Selasa, 27 Maret 2018

30. SURAT AR-RUM


30. SURAT AR-RUM

(Bangsa Rumawi)
تَفْسِيرُ سُورَةِ الرُّومِ

Makkiyyah, 60 ayat. Kecuali ayat 17, Madaniyyah. Turun sesudah surat Al-Insyiqaq.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ar-Rum, ayat 1-7

{الم (1) غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (5) وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6) يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (7) }
Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang, (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Ayat-ayat ini diturunkan ketika Sabur (Raja Persia) berhasil mengalahkan tentara Romawi dan berhasil merebut negeri-negeri Syam serta bagian lainnya yang termasuk ke dalam wilayah kerajaan Romawi dari tanah Jazirah Arabia, juga sebagian besar wilayah kerajaan Romawi, sehingga Kaisar Romawi Heraklius terpaksa mundur dan mengungsi ke kota Konstantinopel. Ia dikepung oleh Raja Sabur dan bala tentaranya di kota Konstantinopel dalam waktu yang cukup lama, tetapi pada akhirnya kawasan kerajaan Romawi berhasil direbut kembali oleh Heraklius dari tangan orang-orang Persia, sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ} قَالَ: غُلبت وغَلَبت. قَالَ: كَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ فَارِسُ عَلَى الرُّومِ؛ لِأَنَّهُمْ أَصْحَابُ أَوْثَانٍ، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ، فذُكر ذَلِكَ لِأَبِي بَكْرٍ،، فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ" فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لَهُمْ، فَقَالُوا: اجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ أَجَلًا فَإِنْ ظَهَرْنَا كَانَ لَنَا كَذَا وَكَذَا، وَإِنْ ظَهَرْتُمْ كَانَ لَكُمْ كَذَا وَكَذَا. فَجَعَلَ أَجَلًا خَمْسَ سِنِينَ، فَلَمْ يَظْهَرُوا، فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو بَكْرٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:"أَلَا جَعَلَتْهَا إِلَى دُون" أَرَاهُ قَالَ: "الْعَشْرِ". "قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: الْبِضْعُ مَا دُونَ الْعَشْرِ. ثُمَّ ظَهَرَتِ الرُّومُ بَعْدُ، قَالَ: فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muawiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Sufyan As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Umrah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. (Ar-Rum: 1-3) Yakni dikalahkan dan dikalahkan. Ibnu Abbas menceritakan bahwa dahulu orang-orang musyrik merasa suka bila orang-orang Persia beroleh kemenangan atas orang-orang Romawi, karena orang-orang Persia adalah penyembah berhala sama dengan mereka. Sedangkan kaum muslim merasa suka bila orang-orang Romawi beroleh kemenangan atas orang-orang Persia, karena orang-orang Romawi adalah Ahli Kitab sama dengan mereka. Kemudian Abu Bakar menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya mereka (orang-orang Romawi) akan beroleh kemenangan. Lalu Abu Bakar menceritakan hal tersebut kepada orang-orang Musyrik. Maka mereka berkata, "Marilah kita menentukan batas waktunya antara kami dan kamu. Jika tebakan kami tepat, maka kami mendapat anu dan anu; dan jika tebakanmu tepat, kamu beroleh anu dan anu." Maka masa yang ditentukan oleh Abu Bakar adalah lima tahun, dan ternyata pasukan Romawi tidak mengalami kemenangan. Lalu Abu Bakar menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa tidak engkau jadikan masa itu di bawah sepuluh tahun (di atas lima tahun)?" Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa masa itu di bawah sepuluh tahun, kemudian barulah orang-orang Romawi beroleh kemenangan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, bahwa itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. (Ar-Rum: 1-3) sampai dengan firman-Nya: Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 5)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai yang keduanya dari Al-Husain ibnul Hurayyis, dari Muawiyah ibnu Amr, dari Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, sesungguhnya kami mengenal hadis ini hanya melalui riwayat Sufyan, dari Habib. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ishaq As-San'ani, dari Muawiyah ibnu Amr dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id atau Sa'id As'-Sa'labi yang dikenal dengan sebutan Abu Sa'id, dari kalangan ulama Tartus, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Al-Fazzari, lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. Dan dalam riwayat mereka disebutkan bahwa Sufyan As-Sauri mengatakan, telah sampai kepadanya berita yang menyatakan bahwa orang-orang Romawi mengalami kemenangan sesudah pecahnya Perang Badar.
Hadis lain, Sulaiman ibnu Marhan Al-A'masy telah meriwayatkan dari Muslim, dari Masruq yang telah menceritakan bahwa Abdullah pernah berkata, "Ada lima perkara yang telah berlalu, yaitu asap, azab, pem­balasan, rembulan, dan Romawi." Diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عَامِرٍ -هُوَ الشَّعْبِيُّ -عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ: كَانَ فَارِسُ ظَاهِرًا عَلَى الرُّومِ، وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ فَارِسُ عَلَى الروم. وك ان الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَهُمْ أَقْرَبُ إِلَى دِينِهِمْ، فَلَمَّا نَزَلَتْ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ} قَالُوا: يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ صَاحِبَكَ يَقُولُ: إِنَّ الرُّومَ تَظْهَرُ عَلَى فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ؟! قَالَ: صَدَقَ. قَالُوا: هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ نُقَامِرَكَ، فَبَايَعُوهُ عَلَى أَرْبَعِ قَلَائِصَ إِلَى سَبْعِ سِنِينَ، فَمَضَتِ السَّبْعُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ، فَفَرِحَ الْمُشْرِكُونَ بِذَلِكَ وَشَقَّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، فذُكِر ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بِضْعُ سِنِينَ عِنْدَكُمْ"؟ قَالُوا: دُونَ الْعَشْرِ. قَالَ: "اذْهَبْ فَزَايِدْهُمْ وَازْدَدْ سَنَتَيْنِ فِي الْأَجَلِ". قَالَ: فَمَا مَضَتِ السَّنَتَانِ حَتَّى جَاءَتِ الرُّكْبَانُ بِظُهُورِ الرُّومِ عَلَى فَارِسَ، فَفَرِحَ الْمُؤْمِنُونَ بِذَلِكَ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ} إِلَى قَوْلِهِ: { [وَعْدَ اللَّهِ] لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa dahulu bangsa Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi, dan orang-orang musyrik merasa senang bila bangsa Persia menang atas bangsa Romawi. Sedangkan kaum muslim merasa senang bila bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, karena bangsa Romawi adalah Ahli Kitab yang kaum muslim lebih dekat kepada mereka dalam hal agama daripada bangsa Persia yang Wasani. Ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. (Ar-Rum: 1-4) Mereka (kaum musyrik) mengatakan, "Hai Abu Bakar, sesungguhnya temanmu telah mengatakan bahwa bangsa Romawi akan beroleh kemenangan atas bangsa Persia dalam masa beberapa tahun mendatang." Abu Bakar menjawab, "Benar." Mereka berkata, "Maukah kamu bertaruh dengan kami?" Maka mereka sepakat dengan Abu Bakar menjadikan taruhannya empat ekor unta dengan jarak masa tujuh tahun. Ternyata setelah berlalu masa tujuh tahun tidak terjadi sesuatu apa pun, maka orang-orang musyrik pun bergembira dengan hal tersebut, sehingga kaum muslim merasa berat atas kekalahannya. Kemudian hal tersebut diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: "Apakah pengertian beberapa tahun di kalangan kalian?” Mereka menjawab, "Di bawah sepuluh tahun.” Nabi Saw. bersabda, "Pergilah dan tantanglah mereka untuk bertaruh lagi dan tambahlah masanya dua tahun lagi.” Abdullah ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa belum lagi masa dua tahun habis, datanglah kafilah yang membawa berita tentang kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Maka kaum mukmin bergembira dengan berita tersebut, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum: 1-2) sampai dengan firman-Nya: (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. (Ar-Rum: 6)
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الوَكِيعي، حَدَّثَنَا مُؤَمَّل، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ} ، قَالَ الْمُشْرِكُونَ لِأَبِي بَكْرٍ: أَلَا تَرَى إِلَى مَا يَقُولُ صَاحِبُكَ؟ يَزْعُمُ أَنَّ الرُّومَ تَغْلِبُ فَارِسَ. قَالَ: صَدَقَ صَاحِبِي. قَالُوا: هَلْ لَكَ أَنْ نُخَاطِرَكَ؟ فَجَعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُمْ أَجَلًا فَحَلَّ الْأَجَلُ قَبْلَ أَنْ تَغْلِبَ الرومُ فارسَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَاءَهُ ذَلِكَ وَكَرِهَهُ، وَقَالَ لِأَبِي بَكْرٍ: "مَا دَعَاكَ إِلَى هَذَا؟ " قَالَ: تَصْدِيقًا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ. فَقَالَ: "تَعَرَّض لَهُمْ وَأَعْظِمِ الخَطَر وَاجْعَلْهُ إِلَى بِضْعِ سِنِينَ". فَأَتَاهُمْ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُمْ: هَلْ لَكُمْ فِي الْعَوْدِ، فإن العود أحمد؟ قالوا: نَعَمْ. [قَالَ] فَلَمْ تَمْضِ تِلْكَ السُّنُونَ حَتَّى غَلَبَتِ الرُّومُ فارسَ، وَرَبَطُوا خُيُولَهُمْ بِالْمَدَائِنِ، وَبَنَوُا الرُّومِيَّةَ، فَجَاءَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَذَا السُّحْتُ، قَالَ: " تَصَدَّقْ بِهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Umar Al-Waki'i, telah menceritakan kepada kami Mu-min, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang telah menceritakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. (Ar-Rum: 1-3) Orang-orang musyrik berkata kepada Abu Bakar, "Tidakkah kamu lihat apa yang telah dikatakan oleh temanmu (Nabi Saw.), dia menduga bahwa bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia." Abu Bakar menjawab, "Benar apa yang dikatakan oleh temanku itu." Mereka berkata, "Maukah kamu bertaruh dengan kami?" Maka Abu Bakar menerima tantangan mereka dan menetapkan batas waktu yang dijadikan pegangan antara Abu Bakar dan mereka. Setelah batas waktu itu berlalu, ternyata bangsa Romawi masih belum beroleh kemenangan atas bangsa Persia. Ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw., maka beliau merasa sukacita dan tidak senang mendengarnya, lalu beliau Saw. bersabda kepada Abu Bakar, "Apakah yang mendorongmu berani berbuat demikian?" Abu Bakar menjawab, "Sebagai bukti membenarkan Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu Bakar, "Tantanglah mereka lagi, besarkanlah taruhannya, dan jadikanlah batas waktunya sampai beberapa tahun (lagi)." Orang-orang musyrik kembali datang menemui Abu Bakar, maka Abu Bakar berkata, "Maukah kalian kutantang lagi, karena mengulangi hal ini lebih baik?" Mereka menjawab, "Baiklah." Ternyata belum lagi habis beberapa tahun yang dimaksud, bangsa Romawi menang atas bangsa Persia sehingga orang-orang Romawi menambatkan kuda-kuda mereka di kota-kota besar (negeri Syam), dan mereka membangun kota Ar-Rumiyah. Lalu datanglah Abu Bakar kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda, "Itu adalah harta haram, maka sedekahkan harta tersebut (yang dihasilkan dari taruhan itu)."
Hadis lain.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي الزِّنَاد، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ نيَار بْنِ مُكرَم الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ، {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ} ، فَكَانَتْ فَارِسُ يَوْمَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ قَاهِرِينَ لِلرُّومِ، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ ظُهُورَ الرُّومِ عَلَيْهِمْ؛ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ، وَفِي ذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ: {وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ} ، وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تُحِبُّ ظُهُورَ فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ لَيْسُوا بِأَهْلِ كِتَابٍ وَلَا إِيمَانٍ بِبَعْثٍ، فَلَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ يَصِيحُ فِي نَوَاحِي مَكَّةَ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ} ، قَالَ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ لِأَبِي بَكْرٍ: فَذَاكَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ . زَعَمَ صَاحِبُكَ أَنَّ الرُّومَ سَتَغْلِبُ فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ، أَفَلَا نُرَاهِنُكَ عَلَى ذَلِكَ؟ قَالَ: بَلَى -وَذَلِكَ قَبْلَ تَحْرِيمِ الرِّهَانِ -فَارْتَهَنَ أَبُو بَكْرٍ وَالْمُشْرِكُونَ، وتواضَعُوا الرِّهَانَ، وَقَالُوا لِأَبِي بَكْرٍ: كَمْ تَجْعَلُ الْبِضْعَ: ثَلَاثَ سِنِينَ إِلَى تِسْعِ سِنِينَ، فَسمِّ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ وَسَطًا نَنْتَهِي إِلَيْهِ. قَالَ: فَسَمَّوْا بَيْنَهُمْ سِتَّ سِنِينَ. قَالَ: فَمَضَتْ سِتُّ السِّنِينَ قَبْلَ أَنْ يَظْهَرُوا، فَأَخَذَ الْمُشْرِكُونَ رَهْنَ أَبِي بَكْرٍ، فَلَمَّا دَخَلَتِ السَّنَةُ السَّابِعَةُ ظَهَرَتِ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ، فَعَابَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْمِيَةَ سِتِّ سِنِينَ، قَالَ: لِأَنَّ اللَّهَ قَالَ: {فِي بِضْعِ سِنِينَ} . قَالَ: فَأَسْلَمَ عِنْدَ ذَلِكَ نَاسٌ كَثِيرٌ
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Uwais, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abuz Zanad, dari Urwah ibnu Zubair, dari Niyar ibnu Makram Al-Aslami yang telah menceritakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. (Ar-Rum: 1-4) Saat ayat ini diturunkan bangsa Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi dan mengalahkan mereka. Dan kaum muslim senang bila bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, karena bangsa Romawi dan mereka sama-sama Ahli Kitabnya (yakni agama yang mempunyai kitab suci). Sehubungan dengan peristiwa tersebut diturunkan firman-Nya: Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5) Sedangkan orang-orang musyrik Quraisy suka bila bangsa Persia beroleh kemenangan, karena mereka semua bukan Ahli Kitab, juga sama-sama tidak beriman terhadap hari berbangkit. Setelah ayat-ayat tersebut diturunkan, Abu Bakar keluar ke sekeliling penjuru kota Mekah seraya membacakan firman-Nya dengan suara keras, yaitu: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). (Ar-Rum: 1-4) Maka segolongan orang-orang musyrik Quraisy berkata kepada Abu Bakar, "Peristiwa tersebut menyangkut antara kami dan kalian, teman kalian mengira bahwa bangsa Romawi akan menang atas bangsa Persia dalam beberapa tahun mendatang, maukah kamu bertaruh dengan kami untuk hal ini?" Abu Bakar menjawab, "Ya, saya setuju." Demikian itu terjadi sebelum diharamkannya taruhan. Maka Abu Bakar bertaruh dengan orang-orang musyrik dan mereka saling menetapkan jumlah taruhan itu. Orang-orang Quraisy berkata kepada Abu Bakar, "Kita sepakat menamakan beberapa tahun dimulai dari tiga tahun sampai sembilan tahun. Bagaimana kalau kita tetapkan batas pertengahan di antara kamu dan kami untuk kita jadikan pegangan?" Akhirnya mereka sepakat menetapkan batas pengertian beberapa tahun itu dengan pengertian pertengahan menjadi enam tahun. Setelah berlalu masa enam tahun, ternyata bangsa Romawi masih belum beroleh kemenangan. Akhirnya orang-orang musyrik menarik taruhan Abu Bakar, dan setelah masuk tahun yang ketujuh barulah bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia. Kaum muslim mencela sikap Abu Bakar yang setuju dengan batas masa enam tahun, padahal Allah Swt. telah berfirman dalam Kitab-Nya, "Beberapa tahun." Dengan terjadinya peristiwa tersebut banyak orang yang masuk Islam.
Demikianlah menurut teks yang diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, kami tidak mengenalnya melainkan melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad.
Hal yang semisal telah diriwayatkan secara mursal bersumber dari sejumlah tabi'in, seperti Ikrimah, Asy-Sya'bi, Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan Az-Zuhri serta lain-lainnya.
Di antara teks yang paling garib sehubungan dengan kisah ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Sunaid ibnu Daud di dalam kitab tafsirnya.
Ia mengatakan: telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Abu Bakar ibnu Abdullah, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa di negeri Persia terdapat seorang wanita yang semua putranya adalah pendekar-pendekar dalam perang. Maka Kisra (Raja Persia) mengundangnya dan mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku berniat akan mengirimkan sejumlah pasukan untuk melawan bangsa Romawi, dan aku ingin agar yang memimpin pasukan itu adalah seorang lelaki dari anak-anakmu. Maka kemukakanlah pendapatmu kepadaku, siapakah yang pantas aku gunakan untuk tugas ini?" Wanita itu menjawab, "Inilah si Fulan, dia lebih licik daripada musang dan lebih awas daripada burung elang. Ini si Farkhan, dia lebih tajam daripada ujung tombak. Dan ini si Syahriraz, dia lebih hati-hati daripada semuanya. Silahkan pilih, mana di antara mereka yang engkau sukai." Raja Persia berkata, "Sesungguhnya aku akan memakai orang yang paling hati-hati dari mereka." Maka Raja Persia mengangkat Syahriraz sebagai panglima pasukannya. Syahriraz berangkat membawa pasukan Persia menuju ke negeri Romawi, dan ternyata dia berhasil memenangkan peperangan, banyak tentara Romawi yang gugur dalam perang itu; Syahriraz merusak kota-kota besar negeri Romawi dan menebangi pohon-pohon zaitunnya. Abu Bakar ibnu Abdullah (perawi) menceritakan kisah ini kepada Ata Al-Khurrasani, maka Ata berkata, "Sudahkah kamu melihat negeri Syam?" Aku (Abu Bakar ibnu Abdullah) menjawab, "Belum." Ata berkata, "Ingatlah, bila kamu berkunjung ke negeri Syam, tentulah kamu akan menyaksikan kota-kota besar yang telah dihancurkan dan pohon-pohon zaitun yang telah ditebangi." Sesudah itu aku pergi berkunjung ke negeri Syam, dan ternyata aku menyaksikan bekas-bekas tersebut. Ata Al-Khurrasani mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ya'mur, bahwa Kaisar Romawi mengirimkan seorang panglima perang bernama Qatmah untuk memimpin pasukan Romawi, sedangkan Kisra mengirimkan Syahriraz untuk memimpin pasukan Persia. Kedua pasukan bertemu dalam medan perang di antara azri'at dan Basra, kawasan negeri Syam yang paling dekat dengan kalian (orang Arab). Akhirnya pasukan Romawi dikalahkan oleh pasukan Persia. Mendengar berita tersebut orang-orang musyrik Quraisy merasa senang, sedangkan kaum muslim tidak suka dengan berita itu. Orang-orang musyrik menjumpai sahabat Nabi Saw. dan mengata­kan, "Sesungguhnya kalian Ahli Kitab dan orang Nasrani pun Ahli Kitab, sedangkan kami adalah orang-orang ummi. Dan saudara-saudara kami bangsa Persia (yakni dalam hal akidah) beroleh kemenangan atas saudara-saudara kalian Ahli Kitab. Dan sesungguhnya jika kalian memerangi kami, pastilah kami pun akan beroleh kemenangan atas kalian." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif Lam Mim, Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. (Ar-Rum: 1-3) sampai dengan firman-Nya: Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 5) Maka keluarlah Abu Bakar menemui orang-orang kafir dan mengatakan kepada mereka, "Apakah kalian merasa gembira dengan kemenangan saudara-saudara kalian atas saudara-saudara kami, janganlah kalian bergembira dahulu, kelak Allah pasti akan membuat hati kalian tidak senang. Demi Allah, sesungguhnya Dia akan memenangkan bangsa Romawi atas bangsa Persia; hal ini telah diberitakan kepada kami oleh Nabi kami." Maka bangkitlah Ubay Ibnu Khalaf, lalu berkata, "Hai Abu Fudail (nama julukan lain Abu Bakar), kamu dusta." Abu Bakar berkata kepadanya, "Engkau lebih dusta, hai musuh Allah." Ubay berkata, "Aku berani bertaruh denganmu sepuluh ekor unta dariku dan sepuluh ekor unta darimu. Jika bangsa Romawi menang atas bangsa Persia, maka aku kalah. Dan jika bangsa Persia tetap menang, maka engkaulah yang kalah. Kita tunggu sampai tiga tahun mendatang." Kemudian Abu Bakar datang menghadap Nabi Saw. dan menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Nabi Saw. bersabda, "Bukan demikian yang kumaksudkan, sesungguhnya pengertian beberapa tahun itu adalah antara tiga sampai sembilan tahun. Sekarang tambahlah taruhannya dan perpanjanglah masanya." Abu Bakar keluar, lalu menjumpai Ubay. Ubay langsung berkata kepadanya, "Barangkali kamu menyesal." Abu Bakar menjawab, "Tidak, sekarang aku akan menambah taruhanku kepadamu dan memperpanjang masanya. Aku setuju bertaruh dengan seratus ekor unta sampai dengan masa sembilan tahun." Ubay menjawab, "Saya setuju." Dan ternyata belum lagi masa sembilan tahun habis, bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, akhirnya kaum muslim berhasil memenangkan taruhan itu. Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah bangsa Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi, Farkhan (saudara Syahriraz) duduk sambil minum-minum, lalu berkata kepada teman-teman bawahannya, "Sesungguhnya aku bermimpi seakan-akan diriku sedang duduk di atas singgasana Kisra (Raja Persia)." Ternyata pembicaraannya itu disadap, lalu sampai ke Kisra. Maka Kisra menulis surat perintah kepada Syahriraz yang isinya mengatakan, "Jika engkau telah membaca suratku ini, kirimkanlah kepadaku kepala Farkhan." Syahriraz menjawab surat Kisra dengan mengatakan, "Wahai tuan raja, sesungguhnya engkau tidak akan dapat menjumpai orang yang seperti Farkhan. Dia ahli dalam bersiasat perang dan sangat disegani oleh lawan, jangan engkau lakukan hal tersebut." Maka Kisra menjawab suratnya, "Sesungguhnya di kalangan pasukan Persia banyak dijumpai orang yang mampu menggantikan kedudukannya. Sekarang serahkanlah kepala Farkhan kepadaku." Syahriraz kembali menjawab surat Kisra dan masih belum memenuhi perintahnya. Maka Kisra berkirim surat kepada pasukan Persia yang isinya mengatakan, "Sesungguhnya aku telah memecat Syahriraz sebagai panglima kalian, dan sebagai penggantinya aku angkat Farkhan." Kemudian Kisra menulis surat rahasia kepada penyampai suratnya seraya mengatakan kepadanya, "Jika Farkhan telah menjabat sebagai panglima perang dan saudaranya (yaitu Syahriraz) tunduk kepadanya, maka berikanlah surat rahasia ini kepadanya." Setelah Syahriraz membaca surat Kisra, ia mengatakan, "Aku tunduk dan patuh kepada perintah Kisra," lalu ia turun dari jabatannya dan kedudukannya diganti oleh Farkhan. Maka surat rahasia itu disampaikan kepada Farkhan. Setelah ia membaca surat itu, berkatalah ia, "Hadapkan­lah kepadaku Syahriraz." Ketika Syahriraz telah dihadapkan kepadanya, Farkhan bersiap-siap hendak memenggal kepalanya, tetapi Syahriraz berkata, "Jangan terburu-buru, sebelum aku menulis surat wasiatku." Farkhan menjawab, "Baiklah." Maka Syahriraz mengambil arsip dan memberikan kepada Farkhan beberapa lembar surat seraya berkata, "Semua surat ini membuktikan sanggahanku terhadap Kisra sehubungan dengan hukuman mati atas dirimu, dan sekarang engkau hendak membunuhku hanya dengan sebuah surat saja." Maka Farkhan menyerahkan kembali tampuk kepemimpinan kepada saudaranya Syahriraz. Lalu Syahriraz berkirim surat kepada Kaisar Romawi yang isinya mengatakan, "Sesungguhnya aku mempunyai keperluan penting denganmu yang tidak dapat disampaikan melalui juru kirim surat dan tidak dapat ditulis di dalam lembaran-lembaran kertas, melainkan harus kusampaikan secara langsung kepadamu. Temuilah aku dengan mem­bawa lima puluh orang pasukan Romawi, aku pun akan menemuimu hanya dengan membawa lima puluh orang pasukan Persia." Tetapi Kaisar Romawi datang dengan membawa lima ratus ribu orang pasukan dan memasang mata-matanya dijalan yang akan dilaluinya. Dia merasa khawatir bila berita ini hanya semata-mata tipu muslihat dari pihak musuh yang hendak menjebaknya. Kemudian datanglah mata-matanya melaporkan bahwa Syahriraz datang hanya dengan membawa lima puluh orang personil pasukannya. Kemudian raja (panglima pasukan) Romawi menyambut kedatangan panglima pasukan Persia dan keduanya mengadakan pertemuan di dalam sebuah tenda sutra yang khusus dibuat untuk pertemuan ini. Masing-masing pihak hanya membawa sebuah belati, lalu masing-masing pihak memanggil juru terjemahnya. Maka Syahriraz membuka pembicaraan, "Sesungguhnya orang-orang yang merusak kota-kota besarmu adalah aku dan saudaraku dengan tipu muslihat kami dan berkat keberanian kami. Dan sesungguhnya sekarang Kisra (Raja Persia) merasa dengki terhadap kami. Dia ingin agar aku membunuh saudaraku, tetapi aku menolaknya. Setelah itu Kisra memerintahkan kepada saudaraku untuk membunuhku. Sekarang kami berdua telah dipecat dari jabatan kami, dan berniat akan memeranginya bersama-sama denganmu." Panglima pasukan Romawi berkata, "Kamu berdua benar." Kemudian salah satu pihak berisyarat kepada pihak lain yang mengandung arti bahwa rahasia itu harus dipegang oleh dua orang. Bila lebih dari itu, maka rahasia tersebut akan terbongkar. Pihak yang lain memahami isyarat tersebut, lalu keduanya membunuh juru terjemahnya masing-masing dengan pisau belati. Setelah kejadian itu Allah membinasakan Kisra (yakni membuatnya kalah dalam peperangan), dan beritanya sampai kepada Rasulullah Saw. pada hari Perjanjian Hudaibiyah. Maka bergembiralah hati beliau bersama kaum muslim yang ada bersamanya saat itu. Hadis ini berpredikat garib, begitu pula teksnya.
Berikutnya kita akan membahas tentang ayat-ayat yang mulia ini.
******************
Firman Allah Swt.:
{الم. غُلِبَتِ الرُّومُ}
Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum: 1-2)
Dalam pembahasan terdahulu telah dijelaskan huruf-huruf hijaiyah yang mengawali kebanyakan surat-surat Al-Qur'an di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
Bangsa Romawi berasal dari keturunan Al-Isa ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s., mereka adalah anak-anak paman Bani Israil, dan dikenal dengan nama "orang-orang yang berkulit kuning (putih)." Mereka pada mulanya berpegang kepada agama orang-orang Yunani. Bangsa Yunani berasal dari keturunan Yafis ibnu Nuh, anak-anak paman nenek moyang bangsa Turki. Mereka menyembah bintang-bintang yang beredar yang jumlahnya ada tujuh buah, dikenal pula dengan sebutan “al-mutahayyirah." Salat mereka menghadap ke arah utara; merekalah orang-orang yang membangun kota Dimasyq dan membangun kuil-kuilnya, yang di dalamnya terdapat mihrab-mihrab yang menghadap ke arah utara. Orang-orang Romawi pada mulanya memeluk agama mereka sampai dengan masa diutus-Nya Al-Masih, yakni tiga ratus tahun kemudian.
Raja dari kalangan mereka yang berhasil menguasai seluruh kawasan negeri Syam bersama Jazirah Arabia disebut dengan julukan kaisar. Raja pertama yang memeluk agama Nasrani dari kalangan raja-raja Romawi adalah Konstantin ibnu Qastus. Ibunya bernama Maryam Al-Hailaniyah Al-Gandaqiyah dari tanah Haran. Pada mulanya dialah yang lebih dahulu masuk agama Nasrani, lalu mengajak anaknya untuk memeluk agama Nasrani. Semula Kaisar Romawi adalah seorang ahli filsafat, akhirnya ia mengikuti ajakan ibunya.
Menurut suatu pendapat, ia mau masuk Nasrani hanya semata-mata karena alasan diplomatis, dan akhirnya orang-orang Nasrani tunduk patuh kepadanya serta sepakat mendukungnya. Di masa pemerintahannya mereka berdebat dengan Abdullah ibnu Arius, lalu mereka berselisih pendapat dengan perselisihan yang banyak. Pendapat mereka bermacam-macam, dan berpecah belahlah mereka menjadi banyak golongan dan aliran.
Hanya ada sebagian dari mereka yang terdiri dari 318 orang uskup bersatu dan sepakat di antara sesama mereka. Selanjutnya mereka membuat-buat akidah untuk diserahkan kepada Kaisar Konstantin. Hal ini mereka sebut dengan istilah "Amanat yang besar," padahal sesungguhnya hal tersebut tiada lain merupakan pengkhianatan yang rendah.
Mereka membuat undang-undang buat Konstantin berupa hukum-hukum yang menyangkut masalah halal dan haram serta hal-hal lainnya yang diperlukan oleh golongan mereka. Akhirnya mereka mengubah agama Al-Masih Isa a.s. dan melakukan penambahan serta pengurangan padanya. Mereka salat menghadap ke arah timur dan mengganti hari Sabtu dengan hari Ahad. Mereka menyembah salib, menghalalkan babi, dan membuat-buat hari perayaan yang mereka ada-adakan —seperti hari raya salib, hari raya kudus, dan lain sebagainya—yang merupakan buat-buatan mereka sendiri.
Kemudian mereka mengangkat buat Konstantin seorang paulus yang merupakan pemimpin agama mereka, lalu patrik, lalu kardinal, lalu uskup dan pendeta. Mereka membuat-buat ruhbaniyah (kerahiban).
Sedangkan kaisar sendiri membangun untuk mereka gereja-gereja dan tempat-tempat peribadatan, lalu membangun sebuah kota yang namanya dinisbatkan kepada namanya sendiri, yaitu Konstantinopel. Menurut suatu pendapat, di masa pemerintahannya dia membangun sepuluh ribu gereja dan membangun Baitul Lahm dengan memiliki tiga mihrab, sedangkan ibunya membangun Al-Qumamah.
Mereka yang telah disebutkan di atas menamakan dirinya dengan sebutan Mulkiyah, yakni orang-orang yang sealiran dengan agama raja.
Setelah itu muncul sekte baru yang disebut dengan Ya'qubiyah, yaitu pengikut Ya'qub seorang uskup, kemudian muncul pula sekte Nustur pengikut Nustur. Mereka menjadi beberapa sekte dan golongan yang banyak jumlahnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Saw.:
"إِنَّهُمُ افْتَرَقُوا عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً"
Sesungguhnya mereka berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.
Kesimpulannya ialah mereka tetap berpegang pada agama Nasrani. Setiap kali Kaisar meninggal dunia, kedudukannya diganti oleh penggantinya hingga kaisar yang terakhir bernama Heraklius. Dia adalah seorang cendekiawan, raja yang berwibawa, paling luas wawasannya, serta paling jitu pendapatnya. Di bawah kepemimpinannya kekaisaran Romawi mencapai masa keemasannya sehingga sebanding dengan kerajaan Persia. .
Kisra (Raja Persia) menguasai banyak negeri yang luas, seperti Irak, Khurrasan, Ray, dan negeri-negeri lainnya yang bukan bangsa Arab penduduknya. Nama Raja Persia saat itu adalah Sabur yang dijuluki dengan nama Zul Aktaf. Kerajaan Persia jauh lebih besar daripada kerajaan Romawi; tampuk kepemimpinan orang-orang 'Ajam dan bangsa Persia berada di tangan kekuasaannya, mereka adalah penyembah api.
Dalam riwayat yang bersumber dari Ikrimah telah disebutkan bahwa Kisra mengirimkan para pembantunya dan pasukannya untuk memerangi Kaisar Romawi. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, Kisra sendirilah yang memerangi Kaisar Romawi dan negerinya sehingga berhasil mengalahkan kaisar dan memukul mundur pasukannya, dan kaisar terpaksa berlindung di dalam benteng ibu kota negerinya, yaitu Konstantinopel.
Kisra mengepung kota Konstantinopel dalam waktu yang cukup lama sehingga membosankannya. Orang-orang Nasrani sangat mengagungkan kota Konstantinopel, sedangkan Kisra tidak mampu menaklukkan kota tersebut karena bentengnya yang sangat kuat dan letaknya sangat strategis.
Demikian itu karena bagian muka benteng Konstantinopel menghadap ke daratan, sedangkan bagian belakangnya menghadap ke laut. Semua perbekalan dan bahan makanan datang ke Konstantinopel dari arah laut.
Setelah pengepungan itu berlangsung cukup lama, Kisra me­rencanakan tipu muslihat yang telah ia pikirkan dengan masak-masak sebelumnya. Untuk itu ia meminta kepada Kisra agar pergi dari negerinya dengan imbalan sejumlah harta yang disetujui oleh Kisra dengan syarat bahwa pihak kaisar diperbolehkan mengajukan persyaratan menurut apa yang disukainya. Permintaan kaisar disetujui oleh Kisra, lalu Kisra meminta harta yang banyak sekali jumlahnya kepada kaisar sehingga tiada seorang raja pun di dunia ini yang mampu memenuhinya. Harta tersebut berupa emas, perhiasan, pakaian, pelayan-pelayan wanita dan pria, serta berbagai macam permintaan lainnya. Semuanya itu disetujui oleh kaisar, dan kaisar memberikan jaminan dengan pura-pura bahwa semua yang diminta oleh Kisra itu dimilikinya. Sedangkan kenyataannya ketika Kisra mengajukan apa yang dia minta itu, dalam benak kaisar terbayangkan bahwa seandainya dia dan Kisra mengumpulkan semua harta kekayaannya, tentulah tidak akan mencapai sepersepuluh dari apa yang diminta oleh Kisra.
Kaisar meminta kepada Kisra untuk memberinya kesempatan keluar dari benteng menuju negeri Syam dan kawasan-kawasan kerajaan Romawi lainnya dengan alasan akan menghimpun dana tersebut dari harta simpanannya yang terdapat di daerah-daerah tersebut.
Kisra memberinya izin untuk keluar dari benteng. Ketika kaisar telah siap untuk keluar dari benteng Konstantinopel, terlebih dahulu ia mengumpulkan semua orang yang seagama dengannya, lalu berkata, "Sesungguhnya aku akan keluar untuk melakukan apa yang telah kurencanakan sebelumnya dengan membawa sejumlah pasukan yang telah terlatih. Jika aku dapat kembali kepada kalian sebelum masa satu tahun, berarti aku masih tetap menjadi raja kalian. Tetapi jika aku tidak kembali kepada kalian sesudahnya, maka kalian boleh memilih: Jika kalian suka, boleh tetap menjadikanku sebagai raja kalian; dan jika kalian lebih suka memilih selainku, aku persilakan." Maka mereka menjawab bahwa mereka tetap berbaiat kepada Konstantin sebagai raja mereka seumur hidup, sekalipun ia pergi meninggalkan mereka selama sepuluh tahun.
Ketika Kaisar Konstantin keluar dari bentengnya, ia diiringi oleh sejumlah pasukannya. Sedangkan Kisra saat itu berkemah di Konstantinopel bersama pasukannya menunggu kedatangan kaisar kembali ke Konstantinopel.
Setelah mendapat kesempatan itu kaisar segera membawa pasukannya bergerak cepat menuju negeri Persia. Sesampainya di negeri Persia, ia dan pasukannya membuat kerusakan padanya dan membunuhi para penduduknya yang laki-laki dan bala tentara Persia yang tertinggal. Dia terus melakukan pembunuhan sepanjang jalan yang dilaluinya hingga sampailah di ibu kota kerajaan Persia. Lalu ia membunuh semua orang yang ada padanya, merampas semua penghasilan serta harta bendanya, dan menahan kaum wanitanya, bahkan juga permaisuri Kisra. Kemudian kaisar mencukur gundul anak Kisra dan menaikkannya di atas keledai, lalu mengirimkannya bersama sejumlah tawanan lainnya dalam keadaan sangat hina dan direndahkan ke Kisra dengan membawa pesan darinya, "Inilah yang kamu minta, silakan ambil."
Ketika berita tersebut sampai kepada Kisra, tiada yang dapat menggambarkan kesedihannya selain hanya Allah Swt., dan amarahnya makin bertambah meluap terhadap ibu kota kerajaan Romawi. Lalu ia melancarkan serangannya dengan semua kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, tetapi usahanya itu kandas dan sia-sia.
Setelah tidak mampu menjatuhkan benteng Konstantinopel, maka ia berangkat bersama pasukannya untuk mencegat kaisar dan pasukannya di celah Jaihun yang merupakan satu-satunya jalan bagi kaisar untuk mencapai Konstantinopel.
Kaisar mengetahui siasat itu, maka ia membuat tipu muslihat yang sangat hebat, belum pernah siasat itu dilakukan oleh seorang panglima perang pun. Untuk itu ia menempatkan pasukannya dan semua perbekalan yang berhasil mereka peroleh dari rampasan perang di mulut celah Jaihun. Kemudian ia memerintahkan kepada sebagian pasukannya untuk membawa makanan hewan kendaraan, kotoran serta isi perut hewan ternak. Kemudian ia membawa pasukannya itu melalui jalan atas yang mendaki hingga sampai di tempat yang dekat dengan celah Jaihun kurang lebih jarak perjalanan satu hari. Sesampainya di atas, ia memerintahkan kepada pasukannya untuk melemparkan semua beban yang mereka bawa ke dalam sungai (yang melalui celah Jaihun).
Ketika kotoran dan makanan ternak itu terbawa hanyut oleh arus Sungai Sam sampai di tempat Kisra, maka Kisra menduga bahwa pasukan yang dibawa kaisar melalui jalan atas. Maka dengan segera ia memerintah­kan seluruh pasukannya bergerak mengejar mereka sehingga celah Jaihun kosong, tidak dijaga oleh pasukan Persia.
Kaisar kembali kepada induk pasukannya, lalu memerintahkan mereka untuk bergerak dan memasuki celah Jaihun dengan langkah yang cepat. Akhirnya selamatlah kaisar dari kejaran Kisra dan pasukannya, lalu sampai di benteng Konstantinopel dengan selamat.
Kemudian hari itu dijadikan oleh orang-orang Nasrani sebagai hari raya. Sedangkan Kisra dan pasukannya kebingungan, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Negeri-negeri kaisar tidak dapat mereka taklukkan, sementara negeri mereka sendiri telah dihancur-berantakkan oleh pasukan Romawi; semua kekayaan mereka telah diboyong ke kerajaan Romawi dan anak-anak mereka serta kaum wanita mereka telah dijadikan tawanan.
Demikianlah kisah kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia, dan peristiwa ini terjadi setelah berlalu masa sembilan tahun sejak kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi.
Perang besar antara pasukan Romawi dan pasukan Persia —di mana pasukan Romawi mengalami kekalahan— terjadi di antara Azri'at dan Basra. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Ibnu Abbas dan Ikrimah serta selain keduanya. Tempat tersebut merupakan pinggiran negeri Syam yang berdekatan letaknya dengan negeri Hijaz.
Mujahid mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi di Jazirah, yaitu bagian kerajaan Romawi yang letaknya paling berdekatan dengan perbatasan negeri Persia. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia terjadi setelah sembilan tahun dari kekalahannya. Hal ini diungkapkan oleh Al-Qur'an dengan kata-kata "beberapa tahun," yang menurut bahasa Arab pengertiannya menunjukkan antara tiga sampai sembilan.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir serta selain keduanya melalui riwayat Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Jumahi, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah Muhammad ibnu Abbas disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu Bakar sehubungan dengan makna firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum: 1-2), hingga beberapa ayat berikutnya.
يأَلَا احْتَطْتَ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَإِنَّ الْبِضْعَ مَا بَيْنَ ثَلَاثٍ إِلَى تِسْعٍ؟ "
"Hai Abu Bakar, mengapa engkau tidak hati-hati dalam mengambil keputusan? Sesungguhnya pengertian beberapa tahun itu antara tiga sampai sembilan tahun."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalurnya. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Abdullah ibnu Amr, kemudian ia mengatakan hal yang semisal dengan apa yang dikatakan oleh Imam Turmuzi. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*************
Firman Allah Swt.:
{لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ}
Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). (Ar-Rum: 4)
Maksudnya, sebelum dan sesudah peristiwa kemenangan itu; hal ini diungkapkan dengan mabnidam karena diputuskan dari idafah-nya.
{وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ}
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. (Ar-Rum: 4-5)
Yakni ditolong-Nya orang-orang Romawi pasukan kaisar raja negeri Syam atas pasukan Persia pendukung Kisra yang Majusi. Kemenangan pasukan Romawi atas pasukan Persia bertepatan dengan terjadinya Perang Badar, menurut pendapat sebagian besar ulama, seperti Ibnu Abbas, As-Sauri, As-Saddi, dan lain-lainnya.
Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, Abu Hatim, dan Al-Bazzar melalui hadis Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa ketika Perang Badar terjadi, bertepatan dengan itu bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia. Maka kaum mukmin gembira mendengar berita tersebut, dan Allah menurunkan firman-Nya: Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5)
Ulama lainnya mengatakan bahwa kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia justru terjadi di tahun ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah. Demikianlah menurut pendapat Ikrimah, Az-Zuhri, dan Qatadah serta yang lainnya yang bukan hanya seorang. Sebagian dari mereka yang berpendapat demikian mengemukakan alasannya untuk mendukung pendapatnya ini, bahwa kaisar telah bernazar bahwa bila Allah memberikan kemenangan kepadanya atas Kisra, dia benar-benar akan berjalan kaki dari Himsa ke Yerussalem —yaitu berziarah ke Baitul Maqdis— sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Swt. dan nazarnya itu benar-benar ia kerjakan.
Setelah berada di Baitul Maqdis dan belum lagi ia meninggalkannya, datanglah surat Rasulullah Saw. yang beliau kirimkan melalui Dihyah ibnu Khalifah. Dihyah menyerahkan surat itu kepada gubernur Basrah, lalu gubernur Basrah menyerahkannya kepada kaisar.
Setelah kaisar membaca surat Rasulullah Saw., ia meminta agar dapat berbicara dengan orang-orang Arab Hijaz yang sedang ada di negeri Syam. Saat itu Abu Sufyan alias Sakhr ibnu Harb Al-Umawi sedang berada di Gazzah bersama sejumlah orang Quraisy dalam misi dagangnya. Maka mereka dipanggil menghadap kaisar dan duduk di hadapannya.
Lalu kaisar bertanya, "Siapakah di antara kalian yang paling dekat hubungan nasabnya dengan lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) yang mengakui dirinya sebagai seorang nabi?" Abu Sufyan menjawab, "Saya."
Kaisar berkata kepada pembantu-pembantunya, "Persilakanlah mereka untuk duduk di belakang orang ini, karena sesungguhnya aku akan menanyainya tentang lelaki itu. Jika dia dusta, tentu mereka akan memprotesnya." Abu Sufyan berkata (dalam hatinya), "Demi Allah, seandainya mereka tidak menekanku agar jangan berdusta, tentulah aku akan berdusta."
Kemudian Heraklius Kaisar Romawi menanyai Abu Sufyan tentang nasab lelaki itu dan sifatnya. Pertanyaannya antara lain, "Apakah dia pernah ingkar janji?" Abu Sufyan menjawab, "Tidak pernah. Kami sekarang berada dalam ikatan perjanjian dengannya, dan kami tidak mengetahui apakah yang akan dia lakukan terhadap perjanjian tersebut." Yang dimaksud Abu Sufyan adalah Perjanjian Hudaibiyah yang telah ditandatangani oleh Rasulullah Saw. dan orang-orang kafir Quraisy untuk gencatan senjata selama sepuluh tahun.
Berdasarkan kisah ini mereka menyimpulkan bahwa kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia terjadi di tahun Perjanjian Hudaibiyah, sebab kaisar baru memenuhi nazarnya setelah Perjanjian Hudaibiyah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Akan tetapi, bagi orang-orang yang berpendapat seperti pendapat pertama dapat mengemukakan alasannya, bahwa saat usai perang tentu saja negeri kaisar dalam keadaan rusak dan berantakan sehingga ia belum sempat memenuhi nazarnya sebelum memperbaiki apa yang telah rusak dari negerinya, ia sibuk memeriksa semua kawasan negerinya dan membangunnya kembali seperti semula. Setelah berlalu masa empat tahun seusai kemenangannya itu, barulah ia memenuhi nazarnya. Hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Masalah ini tidaklah sulit. Yang jelas ketika bangsa Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi orang-orang mukmin merasa sedih dengan berita tersebut. Dan ketika bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, orang-orang mukmin gembira dengan berita tersebut. Karena bangsa Romawi secara garis besarnya adalah Ahli kitab, dan mereka lebih dekat dengan orang-orang mukmin dibandingkan dengan orang-orang yang beragama Majusi, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ. وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguh­nya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” (Al-Maidah: 82) sampai dengan firman-Nya: Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.). (Al-Maidah: 83)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ}
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepadaku Usaid Al-Kilabi yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Ala ibnuz Zubair Al-Kilabi menceritakan dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia menyaksikan kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi, kemudian menyaksikan pula kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Lalu ia menyaksikan pula kemenangan kaum muslim atas bangsa Persia dan bangsa Romawi; semuanya itu terjadi dalam kurun waktu yang lamanya lima belas tahun.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الْعَزِيزُ}
Dialah Yang Mahaperkasa. (Ar-Rum: 5)
dalam pertolongan dan pembalasan-Nya terhadap musuh-musuh-Nya.
{الرَّحِيمُ}
lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 5)
terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman.
Firman Allah Swt.:
{وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ}
(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. (Ar-Rum: 6)
Yakni apa yang Kami beritakan kepadamu, Muhammad, bahwa aku akan menolong bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan janji dari-Ku yang sebenar-benarnya dan berita yang benar yang tidak akan diingkari kejadian dan peristiwanya. Karena sudah merupakan sunnatullah bila Allah menolong golongan yang lebih dekat kepada kebenaran di antara kedua golongan yang berperang itu, kemudian menjadikan kesudahan yang baik bagi golongan tersebut.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum: 6)
tentang hukum Allah (keputusan-Nya), bahwa semua yang dilakukan oleh-Nya adalah sesuai dengan norma-norma keadilan.
*****
Firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar-Rum: 7)
Artinya, kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu melainkan hanya yang menyangkut masalah dunia, mata pencahariannya, dan semua urusannya. Mereka benar-benar cerdik dan pandai dalam meraih dan menciptakan berbagai macam pekerjaannya. Sedangkan terhadap perkara-perkara agama dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di negeri akhirat nanti, mereka lalai. Seakan-akan seseorang dari mereka kosong pengetahuannya tentang ilmu akhirat, hatinya tidak tergerak terhadapnya, dan pikirannya kosong darinya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, kecintaan seseorang dari mereka kepada dunianya benar-benar mencapai batas yang tak terperikan, sehingga ketika dia sedang membolak-balikkan mata uang dirham di atas kukunya, ia dapat menceritakan kepadamu tentang berat kandungan logamnya, padahal dia masih belum dapat melakukan salat dengan baik."
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar-Rum: 7) Yakni orang-orang kafir itu hanya mengetahui cara meramaikan dunia, sedang mengenai urusan agama mereka bodoh sama sekali.

Ar-Rum, ayat 8-10

{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ (8) أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَأَثَارُوا الأرْضَ وَعَمَرُوهَا أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (9) ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا السُّوءَى أَنْ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ (10) }
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat daripada mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olokkannya.
Allah Swt. berfirman, mengingatkan manusia agar merenungkan kejadian makhluk-makhluk-Nya, yang semuanya itu menunjukkan akan keberadaan Allah dan kekuasaan-Nya yang menyendiri dalam menciptakan semuanya itu. Dan bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, dan tidak ada Rabb kecuali hanya Dia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ}
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? (Ar-Rum: 8)
Yaitu menggunakan akal mereka untuk memikirkan, merenungkan, serta memperhatikan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah, mulai dari alam atas hingga alam bawah serta semua makhluk yang ada di antara keduanya yang beraneka ragam jenis dan macamnya. Pada akhirnya mereka akan mengetahui bahwa semuanya itu diciptakan oleh Allah bukan sia-sia, bukan pula main-main. Bahkan semuanya itu diciptakan dengan tujuan yang benar dan mempunyai batas waktu yang tertentu, yaitu hari kiamat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ}
Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan (hari) pertemuan dengan Tuhannya. (Ar-Rum: 8)
Selanjutnya Allah mengingatkan manusia akan kebenaran rasul-rasul-Nya dalam menyampaikan apa yang mereka terima dari sisi-Nya melalui pembuktian mukjizat-mukjizat dan dalil-dalil yang jelas yang menunjukkan kebinasaan orang-orang yang kafir kepada para rasul dari kalangan umat-umat terdahulu, dan keselamatan orang-orang yang membenarkan mereka. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi. (Ar-Rum: 9)
lalu menggunakan pemahaman dan akal serta penalaran mereka, juga menggunakan pendengaran mereka untuk mendengar kisah-kisah umat-umat terdahulu.
{فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً}
dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat daripada mereka (sendiri). (Ar-Rum: 9)
Yakni umat-umat terdahulu dan generasi-generasi yang silam lebih kuat daripada kalian, hai orang-orang yang diutus kepada mereka Nabi Muhammad; bahkan umat-umat terdahulu itu jauh lebih banyak harta dan anak-anaknya daripada kalian. Tiadalah yang diberikan kepada kalian berjumlah sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada mereka. Mereka hidup di dunia dalam kondisi yang jauh lebih mapan daripada kalian; tingkat kehidupan kalian jauh di bawah mereka. Mereka sempat membangun dunia dengan bangunan-bangunan yang tinggi-tinggi dan meramaikan dunia lebih banyak daripada kalian, bahkan mereka mengolah dan menggarap tanah jauh lebih banyak daripada apa yang kalian garap.
Hanya saja ketika datang kepada mereka rasul-rasul mereka yang datang membawa bukti-bukti dari Allah, mereka berbangga diri dengan apa yang telah mereka capai dari kehidupan dunia. Maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka.
Akhirnya tiada seorang pun yang dapat melindungi mereka dari azab Allah. Harta benda dan anak-anak mereka sama sekali tidak dapat menyelamatkan mereka dari pembalasan Allah, tidak pula dapat membela mereka barang sedikit pun dari azab Allah. Allah sama sekali tidak bertujuan menganiaya mereka dengan menimpakan azab dan pembalasan­Nya atas mereka itu.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. (Ar-Rum: 9)
Maksudnya, tiada lain yang menimpa diri mereka hanyalah akibat dari perbuatan mereka sendiri, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan memperolok-olokkannya. Azab yang menimpa mereka itu tiada lain sebagai akibat dari dosa-dosa mereka sendiri yang mendustakan rasul-rasul Allah dan ayat-ayat-Nya. Karena itulah dalam friman selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا السُّوءَى أَنْ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ}
Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olokkannya. (Ar-Rum: 10)
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 110)
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (As-Saff: 5)
Dan firman Allah Swt.:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ}
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. (Al-Maidah: 49)
Berdasarkan pengertian ini berarti lafaz as-su-a di-nasab-kan sebagai maf'ul dari lafaz asa-u. Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya:
{ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا السُّوءَى}
Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk. (Ar-Rum: 10)
Yakni azab yang buruk merupakan akibat dari perbuatan mereka disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya. Berdasarkan pengertian ini berarti lafaz as-su-a dinasabkan karena menjadi khabar kana. Ini merupakan analisis Ibnu Jarir yang ia nukil dari Ibnu Abbas dan Qatadah. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari keduanya, juga dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Dan memang pengertian inilah yang tersirat dari makna lahiriahnya, karena pada firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ}
dan mereka selalu memperolok-oloknya. (Ar-Rum: 10)

Ar-Rum, ayat 17-19

{فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18) يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (19) }
Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu subuh. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluar­kan (dari kubur).
Ini merupakan tasbih Allah. Dia bertasbih menyucikan diri-Nya, sekaligus membimbing hamba-hamba-Nya agar bertasbih dan memuji-Nya di waktu-waktu tersebut yang saling silih berganti. Silih bergantinya waktu-waktu itu menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh-Nya, yaitu di waktu petang hari saat malam mulai datang dengan kegelapannya, dan di waktu pagi hari saat siang hari mulai datang dengan membawa sinar terangnya. Setelah itu Allah menyinggung masalah tahmid yang erat kaitannya dengan tasbih, untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 18)
Artinya, Dialah yang patut dipuji karena Dialah yang menciptakan langit dan bumi ini. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ}
dan di waktu kamu berada di petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor. (Ar-Rum: 18)
Al-'isya artinya gelap yang pekat, dan iz-har artinya terangnya cahaya. Mahasuci Allah yang telah menciptakan malam dan siang hari, Yang menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk istirahat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَالنَّهَارِ إِذَا جَلاهَا. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا}
dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 3-4)
{وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى. وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى}
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 1-2)
Dan firman Allah Swt.:
{وَالضُّحَى. وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى}
Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Ad-Duha: 1-2)
Ayat-ayat yang menerangkan hal ini cukup banyak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنَا زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الجُهَني، عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ لِمَ سَمَّى اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلَهُ الَّذِي وَفَّى؟ لِأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ كُلَّمَا أَصْبَحَ وَأَمْسَى: سُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تَمَسُّونَ وحين تصبحون، وله الحمد في السموات وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Fayid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Maukah aku ceritakan kepada kalian, mengapa Allah menamakan Ibrahim dengan sebutan kekasih-Nya yang selalu menyempurnakan janji? (Dia disebut demikian) karena setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, "Bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor.”
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُطَّلِبُ بْنُ شُعَيب الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْبَيْلَمَانِيِّ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ: {فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ. وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ} الْآيَةَ بِكَمَالِهَا، أَدْرَكَ مَا فَاتَهُ فِي يَوْمِهِ،ومَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أَدْرَكَ مَا فَاتَهُ فِي لَيْلَتِهِ".
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mutallib ibnu Syu'aib Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Basyir, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Barang siapa di saat pagi hari mengucapkan doa berikut: 'Bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor' (Ar-Rum: 17-18) Maka dia dapat menutupi amal yang ia lewatkan di hari itu. Dan barang siapa yang membacanya di petang hari, maka ia dapat menutupi apa yang ia lewatkan di malam harinya."
Sanad hadis ini jayyid (baik), dan diriwayatkan juga oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya.
*****
Firman Allah Swt.:
{يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ}
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluar­kan yang mati dari yang hidup. (Ar-Rum: 19)
Hal ini menceritakan kejadian kita, bahwa peristiwa tersebut terjadi berkat kekuasaan Allah yang berkuasa menciptakan segala sesuatu yang berlawanan. Dan ayat-ayat yang berturut-turut lagi mulia ini semuanya termasuk ke dalam kelompok ini. Sesungguhnya Allah menyebutkan di dalamnya bahwa Dia telah menciptakan segala sesuatu dan lawan-lawannya, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna. Antara lain ialah Dia mengeluarkan tetumbuhan dan bebijian, dan mengeluarkan bebijian dari tetumbuhan. Telur Dia keluarkan dari ayam, dan ayam dikeluarkan dari telur. Manusia berasal dari nutfah (air mani), dan air mani berasal dari manusia. Orang mukmin berasal dari orang kafir, dan orang kafir berasal dari orang mukmin.
Firman Allah Swt.:
{وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
dan menghidupkan bumi sesudah matinya. (Ar-Rum: 19)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ. وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. (Yasin: 33) sampai dengan firman-Nya: dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. (Yasin: 34)
Dan firman Allah Swt.:
{وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ. ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ}
Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menambahkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5) sampai dengan firman-Nya: dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj: 7)
Dan firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung. (Al-A'raf: 57) sampai dengan firman-Nya: mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-A'raf: 57)
Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ}
Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur). (Ar-Rum: 19)

Ar-Rum, ayat 20-21

{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ (20) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21) }
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia men­ciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Allah Swt. berfirman:
{وَمِنْ آيَاتِهِ}
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya. (Ar-Rum: 20)
Yakni tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang Mahasempurna ialah bahwa Dia telah menciptakan bapak moyang kalian (Adam) dari tanah liat.
{ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ}
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)
Asal mula kalian dari tanah liat, kemudian dari air yang hina, lalu menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging, lalu menjadi tulang-tulang yang berbentuk manusia, setelah itu Allah memakaikan daging kepadanya dan meniupkan roh ke dalamnya, maka tiba-tiba ia menjadi manusia yang mempunyai pendengaran dan penglihatan. Kemudian ia keluar dari perut ibunya dalam keadaan kecil lagi lemah. Selanjutnya setiap kali bertambah usianya, maka bertambah kekuatannya, dan bertambah kuat pula gerakannya. Pada akhirnya ia menjadi manusia yang sempurna dan mampu membangun kota-kota dan benteng-benteng serta mengadakan perjalanan ke berbagai kawasan, menempuh jalan laut menaiki perahu dan keliling dunia. Dia mampu berusaha dan mengumpulkan harta. Dia mempunyai akal, berwawasan, serta mempunyai daya nalar, berpengetahuan, dan berilmu dalam menganalisis perkara-perkara duniawi dan ukhrawi, masing-masing dianugerahi oleh Allah sesuai dengan kemampuannya. Mahasuci Allah Yang telah membuat mereka berkemampuan, menjadikan mereka dapat menyesuaikan diri dan mempunyai kepandaian dalam menjalani roda kehidupan dan aneka ragam mata pencaharian. Allah telah membeda-bedakan di antara mereka dalam hal ilmu, pemikiran, bentuk, dan rupa. Ada yang tampan, ada yang buruk, juga ada yang kaya, ada yang miskin, serta ada yang bahagia, ada pula yang sengsara. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia men­ciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وغُنْدَر، قَالَا حَدَّثَنَا عَوْف، عَنْ قَسَامَةَ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الْأَرْضِ، فَجَاءَ بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْرِ الْأَرْضِ، جَاءَ مِنْهُمُ الْأَبْيَضُ وَالْأَحْمَرُ وَالْأَسْوَدُ وَبَيْنَ ذَلِكَ، وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ، وَالسَّهْلُ وَالْحَزَنُ، وَبَيْنَ ذَلِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id dan Gundar. Mereka berdua mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Qasamah ibnu Zuhair, dari Abu Musa yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang Dia ambil dari semua penjuru bumi, maka jadilah anak-anak Adam sesuai dengan kadar dari tanah itu; di antara mereka ada yang berkulit putih, ada yang berkulit merah, dan ada yang berkulit hitam serta ada yang campuran di antara warna-warna tersebut; ada pula yang buruk, yang baik, yang mudah, dan yang susah serta yang campuran di antara perangai-perangai tersebut.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Auf Al-A'rabi dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia men­ciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri. (Ar-Rum: 21)
Dia menciptakan bagi kalian kaum wanita dari jenis kalian sendiri yang kelak mereka menjadi istri-istri kalian.
{لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا}
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (Ar-Rum: 21)
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا}
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepada­nya. (Al-A'raf: 189)
Yang dimaksud adalah ibu Hawa. Allah menciptakannya dari Adam, yaitu dari tulang rusuknya yang terpendek dari sebelah kirinya.
Seandainya Allah menjadikan semua Bani Adam terdiri dari laki-laki, dan menjadikan pasangan mereka dari jenis lain yang bukan dari jenis manusia, misalnya jin atau hewan, maka pastilah tidak akan terjadi kerukunan dan kecenderungan di antara mereka dan tidak akan terjadi pula perkawinan. Bahkan sebaliknya yang terjadi adalah saling bertentangan dan saling berpaling, seandainya mereka berpasangan bukan dari makhluk sesama manusia.
Termasuk di antara rahmat Allah yang sempurna kepada anak-anak Adam ialah Dia menjadikan pasangan (istri) mereka dari jenis mereka sendiri, dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara pasangan-pasangan itu. Karena adakalanya seorang lelaki itu tetap memegang wanita karena cinta kepadanya atau karena sayang kepadanya, karena mempunyai anak darinya, atau sebaliknya kerena si wanita memerlukan perlindungan dari si lelaki atau memerlukan nafkah darinya, atau keduanya saling menyukai, dan alasan lainnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum: 21)

Ar-Rum, ayat 22-23

{وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ (22) وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (23) }
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.
Firman Allah Swt.:
وَمِنْ آيَاتِهِ
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya. (Ar-Rum: 22)
yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, ialah Dia:
{خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
menciptakan langit dan bumi. (Ar-Rum: 22)
Dia menciptakan langit yang tinggi, luas, tembus pandang, tampak berkilauan bintang-bintangnya, baik yang beredar maupun yang tetap. Dan Dia menciptakan bumi yang datar lagi padat berikut gunung-gunungnya, lembah-lembahnya, lautannya, padang pasirnya, hewan-hewannya, dan pepohonannya.
Firman Allah Swt.:
{وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ}
dan berlain-lainan bahasamu. (Ar-Rum: 22)
Yakni berbeda-beda bahasa, ada yang berbahasa Arab, ada yang berbahasa Tartar, ada yang berbahasa Kurdi, ada yang berbahasa Indian, ada yang berbahasa Afrika, ada yang berbahasa Etiopia, ada yang berbahasa Inggris. Mereka —selain yang pertama— adalah orang-orang yang berbahasa 'ajam (non-Arab). Mereka terdiri dari berbagai bangsa, antara lain Sicilia, Armen, Kurdi, Tartar, dan lain sebagainya. Jumlah bahasa Bani Adam banyak sekali, begitu pula perbedaan warna kulitnya, masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri.
Semua penduduk bumi sejak Allah menciptakan Adam sampai hari kiamat, masing-masing mempunyai sepasang mata, sepasang alis, hidung, kelopak mata, mulut, pipi, dan seseorang dari mereka tidak serupa dengan yang lain. Tetapi masing-masing pasti mempunyai sesuatu ciri yang membedakan yang seorang dari yang lainnya, baik itu dalam hal rupa, bentuk, ataupun bahasa. Perbedaan itu ada yang jelas dan ada yang samar, yang hanya diketahui setelah dilihat dengan teliti.
Setiap wajah mereka mempunyai ciri khas dan rupa yang berbeda dengan yang lain. Tiada segolongan orang pun yang mempunyai ciri khas yang sama dalam hal ketampanan rupa atau keburukannya, melainkan pasti ada perbedaan di antara masing-masing orang.
{إنَّ فِي ذَلِك لَآيَاتٍ للعَالَمين وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 22-23)
Yakni di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Allah menjadikan tidur di malam dan siang hari yang dengan tidur itu tubuh dapat beristirahat; kelelahan serta kepenatan dapat lenyap karenanya. Dan Dia menjadikan waktu kalian terbangun di siang hari sebagai sarana untuk berusaha dan bepergian untuk mencari sebagian dari karunia-Nya, dan ini merupakan lawan dari kata "tidur".
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (Ar-Rum: 23)
Maksudnya, merenungkannya.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ عِمْرَانَ السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الْحُصَيْنِ الْعُقَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُلاثة، حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدان، سَمِعْتُ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ مَرْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَصَابَنِي أَرَقٌ مِنَ اللَّيْلِ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "قُلْ: اللَّهُمَّ غَارَتِ النُّجُومُ، وَهَدَأَتِ الْعُيُونُ، وَأَنْتَ حَيٌّ قَيُّومٌ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، [أَنِمْ عَيْنِي وَ] أَهْدِئْ لَيْلِي" فَقُلْتُهَا فَذَهَبَ عَنِّي
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma'dan; ia telah mendengar Abdul Malik ibnu Marwan menceritakan dari ayahnya, dari Zaid ibnu Sabit r.a. yang berkata bahwa pada suatu malam ia mengalami kegelisahan tidak dapat tidur, lalu ia mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bersabda: Ucapkanlah, "Ya Allah, semua bintang telah tenggelam dan semua mata telah tertidur, sedangkan Engkau Mahahidup lagi Maha Mengatur semua makhluk-Nya. Wahai Yang Mahahidup lagi Maha Mengatur semua makhluk-Nya, tidurkanlah mataku dan tenangkanlah diriku di malam ini.” Maka aku mengucapkannya dan mataku langsung tertidur.

Ar-Rum, ayat 24-25

{وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (24) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ (25) }
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ}
Dan di antara tanda-tanda-Nya. (Ar-Rum: 24)
yang menunjukkan kebesaran-Nya ialah Dia:
{يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا}
memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan. (Ar-Rum: 24)
Yakni adakalanya kalian merasa takut kepada apa yang akan terjadi sesudahnya yang berupa hujan lebat disertai dengan angin badai yang menghancurkan segalanya, adakalanya pula kalian berharap setelah melihat kilatannya akan turunnya hujan yang kalian perlukan. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. (Ar-Rum: 24)
Maksudnya, sebelum itu bumi tandus, tidak ada tetumbuhannya. Setelah air hujan turun menyiraminya:
{اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Pada yang demikian itu terdapat pelajaran dan petunjuk yang jelas, yang menggambarkan tentang hari berbangkit dan hari kiamat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. (Ar-Rum: 24)
************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 25)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ}
Dan Dia menahan (benda-benda) langit yang jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya. (Al-Hajj: 65)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ أَنْ تَزُولا}
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. (Fatir: 41)
Tersebutlah bahwa Umar ibnul Khattab r.a. apabila menyatakan sumpahnya dengan sungguh-sungguh, maka ia mengucapkan, "Demi Tuhan Yang telah menjadikan langit dan bumi berdiri dengan perintah-Nya," yakni langit dan bumi berdiri tegak dan kokoh dengan perintah dan keperkasaan-Nya yang menundukkannya. Kemudian bila hari kiamat, bumi dan langit ini akan diganti dengan bumi dan langit yang lain. Lalu orang-orang yang telah mati dikeluarkan dari kuburnya masing-masing dalam keadaan hidup dengan perintah Allah dan setelah mereka dipanggil oleh-Nya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
{ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ}
Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum: 25)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا}
yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya, dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)
{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}
Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja; maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ}
Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. (Yasin: 53)

Ar-Rum, ayat 26-27

{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (26) وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (27) }
Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembali­kan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha­perkasa lagi Mahabijaksana.
Firman Allah Swt.:
{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 26)
Yaitu milik-Nya dan hamba-hamba-Nya.
{كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ}
Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. (Ar-Rum: 26)
Yakni tunduk dan patuh, baik dengan taat maupun terpaksa.
وَفِي حَدِيثِ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، مَرْفُوعًا: " كُلُّ حَرْف فِي الْقُرْآنِ يُذكَرُ فِيهِ الْقُنُوتُ فَهُوَ الطَّاعَةُ"
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Setiap lafaz qunut yang terdapat di dalam Al-Qur’an artinya tunduk (taat).
*****
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ah-wani ialah lebih mudah.
Mujahid mengatakan bahwa mengembalikan hidup seperti semula itu lebih mudah daripada menciptakannya pada yang pertama kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan lain-lainnya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو الزِّنَاد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ: كَذبَني ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بأهونَ عَلِيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Anak Adam telah mencaci-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Adapun kedustaannya kepada-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan, Allah tidak akan mengembalikan aku menjadi hidup sebagaimana Dia menciptakan aku pada yang pertama kali,' padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah bagi-Ku daripada mengembalikannya seperti semula. Adapun mengenai caci makinya terhadap-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan. 'Allah telah mengambil anak,' padahal Aku Tuhan Yang Maha Esa, bergantung segala sesuatu kepada-Ku, Yang tidak beranak dan tidak diperanak­kan, dan tiada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”
Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini secara tunggal, sebagaimana dia meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dengan sanad yang sama melalui Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abu Yunus Salim ibnu Jabir, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang sama atau semisal
Ulama lainnya mengatakan bahwa menciptakan makhluk pada yang pertama kali dan mengembalikannya menjadi hidup —bila dikaitkan dengan kekuasaan Allah— sama mudahnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semuanya itu mudah bagi Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam. Ibnu Jarir cenderung memilih pendapat ini, lalu ia mengemukakan banyak syahid dan memperkuat alasannya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) merujuk kepada makhluk, yakni lebih memudahkan makhluk untuk dapat hidup kembali.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 27)
Menurut Ali ibnu AbuTalhah, dari Ibnu Abbas, makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ}
tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Dia. (Asy-Syura: 11)
Qatadah mengatakan bahwa semisal dengan makna ayat ini ucapan "tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia."
Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ibnu Jarir. Sebagian ulama tafsir saat menyebutkan ayat ini ada yang menyitir kata-kata bersyair dari sebagian ahli tasawwuf yang mengatakan:
إذَا سَكَن الغَديرُ عَلَى صَفَاء ... وَجُنبَ أنْ يُحَرّكَهُ النَّسيمُ ...
تَرَى فِيهِ السَّمَاء بَلا امْترَاء ... كَذَاكَ الشَّمْسُ تَبْدو وَالنّجُومُ ...
كَذاكَ قُلُوبُ أرْبَاب التَّجَلِّي ... يُرَى فِي صَفْوها اللهُ العَظيمُ ...
Apabila kolam itu mulai tenang dengan kejernihannya, dan terhindar dari terpaan angin yang mengusiknya, maka akan terlihatlah padanya pemandangan langit dengan jelas. Begitu pula tampak padanya pemandangan matahari dan juga bintang-bintang. Hal yang sama terjadi pada kalbu ahli Tajalli; pada kejernihan kalbunya terlihat (kebesaran) Allah Yang Mahabesar.
Dia Mahaperkasa, tidak terkalahkan dan tidak tertandingi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu dan menundukkannya dengan kekuasaan dan pengaruh-Nya Yang Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatan­Nya dipandang dari segi mana pun.
Malik dalam tafsirannya sehubungan dengan makna ayat ini melalui riwayat Muhammad ibnul Munkadir yang bersumber darinya menyebutkan bahwa firman-Nya: Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi. (Ar-Rum: 27) semakna dengan kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah."

Ar-Rum, ayat 28-29

{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (28) بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (29) }
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun.
Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk kaum musyrik yang menyembah selain Dia bersama-Nya dan yang menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, padahal mereka mengakui bahwa sekutu-sekutu yang terdiri dari berhala dan tandingan-tandingan itu juga hamba-hamba Allah dan milik-Nya, seperti yang tersirat dari ucapan mereka saat bertalbiyah, "Kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu yang menjadi milik-Mu, sedangkan sekutu itu tidak memiliki." Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ}
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. (Ar-Rum: 28)
yang kalian saksikan sendiri dan kalian mengerti dari diri kalian sendiri.
{هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ}
Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu. (Ar-Rum: 28)
Yakni seseorang di antara kalian rela bila mempunyai sekutu bagi hartanya. Dia dan sekutunya sama-sama mempunyai hak mem­pergunakan harta itu.
{تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ}
kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28)
Artinya, kalian merasa takut bila mereka berbagi harta dengan kalian.
Abu Mijlaz mengatakan bahwa sesungguhnya budakmu tidak merasa takut bila berbagi harta denganmu dalam hartamu, lain halnya dengan dia dalam hartanya. Begitu pula Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya. Makna yang dimaksud ialah seseorang dari kalian pasti tidak mau bila hartanya digunakan sama-sama dengan orang lain, maka mengapa kalian men­jadikan bagi Allah sekutu-sekutu dari kalangan makhluk-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ}
Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62)
Yaitu anak-anak perempuan, karena mereka menganggap malaikat-malaikat yang merupakan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah berjenis perempuan, lalu mereka menganggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah. Padahal seseorang dari mereka bila mendapat anak perempuan, wajahnya langsung tampak hitam dan sedih; ia bersembunyi dari pandangan kaumnya karena memperoleh berita yang dianggapnya buruk (mendapat anak perempuan). Kemudian ia berpikir apakah ia harus tetap memeliharanya dengan menanggung kehinaan, ataukah ia harus menguburkan anaknya itu ke dalam tanah. Jelasnya mereka menolak anak perempuan, tetapi mereka menganggap para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Mereka menisbatkan kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya. Ini merupakan tingkatan kekafiran yang paling berat.
Begitu pula dalam kedudukan ini, mereka menganggap Allah mempunyai sekutu-sekutu dari kalangan hamba-hamba-Nya juga merupakan makhluk-Nya. Padahal seseorang dari mereka menolak dengan tolakan yang keras bila hal seperti itu terjadi pada diri mereka, yaitu bila budak miliknya ikut bersekutu dengannya secara sama rata dalam menggunakan hartanya. Seandainya dia suka, tentulah dia berbagi harta dengan budaknya itu. dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43)
ImamTabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnul Farj Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Amr Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Syu'aib, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik mengucapkan talbiyah mereka sebagai berikut, 'Ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28)
Mengingat peringatan melalui perumpamaan ini sudah jelas membuktikan kebersihan dan kesucian Allah Swt. dari hal tersebut, maka terlebih lagi bila hal seperti itu dinisbatkan kepada-Nya.
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ}
Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (Ar-Rum: 28)
Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah selain-Nya hanyalah karena kebodohan dan kurangnya akal mereka.
{بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا}
Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti. (Ar-Rum: 29)
Maksudnya, orang-orang musyrik itu.
{أَهْوَاءَهُمْ}
hawa nafsunya.
(Ar-Rum: 29) dalam penyembahan mereka kepada sekutu-sekutu itu tanpa pengetahuan.
{فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ}
maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? (Ar-Rum: 29)
Yakni tiada seorang pun yang dapat menunjuki mereka bila Allah telah memastikan mereka menjadi orang-orang yang sesat.
{وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun. (Ar-Rum: 29)
Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka, tiada pula yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan Allah. Mereka pasti akan tertimpa kepastian Allah, karena sesungguhnya apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.

Ar-Rum, ayat 30-32

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32) }
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
Allah Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:
{وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)" (Al-A'raf: 172)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"إني خلقت عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ عَنْ دِينِهِمْ"
Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya.
Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah Swt. membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi.
*******
Firman Allah Swt.:
{لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا}
barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)
Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih.
Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.
Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yakni agama Allah.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانه أَوْ يُنَصِّرانه أَوْ يُمَجسانه، كَمَا تَنْتِج الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"؟ ثُمَّ يَقُولُ: {فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (Ar-Rum: 30)
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari' At-Tamimi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْأُسُودِ بْنِ سَرِيع [التَّمِيمِيِّ] قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَزَوْتُ مَعَهُ، فَأَصَبْتُ ظَهْرًا ، فَقُتِلَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ، حَتَّى قَتَلُوا الْوِلْدَانَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ جَاوَزَهُمُ الْقَتْلُ الْيَوْمَ حَتَّى قَتَلُوا الذُّرِّيَّةَ؟ ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا هُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّمَا خِيَارُكُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ". ثُمَّ قَالَ: "لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً، لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً". وَقَالَ: "كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهَا لِسَانُهَا، فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أو ينصرانها".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berperang bersama-sama beliau; dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.
Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.
Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهُ لِسَانُهُ، فَإِذَا عَبَّرَ عَنْهُ لِسَانُهُ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل عَنِ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ إِذْ خَلَقَهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ -أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى عليَّ زَمَانٌ وَأَنَا أَقُولُ: أَوْلَادُ الْمُسْلِمِينَ مَعَ أَوْلَادِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ مَعَ الْمُشْرِكِينَ. حَتَّى حَدَّثَنِي فُلَانٌ عَنْ  فُلَانٍ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ  عَنْهُمْ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ".
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.
Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia menemui langsung lelaki yang menceritakan hadis ini, lalu lelaki itu memberitahukan kepadanya hadis ini. Maka sejak saat itu ia tidak lagi memakai pendapatnya.
Di antara mereka adalah Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ مُطَرّف، عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ فِي خُطْبَتِهِ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي فِي يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عِبَادِي حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ، عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ، إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَقَالَ: إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ. ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُحَرِّقَ قُرَيْشًا، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِذًا يَثْلَغُوا رَأْسِي فَيَدْعُوهُ خبُزَةً. قَالَ: اسْتَخْرِجْهُمْ كَمَا اسْتَخْرَجُوكَ، وَاغْزُهُمْ نَغْزُك، وَأَنْفِقْ عَلَيْهِمْ فَسَنُنْفِقُ عَلَيْكَ. وَابْعَثْ جَيْشًا نَبْعَثُ خَمْسَةً مِثْلَهُ، وَقَاتِلْ بِمَنْ أَطَاعَكَ مَنْ عَصَاكَ". قَالَ: "وَأَهْلُ الْجَنَّةِ: ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقسط مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ بِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ عَفِيفٌ فَقِيرٌ مُتَصَدِّقٌ. وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ: الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ، الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا، لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا. وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ. وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ" وَذَكَرَ الْبَخِيلَ، أَوِ الْكَذَّابَ، وَالشَّنْظِيرُ: الْفَحَّاشُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Mutarrif, dari Iyad ibnu Himar, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah. Isi khotbahnya antara lain: Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memberitahukan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui dari apa yang telah diberitahukan oleh-Nya kepadaku hari ini. (Dia telah berfirman), "Semua yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku halal; dan sesungguhnya Aku telah men­ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada perkara yang hak dan benci kepada perkara yang batil) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan meng­haramkan atas mereka apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka, dan setan memerintahkan kepada mereka untuk mempersekutu­kan Aku (dengan sesuatu) yang Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, bahwa sesungguhnya Allah Swt. memandang kepada penduduk bumi, maka Dia murka terhadap mereka semua —yang Arab maupun non Arab— kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli Kitab. Dan Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengutusmu hanya untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai batu ujian (bagi yang lain), dan Aku turunkan kepadamu sebuah Al-Kitab yang tidak terhapuskan oleh air (karena kandungannya dihafal di dalam dada, bukan berupa tulisan), kamu dapat membacanya sambil tiduran dan sambil bangun." Kemudian sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk membakar orang-orang Quraisy, maka aku berkata, "Wahai Tuhanku, kalau begitu tentu mereka akan menguliti kepalaku dan membiarkannya menjadi seperti roti." Allah Swt. berfirman, "Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu; dan perangilah mereka, Kami akan membantumu; dan berinfaklah, maka Kami akan menggantimu; dan kirimkanlah pasukan, maka Kami akan membantumu dengan pasukan yang jumlahnya lima kali lipat dari pasukanmu, dan berperanglah bersama orang yang taat kepadamu untuk menghadapi orang-orang yang durhaka kepadamu." Ahli surga itu ada tiga macam orang, yaitu: Penguasa yang berlaku adil, pemberi sedekah yang sukses dan seorang lelaki yang penyayang dan berhati lembut terhadap kaum kerabatnya dan setiap orang muslim, dan seorang lelaki yang memelihara kehormatan dirinya lagi tidak mau meminta-minta lagi banyak mempunyai anak. Ahli neraka itu ada lima macam orang, yaitu: Orang lemah yang tidak punya prinsip, yakni mereka yang menjadi pengikut di kalangan kalian; mereka tidak pernah menginginkan punya keluarga dan tidak pula harta; pengkhianat yang tiada suatu keinginan sekecil apa pun melainkan dia pasti berkhianat kepadanya, dan seorang lelaki yang tidak pernah melewati waktu pagi dan tidak pula waktu sore melainkan dia selalu menipumu terhadap keluarga dan harta bendamu. Nabi Saw. menyebutkan pula pendusta, buruk perangai, dan orang yang bermulut kotor.
Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara tunggal, dan dia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qatadah dengan sanad yang sama.
***********
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
(Itulah) agama yang lurus. (Ar-Rum: 30)
Yakni berpegang kepada syariat dan fitrah yang utuh merupakan agama yang tegak dan lurus.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum: 30)
Karena itulah maka kebanyakan orang tidak mengetahuinya, dan mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ} الْآيَةَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir ayat.
*******
Adapun firman Allah Swt.:
{مُنِيبِينَ إِلَيْهِ}
dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.
{وَاتَّقُوهُ}
dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi oleh­Nya.
{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}
serta dirikanlah salat. (Ar-Rum: 31)
Salat merupakan ketaatan yang paling besar.
{وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mem­persekutukan Allah. (Ar-Rum: 31)
Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu; salat yang merupakan agama; dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka Umar berkata, "Engkau benar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?" Lalu disebutkan hal yang semisal.
***********
Firman Allah Swt.:
{مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 32)
Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang lainnya.
Sebagian ulama membacanya "فَارَقُوا دِينَهُمْ" yang artinya menjadi seperti berikut, bahwa mereka meninggalkan agamanya di belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Majusi, para penyembah berhala serta para pemeluk agama yang batil lainnya, selain agama Islam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah. (Al-An'am: 159), hingga akhir ayat.
Agama-agama lain sebelum agama kita berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan prinsip-prinsip yang batil. Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang benar. Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli sunnah wal jama'ah yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta berpegang kepada apa yang biasa diamalkan di abad pertama Islam, yaitu di masa para sahabat, para tabi'in, dan para Imam kaum muslim, sejak zaman dahulu hingga masa sekarang.
Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang golongan yang selamat di antara golongan-golongan itu. Maka beliau bersabda:
«مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي»
Yaitu orang-orang yang berpegang kepada apa yang biasa diamalkan olehku sekarang dan juga (yang biasa diamalkan) oleh para sahabatku.
Ar-Rum, ayat 33-37
{وَإِذَا مَسَّ النَّاسَ ضُرٌّ دَعَوْا رَبَّهُمْ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا أَذَاقَهُمْ مِنْهُ رَحْمَةً إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (33) لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (34) أَمْ أَنزلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا فَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ (35) وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ (36) أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (37) }
Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya, sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu). Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran) apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.
Allah Swt. menceritakan perihal manusia; sesungguhnya mereka itu apa­bila tertimpa keadaan darurat (bahaya), mereka menyeru kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Apabila diberikan kepada mereka ke­nikmatan, tiba-tiba sebagian dari mereka yang telah membaik keadaan­nya mempersekutukan Allah dan menyembah Dia bersama yang lain-Nya.
Firman Allah Swt.:
{لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ}
sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. (Ar-Rum: 34)
Huruf lam dalam ayat ini menurut sebagian ulama bahasa disebut lamul 'aqibah, sedangkan menurut sebagian yang lain adalah lamut ta’lil, tetapi ta'lil ini berdasarkan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah terhadap mereka.
Kemudian Allah mengancam mereka melalui firman-Nya:
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu). (Ar-Rum: 34)
Sebagian ulama mengatakan, "Seandainya ada seorang pengawal (tentara) yang kejam mengancamku, tentulah aku merasa takut. Maka terlebih lagi jika yang mengancam itu adalah Tuhan Yang mengatakan kepada sesuatu, 'Jadilah kamu', maka jadilah ia."
Selanjutnya Allah Swt. berfirman, mengingkari perbuatan orang-orang musyrik karena mereka menyembah selain Allah tanpa dalil, tanpa alasan, dan tanpa keterangan:
{أَمْ أَنزلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا}
Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan. (Ar-Rum: 35)
Yang dimaksud dengan sultan ialah alasan.
{فَهُوَ يَتَكَلَّمُ}
lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran). (Ar-Rum: 35)
Yakni membicarakan atau mengungkapkan
{بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ}
apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? (Ar-Rum: 35)
Istifham (kata tanya) dalam ayat ini mengandung makna ingkar, yakni tiada suatu keterangan pun yang membuktikan kebenaran perbuatan mereka itu.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ}
Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. (Ar-Rum: 36)
Ini merupakan pengingkaran yang ditujukan kepada manusia dipandang dari segi tabiatnya, terkecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik. Karena sesungguhnya manusia itu bangga apabila diberi suatu nikmat, lalu mengatakan seperti apa yang disitir oleh firman-Nya:
{ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ}
"Telah hilang bencana-bencana itu dariku, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. (Hud: 10)
Yakni dia merasa gembira dan berbangga diri terhadap yang lainnya. Tetapi apabila ia tertimpa suatu kesengsaraan, maka berputus asalah dia dari mendapat kebaikan sesudahnya. Allah Swt. berfirman:
{إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh. (Hud: 11)
Yakni sabar dalam menghadapi kesengsaraan dan rajin beramal saleh dalam keadaan makmur dan senang, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih melalui sabda Nabi Saw.:
"عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ، لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شكر فكان خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاء صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ"
Sungguh menakjubkan orang mukmin itu, tidak sekali-kali Allah menetapkan suatu takdir baginya melainkan hal itu baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur; dan bersyukur itu adalah baik baginya. Dan jika tertimpa kesusahan, ia bersabar; dan bersabar itu adalah baik baginya.
******
Firman Allah Swt.:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). (Ar-Rum: 37)
Artinya, Dialah yang mengatur dan yang melakukan itu dengan ke­bijaksanaan dan keadilan-Nya; Dia melapangkan rezeki suatu kaum dan menyempitkan rezeki yang lainnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. (Ar-Rum: 37)

Ar-Rum, ayat 38-40

{فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (38) وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39) اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (40) }
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasucilah Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Allah Swt. berfirman, memerintahkan (kepada kaum muslim) agar memberikan kepada kerabat terdekat mereka akan haknya, yakni berbuat baik dan menghubungkan silaturahmi, juga orang miskin. Yang dimaksud orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk ia belanjakan buat dirinya; atau memiliki sesuatu, tetapi masih belum mencukupinya. Juga kepada ibnu sabil, yaitu seorang musafir yang memerlukan biaya dan keperluan hidupnya dalam perjalanan, karena biayanya kehabisan di tengah jalan.
{ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ}
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. (Ar-Rum: 38)
Yang dimaksud dengan wajhullah ialah Zat Allah, yakni melihat Allah kelak di hari kiamat. Hal ini merupakan tujuan utama yang paling tinggi.
{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Ar-Rum: 38)
Yakni beruntung di dunia dan akhirat.
Dalam firman selanjurnya disebutkan:
{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ}
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39)
Artinya, barang siapa yang memberi orang lain dengan tujuan agar orang itu balas memberinya dengan lebih banyak daripada apa yang ia berikan kepadanya, maka perbuatan seperti ini tidak ada pahalanya di sisi Allah bagi orang yang bersangkutan. Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b, dan Asy-Sya'bi.
Perbuatan seperti itu hukumnya boleh, sekalipun tidak ada pahalanya, hanya saja larangan ini hanya ditujukan kepada Nabi Saw. secara khusus. Demikianlah menurut pendapat Ad-Dahhak, ia mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt.:
{وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ}
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddassir: 6)
Yakni janganlah kamu menghadiahkan suatu pemberian dengan tujuan untuk mendapatkan yang lebih banyak daripada itu.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa riba itu ada dua macam: 1. Riba yang tidak dibenarkan, yaitu riba jual beli. 2. Riba yang tidak berdosa, yaitu seseorang yang menghadiahkan sesuatu dengan tujuan mendapat balasan hadiah yang lebih banyak. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah Swt.: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39)
Sesungguhnya pahala di sisi Allah itu hanyalah pahala zakat. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ}
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). (Ar-Rum: 39)
Merekalah orang-orang yang dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui sabda Nabi Saw.:
"وَمَا تَصْدَّقَ أَحَدٌ بِعَدْل تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلَّا أَخْذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيها لِصَاحِبِهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوّه أَوْ فَصِيلَه، حَتَّى تَصِيرَ التَّمْرَةُ أَعْظَمَ مِنْ أُحُد"
Tidaklah seseorang menyedekahkan sesuatu yang semisal dengan sebiji kurma dari hasil yang halal, melainkan Tuhan Yang Maha Pemurah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu mengembangkannya buat pemiliknya sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak kudanya atau anak untanya, hingga sebiji kurma itu menjadi lebih besar daripada Bukit Uhud.
************
Firman Allah Swt.:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ}
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki. (Ar-Rum: 40)
Yakni Dialah yang menciptakan dan yang memberi rezeki. Dia mengeluarkan bayi dari perut ibunya dalam keadaan telanjang, tidak berilmu, tidak mempunyai pendengaran, penglihatan, tidak pula kekuatan. Kemudian Dia memberinya rezeki kesemuanya itu, juga pakaian, perhiasan, harta benda, properti, dan usaha. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَلَّامٍ أَبِي شُرَحْبِيلَ، عَنْ حَبَّة وَسَوَاءٍ ابْنِي خَالِدٍ قَالَا دَخْلَنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصْلِحُ شَيْئًا فأعَنَّاه، فَقَالَ: "لَا تَيْأَسَا مِنَ الرزق ما تَهَزّزَتْ رؤوسكما؛ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرَةٌ، ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ"
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salam ibnu Syurahbil, dari Habbah dan Sawa (keduanya anak Khalid). Mereka berdua mengatakan, "Kami masuk ke dalam rumah Nabi Saw. yang saat itu sedang membetulkan sesuatu, lalu kami membantunya. Maka beliau Saw. bersabda:  'Janganlah kamu berputus asa dari mendapat rezeki selama kepalamu masih bisa bergoyang, karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan berkulit merah tidak berlapiskan sesuatu apa pun, kemudian Allah Swt. memberinya rezeki'."
*********
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ يُمِيتُكُمْ}
kemudian mematikanmu. (Ar-Rum: 40)
Yaitu sesudah kehidupan ini.
{ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}
kemudian menghidupkanmu (kembali). (Ar-Rum: 40)
Yakni kelak di hari kiamat.
Firman Allah Swt.:
{هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ}
Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu. (Ar-Rum: 40)
Maksudnya, sembahan-sembahan yang kalian sembah selain Allah itu.
{مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ}
yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? (Ar-Rum: 40)
Yakni pasti tidak ada seorang pun dari mereka yang dapat berbuat sesuatu dari itu, bahkan Allah-lah yang menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan, dan yang mematikan, kemudian Dia membangkitkan semua makhluk menjadi hidup kembali di hari kiamat kelak. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Mahasucilah Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. (Ar-Rum: 40)
Mahatinggi, Mahasuci, lagi Mahabesar Allah Swt. dari mempunyai sekutu, tandingan atau yang setara dengan-Nya, atau beranak atau diperanakkan. Bahkan Dia adalah Yang Maha Esa lagi bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan Dia.

Ar-Rum, ayat 41-42

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41) قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ (42) }
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Ibnu Abbas, Ikrimah, Ad-Dahhak, As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah al-barr dalam ayat ini ialah padang sahara, dan yang dimaksud dengan istilah bahr dalam ayat ini ialah kota-kota besar dan semua kota lainnya.
Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas dan Ikrimah, al-bahr artinya negeri-negeri dan kota-kota yang terletak di pinggir sungai.
Ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan al-barr ialah daratan seperti yang kita kenal ini, dan yang dimaksud dengan al-bahr ialah lautan.
Zaid ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi, akhirnya timbullah paceklik; sedangkan yang dimaksud dengan al-bahr ialah hewan-hewan bumi. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. (Ar-Rum: 41) Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok.
Menurut Ata Al-Khurrasani, yang dimaksud dengan daratan ialah kota-kota dan kampung-kampung yang ada padanya, dan yang dimaksud dengan lautan ialah pulau-pulaunya.
Pendapat pertama merupakan pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh kebanyakan ulama, serta diperkuat oleh apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Raja Ailah dan menetapkan jizyah atas bahr-nya, yakni negerinya.
***********
Firman Allah Swt.:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41)
Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"
Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari.
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi.
Oleh sebab itulah kelak di akhir zaman bila Isa putra Maryam a.s. diturunkan dari langit, ia langsung menerapkan hukum syariat yang suci ini (syariat Islam), antara lain membunuh semua babi, semua salib ia pecahkan, dan jizyah (upeti) ia hapuskan. Maka tidak diterima lagi upeti, melainkan Islam atau perang.
Dan bila di masanya Allah telah membinasakan Dajjal beserta para pengikutnya, juga Ya'juj dan Ma'juj telah dimusnahkan, maka dikatakan kepada bumi, "Keluarkanlah semua berkah (kebaikan)mu!" Sehingga sebuah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang, dan kulitnya dapat mereka pakai untuk berteduh. Hasil perahan seekor sapi perah dapat mencukupi kebutuhan minum sejumlah orang. Hal itu tiada lain berkat dilaksanakannya syariat Nabi Muhammad Saw. Manakala keadilan ditegakkan, maka berkah dan kebaikan akan banyak di dapat. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui salah satu hadisnya yang mengatakan,
"إنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ"
"Apabila seorang pendurhaka mati, maka merasa gembiralah semua hamba, negeri, pepohonan, dan hewan-hewan dengan kematiannya itu."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad dan Al-Husain. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Mikhdam, bahwa pernah ada seorang lelaki di masa Ziad atau Ibnu Ziad menemukan sebuah kantung berisikan biji-bijian, yakni biji jewawut yang besarnya seperti biji buah kurma setiap bijinya, tertuliskan padanya kalimat berikut, "Ini adalah hasil tanaman di suatu masa yang ditegakkan padanya prinsip keadilan."
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud dengan kerusakan dalam ayat ini ialah kemusyrikan, tetapi pendapat ini masih perlu diteliti lagi.
************
Firman Allah Swt.:
{لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا}
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. (Ar-Rum: 41)
Maksudnya, agar Allah menguji mereka dengan berkurangnya harta dan jiwa serta hasil buah-buahan, sebagai suatu kehendak dari Allah buat mereka dan sekaligus sebagai balasan bagi perbuatan mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)
Yakni agar mereka tidak lagi mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168)
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:
{قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ}
Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. (Ar-Rum: 42)
Yaitu orang-orang dahulu sebelum kalian.
{كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ}
Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Ar-Rum: 42)
Maka lihatlah apa yang telah menimpa mereka disebabkan mendustakan para rasul dan mengingkari nikmat-nikmat Allah.

Ar-Rum, ayat 43-45

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ (43) مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ (44) لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (45) }
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya); pada hari itu mereka terpisah-pisah, Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya cepat-cepat beristiqamah dalam ketaatan kepada-Nya dan bersegera mengerjakan kebaikan-kebaikan.
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ}
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya). (Ar-Rum: 43)
Yakni hari kiamat; apabila telah tiba saat kejadiannya, maka tidak dapat dielakkan lagi.
{يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ}
pada hari itu mereka terpisah-pisah. (Ar-Rum: 43)
Maksudnya, terpecah-belah; sebagian masuk surga dan sebagian lain dimasukkan ke neraka. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
{مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ}
Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 44-45)
Allah memberikan balasan-Nya kepada mereka yang beramal saleh dengan balasan sebagai karunia dari-Nya, suatu amal kebaikan dibalas dengan sepuluh amal kebaikan yang serupa, hingga lipatannya sampai tujuh ratus kali lipat dan hingga sampai lipatan yang dikehendaki oleh-Nya.
{إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ}
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar. (Ar-Rum: 45)
Selain itu Dia Maha Adil dalam memperlakukan mereka dan tidak berbuat zalim.

Ar-Rum, ayat 46-47

{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (46) وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ (47) }
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
Allah Swt. menyebutkan nikmat-nikmat yang telah Dia limpahkan kepada makhluk-Nya, antara lain Dia mengirimkan angin yang membawa kabar gembira akan kedatangan rahmat-Nya, yaitu berupa hujan yang akan turun sesudahnya. Untuk itu Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ}
dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yang dimaksud ialah hujan yang diturunkan-Nya, yang dengan air hujan itu hiduplah semua hamba dan juga negeri mereka.
{وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ}
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yakni di laut, dan sesungguhnya yang menjadikannya dapat berlayar ialah karena adanya angin.
{وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ}
dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yaitu berniaga dan mencari upaya penghidupan serta mengadakan perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain dan dari suatu pulau ke pulau lain.
{وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
mudah-mudahan kamu bersyukur. (Ar-Rum: 46)
Maksudnya, bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kalian, baik nikmat yang tampak maupun yang tidak tampak, semuanya itu tidak dapat dihitung dan dihinggakan saking banyaknya.
Dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepada­nya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. (Ar-Rum: 47)
Ayat ini diturunkan oleh Allah untuk menghibur hati hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., bahwa jika ia didustakan oleh kebanyakan orang dari kalangan kaumnya, sesungguhnya para rasul terdahulu pun mengalami nasib yang sama, padahal mereka telah menyampaikan kepada umatnya masing-masing bukti-bukti yang jelas yang membenarkan kerasulan mereka. Tetapi pada akhirnya Allah menimpakan balasan-Nya kepada orang-orang yang mendustakan para rasul dan orang-orang yang menentang mereka, serta menyelamatkan orang-orang yang beriman kepada mereka.
{وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47)
Menolong orang-orang mukmin merupakan suatu keharusan yang Dia wajibkan atas diri-Nya sendiri yang Mahamulia sebagai anugerah dan karunia dari-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ}
Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. (Al-An'am: 54)
قَالَ (3) ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "ما مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَرُدُّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ، إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَرُدَّ عَنْهُ نَارَ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nafil, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yun, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Darda, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang muslim pun yang membela kehormatan saudaranya melainkan sudah menjadi kewajiban bagi Allah menghindarkannya dari api neraka kelak di hari kiamat. Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47)
Ar-Rum, ayat 48-51
{اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (48) وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنزلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ (49) فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَةِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (50) وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ (51) }
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan), lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), benar-benar tetaplah mereka sesudah itu menjadi orang yang ingkar.
Allah Swt. menjelaskan bagaimana Dia menciptakan awan yang menurunkan air hujan. Untuk itu Dia berfirman:
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا}
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan. (Ar-Rum: 48)
Adakalanya awan itu datangnya dari laut, sebagaimana yang disebutkan oleh bukan hanya seorang ulama; atau dari tempat yang dikehendaki oleh Allah Swt.
{فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ}
dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 48)
Yakni membentangkannya, menjadikannya bertambah banyak dan berkembang, lalu menjadikannya dari sedikit menjadi banyak. Pada mulanya Dia menjadikan awan yang kelihatan di mata bagaikan perisai, lalu Dia bentangkan sehingga memenuhi cakrawala langit. Adakalanya pula awan datang dari arah laut yang mengandung air yang sangat banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf: 57) sampai dengan firman-Nya: Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-A'raf: 57)
Demikian pula dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا}
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal. (Ar-Rum: 48)
Mujahid, Abu Amr ibnul Ala, Matar Al-Warraq, dan Qatadah mengatakan bahwa makna kisafan ialah bergumpal-gumpal, sedangkan yang lain mengartikannya bertumpang tindih, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah. Yang lainnya lagi mengatakan berwarna hitam karena banyaknya kandungan air sehingga terlihat gelap, berat, lagi dekat dengan bumi.
Firman Allah Swt.:
{فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ}
lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. (Ar-Rum: 48)
Yakni kamu akan melihat adanya air hujan yang keluar di antara celah-celah awan itu.
{فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Rum: 48)
Karena mereka sangat memerlukannya, maka mereka merasa sangat gembira dengan turunnya air hujan kepada mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنزلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ}
Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49)
Makna ayat ialah mereka yang mendapat hujan itu sebelumnya merasa putus harapan dari turunnya hujan kepada mereka. Tetapi setelah hujan turun menyirami mereka di saat mereka sangat membutuhkannya, maka kegembiraan mereka tak terperikan mengingat rahmat datang tepat di saat mereka sangat memerlukannya.
Ulama Nahwu berselisih pendapat sehubungan dengan firman-Nya: sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49) Menurut Ibnu Jarir, lafaz min qablihi berkedudukan sebagai taukid, ia meriwayatkannya dari sebagian ahli bahasa Arab.
Ulama lainnya mengatakan bahwa firman-Nya: sebelum hujan diturunkan kepada mereka. (Ar-Rum: 49) Damir yang terdapat di dalam lafaz yanzila kembali kepada hujan.
******
{مِنْ قَبْلِهِ}
sebelum itu. (Ar-Rum: 49)
Yakni sebelum turunnya hujan itu mereka benar-benar telah berputus asa. Dapat pula ditakwilkan bahwa kalimat ini menunjukkan makna ta-sis, yang artinya 'sebelum turunnya hujan mereka sangat mengharapkannya, Juga jauh sebelum itu.' Hujan datang terlambat kepada mereka dari suatu waktu ke waktu yang lain, yang selama itu mereka menunggu-nunggu kedatangannya, tetapi ternyata hujan datang terlambat. Setelah berlalu beberapa waktu lagi mereka tetap menunggu-nunggunya, tetapi ternyata telat juga turunnya. Setelah itu hujan datang dengan tiba-tiba kepada mereka sesudah mereka berputus asa dan tidak ada harapan lagi. Setelah tanah mereka menjadi gersang dan tandus, tiba-tiba setelah hujan turun hiduplah bumi itu, lalu suburlah serta tumbuhlah berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَةِ اللَّهِ}
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah. (Ar-Rum: 50)
Yakni hujan itu.
{كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. (Ar-Rum: 50)
Selanjutnya Allah Swt. menegaskan bahwa tubuh-tubuh yang telah mati dan telah tercabik-cabik serta menjadi tulang belulang yang hancur, kelak akan dihidupkan kembali. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى}
Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. (Ar-Rum: 50)
Artinya, Tuhan yang memperbuat hal tersebut benar-benar mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati.
{إنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum: 50)
***********
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam firman berikutnya:
{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ}
Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan), lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), benar-benar tetaplah mereka sesudah itu menjadi orang yang ingkar. (Ar-Rum: 51)
Dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا}
Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin. (Ar-Rum: 51)
yang kering kepada tumbuh-tumbuhan yang telah mereka tanam yang saat itu telah tumbuh dengan suburnya dan telah tegak di atas bulir-bulirnya.
فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا
lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning. (Ar-Rum: 51)
Yakni kelihatan kering dan mulai rusak.
لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ
benar-benar tetaplah mereka sesudah itu. (Ar-Rum: 51)
Yaitu setelah melihat keadaan tersebut.
يَكْفُرُونَ
menjadi orang yang ingkar. (Ar-Rum: 51)
Maksudnya, mengingkari nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka sebelum itu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ. لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ. إِنَّا لَمُغْرَمُونَ بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. (Al-Waqi'ah: 63) sampai dengan firman-Nya: "bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah: 67)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa ibnut Taba', telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ya'la ibnu Ata, dari ayahnya, dari Ubaidillah ibnu Amr yang mengatakan bahwa angin itu ada delapan macam. Empat di antaranya mengandung rahmat, dan empat lainnya mengandung azab.
Angin yang membawa rahmat ialah an-nasyirat (angin yang menyebarkan hujan), mubasysyirat (angin pembawa berita gembira akan turunnya hujan), mursalat (angin yang membawa awan yang mengandung hujan), dan az-zariyat (angin yang menerbangkan debu dan awan yang mengandung hujan).
Angin yang mengandung azab atau bencana ialah al-'aqim (angin yang kering) dan angin sar-sar (angin yang menumbangkan pepohonan); kedua jenis angin ini terjadi di daratan. Adapun angin topan dan angin badai, kedua jenis angin ini terjadi di laut.
Apabila Allah Swt. menghendaki untuk menjadikannya sebagai angin pembawa rahmat, maka Dia menjadikan angin itu pembawa kesuburan, rahmat, dan berita gembira sebelum turunnya hujan. Lalu angin itu membuahi awan sehingga awan menjadi padat mengandung air, sebagaimana pejantan membuahi betinanya hingga hamil.
Jika Dia menghendaki untuk menjadikannya sebagai azab, maka Dia menjadikannya angin yang kering dan azab yang memedihkan, serta pembalasan dari-Nya terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Angin itu akan berupa angin topan dan badai yang memporak-porandakan segala sesuatu yang dilandanya.
Angin itu bermacam-macam bila dipandang dari segi dari arah mana ia bertiup. Ada yang dinamakan angin saba, angin dabur, angin selatan, dan angin utara. Dan dipandang dari segi ciri khasnya mengandung manfaat dan akibatnya tersendiri yang berbeda-beda. Kalau angin itu lembut lagi basah, manfaatnya ialah menyuburkan tetumbuhan dan tubuh hewan. Sedangkan jenis lainnya menguruskannya, jenis lainnya lagi membinasakan dan menyebabkan penyakitan, yang lainnya lagi membuatnya tumbuh dan menguatkan, dan yang lainnya lagi merapuhkan serta melemahkannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عبُيَد اللَّهِ ابْنِ أَخِي ابْنِ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَمِّي، حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيْاش ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ دَرَّاجٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصدَفي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الرِّيحُ مُسَخَّرَةٌ مِنَ الثَّانِيَةِ -يَعْنِي الْأَرْضَ الثانية -فلما أراد الله أن يهلك عادا، أَمَرَ خَازِنَ الرِّيحِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْهِمْ رِيحًا تُهْلِكُ عَادًا، فَقَالَ: يَا رَبِّ، أُرْسِلُ عَلَيْهِمْ من الريح قدر منخر الثور. قال له الْجَبَّارُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: لَا إِذًا تَكْفَأُ الْأَرْضَ وما عليها، وَلَكِنْ أَرْسِلْ عَلَيْهِمْ بِقَدْرِ خَاتَمٍ"، فَهِيَ الَّتِي قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيمِ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah anak saudara lelaki Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Iyasy,telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Sulaiman, dari Darij, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Angin itu ditempatkan di bumi lapis kedua. Tatkala Allah hendak membinasakan kaum 'Ad, maka Dia memerintahkan kepada malaikat penjaga angin untuk mengirimkan angin besar guna membinasakan kaum 'Ad. Malaikat penjaga angin berkata, 'Wahai Tuhanku, aku akan mengirimkan angin sebesar hidung banteng'. Maka Allah Yang Mahaperkasa berfirman kepadanya, 'Jangan, kalau begitu kamu akan membalikkan bumi beserta semua orang yang ada di permukaannya. Tetapi kirimkanlah kepada mereka angin sebesar lubang cincin'." Hal itulah yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: angin itu tidak membiarkan sesuatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Az-Zariyat: 42)
Hadis ini berpredikat garib, tidak dapat dikatakan sebagai hadis marfu', yang jelas hadis ini merupakan perkataan Abdullah ibnu Amr r.a.

Ar-Rum, ayat 52-53

{فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ (52) وَمَا أَنْتَ بِهَادِي الْعُمْيِ عَنْ ضَلالَتِهِمْ إِنْ تُسْمِعُ إِلا مَنْ يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ (53) }
Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakangi. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).
Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya kamu, Muhammad, tidak akan sanggup membuat orang-orang yang telah mati di dalam kuburnya dapat mendengar, dan kamu tidak akan dapat menyampaikan seruanmu kepada orang tuli yang tidak mau mendengar seruanmu, sedangkan mereka berpaling darimu. Demikian pula kamu tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada orang yang buta dari perkara yang hak, lalu menyadarkan mereka dari kesesatannya, melainkan hal itu hanya Allah-lah yang dapat melakukannya. Karena sesungguhnya Allah Swt. dengan kekuasaan-Nya dapat menjadikan orang-orang yang telah mati mendengar suara orang-orang yang hidup, jika Dia menghendaki. Dan Dia dapat memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, juga dapat menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada seorang pun yang dapat melakukan hal tersebut selain dari Allah semata. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنْ تُسْمِعُ إِلا مَنْ يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ}
Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri. (Ar-Rum: 53)
Yakni orang-orang yang patuh, tunduk, dan mendengarkan; dan mereka itulah orang-orang yang mendengarkan perkara yang hak, lalu mengikutinya. Demikianlah ciri khas orang-orang mukmin. Bagian yang pertama merupakan gambaran perihal orang-orang kafir. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ}
Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan. (Al-An'am: 36)
Ummul Mu-minin Siti Aisyah r.a. berpegang kepada dalil ayat ini, yaitu firman-Nya: sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar. (Ar-Rum: 52) Dalam sanggahannya terhadap pendapat Abdullah ibnu Umar r.a. dalam riwayatnya yang menceritakan pembicaraan Nabi Saw. kepada orang-orang musyrik yang telah gugur dalam Perang Badar, lalu mereka dilemparkan di dalam sebuah sumur di Badar. Hal itu dilakukan oleh Nabi Saw. sesudah tiga hari. Nabi Saw. dalam pembicaraannya itu mencela dan mengecam mereka yang telah mati di dalam sumur itu. Sehingga sahabat Umar bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Maka beliau Saw. menjawab:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا يُجِيبُونَ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian lebih mendengar apa yang kuucapkan dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab.
Hadis ini ditakwilkan oleh Siti Aisyah r.a. dengan pengertian 'sesungguhnya mereka yang diajak bicara itu, setelah mereka mati benar-benar mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada mereka adalah benar belaka.'
Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan mereka untuk Nabi Saw. sehingga mereka dapat mendengar ucapannya, sebagai kecaman, cemoohan, dan pembalasan darinya.
Menurut pendapat yang sahih di kalangan ulama adalah riwayat Abdullah ibnu Umar, mengingat riwayat ini mempunyai banyak syahid yang membuktikan kesahihannya melalui berbagai jalur yang cukup banyak. Yang paling terkenal di antara riwayat-riwayat tersebut ialah yang diriwayatkan melalui Ibnu Abdul Barr yang dinilai sahih melalui Ibnu Abbas secara marfu':
"مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا، فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ، إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْهِ رُوحَهُ، حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ"
Tiada seorang pun yang melalui kuburan saudara muslimnya yang ia kenal semasa hidupnya, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, melainkan Allah mengembalikan rohnya hingga menjawab salamnya.
Telah terbuktikan pula melalui suatu hadis yang bersumber dari Nabi Saw. ditujukan kepada umatnya, bahwa apabila mereka hendak mengucapkan salam kepada ahli kubur, hendaklah mereka menyalami ahli kubur sebagaimana mereka menyalami orang yang mereka ajak bicara. Untuk itu seorang muslim dianjurkan mengucapkan salam berikut:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ
Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian, wahai (penduduk) kampung kaum yang beriman.
Ini jelas pembicaraan yang ditujukan kepada orang yang mendengar dan mengerti. Seandainya pembicaraan ini tidak memakai teks tersebut, tentulah sama saja dengan berbicara kepada yang tiada atau benda mati.
Ulama Salaf telah sepakat membenarkan hal ini (mengucapkan salam kepada ahli kubur). Menurut asar-asar yang berpredikat mutawatir dari mereka, mayat mengetahui orang hidup yang berziarah kepadanya dan merasa gembira dengan kunjungannya.
Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan di dalam Kitabul Qubur melalui Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُورُ قَبْرَ أَخِيهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ، إِلَّا اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُومَ"
Tiada seorang pun yang menziarahi kubur saudaranya, lalu duduk di sisinya melainkan saudaranya itu terhibur dengan kedatangannya dan menjawab salamnya hingga ia bangkit (meninggalkannya).
Telah diriwayatkan pula melalui Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa apabila seseorang melewati kuburan yang penghuninya ia kenal, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, maka salamnya dijawab olehnya.
Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan berikut sanadnya dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Asim Al-Juhdari yang telah menceritakan bahwa ia pernah melihat Asim Al-Juhdari dalam mimpinya setelah Asim meninggal dunia. Lalu lelaki itu bertanya, "Bukankah kamu telah mati?" Asim menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya lagi, "Sekarang engkau berada di mana?" Asim menjawab, "Saya, demi Allah, berada di suatu taman dari taman surga bersama sejumlah teman-temanku. Kami berkumpul setiap malam Jumat, dan pagi harinya di tempat Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani. Maka kami menerima berita-berita tentang kalian." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu bertanya lagi, "Apakah yang berkumpul itu tubuh kalian, ataukah arwah kalian?" Asim menjawab, "Mustahil bila yang berkumpul adalah jasad kami, karena jasad kami telah hancur luluh dan yang dapat bertemu hanyalah arwah kami saja." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya lagi, "Apakah kalian mengetahui bila kami berziarah kepada kalian?" Asim menjawab, "Kami mengetahuinya pada petang hari Jumat dan seluruh hari Jumat serta malam hari sabtu hingga matahari terbit." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya, "Mengapa demikian, bukan pada hari-hari lainnya?" Asim menjawab, "Berkat keutamaan dan kebesaran hari Jumat."
Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hasan Al-Qassab yang menceritakan bahwa ia setiap pagi hari Sabtu selalu berangkat bersama Muhammad ibnu Wasi' menuju Al-Jiban, lalu mereka berdiri di kuburan yang ada di sana, dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendoakan mereka, sesudah itu mereka pulang. Maka pada suatu hari Hasan Al-Qassab bertanya, "Bagaimanakah kalau kita ubah kebiasaan hari ini menjadi hari Senin?" Muhammad ibnu Wasi' menjawab, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa orang-orang yang telah mati mengetahui para peziarah mereka hanya pada hari Jumat dan sehari sebelumnya serta sehari sesudahnya."
Ibnu Abu Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri yang mengatakan, ia pernah mendengar bahwa Ad-Dahhak pernah mengatakan, "Barang siapa yang melakukan ziarah kubur pada hari Sabtu sebelum matahari terbit, maka mayat yang diziarahinya mengetahui kunjungannya." Ketika ditanya­kan kepadanya mengenai penyebabnya, maka Ad-Dahhak menjawab, "Itu berkat keutamaan hari Jumat (yang berdekatan dengannya)."
Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa Mutarrif selalu berangkat di siang hari, dan bila hari Jumat ia berangkat pagi-pagi sekali. Ja'far ibnu Sulaiman mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abut Tayyah mengatakan, "Mutarrif turun istirahat di Gautah saat malam akan tiba, ketika itu ia berada di dekat pekuburan dan ia masih berada di atas kudanya. Maka ia melihat ahli kubur, masing-masing sedang duduk di atas kuburnya, lalu mereka berkata (di antara sesamanya), ini Mutarrif datang pada hari Jumat dan akan mengerjakan salat Jumat di dekat kalian.' Mereka berkata, 'Benar, dan kita mengetahui apa yang dikatakan oleh burung pada hari Jumat.' Mutarrif bertanya, 'Apakah yang diucapkan oleh burung-burung itu.' Mereka menjawab, 'Salamun 'alaikum"
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Muwaffiq (anak lelaki pamannya Sufyan ibnu Uyaynah) yang menceritakan, "Ketika ayahku meninggal dunia, aku merasa sangat sedih, dan aku selalu menziarahi kuburnya setiap hari. Kemudian ia tidak lagi menziarahinya selama beberapa waktu yang dikehendaki oleh Allah Swt. Pada suatu hari aku kembali menziarahi kubur ayahku; dan ketika aku sedang duduk di dekat kubur ayahku, tiba-tiba mataku terserang kantuk, lalu tertidur. Di dalam mimpiku aku melihat seakan-akan kubur ayahku terbuka, dan seakan-akan ayahku sedang duduk di pinggirnya dengan berpakaian kain kafannya, sedangkan rupanya adalah rupa orang yang telah mati."
Al-Fadl melanjutkan kisahnya, bahwa ia menangis melihat pemandangan itu, lalu ayahnya bertanya, "Hai anakku, apakah gerangan yang membuatmu lama tidak menziarahiku?" Aku menjawab, "Apakah engkau benar-benar mengetahui kedatanganku?" Ayahnya menjawab, "Tidak sekali-kali kamu datang menziarahiku melainkan aku mengetahuinya. Dulu kamu sering menziarahiku, dan aku merasa senang dengan kedatanganmu. Orang-orang yang ada di sekitarku merasa senang pula dengan doamu." Al-Fadl mengatakan bahwa setelah itu ia sering menziarahi kubur ayahnya.
Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Bustam, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Suwaid At-Tafawi yang mengatakan bahwa ibunya adalah seorang wanita ahli ibadah yang dikenal dengan julukan Rahibah. Ketika ajalnya telah dekat, Rahibah mengangkat kepalanya ke arah langit, lalu berdoa, "Wahai Tuhan yang menjadi harapan dan dambaanku selama hidup dan matiku, janganlah Engkau menjadikan aku terhina saat matiku, dan janganlah Engkau menjadikan diriku berasa asing dalam kesendirianku."
Setelah ia meninggal dunia, aku (Usman ibnu Suwaid) selalu menziarahi kuburnya setiap hari Jumat, mendoakannya serta memohonkan ampunan buatnya, juga buat ahli kubur lainnya.
Pada suatu malam aku melihat ibuku dalam mimpi, maka aku bertanya kepadanya, "Ibu, bagaimanakah keadaanmu?" Ia menjawab, "Anakku, sesungguhnya maut itu benar-benar merupakan musibah yang sangat keras. Dan sesungguhnya aku, segala puji bagi Allah, benar-benar ada di alam barzakh yang terpuji yang penuh dengan bau yang harum dan dihamparkan padanya kain sutera yang tebal dan yang tipis sampai hari berbangkit nanti."
Aku bertanya kepadanya, "Apakah engkau mempunyai keperluan?" Ia menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Keperluan apa?" Ia menjawab, "Janganlah engkau meninggalkan kebiasaanmu menziarahi kami dan mendoakan bagi kami, karena sesungguhnya aku benar-benar merasa gembira dengan kedatanganmu pada hari Jumat. Jika engkau tiba dari rumah keluargamu, maka dikatakan kepadaku, 'Hai Rahibah, inilah putramu telah datang, maka bergembiralah.' Dengan demikian, bergembiralah semua orang mati yang ada di sekitarku."
Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ketika wabah ta'un (kolera) sedang menjalar, ada seorang lelaki bolak-balik pergi ke Al-Jiban. Dia datang untuk ikut menyalati jenazah. Apabila petang hari, ia berdiri di dekat kuburan seraya berdoa, "Semoga Allah menghibur kalian dan menyayangi kalian dalam keterasingan kalian, dan semoga Dia memaafkan kesalahan-kesalahan kalian serta menerima kebaikan-kebaikan kalian." Dia tidak lebih selain mengucapkan kalimat tersebut.
Bisyr ibnu Mansur melanjutkan kisahnya, bahwa di suatu petang hari lelaki itu pulang ke rumah keluarganya tanpa mampir di kuburan dan tidak berdoa sebagaimana biasanya untuk ahli kubur. Ketika aku (lelaki itu) tidur, tiba-tiba dalam mimpinya ia kedatangan sejumlah orang, lalu aku bertanya, "Siapakah kalian ini dan apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah ahli kubur." Aku bertanya, "Lalu apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Biasanya engkau mengirimkan suatu hadiah kepada kami saat engkau dalam perjalanan pulangmu ke rumah keluargamu." Aku bertanya, "Hadiah apakah itu?" Mereka menjawab, "Doa-doa yang biasa engkau ucapkan di dekat kuburan kami." Aku menjawab, "Aku akan membiasakannya lagi," sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkan kebiasaanku itu. Dan dari peristiwa itu aku mengetahui bahwa mayat itu mengetahui amal perbuatan kaum kerabat dan saudara-saudaranya.
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saur ibnu Yazid, dari Ibrahim, dari Ayyub yang mengatakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati (dari kalangan keluarganya). Apabila melihat kebaikan, mereka bergembira; dan apabila melihat keburukan, mereka mengatakan, "Ya Allah, maafkanlah mereka."
Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Abul Hawari yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami saudaraku Muhammad, bahwa Abbad ibnu Abbad berkunjung kepada Ibrahim ibnu Saleh di Palestina. Lalu Ibrahim berkata, "Berilah saya nasihat." Abbad berkata, "Nasihat apakah yang akan kuberikan kepadamu, semoga Allah memperbaiki keadaanmu. Telah sampai kepadaku suatu riwayat yang menceritakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati dari kalangan keluarganya, maka perhatikanlah amal perbuatanmu, apakah yang akan diperlihatkan darinya kepada Rasulullah Saw." Maka Ibrahim menangis tersedu-sedu sehingga jenggotnya basah karena air matanya.
Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Amr Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibjiu Sulaiman Al-Ja'fari yang menceritakan bahwa dia mempunyai kebiasaan yang buruk; dan ketika ayahnya meninggal dunia, ia bertobat dan menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Kemudian ia tergelincir lagi melakukan kebiasaan buruk itu, maka ia melihat ayahnya dalam mimpinya, lalu ayahnya berkata, "Anakku, alangkah gembiranya aku denganmu. Pada mulanya semua amal perbuatanmu ditampakkan kepada kami dan kami menyerupakannya dengan amal perbuatan orang-orang yang saleh. Tetapi setelah ketergelinciranmu itu aku merasa sangat malu dengan apa yang telah kamu perbuat itu. Maka janganlah engkau membuatku sedih di kalangan orang-orang yang telah mati di sekitarku."
Khalid ibnu Amr Al-Umawi melanjutkan kisahnya, "Sejak saat itu aku mendengarnya selalu mengucapkan doa berikut di waktu sahurnya, yang secara kebetulan rumahnya di Kufah bertetangga denganku, yaitu: 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu tobat yang tidak pernah diulangi lagi dan tidak pernah terkotori lagi, wahai Allah Yang Memperbaiki keadaan orang-orang yang saleh dan wahai Allah Yang Memberi petunjuk orang-orang yang sesat, wahai Allah Maha Pelimpah Rahmat'."
Pembahasan mengenai hal ini memerlukan bab tersendiri mengingat banyaknya asar dari para sahabat yang menerangkannya. Disebutkan bahwa sebagian kalangan sahabat Ansar dari kalangan kaum kerabat Abdullah ibnu Rawwahah selalu mengucapkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari amal perbuatan yang karenanya Abdullah ibnu Rawwahah terhina.
Dia mengucapkan doa tersebut setelah Abdullah ibnu Rawwahah mati syahid.
Islam mensyariatkan mengucapkan salam kepada orang-orang yang telah mati. Dan seperti yang telah kita ketahui, mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal serta tidak diketahui kemuslimannya merupakan suatu hal yang tidak diperbolehkan. Nabi Saw. telah mengajarkan kepada umatnya bila mereka melihat kuburan hendaknya mengucapkan doa berikut:
"سَلَامٌ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ"
Keselamatan semoga terlimpahkan kepada kalian, wahai ahli kubur dari kalangan orang-orang mukmin. Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang terkemudian di antara kami dan kalian. Kami memohon kepada Allah buat kami dan kalian akan keselamatan.
Salam dan pembicaraan serta seruan ini jelas ditujukan kepada yang mendengar, yang berbicara, yang memahami serta yang menjawab, sekalipun orang yang bersangkutan tidak dapat mendengar jawabannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ar-Rum, ayat 54

{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ (54) }
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Allah Swt. mengingatkan (manusia) akan fase-fase yang telah dilaluinya dalam penciptaannya, dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Asal mulanya manusia itu berasal dari tanah liat, kemudian dari air mani, kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dilapisi dengan daging, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya.
Setelah itu ia dilahirkan dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil, dan tidak berkekuatan. Kemudian menjadi besar sedikit demi sedikit hingga menjadi anak, setelah itu berusia balig dan masa puber, lalu menjadi pemuda. Inilah yang dimaksud dengan keadaan kuat sesudah lemah.
Kemudian mulailah berkurang dan menua, lalu menjadi manusia yang lanjut usia dan memasuki usia pikun; dan inilah yang dimaksud keadaan lemah sesudah kuat. Di fase ini seseorang mulai lemah keinginannya, gerak, dan kekuatannya; rambutnya putih beruban, sifat-sifat lahiriah dan batinnya berubah pula. Karena itulah maka di sebutkan oleh firman-Nya:
{ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ}
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 54)
Yakni Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya dan mengatur hamba-hamba-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
{وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Fudail dan Yazid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah Al-Aufi yang mengatakan bahwa ia membacakan kepada Ibnu Umar firman Allah Swt.: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Ibnu Umar membacakan pula firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Kemudian Ibnu Umar berkata, "Aku belajar dari Rasulullah Saw. ayat ini sebagaimana yang kamu bacakan kepadaku, dan aku menerimanya dari beliau sebagaimana aku menerimanya darimu."
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya pula yang dinilai oleh Imam Turmuzi sebagai hadis hasan, melalui hadis Fudail dengan sanad yang sama. Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Jabir, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dengan lafaz yang semisal.

Ar-Rum, ayat 55-57

{وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُونَ (55) وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (56) فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ (57) }
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu, tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya). Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat lagi.
Allah Swt. menceritakan perihal kebodohan orang-orang kafir di dunia dan akhirat. Di dunia mereka melakukan perbuatan yang biasa mereka kerjakan, yaitu menyembah berhala-berhala. Sedangkan di akhirat mereka melakukan kebodohan yang besar pula, antara lain ialah sumpah mereka dengan menyebut nama Allah, bahwa tidaklah mereka tinggal di dunia melainkan hanya sebentar saja. Tujuan utama mereka dengan alasan tersebut ialah agar hujah tidak dapat ditegakkan terhadap mereka, dan bahwa mereka tidak diberi kesempatan untuk beralasan. Allah Swt. berfirman:
{كَذَلِكَ كَانٌوا يُؤْفَكُون. وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}
Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 55-56)
Maka orang-orang mukmin dari kalangan ulamanya menjawab mereka di akhirat sebagaimana para ulama itu telah menegakkan hujah Allah atas mereka ketika di dunia. Maka para ulama itu berkata kepada mereka saat mereka bersumpah bahwa mereka hanya tinggal sesaat saja di dunia:
{لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ}
Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah. (Ar-Rum: 56)
Yakni terbaca di dalam kitab catatan amal perbuatanmu,
{إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}
sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 56)
Maksudnya, mulai dari kalian diciptakan hingga kalian dibangkitkan.
{وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
akan tetapi kamu tidak mengetahui. (Ar-Rum: 56)
*************
Firman Allah Swt.:
{فَيَوْمَئِذٍ}
Maka pada hari itu. (Ar-Rum: 57)
Yakni hari kiamat.
{لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ}
tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka. (Ar-Rum: 57)
Yaitu alasan mereka untuk membela apa yang telah mereka kerjakan.
{وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ}
dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat lagi. (Ar-Rum: 57)
Mereka tidak pula diberi kesempatan untuk kembali ke dunia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ يَسْتَعْتِبُوا فَمَا هُمْ مِنَ الْمُعْتَبِينَ}
dan jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya. (Fussilat: 24)

Ar-Rum, ayat 58-60

{وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ لَيَقُولَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُبْطِلُونَ (58) كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (59) فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ (60) }
Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata, "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka.” Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ}
Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan. (Ar-Rum: 58)
Maksudnya, telah Kami jelaskan kepada mereka perkara yang hak. Kami telah menerangkannya serta membuat perumpamaan-perumpamaan untuk itu bagi mereka agar perkara hak lebih jelas lagi bagi mereka, dan agar hati mereka tergerak untuk mengikutinya.
{وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ لَيَقُولَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُبْطِلُونَ}
Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata, "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka." (Ar-Rum: 58)
Yakni seandainya mereka menyaksikan suatu mukjizat, baik atas permintaan mereka sendiri atau tidak, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya dan menganggap bahwa itu adalah perbuatan sihir dan palsu. Sebagaimana yang mereka katakan ketika melihat rembulan terbelah dan lain-lainnya. Allah Swt. telah berfirman, menceritakan sikap mereka:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ. فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ}
Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Ar-Rum: 59-60)
Yakni bersabarlah kamu dalam menghadapi sikap mereka yang menentang dan keingkaran mereka itu, karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menunaikan apa yang telah Dia janjikan kepadamu, yaitu menolongmu dalam menghadapi mereka dan menjadikan kesudahan yang baik hanya bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu di dunia maupun di akhirat.
{وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ}
dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
melainkan tetap teguhlah kamu dalam melaksanakan risalah Allah yang dipercayakan kepadamu, karena sesungguhnya hal itu adalah perkara hak yang tiada keraguan padanya. Janganlah kamu menyimpang darinya, karena pada jalan yang lain tiada hidayah yang dapat diikuti, melainkan perkara hak itu hanyalah terdapat di dalam risalah yang kamu bawa.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa seorang lelaki dari kalangan Khawarij menyeru sahabat Ali r.a. yang saat itu sedang mengerjakan salat Subuhnya, seraya membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Sahabat Ali diam mendengarkannya hingga memahami apa yang dimaksud oleh si orang Khawarij itu. Maka ia menjawabnya, sedangkan ia masih berada dalam salatnya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain.
Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Syarik, dari Usman, dari Abu Zar'ah, dari Ali ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan Khawarij memanggil Ali r.a. yang sedang mengerjakan salat Subuh. Lelaki itu membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. yang sedang dalam salatnya langsung menjawabnya dengan membaca firman-Nya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
Jalur lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Imran ibnuZabyan, dari Abu Yahya yang mengatakan bahwa ketika Ali ibnu AbuTalib r.a. sedang mengerjakan salat Subuh, ada seorang lelaki Khawarij menyerunya seraya membacakan firman-Nya: Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65) Maka Ali r.a. menjawabnya dengan membacakan firman-Nya, sedangkan ia masih dalam salatnya: Maka bersabarlah, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)

Riwayat yang Menjelaskan Keutamaan Surat Ar-Rum dan Anjuran Membacanya di Waktu Subuh


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، سمعت شبيب -أَبَا رَوْحٍ -يحدِّث عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ، فَقَرَأَ فِيهَا الرُّومُ فَأُوهِمَ، فَقَالَ: "إِنَّهُ يُلَبَّسُ عَلَيْنَا الْقُرْآنُ، فَإِنَّ أَقْوَامًا مِنْكُمْ يُصَلُّونَ مَعَنَا لَا يُحْسِنُونَ الْوُضُوءَ، فَمَنْ شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعَنَا فَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Abdul Malik ibnu Umair. Ia pernah men­dengar Syabib ibnu Rauh menceritakan hadis berikut dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. salat Subuh bersama para sahabat dan membaca surat Ar-Rum dalam salatnya itu, lalu beliau mengalami gangguan dalam bacaannya. Setelah selesai dari salatnya beliau bersabda: Sesungguhnya baru saja kami mengalami gangguan dalam bacaan Al-Qur’an kami, karena sesungguhnya ada beberapa kaum dari kalangan kalian yang salat bersama kita melakukan wudunya dengan tidak baik. Maka barang siapa yang ikut salat bersama kami dari kalangan kalian, hendaklah ia terlebih dahulu berwudu dengan baik.
Sanad dan matan hadis ini berpredikat hasan, di dalamnya terkandung rahasia yang menakjubkan dan berita yang aneh, yaitu Nabi Saw. merasa terpengaruh oleh sebagian orang yang bermakmum padanya tanpa berwudu dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa salat makmum itu bergantung pada salat imam.
Demikianlah akhir surat Ar-Rum, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya.