mu’minun: 78)
Artinya alangkah sedikitnya syukur kalian kepada Allah atas semua nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kalian. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
Kemudian Allah §wt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya Yang Maha­besar dan pengaruh-Nya Yang Mahaperkasa terhadap makhluk-Nya, bahwa Dialah yang telah menciptakan mereka dan menyebarkan mereka ke segala penjuru dunia dengan berbagai macam bangsa, bahasa, dan sifat-sifat mereka. Kemudian pada hari kiamat Dia akan menghimpunkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian dari mereka di suatu tempat yang telah dimaklumi pada hari yang tertentu. Maka tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang laki-laki maupun perempuan, baik yang terhormat maupun yang hina; semuanya dihidupkan kembali sebagaimana penciptaan semula. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ}
Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan. (Al-Mu’minun: 80)
Yaitu menghidupkan kembali tulang belulang mereka yang telah hancur dan mematikan semua umat.
{وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ}
dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. (Al-Mu’minun: 80)
Yakni berdasarkan perintah-Nyalah ditundukkan malam dan siang hari; masing-masing dari keduanya mengejar yang lainnya dengan cepat secara silih berganti, tidak pernah berhenti dan tidak pernah terpisah oleh suatu waktu pun yang menyela-nyelai keduanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin: 40), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:
{أَفَلا تَعْقِلُونَ}
Maka apakah kalian tidak memahaminya? (Al Mu’minun: 80)
Maksudnya apakah kalian tidak berakal yang menunjukkan kepada kalian akan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui yang mengalahkan segala sesuatu dan Mahaagung atas segala sesuatu, serta tunduk kepada-Nya segala sesuatu?
Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang orang-orang yang ingkar kepada hari berbangkit, yaitu orang-orang yang meniru sikap para pendahulu mereka yang mendustakannya:
{بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الأوَّلُونَ. قَالُوا أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ}
Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kala. Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? (Al Mu’minun: 81-82)
Yakni mereka menganggap mustahil terjadinya hari berbangkit itu sesudah tubuh mereka hancur.
{لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآبَاؤُنَا هَذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}
"Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi an­caman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu kala.” (Al Mu’minun; 83)
Maksudnya, hari berbangkit itu suatu hal yang mustahil. Sesungguhnya orang yang memberitahukannya hanyalah menukil dari kitab-kitab terdahulu dan disebutkan bahwa berita itu ditentang oleh umat di masanya. Pengingkaran dan pendustaan terhadap hari berbangkit ini sama dengan yang ada di dalam firman-Nya yang menceritakan berita mereka:
{أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً. قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ. فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ. فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}
Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 11-14)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ. وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin: 77-79)

Al Mu’minun, ayat 84-90

{قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89) بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (90) }
Katakanlah, "Kepunyaan siapakah bumi dan semua yang ada padanya jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak ingat?” Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arasy yang besar?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?” Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah, "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?” Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.
Allah Swt. menetapkan keesaan-Nya, bahwa Dialah Yang Menciptakan makhluk semuanya, Yang Mengaturnya, dan Yang Memilikinya. Hal itu untuk menunjukkan (kepada semua makhluk) bahwa sesungguhnya Dialah Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, tiada yang berhak disembah selain Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Karena itulah Allah berfirman kepada Rasul-Nya supaya mengatakan kepada orang-orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan lain bersama Dia, lagi tidak mengakui Allah sebagai Tuhan mereka yang Esa, bahwa tiada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan. Tetapi sekalipun demikian, mereka tetap mempersekutukan Allah dengan yang lain-Nya, mereka menyembah selain-Nya bersama dengan Dia, padahal mereka sendiri mengakui bahwa sembahan-sembahan yang mereka sembah itu tidak dapat menciptakan apa pun, tidak memiliki sesuatu pun, dan tidak dapat menekan sesuatu pun. Mereka menyembah berhala-berhala itu dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah sedekat-dekatnya. Seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat lain, menceritakan perkataan mereka, yaitu:
{مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى}
"Kami tidak menyembah mereka (berhala-berhala) melainkan . supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3)
Adapun firman Allah Swt.:
{قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا}
Katakanlah, "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya?" (Al Mu’minun: 84)
Artinya, siapakah pemiliknya yang telah menciptakannya berikut dengan semua makhluk yang ada di dalamnya, berupa semua makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan makhluk-makhluk lainnya.
{إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ}
Jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab, "Ke­punyaan Allah." (Al Mu’minun: 84-85)
Yakni mereka mengaku kepadamu (Muhammad) bahwa semuanya adalah milik Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Apabila kenyataannya demikian,
{قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ}
Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak ingat?" (Al Mu’minun: 85)
Bahwa yang berhak disembah itu hanyalah Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi rezeki, bukan lain-Nya.
{قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}
Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arasy yang besar?" (Al Mu’minun: 86)
Yaitu siapakah yang menciptakan alam langit berikut semua bintang cemerlang yang ada padanya, dan semua malaikat yang tunduk kepada-Nya yang berada di semua cakrawala langit dan semua penjurunya? Dan siapakah Yang memiliki 'Arasy yang besar itu? 'Arasy adalah atap semua makhluk, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"شَأْنُ اللَّهِ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ، إِنَّ عَرْشَهُ عَلَى سمواته هَكَذَا" وَأَشَارَ بِيَدِهِ مِثْلَ الْقُبَّةِ
Keadaan Allah Mahabesar dari semuanya, sesungguhnya 'Arasy Allah berada di atas semua langit-Nya seperti ini. Rasulullah Saw. mengatakan demikian seraya berisyarat dengan tangan­nya menggambarkan sesuatu seperti kubah.
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
"ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ الْكُرْسِيَّ بِمَا فِيهِ بِالنِّسْبَةِ إِلَى الْعَرْشِ كَتِلْكَ الْحَلْقَةِ فِي تِلْكَ الْفَلَاةِ"
Tiadalah tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta segala sesuatu yang ada pada keduanya bila dibandingkan dengan Al-Kursi, melainkan seperti sebuah gelang yang dilemparkan di sebuah padang pasir yang luas. Dan sesungguhnya Al-Kursi berikut segala sesuatu yang ada padanya bila dibandingkan dengan 'Arasy sama dengan sebuah gelang yang berada di padang pasir tersebut.
Karena itulah sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sesungguhnya jarak antara kedua sisi garis tengah 'Arasy dari satu sisi ke sisi yang lainnya sama dengan perjalanan lima puluh ribu tahun, dan ketinggiannya dari lapis bumi yang ketujuh sama dengan perjalanan lima puluh ribu tahun. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesung­guhnya dinamakan 'Arasy tiada lain karena mengingat ketinggiannya. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa sesungguhnya langit dan bumi bila dibandingkan dengan 'Arasy sama dengan sebuah pelita yang tergantung di antara langit dan bumi. Mujahid mengatakan, tiadalah langit dan bumi bila dibandingkan dengan 'Arasy, melainkan seperti sebuah gelang yang berada di suatu padang pasir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Salim, telah menceritakan kepada kami Waki', telah men­ceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa 'Arasy itu tiada seorang pun yang dapat menaksir besarnya. Menurut riwayat yang lain, kecuali hanya Allah Swt. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa 'Arasy itu terdiri atas yaqut merah.
Dalam ayat berikut disebutkan oleh firman-Nya:
{وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}
dan Yang Empunya 'Arasy yang agung. (Al Mu’minun: 86)
Yaitu sangat besar.
Dan dalam akhir surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ}
Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia. (Al Mu’minun: 116)
Yakni yang indah lagi megah. Dengan demikian, di dalam sifat 'Arasy tergabung pengertian luas, tinggi, indah, lagi megah. Karena itulah ada seseorang yang mengatakan bahwa 'Arasy itu terdiri atas yaqut merah. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya di sisi Tuhan kalian tidak ada malam dan tidak ada siang, cahaya 'Arasy bersumber dari cahaya Zat-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ}
Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?" (Al-Mu’minun: 87)
Yakni apabila kalian mengakui bahwa Dia adalah Pemilik langit dan Pemilik 'Arasy yang besar, maka mengapa kalian tidak takut kepada siksa-Nya dan tidak menghindari azab-Nya karena penyembahan kalian kepada selain-Nya di samping Dia dan kalian mempersekutukan-Nya dengan yang lain?
Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia Al-Qurasyi mengatakan di dalam kitab At-Tafakkur wal I'tibar, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dahulu sering menceritakan kepada kami (para sahabat) kisah seorang wanita di masa Jahiliah yang berada di puncak bukit bersama seorang anak laki-lakinya yang sedang menggembalakan ternak kambing. Maka anaknya bertanya kepadanya, "Hai ibu, siapakah yang menciptakanmu?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan ayahku?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan diriku?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan langit" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan bumi?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan gunung?" Si ibu menjawab, "Allah." Si anak bertanya, "Siapakah yang menciptakan kambing ini?" Si ibu menjawab, "Allah."
Maka si anak berkata, "Sesungguhnya sekarang aku telah mendengar perihal tentang Allah." Lalu ia melemparkan dirinya dari ketinggian bukit itu, sehingga tubuhnya hancur.
Ibnu Umar mengatakan, "Dahulu Rasulullah Saw. sering menceritakan kisah ini kepada kami."
Abdullah ibnu Dinar mengatakan, "Dahulu Ibnu Umar sering menceritakan kisah ini kepada kami (para Tabi'in, pent.)."
Menurut saya, di dalam sanad kisah ini terdapat Ubaidillah ibnu Ja'far Al-Madini, putra Imam Ali ibnul Madini; para ahli hadis banyak yang memperbincangkan tentang predikatnya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
{قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ}
Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu.” (Al Mu’minun: 88)
Maksudnya, siapakah yang memiliki semua kerajaan ini.
{مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا}
Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. (Hud: 56)
Yakni yang menguasainya.
Rasulullah Saw. pun sering mengatakan dalam sabdanya:
"لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ"، وَكَانَ إِذَا اجْتَهَدَ فِي الْيَمِينِ قَالَ: " لَا وَمُقَلِّبَ الْقُلُوبِ"
Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan (Kekuasaan)-Nya. Dan apabila Nabi Saw. bersungguh-sungguh dalam sumpahnya, beliau mengucapkan: Tidak, demi (Tuhan) Yang membolak-balikkan hati.
Allah Swt. adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Memiliki (Menguasai), Yang Maha Mengatur.
{وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kalian mengetahui. (Al Mu’minun: 88)
Dahulu di kalangan orang-orang Arab apabila seseorang dari pemimpin mereka memberikan suaka kepada seseorang, maka orang itu berada dalam lindungannya, tidak boleh ada seseorang yang melanggar perlin­dungannya dari kalangan kabilahnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya. (Al Mu’minun: 88) Yakni Dia adalah Tuhan Yang Mahabesar, tiada yang lebih besar daripada-Nya. Milik-Nyalah semua makhluk dan perintah, tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya yang tidak dapat dicegah dan tidak dapat ditentang. Apa yang Dia kehendaki, pasti ada; dan apa yang tidak Dia kehendaki, pasti tidak ada. Allah Swt. telah berfirman:
{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ}
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23)
Artinya, tiada yang dapat menanyai apa yang diperbuat-Nya karena Keagungan, Kebesaran, Keperkasaan, Kemuliaan, Hikmah, dan Keadilan-Nya, sedangkan semua makhluk akan ditanyai tentang amal perbuatan mereka. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{سَيَقُولُونَ لِلَّهِ}
Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.” (Al Mu’minun: 89)
Yakni mereka mengakui bahwa Tuhan Yang Mahabesar yang mem­berikan perlindungan dan tidak ada yang dapat dilindungi dari azab-Nya adalah Allah Swt. semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ}
Katakanlah, "(Kalau demikian) maka dari jalan manakah kalian ditipu?” (Al Mu’minun: 89)
Maksudnya mengapa akal sehat kalian bisa hilang sehingga kalian menyembah selain-Nya bersama Dia, padahal kalian mengakui dan mengetahui bahwa hanya Allah-lah yang patut disembah. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ}
Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka. (Al Mu’minun: 90)
Yakni maklumat yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah. Dan Kami telah menegakkan dalil-dalil yang sahih lagi jelas dan pasti yang menunjukkan ke arah itu.
{وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (Al Mu’minun: 90)
Yaitu dalam penyembahan mereka yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, tiada dalil bagi mereka yang memperkuat perbuatan mereka itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam akhir surat ini melalui firman-Nya: .
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (Al Mu’minun: 117)
Orang-orang musyrik melakukan hal tersebut tanpa suatu dalil pun yang mendorong mereka melakukan kebohongan dan kesesatannya. Sesungguhnya mereka melakukan hal tersebut hanyalah semata-mata mengikuti jejak nenek moyang mereka dan para pendahulu yang tidak punya pegangan lagi bodoh, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ}
Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. (Az-Zukhruf: 23)

Al Mu’minun, ayat 91-92

{مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ (91) عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (92) }
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta­nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang tampak, maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Allah Swt. menyucikan diri-Nya dari beranak atau sekutu dalam kerajaan, kekuasaan, dan hak disembah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ}
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. (Al Mu’minun: 91)
Yakni seandainya tuhan itu berbilang, tentulah masing-masing dari mereka membawa makhluk ciptaannya masing-masing, dan pastilah alam ini tidak dapat teratur lagi. Akan tetapi, bukti menunjukkan bahwa alam wujud ini berada dalam satu tatanan dan teratur. Semuanya —mulai dari alam langit sampai alam bawah—sebagian darinya berkaitan dengan sebagian yang lain, terikat dalam suatu tatanan yang sangat sempurna.
{مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ}
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (Al-Mulk: 3)
Kemudian tentulah masing-masing dari tuhan-tuhan itu berupaya untuk mengalahkan yang lainnya dan berbeda dengannya, akhirnya sebagian dari mereka menguasai sebagian yang lainnya.
Ulama ahli Ilmu Kalam mengatakan bahwa hal seperti itu mustahil bagi Tuhan. Mereka mengemukakan suatu perumpamaan, bahwa seandainya ada dua pencipta lebih, lalu yang satu bermaksud menggerakkan tubuh yang diciptakannya, sedangkan yang lain bermaksud mendiamkannya, tentulah akan terjadi pertentangan sehingga tujuan masing-masing tidak tercapai, dan hal ini menunjukkan bahwa keduanya lemah (tidak mampu). Sedangkan sifat yang waj ib bagi Tuhan ialah tidak lemah (yakni berkuasa), dan tujuan dari keduanya itu tidak dapat bertemu karena bertentangan. Hal mustahil ini tidaklah terjadi melainkan berdasarkan hipotesis seandainya tuhan itu berbilang. Dengan demikian, tersimpulkan bahwa berbilangnya tuhan itu mustahil.
Adapun seandainya tujuan salah satunya dapat berhasil, sedangkan yang lainnya tidak, berarti yang menang adalah yang asli, sedangkan yang dikalahkan tidaklah pantas menyandang predikatnya, sebab sifat wajib baginya ialah hendaknya dia tidak terkalahkan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ}
dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (Al Mu’minun: 91)
Yakni dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim lagi kelewat batas itu yang mendakwakan bahwa Tuhan beranak atau bersekutu. Mahasuci Allah lagi Mahatinggi dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
{عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ}
Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang nampak. (Al Mu’minun: 92)
Maksudnya, mengetahui semua yang gaib dari makhluk-Nya dan semua yang disaksikan oleh makhluk-Nya.
{فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Al Mu’minun: 92)
Yakni Mahasuci, Mahatinggi, Mahaagung, dan Mahabesar dari semua yang dikatakan oleh orang-orang yang musyrik lagi ingkar itu.

Al Mu’minun, ayat 99-100

{حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100) }
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan­nya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.
Allah Swt. menceritakan tentang keadaan orang yang sedang menjelang kematiannya dari kalangan orang-orang kafir atau orang-orang yang melalaikan perintah Allah Swt. Diceritakan pula perkataan mereka saat itu dan permintaan mereka untuk dapat dikembalikan lagi ke dunia untuk memperbaiki apa yang telah dirusakkannya selama hidupnya. Karena itu, disebutkan dalam firman-Nya:
{رَبِّ ارْجِعُونِ * لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا}
Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. (Al Mu’minun: 99-100)
Sama seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ}
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian. (Al-Munafiqun: 10)
sampai dengan firman-Nya:
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan. (Al-Munafiqun: 11)
Juga firman Allah Swt.:
{وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ}
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka. (Ibrahim: 44)
sampai dengan firman-Nya:
مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ
bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa. (Ibrahim: 44) Dan firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ}
Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur'an itu berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke 'dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?" (Al-A'raf: 53)
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya.(Mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12)
Juga firman Allah Swt.:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ}
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami.” (Al-An'am: 27)
hingga firman-Nya:
وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 28)
Dan firman Allah Swt.:
{وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ}
Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata, "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” (Asy-Syura: 44)
{قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ}
Mereka menjawab," Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?". (Al-Mu’min: 11) hingga akhir ayat berikutnya.
{وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ}
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apakah Kami tidak memanjangkan umur kalian dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kalian pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)
Allah Swt. telah menceritakan bahwa orang-orang kafir itu meminta agar dikembalikan ke dunia, tetapi permintaan mereka tidak diperkenankan. Hal tersebut mereka ajukan saat menjelang kematian, pada hari berbangkit, dan di waktu mereka dihadapkan di depan peradilan Tuhan Yang Maha­perkasa. Permintaan yang sama dikemukakan pula oleh mereka saat neraka ditampilkan ke hadapan mereka, juga saat mereka mengalami siksaan neraka.
Firman Allah Swt. dalam ayat berikut ini menyebutkan:
{كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا}
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja.(Al-Mu’minun: 100)
Kalla adalah huruf tolakan dan bantahan, yang maksudnya ialah 'Kami tidak memperkenankan permintaannya dan tidak menerimanya.'
*******************
Firman Allah Swt.:
{كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا}
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. (Al-Mu’minun: 100)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kalimat tersebut pasti diucapkan oleh setiap orang zalim yang sedang menjelang kematiannya.
Kalimat ayat ini dapat ditakwilkan sebagai 'Illat dari firman-Nya yang mengatakan, "Kalla.” Karena permintaan kembali ke dunia untuk beramal saleh dari si kafir itu hanyalah ucapan saja yang tidak ada buktinya. Seandainya ia dikembalikan ke dunia, tentulah dia tidak akan mengamalkan perbuatan saleh yang diikrarkannya itu, dan pastilah ia dusta dengan apa yang diucapkannya itu. Seperti halnya yang diterangkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Sekiranya mereka dikembalikan (ke dunia), tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang menger­jakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.(Al-An'am: 28)
Qatadah mengatakan, "Demi Allah, orang kafir (dalam keadaan seperti itu) berharap dapat dikembalikan ke dunia bukan untuk berkumpul kembali dengan keluarga dan kaum kerabat, bukan pula untuk mengumpulkan harta benda, lalu memperturutkan hawa nafsunya; melainkan berharap dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal ketaatan kepada Allah. Swt. Maka semoga Allah merahmati seseorang yang mengamalkan apa yang diharapkan oleh orang kafir sewaktu dia melihat azab neraka."
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Al Mu’minun: 99-100) Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa lalu dijawab oleh Allah Yang Mahaperkasa melalui firman-Nya: Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. (Al Mu’minun: 100)
Umar ibnu Abdullah maula Gafrah mengatakan bahwa apabila orang kafir mengatakan, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia agar aku berbuat amal saleh." Maka Allah menjawab, "Tidak, sesungguhnya kamu dusta."
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka. (Al Mu’minun: 99) Al-Ala ibnu Ziyad pernah mengatakan, hendaknyalah seseorang di antara kalian menganggap dirinya sedang menjelang kematiannya, lalu menghadap kepada Tuhannya dan Tuhannya menanyainya, maka hendaklah seseorang beramal ketaatan kepada Allah Swt. Qatadah mengatakan, "Demi Allah, tiadalah berharap orang kafir itu melainkan ingin dikembalikan ke dunia, lalu akan mengerjakan amal ketaatan kepada Allah. Maka perhatikanlah oleh kalian harapan orang kafir itu kala melihat neraka; berharaplah kalian seperti itu dan kerjakanlah apa yang dicita-citakannya, tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah dan ketaatan) kecuali hanya dengan pertolongan Allah." Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi
Muhammad ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Lais, dari Talhah ibnu Masraf, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa apabila orang kafir (jenazahnya) diletakkan di dalam kuburnya, maka ia melihat tempat kedudukannya di neraka, lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, maka aku akan bertobat dan beramal saleh." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya engkau telah diberi usia yang cukup." Maka disempitkanlah kuburnya dan menangkup menjadi satu, sedangkan dia sekarat karena kesakitan; semua serangga yang ada di dalam bumi, ular-ular dan kalajengking-kalajengking mematukinya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Salamah ibnu Tamam, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Aisyah r.a. yang mengatakan, "Kecelakaan yang besarlah bagi para pelaku maksiat dalam kuburnya. Kuburan mereka dimasuki oleh ular-ular yang hitam legam; ular yang ada di kepalanya dan ular yang ada di kakinya menelan tubuhnya, hingga keduanya bertemu di tengah-tengah tubuhnya. Yang demikian itu adalah azab di alam barzakh (kubur)nya." Selanjutnya Siti Aisyah membaca firman-nya: Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (Al-Mu’minun: 100)
Abu Saleh dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di hadapan mereka. (Al Mu’minun: 100) Makna asal wara' ialah belakang, tetapi makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah di hadapan.
Mujahid mengatakan bahwa alam barzakh ialah alam yang membatasi antara alam dunia dan alam akhirat.
Muhammad ibnu Ka'b, barzakh adalah alam yang terletak diantara alam dunia dan alam akhirat. Para penghuninya tidak sama dengan ahli dunia yang dapat makan dan minum, tidak pula sama dengan ahli akhirat yang mendapat balasan dari amal perbuatan mereka.
Abu Sakhr mengatakan bahwa barzakh adalah alam kubur, para penghuninya tidak ada di dunia dan tidak pula di akhirat; mereka tinggal di alam barzakh menunggu sampai hari berbangkit.
*******************
Di dalam firman Allah Swt.:
{وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ}
Dan di hadapan mereka ada dinding. (Al-Mu’minun: 100)
terkandung ancaman ditujukan kepada orang-orang zalim yang sedang menjelang ajalnya, bahwa mereka akan mendapat azab di alam barzakhnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مِنْ وَرَائِهِمْ جَهَنَّمُ}
Di hadapan mereka neraka Jahannam. (Al-Jatsiyah: 10)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمِنْ وَرَائِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ}
dan di hadapannya masih ada azab yang berat. (Ibrahim: 17)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ}
sampai hari mereka dibangkitkan. (Al Mu’minun: 100)
Yakni azab itu terus-menerus dialami oleh orang-orang kafir di alam barzakhnya sampai hari berbangkit, seperti yang disebutkan oleh sebuah hadis yang mengatakan:
"فَلَا يَزَالُ مُعَذَّبًا فِيهَا"
Maka dia terus-menerus disiksa di dalam kuburnya.

Al Mu’minun, ayat 101-104

{فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ (101) فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (102) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ (103) تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ (104) }
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
Allah Swt. memberitahukan bahwa apabila sangkakala telah ditiup untuk tiupan berbangkit dan semua manusia bangun dari kuburnya,
{فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ}
maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu. (Al Mu’minun: 101)
Yakni kaitan nasab tidaklah berguna pada hari itu, dan orang tua tidak dapat menangisi anaknya dan tidak pula menoleh kepadanya. Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا يَسْأَلُ حَمِيمٌ حَمِيمًا. يُبَصَّرُونَهُمْ}
Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedangkan mereka saling melihat. (Al-Ma'arij: 10-11)
Artinya, seseorang tidak bertanya kepada kerabatnya, sedangkan ia melihatnya, sekalipun ia menanggung dosa-dosa yang tidak kuat disanggahnya. Padahal kerabatnya itu sewaktu di dunia merupakan orang yang paling di sayanginya, tetapi keadaan pada hari itu membuatnya tidak memperhatikannya, dan tidak membantu tanggungannya barang seberat sayap lalat pun. Allah Swt. telah berfirman:
{يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ. وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ}
Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapak­nya, dari istri dan anaknya. ('Abasa: 34-36)
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa apabila hari kiamat telah terjadi, Allah menghimpunkan semua manusia yang terdahulu dan yang terkemudian, kemudian juru seru-Nya menyerukan, "Ingatlah, barang siapa yang mempunyai mazlamah (pernah dianiaya), maka datanglah dan ambillah haknya." Maka bergembiralah orang yang mempunyai hak pada orang tuanya atau anaknya, atau istrinya, sekalipun haknya itu kecil. Hal yang membenarkannya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al Mu’minun: 101)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ -مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ-حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَتْنَا أُمُّ بَكْرٍ بِنْتُ المِسْوَر بْنِ مَخْرَمَة، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ المِسْوَر -هُوَ ابْنُ مَخْرَمَة-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي، يَقْبِضُني مَا يَقْبِضُهَا، ويَبْسُطني مَا يَبْسُطُهَا وَإِنَّ الْأَنْسَابَ تَنْقَطِعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غَيْرَ نَسَبِي وَسَبَبِي وَصِهْرِي"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ummu Bakr binti Al-Miswar ibnu Makhramah, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari Al-Miswar ibnu Makhramah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Fatimah adalah belahan jiwaku, segala sesuatu yang membuat­nya marah membuatku marah (pula), dan segala sesuatu yang menyenangkannya membuatku senang (pula). Dan sesungguh­nya nasab itu akan terputus kelak di hari kiamat kecuali nasab-ku, hubunganku, dan persemendaanku (hubungan kekerabatan karena nikah).
Hadis ini mempunyai pokoknya yang ada di dalam kitab Sahihain di­riwayatkan melalui Al-Miswar ibnu Makhramah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"فاطمة بضعة مني، يُرِيبُنِي مَا رَابَهَا، وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا"
Fatimah adalah belahan jiwaku, semua hal yang menyedih­kannya membuatku sedih (pula), dan sumua hal yang menyakitkan dia membuatku sakit (pula).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُولُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ: "مَا بَالُ رِجَالٍ يَقُولُونَ: إِنَّ رَحِمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَنْفَعُ قَوْمَهُ؟ بَلَى، وَاللَّهِ إِنَّ رَحِمِي مَوْصُولَةٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَإِنِّي -أَيُّهَا النَّاسُ-فَرَطٌ لَكُمْ، إِذَا جِئْتُمْ" قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ، [وَقَالَ أَخُوهُ: أَنَا فُلَانُ ابْنُ فُلَانٍ] فَأَقُولُ لَهُمْ: "أَمَّا النَّسَبُ فَقَدْ عَرَفْتُ، وَلَكِنَّكُمْ أَحْدَثْتُمْ بَعْدِي وَارْتَدَدْتُمُ الْقَهْقَرَى".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Hamzah ibnu Abu Sa’id Al-Khudri, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda di mimbarnya: "Apakah gerangan yang telah dilakukan oleh banyak kaum laki-laki, mereka mengatakan bahwa sesungguhnya pertalian persaudaraan Rasulullah Saw. tidak berguna bagi kaumnya. Tidak demi Allah, sesungguhnya pertalian persaudaraanku tetap terpelihara di dunia dan di akhirat. Dan sesungguhnya aku, hai manusia, adalah pendahulu bagi kalian bilamana kalian tiba (di negeri akhirat nanti).” Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, saya adalah si Fulan bin Fulan.”Maka aku katakan kepada mereka, "Adapun mengenai nasab (hubungan persaudaraan), maka aku telah mengetahuinya, tetapi kalian sesudahku telah berbuat bid'ah dan kalian berbalik mundur ke belakang.”
Dalam musnad Amirul Mukminin Umar ibnul Khattab telah kami sebutkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak bersumber darinya, bahwa ketika ia mengawini Ummu Kalsum binti Ali ibnu Abu Talib r.a., berkatalah ia, "Demi Allah, perlu diketahui, bahwa tiada lain bagiku kecuali aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"كُلُّ سبَبٍ ونَسب فَإِنَّهُ مُنْقَطِعٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلَّا سَبَبِي وَنَسَبِي".
'Semua hubungan dan kaitan nasab sungguh akan terputus kelak di hari kiamat kecuali hubungan dan nasabku'.”
Imam Tabrani, Imam Bazzar, Al-Haisam ibnul Kulaib, Imam Baihaqi, dan Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitab Al-Mukhtarah-nya telah me­riwayatkan hadis ini. Disebutkan pula bahwa Khalifah Umar r.a. memberinya maskawin sebanyak empat puluh ribu dirham karena memuliakan dan menghormatinya.
Al-Hafiz Ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam biografi Abul As ibnur Rabi (suami Zainab binti Rasulullah Saw.) melalui jalur Abul Qasim Al-Bagawi, bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Umar ibnu Aqta', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdus Salam, dari Ibrahim ibnu Yazid, dari Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far; ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"كُلُّ نَسَبٍ وَصِهْرٍ يَنْقَطِعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا نَسَبِي وَصِهْرِي"
Semua hubungan nasab dan sihr (persaudaraan karena nikah) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan sihr-ku.
Hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur Ammar ibnu Saif, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr secara marfu':
"سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَلَّا أَتَزَوَّجَ إِلَى أَحَدٍ مِنْ أُمَّتِي، وَلَا يَتَزَوَّجُ إِلَيَّ أَحَدٌ مِنْهُمْ، إِلَّا كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ، فَأَعْطَانِي ذَلِكَ"
Aku pernah memohon kepada Tuhanku Yang Mahamulia lagi Mahaagung semoga tidak sekali-kali aku kawin dengan sese­orang dari umatku, dan tidak sekali-kali seseorang dari mereka mengawini (keluarga)ku, melainkan ia akan ada bersama dengan­ku di dalam surga. Maka Allah mengabulkan permintaanku itu.
Telah diriwayatkan pula hal ini melalui hadis Ammar ibnu Saif, dari Isma'il, dari Abdullah ibnu Amr.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan. (Al Mu’minun: 102)
Yakni, barang siapa yang timbangan amal kebaikannya berat, sedangkan timbangan amal keburukannya ringan, walaupun hanya dengan satu kebaikan. Demikian menurut pendapat Ibnu Abbas.
{فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
Maka mereka itulah orang-orang yang mendapat keberun­tungan. (Al Mu’minun: 102)
Yakni orang-orang yang beruntung adalah orang-orang yang selamat dari neraka dan masuk surga. Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhasil meraih apa yang didambakannya dan selamat dari keburukan yang dihindarinya.
{وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ}
Dan barang siapa yang ringan timbangannya. (Al Mu’minun: 103)
Maksudnya, berat timbangan amal buruknya, sedangkan timbangan amal kebaikannya ringan.
{فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ}
maka mereka- itulah orang-orang yang merugikan diri sendiri. (Al Mu’minun: 103)
Yaitu kecewa dan binasa serta kembali dengan membawa transaksi yang rugi.
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ المُحَبَّر، حَدَّثَنَا صَالِحٌ المُرِّيّ، عَنْ ثَابِتٍ البُناني وَجَعْفَرِ بْنِ زَيْدٍ وَمَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ يَرْفَعُهُ قَالَ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا مُوَكَّلًا بِالْمِيزَانِ، فَيُؤْتَى بِابْنِ آدَمَ، فَيُوقَفُ بَيْنَ كِفَّتَيِ الْمِيزَانِ، فَإِنْ ثَقُلَ مِيزَانُهُ نَادَى مَلَكٌ بِصَوْتٍ يُسْمِعُ الْخَلَائِقَ: سَعِدَ فُلَانٌ سَعَادَةً لَا يَشْقَى بَعْدَهَا أَبَدًا، وَإِنْ خَفَّ مِيزَانُهُ نَادَى مَلَكٌ بِصَوْتٍ يُسْمِعُ الْخَلَائِقَ: شَقِيَ فَلَانٌ شَقَاوَةً لَا يَسْعَدُ بَعْدَهَا أَبَدًا"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Abul Haris, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Muhabbir, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit Al-Bannani dan Ja'far ibnu Zaid serta Mansur ibnu Zazan, dari Anas ibnu Malik yang me-rafa'-kannya, "Sesungguhnya Allah mem­punyai malaikat yang ditugaskan untuk menjaga Mizan. Maka didatang­kanlah anak Adam, lalu diberdirikan di antara salah satu dari kedua neracanya. Maka jika timbangan kebaikannya berat, malaikat itu berseru dengan suara yang terdengar oleh semua makhluk, bahwa si Fulan telah beroleh keberuntungan yang menyebabkan dia tidak akan sengsara selama-lamanya. Jika timbangan kebaikannya ringan, maka malaikat itu berseru dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, bahwa sesungguhnya si Fulan telah celaka yang menyebabkannya tidak akan berbahagia selama-lamanya.
Akan tetapi, sanad hadis ini da'if. Karena sesungguhnya Daud ibnul Muhabbir orangnya daif lagi matruk (tidak terpakai hadisnya).
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
"فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ"
mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (Al Mu’minun: 103)
Yakni menetap di dalam neraka Jahannam untuk selama-lamanya dan tidak akan dikeluarkan darinya.
{تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ}
Muka mereka dibakar api neraka. (Al Mu’minun: 104)
Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَتَغْشَى وُجُوهَهُمُ النَّارُ}
dan muka mereka ditutup oleh api neraka. (Ibrahim: 50)
Dan firman-Nya:
{لَوْ يَعْلَمُ الَّذِينَ كَفَرُوا حِينَ لَا يَكُفُّونَ عَنْ وُجُوهِهِمُ النَّارَ وَلا عَنْ ظُهُورِهِمْ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ}
Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui ketika mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka. (Al-Anbiya: 39)
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا فَرْوَة بْنُ أَبِي الْمِغْرَاءِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلْمَانَ الْأَصْبَهَانِيُّ، عَنْ أَبِي سِنَان ضِرَار بْنِ مُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الْهُذَيْلِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ جَهَنَّمَ لَمَّا سِيقَ [إِلَيْهَا] أَهْلُهَا يَلْقَاهُمْ لَهَبُهَا، ثُمَّ تَلْفَحُهُمْ لَفْحَةً، فَلَمْ يَبْقَ لَحْمٌ إِلَّا سَقَطَ عَلَى الْعُرْقُوبِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman Al-Asbahani dari Abu Sinan alias Darrar ibnu Murrah dari Abdullah ibnu Abul Huzail dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya neraka Jahannam setelah digiring kepadanya calon penghuninya, maka Jahannam menyambut mereka dengan jilatan apinya. Kemudian jilatan apinya menerpa mereka sekali terpa, maka tiada yang tersisa dari daging mereka melainkan rontok sampai ke tumit.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى الفَزَّاز، حَدَّثَنَا الْخَضِرُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ يُونُسَ الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَبِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَضِرِ القَطَّان، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَخِيهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ} قَالَ: "تَلْفَحُهُمْ لَفْحَةً، فَتَسِيلُ لُحُومُهُمْ عَلَى أَعْقَابِهِمْ"
Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Al-Khadir ibnu Ali ibnu Yunus Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami 'Amr ibnu Abul Harits ibnul Khadir Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sa'id Al-Maqbari dari saudaranya dari ayahnya dari Abu Darda r.a. yang telah mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. ketika menafsirkan firman-Nya: Muka mereka dibakar api neraka, (Al Mu’minun: 104) beliau bersabda: Api neraka Jahannam menerpa mereka sekali terpa, maka melelehlah daging mereka sampai ke tumit mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ}
dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al Mu’minun: 104)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna kdlihun ialah masam (cemberut), yakni muka mereka cemberut.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abi Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al Mu’minun: 104) Bahwa tidakkah engkau pernah melihat kepala yang dikuliti sehingga gigi-giginya kelihatan dan kedua bibirnya telah disayat dan dikuliti?
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: أَخْبَرْنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ -هُوَ ابن المبارك، رحمه اللَّهُ-أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي السَّمْح، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْري، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ} ، قَالَ: "تَشْويه النَّارُ فَتَقَلَّصُ شَفَتَهُ الْعُلْيَا حَتَّى تَبْلُغَ وَسَطَ رَأْسِهِ، وَتَسْتَرْخِيَ شَفَتَهُ السُّفْلَى حَتَّى تَضْرب سُرَّته".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al-Mu’minun: 104) Bahwa neraka telah membuatnya cacat sehingga bibir atasnya mengelotok sampai batas pertengahan kepalanya, sedangkan bibir bawahnya menjulur ke bawah sampai batas pusarnya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Suwaid ibnu Nasr, dari Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad yang sama, dan ia mengatakan bahwa predikat hadis hasan garib.

Al Mu’minun, ayat 105-107

{أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ (105) قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ (106) رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ (107) }
Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan, kami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
Ini merupakan kecaman dan cemoohan dari Allah, ditujukan kepada penghuni neraka atas kekafiran, dosa-dosa, dan perbuatan-perbuatan haram yang telah mereka kerjakan (selama di dunia) yang menyebabkan mereka terjerumus ke dalam siksa neraka itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ}
Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kalian selalu mendustakannya? (Al Mu’minun: 105)
Yakni sesungguhnya Aku telah mengutus kepada kalian rasul-rasul-Ku dan telah menurunkan kitab-kitab kepada kalian, dan Aku telah melenyapkan semua kesulitan kalian sehingga tiada alasan lagi bagi kalian untuk tidak mengikutinya. Seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ}
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (An-Nisa: 165)
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا}
dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
Dan firman Allah Swt.:
{كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ}
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga, (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (Al-Mulk: 8)
sampai dengan firman-Nya:
فَسُحْقًا لأصْحَابِ السَّعِيرِ
Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (Al-Mulk: 11)
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya, menceritakan jawaban mereka:
{رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ}
Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. (Al Mu’minun: 106)
Yaitu hujah telah ditegakkan pada kami, tetapi kami memang dikuasai oleh kejahatan sehingga kami tidak mau mengikuti dan mentaati hujah itu; maka sesatlah kami dari kebenaran dan kami tidak mendapatkannya. Kemudian mereka berkata:
{رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ}
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. (Al Mu’minun: 107)
Artinya, kembalikanlah kami ke dunia; jika kami mengulangi lagi perbuatan yang serupa, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang aniaya dan berhak mendapat siksaan. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ}
lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah suatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)? (Al-Mu’min: 11)
sampai dengan firman Allah Swt.:
فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha-tinggi lagi Mahabesar. (Al-Mu’min: 12)
Yakni tidak ada jalan keluar dari neraka bagi kalian, karena sesungguhnya kalian dahulu telah mempersekutukan Allah di saat orang-orang mukmin mengesakan-Nya.

Al Mu’minun, ayat 108-111

{قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ (108) إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ (109) فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ (110) إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ (111) }
Allah berfirman, "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan Aku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia), 'Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik.' Lalu kalian menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kalian mengejek mereka menjadikan kalian lupa mengingat Aku, dan kalian selalu menertawakan mereka. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.”
Ini adalah jawaban Allah Swt. kepada orang-orang kafir saat mereka meminta agar dikeluarkan dari neraka dan dikembalikan ke dunia. Allah Swt. berfirman:
{اخْسَئُوا فِيهَا}
Tinggallah dengan hina di dalamnya. (Al Mu’minun: 108)
Yakni menetaplah di dalam neraka dalam keadaan hina dina dan direndahkan.
{وَلا تُكَلِّمُونِ}
dan janganlah kalian berbicara dengan Aku. (Al Mu’minun: 108)
Artinya, janganlah kalian mengulangi lagi permintaan ini, karena sesungguhnya kalian tidak akan diperkenankan oleh-Ku.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan Aku. (Al Mu’minun: 108) Ini adalah jawaban Tuhan Yang Maha Pemurah saat mereka tidak diperkenankan lagi berbicara dengan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman Al-Mawarzi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Abu Ayyub, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa sesungguhnya ahli neraka Jahannam memanggil-manggil Malaikat Malik (Penjaga neraka) selama empat puluh tahun, tetapi tidak dijawab. Kemudian Malik menjawab mereka, "Sesungguhnya kalian tetap tinggal di dalam neraka." Abdullah ibnu Amr mengatakan, "Seruan mereka demi Allah, tidak diindahkan oleh Malaikat Malik dan juga oleh Allah Swt." Kemudian mereka berkata menyeru Tuhannya: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Al Mu’minun: 106-107) Maka mereka didiamkan selama dua kali lipat usia dunia, kemudian di­jawab oleh firman-Nya: Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan Aku. (Al-Mu’minun: 108) Abdullah ibnu Amr mengatakan, "Demi Allah, sejak saat itu ahli neraka tidak lagi mengucapkan suatu kalimat pun, tiada yang dikeluarkan oleh mereka melainkan hanya tarikan napas dan embusan napas mereka dalam rintihan kesakitan di dalam neraka Jahannam." Lalu Abdullah ibnu Amr mengatakan pula bahwa suara mereka mirip dengan suara keledai yang mula-mula adalah lengkingan, kemudian di ujungnya adalah suara lengkingan yang tersendat-sendat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, telah menceritakan kepada kami Abuz Za'ra yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Apabila Allah Swt. menetapkan tidak akan mengeluarkan seseorang pun dari neraka Jahannam, maka Allah mengubah wajah dan warna tubuh ahli neraka, kemudian didatangkan seseorang dari kalangan kaum mukmin. Orang mukmin itu memohon agar diberi izin untuk memberi syafaat. Ia mengatakan, 'Ya Tuhanku, (berilah aku izin memberikan syafaat).' Maka Allah Swt. berfirman. 'Barang siapa (di antara kamu) yang mengetahui seseorang (dari penduduk neraka), maka ia dapat mengentaskannya.' Kemudian lelaki mukmin itu didatangkan ke neraka dan ia melihat-lihat neraka, ternyata ia tidak mengenal seorang pun dari mereka, padahal ada seseorang dari ahli neraka yang menyerunya, 'Hai Fulan, aku adalah si Anu yang pernah kamu kenal dahulu.' Tetapi orang mukmin itu menjawab, 'Saya tidak mengenalmu,'(karena rupa dan bentuk mereka telah di mbah oleh Allah)." Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa pada saat itu orang-orang kafir yang ada di dalam neraka berkata: . Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguh­nya kami adalah orang-orang yang zalim. (Al Mu’minun: 107) Maka pada saat itu juga dijawab oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan Aku. (Al Mu’minun: 108) Apabila dikatakan demikian, maka pintu neraka ditutup menyekap mereka semuanya, tiada seorang pun di antara mereka yang dikeluarkan.
*******************
Kemudian Allah Swt. mengingatkan mereka akan dosa-dosa yang telah mereka lakukan ketika di dunia, juga ejekan-ejekan yang mereka lancarkan terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman dan kekasih-kekasih-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ * فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا}
Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia), "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik. Lalu kalian menjadikan mereka buah ejekan. (Al-Mu’minun: 109-110)
Yakni kalian mengejek doa dan sanjungan mereka kepada-Ku:
{حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي}
sehingga (kesibukan) kalian mengejek mereka menjadikan kalian lupa mengingat Aku. (Al Mu’minun: 110)
Artinya, kebencian kalian kepada hamba-hamba-Ku yang beriman membuat kalian lupa akan mengingat-Ku.
{وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ}
dan kalian selalu menertawakan mereka. (Al Mu’minun: 110)
Yakni menertawakan perbuatan mereka dan ibadah mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain:
{إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ * وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka dahulu menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman itu lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya (di antara sesama mereka). (Al-Muthaffifin: 29-30)
Yaitu mencela mereka dengan nada mengejek. Kemudian Allah Swt. menyebutkan tentang balasan pahala yang diberikan kepada kekasih-kekasih-Nya dan hamba-hamba-Nya yang saleh. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا}
Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka. (Al Mu’minun: 111)
dalam menghadapi gangguan kalian dan ejekan kalian terhadap diri mereka.
{أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ}
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (Al Mu’minun: 111)
Yakni Aku jadikan mereka orang-orang yang beruntung dapat meraih kebahagiaan dan kesejahteraan, surga, dan selamat dari neraka.

Al Mu’minun, ayat 112-116

{قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ (112) قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ (113) قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (114) أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116) }
Allah bertanya, "Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?" Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui.” Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguh­nya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia.
Allah Swt. berfirman, mengingatkan kepada mereka tentang apa yang tekah mereka sia-siakan dalam usia mereka yang pendek itu selama di dunia, bahwa mereka tidak mau taat kepada Allah Swt. dan tidak mau menyembah-Nya semata. Seandainya mereka bersabar dalam menger­jakan perintah tersebut selama di dunia yang waktunya relatif pendek itu, tentulah mereka memperoleh keberuntungan sama dengan apa yang diperoleh oleh kekasih-kekasih Allah Swt. yang bertakwa. Allah Swt.berfirman kepada mereka:
{قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ}
Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi? (Al Mu’minun: 112)
Maksudnya, berapa lama kalian tinggal di dunia?
{قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ}
Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang meng­hitung.”(Al-Mu’minun: 113)
Yakni orang-orang yang pandai menghitung.
{قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا}
Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja.” (Al Mu’minun: 114)
Yaitu dalam waktu yang relatif pendek.
{لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
"Kalau kalian sesungguhnya mengetahui.” (Al Mu’minun: 114)
Yakni kalau kalian mengetahui, tentulah kalian tidak akan memilih dunia yang fana dengan meninggalkan akhirat yang kekal, tentulah kalian tidak akan memperlakukan diri kalian dengan perlakuan seburuk ini, dan tentulah kalian tidak berhak mendapat murka Allah dalam waktu yang relatif pendek itu. Dan seandainya kalian bersabar dalam menjalani ketaatan kepada Allah dan menyembah-Nya seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman, tentulah kalian akan beruntung memperoleh keberhasilan yang sama seperti mereka.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الوَزير، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، عَنْ أَيْفَعَ بْنِ عَبْدٍ الكَلاعي؛ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَخْطُبُ النَّاسَ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَدْخَلَ أَهْلَ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلَ النَّارِ النَّارَ، قَالَ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ؟ قَالُوا: لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ. قَالَ: لَنِعْمَ مَا اتَّجَرْتُمْ فِي يَوْمٍ أَوْ بَعْضِ يَوْمٍ: رَحْمَتِي وَرِضْوَانِي وَجْنَّتِي، امْكُثُوا فِيهَا خَالِدِينَ مُخَلَّدِينَ؟ ثُمَّ يَقُولُ: يَا أَهْلَ النَّارِ، كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ؟ قَالُوا: لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ. فَيَقُولُ: بِئْسَ مَا اتَّجَرْتُمْ فِي يَوْمٍ أَوْ بَعْضِ يَوْمٍ: نَارِي وَسُخْطِي، امْكُثُوا فِيهَا خَالِدِينَ مُخَلَّدِينَ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Aifa' ibnu Abdul Kala'i, bahwa ia pernah mendengar Aifa' berkhotbah di hadapan orang banyak, yang antara lain ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah setelah memasukkan ahli surga ke dalam surga dan ahli neraka ke dalam neraka, berfirmanlah Dia, 'Hai ahli surga, berapa tahunkah kalian tinggal di bumi?' Mereka men­jawab, 'Kami tinggal selama sehari atau setengah hari.' (Allah berfirman), 'Alangkah baiknya apa yang kalian pertukarkan dalam waktu sehari atau setengah hari itu dengan rahmat, rida dan surga-Ku. Sekarang tinggallah di dalam surga untuk selama-lamanya. ' Kemudian Allah berfirman, 'Hai ahli neraka, berapa tahunkah kalian tinggal di bumi? ' Mereka menjawab 'Kami tinggal hanya satu atau setengah hari.' Allah berfirman, 'Alangkah buruknya apa yang kalian pertukarkan dalam waktu sehari atau setengah hari itu dengan neraka dan murka-Ku. Sekarang tinggallah kalian di dalam neraka untuk selama-lamanya'.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا}
Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami men­ciptakan kamu secara main-main? (Al Mu’minun: 115)
Yakni apakah kalian menduga bahwa kalian diciptakan dengan main-main, tanpa tujuan, tanpa berkehendak, dan tanpa hikmah dari Kami? Menurut pendapat lain agar kalian hidup main-main dan berbuat sia-sia seperti Aku menciptakan binatang ternak, tiada pahala dan tiada siksaan. Sesungguhnya Kami ciptakan kalian tiada lain hanyalah untuk beribadah dan mengerjakan perintah-perintah Allah Swt.
{وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ}
dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al Mu’minun: 115)
Maksudnya, kalian tidak akan dikembalikan ke kampung akhirat. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى}
Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban) ? (Al-Qiyamah: 36)
Yaitu terlupakan dan dibiarkan saja.
Firman Allah Swt.:
{فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ}
Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya. (Al Mu’minun: 116)
Yakni Mahasuci Allah dari menciptakamnakhluk dengan sia-sia, karena sesungguhnya Dia adalah raja yang sebenarnya, Mahasuci Dia dari melakukan perbuatan tersebut.
{لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ}
tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arasy yang mulia. (Al Mu’minun: 116)
Disebutkan 'Arasy karena 'Arasy merupakan atap bagi semua makhluk; dan disebutkan bahwa sifat 'Arasy itu mulia, yakni indah pemandangannya lagi megah bentuknya. Seperti pengertian yang ada dalam firman-Nya:
{فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ}
lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman: 10)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman (seorang syekh dari Irak), telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Safwan, dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Sa'id ibnul 'As yang mengatakan bahwa akhir khotbah yang diutarakan oleh Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz ialah pada pertamanya disebutkan puji dan sanjungan kepada Allah Swt., lalu berkatalah ia, "Ama Ba'du. Hai manusia, sesungguhnya kalian diciptakan bukan dengan main-main, dan kalian tidak akan dibiarkan tersia-sia. Sesungguhnya kalian akan dikembalikan di negeri akhirat, lalu Allah akan turun untuk memutuskan perkara di antara kalian dan memutuskan hukum-Nya. Maka alangkah kecewa dan celakalah seseorang hamba yang dikeluarkan oleh Allah dari rahmat-Nya dan diharamkan memasuki surga-Nyayang hiasnya seluas langit dan bumi. Tidakkah kalian ketahui, bahwa tiada seorang pun yang aman dari azab Allah di hari esok kecuali orang-orang yang selalu ingat akan hari kembali dan takut kepadanya, serta menukar yang fana dengan yang kekal, yang sedikit dengan yang banyak, dan yang takut dengan yang aman."
Umar ibnu Abdul Aziz melanjutkan khotbahnya, "Tidakkah kalian perhatikan bahwa sesungguhnya kalian berasal dari (air mani yang dikeluarkan dari) tulang sulbi orang-orang yang telah binasa (mati), dan kelak sesudah kalian terdapat orang-orang yang menjadi penerus kalian, sedangkan kalian kembali kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, Pewaris yang terbaik. Kemudian setiap pagi dan petang kalian mengantarkan orang-orang yang menghadap kepada Allah Swt. karena telah menemui ajalnya, lalu kalian menguburkannya ke dalam tanah yang berbeda dengan tempat sebelumnya, sedangkan semua kekasihnya telah dia tinggalkan dan kini tempatnya menyatu dengan tanah. Di hadapannya terbentang hisab perhitungan amal perbuatannya; kini nasibnya tergantung kepada amal perbuatannya, dia tidak memerlukan lagi apa yang ditinggalkannya dan sangat memerlukan amal perbuatan untuk menghadapi masa mendatangnya. Karena itu bertakwalah kepada Allah, hai hamba-hamba Allah, sebelum usia habis dan maut datang merenggut nyawa." Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengusap matanya dengan ujung kain sorbannya. Ia menangis, dan orang-orang yang ada di sekitarnya ikut menangis pula.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Nasir Al-Khaulani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Abu Hubairah, dari Hasan ibnu Abdullah, bahwa seorang lelaki yang sedang sakit dijumpai oleh Abdullah ibnu Mas'ud yang sedang berlalu di dekatnya. Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan ayat berikut di dekat telinganya, yaitu firman Allah Swt.: Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya. (Al Mu’minun: 115-L16), hingga akhir surat. Maka orang tersebut sembuh dengan seketika. Lalu Ibnu Mas'ud menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bertanya, "Apakah yang engkau bacakan pada telinganya?" Ibnu Mas'ud menceritakan ayat-ayat yang dibacanya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"بِمَاذَا قَرَأْتَ فِي أُذُنِهِ؟ " فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ رَجُلًا مُوقنا قَرَأَهَا عَلَى جَبَل لَزَالَ".
Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seorang lelaki membacakannya dengan penuh keyakinan terhadap sebuah bukit, niscaya bukit itu akan lenyap.
Abu Na'im telah meriwayatkan melalui jalur Khalid ibnu Nizar, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Muhammad ibnu Ibrahim ibnul Haris, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengutus kami dalam suatu sariyyah (pasukan khusus) dan memerintahkan kami untuk membaca ayat berikut bila berada di petang dan pagi hari, yaitu firman-Nya: Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami men­ciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Mu’minun: 115) Kami selalu membacanya, maka kami berhasil menang dan memperoleh ganimah serta dalam keadaan selamat.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ وَهْبٍ الْعَلَّافُ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو المُسَيَّب سَلَمَةُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خُنَيْس ، عَنْ نَهْشَل بْنِ سَعِيدٍ، عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ مُزَاحِم، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "أَمَانٌ لِأُمَّتِي مِنَ الْغَرَقِ إِذَا رَكِبُوا فِي السُّفُنِ: بِسْمِ اللَّهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ، {وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}، {بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Wahb Al-Allaf Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abul Musayyab Salim ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Hubaisy, dari Nahsyal ibnu Sa'id, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Untuk keselamatan bagi umatku dari tenggelam bila mereka naik perahu (kapal laut) ialah (bacaan berikut), "Dengan menyebut nama Allah, Raja yang sebenarnya. Dan mereka tidak menghargai Allah dengan penghargaan yang semestinya. Bumi ini seluruhnya kelak di hari kiamat berada dalam genggaman kekuasaan-Nya dan langit digulung dengan tangan kekuasaan-Nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (terhadap-Nya). Dengan menyebut asma Allah Yang telah memperjalankan-nya (bahtera) dan yang melabuhkannya, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”

Al Mu’minun, ayat 117-118

{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (117) وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ (118) }
Dan barang siapa yang menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesung­guhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik.”
Allah Swt. mengancam orang yang mempersekutukan-Nya dengan yang lain dan menyembah selain-Nya bersama Dia, dan Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah itu tidak mempunyai bukti yang menguatkan perbuatannya, yakni tiada dalil yang melandasi pendapatnya yang demikian itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ}
Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tiada suatu dalil pun baginya tentang itu. (Al-Mu’minun: 117)
Kalimat 'padahal tiada suatu dalil pun baginya tentang itu' merupakan kalimat sisipan, sedangkan jawab syarat-nya adalah firman Allah Swt. berikutnya, yaitu:
{فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ}
maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. (Al Mu’minun: 117)
Yakni Allah-lah yang kelak akan menghisab (memperhitungkan) perbuatannya itu. Kemudian Allah Swt. memberitahukan melalui firman selanjutnya:
{إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (Al Mu’minun: 117)
Artinya, kelak di hari kiamat di hadapan Allah tidak beroleh keberuntungan dan tidak pula keselamatan.
قَالَ قَتَادَةُ: ذُكِرَ لَنَا أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: "مَا تَعْبُدُ؟ " قَالَ: أَعْبُدُ اللَّهَ، وَكَذَا وَكَذَا-حَتَّى عَدَّ أَصْنَامًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَيُّهُمْ إِذَا أَصَابَكَ ضُرٌّ فدعوتَه، كَشْفَهُ عَنْكَ؟ ". قَالَ: اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ: ["فَأَيُّهُمْ إِذَا كَانَتْ لَكَ حَاجَةٌ فدعوتَه أَعْطَاكَهَا؟ " قَالَ: اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. قَالَ]: "فَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى أَنْ تَعْبُدَ هَؤُلَاءِ مَعَهُ؟ " قَالَ: أَرَدْتُ شُكْرَهُ بِعِبَادَةِ هَؤُلَاءِ مَعَهُ أَمْ حَسِبْتُ أَنْ يُغْلَبَ عَلَيْهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَعْلَمُونَ وَلَا يَعْلَمُونَ" قَالَ الرَّجُلُ بَعْدَ مَا أَسْلَمَ: لَقِيتُ رَجُلًا خَصَمَنِي.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bertanya kepada seorang lelaki, "Apakah yang kamu sembah?" Lelaki itu menjawab, "Saya menyembah Allah, juga menyembah anu dan anu," seraya menyebut nama beberapa berhala sembahannya yang lain. Rasulullah Saw. bertanya, "Manakah di antara sembahanmu itu bila kamu tertimpa musibah, lalu kamu menyerunya dan dia melenyapkan musibah itu darimu?" Si lelaki itu menjawab, "Allah Yang Mahaagung lagi Mahamulia." Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah di antara sesembahan-sesembahanmu itu yang bila kamu mempunyai suatu keperluan, lalu kamu menyerunya, maka dia memberikan kepadamu apa yang kamu perlukan?" Si lelaki menjawab, "Allah Yang Mahaagung lagi Mahamulia." Nabi Saw. bertanya, "Lalu apakah yang mendorongmu menyembah berhala-berhala itu di samping Dia? Ataukah kamu mengira bahwa berhala-berhala itu dapat mengalahkan Dia?" Si lelaki berkata dalam jawabannya, "Saya bermaksud mengungkapkan rasa syukur saya kepada-Nya lewat menyembah berhala-berhala itu." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Kalian mengetahui, tetapi kalian tidak mengamalkannya." Setelah lelaki itu masuk Islam, ia berkata, "Saya telah bersua dengan seseorang yang mendebat saya."
Bila ditinjau dari jalur periwayatannya hadis ini berpredikat mursal. Akan tetapi, Abu Isa At-Turmuzi di dalam kitab Jami'-nya telah meriwayatkannya dengan menyandarkannya kepada Imran ibnul Husain, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw., lalu disebutkan hal yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ}
Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik.” (Al Mu’minun: 118)
Melalui ayat ini Allah memberi petunjuk kepada Nabi-Nya tentang apa yang harus diucapkan dalam berdoa kepada-Nya.
Ampunan artinya Allah menghapus dosa-dosanya dan menyembunyi­kannya dari manusia. Rahmat artinya diberikan bimbingan dan taufik oleh Allah dalam semua ucapan dan perbuatannya.

آخَرُ تَفْسِيرِ سُورَةِ الْمُؤْمِنُونَ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar