28. SURAT AL-QASHASH
(Cerita-Cerita)
Makkiyyah, 88 ayat Kecuali ayat 52 sampai dengan ayat 55
Madaniyyah. Ayat 85 Turun di Juhfah Turun sewaktu Nabi Hijrah, sesudah Surat
An-Naml diturunkan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami
Waki', dari ayahnya, dari Abu Ishaq, dari Ma'di Kariba yang mengatakan,
"Kami (dia dan yang lainnya) datang kepada sahabat Abdullah ibnu Mas'ud
r.a., lalu kami meminta kepadanya untuk membacakan kepada kami surat yang
diawali dengan Ta Sin Mim." Maka ia menjawab, "Saya tidak
memiliki surat tersebut, tetapi kalian datanglah kepada orang yang mengambilnya
(menerimanya) langsung dari Rasulullah Saw., yaitu Khabbab ibnul Art".
Maka kami datang kepada sahabat Khabbab ibnul Art (dan memintanya untuk
membacakannya kepada kami), lalu ia membacakannya kepada kami.
Al-Qashash, 1-6
{طسم (1) تِلْكَ آيَاتُ
الْكِتَابِ الْمُبِينِ (2) نَتْلُو عَلَيْكَ مِنْ نَبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ
بِالْحَقِّ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (3) إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأرْضِ وَجَعَلَ
أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ
وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (4) وَنُرِيدُ أَنْ
نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً
وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (5) وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَنُرِيَ
فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ (6) }
Ta Sin Mim. Ini adalah ayat-ayat
Kitab (Al-Qur'an) yang
nyata (dari Allah). Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa
dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun
telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki
mereka, dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun
termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak
menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi, dan
akan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan akan Kami perlihatkan kepada
Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari
mereka itu.Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan penjelasan mengenai huruf-huruf hijaiyah yang mengawali surat-surat Al-Qur'an.
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ آيَاتُ
الْكِتَابِ الْمُبِينِ}
Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang jelas. (Al-Qashash: 2)Yakni jelas dan gamblang, serta menerangkan hakikat-hakikat semua perkara dan pengetahuan segala sesuatu yang telah terjadi dan yang sedang terjadi.
Firman Allah Swt.:
{نَتْلُو عَلَيْكَ مِنْ
نَبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ}
Kami membacakan kepadamu sebagian
dari kisah Musa dan Fir'aun dengan benar. (Al-Qashash: 3), hingga akhir ayat.Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ
الْقَصَصِ}
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 3) Maksudnya, Kami menceritakan kepadamu kisah tersebut sesuai dengan kejadiannya seakan-akan kamu menyaksikannya dan seakan-akan kamu menghadiri peristiwanya.
Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا
فِي الأرْضِ}
Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi. (Al-Qashash:
4) Maksudnya, bersikap sombong, sewenang-wenang, dan melampaui batas.
{وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا}
dan menjadikan penduduknya berpecah belah. (Al-Qashash: 4) Yakni terbagi menjadi beberapa golongan, yang masing-masing golongan dia (Fir'aun) kuasai menurut apa yang dikehendakinya untuk memperkuat negeri yang diperintahnya.
Firman Allah Swt.:
{يَسْتَضْعِفُ
طَائِفَةً مِنْهُمْ}
dengan menindas segolongan dari
mereka. (Al-Qashash: 4) Yaitu menindas kaum Bani Israil, yang pada masa itu merupakan orang-orang yang terpilih di masanya. Mereka dikuasai oleh Raja Fir'aun yang sewenang wenang lagi pengingkar kebenaran. Dia mempekerjakan mereka untuk pekerjaan yang kasar (rendah), memperbudak mereka sepanjang siang dan malam untuk bekerja padanya, juga pekerjaan rakyatnya. Selain dari itu Fir'aun membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka, sebagai penghinaan terhadap mereka, sekaligus untuk menangkal rasa takutnya terhadap mereka. Karena dikhawatirkan akan muncul seorang pemuda dari kalangan mereka yang akan menjadi penyebab kehancuran dirinya dan lenyapnya kerajaannya di tangan pemuda tersebut, seperti yang diramalkan oleh orang-orang yang dekat dengannya dari kalangan pembantu kerajaannya.
Orang-orang Qibti (Egypt) menerima berita tersebut dari kaum Bani Israil melalui apa yang mereka baca dan pelajari dari perkataan Nabi Ibrahim a.s. Yaitu di saat Nabi Ibrahim datang ke negeri Mesir, lalu terjadilah permasalahan antara dia dan rajanya yang angkara murka, karena Raja Mesir itu menangkap Siti Sarah (istri Ibrahim) untuk dijadikan sebagai gundiknya. Akan tetapi, Allah memelihara Sarah dari gangguan si raja yang lalim itu berkat kekuasaan dan pengaruh-Nya.
Kemudian Nabi Ibrahim a.s. menyampaikan berita gembira, bahwa kelak akan dilahirkan dari keturunannya seorang pemuda yang menjadi penyebab kehancuran negeri Mesir di tangannya. Lalu orang-orang Qibti menceritakan hal tersebut kepada raja mereka, Fir'aun. Maka Fir'aun menangkal hal tersebut dengan cara memberikan instruksi kepada semua bawahannya agar membunuh setiap bayi lelaki yang lahir di kalangan kaum Bani Israil.
Akan tetapi, sikap hati-hati itu tiada manfaatnya untuk menghadapi takdir yang telah ditentukan; karena apabila takdir Allah telah datang, maka kedatangannya tidak dapat ditangguhkan lagi, dan bagi tiap-tiap sesuatu itu ada batasannya yang tertentu. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ
اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ}
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas di bumi (Mesir). (Al-Qashash: 5)sampai dengan firman-Nya:
مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ
yang selalu mereka khawatirkan. (Al-Qashash: 6) Dan Allah Swt. melakukan hal tersebut kepada mereka, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا
يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا
وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا
يَعْرِشُونَ}
dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu,
negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri
berkah padanya. dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai
janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa
yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (Al-A'raf: 137) Dan firman Allah Swt:
{كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي
إِسْرَائِيلَ}
demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. (Asy-Syu'ara: 59) Fir'aun dengan segala upayanya dan kekuatan yang ada padanya bermaksud menyelamatkan dirinya dari Musa, tetap, hal tersebut tidak ada manfaatnya dalam menghadapi kekuasaan Allah, Raja Yang Maha-besar yang perintah-Nya tidak dapat ditolak dan tidak dapat dikalahkan takdir yang ditetapkan-Nya. Bahkan Keputusan Allah berlangsung dan guratan qalam takdir-Nya di zaman azali telah menyurat, bahwa kebinasaan Fir'aun harus di tangan Musa. Dan bahkan bayi yang kamu khawatirkan kemunculannya, yang karenanya engkau telah membunuh ribuan bayi, justru kemunculannya dan tempat pemeliharaannya berada di tempat tidurmu dan di dalam rumahmu, serta makan dari makananmu: karena engkau sendirilah yang memeliharanya, memanjakannya, dan menyayanginya. Tetapi kematian dan kebinasaanmu serta kebinasaan balatentaramu berada di tangannya. Demikian itu agar kamu ketahui bahwa Tuhan seluruh langit yang tinggi, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahamenang, Mahaagung, Mahakuat, Mahamulia, lagi Mahakeras siksaan-Nya. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.
Al-Qashash, ayat 7-9
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى
أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ
وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ
الْمُرْسَلِينَ (7) فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا
وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ (8)
وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى
أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (9) }
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa,
"Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia
ke Sungai (Nil). Dan
janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah
seorang) dari para rasul.” Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang
akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan
Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah istri
Fir’aun, "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita
ambil ia menjadi anak," sedangkan mereka tiada menyadari.Para ulama menyebutkan bahwa setelah Fir'aun banyak membunuh bayi laki-laki kaum Bani Israil, maka orang-orang Qibti (Egypt) merasa khawatir akan kebinasaan bangsa Bani Israil, yang akibatnya mereka sendirilah yang akan menangani pekerjaan-pekerjaan berat yang selama itu ditangani oleh kaum Bani Israil.
Karena itu, mereka berkata kepada Fir'aun, "Sesungguhnya jika keadaan ini terus berlangsung, pastilah orang tua-orang tua laki-laki mereka mati dan bayi laki-laki mereka dihabisi, sedangkan yang tertinggal hanyalah kaum wanita mereka saja, dan kaum wanita mereka tidak mungkin dapat menggantikan pekerjaan-pekerjaan berat yang ditangani oleh kaum lelaki mereka, dan akibatnya pekerjaan-pekerjaan berat itu sudah dipastikan akan ditangani seluruhnya oleh kami." Maka Fir'aun memutuskan untuk membunuhi anak-anak lelaki kaum Bani Israil selama satu tahun dan membiarkan mereka satu tahun (agar kaum lelaki Bani Israil tidak musnah).
Harun a.s. dilahirkan pada tahun mereka membiarkan hidup bayi laki-laki yang lahir di tahun itu, sedangkan Musa dilahirkan di tahun mereka membunuhi semua bayi laki-laki yang lahir di tahun itu. Fir'aun menugaskan orang-orang tertentu untuk mengawasi hal tersebut, juga menugaskan bidan-bidan yang memeriksa semua wanita Bani Israil. Barang siapa yang terlihat oleh mereka sedang hamil, maka mereka mencatat namanya. Apabila telah tiba masa kelahirannya, tidak boleh ada yang membidaninya kecuali wanita dari bangsa Egypt. Dan jika wanita yang dimaksud melahirkan bayi perempuan, maka mereka membiarkannya, lalu mereka berlalu meninggalkannya. Tetapi jika yang dilahirkannya adalah bayi laki-laki, maka para algojo mereka masuk dengan membawa pisau yang sangat tajam, lalu menyembelihnya. Semoga Allah melaknat mereka.
Ketika ibu Musa mengandungnya, tidak tampak padanya pertanda kehamilan yang biasa dialami oleh wanita lainnya. Karena itu, mata-mata perempuan Fir'aun tidak mengetahuinya. Tetapi setelah ia mengetahui bahwa bayi yang dilahirkannya adalah laki-laki, terasa sempitlah dadanya dan hatinya dicekam rasa takut yang sangat akan keselamatan bayinya, sedangkan ia sangat mencintainya. Disebutkan bahwa Musa ketika masih bayi, tiada seorang pun yang melihatnya melainkan pastilah ia mencintainya; dan orang yang ditakdirkan bahagia adalah orang yang mencintainya, juga mencintai syariat yang dibawanya. Allah Swt. telah berfirman:
{وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي}
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang
datang dari-Ku. (Taha: 39)Setelah hati ibu Musa merasa sempit karena mengkhawatirkan keselamatan putranya, maka ia menerima ilham dari Allah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ
أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا
تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ}
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia,
dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih
hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (Al-Qashash: 7)Demikian itu karena rumah ibu Musa berada di tepi Sungai Nil. Maka ia membuat sebuah peti dan dipersiapkannya sedemikian rupa, lalu ia menyusui bayinya dengan tenang. Apabila masuk ke dalam rumahnya seseorang yang ia takuti, maka ia pergi dan menaruh bayinya di dalam peti itu, lalu ia hanyutkan ke Sungai Nil, tetapi peti itu diikatnya dengan tali yang berhubungan dengannya.
Pada suatu hari datanglah kepadanya seseorang yang ia takuti masuk ke dalam rumahnya, maka ia pergi dan meletakkan bayinya ke dalam peti itu, lalu ia hanyutkan ke Sungai Nil. Tetapi karena terburu-buru, ia lupa mengikatnya dengan tali. Maka peti itu terbawa hanyut oleh aliran Sungai Nil sehingga melewati istana Raja Fir'aun. Maka dipungutlah peti itu oleh dayang-dayangnya, dan para dayang membawa peti itu kepada istri Fir'aun. Para dayang tidak mengetahui isi peti itu dan mereka merasa takut untuk membukanya tanpa sepengetahuan istri Fir'aun, karena itulah mereka menyerahkannya kepada istri Fir'aun.
Setelah istri Fir'aun membuka peti itu, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi laki-laki yang sangat tampan, lucu serta bercahaya, dan Allah menjatuhkan rasa cinta ke dalam hati istri Fir'aun terhadap Musa saat memandangnya. Demikian itu merupakan kehendak Allah yang telah menakdirkan istri Fir'aun sebagai orang yang bahagia dan menakdirkan suaminya sebagai orang yang celaka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ
لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا}
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya
dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash:
8), hingga akhir ayat.Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini mengandung makna aqibah (akibat), bukan lam ta'lil (penyebab) karena mereka tidak berniat untuk mencari musuh dan kesedihan dengan memungut bayi itu. Tidak diragukan lagi bahwa makna lahiriah lafaz memang menunjukkan pengertian itu. Tetapi jika ditinjau dari segi konteksnya, sesungguhnya lam tersebut tetap bermakna ta’lil, dengan pengertian bahwa Allah Swt. telah menetapkan mereka memungutnya sebagai musuh dan kesedihan bagi mereka, sehingga pengertiannya lebih kuat dalam membatalkan sikap hati-hati mereka terhadapnya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا
كَانُوا خَاطِئِينَ}
Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah
orang-orang yang bersalah. (Al-Qashash: 8)Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnu Abdul Aziz bahwa ia menulis sepucuk surat kepada suatu kaum dari kalangan golongan Qadariyah untuk menyanggah kedustaan mereka terhadap keputusan Allah dan takdir-Nya yang telah berada di dalam pengetahuan-Nya yang terdahulu pasti akan terlaksana, yaitu tentang masalah Musa menurut pengetahuan Allah yang terdahulu ditetapkan sebagai musuh dan kesedihan bagi Fir'aun. Allah telah berfirman: dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash: 6) Kalian telah mengatakan bahwa seandainya Allah menghendaki, bisa saja Fir'aun menjadi penolong dan pendukung Musa. Padahal Allah Swt. telah berfirman: yang akhirnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8)
Firman Allah Swt.:
{وَقَالَتِ امْرَأَةُ
فِرْعَوْنَ قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ}
Dan berkatalah istri Fir’aun, "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku
dan bagimu.” (Al-Qashash: 9), hingga akhir ayat.Ketika Fir'aun melihat bayi itu, hampir saja ia membunuhnya karena merasa takut bahwa bayi itu dari kalangan kaum Bani Israil, seandainya saja tidak ada Asiah istrinya yang menentangnya dan melindungi bayi itu serta meminta kepadanya agar mengasihaninya.
Asiah binti Muzahim mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. (Al-Qashash: 9) Maka Fir'aun menjawab, "Itu adalah bagimu, tetapi bagiku tidak." Dan memang kejadiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Asiah, Allah memberinya petunjuk melalui Musa, sedangkan Fir'aun dibinasakan oleh Allah melalui Musa. Dalam surat Taha yang terdahulu telah disebutkan kisah ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ibnu Abbas secara marfu' yang ada pada Imam Nasai dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:
{عَسَى أَنْ
يَنْفَعَنَا}
mudah-mudahan ia bermanfaat kepada
kita. (Al-Qashash: 9)Dan memang apa yang diharapkannya itu berhasil baginya, Allah memberinya petunjuk melalui Musa dan menempatkannya di surga berkat petunjuk Musa.
Firman Allah Swt.:
{أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا}
atau kita ambil ia menjadi anak. (Al-Qashash: 9)Asiah bermaksud menjadikan Musa sebagai anak angkatnya karena ia tidak mempunyai anak dari Fir'aun.
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-Qashash: 9)Yakni mereka tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah melalui penemuan (pemungutan) mereka terhadap Musa, padahal di dalamnya terkandung hikmah yang besar dan hujah yang pasti.
Al-Qashash, ayat 10-13
{وَأَصْبَحَ فُؤَادُ
أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى
قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (10) وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ
فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (11) وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ
الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ
يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ (12) فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ
كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (13) }
Dan menjadi kosonglah hati ibu
Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya
tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu
Musa kepada saudara Musa yang perempuan, "Ikutilah dia.” Maka kelihatanlah
olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah
Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya sebelum itu;
maka berkatalah saudara Musa yang perempuan, "Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku
baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya
dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah
benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.Allah Swt. menceritakan perihal hati ibu Musa setelah anaknya terbawa hanyut oleh aliran Sungai Nil, bahwa hatinya menjadi kosong, yakni lupa daratan kepada semua perkara duniawi kecuali hanya ingat kepada Musa saja, bayinya yang tersayang. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Ubaidah, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya.
{إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ}
Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang
Musa. (Al-Qashash: 10)Yakni hampir saja ibu Musa —karena terdorong oleh kerinduannya yang sangat dan kesedihan serta kekecewaannya yang mendalam— benar-benar akan membuka rahasia dirinya, bahwa anaknya telah hilang, seandainya Allah tidak meneguhkan hatinya dan membuatnya bersikap sabar.
Allah Swt. telah berfirman:
{لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا
لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ}
seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji
Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan,
"Ikutilah dia!" (Al-Qashash: 10-11)Ibu Musa memerintahkan kepada anak perempuannya yang telah dewasa dan dapat mengemban tugas yang akan dipercayakan kepadanya. Ibu Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قُصِّيهِ}
Ikutilah dia! (Al-Qashash:
11)Maksudnya, ikutilah jejaknya, pantaulah terus beritanya, dan carilah ia ke segenap penjuru kota. Maka saudara perempuan Musa berangkat untuk menunaikan tugas itu.
{فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ}
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh. (Al-Qashash: 11)Menurut Ibnu Abbas, arti Junubin ialah dari dekat. Sedangkan menurut Mujahid artinya dari jauh, yakni saudara perempuan Musa mengamatinya dari kejauhan.
Qatadah mengatakan bahwa saudara perempuan Musa melihatnya dengan pemandangan seakan-akan seseorang yang tidak tahu-menahu tentangnya. Setelah Musa a.s. berada di rumah Fir'aun dan disayangi oleh istri Fir'aun serta dibebaskan dari kekejaman Fir'aun oleh istrinya, Musa ditawarkan kepada wanita-wanita tukang menyusui yang ada di dalam istana. Tetapi Musa tidak mau menerima air susu seorang pun dari mereka. Maka keluarga Raja Fir'aun keluar menuju ke pasar dengan harapan akan menjumpai seorang wanita yang layak untuk menyusuinya.
Ketika saudara perempuan Musa melihatnya telah berada di tangan keluarga kerajaan Fir'aun, ia langsung mengenalinya, tetapi tidak menampakkan identitas dirinya. Mereka pun tidak menyadari bahwa sebenarnya dia adalah saudara perempuan bayi tersebut.
Allah Swt. berfirman:
{وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ
الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ}
dan Kami cegah Musa dari menyusu
kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12)Yakni pencegahan secara naluri. Demikian itu karena kemuliaan Musa di sisi Allah dan demi memelihara Musa dari menyusui kepada selain tetek ibunya, juga karena Allah Swt. telah menjadikan hal tersebut sebagai penyebab kembalinya dia kepada ibunya untuk menyusuinya secara alami. Ibunya bernama Aminah, yang sebelumnya selalu dicekam oleh rasa takut akan keselamatan bayinya itu.
Setelah saudara perempuan Musa melihat mereka (keluarga Fir'aun) kebingungan mencari seorang wanita yang air susunya mau diterima oleh bayi yang mereka bawa.
{هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ
يَكْفُلُونَهُ}
maka berkatalah saudara perempuan Musa, 'Maukah kamu aku
tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya?” (Al-Qashash: 12)Ibnu Abbas mengatakan bahwa setelah saudara perempuan Musa mengatakan hal itu kepada mereka, maka mereka menangkapnya karena merasa curiga terhadapnya, lalu mereka menanyainya, "Apakah yang menyebabkan kamu mengetahui bahwa ahli bait itu pasti akan menyayangi bayi ini dan memperlakukannya dengan kasih sayang?"
Saudara perempuan Musa menjawab, "Perlakuan baik mereka terhadap bayi ini dan kasih sayang mereka kepadanya ialah karena mereka menginginkan agar raja gembira, juga mengharapkan imbalan jasa darinya." Berkat alasannya itu saudara perempuan Musa dilepaskan oleh mereka. Setelah ia mengatakan alasannya itu, selamatlah ia dari gangguan mereka, lalu mereka pergi bersamanya ke rumahnya. Setelah sampai di rumahnya mereka masuk dengan membawa Musa kepada ibunya. Ibu Musa menyerahkan teteknya kepada Musa, dan Musa langsung menghisapnya, yang mana hal tersebut membuat mereka sangat gembira.
Kemudian dikirimlah seorang pembawa berita gembira kepada istri Fir'aun, lalu istri Fir'aun memanggil ibu Musa untuk menghadap kepadanya. Setelah ibu Musa sampai di istana istri Raja Fir'aun, maka ia diperlakukan dengan baik dan dihormati serta diberinya hadiah yang berlimpah, sedangkan istri Fir'aun tidak mengetahui bahwa sebenarnya dia adalah ibu bayi itu yang sesungguhnya. Yang diketahui oleh istri Fir'aun hanyalah Musa cocok dengan teteknya.
Kemudian Asiah istri Fir'aun meminta kepada Aminah ibu Musa untuk tinggal di istana sambil menyusui bayi itu, tetapi ibu Musa menolak dengan alasan bahwa sesungguhnya dia mempunyai suami dan banyak anak, ia tidak mampu tinggal di istana meninggalkan mereka. Tetapi jika istri Fir'aun menyetujui, ia mau menyusuinya di rumahnya sendiri. Akhirnya istri Fir'aun menyetujui usulnya dan memberinya perbelanjaan, pakaian, hubungan yang akrab, perlakuan yang baik, dan hadiah yang berlimpah.
Pada akhirnya ibu Musa pulang ke rumahnya dengan membawa anaknya dengan hati yang puas lagi disukai. Ternyata Allah telah menggantinya dengan rasa aman yang pada sebelumnya ia selalu dicekam oleh rasa takut, dan Allah memberinya kemuliaan dan kedudukan serta rezeki yang mengalir secara berlimpah. Karena itulah di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَثَلُ الَّذِي يَعْمَلُ وَيَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ
الْخَيْرَ، كَمَثَلِ أَمِّ مُوسَى تُرْضِعُ وَلَدَهَا وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا"
Perumpamaan orang yang beramal karena mengharapkan rida
Allah dalam amal kebaikannya adalah seperti ibu Musa; ia menyusui anaknya dan
menerima upahnya.Padahal jarak antara keadaan yang sulit dan keadaan yang menggembirakan hanyalah sehari semalam atau lebih dari itu, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Mahasuci Allah Yang di tangan (kekuasaan)Nyalah keputusan terakhir. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dialah Allah yang menjadikan bagi orang yang bertakwa kepada-Nya jalan kemudahan sesudah mengalami kesusahan, dan jalan keluar sesudah kesempitan. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ
عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنْ وَلِتَعْلَمَ
أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ}
Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang
hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu
adalah benar. (Al-Qashash: 13)Yaitu benar dalam janji-Nya yang menyatakan bahwa Dia akan mengembalikan Musa kepadanya dan akan menjadikannya sebagai seorang rasul. Maka sejak saat itu terpenuhilah apa yang diharapkannya dengan kembalinya Musa ke dalam pangkuannya, dengan keyakinan bahwa Musa kelak akan menjadi seorang rasul. Dengan demikian, maka dalam mendidik Musa ia memperlakukannya sesuai dengan apa yang layak baginya.
Firman Allah Swt.:
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 13)tentang hikmah-hikmah Allah yang terkandung di dalam semua perbuatanNya dan akibat-akibatnya yang terpuji, baik di dunia maupun di akhirat. Karena adakalanya suatu urusan itu tidak disukai oleh diri kita, padahal akibatnya terpuji, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ}
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. (Al-Baqarah: 216)
{فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا}
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (An-Nisa:
19)
Al-Qashash, ayat 14-17
{وَلَمَّا بَلَغَ
أَشُدَّهُ وَاسْتَوَى آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ (14) وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا
فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ
عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ
فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ
عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15) قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي
فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16) قَالَ رَبِّ بِمَا
أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ (17) }
Dan setelah Musa cukup umur dan
sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis)
ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua
orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil)
dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang
yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang
yang dari musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa
berkata, "Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” Musa mendoa, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Karena itu,
ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata, "Ya Tuhanku, demi nikmat yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong
bagi orang-orang yang berdosa.”Setelah menceritakan tentang masa bayi Musa, lalu Allah menceritakan masa dewasanya; bahwa setelah Musa berusia dewasa, Dia menganugerahkan kepadanya hikmah dan ilmu. Menurut Mujahid ditafsirkan dengan kenabian.
{وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}
Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. (Al-Qashash: 14)Selanjutnya Allah menceritakan penyebab atau latar belakang yang menghantarkan Musa sampai kepada tingkatan kenabian dan diajak berbicara langsung oleh-Nya sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan untuknya, yaitu keterlibatannya dalam kasus pembunuhan terhadap seorang Egypt. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi keluarnya dia dari negeri Mesir menuju ke negeri Madyan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ
مِنْ أَهْلِهَا}
Dan Musa masuk ke kota (Memphis)
ketika penduduknya sedang lengah. (Al-Qashash: 15)Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas, bahwa hal tersebut terjadi antara waktu magrib dan isya. Ibnul Munkadir meriwayatkan dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu abbas bahwa hal itu terjadi di tengah hari. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair Ikrimah, As-Saddi, dan Qatadah.
{فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلانِ}
maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki
yang berkelahi. (Al-Qashash: 15)Yakni keduanya terlibat dalam perkelahian saling memukul dan saling memaki.
{هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ}
yang seorang dari golongannya. (Al-Qashash: 15) Yaitu dari kalangan kaum Bani Israil.
{وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ}
dan seorang (lagi) dari
musuhnya. (Al-Qashash: 15)Yakni dari kaum Egypt. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Qatadah, As-Saddi, dan Muhammad ibnu Ishaq. Lalu orang Bani Israil meminta tolong kepada Musa a.s., dan Musa menjumpai kesempatan yang baik untuk menolong bangsanya karena saat itu orang-orang sedang lengah. Lalu ia mendekati orang Egypt itu,
{فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ}
lalu Musa meninjunya dan matilah musuhnya itu. (Al-Qashash: 15)Menurut Mujahid, makna wakazahu ialah memukulnya dengan kepalan tinjunya. Qatadah mengatakan bahwa Musa memukul orang Egypt itu dengan tongkat yang dipegangnya sehingga matilah dia, yakni pukulannya itu menyebabkan kematian orang Mesir tersebut.
{هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ
عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ. قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي
فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ
عَلَيَّ}
Musa berkata, "Ini adalah perbuatan setan,
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” Musa mendoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah menganiaya diri sendiri. Karena itu, ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa
berkata, "Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku.”
(Al-Qashash: 15-17)Yaitu sebagai rasa syukurku atas kedudukan, kemuliaan, dan nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada diriku.
{فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ}
aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi
orang-orang yang berdosa. (Al-Qashash: 17)Yakni orang-orang yang kafir kepada-Mu lagi menentang perintah-Mu.
Al-Qashash, ayat 18-19
{فَأَصْبَحَ فِي
الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ فَإِذَا الَّذِي اسْتَنْصَرَهُ بِالأمْسِ
يَسْتَصْرِخُهُ قَالَ لَهُ مُوسَى إِنَّكَ لَغَوِيٌّ مُبِينٌ (18) فَلَمَّا أَنْ
أَرَادَ أَنْ يَبْطِشَ بِالَّذِي هُوَ عَدُوٌّ لَهُمَا قَالَ يَا مُوسَى أَتُرِيدُ
أَنْ تَقْتُلَنِي كَمَا قَتَلْتَ نَفْسًا بِالأمْسِ إِنْ تُرِيدُ إِلا أَنْ
تَكُونَ جَبَّارًا فِي الأرْضِ وَمَا تُرِيدُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْمُصْلِحِينَ
(19) }
Karena itu, jadilah Musa di kota
itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang
meminta pertolongan, kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya, "Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya).”
Maka tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh
keduanya, musuhnya berkata, "Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak
membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak
bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri
(ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang
yang mengadakan perdamaian.”Allah Swt. menceritakan keadaan Musa setelah membunuh orang Egypt, bahwa jadilah ia:
{فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا}
di kota itu merasa takut. (Al-Qashash:
18) sebagai akibat dari apa yang telah diperbuatnya.
{يَتَرَقَّبُ}
menunggu-nunggu dengan khawatir. (Al-Qashash: 18)Yakni memantau perkembangan dari perkara yang telah dilakukannya itu. Maka di suatu jalan tiba-tiba ia bersua dengan orang yang pernah ditolongnya kemarin menghadapi orang Egypt. Ternyata orang itu sedang berkelahi lagi dengan orang Egypt lainnya. Ketika orang Israil itu melihat Musa, ia meminta tolong lagi kepada Musa untuk menghadapi orang Egypt yang menjadi lawannya. Maka Musa berkata kepadanya:
{إِنَّكَ لَغَوِيٌّ مُبِينٌ}
Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya). (Al-Qashash: 18)Maksudnya, jelas kesesatannya dan banyak keburukannya. Lalu Musa berniat hendak memukul orang Egypt tersebut, tetapi orang Israil yang lemah lagi terhina itu mengira bahwa Musa tiada lain hendak memukul dirinya karena apa yang barusan dikatakannya. Maka orang Israil itu berkata membela dirinya:
{يَا مُوسَى أَتُرِيدُ أَنْ تَقْتُلَنِي
كَمَا قَتَلْتَ نَفْسًا بِالأمْسِ}
Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku,
sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? (Al-Qashash: 19)Padahal peristiwa tersebut tiada yang mengetahuinya selain dia dan Musa a.s. Tetapi setelah pengakuan tersebut terdengar oleh orang Egypt yang menjadi lawannya, maka ia segera melarikan diri dan langsung menuju ke istana Fir'aun, lalu melaporkan hal tersebut kepadanya. Dengan demikian, Fir'aun mengetahui siapa pelaku pembunuhan itu. Maka ia menjadi sangat marah dan bertekad akan membunuh Musa. Kemudian ia mencarinya dengan mengutus orang-orangnya untuk mengejar Musa dan menangkapnya, lalu dihadapkan kepada dirinya.
Al-Qashash, ayat 20
{وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ
أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلأ يَأْتَمِرُونَ بِكَ
لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ (20) }
Dan datanglah seorang laki-laki
dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata, "Hai Musa, sesungguhnya
pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu. Sebab itu,
keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.”Allah Swt. berfirman:
{وَجَاءَ رَجُلٌ}
Dan datanglah seorang laki-laki. (Al-Qashash: 20)Orang tersebut disifati sebagai laki-laki (pemberani) karena ia memakai jalan pintas yang lebih dekat untuk mencapai Musa ketimbang jalan yang dilalui oleh orang-orang yang mengejar Musa, sehingga ia mendahului mereka sampai kepada Musa, lalu ia berkata kepada Musa, " Hai Musa,
{إِنَّ الْمَلأ يَأْتَمِرُونَ بِكَ}
sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang
kamu. (Al-Qashash: 20)Yakni mereka bermusyawarah di antara sesama mereka tentang dirimu.
{لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ} أَيْ: مِنَ
الْبَلَدِ {إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ}
untuk membunuhmu. Sebab itu, keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
memberi nasihat kepadamu.” (Al-Qashash: 20)
Al-Qashash, ayat 21-24
{فَخَرَجَ مِنْهَا
خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (21)
وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي
سَوَاءَ السَّبِيلِ (22) وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً
مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ
مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا
شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ
إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24) }
Maka keluarlah Musa dari kota itu
dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir. Dia berdoa, "Ya
Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” Dan tatkala ia
menghadap ke jurusan negeri Madyan, ia berdoa (lagi), “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan
yang benar.” Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya) dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua
wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh, lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”Setelah ia mendapat berita dari lelaki tersebut yang menyatakan bahwa Fir'aun dan seluruh orang negerinya sedang berbuat makar untuk menangkapnya, maka Musa keluar sendirian meninggalkan negeri Mesir, padahal sebelum itu ia tidak biasa mengembara, karena ia selalu hidup dalam kemewahan dan kesenangan serta kedudukan yang tinggi.
{فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ
رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut
menunggu-nunggu dengan khawatir. Dia berdoa, "Ya Tuhanku, selamatkanlah
aku dari orang-orang yang zalim itu.” (Al-Qashash:
21)Yaitu dari Fir'aun dan pembesar-pembesar kerajaannya. Para ulama menyebutkan bahwa Allah Swt. mengirimkan kepada Musa seorang malaikat mengendarai kuda, lalu menuntun Musa ke jalan yang ditujunya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
{وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ}
Dan tatkala ia menghadap ke jurusan Madyan. (Al-Qashash: 22)Yakni menempuh jalan yang menghantarkan ke tujuannya telah terbentang di hadapannya. Maka bergembiralah ia.
{قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي
سَوَاءَ السَّبِيلِ}
ia berdoa (lagi), "Mudah-mudahan
Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.” (Al-Qashash: 22 )Yaitu jalan yang sebenarnya; dan Allah memenuhi permintaannya, lalu memberinya petunjuk ke jalan yang lurus di dunia dan akhirat dan menjadikan Musa seorang yang dapat memberi petunjuk lagi diberi petunjuk.
{وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ}
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan. (Al-Qashash: 23)Maksudnya, setelah sampai di negeri Madyan, ia mendatangi sumber air yang ada di kota itu. Kota tersebut mempunyai sebuah sumur yang didatangi oleh banyak penggembala ternak.
{وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ}
ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang
meminumkan (ternaknya). (Al-Qashash: 23)Yakni sekumpulan banyak orang yang sedang memberi minum ternaknya.
{يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ
امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ}
dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang
wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
(Al-Qashash: 23)Yaitu mengekang ternak dombanya agar jangan ikut minum dengan ternak mereka agar keduanya tidak disakiti oleh para gembala itu. Ketika Musa melihat kedua wanita itu, timbullah rasa kasihannya.
{قَالَ مَا خَطْبُكُمَا}
Musa bertanya, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” (Al-Qashash: 23)Artinya, mengapa kamu tidak ikut meminumkan ternakmu bersama para penggembala itu?
{قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ
الرِّعَاءُ}
Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya).
(Al-Qashash: 23)Yakni kami tidak dapat memperoleh bagian meminumkan ternak kami kecuali sesudah mereka selesai meminumkan ternaknya.
{وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ}
sedangkan, bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut
usianya.” (Al-Qashash: 23)Itulah latar belakang yang mendesak kami mengalami keadaan yang engkau saksikan sendiri sekarang ini. Dalam firman berikutnya disebutkan:
{فَسَقَى لَهُمَا}
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya. (Al-Qashash: 24)Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi, dari Umar ibnul Khattab r.a., bahwa Musa a.s. setelah sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai sekumpulan orang-orang yang sedang memberi minum ternak mereka. Setelah selesai, lalu mereka mengembalikan batu besar penutup sumur itu yang tidak dapat diangkat kecuali hanya oleh sepuluh orang laki-laki. Tiba-tiba Musa melihat dua orang wanita yang sedang menambat ternaknya. Ia bertanya, "Apakah gerangan yang dialami oleh kamu berdua?" Lalu keduanya menceritakan perihal dirinya kepada Musa, maka Musa mendatangi batu besar itu dan mengangkatnya sendirian. Kemudian tidaklah ia memberi minum ternak keduanya, melainkan cukup hanya dengan setimba air dan ternyata ternak kedua wanita itu kenyang. Sanad riwayat ini sahih.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ}
kemudian dia kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku". (Al-Qashash: 24)Ibnu Abbas mengatakan bahwa Musa berjalan meninggalkan negeri Mesir di malam hari menuju ke negeri Madyan, sedangkan ia tidak membawa bekal makanan, terkecuali hanya sayuran dan dedaunan pohon. Dia berangkat tanpa alas kaki. Ketika sampai di negeri Madyan, kedua telapak kakinya melepuh, lalu ia duduk istirahat di bawah naungan sebuah pohon. Padahal dia adalah makhluk pilihan Allah dari makhluk-Nya, namun perutnya benar-benar kempis seakan-akan menyatu dengan punggungnya karena kelaparan, dan sesungguhnya seakan-akan hijaunya sayur-sayuran yang dimakannya kelihatan dari balik perutnya. Sesungguhnya dia benar-benar sangat membutuhkan buah kurma, walaupun hanya satu biji atau separuhnya.
Firman Allah Swt.:
{إِلَى الظِّلِّ}
ke tempat yang teduh. (Al-Qashash:
24)Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan As-Saddi mengatakan bahwa Musa duduk istirahat di bawah sebuah pohon.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Amr Al-Anqazi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa ia memacu untanya selama dua malam, akhirnya sampailah ia ke negeri Madyan, lalu ia menanyakan tentang pohon yang pernah dipakai untuk bernaung oleh Nabi Musa a.s. Ternyata pohon itu sangat hijau yang penuh dengan dedaunan. Lalu untanya yang sedang kelaparan langsung memakan dedaunannya. Selama sesaat untanya memakan dedaunan pohon itu, lalu memamahnya. Maka ia berdoa untuk Musa a.s., setelah itu Ibnu Mas'ud pergi meninggalkannya.
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Mas'ud, ia pergi menuju ke pohon yang Musa pernah diajak berbicara langsung oleh Allah, seperti yang akan dijelaskan kemudian, insya Allah; dan hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui.
As-Saddi mengatakan, pohon tersebut adalah pohon samur.
Ata ibnus Sa'ib mengatakan bahwa ketika Musa berdoa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. (Al-Qashash: 24) Doanya itu terdengar oleh wanita tersebut.
Al-Qashash, ayat 25-28
{فَجَاءَتْهُ
إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ
لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ
الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (25) قَالَتْ
إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ
الْقَوِيُّ الأمِينُ (26) قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى
ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ
عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ
شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (27) قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا
الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
(28) }
Kemudian datanglah kepada Musa salah
seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. Ia berkata,
"Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu
memberi minum (ternak) kami." Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai
dirinya), Syu’aib berkata, "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat
dari orang-orang yang zalim itu.” Salah seorang dari kedua wanita itu berkata,
"Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” Berkatalah dia (Syu'aib),
"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika
kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.” Dia (Musa) berkata, "Itulah (perjanjian)
antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku
sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan
Allah adalah saksi, atas apa yang kita ucapkan.”
Setelah kedua wanita itu pulang
dengan cepat membawa ternak kambingnya, maka ayah mereka merasa heran karena
keduanya kembali begitu cepat, lain dari biasanya. Lalu ayah mereka menanyakan
apa yang dialami oleh keduanya, maka keduanya menceritakan apa yang telah
dilakukan oleh Musa a.s. terhadap keduanya. Kemudian ayah mereka mengutus salah
seorang dari keduanya untuk memanggil Musa menghadap kepadanya. Hal ini
dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى
اسْتِحْيَاءٍ}
Kemudian datanglah kepada
Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. (Al-Qashash: 25)
Yakni seperti jalannya perawan,
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Amirul Mukminin Umar r.a. yang telah
mengatakan bahwa wanita itu datang dengan menutupi wajahnya memakai lengan
bajunya (sebagaimana layaknya seorang perawan).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Israil, dari
Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun yang mengatakan, "Umar ibnul Khattab r.a.
pernah mengatakan bahwa wanita itu datang berjalan kaki dengan kemalu-maluan
seraya menutupkan kain bajunya ke wajahnya dengan sikap yang sopan dan tutur
kata yang halus." Sanad riwayat ini sahih.
Al-Jauhari mengatakan bahwa السَّلْفَعُ dikaitkan dengan lelaki artinya pemberani, dan dikaitkan dengan
wanita artinya pemberani lagi ambisius, sedangkan dikaitkan dengan unta betina
artinya yang kuat.
{قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ
أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا}
Ia berkata,
"Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." (Al-Qashash:
25)
Undangan tersebut diungkapkannya
dengan sopan dan tutur kata yang beretika. Ia tidak mengundangnya secara
langsung agar tidak menimbulkan kecurigaan atau tanda tanya, bahkan ia
mengatakan: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi
balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum ternak kami.” (Al-Qashash-25)
Yakni untuk memberimu imbalan atas jasamu memberi minum ternak kami.
{فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ
الْقَصَصَ}
Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya dan menceritakan kepadanya kisah (tentang
dirinya). (Al-Qashash: 25)
Musa mengisahkan kepadanya
cerita tentang dirinya dan latar belakang yang menyebabkannya keluar
meninggalkan negerinya.
{قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ}
Syu’aib berkata,
"Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu.” (Al-Qashash: 25)
Maksudnya, tenangkanlah dirimu
dan bergembiralah, sesungguhnya engkau telah keluar dari wilayah kekuasaan
mereka, maka tiada kekuasaan bagi mereka di negeri kami. Karena itulah
disebutkan oleh firman-Nya: Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu. (Al-Qashash: 25)
Ulama tafsir berbeda pendapat
mengenai siapa yang dimaksud dengan bapak wanita itu. Banyak pendapat di
kalangan mereka, antara lain ada yang mengatakan bahwa lelaki itu adalah
Syu'aib a.s. yang diutus oleh Allah kepada penduduk negeri Madyan. Pendapat
inilah yang terkenal di kalangan kebanyakan ulama, dan dikatakan oleh Al-Hasan
Al-Basri serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz
Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Anas, telah sampai suatu
berita kepadanya yang mengatakan bahwa lelaki yang didatangi oleh Musa —lalu
Musa menceritakan kisah perihal dirinya— itu adalah Syu'aib. Syu'aib menjawab: Janganlah
kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu. (Al-Qashash:
25)
Imam Tabrani telah meriwayatkan
melalui Salamah ibnu Sa'd Al-Gazi bahwa ia menjadi delegasi kaumnya menghadap
kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bersabda kepadanya:
"مَرْحَبًا بِقَوْمِ شُعَيْبٍ وأَخْتان مُوسَى، هُديت"
Selamat datang, kaum Syu'aib
dan kaum dua saudara perempuan Musa, engkau telah mendapat petunjuk.
Ulama lainnya mengatakan bahwa
lelaki itu adalah keponakan Nabi Syu'aib.
Menurut pendapat yang lainnya
lagi, lelaki itu adalah orang mukmin dari kalangan kaumnya Nabi Syu'aib.
Ulama lainnya lagi mengatakan
bahwa Syu'aib a.s. hidup jauh sebelum masa Nabi Musa a.s. dalam jangka masa
yang cukup lama, karena disebutkan oleh firman-Nya bahwa Syu'aib berkata kepada
kaumnya:
{وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ}
sedangkan kaum Lut tidak (pula) jauh dari kamu. (Hud: 89)
Dan binasanya kaum Lut terjadi
di masa Nabi Ibrahim a.s. berdasarkan keterangan dari nas Al-Qur'an. Telah
diketahui pula bahwa jarak antara masa Nabi Ibrahim dan Nabi Musa cukup jauh,
lebih dari empat abad, sebagaimana yang telah disebutkan oleh banyak ulama. Dan
mengenai pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Syu'aib hidup dalam masa yang
lama, tiada lain —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— hanyalah untuk menghindari
kemusykilan ini. Kemudian hal yang menguatkan bahwa lelaki itu bukanlah Syu'aib
ialah seandainya dia adalah Syu'aib sudah dapat dipastikan Al-Qur'an akan
menyebutkan namanya dengan jelas dalam kisah ini, dan ternyata kenyataannya
tidak.
Sedangkan mengenai apa yang
disebutkan dalam salah satu hadis yang menjelaskan bahwa nama lelaki itu adalah
Syu'aib dalam kisah Musa, sanadnya tidak sahih seperti apa yang akan kami
jelaskan, insya Allah. Kemudian menurut keterangan yang didapat di dalam
kitab-kitab kaum Bani Israil, nama lelaki tersebut adalah Sairun; hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu
Mas'ud mengatakan bahwa Sairun adalah keponakan Nabi Syu'aib a.s.
Telah diriwayatkan dari Abu
Hamzah, dari Ibnu Abbas, bahwa orang yang menyewa Nabi Musa a.s. untuk bekerja
padanya bernama Yasra, penguasa negeri Madyan. Demikianlah menurut apa yang
telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa
masalah ini tidak dapat dipastikan kecuali berdasarkan hadis yang dapat
dijadikan pegangan sebagai hujah dalam masalah ini.
Firman
Allah Swt.:
{قَالَتْ إِحْدَاهُمَا
يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ}
Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata, "Ya Bapakku, ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada
kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al-Qashash:
26)
Yakni salah seorang anak
perempuan lelaki itu mengajukan usul tersebut kepada ayahnya. Wanita tersebut
berjalan di belakang Musa a.s. Sesampainya di rumah, ia berkata kepada ayahnya:
Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita).
(Al-Qashash: 26) Untuk menggembalakan ternak kambing kita.
Umar, Ibnu Abbas, Syuraih
Al-Qadi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang telah mengatakan bahwa tatkala wanita itu mengatakan: karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26) Maka
ayahnya bertanya, "Apakah yang mendorongmu menilainya seperti itu?"
Ia menjawab, "Sesungguhnya dia dapat mengangkat batu besar yang tidak
dapat diangkat kecuali hanya oleh sepuluh orang laki-laki. Dan sesungguhnya
ketika aku berjalan bersamanya, aku berada di depannya, namun ia mengatakan
kepadaku, "Berjalanlah kamu di belakangku. Jika aku salah jalan, beri
tahulah aku dengan lemparan batu kerikil, agar aku mengetahui jalan mana yang
harus kutempuh."
Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
mengatakan bahwa orang yang paling pandai dalam berfirasat ada tiga orang,
yaitu: Abu Bakar ketika berfirasat terhadap Umar (sebagai penggantinya), teman
Nabi Yusuf ketika mengatakan (kepada istrinya), "Hormatilah
kedudukannya"; dan teman wanita Nabi Musa ketika berkata: Ya Bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26)
Ayah wanita itu mengatakan:
{إِنِّي أُرِيدُ أَنْ
أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ}
Sesungguhnya
aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini. (Al-Qashash: 27)
Musa a.s. diminta oleh lelaki
tua itu untuk menggembalakan ternak kambingnya. Sebagai balasannya, ia akan
mengawinkan Musa dengan salah seorang anak perempuannya.
Syu'aib Al-Jiba'i mengatakan
bahwa nama kedua wanita itu adalah Safuriya dan Layya. Muhammad ibnu Ishaq
mengatakan, nama keduanya ialah Safuriya dan Syarafa yang juga disebut Layya.
Murid-murid Imam Abu Hanifah
menyimpulkan dalil dari ayat ini untuk menunjukkan keabsahan transaksi jual
beli yang penjualnya mengatakan kepada pembelinya, "Aku jual kepadamu
salah seorang dari kedua budak ini dengan harga seratus." Lalu pihak pembeli
menjawab, "Saya beli." Transaksi jual beli seperti ini sah.
Firman
Allah Swt.:
{عَلَى أَنْ
تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ}
atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun, maka itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu. (Al-Qashash: 27)
Yakni dengan syarat bahwa kamu
gembalakan ternak kambingku selama delapan tahun. Dan jika kamu menambah dua
tahun lagi secara sukarela, maka itu adalah kebaikanmu. Tetapi jika tidak, maka
delapan tahun sudah cukup.
{وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ}
maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik. (Al-Qashash: 27)
Maksudnya, aku tidak akan
memberatimu, tidak akan mengganggumu, serta tidak pula mendebatmu sesudah itu.
Mazhab Imam Auza'i menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa bila seseorang
berkata, "Aku jual barang ini kepadamu seharga sepuluh dinar kontan atau
dua puluh dinar secara kredit," transaksi tersebut sah dan pihak pembeli
boleh memilih salah satu dari kedua alternatif tersebut, hukumnya sah (halal).
Akan tetapi, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud menyanggah
mazhab ini, yaitu hadis yang mengatakan:
"مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ، فَلَهُ أَوَكَسُهُمَا
أَوِ الرِّبَا "
Barang siapa yang melakukan
dua harga dalam satu transaksi jual beli, maka ia harus mengambil harga yang
paling rendah atau riba (bila mengambil yang
tertinggi).
Mengenai pengambilan dalil dari ayat
ini dan hadis di atas yang menyanggahnya, pembahasannya memerlukan keterangan
panjang dan lebar, tetapi bukan dalam kitab tafsir ini tempatnya.
Namun, murid-murid Imam Ahmad
dan para pengikutnya mengambil dalil dari ayat ini yang menunjukkan keabsahan
mengupah orang sewaan dengan imbalan berupa makanan dan sandang. Mereka
memperkuatnya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Muhammad ibnu Yazid
ibnu Majah di dalam kitab sunannya, yaitu dalam Bab "Menyewa Orang Upahan
dengan Imbalan Berupa Makanan."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُصَفَّى الحِمْصي، حَدَّثَنَا بَقيَّة
بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي
أَيُّوبَ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاح قَالَ:
سَمِعْتُ عُتبةَ بْنَ النُّدَّر يَقُولُ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ {طسم} ، حَتَّى إِذَا بَلَغَ قِصَّةَ مُوسَى
قَالَ: "إِنَّ مُوسَى أجَّرَ نَفْسَهُ ثَمَانِيَ سِنِينَ أَوْ: عَشْرَسِنِينَ
عَلَى عِفَّةِ فَرْجِهِ وَطَعَامِ بَطْنِهِ
Disebutkan bahwa telah menceritakan
kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa,
telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, dari Maslamah ibnu Ali,
dari Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabbah yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir As-Sulami
menceritakan, "Ketika kami berada di rumah Rasulullah Saw. yang saat itu
beliau sedang membaca surat Ta Sin Mim (surat Al-Qashash), dan ketika
bacaan beliau Saw. sampai di kisah Musa, maka beliau bersabda: 'Sesungguhnya
Musa menjual jasanya selama delapan atau sepuluh tahun dengan imbalan
pemeliharaan kemaluannya (kawin) dan kebutuhan makannya'.”
Hadis bila ditinjau dari segi
jalurnya berpredikat lemah, karena Maslamah ibnu Ali Al-Khusyani Ad-Dimasyqi
Al-Balati orangnya daif dalam periwayatan hadis menurut para imam ahli
hadis. Namun, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur lain, hanya masih disangsikan
pula kesahihannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا
صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهيعة، عَنِ
الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاح اللخمي قال:
سمعت عتبة بن الندر السُّلَمِيَّ -صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ مُوسَى آجَرَ نَفْسَهُ بِعِفَّةِ فَرْجِهِ،
وَطُعْمَةِ بَطْنِهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu
Rabbah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir
As-Sulami (sahabat Rasulullah Saw.) menceritakan hadis berikut, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Musa a.s. menjual jasanya
dengan imbalan pemeliharaan kemaluannya (kawin) dan kebutuhan makannya.
Firman Allah Swt, yang
menceritakan ucapan Musa a.s.:
{قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا
الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ
وَكِيلٌ}
Dia (Musa) berkata, "Itulah (perjanjian) antara aku dan
kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka
tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi
atas apa yang kita ucapkan.” (Al-Qashash: 28)
Sesungguhnya Musa berkata kepada
mertuanya, "Urusan ini sesuai dengan apa yang telah engkau katakan bahwa
engkau mempekerjakanku selama delapan tahun, jika aku menyelesaikan kontrakku
selama sepuluh tahun maka tambahan (lebihan 2 tahun) itu dariku secara
sukarela. Dan manakala aku menyelesaikan yang mana saja di antara kedua masa
yang terpendek, berarti aku telah memenuhi janjiku dan bebas dari
keterikatan."
{أَيَّمَا الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا
عُدْوَانَ عَلَيَّ}
Mana saja dari kedua waktu
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas
diriku. (Al-Qashash: 28)
Yakni tiada beban lagi atas
diriku, sekalipun masa yang sempurna adalah yang lebih utama karena berdasarkan
dalil lain yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا
إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ}
Barang siapa yang ingin cepat
berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka
tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya
dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya. (Al-Baqarah; 203)
Rasulullah Saw. pernah bersabda
kepada Hamzah ibnu Amr Al-Aslami yang banyak puasanya, yang saat itu ia
menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang berpuasa dalam perjalanan. Maka
beliau menjawab:
"إِنْ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ"
Jika kamu suka puasa, boleh
puasa; dan jika kamu suka berbuka, boleh berbuka.
Padahal telah dimaklumi bahwa
mengerjakan puasa lebih dikuatkan berdasarkan dalil dari hadis lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud oleh Nabi Musa a.s. dengan jawabannya itu tiada lain berniat akan
menyempurnakan masa yang paling sempurna di antara kedua masa tersebut.
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Syuja',
dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah
ditanya oleh seorang Yahudi Hirah, "Manakah di antara kedua masa itu yang
diselesaikan oleh Musa?" Aku menjawab, "Tidak tahu", hingga aku
mendatangi orang Arab yang paling alim, dialah Ibnu Abbas r.a. Lalu aku
bertanya kepadanya mengenai masalah ini, maka ia menjawab, "Sesungguhnya
Musa menunaikan masa yang paling sempurna di antara kedua masa itu, karena
sesungguhnya utusan Allah itu apabila berkata pasti menunaikannya."
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Hakim ibnu Jubair dan lain-lainnya dari Sa'id ibnu Jubair. Di dalam hadis
Futun disebutkan melalui riwayat Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, dari Sa'id ibnu
Jubair, bahwa orang yang menanyai pertanyaan tersebut adalah seorang lelaki
beragama Nasrani. Akan tetapi, riwayat yang pertama lebih mendekati kebenaran.
Telah diriwayatkan melalui hadis
Ibnu Abbas secara marfu' oleh Ibnu Jarir.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الطُّوسِيُّ، حَدَّثَنَا
الْحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَحْيَى بْنِ
أَبِي يَعْقُوبَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"سَأَلْتُ جِبْرِيلَ: أَيَّ الْأَجَلَيْنِ قَضَى مُوسَى قَالَ: أَكْمَلَهُمَا
وَأَتَمَّهُمَا"
Ia mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, telah menceritakan kepada
kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan
kepadaku Ibrahim ibnu Yahya ibnu Abu Ya'qub, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku pernah
bertanya kepada Jibril, "Manakah di antara kedua masa itu yang
diselesaikan oleh Musa?” Jibril menjawab, "Yang paling lengkap dan yang
paling sempurna.”
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula
hadis ini dari ayahnya, dari Al-Humaidi, dari Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa telah
menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Yahya ibnu Abu Ya'qub yang seusia denganku
atau lebih muda dariku. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini.
Tetapi di dalam sanadnya terdapat nama yang terbalik, dan Ibrahim orangnya
tidak dikenal.
Al-Bazzar meriwayatkannya dari
Ahmad ibnu Aban Al-Qurasyi, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibrahim ibnu Ayun,
dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw.' lalu
disebutkan hal yang semisal, kemudian ia mengatakan, "Kami tidak mengenal
hadis ini di-marfu '-kan oleh Ibnu Abbas, melainkan hanya melalui jalur
ini."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:
قُرئ عَلَى يُونُسَ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَنْبَأَنَا
عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ مَيْمُونٍ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ
يُوسُفَ بْنِ تَيْرَحَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سئل: أيّ الْأَجَلَيْنِ
قَضَى مُوسَى؟ قَالَ: "لَا عِلْمَ لِي". فَسَأَلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِبْرِيلَ، فَقَالَ جِبْرِيلُ: لَا عِلْمَ لِي،
فَسَأَلَ جِبْرِيلُ مَلَكًا فَوْقَهُ فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي. فَسَأَلَ ذَلِكَ
المَلَك رَبَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ -عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ جِبْرِيلُ عَمَّا
سَأَلَهُ عَنْهُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّبُّ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: "قَضَى أَبَرَّهُمَا وَأَبْقَاهُمَا -أَوْ قَالَ:
أَزْكَاهُمَا"
Kemudian Ibnu Abu Hatim
mengatakan bahwa dibacakan kepada Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari
Yahya ibnu Maimun Al-Hadrami, dari Yusuf ibnu Tairih, bahwa Rasulullah Saw.
pernah ditanya, "Manakah di antara kedua masa yang ditunaikan oleh
Musa?" Beliau Saw. menjawab, "Saya tidak mengetahui."
Lalu Rasulullah Saw. menanyakannya kepada Jibril, dan Jibril menjawab,
"Saya tidak mengetahui." Maka Jibril menanyakannya kepada malaikat
yang ada di atasnya, dan ternyata ia pun menjawab, "Saya tidak
mengetahui." Kemudian malaikat itu menanyakannya kepada Tuhan Yang
Mahabesar lagi Mahaagung. Maka Allah Swt. menjawab, "Musa menunaikan
masa yang paling baik dan paling lama," atau paling bersih dari kedua
masa itu.
Hadis ini berpredikat mursal,
dan diriwayatkan pula secara mursal melalui jalur lain.
وَقَالَ سُنَيد: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْج قَالَ:
قَالَ مُجَاهِدٌ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ
جِبْرِيلَ: "أَيَّ الْأَجَلَيْنِ قَضَى مُوسَى؟ " فَقَالَ: سَوْفَ
أَسْأَلُ إِسْرَافِيلَ. فَسَأَلَهُ فَقَالَ: سَوْفَ أَسْأَلُ الرَّبَّ عَزَّ
وَجَلَّ. فَسَأَلَهُ فَقَالَ: "أَبَرَّهُمَا وَأَوْفَاهُمَا"
Sunaid mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan, Mujahid
pernah mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bertanya kepada Jibril, "Manakah
di antara kedua masa itu yang ditunaikan oleh Musa?" Jibril menjawab,
"Aku akan menanyakannya kepada Israfil." Dan Israfil menjawab,
"Aku akan menanyakannya kepada Allah Swt." Maka Israfil menanyakannya
kepada Allah Swt. dan Allah Swt. menjawab, "Masa yang paling baik dan
paling sempurna di antara keduanya."
Jalur lain secara mursal pula
disebutkan oleh Ibnu Jarir:
حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيعٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو
مَعْشَر، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرظي قَالَ: سُئِل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَّ الْأَجَلَيْنِ قَضَى مُوسَى؟ قَالَ:
"أَوْفَاهُمَا وَأَتَمَّهُمَا"
bahwa telah menceritakan kepada
kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu
Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya,
"Manakah di antara kedua masa itu yang ditunaikan oleh Musa?"
Rasulullah Saw. menjawab: Masa yang paling sempurna dan paling lengkap di
antara kedua masa itu.
Jalur-jalur periwayatan ini satu
sama lainnya saling memperkuat, kemudian telah diriwayatkan pula hadis ini
secara marfu' melalui Abu Zar r.a.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا أَبُو
عُبَيْدِ اللَّهِ يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ السَّكَنِ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا عَوْبَد بْنُ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِل: أَيَّ الْأَجَلَيْنِ قَضَى مُوسَى؟ قَالَ:
"أَوْفَاهُمَا وَأَبَرَّهُمَا"، قَالَ: "وَإِنْ سئلتَ أَيَّ
الْمَرْأَتَيْنِ تَزَوَّجَ؟ فَقُلِ الصُّغْرَى مِنْهُمَا"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidillah Yahya ibnu Muhammad
ibnus Sakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah
menceritakan kepada kami Uwaiz ibnu Abu Imran Al-Juni, dari ayahnya, dari
Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar r.a., bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang
masa yang ditunaikan oleh Musa a.s. di antara kedua masa itu. Maka beliau Saw.
menjawab: Masa yang paling sempurna dan paling baik di antara kedua masa itu
—selanjutnya Nabi Saw. bersabda— dan jika kamu ditanya, "Manakah di
antara kedua wanita itu yang dinikahi oleh Musa?” Maka jawablah, "Yang
paling muda di antara keduanya.”
Selanjutnya Al-Bazzar
mengatakan, "Kami tidak mengetahui sanad yang meriwayatkan hadis ini
melalui Abu Zar kecuali sanad ini." Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui
hadis Uwaiz ibnu Abu Imran, tetapi dia orangnya daif.
Telah diriwayatkan pula hadis
yang semisal melalui Atabah ibnul Munzir dengan tambahan yang garib (aneh)
sekali.
قَالَ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
السِّجِسْتَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ،
حَدَّثَنَا الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ اللَّخْمِيِّ
قَالَ: سَمِعْتُ عُتْبَةَ بْنِ النُّدَّرِ يَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل: أَيَّ الْأَجَلَيْنِ قَضَى مُوسَى؟ قَالَ:
"أَبَرَّهُمَا وَأَوْفَاهُمَا". ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، لَمَّا أَرَادَ
فِرَاقَ شُعَيْبٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَسْأَلَ أَبَاهَا
أَنْ يُعْطِيَهَا مِنْ غَنَمِهِ مَا يَعِيشُونَ بِهِ. فَأَعْطَاهَا مَا وَلَدَتْ
غَنَمُهُ فِي ذَلِكَ الْعَامِ مِنْ قالِب لَون. قَالَ: فَمَا مَرَّتْ شَاةٌ إِلَّا
ضَرَبَ مُوسَى جَنْبَهَا بِعَصَاهُ، فَوَلَدَتْ قَوَالب أَلْوَانٍ كُلُّهَا،
وَوَلَدَتْ ثِنْتَيْنِ وَثَلَاثًا كُلُّ شَاةٍ لَيْسَ فِيهَا فَشُوش وَلَا ضبُوب،
وَلَا كَمِيشة تُفَوّت الْكَفَّ، وَلَا ثَعُول". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا افْتَتَحْتُمُ الشَّامَ
فَإِنَّكَمْ ستجدون بقايا منها، وهي السامرية"
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab As-Sijistani, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu
Rabbah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir
mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai masa
yang ditunaikan oleh Nabi Musa dari kedua masa itu," maka beliau menjawab:
"Masa yang paling baik dan paling sempurna dari keduanya.” Kemudian
Nabi Saw. melanjutkan, "Sesungguhnya Musa a.s. ketika hendak berpisah
dengan Syu'aib a.s. menyuruh istrinya untuk meminta kepada ayahnya sejumlah
ternak untuk bekal penghidupannya. Maka Syu'aib memberinya anak-anak ternaknya
yang dilahirkan pada tahun itu yang bulunya berbeda dengan induknya. Maka tiada
seekor kambing pun yang berlalu melainkan Musa memukulnya dengan tongkatnya,
ternyata semua ternak kambing itu beranak dua atau tiga ekor tiap kambingnya
yang semua warnanya berbeda dengan induknya. Tiap-tiap kambing yang beranak
teteknya tidak deras air susunya, tidak panjang teteknya, tidak besar dan hanya
sedang saja." Rasulullah Saw. bersabda: Apabila kalian menaklukkan
negeri Syam, maka sesungguhnya kalian masih menjumpai sisa-sisa dari ternak
kambing itu yang dikenal dengan nama kambing samiri.
Demikianlah menurut apa yang
telah diketengahkan oleh Al-Bazzar.
Ibnu Abu Hatim telah
meriwayatkannya dengan teks yang lebih panjang daripada hadis ini. Untuk
itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ بُكَير، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعَةَ (ح) وَحَدَّثَنَا أَبُو
زُرْعَةَ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ لَهِيعَةَ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ اللَّخْمِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ عُتْبَةَ بْنَ النُّدّر السُّلَمِيَّ
-صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يُحَدِّثُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ مُوسَى،
عَلَيْهِ السَّلَامُ آجَرَ نَفْسَهُ بِعِفَّةِ فَرْجِهِ وطُعمة بَطْنِهِ. فَلَمَّا
وَفَى الْأَجَلَ -قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَّ الْأَجَلَيْنِ؟ قَالَ
-أَبَرَّهُمَا وَأَوْفَاهُمَا. فَلَمَّا أَرَادَ فِرَاقَ شُعَيْبٍ أَمَرَ
امْرَأَتَهُ أَنْ تَسْأَلَ أَبَاهَا أَنْ يُعْطِيَهَا مِنْ غَنَمِهِ مَا
يَعِيشُونَ بِهِ، فَأَعْطَاهَا مَا وَلَدَتْ مِنْ غَنَمِهِ مِنْ قَالَبِ لَوْنِ
مَنْ وُلِدَ ذَلِكَ الْعَامَ، وَكَانَتْ غَنَمُهُ سَوْدَاءَ حَسْنَاءَ،
فَانْطَلَقَ مُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى عَصَاهُ فَسَمَّاها مِنْ
طَرَفِهَا، ثُمَّ وَضَعَهَا فِي أَدْنَى الْحَوْضِ، ثُمَّ أَوْرَدَهَا فَسَقَاهَا،
وَوَقَفَ مُوسَى بِإِزَاءِ الْحَوْضِ فَلَمْ تَصْدُرْ مِنْهَا شَاةٌ إِلَّا ضَرَبَ
جَنْبَهَا شَاةً شَاةً قَالَ: "فَأَتْأَمَتْ وَأَثْلَثَتْ، وَوَضَعَتْ
كُلُّهَا قَوَالِبَ أَلْوَانٍ، إِلَّا شَاةً أَوْ شَاتَيْنِ لَيْسَ فِيهَا
فَشُوشٌ. قَالَ يَحْيَى: وَلَا ضَبُونٌ. وَقَالَ صَفْوَانُ: وَلَا ضبُوب. قَالَ
أَبُو زُرْعَةَ: الصَّوَابُ ضَبُوب -وَلَا عَزُوز وَلَا ثَعُول، وَلَا كَمِيشَةٌ
تُفَوّت الْكَفَّ"، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"فَلَوِ افْتَتَحْتُمُ الشَّامَ وَجَدْتُمْ بَقَايَا تِلْكَ الْغَنَمِ وَهِيَ
السَّامِرِيَّةُ"
telah menceritakan kepada kami
Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair,
telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Lahi'ah dan telah menceritakan kepada
kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan
kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah,
dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu Rabbah Al-Lakhami yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir As-Sulami (sahabat
Rasulullah Saw.) menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda, "Sesungguhnya Musa menjual jasanya dengan imbalan dikawinkan
dan dipenuhi kebutuhan pangannya." Ketika Rasulullah Saw. melanjutkan
kisahnya, bahwa setelah Musa menunaikan masa perjanjiannya, ada yang bertanya,
"Wahai Rasulullah, manakah di antara kedua masa yang ditunaikannya?"
Maka Rasulullah Saw. menjawab: Masa yang paling baik dan yang paling
sempurna dari keduanya. Ketika Musa hendak berpisah dengan Syu'aib, ia
menyuruh istrinya untuk meminta ternak kambing dari ayahnya buat bekal
penghidupannya. Maka Syu'aib memberinya anak-anak kambing yang dilahirkan di
tahun itu dalam warna yang berbeda dengan induknya. Ternak kambing Nabi Syu'aib
semuanya berbulu hitam lagi bagus, maka Musa a.s. mengambil tongkatnya, lalu
membacakan basmalah pada ujungnya, kemudian tongkat itu ia celupkan ke
dalam mata air tempat meminumkan ternak kambingnya. Setelah itu ia giring
ternak kambing Nabi Syu'aib ke sumber air itu untuk diberi minum dari air
sumber tersebut yang telah dibacai olehnya. Sedangkan Musa berdiri di tepi
telaga itu, dan tiada seekor kambing pun yang usai dari minum melainkan ia
pukul lambungnya dengan tongkatnya. Maka ternak kambing itu mengandung dan
membesar teteknya, lalu melahirkan yang semuanya berwarna berbeda dengan
induknya kecuali hanya satu dua ekor saja. Nabi Saw. bersabda: Apabila
kalian menaklukkan negeri Syam, maka kalian akan menjumpai sisa-sisa ternak
kambing tersebut yang dikenal dengan kambing samiri.
Telah menceritakan pula kepada
kami Abu Zar'ah, bahwa telah menceritakan kepada kami Safwan yang mengatakan,
ia pernah mendengar Al-Walid bercerita, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu
Lahi'ah tentang makna fasyusy. Maka ia menjawab, "Kambing betina
yang teteknya besar dan memancarkan air susunya dengan deras.'" Ketika
ditanya tentang dabub, ia menjawab, "Kambing betina yang panjang
teteknya hingga seakan-akan menyeretnya." Ia bertanya kepada Ibnu Lahi'ah
tentang makna 'azuz, Ibnu Lahi'ah menjawab bahwa 'azuz adalah
kambing betina yang kecil pancaran air susunya. Ia bertanya tentang makna tsaul,
maka Ibnu Lahi'ah menjawab, "Ia adalah kambing betina yang teteknya
sangat kecil hingga yang kelihatan hanyalah putingnya saja." Ia bertanya
kepada Ibnu Lahi'ah mengenai makna kamisyah, maka Ibnu Lahi'ah menjawab,
"Ia adalah kambing betina yang teteknya kecil, tidak sampai sebesar
kepalan tangan."
Sumber riwayat ini berasal dari
Abdullah ibnu Lahi'ah Al-Masri yang hafalannya buruk, dan kami khawatir bila ke-marfu'-an
riwayat ini keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan
perkataan Anas ibnu Malik secara mauquf yang sebagian darinya mirip
dengan riwayat di atas dengan sanad yang jayyid. Untuk itu ia
mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah
menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami
Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa setelah Nabi Musa a.s. menyelesaikan
masa yang telah disepakati bersama temannya, maka temannya mengatakan
kepadanya, "Setiap kambing yang melahirkan anak yang berbeda warna
bulunya, maka itu adalah untukmu." Maka Musa sengaja mengangkat
tambang-tambang (tali timba) yang ada di atas sumur itu. Ketika melihat
tambang-tambangnya telah dilepas, semua ternak kambing itu terkejut, lalu mengelilingi
sumur itu mondar-mandir sehingga semua yang hamil melahirkan anaknya dengan
warna yang berbeda dengan induknya, terkecuali hanya seekor kambing betina,
sehingga Musa membawa pergi anak-anak ternak kambing yang lahir di tahun itu.
Al-Qashash, ayat 29-32
{فَلَمَّا قَضَى مُوسَى
الأجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأهْلِهِ
امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ
جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (29) فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ
مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ
أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (30) وَأَنْ أَلْقِ
عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ
يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الآمِنِينَ (31) اسْلُكْ
يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ
جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ
وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (32) }
Maka tatkala
Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan
keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung; ia berkata kepada keluarganya,
"Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan
aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa)
sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan." Maka tatkala Musa
sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir
lembah sebelah kanannya yang diberkati, dari sebatang pohon kayu, yaitu,
"Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam dan
lemparkanlah tongkatmu.” Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa
melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia
berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru), "Hai
Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk
orang-orang yang aman. Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar
putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada) bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari
Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang fasik."
Dalam tafsir ayat sebelumnya
telah disebutkan bahwa Musa a.s. telah menunaikan masa yang paling banyak,
paling baik, paling sempurna, dan paling bersih dari kedua masa itu. Hal
tersebut dapat disimpulkan pula dari kelompok ayat ini yang pada permulaannya
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأجَلَ}
Maka tatkala Musa telah
menyelesaikan waktu yang ditentukan. (Al-Qashash:
29)
Yakni yang paling sempurna dari
kedua masa itu.
Ibnu Juraij mengatakan dari
Mujahid, bahwa Musa menyelesaikan masa sepuluh tahun dan juga sepuluh tahun berikutnya.
Tetapi pendapat ini menurut hemat saya tiada yang mengatakannya selain pendapat
ini, dan Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula, hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman
Allah Swt.:
{وَسَارَ بِأَهْلِهِ}
dan dia
berangkat bersama keluarganya. (Al-Qashash:
29)
Mereka mengatakan bahwa Musa
merasa rindu dengan tanah tempat kelahirannya dan juga sanak keluarganya, maka
ia bertekad untuk mengunjungi mereka dengan sembunyi-sembunyi tanpa
sepengetahuan Fir'aun dan kaumnya. Ia berangkat bersama istrinya dan ternak
kambing yang hasil pemberian mertuanya, lalu menempuh jalan di malam yang gelap
lagi hujan deras dan cuaca yang dingin. Maka ia turun istirahat di suatu
tempat; dan setiap kali ia menyalakan pemantik apinya, ternyata tidak mau juga
menyala. Hal ini membuatnya terheran-heran. Ketika ia dalam keadaan demikian,
{آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا}
dilihatnyalah api di lereng
gunung. (Al-Qashash: 29)
Yaitu ia melihat nyala api yang
terang dari kejauhan.
{قَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ
نَارًا}
ia berkata kepada
keluarganya, "Tunggulah (di sini), sesungguhnya
aku melihat api.” (Al-Qashash: 29)
Yakni aku akan berangkat menuju
ke tempat api itu.
{لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ}
mudah-mudahan aku dapat
membawa suatu berita kepadamu. (Al-Qashash: 29)
Demikian itu karena pada saat
itu Musa sesat jalan.
{أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ}
atau membawa sesuluh api. (Al-Qashash: 29)
Yakni sebagian dari nyala api
itu,
{لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ}
agar kamu dapat menghangatkan
badan.” (Al-Qashash: 29)
Maksudnya, untuk berdiang kamu
agar jangan kedinginan oleh cuaca yang sangat dingin ini.
Firman
Allah Swt.:
{فَلَمَّا أَتَاهَا
نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ}
Maka
tatkala Musa sampai ke (tempat)
api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah sebelah kanannya. (Al-Qashash:
30)
Yaitu dari pinggir lembah yang
ada di sebelah bukit itu yang berada di sebelah kanannya dari arah barat,
seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ
قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ}
Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami
menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44)
Hal ini menunjukkan kepada kita
bahwa Nabi Musa menuju ke arah tempat api itu yang mengarah ke kiblat,
sedangkan bukit yang ada di barat berada di sebelah kanannya. Ia menjumpai api
itu menyala besar pada sebuah pohon hijau di lereng bukit yang bersebelahan
dengan lembah itu. Musa berdiri tertegun keheranan menyaksikan pemandangan
tersebut. Maka Tuhannya menyerunya:
{مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي
الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ}
dari (arah) pinggir lembah sebelah kanannya yang diberkati dari
sebatang pohon kayu. (Al-Qashash: 30)
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari 'Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari
Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah menyaksikan pohon yang Musa diseru
darinya. Pohon itu adalah pohon samurah yang hijau berdaun lebat.
Sanad hadis di atas berpredikat muqarib.
Muhammad ibnu Ishaq telah
meriwayatkan dari salah seorang yang tidak diragukan, dari Wahb ibnu Munabbih
yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon 'aliq. Sebagian Ahli Kitab
mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon 'ausaj. Qatadah mengatakan, pohon itu
adalah pohon 'ausaj, dan tongkat Musa a.s. terbuat dari kayu pohon 'ausaj.
Firman
Allah Swt.:
{أَنْ يَا مُوسَى
إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Yaitu,
"Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-Qashash: 30)
Maksudnya, Yang sedang berbicara
kepadamu ini adalah Tuhan semesta alam Yang Maha Berbuat terhadap apa yang
dikehendaki-Nya, tiada Tuhan dan tiada Rabb selain Dia Yang Mahatinggi, lagi
Mahasuci dari kemiripan dengan makhluk-Nya dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{وَأَنْ أَلْقِ
عَصَاكَ}
dan
lemparkanlah tongkatmu. (Al-Qashash:
31)
yang ada di tanganmu itu.
Sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى قَالَ
هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا
مَآرِبُ أُخْرَى}
"Apakah itu yang ada di
tangan kananmu, hai Musa?” Musa menjawab, "Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya
untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” (Tana:
17-18)
Makna yang dimaksud ialah bahwa
adapun tongkatmu yang telah kamu kenal itu, lemparkanlah ia.
{فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى}
Lalu dilemparkannyalah
tongkat itu, maka tiba-tiba tongkat itu menjadi seekor ular yang merayap dengan
cepat. (Taha: 20)
Sejak itulah Musa mengetahui dan
merasa yakin bahwa yang berbicara kepadanya adalah Tuhan Yang mengatakan kepada
sesuatu, "Jadilah kamu," maka jadilah ia, sebagaimana yang telah
diterangkan di dalam tafsir surat Taha.
Dan dalam surat ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا
جَانٌّ}
Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak
seolah-olah dia seekor ular yang gesit. (Al-Qashash: 31)
ular itu dalam gerakannya sangat
cepat, padahal bentuknya sangat besar, banyak kakinya, lebar mulutnya, dan
taring-taring serta gigi-giginya berderak-derak; tiada suatu batu besar pun
yang dilaluinya melainkan ditelannya, lalu masuk ke dalam mulutnya dan masuk ke
dalam perutnya mengeluarkan suara dentuman seakan-akan terjatuh dari atas
jurang. Maka pada saat itu,
{وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ}
larilah ia berbalik ke
belakang tanpa menoleh. (Al-Qashash: 31)
Yaitu tanpa menoleh lagi karena
ngeri yang sangat, mengingat tabiat manusia merasa takut melihat pemandangan
seperti itu. Tatkala Allah Swt. berfirman kepadanya:
{يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلا تَخَفْ إِنَّكَ
مِنَ الآمِنِينَ}
Hai Musa, datanglah kepada-Ku
dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. (Al-Qashash: 31)
Maka Musa kembali ke tempat yang
semula. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ
بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ}
Masukkanlah tanganmu ke leher
bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit. (Al-Qashash: 32)
Yakni apabila kamu masukkan
tanganmu ke leher bajumu, lalu kamu keluarkan, maka sesungguhnya tanganmu itu
akan mengeluarkan sinar berkilauan seakan-akan sinar kilat yang menyilaukan.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{مِنْ غَيْرِ سُوءٍ}
bukan karena penyakit. (Al-Qashash: 32)
Maksudnya, bukan karena terkena
penyakit.
Firman
Allah Swt.:
{وَاضْمُمْ إِلَيْكَ
جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ}
dan
dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada)mu bila ketakutan. (Al-Qashash: 32)
Mujahid mengatakan bahwa hal itu
dilakukan bila merasa terkejut. Qatadah mengatakan bila merasa takut. Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan Ibnu Jarir mengatakan, hal tersebut dilakukan
bila ia merasa takut terhadap ular itu. Tetapi makna yang dimaksud lebih umum
daripada semua pendapat di atas. Jelasnya, Allah memerintahkan kepada Nabi Musa
bila ia merasa takut hendaknya mendekapkan tangannya ke dadanya; apabila Musa
melakukan hal tersebut, niscaya akan hilanglah rasa takutnya. Dan barangkali
bila seseorang melakukan hal tersebut hanya sekadar ikut-ikutan, saat ia merasa
takut, lalu ia meletakkan tangannya ke dadanya, niscaya akan lenyaplah atau
menjadi ringanlah rasa takutnya dengan seizin Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Ar-Rabi ibnu Taglab Asy-Syekh Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il
Al-Muaddib, dari Abdullah ibnu Muslim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa
sebelum itu hati Musa a.s. selalu dicekam oleh rasa takut terhadap Fir'aun. Dan
apabila dia melihat Fir'aun, ia membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَدْرَأُ بِكَ فِي نَحْرِهِ، وَأُعَوِّذُ بِكَ
مِنْ شَرِّهِ
Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon pertolongan kepadaMu dalam menghadapinya dan aku memohon perlindungan
kepada-Mu dari kejahatannya.
Maka Allah mencabut dari hati
Musa a.s. rasa takut yang mencekamnya dan mengalihkannya ke dalam hati Fir'aun.
Sejak saat itu apabila Fir'aun melihat Musa, maka ia terkencing-kencing
bagaikan keledai karena ketakutan terhadap Musa.
Firman
Allah Swt.:
{فَذَانِكَ
بُرْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ}
maka
yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 32)
Yakni tongkat yang dilemparkan
kemudian berubah wujud menjadi ular, dan memasukkan tangan ke leher baju,
setelah dikeluarkan tangan mengeluarkan cahaya yang bukan karena penyakit.
Keduanya merupakan bukti akurat yang jelas menunjukkan kekuasaan Tuhan Yang
Maha Berbuat lagi Maha Melakukan apa yang dikehendaki-Nya, juga menunjukkan
kebenaran predikat kenabian orang yang menimbulkan peristiwa yang bertentangan
dengan hukum alam tersebut. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ}
(yang akan kamu kemukakan) kepada
Fir’aun dan pembesar-pembesar (kerajaan)nya. (Al-Qashash: 32)
Yaitu kepada para pemimpin dan
para pembesar kerajaan Fir'aun dan juga para pengikutnya.
{إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ}
Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang fasik. (Al-Qashash: 32)
Artinya, keluar dari jalan
ketaatan kepada Allah lagi menentang perintah dan agama-Nya.
Al-Qashash, ayat 33-35
{قَالَ رَبِّ إِنِّي
قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ (33) وَأَخِي هَارُونُ هُوَ
أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي
أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ (34) قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ
لَكُمَا سُلْطَانًا فَلا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنْتُمَا وَمَنِ
اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ (35) }
Musa berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku
takut mereka akan membunuhku. Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya
daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku,
sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku.” Allah berfirman,
"Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua
kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah
kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua, dan orang yang
mengikutimulah yang menang.”
Tatkala Allah memerintahkan
kepada Musa untuk berangkat menemui Fir'aun, yang sesungguhnya ia keluar dari
negeri Mesir karena melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan takut terhadap
pembalasannya,
{قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ
نَفْسًا}
Musa berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka.”
(Al-Qashash: 33)
Yakni seorang Egypt yang telah
diceritakan tadi pada ayat sebelumnya.
{فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ}
maka aku takut mereka akan
membunuhku. (Al-Qashash: 33)
jika mereka melihat diriku.
{وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي
لِسَانًا}
Dan saudaraku Harun, dia
lebih fasih lidahnya daripadaku. (Al-Qashash: 34 )
Demikian itu karena Musa a.s.
mengalami kekakuan pada lisannya karena memakan bara api semasa kecilnya ketika
ia disuruh memilih antara bara api dan buah kurma. Lalu ia memungut bara api
dan memakannya sehingga lisannya terbakar dan tidak dapat bertutur kata dengan
fasih. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي.
يَفْقَهُوا قَوْلِي. وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي. هَارُونَ أَخِي.
اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي. وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي}
dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku; dan jadikanlah untukku seorang
pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun,
saudaraku; teguhkanlah dengan dia kekuatanku dan jadikanlah dia sekutu dalam
urusanku. (Taha: 27-32)
yang meringankan tugas berat
yang telah Engkau embankan kepada diriku, yaitu mengemban tugas kenabian dan
menyampaikan risalah kepada raja yang sombong, sewenang-wenang, lagi pengingkar
kebenaran (Fir'aun). Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي
لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا}
Dan saudaraku Harun, dia
lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku.
(Al-Qashash: 34)
Yakni sebagai wakil, pembantu,
dan memperkuat tugasku. Dia akan menjelaskan apa yang aku sampaikan dari Allah
Swt. Karena berita dari dua orang itu lebih mendalam kesahannya dalam jiwa
daripada berita yang disampaikan hanya oleh satu orang. Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ}
"sesungguhnya aku
khawatir mereka akan mendustakanku.” (Al-Qashash:
34)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku.
(Al-Qashash: 34) Yakni yang menjelaskan kepada mereka apa yang aku katakan
kepada mereka, karena sesungguhnya saudaraku memahami diriku apa yang tidak
dapat mereka pahami.
Tatkala Musa mengajukan
permintaannya itu, maka Allah Swt. berfirman:
{سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ}
Kami akan membantumu dengan
saudaramu. (Al-Qashash: 35)
Maksudnya, Kami akan memperkuat
urusanmu dan membantumu dengan saudaramu sesuai dengan apa yang kamu minta
buatnya hendaknya dia diangkat menjadi nabi pula bersamamu. Hal ini dijelaskan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى}
Sesungguhnya telah
diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (Taha: 36)
Dan firman Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ
هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi
seorang nabi. (Maryam: 53)
Karena itulah sebagian ulama
Salaf mengatakan bahwa tiada seorang pun yang sangat berutang budi kepada
saudaranya selain dari Harun kepada Musa. Karena sesungguhnya Musa mendoakan
baginya hingga ia diangkat menjadi seorang nabi dan rasul oleh Allah bersama
Musa untuk menyampaikan risalah Allah kepada Fir'aun dan pembesar pembesar
kerajaannya. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan perihal kedudukan Musa
melalui salah satu firman-Nya yang mengatakan:
{وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا}
Dan adalah dia seorang yang
mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab:
69)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَنَجْعَلُ لَكُمَا
سُلْطَانًا}
dan
Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar. (Al-Qashash: 35)
Yakni hujah dan bukti yang
mengalahkan.
{فَلا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا}
maka mereka tidak dapat
mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan
membawa mukjizat-mukjizat Kami. (Al-Qashash: 35)
Yaitu tiada jalan bagi mereka
untuk menyakiti kamu berdua bila kamu berdua menyampaikan ayat-ayat Allah,
seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ
إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ}
Hai Rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah:
67)
sampai dengan firman-Nya:
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ
النَّاسِ
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)
Dan firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ
وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا}
(yaitu) orang-orang yang
menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada
merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah
sebagai Pembuat perhitungan. (Al-Ahzab:
39)
Artinya, cukuplah Allah sebagai
Penolong, Pembantu, dan Pendukung. Karena itulah diberitakan oleh Allah kepada
keduanya bahwa akibat yang terpuji hanyalah bagi mereka berdua dan orang-orang
yang mengikuti mereka di dunia dan akhirat. Untuk itulah disebutkan dalam
firman berikutnya:
{أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا
الْغَالِبُونَ}
kamu berdua dan orang-orang
yang mengikuti kamulah yang menang. (Al-Qashash:
35)
Sama seperti yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي
إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}
Allah telah menetapkan, 'Aku
dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.
(Al-Mujadilah: 21)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ
آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا}
Sesungguhnya Kami menolong
rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Al-Mu-min: 51), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir memberikan
pengarahannya bahwa makna firman Allah Swt.: dan Kami berikan kepadamu
berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu. (Al-Qashash:
35) Kemudian firman berikutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu:
(berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami, kamu
berdua dan orang-orang yang mengikuti kamulah yang menang. (Al-Qashash: 35)
Makna yang dimaksud ialah bahwa
kamu berdua dan orang-orang yang mengikutimulah yang beroleh kemenangan berkat
ayat-ayat (mukjizat-mukjizat) Kami. Tidak diragukan lagi bahwa makna ini sahih,
namun makna yang sama terkandung pula dalam pengarahan pertama (makna pertama),
untuk itu tidak diperlukan lagi adanya pengarahan ini.
Al-Qashash, ayat 36-37
{فَلَمَّا جَاءَهُمْ
مُوسَى بِآيَاتِنَا بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَذَا إِلا سِحْرٌ مُفْتَرًى وَمَا
سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الأوَّلِينَ (36) وَقَالَ مُوسَى رَبِّي أَعْلَمُ
بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَى مِنْ عِنْدِهِ وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ
إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (37) }
Maka tatkala Musa datang kepada
mereka dengan (membawa) mukjizat-mukjizat Kami yang nyata,
mereka berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami
belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami
dahulu.” Musa menjawab, "Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa
petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di
negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang
zalim.”
Allah Swt. menceritakan
kedatangan Musa dan saudaranya Harun kepada Fir'aun dan pembesar-pembesar
kerajaannya. Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang nyata yang
telah dianugerahkan oleh Allah kepada keduanya untuk membuktikan kebenaran dari
berita yang disampaikan oleh keduanya dari Allah yang memerintahkan agar
mengesakan-Nya dan mengikuti perintah-perintah-Nya. Tatkala Fir'aun dan
pembesar-pembesar kaumnya menyaksikan, melihat dengan mata kepala sendiri,
sehingga merasa yakin dalam hatinya bahwa hal tersebut datang dari sisi Allah,
maka mereka dengan kekafiran dan kezalimannya berbalik mengingkari dan
mendustakannya. Demikian itu karena kesewenang-wenangan dan sikap angkuh mereka
yang tidak mau mengikuti perkara hak. Untuk itu mereka mengatakan:
{مَا هَذَا إِلا سِحْرٌ مُفْتَرًى}
Ini tidak lain hanyalah sihir
yang dibuat-buat. (Al-Qashash: 36)
Yakni yang diada-adakan dan
dibuat-buat dengan tujuan menentang Fir'aun untuk menyaingi kekuasaannya
melalui tipu daya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا
الأوَّلِينَ}
"dan kami belum pernah
mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek
moyang kami dahulu.” (Al-Qashash: 36)
Seruan tersebut ialah yang
memerintahkan untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Mereka
menjawab, "Kami belum pernah melihat seorang pun dari nenek moyang kami
dahulu yang memeluk agama seperti itu. Dan kami belum pernah melihat
orang-orang melainkan mereka mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang
lain." Maka Musa a.s. menjawab perkataan mereka, seperti apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبِّي أَعْلَمُ بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَى
مِنْ عِنْدِهِ}
Tuhanku
lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya. (Al-Qashash: 37)
Yaitu di antara aku dan kalian,
dan kelak Dia akan memberikan keputusan antara aku dan kalian. Karena itulah
disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ}
dan siapa yang akan mendapat
kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. (Al-Qashash:
37)
Yakni pertolongan, kemenangan,
dan dukungan dari-Nya.
{إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ}
"Sesungguhnya
tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang zalim.” (Al-Qashash: 37)
Maksudnya, orang-orang yang
mempersekutukan Allah Swt.
Al-Qashash, ayat 38-42
{وَقَالَ فِرْعَوْنُ
يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا
هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ
مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ (38) وَاسْتَكْبَرَ هُوَ
وَجُنُودُهُ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لَا
يُرْجَعُونَ (39) فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ
فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ (40) وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنْصَرُونَ (41)
وَأَتْبَعْنَاهُمْ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا لَعْنَةً وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ هُمْ
مِنَ الْمَقْبُوحِينَ (42) }
Dan berkata Fir’aun, "Hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah,
hai Haman, untukku tanah liat. Kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi
supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar
yakin bahwa dia termasuk orang-orang yang pendusta, " dan berlaku
angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa
alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan
kepada Kami. Maka Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami
lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang
zalim. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke
neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikutkanlah
laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk
orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).
Allah Swt. menceritakan
kekafiran Fir'aun, kesewenang-wenangannya, dan apa yang dibuat-buatnya yang
mengaku-aku bahwa dirinya adalah tuhan. Semoga laknat Allah tetap atas dirinya,
seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ}
Maka Fir’aun mempengaruhi
kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh
kepadanya. (Az-Zukhruf: 54), hingga akhir ayat.
Demikian itu karena Fir'aun
menyeru mereka untuk mengakui bahwa dirinya adalah tuhan, lalu mereka
menaatinya karena kebodohan mereka dan hati mereka yang kosong.
Fir'aun mengatakan kepada
mereka:
{يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي}
Hai pembesar kaumku, aku
tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. (Al-Qashash:
38)
Allah Swt. menceritakan perihal
sepak terjang Fir'aun melalui firman-Nya:
{فَحَشَرَ فَنَادَى * فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ
الأعْلَى * فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى * إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى}
Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesar kaumnya), lalu berseru memanggil kaumnya.' (Seraya)
berkata, "Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” Maka Allah mengazabnya
dengan azab di akhirat dan azab di dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (An-Nazi'at:
23-26)
Yakni dia mengumpulkan kaumnya
dan berseru kepada mereka dengan suara yang keras seraya menjelaskan hal
tersebut kepada mereka, lalu mereka menaati dan mendengarkannya. Karena itulah
Allah mengazab dia dan menjadikan dia sebagai pelajaran bagi yang lainnya di
dunia dan akhirat. Hingga Fir'aun sendiri berani mengemukakan hal tersebut
kepada Musa melalui perkataannya yang disitir oleh firman-Nya:
{لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي
لأجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ}
Sungguh jika kamu menyembah
Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang
dipenjarakan. (Asy-Syu'ara: 29)
Adapun
firman Allah Swt.:
{فَأَوْقِدْ لِي
يَاهَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى
إِلَهِ مُوسَى}
Maka
bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat. Kemudian buatkanlah untukku bangunan
yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. (Al-Qashash: 38)
Fir'aun memerintahkan kepada
Haman —patihnya— yang mengatur rakyatnya dan yang menjalankan roda
pemerintahannya, agar membakar tanah liat (yakni batu bata) untuk membuat
menara yang tinggi, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي
صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الأسْبَابَ. أَسْبَابَ السَّمَوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى
إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ
عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلا فِي تَبَابٍ}
Dan berkatalah Fir'aun,
"Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku
sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu
langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya
seorang pendusta.” Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang
buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya
Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian. (Al-Mu-min: 36-37)
Demikian itu karena Fir'aun
memang membangun menara yang tinggi itu yang di masanya belum pernah ada
bangunan setinggi itu. Hal tersebut tiada lain karena ia ingin membuktikan di
mata rakyatnya akan kedustaan Musa dalam anggapannya yang mengatakan bahwa ada
Tuhan lain selain Fir'aun. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ}
dan sesungguhnya aku
benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta. (Al-Qashash: 38)
dalam ucapannya yang mengatakan
bahwa ada Tuhan lain selain diriku, bukan karena dia dusta bahwa Allah Swt.
telah mengutusnya, sebab pada prinsipnya Fir'aun tidak mengakui adanya Tuhan
Yang Maha Pencipta. Karena dia pernah mengatakan, seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Siapakah Tuhan semesta alam
itu? (Asy-Syu'ara: 23)
{لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا
غَيْرِي لأجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ}
Sungguh jika kamu menyembah
tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.
(Asy-Syu'ara: 29)
Dan firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي}
Hai pembesar-pembesarku, aku
tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. (Al-Qashash:
38)
Demikianlah menurut pendapat
Ibnu Jarir.
Firman Allah
Swt.:
{وَاسْتَكْبَرَ هُوَ
وَجُنُودُهُ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لَا
يُرْجَعُونَ}
dan
berlaku angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka
menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. (Al-Qashash:
39)
Mereka berlaku sewenang-wenang,
zalim, dan banyak menimbulkan kerusakan di bumi (Mesir) serta berkeyakinan
bahwa kiamat itu tidak ada dan hari berbangkit itu tidak ada.
{فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ
عَذَابٍ.إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ}
karena itu Tuhanmu menimpakan
kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al-Fajr: 13-14)
Karena itulah disebutkan dalam
surat ini oleh firman-Nya:
{فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ
فِي الْيَمِّ}
Maka Kami hukumlah Fir’aun
dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. (Al-Qashash: 40)
Yakni Kami tenggelamkan mereka
di laut dalam waktu yang sebentar di pagi hari sehingga tiada yang tersisa
seorang pun dari mereka.
{فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الظَّالِمِينَ. وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ}
Maka lihatlah bagaimana
akibat orang-orang yang zalim. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang
menyeru (manusia) ke neraka. (Al-Qashash:
40-41)
bagi orang yang mengikuti jejak
mereka dalam mendustakan rasul-rasul dan menelantarkan hak Tuhan Yang Maha
Pencipta.
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنْصَرُونَ}
dan pada hari kiamat mereka
tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41)
Maka terhimpunlah pada diri
mereka kehinaan di dunia dan terus berlangsung dengan kehinaan di akhirat,
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَهْلَكْنَاهُمْ فَلا نَاصِرَ لَهُمْ}
Kami telah membinasakan
mereka; maka tidak ada seorang penolong pun bagi mereka. (Muhammad: 13)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَأَتْبَعْنَاهُمْ فِي
هَذِهِ الدُّنْيَا لَعْنَةً}
Dan
Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini. (Al-Qashash: 42)
Artinya, Allah memberlakukan
laknat terhadap mereka dan raja mereka (yaitu Fir'aun) pada lisan orang-orang yang
beriman dari kalangan hamba-hamba-Nya lagi mengikuti rasul-rasul-Nya,
sebagaimana mereka pun dilaknat di dunia melalui lisan para nabi dan para
pengikutnya.
{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ هُمْ مِنَ
الْمَقْبُوحِينَ}
dan pada hari kiamat mereka
termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat
Allah). (Al-Qashash: 42)
Qatadah mengatakan bahwa makna
ayat ini sama dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
{وَأُتْبِعُوا فِي هَذِهِ لَعْنَةً وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِئْسَ الرِّفْدُ الْمَرْفُودُ}
Dan mereka selalu diikuti
dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di
hari kiamat. Laknat itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan. (Hud: 99)
Al-Qashash, ayat 43
{وَلَقَدْ آتَيْنَا
مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ
لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (43) }
Dan sesungguhnya telah Kami berikan
kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan
generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita, petunjuk, dan rahmat
bagi manusia, agar mereka ingat.
Allah Swt. menceritakan anugerah
yang telah diberikan-Nya kepada hamba dan Rasul-Nya Musa a.s. Yaitu Dia telah
menurunkan kitab Taurat kepadanya sesudah Fir'aun dan pembesar-pembesar
kaumnya dibinasakan.
Firman Allah Swt.:
{مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ
الأولَى}
sesudah Kami binasakan
generasi-generasi yang terdahulu.”(Al-Qashash: 43)
Yakni sesudah Taurat diturunkan,
tiada lagi suatu umat yang diazab secara menyeluruh, melainkan Dia
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk memerangi musuh-musuh Allah
dari kalangan kaum musyrik. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَجَاءَ فِرْعَوْنُ وَمَنْ قَبْلَهُ
وَالْمُؤْتَفِكَاتُ بِالْخَاطِئَةِ * فَعَصَوْا رَسُولَ رَبِّهِمْ فَأَخَذَهُمْ
أَخْذَةً رَابِيَةً}
Dan telah datang Fir’aun dan
orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri
yang dijungkirbalikkan karena kesalahan yang besar. Maka (masing-masing) mereka
mendurhakai rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang
keras. (Al-Haqqah: 9-10)
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad
dan Abdul Wahhab. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf ibnu
Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Allah tidak lagi
mengazab suatu kaum pun dengan azab —baik dari langit maupun dari bumi— sesudah
kitab Taurat diturunkan ke muka bumi, selain penduduk kota yang diserapah
semuanya menjadi kera pada masa sesudah Nabi Musa. Kemudian Abu Sa'id Al-Khudri
r.a. membaca firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa
Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang
terdahulu., (Al-Qashash: 43), hingga akhir. ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
melalui hadis Auf ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi dengan lafaz yang semisal. Hal
yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya
melalui Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Yahya ibnu Qattan, dari Auf, dari Abu
Nadrah, dari Abu Sa'id secara mauquf.
رَوَاهُ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ
عوف، عن أبي نضرة، عن أبي سعيد -رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ:"مَا أهلكَ اللَّهُ قَوْمًا بِعَذَابٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَلَا مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا قَبْلَ مُوسَى"، ثُمَّ قَرَأَ: {وَلَقَدْ
آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى}
Kemudian ia meriwayatkannya
melalui Nasr ibnu Ali, dari Abdul Ala, dari Auf, dari Abu Nadrah, dari Abu
Sa'id yang me-rafa '-kannya sampai kepada Nabi Saw., bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda: Tidaklah Allah mengazab suatu kaum dengan azab —baik
dari langit maupun dari bumi— melainkan sebelum masa Musa. Kemudian Nabi
Saw. membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa
Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang
terdahulu. (Al-Qashash: 43), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt.:
{بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً}
untuk menjadi pelita,
petunjuk, dan rahmat bagi manusia. (Al-Qashash: 43)
agar tidak buta dan sesat dan
agar mendapat petunjuk ke jalan yang benar dan mendapat rahmat, yakni petunjuk
untuk mengerjakan amal saleh.
{لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}
agar mereka ingat. (Al-Qashash: 43)
Yakni agar manusia ingat dengan
adanya pelajaran tersebut dan mendapat petunjuk.
Al-Qashash, ayat 44-47
{وَمَا كُنْتَ
بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ وَمَا كُنْتَ مِنَ
الشَّاهِدِينَ (44) وَلَكِنَّا أَنْشَأْنَا قُرُونًا فَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ
الْعُمُرُ وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِنَا وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (45) وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ
إِذْ نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ
مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (46) وَلَوْلا أَنْ
تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلا
أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
(47) }
Dan tidaklah
kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami
menyampaikan perintah kepada Musa, dan tiada pula kamu termasuk orang-orang
yang menyaksikan. Tetapi Kami telah mengadakan beberapa generasi, dan
berlalulah atas mereka masa yang panjang, dan tiadalah kamu tinggal
bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka,
tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul. Dan tiadalah kamu berada di dekat
Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beri tahukan itu
kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada
kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi
peringatan sebelum kamu agar mereka ingat. Dan agar mereka tidak mengatakan
ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan.”Ya Tuhan kami,
mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti
ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mukmin.”
Allah Swt. berfirman,
menandaskan bukti kenabian Nabi Muhammad Saw., mengingat Nabi Saw. dapat
menceritakan kisah-kisah masa lalu seakan-akan dia mendengar, dan
menyaksikannya sendiri, seperti yang telah disebutkan di atas. Padahal beliau
adalah seorang lelaki yang ummi, tidak dapat membaca dan menulis, lagi
dilahirkan di kalangan kaum yang tidak mengetahui sesuatu pun tentang kisah
tersebut. Sebagaimana yang beliau lakukan ketika mengisahkan tentang cerita
Maryam dan semua yang dialaminya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ
أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ
يَخْتَصِمُونَ}
Padahal kamu tidak hadir
beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara
Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (Ali
Imran: 44)
Yakni kamu tidak menghadiri
peristiwa itu, tetapi Allah-lah yang menceritakannya kepadamu melalui
wahyu-Nya. Hal yang sama terjadi tatkala beliau menceritakan tentang Nabi Nuh
dan kaumnya serta penyelamatan yang dilakukan oleh Allah terhadapnya, sedangkan
kaumnya ditenggelamkan. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا
إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا
فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ}
Itu adalah di antara
berita-berita penting tentang yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu
sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya akhir yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa. (Hud: 49)
Dan firman Allah Swt. lainnya
dalam surat yang sama:
{ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْقُرَى نَقُصُّهُ
عَلَيْكَ}
Itu adalah sebagian dari
berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad). (Hud: 100)
Sesudah itu disebutkan pula oleh
firman-Nya dalam kisah Yusuf:
{ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ
إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ}
Demikian itu (adalah) di antara berita-berita yang gaib yang Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad); padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika
mereka memutuskan rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan
mereka sedang mengatur tipu daya. (Yusuf: 102)
Di dalam surat Taha disebutkan
oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ
مَا قَدْ سَبَقَ}
Demikianlah Kami kisahkan
kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang
telah lalu. (Taha: 99), hingga akhir ayat.
Dalam surat ini sesudah menceritakan
kisah Musa dari awal hingga akhir, dan bagaimana permulaan wahyu-Nya kepada
Musa serta pembicaraanNya dengan Musa secara langsung, Allah Swt. berfirman:
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ
قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ}
Dan tiadalah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami
menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44)
Maksudnya, tidaklah kamu
Muhammad sedang berada di sisi bukit yang sebelah barat tempat Allah berbicara
langsung kepada Musa, yaitu di pohon yang terletak di sebelah timur lembah itu.
{وَمَا كُنْتَ مِنَ الشَّاهِدِينَ}
dan tiada pula kamu termasuk
orang-orang yang menyaksikan. (Al-Qashash: 44)
Yakni menyaksikan hal tersebut,
tetapi Allah-lah yang menceritakan kepadamu melalui wahyu-Nya, dimaksudkan
sebagai hujah dan bukti terhadap generasi-generasi berikutnya yang mana mereka
telah melupakan hujah-hujah Allah terhadap mereka, dan melupakan pula apa yang
telah diwahyukan oleh Allah kepada para nabi terdahulu. Firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا فِي أَهْلِ مَدْيَنَ
تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا}
dan tidaklah kamu tinggal
bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. (Al-Qashash: 45)
Artinya, tiadalah kamu tinggal
bersama penduduk kota Madyan seraya membacakan kepada mereka ayat-ayat Kami,
ketika kamu menceritakan perihal nabi mereka (yaitu Syu'aib a.s.) dan apa yang
ia katakan kepada kaumnya serta jawaban kaumnya terhadapnya.
{وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ}
tetapi Kami telah mengutus
rasul-rasul. (Al-Qashash: 45)
Yakni tetapi Kami mewahyukan hal
tersebut kepadamu dan Kami utus kamu kepada manusia sebagai rasul.
{وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ
نَادَيْنَا}
Dan tiadalah kamu berada di
dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa).(Al-Qashash:
46)
Abu Abdur Rahman An-Nasai telah
mengatakan di dalam kitab tafsir dari kitab sunannya, bahwa telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Hajar, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari
Hamzah Az-Zayyat, dari Al-A'masy, dari Ali ibnu Mudrik, dari Abu Zar'ah, dari
Abu Hurairah r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah kamu
berada di dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa). (Al-Qashash: 46 )
Abu Hurairah mengatakan bahwa mereka diseru, "Hai umat Muhammad, Aku
memberi kalian sebelum kalian meminta kepada-Ku; dan Aku perkenankan kepada
kalian sebelum kalian mendoa kepada-Ku."
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Jama'ah, dari Hamzah ibnu
Habib Az-Zayyat, dari Al-A'masy. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Waki
dan Yahya ibnu Isa, dari Al-A'masy, dari Ali ibnu Mudrik, dari Abu Zar'ah ibnu
Amr ibnu Jarir yang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk perkataannya.
Muqatil ibnu Hayyan telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah kamu berada di
dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa). (Al-Qashash: 46) Yakni menyeru
umatmu yang masih berada di dalam sulbi bapak-bapak mereka agar beriman
kepadamu jika kamu diutus.
Qatadah telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah kamu berada di dekat Gunung
Tur ketika Kami menyeru. (Al-Qashash: 46) Maksudnya, menyeru Musa.
Pendapat ini —hanya Allah Yang
Maha Mengetahui— lebih mendekati kebenaran, karena ada firman-Nya yang
menyebutkan: Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah
barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44)
Hal yang sama disebutkan oleh
firman-Nya dengan ungkapan yang lebih khusus dari hal tersebut:
{وَإِذْ نَادَى رَبُّكَ مُوسَى}
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa. (Asy-Syu'ara: 10)
{إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ
بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى}
Tatkala Tuhannya memanggilnya
di lembah suci ialah Lembah Tuwa. (An-Nazi'at: 16)
Dan firman Allah Swt.:
{وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ
الأيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا}
Dan Kami telah memanggilnya
dari sebelah kanan Gunung Tur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di
waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلَكِنْ رَحْمَةً
مِنْ رَبِّكَ}
tetapi (Kami beri tahukan itu kepadamu) sebagai
rahmat dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 46)
Yakni kamu tidak menyaksikan
sesuatu pun dari hal tersebut, tetapi Allahlah yang mewahyukan dan
menceritakannya kepadamu sebagai rahmat dari Dia kepadamu dan kepada semua
hamba yang engkau diutus kepada mereka.
{لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ
نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}
supaya kamu memberi
peringatan kepada kaum (Quraisy) yang
sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar
mereka ingat. (Al-Qashash: 46)
Maksudnya, agar mereka mendapat
petunjuk dari apa yang kamu sampaikan kepada mereka dari Allah Swt.
{وَلَوْلا أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا
قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا}
Dan agar mereka tidak
mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan,
"Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami.” (Al-Qashash: 47)
Yakni Kami utus kamu kepada
mereka untuk menegakkan hujah terhadap mereka dan agar tiada alasan lagi bagi
mereka manakala azab Allah datang menimpa mereka disebabkan kekafiran mereka,
yang mana mereka pasti akan beralasan bahwa belum pernah datang kepada mereka
seorang utusan dan pemberi peringatan. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah
Swt. sesudah menyebutkan bahwa Dia telah menurunkan Kitab-Nya yang diberkati,
yaitu Al-Qur'an:
{أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنزلَ الْكِتَابُ
عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ
لَغَافِلِينَ أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنزلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا
أَهْدَى مِنْهُمْ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ}
(Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar
kamu (tidak) mengatakan bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua
golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang
mereka baca. Atau agar kamu (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya
jikalau kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk
dari mereka.” Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari
Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. (Al-An'am: 156-157)
Dan firman Allah Swt. lainnya
yang mengatakan:
{رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا
يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ}
(Mereka Kami utus) selaku
rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (An-Nisa:
165)
Dan Firman Allah Swt.:
{يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ
رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا
جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ}
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya
telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat
Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu
tidak mengatakan, "Tidak datang kepada kami, baik seorang pembawa berita
gembira maupun seorang pemberi peringatan.” Sesungguhnya telah datang kepadamu
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Maidah: 19), hingga
akhir ayat.
Ayat-ayat mengenai hal ini cukup
banyak.
Al-Qashash, ayat 48-51
{فَلَمَّا جَاءَهُمُ
الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ مُوسَى
أَوَلَمْ يَكْفُرُوا بِمَا أُوتِيَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ قَالُوا سِحْرَانِ
تَظَاهَرَا وَقَالُوا إِنَّا بِكُلٍّ كَافِرُونَ (48) قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
(49) فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (50) }{وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ
الْقَوْلَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (51) }
Maka tatkala datang kepada mereka
kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, "Mengapakah tidak diberikan
kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa
dahulu?” Dan bukankah mereka- itu telah ingkar (juga) kepada apa yang
diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun
adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu.” Dan mereka (juga) berkata,
"Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu.”
Katakanlah, "Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab
itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan
Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang
benar.” Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa
sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya telah Kami
turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada mereka agar
mereka mendapat pelajaran.
Allah Swt. berfirman,
menceritakan perihal kaum yang seandainya mereka diazab sebelum tegaknya hujah
atas diri mereka, tentulah mereka akan beralasan bahwa belum pernah datang
kepada mereka seorang rasul pun. Namun ketika datang kebenaran dari sisi Allah
melalui lisan Nabi Muhammad Saw., mereka mengatakan dengan nada membangkang,
ingkar, kafir, bodoh, dan tidak percaya kepada Allah:
{لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ مُوسَى}
Mengapakah tidak diberikan
kepadanya (Muhammad) seperti yang telah
diberikan kepada Musa dahulu? (Al-Qashash: 48), hingga akhir ayat.
Mereka bermaksud —hanya Allah
Yang Maha Mengetahui— mukjizat-mukjizat yang cukup banyak yang diberikan oleh
Allah kepada Musa a.s., seperti tongkat, tangan yang bersinar, banjir,
belalang, kutu, katak, darah, dan paceklik karena kurang pangan dan buah-buahan
yang menyulitkan musuh-musuh Allah. Juga seperti terbelahnya laut, dinaungi
oleh awan ke mana pergi, diturunkannya manna dan salwa serta
mukjizat-mukjizat lainnya yang jelas dan hujah-hujah yang mengalahkan musuh,
yang semuanya itu diberikan oleh Allah Swt. kepada Musa a.s. sebagai hujah dan
bukti kebenarannya terhadap Fir'aun dan pembesar-pembesar kerajaannya, juga
terhadap kaumnya sendiri (yaitu Bani Israil). Sekali pun demikian, Musa a.s.
tidak memperoleh keberhasilan terhadap Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya,
bahkan mereka kafir kepada Musa dan Harun, sebagaimana yang tersirat dari
jawaban mereka yang disitir oleh firman Allah Swt.:
{أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا
عَلَيْهِ آبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الأرْضِ وَمَا نَحْنُ
لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ}
Apakah kamu datang kepada
kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami
mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami
tidak akan mempercayai kamu berdua. (Yunus: 78)
Dan firman Allah Swt.:
{فَكَذَّبُوهُمَا فَكَانُوا مِنَ
الْمُهْلَكِينَ}
Maka (tetaplah) mereka mendustakan keduanya, sebab itu mereka adalah
termasuk orang-orang yang dibinasakan. (Al-Mu-minun: 48)
Karena itulah dalam surat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَكْفُرُوا بِمَا أُوتِيَ مُوسَى
مِنْ قَبْلُ}
Dan bukankah mereka itu telah
ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada
Musa dahulu? (Al-Qashash: 48)
Maksudnya, bukankah manusia
dahulu ingkar kepada ayat-ayat yang besar yang disampaikan oleh Musa a.s.
{قَالُوا سِحْرَانِ تَظَاهَرَا}
mereka dahulu telah berkata,
"Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu.” (Al-Qashash: 48)
Yakni dua orang tukang sihir
yang saling bantu-membantu.
{وَقَالُوا إِنَّا بِكُلٍّ كَافِرُونَ}
dan mereka berkata (juga), "Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing
mereka itu.” (Al-Qashash: 48)
yakni terhadap Musa dan Harun
kami tidak percaya. Dan mengingat kedekatan keduanya hingga boleh dikata tidak
pernah berpisah di antara keduanya, maka dengan menyebut salah seorang dari
keduanya berarti yang lain terbawa, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang
penyair berikut:
فمَا أدْري إذَا يَمَّمْتُ أرْضًا ... أريدُ الخَيْرَ أيهُمَا يَليني ...
Apabila
aku melangkah ke sebuah negeri, aku tidak tahu takdir baikkah yang akan
kudapatkan ataukah yang lain.
Yakni aku tidak tahu takdir baik
atau burukkah yang bakal menimpaku.
Mujahid mengatakan bahwa
orang-orang Yahudi menyarankan kepada kaum Quraisy untuk mengatakan kepada
Muhammad kalimat tersebut. Maka Allah berfirman: Dan bukankah mereka itu
telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu?;
mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang
saling membantu." (Al-Qashash: 48) Yang dimaksud dengan saling
membantu adalah keduanya saling membantu dan menolong untuk melakukan sihir,
yang satu membenarkan yang lain.
Hal yang sama telah dikatakan
oleh Sa'id ibnu Jubair dan Abu Razin sehubungan dengan firman-Nya, sahirani yakni
Musa dan Harun keduanya tukang sihir. Pendapat ini berpredikat jayid alias
baik. Hanya Allah yang lebih mengetahui.
Muslim ibnu Yasir telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Mereka berkata,
"Keduanya adalah dua ahli sihir yang saling membantu." (Al-Qashash:
48) Yakni yang mereka maksudkan adalah Musa a.s. dan Muhammad Saw. Demikianlah
menurut riwayat Al-Hasan Al-Basri.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan keduanya adalah Isa a.s. dan Muhammad Saw. Akan
tetapi, pendapat ini jauh dari kebenaran, mengingat Isa tidak disebut dalam
kontek ayat ini. Hanya Allah yang lebih mengetahui.
Adapun menurut ulama yang
membaca sihrani tazahara, menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi dari Ibnu
Abbas disebutkan bahwa yang dimaksud adalah Taurat dan Al-Qur'an.
Hal yang serupa dikatakan oleh
Asim Al-Jundi, As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam As-Saddi
mengatakan bahwa masing-masing dari kedua kitab itu membenarkan yang lain.
Ikrimah mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah Taurat dan Injil, menurut riwayat yang dikemukakan dari Abu
Zar'ah; dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ad-Dahhak dan Qatadah mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah Injil dan Al-Qur'an. Hanya Allah yang lebih
mengetahui.
Menurut pengertian lahiriah dari
qiraat sihrani adalah Taurat dan Al-Qur'an, sebab dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ}
Katakanlah.”Datangkanlah
olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan
Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya. (Al-Qashash: 49)
Dan sering sekali Allah
menyebutkan secara bergandengan antara kitab Taurat dan kitab Al-Qur'an,
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{قُلْ مَنْ أَنزلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ
بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ}
Katakanlah, "Siapakah
yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh
Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia?" (Al-An'am: 91)
sampai dengan firman-Nya:
{وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ}
Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkati.
(Al-An'am: 92)
Dan di akhir surat Al-An'am
disebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ تَمَامًا
عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ}
Kemudian Kami telah
memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk
menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am:
154), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ
وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ}
Dan Al-Qur'an itu adalah
kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar
kamu diberi rahmat. (Al-An'am: 155)
Jin dalam surat Al-Ahqaf
mengatakan, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ
بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ }
sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah
diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. (Al-Ahqaf:
30)
Waraqah ibnu Naufal telah
mengatakan, "Malaikat (Jibril) inilah yang pernah diturunkan kepada
Musa." Dan merupakan hal yang telah dimaklumi secara daruri bagi
semua orang yang berakal, bahwa Allah Swt. tidaklah menurunkan suatu kitab dari
langit di antara kitab-kitab yang Dia turunkan kepada nabi-nabi-Nya dalam
bentuk yang lebih sempurna, lebih mencakup, lebih fasih, lebih besar, dan lebih
mulia selain dari Al-Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Sesudah itu dalam hal tingkatan kemuliaan dan kebesarannya adalah kitab
yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., yaitu kitab yang disebutkan oleh Allah
Swt. melalui firman-Nya:
{إِنَّا أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى
وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ
وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ
شُهَدَاءَ}
Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk
dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara
orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh
orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. (Al-Maidah: 44)
Sedangkan kitab Injil diturunkan
hanyalah untuk menyempurnakan kitab Taurat dan menghalalkan sebagian dari apa
yang diharamkan atas kaum Bani Israil. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Katakanlah,
"Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan
Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kalian sungguh orang-orang yang
benar. (Al-Qashash: 49)
dalam membela kebenaran dan
menentang kebatilan dengannya.
Firman
Allah Swt.:
{فَإِنْ لَمْ
يَسْتَجِيبُوا لَكَ}
Maka
jika mereka tidak menjawab (tantanganmu).
(Al-Qashash: 50)
Yakni jika mereka tidak menjawab
apa yang kamu katakan kepada mereka dan mereka tetap tidak mau mengikuti
perkara yang hak.
{فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ
أَهْوَاءَهُمْ}
ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).
(Al-Qashash: 50)
tanpa dalil dan tanpa alasan.
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ
بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ}
Dan siapakah yang lebih sesat
daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari
Allah. (Al-Qashash: 50)
tanpa alasan yang diambil dari Kitabullah.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Qashash:
50)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ الْقَوْلَ}
Dan sesungguhnya telah Kami
turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada
mereka. (Al-Qashash: 51)
Mujahid mengatakan bahwa maksud
ayat tersebut adalah Kami terangkan perkataan ini kepada mereka.
As-Saddi mengatakan, Kami
jelaskan perkataan ini kepada mereka.
Qatadah mengatakan bahwa Allah
Swt. menceritakan kepada mereka apa yang telah diperbuat-Nya terhadap umat
terdahulu dan apa yang Dia lakukan sekarang.
{لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}
agar mereka mendapat
petunjuk. (Al-Qashash: 51)
Mujahid dan lain-lainnya telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: telah Kami turunkan berturut-turut
kepada mereka. (Al-Qashash: 51) bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah
orang-orang Quraisy, dan memang pengertian inilah yang tersimpulkan dari makna
lahiriah ayat.
Tetapi Hammad ibnu Salamah telah
meriwayatkan dari Amr ibnu Dinar, dari Yahya ibnu Ja'dah, dari Rifa'ah ibnu
Qarzah Al-Qurazi, yang menurut Ibnu Mandah disebut Rifa'ah ibnu Syamuel, paman
dari pihak ibunya Siti Safiyyah binti Huyayyin, yang menceraikan istrinya
Tamimah binti Wahb, lalu dikawini oleh Abdur Rahman ibnuz Zubair ibnu Bata
sesudahnya. Demikianlah menurut Ibnul Asir.
Rifa'ah mengatakan bahwa firman
Allah Swt.: Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan perkataan ini kepada
mereka. (Al-Qashash: 51) diturunkan berkenaan dengan sepuluh (orang
Yahudi), saya adalah salah seorang dari mereka.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya dengan keterangan bahwa hadis tersebut merupakan perkataan
Rifa'ah.
Al-Qashash, ayat 52-55
{الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ (52) وَإِذَا
يُتْلَى عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا
كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ (53) أُولَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ
مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (54) وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ
وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَا
نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ (55) }
Orang-orang yang telah Kami
datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula)
dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada
mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya Al-Qur’an
itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah
orang-orang yang membenarkannya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan
kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian
dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila
mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka
berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan
atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”
Allah Swt. menceritakan para
ulama lagi para wali dari kalangan Ahli Kitab, bahwa mereka beriman kepada
Al-Qur’an, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ}
Orang-orang yang telah Kami
berikan Al-Kitab kepadanya, inereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya,
mereka itu beriman kepadanya. (Al-Baqarah: 121)
{وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزلَ
إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ}
Dan sesungguhnya di antara
Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati
kepada Allah. (Ali Imran: 199)
{إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ
سُجَّدًا * وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا
لَمَفْعُولا}
Sesungguhnya orang-orang yang
diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Mahasuci
Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.” (Al-Isra: 107-108)
Dan firman Allah Swt.:
{وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً
لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ
قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ. وَإِذَا سَمِعُوا مَا
أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا
عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ
الشَّاهِدِينَ}
dan Sesungguhnya kamu dapati
yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani". yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak
menymbongkan diri. dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada
Rasul (Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka
sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka
catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran
dan kenabian Muhammad s.a.w.).
Sa'id ibnu Jubair mengatakan
bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan tujuh puluh orang pendeta yang
diutus oleh Raja Najasy setelah mereka datang kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw.
membacakan kepada mereka surat Yasin, yaitu:
{يس. وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ}
Ya Sin. Demi Al-Qur’an yang
penuh hikmah. (Yasin: 1-2), hingga akhir surat.
Lalu mereka menangis dan masuk
Islam. Maka turunlah firman Allah Swt. berkenaan dengan mereka, yaitu:
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ. وَإِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ
إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ}
Orang-orang yang telah Kami
datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an
itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya;
sesungguhnya Al-Quran itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya
kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya.” (Al-Qashash:
52-53)
Maksudnya, sebelum Al-Qur'an
kami adalah orang-orang muslim; yakni orang-orang yang mengesakan Allah, ikhlas
kepada-Nya, dan memenuhi seruan-Nya, Allah Swt. berfirman dalam ayat
selanjutnya:
{أُولَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ
مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا}
Mereka itu diberi pahala dua
kali disebabkan kesabaran mereka. (Al-Qashash: 54)
Yakni mereka yang menyandang
sifat-sifat tersebut adalah orang-orang yang beriman kepada kitab terdahulu dan
kitab yang kemudian (Al-Qur'an). Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: disebabkan
kesabaran mereka. (Al-Qashash: 54) dalam mengikuti perkara yang hak,
sekalipun mengakui hal seperti itu merupakan suatu perbuatan yang sangat berat
dirasakan oleh mereka.
Di dalam sebuah hadis sahih
melalui riwayat Amir Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a.
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ثَلَاثَةٌ يُؤتَونَ أجْرهم مَرّتَين: رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ ثُمَّ آمَنَ بِي، وَعَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَدَّى حَقَّ
اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ، ورَجُل كَانَتْ لَهُ أمَة فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ
تَأْدِيبَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فتزوَّجها"
Ada tiga macam orang yang
pahalanya diberi dua kali, yaitu seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab yang
beriman kepada nabinya, kemudian beriman kepadaku; seorang hamba sahaya yang
menunaikan hak Allah dan hak majikannya; dan seorang lelaki yang mempunyai
seorang budak perempuan, lalu ia mendidiknya dengan baik, kemudian
memerdekakannya dan mengawininya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ
السَّيلَحيني، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: إِنِّي لتحتَ
رَاحِلَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ،
فَقَالَ قَوْلًا حَسَنًا جَمِيلًا وَقَالَ فِيمَا قَالَ: "مَنْ أَسْلَمَ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ فَلَهُ أَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ، وَلَهُ مَا لَنَا وَعَلَيْهِ
مَا عَلَيْنَا
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Sulaiman ibnu Abdur Rahman, dari Al-Qasim ibnu
Abu Umamah yang menceritakan bahwa sesungguhnya ketika ia benar-benar berada di
bawah unta kendaraan Rasulullah Saw. pada hari jatuhnya kota Mekah, beliau
mengucapkan perkataan yang baik lagi indah; antara lain beliau Saw. bersabda: Barang
siapa yang masuk Islam dari kalangan Ahli Kitab, maka ia memperoleh pahala dua
kali; ia memperoleh pahala seperti yang kita peroleh, dan ia menanggung apa
yang ditanggung oleh kita.
Firman
Allah Swt.:
{وَيَدْرَؤُونَ
بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ}
dan
mereka menolak kejahatan dengan kebaikan. (Al-Qashash: 54)
Mereka tidak membalas kejahatan
dengan hal yang semisal, tetapi memaaf dan melupakannya.
{وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}
dan sebagian dari apa yang
telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (Al-Qashash: 54)
Yaitu mereka membelanjakan
sebagian dari rezeki halal yang mereka peroleh kepada makhluk Allah, yaitu
nafkah yang wajib, buat keluarga mereka dan kaum kerabat mereka. Mereka pun
membayar zakat yang fardu dan yang sunat, juga amal taqarrub dan sedekah
nafilah.
Firman
Allah Swt.:
{وَإِذَا سَمِعُوا
اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ}
Dan
apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
darinya. (Al-Qashash: 55)
Yakni mereka tidak bergaul
dengan para pelakunya dan tidak mau berteman dengan mereka, bahkan sikap mereka
adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا
كِرَامًا}
dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَقَالُوا لَنَا
أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي
الْجَاهِلِينَ}
dan
mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu,
kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al-Qashash: 55)
Yakni apabila mereka
dibodoh-bodohi dan dikata-katai dengan ucapan yang tidak layak bagi diri
mereka, maka jawaban mereka adalah berpaling darinya, dan mereka tidak
membalasnya dengan perlakuan yang semisal dari kata-kata yang buruk, dan tiada
yang dikeluarkan oleh lisan mereka kecuali kata-kata yang baik. Karena itulah
Allah Swt. menyebutkan sikap mereka melalui firman-Nya, menyitir ucapan mereka:
{لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}
Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55)
Maksudnya,
kami tidak ingin menempuh jalannya orang-orang yang jahil dan kami tidak menyukainya.
Muhammad
ibnu Ishaq telah mengatakan di dalam kitab As-Sirah, bahwa telah datang
kepada Rasulullah Saw., ketika beliau berada di Mekah, kurang lebih dua puluh
orang Nasrani. Mereka telah mendengar perihal Nabi Saw. saat mereka di negeri
Abesinia; mereka menjumpai Rasulullah Saw. berada di masjid, lalu mereka duduk dengannya,
berbicara dengannya, serta bertanya kepadanya. Saat itu terdapat banyak kaum
laki-laki dari kalangan Quraisy berada di tempat perkumpulan mereka di
sekeliling Ka'bah. Setelah mereka selesai dari menanyai Rasulullah Saw. tentang
berbagai hal yang ingin mereka tanyakan kepadanya, maka Rasulullah Saw. menyeru
mereka untuk menyembah Allah Swt. dan membacakan Al-Qur'an kepada mereka.
Setelah
mereka mendengar bacaan Al-Qur'an itu, maka berlinanganlah air mata mereka.
Lalu mereka memenuhi seruan Allah, beriman kepadaNya, dan membenarkan Nabi-Nya
serta mengetahui dari Nabi Saw. segala apa yang telah disifatkan di dalam kitab
mereka mengenai dirinya.
Ketika mereka bangkit
meninggalkan Nabi Saw., maka Abu Jahal ibnu Hisyam bersama sejumlah orang
Quraisy menyapa mereka seraya mengatakan, "Semoga Allah membuat kalian
kecewa sebagai iringan kafilah; orang-orang di belakang kalian dari kalangan
pemeluk agama kalian mengutus kalian untuk mendatangkan kepada mereka berita
tentang lelaki ini. Tetapi setelah kalian duduk bersamanya, tiada lain kalian
langsung meninggalkan agama kalian, lalu kalian membenarkan ucapannya. Kami
tidak pernah mengetahui ada delegasi yang lebih dungu daripada kalian,"
atau ucapan lainnya yang semisal.
Maka mereka menjawab,
"Kesejahteraan atas kalian. Kami tidak mau bersikap jahil seperti kalian,
bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian; kami tidak merasa
puas dengan kebaikan."
Menurut pendapat yang lain,
rombongan tersebut adalah dari kalangan penduduk Nasrani Najran. Hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui siapakah mereka di antaranya yang sebenarnya. Menurut
pendapat yang lainnya lagi, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, sesungguhnya
berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Orang-orang
yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka
beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. (Al-Qashash: 52) sampai dengan
firman-Nya: kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash:
55)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan
bahwa ia bertanya kepada Az-Zuhri tentang ayat-ayat ini, yakni berkenaan dengan
siapakah penurunannya. Maka Az-Zuhri menjawab bahwa masih terngiang-ngiang di
telinganya perkataan para ulama kita yang mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut
diturunkan berkenaan dengan Raja Negus dan sahabat-sahabatnya, juga ayat-ayat
yang ada di dalam surat Al-Maidah, yaitu firman-Nya:
{ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ
وَرُهْبَانًا} إِلَى قَوْلِهِ: {فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}
Yang demikian itu disebabkan
di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib. (Al-Maidah: 82) sampai dengan firman-Nya: maka
catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran
Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.). (Al-Maidah: 83)
Al-Qashash, ayat 56-57
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي
مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ (56) وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ
أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ
كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ (57) }
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk. Dan mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk
bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah kami tidak
meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang
aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan)
untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui.
Allah Swt. berfirman kepada
Rasul-Nya, bahwa sesungguhnya kamu, hai Muhammad:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ}
tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. (Al-Qashash:
56)
Yakni masalah petunjuk bukanlah
merupakan urusan kamu. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, sedangkan
Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Bagi-Nya hikmah yang tak terperikan dan hujah yang mengalahkan, sebagaimana
yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi
petunjuk (memberi taufik) siapa yang
dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 272)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ
بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia
tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
Tetapi ayat dalam surat
Al-Qashash ini lebih khusus daripada ayat lainnya yang semakna, karena
sesungguhnya disebutkan di dalamnya:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang
yang mau menerima petunjuk. (Al-Qashash: 56)
Artinya, Dia lebih mengetahui
siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Talib, paman
Rasulullah Saw. Padahal Abu Talib adalah orang yang melindunginya, membantunya
dan berdiri di pihaknya, serta mencintainya dengan kecintaan yang sangat secara
naluri, bukan secara syar'i. Tatkala ajal menjelang dan sudah tiba saat
ajalnya, Rasulullah Saw. menyerunya untuk beriman dan masuk Islam. Tetapi
takdir telah mendahuluinya dan nyawanya telah meregang, sedangkan ia masih
tetap berada di dalam kekafirannya. Hanya bagi Allah-lah hikmah yang sempurna.
قَالَ الزُّهْرِيُّ: حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ المسَيَّب، عَنْ
أَبِيهِ -وَهُوَ الْمُسَيَّبُ بْنُ حَزْن الْمَخْزُومِيُّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
-قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ،
وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ. فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا عَمِّ، قُلْ: لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةٌ أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ". فَقَالَ
أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ،
أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ لَهُ
بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ، حَتَّى قَالَ آخَرَ مَا قَالَ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ. وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى} [التوبة: 113] ، بوأنزل فِي أَبِي طَالِبٍ: {إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Az-Zuhri mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab, dari ayahnya Al-Musayyab ibnu Hazn
Al-Makhzumi r.a. yang menceritakan bahwa ketika Abu Talib menjelang ajalnya,
Rasulullah Saw. datang. Beliau Saw. menjumpai Abu Jahal ibnu Hisyam dan
Abdullah ibnu Abu Umayyah ibnul Mugirah ada di sisi Abu Talib. Maka Rasulullah
Saw. bersabda: Wahai paman(ku), ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain
Allah, " yaitu suatu kalimat yang dengannya kelak aku akan membelamu di
hadapan Allah! Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah berkata,
"Hai Abu Talib, apakah kamu tidak suka dengan agama Abdul Muttalib?"
Rasulullah Saw. terus-menerus menawarkan hal itu kepada Abu Talib, tetapi
keduanya selalu menentangnya dengan kalimat itu terhadap Abu Talib. Sehingga di
akhir kalimat yang diucapkan Abu Talib menyatakan bahwa dirinya tetap berada
pada agama Abdul Muttalib, dan menolak untuk mengucapkan kalimat "Tidak
ada Tuhan selain Allah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah,
sungguh aku akan memohonkan ampun buatmu (kepada Allah) selama aku tidak
dilarang memohonkannya buatmu. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tiadalah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah
kaum kerabat(nya). (At-Taubah:113) Dan sehubungan dengan Abu Talib itu
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 56)
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkannya melalui hadis Az-Zuhri.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam Turmuzi:
مِنْ حَدِيثِ يَزِيدُ بْنُ كَيْسَان، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ وفاةُ أَبِي طَالِبٍ أَتَاهُ رسولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَا عَمَّاهُ، قُلْ: لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فَقَالَ: لَوْلَا
أَنْ تُعَيّرني بِهَا قُرَيْشٌ، يَقُولُونَ: مَا حَمَلَهُ عَلَيْهِ إِلَّا جَزَع
الْمَوْتِ، لأقرَرْتُ بِهَا عينَك، لَا أَقُولُهَا إِلَّا لأقرَّ بِهَا عَيْنَكَ.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
melalui hadis Yazid ibnu Kaisan,
dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib
menjelang ajalnya, Rasulullah Saw. datang kepadanya, lalu bersabda: Wahai
paman(ku), ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain Allah," maka aku akan
membelamu dengannya kelak di hari kiamat. Abu Talib menjawab (dengan bahasa
diplomasi), "Seandainya aku tidak merasa khawatir nanti akan dicela oleh
orang-orang Quraisy karena kalimat tersebut, yang akan ditanggapi oleh mereka,
bahwa tiada yang mendorongku mengatakannya melainkan karena takut mati,
tentulah aku akan membuat hatimu senang, padahal aku tidak mengatakannya
melainkan hanyalah untuk membuat hatimu senang." Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk. (Al-Qashash: 56)
Imam Turmuzi menilai hadis ini hasan
garib, bahwa ia tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Yazid ibnu
Kaisan. Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari
Yazid ibnu Kaisan, bahwa telah menceritakan kepadanya Abu Hazim, dari Abu
Hurairah, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Hal yang sama dikatakan oleh
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Asy-Sya'bi, dan Qatadah, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Abu Talib ketika Rasulullah Saw. menawarkan
kepadanya untuk mengucapkan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah."
Abu Talib menolaknya dan mengatakan, "Wahai keponakanku, saya tetap berada
pada agama orang-orang tua," dan perkataan terakhir yang diucapkan Abu
Talib ialah bahwa dirinya berada pada agama Abdul Muttalib.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو
سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم ، عن سعيد بن أَبِي رَاشِدٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ قَيْصَرَ
جَاءَ إليَّ قَالَ: كَتَبَ مَعِي قَيْصَرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا، فَأَتَيْتُهُ فَدَفَعْتُ الْكِتَابَ، فَوَضَعَهُ فِي
حِجْرِهِ، ثُمَّ قَالَ:"مِمَّنْ الرَّجُلُ؟ " قُلْتُ: مِنْ تَنُوخَ.
قَالَ: "هَلْ لَكَ فِي دِينِ أَبِيكَ إِبْرَاهِيمَ الْحَنِيفِيَّةِ؟ "
قُلْتُ: إِنِّي رَسُولُ قَوْمٍ، وَعَلَى دِينِهِمْ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْهِمْ.
فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَظَرَ إِلَى
أَصْحَابِهِ وَقَالَ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa'id ibnu Abu Rasyid yang
mengatakan, "Utusan Kaisar Romawi datang kepadaku, lalu mengatakan,
'Kaisar telah menulis sepucuk surat untuk Rasulullah Saw. melaluiku.' Maka aku
datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan kuserahkan surat itu kepadanya,
lalu beliau meletakkannya di pangkuannya. Kemudian beliau bertanya, 'Dari
manakah lelaki itu?' Aku menjawab, 'Dari kabilah Tanukh (kabilah Arab yang
berpihak kepada Romawi).' Beliau bertanya, 'Apakah kamu memeluk agama bapak
moyangmu Nabi Ibrahim yang hanif?' Aku menjawab, 'Sesungguhnya aku adalah
utusan suatu kaum dan aku memeluk agama mereka, hingga aku kembali kepada
mereka.' Maka Rasulullah Saw. berseri dan memandang kepada para sahabatnya
seraya bersabda: 'Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya.' (Al-Qashash: 56)."
Firman
Allah Swt.:
{وَقَالُوا إِنْ
نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا}
Dan
mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami
akan diusir dari negeri kami." (Al-Qashash: 57)
Allah Swt. menceritakan alasan
sebagian orang-orang kafir yang tidak mau mengikuti jalan petunjuk. Mereka
berkata kepada Rasulullah Saw, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Jika
kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami diusir dari negeri kami. (Al-Qashash:
57) Yakni kami takut jika mengikuti petunjuk yang kamu sampaikan dan menentang
orang-orang Arab musyrik yang ada di sekitar kami, maka mereka akan mengganggu
kami, memerangi kami, dan mengusir kami dari tempat kami berada.
Allah Swt. menjawab ucapan
mereka melalui firman-Nya:
{أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا}
Dan apakah Kami tidak
meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah
suci) yang aman. (Al-Qashash: 57)
Dengan kata lain, apa yang
mereka kemukakan sebagai alasannya adalah dusta dan tidak benar sama sekali;
karena sesungguhnya Allah menempatkan mereka di negeri yang aman dan tanah suci
yang besar, yang sejak pertama kali telah aman. Maka bagaimanakah tanah suci
ini menjadi tanah yang aman bagi mereka, padahal mereka kafir dan syirik,
sedangkan bagi kaum yang beriman dan mengikuti jalan yang benar menjadi kota
yang tidak aman bagi mereka?
Firman
Allah Swt.:
{يُجْبَى إِلَيْهِ
ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ}
yang
didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan). (Al-Qashash: 57)
Yaitu semua buah-buahan yang
beraneka ragam dari daerah sekitarnya, seperti dari Taif, juga dari
tempat-tempat lainnya, begitu pula barang dagangan dan keperluan lainnya.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (Al-Qashash: 57)
Karena itulah mereka mengatakan
perkataan tersebut.
Imam Nasai mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij, bahwa telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu
Mulaikah yang mengatakan bahwa Amr ibnu Syu'aib pernah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas —tetapi ia tidak mendengarnya langsung dari Ibnu Abbas— bahwa Al-Haris
ibnu Amir ibnu Naufal adalah orang yang mengatakan apa yang disitir oleh
firman-Nya: Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan
diusir dari negeri kami. (Al-Qashash: 57)
Al-Qashash, ayat 58-59
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا
مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ
بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ (58) وَمَا كَانَ رَبُّكَ
مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (59) }
Dan berapa banyaknya (penduduk)
negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam
kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada didiami (lagi)
sesudah mereka, kecuali sebagian kecil. Dan Kami adalah pewarisnya. Dan
tiadalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu
seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula)
Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan
kezaliman.
Allah Swt. membantah ucapan
penduduk Mekah (yang kafir) melalui firman-Nya:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ
مَعِيشَتَهَا}
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah
bersenang-senang dalam kehidupannya. (Al-Qashash: 58)
Maksudnya, penduduk kota yang
kelewat batas, jahat, lagi ingkar kepada nikmat-nikmat Allah yang telah Dia
anugerahkan kepada mereka berupa rezeki yang berlimpah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ
آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ}
Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat. (An-Nahl: 112)
sampai dengan firman-Nya:
فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ
وَهُمْ ظَالِمُونَ
karena itu mereka dimusnahkan
azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (An-Nahl:
113)
Karena itulah disebutkan dalam
ayat ini melalui firman-Nya:
{فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ
بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا}
maka itulah tempat kediaman
mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka,
kecuali sebagian kecil. (Al-Qashash: 58)
Yakni tempat tinggal mereka
telah menjadi puing-puing, sehingga tiada lagi kelihatan rumah-rumah bekas
mereka itu.
Firman Allah Swt.:
{وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ}
Dan Kami adalah pewarisnya. (Al-Qashash: 58)
Artinya, dijadikan sebagai
puing-puing yang tiada lagi penduduknya.
Ibnu Abu Hatim telah menyebutkan
suatu riwayat dalam hal ini melalui Ibnu Mas'ud yang pernah mendengar Ka'b
berkata kepada Umar r.a. bahwa sesungguhnya Nabi Sulaiman pernah berkata kepada
burung hantu, "Mengapa kamu tidak memakan tanam-tanaman?" Burung
hantu menjawab, "Karena tumbuh-tumbuhan itulah yang menyebabkan Adam
diusir dari surga." Sulaiman bertanya, "Mengapa kamu tidak meminum
air?" Burung hantu menjawab, "Karena Allah telah menenggelamkan kaum
Nuh dengan air itu." Sulaiman bertanya, "Mengapa kamu tidak bersarang
di puing-puing?" Burung hantu menjawab, "Karena tempat yang telah
menjadi puing-puing itu adalah warisan Allah." Kemudian burung hantu itu
membacakan firman-Nya: Dan Kami adalah pewarisnya. (Al-Qashash: 58)
Kemudian Allah Swt. berfirman
menceritakan tentang keadilan-Nya, bahwa Dia tidak akan membinasakan seseorang
yang berbuat aniaya kepada-Nya, melainkan hanya membinasakan orang-orang yang
telah ditegakkan hujah Allah atas mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى
حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِنَا}
Dan tiadalah Tuhanmu
membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. (Al-Qashash:
59)
Di dalam ayat ini terkandung
dalil yang menunjukkan bahwa nabi yang ummi yaitu Muhammad Saw. yang
diutus dari Ummul Qura (Mekah) adalah utusan bagi semua penduduk kota, baik
dari kalangan bangsa Arab maupun non-Arab. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ
حَوْلَهَا}
agar kamu memberi peringatan
kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan
orang-orang yang di luar lingkungannya. (Al-An'am: 92)
{قُلْ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا}
Katakanlah, "Hai
manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A'raf: 158)
{لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ
بَلَغَ}
supaya dengannya aku memberi
peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An'am: 19)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ
فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara
mereka (orang-orang Quraisy) dan
sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang
diancamkan baginya. (Hud: 17)
Lengkapnya dalil adalah firman
Allah Swt.:
وَإِنْ مِنْ قَرْيَةٍ إِلا
نَحْنُ مُهْلِكُوهَا قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَوْ مُعَذِّبُوهَا عَذَابًا
شَدِيدًا}
Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya
sebelum hari kiamat, atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang
sangat keras. (Al-Isra: 58), hingga akhir ayat.
Allah Swt. memberitahukan bahwa
Dia akan membinasakan setiap kota sebelum hari kiamat, padahal Allah Swt. telah
berfirman dalam ayat yang lain:
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ
رَسُولا}
dan Kami tidak akan mengazab
sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
Maka Allah menjadikan terutusnya
Nabi yang ummi mencakup semua kota, karena dia telah diutus oleh Dia
kepada ibu kotanya yang merupakan kota yang paling dahulu; semua kota menginduk
kepadanya.
Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"بُعِثْتُ إِلَى الْأَحْمَرِ وَالْأَسْوَدِ"
Aku diutus untuk bangsa yang
berkulit merah dan yang berkulit hitam.
Karena itulah maka kenabian dan
kerasulan ditutup olehnya, tiada nabi dan tiada rasul lagi sesudahnya, bahkan
syariatnya tetap berlaku sepanjang masa sampai hari kiamat.
Menurut pendapat yang lain,
firman Allah Swt.:
{حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا}
sebelum Dia mengutus di ibu
kota itu seorang rasul. (Al-Qashash-59)
Bahwa yang dimaksud dengan ummiha
ialah ibu kota dan kota-kota yang terbesarnya. Demikianlah menurut pendapat
Zamakhsyari, dan Ibnul Jauzi serta selain keduanya, pendapat ini tidak terlalu
menyimpang dari kebenaran.
Al-Qashash, ayat 60-61
{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ
شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ
وَأَبْقَى أَفَلا تَعْقِلُونَ (60) أَفَمَنْ وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ
لاقِيهِ كَمَنْ مَتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ (61) }
Dan apa saja yang diberikan kepada
kami, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa
yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak
memahaminya? Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang
baik (surga), lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang
Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi, kemudian dia pada hari kiamat
termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?
Allah Swt. menceritakan tentang
kecilnya dunia dan semua perhiasan dan kemewahan yang terdapat di dalamnya bila
dibandingkan dengan kenikmatan yang besar lagi kekal yang telah disediakan oleh
Allah buat hamba-hamba-Nya yang saleh di negeri akhirat, sebagaimana yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
{مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ
اللَّهِ بَاقٍ}
Apa yang di sisimu akan
lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (An-Nahl: 96)
{وَمَا عِنْدَ اللَّهِ
خَيْرٌ لِلأبْرَارِ}
Dan apa yang di sisi Allah
adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (Ali
Imran: 198)
{وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
فِي الآخِرَةِ إِلا مَتَاعٌ}
padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang
sedikit). (Ar-Ra'd: 26)
Dan firman Allah Swt.:
{بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'la: 16-17)
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ، إِلَّا كَمَا
يَغْمِس أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ، فَلْينظُر مَاذَا يَرْجِعُ
إِلَيْهِ"
Demi Allah, tiadalah
kehidupan di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat melainkan
sebagaimana seseorang dari kalian mencelupkan jari telunjuknya ke laut, maka
hendaknya ia perhatikan apakah yang ia peroleh darinya?
Adapun firman Allah Swt.:
{أَفَلا يَعْقِلُونَ}
Maka apakah kamu tidak
memahaminya? (Al-Qashash: 60)
Yakni tidakkah orang yang
mendahulukan kepentingan dunia dengan meninggalkan kepentingan akhirat
menggunakan akalnya?
Firman
Allah Swt.:
{أَفَمَنْ وَعَدْنَاهُ
وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لاقِيهِ كَمَنْ مَتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ}
Maka
apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga), lalu ia memperolehnya, sama dengan
orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi, kemudian dia pada
hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?
(Al-Qashash: 61)
Maksudnya, apakah orang yang
beriman lagi membenarkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah berupa pahala
yang pasti diperolehnya sebagai imbalan atas amal-amal saleh yang
dikerjakannya, sama dengan orang yang kafir lagi mendustakan hari pertemuan
dengan Allah serta mendustakan janji dan ancaman-Nya, dan yang diperolehnya
hanyalah kenikmatan hidup di dunia yang sangat sebentar.
{ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ
الْمُحْضَرِينَ}
kemudian dia pada hari kiamat
termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam
neraka)? (Al-Qashash: 61)
Mujahid dan Qatadah mengatakan
bahwa makna muhdarin ialah orang-orang yang diazab. Kemudian ada
pula yang mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan
perbandingan antara Rasulullah Saw. dan Abu Jahal. Menurut pendapat yang
lainnya lagi antara Hamzah, Ali di suatu pihak, dan di pihak lain Abu Jahal. Kedua
riwayat ini diketengahkan oleh Mujahid. Makna lahiriah ayat menunjukkan
pengertian umum; perihalnya sama dengan firman Allah Swt. saat menceritakan
perihal orang mukmin yang masuk surga saat ia melihat temannya yang berada di
dasar neraka, sedangkan dia berada di tingkatan yang tinggi di surga, lalu
orang mukmin itu mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
{وَلَوْلا نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ
الْمُحْضَرِينَ}
jikalau tidaklah karena
nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka). (As-Saffat: 57)
Dan firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ
لَمُحْضَرُونَ}
Dan sesungguhnya jin
mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke
neraka). (As-Saffat: 158)
Al-Qashash, ayat 62-67
{وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ
فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ (62) قَالَ
الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ رَبَّنَا هَؤُلاءِ الَّذِينَ أَغْوَيْنَا
أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا
يَعْبُدُونَ (63) وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ
يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَرَأَوُا الْعَذَابَ لَوْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَهْتَدُونَ
(64) وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ (65)
فَعَمِيَتْ عَلَيْهِمُ الأنْبَاءُ يَوْمَئِذٍ فَهُمْ لَا يَتَسَاءَلُونَ (66)
فَأَمَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَنْ يَكُونَ مِنَ
الْمُفْلِحِينَ (67) }
Dan (ingatlah) hari
(di waktu itu) Allah menyeru mereka seraya berkata, "Di manakah
sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?" Berkatalah orang-orang yang
telah tetap hukuman atas mereka, "Ya Tuhan kami, mereka itulah orang-orang
yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri)
sesat, kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau,
mereka sekali-kali tidak menyembah kami.” Dikatakan (kepada mereka), "Serulah
olehmu sekutu-sekutu kamu " lalu mereka menyerunya, maka sekutu-sekutu itu
tidak memperkenankan (seruan) mereka, dan mereka melihat azab. (Mereka
ketika itu berkeinginan) kiranya mereka dahulu menerima petunjuk. Dan (ingatlah)
hari (di waktu itu) Allah menyeru mereka, seraya berkata,
"Apakah jawabanmu kepada para rasul?” Maka gelaplah bagi mereka segala
macam alasan pada hari itu, karena itu "mereka tidak saling tanya-menanya.
Adapun orang yang bertobat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh,
semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.
Allah menceritakan celaan yang
Dia tujukan kepada orang-orang kafir lagi musyrik kelak di hari kiamat saat Dia
menyeru mereka. Allah Swt. berfirman:
{أَيْنَ شُرَكَائي الَّذِينَ كُنْتُمْ
تَزْعُمُونَ}
Di manakah sekutu-sekutu-Ku
yang dahulu kalian katakan? (Al-Qashash: 62)
Yakni di manakah tuhan-tuhan
yang kalian sembah semasa di dunia, berupa berhala-berhala dan tandingan-tandingan
Allah, apakah mereka dapat menolong kalian atau membela dirinya? Ungkapan ini
mengandung kecaman dan ancaman, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا
خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُمْ مَا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاءَ
ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى مَعَكُمْ شُفَعَاءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ
فِيكُمْ شُرَكَاءُ لَقَدْ تَقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنْكُمْ مَا كُنْتُمْ
تَزْعُمُونَ}
Dan sesungguhnya kamu datang
kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada pertama kali,
dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa
yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi
syafaat yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh
telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu
apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah). (Al-An'am: 94)
Adapun
firman Allah Swt.:
{قَالَ الَّذِينَ حَقَّ
عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ}
Berkatalah
orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka. (Al-Qashash: 63)
Yakni setan-setan, para
pembangkang, dan yang menyeru kepada kekafiran.
{رَبَّنَا هَؤُلاءِ الَّذِينَ أَغْوَيْنَا
أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا
يَعْبُدُونَ}
Ya Tuhan kami, mereka inilah
orang-orang yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana
kami (sendiri) sesat, kami menyatakan berlepas
diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah
kami. (Al-Qashash: 63)
Setan-setan itu menyatakan
pengakuannya, bahwa orang-orang tersebut telah mereka sesatkan, dan orang-orang
itu mau mengikuti mereka; tetapi pada akhirnya setan-setan itu berlepas diri
dari penyembahan yang dilakukan mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً
لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا. كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ
عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
Dan mereka telah mengambil
sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung
bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan)
itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya,
dan mereka sembahan-sembahan itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam:
81-82)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ
دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ. وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً
وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ}
Dan siapakah yang lebih sesat
daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat
memperkenankan (doa)nya sampai hari
kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila
manusia dikumpulkan (pada hari kiamat), niscaya sembahan-sembahan itu
menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (Al-Ahqaf:
5-6)
Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada
kaumnya, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
Sesungguhnya berhala-berhala
yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di
antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari kiamat sebagian kamu
mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian
kamu melaknati sebagian (yang lain). (Al-'Ankabut: 25), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ}
(Yaitu) ketika orang-orang
yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka
melihat siksa dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama
sekali. (Al-Baqarah: 166)
sampai dengan firman-Nya:
وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ
مِنَ النَّارِ
dan sekali-kali mereka tidak
akan keluar dari api neraka. (Al-Baqarah: 167)
Karena itulah dalam surat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ}
Dikatakan (kepada mereka), "Serulah olehmu sekutu-sekutu kamu!" (Al-Qashash:
64)
Yaitu untuk menyelamatkan kalian
dari azab, sebagaimana yang kalian harapkan dari mereka semasa di dunia.
{فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ
وَرَأَوُا الْعَذَابَ}
lalu mereka menyerunya, maka
sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan) mereka,
dan mereka melihat azab. (Al-Qashash: 64)
dan mereka yakin bahwa diri
mereka pasti dimasukkan ke dalam neraka.
Firman
Allah Swt.:
{لَوْ أَنَّهُمْ
كَانُوا يَهْتَدُونَ}
(Mereka
ketika itu berkeinginan) kiranya mereka dahulu menerima petunjuk. (Al-Qashash:
64)
Yakni ketika mereka menyaksikan
azab, mereka berkeinginan sekiranya mereka dahulu termasuk orang-orang yang
menerima petunjuk semasa di dunia. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ
زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ
مَوْبِقًا. وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا
وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا}
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Dia berfirman,
"Panggillah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu.”
Mereka lalu memanggilnya, tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka
dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka). Dan orang-orang
yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke
dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi:
52-53)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ
فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ}
Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru
mereka seraya berkata, "Apakah jawabanmu kepada para rasul?” (Al-Qashash:
65)
Seruan pertama mempertanyakan
masalah tauhid, dan yang disebutkan dalam ayat ini mengandung pengukuhan
terhadap kenabian, yakni apakah jawaban kalian terhadap rasul-rasul yang diutus
kepada kalian? Dan bagaimanakah tanggapan kalian kepada mereka? Hal ini seperti
pertanyaan yang diajukan di dalam kubur, yaitu: "Siapakah Tuhanmu,
siapakah nabi panutanmu, dan apakah agamamu?"
Adapun orang mukmin, ia akan
menjawab dengan mengemukakan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhammad Saw. adalah hamba dan rasul-Nya. Sedangkan orang kafir hanya
mengatakan, "Ha, ha, saya tidak tahu." Karena itulah orang kafir
tidak dapat menjawab pertanyaan itu kelak di hari kiamat selain dari diam saja;
karena sesungguhnya orang yang buta saat hidup di dunia, kelak di akhirat lebih
buta dan lebih sesat jalannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{فَعَمِيَتْ عَلَيْهِمُ الأنْبَاءُ
يَوْمَئِذٍ فَهُمْ لَا يَتَسَاءَلُونَ}
Maka gelaplah bagi mereka
segala macam alasan pada hari itu, karena itu mereka tidak saling
tanya-menanya. (Al-Qashash: 66)
Mujahid mengatakan bahwa mereka
tidak dapat mengemukakan alasan-alasan mereka, dan mereka tidak saling bertanya
tentang keturunan.
Firman Allah
Swt.:
{فَأَمَّا مَنْ تَابَ
وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا}
Adapun orang yang bertobat dan beriman serta mengerjakan
amal yang saleh. (Al-Qashash: 67)
semasa di dunianya.
{فَعَسَى أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ}
semoga dia termasuk
orang-orang yang beruntung. (Al-Qashash: 67) '
Yakni
kelak di hari kiamat, dan semoga ia mendapat kemurahan dari Allah; Pengertian
kata 'semoga' merupakan suatu kepastian yang pasti terjadi berkat karunia dan
kemurahan Allah Swt.
Al-Qashash, ayat 68-70
{وَرَبُّكَ يَخْلُقُ
مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ
وَمَا يُعْلِنُونَ (69) وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي
الأولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (70) }
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia
kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci
Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan
Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada
mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di
akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.
Allah Swt. memberitahukan bahwa
hanya Dia sematalah yang mampu mencipta dan memilih, dan bahwa tiada seorang
pun yang menentangNya dalam hal tersebut, serta tiada yang meminta
pertanggungjawaban terhadap-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ
وَيَخْتَارُ}
Dan Tuhanmu menciptakan apa
yang Dia kehendaki dan memilihnya. (Al-Qashash: 68)
Yakni Dia memilih apa yang
dikehendaki-Nya. Maka apa yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak
dikehendaki-Nya pasti tiada. Semua perkara yang baik dan yang buruk berada di
tangan kekuasaan-Nya dan bersumber dari-Nya.
Firman Allah Swt.:
{مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ}
Sekali-kali tidak ada pilihan
bagi mereka. (Al-Qashash: 68)
Menurut pendapat yang paling
sahih di antara dua pendapat, huruf ma dalam ayat ini bermakna nafi, sama
pengertiannya dengan huruf ma yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ
وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ}
Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. (Al-Ahzab: 36)
Akan tetapi, Ibnu Jarir memilih
pendapat yang mengatakan bahwa huruf ma dalam ayat ini adalah ma
mausul yang bermakna al-lazi, sehingga maknanya adalah seperti
berikut: Dan Dia memilih apa yang mengandung kebaikan bagi mereka. Dengan
alasan inilah sebagian dari golongan Mu'tazilah mengatakan wajib menjaga hal
yang lebih baik.
Pendapat yang benar adalah yang
mengatakan bahwa huruf ma ini adalah ma nafiyah, sebagaimana yang
telah dinukil oleh Ibnu Abu Hatim melalui Ibnu Abbas dan lain-lainnya, karena
sesungguhnya kedudukan ayat ini sedang menjelaskan tentang monopoli Allah Swt.
dalam menciptakan makhluk, menentukan ukurannya dan memilihnya, dan bahwa tiada
tandingan bagi-Nya dalam hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا
يُشْرِكُونَ}
Mahasuci Allah dan Mahatinggi
dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).
(Al-Qashash: 68)
Maksudnya, yang dipersekutukan
oleh mereka dengan Allah adalah berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang
tidak dapat menciptakan dan tidak pula dapat memilih sesuatu apa pun.
Kemudian dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ
وَمَا يُعْلِنُونَ}
Dan Tuhanmu mengetahui apa
yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa
yang mereka nyatakan. (Al-Qashash: 69)
Yakni mengetahui apa yang
tersembunyi di dalam hati sanubari dan semua rahasia yang berada di dalamnya,
sebagaimana Dia mengetahui segala sesuatu yang dinyatakan oleh semua
makhluk-Nya. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:
{سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ
وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ}
Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan
siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di
malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Ar-Ra'd:
10)
Firman
Allah Swt.:
{وَهُوَ اللَّهُ لَا
إِلَهَ إِلا هُوَ}
Dan
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia. (Al-Qashash: 70)
Artinya, hanya Dia sematalah
yang menjadi Tuhan yang berhak disembah, tiada yang harus disembah selain Dia,
sebagaimana tiada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya
dan yang memilihnya selain Dia.
{لَهُ الْحَمْدُ فِي الأولَى وَالآخِرَةِ}
Bagi-Nyalah segala puji di
dunia dan di akhirat. (Al-Qashash: 70)
Yakni Dialah yang terpuji dalam
semua yang dilakukan-Nya, berkat keadilan dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya.
{وَلَهُ الْحُكْمُ}
dan bagi-Nyalah segala
penentuan. (Al-Qashash: 70)
Maksudnya, tiada akibat bagi
perbuatan-Nya karena keperkasaan, kemenangan, hikmah, dan rahmat-Nya.
{وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}
dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan. (Al-Qashash: 70)
Yaitu kalian semua akan
dikembalikan kepada-Nya kelak di hari kiamat, lalu Dia memberikan balasan
kepada setiap orang sesuai dengan amal baik dan buruknya, tiada sesuatu pun
dari amal perbuatan mereka yang tersembunyi bagi-Nya.
Al-Qashash, ayat 71-73
{قُلْ أَرَأَيْتُمْ
إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَ (71) قُلْ
أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ
أَفَلا تُبْصِرُونَ (72) وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (73)
}
Katakanlah, "Terangkanlah
kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus-menerus sampai hari
kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang
kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?” Katakanlah, "Terangkanlah
kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari
kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang
kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” Dan karena
rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang supaya kamu beristirahat pada
malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada
siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Allah Swt. menyebutkan karunia
yang telah dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui apa yang Dia
tundukkan bagi mereka, yaitu siang dan malam hari yang tiada kelayakan hidup
bagi mereka tanpa keduanya. Dan Allah menjelaskan seandainya Dia menjadikan
bagi mereka seluruh waktunya malam hari sampai hari kiamat, tentulah hal
tersebut akan membahayakan dan membosankan mereka, serta membuat mereka merasa
jenuh terhadap malam hari. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ
بِضِيَاءٍ}
siapakah Tuhan selain Allah
yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? (Al-Qashash:
71)
yang dengan sinar itu kalian
dapat melihat dan tidak merasa takut.
{أَفَلا تَسْمَعُونَ}
Maka apakah kamu tidak
mendengar? (Al-Qashash: 71)
Kemudian Allah Swt. menyebutkan
bahwa seandainya Dia menjadikan siang hari selama-lamanya sampai hari kiamat,
tentulah hal tersebut akan membahayakan mereka, dan tubuh mereka akan kelelahan
serta merasa bosan karena banyak bergerak dan menjalani kesibukan. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ
بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ}
siapakah Tuhan selain Allah
yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? (Al-Qashash: 72)
Yakni kalian beristirahat dari
aktivitas dan kesibukan kalian di malam hari itu.
{أَفَلا تُبْصِرُونَ. وَمِنْ رَحْمَتِهِ}
أَيْ: بِكُمْ {جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}
"Maka apakah kalian
tidak memperhatikan?" Dan karena rahmat-Nya (kepada
kalian) Dia jadikan untukmu malam dan siang. (Al-Qashash: 72-73)
Artinya, Dia menciptakan siang
dan malam hari.
{لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ}
supaya kamu beristirahat pada
malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. (Al-Qashash: 73)
Yakni pada siang hari dengan
melakukan perjalanan, berpergian, dan melakukan aktivitas serta kesibukan.
Ungkapan ini menurut istilah ilmu balagah dinamakan Al laf dan nasyr.
Firman Allah Swt.:
{وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya. (Al-Qashash: 73)
Yaitu bersyukur kepada Allah
dengan melakukan berbagai macam ibadah di malam dan siang hari; dan barang
siapa yang meninggalkan sesuatu dari ibadah itu di malam harinya, maka ia dapat
mengqadanya di siang hari; atau jika ia meninggalkannya di siang hari, maka
dapat mengqadanya di malam hari. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا}
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan:
62)
Ayat-ayat yang menerangkan hal
ini cukup banyak.
Al-Qashash, ayat 74-75
{وَيَوْمَ
يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ (74)
وَنزعْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا فَقُلْنَا هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ
فَعَلِمُوا أَنَّ الْحَقَّ لِلَّهِ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (75)
}
Dan (ingatlah) hari
(di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, "Di manakah
sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?" Dan Kami datangkan dari
tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Kami berkata, "Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu, " maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah
dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.
Apa yang diterangkan dalam
kelompok ayat ini merupakan seruan pula yang mengandung makna cemoohan dan
kecaman bagi orang yang menyembah tuhan lain di samping Allah. Allah Swt.
menyeru mereka di hadapan semua saksi seraya berfirman:
{أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ
تَزْعُمُونَ}
Di manakah sekutu-sekutu-Ku
yang dahulu kalian katakan? (Al-Qashash: 74)
Yakni semasa kalian hidup di
dunia.
{وَنزعْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا}
Dan Kami datangkan dari
tiap-tiap umat seorang saksi. (Al-Qashash: 75)
Menurut Mujahid, yang dimaksud
dengan saksi dalam ayat ini adalah rasul.
{فَقُلْنَا هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ}
lalu Kami berkata,
"Tunjukkanlah bukti kebenaran kalian!" (Al-Qashash:
75)
Yaitu bukti yang membenarkan apa
yang kalian katakan, bahwa Allah mempunyai sekutu-sekutu.
{فَعَلِمُوا أَنَّ الْحَقَّ لِلَّهِ}
maka tahulah mereka
bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah. (Al-Qashash:
75)
Maksudnya, tiada Tuhan selain
Dia. Mereka tidak dapat berbicara dan tidak dapat pula mengemukakan jawabannya.
{وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
dan lenyaplah dari mereka apa
yang dahulunya mereka ada-adakan, (Al-Qashash: 75)
Yakni lenyaplah semua sekutu itu
dan tidak dapat memberikan suatu manfaat pun kepada mereka.
Al-Qashash, ayat 76-77
{إِنَّ قَارُونَ كَانَ
مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ
مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ
لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ (76) وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (77) }
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk
kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Al-A'masy telah meriwayatkan
dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa. (Al-Qashash:
76) Qarun adalah anak paman Musa, yakni saudara sepupunya.
Hal yang sama dikatakan oleh
Ibrahim An-Nakha'i, Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal, Sammak ibnu Harb,
Qatadah, Malik ibnu Dinar, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya, bahwa Qarun adalah
saudara sepupu Musa a.s.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa dia
adalah Qarun ibnu Yas-hub ibnu Qahis, sedangkan Musa adalah Ibnu Imran ibnu
Qahis.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar
menduga bahwa Qarun adalah pamannya Musa ibnu Imran a.s.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa
menurut kebanyakan ahlul 'ilmi, Qarun adalah saudara sepupu Musa a.s.
Qatadah ibnu Di'amah mengatakan,
"Kami mengatakan bahwa dia adalah anak paman Musa a.s. Qarun dijuluki Al-Munawwir
karena suaranya yang bagus saat membaca kitab Taurat, tetapi dia adalah
musuh Allah lagi munafik, sebagaimana sikap munafiknya Samiri. Keserakahan
dirinyalah yang menjerumuskannya ke dalam kebinasaan karena hartanya yang
terlalu banyak."
Menurut Syahr ibnu Hausyab,
Qarun menjulurkan kainnya sepanjang satu jengkal karena kesombongan dan
keangkuhan terhadap kaumnya sendiri.
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا
إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ}
dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. (Al-Qashash:
76)
Maksudnya, terasa berat oleh
mereka memikulnya karena banyaknya kunci (yang menunjukkan banyaknya harta).
Al-A'masy telah meriwayatkan
dari Khaisamah, bahwa kunci-kunci perbendaharaan harta Qarun terbuat dari
kulit, setiap kunci besarnya sama dengan jari telunjuk. Setiap kunci untuk satu
gudang tersendiri secara terpisah. Apabila Qarun berkendaraan, maka semua kunci
perbendaharaannya diangkut dengan enam puluh ekor begal yang kuat; menurut
pendapat yang lain diangkut dengan sarana lain, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ
اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ}
(Ingatlah) ketika kaumnya
berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Al-Qashash:
76)
Yakni kaumnya memberinya nasihat
dengan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi kaumnya. Mereka mengatakan kepadanya
dengan ungkapan memberi nasihat dan petunjuk, "Janganlah kamu terlalu
bangga dengan apa yang telah kamu peroleh." Dengan kata lain, janganlah
kamu membangga-banggakan hartamu.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ}
"sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Al-Qashash: 76)
Ibnu Abbas mengatakan, makna
yang dimaksud ialah membangga-banggakan diri. Mujahid mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah bersikap jahat dan sewenang-wenang, sebagaimana sikap
orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Dia berikan
kepadanya.
Firman Allah Swt.:
{وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا}
Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.
(Al-Qashash: 77)
Maksudnya, gunakanlah harta yang
berlimpah dan nikmat yang bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk
bekal ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan
mengerjakan berbagai amal pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan
memperoleh pahala di dunia dan akhirat.
{وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا}
dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Al-Qashash:
77)
Yakni yang dihalalkan oleh Allah
berupa makanan, minuman, pakaian, rumah dan perkawinan. Karena sesungguhnya
engkau mempunyai kewajiban terhadap Tuhanmu, dan engkau mempunyai kewajiban
terhadap dirimu sendiri, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap keluargamu,
dan engkau mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang bertamu kepadamu, maka
tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing.
{وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ
إِلَيْكَ}
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu. (Al-Qashash: 77)
Artinya, berbuat baiklah kepada
sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
{وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ}
dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. (Al-Qashash: 77)
Yaitu janganlah cita-cita yang
sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat
terhadap makhluk Allah.
{إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash:
77)
Al-Qashash, ayat 78
{قَالَ إِنَّمَا
أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ
مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ
جَمْعًا وَلا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ (78) }
Qarun berkata, "Sesungguhnya
aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya, dan telah banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah
perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Allah Swt. menceritakan tentang
jawaban Qarun kepada kaumnya ketika mereka menasihati dan memberinya petunjuk
jalan kebaikan.
{قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ
عِنْدِي}
Qarun berkata,
"Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)
Yakni aku tidak memerlukan
nasihatmu, karena sesungguhnya Allah memberiku kekayaan ini sebab Dia
mengetahui bahwa aku berhak mendapatkannya dan sebab kecintaan-Nya kepadaku.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sesungguhnya Allah memberiku semuanya
ini hanyalah karena pengetahuan Allah yang mengetahui bahwa diriku berhak
memperolehnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{فَإِذَا مَسَّ الإنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا
ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى
عِلْمٍ}
Maka apabila manusia ditimpa
bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari
Kami ia berkata, "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku." (Az-Zumar: 49)
Yakni atas sepengetahuan dari
Allah yang ada padaku. Dan sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ
بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي}
Dan jika Kami merasakan
kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia
berkata, "Ini adalah hakku.” (Fussilat: 50)
Artinya, ini adalah sesuatu yang
berhak aku terima. Tetapi telah diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir, bahwa
makna yang dimaksud dari firman-Nya: Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku. (Al-Qashash: 78)
Qarun mempunyai profesi sebagai
seorang ahli kimia. Pendapat ini lemah. Sesungguhnya ilmu kimia itu sendiri
merupakan ilmu reaksi, bukan ilmu yang menyangkut mengubah sesuatu menjadi
benda lain, karena sesungguhnya yang dapat melakukan hal itu hanyalah Allah
semata Allah Swt. telah berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ
فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا
ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ}
Hai manusia, telah dibuat
perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang
kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun.
Walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. (Al-Hajj:
73)
Di dalam kitab sahih disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: ومَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ
يَخْلُقُ كَخَلْقِي، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، فَلْيَخْلُقُوا شُعَيْرَةً"
Allah Swt. telah berfirman,
"Dan siapakah yang lebih aniaya selain dari orang yang menciptakan ciptaan
seperti ciptaan-Ku, maka silakanlah mereka menciptakan biji jagung dan silakan
mereka menciptakan biji gandum.”
Hadis ini berkaitan dengan
ancaman yang ditujukan terhadap orang-orang yang membuat sesuatu yang mirip
dengan ciptaan Allah hanya dalam bentuk lahiriah atau gambarnya saja. Maka
terlebih lagi ancaman yang ditujukan terhadap orang yang mengakui bahwa dirinya
mampu mengubah suatu benda menjadi benda yang lain; hal ini jelas batil dan
mustahil. Sesungguhnya batas kemampuan mereka hanyalah meniru bentuk
lahiriahnya saja atau imitasinya, tetapi hakikatnya palsu dan tidak benar serta
merupakan kamuflase belaka. Belum pernah terbuktikan ada suatu kebenaran yang
dilakukan oleh seseorang melalui cara yang biasa dilakukan oleh para pendusta
lagi fasik dan bodoh itu suatu kenyataan yang dapat mengubah suatu benda ke
benda yang lain.
Adapun mengenai peristiwa yang
bertentangan dengan hukum alam yang dilakukan oleh para wali (kekasih Allah),
misalnya mengubah sesuatu benda menjadi emas atau perak, atau hal lainnya. Maka
hal seperti ini tiada seorang muslim pun yang mengingkari kebenarannya, karena
proses kejadiannya berdasarkan kehendak Allah dan dengan seizin-Nya, serta pada
hakikatnya Allah-lah yang melakukannya. Dan hal seperti ini sama sekali bukan
termasuk ke dalam ilmu sulap atau ilmu kimia atau ilmu sihir. Sebagaimana yang
telah diriwayatkan dari Haiwah ibnu Syuraih Al-Masri, seorang waliyyullah. Pada
suatu hari ia kedatangan seorang pengemis yang meminta-minta kepadanya,
sedangkan dia tidak memiliki sesuatu pun yang akan diberikannya kepada si
peminta-minta itu. Maka ia memungut batu kerikil dari tanah dan mengocoknya
dengan telapak tangannya, lalu ia lemparkan ke tangan si pengemis itu,
tiba-tiba batu kerikil tersebut telah berubah menjadi emas. Hadis-hadis dan
asar-asar yang menceritakan hal tersebut banyak sekali dan memerlukan cerita
yang sangat panjang.
Menurut sebagian ulama, Qarun
adalah seseorang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu ia berdoa kepada
Allah dengan menyebut Ismul A'zam tersebut. Akhirnya ia menjadi orang
yang banyak hartanya.
Tetapi pendapat yang benar
adalah pendapat yang pertama. Karena itulah Allah Swt. menyanggah pengakuannya
yang mengatakan bahwa Allah memperhatikan dirinya, karena itu Allah memberinya
banyak harta.
{أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ
أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً
وَأَكْثَرُ جَمْعًا}
Dan apakah ia tidak
mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? (Al-Qashash: 78)
Yakni dahulu ada orang yang
lebih banyak memiliki harta darinya, tetapi bukan karena Kami mencintainya.
Sesungguhnya sekalipun demikian, Allah Swt. telah menghancurkan mereka
disebabkan mereka kafir dan tidak bersyukur kepada Allah Swt. Karena itulah
disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَلا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ
الْمُجْرِمُونَ}
Dan tidaklah perlu ditanya
kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (Al-Qashash: 78)
Yaitu karena banyaknya dosa
mereka.
Qatadah telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: karena ilmu yang ada padaku. (Al-Qashash:
78) Maksudnya, karena kebaikan yang ada padaku.
Menurut
As-Saddi, karena aku berhak mendapatkannya.
Sehubungan
dengan tafsir ayat ini Imam Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengemukakannya
dengan takwil yang baik, ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Qarun
berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku.” (Al-Qashash: 78) Bahwa seandainya bukan karena rida Allah kepada
diriku dan pengetahuannya tentang keutamaanku, tentulah Dia tidak akan
memberiku semua harta ini. Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan
firman-Nya: Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? (Al-Qashash: 78), hingga akhir ayat.
Memang demikianlah yang biasa
dikatakan oleh orang yang dangkal pengetahuannya. Bila ia mendapat keluasan
rezeki dari Allah, ia akan mengatakan bahwa seandainya dirinya tidak berhak
mendapat hal itu, tentulah ia tidak akan diberi.
Al-Qashash, ayat 79-80
{فَخَرَجَ عَلَى
قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا
لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (79)
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ
آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ (80) }
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya
dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia,
"Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah
bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang
sabar."
Allah
Swt. menceritakan bahwa Qarun pada suatu hari keluar memamerkan dirinya kepada
kaumnya dengan segala kemewahan dan perhiasan yang dimilikinya, termasuk
iringan kendaraannya, juga pakaiannya yang gemerlapan serta para pelayan dan
para pembantu terdekatnya. Tatkala orang-orang yang menghendaki kehidupan
duniawi dan silau dengan perhiasan dan kemewahannya melihat apa yang
ditampilkan oleh Qarun, maka hati mereka berharap seandainya saja mereka
memperoleh seperti apa yang dimiliki oleh Qarun. Hal ini disitir oleh
firman-Nya:
{يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ
قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}
Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (Al-Qashash:
79)
Yakni mempunyai keberuntungan
dunia yang berlimpah. Ketika orang-orang yang bermanfaat ilmunya mendengar
ucapan ahli dunia itu, maka mereka menjawabnya:
{وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ
آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا}
Kecelakaan yang besarlah
bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh. (Al-Qashash: 80)
Maksudnya, balasan Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi saleh di negeri akhirat lebih baik daripada
apa yang kamu lihat sekarang. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis
sahih yang mengatakan:
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا
لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خطر عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ،
وَاقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ: {فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ
قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Allah Swt. berfirman,
"Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh apa (pahala) yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah
didengar (kisahnya) oleh telinga serta belum pernah terdelik (keindahannya)
di dalam hati seorang manusia pun.” Selanjutnya Nabi Saw. bersabda, "Bacalah
oleh kalian firman Allah Swt. berikut jika kalian suka," yaitu: Seorang
pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan. (As-Sajdah: 17)
Adapun firman Allah Swt.:
وَلا يُلَقَّاهَا إِلا
الصَّابِرُونَ}
dan tidak diperoleh pahala
itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (Al-Qashash:
80)
As-Saddi
mengatakan bahwa tiada seorang pun yang memperoleh surga kecuali hanyalah
orang-orang yang sabar; seakan-akan kalimat ini merupakan kelanjutan dari apa
yang dikatakan oleh orang-orang yang dianugerahi ilmu. Ibnu Jarir mengatakan
bahwa kalimat seperti itu tidaklah dikatakan kecuali hanyalah oleh orang-orang
yang sabar, yaitu orang-orang yang tidak menginginkan duniawi dan hanya
berharap kepada pahala Allah di negeri akhirat. Takwil ini berarti bahwa
seakan-akan kalimat ini terpisah dari ucapan orang-orang yang dianugerahi ilmu,
dan menjadikannya sebagai Kalamullah serta pemberitaan dari-Nya tentang
hal tersebut.
Al-Qashash, ayat 81-82
{فَخَسَفْنَا بِهِ
وَبِدَارِهِ الأرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ (81) وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا
مَكَانَهُ بِالأمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ
بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (82) }
Maka Kami benamkanlah Qarun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang
menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin
mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata, 'Aduhai, benarlah Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar
Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai, benarlah tidak beruntung
orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).”
Setelah menceritakan keangkuhan
Qarun dengan perhiasan yang dikenakannya dan bangga dirinya terhadap kaumnya
serta sikapnya yang kelewat batas terhadap mereka, maka Allah menyebutkan bahwa
sesudah itu Dia membenamkan Qarun berikut rumahnya ke dalam bumi. Hal ini
diterangkan di dalam hadis sahih yang ada pada Imam Bukhari melalui riwayat
Az-Zuhri, dari Salim; ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"بَيْنَا رَجُلٌ يَجُرُّ إِزَارَهُ إِذْ خُسِفَ بِهِ، فَهُوَ
يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
Tatkala seorang lelaki sedang
menyeret kainnya (dengan penuh kesombongan), tiba-tiba
ia dibenamkan (ke dalam bumi), maka dia terus amblas ke dalam bumi
sampai hari kiamat.
Kemudian Imam Bukhari
meriwayatkannya pula melalui hadis Jarir ibnu Zaid, dari Salim, dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan teks yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ
أَبُو الْمُغِيرَةِ الْقَاصُّ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَطِيَّةَ ، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"بَيْنَا رَجُلٌ فيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، خَرَجَ فِي بُرْدَيْن أَخْضَرَيْنِ
يَخْتَالُ فِيهِمَا، أَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَأَخَذَتْهُ، فَإِنَّهُ
لَيَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ismail Abul Mugirah Al-Qas, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika seorang lelaki
dari kalangan orang yang terdahulu sebelum kalian keluar dengan memakai dua
lapis kain burdah berwarna hijau dengan langkah yang angkuh, maka Allah
memerintahkan kepada bumi (untuk membenamkannya). Lalu bumi menelannya
dan ia terus terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Hadis diriwayatkan secara
tunggal oleh Imam Ahmad dengan predikat yang hasan.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو
خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَلَّى بْنُ مَنْصُورٍ ، أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ مُسْلِمٍ، سَمِعْتُ زِيَادًا النُّمَيْرِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا رَجُلٌ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ خَرَجَ فِي
بُرْدَيْنِ فَاخْتَالَ فِيهِمَا، فَأَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَأَخَذَتْهُ، فَهُوَ
يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan
kepada kami Ya'la ibnu Mansur, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu
Muslim, bahwa ia pernah mendengar Ziad An-Numairi menceritakan hadis berikut
dari sahabat Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Ketika seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian keluar
dengan memakai kain burdah dua lapis dan melangkah dengan penuh keangkuhan,
maka Allah memerintahkan kepada bumi (untuk membenamkannya), lalu bumi
menelannya dan ia terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Al-Hafiz Muhammad ibnul Munzir
menyebutkan di dalam kitabnya yang berjudul Al-Aja'ibul Garibah berikut
sanadnya dari Naufal ibnu Masahiq yang menceritakan bahwa ia pernah melihat
seorang pemuda di dalam masjid Najran. Maka ia memandang pemuda itu dengan
pandangan yang kagum karena tubuh pemuda itu tinggi, perawakannya tegap lagi
tampan. Pemuda itu menanyainya, "Mengapa engkau selalu memandangku."
Naufal ibnu Masahiq menjawab, "Aku kagum dengan ketampanan dan penampilanmu
yang menarik." Lalu pemuda itu berkata, "Sesungguhnya Allah
benar-benar kagum kepadaku." Naufal ibnu Masahiq mengatakan bahwa ia
melihat pemuda itu kian kecil sehingga tingginya tinggal sejengkal. Maka salah
seorang kerabatnya menangkapnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya, lalu
membawanya pergi.
Disebutkan dalam suatu kisah
bahwa penyebab kebinasaan Qarun adalah karena doa Nabi Musa a.s. Akan tetapi,
latar belakangnya masih diperselisihkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan
As-Saddi, bahwa Qarun mengupah seorang wanita tuna susila dengan imbalan harta
yang banyak agar wanita itu membuat suatu kedustaan terhadap Musa a.s di
hadapan para pemuka kaum Bani Israil, saat Nabi Musa a.s. sedang berdiri di
kalangan mereka membacakan Kitabullah kepada mereka. Lalu wanita tuna
susila itu berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu pernah berbuat anu dan
anu (mesum) dengan diriku."
Setelah wanita itu mengucapkan
pernyataan tersebut di hadapan para pemuka Bani Israil, tubuh Musa a.s.
bergetar karena takut, lalu ia mendatangi wanita itu sesudah salat dua rakaat,
dan bertanya kepadanya, "Aku meminta kepadamu dengan nama Allah yang telah
membelah laut dan menyelamatkan kalian dari Fir'aun serta yang telah melakukan
banyak mukjizat, sudilah kiranya engkau menjelaskan kepadaku tentang penyebab
yang mendorongmu berani mengucapkan hal tersebut terhadap diriku."
Wanita itu menjawab,
"Karena engkau telah meminta kepadaku dengan mendesak, maka aku jelaskan
bahwa sesungguhnya Qarunlah yang telah memberi aku upah agar aku mengatakan hal
tersebut kepadamu, dan sekarang aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat
kepada-Nya."
Saat itu juga Musa menyungkur
bersujud kepada Allah Swt. dan memohon kepada-Nya sehubungan dengan fitnah yang
dilancarkan oleh Qarun. Maka Allah menurunkan wahyu-Nya yang menyatakan,
"Aku telah memerintahkan kepada bumi agar ia tunduk kepada
perintahmu." Lalu Musa memerintahkan kepada bumi untuk menelan Qarun
berikut rumah dan harta bendanya, maka semuanya amblas ke dalam bumi.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya
ketika Qarun keluar memamerkan dirinya di mata kaumnya dengan segala perhiasan
yang dipakainya seraya menunggang begal merahnya, sedangkan semua pelayannya
memakai pakaian yang sama dengannya, yaitu pakaian yang mewah di masa itu. Lalu
ia dan iringannya itu melalui majelis Nabi Musa a.s. yang saat itu sedang
memberikan peringatan kepada kaum Bani Israil akan kekuasaan-kekuasaan Allah.
Tatkala orang-orang Bani Israil
melihat Qarun, maka wajah mereka berpaling ke arahnya dan pandangan mereka
tertuju kepada Qarun dan kemewahannya. Maka Musa memanggil Qarun dan bertanya
kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Qarun
menjawab, "Hai Musa, ingatlah jika engkau diberi keutamaan di atasku
berkat kenabian, maka sesungguhnya aku pun mempunyai kelebihan atas dirimu
berkat harta yang kumiliki. Dan sesungguhnya jika kamu suka, marilah kita
keluar dan marilah engkau berdoa untuk kebinasaanku dan aku pun berdoa (pula)
untuk kebinasaanmu."
Maka Musa dan Qarun berangkat
keluar dari kalangan kaumnya, lalu Musa a.s berkata, "Apakah engkau dahulu
yang berdoa ataukah aku?" Qarun menjawab, "Tidak, akulah yang lebih
dahulu berdoa." Maka Qarun berdoa tetapi tidak diperkenankan.
Musa berkata, "Sekarang
giliranku." Qarun menjawab, "Ya." Lalu Musa berdoa, "Ya
Allah, perintahkanlah kepada bumi agar taat kepada perintahku hari ini."
Selanjutnya Musa berkata, "Hai bumi, benamkanlah mereka (Qarun dan para
pelayannya)." Maka bumi membenamkannya sampai sebatas telapak kaki mereka.
Musa berkata lagi, "Benamkanlah mereka," maka bumi membenamkannya
sampai sebatas lutut mereka. Musa berkata, "Benamkanlah mereka," maka
bumi membenamkannya sampai batas pundak mereka. Kemudian Musa berkata,
"Bawakanlah perbendaharaan harta mereka," maka bumi membawakan semua
harta benda mereka sehingga mereka dapat melihatnya. Lalu Musa a.s. berisyarat
dengan tangannya dan berkata, "Pergilah kamu semua, hai Bani Levi,"
maka bumi menelan mereka semuanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa bumi menelan mereka sampai hari kiamat. Qatadah mengatakan, telah
diceritakan kepada kami bahwa bumi membenamkan mereka setiap harinya sedalam
tinggi tubuh mereka, maka mereka terus-menerus tenggelam ke dalam bumi sampai
hari kiamat. Sehubungan dengan kisah ini banyak riwayat yang bersumber dari
kisah israiliyat yang aneh-aneh, tetapi kami tidak menganggapnya.
Firman
Allah Swt.:
{فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ
فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ}
Maka
tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya). (Al-Qashash: 81)
Artinya, harta benda yang mereka
kumpulkan itu —juga pelayan-pelayannya serta para pembantunya— tidak dapat
memberi pertolongan kepadanya, tidak dapat pula membelanya dari siksa dan azab
Allah serta pembalasan-Nya. Qarun pun tidak dapat membela dirinya sendiri,
serta tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.
Firman Allah Swt.:
{وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ
بِالأمْسِ}
Dan jadilah orang-orang yang
kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu. (Al-Qashash:
82)
Yakni orang-orang yang
menginginkan hal seperti yang diperoleh Qarun yang bergelimang dengan
perhiasannya saat mereka melihatnya.
{يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ
قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}
Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (Al-Qashash:
79)
Tetapi setelah Qarun dibenamkan,
mereka mengatakan:
{وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ
لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ}
Aduhai, benarlah Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya. (Al-Qashash: 82)
Maksudnya, harta benda itu
bukanlah merupakan pertanda bahwa Allah rida kepada pemiliknya. Karena
sesungguhnya Allah memberi dan mencegah, menyempitkan dan melapangkan, dan
merendahkan serta meninggikan. Apa yang ditetapkan-Nya hanyalah mengandung
hikmah yang sempurna dan hujah yang kuat, sebagaimana yang telah disebutkan di
dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan melalui Ibnu Mas'ud:
"إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا
قَسَمَ أَرْزَاقَكُمْ وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الْمَالَ مَنْ يُحِبُّ، وَمَنْ لَا
يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ"
Sesungguhnya Allah membagi
akhlak di antara kalian sebagaimana Dia membagi rezeki buat kalian. Dan sesungguhnya
Allah memberi harta kepada orang yang Dia cintai, juga orang yang tidak
dicintainya; tetapi Dia tidak memberi iman kecuali hanya kepada orang yang Dia
sukai saja.
Firman Allah Swt.:
{لَوْلا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا
لَخَسَفَ بِنَا}
kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). (Al-Qashash: 82)
Yakni seandainya tidak ada belas
kasihan Allah dan kebaikan-Nya kepada kita tentulah Dia membenamkan kita ke
dalam bumi sebagaimana Qarun dibenamkan, sebab kami pernah mengharapkan hal
yang semisal dengan Qarun.
{وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Aduhai, benarlah tidak
beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah). (Al-Qashash: 82)
Mereka bermaksud bahwa Qarun
adalah orang kafir, dan orang kafir itu tidak akan beruntung di hadapan Allah,
baik di dunia maupun di akhirat.
Ulama Nahwu berselisih pendapat
sehubungan dengan makna lafaz {وَيْكَأَنَّ} dalam ayat ini.
Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa maknanya ialah 'celakalah, ketahuilah
olehmu bahwa'; tetapi bentuknya di- takhfif. Pendapat yang lain
mengatakan waika, dan harakat fathah yang ada pada an menunjukkan
ada lafaz i'lam yang tidak disebutkan.
Pendapat ini dinilai lemah oleh
Ibnu Jarir.
Tetapi pada lahiriahnya pendapat
ini kuat dan tidak mengandung kemusykilan, melainkan hanya dari segi
penulisannya saja di dalam mus-haf, yaitu berbentuk muttasil. Sedangkan
masalah penulisan merupakan masalah idiom dan rujukannya adalah bersumber
kepada bahasa Arab.
Menurut pendapat yang lain,
makna yang dimaksud ialah sama dengan alam tara (tidakkah kamu
perhatikan), demikianlah menurut Qatadah. Menurut pendapat yang lainnya lagi,
makna yang dimaksud ialah wai dan ka-anna secara terpisah; wai
bermakna ta'ajjub atau tanbih, sedangkan ka-anna bermakna
azunnu atau ahtasibu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa
pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh
Qatadah, yaitu bermakna alam tara (tidakkah engkau perhatikan).
Al-Qashash, ayat 83-84
{تِلْكَ الدَّارُ
الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا
فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (83) مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ
خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى الَّذِينَ عَمِلُوا
السَّيِّئَاتِ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (84) }
Negeri akhirat itu, Kami jadikan
untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang
bertakwa. Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka
baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang
siapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi
pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang)
dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.
Allah Swt. menyebutkan bahwa
negeri akhirat berikut kenikmatannya yang kekal, tidak berubah dan tidak
lenyap, hanyalah diperuntukan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman lagi rendah
diri, yaitu mereka yang tidak bersikap angkuh di muka bumi terhadap makhluk
Allah yang lain, tidak besar diri, tidak berlaku sewenang-wenang terhadap
mereka, dan tidak menimbulkan kerusakan di kalangan mereka. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ikrimah, bahwa makna al-uluwwu ialah menyombongkan diri.
Menurut Sa'id ibnu Jubair, al-uluwwu artinya sewenang-wenang. Sufyan
ibnu Sa'id As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Muslim Al-Batin,
bahwa makna yang dimaksud ialah menyombongkan diri tanpa alasan yang dibenarkan
dan membuat kerusakan serta mengambil harta tanpa alasan yang dibenarkan (dari
tangan orang lain).
Ibnu Juraij mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri di (muka) bumi. (Al-Qashash: 83) Yaitu bersikap
angkuh dan bertindak sewenang-wenang. dan tidak (pula) berbuat
kerusakan. (Al-Qashash: 83) Yang dimaksud dengan kerusakan ialah
mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari
Asy'as As-Samman, dari Abu Salam Al-A'raj, dari Ali yang mengatakan, bahwa
sesungguhnya seorang lelaki yang merasa tali sandalnya lebih baik daripada tali
sandal temannya (dengan sikap menyombongkan diri), ia termasuk ke dalam
apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dari berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang
bertakwa. (Al-Qashash: 83)
Akan tetapi, pengertian ini
ditakwilkan dengan maksud bahwa jika orang yang bersangkutan bersikap angkuh
dan sombong terhadap temannya itu, sebab sikap ini adalah sikap yang tercela,
sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab sahih melalui sabda Nabi Saw. yang
mengatakan:
إِنَّهُ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنْ تواضَعُوا، حَتَّى لَا يفخَرَ أَحَدٌ
عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
Sesungguhnya Allah telah
mewahyukan kepadaku bahwasanya berendah dirilah kamu, sehingga tiada seorang
pun yang berbangga diri terhadap orang lain, dan tiada pula seseorang yang
bersikap melampaui batas terhadap orang lain.
Tetapi jika orang yang
bersangkutan menyatakan hal tersebut hanyalah semata-mata untuk menghias diri,
maka hukumnya tidak mengapa, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis lain
yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah
Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka bila kain selendangku baik
dan terompahku baik, apakah cara berpakaian seperti itu termasuk sikap
sombong?" Rasulullah Saw. menjawab:
"لَا إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ"
Tidak, sesungguhnya Allah itu
indah, Dia menyukai keindahan.
Firman Allah Swt.:
{مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ}
Barang siapa yang datang
dengan (membawa) kebaikan. (Al-Qashash: 84)
Yakni kelak di hari kiamat.
{فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا}
maka baginya (pahala) yang lebih baik daripadanya. (Al-Qashash: 84)
Yaitu pahala Allah lebih baik
daripada amal baik hamba-Nya, karena Allah melipatgandakan pahala-Nya dengan
lipatan yang banyak sekali sebagai kemurahan dan karunia dari-Nya. Dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى
الَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
dan barang siapa yang datang
dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi
pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang)
dengan apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al-Qashash: 84)
Semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَكُبَّتْ
وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Dan barang siapa yang membawa
kejahatan, maka disungkur-kanlah muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu
dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang
dahulu kamu kerjakan. (An-Naml: 90)
Ini merupakan kemurahan,
karunia, serta keadilan dari Allah Swt.
Al-Qashash, ayat 85-88
{إِنَّ الَّذِي فَرَضَ
عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ
بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (85) وَمَا كُنْتَ تَرْجُو أَنْ
يُلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا
لِلْكَافِرِينَ (86) وَلا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنزلَتْ
إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (87) وَلا
تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ
إِلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (88) }
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali. Katakanlah, "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan
orang yang dalam kesesatan yang nyata.” Dan kamu tidak pernah mengharap agar
Al-Qur’an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu
rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi
penolong bagi orang-orang kafir. Dan janganlah sekali-kali mereka dapat
menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu
diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan
janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apa pun yang
lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Allah Swt. berfirman seraya
memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah dan membacakan
Al-Qur'an kepada manusia, yang di dalamnya terkandung berita yang menyatakan
bahwa Allah akan mengembalikannya ke tempat kembali, yaitu hari kiamat; lalu
akan menanyainya tentang tugas-tugas kenabian yang telah diembankan kepadanya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ}
Sesungguhnya yang mewajibkan
atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an,
benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85)
Yakni Tuhan yang mewajibkanmu
menyampaikan Al-Qur'an kepada manusia.
{لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ}
benar-benar akan
mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash:
85)
Yaitu pada hari kiamat nanti,
lalu Dia akan menanyaimu tentang hal tersebut. Semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ
إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ}
Maka sesungguhnya Kami akan
menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya
Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami).
(Al-A'raf: 6)
{يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ
الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ}
(Ingatlah), hari di waktu
Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa
jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?” (Al-Maidah: 109)
Dan firman Allah Swt.:
{وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ}
dan didatangkanlah para nabi
dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69)
As-Saddi
telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melakukan hukum-hukum) Al-Qur’an,
benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85)
Yakni benar-benar akan mengembalikan kamu ke surga, kemudian Dia akan
menanyaimu tentang Al-Qur'an.
As-Saddi
mengatakan bahwa hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Sa'id.
Al-Hakam
ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan
dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali. (Al-Qashash: 85) Maksudnya, ke hari kiamat; hal yang sama
diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri.
As-Sauri telah meriwayatkan dari
Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash:
85) Yakni kepada kematian.
Hal yang sama telah disebutkan
melalui berbagai jalur yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a., tetapi pada
sebagiannya disebutkan bahwa Dia benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
asalmu di dalam surga.
Menurut Mujahid, makna yang
dimaksud ialah bahwa Dia benar-benar akan menghidupkan kamu pada hari kiamat nanti.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Abu
Quza'ah, Abu Malik, dan Abu Saleh.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan,
"Memang benar, demi Allah, sesungguhnya dia (Nabi Muhammad Saw.)
benar-benar mempunyai tempat kembali, lalu Allah membangkitkannya pada hari
kiamat dan memasukkannya ke dalam surga."
Telah diriwayatkan dari Ibnu
Abbas hal yang selain dari itu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari di
dalam kitab tafsir bagian dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Muqatil, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah
menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke
tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yaitu ke Mekah.
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunannya, juga oleh Ibnu Jarir
melalui hadis Ya'la ibnu Ubaid At-Tanafisi dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan
pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar
akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yakni
benar-benar akan mengembalikanmu ke Mekah, sebagaimana Dia telah mengeluarkanmu
darinya.
Muhammad ibnu Ishaq telah
meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar
akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Artinya,
benar-benar akan mengembalikan kamu ke Mekah tempat kelahiranmu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Yahya ibnul Jazzar, Sa'id ibnu Jubair, Atiyyah,
dan Ad-Dahhak hal yang semisal dengan pendapat di atas. Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu Umar yang mengatakan bahwa Sufyan pernah berkata, "Kami
telah mendengar hadis berikut dari Muqatil sejak tujuh tahun yang silam, dari
Ad-Dahhak yang telah menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. keluar dari Mekah dan
sampai di Juhfah, beliau merasa rindu ke Mekah, maka Allah menurunkan kepadanya
ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melakukan
hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali.' (Al-Qashash: 85).” Yakni Mekah.
Ini merupakan perkataan
Ad-Dahhak, yang menunjukkan bahwa ayat ini Madaniyyah, sekalipun secara
keseluruhan surat ini adalah Makkiyyah, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abdur Razzaq mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash:
85) bahwa ini merupakan salah satu dari apa yang disembunyikan oleh Ibnu Abbas,
yakni tentang makna yang sebenarnya.
Ibnu Abu Hatim telah
meriwayatkan berikut sanadnya dari Na'im Al-Qari', bahwa ia pernah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke
tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yaitu ke Baitul Maqdis.
Pendapat ini —hanya Allah Yang
Maha Mengetahui— merujuk ke pendapat orang yang menafsirkannya dengan
pengertian hari kiamat. Karena Baitul Maqdis adalah tanah mahsyar dan tempat
dibangkitkannya semua makhluk, hanya Allah-lah yang memberi taufik kepada
pendapat yang benar.
Kesimpulan dari semua pendapat
menunjukkan bahwa Ibnu Abbas adakalanya menafsirkannya dengan pengertian
kembalinya Nabi Saw. ke Mekah, yaitu hari jatuhnya kota Mekah, yang menurut
interpretasi Ibnu Abbas merupakan pertanda dekatnya akhir usia Nabi Saw.,
sebagaimana penafsiran yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ
وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1),
hingga akhir surat.
Bahwa makna ayat menunjukkan
dekatnya masa kewafatan Nabi Saw. sebagai belasungkawa yang ditujukan
kepadanya.
Hal ini dikemukakan oleh Ibnu
Abbas di hadapan Khalifah Umar ibnul Khattab yang menyetujui pendapatnya itu,
dan Umar mengatakan, "Aku tidak mengetahui selain dari apa yang kamu
ketahui." Karena itulah adakalanya Ibnu Abbas menafsirkan firman-Nya: benar-benar
akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) dengan
pengertian kematian, adakalanya pula dengan pengertian hari kiamat yang
kejadiannya adalah sesudah kematian. Adakalanya pula, menafsirkannya dengan
pengertian surga yang merupakan pahala dan tempat kembalinya sebagai imbalan
dari tugas menunaikan risalah dan menyampaikannya kepada dua makhluk, yaitu jin
dan manusia. Juga karena beliau adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan
paling fasih secara mutlak.
Firman
Allah Swt.:
{قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ
مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Katakanlah,
"Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam
kesesatan yang nyata.” (Al-Qashash:
85)
Yakni
katakanlah kepada orang yang menentang dan mendustakanmu, hai Muhammad, dari
kalangan kaummu yang musyrik dan orang-orang yang mengikuti kekafiran mereka,
bahwasanya Tuhanku lebih mengetahui siapakah yang berhak mendapat petunjuk
antara kalian dan aku. Dan kelak kalian akan mengetahui siapakah yang akan
mendapat kesudahan yang baik, dan siapakah yang akan mendapat akibat yang
terpuji dan pertolongan di dunia dan akhirat.
Kemudian Allah Swt. mengingatkan
kepada Nabi-Nya akan nikmat-nikmat-Nya yang besar yang telah Dia anugerahkan
kepadanya, juga kepada hamba-hamha-Nya yang dia diutus kepada mereka. Hal ini
diungkapkan Allah melaui firman-Nya:
{وَمَا كُنْتَ تَرْجُو أَنْ يُلْقَى إِلَيْكَ
الْكِتَابُ}
Dan kamu tidak pernah
mengharap agar Al-Qur’an diturunkan kepadamu. (Al-Qashash:
86)
Maksudnya, apakah kamu mempunyai
dugaan bahwa wahyu akan diturunkan kepadamu sebelum wahyu diturunkan kepadamu.
{إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ}
tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al-Qashash:
86)
Yaitu sesungguhnya wahyu itu
diturunkan kepadamu semata-mata dari Allah, dan dari rahmat-Nya kepadamu, juga
kepada hamba-hamba-Nya dengan melaluimu. Apabila Dia telah menganugerahkan
nikmat yang besar ini kepadamu,
{فَلا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا لِلْكَافِرِينَ}
sebab itu jangan sekali-kali
kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (Al-Qashash:
86)
tetapi menjauhlah dari mereka,
dan tentanglah mereka.
{وَلا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آيَاتِ اللَّهِ
بَعْدَ إِذْ أُنزلَتْ إِلَيْكَ}
Dan janganlah sekali-kali
mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat
Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu. (Al-Qashash: 87)
Artinya, janganlah kamu
terpengaruh oleh sikap orang-orang yang menentang dan menghambat jalanmu;
janganlah kamu membelok dari jalanmu, dan janganlah engkau hiraukan mereka,
karena sesungguhnya Allah pasti akan meninggikan kalimahmu, akan mendukung
agamamu, serta akan memenangkan agamamu di atas semua agama yang lain. Karena
itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ}
dan serulah (mereka) kepada (jalan) Tuhanmu. (Al-Qashash: 87)
Yakni menyembah Tuhanmu semata,
tiada sekutu bagi-Nya.
{وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
dan jangan sekali-kali kamu
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-Qashash:
87)
Adapun
firman Allah Swt.:
{وَلا تَدْعُ مَعَ
اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ}
Janganlah
kamu sembah di samping (menyembah)
Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia. (Al-Qashash: 88)
Penyembahan tidak layak
dilakukan kecuali hanya kepada-Nya, dan tidak pantas menyandang sifat Tuhan
kecuali hanya Dia dengan segala kebesaran-Nya.
Firman Allah Swt.:
{كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ}
Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88)
Ini merupakan kalimat berita
yang menyatakan bahwa Allah adalah Zat Yang Kekal, Abadi, Hidup, Yang Maha
Mengatur segalanya; semua makhluk mati, sedangkan Dia tidak mati. Ayat ini
semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ * وَيَبْقَى
وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ}
Semua yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27)
Kata wajah dalam ayat ini
dimaksudkan Zat, begitu pula yang terdapat di dalam surat Al-Qashash ini, yaitu
firman-Nya:
{كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ}
Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Zat Allah. (Al-Qashash: 88)
Yakni kecuali hanya Allah.
Di dalam kitab sahih disebutkan
melalui jalur Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"أَصْدَقُ كَلِمَةٍ
قَالَهَا شَاعِرٌ [كَلِمَةُ] لَبِيَدٍ:
أَلَا كلُّ شَيْء مَا خَلا اللهَ بَاطِلُ
Kalimat yang paling benar
yang dikatakan oleh penyair adalah kata-kata Labid, yaitu: "Ingatlah,
segala sesuatu selain Allah pasti binasa.”
Mujahid dan As-Sauri mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali
Allah. (Al-Qashash: 88) Yaitu terkecuali sesuatu yang dimaksudkan demi
Dia; Imam Bukhari meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab sahihnya
seakan-akan dia menyetujuinya.
Menurut Ibnu Jarir, orang yang
berpendapat demikian berpegang kepada perkataan seorang penyair yang
mengatakan:
أسْتَغْفِرُ اللهَ ذنبًا لَسْتُ مُحْصِيَهُ ... رَبّ العبَاد، إلَيه
الوَجْهُ والعَمَلُ ...
Aku memohon ampun kepada
Allah atas dosa-dosa yang aku tidak dapat menghitungnya; Dia adalah Tuhan semua
hamba, hanya kepada-Nyalah dihadapkan (ditujukan) wajah
(niat) dan amal perbuatan.
Pendapat ini tidak bertentangan
dengan pendapat pertama,, karena pendapat ini menyatakan bahwa semua amal
perbuatan itu sia-sia, terkecuali amal perbuatan yang dikerjakan demi Zat Allah
semata, yaitu amal-amal saleh yang sesuai dengan kaidah syariat.
Sedangkan kesimpulan pendapat
pertama menyatakan bahwa eksistensi segala sesuatu pasti binasa kecuali hanya
Zat Allah Swt. Yang Mahasuci, karena sesungguhnya Dia Yang Pertama dan Dia pula
Yang Akhir, dengan pengertian 'pertamanya Dia tidak ada awalnya, dan
terakhirnya Dia tidak ada akhirnya.' Dia ada sebelum segala sesuatu ada, dan
Dia tetap ada sesudah segala sesuatu tiada.
Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad
ibnu Abud Dunia mengatakan di dalam kitab Tafakkur wai I'tibar, bahwa
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar, telah
menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Umar ibnu Sulaim Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Abul Walid yang
mengatakan bahwa Ibnu Umar r.a. apabila hendak membersihkan hatinya, ia
mendatangi tempat yang telah ditinggalkan oleh para penghuninya, lalu berdiri
di depan pintunya dan berseru dengan suara yang sedih.”Kemanakah para
penghunimu?" Kemudian merenungkan dirinya dan membaca firman-Nya: Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Zat Allah. (Al-Qashash: 88)
Adapun firman Allah Swt.:
{لَهُ الْحُكْمُ}
Bagi-Nyalah segala penentuan.
(Al-Qashash: 88)
Artinya, Dialah Raja dan Yang
Memerintah, tiada yang mempertanyakan terhadap ketentuan yang telah
diputuskan-Nya.
{وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}
dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan. (Al-Qashash: 88)
Yakni
kelak di hari kemudian, lalu Dia akan membalas semua amal perbuatan kalian.
Jika amal kalian baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan kalian
buruk, maka balasannya buruk pula.
Demikianlah akhir tafsir surat
Al-Qashash, dan hanya kepada Allah-lah dipanjatkan semua puji dan syukur.
õõõ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar