30. SURAT AR-RUM
(Bangsa Rumawi)
تَفْسِيرُ سُورَةِ الرُّومِ
Makkiyyah, 60 ayat. Kecuali ayat 17, Madaniyyah. Turun
sesudah surat Al-Insyiqaq.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ar-Rum, ayat 1-7
{الم (1) غُلِبَتِ
الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ
(3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ
يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (5) وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6) يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (7) }
Alif Lam Mim. Telah dikalahkan
bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan
menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan
Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa
lagi Maha Penyayang, (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah.
Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan
dunia; sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Ayat-ayat ini diturunkan ketika
Sabur (Raja Persia) berhasil mengalahkan tentara Romawi dan berhasil merebut
negeri-negeri Syam serta bagian lainnya yang termasuk ke dalam wilayah kerajaan
Romawi dari tanah Jazirah Arabia, juga sebagian besar wilayah kerajaan Romawi,
sehingga Kaisar Romawi Heraklius terpaksa mundur dan mengungsi ke kota
Konstantinopel. Ia dikepung oleh Raja Sabur dan bala tentaranya di kota
Konstantinopel dalam waktu yang cukup lama, tetapi pada akhirnya kawasan
kerajaan Romawi berhasil direbut kembali oleh Heraklius dari tangan orang-orang
Persia, sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو،
حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فِي قَوْلِهِ
تَعَالَى: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ} قَالَ: غُلبت وغَلَبت.
قَالَ: كَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ فَارِسُ عَلَى الرُّومِ؛
لِأَنَّهُمْ أَصْحَابُ أَوْثَانٍ، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ أَنْ
تَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ، فذُكر ذَلِكَ
لِأَبِي بَكْرٍ،، فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ" فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لَهُمْ،
فَقَالُوا: اجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ أَجَلًا فَإِنْ ظَهَرْنَا كَانَ لَنَا
كَذَا وَكَذَا، وَإِنْ ظَهَرْتُمْ كَانَ لَكُمْ كَذَا وَكَذَا. فَجَعَلَ أَجَلًا
خَمْسَ سِنِينَ، فَلَمْ يَظْهَرُوا، فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو بَكْرٍ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:"أَلَا جَعَلَتْهَا إِلَى
دُون" أَرَاهُ قَالَ: "الْعَشْرِ". "قَالَ سَعِيدُ بْنُ
جُبَيْرٍ: الْبِضْعُ مَا دُونَ الْعَشْرِ. ثُمَّ ظَهَرَتِ الرُّومُ بَعْدُ، قَالَ:
فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ
بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ
وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ
مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ}
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muawiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu
Ishaq, dari Sufyan As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Umrah, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas r.a. yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Alif
Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. (Ar-Rum:
1-3) Yakni dikalahkan dan dikalahkan. Ibnu Abbas menceritakan bahwa dahulu
orang-orang musyrik merasa suka bila orang-orang Persia beroleh kemenangan atas
orang-orang Romawi, karena orang-orang Persia adalah penyembah berhala sama
dengan mereka. Sedangkan kaum muslim merasa suka bila orang-orang Romawi
beroleh kemenangan atas orang-orang Persia, karena orang-orang Romawi adalah
Ahli Kitab sama dengan mereka. Kemudian Abu Bakar menceritakan hal tersebut
kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya
mereka (orang-orang Romawi) akan beroleh kemenangan. Lalu Abu Bakar
menceritakan hal tersebut kepada orang-orang Musyrik. Maka mereka berkata,
"Marilah kita menentukan batas waktunya antara kami dan kamu. Jika tebakan
kami tepat, maka kami mendapat anu dan anu; dan jika tebakanmu tepat, kamu
beroleh anu dan anu." Maka masa yang ditentukan oleh Abu Bakar adalah lima
tahun, dan ternyata pasukan Romawi tidak mengalami kemenangan. Lalu Abu Bakar
menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa
tidak engkau jadikan masa itu di bawah sepuluh tahun (di atas lima
tahun)?" Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa masa itu di bawah sepuluh
tahun, kemudian barulah orang-orang Romawi beroleh kemenangan. Sa'id ibnu
Jubair mengatakan, bahwa itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Alif Lam Mim.
Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang. (Ar-Rum: 1-3) sampai dengan firman-Nya: Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 5)
Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai yang keduanya dari Al-Husain ibnul Hurayyis,
dari Muawiyah ibnu Amr, dari Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan As-Sauri dengan
sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, sesungguhnya
kami mengenal hadis ini hanya melalui riwayat Sufyan, dari Habib. Ibnu Abu
Hatim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ishaq As-San'ani, dari Muawiyah ibnu
Amr dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Sa'id atau Sa'id As'-Sa'labi yang dikenal dengan
sebutan Abu Sa'id, dari kalangan ulama Tartus, telah menceritakan kepada kami
Abu Ishaq Al-Fazzari, lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. Dan dalam riwayat
mereka disebutkan bahwa Sufyan As-Sauri mengatakan, telah sampai kepadanya
berita yang menyatakan bahwa orang-orang Romawi mengalami kemenangan sesudah
pecahnya Perang Badar.
Hadis lain, Sulaiman ibnu Marhan Al-A'masy telah meriwayatkan dari Muslim, dari
Masruq yang telah menceritakan bahwa Abdullah pernah berkata, "Ada lima
perkara yang telah berlalu, yaitu asap, azab, pembalasan, rembulan, dan
Romawi." Diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا
الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عَامِرٍ -هُوَ
الشَّعْبِيُّ -عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
-قَالَ: كَانَ فَارِسُ ظَاهِرًا عَلَى الرُّومِ، وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ
يُحِبُّونَ أَنْ تَظْهَرَ فَارِسُ عَلَى الروم. وك ان الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ
أَنْ تَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَهُمْ
أَقْرَبُ إِلَى دِينِهِمْ، فَلَمَّا نَزَلَتْ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي
أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ
سِنِينَ} قَالُوا: يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ صَاحِبَكَ يَقُولُ: إِنَّ الرُّومَ
تَظْهَرُ عَلَى فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ؟! قَالَ: صَدَقَ. قَالُوا: هَلْ لَكَ
إِلَى أَنْ نُقَامِرَكَ، فَبَايَعُوهُ عَلَى أَرْبَعِ قَلَائِصَ إِلَى سَبْعِ
سِنِينَ، فَمَضَتِ السَّبْعُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ، فَفَرِحَ الْمُشْرِكُونَ
بِذَلِكَ وَشَقَّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، فذُكِر ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بِضْعُ سِنِينَ عِنْدَكُمْ"؟ قَالُوا:
دُونَ الْعَشْرِ. قَالَ: "اذْهَبْ فَزَايِدْهُمْ وَازْدَدْ سَنَتَيْنِ فِي
الْأَجَلِ". قَالَ: فَمَا مَضَتِ السَّنَتَانِ حَتَّى جَاءَتِ الرُّكْبَانُ
بِظُهُورِ الرُّومِ عَلَى فَارِسَ، فَفَرِحَ الْمُؤْمِنُونَ بِذَلِكَ، وَأَنْزَلَ
اللَّهُ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ} إِلَى قَوْلِهِ: { [وَعْدَ اللَّهِ] لَا
يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami
Al-Muharibi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Abdullah
ibnu Mas'ud r.a. yang telah mengatakan bahwa dahulu bangsa Persia beroleh
kemenangan atas bangsa Romawi, dan orang-orang musyrik merasa senang bila
bangsa Persia menang atas bangsa Romawi. Sedangkan kaum muslim merasa senang
bila bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, karena bangsa Romawi
adalah Ahli Kitab yang kaum muslim lebih dekat kepada mereka dalam hal agama
daripada bangsa Persia yang Wasani. Ketika ayat berikut diturunkan, yaitu
firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun
lagi. (Ar-Rum: 1-4) Mereka (kaum musyrik) mengatakan, "Hai Abu Bakar,
sesungguhnya temanmu telah mengatakan bahwa bangsa Romawi akan beroleh kemenangan
atas bangsa Persia dalam masa beberapa tahun mendatang." Abu Bakar
menjawab, "Benar." Mereka berkata, "Maukah kamu bertaruh dengan
kami?" Maka mereka sepakat dengan Abu Bakar menjadikan taruhannya empat
ekor unta dengan jarak masa tujuh tahun. Ternyata setelah berlalu masa tujuh
tahun tidak terjadi sesuatu apa pun, maka orang-orang musyrik pun bergembira
dengan hal tersebut, sehingga kaum muslim merasa berat atas kekalahannya.
Kemudian hal tersebut diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: "Apakah
pengertian beberapa tahun di kalangan kalian?” Mereka menjawab, "Di
bawah sepuluh tahun.” Nabi Saw. bersabda, "Pergilah dan tantanglah
mereka untuk bertaruh lagi dan tambahlah masanya dua tahun lagi.” Abdullah
ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa belum lagi masa dua tahun habis,
datanglah kafilah yang membawa berita tentang kemenangan bangsa Romawi atas
bangsa Persia. Maka kaum mukmin bergembira dengan berita tersebut, dan Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum:
1-2) sampai dengan firman-Nya: (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari
Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. (Ar-Rum: 6)
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الوَكِيعي، حَدَّثَنَا مُؤَمَّل، عَنْ
إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ:
{الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ} ، قَالَ الْمُشْرِكُونَ لِأَبِي بَكْرٍ: أَلَا تَرَى إِلَى مَا
يَقُولُ صَاحِبُكَ؟ يَزْعُمُ أَنَّ الرُّومَ تَغْلِبُ فَارِسَ. قَالَ: صَدَقَ
صَاحِبِي. قَالُوا: هَلْ لَكَ أَنْ نُخَاطِرَكَ؟ فَجَعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُمْ
أَجَلًا فَحَلَّ الْأَجَلُ قَبْلَ أَنْ تَغْلِبَ الرومُ فارسَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَاءَهُ ذَلِكَ وَكَرِهَهُ،
وَقَالَ لِأَبِي بَكْرٍ: "مَا دَعَاكَ إِلَى هَذَا؟ " قَالَ: تَصْدِيقًا
لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ. فَقَالَ: "تَعَرَّض لَهُمْ وَأَعْظِمِ الخَطَر
وَاجْعَلْهُ إِلَى بِضْعِ سِنِينَ". فَأَتَاهُمْ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ
لَهُمْ: هَلْ لَكُمْ فِي الْعَوْدِ، فإن العود أحمد؟ قالوا: نَعَمْ.
[قَالَ] فَلَمْ تَمْضِ تِلْكَ السُّنُونَ حَتَّى غَلَبَتِ الرُّومُ فارسَ،
وَرَبَطُوا خُيُولَهُمْ بِالْمَدَائِنِ، وَبَنَوُا الرُّومِيَّةَ، فَجَاءَ بِهِ
أَبُو بَكْرٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَذَا
السُّحْتُ، قَالَ: " تَصَدَّقْ بِهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Umar Al-Waki'i, telah menceritakan kepada kami Mu-min, dari Israil, dari
Abu Ishaq, dari Al-Barra yang telah menceritakan bahwa ketika diturunkan
firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. (Ar-Rum: 1-3)
Orang-orang musyrik berkata kepada Abu Bakar, "Tidakkah kamu lihat apa
yang telah dikatakan oleh temanmu (Nabi Saw.), dia menduga bahwa bangsa Romawi
akan mengalahkan bangsa Persia." Abu Bakar menjawab, "Benar apa yang
dikatakan oleh temanku itu." Mereka berkata, "Maukah kamu bertaruh
dengan kami?" Maka Abu Bakar menerima tantangan mereka dan menetapkan
batas waktu yang dijadikan pegangan antara Abu Bakar dan mereka. Setelah batas
waktu itu berlalu, ternyata bangsa Romawi masih belum beroleh kemenangan atas
bangsa Persia. Ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw., maka beliau merasa
sukacita dan tidak senang mendengarnya, lalu beliau Saw. bersabda kepada Abu
Bakar, "Apakah yang mendorongmu berani berbuat demikian?" Abu
Bakar menjawab, "Sebagai bukti membenarkan Allah dan Rasul-Nya."
Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu Bakar, "Tantanglah mereka lagi,
besarkanlah taruhannya, dan jadikanlah batas waktunya sampai beberapa tahun
(lagi)." Orang-orang musyrik kembali datang menemui Abu Bakar, maka
Abu Bakar berkata, "Maukah kalian kutantang lagi, karena mengulangi hal
ini lebih baik?" Mereka menjawab, "Baiklah." Ternyata belum lagi
habis beberapa tahun yang dimaksud, bangsa Romawi menang atas bangsa Persia
sehingga orang-orang Romawi menambatkan kuda-kuda mereka di kota-kota besar
(negeri Syam), dan mereka membangun kota Ar-Rumiyah. Lalu datanglah Abu Bakar
kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda, "Itu adalah harta haram, maka
sedekahkan harta tersebut (yang dihasilkan dari taruhan itu)."
Hadis lain.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ
أَبِي الزِّنَاد، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ نيَار بْنِ مُكرَم
الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ، {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى
الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ} ،
فَكَانَتْ فَارِسُ يَوْمَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ قَاهِرِينَ لِلرُّومِ، وَكَانَ
الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ ظُهُورَ الرُّومِ عَلَيْهِمْ؛ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ
أَهْلُ كِتَابٍ، وَفِي ذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ: {وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ
الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الرَّحِيمُ} ، وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تُحِبُّ ظُهُورَ فَارِسَ؛ لِأَنَّهُمْ
وَإِيَّاهُمْ لَيْسُوا بِأَهْلِ كِتَابٍ وَلَا إِيمَانٍ بِبَعْثٍ، فَلَمَّا
أَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ يَصِيحُ فِي نَوَاحِي
مَكَّةَ: {الم. غُلِبَتِ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ
غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ} ، قَالَ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ
لِأَبِي بَكْرٍ: فَذَاكَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ . زَعَمَ صَاحِبُكَ أَنَّ الرُّومَ
سَتَغْلِبُ فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ، أَفَلَا نُرَاهِنُكَ عَلَى ذَلِكَ؟ قَالَ:
بَلَى -وَذَلِكَ قَبْلَ تَحْرِيمِ الرِّهَانِ -فَارْتَهَنَ أَبُو بَكْرٍ
وَالْمُشْرِكُونَ، وتواضَعُوا الرِّهَانَ، وَقَالُوا لِأَبِي بَكْرٍ: كَمْ
تَجْعَلُ الْبِضْعَ: ثَلَاثَ سِنِينَ إِلَى تِسْعِ سِنِينَ، فَسمِّ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ
وَسَطًا نَنْتَهِي إِلَيْهِ. قَالَ: فَسَمَّوْا بَيْنَهُمْ سِتَّ سِنِينَ. قَالَ:
فَمَضَتْ سِتُّ السِّنِينَ قَبْلَ أَنْ يَظْهَرُوا، فَأَخَذَ الْمُشْرِكُونَ
رَهْنَ أَبِي بَكْرٍ، فَلَمَّا دَخَلَتِ السَّنَةُ السَّابِعَةُ ظَهَرَتِ الرُّومُ
عَلَى فَارِسَ، فَعَابَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْمِيَةَ سِتِّ
سِنِينَ، قَالَ: لِأَنَّ اللَّهَ قَالَ: {فِي بِضْعِ سِنِينَ} . قَالَ: فَأَسْلَمَ
عِنْدَ ذَلِكَ نَاسٌ كَثِيرٌ
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail, telah menceritakan kepada
kami Ismail ibnu Abu Uwais, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abuz Zanad, dari
Urwah ibnu Zubair, dari Niyar ibnu Makram Al-Aslami yang telah menceritakan
bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa
Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang
dalam beberapa tahun lagi. (Ar-Rum: 1-4) Saat ayat ini diturunkan bangsa
Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi dan mengalahkan mereka. Dan kaum
muslim senang bila bangsa Romawi beroleh kemenangan atas bangsa Persia, karena
bangsa Romawi dan mereka sama-sama Ahli Kitabnya (yakni agama yang mempunyai
kitab suci). Sehubungan dengan peristiwa tersebut diturunkan firman-Nya: Dan
di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5) Sedangkan
orang-orang musyrik Quraisy suka bila bangsa Persia beroleh kemenangan, karena
mereka semua bukan Ahli Kitab, juga sama-sama tidak beriman terhadap hari
berbangkit. Setelah ayat-ayat tersebut diturunkan, Abu Bakar keluar ke
sekeliling penjuru kota Mekah seraya membacakan firman-Nya dengan suara keras,
yaitu: Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat
dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi).
(Ar-Rum: 1-4) Maka segolongan orang-orang musyrik Quraisy berkata kepada Abu
Bakar, "Peristiwa tersebut menyangkut antara kami dan kalian, teman kalian
mengira bahwa bangsa Romawi akan menang atas bangsa Persia dalam beberapa tahun
mendatang, maukah kamu bertaruh dengan kami untuk hal ini?" Abu Bakar
menjawab, "Ya, saya setuju." Demikian itu terjadi sebelum
diharamkannya taruhan. Maka Abu Bakar bertaruh dengan orang-orang musyrik dan
mereka saling menetapkan jumlah taruhan itu. Orang-orang Quraisy berkata kepada
Abu Bakar, "Kita sepakat menamakan beberapa tahun dimulai dari tiga tahun
sampai sembilan tahun. Bagaimana kalau kita tetapkan batas pertengahan di
antara kamu dan kami untuk kita jadikan pegangan?" Akhirnya mereka sepakat
menetapkan batas pengertian beberapa tahun itu dengan pengertian pertengahan
menjadi enam tahun. Setelah berlalu masa enam tahun, ternyata bangsa Romawi
masih belum beroleh kemenangan. Akhirnya orang-orang musyrik menarik taruhan
Abu Bakar, dan setelah masuk tahun yang ketujuh barulah bangsa Romawi beroleh
kemenangan atas bangsa Persia. Kaum muslim mencela sikap Abu Bakar yang setuju
dengan batas masa enam tahun, padahal Allah Swt. telah berfirman dalam
Kitab-Nya, "Beberapa tahun." Dengan terjadinya peristiwa tersebut
banyak orang yang masuk Islam.
Demikianlah menurut teks yang
diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan sahih, kami tidak mengenalnya melainkan melalui riwayat Abdur
Rahman ibnu Abuz Zanad.
Hal yang semisal telah
diriwayatkan secara mursal bersumber dari sejumlah tabi'in, seperti
Ikrimah, Asy-Sya'bi, Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan Az-Zuhri serta
lain-lainnya.
Di antara teks yang paling garib
sehubungan dengan kisah ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam
Sunaid ibnu Daud di dalam kitab tafsirnya.
Ia mengatakan: telah
menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Abu Bakar ibnu Abdullah, dari Ikrimah yang
menceritakan bahwa di negeri Persia terdapat seorang wanita yang semua putranya
adalah pendekar-pendekar dalam perang. Maka Kisra (Raja Persia) mengundangnya
dan mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku berniat akan mengirimkan
sejumlah pasukan untuk melawan bangsa Romawi, dan aku ingin agar yang memimpin
pasukan itu adalah seorang lelaki dari anak-anakmu. Maka kemukakanlah
pendapatmu kepadaku, siapakah yang pantas aku gunakan untuk tugas ini?"
Wanita itu menjawab, "Inilah si Fulan, dia lebih licik daripada musang dan
lebih awas daripada burung elang. Ini si Farkhan, dia lebih tajam daripada
ujung tombak. Dan ini si Syahriraz, dia lebih hati-hati daripada semuanya.
Silahkan pilih, mana di antara mereka yang engkau sukai." Raja Persia
berkata, "Sesungguhnya aku akan memakai orang yang paling hati-hati dari
mereka." Maka Raja Persia mengangkat Syahriraz sebagai panglima
pasukannya. Syahriraz berangkat membawa pasukan Persia menuju ke negeri Romawi,
dan ternyata dia berhasil memenangkan peperangan, banyak tentara Romawi yang gugur
dalam perang itu; Syahriraz merusak kota-kota besar negeri Romawi dan menebangi
pohon-pohon zaitunnya. Abu Bakar ibnu Abdullah (perawi) menceritakan kisah ini
kepada Ata Al-Khurrasani, maka Ata berkata, "Sudahkah kamu melihat negeri
Syam?" Aku (Abu Bakar ibnu Abdullah) menjawab, "Belum." Ata
berkata, "Ingatlah, bila kamu berkunjung ke negeri Syam, tentulah kamu
akan menyaksikan kota-kota besar yang telah dihancurkan dan pohon-pohon zaitun
yang telah ditebangi." Sesudah itu aku pergi berkunjung ke negeri Syam, dan
ternyata aku menyaksikan bekas-bekas tersebut. Ata Al-Khurrasani mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ya'mur, bahwa Kaisar Romawi mengirimkan
seorang panglima perang bernama Qatmah untuk memimpin pasukan Romawi, sedangkan
Kisra mengirimkan Syahriraz untuk memimpin pasukan Persia. Kedua pasukan
bertemu dalam medan perang di antara azri'at dan Basra, kawasan negeri Syam
yang paling dekat dengan kalian (orang Arab). Akhirnya pasukan Romawi
dikalahkan oleh pasukan Persia. Mendengar berita tersebut orang-orang musyrik
Quraisy merasa senang, sedangkan kaum muslim tidak suka dengan berita itu.
Orang-orang musyrik menjumpai sahabat Nabi Saw. dan mengatakan,
"Sesungguhnya kalian Ahli Kitab dan orang Nasrani pun Ahli Kitab,
sedangkan kami adalah orang-orang ummi. Dan saudara-saudara kami bangsa
Persia (yakni dalam hal akidah) beroleh kemenangan atas saudara-saudara kalian
Ahli Kitab. Dan sesungguhnya jika kalian memerangi kami, pastilah kami pun akan
beroleh kemenangan atas kalian." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Alif
Lam Mim, Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. (Ar-Rum:
1-3) sampai dengan firman-Nya: Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum:
5) Maka keluarlah Abu Bakar menemui orang-orang kafir dan mengatakan kepada
mereka, "Apakah kalian merasa gembira dengan kemenangan saudara-saudara
kalian atas saudara-saudara kami, janganlah kalian bergembira dahulu, kelak
Allah pasti akan membuat hati kalian tidak senang. Demi Allah, sesungguhnya Dia
akan memenangkan bangsa Romawi atas bangsa Persia; hal ini telah diberitakan
kepada kami oleh Nabi kami." Maka bangkitlah Ubay Ibnu Khalaf, lalu
berkata, "Hai Abu Fudail (nama julukan lain Abu Bakar), kamu dusta."
Abu Bakar berkata kepadanya, "Engkau lebih dusta, hai musuh Allah." Ubay
berkata, "Aku berani bertaruh denganmu sepuluh ekor unta dariku dan
sepuluh ekor unta darimu. Jika bangsa Romawi menang atas bangsa Persia, maka
aku kalah. Dan jika bangsa Persia tetap menang, maka engkaulah yang kalah. Kita
tunggu sampai tiga tahun mendatang." Kemudian Abu Bakar datang menghadap
Nabi Saw. dan menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Nabi Saw. bersabda, "Bukan
demikian yang kumaksudkan, sesungguhnya pengertian beberapa tahun itu adalah
antara tiga sampai sembilan tahun. Sekarang tambahlah taruhannya dan
perpanjanglah masanya." Abu Bakar keluar, lalu menjumpai Ubay. Ubay
langsung berkata kepadanya, "Barangkali kamu menyesal." Abu Bakar
menjawab, "Tidak, sekarang aku akan menambah taruhanku kepadamu dan
memperpanjang masanya. Aku setuju bertaruh dengan seratus ekor unta sampai
dengan masa sembilan tahun." Ubay menjawab, "Saya setuju." Dan
ternyata belum lagi masa sembilan tahun habis, bangsa Romawi beroleh kemenangan
atas bangsa Persia, akhirnya kaum muslim berhasil memenangkan taruhan itu.
Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah bangsa Persia beroleh kemenangan
atas bangsa Romawi, Farkhan (saudara Syahriraz) duduk sambil minum-minum, lalu
berkata kepada teman-teman bawahannya, "Sesungguhnya aku bermimpi
seakan-akan diriku sedang duduk di atas singgasana Kisra (Raja Persia)."
Ternyata pembicaraannya itu disadap, lalu sampai ke Kisra. Maka Kisra menulis
surat perintah kepada Syahriraz yang isinya mengatakan, "Jika engkau telah
membaca suratku ini, kirimkanlah kepadaku kepala Farkhan." Syahriraz
menjawab surat Kisra dengan mengatakan, "Wahai tuan raja, sesungguhnya
engkau tidak akan dapat menjumpai orang yang seperti Farkhan. Dia ahli dalam
bersiasat perang dan sangat disegani oleh lawan, jangan engkau lakukan hal
tersebut." Maka Kisra menjawab suratnya, "Sesungguhnya di kalangan
pasukan Persia banyak dijumpai orang yang mampu menggantikan kedudukannya.
Sekarang serahkanlah kepala Farkhan kepadaku." Syahriraz kembali menjawab
surat Kisra dan masih belum memenuhi perintahnya. Maka Kisra berkirim surat
kepada pasukan Persia yang isinya mengatakan, "Sesungguhnya aku telah
memecat Syahriraz sebagai panglima kalian, dan sebagai penggantinya aku angkat
Farkhan." Kemudian Kisra menulis surat rahasia kepada penyampai suratnya
seraya mengatakan kepadanya, "Jika Farkhan telah menjabat sebagai panglima
perang dan saudaranya (yaitu Syahriraz) tunduk kepadanya, maka berikanlah surat
rahasia ini kepadanya." Setelah Syahriraz membaca surat Kisra, ia
mengatakan, "Aku tunduk dan patuh kepada perintah Kisra," lalu ia
turun dari jabatannya dan kedudukannya diganti oleh Farkhan. Maka surat rahasia
itu disampaikan kepada Farkhan. Setelah ia membaca surat itu, berkatalah ia,
"Hadapkanlah kepadaku Syahriraz." Ketika Syahriraz telah dihadapkan
kepadanya, Farkhan bersiap-siap hendak memenggal kepalanya, tetapi Syahriraz
berkata, "Jangan terburu-buru, sebelum aku menulis surat wasiatku."
Farkhan menjawab, "Baiklah." Maka Syahriraz mengambil arsip dan
memberikan kepada Farkhan beberapa lembar surat seraya berkata, "Semua
surat ini membuktikan sanggahanku terhadap Kisra sehubungan dengan hukuman mati
atas dirimu, dan sekarang engkau hendak membunuhku hanya dengan sebuah surat
saja." Maka Farkhan menyerahkan kembali tampuk kepemimpinan kepada
saudaranya Syahriraz. Lalu Syahriraz berkirim surat kepada Kaisar Romawi yang
isinya mengatakan, "Sesungguhnya aku mempunyai keperluan penting denganmu
yang tidak dapat disampaikan melalui juru kirim surat dan tidak dapat ditulis
di dalam lembaran-lembaran kertas, melainkan harus kusampaikan secara langsung
kepadamu. Temuilah aku dengan membawa lima puluh orang pasukan Romawi, aku pun
akan menemuimu hanya dengan membawa lima puluh orang pasukan Persia."
Tetapi Kaisar Romawi datang dengan membawa lima ratus ribu orang pasukan dan
memasang mata-matanya dijalan yang akan dilaluinya. Dia merasa khawatir bila
berita ini hanya semata-mata tipu muslihat dari pihak musuh yang hendak
menjebaknya. Kemudian datanglah mata-matanya melaporkan bahwa Syahriraz datang
hanya dengan membawa lima puluh orang personil pasukannya. Kemudian raja
(panglima pasukan) Romawi menyambut kedatangan panglima pasukan Persia dan
keduanya mengadakan pertemuan di dalam sebuah tenda sutra yang khusus dibuat
untuk pertemuan ini. Masing-masing pihak hanya membawa sebuah belati, lalu
masing-masing pihak memanggil juru terjemahnya. Maka Syahriraz membuka
pembicaraan, "Sesungguhnya orang-orang yang merusak kota-kota besarmu
adalah aku dan saudaraku dengan tipu muslihat kami dan berkat keberanian kami.
Dan sesungguhnya sekarang Kisra (Raja Persia) merasa dengki terhadap kami. Dia
ingin agar aku membunuh saudaraku, tetapi aku menolaknya. Setelah itu Kisra
memerintahkan kepada saudaraku untuk membunuhku. Sekarang kami berdua telah
dipecat dari jabatan kami, dan berniat akan memeranginya bersama-sama
denganmu." Panglima pasukan Romawi berkata, "Kamu berdua benar."
Kemudian salah satu pihak berisyarat kepada pihak lain yang mengandung arti
bahwa rahasia itu harus dipegang oleh dua orang. Bila lebih dari itu, maka rahasia
tersebut akan terbongkar. Pihak yang lain memahami isyarat tersebut, lalu
keduanya membunuh juru terjemahnya masing-masing dengan pisau belati. Setelah
kejadian itu Allah membinasakan Kisra (yakni membuatnya kalah dalam
peperangan), dan beritanya sampai kepada Rasulullah Saw. pada hari Perjanjian
Hudaibiyah. Maka bergembiralah hati beliau bersama kaum muslim yang ada
bersamanya saat itu. Hadis ini berpredikat garib, begitu pula teksnya.
Berikutnya kita akan membahas
tentang ayat-ayat yang mulia ini.
******************
Firman Allah Swt.:
{الم. غُلِبَتِ الرُّومُ}
Alif Lam Mim. Telah
dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum: 1-2)
Dalam pembahasan terdahulu telah
dijelaskan huruf-huruf hijaiyah yang mengawali kebanyakan surat-surat Al-Qur'an
di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
Bangsa Romawi berasal dari
keturunan Al-Isa ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s., mereka adalah anak-anak paman
Bani Israil, dan dikenal dengan nama "orang-orang yang berkulit kuning
(putih)." Mereka pada mulanya berpegang kepada agama orang-orang Yunani. Bangsa
Yunani berasal dari keturunan Yafis ibnu Nuh, anak-anak paman nenek moyang
bangsa Turki. Mereka menyembah bintang-bintang yang beredar yang jumlahnya ada
tujuh buah, dikenal pula dengan sebutan “al-mutahayyirah." Salat
mereka menghadap ke arah utara; merekalah orang-orang yang membangun kota
Dimasyq dan membangun kuil-kuilnya, yang di dalamnya terdapat mihrab-mihrab
yang menghadap ke arah utara. Orang-orang Romawi pada mulanya memeluk agama
mereka sampai dengan masa diutus-Nya Al-Masih, yakni tiga ratus tahun kemudian.
Raja dari kalangan mereka yang
berhasil menguasai seluruh kawasan negeri Syam bersama Jazirah Arabia disebut
dengan julukan kaisar. Raja pertama yang memeluk agama Nasrani dari
kalangan raja-raja Romawi adalah Konstantin ibnu Qastus. Ibunya bernama Maryam
Al-Hailaniyah Al-Gandaqiyah dari tanah Haran. Pada mulanya dialah yang lebih
dahulu masuk agama Nasrani, lalu mengajak anaknya untuk memeluk agama Nasrani.
Semula Kaisar Romawi adalah seorang ahli filsafat, akhirnya ia mengikuti ajakan
ibunya.
Menurut suatu pendapat, ia mau
masuk Nasrani hanya semata-mata karena alasan diplomatis, dan akhirnya
orang-orang Nasrani tunduk patuh kepadanya serta sepakat mendukungnya. Di masa
pemerintahannya mereka berdebat dengan Abdullah ibnu Arius, lalu mereka berselisih
pendapat dengan perselisihan yang banyak. Pendapat mereka bermacam-macam, dan
berpecah belahlah mereka menjadi banyak golongan dan aliran.
Hanya ada sebagian dari mereka
yang terdiri dari 318 orang uskup bersatu dan sepakat di antara sesama mereka.
Selanjutnya mereka membuat-buat akidah untuk diserahkan kepada Kaisar
Konstantin. Hal ini mereka sebut dengan istilah "Amanat yang besar,"
padahal sesungguhnya hal tersebut tiada lain merupakan pengkhianatan yang
rendah.
Mereka membuat undang-undang
buat Konstantin berupa hukum-hukum yang menyangkut masalah halal dan haram
serta hal-hal lainnya yang diperlukan oleh golongan mereka. Akhirnya mereka
mengubah agama Al-Masih Isa a.s. dan melakukan penambahan serta pengurangan
padanya. Mereka salat menghadap ke arah timur dan mengganti hari Sabtu dengan
hari Ahad. Mereka menyembah salib, menghalalkan babi, dan membuat-buat hari
perayaan yang mereka ada-adakan —seperti hari raya salib, hari raya kudus, dan
lain sebagainya—yang merupakan buat-buatan mereka sendiri.
Kemudian mereka mengangkat buat
Konstantin seorang paulus yang merupakan pemimpin agama mereka, lalu patrik,
lalu kardinal, lalu uskup dan pendeta. Mereka membuat-buat ruhbaniyah
(kerahiban).
Sedangkan kaisar sendiri
membangun untuk mereka gereja-gereja dan tempat-tempat peribadatan, lalu
membangun sebuah kota yang namanya dinisbatkan kepada namanya sendiri, yaitu
Konstantinopel. Menurut suatu pendapat, di masa pemerintahannya dia membangun
sepuluh ribu gereja dan membangun Baitul Lahm dengan memiliki tiga mihrab,
sedangkan ibunya membangun Al-Qumamah.
Mereka yang telah disebutkan di
atas menamakan dirinya dengan sebutan Mulkiyah, yakni orang-orang yang
sealiran dengan agama raja.
Setelah itu muncul sekte baru
yang disebut dengan Ya'qubiyah, yaitu pengikut Ya'qub seorang uskup, kemudian
muncul pula sekte Nustur pengikut Nustur. Mereka menjadi beberapa sekte dan
golongan yang banyak jumlahnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah
Saw.:
"إِنَّهُمُ افْتَرَقُوا عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً"
Sesungguhnya mereka berpecah
belah menjadi tujuh puluh dua golongan.
Kesimpulannya ialah mereka tetap
berpegang pada agama Nasrani. Setiap kali Kaisar meninggal dunia, kedudukannya
diganti oleh penggantinya hingga kaisar yang terakhir bernama Heraklius. Dia
adalah seorang cendekiawan, raja yang berwibawa, paling luas wawasannya, serta
paling jitu pendapatnya. Di bawah kepemimpinannya kekaisaran Romawi mencapai
masa keemasannya sehingga sebanding dengan kerajaan Persia. .
Kisra (Raja Persia) menguasai
banyak negeri yang luas, seperti Irak, Khurrasan, Ray, dan negeri-negeri
lainnya yang bukan bangsa Arab penduduknya. Nama Raja Persia saat itu adalah
Sabur yang dijuluki dengan nama Zul Aktaf. Kerajaan Persia jauh lebih besar
daripada kerajaan Romawi; tampuk kepemimpinan orang-orang 'Ajam dan bangsa
Persia berada di tangan kekuasaannya, mereka adalah penyembah api.
Dalam riwayat yang bersumber
dari Ikrimah telah disebutkan bahwa Kisra mengirimkan para pembantunya dan
pasukannya untuk memerangi Kaisar Romawi. Tetapi menurut pendapat yang
terkenal, Kisra sendirilah yang memerangi Kaisar Romawi dan negerinya sehingga berhasil
mengalahkan kaisar dan memukul mundur pasukannya, dan kaisar terpaksa
berlindung di dalam benteng ibu kota negerinya, yaitu Konstantinopel.
Kisra mengepung kota
Konstantinopel dalam waktu yang cukup lama sehingga membosankannya. Orang-orang
Nasrani sangat mengagungkan kota Konstantinopel, sedangkan Kisra tidak mampu
menaklukkan kota tersebut karena bentengnya yang sangat kuat dan letaknya
sangat strategis.
Demikian itu karena bagian muka
benteng Konstantinopel menghadap ke daratan, sedangkan bagian belakangnya
menghadap ke laut. Semua perbekalan dan bahan makanan datang ke Konstantinopel
dari arah laut.
Setelah pengepungan itu
berlangsung cukup lama, Kisra merencanakan tipu muslihat yang telah ia
pikirkan dengan masak-masak sebelumnya. Untuk itu ia meminta kepada Kisra agar
pergi dari negerinya dengan imbalan sejumlah harta yang disetujui oleh Kisra
dengan syarat bahwa pihak kaisar diperbolehkan mengajukan persyaratan menurut
apa yang disukainya. Permintaan kaisar disetujui oleh Kisra, lalu Kisra meminta
harta yang banyak sekali jumlahnya kepada kaisar sehingga tiada seorang raja
pun di dunia ini yang mampu memenuhinya. Harta tersebut berupa emas, perhiasan,
pakaian, pelayan-pelayan wanita dan pria, serta berbagai macam permintaan
lainnya. Semuanya itu disetujui oleh kaisar, dan kaisar memberikan jaminan
dengan pura-pura bahwa semua yang diminta oleh Kisra itu dimilikinya. Sedangkan
kenyataannya ketika Kisra mengajukan apa yang dia minta itu, dalam benak kaisar
terbayangkan bahwa seandainya dia dan Kisra mengumpulkan semua harta
kekayaannya, tentulah tidak akan mencapai sepersepuluh dari apa yang diminta
oleh Kisra.
Kaisar meminta kepada Kisra
untuk memberinya kesempatan keluar dari benteng menuju negeri Syam dan
kawasan-kawasan kerajaan Romawi lainnya dengan alasan akan menghimpun dana
tersebut dari harta simpanannya yang terdapat di daerah-daerah tersebut.
Kisra memberinya izin untuk
keluar dari benteng. Ketika kaisar telah siap untuk keluar dari benteng
Konstantinopel, terlebih dahulu ia mengumpulkan semua orang yang seagama
dengannya, lalu berkata, "Sesungguhnya aku akan keluar untuk melakukan apa
yang telah kurencanakan sebelumnya dengan membawa sejumlah pasukan yang telah
terlatih. Jika aku dapat kembali kepada kalian sebelum masa satu tahun, berarti
aku masih tetap menjadi raja kalian. Tetapi jika aku tidak kembali kepada
kalian sesudahnya, maka kalian boleh memilih: Jika kalian suka, boleh tetap
menjadikanku sebagai raja kalian; dan jika kalian lebih suka memilih selainku,
aku persilakan." Maka mereka menjawab bahwa mereka tetap berbaiat kepada
Konstantin sebagai raja mereka seumur hidup, sekalipun ia pergi meninggalkan
mereka selama sepuluh tahun.
Ketika Kaisar Konstantin keluar
dari bentengnya, ia diiringi oleh sejumlah pasukannya. Sedangkan Kisra saat itu
berkemah di Konstantinopel bersama pasukannya menunggu kedatangan kaisar
kembali ke Konstantinopel.
Setelah mendapat kesempatan itu
kaisar segera membawa pasukannya bergerak cepat menuju negeri Persia.
Sesampainya di negeri Persia, ia dan pasukannya membuat kerusakan padanya dan
membunuhi para penduduknya yang laki-laki dan bala tentara Persia yang
tertinggal. Dia terus melakukan pembunuhan sepanjang jalan yang dilaluinya
hingga sampailah di ibu kota kerajaan Persia. Lalu ia membunuh semua orang yang
ada padanya, merampas semua penghasilan serta harta bendanya, dan menahan kaum
wanitanya, bahkan juga permaisuri Kisra. Kemudian kaisar mencukur gundul anak
Kisra dan menaikkannya di atas keledai, lalu mengirimkannya bersama sejumlah
tawanan lainnya dalam keadaan sangat hina dan direndahkan ke Kisra dengan
membawa pesan darinya, "Inilah yang kamu minta, silakan ambil."
Ketika berita tersebut sampai
kepada Kisra, tiada yang dapat menggambarkan kesedihannya selain hanya Allah
Swt., dan amarahnya makin bertambah meluap terhadap ibu kota kerajaan Romawi.
Lalu ia melancarkan serangannya dengan semua kekuatan dan kemampuan yang
dimilikinya, tetapi usahanya itu kandas dan sia-sia.
Setelah tidak mampu menjatuhkan
benteng Konstantinopel, maka ia berangkat bersama pasukannya untuk mencegat
kaisar dan pasukannya di celah Jaihun yang merupakan satu-satunya jalan bagi
kaisar untuk mencapai Konstantinopel.
Kaisar mengetahui siasat itu,
maka ia membuat tipu muslihat yang sangat hebat, belum pernah siasat itu
dilakukan oleh seorang panglima perang pun. Untuk itu ia menempatkan pasukannya
dan semua perbekalan yang berhasil mereka peroleh dari rampasan perang di mulut
celah Jaihun. Kemudian ia memerintahkan kepada sebagian pasukannya untuk
membawa makanan hewan kendaraan, kotoran serta isi perut hewan ternak. Kemudian
ia membawa pasukannya itu melalui jalan atas yang mendaki hingga sampai di
tempat yang dekat dengan celah Jaihun kurang lebih jarak perjalanan satu hari.
Sesampainya di atas, ia memerintahkan kepada pasukannya untuk melemparkan semua
beban yang mereka bawa ke dalam sungai (yang melalui celah Jaihun).
Ketika kotoran dan makanan
ternak itu terbawa hanyut oleh arus Sungai Sam sampai di tempat Kisra, maka
Kisra menduga bahwa pasukan yang dibawa kaisar melalui jalan atas. Maka dengan
segera ia memerintahkan seluruh pasukannya bergerak mengejar mereka sehingga
celah Jaihun kosong, tidak dijaga oleh pasukan Persia.
Kaisar kembali kepada induk
pasukannya, lalu memerintahkan mereka untuk bergerak dan memasuki celah Jaihun
dengan langkah yang cepat. Akhirnya selamatlah kaisar dari kejaran Kisra dan
pasukannya, lalu sampai di benteng Konstantinopel dengan selamat.
Kemudian hari itu dijadikan oleh
orang-orang Nasrani sebagai hari raya. Sedangkan Kisra dan pasukannya kebingungan,
mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Negeri-negeri kaisar tidak
dapat mereka taklukkan, sementara negeri mereka sendiri telah
dihancur-berantakkan oleh pasukan Romawi; semua kekayaan mereka telah diboyong
ke kerajaan Romawi dan anak-anak mereka serta kaum wanita mereka telah
dijadikan tawanan.
Demikianlah kisah kemenangan
bangsa Romawi atas bangsa Persia, dan peristiwa ini terjadi setelah berlalu
masa sembilan tahun sejak kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi.
Perang besar antara pasukan
Romawi dan pasukan Persia —di mana pasukan Romawi mengalami kekalahan— terjadi
di antara Azri'at dan Basra. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Ibnu
Abbas dan Ikrimah serta selain keduanya. Tempat tersebut merupakan pinggiran
negeri Syam yang berdekatan letaknya dengan negeri Hijaz.
Mujahid mengatakan bahwa
peristiwa itu terjadi di Jazirah, yaitu bagian kerajaan Romawi yang letaknya
paling berdekatan dengan perbatasan negeri Persia. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Kemenangan bangsa Romawi atas
bangsa Persia terjadi setelah sembilan tahun dari kekalahannya. Hal ini
diungkapkan oleh Al-Qur'an dengan kata-kata "beberapa tahun," yang
menurut bahasa Arab pengertiannya menunjukkan antara tiga sampai sembilan.
Di dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir serta selain keduanya melalui
riwayat Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Jumahi, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah
ibnu Abdullah Muhammad ibnu Abbas disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda
kepada Abu Bakar sehubungan dengan makna firman-Nya: Alif Lam Mim. Telah
dikalahkan bangsa Romawi. (Ar-Rum: 1-2), hingga beberapa ayat berikutnya.
يأَلَا احْتَطْتَ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَإِنَّ الْبِضْعَ مَا بَيْنَ
ثَلَاثٍ إِلَى تِسْعٍ؟ "
"Hai Abu Bakar, mengapa
engkau tidak hati-hati dalam mengambil keputusan? Sesungguhnya pengertian
beberapa tahun itu antara tiga sampai sembilan tahun."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalurnya. Ibnu Jarir
telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Abdullah ibnu Amr, kemudian ia
mengatakan hal yang semisal dengan apa yang dikatakan oleh Imam Turmuzi. Hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*************
Firman Allah Swt.:
{لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ}
Bagi Allah-lah urusan sebelum
dan sesudah (mereka menang). (Ar-Rum: 4)
Maksudnya, sebelum dan sesudah
peristiwa kemenangan itu; hal ini diungkapkan dengan mabnidam karena
diputuskan dari idafah-nya.
{وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ
بِنَصْرِ اللَّهِ}
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, karena pertolongan Allah. (Ar-Rum: 4-5)
Yakni ditolong-Nya orang-orang
Romawi pasukan kaisar raja negeri Syam atas pasukan Persia pendukung Kisra yang
Majusi. Kemenangan pasukan Romawi atas pasukan Persia bertepatan dengan
terjadinya Perang Badar, menurut pendapat sebagian besar ulama, seperti Ibnu
Abbas, As-Sauri, As-Saddi, dan lain-lainnya.
Disebutkan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, Abu Hatim, dan Al-Bazzar melalui
hadis Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa
ketika Perang Badar terjadi, bertepatan dengan itu bangsa Romawi beroleh
kemenangan atas bangsa Persia. Maka kaum mukmin gembira mendengar berita
tersebut, dan Allah menurunkan firman-Nya: Dan di hari (kemenangan
bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena
pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang
Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5)
Ulama lainnya mengatakan bahwa
kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia justru terjadi di tahun
ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah. Demikianlah menurut pendapat Ikrimah,
Az-Zuhri, dan Qatadah serta yang lainnya yang bukan hanya seorang. Sebagian
dari mereka yang berpendapat demikian mengemukakan alasannya untuk mendukung
pendapatnya ini, bahwa kaisar telah bernazar bahwa bila Allah memberikan
kemenangan kepadanya atas Kisra, dia benar-benar akan berjalan kaki dari Himsa
ke Yerussalem —yaitu berziarah ke Baitul Maqdis— sebagai ungkapan rasa syukurnya
kepada Allah Swt. dan nazarnya itu benar-benar ia kerjakan.
Setelah berada di Baitul Maqdis
dan belum lagi ia meninggalkannya, datanglah surat Rasulullah Saw. yang beliau
kirimkan melalui Dihyah ibnu Khalifah. Dihyah menyerahkan surat itu kepada
gubernur Basrah, lalu gubernur Basrah menyerahkannya kepada kaisar.
Setelah kaisar membaca surat
Rasulullah Saw., ia meminta agar dapat berbicara dengan orang-orang Arab Hijaz
yang sedang ada di negeri Syam. Saat itu Abu Sufyan alias Sakhr ibnu Harb
Al-Umawi sedang berada di Gazzah bersama sejumlah orang Quraisy dalam misi
dagangnya. Maka mereka dipanggil menghadap kaisar dan duduk di hadapannya.
Lalu kaisar bertanya,
"Siapakah di antara kalian yang paling dekat hubungan nasabnya dengan
lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) yang mengakui dirinya sebagai seorang
nabi?" Abu Sufyan menjawab, "Saya."
Kaisar berkata kepada
pembantu-pembantunya, "Persilakanlah mereka untuk duduk di belakang orang
ini, karena sesungguhnya aku akan menanyainya tentang lelaki itu. Jika dia
dusta, tentu mereka akan memprotesnya." Abu Sufyan berkata (dalam
hatinya), "Demi Allah, seandainya mereka tidak menekanku agar jangan
berdusta, tentulah aku akan berdusta."
Kemudian Heraklius Kaisar Romawi
menanyai Abu Sufyan tentang nasab lelaki itu dan sifatnya. Pertanyaannya antara
lain, "Apakah dia pernah ingkar janji?" Abu Sufyan menjawab,
"Tidak pernah. Kami sekarang berada dalam ikatan perjanjian dengannya, dan
kami tidak mengetahui apakah yang akan dia lakukan terhadap perjanjian tersebut."
Yang dimaksud Abu Sufyan adalah Perjanjian Hudaibiyah yang telah ditandatangani
oleh Rasulullah Saw. dan orang-orang kafir Quraisy untuk gencatan senjata
selama sepuluh tahun.
Berdasarkan kisah ini mereka
menyimpulkan bahwa kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia terjadi di tahun
Perjanjian Hudaibiyah, sebab kaisar baru memenuhi nazarnya setelah Perjanjian
Hudaibiyah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Akan tetapi, bagi orang-orang
yang berpendapat seperti pendapat pertama dapat mengemukakan alasannya, bahwa
saat usai perang tentu saja negeri kaisar dalam keadaan rusak dan berantakan
sehingga ia belum sempat memenuhi nazarnya sebelum memperbaiki apa yang telah
rusak dari negerinya, ia sibuk memeriksa semua kawasan negerinya dan
membangunnya kembali seperti semula. Setelah berlalu masa empat tahun seusai
kemenangannya itu, barulah ia memenuhi nazarnya. Hanya Allah jualah Yang Maha
Mengetahui.
Masalah ini tidaklah sulit. Yang
jelas ketika bangsa Persia beroleh kemenangan atas bangsa Romawi orang-orang
mukmin merasa sedih dengan berita tersebut. Dan ketika bangsa Romawi beroleh
kemenangan atas bangsa Persia, orang-orang mukmin gembira dengan berita
tersebut. Karena bangsa Romawi secara garis besarnya adalah Ahli kitab, dan
mereka lebih dekat dengan orang-orang mukmin dibandingkan dengan orang-orang
yang beragama Majusi, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
{لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً
لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ
مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ
مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ. وَإِذَا
سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ
مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ
الشَّاهِدِينَ}
Sesungguhnya kamu dapati
orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman
ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati
yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah
orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” (Al-Maidah: 82) sampai dengan firman-Nya: Ya Tuhan kami, kami
telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas
kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.). (Al-Maidah: 83)
Dan dalam surat ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ
بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ}
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 4-5)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepadaku Usaid
Al-Kilabi yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Ala ibnuz Zubair
Al-Kilabi menceritakan dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia menyaksikan kemenangan
bangsa Persia atas bangsa Romawi, kemudian menyaksikan pula kemenangan bangsa
Romawi atas bangsa Persia. Lalu ia menyaksikan pula kemenangan kaum muslim atas
bangsa Persia dan bangsa Romawi; semuanya itu terjadi dalam kurun waktu yang
lamanya lima belas tahun.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الْعَزِيزُ}
Dialah Yang Mahaperkasa. (Ar-Rum: 5)
dalam pertolongan dan
pembalasan-Nya terhadap musuh-musuh-Nya.
{الرَّحِيمُ}
lagi Maha Penyayang. (Ar-Rum: 5)
terhadap hamba-hamba-Nya yang
beriman.
Firman Allah Swt.:
{وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ
وَعْدَهُ}
(sebagai) janji yang
sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. (Ar-Rum:
6)
Yakni apa yang Kami beritakan
kepadamu, Muhammad, bahwa aku akan menolong bangsa Romawi atas bangsa Persia
merupakan janji dari-Ku yang sebenar-benarnya dan berita yang benar yang tidak
akan diingkari kejadian dan peristiwanya. Karena sudah merupakan sunnatullah
bila Allah menolong golongan yang lebih dekat kepada kebenaran di antara kedua
golongan yang berperang itu, kemudian menjadikan kesudahan yang baik bagi
golongan tersebut.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. (Ar-Rum: 6)
tentang hukum Allah
(keputusan-Nya), bahwa semua yang dilakukan oleh-Nya adalah sesuai dengan
norma-norma keadilan.
*****
Firman Allah Swt.:
{يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ}
Mereka hanya mengetahui yang
lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedangkan
mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar-Rum: 7)
Artinya, kebanyakan manusia
tidak memiliki ilmu melainkan hanya yang menyangkut masalah dunia, mata
pencahariannya, dan semua urusannya. Mereka benar-benar cerdik dan pandai dalam
meraih dan menciptakan berbagai macam pekerjaannya. Sedangkan terhadap
perkara-perkara agama dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di negeri akhirat
nanti, mereka lalai. Seakan-akan seseorang dari mereka kosong pengetahuannya
tentang ilmu akhirat, hatinya tidak tergerak terhadapnya, dan pikirannya kosong
darinya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan,
"Demi Allah, kecintaan seseorang dari mereka kepada dunianya benar-benar
mencapai batas yang tak terperikan, sehingga ketika dia sedang
membolak-balikkan mata uang dirham di atas kukunya, ia dapat menceritakan kepadamu
tentang berat kandungan logamnya, padahal dia masih belum dapat melakukan salat
dengan baik."
Ibnu Abbas telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja)
dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai. (Ar-Rum: 7) Yakni orang-orang kafir itu hanya mengetahui cara
meramaikan dunia, sedang mengenai urusan agama mereka bodoh sama sekali.
Ar-Rum, ayat 8-10
{أَوَلَمْ
يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا
بَيْنَهُمَا إِلا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ (8) أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ
فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا أَشَدَّ
مِنْهُمْ قُوَّةً وَأَثَارُوا الأرْضَ وَعَمَرُوهَا أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا
وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ
وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (9) ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ
أَسَاءُوا السُّوءَى أَنْ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا
يَسْتَهْزِئُونَ (10) }
Dan mengapa mereka tidak memikirkan
tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang
benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia
benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. Dan apakah mereka tidak
mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang
diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih
kuat daripada mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta
memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah
datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata.
Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah
yang berlaku zalim kepada diri sendiri. Kemudian akibat orang-orang yang
mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk, karena mereka
mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olokkannya.
Allah Swt. berfirman,
mengingatkan manusia agar merenungkan kejadian makhluk-makhluk-Nya, yang
semuanya itu menunjukkan akan keberadaan Allah dan kekuasaan-Nya yang
menyendiri dalam menciptakan semuanya itu. Dan bahwa tidak ada Tuhan yang wajib
disembah selain Dia, dan tidak ada Rabb kecuali hanya Dia. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ}
Dan mengapa mereka tidak
memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? (Ar-Rum:
8)
Yaitu menggunakan akal mereka
untuk memikirkan, merenungkan, serta memperhatikan segala sesuatu yang
diciptakan oleh Allah, mulai dari alam atas hingga alam bawah serta semua
makhluk yang ada di antara keduanya yang beraneka ragam jenis dan macamnya. Pada
akhirnya mereka akan mengetahui bahwa semuanya itu diciptakan oleh Allah bukan
sia-sia, bukan pula main-main. Bahkan semuanya itu diciptakan dengan tujuan
yang benar dan mempunyai batas waktu yang tertentu, yaitu hari kiamat. Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ
رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ}
Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar
akan (hari) pertemuan dengan Tuhannya. (Ar-Rum: 8)
Selanjutnya Allah mengingatkan
manusia akan kebenaran rasul-rasul-Nya dalam menyampaikan apa yang mereka
terima dari sisi-Nya melalui pembuktian mukjizat-mukjizat dan dalil-dalil yang
jelas yang menunjukkan kebinasaan orang-orang yang kafir kepada para rasul dari
kalangan umat-umat terdahulu, dan keselamatan orang-orang yang membenarkan
mereka. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ}
Dan apakah mereka tidak
mengadakan perjalanan di muka bumi. (Ar-Rum: 9)
lalu menggunakan pemahaman dan
akal serta penalaran mereka, juga menggunakan pendengaran mereka untuk
mendengar kisah-kisah umat-umat terdahulu.
{فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً}
dan memperhatikan bagaimana
akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang
sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat daripada mereka (sendiri).
(Ar-Rum: 9)
Yakni umat-umat terdahulu dan
generasi-generasi yang silam lebih kuat daripada kalian, hai orang-orang yang
diutus kepada mereka Nabi Muhammad; bahkan umat-umat terdahulu itu jauh lebih
banyak harta dan anak-anaknya daripada kalian. Tiadalah yang diberikan kepada
kalian berjumlah sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada mereka. Mereka
hidup di dunia dalam kondisi yang jauh lebih mapan daripada kalian; tingkat
kehidupan kalian jauh di bawah mereka. Mereka sempat membangun dunia dengan
bangunan-bangunan yang tinggi-tinggi dan meramaikan dunia lebih banyak daripada
kalian, bahkan mereka mengolah dan menggarap tanah jauh lebih banyak daripada
apa yang kalian garap.
Hanya saja ketika datang kepada
mereka rasul-rasul mereka yang datang membawa bukti-bukti dari Allah, mereka
berbangga diri dengan apa yang telah mereka capai dari kehidupan dunia. Maka
Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka.
Akhirnya tiada seorang pun yang
dapat melindungi mereka dari azab Allah. Harta benda dan anak-anak mereka sama
sekali tidak dapat menyelamatkan mereka dari pembalasan Allah, tidak pula dapat
membela mereka barang sedikit pun dari azab Allah. Allah sama sekali tidak
bertujuan menganiaya mereka dengan menimpakan azab dan pembalasanNya atas
mereka itu.
{وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
akan tetapi merekalah yang
berlaku zalim kepada diri sendiri. (Ar-Rum: 9)
Maksudnya, tiada lain yang
menimpa diri mereka hanyalah akibat dari perbuatan mereka sendiri, karena
mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan memperolok-olokkannya. Azab yang menimpa
mereka itu tiada lain sebagai akibat dari dosa-dosa mereka sendiri yang
mendustakan rasul-rasul Allah dan ayat-ayat-Nya. Karena itulah dalam friman
selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا
السُّوءَى أَنْ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ}
Kemudian akibat orang-orang
yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang
lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu
memperolok-olokkannya. (Ar-Rum: 10)
Sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ
يَعْمَهُونَ}
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka
seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada
permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang
sangat. (Al-An'am: 110)
{فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ
اللَّهُ قُلُوبَهُمْ}
maka tatkala mereka berpaling
(dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.
(As-Saff: 5)
Dan firman Allah Swt.:
{فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ}
maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan
sebagian dosa-dosa mereka. (Al-Maidah: 49)
Berdasarkan pengertian ini
berarti lafaz as-su-a di-nasab-kan sebagai maf'ul dari lafaz asa-u.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya:
{ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا
السُّوءَى}
Kemudian akibat orang-orang
yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang
lebih buruk. (Ar-Rum: 10)
Yakni azab yang buruk merupakan
akibat dari perbuatan mereka disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan
mereka selalu memperolok-oloknya. Berdasarkan pengertian ini berarti lafaz as-su-a
dinasabkan karena menjadi khabar kana. Ini merupakan analisis Ibnu
Jarir yang ia nukil dari Ibnu Abbas dan Qatadah. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya
dari keduanya, juga dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Dan memang pengertian inilah
yang tersirat dari makna lahiriahnya, karena pada firman selanjutnya
disebutkan:
{وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ}
dan mereka selalu
memperolok-oloknya. (Ar-Rum: 10)
Ar-Rum, ayat 17-19
{فَسُبْحَانَ اللَّهِ
حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ
وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18) يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (19) }
Maka bertasbihlah kepada Allah di
waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan
bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada
petang hari dan di waktu kamu berada di waktu subuh. Dia mengeluarkan yang
hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan
menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari
kubur).
Ini merupakan tasbih Allah. Dia
bertasbih menyucikan diri-Nya, sekaligus membimbing hamba-hamba-Nya agar
bertasbih dan memuji-Nya di waktu-waktu tersebut yang saling silih berganti.
Silih bergantinya waktu-waktu itu menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya
dan kebesaran pengaruh-Nya, yaitu di waktu petang hari saat malam mulai datang
dengan kegelapannya, dan di waktu pagi hari saat siang hari mulai datang dengan
membawa sinar terangnya. Setelah itu Allah menyinggung masalah tahmid yang erat
kaitannya dengan tasbih, untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ
وَالأرْضِ}
Dan bagi-Nyalah segala puji
di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 18)
Artinya, Dialah yang patut
dipuji karena Dialah yang menciptakan langit dan bumi ini. Kemudian disebutkan
dalam firman selanjutnya:
{وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ}
dan di waktu kamu berada di
petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor. (Ar-Rum: 18)
Al-'isya artinya gelap yang pekat, dan iz-har artinya terangnya
cahaya. Mahasuci Allah yang telah menciptakan malam dan siang hari, Yang
menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk istirahat, sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَالنَّهَارِ إِذَا جَلاهَا. وَاللَّيْلِ
إِذَا يَغْشَاهَا}
dan siang apabila menampakkannya,
dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 3-4)
{وَاللَّيْلِ إِذَا
يَغْشَى. وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى}
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail:
1-2)
Dan firman Allah Swt.:
{وَالضُّحَى. وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى}
Demi waktu matahari
sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Ad-Duha: 1-2)
Ayat-ayat yang menerangkan hal
ini cukup banyak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ
لَهيعة، حَدَّثَنَا زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ
الجُهَني، عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَنَّهُ قَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ لِمَ سَمَّى اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ
خَلِيلَهُ الَّذِي وَفَّى؟ لِأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ كُلَّمَا أَصْبَحَ وَأَمْسَى:
سُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تَمَسُّونَ وحين تصبحون، وله الحمد في السموات
وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah,
telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Fayid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas
Al-Juhani, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Maukah
aku ceritakan kepada kalian, mengapa Allah menamakan Ibrahim dengan sebutan
kekasih-Nya yang selalu menyempurnakan janji? (Dia disebut demikian) karena
setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, "Bertasbihlah kepada Allah
di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan
bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada
petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor.”
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُطَّلِبُ بْنُ شُعَيب
الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ
سَعْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
الْبَيْلَمَانِيِّ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَالَ حِينَ
يُصْبِحُ: {فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ. وَلَهُ
الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ} الْآيَةَ
بِكَمَالِهَا، أَدْرَكَ مَا فَاتَهُ فِي يَوْمِهِ،ومَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي
أَدْرَكَ مَا فَاتَهُ فِي لَيْلَتِهِ".
Imam Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Mutallib ibnu Syu'aib Al-Azdi, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Saleh Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Basyir, dari
Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu
Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Barang siapa di saat
pagi hari mengucapkan doa berikut: 'Bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu
berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah
segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan
di waktu kamu berada di waktu lohor' (Ar-Rum: 17-18) Maka dia dapat
menutupi amal yang ia lewatkan di hari itu. Dan barang siapa yang membacanya di
petang hari, maka ia dapat menutupi apa yang ia lewatkan di malam
harinya."
Sanad hadis ini jayyid (baik),
dan diriwayatkan juga oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya.
*****
Firman Allah Swt.:
{يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ}
Dia mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Ar-Rum: 19)
Hal ini menceritakan kejadian
kita, bahwa peristiwa tersebut terjadi berkat kekuasaan Allah yang berkuasa
menciptakan segala sesuatu yang berlawanan. Dan ayat-ayat yang berturut-turut
lagi mulia ini semuanya termasuk ke dalam kelompok ini. Sesungguhnya Allah
menyebutkan di dalamnya bahwa Dia telah menciptakan segala sesuatu dan
lawan-lawannya, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna. Antara lain
ialah Dia mengeluarkan tetumbuhan dan bebijian, dan mengeluarkan bebijian dari
tetumbuhan. Telur Dia keluarkan dari ayam, dan ayam dikeluarkan dari telur.
Manusia berasal dari nutfah (air mani), dan air mani berasal dari
manusia. Orang mukmin berasal dari orang kafir, dan orang kafir berasal dari
orang mukmin.
Firman Allah Swt.:
{وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
dan menghidupkan bumi sesudah
matinya. (Ar-Rum: 19)
Ayat ini semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ
أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ. وَجَعَلْنَا
فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati.
Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya
mereka makan. (Yasin: 33) sampai dengan firman-Nya: dan Kami pancarkan
padanya beberapa mata air. (Yasin: 34)
Dan firman Allah Swt.:
{وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ
بَهِيجٍ. ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى
وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ
فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ}
Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menambahkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5) sampai dengan firman-Nya: dan bahwasanya Allah
membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj: 7)
Dan firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا
بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ
لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ
الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Dan Dialah yang meniupkan
angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung. (Al-A'raf:
57) sampai dengan firman-Nya: mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-A'raf:
57)
Karena itulah maka dalam surat
ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ}
Dan seperti itulah kamu akan
dikeluarkan (dari kubur). (Ar-Rum: 19)
Ar-Rum, ayat 20-21
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ (20) وَمِنْ آيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ (21) }
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi)
manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.
Allah Swt. berfirman:
{وَمِنْ آيَاتِهِ}
Di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya. (Ar-Rum: 20)
Yakni tanda-tanda yang
menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang Mahasempurna ialah bahwa Dia telah
menciptakan bapak moyang kalian (Adam) dari tanah liat.
{ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ}
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)
Asal mula kalian dari tanah
liat, kemudian dari air yang hina, lalu menjadi 'alaqah, kemudian
menjadi segumpal daging, lalu menjadi tulang-tulang yang berbentuk manusia,
setelah itu Allah memakaikan daging kepadanya dan meniupkan roh ke dalamnya,
maka tiba-tiba ia menjadi manusia yang mempunyai pendengaran dan penglihatan.
Kemudian ia keluar dari perut ibunya dalam keadaan kecil lagi lemah.
Selanjutnya setiap kali bertambah usianya, maka bertambah kekuatannya, dan
bertambah kuat pula gerakannya. Pada akhirnya ia menjadi manusia yang sempurna
dan mampu membangun kota-kota dan benteng-benteng serta mengadakan perjalanan
ke berbagai kawasan, menempuh jalan laut menaiki perahu dan keliling dunia. Dia
mampu berusaha dan mengumpulkan harta. Dia mempunyai akal, berwawasan, serta
mempunyai daya nalar, berpengetahuan, dan berilmu dalam menganalisis
perkara-perkara duniawi dan ukhrawi, masing-masing dianugerahi oleh Allah
sesuai dengan kemampuannya. Mahasuci Allah Yang telah membuat mereka
berkemampuan, menjadikan mereka dapat menyesuaikan diri dan mempunyai
kepandaian dalam menjalani roda kehidupan dan aneka ragam mata pencaharian.
Allah telah membeda-bedakan di antara mereka dalam hal ilmu, pemikiran, bentuk,
dan rupa. Ada yang tampan, ada yang buruk, juga ada yang kaya, ada yang miskin,
serta ada yang bahagia, ada pula yang sengsara. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ
تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ}
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum: 20)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
وغُنْدَر، قَالَا حَدَّثَنَا عَوْف، عَنْ قَسَامَةَ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ أَبِي
مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "إِنَّ
اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الْأَرْضِ، فَجَاءَ
بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْرِ الْأَرْضِ، جَاءَ مِنْهُمُ الْأَبْيَضُ وَالْأَحْمَرُ
وَالْأَسْوَدُ وَبَيْنَ ذَلِكَ، وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ، وَالسَّهْلُ
وَالْحَزَنُ، وَبَيْنَ ذَلِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id dan Gundar. Mereka berdua mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Auf, dari Qasamah ibnu Zuhair, dari Abu Musa
yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang Dia ambil dari semua penjuru
bumi, maka jadilah anak-anak Adam sesuai dengan kadar dari tanah itu; di antara
mereka ada yang berkulit putih, ada yang berkulit merah, dan ada yang berkulit
hitam serta ada yang campuran di antara warna-warna tersebut; ada pula yang
buruk, yang baik, yang mudah, dan yang susah serta yang campuran di antara
perangai-perangai tersebut.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi
meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Auf Al-A'rabi dengan sanad yang
sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri. (Ar-Rum: 21)
Dia menciptakan bagi kalian kaum
wanita dari jenis kalian sendiri yang kelak mereka menjadi istri-istri kalian.
{لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا}
supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya. (Ar-Rum: 21)
Semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا}
Dialah Yang menciptakan kamu
dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa
senang kepadanya. (Al-A'raf: 189)
Yang dimaksud adalah ibu Hawa.
Allah menciptakannya dari Adam, yaitu dari tulang rusuknya yang terpendek dari
sebelah kirinya.
Seandainya Allah menjadikan
semua Bani Adam terdiri dari laki-laki, dan menjadikan pasangan mereka dari
jenis lain yang bukan dari jenis manusia, misalnya jin atau hewan, maka
pastilah tidak akan terjadi kerukunan dan kecenderungan di antara mereka dan
tidak akan terjadi pula perkawinan. Bahkan sebaliknya yang terjadi adalah
saling bertentangan dan saling berpaling, seandainya mereka berpasangan bukan
dari makhluk sesama manusia.
Termasuk di antara rahmat Allah
yang sempurna kepada anak-anak Adam ialah Dia menjadikan pasangan (istri)
mereka dari jenis mereka sendiri, dan menjadikan rasa kasih dan sayang di
antara pasangan-pasangan itu. Karena adakalanya seorang lelaki itu tetap
memegang wanita karena cinta kepadanya atau karena sayang kepadanya, karena
mempunyai anak darinya, atau sebaliknya kerena si wanita memerlukan
perlindungan dari si lelaki atau memerlukan nafkah darinya, atau keduanya
saling menyukai, dan alasan lainnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ}
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum: 21)
Ar-Rum, ayat 22-23
{وَمِنْ آيَاتِهِ
خَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ (22) وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَسْمَعُونَ (23) }
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan
warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.
Firman Allah Swt.:
وَمِنْ آيَاتِهِ
Di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya. (Ar-Rum: 22)
yang menunjukkan akan
kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, ialah Dia:
{خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
menciptakan langit dan bumi. (Ar-Rum: 22)
Dia menciptakan langit yang
tinggi, luas, tembus pandang, tampak berkilauan bintang-bintangnya, baik yang
beredar maupun yang tetap. Dan Dia menciptakan bumi yang datar lagi padat
berikut gunung-gunungnya, lembah-lembahnya, lautannya, padang pasirnya, hewan-hewannya,
dan pepohonannya.
Firman Allah Swt.:
{وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ}
dan berlain-lainan bahasamu. (Ar-Rum: 22)
Yakni berbeda-beda bahasa, ada
yang berbahasa Arab, ada yang berbahasa Tartar, ada yang berbahasa Kurdi, ada
yang berbahasa Indian, ada yang berbahasa Afrika, ada yang berbahasa Etiopia,
ada yang berbahasa Inggris. Mereka —selain yang pertama— adalah orang-orang
yang berbahasa 'ajam (non-Arab). Mereka terdiri dari berbagai bangsa, antara
lain Sicilia, Armen, Kurdi, Tartar, dan lain sebagainya. Jumlah bahasa Bani
Adam banyak sekali, begitu pula perbedaan warna kulitnya, masing-masing
mempunyai ciri khas tersendiri.
Semua penduduk bumi sejak Allah
menciptakan Adam sampai hari kiamat, masing-masing mempunyai sepasang mata,
sepasang alis, hidung, kelopak mata, mulut, pipi, dan seseorang dari mereka
tidak serupa dengan yang lain. Tetapi masing-masing pasti mempunyai sesuatu
ciri yang membedakan yang seorang dari yang lainnya, baik itu dalam hal rupa,
bentuk, ataupun bahasa. Perbedaan itu ada yang jelas dan ada yang samar, yang
hanya diketahui setelah dilihat dengan teliti.
Setiap wajah mereka mempunyai
ciri khas dan rupa yang berbeda dengan yang lain. Tiada segolongan orang pun
yang mempunyai ciri khas yang sama dalam hal ketampanan rupa atau keburukannya,
melainkan pasti ada perbedaan di antara masing-masing orang.
{إنَّ فِي ذَلِك لَآيَاتٍ للعَالَمين وَمِنْ
آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ}
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang
hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 22-23)
Yakni di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Allah menjadikan tidur di malam dan siang hari yang dengan
tidur itu tubuh dapat beristirahat; kelelahan serta kepenatan dapat lenyap
karenanya. Dan Dia menjadikan waktu kalian terbangun di siang hari sebagai
sarana untuk berusaha dan bepergian untuk mencari sebagian dari karunia-Nya,
dan ini merupakan lawan dari kata "tidur".
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَسْمَعُونَ}
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (Ar-Rum: 23)
Maksudnya, merenungkannya.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ عِمْرَانَ
السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الْحُصَيْنِ الْعُقَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُلاثة، حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ
خَالِدِ بْنِ مَعْدان، سَمِعْتُ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ مَرْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ
أَبِيهِ ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَصَابَنِي
أَرَقٌ مِنَ اللَّيْلِ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "قُلْ: اللَّهُمَّ غَارَتِ النُّجُومُ، وَهَدَأَتِ
الْعُيُونُ، وَأَنْتَ حَيٌّ قَيُّومٌ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، [أَنِمْ عَيْنِي
وَ] أَهْدِئْ لَيْلِي" فَقُلْتُهَا فَذَهَبَ عَنِّي
Imam Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma'dan; ia telah
mendengar Abdul Malik ibnu Marwan menceritakan dari ayahnya, dari Zaid ibnu
Sabit r.a. yang berkata bahwa pada suatu malam ia mengalami kegelisahan tidak
dapat tidur, lalu ia mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw.
bersabda: Ucapkanlah, "Ya Allah, semua bintang telah tenggelam dan
semua mata telah tertidur, sedangkan Engkau Mahahidup lagi Maha Mengatur semua
makhluk-Nya. Wahai Yang Mahahidup lagi Maha Mengatur semua makhluk-Nya,
tidurkanlah mataku dan tenangkanlah diriku di malam ini.” Maka aku
mengucapkannya dan mataku langsung tertidur.
Ar-Rum, ayat 24-25
{وَمِنْ آيَاتِهِ
يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي
بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
(24) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا
دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ (25) }
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan)
ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu
menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan
akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan
bumi dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil
dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ}
Dan di antara
tanda-tanda-Nya. (Ar-Rum: 24)
yang menunjukkan kebesaran-Nya
ialah Dia:
{يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا}
memperlihatkan kepadamu kilat
untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan. (Ar-Rum:
24)
Yakni adakalanya kalian merasa
takut kepada apa yang akan terjadi sesudahnya yang berupa hujan lebat disertai
dengan angin badai yang menghancurkan segalanya, adakalanya pula kalian
berharap setelah melihat kilatannya akan turunnya hujan yang kalian perlukan.
Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي
بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
dan Dia menurunkan air hujan
dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. (Ar-Rum: 24)
Maksudnya, sebelum itu bumi
tandus, tidak ada tetumbuhannya. Setelah air hujan turun menyiraminya:
{اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ
كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}
hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Pada yang demikian itu terdapat
pelajaran dan petunjuk yang jelas, yang menggambarkan tentang hari berbangkit
dan hari kiamat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ}
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan
akalnya. (Ar-Rum: 24)
************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ
وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ}
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 25)
Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى
الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ}
Dan Dia menahan (benda-benda) langit yang jatuh ke bumi, melainkan dengan
izin-Nya. (Al-Hajj: 65)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ
وَالأرْضَ أَنْ تَزُولا}
Sesungguhnya Allah menahan
langit dan bumi supaya jangan lenyap. (Fatir: 41)
Tersebutlah bahwa Umar ibnul
Khattab r.a. apabila menyatakan sumpahnya dengan sungguh-sungguh, maka ia
mengucapkan, "Demi Tuhan Yang telah menjadikan langit dan bumi berdiri
dengan perintah-Nya," yakni langit dan bumi berdiri tegak dan kokoh dengan
perintah dan keperkasaan-Nya yang menundukkannya. Kemudian bila hari kiamat,
bumi dan langit ini akan diganti dengan bumi dan langit yang lain. Lalu
orang-orang yang telah mati dikeluarkan dari kuburnya masing-masing dalam
keadaan hidup dengan perintah Allah dan setelah mereka dipanggil oleh-Nya.
Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
{ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ
الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ}
Kemudian apabila Dia
memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum: 25)
Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ
بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا}
yaitu pada hari Dia memanggil
kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya, dan kamu mengira bahwa kamu
tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar
saja. (Al-Isra: 52)
{فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ
وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ}
Maka sesungguhnya kebangkitan
itu hanya dengan satu teriakan saja; maka dengan serta merta mereka hidup
kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)
Dan firman Allah Swt.:
{إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً
فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ}
Tidak adalah teriakan itu
selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada
Kami. (Yasin: 53)
Ar-Rum, ayat 26-27
{وَلَهُ
مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (26) وَهُوَ الَّذِي
يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ
الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (27) }
Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang
ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. Dan Dialah yang
menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan
(menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah
lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di
bumi; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Firman Allah Swt.:
{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan kepunyaan-Nyalah siapa
saja yang ada di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 26)
Yaitu milik-Nya dan
hamba-hamba-Nya.
{كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ}
Semuanya hanya kepada-Nya
tunduk. (Ar-Rum: 26)
Yakni tunduk dan patuh, baik
dengan taat maupun terpaksa.
وَفِي حَدِيثِ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ،
مَرْفُوعًا: " كُلُّ حَرْف فِي الْقُرْآنِ يُذكَرُ فِيهِ الْقُنُوتُ فَهُوَ
الطَّاعَةُ"
Di dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Setiap
lafaz qunut yang terdapat di dalam Al-Qur’an artinya tunduk (taat).
*****
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ
يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya
kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum:
27)
Ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ah-wani ialah lebih mudah.
Mujahid mengatakan bahwa
mengembalikan hidup seperti semula itu lebih mudah daripada menciptakannya pada
yang pertama kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan lain-lainnya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ،
أَخْبَرَنَا أَبُو الزِّنَاد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"قَالَ اللَّهُ: كَذبَني ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ
يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بأهونَ عَلِيَّ مِنْ
إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا،
وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"
Imam Bukhari mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib,
telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah
r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt.
berfirman, "Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal tidak layak baginya
berbuat demikian. Anak Adam telah mencaci-Ku, padahal tidak layak baginya
berbuat demikian. Adapun kedustaannya kepada-Ku ialah melalui ucapannya yang
mengatakan, Allah tidak akan mengembalikan aku menjadi hidup sebagaimana Dia
menciptakan aku pada yang pertama kali,' padahal penciptaan yang pertama
tidaklah lebih mudah bagi-Ku daripada mengembalikannya seperti semula. Adapun
mengenai caci makinya terhadap-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan.
'Allah telah mengambil anak,' padahal Aku Tuhan Yang Maha Esa, bergantung
segala sesuatu kepada-Ku, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada
sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”
Imam Bukhari mengetengahkan
hadis ini secara tunggal, sebagaimana dia meriwayatkannya secara tunggal
melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan
lafaz yang semisal.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya
secara munfarid (tunggal) dengan sanad yang sama melalui Hasan ibnu
Musa, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abu Yunus Salim ibnu Jabir, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. dengan lafaz yang sama atau semisal
Ulama lainnya mengatakan bahwa
menciptakan makhluk pada yang pertama kali dan mengembalikannya menjadi hidup
—bila dikaitkan dengan kekuasaan Allah— sama mudahnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa semuanya itu mudah bagi Allah. Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam. Ibnu Jarir cenderung memilih pendapat ini, lalu ia
mengemukakan banyak syahid dan memperkuat alasannya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa damir
yang terdapat di dalam firman-Nya: dan menghidupkan kembali itu adalah
lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) merujuk kepada makhluk, yakni lebih memudahkan
makhluk untuk dapat hidup kembali.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ
وَالأرْضِ}
Dan bagi-Nyalah sifat Yang
Mahatinggi di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 27)
Menurut Ali ibnu AbuTalhah, dari
Ibnu Abbas, makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ}
tidak ada sesuatu pun yang
semisal dengan Dia. (Asy-Syura: 11)
Qatadah mengatakan bahwa semisal
dengan makna ayat ini ucapan "tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada
Rabb selain Dia."
Hal yang semisal telah dikatakan
oleh Ibnu Jarir. Sebagian ulama tafsir saat menyebutkan ayat ini ada yang
menyitir kata-kata bersyair dari sebagian ahli tasawwuf yang mengatakan:
إذَا سَكَن الغَديرُ عَلَى
صَفَاء ... وَجُنبَ أنْ يُحَرّكَهُ
النَّسيمُ ...
تَرَى فِيهِ السَّمَاء بَلا
امْترَاء ...
كَذَاكَ الشَّمْسُ تَبْدو وَالنّجُومُ ...
كَذاكَ قُلُوبُ أرْبَاب التَّجَلِّي ... يُرَى فِي صَفْوها اللهُ العَظيمُ ...
Apabila
kolam itu mulai tenang dengan kejernihannya, dan terhindar dari terpaan angin
yang mengusiknya, maka akan terlihatlah padanya pemandangan langit dengan
jelas. Begitu pula tampak padanya pemandangan matahari dan juga
bintang-bintang. Hal yang sama terjadi pada kalbu ahli Tajalli; pada kejernihan
kalbunya terlihat (kebesaran)
Allah Yang Mahabesar.
Dia Mahaperkasa, tidak
terkalahkan dan tidak tertandingi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu dan
menundukkannya dengan kekuasaan dan pengaruh-Nya Yang Mahabijaksana dalam semua
ucapan dan perbuatanNya dipandang dari segi mana pun.
Malik dalam tafsirannya
sehubungan dengan makna ayat ini melalui riwayat Muhammad ibnul Munkadir yang
bersumber darinya menyebutkan bahwa firman-Nya: Dan bagi-Nyalah sifat Yang
Mahatinggi. (Ar-Rum: 27) semakna dengan kalimat "Tidak ada Tuhan
selain Allah."
Ar-Rum, ayat 28-29
{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا
مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ
فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ
أَنْفُسَكُمْ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (28) بَلِ
اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ
أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (29) }
Dia membuat perumpamaan untuk kamu
dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh
tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki
yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak
mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut
kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang
berakal. Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu
pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan
Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun.
Ini merupakan perumpamaan yang
dibuat oleh Allah untuk kaum musyrik yang menyembah selain Dia bersama-Nya dan
yang menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, padahal mereka mengakui bahwa
sekutu-sekutu yang terdiri dari berhala dan tandingan-tandingan itu juga
hamba-hamba Allah dan milik-Nya, seperti yang tersirat dari ucapan mereka saat
bertalbiyah, "Kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu yang menjadi
milik-Mu, sedangkan sekutu itu tidak memiliki." Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ}
Dia membuat perumpamaan untuk
kamu dari dirimu sendiri. (Ar-Rum: 28)
yang kalian saksikan sendiri dan
kalian mengerti dari diri kalian sendiri.
{هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ}
Apakah ada di antara hamba
sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu
sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu. (Ar-Rum:
28)
Yakni seseorang di antara kalian
rela bila mempunyai sekutu bagi hartanya. Dia dan sekutunya sama-sama mempunyai
hak mempergunakan harta itu.
{تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ}
kamu takut kepada mereka
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum:
28)
Artinya, kalian merasa takut
bila mereka berbagi harta dengan kalian.
Abu Mijlaz mengatakan bahwa
sesungguhnya budakmu tidak merasa takut bila berbagi harta denganmu dalam
hartamu, lain halnya dengan dia dalam hartanya. Begitu pula Allah Swt., tiada
sekutu bagi-Nya. Makna yang dimaksud ialah seseorang dari kalian pasti tidak
mau bila hartanya digunakan sama-sama dengan orang lain, maka mengapa kalian
menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu dari kalangan makhluk-Nya. Makna ayat ini
sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ}
Dan mereka menetapkan bagi
Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl:
62)
Yaitu anak-anak perempuan,
karena mereka menganggap malaikat-malaikat yang merupakan hamba-hamba Tuhan
Yang Maha Pemurah berjenis perempuan, lalu mereka menganggapnya sebagai
anak-anak perempuan Allah. Padahal seseorang dari mereka bila mendapat anak
perempuan, wajahnya langsung tampak hitam dan sedih; ia bersembunyi dari
pandangan kaumnya karena memperoleh berita yang dianggapnya buruk (mendapat
anak perempuan). Kemudian ia berpikir apakah ia harus tetap memeliharanya
dengan menanggung kehinaan, ataukah ia harus menguburkan anaknya itu ke dalam
tanah. Jelasnya mereka menolak anak perempuan, tetapi mereka menganggap para
malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Mereka menisbatkan kepada Allah apa
yang mereka sendiri tidak menyukainya. Ini merupakan tingkatan kekafiran yang
paling berat.
Begitu pula dalam kedudukan ini,
mereka menganggap Allah mempunyai sekutu-sekutu dari kalangan hamba-hamba-Nya
juga merupakan makhluk-Nya. Padahal seseorang dari mereka menolak dengan
tolakan yang keras bila hal seperti itu terjadi pada diri mereka, yaitu bila
budak miliknya ikut bersekutu dengannya secara sama rata dalam menggunakan
hartanya. Seandainya dia suka, tentulah dia berbagi harta dengan budaknya itu. dan
Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang
sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43)
ImamTabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Mahmud ibnul Farj Al-Asbahani, telah menceritakan
kepada kami Ismail ibnu Amr Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Hammad,
dari Syu'aib, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik mengucapkan talbiyah
mereka sebagai berikut, 'Ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu
kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Maka
Allah menurunkan firman-Nya: Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki
oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak
mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut
kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28)
Mengingat peringatan melalui
perumpamaan ini sudah jelas membuktikan kebersihan dan kesucian Allah Swt. dari
hal tersebut, maka terlebih lagi bila hal seperti itu dinisbatkan kepada-Nya.
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ}
Demikianlah Kami jelaskan
ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (Ar-Rum: 28)
Kemudian Allah Swt. menjelaskan
bahwa orang-orang musyrik itu menyembah selain-Nya hanyalah karena kebodohan
dan kurangnya akal mereka.
{بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا}
Tetapi orang-orang yang zalim
mengikuti. (Ar-Rum: 29)
Maksudnya, orang-orang musyrik
itu.
{أَهْوَاءَهُمْ}
hawa nafsunya.
(Ar-Rum: 29) dalam
penyembahan mereka kepada sekutu-sekutu itu tanpa pengetahuan.
{فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ}
maka siapakah yang akan
menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? (Ar-Rum:
29)
Yakni tiada seorang pun yang
dapat menunjuki mereka bila Allah telah memastikan mereka menjadi orang-orang
yang sesat.
{وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Dan tiadalah bagi mereka
seorang penolong pun. (Ar-Rum: 29)
Tiada seorang pun yang dapat
menyelamatkan mereka, tiada pula yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan
Allah. Mereka pasti akan tertimpa kepastian Allah, karena sesungguhnya apa yang
dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak
akan terjadi.
Ar-Rum, ayat 30-32
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32) }
Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali
bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.
Allah
Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah
disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang
telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan
sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada
fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya.
Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya
pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir
firman-Nya:
{وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}
dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan
kami)" (Al-A'raf: 172)
Di dalam sebuah hadis
disebutkan:
"إني خلقت عِبَادِي
حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ عَنْ دِينِهِمْ"
Sesungguhnya Aku menciptakan
hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari
agamanya.
Dalam pembahasan berikutnya yang
menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah Swt.
membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka
dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani,
serta Majusi.
*******
Firman Allah Swt.:
{لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}
Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Sebagian
ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian
mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka
yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti
kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan
pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا}
barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)
Ini merupakan pendapat yang baik
dan sahih.
Ulama tafsir lainnya mengatakan
bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang
berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua
makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang
dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama
dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.
Karena itulah Ibnu Abbas,
Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak,
dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yakni agama Allah.
Imam Bukhari mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum:
30) Yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang
dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا
يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانه أَوْ يُنَصِّرانه أَوْ يُمَجسانه، كَمَا تَنْتِج
الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"؟
ثُمَّ يَقُولُ: {فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
Telah
menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu
Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan
melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang
melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya
kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman
Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; (Ar-Rum: 30)
Imam Muslim meriwayatkannya
melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri
dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari
Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
Semakna dengan hadis ini ada
hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad
ibnu Sari' At-Tamimi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْأُسُودِ بْنِ سَرِيع
[التَّمِيمِيِّ] قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَغَزَوْتُ مَعَهُ، فَأَصَبْتُ ظَهْرًا ، فَقُتِلَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ،
حَتَّى قَتَلُوا الْوِلْدَانَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ جَاوَزَهُمُ الْقَتْلُ الْيَوْمَ
حَتَّى قَتَلُوا الذُّرِّيَّةَ؟ ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَمَا هُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّمَا خِيَارُكُمْ
أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ". ثُمَّ قَالَ: "لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً،
لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً". وَقَالَ: "كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهَا لِسَانُهَا، فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أو
ينصرانها".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari
Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap
kepada Rasulullah Saw. dan berperang bersama-sama beliau; dalam perang itu ia
memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan
kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah
Saw., beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum
muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka
membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai
Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus
dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan
membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau
Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia
dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.
Imam Nasai di dalam Kitabus
Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim,
dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.
Di antara sahabat yang
meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
هَاشِمٌ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ
الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ،
حَتَّى يُعرب عَنْهُ لِسَانُهُ، فَإِذَا عَبَّرَ
عَنْهُ لِسَانُهُ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far,
dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas
dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila
lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi
orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang
pengingkar (kafir).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل عَنِ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ:
"اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ إِذْ خَلَقَهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah,
telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum
musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan
dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim
mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ
-يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ -أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى عليَّ زَمَانٌ وَأَنَا أَقُولُ: أَوْلَادُ الْمُسْلِمِينَ
مَعَ أَوْلَادِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ مَعَ الْمُشْرِكِينَ.
حَتَّى حَدَّثَنِي فُلَانٌ عَنْ فُلَانٍ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
سُئِلَ عَنْهُمْ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا
عَامِلِينَ".
Imam Ahmad mengatakan pula,
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad
ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum
muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum
musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw.
pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab:
Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.
Yakni apakah mereka masuk Islam
ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia
menemui langsung lelaki yang menceritakan hadis ini, lalu lelaki itu
memberitahukan kepadanya hadis ini. Maka sejak saat itu ia tidak lagi memakai
pendapatnya.
Di antara mereka adalah Iyad
ibnu Himar Al-Mujasyi'i.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ مُطَرّف،
عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَطَبَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ فِي خُطْبَتِهِ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ
وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي فِي
يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عِبَادِي حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ
عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ
فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ،
وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، ثُمَّ
إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ،
عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ، إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَقَالَ:
إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ
كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ. ثُمَّ
إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُحَرِّقَ قُرَيْشًا، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِذًا
يَثْلَغُوا رَأْسِي فَيَدْعُوهُ خبُزَةً. قَالَ: اسْتَخْرِجْهُمْ كَمَا
اسْتَخْرَجُوكَ، وَاغْزُهُمْ نَغْزُك، وَأَنْفِقْ عَلَيْهِمْ فَسَنُنْفِقُ
عَلَيْكَ. وَابْعَثْ جَيْشًا نَبْعَثُ خَمْسَةً مِثْلَهُ، وَقَاتِلْ بِمَنْ
أَطَاعَكَ مَنْ عَصَاكَ". قَالَ: "وَأَهْلُ الْجَنَّةِ: ثَلَاثَةٌ ذُو
سُلْطَانٍ مُقسط مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ
بِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ عَفِيفٌ فَقِيرٌ مُتَصَدِّقٌ. وَأَهْلُ
النَّارِ خَمْسَةٌ: الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ، الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ
تَبَعًا، لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا. وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى
لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ. وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي
إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ" وَذَكَرَ الْبَخِيلَ،
أَوِ الْكَذَّابَ، وَالشَّنْظِيرُ: الْفَحَّاشُ
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Mutarrif, dari Iyad ibnu
Himar, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah. Isi khotbahnya antara
lain: Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memberitahukan
kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui dari apa yang telah diberitahukan
oleh-Nya kepadaku hari ini. (Dia telah berfirman), "Semua yang
telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku halal; dan sesungguhnya Aku telah menciptakan
hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada perkara yang hak dan
benci kepada perkara yang batil) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi
oleh setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan mengharamkan
atas mereka apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka, dan setan memerintahkan
kepada mereka untuk mempersekutukan Aku (dengan sesuatu) yang Aku tidak
pernah menurunkan keterangan tentangnya. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, bahwa
sesungguhnya Allah Swt. memandang kepada penduduk bumi, maka Dia murka terhadap
mereka semua —yang Arab maupun non Arab— kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli
Kitab. Dan Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengutusmu hanya untuk
mengujimu dan menjadikanmu sebagai batu ujian (bagi yang lain), dan Aku
turunkan kepadamu sebuah Al-Kitab yang tidak terhapuskan oleh air (karena
kandungannya dihafal di dalam dada, bukan berupa tulisan), kamu dapat
membacanya sambil tiduran dan sambil bangun." Kemudian sesungguhnya Allah
Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk membakar orang-orang Quraisy, maka aku
berkata, "Wahai Tuhanku, kalau begitu tentu mereka akan menguliti kepalaku
dan membiarkannya menjadi seperti roti." Allah Swt. berfirman,
"Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu; dan perangilah mereka, Kami
akan membantumu; dan berinfaklah, maka Kami akan menggantimu; dan kirimkanlah
pasukan, maka Kami akan membantumu dengan pasukan yang jumlahnya lima kali
lipat dari pasukanmu, dan berperanglah bersama orang yang taat kepadamu untuk
menghadapi orang-orang yang durhaka kepadamu." Ahli surga itu ada tiga
macam orang, yaitu: Penguasa yang berlaku adil, pemberi sedekah yang sukses dan
seorang lelaki yang penyayang dan berhati lembut terhadap kaum kerabatnya dan
setiap orang muslim, dan seorang lelaki yang memelihara kehormatan dirinya lagi
tidak mau meminta-minta lagi banyak mempunyai anak. Ahli neraka itu ada lima
macam orang, yaitu: Orang lemah yang tidak punya prinsip, yakni mereka yang
menjadi pengikut di kalangan kalian; mereka tidak pernah menginginkan punya
keluarga dan tidak pula harta; pengkhianat yang tiada suatu keinginan sekecil
apa pun melainkan dia pasti berkhianat kepadanya, dan seorang lelaki yang tidak
pernah melewati waktu pagi dan tidak pula waktu sore melainkan dia selalu menipumu
terhadap keluarga dan harta bendamu. Nabi Saw. menyebutkan pula pendusta,
buruk perangai, dan orang yang bermulut kotor.
Imam Muslim mengetengahkan hadis
ini secara tunggal, dan dia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qatadah
dengan sanad yang sama.
***********
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
(Itulah) agama yang lurus. (Ar-Rum:
30)
Yakni berpegang kepada syariat
dan fitrah yang utuh merupakan agama yang tegak dan lurus.
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ}
tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. (Ar-Rum: 30)
Karena itulah maka kebanyakan
orang tidak mengetahuinya, dan mereka berpaling darinya, sebagaimana yang
disebutkan oleh firman-Nya:
{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ
بِمُؤْمِنِينَ}
Dan sebagian besar manusia
tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)
{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ
مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ} الْآيَةَ
Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir
ayat.
*******
Adapun firman Allah Swt.:
{مُنِيبِينَ إِلَيْهِ}
dengan kembali bertobat
kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij
mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.
{وَاتَّقُوهُ}
dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Artinya, takutlah kepada-Nya dan
selalulah kalian merasa diawasi olehNya.
{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}
serta dirikanlah salat. (Ar-Rum: 31)
Salat merupakan ketaatan yang
paling besar.
{وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Ar-Rum:
31)
Tetapi
jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya
kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu
selain hanya karena-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus
ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua
dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan
tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya
dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu; salat yang merupakan agama; dan taat
yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka
Umar berkata, "Engkau benar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah,
telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah
bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?"
Lalu disebutkan hal yang semisal.
***********
Firman Allah Swt.:
{مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}
yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 32)
Janganlah kalian menjadi seperti
orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan
mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang
lainnya.
Sebagian
ulama membacanya "فَارَقُوا
دِينَهُمْ"
yang artinya menjadi seperti berikut, bahwa mereka meninggalkan agamanya di
belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani, dan orang-orang Majusi, para penyembah berhala serta para pemeluk agama
yang batil lainnya, selain agama Islam. Seperti yang disebutkan oleh
firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ
ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}
Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah. (Al-An'am:
159), hingga akhir ayat.
Agama-agama
lain sebelum agama kita berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi
beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan
prinsip-prinsip yang batil. Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang
benar. Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi
beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli
sunnah wal jama'ah yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah
Rasul-Nya, serta berpegang kepada apa yang biasa diamalkan di abad pertama
Islam, yaitu di masa para sahabat, para tabi'in, dan para Imam kaum muslim,
sejak zaman dahulu hingga masa sekarang.
Imam Hakim telah meriwayatkan di
dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang
golongan yang selamat di antara golongan-golongan itu. Maka beliau bersabda:
«مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي»
Yaitu orang-orang yang
berpegang kepada apa yang biasa diamalkan olehku sekarang dan juga (yang biasa diamalkan) oleh para sahabatku.
Ar-Rum, ayat 33-37
{وَإِذَا مَسَّ
النَّاسَ ضُرٌّ دَعَوْا رَبَّهُمْ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا أَذَاقَهُمْ
مِنْهُ رَحْمَةً إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (33)
لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (34) أَمْ
أَنزلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا فَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِمَا كَانُوا بِهِ
يُشْرِكُونَ (35) وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ
تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ (36)
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (37) }
Dan apabila manusia
disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat
kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit
rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya,
sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka.
Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu). Atau pernahkah Kami menurunkan
kepada mereka keterangan, lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran) apa
yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? Dan apabila Kami rasakan
sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila
mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah
dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. Dan
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki
itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang beriman.
Allah
Swt. menceritakan perihal manusia; sesungguhnya mereka itu apabila tertimpa
keadaan darurat (bahaya), mereka menyeru kepada Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Apabila diberikan kepada mereka kenikmatan, tiba-tiba sebagian dari
mereka yang telah membaik keadaannya mempersekutukan Allah dan menyembah Dia
bersama yang lain-Nya.
Firman
Allah Swt.:
{لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ}
sehingga
mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. (Ar-Rum: 34)
Huruf
lam dalam ayat ini menurut sebagian ulama bahasa disebut lamul
'aqibah, sedangkan menurut sebagian yang lain adalah lamut ta’lil,
tetapi ta'lil ini berdasarkan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah
terhadap mereka.
Kemudian
Allah mengancam mereka melalui firman-Nya:
{فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ}
kelak
kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu). (Ar-Rum: 34)
Sebagian
ulama mengatakan, "Seandainya ada seorang pengawal (tentara) yang kejam
mengancamku, tentulah aku merasa takut. Maka terlebih lagi jika yang mengancam
itu adalah Tuhan Yang mengatakan kepada sesuatu, 'Jadilah kamu', maka jadilah
ia."
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman, mengingkari perbuatan orang-orang musyrik karena mereka
menyembah selain Allah tanpa dalil, tanpa alasan, dan tanpa keterangan:
{أَمْ أَنزلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا}
Atau
pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan. (Ar-Rum: 35)
Yang
dimaksud dengan sultan ialah alasan.
{فَهُوَ يَتَكَلَّمُ}
lalu
keterangan itu menunjukkan (kebenaran).
(Ar-Rum: 35)
Yakni
membicarakan atau mengungkapkan
{بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ}
apa
yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? (Ar-Rum: 35)
Istifham
(kata tanya) dalam ayat ini
mengandung makna ingkar, yakni tiada suatu keterangan pun yang membuktikan
kebenaran perbuatan mereka itu.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً
فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا
هُمْ يَقْنَطُونَ}
Dan
apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira
dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan
yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus
asa. (Ar-Rum: 36)
Ini
merupakan pengingkaran yang ditujukan kepada manusia dipandang dari segi
tabiatnya, terkecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya
taufik. Karena sesungguhnya manusia itu bangga apabila diberi suatu nikmat,
lalu mengatakan seperti apa yang disitir oleh firman-Nya:
{ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ
لَفَرِحٌ فَخُورٌ}
"Telah
hilang bencana-bencana itu dariku, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga.
(Hud: 10)
Yakni
dia merasa gembira dan berbangga diri terhadap yang lainnya. Tetapi apabila ia
tertimpa suatu kesengsaraan, maka berputus asalah dia dari mendapat kebaikan
sesudahnya. Allah Swt. berfirman:
{إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ}
kecuali
orang-orang yang sabar (terhadap
bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh. (Hud: 11)
Yakni
sabar dalam menghadapi kesengsaraan dan rajin beramal saleh dalam keadaan
makmur dan senang, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih melalui
sabda Nabi Saw.:
"عَجَبًا
لِلْمُؤْمِنِ، لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ، إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شكر فكان خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاء صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ"
Sungguh
menakjubkan orang mukmin itu, tidak sekali-kali Allah menetapkan suatu takdir
baginya melainkan hal itu baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan, ia
bersyukur; dan bersyukur itu adalah baik baginya. Dan jika tertimpa kesusahan,
ia bersabar; dan bersabar itu adalah baik baginya.
******
Firman
Allah Swt.:
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ}
Dan
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). (Ar-Rum: 37)
Artinya,
Dialah yang mengatur dan yang melakukan itu dengan kebijaksanaan dan
keadilan-Nya; Dia melapangkan rezeki suatu kaum dan menyempitkan rezeki yang
lainnya.
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
beriman. (Ar-Rum: 37)
Ar-Rum, ayat 38-40
{فَآتِ ذَا الْقُرْبَى
حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ
وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (38) وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا
لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ
مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ
هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (40) }
Maka berikanlah kepada kerabat yang
terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). Allah-lah
yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu,
kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan
dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasucilah
Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Allah Swt. berfirman,
memerintahkan (kepada kaum muslim) agar memberikan kepada kerabat terdekat
mereka akan haknya, yakni berbuat baik dan menghubungkan silaturahmi, juga
orang miskin. Yang dimaksud orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai
sesuatu pun untuk ia belanjakan buat dirinya; atau memiliki sesuatu, tetapi
masih belum mencukupinya. Juga kepada ibnu sabil, yaitu seorang musafir
yang memerlukan biaya dan keperluan hidupnya dalam perjalanan, karena biayanya
kehabisan di tengah jalan.
{ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ}
Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang mencari keridaan Allah. (Ar-Rum:
38)
Yang dimaksud dengan wajhullah
ialah Zat Allah, yakni melihat Allah kelak di hari kiamat. Hal ini
merupakan tujuan utama yang paling tinggi.
{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung. (Ar-Rum: 38)
Yakni beruntung di dunia dan
akhirat.
Dalam firman selanjurnya
disebutkan:
{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي
أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ}
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (Ar-Rum: 39)
Artinya, barang siapa yang
memberi orang lain dengan tujuan agar orang itu balas memberinya dengan lebih
banyak daripada apa yang ia berikan kepadanya, maka perbuatan seperti ini tidak
ada pahalanya di sisi Allah bagi orang yang bersangkutan. Demikianlah menurut
tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ikrimah,
Muhammad ibnu Ka'b, dan Asy-Sya'bi.
Perbuatan seperti itu hukumnya
boleh, sekalipun tidak ada pahalanya, hanya saja larangan ini hanya ditujukan
kepada Nabi Saw. secara khusus. Demikianlah menurut pendapat Ad-Dahhak, ia
mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt.:
{وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ}
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddassir:
6)
Yakni janganlah kamu
menghadiahkan suatu pemberian dengan tujuan untuk mendapatkan yang lebih banyak
daripada itu.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa riba
itu ada dua macam: 1. Riba yang tidak dibenarkan, yaitu riba jual beli. 2. Riba
yang tidak berdosa, yaitu seseorang yang menghadiahkan sesuatu dengan tujuan
mendapat balasan hadiah yang lebih banyak. Kemudian Ibnu Abbas membacakan
firman Allah Swt.: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
(Ar-Rum: 39)
Sesungguhnya pahala di sisi
Allah itu hanyalah pahala zakat. Karena itu, disebutkan dalam firman
selanjutnya:
{وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ
وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ}
Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
(Ar-Rum: 39)
Merekalah orang-orang yang
dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan di dalam
kitab sahih melalui sabda Nabi Saw.:
"وَمَا تَصْدَّقَ أَحَدٌ بِعَدْل تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ
طَيِّبٍ إِلَّا أَخْذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيها لِصَاحِبِهَا
كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوّه أَوْ فَصِيلَه، حَتَّى تَصِيرَ التَّمْرَةُ
أَعْظَمَ مِنْ أُحُد"
Tidaklah seseorang menyedekahkan
sesuatu yang semisal dengan sebiji kurma dari hasil yang halal, melainkan Tuhan
Yang Maha Pemurah menerimanya dengan tangan kanan-Nya,
lalu mengembangkannya buat pemiliknya sebagaimana seseorang di antara kalian
memelihara anak kudanya atau anak untanya, hingga sebiji kurma itu menjadi
lebih besar daripada Bukit Uhud.
************
Firman Allah Swt.:
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ
رَزَقَكُمْ}
Allah-lah yang menciptakan
kamu, kemudian memberimu rezeki. (Ar-Rum: 40)
Yakni Dialah yang menciptakan
dan yang memberi rezeki. Dia mengeluarkan bayi dari perut ibunya dalam keadaan
telanjang, tidak berilmu, tidak mempunyai pendengaran, penglihatan, tidak pula
kekuatan. Kemudian Dia memberinya rezeki kesemuanya itu, juga pakaian,
perhiasan, harta benda, properti, dan usaha. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ
سَلَّامٍ أَبِي شُرَحْبِيلَ، عَنْ حَبَّة وَسَوَاءٍ ابْنِي خَالِدٍ قَالَا
دَخْلَنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصْلِحُ
شَيْئًا فأعَنَّاه، فَقَالَ: "لَا تَيْأَسَا مِنَ الرزق ما تَهَزّزَتْ
رؤوسكما؛ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ
قِشْرَةٌ، ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ"
telah menceritakan kepada kami
Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salam ibnu
Syurahbil, dari Habbah dan Sawa (keduanya anak Khalid). Mereka berdua
mengatakan, "Kami masuk ke dalam rumah Nabi Saw. yang saat itu sedang
membetulkan sesuatu, lalu kami membantunya. Maka beliau Saw. bersabda: 'Janganlah
kamu berputus asa dari mendapat rezeki selama kepalamu masih bisa bergoyang,
karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan berkulit
merah tidak berlapiskan sesuatu apa pun, kemudian Allah Swt. memberinya
rezeki'."
*********
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ يُمِيتُكُمْ}
kemudian mematikanmu. (Ar-Rum: 40)
Yaitu sesudah kehidupan ini.
{ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}
kemudian menghidupkanmu (kembali). (Ar-Rum: 40)
Yakni kelak di hari kiamat.
Firman Allah Swt.:
{هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ}
Adakah di antara yang kamu
sekutukan dengan Allah itu. (Ar-Rum: 40)
Maksudnya, sembahan-sembahan
yang kalian sembah selain Allah itu.
{مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ}
yang dapat berbuat sesuatu
dari yang demikian itu? (Ar-Rum: 40)
Yakni pasti tidak ada seorang
pun dari mereka yang dapat berbuat sesuatu dari itu, bahkan Allah-lah yang
menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan, dan yang mematikan,
kemudian Dia membangkitkan semua makhluk menjadi hidup kembali di hari kiamat
kelak. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Mahasucilah Dia dan
Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. (Ar-Rum:
40)
Mahatinggi, Mahasuci, lagi
Mahabesar Allah Swt. dari mempunyai sekutu, tandingan atau yang setara
dengan-Nya, atau beranak atau diperanakkan. Bahkan Dia adalah Yang Maha Esa
lagi bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak
diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan Dia.
Ar-Rum, ayat 41-42
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41) قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ
فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ
مُشْرِكِينَ (42) }
Telah tampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah, "Adakanlah
perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Ibnu Abbas, Ikrimah, Ad-Dahhak,
As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah al-barr
dalam ayat ini ialah padang sahara, dan yang dimaksud dengan istilah bahr
dalam ayat ini ialah kota-kota besar dan semua kota lainnya.
Menurut riwayat lain dari Ibnu
Abbas dan Ikrimah, al-bahr artinya negeri-negeri dan kota-kota yang
terletak di pinggir sungai.
Ulama lainnya mengatakan, yang
dimaksud dengan al-barr ialah daratan seperti yang kita kenal ini, dan
yang dimaksud dengan al-bahr ialah lautan.
Zaid ibnu Rafi' mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41)
Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi, akhirnya timbullah
paceklik; sedangkan yang dimaksud dengan al-bahr ialah hewan-hewan bumi.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari
Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. (Ar-Rum: 41)
Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia,
dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut)
yang dirampok.
Menurut Ata Al-Khurrasani, yang
dimaksud dengan daratan ialah kota-kota dan kampung-kampung yang ada padanya,
dan yang dimaksud dengan lautan ialah pulau-pulaunya.
Pendapat pertama merupakan
pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh kebanyakan ulama, serta diperkuat
oleh apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengadakan perjanjian perdamaian dengan
Raja Ailah dan menetapkan jizyah atas bahr-nya, yakni negerinya.
***********
Firman Allah Swt.:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
Telah tampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41)
Yaitu dengan berkurangnya hasil
tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan
oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa
barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah
berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit
adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ
أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"
Sesungguhnya suatu hukuman
had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka
mendapat hujan selama empat puluh hari.
Dikatakan demikian karena bila
hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari
mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan
maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan
maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit
dan juga dari bumi.
Oleh sebab itulah kelak di akhir
zaman bila Isa putra Maryam a.s. diturunkan dari langit, ia langsung menerapkan
hukum syariat yang suci ini (syariat Islam), antara lain membunuh semua babi,
semua salib ia pecahkan, dan jizyah (upeti) ia hapuskan. Maka tidak
diterima lagi upeti, melainkan Islam atau perang.
Dan bila di masanya Allah telah
membinasakan Dajjal beserta para pengikutnya, juga Ya'juj dan Ma'juj telah
dimusnahkan, maka dikatakan kepada bumi, "Keluarkanlah semua berkah
(kebaikan)mu!" Sehingga sebuah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang,
dan kulitnya dapat mereka pakai untuk berteduh. Hasil perahan seekor sapi perah
dapat mencukupi kebutuhan minum sejumlah orang. Hal itu tiada lain berkat
dilaksanakannya syariat Nabi Muhammad Saw. Manakala keadilan ditegakkan, maka
berkah dan kebaikan akan banyak di dapat. Karena itulah disebutkan di dalam
kitab Sahihain melalui salah satu hadisnya yang mengatakan,
"إنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ
وَالْبِلَادُ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ"
"Apabila seorang
pendurhaka mati, maka merasa gembiralah semua hamba, negeri, pepohonan, dan
hewan-hewan dengan kematiannya itu."
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad dan Al-Husain. Keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Mikhdam, bahwa pernah ada seorang lelaki
di masa Ziad atau Ibnu Ziad menemukan sebuah kantung berisikan biji-bijian,
yakni biji jewawut yang besarnya seperti biji buah kurma setiap bijinya,
tertuliskan padanya kalimat berikut, "Ini adalah hasil tanaman di suatu
masa yang ditegakkan padanya prinsip keadilan."
Malik telah meriwayatkan dari
Zaid ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud dengan kerusakan dalam ayat ini ialah
kemusyrikan, tetapi pendapat ini masih perlu diteliti lagi.
************
Firman Allah Swt.:
{لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا}
supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. (Ar-Rum:
41)
Maksudnya, agar Allah menguji
mereka dengan berkurangnya harta dan jiwa serta hasil buah-buahan, sebagai
suatu kehendak dari Allah buat mereka dan sekaligus sebagai balasan bagi
perbuatan mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)
Yakni agar mereka tidak lagi
mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk,
agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168)
Kemudian Allah Swt. berfirman
dalam ayat selanjutnya:
{قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا
كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ}
Katakanlah, "Adakanlah
perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
dahulu. (Ar-Rum: 42)
Yaitu orang-orang dahulu sebelum
kalian.
{كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ}
Kebanyakan dari mereka itu
adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
(Ar-Rum: 42)
Maka lihatlah apa yang telah
menimpa mereka disebabkan mendustakan para rasul dan mengingkari nikmat-nikmat
Allah.
Ar-Rum, ayat 43-45
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ
يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ (43) مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ
صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ (44) لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (45) }
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu
kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah
suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya); pada hari itu mereka
terpisah-pisah, Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat)
kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri
mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), agar
Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.
Allah Swt. memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya supaya cepat-cepat beristiqamah dalam ketaatan kepada-Nya dan
bersegera mengerjakan kebaikan-kebaikan.
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ
مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ}
Oleh karena itu, hadapkanlah
wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum
datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya).
(Ar-Rum: 43)
Yakni hari kiamat; apabila telah
tiba saat kejadiannya, maka tidak dapat dielakkan lagi.
{يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ}
pada hari itu mereka
terpisah-pisah. (Ar-Rum: 43)
Maksudnya, terpecah-belah;
sebagian masuk surga dan sebagian lain dimasukkan ke neraka. Karena itu, dalam
firman selanjutnya disebutkan:
{مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ}
Barang siapa yang kafir, maka
dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya
itu; dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah
mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), agar Allah memberi pahala
kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. (Ar-Rum:
44-45)
Allah memberikan balasan-Nya
kepada mereka yang beramal saleh dengan balasan sebagai karunia dari-Nya, suatu
amal kebaikan dibalas dengan sepuluh amal kebaikan yang serupa, hingga
lipatannya sampai tujuh ratus kali lipat dan hingga sampai lipatan yang
dikehendaki oleh-Nya.
{إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ}
Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang ingkar. (Ar-Rum: 45)
Selain itu Dia Maha Adil dalam
memperlakukan mereka dan tidak berbuat zalim.
Ar-Rum, ayat 46-47
{وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ
وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (46) وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ
فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ
حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ (47) }
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira
dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat
berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari
karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya
dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan
pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban
menolong orang-orang yang beriman.
Allah Swt. menyebutkan
nikmat-nikmat yang telah Dia limpahkan kepada makhluk-Nya, antara lain Dia
mengirimkan angin yang membawa kabar gembira akan kedatangan rahmat-Nya, yaitu
berupa hujan yang akan turun sesudahnya. Untuk itu Allah Swt. menyebutkan dalam
firman-Nya:
{وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ}
dan untuk merasakan kepadamu
sebagian dari rahmat-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yang dimaksud ialah hujan yang
diturunkan-Nya, yang dengan air hujan itu hiduplah semua hamba dan juga negeri
mereka.
{وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ}
dan supaya kapal dapat
berlayar dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yakni di laut, dan sesungguhnya
yang menjadikannya dapat berlayar ialah karena adanya angin.
{وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ}
dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya. (Ar-Rum: 46)
Yaitu berniaga dan mencari upaya
penghidupan serta mengadakan perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain dan
dari suatu pulau ke pulau lain.
{وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
mudah-mudahan kamu bersyukur.
(Ar-Rum: 46)
Maksudnya, bersyukur kepada
Allah atas limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kalian, baik nikmat
yang tampak maupun yang tidak tampak, semuanya itu tidak dapat dihitung dan dihinggakan
saking banyaknya.
Dalam firman berikutnya
disebutkan:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا
إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ
أَجْرَمُوا}
Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya
dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu
Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. (Ar-Rum: 47)
Ayat ini diturunkan oleh Allah
untuk menghibur hati hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., bahwa jika ia
didustakan oleh kebanyakan orang dari kalangan kaumnya, sesungguhnya para rasul
terdahulu pun mengalami nasib yang sama, padahal mereka telah menyampaikan
kepada umatnya masing-masing bukti-bukti yang jelas yang membenarkan kerasulan
mereka. Tetapi pada akhirnya Allah menimpakan balasan-Nya kepada orang-orang
yang mendustakan para rasul dan orang-orang yang menentang mereka, serta
menyelamatkan orang-orang yang beriman kepada mereka.
{وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
Dan Kami selalu berkewajiban
menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47)
Menolong orang-orang mukmin
merupakan suatu keharusan yang Dia wajibkan atas diri-Nya sendiri yang
Mahamulia sebagai anugerah dan karunia dari-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ
الرَّحْمَةَ}
Tuhanmu telah menetapkan atas
diri-Nya kasih sayang. (Al-An'am: 54)
قَالَ (3) ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ
نُفَيْلٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ
حَوْشَب، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "ما مِنَ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَرُدُّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ، إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ
أَنْ يَرُدَّ عَنْهُ نَارَ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". ثُمَّ تَلَا
هَذِهِ الْآيَةَ: {وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan,
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Nafil, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yun, dari Lais, dari Syahr
ibnu Hausyab, dari Ummu Darda, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang muslim pun yang
membela kehormatan saudaranya melainkan sudah menjadi kewajiban bagi Allah
menghindarkannya dari api neraka kelak di hari kiamat. Kemudian Nabi Saw.
membaca firman-Nya: Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang
beriman. (Ar-Rum: 47)
Ar-Rum,
ayat 48-51
{اللَّهُ الَّذِي
يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ
يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ فَإِذَا
أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (48) وَإِنْ
كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنزلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ (49)
فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَةِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (50)
وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ
(51) }
Allah, Dialah yang
mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. Dan
sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah
berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah
menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan
yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan
orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan
sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan), lalu
mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), benar-benar
tetaplah mereka sesudah itu menjadi orang yang ingkar.
Allah
Swt. menjelaskan bagaimana Dia menciptakan awan yang menurunkan air hujan.
Untuk itu Dia berfirman:
اللَّهُ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا}
Allah,
Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan. (Ar-Rum: 48)
Adakalanya
awan itu datangnya dari laut, sebagaimana yang disebutkan oleh bukan hanya
seorang ulama; atau dari tempat yang dikehendaki oleh Allah Swt.
{فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ
يَشَاءُ}
dan
Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 48)
Yakni
membentangkannya, menjadikannya bertambah banyak dan berkembang, lalu
menjadikannya dari sedikit menjadi banyak. Pada mulanya Dia menjadikan awan
yang kelihatan di mata bagaikan perisai, lalu Dia bentangkan sehingga memenuhi
cakrawala langit. Adakalanya pula awan datang dari arah laut yang mengandung
air yang sangat banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا
بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ
لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ
الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Dan
Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); hingga
apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang
tandus. (Al-A'raf: 57) sampai dengan firman-Nya: Seperti itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil
pelajaran. (Al-A'raf: 57)
Demikian
pula dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ
فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ
كِسَفًا}
Allah,
Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya
bergumpal-gumpal. (Ar-Rum:
48)
Mujahid,
Abu Amr ibnul Ala, Matar Al-Warraq, dan Qatadah mengatakan bahwa makna kisafan
ialah bergumpal-gumpal, sedangkan yang lain mengartikannya bertumpang
tindih, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah. Yang lainnya lagi mengatakan
berwarna hitam karena banyaknya kandungan air sehingga terlihat gelap, berat,
lagi dekat dengan bumi.
Firman
Allah Swt.:
{فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ}
lalu
kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. (Ar-Rum: 48)
Yakni
kamu akan melihat adanya air hujan yang keluar di antara celah-celah awan itu.
{فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,
tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Rum:
48)
Karena
mereka sangat memerlukannya, maka mereka merasa sangat gembira dengan turunnya
air hujan kepada mereka.
***********
Firman
Allah Swt.:
{وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنزلَ
عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ}
Dan
sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah
berputus asa. (Ar-Rum: 49)
Makna
ayat ialah mereka yang mendapat hujan itu sebelumnya merasa putus harapan dari
turunnya hujan kepada mereka. Tetapi setelah hujan turun menyirami mereka di
saat mereka sangat membutuhkannya, maka kegembiraan mereka tak terperikan
mengingat rahmat datang tepat di saat mereka sangat memerlukannya.
Ulama
Nahwu berselisih pendapat sehubungan dengan firman-Nya: sebelum hujan
diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum:
49) Menurut Ibnu Jarir, lafaz min qablihi berkedudukan sebagai taukid,
ia meriwayatkannya dari sebagian ahli bahasa Arab.
Ulama
lainnya mengatakan bahwa firman-Nya: sebelum hujan diturunkan kepada mereka.
(Ar-Rum: 49) Damir yang terdapat di dalam lafaz yanzila kembali
kepada hujan.
******
{مِنْ قَبْلِهِ}
sebelum
itu. (Ar-Rum: 49)
Yakni
sebelum turunnya hujan itu mereka benar-benar telah berputus asa. Dapat pula
ditakwilkan bahwa kalimat ini menunjukkan makna ta-sis, yang artinya
'sebelum turunnya hujan mereka sangat mengharapkannya, Juga jauh sebelum itu.'
Hujan datang terlambat kepada mereka dari suatu waktu ke waktu yang lain, yang
selama itu mereka menunggu-nunggu kedatangannya, tetapi ternyata hujan datang
terlambat. Setelah berlalu beberapa waktu lagi mereka tetap menunggu-nunggunya,
tetapi ternyata telat juga turunnya. Setelah itu hujan datang dengan tiba-tiba
kepada mereka sesudah mereka berputus asa dan tidak ada harapan lagi. Setelah
tanah mereka menjadi gersang dan tandus, tiba-tiba setelah hujan turun hiduplah
bumi itu, lalu suburlah serta tumbuhlah berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَةِ اللَّهِ}
Maka
perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah. (Ar-Rum: 50)
Yakni
hujan itu.
{كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا}
bagaimana
Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. (Ar-Rum: 50)
Selanjutnya
Allah Swt. menegaskan bahwa tubuh-tubuh yang telah mati dan telah tercabik-cabik
serta menjadi tulang belulang yang hancur, kelak akan dihidupkan kembali. Untuk
itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى}
Sesungguhnya
(Tuhan yang berkuasa seperti) demikian
benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. (Ar-Rum:
50)
Artinya,
Tuhan yang memperbuat hal tersebut benar-benar mampu menghidupkan orang-orang
yang telah mati.
{إنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan
Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum: 50)
***********
Kemudian
Allah Swt. berfirman dalam firman berikutnya:
{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا فَرَأَوْهُ
مُصْفَرًّا لَظَلُّوا مِنْ بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ}
Dan
sungguh, jika Kami mengirimkan angin (kepada tumbuh-tumbuhan), lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan
itu) menjadi kuning (kering), benar-benar tetaplah mereka sesudah itu
menjadi orang yang ingkar. (Ar-Rum: 51)
Dalam
ayat ini Allah Swt. berfirman:
{وَلَئِنْ أَرْسَلْنَا رِيحًا}
Dan
sungguh, jika Kami mengirimkan angin. (Ar-Rum: 51)
yang
kering kepada tumbuh-tumbuhan yang telah mereka tanam yang saat itu telah
tumbuh dengan suburnya dan telah tegak di atas bulir-bulirnya.
فَرَأَوْهُ
مُصْفَرًّا
lalu
mereka melihat (tumbuh-tumbuhan
itu) menjadi kuning. (Ar-Rum: 51)
Yakni
kelihatan kering dan mulai rusak.
لَظَلُّوا
مِنْ بَعْدِهِ
benar-benar
tetaplah mereka sesudah itu. (Ar-Rum:
51)
Yaitu
setelah melihat keadaan tersebut.
يَكْفُرُونَ
menjadi
orang yang ingkar. (Ar-Rum:
51)
Maksudnya,
mengingkari nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka sebelum
itu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ أَأَنْتُمْ
تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ. لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا
فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ. إِنَّا لَمُغْرَمُونَ بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}
Maka
terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. (Al-Waqi'ah: 63) sampai dengan firman-Nya: "bahkan
kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah: 67)
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Isa ibnut Taba', telah menceritakan kepada kami
Hasyim, dari Ya'la ibnu Ata, dari ayahnya, dari Ubaidillah ibnu Amr yang
mengatakan bahwa angin itu ada delapan macam. Empat di antaranya mengandung
rahmat, dan empat lainnya mengandung azab.
Angin
yang membawa rahmat ialah an-nasyirat (angin yang menyebarkan hujan), mubasysyirat
(angin pembawa berita gembira akan turunnya hujan), mursalat (angin
yang membawa awan yang mengandung hujan), dan az-zariyat (angin yang
menerbangkan debu dan awan yang mengandung hujan).
Angin
yang mengandung azab atau bencana ialah al-'aqim (angin yang kering) dan
angin sar-sar (angin yang menumbangkan pepohonan); kedua jenis angin ini
terjadi di daratan. Adapun angin topan dan angin badai, kedua jenis angin ini
terjadi di laut.
Apabila
Allah Swt. menghendaki untuk menjadikannya sebagai angin pembawa rahmat, maka
Dia menjadikan angin itu pembawa kesuburan, rahmat, dan berita gembira sebelum
turunnya hujan. Lalu angin itu membuahi awan sehingga awan menjadi padat
mengandung air, sebagaimana pejantan membuahi betinanya hingga hamil.
Jika
Dia menghendaki untuk menjadikannya sebagai azab, maka Dia menjadikannya angin
yang kering dan azab yang memedihkan, serta pembalasan dari-Nya terhadap
orang-orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Angin itu akan
berupa angin topan dan badai yang memporak-porandakan segala sesuatu yang
dilandanya.
Angin
itu bermacam-macam bila dipandang dari segi dari arah mana ia bertiup. Ada yang
dinamakan angin saba, angin dabur, angin selatan, dan angin utara. Dan
dipandang dari segi ciri khasnya mengandung manfaat dan akibatnya tersendiri
yang berbeda-beda. Kalau angin itu lembut lagi basah, manfaatnya ialah
menyuburkan tetumbuhan dan tubuh hewan. Sedangkan jenis lainnya menguruskannya,
jenis lainnya lagi membinasakan dan menyebabkan penyakitan, yang lainnya lagi
membuatnya tumbuh dan menguatkan, dan yang lainnya lagi merapuhkan serta
melemahkannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عبُيَد اللَّهِ ابْنِ أَخِي ابْنِ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا
عَمِّي، حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيْاش ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
سُلَيْمَانَ، عَنْ دَرَّاجٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصدَفي، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "الرِّيحُ مُسَخَّرَةٌ مِنَ الثَّانِيَةِ -يَعْنِي الْأَرْضَ
الثانية -فلما أراد الله أن يهلك عادا، أَمَرَ خَازِنَ الرِّيحِ أَنْ يُرْسِلَ
عَلَيْهِمْ رِيحًا تُهْلِكُ عَادًا، فَقَالَ: يَا رَبِّ، أُرْسِلُ عَلَيْهِمْ من
الريح قدر منخر الثور. قال له الْجَبَّارُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: لَا إِذًا
تَكْفَأُ الْأَرْضَ وما عليها، وَلَكِنْ أَرْسِلْ عَلَيْهِمْ بِقَدْرِ خَاتَمٍ"، فَهِيَ
الَّتِي قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ
إِلا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيمِ}
Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah anak saudara
lelaki Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Iyasy,telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu
Sulaiman, dari Darij, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Angin itu
ditempatkan di bumi lapis kedua. Tatkala Allah hendak membinasakan kaum 'Ad,
maka Dia memerintahkan kepada malaikat penjaga angin untuk mengirimkan angin
besar guna membinasakan kaum 'Ad. Malaikat penjaga angin berkata, 'Wahai
Tuhanku, aku akan mengirimkan angin sebesar hidung banteng'. Maka Allah Yang
Mahaperkasa berfirman kepadanya, 'Jangan, kalau begitu kamu akan membalikkan
bumi beserta semua orang yang ada di permukaannya. Tetapi kirimkanlah kepada
mereka angin sebesar lubang cincin'." Hal itulah yang dimaksudkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya: angin itu tidak membiarkan sesuatu pun yang
dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Az-Zariyat: 42)
Hadis
ini berpredikat garib, tidak dapat dikatakan sebagai hadis marfu', yang
jelas hadis ini merupakan perkataan Abdullah ibnu Amr r.a.
Ar-Rum, ayat 52-53
{فَإِنَّكَ لَا
تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا
مُدْبِرِينَ (52) وَمَا أَنْتَ بِهَادِي الْعُمْيِ عَنْ ضَلالَتِهِمْ إِنْ
تُسْمِعُ إِلا مَنْ يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ (53) }
Maka sesungguhnya kamu tidak akan
sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan
orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling
membelakangi. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya.
Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang
berserah diri (kepada Kami).
Allah Swt. berfirman bahwa
sesungguhnya kamu, Muhammad, tidak akan sanggup membuat orang-orang yang telah
mati di dalam kuburnya dapat mendengar, dan kamu tidak akan dapat menyampaikan
seruanmu kepada orang tuli yang tidak mau mendengar seruanmu, sedangkan mereka
berpaling darimu. Demikian pula kamu tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada
orang yang buta dari perkara yang hak, lalu menyadarkan mereka dari
kesesatannya, melainkan hal itu hanya Allah-lah yang dapat melakukannya. Karena
sesungguhnya Allah Swt. dengan kekuasaan-Nya dapat menjadikan orang-orang yang
telah mati mendengar suara orang-orang yang hidup, jika Dia menghendaki. Dan
Dia dapat memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, juga dapat
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada seorang pun yang dapat melakukan
hal tersebut selain dari Allah semata. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{إِنْ تُسْمِعُ إِلا مَنْ يُؤْمِنُ
بِآيَاتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ}
Dan kamu tidak dapat
memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan
kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah
orang-orang yang berserah diri. (Ar-Rum: 53)
Yakni orang-orang yang patuh,
tunduk, dan mendengarkan; dan mereka itulah orang-orang yang mendengarkan
perkara yang hak, lalu mengikutinya. Demikianlah ciri khas orang-orang mukmin.
Bagian yang pertama merupakan gambaran perihal orang-orang kafir. Makna ayat
ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ
وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ}
Hanya orang-orang yang
mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan
orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian
kepada-Nyalah mereka dikembalikan. (Al-An'am: 36)
Ummul Mu-minin Siti Aisyah r.a.
berpegang kepada dalil ayat ini, yaitu firman-Nya: sesungguhnya kamu tidak
akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar. (Ar-Rum:
52) Dalam sanggahannya terhadap pendapat Abdullah ibnu Umar r.a. dalam
riwayatnya yang menceritakan pembicaraan Nabi Saw. kepada orang-orang musyrik
yang telah gugur dalam Perang Badar, lalu mereka dilemparkan di dalam sebuah
sumur di Badar. Hal itu dilakukan oleh Nabi Saw. sesudah tiga hari. Nabi Saw.
dalam pembicaraannya itu mencela dan mengecam mereka yang telah mati di dalam
sumur itu. Sehingga sahabat Umar bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah,
mengapa engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Maka
beliau Saw. menjawab:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا
أَقُولُ مِنْهُمْ، وَلَكِنْ لَا يُجِيبُونَ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada
di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian lebih mendengar apa yang
kuucapkan dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab.
Hadis ini ditakwilkan oleh Siti
Aisyah r.a. dengan pengertian 'sesungguhnya mereka yang diajak bicara itu,
setelah mereka mati benar-benar mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Nabi
Saw. kepada mereka adalah benar belaka.'
Qatadah mengatakan bahwa Allah
menghidupkan mereka untuk Nabi Saw. sehingga mereka dapat mendengar ucapannya,
sebagai kecaman, cemoohan, dan pembalasan darinya.
Menurut pendapat yang sahih di
kalangan ulama adalah riwayat Abdullah ibnu Umar, mengingat riwayat ini
mempunyai banyak syahid yang membuktikan kesahihannya melalui berbagai jalur
yang cukup banyak. Yang paling terkenal di antara riwayat-riwayat tersebut
ialah yang diriwayatkan melalui Ibnu Abdul Barr yang dinilai sahih melalui Ibnu
Abbas secara marfu':
"مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ،
كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا، فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ، إِلَّا رَدَّ اللَّهُ
عَلَيْهِ رُوحَهُ، حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ"
Tiada seorang pun yang
melalui kuburan saudara muslimnya yang ia kenal semasa hidupnya, lalu ia
mengucapkan salam kepadanya, melainkan Allah mengembalikan rohnya hingga
menjawab salamnya.
Telah terbuktikan pula melalui
suatu hadis yang bersumber dari Nabi Saw. ditujukan kepada umatnya, bahwa
apabila mereka hendak mengucapkan salam kepada ahli kubur, hendaklah mereka
menyalami ahli kubur sebagaimana mereka menyalami orang yang mereka ajak
bicara. Untuk itu seorang muslim dianjurkan mengucapkan salam berikut:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ
Semoga keselamatan
terlimpahkan kepada kalian, wahai (penduduk) kampung
kaum yang beriman.
Ini jelas pembicaraan yang
ditujukan kepada orang yang mendengar dan mengerti. Seandainya pembicaraan ini
tidak memakai teks tersebut, tentulah sama saja dengan berbicara kepada yang
tiada atau benda mati.
Ulama Salaf telah sepakat
membenarkan hal ini (mengucapkan salam kepada ahli kubur). Menurut asar-asar
yang berpredikat mutawatir dari mereka, mayat mengetahui orang hidup
yang berziarah kepadanya dan merasa gembira dengan kunjungannya.
Ibnu Abud Dunia telah
meriwayatkan di dalam Kitabul Qubur melalui Siti Aisyah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُورُ قَبْرَ أَخِيهِ وَيَجْلِسُ
عِنْدَهُ، إِلَّا اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُومَ"
Tiada seorang pun yang
menziarahi kubur saudaranya, lalu duduk di sisinya melainkan saudaranya itu
terhibur dengan kedatangannya dan menjawab salamnya hingga ia bangkit (meninggalkannya).
Telah diriwayatkan pula melalui
Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa apabila seseorang melewati
kuburan yang penghuninya ia kenal, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, maka
salamnya dijawab olehnya.
Ibnu Abud Dunia telah
meriwayatkan berikut sanadnya dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Asim
Al-Juhdari yang telah menceritakan bahwa ia pernah melihat Asim Al-Juhdari
dalam mimpinya setelah Asim meninggal dunia. Lalu lelaki itu bertanya,
"Bukankah kamu telah mati?" Asim menjawab, "Benar." Lelaki
itu bertanya lagi, "Sekarang engkau berada di mana?" Asim menjawab,
"Saya, demi Allah, berada di suatu taman dari taman surga bersama sejumlah
teman-temanku. Kami berkumpul setiap malam Jumat, dan pagi harinya di tempat
Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani. Maka kami menerima berita-berita tentang
kalian." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu bertanya lagi,
"Apakah yang berkumpul itu tubuh kalian, ataukah arwah kalian?" Asim
menjawab, "Mustahil bila yang berkumpul adalah jasad kami, karena jasad
kami telah hancur luluh dan yang dapat bertemu hanyalah arwah kami saja."
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya lagi, "Apakah
kalian mengetahui bila kami berziarah kepada kalian?" Asim menjawab,
"Kami mengetahuinya pada petang hari Jumat dan seluruh hari Jumat serta
malam hari sabtu hingga matahari terbit." Perawi melanjutkan kisahnya,
bahwa lelaki itu bertanya, "Mengapa demikian, bukan pada hari-hari
lainnya?" Asim menjawab, "Berkat keutamaan dan kebesaran hari
Jumat."
Ibnu Abud Dunia mengatakan,
telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan
kepada kami Bakr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hasan Al-Qassab
yang menceritakan bahwa ia setiap pagi hari Sabtu selalu berangkat bersama
Muhammad ibnu Wasi' menuju Al-Jiban, lalu mereka berdiri di kuburan yang ada di
sana, dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendoakan mereka, sesudah
itu mereka pulang. Maka pada suatu hari Hasan Al-Qassab bertanya,
"Bagaimanakah kalau kita ubah kebiasaan hari ini menjadi hari Senin?"
Muhammad ibnu Wasi' menjawab, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa
orang-orang yang telah mati mengetahui para peziarah mereka hanya pada hari
Jumat dan sehari sebelumnya serta sehari sesudahnya."
Ibnu Abu Dunia mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz
ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri yang mengatakan, ia
pernah mendengar bahwa Ad-Dahhak pernah mengatakan, "Barang siapa yang
melakukan ziarah kubur pada hari Sabtu sebelum matahari terbit, maka mayat yang
diziarahinya mengetahui kunjungannya." Ketika ditanyakan kepadanya
mengenai penyebabnya, maka Ad-Dahhak menjawab, "Itu berkat keutamaan hari
Jumat (yang berdekatan dengannya)."
Telah menceritakan kepada kami
Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari
Abut Tayyah yang mengatakan bahwa Mutarrif selalu berangkat di siang hari, dan
bila hari Jumat ia berangkat pagi-pagi sekali. Ja'far ibnu Sulaiman mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Abut Tayyah mengatakan, "Mutarrif turun
istirahat di Gautah saat malam akan tiba, ketika itu ia berada di dekat
pekuburan dan ia masih berada di atas kudanya. Maka ia melihat ahli kubur,
masing-masing sedang duduk di atas kuburnya, lalu mereka berkata (di antara
sesamanya), ini Mutarrif datang pada hari Jumat dan akan mengerjakan salat
Jumat di dekat kalian.' Mereka berkata, 'Benar, dan kita mengetahui apa yang
dikatakan oleh burung pada hari Jumat.' Mutarrif bertanya, 'Apakah yang
diucapkan oleh burung-burung itu.' Mereka menjawab, 'Salamun 'alaikum"
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah
menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Muwaffiq (anak lelaki pamannya Sufyan
ibnu Uyaynah) yang menceritakan, "Ketika ayahku meninggal dunia, aku
merasa sangat sedih, dan aku selalu menziarahi kuburnya setiap hari. Kemudian
ia tidak lagi menziarahinya selama beberapa waktu yang dikehendaki oleh Allah
Swt. Pada suatu hari aku kembali menziarahi kubur ayahku; dan ketika aku sedang
duduk di dekat kubur ayahku, tiba-tiba mataku terserang kantuk, lalu tertidur.
Di dalam mimpiku aku melihat seakan-akan kubur ayahku terbuka, dan seakan-akan
ayahku sedang duduk di pinggirnya dengan berpakaian kain kafannya, sedangkan
rupanya adalah rupa orang yang telah mati."
Al-Fadl melanjutkan kisahnya,
bahwa ia menangis melihat pemandangan itu, lalu ayahnya bertanya, "Hai
anakku, apakah gerangan yang membuatmu lama tidak menziarahiku?" Aku
menjawab, "Apakah engkau benar-benar mengetahui kedatanganku?"
Ayahnya menjawab, "Tidak sekali-kali kamu datang menziarahiku melainkan
aku mengetahuinya. Dulu kamu sering menziarahiku, dan aku merasa senang dengan
kedatanganmu. Orang-orang yang ada di sekitarku merasa senang pula dengan
doamu." Al-Fadl mengatakan bahwa setelah itu ia sering menziarahi kubur
ayahnya.
Telah menceritakan kepadaku
Muhammad, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Bustam, telah menceritakan
kepada kami Usman ibnu Suwaid At-Tafawi yang mengatakan bahwa ibunya adalah seorang
wanita ahli ibadah yang dikenal dengan julukan Rahibah. Ketika ajalnya
telah dekat, Rahibah mengangkat kepalanya ke arah langit, lalu berdoa,
"Wahai Tuhan yang menjadi harapan dan dambaanku selama hidup dan matiku,
janganlah Engkau menjadikan aku terhina saat matiku, dan janganlah Engkau
menjadikan diriku berasa asing dalam kesendirianku."
Setelah ia meninggal dunia, aku
(Usman ibnu Suwaid) selalu menziarahi kuburnya setiap hari Jumat, mendoakannya
serta memohonkan ampunan buatnya, juga buat ahli kubur lainnya.
Pada suatu malam aku melihat
ibuku dalam mimpi, maka aku bertanya kepadanya, "Ibu, bagaimanakah
keadaanmu?" Ia menjawab, "Anakku, sesungguhnya maut itu benar-benar
merupakan musibah yang sangat keras. Dan sesungguhnya aku, segala puji bagi
Allah, benar-benar ada di alam barzakh yang terpuji yang penuh dengan bau yang
harum dan dihamparkan padanya kain sutera yang tebal dan yang tipis sampai hari
berbangkit nanti."
Aku bertanya kepadanya,
"Apakah engkau mempunyai keperluan?" Ia menjawab, "Ya." Aku
bertanya, "Keperluan apa?" Ia menjawab, "Janganlah engkau
meninggalkan kebiasaanmu menziarahi kami dan mendoakan bagi kami, karena
sesungguhnya aku benar-benar merasa gembira dengan kedatanganmu pada hari
Jumat. Jika engkau tiba dari rumah keluargamu, maka dikatakan kepadaku, 'Hai
Rahibah, inilah putramu telah datang, maka bergembiralah.' Dengan demikian,
bergembiralah semua orang mati yang ada di sekitarku."
Telah menceritakan kepadaku
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Sulaiman,
telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ketika
wabah ta'un (kolera) sedang menjalar, ada seorang lelaki bolak-balik
pergi ke Al-Jiban. Dia datang untuk ikut menyalati jenazah. Apabila petang
hari, ia berdiri di dekat kuburan seraya berdoa, "Semoga Allah menghibur
kalian dan menyayangi kalian dalam keterasingan kalian, dan semoga Dia
memaafkan kesalahan-kesalahan kalian serta menerima kebaikan-kebaikan
kalian." Dia tidak lebih selain mengucapkan kalimat tersebut.
Bisyr ibnu Mansur melanjutkan
kisahnya, bahwa di suatu petang hari lelaki itu pulang ke rumah keluarganya
tanpa mampir di kuburan dan tidak berdoa sebagaimana biasanya untuk ahli kubur.
Ketika aku (lelaki itu) tidur, tiba-tiba dalam mimpinya ia kedatangan sejumlah
orang, lalu aku bertanya, "Siapakah kalian ini dan apa keperluan
kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah ahli kubur." Aku
bertanya, "Lalu apa keperluan kalian?" Mereka menjawab,
"Biasanya engkau mengirimkan suatu hadiah kepada kami saat engkau dalam perjalanan
pulangmu ke rumah keluargamu." Aku bertanya, "Hadiah apakah
itu?" Mereka menjawab, "Doa-doa yang biasa engkau ucapkan di dekat
kuburan kami." Aku menjawab, "Aku akan membiasakannya lagi,"
sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkan kebiasaanku itu. Dan dari
peristiwa itu aku mengetahui bahwa mayat itu mengetahui amal perbuatan kaum
kerabat dan saudara-saudaranya.
Abdullah ibnul Mubarak
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saur ibnu Yazid, dari Ibrahim, dari
Ayyub yang mengatakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan
kepada orang-orang yang telah mati (dari kalangan keluarganya). Apabila melihat
kebaikan, mereka bergembira; dan apabila melihat keburukan, mereka mengatakan,
"Ya Allah, maafkanlah mereka."
Ibnu Abud Dunia telah meriwayatkan
dari Ahmad ibnu Abul Hawari yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami
saudaraku Muhammad, bahwa Abbad ibnu Abbad berkunjung kepada Ibrahim ibnu Saleh
di Palestina. Lalu Ibrahim berkata, "Berilah saya nasihat." Abbad
berkata, "Nasihat apakah yang akan kuberikan kepadamu, semoga Allah
memperbaiki keadaanmu. Telah sampai kepadaku suatu riwayat yang menceritakan
bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang
telah mati dari kalangan keluarganya, maka perhatikanlah amal perbuatanmu,
apakah yang akan diperlihatkan darinya kepada Rasulullah Saw." Maka
Ibrahim menangis tersedu-sedu sehingga jenggotnya basah karena air matanya.
Ibnu Abud Dunia mengatakan,
telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan
kepadaku Khalid ibnu Amr Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibjiu
Sulaiman Al-Ja'fari yang menceritakan bahwa dia mempunyai kebiasaan yang buruk;
dan ketika ayahnya meninggal dunia, ia bertobat dan menyesali perbuatan dosa
yang pernah dilakukannya. Kemudian ia tergelincir lagi melakukan kebiasaan
buruk itu, maka ia melihat ayahnya dalam mimpinya, lalu ayahnya berkata,
"Anakku, alangkah gembiranya aku denganmu. Pada mulanya semua amal
perbuatanmu ditampakkan kepada kami dan kami menyerupakannya dengan amal
perbuatan orang-orang yang saleh. Tetapi setelah ketergelinciranmu itu aku
merasa sangat malu dengan apa yang telah kamu perbuat itu. Maka janganlah
engkau membuatku sedih di kalangan orang-orang yang telah mati di sekitarku."
Khalid ibnu Amr Al-Umawi
melanjutkan kisahnya, "Sejak saat itu aku mendengarnya selalu mengucapkan
doa berikut di waktu sahurnya, yang secara kebetulan rumahnya di Kufah
bertetangga denganku, yaitu: 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu tobat yang tidak
pernah diulangi lagi dan tidak pernah terkotori lagi, wahai Allah Yang
Memperbaiki keadaan orang-orang yang saleh dan wahai Allah Yang Memberi
petunjuk orang-orang yang sesat, wahai Allah Maha Pelimpah Rahmat'."
Pembahasan mengenai hal ini
memerlukan bab tersendiri mengingat banyaknya asar dari para sahabat yang
menerangkannya. Disebutkan bahwa sebagian kalangan sahabat Ansar dari kalangan
kaum kerabat Abdullah ibnu Rawwahah selalu mengucapkan doa berikut: Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari amal perbuatan yang karenanya
Abdullah ibnu Rawwahah terhina.
Dia mengucapkan doa tersebut
setelah Abdullah ibnu Rawwahah mati syahid.
Islam mensyariatkan mengucapkan
salam kepada orang-orang yang telah mati. Dan seperti yang telah kita ketahui,
mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal serta tidak diketahui
kemuslimannya merupakan suatu hal yang tidak diperbolehkan. Nabi Saw. telah
mengajarkan kepada umatnya bila mereka melihat kuburan hendaknya mengucapkan
doa berikut:
"سَلَامٌ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ،
وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، يَرْحَمُ اللَّهُ
الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، نَسْأَلُ اللَّهَ
لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ"
Keselamatan semoga
terlimpahkan kepada kalian, wahai ahli kubur dari kalangan orang-orang mukmin.
Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Semoga Allah
merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang terkemudian di antara kami dan
kalian. Kami memohon kepada Allah buat kami dan kalian akan keselamatan.
Salam dan pembicaraan serta
seruan ini jelas ditujukan kepada yang mendengar, yang berbicara, yang memahami
serta yang menjawab, sekalipun orang yang bersangkutan tidak dapat mendengar
jawabannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ar-Rum, ayat 54
{اللَّهُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ
مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ
الْقَدِيرُ (54) }
Allah, Dialah yang menciptakan kamu
dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Allah Swt. mengingatkan (manusia)
akan fase-fase yang telah dilaluinya dalam penciptaannya, dari suatu keadaan
kepada keadaan yang lain. Asal mulanya manusia itu berasal dari tanah liat,
kemudian dari air mani, kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi
segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dilapisi dengan daging, lalu
ditiupkan roh ke dalam tubuhnya.
Setelah itu ia dilahirkan dari
perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil, dan tidak berkekuatan. Kemudian
menjadi besar sedikit demi sedikit hingga menjadi anak, setelah itu berusia balig
dan masa puber, lalu menjadi pemuda. Inilah yang dimaksud dengan keadaan kuat
sesudah lemah.
Kemudian mulailah berkurang dan
menua, lalu menjadi manusia yang lanjut usia dan memasuki usia pikun; dan
inilah yang dimaksud keadaan lemah sesudah kuat. Di fase ini seseorang mulai
lemah keinginannya, gerak, dan kekuatannya; rambutnya putih beruban,
sifat-sifat lahiriah dan batinnya berubah pula. Karena itulah maka di sebutkan
oleh firman-Nya:
{ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا
وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ}
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 54)
Yakni Dia berbuat apa yang
dikehendaki-Nya dan mengatur hamba-hamba-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
{وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ}
dan Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', dari Fudail dan Yazid. Keduanya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah Al-Aufi yang
mengatakan bahwa ia membacakan kepada Ibnu Umar firman Allah Swt.: Allah,
Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Ibnu Umar membacakan pula
firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54)
Kemudian Ibnu Umar berkata, "Aku belajar dari Rasulullah Saw. ayat ini
sebagaimana yang kamu bacakan kepadaku, dan aku menerimanya dari beliau
sebagaimana aku menerimanya darimu."
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi
meriwayatkannya pula yang dinilai oleh Imam Turmuzi sebagai hadis hasan, melalui
hadis Fudail dengan sanad yang sama. Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui
hadis Abdullah ibnu Jabir, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dengan lafaz yang
semisal.
Ar-Rum, ayat 55-57
{وَيَوْمَ تَقُومُ
السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا
يُؤْفَكُونَ (55) وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ
لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ
وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (56) فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ
ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ (57) }
Dan pada hari terjadinya kiamat,
bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "mereka tidak berdiam (dalam
kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka
selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), "Sesungguhnya
kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari
berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu, tetapi kamu selalu tidak
meyakini(nya). Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi
orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi
kesempatan bertobat lagi.
Allah Swt. menceritakan perihal
kebodohan orang-orang kafir di dunia dan akhirat. Di dunia mereka melakukan
perbuatan yang biasa mereka kerjakan, yaitu menyembah berhala-berhala.
Sedangkan di akhirat mereka melakukan kebodohan yang besar pula, antara lain
ialah sumpah mereka dengan menyebut nama Allah, bahwa tidaklah mereka tinggal
di dunia melainkan hanya sebentar saja. Tujuan utama mereka dengan alasan
tersebut ialah agar hujah tidak dapat ditegakkan terhadap mereka, dan bahwa
mereka tidak diberi kesempatan untuk beralasan. Allah Swt. berfirman:
{كَذَلِكَ كَانٌوا يُؤْفَكُون. وَقَالَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ
إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}
Seperti demikianlah mereka
selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang
yang kafir), "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut
ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 55-56)
Maka orang-orang mukmin dari
kalangan ulamanya menjawab mereka di akhirat sebagaimana para ulama itu telah
menegakkan hujah Allah atas mereka ketika di dunia. Maka para ulama itu berkata
kepada mereka saat mereka bersumpah bahwa mereka hanya tinggal sesaat saja di
dunia:
{لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ}
Sesungguhnya kamu telah
berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah. (Ar-Rum:
56)
Yakni terbaca di dalam kitab
catatan amal perbuatanmu,
{إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ}
sampai hari berbangkit. (Ar-Rum: 56)
Maksudnya, mulai dari kalian
diciptakan hingga kalian dibangkitkan.
{وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
akan tetapi kamu tidak
mengetahui. (Ar-Rum: 56)
*************
Firman Allah Swt.:
{فَيَوْمَئِذٍ}
Maka pada hari itu. (Ar-Rum: 57)
Yakni hari kiamat.
{لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا
مَعْذِرَتُهُمْ}
tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka. (Ar-Rum:
57)
Yaitu alasan mereka untuk
membela apa yang telah mereka kerjakan.
{وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ}
dan tidak pula mereka diberi
kesempatan bertobat lagi. (Ar-Rum: 57)
Mereka tidak pula diberi kesempatan
untuk kembali ke dunia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
{وَإِنْ يَسْتَعْتِبُوا فَمَا هُمْ مِنَ
الْمُعْتَبِينَ}
dan jika mereka mengemukakan
alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya.
(Fussilat: 24)
Ar-Rum, ayat 58-60
{وَلَقَدْ ضَرَبْنَا
لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ
لَيَقُولَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُبْطِلُونَ (58) كَذَلِكَ
يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (59) فَاصْبِرْ إِنَّ
وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ (60) }
Dan sesungguhnya telah Kami buat
dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya
jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu
akan berkata, "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan
belaka.” Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau)
memahami. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan
sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat
Allah) itu menggelisahkan kamu.
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا
الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ}
Dan sesungguhnya telah Kami
buat dalam Al-Qur’an ini segala macam perumpamaan. (Ar-Rum:
58)
Maksudnya, telah Kami jelaskan
kepada mereka perkara yang hak. Kami telah menerangkannya serta membuat
perumpamaan-perumpamaan untuk itu bagi mereka agar perkara hak lebih jelas lagi
bagi mereka, dan agar hati mereka tergerak untuk mengikutinya.
{وَلَئِنْ جِئْتَهُمْ بِآيَةٍ لَيَقُولَنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلا مُبْطِلُونَ}
Dan sesungguhnya jika kamu
membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan
berkata, "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan
belaka." (Ar-Rum: 58)
Yakni seandainya mereka
menyaksikan suatu mukjizat, baik atas permintaan mereka sendiri atau tidak,
mereka tetap tidak mau beriman kepadanya dan menganggap bahwa itu adalah
perbuatan sihir dan palsu. Sebagaimana yang mereka katakan ketika melihat
rembulan terbelah dan lain-lainnya. Allah Swt. telah berfirman, menceritakan
sikap mereka:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا
الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang
telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu tidaklah akan beriman, meskipun
datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab
yang pedih. (Yunus: 96-97)
Karena itulah dalam surat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ
الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ. فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ}
Demikianlah Allah mengunci
mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.
Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Ar-Rum:
59-60)
Yakni bersabarlah kamu dalam
menghadapi sikap mereka yang menentang dan keingkaran mereka itu, karena
sesungguhnya Allah Swt. pasti akan menunaikan apa yang telah Dia janjikan
kepadamu, yaitu menolongmu dalam menghadapi mereka dan menjadikan kesudahan
yang baik hanya bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu di dunia maupun di
akhirat.
{وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا
يُوقِنُونَ}
dan sekali-kali janganlah
orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran
ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
melainkan tetap teguhlah kamu
dalam melaksanakan risalah Allah yang dipercayakan kepadamu, karena
sesungguhnya hal itu adalah perkara hak yang tiada keraguan padanya. Janganlah
kamu menyimpang darinya, karena pada jalan yang lain tiada hidayah yang dapat
diikuti, melainkan perkara hak itu hanyalah terdapat di dalam risalah yang kamu
bawa.
Sa'id telah meriwayatkan dari
Qatadah, bahwa seorang lelaki dari kalangan Khawarij menyeru sahabat Ali r.a.
yang saat itu sedang mengerjakan salat Subuhnya, seraya membacakan firman-Nya: Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar:
65) Sahabat Ali diam mendengarkannya hingga memahami apa yang dimaksud oleh si
orang Khawarij itu. Maka ia menjawabnya, sedangkan ia masih berada dalam
salatnya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan
sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat
Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur
lain.
Untuk itu ia mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam,
dari Syarik, dari Usman, dari Abu Zar'ah, dari Ali ibnu Rabi'ah yang
menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan Khawarij memanggil
Ali r.a. yang sedang mengerjakan salat Subuh. Lelaki itu membacakan firman-Nya:
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar:
65) Maka Ali r.a. yang sedang dalam salatnya langsung menjawabnya dengan
membaca firman-Nya: Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah
benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran
ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
Jalur lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku,
telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami
Syarik, dari Imran ibnuZabyan, dari Abu Yahya yang mengatakan bahwa ketika Ali
ibnu AbuTalib r.a. sedang mengerjakan salat Subuh, ada seorang lelaki Khawarij
menyerunya seraya membacakan firman-Nya: Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar:
65) Maka Ali r.a. menjawabnya dengan membacakan firman-Nya, sedangkan ia masih
dalam salatnya: Maka bersabarlah, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan
sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat
Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Rum: 60)
Riwayat yang Menjelaskan
Keutamaan Surat Ar-Rum dan Anjuran Membacanya di Waktu Subuh
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، سمعت شبيب -أَبَا رَوْحٍ
-يحدِّث عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
بِهِمُ الصُّبْحَ، فَقَرَأَ فِيهَا الرُّومُ فَأُوهِمَ، فَقَالَ: "إِنَّهُ
يُلَبَّسُ عَلَيْنَا الْقُرْآنُ، فَإِنَّ أَقْوَامًا مِنْكُمْ يُصَلُّونَ مَعَنَا
لَا يُحْسِنُونَ الْوُضُوءَ، فَمَنْ شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعَنَا فَلْيُحْسِنِ
الْوُضُوءَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Abdul Malik
ibnu Umair. Ia pernah mendengar Syabib ibnu Rauh menceritakan hadis berikut
dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. salat Subuh bersama para
sahabat dan membaca surat Ar-Rum dalam salatnya itu, lalu beliau mengalami
gangguan dalam bacaannya. Setelah selesai dari salatnya beliau bersabda: Sesungguhnya
baru saja kami mengalami gangguan dalam bacaan Al-Qur’an kami, karena
sesungguhnya ada beberapa kaum dari kalangan kalian yang salat bersama kita
melakukan wudunya dengan tidak baik. Maka barang siapa yang ikut salat bersama
kami dari kalangan kalian, hendaklah ia terlebih dahulu berwudu dengan baik.
Sanad dan matan hadis ini
berpredikat hasan, di dalamnya terkandung rahasia yang menakjubkan dan
berita yang aneh, yaitu Nabi Saw. merasa terpengaruh oleh sebagian orang yang
bermakmum padanya tanpa berwudu dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa salat
makmum itu bergantung pada salat imam.
Demikianlah akhir surat Ar-Rum,
segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya.